Noblana Adib

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH STUDI KASUS PADA PENDIDIKAN MENENGAH DI PANGKALPINANG, BANGKA

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | i

Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987

Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

ii | Pendidikan Multikultural

Noblana Adib

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH STUDI KASUS PADA PENDIDIKAN MENENGAH DI PANGKALPINANG, BANGKA

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | iii

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH STUDI KASUS PADA PENDIDIKAN MENENGAH DI PANGKALPINANG, BANGKA

Penulis : Noblana Adib Desain Cover & : Ali Mutakin Tata Letak Cetakan : 2020 Penerbit : Staini Press Jl. Nurul Iman No. 01 Ds. Warujaya Rt. 01/01 Kec. Parung Kab. Provinsi Jawa Barat 16330 Handphone : 0822 1037 2525 Fax. : (0251) 8542878 Email : [email protected] Pencetak : Nurul Iman Offset ISBN : 978-623-93900-4-4

iv | Pendidikan Multikultural

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemampuan yaitu kekuatan dan kesehatan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini telah diselesaikan juga dengan dukungan dan bantuan besar dari berbagai institusi dan berbagai pihak baik secara langsung dan tidak langsung, sebagai berikut: Saya ingin mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada Prof, Dr. Husni Rahim, yang tidak hanya seorang pembimbing yang antusias tetapi juga seorang mentor yang sangat baik. Sepanjang proses bimbingan, beliau selalu sabar dalam memberi saya nasihat yang tak ternilai, bimbingan yang tak tergoyahkan, dukungan tanpa henti dan juga kepercayaan bahwa saya bisa menuliskan ide terbaik saya dalam disertasi ini. Saya sangat beruntung mendapati beliau sebagai pembimbing yang sangat peduli dengan memberikan masukan dan kritikan untuk saya renungkan kembali demi selesainya disertasi ini. Saya juga ingin menyampaikan penghargaan yang terdalam kepada Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag, Saya dengan penuh syukur mengakui bahwa beliau menjadi pembimbing saya di saat yang tepat dalam kegalauan saya, dan bantuannya telah membawa saya ke tahap akhir. Beliau selalu meyakinkan saya untuk terus maju dalam setiap tahapan-tahapan ujian di SPs UIN Syarif Hidayatullah yang berjumlah tujuh tahap seminar proposal, WIP 1, komprehensif tulis, komprehensif lisan, WIP 2, ujian tertutup/pendahuluan dan ujian terbuka/promosi yaitu dengan memberikan nasehat pribadi dan professional untuk menjaga saya di jalur yang benar dan untuk mendorong saya untuk menyelesaikan disertasi ini. Apa yang saya pelajari dari kedua pembimbing saya adalah bagaimana mereka tidak hanya menghasilkan saran-saran cerdas yang saling melengkapi, tetapi juga telah menjadi kerja tim yang baik dalam membimbing saya.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | v

Karya ini juga akan berjalan ke arah yang salah jika tidak banyak mendapat inspirasi dari para penguji pada ujian proposal dan WIP 1 dan 2 Prof. Dr. Didin Saepudin, MA: Prof. Dr. Syukron Kamil, MA; Prof Dr. Ahmad Rodoni, M.M; Prof. Dr. H. Abuddin Nata M.A; Prof Dr. Zainun Kamaluddin Al Fakih, MA; Dr Usep Abdul Matin, MA; DR Hamka Hasan, MA; dan Dr Kusmana.M.A atas komentar dan saran konstruktifnya yang tak ternilai, yang telah berkontribusi untuk meningkatkan kualitas disertasi. Saya juga sangat berterima kasih kepada Prof. Dr. Atho Mudzhar, MSPD; Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D; dan Prof Dr. Masykuri Abdillah yang telah berkontribusi untuk meningkatkan kualitas disertasi ketika disertasi ini masih berupa proposal di kelas Ph.D Research Metodologi dan Seminar for Dissertation Proposal. Saya juga sangat berhutang budi kepada Prof. Dr. Abdul Ghani, SH., MH., yang memberikan tips tak ternilai yaitu cara menyelesaikan S3 dalam tiga tahun di UIN Syarif Hidayatullah dan tips membaca dalam mempersiapkan diri untuk menulis disertasi. Kepada Dr. Yusuf Rahman, yang memberikan komentar dan saran konstruktifnya dan meyakinkan jika saya melakukan apa yang disarankannya maka karya ini layak menjadi disertasi. Saya sangat berterima kasih kepada Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa Program 5000 Doktor selama tiga tahun 2017-2020. Dukungan keuangan dari MORA 5000 Doktor, telah memberikan keringanan biaya studi Doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Meskipun, saya berharap ada kenaikan anggaran untuk dana penelitian disertasi. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan penuh hormat pertama-tama penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, LC., MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya; saya mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada SPs Uin Syarif Hidayatullah Jakarta dan kepada

vi | Pendidikan Multikultural

semua anggota Prof. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr. Hamka Hasan, LC., MA selaku wakil Direktur; Prof. Dr. Didin Saepudin, MA selaku ketua program Studi Doktor yang dengan sabar membimbing, dan memberikan verifikasi pada draf disertasi ini ketika akan diajukan, dimulai dari ujian proposal, ujian work in progress (WIP) 1 dan 2, dan ujian pendahuluan dan Arief Zamhari, MA.g., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tips cara praktis menulis disertasi. Penulis juga tidak lupa sampaikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh civitas akademika SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mulai dari para Dosen yang telah memberi ilmu kepada penulis sehingga menjadi bekal yang baik dalam memperkuat kosep keilmuan dan aplikasinya. Kegiatan pembelajaran yang bermutu tidak lepas dukungan dari seluruh pegawai dan staf Sekretariat SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta staf Perpustakaan SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Lembaga Studi Islam Negeri (IAIN) Syakik Abdurrahman Siddik (SAS) Provinsi Kep. Bangka Belitung, yang memberi saya izin tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan saya di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr Zayadi Hamzah, MAg selaku Rektor IAIN SAS, Prof. Dr. H. Hatamar Rasyid, MA selaku pembantu Rektor 2 IAIN SAS, Dr Janawi, MAg selaku wakil rektor 3 IAIN SAS beserta jajarannya. Khusus kepada teman dalam grub Upomene di IAIN SAS Rada M.Pd.I, Nelly Sanawiyah S.Sos., MM; Aisah A.Ma Pust., terima kasih atas dukungan dan persahabatan selama menyelesaikan disertasi ini. Kepada semua informan, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan luarbiasanya. Perjalanan saya yang luar biasa ke Pangkalpinang dan melakukan observasi ke empat sekolah dan banyak dari kejadian pada

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | vii

saat observasi tersebut tidak akan menarik dan akan terasa sulit tanpa bantuan besar kalian. Kepada kepala sekolah SMA Negeri 2 dan guru-guru, pegawai dan siswa; kepala sekolah SMK Bakti Guru-guru, pegawai dan siswa; Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1, guru-guru, pegawai dan Siswa; dan kepala Sekolah SMA Santo Yosef guru-guru, pegawai dan siswa yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian saya ucapkan terima kasih. Saya tidak bisa meninggalkan Ciputat tanpa menyebut beberapa orang karena keramahan, kemurahan hati dan kebaikkannya dalam membantu saya dan anak- anak untuk bertahan hidup di awal kedatangan di Ciputat hingga selesai, Kepada teman-teman geng Zumba yaitu Inda kartika, M.A yang membantu mencari kontrakan dan telah menjadi teman terbaik selama tiga tahun 2017-2020 di sepanjang studi Doktor. Nurul Etika, M.HK; Restia Gustiana M.A, Nurlaila M.Pd.I , Mardian Yulistiawati, saya akan merasa rindu jika mereka tidak datang berkunjung ke rumah kontrakan saya yang sempit. Rindu saat-saat kami bersama, terutama ketika kami sering makan malam bersama hampir setiap malam setelah kembali dari pekerjaan di Female Quiet Room (QR), ruang belajar di SPs UIN Syarif Hidayatullah, atau selama akhir pekan atau hari- hari besar seperti perayaan tahun baru. Semua momen ini dalam beberapa hal membantu saya melepaskan stres terkait pekerjaan disertasi. Karena itu, dengan sepenuh hati saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka semua. Teman-teman yang terbaik yang juga sudah saya anggap keluarga adalah adalah Dr. Mukmin Rouf, Dr. Rubiyanah, MA Rosdiana, M.A. Yuke Rahmawati, MA, Dr. Mauidlotun Nisa’, S.Pd.I., M.Hum., yang begitu baik dan murah hati kepada saya, saat-saat tak terlupakan bersama mereka adalah obrolan santai dengan humor atau lelucon sehingga tertawa yang sangat lepas ketika sedang acara makan-makan di restorant, di kontrakan saya, di kontarakan Inda atau juga di kantin kampus.

viii | Pendidikan Multikultural

Saya selalu ke kempus dan belajar di QR dalam menyelesaikan disertasi. Saya harus memastikan bahwa anak-anak saya diurus dengan baik di kontrakan. Dalam hal ini mbak Nastuti pantas menerima terima kasih khusus saya atas bantuan yang luar biasa. Di masa Pendemi Covid 19 semua terjadi tidak sesuai rencana. Dunia Saya terasa runtuh dan terbolak-balik. Tetapi cobaan berat ini saya dapat lewati dengan persahabatan yang tak ternilai yaitu solidaritas teman- teman yang bertahan tinggal di Ciputat, terimakasih kepada Aam Aminah, S.Sos. I, M. Muammar Alwi STh.I, Dr.Lolytasari, dan Laila Sari Masyhur, MA. Setelah ujian pendahuluan, saya ucapkan terima kasih atas bantuan yang luar biasa kepada Halimah.M.Pd.I, yang membantu menjaga anak-anak, saat saya harus bimbingan dan merevisi disertasi agar dapat ujian promosi. Saya sangat berterima kasih kepada orang tua saya. Saya sampaikan dengan tulus dari sanubari yang paling dalam kepada orang tua saya Drs H. Adib Kailani (alm), meskipun papa telah tiada, saya selalu menyimpannya di hati saya dan selalu merasakan dukungan spiritual papa di setiap langkah hidup saya. Kepada mama, Dra Hj. Fatrina Mahdan, terima kasih atas doa dan dukungan yang tiada henti dalam mendoakan agar saya sukses dalam studi S3. Kepada semua saudara dan saudari saya, yang selalu memberikan dukungan Dr. Helen Sabera Adib, MPd.I; Alfi Mona Adib, SPd; Irham Nabi adib, SIP; dan Royano Zaki Adib, SIP., dan kepada dua saudara ipar dan keponakan- keponakan saya, juga kepada seluruh keluarga mertua saya, keluarga H. Simin Mahri. Last but not least, untuk suami tercinta, Andri Kurnia S.E yang telah mendampingi dan memberikan dukungan yaitu dengan ikhlas ditinggalkan selama tiga tahun. Kepada kedua buah hati tersayang Kaizan Zulham Andri dan Katya Varisha Andri yang selalu di sebelah saya dan membuat saya tersenyum dalam keadaan terbaik dan

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | ix

terburuk saya, saya sangat berterima kasih kepada kalian bertiga, terima kasih atas dukungan dan doanya yang tak ternilai.

x | Pendidikan Multikultural

PEDOMAN TRANSLITERASI Pedoman Transliterasi Arab Latin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan ALA-LC ROMANIZATION tables sebagai berikut : A. Konsonan Arab Latin Arab Latin }d ض A ا }t ط B ب }z ظ T ت ، ع Th ث Gh غ J ج F ف }h ح Q ق Kh خ K ك D د L ل Dh ذ M م R ر N ن Z ز H ه،ة S س W و Sh ش Y ي }s ص

B. Vokal 1. Vokal Tunggal Tanda Nama Huruf Nama Latin Fath{ah A A َ

Kasrah I I َ D{amah U U َ

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xi

2. Vokal Rangkap Tanda Nama Huruf Nama Latin Fath{ah dan Ai a dan i َ ...ي ya Fath{ah dan Au a dan u َ ... و wau

3. Vokal Panjang Tanda Nama Gabungan Nama Huruf

Fath{ahdan alif a> a dan garis ــا di atas

Kasrah dan ya i> i dan garis ـ ـي di atas

D{ammah dan u> u dan garis ـ ـو wau di atas

Contoh : h{aul : حول H{usain : ح سين

C. Ta’ Marbu>t{ah di akhir kata, bila )ة ) Transliterasi ta’ marbu>t{ah dimatikan ditulis “h” baik yang dirangkai dengan kata sesudahnya atau tidak. Contoh :

Madrasah : مدرسة Mar’ah : مرأة Ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti

xii | Pendidikan Multikultural

shalat, zakat dan sebagainya, kecuali yang dikehendaki lafadz aslinya.

D. Shiddah Shiddah/Tashdi>d ditransliterasi akan dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu. Contoh :

Shawwa>l : شوّ ال

E. Kata Sandang dilambangkan berdasarkan huruf “ال“ Kata sandang yang mengikutinya, jika diikuti huruf shamsiyah maka ditulis dengan huruf yang bersangkutan, dan ditulis “al” jika diikuti dengan huruf qamariyah. Contoh : al-zahrah : الزهرة al-Qalam : القلم

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xiii

xiv | Pendidikan Multikultural

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR = v PEDOMAN TRANSLITERASI = xi DAFTAR ISI = xv DAFTAR TABEL = xxiii DAFTAR GAMBAR = xxii DAFTAR SINGKATAN = xxivx

BAB I PENDAHULUAN =1 A. Latar Belakang Masalah = 1 B. Identifikasi, Rumusan, dan Pembatasan Masalah = 13 1. Identifikasi Masalah = 13 2. Rumusan Masalah = 14 3. Pembatasan Masalah = 14 C. Tujuan Penelitian = 15 D. Manfaat Penelitian = 16 E. Penelitian Terdahulu yang Relevan = 17 F. Metode Penelitian = 38 1. Jenis Penelitian = 38 2. Lokasi dan Subjek Penelitian = 40 3. Sumber Data = 43 4. Teknik Pengumpulan Data = 45 5. Pendekatan Penelitian = 48 6. Teknik Analisis Data = 49 G. Sistematika Penulisan = 50 BAB II DISKURSUS TERBANGUNNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH = 55 A. Dualisme Peran dan Fungsi Pendidikan = 55 B. Sekolah dalam Memproduksi Orang Terdidik = 57 1. Pendidikan: Institusi Perubahan Sosial = 59 2. Menghasilkan Status Sosial = 62

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xv

3. Pierre Bourdieu: Teori Reproduksi Budaya dalam Pendidikan = 66 4. Strukturasi = 74 5. Pedagogik Transformatif Abad 20: Pendidikan Pembebasan = 76 6. The Cultural Production of the Educated Person: Perkembangan Teori Bordieu dan strukturasi dalam pemikiran Levinson dan Holland = 79 7. Reproduksi Budaya dalam Konteks pendidikan di Indonesia = 83 C. Pendidikan Multikultural: Tak Serupa Tapi Sama = 83 1. Fondasi Pendidikan Multikutural = 87 2. Dimensi-Dimensi, Pendekatan, dan Strategi Pendidikan Multikultural = 90 3. Diskursus Pendidikan Multikultural di Indonesia = 95 D. Wacana Pendidikan Multikultural dalam Islam = 102 1. Prinsip Egalitarianisme = 105 2. Keadilan = 108 3. Toleransi (Tasāmuh) = 111 4. Musyawarah: Saling Menghormati Hak dan Bekerja Sama = 113 E. Perkembangan Diskursus Budaya Sekolah = 115 1. Memberdayakan Budaya Sekolah mempromosikan Pendidikan Multikultural = 119 2. Sekolah dan Reproduksi Budaya = 120 F. Peta Konsep: Diskursus Pendidikan Multikultural Melalui Budaya Sekolah = 122

xvi | Pendidikan Multikultural

BAB III DINAMIKA KEHIDUPAN MASYARAKAT PANGKALPINANG DAN SEKOLAH YANG MENJADI SUBJEK PENELITIAN = 125 A. Masyarakat Pangkalpinang = 125 1. Penduduk Kota Pangkalpinang = 127 2. Sejarah Kota Pangkalpinang = 128 B. Kearifan Lokal dalam Memproduksi Masyarakat Multikulturalisme = 132 1. Bahasa Bangka = 132 2. Pelbagai Perayaan Agama di Bangka = 135 3. Asimilasi Masyarakat Bangka = 138 4. Local Genius di Provinsi Kep Bangka Belitung = 144 C. Gambaran Lokasi Penelitian MAN 1, SMA Santo Yosef, SMK Bakti dan SMAN 2 Pangkalpinang = 149 1. Madrasah Aliyah Negri (MAN) 1 Pangkalpinang = 151 2. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santo Yosef Pangkalpinang = 157 3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bakti Pangkalpinang = 162 4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Pangkalpinang = 172 BAB IV PENDIDIKAN MULTIKULTURAL UNINTENDED CONSEQUENCES DAN HIDEN CURRICULUM Mengkonstruki Budaya Sekolah Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler = 181 A. Percaya Diri, Simpati dan keadilan: Fondasi Pendidikan Multikultural = 186 B. Hiden Curriculum: Kurikulum Tersembunyi = 191 C. Mengikuti Ekstrakurikuler di Sekolah: Agensi Siswa = 192

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xvii

1. Senang Karena Berpartisipasi dalam Ekstrakurikuler = 195 2. Hubungan Sosial yang Setara = 198 3. Unsur Kepercayaan dalam Menentukan Ekstrakurikuler yang Diikuti = 200 4. Siswa Menjalani Ekstrakurikuler Akibatnya Mentransformasi Budaya Sekolahnya = 203 5. Menduga Konsekuensi Suatu Tindakan = 206 D. Budaya Sekolah Inklusif Melalui Ekstrakurikuler: Strukturasi = 211 1. Aksi Siswa, Kegiatan Ekstrakurikuler dan Guru Pembina: Membentuk Kepercayaan Diri = 215 2. Aksi Memilih Kegiatan Extrakurikuler Karena Persahabatan: Membangun simpati = 228 3. Aksi siswa melalui kegiatan Ekstrakurikuler: Membangun Keadilan (Equity) = 232 E. Tindakan Membangun Budaya Sekolah Berkonsekuensi Menciptakan Pendidikan Multikultural = 239 BAB V REPRODUKSI BUDAYA KEBERADAAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH = 247 A. Modal Budaya Siswa Sebagai Elemen Reproduksi Budaya = 252 1. Proses Sosial yang Asosiatif di Sekolah = 255 a. Kerjabakti Proses Interaksi Sosial: Cooperation = 255 b. Akomodasi dalam Kegiatan Latihan Gabungan PIK-R = 259 c. Bersalaman dengan Mencium Tangan dan Tersenyum Sebagai Bentuk Sapaan di Sekolah: Modal Budaya = 262 2. Proses Sosial yang Disosiatif di Sekolah = 265 a. Hanafi yang Menginginkan Handphone (HP) = 266

xviii | Pendidikan Multikultural

b. Kassa Tidak Bisa Menolak Permintaan Kepala Sekolah = 269 c. Rita Terlambat ke Sekolah dan Orang Tuanya Dipanggil ke Sekolah = 272 B. Hubungan Timbal Balik antara Siswa dan Sekolah serta Kebudayaan: Habitus = 273 1. Persiapan dan Upacara 17 Agustus di SMK Bakti: Ritual Tahunan = 276 2. Perayan Tahunan: HUT RI di Sekolah = 280 a. Perayaan HUT RI ke 74 di SMK Bakti = 280 b. Perayaan HUT RI ke 74 di MAN 1 Pangkalpinang = 281 3. Pelbagai Kegiatan Merayakan HUT RI ke 74 Antar Sekolah di Kota Pangkalpinang = 283 a. Pawai dan lomba Baris-Berbaris = 17 Agustus di Pangkalpinang = 283 b. Lomba Tari Kreasi antar Sekolah = 287 C. Budaya Sekolah Mendidik disposisi Siswa: Reproduksi Budaya = 289 1. Izin Pulang dari Sekolah Karena Merayakan Ibadah Keagamaan = 290 2. Kegiatan di Bulan Ramadan 1440 H di Sekolah = 290 a. Buka Puasa bersama di SMA Santo Yosef = 290 b. Kegiatan Ramadan di MAN 1 Pangkalpinang = 293 3. Merayakan Paskah di sekolah = 297 4. Merayakan Idul Adha = 298 5. Berkunjung Kerumah Teman yang Merayakan Hari Raya Agamanya: Boleh dan Tidak Boleh = 301 D. Sekolah Sebagai Arena Terjadinya Reproduksi Budaya: Pendidikan Multikultural = 306

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xix

BAB VI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL: Sekolah dan Siswa Terdidik Sebagai Produk Budaya Lokal, Pangkalpinang = 311 A. Pendidikan Multikultural: Kehadiran Negara Pada Proses Pendidikan = 314 B. Nilai-Nilai, Kepercayaan, Norma, dan Asumsi: Pendidikan Multikultural Pada Budaya Sekolah = 321 1. Jujur, Menarik, Gembira dan Asri: Siswa Mendiskripsikan Budaya sekolah = 324 2. Metaphorical Thinking Siswa mengenai Budaya Sekolah: Lebah dan Beruang = 326 3. Berjalan di Koridor-Koridor dan Berbicara ke Dinding-Dinding = 328 C. Pendidikan Multikultural Pada Ritual dan Upacara: Budaya Sekolah dalam Pelbagai Tindakan = 333 1. Sekolah dalam Menerima Tamu dan Siswa dalam Berteman: Ritual Sekolah = 334 2. Tradisi: Pelatihan Guru, Buku Tahunan dan Pelepasan Siswa Kelas XII Pada Budaya Sekolah = 340 3. Upacara: Pelbagai Acara Berkomunikasi secara seremonial Pada Budaya Sekolah = 344 D. Arsitektur, Artefak dan Simbol-Simbol Sekolah = 347 1. Arsitektur Pada Sekolah/Madrasah = 348 2. Simbol-Simbol dan Artefak di Sekolah = 355 E. Sekolah dan Siswa sebagai Produk Budaya: Membangun Pendidikan Multikultural = 362 F. Keunggulan sekolah di Pangkalpinang: Model Harmoni Sosial Antaretnis = 365

xx | Pendidikan Multikultural

BAB VII PENUTUP = 369 A. Kesimpulan = 369 B. Saran = 371 1. Saran Teoritis = 371 2. Saran Praktis = 373

DAFTAR PUSTAKA = 377 GLOSARIUM = 417 INDEK = 433 BIODATA

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Data Pendidikan Menengah Negeri dan Swasta di Pangkalpinang Bangka Tabel 1.2 Informan Penelitian Pada Sekolah/Madrasah (diwawancara Tabel 1.3 Jadwal Penelitian Pada Masing-Masing Sekolah Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Pangkalpinang, 2017 Tabel 3.2 Perayaan Keagaman di Kota Pangkalpinang Setiap Tahun Tabel 3.3 Data Keadaan Siswa yang Multi-kultur di Sekolah/Madrasah Tabel 3.4 Kegiatan Ekstrakurikuler di MAN 1 2018/2019 Tabel 3.5 Kegiatan Ekstrakulikuler di SMA Santo Yosef 2018/2019 Tabel 3.6 Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Bakti 2019/2020 Tabel 3.7 Data Wali Kelas Di SMKS Bakti 2019/2020 Tabel 3.8 Kepala Sekolah SMA Negeri 2 1984-2019 Tabel 3.9 Kegiatan Ekstrakurikuler di SMA Negeri 2

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xxi

2018/2019 Tabel 5.1 Relasi Pribadi dan Komunitas Tabel 5.1 Pemenang Lomba Baris-Berbaris Tabel 6.1 Ajektif Positif Menggambarkan Budaya Sekolah Tabel 6.2 Ajektif Negatif Menggambarkan Budaya Sekolah Tabel 6.3 Metaphorical Thinking Mengenai Budaya Sekolah Tabel 6.4 Peta Upacara Sepanjang Tahun

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Habitus dan Gaya Hidup: Pierre Bourdieu Gambar 2.2 Fondasi Pendidikan Multikultural Gambar 2.3 Budaya Sebagai Penghubung di Kelas Gambar 2.4 Dimensi-Dimensi Pendidikan Multikultural Gambar 2.5 Model Pendidikan Multikultural menurut Raihani Gambar 2.6 Multikulturalisme dalam al-Quran Gambar 2.7 Peta Konsep Diskursus Pendidikan Multikultural Dalam Membangun Budaya Sekolah Gambar 2.8 Teori-teori yang Digunakan dalam Menjelaskan Proses terbentuknya Pendidikan Multikultural dalam Budaya Sekolah Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Pangkalpinang Gambar 3.2 Perayaan Imlek di Kelenteng Kwan Tie Miaw Gambar 3.3 Situs Tudung Saji Menjaga Kerukunan Masyarakat Pangkalpinang

xxii | Pendidikan Multikultural

Gambar 3.4 Wawancara dengan Romo Nugroho di Keuskupan Pangkalpinang Gambar 4.1 Latihan Mingguan Ekstrakurikuler PIK-R MAN 1 Pangkalpinang Gambar 4.2 Fondasi Pendidikan Multikultural Gambar 4.3 Model Stratifikasi Agen Gambar 4.4 Simbol Agama di Sekolah Gambar 4.5 Kegiatan Rohis di SMA Negeri 2 Pangkalpinang Gambar 4.6 Struktur Kepengurusan PIK-R MAMOPIKA Gambar 4.7 Panitian Kegiatan Scrabble Melakukan Persiapan di Ruangan Ibu Erna Gambar 4.8 Menjuarai Lomba IT Provinsi Kep. Bangka Belitung Gambar 4.9 Kegiatan Jumbara ke III SMA Negeri 2 Gambar 4.10 Peneliti Bersama Felia dan Ulfa yang Bertugas Menjaga Koperasi Gambar 5.1 Peranan Pendidikan Dalam Tumbuh- Kembangnya Modal Kultural Gambar 5.2 Gotong royong di MAN 1 Pangkalpinang Gambar 5.3 Kerja Bakti di SMK Bakti Gambar 5.4 PIK-R AN 1 dan SMK Bakti dalam Latihan Bersama Gambar 5.5 Kepala Sekolah, Guru dan Para Siswa Melaksanakan Upacara 17 Agustus di SMK Bakti Gambar 5.6 Penampilan Siswa MAN 1 Sebagai Pejuang Kemerdekaan 1945 Gambar 5.7 Peserta Lomba Baris-Berbaris Regu Putra SMK Bakti Gambar 5.8 SMA Negeri 2 dalam Pawai Hut RI ke 74 Gambar 5.9 Kegiatan Buka Puasa Bersama Para Siswa Dan Para Guru, Staf Dan Kepala Sekolah Santo Yosef Gambar 5.10 Paskah Bersama dan Kegiatan

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xxiii

dilaksanakan di Gedung Olahraga SMA Santo Yosef Gambar 5.11 Ibu Sania Mempersiapkan Dulang Berisi Makanan Gambar 5.12 Reproduksi Budaya: Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Menengah di Pangkalpinang Gambar 6.1 Indikator Pendidikan Multikultural dalam Buku Teks Sejarah Gambar 6.2 Poster Kata-Kata Bijak di MAN 1 Gambar 6.3 Poster Kata Bijak di SMA Santo Yosef Gambar 6.4 Pertemuan Orang Tua dan Kepala Sekolah, Yayasan dan Dewan guru Gambar 6.5 Buku Tahunan sekolah SMA Santo Yosef 2015-2018 Gambar 6.6 Penampilan Guru Pada Tradisi Pelepasan Siswa Kelas XII angkatan 27 Gambar 6.7 Gazebo Tempat dilaksanakan Pelbagai Kegiatan di SMA Negeri 2 Gambar 6.8 Instagram SMK Bakti yang Menunjukkan Pelbagai Prestasi Siswa Gambar 6.9 Etalase Memamerkan Prestasi Para Siswa Gambar 6.10 Lambang Sekolah/Madrasah Pangkalpinang Gambar 6.11 Salah Satu Berita di Mading

DAFTAR SINGKATAN

AGPAII : Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia ARC : Australia Research Council ASC : ASEAN Skills Competition ATK : Alat Tulis Kantor ATM : Alun-alun Taman Merdaka BATAN : Badan Tenaga Atom xxiv | Pendidikan Multikultural

BBG : Bangka Botanical Garden BEO : Bangka English Olympiade BINUS : Universitas Bina Nusantara BK : Bimbingan Konseling BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BOS : Bantuan Oprasional Sekolah BP : Bimbingan Penyuluhan BPS : Badan Pusat Statistik D2 : Diploma 2 D3 : Diploma 3 DIKPORA : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga Provinsi DIY : Daerah Istimewa Dukcapil : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil EEE : Esteem, Empathy, Equity FGD : Focus Group Discusion FKUB : Forum Kerukunan Umat Beragama FPK : Forum Pembangunan Kebangsaan GenRe : Generasi Berencana GOR : Gedung Olahraga GP : Gerakan Pemuda HAM : Hak Azazi Manusia HHS : Hope High School HOTS : High Order Thinking Skill HP : Handphone ICT : Information and Communication Technologies IMTAQ : Iman dan Taqwa IPA : Ilmu Pengetahuan Alam IPP : Iuran Penyelenggaran Pendidikan IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jumbara : Jumpa Bakti Gembira K13 : Kurikulum 2013 Kajur : Ketua Jurusan

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xxv

Kasubag : Kepala Sub Bagian KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi KBM : Kegiatan Belajar Mengajar Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kesbangpol : Direktorat Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Komsos : Kegiatan Komunikasi Sosial KTSP : Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan KUB : Kerukunan Umat Beragama LCC 4 : Lomba Cerdas Cermat 4 Pilar yaitu Pancasila, UUD1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika LCD : Liquid Crystal Display MA : Madrasah Aliyah Mading : Majalah dinding MAN : Madrasah Aliyah Negeri MATSAMA : Masa Taaruf Siswa Madrasah MPK : Majelis Perwakilan Kelas MPLS : Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah MTs : Madrasah Tsanawiyah MUI : Majelis Ulama Indonesia NU : Nahdatul Ulama OSIS- : Organisasi Siswa Intra Sekolah- Madrasah Madrasah OSIS : Organisasi Intra Sekolah PAI : Pendidikan Agama Islam PAKEM : Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyelenggarakan Paskibra : Pasukan Pengibar Bendera PATRIA : Pemuda Theravada Indonesia PAUD : Pendidik Anak Usia Dini Pelita : Pemuda Lintas Iman Persis : Persatuan Islam

xxvi | Pendidikan Multikultural

PIK-R : Pusat Informasi dan Konseling Remaja PMR : Palang Merah Remaja PNS : Pegawai Negeri Sipil PON : Pekan Olahraga Nasional PPIM : Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPMI : Pondok Pesantren Modern Islam PR : Pekerjaan Rumah Prodi : Program Studi Prosem : Program Semester Prota : Program Tahunan PTN : Perguruan Tinggi Segeri PTS : Perguran Tinggi Swasta Rahima : Yayasan Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan Rohis : Rohani Islam RP : Rencana Pembelajaran RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RRC : Republik Rakyat Cina S1 : Strata 1 S2 : Strata 2 SASA : South African Schools Act SD : Sekolah Dasar SDM : Sumber Daya Manusia Seleknas : Seleksi Nasional SLI : Sekolah Lintas Iman SMA : Sekolah Menengah Atas SMK : Sekolah Menengah Kejuruan SMU : sekolah menengah Umum Timnas : Timnas Tim Nasional TSM : Trisakti school of management TU : Tata Usaha UAMBN-BK : Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional-Berbasis Komputer

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | xxvii

UIN : Universitas Islam Negeri UKS : Usaha Kesehatan Sekolah UMBK : Ujian Madrasah Berbasis Komputer UN : Ujian Nasional UNBK : Ujian Nasional Berbasis Komputer UT : Universitas Terbuka UUD : Undang-Undang Dasar WA : WhatsApp Wakahumas : Wakil Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Wakakur : Wakil Kepala Bidang Kurikulum Wakasarpras : Wakil Kepala Bidang Sarana Dan Prasarana Wakasek : Wakil Kepala Sekolah Wakasis : Wakil Kepala Bidang Kesiswaan YPBB : Yayasan Pendidikan Bakti Bangka YTK : Yayasan Tunas Karya

xxviii | Pendidikan Multikultural

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu institusi penting dalam perubahan sosial. Masyarakat yang memiliki sistem pendidikan yang maju tentu saja dapat mempercepat perubahan sosial dalam masyarakat tersebut, dan sebaliknya. Singkatnya, pendidikan memberikan sumbangan pada perubahan sosial yang terjadi pada individu maupun masyarakat. Pendidikan sebagai bagian dalam perubahan sosial pada dasarnya memiliki dua fungsi yang saling bertantangan. Sampai saat ini, pendidikan masih berada pada posisi yang dilematis dalam sebuah struktur sosial.1 Sebagaimana yang terjadi pada perkembangan teori pendidikan multikultural dalam implementasi di sekolah dalam berbagai penelitian mengkonfirmasi dua hal yang sangat bertentang. Pertama. siswa di sekolah hidup dalam harmoni yaitu saling menghormati sehingga terjadi keterikatan dan kohesi. Kedua, terjadi kekerasan simbolik di sekolah, dan sekolah juga telah mengajarkan radikalisme. Berikut beberapa penelitian yang mengkonfirmasi bahwa di sekolah pendidikan multikultural telah

1 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmoderen, dan Poskolonial, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011). 265-266.

P e n d a h u l u a n | 1 terimplementasi. Penelitian Noor Sulistyobudi, dkk dalam judul Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah Istimewa Yogyakarta, bahwa pendidikan multikultural telah terimplementasi namun tidak disebabkan kebijakan dari pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Demikian juga dari penelusuran mengenai regulasi bidang pendidikan yang mengamanatkan adanya pendidikan multikultural juga tidak ditemukan di DIY. Namun ditemukan ada kesadaran pada kalangan tenaga pendidik tentang urgensi penanaman nilai-nilai multikultural kepada siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) di wilayah DIY.2 Latar belakang DIY adalah kota yang memiliki keragaman budaya. Sebagaimana diketahui DIY terkenal sebagai kota pelajar dan memiliki daya tarik yang sangat besar bagi para pelajar dalam menuntut ilmu untuk datang dan belajar di kota pelajar. Besarnya daya tarik DIY sebagai kota pelajar dapat terlihat dari proporsi mahasiswa dari luar daerah yang datang menuntut ilmu di wilayah DIY. Ribuan mahasiswa dari pelbagai wilayah Indonesia dengan latar sosial-budaya yang beragam datang ke Yogyakarta menyebabkan wilayah ini memiliki karakteristik plural sebagaimana bangsa Indonesia.3 Berdasarkan temuan Noor Sulistyobudi, dkk kondisi peserta didik atau siswa di SMA yang menjadi obyek penelitian sangat beragam. Di SMA bermacam-macam etnis, antara lain etnis jawa, Ambon, Maluku, Cina, Madura, Sunda, , Sumatra dan Bali. Selain itu, hidup lima kelompok agama, yaitu agama Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, dan Budha yang masing-masing kelompok berbeda hidup saling hormat-menghormati dan

2Noor Sulistyobudi, dkk Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2014), 1-4 dan 105-106. 3Noor Sulistyobudi, dkk Implementasi Pendidikan Multikultural…105

2 | Pendidikan Multikultural toleransi baik antara guru dan siswa dan sesama siswa itu sendiri. Sekolah memberikan kebebasan kepada kelompok yang berbeda tersebut untuk beraktualisasi sesuai dengan identitas kebudayaan masing-masing.4 Noor Sulistyobudi, dkk juga mengemukakan bahwa upaya penanaman nilai-nilai multikultural dilaksanakan oleh para guru terutama guru-guru yang mengampu mata pelajaran yang termasuk dalam kategori ilmu sosial seperti bahasa Indonesia dan sosiologi serta guru agama yang mengajarkan tentang nilai-nilai inklusif berdasarkan ajaran masing-masing agama. Penanaman nilai-nilai multikultural juga dilaksanakan melalui pelbagai aktivitas organisasi kesiswaan dan kegiatan keagamaan yang kepanitiaannya bersifat gabungan lintas agama, pemilihan pengurus Organisasi Intra Sekolah (OSIS) di semua sekolah yang menjadi objek penelitian. Pemilihan pengurus OSIS tersebut juga berlangsung secara demokratis karena setiap siswa tidak terbeda-bedakan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras atau asal suku bangsanya memiliki kesempatan yang sama yang duduk dalam jajaran kepengurusan OSIS.5 Abdullah Aly dalam penelitiannya Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta, berargumen bahwa pihak pesantren menargetkan atau tidak menargetkan dan secara sadar maupun tidak sadar dalam materi pelajaran dan kehidupan sehari-hari siswa di pesantren menanamkan dan ada konten nilai-nilai pendidikan multikultural. Implementasi kurikulum pondok dan sekolah/madrasah di lingkungan Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam menggunakan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Implementasi ini menekankan

4Noor Sulistyobudi, dkk Implementasi Pendidikan Multikultural…106 5Noor Sulistyobudi, dkk Implementasi Pendidikan Multikultural…106.

P e n d a h u l u a n | 3 pada pencapaian kompetensi peserta didik dalam berpikir dan berprilaku.6 Lebih lanjut Aly mengemukakan implementasi kurikulum di lingkungan PPMI Assalaam telah memuat nilai-nilai multikultural dan juga memuat nilai-nilai yang kontra produktif terhadap nilai-nilai multikultural Nilai-nilai yang tersampaikan kepada peserta didik di PPMI Assalam yaitu Nilai demokrasi, nilai solidaritas, dan kebersamaan, nilai kasih sayang, dan memaafkan, serta nilai perdamaian dan toleransi. Namun demikian pada topik Adab al- Ukhuwwah al-Islāmiyah tampak jelas bahwa persaudaraan yang termaksud hanya terbatas pada persaudaraan sesama umat Islam. Untuk umat non-Islam, tidak memerlukan persaudaraan, melainkan hanya memerlukan persatuan dan kasih sayang.7 Berikut adalah beberapa penelitian dan pelbagai kajian menemukan bahwa sekolah adalah tempat melanggengkan pelbagai pendidikan yang mengajarkan perbedaan dan pelbagai pemahaman-pemahaman yang membuat peserta didik menjadi anti toleran. Penelitian Nanang Martono ―Sekolah (bukan) Penjara; Menggugat Dominasi Kekuasaan atas Pendidikan, mengemukakan bahwa pendidikan masih berada dalam kepungan kekuasaan. Kepungan kekuasaan yang dalam dunia pendidikan menciptakan banyak ironi, mulai dari persoalan bongkar pasang kurikulum, kualitas guru yang masih memperihatinkan, dikotomi sekolah yang masih terus menghujam, carut marut buku ajar, problem seragam

6Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 255. 7Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural…256.

4 | Pendidikan Multikultural sekolah yang memberatkan hingga persoalan Ujian Nasional (UN) yang tidak berkesudahan. 8 Salah satu contoh mengenai kurikulum bias kelas. Martono mengkaji secara kritis bagaimana praktik kekerasaan simbolis−sekolah menjadi media bagi kelas tertentu untuk memaksa kelas bawah mengikuti budaya mereka− masuk dalam pendidikan melalui buku ajar versi elektronik atau buku sekolah elektronik melalui instrumen tulisan dan gambar, menurut Martono pada buku ajar Sekolah Dasar (SD) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan pada Kurikulum 2013 (K13) dominasi budaya hidup kelas menengah, cukup mendominasi seperti pada iklan yang menyebutkan merek, yang semua itu hanya memenuhi kepentingan kapitalis.9 Lebih lanjut Martono mengemukakan bahwa bayang-bayang globalisasi juga turut memperparah kondisi tersebut. Pendidikan nasional dituntut memenuhi selera negara-negara maju. Berbagai ideologi dijadikan strandar seperti atas nama peningkatan kualitas, efesiensi, dan efektivitas proses pembelajaran, mereka secara sepihak telah menentukan banyak indikator untuk mengotak-ngotakan kualitas pendidikan di setiap negara. Jika kita menolak kearusutamaan (mainstream) tersebut maka ada anggapan bahwa kita terbelakang. Inilah bentuk dominasi dunia internasional.10 Siswa adalah pihak pertama yang menjadi objek aturan. Siswa harus kehilangan banyak kreativitas, mereka harus meninggalkan hobi mereka, dan tidak sempat mengembangkan potensi-potensi tersembunyinya karena sekolah tidak mengijinkan mereka berkembang secara bebas.

8Nanang Martono, Sekolah (Bukan) Penjara Menggugat Dominasi Kekuasaan atas Pendidikan, (Jakarta: Mitra Wacana Media), xi. 9Nanang Martono, Sekolah (Bukan) Penjara….xii. 10Nanang Martono, Sekolah (Bukan)Penjara…, xxi.

P e n d a h u l u a n | 5

Siswa harus mengikuti aturan di sekolah: belajar pegetahuan meski pengetahuan itu tidak banyak berguna bagi mereka. Menurut Martono ―sekolah sebagai taman‖ hanyalah utopia selama sekolah tidak memberikan ruang bebas bagi siswa untuk mengembangkan potensinya.11 Pelbagai penelitian lain juga menunjukan bahwa sekolah adalah tempat pengajaran materi-materi anti toleransi. berdasarkan hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengenai pandangan keagamaan guru agama menemukan bahwa berdasarkan peninjauan wawasan keislamannya, tim peneliti PPIM mengelompokan para guru agama itu kepada tiga kelompok. Pertama, mereka memiliki wawasan keislaman yang dalam mengenai isu-isu khilafiyah, toleransi antar-umat beragama, dan Islamisme. Kedua mereka yang dapat menanggapi isu-isu tapi tanpa kedalaman. Ketiga, mereka yang memiliki wawasan terbatas sekaligus minat belajar rendah. Dari pengalaman dengan para guru agama di 11 lokasi penelitian, guru-guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang memiliki penguasaan konsep keislaman yang kuat dan wawasan yang luas dalam menganggapi tema-tema penelitian adalah guru yang pernah menjadi bagian dari pesantren Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis) atau pendidikan informal. Tetapi guru PAI yang berlatar belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan SMA plus hanya Strata 1 (S1) Program studi (Prodi) PAI cenderung berwawasan terbatas.12 Sebagaimana yang tergambar dalam hasil survei bahwa guru agama mengajarkan masalah perbedaan- perbedaan khilafiyah kepada siswa di kelas. Mereka (84%)

11Nanang Martono, Sekolah (Bukan)Penjara…, xxii. 12Tim Peneliti PPIM, Potret Guru Agama: Pandangan Tentang Toleransi dan Isu-Isu Kehidupan Keagamaan, (Prenadamedia Group: Kencana, 2018), 9-10.

6 | Pendidikan Multikultural menyatakan pernah mengajarkan khilafiyah di sekolah. Sebesar 51% mereka cenderung menggunakan referensi asli dari paham tertentu di luar materi buku PAI sebagai tambahan dalam menjelaskan perbedaan-perbedaan khilafiyah di dalam ajaran Islam. Terkait dengan Ahmadiyah dan Syiah para guru-guru yang menjadi responden cenderung tidak bersedia hidup berdampingan dengan penganut Syiah dan Ahmadiyah. Para guru itu berjumlah 80%. Mereka juga memimiliki kecenderungan bersikap intoleran terhadap umat agama lain. Berdasarkan hasil survei, terdapat 81% guru yang menyatakan tidak akan memberikan izin pendirian rumah ibadah non-muslim. Hasil survey juga membuktikan 74% guru pernah memberikan ucapan selamat terhadap umat agama lain atas hari raya mereka. Selain itu, 98,3% mereka tidak pernah hadir dalam acara keagamaan umat agama non-muslim. Selanjutnya hasil survei bahwa mereka setuju dengan pernyataan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan syariat Islam (82%). Di sisi lain mereka juga setuju jika negara Indonesia berdasarkan syariat Islam (78%) serta dukungan mereka terhadap kelompok-kelompok yang memperjuangkan penerapan syariat Islam juga tinggi (77%).13 Selanjutnya masih hasil penelitian PPIM tahun 2016 yang berjudul "Diseminasi Paham Eksklusif Dalam Pendidikan Islam: Telaah Kebijakan dan Politik Produksi Bahan Ajar PAI" dengan berlatarbelakang terbitnya buku PAI terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mengandung muatan intoleran dan radikal pada 2015. Di buku ajar PAI kelas XI secara jelas memuat ajaran yang mengandung nuansa intoleran dan kekerasan dalam menyikapi perbedaan dalam beragama. Buku tersebut menyebutkan bahwa orang yang tidak menyembah selain Allah (musyrik) boleh dibunuh. Di

13Tim Peneliti PPIM, Potret Guru Agama.., 11-16.

P e n d a h u l u a n | 7 beberapa daerah, kemunculan bahan ajar tersebut menjadi polemik dan memunculkan penolakan oleh masyarakat. Di Jombang, misalnya Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan jaringan Gusdurian menjadikan masalah tersebut menjadi isu nasional.14 Laporan survei nasional mengenai tren toleransi sosial-keagamaan di kalangan perempuan muslim Indonesia tahun 2017 dengan 1500 responden (50% perempuan, 50% laki-laki) yang terpilih dengan multi-stage random sampling. Margin of error dengan asumsi simple random sampling + 2.6% pada tingkat kepercayaan 95% di 34 Provinsi di Indonesia. Salah satu pertanyaan survei adalah seberapa besar potensi toleransi, intoleransi dan radikalisme di kalangan perempuan muslim di Indonesia. Temuan penelitian ini adalah membandingi temuan penelitian tahun 2016 responden yang menyatakan tidak bersedia radikal dari 72,0% cenderung meningkat menjadi 77,3%. Sementara yang bersedia radikal relatif tidak berubah yaitu 0.4% menjadi 0.3%. Jika diproyeksi terhadap 188 juta pemilih Indonesia sekitar 164 juta pemilih Muslim. Dari jumlah tersebut sekitar 127 juta Muslim yang tidak bersedia radikal. Sementara yang bersedia radikal sekitar 12,8 juta dan yang radikal sekitar 500 ribu. 20 lembaga pendidikan adalah tempat penyebaran paham intoleren merupakan informasi penting yang tidak dapat diabaikan. Meskipun secara idealnya pendidikan tidak mengajarkan konflik dan permusuhan. Sekolah semestinya mengajarkan konsep Bhinneka Tunggal Ika atau menanamkan kesadaran bahwa keragaman dalam hidup sebagai suatu kenyataan dan kita harus menyikapi dan menghadapi dengan penuh kearifan dan juga memerlukan kesadaran moralitas dan kebijakan.

14Tim Peneliti PPIM, Intoleransi Dalam Buku Pendidikan Islam?, (: Prenadamedia Group, 2018), x-xi.

8 | Pendidikan Multikultural

Untuk mencapai tujuan yang mulia ini pendidikan menjadi ujung tombaknya.15 Berikutnya, berbagai berita nasional menginformasikan sekolah sebagai tempat radikalisme. Indonesia dikejutkan dengan pristiwa bom bunuh diri yang terjadi 13 Mei 2018 di Surabaya di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia dan Gereja Pantekosta.16 Dua hari kemudian, Rabu 16 Mei 2018 Kantor Polda Riau dibom, para terduga teroris menabrakkan mobil ke Polda Riau.17 Kejadian ini bukan hanya sebagai kasus teror, kejadian ini membuka hal penting mengenai pendidikan di Indonesia, bahwa pendidikan adalah sarana yang digunakan untuk menanamkan paham radikalisme. Retno Listyarti, Komisioner (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) KPAI Bidang Pendidikan, menyebut pelaku bom gereja di Surabaya, bernama Dita Oepriarto sudah memiliki paham radikal semenjak SMA.18Lebih lanjut President Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menyatakan ideologi terorisme sudah masuk ke sekolah. Presiden Jokowi

15Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 54. 16 Feri Agus, "Vidio: Suasana Tiga Gereja Usai Serangan Bom Surabaya," CNN Indonesia, 17 Mei 2018, Kamis, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180516101010-24- 298568/video-suasana-tiga-gereja-usai-serangan-bom-surabaya (diakses 28 Mei 2018). 17 Fadhil, ―Rentetan Teror dari Surabaya Sampai Riau.‖ News.Detik.Com, 17 Mei 2018, Kamis, https://news.detik.com/berita/4024374/rentetan-teror-dari- surabaya-sampai-riau (diakses 28 Mei 2018). 18 Mediani, ―KPAI Kritik Sekolah Tak Bisa Deteksi Dini Siswa Radikal,‖ CNN Indonesia, 16 Meid 2018, Rabu, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180515164723-20- 298402/kpai-kritik-sekolah-tak-bisa-deteksi-dini-siswa-radikal, (diakses 28 Mei 2018).

P e n d a h u l u a n | 9 menekankan yang harus dilakukan bukan hanya memperkuat program deradikalisasi kepada para narapidana teroris, tetapi juga memperhatikan lembaga-lembaga pendidikan formal mulai Taman kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, dan ruang-ruang publik, mimbar-mimbar umum dari ajaran- ajaran ideologi terorisme.19 Statement Presiden Indonesia ini juga sudah memastikan bahwa lembaga pendidikan sudah menjadi tempat penanaman ajaran-ajaran ideologi terorisme. Berbagai berita online juga meyakinkan kita bahwa lembaga pendidikan benar telah menjadi sarana bagi para teroris menanamkan ideloginya kepada generasi bangsa seperti: Seperti tahun 2017 dengan judul Waspada, Radikalisme Sudah Masuk Sekolah Lewat Ajaran Guru, dalam diskusi publik dengan tema "Penanganan Anak Dalam Countering Violent Extremism (CVE)" di The Habibie Center, di Kemang Selatan, Jakarta, Jumat 3 November 2017, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menjelaskan bahwa paham radikaslisme sudah masuk ke ruang kelas seperti yang diduga terjadi di sebuah sekolah berbasis agama di Bogor. Manak menurut Komnas PA Kementerian Pendidikan dan kebudayaan harus melakukan supervisi terhadap lembaga pendidikan.20 Kemudian sebuah artikel The Conversation yang ditulis oleh Agus Mohtar berjudul, Radikalisme Di Sekolah

19Wishnugroho Akbar, "Jokowi Sebut Ideologi Terorisme Telah Masuk ke Sekolah," CNN Indonesia, 23 Mei 2018, Rabu, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180523075157-20- 300522/jokowi-sebutideologi-terorisme-telah-masuk-ke-sekolah, (diakses 28 Mei 2018). 20Wishnugroho Akbar, "Jokowi Sebut Ideologi Terorisme Telah Masuk ke Sekolah," CNN Indonesia, 23 Mei 2018, Rabu, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180523075157-20- 300522/jokowi-sebutideologi-terorisme-telah-masuk-ke-sekolah, (diakses 28 Mei 2018).

10 | Pendidikan Multikultural

Swasta Islam: Tiga Tipe Sekolah yang Rentan, ia merinci tiga tipe sekolah yang rentan pengaruh paham radikalisme yaitu pertama, sekolah tertutup (closed schools), ciri-ciri sekolah tertutup adalah mengajarkan sikap yang sempit dan cenderung menutupi ide-ide dan perkembangan dari luar. Kedua, sekolah yang berisiko menumbuhkan ajaran radikal adalah tipe sekolah terpisah. sekolah jenis ini bisa dilihat dari cara mereka merekrut guru dan partisipasi mereka dalam kegiatan sosial keagamaan. Sekolah terpisah sangat ketat dalam proses perekrutan guru, terutama guru agama. Dan ketiga sekolah yang mengajarkan identitas Islam murni (schools with pure Islamic identity). Tipe sekolah yang ketiga bisa dilihat dari cara sekolah mengkonstruksi identitas muslim. Sekolah yang berisiko menumbuhkan radikalime menjadikan Islam sebagai konstruksi identitas tunggal dan menolak identitas-identitas yang lain.21 Kemudian di Berita Online Liputan6, juga ditulis bahwa Radikalisme Masuk Sekolah, Upacara Tanpa Bendera Merah Putih dan Lagu Indonesia Raya. Kejadian ini terjadi di beberapa sekolah di Batam siswa dilarang hormat kepada Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. 22 Hasil penelitian atau survei yang tersebut adalah fakta yang terjadi saat ini. Berdasarkan penjelasanan di atas, studi yang dilaksanakan pada pendidikan menengah di Pangkalpinang ini merumuskan bagaimana proses pendidikan berlangsung di sekolah yang melanggengkan budaya lokal dan memproduksi pendidikan multikultural yang membentuk peserta didik yang memiliki keragaman

21Agus Mutohar, ―Radikalisme Di Sekolah Swasta Islam: Tiga Tipe Sekolah Yang Rentan,‖ The Conversation. Diakses 4 Juni 2018. http://theconversation.com/radikalisme-di-sekolah- swasta-islam-tiga-tipe-sekolah-yang rentan-96722, (diakses 6 Mei 2018). 22Agus Mutohar, ―Radikalisme Di Sekolah Swasta Islam…(diakses 6 Mei 2018).

P e n d a h u l u a n | 11 dan kemajemukan dapat hidup berdampingan secara damai, harmoni dan toleran. Penelitian ini mengangkat harmoni kehidupan antarsiswa di sekolah meski 47 % warganya etnis Cina dan 48 % etnis Melayu. Kedua etnis ini terbebas dari isu multikultural karena mereka hidup secara inklusif. Penelitian ini juga ingin mengkonfirmasi bahwa pendidikan tidak selalu mengajarkan radikalisme atau memuat kekerasan simbolik. Penelitian fokus pada pendidikan menengah yaitu jenjang sekolah menengah umum (SMU) dikepulauan Bangka Belitung rasio murid sekolah sebesar 292, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki rasio murid sekolah sebesar 370. Madrasah Aliyah (MA) rasio murid sekolahnya sebesar 141.23 Sementara itu pelbagai penelitian mengenai keadaan masyarakat di Pangkalpinang, Bangka, telah dilaksanakan dan menemukan bahwa hubungan pelbagai etnik terutama Cina dan Melayu dan etnik lainnya telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Mereka telah berbaur dalam pelbagai aspek kehidupan, bukan saja di bidang ekonomi tetapi juga di bidang sosial dan budaya. Mereka hidup rukun dan harmonis. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh Evawarni,24 Deddy Mulyana dan Agustina Zubair,25 dan Abdulah idi.26

23Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Bangka Belitung dalam Angka 2017, (Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: BPPDS dan PBPS, 2017),, 59-60. 24Evawarni, Hubungan Antar Suku Bangsa di Kota Pangkalpinang, (Tanjungpinang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang, 2009), 86-99. 25Deddy Mulyana dan Agustina Zubair, "Intercultural Communication Competence Developed by Chinese in Communicating With Malays in Bangka Island, Indonesia," Sino- US English Teaching 12 (2015), 299-309,

12 | Pendidikan Multikultural

Berdasarkan pra-penelitian yang telah dilaksanakan di tiga sekolah di Pangkalpinang teridentifikasi pendidikan multikultural berkembang pada budaya sekolah. Budaya sekolah menjelaskan budaya sekolah adalah situasi dan corak kehidupan sekolah yang dibentuk melalui penyusunan dan pengorganisasian komponen-komponen kepranataan pendidikan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.27 Penelitian ini menganalisis kehidupan sehari-hari siswa pada pendidikan menengah di Pangkalpinang, Bangka. Proses terbangunnya pendidikan multikultural pada budaya sekolah yaitu melalui berbagai program sekolah seperti ektrakurikuler dan budaya lokal (local genius). Sementara di sisi lain secara bersamaan para siswa di sekolah memiliki keanekaragaman yang dapat memicu konflik di antara mereka.

B. Identifikasi, Rumusan, dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, ditemukan beberapa identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut: a. Media sosial ditenggarai menjadi alat yang kontra produktif terhadap komunikasi sosial di antara siswa di Pangkalpinang. b. Sikap multikultural yang ada pada siswa terancam tereduksi dengan adanya radikalisme dan ajaran-ajaran yang menolak keragaman dan kemajemukan. http://www.davidpublisher.com/Public/uploads/ Contribute/553f03fbbd786.pdf, (diakses 22 Januari 2018). 26Abdulah Idi, Cina-Melayu di Bangka, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), 264-271. 27Sudardja Adiwikarta, Sosiologi Pendidikan Analisis Sosiologi Tentang Praksis Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 131.

P e n d a h u l u a n | 13 c. Perbedaan adat istiadat menjadi tantangan serius bagi siswa di Pangkalpinang. d. Perbedaan kelas sosial dan ekonomi juga ditenggarai menyebabkan kelompok-kelompok sosial dikalangan siswa yang lebih eksklusif. e. Agama ditenggarai sebagai penyebab konflik komunikasi di antara siswa di Pangkalpinang. f. Multikulturalisme diimplementasikan di sekolah melalui kurikulum sekolah dan diajarkan oleh guru- guru, namun pada kenyataanya budaya lokal lebih memiliki peran dalam pembentukan budaya sekolah perspektif pendidikan multikultural.

2. Rumusan Masalah Sebagaimana penjelasan di atas, rumusan masalah yang akan diajukan dalam studi ini adalah: Bagaimana proses terbangunnya pendidikan multikultural dan kesiapan menghadapi masa depan pada budaya sekolah studi kasus pada pendidikan menengah di Pangkalpinang, Bangka. Untuk lebih rincinya dibagi dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana siswa mengkontruksi pendidikan multikultural dalam budaya sekolah? b. Bagaimana budaya lokal (local genius) mereproduksi budaya sekolah sehingga terbangun pendidikan multikultural? c. Bagaimana kebijakan pendidikan nasional dan sekolah dalam membentuk siswa terdidik sehingga terbangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah?

3. Pembatasan Masalah Untuk lebih terfokusnya penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang diteliti yakni pendidikan multikultural studi kasus pada siswa pendidikan menengah di Pangkalpinang, Bangka. Penelitian ini dilaksanakan dari tahun 2017-2019. Dokumen sekolah yang digunakan adalah

14 | Pendidikan Multikultural dokumen 2016-2019. Lokasi penelitian adalah di Pangkalpinang, Bangka dengan target siswa pendidikan menengah di empat sekolah. Penelitian ini difokuskan pada pelacakan proses tercapainya tujuan pendidikan multikultural melalui budaya sekolah, yang menjadi fokus utama studi yaitu kegiatan-kegiatan sehari-hari siswa di sekolah. yaitu pada ritual, perayan-perayaan, dan simbol serta artefak di sekolah.

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan melengkapi beberapa aspek yang kurang mendapat perhatian dalam diskursus pendidikan multikultural di Indonesia seperti Abdullah Aly (2011), Sulalah (2011) Noor Sulistyobudi dkk (2015) yang mengemukakan teori untuk mengimplementasikan pendidikan multikultural adalah melalui proses pembelajaran di kelas dalam bentuk kurikulum. Berikutnya, penelitian ini membantah teori Fancis Wahono (2001) Nanang Martono (2016, 2017, 2018) yang mengemukkaan sekolah memuat banyak kekerasan simbolik. Penelitian bertujuan mendukung teori bahwa pendidikan multikultural terlaksana dengan baik jika pemberdayaannya melalui budaya sekolah, Donna M. Gollnick dan Philip C. Chinn (1990) James A. Banks (2004, 2008, 2010, 2016, 2006) kemudian Pamela L. Tiedl dan Iris M. Tiedt (2005). Penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan Raihani (2014) bahwa kegiatan-kegiatan kesiswaan (ekstrakurikuler) di luar kurikulum formal berpotensi sebagai wadah pendidikan multikultural. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan teori proses terbangunnya pendidikan multikultural dan kesiapan menghadapi masa depan pada budaya sekolah dalam konteks pendidikan multikultural.Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk merumuskan cara siswa pada pendidikan menengah dalam merekonstruksi budaya sekolah mereka di Pangkalpinang, Bangka. Proses reproduksi sosial yang

P e n d a h u l u a n | 15 terbentuk pada sekolah/madrasah pada pendidikan menengah di Pangkalpinang, Bangka. Merumuskan siswa terdidik yaitu siswa yang memiliki keragaman dan kemajemukan namun dapat hidup berdampingan secara damai, harmoni dan toleran sebagai produk budaya lokal (local genius) masyarakat Pangkalpinang.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mengunakan teori strukturasi Giddines, teori reproduksi Bourdieu, dan teori siswa terdidik produk budaya (the cultural production of the educated person) Lavinson dan Holland digunakan untuk merumuskan teori, semakin diintegrasikan local genius, dan program sekolah maka akan semakin besar keberhasilan pendidikan multikultural pada budaya sekolah di suatu lembaga pendidikan. Manfaat penelitian ini memberikan kontribusi dalam memperkaya kahazanah keilmuan, serta menjadi acuan bagi akademisi dan praktisi di bidang kebijakan dan manajemen pendidikan. Penelitian ini mengenai pendidikan multikultural pada pendidikan menengah di Pangkalpinang, Bangka. Penelitian ini tidak hanya berkontribusi bagi disiplin sosiologi dan pendidikan, melainkan juga bagi pengembangan keilmuan pemikiran pendidikan Islam secara luas. Penelitian ini memberikan contoh bahwa pendidikan multikultural sebenarnya telah terimplementasi dengan cara yang berbeda seperti yang telah didiskusikan oleh banyak peneliti. Bahwa pendidikan multikultural tidak secara mutlak terimplementasi melalui proses pembelajaran di dalam kurikulum dan undang-undang pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 atau melalui muatan pembelajaran di dalam buku-buku teks yang digunakan di sekolah-sekolah, tetapi juga melalui budaya sekolah yang terstruktur oleh salah satunya siswa, sebagai agen yang membentuk strukturnya.

16 | Pendidikan Multikultural

Penelitian ini juga dimaksudkan dapat memberi sumbangan bagi upaya-upaya implementasi pendidikan multikultural di sekolah dan juga sebagai upaya mencegah atau meminimalkan radikalisme masuk ke sekolah. Dengan demikian, hasil pemetaan yang seimbang antara potensi masuknya radikalisme di antara siswa pendidikan menengah dapat dijadikan sistem peringatan dini (early warning system),28 bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat serta pihak-pihak pemangku kepentingan. Selanjutnya pemetaan keadaan kondisi pendidikan multikultural pada siswa pendidikan menengah dapat dijadikan dasar penentuan strategi yang tepat sebagai upaya atau tindakan keberlanjutan dari implementasi pendidikan multikultural di sekolah-sekolah. Penelitian menunjukkan harmoni kehidupan antarsiswa di sekolah di Pangkalpinang. Jadi, penelitian ini menawarkan teori yaitu semakin diintegrasikan budaya lokal (local genius), dan program sekolah −artinya diprogramkan secara sengaja oleh sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kurikulum tersembunyi (hidden Curriculum)− maka akan semakin besar keberhasilan pendidikan multikultural pada budaya sekolah di suatu lembaga pendidikan.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan Berdasarkan explore yang dilaksanakan terkait dengan penelitian tentang pendidikan multikultural, terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan antara lain:

28Jajat Burhanuddin dan Arif Subhan, Sistem Siaga Dini Terhadap Kerusuhan Sosial, (Jakarta: Balitbang Agama Depag RI dan PPIM, 2000), 2-4. Karnaji, Septi Ariadi, Soebagyo Adam, dan Siti Mas‘udah, "Social Early Warning System untuk Mengantisipasi Konflik Sosial di Masyarakat," Jurnal Kebudayaan dan Politik 23 (2010), 139-143, http://web.unair.ac.id/admin/file/f_19997_jr16.pdf, (diakses 27 Juli 2018).

P e n d a h u l u a n | 17

M. Muntahibun Nafis, dalam disertasinya Pesantren Pluralis Peran Pesantren Ngalah dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Pluralisme di Tengah Masyarakat yang Multikultural menemukan bahwa Kiai (pemimpin pesantren) memiliki power dalam menentukan arah dan tujuan pesantren, termasuk menjadikan stakeholder pesantren sesuai dengan pemahaman dan pemaknaan yang baru terhadap dogma-dogma yang terkandung di dalam ajaran tarekat khususnya yang terkait sisi kemanusiaan dan hubungan antara agama.29 Teori pokok yang digunakan Nafis adalah teori filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme. Aliran filsafat progresivisme biasa dikaitkan dengan pandangan hidup yang liberal dengan konsepnya the liberal road to culture artinya bahwa adanya pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat seperti fleksibel (tidak kaku, atau tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui ingin menyelidiki), toleran dan open-mainded (mempunyai hati terbuka). Nafis mengemukakan bahwa kegiatan pesantren yang melibatkan kalangan mahasiswa, dosen, maupun akademisi menunjukkan peran Kiai dalam mengembangkan nilai-nilai pluralis. Kiai berkontribusi pada kemajuan pesantren, dan dalam memimpin pesantren mengembangkan dialog antar agama, yang membangun toleransi antar santri dan siswa pemeluk agama non-Islam dengan menerima pelbagai kunjungan siswa-siswa non-muslim ke Pesantren.30 Temuan Nafis ini menunjukkan bahwa pemimpin memberikan pengaruh untuk mengujudkan visi dan misi sebuah lembaga pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh

29M. Muntahibun Nafis, Pesantren Pluralis Peran Pesantren Ngalah dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Pluralisme di Tengah Masyarakat yang Multikultural, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2017), 252. 30M. Muntahibun Nafis, Pesantren Pluralis…257.

18 | Pendidikan Multikultural

Nafis berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti memfokuskan penelitian pada keaktifan para siswa sebagai agen yang memiliki modal budaya sehingga mampu mengkonstruksi budaya sekolahnya. Modal budaya menumbuh (embodied) pada diri siswa, timbul oleh local genius atau kearifan lokal masyarakat setempat. Muhammad Abrar Parinduri dalam disertasinya Pendidikan di Sekolah Berbasis Agama dalam Perspktif Multikultural (Studi Kasus pada Sekolah Islam dan Sekolah Kristen di Sumatera Utara) membuktikan bahwa pendidikan yang menanamkan ragam perbedaan agama, budaya, dan ras dapat menumbuhkan sikap dan prilaku multikultural. 31 Implementasi penanaman sikap dan prilaku multikultural pada sekolah berbasis agama terlaksanakan dengan antara lain: Pertama melalui kebijakan sekolah ditandai dengan adanya kesediaan untuk menerima siswa dengan latar belakang agama yang berbeda. Kedua, internalisasi nilai-nilai multikultural melalui pengembangan kurikulum dan proses belajar mengajar. Ketiga, proses interaksi sosial yang terjadi di masing-masing sekolah telah memberikan pelayanan yang sama terhadap semua peserta didik (equality), mengembangkan prasangka yang baik di kalangan siswa dan memberikan penghargaan yang sama terhadap nilai-nilai budaya berbeda yang dikembangkan. Penelitian menggunakan pendekatan sosiologis dan filosofis. Metode yang digunakan kualitatif dengan studi lapangan dan studi kepustakaan.32 Parinduri mengemukakan bahwa pendidikan multikultural terstruktur di sekolah disebabkan oleh

31Muhammad Abrar Parinduri, "Pendidikan di Sekolah Berbasis Agama dalam Perspktif Multikultural (Studi Kasus pada Sekolah Islam dan Sekolah Kristen di Sumatera Utara),‖ Disertasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), 10. 32Muhammad Abrar Parinduri, "Pendidikan di Sekolah Berbasis Agama…11-12.

P e n d a h u l u a n | 19 kurikulum formal yang ada di sekolah. Berbeda dengan penelitian ini bahwa pendidikan multikultural terstruktur di sekolah melalui local genius atau kearifan lokal masyarakat yang menjadi modal budaya siswa/para agen. Arhanuddin, Pendidikan Agama Lintas Iman Studi Komparatif Model Pendidikan Lintas Iman di Interfidei Yogyakarta, ICRP Jakarta, dan Jakatarub Bandung, menemukan bahwa ketiga lembaga pendidikan ini dengan caranya masing-masing memiliki program Sekolah Lintas Iman (SLI). Tujuannya adalah untuk menciptakan dialog yang saling menyapa dalam perbedaan. Menurut Arhanuddin konsep pluralisme agama di dalam materi pendidikan agama sangat diperlukan. Peserta didik seharusnya dapat belajar agama, tidak hanya sebatas mengetahui agamanya saja. Tetapi pengetahuan terhadap agama lain sangat dibutuhkan saat ini. 33 Selanjutnya peserta didik sebagai pilar utama pendidikan harus dilibatkan untuk berdialog secara langsung. Disertasi ini juga menemukan bahwa secara personal peserta didik di dalam pelaksanaan pendidikan lintas iman mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada aspek iman mereka sendiri yakin dengan agamanya sendiri, sembari tetap memberi ruang yang adil terhadap penilaian yang baik dan benar terhadap agama lain.34 Arhanuddin menemukan bahwa melalui diolog toleransi terstrukturkan oleh tiga lembaga yang menjadi objek penelitian yaitu Interfidei Yogyakarta, ICRP Jakarta, dan Jakatarub Bandung. Berbeda dengan penelitian ini toleransi sebagai salah satu indikator tujuan dari pendidikan multikultural terstruktur melalui keberadaan kearifan lokal

33Arhanuddin, "Pendidikan Agama Lintas Iman Studi Komparatif Model Pendidikan Lintas Iman di Interfidei Yogyakarta, ICRP Jakarta, dan Jakatarub Bandung," Disertasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), 95-147. 34Arhanuddin, "Pendidikan Agama Lintas Iman…95-147.

20 | Pendidikan Multikultural dan agensi para agen yaitu para siswa yang aktif mengkonstruksi budaya sekolahnya. Koidah dalam disertasinya Implementasi Budaya Toleransi Dalam Pendidikan Agama (Analisis pada siswa SMA di Cirebon jawa Barat) penelitian ini menunjukkan pelbagai kegiatan yang dilakukaan dan diberikan untuk siswa SMA agar mereka dapat hidup dalam keragamaan dengan mengajarkan budaya toleransi. 35 Koidah menyebutkan komunitas Pemuda Lintas Iman, (Pelita) Perdamaian, dengan kegiatan mengajak kawan-kawan muda yaitu siswa remaja SMA dari pelbagai agama yang ada di Cirebon untuk berdialog. Selain itu penelitian ini menyebutkan bahwa di SMA yang menjadi fokus penelitian ini yaitu pada SMA Negeri 1 Plumbon, SMA Negeri 1 Sumber, SMA Negeri 1 Jamblang dan SMA Negeri 1 Palimanan memiliki gerakan Rohani Islam (Rohis) dan salah satu programnya adalah gerakan tolak radikalisme. Dalam disertasi ini juga menyebutkan organisasi Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA), organisasi ini ditujukan untuk siswa SMA sebagai pembekalan awal masuk seorang Budhis, inti dari kegiatan adalah mengajarkan budaya toleransi kepada peserta.36 Penelitian Koidah membuktikan bahwa budaya toleransi diimplementasikan dalam pendidikan agama, sehingga terjadi kerukunan antar siswa yang majemuk di sekolah. Berbeda dengan penelitian ini bahwa pendidikan multikultural terbangun melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah melalui kurikulum non-formal. Penelitian lain adalah seperti yang dilaksanakan Lucia Yiu Matuk dan Tina Ruggirello dalam Culture Connection Project Promoting Multiculturalism in

35Koidah, "Implementasi Budaya Toleransi Dalam Pendidikan Agama (Analisis Pada Siswa di Cirebon Jawa Barat), Disertasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2018), 151-155. 36Koidah, "Implementasi Budaya Toleransi…156-161.

P e n d a h u l u a n | 21

Elementary Schools mengemukakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mempromosikan multikulturalisme di antara siswa sekolah dasar melalui drama pendidikan. Dalam penelitian ini, siswa kelas 3-6 berpartisipasi dalam pertunjukan drama interaktif dengan tema multikulturalisme. Ditawarkan kepada masing-masing kelas per-satu minggu sebagai lokakarya drama lanjutan. Setelah pertunjukan drama, semua siswa diminta menyelesaikan kuesioner 7- item sebelum dan setelah pertunjukan drama dan setelah lokakarya drama. 37 Data pre-test dan post-test dikumpulkan dan dianalisis menggunakan t-test dan anova untuk menentukan efek drama pendidikan tentang sikap siswa terhadap multikulturalisme. Hasilnya analisis statistik pada tingkat signifikansi 0,05 mengungkapkan bahwa keduanya kinerja dan lokakarya drama meningkatkan kesadaran siswa tentang rasisme, dan menanamkan rasa hormat, melalui berbicara dengan orang lain, menerima orang lain, dan percaya bahwa mereka dapat membuat perbedaan. Secara sederhana dapat dipahami bahwa pendidikan drama merupakan alat pengalaman yang efektif untuk mempromosikan multikulturalisme di lingkungan sekolah.38 Matuk dan Ruggirello menemukan bahwa terbangunnya pendidikan multikulturalisme adalah dengan memberikan pengerjaan (treatment) yang dilakukakan dengan sengaja (aktif). Berbeda dengan penelitian ini yang berargumen bahwa pendidikan multikultural terbangun di sekolah sebagai kurikulum yang tersembunyi (hidden

37Lucia Yiu Matuk dan Tina Ruggirello, "Culture Connection Project Promoting Multiculturalisme in Elementary School," Canadian Journal of Public Health/Revue Canadienne de Santé Publique 98 (2007), 26, http://www.jstor.org/stable/41994867, (diakses 8 Mei 2018). 38Lucia Yiu Matuk dan Tina Ruggirello, "Culture Connection Project…99.

22 | Pendidikan Multikultural curriculum) atau sebagai konsekuensi-konsekuensi tindakan yang tak dikehendaki. Jill M. Klefstad dan Kimberly C. Martinez, "Kindergaten Through Grade 1 Promoting Young Children's Cultural Awareness and Appreciation Through Multicultural Books" penelitian ini dilaksanakan dengan berdasarkan pada populasi Amerika Serikat (AS) berkembang pesat. Sekarang, guru mendidik anak-anak yang berasal dari pelbagai variasi kelompok. Klefstad dan Martinez meyakini bahwa guru dari anak usia dini mampu memperkuat dan memperkaya tingkah laku positif anak dengan mempromosikan budaya-budaya yang ada pada anak. Akibatnya anak akan bertambah kesadaran dan penghargaan pada budaya lainnya.39 Salah satu yang digagas kedua peneliti ini adalah dengan penggunaan literatur pendidikan multikultural atau lebih tepatnya sebuah buku untuk anak yang bergambar dan menggambarkan multikultur. Buku ini berfungsi sabagai buku pengikat makna (book bonding) juga berfungsi membawa siswa untuk mendapatkan pengalaman mengenai budaya lainnya. Proyek ini pun dimulai oleh Klefstad dan Martinez dengan dana dari Universitas of Wisconsin, Institute of Race and Ethnicity.40 Diawali dengan full day workshops dengan para guru, termasuk pelatihan yang memungkinkan untuk memeriksa bias pribadi dan diskusi informal mengenai membaca-keras dengan anak-anak. Guru merancang untuk membaca satu buku seminggu dan memberikan kegiatan

39Jill M. Klefstad dan Kimberly C. Martinez, "Kindergarten Through Grade 1 Promoting Young Children's Cultural Awareness and Appreciation Through Multicultural Books," YC Young Children 67 (2013), 74-77, http://www.jstor.org.stable/yeyongehildren.68.5.74, (diakses 8 Mei 2018). 40Jill M. Klefstad dan Kimberly C. Martinez, "Kindergarten Through.…68.

P e n d a h u l u a n | 23 lanjutan dengan buku multikultur yang dibagikan. Buku- buku bergambar tersebut menyediakan bahasa dan alur sederhana yang sesuai untuk anak-anak di taman kanak- kanak dan kelas satu. Setiap buku berisi beberapa aspek budaya yang berbeda dalam bentuk bahasa, makanan, pakaian, perayaan, rutinitas sehari-hari di rumah, dan sedikit tulisan sebagai keterangan. Buku dengan alur atau tema −seperti tekstur rambut, selimut, menari, perayaan ulang tahun, dan memilih nama− jika alur atau tema dekat dengan keseharian anak, merupakan cara meningkatkan kesadaran anak-anak tentang hidup dalam multikultur. Sebagai hasil ada 12 buku dan 12 tema yang telah dibuat.41 Klefstad dan Martinez menemukan bahwa terbangunnya pendidikan multikulturalisme adalah menggunakan buku teks yang berisi nilai-nilai pendidikan multikultural. Berbeda dengan penelitian ini yang berargumen bahwa pendidikan multikultural terbangun baik di sekolah melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa, melalui tradisi, upacara-upacara atau perayaan-perayaan yang dilaksanakan di Sekolah. Fatih YilMaz, Multiculturalism and Multicultural Education: A Case Study of Teacher Candidates’Perceptions mengemukakan tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan persepsi dari calon guru mengenai multikulturalisme dan pendidikan multikultural. Dalam konteks ini jenis penelitian mengunakan kualitatif dan dipolakan sebagai studi kasus. Data penelitian diperoleh dari wawancara semi-terstruktur yang dilaksanakan dengan 12 calon guru. Dalam penelitian ini, calon-calon guru mengevaluasi konsep multikulturalisme secara positif. Tapi, mereka juga sadar

41Jill M. Klefstad dan Kimberly C. Martinez, "Kindergarten Through….69.

24 | Pendidikan Multikultural akan pentingnya pendidikan guru dalam persiapan infrastruktur ini.42 Hasil penelitian menunjukkan bahwa khususnya dalam transisi pendidikan multikultural, para guru memiliki tanggung jawab utama. Dalam studi ini, tampak pendidikan guru dan sikap positif guru terhadap pendidikan multikultural memiliki peran penting untuk mengajarkan hidup dalam kemajemukan; untuk menjadi damai dan saling menghormati; untuk menerima semua identitas dengan kekayaan budaya masing-masing tanpa takut akan perpecahan.43 YilMaz menemukan bahwa pendidikan guru dan sikap positif guru berperan penting terbangunnya pendidikan multikultural di sekolah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan yang memfokuskan keaktifan para siswa sebagai agen yang memiliki modal budaya sehingga mampu mengkonstruksi budaya sekolahnya membangun pendidikan multikultural. Modal budaya tumbuh (embodied) pada diri siswa dipengaruhi kuat oleh local genius atau kearifan lokal. Ilknur Tarman dan Bülent Tarman, Developing Effective Multicultural Practices: a Case Study of Exploring a Teacher’s Understanding and Practices mengemukakan AS adalah salah satu negara yang paling beragam secara budaya di dunia. Komposisi budaya, ras dan etnis dari sekolah-sekolah AS telah menjadi semakin beragam. Keanekaragaman dalam masyarakat dan persentase yang meningkat dari orang-orang yang berbicara dengan pelbagai bahasa kedua telah membuat multikultural pendidikan

42Fatih YilMaz, "Multiculturalism and Multicultural Education: A Case Study of Teacher Candidates‘ Perceptions," Teacher Education and Depelopment, Research Article 3 (2016), 1, http//dx.doi.org/10.1080/2331186x.2016.1172394, (diakses 6 Mei 2018). 43Fatih YilMaz, "Multiculturalism and Multicultural Education, 2-3.

P e n d a h u l u a n | 25 penting di semua tingkat pendidikan, dan sekarang, lebih banyak penekanan untuk mengintegrasikan pandangan dunia yang inklusif secara budaya ke dalam semua bidang kurikulum.44 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga telah merespon perubahan sosial ini dan memiliki komitmen untuk menumbuhkan rasa hormat terhadap keberagaman dan menyediakan kesempatan pendidikan yang setara bagi semua anak. Karena anak mulai memperhatikan perbedaan dan membangun kategori klasifikasi dan evaluatif sejak sangat awal, Guru PAUD perlu menegaskan dan menumbuhkan pengetahuan dan kebanggaan anak-anak dalam identitas budaya mereka. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk mengeksplorasi pemahaman dan penerapan praktik terbaik pendidikan multikultural bagi guru PAUD. Pertemuan tatap muka diatur dengan guru PAUD di kelas mereka di pusat penitipan anak. 45 Guru yang menjadi subjek penelitian disyaratkan mempunyai pengalaman 10 tahun mengajar, berdasarkan kriteria kelayakan. Diketahui Guru tampaknya memiliki pemahaman yang sangat positif mengenai pendidikan multikultural dan menunjukkan bahwa lebih memilih pendekatan pendidikan multikultural anti-bias. Diketahui juga, guru memiliki pemahaman yang sangat positif mengenai pendidikan multikultural. Guru yang terlibat dalam penelitian ini menerapkan praktik mengajar dan

44Ilknur Tarman dan Bülent Tarman, "Developing Effective Multicultural Practices: a Case Study of Exploring a Teacher‘s Understanding and Practices," The Journal of International Social Research 4 (2011), 579, https://file:///c:/users/acer/downloads/developing%20multicultural %20practice%20exploring%20teacher%20understanding%20ok.p df, (diakses 4 Juni 2018). 45Ilknur Tarman dan Bülent Tarman, "Developing Effective Multicultural…579.

26 | Pendidikan Multikultural menciptakan lingkungan untuk pendidikan multikultural di kelasnya secara efektif. Guru-guru telah tidak hanya menghubungkan antara kurikulum dengan interaksi pengalaman kehidupan sehari-hari anak-anaknya ke dalam satuan pembelajaran, tetapi juga menggunakan pengetahuan orang tua tentang budaya, aturan, kebiasaan yang berlaku di rumah mereka.46 Temuan Tarman dan Tarman sejalan dengan YilMaz bahwa pengajaran guru berperan penting terbangunnya pendidikan multikultural di sekolah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan yang memfokuskan keaktifan para siswa sebagai agen yang dapat membangun pendidikan multikultural di sekolah. Patricia I. Francis dalam artikelnya berjudul A Review of The Multicultural Education Literature, mengemukakan hasil penelitianya pada literatur yang berkembang mengenai pendidikan multikultural, dan ia berhasil menemukan kelemahanya. Berdasarkan temuannya di AS, pelaksanaan pendidikan multikultural pada perguruan tinggi masih tertinggal jauh dari pelaksanaan pendidikan multikultural pada sekolah dasar dan sekolah menengah.47 Tantangan bagi kelompok yang mendukung pendidikan multikultural adalah, terutama di tingkat perguruan tinggi, bahwa sekolah adalah struktur institusional utama yang digunakan secara historis untuk mempertahankan posisi istimewa dari kelompok dominan. Pada beberapa literatur yang diteliti Francis ditemukan beberapa yang menolak pendidikan multikultural sebagai tidak lebih dari interpretasi liberal dari tuntutan yang lebih

46Ilknur Tarman dan Bülent Tarman, "Developing Effective Multicultural…580. 47Patricia I. Francis, "A Review of the Multicultural Education Literature," Race, Gender dan Class Journal 2 (1995), 57-59, http://www.jstor.org/stable/41675378, (diakses 7 September 2018).

P e n d a h u l u a n | 27 radikal dari wanita dan orang kulit berwarna pada 1960an. Kritik kaum politik konservatif AS adalah kurikulum multikultural adalah usaha untuk mempolitisasi kurikulum dan untuk mengindoktrinasi siswa secara ideologis.48 Temuan Francis juga mengungkap bahwa literatur tahun 1980-1990an mengungkap bahwa konservatisme sebagai ancaman utama untuk pendidikan multikultural, karena masalah anggaran di perguruan tinggi dan model pembelajaran yang diterbitkan untuk digunakan di tingkat perguruan tinggi tidak ada yang virtual. Tantangan besar terakhir untuk reformasi kurikulum perguruan tinggi adalah bahwa hanya dua lembaga akreditasi yang dapat mereformasi kurikulum perguruan tinggi yaitu Sekolah Menengah AS dan Asosiasi Perguruan Tinggi Barat. Pada kenyataannya kedua lembaga ini telah menambahkan kurikulum mengenai perbedaan budaya. Namun pada kenyataanya di perguruan tinggi data mengenai siswa minoritas masih rendah.49 Francis menemukan bahwa di AS wacana pendidikan multikultural terbangun baik di taman kanak- kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah, tetapi belum pada perguruan tinggi. Penelitian literatur Francis berbeda dengan penelitian ini, penelitian ini fokus pada pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi, serta ini merupakan penelitian lapangan. Marie Parker-Jenkins dalam artikelnya, Achiving Cultural Sustainability?: The Phenomenon of Jewish and Muslim school in England and Wales, mengemukakan bahwa lebih dari 100 sekolah Yahudi yang didirikan di Inggris sejak akhir abad ketujuh belas, tiga puluh dua di antaranya beroperasi penuh waktu dengan dana pemerintah.

48Patricia I. Francis, "A Review of the Multicultural Education Literature…3. 49Patricia I. Francis, "A Review of the Multicultural Education Literature…3.

28 | Pendidikan Multikultural

Demikian juga, ada lebih dari 100 sekolah Muslim di negara ini, yang telah didirikan selama 20 tahun terakhir, lima di antaranya menerima dukungan keuangan pemerintah.50 Dua kelompok agama Muslim dan Yahudi memiliki akar budaya dan sejarah yang berbeda, keduannya serupa karena keduanya mewakili kelompok minoritas yang berusaha mempertahankan warisan budaya mereka sendiri dalam menghadapi tren asimilasi. Menurut Marie Parker- Jenkins sekolah Muslim dan Yahudi memiliki kesamaan, yaitu berkomitmen untuk masyarakat dan sangat kuat nilai agama dan tradisinya. Mereka sama-sama menjaga budaya berkelanjutan dalam etnik dan agama mereka. Alih-alih menjaga budaya berkelanjutan dalam hal yang positif, Marie Parker-Jenkins, juga melihat bahwa sekolah melanggar hak- hak anak yaitu dengan mengindoktrinasi dan mempropaganda dan mendorong anak-anak kepada perpecahan dalam masyarakat secara keseluruhan.51 Marie Parker-Jenkins mengemukakan di Inggris atau di tempat lain, ada kepercayaan bahwa di bawah payung "multiculturalism" sosial inklusi akan menang. Pendapat ini menurut Marie Parker-Jenkins adalah naif dalam ideologi politik, sampai sekarang belum berhasil dalam mengatasi ketidaksetaraan antara ras, etnis, dan agama. Identitas budaya masih sebagai isu penyebab perpecahan yang dilaksanakan oleh kelompok minorita dalam pelbagai cara, seperti melalui pendidikan anak-anak. Dengan demikian,

50Marie Parker-Jenkins, "Achiving Cultural Sustainability?: The Phenomenon of Jewish and Muslim school in England and Wales," dalam Cultural Education—Cultural Sustainability Minority, Diaspora, Indigenous, and Ethno- Religious Groups in Multicultural Societies, ed. Zvi Bekerman dan Ezra Kopelowitz, (New York dan London: Routledge, 2008), 51- 54. 51Marie Parker-Jenkins, "Achiving Cultural Sustainability?:… 60-64.

P e n d a h u l u a n | 29 kita perlu merevisi beberapa kategori dasar hubungan antar- ras, antar-etnis, dan antar-agama. Konseptualisasinya sejauh ini untuk menemukan cara-cara yang lebih baik untuk menyatukan minoritas melalui pendidikan ke dalam arus kehidupan sosial (mainstream). Kita juga perlu melihat etnis sebagai sesuatu yang harus terstruktur dinamis pada kesempatan-kesempatan strategis dan bukan sekedar pemberian.52 Parker-Jenkins menemukan bahwa mustahil kelompok minoritas dapat hidup berdampingan dengan kelompok mayoritas. Kelompok minoritas selalu berusaha mempertahankan warisan budaya (cultural sustainability) mereka sendiri dalam menghadapi tren asimilasi. Parker- Jenkins berpendapat bahwa teori pendidikan multikultural adalah sesuatu yang naïf. Sangat berbeda dengan penelitian ini bahwa budaya lokal memiliki peran penting membentuk pemikiran masyarakat dan para individunya. Menjaga warisan budaya setiap etnis tidak menjadikan kelompok masyarakat etnis tertentu membangun prasangka dengan etnis lain, bahkan dapat hidup berdampingan dalam kehidupan yang harmoni dan toleran. Sebagaimana fakta penelitian ini bahwa pendidikan multikultural terbangun sebagai kurikulum yang tersembunyi. Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang relevan dikategorikan berdasarkan metodologi dan pendekatan dan teori yang digunakan yaitu menggunakan The cultural reproduction of the educated person atau siswa terdidik sebagai produk budaya. Lyn Parker, "Religion, Class and Schooled Sexuality among Minangkabau Teenage Girls", melakukan penelitian pada remaja SMA di Minangkabau, di Indonesia. Dengan melakukan etnografi, Parker fokus pada SMA umum, kejuruan dan agama, baik negeri dan swasta. Kerja lapangan dilaksanakan antara tahun 2004 sampai

52Marie Parker-Jenkins, "Achiving Cultural Sustainability?:…64.

30 | Pendidikan Multikultural

2007, terutama berfokus pada wanita muda, tapi termasuk semua remaja dan dewasa muda, serta orang tua, orang tua asrama, guru, kepala sekolah, konselor dan tokoh masyarakat.53 Parker telah melakukan lebih dari 200 wawancara dengan remaja serta melakukan observasi partisipan dan menghasilkan catatan rinci mengenai kejadian di sekitar sekolah, siswa yang 'nongkrong' di kafe dan taman, pasar dan pertokoan. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat Parker tinggal dengan keluarga setempat, bepergian dengan kendaraan umum dan menghadiri acara sosial seperti ketika dia diundang ke pernikahan, konser pop dan sebagainya, mengamati remaja dan berbicara secara informal kepada siapa saja yang mau berbicara dengannya.54 Dari penelitian ini Parker menemukan bahwa sekolah-sekolah di Sumatera Barat bekerja dengan institusi sosial utama lainnya —keluarga, Islam dan masyarakat— untuk menguatkan norma dan nilai jender yang terkait dengan kebajikan sosial dan moral. Sekolah tidak secara eksplisit mengajarkan pelajaran tentang seksualitas, namun mereka menerapkan kurikulum tubuh (curriculum of the body) yang berbentuk simbolis dan jender; ada kode berpakaian, terbatasnya mobilitas atau kontak antar lawan jenis. Kurikulum tubuh ini secara simbolis membedakan dua jenis kelamin, mendisiplinkan diri dalam berpakaian karena berpotensi membuat tampak erotis, dan memberi makna

53Lyn Parker, "Religion, Class and Schooled Sexuality among Minangkabau Teenage Girls," Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 165 (2009), 87, http://www.kitlv- journals.nl/index.php/btlv, (diakses 10 Januari 2018). 54Lyn Parker, "Religion, Class and Schooled Sexuality…166.

P e n d a h u l u a n | 31 seksual dan moral kepada para remaja. Sekolah di Sumatera Barat adalah institusi penting reproduksi kelas dan jender.55 Parker berargumen bahwa sekolah-sekolah di Sumatera Barat tidak berdusta tentang seksualitas, mereka adalah ―organisasi paternalistic‖ yang menanamkan kurikulum “moral of the body” yang terselubung dalam hati siswa. Melalui praktik sehari-hari, kurikulum ini memengaruhi pengalaman seksualitas perempuan. Gadis remaja Minangkabau memiliki perasaan seksualitas mereka yang sangat berkembang, namun jauh dari revolusi seksual sebagai hasil globalisasi, sebagian besar telah mengembangkan kesadaran seksual yang terbebani dengan beban budaya dan agama. Akhirnya Parker menegaskan temuannya "seksualitas remaja putri Minang adalah seksualitas moral yang berdasarkan pada Islam dan adat".56 Penelitian yang dilakukan Parker menemukan bahwa remaja yaitu siswa perempuan menggunakan jilbab ke sekolah. menurut parker kurikulum tubuh ini secara simbolis membedakan dua jenis kelamin dan memberi makna moral kepada para remaja. Parker menemukan budaya lokal masyarakat Minangkabau telah membentuk pemikiran remaja yaitu para siswa perempuan di Sekolah. Sementara itu penelitian yang dilakukan di Pangkalpinang fokus pada pendidikan multikultural namun letak kesamaan kedua penelitian ini adalah bahwa budaya lokal masyarakat Pangkalpinang adalah yang membentuk pola pikir siswa/agen. Nolutho Ndengane Diko, dalam penelitiannya Cultural Production Of The Educated Person: a Case Study of a Rural Co-Educational High School in The Eastern Cape menemukan bahwa konstitusi Afrika Selatan mengumumkan

55Lyn Parker, "Religion, Class and Schooled Sexuality…90. 56Lyn Parker, "Religion, Class and Schooled Sexuality…91.

32 | Pendidikan Multikultural kesetaraan, termasuk kesetaraan jender. Di bidang pendidikan, diabadikan dalam South African Schools Act of 1 996 (SASA). Kebijakan ini menjanjikan semua kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan potensi mereka, bebas dari penindasan jender. Penelitian dilaksanakan di sebuah sekolah menengah di pedesaan terletak di salah satu distrik yang dekat dengan universitas tertua orang kulit hitam di negara ini yaitu Hope High School (HHS).57 Penelitian Diko menanyakan apakah sekolah, HHS mengembangkan atau menghentikan prinsip kesetaraan gender sebagaimana telah termuat dalam konstitusi negara ini. Diko berpendapat bahwa sekolah yang ada terbentuk berdasarkan nilai, norma, perilaku dan tradisi masyarakat setempat dan sangat penting dalam mereproduksi budaya lokal. Akibatnya, alih-alih membuka diri untuk mengubah dan menerapkan kebijakan kesetaraan jender secara penuh, HHS telah memilih untuk terus mempromosikan budaya patriarki setempat dengan menerapkan implementasi kebijakan jender yang selektif.58 Berikut fakta yang Diko kemukakan guru di HHS tanpaknya menganggap pantas bahwa ada peran yang sesuai untuk guru pria dan ada peran yang pantas untuk guru perempuan. Suatu hari, Diko mengamati ketika rapat sekolah, orang tua siswa menganggap remeh prosedur disiplin di sekolah. Guru perempuan, yang berada di ruang staf selama rapat, tetap berada di ruang staf bahkan saat suara-suara meninggi dalam pertemuan tersebut. Wakil

57Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production Of the Educated Person: a Case Study of a Rural Co-Educational High School in the Eastern Cape," Empowering Women for Gender Equity 68 (2006), 89-90, http://www.jstor.org/stable/4066770, (diakses 29 Desember 2017). 58Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production Of the Educated Person…89.

P e n d a h u l u a n | 33 kepala sekolah dan Diko (adalah satu-satunya wanita) yang pergi keluar untuk menyelidiki apa yang sedang terjadi. Ketika Diko bertanya kepada salah satu guru perempuan mengapa mereka tidak melibatkan diri mereka seperti guru laki-laki dalam masalah disiplin, dia berkata, ―adalah wajar bahwa dalam beberapa kasus beberapa kegiatan adalah kegiatan laki-laki. Misalnya, guru laki-laki mengejar peserta didik di gerbang di pagi hari jika ada yang kabur dan, sebagai perempuan, kita pergi ke kelas dan memastikan peserta didik pergi ke kelas.‖ Diko pun menyimpulkan bahwa posisi guru laki-laki adalah stereotip jender di HHS.59 Penelitian Diko menemukakan bahwa budaya patriarki diwariskan kepada siswa melalui proses pendidikan di sekolah, dan para siswa perempuan dan guru perempuan juga memiliki peran dalam melestarikannya tanpa paksaan karena budaya patriarki adalah budaya masyarakat mereka. Temuan penelitian Diko memiliki argumen yang sama dengan penelitian ini yaitu pendidikan multikultural di bangun melalui budaya lokal masyarakat pangkalpinang yang membentuk disposisi individu di dalamnya termasuk dalam budaya sekolah melalui stakeholder kususnya para siswa. Selanjutnya para siswa tersebut sebagai agen memiliki agensi yang kuat membangun budaya sekolahnya dan mengkonstruksi pendidikan multikultural. Kathryn M. Anderson-Levitt dalam penelitiannya Behind Schedule: Batch-Produced Children in French and U.S. Classrooms mengemukakan bahwa di AS guru sering mengatakan ―dia anak Januari‖ atau ―dia kelahiran Agustus.‖ Sama dengan di Prancis sangat sering mengatakan ―Julie sudah tua karena dia lahir di Januari‖ atau ―Albert baru lima tahun enam bulan‖ dan ―Sabastian baru pada level lima tahun tiga bulan‖. Anderson-Levitt memulai penelitiannya dengan mempertanyakan bagaimana mungkin

59Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production of the Educated Person….90.

