“SEGARA WIDYA”
JURNAL HASIL-HASIL PENELITIAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
ISSN: 2354-7154 Volume 2, Nomor 1, November 2014
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN: 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
Pengarah Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (Rektor ISI Denpasar). Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Kes. (PR I ISI Denpasar)
Penanggungjawab Dr. Drs. I Gusti Ngurah Ardana, M.Erg. (Ketua LP2M ISI Denpasar)
Redaktur Drs. I Wayan Mudra, M.Sn. (Kepala Pusat Penelitian LP2M ISI Denpasar)
Dewan Redaksi Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA. (ISI Denpasar) Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, MA. (Undiksha) Prof. Dr. Ir. I Ketut Santriawan, MT. (Unud) Dr. I Komang Sudirga S.Sn., M.Hum. (ISI Denpasar) Drs. I Gusti Ngurah Seramasara, M.Hum. (ISI Denpasar)
Penyunting Bahasa Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum. (Bahasa Inggris) Ni Kadek Dwiyani, SS., M.Hum. (Bahasa Indonesia)
Desain Cover Ni Luh Desi In Diana Sari, SSn., M.Sn.
Tata Usaha & Sirkulasi Drs. I Ketut Sudiana. I Gusti Ngurah Putu Ardika, S.Sos. I Putu Agus Junianto, ST. I Wayan Winata Astawa. I Made Parwata.
Jurnal “SEGARA WIDYA” terbit sekali setahun pada bulan November. Alamat Jalan Nusa Indah Denpasar ( (0361) 227316, Fax (0361) 236100 E-mail: [email protected]
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN : 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
DAFTAR ISI
Ida Ayu Gede Artayani, Agus Mulyadi Utomo, Penciptaan Tegel Keramik Stoneware Dengan Penerapan Motif Tradisi Bali……………………………………………………...… 249
Ida Bagus Kt. Trinawindu, Cok Alit Artawan, Ni Luh Desi In Diana Sari, Aktualisasi Lontar Prasi Di Era Global Menggunakan Teknologi Digital………………...... 257
Ni Made Ruastiti, Ni Nyoman Manik Suryani, I Gede Yudarta, Rancang Bangun Model Kesenian Lansia Di Kelurahan Tonja Denpasa……………………………………… 267
I Nyoman Wiwana. I Wayan Sukarya, Kajian Ornamen Kuno Pada Bangunan-Bangunan Puri Di Kabupaten Karangasem Bali…...…………………………………………………… 273
Cok Gd Rai Padmanaba, Made Pande Artadi, Ida Ayu Dyah Maharani, Ungkapan Estetis Sistem Konstruksi Pada Interior Bangunan Tradisional Bali…………………………. 285
I Kadek Dwi Noorwatha, I Nyoman Adi Tiaga, Peciren Bebadungan: Studi Identitas Arsitektur Langgam Denpasar………………………………………………………………... 291
I Nyoman Adi Tiaga, I Kadek Dwi Noorwatha, Kajian Ikonografi Lukisan Pada Plafon Interior Ashram Vrata Wijaya Di Denpasar……………………..…………………………... 298
Ida Ayu Dyah Maharani & Toddy Hendrawan Yupardhi, Arsitektur Tradisional Bali Pada Desain Hybrid Bangunan Retail Di Kuta Bali…………………………………………. 304
I Wayan Agus Eka Cahyadi, Ni Ketut Rini Astuti, Kajian Makna Tanda-Tanda Budaya Bali Pada Baliho Kampanye Calon Anggota DPD RI Dapil Bali Tahun 2014………………… 314
Nyoman Lia Susanthi, Ni Wy. Suratni, Potret Komunikasi Skaa Janger Kolok Di Desa Bengkala Buleleng……………………………………………………………………………………. 322
Arya Pageh Wibawa1, I Wayan Agus Eka Cahyadi, Amoga Lelo Octavianus, Perbandingan Penggunaan Media Buku Dan Video Tutorial Mata Pelajaran Seni Rupa Pada Siswa SMA Dan SMK Negeri Di Denpasar………………………………………………………. 331
Wahyu Sri Wiyati, Kajian Musisi Dalam Industri Musik Di Villa Sanctus Uluwatu Bali…………...……………………………...……………...... 336
I Gede Mawan, Revitalisasi Musik Mandolin Di Desa Pupuan Tabanan Sebagai Perekat Budaya Bangsa…………………...……………………………………………….…………………... 346
Ni Ketut Dewi Yulianti, Rinto Widyarto, Ni Ketut Yuliasih, Eksistensi Tari Bali Dan Jawa Dalam Bahasa Indonesia Dan Inggris ...... 357 Ni Kadek Dwiyani, I Kadek Puriartha, Peran Stasiun Televisi Lokal Di Bali Dalam Upaya Pemertahanan Bahasa Bali Sebagai Bahasa Ibu…………………………………………... 368
Ni Luh Desi In Diana Sari, Alit Kumala Dewi, Identitas Budaya Lokal Pada Desain Kemasan Oleh-Oleh Kopi Bali……………………………………………………………………… 378
I Komang Arba Wirawan, Dari Konflik Desa Ke Layar Kaca: Analisis Wacana Liputanbali TV Berita Bentrok Kemoning-Budaga, Klungkung, Bali………………………...... 388
I Wayan Adnyana, Modal Sosial Institusional Pita Maha (Praktik Sosial Pelukis Bali 1930- An)...... 394
Nyoman Dewi Pebryani, Dewa Ayu Sri Suasmini, Inventarisasi Dan Identifikasi Motif Tenun Endek Di Kabupaten Gianyar……………………………………………………………….. 402
I Wayan Budiarsa, Suminto, Bentuk Pertunjukan Dramatari Genggong Di Desa Batuan Gianyar………………………………………………..……………..………………………………… 412
Ni Ketut Rini Astuti, Cokorda Alit Artawan, Media Promosi Objek Wisata Monkey Forest Ubud Gianyar Bali Sebuah Kajian Semiotika …………………………………………….. 421
I Nyoman Laba, I Made Bayu Pramana, Modifikasi Bentuk dan Ornamen Penjor Di Desa Kapal Di Kabupaten Badung Bali……………………………………………………………. 431
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN: 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL PADA JURNAL”SEGARA WIDYA” Jurnal “Segara Widya” adalah publikasi ilmiah khusus hasil-hasil penelitian dibidang seni rupa, desain dan seni pertunjukan. Naskah artikel yang diterima adalah hasil penelitian yang belum pernah dipublikasikan pada jurnal yang lain. Naskah yang diterima harus memenuhi persyaratan penulisan sebagai berikut:
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan MS Word pada kertas A4, font Times New Roman 11, spasi 1 termasuk abstrak, daftar pustaka dan tabel. 2. Margin batas atas 2,5 cm, bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2,5cm. 3. Jumlah halaman artikel maksimal 12 halaman. 4. Kerangka tulisan berurutan sebagai berikut: a. JUDUL (ukuran huruf 12) b. Nama peneliti (tanpa gelar) c. Nama program studi, fakultas dan institusi. d. Email peneliti (ketua dan anggota). e. Abstrak dalam Bahasa Indonesia maksimal 200 kata, abstrak juga ditulis dalam bahasa Inggris, lengkap dengan kata kunci. Abstrak berisi uraian tujuan penelitian, metode dan hasil penelitian. f. PENDAHULUAN (uraiannya berisi latar belakang, perumusan masalah, teori, hipotesis, tujuan). g. METODE PENELITIAN (berisi uraian waktu dan tempat, bahan/cara pengumpulan data, metode analisa data) h. HASIL DAN PEMBAHASAN i. SIMPULAN j. DAFTAR PUSTAKA 5. Judul, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan dan daftar pustaka diketik dengan huruf kapital tebal (bold). Judul maksimal 12 kata dan mencerminkan inti tulisan. 6. Jika penulis lebih dari satu orang nama penulis diletakkan di belakang nama sebelumnya. 7. Kata kunci 2 – 5 kata, ditulis italic. 8. Jika menggunakan bahasa daerah atau bahasa Inggris, ditulis dengan huruf miring (italic) 9. Redaksi: editor/penyunting mempunyai kewenangan mengedit dan mengatur pelaksanaan penerbitan sesuai format jurnal “Segara Widya” 10. Naskah dapat dikirim ke LP2M ISI Denpasar dengan alamat Jalan Nusa Indah Denpasar ( (0361) 227316, Fax (0361) 236100. Kontak Person : Pak Mudra (03617889910), atau dikirim melalui email: [email protected]
249
PENCIPTAAN TEGEL KERAMIK STONEWARE DENGAN PENERAPAN MOTIF TRADISI BALI
Ida Ayu Gede Artayani, Agus Mulyadi Utomo Program Studi Kriya Seni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar [email protected]
Abstrak Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah penciptaan desain produk berupa pembuatan tegel keramik bakaran tinggi (stoneware) yang bisa dikembangkan dan dipasarkan secara luas, pengembangan desain tegel ini memungkinkan untuk dikembangkan karena mengingat pertumbuhan ekonomi masyarakat semakin bagus, sehingga banyak hunian yang membutuhkan tambahan dekorasi interior ataupun eksterior bangunan, guna menambah eksotisme hunian. Target khusus yang ingin dicapai adalah memberikan pemahaman ke pada masyarakat perajin keramik, untuk mau berinovasi dalam hal pengembangan desain, berupa penciptaan tegel cetak keramik stoneware dengan penerapan unsur tradisi local yang memiliki ciri khas kedaerahan dengan mengombinasikan antara seni tradisi dengan seni modern sehingga membantu para perajin seni kerajinan keramik untuk membuat produk yang memenuhi kebutuhan home accessories rumah modern saat ini. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini Tahun II ini, memperlihatkan bahwa perajin memahami, mau dan mampu membuat suatu trobosan inovasi baru dalam pengembangan produk kerajinan keramik, membuat benda-benda nonpropan khususnya mengembangkan kerajin keramik stoneware dengan pengembangan motif yang lebih bervariatif.
Kata kunci: Penciptaan, tegel, keramik stoneware, motif tradisi
Abstract The long term goal of this research is the creation of a product design specifically the manufacture of high burnt ceramic tiles (stoneware ) which can be developed and widely marketed and commercialized, the development of the design allows the tiles develop sustainably considering the good economic growth nowadays, so there are so many residences or buildings need some additional interior decoration or exterior with artsy touch , in order to expose the building’s exoticism. The Specific targets to be achieved is to give understanding to the community of ceramic artisans is : be innovate to developed design, such as the creation of moulding stoneware ceramic tiles with application of traditional elements that specific combination traditional art with modern art that help the ceramics maker to create products that meet the needs of home accessories modern home today. The results get in this study is , Showed that the artisans understand, willing and able to make a new breakthrough innovation in product development of ceramic crafts, making objects nonprofan particularly developing ceramic stoneware with the development of a more varied motifs.
