PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN (STUDI PADA KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK)
Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI
OLEH : BAMBANG KRISDIYANTO NIM. 160200177
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
NAMA : BAMBANG KRISDIYANTO
NIM : 160200177
DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI
JUDUL SKRIPSI: PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN (STUDI PADA KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK)
Dengan ini menyatakan:
1. Skripsi yang saya tulis tersebut benar dan tidak merupakan jiplakan dari
skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala
akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, Desember 2020
BAMBANG KRISDIYANTO NIM: 160200177
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah Subhaana wa ta’ala, karena berkat rahmat dan hidayah
Nya, serta nikmat yang Dia berikan berupa nikmat iman, nikmat islam,nikmat kesehatan dan nikmat lainnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian berupa skripsi ini. Shalawat dan serta salam terus kita curahkan kepada Rasulullah yang telah Allah utus ke muka bumi untuk menyempurnakan aqidah dan akhlak, ialah Baginda Besar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya, yang beliau sebutkan di akhir hayat beliau yakni "ummatii, ummatii, ummatii” hingga akhir zaman.
Semoga kita dapat isttiqomah menteladai akhlakui karimah-Nya, serta menjalankan sunnah dan haditsnya sehingga pada hari kiamat nanti kita termasuk kepada orang- orang yang meraih syafa’at dari beliau kelak, Aamiin Allahuma
Aamiin.
Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya pada Strata-1. Adapun skripsi ini berjudul Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Tradisional Suku
Melayu Di Kota Medan (Studi Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok).
Sripsi ini merupakan penelitian hukum pidana yang mana suatu permasalahan
i
Universitas Sumatera Utara
dalam ranah hukum ekonomi mengenai perlindungan hukum atas karya cipta tradisional.
Meskipun demikian, Penulis menyadari “tiada gading yang tak retak,” yang tentunya masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karenanya, demi meningkatkan kualitas dari skripsi ini dan penelitian-penelitian lainnya, khususnya di jenjang pendidikan selanjutnya.
Semoga skripsi ini diberkahi oleh Allah Subhana wa ta’ala, sehingga memberi manfaat yang baik, tidak hanya kepada penulis, namun juga kepada orang lain dan perkembangan ilmu pengetahuan karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”.
Selama menghabiskan waktu kurang lebih 4 Tahun mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tentu banyak pihak yang ikut andil dalam membantu, mendukung serta memberi motivasi dan support sehingga masa perkuliahan ini menjadi cerita atau catatan sejarah hidup tersendiri bagi penulis. Oleh karenanya, terimakasih yang sebesar-besarnya Penulis ingin haturkan kepada orang tua penulis tercinta, Ayahanda Zulkarnain dan Ibunda
Misnah yang telah mendidik anaknya sehingga sampai ke jenjang kuliah dan selalu mendukung serta mengarahkan anaknya untuk menggapai impian- impiannya. Terimakasih pula kepada kakak dan abang kandung penulis, Kak Putri
Handayani dan Bang Ahmad Zailani, kepada Pakde dan Budhe, kepada Paman dan Bibi, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin.
ii
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan juga kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum selaku mantan Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang saat ini sudah menjabat sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Saidin, S.H.,M.Hum. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
universitas Sumatera Utara;
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
6. Bapak Prof. Dr.Bismar Nasution,SH.M.Hum. selaku Ketua Departemen
Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
7. Ibu Tri Murti Lubis,SH.M.H. selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
8. Ibu Dr.T.Keizerina Devi Azwar S.H.,CN.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
I yang telah membantu dan mengarahkan Penulis dalam penulisan serta
penyelesaian skripsi;
9. Ibu Dr. Marianne Magda S.H.,M.Kn. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membantu dan mengarahkan Penulis dalam penulisan serta penyelesaian
skripsi;
iii
Universitas Sumatera Utara
10. Seluruh Staf pengajar dan pegawai Departemen Hukum Ekonomi Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
11. Bapak Mohammad Siddik, SH.,M.Hum. selaku Dosen Penasehat Akademik
yang telah memberi nasehat-nasehat berkenaan dengan pencapaian akademik
penulis;
12. Seluruh Bapak dan Ibu dosen sebagai tenaga pendidik di Fakutas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
13. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah turut
membantu dan memberikan kemudahan kepada Penulis;
14. Keluarga besar BTM Aladdinsyah, S.H.terkhusus untuk Presidium Ahsanil
Qadirin. Terimakasih telah menjadi bagian indah dalam hidup penulis semoga
ukhuwah ini terus terjalin;
15. Grup Liqo’ terkhusus kepada murabbi kami, Abandga Abdur Rahman
Nasution S.E dan Abangda Ikhwan Nurhadi S.E, yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman setiap minggunya;
16. Kepada Seluruh anggota Remaja Masjid Al-Fajar (REMIJAR) yang telah
membersamai selama 8 Tahun. Terkhusus buat adik-adik yang selalu ada dan
jumpa di Masjid Al-Fajar tercinta kita, yaitu adinda Bima Setya Pradana,
Ahmad Syahroni, M. Aldi Gunawan, Amru Kamal Nasution. Terkhusus juga
kepada Pengurus REMIJAR yang telah membantu dalam Kepenguruan
REMIJAR;
17. Kepada murid-murid kesayangan Maghrib Mengaji ku, yang selalu bikin
kesal, tertawa, sedih. Semoga kalian menjadi anak-anak yang sholeh dan
iv
Universitas Sumatera Utara
berbakti kepada kedua orang tua kalian. Semoga ilmu yang abang berikan
dapat bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita semua;
18. Kepada Sahabat SMA ku Khairunnisah Mardiah, yang masih menjalankan
persahabatan sampai sekarang ini, yang selalu curhat mencurhati, selalu bikin
aku tertawa;
19. Kepada Sahabat SMA ku Muhammad Fauzi dan Ridho Julianto, yang selalu
bersama-sama kemana saja saat masih sekolah dulu, satu Ekstrakulikuler
Pramuka yang membangkitkan Pramuka di Sekolah tercinta kita;
20. Kepada Sahabat MTS ku Nurhasanah, yang selalu mendengarkan curhat ku,
yang selalu nanyak-nanyak kapan aku sidang, dan inilah saatnya;
21. Kepada Sahabat-Sahabat SD ku M. Yudha Dwi Yanto, Agus Salim, Nur’aini
Islamiyati, Grespiola Anggraini, Siti Rahayu, dan Ari Agusti, yang selalu ada
mengisi hari-hariku dan ribut di Grup WhatsApp Holiday Squad, yang kalau
mau ngumpul selalu stay, kapan kita ngetrip lagi guys;
Sekali lagi, Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat yang baik bagi siapa saja yang membacanya dan berkontribusi dalam kemajuan ilmu hukum dan negara ini, Aamiin Ya
Mujiibassas’iliin. Wallahu a’lam bisshowwaf. Akhirul kalam.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Medan, Desember 2020
Bambang Krisdiyanto 160200177
v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI ...... vi ABSTRAK ...... viii
BAB I : PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 9 C. Tujuan Penulisan ...... 10 D. Manfaat Penulisan ...... 10 E. Keaslian Penulisan ...... 11 F. Tinjauan Pustaka ...... 11 G. Metode Penelitian ...... 15 H. Sistematika Penulisan ...... 19
BAB II : BENTUK-BENTUK KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN ...... 21 A. Karya Cipta Seni ...... 21 B. Karya Cipta Sastra ...... 29 C. Karya Cipta Kerajinan ...... 37
BAB III : PENGATURAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK CIPTA ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL ...... 45 A. Pemegang Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 45 B. Prosedur Pendaftaran Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 50 C. Jangka Waktu Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 55
vi
Universitas Sumatera Utara
D. Dasar Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 59 E. Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Komunal ...... 68
BAB IV : HAK KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK ATAS KARYA CIPTA YANG DIHASILKAN (STUDI PADA KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK) .... 73 A. Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya Cipta Yang Dihasilkan ...... 73 1. Hak Karya Cipta Motif Asli ...... 74 2. Hak Karya Cipta Modif Modifikasi ...... 78 B. Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Yang Dihasilkan Oleh Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok ...... 81 C. Peran Pemerintah Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Tradisional Suku Melayu Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok di Kota Medan ...... 85
BAB V: PENUTUP ...... 90 A. Kesimpulan ...... 90 B. Saran ...... 92
DAFTAR PUSTAKA ...... 93 LAMPIRAN ...... 101
vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Bambang Krisdiyanto1 Keizerina Devi Azwar2 Marianne Magda3
Bentuk-bentuk karya cipta Tradisional Suku Melayu di Kota Medan atau Melayu Deli sangat beragam salah satunya Kerajinan Tengkuluk, yaitu merupakan suatu kekayaan intelektual ekspresi budaya tradisional khas Melayu Deli. Pemahaman masyarakat mengenai pentingnya hak cipta dan pencantuman nama Tengkuluk masih minim, karena kurang pedulinya masyarakat terhadap kekayaan intelektual dan kurangnya peran pemerintah dalam melindungi dan mengelola ekspresi budaya tradisional sesuai yang diamahkan dalam Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Motif yang dihasilkan dari Tengkuluk tersebut berpotensi didaftarkan sebagai hak cipta, permasalahannya yaitu pengrajin kurang memahami mengenai hak cipta tersebut. salah satu pengrajin yang menghasilkan kerajinan Tengkuluk di Kota Medan adalah Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok. Berdasarkan penjelasan tersebut dirumuskan permasalahannya yaitu bagaimana bentuk-bentuk karya ciptra tradisional Suku Melayu di Kota Medan, bagaimana pengaturan hukum kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional dan bagaimana hak kelompok pengrajin samudera tengkulok atas karya cipta yang dihasilkan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Oleh karena itu data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi pustaka (library reseacrh) dan penelitian lapangan (field reseacrh) dengan metode wawancara. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa masih banyaknya karya-karya cipta tradisional khas Melayu Deli belum didaftarkan atau diinventarisasi oleh Pemerintah termasuk kerajinan Tengkuluk. Karya cipta Tengkuluk yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin samudera tengkulok merupakan hak komunal masyarakat itu sendiri. Motif modifikasi Tengkuluk yang dihasilkan merupakan kreasi dan ide yang diciptakan oleh pengrajin serta berpeluang untuk didaftarkan dan dilindungi hak ciptanya sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf o UU Hak Cipta, salah satu ruang lingkup yang dilindungi adalah modifikasi ekspresi budaya tradisional. Perlindungan oleh Pemerintah terhadap kelompok pengrajin samudera tengkuluok adalah sebatas pendataan UMKM nya saja yaitu oleh Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan dan Dinas Koperasi.