34 | Pendidikan Multikultural saat ini di Prancis dan AS, guru dan banyak orang tua menggambarkan anak-anak sebagai ‗muda‘ dan ‗tua‘ berdasarkan pengukuran usia dalam bulan? dan bagaimana mungkin menggunakan pengukuran dengan gagasan yang tersebut usia mental (mental age) atau kedewasaan (maturity) atau dengan kasus Sebastian dengan level.60 Banyak guru berpendapat bahwa konsep kedewasaan atau usia mental tidak berasal dari persyaratan kelembagaan sekolah, tetapi dari ilmu psikologi. Namun ternyata, versi-versi pengembangan ilmu psikologi yang menggunakan usia sebagai tolak ukur kemampuan mental. Mereka mengaitkan tahapan kelas dengan umur. Jika, siswa kelas satu harus berumur enam tahun, tetapi dia kelas satu berumur tujuh tahun maka itu disebut ―anak yang terlambat sekolah satu tahun‖. Anderson-Levitt berkesimpulan bahwa sekolah dapat mengubah identitas dalam proses menghasilkan ―orang-orang yang berpendidikan‖ (educated person). Usia mental atau kedewasaan sebagai elemen baru dalam identitas anak sekolah.61 Terkonstruksinya anak yang tertinggal karena terlalu muda atau anak yang maju karena usia yang tepat sebagai metafora kunci untuk keberhasilan dan kegagalan akademis seorang anak. Para pendidik mengatakan ketidakdewasaan anak dalam umur adalah yang menyebabakan kegagalan akademik anak. Sesungguhnya bukanlah menuju kepada diskursus mengenai kepada ketidakdewasaan anak tetapi ini mengkonstruk kebodohan bahwa anak yang gagal secara akademik adalah anak yang bodoh (stupidity) dan semua ini adalah hasil produk budaya.

60Kathryn M. Anderson-Levitt, ―Behind Schedule: Batch- Produced Children in French and U.S. Classrooms,‖ dalam The Cultural Production of the Educated Person…, 57-58. 61Kathryn M. Anderson-Levitt, ―Behind Schedule: Batch- Produced…57.

P e n d a h u l u a n | 35

Anderson-Levitt mengemukakan bahwa para siswa dikategorikan berpendidikan dan tidak berpendidikan ditentukan melalui umur yaitu ketika siswa pertama sekali masuk sekolah dasar. Ketika itu terjadi pendidikan telah mengkonstruksi pemikiran semua orang bahwa anak usia 5 tahun 2 bulan belum bisa masuk sekolah karena ia akan mengalami keterlambatan atau yang disebut dengan tidak terdidik (uneducated). Pendidikan memiliki kemampuan aktif mengkonstruksi pemikiran para siswanya. Temuan penelitian Anderson-Levitt juga sama dengan argumen penelitian ini, bahwa para siswa di sekolah pemikiran siswa dibentuk melalui pemahaman-pemahan masyarakat yang ada yang disebut modal budaya siswa. 62 Debra Skinner dan Dorothy Holland dalam School and the Cultural Production of the Educated Person in a Nepalese Hill Community, berdua melakukan penelitian Nepal pada sekolah negeri. Sekolah negeri adalah fenomena yang baru di Nepal, Rezim Rana, yang berlangsung selama1846-1951, bertujuan membuat masyarakatnya tetap tidak sekolah. Hanya dengan munculnya kekuasan Raja Shah pada tahun 1951, negara ini baru memulai usaha perbaikan sumber daya untuk membangun sekolah untuk masyarakat umum. Sementara pemerintahan Rena meyakini sangat mudah mengontrol penduduk yang tidak berpendidikan dan menolak dengan tegas menyediakan sekolah umum, Pemerintahan di bawah Raja Shah berkeinginan mendidik setiap individu yang akan bekerja untuk kemajuan dan pengembangan Nepal.63

62Kathryn M. Anderson-Levitt, ―Behind Schedule: Batch- Produced…58. 63Debra Skinner dan Dorothy Holland, ―School and the Cultural Production of the Educated Person in a Nepalese Hill Community,‖ dalam The Cultural Production of the Educated Person…, 273.

36 | Pendidikan Multikultural

Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan, Skinner menemukaan siswa di sekolah sangat bersemangat mengidentifikasi dirinya bahwa satu hari nanti ia akan sesuai dengan kebutuhan negaranya, siswa juga berbicara bahwa ia mempersiapkan dirinya untuk masa depan yang lebih baik yang berhubungan dengan pengembangan masyarakatnya, khususnya masyarakat Nepal. Skinner dan Holland mengemukakan sekolah dalam penelitian mereka tidak hanya terlihat sebagai sisi masyarakat Nepal tetapi juga dibentuk sesuai dengan agenda negara. 64 Banyak penelitian terdahulu menyebutkan bahwa sekolah telah menjadi tempat potensial dalam pembentukan pemikiran, tubuh (bodies), dan tampilan sosial (social futures), sebagai alat terbaik dalam mengontrol. Di Nepal, para anggota (participants) sekolah yaitu guru dan siswa selalu berjuang untuk mengubah arah sekolah dari sebagai bagian kontrol negara ke arah bagian yang berlawanan tidak hanya mengubah kontrol negara, tetapi mengubah sistem kasta dan penempatan kekuasan jender dalam masyarakat. 65 Pendidikan gaya lama memperlihatkan anak-anak dan remaja sebagai penerima pasif dari nilai-nilai budaya lama, tetapi ada perbedaan pada siswa Naudada, berada di pusat kota Nepal, tempat Skinner dan Holland melakukan penelitian dengan pendekatan etnografi. Keduanya melihat aktivitas yang sangat besar, termasuk usaha-usaha dari setidaknya beberapa siswa dan guru untuk membawa sekolah melawan hirarki-hirarki yang ada di Nepal. Dalam reproduction theory anak-anak dan para remaja adalah objek yang pasif di sekolah, mereka belajar mengonfimasi hubungan dominan dan struktur sosial, tetapi asumsi tersebut tidak terdapat pada sekolah dan proses pendidikan Naudada.

64Debra Skinner dan Dorothy Holland, ―School and the Cultural…274. 65Debra Skinner dan Dorothy Holland, ―School and the Cultural…275.

P e n d a h u l u a n | 37

Sekolah Naudada menurut Skinner dan Holland lebih mendukung dan menekankan pada produksi budaya, ada tindakan dan usaha yang berlawan terhadap negara dan terhadap mekanisme dan legalitas kasta dan jender.66 Temuan penelitian Skinner dan Holland adalah bahwa fakta menunjukkan bahwa agenda negara dalam pendidikan tidak selamanya bisa membentuk para siswa dan guru/para agen di sekolah. para siswa dan guru memiliki agensi, kemampuan, kekuasaan, dan potensi untuk membentuk definisi yang berbeda dari definisi negara mengani orang terdidik. Jadi siswa/agen dalam penelitian Skinner dan Holland tidak selalu mereproduksi budaya tetapi juga mampu memproduksi budaya sekolahnya. Disini ada kesamaan argumen dengan penelitian ini bahwa siswa di sekolah memproduksi budaya lokal masyarakatnya melalui sekolah. Tetapi yang berbeda dari penelitian ini dengan penelitian Skinner dan Holland adalah budaya lokal/local genius tidak berseberangan dengan agenda negara atau visi- misi sekolah. bahkan membantu mencapai agenda negara dan visi-misi sekolah yaitu membangun pendidikan multikultural.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Menurut John W. Creswell penelitian kualitatif itu berakar pada lingkungan alamiah yaitu data lapangan diperoleh di lokasi para responden mengalami isu atau masalah yang diteliti, peneliti sebagai instrument kunci, mengandalkan analisis data secara induktif, mengandalkan makna dari para partisian, rancangan yang berkembang (emergent design) maksudnya penelitian ini bersifat selalu berkembang dinamis, penelitian kualitatif juga memiliki

66Debra Skinner dan Dorothy Holland, ―School and the Cultural…276.

38 | Pendidikan Multikultural perspektif teoritis (theoretical lens), selanjutnya bersifat penafsiran (interpretive) yaitu penelitian yang membuat suatu interpretasi atas yang terlihat, terdengar, dan terpahami oleh peneliti. Penelitian kualitatif menggunakan pandangan menyeluruh (holistic account) yaitu penelitian berusaha membuat gambaran kompleks dari suatu isu.67 Metode penelitian ini adalah metode studi kasus yang konsentrasinya adalah melihat secara detail kasus, tidak mencari generalisasi dari satu kasus.68 Studi ini tertarik pada proses terbangunnya pendidikan multikultural pada budaya sekolah, di Pangkalpinang sebagai keseluruhan masalah. Metode penelitian ini juga menggunakan multi-site case study yaitu data masing-masing sekolah digunakan untuk melengkapi. Sebagaimana penegasan di awal, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan menggunakan teknik random sampling dalam penentuan responden. Sebagaimana Noeng Muhadjir kemukakan bahwa penelitian seperti ini masuk pada metodologi penelitian kualitatif yang berlandaskan filsafat positivistik atau penelitian kuantitatif yang berparadigma kualitatif.69 Lexy J. Moleong juga mengemukakan bahwa dalam banyak hal penelitian memerlukan kedua bentuk data kualitatif dan kuantitatif, yaitu kedua bentuk tersebut digunakan bersama dan apabila

67John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 259-263. 68Gery Thomas, How To Do Your Case Study a Guide for Students and Researchers, (London: Sage Publications Inc, 2016), 1-11. 69Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV, (Yokyakarta: Rake Sarasin, 2000), 11-14 dan 33.

P e n d a h u l u a n | 39 dibandingkan masing-masing dapat digunakan untuk keperluan menyusun teori.70

2. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Pangkalpinang ibu kota Provinsi Kep. Bangka Belitung. Kota Pangkalpinang yang dijadikan lokasi penelitian tidak memiliki sejarah konflik antar agama, antar etnis, atau antar suku. Data menunjukan bahwa antar siswa pendidikan menengah tidak terjadi tauran selama dua dekade terakhir. Tabel 1.1 Data Pendidikan Menengah Negeri dan Swasta di Pangkalpinang Bangka Tipe Jumlah Sekolah Negeri dan Nama Sekolah Sekolah Swasta SMA 4 Sekolah Negeri SMA Negeri 1 SMA Negeri 2 SMA Negeri 3 SMA Negeri 4 8 Sekolah Swasta SMA Muhammadiyah SMA Depati Amir SMA Swadaya SMA PGRI SMA THB SMA Santo Yosef SMK 5 Sekolah Negeri SMK Negeri 1 SMK Negeri 2 SMK Negeri 3 SMK Negeri 4 SMK Negeri 5 4 Sekolah Swasta SMK PGRI SMK Sore SMK Bakti SMK Tunas Karya MA 1 Sekolah Negeri MAN 1 2 Sekolah Swasta MA Darussalam MA Hidayatussalikin

70Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 22.

40 | Pendidikan Multikultural

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pangkalpinang dalam Angka 2018

Data pendidikan menengah di Pangkalpinang menunjukan bahwa terdapat 24 sekolah dengan rincian sebagaimana terdapat pada Tabel 1.1 Dalam menetapkan sekolah digunakan prosedur purposif,71 ini merupakan strategi dengan menentukan sampel sekolah yang diteliti sesuai dengan kriteria yang relevan dengan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan prosedur purposive, karena prosedur ini yang dinilai tepat dengan jenis dan pendekatan yang penelitian gunakan. Agar memudahkan penelitian, subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan purposive sampling dengan tetap memperhatikan kesesuaiannya dengan kepentingan penelitian.72 Peneliti telah melakukan penelitian awal yang dilaksanakan pada tanggal 5-28 Februari 2018 pada tiga sekolah dan terpilihlah 4 sekolah menengah yaitu MAN 1, SMA Santo Yosef, SMA Negeri 2, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bakti, karena kriteria sebagai berikut: a. Keterwakilan dari seluruh populasi sekolah menengah terlihat dari jenis sekolah menengah yang ada yaitu heterogen-homogen, unggulan-non unggulan, perkotaan dan pedesaan; b. Keterwakilan keragaman etnis, agama, dan kelas sosial, yaitu terlihat keragaman siswa di keempat sekolah menengah. (lihat bab 3 Tabel 3.5) c. MAN 1 Pangkalpinang dan SMA Santo Yosef sebagai representasi sekolah negeri dan swasta yang berciri agama. Tabel 1.2.

71Noeng Muhadjir, Metodologi…149. 72Noeng Muhadjir, Metodologi….149.

P e n d a h u l u a n | 41

Tabel 1.2 Responden Penelitian Pada Sekolah/Madrasah No Subjek Penelitian Status Populasi Responden Responden 1. MAN 1 Kepala sekolah 1 1 Pangkalpinang Guru 63 63 Pegawai 24 24 Siswa 963 111 2. SMA Santo Yosef Kepala Sekolah 1 1 Guru 22 22 Pegawai 14 14 Siswa 627 91 3. SMK BAKTI Kepala Sekolah 1 1 Guru 42 42 Tata Usaha 15 15 Siswa 323 77 4. SMA Negeri 2 Kepala Sekolah 1 1 Guru 47 47 Tata Usaha 16 16 Siswa 875 90 Jumlah 3035 616 Sumber: data dari masing-masing sekolah

Selanjutnya, responden penelitian ini adalah siswa sebagai subjek penelitian terpenting. Responden pendukung terdiri dari kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah. Jumlah siswa masing masing sekolah/madrasah lebih dari 100 orang, untuk menentukan jumlah siswa terwawancara secara terstruktur yaitu dengan menggunakan teknik random sampling dari Taro Yamane.

Keterangan Jumlah sampel Jumlah Populasi

42 | Pendidikan Multikultural

Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%).73

Jadi dengan teknik pengambilan sapel Taro Yamane ini terdapatresponden yang ada di sekolah. (lihat Tabel 1.2 mengenai rincian responden). Kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah diambil semua sebagai responden karena kurang dari 100 orang, jadi diambil 100 %.74 Untuk memperkuat data yang diperoleh penelitian ini juga melakukan wawancara terhadap tokoh masyarakat di Pangkalpinang sebagai responden penelitian. Seperti Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Kep. Bangka Belitung, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kep. Bangka Belitung, Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kep. Bangka Belitung, Perwakilan Keuskupan Provinsi Kep. Bangka Belitung, Kasubag Hukum dan KUB Kementerian Agama Provinsi Kep. Bangka Belitung.

3. Sumber Data Data kualitatif menurut Sharan B. Merriam, pertama, kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat, perasaan, dan pengetahuan mereka yang diperoleh melalui wawancara —deskripsi rinci tentang aktivitas, perilaku, tindakan orang-orang— dicatat dalam pengamatan atau observasi. Kedua, kutipan-kutipan, dari bagian-bagian yang menarik yang diambil dari pelbagai jenis dokumen.75

73Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2004), 65. 74Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 104. 75Sharan B. Merriam, Qualitative Research a Guide to Design and Implementation, (United State of America: Jossey- Bass, 2009), 75.

P e n d a h u l u a n | 43

Data perimer penelitian ini adalah hasil wawancara dan hasil observasi terhadap subjek penelitian yaitu para responden penelitian (lihat Tabel 1.2). Data perimer penelitian ini adalah hasil observasi yang dilaksanakan di sekolah/madrasah, dan kota Pangkalpinang. Data primer hasil observasi di kota Pangkalpinang fokus pada dua aspek. Pertama hasil observasi pada kegiatan tahunan yang dilaksanakan di alun-alun kota Pangkalpinang seperti pawai 17 Agustus dan pawai Taaruf Ramadan. Kedua, hasil observasi dari pelbagai simbol dan artefak kota Pangkalpinang seperti tugu Tudung Saji, alun-alun kota Pangkalpinang, pantai Pasir Padi, Gereja, Pure, Masjid, Kelenteng, Vihara, Pemakaman Cina, Pemakaman Nasrani, tempat pemakan Islam (TPU), Pemakaman Belanda, pelbagai spanduk dan pemflet mengenai menjaga persatuan bangsa. Selanjutnya, data primer diperoleh melalui studi terhadap dokumen-dokumen sekolah tahun 2016-2019. Dokumen sekolah itu meliputi buku teks Erlangga, format penentuan kriteria ketuntasan, Rencana Pembelajaran (RP) KTSP, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lambang sekolah dan bendera sekolah, majalah dinding (Mading) sekolah, pelbagai pengumuman, Visi Misi sekolah, kalender kegiatan sekolah, Program Semester (Prosem), Program Tahunan (Prota), silabus, jadwal mata pelajaran, pelbagai pengumuman, pelbagai peraturan, pelbagai pamflet. Dokumen undang-undang pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. 2). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan. 3). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 4). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54

44 | Pendidikan Multikultural

Tahun 2013 mengenai Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. 5). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 mengenai Standar isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 6). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengenai Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 7). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 mengenai Standar Penilaian Pendidikan. 8). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 mengenai Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah atas/Madrasah Aliyah. 9). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 mengenai kerangka dasar dan struktur kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. 10). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 mengenai buku teks pelajaran dan buku panduan guru untuk pendidikan dasar dan menengah. Data sekunder penelitian, diperoleh melalui bahan- bahan pustaka yang relevan dengan penelitian ini seperti buku, artikel, disertasi, koran online, artikel online, jurnal online dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pertama, digunakan teknik wawancara, tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang khusus. Sebagaimana menurut Merriam The main purpose of an interview is to obtain a special kind of information. The researcher wants to find out what is in and on someone else's mind.76 Penelitian ini akan menggunakan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Peneliti membagikan wawancara struktur kepada responden. Setelah wawancara

76Sharan B. Merriam, Qualitative Research…88.

P e n d a h u l u a n | 45 struktur dilaksanakan kepada responden, ditentukan Informan penelitian. Kepada responden penelitian peneliti memberikan wawancara mendalam yang tidak terstruktur. Kedua, teknik observasi partisipan merupakan cara yang paling tepat untuk memahami, menjelaskan, menganalisis dan merumuskan world view siswa selaku responden. Penelitian yang dapat di observasi melalui berintraksi dengan mereka (lihat Lampiran 1 yaitu Wawancara dan Lampiran 2 yaitu Indikator Observasi). Ketiga, menggunakan dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung tertuju kepada sumber data primer khususnya dokumen-dokumen,77 yaitu dokumen sekolah dan dokumen undang-undang pendidikan nasional. Penelitian lapangan di Pangkalpinang dan empat sekolah yang menjadi subjek penelitian dilaksanakan empat tahap dengan total kurang lebih lima bulan. Pertama, 1–28 Februari 2018, kedua, 11 Februari-5 April 2019, ketiga, 5 Agustus sampai 20 September, dengan rincian sebagai berikut Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Jadwal Penelitian Pada Masing-Masing Sekolah No Nama Sekolah Lama penelitian 24-28 Februari 2018 1. MAN 1 11 Februari-5 Maret 2019 2. SMA Santo Yosef 11 Maret-15 April 2019 3. SMK Bakti 5-30 Agustus 2019 4. SMA Negeri 2 2-20 Sepetember 2019

Melakukan penelitian dan tinggal di Pangkalpinang bukanlah pertama kali. Peneliti telah tinggal selama tujuh tahun, sejak Februari 2010-Agustus 2017 di Tuatunu salah

77Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 70.

46 | Pendidikan Multikultural satu desa di kota Pangkalpinang. Pengetahuan awal mengenai masyarakat Pangkalpinang adalah berdasarkan penelitian yang pendananya adalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Syaikh Abdurrahman Siddik pada Juni-Desember 2010 yang pada 2017 menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Tujuan penelitian tersebut mengenai bagaimana guru di sekolah melaksanakan proses pembelajaran di kelas sesuai dengan tuntutan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Pendidikan Nasional dan kurikulum KTSP mengenai pendidikan multikultural. Penelitian ini juga lanjutan dari penelitian literatur yang dilaksanakan ketika menyelesaiakan program master di Leiden University mengenai pendidikan multikultural dalam buku teks mata pelajaran PAI pada SD di Indonesia. Kesuluruhan data penelitian ini diambil melalui wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, wawancara tidak terstruktur atau dalam pembicaraan yang mengalir terbuka terhadap beragam tema tetapi tetap berusaha memiliki relevansi dengan topik penelitian. Selain mengumpulkan data berdasarkan wawancara mendalam yang dilaksanakan secara tatap muka, penelitian ini juga menggunakan focus group discussion (FGD). FGD digunakan sebagai salah satu teknik mengumpulkan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.78 FGD dilaksanakan sebanyak 13 kali dengan rincian empat kali FGD dengan siswa MAN 1, dua kali dengan siswa SMA Santo Yosef, tiga kali dengan siswa SMK Bakti, empat kali dengan siswa SMA Negeri 2. Kesuluruhan data penelitian juga sebagian didapati melalui observasi partisipan dan dokumen-dokumen yang

78Irwanto, Focused Group Discussions (FGD) Sebuah Pengantar Praktis, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2006), 1-2.

P e n d a h u l u a n | 47 ada di sekolah dan pelbagai dokumen Undang-Undang Pendidikan.

5. Pendekatan Penelitian Studi ini menggunakan pendekatan antropologi dengan menggunakan etnografi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Jhon Monoghan dan Peter Just, Social Cultural Anthropology a Very Short Introduction, dijelaskan jika ingin mengerti "what anthropology is look at and what anthropologist do" adalah apa yang dilaksanakan antropolog yaitu etnografi. Etnografi adalah sesuatu yang bagi antropolog sosial dan budaya, seperti penelitian laboratorium bagi ahli biologi, penelitian arsip bagi sejarawan, atau riset survei bagi sosiolog. Etnografi berdasarkan pada gagasan yang tampaknya sederhana bahwa untuk memahami apa yang orang-orang lakukan, yang terbaik adalah mengamati mereka dengan berinteraksi secara intim dan jangka panjang. Pendekatan inilah yang telah mendefinisikan disiplin ini dan membedakannya dari ilmu- ilmu sosial lainnya. Namun menurut Monoghan dan Just tentu tidak mengabaikan karakteristik metode-metode dari disiplin lain, seperti penggunaan questinaires atau the collection of quantitative behavioural data.79 Pada kasus siswa pendidikan menengah yang menjadi subyek penelitian ini, data bagi penelitian etnografi terkumpul melalui penelitian lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagaimana yang telah dijelaskan. Melalui pendekatan etnografi, peneliti mengeksplorasi interaksi sosial keseharian siswa pendidikan menengah dengan menghubungkan pada diskursus siswa terdidik

79Jhon Monoghan dan Peter Just, Social Cultural Anthropology a Very Short Introduction, (New York: Oxford University Press, 2000), 13. David N. Gellner, "Pendekatan Antropologis," dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, ed. Peter Connolly, (Yogtakarta: IRCiSoD dan LKiS, 2016), 31-33.

48 | Pendidikan Multikultural sebagai produk budaya mengonstruksi budaya sekolahnya sehingga terbangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah.

6. Teknik Analisis Data Teknik analis data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, displai dan verifikasi data. Reduksi data mengacu pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, penguraian dan transformasi data yang muncul. Display data adalah pengorganisasian, pengompresan, dan penjelasan informasi yang memungkinkan seseorang untuk menarik kesimpulan, mengambil tindakan dan membantu untuk melakukan analisis lebih lanjut. Verifikasi data adalah proses untuk mengkonfirmasi data.80 Penelitian ini mendasarkan pada kerangka pemikiran Anthony Gidden, Pierre Bourdieu dan Breadly Lavinson dan Dorothy Holland. Penelitian ini menggunakan teori strukturasi Giddines,81 untuk menganalisis dan menjelaskan tindakan siswa/agen dalam membentuk struktur/budaya sekolah. Teori reproduksi budaya Bourdieu,82 untuk melihat bahwa terjadinya reproduksi budaya di sekolah ketika struktur mendominasi pemikiran siswa. Pada tahapan penarikan kesimpulan teori siswa terdidik produk budaya (the cultural production of the educated person) Lavinson

80Matthew B. Miles, and Huberman, A. Michael, Qualitative Data Analysis an Expanded Sourcebook Second Edition, (London: Sage Publication, 1994), 10 -11. 81Anthony Giddens, The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration, (Cambridge: Polity Press, 1984), 73-74. 82Pierre Bourdieu, The Field Of Cultural Production Essays on Art and Literature, (New York: Colombia University Press, 1993), 21-25.

P e n d a h u l u a n | 49 dan Holland,83 digunakan untuk melihat proses terbangunnya pendidikan multikultural sebagai akibat terjadinya strukturasi dan reproduksi budaya pada budaya sekolah.

G. Sistematika Penulisan Dalam disertasi ini, pengelompokan hasil penelitian dilaksanakan menjadi enam bab. Masing-masing bab, peneliti bahas dalam beberapa sub bab yang saling berkaitan satu dan lainnya. Adapun sistematika penulisan itu sebagai berikut: Bab pertama berisi tentang gambaran umum untuk memberikan pola pemikiran bagi keseluruhan dari disertasi ini. Meliputi latar belakang masalah yang berisi alasan- alasan dan pentingnya masalah untuk terkaji. Identifikasi masalah yang ada. Selanjutnya rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian, dan terakhir sistematika penulisan. Bab kedua merumuskan diskursus implementasi pendidikan multikultural melalui budaya sekolah. Pertama menjelaskan mengenai dualisme peran dan fungsi pendidikan. Kedua, masih dalam konteks adanya dualisme peran dan fungsi pendidikan namun point ini fokus pada perkembangan teori besar dalam dunia pendidikan yaitu strukturasi, sekolah dalam memproduksi orang terdidik, pendidikan kaum tertindas, dan pendidikan multikultural. Ketiga, mendiskusikan wacana pendidikan multikultural dalam Islam. Keempat, memahami bagaimana studi terhadap teori-teori tersebut saling berhubungan timbal-balik terhadap perkembangan studi mengenai diskursus budaya sekolah.

83Bradley A. Levinson dan Dorothy Holland, "The Cultural Production of the Educated Person….12-15.

50 | Pendidikan Multikultural

Bab ketiga berfungsi menggambarkan dinamika budaya masyarakat Pengkalpinang dan juga memberikan gambaran mengenai sekolah dan madrasah yang menjadi objek penelitian. Bab ketiga ini, menjadi fondasi awal pembangunan argumen penelitian, bahwa pendidikan multikultural terbangun baik melalui budaya lokal (local genius) dan sekolah. Pertama dijelaskan mengenai masyarakat Pangkalpinang yang terbagi dengan penduduk kota Pangkalpinang beserta sejarah kota Pangkalpinang. Selanjutnya dijelaskan mengenai kehidupan masyarakat kota Pangkalpinang, seperti mengenai bahasa Bangka dan pelbagai perayaan dan asimilasi masyarakat Bangka. Mengenai pelbagai local genius yaitu serumpun sebalai, tong ngin pan ngin jit jong (Cina Melayu Sama), budaya ngangung, tudung taji dan budaya dak kawa nyusah (tidak mau susah). Selanjutnya penjelasan mengenai sekolah- sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini, yaitu Madrasah Aliyah Negri (MAN) 1 Pangkalpinang, SMA Santo Yosef, SMK Bakti, dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Pangkalpinang. Penjelasan tersebut meliputi latar belakang keragaman yang termiliki siswa di sekolah/madrasah, sejarah dan perkembangan, visi, misi dan tujuan, sarana dan prasarana, kegiatan sekolah/madrasah, dan keadaan guru dan karyawan. Bab keempat menjawab rumusan masalah pertama yaitu bagaimana terbentuknya pola konstruksi pendidikan multikultural pada budaya sekolah. Bab keempat menjelaskan kehidupan siswa pendidikan menengah dalam merekonstruksi budaya sekolah mereka di Pangkalpinang. Bab keempat ini berjudul pendidikan multikultural unintended consequences dari pelbagai tindakan: mengkonstruki budaya sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Untuk menjelaskan argumen peneliti bangun pada bab ini yang Pertama dijelaskan bagaimana siswa memilih pelbagai kegiatan ekstrakurikuler pada pendidikan menengah. Kedua dijelaskan ketika siswa

P e n d a h u l u a n | 51 memilih kegiatan ekstrakurikuler yang mereka akan tekuni, siswa tersebut telah mengkonstruski budaya sekolah yang inklusif melalui kegiatan ekstrakurikuler maka terbentuklah apa yang Giddens sebut dengan strukturasi. Contoh- contohnya adalah aksi siswa, kegiatan ekstrakurikuler dan guru pembina: membentuk kepercayaan diri, aksi memilih kegiatan ektrakurikuler karena persahabatan: membangun simpati, dan aksi siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler: membangun equity. Ketiga, sebagai kesimpulan dari bab empat ini yaitu membangun budaya sekolah melalui ekstrakurikuler di sekolah dan menciptakan pendidikan multikultural. Bab kelima menjawab rumusan masalah kedua dan berjudul reproduksi budaya: keberadaan pendidikan multikultural pada budaya sekolah. Untuk menjelaskan argumen pada bab lima disusun penjelasan sebagai berikut pertama, modal budaya siswa sebagai elemen reproduksi budaya yang terdiri dari contoh-contoh proses sosial yang asosiatif di sekolah dan proses-proses sosial yang disosiatif. Kedua hubungan timbal balik antara siswa dan sekolah serta kebudayaan, habitus. Untuk menjelaskan sub bab ini akan didukung dengan data-data di lapangan yaitu persiapan 17 Agustus di sekolah, dan menyambut 17 Agustus untuk kegiatan di luar sekolah. Ketiga menjelaskan mengenai bagaiamana proses produksi budaya sekolah yang mengakibatkan mendidik watak (teste) keragaman siswa. Data-data yang terdapat di lapangan adalah kegiatan di bulan Ramadhan 1440 H, menyambut 17 Agustus untuk kegiatan di luar sekolah, dan merayakan Idul Adha. Keempat, sebagai kesimpulan dari bab lima ini yaitu untuk menegaskan argumen yang telah dijelaskan yaitu mengenai sekolah sebagai arena terjadinya reproduksi budaya pendidikan multikultural. Bab keenam menjawab rumusan masalah ketiga dan berjudul pendidikan multikultural sekolah dan siswa terdidik sebagai produk budaya lokal, pangkalpinang. Argumen

52 | Pendidikan Multikultural peneliti dalam bab ini adalah siswa sebagai agen yang terbentuk oleh modal kapitalnya membentuk budaya sekolahnya (struktur). Siswa tersebut dalam teori Lavinson dan Holland yaitu ‖educated person‖ menurut negara, dan budayanya. Penjelasan lebih lanjut pada bab ini, penelitian akan melakukan beberapa hal; pertama, menjelaskan undang-undang pendidikan, dan kurikulum yang memuat pendidikan multikultural. Kedua, penjelasan mengenai nilai- nilai, kepercayaan, norma dan asumsi pada budaya sekolah yang di dalamnya ternyata terdapat indikator pendidikan multikultural. Ketiga, berbicara lebih dalam mengenai ritual, tradisi dan upacara sebagai bentuk nyata dari budaya sekolah, dan pada akhirnya kembali terlihat pendidikan multikultural di dalamnya. Keempat, arsitektur, artefak dan simbol yang ada di sekolah yang bicara mengenai pendidikan multikultural. Terakhir dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan educated person yaitu siswa terdidik untuk hidup dalam multikultural disebabkan local genius masyarakat pangkalpinang. Bab ketujuh, sebagaimana pada umumnya merupakan bagian akhir dari penelitian. Memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat pernyataan inti dari abstrak yang dirumuskan. Berdasarkan hasil temuan penelitian, analisis, dan refleksi. Saran memuat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan statement direction untuk tindak lanjut baik secara teoritis maupun praktis.

P e n d a h u l u a n | 53

54 | Pendidikan Multikultural

BAB II DISKURSUS TERBANGUNNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH

A. Dualisme Peran dan Fungsi Pendidikan Sekolah dan praktik pendidikan −hasil pengamatan sepanjang sejarah− telah dibentuk oleh kekuatan sosial yang sangat besar dimulai dengan pertanyaan sederhana: Apakah sekolah mengubah masyarakat, atau apakah masyarakat mengubah sekolah? Jelas, jawabannya sangat rumit. Pendidikan benar memengaruhi jalannya perkembangan sosial, dan sekolah juga selalu mencerminkan pengaruh langsung lingkungan sosial yang ada disekitarnya. Selanjutnya pertanyaan f Sekolah dalam Memproduksi Orang undamental juga diutarakan yaitu dapatkah sekolah berfungsi secara efektif sebagai instrumen perubahan sosial? Atau apakah mereka dibentuk oleh kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih besar yang berperan dalam masyarakat.1 Hubungan sekolah dengan arah perubahan sosial bermakna bahwa pendidikan merupakan institusi penting dalam proses perubahan sosial. Menurut Jhon Dewey ide

1John L. Rury, Education and Social Change: Themes in the History of American Schooling, (United States: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. 2002), 1-2.

D i s k u r s u s | 55

tersebut akan menjadi jawaban yang mengharukan dalam tindakan.2 Masyarakat yang memiliki sistem pendidikan yang maju tentu saja dapat mempercepat perubahan sosial, dan sebaliknya. Pendidikan memberikan sumbangan pada perubahan sosial yang terjadi pada individu maupun masyarakat.3 Sampai saat ini, pendidikan masih berada pada posisi yang dilematis dalam struktur sosial. Di satu pihak, pendidikan berperan melanjutkan tatanan atau struktur sosial yang ada. Di sisi yang lain, pendidikan juga mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Miho Taka mengatakan Pendidikan sebagai bagian dalam perubahan sosial pada dasarnya memiliki dua sisi yang saling bertentangan.4 Dina Imam Supaat dan Miho Taka melaporkan lebih dari 70 juta anak usia sekolah dasar tidak memiliki akses ke pendidikan, hampir 800 juta orang dewasa buta huruf, mereka tidak memiliki kesadaran yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka dan anak-anak. Masyarakat yang terpinggirkan, karena miskin tidak dapat mengakses pendidikan eksklusif dan elit, terjadi ketidaksetaraan antara

2John Dewey, "Education and Social Change," Bulletin of the American Association of University Professors 6 (1937), 472- 474, https://www.jstor.org /stable/40219908, (diakses 27 Desember 2018). Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2004), 299-302. 3Adelina Yuristia, ―Keterkaitan Pendidikan, Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi dan Pembangunan,‖ Ijtimaiyah 1 (2017), 2-3, http;//jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ ijtimaiyah/article/view/1161, (diakses 28 Desember 2018). 4Miho Taka, "Working for Transformatif Change to Strengthen Humanity Security and Resilience," dalam International Colloquium on Interdisciplinary Islamic Studies Religion and sustainability, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2018), 4.

56 | Pendidikan Multikultural

anak laki-laki dan perempuan. Dampak dari perang dan perselisihan sipil mengakibatkan pengungsi tidak mendapatkan pendidikan. Padahal dasar (fundamental) pendidikan adalah agar bermanfaat bagi setiap individu dan masyarakat serta pembangunan ekonomi, elemen kunci untuk mencapai perdamaian abadi dan pembangunan berkelanjutan, alat yang kuat dalam mengembangkan potensi penuh semua orang, memastikan martabat manusia, dan mempromosikan kesejahteraan.5 Inilah dualisme peran dan fungsi pendidikan dalam proses perubahan sosial. Dalam perkembangannya kedua peran dan fungsi saling berkaitan satu sama lain.

B. Sekolah dalam Memproduksi Orang Terdidik Fokus kajian pada sekolah didasarkan pada perkembangan terkini dalam kajian antropologis dan sosiologis pada sekolah. Gelombang pertama studi mengenai kritik terhadap pendidikan sekolah yang muncul pada 1970- an. Dengan runtuhnya hegemoni fungsional dan saintistik dalam ilmu-ilmu sosial.6 Sosiologi pendidikan yang baru membawa perspektif penting bagi studi tentang sekolah.

5Miho Taka, "Working for Transformatif Change to Strengthen…, 14-17. Kenneth D. Bush Diana Saltarelli, The Two Faces of Education in Ethnic Conflict Towards a Peacebuilding Education for Children, (UK: Bernard & Co, 2000), 9-21. Dina Imam Supaat, "Right to Education and the Sustainable Development Goals," dalam International Colloquium on Interdisciplinary Islamic Studies Religion and sustainability, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2018), 1- 8. 6Ronald Fletcher, ―Functionalism as a Social Theory,‖ The Sociological Review 4 (1956), 31-32, https://doi.org/10.1111/j.1467-954X.1956.tb00976.x, (diakses 19 Desember 2018).

D i s k u r s u s | 57

Sarjana-sarjana seperti Althusser,7 Bernstein,8 Bowles dan Gintis,9 Sharp dan Green,10 Bourdieu dan Parson,11 Apple,12 Dan Giroux13 menguraikan kritik radikal tentang dampak sosial dari sekolah yang disebut dengan demokrasi kapitalis liberal.14

7Louis Althusser, Lenin and Philosophy and Other Essays, terj. Ben Brewster (New York: Monthly Review Press 1971), 127-134. 8Basil Bernstein, Class, Codes and Control: Vol III Towards a Theory of Educational Transmission, (London and New York: Routledge, 2003), 1-30. 9Samuel Bowles dan Herbert Gintis, Schooling in Capitalist America: Educational Reform and the Contradictions of Economic Life, (Haymarket Books, 2011), ix-xi 10Rachel Sharp, Anthony Green, dan Jacqueline Lewis, Education and Social Control: a Study in Progressive Primary Education, (London and New York: Routledge, 2017), 12-23. 11Pierre Bourdieu and Jean-Claude Passeron, Reproduction in Education, Society and Culture, (London: Sage Publications, 1990), vii-xi. 12Micheal W. Apple, "Reproduction and Contradiction in Education: an Introduction,‖ dalam Cultural and Economic Reproduction: Essays in, Class, Ideology and the State, ed. Micheal W. Apple, (Boston: Routledge and Kegan Paul, 1917), 28–32. 13Henry A. Giroux, Theory and Resistance in Education: Towards a Pedagogy for the Opposition (London: Greenwood Publishing Group, 2001), 8-20. Barbara Scott Winkler, "Reviewed Theory and Resistance in Education: A Pedagogy for the Opposition By Henry A. Giroux," Journals Library Ualberta 2 (1984), 98-100, https://journals.library.ualberta.ca/pandp/index.php/pandp/article/v iew/14940/11761,(diakses 19 Desember 2018). 14Bradley A. Levinson dan Dorothy Holland, "The Cultural Production of the Educated Person: An Introduction," The Cultural Production of the Educated Person: Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A.

58 | Pendidikan Multikultural

Apple dan Althusser berargumen bahwa sekolah adalah salah satu di antara lembaga yang terkuat dalam menanamkan ideologi negara kapitalis modern (ideology state apparatuses of modern capitalism).15 Pada akhir 1970an teori reproduksi budaya (theory of the cultural reproduction) muncul untuk menjelaskan bagaimana peran sekolah dalam mereproduksi ketidaksetaraan, alih-alih mengubah ketidaksetaraan struktural.16

1. Pendidikan: Institusi Perubahan Sosial Pendidikan merupakan salah satu institusi penting dalam perubahan sosial. Émile Durkheim, seorangan fungsionalist,17 teori utamanya mengenai pendidikan dibahas pada tiga kelompok besar yaitu pendidikan sebagai proses sosial, pendidikan sebagai proses sosialisasi dan pendidikan sebagai proses pengembangan moral.18 Sebagaimana dikemukakan Durkheim dalam bukunya:

Levinson, Douglas E. Foley dan Dorothy Holland, (United State of Amerika: State University of New York Press, 1996), 4-5. 15Michael W. Apple, Education and Power, (London: Routledge, 2013), 32–33. Louis Althusser, Lenin and Philosophy..., 141-143. 16Pierre Bourdieu, Distinction Social Criticue of Judgement of Taste, (Cambridge: Harvard University Press.1984), 387. 17Steven Lukes, Émile Durkheim His Life and Work a Historical and Critigal Study, (United States of America: Harper & Row PubHshers Inc., 1973), 132. Harry Alpert, "Reviewed Work(s): Emile Durkheim: His Life and Work. by Steven Lukes," Contemporary Sociology 3 (1974), 199, https://www.jstor.org/stable/2062557, (diakses 19 Desember 2018). 18Grace M. Barnes, Émile Durkheim's Contribution to the Sociology of Education," The Journal of Education Thought (JET)/Revue de la Pensée Éducative 11 (1977), 213-214, http://www.jstor.org/stable/23768661, (diakses 16 Maret 2018).

D i s k u r s u s | 59

Education is the influence exercised by adult generations on those that are not yet ready for social life. Its object is to arouse and to develop in the child a certain number of physical, intellectual and moral states that are demanded by him by both the political society as a whole and the special milieux for which he is specifically destined . . . education consists of a methodical socialization of the young generation.19

Durkheim melihat fungsi utama pendidikan adalah mentransmisikan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat,20 karena pendidikan adalah institusi penting, sistem yang mentransmisikan budaya masyarakat dan tatanan sosial untuk generasi baru.21 Dalam bukunya The Devision of Labour in Society, Durkheim menyaksikan bahwa pada awal masa industrialisasi, sekolah merupakan mesin penghasil tenaga kerja. Kelompok kapitalis memanfaatkan sekolah sebagai tempat untuk menyiapkan tenaga kerja yang bersedia dibayar murah agar mereka mendapat keuntungan ganda.

Setia Paulina Sinulingga, "Teori Pendidikan Moral Menurut Emile Durkheim Relevansinya Bagi Pendidikan Moral Anak di Indonesia," Jurnal Filsafat 26 (2016), 215-216, https://www.researchgate. net/307523713, (diakses 12 Desember 2018). 19Émile Durkheim, Education and Sociology, (Glence Illinois: The Free Press, 1956), 71. 20Émile Durkheim, Education and…., 31-32. A. K. C. Ottaway, "The Educational Sociology of Émile Durkheim," The British Journal of Sociology 6 (1955), 214-215, https://www.jstor.org/stable/586948, (diakses 19 Desember 2018). 21A Gary Dworkin et al.,, "The Sociology of Education," Scopedia 1 (2013), 1-2, https:// DOI: 10.1177/2056846013122, (diakses 20 Desember 2018).

60 | Pendidikan Multikultural

Durkheim berargumen bahwa inilah fungsi sekolah pada masa itu sebagai pabrik tenaga kerja.22 Mengapa ini terjadi, Drukheim berupaya menjelaskan dan mencari jawaban, dengan idenya kesadaran-berdasarkan hati nurani-kolektif (collective conscious). Menurutnya melalui kesadaran kolektif, dalam kehidupan di masayarakat, akan didapatkan kesamaan mechanical solidarity, or solidarity by similarities.23 Masyarakat yang memiliki volume, intensitas, dan determinasi yang tinggi serta rasio konten agama yang tinggi digolongkan masyarakat dengan solidaritas mekanik (mechanical solidarity). Sementara masyarakat dengan volume, intensitas, dan determinasi yang rendah serta rasio sekular yang lebih tinggi karena lebih menekankan individualitas, digolongkan sebagai masyarakat dengan solidaritas organik (organic solidarity).24 Misalnya seorang guru ketika sakit akan membutuhkan seorang dokter; dokter juga akan membutuhkan seorang apoteker, perawat dan mungkin juga ia membutuhkan seorang sopir atau tukang masak di rumahnya; seorang insinyur juga membutuhkan seorang tukang batu pada saat membangun gedung bertingkat.25 Berdasarkan hal tersebut, Durkheim berargumen bahwa pendidikan berfungsi untuk memberikan keterampilan khusus bagi individu, yaitu pelbagai

22Émile Durkheim, The Division of Labor in Society, (New York: Free Press, 1997), x-xi. 23Émile Durkheim, The Division…, 31-32. Binti Maunah, "Pendidikan dalam Perspektif Struktural Fungsional," Cendekia 10 (2016), 166-167, https://www. cendekia.pusatbahasa.or.id, (diakses 20 Desember 1980). 24Émile Durkheim, The Division…, 68. 25Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmoderen, dan Poskolonial, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), 270.

D i s k u r s u s | 61

keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaannya di masa mendatang. Fungsi ini merupakan bagian penting dalam masyarakat industri yang semakin kompleks dan mengkhususkan pembagian kerja.26 Pendidikan menjadi penting sebagaimana yang Durkheim kemukakan:

… because in each of us, one may say, there are two beings, which, although inseparable except by abstraction, are none the less distinct. One is made up of all the mental states which relate to ourselves and the events of our own personal life: this is what may be called the individual being. The other is a system of ideas, feelings and habits which express in us not our own personality, but the group or different groups of which we form a part; such are religious beliefs, moral beliefs and practices, national and vocational traditions, and collective opinions of all kinds. Their entirety forms the social being. To form this being in each one of us is the end of education.27

2. Menghasilkan Status Sosial Talcott Pasons memperoleh posisi di Harvard tahun 1927 dan memperoleh posisi tetap di tahun 1939. Dua tahun sebelumnya, 1937 dia telah menerbitkan The Structure of Social Art sebuah buku yang tidak hanya memperkenalkan

26Émile Durkheim, Education and…, 73. Émile Durkheim, The Division…, 295. Elmer N. Lear, "Émile Durkheim as Educator," The Journal of Educational Sociology 34 (1961), 193-195, https://www.jstor.org/stable/2264662, (diakses 19 Desember 2018). 27Paul Fauconnet, ―The Pedagogical Work of Émile Durkheim,‖ American Journal of Sociology 28 (1923), 531, https://www.jstor.org/stable/2764776, (diakses 19 Desember 2018).

62 | Pendidikan Multikultural

para teoritisi sosiologis utama seperti Max Weber kepada sejumlah sosiolog tetapi juga menetapkan landasan untuk pengembangan teori Parsons sendiri.28 Parsons, memperkuat teori dan melanjutkan studi Durkheim, orang kedua yang mempengaruhi pemikirannya setelah Max Weber,29 mengenai sekolah sebagai proses sosialisasi sehingga siswa dapat hidup di masyarakat karena sekolah adalah sistem sosial.30 Menurut Parsons dalam masyarakat, individu memiliki dua status yang sering disebut dalam literatur sosiologi sebagaimana ditulis oleh Ralph Linton yaitu ascribed status dan achieved status.31 Parsons menjelaskan apa yang dimaksud dengan ascribed status yaitu merupakan status yang disandang individu secara otomatis, status ini diperoleh dari keturunan atau sisilah keluarga, ras juga secara biologis. Seorang individu memiliki tinggi badan enam kaki karena memiliki orang tua

28Howard Brick, ―Talcott Parsons: an Intellectual Biography,‖ Journal of American History 91 (2004), 1087, http://doi.org/10.2307/3662987, (diakses 15 April 2020) 29Talcott Parsons dan Harry M. Johnson, ―Interview with Talcott Parsons,‖ Revue Européenne des Sciences Sociales 34 (1975), 81-82, http://www.jstor.org /stable/40369051, (diakses, 24 Februari 2016). 30Talcott Parsons ―The School Class as a Social System Some of its Functions in American Society,‖ Harvard. Educational Review 29 (1959), 298-299, https://id.scribd.com/doc/96038950/Parsons-Talcott-the-School- Class-as-a-Social System-Some-of-Its-functions-in-American- Society-Harvard-Educational-Review-29-Pp-297-318-1959, (diakses, 16 Januari 2019). Kıvanç Bozkuş, ―School as a Social System,‖ Sakarya University Journal of Education 4 (2014), 50, https://www.researchgate.net/publication/266082312, (diakses 19 Januari 2019). 31Ralph Linton, The Study of Man an Introduction, (New York; Appleton-Century-Crofts, Inc., 1936), 115.

D i s k u r s u s | 63

yang memiliki tinggi badan yang sama.32 Berbeda dengan ascribed status, achieved status merupakan status yang diperoleh individu melalui kerja keras atau perjuangan. Contoh lain yang dijelaskan oleh Irving S. Foladare bisakah agama seseorang menjadi ascribed status dan achieved status. Jika seseorang lahir dengan agama tertentu disebut dengan ascribed status, namun jika suatu hari seseorang tersebut convert keyakinannya, maka disebut achieved status.33 Parsons melihat, ada dua jenis nilai yang akan diperoleh individu dalam perkembangannya terkait dengan ascribed status dan achieved status yang seseorang miliki, yaitu nilai partikular dan nilai universal. Nilai partikular ini akan diperoleh individu pada saat bersosialisasi dengan keluarganya, artinya latar belakang keluarga sangat memengaruhi nilai partikular apa saja yang dipelajari individu. Oleh karena itu setiap individu memiliki nilai partikular yang berbeda-beda, pada saat individu memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, misalnya lingkungan sekolah atau masyarakat, ia akan menerima nilai-nilai yang lebih luas sifatnya yang mungkin tidak pernah dipelajari dalam lingkungan keluarga. Sekolah juga berfungsi menyiapkan individu untuk memasuki tahap transisi dari keluarga ke masyarakat, yang masing-masing memiliki konsekuensi status dan peran yang berbeda. Dalam hal ini, sekolah menurut Parson bertugas untuk menanamkan kepada siswa mengenai pelbagai nilai yang sifatnya umum atau disebut dengan nilai-nilai universal. Nilai-nilai ini harus dipelajari individu agar ia dapat hidup dan diterima di tengah-tengah masyarakat. Nilai universal itu misalnya:

32Talcott Parsons, The Social System, (New York: Free Press, 1951), 42. 33Irving S. Foladare, "a Clarification of ‗Ascribed Status‘ and ‗Achieved Status," The Sociological Quarterly 10 (1969), 53- 61, http://www.jstor.org/stable/4105001, (diakses 16-3-2018).

64 | Pendidikan Multikultural

sportivitas, persaingan, kerjasama, toleransi, kerja keras, dan sebagainya.34 Parsons banyak melakukan pekerjaan teoritis seperti fungsionalisme struktural Parsons ini adalah karyanya yang belakangan. Ada empat imperatif fungsional untuk semua sistem ―tindakan‖ skema AGIL-nya yang terkenal. Menurut Parsons fungsi adalah suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem. Menggunakan definisi tersebut Parsons percaya bahwa ada empat imperatif fungsional yang perlu spesifik pada semua sistem −adaptasi (adaptation) (A), pencapaian tujuan (goal attainment) (G), integrasi (integration) (I), dan pemeliharaan pola (latency) (L). Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional itu dikenal sebagai skema AGIL, agar dapat lestari suatu sistem harus melaksanakan keempat fungsi tersebut.35 Parsons tertarik pada cara-cara pemindahan norma- norma dan nilai-nilai suatu sistem kepada para aktor di dalam sistem. Dalam suatu proses sosialisasi yang berhasil, norma-norma dan nilai-nilai itu diinternalisasi; yakni norma- norma dan nilai-nilai itu menjadi bagian dari suara hati para aktor. Akibatnya di dalam mengejar kepentingan- kepentingannya sendiri, para aktor sebenarnya melayani kepentingan-kepentingan sistem sebagai suatu keseluruhan.36

34Talcott Parsons, The Social System…, 55-57. Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial…, 272. 35George Ritzer, Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern edisi kedelapan,(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 408-409 36George Ritzer, Teori Sosiologi …, 415.

D i s k u r s u s | 65

3. Pierre Bourdieu: Teori Reproduksi Budaya dalam Pendidikan Seorang ahli sosiologi berkebangsaan Prancis, Pierre Bourdieu, mengemukakan teori bahwa pendidikan adalah agen bagi reproduksi budaya (cultural reproduction). Bourdieu dan rekan-rekannya meresmikan pendekatan yang sangat orisinal mengenai reproduksi budaya berdasarkan hak istimewa (reproduction of the cultural bases of privilege). Menurut Bourdieu, penilaian yang tidak objektif atas gaya dan kompetensi adalah penopang terjadinya tatanan sosial yang tidak setara.37 Michael W. Apple adalah salah satu yang pertama untuk membangun karya Bourdieu dan secara jelas membahas budaya serta reproduksi ekonomi dalam pendidikan.38 Teori Bourdieu adalah bahwa pendidikan berperan besar dalam memproduksi ulang dan terus-menerus kelas- kelas sosial yang ada di masyarakat. Kelas, konsep kunci teori Bourdieu, yaitu kumpulan agen atau aktor yang menduduki posisi-posisi serupa dan ditempatkan dalam kondisi serupa serta ditundukkan atau diarahkan pada pengkondisian yang serupa. Pembedaan ini dilakukan secara vertikal. Kelas memiliki segala kemungkinan untuk memiliki disposisi dan kepentingan yang serupa, dan karenanya ia memiliki kemungkinan untuk memproduksi praktik dan mengadopsi sikap mental yang serupa atau selera yang sama.39 Di sekolah, anak-anak datang dari keluarga yang mempunyai modal budaya (cultural capital)

37Bradley A. Levinson dan Dorothy C. Holland, "The Cultural Production of Educated Persons…, 5. 38Micheal W. Apple, "Reproduction and Contradiction in Education: an Introduction…,‖ 12-46. Micheal W. Apple, Education and Power…., 35-75. 39Pierre Bourdieu, "The Form of Capital," dalam Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education, ed. J. Richardson, (New York: Greenwood, 1986), 241.

66 | Pendidikan Multikultural

masing-masing dalam bentuk relasi/pergaulan sosial, bahasa dan tradisi serta gaya hidup dan lain-lainnya. Bourdieu memaknai modal secara lebih luas. Baginya, modal merupakan sebuah hasil kerja yang terakumulasi dalam diri seseorang. Modal yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu, akan menentukan posisi mereka dalam struktur sosial.40 Modal budaya murujuk pada serangkaian kemampuan atau keahlian individu. Modal budaya dapat terwujud dalam tiga bentuk yaitu: Pertama, menumbuh (embodied) meliputi sikap, cara bertutur kata, berpenampilan, cara bergaul dan sebagainya (terjiwai dalam dirinya). Kedua, dalam kondisi terobjektifikasi (objectivied), terwujud dalam benda-benda budaya, seperti buku, alat musik, mobil, atau benda-benda lain yang dimiliki seseorang, semakin mahal benda-benda yang ia punya, semakin tinggi objectivied cultural capital seseorang. Ketiga, dalam kondisi yang terlembagakan (intitusionalized), terwujud dalam bentuk yang khas atau unik, yaitu keikutsertaan dan pengakuan dari lembaga pendidikan dalam bentuk gelar-gelar akademis atau ijazah. semakin terbaik universitas yang ia pilih, semakin tinggi institusionalized cultural capital seseorang.41 Modal budaya mewakili ―pandangan, standar, dan bentuk budaya‖ −karakteristik fisik, gerak tubuh, sifat perilaku, gaya bicara, dan sebagainya− yang spesifik untuk kelas-kelas yang bervariasi dalam masyarakat kapitalis. Modal budaya ini diwariskan oleh orang tua kepada anaknya dan dibawa ke sekolah dan dikonversikan kepada anaknya kepada status atau prestise pendidikan. Karena sekolah biasanya melegitimasi hanya ciri-ciri modal budaya kelompok dominan, kelompok subordinasi tidak menerima sumber daya, validasi, atau peluang yang diperlukan untuk

40Pierre Bourdieu, "The Form of Capital…, 242. 41Pierre Bourdieu, "The Form of Capital…," 242.

D i s k u r s u s | 67

mengubah posisi sosial mereka; dengan demikian, sekolah mungkin sering berfungsi untuk mereproduksi struktur kelas dan ketidaksetaraan.42 Reproduksi budaya akan terkonversi atau tertransfer menjadi reproduksi sosial (social reproduction). Struktur- struktur sosial yang ada pada masyarakat dan berlangsung terus-menerus oleh prosedur pendidikan, sering oleh kelas non-elite tidak dirasakan jika tidak berpihak kepada mereka. Social class non-elit dan sosial class elit terdapat dalam institusi pendidikan dan terus terjadi dan terstruktur. Pendidikan yang seharusnya menghilangkan jarak antar kelas sosial, pada akhirnya menjadi lembaga yang mempermanenkan kelas-kelas tersebut. Akhirnya yang elit akan tetap kaya dan sebaliknya yang non-elit akan tetap dalam kemiskinannya.43 a. Modes of Dominiation Teori Bourdieu diawali pertama kali dengan mengembangkan konsep mode dominasi (modes of domination) melalui hasil studi komparatif (menggunakan pendekatan etnografis) yang dilakukannya di sekolah- sekolah Prancis dan juga pada petani Kabyle di Aljazair.44 Para petani Kabyle mereproduksi ketidaksetaraan kedudukan sosialnya melalui tatap muka terutama pada pertemuan petinggi para Kebyle (agonistic encounters). Dengan menggunakan diskursus tentang rasa malu dan kehormatan, petinggi Kabyle mengembangkan modal simbolis (symbolic

42Pierre Bourdieu dan Jean-Claude Passeron, Reproduction in Education…, 4, 73-74. 43Pierre Bourdieu, The Field of Cultural Production Essays on Art and Literature, (New York: Columbia University Press, 1993), 21-25. 44Richard Nice,―Translator's Note,‖dalam Reproduction in Education, Society and Culture, ed. Pierre Bourdieu dan Jean- Claude Passeron, (London: Sage, 1990), xxiv.

68 | Pendidikan Multikultural

capital). Modal simbolis ini pada akhirnya adalah kunci untuk reproduksi dominasi satu orang atas orang lain, dari satu keluarga ke keluarga yang lain, pada masyarakat Kabyle. Akibatnya kontestasi ini tidak hanya mereproduksi posisi sosial dan ekonomi yang tidak setara, tetapi juga nilai dari kehormatan modal simbolis itu sendiri. Di Prancis, di sisi lain, sebuah struktur kelas yang birokratik dan berbeda memperlihatkan bahwa alat-alat reproduksi budayanya lebih impersonal. Bourdieu menyarankan, agar sekolah melakukan pekerjaan yang rumit untuk memvalidasi dan mendistribusikan modal simbolis yang memungkinkan kelompok dominan untuk mempertahankan keuntungan ekonomi mereka.45 b. Modal budaya dan Akibatnya di Sekolah Pemahaman Bourdieu tentang peran sekolah dalam masyarakat Prancis, berbeda dari formulasi Althussers yang mengutip dari Marxist.46 Secara khusus, ia mengembangkan konsep modal budaya dan modal ekonomi (economic capital). Kedua konsep ini dapat dianalogikan dan juga dalam waktu bersamaan keduanya memiliki hubungan rumit (intertwined). Modal budaya mengacu pada semacam kredit simbolis (syimbol credit) yang diperoleh seseorang melalui pendidikan, gunanya untuk mengesahkan posisi sosialnya. Kredit ini terdiri dari serangkaian kompetensi dan karakter, seperti cita rasa dan kecerdasan. Karena kredit ini, orang-

45Pierre Bourdieu, Outline of a Theory of Practice, (Cambridge: Cambridge University Press, 1977), 183-197. 46Louis Althusser, Lenin and Philosophy …, 127-188. T. J. B, "Reviewed Work(s): Lenin and Philosophy and Other Essays by Louis Althusser," Studies in Soviet Thought 12 (1972), 402. https://www.jstor.org/stable/20098528, (diakses 7 Desember 2018). Luis Althusser, On the Reproduction of Capitalism Ideology and Ideological State Aparatus, (London and New York: Verso, 2014), 47–50.

D i s k u r s u s | 69

orang dengan kedudukan sosial yang lebih tinggi secara praktis akan menghasilkan uang dan legitimasi yang jauh lebih besar. Kontras dengan mereka yang lebih rendah, mereka tidak akan menerima legitimasi seperti itu. Untuk Bourdieu, modal budaya dapat berkonversi menjadi modal ekonomi melalui kemampuan akademik yang baik, misalnya untuk mendapatkan pekerjaan karena koneksi yang ia miliki yaitu modal sosial (social capital). Modal sosial menunjuk pada sekumpulan sumber daya yang aktual atau potensial yang terkait dengan pemilikan jaringan hubungan saling mengenal dan/atau saling mengakui yang memberi anggotanya dukungan modal yang dimiliki bersama.47 Ketika mendapatkan pekerjaan maka ia mendapatkan income, berarti orang tersebut berkonversi ke modal ekonomi dengan income yang ia dapatkan. Jika seseorang bisa pergi ke acara-acara penting dan bersosialisasi dengan banyak orang, maka akan menaikan kehidupan sosialnya. Ini bermakna ia berkonversi atau bertransformasi secara modal budaya. Sekolah-sekolah di Prancis, menurut Bourdieu, memberi posisi sosial yang sangat unggul kepada kelas elit dalam mereproduksi modal budaya mereka dan ini sangat tidak adil.48 Sekolah memungkinkan kelas elit mempertahankan kekuasaan dengan hanya merekognisi indikator cerdas (intelligent) standar modal budaya mereka, yaitu selera mereka untuk produk-produk budaya tertentu (seni, sastra, film, musik) cara mereka dalam gaya bicara, berpakaian, dan sejenisnya. Dengan kata lain, hanya selera dan keterampilan tertentu yang dimiliki oleh kelas elit yang diakui sebagai indikator kecerdasan oleh sekolah. Bagi mereka yang tidak, tentu saja tidak akan memiliki peluang yang akan dihasilkan hanya pencapaian yang lebih rendah, dan bahkan kegagalan. Sementara orang-orang dari status sosial yang lebih rendah

47Pierre Bourdieu, "The Form of Capital…, 246. 48Pierre Bourdieu, "The Form of Capital…, 248.

70 | Pendidikan Multikultural

seperti kelas pekerja sesungguhnya dapat memperoleh gaya dan kompetensi tertentu, namun latar belakang mereka akan selalu menyulitkan mereka untuk masuk ke kelas elit. Sekolah-sekolah di Prancis mereproduksi nilai ini dan hanya berisi dari modal budaya kelas elit.49 Proses sekolah ini menyiratkan semacam kekerasan simbolis pada siswa non-elit. Ketika kelas elite mengembangkan rasa posisi sosial mereka (a sense of social position) dan nilai yang tinggi, orang-orang non-elit juga cenderung mengembangkan rasa batas sosial mereka (sense of their social limits). Ketika batas-batas ini secara permanen ditoreh dalam habitus seseorang, dia belajar untuk menyensor diri dan membungkam diri sendiri di tengah- tengah orang-orang dengan kedudukan sosial yang lebih besar.50 c. Habitus Habitus dapat dirumuskan sebagai sebuah sistem disposisi-disposisi (skema-skema persepsi, pikiran dan tindakan yang diperoleh yang bertahan lama). Habitus juga merupakan gaya hidup (lifestyle), nilai-nilai (values), disposisi-disposisi (despositions) dan harapan (expectation) kelompok sosial tertentu. Habitus berakar pada pengasuhan keluarga (sosialisasi dalam keluarga) dan dikondisikan oleh posisi seseorang dalam struktur sosialnya.51

49Pierre Bourdieu, "The School as a Conservative Force: Scholastic and Cultural Inequalities," dalam Contemporary Research in the Socioloogy of Education, ed. John Eggleston, (London: Methuen, 1974) 33-42. Pierre Bourdieu, Distinction…, 387. 50Pierre Bourdieu dan Jean-Claude Passeron, Reproduction in Education…, 5-11. 51Jason D. Edgerton and Lance W. Roberts, "Cultural Capital or Habitus? Bourdieu and Beyond in the Explanation of Enduring Educational Inequality," Theory and Research in

D i s k u r s u s | 71

Lebih lanjut, Bourdieu berpendapat bahwa orang- orang tidak benar-benar secara sadar mengikuti aturan yang tertera dalam literatur-literatur bagaimana berperilaku. Bahkan orang-orang tidak terus-menerus berpikir tentang bagaimana berperilaku dengan benar, dan bertindak sesuai dengan aturan tersebut. Pengertian tentang cara yang tepat untuk berperilaku dan bertindak disebut Bourdieu sebagai disposisi yang mengatur perilaku dalam situasi tertentu.52 Bourdieu berargumen disposisi atau selera (teste) juga menjadi penentu hal-hal yang disukai seseorang −seperti preferensi untuk makanan tertentu atau jenis preferensi budaya tertentu, seperti membaca buku, atau membenci sepakbola− ini juga dipelajari sebagai seorang anak baik di rumah atau melalui pendidikan, dan diinternalisasi. Rangkaian disposisi atau selera menentukan perilaku dan penilaian budaya, Bourdieu menyebutnya sebagai habitus:

The habitus, the durably installed generative principle of regulated improvisation, produce practices whichtend to reproduce the regularities immanent in the objective conditions of the production of their generative principle while adjusting to the demands inscribed as objective potentialities in the situation as defined by the

Education 12 (2014), 195, http://tre.sagepub.com/content/12/2/193, (diakses 27 Desember 2018). 52Chris Allen, "Bourdieu's Habitus, Social Class and the Spatial Worlds of Visually Impaired Children," Urban Stud 41 (2004), 492-494, http://usj.sagepub.com/content/41/3/487, (diakses 27 Desember 2018)

72 | Pendidikan Multikultural

cognitive and motivating structures making up the habitus.53 Gambar 2.1.

Jadi bagian dari daya tarik konsep ini adalah yang memungkinkan untuk memahami gaya hidup yang berbeda yaitu, perilaku, disposisi dan selera dari pelbagai kelompok sosial, karena konsep habitus dari Bourdieu menekankan bahwa habitus berhubungan erat, khususnya, dengan kelas sosial. Jadi Habitus ditentukan oleh kombinasi asal-usul sosial, dan tingkat pendidikan. Mereka yang memiliki asal- usul dan tingkat pendidikan yang berbeda akan berakhir dengan serangkaian disposisi yang berbeda, mereka dengan tingkat yang sama akan berakhir dengan yang serupa.54

Gambar 2.1 Teori Habitus dan Gaya Hidup: Pierre Bourdieu

Sistem sekema yang menghasilkan praktik dan pekerjaan yang dapat diklasifikasikan Kondisi Keberadaan 1, yang Habitus 1 Gaya hidup 1 dapat diklasifikasikan struktur yang praktik dan kerja sebuah sistem secara obyektif dan posisi terstruktur dan yang dapat praktik dalam struktur menstrukturkan diklasifikasikan diklaifikaikan dan Sistem skema mengklasifikaskan persepsi dan (selera) penghargaan (selera)

Sistem Skema dll Habitus 3 Kondisi keberadaan 2 dll Praktik Gaya Hidup 2 dll dll Sistem Skema dll

Kondisi keberadaan dll

53Pierre Bourdieu, Outline of a Theory of Practice…, 78. Pierre Bourdieu, Distinction .., 170. Pierre Bourdieu, Language and Symbolic Power, ed. Jhon B. Thompson, (Great Britain: Polity Press, 1991), 3-4. 54Pierre Bourdieu, Distinction…, 171-176.

D i s k u r s u s | 73

Sumber: Pierre Bourdieu, Distinction.

4. Strukturasi Anthony Giddens adalah seorang sosiologi kontemporer yang lahir pada 18 Januari 1938. Teori strukturasi adalah teori Giddens yang sangat terkenal. Gidden memulai pemikirannya dengan menganalisisi dua pandangan yang berbeda yang telah berkembang sebelumnya. Pandangan pertama lebih menekankan komponen struktur sebagai sebuah mekanisme yang mampu mengubah perilaku individu. Pandangan kedua adalah sebaliknya, individu memiliki peran aktif dalam proses sosial yang mampu memengaruhi kerja struktur sosial. 55 Giddens mengemukakan bahwa teori strukturasi dalam bukunya The Constitution of Society Outline of the Theory Structuration berhubungan dangan tiga isu utama yaitu pertama, teori Parsons yang dikemukakannya dalam the Structure of Social Action (lihat di atas B.2 Menghasilkan Status Sosial). Kedua, teori Parsons juga memiliki pendukung yang disebut Giddens seperti Dehrensorf, Lockwood, Rex, Kandungan teoritis dalam teori Parsons jauh lebih serius dibandingkan yang dilakukan oleh pengkritik radikal Amerika-nya, C Wright Mills dan Gouldner. Pengikut dan pengkritik Parsons melihat adanya semacam kemungkinan perpaduan antara teori Parson dan marxis yang akhirnya kelompok yang mengakui dirinya sebagai ahli sosiologis dan marxis. Walaupun menurut Giddens mereka tidak popular terhadap perkembangan marxisme dan strukturalisme, mereka cenderung menganut asumsi-asumsi dasar fungsionalisme dan naturalisme, yang akhirnya ditemukan banyak kesamaan pandangan di tengah-

55Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial…, 72.

74 | Pendidikan Multikultural

tengah perdebatan. Retakan-retakan dalam kesamaan pandangan ini tiba-tiba mengemuka tahun 1960-1970-an. Akibatnya adalah mengakibatkan runtuhnya konsensus ortodoks. Ketiga, menurut Giddens sejumlah mazhab pemikiran seperti interaksionisme simbolis berhasil memperoleh dukungan tanpa harus mengkritik pemikiran konsensus ortodoks. Satu tema umum dalam kebanyakan aliran pemikiran seperti strukturalisme dan post- strukturalisme menekankan karakter aktif dan reflektif dari prilaku manusia. Maksudnya bahwa aliran-aliran pemikiran itu sama-sama menolak kecenderungan konsensus- konsensus ortodoks yang melihat prilaku manusia sebagai hasil dari kekuatan-kekuatan di luar kontrol maupun pemahaman para pelaku tindakan.56 Menurut Giddens ketika menjelaskan mengenai teori strukturasi ia tidak bermaksud menciptakan sebuah ortodoksi baru yang berpeluang menggantikan ortodiksi yang lama, walaupun demikian teori strukturasi sangat kritis terhadap kelemahan-kelemahan konsensus ortodok. Giddens menekankan bahwa penggunaan teori sosial dalam bukunya dimaksudkan untuk mencakup isu-isu yang diyakini menjadi perhatian seluruh ilmu sosial. Isu-isu tersebut berhubungan dengan disposisi tindakan manusia (human action) dan penindak (the action self).57 Teori strukturasi mengawinkan dua pandangan yang berseberangan itu dengan melihat hubungan dualitas antara struktur-agen dan dikaitkan dengan sentralitas ruang dang waktu. Ruang dang waktu biasanya dipahami sebagai arena atau panggung tindakan, ke mana kita masuk dan melalui mana kita akan keluar. Namun Giddens menyatakan bahwa

56Anthony Giddens, The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration, (Cambridge, Polity Press, 1984), xiv-xvii. 57Anthony Giddens, The Constitution of Society: Outline…, xviii.

D i s k u r s u s | 75

ruang dang waktu bukanlah arena atau panggung tindakan, melainkan sebuah unsur konstitutif tindakan dan sistem pengorganisasian masyarakat. Artinya, tanpa adanya ruang dan waktu, suatu tindakan tidak akan terjadi. Giddens juga melihat sentralitas ruang dang waktu, sebagai titik yang menggerakkan teori strukturasi ketika sentralitas ruang dang waktu menjadi kritik atau proses statis melawan dinamis maupun stabilitas melawan perubahan. Tanpa adanya ruang dang waktu, tidak akan terjadi praktik sosial. Ruang dang waktu merupakan satu kesatuan, konsep waktu akan menandai setting praktik sosial di dalamnya.58

5. Pedagogik Transformatif Abad 20: Pendidikan Pembebasan Pada abad XX ini kita dihadapkan pada suatu aliran baru yang fokus pada pendidikan formal dan nonformal. Aliran pendidikan ini mempermasalahkan pendidikan dalam hubungan dengan kehidupan masyarakat, khususnya di dunia ketiga −dunia yang sedang berkembang− dengan counter attack terhadap kondisi pendidikan di dunia industri yang tergolong maju. Aliran pendidikan ini mengkritik lembaga-lembaga seperti sekolah, rumah sakit, dan gereja. Lembaga-lembaga seperti sekolah, rumah sakit, dan gereja yang memberikan hak istimewa kepada golongan yang hanya kecil dalam jumlahnya (kelas elit). Lembaga-lembaga tersebut memperoleh sponsor dari negara-negara maju agar dipertahankan supremasinya.59

58Anthony Giddens, The Constitution of Society: Outline…, xx-xxi. 59Sarina Mangunpranoto, ―Pengantar,‖ dalam Matinya Sekolah, terj. M Suedomo, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000), ix.

76 | Pendidikan Multikultural

Di antara pembawa aliran baru pendidikan muncul nama-nama seperti Phiilip H. Coombs,60 Everett Reimer, Paulo Freire dan Ivan Illich, tokoh-tokoh ini adalah pengkritik pendidikan yang terjadi di sekolah.61 Phiilip H. Coombs mengemukakan bahwa pendidikan adalah instrumen universal yang memungkinkan untuk membawa perubahan sosial yang mendasar, termasuk pemberantasan ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang sudah berlangsung lama bagi negara mana pun. Namun faktanya ada gap antara ideal dan realitasnya. Coombs menulis bahwa pendidikan tidak bisa begitu saja memberantas ketimpangan dan ketidakseimbangan yang terjadi.62 Ivan Illich, kritiknya terhadap pendidikan, masih fokus pada perbedaan antara siswa elit dan non-elit Menurut Illich seorang anak yang berasal dari keluarga non-elit jarang dapat mengejar prestasi siswa elit. Sekalipun mereka bersekolah di sekolah yang sederajat dan mulai pada usia yang sama, anak-anak non-elit tidak memiliki sebagian besar peluang pendidikan yang tersedia bagi anak-anak siswa elit. Siswa elit memiliki kelebihan dalam cara bertingkah laku −lebih sopan dalam bertutur kata − dan mereka memiliki kelengkapan buku-buku di rumah hingga mereka bahkan punya waktu dan biaya untuk melakukan perjalanan berlibur dan akibatnya mereka (siswa elit) memiliki perasaan berbeda tentang siapa dirinya. Sangat kontradiksi dengan siswa non- elit, umumnya siswa non-elit akan kesulitan untuk belajar dan mendapatkan kemajuan, karena tidak kursus di tempat

60Philip H. Coombs, The word Education Crisis a System Analysis, (New York: Oxford University Press, 1998), 45. 61Sarina Mangunpranoto, ―Pengantar,‖ dalam Matinya Sekolah…, x. 62Philip H. Coombs, The World Crisis in Education the View From the Eighties, (New York dan Oxford: Oxford University Press, 1985), 211-213.

D i s k u r s u s | 77

yang terbaik atau mendapatkan kelas tambahan untuk meningkatkan prestasi, akibatnya tidak naik kelas.63 Paulo Freire menganggap sekolah sebagai tempat pendidikan orang tertindas. Bagi Freire kebebasan adalah suatu keharusan. Kebebasan adalah kebebasan dari ketidakadilan dan penindasan yang bersifat struktural. Freire merumuskan pendekatan pendidikan kaum tertindas merupakan salah satu refleksi kritis yang muncul dari kontek pergumulan untuk mencapai humanisasi, melalui penelitian lapangan yang dilakukannya di Amerika Latin.64 Freire berhasil memberi contoh bahwa orang yang tertindas ketika memiliki kekuasaan, malah akan menjadi penindas yang lebih dari penindasnya. Contoh seorang petani yang diangkat menjadi mandor, dia akan bertindak lebih kasar lagi dari pada tuan tanahnya.65 Everett Reimer –sangat dipengaruhi Ivan Illich− menganalisis proses pendidikan di sekolah dengan mengatakan ―matinya sekolah‖ Sebagai kiritik langsung terhadap apa yang dikemukan para tokoh teori reproduksi budaya di sekolah, menurut Reimer, kematian disini adalah ketika sekolah berfungsi sebagai tempat indoktrinasi. Indoktrinasi adalah suatu perkataan yang buruk. Sekolah- sekolah yang buruk itu mengindoktrinasi, sedang sekolah-

63Ivan Illich, Deschooling Society, (Mexico: Harrow Books, 1970), 6. 64Brenda Bell, John Gaventa, and John Peters, ―Editor Introduction: Myles Horton and Paulo Freire Background on the Men, The Movements, and the Meetings,‖ dalam We Make the Road by Walking Conversations on Education and Social Change, ed. Brenda Bell, John Gaventa, and John Peters, (Philadelphia: Temple University Press, 1990),xxiii-xxiii. Martin Carnoy, ―Forword,‖ dalam Pedagogy of the Heart, ed. Paulo Freire, (New York: Continuum, 2000), 17. 65Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, (New York: Continuum, 2005), 46.

78 | Pendidikan Multikultural

sekolah yang baik mengajarkan nilai dasar. Tetapi semua sekolah mengajarkan nilai, nilai persaingan dalam memperebutkan hadiah-hadiah kehidupan yang ditawarkan di sekolah bahkan dimulai sejak masa kanak-kanak. Bukan belajar sendiri tentang apa yang baik dan apa yang benar. Reimer, mengkritik teori habitus, menurutnya pada waktu mulai masuk sekolah, anak-anak telah tahu bagaimana mempergunakan tubuh, bahasa dan cara mengendalikan emosi. Mereka telah belajar mandiri, dan telah dipuji kalau mempunyai inisiatif dalam belajar. Jadi di sekolah anak- anak tidak mempelajari nilai-nilai sekolah, melainkan belajar menerima nilai-nilai ini dengan demikian belajar menyesuaikan diri dalam sistem tersebut. Menurut Reimer, nilai-nilai yang terkandung dalam sekolah ialah nilai hirarki. Sekolah mencerminkan nilai-nilai dominan dan juga mempertahankan dunia yang berlapis-lapis.66

6. The Cultural Production of the Educated Person: Perkembangan Teori Bordieu dan strukturasi dalam pemikiran Levinson dan Holland Teori siswa terdidik produk budaya (the cultural production of educated person) adalah perkembangan lanjutan pemikiran para anthropologi dan sosiologi dari teori reproduksi milik Bordieu. Hasil proyek besar menganai teori ini dikembangakan pada The International Congress of Anthropological and Ethnological Sciences, di Mexico City musim panas 1993. Hasil kongres di edit oleh Levinson, Foley dan Holland. Menurut Lois Weis, mereka secara jelas menyatakan —studi ini dalam lingkup antropologi tetapi bukan menganut tradisi critical culturalist— buku ini membuka ruang di luar sekolah sebagai ruang untuk pendidikan berbasis masyarakat, Levinson, Foley and Holland meminta pembaca, untuk memikirkan masalah-

66Everett Reimer, Matinya Sekolah…, 20-22.

D i s k u r s u s | 79

masalah ini. Mereka berargumen bahwa orang bukan peniru budaya dari kerangka strukturalis lama. Memang, mereka benar-benar mengeluarkan hak pilihan, perjuangan, dan imajinasi ketika mereka bergulat dengan struktur yang melilit kehidupan mereka. Levinson, Foley dan Holland telah melakukan ini di pelbagai situs-situs pendidikan yaitu sekolah.67 Menurut Bradley A. Levinson dan Dorothy C. Holland, studi Bourdieu tentang reproduksi budaya telah menjadi tambahan baru yang signifikan terhadap sosiologi pendidikan dan perkembangan studi yang menjadi perhatian mereka. Ada tiga poin penting dari studi Bourdieu yang dapat dikualifikasikan sebagai social reproductionist. Pertama, mengingat orientasi umumnya neomarxis, teori reproduksi mengistimewakan struktur kelas sebagai penentu utama dalam penentuan peluang hidup.68 Kedua, hampir semua laporan tentang sekolah dan ketidaksetaraan dalam literatur reproduksi yang berfokus pada masyarakat Euro- Amerika. Beberapa cendekiawan berusaha untuk menerapkan wawasannya untuk memperluas sistem pendidikan di masyarakat non-barat atau bekas negara jajahan. Ketiga, teori reproduksi telah bergantung pada model struktur dan budaya yang sangat skematis dengan penggunaan sekolah sebagai alat kontrol.69 Menurut Lavinson dan Holland, teori Bourdieu membentuk dasar untuk pekerjaan dan berguna untuk pemahaman tentang sekolah. Secara khusus, gagasan Bourdieu tentang modal budaya membantu untuk berpikir melalui peran potensial sekolah dalam membangun bentuk-bentuk baru symbolis cultural sekaligus menggantikan yang lama, dan seperti

67Lois Weis, ―Foreword,‖ dalam The Cultural Production…, xi-xii. 68Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah…, 34. 69Bradley A. Levinson dan Dorothy C. Holland, "The Cultural Production of Educated Persons…, 6.

80 | Pendidikan Multikultural

Bourdieu sendiri dicontohkan dengan karyanya pada Kabyle dan Prancis, perspektif semacam itu dapat membantu untuk menjelajahi efek persekolahan di seluruh konteks sejarah dan budaya.70 Teori siswa terdidik produk budaya memusatkan perhatian khusus pada cara sehari-hari masyarakat atas equality dan inequality, apakah diciptakan, dipelihara atau ditantang. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang menggambarkan budaya sebagai properti statis dari pelbagai kelompok, teori siswa terdidik produk budaya menggambarkan budaya sebagai proses terus menerus menciptakan makna dalam konteks sosial dan material. Konseptualisasi teori siswa terdidik produk budaya ini fokus pada proses hubungan sosial dan nilai diciptakan, dipelihara dan ditantang. Daripada mencoba untuk mendokumentasikan apa yang orang-orang dengan identitas tertentu (yang telah ditentukan) atau orang-orang dari budaya tertentu (yang ditentukan sebelumnya) mungkin mengatakan atau melakukan dalam situasi tertentu, perspektif ini merekomendasikan penyelidikan tentang bagaimana identitas dan budaya diproduksi secara lokal dalam interaksi sosial. Perspektif ini juga merekomendasikan untuk melihat produksi lokal dari budaya dan identitas dalam hubungan dengan peristiwa- peristiwa dan ideologi sosial, historis dan politik yang lebih besar.71

70Bradley A. Levinson dan Dorothy C. Holland, "The Cultural Productionof Educated Persons…, 7. 71Bradley A. Levinson dan Dorothy C. Holland, "The Cultural Productionof Educated Persons…, 5. Lyndsay Moffatt, I Hope it Still Counts as Reading: The Cultural Production of Reading(s), Social Relations and Values in a Research Interview 10, (2014),3,https://www.researchgate.net/profile/Lyndsay_Moffatt/pu blication/269409276.pdf, (diakses 19 Desember 2018).

D i s k u r s u s | 81

Menurut Christina Convertino, Bradley A. Levinson, dan Norma González, setiap individu mempunyai kapasitas. Kapasitas individu untuk mengubah budaya disebut sebagai agensi. Agensi mewakili bagaimana individu secara aktif menyesuaikan elemen tertentu dari praktik budaya. Ketiganya berargumen, karena terus-menerus mengandalkan tradisi dan transmisi budaya di sekolah- sekolah para agen, yaitu para siswa jarang diakui, dihargai, dan diisi dengan ide-ide (yang di bayangkan) yang berkontribusi pada inovasi pengetahuan seperti kurikulum yang memiliki pelbagai muatan politik. Penelitian terhadap agensi siswa pada akhirnya mengalami perkembangan. Salah satunya adalah penelitian Paul Willis yang melakukan studi etnografi tentang pemuda/siswa kelas pekerja di Inggris. Menurut Willis para pemuda/ siswa tersebut menunjukan bahwa mereka tidak hanya ditakdirkan untuk terus-menerus mereproduksi budaya statis, tetapi −menurut Willis− mereka terlihat sebagai manusia yang secara aktif memanipulasi dan mengotak-atik elemen budaya, meskipun tidak selalu menguntungkan untuk pendidikan mereka. Teori siswa terdidik produk budaya ini, juga melihat siswa sebagai agen perubahan. 72

72Christina Convertino, Bradley A. Levinson, dan Norma González, ―Culture Change: Cultural Psychology and Cultural Production,‖ dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 9th, ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks, (United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010), 30. Bradley A. Levinson dan Dorothy C. Holland, "The Cultural Production of Educated Persons.., 1-3. Paul Willis, Learning to Labor How Working Class Kids Get Working Class Jobs, (New York: Columbia University Press, 1977), 8-10.

82 | Pendidikan Multikultural

7. Reproduksi Budaya dalam Konteks pendidikan di Indonesia Selain teori Bourdieu ada beberapa pemikiran pakar pendidikan pembebasan seperti Everett Reimer, Paulo Freire dan Ivan Illich yang banyak memengaruhi pikiran intelektual Indonesia, sehingga banyak tulisan sejak tahun 2000-2018 mengkritik kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah.73 Francis Wahono adalah intelektual Indonesia yang mengkeritik pendidikan.74 Nanang Martono juga intelektual indonesia yang membahas mengenai masalah kekerasan simbolisdalam dunia pendidikan dengan menggunakan teori Bourdieu dalam salah satu tulisannya ia menunjukkan bahwa di dalam pendidikan terutama dalam buku teks seperti dalam buku Bahasa Indonesia, terjadi kekerasan simbolisdi sekolah dengan memberikan contoh-contoh yang ada pada buku- buku teks di sekolah, Martono mencoba menggambarkan bahwa terjadi sosialisasi habitus kelas elit dan kelas non elit kepada para siswa.75 Namun, Hanneman Samuel yang

73Muhammad Solihin, "Kapitalisme Pendidikan Analisis Dampaknya Terhadap Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa," Jurnal Online Nur El-Islam 2 (2015), 57-73. https://media.neliti.com/.../publications/226432-kapitalisme- pendidikan, (diakses 4 Desember 2018). Everett Reimer, Matinya Sekolah, terj. M Soedomo, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000), 7-12. 74Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan antara Kompetisi dan Keadilan, (Insist Press: Cindelaras Pustaka Pelajar, 2001), 1-10. 75Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 52-57. Nanang Martono, Sekolah (Bukan) Penjara Menggugat Kekuasaan Atas Pendidikan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016), 35-38. Nanang Martono, Dunia Lebih Indah Tanpa Sekolah, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016), xvi- xvii. Nanang Martono, Sekolah Publik VS Sekolah Privat dalam

D i s k u r s u s | 83

mengkritik tulisan Martono mengemukakan adalah aneh bila hasil penelitian kita sama persis dengan hasil penelitian di Amerika Utara dan Eropa Barat. Historisasi masyarakat- masyarakat tersebut berbeda dari masyarakat Indonesia.76 Berbeda dari Martono, Raihani −menunjukkan data bagaimana teori Bourdieu ada dalam kehidupan sekolah di Indonesia dan fokus memberikan penyelesaiannya− dalam penelitiannya mengungkap bahwa di sebuah madrasah Aliyah di Kalimantan ada satu program unggulan yang dikembangkan dan disebut dengan kelas model. Kelas model jumlahnya hanya satu pada setiap kelas dua dan tiga. Para siswa yang masuk ke kelas model ini adalah mereka yang pintar dan kaya. Siswa yang hanya mempunyai kecerdasan tetapi orang tuanya tidak mampu membayar uang yang ditetapkan, mereka tidak bisa dimasukkan ke dalam kelas model ini. Guru yang mengajar adalah guru pilihan yang dipandang mempunyai performa yang lebih dari guru-guru yang lain. Sementara itu, ruang kelasnya secara fasilitas dilengkapi dengan multimedia, air conditioner (AC) dan jumlah siswanya yang hanya maksimal 25 orang. Menurut guru-guru yang mengajar di kelas model ini, para siswanya cerdas-cerdas sehingga memberi kemudahan untuk mengajar. Intinya siswa cerdas dan kaya mendapatkan privilege yang tidak diterima oleh siswa yang miskin sehingga terjadilah segregasi sosial dan menjadi sangat terasa di kalangan siswa.77

Wacana Kekuasaan, Demokrasi, dan Liberalisasi Pendidikan, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2017), 19-28. 76Hanneman Samuel, ―Bourdieu untuk Sosiologi Indonesia,‖ dalam Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, ed. Nanang Martono, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016), xvii-xxi. 77Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 21-27.

84 | Pendidikan Multikultural

H.A.R. Tilaar dalam tulisannya berargumen kualitas pendidikan Indonesia yang terpuruk, disebabkan kegagalan kebijakan pendidikan nasional. Kehidupan politik Indonesia yang komplek merupakan hasil dari pendidikan nasional. Korupsi yang meningkat, disiplin hidup yang mengalami penurunan, hilangnya kohesi sosial di antara masyarakat kita dan pelbagai penurunan moral lainnya merupakan hasil dari pendidikan nasional.78

C. Pendidikan Multikultural: Tak Serupa Tapi Sama Pendidikan multikultural juga terkait erat dengan teori reproduksi budaya, argumen teori ini adalah kesenjangan sosial, prasangka, diskriminasi dan stereotip yang diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi di sekolah, bisa dihentikan melalui pendidikan multikultural.79 Selain itu juga Diskursus pendidikan multikultual −mempersiapkan siswa hidup dalam multikultural society (diversity)− adalah solusi menyelesaikan efek dari globalisasi −migrasi populasi internasional akibat kolonialisme dan ekonomi global− yang mengakibatkan keberagaman sosial dan meningkatnya pengakuan terhadap keberagaman yang ada di arena sekolah umum.80

78H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 6. 79Stephen May, "Introduction: Towards Critical Multiculturalism," dalam Critical Multiculturalism: Rethinking Multicultural and Antiracist Education, ed. Stephen May, (UK and USA Taylor & Francis e-Library, 2005), 4-6. Jalal Gharibi, Sayed Hashem Golestani, dan Sayed Ebrahim Jafari, "Ontological Foundations of Multicultural Education," Journal of Education and Practice 5 (2014), 233, www.iiste.org, (diakses 8 Januari 2018). 80Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana Ilmu, 2001), 3, 13-15. Jeanne M. Guertin, "Introduction: Multicultural education," Educational Horizons

D i s k u r s u s | 85

Studi atas pendidikan multikultural dikembangkan oleh pelbagai pemikir pendidikan seperti James. A Banks, Stephen May, Sonia Nieto, Reva Joshee, Christine Inglis, Sally Tomlinson, Cristina Allemann-Ghinda, Crain Soudien, dan Yumasa Hirasawa.81 Studi tersebut juga berkembang pada pendidikan multikultural di pelbagai negara, bagaimana proses dan hambatan pengimplementasiannya.82 Pada International Symposium on Multicultural Education: Theories and Practices di National Taiwan Normal University. Simposium ini menyertakan sembilan intelektual yang berbicara mengenai pendidikan multikultural di negara-negara berbeda. Kesembilan Intelektual tersebut berargumen bahwa pendidikan multikultural telah eksis dalam konteks masing-masing negara mereka, dalam bentuk

Multicultural Education 55 (1977), 167, http://www.jstor.org/stable/42924241, (diakses 6 September 2017). Rod Gardner, Yasemin Karakaşoğlus, Sigrid Luchtenberg, "Islamophobia in the Media: a Response from Multicultural Education," Intercultural Education 19 (2008), 130-131, http://dx.doi.org/10.1080/14675980801889658, (diakses 9 Januari 2019), 130. Gloria Boutte, Multicultural Education Raising Consciousness, (Toronto: Wadsworth Publishing Company, 199), 315-317. 81Louri Johnson, Mikael Luciak dan Barry Van Driel, "The Routledge International Companion to Multicultural Education,‖ ed. James A. Banks", Race Ethnicity and Education 13 (2010), 550, DOI: 10.1080/13613324.2010.482891, (diakses 8 Januari 2019). Routledge International Handbook Series, The Routledge International Companion to Multicultural Education, ed. James A. Banks, (New York: Routledge, 2009), v-xvi. 82James A. Banks, Race, Culture, and Education The Selected Works of James A. Banks, (London dan New York: Routledge, 2006), 167-180.

86 | Pendidikan Multikultural

yang sederhana atau kompleks.83 Intelektual tersebut tidak hanya menganalisis fondasi pendidikan multikultural, tapi juga merumuskan bagaimana strategi pengajaran untuk mengimplementasikan pendidikan multikultural, baik sebagai materi pembelajaran juga sebagai pendekatan pengajaran.84

1. Fondasi Pendidikan Multikutural Gollnick dan Chinn, Banks, Hernandez, Tiedt dan Tiedt dan juga Howard mengemukakan bahwa bagi pendidik dan para calon pendidik dalam implementasi pendidikan multikultural terlebih dahulu harus memahami kondisi sosial kultural yang berdampak pada pendidikan. Pemahaman atas keragaman (diversity) akan menjadi fondasi yang kokoh dalam menggunakan pengetahuan ini secara efektif di ruang kelas (classroom) dan di sekolah.85 Gollnick dan Chinn dan Hernandez, menjelaskan fondasi pendidikan multikultural, walaupun keduanya berbeda dalam pengelompokkannya namun esensi yang dimaksud sama. Berikut pendapat Gollnick dan Chinn

83Joel Spring, "Foreword," dalam Global Constructions of Multicultural Education: Theories and Realities, ed. Carl A. Grant and Joy L. Lei, (London: Lawrence Erlbaum Associates, 2001), ix. 84Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching Hanbook of Activities, Information and Resources, (United Stated: Pearson Education, 2005) 31-39, 61-62. 85Donna M. Gollnick, dan Philip C. Chinn, Multicultural Education in a Pluralistic Society, (The United State of America: MacMillan, 1990), xvii, 3-4. Gary R. Howard, We Can’t Teach What We Don’t Know: White Teachers, Multiracial Schools, Multicultural Education Series, (New York: Teachers College Press, 2006), 3-5. James A. Banks, An Introduction to Multicultural Education, (United State: Paron Press, 2008), x. Hilda Hernandez, Multicultural Education A Teacher's Guide to Content and Process, (Toronto: Merill Publishing Company, 1989, 15. Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching…, 3.