Keywords : Creation,Tiles, Stoneware Ceramic, Traditional motif
PENDAHULUAN Pengembangan desain dalam dunia seni kerajinan dipandang sangat perlu dan mendesak sekali untuk ditingkatkan, karena dengan pengembangan desain-desain kreatif bisa membantu perajin dalam persaingan pada perdagangan bebas saat ini. Bila dilihat dari hasil penelitian ini nantinya, sangat mendukung program pemerintah dalam pengembangan usaha kerajinan kreatif, karena dalam aplikasi tahapan tahun kedua ini diadakan semacam pendampingan perajin, kegiatan yang dilaksanakan berupa pelatihan pembuatan desain, teknik pembuatan cetakkan berbahan gypsum, pembuatan barang sampai finishing karya. Ada beberapa hal yang nantinya menjadi permasalahan yang akan diteliti pada tahapan lanjutan ini dan menjadi kriteria penilaian berhasil tidaknya uji coba produk yang lebih luas pada penelitian ini adalah: a) sejauh mana kemampuan perajin bisa memahami pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam pengembangan produk?, b) Apakah produk yang
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
250
diimplementasikan ke masyarakat perajin memiliki nilai ilmu, keindahan dan kepraktisan, c) Sejauh mana produk tersebut dapat dikembangkan dalam jangka waktu yang tersedia. Pada surve yang kami lakukan, dengan mengamati perkembangan kerajinan keramik khususnya kerajinan keramik Bali, yang difokuskan pada hasil-hasil bendanya maka produk yang banyak dikembangkan adalah berupa produk-produk kebutuhan rumah tangga dan keperluan pariwisata. Bila dilihat dari desain benda-benda yang dihasilkan oleh perajin, baik dari segi bentuk, dekorasi dan finishingnya rata-rata memiliki kesamaan, hal ini memperlihatkan kurangnya pengembangan dalam desain yang lebih kreatif. Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan pada penelitian tahap I, maka didapatkan alasan kenapa kurangnya inovasi dalam perkembangan kerajinan keramik. Alasan yang disampaikan perajin, rata-rata dari mereka mengungkapkan alasan yang sama yaitu karena mereka kurang pemahaman dalam bidang desain, pemanfaatan teknologi dan kurangnya bereksperimen dengan bahan, dan alasan yang paling mendasar perajin tidak mau membuat sesuatu yang baru karena mereka takut nantinya tidak laku terjual, dan akan menanggung kerugian. Sehubungan dengan hal tersebut dan melihat prospek peluang pasar yang ada, timbul pemikiran peneliti untuk mengembangkan seni keramik Bali ke arah yang lebih maju, memiliki kreativitas tinggi dan memiliki ciri khas budaya lokal melalui penerapan ornamen tradisi pada penciptaan tegel keramik ini. Di Indonesia dan khususnya di daerah Bali seni kerajinan dikerjakan pada rumah-rumah produksi (home industry) yang berskala mikro, maupun yang berkelompok sebagai sentra industri seni kerajinan. Mereka memproduksi secara manual dengan alat yang sederhana dan menonjolkan kerja dengan ketrampilan yang turun-temurun, memiliki keunikan dan karakteristik bahan maupun proses pengerjaan.Semakin meluasnya pasar seni kerajinan, ternyata juga menjadikan kompetisi semakin bertambah ketat pula. Seni kerajinan harus berlomba menampilkan produk-produk yang inovatif, original dan up to date, sehingga dapat beriringan dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Produk baru dengan tampilan baru ternyata dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap keberlangsungan sebuah usaha produksi seni kerajinan. Produk baru itu memberikan semangat baru pada diri kriyawan ataupun pengrajin untuk mempelajari dengan seksama akan sebuah trend produk interior pada saat itu. Masalahnya sekarang kreatifitas seorang pengrajin tampaknya kurang, maka dukungan dari para kriyawan menjadi hal yang sangat diperlukan. Perkembangan seni kriya merupakan salah satu dalam ekonomi kreatif itu, yaitu ide adalah suatu komediti yang dapat dieksplorasi dengan tiada habisnya. Manusia dengan akal budinya disertai kreativitas yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk- produk kreatif bernilai ekonomi. Bidang-bidang yang mencangkup dalam koridor ekonomi kreatif terdapat di dalamnya seni kriya. Produk-produk kriya telah menjadi elemen penunjang interior dan eksterior fasilitas kepariwisataan. Melihat potensi kekayaan seni kriya Indonesia yang begitu tinggi menjadi sangat penting untuk dikembangkan menjadi kontributor utama dalam era ekonomi kreatif. Karena dari semua ekonomi kreatif yang ada seni kriya tidak tergantung pada teknologi tinggi baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang mahal harganya. Seni kriya sangat sesuai dengan kondisi sosial budaya Indonesia dan dapat mendorong penigkatan ekonomi kerakyatan. Industri kriya dapat dikembangkan secara padat karya sehingga dapat memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Produk seni kerajinan memiliki perubahan begitu cepat secepat perubahan mode dunia. Sebagai kebutuhan pelengkap unterior, seni kerajinan bergerak mengikuti life style masa tententu. Dari hasil Penelitian tahap I yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa produk-produk kerajinan yang sudah dihasilkan oleh perajin lebih banyak membuat produk-produk untuk kebutuhan rumah tangga, sebagai pelengkap kebutuhan pariwisata dan membuat souvenir. Bantuk dari tampilan benda-benda keramik yang dibuat hamper memiliki kesamaan dan warna glasyir yang diterapkan pada benda keramik relative memiliki kesamaan warna. Hal tersebut menunjukkan bahwa perajin kurang penguasaan pada pengembangan desain, kurang melakukan uji coba bahan, sehingga ada kecendrungan peniruan bentuk pada produksi keramik yang dibuat perajin. Dari hasil studi pada penelitian tahap pertama tersebut terlihat hasil-hasil produksi perajin kurang adanya keunikan, tidak adanya penampilan identitas dan sedikit menampilkan identitas budaya lokal.Bila dilihat pengembangan desain keramik tegel jumlahnya sangat sedikit, itu pun dulunya hanya ada di daerah Pejaten yang pernah berkembang tegel gerabah bakaran rendah dan
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
251
sekarang sudah tidak dikembangkan lagi, karena perajin sendiri lebih banyak mengembangkan genteng sebagai atap bangunan.Pengembangan desain pada penelitian tahap II ini difokuskan pada pengembangan desainnya, dibuat pengembangan sesuai dengan wujud prototife yang dibuat pada penelitian tahap I pertama.Pada penelitian tahap II yang dilakukan tahun 2014 ini akan dikembangkan desain-desain tegel stoneware, berdasarkan ide-ide yang lebih inovatif yang desainnya akan dibuat oleh perajin itu sendiri.Tujuan inovasi yang ditargetkan pada penelitian ini adalah penciptaan tegel keramik stoneware dengan motif tradisi bali yang memiliki ciri khas kedaerahan dengan mengombinasikan antara seni tradisi dengan seni modern sehingga membantu para perajin seni kerajinan keramik untuk membuat produk yang memenuhi kebutuhan home accessories rumah modern saat ini. Pengembangan desain tegel cetak keramik bakaran tinggi (stoneware) ini, akan memberikan nuansa yang berbeda dari benda-benda yang dikerjakan para perajin selama ini. Desain tegel cetak keramik yang diwujudkan merupakan benda kerajinan terapan atau fungsi maka dalam pembuatannya harus terpenuhi syarat-syarat sepert: utility atau aspek kegunaan (Security yaitu jaminan tentang keamanan orang menggunakan barang-barang itu), Comfortable, yaitu enaknya digunakan memiliki nilai praktis yang tinggi, dan Flexibility, yaitu keluwesan penggunaan barang yang wujudnya sesuai dengan kegunaan atau terapannya, disamping syarat tersebut dalam penciptaan benda-benda seni perlu dipikirkan mengenai estetika atau syarat suatu keindahan. Dengan pemahaman tersebut diharapkan para perajin sebagai pelaku dalam melakoni pembuatan benda-benda kerajinan bisa bekerjasama dan memiliki kepekaan yang baik dalam membaca pasar dari gejala-gejala yang ada, untuk bisa mengikuti perubahan dan trend pasar yang ada pada bidang kerajinan.
METODE PENELITIAN Motif ornamen yang dikembangkan pada penelitian ini adalah motif Patra Olanda, dipilihnya motif ini karena pada motif terdiri dari bunga, batang, daun, dan sulur-suluran, sehingga memudahkan dalam pengembangan motif dan mendapatkan pengembangan motif yang bervariatif. Motif Patra Olanda pada gambar dibawah:
Sumber Gambar: refro buku ornamen tradisi bali
Penelitian ini direncanakan selama dua tahun, rencana tahun ke dua merupakan langkah pengujian penelitian pada tahap uji yang lebih luas, yang akan dilakukan pada masyarakat perajin. Pada tahun kedua, tahap pertama peneliti merencanakan pendampingan perajin. Pendampingan perajin pada proses ini untuk menguji apakah hasil uji coba yang telah dilakukan pada tahun pertama bisa diterima oleh masyarakat, terutama masyarakat perajin keramik. Karena penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan atau (R&D), dan penelitian jenis ini bisa dikatakan berhasil apabila, hasil penelitian tersebut bisa dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Pada penelitian ini bagan alir penelitian (fishbone diagram) dapat dijabarkan sebagai berikut: Langkah 1). menyepakati permasalahan dibuat dalam diagram fishbone, Penciptaan desain tegel keramik stoneware dengan motif tradisi (pengembangan tahap II). Langkah 2). mengidentifikasi kategori-kategori yang mungkin menjadi “cabang” sebab utama dari masalah pada penelitian ini, Langkah 3). menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming, dan langkah ke- 4). dilakukan pengkajian dan menyepakati sebab-sebab yang paling memungkinkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Penciptaan desain tegel keramik stoneware pada penelitian tahap lanjutan ini, merupakan pengembangan hasil dari penelitian tahap I, pengambilan sampel pada penelitian ini dipilihlah salah satu tempat perajin yang dijadikan sebagai objek pada pengembangan desain tegel
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
252
kramik stoneware ini adalah,”Studio Canting Moulding keramik” yang menjadi objek penelitian. Studio ini terletak di Br Kengetan, Singakerta Ubud Gianyar Bali, yang menjadi pertimbangan kami memilih studio ini sebagai objek penelitian dikarenakan beberapa pertimbangan antra lain: Studio keramik ini tergolong baru berkembang. Desain keramik yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan studio-studio keramik yang lain, yaitu membuat benda-benda pakai (perlengkapan rumah tangga), sehingga perlu kiranya dibuka wawasan untuk mengembangkan bentuk-bentuk keramik baru sebagai alternatif pengembangan desain, di samping pertimbangan tersebut kami melihat bahwa pemilik studio canting Keramik ini mau terbuka menerima kedatangan kami untuk bekerjasama, saling bertukar pikiran dan ada keinginan beliau untuk mau berkembang membuat karya-karya baru. Bapak I Made Arta, sebagai pemilik dari Studio Canting Moulding Keramik, pemilik sebelumnya pernah bekerja pada perusahan keramik Jenggala dan Gaya ceramic dan sekarang beliau mandiri membangun usaha kerajinan keramik. Studio ”Canting keramik” ini sudah berjalan empat tahun, Studio milik pak Made ini, biasanya banyak kedatangan tamu (wisatawan asing) yang ingin kursus singkat selama berlibur di Bali. Produk-produk yang dihasilkan merupakan pesanan dari beberapa hotel yang ada di Bali, dan juga menerima pesanan benda-benda keramik untuk kebutuhan perorangan. Desain biasanya dibawa oleh konsumen langsung, perajin hanya mengerjakan apa yang dipesan. Kendala yang dihadapi perajin ini adalah masalah bahan baku yang masih didatangkan dari wilayah luar Bali, dari pengolahan bahan sampai pengolahan warna-warna glasir dilakukan sendiri. Bila banyak order biasanya perajin dalam pemenuhan bahan biasanya membeli dari sesama rekan perajin, dan tidak menutup kemungkinan beberapa pekerjaan disubkan kepada rekan perajin sendiri, untuk memenuhi order. Pada penelitian Hibah Bersaing tahap - II ini, ada beberapa hal yang dikerjakan dalam proses pengerjaannya. Pertama dilakukan pendampingan pada perajin, pendampingan disini dalam arti lebih banyak memberikan pemahaman kepada perajin, akan arti penting sebuah desain dalam proses pengerjaan sebuah produk. Pendampingan disini dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada perajin, proses pengerjaan desain dan teknik pembuatannya. Dari proses tersebut akan bisa dilihat kemampuan dari perajin dalam proses pengerjaan produk yang diciptakan. Produk yang berhasil diwujudkan perajin, pada penelitian ini akan dianalis