Kata Kunci : Hak Cipta, Ekspresi Budaya Tradisional, Tengkuluk
1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2 Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3 Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
viii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki akal budi dan pikiran yang mampu menciptakan
ilmu pengetahuan, teknologi dan karya seni, dimana hasil ciptaan atas karya seni
tersebut harus dihormati dan dihargai sebagai suatu karya cipta yang merupakan
ekspresi dari kemampuan berkarya si pencipta tersebut. Dalam
perkembangannya, karya cipta hasil kreasi seorang manusia atau sekelompok
orang yang telah menciptakan karya seni tersebut harus dilindungi dan memiliki
hak cipta atas karyanya sehingga dapat memberikan kehidupan yang layak bagi si
pencipta karya seni tersebut.4
Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing The World Trade
Organization pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Maroko yang selanjutnya
disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada tanggal 02 November 1994.
Persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia memuat hal-hal yang
menjadi topik dalam agenda perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round)
4 Emma Valentina Teresha Senewe, “Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah”, Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015 Edisi Oktober, hlm. 12.
1
Universitas Sumatera Utara
yang dijadikan lampiran dan salah satunya adalah Agreement on Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs).5
Salah satu kewajiban yang dipersyaratkan dalam Agreement on Trade
Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) adalah seluruh negara
anggota termasuk Indonesia wajib melaksanakan penegakan hukum hak
kekayaan intelektual (untuk selanjutnya disebut HKI). HKI merupakan padanan
dari intellectual property right, yang merupakan perlindungan terhadap hasil
karya manusia, baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan,
industri, kesusasteraan dan seni. Pada pasal 7 TRIPs dijabarkan tujuan dari
perlindungan dan penegakan HKI adalah perlindungan dan penegakan hukum
HKI yang bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan,
penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan
penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan
ekonomi, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.6
HKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya
yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya yang termasuk dalam
lingkup HKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal
inilah yang membedakan HKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh oleh
5 Djamal, Penetapan Sementara Pengadilan (Pada Hak Kekayaan Intelektual), (Bandung : Pustaka Reka Cipta, 2008), hlm. 1. 6 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana, 2008), hlm. 112-113.
2
Universitas Sumatera Utara
alam.7 Konsep mengenai HKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya
intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga,
waktu dan biaya. Adapun pengorbanan tersebut menjadikan karya yang telah
dihasilkan berupa perlindungan hukum bagi HKI.8
Pengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektul dapat dikategorikan
dalam kelompok, yaitu Hak Cipta (Copy Right) dan Hak Milik Perindustrian
(Industrial Property Right).
Selanjutnya Hak Atas Kekayaan Perindustrian dalam diklasifikasikan lagi
menjadi, yaitu Patent (Paten); Utility Models (Model dan Rancang Bangun) atau
dalam hukum Indonesia, dikenal dengan istilah Paten Sederhana (Simple Patent);
Industrial Design (Desain Industri); Trade Merk (Merek Dagang); Trade Names
(Nama Niaga atau Nama Dagang); Indication of Source or Appelation of Origin
(Sumber tanda atau sebutan asal)9 ; Perlindungan Varietas Baru Tanaman; dan
Integrated Circuits (rangkaian elektronika terpadu). 10
Adapun lingkup Hak Cipta yang dilindungi menurut Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta terdapat pada Pasal 40 ayat (1) , yaitu:
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
7 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hlm. 2. 8 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang- Undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbit, (Bandung : PT. Alumni, 1999), hlm 62-63. 9 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 13-14. 10 Ibid, hlm. 15.
3
Universitas Sumatera Utara
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. Karya seni terapan; h. Karya arsitektur; i. Peta; j. Karya seni batik atau seni motif lain; k. Karya fotografi; l. Potret; m. Karya sinematografi; n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional; p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer maupun media lainnya; q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli; r. Permainan video; dan
4
Universitas Sumatera Utara
s. Program komputer.11
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan yang berlimpah, baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia juga termasuk didalamnya karya-karya cipta tradisional yang dihasilkan dari pengetahuan tradisional.
Pengetahuan tradisional dalam hal ini, diartikan sebagai pengetahuan
yang dimiliki oleh suatu masyarakat selama turun-temurun, yang meliputi
pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati, semisal untuk
makanan dan obat-obatan; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan kebudayaan
masyarakat lainnya. Disamping itu, ada satu hal yang membedakan antara
pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual yang lain, yaitu bahwa
satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang
tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal yang kemudian
dalam pelestariannya dilakukan secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) ketika
dipahami secara menyeluruh memang masih terlihat sangat luas, karena
penggunaan istilah pengetahuan tradisional ini digunakan terhadap semua istilah
yang masih termasuk dalam karya intelektual tradisional, entah itu berupa satu
karya intelektual yang masuk dalam seni, sastra dan ilmu pengetahuan maupun
karya intelektual yang termasuk dalam bidang industri. Dalam kaitannya dengan
11 Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
5
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan tradisional yang luas ini, ada istilah lain yang disebut sebagai tradisi
budaya (folklore). 12
Terkait dengan perlindungan hukum terhadap karya cipta tradisional
merupakan sebagai bagian dari hak atas kekayaan intelektual, maka karya cipta
tradisional lebih erat kaitannya dengan hak cipta yang merupakan ekspresi
budaya tradisional yang dilindungi. Perlindungan Hak Cipta atas karya
tradisional yang merupakan ekspresi budaya tradisional yang dilindungi di
pegang oleh Negara, seperti yang tertuang dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yaitu “Hak Cipta atas
ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”.13
Indonesia sebagai negara yang memiliki karya seni dan budaya tidak
terkecuali dalam hal expressions of folklore sungguh memiliki potensi yang luar
biasa. Dalam potensi ini nampaknya masih tersembunyi dan belum termanfaatkan
secara optimal.14 Misalnya Suku Melayu di Sumatera Utara memiliki ciri-ciri
khas kebudayaan, seperti sistem kekerabatan yang menggunakan unsur impal,
seni sinandong, dedeng, tari serampang dua belas, dan lainnya. Namun ada juga
berbagai persamaan sosiobudaya dengan kawasan melayu lain, seperti adat-
istiadat perkawinan, seni zapin, bahasa Melayu, upacara-upacara tradisional, dan
lain-lainnya.15
12 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm. 2. 13 Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 14 Arif Lutviansori, Op.Cit, hlm. 1. 15 Fadlin bin Muhammad Dja’far, Budaya Melayu Sumatera Utara dan Enkulturasinya, Jurnal USU hlm. 1.
6
Universitas Sumatera Utara
Suku Melayu Deli terletak di Kota Medan Sumatera Utara banyak sekali
menghasilkan karya cipta karya cipta tradisionalnya yang secara garis be sarnya
berbentuk Produk Seni, Produk Makanan, dan Produk Kerajinan. Ada banyak
kelompok-kelompok Pengrajin yang menghasilkan karya cipta karya cipta khas
Melayu Deli. Salah satu Produk Karya cipta kerajinan Melayu Deli yang banyak
di produksi adalah Tengkuluk dan Tepak Sirih. Tengkuluk adalah penutup kepala
dan sering disebut Takuluk atau Kuluk. Selain berfungsi sebagai salah satu
pelengkap busana tradisional, tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara formal,
pesta adat serta pelindung kepala saat di sawah. Seiring bergulirnya waktu, fungsi
tengkuluk tidak hanya sekedar penutup kepala saja, tetapi menjadi lebih
kompleks, sebagai alat atau penunjuk agama dan status sosial.16 Sedangkan
Tepak Sirih merupakan salah satu icon Melayu yang sangat menonjol. Tepak
sirih merupakan kelengkapan yang selalu hadir dalam setiap upacara dan
perhelatan, baik di instansi-instansi pemerintahan, di kalangan adat, maupun di
masyarakat umum. Tepak sirih dihanturkan sebagai simbol penghormatan pada
acara penerimaan tamu, meminang/pernikahan, penganugerahan gelar adat atau
pada berbagai acara lainnya.17
Adapun salah satu Kelompok Pengrajin yang menghasilkan karya cipta
Tradisional Suku Melayu di Kota Medan berupa Tengkuluk dan Tepak Sirih
adalah Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok yang berdomisili di Jalan
16 Moyang Kelleng Kabeakan, Makna dan Fungsi Pakaian Adat Melayu Deli Sumatera Utara, Skripsi USU, 2016, hlm. 51. 17 Dispusip Kota, Tepak Sirih Riau (Sinopsis Buku), 24 April 2018, https://dispusip.pekanbaru.go.id/tepak-sirih-riau/ diakses pada tanggal 05 Agustus 2020.
7
Universitas Sumatera Utara
Mawar Dusun II No. 185, Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara.18
Tengkuluk ini terbuat dari Kain Songket yang pastinya khas Melayu Deli.
Ada banyak motif-motif Tengkuluk khas Melayu Deli yang di Produksi oleh
Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk tersebut, diantaranya ada motif yang
asli dan motif yang di modifikasi. Tepak sirih khas Melayu Deli juga terbuat dari
lapisan Kain Songket yang motifnya beragam-ragam.
