© 2019 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 17 Issue 2(2019) 373-387 ISSN 1829-8907 Strategi Pembentukan Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi Di Papua

Sepus M Fatem 1*, San Afri Awang2, Ahmad Maryudi2 Satyawan Pudyatmoko2, Jonni Marwa3, Devi Manuhua 3 & Salmon Lembang3

1,2Fakultas Kehutanan UGM Jogjakarta; Email: [email protected] 1,3Fakultas Kehutanan Universitas Papua, Jl. Gunung Salju Amban, Papua Barat

ABSTRAK Tambrauw merupakan kabupaten di Papua Barat yang menempatkan kebijakan konservasi sebagai domain pembangunan daerah. Penelitian ini bertujuan merancang strategi bagi pembentukan Tambrauw sebagai Kabupaten Konservasi. Penelitian berlangsung sejak bulan oktober-November 2017, menggunakan pendekatan SWOT untuk analisis kekuatan dan kelemahan (faktor Internal) dan peluang dan ancaman (faktor eksternal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tambrauw layak sebagai Kabupaten Konservasi, dimana posisinya berada pada kwadran I. Artinya bahwa terdapat kekuatan dan peluang sebagai faktor kunci pembentukan kabupaten Konservasi. Kelayakan sebagai kabupetan konservasi juga terlihat melalui hasil analisis faktor internal dan eksternal, dimana Tambrauw dimungkinkan menjadi kabupaten konservasi dengan nilai evaluasi faktor internal 3.20 dan ekternal sebesar 2.75. Meskipun faktor kelemahan dan keterancaman memiliki potensi cukup besar, namun melalui 4 pilihan strategi yang ditetapkan diyakini akan membantu pemerintah Kabupaten Tambrauw memperkecil ancaman dan kelemahan dimaksud.

Kata kunci: Kabupaten konservasi; Strategi Pembentukan, Tambrauw

ABSTRACT

Tambrauw regency of province, has been placing conservational policy as domain of the regional development. This study is intended to design a strategy for establishing Tambrauw as a Conservation Region. This research was conducted from October to November 2017, by employing SWOT analysis to analyse strength and weaknesses (internal factors), and opportunity and threats (external factors). The results show that the quadran I of is decent to become a Conservation Region which means that it has potential and opportunity for the establishment of Conservation Region. The feasibility of becoming a conservation region can be seen through the results’ analysis of internal and external factors with the evaluation value of 3.20 and 2.75, respectively. Despite a considerable weaknesses and threats elements, these issues could be minimized by implementing four chosen schemes by the Government of Tambrauw.

Key words: Conservation Regency; Establishment strategy; Tambrauw

Citation: Fatem , S. M., Awang, S. A., Maryudi, A., Pudyatmoko, S., Marwa, J., Manuhua, D., dan Lembang, S. (2019). Strategi Pembentukan Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi Di Papua. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(2),373-387, doi:10.14710/jil.17.2.373-387

1. Pendahuluan 1993). Bersamaan dengan kongres tersebut, pemerintah mendeklarasikan 11 1.1. Latar Belakang taman nasional (Soemarwoto, 2004). Era ini menjadi tonggak awal dikenalkannya taman Istilah hutan konservasi di Indonesia nasional di Indonesia, namun masih mengadopsi merujuk pada suatu kawasan hutan yang pola pengelolaan dari Taman Nasional diproteksi atau dilindungi. Proteksi atau Yellowstone, yang mengedepankan pendekatan perlindungan tersebut bertujuan untuk pengamanan (security approach) dengan melestarikan hutan dan kehidupan yang ada menggutamakan kepentingan konservasi diatas didalamnya agar bisa menjalankan fungsinya segalanya (Jepson dan Whittaker, 2002) secara maksimal. Titik awal sejarah konservasi Pengertian hutan konservasi menurut di Indonesia dimulai sejak kongres ke 3 Taman Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Nasional dan kawasan yang dilindungi sedunia Kehutanan adalah kawasan hutan dengan ciri pada oktober 1982 di Bali (Mackinnon et al khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

373 Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907 pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan pilihan politik dimana telah tertuang dalam misi satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi kelima yakni Menjaga Lingkungan dengan terdiri dari: Kawasan Hutan Suaka Alam (KSA) menetapkan Tambrauw sebagai kabupaten berupa Cagar Alam, dan Suaka Margasatwa; konservasi (Asem et al, 2013; Bappeda Kawasan Hutan Pelestarian Alam (KPA) berupa Tambrauw 2014; Fatem dan Asem, 2015; Fatem Taman Nasional, Taman Hutan Raya (Tahura) et all 2018). dan Taman Wisata Alam (TWA) dan taman buru. Kabupaten Konservasi adalah wilayah Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan administrasi pemerintahan yang melaksanakan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai pembangunan mengacu upaya pelestarian, fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan perlindungan serta pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta keanekaragaman hayati dan ekosistem pemanfaatan secara lestari sumber daya alam (Kartodiharjo, 2005). Definisi ini kemudian hayati dan ekosistimnya. Papua, sejak tahun dikembangkan dengan pengertian yakni sebuah 1990 menjadi tonggak awal gerakan konservasi tatakelola pemerintahan adaptif yang dimulai. Diduga kuat bahwa pembentukan melaksanakan pembangunan bertumpu pada kawasan konservasi di wilayah ini tidak terlepas upaya konservasi aspek sosial- budaya, ekonomi dari potensi Papua sebagai salahsatu wilayah dan ekologi (Fatem, 2018). Kebijakan ini akan tropis terbesar keragaman hayati dan budaya mewajibkan sebuah kerangka kerja pemerintah yang tinggi di dunia (Petocz 1989; yang mendukung mata pencaharian lokal, Wikramanayake 2001). Berbagai usulan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, dan penetapan kawasan konservasi ini mendapat melindungi keanekaragan hayati yang signifikan pengaruh dari berbagai aktor internasional secara global, serta jasa ekosistem (termasuk seperti IUCN, WWF dan CI. penyerapan karbon). Komitmen Kabupaten Tambrauw sebagai 1.2. Rumusan Masalah Kabupaten Konservasi memberikan peluang yang strategis bagi pemerintah daerah, provinsi Tambrauw merupakan Kabupaten maupun pusat untuk memastikan agar pemekaran di Papua Barat sejak tahun 2008 pengelolaan sumberdaya alam sebagai modal dengan luas wilayah 11.529,182 Km2, terletak di pembangunan dapat diselenggarakan secara bagian utara wilayah Kepala Burung utara berkelanjutan serta memberikan manfaat yang Provinsi Papua Barat. Wilayah ini merupakan adil bagi masyarakat, terutama masyarakat adat kabupaten dengan kawasan hutan yang sangat antar generasi. luas dengan proporsi hutan konservasi dan Meskipun komitmen politik pemerintah hutan lindung hingga 80 % sesuai Surat Kabupaten Tambrauw cukup tinggi, namun Keputusan Menteri Kehutanan Nomor munculah pertanyaan lanjutan sejauh mana 783/II/2014 tentang peta fungsi hutan Provinsi daerah memiliki strategi dalam Papua Barat (Bappeda Tambrauw, 2014). mengimplementasikan kebijakan kabupaten Disisi lain, secara budaya dan adat istiadat, konservasi tersebut. Berdasarkan argumentasi Pegunungan Tambrauw merupakan rumah dan fakta diatas, maka dipandang perlu tradisional suku-suku asli dan pusat peradaban dilakukan penelitian guna menganalisis faktor- ‘’Pendidikan Inisiasi Wuon ‘’ sebagai praktek faktor kunci apa saja yang paling berpenggaruh konservasi alam secara tradisional di kepala dari semua aspek yang ada untuk burung Papua. Hubungan ini bersifat timbal mengembangkan Tambrauw sebagai Kabupaten balik bahkan mistik dan tidak dapat dipisahkan Konservasi. dari kehidupan ketradisionalan, sehingga hutan dansegala isinya sangat dijaga dan dihargai 1.3. Tujuan eksistensinya oleh suku asli. Dengan wilayah yang luas, kekayaan sumber daya alam yang Berdasarkan latar belakang dan masalah melimpah, keragaman budaya dan penghidupan yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini masyarakat yang hidup didalamnya, Tambrauw bertujuan untuk: menjadi bagian di Papua yang menantang untuk 1. Menganalisis faktor internal dan faktor dikelola dalam rangka mewujudkan manfaat eksternal yang berpotensi berpengaruh pembangunan bagi masyarakat. terhadap pembentukan Tambrauw Fakta diatas mendorong pemerintah Daerah sebagai Kabupaten Konservasi terus berupaya untuk menemukan bentuk 2. Menyusun strategibagi pembentukan pengaturan pengelolaan sumber daya alam yang Tambrauw sebagai Kabupaten baik, berkelanjutan dan bermanfaat yang Konservasi terintegrasi melalui tata kelola pemerintahan. Oleh sebab itu Kabupaten konservasi menjadi

374 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

2. Metodologi Penelitian Pengambilan data dilakukan di pada 76 2.1. Lokasi dan Waktu responden dari 11 kampung dari 7 Penelitian dilaksanakan di Kabupaten distrik di Kabupaten Tambrauw. Tambrauw, Povinsi Papua Barat, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.2. Objek dan Subjek Penelitian 1. Sedangkan penelitian dilakukan dari Objek penelitian adalah kebijakan Bulan Oktober - Desember 2017. Tambarauw sebagai Kabupaten Kampung dan distrik pengambilan data Konservasi. Sedangkan subjek tersaji pada gambar 1 peta. penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1. Jumlah Responden Penelitian