D i s k u r s u s | 87

Pertama, diversity yang ada pada siswa sekarang ini di sekolah-sekolah, dan keberadaan diversity ini memperkaya serta mewarnai kehidupan di ruang-ruang kelas. Kedua, budaya berperan dalam kehidupan siswa dan keluarga mereka, karena budaya meresap dalam kehidupan. Ketiga, memahami pluralisme dalam masyarakat, dan keempat, memahami kesetaraan dan keadilan dalam demokrasi, Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Fondasi Pendidikan Multikultural Fondasi Pendidikan Multikultural

Kesataranan dan Perbedaan Ruang Kelas Budaya Pluralisme dalam Masyarakat Keadilan Sosial

Karakteristik Budaya: Budaya Termanifestasi Asimilasi Meritokrasi, Dipelajari, Dibagi, Melalui: Nilai, Kesetaran dan Diadaptasi dan Komunikasi Nonverval Keadilan Sosial Dinamis dan Bahasa Ethnocentrisme

Identitas Perbedaan Dalam, Budaya Ras, Ethnik, Gender, Relativisme Halangan Menuju Ekonomi, Bahasa Budaya Kesetaraan dan dan Agama Keadilan Sosial: Prasangka Deskriminasi, Hak Budaya Istimewa dan Multikulturalisme Dominan Stereotipe

Sumber: Donna M. Gollnick, dan Philip C. Chinn, Multicultural Education in a Pluralistic Society

Hernandez berargumen para pendidik dan orang- orang yang bergerak dibidang ini harus memahami pendidikan multikultural dengan dua perspektif yaitu isi dan proses (content and process). Content adalah aspek yang terlihat dalam kurikulum dan pembelajaran, sedangkan proses adalah interaksi, organisasi, sosial dan dimensi manajemen yang terkait dalam pembelajaran. Jadi dalam pandangan Hernandez, budaya, sosial dan sekolah harus

88 | Pendidikan Multikultural

memahami pendidikan terlebih dahulu karena cultural influences are pervasive and their impact on the educational process is significant.86 Gambar 2.3

Gambar 2.3 Budaya Sebagai Penghubung di Kelas

Budaya: Penghubung Kelas

Nature dan Komponen- Keterkaitan Budaya dan Konsep Kunci Budaya Etnisitas dan Pluralisme Komponen Budaya Pendidikan

Asimilasi Koteks macam- Sekolah dan macam Kesadaran Sosial Identitas Budaya Melting Pot wajah budaya: budaya: Keanggotaan Pluralisme implicit seseorang Berbagai Budaya Prestasi dan berdasarkan Perbedaan Akademik explicit berbagai sub- Budaya di Kelas yang Berbeda sub budaya Etnis dan Ras Rasisme dan Prasangka

Ethocentrisme Stereotip

Akulturasi

Sumber: Hilda Hernandez, Multicultural Education A Teacher's Guide to Content and Process

86 Hilda Hernandez, Multicultural Education…., 6-7.

D i s k u r s u s | 89

2. Dimensi-Dimensi, Pendekatan, dan Strategi Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural adalah konsep yang luas dengan beberapa dimensi.87 Banks menggagas teori ini untuk digunakan pendidik dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah. Dimensi tersebut adalah integrasi materi, proses konstruksi pengetahuan, mengurangi prasangka, pendidikan kesetaraan, dan memberdayakan budaya sekolah.88 Gambar 2.4. Gambar 2.4 Dimensi-Dimensi Pendidikan Multikultural

87James A. Banks, "Multicultural Education, Transformative Knowledge, and Action," dalam Handbook of Research on Multicultural Education, ed. James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, (San Francisco: Jossey-Bass, 2004), 3-29. James A. Banks, Race, Culture, and Education…,132-133. 88James A. Banks, Cultural Diversity and Education…, 41-44.

90 | Pendidikan Multikultural

Sumber: James A. Banks, Cultural Diversity and Education

Tidak hanya dimensi pendidikan multikultural ini, studi mengenai implementasi dan penggunaan pendidikan multikultural sebagai pendekatan juga dilanjutkan oleh Banks dangan menggagas pendekatan pendidikan multikultural (multicultural education approach).89 Pendekatan ini ada empat level menurut Banks yaitu level 1, pendekatan kontribusi (the contribution approach), level 2 Pendekatan adaptif (the additive approach. Dalam dua level ini kurikulumnya berkonten tentang liburan dan perayaan pelbagai kelompok etnis, terutama di tingkat anak usia dini dan tingkat dasar. Level 3 pendekatan transformatif (the transformation approach) mengubah asumsi dasar kurikulum agar siswa dapat melihat konsep, tema, dan masalah dari pelbagai perspektif dan sudut pandang. Dalam level 3 ini kurikulum bertujuan untuk membantu peserta didik untuk melihat bahwa pengetahuan tersusun secara sosial, bahwa orang menciptakan makna berdasarkan pengalaman mereka sendiri dan pemahaman tentang dunia di sekitar mereka. Sebagaimana Banks menulis, tujuan penting dari pendekatan transformatif adalah untuk mengajarkan siswa berpikir kritis dan mengembangkan keterampilan untuk merumuskan, dan membenarkan kesimpulan dan generalisasi yang mereka yakini atau buat. Akhirnya, level 4 pendekatan aksi sosial (the social action approach) menunjukkan bahwa begitu peserta didik telah mempelajari suatu masalah dan telah menarik kesimpulan sendiri, mereka harus dapat mengambil tindakan secara pribadi, sosial atau

89James A. Banks, "Approaches to Multicultural Curriculum Reform," dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th ed., editor James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, (San Francisco: Jossey-Bass, 2004), 237-252.

D i s k u r s u s | 91

sipil.90 Sedikit berbeda dari Banks, Grant dan Sleeter membagi pendekatan pendidikan multikultural menjadi lima yaitu teaching the culturally different, the human relations approach, single group studies, multicultural education and eduction that is multicultural and social reconstrutionist.91 Lebih lanjut Banks juga merumuskan konstruksi pengetahuan pendidikan multikultural. Pengetahuan sekolah (school knowledge) haruslah berindikator personal and cultural knowledge yaitu konsep, penjelasan, dan interpretasi yang dibawa siswa melalui pengalaman pribadinya di rumah, keluarga dan masyarakat tempat dia berada. Lalu, popular knowledge, terdiri dari fakta, interpretasi, kepercayaan yang tertanam melalui televisi, film, video, rekaman, dan pelbagai bentuk dari media massa. Selanjutnya, mainstream academic knowledge terdiri dari konsep, paradigma, teori dan penjelasann yang membentuk pengetahaun dan termanifestasi dalam tingkah laku. Terakhir, transformative academic knowledge yaitu konsep, paradigma, teori yang menentang mainstream academic knowledge. Transformative academic knowledge berdasarkan asumsi epistemologi mengenai pengetahuan, tentang interes dan nilai yang berbeda atas kontruksi pengetahuan. Banks berargumen transformative academic knowledge merefleksikan asumsi postmodern.92

90James A Banks, "Approaches to Multicultural Curriculum Reform…,‖ 238. Young Pai, Susan A. Adler, dan Lina K. Sjadiow, Cultural Foundations of Education, (New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall, 2006), 104-106. 91Carl A. Grant and Christine E. Sleeter, ―Race, Class, Gender and Disability in the Classroom; Approaches to Multicultural Education,‖ Multicultural Education Issues and Perspectives 7th, ed. editor James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, (San Francisco: Jossey-Bass, 2004), 63-68. 92 James A. Banks, Race, Culture, and Education….,151- 156.

92 | Pendidikan Multikultural

Lebih lanjut −pada tataran praktis− para intelektual pendidikan multikultural merumuskan strategi materi, metode, media, agar pendidikan multikultural dapat terimplementasi di sekolah. Golnick dan Chinn merumuskan pengajaran multikultural bahwa para siswa harus menjadi pusat (center) proses pembelajaran jadi suara siswa harus didengarkan. Untuk mendukung itu iklim sekolah, iklim kelas harus mendukung human right, hal ini berkaitan langsung dengan hubungan antara guru dan siswa. Guru harus percaya semua siswa bisa belajar. Materi pembelajaran haruslah multicultural curriculum, yaitu berasal dari pelbagai multipel perspektif dan mempromosikan social justice dan equality.93 Namun cara berpikir lain tentang perumusan strategi materi, metode, media berdasarkan ulasan tentang literatur dan penelitian dalam pendidikan multikultural dan pada pengalaman mereka sebagai pendidik multikultural Hernandez, Tiedt dan Tiedt merumuskan materi pembelajarannya seperti buku teks yang digunakan di kelas adalah buku yang mengambarkan keberagaman para siswa.94 Secara praktis, Chinaka Samuel Domnwachukwa merumuskan rencana pembelajaran (lesson plan) untuk kelas yang multikultural disebut dengan Standars-Based Planning and Teaching in a Multicultural Classroom.95 Lebih detail, pada tataran praktis, para intelektual mulai merumuskan, mengkritik, dan merancang, serta mengimplementasikan

93 Donna M. Gollnick, dan Philip C. Chinn, Multicultural Education…, 260-276. 94Hilda Hernandez, Multicultural Education….., 142-143, 183-184. Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching…., 69-76. 95Chinaka Samuel Domnwachukmu, An Introduction to Multicultural Education From Theory To Practice, (New York: Rowman dan littlfield Publishers. Inc, 2010), 203-213. Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching…, 78.

D i s k u r s u s | 93

pendekatan multikultural untuk digunakan guru matematika sebagai pendekatan dalam mengajar.96 Selanjutnya, Sonia Nieto dan Patty Bode kedua intelektual ini fokus pada reformasi sekolah (school reform), menurut keduanya pendidikan multikultural tidak akan bisa terimplementasi jika budaya sekolah tidak terlebih dahulu di reformasi, menurut keduanya ada lima karakteristik dari reformasi sekolah ketika sekolah tersebut memiliki perspektif multikultural yaitu reformasi sekolah harus anti rasis dan anti bias, reformasi sekolah harus mencerminkan pemahaman dan penerimaan semua siswa sebagai manusia yang memiliki bakat dan kekuatan yang dapat meningkatkan pendidikan mereka, reformasi sekolah harus dipertimbangkan dengan parameter pedagogi kritis, orang- orang yang paling dekat dengan pengajaran dan belajar (guru, orang tua, dan siswa sendiri) perlu terlibat secara bermakna dalam reformasi sekolah, dan terakhir, reformasi sekolah harus didasarkan pada harapan yang tinggi dan standar yang ketat untuk semua pelajar.97 (lihat bab IV A.

96Lalita Subrahmanyan, Steve Hornstein dan Dave Heine, "Multicultural Discoursee in Teaching Education the Case of One Integrated Teaching Methods Block,‖ dalam Multicultural Curriculum New Directions for Social Theory, Practice, and Policy , ed. Ram Mahalingam and Cameron MeCarthy (New York: Routledge, 2000), 168-169. Ram Mahalingam, "Beyond Eurocentrism: Implication of social Epistemology for Mathematics Education," dalam Multicultural Curriculum..., 189-191. Rochelle Gutiérrez, ―Is the Multiculturalization of Mathematics Doing Us More Harm then Good?,‖ dalam Multicultural Curriculum…, 199-102. 97Sonia Nieto dan Patty Bode, "School Reform and Student Learning: A Multicultural Perspective," dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 9th, ed. James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, (San Francisco: Jossey-Bass, 2004), 409.

94 | Pendidikan Multikultural

Percaya Diri, Simpati dan Keadilan: Fondasi Pendidikan Multikultural)

3. Diskursus Pendidikan Multikultural di Indonesia Para pemikir pendidikan di Indonesia yang bicara mengenai diskursus pendidikan multikultural di Indonesia diawali oleh adalah H.A.R. Tilaar, Zamroni dan Abuddin Nata. Selanjutnya buku yang sering dirujuk mengenai pendidikan multikultural sebagai solusi atas keragaman bangsa Indonesia adalah karya Muhammad Tholchah Hasan,98 Ainul Yaqin, Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Choirul Mahfud dan Maslikhah.99 Wacana mengenai pendidikan multikultural berkembang ke arah terimplementasinya pendidikan multikultural di sekolah dan pesantren dalam bentuk kurikulum ataupun budaya sekolah,100 seperti Abdullah Aly,101 Sulalah,102 Noor

98Muhammad Tholchah Hasan, Pendidikan Multikultural Sebagai Opsi Penangulangan Radikalisme, (: Unisma, 2016), 113. 99Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Salatiga dan Surabaya: PT Temprina Media Grafika Surabaya, 2007), 45- 46. 100Megawati, ―Praktik Pendidikan Multikultural Pada Jenjang Pendidikan di YPSIM Praktik Penerapan Pendidikan Multikultural di Tingkat PG-TK Sultan Iskanda Muda,‖ dalam Merawat Keberagaman Praksis Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, (Medan: Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda), 93. 101Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 255. 102Sulalah, Pendidikan Multikultural Didaktika Nilai- Nilai Universalitas Kebangsaan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 123.

D i s k u r s u s | 95

Sulistyobudi dkk,103 Suparlan Al Hakim dkk,104 dan Yaya Suryana dkk.105 Dengan menyesuaikan dengan sejarah pendidikan dan kehidupan bangsa Indonesia,106 para intelektual pendidikan pada bidang ini merumuskan konsep pendidikan multikultural.107 Keragaman di Indonesia tidak hanya pada etnis tetapi juga pada agama. Ini terlihat pada perkembangan wacana pemikiran pendidikan multikultural di Indonesia lebih ditekankan pada bagaimana hidup dengan memiliki keragaman agama, bertoleransi dengan perbedaan agama dan tetap rukun walau hidup berbeda agama.108

103Noor Sulistyobudi, Bambang Suta, Salamun, Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah Istimewa Yogyakarya, (Balai Pelestarian Nilai Budaya: Yogyakarta, 2014), 37-38. 104Suparlan Al-Hakim dan Sri Untari, Pendidikan Multikultural Strategi Inovatif Pembelajaran Pluralitas Masyarakat Indonesia, (Malang: Madani Media, 2018), 74. 105Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip dan Implementasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 319. 106Rita Oswald Christano and William K. Cummings, ―Schooling In Indonesia,‖ dalam Going to School in South Asia, ed. Gerard A. Postiglione and Jason Tan, (United States of America: Greenwood Press, 2007), 122-141. Freek Colombijn dan J. Thomas Lindblad, Root of Violence in Indonesia Contemporary Violence in Historical Perspective, (Singapora: Markono Print Media Ptc.Ltd, 2002). 1-31. 107Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural…., 1-7. 108H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 183. Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), 74-75. Tahir Sapsuha, Pendidikan Pasca Konflik Pendidikan Multikultural Berbasis Konseling Budaya Masyarakat Maluku Utara, (Yogyakarta: LKiS, 2013), 197.

96 | Pendidikan Multikultural

Ainul Yaqin, H.A.R. Tilaar, Choirul Mahfud, Ngainun Naim dan Achmad Sauqi berargumen bahwa Indonesia membutuhkan pendidikan multikultural untuk diimplementasikan pada proses pendidikan. Dimulai dengan konsep ini tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam,109 dilanjutkan dengan argumen bahwa mengimplementasikan pendidikan multikultural akan berdampak kokohnya nasionalisme dan terbentuklah nasionalisme Indonesia baru.110 Lebih lanjut pendidikan multikultural merupakan sarana alternatif pemecahan konflik, supaya siswa tidak tercabut dari akar budaya.111 Yaqin berargumen untuk dapat melaksanakan pendidikan multikultural banyak yang harus dipahami (cross cultural understanding atau awareness), jika tidak maka akan ada apa yang disebut oleh Golnick dan Chinn dan Hernandez yaitu prejudice, stryotype racism. Munurut Yaqin dengan membangun paradigma keberagamaan inklusif di sekolah, menghargai keragamaan bahasa di sekolah, membangun sensitivitas jender di sekolah, meningkatkan sikap kepedulian sosial di sekolah, membangun sikap anti diskriminasi etnis di sekolah, menghargai perbedaan kemampuan di sekolah, dan membangun sikap anti diskriminasi umur di sekolah. Pendidikan yang terjadi adalah akulturasi dan pendidikan multikutural.112

109Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 75. 110H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan- Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Grasindo, 2004), 107-109. 111Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 216-219. 112Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), 291-296.

D i s k u r s u s | 97

Melalui penelitian antropologi pendidikan, Raihani seorang guru besar di Indonesia bidang pendidikan Islam, khususnya pendidikan multikultural di Indonesia, karyanya mengenai pendidikan dan masyarakat Indonesia yang multikultural telah diterbitkan secara international,113 memberi penjelasan dalam konteks Indonesia, sebuah sisi yang berbeda dalam memproduksi orang yang terdidik.114 Menurut Raihani, peraktik pendidikan multikultural di Indonesia dikembangkan dan dilaksanakan tidak secara sistematis dan sadar sebagai sebuah program dan strategi yang inheren dalam pendidikan Indonesia. Pendidikan multikultural dilaksanakan secara sporadis, tanpa desain dan

113Raihani, ―Report on Multicultural Education in Pesantren,” Compare: a Journal of Comparative and International Education 42 (2012), 601, http://dx.doi.org/10.1080/03057925.2012.672255, (diakses 14 Januari 2019). Raihani, ―Islamic Schools and Social Justice in Indonesia: A Student Perspective,‖ Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies 50 (2012), 294-297. Raihani ―A Whole-school Approach: A Proposal for Education for Tolerance in Indonesia,‖ Theory and Research in Education 9 (2011), 23-39, http;//10.1177/1477878510394806, (diakses 20 Januari 2019). Raihani, ―Education for Multicultural Citizens in Indonesia: Policies and Practices,‖ Compare: A Journal of Comparative and International Education 48 (2018), 992, http://doi.org/10.1080/03057925.2017.1399250, (diakses 7 April 2020) 114R. Alpha Amirrachman, ―Reviewed Work(s): Creating Multicultural Citizens. A Portrayal of Contemporary Indonesian Education Routledge Critical Studies in Asian Education by Raihani,‖ Bijdragen tot de Taal-Land-en Volkenkunde 171 (2015), 392-395, https://www.jstor.org/stable/43818005, (diakses 14 Januari 2019).

98 | Pendidikan Multikultural

tanpa visi yang jelas berdasarkan penelitian etnografi yang dia lakukan di Kalimantan dan Yogyakarta.115

Gambar 2.5 Model Pendidikan Multikultural menurut Raihani

Kebijakan Pendidikan Nasional

Pengetahuan, Nilai, dan Keterampilan Multikultural Guru

Masyarakat Religius dan Multietnik

Sumber: Raihani, Pendidikan Islam Dalam Masyarakat Multikultural

115Raihani, Creating Multicultural Citizens. A Portrayal of Contemporary Indonesian Education. (Milton Park: Routledge, 2014), 222-223.

D i s k u r s u s | 99

Raihani, merumuskan sebuah model pendidikan multikultural untuk konteks Indonesia. Model ini, Gambar 2.5, mempertimbangkan tiga faktor utama dalam pendidikan multikultural, yaitu kondisi masyarakat Indonesia yang multiagama dan multietnis, kebijakan pendidikan nasional, dan pengetahuan nilai dan keterampilan dari para pelaku pendidikan. Di samping secara bersama memengaruhi visi dan kebijakan sekolah dalam hal pendidikan multikultural, ketiga faktor ini berpengaruh dan/atau dipengaruhi satu sama lain. Faktor kondisi keberagaman Indonesia akan memengaruhi kebijakan pendidikan nasional dan pengetahuan dan nilai-nilai dari para pelaku pendidikan termasuk pejabat-pejabat pelaksana kebijakan, pemimpin sekolah dan para guru. Sementara itu, kebijakan pendidikan nasional pada semua tingkatannya harus memperhatikan pengembangan pengetahuan dan keterampilan dari para pelaku pendidikan tersebut melalui pendidikan dan pelatihan. Kebijakan pendidikan nasional sendiri harus secara eksplisit menegaskan bahwa pendidikan multikultural adalah salah satu fokus dari pendidikan nasional. Model ini selanjutnya bertumpu pada visi dan kebijakan sekolah yang secara jelas dan tegas menjadikan pendidikan multikultural sebagai inti dari visi dan kebijakan tersebut. Visi dan kebijakan ini harus tercermin pada level-level selanjutnya seperti dalam gambar tersebut. Visi ini harus dibagi atau menjadi visi bersama semua komunitas sekolah. Visi dan kebijakan yang implisit dan hanya dipunyai oleh sebagian kecil orang akan melahirkan inkonsistensi dan sporadisnya pelaksanaan pendidikan multikultural.116 Kurikulum ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang memiliki muatan multikultural baik dari aspek konsep- konsep dan kenyataan, keragaman, keberagamaan, dan perbedaan di Indonesia mutlak diperlukan dalam rangka

116Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 155.

100 | Pendidikan Multikultural

membangun pengetahuan yang benar pada peserta didik. Di samping itu, kurikulum harus memuat nilai-nilai yang akan dikembangkan oleh guru dan siswa menjadi sikap-sikap yang positif terhadap kenyataan keragaman. Dalam hal pendidikan agama, agak sulit dalam konteks Indonesia yang religious untuk mengubah pendekatan kurikulum yang konfesional. Kurikulum pendidikan agama harus berperan sebagai alat bagi prejudice reduction (mengurangi prasangka) antar kelompok agama dengan memuat lebih banyak proporsi pembahasan kenyataan multi-agama di Indonesia termasuk menyajikan kajian tematik yang ditinjau dari sudut pandang agama-agama. Mengikuti pandangan para guru agama pada penelitian ini, sikap meyakini kebenaran agama masing-masing itu perlu karena itu syarat keimanan, tetapi ada banyak hal yang bisa membawa orang dari beragam keyakinan untuk duduk bersama saling mendukung dalam rangka mewujudkan masyarakat yang damai dan toleran. Di samping itu, praktik pembelajaran harus mampu memberikan suasana nyaman dan kondusif bagi setiap anak didik, terlepas dari latar belakang mereka untuk mengembangkan kemampuannya secara maksimal tanpa prasangka dan diskriminatif.117 Penciptaan budaya sekolah adalah level berikutnya dari model ini. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa budaya sekolah tidak bisa dianggap subordinat terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah apalagi pendidikan multikultural banyak bersangkut paut dengan penananaman nilai. Simbol, kebiasaan, upacara dan norma-norma yang berlaku akan berbuah menjadi budaya. Oleh karena itu, semaksimal mungkin semua hal ini diarahkan untuk menjunjung tinggi prinsip dan nilai kebersamaan, keberagaman, keadilan, persamaan hak, dan toleransi. Ketidakseragaman pesan yang akan melahirkan kegamangan dalam proses penciptaan

117Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural…, 155.

D i s k u r s u s | 101

budaya sekolah harus diminimalkan melalui pernyataan dan kebijakan tegas dari pimpinan yang sudah mempunyai visi multikultural yang kukuh seperti disebutkan di atas.118

D. Wacana Pendidikan Multikultural dalam Islam Al-Qur‘ān adalah landasan proses, konsep, dan pelaksanaan pendidikan.119 Pendidikan Islam dalam konsep jamak, diambil dari bahasa arab tarbiyyah yang berarti tumbuh dan berkembang. Selain tarbiyyah terdapat pula kata ta'li>m yang bermakna pengajaran. Akar kedua kata ini adalah 'allama dan rabbā keduanya mengandung arti memelihara, membesarkan, dan mendidik sekaligus mengandung makna mengajar.120 Berbeda dengan pendapat di atas, Syed Naquib al- Attas secara tegas mengatakan bahwa tarbiyyah tidak mampu mewakili kedalaman makna ta'di>b, hakikat dan filosofi dari pendidikan Islam.121 Pendidikan Islam menurut al-Attas bermakna proses perwujudan manusia yang mempunyai adab. al-Attas mendefinisikan adab sebagai seseorang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan yang Hak; yang memahami dan

118Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural…, 155-156. 119Nurcholis Madjid, "Pengantar: Pendidikan, Langkah Strategis Mempersiapkan SDM berkualitas," dalam Menuju Masyarakat Belajar menggagas Paradigma Baru Pendidikan, ed. Indra Djati Sidi, (Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana Ilmu, 2001), xi-xxii. Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan (dalam Perspektif Islam), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003), 7. 120Muhammad 'Athiyyat al-Abrasyi, Rûh al-Tarbiya wa al-Ta'lîm, (Kairo: Dar ihya' al-Kutub al'Arabiyyat 'Isa al-Babi al- Halabi, 1962), 14-15. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 5. 121Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Aims and Objectives of Islamic Education, (Jeddah: King Abdulaziz, 1979), 1-15.

102 | Pendidikan Multikultural

menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya; yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab.122 Jadi pendidikan itu hendaknya di samping memberikan kemampuan intelektual,123 juga menghasilkan manusia yang berbudi pekerti luhur.124 Menurut Abuddin Nata landasan pendidikan multikultural selain al-Qur‘ān yaitu Piagam Madinah (al- Sahifah al-Nabawiyyah),125 yang diaplikasikan oleh Muhammad saw. dalam membangun masyarakat Madinah sesuai dengan visi etis (toleransi, solidaritas, persatuan, egalitarianisme, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, persatuan, kebebasan, penegakkan supremasi hukum, dan keadilan sosial, kontrol sosial untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran) dalam kehidupan bermasyarakat.126

122Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, (Bandung: Mizan 2003), 174. 123Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun Kritis, Humanis, dan Religius, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 57. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 75-88. 124Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Ketangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004), 36. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan, 40-41. Ridjaluddin, Ilmu Pendidikan Islan, (Jakarta Selatan: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, 2008), 4. 125Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan al-Qur’ān (Jakarta: RajawaliPress, 1994), 45. 126Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), 282- 283.

D i s k u r s u s | 103

Gambar 2.6 Multikulturalisme dalam Al-Qur’ān

Multikulturalisme dalam al-Quran

Dasar Nilai Strategi

Kemuliaan Hak Asasi Nilai-Nilai Keadilan manusia Manusia Demokrasi Toleransi (Human Dignity)

Dialog Anti diskriminasi Menghilangkan Prasangka Negatif Sumber: Rusli, ―Multikulturalisme dalam wacana al-Qur‘ān

Lebih lanjut Abuddin Nata berargumen bahwa ajaran moral dan etika yang terkait dengan manusia khususnya untuk mewujudkan pendidikan multikultural

104 | Pendidikan Multikultural

adalah ajaran tentang egaliter, keadilan, toleransi (tasāmuh) dan musyawarah (saling menghormati hak dan bekerja sama).127 Sementara itu Hanafi mengategorikan multikulturalisme dalam al-Qur‘ān yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun saling percaya dan saling pengertian, saling menghargai, terbuka dalam berpikir, apresiasi dan interdependensi serta rekonsiliasi nirkekerasan.128 Sepakat dengan keduanya, dalam artikelnya, Rusli mengilustrasikan multikulturalisme dalam wacana al- Qur‘ān dalam peta konsep sebagaimana Gambar 2.6.129 Berikut penjelasan ajaran al-Qur‘ān tentang egaliter, keadilan, toleransi (tasāmuh) dan musyawarah (saling menghormati hak dan bekerja sama):

1. Prinsip Egalitarianisme Islam kehidupan yang penuh kedamaian dalam masyarakat yang plural, telah ada ketika Rasulullah memformulasikan perjanjian Piagam Madinah yang mengandung prinsip-prinsip mendasar yang mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antar masyarakat Madinah

127Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural…, 289. Ali Nurdin, Quranic Society Menelusuri Masyarakat Ideal dalam al-Qur’ān , (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), 226-279. 128Hanafi,"Multikulturalisme dalam al-Quran, Hadits, dan Piagam Madina," Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman 3 (2016), 180-183 http://jurnal.uinbanten. ac.id/ index.php/saintifikaislamica/article/view/97, (diakses 31 Juli 2018). 129Rusli, ―Multikulturalisme dalam Al-Qur‘ān dalam Hunafa, Jurnal Studia Islamika 9 (2012), 110, file:///C:/Users/User/Downloads/44-Article%20Text-109-1-10- 20140307%20(1).pdf, (diakses 31 Juli 2018).

D i s k u r s u s | 105

yang terdiri dari kaum muslim, yahudi, dan musyik.130 Esensi egalitarianisme dalam Piagam Madinah bahwasanya setiap anggota komunitas Madinah memiliki tanggung jawab sosial yang merupakan kewajiban agama dalam merealisasikan keadilan dan keamanan dalam masyarakat Madinah, melalui cara-cara solidaritas sosial, dan mendahulukan kepentingan orang lain (īthār).131 M.Yudhie R. Haryono berargumen egalitarianisme sebenarnya sinonim dengan hak azazi manusia (HAM) dalam tujuan dan agendanya, yaitu hak sederajat tidak hanya pada QS. al- Hujarat, 49: 13 tetapi juga dalam QS. al-Baqarah, 2: 228.132 Dalam al-Qur‘ān dinyatakan manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah, yang membedakannya adalah kualitas ketakwaannya. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Hujurat, 49: 13;

ُّ َّ َّ يَٰٓأيها َٰٓٱنلاسَٰٓ َٰٓإِىا َٰٓخلقَٰٓ َٰٓنلم َٰٓ ِنو َٰٓذلرَٰٓ َٰٓوأَٰٓىثََٰٰٓٓ

َّ وجعلَٰٓ َٰٓن لمََٰٰٓٓشعوبَٰٓآَٰوقبآَٰنِلََٰٰٓٓ ِِلعارف وَٰٓآََٰٰٓإِنََٰٰٓٓأكَٰٓرنلمََٰٰٓٓ

َّ َّ َّ ر ِعيدََٰٰٓٓٱ َّٰٓللَِٰٓأتَٰٓقىَٰٓ ل َٰٓمَٰٓإِنََٰٰٓٓٱ َّٰٓللَٰٓعلِيمََٰٰٓٓخبِي١٣َََٰٰٰٓٓٓ َٰٓ

Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan

130Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Tanggung Jawab Sosial (Tafsir Al-Qur’ān Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashiihan Mushaf Al-Qur‘ān ), 223. 131Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Tanggung Jawab Sosial…, 225-232. 132M. Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’ān Mencurigai Makna Tersembunyi di Balik Teks, (Bekasi: Gugus Press, 2002), 232-235.

106 | Pendidikan Multikultural

dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Pertama, asbabun nuzul diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Hind yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi meminta kepada Bani Bayadhah agar menikahkan salah seorang putri mereka dengan Abu Hind, tetapi mereka enggan dengan alasan tidak wajar mereka menikahkan putri mereka dengannya yang merupakan salah seorang bekas budak mereka. Sikap keliru ini dibantah al-Qur‘ān dengan menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah bukan karena keturunannya atau garis kebangsawanan tetapi ketakwaan.133 Riwayat kedua, mengenai sebab turunnya ayat ini adalah diriwayatkan dari Abu Mulaikah bahwa tatkala terjadi Fathu Makkah pada tahun ke 8 H, Nabi menyuruh Bilal naik ke Kakbah untuk mengumandangkan azan. Attab bin Usaid ketika melihat Bilal naik ke atas Kakbah berkata; "segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa ini," Haris bis Hisyam berkata; Muhammad tidak menemukan orang lain yang azan selain dari burung gagak yang hitam ini." Jibril memberitahukan kepada Rasulullah apa yang mereka ucapkan kemudian turunlah ayat ini.134

133M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Volume 13…, 260-261. 134Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Tanggung Jawab Sosial…, 323.

D i s k u r s u s | 107

QS. al-Hujurat, 49: 13 memberikan contoh dari konsep egalitarisme.135 Ayat ini menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaanya sama di sisi Allah. Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki, menjadikan berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan berbeda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, seyogyanya antara sesama manusia untuk saling mengenal, saling menghormati dan saling bekerja sama dan tolong-menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, kekayaan, kemasyhuran, karena yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa disisi-Nya.136

2. Keadilan Pada al-Qur‘ān kata al-'adl dijumpai sebanyak 28 kali. Secara etimologi al-'adl memiliki banyak arti di antaranya istiqāmah (lurus) dan al-musāwah (persamaan). Term al-'adl juga berarti keseimbangan atau keserasian 137 seperti yang dapat dipahami dari QS. al-Infitār, 82:7. َّ ٱ َِّليَٰٓخلقكََٰٰٓٓف س َّوىَٰٓ كََٰٰٓٓف ع دلك٧َََٰٰٰٓٓٓ َٰٓ

Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.

135Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural…, 290. 136M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’ān Volume 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 260. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‘ān, Tanggung Jawab Sosial…, 323. 137Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, (Tafsir al-Qur’ān Tematik), (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), 161.

108 | Pendidikan Multikultural

Kata al-'adl dalam al-Qur‘ān terkait dengan banyak hal di antaranya; peradilan atau hukum QS. al-Nisa, 3: 58. Term al-'adl yang dihubungkan dengan etika dalam berpoligami QS. al-Nisā, 4:3, 129, etika profesi, yakni bahwa seseorang tidak boleh berlaku tidak adil yang disebabkan kebenciannya kepada seseorang yang akan dikenai kebijakannya QS. al-Maidah, 5:8, sebagai persyaratan bagi seorang juru tulis atau notaries QS. al- Baqarah, 2: 282, Sebagai syarat bagi seorang hakim dalam memutuskan perkara QS. al-Nisā, 4: 58, sebagai akhlak yang mulai sebagaimana akhlak berbuat baik kepada para karib kerabat QS. al-Nahl, 16: 90; sebagai syarat seseorang yang mendamaikan orang yang bertengkar QS. al-Hujarat, 49: 9. Munurut Abuddin Nata dari keseluruhan ayat-ayat tersebut terlihat bahwa keadilan digunakan dalam konteks hubungan dengan orang lain.138 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia mengemukakan indikator keadilan adalah pertama yang harus dipatuhi dalam konteks upaya penegakan keadilan adalah al-musāwāh, yang berarti memperlakukan semua pihak secara sejajar di depan hukum atau peradilan. Kedua, al-taswiyah, yaitu upaya menyamakan antara hak satu dengan hak yang lain. Karena itu, tidak ada seorang pun boleh diperlakukan secara diskriminatif, dalam sebuah hadits dinyatakan:

138Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, 290. Lajnah Pentashihan Mushaf al- Qur‘, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi…, 163-166.

D i s k u r s u s | 109

ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َع ْن نَافٍع، َع ْن َعْبد اهلل بْ ِن عَُمَر، َع ْن َرُسول اهلل َصلى اهللُ َعلَْيه َّ ِ ِ َو َسل َم، »أَنَّهُ َدفََع إََل ي َُهود َخْيبَ َر ََنْ َل َخْيبَ َر َوأَ ْر َضَها، َعلَى أَْن ِ ِ ِِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ ِ ي َْعتَملُوَها م ْن أَْمَواِل ْم، َولَرُسول اهلل َصلى اهللُ َعلَْيه َو َسل َم َشطُْر ََثَرَها« Dari Nafi,‘ Abudllah bin Umar, bahwasanya Rasulullah shallallahu‘ alaihi wa sallam menyerahkan kepada bangsa Yahudi Khaibar kebun kurma dan ladang daerah Khaibar agar mereka yang menggarapnya dengan biaya dari mereka sendiri, dengan perjanjian Rasullulah shallalluhu ‗alaihi wa sallam mendapatkan separuh dari hasil panennya (Riwayat Shahih Muslim).139

Hadis ini secara jelas menyatakan bahwa siapa pun berhak memperoleh haknya secara sempurna, meski ia berasal dari agama berbeda.140 Ketiga, proporsional yaitu meletakkan sesuatu pada posisi yang sesuai dengan proporsinya atau dengan kata lain, memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Dengan demikian yang menjadi titik tekan pada kata adil adalah unsur proporsionalnya, bukan unsur kesamaan.141 Berbeda dengan kategori di atas Murthada Muthahari lebih detail mengatakan bahwa indikator keadilan yaitu keseimbangan, persamaan, memelihara dan memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan pemberian rahmat dan kebaikan dari

139Muslim bin Hijaz Abu Hasan al-Qushairi an-Nisaburi, Shahih Muslim Juz 3, (Beirut, Dar Ihya al-Turast al-‗Arabi, tt), 1187. 140Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi..., 177. 141Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‘ān, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi.., 181-182.

110 | Pendidikan Multikultural

Khaliq kepada makhluk-Nya. Masing-masing pengertian tersebut menempati obyek-obyek tersendiri sesuai dengan proporsinya.142

3. Toleransi (Tasāmuh) Abuddin Nata mengemukakan tasāmuh (toleransi) berkaitan dengan prinsip egaliter yang diperlukan untuk menyikapi pluralisme agama, budaya, jenis kelamin, kebangsaan, suku, etnis dan sebagainya, yang selanjutnya membawa kepada ajaran tentang toleransi, yaitu QS al- Kafirun, 109: 6.143

َٰٓللمََٰٰٓٓ ِدييلمََٰٰٓٓو ِلََٰٰٓٓ ِدي ِو٦َََٰٰٰٓٓٓ َٰٓ Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Namun menurut Muhammad Rifqi Fachrian ayat di atas mempertegas batasan toleransi terkait dalam hal keimanan dan peribadatan,144 diluar keduanya ada toleransi.145 Sebagaimana Quraish Shihab juga menjelaskan ayat ini merupakan eksistensi secara timbal balik bagi kamu agama kamu dan bagi ku agamaku. Masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik

142Tim Penyusun, Tema-tema Pokok al-Qur’ān , (Jakarta: Biro Bina Mental Spritual DKI Jakarta, 1994/1995), 12-13. 143Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural…, 291. 144Tim Tashih Departemen Agama, al-Qur’ān dan Tafsirnya Jilid X Juz 28-29-30, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1990), 826-385. Al Hafizh 'Imaduddin Abu Al Fida' Ismail Ibnu, Tafsir Juz 'Amma, terj, Farizal Tirmizi; ed. Mukhlish B. Mukti, Fajar Inayati, Cet, 10, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 376-377. 145T.H. Thalhas, Tafsir Pasė Kajian Surah al-Fatihah dan surah-surah dalam Juz' Amma: Paradigma Baru, (Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al-Qur‘ān Pasé, 2001), 104.

D i s k u r s u s | 111

tanpa memutlakkan pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing.146 Lebih lanjut Fachrian menyebutkan contoh-contoh sikap toleransi dalam al-Qur‘ān yaitu tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Yunus, 10:99 dan QS. al-Baqarah, 2: 256), tidak memaki sesembahan non-Muslim: saling menghargai dan menghormati keyakinan (QS. al-An'am, 6:108), berlaku adil dan baik terhadap non-Muslim (QS. as- Syura, 42: 15, QS. al-Ankabut, 29:46, QS. al-Mumtahanah, 60:7-9).147 Yusuf Qardhawi juga mengatakan al-Qur‘ān mengajarkan, memerintahkan dan menceritakan mengenai ruh tasāmuh (semangat toleransi) yang teraplikasikan dalam pergaulan yang bagus, sikap lemah lembut, memelihara kehidupan bertetangga, dan rasa kemanusiaan yaitu berupa kebajikan, kasih sayang dan ihsan (QS al-Luqman, 31:15 dan QS. al-Mumtahanah, 60: 8.148 Lebih lanjut, T.H. Thalhas mengemukakan mengenai bentuk toleransi dalam Islam dalam tataran aplikasi ialah sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. seperti yang dicantumkann dalam Piagam Madinah. Di antara prinsip-prinsip penting mengenai toleransi beragama yang terdapat dalam piagam Madinah, Pasal 25 ialah, Islam menjamin kesamanan kepada semua pemeluk agama-agama yang berada di bawah kekuasaannya.

146M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbaj Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ān Juz 'Amma Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 581-582. 147Muhammad Rifqi Fachrian, Toleransi Antarumat Beragama dalam Al-Qur’ān (Telaah Konsep Pendidikan Islam), (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2018), 100-101. Aisyah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif al-Qur’ān , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), 71-72. 148Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 2, terj. Hadyul Islam Fatawi Mu'ashirah,(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 973.

112 | Pendidikan Multikultural

Ayat-ayat lain yang juga menerangkan masalah toleransi adalah QS. al-Baqarah, 2: 139, QS. al-An'am, 7:108, dan QS. ali Imran, 3: 64.149

4. Musyawarah: Saling Menghormati Hak dan Bekerja Sama Musyawarah adalah mengeluarkan pendapat (yang baik) kepada pihak lain. Lingkaran musyawarah terdiri dari peserta yang akan memberikan pendapat yang akan disampaikan ini lingkaran yang bernuansa kebaikan. Peserta musyawarah bekerja sangat disiplin, solid dalam bekerja sama, dan musyawarah tersebut menghasilkan hal yang baik. Objek musyawarah merupakan segala masalah yang belum terdapat petunjuk agama secara jelas dan pasti. Sebagaimana dinyatakan dalam QS. Ali-Imran, 3: 159.150

َّ ًّ فبِهآَٰرحَٰٓةَٰٓ َٰٓ ِنوََٰٰٓٓٱ َّٰٓللَِٰٓ ِنلتََٰٰٓٓله َٰٓم َٰٓولوََٰٰٓٓليتََٰٰٓٓفظآَٰغلِيظََٰٰٓٓ ُّ ٱلَٰٓقلَٰٓ ِبََٰٰٓٓلَٰٓىفضوآََٰٰٓ ِنَٰٓوََٰٰٓٓحوَٰٓلِكَٰٓ َٰٓفَٰٓٱعَٰٓفََٰٰٓٓعيَٰٓهمََٰٰٓٓوَٰٓٱسَٰٓتغَٰٓفِرََٰٰٓٓ

َّ َّ لهمََٰٰٓٓوشاوِرَٰٓهمََٰٰٓٓ ِفََٰٰٓٓٱلَٰٓمَٰٓ َٰٓرِ َٰٓفإِذآَٰعزنَٰٓتََٰٰٓٓفتو َّٰٓكََٰٓعََٰٰٓٓٱ َّٰٓلل َِٰٓ َّ َّ ُّ إِنََٰٰٓٓٱ َّٰٓللَُٰٓيِبََٰٰٓٓٱلَٰٓهتو ِّكِي١٥٩َََٰٰٰٓٓٓ َٰٓ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

149T.H. Thalhas, Tafsir Pasė Kajian Surah al-Fatihah …., 113-115. 150Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dan Konteks, (Yogyakarta: elSAQ, 2005), 143-154.

D i s k u r s u s | 113

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, dan apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

QS. al-Baqarah, 2: 233 QS. al-Talak, 65: 6 dan QS. al-Syura, 42: 38, dengan mencontoh kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dari ayat-ayat tersebut dapat diambil empat sikap ideal dalam bermusyawarah yaitu kebebasan, keadilan dan persamaan hak dalam berbicara dan menyampaikan pendapat. Point pentingnya bukan siapa yang menyampaikan pendapat, dari kelompok mayoritas atau minoritas tetapi bagaimana kualitas pendapat tersebut bagi kemaslahatan umat.151 Ketika melaksanakan musyawarah terjadi saling menghormati dan menghargai, serta berlapang dada menerima perbedaan. Dengan adanya saling menghormati dan menghargai akan ada simpati dan keharmonisan pergaulan, bahkan juga memperoleh sejumlah kebaikan di antara sesamanya. Berlapang dada menerima perbedaan, sikap ini sangat penting untuk dimiliki oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja mereka berada. Karena hidup dalam masyarakat yang serba pluralistis, perbedaan pandangan agama, sosial budaya dan disposisi pergaulan tidak mungkin dihindari.152 Roswati Nurdin menggagas ide yaitu konsep musyawarah dilakukan dalam menyelesaikan masalah- masalah dalam masyarakat multikultural. Menurut Nurdin,

151Ali Nurdin, Quranic Society Menelusuri Masyarakat…, 246-247. 152Thohir Luth, Masyarakat Madani Solusi Damai dalam Perbedaan, (Jakarta: Mediacita, 2006), 84-86.

114 | Pendidikan Multikultural

musyawarah atau dialog adalah upaya solutif tawaran al- Qur‘ān dalam menciptakan keharmonisan. Efeknya adalah tegaknya kehidupan yang harmonis. Beberapa pertikaian antar etnis maupun agama di Indonesia memberikan indikasi kuat bahwa dialog atau musyawarah perlu dilaksankan secara serius dan mendapat kajian melalui suatu pendekatan keilmuan guna memberikan kontribusi bagi penghentian maupun pencegahan pertikaian di tengah masyarakat.153

E. Perkembangan Diskursus Budaya Sekolah Pada awal studi mengenai budaya sekolah di Inggris dan di seluruh dunia menurut Jon Prosser tidaklah membentuk pohon teori yang runtun (homogeneous body of literature). Namun studi-studi sebelumnya telah menjelaskan apa itu makna budaya sekolah; apa kerangka teoritis yang terus berkembang; dan bagaimana hubungan antara budaya sekolah dan meningkatkan proses pendidikan di sekolah.154 Lebih lanjut menurut Prosser, pada awal studi mengenai budaya sekolah, tren dalam teori dan praktik pendidikan sangat membingungkan dalam penggunaan pelbagai kosakata untuk menggambarkan sekolah dengan menyeluruh seperti budaya sekolah, iklim sekolah, etos sekolah, atmosfer sekolah, karakter sekolah, nada sekolah, dan lingkungan sekolah. Evolusi dari penelitian budaya sekolah dapat sebagian dilacak oleh penggunaan istilah- istilah tersebut. Contoh iklim sekolah adalah istilah yang

153Roswati Nurdin, ―Multikulturalisme dalam Tinjauan al- Qur‘ān,‖ Jurnal al-Asas 2 (2015), 20. http://download.portalgaruda.org/article.php, (diakses 17 Januari 2019). 154Jon Pressor, "The Evolution of School Culture Research" dalam School Culture, ed. Jon Prosser, (London: Paul Chapman Publishing Ltd, 1999), 2.

D i s k u r s u s | 115

digunakan oleh peneliti kuantitatif, sedangkan peneliti kualitatif mengunakan budaya, etos, atmosfer atau nada. Para peneliti menggabungkannya dengan strategi pembelajaran studi ini dikenal dengan Improving School Effectiveness.155 Pada tahun 1960 kosakata yang digunakan adalah iklim sekolah. Iklim merupakan istilah yang sedang aktif saat itu, mungkin karena ia memiliki nada keterukuran dan karena hubungannya dengan iklim organisasi. Namun kosakata iklim tidak memiliki instrumen statistik yang digunakan dalam penelitian. Akibatnya iklim sekolah mengalami kegagalan karena terlalu sedikit variabel.156 Pada tahun 1970-an dengan perkembangan kuantitatif/kualitatif

155Jon Pressor, "The Evolution of School Culture…, 4-5. John MacBeath dan Peter Mortimore, ―School Effectiveness and Improving: the Story So Far,‖ dalam Improving School Effectiveness, ed.John MacBeath dan Peter Mortimore, (Philadelpiha: Open University Press, 2001), 1-21. 156Sophie Maxwell, Katherine J. Reynolds, Eunro Lee, Emina Subasic, dan David Bromhead, ―The Impact od School Climete and School Identification on Academic Achievement: Multilevel Modeling with Student and Teacher Data,‖ Fronter in Psikology 8 (2017), 1-2, https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017. 02069/full, (diakses 20 Januari 2019). Angus J. MacNeil, Doris L. Prater dan Steve Busch, ―The Effects of School Culture and Climate on Student Achievement,‖ International Journal of Leadership in Education 12, (2009) 73-84, https://doi.org/10.1080/13603120701576241, (diakses 20 Januari 2019). T.A. Chirkina dan T.E. Khavenson, ―School Climate A History of the Concept and Approaches to Defining and Measuring it on PISA Questionnaires,‖ Russian Education & Society 60 (2018), 133–160, https://doi.org/10.1080/10609393.2018.1451189, (diakses 20 Januari 2019).

116 | Pendidikan Multikultural

pada tataran ontologis dan epistemologis, kosakata yang berkembang dalam studi mengenai sekolah adalah etos.157 Studi mengenai sekolah diikuti oleh studi terhadap efektivitas sekolah. Karena penelitian keefektifan sekolah didominasi oleh pendekatan kuantitatif sehingga memuncukanl minat terhadap metode statistik. Scheerens misalnya, menyarankan bahwa iklim sekolah dapat dioperasionalkan dalam hal skala yang relatif tidak rumit atau item kuesioner.158 Pada akhir 1980-an, penelitian budaya sekolah memasuki periode yang menarik dan membuahkan hasil. Pendekatan kualitatif untuk mempelajari sekolah dengan menggunakan istilah budaya. Kata ―budaya‖ untuk menggambarkan keseluruhan karakter sebuah sekolah tetapi, seperti halnya konsep-konsep holistik lainnya, maknanya tetap bermasalah.159 Tahun 1990-an merupakan periode yang sangat fokus pada sub-kultur sekolah: fokus pada guru dan siswa, perubahan dan perbaikan.160

157Rutter, M. Maughan, B. Mortimore, dan P. Ouston, J., Fifteen Thousand Hours: Secondary Schools and Their Effects on Children, (Cambridge: Harvard University, 1979), 140. 158Jaap Scheerens, ―School Effectiveness Research and the Development of Process Indicators of School Functioning,‖ School Effectiveness and School Improvement 1 (1990), 61, https://doi.org/10.1080/0924345900010106, (diakses 14 januari 2019). 159David H. Hargreaves, ―School Culture, School Effectiveness and School Improvement,‖ School Effectiveness and School Improvement 6 (1995), 23-46, https://doi.org/10.1080/0924345950060102, (diakses 14 januari 2019). 160David H. Hargreaves, "The Occupational Culture of Teacher," dalam Teacher Strategies: Explorations in the Sociology of the School, ed. Peter Woods (USA dan Canada: Routledge, 1980), 125-126. Jean Rudduck and Donald McIntyre,

D i s k u r s u s | 117

Budaya sekolah adalah topik yang kompleks dan penting. akarnya terdapat di dalam antropologi dan tradisi sosiologis.161 Satu cara berpikir tentang budaya sekolah adalah melihatnya sebagai entitas holistik yang mengalahkan dan memengaruhi semua orang di sekolah. Budaya sekolah adalah kekuatan yang tak terlihat dan tidak dapat diamati di belakang kegiatan sekolah, tema pemersatu yang memberikan makna, arah, dan mobilisasi bagi anggota sekolah. Ini memiliki representasi konkret dalam bentuk artefak dan norma-norma perilaku, dan berkelanjutan secara implisit seperti jargon, metafora dan ritus.162 Penelitian budaya sekolah di masa depan akan terus mengejar unsur-unsur yaitu −aturan dan asumsi yang tidak tertulis− kombinasi ritual dan tradisi, deretan simbol dan artefak, bahasa khusus dan ungkapan yang digunakan staf dan siswa, harapan untuk perubahan dan pembelajaran yang memenuhi dunia sekolah-dengan maksud untuk memahami bagaimana mereka memengaruhi sekolah dan bagaimana pemahaman itu dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas penyediaan pendidikan.163 Hasil studi mengenai sekolah ini berkembang ke dua arah. Pertama sebagaimana temuan penelitian etnografi yang meneliti mengenai sekolah memproduksi budaya.164 Kedua penelitian yang mengarah

Improving Learning through Consulting Pupils, (USA dan Canada: Routledge, 2007), 15. 161Joyce L. Henstrand, "Seeking an Understanding of School Cuture Using Theory as Framework for Observation and Analysis," dalam Theoretical Frameworks in Qualitative Research, ed. Jr., Norma T. Mertz Vincent A. Anfara, (London: Sage Publications, 2014), 24-25 . 162Jon Prosser, "The Evolution of School Culture…, 7-8. Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture Fieldbook, (San Francisco: Jossey Bass, 2002), 3. 163Jon Prosser, "The Evolution of School Culture…, 8-9. 164Paule Willis, Learning to Labour…., 175. Marcia Albert and Brenda Derby, ―The Development of Racial Attitudes

118 | Pendidikan Multikultural

pada memberdayakan budaya sekolah agar mempromosikan pendidikan multikultural.165

1. Memberdayakan Budaya Sekolah mempromosikan Pendidikan Multikultural James A. Banks mengatakan untuk mengimplementasikan pendidikan multikultural dengan sukses, kita harus menganggap sekolah sebagai sistem sosial di mana semua variabel utamanya saling terkait erat. Variabel sekolah utama yang harus direformasi disajikan seperti kurikulum formal atau materi kurikulum.166 Menurut Frederik Erickson, yang menjadi kendala penerapan pendidikan multikulltural adalah kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) di sekolah seperti Bahan ajar multikultural dan sensitif tidak efektif di tangan guru yang memiliki sikap negatif terhadap kelompok ras, etnis, dan budaya yang berbeda.167 Penelitian lain yang mengkaitkan budaya sekolah dengan pendidikan multikultural adalah Cherry A. McGee Banks, membahas cara melibatkan orang tua di sekolah. Dia in Children,‖ dalam Cultural Diversity and the Schools Prejudice, Polemic or Progress? Vol 2, ed. James Lynch, Celia Modgil and Sohan Modgil, (London dan Washington, D.C.: The Falmer Press, 1992), 73-75. 165Beverly Shaw, ―The Case against Antiracist Education,‖ dalam Cultural Diversity and the Schools: Convergence and Divergence Vol 1, ed. James Lynch, Celia Modgil and Sohan Modgil, (London dan Washington, D.C.: The Falmer Press, 1992), 125-140. 166James A Banks, ―Multicultural Education: Characteristic and Goals.., 24-25. 167Frederick Erickson, ―Culture in Society and in Educational Practices,‖ dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th ed. ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks, (United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010), 43-44.

D i s k u r s u s | 119

berpendapat bahwa keterlibatan orang tua adalah faktor penting dalam reformasi sekolah dan prestasi siswa dan orang tua juga dapat menjadi kekuatan yang meyakinkan dalam reformasi sekolah. Siswa cenderung berprestasi lebih baik di sekolah dan memiliki lebih banyak orang yang mendukung pembelajaran mereka. Orang tua tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi di sekolah, memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkomunikasi dengan anak-anak mereka, guru, dan dapat membantu anak-anak mereka meningkatkan pembelajaran mereka, guru mendapatkan pasangan dalam pendidikan. Guru belajar lebih banyak tentang siswa mereka melalui kontak orang tua dan komunitas mereka, dan dapat menggunakan informasi itu untuk membantu meningkatkan kinerja siswa mereka.168

2. Sekolah dan Reproduksi Budaya Zamroni mengemukakan ditemukan bahwa nilai, moral, sikap dan prilaku siswa tumbuh berkembang selama waktu di sekolah. Perkembangan mereka tidak dapat dihindarkan oleh pengaruh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan antarsiswa sendiri. Aturan sekolah yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan, tidak jarang menimbulkan konflik baik antarsiswa maupun antara sekolah dan siswa. Sebuah aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi

168Cherry A. McGee Banks, ―Communities, Families and Educators Working Together For School Improvement,‖ dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th, ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee, (United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010), 434.

120 | Pendidikan Multikultural

dirinya.169 Pendapat Zamroni dipengaruhi perkembangan teori reproduksi budaya Bordieu, dengan melihat pada budaya sekolah. Lebih lanjut penelitian lain yang dipengaruhi teori siswa terdidik produk budaya di sekolah contohnya adalah penelitian Kaathryn M Anderson-Levitt. Levitt menemukan realitas di US sekarang ini guru SD sering mengatakan mengenai siswa, dia anak Januari atau dia anak Agustus. Levitt berpendapat bahwa pendidikan di masyarakat sekarang ini memasukkan usia kronologis dan usia mental sebagai elemen baru dalam identitas anak sekolah. Khususnya di Perancis dan Amerika Serikat, sejak sekitar pergantian abad (setidaknya di daerah perkotaan). Analisis Levitt sejauh ini telah mengimplikasikan metafora sekolah sebagai pabrik, di mana anak-anak diproduksi. Meskipun praktik masing-masing negara memiliki tingkat yang berbeda pada indikator kedewasaan pada akhirnya terstruktur pada diri siswa, yang mereka beri label sesuatu yang tidak menyenangkan, yang lebih dari sekadar bermakna keterlambatan, tetapi juga bermakna kebodohan.170

169Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000), 150. E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 89. Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahnnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 3-5. 170Kathryn M. Anderson-Levitt, "Behind Schedule: Batch-Produced Children," dalam The Cultural Production of Educated Person Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A. Lavinson, Douglas E. Foley dan Dorothy C. Holland, (New York: State University of Ney York Press, 1996). 57-74.

D i s k u r s u s | 121

F. Peta Konsep: Diskursus Pendidikan Multikultural Melalui Budaya Sekolah Émile Durkheim adalah yang mengawali, dengan konsepnya bahwa masyarakat mentranmisikan nilai-nilai dan norma-norma ke dalam pendidikan. Studi ini diteruskan oleh intelektual seperti Parson dan Bordieu, Bordieu berhasil menjelaskan bagaiman acara atau mekanisme masyarakat dalam mentransmisikan nilai-nilai dan norma-norma itu melaului pendidikan. Bordieu menyebutnya struktur yang terstruktur dan menstrukturkan, sedikit lebih luas dari konsep ascribed status dan achieved status, yang digunakan Parson. Pada satu sisi kecil keduanya sepakat mengenai achieved status, yaitu kesuksesan dalam hidup bisa diraih melalui pendidikan. Bordieu menjelaskannya dengan bahasa bahwa seseorang yang punya modal kapital yang sedikit namun karena memiliki relasi kapital yang luas bisa menjadi relasi-relasi yang banyak. Namun pada arena pendidikan, sekolah, ditemukan bahwa siswa elit semakin elit dan non- elit semakin tidak dapat mengakses pendidikan. Selanjutnya temuan Bordieu disadari para pengkritik pendidikan sebagai sesuatu yang kontradiksi, pendidikan semestinya tidak menjadikan seseorang semakin tertindas, atau menghasilkan kelas-kelas sosial. Dengan berdasarkan ini golongan ini mengritik pendidikan, dengan menawarakan pendidikan yang adil bagi semua siswa yaitu pendidikan pembebasan. Teori strukturasi Anthony Giddens yang menunjukkan bahwa agen juga mempunyai kekuatan membentuk strukturnya.

122 | Pendidikan Multikultural

Gambar 2.7 Peta Konsep Diskursus Pendidikan Multikultural Dalam Membangun Budaya Sekolah

Sekolah dan Budaya Sekolah 1). Sekolah yang membangun budaya positif salah satunya adalah Talcot Parson Pendidikan Multikultural ascribed status James A. Banks dkk 2). Sekolah yang dan achieved mengajarkan status Pendidikan budaya negatif Multikultural

Pierre Bordieu

Habitus

Emile Durkheim (1955)

Masyarakat mentransmisi nilai- nilai dan norma- Anthony normanya melalui Giddens pendidikan Strukturasi Breadley A. Lavinson

The cultural Paulo Freire Production of the educated person Pendidikan Pembebasan

Abudin Nata H.A.R Tilaar Raihani Nanang Martono

Pendidikan Pendidikan Pendidikan untuk masyarakat Pendidikan Seperti Multikultural Multikultural Indonesia yang multikultural: Penjara: terjadi sesuai dengan Indonesia khususnya dalam agama kekerasan simbolik konsep Islam di Sekolah

Islam

al-Quran

Sumber: dokumen peneliti

Menjawab permasalahan dalam penelitian berikut ini adalah teori yang digunakan dalam penelitian ini dan

D i s k u r s u s | 123

dapat disederhanakan dalam kerangka pendekatan dan skema penelitian seperti dalam peta konsep, Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Teori-teori yang Digunakan dalam Menjelaskan Proses terbentuknya Pendidikan Multikultural Dalam Budaya Sekolah

Sumber: dokumen peneliti

124 | Pendidikan Multikultural

BAB III DINAMIKA KEHIDUPAN MASYARAKAT PANGKALPINANG DAN SEKOLAH YANG MENJADI SUBJEK PENELITIAN

A. Masyarakat Pangkalpinang Kota Pangkalpinang merupakan ibu kota Provinsi Kep. Bangka Belitung yang memiliki luas wilayah 118,41 . Apabila dibandingkan dengan wilayah provinsi, luas wilayah kota ini hanya sebesar 0,72 persen dan merupakan wilayah kota/kabupaten terkecil di Provinsi Kep. Bangka Belitung.1 Wilayah kota Pangkalpinang terdiri dari 7 kecamatan dan 42 kelurahan, Gambar 3.1, yaitu:

1) Kecamatan Rangkui: Asam, Parit Lalang, Bintang, Melintang, Keramat, Masjid Jamik, Pintu Air, Gajah Mada. 2) Kecamatan Bukit Intan: Semabung Lama, Bacang, Air Itam, Sinar Bulan, Temberan, Air Mawar, Pasir Putih. 3) Kecamatan Girimaya: Sriwijaya, Bukit Besar, Batu Intan, Semabung Baru, Pasar Padi. 4) Kecamatan Pangkalbalam: Ampui, Lontong Pancur, Pasir Garam, Rejosari, Ketapang.

1Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pangkalpinang, Kota Pangkalpinang Dalam Angka 2018, (Pangkalpinang: PBPS, 2018), 7.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 125

5) Kecamatan Gabek: Selindung Baru, Air Salemba, Gabek Satu, Gabek Dua, Selindung. 6) Kecamatan Tamansari: Rawa Bangun, Gedung Nasional, Opas Indah, Batin Tikal, Kejaksaan. 7) Kecamatan Gerunggang: Kacang Pedang, Tuatunu, Bukit Merapin, Bukit Sari, Taman Bunga, Air Kepala Tujuh.2

Perkembangan kota Pangkalpinang selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 ditetapkan menjadi ibukota Provinsi Kep. Bangka Belitung pada tanggal 9 Februari 2001, dan Pangkalpinang merupakan ibukota propinsi ke-31 di RI. Dengan menjadi ibukota provinsi, kota Pangkalpinang menjadi pusat kegiatan yang meliputi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di provinsi Kep. Bangka Belitung.3

2Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pangkalpinang, Kota Pangkalpinang…, 7. Ibrahim dkk, Pakaian Adat di Provinsi Kep. Bangka Belitung (Seri I Kajian Melayu Babel, ed. Engkus Kuswanda, (Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kep. Bangka Belitung),12. 3Akhmad Elvian, Toponim Kota Pangkalpinang, (Pangkalpinang: Dinas Pariwisata Provinsi Kep.Bangka Belitung, 2011), 14.

126 | Pendidikan Multikultural

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Pangkalpinang

Sumber: Kota Pangkalpinang dalam angka 2017 data BPS

1. Penduduk Kota Pangkalpinang Berdasarkan data BPS 2018 jumlah penduduk kota Pangkalpinang hasil proyeksi penduduk pada tahun 2017 sebesar 304.392 orang, dengan laju pertumbuhan 2015-2017 sebesar 4.17 %. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2017 sebanyak 104.927 orang dan penduduk perempuan sebanyak 99.465 orang. Rasio jenis kelamin di kota Pangkalpinang sebesar 105,49. Komposisi penduduk Pangkalpinang berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat dari piramida penduduk pada Tabel 3.1, dan kelompok umur keempat yang menjadi fokus penelitian. Penduduk kota Pangkalpinang merupakan masyarakat yang beragama. Tempat peribadatan agama di kota Pangkalpinang ada sebanyak 81 masjid, 33 mushola, 4 gereja Protestan, 26 gereja Katolik, 9 vihara, 1 pura, dan 42 kelenteng.4 Populasi kota Pangkalpinang kebanyakan

4Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pangkalpinang, Kota Pangkalpinang…, 95.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 127 dibentuk oleh etnis Melayu dan Tionghoa, suku Hakka yang datang dari Guangzhou. Di tambah sejumlah suku pendatang seperti Batak, Minangkabau, Palembang, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bugis, , Flores dan Ambon.5 Berdasarkan data Dinas kependudukan dan catatan sipil mengenai jumlah penduduk berdasarkan agama tahun 2014 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Agama Di Pangkalpinang6 No Penduduk Agama orang % 1 Islam 164,586 81.1 2 Kristen 7,566 3.7 3 Katholik 7,495 3.7 4 Hindu 62 0.0 5 Budha 14,981 7.4 6 Konghucu 8,145 4.0 7 Lainnya 124 0.1 Jumlah 202,959 100% Sumber: BPS Pangkalpinang dalam Angka 2017

2. Sejarah Kota Pangkalpinang Sejarah kota Pangkalpinang menurut Muhammad Alvian dalam bukunya Toponim Kota Pangkalpinang secara etimologis Pangkalpinang berasal dari kata pangkal atau pengkal dan pinang (areca chatecu). Pangkal atau pengkal yang dalam bahasa Melayu Bangka berarti, pusat atau awal, atau dapat diartikan pada awal mulanya sebagai pusat

5Pemerintah kota Pangkalpinang, http://Pangkalpinangkota.go.id, (diakses 1 Maret 2018). 6 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Kep. Bangka Belitung http://infoduk.babelprov.go.id/sites/default/files/infoduk/berdasark an%20agama_4., (Diakses, 1-3-2018).

128 | Pendidikan Multikultural

pengumpulan timah yang berkembang artinya sebagai pusat distrik, kota tempat pasar, tempat berlabuh kapal atau perahu dan pusat segala aktifitas dan kegiatan dimulai. Sebagai pusat segala aktifitas, sebutan pangkal atau pengkal juga digunakan oleh orang Bangka masa lalu untuk penyebutan daerah-daerah seperti Pangkal Bulo, Pangkal Raya, Pangkal Mendu, Pangkal Mangas dan Pangkal Lihat yang menjadi Sungai Lihat menjadi Sungailiat, sebagaimana sekarang di samping sebutan Pangkalpinang sendiri. Ponang adalah nama sejenis tumbuhan palm yang multi fungsi dan banyak tumbuh di pulau Bangka. Penamaan Pangkalpinang dimulai dari terbentuknya kampung kecil yang banyak ditumbuhi pohon pinang, ditengah kampung kecil tersebut mengalir sungai-sungai yang airnya bening. Banyak perahu atau wangkang yang keluar masuk dari kampung kecil itu dan ditepi sungai-sungai tersebut banyak pula ditumbuhi pohon pinang. Oleh pengguna perahu atau wangkang pohon pinang tersebut digunakan untuk menambat perahu mereka ketika berlabuh. Kota ini akhirnya disebut kota Pangkalpinang.7 Kata Bangka, kadang-kadang disebutkan berasal dari kata Sansekerta vanga, yang berarti timah atau timbel dan dikatakan terdapat dalam prasasti Kota Kapur dari abad ke 7 di pulau ini, tetapi menurut Mary F. Somers Heidhues dalam Bangka Tin and Mentok Pepper: Chinese Settlement on an Indonesian Island, mengemukakan prasasti tersebut tidak memuat kata tersebut. Penduduk pulau Bangka dipercaya adalah penumpang sebuah kapal, karena dari selat Bangka dan lalu lintas kapal di sana, pulau tersebut memberikan sebuah tempat untuk kapal-kapal berlabuh atau untuk memperbaiki kapal.8 Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam di bawah pemerintahan Sultan Ahmad Najamuddin I Adi

7Akhmad Elvian, Toponim Kota…, 17. 8Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper: Chinese Settlement on an Indonesian Island, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1992), 1-2.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 129

Kesumo (memerintah pada tahun 1758-1776 M) Pangkalpinang sudah menjadi sebuah Kademangan dan pusat segala aktifitas kegiatan dan pemukiman. Pada masa itu rakyat mengalami masa kejayaan dan kemakmuran karena diberi kebebasan untuk menambang timah secara tradisional dan menjualnya kepada Sultan Palembang. Pada Tahun 1770 M Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo, mulai mendatangkan pekerja-pekerja dari Cina untuk menambang Timah guna meningkatkan produksi Timah di Pulau Bangka, sejak itu mulailah berdatangan orang-orang Cina dari Siam, Malaka, Malaysia dan dari Cina Selatan ke Pulau Bangka. Kebanyakan mereka berasal dari suku Hakka (khek) dari Provinsi Guang Xi. Pekerja atau kuli tambang yang berasal dari Cina banyak berbaur dengan penduduk setempat yaitu orang pribumi Bangka dan masyarakat Melayu, bahkan banyak yang menikah dengan perempuan setempat. Perkembangan dan populasi pekerja tambang timah dari Cina berkembang dengan pesat, sebagai bukti dapat dilihat dari monument yang terdapat kelenteng dan tersebar hampir di setiap rumah orang Cina dan di seluruh polosok kota.9 Menurut Heidhues, seluruh perempuan Tionghoa di Bangka adalah keturunan perempuan Melayu. Sepanjang abad ke 19, orang Eropa di Bangka mengulangi pernyataan bahwa perempuan Tionghoa di Bangka sebenarnya adalah keturunan campuran dari perempuan dan laki-laki Tionghoa. Menurut Heidhues tahun 1897 sekitar 3000 dari 15.000 kuli tambang timah telah menikah, tetapi jumlah tersebut termasuk juga 1.000-2.000 penambang lokal. Istri dan anak- anak mereka membantu merawat kebun atau mencuci timah. Banyak Tionghoa Bangka saat ini dapat menyebutkan nenek atau buyut mereka yang pribumi dan kemungkinan bahwa

9Akhmad Elvian, Setengah Abad Kota Pangkalpinang Sebagai Daerah Otonom, (Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Pangkalpinang, 2014), 3-5.

130 | Pendidikan Multikultural

anak-anak dari perkawinan campuran semacam ini (atau paling tidak anak laki-lakinya) masih tetap Tionghoa.10 Tentang masyarakat Melayu Bangka, menurut Abdullah idi dalam bukunya Bangka Sejarah Sosial Cina Melayu, mengatakan bahwa terbentuknya masyarakat Melayu-Bangka, penduduk asli Bangka, terjadinya melalui proses waktu panjang, sejak ribuan tahun lalu, seiring perkembangan Islam di Bangka, kesatuan kebulatan masyarakat adat Melayu Bangka sangat dipengaruhi oleh Islam. Islam dengan ajarannya merupakan pembentuk dasar persamaan dari pelbagai etnis migran yang beragama Islam di Bangka, menuju terwujudnya suatu kebulatan sebagai masyarakat Melayu-Bangka yang merupakan penduduk asli Bangka. Kenyataan historis ini agaknya sejalan dengan pendapat Azra yang dikutip Idi mengatakan bahwa salah satu faktor penting di antara pelbagai suku Melayu adalah masalah Islam. Islam dapat mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara suku bangsa dan menjadi supra- identity yang mengatasi batas-batas geografis, sentimen etnis, identitas, kesukuan, adat-istiadat, dan tradisi lokal lainnya. Tentu saja terdapat perbedaan, terutama berhubungan dengan masalah furu’iyyah.11 Di tahun 1880, terdapat dua sekolah pemerintah untuk pribumi, satu di Mentok dan satu di Pangkalpinang (berdiri tahun 1878) meskipun begitu, guru yang ada tidak mencukupi. Guru yang berasal dan dididik di Sumatera Barat, dan cenderung dipengaruhi oleh aliran-aliran Islam di sana dan dari Aceh. Sampai Tahun 1912-an, para pejabat kolonial melaporkan bahwa penduduk pribumi bahkan para pejabatnya kurang memberikan perhatian pada pendidikan anak-anak laki-laki mereka, berbeda dengan etnis Tionghoa yang diakui mempunyai sumber dana lebih untuk

10Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper…, 156-157. 11Abdullah Idi, Bangka Sejarah Sosial Cina-Melayu, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011), 26-27.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 131 pendidikan anaknya. Namun tahun 1921 ada perubahan situasi, pendidikan pribumi telah ditingkatkan, pelajaran di sekolah kampung telah diperbaiki dengan mendatangkan dua puluh tujuh guru dari Sumatera Barat. Pada kota Pangkalpinang, Sungailiat, Belinyu, Mentok dan Toboali diselenggarakan kursus dua tahun untuk para guru kampung.12 Kebijakan kolonial memengaruhi hubungan- hubungan etnis dan penyebaran Islam. Bukti dari Bangka mengedepankan bahwa islamisasi Indonesia sungguh sebuah proses berkelanjutan salah satunya perkembangan lada sebagai tanaman hasil bumi yang diperdagangkan, memberikan sumber-sumber untuk menjalankan aktivitas keagamaan –misalnya menunaikan ibadah Haji− dan untuk memperdalam pengetahuan agama dengan pelbagai cara.13

B. Kearifan Lokal dalam Memproduksi Masyarakat Multikulturalisme Berdasarkan bacaan dan hasil observasi peneliti mengenai kota Pangkalpinang, peneliti menjelaskannya dalam empat bagian, pertama mengenai bahasa Bangka yang menjadi pengikat pendudukan Pangkalpinang, kedua, pelbagai perayaan keagaman di Bangka dalam setahun, ketiga, mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang membuktikan terjadinya asimilasi antara etnis Melayu dan Cina di Pangkalpinang, Bangka dan keempat, mengenai local genius di Pangkalpinang, Provinsi Kep. Bangka Belitung.

1. Bahasa Bangka Penduduk kota Pangkalpinang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Umumnya dialek seperti

12 Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper…, 108. 13 Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper…, 109.

132 | Pendidikan Multikultural

E diucapkan E‘ seperti siape, leteh, ngape, lalu vokal U diucapkan jadi O seperti, dek kalok artinya tidaklah, ku jadi ko(ou) artinya aku. Menurut Alvian bahasa Melayu mempunyai beberapa penafsiran antara lain, pertama, merujuk pada mereka yang beragama Islam. Dengan pengunaan rujukan ini siapa saja yang beragama Islam dapat digolongkan sebagai orang Melayu. Di Bangka setiap orang yang masuk Islam dan bersunat atau dikhitan disebut dengan masuk Melayu. Istilah Melayu juga dirujuk berdasarkan persamaan penggunaan bahasa induk yaitu bahasa Melayu Bangka. Sebagaimana daerah lain di Indonesia, pulau Bangka memiliki bahasa daerah yang digunakan masyarakat yaitu bahasa daerah Melayu Bangka. Teks tulisan bahasa Melayu adalah huruf arab dengan struktur yang ditulis berdasarkan ketetapan dengan pasal aturan tulis.14 Menurut Idi, orang Cina Bangka dapat menggunakan bahasa Melayu dengan fasih dan baik. Ketika mereka berkomunikasi dengan lawan bicara yang berasal dari kelompok dari luar etnisnya –yakni orang Melayu− umumnya mereka menggunakan bahasa Melayu. Namun ketika orang Cina berbicara dengan sesama etnis Cina, mereka lebih sering menggunakan bahasa Cina-Khek yang banyak dipengaruhi oleh dialek Melayu. Bahasa Melayu dipakai dalam komunikasi antara etnis Cina dan etnis Melayu di tempat-tempat umum, seperti di pasar-pasar, kantor-kantor, lingkungan pekerjaan, kegiatan olah raga dan lain-lain.15

14Akhmad Elvian, ―Bahasa Melayu Bangka Punya Lima Dialek Utama Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (DISBUDPORA) Kota Pangkalpinang,‖ Bangkapos.com, 7 Juli 2012. https://bangka.tribunnews.com/2012/07/07/bahasa- melayu-bangka-punya-lima-dialek-utama, (diakses, 24 Oktober 2019). 15Abdulah Idi, Cina Melayu di Bangka, (Tiara Wacana: Yogyakarta, 2009), 72.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 133

Bahasa Melayu dapat diterima oleh etnis Cina karena mudah dipahami. Mengutip Leo Suryadinata, Idi mengungkapkan bahwa di Asia Tenggara mungkin hanya Indonesia yang menggunakan bahasa minoritas sebagai bahasa nasional. Bahasa nasional Indonesia pertama dikenal sebagai bahasa Melayu yang berasal dari Palembang (Sumatera) dan Bangka pada abad ke-7. Bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung bagi pelbagai kelompok etnis di kepulauan tersebut.16 Bahasa ini mudah diterima oleh pelbagai kelompok etnis di tanah air, karena sederhana, mudah dipahami dan statusnya tanpa kontroversi. Sebagaimana pula diungkapkan oleh de Gert Van Wijk yang dikutip oleh Idi bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa yang dituturkan oleh penduduk Sumatera Tengah dari pantai timur ke pantai barat, semenanjung Malaka, dan pulau-pulau diselatannya (termasuk Bangka) dan pemukiman Melayu lainnya.17 Bahasa Melayu telah menjadi alat ekspresi diri, komunikasi, integrasi, dan kontrol sosial. Idi juga mengutip Gorys Keraf yang mengatakan bahwa bahasa sebagai motif pengembangan, mempunyai fungsi: pertama, sebagai upaya menyatakan ekspresi diri: kedua, sebagai alat komunikasi; ketiga, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial; dan keempat, sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.18 Idi mengutip Amran Halim yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia (berasal dari bahasa Melayu) berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat penyatu pelbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, serta alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.19

16Abdulah Idi, Cina Melayu…, 81 17Abdulah Idi, Cina Melayu…, 81. 18Abdulah Idi, Cina Melayu…, 81. 19Abdulah Idi, Cina Melayu…, 82.

134 | Pendidikan Multikultural

Menurut Idi terjadi asimilasi bahasa di antara kelompok etnis yaitu Melayu maupun kelompok etnis Cina sama-sama cenderung sentripetal, bermakna kelompok minoritas tidak kehilangan identitas kulturalnya, mereka tetap dapat menggunakan bahasa Cina secara lebih dominan di samping bahasa Melayu dalam komunikasi sosial di dalam kelompoknya. Dengan demikian, mereka umumnya tidak menunjukkan kecenderungan untuk memisahkan diri (segregasi) dari kelompok mayoritas.20

2. Pelbagai Perayaan Agama di Bangka Idi menjelaskan bagaimana agama menjadi sarana integrasi antara Melayu dan Cina. Menurutnya karakteristik orang Islam pada dasarnya dipengaruhi ajaran Islam, salah satu aturannya adalah, aturan yang mengatur hubungan antara muslim dan sesama muslim, selanjutnya hubungan antara muslim dan non-muslim. Mengutip Koentjaraningrat, idi mengemukakan nilai budaya masyarakat Cina, Konghucu adalah permasalahan hakikat hidup, permasalahan mengenai hakikat, kerja serta usaha manusia mengenai hubungan manusia dan alam, persepsi manusia tentang waktu, dan manusia dengan sesamanya. Jadi menurut Idi struktur sosial-budaya masyarakat kiranya berpengaruh postif terhadap terwujudnya asimilasi Melayu dan Cina. Mengutip MacQueen, Idi mengungkapkan setiap agama dapat memberikan kontribusi bagi spritualitas perdamaian antar negara misalnya dalam QS. al-Hujurat, 49: 13 (lihat BAB II D.1 Prinsip Egalitarianisme), lebih lanjut Idi mengemukakan, bahwa jika konflik terjadi Buddha mengajarkan to be in harmony with other, you must be at peace with yourself. Jadi menurut Idi bahwa secara konseptual, nilai-nilai sosio-kultural antara Islam dan Konfusianisme/Buddha memiliki sejumlah persamaan.21

20Abdulah Idi, Cina Melayu…, 83. 21Abdullah Idi, Bangka Sejarah Sosial Cina-Melayu…., 177-179.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 135

Tabel 3.2 Perayaan Keagaman di Kota Pangkalpinang Setiap Tahun Bulan Masehi Nama Peryaan Bulan Hijriyah Nama Perayaan

Januari - Muharam Lebaran 1 Muharam Tahun Baru Februari Shafar - Imlek Lebaran Maulid Nabi Ceng Beng Rabiul Awal Muhammad Maret Hari Raya

Nyepi Wafat Yesus April Rabiul Akhir - Kritus Hari Raya Mei Jumadil Awal Waisak Juni - Jumadil Akhir Juli - Rajab Isra‘ Miraj Agustus - Sya‘ban Hari Raya Ruahan Puasa Ramadhan September - Ramadhan Malam 7 Liku Hari Raya Idul Fitri Oktober - Syawal Hari Raya Puasa Enam November - Dzulkaidah - Hari Raya Desember Dzulhijjah Idul Adha Natal Sumber: observasi pada perayaan agama di kota Pangkalpinang

Elemen lain yang menunjukkan asimilasi kultural orang Melayu dan Cina adalah ritus/seremoni. Bentuk ritus/seremoni yang dimaksudkan adalah lempar ketupat atau perang ketupat, yang merupakan tradisi ritual/seremonial bernuansa multi-etnis dan multi-religi di Bangka. Orang Melayu dan Cina dari pelbagai tempat di pulau Bangka pergi ke Tempilang untuk menyaksikan ritus itu seperti dari Sungailiat, Pangkalpinang, Belinyu dan Mentok. Tabel 3.2.

136 | Pendidikan Multikultural

Perang ketupat tersebut merupakan sarana penangkal petaka, agar masyarakat terhindar dari bala/malapetaka, mereka harus melaksankan ritus/ seremoni perang ketupat yang dimaknai sebagai perang melawan setan. Ritual perang ketupat ini biasanya dilaksanakan pada waktu ruah (awal bulan puasa/seminggu sebelum puasa Ramadhan). Kegiatan ritual ini umumnya dilaksanakan pada hari Minggu. Perang ketupat diawali dengan doa selamat di masjid atau ―Nganggung‖ (lihat pada 4. Local genius di Provinsi Kep. Bangka Belitung).22 Perayaan Imlek, bagi sebagian warga Tionghoa, pada malam tahun baru Imlek ada tradisi untuk kumpul bersama dengan seluruh anggota keluarga (che si ye). Mereka yang mampu biasanya makan bersama di luar rumah, restoran misalnya, sambil menceritakan pengalaman masing-masing. Selain itu, juga ada tradisi mendatangi kelenteng bagi yang beragama Konghucu untuk melakukan doa bersama.23 Pertunjukan Barongsai marak dilakukan di Bangka pada saat Imlek. Pertunjukan Barongsai dilakukan di depan kelenteng ketika orang Cina melakukan sembahyang ke kelenteng, pada saat inilah banyak sekali dari masyarakat menyaksikan pertunjukan Barongsai, terutama anak-anak sangat tertarik sekali melihat kemeriahannya.24 Gambar 3.2 Berbicara tentang Tionghoa tentu tak dapat lepas dari semangat ajaran Konghucu yang mengakar dalam kehidupan banyak orang Tionghoa, Konghucu mengutamakan penghormatan pada keluarga. Warga Tionghoa punya kewajiban menghormati orang tua, kakek nenek dan leluhur walaupun ajal sudah memisahkan dari mereka yang hidup. Dengan melakukan Sembahyang kubur

22Abdulah Idi, Cina Melayu…, 9.

23Rika Theo dan Fannie Lie, Kisah Kultur dan Tradisi Tionghoa Bangka, (Jakarta: Kompas, 2014), 85. 24Observasi pada Kelenteng Quan Tie Miaw, 5 Februari 2018.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 137 adalah perwujudan cara berbakti kepada leluhur.25 Sembahyang kubur (cheng beng) adalah perayaan yang juga dilaksanakan oleh etnis Cina di Pangkalpinang.

Gambar 3.2 Perayaan Imlek di Kelenteng Kwan Tie Miaw

Sumber: dokumen peneliti

3. Asimilasi Masyarakat Bangka Heidhues menyebutkan mengenai pola kontrol buruh yang dilakukan kolonial di Bangka. Ketika timah ditemukan di Bangka, kolonial mengimpor buruh Tionghoa untuk diperkerjakan di tambang timah. Menurut Heidhues ini mengubah komposisi etnis pulau ini, di mana orang Tionghoa menetap dalam jumlah besar sebagai buruh yang diasingkan bukan sebagai pedagang. Meskipun kepentingan ekonomi utama Bangka didasarkan pada timah, sejak akhir abad kesembilan belas kultivasi lada telah menjadi semakin penting bagi ekonomi pulau ini. Orang Cina pertama kali memperkenalkan tanaman tersebut, namun pada awal abad

25Rika Theo dan Fannie Lie, Kisah Kultur dan Tradisi Tionghoa…, 101-102.

138 | Pendidikan Multikultural

ke-20 petani-petani pribumi juga mulai menanam lada secara luas. Berbeda dengan pendapatan ekspor timah, pendapatan ekspor lada berpengaruh lebih baik terhadap kesejahteraan penduduk lokal.26 Perkampungan Cina mulai berdiri sejak abad ke-18. Ketika pengeboran timah dilakukan, banyak pedagang Asia —termasuk Cina— berdatangan. Pada saat itu Bangka masih berada di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang. Kedatangan orang-orang Cina ke Bangka ini bertujuan untuk memanfaatkan kesempatan dalam perekonomian tambang timah. Belanda ikut serta dalam kesempatan tersebut karena secara administratif tanah tersebut milik mereka. Saat itu, masih terjadi tarik-menarik kekuasaan antara Belanda dan Inggris (1812-1816).27 Buruh tambang Cina itu dikenal dengan istilah Cina Parit. Walau kehadiran mereka dapat menjadi sumber pertikaian, tetapi tidak banyak terjadi permasalahan di pulau Bangka. Orang Bangka mengatakan, kehadiran Cina Bangka minoritas itu merupakan hal yang biasa. Di abad ke- 20, sedikit sekali dilaporkan adanya kekerasan antar etnis di Bangka. Orang Cina dan kebudayaannya telah dianggap merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan pulau itu sejak Lim Tau Kian, yang anak-anaknya menikah dengan keluarga Kesultanan Palembang, membantu menemukan tambang timah pertama di Mentok. Tipe ‗wheel barrow‘ orang Cina, yakni kebiasaan saling mengunjungi antara orang Bangka dan Cina saat Tahun Baru Cina dan Lebaran (lihat Tabel. 3.2), merupakan bagian dari kehidupan orang Bangka. Pengaruh

26Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper.., 78-79. Mary F. Somers Heidhues, ―Company Island: a Note on the history of Belitung,‖ Journal Indonesia 51 (1991), 1- 20, http://www.jstor.org/stable/3351063, (diakses 23 Februari 2018). 27Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper.., 10.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 139

Cina juga dijumpai dalam bahasa sehari-sehari.28 Di samping itu, banyak orang Cina yang melakukan perkawinan antar etnis, yakni dengan orang kampung yang berprofesi sebagai pedagang, nelayan atau petani. Kaum ‗peranakan‘ yang lahir dari perkawinan antar etnis ini tumbuh dan bekembang. Mereka menggunakan bahasa Hakka yang kuat dipengaruhi oleh bahasa Melayu.29 Evawarni, temuannya yaitu hubungan antara Melayu dan Cina dan etnis lainnya telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Apakah itu dilingkungan pemukiman tempat bekerja, pasar dan sebagainya. Mereka telah berbaur dalam pelbagai aspek kehidupan, bukan saja dibidang ekonomi tetapi juga dibidang sosial dan budaya. Mereka hidup rukun dan harmonis karena mereka telah saling kenal dan tidak ada rasa curiga. Evawarni juga mengemukakan bahwa hasil temuannya mengungkap terciptanya kerukunan dan keharmonisan masyarakat antar suku di kota Pangkalpinang adalah adanya pemahaman masyarakat tentang budaya yang dimiliki masing-masing, lancarnya komunikasi karena adanya pemimpin informal yaitu masing- masing ketua paguyuban, dalam menciptakan dan membina kerukunan warga masyarakatnya.30 Sejalan dengan informasi dari Husain Karim, ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kep. Bangka Belitung dan telah 50 tahun mengawal keamanan dan kerukunan suku-suku, menurutnya ada 22 suku yang tinggal di Provinsi Kep. Bangka Belitung,

28Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper… , 225. 29Mary F. Somers Heidhues, Bangka Tin and Mentok Pepper…, 145. 30Evawarni, Hubungan Antar Suku Bangsa di Kota Pangkalpinang, (Tanjungpinang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang, 2009), 86-99.

140 | Pendidikan Multikultural

jika antar suku-suku rukun maka provinsi kita aman dan damai.31 Deddy Mulyana dan Agustina Zubair menemukan bahwa orang Tionghoa di Pulau Bangka menganggap diri mereka terbuka dan bersedia berbaur dengan orang Melayu. Menurut orang Melayu, mereka ramah, pekerja keras, ulet, hemat, dan gemar menjaga hubungan jangka panjang. Sebaliknya, dalam pandangan orang Tionghoa, orang Melayu terbuka dan bersedia bergaul dengan orang lain, taat pada ajaran Islam, tapi mereka malas dan tertarik untuk merasa tersanjung, konsumtif, dan mudah tergoda. Dalam hal kompetensi komunikasi interkultural mereka, orang Tionghoa terampil dalam presentasi diri mereka dengan menggunakan pelbagai taktik verbal dan nonverbal untuk menyesuaikan diri dengan situasi interpersonal, kelompok, dan bisnis mereka bertemu orang-orang Melayu dalam kehidupan sehari-hari.32 Tzû-jan, Kao Hsing, Chang Hsi-Chih and Leo Suryadinata mengemukakan di Bangka dan Belitung, ada 180.000 orang Tionghoa perantauan di dua pulau ini (di Belitung saja ada 30.000) yang merupakan sekitar 40 persen dari populasi pulau ini. Kebanyakan dari mereka telah tinggal di sana selama empat atau lima generasi. Mayoritas dari mereka adalah Hakkas; Kanton berikutnya dan Hokkiens berada di urutan ketiga. Keluarga kelahiran Ch'iao Shengs menyukai kebudayaan China. Mereka hanya berbicara bahasa mereka (yaitu Hakka). Mereka tidak suka

31Wawancara dengan Husain Karim, Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kep. Bangka Belitung, 3 April 2019. 32Deddy Mulyana dan Agustina Zubair, "Intercultural Communication Competence Developed by Chinese in Communicating with Malays in Bangka Island, Indonesia," Sino- US English Teaching 12 (2015), 299-309, http://www.davidpublisher.com/Public/uploads/ Contribute/553f03fbbd786.pdf, (diakses Januari, 22, 2018).

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 141 membaca buku dalam bahasa asing. Satu-satunya perbedaan antara mereka dan orang Cina di China adalah bahwa wanita mereka mengenakan sarung. Bea cukai lainnya sangat mirip dengan orang Cina di Republik Rakyat Cina (RRC). Kebanyakan orang Cina di Bangka dan Belitung adalah penambang timah, segmen kecil terdiri dari petani menanam lada, kelapa, dan karet, namun ada juga beberapa dari mereka menjadi pejabat pemerintah dan polisi. Karena itu, meski mereka tinggal di negeri asing, mereka merasa seolah- olah tinggal di negara mereka sendiri. Bahkan orang pribumi juga berbicara menggunakan Hakka. Situasi di Pontianak sangat mirip. Sebagian besar penduduknya adalah Cina dengan bahasa Hakka, namun tidak ada perbedaan antara mereka yang lahir secara lokal dan orang-orang dari Cina.33 Selain etnis Cina, etnis Melayu adalah yang terbesar populasinya di Bangka. Malayu Bangka berasal dari Burneo. K. Alexander Adelaar mengungkap bahwa Melayu Bangka berasal dari Burneo, argumen Adelaar ini dibuktikannya dengan ada bukti fonologis, morfologi dan leksikal nothofer untuk kosakata dan huruf yang digunakan dalam bahasa Borneo terlihat kesamaan dalam bahasa Melayu Bangka. Adellar juga mengungkap bahwa ada kesamaan bahasa Borneo dengan bahasa Melayu Bangka, Melayu Sarawak dan Iban atau Dayak Iban.34 Jadi Melayu Bangka serumpun dengan Melayu Serawak dan Iban. Dini Wulansari, dalam artikelnya berjudul Bahasa Pantun Dalam Makna Dan Budaya Masyarakat Melayu

33Liao Zû-jan, Kao Hsing, Chang Hsi-Chih, and Leo Suryadinata, "The Structure of the Indonesian Chinese Society." Southeast Asian Journal of Social Science 9 (1981), 130- 32, www.jstor.org/stable/24490845, (diakses 22 Januari 2018). 34K. Alexander Adelaar, "Where does Malay Come From? Twenty Years of Discussions about Homeland, Migrationsand Classifications," Bijdragen tot de Taal-Land-en Volkenkunde 160 (2004), 1-30, http://www.jstor.org/stable/27868100, (diakses 22 Januari 2018

142 | Pendidikan Multikultural

Bangka: Sebuah Kajian Etnolinguistik mengemukakan bahwa dinamika kehidupan sosial berjalan dengan serasi tanpa adanya perpecahan antar kelompok sosial atau antar individu. Masyarakat dapat hidup berdampingan saling membantu satu sama lain terutama antara pribumi (Melayu) dan Cina. Walaupun pulau Bangka terdiri dari pelbagai macam suku dan latar belakang namun masyarakatnya senantiasa hidup rukun, tenteram, dan damai. Mereka masih menganut adat dengan nilai dan norma yang mengajarkan untuk selalu berbudi luhur. Berikut beberapa pantun yang dikemukakan oleh Wulansari:

Kudengar senandung anak Melayu Senandung ‗rang Darat, Mapur, dan Sekak Keguyuban orang Lom, Cina, dan Juru Pendatang pun menyatu penuh sesak O…..pulau orang Lom dan Darat Kau dijaga oleh Sekak dan Juru Sekalipun dirompak Lanun Laknat Tak pernah gentar Cina-Melayu.35

Lebih lanjut Idi mengemukakan pelbagai dinamika kehidupan sosial-historis orang Melayu dan Cina di Bangka, dalam kurun waktu yang begitu panjang (abad 18) menghasilkan asimilasi diantara keduanya. Proses asimilasi orang Melayu dan Cina Bangka yang tampak terwujud dengan baik dan cenderung alamiah (natural) telah memungkinkan berlanjutnya asimilasi tersebut hingga kini. Dengan demikian, asimilasi masyarakat keturunan Melayu dan Cina Bangka sebenarnya sebagai kelanjutan asimilasi yang telah dimulai dan eksis sejak masa prakolonial.

35Dini Wulansari, "Bahasa Pantun Dalam Makna Dan Budaya Masyarakat Melayu Bangka: Sebuah Kajian Etnolinguistik,‖ Jurnal Society 6 (2016), 1-12, https://doi.org/10.33019/society.v4i1.31, (diakses 22 Januari 2018).

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 143

Asmiliasi dapat pula dikatakan sebagai fondasi yang kuat terhadap kesinambungan asimilasi pada masa selanjutnya, baik pada masa kolonial Belanda, Inggris, Jepang dan kemerdekaan Indonesia. Asimilasi yang masih tampak hingga kini pada dasarnya merupakan suatu kelanjutan asimilasi yang telah terbentuk pada masa prakolonial tersebut.36

4. Local Genius di Provinsi Kep Bangka Belitung Local genius adalah unsur-usur atau ciri-ciri tradisional yang mampu bertahan dan bahkan mampu memiliki kamampuan untuk mengakomodasikan unsur- unsur budaya dari luar serta mengintegrasikannya dalam kebudayaan asli.37 Kebudayaan dapat diartikan sebagai seluruh usaha dan hasil usaha manusia dan masyarakat untuk mencukupi segala kebutuhan serta hasratnya untuk memperbaiki nasib hidupnya. Usaha tersebut terungkap baik dengan mengolah lingkungan dan dunianya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maupun dengan menciptakan pola dan hubungan masyarakat yang makin mempermudah dan memperlancar pergaulan hidup. Usaha ini terlaksana dengan memberikan makna manusiawi kepada materi atau benda yang diolahnya dan membuat tata kehidupan masyarakat menjadi manusiawi pula. Dengan demikian kebudayaan pada hakikatnya adalah manifestasi kehidupan masyarakat itu sendiri dan proses perkembangannya. Dengan demikian tepatlah dikatakan bahwa kebudayaan merupakan manifestasi kepribadian suatu masyarakat. Artinya identitas masyarakat tercermin dalam orientasi yang menunjukkan pandangan hidup serta sistem nilainya, dalam persepsi untuk

36Abdullah Idi, Bangka Sejarah Sosial Cina-Melayu…, 110. 37Soerjanto Poespowardojo, ―Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam Modernisasi,‖ dalam Keperibadian Budaya Bangsa (local Genius), ed. Ayatrohaedi, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986), 31.

144 | Pendidikan Multikultural

melihat dan menanggapi dunia luarnya, dalam pola serta sikap hidup yang diwujudkan dalam tingkah laku dalam kehidupan sahari-hari, serta dalam gaya hidup yang mewarnai kehidupannya.38 Provinsi Kep. Bangka Belitung memiliki local genius yaitu ―serumpun sebalai,‖ menunjukan bahwa kekayaan alam dan plularisme masyarakat Provinsi Kep. Bangka Belitung tetap merupakan keluarga besar sebuah komunitas yang ―serumpun‖ yang memiliki perjuangan yang sama untuk menciptakan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan perdamaian. Untuk mewujudkan perjuangan tersebut, dengan budaya masyarakat melayu berkumpul, bermusyawarah, mufakat, berkerjasama dan bersyukur bersama-sama dalam semangat kekeluargaan atau disebut ―sebalai‖ merupakan wahana yang paling kuat untuk dilestarikan dan dikembangkan. Nilai- nilai universal budaya ini juga dimiliki oleh beragam etnis yang tinggal di Propinsi Kep. Bangka Belitung. Dengan demikian, serumpun sebalai mencerminkan sebuah eksistensi masyarakat Propinsi Kep. Bangka Belitung dengan kesadaran dan cita-citanya untuk tetap menjadi keluarga besar yang dalam perjuangan dan proses kehidupannya senantiasa mengutamakan dialog secara kekeluargaan, musyawarah dan mufakat serta berkerja sama dan senantiasa mensyukuri nikmat Tuhan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Serumpun sebalai merupakan semboyan penegakan demokrasi melalui musyawarah dan mufakat.39 Antara masyarakat Melayu dan Cina di Provinsi Kep. Bangka Belitung memiliki harmonisasi dan kerukunan hidup. Apalagi semboyan Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong

38Soerjanto Poespowardojo, ―Pengertian Local Genius…, 32-33. 39Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung, ―Lambang Daerah dan Artinya,‖ https://www.babelprov.go.id/content/lambang-daerah-dan-artinya (diakses 8 Januari 2020).