Motif-motif yang telah dikembangkan pengrajin Samudera Tengkuluk
baik yang asli maupun modifikasi berpotensi untuk didaftarkan sebagai hak cipta,
namun pada saat ini permasalahan yang ada yaitu motif-motif Tengkuluk dan
Tepak Sirih yang telah dihasilkan oleh para pengrajin tidak didaftarkan sebagai
suatu hak cipta karena karya tersebut merupakan warisan budaya yang telah
dihasilkan berabad-abad lamanya, tidak mudah untuk menemukan pencipta
aslinya bahkan kadang tidak diketahui siapa pencipta yang sesungguhnya. Hal
tersebut akhirnya menimbulkan permasalahan seperti adanya peniruan atau
penjiplakan terhadap desain motif yang dibuat oleh pengrajin, sehingga
dibutuhkan perlindungan hukum terhadap karya tradisional melayu tersebut.19
Apabila dikaitkan dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, nampaknya HKI belum mampu sepenuhnya memberikan perlindungan atas karya cipta tradisional. Hal ini disebabkan antara lain dikarenakan HKI dimaksudkan untuk melindungi hak-hak individu sehingga jelas siapa subjek yang harus
18 Rizal Kesuma, (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk), Wawancara, Tanggal 04 Agustus 2020. 19 Rizal Kesuma, (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk), Wawancara, Tanggal 04 Agustus 2020, PUKUL 16.30.
8
Universitas Sumatera Utara
dilindungi, sedangkan dalam pengetahuan tradisional bertujuan untuk melindungi kepemilikan bersama (Komunal) sehingga memerlukan persamaan persepsi terkait siapa sebenarnya pemegang hak Pengetahuan Tradisional Tersebut.20
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta
Tradisional Suku Melayu di Kota Medan (Studi Pada Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkuluk)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka secara lebih konkret, masalah penelitian yang penulis dapat rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Bentuk-Bentuk Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di
Kota Medan ?
2. Bagaimana Pengaturan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta
Tradisional ?
3. Bagaimana Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk Atas Karya
Cipta Yang Dihasilkan (Studi Pada Kelompok Pengrajin Samudera
Tengkulok) ?
20 Muthia Septarina, Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Dalam Konsep Hukum Kekayaan Intelektual, Jurnal Al’Adi, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016, hlm. 46- 47.
9
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah pokok diatas, ada beberapa tujuan yang melandasi penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui apa-apa saja Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di
Kota Medan.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang Yurisprudensi terhadap
Kepemilikan Hak Cipta atas Karya Cipta Tradisional di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana Hak Kelompok Pengrajin terhadap Karya
Cipta Tradisional yang dihasilkan khususnya Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkulok atas Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di Kota
Medan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat Penulisan Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini yang ingin dicapai maka diharapkan penulisan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
yang bermanfaat dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu
Hukum tentang Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Cipta atas Karya
Cipta Tradisional di Indonesia.
10
Universitas Sumatera Utara
2. Secara Praktis
Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan masukan bagi pembaca dan memberi informasi. Sebagai
acuan dalam memberikan pembinaan dan bimbingan kepada peneliti dalam
rangka mengetahui sejauh mana perlindungan hukum terhadap kepemilikan
Hak Cipta atas Karya Cipta Tradisional .
E. Keaslian Penulisan
Dalam membuktikan keaslian judul skripsi ini yang berjududl
“PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL
SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN (STUDI PADA KELOMPOK
PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK), penulis telah melakukan
pemeriksaan judul skripsi pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau
belum terdapat di Perpustakan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Apabila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis sendiri.
F. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan perlindungan akan harkat dan
martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh
11
Universitas Sumatera Utara
subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan
hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi
sebagai pelindung manusia.21
2. Pengertian Hak Cipta
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,
Pasal 1 angka 1, “Hak Cipta Adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul
secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.22
Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut
common law, yakni copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal
droit d’aueteur dan di Jerman sebagai urheberecht. Di Inggris, penggunaan
istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk
melindungi si pencipta. Namun, seiring dengan perkembangan hukum dan
teknologi, maka perlindungan diberikan kepada pencipta serta cakupan hak
cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku, tetapi juga drama, musik,
artystic work, fotografi, dan lain-lain.23
21 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), hlm. 19.
22 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 23 Dr. Endang Purwaningsih, S.H., M. Hum, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 1.
12
Universitas Sumatera Utara
3. Pengertian Ciptaan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,
Pasal 1 angka 3, “Ciptaan Adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata”.24
Adapun ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta terdapat pada Pasal 40 ayat (1) , yaitu :
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar,
ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. Karya seni terapan;
h. Karya arsitektur;
i. Peta;
24 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
13
Universitas Sumatera Utara
j. Karya seni batik atau seni motif lain;
k. Karya fotografi;
l. Potret;
m. Karya sinematografi;
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional;
p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
r. Permainan video; dan
s. Program komputer.25
4. Pengertian Karya Cipta
Karya cipta merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada
konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk
intelektual (seperti puisi atau novel) atau produk material (kerajinan).26
25 Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta. 26 “Aspek dan Pola Motivasi dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas”, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/28577/2/BAB _I.pdf&ved=2ahUKEwib3s2eyIjrAhUoILcAHcLdBPgQFjABegQIDRAG&usg=AOvVaw3PgUH 3JlVJIln4LTtAkLIQ diakses pada tanggal 07 Agustus 2020.
14
Universitas Sumatera Utara
5. Pengertian Kelompok (Komunal) Pengrajin
Kelompok Pengrajin adalah kumpulan orang yang pekerjaannya
membuat barang-barang kerajinan atau kelompok orang yang mempunyai
keterampilan berkaitan dengan kerajinan tertentu seperti kelompok penenun
songket Palembang dapat disebut sebagai Pengrajin Songket dari
Palembang.27
G. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan terencana yang dilakukan dengan metode
ilmiah, bertujuan untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran
ataupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau hipotesa yang ada.28 Sedangkan
penelitian hukum adalah penemuan kembali secara teliti dan cermat bahan
hukum atau data hukum untuk memecahkan permasalahan hukum.29
Menurut Sugiyono, metode penelitian adalah cara-cara ilmiah un5tuk
mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan,
dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu, sehingga pada gilirannya dapat
digunakan untuk memahami, dan mengantisipasi masalah.30
1. Jenis dan Sifat Penelitian
27 Rubrik Bahasa, “Pengrajin atau Perajin”, https://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/06/15/pengrajin-atau-perajin/, diakses pada tanggal 07 Agustus 2020. 28 Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 34. 29 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta Timur: Prenadamedia, 2019), hlm 1. 30 Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum, (Depok : Prenadamedia Group (Divisi Kencana), 2018), hlm. 3.
15
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka penelitian
yang dilakukan dalam hal ini adalah penelitian hukum normatif-empiris.
Penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai
pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara
in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat.31
Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktriner adalah
penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum
doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.32
Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum
dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila
hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom
tanpa dikaitkan dengan masyarakat.33
Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke
lapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan,
serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat
memberikan informasi.
2. Data Penelitian
31 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.134. 32 Suratman & Philips Dillah, Op.cit. hlm. 51. 33 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,2009), hlm. 54.
16
Universitas Sumatera Utara
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
A. Data Primer
Data primer dalam penulian skripsi ini ialah dilakukan dengan cara
interview atau wawancara dengan narasumber-narasumber yang terkait
dengan skripsi ini. Narasumber antara lain dengan Bapak Tengku Muhar
Omtatok Selaku Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan, Bapak
Rizal Kesuma Selaku Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok.
B. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier.34
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang terdiri dari
peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hirarki :
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah
(Perda).35
b. Bahan Hukum Sekunder
34 Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Semarang: Mandar Maju, 2004, hlm.23. 35 Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Op.Cit, hlm. 172.
17
Universitas Sumatera Utara
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti misalnya literatur
yang diperoleh dari perpustakaan seperti bahan bacaan, buku-buku,
jurnal-jurnal, skripsi, tesis, dan artik el-artikel lain yang
berhubungan dengan topik Penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
informasi, berupa kamus yang terdiri dari Kamus bahasa Indonesia,
kamus hukum dan data lainnya y ang dibutuhkan untuk melengkapi
bahan bagi penulis dalam penelitian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi adalah studi kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, yaitu buku-buku, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen peraturan perundang- undangan dan penelitian lapangan (field reseacrh) dengan melakukan wawancara kepada Bapak Rizal Kesuma Selaku Ketua Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkulok, Bapak OK Muhammad Mukhlis Selaku Sekretaris
Forum Masyarakat Adat Melayu Deli.
4. Analisis Data
18
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empris, seluruh data yang
berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisa secara pendekatan kualitatif
dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif
dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan membandingkan sedangkan
metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang
berhubungan dengan topik dalam skripsi ini.
Bahan hukum yang sudah dianalisis sacara kualitatif kemudian diuraikan
secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan
hukum, selanjutnya bahan hukum diseleksi dan diolah. Dari hasil tersebut
kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas
permasalahan ini.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan skripsi ini tertuang dalam 5 (lima) bagian yang tersusun dalam bab-bab, yang mana satu sama lain saling berkaitan, dan di setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Agar dapat memberikan gambaran mengenai skripsi ini nantinya, maka penulis akan memberikan gambaran secara garis besar sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, Bentuk-Bentuk Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di Kota
Medan, bab ini berisikan bentuk-bentuk Karya Cipta Seni, bentuk-bentuk Karya
19
Universitas Sumatera Utara
Cipta Sastra, dan bentuk-bentuk Karya Cipta Kerajinan Tradisional Suku Melayu di Kota Medan.
Bab III, Pengaturan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta
Tradisional, bab ini berisikan mengenai siapa Pemegang Kepemilikan Hak Cipta
Atas Karya Cipta Tradisional, Prosedur Pendaftaran Kepemilikan Hak Cipta Atas
Karya Cipta Tradisional, Jangka Waktu Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya
Cipta Tradisional, Dasar Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta
Tradisional, dan Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Komunal.