Kelompok Jumlah Responden Masyarakat adat 40 orang PNS (Provinsi/kabupaten Tambrauw/Akademisi) 30 orang Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) 6 orang Jumlah 76 orang

sosial-ekonomi. Sedangkan data sekunder 1.1. Pengumpulan dan Analisis Data berupa dokumen diperoleh dari instasi pemerintah di Kabupaten Tambrauw yang Data yang di kumpulkan meliputi data primer berkaitan dengan Tambrauw sebagai Kabupaten dan data sekunder. Data primer dikumpulkan Konservasi, seperti; Profil Kabupaten dengan cara wawancara semi struktural dan Tambrauw, Laporan Penyelengaraan pengamatan lapangan. Data tersebut antara lain: Pemerintah Daerah (LPPD) Kabupaten Databiofisik kawasan, sarana dan prasarana Tambrauw 2012-2016; analisis program- pendukung, persepsi masyarakat dan manfaat program kerja Pemerintah Kabupaten

375 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

Tambrauw yang berkaitan dengan adanya dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan Kabupaten Konservasi serta analisis program teknik SWOT. Analisis SWOT merupakan proses kerja LSM/NGO yang berada di Kabupaten yang sebelum direncanakan terlebih dahulu Tambrauw. Pengambilan data wawancara merinci keadaan lingkungan internal dan dilakukan pula di beberapa OPD Provinsi Papua eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang Barat, BBKSDA Papua Barat dan Akademisi merupakan kunci keberhasilan kedalam kategori Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari, kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), sebagaimana tersaji pada lampiran 1. Data yang peluang (opportunities) dan ancaman (threats).

2. Hasil dan Pembahasan eksternal utama meliputi: Kekuatan (Strength, 2.1. Evaluasi Faktor Kunci Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threat) (Nur Sumedi et al.2012). Kabupaten Tambrauw merupakan kabupaten Dalam penelitian, diperoleh 7-10 faktor ekternal yang sangat strategis untuk upaya konservasi dan internal pembentukan Kabupaten sumberdaya alam, perlindungan sistem budaya konservasi. Selanjutnya dari faktor-faktor dan adat maupun adaptasi dan mitigasi tersebut, dilakukan perhitungan untuk melihat perubahan iklim global. Dalam upaya total nilai bobot (TNB). Dari total nilai bobot mewujudkan Tambrauw sebagai Kabupaten tersebut, ditentukan 3 faktor kunci keberhasilan Konservasi, maka identifikasi faktor kunci (FKK) internal berdasarkan nilai tertinggi TNB (critical factor) sangat penting dilakukan. dimaksud. Lampiran 2. Faktor-faktor kunci itu, baik internal utama dan

Tabel 2. Evaluasi Faktor Internal (EFI) Pembentukan Kabupaten Konservasi

Skor (Bobot x Faktor Internal Bobot Rating Rating) Kekuatan Luas wilayah 77% Kawasan konservasi 0.30 4 1.20 Komitmen Politik Pemerintah Daerah melalui visi dan 0.30 4 1.20 misi Pemerintah Tingginya potensi wisata yang dapat dikelola menjadi 0.10 4 0.40 objek wisata Kelemahan Pengetahuan masyarakat & OPD masih kurang terkait 0.10 1 0.10 Kabupaten Konservasi. Kelembagaan adat belum terstruktur baik. 0.10 2 0.20 Kurangnya pengawasan dan kontrol BBKSDA terhadap 0.10 1 0.10 aktivitas ilegal. 1.00 3.20 Sumber: Hasil Olahan data Primer, 2018 Dari faktor kunci yang diidentifikasi, terdapat Konservasi, namun dapat tertutupi oleh faktor 3 faktor utama sebagai ‘’Evaluasi Faktor Internal kekuatan. Dengan demikian dapat dikatakan ‘’ Ketiga faktor tersebut antara lain: luas bahwa faktor internal sangat mendukung kawasan konservasi sekitar 77 %, komitmen pembentukan Tambrauw Sebagai Kabupaten politik yang kuat melalui visi-misi pembangunan Konservasi yang ditunjukkan dengan nilai 3.20. daerah, potensi wisata sebagai sumber PAD Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal Kabupaten. Sementara 3 faktor internal yang dalam penelitian diperoleh 7-10 faktor ekternal menjadi kelemahan antara lain; rendahnya dan internal yang terkait erat dengan pengetahuan aparat OPD dan masyarakat pengembangan Tambrauw sebagai Kabupaten tentang kebijakan Kabupaten Konservas, konservasi. Tahap berikutnya dilakukan kelembagaan adat belum terstrukur baik serta perhitungan untuk melihat total nilai bobot rendahnya kontrol dan pengawasan dari (TNB) dari faktor-faktor eksternal tersebut. BBKSDA Papua Barat terhadap kawasan Selanjutnya, ditentukan 3 faktor kunci konservasi. Nilai hasil evaluasi EFI menujukkan keberhasilan (FKK) berdasarkan nilai tertinggi nilai 3.20. Meskipun terdapat faktor kelemahan TNB dimaksud. dalam proses pembentukan Kabupaten

376 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

Tabel 3. Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) pembentukan Kabupaten Konservasi

Skor (Bobot x Faktor Eksternal Bobot Rating Rating) Peluang Menjadi destinasti wisata di Papua Barat. 0.35 4 1.40 Adanya kebijakan pembuatan KPH (Kesatuan Pengelolan 0.20 3 0.60 Hutan) Menambah pendapatan daerah dari sektor pariwisata. 0.10 3 0.30 Ancaman Degradasi kearifaan lokal akibat Era-globalisasi. 0.05 2 0.10 Berubah-ubahnya kebijakan pemerintah pusat-daerah. 0.05 2 0.10 Pencurian Satwa Liar dan tumbuhan dari oleh pihak luar. 0.25 1 0.25 1,00 2.75 Hasil Olahan data Primer, 2018 Hasil EFE menunjukkan nilai 2.75 (Tabel 2). Kabupaten Konservasi dilakukan melalui Nilai tersebut dibawah EFI yang memperoleh strategi adaptasi dan strategi optimalisasi. nilai 3, 20. Berdasarkan nilai tersebut dapat Strategi optimalisasi dilakukan melalui dikatakan bahwa pembentukan Tambrauw optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam sebagai Kabupaten Konservasi akan dimana konsep investasi hijau menjadi leading memperoleh manfaat optimal dari peluang, sector. Salah satunya adalah sektor pariwisata di meski memiliki keterancaman yang dihadapinya. Kabupaten Tambrauw yang sementara Kondisi ini berarti bahwa faktor ancaman dapat dikembangkan. Sementara strategi adaptasi ditutupi melalui optimalisasi faktor-faktor dilakukan melalui integrasi kebijakan Kabupaten peluang pembentukan kabupaten Konservasi. Konservasi kedalam dokumen perencanaan Dinamika lingkungan eksternal berupa daerah yakni RPJMD Kabupaten Tambrauw pengembangan potensi wisata, menguatnya 2017-2022, Rencana Strategik (Renstra) dan kebijakan pengelolaan hutan melalui skema Rencana Kerja (Renja) setiap organisasi kesatuan Pengelolaan Hutan –Konservasi (KPH- perangkat daerah. Konservasi) serta kabupaten konservasi menjadi Selanjutnya dari hasil analisis nilai faktor destinasi wisata di Papua Barat akan berpotensi internal (3.20) dan eksternal (2.75) tersebut, meningkatkan manfaat dari pembentukan kemudian dipetakan sesuai tipe masing-masing Tambrauw sebagai kabupaten konservasi serta yaitu strength, weaknesses, opportunities dan memperkecil faktor –faktor keterancaman. threats dalam peta posisi kekuatan internal- Lebih lanjut Fatem dan Asem (2014) eksternal dan di peroleh pembentukan mengatakan bahwa dua strategi pembentukan Tambrauw sebagai Kabupaten Konservasi.