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 145

(Cina, Melayu sama saja), adalah adagium yang sangat mencerminkan hubungan masayarakat, istilah ini menjadi simbol kebhinekaan. Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong istilah ini bermakna tidak ada pengotak-ngotakan antara Melayu dan Cina, mereka bersatu, hidup rukun dalam perbedaan yang disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika. Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong merupakan cermit eratnya kebersamaan walaupun berbeda agama, suku dan ras. Ini adalah komitmen masyarakat Provinsi Kep. Bangka Belitung untuk bersatu.40 Budaya ―nganggung‖ yang merupakan tradisi yang sangat terkait dengan masyarakat Propinsi Kep. Bangka Belitung. Tradisi ini selalu dilakukan setiap peringatan hari besar keagamaan, upacara kematian, HUT RI, HUT Provinsi, Kabupaten/Kota dan peringatan hari besar lainnya. Dalam budaya nganggung berarti orang berkumpul dengan membawa makanan. Idi melaporkan proses nganggung yaitu biasanya setelah dilakukan doa selamat di masjid desa, jemaah melakukan nganggung yakni membawa makanan, kue atau nasi yang diletakkan di dalam wadah bernama ―talem‖ (biasanya berwarna kuning) ke masjid atau surau. Makanan, kue, atau nasi tersebut dihidangkan setelah jemaah membaca doa selamat. Acara adat nganggung biasanya dilaksanakan secara gotong royong. Artinya, segala kebutuhan dan biaya ditanggung bersama oleh warga desa. Acara adat ngangung hingga kini masih dilakukan oleh masyarakat/Islam di pelbagai wilayah Bangka.41 Di atas dijelaskan ketika nganggung orang-orang membawa wadah bernama talem yang berisi makanan, talem tersebut ditutup dengan menggunakan ―tudung saji.‖

40 Nurhayati, ―Semboyan 'Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong' Cara Bangka Belitung Menjaga Kerukunan dan Kedamaian‖, dalam bangkapos.com, 25 April 2017, https://bangka.tribunnews.com/2017/05/24/semboyan-tong-ngin- fan-ngin-jit-jong-cara-bangka-belitung-menjaga-kerukunan-dan- kedamaian, (diakses 8 Januari 2019). 41Abdulah Idi, Cina Melayu…, 9.

146 | Pendidikan Multikultural

Selanjutnya budaya gotong royong, kebersamaan dan silaturahmi disimbolkan dengan ―tudung saji.‖ Tudung saji di Propinsi Kep. Bangka Belitung bukan sekedar sebagai penutup makanan. Berwarna dominan merah dengan motif yang khas, tudung saji menjadi simbol dengan makna yang begitu dalam bagi masyarakat Provinsi Kep.Bangka Belitung. Budaya ini sudah melekat di Bangka Belitung dan menjadi ciri khas atau keunikan tersendiri. Pemerintah kota Pangkalpinang menjadikan Nganggung menjadi sebagai salah satu bagian dari wisata budaya, dan simbol tudung saji ini dapat ditemukan di mana-mana seperti di dalam lambang pemerintah kota Pangkalpinang dan lambang-lambang lain, khas Propinsi Kep. Bangka Belitung, juga pada puncak gedung utama pemerintah kota Pangkalpinang juga dipasangi replika tudung saji berwarna merah (gedung ini juga dinamai dengan gedung tudung saji). Selain itu, banyak replika tudung saji yang menempel di mana-mana seperti menjadi atap baliho-baliho, gapura-gapura di kecamatan,42 atau dibangun di pertigaan jalan, juga di IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik ada simbol tersebut yaitu tugu tudung saji.43 Gambar 3.3 Budaya ―dak kawa nyusa‖ dalam budaya masyarakat Pengkalpinang yang terdalam. Menurut Subuh Wibisono, ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Kep. Bangka Belitung Priode 2018-2023, orang Bangka punya filosofi dak kawa nyusa. Kata-kata dak kawa nyusa, berarti tidak ingin susah atau lebih baik santai dan tidak mau

42 Nur Khafifah, ―Bukan Sekadar Penutup Makanan, Tudung Saji Jadi 'Maskot' Gotong Royong di Babel,‖ dalam Detik News Senin, 19 Sep 2016, https://news.detik.com/berita/d- 3301647/bukan-sekadar-penutup-makanan-tudung-saji-jadi- maskot-gotong-royong-di-babel (diakses 8 Januari 2019). 43Observasi di kota Pangkalpinang dan IAIN Syaikh Abdurrrahman Siddik, 1-2 Oktober 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 147 mengambil resiko, tidak mau bersusah payah.44 Romo Nugroho dalam wawancara juga mengatakan bahwa menurutnya yang menyebabkan pulau Bangka, khususnya kota Pangkalpinang aman karena masyarakat Pangkalpinang memiliki filosofi dak kawa nyusa.

Gambar 3.3 Situs Tudung Saji Menjaga Kerukunan Masyarakat Pangkalpinang

Sumber: dokumen peneliti

44Wawancara dengan Subuh Wibisono, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB Provinsi Kep. Bangka Belitung, 1 Maret 2019.

148 | Pendidikan Multikultural

Jika ada keramaian, seperti demo, orang Bangka mengatakan dak kawa nyusah, untuk melihat atau terlibat, maka sulit untuk mempengaruhi orang Bangka.45 Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Wawancara dengan Romo Nugroho di Kantor Keuskupan Pangkalpinang

Sumber: dokumen peneliti

C. Gambaran Lokasi Penelitian MAN 1, SMA Santo Yosef, SMK Bakti dan SMAN 2 Pangkalpinang Penelitian ini meneliti empat sekolah/madrasah yang mewakili pendidikan menengah di kota Pangkalpinang sebagai lokasi penelitian, yaitu MAN 1 Pangkalpinang, SMA Santo Yosef Pangkalpinang, SMK Bakti

45Wawancara dengan Romo Nugroho, Keuskupan Provinsi Kep Bangka Belitung 15 April 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 149

Pangkalpinang, dan SMA Negeri 2 Pangkalpinang. Data awal menunjukan tingkat multikultur di sekolah/madrasah, dalam penelitian ini adalah melalui beberapa indikator yaitu melalui identitas jender, identitas agama, identitas etnis/suku dan identitas status sosial/kelas sosial dalam masyarakat, sebagaimana terinci pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Data Keadaan Siswa Tahun Ajaran 2018/2019: Multikultur di Sekolah/Madrasah

Nama Jumlah Siswa Identitas Agama Identitas Etnis Status Sosial Sekol LK PR Suku Ekonomi ah MAN 361 602 Muslim 963 Cina 2 A 66 1 9 Total Melayu 752 B 12 Siswa 6 963 37,49 62,51 Batak 11 C 38 % % Jawa 31 D 32 Suku 167 Tidak 98 lainnya diketah ui SMA 285 342 Islam 24 Cina 519 A 20 Santo 3 Yosef 45,4 54,5% Katolik 205 Melayu 11 B 22 Total % 5 siswa Kristen 102 Batak 22 C 97 627 Hindu 1 Jawa 17 D 65 Budha 144 Suku 58 Tidak 35 Konghu 149 lainnya diketah cu ui Tidak 2 diketahu i SMK 136 187 Islam 93 Cina 209 A 27 Bakti 41,8% 57,5% Kristen 62 Ambon 37 B 10 Total 7 siswa Katolik 33 Cina 14 C 14

150 | Pendidikan Multikultural

325 Melayu 0 Budha 50 Cina 13 D 22 Jawa Konghu 85 Jawa 12 Tidak 27 cu Suku 38 diketah lainnya ui SMA 367 507 Islam 875 Cina 42 A 46 Nege 5 ri 2 41,9% 57,9% Kristen 24 Melayu 564 B 21 Total 7 Siswa Katolik 4 Jawa 42 C 94 875 Budha 10 Melayu 30 D 64 Jawa Konghu 3 Batak 15 Tidak 35 cu Cina 16 diketah Melayu ui Suku 118 lainnya Sumber: hasil angket pada empat sekolah di Pangkalpinang, dokumen peneliti Keterangan tabel: A. Kurang dari Rp 4.000.000 B. Rp 4.000.000 sda Rp. 7.000.000 C. Rp.7.000.000 sda Rp. 10.000.000 D. Lebih dari Rp. 10.000.000

1. Madrasah Aliyah Negri (MAN) 1 Pangkalpinang MAN 1 Pangkalpinang berada di JL. Mentok, KM 4, RT 04 RW. 278. Kodepos 33134. MAN 1 Pangkalpinang termasuk dalam wilayah Kelurahan Keramat, Kecamatan Rangkui Kota Pangkalpinang. NPSNnya adalah 10901910 dan NSSnya adalah 131119710001. Emailnya adalah [email protected]. Situs internetnya adalah manmodel-pkp.sch.id. berada pada Lintang 2.22726, Bujur 106.13410899999997 dan ketiggian 49 meter di atas permukaan laut. Akreditasi MAN 1 Pangkalpinang adalah A,

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 151 dengan status sebagai negeri. Status tanah adalah milik sendiri, dengan luas tanah 33.910 m2.46 a. Sejarah dan Perkembangan MAN 1 Pangkalpinang merupakan sekolah setaraf SMA dan merupakan satu-satunya MAN yang berada di Pangkalpinang. Awal sejarah berdirinya MAN 1 Pangkalpinang adalah dari Pendidikan Guru Agama (PGA) yang berdiri pada tahun 1970 beralih fungsi menjadi MAN Pangkalpinang sesuai dengan surat keputusan Menteri Agama RI No. 65 Tahun 1992. Setelah 11 tahun yaitu pada tanggal 10 Juni 2003 MAN Pangkalpinang berkembang menjadi MAN Model Pangkalpinang. 12 tahun terbitlah Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 390 Tahun 2015, MAN Model Pangkalpinang berubah nama menjadi MAN 1 Pangkalpinang.47 b. Visi, Misi dan Tujuan Visi, MAN 1 yakni, terbentuknya insan yang bertakwa, berprestasi dan berakhlak mulia, dengan indikatornya sebagai berikut: 1). bertakwa yaitu memiliki kesalehan, tangguh dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. 2). berprestasi yaitu memiliki prestasi yang tinggi baik di bidang akademik maupun non-akademik dan 3). berbudaya yaitu menjunjung budaya daerah dan budaya nasional. 4) menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada mutu lulusan baik secara keilmuan, maupun secara moral dan sosial serta mampu menyiapkan dan mengembangkan sumber daya insani yang unggul di bidang

46Dokumen Profil Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019. Wawancara dengan Permana, Humas MAN 1 Pangkalpinang, 16 September 2019. 47Dokumen Profil Madrasah, Eksistensi MAN I Pangkalpinang 2019. Tugu MAN Model Pangkalpinang 10 Juni 2003. Wawancara dengan Eka Kurniaty, Guru MAN 1 Pangkalpinang 17 September 2019.

152 | Pendidikan Multikultural

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan Iman dan Taqwa (IMTAQ).48 Misi dari penyelenggaraan pembelajaran dan pendidikan di MAN I Pangkalpinang adalah sebagai berikut: 1). menumbuh kembangkan semangat keunggulan dalam bidang agama, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. 2). meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta pengetahuan siswa, khususnya dibidang iptek agar siswa mampu melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi yang berkualitas 3). mengoptimalkan penghayatan terhadap nilai-nilai agama untuk dijadikan sumber kreatif bertindak. 4). meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan sosial budaya dan alam sekitarnya yang dijiwai dengan nilai-nilai Islam. 4). menjadikan MAN 1 Pangkalpinang sebagai model (contoh) dalam pendidikan iptek dan imtaq bagi madrasah lain, 6). meningkatkan kualitas dan kesejahteraan sumber daya manuasia (SDM) secara bertahap.49 Tujuan Pendidikan pada MAN 1 Pangkalpinang yakni mengoptimalkan pelaksanaan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyelenggarakan (PAKEM) dan kekompakan (team teaching) untuk mencegah kekosongan jam pelajaran. Agar setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. Menerapkan pelaksanaan evaluasi atau penilaian hasil belajar (ulangan blok bersama dua kali dalam satu semester dan ulangan umum semester) secara konsisten dan berkesinambungan. Mengoptimalkan pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan. Memotivasi dan membantu peserta didik untuk mengenali potensi dirinya dengan memberikan wadah dalam kegiatan ekstrakulikuler (gemar mata pelajaran, seni,

48Dokumen Profil Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019. 49Dokumen Profil Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 153 olahraga dan keterampilan) agar setiap siswa dapat berkembang secara optimal. Mengoptimalkan pelayanan terhadap siswa dengan melengkapi sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran serta mengoptimalkan kegiatan ekstrakulikuler.50 c. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana dalam suatu lembaga sekolah sangat penting hal ini karena untuk mendukung pembelajaran peserta didik serta dapat memberikan kontribusi khususnya bagi siswa, guru dalam membangun budaya sekolah. Adapun sarana dan prasarana yang berada di MAN 1 Pangkalpinang adalah sebagai berikut: MAN 1 memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruang Kepala Madrasah, ruang guru perempuan, ruang guru laki-laki, ruang tata usaha (TU), kelas 29 ruangan, ruang Bimbingan Konseling (BK), Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Organisasi Siswa Intra Sekolah- Madrasah (OSIS-Madrasah) laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Bahasa, Information and Communication Technologies (ICT) 3 unit, ruang perpustakaan, ruang serba guna 2 unit, musala, kantin, pos satpam, WC 6 unit, tempat parkir.51 Peralatan adalah suatu alat menunjang kegiatan pembelajaran dan Peralatan yang dimiliki MAN I Pangkalpinang antara lain laboratorium IPA terdiri dari: peralatan seperti peralatan kimia, fisika dan biologi, kebun sayuran haidroponik. Laboratorium bahasa terdiri dari: peralatan audio, alat pendidikan jasmani, pendidikan seni (musik, rupa, tari), perlengkapan kantor, dan perlengkapan

50Dokumen Profil Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019. 51Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang, 24-28 Februari 2018, 11 Februari-5 Maret 2019.

154 | Pendidikan Multikultural

multimedia seperti laptop Liquid Crystal Display (LCD), internet.52 Sarana dan prasaranan lainnya adalah seperti lapangan basket/futsal, lapangan voli, lapangan olahraga, gedung asrama putri.53

d. Kegiatan Ekstrakurikuler di MAN 1 Pangkalpinang Kegiatan siswa yang berada di MAN 1 Pangkalpinang ada dua yakni kegiatan kegiatan ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan.54 Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kegiatan Ekstrakurikuler MAN 1 No Nama Jadwal Kegiatan Waktu Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib 1. Upacara Bendera Senin 06.30 - 07.30 WIB Membaca al-Qur‘ān Selasa, Rabu, 07.00 -.07.15 WIB Kamis Muhadoroh Setiap Jumat 2 06.30 - 07.30 WIB Minggu Sekali Senam Pagi Setiap Jumat 2 06.30 - 07.30 WIB Minggu Sekali Kegiatan Ekstrakurikuler Pilihan Seperti:

52Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang 11 Februari-5 Maret 2019. Dokumen Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019. 53Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang 11 Februari-5 Maret 2019. Dokumen Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019. 54Wawancara dengan Mega Kustiawan, Kepala MAN I Pangkalpinang, 27 Februari 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 155

2. Palang Merah Remaja, Jumat 14.30 -16. 30 WIB Pramuka, PIK R, KIR, Qori- Qori‘ah, UKS, Drum Band, Sastra, Jurnalistik dan FotoGrafi, Sains Agama/ Rohani Islam (Rohis), Paskibra, Seni Tari & Suara, Teater, Olimpiade Sain, OSIM, Muhadhoroh, Nasyit, Bolla Voli, Sepakbola, Bulutangkis Kegiatan Wajib: 3. Sholat Zhuhur Senin, Selasa, 12.00 – 12. 30 WIB Rabu, Kamis Sholat Jumat/ Zhuhur Jumat 11.15 – 13.00 WIB Les Tambahan UAMBN Kelas Jumat 15.00 – 16.30 WIB XII Sumber: dokumen kegiatan ekstrakurikuler 2019 MAN 1 Pangkalpinang

Dengan mengikuti pelbagai kegiatan ekstrakurikuler, siswa diharapkan terlibat agar bakatnya berkembang dan seimbang antara IPTEK dan IMTAQ, sebagai bekal di akhirat yang menjadi visi dan misi MAN 1. Kegiatan lainnya di madrasah adalah sebagai berikut: 1) Upacara bendera setiap Senin. 2) Membaca al-Qur‘ān setiap pagi sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) selama 15 menit pada hari selasa sampai Kamis. 3) Jamaah sholat zuhur dan tata cara zikir. 4) Menyanyikan lagu nasional Indonesia sebelum memulai belajar jam pertama. 5) Menyayikan lagu dearah Indonesia sesudah belajar jam terakhir. 6) Muhadarah (ajang kreasi/ bakat masing-masing kelas).55

55Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang 11 Februari-5 Maret 2019. Dokumen Kegiatan Ekstrakurikuler MAN 1 Pangkalpinang Tahun Ajaran 2018/2019.

156 | Pendidikan Multikultural

e. Keadaan Guru dan Karyawan Jumlah guru dan karyawan yang berada di MAN 1 Pangkalpinang pada tahun ajaran 2018/2019 berjumlah 87 orang.56 Sejak 1 Februari 2019, Kepala MAN 1 yaitu Drs. Mega Kastiawan. MAN 1 memiliki 36 orang guru PNS dengan latar belakang pendidikan S2 berjumlah 4 orang, guru yang berlatarbelakang pendidikan S1 berjumlah 32 orang. 26 orang guru honorer dengan latar belakang pendidikan S2 berjumlah 5 orang.57 Karyawan MAN 1 berjumlah 24 orang yaitu 6 orang pegawai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 18 orang pegawai honorer. Latar belakang pendidikan karyawan MAN 1 yaitu 1 orang strata 2 (S2), 3 orang S1, 1 orang Diploma 3 (D3), 1 orang Diploma 2 (D2), 14 orang SMA, 2 orang SMP, 2 Orang SD.58

2. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santo Yosef Pangkalpinang SMA Santo Yosef terletak di Jalan Solihin KM 4 Pangkalpinang 33135. SMA Santo Yosef berdiri 1973, dengan nomor izin operasional 125/702. SMA Santo Yosef Pangkalpinang dibawah naungan Yayasan Tunas Karya (YTK) yang berdiri pada 9 September 1950. Mgr Gabriel Van der Westen adalah uskup pertama yang memprakasai berdirinya YTK. Lembaga inilah yang secara formal menyelenggarakan pelayanan pendidikan diseluruh keuskupan Pangkalpinang.59

56Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang 11 Februari-5 Maret 2019. 57Dokumen Profil Madrasah, Eksistensi MAN 1 Pangkalpinang 2019. 58Dokumen Data Guru dan Pegawai MAN 1 Pangkalpinang 2018 dan 2019. 59Tunaskarya, Profil SMA Santo Yosef Pangkalpinang, Tunaskarya.org, 2016, https://tunaskarya.org/sekolah/profil?sma-

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 157 a. Sejarah Perkembangan Pada tahun 1963, Peter Japri (Jap Kon Koeij) mengusulkan kepada Pastor Lambregts untuk mendirikan SMA di Pangkalpinang. Oleh Pastor Lambregts, usul tersebut disampaikan kepada Apostolik Perfect Mgr. Van Der Westen. Oleh Mgr. Van Der Westen usul tersebut disetujui, dengan cacatan Peter Japri yang memimpin SMA tersebut. Tanggal 19 Maret 1963 berdirilah SMA Santo Yosef (dipilih nama ini karena bertepatan dengan hari Pesta Santo Yosef).60 Pada tahun pertama SMA Santo Yosef menggunakan bangunan SMP Budi Mulia, Jalan Gereja Pangkalpinang. Semua guru termasuk Kepala Sekolah berstatus honorer. Tahun 1964 memiliki dua guru tetap yaitu A. Bakir, B.A. dan B. Bernadi, B.A. Tenaga pengajar lainnya merupakan guru dari SMP Budi Mulia yaitu Br. Reinolf, Br. Isfridus, Br.Castelus, Br.Bernadino. Guru-guru dari SMP Santa Theresia seperti Ibu Kristin, Ibu Dahlia. SMA Santo Yosef juga mendapatkan tenaga pengajar dari PT Timah seperti Ir. Tjan, Ir.Sutedjo, Ir. Ismu. Drh. Lim (A Lew) dari Kotapraja. Terakhir SMA Santo Yosef mendapatkan tenaga Pengajar dari SMA Negeri Pangkalpinang yaitu Drs. Imam.61 Pada awal tahun 1965, SMA Santo Yosef pindah karena telah membangun gedung yang terletak berdampingan dengan SMP Santa Theresia di Jalan Melintas. Tahun 1983 kelas bertambah menjadi 9 kelas (sebelumnya 6 kelas). Peminat pada SMA Santo Yosef meningkat, pada tahun 1987 dibangun kembali gedung baru santo-yosef-pangjkalpinag&id=smasmk-11, (diakses 5 April 2019). 60Tunaskarya, ―Sejarah Singkat SMA Santo Yosef Pangkalpinang,‖ Tunaskarya.org, 2016, https://tunaskarya.org/sekolah/sejarah?sma-santo-yosef- pangkalpinag&id=smasmk-11, (diakses 5 April 2019). 61Tunaskarya,―Sejarah Singkat SMA Santo Yosef.

158 | Pendidikan Multikultural

di Kompleks Lo Ngin Boek, Jalan Sungaiselan Km. 4 dan pada tanggal 26 Oktober 1987 diresmikan penggunaannya oleh Mgr.Hilarius Moa Nurak SVD.62 Pada awal Tahun Pelajaran 2001/2002, siswanya berjumlah 693 atau 5 kelas paralel, 20 orang tenaga pengajar tetap, 7 tenaga pengajar honorer, 7 orang karyawan tetap dan 2 orang karyawan honorer. Tercatat pada usia ke-39 (tiga puluh sembilan) SMA Santo Yosef memiliki 4.222 orang alumnus.63 b. Visi, Misi dan Tujuan Visi SMA Santo Yosef adalah komunitas yang unggul secara akademis, bertumpu pada hati nurani dan solider terhadap sesama.64 Misinya adalah melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, agar komunitas sekolah dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing anggota. Menumbuh kembangkan nilai-nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah sosial.65 c. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana SMA Santo Yosef sudah sangat baik untuk sebuah sekolah di Kota Pangkalpinang. SMA Santo Yosef memiliki tiga lantai terdiri dari pelbagai ruangan. Berikut rincian ruangan yang ada ruang kepala sekolah, TU, Wakil Kepala Bidang Kesiswaan (Wakasis), Wakil Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Wakahumas),

62Tunaskarya, Sejarah Singkat SMA Santo Yosef. 63Tunaskarya, Sejarah Singkat SMA Santo Yosef. 64Dokumen SMA Santo Yosef 2018. Observasi pada SMA Santo Yosef 11 Maret-15 April 2019 dan 16-19 September 2019. 65Observasi pada SMA Santo Yosef 11 Maret-5 April 2019 dan 16-19 September 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 159

Wakil Kepala Bidang Kurikulum (Wakakur), Wakil Kepala Bidang Sarana Dan Prasarana (Wakasarpras), dan ruang guru. Ruang OSIS, UKS, ruang kesenian, ruang kelas 19 unit, ruang perpustakaan. Peralatan untuk menunjang kegiatan pembelajaran antara lain laboratorium biologi, kimia, fisika,dan komputer 2 unit, dan ruang multimedia, alat pendidikan jasmani seperti lapangan voli dan gedung olah raga dilengkapi dengan lapangan basket, pendidikan seni, (musik dan tari). Kelengkapan sarana dan prasarana di SMA Santo Yosef lainnya adalah WC, gazebo 3 unit, kolam ikan 2 unit, kantin, parkir siswa, parkir guru, gudang, dan pantri.66 d. Kegiatan Ekstrakurikuler di SMA Santo Yosef Pangkalpinang Kegiatan siswa yang berada di SMA Santo Yosef Pangkalpinang sangat banyak yakni melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler ini dimanfaatkan untuk menyalurkan bakat dan minat siswa-siswinya. Ekstrakurikuler yang ada adalah sebagai berikut.67 Tabel 3.5

66Observasi pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019 dan 16-19 September 2019. 67Dokumen kegiatan Ekstrakurikuler SMA Santo Yosef tahun ajaran 2018/2019.

160 | Pendidikan Multikultural

Tabel 3.5 Kegiatan Ekstrakulikuler di SMA Santo Yosef Nama Jadwal No Waktu Kegiatan 1 Pengembangan Diri: Bina Kegiatan Sosial, kegiatan Ilmiah Astronomi, Biologi, Fisika, Matematika, Kimia, Ekonomi, Akuntansi, Kebumian, Geografi, Pemantauan Kemampuan Bahasa InggrisLCC 4 Pilar (Lomba Cerdas Cermat 4 Pilar yaitu Pancasila, UUD1945, NKRI dan Sabtu 07.00 -08.30 Bhineka Tunggal Ika), Elektronik, Pemantapan Kemampuan Bahasa Mandarin, Basket, Bulu Tangkis, Futsal, tenis Meja, Voli, Catur, Wushu, Aikikenjutsu, Tae Kwon Do, Musik Kreatif, Majalah Dinding, Kreasi Seni, Dance, Tata Boga. 2 Ekstrakurikuler Wajib : Pramuka Untuk kelas X dan Sabtu 13.10 -14.45 XI 3 Ekstrakurikuler Wajib

Pilihan: Band Selasa dan 14.00 -15.30 Kamis Voli Selasa dan jumat 15.15- 17.15 Koor Jumat 11.15 – 13.00 Basket Wanita Senin, Rabu, 17.00-19.00 dan Jumat Basket Pria 17.00 – 19.00 Selasa dan dan 19.00 – kamis dan Jumat 21.00 Futsal Selasa dan 15.00 – 17.00 kamis Karate Senin dan jumat 15.00 – 17.00 Melukis Selasa 14. 00 – 16.00 Dance Selasa dan 14.00 -16.00

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 161

Jumat Wushu Senin dan Jumat 16.00 – 18.00 Tenis Meja Rabu 15.00 – 17.00 Biola Selasa dan 17.00 – 18.30 kamis Piano Senin 14. 00 -16.00 Tae Kwon Do Selasa dan 14.00 -15.30 Kamis Sinematografi Selasa 15. 00 -17.00 Gitar Selasa 14.00- 15.30 Vocal Selasa dan 14.00 – 16.00 Kamis English Club Rabu 14.00 – 15.30 Palang Merah Remaja Jumat 13.00- 14.30 Mandarin Club Kamis 14.00 -15. 30 Teater Sabtu 15.00 - 17.00 Bulu Tangkis Kelas X Jumat 15.30 -17.00 Bulu Tangkis Kelas XI Rabu 15.30 - 17.00 Ekonomi Club Kamis 14.00-15.30 Akutansi Club Kamis 14.00 -15.30 Barongsai Sanyo Club Sabtu 15.00- 17.00 Sumber: dokumen kegiatan ekstrakurikuler 2018 SMA Santo Yosef e. Keadaan Guru dan Karyawan Pada tahun 2019 SMA Santo Yosef dikepalai oleh Frans, S.Pd. Jumlah guru di SMA Santo Yosef 32 orang. Keseluruhan guru tersebut berlatarbelakang pendidikan S1. Seluruh karyawan SMA Santo Yosef berjumlah 9 orang, yang terdiri dari bagian administrasi, asisten laboratorium, pustakawan, petugas kebersihan dan petugas kebun, dan satpam.68

3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bakti Pangkalpinang Nama sekolah SMK Bakti Pangkalpinang NPSN 10901154, berstatus swasta dan beralamat di Jln Belimbing III No. 10 RT. 3 RW. 1 Kel. Bintang Kec. Rangkui kota

68Dokumen Data Guru dan Pegawai SMA Santo Yosef tahun ajaran 2018/2019.

162 | Pendidikan Multikultural

Pangkalpinang.SMK Bakti berposisi geografis pada lintang 2.133048 dan bujur 106, 114735. Surat Keputusan (SK) pendirian sekolah dan SK izin operasional bernomor 162/1.11/F/1997. Tanggal SK pendirian 1997-04-14 status kepemilikan yayasan. Tanggal SK izin operasional 1997 - 04-14. Nomor rekening 7691.01.000001.30 pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Keramat Jaya, rekening atas nama SMK Bakti. Luas tanah 470m2 nama wajib pajak Ibu Melvina Rusli dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP) adalah 316197458304000.69 Nomor telepon 0717432492 No Fax 0717437042 Email [email protected]. Website http://smkbaktipkp.sch.id. Waktu penyelenggaraan sehari penuh sebanyak lima hari. Sumber listrik (perusahan listrik negara) PLN.70 a. Sejarah dan Perkembangan SMK Bakti Pangkalpinang beroprasional sejak tahun 1996/1997 dikuatkan dengan SK Mendikbud No. 162/1.11/F1997 tentang persetujuan pendirian sekolah swasta SMK Bakti. SMK ini berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Bakti Bangka (YPBB) yang beralamatkan di jalan Bintang No. 10 Pangkalpinang dengan akte Notaris No. 1996 tertanggal 28 Nopember 1995.71 Sebetulnya ide mendirikan SMK Bakti ini sudah ada sejak tahun 1992, namun Melvina Rusli S.E selaku penggagas belum memiliki keberanian dan modal. Baru setelah wanita karir dengan empat putra ini membaca kata bijak dalam sebuah buku yang berbunyi ―rencana tetap tinggal rencana jika tidak dilaksanakan, dia berkonsultasi

69Dokument Profil SMK Bakti Pangklpinang Tahun Ajaran 2018/2019. 70Dokument Profil SMK Bakti Pangklpinang Tahun Ajaran 2018/2019. 71Wawancara dengan Yanwar Teriman B.A, Kepala SMK Bakti Pangkalpinang, 6 September 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 163 dengan suami Totong Siabini S.E dan secara bersama memohon kepada orang tua mereka Alex Siabini untuk mendirikan sekolah ini. Ternyata permohanan tersebut disetujui, orang tua mereka menyediakan lahan sekaligus dana pembangunan SMK Bakti ini.72 Dengan dibantu oleh bapak Abdullah M Nuh, B.Sc (almarhum) selaku tokoh pendidikan yang cukup dikenal di pulau Bangka ini dan beberapa tokoh lain yang tak mungkin disebutkan satu persatu, berdirilah SMK Bakti dengan Nomor Data Sekolah (NDS) K.10054202 tertanggal 14 April 1997. Pada mulanya sekolah ini hanya ditargetkan 3 kelas namun ternyata peminatnya cukup banyak dan pada akhirnya dapat mencapai lima kelas.73 Pada tahun 2008 SMK Bakti dengan bidang keahlian bisnis dan manajemen ini memiliki 15 kelas terdiri dari 5 kelas I, 5 kelas II dan 5 Kelas III, dengan jumlah siswa 600 orang. Sesuai dengan izin yang diberikan, SMK Bakti memiliki tiga program keahlian yaitu: akuntansi, penjualan, dan administarasi perkantoran yang pada awalnya dikenal dengan sekretaris, dengan sarana dan ditunjang oleh prasarana memadai sesuai dengan tuntutan era globalisasi.74 Pada tahun 2019/2020 dari jumlah kelas memang mengalami penurunan jumlah siswa, yaitu 14 kelas terdiri dari 5 kelas I, 4 kelas II dan 5 Kelas III, dengan jumlah siswa 382. Dalam perjalananya, SMK Bakti terus berkembang dengan berbenah dari segi kualitas dan kuantitas. Ibu Malvina Rusli mengemukakan bahwa sangat bersyukur dengan capaian yang telah diraih SMK Bakti, seperti eratnya rasa kekeluargaan antar sesama warga SMK Bakti tanpa terkecuali, mulai dari YPBB, guru, pegawai, alumni hingga siswa SMK Bakti. Kebanggan YPBB lainnya adalah rasa kepemilikan siswa pada sekolah dimulai dari

72Wawancara dengan Melvina Rusli, Bendahara YPBB, 26 Agustus 2019. 73Dokumen Sejarah Pendirian SMK Bakti Tahun 2014. 74Dokumen Profil SMK Bakti tahun 2017.

164 | Pendidikan Multikultural

menjaga kebersihan sekolah dan memiliki prilaku yang baik.75 b. Visi, Misi dan Tujuan Visi SMK Bakti menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan berwawasan luas: Misi SMK Bakti: 1) Mengembangkan mutu dan kualitas pendidikan dengan melibatkan dunia usaha/ dunia industri, instansi terkait dan masyarakat. 2) Mengoptimalkan sumber daya sekolah untuk memberikan layanan kepada dunia usaha/dunia industri, instansi terkait dan masyarakat. 3) Meningkatkan kemampuan berkomunikasi global seluruh elemen sekolah dengan tetap menjunjung tinggi norma dan nilai budaya bangsa Indonesia. 4) Menghasilkan tamatan yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya, memiliki daya adaptasi dan daya saing tinggi.76 Tujuan Pendidikan Kejuruan: 1) Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilann untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. 2) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan yang Maha Esa. 3) Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab.

75Wawancara dengan Mustafa, Kepala Sub Bagian Tata Usaha SMK Bakti Pangkalpinang, 12 Agustus 2019. 76Dokumen Visi Misi dan Tujuan SMK Bakti Tahun 2014.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 165

4) Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. 5) Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan secara aktif, turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.77 c. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana SMK Bakti sudah sangat baik untuk sebuah sekolah di kota Pangkalpinang. SMK Bakti memiliki dua gedung utama. Satu gedung memiliki tiga lantai dan gedung utama memiliki lima lantai yang terdiri dari pelbagai ruangan. Sarana prasarana SMK Bakti memiliki ruang guru yang di dalamnya terdapat satu papan informasi yaitu daftar keadaan guru SMK Bakti Pangkalpinang tahun 2018/2019, 50 meja dan kursi, satu televisi, satu dispenser, satu radio, satu globe, satu peta dunia, satu pengeras suara, dua buah kipas angin, dua buah pamflet mengenai 12 budaya malu dan hindari sepuluh penyakit guru, kemudia satu pamplet mengenai kawasan bebas asap rokok. Keadaan ruang guru ramai di jam istirahat sekolah, tapi ketika jam pelajaran dimulai masing-masing guru pergi ke kelas masing-masing karena ada jam mengajar.78 Pada perpustakaan saya bertemu Budi, pegawai perpustakaan, yang sudah bekerja sejak tahun 2012 di SMK Bakti, dengan latar belakang pendidikan perpustakaan D2 Universitas terbuka (UT) di Pangkalpinang. Keadaan perpustakan menunjukkan semua rak penuh dengan buku, semuanya buku pelajaran, namun ada empat rak mengenai

77Dokumen Visi Misi dan Tujuan SMK Bakti Tahun 2014. 78Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019.

166 | Pendidikan Multikultural

buku populer seperti novel dan buku-buku bacaan umum. Selain itu buku pelajaran tidak hanya memenuhi rak tapi juga memenuhi meja baca siswa. Budi mengatakan dia kesulitan mengolah buku di perpustakaan karena sendirian, buku di perpustakaan itu harus dibagi berdasarkan jumlah kelas dan dibagikan, dipinjamkan kepada siswa untuk satu semester.79 Ruang UKS dengan luas 10 X 4 meter. Sarana prasarana UKS adalah satu alat timbangan berat badan, dua kamar istirahat untuk laki-laki dan perempuan, dua pasang meja dan kursi untuk pengurus UKS, dan satu kipas angin. Di samping ruang UKS adalah ruang ketua jurusan ada tiga jurusan di SMK Bakti jadi itu adalah ruang Ketua Jurusan (Kajur) Pemasaran, Multimedia dan Akuntansi. Namun juga di gabung dengan ruangan guru BK dan Wakasarpras.80 selanjutnya ruang kepala sekolah, ruang Wakasis dan juga ruang TU yang dipimpin oleh Kepala sub bagian (Kasubag) Pak Mustafa, dapur dan kamar mandi utama. Di depan ruangan ini ada ruangan Wakakur, dan Wakahumas.81 Lobi sekolah yang memiliki meja tamu dan meja depan, dua buah lemari pajangan yang berisi piala-piala penghargaan. Selanjutnya lapangan sekolah ada dua bagian, satu untuk olah raga dan satu untuk parkir. Lapangan memiliki dua ring basket. Lapangan ini selalu dimanfaatkan dengan maksimal. Kantin sekolah dengan luas 20 x 15 memiliki 10 meja kursi jati belanda untuk menjual gorengan, pempek dan nasi untuk siswa dan guru yang tidak membawa makan siang.82

79Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 80Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 81Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 82Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 167

d. Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Bakti Pangkalpinang Sejak tahun 2019 kegiatan ekstrakurikuler hanya fokus pada kegiatan non-akademik, menurut Wakakur SMK Bakti, Ibu Empi, alasannya karena dana BOS tidak membiayai pelatih dan honor guru untuk kegiatan akademik ekstrakurikuler tambahan. Jadi kegiatan itu ditiadakan mulai tahun ajaran ini. Tabel 3.6. Untuk kegiatan Palang Merah Remaja (PMR) memiliki struktur kepengurusan yaitu penanggung jawab kepala sekolah pembinanya adalah pembina PMR bekerja sama pembina OSIS dalam kegiatan-kegiatannya. Diketuai oleh siswa PMR ini memiliki ketua dan wakil ketua yang juga bekerja sama dengan ketua dan wakil ketua OSIS dalam pelbagai kegiatannya. Selanjutnya unit ini memiliki bendahara dan sekretaris yang membawahi pelbagai seksi yaitu seksi berkarya dan berbakti, seksi persahabatan, seksi keterampilan, seksi umum, dan anggota.83 Voni Oktariani, guru pembina PMR, menceritakan bahwa setiap Sabtu jam 09.00 WIB adalah jadwal latihan PMR, PMR di sekolah mengikuti kegiatan PMI yang ada di kota Pangkalpinang. Setiap tahunnya akan diadakan orientasi dan pelantikan kelas X yang baru bergabung.84 Selain kegiatan PMR, SMK Bakti juga memiliki kegiatan PIK-R.85

Tabel 3.6 Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Bakti Tahun Ajaran 2019/2020

83Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5-30 Agustus 2019. 84Wawancara dengan Voni Oktariani, Guru Pembina PMR 13 Agustus 2019. 85Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5-30 Agustus 2019.

168 | Pendidikan Multikultural

No Nama Eksul Keterangan Pelatih Koordinator Pembibing 1 Basket putra Non Budi Multikurniawan, akademik Hermawan S.Pd 2 Basket Putri Non Haryudha Multikurniawan, akademik Putra S.Pd 3 Voli Putra/Putri Non Edi Yulianto Bambang S.Pd akademik 4 Futsal Non Gustomi Azazair, S.Pd akademik 5 Bulu Tangkis Non Kelvin Hanung akademik Wijaya S.H,S.PDK 6 Karate Non Subakti Ahmad Bejo, SE akademik 7 Seni Tari Non Arfeni Zairul Fahmi, S.H akademik 8 Band Non Itang Zairul Fahmi, S.H akademik 9 Rohis Non Fitri Drs. Ibahim Sani akademik 10 Pik-r Non Rusmini, SE Rusmini SE akademik 11 PMR Non Voni Voni Oktariani akademik Oktariani, S.Pd SPE 12 Jurnalis Non Cendrawati, Cendrawati S.Pd akademik S.Pd 13 Pramuka Ekskul M.Imam Empi Natal Adha Wajib Sasmito Sumber: dokumen SMK Bakti

e. Keadaan Guru dan Karyawan Kepala sekolah bernama Yanwar Teriman B, Sc NUPTK 14627416420002 Lahir di Pangkalpinang 30 Januari 1963. Lulus dari fakultas UGM Yogyakarta Fakultas Ekonomi/Akuntansi tahun lulus 1984 dengan ijazah sarjana muda. TMT di SMK Bakti 7/19/1999 jadi masa kerja kurang lebih 20 tahun dengan SK Pengangkatan Yayasan bernomor 034/1.11.2/YPBB/KP/99. Wakil kepala sekolah ada 4 yaitu Wakahumas yaitu Noviyanti S.E NUPTK1443759659300003 tempat tanggal

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 169 lahir Pangkalpinang 11 november 1981 Lulusan STIE Bandung Jurusan Manajemen tahun 2004 ijazah sarjana TMT di SMK Bakti 7 17/206 SK Pengangkatan yayasa 035/YPBB/KP/2006 dengan masa kerja kurang lebih 12.86 Wakakur yaitu Empi Natal Adha S.Ag NUPTK 1459750664200002 tempat tanggal lahir toboali 27 Januari 1972 lulusan STAI Bangka Pendidikan Agama Islam 1999 dengan ijazah sarjana, TMT di SMK Bakti 7/18/ 2005 No SK Kepangkatan Yayasan 032/YPBB/KP/2005 dengan masa kerja kurang lebih 12 Tahun.87 Wakasis yaitu Hanung Sri Hartanto, S.Pd.K NUPTK 10901154177001, tempat tanggal lahir Semarang 03 November 1977 STTIDJA Jakarta, Jurusan Pendidikan Agama Kristen lulus tahun 2011 Ijazah sarjana TMT di SMK BAkti 7/21/1997 SK pengangkatan Yayasan NO 010/1.11.2/YPBB/KP/99 dengan masa kerja kurang lebih 10 tahun. Wakasis membawahi tiga bagian yaitu Pembina OSIS yaitu Cendrawati S.Pd, Voni Oktariani, S.Pd, Zairul Fahmi, S.H, dan Ilham Ghazali, S.Komp, Bagian kedua yaitu Bimbingan Penyuluhan (BP) dan BK yaitu Drs. Sugito dan Zainul Fahmi SH, bagian ketiga yaitu UKS, Yaitu Voni Oktariani S.Pd.88 Wakasarpras yaitu Hastin Lusiana T., SE NUPTK 2160751652300003 tempat tanggal lahir Wonosobo 28 Agustus 1973 STIEKER Yogyakarta jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan lulus tahun 2000 ijazah sarjana TMT di SMK Bakti 7/18/2005 SK Pengangkatan Yayasan

86Dokumen Data Guru dan Pegawai SMK Bakti Tahun 2019. 87Dokumen Data Guru dan Pegawai SMK Bakti Tahun 2019. 88Dokumen Data Guru dan Pegawai SMK Bakti Tahun 2019.

170 | Pendidikan Multikultural

032/YPBB/KP/2005 dengan masa kerja kurang lebih 12 tahun.89 Selanjutnya Kajur Multimedia yaitu Rudi Haris, S.E, Kajur Akutansi yaitu Sui Liung S.E, dan Kajur Penjualan yaitu Iszwar Ramadhan, S.E. Wali kelas tahun ajaran 2019/2020 ini ada 14 guru dengan tugas rangkap yaitu sebagai wali kelas dan guru kelas, berikut nama-nama wali kelas. Lihat pada Tabel 3.7. Total guru mata pelajaran selain jabatan yang mereka miliki di atas adalah 42 orang guru.90

Tabel 3.7 Data Wali Kelas Di SMK Bakti Tahun Ajaran 2019/2020 Kelas Nama Guru X AK 1 Alzazair S.Pd X AK 2 Wurry Arum Mei Leny S.Pd X MM-1 Sania Lopiani, S.Komp X MM-2 Achmad Bejo, S.E X TN Zairul Fahmi S.H. XI AK 1 Ani Meryem, S.Pd XI AK- 2 Marhama, S.E XI MM Badri Susanto A.Md XI TN Siti Solbiah, S.E. XII AK 1 Cendrawati S.Pd XII AK 2 Iszwar Ramadhan, S.E XII MM Voni Oktariani, S.Pd XII TN-1 Aslilah Spd, Ing XII TN-2 Diah Veranita, S.Pd Sumber: dokemen SMK Bakti

Kasubag TU yaitu Pak Mustafa, A.Md NUPTK 1236751653200033 tempat tanggal lahir selindung 4 September 1973 latar belakang pendidikan Polman Bangka Belitung Teknik Komputer Jaringan, lulus tahun 2012 DIII, TMT di SMK Bakti 09/08/1996/ dengan masakerja 21 tahun

89Dokumen Data Guru dan Pegawai SMK Bakti Tahun 2019. 90Dokumen Data Guru dan Pegawai SMK Bakti Tahun 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 171

11 bulan dan 7 hari, dengan SK Pengangkatan Yayasan 154/1.11/SMK.N/KP/1996. Pegawai di SMK Bakti meliputi satu orang operator dapodik, satu orang bendahara, tiga orang tata usaha, satu orang teknisi laboratorium, satu orang pustakawan, dua orang satpam, empat orang kebersihan, dan satu penjaga malam. total pegawai SMK Bakti berjumlah 15 orang.91

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Pangkalpinang SMA Negeri 2 Pangkalpinang terletak di kelurahan Bacang kecamatan Bukit Intan kota Pangkalpinang, tepatnya di pulau Bangka Provinsi Kep. Bangka Belitung. SMA Negeri 2 memiliki tanah sekolah yang sepenuhnya milik negara, luas areal seluruhnya 3,4h dengan luas bangunan 2820M2.92 a. Sejarah dan Perkembangan SMA Negeri 2 diresmikan pada tanggal 18 November 1984 selama berdirinya telah berganti kepala sekolah sebanyak sembilan kali.93 Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Nama Kepala Sekolah Masa Kerja Drs Rusdi 1984-1991 Drs. H. Kamaruddin AK 1991-1993 Drs. Suryadi Bajhrun 1993-1998 Amir Syarifuddin S.H. 1998-2001 Dra.SR. Kunlistiani 2001-2007 Dra. Hartini 2007-2009 Kamiluddin S.Pd.MM 2009-2012 Irawansyah S.Pd. S.IP, MM 2012-2019

91Dokumen Data Guru dan Pegawai SMK Bakti Tahun 2019. 92Dokumen Profil SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2019. 93Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

172 | Pendidikan Multikultural

Sumber : dokumen SMA Negeri 2

Berdasarkan Informasi KMS Zahedi sebagai pegawai TU di SMA Negeri 2, tahun 1986 cikal bakal SMA Negeri 2 masih dititipkan di SD Negeri 20. Pada awal berdiri dibangun ruang guru dan ruang kepala sekolah dan memiliki enam ruang kelas. Waktu awal dibangun tanah dibeli dari masyarakat setempat. Tahun 1984 itu Bangka masih menjadi kabupaten dan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, dan waktu itu semua pusat pemerintahan termasuk pendidikan dari kota Palembang. Kementerian Pendidikan di Palembang yang menginstruksikan untuk pendirian SMA, yang dilatarbelakangi oleh jumlah siswa sekolah yang bertambah dan luasnya kota Pangkalpinang tidak mungkin siswa hanya bersekolah di SMA Negeri 1, maka didirikanlah SMA Negeri 2.94 SMA Negeri 2 berbatasan sebelah barat dengan kelenteng Santi Bhakti, SD Negeri 20, Kolong Ijo Nursery dan Batu Alam. Sebelah utara SMP Negeri 6, sebelah timur adalah PT Devina Mardi Permata dan sebelah selatan adalah Rumah Makan Putri Minang, lapangan kosong, pertokoan Point Cell2 dan pemukiman masyarakat.95 b. Visi, Misi dan Tujuan Visi, berprestasi dan berwawasan lingkungan serta menjadi lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan yang berbasis ICT berdasarkan IMTAQ. Misi SMA Negeri 2 adalah: 1) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama dan karakter bangsa. 2) Melaksanakan pembelajaran dan pembimbingan secara efektif dan efisien.

94Wawancara dengan KMS Zahedi, Pegawai TU SMA Negeri 2, 11 September 2019. 95Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 173

3) Mendorong dan membantu siswa dalam mengenali potensi. 4) Menumbuhkan motivasi untuk beprestasi kepada seluruh warga sekolah. 5) Mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan. 6) Meningkatkan pemanfaatan ICT dalam penyelenggaraan sekolah.96 Berdasarkan visi dan misi, SMA Negeri 2 Pangkalpinang menetapkan tujuan sekolah sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dengan rincian sebagai berikut: 1) Menyediakan sarana dan prasaranan pendidikan yang memadai. 2) Melaksanakan proses pembelajaran mengajar secara efektif dan efisien. 3) Meningkatkan kinerja setiap elemen sekolah,baik kepala sekolah, guru, karyawan, peserta didik, maupun komite sekolah, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. 4) Meningkatkan program dan kegiatan ekstrakurikuler sebagai salah satu sarana pengembangan diri peserta didik agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. 5) Mewujudkan upaya pelestarian fungsi lingkungan mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, efisiensi sumber daya yang terimplementasi dalam pengembangan diri, komunitas sekolah terintegrasi pada mata pelajaran yang relevan dan pembiasaan untuk menumbuh kembangkan nilai-

96Dokumen Kurikulum SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2018/2019.

174 | Pendidikan Multikultural

nilai karakter dan budaya bangsa sebagai wujud nyata sekolah peduli dan budaya lingkungan. 6) Menyusun dan melaksanakan tata tertib dan ketentuan dalam penyelenggaraan sekolah dan KBM. 7) Meningkatkan kualitas SDM, baik guru, karyawan maupun peserta didik agar dapat berkompetisi secara maksimal dalam kehidupan secala luas. 8) Membentuk lulusan yang religius dan menjadi teladan masyarakat. 9) Meningkatkan nilai rata-rata ujian akhir. 10) Menjadi juara olimpiade mata pelajaran minimal pada tingkat kota. 11) Meningkatan jumlah lulusan yang diteriman di perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguran tinggi swasta (PTS) bermutu.97 c. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 2 memiliki satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru, satu ruang Waka-Waka, satu ruang TU, satu perpustakaan dan juga memiliki ruang nuclear corner bantuan dari Badan Tenaga Atom (BATAN), satu ruang rapat, yang dulunya merupakan ruang multimedia ketika Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diberlakukan, tapi dengan berubahnya kurikulum yaitu kurikulum 2013 laboratorium harus dipisah-pisahkan. Sekarang SMA Negeri 2 memiliki tiga laboratorium yaitu satu laboratorium komputer, satu laboratorium biologi, satu laboratorium kimia, dan satu laboratorium fisika.98 Organisasi sekolah SMA Negeri 2 memiliki ruang BK, ruang PIK-R, UKS, OSIS dan sanggar pramuka, 24 kelas, satu lapangan basket, dua lapangan voli, satu koperasi sekolah yang menjual pelbagai makanan kecil dan satu

97Dokumen Kurikulum SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2018/2019. 98Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 175 kantin sekolah. Untuk mendukung sekolah full day, maka sekolah baru-baru ini membangun musala bantuan dari pemerintah Provinsi Kep. Bangka belitung.99 Ruang wakil kepala sekolah (Wakasek) adalah ruangan untuk para Wakasek yang berjumlah empat orang dengan juga dua orang pegawai, dan satu meja tamu. Ruang ini memiliki banyak sekali lemari yang berisi perlengkapan sekolah, juga memiliki lemari pajangan untuk piala-piala sekolah yang dimenangkan para siswa dalam pelbagai lomba dan kejuaran yang mereka ikuti. Ruangan ini juga dilengkapi toilet. Ruang kepala sekolah juga menjadi bagian dari ruangan ini.100 Di sebelah ruang kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, adalah ruang TU yang di kepalai seorang kepala TU yaitu Nasyton Mirshada S.Pd, ditempatkan diruangan ini lima pegawai TU yaitu pengadministrasi kepegawaian, pengadministarasi kurikulum, persuratan, operator dapodik. Pada ruangan ini juga banyak sekali perlengkapan di dalamnya seperti lemari yang dipenuhi data guru dan kepegawaian juga daftar urut kepegawaian.101 Ruang perpustakaan diisi dengan banyak sekali buku-buku pelajaran, karena keterbatasan ruangan dan lemari penyimpanan buku-buku masih ditumpuk di meja baca. Selain itu banyak juga buku sudah disusun dalam lemari buku yang berkaca sehingga memudahkan untuk melihat buku-buku. Perpustakaan diurus oleh dua orang yaitu pengadministarsi perpustakaan dan sebagai pegawai di SMA Negeri 2.102

99Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 100Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 101Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 102Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

176 | Pendidikan Multikultural

d. Kegiatan Ekstrakurikuler di SMA Negeri 2 Pangkalpinang Kegiatan siswa yang berada di SMA Negeri 2 Pangkalpinang cukup banyak yakni melalui kegiatan ekstrakurikuler. Pada kegiatan ekstrakurikuler ini yakni menyalurkan bakat dan minat siswa-siswinya. Ekstrakurikuler yang ada adalah sebagai berikut, ekstrakurikuler di bagi dua ada yang wajib diikuti siswa dan ada yang wajib pilihan.Kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti siswa adalah Pramuka. Organisasi siswa adalah OSIS, Majelis Perwakilan Kelas dan polisi sekolah (MPK).103 Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pilihan No Nama Waktu Guru Pembina 1 UKS/PIKR Jumat 13.30- Gaylies Mupelita, 15.45 S.Ag 2 Pramuka Putra Jumat 13.30- Fiddieni, S.Pd 15.45 3 Pramuka Putri Jumat 13.30- Lely Helmawati, 15.45 S.Pd 4 Karya Ilmiah Remaja Jumat 13.30- Sunaryo, S.Pd 15.45 5 Rohis Jumat 13.30- Fajeri Muazin. S.Si 15.45 6 Jurnalistik Jumat 13.30- Korilis Pitaria. S.Pd 15.45 7 Seni Jumat 13.30- Kusdirsari, S.Pd 15.45 8 Olimpiade Scince bdg Jumat 13.30- Dra. Ekonomi 15.45 Syamsukmawati 9 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Rihan, S.Pd Biologi 15.45 10 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Dra Elly Oktalina Kimia 15.45

103Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 177

11 Club Bahasa Inggris Jumat 13.30- Drs. Subari 15.45 12 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Drajat Matematika 15.45 Trijantiningrum, S.Pd 13 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Yuyun Hikmasari, Astronomi 15.45 S.Pd 14 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Fajeri Muazin, S.Si Fisika 15.45 15 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Rizki Puji Astuti, Geografi 15.45 S.Pd 16 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Drs H. Humaidi Kebumian 15.45 17 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Dwi Mur Teknologi Informasi 15.45 Sudaryanto, S.Kom Komunikasi 18 Voli Putri Jumat 13.30- Sirman Fitra, S.Pd 15.45 19 Bola Basket Jumat 13.30- Okis Komunipakan, 15.45 S.Pd 20 Komunitas Panahan Jumat 13.30- Muhammad Yazid, (SMADA Archery 15.45 M.Pd Community) 21 Olimpiade Science bdg Jumat 13.30- Sri Handayani, S.Pd Kepahlawanan 15.45 22 Seni tari Jumat 13.30- Mukhlis Alfaqih, 15.45 S.Pd 23 Bola Kaki Jumat 13.30- Ircan Mardian, S.Pd 15.45 24 PMR Jumat 13.30- Jauhari, S.Pd 15.45 25 Pencak Silat Jumat 13.30- Doni 15.45 26 Taekwondo Jumat 13.30- Dimas 15.45 27 Footsal Jumat 13.30- Rio Herdiawan 15.45 28 Voli Putra Jumat 13.30- A.Fikri Munandar 15.45 29 Atletik Jumat 13.30- Hafiz Fahlefi, S.Pd 15.45 Sumber: dokumen SMA Negeri 2

178 | Pendidikan Multikultural

e. Keadaan Guru dan Karyawan SMA Negeri 2 Pangkalpinang dipimpin oleh Drs. Elfian Noviansjah sebagai kepala sekolah dengan pangkat pembina IVa. SMA Negeri 2 memiliki 9 guru dengan pangkat golongan ruang pembina IVa termasuk kepala sekolah. 2 guru dengan pangkat penata TK 1 IIId. 14 guru penata IIIc, 6 guru penata Muda TK 1 IIIb, 1 guru penata muda IIIa, dan 13 orang guru honor.104 Untuk kepegawaian 6 orang PNS yang terdiri dari kepala TU, petugas kepegawain, pramu taman, pramu kebersihan, dan dua orang petugas perpustakaan, 9 orang pegawai honorer yang terdiri dari petugas kurikukum, petugas persuratan, dua orang laboran dan pengelola Iuran Penyelenggaran Pendidikan (IPP), 2 orang pada bagian perpustakaan petugas operator dapodik, dan 1 orang petugas bagian keamanan.105

104Dokumen Kurikulum SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2018/2019. 105Dokumen Kurikulum SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2018/2019.

D i n a m i k a K e h i d u p a n M a s y a r a k a t | 179

180 | Pendidikan Multikultural

BAB IV PENDIDIKAN MULTIKULTURAL UNINTENDED CONSEQUENCES DAN HIDEN CURRICULUM Mengkonstruki Budaya Sekolah Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler

Apakah manusia tanpa pendidikan dapat menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan dalam suatu masyarakat? Ternyata dalam pelbagai kelompok manusia, pendidikan merupakan suatu tuntutan dari perwujudan memanusiakan manusia. Proses memanusiakan manusia itu ternyata hanya dapat terjadi di dalam suatu masyarakat yang sekurang-kurangnya berbentuk keluarga. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan pendidikan sebagai syarat utama untuk mewujudkan kemanusiaanya itu. Selanjutnya melalui pendidikan manusia membentuk kebudayaannya. Kebudayaan tersebut berkembang dan dalam perkembangannya itu ditopang atau hanya terjadi melalui proses pendidikan. Proses pendidikan yang didapatkan seorang makhluk manusia membantunya menjadi anggota dari suatu masyarakat ditempat dia berada. Secara formal, proses pendidikan didapatkan seseorang dari lembaga yang terstruktur oleh kelompok masyarakat dan dari bimbingan seorang guru, sehingga membantu makhluk manusia itu

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 181 menjadi manusia yang berbudaya dan kreatif untuk menjadi anggota masyarakatnya yang produktif.1 Hakikat tujuan suatu pendidikan multikultural dapat diidentifikasi melalui tiga tujuan eksternal yaitu tujuan attitudinal, tujuan kognitif dan tujuan instruksional. Pada tingkat attitudinal pendidikan multikultural berfungsi untuk menyemai dan mengembangkan sensitivitas kultural, toleransi kultural, penghormatan pada identitas kultural, pengembangan sikap budaya responsif serta keahlian untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik. Pada tingkat kognitif pendidikan multikultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan akademis, pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku kultural, dan kemampuan membangun kesadaran kritis tentang kebudayaan sendiri. Berikutnya pada tingkat instruksional pendidikan multikultural bertujuan untuk mengembangkan kemampuan melakukan koreksi atau distorsi-distorsi, streotip-streotip, peniadaan, dan mis-informasi tentang kelompok-kelompok etnis dan kultural yang dimuat dalam buku dan media pembelajaran, menyediakan strategi-strategi untuk hidup dalam pergaulan multikultural, mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal, menyediakan teknik-teknik untuk melakukan evaluasi terhadap dinamika perkembangan kebudayaan.2 Sebelum menjelaskan lebih banyak mengenai pendidikan multikultural sabagai konsekuensi tindakan yang

1H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015), 5. 2Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip dan Implementasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 210- 211.

182 | Pendidikan Multikultural

tak dikenali (unintended consequences) dalam budaya sekolah, penting untuk menjelaskan yang dimaksud dengan budaya, kata budaya memiliki interpretasi yang luas, dalam hal ini peneliti setuju dengan pendapat bahwa budaya merupakan kombinasi dari dua elemen pengalaman sosial: cara-cara di mana kita menjalani hidup kita dan sarana ekspresi kreatif yang dengannya kita mendefinisikan apa itu menjadi manusia.3 Pendapat ini juga sejalan dengan Bhikhu Parekh yang mengatakan bahwa suatu sistem kepercayaan yang dipraktikan sekelompok manusia untuk memahami mengatur dan mengajari kehidupan individu untuk hidup berkelompok (collective lives).4 Berikutnya, budaya sekolah bermakna visi, pola- pola tingkah laku, kepercayaan, adat istiadat, pemikiran- pemikiran, norma-norma, nilai-nilai, aturan berpakaian, pelbagai upacara, pelbagai ritual yang ditemukan di sekolah.5 Bab IV ini akan fokus pada ritual/kegiatan sehari- hari yaitu kegiatan ekstrakurikuler. Sebagai contoh, PIK-R MAN 1 bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mencanangkan program Generasi Berencana (GenRe).

3Jenny Corbett, “Inclusive Education and School Culture,” International Journal of Inclusive Education 3 (1999), 54, http://doi.org/10.1080/136031199285183, (diakses, 7 April 2020). 4Bhikhu Parekh, Rethinking Multiculturalism Cultural Diversity and Political Theory, (London: Macmilan Press, 2000), 34. 5Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production Of the Educated Person: a Case Study of a Rural Co-Educational High School in the Eastern Cape," Empowering Women for Gender Equity 68 (2006), 88, http://www.jstor.org/stable/4066770, (diakses 29 Desember 2017).

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 183

Program GenRe adalah program yang dikembangankan dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja melalui pemahaman tentang pendewasaan usia perkawinan sehingga mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan secara terencana; berkarir dalam pekerjaan secara terencana; serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi.6 Menggunakan metode pendekatan tutor sebaya siswa diminta memberikan informasi kepada siswa lainnya pada akhirnya mencapai tujuan eksternal yaitu tujuan attitudinal pendidikan multikultural. Di MAN 1 pada jam 14.30 WIB setiap Jumat siang dimulai kegiatan ekstrakurikuler pengembangan diri. Banyak kegiatan ekstrakurikuler pengembangan diri yang ditawarkan MAN 1 pada para siswa (lihat Tabel 3.4 BAB III.C. bagian d. Kegiatan Ekstrakurikuler di Madrasah). Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler itu salah satunya yaitu PIK-R yang menjadi objek observasi penelitian ini. Pada 15 Februari 2019, bertempat di salah satu kelas kegiatan ini dipimpin tiga orang siswa yang sedang berbicara di depan kelas. Ketiganya berpakaian sekolah yaitu berbaju batik dan berbawahan pramuka. Berikutnya beberapa siswa peserta kegiatan yaitu siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1, mereka berpakaian bebas dan menggunakan sandal jepit. Reza berdiri di depan kelas menjelaskan bahaya pernikahan dini pada remaja. Selanjutnya dua orang siswi (humas PIK- R) juga membantu Reza menambahkan informasi mengenai bahaya seks pra-nikah bagi remaja. Materi yang mereka telah dapatkan, selanjutnya mereka rangkum di akhir kegiatan. Ketika kegiatan selesai mereka menutup dengan memberi salam GenRe yaitu salam yang berisikan berkata

6GenRe Indonesia, "Dari Oleh Dan Untuk Remaja”, http://www.genreindonesia .com/pusat-informasi-konseling, (diakses 15 November 2019).

184 | Pendidikan Multikultural

tidak pada pernikahan dini, berkata tidak pada seks pranikah, dan berkata tidak pada narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.7 Gambar 4.1. Gambar 4.1 Latihan Mingguan Ekstrakurikuler PIK-R MAN 1 Pangkalpinang

Sumber: dokumen peneliti

Berikutnya untuk menganalisis pola interaksi para siswa, penelitian ini menggunakan paradigma perubahan dan keteraturan di dalam pendekatan terhadap kenyataan sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan integrasi sistem versus integrasi sosial. Anthony Giddens merumuskan integrasi sosial sebagai resiprositas antara agen dalam rangka adanya kehidupan bersama (co-presence). Integrasi sistem dirumuskan sebagai resiprositas antara agen-agen

7Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang Kegiatan Ekstrakurikuler PIK-R, 11 Februari-5 Maret 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 185 atau kolektivitas dalam dimensi ruang dan waktu.8 Karena lamanya suatu tindakan berulang-ulang dilakukan, praktik tindakan tersebut dianggap sebagai norma, budaya, aturan- aturan, atau hukum, seperti “budaya salam” yaitu berjabat tangan di Australia atau mencium pipi di Prancis adalah contoh stuktur sosial yang dikembangkan dari waktu ke waktu untuk menjadi norma sosial. Norma-norma ini dikembangkan dalam konteks sosial selanjutnya anak-anak mengulang melakukan praktik sosial ini, semakin mereka tumbuh mereka merawat budaya salam tersebut.9 Bab IV menunjukkan pelbagai ritual yang dilakukan oleh para siswa di sekolah. ritual yang menjadi fokus adalah kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa sehari-hari di sekolah. Fakta-fakta kehiduapan sehari-hari siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dianalisis menggunakan teori strukturasi Giddens sebagai berikut:

A. Percaya Diri, Simpati dan keadilan: Fondasi Pendidikan Multikultural Kegiatan pengembangan diri adalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian pada siswa. Para siswa mengkonstruksi makna kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang mereka ikuti di sekolah yang memperlihatkan harga diri (esteem), empati, dan keadilan (equity) mereka.

8H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 46. 9Peter Burridge, “Understanding Teachers’ Pedagogical Choice: a Sociological Framework Combining the Work of Bourdieu and Giddens,” Educational Studies 40 (2014), 575, https//doi.org/10.1080/03055698.2014.953915, (diakses 7 April 2020).

186 | Pendidikan Multikultural

Sebagaimana Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt mengatakan:

Model esteem, empathy, equity (EEE) sebagai fondasi pendidikan multikultural, tiga elemen tersebut adalah element utama dalam bekerja mendidik siswa untuk mencapai penerapan program multikultural. Kurikulum multikultural mencakup pengembangan perubahan sikap, pembelajaran yang memasukkan pelbagai sudut pandang, dan menyeimbangkan perbedaan di antara siswa terutama dalam latar belakang dan minat.10

Tiedt dan Tiedt menggunakan tiga model EEE, sebagai dasar untuk pendidikan multikultural, ketiga elemen ini dipercaya sebagai hal penting dalam bekerja dengan para siswa untuk mencapai tujuan multikultural. Menurut Tiedt dan Tiedt dalam mengajar digunakan model EEE untuk memastikan bahwa tujuan dasar berikut terpenuhi: a) Mengembangkan identitas siswa sebagai individu yang bernilai sehingga mereka dapat berkontribusi di kelas dan memiliki motivasi untuk bertahan setelah melakukan kesalahan. b) Nilai perbedaan pendapat dan paham bagaimana perbedaan ini meningkatkan kemampuan siswa untuk membuat keputusan pada waktu yang berbeda. c) Memahami berbagai perspektif dan faktor-faktor apa yang memengaruhi perspektif seseorang.

10Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching Hanbook of Activities, Information and Resources, (United Stated: Pearson Education, 2005), 32.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 187 d) Pelajari tentang warisan budaya seseorang dan warisan budaya orang lain tanpa menstigmakan orang lain. e) Mempromosikan cara berpikir global dan memahami saling ketergantungan umat manusia. f) Mengenali dan menerima tanggung jawab warga negara dalam masyarakat multikultural.11 Menurut Tiedt dan Tiedt, hasil yang diharapkan (expected outcomes) dari kurikulum multikultural adalah penekanan pada aspek afektif dan kognitif para siswa. Sebagai contoh ketika siswa belajar mengenai informasi tentang orang yang hidup pada waktu atau tempat yang berbeda, maka pada waktu yang sama siswa juga belajar untuk menghargai perbedaan dan kesamaan yang mereka temukan. Informasi tersebut berhasil menyentuh ranah kognitif dan afektif siswa.12 Gambar 4.2., Tiga model EEE digunakan peneliti sebagai indikator observasi terhadap interaksi sosial para siswa dalam merekontruksi budaya sekolah mereka. Ketika para siswa bertindak memilih kegiatan ekstrakurikuler disebabkan oleh alasan pribadi seperti karena teman, guru, mencari kebahagaian di sekolah, pada saat itu terekontruksilah budaya sekolah oleh para siswa tersebut, yang pada akhirnya menimbulkan pendidikan multikultural sebagai konsekuensi tindakan yang tak dikenali.

11Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching…, 32. 12Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching…, 32.

188 | Pendidikan Multikultural

Gambar 4.2 Fondasi Pendidikan Multikultural

Sumber: L. Tiedt dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching

Selain model EEE, Sonia Nieto and Patty Bode, juga menunjukkan pelbagai hasil-hasil yang diharapakan dari sekolah yang memiki perspektif pendidikan multikultural. Jika Tield dan Tield berbicara mengenai tingkah laku siswa maka Nieto dan Bode berbicara mengenai ciri-ciri sekolah yang memiliki multikultural perspektif. Menurut Nieto dan Bode banyak orang beranggapan bahwa pendidikan multikultural terdiri dari: tidak lebih mengenai pelajaran atau mengenai pengurangan prasangka kepada orang atau tidak lebih dari pelajaran mengenai warisan pelbagai budaya atau tidak lebih dari pelajaran mengenai mengetahui hari libur setiap agama, yang dilakukan di kelas.13

13Sonie Nieto dan Patty Bode, “School Reform and Students Learning: A Multicultural Perspective,” dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th ed., editor James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, (San Francisco: Jossey- Bass, 2004), 396.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 189

Menurut Nieto dan Bode dalam reformasi sekolah sehingga menjadi sekolah yang memiliki perspektif multikultural, sekolah tersebut wajib menunjukkan ciri-ciri yaitu, pertama, sekolah anti rasis, untuk menjadi sekolah anti rasis berarti memeriksa dan menghilangkan kebijakan sekolah, sikap serta prilaku siswa, guru, petugas TU dan kepala sekolah yang rasis dan bias. Untuk menjadi anti rasis, sekolah juga perlu memeriksa dan menghilangkan kurikulum yang dapat melanggengkan rasisme, karena banyak buku teks, buku anak-anak, perangkat lunak, media audiovisual, dan media web masih penuh dengan gambar yang membawa makna rasisme dan seksisme dan merendahkan masyarakat berpenghasilan rendah (low- income). Kedua, sekolah yang mencerminkan pemahaman dan penerimaan terhadap seluruh siswanya. Sekolah seperti ini berarti sekolah yang memiliki asumsi bahwa setiap anak- anak dari semua keluarga membawa budaya dan potensinya masing-masing. Ketiga, sekolah yang mempertimbangkan parameter pedagogi kritis, tujuan utama kurikulum multikultural adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan dan kemampuan bersosialisasi. Akibatnya ketika siswa belajar untuk melihat situasi dan peristiwa dari berbagai sudut pandang, siswa menggunakan pemikiran kritis, refleksi, dan aksi. Pedagogi kritis, di sisi lain mengharapkan bahwa siswa akan mencari sendiri jawaban pertanyaannya, selalu ingin tahu dan selalu bertanya. Keempat, sekolah yang mempelajari budaya dan wilayah geografis tertentu. Sebagai contoh ketika beberapa siswa mengalami penurunan akademik karena mereka berasal dari wilayah geografis tertentu, para guru prihatin dan merancang kurikulum disesuaikan dengan pengetahuan para siswa tersebut. Kelima, sekolah yang melibatkan siswa, guru dan orang tua dalam pengajaran dan pembelajaran. Penelitian sudah membuktikan keterlibatan ketiganya secara penuh pada meningkatnya kamampuan siswa. Siswa yang didorong

190 | Pendidikan Multikultural

untuk mengembangkan identitas budaya yang positif melalui interaksi dengan guru-guru dan siswa lainnya, perkembangan kepercayaan diri dan motivasi dirinya akan sangat baik. Hal tersebut membantunya untuk berhasil secara akademis. Keenam, sekolah yang memiliki harapan dan standar tinggi untuk keberhasilan para siswanya. Sekolah memberikan pendidikan yang setara dan merata untuk semua siswa yang tidak hanya bagi siswa yang tidak memiliki, tetapi juga yang memiliki masalah finasial, atau siswa karena etnis, golongan, atau agama tertentu.14

B. Hiden Curriculum: Kurikulum Tersembunyi Menurut Banks untuk menerapkan pendidikan multikultural di sekolah, kita harus mereformasi kekuatan hubungan (power of relationship), interaksi verbal antara guru dan siswa, budaya, kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler, sikap terhadap minoritas, progam-program ujian, dan praktik-praktik pengelompokan. Norma institusional sekolah, struktur sosial, kepercayaan, nilai-nilai, dan tujuan harus diubah dan direkonstruksi. Lebih lanjut menurut Banks perhatian utama harus difokuskan pada kurikulum tersembunyi sekolah dan norma serta nilai-nilai implisitnya. Sebuah sekolah memiliki manifes dan kurikulum tersembunyi. Manifes kurikulum terdiri dari faktor-faktor seperti panduan, buku teks, papan buletin, dan rencana pelajaran. Aspek-aspek lingkungan sekolah ini penting dan harus direformasi untuk menciptakan budaya sekolah yang mempromosikan sikap positif terhadap beragam kelompok budaya dan membantu siswa dari kelompok-kelompok ini mengalami keberhasilan akademik.

14Sonie Nieto dan Patty Bode, “School Reform and Students Learning…399-407.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 191

Namun, kurikulum tersembunyi seringkali lebih penting daripada kurikulum formal. Kurikulum tersembunyi telah didefinisikan sebagai kurikulum yang tidak diajarkan oleh guru secara eksplisit tetapi semua siswa mempelajarinya. Itu adalah bagian yang kuat dari budaya sekolah yang mengkomunikasikan kepada siswa sikap sekolah terhadap berbagai masalah termasuk bagaimana sekolah memandang mereka sebagai manusia baik sebagai sebagai laki-laki atau perempuan, siswa berkebutuhan, dan siswa dari pelbagai agama, budaya, kelompok ras, dan etnis.15 Selain kurikulum tersembunyi yang dipelajari siswa dapat memberikan dampak positif kepada karakter siswa, kerikulum tersembunyi juga dapat negatif seperti menghambat kemandirian dan kreativitas siswa.16 Dalam penelitian ini peneliti maksudkan dengan kurikulum tersembunyi adalah tindakan-tindakan siswa yang menunjukkan indikator pendidikan multikultural yang terbangun sebagai konsekuensi dari pelbagai kegiatan yang diikuti siswa di sekolah salah satunya kegiatan ekstrakurikuler.

C. Mengikuti Ekstrakurikuler di Sekolah: Agensi Siswa Model stratifikasi agen dapat digambarkan sebagaimana Gambar 4.3. Monitor kinerja reflektif atas tindakan merupakan satu unsur tetap dari tindakan sehari- hari dan melibatkan tidak hanya perilaku si individu, namun juga prilaku dari individu-individu lain. Maksudnya, para

15 James A. Banks, “Isseues and Concepts,” dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th ed. ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks, (United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010). 16 Aslan, Hidden Curriculum, (: CV. Pena Indis, 2019), 97.

192 | Pendidikan Multikultural

agen tidak hanya memonitor secara terus-menerus arus aktivitas mereka dan berharap orang lain melakukan hal yang sama terhadap aktivitas mereka sendiri, para agen itu juga secara rutin memonitor aspek-aspek baik sosial maupun fisik dari konteks-konteks tempat di mana mereka bergerak. Menurut Giddens dengan rasionalitas tindakan adalah para agen −juga secara rutin dan kebanyakan tanpa perdebatan− mempertahankan suatu pemahaman teoritis yang terus menerus tentang landasan-landasan aktivitas mereka. Menurut Giddens kriteria yang diterapkan dalam prilaku sehari-hari adalah para agen biasanya mampu untuk menjelaskan sebagian besar tindakan mereka, jika memang diminta.17

Gambar 4.3 Model Stratifikasi Agen

monitoring refleksif Konsekuensi- Kondisi-kondisi terhadap tindakan konsekuensi tindakan tindakan tak dikenali tak dikehendaki rasionalisasi tindakan

motivasi tindakan

Sumber: Anthony Giddens, the Contitution of Society

Lebih lanjut menurut Giddens sekalipun para agen hampir selalu dapat melaporkan secara diskursif maksud-

17Anthony Giddens, The Constitution of Society: Outline of the Theory Structuration, (Cambridge: Polity Press,1984), 5.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 193 maksud dan alasan-alasan mereka saat sedang melakukan tindakan, mereka tidak mesti dapat melakukan hal yang sama terhadap motif-motif tindakan yang mereka lakukan. Motivasi tidak sadar merupakan satu unsur penting dalam prilaku manusia. Giddens menyebutnya kesadaran praktis. Kesadaran praktis adalah karakter agen atau subjek manusia (yang luput dari perhatian strukturalisme). Lebih lanjut Giddens menyebut sejumlah aturan dalam struktur sosial. Struktur sosial memudahkan sekaligus membatasi tindakan para agen. Struktur sosial memudahkan tindakan berdasarkan apa yang dapat disediakannya dan membatasi tindakan berdasarkan apa yang tidak dimiliki dan tidak dapat disediakannya. Namun struktur sosial tidak berfungsi sebagai penentu atau bahkan sebagai sebab bagi tindakan para agen. Memang agen-agen itulah yang memutuskan untuk melakukan apa saja yang mereka putuskan untuk dilakukan dengan memanfaatkan struktur dan dengan demikian para agen mewujudkan keagenan mereka menyusun ulang struktur lewat tindakan mereka dan menjamin keberadaan struktur terus berlanjut.18 Giddens juga menjelaskan ada hubungan logis antara tindakan dan kekuasaan. Berkemampuan “bertindak lain” berarti mampu mengintervensi dunia, atau menjaga diri dari intervensi orang lain. Menjadi seorang agen harus mampu menggunakan (secara terus-menerus di dalam kehidupan sehari-hari) kekuasaan untuk memengaruhi kekuasaan-kekuasaan yang dijalankan oleh orang lain. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengapai hasil-hasil yang diinginkan dan dikehendaki. Berikutnya Giddens menegaskan terjadinya kekuasaan dalam sistem-sistem sosial yang memiliki suatu kontinuitas di sepanjang ruang

18Goorge Ritzer dan Barry Smart, Hanbook Teori Sosial, (Bandung: Nusa Media, 2011), 691-692.

194 | Pendidikan Multikultural

dan waktu, karena rutinitas relasi-relasi kemandirian dan ketergantungan di antara para agen atau kelompok dalam konteks-konteks interaksi sosial. Hal ini disebut Giddens kendali dialektika (dialectic of control) dalam sistem-sistem sosial.19 Modal sosial akan lebih kuat dan berkembang lagi apabila berakar pada modal budaya. Unsur-unsur untuk memahami makna dan arti modal sosial ada enam menurut Hasbullah yang dikutip Tilaar, yaitu partsipasi di dalam jaringan, resiprositas, kepercayaan, norma sosial, nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam komunitas, dan proaktif.20 Bagaimana keenam unsur itu bekerja dalam membentuk tidakan agen/siswa pada jaringannya/strukturnya yaitu budaya sekolah. Kemampuan (baca: kekuasaan) siswa dalam melaksanakan keputusan-keputusan yang mereka sukai dan mempengaruhi kekuasan yang dijalankan oleh orang lain yaitu pelbagai aturan sekolah. Setiap selesai pelajaran ada pelbagai kegiatan ekstrakurikuler yang di jadwalkan oleh sekolah seperti MAN 1, SMA Santo Yosef, SMKS Bakti dan SMA Negeri 2 Pangkalpinang. Setiap siswa diwajibkan mengikuti atau memilih salah satu dari kegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan sekolah.21

1. Senang Karena Berpartisipasi dalam Ekstrakurikuler Komunitas merupakan suatu pola jaringan kehidupan bersama, yang mempunyai sifat-sifat keterikatan

19Anthony Giddens, The Constitution of Society…, 14- 16. 20H.A.R.Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia…, 46-47. 21Observasi Empat Sekolah Pada Penddikan Menengah di Pangkalpinang, Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 195 secara sukarela (volunteer). Hal ini berarti partisipasi seseorang di dalam komunitas bukan berdasarkan paksaan atau perintah atau tujuan-tujuan objektif lainnya tetapi merupakan suatu keanggotaan secara penuh di dalam jaringan kehidupan bersama komunitas tersebut. Oleh karena itu pula partisipasi seseorang di dalam komunitasnya bersifat bebas (freedom). Dia mengambil bagian secara sukarela di dalam kehidupan komunitasnya tanpa paksaan namun dia merasa akan kekurangan apabila tidak berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup komunitasnya itu. Keanggotaan sukarela berarti pula setiap anggota berdiri sendiri sama tinggi dan sama rendah berdasarkan keadilan Dapat saja terjadi ketidaksamaan kedudukan para anggotanya namun ketidaksamaan tersebut telah diterima secara turun temurun atau tradisional. Selanjutnya, partisipasi seseorang di dalam komunitasnya merupakan suatu partisipasi dalam jaringan yang berkeadaban (civil). Partisipasi yang berkeadaban berarti antara sesamanya tidak akan saling bermusuhan atau saling melenyapkan. Partisipasi yang berkeadaban di dalam masyarakat modern berarti kerjasama di dalam upaya mencapai tujuan bersama yang beradab.22 Kegiatan ekstrakurikuler sains agama atau Rohani Islam (Rohis), observasi dilakukan di musala MAN 1 menunjukkan unsur partisipasi di dalam jaringan. Kegiatan ini diadakan setiap hari jumat 14.30-16.30 WIB. Dua orang siswa diwawancarai dalam keikutsertaan mereka pada ekstrakurikuler sains agama/rohis, mereka berdua mengatakan sangat senang dan kegiatan ini maknanya bagi mereka adalah untuk menambah ilmu agama, yang akan bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Mereka berdua

22H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia…, 49.

196 | Pendidikan Multikultural

mengharapkan kegiatan ini dijalankan lebih tertib, terorganisir dan terdapat kedisiplinan dalam pelaksanaanya. Karena kegiatan ini dirasakan bermanfaat dalam menambah pengalaman.23 Setiap ruangan di SMA Santo Yosef, memiliki salib sebagai simbol dalam agama Kristen dan beberapa potret orang suci.24 Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Simbol Agama di Sekolah

Sumber: dokumen peneliti

Berdasarkan Tabel 3.3 Data Keadaan Siswa Tahun Ajaran 2018/2019: Multikultur di Sekolah/Madrasah pada bab III diketahui ada 320 siswa yang tidak beragama kristen. Sementara yang beragama Kristen dan Katolik berjumlah 307 orang siswa. Kenapa hanya ada satu simbol agama di sekolah? kenapa tidak terjadi pernyataan yang tidak menyetujui dari siswa? Dalam hal ini terjadi ketidaksamaan

23Wawancara dengan dua orang Siswa MAN 1 Pangkalpinang, 15 Februari 2019. 24Observasi di SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 11 Maret-15 April 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 197 kedudukan para anggotanya, namun ketidaksamaan tersebut telah diterima secara alamiah. Begitu juga di SMK Bakti, dalam ritual upacara sekolah setiap hari Senin, peneliti menyaksikan bahwa setelah selesai kegiatan ditutup dengan doa dalam cara Islam, sedangkan diketahui siswa muslim berjumlah 30% dari total siswa di SMK Bakti. Walaupun tidak berarti siswa dipaksa berdoa dengan cara Islam, siswa yang nonmuslim, menundukkan kepala juga diminta berdoa sesuai agamanya masing-masing.25 Dalam hal ini terjadi ketidaksamaan kedudukan para anggotanya, namun ketidaksamaan tersebut telah diterima secara alamiah.

2. Hubungan Sosial yang Setara Giddens mengatakan, menganalisis strukturasi dari sistem-sistem sosial berarti mempelajari cara-cara bagaimana sistem-sistem sosial seperti itu tertanam dalam aktivitas-aktivitas tertentu seorang agen yang berpegang pada aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya dalam beragam konteks tindakan yang diproduksi dan direproduksi dalam pelbagai interaksi.26 Data juga kembali menujukkan berulanganya unsur resiprositas yaitu hubungan siswa dan komunitas sekolahnya. Sebagaimana jawaban para siswa yang diwawancarai dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PIK-R berikut informasi yang didapatkan:

 Dalam mengikuti kegiatan ini ada suka dan ada dukanya, juga sebagai penyaluran hobi saya. Akibatnya saya menjadi percaya diri, aktif, dan

25Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang 5-30 Agustus 2019. 26Anthony Giddens, The Constitution of Society…,25.

198 | Pendidikan Multikultural

disiplin. Saya berharap kegiatan tersebut dapat menambah keberkahan di masa depan saya dan teman-teman.  Kegiatan ini menyenangkan, saya banyak mendapatkan pengatahuan dan pengalaman.  Kebaikan kegiatan ini adalah membuat saya memiliki banyak teman, menjalin silaturahmi dan merupakan kesempatan bagi saya untuk bersosialisasi.  Kegiatan tersebut merupakan tempat untuk membentuk jati diri.  Kegiatan PIK-R MAN 1 ada yang sudah bagus dan ada yang belum.  Kegiatan ini harus memiliki pelbagai ide-ide kreatif dalam setiap pertemuan agar tidak bosan.  Ketika kumpul untuk memulai kegiatan saya berharap kepada teman- teman anggota untuk tepat waktu dan saya juga berharap supaya sekolah menambah fasilatas ekstrakurikuler PIK-R.27

Penelitian yang dilakukan di SMA Santo Yosef juga menunjukkan unsur resiprositas antara siswa dan komunitasnya. Kepala Sekolah SMA Santo Yosef, Frans, S.Pd., mengatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang sudah berjalan adalah berdasarkan permintaan siswa, dan ada tiga tipe kegiatan ekstrakurikuler di SMA Santo Yosef yaitu pengembangan diri merupakan kegiatan wajib diikuti minimal salah satunya. Selanjutnya ekstrakurikuler wajib yaitu pramuka, pelaksanaannya wajib diikuti oleh kelas X dan XI, dan ekstrakurikuler wajib pilihan yang pelaksanaannya setiap sore setelah kegiatan belajar mengajar (KBM). Ekstrakurikuler wajib pilihan adalah kegiatan wajib pilihan peserta didik setelah pramuka.28 Berikut hasil

27Wawancara terstruktur dengan siswa MAN 1 Pangkalpinang, 25 Februari 2019. 28Wawancara dengan Kepala sekolah SMA Santo Yosef, Frans, S.Pd., Pangkalpinang 11 Maret 2019. Dokumen Sekolah yaitu Daftar Kegiatan Pembinaan Karakter Peserta Didik: Kegiatan Ekstrakurikuler Program Wajib dan Pilihan SMA Santo Yosef Pangkalpinang Tahun pelajaran 2018/2019

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 199 wawancara terstruktur dengan siswa yang mengikuti ekstrakurikuler dance:

 Saya senang mengikuti kegiatan ini membakar lemak pada tubuh.  Saya bahagia dan sangat menikmati kegiatan ini.  Sebenarnya saya jenuh dengan kegiatan ini.  Kegiatan ini sebagai kegiatan sampingan untuk menghibur diri setelah sekolah.  Kegiatan ini bagi saya sebagai pengembangan diri dan bakat.  Saya berharap fasilitas kegiatan ditambah dan semoga kegiatan dance tetap ada dan dapat mengembangkan bakat-bakat siswa lainnya.29

3. Unsur Kepercayaan dalam Menentukan Ekstrakurikuler yang Diikuti Menurut Giddens ketika menjelaskan fungsi agen (dalam konteks penelitian ini yang dimaksud agen adalah para siswa) dalam strukturnya fungsionalisme dan strukturalisme melakukan kesalahan, yaitu mengabaikan akal para agen dan juga versi fenomenologi yang cenderung menganggap masyarakat sebagai ciptaan non-alami para subjek/manusia. Agen menurut Giddens memiliki rasionalisasi tindakan sebagaimana terlibat secara terus menerus dalam strukturasi praktik-praktik sosial. Gidden mengemukakan bahwa ketika mereproduksi kelengkapan- kelengkapan struktural, para agen juga mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan tindakan seperti itu dilakukan. Struktur tidak memiliki eksistensi yang terpisah dari pengetahuan para agen tentang apa yang mereka lakukan dalam aktivitas keseharian mereka. Para agen selalu mengetahui apa yang sedang mereka lakukan pada tataran kesadaran diskursif melalui sebuah deskripsi. Namun demikian apa yang mereka mungkin tidak banyak tahu

29Wawancara terstruktur dengan Siswa SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 13 Maret 2019.

200 | Pendidikan Multikultural

tentang pelbagai konsekuensi dari aktivitas-aktivitas yang sedang dilakukan.30 Selanjunya, juga ditemukan unsur kepercayaan (trust) suatu unsur yang menentukan kelanjutan hidup suatu komunitas. Tanpa kepercayaan akan timbul saling mencurigai satu dengan yang lain dan berarti bubarnya suatu komunitas. Di dalam suatu komunitas kepercayaan semakin lama maka akan semakin mendalam apa yang disebut dengan hubungan yang memiliki radius kepercayaan yang luas. Radius kepercayaan tersebut mula-mula tentunya akan ditanam dan berkembang pada radius keluarga sendiri.31 Berikutnya, menurut peneliti, pada siswa/agen di sekolah-sekolah tempat penelitian ini dilakukan telah membangun dan membina radius kepercayaan di sekolahnya. Pada Maret 2019, observasi pada koridor sekolah SMA Santo Yosef, di dinding tertempel berita salah satu siswa SMA Santo Yosef yang sukses dalam bidang olah raga basket. Abraham Damar Grahita, ditulis bahwa:

Abraham adalah alumnus SMA Santo Yosef Pangkalpinang. Sekarang Abraham telah termasuk pebasket lima besar masa depan Indonesia. Abraham adalah pemain Aspac Jakarta. Abraham mendapatkan gelar Most Inproved player IBL 2017. Berikutnya Abraham mendapatkan point terbanyak saat Tim Nasional (Timnas) bertanding melawan Malaysia pada SEABA 2017. Abraham berprestasi di klub basket, mendapatkan perak pada Sea Games,

30Anthony Giddens, The Constitution of Society…, 26-27. 31H.A.R.Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia…, 50.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 201

dan membawa Provinsi Kep. Bangka Belitung masuk pada Pekan Olahraga Nasional (PON).32

Tatkala observasi pada kegiatan ekstrakurikuler basket didapatkan bahwa jadwal ekstrakurikuler basket yaitu untuk pengembangan diri dilaksanakan pagi hari yang bertempat di Gedung Olahraga (GOR) SMA Santo Yosef yaitu pada hari Sabtu pagi. Berikutnya untuk ekstrakurikuler wajib pilihan dilaksanakan hari Senin, Rabu dan Jumat jam 17.00-19.00 jadwal untuk basket wanita, sedangkan Selasa, Kamis, dan Jumat jam 17.00-19.00 dan 19.00-21.00 jadwal untuk basket pria. (lihat Tabel 3.5 BAB III.C.2.d. Kegiatan Ektrakurikuler Di SMA Santo Yosef Pangkalpinang). Dua siswa yang diwawancarai mengatakan sangat senang mengikuti kegiatan ini, untuk mengisi waktu luang dan menambah wawasan, teman dan ilmu serta kepercayaan bahwa kegiatan ini akan membawa kesuksesan seperti Abraham.33 Salah satu guru yang diwawancarai, ibu Novie mengemukakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler memberikan pandangan dan kepercayaan baru, yaitu siswa tidak harus selalu hanya sukses pada bidang akademik dan bahwa siswa memiliki kelebihan, minat dan semangat yang kuat dan dapat sangat hebat di bidang non-akademik.34

32Observasi pada koridor sekolah di SMA Santo Yosef, 11 Maret 2019. Nona Dian Putri, “Abraham, Prestasi Olahraganya Banggakan,” dalam Babel, https: // babelprov. go. id/content/abraham-prestasi-olahraganya-banggakan-babel, (diakses, 15 November 2019). 33Wawancara dengan dua orang siswa SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 12 Maret 2019. 34Wawancara dengan Novie Chirstina, Guru di SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 12 Maret 2019.

202 | Pendidikan Multikultural

Siswa bertindak memilih ekstrakurikuler basket karena akibat tindakan siswa seperti Abraham, kakak tingkat dan alumnus yang sukses dalam basket dan menjadi pemain basket profesional. Selanjutnya banyak siswa yang mengikuti jejak kakat tingkat bertemu dengan siswa-siswa yang tertarik dalam kegiatan yang sama, sehingga membangun komunitas basket di sekolah. Jadi kejadian siswa mengikuti jejak kakak tingat (kejadian B), selanjutnya ada banyak siswa-siswa lainnya yang mengikuti basket berakibat membangun komunitas basket (kejadian C) atau timbul juga siswa peminat basket yang meningkat (kejadian D). Hal ini dapat mengidentifikasi peran siswa si alumnus yaitu Abraham yang sukses menjadi pemain basket tingkat nasional karena memilih ekstrakurikuler basket di sekolah sebagai (kejadian A) dan sebagai mata rantai atau urutan pertama. Ini juga yang dimaksud Giddens dengan konsekuensi-konsekuensi tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja.

4. Siswa Menjalani Ekstrakurikuler Akibatnya Mentransformasi Budaya Sekolahnya Berikutnya data juga menunjukkan bahwa unsur resiprositas (reciprocity) yaitu unsur norma sosial dan unsur nilai-nilai yang dijunjung tinggi di dalam komunitas (rule of conduct) sebagai modal sosial yang membuat agen/siswa mentransformasi komunitasnya/sekolah. Pada 18-20 Februari 2019, museum Sumpah Pemuda melakukan sosialisasi ke sekolah. Selama dua hari kegiatan ini dilaksanakan, pihak penyelenggara yaitu paitia dari museum Sumpah Pemuda mengundang pelbagai sekolah SD, SMP, dan SMA untuk hadir, bertempat di auditorium MAN 1. Sekolah menengah yang diundang dalam kegiatan ini adalah SMA Negeri 3 dan SMA Santo Yosef Pangkalpinang. Pihak museum Sumpah Pemuda melibatakan siswa OSIS MAN 1 untuk mengatur dan menertibkan acara. Ketika observasi, terlihat beberapa siswa anggota OSIS MAN 1 bekerja

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 203 sebagai fasilitator dan pemilik tempat di mana kegiatan dilaksanakan.35 Saat peneliti mewawancarai perwakilan museum didapati informasi bahwa:

Kegiatan ini terlaksana karena berdasarkan dengan kekhawatiran generasi muda sekarang kehilangan informasi tentang proses sumpah pemuda dan bahwa para pemuda adalah bagian penting dari Republik Indonesia. Sementara itu pelajaran sejarah di kelas- kelas penuh dengan hafalan, sehingga siswa tertekan dan kehilangan pemahaman terhadap proses dan makna sumpah pemuda.36

Dalam observasi terlihat panitia dari museum Sumpah Pemuda menampilkan film kartun mengenai kejadian Sumpah Pemuda. Siapa-siapa saja para tokohnya agar siswa memahami proses terlaksananya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 dan akibat keberadaan Sumpah Pemuda pada kehidupan sekarang ini dalam berbangsa dan bernegara.37 Pada dua hari tersebut, beberapa siswa OSIM MAN 1 terlihat bertugas di meja penerimaan tamu, salah satu siswa menjelaskan bahwa mereka adalah panitia kegiatan, walau kegiatan ini milik museum Sumpah Pemuda, mereka mendapat perintah langsung dari guru pembina OSIS MAN 1 untuk membantu pekerjaan panitia dari museum Sumpah Pemuda, dan memfasilitasi serta membantu tamu yang datang dari pelbagai sekolah yang mengikuti acara tersebut. Hari ini tiga orang siswa OSIS MAN 1 bertugas. Terlihat

35Wawancara dengan Perwakilan Museum Sumpah Pemuda di MAN 1 Pangkalpinang, 19 Februari 2019. 36Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 19 Februari 2019. 37https://www.youtube.com/watch?v=Y32VgrX-yUE.