dilakukan tahapan pemilihan desain, dan validasi dari para akhli di bidangnya. Penilaian pada penelitian dilakukan oleh pakar dibidang keramik dan konsultan yang bergerak pada bidang arsitektur dan interior. Analisis data yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data yang dimunculkan peneliti, data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif peneliti ambil dari awal proses pengerjaan di lapangan yaitu mulai bulan Mei-Agustus 2014. Data yang diambil dari penelitian ini adalah mengamati kemampuan objek penelitian (perajin) dalam proses pembelajarannya. Menurut Denzin dan Lincon (dalam Meleong:2007), menyebutkan data kualitatif mengemukakan latar alamiah yang menggambarkan fenomena yang terjadi. Data yang dimunculkan atau diadakan disini adalah melihat kemampuan perajin dalam hal menerima proses pembelajaran atau pelatihan yang diberikan sebelumnya, yang merupakan penilaian dari proses belajar dengan teknik ceramah pada saat menjelaskan arti penting sebuah desain sebelum pembuatan sebuah benda, dan dilanjutkan dengan praktikum berupa pembuatan desain sampai perwujudan desain dan menjadi barang jadi. Data tersebut bersifat deskriftif karena penggambarannya diungkapkan dengan kata-kata, pada penelitian ini peneliti terfokus pada bagaimana proses penelitian itu berlangsung. Indicator penilaian kemampuan perajin tersebut mengacu kepada tiga jenis ranah penilaian yang ada pada objek peserta yaitu : a). Ranah proses berpikir, b).Ranah nilai atau sikap, c). Ranah ketrampilan. Pada kegiatan penilaian ini, ranah pisikomotorik ini merupakan kepekaan dari kemampuan kognitif peserta (perajin) dalam menerima dan memahami sesuatu, dan pisikomotoriknya adalah kemampuan dan skil yang dimiliki peserta dalam mengerjakan atau membuat tegel keramik dengan motif tradisi. Sedangkan ranah affective terlihat dari sikap dan tingkah laku peserta selama mengikuti kegiatan. Data kuantitatif diperoleh dari lembar penilaian produk oleh pakar di bidang keramik dalam hal ini yang peneliti tunjuk sebagai tim penilai yang lain adalah Consultan Desain Interior ”Wikan Interior”. Bapak Pintara ST. Beliau banyak menangani proyek-proyek arsitektur dan interior. Tujuan ditunjuknya tim penilai dari consultan interior ini adalah bertujuan untuk mengetahui pandangan-pandangannya, mengenai produk yang dihasilkan, mengingat tegel keramik Sotoneware motif ini nantinya difungsikan sebagai pemenuhan kebutuhan pada bidang eksterior dan interior
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
253
dinding ruangan sebagai penambah eksotisme kebutuhan home accessories rumah modern saat ini. Lembar penilaian produk yang dipergunakan dalam penelitian ini, untuk mengetahui kualitas produk yang dibuat, hasil yang diperoleh nantinya untuk mengetahui apakah produk yang telah berhasil diwujudkan oleh perajin, apakah layak untuk diproduksi dan dipasarkan. Untuk mengadakan penilaian terhadap karya seni rupa terapan, dalam hai ini penilaian produk berupa tegel keramik yang dibuat oleh perajin. Berikut adalah beberapa aspek yang bisa dijadikan ukuran atau kriteria sebuah penilaian. Dari aspek atau ukuran penilaian yang akan dibahas nanti, tidak mutlak semua harus digunakan, karena tidak semua karya seni terapan cocok dengan ukuran penilaian tersebut. Menurut Arini, Sri Hermawati Dewi (2008), menyebutkan aspek-aspek atau ukuran penilaian itu adalah : a) Aspek Ide atau Gagasan yaitu: Proses kreatif dalam dunia kesenirupaan merupakan suatu proses yang timbul dari imajinasi menjadi kenyataan. Proses mencipta suatu benda melalui pikiran, dan melaksanakannya melalui proses sehingga masyarakat dapat menikmati dan memanfaatkannya. Pada penelitian ini penilaian akan aspek idea tau gagasan dalam menciptakan produk berupa tegel tersebut, dapat dilihat dari keunikan atau ide-ide kreatif dari pengembangan motif yang dibuat oleh perajin sendiri. b). Aspek penguasaan teknis yaitu: Teknik adalah cara untuk mewujudkan suatu ide menjadi hal-hal yang kongkrit dan punya nilai. Ketidaktrampilan dalam penggunaan teknik akan berdampak pada karya yang dihasilkan. hal pemilihan teknik juga harus menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan karya seni. Kesalahan dalam pemilihan teknik, juga akan berdampak pada karya yang dihasilkan. Itulah sebabnya aspek penguasaan teknik perlu dipertimbangkan dalam penilaian sebuah karya. c). Aspek penguasaan bahan yaitu: Untuk menciptakan sebuah karya penguasaan bahan sangat diperlukan karena setiap bahan mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda, Untuk itu seorang pencipta karya harus tahu betul sifat dan karakter bahan yang digunakan. Kesalahan dalam memilih bahan juga akan berakibat pada hasil karya yang dibuatnya. Untuk itulah aspek penguasaan bahan dalam penilaian karya seni rupa terapan patut dipertimbangkan. d). Asfek kegunaan yaitu: aspek pertimbangan penciptaan karya seni terapan, perlu mempertimbangkan aspek kegunaan (applied), maka dalam penilaian juga perlu mempertimbangkan aspek tersebut. Hal ini sangat penting mengingat fungsi utama dalam seni rupa terapan adalah kegunaan. Segi-segi penilaian yang perlu dipertimbangkan dalam kegunaan adalah segi kenyamanan dalam penggunaan, segi keluwesan/fleksibelitas dan segi keamanan. e) Aspek wujud (form) yaitu: Aspek wujud (form) adalah aspek yang berhubungan erat dengan prinsip-prinsip komposisi. Prinsip-prinsip komposisi itu meliputi proporsi, keseimbangan (balance), irama (ritme), kontras, klimaks, kesatuan (unity). Prinsip itulah yang menjadi ukuran untuk menilai karya seni dari segi wujud atau form. d) Aspek kreativitas yaitu: Kreativitas yang dimaksud di sini adalah kreativitas yang bersangkutan dengan karya. Banyak cara untuk menemukan kreativitas, misalnya dalam penggunaan media, bahan, alat, dan teknik yang berbeda dari yang sebelumnya. Kreativitas juga bisa didapat dengan menampilkan bentuk-bentuk baru atau memadukan unsur baru dengan yang lama. Bila hal- hal di atas dapat dicapai pada penciptaan karya, khususnya karya seni rupa terapan, maka penilaian dari aspek ini menjadi penting untuk dipertimbangkan. e) Aspek tempat Pertimbangan tempat di mana karya itu akan diletakkan harus mendapat perhatian dari seorang perancang karya seni rupa terapan. f) Aspek selera yaitu: Seorang seniman yang ingin membuat karya seni terapan yang dapat digunakan oleh orang banyak, harus dapat menyesuaikan karyanya dengan selera pasar. Dalam hal ini selera harus dipertimbangkan hal-hal yang sedang menjadi tren di masyarakat, misalnya dari segi model/bentuk, warna, ukuran, bahan yang digunakan, hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan, misalnya penerapan motif pada karya garapan. Disamping mengacu pada pendapat di atas mengenai penilaian terhadap karya terapan, unsur penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah mengenai kreativitas perajin. Pada dasarnya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Menurut Amabile dalam tulisan Dedi Supriadi (1994), menyebutkan bahwa tanpa ada kejelasan mengenai kriteria kreativitas, suatu kajian kreativitas patut diragukan keabsahannya. Penentuan
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
254
kriteria kreativitas menyangkut tiga dimensi yaitu dimensi proses, person dan produk kreatif. Penentuan kriteria kreativitas menyangkut tiga dimensi yaitu dimensi proses, person dan produk kreatif. a). Dengan menggunakan dimensi proses dalam proses kreatif sebagai ciri kreativitas, maka segala produk yang dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produk kreatif dan orangnya disebut sebagai orang kreatif. Menurut konsep kreativitas proses kreatif diartikan bersibuk diri secara kreatif menunjukan kelancaran, fleksibilitas (keluwesan,orisinalitas dalam berfikir dan berperilaku). Dalam proses berpikir keratif sama dengan melakukan pemecahan masalah yang dilakukan manusia, yang melalui empat fase yaitu: a). Persiapan (mencari atau mengumpulkan informasi), b). Inkubasi (pengeraman), c). Iluminasi (memperoleh kunci pemecahan sebagai pemahaman yang tepat). d). Evaluasi atau Verifikasi (mengecek untuk mengetahui apakah pemecahan itu berhasil atau mengalami kendala). b). dengan menggunakan demensi person, pengertian person sebagai criteria kreativitas identik dengan apa yang disebut kepribadian kreatif, orang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan berbeda dengan orang yang kurang kreatif. c). dengan menggunakan demensi produk yaitu: produk kreatif menunjuk pada hasil perbuatan kinerja, atau karya seseorang dalam bentuk barang atau gagasan sehingga disebut puncak reativitas, kriteria puncak kreatif dari suatu produk harus memiliki nilai kebaruan yang menggambarkan suatu kemampuan untuk melahirkan idea tau produk baru yang berguna di masyarakat. Pada penelitian ini semua indicator diatas tampak bahwa kualitas produk kreatif ditentukan oleh sejauhmana produk tersebut memiliki kebaruan, bermanfaat dan dapat menyelesaikan masalah. Ini karena produk kreatif secara langsung menggambarkan penampilan actual seseorang dalam kegiatan kreatif. Pengukuran-pengukuran dari kreativitas tersebut dapat dibedakan atas pendekatan-pendekatan yang dipergunakan untuk mengukurnya. Pengukuran kreativitas Pengukuran aktifitas cara dalam proses penilaian terhadap produk kreatif. Analisa obyektif digunakan untuk menilai secara langsung kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya yang dapat di observasi wujud aslinya, kelemahan menggunakan metode ini dalam pengukuran kreativitas akan sangat sulit mendiskrifsikan secara matematis untuk menilai kualitas instrinsiknya, dan kelebihan ddari pengukuran dengan metode ini adalah secara langsung dapat menilai kreativitas yang melekat pada obyek, yaitu karya kreatif, (Amabile dalam Dedi Supriadi:1994). Penialaian kreativitas dengan menggunakan analisis subyektif secara konseptual suatu produk dinilai kreatif apabila dianggap produk tersebut memiliki criteria penilaian seperti: a) produk tersebut baru, unik, berguna atau bernilai bila dilihat dari segi kebutuhan tertentu, b). lebih bersifat heuristic atau menampilkan metode yang masih belum pernah dilakukan oleh orang lain sebelumnya sehingga dapat dilihat sejauhmana ada kesepakatan untuk mengatakan sebuah produk tersebut kreatif. Pertimbangan kriteria penilaian dengan analisis subyektif bila dilihat secara konsensual menekankan segi produk kreatif yang dinilai kreativitasnya oleh pengamat adalah menekankan dari kesepakatan pengamat, dimensi dari konseptual tercermin pada kriteria kreativitas yaitu : novelty (baru/bersifat orisinal), teable (berlaku), useful (berguna) dan sastisfaying (memuaskan), hal ini sejauh dinilai oleh orang lain dan berdasar pada konsep yang disetujui oleh para ahli. Pengukuran menggunakan analisis ini memiliki kelebihan dalam penilaiannya dimana dapat diterapkan pada berbagai bidang kegiatan kreatif (praktis), dapat menjaring orang-orang atau produk yang sesuai dengan kreativitas yang ditentukan oleh pengukur. Pengukuran dari hasil kreativitas perajin pada penelitian hibah bersaing ini, dapat dinilai dari tahap awal proses kegiatan yang di kerjakan di lapangan sampai karya-karya yang berhasil diwujudkan oleh perajin. Penilaian tersebut menggunakan analisis subyektif karena hasil dari penlitian ini adalah berupa produk kreatif yang merupakan pengembangan desain keramik berupa tegel dengan motif tradisi. Penilaian dilakukan oleh tim peneliti sendiri dengan membandingkan dengan hasil pengerjaan prototife penelitian tahap I, dan penilaian berikutnya dilakukan oleh tim ahli dibidangnya untuk dilakukan validasi terhadap produk.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
255
Dari hasil pengamatan tersebut dan dihubungkan dengan data-data yang ada di lapangan dengan apa yang dihasilkan perajin akan menjadi tolak ukur penilaian mengenai kemampuan perajin dalam berkarya dan berkreativitas membuat produk keramik berupa tegel motif dan kelayakan dari produk yang diciptakan untuk dikembangkan. Selanjutnya dari data yang sudah terkumpul dilakukan penafsiran data. Menurut Moh Nasir (2005), menyebutkan bahwa memberikan penjelasan yang lebih terperinci dari materi yang dipaparkan yang bertujuan : a) menegakkan hasil penelitian dalam artian menghubungkan penelitian yang satu dengan penelitian yang lainnya, b) bertujuan menghasilkan suatu konsep yang bersifat menerangkan atau menjelaskan.