Bab IV, Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya Cipta
Yang Dihasilkan (Studi Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), bab ini berisikan mengenai Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya
Cipta Motif Asli dan Motif Modifikasi Yang Dihasilkan, Perlindungan Hukum
Terhadap Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Yang Dihasilkan Oleh
Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok, dan Peran Pemerintah dalam
Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Tradisional Suku
Melayu Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok di Kota Medan.
Bab V, Penutup, Bab ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini, pada bagian ini, berisikan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.
BAB II
20
Universitas Sumatera Utara
BENTUK-BENTUK KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI
KOTA MEDAN
A. Karya Cipta Seni
Seni adalah keindahan yang tertuang di dalam sebuah karya. Karya seni muncul tidak dengan serta-merta. Artinya, ada beberapa tahapan atau proses yang melingkupi kemunculan suatu karya seni. Peran manusia (seniman) sangat menentukan proses terjadinya karya seni. Proses karya seni ini dapat diibaratkan sama dengan proses kemunculannya seorang manusia di bumi ini. Tahapan- tahapan proses karya seni memberikan sejauh mana karya seni itu muncul sebagai realitas yang estetis.36 Kesenian Melayu adalah ekspresi dari kebudayaan masyarakat Melayu. Di dalamnya terkandung sistem nilai Melayu, yang dijadikan pedoman dan tunjuk ajar dalam kebudayaan. Kesenian Melayu menjadi bahagian yang integral dari institusi adat. Kesenian Melayu juga meluahkan filsafat hidup dan konsep-konsep tentang semua hal dalam budaya, seperti ketuhanan, kosmologi, globalisasi, akulturasi, inovasi, enkulturasi, dan lain-lainnya.37
Sebagai suatu karya seni tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun, maka perlindungan Hak Cipta atas karya tradisional suatu daerah dalam hal ini dikatakan sebagai Ekspresi Budaya Tradisional akan dipegang oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta, yaitu : “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”. Perangkat hukum yang telah ditetapkan dalam Undang-
36 Eka Titi Andaryani, Proses Terjadinya Suatu Karya Seni, Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, Tahun 2016, hlm. 1. 37 Muhammad Takari, Kesenian Melayu Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya, Makalah Batam Takari, Batam, November 2013, hlm. 1.
21
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta belum mencukupi kebutuhan masyarakat akan perlunya perlindungan karya seni tradisional daerah termasuk didalamnya karya seni di daerah. Menurut Edy Sedywati, secara umum pengertian
Ekspresi Budaya Tradisional atau apa yang disebut dengan Folklore adalah segala bentuk ungkapan budaya yang bersifat ekspresif yaitu khususnya ungkapan seni dimana yang penciptanya anonim dan ditransmisikan secara lisan.38
Masyarakat Melayu memiliki kesenian yang terdiri dari berbagai cabang seni seperti musik, tari, teater, rupa, arsitektur, dan lainnya. Setiap cabang seni ini terdiri dari berbagai genrenya masing-masing. Misalnya didalam tarian Melayu ada genre tari Anak Kala, Serampang Dua Belas, Hadrah, Mak Inang Pulau
Kampai, Zapin Serdang, Zapin Deli, Zapin Bunga Hutan, Selabut Laila, dan lain- lain.
Sesuai dengan hasil wawancara dengan Tengku Muhar OmTatok selaku
Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan mengatakan terkait dengan
Karya Cipta Seni Tradisional Suku Melayu khususnya di Kota Medan atau disebut Melayu Deli, karya cipta seninya juga tidak jauh dari karya cipta
Masyarakat Melayu pada umumnya, ada beberapa kekhususan tersendiri yaitu diantaranya :39
1. Tari Zapin Anak Ayam
38 Emma Valentina Teresha Senewe, Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah, Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Vol. 2, Nomor 2, Tahun 2015, hlm. 12-13. 39 Tengku Muhar Omtatok (Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan), Wawancara, 17 Juli 2020, Pukul 17.00.
22
Universitas Sumatera Utara
Tari Zapin Anak Ayam merupakan tarian yang berasal dari suku
melayu yang mendiami daerah Labuhan Deli dan Batu Bara. Tari Zapin
Anak Ayam yaitu memiliki konsep gerak berdasarkan konsep gerak tari
Zapin yaitu gerak tahsyim, isi, tahtum didalam gerak tari Zapin Anak Ayam
Labuhan terdapat alif, siku keluang ,siku keluang pecah, siku keluang titi
batang, dan tahtum. Sementara pada tari Zapin Anak Ayam Batubara
terdapat sembah, kayuh, yaman kanan, yaman kiri,elang balego, dan
tahtum.40
2. Teater Makyong
Makyong sendiri merupakan sastra lisan yang dapat digolongkan ke
dalam genre drama. Akan tetapi, cerita-cerita yang diangkat dalam
pertunjukan-pertunjukan makyong termasuk genre cerita prosa rakyat. Bila
dikelompokkan ke dalam golongan yang lebih kecil lagi, cerita-cerita
didalam makyong adalah dongeng. Cerita-cerita yang diangkat dalam
pertunjukan makyong seperti Raja Muda Lembek dan Putri Ratna dan Wak
Perambun selain memenuhi kriteria tersebut juga tidak dianggap sakral.
Cerita-cerita makyong umumnya berkisah tentang Raja dan Keluarganya.
Tokoh Raja, Ratu, atau anak-anaknya biasanya harus didampingi oleh
tokonh Awang Pengasuh dan Mak Inang. Latar belakang yang digunakan
40 Muhammad Arifin Syahputra, Study Komparatif Tari Zapin Anak Ayam Labuhan Dengan Tari Zapin Anak Ayam Batubara, Skripsi UNIMED, 2015, hlm. 39.
23
Universitas Sumatera Utara
juga biasanya dalam sebuah kerajaan di negeri antah berantah. Tema yang
diusung adalah cinta, petulangan, atau persahabatan.41
3. Kesenian Ronggeng Melayu Deli
Ronggeng Melayu adalah sebuah genre seni pertunjukan atau
pertunjukan budaya yang terdiri dari tarian sosial berpasangan. Tarian ini
dipertunjukkan oleh ronggeng wanita (bisa lebih dari satu) dan penonton
(bisa laki-laki dan juga perempuan), ditambah sekelompok pemusik yang
menyajikan lagu-lagu Melayu dan juga lagu-lagu etnik Sumatera Utara dan
populer dunia.42 Kesenian Ronggeng Melayu merupakan kesenian yang
sangat pintar. Kesenian ini merupakan penggabungan dari beberapa unsur
seni seperti : unsur seni tari, bernyanyi, musik, dan juga menggabungkan
unsur sastra didalam kesenian ini yaitu sastra berpantun. Kesenian
Ronggeng Melayu dikatakan kesenian yang sangat pintar karena kesenian
ini menampilkan sastra pantun yang diucapkan secara sepontan tanpa ada
latihan terlebih dahulu. Ronggeng adalah salah satu bentuk seni tari
pertunjukan tradisional yang pernah sangat populer dan digemari oleh
masyarakat di Kota Medan pada umumnya dan orang Melayu khususnya.43
41 Wiflihani; Agung Suharyanto, Teater Tradisional Melayu Makyong dalam Lintasan Sejarah dan Kekinian Di Sumatera Utara, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 2014, hlm. 139. 42 Muhammad Takari; Fadlin Muhammad Dja’far, Ronggeng dan Serampang Dua Belas Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Seni, (Medan : USU Press, 2014), hlm. 5. 43 Namira Yasmin; dkk, Rekonstruksi Ronggeng Melayu di Sumatera Utara (1992-2016), Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Pendidikan,2020, hlm 33-34.
24
Universitas Sumatera Utara
4. Tari Serampang Dua Belas
Suku Melayu mendiami Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai,
Kota Medan, yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Suku Melayu Deli
tinggal di daerah pesisir dan juga pinggiran sungai Deli dan Labuhan. Suku
Melayu Deli terkenal dengan seninya baik seni berpantun, teater dan seni
tari. Salah satu tarian yang sangat terkenal bagi suku Melayu adalah Tari
Serampang Dua Belas. Tari Serampang Dua Belas adalah salah satu karya
seni budaya kebanggaan suku Melayu. Tari Serampang Dua Belas adalah
tarian yang berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak
pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh
kedua orang tua sang dara. Oleh karena menceritakan proses bertemunya
dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan,
laki-laki dan perempuan.44
Tari Serampang Dua Belas yang berasal dari Sumatera Utara.
Pencipta Tari Serampang Dua Belas adalah Guru Sauti. Beliau dilahirkan
pada tahun 1903 di Pantai Cermin Sumatera Timur (Sekarang Pesisir Timur
Provinsi Sumatera Utara).45
44 Purnama Sari, Eksistensi Tari Serampang Dua Belas Pada Suku Melayu di Kampung Juani Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kabupaten Serdang Bedagai, Jurnal UNIMED, 2017, hlm. 1. 45 Sabri Gusmail, Tari Serampang Dua Belas Di Sumatera Utara Kajian Estetika Melalui Pendekatan Multikulturalisme, Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, Vol.4, No.1, April 2017, hlm. 96.
25
Universitas Sumatera Utara
5. Teater Bangsawan
Teater Bangsawan yang dahulunya bernama sandiwara bangsawan
ataupun opera bangsawan, menurut Umry dan kawan-kawan (1997), adalah
suatu bentuk pertunjukan sandiwara pada masa lalu yang khusus
dipentaskan di hadapan para raja, permaisuri, dan keluarga kerajaan
lainnnya. Ceritanya tentang seluk beluk dan perjalanan orang-orang istana.