204 | Pendidikan Multikultural

mereka membagikan kue, dan air minum kepada para peserta, jika ada yang ke toilet mereka mengantar tamu tersebut ke toilet yang layak pakai. Mereka juga membagikan nasi kotak sesuai instruksi dari pihak museum Sumpah Pemuda. Setiap ada yang bertanya mengenai MAN I, mereka menjawab dangan ramah dan baik, selayaknya tuan rumah yang baik.38 Empat siswa anggota OSIS MAN 1 diwawancarai mengatakan kegiatan ini menyenangkan, membahagiakan dan seru. Kegiatan ini melatih kedisiplinan dan memberikan pengalaman. Contoh pengalaman yang mereka dapat adalah bagaimana bekerja dalam tim, mereka juga belajar menahan diri karena berbeda pendapat dalam tim. Hasil lainnya yang mereka yakin akan dapat adalah mereka menjadi berprestasi dari kegiatan-kegiatan OSIS MAN 1 yang mereka ikuti.39 Para anggota yang bekerja sama dalam suatu komunitas dengan modal sosial yang tinggi akan saling tukar-menukar kebaikan tanpa pamrih. Hubungan yang terjadi antara anggota merupakan suatu hubungan yang saling menguntungkan atau simbiotis. Hal ini berarti, di dalam komunitas tersebut setiap anggota diuntungkan dalam keanggotaanya itu. Ini yang disebut unsur resiprositas. Resiprositas akan lebih mengukuhkan hubungan antara anggota tanpa memperhitungkan untung-ruginya. Di dalam hal inilah akan tumbuh rasa berkorban serta solidaritas yang tinggi. Berikutnya, suatu komunitas tentunya diikat oleh norma-norma sosial tertentu yang mengikat dan mengarahkan tingkah laku para anggotanya. Tanpa norma

38Observasi pada kegiatan Museum Sumpah Pemuda Masuk Sekolah, 18-19 Februari 2019 di MAN 1 Pangkalpinang. 39Wawancara dengan empat orang siswa MAN 1 Pangkalpinang, 18 Februari 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 205 sosial, tidak mungkin suatu komunitas dapat mengikat para anggotanya satu dengan yang lain. Berikutnya dunia yang terbuka dewasa ini menuntut setiap anggota komunitas bukan hanya menghormati komunitasnya sendiri tetapi komunitas yang lebih luas.40 Terlihat pada saat para siswa OSIM ini melayani para tamu, menyiapkan makanan, dan minuman. Dalam proses di atas siswa OSIS MAN 1 juga memiliki norma sosial, dalam menghormati komunitas dari instansi lain seperti museum Sumpah Pemuda dan tamu- tamu dari sekolah-sekolah lain.

5. Menduga Konsekuensi Suatu Tindakan Unsur selanjutnya yang ditemukan adalah unsur proaktif. Di dalam pelbagai situasi, orang telah dapat menduga tindakan apa yang akan diambil seseorang dengan modal sosialnya. Sebagai contoh, kebiasaan antri di dalam pelbagai praktik kehidupan. Kebiasaan untuk antri tersebut telah dibina dan dikembangankan melalui kehidupan dalam keluarga, dalam dunia pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat. Proaktif sebagai modal sosial kadang-kadang dapat merupakan prasangka (prejudice) terhadap seseorang atau anggota etnis tertentu di dalam menghadapi situasi sehari-hari. Misalnya kita mengenal pelbagai sifat yang telah dilekatkan terhadap suatu suku tertentu di dalam pengambilan keputusan. Suku Jawa dianggap sukar untuk berterus terang, suku Batak dianggap sangat to the point, suku Madura dianggap cepat naik darah, suku Minang suka berkelit, suku Manado cenderung bersikap take it easy namun konsisten di dalam pelaksanaan suatu keputusan. Meskipun prasangka tersebut di atas banyak yang bersifat negatif namun demikian sikap-sikap tersebut sedikit

40H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia…, 49.

206 | Pendidikan Multikultural

banyaknya merupakan suatu modal budaya yang merupakan cap (brand) dan masing-masing suku. Cap yang tampaknya negatif namun apabila diletakkan di dalam suatu komunitas yang pluralistis maka sifat-sifat proaktif tersebut akan saling mengisi dan merupakan modal sosial secara keseluruhan.41 Giddens menjelaskan bagaimana siklus konsekuens- konsekuensi tidak disengaja dapat memberikan umpan balik untuk mendorong terjadinya reproduksi sosial dalam kurun waktu yang lama. Secara umum, tidaklah sulit untuk menganalisis kondisi ini. Aktivitas-aktivitas berulang yang terjadi dalam sebuah konteks waktu dan ruang telah merutinkan konsekuensi-konsekuensi, tanpa disengaja oleh mereka yang melakukan aktivitas-aktivitas itu, dalam konteks ruang-waktu yang kurang lebih jauh. Apa yang terjadi dalam rangkaian konteks kedua ini, berikutnya memengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung kondisi-kondisi lebih lanjut dari tindakan dalam konteks pertama. Untuk memahami apa yang tengah terjadi, hanya diperlukan variabel-variabel yang menjelaskan kenapa individu-individu terdorong untuk melakukan praktik- praktik sosial rutin di sepanjang waktu dan ruang dan konsekuensi-konsekuensi tidak sengaja itu secara rutin disebarkan sebagai sebuah hasil tak terelakkan dari perilaku rutin yang secara reflektif tetap dipertahankan seperti itu oleh para pelakunya.42 Berdasarkan Tabel 3.3 Data Keadaan Siswa Tahun Ajaran 2018/2019: Multikultur di Sekolah/Madrasah menunjukkan majemuknya latar belakang para siswa. Di SMK Bakti, observasi dimulai pada bulan agustus, tahun

41H.A.R Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia…, 52. 42Anthony Giddens, The Constitution of Society…, 22.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 207 ajaran baru 2019/2020. Kegiatan sekolah begitu banyak seperti pada 11 Agustus 2019 persiapan perayaan hari raya Idul Adha dan 17 Agustus HUT RI. Dalam merayakan HUT RI, SMK Bakti mengadakan banyak perlombaan dan pelbagai penampilan. Pada pembukaan kegiatan 17 Agustus HUT RI ekstrakurikuler dance memberikan penampilan yang menarik. Ekstrakurikuler dance merupakan kegiatan yang tidak menjadi perhatian di sekolah, menurut informasi Lauren, siswa yang mengikuti kegiatan ini, pelatih mereka sudah lama tidak ada, mereka selama ini berlatih dengan alumni SMK Bakti yang aktif di kegiatan ekstrakurikuler dance. Lauren mengatakan bahwa walaupun mereka tidak memiliki pelatih, mereka tetap bersama-sama latihan dan melatih gaya dance mereka melalui youtube, dan mengkombinasikan gerakan mereka. Para siswa ini tetap bersenang-senang dan berteman dalam menghilangkan tekanan dari belajar di kelas.43

Gambar 4.5 Kegiatan Rohis di SMA Negeri 2 Pangkalpinang

Sumber: dokumen SMA Negeri 2 Pangkalpinang

43Wawancara dengan Lauren siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 11 Agustus 2019.

208 | Pendidikan Multikultural

Begitu juga dengan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti para siswa SMA Negeri 2. Kegiatan ekstrakurikuler rohis memiliki kegiatan yang sangat bermacam-macam setiap minggunya seperti mendatangkan penceramah untuk memberikan nasehat-nasehat keagamaan, mengikuti tablig akbar dan melakukan safari Ramadan. Gambar 4.5.44 Berikutnya pada wawacara terstruktur dengan peserta ekstrakurikuler rohis diketahui rohis bukanlah satu- satunya ekstrakurikuler yang mereka ikuti di antara mereka ada yang mengikuti basket, voli, paskibra, pramuka, PMR, UKS, PIK-R, dan English Club.45 Berikut beberapa pendapat mereka mengenai kegiatan rohis yang mereka ikuti:

 Bagiku membuat senang dan ingin selalu latihan dan kegiatannya sudah sangat bagus.  Membuat saya bahagia. Rohis adalah kegiatan bagus karena dapat melahirkan bibit-bibit yang unggul untuk penerus bangsa dan negara.  Saya senang dengan kegiatan ini karena dapat diizinkan keluar rumah.  Sangat membantu dan menambah ilmu serta wawasan saya. Saya berharap sekolah lebih mendukung lagi kegiatan yang dilakukan, karena kegiatan ini dapat membawa nama baik sekolah.  Arti kegiatan pramuka untuk kekeluargaan, basket untuk fisik agar sehat dan rohis untuk keimanan.  Dapat mempererat pertemanan antara anggota kegiatan sehingga lebih memiliki solidaritas, untuk itu saya harap nanti ada tambahan guru pembina.  Refreshing bagi otak. Kegiatan ini rutin seminggu sekali bagi saya sudah memadai. Semoga di masa depan kegiatan yang ini bermanfaat bagi para siswa yang mengikutinya.  Berguna bagi kehidupan saya yaitu menambah ilmu dan pengalaman. Saya berharap dana kegiatan yang terkadang kurang menjadi perhatian

44Wawancara dengan tiga orang siswa anggota Rohis di SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 5 September 2019. 45Wawancara dengan Sembilan Orang siswa di SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 5 September 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 209

pihak sekolah, selanjutnya agar fasilitas yang sudah terpenuhi dapat ditambah lagi.  Kegiatan rohis ini cukup memuaskan. 46

Penjelasan di atas menunjukkan bagaimana modal budaya digunakan individu untuk kehidupan sosial. Namun modal budaya ini dapat menjadi sumber ketegangan bahkan peperangan, jika modal budaya yang cenderung mengikat suatu komunitas cukup erat, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman dengan komunitas lainnya. Dengan kata lain, hubungan antar komunitas dapat saja tidak berjalan sebagaimana semestinya. Edgar Morin menyatakan bahwa kesalahpahaman muncul dari kompleksitas manusia itu sendiri. Menghilangkan kesalahpahaman memerlukan dua perubahan yaitu keterbukaan hati terhadap sesama dan toleransi internal. Keterbukaan terhadap sesama berarti membuka diri dari ketertutupan terhadap perbedaan sehingga timbul rasa ingin mengetahui dan mencintai sesama. Modal budaya hendaknya diarahkan kepada pertemuan positif yaitu memberikan empati terhadap penderitaan orang lain atau mensyukuri akan sukses yang dicapai oleh sesama.47 Dengan pelbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti itu, siswa sekolah menengah tersebut telah menggunakan modal budayanya dan modal sosialnya membentuk komunitasnya/sekolah dalam membentuk budaya sekolah. Teori Giddens mengenai individu menyatakan, individu bukanlah “si dungu” terhadap aturan, bahwa individu punya keagenan, dalam arti sempit individu

46Wawancara dengan sembilan orang siswa di SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 5 September 2019. 47H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia…, 53-56.

210 | Pendidikan Multikultural

menjadi aktif dalam berhubungan dengan norma, aturan dan bukan cuma tunduk begitu saja. Keagenan dalam arti luas ini adalah kekuasaan merdeka manusia atau individu untuk turut campur dalam arus peristiwa yang berlangsung terus- menerus dan membuat perubahan di dalamnya, kekuasaan individu untuk bertindak dengan cara lain.48 Lauren yang menyukai dance walau tanpa pelatih ia bersama teman- temannya berlatih dan memberikan penampilan di acara 17 Agustus HUT RI di sekolah. Begitu juga siswa rohis SMA Negeri 2 dengan modal budayanya, mereka mengikuti ekstrakurikuler rohis bertemu siswa lainnya dan membentuk komunitas dan meningkatkan modal sosial dan membentuk strukturnya.

D. Budaya Sekolah Inklusif Melalui Ekstrakurikuler: Strukturasi Teori strukturasi Giddens yang memusatkan perhatian pada praktik sosial yang berulang, pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Menurut Giddens agen dan struktur adalah suatu yang dualitas/dua rangkap. Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur saling jalin-menjalin tanpa terpisahkan dalam praktik atau aktivitas manusia.49 Menurut Marlie Van Rooyen dalam artikelnya mengatakan bahwa bagi Giddens tidak ada yang spesifik, apakah strukturasi di awal atau di akhir. Ketika Giddens mendiskusikan agen di awal babnya, tidak mengindikasikan bahwa agen itu lebih penting atau lebih nyata (real) dari struktur. Agen dan struktur memiliki aspek yang setara, agen secara teratur memonitor pemikiran-

48Goorge Ritzer dan Barry Smart, Hanbook Teori Sosial.., 693. 49George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern edisi keenam, (Jakarta: Kencana, 2007), 507-508.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 211 pemikirannya dan tindakan-tindakannya serta konteks fisik dan sosial mereka. Agen merasionalisasikan dunianya melalui pemikran dan aktivitasnya. Agen mencoba merasionalisasikan dunianya melalui pengembangan rutinitas yang membantu mereka menciptakan rasa aman dan memungkinkan mereka menghadapi kehidupan sosial mereka.50 Titik tolak analisis Giddens adalah praktik atau tindakan manusia. Giddens berpendirian bahwa tindakan itu dapat dilihat sebagai perulangan. Artinya aktivitas/tindakan bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh agen sosial, tetapi secara terus-menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai agen.51 Strukturasi menjelaskan bagaimana individu- individu berinteraksi dalam pelbagai tindakan antara satu sama lain. Berikutnya, bagaimana tindakan itu akhirnya menciptakan aturan yang mengatur tindakan mereka dalam berinteraksi. Inilah yang disebut Giddens dengan dualitas struktur yaitu pertama, tindakan individu menciptakan struktur dan kedua, struktur dapat satu saat nanti membatasi tindakan individu. Elemen-elemen fondasi teori Giddens adalah aturan (rules) dan sumber (resources). Aturan, yaitu bagaimana sesuatu harus dikerjakan dan sesuatu yang dapat membantu menyelesaikan pekerjaan. Aturan kita dapatkan dalam kehidupan kita. Sementara sumber terbentuk dari

50Marlie Van Rooyen, “Structure and Agency in News Translation: An Aplication of Anthony Giddens’ Structuration Theory,” Southern African Linguistics and Applied Langguage Studies 31 (2013), 496-497, https://doi.org/10.2989/16073614.2013.864445, (diakses 7 April 2020). 51Anthony Giddens, The Constitution of Society…., 2-3.

212 | Pendidikan Multikultural

waktu ke waktu, tergantung posisi kita di dalam struktur sosial.52 Berikutnya, pada individu aturan diciptakan oleh tiga unsur yaitu signification yaitu bagaimana suatu kejadian/kegiatan harus dimaknai. Legitimation yaitu apa yang harus terjadi di dalam suatu situasi dan domination alat-alat yang harus digunakan untuk mencapai tujuan. Individu datang dari pelbagai variasi ketiga unsur ini, mereka juga memiliki perbedaan makna mengenai sesuatu, bagaimana sesuatu itu harus dihadapi atau bagaimana menyelesaikan sesuatu.53 Berikutnya menurut Giddens, setiap individu memiliki capability dan knowledgeability. Capability adalah setiap orang di dalam grupnya memiliki kekuatan untuk bertindak yaitu tidak mengindahkan, mempengaruhi atau merubah kelompok yang diikutinya. Bahkan jika kelompoknya berusaha membatasi tingkah laku individu tersebut, individu tersebut masih memiliki pilihan untuk memilih. Berikutnya knowledgeability pengetahuan individu mengenai tindakan yang ia lakukan. Menurut Giddens knowledgeability terbagi dalam tiga level yaitu pengetahuan diskursif, pengetahuan praktis, pengetahuan yang tidak disadari. Level pertama, pengetahuan diskursif adalah individu mampu mendiskusikan mengapa dia melakukan apa yang dilakukannya. Level kedua, pengetahuan praktis adalah individu memilih sesuatu tetapi tidak mengetahui mengapa ia memilih hal tersebut, sampai orang mempertanyakan kenapa ia memilih hal tersebut. Level ketiga, pengetahuan yang tidak disadari adalah pada dasarnya respon individu mengenai lingkungan yang

52George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern..507. 53George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern…508.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 213 dihadapi sehari-hari, tetapi jika ditanyakan kepada individu yang bersangkutan, kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan, mereka tidak dapat merespon ini dengan jawaban atau individu tersebut tidak dapat menjelaskannya.54 Berikutnya, elemen-elemen fondasi teori Giddens adalah individu memiliki identitas dan rutinitas. Identitas adalah bagaimana orang melihat dirinya melalui struktur sosialnya, dan rutinitas adalah keterulangan yang berpola dari tingkah laku individu tersebut.55 Ketika individu-individu tersebut masuk dalam sebuah kelompok, struktur kelompok tersebut berubah dikarenakan tindakan individu di dalamnya. Efek samping yang terjadi adalah terjadi mediasi dan kontradiksi pada interaksi antara individu dan kelompoknya. Maksudnya, ketika individu di dalamnya memilih apa yang harus diterima dan yang harus menjadi standar aturan di dalam kelompoknya tersebut, maka proses ini membentuk struktur yaitu mediasi. Kebalikannya, melawan struktur yaitu terjadi kontradiksi jika individu menolak standar aturan di dalam kelompoknya. Jadi teori Giddens adalah semua pilihan apakah itu pengetahuan diskursif, pengetahuan praktis, pengetahuan yang tidak disadari memiliki konsekuensi tindakan yang tak dikenali. Individu bertindak sesuai yang ia inginkan, tetapi tindakan tersebut memiliki konsekuensi yang tidak dapat individu itu kendalikan.56 Jadi teori Giddens menjelaskan bagaimana tindakan dan tingkah laku individu bisa dipengarui dan tidak dipengaruhi oleh strukturnya/kelompoknyanya, selanjutnya menimbulkan konsekuensi tindakan yang tak dikenali

54George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern…, 509. 55Anthony Giddens, The Constitution of Society…, 60. 56Anthony Giddens, The Constitution of Society…, 293.

214 | Pendidikan Multikultural

Berkaitan dengan argumen penelitian, pada sub bab ini menjelaskan kenapa siswa tertarik mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, bagaimana mereka menginterpretasi kegiatan ekstrakurikuler yang mereka ikuti dan bagaimana mereka mengetahui cara untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler itu dan mencapai tujuan mereka, berikutnya apa yang harus terjadi dari sudut pandang mereka ketika mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Dalam proses para siswa juga telah membangan kepercayaan diri, empati dan keadilan (equality) fondasi pendidikan multikultural.

1. Aksi Siswa, Kegiatan Ekstrakurikuler dan Guru Pembina: Membentuk Kepercayaan Diri Proses pendidikan merupakan suatu aksi atau tindakan (action) yang terjadi pada ruang lingkup interaksi manusia dalam rangka membantu untuk menciptakan suasana bagi perkembangan manusia, baik jasmani maupun rohani. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan suatu proses yang intensional tertuju kepada suatu gambaran eksistensi manusia di dunia di mana dia hidup. Intensi tersebut berupa gambaran tentang kehidupan manusia yang bagaimanakah yang terbaik. Untuk mencapai gambaran tersebut, bagaimanakan manusia itu berinteraksi dengan sesama. Untuk mencapai gambaran yang terbaik di dalam kehidupan, apakah manusia itu mempunyai kemampuan atas dirinya sendiri atau memerlukan bantuan orang lain, Seperti siswa yang memerlukan bantuan guru tidak hanya memahami ilmu pengetahuan tetapi etika kehidupan.57 Melanjutkan diskusi siswa sebagai agen dalam mentransformasi budaya sekolahnya/strukturnya dalam

57H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis…, 12-13.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 215 kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang mereka ikuti dan proses interaksi sosial antara siswa-siswa dan guru dalam struktur/kelompok. Pada Februari 18 Februari 2019, peneliti bertemu dengan Agil siswa XI MIA tahun 2019/2020. Tahun 2019 adalah tahun kedua Agil di MAN 1 Pangkalpinang. Agil terlibat dipelbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti PIK- R, panitia OSIS MAN 1 yaitu penerima tamu dalam kegiatan Museum Sumpah Pemuda Masuk Sekolah. Wawancara mendalam/tidak terstruktur dengan Agil akhirnya didapatkan. Agil menceritakan bahwa ia tamatan SMP yang berlokasi tidak jauh dari MAN 1, bahwa sebelumnya ia anak yang nakal dan keluarganya pernah tinggal di Jakarta. (tidak mengherankan dengan cara-cara Agil berbicara, berganti dari bahasa Bangka ke bahasa Jakarta dengan baik), berikut cerita Agil:

Dahulu ayah mempunyai penghasilan yang baik, namun sesuatu terjadi sehingga ayah dipecat dan menyebabkan kami harus pulang ke Pangkalpinang. Ekonomi keluarga kami mengalami perubahan besar. Perubahan itu sangat berat bagi saya karena saya anak pertama dan saya yang pernah merasakan masa-masa ayah mempunyai uang. Waktu saya masuk SMP di Pagalpinang dan saya bertemu teman-teman yang membawa saya kepada lingkungan yang tidak baik seperti bolos sekolah, merokok, tidak pulang kerumah, akibatnya saya malas sekolah. Pada waktu itu, ibu saya sering menangis karena kenakalan saya. Namun, pada akhirnya saya lulus dari SMP tersebut. Berikutnya, kakak sepupu dan paman saya, menyarankan untuk melanjutkan sekolah di MAN 1 Pangkalpinang, agar tingkah laku saya jadi lebih baik, pada awalnya saya menolak. Saya tidak terlalu ingat bagaimana kejadiannya, saya tidak di terima di SMK Perikanan, saya juga tidak diterima di SMA Negeri, akhirnya

216 | Pendidikan Multikultural

saya masuk MAN 1 Pangkalpinang. Di MAN 1 Pangkalpinang, saya bertemu teman-teman dari pesantren. Teman teman tersebut, mengajak saya aktif di OSIS MAN 1 dan pelbagai kegiatan ekstrakurikuler. Akhirnya saya mengikuti beberapa kegiatan ektrakurikuler. Tetapi yang paling berjasa ibu Mira. Dia membuat saya jadi sadar karena banyak memberikan nasehat kepada saya. Sekarang saya aktif di pelbagai kegiatan ekstrakurikuler untuk menyalurkan seluruh energi yang saya miliki, saya punya banyak teman, banyak kegiatan, saya semangat pergi ke sekolah dan yang terpenting saya harus ke sekolah karena banyak kegiatan di bawah tanggung jawab saya.58

Teori strukturasi secara interinsik menghubungkan tindakan agen manusia dengan struktur sosial. Karena tindakan dan praktik agen yang menciptakan struktur sosial, dan struktur yang sama ini akan memoderasi tindakan agen.59 Agil/agen bertindak mengikuti pelbagai kegiatan ekstrakurikuler selanjutnya membentuk strukturnya. Struktur yaitu kegiatan ekstrakurikuler itu membuat Agil/agen harus ke sekolah karena ada rasa tanggung jawab. Nilai yang terlihat adalah terbentuknya kepercayaan diri pada Agil, akan tetapi semua tindakan Agil adalah konsekuensi dari tindakan ibu Mira. Bu Mira telah membangun strukturnya berdasarkan tindakannya yang sengaja atau tidak disengajanya ketika ibu Mira menasehati Agil.

58Wawancara dengan Agil Siswa MAN 1 Pangkalpinang, 20 Februari 2019. 59Peter Burridge, “Understanding Teachers’ Pedagogical Choice…., 575.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 217

Gambar 4.6 Struktur Kepengurusan PIK-R MAN 1 Pelindung Kepala Sekolah

Guru Pembina

Sekretaris Ketua Dan Wakil Ketua Bendahara

Seksi Konseling Seksi Apresiasi Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Pendidik Sebaya Seni Humas Mading Ekonomi Perpustakaan Sebaya Sumber: dokumen MAN 1

Selanjutnya peneliti mengobservasi PIK-R, sebagaimana di awal bab ini telah dijelaskan ritual latihannya. Pada 4 Februari 2018, peneliti bertemu ibu Mustika, guru pembina kegiatan ekstrakurikuler PIK-R, dia menceritakan bagaimana awal PIK-R di MAN 1 dimulai dan bagaimana proses PIK-R MAN 1 tetap ada dan makin kuat keberadaanya. PIK-R MAN 1 memiliki kepengurusan yang terdiri dari penanggung jawab yaitu kepala MAN 1 dan para guru serta pegawai yang bekerja sebagai ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi yang terdiri dari seksi humas, konselor dan pendidik sebaya, apresiasi seni, kesehatan, perlengkapan, kegiatan dan publikasi dan informasi.60 Selain kepengurusan dari dewan guru PIK-R MAN 1 juga memiliki kepengurusan dari siswa-siswa MAN 1. Gambar 4.6. Ruangan PIK-R MAN 1 sebesar 3x4 meter, ruangan disekat dengan triplek yaitu ruang diskusi, ruang periksa dan

60Dokumen Sekolah Kegiatan Ekstrakurikuler PIK-R MAN 1 Tahun 2019.

218 | Pendidikan Multikultural

ruang tamu. Di ruang tamu terlihat sofa yang tua tapi masih dapat digunakan, dispenser dan lemari buku tua dengan rak yang dipenuhi beberapa buku-buku mengenai materi PIK-R. Ruang diskusi ini juga cukup fleksibel, siswa juga dapat mengerjakan pelbagai kegiatan contohnya ketika jam istirahat siswa diizinkan berkunjung, ada yang menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), mendiskusikan persiapan kegiatan PIK-R atau mendiskusikan feed back atas kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, tetapi dilarang untuk tidur siang di ruangan tersebut.61 Berikutnya peneliti mewawancarai ibu Fitri selaku bendahara kegiatan, dia mengatakan bahwa telah direkrut anggota baru untuk tahun ajaran 2019/2020 yaitu “Selamat Datang Kepada Anggota Baru PIK-R MAN 1.” Pada Minggu 22 September 2019 diadakan pelantikan anggota baru yang diadakan di Pasir Padi, pantai yang ada di kota Pangkalpinang.62 Pada hari Minggu jam 09.00 WIB siswa sudah mulai berdatangan, mereka juga membawa makanan sebagai bekal. Ibu Fitri dan ibu Ria hadir dengan mengendarai motor. Selanjutnya ibu Mustika juga datang mengendarai mobil, bersama kedua anaknya yang masih SMA dan kuliah S1. Berikutnya karpet dibentangkan dan makanan khas Bangka disajikan yaitu lempah kuning, lempah darat, dan buah semangka untuk makan siang. Namun sebelum makan siang, kegiatan dibuka oleh ibu Mustika. Berdasarkan observasi diketahui kegiatan ini dimaksudkan sebagai ucapan selamat datang bagi anggota baru PIK-R MAN 1. Acara meliputi permainan para siswa

61Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang, 11 Februari-5 Maret 2019. 62Wawancara dengan ibu Fitri, Guru MAN 1 Pangkalpinang, 22 September 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 219 dibagi menjadi 4 kelompok. Permainan yang dilakukan seperti memindahkan air dari laut menuju pantai menggunakan gelas plastik ukuran gelas air mineral, kelompok yang terbanyak mengumpulkan air yang akan menang, bagi yang kalah mukanya akan diberi tanda warna biru. Siswa-siswa ini tampak sangat bergembira, tidak menunjukkan kelelahan sama sekali. Ketika waktu menunjukkan jam makan siang, 12.00 WIB, ibu Mustika memerintahkan panitia kegiatan untuk istirahat dan makan siang. Berikutnya, semua siswa dan ketiga guru tersebut makan siang bersama dengan makanan yang telah dibawa. Para siswa juga membawa bekal makan siang semua makan bersama. Berikutnya istirahat, sholat dan dilanjutkan lagi dengan permainan sebagai bukti mereka telah direkrut dan dilantik secara resmi sebagai anggota PIK-R MAN 1.63 Ibu Mustika mengatakan siswa selalu banyak ide kreatif untuk membuat pelbagai acara dan kegiatan. Sebenarnya kami sebagai guru pembina tugasnya adalah bekerja memfasilitasi dan memberikan kepercayaan kepada mereka. Seperti hari ini kegiatan Selamat Datang Kepada Anggota Baru PIK-R MAN 1, diadakan di luar Madrasah yaitu di Pantai Pasir Padi. Jika setiap ide kreatif mereka selalu kita tolak dan dipersulit, kreativitas tersebut akan hilang karena tidak didukung oleh kita selaku guru pembina.64 Berikutnya, diwawancarai Ali dan Ahmad, siswa peserta kegiatan tersebut, mereka menyatakan bahwa kegiatan tersebut sangat positif bagi mereka seperti

63Observasi pada Kegiatan Inagurasi Anggota Baru PIK- R MAN 1 di Pasir Padi, 22 September 2019. 64Wawancara dengan ibu Mustika, Guru MAN 1 Pembina PIK-R MAN 1, 22 September 2019.

220 | Pendidikan Multikultural

menambah kepercayaan diri, kemampuan berkomunikasi, berteman, dan sekaligus bersenang-senang.65 Diskusi berikut masih membahas aksi/tindakan siswa dalam memilih dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena agensi guru pembina yang memiliki komitmen terhadap kegiatan para siswanya. Sebagaimana observasi di SMA Santo Yosef pada ekstrakurikuler English Club yang dibina oleh ibu Erna. Kegiatan ekstrakurikuler English Club mengadakan Bangka English Olympiade (BEO) cabang Scrabble dengan tujuan kegiatan 1). meningkatkan kosa kata seseorang dalam bahasa Inggris 2). sebagai ajang adu bakat dalam berbahasa Inggris sebagai bahasa International. Pelaksanaan kegiatan tersebut pada Sabtu 13 April 2019 pukul 13.30-18.00 WIB dan Minggu 14 April 2019 pukul 08.00-12.00 WIB dan kegiatan technical meeting diadakan pada hari/tanggal Kamis 11 April 2015 pukul 14.00-15.30 WIB, tempat di SMA Santo Yosef. Siswa SMP adalah peserta yang diundang untuk berlomba dalam kegiatan ini. Setiap sekolah dapat mengirimkan peserta sebanyak dua orang.66 Kegiatan ini memiliki susunan panitia seperti pelindung yaitu kepala sekolah yaitu pak Frans dan koordinator kegiatan yaitu ibu Erna yang juga menjabat sebagai Wakakur dan guru bahasa Inggris. Sementara panitia kegiatan adalah para siswa anggota ekstrakurikuler English Club yang terdiri dari ketua panitia, sekretaris, bendahara dan koordinator lomba. Selanjutnya seksi-seksi yaitu seksi dokumentasi, seksi acara, seksi penerima tamu dan seksi

65Wawancara dengan Ali dan Ahmad Siswa Peserta ekstrakurikuler PIK-R Mamopika tahun ajaran 2019/2020 di Pasir Padi, 22 September 2019. 66Dokumen Proposal Kegiatan Bangka English Olympiade di SMA Santo Yosef Pangkalpinang 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 221 konsumsi. Ketika acara ini dipersiapkan ibu Erna membantu panitia kegiatan menyiapkan acara, mengedit surat yang dikirim pada SMP yang diundang untuk berpartisipasi, kegiatan ini juga dipersiapkan di ruangannya sehingga bimbingan dan bantuan dari ibu Erna menyebabkan para siswa mampu menjalankan kepanitian ini. Gambar 4.7. Akhirnya, pada hari Sabtu dan Minggu kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar.67

Gambar 4.7. Panitia Kegiatan Scrabble Melakukan Persiapan di Ruangan Ibu Erna

Sumber: dokumen peneliti

Peneliti berhasil mewawancari orang tua Kevin, ketua panitia kegiatan BEO. Orang tua Kevin mengatakan

67Observasi Persiapan Bangka English Olimpiada di SMA Santo Yosef, 12 April 2019.

222 | Pendidikan Multikultural

mereka sangat bangga bahwa anaknya dapat memimpin kegiatan positif tersebut yaitu mampu menjalankan tanggung jawab memimpin teman-temannya. Mereka mengatakan kegiatan seperti ini sangat positif untuk anak-anak, sekolah harus lebih sering mengadakannya karena berdampak langsung untuk karakter anak, belajar bertanggung jawab dan membangun kepercayaan diri.68 Sebagaimana yang didiskusikan sebelumnya, teori strukturasi Giddens juga berulang dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMK Bakti. Alvin, siswa kelas XII Multimedia (MM), mengikuti seleksi daerah Asean Skill Competition (ASC) ke XIII tahun 2019 yang di selenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bangka Belitung.69 Alvin meraih juara pertama pada kategori IT Software For Business untuk tingkat provinsi. Pemenang seleksi tersebut yaitu Alvin menjadi utusan Provinsi Kep. Bangka Belitung untuk mengikuti kompetisi, tingkat nasional yang akan di adakan 19 Agustus 2019 di Universitas Bina Nusantara (BINUS) yaitu Seleksi Nasional (Seleknas) untuk ASEAN Skills Competition (ASC) XIII.70 Selama satu minggu observasi di SMK Bakti, Alvin

68Wawancara dengan orang tua Kevin di SMA Santo Yosef, 14 April 2019. 69Garuda News, “Mahasiswa Polman Babel Ikut Serta Seleksi Skill Competition ASC Ke XIII Tahun 2019”, http://garuda-news.id/mahasiswa-polman-babel-ikut-serta-seleksi- skill-competition-asc-ke-xiii-tahun-2019/ (diakses 15 November 2019). 70Liputan 6.Com, “Indonesia Siapkan Kompetitor ASEAN Skills Competition 2020 Pada 24 Agustus 2019, https://www.liputan6.com/news/read/4045819/indonesia-siapkan- kompetitor-asean-skills-competition-2020, (diakses 15 November 2019).

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 223 dibimbing ibu Sania, guru SMK Bakti, mulai dari 10.00- 15.00 WIB, Alvin latihan di ruang guru dengan dipandu ibu Sania secara intensif, namun ibu Sania juga tetap mengajar di kelas-kelas. Alvin terkadang mengeluh “aku disuruh latihan terus,” tetapi ibu Sania selalu mengingatkan bahwa kesempatan untuk menang sangat kecil karena peserta dalam kompetisi tersebut tidak hanya siswa SMK, tetapi juga para mahasiswa dari pelbagai universitas terbaik di Indonesia, walaupun begitu latihan harus terus dilakukan agar memberikan usaha terbaik di tingkat nasional. Berikutnya ibu Sania mengatakan bahwa prestasi Alvin sudah sangat baik, sebagai siswa SMK Bakti.71 Sebagaimana pada Gambar 4.8. terlihat ibu Sania dan Alvin nomor dua dan tiga dari kanan Guru lain bercerita mengenai Alvin, pak Alzazair, guru SMK Bakti, menyatakan bahwa sebelumnya Alvin adalah siswa yang pemalu, kemampuannya sudah terlihat sejak kelas satu namun butuh bujukan dan rayuan berulang- ulang untuk meyakinkan Alvin dalam mengikuti lomba IT tingkat provinsi. Namun menurut ibu Sania, Alvin semakin semangat ketika dia memperoleh hadiah berupa uang, ketika dia menjuarai dua lomba yang pernah dikutinya salah satunya lomba yang tingkat Provinsi Kep. Bangka Belitung tersebut.72 Ketika dibicarakan seperti ini, Alvin tersenyum, ia mengatakan ibu Sania adalah guru yang meyakinkan ia untuk maju mengikuti perlombaan di bidang IT.73 Pada 23 Agustus 2019, Alvin dan ibu Sania berangkat ke Jakarta

71Wawancara dengan Alvin, Siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 6 Agustus 2019. 72Wawancara dengan pak Alzazair, Guru SMK Bakti Pangkalpinang, 6 Agustus 2019. 73Wawancara dengan Alvin, Siswa SMK Bakti, Pangkalppinang 6 Agustus, 2019.

224 | Pendidikan Multikultural

untuk mengikuti Seleksi Nasional (Seleknas) Calon Kompetitor ASEAN Skills Competition (ASC) XIII, ketika kembali ibu Sania mengatakan Alvin belum beruntung, karena seperti yang telah ia perhitungkan kompetitor Alvin adalah para mahasiswa dari universitas terkemuka di Indonesia dan sudah memiliki banyak pengalaman. Tetapi ibu Sania mengatakan, mengikuti kompetisi ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi Alvin dan juga bagi sekolah.74

Gambar 4.8 Menjuarai Lomba IT Provinsi Kep. Bangka Belitung

Sumber: dokumen SMK Bakti

Berikut ini masih mengenai interaksi sosial antara guru pembina yang memberikan dukungan kepada siswa

74Wawancara dengan ibu Sania, Guru SMK Bakti Pangkalpinang. 26 Agustus 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 225 binaanya. Pada observasi di SMA Negeri 2, peneliti bertemu dengan siswa Palang Merah Remaja (PMR), mereka mempersiakan diri dalam Jumpa Bakti Gembira (Jumbara) ke III yang diadakan oleh PMI Pangkalpinang. Diikuti oleh pelbagai Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah baik negeri dan swasta yang telah menjadi binaan PMI Pangkalpinang.75 Pada SMA Negeri 2 ekstrakurikuler PMR, guru pembinanya adalah pak Zaw. Namun pak Zaw tidak dapat mendampingi para siswanya untuk mengikuti Jumbara, karena tugas sekolah yaitu pelatihan dua bulan di Yogyakarta. Berdasarkan wawancara dengan salah satu peserta Jumbara, Fatma mengatakan

“saya sangat sedih dan sedikit kecewa karena pak Zaw, tidak dapat mendampingi kami di kegiatan ini, walaupun ada guru pembina lain yang menggantikannya. Saya sangat berharap pak Zaw dapat mendampingi kami pada kegiatan tersebut, karena selama menjadi pembina pak Zaw telah memberikan kepercayaan dan mengahargai ide-ide kami. Pak Zaw walaupun tidak dapat hadir mendampingi, dia tetap memberikan dukungannya melalui sosial media, WhatsApp (WA) grup PMR. Pak Zaw mengatakan bahwa dia mengharapkan kami tidak patah semangat dan mendoakan, semoga dapat berprestasi di ajang Jumbara ke III, membawa beberapa tropi sehingga mengaharumkan nama

75Tribun News, Jumbara Ke3 PMR Pangkalpinang diikuti 435 Peserta, https://bangka.tribunnews.com/2019/09/06/jumbara- ke-3-pmr-pangkalpinang-diikuti-435-peserta, (diakses 16 Nopember 2019).

226 | Pendidikan Multikultural

sekolah, SMA Negeri 2 Pangkalpinang.76 Gambar 4.9.

Dari hasil observasi, wawancara dan dokumen yang dikemukakan di atas, ditemukan bawa guru pembina kegiatan ekstrakurikuler yang memiliki semangat, dukungan, perhatian, dan penghargaan dalam membina ekstrakurikuler menjadi alasan penting kenapa seorang siswa mengikuti ektrakurikuler tersebut seperti yang terjadi pada ektrakurikuler PIK-R di MAN 1, English Club di SMA Santo Yosef, ibu Sania guru SMK Bakti yang membimbing Alvin dalam pelbagai pelombaan IT, dan PMR SMA Negeri 2 di yang mengikuti Jumbara ke III. Agen-agen seperti guru, para siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler saling kait- mengait, jalin-menjalin membentuk struktur mereka. Selanjutnya harapan, keinginan dan kemauan mereka mempengaruhi kemajuan kegiatan yang mereka miliki, hal ini juga terkait dengan modal sosial yang mereka dapatkan dan telah miliki. Argumen sub bab ini adalah para siswa dibantu oleh guru, ketika guru memberikan kepercayaan, terbentuklah kepercayaan diri pada siswa. Para siswa yang mengikuti kegiatan yang mereka pilih ini, dibentuk untuk percaya diri melalui strukturnya, yaitu kegiatan ekstrakurikuler yang dia ikuti. Percaya diri merupakan sebagai fondisi pertama dari pendidikan multikultural

76Wawancara dengan Fatma Siswa SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 3 September 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 227

Gambar 4.9 Kegiatan Jumbara ke III SMA Negeri 2

Sumber: dokumen peneliti

2. Aksi Memilih Kegiatan Extrakurikuler Karena Persahabatan: Membangun simpati Diskusi berikut adalah alasan siswa pendidikan menengah memilih untuk mengikuti kegiatan ektrakurikuler. Mereka memilih kerena persahabatan dan tanpa kesulitan beradaptasi dengan teman yang lainnya. Pada saat bersamaan, terjadi proses strukturasi antara agen dan strukturnya selanjutnya dalam persahabatan itu tumbuh simpati. Pada MAN 1, empat orang siswa perempuan diwawancarai mengenai interaksi sosial mereka setiap hari di sekolah. Keempatnya adalah teman satu kelas. Mardiana, Ira dan Ravita beretnis yang sama, Melayu, sedangkan Silvie beretnis campuran ayahnya Tionghoa dan Ibunya Melayu. Menurut mereka adalah teman akrab (satu geng). Persahabatan keempat siswi ini tidak hanya di sekolah tetapi juga berlanjut di luar sekolah. Salah satu kegiatan diluar sekolah yang mereka lakukan adalah menghabiskan akhir pekan bersama di salah satu kebun milik orang tua Ira yang berada di desa Kace.

228 | Pendidikan Multikultural

Mereka membawa minuman dan makanan seperti sablak dan es cincau. Mereka makan bersama menghabiskan sore dengan bersantai. Menurut mereka, akhir pekan itu adalah yang tak terlupakan. Kegiatan di sekolah yang mereka lakukan bersama adalah mengikuti ekstrakurikuler wajib untuk kelas XII yaitu ekstrakurikuler persiapan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang akan dilakukan sabtu Februari 2019. Mereka berempat berjanji untuk tepat waktu hadir di sekolah dan belajar bersama, karena menurut mereka banyak teman-teman yang malas.77 Masing-masing memberikan semangat untuk belajar untuk persiapan UNBK, karena UNBK adalah ujian akhir menentukan nasib mereka di masa depan. Berdasarkan wawancara peneliti mengetahui bahwa keempatnya tidak memiliki kesamaan dalam kepribadian tetapi karena persahabatan mereka menemukan kebersamaan, rasa saling peduli, simpati, dan empati dilatarbelakangi karena sekolah di MAN 1 Pangkalpinang.78 Kegiatan ekstrakurikuler dance, di SMK Bakti, pada awal bab dituliskan bagaimana siswa-siswa ekstrakurikuler dance memberikan penampilan pada acara perayaan 17 Agustus HUT RI. Berikutnya observasi diteruskan pada proses latihan ekstrakurikuler dance walau tanpa guru pembina. Ketika observasi, peneliti menyaksikan siswa yang latihan pada hari itu berjumlah tiga belas siswa. Mereka latihan hari Jumat 16.00-17.00 WIB. Peneliti mewawancarai tiga orang anggota ekstrakurikuler ini yaitu Lauren, Gloria dan Jeny. Dari Jeny diketahui bahwa ia menyukai dance sejak TK, ketika di TK dan SD ia sering tampil, tapi ketika

77Wawancara dengan Mardiana, Ira, Ravita dan Silvie, siswa MAN 1 Pangkalpinang, 22 Februari 2019. 78Wawancara dengan Mardiana, Ira, Ravita dan Silvie, siswa MAN 1 Pangkalpinang, 22 Februari 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 229

SMP ia menjadi malu untuk tampil. Sekarang pada masa sekolah menengah karena ada temen-temen yang semangat dan memiliki kesamaan, sama-sama menyukai ekstrakurikuler dance.79 Lain halnya dengan Lauren, ia mengatakan bahwa karena bersahabat dengan Gloria ia bergabung dalam ektrakurikuler dance, pada akhirnya Lauren sangat menyukai ekstrakurikuler dance. Tidak disadari, Lauren, Gloria dan Jeny telah kelas XI berarti sudah satu tahun ketiganya berkomitmen pada ekstrakurikuler dance.80 Berbeda dengan Jeny, Lauren dan Gloria ternyata keduanya ternyata tidak hanya aktif pada ekstrakurikuler dance mereka berdua juga aktif pada ekstrakurikuler seni tari.81 Berikutnya, peneliti berdiskusi dengan siswa kegiatan Jumbara ke III Bangka Botanical Garden (BBG) Pangkalpinang tanggal 4-7 September 2019 sebagai kontingen dari SMA Negeri 2. Wawancara lanjutan kali ini adalah mewawancarai tujuh siswa yang sedang menunggu di depan kantor kepala sekolah. Mereka dijadwalkan menemui kepala sekolah, namun karena kepala sekolah sedang rapat mereka diminta menunggu. Rencananya mereka meminta bantuan biaya konsumsi selama di bumi perkemahan kegiatan Jumbara ke III. Sebelumnya mereka telah membuat proposal untuk diajukan kepada kepala sekolah dan telah dibantu uang pendaftaran sebesar Rp 1.300.000, dan

79Wawancara dengan Jeny siswa SMK Bakti Pangkalpinang 14 Agutus 2019. 80Wawancara dengan Lauren dan Gloria Siswa SMK Bakti Pangkalpinang 14 Agustus 2019. 81Observasi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Seni Tari Di SMK Bakti 21 Agustus 2019.

230 | Pendidikan Multikultural

sekarang mereka butuh konsumsi untuk sejumlah 20 orang siswa.82 Pada wawancara lanjutan diketahui bahwa para siswa tersebut sangat bangga mengikuti kegiatan Jumbara dan menurut mereka orang tua juga mendukung mereka mengikuti kegiatan ini. Mereka juga bangga bahwa telah terpilih mewakili SMA Negeri 2 pada Jumbara yang hanya dilaksanakan dua kali setahun. Menurut mereka, “berarti kami adalah pilihan, dan suka duka dalam yang kami alami bersama dalam kegiatan ini, membuat persahabatan semakin kuat.” Wawancara terhenti salah satu siswa masuk ruang kepala sekolah dan enam siswa yang lainnya menunggu di koridor sekolah, sambil berharap dan khawatir kepala sekolah tidak akan memberikan bantuan konsumsi sesuai yang mereka harapkan.Tetapi berita baik datang, pihak sekolah yaitu kepala sekolah memberi bantuan bahan makanan seperti beras 10 kg, telur 40 butir, makanan kaleng sarden 20 kaleng, mie goreng dua kardus dan minyak sayur 2 liter, selanjutnya air isi ulang.83 Ketika salah satu siswa masuk ke ruang kepala sekolah, saya bertanya apakah etnis dan agama mereka, ternyata sebagian mereka beragama Budha, beragama Katolik dan lainya beragama Islam. Selagi teman mereka di ruang kepala sekolah, di koridor tersebut mereka berdoa bersama dengan serius dan bersunguh-sungguh berharap permintaan mereka dikabulkan oleh kepala sekolah. Mereka berdoa menurut kepercayaan masing-masing.84

82Wawancaraa dengan tujuah orang siswa SMA Negeri 2, Pangkalpinang 3 September 2019. 83Observasi dengan tujuah orang siswa SMA Negeri 2, Pangkalpinang, 3 September 2019. 84Observasi dengan tujuah orang siswa SMA Negeri 2, Pangkalpinang, 3 September 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 231

Dari tiga temuan yang dikemukakan di atas menunjukkan bagaimana siswa-siswa bertindak dalam sebuah interaksi. Tindakan mereka dalam berinteraksi tersebut menciptakan aturan yang mengatur mereka untuk bertindak selanjutnya. Sebagaimana dikemukakan ketika individu-individu tersebut masuk dalam suatu struktur, mereka membentuk struktur dan struktur tersebut dapat mempengaruhi dan dapat tidak mempengaruhi tindakan agen tersebut. Giddens mendefinisikan sistem sosial adalah agen mereproduksi praktik-praktik sosial secara kolektif terorganisasi yang berakibat munculnya konsekuensi tindakan yang tak dikenali, Namun, walaupun begitu agen tersebut tetap berusaha mengendalikan konsekuensi- konsekuensi yang tindakan yang tidak dikehendaki tersebut. Temuan menunjukkan, intraksi para siswa yang membentuk sistem sosial yang terstuktur pada kegiatan ekstrakurikuler yang mereka ikuti memiliki konsekuensi-konsekuensi tindakan yang tak dikenali yaitu sempati, solidaritas dan rasa kebersamaan di antara mereka. konsekuensi tindakan yang tidak dikenali tersebut adalah indikator pendidikan multikultural.

3. Aksi siswa melalui kegiatan Ekstrakurikuler: Membangun Keadilan (Equity) Masih diskusi yang sama mengenai agen dan strukturnya, yaitu siswa dan budaya sekolah yang dibentuk melalui tindakan-tindakan yang mereka putuskan untuk dilakukan. Dalam pelbagai interaksi, ketika seluruh elemen- elemen interaksi bekerja yang terjadi adalah terbangunnya rasa keadilan pada diri siswa. Seperti para siswa berteman tanpa membeda-bedakan, walau ketertarikan mereka dalam bidang ekstrakurikuler berbeda, siswa dengan setia menunggu untuk pulang bersama temannya karena temannya juga sering melakukan itu ketika belum selesai dari kegiatan yang diikutinya, selain itu siswa bertugas bersama menjalankan kewajiban di sekolah seperti yang

232 | Pendidikan Multikultural

dilakukan siswa SMK Bakti. Selanjutnya siswa SMA Negeri 2, walau diperlakukan tidak adil dalam beberapa perlombaan yang diikuti, tetap belajar sesuatu untuk tidak pernah berlaku tidak adil antara sesama. Interaksi sosial antara agen dan strukturnya ini telah membawa pada pemahaman- pemahaman yang lebih pada diri para siswa yaitu fondasi dari pendidikan multikultural yaitu equality. Bertemu siswa MAN 1, peneliti mewawancari tiga orang siswa kelas XII yang telah bersahabat selama tiga tahun. Ema, Nanda dan Zura bercerita bahwa karena satu kelas adalah awal proses mereka berkenalan. Persahabatan mereka semakin erat ketika awal sekolah, kelas X mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang sama yaitu badminton. Peminat ekstrakurikuler badminton pada waktu itu 75% adalah dari kelas mereka. Namun saying, ketika pelatihnya mengundurkan diri ekstrakurikuler ini berakhir. Menurut Ema dirinya akhirnya tidak mengikuti ekstrakurikuler lagi setelah badminton. Namun berbeda dengan dua lainnya Nanda mengikuti ekstrakurikuler sepakbola putri, sedangkan Zura karena ekstrakurikuler badminton tidak dilanjutkan lagi dia pun meneruskan ke ekstrakurikuler kimia.85 Namun pada kelas XII seluruh ekstrakurikuler lapangan akan dihentikan dan diganti dengan ekstrakurikuler wajib untuk persiapan UMBK dan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional-Berbasis Komputer (UAMBN-BK). Berdasarkan diskusi dengan ketiganya, mereka menceritakan bahwa pertemanan mereka juga dijalin di luar sekolah karena banyaknya kegiatan kerja kelompok yang seringkali harus diselesaikan bersama. Sekolah yang full day akhirnya memaksa mereka untuk menginap di

85Wawancara dengan tiga orang siswa MAN 1 Pangkalpinang 9 Agustus 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 233 rumah teman mereka untuk mengerjakan tugas kelompok. Ketika menginap mereka biasanya telah mendapat izin orang tua, jika rumahnya dekat masih dapat ditempuh menggunakan motor biasanya mereka tidak akan menginap. Menurut mereka, “orang tua sudah sangat tahu dan harus mengizinkan, jika tidak tugas kami tidak selesai, dan akan dimarahin guru. Tetapi ini tidak pernah terjadi, karena orang tua kami masing-masing sudah memahami.”86 Berdasarkan wawancara dengan ketiganya diketahui Ema karena seringnya mengerjakan tugas bersama Nanda, Ema berkenalan dengan saudara sepupu Nanda, yaitu anak dari saudara perempuan ibunya, yang menikah dengan laki- laki keturunan Tionghoa yang telah masuk Islam, dan mereka berpacaran (bahasa Bangka: betunang). Ema bercerita bahwa orang tuanya keberatan ia betunang jika menganggu belajar dan nilai-nilai sekolah, tetapi sejauh ini orang tuanya memperbolehkannya berpacaran. Ketika peneliti bertanya etnis orang tua pacarnya menurut Ema bahwa etnis tidak masalah keluarga pacarnya adalah keluarga Muslim.87 Nanda dan azura juga berpacaran. Menurut mereka bertiga bertemu dan berkomunikasi dengan pacar mereka sangat sulit karena di MAN 1 siswa dilarang membawa handphone (HP) walaupun begitu komunikasi dalam hubungan mereka baik-baik saja. Peneliti mewawancarai siswa SMA Santo Yosef yang bernama Lala, setelah selesai latihan ekstrakurikuler dance. Sore itu, Lala duduk di dekat kolam ikan dia belum pulang sedangkan teman-teman latihan dancenya sudah pulang. Ternyata Lala menunggu temannya yang masih

86Wawancara dengan tiga orang siswa MAN 1 Pangkalpinang 9 Agustus 2019. 87Wawancara dengan tiga orang siswa MAN 1 Pangkalpinang 9 Agustus 2019.

234 | Pendidikan Multikultural

latihan taekwondo. Dalam wawancara Lala bercerita mengenai kegiatannya sehari-hari di sekolah, menurutnya sekolahnya membosankan tapi sekolah adalah kewajiban. Menurutnya yang namanya wajib harus dijalankan walaupun membosankan. Lebih lanjut menurutnya dalam dance ia menggerakkan tubuhnya dan membuatnya bahagia, walau pulang ke rumah akan sangat kesorean dan kelelahan, semua setara dengan kesenangan yang ia dapatkan.88 Peneliti juga bertemu siswa SMK Bakti yaitu siswa XI Pemasaran, mereka memiliki kewajiban menjaga kopreasi sekolah, tugas ini hanya diberikan kepada para siswi. Pada hari itu Felia dan Ulfa yang bertugas menjaga koperasi sekolah. Mereka adalah teman satu kelas. Di kelas XI ada 12 siswa perempuan, setiap perdua minggu mereka akan mendapat tugas piket menjaga koperasi sekolah. Koperasi sekolah dijaga dari 08.00-15.00 WIB. Pada jam 08.00 WIB barang dihitung dan diberi label harga oleh Felia dan Ulfa. Berikutnya pada 15.00 WIB, barang yang terjual dihitung dan koperasi ditutup oleh Felia dan Ulfa. Menurut mereka biasanya uang dan barang yang habis terjual terdapat kesesuaian, namun tidak jarang uang dan barang yang terjual terdapat selisih, itu bisa dilaporkan kepada pegawai pembina koperasi dan tidak perlu mengganti rugi.89

88Wawancara dengan Lala, Siswa SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 5 September 2019. 89Wawancara dengan Felia dan Ulfa siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 27 Agustus 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 235

Gambar 4.10 Peneliti bersama Felia dan Ulfa yang Bertugas Menjaga Koperasi

Sumber: dokumen peneliti

Wawancara diteruskan kepada Felia beretnis Tionghoa beragama Konghucu. Menurut Felia, ia mengikuti ekstrakurikuler bulu tangkis sewaktu di kelas X, namun sekarang setelah kelas XI dia mulai bosan dan merasa lelah. Menurutnya dia tidak punya waktu istirahat. Ketika sekolah tidak mewajibkan mengikuti ekstrakurikuler ia merasa sangat beruntung, sehingga pada hari libur seperti hari Sabtu ia dapat beristirahat, yang dilakukannya di hari Sabtu hanyalah di rumah sambil berbaring sambil menonton TV, menonton youtube, melihat instagram, atau tidur. Ulfa berbeda dengan Felia, walau mereka berteman di kelas dan bekerja bersama karena punya tugas menjaga koperasi setiap perdua minggu. Ulfa beragama Islam, beretnis melayu dan berjilbab, dan walau rumahnya jauh butuh 50 menit untuk sampai ke sekolah. Ulfa banyak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler ada dua kegiatan yang dia ikuti yaitu rohis di

236 | Pendidikan Multikultural

Sabtu pagi jam 08.30-09.30 WIB dan ekstrakurikuler PMR jam 11.30 WIB. Pada ekstrakurikuler rohis, Ulfa belajar mengaji dan mendengarkan ceramah agama. Selanjutnya jam 11.30 WIB Ulfa lanjutkan dengan mengikuti ekstrakurikuler PMR yaitu mengajarinya cara berteman dan belajar. Menurut Ulfa, ia senang mengikuti berbagai kegiatan karena menyebabkan ia punya banyak kesibukan. Hanya di rumah saja di hari Sabtu sangat membosankan, namun di sekolah waktu berlalu dengan cepat karena memiliki banyak kegiatan.90 Gambar 4.10. Di SMA Negeri 2, peneliti mewawancarai siswa ekstrakurikuler pramuka yaitu Rio dan Rena. Mereka berdua satu kelas, pada awal wawancara mereka menceritakan keseharian hidup mereka di sekolah yang bersistem full day seperti belajar dan mengobrol saat guru terlambat atau tidak masuk dan hanya memberikan tugas di kelas dan ke kantin bersama-sama. Pada waktu peneliti bertemu mereka, juga dikarenakan ada guru yang tidak masuk, jadi peneliti ada kesempatan untuk masuk ke kelas mereka. Karena kelas telah selesai, beberapa siswa izin ke kantin karena masuk waktu istrirahat. Wawancara terhadap Rio dan Rena juga kembali dilanjutkan, mereka menceritakan betapa banyaknya pengalaman yang mereka dapatkan selama di pramuka misalnya kesusahan, kebersamaan, kebahagiaan dan kebanggaan. Pernah ketika mereka mengikuti perlombaan pramuka, mereka dinyatakan menang untuk suatu cabang perlombaan baik putra maupun putri, tropi sudah dibagikan mereka sudah sangat bergembira, ternyata ketika pada malam harinya panitia kegiatan tersebut,

90Wawancara dengan siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 27 Agustus 2019.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 237 membatalkan tropi mereka karena terjadi kesalahan.91 Menurut Rio dan Rena kejadian ini berulang sampai dua kali di dua kejuaraan. Padahal untuk mendapatkan kemenangan, waktu itu menurut Rio dan Rena, regu mereka harus menumpuh perjalanan kaki yang sangat jauh, dan teman- teman bagian konsumsi putri terlambat mengantar konsumsi, kami sampai minum air sungai untuk menghilangkan rasa haus. Saya pun bertanya kenapa harus sampai minum air, sungai, apakah tidak ada rombongan pramuka lain pada waktu itu untuk diminta air minum. Rio mengatakan sebenarnya regu lain dari sekolah lain ada membawa air, regunya terlalu malu untuk meminta air minum menurutnya seperti mempermalukan nama Pramuka SMA Negeri 2. Menurut Rio yang membuat lebih sedih adalah telah berusaha sekuat itu, panitia perlombaan dengan mudahnya mengatakan terjadi kesalahan dan tropi dialihkan pada regu pramuka dari sekolah lain. Menurut Rio dan Rena pengalaman itu tidak membuat keduanya berhenti dari pramuka, malah semakin cinta dan semangat ke sekolah karena ada ekstrakurikuler pramuka.92 Selanjutnya pada observasi lanjutan, peneliti menyaksikan kegiatan persiapan pelantikan siswa baru atau “kemah blok” selama dua hari. Terlihat Rio bersama teman-teman pramukanya sedang mengikat tali untuk mendirikan menara bambu sebagai persiapan kegiatan dan Rena yang terlihat sibuk mendirikan tenda untuk panitia kegiatan tersebut.93

91Wawancara dengan Rio dan Rena Siswa SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 17 September 2019. 92Wawancara dengan Rio dan Rena SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 17 September 2019. 93Wawancara dengan Rio dan Rena SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 17 September 2019.

238 | Pendidikan Multikultural

E. Tindakan Membangun Budaya Sekolah Berkonsekuensi Menciptakan Pendidikan Multikultural Bagaimana pendidikan multikultural dapat diimplementasikan di negara lain di luar Amerika Serikat termasuk Indonesia? Bagaimana mentransfer konsep pendidikan multikultural ala Amerika Serikat menjadi model yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa Indonesia? Sudah barang tentu perlu penyesuaian dan pemahaman yang benar. Pendidikan Multikultural di Amerika lahir sebagai perjuangan persamaan hak orang hitam dengan orang putih dan persamaan hak wanita dengan laki-laki.94 Kondisi ini amat berbeda dengan kondisi bangsa Indonesia, Islam menyebar ke Indonesia secara damai, dan berkembang dengan pesat secara damai pula. Hal ini mencerminkan adanya sinergi antara Islam sebagai sebuah agama dunia dengan budaya lokal Indonesia yang ramah. Islam berpadu dengan Indonesia yang BhinnekaTunggal Ika.95 Namun, Indonesia mempunyai pengalaman yang tidak kalah menyedihkan sejak runtuhnya Orde Baru, seperti kekerasan terhadap etnis Cina di Jakarta pada Mei 1998, pertikaian Islam Kristen di Maluku Utara pada Tahun 1999- 2003 dan pertikaian etnis antara warga Dayak dan Madura yang terjadi tahun 2000 adalah bagian kelam dari sejarah bangsa. Karena itu pemikir pendidikan mengedepankan pendidikan multikultural sebagai solusi penyelesaian konflik yang timbul dibeberapa daerah di Indonesia dan sebagai

94Zamroni, Pendidikan Demokrasi Pada Masyrakat Multikultural, (Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011), 160. 95Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 159.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 239 upaya pencegahan agar tidak terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia.96 Strategi yang digagas oleh pelbagai ahli pendidikan dalam mengimplementasi pendidikan multikultural adalah dengan strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan- perbedaan budaya yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, jender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.97 Pada kasus-kasus temuan penelitian terdahulu yang relevan seperti temuan penelitian pendidikan sebagai contoh yang terkait dengan ketidakadilan sosial dan harmoni sosial.98 Sebagaimana seperti temuan Raihani (lihat BAB II B.7. Cultural Reproduction dalam Konteks Indonesia) mengindikasikan bahwa kelas model yang dikembangkan di MAN yang ada di Kalimantan sebenarnya bertujuan baik, namun efek sampingnya mencederai sila ke lima Pancasila yaitu “keadilan sosial.” Di sisi lain kriterianya yang menjadikan kekayaan orang tua sebagai penentu akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan guru dan

96Gerry Van Klinken, Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars, (London: Routledge, 2007), 12-14. 97Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007), 25-26. 98Raihani, Creating multicultural Citizens: A Portrayal of Contemporary Indonesian Education, (New York: Routledge, 2014), 23.

240 | Pendidikan Multikultural

siswa, akibatnya terjadi segresi sosial dan demotivasi terhadap para siswa kelas biasa. 99 Pada temuan penelitian lain mengenai konsep besar pendidikan multikultural di Indonesia dan pelbagai gagasan para ahli pendidikan mengenai bagaimana agar sekolah menerapkan pendidikan multikultural di Indonesia adalah dengan strategi pembelajaran multikutural yang menekankan kepada faktor guru dan lebih menitikberatkan pada proses pembelajaran di kelas.100 Gagasan tersebut seperti mempersiapkan kompetensi guru seperti bahwa pendekatan demokratis dalam pembelajaran menuntut guru memiliki kompetensi multikultural. Mengutip Farid Elashmawi dan Philip P. Haris, Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana menawarkan enam kompetensi multikultural guru yaitu: 1) Memiliki nilai dan hubungan sosial yang luas. 2) Terbuka dan fleksibel dalam mengelola keragaman siswa. 3) Siap menerima perbedaan disiplin ilmu, latar belakang, ras dan jender. 4) Memfasilitasi pendatang baru dan siswa yang minoritas. 5) Mau berkolaborasi dan koalisi dengan pihak mana pun. 6) Berorientasi pada program dan masa depan.101 Selain itu juga mengutip Bank, Suryana dan Rusdiana menambahkan kompetensi multikultural lain yang harus dimiliki oleh guru yaitu:

99Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural…, 26. 100Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural…, 289-303. Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2008), 205-208. 101Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural…, 291.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 241

1) Sensitif terhadap prilaku etnis para siswa. 2) Sensitif terhadap kemungkinan adanya kontroversi tentang materi ajar. 3) Menggunakan teknik pembelajaran kelompok untuk mempromosikan integrasi etnis dalam pembelajaran.102 Dalam proses pengelolaan pembelajaran multikultural menurut Suryana dan Rusdiana adalah dengan menentukan tujuan yang akan dikembangkan pada siswa dalam proses pendidikan multikultural yaitu sebagai berikut: 1) Siswa memiliki kemampuan berpikir kritis atas materi yang telah dipelajari 2) Siswa memiliki kesadaran atas sifat syak wasangka atas pihak lain yang dimiliki, mengkajii penyebab dan asal sifat itu muncul, serta mengkaji cara menghilangkannya. 3) Siswa memahami bahwa setiap ilmu pengetahuan bagaikan sebuah pisau bermata dua; dapat dipergunakan untuk menindas atau meningkatkan keadilan sosial. 4) Siswa memahami cara mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan. 5) Siswa merasa terdorong untuk terus belajar guna mengembangkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. 6) Siswa memiliki cita-cita yang akan dicapai sejalan dengan yang dipelajarinya. 7) Siswa dapat memahami keterkaitan yang dilakukan dengan pelbagai permasalahan dalam kehidupan masyarakat berbangsa.103 Menurut Tohir Sapsuha selama ini materi pembelajaran agama di sekolah baik dalam Islam maupun Kristen lebih menekankan pada penguasaan materi dalam

102Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural…, 292. 103Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural…, 292-293.

242 | Pendidikan Multikultural

bidang agama yang dianut siswa. Sebagai contoh dalam pendidikan agama Islam yang harus dikuasai para siswa adalah membaca ayat-ayat al-Qur’ān memahami kedudukan al-Qur’ān dan hadis sebagai sumber hukum Islam. Materi mengenai halal-haram dan tentang hukum Islam yang banyak dijelaskan. Akibatnya, indikator yang dipakai adalah siswa dapat memahami, menjelaskan dan melaksanakan materi yang telah dipelajari. Materi dengan indikator demikian dapat menyebabkan siswa hanya sibuk dengan materi-materi kognitif. Evaluasi hanya bisa dilakukan secara tekstual baik melalui pilihan ganda (multiple choice) dan uraian (essay) karena alokasi waktu yang sedikit dan indikator pembelajaran yang banyak. Siswa dengan demikian memahami agama dalam bentuk teks yang dipelajari bukan pada perasaan dan sikap religiusitas yang mewarnai kehidupan sehari-hari siswa. Sapsuha dalam penelitiannya menggagas pendidikan agama multikulturalisme berbasis konseling budaya yang memiliki visi rekonsiliasi, maksudnya menyiapkan seperangkat kurikulum yang menjadi acuan bagi guru untuk melaksanakan pendidikan agama demi mempersiapkan peserta didik dalam kehidupan majemuk dan akhirnya mengatasi konflik di Maluku Utara.104 Raihani menjelaskan literatur yang berkembang mengenai pendidikan multikultural, secara umum ditemukan dua pendekatan besar, yaitu curricular approach dan whole- school approach. Curricular approach adalah sebuah pendekatan yang menekankan pentingnya pemuatan knowledge dan values, dari keberagaman dan bagaimana

104Tahir Sapsuha, Pendidikan Pasca Konflik Pendidikan Multikultural Berbasis Konseling Budaya Masyarakat Maluku Utara, (Yogyakarta: LKiS, 2013), 224.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 243 membentuk cara pandang terhadap keberagaman itu di dalam kurikulum.105 Menurut peneliti, Suryana dan Rusdiana dan Sapsuha melakukan apa yang disebut Raihani dengan curricular approach, yaitu mengutamakan pada reformasi kurikulum untuk memuat pengetahuan dan nilai pendidikan multikultural. Pendekatan kedua, menurut Raihani menyeluruh (whole-school) yang memandang pendidikan multikultural itu sebagai sebuah strategi pendidikan yang melibatkan semua elemen sekolah sebagai sebuah sistem. Dengan kata lain, pendekatan whole-school ini komprehensif dan sistematik. Asumsi dari pendekatan ini adalah bahwa sebagai pendidikan nilai, pendidikan multikultural tidak dapat dilakukan secara parsial.106 Mencoba melengkapi apa yang telah di lakukan Suryana dan Rusdiana, Sapsuha dan peneliti lainnya, studi di Pangkalpinang fokus pada melihat proses pembelajaran di luar kelas (ritual sehari-hari siswa di luar kelas) penelitian ini berargumen bahwa di luar kelas, pembentukan pendidikan multikultural dalam budaya sekolah sangat kuat terjadi. Tatkala peneliti mengobservasi pada keempat sekolah menengah di Pangkalpinang, teori-teori dan temuan penelitian yang dikemukakan di atas dalam penelitian tidak menjadi perhatian yang mendalam dalam proses pembelajaran karena proses pembelajaran berlangsung baik dan sesuai dengan silabus dan kurikulum yang harus diajarkan dan penelitian di ruang kelas telah menjadi perhatian para peneliti terdahulu dalam bidang kajian pendidikan multikultural. Dalam observasi diketahui, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler sangat menyibukkan

105Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural…, 143. 106Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural…,144.

244 | Pendidikan Multikultural

kehidupan siswa di sekolah. Pada pengamatan mendalam yang telah dilakukan, peneliti meyakini bahwa proses kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yaitu pendidikan multikultural kuat terbangun.107 Kurikulum tersembunyi adalah apa-apa yang diperoleh siswa dari proses pendidikan yang tidak tertulis dalam kurikulum formal. Dengan kata lain, ia adalah efek samping dari sebuah proses pendidikan yang dirancang. Kurikulum tersembunyi dapat menjadi pendukung bagi kurikulum yang tertulis dapat juga tidak.108 Jadi jika ada dua pendekatan dalam membangun pendidikan multikultural, maka sekolah-sekolah di Pangkalpinang tidak sengaja membangunnya. Mekanismenya adalah adanya agensi yang kuat dari agen yaitu para siswa. Ketika kegiatan ekstrakurikuler wajib maupun pilihan yang dilakukan di luar kelas atau di luar pelajaran (kurikulum) yang bertujuan menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki siswa, maka disaat bersamaan terbentuk komunitas yang terbangun didalamnya indikator pendidikan multikultral atau dalam bahasa Giddens sebagai konsekuensi tindakan yang tak dikenali. 109 Kegiatan ekstrakurikuler telah menjadi kegiatan yang melanggengkan kehidupan inklusif dan menciptakan pendidikan multikultural di sekolah, tampak dari terbangunnya tiga elemen yaitu EEE. Pada studi kasus di sekolah menengah di Pangkalpinang menunjukan hidden

107Observasi Empat Sekolah Pada Penddikan Menengah di Pangkalpinang, Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019. 108Raihani, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural …, 23-24. 109Anthony Giddens, The Constitution of Society…,5.

U n i n t e n d e d C o n s e q u e n c e s D a n H i d e n C u r r i c u l u m | 245 curiculum yang didapatkan siswa adalah konsep dan nilai pendidikan multikultural. Selanjutnya, para siswa di sekolah /madrasah tempat penelitian ini dilaksanakan tidak menyadari bahwa mereka telah mengembangkan ide besar dari pendidikan multikultural dalam kehidupan sehari-hari mereka. Peneliti berargumen ketika tindakan-tindakan itu memiliki konsekuensi yang disebut Giddens konsekuensi tindakan yang tak dikenali, pada titik ini pendidikan multikultural semakin kuat tertanam dalam budaya sekolah. Mengikuti pelbagai kegiatan ekstrakurikuler yang ada, siswa telah membentuk budaya sekolah yang menciptakan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural adalah model pendidikan yang membangun kesadaran peserta didik untuk dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan identitas budaya dalam masyarakat.

246 | Pendidikan Multikultural

BAB V REPRODUKSI BUDAYA KEBERADAAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA BUDAYA SEKOLAH

Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah adanya masyarakat yang menghargai kemajemukan. Namun pada masyarakat majemuk atau multikultural seperti Indonesia, juga selalu ada prasangka, stereotip, dan diskriminasi yang mempengaruhi interaksi sosial antara pelbagai golongan penduduk.1 Simon Fisher dkk mengatakan prasangka, stereotip, diskriminasi dimunculkan baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam masyarakat yang terpecah karena masalah etnis dan politis, sikap dan perilaku negatif

1J. Anto, “Pendahuluan,” dalam Merawat Keberagaman Praksis Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, (Medan: Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, 2015), 1.

R e p r o d u k s i B u d a y a| 247 tersebut dapat diturunkan dari orang tua kepada anak-anak dan dilestarikan oleh pemimpin politik dan budaya.2 Diskriminasi merupakan praktek sosial dan individual yang dipicu karena adanya prasangka dan stereotip. Diskriminasi yang bersumber karena perbedaan etnis disebut rasialisme. Rasialisme biasanya dipicu karena adanya keakuan (claim) bahwa satu ras lebih unggul dibanding ras lainnya, disebut rasialisme lama. Rasialisme gaya baru dilakukan dengan menciptakan kerugian sosial dan psikologis yaitu tanpa disadari setiap kali kita bertemu atau berhadapan dengan seseorang atau kelompok yang berbeda, kita akan menjaga jarak, bahkan mungkin berkata- kata penuh cibiran. Sebagai contoh pola berpikir rasialisme gaya baru adalah pola berpikir yang mengatakan bahwa kemiskinan yang melanda masyarakat pedalaman Indonesia diakibatkan karena mereka bodoh, ekslusif dan tidak beradab atau mengatakan mereka sebagai orang terasing, orang tradisional, orang terbelakang, orang kolot, anti modernisasi dan istilah-istilah lainnya yang diskriminatif.3 Prasangka sosial dalam masyarakat majemuk memang tidak bersifat langgeng, dari waktu ke waktu prasangka itu dapat berubah. Perubahan dalam prasangka ini dapat menuju interaksi sosial yang lebih baik, namun dapat juga menjadi lebih jelek atau buruk. Dalam kurun waktu tertentu, golongan-golongan orang dapat menjadi lebih saling mencurigai, saling membenci, tetapi juga dapat menjadi saling memahami dan saling menghormati. Hal ini ditentukan oleh cara pelbagai golongan- golongan orang

2Simon Fisher dkk, Mengelola Konflik Keterampilan dan Strategi Bertindak, (Jakarta: The British Council, Indonesia, 2000), 98. 3J. Anto, “Pendahuluan,” dalam Merawat Keberagaman …,2.

248 | Pendidikan Multikultural

tersebut dalam suatu masyarakat majemuk mengelola prasangka-prasangka sosial yang ada dalam diri masing- masing.4 Sebagaimana diskusi pada bab IV, bahwa budaya sekolah dikonstruksi siswa, dijelaskan siswa sebagai agen yang kuat dalam membentuk budaya sekolah yang terlihat pada kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti para siswa ikuti. Jika diskusi pada bab IV mengenai keagenan siswa, bab V fokus pada reproduksi budaya yaitu modal budaya yang dimiliki membingkai (framing) pemikiran, tingkah laku, disposisi dan selera atau kesukaan (taste) para siswa yang berdampak dalam membentuk budaya sekolah salah satunya terbangun indikator-indikator dari pendidikan multikultural. H.A.R. Tilaar berpendapat bahwa pendidikan multikultural mungkin adalah jalan tengah terhadap gagasan dan praktik baru dalam pendidikan. Pendidikan multikultural yang mendudukan yang berbeda menjadi sama tinggi dan sama nilai. Hal seperti ini menjadi sangat penting dalam paradigma pendidikan kita untuk meningkatkan toleransi, inklusivisme, dan penolakan terhadap diskriminasi dan eksklusivisme. Lebih lanjut, Tilaar mengatakan pendidikan multikultural tidak bertujuan untuk menghilangkan perbedaan akan tetapi menghilangkan prasangka, menimbulkan dialog, dan mengenal perbedaan sehingga timbul rasa saling menghargai dan mengapresiasi, dari sini diharapkan akan muncul modal budaya bangsa, karena bangsa yang kehilangan modal budaya akan sangat rawan perpecahan. Modal kultural ini lahir dari kekayaan kearifan lokal bangsa yang jika diangkat dapat menjadi kekuatan yang sangat besar. Dalam konteks Indonesia yang dikenal

4J. Anto, “Pendahuluan,” dalam Merawat Keberagaman …,3.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 249 majemuk, pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk mengelola kemajemukakan secara kreatif.5 Mengelola dan hidup dalam kemajemukakan berarti membuat orang- orang bertindak berpikir tanpa prasangka yang buruk terhadap etnis atau agama lain, membuat orang-orang bertindak dengan berdialog pada akhirnya mengenal perbedaan sehingga timbul rasa saling menghargai dan mengapresiasi. Parson menjelaskan latar belakang munculnya tindakan-tindakan kita manusia. Visi struktur sosial menurut Parsons adalah masyarakat manusia ditata dan dipolakan. Siapa yang membuat orang-orang bertindak begini atau begitu atau memilih ini atau memilih itu? Ketika orang- orang bertindak begini atau begitu atau memilih ini atau memilih itu, orang tersebut sedang menyesuaikan dengan norma-norma. Mengapa ada pola keseluruhan dalam tindakan-tindakan mereka, dan apa polanya? Polanya ialah pola sistem sosial atau struktur masyarakat. Tindakan yang mengacu pada pola sistem sosial atau struktur masyarakat −yang dilakukan ketika seseorang bertindak− adalah tempat aturan dan norma ditata yang membentuk struktur sosial.6 Model-model pemikiran yaitu voluntarisme, determinisme, idealisme dialektik dan transformasi dialetik, masing-masing aliran tersebut dapat ditemukan pada beberapa pakar. Tabel 5.1. Weber dapat digolongkan sebagai penganut voluntarisme yang melihat individu membentuk masyarakat. Bagi aliran determinisme dapat dilihat dari

5Suhadi Cholil, Seri Agama dan Dialog Publik Resonansi Dialog Agama dan Budaya dari Kebebasan Beragama, Pendidikan Multikultural Sampai RUU Anti Pornografi, (Yogyakarta: CRCS, 2008), 4-5. 6Goorge Ritzer dan Barry Smart, Hanbook Teori Sosial, (Bandung: Nusa Media, 2011), 689-687.

250 | Pendidikan Multikultural

pendapat Durkheim yang mengedepankan pendapat individu ditentukan oleh masyarakatnya. Pada aliran idealisme dialektik dapat diambil pendapat Berger dan Luckman yang melihat individu sebagai pencipta masyarakatnya dan juga sebagai produknya. Aliran transformasi dapat diwakili oleh Marx dan Bourdieu yang melihat individu sebagai unsur yang mereproduksi atau mentransformasikan masyarakatnya.7

Tabel 5.1 Relasi Pribadi dan Komunitas

Model Tokoh Relasi pribadi Voluntarisme Weber Individu membangun komunitas Determinisme Durkheim Komunitas membentuk individu Idealisme Berger Indivindu membangun komunitas Dialektik dan Luckman dan sebaliknya komunitas menentukan individu Dialektik Marx, Individu adalah hasil dan atau Transformasional Bourdieu mentransformasikan komunitas Sumber: H.A.R. Tilaar, Mengindonesiakan Etnisitas

Bab V ini berargumen dengan menggunakan teori dialektik transformasional Bourdieu, sebagai upaya membuktikan kebenaran proses terbentuknya individu adalah hasil dan atau mentransformasikan komunitasnya. Yang dimaksud dengan “terbentuknya individu sebagai hasil dari komunitasnnya” adalah pendidikan berperan besar dalam memproduksi ulang dan terus-menerus kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat. Dengan kata lain masyarakat membentuk anaknya melalui sekolah. Jadi argumen pada

7H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 46-47.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 251 bab ini adalah nilai-nilai yang dituntut masyarakat untuk diajarkan adalah nilai-nilai yang membangun pendidikan multikultural di Sekolah.

A. Modal Budaya Siswa Sebagai Elemen Reproduksi Budaya Tilaar berpendapat modal budaya sulit berubah dan diubah karena telah terbentuk selama bertahun-tahun, sehingga telah melekat pada diri seseorang. Oleh sebab itu, nilai negatif dari modal budaya dapat menjadi penghalang dalam perubahan sosial. Tilaar meyakini modal budaya dapat dibentuk melalui pendidikan, karena menurutnya modal budaya bukanlah sesuatu yang berkaitan dengan ras atau biologis tetapi merupakan sesuatu yang dilahirkan dan dikembangkan dalam suatu komunitas, apakah itu komunitas etnis atau komunitas suatu bangsa.8 Maslikhah menambahkan bahwa latar belakang peserta didik baik ditinjau dari aspek budaya, etnis dan agamanya merupakan akar pendidikan multikultural.9 Jadi modal budaya yang positif juga akan sangat membantu membangun pendidikan multikutural.

8H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 92. 9Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Salatiga dan Surabaya: PT Temprina Media Grafika Surabaya, 2007), 56- 57.

252 | Pendidikan Multikultural

Gambar 5.1 Peranan Pendidikan Dalam Tumbuh-Kembangnya Modal Budaya

Sumber H.A.R. Tilaar, Mengindonesiakan Etnisitas

Tilaar mengemukakan individu adalah mahluk sosial. Dia tidak dapat berkembang terisolasi terlepas dari keanggotaanya dari suatu komunitas. Komunitas yang pertama yang dihadapinya ialah keluarga. Dari keluargalah dia mengenal dan menghayati nilai-nilai dari komunitas yang menjadi pengikat dan di dalam wadah tersebut individu mengembangkan dirinya. Di dalam komunitas tradisional, nilai-nilai yang ditransmisikan dari generasi satu kepada generasi lainya melalui keluaraga. Di dalam masyarakat tradisional (gemeinscaft) atau paguyuban, nilai-nilai tersebut cenderung statis serta mengikat. Dalam masyarakat modern sebagai suatu gesellschaft, perkembangan pribadi semakin longgar dan menghargai kemampuan rasio manusia untuk

R e p r o d u k s i B u d a y a | 253 mengenal dan berdialog dengan dunia yang semakin meluas. Selanjutnya menurut Tilaar peranan komunitas etnis di dalam pembinaan dan pengembangan modal budaya di dalam masyarakat tradisional juga masih kuat.10 Gambar 5.1 menunjukkan perkembangan modal budaya melalui proses pendidikan. Pada BAB II.B.3 Pierre Bourdieu: Teori Reproduksi dalam Pendidikan, dibahas mengenai modal budaya dalam teori Bourdieu. Di sekolah, para siswa datang dari keluarga yang mempunyai modal budaya (cultural capital) masing- masing dalam bentuk relasi/pergaulan sosial, bahasa dan tradisi serta gaya hidup dan lain-lainnya. Modal budaya para siswa terwujud dalam tiga bentuk dalam kondisi menumbuh (embodied), dalam kondisi terobjektifikasi (objectivied), dan dalam kondisi yang terlembagakan (intitusionalized).11 Para siswa pada empat sekolah yang diteliti memiliki latar belakang yang berbeda. Mereka berkumpul di sekolah melakukan interaksi sosial tentunya dengan modal budaya yang mereka miliki. Interaksi sosial yang terjadi memiliki dua kemungkinan yaitu terjadi proses assosiatif dan disosiatif. Burhan Bungin mengatakan proses asosiatif yaitu terjadinya kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accommodation) dalam proses sosial. Akomodasi adalah proses sosial yang menunjukkan pada suatu keadaan yang seimbang (equilibrium) dalam interaksi sosial antara individu dan antar kelompok di dalam masyarakat, terutama yang ada hubungannya dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Proses sosial

10H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 58. 11Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2018), 33.

254 | Pendidikan Multikultural

tidak berhenti sampai akomodasi tetapi berlanjut dengan proses berikutnya yaitu asimilasi. Proses asimilasi ini menjadi penting dalam kehidupan masyarakat yang individunya berbeda secara kultural, sebab asimilasi yang baik akan melahirkan budaya-budaya yang dapat diterima oleh semua anggota kelompok dalam masyarakat.12 Siti Norma menambahkan satu lagi bentuk proses sosial yaitu amalgamasi, proses sosial yang melebur dua kelompok budaya menjadi satu, yang pada akhirnya melahirkan yang baru.13 Proses sosial kedua yaitu disosiatif, merupakan proses perlawanan (oposisi) yang dilakukan oleh individu- individu dan kelompok dalam proses sosial di antara mereka pada suatu masyarakat. Oposisi diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau kelompok tertentu atau norma dan nilai yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan persaingan (competition), kontroversi (controvertion) dan konflik (conflict).14 1. Proses Sosial yang Asosiatif di Sekolah Peneliti berargumen dalam interaksi sosial yang disebut sebagai proses sosial asosiatif memiliki indikator pendidikan multikultural. a. Kerjabakti Proses Interaksi Sosial: Cooperation Modal budaya pada siswa yang menumbuh (embodied) digunakan dalam kehidupan sehari-hari para

12H.M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2009), 58-62. 13Siti Norma, “Proses sosial,” dalam Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, ed. J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, (Jakarta: Prenada, 2014), 64. 14H.M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi…, 62.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 255 siswa ketika berinteraksi sosial. Interaksi terjadi pada dua arah asosiatif dan disosiatif, pada poin ini proses pendidikan multikultural terbangun. Peneliti mengobservasi kegiatan gotong royong dan kerja bakti di MAN 1. Pada sore hari minggu ketiga, peneliti melakukan observasi di MAN yaitu 22 Februari 2019, terdengar pengeras suara sekolah mengumumkan bahwa pada jam pelajaran terakhir para siswa diharapkan membersihkan daerah sekitar kelas dan kelas masing-masing. Seketika semua siswa di kelas berseru sebagai tanda senang, bahwa pelajaran terakhir hanya akan diisi dengan bersih-bersih bukan dengan belajar. Ketika peneliti berkeliling kelas, terlihat para siswa dengan bersemangatnya mengeluarkan ember, sapu, dan kain pel. Siswa mengangkat kursi-kursi ke atas meja, sehingga kolong meja dapat dengan mudah dibersihkan.15 Gambar 5.2 Gotong Royong di MAN 1 Pangkalpinang

Sumber: dokumen peneliti

15Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 22 Februari 2019.

256 | Pendidikan Multikultural

Beberapa siswa perempuan membersihkan jendela dengan menggunakan kain. Kelas yang sudah di sapu, segera dipel oleh siswa lainnya. Beberapa orang siswa terlihat memunguti sampah dari selokan di depan kelas. Mereka mengobrol sambil bekerja, dapat dilihat sangat menikmati acara pembersihan. Tetapi tidak semua siswa ikut terlibat dalam kegiatan ini, beberapa orang siswa juga terlihat duduk di kelas, ngobrol santai, tidak ikut pembersihan. Pertanyaan peneliti pada waktu itu kepada mereka adalah mengapa mereka tidak ikut gotong royong, mengapa siswa yang sedang ikut gotong royong tidak meminta mereka untuk terlibat? Saat itu salah satu siswa mengatakan bahwa tidak apa-apa jika beberapa siswa tidak mau ikut kegiatan pembersihan. Jadi yang terjadi adalah siswa yang gotong royong, banyak tetapi banyak juga siswa yang tidak terlibat kegiatan kerja bakti.16 Peneliti melihat bahwa hal ini sudah biasa terjadi. Gambar 5.2. Peneliti juga mengobservasi kegiatan gotong royong di SMK Bakti. SMK Bakti melakukan kegiatan pembersihan ketika menyambut Idul adha dan 17 Agustus HUT RI.

Gambar 5.3 Kerja Bakti di SMK Bakti

16Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 22 Februari 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 257

Sumber: dokumen peneliti

Para siswa bekerja sama ada yang menyapu, mengambil air, dan mendekorasi. Beberapa siswa laki-laki ada yang membersihkan jendela. Karena jendala sangat tinggi, mereka berdiri di atas meja. Ketika beberapa siswa bertugas membersihkan jendela, beberapa siswa lainnya bertugas memberikan koran bekas sebagai alat pembersih untuk membersihkan jendela. Peneliti melihat kerjasama mereka. Gambar 5.3. Salah satu siswa tersebut ada yang menyalakan HP, menghidupkan musik yang mereka sukai. Sambil membersihkan jendela sambil bernyanyi dan mendengarkan musik. Sementara itu di ruang kelas, beberapa siswa sedang mengepel suara mereka sangat ramai tetapi pekerjaan mereka berjalan dengan baik. Terlihat kursi- kursi dinaikan ke meja sehingga memudahkan untuk dibersihkan. Pada waktu kegiatan pembersihan terlihat siswa bergotong-royong, tetapi banyak juga siswa yang tidak ikut

258 | Pendidikan Multikultural

membantu, beberapa dari mereka terlihat duduk di koridor kelas, berkumpul bermain gitar, bernyanyi dan mengobrol.17 b. Akomodasi dalam Kegiatan Latihan Gabungan PIK-R Kegiatan latihan gabungan PIK-R pada 23 Agustus 2019, siswa SMK Bakti mengadakan latihan gabungan dengan PIK-R MAN 1, kegiatan diadakan jam 14.30 WIB di MAN 1. Para siswa SMK Bakti berangkat dari sekolah jam 14.00 WIB yang terdiri dari 24 orang siswa dengan mengendarai sepeda motor. Di MAN 1, di dalam aula telah disediakan karpet untuk siswa duduk, tampak pihak PIK-R MAN 1 telah menyiapkan tempat untuk menyambut teman- teman dari SMK Bakti.18 Ketika kegiatan dimulai, para siswa terlihat duduk terpisah di sebelah kiri siswa PIK-R MAN 1 dan sebelah kanan siswa PIK-R SMK Bakti. Kegiatan dimulai dengan sambutan dari guru Pembina PIK-R MAN 1, ibu Mustika dan Wakahumas MAN 1, pak Permana. Mereka berdua mengucapkan selamat datang kepada para siswa SMK Bakti. Setelah kata sambutan dari pembina dilanjutkan dengan kegiatan, yaitu kegiatan latihan gabungan PIK-R dipandu oleh Reza dari MAN 1. Reza meminta para siswa membentuk kelompok yang mencampurkan siswa MAN 1 dan SMK Bakti, masing masing berjumlah lima atau enam orang siswa. Selanjutnya, mereka melakukan salam GenRe sebagai berikut:

Salam GenRe. Salam. Remaja GenRe. Sehat, Cerdas, Ceria.

17Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 9 Agustus 2019. 18Observasi di SMK Bakti dan di MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 259

GenRe. Saatnya yang muda yang berencana. Saya GenRe sunguh luar biasa 3x Yes yes yes Oh indahnya Tinggi-setinggi angkasa Dalam-sedalam lautan Luas-seluas dunia Yes yes yes oh indahnya19

Setiap kelompok diberikan waktu 5 menit untuk berkenalan dan bertukar nomor HP. Kegiatan selanjunya adalah pemberian materi (lihat pada BAB IV halaman 114). Setelah pemberian materi, berlanjut pada sesi yel-yel. Masing-masing kelompok mendapat tugas menciptakan yel- yel dengan menggunakan materi yang telah disampaikan sebelumnya.20 Peneliti menyaksikan masing-masing kelompok bersemangat menciptakan yel-yel terkeren dan terlihat siswa MAN 1 dan SMK Bakti dalam kelompoknya masing-masing bergembira dan bekerja sama dalam kegiatan ini. Gambar 5.4.

19Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019. 20Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019.

260 | Pendidikan Multikultural

Gambar 5.4 PIK-R MAN 1 dan SMK Bakti dalam Latihan Bersama

Sumber: dokumen peneliti

Reza menceritakan bahwa kegiatan latihan gabungan tidak hanya dengan SMK Bakti, PIK-R MAN 1 juga telah mengadakan latihan gabungan dengan SMA Negeri 3, SMA Negeri 1 Petaling dan MA Darussalam. Salah satu latihan gabungan tersebut mereka unggah di Youtube.21 Di masa depan menurut Reza, PIK-R MAN 1 akan lebih meningkatkan lagi program-program mereka.22 Kegiatan latihan gabungan PIK-R MAN 1 dan SMK Bakti terlaksana karena modal budaya siswa yaitu modal menumbuh (embodied) bekerja dengan baik sehingga

21https://www.youtube.com/results?search_query=PIK+r +Mamopika+MAN+ 1+PKP. 22Wawancara dengan Reza, Pengurus PIK-R MAN 1, 23 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 261 bertambah modal sosial siswa-siswa tersebut akhirnya memudahkan dalam berinteraksi sosial. c. Bersalaman dengan Mencium Tangan dan Tersenyum Sebagai Bentuk Sapaan di Sekolah: Modal Budaya Pada tanggal 13 Februari 2019, peneliti mengobservasi MAN 1 dan berkunjungan ke laboratorium komputer. Kelas XII IPS 3 dijadwalkan mengikuti simulasi untuk persiapan Ujian Madrasah Berbasis Komputer (UMBK) pada mata pelajaran fiqih. Terlihat ibu Yatmi duduk diruangan mempersiapkan komputer, sekitar tiga menit dan siswa kelas XII IPS 3 datang, mereka berdiri di depan laboratorium. Mereka berbaris, masuk ke kelas satu persatu menyalami ibu Yatmi. Peneliti menyaksikan ketika mereka bersalaman mereka mencium tangan ibu Yatmi. Hal tersebut juga kembali dilakukan para siswa ketika keluar dari labratorium.23 Secara umum, tradisi mencium tangan ketika bersalaman dengan orang yang lebih tua merupakan sebuah budaya kesopanan yang masih lestari di Indonesia. Sejak kecil orang tua sudah mengarahkan anak-anaknya untuk mencium tangan orang yang dihormati karena umurnya, kemuliaan, atau ilmunya. Tradisi ini berasal dari ajaran para ulama tentang nilai pentingnya yang muda menghormati yang lebih tua. Sebagaimana hadis Nabi saw mangatakan dalam riwayat al-Tirmidzi dari „Abdullah bin „Umar Ra.

َِّ ِ ِ ٍ ِ ِ َِّ َّ أََّن َعْبَد اللو بْ َن عَُمَر َحَّدثَوُ، أَنَّوُ َكا َن ِف َسريَّة م ْن َسَرايَا َرُسول اللو َصلى اهللُ ِ َّ ِ َعلَْيو َو َسل َم قَاَل: فَ َحا َص النَّا ُس َحيْ َصةً، فَ ُكْن ُت فيَم ْن َحا َص قَاَل: فَ لََّما ب ََرْزنَا ِ ِ ِ ِ ِ قُ ْلنَا: َكْي َف نَ ْصنَ ُع َوقَْد فَ َرْرنَا م َن الَّزْحف َوب ُْؤنَا بالْغَ َضب؟ فَ ُقْلنَا: نَْد ُخ ُل الَْمدينَةَ

23Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 13 Februari 2019.