Penjelasan data penilaian pada penelitian ini, adalah sebagai berikut: Ide dan Gagasan, Kreativitas mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui kreativitas yang dimilikinya, manusia memberikan bobot dan makna terhadap kehidupanya. Dari bentuk-bentuk motif yang dihasilkan perajin dilihat dari tahap awal proses pengerjaan yaitu pembuatan sketsa pada awalnya perajin mengalami kesulitan dalam menemukan atau menuangkan idenya kedalam kertas gambar, hal ini dapat dimaklumi karena mereka terbiasa bekerja berdasarkan pesanan yang mana desainnya sudah dibawakan oleh sipemesan produk. Untuk memudahkan perajin dalam membuat sketsa, peneliti memberikan gambaran atau contoh dari hasil penelitian tahap I (prototife), bahwa desain yang mereka buat akan diwujudkan seperti prototife tersebut. Perajin diberikan kebebasan dalam pengembangan motif, tiadak harus mengambil motif tradisi secara utuh melainkan dibuat dengan menstilir bentuk-bentuk motif dengan mengambil bagian-bagian yang menarik, motif-motif yang dikembangkan bisa diambil dari motif daun, motif bunga dan batang. Dari beberapa kali pertemuan pada akhirnya mereka bisa memahami mengenai penjelasan materi yang diberikan dan akhirnya berhasil membuat skesa/gambar dengan motif-motif yang bervariatif. Aspek penguasaan teknik, dari hasil pengamatan, perajin sudah menguasai teknik dalam pembuatan keramik, hal ini terbukti dari proses pembuatan moulding tegel cetak ini. Keahlian meraka dalam mengukir sudah sangat bagus, hanya mereka belum memahami bagaimana mencetak lempengan gypsum yang telah diukir tersebut untuk mendapatkan negative cetakkannya dan melepaskannya setelah lempengan gypsum tersebut mongering. Hal ini menunjukkan perajin perlu kiranya lebih banyak melakukan eksperimen untuk menemukan teknik-teknik baru dalam pembuatan keramik. Aspek penguasaan bahan, data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan, perajin sudah memahami mengenai pengolahan bahan, proses pencampuran sampai proses pengerjaannya dan tahap terakhir berupa finishing. Tetapi ada hal yang perlu diperhatikan adalah dalam proses finishing yaitu penggarapan perlu diperhatikan kerapiannya dan tahap akhir pada saat pemberian lapisan warna glasir, sangat perlu kehati-hatian karena sifat glasir adalah menutup body keramik, sebaiknya permukaan tegel motif ini tidak diberikan lapisan warna secara menyeluruh agar tidak menutup body keramik. Dari hasil produk tersebut terlihat produk yang diberikan lapisan warna secara menyeluruh kelihatan kurang bagus karena motif tertutup oleh warna.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
256
Aspek daya tahan produk yang dihasilkan dari hasil pengamatan yang dilakukan, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa tegel keramik stoneware ini menggunakan tanah keramik Kalimantan (singkawang). Tanah ini telah teruji memiliki kwalitas baik sebagai bahan pembuatan keramik, daya tahan suhu pembakaran bisa mencapai 1250˚C sehingga keramik tegel stoneware ini bila dilihat dari kwalitas bahan dan kekuatannya sudah cukup baik dengan melalui dua kali tahap pembakaran dan sudah diberikan lapisan pewarna glasir. Dengan diberikannya lapsan pewarna ini, ditinjau dari segi kwalitas sudah sangat bagus karena lapisan pewarna dapat menunjang estetika disamping bertujuan membuat keramik tersebut kedap air, anti lumut dan sangat mudah dalam membersihkannya.
SIMPULAN Dari hasil penilaian tersebut maka terlihat bahwa produk yang diciptakan pada penelitian ini, memiliki prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan mengingat pesaing yang ada dipasar bisa dikatakan belum ada karena produk-produk tegel keramik yang dijual dipasaraan masih bakaran rendah sejenis gerabah, biasanya difungsikan pada dinding luar bangunan dan difungsikan untuk tegel lantai. Sedangkan produk yang diciptakan pada penelitian ini keunggulannya pada produk sudah bakaran tinggi (sejenis porstlin) dan bisa difungsikan sebagai hisan motif pada dinding interior dan eksteror bangunan dan juga bisa difungsikan sebagai border pada lantai sesuai kebutuhan. Produk-produk yang dihasilkan perajin ini dikembangkan dengan membuat produk dalam jumlah terbatas, sehingga tidak ada kesamaan motif. Produk yang diciptakan kwalitasnya bisa terjaga dan perajin akan lebih kreatif lagi dalam hal pengembangan desain.
Gambar hasil perwujudan penciptaan tegel keramik stoneware dengan motif tradisi
DAFTAR PUSTAKA Sri Herawati, Arini, 2008. Seni Budaya, Jakarta Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Supriadi, Dedi, 1994. Kretivitas Kebudayaan dan Perkembangan Iptek. Bandung: Alfabeta. Nasir, Moh, 2005. Metode Penelitian, Bogor : Ghalia Indonesia.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
257
AKTUALISASI LONTAR PRASI DI ERA GLOBAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DIGITAL
Ida Bagus Kt. Trinawindu, Cok Alit Artawan, Ni Luh Desi In Diana Sari Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar [email protected], [email protected].
Abstrak Setiap provinsi memiliki ciri khas tersendiri dan kekuatan lokal yang luar biasa. Kesenian daerah merupakan salah satu dari warisan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Era globalisasi ini merupakan sebuah peluang bagi pengembangan potensi diri. Di sisi lainnya globalisasi dilihat sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal dan keberlanjutan budaya lokal itu sendiri. Salah satu hasil maha karya nenek moyang masyarakat Bali adalah Lontar yang sudah berusia ratusan tahun lamanya. Lontar yang ada di Bali biasanya berisi mantra-mantra suci untuk berbagai aktivitas masyarakat Hindu Bali. Didalam Lontar-Lontar tersebut tersurat dan terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan tentang agama, filsafat, etika, arsitektur, astronomi, pengobatan dan lain sebagainya. Salah satu contoh adalah Lontar Prasi yang terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan yang berada di Karangasem-Bali. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti sekarang ini maka diharapkan warisan budaya yang telah ada sejak beratus-ratus tahun yang lampau ini dapat terekam dalam media digital yang nantinya dapat menjadi sebuah pustaka digital tentang Lontar Prasi dan mampu menjadi pelopor dalam melestarikan warisan budaya yang direkam ke dalam media digital dengan memanfaatkan teknologi komputer sehingga diharapkan agar warisan budaya ini dapat terselamatkan dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita di masa yang akan datang.
Kata Kunci : Warisan kebudayaan, Lontar Prasi dan Digitalisasi.
Abstract Each province has its own characteristics and superb local force. Local arts is one of the cultural heritage that owned by Indonesia. This globalization era is an opportunity for self- potential development. On the other side, globalization is seen as a threat to the existence of the local culture and the sustainability of the local culture itself. One of the ancestors of Balinese people masterpiece results’ is lontar which is hundreds years old. Thr Lontar in Bali usually contains sacred mantras for various activities of the Balinese Hindu people. In the lontars various kinds of knowledge about religion, philosophy, ethics, architecture, astronomy, medicine, and so forth are expressed and contained. One example is found in the Lontar Prasi which is located in Tenganan Pegringsingan village, in Karangasem Bali. With the development of technology like today, it is expected that the cultural heritage that has existed since hundreds years ago can be recorded in digital media services and will become a digital library of Lontar Prasi and also can be a pioneer in preserving cultural heritage which is recorded into the digital media using computer technology so that it is expected that this heritage can be saved and can be enjoyed by our children and grandchildren in the future.
Keywords : Cultural Heritage, Lontar Prasi and Digitalization.
PENDAHULUAN Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa berlimpah, baik itu kekayaan alam, sumber daya manusia maupun kekayaan seni dan budaya. Dari sekian banyak pulau yang dimiliki oleh republik ini ternyata semua memendam banyak sumber daya alam, sumber daya manusia dan seni budaya yang adi luhung. Setiap provinsi memiliki ciri khas tersendiri dan kekuatan lokal yang luar biasa. Kesenian daerah merupakan salah satu dari warisan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Berbagai macam dan ragam budaya menghasilkan berbagai macam cabang budaya seperti kesenian yang akan memperkaya kebudayaan dimasing-masing daerah. Salah satu daerah yang memiliki seni budaya yang sangat terkenal di dunia adalah pulau Bali. Kebudayaan Pulau Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu dalam eksistensinya memiliki ciri yang unik, kaya variasi
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
258
serta mempunyai akar dan perjalanan sejarah yang yang amat panjang. Keanekaragaman unsur budaya yang terdapat di Bali masih banyak yang belum terungkap sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai daya tarik pariwisata. Pariwisata budaya yang dikembangkan di daerah Bali, menampilkan kekuatan budaya masyarakat Bali dengan akar budaya tradisi yang kokoh, terbukti mampu melindungi nilai-nilai budaya dimana kesenian religius yang memiliki nilai yang agung untuk kehidupan budaya masyarakat tetap lestari dan berjalan bersamaan serta mampu memberi nilai lebih pada kegiatan kesenian untuk konsumsi pariwisata. Seiring dengan perkembangan pariwisata yang semakin pesat, banyak wisatawan yang datang ke Bali ingin memahami dengan sungguh-sungguh kebudayaan, adat istiadat dan agama yang ada. Mereka tidak hanya mencoba memahami dengan membaca buku atau guide book tetapi mereka juga ada yang langsung melakukan penelitian tentang kehidupan masyarakat Bali baik yang berkaitan dengan adat istiadat, kehidupan sosial yang ada dan hasil local genius yang ada di masyarakat Bali. Salah satu hasil maha karya nenek moyang masyarakat Bali adalah Lontar yang sudah berusia ratusan tahun lamanya.Kehadiran Lontar di Bali tidak dapat terpisahkan dari masyarakat Hindu Bali dan sudah ada sejak jaman dahulu yang menjadi bagian hidup dari masyarakat.Kata Lontar berasal dari ron dan tal. Di dalam bahasa Bali pohon palmyra dinamai tal yang berasal dari tala nama sansekerta untuk pohon palm talipot. Ini tercemin dalam kata Lontar yang berakar dari kata ron(daun) dan tal(pohon). Lontar adalah daun siwalan atau tal (Borassus flabellifer atau palmyra) yang dikeringkan dan dipakai sebagai bahan naskah dan kerajinan. Di Bali, kata Lontar sangat terkenal dan merupakan warisan budaya yang adi luhung dan sangat identik dengan kegiatan keagamaan. Lontar sudah ada dari sejak jaman nenek moyang masyarakat Hindu Bali, sebuah tradisi tua di Bali yang sudah melewati masa keemasan beratus-ratus tahun lamanya. Lontar yang ada di Bali biasanya berisi mantra-mantra suci untuk berbagai aktivitas masyarakat Hindu Bali. Di Bali, Populasi Lontar puluhan ribu jumlahnya tersebar di seluruh Bali, yang tersebar dan tersimpan di rumah-rumah penduduk seperti Geria, Puri, Jero dan ada juga yang dikoleksi di museum-museum yang ada di Bali. Didalam Lontar-Lontar tersebut tersurat dan terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan tentang agama, filsafat, etika, arsitektur, astronomi, pengobatan dan lain sebagainya. Lontar hadir dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali sejak lahir sampai mereka meninggal. Pada jaman dulu Lontar berfungsi sebagai buku untuk menuliskan cerita, puisi, pedoman kehidupan masyarakat Bali kuno, serta filsafat kehidupan masyarakat Hindu Bali dan masyarakat sangat mengkramatkan Lontar tersebut sehingga tidak sembarang orang bisa membuka apalagi membacanya. Lontar jenis ini boleh dibuka, dibaca hanya oleh orang tertentu seperti pedanda atau sulinggih dan orang suci atau orang yang disucikan oleh masyarakat Hindu Bali dan biasanya tidak di sembarang tempat bahkan ada yang memang harus dibuka dan dibaca pada saat peristiwa atau upacara khusus. Lontar pada umumnya. Selain Lontar yang disebutkan di atas, ada jenis Lontar yang memuat berbagai cerita yang dituliskan dan digambarkan / divisualisasikan sarat dengan makna dan nilai estetika yang tinggi. Lontar yang dimaksud adalah Lontar Prasi yang terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan yang berada di Karangasem, Bali. Seni ini sudah tumbuh dan berkembang sejak agama Hindu mulai merasuki serat-serat kehidupan masyarakat Hindu Bali. Lontar Prasi merupakan salah satu karya seni rupa tradisional masyarakat Hindu Bali, termasuk warisan budaya nenek moyang yang memiliki nilai estetika tinggi dan mempunyai karakteristik tersendiri. Lontar Prasi berasal dari kata amarasi yang berarti ngerajah atau melukis, dengan demikian Lontar Prasi tersebut adalah Rerajahan atau lukisan dapat juga disebut gambar bercerita diatas daun Lontar atau komik Lontar. Lontar Prasi pada awalnya merupakan suatu media yang disucikan, berkembang memenuhi kebutuhan estetis dan ekonomis bahkan lebih lanjut kegiatannya berkembang menjadi usaha industri seni. Lontar Prasi yang ada di Bali terkenal dibuat di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem. Lontar Prasi yang berkembang di desa Tenganan Pegeringsingan merupakan salah satu contoh warisan budaya yang mampu diadaptasi untuk kepentingan pariwisata. Keberadaan Lontar Prasi di desa Tenganan Pegeringsingan umumnya hanya berupa Lontar Prasi Ramayana dan Mahabrata yang hampir sama dengan Lontar Prasi di daerah Sidemen yang perkembangannya lebih dahulu. Masalah yang mucul adalah Lontar Prasi yang ada di Bali akan mengalami kerusakan akibat dari berbagai macam sebab diantaranya adalah rusak akibat cuaca, penempatan yang kurang bagus, bahan Lontar yang digunakan adalah bahan alami yang sudah pasti akan mengalami kerusakan, serta kurang terawatnya Lontar tersebut. Masalah berikutnya adalah tidak pernah
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
259
terdokumentasikannya hasil karya lontar yang sudah pernah dibuat oleh seniman-seniman Prasi yang ada di Desa Tenganan. Keadaan yang demikian dipandang perlu adanya upaya untuk melestarikan warisan budaya ini agar tidak punah sehingga pada suatu saat nanti generasi mendatang masih memahami apa yang dimaksud dengan Lontar Prasi. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti sekarang ini maka diharapkan warisan budaya yang telah ada dari sejak beratus-ratus tahun yang lampau ini dapat terekam dalam media digital yang nantinya dapat menjadi sebuah pustaka digital tentang Lontar Prasi dan mampu menjadi pelopor dalam melestarikan warisan budaya yang direkam ke dalam media digital dengan memanfaatkan teknologi komputer sehingga diharapkan agar warisan budaya ini dapat terselamatkan dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita di masa yang akan datang.