Penontonnya tentunya juga kalangan bangsawan dan istana.46 Teater
Bangsawan sebuah kesenian yang masih bertahan dengan ciri
kemelayuannya, mengangkat cerita atau ide cerita, baik yang berasal dari
kisah nyata atau sejarah, hikayat, mitos, legenda, atau dongeng tentang
kehidupan yang terjadi dalam suatu kerajaan kehidupan tokoh-tokoh
bangsawan.47
Seni pertunjukan yang disebut sebagai bangsawan ini adalah
kesenian yang menggabungkan musik, lagu, tari, dan laga. Peralatan musik
yang mengiringi pementasannya terdiri atas : biola, akordion, gendang,
gong, harmonium, dan tambur. Ketika seni pertunjukan ini sedang
berlangsung, maka lagu-lagu yang mengiringinya, disamping lagu-lagu
46 Suyadi, Lakon Bangsawan Sumatera Utara, Tinjauan Sintaktika, Medan Makna Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan, Vol.XVII, No. 2, 2019, hlm. 184. 47 Hanny Oktaviani, Seni Teater Bangsawan Di Kecamatan Pemulutan Induk Kabupaten Ogan Ilir (Kajian Historis Dan Perkembangannya), Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2018, hlm. 5.
26
Universitas Sumatera Utara
yang sering dinyanyikan dalam joged atau tarian Zapin, adalah lagu-lagu
Stambul Dua, Stambul Opera, dan Dendang Sayang.48
6. Qasidah
Qasidah yaitu nyanyian solo tanpa iringan musik, menggunakan
teks-teks agama seperti dari kitab al-Barzanji. Qasidah adalah salah satu
bentuk seni islam.49 Tentunya tidak mengherankan apabila seni ini selalu
menampilkan lagu-lagu yang erat kaitannya dengan ajaran-ajaran islam.
Fungsi dari musik qasidah pada awalnya adalah hiburan bagi para santri,
dengan tujuan agar tetap mengingat dan memuji Allah SWT dan Rasul-Nya.
Qasidah modern dengan keyboard tunggal juga berfungsi sebagai seni
hiburan, ditambah dengan fungsi kesinambungan kebudayaan, identitas
sosial, dan ekonomi bagi pelaku seninya.50
7. Rodat (Barodah)
Kesenian Rodat adalah kesenian dari daerah pesisir yang didalamnya
terdapat pujian-pujian atau nyanyian yang bernafaskan Islam. Kesenian
Rodat yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan
yang kehidupannya masih sangat sederhana, merupakan warisan dari
kehidupan masyarakat secara turun-temurun.51
8. Hadrah
48 Op.Cit, hlm. 185. 49 Heristina Dewi, Musik, Lagu, Dan Melayu Sumatera Utara, Jurnal Pendidikan Sejarah, 2014, hlm 70. 50 Bambang Afrianto, Musik Qasidah : Dari Media Da’wah Menjadi Hiburan, Tesis USU, Tahun 2017, hlm. 15. 51 Dwi Haryadi, Bentuk dan Fungsi Kesenian Rodat Pada Upacara Ritual Potong Gembel Di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, Skripsi UNNES, Tahun 2013, hlm. 3.
27
Universitas Sumatera Utara
Hadrah yaitu nyanyian sekelompok pria yang disajikan dengan
tekhnik responsorial atau antiphonal, mempergunakan teks-teks religious
dengan iringan alat musik rebana berbentuk frame drum disertai dengan
tarian.
9. Marhaban
Marhaban merupakan seni suara warisa n Islam. Biasanya
masyarakat Melayu menanamkan bacaan ini dengan nama Marhaban. Acara
Marhaban ini dilakukan semasa membaca kitab Barjanzi pada bab keempat
yaitu apabila sampai rangkap yang kelapan pada ayat yang menyebut
baginda dilahirkan, pada ketika itu orang ramai pun berdiri sambil membaca
marhaban. Marhaban bertujuan mengingat Nabi Muhammad SAW serta
dapat menambah kemeriahan majlis yang diadakan.52 Marhaban juga
diadakan pada saat acara Perkawinan, Khitanan, dan Syukuran Anak yang
baru lahir, dibarengi juga dengan Tradisi Tepung Tawar. Alat musik yang
digunakannya pun amat khas dengan perpaduan Islam seperti : rebab,
accordion, gendang nobat, nafiri, serunai, gambus, ‘ud dan lain-lain.
10. Seni Mengirik Padi (Tari Ahoi)
Tari Ahoi adalah salah satu tari yang dimiliki oleh Suku Melayu.
Tari ini menceritakan tentang kegiatan mengirik padi para petani saat masa
panen tiba. Tari mengirik padi pada masyarakat Melayu merupakan hasil
kegiatan budaya yang diwujudkan dalam imitasi gerak-gerak kegiatan
bertani ketika panen. Para petani mengirik padinya sendiri atau
52 Abdul Basit Samat Darawi; Abdul Rahman Hamzah, Seni Barjanzi dan Marhaban : Sejarah dan Amalannya Dalam Masyarakat Melayu, ‘Ulum Islamiyyah Journal, Vol.14, Desembber 2014, hlm. 45.
28
Universitas Sumatera Utara
melakukannya secara berkelompok. Zaman dahulu sifat gotong royong itu
masih sangat diutamakan dalam masyarakat, saling membantu satu sama
lain agar pekerjaan mengirik padi cepat selesai.53
B. Karya Cipta Sastra
Karya sastra adalah sebuah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai sarananya. Karya sastra mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan pengarang sebagai refleksi pengarang atas realita kehidupan yang dilihat, dibaca, didengar, atau dialami. Karya sastra merupakan cerminan tentang kehidupan pengarang yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreativitas yang dimiliki pengarang dalam proses penciptaannya. Karya sastra dibangun dari struktur tanda-tanda yang bermakna.54 Bahasa dalam karya sastra menjadi alat untuk menimbulkan rasa khusus yang mengandung nilai estetik, selain sebagai sarana komunikasi, yang mampu menyampaikan informasi yang bermacam-macam kepada penikmatnya atau pembacanya. Aspek-aspek keindahan dalam karya sastra dapat ditinjau dari dua segi yang berbeda, yaitu segi bahasa dan keindahan itu sendiri.55
Salah satu ciptaan yang merupakan hasil kreativitas manusia adalah ciptaan dalam bidang karya sastra. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta, pada Pasal 40 mengatakan bahwa : “Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra...”( Undang-
53 Kartini CP Sitanggang, Makna Tari Ahoi Pada Masyarakat Melayu Langkat Di Kecamatan Sei Wampu, Skripsi UNIMED, 2015, hlm. 3. 54 Eri Duwi Agustina, Analisis Struktural-Semiotik Roman Un Appartment A Paris Karya Guillaume Musso, Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, 2018, hlm. 1. 55 Nuriana Istiqomah; dkk, Sikap Hidup Orang Jawa Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari, Jurnal Sastra Indonesia 3, No. 1, Tahun 2014, hlm. 1.
29
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, n.d). dalam hal ini sudah pasti karya sastra seharusnya dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.56
Berkaitan dengan pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) mengenai hak cipta yang merupakan sutau hak yang melindungi ciptaan manusia baik dibidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra. Regulasi atau peraturan mengenai perlindungan hak cipta diatur didalam pasal 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, menjelaskan bahwa yang disebut dengan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-
Undangan.57
Dalam hal karya sastra Tradisional merupakan karya yang bisa dikatakan sebagai karya cipta yang Penciptanya tidak diketahui, karena zaman dahulu masyarakat adat belum ada fasilitas pengetahuan akan hal ciptaan tersebut. Maka
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, membahas mengenai perlindungan hukum terhadap Karya Cipta yang tidak diketahui Penciptanya, yang terdapat dalam Pasal 39 ayat (1), yang menyatakan “Dalam ha1 Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman,
56 Helena Lamtiur Simangunsong; dkk, Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pembajakan Karya Sastra Novel Versi E-Book Di Tokopedia, Jurnal Notarius, Volume 13, Nomor 1, hlm. 444. 57 Vina Maulida, Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Karya Sastra Di Wattpad Yang Dipublikasikan Tanpa Seizin Pencipta, Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jember, Tahun 2019, hlm. 2.
30
Universitas Sumatera Utara
Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan
Pencipta”.
Sesuai dengan hasil wawancara oleh Tengku Muhar Omtatok selaku
Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan, adapun bentuk-bentuk Karya
Cipta Sastra Tradisional Suku Melayu Di Kota Medan (Melayu Deli) antara lain :
1. Legenda Putri Hijau
Legenda Puteri Hijau adalah salah satu karya sastra tradisi
masyarakat Melayu dan Masyarakat Karo di Sumatera Utara. Legenda
Puteri Hijau merupakan sebuah cerita rakyat Melayu Deli yang banyak
mengandung unsur sejarah dan mitos. Ada tiga etnis yang terlibat dalam
kisah heroik tanah Deli ini, yaitu etnis Melayu, Karo, dan Aceh. Bahkan
sebagian masyarakat Melayu Deli dan Karo menganggap kisah ini adalah
kisah yang keramat atau sacral yang betul-betul pernah terjadi di tanah Deli.
Mereka mengatakan bahwa Puteri Hijau masih hidup, tinggal bersama
kakaknya didasar laut sekitar Pulau Berhala. Legenda Puteri Hijau ini juga
dikaitkan dengan awal berdirinya kerajaan Deli. Puteri Hijau yang selalu
digambarkan dengan segala kosakata kecantikan, bertahan hingga kini
dalam dua versi. Versi pertama berasal dari catatan sejarah yang mirip cerita
lisan yang berkembang di masyarakat Melayu Deli. Versi kedua adalah
bersifat legenda. Kisah Puteri Hijau ini juga pernah ditulis dalam bentuk
Syair Puteri Hijau yang ditulis oleh A. Rahman tahun 1962.58
58 Sahril, Analisis Struktur Aktan Dan Model Fungsional Legenda Putri Hijau, Jurnal Medan Makna, Vol. XI No. 1, Tahun 2013, hlm. 8.