I II S = 2.80

Layak untuk ditetapkan sebagai kabupaten konservasi

W=0.40 O = 2.30

VI III

T= 0.45

Gambar 2. Hasil Peta Posisi Kuadran

377 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

Kekuatan(Strenghts) Kelemahan (Weeknesses)  Komitmen Politik  Pengetahuan masyarakat & Pemerintah Daerah dalam OPD masih kurang terkait visi dan misi. kabupaten konservasi.  Luas wilayah 77%  Kelembagaan adat yang merupakan Kawasan belum terstruktur. konservasi.  Kurangnya pengawasan dan  Potensi wisata yang dapat kontrol BBKSDA terhadap dikelola menjadi objek kawasan konservasi. wisata. Peluang (Opportunities) Strategi S-O Strategi W-O  Penambahan  Mengoptimalkan peran dan  Peningkatan kapasitas pendapatan daerah fungsi OPD strategis guna (pengetahuan, sikap, dari sektor memenuhi komitmen persepsi) SDM aparatur pariwisata. pemerintah daerah dalam sipil negara maupun  Adanya kebijakan pembentukan Tambrauw masyarakat adat tentang pembangunan KPH sebagai kabupaten Kabupaten Konservasi (Kesatuan konservasi. melalui sosialisasi, seminar pengelolaan Hutan-  Mengoptimalkan aneka maupun diseminasi. Konservasi). fungsi hutan melalui unit  Melakukan penataan  Berpotensi menjadi manajemen kecil yakni KPH- kelembagaan pemerintah destinasi parawisata. K (KPH) Konservasi dan kelembagaan adat  Pengembangan objek wisata dalam mendukung lokal sebagai destinasti implementtasi Kabupaten wisata bertaraf nasional dan konservasi. internasional  Peningkatan pengawasan dan kontrol BBKSDA sekitar kawasan konservasi yang berpotensi menjadi destinasti wisata, agar kelestarian dan ekosistemnya dapat terjaga

Ancaman (Threath) Strategi S-T Strategi W-T  Pencurian Satwa dan  Membuat regulasi terkait  Sosialisasi kebijakan tumbuhan oleh pihak pelarangan perburuan illegal Tambrauw Sebagai luar tumbuhan dan satwa liar di Kabupaten Konservasi  Berubah-ubahnya Kabupaten Tambrauw. kepada aparat sipil negara kebijakan pemerintah  Meningkatkan efektifitas (ASN), masyarakat lokal dan pusat. pengelolaan kawasan lainnya.  Degradasi kearifan konservasi melalui skema  Penguatan kelembagaan lokal akibat era- perhutanan sosial maupun pemerintah daerah, globalisasi. kebijakan lokal di Tanah Penguatan lembaga adat Papua melalui perencanaan, serta penyiapan kapasitas masukan, proses, dan luaran. masyarakat adat agar  Mendorong upaya mampu beradaptasi perlindungan adat-budaya terhadap dinamika dan serta optimalisasi peran adat perubahan kebijakan dalam dan nilai budaya melalui pengelolaan sumberdaya festival, pesta rakyat, dll. alam guna mendukung misi kabupaten Konservasi  Peningkatan pengawasan BBKSDA dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan berbasis kearifan lokal dan menerapkan bina cinta alam kepada masyarakat adat. Gambar 3. Matrik SWOT Pengembangan Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi

378 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

Gambar 2. dengan jelas memperlihatkan bahwa tepat. Matriks SWOT digunakan pada tahap ini. nilai S dan O sangat besar dibandingkan W dan Perumusan strategimenghasilkan empat T. Dengan demikian pencanangan dan alternatif, yaitu Strategi Strength-Opportunity pembentukan Tambrauw sebagai kabupaten (Strategi SO), Strategi Strength -Threath konservasi dapat dilaksanakan dengan melihat (Strategi ST), Strategi Weakness-Opportunity strategi dari hasil analisis SWOT tersebut. (Strategi WO), dan Strategi Weakness-Threath Khususnya nilai internal dan eksternal terlihat (Strategi WT). Hasil perumusan strategi dengan bahwa nilai internal lebih besar dibandingkan menggunakan Matriks SWOT ditunjukkan pada dengan nilai eksternal dan berada pada kuadran gambar 2 diatas. Secara rinci formulasi strategi I. Artinya situasi yang menguntungkan, untuk dimaksud djabarkan dibawah ini: menjadikan Tambrauw sebagai kabupaten konservasi sehingga dapat memanfaatkan Strategi S-O (Strength and Opportunities) formulasi rumusan strategi SO, WO, ST dan WT. Strategi ini pada prinsipnya saling berkaitan a. Mengoptimalkan komitmen politik pemerintah antara faktor-faktor internal dan eksternal daerah untuk menjadikan Tambrauw sebagai dalam mendukung pembentukan Tambrauw kabupaten konservasi agar dapat menambah sebagai kabupaten konservasi. pendapatan daerah dengan cara evaluasi program kerja dari OPD terkait. Dinas Pariwisata Kabupaten Tambrauw, Dinas 2.2. Analisis SWOT Lingkungan Hidup, Badan Pemberdayan Masyarakat maupun Badan Perencana dan Pembentukan Tambrauw sebagai Kabupaten Pembangunan Daerah Tambrauw dapat konservasi tentunya memiliki keterkaitan erat menginventaris potensi-potensi wisata yang dengan dengan factor-faktor pemungkin. Faktor berada di Kabupaten Tambrauw, dan pemungkin ini bersifat lokal dan menjadi pilar menyusun program untuk dikembangkan utama strategisbagi terbentuknya Kabupaten sebagai objek daya tarik wisata di Kabupaten Konservasi. Untuk itu dalam penelitian ini, Tambrauw. Menurut informan 34, 62 dan 64, dilakukan identifikasi SWOT (Strength, dibutuhkan komunikasi, koordinasi dan Weakness, Opportunity, Threats). Adapun kerjasama lintas OPD baik program fisik dan langkah-langkah analisis SWOT sebagai berikut: non fisik sesuai tugas organisasi perangkat Mengidentifikasi faktor-faktor strategis daerah dalam mengembangkan destinasi Kabupaten Konservasi, Meingidentifikasi wisata di Kabupaten Tambrauw. Wisata kekuatan (S), Kelemahan (W), Peluang (O), dan berbasiskan kelestarian ekologi dan sosial ancaman (T) dari hasil pengamatan yang (ekowisata) saat ini semakin luas dikenal dilakukan. Dari hasil identifikasi, dipilih 12 sebagai salah satu daya tarik ekonomi yang unsur yang dianggap penting dari setiap menguntungkan dan terus dipromosikan secara komponen SWOT. Selanjutnya untuk gencar dalam upaya konservasi hutan hujan menentukan strategi yang akan dijalankan, maka tropis (Purwanto, 2014). Promosi wisata dapat dilakukan dengan membuat matriks gabungan dilakukan melalui 3 aspek yang dikenal dengan dari keempat komponen SWOT. Dari hasil istilah triple A (Atraksi, Amenitas, and matriks gabungan, ditentukan strategi dalam Aksesibilitas). Produk wisata dapat diartikan kelompok umum (SO, WO, ST, dan WT), yang sebagai segala sesuatu yang dapat dijual selanjutnya akan terjabarkan dalam bentuk yang sebagai komoditas pariwisata. Atraksi wisata lebih spesifik (Rangkuti, 2005 dalam Aprilia terdiri dari potensi flora, fauna, bentang alam Kukuh et al. 2016). dan atraksi buatan berupa seni dan budaya masyarakat (Muttaqin et a, 2011) b. Mengoptimalkan luas kawasan konservasi di 2.3. Formulasi Strategi Kabupaten Tambrauw melalui peluang pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Formulasi strategi pembentukan Kabupaten (KPH). Berdasarkan SK.783/Menhut-II/2014 Tambrauw Sebagai Kabupaten luas kawasan Kabupaten Tambrauw 1,199,962 Konservasidilakukan menggunakan matriks Ha dan 77,039,172 Ha adalah kawasan SWOT. Formulasi strategi adalah langkah konservasi jika dipersentasikan sekitar 77-80 penyusunan alternatif strategi pembentukan % adalah kawasan konservasi, maka Kabupaten Konservasi. Tahap ini sering disebut dibutuhkan unit manajemen kecil untuk sebagai matching stage. Pada tahap ini mengelolanya. Wawancara dengan informan 1 dilakukan pencocokan terhadap faktor internal dan 2, terungkap bahwa KPH Konservasi sangat dan eksternal untuk menemukan strategi yang mungkin dibentuk di kabupaten Tambrauw