METODE PENELITIAN Penentuan subyek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling. Hal ini dilakukan, karena teknik ini lebih mampu menangkap realitas yang tidak tunggal.Teknik sampling ini memberikan kesempatan maksimal pada kemampuan peneliti untuk menyusun teori yang dibentuk di lapangan (grounded theory), dengan sangat memperhatikan kondisi lokal dengan kekhususan ideografis atau nilai-nilainya (Sutopo, 1996: 37). Subyek penelitian ini diambil dari Desa Tenganan Pegringsingan Kabupaten Karangasem - Bali yang masih memiliki peninggalan karya-karya Lontar Prasi. Subyek yang dipilih sebagai sampel adalah: (1) Karya-karya Lontar Prasi yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan Kabupaten Karangasem - Bali yang representatif; (2) Dikenal oleh masyarakat Bali; (3) Masih dipelihara dan difungsikan dalam aktivitas oleh masyarakat Hindu di Bali. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan karena terbatasnya waktu, serta dana penelitian, maka subyek yang dipilih sebagai sampel adalah karya-karya Lontar warisan budaya yang masih terjaga keasliannya dan terpelihara keadaannya sehingga dalam perekaman ke dalam tehnik digital nantinya mendapatkan hasil yang maksimal. Data primer diperoleh berdasarkan pengamatan langsung, pemotretan, pengukuran, wawancara dengan beberapa pakar pada bidangnya dan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat yang memiliki Lontar Prasi.
PEMBAHASAN
Lontar Prasi Menurut Koentjaraningrat (1990: 109) dalam bukunya “Sejarah Teori Antropologi II” mengatakan bahwa terjadinya inovasi akibat dari penemuan baru dalam bidang teknologi. Koentjaraningrat mengambil pendapat pendapat R. Linton dalam karya tulisnya The Study of Man (1936) menyebutkan “Suatu penemuan baru, baik penemuan berupa alat atau ide baru yang diciptakan seorang individu dalam masyarakat, disebut discovery. Apabila adat atau ide baru itu sudah diakui dan diterima oleh sebagian besar warga dalam masyarakat, maka penemuan baru tadi menjadi apa yang disebut invention. Proses sejak tahap discovery sampai ke tahap invention sering berlangsung lama, dan kadang-kadang tidak hanya menyangkut satu individu, yaitu si pencipta pertama, tetapi serangkaian individu yang terdiri dari beberapa orang pencipta”. Komik bukanlah cergam-cerita bergambar seperti apa yang kita kenal selama ini. Dalam cergam, gambar berperan sebagai ilustrasi, pelengkap, dan sebagainya tanpa hadirnya gambarpun cerita masih bisa dinikmati pembacanya. Dalam komik yang terjadi sebaliknya, teks atau tulisan berperan sebagai pelengkap gambar, misalnya : memberi dialog, narasi, dan sebagainya. Jadi lebih tepatnya komik adalah gambar bercerita (Masdianto, 1998 : 9) Menurut Kirtiningrat, Lontar secara umum dapat diklasifikasikan menjadi berapa jenis, yakni: Kekawin: merupakan kesusastraan Jawa Kuno berbentuk puisi. Parwa: kesusastraan Jawa Kuno berbentuk prosa. Kidung: kesusatraan berbahasa Jawa Tengahan. Geguritan: kesusastraan Bali berbentuk puisi dan berkaitan dengan pupuh. Tutur/tatwa: kesusatraan berbahasa Kawi yang isinya kehidupan praktis di masyarakat yang mengandung tuntunan hidup. Tatwa ini juga dikenal sebagai akar budaya.Usada: berisi cara-cara pengobatan dengan obat tradisional. Wariga: berisi pengetahuan cara-cara mencari hari baik serta keadaannya (padewasan). Babad: berisi sejarah/silsilah keturunan. Pujamantra: berisi langsung tentang mantra-mantra atau weda.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
260
Pembuatan Lontar Prasi pertama-tama dibuat tidak begitu populer karena dibuat oleh orang tertentu yang betul-betul mengetahui tentang ilmu kerohanian. Umumnya dibuat oleh orang-orang dilingkungan kasta Brahmana. Pembuatan Lontar Prasi pada jaman itu disesuaikan dengan fungsinya sebagai lambang atau perlambang dalam hal pengobatan atau ilmu pengobatan dan juga berfungsi sebagai pengijeng atau penjaga diri, dengan lukisan yang mengandung arti tertentu sesuai dengan fungsinya (Sutiari, dkk, 1993 : 12) Ilustrasi berasal bahasa Latin yaitu Ilustrare, menerangkan / menghias, berarti pengiring, pendukung, sebagai penghias guna membantu proses pemahaman terhadap suatu obyek. ; Gambar ilustrasi dapat berarti gambar yang menghias dan membantu pemahaman terhadap sesuatu. Gambar ilustrasi ini bukan hanya yang berbentuk gambar coretan tangan, tetapi dapat juga hasil fotografi, bahkan susunan huruf, komposisi tipografi.Namun yang umum dibicarakan adalah gambar ilustrasi dalam pengertian paling populer yaitu gambar yang diciptakan oleh seniman lewat garis bentuk dan warna.Jika kartun dan karikatur berkembang sejak munculnya teknologi cetak grafis, gambar ilustrasi berkembang sejak masa klasik. Hikayat masyarakat Bali yang dituliskan di daun Lontar sudah menyertakan gambar ilustrasi didalamnya. (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1989 : 35). Menurut I Nyoman Lodra, Seni lukis yang memanfaatkan media daun Lontar, dengan menggambarkan adegan ceritra pewayangan, tantri, disertai dengan tulisan aksara Bali. Teknik pembuatan dengan memakai benda tajam (pengutik) yang digoreskan sehingga menampakan guratan-guratan sesuai dengan konsep, ide dan gagasan. Hasil goresan tersebut kemudian dilumuri cairan arang yang terbuat dari buah kemiri yang telah dicampur minyak kelapa dan mengelap kembali dengan kain kering. Sisa cairan arang kemiri yang masuk pada bagian goresan akan tetap mengendap sehingga menampakan motif gambar dan tulisan sesuai dengan yang di konsepkan. Karya seni lukis yang dibuat dari daun Lontar yang ditores dengan benda tajam tersebut di atas lazim disebut dengan Seni Lukis Lontar Prasi. Seni lukis Lontar Prasi ini telah ada dan berkembang di abad ke 14, pada zaman kerajaan Bali Kuno.
Desa Tenganan Pegeringsingan Tenganan Pegeringsingan adalah desa adat kuno berbudaya asli yang masih bertahan di pulau Bali. Letak Desa Tenganan Pegringsingan berjarak sekitar 66 kilometer sebelah timur kota Denpasar. Desa ini diapit oleh bukit kangin dibagian timur dan bukit kauh di barat yang bertemu di utara membentuk bentang melingkar seperti tapal kuda. Dikalangan para pengamat memperkirakan bahwa kemungkinan munculnya sebutan Tenganan untuk desa Age ini, karena berada di tengah- tengah bukit (tengahan) yang kemudian sering mengalami ucapan Tenganan (Sulistyawati, 1997 : 72). Dalam prasasti Ujung dari abad IX disebutkan bahwa Desa Tenganan semula bernama Peneges terletek di pinggir pantai dekat Candi Dasa, tetapi karena erosi air laut mereka pindah ketengah ke daerah pedalaman (ngatengahan). Dari kata ngatengahan dalam perkembangannya kemudian berubah menjadi Tenganan (Korn,1960 : 307). Kehidupan budaya rnasyarakat Tenganan Pegeringsingan agak berbeda dengan masyarakat Bali umumnya perbedaannya antara lain dari sasihnya yang tersendiridimana rerainan purnarna dan tilem berbeda dengan pelaksanaan purnama tilemumumnya di Bali, tata bangimannya tersendiri yaitu keberadaan jarak antara satubangunan sangat dekat dengan bangunan lain pada satu keluarga atau pekurenan, perbedaan itu menjadi bukti kekuatan masyarakat desa Tenganan Pegeringsinganmempetahankan diri sebagai Desa Bali Age dari pengaruh luar yang diperkirakantelah mendapat pengaruh dari Jawa (Majapahit). Munculnya seni lukis wayang dimulai pada waktu kerajaan Gelgel jatuh dan pindah ke Klungkung pada tahun 1686 M. Dalem Klungkung sangat menaruh perhatian dan memberi pengayoman serta pembinaan kepada para pelukis di Kamasan.
Pada waktu itu Dalem Klungkung menugaskan seorang sangging Gambar 1. Lontar Prasi untuk membuat sebuah wayang. Dalem Klungkung sangat puas Kalender Bali Age
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
261
dengan hasil yang dibuat sangging tersebut, ia diberi nama Mahudara. Sangging Mahudara inilah yang dianggap sebagai peloporseni lukis tradisional Kamasan (Kanta, 1996 : 10).
Tinjauan tentang digitalisasi Digitalisasi (bahasa Inggris: digitizing) merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan proses alih media dari bentuk tercetak, audio, maupun video menjadi bentuk digital. Digitalisasi dilakukan untuk membuat arsipdokumen bentuk digital, untuk fungsi fotokopi, dan untuk membuat koleksiperpustakaandigital. Digitalisasi memerlukan peralatan seperti komputer, scanner, operatormediasumber dan software pendukung. Dokumen tercetak dapat dialihkan ke dalam bentuk digital dengan bantuan program pendukung scanning dokumen seperti Adobe Acrobat dan Omnipage. Dokumenaudio dapat dialihkan ke dalam bentuk digital dengan bantuan program pengolah audio seperti CoolEdit dan JetAudio. Dokumen video dapat dialihkan ke dalam bentuk digital dengan bantuan program pengolah video. Tujuan Digitalisasi, tidak lain adalah untuk mendapatkan efisiensi dan optimalisasi dalam banyak hal antara lain efisiensi dan optimalisasi tempat penyimpanan, keamanan dari berbagai bentuk bencana, untuk meningkatkan resolusi, gambar dan suara lebih stabil. (http://id.wikipedia.org/wiki/Digitalisasi)
Prasi di Desa Tenganan Pegeringsingan Prasi pada awalnya merupakan suatu media yang disucikan yang bentuk awalnya banyak terdapat pada usada yaitu Ilmu pengobatan yang berkembang di Bali yang di tulis dan di gambar pada bilahan Lontar, berkembang memenuhi kebutuhan estetis dan ekonomis bahkan lebih lanjut kegiatannya berkembang menjadi usaha industri seni. Prasi yang berkembang di Desa Tenganan Pegeringsingan merupakan salah satu contoh warisan budaya yang mampu diadaptasi untuk kepentingan pariwisata. Adanya prasi secara pasti kapan dan siapa yang pertama membuat tidak diketahui keberadaannya namun berdasarkan bentuk prasi yang ada sekarang ini berupa prasi Ramayana dan Mahabharata pertama kali dibuat oleh I Wayan Mudita Adnana pada tahun 1972. Menurut beliau keahlian menggores daun lontar diperoleh dari orang tuanya dan mulai melukis prasi karena adanya himbauan dari seorang wisatawan asing asal Jerman dimana disarankan menampilkan gambar sebagai ilustrasi suatu cerita sehingga lebih menarik dan mudah dipahami. Prasi di Desa Tenganan Pegeringsingan mulai marak dibuat pada tahun 1975-1980 an sejalan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisata yang cukup besar, semenjak itu prasi bernilai ekonomis sebagai benda seni yang dapat dijual kepada wisatawan sebagai cindera mata. Keberadaan prasi di desa Tenganan Pegeringsingan umumnya hanya berupa prasi Ramayana dan Mahabrata karena boleh dikatakan hanya seorang seniman Mudita Adnana yang mampu merancang prasi sekaligus mengerjakannya sedangkan lainnya adalah pengrajin prasi yang membuat hasil tiruan prasi yang sudah ada, sehingga perlu kiranya dilakukan suatu upaya pengembangan untuk menambah keanekaragamannya sekaligus menciptakan ciri khas prasi Tenganan Pegeringsingan.