31
Universitas Sumatera Utara
2. Pantun
Suku Melayu Deli sebagian besar berada di Provinsi Sumatera Utara
dan mempunyai kebudayaan dan sastra sendiri. Mereka mempunyai
kebiasaan dan adat yang dijaga turun temurun. Salah satunya adalah Pantun
Melayu Deli.59 Pantun merupakan bentuk puisi dalam kesusastraan Melayu
yang paling luas dikenal di masyarakat. Kata Pantun mempunyai asal-usul
yang cukup panjang dengan persamaan dari bahasa Jawa yaitukata parik
yang berarti pari, artinya paribasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu.
Pantun merupakan sastra lisan yang pertama kali dibukukan oleh Haji
Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman
dengan Raja Ali Haji.60
Pantun Melayu Deli memegang peranan penting karena bentuk
sastra ini lazim mengandung nilai-nilai nasihat dan tunjuk ajar yang kental
dan bernas. Salah satu nilai yang dapat diperoleh dari bait-bait pantun
adalah nilai estetik atau keindahan. Pantun mengandung makna yang terkait
dengan nasihat, petuah, ajaran moral, budi pekerti mulia, nilai kebijakan,
keutamaan dan keluhuran yang dapat menuntun kearah yang lebih baik.61
Pada masa lalu pantun digunakan oleh masyarakat untuk melengkapi
59 Administrator, Pantun Melayu deli (Bagian 1), IndoSastra.com, diposting pada 26 Desember 2018, diakses pada tanggal 19 September 2020. 60 Bima Prana Chitra; Zainab MZ, Tindak Tutur Pantun Melayu Deli, Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 4 No. 2, Oktober tahun 2019, hlm. 491. 61 Fatimah Sari Siregar; Edy Suprayetno, Makna Estetik Pantun Pernikahan Melayu Deli, Jurnal Prodikmas Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 1, Desember 2017 – Juni 2018, hlm. 46-47.
32
Universitas Sumatera Utara
pembicaraan sehari-hari. Sekarang pun sebagian besar masyarakat Melayu
masih menggunakannya. Pantun dipakai oleh para pemuka adat dan tokoh
masyarakat dalam pidato, oleh para pedagang yang menjajakan
dagangannya, orang yang ditimpa kemalangan, orang yang ingin
menyatakan kebahagiaannya.62
3. Hikayat Deli
Hikayat Deli sebagai salah satu karya fiksi. Hikayat Deli berkisah
tentang bagaimana silsilah keturunan raja-raja yang pernah berkuasa di Deli,
termasuk kisah awal siapa yang sebenarnya mendirikan kerajaan Deli itu
untuk pertama sekali. Hikayat Deli yang disusun ini mengisahkan
bagaimana sepak terjang seorang tokoh yang dikenal juga sebagai peletak
dasar Kerajaaan Deli, yaitu Gojah Pahlawan. Gojah Pahlawan adalah
seorang putra dari Hindustan, tepatnya dari Deli Akbar. Beliau adalah
keturunan anak cucu dari Sultan Iskandar Zulkarnain. Gojah Pahlawan
mempunyai saudara yang bernama Muhammad Derekan, sedangkan beliau
sendiri sebenarnya bernama Muhammad Dalik. Oleh sebab itu, keberadaan
Hikayat Deli dapat juga dijadikan salah satu sarana untuk meneroka tentang
sejarah sissilah Kerajaan Deli.63
4. Legenda Datuk Megang
Tokoh pelaku utama dalam sastra ini adalah Datu Megang. Tokoh
pembantunya adalah Si Balut, lima pembantu, Pak Deman, Pak Syahir,
Syekh Yusuf, dan Sobana. Datu Megang meiliki sifat keras hati; semangat
62 Op.Cit, hlm. 492. 63 Sahril, Hikayat Deli, Meneroka Sejarah Lewat Fiksi, Jurnal Medan Makna, No. 3, Tahun 2006, hlm. 26-27.
33
Universitas Sumatera Utara
hidupnya tinggi, yakin pada usaha, selalu ingin berhasil dalam kehidupan,
tidak pemalas, pengasih kepada semua manusia, disegani dan dihormati
sebagai seorang pendekar. Dari isi cerita Datuk Megang, dapat diambil
gambaran kehidupan masyarakat Melayu Sumatera Utara. Datuk Megang
merupakan seorang lelaki Melayu yang tabah, tidak putus asa didalam
hidup, terus giat bekerja dan berusaha, memiliki sifat pengasih dan
penolong serta tidak sombong, ia selalu memberikan harta bendanya kepada
yang memerlukan, dan tidak suka dipuji, tidak suka kesedihan menimpa
beberapa kali. Datuk Megang merupakan ikon lelaki Melayu Sumatera
Utara yang lengkap kebaikannya.64
5. Legenda Sri Dayang atau Asal Mula Burung Balam
Pada zaman dahulu kala terdapat sebuah negeri antah berantah,
sebahagian besar rakyatnya kerja berladang untuk mencari makan sehari-
hari. Di negeri ini hiduplah seorang petani dengan anak tunggalnya yang
bernama Sri Dayang. Wajahnya cantik sekali tak ada bandingnya dan dia
juga sangat penurut kepada orang tuanya. Pada suatu hari pergilah emaknya
ke ladang dan tinggallah Sri Dayang seorang diri. Kalau orang sudah ke
ladang, maka kampung akan sunyi dan Sri Dayang tinggal seorang diri di
rumah dan dikuncilah dari luar hanya dari jendela saja dia melihat ke luar.
Setiap hari Sri Dayang ingin ikut pergi ke ladang karena dia sangat bosan
berada dirumah terus, tetapi orang tuanya tidak mengizinkannya dengan
berbagai alasan. Sri Dayang hatinya menjadi sangat sedih, kesunyian tidak
64 Muhammad Takari; Fadlin, Sastra Melayu Sumatera Urata, (Medan : Program Studi Magister Penciptaan Dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2018) hlm. 177-178.
34
Universitas Sumatera Utara
tertahankan olehnya lagi. Maka terbukalah hatinya dan meminta kepada
Tuhan. “Wahai... Tuhan jadikanlah aku manusia yang bebas, jangan terkurung saja begini, ingin sekali aku melihat indahnya ladang, lebatnya hujan, mengapalah aku selalu terkurung begini.” Kemudian masuklah asap kedalam rumahnya dan lama-kelamaan asap itu menjelma menjadi manusia, manusia itu adalah Datok Pertapa seorang yang sakti. Datok Pertapa mengetahui semua keluahnnya dan Sri Dayang meminta sebuah permintaan untuk menjadi seekor burung, biar dia bebas melayang-layang menyaksikan keindahan dunia ini. Kemudian Datung Pertapa tadi mengabulkan permintaannya dan berubahlah wujud Sri Dayang menjadi seekor Burung
Balam, dan terbanglah dia menuju emaknya ke ladang. Setelah melihat kejadian itu Emak dan Bapaknya pun menangis dengan sangat menyesal karena tidak pernah mengizinkan anaknya untuk ikut ke ladang dan meminta maaf kepada Sri Dayang dan untuk kembali lagi menjadi manusia.
Namun tidak bisa lagi karena Sri Dayang sudah disumpah tidak bisa berubah wujud lagi. Sri Dayang pun tidak menyesal, Cuma harap suatu hari nanti hendaknya manusia jugalah yang memelihara aku nanti. Oleh karena itulah orang-orang suka memelihara Burung Balam, jadi yang berbintik- bintik di leher Burung Balam itu adalah kalung yang diberi oleh emaknya dahulu.65
65 Op.Cit, hlm. 186-188.
35
Universitas Sumatera Utara
6. Legenda Tuan Puteri Pucuk Kelumpang
Cerita ini dimulakan pada zaman dahulu kala, ketika agama islam belum masuk ke wilayah Budaya Melayu. Tuan Puteri Pucuk Kelumpang ini merupakan anak dari seorang saudagar kaya dengan isterinya yang cantik jelita. Pada saat isteri saudagar ini mengandung, saudagar itu pergi berniaga ke negeri seberang selama dua belas tahun untuk kebahagiaan sekeluarganya di hari kelak. Sebelum saudagar itu pergi, dia berpesan kepada isterinya yang sedang mengandung, “isteriku, kalau anak kita lelaki berilah nama sesuai dengan nama-nama orang Melayu lazimya, kalau boleh
Awang Laksamana, namun kalau ia perempuan, sesuai dengan kebiasaan puak kita, maka bunuhlah dia dan tanamlah agar tidak membuat malu keluarga kita”. Kemudian pesan suaminya disetujui dan dipahami oleh isterinya. Seiring berjalannya waktu anak itu lahir dan melahirkan seorang anak perempuan, namun isterinya tidak membunuh anak tersebut serta tidak memenuhi pesan suaminya. Dua belas tahun pun berlalu, saudagar itu kembali pulang dan menanyakan kepada isterinya apakah anak yang dilahirkannya itu laki-laki atau perempuan, lantas isterinya menjawab perempuan dan menyatakan telah membunuh anak tersebut, isterinya pun berbohong pada saat itu. Lama kelamaan kemudian kebohongan itu diketahui sendiri oleh suaminya dan bergegas mencari anak tersebut ke puncak pohon kelumpang dan ingin membunuhnya. Setelah berjumpa dengan anaknya tersebut di pohon kelumpang, saudagar itu langsung menembaki anaknya tersebut. Saudagar melihat anaknya yang sangat cantik
36
Universitas Sumatera Utara
walau telah meninggal, ia bersedih, karena mengikut peraturan yang tidak
manusiawi ini dipegang oleh masyarakatnya. Akhirnya, ia pun berani
menentang aturan adat tersebut, dan menyatakan sejak detik ini, ia dan
keturunannya atau siapapun yang mau mendukungnya, agar tidak
membunuh anak perempuan. Hargailah mereka, karena tanpa adanya
perempuan, siapa yang akan meneruskan generasi keturunan manusia.66
C. Karya Cipta Kerajinan
Kerajinan adalah salah satu hal yang bernilai sebagai kreativitas alternatif, suatau barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan. Umumnya, barang kerajinan banyak dikaitkan dengan unsur seni yang kemudian disebut seni kerajinan.67 Kerajinan adalah barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan
(seperti tikar, anyaman, dan sebagainya); barang-barang sederhana, biasanya mengandung unsur seni; dapat pula didefinisikan sebagai usaha kecil-kecilan yang dikerjakan di rumah. Sementara itu, kerajinan tangan adalah kegiatan membuat barang-barang sederhana dengan menggunakan tangan.68
Seni kerajinan adalah implementasi dari karya seni kriya yang telah di produksi secara massal (mass product). Produk massal tersebut dilakukan oleh para pengrajin. Terdapat kelompok-kelompok pengrajin sebagai home industry yang banyak berkembang di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini sebagai bagian
66 Op.Cit, hlm. 189-191. 67 Timbul Raharjo, Seni Kriya & Kerajinan, (Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2011), hlm. 15. 68 Dade Mahzuni; dkk, Pengembangan Kerajinan Tangan Berbasis Kearifan Budaya Di Pakenjeng Kabupaten Garut, Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 6, No. 2, Juni 2017, hlm. 102.