379 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

dengan pertimbangan potensi luasan areal Kabupaten Tambrauw cukup trend, sehingga konservasi. Implementasi KPH sebenarnya ‘mentriger’’ ruang kerjasama dan dukungan sudah sesuai dengan komitmen negara untuk lembaga swadaya masyarakat dan pihak lain mewujudkan pengelolaan hutan lestari yang cukup banyak di Kabupaten Tambrauw. telah diatur (UU 41/1999, PP 44/2004, PP Kemitraan dan kerjasama ini menjadi 6/2007 jo 3/2008). KPH adalah organisasi yang peluang untuk meningkatkan pemahaman mewakili entitas kawasan ditingkat lapangan dasar kebijakan Kabupaten konservasi. untuk menjamin peningkatan kepastian Kebijakan mengenai kabupaten konservasi kawasan dan terselenggaranya keberlanjutan perlu dibangun pada tataran OPD dan tata kelola kawasan untuk produksi hasil hutan masyarakat adat. Adanya seminar maupun (kayu dan non kayu), penyerapan karbon, forum lainnya guna mencari solusi agar ekowisata maupun kesejahteraan masyarakat kabupaten konservasi kedepanya dapat (Suryandari dan Sulfiani, 2012). Tidak hanya berjalan berdasarkan prinsip kabupaten skema KPH-K, namun, pemerintah telah konservasi yang dapat diartikan dalam 3 mengeluarkan Permen LHK Nomor 83 tahun (tiga) aspek, yaitu: 1) sebagai suatu wilayah 2016 tentang perhutanan sosial dan Permen kabupaten yang memiliki kesatuan ekosistem LHK 43/2017 tentang pemberdayaan serta aktivitaspembangunannya mengadopsi masyarakat disekitar kawasan suaka alam dan konsep konservasi sumberdaya alam, baik di pelestarian alam. Dengan demikian, ruang bagi dalam, maupun di luar kawasan konservasi; pemberdayaan masyarakat adat sebagai bagian 2) pemanfaatan sumberdaya alam dari manajemen kawasan konservasi dalam mengadopsi prinsip pengelolaan sumberdaya mendukung Kabupaten konservasi secara alam secara lestari; 3) melakukan restorasi perlahan-lahan terbuka lebar melalui hadirnya dan rehabilitasi ekosistem untuk regulasi dimaksud. memulihkan fungsi dari ekosistem tersebut, c. Kabupaten Tambrauw memiliki nilai objek dan untuk memanfaatkan peluang agar dapat wisata yang berpotensi menjadi destinasi menambah pendapatan daerah juga wisata. Dengan cakupan 29 distrik dan 216 masyarakat sekitar. Upaya pendampingan Kampung, Kabupaten Tambrauw menyimpan maupun pelatihan seperti pemanfaatan potensi objek wisata yang tak kalah menarik. sumberdaya alam dengan menawarkan Beberapa site potensi wisata dimaksud antara potensi wisata, pemanfaatan hasil hutan lain : hamparan ekosistem alang-alang bukan kayu serta skema lainnya bagi (savanna) membentang luas pada Lembah pendapatan daerah dan meningkatkan Kebar mencakup 19.000 ha sekaligus sebagai perekonomian masyarakat perlu didorong habitat bermain satwa rusa (Cervus timorensis), untuk memperkecil dikotomi antara ekonomi sumber air panas alam di Kampung Atai Kebar; dan konservasi. Hutan Arboretum Damar Kebar dan Lokasi b. Kebijakan pemerintah melalui Kementrian habitat tanaman rumput penyubur kandungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan wanita Banondit (Biophytum peterzianum ), Air mengeluarkan Undang-Undang No. 41 Tahun Terjun Kampung Siakwa Miyah, Habitat 1999, PP. 44 Tahun 2004 dan PP. 6 Tahun Bermain Burung Cenderawasih di Kampung 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 tentang Weyos, Ases, Miyah, Tabamsereh, Habitat pengelolaan hutan ditingkat provinsi, Peneluran Penyu Belimbing (Dermochelys Kabupaten /Kota maupun ditingkat tapak coriaceae) di Taman Pesisir Jee Woomom memandatkan bahwa pembentukan wilayah Distrik Abun, Wisata Religi Pulau Dua (RIPPDA, pengelolaan hutan berbarengi dengan Tambrauw 2016). Keberadaan obyek ini telah kesiapan masyarakat adat sebagai kelompok menjadi sasaran dikunjungi oleh sekelompok sosial yang memiliki hak dan akses terhadap wisatawan lokal maupun mancanegara setiap hutan (Suharjito, 2017). Menurut informan bulan. Dengan demikian memiliki arti strategis 2 dan 22, bahwa pembentukan wilayah untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata pengelolaan hutan tingkat Kabupaten/kota berkelanjutan di Kabupaten Tambrauw. maupun tingkat tapak sebagai amanat UU 23/2014, dilaksanakan dengan Strategi W-O (Weaknesses and Opportunities) mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran a. Meningkatkan persepsi dan sikap pada sungai, sosial budaya, aspirasi, kearifan aparat organisasi perangkat daerah (OPD) tradisional, ekonomi, kelembagaan terlebih dahulu terkait kebijakan Kabupaten masyarakat setempat termasuk masyarakat Konservasi. Meningkatkan pengetahuan hukum adat dan batas administrasi dapat dilakukan melalui sosialisasi, seminar pemerintahan. Dengan demikian, peluang ini dan maupun forum lainnya. Isu konservasi di perlu di respon dengan mendorong penataan

380 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

dan pembentukan kelembagaan adat ekonomi dan program konservasi sering masyarakat. Kelembagaan ini dimaksudkan berbenturan. Program kemitraan kehutanan, sebagai ‘’unity’’ dalam memperoleh kemitraan konservasi maupun paket wisata pengakuan (legitimasi) dan kewenangan alam berupa bird watching perlu didorong untuk mengembangkan bisnis dalam untuk mengatasi masalah diatas serta pengelolaan hutan. Terbentuknya memberikan insentif bagi masyarakat asli kelembagaan adat akan mampu mendorong setempat. Zakiyyah et al. (2016) kelompok-kelompok usaha hutan kelola menerangkan bahwa untuk mengubah sikap masyarakat adat yang memiliki rencana kerja masyarakat diperlukan dua proses, pertama jangka panjang, berkelanjutan dan proses dimana masyarakat menanggapi mendorong peningkatan ekonomi sejalan berbagai isyarat yang mendasar dan kelestarian ditingkat wilayah adatnya/tapak. heuristik dalam suatu kondisi serta kedua c. Kawasan Konservasi secara aturan menjadi yakni masyarakat menanggapi informasi wewenang Balai Besar Konservasi terhadap sikap yang relevan yang dihasilkan Sumberdaya Alam (BBKSDA) sebagai dari suatu kondisi. perpanjangan tangan institusi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah. Sebagai salah satu unit pelaksana teknis Strategi S-T (Strenghts and Threath) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, salah satu fungsinya sebagai a. Keberadan kawasan konservasi yang sangat pengelola kawasan Cagar Alam. Di luas dimana hampir 77-80 % total wilayah kabupaten Tambrauw terdapat kawasan administrasi Kabupaten Tambrauw Cagar Alam Tambrauw Utara dan Cagar Alam merupakan kawasan konservasi. Hal ini Tambrauw Selatan. Kedua reserve ini sangat memberi makna bahwa potensi strategis menjadi destinasi wisata, sehingga keanekaragaman hayati wilayah ini sangat perlu adanya pengawasan dan kontrol oleh tinggi. Berdasarkan informasi wawancara BBKSDA dalam upaya pengelolaannya. pada informan 42, 49, 57 dan 61 di Mengingat perkembangan pembangunan dan kampung-kampung sampel penelitian keterbukaan akses jalan kabupaten hingga mengatakan bahwa sering terjadinya trans nasional mendorong terjadinya ektraksi pencurian satwa yang dilindungi seperti illegal pada tumbuhan dan satwa liar. burung cenderawasih (Paradisea spp), Rusa Berdasarkan data lapangan dan (Cervus timorensis) serta tumbuhan seperti terkonfirmasi dari informan masyarakat anggrek hitam (Ceologyne pandurata) oleh adat nomor 44,45,53 dan 63, terdapat oknum-oknum di luar Kabupaten Tambrauw. beberapa oknum masyarakat bahkan aparat Aktivitas ini sangat meresahkan masyarakat keamanan (TNI/POLRI) yang terlibat adat di Kabupaten Tambrauw, sehingga menjual satwa yang dilindungi berupa desakan terus bergulir agar pemerintah Cenderawasih Kuning-Besar (Paradisea Kabupaten Tambrauw menerbitkan regulasi apoda) kepada wisatawan lokal yang sering daerah terkait pelarangan perburuan satwa berkunjung di Kabupaten Tambrauw. Motif dan tumbuhan illegal diwilayah hukum ekonomi menjadi alasan klasik dibalik Kabupaten Tambrauw. Guna memperkuat transaksi illegal tersebut. Masyarakat basis legal regulasi kabupaten atas menjual satwa langka tersebut agar dapat sumberdaya alam, maka peraturan kampung memenuhi kebutuhan hidup. Fakta ini harus menjadi pijakan pembentukan regulasi mengindikasikan bahwa peran dari BBKSDA dimaksud ditingkat atas. Proses perlu ditingkatkan dalam mengawal upaya pembentukan peraturan kampung harusnya perlindungan dan pelestarian terhadap satwa dilakukan melalui mekanisme musyawarah endemic bahkan menawarkan program kampung dan sosialisasi proses alternative bagi masyarakat lokal. Dengan pembentukannya. Tugas pemerintah baik demikian beberapa langkah seperti pre- kabupaten, distrik dan kampung yakni emptif, langkah preventif, langkah represif menfasilitasi mekanisme pembentukan dan langkah pemulihan dapat dilakukan oleh peraturan kampung melalui musyawarah BBKSDA sebagai insititusi yang kampung atas keterlibatan masyarakat dan bertanggunjawab langsung (Wahono, 2016). tokoh adat serta mengakomodir hasil Langkah-langkah diatas sangat diperlukan musyawarah tersebut menjadi peraturan agar kedepanya kawasan-kawasan bupati ataupun Perda yang nantinya akan konservasi yang berpotensi sebagai destinasi menjadi payung hukum bagi semua pihak. wisata terjaga kelestarianya. Meskipun Kekuatan dan semangat konservasi yang demikian, perlu disadari bahwa konflik telah ditetapkan di Kabupaten Tambrauw,