262 | Pendidikan Multikultural

ِ فَ نَتَثَبَّ ُت فيَها َونَْذَى ُب َوََل ي ََرانَا أَ َحٌد. قَاَل: فََد َخلْنَا فَ ُقلْنَا: لَْو عََر ْضنَا أَنْ ُف َس نَا ِ َِّ َّ ِ َّ ِ ِ َعلَى َرُسول اللو َصلى اهللُ َعلَْيو َو َسل َم، فَإ ْن َكانَ ْت لَنَا تَ ْوبَةٌ أَقَْمنَا، َوإ ْن َكا َن ِ ِ ِ َِّ َّ ِ َّ ِ َغْي َر ذَل َك ذََىْب نَا. قَاَل: فَ َجلَ ْسنَا لَرُسول اللو َصلى اهللُ َعلَْيو َو َسل َم قَ بْ َل َصََلة ِ ِ ِ ِ الَْف ْجر، فَ لََّما َخَرَج قُْمنَا إلَيْو فَ ُقلْنَا: ََْن ُن الَْفَّراُروَن فَأَقْ بَ َل إلَْي نَا فَ َقاَل: “ََل. بَ ْل َّ ِ ِ ِِ أَنْ تُ ُم الَْعكاُروَن .” قَاَل: فََدن َْونَا فَ َقبَّ لْنَا يََدهُ، فَ َقاَل: “إنَّا فئَةُ الُْم ْسلم َي ”

Bahwasanya Abdullah bin „Umar bercerita kalau ia pernah berada di sebuah rombongan pasukan pengintai (sariyyah) Rasulullah saw. Pasukan melarikan diri dan saya termasuk di antaranya. Setelah kita semua tenang, kita bertanya-tanya: “bagaimana ini? kita sudah lari dari musuh dan kita semua mengaku dengan muak (karena kalah)?” Kami berkata: “begini saja, kita masuk kota Madinah secara mengendap-ngendap dan tidak ada yang melihatnya. Dia berkata: “baik, kita masuk.” Lalu di antara kita ada yang berkata: “bagaimana kalau kita menghadap Nabi saw? Kalau kita dimaafkan kita akan tetap di Madinah. Jika tidak, kita akan keluar.” Ibn „Umar berkata: Kita duduk menunggu Nabi saw sebelum salat Subuh. Ketika beliau keluar, kami berkata: “wahai Nabi, kami orang-orang yang lari dari peperangan!” Nabi saw menjawab: “Tidak, kalian adalah para pasukan perang! Ibn „Umar berkata: “Kami mendekati Nabi dan mencium tangannya.” Nabi saw merespon dengan mengatakan: “saya adalah bagian dari umat muslim.”

Redaksi hadis di atas terdapat di dalam sunan Abu Daud. Selain Abu Daud, ulama hadis lainnya seperti al-Tirmidzi, al-Nasa‟i, ibn Majah, hingga al-Baihaqi juga menyebutkan redaksi hadis tersebut. Al-Tirmidzi memberikan kriteria

R e p r o d u k s i B u d a y a | 263 hadis tersebut sebagai hadis hasan.24 Walaupun hadis ini adalah hadis hasan, masyarakat Indonesia, tetap melakukannya sebagai bentuk penghormatan terhadap orang tua, guru, dan para ulama dan juga para pemimpin. Bersalaman dengan mencium tangan juga terlihat ketika observasi di tiga sekolah lainnya seperti di SMK Bakti, SMA Santo Yosef dan SMA Negeri 2 Pangkalpinang. Di SMA Negeri 2 ketika kegiatan upacara hari senin pagi bersalaman dengan mencium tangan juga dilakukan guru dengan kepala sekolah, walau ada beberapa guru yang tidak melakukannya.25 Di SMK Bakti, dua orang siswa yang baru lulus tahun 2019 datang ke sekolah untuk mengambil ijazah. Karena hari itu hari jumat dan kepala sekolah harus sholat jumat, sehingga kedua siswa tersebut harus menunggu karena keduanya bukan muslim. Kedua siswa tersebut mengobrol dengan para guru perempuan yang ada di ruang guru. Ketika bertemu mereka mencuim tangan guru-guru tersebut. Salah satu dari guru-guru tersebut adalah wali kelas mereka waktu kelas XII yaitu ibu Siti. Ibu Siti menyapa mereka berdua dengan riang, ia juga menanyakan apa pekerjaan mereka. Ia menceritakan pada peneliti dan guru- guru lainnya yang masih baru mengajar di SMK bakti betapa nakal tingkah laku mereka waktu di kelas XII. Namun, mereka berdua malah senyum dan bersemangat ketika diingatkan mengenai kenakalan mereka. Selanjutnya, ibu Empi datang menginformasikan bahwa kepala sekolah telah

24Muhammad Masrur, “Hukum Bersalaman Dengan Mencium Tangan” Bincang Syariah, 2 Mei 2018 (https://bincangsyariah.com/kalam/hukum-bersalaman-dengan- mencium-tangan/ (diakses 2 Januari 2020) 25Observasi di SMA Negeri 2 Pangkalpinang, 23 September 2019.

264 | Pendidikan Multikultural

kembali dari sholat Jumat, keduanya pamit dengan kembali menyalami sambil mencium tangan guru-guru.26 Sementara itu di SMA Santo Yosef, ketika ibu Erna memperkenalkan peneliti di kelas, para siswa berdiri mengucapkan salam dan ketika bel berbunyi tanda waktu pulang para siswa kembali berdiri mengucapkan salam. Ketika para siswa keluar kelas satu persatu menyalami kami berdua dengan mencium tangan. Juga ketika saya sedang berjalan di koridor sekolah dan berapapasan dengan siswa. Siswa tersebut menyapa saya sambil tersenyum.27 Ketika sedang observasi keliling kelas-kelas di keempat sekolah yang menjadi fokus penelitian ini, peneliti sering berpapasan dengan siswa dan guru-guru, mereka selalu tersenyum ramah.28 Peneliti berpendapat bahwa keramahan tersebut bukan karena direkayasa melainkan kebiasaan yang telah lama ada dalam budaya masyarakat Pangkalpinang (Lihat BAB III. B. Kearifan Lokal memproduksi Masyarakat Pangkalpinang) sehingga membentuk kebiasaan siswa dan guru di sekolah.

2. Proses Sosial yang Disosiatif di Sekolah Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari siswa mengalami proses-proses sosial yang disosiatif, tapi bagaimana siswa menyelesaikannya adalah bagian yang menarik untuk dijelaskan. Karena siswa adalah hasil dari bentukan budayanya. Siswa menyelesaikan dan

26Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 30 Agustus 2019. 27Observasi di SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 28 Maret 2019. 28Observasi Empat Sekolah Pada Penddikan Menengah di Pangkalpinang, Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 265 mengahadapi permasalahan disesuaikan dengan kebiasaan yang dia ketahui yaitu yang mereka pelajari dari pengalamannya a. Hanafi yang Menginginkan Handphone (HP) Pada Februari 2019 peneliti mewawancarai Hanafi siswa kelas XII IPS tahun ajaran 2018/2019. Pada awalnya, Hanafi memulai dengan banyak bertanya mengenai apa yang peneliti lakukan di sekolahnya. Ternyata, kami satu kampung yaitu Tuatunu yang merupakan salah satu desa di kota Pangkalpinang. Hanafi mempunyai orang tua yang berkebun, mereka menanam nanas, keladi, dan sahang (merica putih). di Tuatunu menanam nanas adalah pekerjaan yang hampir ditekuni oleh semua orang. Hanafi mendapatkan uang jajan setiap hari Rp.10.000. Dengan uang itu Hanafi mengikuti arisan di kelas, dan membeli HP yang dia pakai sekarang. Berikut hasil wawancaranya:

Orang tua saya tidak dapat membelikan HP. Teman- teman cewek menawari saya untuk ikut arisan di kelas. Waktu itu karena saya menggunakan uang jajan saya untuk ikut arisan, terpaksa saya membawa bekal untuk makan siang. Kadang saya membawa lauk seadanya dan saya juga membawa minuman dari rumah demi pengiritan. Ketika saya menang arisan saya langsung membeli HP. Sejak punya HP, mempermudah saya mendapat informasi terutama tentang tugas sekolah dan mempermudah saya membuat janji dengan teman-teman jika bermain bola. Untuk kuota internet saya gunakan wifi, atau membeli dengan menggunakan uang jajan29

29Wawancara dengan Hanafi, siswa MAN 1 Pangkalpinang, 13 Agustus 2019.

266 | Pendidikan Multikultural

Wawancara dengan Hanafi ini mengingatkan peneliti akan wawancara dengan Intan salah satu siswa di SMA Negeri 1 Pangkalpinang, saat peneliti melakukan pra- penelitianan dalam pemilihan sekolah yang akan menjadi lokasi penelitian. Intan menjelaskan bahwa membawa HP ke sekolah dilarang di SMA Negeri 1, tapi banyak tugas-tugas yang diberikan oleh guru diumumkan melalui HP. Sebagaimana menurut intan, sering teman-teman memutuskan tempat untuk kerja kelompok didiskusikan melalui HP. Jadi Intan membawa HP tapi tidak terlalu menunjukkannya di depan publik, karena jika guru mengetahui ada yang mambawa HP, HP akan disita dan mengambilnya harus membawa orang tua.30 Jadi HP banyak dipergunakan untuk keperluan komunikasi yang mudah dan cepat, tetapi disisi lain HP adalah alat komunikasi yang dilarang di sekolah. Kembali ke MAN 1 tahun ajaran 2019/2020, peneliti kembali mengunjungi MAN 1 untuk mengobservasi dan mendapatkan informasi baru. Informasi yang peneliti dapatkan bahwa membawa HP ke sekolah telah dilarang. Pada sore hari setelah bel pulang berbunyi, delapan siswa datang ke kantor guru, mereka ternyata menitipkan HP ke guru. Menurut Guru tersebut, siswa dilarang membawa HP ke sekolah, tetapi siswa diperbolehkan menitipkan HPnya ke guru piket untuk diambil sepulang sekolah. Kejadian ini kontra dengan yang peneliti saksikan ketika peneliti mengunjungi MAN 1. Ketika ada kegiatan Latihan Gabungan PIK-R MAN 1 dan SMK Bakti. Pada waktu itu, Raihan ketua PIK-R SMK Bakti ketika rombongan SMK Bakti tiba di MAN 1, ia menelepon Reza, ketua PIK-R MAN 1, memberitahukan bahwa siswa SMK Bakti telah

30Wawancara dengan Intan, siswa SMA Negeri 1 Pangkalpinang, Februari 2018.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 267 tiba. Akhirnya peneliti mewawancarai Hani, pengurus OSIS MAN 1, ia mengatakan bahwa sulit sekali untuk mengurus kegiatan tanpa HP, kita harus cepat mengurus sesuatu, seperti kita janjian untuk rapat, atau membahas persiapan kegiatan seperti kegiatan 17 Agustus, sosial media seperti WA sangat penting membantu berkomunikasi. Hani mengatakan semua aturan pelarangan membawa HP di sekolah karena siswa ada yang ketahuan menonton hal-hal yang tidak baik di Youtube, akibatnya aturan tersebut dikeluarkan. Hani sangat mengeluh untuk aturan baru tersebut.31 Berbeda di SMK Bakti, siswa diperbolehkan membawa HP ke sekolah, bahkan banyak kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan mengakses data melalaui HP. Penggunaan HP dilarang ketika guru tidak menyuruh membuka HP atau siswa tidak memperhatikan penjelasan guru karena sibuk dengan WA. Dalam observasi di SMK Bakti, ibu Ria bercerita telah menyita HP siswanya dan meminta ia membawa orang tuanya untuk menemui dia. Ketika wawancara langsung ibu Ria menjelaskan:

menggunakan HP di perbolehkan tetapi ketika proses belajar mengajar tidak diperbolehkan. Siswa yang HPnya saya sita tersebut, sibuk membuka instgram selagi saya menjelaskan materi pelajaran di kelas.32

Peneliti mewawancarai Joni di SMK Bakti. Pada bulan Agustus 2019 sangat banyak kegiatan di SMK Bakti,

31Wawancara dengan Hani, Siswa MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019. 32Wawancara dengan Ria, Guru SMK Bakti Pangkalpinang, 6 Agustus 2019.

268 | Pendidikan Multikultural

semua siswa sibuk mengikuti pelbagai kegiatan tersebut. Tapi tidak Joni, ketika peneliti mengelilingi sekolah yang terdiri dari lima lantai, peneliti bertemu Joni dilantai tiga, dia duduk di koridor dan memainkan Game Free Fire. Joni berhasil peneliti wawancarai. Dia menjelaskan bahwa tidak terlalu tertarik dengan seluruh kegiatan out door yang ada di sekolah. Joni juga menjelaskan bahwa ia tinggal di Semabung, mengendarai sepeda motor untuk sampai ke sekolah setiap harinya dan ia juga memiliki pacar (bahasa Bangka: tunang) yang sama-sama sekolah di SMK Bakti. Waktu itu semua teman-temannya keluar kelas untuk pelbagai kegiatan, namun ia hanya duduk di koridor depan kelasnya merasa senang angin bertiup kearahnya. Karena menurutnya kelas sangat panas walau sudah ada AC. Menurut Joni kelas hanya memiliki satu AC, jadi tidak dapat membuat kelas sejuk. Sambil berbicara dia terus memainkan Game Free Fire, karena terganggu dengan pertanyaan- pertanyaan yang peneliti ajukan, menyebabkan Joni tidak berkonsentrasi sehingga dia kalah. Saya ucapkan maaf telah menggangunya, dia tersenyum tidak apa-apa. Joni mengatakan kalah hal biasa, dia dapat mulai lagi.33 b. Kassa Tidak Bisa Menolak Permintaan Kepala Sekolah Permasalahan siswa sekolah menengah dalam menjalani kehidupan di sekolah masih akan menjadi diskusi yang menarik untuk dibahas. Kassa adalah siswa XII TN SMK Bakti. Ketika bertemu dengannya, dia duduk di tangga sekolahnya sambil menyaksikan dari jauh acara lomba semarak HUT RI ke 74 yang diadakan oleh OSIS SMK

33Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang 5-30 Agustus 2019. Wawancara dengan Joni, siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 20 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 269

Bakti. Kassa bercerita dia akan mewakili kelasnya untuk lomba makan kerupuk. Kassa mengatakan teman-teman sekelas memilih dia untuk ikut lomba makan kerupuk, apakah dia memiliki kemampuan untuk menang? Kassa tidak yakin mengenai itu. Kassa terus bercerita banyak hal yang dikerjakannya karena permintaan orang-orang disekitarnya yang tidak dapat ditolaknya. Kassa diminta orang tuanya tidak pacaran, maka dia tidak pacaran. Menurut Kassa, ia pernah pacaran tapi diintograsinya berjam-jam, jadi baginya pacaran tidak menarik karena yang dia tidak mau adalah diintograsi orang tua seperti telah melakukan kejahatan besar. Kassa juga menceritakan bahwa keikutsertaannya sebagai salah satu wakil sekolah dalam lomba ekonomi yang diadakan di sekolah juga karena diminta kepala sekolah.34

Waktu itu bapak datang ke kelas, turus memanggil dan langsung mengatakan “Kassa kamu ikut untuk kegiatan lomba cerdas cermat bidang ekonomi yang akan diadakan di Santo Yosef oleh Trisakti school of management (TSM) Jakarta. Bayangkan jika guru meminta kita melakukan sesuatu, sekelas kepala sekolah yang mengatakan permintaan seperti itu, jadi hanya satu kalimat yang terucap “iya pak” tidak dapat saya tolak.35

Kassa akhirnya terlibat pada kegiatan ini, tapi sayang kelompok yang Kassa ikuti dalam lomba cerdas cermat ekonomi tidak dapat ikut masuk final yang diadakan di SMA

34Wawancara dengan Kassa, Siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 19 Agustus 2019. 35Wawancara dengan Kassa, Siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 19 Agustus 2019.

270 | Pendidikan Multikultural

Santo yosef, yang masuk final adalah kelompok lainnya, karena SMK Bakti mengutus dua kelompok untuk ekonomi. Pada akhirnya kelompok cerdas cermat ekonomi di juarai oleh SMA Santo Yosef dan SMK Bakti untuk cerdas cermat ekonomi memenangkan juara tiga.36 Ketika observasi di SMA Negeri 2, peneliti menyaksikan bagaimana siswa diminta untuk terlibat pada kegiatan sekolah. Setiap tahun sekolah mengutus para siswanya untuk mengikuti lomba sains yang diadakan hingga ketingkat internasional, ternyata kegiatan-kegiatan seperti ini diawali dari setiap sekolah yang mempersiapkan siswanya. Sejak kelas satu para siswa telah disaring dan dilihat kemampuannya. Terpilihlah Rian yang akan dipersiapkan untuk olimpiade fisika. Pada awalnya Rian menolak, menurutnya, dia tidak dapat menanggung beban seberat itu karena klub ini akan menjadikan Rian sebagai wakil SMA Negeri 2 untuk ikut olimpiade fisika antar sekolah di Pangkalpinang. Akhirnya, Rian diminta datang ke kantor Wakasek di meja tamu telah menunggu ibu Raihan dan ibu Maria. Rian dibujuk dan dirayu diminta untuk ikut dalam klub fisika. Rian tidak dapat menolak, ketika Rian mengatakan ya, ibu Hani dan ibu Mela menjabat tangannya dengan yakin bahwa Rian tidak membuat keputusan yang salah.37

36Observasi Kegiatan Cerdas Cermat Ekonomi dan Akutansi di SMA Santo Yosef Pangkalpinang yang diadakan oleh Trisakti School of Management (TSM), 24-25 Agustus 2019. 37Observasi di SMA Negeri 2 Pangkalpinang,18 September 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 271 c. Rita Terlambat ke Sekolah dan Orang Tuanya Dipanggil ke Sekolah Setiap hari di MAN 1 selalu ada siswa yang terlambat. Bagi siswa yang terlambat akan diberi hukuman, mereka ditugaskan untuk bersih-bersih ada yang menyapu koridor sekolah, membersihkan jendela, membuang sampah, dan memunguti sampah di selokan. Setelah itu nama-nama mereka di catat di buku guru piket. Guru piket memberikan kertas bagi mereka, semacam keterangan keterlambatan mereka, sehingga mereka dapat masuk ke kelas dengan menunjukkan kertas tersebut kepada guru yang ada di kelas, bahwa mereka terlambat.38 Rita salah satu siswa yang terlambat lebih dari tiga kali, hukumannya selanjutnya memanggil orang tuanya. Di ruang guru terlihat orang tua Rita, guru piket, guru wali kelas dan guru BK berdiskusi mengenai keterlambatan Rita yang telah lebih dari tiga kali. Guru-guru MAN 1 mengharapkan perhatian dari orang tua Rita, agar Rita diingatkan untuk bangun pagi agar tidak terlambat. Orang tua Rita memberikan alasannya bahwa dia adalah ibu rumah tangga, karena kerepotannya memang tidak mengingatkan Rita untuk bangun pagi. Wacana pembicaraan melebar pada masalah salat Subuh, jika Rita salat Subuh pasti dia tidak akan terlambat lagi. Ibu Rita membawa bayinya yang berusia dua setengah tahun dan sangat tidak nyaman, dia merengek dan mulai menangis ketika pembicaraan mulai meninggi. Sementara Rita hanya duduk diam di pojok sofa, memangku adiknya yang menangis. Semua itu selesai dengan Rita berjanji untuk datang tepat waktu dan ibunya berjanji untuk mengingatkan Rita untuk datang tepat waktu ke sekolah.39 Keesokan harinya siswa terlambat tetap masih

38Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 25 Februari 2019. 39Observasi di MAN 1 Pangkalpinang 25 Februari 2019.

272 | Pendidikan Multikultural

ada dan di hukum yang sama, tapi Rita tidak terlambat lagi. Dia sudah datang lebih awal. Guru BK MAN 1, ibu Rima menjelaskan bahwa:

Hampir setiap hari siswa selalu ada yang terlambat, tapi jika berulang melebihi tiga kali biasanya ada masalah di rumah, atau ada kebiasaan yang tidak sesuai biasanya, adalah mereka banyak nonton di malam hari, main game, atau bergadang, yang seperti ini harus diberi peringatan karena mereka harus sekolah keesokan harinya. Setelah diberi peringatan hampir jarang siswa itu berulah. Biasalah anak-anak.40

B. Hubungan Timbal Balik antara Siswa dan Sekolah serta Kebudayaan: Habitus Menurut Bourdieu, habitus adalah sistem disposisi yang bertahan lama dan dapat dialihkan atau dipindahkan atau struktur yang terstruktur dan menstrukturkan.41 Jadi habitus adalah kerangka penafsiran untuk memahami dan menilai realitas dan kerangka penafsiran untuk memahami praktik-praktik kehidupan.42 Bourdieu berkesimpulan bahwa antara individu dan komunitas serta kebudayaan mempunyai hubungan timbal-balik. Dengan latar belakang inilah kita dapat mengerti konsep-konsep Bourdieu mengenai habitus, lapangan (field) dan modal budaya. Budaya merupakan pokok yang sangat penting di dalam pemikiran Bourdieu.

40Wawancara dengan Rima Cahyani P., Guru BK di MAN 1 Pangkalpinang, 27 Februari 2019. 41Pierre Bourdieu. Outline of a Theory of Practice, (Cambridge: Cambridge University Press, 1977), 72. 42H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 89.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 273

Budaya menuju kepada dunia pengetahuan, ide, objek-objek yang seluruhnya merupakan dasar dari aktivitas manusia. Termasuk di dalam kebudayaan ialah pendidikan. Bourdieu mengilustrasikan adanya dua jenis tradisi di dalam studi kebudayaan. Pertama, tradisi strukturalisme. Kebudayaan merupakan instrumen komunikasi dan ilmu pengetahuan. Kebudayaan merupakan struktur yang terstruktur yang terdiri dari tanda-tanda yang merupakan kesepakan- kesepakatan umum (consensus). Kedua, tradisi fungsionalisme. Tradisi melihat kebudayaan sebagai kekuatan-kekuatan biologis atau politis dalam memaksakan suatu keteraturan sosial (social order). Bourdieu mengkeritik kedua jenis tradisi tersebut. Menurut Bourdieu, pandangan strukturalisme terlalu menekankan kepada masyarakat primitif. Pandangan fungsionalisme terlalu melihat kebudayaan sebagai kekuatan dalam mempertahankan kontrol sosial. Bourdieu berupaya untuk merekonstruksikan kedua jenis tradisi tersebut. Dia melihat struktur objektif yang dikemukakan oleh pandangan strukturalisme bukan hanya berstruktur tetapi dalam proses menstrukturkan (structuring). Dengan kata lain struktur menunjukkan adanya kekuatan dinamis dan bukan statis.43 Bourdieu dalam bukunya Theory of Practice menginginkan sebuah teori yang sifatnya objektif dan dapat digeneralisasikan tetapi tetap memperhitungkan individu sebagai pencetus ide dan perbuatan. Dengan kata lain, teori Bourdieu tentang praktik yaitu dalam bidang kehidupan dan kegiatan praktis manusia (praksis) bertumpu pada pengertiannya tentang kebudayaan yaitu cara-cara masyarakat mengorganisasikan diri dalam melahirkan ide-

43H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 90.

274 | Pendidikan Multikultural

ide dan sebaliknya ide-ide tersebut membentuk dan mengorganisasikan masyarakat itu.44 Habitus tindakan manusia merupakan suatu dialektik antara pemikiran dan aktivitas individu dengan dunia yang objektif. Hubungan dialektik ini berupa habitus dan lapangan/arena (field). Habitus mengimplikasikan adanya pengalaman masa lalu yang disimpan oleh manusia di dalam skema-skema seperti persepsi, pemikiran dan perbuatan yang menjamin adanya ketepatan secara praksis atau konsistensi dalam waktu. Habitus memungkinkan untuk memproduksi secara bebas pelbagai pemikiran, persepsi dan tindakan di dalam kondisi-kondisi tertentu. Di dalam kondisi-kondisi tertentu, inti dari habitus adalah struktur. Struktur merupakan penghubung antara objektivitas dan subjektivitas. Di dalam hal ini individu merupakan pelaku dari tindakan-tindakan, baik secara sadar maupun tidak sadar. Tindakan-tindakan praktis individu dalam habitus tertentu diaktualisasikan di dalam suatu lapangan yang objektif. Apabila habitus membawa kepada titik perhatian yaitu hal-hal yang subjektif, maka lapangan fokus kepada hal-hal yang objektif. Lapangan dapat dikatakan suatu sistem terstruktur dari relasi-relasi sosial pada tingkat mikro dan makro. Hal ini berarti individu, lembaga-lembaga komunitas baik besar maupun kecil seluruhnya berada dalam hubungan struktural satu dengan yang lain. Hubungan- hubungan inilah yang menghasilkan kegiatan-kegiatan sosial di dalam pelbagai bentuknya.45 Habitus merupakan suatu sistem kebiasaan yang tahan lama berisi disposisi-disposisi yang berubah-ubah dan

44H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 91. 45H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 92.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 275 struktur-struktur yang membuat berstruktur (menstrukturkan) dalam pembentukan praksis atau tindakan. Habitus dapat tampak dalam hal-hal berikut: 1) sebagai kecenderungan-kecenderungan empiris untuk bertindak seperti di dalam gaya hidup (life style) 2. motivasi atau preferensi serta cita rasa dan emosi 3) prilaku yang telah mendarah daging 4) kosmologi 5) keterampilan dan kemampuan sosial praktis 6) aspirasi-aspirasi yang berkaitan dengan perubahan hidup serta karya seseorang. Habitus merupakan aktivitas yang tidak sadar atau non-reflektif. Habitus didasarkan kepada keputusan impulsif sehingga membuat seseorang bereaksi secara efisien di dalam kehidupannya. Hal yang negatif dari habitus ialah dapat berkaitan dengan ketidaksetaraan secara sistematis dalam masyarakat yang diatur melalui sistem kekuasaan dan kelas.46 Ketika observasi, peneliti menyaksikan pelbagai kegiatan untuk menyambut 17 Agustus HUT RI. Ada dua kegiatan yang dipersiapkan yaitu kegiatan 17 Agustus di sekolah dan persiapan 17 Agustus untuk kegiatan di luar sekolah. Ketika kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan, terlihat terjadi hubungan timbal-balik antara siswa dan sekolahnya dalam habitus sehingga terstruktur dan menstrukturkan.

1. Persiapan dan Upacara 17 Agustus di SMK Bakti: Ritual Tahunan Kegiatan tahunan adalah bentuk budaya sekolah yang terjadi setiap tahun. Pada bulan Agustus observasi dilakukan di SMK Bakti, peneliti melihat banyak sekali kegiatan yang difokuskan untuk menyambut 17 Agustus, yaitu persiapan upacara 17 Agustus seperti latihan para

46H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 92.

276 | Pendidikan Multikultural

anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), dan persiapan aubade upacara 17 Agustus. 22 orang siswa latihan menyayikan lagu Indonesia Raya dan pelbagai lagu kebangsaan lainnya, salah satunya “Pantang Mundur” dengan versi (sebuah kelompok vokal remaja beranggotakan sembilan orang).47 Pada latihan upacara persiapan 17 Agustus, pada 14 Agustus 2019 ketika mengobservasi kegiatan latihan peneliti mengobrol dan bercanda dengan para siswa petugas upacara (petugas pembawa teks pancasila, teks doa, teks proklamasi) dan Paskibra. Ketika itu salah satu siswa mengomentari teks doa yang akan dibaca oleh kepala sekolah. Salah satu siswa membuka teks doa tersebut dan berpura-pura menjadi kepala sekolah dan membacanya. Salah satu siswa mengatakan “kita orang Cina tidak boleh membaca ini.” Siswa yang membaca mengatakan “mengapa tidak boleh, apa masalahnya.” Siswa tersebut menjawab sambil tersenyum “nanti kamu tidak dapat ke surga.” Siswa yang membaca terlihat serius menjawab “aku orang baik kenapa aku tidak boleh ke surga hanya karena baca teks doa orang Islam.” Beberapa siswa yang mendengarkan berseru kepada siswa yang membaca teks tadi “dia itu bercanda, kamu sudah masuk dalam jebakannya,” sang siswa berkata “sial,” tiba- tiba mereka semua tertawa. Namun sebenarnya peneliti adalah satu-satunya yang tidak dapat tertawa mendengar percakapan tersebut. Mereka mengatakan kepada peneliti “kami bercanda ibu.” Salah satu siswa menjelaskan:

Ibu (peneliti) jangan didengarkan temen-temen hanya bercanda, kami selalu saja saling bercanda. Teman-teman beragama Islam atau Konghucu sudah

47Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 16 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 277

sangat memahami, mungkin orang yang baru mendengar cara bercanda kami jadinya akan terlihat aneh mungkin menakutkan.48

Ada aba-aba untuk segera memulai latihan dari pak Hanung dan ibu Novi, mereka segera berhenti bercanda dan berubah serius. Terlihat keseriusan dari wajah dan gestur tubuh mereka, ada tanggung jawab untuk terlihat bagus ketika upacara 17 Agustus nanti.49 Saya juga menyaksikan bercanda beberapa siswa dalam persiapan Jumbara yang diikuti siswa SMK Bakti, ketika di ruang PMR mereka mempersiapakan draf Mading yang akan diikutkan lomba, empat orang siswa sedang bekerja bersama pada waktu salat Ashar, salah satu siswa yang berjilbab mengatakan ‟saya permisi salat Ashar,‟ salah satunya menjawab ‟saya juga mau salat Asar,‟ tiba-tiba siswa tadi berseru ”hei, kenapa kamu salat,‟ siswa tersebut menjawa ‟ya saya Islam,” serentak tiga orang siswa lainnya menjawab ”serius.” Saya Islam, saya memang tidak memakai jilbab tapi saya Islam. Siswa lainnya menjawab kenapa kamu bermata sipit dan berkulit putih seperti aku dan tidak berjilbab,” Siswa tersebut menjawab ”karena aku Islam keturunan Cina.” Oooo.. kata ketiganya berbarengan sambil tersenyum. Selanjutnya keduanya pergi ke musala di lantai empat gedung sekolah.50 Pada tanggal 16 Agustus 2019, diadakan gladi bersih untuk persipan 17 Agustus. Gladi bersih diikuti oleh

48Wawancara dengan Siswa Paskibra SMK Bakti Pangkalpinang, 16 Agutus 2019. 49Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 16 Agustus 2019. 50Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 30 Agustus 2019.

278 | Pendidikan Multikultural

Paskibra, petugas upacara, dan paduan suara, dipersiapakan juga piano dan sound system. Setelah latihan terpisah, pada hari ini disatukan dalam kegiatan gladi bersih. Pak Hanung dan ibu Chen-chen dan ibu Voni menjandi pemandu kegiatan tersebut. Pada waktu itu jam 13.45 WIB cuaca sangat panas, siswa-siswa tetap bersemangat. Ketika gladi bersih dimulai, siswa paduan suara berbaris rapi, disampingnya berdiri petugas upacara, Paskibra juga sudah siap dan gladi bersih berjalan lancar.51 Selagi kegiatan gladi bersih, kegiatan di kelas-kelas adalah ada yang belajar bersama para guru dan ada yang masih mendekorasi kelasnya agar menjadi indah, rapi dan semarak sesuai dengan tema 17 Agustus, Semarak HUT RI ke 74 SMK Bakti Pangkalpinang.52

Gambar 5. 5 Kepala Sekolah, Guru dan Para Siswa Melaksanakan Upacara 17 Agustus di SMK Bakti

Sumber: dokumen peneliti

51Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 16 Agutus 2019. 52Observasi dan Wawancara dengan Siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 16 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 279

Pada Sabtu 17 Agustus 2019 peneliti mengobservasi upacara 17 Agustus. Semua anggota sekolah hadir di lapangan sekolah pada jam 07.30 WIB upacara 17 Agustus dimulai. Para guru dan siswa berbaris rapi ketika acara dimulai. Guru menggunakan pakaian seragam biru dongker dan guru perempuan yang berjilbab wajib, berjilbab merah. Rangkaian upacara di mulai dengan pemberian hormat pada pemimpin upacara, pengibaran bendera merah putih diiringi lagu Indonesia Raya oleh kelompok paduan suara, pembacaan teks proklamasi oleh pembina upacara, pembacaan teks pancasila, dan menyanyikan pelbagai lagu kebangsaan oleh kelompok paduan suara yang diiring piano. Pembacaan doa yang dipimpin oleh pembina upacara. Pada observasi terlihat semua anggota sekolah sangat serius mengikuti seluruh kegiatan upacara, walau berbeda agama dan etnis semua adalah bangsa Indonesia. Ketika membaca doa, teks doa yang dibacakan oleh pembina upacara didominasi oleh agama Islam, tetapi dari observasi tidak ada siswa yang tidak beragama Islam atau guru yang tidak beragama Islam merasa tidak nyaman, terlihat biasa saja, semuannya berdoa dengan tenang. Gambar 5.5.53

2. Perayan Tahunan: HUT RI di Sekolah Untuk kegiatan perayaan HUT RI, observasi dilakukan di dua sekolah yaitu SMK Bakti dan MAN 1 Pangkalpinang. a. Perayaan HUT RI ke 74 di SMK Bakti Pada hari Minggu 18 Agustus 2019, di lapangan sekolah disiapkan tenda dan panggung yang didekorasi.

53Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 17 Agustus 2019.

280 | Pendidikan Multikultural

Pada hari Senin-Selasa 19-20 Agustus 2019, kegiatan Semarak HUT RI ke 74 dilaksanakan. Panitia kegiatan adalah OSIS sekolah. Pelbagai perlombaan yang diadakan adalah:

1) Pecah balon peserta putra dan putri 2 orang. 2) Gebuk bantal putra dan putri 1 orang. 3) Sendok kelereng peserta putra dan putri 1 orang. 4) Paku botol 2 putra dan 1 putri per kelas. 5) Makan kerupuk putra dan putri per kelas. 6) Karauoke 1 orang per kelas dengan pilihan lagu yang akan dilombakan adalah bendera, gebyar-gebyar, dari mata sang garuda dan Indonesia Raya.54

Kegiatan Semarak HUT RI ke 74 di SMK Bakti sangat meriah, sementara ada yang bersenang-senang menyaksikan acara dan ikut berpartisipasi dalam perlombaan, ada beberapa siswa tetap di kelas tidak berminat terlibat pelbagai kegiatan yang ada. Beberapa siswa perempuan duduk dan mengobrol di kelas dan beberapa siswa laki-laki bermain HP seperti Mobile Lagend dan Free Fire.55

b. Perayaan HUT RI ke 74 di MAN 1 Pangkalpinang Pada tanggal 23 Agustus 2019, peneliti melakukan kunjungan ke MAN 1 dalam rangka kegiatan latihan gabungan PIK-R MAN 1 dan SMK Bakti, tetapi pada hari itu MAN 1 sedang mengadakan kegiatan perayaan Hut RI ke 74. Kegiatan yang saya saksikan adalah lomba drama

54Dokumen SMK Bakti Pangkalpinang Kegiatan Semarak Hut RI ke 74 Tanggal 19-20 Agustus 2019. 55 Observasi di SMK Bakti Pangkalpinang, 19-20 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 281 dengan tema HUT RI. Masing-masing kelas menampilkan drama dengan kesempatan waktu penampilan berdurasi 10 menit. MAN 1 memiliki panggung permanen yang menghadap ke lapangan bulu tangkis. Acara ini ditonton oleh para siswa dan para guru, meraka menyaksikan dengan duduk di koridor sekolah dan lapangan bulu tangkis. Di belakang panggung masing-masing siswa dari setiap kelas bersiap-siap memberikan penampilan terbaik.56 Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Penampilan Siswa MAN 1 Sebagai Pejuang Kemerdekaan 1945

Sumber: dokumen peneliti

Para siswa tersebut ada yang berperan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), untuk lebih menjiwai perannya, mereka mencoret-coret mukannya dengan warna hitam dan putih. Ada yang membawa bambu yang diikat

56Observasi di MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019.

282 | Pendidikan Multikultural

bendera merah putih, bajunya dirobek-robek layaknya TNI yang berjuang demi kemerdekaan RI melawan Belanda. Selain itu ada yang berperan menjadi suster dengan menggunakan pakaian putih berlambang palang merah, dan ada yang berperan menjadi tentara Belanda dengan menggunakan pakaian militer bergaya kompeni membawa pistol dan senapan mainan.57 Pada kegiatan tersebut terlihat para guru dan kepala sekolah duduk di depan, mereka juga tertawa senang dengan penampilan para siswa di atas panggung. Ibu Eka mengatakan sangat tidak menyangka bahwa para siswa ternyata sangat kreatif, tanpa bermodal uang, mereka dapat tampil dengan sangat menarik dan tanpa latihan akting sebelumnya.58

3. Pelbagai Kegiatan Merayakan HUT RI ke 74 Antar Sekolah di Kota Pangkalpinang Sebagaimana observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti menyaksikan beberapa kegiatan merayakan HUT RI ke 74 yang dilaksanakan dua lembaga yaitu Direktorat Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan kegiatan yang diselenggarakan oleh Komando Resor Militer 045/Garuda Jaya. a. Pawai dan lomba Baris-Berbaris 17 Agustus di Pangkalpinang Setiap tahun pemerintah Provinsi Bangka Belitung menyelenggarakan Pawai di ibu kota provinsi, Pangkalpinang yang menjadi pusat perayan HUT Kemerdekaan RI ke 74. Panitia kegiatan ini adalah

57Observadi di MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019. 58Wawancara dengan guru MAN 1 Pangkalpinang, 23 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 283

Kesbangpol. Kegiatan diselenggarakan pada tanggal 19-25 Agustus 2019. Diawali dengan lomba baris-berbaris diselenggarakan dengan peserta mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah. Lomba baris-berbaris dilaksanakan di Gedung Olahraga (GOR) Sahabuddin mulai tanggal 19-21 Agustus.59 Observasi kegiatan lomba baris- berbaris peneliti lakukan pada hari terakhir yaitu tanggal 21 Agustus 2019. Peserta lomba baris-berbaris untuk tingkat Sekolah Menengah dikuti oleh 26 sekolah yang ada di Pulau Bangka, masing-masing mengutus dua kontingen yaitu kontingen putra dan putri jadi total peserta 53 kontingen. Sekolah yang menjadi fokus penelitian ini juga ternyata ikut dalam lomba baris-berbaris ini yaitu MAN 1 Pangkalpinang putra dengan nomor 32, MAN 1 Pangkalpinang putri dengan nomor 33, SMA Santo Yosef Pangkalpinang mengirim satu kontingen nomor 3, SMA Negeri 2 putra nomor 16, SMA Negeri 2 putri nomor 17.60 SMK Bakti, sekolah yang menjadi peserta kegiatan adalah peserta yang ke 53 putri dan 52 putra atau peserta yang terakhir. Gambar 5.7. Pada hari pertama, peneliti memulai observasi di SMK Bakti yaitu 4 Agustus. Peserta lomba baris-berbaris SMK Bakti telah memulai latihannya. Dimulai dengan latihan di lapangan sekolah, masing-masing berjumlah 21 orang putra dan 21 orang putri. Latihan tidak hanya dilakukan di lapangan sekolah mereka juga latihan di GOR. Berdasarkan informasi dari wawancara yang peneliti lakukan. Para siswa telah latihan selama satu minggu. Mereka diizinkan tidak mengikuti dua jam pelajaran dalam

59Wawancara dengan Panitia Kegiatan PBB dari Kesbangpol, 21 Agustus 2019. 60Dokumen Kegiatan Perlombaan PBB Kesbangpol 2019.

284 | Pendidikan Multikultural

sehari.61 Menurut ibu Empi, SMK Bakti pernah menjuarai lomba baris-berbaris dan menjadi kebanggaan sekolah. Semua Piala yang diterima sekolah di pajang di koridor Sekolah.62

Gambar 5.7. Peserta Lomba Baris-Berbaris Regu Putra SMK Bakti

Sumber: dokumen peneliti

Sementera itu Kesbangpol mengatakan kegiatan pawai dan parade hias dijadwalkan pada tanggal 24 dan 25 Agustus 2019. Tanggal 24 Agustus 2019 jam 08.00 wib peneliti tiba di SMK Bakti, karena SMK Bakti juga mengikuti pawai perayan 17 Agustus, SMK Bakti mengusung tema anti korupsi. SMK Bakti membuat patung tikus yang besar dilambangkan sebagai koruptor, dan para siswa berpakaian seperti polisi, jaksa, hakim, pengacara pembela, dan berkomitmen untuk menangkap koruptor.

61Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5-30 Agustus 2019. 62Wawancara dengan Empi Nurul Adha, Wakakur SMK Bakti, 17 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 285

Sementara itu pelbagai sekolah menengah lain juga ikut meramaikan acara pawai dan parade 17 Agustus ini. Seperti MAN 1 Pangkalpinang menampilkan drumben MAN 1 yaitu Gema Persada. SMA Negeri 2 juga menampilkan pakaian pelbagai suku bangsa di Indonesia, sambil membawa slogan yang mengatakan Indonesia harus bersatu padu, yaitu Bhineka Tunggal Ika dan Garuda Pancasila. SMA Negeri 2 juga membawa miniatur jembatan penyeberangan, yang akan dibangun sebagai wujud kemajuan Provinsi Bangka Belitung, jembatan tersebut menghubungkan Provinsi Kep. Bangka Belitung dan Provinsi Sumatera Selatan.63 Gambar 5.8.

Gambar 5.8. SMA Negeri 2 dalam Pawai HUT RI ke 74

Sumber: dokumen peneliti

Dalam berita acara penetapan pemenang lomba baris-berbaris yaitu dalam keputusaan Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Kep. Bangka Belitung Nomor: 188.4/43?KESBANGPOL-II/2019 tanggal 13 Agustus 2019

63Observasi Kegiatan Pawai dan Parade Hut RI Ke 74 di Kota Pangkalpinang 24-25 Agustus 2019.

286 | Pendidikan Multikultural

juara dalam lomba baris-berbaris tingkat pendidikan menengah adalah sebagai berikut: Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Pemenang Lomba Baris-Berbaris No Jender Nama Regu Juara 1 SMK Negeri 2 Pangkalpinang I 2 Putra SMA Negeri 1 Pemali II 3 SMK Negeri 1 Pangkalpinang III 4 SMA Negeri 1 Air Gegas I 5 Putri SMK Negeri 2 Pangkalpinang II 6 SMA Negeri 2 Sungai Selan III Sumber: dokumen Kesbangpol 2019

Dari pengumunan tersebut sangat disayangkan sekolah/madrasah yang menjadi lokasi penelitian tidak satupun yang memenangkan kegiatan lomba baris-berbaris, namun tahun depan setiap sekolah tetap mengikuti kembali kegiatan ini, karena ini kebiasaan setiap tahunnya. b. Lomba Tari Kreasi antar Sekolah Kegiatan lomba tari kreasi ini diadakan oleh Komando Resor Militer 045/Garuda Jaya. Kegiatan perlombaan tari kreasi ini diikuti oleh sembilan sekolah yaitu SMA Negeri 2 Pangkalpinang, SMA Negeri 1 Namang, SMK Negeri 1 Toboali, SMA Negeri 4, SMK Negeri 1 Pangkalpinang, SMA Negeri 3 Pangkalpinang, SMK PGRI Pangkalpinang, SMA Negeri 1 Sungailiat, dan SMK Bakti Pangkalpinang. Kegiatan ini telah menjadi kegiatan tahunan dan telah diselenggarakan selama tiga tahun. Kegiatan ini mengusung tema ”Melalui Kegiatan Komunikasi Sosial (komsos) kita tingkatkan rasa cinta tanah air, wawasan kebangsaan dan kesadaran berbangsa dan

R e p r o d u k s i B u d a y a | 287 bernegara serta menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI di wilayah korem 045/Garuda Jaya.” 64 Sambutan dari Komandan Kodim 045 mengatakan tujuan kegiatan komunikasi sosial kreatif selain diadakan perlombaan tari kesenian, juga menjadi tempat untuk berekreasi dalam mengembangkan bakat para pelajar khususnya seni, sehingga dapat memberikan dampak positif dalam melestarikan serta menjaga kesenian budaya khas daerah. Kegiatan ini diharapkan efeknya adalah menciptakan kebersamaan. Dengan kebersamaan yang terbentuk dari kegiatan ini, diyakini pasti memungkinkan dapat bersatu dengan dalam suasana damai dan tentram. Lebih lanjut Komandan Kodim 045 mengatakan sangat penting membangun rasa persaudaraan dengan melalui kegiatan- kegiatan yang bernuansa kebersamaan. Kegiatan ini diharapkan dapat menyambung tali silaturahmi di antara kita.65 SMK Bakti menggunakan tema tari ”Pegi Nanggung.” Tari tersebut diangkat dari tradisi upacara adat Provinsi Kep. Bangka Belitung pada peringatan hari-hari besar agama Islam yaitu Nganggung. Pegi Nganggung merupakan tradisi di mana warga beramai-ramai membawa dulang berisi makanan ke Masjid. Tradisi ini masih dilakukan hingga sekarang untuk mempererat silaturahmi, kebersamaan, dan gotong royong, serta rasa syukur kepada Allah swt.66 Sebagaimana dijelaskan pada Bab III.B.4. Local Genius di Provinsi Kep Bangka Belitung. Tradisi nganggung

64Observasi Perlombaan Tari Kreasi di Korem 045/Garuda Jaya Pangkalpinang, 21 Agustus 2019. 65Observasi dengan Sambutan Komandan Kodim 045 Pangkalpinang, 21 Agustus 2019. 66Dokumen SMK Bakti Pangkalpinang, Sinopsis Tari “Pegi Nganggung.”

288 | Pendidikan Multikultural

ini menjadi local genius yang merupakan identitas masyarakat yang menunjukkan sistem nilai dan pandangan hidup masyarakat Pangkalpinang. Pemenang perlombaan tersebut adalah SMK Negeri 1 Toboali meraih juara satu, SMK Negeri 1 Pangkalpinang meraih juara dua, dan SMA Negeri 4 Pangkalpinang meraih juara tiga. Sayangnya, tahun ini SMK Bakti belum beruntung.67

C. Budaya Sekolah Mendidik disposisi Siswa: Reproduksi Budaya Tiedt dan Tiedt dalam buku Multicultural Teaching memberikan ide dalam mengajarkan pendidikan multikultural yaitu bisa dengan mengenalkan dan merayakan berbagai perayaan agama dan etnis. Menurut keduanya, aktivitas ini dapat membantu dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, mendiskusikan isu-isu fundamental mengenai identitas, ras dan mengembangan keahlian yang esensial dalam menghadapi kehidupan dunia yang komplek. Caranya yaitu guru dapat meminta para siswa untuk membuat kalender yang menunjukan perayaan masing-masing agama, ras, dan etnis. Siswa tersebut diminta menjelaskan apa saja yang dilakukan pada waktu perayaan tersebut atau menjelaskan latar belakang hari tersebut menjadi perayaan agama siswa tersebut. Ide tentang menuliskan perayaan-perayaan tersebut oleh Tiedt dan Tiedt dibagi tiga bagian yaitu sebagai berikut:

Setiap kalender yang dibuat siswa meliputi: hari ulang tahun masyarakat Amerika dari pelbagai

67Observasi Kegiatan Perlombaan Tari Kreasi di Korem 045/Garuda Jaya, 21 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 289

kelompok etnis; hari-hari penting dalam sejarah masing-masing kelompok; hari libur dan fistival budaya keagamaan.68

Pada sekolah yang peneliti teliti terlihat adalah para siswa merayakan hari raya keagamaan masing-masing dan siswa yang berbeda agama memakluminya. Sekolah mengizinkan dan terkadang memfasilitasi perayaan keagaman diadakan di sekolah. Ketika sekolah memfasilitasi perayaan agama masing-masing siswa peneliti beargumen bahwa semuanya ini membuat mereka secara tak sengaja membangun budaya sekolah dalam konteks pendidikan multikultural.

1. Izin Pulang dari Sekolah Karena Merayakan Ibadah Keagamaan Perayaan sembahyang kubur (Ceng Beng) pada tahun 2019 yaitu pada tanggal 5 April. Ketika perayaan sembahyang kubur ini dilaksanakan oleh keluarga Cina di Pangkalpinang, peneliti sedang melakukan observasi di SMA Santo Yosef. Peneliti mewawancarai pegawai perpustakaan yang beretnis Cina, ibu Rohana. Ibu Rohana, menjelaskan ia dan keluarga berencana melakukan sembahyang kubur hari Jumat setelah ia pulang kerja yaitu 11.00 WIB (SMA Santo Yosef belum memberlakukan full day school). Senin 8 April 2019, peneliti bertemu kembali dengan ibu Rohana menurutnya hari Jumat lalu ia dan keluarga telah melaksanakan sembahyang kubur. (lihat BAB III B.2 Pelbagai Perayaan Agama di Bangka). Dalam perayaan ini, teman-temannya sewaktu SMA yang merantau

68Pamela L. Tiedt, dan Iris M. Tiedt, Multicultural Teaching a Hanbook of Activities, Information and Resources, (United Stated: Pearson Education, 2005), 250.

290 | Pendidikan Multikultural

ke luar Bangka banyak yang pulang kampung untuk melakukan ritual sembahyang kubur. Jadi di hari minggu dia pergi mengunjungi teman-temannya. Menurut ibu Rohana, mereka makan bersama sambil mengenang kebersamaan di masa SMA. Sambil menunjukan foto-foto acara reuninya, ibu Rohana menceritakan satu per satu teman-temannya yang ada di foto tentang kesuksesan teman-temannya diperantauan. Ibu Rohana juga bercerita bahwa HPnya adalah hadiah dari salah satu temannya tersebut.69 Selanjutnya di SMK Bakti dua hari sebelum hari sembahyang rebut (Chit Ngiat/Chiong Shi Ku) peneliti diberitahu oleh ibu Aslilah dan ibu Marhama bahwa tanggal 13 Agustus 2019 adalah hari Sembahyang Rebut. Menurut mereka biasanya banyak siswa yang izin untuk melakukan Sembahyang Rebut.70 Sembahyang Rebut adalah hari yang dipercayai bahwa seluruh arwah akan turun ke bumi sejak permulaan bulan yaitu setiap tanggal 15 bulan 7 penanggalan imlek. Arwah tersebut, ada yang bergentayangan dalam keadaan terlantar, sehingga mereka sangat membutuhkan persembahan makanan. Dalam Sembahyang Rebut ini masyarakat beragama Konghucu memberikan persembahan makanan.71 Pada 13 Agustus 2019, sekolah memberi izin kepada 150 siswa yang hendak melaksanakan Sembahyang

69Wawancara dengan Rohana, Pegawai Perpustakaan SMA Santo Yosef Pangkalpinang, 8 April 2019. 70Wawancara dengan Aslilah dan Marhama, Guru SMK Bakti Pangkalpinang, 13 Agustus 2019. 71Vau-G, “Perayaan Chit Ngiat Pan /Chiong Shi Ku - Sembahyang Rebut di Bangka,” Kompasiana, 4 September 2017, https://www.kompasiana.com/vau- g/59ad6dd59f63cd392d31ccf2/perayaan-chit-ngiat-pan-chiong- shi-ku-sembahyang-rebut-bangka?page=all (diakses 3 Januari 2020).

R e p r o d u k s i B u d a y a | 291

Rebut. Siswa izin pulang dari sekolah mulai pada jam 10.30 WIB. Walaupun sekolah mengizinkan siswa untuk pulang, tidak semuanya juga mengajukan izin pulang. Salah satu siswa yang saya wawancarai menjelaskan bahwa melaksanakan sembahyang rebut tidak selalu di pagi hari, sebagai contoh adalah keluarganya yang melakukan sembahyang rebut di malam hari yaitu pada jam 19.00 WIB.72 Sekolah mengizinkan para siswa sebagai bentuk menghormati agama Konghucu. Tetapi menurut ibu Aslilah ritual sembahyang kubur ada setiap tahun, dan setiap tahun SMK Bakti mengizinkan para siswa untuk pulang lebih awal, Menurutnya ini hanyalah kebiasaan lama di SMK Bakti. Sekolah hanya meneruskan kebiasaan tersebut. Untuk siswa yang agama Islam, Kristen, Katolik, dan Budha tetap di sekolah belajar seperti biasa.73

2. Kegiatan di Bulan Ramadan 1440 H di Sekolah Sebagaimana studi dokumen yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti menemukan dua dokumen kegiatan sekolah di bulan Ramadan 1440 H yaitu di SMA SantoYosef dan di MAN 1. a. Buka Puasa bersama di SMA Santo Yosef Pada tanggal 31 Mei 2019, di SMA Santo Yosef diadakan kegiatan buka puasa bersama bagi siswa yang beragama Islam, orang tua siswa, kepala sekolah, para guru dan pegawai SMA Santo Yosef. Kegiatan meliputi

72Wawancara dengan siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 13 Aguustus 2019. 73Wawancara dengan Aslilah, Guru SMK Bakti Pangkalpinang, 13 Agustus 2019.

292 | Pendidikan Multikultural

pembukaan dan ceramah, salat Magrib berjamaah bagi yang beragama Islam, dan makan bersama.74 Gambar 5.9.

Gambar 5.9 Kegiatan Buka Puasa Bersama Para Siswa Dan Para Guru, Staf Dan Kepala Sekolah Santo Yosef

Sumber: Dokumen sekolah SMA Santo Yosef b. Kegiatan Ramadan di MAN 1 Pangkalpinang MAN 1 memiliki banyak kegiatan dalam menyambut Ramadan, kegiatan yang dilakukan oleh siswa- siswa MAN 1 pada bulan Ramadan yaitu berpartisipasi dalam ”pawai taaruf” yang di selenggarakan oleh pemerintah kota Pangkalpinang, mengadakan musabaqoh menyambut Ramadan, Juga mengadakan buka bersama mempererat tali silaturahmi keluarga besar MAN 1 dan melaksanakan safari dakwah Ramadan di desa Batu Betumpang Kecamatan Pulau

74Dokumen SMA Santo Yosef Pangkalpinang, Laporan Kegiatan Buka Puasa Bersama, 30 Mei 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 293

Besar Bangka Selatan.75 Berikut penjelasan kegiatan- kegiatan tersebut: Pada hari Sabtu 4 April 2019, MAN 1 berpartisipasi dalam kegiatan Pawai Taaruf dengan mengirimkan siswa- siswinya yaitu drumben MAN 1 yaitu Gema Persada, rohis ikhwan dan rohis akhwat. Kepala sekolah juga dewan guru ikut hadir dalam kegiatan ini seperti kepala MAN 1, dan para guru yaitu pak Gunalan, pak Yukri Ahkap, ibu Mira.S dan ibu Taslimah. Setiap tahun sesuai dengan kebiasaan, MAN 1 Pangkalpinang ikut sebagai peserta Pawai Taaruf mengumandangkan bulan suci Ramadan.76 Kegiatan ini dilaksanakan sore hari, dengan rute dari Alun-alun Taman Merdaka (ATM), Jl. Merdeka-Jl Ahmad Yani, Jl. K.H. Abdurrahman Siddik-Jl. Sudirman, lalu kembali ke ATM. Pawai taaruf menyambut Ramadan dilaksanakan setiap tahun di kota Pangkalpinang oleh pemerintah kota Pangkalpinang Provinsi Kep. Bangka Belitung. Pawai taaruf tersebut diikuti pelbagai pelajar dari lembaga pendidikan seperti TK/TPA/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA negeri dan swasta juga para pelajar dari lembaga pendidikan pondok pesanteran di kota Pangkalpinang.77 Pada pembukaan wali kota Pangkalpinang, Maulan Aklil mengatakan bahwa diharapkan dengan adanya kegiatan dapat terlaksana ukhuwah islamiyah dan

75Tim Jurnalistik MAN 1 Pangkalpinang, “MAN 1 Pangkalpinang Semarakkan Kegiatan di Bulan Ramadhan 1440 H,” Ar-Rasyid Majalah Madrasah Aliyah Negeri 1 Pangkalpinang, edisi ke 24, (Pangkalpinang: MAN 1Pangkalpinang, 2019), 26-27. 76Tim Jurnalistik MAN 1 Pangkalpinang, “MAN 1 Pangkalpinang…, 6. 77Tim Jurnalistik MAN 1 Pangkalpinang, “MAN 1 Pangkalpinang…, 6.

294 | Pendidikan Multikultural

silaturahmi dalam membentuk karakter generasi yang mengedepankan akhlak agama.78 Berikutnya, MAN I mengadakan musabaqoh dalam menyambut Ramadan. Musabaqoh fahmil Qur‟ān (cerdas cermat mengenai isi kandungan al-Qur‟ān), tahfidz dan tafsir al-Qur‟ān dan imla‟ diselenggarakan sebagai kegiatan sebelum bulan Ramadan. Kegiatan tersebut dilaksanakan di MAN 1 Pangkalpinang pada hari Kamis dan Jumat tanggal 16 dan 17 Mei 2019. Peserta adalah perwakilan kelas X dan XI berjumlah 19 kelompok. Berikut data para pemenang lomba dari ketiga cabang perlombaan yang diselenggarakan: cabang musabaqoh fahmil Qur‟ān, juara 1 adalah perwakilan kelas XI IIA2, juara 2 adalah perwakilan kelas XI IIA1 dan Juara 3 perwakilan kelas X MIA3. Cabang musabaqoh tahfidz dan tafsir al-Qur‟ān, juara 1 adalah perwakilan XI MIA1, juara 2 adalah perwakilan kelas XI MIA 3 dan juara 3 perwakilan kelas XI MIA 2. Cabang imla‟, juara 1 adalah perwakilan kelas X MIA1, juara dua adalah perwakilan kelas X IIA2 dan juara tiga perwakilan kelas XIIA 1.79 Selanjutnya dalam merayakan bulan Ramadan diadakan buka puasa bersama mempererat tali silaturrahmi keluarga besar MAN 1 Pangkalpinang. Acara buka puasa bersama ini diadakan pada Jumat 17 Mei 2019. Acara dihadiri seluruh stakeholder MAN 1 yaitu orang tua siswa, para siswa-siswi kelas X dan XI, kepala MAN 1, guru, dan pegawai. Acara diawali dengan pembacaan ayat suci al-

78Muhammad Noordin, „187 Peserta Meriahkan Pawai Ta'aruf Menyambut Bulan Ramadan di Pangkalpinang”, Bangka Pos, 4 Mei 2019, https://bangka.tribunnews.com/2019/05/04/187- peserta-meriahkan-pawai-taaruf-menyambut-bulan-ramadan-di- pangkalpinang. (Diakses 5 Desember 2019). 79 Tim Jurnalistik MAN 1 Pangkalpinang, “MAN 1 Pangkalpinang…, 6.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 295

Qur‟ān dibawakan seorang siswa kelas XI MIA1. Selanjutnya, sambutan kepala MAN 1. Acara selanjutnya adalah ceramah agama oleh ustaz Hizroh S.Pd.I. Setelah ceramah agama dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama.80 Sebagai rangkaian terakhir dalam bulan Ramadan MAN 1 mengadakan safari dakwah Ramadan di desa Batu Betumpang yaitu pada Sabtu malam tanggal 14 Ramadan 1440 H. bertepatan dengan tanggal 18 Mei 2019. Kegiatan safari, selain untuk berdakwah juga merupakan pengimplementasian ilmu pengetahuan para siswa ekstrakurikuler rohis MAN 1 Pangkalpinang. Selain itu, tujuan kegiatan safari dakwah adalah untuk membina silaturahmi (ukhuwah islamiyah) antara MAN 1 Pangkalpinang dengan masyarakat desa Batu Betumpang. Selanjutnya, pak Permana, Wakahumas, dalam sambutannya mewakili kepala MAN 1 Pangkalpinang menjelaskan mengapa safari dakwah Ramadan tahun ini ke Batu Betumpang yaitu sebagai apresiasi kepada mantan kepala MAN 1 Pangkalpinang yaitu Mardi M.Pd.I (alm). Terimakasih juga disampaikan pak Permana dalam sambutannya kepada masyarakat Batu Betumpang, khususnya jamaah masjid Jami‟ul Musaadah yang telah menyambut rombongan dari MAN 1 Pangkalpinang dengan hangat dan antusias. Selanjutnya kepala desa Batu Betumpang, Taupik, SE. dalam sambutannya mengungkapkan rasa bersyukur kepada Allah atas kedatangan rombongan MAN 1 dalam rangka mengajak kepada kebajikan. Semoga masyarakat Batu Betumpang mendapat ilmu yang bermanfaat dari acara tersebut. Selanjutnya acara dimulai dengan ceramah oleh guru

80 Tim Jurnalistik MAN 1 Pangkalpinang, “MAN 1 Pangkalpinang…, 7.

296 | Pendidikan Multikultural

pembina ekstrakurikuler rohis MAN 1, pak Yadi Fajri dan diakhiri oleh pak M. Rusydi, Wakasarpras, dengan doa dan penyerahan cendera mata. Kegiatan ini juga didampingi oleh beberapa guru-guru seperti pak Ahmad Sukri A., pak Usman G., ibu Tri Giyatri, ibu Fitriah dan ibu Sri Suryati81

3. Merayakan Paskah di sekolah Perayaan tahunan di SMA Santo Yosef adalah Paskah bersama di Sekolah. Pada Jumat 3 Mei 2019, bertempat di gedung olahraga SMA Santo Yosef acara Paskah bersama dilaksanakan. Perayaan paskah tahun ini mengangkat tema: Bersatu dengan Kristus yang Bangkit Kita diutus untuk Saling Berbagi.82 Paskah merupakan perayan terpenting dalam agama Kristen, yakni merayakan hari kebangkitan Yesus. Perayaan ini juga dinamakan Minggu Paskah, hari kebangkitan atau minggu kebangkitan. Jumat Agung untuk menandai dari kematian Yesus Kristus di kayu salib setelah diadili di Sanhedrin atau disebut juga Mahkamah Agama yang merupakan dewan tertinggi agama Yahudi. Kematian Yesus di atas kayu salib diimani oleh umat Kristen sebagai bentuk penebusan dosa umat manusia, itu disebut sebagai Jumat Agung. Sementara Paskah merupakan hari kebangkitan Yesus Kristus dari kematian.83 Gambar 5.10.

81Tim Jurnalistik MAN 1 Pangkalpinang, “MAN 1 Pangkalpinang…, 7. 82Dokumen SMA Santo Yosef tentang Perayaan Paskah, 3 Mei 2019. 83Stefanus-Ingrid, “Apakah arti Paskah Kematian atau kebangkitan” Katilisitas.Org, 9 Desember 2018, http://www.katolisitas.org/apakah-arti-paskah-kematian-atau- kebangkitan/ (diakses 3 Januari 2020).

R e p r o d u k s i B u d a y a | 297

Gambar 5.10. Paskah Bersama dan Kegiatan dilaksanakan di Gedung Olahraga SMA Santo Yosef

Sumber: dokumen SMA Santo Yosef

4. Merayakan Idul Adha Pada awal Agustus 2019 di SMK Bakti, peneliti diterima oleh kepala sekolah dan diizinkan untuk melakukan observasi partisipan selama empat minggu. Pada bulan Agustus ada dua hari penting yaitu hari raya Idul Adha dan HUT RI. Dalam rangka menyambut hari raya Idul Adha pada 11 Agustus 2019, pada 9 Agustus 2019 sekolah menghentikan kegiatan belajar mengajar dan mengadakan pelbagai kegiatan setelah kegiatan bersih-bersih (sebagaimana dijelaskan BAB 5 1.a kerjabakti proses interaksi sosial) yaitu mengadakan ngangung (dijelaskan pada Bab III.B.4 Local Genius di Provinsi Kep Bangka Belitung) menyambut Idul Adha.. Berdasarkan wawancara dengan salah satu dari siswa mengenai persiapan nganggung

Wali kelas mengumumkan bahwa kita mengadakan nganggung pada 9 Agustus 2019. Kami diminta membawa kue-kue masing-masing dari rumah, juga dipersilahkan untuk membawa makanan kecil atau makanan jajanan pasar. Siswa-siswa di kelas ada

298 | Pendidikan Multikultural

yang membawa martabak, ada yang membawa wafer, pelbagai roti dan biskuit, dan pelbagai jajan pasar serta makan bersama wali kelas.84 Gambar 5.11

GAMBAR 5.11 Ibu Sania Mempersiapkan Dulang Berisi Makanan

Sumber: dokumen peneliti

Kegiatan ngangung dimulai ketika selesai kegiatan senam yaitu 11.00 WIB guru, wali kelas siap membawa dulang yang telah berisikan makanan sumbangan masing- masing siswa di kelas. Peneliti mengobservasi kelas ibu Sania, wali kelas X MM 1, ibu Sania dan para siswa membawa semua makanan yang terletak di atas talam atau dulang dan bertutup tudung saji tersebut tapi tidak ke kelas, mereka memilih duduk di koridor kelas yang telah bersih dan duduk mengelilingi dulang. Mereka berdoa bersama berharap kebaikan untuk semua. Ketika tudung saji dibuka

84Wawancara dengan siswa kelas X MM 1, SMK Bakti Pangkalpinang, 9 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 299 mereka pun makan bersama. Ide kreatif siswa satu kelas ini tidak berhenti sampai di sini sambil memakan makanan yang ada di dulang, mereka mengisi kegiatan ini dengan mebuat penampilan-penampilan. Salah satu siswa berdiri dan menyalakan musik dengan lagu “boombayah” dari Blackpink dan dia bergaya mengikuti gaya Blackpink. Siswa yang lain tertawa senang, ada yang membawa gitar dan bernyanyi hingga kue-kue pun habis. Pengumuman pun datang dari pengeras suara bahwa hari ini sekolah hanya sampai jam 12.00 WIB, siswa boleh pulang lebih awal. Ibu Sania mengakhiri kegiatan dengan ucapan “Selamat Idul Adha bagi yang merayakan.”85 Idul Adha yang bertepatan pada hari Minggu mempermudah siswa untuk saling mengunjungi. Para siswa mempersiapkan makanan mengundang teman-temannya untuk datang ke rumah. Dari seluruh siswa yang terwawancara, mengatakan mereka selalu saling mengunjungi ketika temannya merayakan hari raya agama masing-masing. Menurut mereka tidak ada yang salah berkunjung ke rumah teman yang merayakan hari raya agamanya. Siswa juga berkunjung ke rumah guru mereka. Kalimat yang mereka katakan ketika mengundang adalah:

“Datang ya ke rumah kami, banyak makanan di rumah kami.”86

85Observasi Kegiatan Ngangung Menyambut Hari Raya Idul Adha di SMK Bakti Pangkalpinang, 9 Agustus 2019. 86Wawancara dengan Siswa dan Guru di SMK Bakti Pangkalpinang, 26 Agustus 2019.

300 | Pendidikan Multikultural

5. Berkunjung Kerumah Teman yang Merayakan Hari Raya Agamanya: Boleh dan Tidak Boleh Saling mengunjungi ketika perayaan agama merupakan budaya para siswa. berdasarkan wawancara struktur dan tidak terstruktur yang peneliti telah lakukan. Berdasarkan wawancara dengan siswa SMK Bakti, peneliti mendapatkan informasi bahwa berapa temannya yang berbeda agama bersilaturahmi ke rumahnya ketika Idul Adha. Menurutnya hal ini biasa, karena dia juga datang ke rumah temannya ketika mereka merayakan hari raya agamanya.87 Berbeda dengan Kassa, (lihat: 2.b Kassa tidak Bisa Menolak Permintaan Kepala Sekolah) kelas XI TN. Berdasarkan wawancara lanjutan tidak terstruktur dengan Kassa, peneliti mengetahui bahwa ia berasal dari keluaraga beretnis Tionghoa dengan ibu Jawa beragama Islam, paman dan bibinya sebelumnya Konghucu tapi baru-baru ini masuk Islam, sedangkan ia di Pangkalpinang ini tinggal bersama nenek dari ayahnya yang beragama katolik. Peneliti bertanya kepadanya apakah dia mengundang teman-temannnya untuk merayakan Idul Adha di rumahnya,. Sebelum dia menjawab salah satu teman Kassa menjawab:

“Kassa tuh parah bu, dia tidak merayakan Natal, tidak juga merayakan Imlek, dan juga tidak merayakan Idul Adha.” Kassa menjawab “ibu dan ayah saya sekarang di Semarang, saya ikut nenek di Bangka, tahun ini tidak ada kue-kue, mau mengundang teman ke rumah, mau memberikan

87Wanwancara dengan Siswa XI TN di SMK Bakti Pangkalpinang, 26 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 301

makan apa, mendingan saya ke rumah teman yang banyak kuenya.” (Sambil tersenyum).88

Pada 14 Agustus 2019, tidak hanya siswa yang saling bersilaturahmi, guru-guru juga saling mengundang untuk datang ke rumahnya. Salah satunya adalah pak Bejo, ia mengundang semua guru dan pegawai di SMK Bakti ke rumahnya. Ketika mengundang koleganya, Pak Bejo menghampiri seluruh guru dan pegawai secara pribadi. Ketika saya sedang mewawancarai Guru BK, pak Sugito, pak Bejo mendekati kami mengatakan, “jangan lupa istirahat makan siang untuk datang ke rumah saya. Belakangan saya ketahui pak Sugito beragama Katolik. Pak Bejo hampir setiap tahun di lebaran Idul Adha mengundang koleganya. Menu makan siang di rumah Pak Bejo adalah pelbagai lauk hasil olahan daging kurban Idul Adha yang telah dimasak menjadi rendang, kare, opor dan lontong. Guru-guru dan pegawai datang bergiliran, tergantung jam mengajar bapak/ibu guru yang tidak ada jam datang terlebih dahulu yang ada jam datang setelah menyelesaikan mengajar, guru dan pegawai makan bersama bercanda dan berfoto. Ternyata rumah pak Bejo di daerah Bukit Merapen dekat dari rumah peneliti. Istri pak Bejo adalah guru BK MTSN 1 Pangkalpinang.89 Dalam wawancara terstruktur peneliti mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Pernahkah anda ke rumah teman yang merayakan hari raya agamanya? atau sebaliknya pernakah anda mengundang teman yang berbeda agama, untuk berkunjung dalam merayakan hari raya agama anda?

88Wawancara dengan Kassa siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 13 Agustus 2019. 89Observasi di Rumah Bejo, Guru SMK Bakti Pangkalpinang, 14 Agustus 2019.

302 | Pendidikan Multikultural

Berikut hasil wawancara terstruktur yang peneliti ajukan pada siswa SMK Bakti:

 Saya ke rumah teman yang merayakan hari raya agamanya untuk mempererat tali pertemanan dan menghargai hari ke bahagiaan mereka. Saya juga mengundang teman saya ketika saya merayakan hari raya agama saya.  Saya pernah ke rumah teman yang merayakan hari raya agamanya. Menurut saya saling mengunjungi antar teman tidak hanya di hari raya atau waktu-waktu tertentu.  Kita boleh ke rumah teman yang merayakan hari raya agamanya. Saya juga mengundang teman ke rumah jika saya lebaran.90  Selanjutnya pada siswa SMK Bakti peneliti juga menanyakan tindakan mengunjungi teman yang merayakan hari raya agamanya itu apakah salah atau benar tindakan itu, siapa yang memberitahu anda?

 Tindakan itu tidak salah, yang memberitahu saya orang tua, teman dan guru  Tindakan itu benar karena diajarkan bertoleransi antar agama yang memberi tahu saya adalah kedua orang tua dan guru agama di sekolah  Itu tidak salah, yang memberi tahu saya ustaz dan orang tua saya  Tindakan tersebut tidak salah. Saya tahu dari teman-teman saya.91

Selanjutnya pada siswa MAN 1, peneliti juga menanyakan tindakan mengunjungi teman yang merayakan hari raya agamanya itu apakah salah atau benar tindakan itu, siapa yang memberitahu anda?

90Wawancara dengan siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 27 Agustus 2019. 91Wawancara dengan siswa SMK Bakti Pangkalpinang, 27 Agustus 2019.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 303

 Boleh untuk menjaga silaturahmi, saya tahu ini dari orang tua dan guru  Tindakan tersebut tidak salah saya tahu ini dari orang tua  Tindakan tersebut Salah saya tahu ini dari orang tua  Menghormati atau menghargai orang adalah perbuatan baik. Itu menurut ibu saya  Belum tentu salah saya tahu ini dari teman  Tidak, asal dalam rangka menghargai bukan ikut merayakan, saya tahu ini dari guru Aqidah  tidak salah saya tahu ini dari teman, guru, orang tua  tidak karena niatnya Cuma untuk menghormati saya tahu ini dari teman, guru, orang tua, saudara, dll

Selanjutnya pada siswa SMA Santo Yosef, peneliti juga menanyakan tindakan mengunjungi teman yang merayakan hari raya agamanya itu apakah salah atau benar tindakan itu, siapa yang memberitahu anda?

 Boleh saya tahu ini dari diri sendiri dan orang tua  Boleh malah bagus, nasehat dari orang tua  Boleh, saya tahu ini dari sosial, Media, berita  Boleh tindakan itu benar, saya tahu ini dari guru sekolah minggu dan ortu  Boleh, saya tahu ini dari orang tua  Tidak salah saya tahu ini dari diri sendiri  Tidak salah saya tahu ini dari diri sendiri /orang tua  Boleh saya tahu ini dari diri sendiri,orang tua  tidak boleh saya tahu ini dari orang tua

Selanjutnya pada siswa SMA Negeri 2, peneliti juga menanyakan tindakan mengunjungi teman yang merayakan hari raya agamanya itu apakah salah dan salah atau benar tindakan itu, siapa yang memberitahu anda?

 Tidak salah saya tahu ini dari orang tua, teman dan guru  Boleh karena diajarkan bertoleransi antar agama, saya tahu ini dari kedua orang tua dan guru agama di sekolah  Salah saya tahu ini dari ustad dan orang tua saya  Tidak saya tahu ini dari semua orang dan diri sendiri  Tidak salah saya tahu ini dari belajar agama.

304 | Pendidikan Multikultural

Perbedaan pendapat di antara siswa terjadi: ada yang mengatakan boleh yaitu boleh mengunjungi teman yang merayakan hari raya agamanya. Namun ada juga yang berpendapat tidak boleh berkunjung ke rumah teman yang merayakan hari rayanya. Tetapi yang menarik adalah siapa yang memberi tahu mereka. Beberapa dari siswa mengatakan mereka tahu tindakan tersebut boleh dari orang tua, guru, ustaz, sekolah minggu, teman, media sosial dan diri sendiri. Para siswa yang tahu bahwa tidakan tersebut tidak boleh adalah dari orang tua, ustad, dan teman. Sebagaimana Bourdieu percaya bahwa sistem pendidikan selalu digunakan untuk mereproduksi budaya kelas dominan, dalam rangka kelas dominan untuk terus mengendalikan kekuasaanya.92 Peter Burridge juga menjelaskan maksud dari teori- teori Bourdieu, menurut Burrdidge, teori Bourdieu mengenai praktik budaya dan sosial memberikan kerangka kerja untuk memeriksa bagaimana pelbagai nilai, makna, dan pemahaman sosial yang dibawa pelbagai kelompok ke sistem pendidikan dan mempengaruhi praktik di sekolah. Teori Bourdieu menggabungkan kehidupan sosial melalui dinamika kelompok sosial atau kelas dan bagaimana kelompok sosial atau kelas seseorang akan menentukan cara orang berprilaku, berkomunikasi, beraspirasi dan caranya melihat dunianya, ini yang disebut Bourdieu practices.93

92Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah…, 41. 93Peter Burridge, “Understanding Teachers‟ Pedagogical Choice: a Sociological Framework Combining The Work of Bourdieu and Giddens,” Educational Studies 40 (2014), 573, https//doi.org/10.1080/03055698.2014.953915, (diakses 7 April 2020)

R e p r o d u k s i B u d a y a | 305

D. Sekolah Sebagai Arena Terjadinya Reproduksi Budaya: Pendidikan Multikultural Salah satu kontribusi penting Bourdieu dalam tataran keilmuan adalah meletakan kajian sosiologi pendidikan. Ini sekaligus meneruskan tradisi sosiologi pendidikan Prancis yang dirintis oleh Durkheim. Diawal 1960, Bourdieu mengkaji dampak latar belakang kelas dalam prestasi pendidikan dan konsumsi budaya. Analisis ini dipengaruhi oleh corak berpikir Marxis. Bourdieu sering menggunakan analogi ekonomi dalam studinya tentang budaya dan masyarakat. Bourdieu mengkaji dinamika pendidikan di Prancis dan memperkenalkan konsep reproduksi budaya pada awal 1970. Analisis Bourdieu ini melihat praktik pendidikan dalam masyarakat modern. Bourdieu percaya bahwa sistem pendidikan selalu digunakan untuk mereproduksi budaya kelas dominan dalam rangka kelas dominan itu terus mengendalikan kekuasaanya. Gagasan reproduksi budaya ini ditulis bersama koleganya Jean Claude Passeron dalam Cultural Reproduction and Social Reproduction, ide utama Bourdieu tentang reproduksi struktural yang disebabkan oleh reproduksi budaya. Menurut Bourdieu struktur sosial akan selalu muncul berdasarkan sistem pendidikan dan institusi sosial lainnya.94 Pendidikan bagi Bourdieu adalah bahwa sekolah telah menjadi tempat potensial dalam pembentukan pemikiran para siswa. Sekolah pada dasarnya hanya menjalankan proses reproduksi budaya.95 Jadi dalam teori reproduksi, para siswa adalah objek yang pasif di sekolah, mereka belajar mengkonfirmasi, bentuk-bentuk relasi yang

94Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah…, 41. 95Pierre Bourdieu dan Jean-Claude Passeron, Reproduction In Education, Society and Culture, (London, Sage) 1977, 73-74.

306 | Pendidikan Multikultural

dominan dan struktur sosial yang dominat.96 Jika modal budaya bangsa tersebut negatif maka yang terjadi kekerasan, Tilaar menjelaskan:

.. Namun modal budaya dapat saja berkembang secara berlebihan sebagaimana yang telah kita lihat di dalam perjalanan sejarah umat manusia. Pada zaman Nazi German, kita lihat modal budaya yang dibumbui dengan rasialisme telah mengakibatkan penderitaan umat manusia.97

Lalu bagimana jika yang dimiliki adalah modal budaya yang positif yaitu modal budaya yang membangun masyarakat multikulturalisme dan dilanggengkan sekolah sebagai pembentuk pemikiran yang positif. Sebagaimana yang peneliti sebutkan dalam bab ini, point A yaitu kegiatan kerja bakti proses interaksi sosial, akomodasi dalam kegiatan latihan gabungan PIK-R, bersalaman dengan mencium tangan dan tersenyum sebagai bentuk sapaan. Dalam bentuk proses sosial yang disosiatif, yaitu para siswa yang mengingkan HP, para siswa yang tidak dapat menolak permintaan guru, Hukuman yang diterima karena terlambat

96Louis Althusser, Lenin and Philosophy and Other Essays, terj. Ben Brewster (New York: Monthly Review Press 1971), 172, Samuel Bowles dan Herbert Gintis, Schooling in Capitalist America: Educational Reform and the Contradiction of economic Life, (London: Rouledge and Kegan Paul,1976), 34. Bradley A. Levinson dan Dorothy Holland, "The Cultural Production of the Educated Person: An Introduction," The Cultural Production of the Educated Person: Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, (United State of Amerika: State University of New York Press, Albany, 1996), 5-7. 97H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia …, 52.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 307 sekolah. Argumen peneliti bangun dalam kasus-kasus ini adalah para siswa tersebut memiliki modal budaya yang positif yang dibangun oleh kehidupan masyarakat Pangkalpinang (dijelaskan dalam Bab III.B Kearifan Lokal dalam Memproduksi Masyarakat Multikulturalisme). Dalam proses interaksi sosial, para siswa pada pendidikan menengah di Pangkalpinang mengkonstruksi budaya sekolahnya. Sehingga membentuk struktur yang memiliki penerimaan positif terhadap keragaman budaya yaitu toleransi antar keragaman, mengakui keberagaman, mengakui perbedaan, kesetaraan atau kesejajaran budaya, mengakui kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain sebagainya dan pada akhirnya keragaman dan kemajemukan tersebut dapat hidup berdampingan secara damai, harmoni dan toleran. (dijelaskan dalam Bab II.C.2 Dimensi-Dimensi, Pendekatan, dan Strategi Pendidikan Multikultural). Struktur yang telah dibentuk tersebut kembali lagi mereproduksi budaya yang membentuk para siswa yang memiliki penerimaan positif terhadap keragaman budaya yaitu toleransi antar keragaman, mengakui keberagaman, mengakui perbedaan, kesetaraan atau kesejajaran budaya, mengakui kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain sebagainya. Pada akhirnya keragaman dan kemajemukan tersebut dapat hidup berdampingan secara damai, harmoni dan toleran. Argumen peneliti adalah sekolah sebagai reproduksi budaya yang membangun pendidikan multikultural. Karena semua itu adalah indikator dari pendidikan multikultural. Modal budaya yang dimiliki masyarakat Pangkalpinang memaksakan siswa untuk bersikap dan mengikuti budaya yang dimiliki masyarakat Pangkalpinang melalui sekolah. Sekolah hampir selalu menerapkan budaya masyarakat tempat sekolah itu didirikan. Sebagaimana penelitian Nolutho Ndengane Diko dalam Cultural Reproduction of The Educated Person: A Case Study of A Rural Co-Educational High School in The Eastern Cape

308 | Pendidikan Multikultural

bahwa siswa dari latar belakang apa pun mengembangkan cara berbicara dan bertindak yang yang ditentukan struktur masyarakat setempat.98 Bourdieu menyebut ini dengan habitus. Sekolah-sekolah, menurut Bourdieu merupakan tempat untuk mensosialisasikan habitus masyarakat sebagai sutu-satunya habitus yang tepat dan paling baik serta memperlakukan setiap anak (siswa) seolah-olah mereka memiliki akses yang sama kepada habitus tersebut.99 Menurut Bourdieu sekolah juga beroperasi dalam batasan- batasan habitus tertentu, akan tetapi sekolah juga beraksi terhadap kondisi eksternal yang berubah-ubah. Sekolah selalu beradaptasi dengan kondisi di luar dirinya, seperti menyesuaikan diri dengan kondisi sosial ekonomi, politik perkembangan teknologi yang turun memengaruhi kinerja dan fungsi sekolah.100 Sebagaimana pada Bab III.B kearifan lokal dalam memproduksi masyarakat multikulturalisme seperti situs tudung saji, ngangung dengan membawa dulang/tudung saji adalah modal budaya siswa yang ada di Pangkalpinang dalam mentransformasi strukturnya, sehingga yang terlihat adalah indikator dari pendidikan multikultural. Siswa di sekolah hasil dari tuntutan dan harapan komunitasnya/masyarakat Pangkalpinang. Sebagaimana teori Bourdieu individu adalah bentukan dari komunitasnya. Gambar 5.12.

98Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production Of The Educated Person: a Case Study of a Rural Co-Educational High School in The Eastern Cape," Empowering Women for Gender Equity 68 (2006), 89-90, http://www.jstor.org/stable/4066770, (diakses 29 Desember 2017). 99Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah…, 41- 43. 100Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah …, 44.

R e p r o d u k s i B u d a y a | 309

Gambar 5.12 Reproduksi Budaya: Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Menengah di Pangkalpinang

Siswa tersebut para siswa yang memiliki memiliki modal penerimaan positif terhadap kultural yang positif keragaman budaya, akhirnya yang dibangun oleh dapat hidup berdampingan kehidupan masyarakat secara damai, harmoni dan lokal toleran.

PENDIDIKAN MENENGAH Sumber: dokumen peneliti

310 | Pendidikan Multikultural

BAB VI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Sekolah dan Siswa Terdidik Sebagai Produk Budaya Lokal, Pangkalpinang

Sebelumnya dijelaskan mengenai dua pola mengenai keberadaan pendidikan multikultural yang terbangun di sekolah, pola pertama (lihat BAB IV) bahwa tindakan-tindakan siswa dalam kehidupan sehari-harinya membentuk strukturnya, dan pola kedua (lihat BAB V) mengenai terjadinya reproduksi budaya di sekolah, bahwa sekolah mem-framing cara berpikir dan bertingkah laku para siswa. Untuk memberikan pandangan menyeluruh mengenai pendidikan multikultural pada budaya sekolah dalam keempat sekolah yang menjadi subjek penelitian, maka bab VI berargumen bahwa pendidikan multikultural pada pendidikan menengah dibangun melalui hubungan antara sekolah dan local genius. Di sisi lain, siswa juga menggunakan agensinya dalam mejalani praktik kehidupan sehari-hari dan diskursus yang ada di sekolah. Bab VI berargumen mengenai agenda negara pada sekolah. Produksi budaya (cultural production) dipahami sebagai bentuk kehadiran negara membentuk budaya popular (popular culture) di sekolah, menghasilkan pelbagai variabel definisi dari orang terdidik atau orang yang berpendidikan (educated person) dalam wacana negara dan local genius atau praktik lokal (local practice). Karena bentuk-bentuk tindakan negara cenderung membangun secara historis Konsensus- konsensus. Biasanya, sekolah-sekolah negeri merupakan situs- situs yang heterogen tempat praktik-praktik formal seperti

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 311 kurikulum negara yang bertujuan mewujudkan aspek-aspek budaya populer. Secara logika negara selalu bermakna kekuasaan dan agenda yang harus ada dalam sekolah pada momen historis tertentu. Namun, sekolah tertentu, tidak selalu dapat mengakomodasi beragam kepentingan dan budaya populer tersebut. 1 Teori Lavinson dan Holland mengenai “orang terdidik” sebagai konstruksi analitis (analytic contruct) atau disebut dengan teori siswa terdidik produk budaya di atas merupakan dasar pendekatan peneliti dalam menjelaskan mengenai siswa di sekolah/madrasah di kota Pangkalpinang. Orang terdidik yang dimaksud peneliti dalam bab ini yaitu siswa yang membangun pendidikan multikultural diakibatkan didikan dari budaya lokal atau local genius masyarakat Pangkalpinang dan juga hasil kekuatan agensinya. Di sisi lain, pelbagai penelitian dengan metodologi yang baik mengatakan kebijakan pendidikan negara telah memuat kurikulum mengenai pendidikan multikultural.2 Walaupun, juga ada beberapa penelitian yang mengemukakan bahwa proses pendidikan multikultural masih jauh dari yang diharapkan.3 Lavinson dan Holland mengawali studinya dengan mempertanyakan pendapat mengenai pernyataan “pendidikan hanya diperoleh melalui sekolah,” Lavinson dan Holland menggunakan teori dan metodologi kajian terhadap sekolah untuk memulai studi mengenai “orang terdidik”, yaitu apakah hanya sekolah yang memproduksi “orang terdidik”. Lavinson

1Bradley A. Levinson dan Dorothy Holland, "The Cultural Production of the Educated Person: An Introduction," The Cultural Production of the Educated Person: Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A. Levinson, Douglas E. Foley dan Dorothy Holland (United State of Amerika: State University of New York Press, Albany, 1996), 28. 2Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 295. 3Raihani, Creating Multicultural Citizens. A Portrayal of Contemporary Indonesian Education. (Milton Park: Routledge, 2014), 222-223.

312 | Pendidikan Multikultural

dan Holland menegaskan perlunya mengonsep logika pendidikan dalam pelbagai konteks budaya. Konsep tentang “orang terdidik” adalah yang menunjukkan bahwa semua budaya dan formasi sosial mengembangkan model bagaimana seseorang menjadi orang yang berpengetahuan penuh atau seseorang yang terberkahi dengan modal budaya maksimum. Hal tersebut menurut argumen Lavinson dan Holland memastikan "pendidikan" semakin disamakan dengan “sekolah” yaitu kelompok-kelompok yang mengadopsi sistem sekolah- sekolah bergaya barat (western style) dan menginternalisasi makna dominan western style dalam kurikulum formal dan wacana sekolah. Lavinson dan Holland berpendapat “orang terdidik” sebagai konsep asli (indigenous conception) yaitu variabel yang hadir dalam semua budaya dan masyarakat yang dikenal dalam beragam budaya dan komunitas sosial. Dalam masyarakat sub-kelompok seperti yang berdasarkan ras atau jenis kelamin dapat mengembangkan konsepsi yang berbeda tentang “orang terdidik”, Lavinson dan Holland berargumen bahwa konsepsi seperti itu sering kali ditentang dan bahkan diubah dalam praktik kehidupan sehari-hari.4 Pendapat Lavinson dan Holland di atas merupakan dasar pendekatan penulis dalam menelaah budaya sekolah di MAN 1, SMK Bakti, SMA Santo Yosef dan SMA Negeri 2. Temuan dari pendekatan penelitian ini disusun berdasarkan indikator-indikator hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Diawali dengan penjelasan mengenai nilai-nilai, kepercayaan, norma dan asumsi pada budaya sekolah. Lalu, dilakukan analisis kritis terhadap pelbagai budaya dalam bentuk ritual, tradisi dan upacara di sekolah. Selanjutnya menelaah arsitektur, artefak dan simbol-simbol pada sekolah, sehingga terumuskan bahwa sekolah dan siswa adalah produk budaya yang membangun pendidikan multikultural. Namun pertama- tama, peneliti mendedahkan mengenai kebijakan pendidikan nasional mengenai pendidikan multikultural.

4Bradley A. Levinson dan Dorothy Holland, "The Cultural Production…, 29.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 313

A. Pendidikan Multikultural: Kehadiran Negara Pada Proses Pendidikan Berdasarkan penelitian literatur dan dokumen yang peneliti lakukan, diketahui pendidikan multikultural sebagai pendidikan nilai telah dimuat di dalam kebijakan pendidikan nasional hingga pada buku teks yang digunakan siswa pada pendidikan menengah pada sekolah di Indonesia. Jadi kebijakan pendidikan nasional (baca: negara) telah memberikan landasan untuk membangun pendidikan multikultural, sebagaimana di atas telah disebutkan mengenai bentuk kehadiran negara dalam sistem pendidikan. Menurut Raihani setelah mengamati dan menganalisis peraturan pada undang-undang, jelas bahwa pemahaman multikultural, nilai-nilai dan sikap adalah salah satu kompetensi yang ditargetkan untuk dimiliki siswa.5 Namun pada akhir artikel tersebut (lihat juga bab II C.3) Raihani mengatakan bahwa politik pemerintah Indonesia memiliki kemauan untuk mengembangkan kebijakan pendidikan multikultural, meskipun tidak selengkap yang seharusnya. Jadi menurut Raihani kebijakan tersebut (sebagaimana peneliti sebutkan di bawah ini) ke dalam praktiknya tetap tidak konsisten pada tingkat proses pendidikan di sekolah:

The practices indicate a sporadic or partial approach to the development and implementation of multicultural education. The Indonesian goverment needs to rediret its policies and pratices towards a more holistic approach to multicultural education by angaging all school elements to move forward to help create citizens

5Raihani, “Education for Multicultural Citizens in Indonesia: Policies and Practices,” Compare:a Journal of Comparative and International Education 48 (2018), 998, http://doi.org/10.1080/03057925.2017.1399250, (diakses 7 April 2020).

314 | Pendidikan Multikultural

who live harmoniously in, and contribute positively, to multicultural society6

Berikut hasil analisis peneliti pada undang-undang nasional mengenai kebijakan terhadap pendidikan multikultural: Pendidikan multikultural terwujud pada undang-undang pendidikan 1945 pada pasal 31 ayat 1 dikatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.7 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yaitu pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya, pada pasal 4 ayat 1 menyatakan pendidikan diselenggarakan secara domokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Senada dengan pasal 5 yang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan berkualitas terlepas dari mana mereka berasal dan status sosial dan ekonomi mereka. Demikian juga bahwa proses pendidikan harus mampu membantu warga negara untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai kejujuran, keadilan, persamaan, dan penghargaan atas perbedaan.8 H.A.R. Tilaar mengatakan bahwa pelaksanaan pendidikan dewasa ini telah jauh menyalahi dari apa yang dituntut oleh undang-undang. Hal ini karena neoliberal yang jelas-jelas bertentangan dengan dasar-dasar Pancasila telah

6Raihani, “Education for Multicultural Citizens in Indonesia.., 1006-1007. 7Undang-undang Dasar 1945. 8Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 315 dijadikan pijakan dalam membangun pendidikan nasional. Hal ini tampak, antara lain, dalam hal: 1) Pelaksanaan ujian nasional yang jelas hanya mementingkan intelektual dan mengacu pada standar pendidikan di negara-negara OECD. 2) Ujian nasional yang intelektualistis tidak mengukur mengenai kemajuan di dalam ilmu yang mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan kerja sama. Hal yang dipentingkan ialah pembentukan sikap untuk dapat bersaing di dunia internasional.9 Jadi jika dianalisis undang-undang pendidikan telah memuat pendidikan multikultural, tetapi bagaimana penerapannya? Dari pendapat Tilaar, kebijakan pendidikan berdasarkan undang-undang di atas sudah sangat baik, namun ketika dalam praktisnya malah menyimpang dari undang- undang, sebagaimana yang peneliti sebutkan di atas. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.10 Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 mengenai Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah mengemukakan mengenai kualifikasi kemampuan lulusan salah satunya sikap yang harus dimiliki Lulusan

9H.A.R. Tilaar, Kaledoskop Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kompas, 2012), 854-855. 10Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

316 | Pendidikan Multikultural

SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C yaitu memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.11 Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 mengenai Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Kurikulum 2013 (K13) bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.12 Berdasarkan hal tersebut K13 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut: 1. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan K13 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Dengan demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, K13 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris

11Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan menengah. 12Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 mengenai Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 317

budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini. 2. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini, prestasi bangsa di pelbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik, K13 memposisikan keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini. 3. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan kurikulum memiliki nama mata pelajaran yang sama dengan nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik. 4. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan pelbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan filosofi ini, K13 bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.

318 | Pendidikan Multikultural

Dengan demikian, K13 menggunakan filosofi sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan pelbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan umat manusia.13 Abdullah Ally (lihat BAB I A. Latar Belakang Masalah) menyebutkan bahwa kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta memuat pendidikan multikultural dalam kurikulumnya yang dilakukan pada tahun 2011. Berdasarkan hasil bacaan peneliti juga menemukan penelitian mengenai mengintegrasikan nilai multikultural dalam PAI pada SMA dan SMK. Penelitian ini adalah kerjasama Kementerian Agama RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA Foundation dan Yayasan Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan (Rahima). Kedua penelitian ini hampir sama yaitu diawali dengan memberikan indikator pendidikan multikultural serta menganalisis materi PAI, ternyata ditemukan bahwa materi- materi yang telah diajarkan memuat indikator pendidikan multikultural,14 atau bisa diarahkan kepada proses pembelajaran multikultural.15 Berdasarkan bacaan peneliti bahwa buku teks pendidikan agama dan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan selalu diteliti sebagai buku yang harus labih banyak mengajarkan pemahaman pendidikan multikultural.16 Ketika peneliti mengobservasi sekolah dan madrasah yang

13Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. 14Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren…, 296-303. 15Tim Penyusun, Panduan Integrasi Nilai-Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMK dan SMA, (Jakarta: Kementerian Agama RI, AGPAII, Yayasan TIFA dan Rahima, 2010), 78-98. 16Ratna Hapsari dan M. Adil, Sejarah untuk SMA/MA XI, (Jakarta: Erlangga, 2013), 84.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 319 menjadi lokasi penelitian, peneliti menganalisis buku teks yang berbeda tidak fokus pada dua buku teks tersebut. Berikut buku teks Sejarah terbitan Erlangga memuat indikator pendidikan multikultural yang peneliti gunakan sebagai sampel.17 Buku teks Sejarah SMA/MA kelas XI terbitan Erlangga tersebut terdiri dari lima bab. Pada awal buku, penulis buku tersebut menyebutkan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, kompetensi dasar tersebut tercantum pada Peranturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 24 Tahun 2016 mengenai Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013. Selanjunya di setiap bab memiliki karakter yang di kembangkan pada bab 1 karakter yang dikembangkan responsif, toleran dan pro-aktif, bab 2 santun, damai dan gotong royong, bab 3 karakter yang dikembangkan jujur, kritis dan tanggung jawab, bab 4 karakter yang dikembangkan toleransi dan pro-aktif, Gambar 6.1, bab 5 karakter yang dikembangkan toleran, jujur dan cinta damai.18

Gambar 6.1 Indikator Pendidikan Multikultural dalam Buku Teks Sejarah

17Observasi Empat Sekolah Pada Penddikan Menengah di Pangkalpinang, Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019. 18Ratna Hapsari dan M. Adil, Sejarah untuk SMA/MA XI…, iii-iv.