37
Universitas Sumatera Utara
ekonomi kerakyatan. Oleh pemerintah pun digolongkan pada jenis Usaha Kecil
Menengah (UKM).69
Seni kerajinan adalah sebuah karya seni yang tercipta dari tangan-tangan terampil, juga merupakan simbol dan identitas budaya yang tak ternilai harganya.
Kerajinan juga merupakan aset budaya sekaligus juga aset pariwisata. Produk kerajinan mempunyai peran yang tidak sedikit dalam upaya mendongkrak perekonomian rakyat dan kunjungan wisatawan. Produk-produk kerajinan khas daerah-daerah di Indonesia sudah mendapat tempat di hati para wisatawan, baik wiasatawan nusantara maupun mancanegera.70
Cukup banyak macam-macam tekhnik seni kerajinan tangan yang dilakukan secara manual berdasarkan keterampilan tangan pengrajin; atau teknik pembuatan kerajinan tangan melalui bantuan peralatan mesin. Diantaranya teknik seni kerajinan tersebut yaitu : Menganyam, Mengukir, Menjahit, Mengikat,
Merangkai-Meronce, Merajut, Menempel, Menyulam, Membatik, Melipat,
Membutsir, Pilin, Putar, Mencetak, Sablon, Melukis, Menoreh, Membubut.71
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai macam keanekaragaman budaya, di masing-masing daerahnya, memiliki ciri khas dan karya seni dan produk kerajinan tradisional masing-masing daerah yang
69 Op.Cit, hlm. 15. 70 Muhajirin, Dasar-Dasar Kerajinan, Pengenalan Jenis Karya Seni Kerajinan Berdasarkan Bahan Dan Tekniknya, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staffnew.uny.ac.id/upload/13321 02200/pendidikan/DASAR-DASAR, diakses pada tanggal 20 September 2020. 71 Sumanto; Sukamti, Keragaman Jenis Dan Model Produk Home Industry Kerajinan Tangan Sebagai Sumber Belajar Di Sekolah Dasar, Jurnal Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, Vol. 27, No. 1, Mei 2018, h lm. 51.
38
Universitas Sumatera Utara
diwariskan oleh nenek moyang.72 Suatu karya seni serta produk kerajinan tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun, maka perlindungan Hak
Cipta atas karya tradisional suatu daerah akan dipegang oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta (Sekarang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta), yang menyatakan “Negara memegang Hak Cipta atas Folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, contohnya, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya". dij”laskan bahwa yang dimaksud dengan folklore adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun termasuk hasil seni antara lain berupa : lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.73
Sesuai dengan hasil wawancara oleh Tengku Muhar Omtatok selaku
Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan, adapun bentuk-bentuk Karya
Cipta Kerajinan Tradisional Suku Melayu Di Kota Medan (Melayu Deli) antara lain :
72 Mayana; Ranti Fauza, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hlm. 14. 73 Inayah, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum terhadap Produk Kerajinan, Legal Standing Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.2, September 2020, hlm. 89.
39
Universitas Sumatera Utara
1. Tengkuluk
Tengkuluk adalah penutup kepala dan sering disebut Takuluk atau
Kuluk. Selain berfungsi sebagai salah satu pelengkap busana tradisional, tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara formal, pesta adat serta pelindung kepala saat di sawah. Seiring bergulirnya waktu, fungsi tengkuluk tidak hanya sekedar penutup kepala saja, tetapi menjadi lebih kompleks, sebagai alat atau penunjuk agama dan status sosial. Hingga kini, tengkuluk masih tetap setia menjadi simbol keharusan dan keluhuran budi pria Melayu
Deli. Hingga saat sekarang tengkuluk dalam bentuk asli masih dipakai oleh orang-orang tua di dusun-dusun, yang mana penggunaan tengkuluk yaitu dengan melilitkan kain diatas kepala sesuai dengan fungsinya, tanpa menggunakan peniti ataupun jarum. Cerminan keluhuran budi terlihat pada saat pria Melayu Deli hendak keluar rumah mereka tetap akan menutup kepala mereka. Didalam islam ini diwajibkan karena menutup kepala itu wajib. Di dalam adat ini mencerminkan kesopanan dan penghormatan terhadap nenek, mamak dan keluarga lainnya. Karena jika pria Melayu Deli keluar rumah tanpa menutup kepala pada masa itu dianggap sebagai pria yang tidak punya kesopanan, selain itu cerminan keluhuran budi pria
Melayu Deli juga terlihat pada saat keluarga menerima tamu baik dari keluarga dekat maupun keluarga jauh sehingga si pria terlihat dalam kegagahan.74
74 Moyang Kelleng Kabeakan, Op.Cit, hlm. 51-52.
40
Universitas Sumatera Utara
2. Tepak Sirih
Tepak Sirih merupakan salah satu icon Melayu yang sangat
menonjol. Tepak sirih merupakan kelengkapan yang selalu hadir dalam
setiap upacara dan perhelatan, baik di instansi-instansi pemerintahan, di
kalangan adat, maupun di masyarakat umum. Tepak sirih dihanturkan
sebagai simbol penghormatan pada acara penerimaan tamu,
meminang/pernikahan, penganugerahan gelar adat atau pada berbagai acara
lainnya.75 Salah satunya yang sering digunakan adalah untuk properti utama
dan satu-satunya dalam Tari Persembahan, nantinya tepak sirih tersebut
akan dipersembahkan atau diberikan kepada tamu kehormatan pada akhir
tarian. Adapun isi dari tepak sirih tersebut antara lain :
a. Daun sirih secukupnya tersusun rapi dalam keadaan terlungkup
dengan gagangnya mengarah keatas.
b. Lima atau tiga bungkus sirih yang telah dikapuri, siap untuk
dijamah dan disantap.
c. Kapur sirih se-cembul.
d. Pinang diracik se-cembul.
e. Tembakau se-cembul.
f. Kacip sebuah.76
75 Dispusip Kota, Tepak Sirih Riau (Sinopsis Buku), 24 April 2018, https://dispusip.pekanbaru.go.id/tepak-sirih-riau/ diakses pada tanggal 20 September 2020. 76 Fatia Kurniati; Kuswarsantyo, Makna Filosofis Tari Persembahan Dan Kaitannya Terhadap Karakter Masyarakat Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Jurnal Imaji, Vol. 16, No. 1, April 2018, hlm. 30.
41
Universitas Sumatera Utara
3. Songket Deli
Songket adalah salah satu dari unsur busana Melayu tradisional.
Secara sosiobudaya songket ini dipergunakan dalam berbagai keperluan
orang Melayu. Secara lebih dalam pula, songket meiliki fungsi-fungsi
sosial. Songket juga berguna sebagai untuk kain samping, Dester,
Selendang, alat rumah tangga dan juga sebagai busana pengantin.77 Selain
penggunaan, maka secara nyata songket juga memiliki sumbangan fungsi
yang lebih dalam pada kebudayaan melayu secara umum. Fungsi ini akan
memberikan konsistensi internal ke dalam budaya Melayu, yang akhirnya
dapat mencapai kekekalan budaya Melayu. Fungsi-fungsi yang
disumbangkan oleh budaya tenunan songket itu adalah, Sebagai penjaga
kontinuiti dan stabiliti Budaya Melayu; Sebagai pengungkap sistem estetika;
Sebagai pengungkap nilai-nilai; Sebagai wahana integrasi dan masuknya
seseorang menjadi Melayu; Sebagai penguat identiti Melayu; Sebagai
petunjuk Strata Sosial; Sebagai ungkapan rasa cinta.78
4. Pulut Balai
Balai atau sering juga disebut dengan Pulut Balai, balai memiliki
empat kaki seperti meja disetiap tingkatnya ada yang 3,5,7 dan 9 tingkatan
ini disesuaikan dengan tingkat kedudukan dan posisi pemilik balai. Adapun
tingkat kedudukan dan posisi pemilik balai terdiri atas keturunan biasa dan
keturunan bangsawan tingkat balai menunjukkan strata sosial
77 Muhammad Takari, Busana Pengantin Melayu Sumatera Utara Dalam Konteks Kebudayaan, Makalah USU, hlm. 12. 78 Muhammad Takari; Fadlin, Budaya Songket Di Sumatera Utara : Fungsi Sosial, Organisasi, Dan Ekonomi, Makalah USU, hlm. 6-10.
42
Universitas Sumatera Utara
penggunaannya seperti raja-raja, keturunan raja, bangsawan dan rakyat
biasa. Setiap tingkat balai berisikan pulut yang sudah dimasak, balai untuk
kalangan kerajaan dan bangsawan memiliki 2 macam warna yaitu balai
kuning dan putih, akan tetapi pada zaman dahulu rakyat biasa hanya
menggunakan balai berwarna pink, biru, merah, emas, dan ungu namun
zaman sekarang rakyat biasa juga bisa menggunakan balai kuning dan putih.