Proses Berkarya Pembuatan prasi dilakukan oleh Mudita Adnana melalui pendalaman berbagai pengetahuan tentang ilmu sastra Bali menginngat dalam prasi terdapat tiga komponen pokok yang harus diketahui yaitu bahasa, pakem wayang dan cerita. Perkenalannya pada sastra dan wayang dimulai dari masa kecil dimana kecintaannya pada wayang membuatnya sampai mendaki dan melewati bukit untuk sekedar menonton wayang didesa Bugbug sebuah desa tetangga yang terletak diseberang bukit. Obsesinya tersebut menjadikannya menjadi dalang cilik di desanya dengan wayang dari Kloping/pelepah bunga Kelapa, kemudian berkembang sampai wayang karton Kemudian mulai mempelajari tabuh/musik dengan gender wayang. Setelah menguasai semua pakem gender wayang barulah belajar wayang dan mendalang pada kakek Merata seorang dalang yang masih kerabatnya dari Besan Klungkung, selama dua bulan memaksimalkan tikas/gerakan wayang dengan mengendarai sepeda dayung menempuh jarak kira-kira 20 kilometer. Berceritalah kakek dalang di akhir pengajarannnya, sekarang kamu sudah boleh mendalang tapi ada tetapinya tidak boleh mendalang untuk upacara. Setelah diupacarai mulailah mendalang dengan meminjam wayang di desa Pesedahan desa tetangganya sejalan
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
262
dengan itu mulailah meniru beberapa wayang dari dalang di Pasedahan dengan wayang yang telah berumur 300 tahun tentunya dengan permohonan ijin terlebih dulu dan selalu dimulai melalui proses upacara. Proses nedunan/meniru dengan melalui upacara khusus pada wayang sehingga diperbolehkan mengeluarkan dari keropak/kotak wayang. Dari sinilah dimulai perkenalannya pada dunia rupa, dengan jalan setiap meniru maksimal menurunkan dua wayang dengan cara ngeblat, menjiplak wayang dengan kertas semen yang dicari hanya bentuk luarnya saja. Setelah sampai memiliki wayang berjumlah 150 karakter mulailah menggunakan wayang sendiri untuk mendalang. Perkenalan dengan seorang wisatawan asal jerman memberikan pencerahan padanya untuk menulis carita diatas daun lontar dengan memvisualkan berbagai karakter dalam ceritanya. Penelitianpun dilakukan sampai ke kabupaten Buleleng mencari bentuk-bentuk wayang mualilah tahun 1972 membuat prasi.
Bahan Dan Alat Sebagai bahan bakunya adalah daun lontar yang serat-seratnya halus dan mulus. Di Bali umumnya dikenal 2 jenis lontar yaitu : Lontar telur (ntal taluh), serat-seratnya halus, daunnya lebih lebar dan panjang. Apabila ditulisi tekanan dari pengrupak sangat sedikit menimbulkan suara karena goresan tidak terlalu keras. Lontar gagak (ntal goak), serat-seratnya agak kasar, daunnya lebar dan panjang. Tekanan dari pengrupak menimbulkan suara karena goresan agak keras.
Bahan yang lainnya yaitu kayu untuk bahan-bahan pengepres, kemiri yang dibakar dicampur minyak kelapa sebagai bahan pewarna, bilahan bambu untuk bingkai, benang atau tali untuk pengikat prasi.
Peralatan yang diperganakan antara lain : Pisau khusus untuk menoreh lontar/pengerupak ada tiga jenis yaitu pengerupak besar, menengah, dan kecil. Alat lainnya adalah serut yang digunakan untuk menghaluskan bagian samping dari daun lontar. Prosesnya dengan cara daun lotar digabungkan jadi satu kemudian dijepit dan dihaluskan dengan menggunakan serut.
Gambar 4. Daun lontar, bahan pembuatan Gambar 5. Pengerupak, alat pembuatan prasi.(sumber gambar: dokumen pribadi) Lontar Prasi (sumber gambar: dokumen pribadi)
Proses Pengerjaan Lontar Prasi Untuk menghasilkan karya seni bermutu dalam proses pembuatan prasi dilakukan tahapan- tahapan sebagai berikut :
Tahap pemilihan bahan. Dalam membuat prasi haruslah memilih daun lontar yang serat-seratnya halus dan mulus, untuk dapat atau tidaknya daun lontar tersebut dipergunakan, terlebih dahulu diperhatikan ujung lontar tersebut. Apabila lontar sudah kering ujungnya kira-kira 2,5 cm, pada waktu itu bisa dipetik dari pohonnya, kemudian dijemur selama satu hari supaya kering Setelah diperoleh daun lontar yang baik kemudian daun lontar diiris untuk menghilangkan lidi-lidinya, kemudian dibentuk segi empat panjang dengan ukuran kira-kira lebar 3,5 cm dan panjang 25 cm proses ini disebut mirip. Kemudian dibuat 3 buah lubang pada setiap daun lontar, setelah itu direndam dalam air, kemudian direbus dengan air disertai rempah-rempah diantaranya kunyit warangan, gambir, daun liligundi untuk pengawetan. Kemudian dikeringkan dan dihaluskan serta dipres. Untuk mencapai kwalitas
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
263
yang baik pengepresan dilakukan antara tiga sampai enam bulan agar lontar rata tidak melengkung, selanjutnya daun lontar siap dibuat prasi atau dilukis.
Tahap pembuatan Dalam tahap pembuatan ini disiapkan peralatan yaitu pengerupak besar, menengah dan kecil. Alat pengerupak tersebut sebagai penggores atau menggambar dalam pembuatan prasi, biasanya pengerajin langsung menggambar di atas daun lontar sesuai keinginan tanpa sket terlebih dahulu ini dilakukan oleh yang telah berpengalaman, berbeda dengan orang yang tidak begitu terampil, sket dengan pensil perlu dilakukan karena kesalahan pada penggambaran tokoh wayang sulit bisa dihilangkan.
Tahap pewarnaan Setelah penggambaran ceritera yang dikehendaki selesai maka tahap selanjutnya pemberian warna. Warna yang dipergunakan terbuat dari buah kemiri yang dibakar kemudian dihancurkan lalu dicampur minyak kelapa, cara pemberian warna dengan memoles atau menggosok dengan tangan diatas daun lontar yang sudah digambar maka gambar akan terlihat jelas.
Tahap penyelesaian/finishing Tahap ini merupakan tahapan menyusun daun lontar sesuai jalan ceritanya dari awal sampai akhir, kemudian diikatkan benang / tali dengan memasukkan benang tersebut kelobang yang telah dibuat, tahap akhir adalah memberikan bingkai pada sisi atas atau bawah pada rangkaian lontar yang dibuat dari belahan bambu, biasanya diberi ukiran atau ornamen tertentu sebagai pemanis atau pelengkap.
Gambar 6. Proses pembuatan Gambar 7. Proses pewarnaan. Gambar 8.Hasil akhir Lontar goresan. (Sumber gambar: (Sumber gambar: dokumen Prasi. (Sumber gambar: dokumen dokumen pribadi) pribadi) pribadi)
Prasi Karya I Wayan Mudita Adnana Prasi hasil karya Mudita Adnana merupakan kelanjutan dari karya-karyanya terlebih dahulu berupa karya sastra tulisan daun lontar yang berisikan kekawin Ramayana dan Mahabharata, dimana kekuatan cerita dan bahasa yang telah dikuasai dengan teknik menggambar diatas daun lontar yang telah terasah melalui latihan panjang menggores berbagai huruf Bali memerlukan ketekunan dan kesabaran yang luar biasa karena proses kesalahan akan sangat kentara dan diperlukan kekuatan tarikan garis yang spontan untuk menghidupkan karakter dalam suatu cerita. Apabila sebuah karya seni dalam proses penggarapannya tidak berdasarkan kepada kepekaan dan ketrampilan yang baik (mumpuni), maka tidak ada kesempatan bagi kita menikmati karya tersebut sebagai karya seni (Bandem, 2002). Prasi Ramayana yang berjudul Prasi berjudul Aranyaka Kanda, karya pengerajin I Wayan Mudita Adnyana, menceritakan keadaan Rama, Sita dan Laksmana di dalam hutan membantu pertapa dari serangan raksasa yang selalu merusak hutan, serta rayuan Surpanaka terhadap Laksmana yang menyebabkan marahnya Laksmana dengan memotong hidung Surpanaka. Dilanjutkan dengan cerita Patih Merica menjelma menjadi kijang, Rahwana menjelma menjadi orang tua yang menculik Dewi Sita, diakhiri dengan nasib yang menimpa Garuda Jatayu hingga tewas. Prasi ini berukuran Lebar 3,5 cm panjang 25 cm, terdiri dari 15 bilah lontar dengan 14 lontar berupa gambar mengikuti uraian atau ringkasan cerita disebelah kanan menggunakan olesan tinta
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
264
hitam dari arang buah kemiri dicampur minyak dan 1 bilah lontar yang berisi keterangan judul dan seniman penciptanya. Prasi Ramayana berjudul Kiskinda Kanda karya pengerajin I Wayan Mudita Adnyana, mengisahkan Sang Rama mendapat sahabat karib yang bernama Sugriwa yang diketemukan saat perang saudara dengan Subali, karena istri Sugriwa di rebut oleh Subali. Sang Rama membantu Sugriwa, berkat panah Sang Rama Subali tewas. Prasi terdiri dari 13 bilah daun lontar dengan ukuran lebar 3,5 cm dan panjang 25 cm, bilah pertama berisikan judul dan keterangan seniman penciptanya, bilah berikutnya sebanyak 12 lembar berisikan gambar bercerita dengan uraian tentang cerita ada disebelah kanan dengan memakai bilasan tinta hitam dari arang kemiri. Berdasarkan hasil pengamatan prasi karya Mudita Adnana di desa Tenganan Pegeringsingan garis yang tegas dimiliki olehnya mengingat pendalamannya terhadap olahan kekuatan tangan dalam menggoreskan pisau pengerupak sehingga garis tegas menjadikan visualisasi cerita menjadi sangat kuat. Ketekunanya menciptakan berbagai karakter sesuai dengan kekuatannya terhadap pengetahuan cerita yang diketahuinya melalui membaca dan mempelajari lontar dengan pendalaman terhadap karakter bahasa, cerita pakem wayang dan teknik menjadikan tangannya sangat pasih dalam memainkan pisau untuk menciptakan komik lontar. Perjuangan kreativitas untuk memunculkan diri dalam usaha mencari pengakuan harus diikutii dengan kekuatan wacana yang merupakan pangkal dasar publikasi dan informasi yang menjembatani antara wujud visual, isi dan makna yang terkandung dalam sebuah karya seni. Teori quantum sangat relevan untuk dimanfaatkan untuk mengkaji hal tersebut dimana menurut teori quantum bahwa sesuatu terdiri dari gelombang dan partikel.Wujud visual merupakan partikel dan wacana merupakan gelombangnya sesuai dengan kaedah prasi berupa gambar dan teks penjelas yangkeduanya selalu terikat dan saling dukung mendukung. Kedudukan partikel dan gelombang tidak tetap, dalam arti dapat berubah-ubah silih berganti yaitu gelombang menjadi partikel dan sebaliknya partikel dapat menjadi gelombang. Suatu karya juga terdiri dari teks dan konteks. Konsep adalah teks dan karya adalah konteks. Namun penguasaannya pada pakem wayang yang ada sedikit memenjarakan nilai kreatifitasnya sehingga prasi yanng dibuatnya hanya berkisar pada cerita Ramayana dan Mahabharata karana hanya karakter wayang inilah yang dianggapnya jelas dan telah terpakem. Kekukuhannya terhadap apa yang dikenalnya membuatnya sedikit takut untuk berekspresi lebih bebas, sehingga dari segi komposisi terlihat hal yang monoton pemanfaatan ruang belum terlihat karena semuanya terlihat penuh sesuai dengan kekuatan tradisi yang lebih banyak terlihat sebagai pengulangan. Menurutnya bahwa apa yang dibikinnya sama sekali tidak boleh membuat orang bingung dan harus jelas disinilah nilai paradoknya bahwa secara tidak sadar kita telah dipatok oleh pengetahuan yang sebenarnya merupakan hasil interpretasi dan pengembangan suasana jaman, namun walaupun semua itu sudah diketahui sebagai ilmu pengetahuan yang terus berkembang, kita terlalu takut untuk disalahkan terhadap apa yang sebenarnya bisa menjadi suatu terobosan baru yang apabila dilakukan dengan pendalaman yang kuat bisa menjadi pengetahuan baru.Suatu gejolak yang tak mungkin ditolak dan semestinya diakui, karena setiap jaman yang ditangkap akan melahirkan teks yang sesuai dengan konteks yaitu konstelasi jaman. Mudita Adnana adalah seorang kreator prasi didesa Tenganan Pegeringsingan yang menciptakan prasi atas interpretasinya terhadap lingkungan budayanya yang masih sangat kental bau tradisinya dengan pendalaman yang benar-benar terhadap suatu penggabunngan berbagai bidang ilmu yang bersinergi menjadi karya yang agung yang walaupun berasal dari anak desa yang putus sekolah namun karena keinginan yang tinggi untuk belajar selain menjalankan adatnya dia berusaha mengembangkan apa yang dimiliki dengan pendobrakan secara halus dijamannya terhadap adat istiadat setempat menyerap budaya luar yang bermanfaat dan berkaitan dengan budayanya dan diterima oleh masyarakat setempat sebagai hal yang tidak tabu untuk dilanjutkan sekaligus sebagai penopang kebudayaan yang bernilai ekonomis dan menjadi inspirasi dari belasan seniman prasi didesanya sejalan dengan perkembangan pariwisata yang dikembangkan Pemerintah Daerah Bali mengingat Tenganan Pegeringsingan sebagai daerah tujuan wisata andalan. Prasi adalah salah satu peninggalan budaya bangsa yang berisikan cerita yang mengandung ajaran-ajaran filsafat sehingga sangat perlu dikemukakan sebagai usaha menggali konsep-konsep ajaran etika dan moral yang tinggi didalamnya untak bahan renungan dalam mengisi pembangunan dewasa ini.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
265
Pengembanganprasisangat mungkin untuk dilakukan menurutbapak I Wayan Mudita Adnana cerita-cerita yang ada di Bali dan Nusantara sangat potensial dikembangkan mengingat cerita yang digarap saat ini hanya berkisar antara Ramayana dan Mahabrata sehingga menjadi monoton dan cerita yang dimiliki hendaknya dimanfaatkan sebagai suatu daya tarik dan nantinyamenambah keanekaragaman prasi di Desa Tenganan Pegeringsingan dengan menampilkan visualisasi yang lebih kreatif sehingga menambahkekayaan budaya Bangsa.