320 | Pendidikan Multikultural

Sumber buku teks terbitan Erlangga

B. Nilai-Nilai, Kepercayaan, Norma, dan Asumsi: Pendidikan Multikultural Pada Budaya Sekolah Nolutho Ndengane Diko mengemukakan bahwa teori sosial budaya percaya bahwa masyarakat mereproduksi dirinya sendiri melalui sekolah-sekolahnya. Transmisi budaya adalah hal yang mendasar dari proses pendidikan.19 Diko sepakat dengan Levinson dan Holland bahwa sekolah formal secara signifikan dapat mengesahkan bentuk-bentuk pendidikan lokal (baca: local genius) dan juga dapat memfasilitasi terjadinya reproduksi budaya. Jadi sekolah juga dapat mempromosikan

19Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production Of The Educated Person: a Case Study of a Rural Co-Educational High School in The Eastern Cape," Empowering Women for Gender Equity 68 (2006), 88, http://www.jstor.org/stable/4066770, (diakses 29 Desember 2017).

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 321 dan menjunjung nilai-nilai, norma, tradisi dan prilaku yang dapat diterima oleh masyarakat setempat.20 Di sisi lain, Skinner dan Holland (lihat BAB 1. E. Penelitian Terdahulu yang Relevan) mengatakan sekolah tidak boleh dilihat hanya sebagai situs-situs bentukan atau agenda negara. Sekolah kendatipun memiliki potensi luar biasa untuk membentuk pikiran, tubuh dan kehidupan sosial di masa depan, sekolah tetap adalah alat kontrol paradoksikal yang terbaik. (lihat BAB II A. Dualisme Peran dan Fungsi Pendidikan) Menurut keduannya, sekolah bisa berjuang dari situs kontrol negara menjadi situs oposisi, tidak hanya ke negara tetapi juga ke sistem dalam masyarakat (local genius). Studi-studi terdahulu melihat anak-anak dan remaja sebagai orang pasif, tetapi Skinner dan Holland menyaksikan dalam penelitian mereka aktivitas yang besar oleh para siswa dan guru melawan apa yang disebut Bourdieu dengan modes of domination (lihat BAB II. 3.a. Modes Of Domination).21 Menurut Carl August Jantzen kemampuan untuk mengembangkan masyarakat tergantung pada partisipasi dan keterlibatan manusia dalam masyarakat. Dalam mendefinisikan konsep kebersamaan (togetherness) ada dua sudut pandang yang di gunakan Jantzen, pertama fokus pada kebersamaan sebagai motivasi (togetherness as motivation) yaitu motivasi untuk membangun kebersamaan dengan menyelenggarakan pelbagai kegiatan dan menciptakan hal bersama. Kedua, kebersamaan sebagai tujuan (togetherness as a goal), yaitu mengembangkan identitas, budaya, dan masyarakat melalui

20Nolutho Ndengane Diko, "Cultural Production Of The Educated Person..,89 Bradley A. Levinson dan Dorothy Holland, "The Cultural Production of the Educated Person: An Introduction," The Cultural Production of the Educated Person: Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A. Levinson, Douglas E. Foley dan Dorothy Holland, (United State of Amerika: State University of New York Press, 1996), 5-7. 21Debra Skinner dan Dorothy Holland, “School and the Cultural Production of the Educated Person in a Nepalese Hill Community,” dalam The Cultural Production of the Educated Person…, 273-276.

322 | Pendidikan Multikultural

kebersamaan. Lebih lanjut, Jantzen mengatakan kebersamaan adalah kunci penting dalam menciptakan inklusi di sekolah. Itulah sebabnya sekolah perlu menghargai kebersamaan karena tujuan dan peran sekolah adalah memelihara nilai, kohesi, rasa solidaritas sosial dan kekuatan masyarakat pada masyarakat global. Ketika globalisasi datang, masuk pelbagai budaya yang berbeda dan merambah lebih jauh ke dalam kehidupan kita, menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi kepentingan bersama kita. Menurut Jantzen, sekolah jika mau membangun pendidikan multikutural harus fokus membangun kebersamaan sebagai tujuan dan sebagai motivasi.22 Menurut Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal banyak sekolah memiliki seperangkat nilai dan tujuan yang kuat terpendam pada kegiatan sehari-hari. Orang tahu nilai dan tujuan tersebut, meskipun sulit untuk mengartikulasikannya. Nilai dan tujuan yang kuat terpendam itu membentuk visi sekolah yaitu harapan mengenai sekolah di masa depan. Sisi sekolah ini adalah jangkar dan sumber spiritual eksistensial bagi tradisi, harapan dan ketakutan sekolah. Banyak sekolah telah menuliskan semua visi-misinya untuk menjelaskan (highlight) mengenai siapa mereka, tetapi tujuan-tujuan sekolah sebenarnya lebih kompleks dan lebih inspirasional, namun tak tertulis. Tujuan inti tersebut tersembunyi jauh di dalam budaya yang memotivasi guru, memberi semangat para pemimpin untuk bergerak maju, mendorong anak-anak untuk belajar, dan mendorong orang tua dan masyarakat untuk terlibat dan memberikan dukungan mereka.23 Berikutnya menurut Peterson dan Deal bahwa dalam mencoba mengungkap misi dan tujuan autentik mungkin lebih sulit daripada membaca visi-misi sekolah. Seringkali untuk

22Carl August Jantzen, “Two Perspectives on Togetherness: Implications for Multicultural Education,” Multicultural Education Review 12 (2020), 31-37, http://doi.org/10.1080/3005615x.2020.1720136, (diakses 7 April 2020). 23Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture Fieldbook, (San Francisco: Jossey Bass, 2002), 13.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 323 memahami budaya sekolah perlu membaca tindakan dan sikap para pegawai sekolah dan orang tua, membahas rencana dan keputusan harian siswa, atau mengungkap motivasi yang tidak dinyatakan oleh para guru. Jika budaya positif (positive culture) di sekolah ada, maka ada tujuan dan misi mulia yang terpendam, sebaliknya dalam budaya beracun (toxic culture) yang ada hanya motivasi melayani diri sendiri. Menembus retorika untuk menemukan budaya yang terpendam dalam, pada budaya sekolah adalah elemen kunci untuk memahami dan membentuk budaya.24 Sekolah berupaya menanamkan nilai-nilai moral melalui visi dan misi, salah satunya yaitu ketika sekolah memajang visi-misi ditempat yang paling mudah terlihat, pada masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS)/Masa Taaruf Siswa Madrasah (MATSAMA) siswa dikenalkan dan diwajibkan memahami visi dan misi sekolah/madrasah, ketika siswa mampu mengidentifikasi dan berpikir metafora mengenai budaya sekolahnya, ini bermakna siswa telah menangkap budaya yang terdalam di sekolah/madrasah. Siswa memenangkan pelbagai lomba dan pertandingan dan sekolah memajangkannya dengan bangga sehingga ketika siswa-siswa baru datang ke sekolah/madrasah juga tergerak untuk ikut menyumbangkan piala penghargaan di lemari pajangan tersebut. Peneliti berargumen inilah siswa atau “orang terdidik” yang dibentuk para siswa itu sendiri, sekolah dan negara. “orang terdidik” adalah orang yang menjalankan visi misi sekolah, membangun kebersamaan sebagai motivasi dan tujuan yang membangun pendidikan multikultural.

1. Jujur, Menarik, Gembira dan Asri: Siswa Mendiskripsikan Budaya sekolah Ada beberapa yang dapat dilakukan walaupun itu tidak mudah untuk mengidentifikasi aspek-aspek budaya sekolah −nilai, kepercayaan, norma-norma dan asumsi− karena aspek- aspek tersebut tersembunyi pada budaya sekolah yang terdalam.

24Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…, 14.

324 | Pendidikan Multikultural

Untuk mengidentifikasi aspek-aspek tersebut yang dapat dilakukan adalah −sebagaimana menurut Peterson dan Deal− responden diminta menyebutkan enam kata sifat dan akan ditemukan beberapa ajektif yang menggambarkan budaya sekolah.25

Tabel 6.1 Ajektif Positif Menggambarkan Budaya Sekolah MAN 1 SMK Bakti SMA Santo SMA Negeri 2 Yosef Ajektif Jumla Ajektif Jumla Ajektif Jumla Ajektif Jumla h h h h Menari Gembir Jujur 51 k 31 a 56 Asri 60 Gembir Gembir a 43 a 24 Hidup 51 Berani 56 Menari Gembir Hidup 33 Asri 23 k 47 a 45 Asri 32 Jujur 22 Asri 43 Jujur 42 Berkela Bising 31 Cermat 20 s 42 Cermat 37 Menari Cermat 30 Hidup 19 Bising 39 k 31 Sumber: dokumen peneliti

Hasil wawancara menunjukkan kata jujur dipilih sebanyak 51 kali oleh siswa MAN 1, kata menarik dipilih sebanyak 31 kali oleh siswa SMK Bakti, kata gembira dipilih sebanyak 56 kali oleh siswa SMA Santo Yosef dan kata asri dipilih sebanyak 60 kali oleh siswa SMA Negeri 2.26 Tabel 6.1. Tidak semua ajektif yang dipilih para siswa bermakna positif, berikut kata-kata ajektif dalam aspek negatif yang

25Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture …, 15. 26Wawancara terstruktur dengan siswa para siswa MAN 1 Pada 1 Maret 2019, SMA Santo Yosef Pada 4 April 2019, SMK Bakti Pada 28-29 Agustus 2019 dan SMA Negri 2 Pada 2, 17,18 September 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 325

dipilih siswa untuk menggambarkan budaya sekolahnya.27 Kata mahal dipilih sebanyak 4 kali oleh siswa MAN 1, kata kotor dipilih sebanyak 2 kali oleh siswa SMK Bakti, kata kejam dipilih sebanyak 5 kali oleh siswa SMA Santo Yosef, dan kata dingin dipilih sebanyak 4 kali oleh siswa SMA Negeri 2. Tabel 6.2. Kata-kata sifat yang dipilih baik bermakna positif maupun negatif untuk menggambarkan penilaian konseptual (conceptual assessment) para siswa terhadap budaya sekolah, tetap menunjukkan bahwa sekolah dan para siswa membangun bersama budayanya yang bertujuan menciptakan kebersamaan yang merupakan indikator pendidikan multikultural.

Tabel 6.2 Ajektif Negatif Menggambarkan Budaya Sekolah MAN 1 SMK Bakti SMA Santo Yosef SMA Negeri 2 Ajektif Jum. Ajektif Jum. ajektif Jum. Ajektif Jum. mahal 4 Kotor 2 Kejam 5 Dingin 4 Kejam 2 Kumuh 2 Pemarah 4 Mengerikan 3 mengerikan 1 Mengerikan 2 gelap 3 Pemarah 3 Seram 1 menyeramkan 2 mengerikan 3 menyeramkan 2 Sunyi 1 Seram 2 menyeramkan 3 sedih 2 tegang 1 Sunyi 2 seram 3 seram 1 Sumber: dokumen peneliti

2. Metaphorical Thinking Siswa mengenai Budaya Sekolah: Lebah dan Beruang Berikutnya, cara yang dilakukan peneliti, untuk melihat aspek pendidikan multikultural yang tersembunyi di sekolah, adalah siswa diminta untuk menyebutkan hewan yang cocok dalam melambangkan budaya di sekolah. Pada awalnya siswa kesulitan melakukannya, akhirnya peneliti membuat daftar

27Wawancara terstruktur dengan siswa para siswa MAN 1 Pada 1 Maret 2019, SMA Santo Yosef Pada 4 April 2019, SMK Bakti Pada 28-29 Agustus 2019 dan SMA Negri 2 Pada 2, 17,18 September 2019.

326 | Pendidikan Multikultural

nama-nama hewan dan siswa diminta memilih hewan yang paling tepat. Nama hewan “lebah” dipilih sebanyak 30 kali oleh siswa MAN 1, nama hewan “beruang” dipilih sebanyak 27 kali oleh siswa SMA Negeri 2, 16 kali oleh siswa SMA Santo Yosef dan 21 kali oleh siswa SMA Bakti. Tabel 6. Peterson dan Deal mengatakan hewan sebagai metafora dapat digunakan untuk menunjukan budaya sekolah. Berpikir metaforis (metaphorical thinking) bermanfaat mendorong pendekatan kreatif untuk memahami interpretasi dan pemahaman yang lebih dalam dari warga sekolah. Pemikiran metaforis menyediakan cara yang menarik untuk membaca budaya sekolah.28

Tabel 6.3 Metaphorical Thinking Mengenai Budaya Sekolah MAN 1 SMA Negeri 2 SMA Santo SMK Bakti Yosef Nama Ju Nama Ju Nama Ju Nama Ju Hewan m. Hewan m. Hewan m Hewan m. Lebah 30 Beruang 27 beruang 16 Beruang 21 Beruang 29 Singa 25 lebah 21 Lebah 13 Semut 19 Lebah 16 anjing 9 Elang 7 lumba- 7 Semut 9 elang 8 Naga 6 lumba Elang 6 Elang 3 lumba- 8 Banteng 5 lumba Gajah 5 Gajah 3 Naga 6 Gajah 5 Sumber: dokumen peneliti Catatan 1. Beruang: kepedulian,kehangatan,dan keberanian; 2. Lebah : hidup berkoloni,lebah punya filosofi membantu bekerja sama dan suka berkumpul; 3. Semut : ketekunan dan kerja keras; 4. Lumba-lumba: kecerdasan; 5. Elang: pandangan luas; 6. Gajah: kebijaksanaan dan kekuasaan; 7. Singa: buas tapi setia dan berani; 8. Anjing: loyalitas; 9. Naga: kecemerlangan dan kejayaan;

28Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…, 24.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 327

10. Banteng: kejantanan; 11. Harimau: keganasan;

Lebah dan Beruang menggambarkan kebersamaan (togetherness) yang dimiliki sekolah/madrasah. Ini adalah implikasi pendidikan multikultural. Lebah dan beruang melambangkan kerjasama dan kebersamaan, kepedulian, kehangatan. Jantzen, mengutip filusuf Denmark N.F.S. Grundtviq, yang mengatakan identitas tidak terbangun tanpa identitas budaya. Jadi menurut Jantzen, inilah yang disebut sebagai semangat bersama suatu komunitas yaitu sekolah. Semangat kebersamaan hanya ada ketika masing-masing individu memilih untuk berpartisipasi.29

3. Berjalan di Koridor-Koridor dan Berbicara ke Dinding- Dinding Berikutnya, cara yang dilakukan peneliti, untuk melihat aspek pendidikan multikultural yang tersembunyi di sekolah, adalah berjalan di koridor-koridor dan berbicara ke dinding- dinding (walk the halls and talk to the walls).30 Pada bab III telah disebutkan mengenai visi, misi dan tujuan masing-masing sekolah. Pada sub bab ini akan membahas posisi visi-misi itu dituliskan. Pada MAN I ditemukaan visi dan misi tertulis pada dinding panggung utama madrasah, panggung ini digunakan untuk seluruh acara yang melibatkan siswa seperti pentas seni drama, cerdas cermat, dan pelbagai penampilan siswa.31 Berdasarkan wawancara dengan pak Mega, kepala madrasah, yang menginformasikan tidak ada perbedaan atau perubahan yang signifikan mengenai visi dan misi MAN 1 selama lima tahun terakhir.32 Pada SMA Santo Yosef visi dan misi sekolah

29Carl August Jantzen, “Two Perspectives on Togetherness…, 34-35. 30Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,16-18. 31Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang, 24-28 Februari 2018, 11 Februari-5 Maret 2019. 32Wawancara Drs Mega Kastiawan, kepala sekolah MAN 1 Pangkalpiang, 4 Maret 2019.

328 | Pendidikan Multikultural

juga ditulis dengan jelas pada dinding koridor sekolah.33 Begitu juga dengan SMA Negeri 2, juga meletakan visi-misi pada koridor utama sekolah,34 dan SMK Bakti yang meletakan poster besar bertuliskan visi dan misi sekolah di dinding lapangan, sehingga setiap siswa atau tamu yang baru datang akan melihat dan membacanya.35 Keempat sekolah ini meletakkan visi misi sekolah/madrasah hanya di satu tempat dengan tampilan huruf yang jelas. Berdasarkan wawancara dengan siswa mengenai apakah mereka memahami visi dan misi sekolah. peneliti menemukan bahwa siswa MAN 1 dari 111 siswa yang menjadi responden mengatakan tahu dan terlihat antusias ada 57 orang siswa, untuk siswa SMA Negeri 2 dari 90 siswa yang menjadi responden tahu dan terlihat antusias ada 49 siswa, untuk siswa SMA Santo Yosef dari 90 siswa yang menjadi responden tahu dan terlihat antusias ada 56 siswa, dan untuk Siswa SMK Bakti dari 77 siswa yang menjadi responden tahu dan terlihat antusias ada 24 siswa.36

33Observasi pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019 dan 16-19 September 2019. 34Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 35Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 36 Wawancara terstruktur dengan siswa para siswa MAN 1 Pada 1 Maret 2019, SMA Santo Yosef Pada 4 April 2019, SMK Bakti Pada 28-29 Agustus 2019 dan SMA Negri 2 Pada 2, 17,18 September 2019

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 329

Gambar 6.2 Poster Kata-Kata Bijak di MAN 1

Sumber: dokumen peneliti

Koridor di MAN 1 juga tidak hanya berbicara mengenai visi dan misi, ada juga motto atau kata-kata bijak yang tertulis pada poster yang digantung di koridor sekolah seperti papan nama toko, hanya tidak ada lampu neon yang berkelip-kelip. Berikut adalah beberapa contoh motto dan kata-kata bijak yang ada pada dinding koridor MAN 1:

اَلنَّ َظافَةُ ِم َه ا إ ِْل إي َما ِن  Kebersihan sebagian dari iman o  Prestasi tidak dapat diraih tanpa semanga  Semakin banyak kebaikan-kebaikan yang kita ceritakan (bicarakan) membuat hidup semakin baik. Sebaliknya, semakin banyak kejelekan yang kita bicarakan kita akan semakin terpuruk.  Ketika masalah datang, Allah tidak meminta kita memikirkan jalan keluar sehingga penat, Allah hanya meminta kita Sabar dan Sholat  Belajar adalah harta karun yang akan selalu mengikuti pemiliknya kemanapun juga.  Jika kamu dianiaya, dihina, diburuk-burukkan, difitnah atau apa saja BERSABARLAH, dan senantiasa ingat bahwa Allah senantiasa mendengar, melihat, dan mengetahui, apa yang berlaku.37 Gambar 6.2.

37Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang, 24-28 Februari 2018, 11 Februari-5 Maret 2019.

330 | Pendidikan Multikultural

Observasi pada koridor SMA Santo Yosef pada11 Maret-5 April 2019 terlihat pada papan pengumuman berisi pamflet mengenai informasi pelbagai universitas, pelbagai informasi UNBK seperti peraturan tata tertip ujian, denah ruang ujian dan lain-lain.38 Pada koridor juga terpajang banner sebagai media promosi sebuah lembaga kursus bahasa Inggris di Pangkalpinang. Pada 16-19 September 2019, peneliti berkunjung kembali ke SMA Santo Yosef pada koridor sekolah telah banyak di pasang poster yang tergantung pada dinding koridor.39 Berdasarkan wawancara dengan pegawai SMA Santo Yosef, pak Susanto mengatakan dikarenakan siswa SMA Santo Yosef banyak yang meneruskan studi ke Universitas Bina Nusantara (BINUS) dan karena telah terbangun kerja sama yang baik antara SMA Santo Yosef dan BINUS. BINUS memberikan cendera mata poster-poster tersebut kapada SMA Santo Yosef.40 Gambar 6.3. Berikut beberapa kata-kata bijak yang penulis dokumentasikan: .  Jika anda berpikir guru anda keras tunggulah hingga anda mendapatkan seorang atasan (Bill Gates)  Sekolah harus menjadi rumah kedua bagi anak, menjadi tempat yang menyenangkan bukan mal atau swalayan (Muhadjir Effendi)

38Observasi pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019. 39Observasi pada SMA Santo Yosef, 16-19 September 2019. 40Wawancara dengan Josafat Susanto, Pegawai SMA SantoYosef, 16 September 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 331

Gambar 6.3. Poster Kata Bijak di SMA Santo Yosef

Sumber: dokumen peneliti

Memasuki kampus SMA Negeri 2 yang pertama terlihat adalah Masjid Baitul Ilmi diresmikan oleh gubernur Provinsi Kep. Bangka Belitung, Dr. Erzaldi Rosman, pada 29 Agustus 2019. SMA Negeri 2 memiliki koridor utama sebagai pintu masuk ke area sekolah, pada koridor tersebut dipamerkan pelbagai piala penghargaan dan plakat penghargaan, juga pelbagai hasil prakarya siswa dalam lemari kaca pajangan.41 Sementara itu tidak jauh berbeda dengan SMA Negeri 2, pada SMK Bakti terdapat ruang penerimaan tamu, di ruangan ini dipajang pelbagai piala penghargaan, dan plakat penghargaan, juga pelbagai poster mengenai stuktur jabatan kepegawaian, dan guru-guru yang menjadi pejabat di sekolah. Pada papan pengumuman tertempel beberapa pamphlet dan pelbagai spanduk di pasang di dinding lapangan sekolah.42 Berjalan di koridor-koridor sekolah, peneliti menyaksikan apa yang disebut Jantzen sebagai kebersamaan sebagai motivasi (togetherness as motivation)43 yaitu visi dan

41Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 42Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 43Carl August Jantzen, “Two Perspectives on Togetherness…, 31-34.

332 | Pendidikan Multikultural

misi yang di letakan pada tempat yang mudah terlihat, ketika MPLS/MATSAMA para siswa di perkenalkan pada visi dan misi sekolah/madrasah. Pelbagai poster dengan kata-kata bijak, pelbagai penghargaan akademik dan non-akademik, dan pelbagai sepanduk. Para siswa, guru, kepala sekolah/madrasah, dan TU sekolah/madrasah sebagai agen yang aktif membangun kebersamaan di sekolahnya.

C. Pendidikan Multikultural Pada Ritual dan Upacara: Budaya Sekolah dalam Pelbagai Tindakan. Pertanyaan penting yang diajukan peneliti dalam sub bab ini adalah bagaimana sekolah dapat mentransformasi identitas para siswa dalam rangka menghasilkan “orang terdidik”. Peneliti berpendat bahwa sekolah-sekolah tempat penelitian ini dilakukan, memasukkan local genius sebagai elemen dalam membentuk identitas siswa di sekolah, namun di sisi lain para siswa dan sekolah juga membangun identitasnya sendiri. Hidup tanpa ritual dan upacara bermakna hidup tanpa kekayaan dan semangat. Ritual yang kecil sebagai kebiasaan harian menyediakan waktu untuk merefleksi diri dan memberikan makna yang berarti dalam hidup. Bayangkan satu hari tanpa minum kopi atau membaca koran, tanpa istirahat sore bersama rekan-rekan, tidak ada makan malam dengan orang yang dicintai. Ritual membantu menjaga kita tetap terhubung, dan memberikan kesempatan untuk terikat dengan orang yang bekerja dengan kita atau orang yang hidup dengan kita.44 Menurut Peterson dan Deal ikatan kuat antara individu akan hilang jika tidak ada ritual dan upacara. Tanpa upacara- upacara dan tradisi-tradisi seperti dalam menandai berlalunya waktu, dan menghormati tercapai sebuah tujuan dan merayakan kemungkinan akan ada harapan dan impian baru hidup kita akan mandek, mengering, tidak bertujuan dan menjadi kosong tidak bermakna. Episode peristiwa-peristiwa budaya menjaga kita semua untuk terhubung dengan teman atau kolega di tempat kita

44Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,29

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 333 bekerja dan lembaga di mana kita berkomitmen. Tanpa upacara, tradisi, dan ritual, kita dapat dengan mudah tersesat dalam kompleksitas kehidupan sehari-hari di tempat kerja.45 Pada bab IV dan V telah dibahas contoh beberapa ritual dan upacara di sekolah yang terbangun di dalamnya pendidikan multikultural. Sub ini akan lebih detail melihat budaya sekolah di keempat sekolah yang menjadi lokasi penelitian, pertama, melihat agensi siswa −dibentuk oleh local genius− sebagai “orang terdidik.”Kedua, melihat sekolah yang dibentuk oleh local genius dan negara bersama-sama membangun budaya sekolahnya sehingga terbangun pendidikan multikultural.

1. Sekolah dalam Menerima Tamu dan Siswa dalam Berteman: Ritual Sekolah Ritual adalah proses atau rutinitas harian, memiliki makna yang lebih dalam dan lebih dari sekadar tindakan teknis. Ritual membantu mengubah pengalaman umum menjadi peristiwa yang tidak biasa. Setiap sekolah memiliki ratusan rutinitas seperti mulai dari absensi, kehadiran di pagi hari, hingga prosedur pulang di sore hari. Ketika kegiatan-kegiatan rutin dapat dihubungkan dengan misi dan nilai-nilai sekolah yang terdalam, akan membangkitkan semangat dan memperkuat ikatan budaya.46 Berikut beberapa ritual sehari-hari yang peneliti temukan pada saat pengumpulan data misalnya: Ritual dalam menerima tamu di MAN 1, pada tahun 2018 peneliti berkunjung ke MAN 1 untuk menginformasikan dan memohon izin melakukan penelitian. Peneliti menemui Wakahumas MAN 1, pak Permana −kakak tingkat peneliti di Sekolah Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang ketika peneliti S2 dan sebelumnya pada bab terdahulu namanya telah peneliti sebutkan− memberikan tur untuk melihat madrasah. Selanjutnya peneliti juga dijanjikan bertemu dengan kepala madrasah, Tri Edi Kusumo Raharjo, untuk izin lebih lanjut.

45Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,29 46Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,29

334 | Pendidikan Multikultural

Peneliti dipersilahkan menunggu di ruang tamu kepala madrasah dan peneliti diberikan minuman kemasan yaitu segelas air mineral. Beberapa menit pak Permana mengabarkan bahwa kepala madrasah sedang izin keluar karena ada urusan keluarga, namun beliau memberikan izin untuk meneliti di MAN 1.47 Pada tahun 2019, peneliti datang kembali ke MAN 1, menghadap kembali ke kepala madrasah, pak Mega Kastiawan merupakan kepala madrasah yang baru. Sama seperti kepala madrasah terdahulu, pak Mega memberikan izin untuk melanjutkan penelitian. Peneliti mengalami ritual yang sama, peneliti dipersilahkan duduk di ruang tamu dan diberikan minuman kemasan yaitu segelas air mineral.48 Ritual penerimaan tamu di SMA Santo Yosef, ketika peneliti datang pertama kali ada, kekhawatirkan apakah bisa melakukan penelitian, tapi baru saja memparkir mobil dan turun salah seorang guru menyapa yang belakangan diketahui menjabat Wakasarpras. Peneliti diantar ke ruang kepala sekolah di lantai dua. Peneliti dipersilahkan duduk dan diberi minuman kemasan yaitu segelas air mineral. Setelah peneliti menjelasakan alasan kedatangan kepada kepala sekolah, peneliti diizinkan penelitian di SMA Santo Yosef. Kepala sekolah memberi tahu bahwa siswa sedang UMBK tanggal 8-11 April 2019. Jadi wawancara pada siswa baru bisa dilakukan setelahnya. Tetapi jika observasi, dipersilahkan untuk dimulai. Peneliti ditempatkan di perpustakaan. Ketika di perpustakaan, pihak perpustakaan memberi peneliti meja untuk meletakkan barang-barang dan juga memberi minuman kemasan yaitu segelas air mineral.49 Pada SMK Bakti ketika menemui kepala sekolah pak Yanuar Teriman, peneliti juga mengalami ritual yang sama yaitu dipersilahkan duduk dan diberi minuman kemasan yaitu segelas air mineral. Juga ketika di SMA Negeri 2, setelah ketiga kalinya peneliti ke SMA Negeri 2 barulah peneliti berhasil bertemu kepala sekolah, pak Elfian Novriansjah. Peneliti

47Observasi di MAN 1, 24-28 Februari 2018. 48Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 49Observasi Pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 335 dipersilahkan duduk kembali diberi minuman kemasan yaitu segelas air mineral dan sambil minum, peneliti diminta menjelaskan rangkaian dan tahapan penelitian. Kepala sekolah mengharapkan penjelasan yang detail mengenai penelitian yang dilakukan peneliti di sekolah. Berdasarkan penjelasan Peterson dan Deal, ritual membantu mentransformasi pengalaman biasa menjadi pengalaman luar biasa. Jadi, cara sekolah menghormati tamu merupakan sesuatu yang rutin terkait erat dengan misi dan nilai sekolah yang terdalam. Cara sekolah menerima tamu, siswa baru, guru baru adalah budaya dalam bentuk tindakan (culture in action) akibatnya membawa semangat dan memperkuat ikatan. Berikutnya di MAN 1, peneliti juga menyaksikan pelbagai ritual lainnya: pertama, makan siang bersama. Pada jam makan siang di hari Jumat, beberapa guru perempuan yang biasanya tidak pulang ke rumah ketika para laki-laki salat Jumat, melakukan ritual makan siang bersama. Peneliti dan tiga orang guru keluar membeli nasi padang, empat guru sudah menunggu kami mereka membawa bekal makan siang. Kami makan bersama, berbagi lauk dan nasi. Ketika makan kami bercerita, mereka menanyakan tentang studi yang sedang peneliti lakukan, mereka juga bercerita tentang keluarga dan pengalaman bekerja di MAN 1.50 Kedua, ritual masak dan makan bersama. Ketika kebun hidroponik panen sawi, ibu Mustika memanen sayur bersama siswa kelas biologinya. Selain hasilnya dibeli oleh beberapa guru, beberapa kilo sayur itu dimasak untuk makan siang bersama. Di dapur madrasah yang terletak di ruang guru perempuan, ibu Zainab dan Vio –petugas pembersih di MAN 1− mulai mencuci sayur dan menumis sawi- sawi tersebut. Setelah masak, sawi tumis tersebut diletakakan di mangkuk-mangkuk. Mangkuk yang bagus diantarkan ke ruang kepala madrasah, dan diantar ke ruang guru laki-laki, di ruang guru perempuan sayur diletakkan di baskom. Terlihat oleh peneliti dengan riang gembira guru-guru perempuan makan siang bersama. Mereka membuka bekal dan khusus hari ini

50Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019.

336 | Pendidikan Multikultural

mereka mendapat tambahan lauk yaitu tumis sawi dari kebun madrasah.51 menurut ibu Mustika karena menyaksikan hal tersebut, kepala madrasah mendukung program-program kebun hidroponik agar di masa depan lebih ditingkatkan.52 Dari wawancara terstruktur diketahui tidak hanya pelbagai kegiatan ekstrakurikuler saja yang menjadi ritual para siswa di MAN 1 berikut pelbagai ritual para siswa dan alasan mereka melakukannya:

 Diskusi bersama dan kami cocok berkomunikasi.  Bermain bersama seperti bermain bola dan berteman tidak perlu alasan.  Belajar bersama, kami saling menghargai karena memiliki kesamaan yang sama.  Kami sering bercanda bersama, kami awet berteman karena merasa nyaman dan mengerti kekurangan masing-masing.  Saya bersama teman sering bercerita bersama karena teman-teman saya orang yang asyik.  Kami sering berkerjasama, kami berteman karena mereka teman yang baik.  Kami bergurau bersama karena mereka tidak milih-milih untuk berteman.  Kami berkumpul bersama karena mereka bisa memahami sifat saya.  Kami ngerumpi bersama, karena mereka orang yang receh dan konyol.  Kami sukanya bergosip (ghibah) bersama dan kami bersama karena mereka membuat nyaman dan bisa mengerti situasi.  Saya berteman dengan teman-teman saya karena mereka pintar. Gotong royong adalah kegiatan yang sering kami lakukan bersama  Kegiatan kami adalah main bareng (mabar) online game dan berteman membangun tali silaturahmi.  Pergi ke kantin bersama adalah hal yang kami sering lakukan, sehari bisa empat kali. Kami berteman karena saling memahami, dan asyik diajak bercanda,  Makan bersama, karena mereka orang-orang yang ceria dan menyenangkan,  Mengerjakan tugas bersama, tidak ada alasan  Duduk bersama di bawah pohon di belakang WC, tidak ada alasan

51Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 52 Wawancara dengan Mustika, Guru MAN 1 Pembina PIK- R Mamopika Tahun Ajaran 2019/2020 di Pasir Padi, 22 September 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 337

 Kebiasaan kami bersama adalah nyontek di waktu ulangan.53

Berdasakan hasil wawancara terstruktur pada para siswa SMK Bakti, peneliti kembali menemukan kebersamaan antar siswa sebagai ritual yaitu:

 Kami biasanya belajar, main game dan bercerita. Karena ingin mempunyai banyak teman.  Belajar bersama, karena saya butuh teman.  Makan dan ke WC karena kalau tidak punya teman hidup kita terasa hampa.  Belajar dan mengobrol, karena diantara kami tumbuh rasa sayang.  Belajar, karena saya tidak bisa hidup sendiri dan bergantung kepada orang lain.  Bermain online game, kami berteman mungkin karena terbiasa.  Belajar karena kami tidak sengaja berteman.54

Berikutnya wawancara terstruktur terhadap siswa SMA Santo Yosef dan peneliti menemukan ritual mereka adalah:

 Kami belajar bersama dan bercandaria, karena lingkungan mendukung pertemanan kami  Kami mengobrol dan makanan bersama. Kami berteman karena kegiatan itu seru, menarik dan unik  Kadang-kadang kami bercerita tentang banyak hal, bernyayi atau sekedar bercandaria. Saya berteman karena saya suka punya banyak teman dan saya benci sendirian di tempat umum  Makan bersama dan mengobrol bersama, karena menurut saya mereka baik dan tidak munafik  Belajar, bertukar pikiran dan bercanda. Kami berteman karena sifat kita cocok kita merasa nyaman satu sama lain.  Kami melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) bersama. Kenapa tidak? Saya tidak membeda-bedakan teman, mereka baik karena itu kami berteman.  Belajar bersama, makan bersama dan ngobrol, karena kami sama-sama ingin bergaul memiliki kecocokan dalam berinteraksi 55

53Wawancara dengan Siswa MAN 1, 1 Maret 2019. 54Wawancara dengan Siswa SMK Bakti, 28-29 Agustus 2019. 55Wawancara dengan Siswa SMA SantoYosef, 4 April 2019.

338 | Pendidikan Multikultural

Berikut ini wawancara terstruktur terhadap siswa SMA negeri 2, peneliti menemukan ritual mereka adalah:

 Kami nongkrong bersama dan saya berteman agar ada yang menemani dalam keseharianku.  Belajar berkelompok, bercerita bersama, dan bermain musik bersama, karena teman saya asik, seru, baik, pengertian, peduli.  Kami bermain voli. Kami berteman karena kami sekelas.  Kami membicarakan seseorang yang tidak seharusnya dibicarakan. Kami berteman karena saya merasa kenyamanan berada diantara mereka.  Kami makan, jalan-jalan, bermain, dan belajar bersama. Kami berteman sebab mereka asik.  Kami berangkat sekolah bareng dan ke kantin bareng. Kami berteman karena asyik saja berteman.  Bercanda gurau bersama, mengobrol hal yang tidak penting, curhat, dll. Kami berteman karena menyenangkan walau begitu tetap ada yang tidak menyenangkan.  Gibah, belajar, salat, dan makan bersama. Saya berteman karena saya butuh teman.  Saya dan teman-teman sering melakukan tidur di kelas bareng, dan bermain game. Saya berteman karena mereka asik.  Kami rapat OSIS. Saya berteman karena manusia tidak bisa hidup sendiri.56

Berikutnya observasi di SMA Santo Yosef ditemukan ritual mengoreksi hasil ujian siswa bersama. Biasanya 2 atau 3 hari setelah siswa ujian, para guru berkumpul di ruangan yang telah ditentukan untuk menyelesaikan mengoreksi jawaban siswa dan hasilnya dapat langsung diinput oleh Wakakur, ibu Erna. Untuk memfasilitasi kegiatan, Wakakur mempersiapkan kegiatan seperti alat tulis kantor (ATK) dan konsumsi yaitu makanan ringan dan nasi box untuk makan siang.57 Ketika kegiatan dilaksanakan, salah satu guru memberikan masukan untuk merubah ritual tersebut, tetapi Wakakur tidak sepakat. Wakakur berargumen ritual telah dilaksanakan dan telah menjadi kebiasaan dan akibat dari kegiatan tersebut tidak hanya

56Wawancara dengan siswa SMA Negeri 2,17,18 September 2019. 57Observasi pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 339 mempermudah dan mempercepat proses pemberian nilai kepada siswa, tetapi membuat guru bekerja bersama membangun kebersamaan.58

2. Tradisi: Pelatihan Guru, Buku Tahunan dan Pelepasan Siswa Kelas XII Pada Budaya Sekolah Tradisi adalah peristiwa tunggal yang signifikan yang memiliki sejarah dan makna khusus dan akurasi setiap tahun. Tidak seperti upacara, tradisi tidak perlu menjadi acara komunal yang besar. Tradisi adalah bagian dari sejarah sekolah dan mengikat orang pada akar budayanya. Ketika orang memiliki tradisi yang mereka hargai maka mereka memiliki dasar untuk menghadapi tantangan, kesulitan, dan perubahan.59 Ada banyak tradisi di sekolah, berikut beberapa tradisi pada budaya sekolah yang peneliti temukan pada saat pengumpulan data misalnya:

Gambar 6.4 Pertemuan Orang Tua dan Kepala Sekolah, Yayasan dan dewan Guru

Sumber: dokumen peneliti

58Wawancara dengan M.M Erna Widiati, Waka Kurikum SMA Santo Yosef. 59Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,30.

340 | Pendidikan Multikultural

Peneliti mengobservasi tradisi di SMK Bakti yaitu tradisi tahunan, pertemuan orang tua/wali murid. SMK Bakti mengundang wali murid datang ke sekolah. Acara dibagi dua sesi jam 09.00-10.30 WIB untuk wali murid kelas X dan untuk 10.30-11.30 WIB untuk acara wali murid kelas XI dan XII. Dalam sambutannya kepala sekolah mengucapkan terimakasih kepada wali murid telah mempercayakan putra-putri bersekolah di SMK Bakti. Kepala sekola juga menginformasikan bahwa tahun 2018-2019 pelbagai prestasi yang telah diraih siswa SMK Bakti dan kepada siswa berprestasi diberikan beasiswa penuh. Ibu Melvina juga memberikan sambutan. Dalam sambutannya ibu Melvina mengatakan YPBB mendukung semua program positif untuk membangun sekolah.60 Gambar 6.4. Tradisi di SMA negeri 2, guru secara tradisional berbagi laporan lokakarya, evaluasi, dan cerita setelah kembali dari ikut serta pada program pengembangan profesional. Pada 14-15 Oktober 2019, guru berkumpul di ruang laboratorium komputer. Pak Khodirun, guru yang memberikan materi, telah mengikuti pelatihan High Order Thinking Skill (HOTS) di Jakarta oleh Kemendikbud. Ketika masing-masing guru-guru mendapatkan box makanan ringan, pak Khodirun menjelaskan materi pembelajaran HOTS. Pada rangkaian kegiatan, guru- guru dibagi perkelompok sesuai dengan mata pelajaran, dan ditugaskan membuat masing-masing 10 pertanyaan HOTS. Guru-guru mulai mengerjakan dan mendiskusikan tugas tersebut. Sementara, pak Kodirun menampilkan pelbagai contoh soal HOTS dalam bentuk power point dari pelbagai mata pelajaran, sesekali guru-guru bertanya mengenai tugas yang mereka kerjakan.61 Dalam wawancara dengan pak Khodirun menjelaskan: HOTS adalah cara baru dalam membuat soal dalam mengevaluasi anak, ketika saya mengikuti pelatihannya juga pada awalnya kesulitan dalam

60Observasi Pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 61Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 341

memahami dan mempraktekannya, tapi setelah latihan pasti teman-teman −guru− akan bisa.62 Berikutnya, SMA SantoYosef memiliki tradisi membuat buku tahunan sekolah (school Yearbook). Dalam melihat budaya sekolah, peneliti menganalisis Buku tahunan sekolah tahun 2015-2018, tiga angkatan.63 Gambar 6.5 Kembali peneliti melihat kebersamaan yang dibangun dari pembuatan buku tahunan. Setiap kelas berusaha membuat foto yang menarik mengenai kebersamaan di kelas. Tidak ada siswa yang tertinggal, semua harus terlibat dan masuk buku tahunan sekolah.

Gambar 6.5 Buku Tahunan Sekolah SMA SantoYosef 2015-2018

Sumber:dokumen SMA Santo Yosef

Berikutnya peneliti mengobservasi tradisi berdoa bersama. Ketika ada siswa yang mendapat musibah, maka guru-

62Wawancara dengan Khodirun, Guru SMA Negeri 2, 15 Oktober 2019 63Dokumen Buku Tahunan Sekolah SMA Santo Yosef 2015- 2018.

342 | Pendidikan Multikultural

guru mengadakan acara berdoa bersama di gazebo madrasah. Ibu Eka menjelaskan bahwa di bulan Januari 2018 MAN 1 mendapat musibah yaitu seorang siswa meninggal, berikut penjelasannya:

Saya adalah wali kelas dari siswa yang kecelakaan tersebut. Siswa tersebut kecelakaan ketika akan berangkat sekolah. Dia tertabrak kendaran ketika akan menyeberang jalan, sehingga meninggal dunia. Madrasah sangat berduka. Kami guru-guru melakukan takziah ke rumah duka. Di sekolah kami juga melakukan doa bersama.64

Ketika penelitian berlangsung, orang tua siswa mengundang guru-guru untuk datang memperingati 40 hari siswa yang meninggal dunia. Di sekolah guru-guru juga melakukan pembacaan yasin bersama, mendoakan siswa tersebut.65 Menurut Ibu Fitri, tradisi seperti ini dilakukan jika salah satu dari warga sekolah tertimpa musibah.66 Pada dokumen MAN 1 ditemukan tradisi pelepasan siswa- siswi MAN 1 kelas XII angkatan 27 Tahun 2018/2019.67 Gambar 6.6.

64Wawancara dengan Eka, Guru MAN 1, 29 Maret 2019. 65Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 66Wawancara dengan Fitria, Guru MAN, 22 Maret 2019. 67Dokumen MAN 1 Pelepasan Siswa-Siswi MAN 1 Kelas XII Angkatan 27 Tahun 2018/2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 343

Gambar 6.6 Penampilan Guru Pada Tradisi Pelepasan Siswa Kelas XII Angkatan 27

Sumber: dokumen Madrasah

3. Upacara: Pelbagai Acara Berkomunikasi secara seremonial Pada Budaya Sekolah Sebagian Besar sekolah memiliki upacara formal yang menandai transisi pada tahun ajaran. Peristiwa-peristiwa komunal/upacara berkala ini mengikat orang satu sama lain dan membentuk nilai-nilai budaya yang tidak tertulis. Upacara adalah peristiwa kompleks yang disetujui secara budaya yang memberikan dorongan spiritual yang disambut baik. Melalui upacara atau acara komunal, sekolah menggunakannya untuk merayakan keberhasilannya, mengkomunikasikan nilai-nilainya, dan mengakui kontribusi khusus dari pegawai, guru, orang tua, dan siswa. Upacara −alat untuk berkomunikasi secara seremonial− secara simbolis merupakan perekat yang kuat. mengikat sebuah sekolah bersama dan dalam waktu-waktu tertentu dalam setahun.68 Upacara adalah fitur utama dari budaya yang terjadi pada waktu yang berbeda dalam setahun. Mengetahui kapan

68Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,32.

344 | Pendidikan Multikultural

upacara dijadwalkan dapat memberikan gambaran distribusi mereka sepanjang tahun ajaran.69 Berikut peta upacara besar dan kecil selama setahun yang terdata dari dokumen sekolah, dan observasi yang peneliti lakukan ketika melakukan studi lapangan (field research). Tabel 6.4. Tabel 6.4 Peta Upacara Sepanjang Tahun Bulan MAN 1 SMA SMK SMA SantoYosef Bakti Negeri 2 Agustus Hari Hut Hari Hari Kemerdekaan Berdirinya Kemerdekaan Kemerdekaan RI SMA Santo RI RI Yosef Hari Kemerdekaa n RI Septembe Tahun Baru HUT YTK - Kemah Blok r Hijriyah Ke 60 Education Expo 201970 Oktober - - Latihan Upacara Kepemimpina Penerimaan n Tingkat Tamu dasar (LKTD) Ambalan Novembe Maulid Nabi - - HUT r Muhammad SMADA SAW Desember - Lomba Kelas - - January Hari Amal - Acara Lepas - Bakti Sambut Kementerian Jabatan Agama Kepala Sekolah February - - Imlex - Bersama Maret Isro’ Miraj Hut - - Nabi Pelindung Muhammad Sekolah Word Speech

69Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,40. 70 https://youtu.be/DtkrlsXl3Qg.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 345

Day 201871 April - Paskah Reuni Akbar - Bersama 2019 Alumni SMK Bakti - Mei - - - - Juni Buka Puasa Lomba Kelas Lomba kelas Buka Puasa Bersama Bersama dengan dengan mendengarka mendengarka n Tausiah n Tausiah Juli MATSAMA MPLS MPLS MPLS Sumber: Kalender Pendidikan keempat Sekolah/Madrasah 2018/2019

Upacara menawarkan kesempatan untuk menunjukkan keberhasilan, pelbagai usaha untuk kemajuan sekolah, dan memperkuat hubungan sosial yang telah ada. Akibanya sekolah menjadi sekolah yang peduli pada komunitasnya serta sekolah menjadi aman, dan produktif. Pelbagai upacara yang diadakan dapat seperti upacara merayakan awal tahun sekolah, upacara mengenali prestasi siswa, pegawai, dan guru, serta upacara untuk memberikan penutupan indah bagi karier panjang guru, pegawai atau kepala sekolah.72 Tabel 6.4 adalah bermacam upacara yang ditemukan peneliti dalam observasi dan studi dokumen pada sekolah/madrasah yaitu mencerminkan dan menandai nilai-nilai dan visi untuk masa depan sekolah/madrasah. Beberapa indikator pendidikan multikultural yang ditemukan dalam upacara-upacara tersebut yaitu membangun silaturahmi, memperkuat persaudaraan, pameran kesuksesan sekolah selama setahun. Pelbagai upacara tersebut seluruh stakeholder terlibat, demi kesuksesan upacara. Selanjutnya dalam upacara, pelbagai kostum atau pakaian dipakai dan memiliki makna simbolis dan makna budaya lokal seperti barongsai pada acara Expo di SMA SantoYosef atau baju adat Melayu yaitu baju kurung yang dipakai guru-guru ketika HUT SMADA. Setiap upacara selalu ada musik untuk memperkuat acara dan makanan atau minuman

71 https://youtu.be/9Z3tFSfc3xo. 72Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,42.

346 | Pendidikan Multikultural

yang juga dipilih dengan cermat menjadi bagian dari upacara.73 Peneliti berargumen melalui upacara-upacara tersebut sekolah telah membangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah.

D. Arsitektur, Artefak dan Simbol-Simbol Sekolah Pemandangan visual tempat kita bekerja dan belajar memiliki dampak yang kuat. Arsitektur dan lingkungan fisik memengaruhi keadaan emosi kita dan kemampuan kita untuk berkonsentrasi. Arsitektur dan lingkungan fisik juga mengomunikasikan keyakinan orang-orang didalamnya tentang apa yang penting dalam cara yang halus namun signifikan. Jadi arsitektur dan lingkungan fisik −mempengaruhi keadaan psikis kita− berperan sebagai kunci utama sebuah budaya. Jika kita bekerja di tempat yang gelap dan kotor, kita cenderung merasa emosi kita terkuras, tidak bahagia, dan umumnya tertekan. Sebaliknya, dalam pengaturan yang bersih, dihiasi dengan perhatian pada warna dan cahaya, dan dengan karya siswa yang ditampilkan dengan jelas, kita cenderung merasa ceria, positif, dan bangga menjadi bagian dari sekolah. Tentu saja, anggaran yang ketat dapat menyulitkan menjaga bangunan dan lahan agar terlihat terbaik, tetapi penting untuk diingat bahwa keindahan dan gaya tidak selalu membawa label harga tinggi.74 Pada sub ini peneliti mengobservasi arsitektur, artefak dan simbol yang ada di sekolah/madrasah. Peneliti melihat bahwa arsitektur, artefak dan simbol menceritakan budaya sekolah/madrasah tempat penelitian ini dilaksanakan. Arsitektur, artefak dan simbol di sekolah/madrasah menunjukkan bahwa para siswa di sekolah/madrasah adalah “siswa terdidik” yaitu selain agensi para siswa yang kuat dalam membangun strukturnya −budaya sekolah,− melainkan juga siswa yang dapat hidup bersama dalam berpedaan tanpa

73Observasi Empat Sekolah Pada Pendidikan Menengah Di Pangkalpinang Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019. 74Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,70.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 347 prasangka –yang merupakan salah satu indikator pendidikan multikultural− yang merupakan produk sekolah.

1. Arsitektur Pada Sekolah/Madrasah Arsitektur pada sekolah, mengirim pesan tersirat tentang hal-hal yang penting. Pada MAN 1 bagian yang paling utama adalah panggung dengan latar belakang tulisan visi dan misi madrasah, lihat Gambar 6.4. Pangung ini multi-fungsi terletak di tempat strategis, langsung terlihat, sering digunakan untuk ritual tausiah pagi setiap dua minggu sekali di hari Jumat, tradisi/kegiatan cerdas cermat, pelbagai penampilan drama salah satunya kegiatan HUT 17 Agustus. Selanjutnya, lapangan sepak bola berfungsi sebagai lapangan upacara Senin pagi, dan senam setiap dua minggu sekali di hari Jumat. Musala yang bercat hijau tua juga merupakan bangunan utama pada MAN 1, pelbagai kegiatan ekstrakurikuler rohis bertempat di musala tersebut. Arsitektur yang indah dan hijau lainnya di MAN 1 adalah kebun hidroponik MAN 1 yang ditanami sawi. Untuk laboratorium di MAN 1 yang utama adalah laboratorium komputer karena pelbagai ujian menggunakan ujian berbasis computer.75 Gedung olah raga di SMA Santo Yosef adalah gedung yang menjadi tempat pelbagai upacara dan tradisi dilaksanakan. Ketika kegiatan komunal melibatkan warga sekolah, yaitu Pameran Pendidikan (education expo) 2019 selama dua hari dari tanggal 21-22 September 2019. Seluruh stakeholder sekolah terlibat dalam kegiatan ini, juga mengundang sekolah- sekolah di Pangkalpinang. Kegiatan ini adalah pameran pendidikan luar negeri dan dalam negeri, lewat pameran ini siswa-siswa dapat berkonsultasi gratis menanyakan mengenai kampus, dan pelbagai beasiswa yang ditawarkan kampus. Siswa dan tamu sekolah disambut dengan penampilan barongsai dan di gedung olahraga disiapkan juga pelbagai penampilan group band sekolah dan dance, di lapangan sekolah pelbagai stan

75Observasi Pada MAN 1 Pangkalpinang, 24-28 Februari 2018, 11 Februari-5 Maret 2019.

348 | Pendidikan Multikultural

makanan dan minuman disediakan untuk pengunjung, dan penempatan stan universitas di ruang-ruang kelas, di sekeliling sekolah juga dipasang pelbagai spanduk dari universitas- iniversitas yang terlibat.76 Berikutnya, SMA Negeri 2 memiliki gazebo yang dimanfaatkan sebagai tempat bertemu seluruh siswa dan guru dalam kegiatan seperti buka puasa bersama, hari guru nasional, berfoto bersama, pelbagai pertemuan kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain. Ketika peneliti sedang mengobservasi SMA Negeri 2, gazebo dipakai sebagai ruang kelas sementara, karena beberapa ruangan sedang perbaikan.77 Gambar 6.7. Tempat penting lainnya di SMA Negeri 2 adalah Masjid Baitul Ilmi – yang baru diresmikan− juga menjadi pusat kegiatan keagamaan untuk siswa muslim seperti salat duha, zuhur, dan asar.78 Kantin juga menjadi bagian penting dari sekolah. Pergi bersama teman dan makan bersama di kantin bagi siswa adalah rutinitas yang membahagiakan.

76Dokumen SMA Santo Yosef Pameran Pendidikan (education expo), 21-22 September 2019 77Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 78Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 349

Gambar 6.7. Gazebo Tempat Dilaksanakan Pelbagai kegiatan di SMA Negeri 2

Sumber: dokumen SMA Negeri 2

Berikutnya arsitektur pada SMK Bakti, SMK Bakti juga memiliki tempat-tempat penting untuk kegiatan-kegiatan yang berlokasi di lapangan sekolah. Ketika ada perayaan dibangun pangung dan tenda seperti perayaan Imlek, HUT RI, reuni akbar 2019 dan lain-lain. Selain itu lapangan juga digunakan untuk kegiatan ritual seperti upacara pada Senin pagi, dan pelbagai latihan ekstrakurikuler. 79 Tempat lain yang penting bagi siswa SMK Bakti adalah, koperasi sekolah, kantin sekolah, lobi sekolah dan terakhir ruang kelas. Arsitektur lainnya yang menjadi perhatian peneliti adalah perpustakaan, SMK Bakti, MAN 1, dan SMA negeri 2 koleksi perpustakaan terbatas pada buku-buku pelajaran, karena sekolah mendapatkan bantuan buku-buku. Buku-buku pelajaran itu diolah oleh perpustakaan untuk dipinjamkan kepada siswa.

79Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019.

350 | Pendidikan Multikultural

Ketika berkunjung ke SMK Bakti dan MAN 1 perpustakaan jarang sekali dikunjungi siswa, mereka tidak duduk membaca di perpustakaan. Tetapi hanya meminjam buku yang dibutuhkan pada pelajaran lalu mengembalikannya ketika pelajaran selesai.80 Pada perpustakaan SMA Negeri 2, 2 orang siswa terlihat mengerjakan tugas di perpustakaan, mereka duduk atau tengkurap di karpet 3x4 meter untuk diresume sebagai tugas dari guru. Mereka juga berdiskusi untuk menyelesaikan tugas tersebut. Mereka memanfaatkan karpet karena meja untuk membaca penuh oleh buku-buku yang baru berdatangan, untuk dibagikan kepada siswa.81 Berbeda dari SMA Santo Yosef, pustakawan tidak mengatur buku-buku pelajaran. Buku pelajaran diatur oleh Wakasarpras. Jadi perpustakaan khusus untuk koleksi buku-buku bacaan. Siswa juga memanfaatkan perpustakaan untuk belajar bersama-sama maupun individual, membaca koran, berdiskusi bersama, membaca buku serta memimjam buku. Perpustakaan memiliki ruang baca yang luas, bahkan memiliki sofa, kaadaan sejuk dan memiliki pelbagai koleksi buku cerita terutama novel.82 Berikutnya sekolah/madrasah dalam memamerkan karya-karya siswa. Pada MAN 1 di depan kelas terlihat pot-pot bunga di depan kelas. Wawancara dari siswa MAN 1 diketahui:

Kami memiliki guru yang sangat perhatian dalam bidang seni, paling dikenal killer. Beliau meminta kami membuat pot bunga dari handuk bekas. Beliau meminta kami menanam bunga di pot-pot tersebut. Hasilnya pot- pot tersebut diletakkan di depan kelas kami masing- masing, beberapa di depan ruang guru dan kepala madrasah.83

80Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 81Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 82Wawancara dengan Sariyah, Siswa MAN 1, 27 Februari 2018. 83Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 351

Di SMA Negeri 2 pelbagai karya siswa dipajang di koridor utama sekolah diletakan dalam lemari pajangan.84 Di SMA Santo Yosef juga memamerkan karya siswa di dinding koridor sekolah. Karya siswa banyak terlihat pada lantai dua dan tiga. Karya-karya siswa tersebut seperti pelbagai lukisan dan pelbagai pajangan kerajinan tangan. Di kelas-kelas, juga banyak dipajang mading hasil karya siswa.85 Di SMK Bakti, karya siswa tidak dipajang di dinding koridor sekolah, tetapi di ruang Wakasis yaitu di lemari pajangan yang terbuat dari kaca. Karya siswa juga banyak berada di ruang kelas.86 Ruang kelas −tempat rutinitas para siswa di sekolah/madrasah− di SMA Santo Yosef dan SMK Bakti memiliki AC, berbeda dengan SMA Negeri 2 dan MAN 1 masih menggunakan kipas angin. Hampir sama, pada setiap ruangan di keempat sekolah tersebut memiliki gambar presiden dan wakil presiden RI dan pelbagai potret pahlawan nasional. Pada MAN 1 beberapa kelas menggelap ketika cuaca mendung. SMA Negeri 2 masih kekurangan 2 ruang kelas. Untuk sementara 2 kelas ditempatkan di ruang laboratorium biologi dan laboratorium kimia.87 Berikutnya ketika observasi peneliti mengetahui bahwa sekolah/madrasah telah menggunakan sosial media sebagai sarana menampilkan keberhasilan siswa. Pada SMK Bakti kegiatan siswa direkam dan dipamerkan melalui Instagram beralamat smkbaktiofficial, isinya adalah 1). Foto-foto lomba kelas (clasmeeting) yaitu stand up comedy, dance, lomba membuat mading, lomba basket, lomba memasak, dan lomba futsal. 2) foto-foto lomba pada acara HUT RI tahun 2019, 3)

84Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 85Observasi Pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019. 86Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 87Observasi Empat Sekolah Pada Pendidikan Menengah Di Pangkalpinang Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019.

352 | Pendidikan Multikultural

foto-foto sosialisasi, 4) foto-foto farewell party, 5) foto-foto kegiatan reuni akbar SMK Bakti Pangkalpinag 2019, 5) foto- foto UNBK SMK Bakti, 6) foto-foto imlek bersama, 7) foto- foto penerimaan siswa baru 2019, 8) foto-foto kegiatan MPLS 9) foto-foto prestasi seperti: team akuntansi SMK Bakti juara 3 TSM National Accounting Competion, juara 2 HBL season 2 (tim putri) dan juara 3 HBL season 2 (tim putra), Artika Bella Puspa kelas XI Multimedia yang telah memenangkan lomba menyanyi solo dalam rangka FLS2N 2019 tingkat nasional yang dilaksanakan di Provinsi lampung, dan banyak lagi prestasi lainnya.88 Gambar 6.8

Gambar 6.8 Instagram SMK Bakti yang menunjukkan pelbagai Prestasi Siswa

Sumber: dokumen SMK Bakti

SMA Santo Yosef juga memiliki beberapa sosial media seperti instgram yaitu OSIS SMA SantoYosef Pkp, pikr-Yosef,

88Instagram: smkbaktiofficial

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 353 web site seperti https://smasantoyosefpkp.sch.id dan https://www.tunaskarya.org dan Facebook SMA Santo Yosef Pangkalpinang. Media sosial ini menjadi tempat SMA Santo Yosef memamerkan pelbagai kegiatan dan prestasi siswa di sekolah.89 SMA Negeri 2 juga memiliki instagram untuk memerkan pelbagai kegiatan sekolah yaitu “sma2pkp” dan “officialprasmada_pkp.” MAN 1 juga memiliki postingan kegiatan di instagram yang diposting oleh pihak ekstrakurikuler tersebut melalui media sosial instagram yaitu “pramanpkp,” “MAN 1 pangkalpinang Jurnalistik_arasyid” dan “osismanesia.”90

Gambar 6.9. Etalase Memamerkan Prestasi Para Siswa MAN 1 SMA Santo Yosef

SMK Bakti SMA Negeri 2

Sumber: dokumen peneliti

89Instagram: OSIS SMA Santo Yosef Pkp, pikr-Yosef” Situs web: https://smasantoyosefpkp.sch.id, https://www.tunaskarya.org, Facebook: SMA Santo Yosef Pangkalpinang. 90Dokumen keempat sekolah dalam media sosial tahun 2018/2019.

354 | Pendidikan Multikultural

Berikutnya, lemari etalase kaca yang besar menampung pelbagai penghargaan atletik, maupun penghargaan akademik sebagai tempat memamerkan prestasi-prestasi siswa. Di MAN 1 etalase diletakan di ruang kepala sekolah, ruang guru laki-laki, dan koridor ruang OSIS Madrasah.91 Di SMA Negeri 2, etalase diletakkan di koridor utama sekolah dan ruang Wakasek.92 Berdasarkan wawancara peneliti dengan siswa SMA Negeri 2, Fatma, terlihat betapa bangganya siswa tersebut ketika berhasil menyumbang satu tropi ke dalam lemari tersebut. Berikut wawancara yang terjadi di koridor utama sekolah :

Lihat! (menunjukan kepada peneliti) ini plakat yang kami dapatkan dari kejuaran tahun lalu. Ketika ekstrakurikuler kami (PMR) dapat menyumbang piala, maka piala di letakan di lemari ini. Ekstrakurikuler PMR dikenang oleh semua orang di sekolah betapa keren dan hebatnya kami.93

Berikutnya pada SMA Santo Yosef, etalase yang berisi penghargaan atas prestasi siswa diletakan di ruang kepala sekolah dan di ruang Wakasarpras. SMA Santo Yosef juga membingkai artikel surat kabar yang memberitakan mengenai prestasi alumni mereka dan ditempel di dinding koridor.94 SMK Bakti meletakan etalase prestasi siswa di lobi sekolah.95 Gambar 6.9.

2. Simbol-Simbol dan Artefak di Sekolah Simbol mewakili nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang tidak terwujud. Mereka adalah manifestasi lahiriah dari hal-hal yang tidak dapat dipahami pada tingkat kesadaran.

91Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 92Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 93Wawancara dengan Fatma, Siswa SMA Negeri 2, 19 September 2019. 94Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 95Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 355

Mereka adalah ekspresi sentimen bersama dan komitmen sakral. Sebuah organisasi tidak bermakna tanpa simbol.96

Gambar 6.10. Lambang Sekolah/Madrasah Pangkalpinang MAN 1 SMA Santo Yosef

SMK Bakti SMA Negeri 2

Sumber: dokumen sekolah/madrasah

Simbol adalah representasi dari nilai dan keyakinan yang terdalam, menggambarkan nilai inti dan membangun afiliasi yang kuat di sekolah dan sebagai komitmen sakral. Jika arsitektur sekolah dapat menyampaikan nilai-nilai yang di pegang sekolah, maka simbol mengikat orang bersama dan yang menguatkan tujuan. Tempat artefak dipajang dapat menandakan sejarah siswa dan guru dan para pegawai. Pemimpin dapat melambangkan visi dan misi melalui kata-kata dan perbuatan mereka. Mereka memberi sinyal apa yang penting dengan bertindak dan berbicara secara simbolis. Kekuatan simbol adalah kunci untuk membangun kebanggaan dan kohesi budaya. Penggunaan simbol secara positif dapat menyatukan grup,

96Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,67.

356 | Pendidikan Multikultural

kelompok, atau organisasi, di sisi lain simbol negatif malah dapat memecah budaya yang ada. Memahami dan menggunakan simbol sekolah yang ada dapat membantu mempertahankan nilai-nilai inti. 97 Berikut simbol/logo sekolah/madrasah yang diteliti Gambar 6.10. Ketika penelitian dilakukan peneliti hanya mendapatkan dua keterangan mengenai lambang sekolah/madrasah ini yaitu dari MAN 1 dan SMA Negeri 2, dengan penjelasan sebagai berikut:

Lambang MAN 1 bermakna: 1) 17 kuntum bunga kapas dan 45 butir padi melambangkan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan bermakna kebulatan tekat seluruh warga MAN 1. 2) Pena yang menancap di buku melambangkan kemauan untuk belajar yang tinggi dan menjadikan siswa MAN 1 profesional dan kompeten dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata. 3) Bulan dan bintang melambangkan warga sekolah beragama Islam yang berjiwa pembaharuan. 4) Perisai berwarna merah berbentuk teratai melambangkan unsur remaja yang dijiwai semangat sosial. Warna merah warna yang beraura kuat, memberi arti energi untuk menyerukan terlaksananya suatu tindakan. 5) MAN 1 PKP: Madrasah Aliyah Negeri 1 Pangkalpinang.

Berikut arti bentuk dan warna logo SMA Negeri 2: 1) Bola dunia melambangkan organisasi intra Sekolah SMA Negeri 2 Pangkalpinang menjunjung tinggi perdamaian dunia dan siap bersaing dalam era globalisasi: 2) Pena yang menancap di buku melambangkan sportifitas belajar yang tinggi dan membangun siswa SMA Negeri 2 Pangkalpinang yang profesionalndan kompeten dalam

97Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,68.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 357

rangka mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya menuju masyarakat adil dan makmur. 3) Timbangan melambangkan rasa persauradaran dan kekeluargaan yang adil dan kuat dan yang mendukung untuk mencapai kesuksesan. 4) Berani, sopan, dan bertanggungjawab merupakan landasan dan karekter siswa SMA negeri 2 Pangkalpinang delam segala bentuk kegiatan belajar dan berkehidupan sosial. 5) Obor meyala melambangkan semangat dan tekat organisasi yang menyala tidak pernah padam demi keberhasilan mencapai tujuan. 6) Warna hijau muda melambangkan organisasi siswa intra sekolah SMA Negeri 2 Pangkalpinang mempunyai pemikiran yang jernih dan luas. 7) SMADA SMA Negeri 2 Pangkalpinang, Bangka Belitung.98

Selain simbol bendera, SMA Santo Yosef juga memiliki hymne. Hymne dinyanyikan pada acara penting di SMA SantoYosef. Berikut hymne SMA Santo Yosef:

Keluarga besar SMA Santo Yosef seia sekata Membangun negara mendidik tunas muda demi Indonesia Bersatu berjuang melawan kebodohan, dengan pendidikan Mencerdaskan bangsa menjadi insan mulia Menuju masa depan jaya Ayo Ayolah kita bersatu padu Demi Pancasila UUD 45 dan negara Indonesia.99

Pada SMA Santo Yosef juga ada artefak lainnya seperti pelbagai pertandingan atletik, pelbagai kegiatan, visi dan misi sekolah yang telah di rekam dan ditampilkan di televisi yang ada di koridor utama. Juga artefak lainnya yaitu mading yang

98Dokumen SMA Negeri 2 Pangkalpinang. 99Dokumen SMA SantoYosef Pangkalpinang.

358 | Pendidikan Multikultural

dibuat oleh para siswa. Mading –terpajang di kelas-kelas− yang ditulis di kertas secara sederhana namun elegan dan berwarna, untuk meningkatkan daya tarik. Peneliti melihat pada salah satu mading, tertulis mengenai kesadaran untuk menjaga lingkungan dan menyayangi mahluk hidup.100 Gambar 6.11. Berikut ini simbol dan artefak yang peneliti tangkap ketika mengobservasi tiga sekolah lainnya. Pada SMA Negeri 2 di sanggar pramuka ada beberapa bukti karya dan semua prestasi siswa.101 Pada SMK Bakti, etalase kaca setinggi tubuh manusia digunakan untuk menampung penghargaan akademik dan nonakademik.102 Berikutnya, pada MAN 1 di gedung aula, seorang guru menempel dan membingkai hasil karya seni siswa dan memajang pot-pot bunga yang terbuat dari handuk bekas.103 Selanjutnya, peneliti juga mengobservasi pelbagai artefak yang terdapat di ruang kelas, lorong, dan tempat pertemuan di setiap sekolah. Artefak ada sebagai simbol dan tanda-tanda dari nilai-nilai yang dimiliki sekolah. Ruang kelas menyimpan simbol-simbol pelajaran dan pembelajaran. Lorong sekolah menampilkan prestasi, penghargaan, pesan, dan motto hasil kinerja siswa dan guru. Tempat-tempat pertemuan melambangkan semangat komunitas dalam bentuk mural dan maskot.104

Gambar 6.11. Salah Satu Berita di Mading

100Observasi pada SMA Santo Yosef, 11 Maret-5 April 2019. 101Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019. 102Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 103Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 104Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,74.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 359

Sumber : dokumen peneliti

Di atas dijelaskan mengenai visi dan misi serta posisinya di lingkungan sekolah, juga tampilan visual pekerjaan siswa dan prestasi siswa lainnya telah dijelaskan etalase karya siswa, prestasi siswa, mading. Semuanya menurut Deal dan Peterson, bahwa semua itu adalah pusat bagian dari budaya sekolah. Namun, beberapa sekolah lebih suka penampilan yang steril, beberapa sekolah mengartikulasikan visi dan nilai-nilai melalui pajangan pada dinding koridor sekolah. Seperti SMA Santo Yosef dan MAN 1 yang banyak memiliki pajangan di koridor mencerahkan lorong yang membosankan, berbeda dengan SMK Bakti dan SMA Negeri 2 di koridor steril dari pelbagai pajangan, hanya cat yang bersih, tapi ruang kelas ramai dengan pelbagai artefak seperti jadwal pelajaran, jadwal piket, mading, pelbagai potret pahlawan nasional, dan lain-lain.105

105Observasi Empat Sekolah Pada Pendidikan Menengah Di Pangkalpinang Februari 2018, Februari-April 2019, Agustus- September 2019.

360 | Pendidikan Multikultural

Di sekolah ada barang/artefak yang tidak terpakai lagi, yang seharusnya dimuseumkan, atau tidak menjadi bagian sekolah lagi seperti beberapa lokasi/ruang yang tidak terurus, beberapa barang tidak bisa dibuang karena aturan negara, tapi tidak terpakai, beberapa harus dibuang ke tempat sampah, contohnya buku teks yang kadaluarsa.106 Tidak semua artefak terjaga, di MAN 1 beberapa barang tua tertumpuk di WC yang tidak terpakai, barang-barang di lemari setelah dipakai tidak tersusun rapi, terutama barang kegiatan-kegiatan siswa, contohnya ketika dua orang siswa meminjam infokus untuk digunakan di kelas ketika mereka mengembalikan salah seorang guru memperingatkan untuk hati- hati mengembalikannya harus rapi.107 Di SMA Negeri 2 ada kebun yang cukup luas. Tampak dahulunya ada kolam ikan lele, tertinggal, berantakan dan tidak terawat. Tetapi, di kebun ini terlihat juga ada beberapa pohon pepaya dan pisang tumbuh subur. Selain itu di ruang wakil kepala sekolah rak-rak tempat menyimpan barang-barang terlihat berantakan dan butuh waktu untuk merapikannya. Peneliti juga menyaksikan bagaimana guru di SMA Negeri 2 mendata barang sekolah yang dipinjam siswa. Seperti yang terlihat, ibu Gailis mendata barang-barang yang dipinjam siswa. Siswa meminjam topi, sekitar 20 buah bercap PMR dan SMA Negeri 2. Setelah tiga hari selesai kegiatan, ibu Gailis memanggil salah satu siswa untuk mengumpulkan topi tersebut dan melaundry topi-topi tersebut.108 Ruang perpustakaan di SMK Bakti tampak penuh buku, sebagian besar buku berdebu dan bertumpuk. Berdasarkan wawancara peneliti dengan ibu Empi, Wakakur, mengatakan

106Kent D. Peterson dan Terrence E. Deal, The Shaping School Culture…,79. 107Observasi di MAN 1, 11 Februari-5 Maret 2019. 108Observasi pada SMA Negeri 2 Pangkalpinang 2-20 September 2019.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 361 bahwa dahulu banyak penganggaran untuk perpustakaan, mungkin tahun ini perpustakaan akan diperhatikan kembali.109

E. Sekolah dan Siswa sebagai Produk Budaya: Membangun Pendidikan Multikultural Disertasi ini berargumen bahwa keempat sekolah di kota Pangkalpinang tempat penelitian ini dilakukan telah memberdayakan budaya sekolah dan struktur sosialnya dalam membangun pendidikan multikultural. Di sisi lain para siswa dengan modal budaya yang dibentuk oleh sekolah dan local genius juga membentuk budaya sekolah dan struktur sosialnya dalam membangun pendidikan multikultural. Memberdayakan budaya sekolah dan struktur sosial menurut Banks masuk dalam dimensi kelima dalam membangun pendidikan multikultural. Lebih lanjut Banks mengatakan aspek penting dari pendidikan multikultural adalah budaya dan organisasi sekolah yang mempromosikan kesetaraan jender, ras, dan kelas sosial. Budaya dan organisasi sekolah harus diperiksa secara menyeluruh oleh petugas TU dan guru sekolah. Petugas TU dan guru di sekolah harus berpartisipasi penuh dalam proses pembentukan kembali struktur sosial (restruckture) yang memberdayakan pendidikan multikultural yaitu pada praktek pengelompokan dan pelabelan siswa, partisipasi olahraga, ketidak profesionalan dalan prestasi, ketidakprofesionalan dalam pendaftaran program pendidikan khusus dan bakat, dan interaksi siswa dan staf lintas etnis atau agama yang beragam dan atau perbedaan perlakuan atas kedua kelompok jender.110 Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2009, Raihani beserta Lyn Parker dari The University of Western Australia dan Chang Yau Hoon dari Singapora Management

109Observasi pada SMK Bakti Pangkalpinang 5 -30 Agustus 2019. 110James A. Banks, "Approaches to Multicultural Curriculum Reform," dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th ed., editor James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, (San Francisco: Jossey-Bass, 2004), 22.

362 | Pendidikan Multikultural

University mendapatkan funding dari Australia Research Council (ARC) untuk sebuah proyek penelitian yang mengkaji sejauhmana pendidikan di Indonesia membantu mewujudkan warga negara yang multikultural dan toleran. Proyek berdurasi selama tiga tahun dari 2009-2012, Raihani secara individual melakukan penelitian kualitatif terhadap enam sekolah berbeda di Yogyakarta dan Palangkaraya untuk mengeksplorasi apa pun pendidikan yang berorientasi multikultural, salah satu temuannya adalah mengenai aktivitas siswa. Menurut Raihani kegiatan-kegiatan kesiswaan di luar kurikulum formal, berpotensi sebagai wadah pembelajaran multikultural. Kegiatan seperti pramuka, PMR dan beberapa cabang olah raga menjadi ajang interaksi sosial positif bagi para siswa dari beragam latar belakang.111 Selama 5 bulan, peneliti mewawancarai dan mengobservasi siswa SMA, SMK dan MAN kelas X, XI dan XII, menggunakan random sampling dan juga FGD, peneliti mendengarkan pelbagai cerita mereka mengenai kehidupan sehari-hari di sekolah, yaitu dalam berteman, belajar, berhubungan dengan guru dan tugas-tugas sekolah, mengikuti pelbagai kegiatan ekstrakurikuler, posisi sebagai anak di keluarga, cita-cita dalam melanjukan pendidikan, cita-cita dalam bekerja, pendapat mereka mengenai politik dan mengenai pelbagai sosial dan seni, dalam berpacaran, dan lain lain. Dengan ini peneliti menginterpretasi mereka sebagai ”orang terdidik” dan cara mereka mereproduksi identitas tersebut didapat dari wawancara terstruktur dan tidak terstruktur yang telah dilakukan dan juga observasi yang dilakukan di sekolah. Sangat jelas, para siswa sangat membutuhkan teman. Dengan temannya mereka melakukan pelbagai kegiatan. Mereka selalu bersama seperti berjalan ke ruang guru, ke WC, ke kantin sebagai suatu kebiasaan. Bagi mereka teman sangat penting, membuat hari mereka berwarna, dan gembira, walau disaat bersamaan mereka juga bersedih. Mereka membuat ritual, membangun tradisi dan ikut terlibat dalam pelbagai upacara di

111Raihani, Pendidikan Islam Dalam Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 149-150.

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 363 sekolah. Para siswa telah membentuk budaya sekolah dengan modal budaya yang mereka miliki. Sekolah-sekolah di Pangkalpinang menyediakan akses ke setatus ”siswa terdidik” yaitu siswa yang dapat berteman tanpa mempermasalahkan latar belakang agama, etnis, jender dan kelas sosial. Melalui undang-undang pendidikan dan kurikulum nasional 2013 dan buku teks, pemerintah telah memperjelas siswa terdidik yang mereka inginkan. Seperti yang diingkapkan dalam kebijakan pendidikan, (sebagaimana yang dijelaskan dalam undang-undang pendidikan di atas) warga negara yang terdidik adalah yang mampu hidup dalam keragaman, kemajemukan atau multikultural. Sebagaimana penelitian Raihani,112 Abdullah Aly,113 Yaya Suryana dan H.A. Rudiana,114 Zakiyuddin Baidhawy,115 M. Ainul Yaqin,116 Noor Sulistyobudi, Bambang Suta, Salamun,117 H.A.R. Tilaar118 yang mengemukakan bahwa wacana nasional mengenai pendidikan

112Raihani, “Report on Multicultural Education in Pesantren,” Compere: A Journal of Comparative and International Education 42 (2012), 595-596, http://dx.doi.org/10.1080/03057925.2012.672255, (diakses 14 Januari 2019). 113Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 295- 303. 114Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip dan Implementasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 267-280 115Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Erlangga, Jakarta, 2005), 74-105. 116Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), 58-68. 117Noor Sulistyobudi, Bambang Suta, Salamun, Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah Istimewa Yogyakarya, (Balai Pelestarian Nilai Budaya: Yogyakarta, 2014).37-104. 118H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Grasindo: Jakarta, 2004), 167-214.

364 | Pendidikan Multikultural

multikultural termuat dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional, kurikulum dan buku teks serta proses pembelajaran guru di kelas. Tetapi peneliti telah melihat secara mendalam cara siswa mengkonstruksi sekolahnya yaitu siswa memperlakukan sekolah sebagai situs untuk membangun pertemanan, persaudaraan dan kebersamaan, bermakna mereka sendiri menkontruksi budaya, ini yang dimaksud dengan ”siswa terdidik” Jadi sekolah mengambil wacana yang termuat dalam aturan pendidikan nasional, tetapi sekolah bukan semata-mata corong dan kendaraan wacana negara. Sekolah juga mengambil wacana yang termuat pada local genius masyarakat setempat. Sekolah dengan modal-modal yang ada pada local genius dan negara membentuk para siswanya. Para siswa menghargai citra pendidikan yang dipromosikan oleh wacana sekolah resmi (sebagaimana disebukan di atas), tetapi modal budaya yang para siswa miliki juga berakibat besar pada tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang mereka buat (sebagaimana disebutkan di atas). Dengan modal budaya mereka menciptakan diri mereka sendiri sebagai pribadi yang bermoral dan berjiwa sosial. Sekolah memiliki daya yang membentuk para siswa dan para siswa memiliki daya yang membentuk sekolahnya. Sekolah dan siswa di Pangkalpinang telah menyumbang makna baru mengenai “orang terdidik” yaitu siswa yang membangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah yaitu siswa yang mampu hidup dalam kemajemukkan dengan cara berteman, menyelesaikan pelbagai tugas sekolah bersama dan menjalani bersama kehidupan sehari-hari di sekolah.

F. Keunggulan sekolah di Pangkalpinang: Model Harmoni Sosial Antaretnis Pendidikan multikultural semakin mendesak untuk dilaksanakan di sekolah. Dengan pendidikan multikultural sekolah menjadi agen untuk menghapus prasangka, dan sekaligus untuk melatih dan membangun karakter siswa agar

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 365 mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis.119 Pada bab IV dan V peneliti menganalisis bagaimana kemampuan siswa sebagai agen dan local genius masyarakat Pangkalpinang membentuk pendidikan multikultural. Sekolah dapat membangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah dengan mensinergikan tiga hal yaitu kurikulum formal dan non- formal sekolah, siswa sebagai agen dan local genius masyarakat. Penelitian tentang pendidikan multikultural sebenarnya terus berkembang. Apalagi perhatian tentang pengembangan pendidikan multikultural semakin menemukan momentumnya ketika para sarjana, baik dari Barat maupun dari timur, atau dari Indonesia terus mengkaji. Namun demikian dari beberapa penelitian yang dilakukan masih ada beberapa persoalan yang belumerungkap dalam melihat persoalan yang terkait dengan pendidikan multikultural. Misalnya belum diungkap mengenai model pendidikan yang tepat agar pendidikan multikultural terujud. Penelitian yang menyangkut pendidikan multikultural di Indonesia banyak mengkaji aspek kebijakan pemerintah, muatan kurikulum, orientasi, prinsip-prinsip yang ditanamkan dan seterusnya semuannya masih dalam sebatas tawaran pemikiran, dan belumteraplikasi ataupun diujicobakan secara praktis dalam sebuah lembaga pendidikan. Walaupun ada beberapa penelitian yang juga berargumen bahwa proses pendidikan di beberapa lembaga pendidikan talah mengimplementasikan pendidikan multikultural dengan memasukkan nilai-nilai pendidikan multikultural di dalam kurikulum formal.120 Melengkapi penelitian-penelitian yang terdahulu, Abdullah Aly, Sulalah, Noor Sulistyobudi dkk., Suparlan Al- Hakim dan Sri Untari, Yaya Suryana dkk., penelitian ini

119Husniyatus Salamah Zainiyati, “Pendidikan Multikultural Upaya Membangun Keberagamaan Inklusif di Sekolah,” Islamica Jurnal Studi Keislaman 2, (2007), 144, Http:10.15642/islamica.2007.1.2.125-145, (diakses 26 Mei 2020). 120Sulalah, Pendidikan Multikultural Didaktika Nilai-Nilai Universalitas Kebangsaan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 30-37.

366 | Pendidikan Multikultural

berargumen untuk membangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah tidak hanya faktor guru121 atau kurikulum formal yaitu buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah,122 tetapi dengan mengkonstruksi budaya sekolah dapat membangun pendidikan multikultural. Berdasarkan analisis peneliti pendidikan multikultural sangat baik terbangun sebagai kurikulum tersembunyi di sekolah, tetapi walaupun begitu tidak berarti sekolah tidak bisa mengkonstruksinya. Peneliti berargumen melalui kegiatan ekstrakurikuler yang telah ada di sekolah, jika mendapat perhatian dan fasilitas yang memadai dan sekolah mengakomodasi kepentingan-kepentingan kegiatan itu maka akan terbangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah. Local genius yang ada pada masyarakat setempat dapat juga dimanfaatkan sekolah dalam membangun modal budaya para siswa, yang dapat diarahkan membangun pendidikan multikultural. Disamping itu sekolah juga telah mengakomodasi agenda negara yaitu undang-undang pendidikan nasional. Sebagai contoh bagaimana pendidikan multikultural dapat sangat baik terkonstruksi yaitu ketika siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, siswa tersebut tidak memiliki harapan atau keinginan apa pun atau ada juga siswa yang berharap menambah wawasan dan pengalaman (berdasarkan wawancara dan observasi). Ketika siswa mulai aktif dalam kegiatan yang ia ikuti siswa tersebut memiliki teman baru, yang menumbuhkan

121Ilknur Tarman dan Bülent Tarman, "Developing Effective Multicultural Practices: a Case Study of Exploring a Teacher’s Understanding and Practices," The Journal of International Social Research 4 (2011), 579-580, https://file:///c:/users/acer/downloads/developing%20multicultural%2 0practice%20exploring%20teacher%20understanding%20ok.pdf, (diakses 4 Juni 2018). 122122Jill M. Klefstad dan Kimberly C. Martinez, "Kindergarten Through Grade 1 Promoting Young Children's Cultural Awareness and Appreciation Through Multicultural Books," YC Young Children 68 (2013), 74-77, http://www.jstor.org.stable/yeyongehildren.68.5.74, (diakses 8 Mei 2018).

P e n d i d i k a n M u l t i k u l t u r a l | 367 solidaritas karena berada di kelompok yang sama, kemudian tumbuh simpati dan empati, tumbuh rasa kebersamaan, rasa sayang, toleran. Dalam pendidikan disebut kurikulum tersembunyi dalam pandangan Giddens konsekuensi tindakan yang tidak dikehendaki, atau dalam pandangan Bordieu modal sosial siswa berkembang sebagai hasil dari modal budaya yang mereka miliki, atau siswa terdidik produk budaya menurut Lavinson dan Holland . Sekolah tidak perlu menambah kurikulum atau mata pelajaran dengan menambah biaya, sekolah cukup hanya memperhatikan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang ada pada budaya sekolah yang telah ada. Karena secara tidak langsung itu adalah tempat terjadinya dialog antara siswa dan membangun toleran dan persahabatan para siswa. Berikutnya, modal budaya merupakan modal suatu bangsa untuk maju dan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan menggalang kekuatan terutama di dalam era globalisasi. setiap budaya memiliki local genius.123 Sekolah harus memanfaatkan ini untuk membangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah.124 Seperti yang terjadi di sekolah di Pangkalpinang dimana siswa etnis China 30 persen lebih tapi bisa hidup rukun dengan siswa etnis Melayu yang berkisar 48 persen.

123 H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Mada Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), 92. 124

368 | Pendidikan Multikultural

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan Bersadarkan uraian Bab-bab terdahulu, penelitian ini berkesimpulan bahwa semakin diintegrasikan program sekolah dan local genius maka akan semakin besar jaminan keberhasilan pendidikan multikultural dalam budaya sekolah di suatu lembaga pendidikan. Subtansi pendidikan multikultural menghasilkan pada aspek agama, etnis, sosial ekonomi, bahasa, adat istiadat, dan gender. Kesimpulan tersebut didasarkan atas bukti-bukti yang diperoleh dari hasil penelitian tentang yang tertera dalam uraian Bab IV,V, sampai dengan Bab VI sebagai berikut: 1. Siswa membangun pendidikan multikultural dalam budaya sekolah, karena terjadi agensi agen ketika siswa mengikuti ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler −wajib maupun pilihan− sebagai sarana untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki siswa baik berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang didapatkannya maupun dalam pengertian khusus untuk membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada dalam dirinya dilakukan di luar kelas dan di luar pelajaran. Ternyata, kegiatan ekstrakurikuler dapat

P e n u t u p | 369

menjadi sarana yang melanggengkan kehidupan inklusif dan menciptakan pendidikan multikultural terlihat dari terbangunnya tiga elemen yaitu EEE di sekolah. Studi kasus pada Pendidikan Menengah di Pangkalpinang menunjukan hidden curiculum yang didapatkan para siswa ketika mengikuti kegiatan ekstrakurikuler adalah Para siswa/agen tidak menyadari bahwa tindakan −dalam kehidupan sehari-hari− mereka memberikan pelbagai konsekuensi yang sesuai dengan ide besar dari pendidikan multikultural atau yang disebut Giddens unintended consequences. Jadi pendidikan multikultural dalam budaya sekolah dibangun oleh para siswa sebagai konsekuensi dari tindakan-tindakan para siswa yang tidak dikehendaki (unintended consequences). 2. Local genius membentuk tingkahlaku dan cara perpikir siswa di sekolah. Tudung saji adalah salah satu local genius yang membentuk struktur masyarakat khususnya Pangkalpinang dan Bangka pada umumnya, memiliki penerimaan positif terhadap keragaman budaya yaitu toleransi antar agama, mengakui perbedaan, kesetaraan atau kesejajaran budaya, mengakui kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain sebagainya. Pada akhirnya, keragaman dan kemajemukan tersebut dapat hidup berdampingan secara damai, harmoni dan toleran. Sekolah melanggengkan budaya tersebut sehingga membentuk (framing) tingkahlaku dan cara perpikir siswa dan membangun pendidikan multikultural pada budaya sekolah. Sebagaimana Bourdieu mengatakan sekolah sebagai tempat terjadinya reproduksi budaya. Sekolah hampir selalu menerapkan budaya masyarakat tempat sekolah itu didirikan. Akibatnya siswa dari latar belakang apapun mengembangkan cara berbicara dan bertindak yang yang ditentukan struktur masyarakat setempat. 3. Sekolah membentuk siswa dan siswa dengan modal budayanya membentuk sekolahnya. Maksud dari

370 | Pendidikan Multikultural

”sekolah membentuk siswa” terjadi ketika sekolah melaksanakan kebijakan pendidikan nasional yaitu pelbagai agenda negara. Ketika sekolah −secara tidak langsung− melaksanakan kegiatan melangenggkan budaya lokal masyarakat setempat bermakna sekolah juga membentuk para siswanya. Selanjutnya yang dimaksud dengan ”siswa dengan modal budayanya membentuk sekolahnya” adalah ketika kegiatan sehari- hari siswa di sekolah adalah berteman dan melakukan pelbagai kegiatan bersama −berteman tanpa mempermasalahkan latar belakang agama, etnis, gender dan kelas sosial− para siswa telah membangun budaya sekolahnya. Sekolah-sekolah dan para siswa di keempat sekolah yang peneliti teliti di Pangkalpinang menyediakan akses ke setatus ”siswa terdidik” dengan makna baru. Siswa terdidik adalah tidak hanya siswa yang bertindak berdasakan modal budayanya serta nilai- nilai dan norma kepercayaan yang di ajarkan sekolah, tetapi juga karena kuatnya agensi siswa dalam mengkonstruksi budaya sekolahnya. Bersamaan dengan sekolah membentuk siswa dan siswa dengan modal budayanya membentuk sekolahnya, sekolah dan siswa telah membangun pendidikan multikultural.

B. Saran Saran atau implikasi penelitian ini terbagi dua yaitu terdiri atas dua bagian yaitu saran akademik (teoritis) dan saran praktis. Saran teoritis menunjukkan wilayah penelitian yang pelu dikembangkan atau diteliti lagi setelah penelitian ini, sedangkan saran praktis adalah pernyataan peneliti tentang penggunaan hasil penelitian ini.

1. Saran Teoritis Dalam studi ini peneliti telah mengadopsi pendekatan etnografi untuk mendokumentasikan dan menganalisis praktik berbagai tindakan siswa pendidikan menengah di Pangkalpinang dalam proses kehidupan sehari-

P e n u t u p | 371 hari di sekolah yang membangun pendidikan multikultural. Peneliti menemukan bahwa dinamika pembangunan pendidikan multikultural dan pemeliharaannya yang aktif di kalangan siswa pendidikan menengah di sekolah, mencerminkan jaringan relasi agen dan struktur yang membentuk budaya sekolah. Seperti dalam setiap studi etnografi, keputusan harus dibuat tentang apa yang harus dimasukkan dan yang tidak. Salah satu keterbatasan ruang lingkup penelitian adalah bahwa dimensi dinamika komunikasi yang peneliti fokuskan berkaitan dengan hubungan sosial pada tingkat mikro dengan demikian penelitian ini tidak membahas secara terperinci bagaimana struktur di tingkat makro. mempengaruhi pembangunan masyarakat Pangkalpinang, khususnya Cina dan Melayu sekarang ini. Sebagai contoh, penelitian ini hanya dapat menyentuh berbagai penelitian terdahulu yang relevan mengenai masyarakat Bangka yang berasimilasi. Studi kasus mengungkapkan bahwa karena beberapa siswa melanjutkan studi keberbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan Yogyakarta, ketika mereka kembali ke Pangkalpinang mereka telah dipengaruhi oleh berbagai informasi mengenai perbedaan dan pertikaian antar agama dan etnis, atau cara pandang agama masing- masing. Namun, penelitian ini tidak membahas masalah ini hanya lebih dari sekadar mengidentifikasinya. Juga, fokus dalam penelitian ini adalah pada berbagai siswa pendidikan menengah dari empat sekolah yaitu MAN 1, SMA Santo Yosef, SMK Bakti dan SMA Negeri 2 Pangkalpiang. Penelitian ini tidak mencapai pada para mahasiswa yang kuliah di Pangkalpinang apakah lebih membangun atau tidak membangun pendidikan multikultural. Mengambil temuan dari penelitian peneliti sebagai batu loncatan, untuk penelitian selanjutnya akan menarik untuk menyelidiki pandangan para mahasiswa di Pangkalpianang tentang praktik pendidikan multikultural di perguruan tinggi.

372 | Pendidikan Multikultural

Lebih jauh, tren terbaru yang peneliti identifikasi tetapi tidak bisa ditindaklanjuti dalam lingkup penelitian peneliti saat ini, adalah penggunaan dan dampak media sosial pada konstruksi tindakan para siswa. Sebagai contoh, peneliti telah menunjukkan dalam penelitian ini bahwa para siswa banyak tidak terlibat dalam berbagai kegiatan di sekolah karena menggunakan aplikasi media sosial di HP, namun disisi lain juga siswa menggunakan media sosial untuk membangun jaringannya dengan siswa di sekolah lainnya. Penelitian di masa depan mungkin meneliti bagaimana media (sosial) berkontribusi untuk mengkonstruksi identitas siswa pada pendidikan menengah dan apa implikasinya pada interaksi sosial saat ini. Peneliti berharap dan percaya bahwa peneliti dan peneliti lain yang akan terinspirasi untuk mengambil tema- tema yang diidentifikasi di atas dalam penelitian masa depan akan dapat memperoleh manfaat dari temuan-temuan penelitian yang telah peneliti lakukan. Sifat etnografi yang memungkinkan peneliti untuk memetakan tindakan siswa pendidikan menengah dalam komunitasnya yaitu sekolah yang belum diketahui sebelumnya, ternyata membangun pendidikan multikultural. Dengan mengambil pendekatan ini, penelitian ini berkontribusi pada studi pendidikan multikultural di Indonesia, dibandingkan dengan studi pendidikan multikultural yang lain di Indonesia, bahwa sekolah-sekolah di Pangkalpinang telah membangun pendidikan multikultural melalui kehidupan masyarakat Bangka yang telah berasimilasi dan sekolah menjadi tempat masyarakat membentuk anak-anaknya.

2. Saran Praktis Penjelasan pada bab IV, V dan VI menunjukkan dan menjelaskan adanya proses pendidikan multikultural di lembaga pendidikan menegah melalui pendekatan antropologis. Kesimpulan dari rumusan menunjukkan pendidikan multikultural di sekolah bersifat pasif. Ada tiga

P e n u t u p | 373 hal yang dominan dalam mengkonstruksi pendidikan multikultural di sekolah yaitu siswa sebagai agen, local genius, dan sekolah. Sesungguhnya, sekolah berfungsi dengan sengaja mendidik untuk mengembangkan potensi anak didiknya kearah yang dikehendaki sebagaimana visi- misi sekolah, tetapi −sebagaimana penjelasan yang peneliti kemukakan pada bab VI− sekolah pasif dalam mengajarkan pendidikan multikultural. Argumen peneliti pada poin ini, sebagaimana ciri lembaga pendidikan yaitu aktif atau dengan sengaja mendidik untuk mengembangkan potensi anak didiknya. Supaya program pendidikan multikultural lebih mencapai sasaran tanpa menambah materi khusus, biaya dan waktu. Sekolah dapat secara aktif atau sengaja mengorganisasi kegiatan ekstrakurikuler sehingga terjadi kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) sebagai cara non-formal dalam membangun karakter pendidikan multikultural para siswa. Sekolah dapat memadukan tiga unsur dominan yaitu siswa sebagai agen, local genius, dan lingkungan sekolah dalam merancang kurikulum tersembunyi yang membangun pendidikan multikultural di sekolah. Model pendidikan multikultural di masa depan adalah sekolah bersinergi dengan stakeholder memperhatikan budaya sekolah seperti kegiatan rutin; kurikulum formal dan non-formal –ekstrakurikuler,− pelbagai kegiatan perayaan di sekolah baik perayaan nasional, keagamaan, atau upacara-upacara yang terkait dengan masing-masing sekolah, simbol dan artefak yang ada di sekolah sebagaimana sudah ada dan terpelihara oleh sekolah-sekolah saat ini, untuk lebih diperhatikan karena ternyata semua membantu membangun karakter pendidikan multikultural pada para siswa. Agar pembangunan pendidikan multikultural lebih terjamin keberhasilannya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan tiga pola −budaya sekolah, local genius, dan program sekolah− dengan menjadikan sekolah sebagai penggerak utama artinya nila-

374 | Pendidikan Multikultural

nilai multikultural diprogramkan secara sengaja oleh sekolah lewat kegiatan ekstrakurikuler dan kurikulum tersembunyi.