381 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

diyakini menjadi modal utama dalam adat tersebut terus dibangun. Kerjasama dan memperkecil terjadinya perburuan illegal komunikasi yang efektif antara masyarakat tumbuhan dan satwa liar. Ancaman ini dapat adat, pengelola kawasan bersama tertutupi melalui tersedianya regulasi pemerintah daerah akan menjadi ‘area’ yang kabupaten maupun kemitraan Pemerintah mendukung pengelolaan kawasan konservasi Kabupaten Tambrauw bersama TNI-POLRI- karena kesamaan dan keseimbangan BBKSDA. Selama proses pengambilan data kepentingan (Marina dan Dharmawan, lapangan, diketahui bahwa pemerintah 2011). Kabupaten Tambrauw sedang membangun c. Seiring berjalannya waktu, eksistensi kerangka kerja dan kesepakatan bersama kearifan lokal dan budaya di Kabupaten TNI-POLRI dan BBKSDA guna pencegahan Tambrauw setidaknya tengah berada pada kerusakan hutan, perburuan illegal kondisi yang mengarah pada kelunturan atau tumbuhan dan satwa liar di wilayah hukum degradasi sosial-budaya. Penetrasi global Kabupaten Tambrauw. yang tidak mengenal dimensi ruang dan b. Kawasan konservasi di Kabupaten waktu dapat dikatakan telah membawa cerita Tambrauw sekitar 80-77% dari wilayah baru dalam perkembangan tatanan budaya di administrasi pemerintahan. Cakupan ini Kabupaten Tambrauw, diantaranya antara lain; Kawasan Suaka Alam /Kawasan pendidikan adat yang dalam bahasa lokal di Pelestarian Alam sekitar 61,339 Ha, Hutan sebut (Wuon Woffle). Pendidikan ini Lindung 31,8769 Ha dari luasan Kabupaten bertujuan mengajarkan pemahaman adat, Tambrauw Kawasan konservasi memiliki alam, penghormatan terhadap alam, fungsi yang sangat penting yaitu sebagai kepercayaan, budaya resiprositas dan sebuah sistem penyangga kehidupan. Meski kerjasama. Sebagaimana penjelasan informan demikian, karakteristik biologis dan 38 dan 39bahwa, orang yang bersekolah kepentingan pengelolaannya yang kompleks adat disebut ‘’Wuon’’yang akan berada di menyebabkan selama ini kawasan konservasi hutan selama 6-12 bulan. Hutan, alam, air, belum dikelola secara efektif sehingga sungai, gunung dan batu maupun tumbuhan mengalami kerusakan secara terus menerus. dan satwa diposisikan sebagai leluhur yang Nordiansyahet al (2016) mengatakan bahwa harus dihormati. Sehingga penting untuk evaluasi efektivitas pengelolaan dilakukan dijaga dan dihargai. Budaya ini telah dengan melakukan penilaian terhadap empat membentuk tatanan kehidupan orang aspek dalam siklus pengelolaan yaitu: Tambrauw sehingga dijadikan sebagai perencanaan, masukan, proses, dan keluaran. kearifaan local. Kearifan lokal dimaknai Setiap aspek merupakan kumpulan sebagai pandangan hidup dan ilmu komponen pengelolaan. Sebagaimana pengetahuan serta berbagai strategi dimaksud dari aspek-aspek tersebut sangat kehidupan yang berwujud aktivitas yang berperan penting guna dalam pengambilan dilakukan oleh masyarakat lokal dalam keputusan, sehingga perlu mendapat menjawab berbagai masalah dalam pertimbangan khusus. Keberpihakan Negara pemenuhan kebutuhan mereka (Fajarini, melalui hadirnya program perhutanan sosial 2014; Ungirwalu et al, 2016). Dalam maupun reforma agraria menjadi pintu komunitas masyarakat adat, kearifaan masuk bagi pemberdayaan masyarakat adat. tradisional diwujudkan dalam bentuk Di Tanah Papua, tanah, air, sungai, hutan dan seperangkat aturan, pengetahuan, lahan telah menjadi bagian dari kepemilikan keterampilan serta tata nilai dan etika yang masyarakat adat. Hal ini berarti bahwa, ruang mengatur tatanan sosial komunitas yang kelola masyarakat adat perlu diprioritaskan terus hidup dan berkembang dari generasi ke dalam mengoptimalisasikan pengelolaan generasi (Thamrin 2013) dalam (Lake et al. kawasan konservasi. Di Kabupaten 2017). Berdasarkan infomasi yang diambil Tambrauw terdapat 5 suku besar yang dari responden masyarakat adat, diketahui memiliki wilayah adat. Selama proses bahwa sekolah adat (wouon woffle), penelitian, diketahui bahwa 5 (lima) wilayah mengalami ancaman degradasi globalisasi adat tersebut telah terpetakan secara serta beberapa tokoh agama menganggap indikatif. Menurut informan 31, 32, 33, 34 masih erat dengan animisme. Hal ini dan 35, meski masih bersifat indikasi, namun berbanding terbalik dalam konteks informasi awal berupa jumlah marga, keret, konservasi dan ekowisata. Dalam konteks tempat penting masyarakat adat telah konservasi dan ekowisata, kearifan lokal terpetakan. Dengan demikian akan menjadi bukan saja menjadi alat dalam menjaga kekuatan dalam mendukung program kelestarian hidup, melainkan juga sebagai konservasi jika sinergitas bersama kelompok platform dalam memperkuat keharmonisan

382 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

ekologis serta keunikan sumberdaya untuk peran OPD sangat dibutuhkan dengan menstimulasi keberlanjutan kearifan lokal itu beberapa aspek: sikap terhadap kebijakan sendiri (Fatem et al, 2014). Selain itu, kabupaten konservasi, pemahaman yang berbagai kearifaan lokal yang kian benar terhadap konsep kabupaten terdegradasi atau sudah tidak dikenal, akan konservasi, peran aktif OPD terhadap terevitalisasi kembali seiring meluasnya imlementasi kabupaten konservasi permintaan atraksi ekowisata. Salah satu danfrekuensi program dukungan OPD bagi solusi untuk mengatasi ancaman seperti ini kabupaten konservasi. Hasil diskusi selama melalui pembentukan regulasi bagi upaya pengambilan data, dijumpai bahwa misi perlindungan kearifaan lokal masyarakat kabupaten konservasi pada tataran OPD di Tambrauw. Unsur estetika dan seni yang Kabupaten Tambrauw masih kurang terungkap diatas dapat dijadikan sebagai dipahami. Umumnya misi Kabupaten obyek wisata minat khusus. Pemerintah konservasi hanya dipahami pada tataran top Daerah dapat mendorong terbentuknya level, sebaliknya supporting sistem belum kelompok sadar wisata yang dibina langsung memahami kebijakan dimaksud. Dengan dalam menyelenggarakan paket wisata demikian peningkatan pemahaman kepada sesuai karakteristik unggulan tiap kampung OPD di Kabupaten Tambrauw mutlak dan distrik wilayah Tambrauw. Mereka dapat dilakukan. Selanjutnya, pada level teragregasi melalui kelompok pemandu masyarakat adat pun demikian, kebijakan wisata maupun masyarakat adat yang Kabupaten Konservasi belum dipahami baik, menyiapkan dan menawarkan layanan sehingga membutuhkan proses. Padahal wisata alam baik minat khusus maupun masyarakat adat menjadi pilar utama dari minat umum. Program festival seni dan pembangunan konservasi melalui kearifaan budaya adat Tambrauw penting untuk lokal mereka. Konservasi modern harus bisa lakukan setiap tahun sebagai ajang promosi disinergikan dengan kearifaan lokal, sehingga adat, budaya dan seni guna peningkatan saling mendukung dalam upaya konservasi. ekonomi daerah. Hal ini sejalan dengan Escobar, 1996; Brosius 1997; Li 2002 dan Darmanto 2011 bahwa Strategi W-T (Weaknesses and Threath) wacana konservasi bukanlah wacana netral dan muncul dari ruang hampa. Wacana a. Kabupaten Tambrauw dicanangkan sebagai konservasi sangat terkait erat dengan aspek kabupaten konservasi berdasarkan visi dan kekuasaan, produksi dan makna baik tingkat misi dari Bupati Kabupaten Tambrauw pada global dan lokal. Setiap aktor akan butir ke lima “Menjaga lingkungan dengan mendefinisikan konservasi pada tataran yang menetapkan Tambrauw Sebagai berbeda-beda. Artikulasi ini mendorong Kabupaten Konservasi”. Tak heran jika terjadi nya ruang relasi sosial antar para komitmen pemerintah daerah ingin aktor dan powernya (Prabowo et al., 2016; menjadikan Kabupaten Tambrauw sebagai Maryudi &Sahide, 2017) kabupaten konservasi dikarenakan fungsi b. Peran kelembagaan adat dalam pengelola hutan Kabupaten Tambrauw hampir kawasan konservasi sangat vital. Karena mencapai 80% dari total wilayah administrai implementasi Kabupaten konservasi pemerintahan. Misi kabupaten konservasi membutuhkan partisipasi dan gerakan semua merupakan misi yang tidak mudah elemen masyarakat adat. Selain kelembagaan terimplementasikan, karena menyangkut adat, kelembagaan pemerintah pun perlu perubahan tatakelola sebagaimana mana dibenahi dalam mewujudkan implementasi disampaikan oleh informan 7 dalam Kabupaten Konservasi. Komitmen politik wawancara penelitian. Perubahan tatakelola Kabupaten Konservasi mensyaratkan dapat dilakukan melalui proses penataan penataan tatakelola baik kelembagaan adat kembali (re-inventing). Proses penataan maupun kelembagaan pemerintah. kembali hanya bisa dilakukan jika organisasi Kelembagaan adat perlu dilakukan agar penggerak yakni aparat organisasi perangkat masyarakat memiliki ruang dan organisasi daerah dan masyarakat memiliki kapasitas untuk berpartisipasi dalam mendukung dalam menterjemahkan misi dari pemerintah kebijakan kabupaten konservasi. Kelembagan Kabupaten Tambrauw dimaksud. Dengan pemerintah dapat berupa sistem aliran demikian penguatan kapasitas menjadi informasi dan perencanaan pembangunan, penting dalam mengawal pembentukan regulasi maupun sumberdaya manusia. Kabupaten Konservasi. Nitiwijaya (2015) Sementara kelembagaan adat dapat berupa mentakan bahwa tugas, pokok dan fungsi kearifaan lokal, sanksi, aturan adat serta dinas dilihat dari persepsi birokrasi dimana organisasi adat itu sendiri. Penelitian ini