Proses Kerja Digitalisasi Dalam poses digital yang telah dilakukan, ada dua teknik pengerjaan digitalisasi lontarantara lain:
Tehnik Fotografi. Fotografi merupakan sebuah hasil karya foto yang dihasilkan dengan menggunakan alat perekam berupa kamera foto. Fotografi juga dapat diartikan sebagai suatu seni atau proses menghasilkan gambar dengan menggunakan media cahaya. Fotografi adalah kegiatan seni dan jenis fotografi ada bermacam-macam. Untuk itu dibutuhkan seorang fotografer yang Karya yang dihasilkan dalam tehnik fotogrfi ini 100% menyerupai asli. Untukmenghasilkan sebuah karya yang bagus dan menarik ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap hasil karya fotografi ini adalah faktor pencahayaan, tanpa pencahayaan yang baik akan sulit untuk menghasilkan hasil karya yang bagus. Faktoryang kedua adalah fotografer. Disini fotografer akan dituntutdan diuji seni dan kreatifitasnya betul-betul mengerti seni dan jenis fotografi yang ada padadirinya. Dalam berkaryauntuk menghasilkan sebuah foto yang bagus dan menarik. Faktor yang ketiga adalah kamera yang digunakan. Kamera adalah alat pokokdalam fotografi, tentunya didukung oleh lensa, alat bantu pencahayaan, reflektor, tripod dan lain-lain. Dengan menggunakan tehnik fotografi sudah barang tentu akan ada kelebihan dan kelemahan dari hasil yang tercipta. Keunggulan menggunakan tehnik fotografi adalah foto yang dihasilkan lebih cepat dan dapat diambil dengan berulang kali sehingga kita dapat memilih hasil terbaik yang akan disimpan dalam file digital, foto lebih konkrit dan realistis, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dapat mengatasi keterbatasan pengamatan, dapat memperjelas masalah, murah harganya dan mudah digunakan. Kelemahannya adalah jika mengambil foto lontar dengan jarak yang agak jauh, harus mengambil dua kali pemotretan disebabkan oleh panjang lontar dengan lebar lontar perbandingannya sangat jauh. Kelemahan berikutnya adalah tidak setabilnya pencahayaan yang ada jika kita tidak menggunakan cahaya bantuan berupa lampu studio. Foto lontar akan telihat kurang bagus karena disatu sisi akan terlihat gelap dan disisi yang lain akan terlihat lebih terang, sehingga sangat dibutuhkan pencahayaan yang tepat dalam proses pemotretan ini. Kelemahan berikutnya adalah terjadinya distorsi dalam pemotretan dimana lebar dan panjang antara sisi atas dan bawah terlihat kurang seimbang. Kelemahan fotografi secara umum adalah foto diinterpretasikan secara personal dan subyektif, foto hanya menampilkan persepsi indra mata, foto biasanya disajikan dalam ukuran yang sangat kecil. Dibawah ini adalah karya lontar yang diambildengan menggunakan tehnik fotografi dengan beberapa kelemahannya. Pada foto diatas terlihat gambar lontar prasi dengan distorsi bentuk yang dihasilkan oleh kamera dan cara pengambilan gambar yang kurang sejajar dengan obyek yang difoto. Hasil yang didapatkan dari tehnik fotografi ini mendapatkan resolusi yang berbeda dengan tehnik scanning, sehingga jika nantinya mengubah ke dalam beberapa bentuk media seperti media yang dicetak seperti buku diperlukan kembali untuk melakukan scanning untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam tehnik ini dibutuhkan beberapa peralatan pendukung untuk menghasilkan sebuah foto yang memang benar-benar maksimal baik dari segi bentuk yang dihasilkan maupun dari sisi warna yang dimunculkan oleh obyek yang difoto.
Tehnik Scanning Tehnik yang kedua adalah tehnik scanning. Dalam proses scanning alat yang dibutuhkan adalah scanner. Scanner adalah sebuah alatelectronic yang funsinya mirip dengan mesin fotocopy. Mesin fotocopy hasilnya dapat langsung dilihat pada kertas sedangkan scanner hasilnya ditampilkan pada layar monitor komputer kemudian dapat diubah dan dimodifikasi sehingga tampilan dan hasilnya menjadi lebih bagus dan dapat disimpat dalam format text, dokumen dan
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
266
gambar. Fungsi dari scanner adalah perangkat yang digunakan untuk memindai atau memindahkan teks dokument, foto, benda dan lain-lain. Hasilpemindaian akan di simpan ke dalam memori komputer sebagai data digital. Dewasa ini jenis-jenis scanner sudah ada berbagai macam jenisnya, begitu juga fungsinya ada yang dalam satu paket yaitu terdapat fungsi scanner, fotocopi, printer dan fax, sehingga fungsi scanner sekarang ini sudah lebih lengkap lagi karena dengan scanner multifungsi kita sudah dapat memfotocopi dokumen baik dalam model hitam putih maupun berwarna. Kelebihan mengunakan scanner adalah hasil scan lontar lebih bagus dan warna yang akurat, tidak terjadinya distorsi pada bentuk lontar, hasil dapat diedit dikomputer dengan mudah. Sedangkan kelemahannya adalah jika menggunakan scanner multifungsi apabila salah satu perangkat mengalami gangguan maka keleuruhan sistem tidak berfungsi, jika lontar lebih besar dari kertas A4 maka harus dilakukan scanning dua kali agar mendapatkan hasil yang sama dengan lontar aslinya. Pada proses scanning ini, lontar yang berukuran kecil di jejer diatas layar scanner jadi satu kemudian dilakukan pemindaian dengan resolusi tinggi yaiu 300dpi. Pemindaian dilakukan dengan memindai satu persatu lontar yang ada. Dari sekian banyak deretan lontar yang ada yang kira-kira sampai 5 deretan lontar, dilakukan pemindaian per lembar untuk memudahkan dalam pengolahan dan urutan lontar tidak sesuai dengan urutan lotar aslinya. Resolusi tinggi ini dimaksudkan agar gambar yang dihasilkan benar-benar sempurna dan sesuai dengan aslinya. Dengan resolusi ini, file yamg ada bisa digunakan untuk media digital lainnya karena file yang tersimpan sudah merupakan file master sehingga jika diperlukan untuk pembuatan media digital atau media yang dicetak tidak perlu lagi melakukan pemindaian.
SIMPULAN Lontar Prasi merupakan salah satu peninggalan budaya bangsa yang berisikan cerita yang mengandung ajaran-ajaran filsafat sehingga sangat perlu dikemukakan sebagai usaha menggali konsep-konsep ajaran etika dan moral yang tinggi didalamnya untuk bahan renungan dalam diri manusia. Perekaman Lontar Prasi dengan menggunakan teknik digital merupakan sebuah usaha untuk melestarikan warisan budaya yang kita miliki agar tidak mengalami kepunahan di jaman modern. Dengan menyimpan karya lontar prasi kedalam media digital dapat menggugah para seniman untuk berkarya lebih bagus lagi karena hasil karya mereka sudah didokumentasikan yang nantinya dapat dilihat dalam bentuk digital. Kondisi yang ada sekarang ini adalah semua karya- karya seniman ini tidak ada yang didokumentasikan dalam bentuk digital baik itu difoto apalagi discan dengan menggunakan scanner sehingga kita tidak tahu hasil karya seni lontar prasi ini seperti apa. Terciptanya produk baru dari seni prasi dalam bentuk yang berbeda yaitu dalam bentuk digital yang dapat diakses dengan mudah oleh generasi muda sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam prasi tersebut dapat dipahami dan dimaknai oleh pembaca. Kecendrungan prasi dalam bentuk digital jauh lebih mudah diakses dewasa ini karena perkembangan teknologi digital yang semakin modern.
DAFTAR PUSTAKA Ensiklopedia Nasional Indonesia,1989, PT Cipta Adi Pustaka, Indonesia. Kanta, I Made,1977, Proses Melukis Tradisional Wayang Kamasan, Proyek Sasana Budaya Bali. Koentjaraningrat,1990, Sejarah Teori Antropologi II Universitas Indonesia Press, Jakarta. Korn,V.E.,1960. Bali Studies in Life, Throught and Ritual. Lodra, I Nyoman, 2011, Seni Lukis Prasi Dan Peradaban Bali Kuno, http://padma.jurnal.unesa.ac.id - Jurnal Padma, Edisi: Volume 6 No. 2, September 2011 Masdianto, Toni, 1998, 14 Jurus Membuat Komik, Kreativ Media, Jakarta. Sutiari, I Gusti Ayu, Jelada, I Made et.al, 1993, Penelitian Prasi Ramayana di Desa Sidemen, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutopo, Heribertus B., 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
267
RANCANG BANGUN MODEL KESENIAN LANSIA DI KELURAHAN TONJA DENPASAR
Ni Made Ruastiti, Ni Nyoman Manik Suryani, I Gede Yudarta. Program Studi Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar. [email protected]
Abstrak Rancang Bangun Model Kesenian Lansia adalah sebuah konsep dasar yang berisi tentang kaidah-kaidah dalam mengembangkan Model Kesenian Lansia, yang mencakup ragam gerak, koreografi, struktur pertunjukan, iringan musik tari, dan tata rias busana pertunjukan tersebut. Kelurahan Tonja, Denpasar Timur, memiliki potensi kesenian yang dilakukan oleh para lansia. Para lansia di daerah tersebut sangat berharap dapat terus berkesenian, walaupun mereka telah memasuki usia senja. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, para lansia di Kelurahan Tonja dibuatkan sebuah model kesenian yang sesuai dengan kondisi fisik mereka. Metodologi yang digunakan adalah metodologi penelitian kualitatif. Dengan mengembangkan konten kesenian mereka yakni tari Janger, sebuah tari pergaulan bagi muda-mudi menjadi sebuah Model Kesenian Lansia, dengan langkah-langkah penelitian secara bertahap: (1). Membuat Rancang Bangun Model Kesenian Lansia; (2). Implementasi/Penerapan Model; (3).Ujicoba Model/pentas, diseminasi, monitoring, evaluasi, dan revisi model. Dengan menurunkan volume dan kuantitas beberapa variabel dari konten kesenian mereka secara bertahap maka terwujudlah Kesenian Janger Lansia yang lebih fungsional, yang dapat mereka kembangkan secara bekelanjutan
Kata kunci : Pengembangan Model Kesenian Lansia, Lansia di Kelurahan Tonja, Denpasar.