P e n u t u p | 375

376 | Pendidikan Multikultural

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adiwikarta, Sudardja. Sosiologi Pendidikan Analisis Sosiologi Tentang Praksis Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016.

Al-Abrasyi, Muhammad 'Athiyyat. Rûh al-Tarbiya wa al- Ta'lîm. Kairo: Dar ihya' al-Kutub al'Arabiyyat 'Isa al-Babi al-Halabi, 1962.

Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib. Aims and Objectives of Islamic Education. Jeddah: King Abdulaziz, 1979.

Albert, Marcia and Brenda Derby. “The Development of Racial Attitudes in Children,” dalam Cultural Diversity and the Schools Prejudice, Polemic or Progress? Vol 2, ed. James Lynch, Celia Modgil and Sohan Modgil, 73-86. London dan Washington, D.C.: The Falmer Press, 1992.

Al-Hakim, Suparlan dan Sri Untari. Pendidikan Multikultural Strategi Inovatif

D a f t a r P u s t a k a | 377

Pembelajaran Pluralitas Masyarakat Indonesia. Malang: Madani Media, 2018.

Althusser, Louis. Lenin and Philosophy and Other Essays, diterjemahkan oleh Ben Brewster. New York: Monthly Review Press 1971.

______. On the Reproduction of Capitalism Ideology and Ideological State Aparatus. London and New York: Verso, 2014.

Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Anderson-Levitt, Kathryn M. "Behind Schedule: Batch- Produced Children," dalam The Cultural Production of Educated Person Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A. Lavinson, Douglas E. Foley dan Dorothy C. Holland, 57-78. New York: State University of Ney York Press, 1996.

An-Nisaburi, Muslim bin Hijaz Abu Hasan al-Qushairi. Shahih Muslim Juz 3. Beirut, Dar Ihya al- Turast al-„Arabi, tt.

Aslan, Hidden Curriculum, Makassar: CV. Pena Indis, 2019.

Giddens, Anthony. The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration. Cambridge: Polity Press, 1984.

378 | Pendidikan Multikultural

Anto, J. “Pendahuluan,” dalam Merawat Keberagaman Praksis Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, 1-54. Medan: Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, 2015.

Apple, Michael W. Education and Power. London: Routledge, 2013.

______. "Reproduction and Contradiction in Education: an Introduction,” dalam Cultural and Economic Reproduction: Essays in, Class, Ideology and the State, ed. Micheal W. Apple, 1-35. Boston: Routledge and Kegan Paul, 1917.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga, 2005.

Banks, Cherry A. McGee. “Communities, Families and Educators Working Together For School Improvement,” dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th, ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee, 417- 437. United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010.

Banks, James A. "Approaches to Multicultural Curriculum Reform," dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th, ed. editor James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, 233- 256. San Francisco: Jossey-Bass, 2004.

D a f t a r P u s t a k a | 379

______. "Multicultural Education, Transformative Knowledge, and Action," dalam Handbook of Research on Multicultural Education, ed. James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, 3-29. San Francisco: Jossey-Bass, 2004.

______An Introduction to Multicultural Education. United State: Paron Press, 2008.

______Cultural Diversity and Education Foundations, Curriculum, and Teaching. New York: Routledge, 2016.

Bell, Brenda. John Gaventa and John Peters. “Editor Introduction: Myles Horton and Paulo Freire Background on the Men, The Movements, and the Meetings.” dalam We Make the Road by Walking Conversations on Education and Social Change, ed. Brenda Bell, John Gaventa, and John Peters, xv- xxxvii. Philadelphia: Temple University Press, 1990.

Bernstein, Basil. Class, Codes and Control: Vol III Towards a Theory of Educational Transmission. London and New York: Routledge, 2003.

Bourdieu, Pierre and Jean-Claude Passeron. Reproduction in Education, Society and Culture. London: Sage Publications, 1990.

______"The Form of Capital," dalam Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education, ed. J. Richardson, 241-253. New York: Greenwood, 1986.

380 | Pendidikan Multikultural

______"The School as a Conservative Force: Scholastic and Cultural Inequalities," dalam Contemporary Research in the Socioloogy of Education, ed. John Eggleston, 32-46. London: Methuen, 1974.

______Distinction Social Criticue of Judgement of Taste. Cambridge: Harvard University Press.1984.

______Outline of a Theory of Practice. Cambridge: Cambridge University Press, 1977.

______The Field Of Cultural Production Essays on Art and Literature. New York: Colombia University Press, 1993.

Boutte, Gloria. Multicultural Education Raising Consciousness. Toronto: Wadsworth Publishing Company, 199.

Bowles Samuel dan Herbert Gintis, Schooling in Capitalist America: Educational Reform and the Contradiction of economic Life London: Rouledge and Kegan Paul,1976.

Bungin, H.M. Burhan. Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2009.

Burhanuddin, Jajat. dan Arif Subhan. Sistem Siaga Dini Terhadap Kerusuhan Sosial. Jakarta: Balitbang Agama Depag RI dan PPIM, 2000.

D a f t a r P u s t a k a | 381

Carnoy, Martin. “Forword,” dalam Pedagogy of the Heart, ed. Paulo Freire, 7-20. New York: Continuum, 2000.

Cholil, Suhadi. Seri Agama dan Dialog Publik Resonansi Dialog Agama dan Budaya dari Kebebasan Beragama, Pendidikan Multikultural Sampai RUU Anti Pornografi. Yogyakarta: CRCS, 2008.

Christano, Rita Oswald and William K. Cummings. “Schooling In Indonesia,” dalam Going to School in South Asia, ed. Gerard A. Postiglione and Jason Tan, 122-141. United States of America: Greenwood Press, 2007.

Colombijn, Freek dan J. Thomas Lindblad. Root of Violence in Indonesia Contemporary Violence in Historical Perspective. Singapora: Markono Print Media Ptc.Ltd, 2002.

Convertino, Christina. Bradley A. Levinson, dan Norma González. “Culture Change: Cultural Psychology and Cultural Production,” dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 9th, ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks. 24-40. United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010.

Coombs, Philip H. The word Education Crisis a System Analysis. New York: Oxford University Press, 1998.

Creswell, John W. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

382 | Pendidikan Multikultural

Daud, Wan Mohd Nor Wan. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas. Bandung: Mizan 2003.

Domnwachukmu, Chinaka Samuel. An Introduction to Multicultural Education From Theory To Practice. New York: Rowman dan littlfield Publishers. Inc, 2010.

Durkheim, Émile. Education and Sociology. Glence Illinois: The Free Press, 1956.

El-Fadl, Khaled Abou. The Place of Tolerance in Islam. Boston: Beaccon Press, 2002.

Elvian, Akhmad. Setengah Abad Kota Pangkalpinang Sebagai Daerah Otonom. Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Pangkalpinang, 2014.

______Toponim Kota Pangkalpinang. Pangkalpinang: Dinas Pariwisata Provinsi Kep.Bangka Belitung, 2011.

Erickson, Frederick. “Culture in Society and in Educational Practices,” dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th. ed. James A. Banks dan Cherry A. McGee Banks, 33-58. United State Amerika: John Wiley dan Sons, Inc., 2010.

Evawarni. Hubungan Antar Suku Bangsa di Kota Pangkalpinang. Tanjungpinang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang, 2009.

D a f t a r P u s t a k a | 383

Fachrian, Muhammad Rifqi. Toleransi Antarumat Beragama dalam al-Qur’ān (Telaah Konsep Pendidikan Islam). Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2018.

Fisher, Simon. dkk. Mengelola Konflik Keterampilan dan Strategi Bertindak. Jakarta: The British Council, Indonesia, 2000.

Freire, Paulo. Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum, 2005.

Gellner, David N. "Pendekatan Antropologis," dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, ed. Peter Connolly, 15-62. Yogtakarta: IRCiSoD dan LKiS, 2016), 31-33.

Ghafur, Waryono Abdul. Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dan Konteks. Yogyakarta: elSAQ, 2005.

Giroux, Henry A. Theory and Resistance in Education: Towards a Pedagogy for the Opposition. London: Greenwood Publishing Group, 2001.

Gollnick, Donna M. dan Philip C. Chinn. Multicultural Education in a Pluralistic Society. The United State of America: MacMillan, 1990.

Grant, Carl A. and Christine E. Sleeter. “Race, Class, Gender and Disability in the Classroom; Approaches to Multicultural Education,” dalam Multicultural Education Issues and Perspectives 7th, ed. editor James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, 59-81. San Francisco: Jossey-Bass, 2004.

384 | Pendidikan Multikultural

Gutiérrez, Rochelle. “Is the Multiculturalization of Mathematics Doing Us More Harm then Good?,” dalam Multicultural Curriculum New Directions for Social Theory, Practice, and Policy,, ed. Ram Mahalingam and Cameron MeCarthy, 199-219. New York: Routledge, 2000.

Hargreaves, David H. "The Occupational Culture of Teacher," dalam Teacher Strategies: Explorations in the Sociology of the School, ed. Peter Woods, 125-148. USA dan Canada: Routledge, 1980.

Haryono, M. Yudhie R. Bahasa Politik Al-Qur’ān Mencurigai Makna Tersembunyi di Balik Teks. Bekasi: Gugus Press, 2002.

Hasan, Muhammad Tholchah. Pendidikan Multikultural Sebagai Opsi Penangulangan Radikalisme. Malang: Unisma, 2016.

Heidhues, Mary F. Somers. Bangka Tin and Mentok Pepper: Chinese Settlement on an Indonesian Island. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1992.

Henstrand, Joyce L. "Seeking an Understanding of School Cuture Using Theory as Framework for Observation and Analysis," dalam Theoretical Frameworks in Qualitative Research, ed. Jr., Norma T. Mertz Vincent A. Anfara, 24-33. London: Sage Publications, 2014.

D a f t a r P u s t a k a | 385

Hernandez, Hilda. Multicultural Education A Teacher's Guide to Content and Process. Ohio: Merrill Publishing Company, 1989.

Howard, Gary R. We Can’t Teach What We Don’t Know: White Teachers, Multiracial Schools, Multicultural Education Series. New York: Teachers College Press, 2006.

Ibnu, Al Hafizh 'Imaduddin Abu Al Fida' Ismail. Tafsir Juz 'Amma. Diterjemahkan oleh Farizal Tirmizi. ed. Mukhlish B. Mukti, Fajar Inayati. Cet 10. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Ibrahim dkk. Pakaian Adat di Provinsi Kep. Bangka Belitung (Seri I Kajian Melayu Babel, ed. Engkus Kuswanda. Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kep. Bangka Belitung.

Idi, Abdulah. Cina-Melayu di Bangka. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009.

______Bangka Sejarah Sosial Cina-Melayu. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011.

Illch, Ivan. Deschooling Society. Mexico: Harrow Books, 1970.

Irwanto. Focused Group Discussions (FGD) Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2006. Klinken, Gerry Van. Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars. London: Routledge, 2007.

386 | Pendidikan Multikultural

Kosim, Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun Kritis, Humanis, dan Religius. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟ān. Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, (Tafsir al-Qur’ān Tematik). Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010.

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟ān. Tanggung Jawab Sosial (Tafsir al-Qur’ān Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashiihan Mushaf al-Qur‟ān. Levinson, Bradley A. dan Dorothy Holland. "The Cultural Production of the Educated Person: An Introduction," dalam The Cultural Production of the Educated Person: Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A. Levinson, Douglas E. Foley dan Dorothy Holland, 1-54. United State of Amerika: State University of New York Press, Albany, 1996.

Linton, Ralph. The Study of Man an Introduction. New York; Appleton-Century-Crofts, Inc., 1936.

Lukes, Steven. Émile Durkheim His Life and Work a Historical and Critigal Study. United States of America: Harper & Row PubHshers Inc., 1973.

Luth, Thohir. Masyarakat Madani Solusi Damai dalam Perbedaan, Jakarta: Mediacita, 2006.

MacBeath, John dan Peter Mortimore. “School Effectiveness and Improving: the Story So Far,” dalam Improving School Effectiveness, ed.John

D a f t a r P u s t a k a | 387

MacBeath dan Peter Mortimore, 1-21. Philadelpiha: Open University Press, 2001.

Madjid, Nurcholis. "Pengantar: Pendidikan, Langkah Strategis Mempersiapkan SDM berkualitas," dalam Menuju Masyarakat Belajar menggagas Paradigma Baru Pendidikan, ed. Indra Djati Sidi, xi-xxii. Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana Ilmu, 2001.

Mahalingam, Ram. "Beyond Eurocentrism: Implication of social Epistemology for Mathematics Education," dalam Multicultural Curriculum New Directions for Social Theory, Practice, and Policy, ed. Ram Mahalingam and Cameron MeCarthy, 189-219. New York: Routledge, 2000.

Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Mangunpranoto, Sarina. “Pengantar,” dalam Matinya Sekolah, diterjemahkan oleh. M Suedomo, ix-xi. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000.

Martono, Nanang. Dunia Lebih Indah Tanpa Sekolah. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016.

Martono, Nanang. Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2018.

______Sekolah (Bukan) Penjara Menggugat Dominasi Kekuasaan atas Pendidikan, Jakarta: Mitra Wacana Media.

388 | Pendidikan Multikultural

______Sekolah Publik VS Sekolah Privat dalam Wacana Kekuasaan, Demokrasi, dan Liberalisasi Pendidikan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2017.

______Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmoderen, dan Poskolonial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.

Maslikhah. Quo Vadis Pendidikan Multikultural Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan. Salatiga dan Surabaya: PT Temprina Media Grafika Surabaya, 2007.

May, Stephen. "Introduction: Towards Critical Multiculturalism," dalam Critical Multiculturalism: Rethinking Multicultural and Antiracist Education, ed. Stephen May, 1-11. UK and USA Taylor & Francis e- Library, 2005.

Megawati. “Praktik Pendidikan Multikultural Pada Jenjang Pendidikan di YPSIM Praktik Penerapan Pendidikan Multikultural di Tingkat PG-TK Sultan Iskanda Muda,” dalam Merawat Keberagaman Praksis Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, 93-113. Medan: Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, 2015.

Merriam, Sharan B. Qualitative Research a Guide to Design and Implementation. United State of America: Jossey-Bass, 2009

Miles, Matthew B. and Huberman, A. Michael. Qualitative Data Analysis an Expanded Sourcebook

D a f t a r P u s t a k a | 389

Second Edition. London: Sage Publication, 1994.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.

Monoghan, Jhon dan Peter Just. Social Cultural Anthropology a Very Short Introduction. New York: Oxford University Press, 2000.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yokyakarta: Rake Sarasin, 2000.

Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nafis, M. Muntahibun. Pesantren Pluralis Peran Pesantren Ngalah dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Pluralisme di Tengah Masyarakat yang Multikultural. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2017.

Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001

______Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Nieto, Sonia dan Patty Bode. "School Reform and Student Learning: A Multicultural Perspective," dalam Multicultural Education Issues and

390 | Pendidikan Multikultural

Perspectives 9th, ed. James A. Banks. Cherry A. Mcgee Banks, 258-2754. San Francisco: Jossey-Bass, 2004.

Norma, Siti. “Proses sosial,” dalam Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, ed. J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 57-71. Jakarta: Prenada, 2014) 64.

Nurdin, Ali. Quranic Society Menelusuri Masyarakat Ideal dalam al-Qur’ān. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.

Pai, Young. Susan A. Adler, dan Lina K. Sjadiow. Cultural Foundations of Education. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall, 2006.

Pal, Amitabh. Islam Means Peace: Understanding the Muslim Principle of Nonviolence Today. California: Praeger, 2011.

Pamela L. Tiedt dan Iris M. Tiedt. Multicultural Teaching Hanbook of Activities, Information and Resources. United Stated: Pearson Education, 2005.

Parekh, Bhikhu, Rethinking Multiculturalism Cultural Diversity and Political Theory, London: Macmilan Press, 2000.

Parker-Jenkins, Marie. "Achiving Cultural Sustainability?: The Phenomenon of Jewish and Muslim school in England and Wales," dalam Cultural Education—Cultural Sustainability Minority, Diaspora, Indigenous, and Ethno- Religious Groups in Multicultural Societies, ed. Zvi Bekerman dan Ezra Kopelowitz, 51-

D a f t a r P u s t a k a | 391

68. New York dan London: Routledge, 2008.

Parsons, Talcott. The Social System. New York: Free Press, 1951.

Peterson, Kent D. dan Terrence E. Deal. The Shaping School Culture Fieldbook. San Francisco: Jossey Bass, 2002.

Poespowardojo, Soerjanto. “Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam Modernisasi,” dalam Keperibadian Budaya Bangsa (local Genius), ed. Ayatrohaedi, 31-40. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986.

Pressor, Jon. "The Evolution of School Culture Research" dalam School Culture, ed. Jon Prosser, 1-14. London: Paul Chapman Publishing Ltd, 1999.

Pulungan, Suyuthi. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan al-Qur’ān. Jakarta: RajawaliPress, 1994.

Qardhawi, Yusuf. Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 2, terj. Hadyul Islam Fatawi Mu'ashirah. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Raihani. Creating Multicultural Citizens. A Portrayal of Contemporary Indonesian Education. Milton Park: Routledge, 2014.

______Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.

392 | Pendidikan Multikultural

Ratna Hapsari dan M. Adil. Sejarah untuk SMA/MA XI. Jakarta: Erlangga, 2013.

Reimer, Everett. Matinya Sekolah. diterjemahkan oleh M Soedomo. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000.

Richard Nice,“Translator's Note,”dalam Reproduction in Education, Society and Culture, ed. Pierre Bourdieu dan Jean-Claude Passeron, xxv- xxvi. London: Sage, 1990.

Ridjaluddin. Ilmu Pendidikan Islan. Jakarta Selatan: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, 2008.

Riduwan. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta, 2004. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. Teori Sosial Modern edisi keenam. Jakarta: Kencana, 2007.

______Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern edisi kedelapan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012.

______dan Barry Smart. Hanbook Teori Sosial. Bandung: Nusa Media, 2011.

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2004.

Routledge International Handbook Series. The Routledge International Companion to Multicultural

D a f t a r P u s t a k a | 393

Education, ed. James A. Banks. New York: Routledge, 2009.

Rudduck, Jean and Donald McIntyre. Improving Learning through Consulting Pupils. USA dan Canada: Routledge, 2007.

Rury, John L. Education and Social Change: Themes in the History of American Schooling. United States: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. 2002.

Rutter, M. Maughan, B. Mortimore, dan P. Ouston, J., Fifteen Thousand Hours: Secondary Schools and Their Effects on Children, (Cambridge: Harvard University, 1979), 140.

Saltarelli, Kenneth D. Bush Diana. The Two Faces of Education in Ethnic Conflict Towards a Peacebuilding Education for Children. UK: Bernard & Co, 2000.

Samuel, Hanneman. “Bourdieu untuk Sosiologi Indonesia,” dalam Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, ed. Nanang Martono, xvii-xxi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016.

Sapsuha, Tahir. Pendidikan Pasca Konflik Pendidikan Multikultural Berbasis Konseling Budaya Masyarakat Maluku Utara. Yogyakarta: LKiS, 2013.

Sharp, Rachel. Anthony Green, dan Jacqueline Lewis. Education and Social Control: a Study in

394 | Pendidikan Multikultural

Progressive Primary Education. London and New York: Routledge, 2017.

Shaw, Beverly. “The Case against Antiracist Education,” dalam Cultural Diversity and the Schools: Convergence and Divergence Vol 1. ed. James Lynch, Celia Modgil and Sohan Modgil, 125-140. London dan Washington, D.C.: The Falmer Press, 1992.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’ān Volume 13. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Sidi, Indra Djati. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana Ilmu, 2001.

Skinner, Debra dan Dorothy Holland. “School and the Cultural Production of the Educated Person in a Nepalese Hill Community,” dalam The Cultural Production of the Educated Person: Critical Ethnographies of Schooling and Local Practice, ed. Bradley A. Levinson, Douglas E. Foley dan Dorothy Holland, 273-300. United State of Amerika: State University of New York Press, Albany, 1996.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.

Spring, Joel. "Foreword," dalam Global Constructions of Multicultural Education: Theories and Realities, ed. Carl A. Grant and Joy L. Lei,

D a f t a r P u s t a k a | 395

Ix-x. London: Lawrence Erlbaum Associates, 2001,

Subrahmanyan, Lalita. Steve Hornstein dan Dave Heine. "Multicultural Discoursee in Teaching Education the Case of One Integrated Teaching Methods Block,” dalam Multicultural Curriculum New Directions for Social Theory, Practice, and Policy, ed. Ram Mahalingam and Cameron MeCarthy, 168-188. New York: Routledge, 2000.

Sulalah. Pendidikan Multikultural Didaktika Nilai-Nilai Universalitas Kebangsaan, Malang: UIN- Maliki Press, 2011.

Sulistyobudi, Noor. Bambang Suta dan Salamun. Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2014.

Suwito. Filsafat Pendidikan Akhlak Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Ketangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar, 2004.

Syati, Aisyah Bintu. Manusia dalam Perspektif al-Qur’ān. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Taylor, Charles. "The Politics of Recognation", dalam Multiculturalisme Examining the Politics of Recognation, ed. Amy Gutmann, 25-73.

396 | Pendidikan Multikultural

United States of America: Princeton Uniiversity Press, 1992.

Thalhas, T.H. Tafsir Pasė Kajian Surah al-Fatihah dan surah-surah dalam Juz' Amma: Paradigma Baru. Jakarta: Bale Kajian Tafsir al-Qur‟ān Pasé, 2001.

Thomas, Gery. How To Do Your Case Study a Guide for Students and Researchers. London: Sage Publications Inc, 2016.

Thompson, Jhon B. “Editor‟s Introduction” dalam Language and Symbolic Power, ed. Jhon B. Thompson, 1-31. Great Britain: Polity Press, 1991.

Tilaar, H.A.R. Kaledoskop Pendidikan Nasional. Jakarta: Kompas, 2012.

______Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia Tinjauan Dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

______Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Grasindo, 2004.

______Pedagogik Teoritis untuk Indonesia. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015.

______Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

D a f t a r P u s t a k a | 397

Tim Peneliti PPIM. Intoleransi Dalam Buku Pendidikan Islam?. Bandung: Prenadamedia Group, 2018.

Tim Peneliti PPIM. Potret Guru Agama: Pandangan Tentang Toleransi dan Isu-Isu Kehidupan Keagamaan. Prenadamedia Group: Kencana, 2018.

Tim Penyusun. Panduan Integrasi Nilai-Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMK dan SMA. Jakarta: Kementerian Agama RI, AGPAII, Yayasan TIFA dan Rahima, 2010.

Tim Penyusun. Tema-tema Pokok al-Qur’ān. Jakarta: Biro Bina Mental Spritual DKI Jakarta, 1994/1995.

Tim Tashih Departemen Agama. al-Qur’ān dan Tafsirnya Jilid X Juz 28-29-30. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1990.

Uwes, Sanusi. Visi dan Pondasi Pendidikan (dalam Perspektif Islam). Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahnnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Wahono, Francis. Kapitalisme Pendidikan antara Kompetisi dan Keadilan. Insist Press: Cindelaras Pustaka Pelajar, 2001.

Willis, Paul. Learning to Labor How Working Class Kids Get Working Class Jobs. New York: Columbia University Press, 1977.

398 | Pendidikan Multikultural

Yaqin, Ainul. Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2007.

Yaya Suryana dan H.A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip dan Implementasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 210-211.

Zamroni. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000.

______Pendidikan Demokrasi Pada Masyrakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011.

ARTIKEL

Adelaar, K. Alexander. "Where does Malay Come From? Twenty Years of Discussions about Homeland, Migrationsand Classifications," Bijdragen tot de Taal-Land-en Volkenkunde 160 (2004): 1-30, http://www.jstor.org/stable/27868100, (diakses 22 Januari 2018

Allen, Chris. "Bourdieu's Habitus, Social Class and the Spatial Worlds of Visually Impaired Children," Urban Stud 41 (2004): 487-506, http://usj.sagepub.com/content/41/3/487, (diakses 27 Desember 2018)

Alpert, Harry. "Reviewed Work(s): Emile Durkheim: His Life and Work. by Steven Lukes," Contemporary Sociology 3 (1974): 198-200,

D a f t a r P u s t a k a | 399

https://www.jstor.org/stable/2062557, (diakses 19 Desember 2018).

Amirrachman, R. Alpha. “Reviewed Work(s): Creating Multicultural Citizens. A Portrayal of Contemporary Indonesian Education Routledge Critical Studies in Asian Education by Raihani,” Bijdragen tot de Taal-Land-en Volkenkunde 171 (2015): 392- 395, https://www.jstor.org/stable/43818005, (diakses 14 Januari 2019).

Barnes, Grace M. Émile Durkheim's Contribution to the Sociology of Education," The Journal of Education Thought (JET)/ Revue de la Pensée Éducative 11 (1977): 213-223, http://www.jstor.org/stable/23768661, (diakses 16 Maret 2018).

Bozkuş, Kıvanç. “School as a Social System,” Sakarya University Journal of Education 4 (2014): 49-61, https://www.researchgate.net/publication/26 6082312, (diakses 19 Januari 2019).

Brick, Howard. “Talcott Parsons: an Intellectual Biography,” Journal of American History 91 (2004): 1086-1087, http://doi.org/10.2307/3662987, (diakses 15 April 2020)

Burridge, Peter. “Understanding Teachers‟ Pedagogical Choice: a Sociological Framework Combining The Work of Bourdieu and Giddens,” Educational Studies 40 (2014): 572-589, https//doi.org/10.1080/03055698.2014.9539 15, (diakses 7 April 2020)

400 | Pendidikan Multikultural

Chirkina. T.A. dan T.E. Khavenson, “School Climate A History of the Concept and Approaches to Defining and Measuring it on PISA Questionnaires,” Russian Education & Society 60 (2018): 133–160, https://doi.org/10.1080/10609393.2018.145 1189, (diakses 20 Januari 2019).

Corbett, Jenny. “Inclusive Education and School Culture,” International Journal of Inclusive Education 3 (1999): 53-61, http://doi.org/10.1080/136031199285183, (diakses, 7 April 2020).

Dewey, John. "Education and Social Change," Bulletin of the American Association of University Professors 6 (1937): 472-474, https://www.jstor.org /stable/40219908, (diakses 27 Desember 2018).

Diko, Nolutho Ndengane. "Cultural Production Of the Educated Person: a Case Study of a Rural Co-Educational High School in the Eastern Cape," Empowering Women for Gender Equity 68 (2006): 88-94, http://www.jstor.org/stable/4066770, (diakses 29 Desember 2017).

Dworkin, A Gary. et al. "The Sociology of Education," Scopedia.Isa 1 (2013): 1-16, https:// DOI: 10.1177/2056846013122, (diakses 20 Desember 2018).

Edgerton, Jason D. and Lance W. Roberts. "Cultural Capital or Habitus? Bourdieu and Beyond in the Explanation of Enduring Educational

D a f t a r P u s t a k a | 401

Inequality," Theory and Research in Education 12 (2014): 193-220, http://tre.sagepub.com/content/12/2/193, (diakses 27 Desember 2018).

Fauconnet, Paul. “The Pedagogical Work of Émile Durkheim,” American Journal of Sociology 28 (1923): 529-553, https://www.jstor.org/stable/2764776, (diakses 19 Desember 2018).

Fletcher, Ronald. “Functionalism as a Social Theory,” The Sociological Review 4 (1956): 31-46, https://doi.org/10.1111/j.1467- 954X.1956.tb00976.x, (diakses 19 Desember 2018).

Foladare, Irving S. "a Clarification of „Ascribed Status‟ and „Achieved Status," The Sociological Quarterly 10 (1969): 53-61, http://www.jstor.org/stable/4105001, (diakses 16-3-2018).

Francis, Patricia I. "A Review of the Multicultural Education Literature," Race, Gender dan Class Journal 2 (1995): 49-64, http://www.jstor.org/stable/41675378, (diakses 7 September 2018).

Gardner, Rod. Yasemin Karakaşoğlus, dan Sigrid Luchtenberg, "Islamophobia in the Media: a Response from Multicultural Education," Intercultural Education 19 (2008): 119-136, http://dx.doi.org/10.1080/146759808018896 58, (diakses 9 Januari 2019), 130.

402 | Pendidikan Multikultural

Gharibi, Jalal. Sayed Hashem Golestani, dan Sayed Ebrahim Jafari. "Ontological Foundations of Multicultural Education," Journal of Education and Practice 5 (2014): 233-237, www.iiste.org, (diakses 8 Januari 2018).

Guertin, Jeanne M. "Introduction: Multicultural education," Educational Horizons Multicultural Education 55 (1977): 167-167, http://www.jstor.org/stable/42924241, (diakses 6 September 2017).

Hanafi."Multikulturalisme dalam Al-Quran, Hadits, dan Piagam Madina," Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman 3 (2016): 169-191, http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/sainti fikaislamica/article/view/97, (diakses 31 Juli 2018).

Hargreaves, David H. “School Culture, School Effectiveness and School Improvement,” School Effectiveness and School Improvement 6 (1995): 23-46, https://doi.org/10.1080/0924345950060102, (diakses 14 januari 2019).

Heidhues, Mary F. Somers. “Company Island: a Note on the history of Belitung,” Journal Indonesia 51 (1991): 1-20, http://www.jstor.org/stable/3351063, (diakses 23 Februari 2018). Jantzen, Carl August. “Two Perspectives on Togetherness: Implications for Multicultural Education,” Multicultural Education Review 12 (2020); 31-37,

D a f t a r P u s t a k a | 403

http://doi.org/10.1080/3005615x.2020.1720 136, (diakses 7 April 2020).

Johnson, Louri. Mikael Luciak dan Barry Van Driel. "The Routledge International Companion to Multicultural Education,” ed. James A. Banks", Race Ethnicity and Education 13 (2010): 549-561, DOI: 10.1080/13613324.2010.482891, (diakses 8 Januari 2019).

Karnaji, Septi Ariadi, Soebagyo Adam, dan Siti Mas‟udah. "Social Early Warning System untuk Mengantisipasi Konflik Sosial di Masyarakat," Jurnal Kebudayaan dan Politik 23 (2010): 139-151. http://web.unair.ac.id/admin/file/f_19997_jr 16.pdf, (diakses 27 Juli 2018).

Klefstad, Jill M. dan Kimberly C. Martinez, "Kindergarten Through Grade 1 Promoting Young Children's Cultural Awareness and Appreciation Through Multicultural Books," YC Young Children 68 (2013): 74-81, http://www.jstor.org.stable/yeyongehildren. 68.5.74, (diakses 8 Mei 2018).

Lear, Elmer N. "Émile Durkheim as Educator," The Journal of Educational Sociology 34 (1961): 193- 204,https://www.jstor.org/stable/2264662, (diakses 19 Desember 2018).

Levinson, Bradley A. "Citizenship, Identity, Democracy: Engaging the Political in the Anthropology of Education," Anthropology & Education Quarterly 36, (2005): 329-340,

404 | Pendidikan Multikultural

http://www.jstor.org/stable/3651360, (diakses 29 Desember 2017).

MacNeil, Angus J., Doris L. Prater dan Steve Busch. “The Effects of School Culture and Climate on Student Achievement,” International Journal of Leadership in Education 12 (2009): 73-84. https://doi.org/10.1080/1360312070157624 1, (diakses 20 Januari 2019).

Matuk, Lucia Yiu dan Tina Ruggirello. "Culture Connection Project Promoting Multiculturalisme in Elementary School," Canadian Journal of Public Health/Revue Canadienne de Santé Publique 98 (2007): 26-29, http://www.jstor.org/stable/41994867, (diakses 8 Mei 2018).

Maunah, Binti. "Pendidikan dalam Perspektif Struktural Fungsional," Cendekia 10 (2016): 159-178, https://www. cendekia.pusatbahasa.or.id, (diakses 20 Desember 1980).

Maxwell, Sophie. “The Impact od School Climete and School Identification on Academic Achievement: Multilevel Modeling with Student and Teacher Data,” Fronter in Psikology 8 (2017): 1-21, https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/ fpsyg.2017. 02069/full, (diakses 20 Januari 2019). Moffatt, Lyndsay. I Hope it Still Counts as Reading: The Cultural Production of Reading(s), Social Relations and Values in a Research Interview 10, (2014):1-13,

D a f t a r P u s t a k a | 405

https://www.researchgate.net/profile/Lyndsa y_Moffatt/

Mulyana, Deddy. dan Agustina Zubair. "Intercultural Communication Competence Developed by Chinese in Communicating With Malays in Bangka Island, Indonesia," Sino-US English Teaching 12 (2015): 299-309, http://www.davidpublisher.com/Public/uplo ads/ Contribute/553f03fbbd786.pdf, (diakses 22 Januari 2018).

Nurdin, Roswati. “Multikulturalisme dalam Tinjauan al- Qur‟ān,” Jurnal al-Asas 2 (2015): 1-26. http://download.portalgaruda.org/article.php , (diakses 17 Januari 2019).

Ottaway, A. K. C. "The Educational Sociology of Émile Durkheim," The British Journal of Sociology 6 (1955); 213-227, https://www.jstor.org/stable/586948, (diakses 19 Desember 2018).

Parker, Lyn. "Religion, Class and Schooled Sexuality among Minangkabau Teenage Girls," Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 165 (2009): 62-94, http://www.kitlv- journals.nl/index.php/btlv, (diakses 10 Januari 2018).

Parsons, Talcott dan Harry M. Johnson. “Interview with Talcott Parsons,” Revue Européenne des Sciences Sociales 34 (1975): 81-90, http://www.jstor.org /stable/40369051, (diakses, 24 Februari 2016).

406 | Pendidikan Multikultural

______“The School Class as a Social System Some of its Functions in American Society,” Harvard. Educational Review 29 (1959): 298- 235,https://id.scribd.com/doc/96038950/Par sons-Talcott-the-School-Class-as-a- SocialSystem-Some-of-Its-functions-in- American-Society-Harvard-Educational- Review-29-Pp-297-318-1959, (diakses, 16 Januari 2019). publication/269409276.pdf, (diakses 19 Desember 2018).

Raihani. “Education for Multicultural Citizens in Indonesia: Policies and Practices,” Compare: A Journal of Comparative and International Education 48 (2018): 992-1009, http://doi.org/10.1080/03057925.2017.1399 250, (diakses 7 April 2020)

______“A Whole-school Approach: A Proposal for Education for Tolerance in Indonesia,” Theory and Research in Education 9 (2011: 23-39, http;//10.1177/1477878510394806, (diakses 20 Januari 2019).

______“Islamic Schools and Social Justice in Indonesia: A Student Perspective,” Al- Jami'ah: Journal of Islamic Studies 50 (2012): 279-301.

______“Report on Multicultural Education in Pesantren,” Compare: a Journal of Comparative and International Education 42 (2012): 585-605,

D a f t a r P u s t a k a | 407

http://dx.doi.org/10.1080/03057925.2012.67 2255, (diakses 14 Januari 2019).

Rooyen, Marlie Van. “Structure and Agency in News Translation: An Aplication of Anthony Giddens‟ Structuration Theory,” Southern African Linguistics and Applied Langguage Studies 31 (2013): 495-506, https://doi.org/10.2989/16073614.2013.864 445, (diakses 7 April 2020).

Scheerens, Jaap. “School Effectiveness Research and the Development of Process Indicators of School Functioning,” School Effectiveness and School Improvement 1 (1990): 1-137, https://doi.org/10.1080/0924345900010106, (diakses 14 januari 2019).

Sinulingga, Setia Paulina. "Teori Pendidikan Moral Menurut Emile Durkheim Relevansinya Bagi Pendidikan Moral Anak di Indonesia," Jurnal Filsafat 26 (2016): 214-248, https://www.researchgate. net/307523713, (diakses 12 Desember 2018).

Solihin, Muhammad, "Kapitalisme Pendidikan Analisis Dampaknya Terhadap Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa," Jurnal Online Nur El- Islam 2 (2015): 56-73. https://media.neliti.com/.../publications/226 432-kapitalisme-pendidikan, (diakses 4 Desember 2018).

Supaat, Dina Imam. "Right to Education and the Sustainable Development Goals," dalam International Colloquium on Interdisciplinary Islamic Studies Religion and sustainability. 1-8.

408 | Pendidikan Multikultural

Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2018.

T. J. B. "Reviewed Work(s): Lenin and Philosophy and Other Essays by Louis Althusser," Studies in Soviet Thought 12 (1972): 402. https://www.jstor.org/stable/20098528, (diakses 7 Desember 2018).

Taka, Miho. "Working for Transformatif Change to Strengthen Humanity Security and Resilience," dalam International Colloquium on Interdisciplinary Islamic Studies Religion and sustainability, 1-19, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2018).

Tarman, Ilknur dan Bülent Tarman. "Developing Effective Multicultural Practices: a Case Study of Exploring a Teacher‟s Understanding and Practices," The Journal of International Social Research 4 (2011): 578- 598,https://file:///c:/users/acer/downloads/de veloping%20multicultural%20practice%20e xploring%20teacher%20understanding%20o k.pdf, (diakses 4 Juni 2018).

Winkler, Barbara Scott. "Reviewed Theory and Resistance in Education: A Pedagogy for the Opposition By Henry A. Giroux," Journals Library Ualberta 2 (1984): 98-100, https://journals.library.ualberta.ca/pandp/ind ex.php/pandp/article/view/14940/11761, (diakses 19 Desember 2018).

D a f t a r P u s t a k a | 409

Wulansari, Dini. "Bahasa Pantun Dalam Makna Dan Budaya Masyarakat Melayu Bangka: Sebuah Kajian Etnolinguistik,” Jurnal Society 6 (2016): 1- 12, https://doi.org/10.33019/society.v4i1.31, (diakses 22 Januari 2018).

YilMaz, Fatih. "Multiculturalism and Multicultural Education: A Case Study of Teacher Candidates‟ Perceptions," Teacher Education and Depelopment, Research Article 3 (2016): 1-13, http//dx.doi.org/10.1080/2331186x.2016.11 72394, (diakses 6 Mei 2018).

Yuristia, Adelina. “Keterkaitan Pendidikan, Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi dan Pembangunan,” Ijtimaiyah 1 (2017): 1-17, http;//jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ ijtimaiyah/article/view/1161, (diakses 28 Desember 2018).

Zû-jan, Liao, Kao Hsing, Chang Hsi-Chih, and Leo Suryadinata. "The Structure of the Indonesian Chinese Society." Southeast Asian Journal of Social Science 9 (1981): 130-32, www.jstor.org/stable/24490845, (diakses 22 Januari 2018).

Zainiyati, Husniyatus Salamah. “Pendidikan Multikultural Upaya Membangun Keberagamaan Inklusif di Sekolah,” Islamica Jurnal Studi Keislaman 2, (2007), 135-144, Http:10.15642/islamica.2007.1.2.125- 145, (diakses 26 Mei 2020).

410 | Pendidikan Multikultural

BUKU PEDOMAN

Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Bangka Belitung dalam Angka 2017, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: BPPDS dan PBPS, 2017.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pangkalpinang, Kota Pangkalpinang Dalam Angka 2018, Pangkalpinang: PBPS, 2018.

DISERTASI

Arhanuddin, "Pendidikan Agama Lintas Iman Studi Komparatif Model Pendidikan Lintas Iman di Interfidei Yogyakarta, ICRP Jakarta, dan Jakatarub Bandung," Desertasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017. Koidah, "Implementasi Budaya Toleransi Dalam Pendidikan Agama (Analisis Pada Siswa di Cirebon Jawa Barat), Desertasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2018.

Parinduri, Muhammad Abrar, "Pendidikan di Sekolah Berbasis Agama dalam Perspktif Multikultural (Studi Kasus pada Sekolah Islam dan Sekolah Kristen di Sumatera Utara)," Desertasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017.

BERITA ONLINE

Agus Mutohar, “Radikalisme Di Sekolah Swasta Islam: Tiga Tipe Sekolah Yang Rentan,” The Conversation, 16 Mei 2018, http://Theconversation.com/radikalisme-di-

D a f t a r P u s t a k a | 411

sekolah-swasta-islam-tiga-tipe-sekolah-yang rentan-96722, (diakses 7 Agustus 2018).

Akhmad Elvian, “Bahasa Melayu Bangka Punya Lima Dialek Utama Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (DISBUDPORA) Kota Pangkalpinang,” Bangkapos.com, 7 Juli 2012. https://bangka.tribunnews.com/2012/07/07/ bahasa-melayu-bangka-punya-lima-dialek- utama, (diakses, 24 Oktober 2019).

Garuda News, “Mahasiswa Polman Babel Ikut Serta Seleksi Skill Competition ASC Ke XIII Tahun 2019”, http://garuda-news.id/mahasiswa- polman-babel-ikut-serta-seleksi-skill- competition-asc-ke-xiii-tahun-2019/ (diakses 15 November 2019). Kompas Cyber Media, “Waspada, Radikalisme Sudah Masuk Sekolah Lewat Ajaran Guru,” Kompas.com, 3 November 2017, https://nasional.kompas.com/read/2017 /11/03/15440831/waspada-radikalisme- sudah-masuk-sekolah-lewat-ajaran-guru, (diakses 6 Mei 2018).

Liputan 6.Com, “Indonesia Siapkan Kompetitor ASEAN Skills Competition 2020 Pada 24 Agustus 2019, https://www.liputan6.com/news/read/40458 19/indonesia-siapkan-kompetitor-asean- skills-competition-2020, (diakses 15 November 2019). Liputan6.com, “Radikalisme Masuk Sekolah, Upacara Tanpa Bendera Merah Putih dan Lagu Indonesia Raya,” Batamnews.co.id, 17 Mei

412 | Pendidikan Multikultural

2018, https://m.liputan6.com/regional/read/352861 9/radikalisme - masuk - sekolah - upacara - tanpa - bendera - merah - putih - dan - lagu - indonesia-raya, (diakses 7 Agustus 2018).

Muhammad Masrur, “Hukum Bersalaman Dengan Mencium Tangan” Bincang Syariah, 2 Mei 2018 (https://bincangsyariah.com/kalam/hukum- bersalaman-dengan-mencium-tangan/ (diakses 2 Januari 2020)

Nona Dian Putri, “Abraham, Prestasi Olahraganya Banggakan,” dalam Babel, https: // babelprov. go. id/content/abraham-prestasi- olahraganya-banggakan-babel, (diakses, 15 November 2019).

Nur Khafifah, “Bukan Sekadar Penutup Makanan, Tudung Saji Jadi 'Maskot' Gotong Royong di Babel,” dalam Detik News Senin, 19 Sep 2016, https://news.detik.com/berita/d- 3301647/bukan-sekadar-penutup-makanan- tudung-saji-jadi-maskot-gotong-royong-di- babel (diakses 8 Januari 2019).

Nurhayati, “Semboyan 'Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong' Cara Bangka Belitung Menjaga Kerukunan dan Kedamaian”, dalam bangkapos.com, 25 April 2017, https://bangka.tribunnews.com/2017/05/24/ semboyan-tong-ngin-fan-ngin-jit-jong-cara- bangka-belitung-menjaga-kerukunan-dan- kedamaian, (diakses 8 Januari 2019).

D a f t a r P u s t a k a | 413

Stefanus-Ingrid, “Apakah arti Paskah Kematian atau kebangkitan” Katilisitas.Org, 9 Desember 2018, http://www.katolisitas.org/apakah- arti-paskah-kematian-atau-kebangkitan/ (diakses 3 Januari 2020).

Tribun News, Jumbara Ke3 PMR Pangkalpinang diikuti 435 Peserta, https://bangka.tribunnews.com/2019/09/06/j umbara-ke-3-pmr-pangkalpinang-diikuti- 435-peserta, (diakses 16 Nopember 2019).

Vau-G, “Perayaan Chit Ngiat Pan /Chiong Shi Ku - Sembahyang Rebut di Bangka,” Kompasiana, 4 September 2017, https://www.kompasiana.com/vau- g/59ad6dd59f63cd392d31ccf2/perayaan- chit-ngiat-pan-chiong-shi-ku-sembahyang- rebut-bangka?page=all (diakses 3 Januari 2020).

UNDANG UNDANG PENDIDIKAN RI

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang

414 | Pendidikan Multikultural

standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 mengenai Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

WEB SITE

GenRe Indonesia, "Dari Oleh Dan Untuk Remaja”, http://www.genreindonesia.com/pusat- informasi-konseling, (diakses 15 November 2019).

Pemerintah kota Pangkalpinang, http://Pangkalpinangkota.go.id, (diakses 1 Maret 2018).

Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung, “Lambang Daerah dan Artinya,” https://www.babelprov.go.id/content/lamban g-daerah-dan-artinya (diakses 8 Januari 2020).

Tunaskarya, “Sejarah Singkat SMA Santo Yosef Pangkalpinang,” Tunaskarya.org, 2016, https://tunaskarya.org/sekolah/sejarah?sma-

D a f t a r P u s t a k a | 415

santo-yosef-pangkalpinag&id=smasmk-11, (diakses 5 April 2019).

Tunaskarya, Profil SMA Santo Yosef Pangkalpinang, Tunaskarya.org, 2016, https://tunaskarya.org/sekolah/profil?sma- santo-yosef-pangjkalpinag&id=smasmk-11, (diakses 5 April 2019). https://smasantoyosefpkp.sch.id, https://www.tunaskarya.org,

YOUTUBE https://www.youtube.com/watch?v=Y32VgrX-yUE. https://www.youtube.com/results?search_query=PIK+r+Ma mopika+MAN+ 1+PKP. https://youtu.be/DtkrlsXl3Qg. https://youtu.be/9Z3tFSfc3xo.

INSTAGRAM smkbaktiofficial

OSIS SMA Santo Yosef Pkp pikr-Yosef

FACEBOOK

SMA Santo Yosef Pangkalpinang.

416 | Pendidikan Multikultural

GLOSARIUM

Agen : 1. Aktor yang menduduki posisi- posisi serupa dan ditempatkan dalam kondisi serupa serta ditundukkan atau diarahkan pada pengkondisian yang serupa. 2. Aktor yang memiliki kemampuan dalam membentuk komunitasnya.

Akomodasi : Penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.

Akulturasi : Percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi.

Aliran pendidikan : Pemikiran-pemikiran pendidikan seperti aliran nativisme,

G l o s a r i u m | 417

empirisme, dan konvergensi.

Anti diskriminasi : Menentang diskriminasi.

Anti rasisme : Menentang rasialisme.

Antropologi : Cabang dari antropologi sosial- Pendidikan budaya yang memusatkan studi pada gejala pendidikan dalam kehidupan manusia. Ruang lingkup antropologi pendidikan terkait dengan pola pandang masyarakat mengenai peran, makna dan fungsi pendidikan menyangkut praktik pendidikan masyarakat.

Arena : Bidang yang menjadi tempat bersaing, berjuang dan sebagainya bagi para agen

Artefak : Benda-benda hasil kecerdasan atau kecakapan kerja manusia

Asimilasi : Penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar

Berpikir metaforis : Pemakaian kata atau kelompok (metaphorical kata bukan dengan artiyang thinking) sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.

Bhinneka Tunggal : Berbeda-beda, tetapi satu juga Ika (semboyan yang melambangkan kesatuan Negara Republik

418 | Pendidikan Multikultural

Indonesia, yang diambil dari kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular abad ke-14), makna harfiahnya ‘berbeda itu, satu itu.’

Budaya : teori baru mengenai budaya, berkelanjutan bahwa masing-masing budaya (Cultural menjaga keberlangsungan Sustainability) budayanya, dan ingin mempengaruhi budaya lain sehingga mengikuti budayanya, pada posisi tertentu wacana ini tidak sepakat denga teori pendidikan multikultural.

Budaya lokal : Ide, aktivitas dan hasil aktivitas manusia dalam suatu kelompok masyarakat di lokasi tertentu.

Budaya negatif : Budaya di sekolah yang ditandai (toxic culture) di dengan pertikaian yang termotivasi sekolah oleh keuntungan pribadi.

Budaya popular : Popular bermakna 1) disukai (popular culture) banyak orang; 2) jenis pekerjaan yang lebih rendah; 3) bekerja dengan sengaja untuk menarik hati orang; 4) kebudayaan yang dibuat oleh orang-orang diri mereka sendiri. Jadi budaya popular adalah 1) budaya yang secara luas disukai banyak orang; 2) yaitu budaya yang tersisa setelah diputuskan budaya apa yang tertinggi. Ini terkait dengan makna

G l o s a r i u m| 419

yang kedua dari popular.

Budaya positif : Kegiatan-kegiatan yang (positive culture) di mendukung peningkatan kualitas sekolah pendidikan. Misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi dan komitemen terhadap visi, misi dan tujuan sekolah

Budaya Sekolah : Disebut juga amosfer sekolah. etos sekolah, iklim sekolah, Nada sekolah.

Budaya statis : Budaya yang tidak dinamis, diam tidak bergerak, tidak aktif, tidak berubah.

Budaya, : Keseluruhan pengetahuan manusia kebudayaan sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya

Determinisme : Keyakinan filosofis bahwa semua peristiwa terjadi sebagai akibat dari adanya keharusan dan tak terelakkan

Dialektik : Individu adalah hasil dan atau transformasional mentransformasikan komunitas

Dikotomi sekolah : adanya partisi atau pembagian atau pemisahahan pada sistem pendidikan di sekolah

420 | Pendidikan Multikultural

Disosiatif : Kecenderungan memisahkan diri dari kelompok

Disposisi : Suatu kecenderungan sikap individu seperti selera, watak, dan gaya

Egalitarianisme : Kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi seperti agama, politik, ekonomi, sosial atau budaya.

Egaliter : Persamaan derajat pada setiap manusia. Setiap manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan tuhan tanpa membedakan kedudukan, kekayaan, keturunan, suku, ras, golongan, dan sebagainya, melainkan karena sikap masing-masing individu.

Eksklusivisme : Paham yang memiliki kecenderungan untuk memisahkan diri dari bagian masyarakat lainnya.

Enkulturasi : Proses mempelajari nilai dan (enculturation) norma kebudayaan yang dialami individu selama hidupnya. Proses enkulturasi terjadi ketika individu bergaul dengan masyarakat dari mulai anak-anak hingga tua.

Etika : Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak

G l o s a r i u m| 421

dan kewajiban moral (akhlak).

Etnis : Satu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasi dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku dan ciri-ciri biologis.

Fungsionalisme : Teori filsafat yang melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan.

Habitus : Sistem disposisi yang bertahan lama dan bisa teralih atau berpindah (secara tidak sengaja), struktur yang terstrukur dan terstrukturkan.

Hetrogen : Terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat yaitu berlainan jenis atau beranekaragam.

Hirarki : Urutan tingkatan atau golongan tingkat atau derajat manusia dalam masyarakat beragama hindu yaitu kasta.

Homogen : Lawan dari hetrogen yaitu terdiri atas jenis, macam, sifat, watak,

422 | Pendidikan Multikultural

dan sebagainya yang sama.

Ideologi : Cara berpikir seseorang atau suatu golongan.

Inklusivisme : Merupakan salah satu jalan untuk membangun peradaban toleransi. Aspek yang paling penting dalamtoleransi adalah kehendak kuat untuk memahami pihak laintanpa harus kehilangan jati diri.

Inkulturasi : Proses terjadinyapertemuan (kontak budaya) antara dua budaya atau lebih (kebudayaan asli/lokal dengan kebudayaan asing), dimana kedua kebudyaan tersebut menyatu dan melebur menjadi, dan membentuk budaya baru.

Interaksi sosial : Proses sosial merupakan interaksi timbal balik atau disebut sebagai hubungan yang saling mempengaruhi antara manusia yang satu dengan lainnya dan hubungan ini berlangsung seumur hidup di masyarakat. interdependensi : Kesalingbergantungan.

Intoleran : Tidak tenggang rasa; tidak toleran.

Kapital simbolik : Modal yang terwujud dalam (symbolic capital). prestise, status, otoritas dan kehormatan yang terlihat dari simbol simbol seperti mobil yang

G l o s a r i u m| 423

mahal, pakaian, lokasi rumah yang paling mahal, pendidikan yang terbaik dll.

Kapitalisme : Adalah sistem yang dikendalikan oleh orang-orang pemilik modal/kapital. Pemilik kapital dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Kearifan lokal : Nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan mengelolah lingkungan hidup secara lestari, kearifan lokal sering disebut local wisdom atau praktik lokal (local practice) atau local genius

Kekerasan simbolik : Suatu bentuk kekerasan yang tak mudah dikenali. Kekerasan ini beroperasi melalui simbol-simbol wacana yang menghegemoni objek yang didominasi mengikuti pemakna yang diproduksi berdasarkan kepentingan subjek yang mendominasi.

Kekuasaan. : Berkaitan dengan agen, agen dan kekuasaan.

Kelas elit dan : Kelas elit adalah sekelompok nonelit masyarakat yang memiliki posisi yang lebih tinggi daripada rakyat jelata dan hak yang lebih besar daripada kelas nonelit yaitu kelas

424 | Pendidikan Multikultural

masyarakat dibawahnya.

Kelas sosial : Atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya manusia dapat digolongkan pada kelas-kelas sosial tertentu.

Konsensus : Sebuah frasa untuk menghasilkan (consensus). atau menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam kolektif untuk mendapatkan konsensus

Konservatisme : Sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional.

Kontroversi : (controvertion) Persengketaan atau pertentangan

Kurikulum yang : Pembelajaran, nilai dan pelbagai tersembunyi hidden perspektif yang tidak dikehendaki curriculum untuk terpelajari tetapi malahan terpelajari oleh siswa di sekolah.

Liberal : Sebuah ideologi yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalism mencita- citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan

G l o s a r i u m| 425

berpikir bagi para individu.

Lingkungan : Jumlah semua benda hidup dan sekolah. mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program pendidikan dan membantu siswa mengembangkan potensinya.

Marxisme : Paham yang berdasar pada pandangan-pandangan Karl Marx. Awalnya Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis.

Masyarakat : Suatu masyarakat yang terdiri dari multikultural beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenal dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan

Media sosial : Sering disingkat Medsos sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi,berbagi, dan menciptakan isi meliputi WA, FB, instagram dll.

Modal budaya : Aset sosial seseorang yang berupa (cultural capital) disposisi- disposisi (pendidikan, kecerdasan, gaya bicara dan

426 | Pendidikan Multikultural

pakaian dll.) yang mempromosikan mobilitas sosial danstratifikassi masyarakat.

Modal sosial (social : Sumber daya yang dimiliki capital). seorang individu dalam bentuk norma-norma atau nilai-nilai yang memfasilitasi dan membangun kerja sama melalui jaringan interaksi dan komunikasi yang harmonis dan kondusif. Modal sosial memberi kekuatan atau daya dalam beberapa kondisi-kondisi sosial dalam masyarakat

Multikulturalisme : Istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia,ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman dan berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang dianut mereka.

Neo-marxis : Istilah diterapkan pada teori sosial atau analisisosiologi yang mengacu pada ide-ide Karl Marx.

Norma : Ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat.

G l o s a r i u m| 427

Orang terdidik : Konstruksi analitis dari Bradley A. (educated person) Levinson dan Dorothy Holland, dalam menyebut para siswa di sekolah sebagai produksi budaya.

Ortodoks : Ajaran agama yang benar tetapi terkadang hal ini diartikan sebagai ajaran yang lama atau ajaran yang kuno atau ajaran yang fundamentalis.

Paguyuban : Perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan orang- orang yang sepaham (sedarah) untuk membina persatuan (kerukunan) di antara para anggotanya.

Pedagogik : Ilmu pendidikan yang bersifat Transformatif transformatif sesua dengan perubahan zaman dan realitas sosial. Prinsip konsep ini adalah pendidikan harus mampu membuka wawasan dan cakrawala berpikir baik pada guru sebagai pendidik maupun pada siswa sebagai peserta didik tokohnya seperti Paulo Freire dan Ivan Illich

Pendidikan : Proses pengembangan seluruh multikultural potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, agama, melalui pendidikan.

428 | Pendidikan Multikultural

Pendidikan nasional : Telah menjadi amanat pembukaan UUD 1945, bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan untuk mencerdaskan bangsa.

Peserta didik : Disebut juga siswa atau disebut juga murid adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajarann pada jalur pendidikan, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.

Pluralisme : Berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda agama, adat, hingga pandangan hidup.

Post modern : Masa dimana, suatu hal dapat mudah sekali terganti dengan suatu hal yang baru jika hal tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan hal yang lain. Semua penilaian hanya terdapat pada rasa.

Post-strukturalisme : Adalah sebuah pikiran yang muncul akibat ketidakpuasan atau ketidaksetujuan pada pemikiran sebelumnya yaitu strukturalisme. Post-strukturalisme menghadirkan kritik yang berbeda terhadap

G l o s a r i u m| 429

strukturalisme

Proaktif : Bersikap proaktif bukan sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku diri sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip serta nilai-nilai.

Produksi budaya : Budaya merupakan hasil (cultural produksi/dibuat oleh para agen. production)

Reproduksi budaya : Re yaitu kembali berarti kembali (Cultural diproduksi. Maka reproduksi Reproduction) budaya penegasan identitas kebudayaan yang dilakukan oleh generasi selanjutnya sehingga mengharuskan adanya adaptasi bagi kelompok manapun yang berbeda.

Rasialisme : Prasangka berdasarkan keturunan bangsa atau perlakuan yang berad sebelah terhadap suku/bangsa yang berbeda-beda. segregasi : Pemisahan suatu golongan dari golongan lainnya, pengasingan dan pengucilan.

Sekolah sebagai : Sekolah membuat perubahan pada institusi Perubahan kehidupan sosial para individu di sosial sekolah seperti pada sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-

430 | Pendidikan Multikultural

sikap sosial, dan pola perilaku.

Stakeholder : Para pemangku kepentingan yaitu segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang ada.

Stereotip : Penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.

Strukturalisme Unsur budaya manusia harus dipahami dalam hal hubungan mereka dengan yang lebih besar, sistem secara menyeluruh atau umum disebut struktur. Strukturalisme adalah keyakinan bahwa fenomena kehidupan manusia yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan mereka.

Strukturasi : Teori ilmu sosial tentang penciptaan reproduksi sistem sosial berbasis analisis struktur dan agen. Tanpa memberi keunggulan pada keduanya.

Toleransi : Sabar dan menahan diri. Toleransi juga dapat bermakna suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam suatu masyarakat

Tradisi : Kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian

G l o s a r i u m| 431

dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Hal yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

432 | Pendidikan Multikultural

INDEKS 1 17 Agustus, 34, 129, 131, 143, 146, 148, 150, 154, 142, 159, 165, 170, 172, 178, 179, 180, 171, 172, 173, 175, 182, 183, 185, 186, 176, 217 187, 188, 190, 197, A 227, 230, 231 Abdulah idi, 9 agen, 12, 13, 14, 17, 18, Abdullah Aly, 3, 4, 11, 22, 23, 25, 32, 34, 41, 60, 192, 197, 228 47, 51, 76, 117, 120, Abuddin Nata, 60, 64, 65, 121, 122, 124, 125, 67, 68, 69 127, 131, 132, 134, achieved status, 40, 75 135, 141, 143, 144, Adab al-Ukhuwwah al- 151, 153, 206, 230, 231 Islāmiyah, 3 agenda negara, 25, 192, Afrika Selatan, 22 199, 231 agama, 3, 5, 7, 8, 13, 14, agensi, 14, 23, 25, 51, 15, 20, 21, 22, 26, 27, 137, 151, 207, 216, 38, 40, 60, 61, 63, 66, 230, 231 68, 69, 70, 71, 79, 83, Agustina Zubair, 9, 88, 84, 85, 92, 94, 98, 111, 89 119, 120, 122, 123,

I n d e k s | 433

Ainul Yaqin, 60, 61, 148, B 228 bahasa, 3, 16, 18, 33, 42, akomodasi, 157, 190 49, 61, 64, 73, 75, 80, akulturasi, 61 83, 84, 88, 89, 99, 134, Aliran pendidikan, 47 137, 145, 148, 151, al-Qur’ān, 65, 66, 67, 68, 157, 166, 205 69, 71, 77, 99, 100, bahasa Indonesia, 3, 84 150, 182 bahasa XE "bahasa" Althusser, 36, 37, 43, 189 Melayu, 80, 83, 84, 88, Aly, 3 89 Anthony Giddens, 32, 46, Bangka, 1, 9, 10, 11, 26, 47, 76, 117, 120, 121, 28, 33, 78, 80, 81, 82, 122, 124, 125, 129, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 132, 133, 151 89, 90, 91, 92, 93, 94, anti bias, 59 104, 105, 108, 109, anti rasis, 59, 119 110, 112, 134, 136, antropologis, 36 137, 138, 145, 166, arena, 19, 34, 47, 53, 75, 175, 176, 178, 179, 135, 169, 176, 190, 180, 181, 182, 184, 209, 230 186, 224, 230, 231, 232 Arhanuddin, 14 batas sosial, 44 arsitektur, 34, 193, 216, bekerja sama, 70, 107, 218, 222 116, 159, 202 artefak, 10, 29, 34, 73, Berger dan Luckman, 155 193, 216, 222, 224, Bernstein, 36 225, 226 bersalaman, 162, 163, 190 ascribed status, 40, 75 Bhikhu Parekh, 115 asimilasi, 20, 33, 84, 85, Bhineka Tunggal Ika, 92, 90, 157 103, 176 assosiatif, 157 Bourdieu dan Parson, 36 Azra, 82 Bowles, 36, 189

434 | Pendidikan Multikultural

BPS, 9, 27, 78, 79, 80 13, 14, 17, 23, 25, 26, Bradley A. Levinson dan 32, 33, 34, 56, 59, 60, Dorothy Holland,, 32, 63, 71, 72, 73, 74, 75, 37, 189, 192, 193, 199 76, 98, 115, 119, 122, budaya, 2, 4, 8, 9, 10, 11, 131, 134, 144, 151, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 153, 170, 179, 190, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 192, 193, 200, 201, 26, 31, 32, 33, 34, 38, 202, 207, 211, 212, 41, 42, 45, 49, 50, 51, 216, 225, 226, 227, 54, 55, 56, 59, 60, 61, 228, 230, 231 63, 69, 71, 72, 73, 74, Budha, 3, 80, 95, 96, 143, 75, 76, 84, 88, 91, 92, 180 93, 98, 105, 106, 111, buka bersama, 181 115, 117, 118, 119, bulan Ramadan, 181, 182 120, 122, 131, 134, C 144, 148, 150, 151, Carl August Jantzen, 199, 153, 155, 157, 158, 200, 203, 206 162, 164, 170, 178, Cherry A. McGee Banks, 179, 186, 188, 189, 51, 74 190, 192, 193, 196, Chinaka Samuel 199, 200, 201, 202, Domnwachukwa, 59 203, 206, 207, 208, Choirul Mahfud, 60, 61 211, 212, 214, 216, Christina Convertino, 51 222, 223, 225, 226, Christine Inglis, 53 227, 228, 230, 231 Cina, 3, 8, 9, 33, 81, 82, budaya lokal, 8, 9, 10, 12, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 20, 22, 23, 25, 33, 148, 89, 90, 91, 92, 95, 96, 192, 216, 231 148, 171, 179, 231 budaya positif, 200 Cristina Allemann- budaya XE "budaya" Ghinda, 53 sekolah, 9, 10, 11, 12,

I n d e k s | 435

Cultural Sustainability, Durkheim, 37, 38, 39, 19, 20 154, 155, 189 D E dak kawa nyusa, 33, 93, egalitarianisme, 65, 66 94 egaliter, 65, 69 damai, 8, 11, 17, 63, 88, ekonomi, 9, 10, 35, 36, 90, 148, 178, 190, 198, 43, 53, 87, 88, 166, 230 167, 189, 191, 194 Debra Skinner dan ekstrakurikuler, 11, 33, Dorothy Holland, 24, 99, 102, 107, 113, 116, 25, 199 117, 122, 124, 126, Deddy Mulyana, 9, 88, 89 129, 130, 131, 133, demokratis, 3, 106, 111, 134, 135, 137, 140, 148, 149, 153, 194, 197 141, 142, 144, 145, dialog, 13, 14, 71, 91, 154 146, 151, 182, 218, dikotomi sekolah, 4 220, 221, 230 Dimensi Pendidikan XE elit, 36, 42, 44, 48, 52, 75 "Pendidikan" Émile Durkheim, 37, 38, Multikultural, 56 39, 75 Dina Imam Supaat, 36 empati, 117, 131, 133, diskriminasi, 53, 61, 153, 142 154 etnis, 3, 8, 18, 20, 26, 27, diskriminatif, 63, 68, 153, 57, 60, 61, 69, 71, 74, 194 79, 82, 83, 84, 87, 91, disosiatif., 34, 157 94, 115, 128, 143, 148, disposisi, 23, 41, 44, 46, 153, 155, 156, 173, 168, 170 178, 190, 227, 230, 231 diversity, 53, 54 etnografi, 21, 25, 31, 32, dogma, 12 62, 73, 231, 232 dominasi, 4, 42 Evawarni, 9, 88 Dualisme, 35, 199

436 | Pendidikan Multikultural

Everett Reimer, 48, 49, gotong royong, 92, 158, 51 159, 178, 198 F guru, 3, 4, 5, 8, 10, 16, 17, Fatih YilMaz, 17 18, 21, 22, 23, 25, 28, filsafat, 13, 26 30, 31, 33, 38, 52, 58, filsafat positivistik, 26 59, 61, 62, 63, 73, 74, Fondasi Pendidikan XE 75, 82, 98, 100, 101, "Pendidikan" 102, 104, 105, 106, Multikutural, 54 107, 109, 110, 111, Francis Wahono, 51 112, 113, 115, 119, Frederik Erickson, 74 126, 127, 130, 134, fundamental, 35, 36, 178 135, 136, 137, 139, fungsi sekolah, 38, 191 140, 141, 142, 144, fungsionalisme, 40, 47, 147, 149, 150, 160, 125, 169 163, 164, 165, 167, fungsionalisme struktural, 168, 172, 174, 179, 40 180, 181, 182, 183, G 185, 186, 187, 188, gaya hidup, 42, 44, 46, 190, 199, 200, 205, 91, 157, 170 206, 207, 208, 210, Gereja, 7, 29, 101 212, 213, 214, 215, Giddens, 33, 46, 47, 117, 216, 217, 218, 219, 120, 121, 124, 125, 221, 222, 224, 226, 126, 129, 131, 132, 227, 228 133, 138, 143, 151, H 189, 230 H.A.R. Tilaar, 52, 61, Gintis, 36, 189 115, 117, 122, 128, Giroux, 36, 37 131, 134, 155, 156, globalisasi, 4, 22, 53, 105, 168, 169, 170, 190, 200, 223 195, 228

I n d e k s | 437 habitus, 34, 44, 45, 46, individu, 2, 23, 24, 35, 49, 52, 168, 169, 170, 36, 39, 40, 42, 46, 51, 191 89, 115, 118, 120, 129, hak-hak asasi manusia, 65 130, 131, 132, 133, Hakka, 79, 81, 88, 89 143, 154, 155, 156, Hanafi, 65, 66, 164 157, 168, 169, 191, Hanneman Samuel, 52 197, 203, 206 harmoni, 2, 8, 11, 12, 20, individualitas, 38 148, 190, 230 Indonesia, 2, 5, 6, 7, 8, 9, hasil produk budaya, 24 11, 15, 21, 28, 29, 31, Hernandez, 54, 55, 59, 61 38, 51, 52, 60, 61, 62, hidup berdampingan, 5, 8, 63, 71, 76, 82, 83, 84, 11, 20, 89, 190, 230 87, 89, 90, 99, 104, Hilda Hernandez, 54, 55, 105, 106, 115, 116, 56, 59 117, 122, 125, 127, Hindu, 3, 80, 95 128, 129, 131, 139, hirarki, 25 140, 147, 148, 149, Howard, 39, 54 153, 154, 155, 156, humanis, 148 162, 163, 168, 169, I 170, 172, 173, 174, ideologi, 4, 7, 20, 37, 51 176, 190, 193, 194, idi, 82, 84 195, 196, 197, 223, Idul Adha, 34, 85, 129, 224, 227, 231, 232 184, 185, 186 induktif, 26 Ilknur Tarman dan institusi, 2, 21, 35, 37, 38, Bülent Tarman, 17, 18 42, 189 ilmu-ilmu sosial, 31, 36, instruksional, 115 63 interaksi sosial, 32, 50, Imlek, 85, 86, 186, 218 119, 122, 140, 141, Implementasi kurikulum, 153, 157, 190, 196, 3 227, 232

438 | Pendidikan Multikultural

interaksionisme simbolis, Kathryn M. Anderson- 47 Levitt, 23, 24, 75 intoleran, 5, 6 keadilan, 54, 63, 64, 65, Islam, 3, 4, 5, 8, 11, 13, 66, 68, 69, 71, 91, 102, 15, 21, 22, 29, 31, 33, 117, 133, 144, 148, 51, 60, 61, 64, 66, 70, 149, 194 77, 79, 82, 83, 84, 88, keadilan sosial, 65, 148, 92, 95, 96, 98, 100, 149 108, 122, 123, 143, kebebasan, 3, 48, 65, 71, 145, 146, 148, 150, 81 171, 173, 178, 180, keberagaman, 18, 53, 59, 186, 192, 197, 223, 228 62, 63, 150, 190 Islamisme, 5 kebersamaan, 3, 63, 92, Ivan Illich, 48, 49, 51 142, 144, 147, 178, J 179, 199, 201, 202, James A Banks, 58, 74 203, 206, 209, 210, jender, 21, 22, 25, 61 212, 228, 230 Jhon Dewey, 35 kebersamaan sebagai Jill M. Klefstad dan motivasi, 199, 201, 206 Kimberly C. Martinez, kebersamaan sebagai 16, 17 tujuan, 199 K kebijakan, 2, 6, 10, 11, kapitalis, 4, 37, 38, 42 13, 22, 51, 52, 62, 64, kapitalisme, 51 119, 192, 193, 194, karakter, 43, 47, 71, 72, 195, 228, 231 111, 121, 138, 148, kebijakan pendidikan 182, 198 nasional, 10, 52, 62, karakteristik plural, 2 193, 231 kasih sayang, 4, 70 kebudayaan, 3, 8, 34, 88, Katholik, 3, 80 89, 91, 115, 168, 169, 195

I n d e k s | 439 kegiatan ekstrakurikuler, kemajemukan, 8, 10, 11, 12, 15, 17, 33, 99, 100, 17, 115, 153, 190, 194, 102, 103, 107, 111, 228, 230 113, 116, 117, 119, Kent D. Peterson dan 122, 124, 126, 129, Terrence E. Deal, 200, 131, 133, 134, 135, 201, 202, 203, 206, 137, 138, 141, 144, 207, 211, 214, 215, 216 146, 151, 153, 209, Kepala sekolah, 27, 108, 217, 227, 230 124, 181, 208 kehidupan sehari-hari, 3, kepercayaan diri, 33, 120, 9, 18, 121, 150, 151, 133, 135, 137, 138, 141 158, 164, 192, 193, keragaman budaya, 2, 207, 227, 229, 230, 231 190, 230 kekerasan simbolis, 44 kerjasama, 40, 122, 157, kekuasaan, 4, 25, 44, 49, 159, 197, 203 87, 121, 122, 131, 170, kesadaran kolektif, 38 192, 203 kesejahteraan, 36, 87, 91, kekuasan jender, 25 98 Kelas, 41, 52, 55, 100, kesetaraan, 22, 54, 56, 103, 105, 109, 113, 190, 226, 230 158, 161, 211, 213, kesetaraan jender, 22 214, 215 ketidaksetaraan, 20, 36, kelas model, 52, 148 37, 42, 48, 50, 170 kelas sosial, 10, 27, 41, kognitif, 115, 118, 150 42, 46, 75, 94, 148, kompetensi, 3, 41, 43, 44, 155, 226, 227, 231 88, 105, 115, 149, 194, Kelenteng, 29, 86 195, 196, 198 kelompok dominan, 19, konflik, 6, 9, 10, 26, 61, 42, 43 74, 85, 148, 150, 157 kelompok minoritas, 20, konsensus ortodoks, 47 84 kontrol negara, 25, 199

440 | Pendidikan Multikultural

kontrol sosial, 65, 84, 169 MAN 1, 27, 30, 31, 94, kontroversi, 84, 149, 157 95, 97, 98, 99, 100, Kristen, 3, 7, 13, 80, 95, 116, 122, 123, 124, 96, 108, 123, 148, 150, 127, 128, 134, 135, 180, 183 136, 137, 141, 142, KTSP, 4, 29, 31 144, 145, 158, 159, Kurikulum, 3, 4, 21, 29, 160, 161, 162, 164, 60, 63, 102, 111, 112, 165, 167, 168, 173, 113, 117, 192, 195, 174, 175, 176, 181, 196, 197, 198, 228 182, 183, 187, 193, Kurikulum 2013 (K13), 4 201, 202, 203, 204, kurikulum formal, 11, 14, 207, 208, 209, 213, 74, 151, 193, 227 215, 216, 217, 218, kurikulum tersembunyi, 219, 220, 221, 223, 12, 151 224, 225, 226, 231 L Marie Parker-Jenkins, 19, Lexy J. Moleong, 26 20 lingkungan keluarga, 40 Martono, 4, 5, 52 lingkungan sekolah, 16, Marx dan Bourdieu, 155 40, 71, 200, 225 Mary F. Somers local genius, 9, 10, 11, 12, Heidhues, 81 13, 14, 17, 25, 33, 34, Masjid, 29, 78, 178, 205, 91, 178, 192, 199, 206, 217 207, 226, 228, 230 Masyarakat, 2, 5, 12, 13, Lucia Yiu Matuk, 15, 16 35, 36, 38, 52, 53, 60, Lyn Parker, 21, 22, 227 61, 62, 63, 64, 65, 71, M 77, 83, 87, 89, 90, 93, M. Muntahibun Nafis,, 102, 148, 149, 150, 12, 13 151, 157, 164, 190, 227 M.Yudhie R. Haryono, 66 masyarakat industri, 39 Mading, 29, 224, 225

I n d e k s | 441 masyarakat multikultural, mereproduksi 71, 118, 190, 191 ketidaksetaraan, 37, 43 materi pelajaran, 3, 74, mereproduksi struktur 165 kelas, 42 materi pembelajaran, 54, metafora, 24, 73, 75, 200, 59, 150, 212 202 Max Weber, 39 Michael W. Apple, 37, 41 media pembelajaran, 115 Miho Taka, 35, 36 Melayu, 8, 9, 33, 78, 79, minoritas, 19, 20, 71, 83, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 149 88, 89, 90, 91, 92, 95, modal, 13, 14, 17, 24, 34, 96, 97, 141, 216, 231 41, 42, 43, 50, 75, 104, Melayu Bangka, 82, 83, 122, 127, 128, 130, 89, 90 131, 141, 154, 155, Memproduksi Orang 156, 157, 161, 169, Terdidik, 36 189, 190, 191, 193, mempropaganda, 20 226, 227, 228, 230, 231 mengakui keberagaman, modal budaya, 13, 14, 17, 190 24, 34, 42, 50, 155, mengakui kemajemukan 156, 157, 161, 169, budaya, 190, 230 189, 190, 193, 226, mengakui perbedaan, 190, 227, 228, 230, 231 230 Modes of Dominiation, mengapresiasi, 154 42 mengenal perbedaan, 154 Monoghan dan Just, 31 menghilangkan moral, 21, 22, 37, 38, 39, prasangka, 154 52, 65, 74, 98, 200 mengindoktrinasi, 19, 20, motto, 204, 224 49 Muhammad Abrar menstrukturkan, 75, 168, Parinduri, 13, 14 170

442 | Pendidikan Multikultural

Muhammad Tholchah 115, 122, 127, 145, Hasan, 60 149, 150, 151, 154, multikulturalisme, 15, 17, 155, 156, 157, 162, 65, 150 178, 188, 193, 194, Muslim, 6, 19, 20, 68, 69, 197, 199, 200, 201, 95, 145 207, 208, 210, 214, musyawarah, 65, 70, 71, 216, 222, 224, 225, 231 91 Nilai demokrasi, 3 musyawarah dan nilai hirarki, 49 mufakat, 91 nilai jender, 21 N nilai kasih sayang, 3 Nanang Martono, 2, 4, 5, nilai partikular, 40 11, 39, 40, 46, 50, 51, nilai solidaritas, 3 52, 157, 188, 189, 191 nilai universal, 40, 91 nasionalisme, 61, 195 nilai-nilai inklusif, 3 negara, 4, 5, 17, 19, 22, nilai-nilai multikultural, 24, 25, 34, 37, 48, 50, 2, 3, 13 53, 75, 76, 85, 89, 104, nilai-nilai pendidikan 106, 110, 111, 118, multikultural, 3, 17 130, 147, 192, 193, Noeng Muhadjir, 26, 27 194, 195, 199, 201, Nolutho Ndengane Diko, 207, 224, 226, 227, 228 22, 23, 116, 190, 191, Ngainun Naim dan 199 Achmad Sauqi, 6, 60, non-elite, 42 61, 149 Noor Sulistyobudi, nganggung, 92, 178, 184 Bambang Suta, nilai, 2, 3, 13, 17, 20, 21, Salamun, 60, 228 22, 25, 34, 38, 40, 41, norma, 21, 22, 34, 38, 41, 43, 44, 49, 50, 58, 62, 63, 73, 75, 90, 105, 63, 74, 75, 84, 90, 91, 115, 117, 122, 127, 98, 102, 105, 111, 112,

I n d e k s | 443

128, 131, 154, 157, 177, 178, 179, 180, 193, 199, 201, 231 181, 182, 183, 184, Norma González, 51 185, 186, 187, 190, O 191, 192, 197, 203, orang terdidik, 25, 33, 49, 204, 205, 206, 211, 192, 207, 227 212, 216, 217, 218, OSIS, 3, 99, 102, 107, 219, 220, 221, 222, 108, 112, 113, 127, 223, 224, 225, 226, 128, 134, 165, 166, 227, 228, 230, 231, 232 173, 210, 220, 221 Parsons, 39, 40, 41, 46, P 76, 154 Pancasila, 5, 103, 148, Paskah, 183, 215 176, 194, 197, 224 Patricia I. Francis, 18, 19 Pangkalpinang, 1, 8, 9, Paul Willis, 51 10, 11, 12, 22, 26, 27, Paulo Freire, 48, 49, 51 28, 29, 30, 33, 77, 78, pawai 17 Agustus, 29 79, 80, 81, 82, 83, 85, pawai taaruf, 181 87, 88, 92, 93, 94, 97, Pedagogik Transformatif, 98, 99, 100, 101, 102, 47 104, 105, 106, 107, Pelajar, 3, 26, 41, 51, 52, 108, 110, 111, 112, 60, 61, 63, 148, 192, 113, 116, 122, 123, 227, 228 124, 125, 126, 127, Pemakaman Belanda, 29 128, 129, 130, 134, Pemakaman Cina, 29 136, 137, 139, 140, Pemakaman Nasrani, 29 142, 143, 144, 145, pemerintah, 2, 12, 19, 51, 146, 147, 151, 158, 82, 89, 92, 112, 175, 159, 160, 162, 163, 181, 182, 194, 227 164, 165, 166, 167, pendekatan pengajaran, 168, 170, 171, 172, 54 173, 174, 175, 176,

444 | Pendidikan Multikultural

pendekatan tutor sebaya, 149, 150, 151, 192, 116 197, 227, 228 pendidikan, 2, 4, 5, 6, 7, pendidikan eksklusif, 36 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, Pendidikan XE 15, 16, 17, 18, 19, 20, "Pendidikan" Islam, 1, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 3, 4, 6, 52, 60, 62, 63, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 64, 65, 67, 68, 69, 148, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 149, 150, 151, 192, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 197, 227, 228 49, 50, 51, 52, 53, 54, pendidikan menengah, 8, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 9, 10, 11, 12, 26, 27, 61, 62, 63, 64, 65, 71, 32, 33, 94, 141, 177, 73, 74, 75, 76, 82, 94, 190, 192, 193, 231, 232 98, 99, 100, 101, 102, pendidikan multikultural, 104, 105, 106, 109, 2, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 110, 111, 114, 115, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 116, 117, 118, 119, 22, 23, 25, 26, 31, 32, 120, 128, 133, 141, 33, 34, 53, 54, 55, 56, 144, 147, 148, 149, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 150, 151, 154, 155, 63, 65, 73, 74, 76, 115, 169, 177, 178, 179, 116, 117, 118, 119, 182, 189, 190, 191, 133, 141, 144, 147, 192, 193, 194, 195, 148, 149, 150, 151, 196, 197, 199, 200, 154, 155, 156, 178, 201, 202, 203, 207, 179, 190, 191, 192, 216, 217,뙘224, 226, 193, 194, 195, 197, 227, 228, 230, 231, 232 201, 202, 203, 207, Pendidikan, 1, 3, 4, 6, 47, 216, 226, 228, 230, 52, 54, 56, 60, 62, 63, 231, 232 64, 65, 67, 68, 69, 148,

I n d e k s | 445 pendidikan nasional, 12, 152, 155, 194, 195, 30, 52, 62, 111, 193, 196, 197, 230 194, 228 Phiilip H. Coombs, 48 Pendidikan XE Piagam Madinah, 65, 66, "Pendidikan" 70 Pembebasan, 47 Piala, 175 peran sekolah, 37, 43, 200 pluralis, 13, 148 perayaan, 10, 16, 17, 33, pluralisme, 14, 54, 69 57, 85, 87, 129, 142, pluralisme agama, 14, 69 173, 178, 179, 180, politik, 19, 20, 35, 51, 52, 186, 218 153, 191, 194, 227 perguruan tinggi, 19, 98, potensi, 4, 6, 12, 22, 25, 112, 232 36, 98, 102, 106, 111, perilaku, 22, 29, 42, 45, 151, 194, 196, 197, 46, 73, 115, 120, 129, 199, 230 153, 195 praktik lokal, 192 perpecahan, 17, 20, 89, praktik sosial, 47, 117, 154 125, 129, 131, 143 persaingan, 40, 49, 157 prasangka, 14, 20, 53, 56, persamaan hak, 63, 71, 63, 119, 153, 154 148 privilege, 41, 52 persatuan, 4, 29, 65, 195 proaktif, 122, 128 persaudaraan,, 4, 216, 230 produk budaya, 11, 21, perubahan sosial, 2, 18, 32, 34, 44, 193 35, 37, 48, 155 produksi budaya, 25, 34 Pesantren, 3, 12, 13, 60, proses belajar mengajar, 61, 192, 197, 228 14, 165 peserta didik, 3, 4, 8, 14, proses interaksi sosial, 22, 23, 57, 63, 98, 106, 14, 134, 184, 190 111, 112, 124, 150, proses pendidikan, 8, 23, 25, 61, 71, 114, 133,

446 | Pendidikan Multikultural

149, 151, 156, 158, regulasi, 2 192, 194, 199 rekonsiliasi nirkekerasan, proses perubahan sosial, 66 35, 36 remaja, 15, 21, 22, 25, proses sosial, 34, 37, 39, 116, 170, 199, 223 41, 46, 157, 164, 190 reproduksi budaya, 32, proses sosialisasi, 37, 39, 34, 41, 43, 50, 154, 41 189, 190, 192, 199, 230 Protestan, 3, 79 reproduksi ekonomi, 41 Provinsi Kep. Bangka reproduksi kelas, 21 Belitung, 26, 28, 78, reproduksi sosial, 11, 42, 86, 88, 91, 93, 110, 129 126, 138, 139, 176, resolusi konflik, 65, 115 177, 178, 182, 205 Reva Joshee, 53 Pure, 29 ritual, 10, 34, 73, 74, 85, Q 86, 116, 117, 123, 135, Quraish Shihab, 67, 69 151, 179, 180, 193, R 206, 207, 208, 209, radikal, 6, 7, 8, 19, 37, 46 210, 217, 218, 227 Raihani, 11, 52, 61, 62, ritus, 73, 85 63, 64, 148, 149, 150, rukun, 9, 61, 88, 90, 92 151, 192, 193, 194, S 227, 228 saling menghargai, 65, Ralph Linton, 40 69, 152, 154, 209 Ramadan, 29, 129, 180, Sally Tomlinson, 53 181, 182 sekolah, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, ras, 3, 13, 18, 20, 40, 74, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 92, 148, 149, 153, 155, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 178, 190, 193, 226, 230 21, 22, 23, 24, 25, 27, rasialisme, 153 28, 29, 30, 31, 32, 33, reformasi sekolah, 59, 74 34, 35, 36, 37, 38, 39,

I n d e k s | 447

40, 41, 42, 44, 48, 49, sekolah negeri, 24, 27, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 192 56, 58, 59, 60, 61, 62, selera, 4, 41, 44, 45, 46, 63, 71, 72, 73, 74, 75, 154 76, 82, 94, 97, 98, 101, sembahyang kubur, 87, 102, 104, 105, 106, 179, 180 107, 108, 110, 111, sembahyang rebut, 180 112, 113, 116, 117, Serumpun sebalai, 91 119, 122, 123, 124, Sharan B. Merriam, 28, 125, 126, 127, 128, 29, 30 129, 130, 131, 134, Sharp dan Green, 36 135, 137, 138, 140, silaturahmi, 92, 124, 178, 141, 142, 143, 144, 181, 182, 187, 209, 216 145, 146, 147, 149, simbol, 10, 29, 34, 73, 91, 150, 151, 153, 155, 92, 123, 193, 216, 222, 157, 158, 160, 163, 224 164, 165, 166, 167, simbol XE "simbol" 168, 170, 171, 172, agama, 123 173, 174, 175, 176, Simon Fisher, 153 177, 179, 180, 181, sistem kasta, 25 183, 184, 185, 187, sistem pendidikan, 2, 35, 188, 189, 190, 191, 50, 188, 189, 193 192, 193, 194, 197, sistem sosial, 39, 74, 121, 199, 200, 201, 202, 124, 143, 154 203, 204, 205, 206, siswa, 2, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 207, 208, 210, 211, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 212, 213, 214, 215, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 216, 217, 218, 219, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 220, 221, 222, 223, 31, 32, 33, 34, 39, 40, 224, 225, 226, 227, 44, 48, 51, 52, 53, 54, 228, 230, 231, 232 57, 58, 59, 61, 63, 73,

448 | Pendidikan Multikultural

74, 75, 95, 96, 98, 99, SMA Negeri 2, 27, 28, 102, 105, 106, 107, 30, 31, 94, 96, 110, 110, 111, 112, 113, 111, 112, 113, 114, 116, 117, 118, 119, 122, 129, 130, 131, 122,뙘123, 124, 125, 140, 141, 143, 144, 126, 127, 128, 129, 146, 147, 163, 167, 130, 131, 133, 134, 175, 176, 177, 188, 135, 136, 137, 138, 193, 201, 202, 203, 139, 140, 141, 142, 204, 205, 208, 210, 143, 144, 145, 146, 212, 217, 218, 219, 148, 149, 150, 151, 220, 221, 222, 223, 153, 157, 158, 159, 224, 225, 226, 231 160, 161, 162, 163, SMA Santo Yosef, 27, 164, 165, 166, 167, 28, 30, 31, 33, 94, 95, 168, 170, 171, 172, 100, 101, 102, 103, 173, 174, 175, 176, 104, 122, 123, 124, 178, 179, 180, 181, 125, 126, 127, 137, 182, 184, 185, 186, 138, 141, 145, 163, 187, 188, 189, 190, 167, 175, 179, 180, 191, 192, 193, 194, 181, 183, 184, 188, 198, 199, 200, 201, 193, 201, 202, 203, 202, 203, 204, 205, 204, 205, 207, 208, 206, 207, 208, 209, 209, 210, 212, 213, 210, 211, 212, 213, 215, 217, 218, 219, 214, 215, 216, 217, 220, 222, 224, 225, 231 218, 219, 220, 221, SMK, 27, 30, 31, 33, 94, 222, 223, 224, 225, 104, 105, 106, 107, 226, 227, 228, 230, 108, 109, 110, 123, 231, 232 124, 129, 138, 139, Siti Norma, 157 140, 141, 142, 144, skema AGIL, 41 145, 146, 159, 160,

I n d e k s | 449

161, 163, 165, 166, sosial, 2, 3, 6, 8, 9, 10, 20, 167, 170, 171, 172, 21, 25, 31, 34, 35, 37, 173, 175, 176, 177, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 178, 180, 184, 185, 46, 47, 50, 52, 53, 54, 186, 187, 193, 201, 55, 57, 61, 66, 71, 76, 202, 203, 204, 206, 84, 88, 89, 90, 94, 98, 208, 209, 211,뙘215, 102, 114, 115, 117, 218, 219, 220, 222, 120, 121, 122, 124, 224, 225, 226, 231 127, 128, 130, 131, SMK XE "SMK" Bakti, 132, 135, 140, 141, 27, 30, 31, 33, 94, 104, 143, 144, 148, 149, 105, 106, 107, 108, 153, 154, 156, 157, 109, 110, 123, 124, 158, 161, 165, 169, 129, 138, 139, 140, 170, 178, 188, 189, 141, 142, 144, 145, 191, 193, 194, 195, 146, 159, 160, 161, 196, 199, 200, 215, 163, 165, 166, 167, 219, 220, 221, 223, 170, 171, 172, 173, 226, 227, 228, 231, 232 175, 176, 177, 178, sosialisasi, 44, 52, 117, 180, 184, 185, 186, 127, 219 187, 193, 201, 202, sosiologi, 3, 11, 40, 41, 203, 204, 206, 208, 46, 49, 50, 189 209, 211,뙘215, 218, Sosiologi pendidikan, 36 219, 220, 222, 224, sporadis, 62 225, 226, 231 stakeholder, 12, 23, 182, solidaritas, 38, 65, 66, 216, 217 128, 130, 144, 200 status, 40, 42, 44, 75, 94, solidaritas mekanik, 38 97, 104, 194 solidaritas organik, 38 Status Sosial, 39, 46, 95 Sonia Nieto dan Patty Stephen May, 53 Bode, 59 stereotip, 23, 53, 153

450 | Pendidikan Multikultural

stereotip jender, 23 51, 52, 53, 56, 58, 71, strategi pengajaran, 54 75, 76, 77, 117, 131, struktur, 2, 19, 25, 29, 30, 132, 133, 138, 151, 32, 34, 35, 42, 43, 44, 155, 157, 169, 188, 46, 47, 50, 74, 75, 83, 189, 191, 193, 199 84, 107, 121, 131, 132, Teori Bourdieu, 41, 42, 133, 134, 135, 141, 189 143, 154, 168, 169, teori Parsons, 39, 46 170, 186, 189, 190, Teori Reproduksi, 41, 157 191, 226, 230, 231 teori reproduksi budaya, struktur sosial, 2, 25, 35, 32, 37 42, 44, 46, 84, 121, teori reproduksi budaya 132, 135, 154, 189, 226 Bourdieu, 32 strukturalisme, 47, 121, teori siswa terdidik 125, 169 produk budaya, 11, 32 studi etnografi, 51, 231 teori sosial budaya, 199 studi kasus, 10, 17, 18, Teori strukturasi, 46, 47, 26, 151 131, 135 Sudardja Adiwikarta, 9 terstruktur, 12, 14, 17, 20, suku, 3, 26, 66, 67, 69, 28, 30, 31, 42, 75, 124, 79, 81, 82, 88, 90, 92, 125, 130, 134, 168, 94, 128, 176, 190, 230 169, 170, 186, 187, Sulalah, 11, 60 201, 204, 209, 210, 227 Suparlan Al-Hakim dan Tiedt dan Tiedt, 54, 59, Sri Untari, 60 118, 178 T Tina Ruggirello, 15, 16 T.H. Thalhas, 69, 70 tindakan, 12, 16, 25, 29, tenaga kerja, 38 32, 33, 35, 41, 44, 47, teori, 2, 11, 12, 13, 20, 58, 115, 117, 120, 121, 21, 26, 32, 33, 34, 37, 124, 125, 126, 128, 39, 41, 46, 47, 49, 50, 129, 131, 132, 133,

I n d e k s | 451

135, 137, 143, 144, 206, 207, 211, 214, 151, 154, 169, 170, 215, 216, 217, 218, 227 187, 188, 192, 200, V 207, 208, 223, 228, Vihara, 29 230, 231, 232 Y tindakan yang tidak Yahudi, 19, 20, 68, 183 sengaja, 115 Yaqin, 61 Tionghoa, 79, 81, 82, 86, Yaya Suryana dan H.A. 87, 88, 89, 142, 145, Rusdiana, 60, 115, 149, 146, 186 150, 228 Tohir Sapsuha, 150 Yumasa Hirasawa, 53 tokoh masyarakat, 21, 28 Z toleran, 4, 8, 11, 13, 20, Zamroni, 60, 74, 148 63, 190, 198, 227, 230 toleransi, 3, 5, 6, 13, 14, 15, 40, 63, 65, 69, 70, 115, 131, 154, 190, 198, 230 toleransi antar-umat beragama, 5 Tradisi, 86, 87, 92, 162, 169, 178, 211, 212, 214 transformasi, 32, 35, 154 Tudung Saji, 29, 92, 93 U Undang-Undang, 5, 29, 31, 78, 194, 228 universal, 40, 48 upacara, 17, 34, 63, 92, 116, 123, 163, 170, 171, 172, 178, 193,

452 | Pendidikan Multikultural

BIODATA PENULIS

Noblana Adib, lahir di Palembang pada tanggal 30 November 1980. Anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SDN 141 (1988- 1993), MTsN 1(1993-1996), MAK Pon-Pes Darunnajah (1996-2000), S1 IAIN Raden Fatah (2000-2004), S2 Pascasarjana IAIN Raden Fatah (2004-2007), kemudian lanjut lagi S2 di Leiden University sebagai Awardee Indonesian Young Leaders (IYL) tahun 2008-2010 dan menyelesaikan Program Doktor di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2017- 2020) sebagai Awardee MORA 2017. Selama perjalanan studi formal, penulis juga mengikuti pendidikan non formal yaitu Kursus Bahasa Arab Al-Waafi, Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar, Brotherhood English Course, LB UNSRI English Course, Gloria English Course, Kursus Komputer IMIK Infra, Program Pembibitan Alumni Mahasiswa PTAI (Kerjasama UNISMA Malang dan Kementerian Agama RI, Kursus Komputer Program Adobe Photoshop Pelcomteach, ELS Language Center: English For Academic Purposes, Pelatihan Prajabatan Gol. III, Langguage Centre Faculty of Humanities Leiden University: Academic Writing in English. Saat ini penulis bertugas sebagai dosen pendidikan Islam IAIN Syekh Abdurrahman Siddik. Di samping itu penulis aktif menulis, salah satu tulisan penulis yang sudah terbit adalah pada jurnal lokal, Tawshiyah yang berjudul: Pendidikan Multikultural: Analisis Pengajaran Pendidikan Agama di SDN 10 Pangkalpinang, 2010. Kontak mobile +62 82177614773 /email: noblana_adib@@@@@@@@@@@@@@@@yahoo.com.