383 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

menemukan bahwa kelembagaan adat di kearifan lokal masyarakat perlahan mulai kabupaten Tambrauw cukup baik dalam hilang. Budaya masyarakat yang dulunya mengawal aspirasi dan kebutuhan masyaraat berburu menggunakan jerat, tombak dan lokal. Hasil wawancara bersama pimpinan panah serta bantuan anjing berburu mulai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal di kurang. Masyarakat lebih memilih berburu Kabupaten Tambrauw seperti Yayasan menggunakan senapan angin, karena Akawuon dan Yayasan Marwasnath, dianggap akan mendapat hewan buruan menunjukkan bahwa penyelesaian persoalan semakin cepat serta jumlah yang banyak. masyarakat adat berkaitan dengan tanah, Penggunaan senapan angin ini tentunya hutan, air dan manusia menjadi fokus yang bukan tradisi masyarakat sekitar tetapi secara bertahap dilakukan oleh masyarakat tradisi berburu moderen, yang dibawa oleh adat. Kedua lembaga ini merupakan anak- oknum-oknum luar yang masuk dalam anak muda yang terdorong kerja –kerja tatatan kehidupan masyarakat sehingga pemetaan suku, marga dan tempat penting, mempengaruhi masyarakat untuk potensi dan nilai sumberdaya alam diwilayah mengikutinya. Hal ini tentunya membawa adat di kabupaten Tambrauw. Mereka telah dampak buruk terhadap keterancaman mendampingi pelaksanaan Musyawarah Adat tumbuhan dan satwa. Dengan demikian (MUSDAT) pada suku Mpur dan Abun dalam dibutuhkan perencanaan dan pengawasan menyelesaikan batas-batas wilayah adat. Ke dari aktor BBKSDA lebih ekstra ketat untuk depannya, terdapat beberapa suku yang telah meminimalkan kelemahan ini. Salahsatu menjadi agenda kerja mereka dalam melalui pembangunan pos-pos jaga dan melakukan musyawarah adat baik suku menambah satuan polisi kehutanan Miyah, Ireres maupun suku Mooi Kelim. (POLHUT) sekitar kawasan konservasi. Agregasi dari kerja–kerja pemetaan Selanjutnya mendorong program strategis masyarakat adat ini akan bermuara pada lainnya seperti peningkatan bina cinta alam, Perda Kabupaten Konservasi dan Perda penyuluhan konservasi sumber daya alam Masyarakat adat maupun kelembagaan adat dan ekosistemnya. Menurut informan 40, suku yang ada di kabupaten Tambrauw. pemberdayaan masyarakat dalam dan Peran pemerintah dapat dilakukan melalui sekitar kawasan konservasi berbasis fasilitasi proses musyawarah adat (MUSDAT). kearifaan lokal seperti pembentukan Hasil musyawarah adat akan menjadi acuan kampung adat, karya seni dan budaya, bagi pembentukan produk hukum daerah di penyediaan sanggar ukiran dan anyaman Kabupaten Tambrauw. Dengan mendorong dapat berperan mencegah degradasi penataan kembali dan legitimasi pengetahuan dan kearifaan lokal serta kelembagaan adat maupun kelembagaan pergeseran budaya dalam berburu dan pemerintah, maka secara perlahan-lahan meramu sumberdaya alam maupun kesenian. masyarakat adat maupun pemerintah daerah akan memahami peran dan posisinya dalam 3. Kesimpulan menyikapi dinamika pembangunan dan perubahan kebijakan, khususnya konservasi Berdasarkan hasil penelitian mengggunakan sumberdaya alam dan lingkungan analisis SWOT, diketahui bahwa Komitmen (Pudyatmoko eta al, 2018). politik Tambrauw sebagai Kabupaten konservasi c. Salah satunya tugas UPT Kementrian dapat dilakukan melalui proses deklarasi dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah implementasi. Hal ini ditunjukkan melalui nilai S melalui BBKSDA yakni penataan kawasan dan O sangat besar dibandingkan W dan T dan dan penyusunan rencana pengelolaan Cagar berada pada posisi kuadaran I. Artinya bahwa Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata situasi yang menguntungkan, untuk menjadikan Alam, serta pelaksanaan perlindungan dan Tambrauw sebagai kabupaten konservasi. pengamanannya. Berdasarkan informasi Secara internal pembentukan Tambrauw yang diambil dari tiap kampung sampel sebagai Kabupaten Konservasi memiliki penelitian, diketahui bahwa aspek kekuatan besar. Kekuatan ini ditunjukkan pengawasan dan pengamanan kawasan di melalui nilai Evaluasi faktor internal sebesar Kabupaten Tambrauw sangat minim bahkan 3.20. Sebaliknya kelemahan pada faktor internal jarang dilaksanakan. Tingginya kejadian seperti rendahnya pengetahuan OPD dan perburuan liar, pencurian satwa dan Masyarakat terkait kebijakan Kabupaten tumbuhan memberikan makna bahwa fungsi Konservasi, kelembagaan adat belum tertata perencanaan dan pengawasan BBKSDA baik serta minimnya fungsi kontrol oleh BBKSDA masih sangat kurang (Asem et al 2011). terhadap kawasan konservasi akan tertutupi Kondisi ini secara tidak langsung mendorong melalui peluang yang akan dikembangkan.

384 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

Sementara hasil analisis faktor eksternal dan Masyaraat adat tentang kebijakan pembentukan Kabupaten Konservasi, diketahui Kabupaten Konservasi; Penataan kembali memiliki nilai 2.75. kelembagaan pemerintah dan kelembagaan adat Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan maupun pengembangan ekonomi alternative bahwa pembentukan Tambrauw sebagai dikawasan konservasi. 3) Strategi S-T Kabupaten Konservasi akan memperoleh (Strenghts and Threath). Pilihan strategi ini manfaat optimal dari peluang, meski memiliki dilakukan melalui tersedianya regulasi tentang keterancaman yang dihadapinya. Keterancman pelarangan perburuan illegal tumbuhan dan tersebut dapat diperkecil melalui 4 pilihan satwa di Kabupaten Tambrauw; Keterlibatan strategi. Pilihan strategi yang dimaksud antara penuh masyarakat dalam manajemen kawasan lain: 1) Strategi S-O (Strength and konservasi, meregulasi kearifaan lokal yang ada Opportunities). Dilakukan dengan optimalisasi dikabupaten Tambrauw. 4) Strategi W-T komitmen politik pemerintah daerah melalui (Weaknesses and Threath). Strategi ini peningkatan pengelolaan potensi daerah; dilakukan melalui sosialiasi, diseminasi maupun optimalisasi luas kawasan konservasi di advokasi pada tingkatan pemerintah Kabupaten Kabupaten Tambrauw; pengenjotan potensi maupun masyarakat adat; penataan kembali ekowisata Kabupaten Tambrauw. 2) Strategi W- kelembagaan adat lokal serta optimalisasi peran O (Weaknesses and Opportunities). Strategi ini Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua Barat. dilakukan melalui: Peningkatan kapasitas OPD

DAFTAR PUSTAKA Tata Kelola Pemerintah melalui Kabupaten Konservasi. Materi dalam Seminar Nasional Actor-Centred Power (ACP): The importance of PKMRI Provinsi Papua Barat. 22 Juni 2017 understanding the effect of changes in polity Avenzora, R., Harnios, A.,2017. Khazanah for the measurement of power dynamics over KearifanLokal dalam Memperkuat time. Forest Policy and Economics, 62, 184- Konservasi dan Ekowisata: Studi Kasus 186.doi: Masyarakat Adat Dawan di Kabupaten Timor http://doi.org/10.1016/j.forpol.2015.10.006. Tengah Utara. Media Konservasi Vol. 22 No. 3 Angi, E.M., 2005. Kebijakan Pemerintah Pusat di Desember 2017: 213-219. Bidang Konservasi dari Perspektif Daerah Bappeda Tambrauw, 2011. Rencana Tata Ruang dan Masyarakat. Center for International Wilayah Kabupaten Tambrauw. Forestry Research. Jakarta. Bappeda Tambrauw, 2014. Rencana Tata Ruang Anonim, 2016. Peraturan Menteri Lingkungan Wilayah Revisi Kabupaten Tambrauw. Hidup dan Kehutanan Nomor 83 tahun 2016 [BKSDA PB] Balai Konservasi SumberdayaAlam Tentang Perhutanan Sosial. Kantor Menteri Papua Barat, 2013. Buku Informasi Kawasan Negara Sekretaris Negara Republik Konservasi di Papua Barat. Indonesia. Jakarta. Brosius, J.P., 1997. Green dots, pink heart. Anonim, 2017. Peraturan Menteri Lingkungan Displacing politic from the Malasyan Rain Hidup dan Kehutanan Nomor 43 tahun 2017 Forest. American Anthropologis 101: 36-57. Tentang Perhutanan Sosial. Kantor Menteri Darmanto, 2014. Konservasi Global, Taman Negara Sekretaris Negara Republik Nasional dan Praktek Lokal di Pulau Siberut, Indonesia. Jakarta. Sumatera Barat. Jurnal Ilmu Kehutanan. Asem, G., Kahisiuw P., Fatem, S.M., Runtuboy, Y., Volume V. No 1. Januari –Maret 2014. Marwa, J., 2011.Prospect of Tambrauw as Dinas Pariwisata Tambrauw. 2016. Rencana Conservation Regency in West Papua (A Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten Preliminary Analysis). In: M. Taufik Fauzi, Tambrauw. Komang Damar Jaya, Hoi Sen Yong, Miko Dwijayati, A.K., Suprapto, D., Rudiyanti, S., 2016. Krisbaucm, M. Sarjan, Lestari Ujianto, Siti Identifikasi Potensi Dan Strategi Latifa, Baiq Dewi Krisdayanti, editor. Pengembangan Ekowisata Pada Kawasan Siginificance of Climate Change on Konservasi Hutan Mangrove Desa Pasar Biodiversity in Sustaining the Globe. Banggi Kabupaten Remban. Diponegoro Proceeding of the 2nd International Journal Of Maquares Volume 5, Nomor 4, Conference on Biodiversity’’. Tahun 2016, Halaman: 328-336 UniversitasMataram, Mataram, 2-4 July 2013. Escobar, A., 1998. Whose knowledge, whose Asem, G., Fatem, S., 2017.Integrasi Isu nature? Biodiversity, conservation, and the Masyarakat Adat dan Konservasi ke dalam