Abstract The Elderly Performing Art Design is a concept that contains the basic rules of developing the performing art of the elderly people, in which it involves a variety of movement, choreography, performance structure, the accompaniment of dance music, and fashion makeup of these performances.Tonja Village of Eastern Denpasar which has numerous elderly people who keen on the performing arts. They hope that they are able to keep on the performing arts despite of their aging lives. To resolve such problems, the elderly people at Tonja Village were provided with performing art model which appropriate with their physical conditions. The methodology used a qualitative research. By developing the contents of their performing art namely the Janger dance, a social dance for young people, to become a model of the performing art for the elderly by the following steps: (1). Creating the design model of the elderly performing art; (2) Application/implementation of the model; (3). Model testing/show, dissemination, monitoring, evaluation, and model revision. By reducing the volume and quantity of some variables from the content of their performing art, by the following steps it was eventually created the Elderly Janger Performing Art which is more functional, that they will be able to develop in a sustainable manner.
Key words: Development of the Elderly Performing Art Model, Elderly at the Village of Tonja, Denpasar.
PENDAHULUAN Rancang Bangun Model Kesenian Lansia adalah sebuah konsep dasar yang berisi tentang kaidah-kaidah dalam mengembangkan Model Kesenian Lansia, yang mencakup ragam gerak, koreografi, struktur pertunjukan, iringan musik tari, dan tata rias busana pertunjukan tersebut. Kelurahan Tonja termasuk wilayah kecamatan Denpasar Timur, memiliki potensi kesenian yang dilakukan oleh para lansia. Kesenian lansia merupakan sebuah model kesenian yang ditarikan oleh para lansia, kelompok masyarakat berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Darmojo (2004) mengatakan bahwa masyarakat lanjut usia (lansia) pada umumnya dianggap sebagai kelompok masyarakat yang sudah tidak produktif lagi untuk mencari nafkah dalam
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
268
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, karena menurunnya kemampuan akal dan fisik yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan fisik yang prima sehingga mereka dapat melakukan reproduksi dan melahirkan anak. Namun, seiring bertambahnya usia, maka kondisi fisik manusia itupun berubah. Manusia yang telah lanjut usia akan mulai kehilangan tugas dan fungsi tubuhnya secara perlahan-lahan, satu- persatu, kemudian mati. Namun berbeda halnya dengan para lansia di Kelurahan Tonja. Mereka menganggap bahwa usia lanjut bukan merupakan faktor penghambat untuk berkesenian. Mereka bahkan menganggap bahwa dengan usia lanjut seseorang akan lebih banyak memiliki pengalaman dalam berkesenian, khususnya seni pertunjukan tradisonal. Oleh sebab itu, mereka sangat berharap dapat terus berkesenian, walaupun mereka telah memasuki usia senja. Hasratnya yang begitu tinggi untuk berkesenian itu tampaknya tidak bertepuk sebelah tangan, karena pada perayaan hari jadi pemerintah Kota Denpasar, Para lansia di daerah tersebut pernah memperoleh pembinaan seni, berupa pelatihan tari Janger. Namun karena model kesenian tersebut tidak sesuai dengan kondisi fisik mereka, maka kesenian itu tidak berkelanjutan lagi. Untuk memecahkan permasalahan tersebut kiranya agak sulit diatasi jika hanya mengandalkan kemampuan diri mereka saja. Oleh sebab itu, pemerintah melalui lembaga masyarakat yang terbawah yakni kelurahan Tonja, tempat penelitian ini dilakukan mencari solusi untuk memecahkan persoalan yang dihadapi para lansia itu dengan melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan tersebut. Karena masalah kesenian bukan saja menyangkut kebutuhan jasmani (fisik) saja, tetapi juga menyangkut pemenuhan masalah rohani (hasrat). Perlakuan yang seimbang terhadap pemenuhan kedua hal itu menjadi penting, agar para lansia tersebut dapat menikmati kehidupan yang sehat secara lahir dan batin. Untuk itu, melalui penelitian terapan ini mereka dibuatkan sebuah Model Kesenian Lansia yang sesuai dengan kondisi fisik mereka, dengan tahapan sebagai berikut: (1). Membuat Rancang Bangun Model Kesenian Lansia; (2). Implementasi Rancang Bangun Model; (3). Uji coba model, evaluasi dan penyempurnaan model. Pengetahuan mengenai hal tersebut penting diketahui agar Kesenian Lansia yang sesuai dengan kondisi fisik mereka itu dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Tanpa menggunakan metode ini kiranya model kesenian yang akan dihasilkan kurang mengakar pada masyarakat yang bersangkutan, bahkan implemnetasinyapun bisa saja akan dapat menimbulkan konflik di masyarakat, karena sebagaimana dikemukakan oleh Soemardjan (1993), bahwa banyak gagasan pembangunan yang tidak sampai pada tujuan utamanya untuk mensejahterakan masyarakat yang bersangkutan. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena sangat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritisnya, melalui riset ini akan dapat diketahui tentang bagaimana strategi pembuatan model kesenian lansia yang sesuai dengan kondisi fisik mereka, namun juga dapat menarik bagi penonton, serta kendala-kendala yang dihadapi oleh para lansia tersebut dalam berkesenian, serta solusi bagi para lansia agar dapat berkesenian secara berkelanjutan. Sementara, manfaat praktis dari riset ini akan dapat ditemukan strategi yang tepat untuk membuat model kesenian bagi para lansia yang sesuai dengan harapan semua pihak serta menarik bagi masyarakat yang menontonnya. Dengan mendapat apresiasi dari berbagai pihak, maka para lansia itupun akan merasa senang dan lebih bersemangat dalam berkesenian. Hal itu tentunya akan dapat berimplikasi bagi peningkatan kesehatan mereka baik secara lahir maupun batin.
Rancang Bangun Model Kesenian Lansia Yang Sesuai Dengan Kondisi Fisik Lansia Sebagaimana telah diungkapkan bahwa Rancang Bangun Kesenian Lansia adalah sebuah konsep dasar yang berisi tentang kaidah-kaidah dalam mengembangkan kesenian lansia, yang mencakup ragam gerak, koreografi, struktur pertunjukan, iringan musik tari, dan tata rias busana pertunjukan tersebut. Rancang Bangun Model sebuah kesenian sangat penting untuk diwujudkan terlebih dahulu sebelum model kesenian yang dimaksud dibangun dan diterapkan. Hal ini dilakukan mengingat bahwa telah banyak model kesenian tercipta, namun pada akhirnya kesenian tersebut tidak dapat berkembang secara berkelanjutan. Untuk itu, dalam mewujudkan Model Kesenian Lansia yang sesuai dengan kondisi fisik mereka diperlukan pertimbangan dan pemikiran
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
269
yang holistik karena model kesenian tersebut mesti sesuai dengan keinginan, harapan, dan potensi berkesenian mereka, serta kondisi fisik para lansia tersebut, yang sudah tentu tidak bisa maksimal lagi dalam melakukan gerakan tari. Dengan melakukan observasi, wawancara dengan para lansia di Kelurahan Tonja diperoleh kesepakatan untuk menyusun Rancang Bangun Kesenian Lansia yang sesuai dengan harapan dan kondisi fisik mereka. Dengan mengembangkan konten kesenian mereka, yakni tari Janger Muda- mudi melalui beberapa tahapan: pertama, menyeleksi dan menata ragam gerak tari yang disesuaikan dengan kondisi fisik para lansia tersebut, yang tentu saja berbeda jika dibandingkan dengan ragam gerak tari Janger pada umumnya; kedua, menata iringan musik tari atau gamelannya yang ritme dan temponya disesuaikan dengan kondisi fisik para lansia tersebut; ketiga, menata gending-gending yang disesuaikan dengan usia dan fenomena yang sedang terjadi di lingkungan para lansia tersebut. Gending-gending yang dirancang inipun tidak sama dengan gending-gending yang umumnya dinyanyikan oleh tari Janger; keempat, menata struktur pertunjukannya yang tentunya juga disesuaikan dengan kondisi fisik para lansia tersebut, kelima, menata tata rias busananya yang disesuaikan model serta warnanya dengan kondisi fisik para lansia tersebut, agar busana yang dikenakannya itu nyaman dipakai namun juga indah dipandang oleh penonton. Model kesenian yang baru tercipta ini menyerupai kesenian Janger, namun jika diamati koreografi maupun struktur pertunjukannya tidaklah sama, karena kesenian ini memiliki ragam gerak, gending-gending, musik iringan tari, tata rias busana, maupun durasi pertunjukannya ditata baru sesuai dengan kondisi fisik para lansia tersebut agar Model Kesenian tersebut lebih mudah dipahami dan mudah diperagakan sehingga Model Kesenian tersebut lebih fungsional dan dapat mereka kembangkan secara berkelanjutan.
Struktur Pertunjukan Kesenian Lansia Struktur pertunjukan merupakan susunan, urut-urutan antar bagian pertunjukan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Struktur pertunjukan terwujud atas kalimat, frase-frase gerak yang mengandung makna tertentu, yang umumnya di setiap peralihannya ditandai oleh peralihan frase gerak dengan perubahan gending-gending tertentu. Dalam konteks itu, untuk menyusun struktur pertunjukan kesenian lansia, kemampuan untuk menggerakan fisik menjadi salah satu faktor penentu volume ragam gerak yang akan digunakan dalam tarian tersebut, yang mudah diperagakan namun juga indah dipandang mata. Selain itu, tempo dan ritme gerak menjadi pertimbangan khusus dalam meyusun struktur pertunjukan kesenian lansia tersebut. Mereka tentunya tidak akan dapat mengikuti gerakan-gerakan tari yang umumnya dilakukan oleh para penari yang masih muda karena kelenturan fisik mereka sudah mulai menurun. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan Rancang Bangun Kesenian ini para lansia tersebut diajak bekerjasama dengan tim peneliti untuk mewujudkan harapan dan tujuan penelitian ini. Para Lansia di kelurahan Tonja yang telah pernah mendapat pembinaan seni dari tim kesenian Kota Denpasar sebagian besar memang telah memiliki pengalaman dalam bidang berkesenian. Namun karena beberapa variabel dari kesenian tersebut kurang sesuai dengan kondisi fisik mereka maka kesenian tersebut tidak berkelanjutan lagi. Berbagai faktor yang menjadi penghambat kelangsungan kesenan lansia sebelumnya ditelusuri agar Model Kesenian yang baru tercipta ini dapat diterima oleh semua pihak dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Selain unsur gerak, tempo, tata rias busana, iringan musik tarinya, serta tata cara penyajiannya yang kurang disesuaikan dengan kondisi fisik para lansia tersebut. Untuk itu dalam penelitian ini mereka dibuatkan sebuah Model Kesenian Lansia yang struktur maupun tata cara penyajiannya disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Kelurahan Tonja meskipun lokasinya di tengah-tengah kota Denpasar, namun para lansianya tampak belum seluruhnya mampu memelihara kesehatan fisik dan mentalnya sesuai dengan standar kesehatan nasional. Perbedaan kondisi fisik dan mental para lansia di kelurahan Tonja secara tidak langsung akan dapat mempengaruhi daya serap mereka untuk mengingat susunan gerak tari yang terlalu banyak dengan tempo yang terlalu cepat. Oleh sebab itu, struktur pertunjukan yang dibangun dari ragam gerak yang disesuaikan dengan kondisi fisik mereka agar mudah diingat dan lebih mudah memperagakannya.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154