385 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

political ecology of social movements. Journal Purwanto, S., Lailan, S., Gunawan, A., 2014. of Political Ecology, 5(1), pp.53–82 Kajian Potensi dan Daya Dukung Taman Fatem, S., Asem, G., 2015. ‘Kabupaten konservasi Wisata Alam Bukit Kelam untuk Strategi sebagai political action pemerintah daerah Pengembangan Ekowisata. Jurnal dalam mendukung konservasi sumberdaya Pengelolaan Sumberdaya Alam dan alam hayati: Studi kasus Kabupaten Lingkungan Vol. 4 No. 2 (Desember 2014): Tambrauw, Papua Barat’ dalam PROS SEM 119-12. NAS MASY BIODIV INDON. Volume 1, Nomor Rangkuti, F., 1997. Teknik Membedah Kasus 5, September 2015. Hlm. 1403-1410. Volume Bisnis Analisis SWOT. PT Gramedia Pustaka 1, DOI: 10.13057/psnmbi/m0105xx. Utama, Anggota IKAPI. Jakarta. Jepson, P., Whittaker, R.J., 2002. Histories of Setiawan, A., Alikodra, H., 2001. Tinjauan Protected Area; Internationalization of Terhadap Pembangunan Sistem Kawasan Conservationist Values and their Adoption in Konservasi di Indonesia. Media Konservasi the Netherlands Indies (Indonesia)’’. Vol. VII, No.2 Juni 2001. Hal 39-46. Environment and History 8:129-172. Soemarwoto, O., 2004. Ekologi, Kartika, S. N., Mashal, A. J., Beehler, B.M., 2007. LingkunganHidupdan Pembangunan. Seri Ekologi Indonesia jilid IV: Ekologi Papua Djambatan, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Suharjito, D., 2017. Kesatuan Pengelolaan Hutan MacKinnon, J.K. et al., 1993. Pengelolaan (KPH) Kebijakan, Implementasi dan Masa kawasan yang dilindungi di daerah tropika, Depan. Multistakeholder Forestry Yogyakarta: GadjahMada University Press. Programme 3 (MFP3) dan Dewan Kehutanan Marina, I., Dharmawan, A.H., 2011. Analisis (DKN). Konflik Sumberdaya Hutan di Kawasan Sumedi, N., Simon, H., Djuwantoko., 2012. Konservasi. Sodality-Jurnal Transdisipilin Strategi pengelolaan pegunungan Jawa: Studi Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. kasus Pegunungan Dieng Jawa Tengah, ISSN: 1978-4333, Volume 05, No. 01April Indonesia. Jurnal Penelitian Kehutanan 2011 Wallacea Vol.1 No.1, Agustus 2012: 36 – 4. Maryudi, A., Sahide, M.A.K., 2017. Research Suryandari, E.Y., Sylviani, 2012. Kajian trend: Power analyses in polycentric and Implementasi Kebijakan Organisasi Kesatuan multilevel forest governance. Forest Policy Pengelolaan Hutan (KPH) Di Daerah (Studi and Economics, 81, pp.65–68. Kasus KPH Banjar, Kalimantan Selatan Dan Muttaqin, T., Purwanto, R. H., Rufiqo, S. N., 2011. KPH Lalan Mangsang Mendis, Sumatera Kajian potensi dan strategi pengembangan Selatan). Vol. 996.2. Agustus 2012: 114-130. ekowisata di cagar alam Pulau Sempu Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Kehutanan. Kantor Menteri Negara http://ejounrnal.ac.id/index.php/gamma/art Sekretaris Negara Republik Indonesia. icle/view/1433 Jakarta. 4 Maret 1999. Nitiwijaya, Y. S., 2015. Persepsi birokrat Ungirwalu A., Awang SA., Maryudi A., Suryanto, terhadap pemberdayaan ekonomi berbasis P., 2016. Pengelolaan Adaptif Pemanfaatan kelestarian lingkungan di Kabupaten Buah Hitam (Haplolobus monticola Blumea) Kuningan. Jurnal Agrijati 28 No, 1 April 2015. EtnisWandamen-Papua (Adaptive Nordiansyah, H., Ismail, Ismail, B., 2016. Management Utilization of Black Fruit Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Haplolobus monticola Blumea) Ethnic Konservasi Di Kawasan Cagar Alam Padang Wandamen-Papua. J. Manusia dan Luway Kabupaten Kutai Barat. Jurnal Lingkungan, Vol. 23, No.2, Juli 2016: 266-275 AGIRIFOR Volume XV Nomor 1, Maret 1 Wahono, R., 2016. Peran Balai Konservasi 2016. SumberDaya Alam Daerah Istimewa Petocz, R.G., 1989. Konservasi Alam dan Yogyakarta (BBKSDA Daerah Istimewa Pembangunan di Irian Jaya. Grafiti press. Jogjakarta) dalam pengendalian terhadap Jakarta. perdagangan satwa liar yang dilindungi. Prabowo, D., Maryudi, A., Imron, M. A., Senawi, Wikramanayake, E., Dinerstein, E., Loucks, C., 2016. Enhancing the application of Krott et Olson, D., Morrison, J., Lamoreux, J., al.'s (2014). McKnight, M., Hedao, P., 2001. Terrestrial Pudyatmoko, S., Budiman, A., Kristiansen, ecoregions of the Indo-Pacific: A S.,2018. Towards sustainable coexistence: conservation assessment. Washington (DC): People and wild mammals in Baluran Island Press National Park, Indonesia. Forest Policy and Wiratno, C., Indiroyo, S., Daru, K.,2004. Berkaca Economics, 90, pp.151–159. di Cermin Retak. Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional.

386 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 373-387, ISSN 1829-8907

Jakarta: Forest Press, The Gibbon Foundation Indonesia, DepartemenKehutanan, PILI-NGO Movement. Zakiyyaha, Ervizal, A.M., Zuhud, Sumardjoc, 2016. Sikap masyarakat dan konservasi kasus stimulus pakis sayur di Desa Gunung Bunder II, Kecamatan Pamijahan, Bogor Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 6 No. 1 (Juli 2016): 71-76

387 © 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP Lampiran 1. Informan Dalam Penelitian

Kode PEKERJAAN Institusi ALAMAT Informan 1 PNS Fakultas Kehutanan Univeritas Papua Manokwari Unipa 2 PNS BBKSDA Papua Barat BBKSDA Papua Barat- 3 PNS Dinas Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Provinsi Papua Barat ,Manokwari 4 PNS Bidang Data dan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Pelaporan , Dinas Barat, Manokwari Kehutanan Papua Barat 5 PNS Bappeda Papua Barat Bappeda Papua Barat 6 PNS Dinas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Papua Barat, Papua Barat Manokwari 7 Pemerintahan Kabupaten - Tambrauw Tambrauw 8 PNS Dinas Pertanian Kab Sausapor - Tambrauw Tambrauw 9 Perlindungan Tanaman Sausapor – Tambrauw Dinas Pertanian Tambrauw 10 PNS Pariwisata dan Sausapor - Tambrauw Kebudayaan Tambrauw 11 PNS Dinas Lingkungan Hidup Sausapor – Tambrauw Tambrauw 12 PNS Lingkungan Hidup Sausapor – Tambrauw Tambrauw 13 PNS Dinas Lingkungan Hidup Sausapor – Tambrauw Tambrauw 14 PNS Dinas Pekerjaan Umum Sausapor – Tambrauw 15 PNS Pekerjaan Umum Sausapor – Tambrauw 16 PNS Bappeda Tambrauw Sausapor - Tambrauw 17 PNS Perencanaan Bappeda Sausapor - Tambrauw Tambrauw 18 PNS Bappeda Tambrauw Sausapor - Tambrauw 19 PNS Penanaman Modal dan Sausapor - Tambrauw Perijinan Satu Pintu 20 PNS Dinas Penanaman Modal Sausapor - Tambrauw dan Perijinan Satu Pintu 21 PNS DKP Tambrauw Sausapor - Tambrauw 22 PNS CDK Wilayah 10 Sausapor - Tambrauw Tambrauw 23 PNS Pemerintahan Kabupaten Sausapor - Tambrauw Tambrauw 24 PNS Dinas Kebudayaan, Sausapor - Tambrauw Pemuda, dan Pariwisata Tambrauw 25 PNS DLH Tambrauw Sausapor - Tambrauw 26 PNS Dinas Pariwisata, Sausapor - Tambrauw Kebudayaan, Pemuda, dan Pariwisata Tambrauw 27 PNS Dinas Kebudayaan, Sausapor - Tambrauw Pemuda, dan Pariwisata Tambrauw 28 PNS DLH Tambrauw Sausapor - Tambrauw 29 PNS CDK Wilayah 10 Sausapor - Tambrauw Kode PEKERJAAN Institusi ALAMAT Informan Tambrauw 30 PNS Dinas Kebudayaan, Sausapor - Tambrauw Pemuda, dan Pariwisata Tambrauw 30 Orang Informan- PNS 31 Swasta Program Samdhana Sausapor - Tambrauw Institute untuk Papua 32 Swasta Program WWF Sausapor Sausapor - Tambrauw 33 Swasta Epistema Institute Sausapor - Tambrauw 34 Swasta Yayasan Paradisea Sausapor - Tambrauw 35 Swasta Yayasan Akawuon Sausapor - Tambrauw 36 Swasta Yayasan Marwasnath Sausapor – Tambrauw 6 Orang Informan- LSM

37 Swasta Masyarakat Sausapor – Tambrauw 38 Swasta Suku Miyah Kampung Siekwa Distrik Miyah 39 Swasta Suku Abun Distrik Kwoor 40 Petani Suku Mpur Distrik Kebar 41 Petani Suku Ireres Distrik Ireres 42 Petani Kampung Meinad Kampung Meinad Distrik Ireres 43 Petani Masyarakat Kampung Meinad Distrik Ireres 44 Petani Masyarakat Kampung Meinad Distrik Ireres 45 Petani Kampung Meis Kampung Meis Distrik Ireres 46 Petani Masyarakat Kampung Meis Distrik Ireres 47 Petani Aparat Kampung Kampung Wasanggon Distrik Kebar 48 Petani Baperkam Kampung Wasanggon Distrik Kebar 49 Pelayan Gereja Masyarakat Kampung Jafai Distrik Kebar 50 Petani Masyarakat Kampung Jafai Distrik Kebar 51 Petani Masyarakat Kampung Ataf Mafat Distrik Wilhem Roumbouts 52 Petani/IRT Masyarakat Kampung Ataf Mafat Distrik Wilhem Roumbouts 53 Aparat Kampung Kepala Kampung Kampung Emaus Distrik Sausapor 54 Aparat Kampung Kepala Kampung Kampung Donan Distrik Sausapor 55 Petani Masyarakat Kampung Donan Distrik Sausapor 56 PNS Masyarakat Kampung Donan Distrik Sausapor 57 Petani Masyarakat Kampung Kwoor Distrik Kwoor 58 Petani Masyarakat Kampung Kwoor Distrik Kwoor 59 Petani Masyarakat Kampung Ayae Distrik Miyah 60 Petani Masyarakat Kampung Ayae Distrik Miyah 61 Petani/IRT Masyarakat Kampung Siakwa Distrik Miyah 62 Petani Masyarakat Kampung Siakwa Distrik Miyah 63 Petani Masyarakat Kampung Siakwa Distrik Miyah Kode PEKERJAAN Institusi ALAMAT Informan 64 Petani Masyarakat Kampung Arapi Distrik Senopi 65 Petani Masyarakat Kampung Arapi Distrik Senopi 66 Petani Masyarakat Kampung Arapi Distrik Senopi 67 Petani Masyrakat Kampung Aneti, Kebar Selatan 68 Petani Masyarakat Kampung Aneti, Kebar Selatan 69 Swasta Masyarakat Kampung Emaus, Sausapor 70 Petani Masyarakat Kampung Jokte ,Sausapor 71 Petani Masyarakat Kampung Jokte, Sausapor 72 Petani Masyarakat Kampung Bondoan, Sausapor 73 Petani Masyarakat Kampung Bondoan, Sausapor

74 Petani Masyarakat Kampung Bikar, Bikar 75 Petani Masyarakat Kampung Bikar, Bikar 76 Petani Masyarakat Kampung Bikar, Bikar 40 Orang Informan- Masyarakat Tambrauw

Lampiran 2. Hasil Analisis Faktor Kunci Keberhasilan

Faktor Internal No Kekuatan (Strenghts) NU BF% ND NBD NRK NBK TNB FKK 1. Luas wilayah 77% Kawasan 5 0,089 5 0,446 3,300 0,295 0,741 2 konservasi 2. Ketentuan Politik Pemerintah Daerah dalam visi dan misi 5 0,089 5 0,446 3,580 0,320 0,766 1 3. Adanya pemberdayaan masyarakat oleh LSM dan NGO dalam melestarikan dan 3 0,054 4 0,214 2,730 0,146 0,361

menjaga satwa yang dilindungi 4. Peran masyarakat dalam melarang perburuan satwa 4 0,071 5 0,357 3,120 0,223 0,580 langka dan juga perburuan menggunakan senjata api 5. Adanya LSM/NGO yang bergerak dalam bidang 3 0,054 4 0,214 2,910 0,156 0,370

lingkungan 6. Adat istiadat yang masih 4 0,071 4 0,286 3,150 0,225 0,511 kental 7. Potensi wisata yang dapat dikelola menjadi objek wisata 4 0,071 5 0,357 3,180 0,227 0,584 3 8. Adanya potensi HHBK yang dapat diolah menjadi obat- 4 0,071 5 0,357 3,000 0,214 0,571 obatan, kerajinan tangan dan lainnya 9. Dikontrol Oleh BBKSDA 3 0,054 3 0,161 2,880 0,154 0,315

10. Hasil pertanian yang menunjang kehidupan 4 0,071 4 0,286 2,720 0,194 0,480

masyarakat Total Faktor Kekuatan 5,279

No Kelemahan (Weeknesses) NU BF% ND NBD NRK NBK TNB FKK 1. Belum adanya sosialisasi 1 0,018 1 0,018 3,850 0,069 0,087 terkait kabupaten Tambrauw. 2. Pengetahuan masyarakat &OPD masih kurang terkait 2 0,036 3 0,107 3,330 0,119 0,226 1 kabupaten konservasi. 3. Adanya Tambang Ilegal. 1 0,018 1 0,018 1,820 0,033 0,050 4. Kurangnya mutu pendidikan 3 0,054 2 0,107 2,000 0,107 0,050 dan Kesehatan. 5. Kelembagaan adat yang belum 2 0,036 2 0,071 2,820 0,101 0,172 2 terstruktur. 6. Perambahan 2 0,036 1 0,036 2,790 0,100 0,135 penduduk/perpindahan No Kelemahan (Weeknesses) NU BF% ND NBD NRK NBK TNB FKK penduduk. 7. Batas wilayah adat dan 1 0,018 1 0,018 2,580 0,046 0,064 kampung yang belum jelas. 8. Degradasi kearifan lokal dan 2 0,036 1 0,036 2,400 0,086 0,121 nilai budaya. 9. Belum adanya penetapan 1 0,018 3 0,054 2,970 0,053 0,107 perda kabupaten konservasi. 10. Kurangnya pengawasan dan 2 0,036 2 0,071 2,720 0,097 0,169 3 kontrol BBKSDA. Total Faktot Kelemahan 1,181 Total Faktor Internal 6,461

Faktor Eksternal No Peluang (Opportunities) NU BF% ND NBD NRK NBK TNB FKK 1. Menjadi Perhatian LSM luar 4 0,095 4 0,381 3,180 0,303 0,684 negeri dan dalam Negeri. 2. Menjadi destinati wisata. 5 0,119 5 0,595 2,870 0,342 0,937 3 3. Adanya kebijakan pembuatan KPHK (Kesatuan pengelolan 5 0,119 5 0,595 3,790 0,451 1,046 2 hutan Konservasi. 4. Penghargaan dan intensif dari 3 0,071 3 0,214 3,200 0,229 0,443 luar dan dalam negeri. 5. Pemberdayaan masyrakat oleh pemerintah dalam 4 0,095 5 0,476 3,580 0,341 0,817

menjaga lingkungan sekitar . 6. Potensi CSR di bidang 4 0,095 4 0,381 3,850 0,367 0,748 lingkungan. 7. Menambah pendapatan 5 0,119 5 0,381 3,910 0,465 1,061 1 daerah dari sektor wisata. Total Faktor Peluang 5,735

No Ancaman (Threath) NU BF% ND NBD NRK NBK TNB FKK 1. Investasi kelapa 1 0,024 1 0,024 2,720 0,065 0,089 sawit,tambang dan HPH. 2. Ijin investasi pemerintah pusat tanpa melibatkan 1 0,024 1 0,024 2,720 0,065 0,089

perintah daerah. 3. Degradasi kearifan lokal 2 0,048 3 0,143 2,850 0,136 0,279 3 akibat era-globalisasi. 4. Arus trasmigrasi yang makin 1 0,024 2 0,048 2,800 0,067 0,114 meningkat. 5. Ketimpangan ekonomi 1 0,024 2 0,048 3,150 0,075 0,123 terakibat kebijakan. 6. Berubah-ubahnya kebijakan 3 0,071 3 0,214 3,060 0,219 0,433 2 No Ancaman (Threath) NU BF% ND NBD NRK NBK TNB FKK pemerintah pusat. 7. Pencurian Satwa dan tumbuhan dari luar yang 3 0,071 4 0,286 2,730 0,195 0,481 1 masuk kedalam. Total Faktor Ancaman 1,600 Total Faktor Ekternal 7,342