Setiap tingkat balai dihias dengan memancakkan bunga merawal yang ada
disekeliling balai dan didalam tempat bunga merawal diletakkan telur yang
sudah direbus biasanya tempat ini terbuat dari kertas yang di bentuk-bentuk
bunga merawal dan telur dipancakkan ditingkat kedua sedangkan bendera
dipancakkan pada tingkat ketiga disekeliling balai.79
5. Badik Tumbuk Lada
Badik Tumbuk Lada merupakan salah satu senjata tajam yang
digunakan masyarakat Melayu pada umumnya untuk berperang pada zaman
dahulu. Badik Tumbuk Lada ini biasanya dibubuhi dengan racun, bentuknya
menyerupai keris tapi lebih pendek.80
6. Keris Khas Deli
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan
tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di
79 Liza Amelia, Fungsi Dan Makna Balai Pada Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, Skripsi Sarjana USU, Tahun 2017, hlm 17-19. 80 Dedi Arman, Pedang Melayu, Senjata Tradisional dari Riau, Artikel dari situs resmi kebudayaan.kemendikbud.go.id, 24 Desember 2019, diakses pada tanggal 20 September 2020.
43
Universitas Sumatera Utara
kawasan Nusantara bagian barat dan tengah.81 Sebagian besar dari kita
sering menganggap bahwa keris hanya ada di Jawa, maka sebaiknya coba
menjelajahi ke daerah Sumatera atau negeri Jiran Malaysia, pasalnya dalam
budaya masyarakat daerah tersebut kita juga akan menemukan keris sebagai
warisan dari leluhur merek. Keris juga dapat ditemukan dalam budaya
masyarakat Melayu Riau dan Melayu di Sumatera Timur termasuk Melayu
Deli, kerisnya memiliki keunikan tersendiri, yaitu jumlah luk (lekukan)
yang sedikit serta ukiran pada gagang dan sarungnya yang lebih banyak
bermotif flora.
81 Siska Rahmawati; dkk, Peristilahan Persenjataan Tradisional Masyarakat Melayu Di Kabupaten Sambas, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Untan Vol. 5, No. 6, Tahun 2011, hlm. 2.
44
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PENGATURAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK CIPTA ATAS KARYA
CIPTA TRADISIONAL
A. Pemegang Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.82
Menurut Vollmar, setiap makhluk hidup mempunyai apa yang disebut wewenang berhak yaitu kewenangan untuk membezit (mempunyai) hak-hak dan setiap hak tentu ada subjek haknya sebagai pendukung hak tersebut. Setiap ada hak tentu ada kewajiban. Setiap pendukung hak dan kewajiban disebut subjek hukum yang terdiri atas manusia (natuurlijk person) dan badab hukum
(rechtspersoon).83
Prof. Mahadi menulis, “Setiap ada subjek tentu ada objek, kedua-duanya tidak lepas satu sama lain, melainkan ada relasi (hubungan), ada hubungan antara yang satu dengan yang lain”. Selanjutnya beliau mengatakan hubungan itu namanya eigendom recht atau hak milik. Selanjutnya menurut Pitlo, sebagaimana dikutip oleh Prof. Mahadi menuliskan bahwa, “... disatu pihak ada seseorang (atau kumpulan orang/badan hukum), yakni subjek hak, dan pada pihak lain ada benda yaitu objek hak”. Dengan kata lain kalau ada sesuatu hak maka hasrus ada benda,
82 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang N0. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 83 H. OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 70.
45
Universitas Sumatera Utara
objek hak, tempat hak itu melekat, dan harus pula ada orang subjek yang mempunyai hak itu.84
Jadi jika kita kaitkan dengan hak cipta, maka yang menjadi subjeknya ialah pemegang hak yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah memperoleh hak untuk itu. Yaitu dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat, atau pihak lain dengan perjanjian. Sedangkan yang menjadi objeknya ialah benda yang dalam hal ini adalah hak cipta, sebagai benda immateril.85
Dalam Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014), membedakan penggolongan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta dalam beberapa kualifikasi, sebagai berikut :
a. Pencipta
Biasanya, pencipta suatu Ciptaan merupakan Pemegang Hak Cipta atas
Ciptaanya. Dengan kata lain, Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta itu sendiri
sebagai Pemilik Hak Cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari
Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut
diatas.86
Yang dianggap sebagai pencipta, yaitu orang yang namanya :
1) Disebut dalam Ciptaan;
2) Dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;
3) Disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau
84 Ibid. 85 Ibid. 86 Tim Lindsey; dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Alumni, 2011), hlm. 110.
46
Universitas Sumatera Utara
4) Tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.87
5) Seseorang yang berceramah tidak menggunakan bahan atau
secara tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa
penciptanya88 b. Dua Orang atau Lebih
Jika suatu Ciptaan diciptakan oleh beberapa orang, maka yang
dianggap sebagai penciptanya :
1) Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh
Ciptaan yang bersangkutan atau penghimpunnya;
2) Perancang Ciptaan yang bersangkutan.89 c. Lembaga atau Instansi Pemerintah
Seseorang karyawan “pegawai negeri sipil” yang dalam hubungan
dinasnya dengan Instansi Pemerintah menciptakan suatu Ciptaan dan Ciptaan
tersebut menjadi bagian dari tugas sehari-hari karyawan tersebut, tidak
dianggap sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, kecuali bila
diperjanjikan lain antara Pencipta dengan Instansi Pemerintah tempatnya
bekerja. Yang menjadi Pemegang Hak Cipta adalah Instansi Pemerintah yang
untuk dan dalam dinas pegawai negeri sipil Ciptaan itu dikerjakan, dengan
tidak mengurang hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas
sampai keluar hubungan dinas.90
87 Pasal 31 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 88 Pasal 32 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 89 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 116. 90 Tim Lindsey; dkk, Op.Citt, hlm. 110-111.
47
Universitas Sumatera Utara
d. Pekerja Lepas (Freelancers)
Hak cipta atas suatu ciptaan yang dibuat berdasarkan pesanan berada
ditangan yang membuat Ciptaan itu. Yang membuat Ciptaan itu dianggap
sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali diperjanjikan lain antara
kedua belah pihak.91 e. Badan Hukum
Dalam hal badan hukum melakukan Pengumuman, Pendistribusian,
atau komunikasi atas Ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut,
dengan tanpa menyebut seseorang sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai
Pencipta yaitu badan hukum.92 f. Negara
Negara Republik Indonesia adalah pemegang hak cipta atas ekspresi
budaya tradisional, seperti yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi “Hak
Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”.93
Negara adalah juga Pemegang Hak Cipta untuk kepentingan Pencipta
atas Ciptaan yang tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum
diterbitkan. Lain halnya untuk ciptaan yang diterbitkan tetapi tidak diketahui
Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tercantum nama samaran
Penciptanya. Dalam hal yang demikian, Penerbit adalah Pemegang Hak Cipta
atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. Terhadap suatu ciptaan
yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau
91 Ibid. 92 Pasal 37 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 93 Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
48
Universitas Sumatera Utara
Penerbitnya, Negara untuk kepentingan Penciptanya menjadi Pemegang Hak
Cipta.94
Indonesia menetapkan perlindungan hak cipta diberikan pada ciptaan yang bersifat pribadi dengan persyaratan yang memenuhi keaslian, berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kreativitas (creativity) dan dalam bentuk yang khas. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa konsep yang digunakan dalam perlindungan hak cipta yang digunakan di Indonesia adalah adanya “ciptaan yang bersifat pribadi” yang dalam konsep Negara civil law disebut dengan natural person. Ciptaan yang bersifat pribadi ini yang kemudian tidak terdapat didalam sebagian folklor sebagai ekspresi budaya tradisional yang ada di Indonesia.
Selama ini folklor muncul, tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat komunal, sehingga tidak bisa diklaim sebagai milik individu atau individu tertentu.95 Jadi dapat dikatakan bahwa Karya Cipta Tradisional ini dimiliki oleh masyarakat komunal atau sekelompok orang yang ada selalu berlangsung secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang berikutnya dan Pemegang
Kepemilikan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara.
Bahwa didalam Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 menjelaskan mengenai kewajiban negara untuk memajukan kebudayaan Indonesia , dengan berbunyi sebagai berikut “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Perlindungan terhadap Pengetahuan
94 Tim Lindsey; dkk, Op.Cit, hlm. 112-113. 95 Arif Lutviansori, Op.Cit,, hlm. 103.
49
Universitas Sumatera Utara
Tradisional dan ekspresi budaya tradisional ini akan berkaitan dengan peran negara dalam mewujudkan cita hukum Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia;
2. Negara berhak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat;
3. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdsarkan kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan;
4. Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.96
Selanjutnya Negara memegang hak cipta atas folklor atau ekspresi budaya tradisional dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Ketentuan ini sangat penting terutama karena masalah ekspresi folklore merupakan satu dari tiga isu penting secara internasional akhir-akhir ini.97
B. Prosedur Pendaftaran Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta
Tradisional
Di Indonesia, pendaftaran karya ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Timbulnya perlindungan suatau ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena
96 Muthia Septarina, Op.Cit, hlm. 56-57. 97Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung : PT. Alumni, 2005), hlm. 118.
50
Universitas Sumatera Utara
pendaftaran.98 Namun demikian, dianjurkan kepada pencipta maupun pemegang hak cipta untuk mendaftarkan ciptaannya, karena Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat diadakan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut.99
Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta atau kuasa kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melaui Direktorat Jenderal
HaKI dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya. Terhadap permohonan pendaftaran ciptaan tersebut, Direktorat Jenderal HaKI akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.100
Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran ciptaan ini telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.01-HC.03.01 Tahun 1987, tentang
Pendaftaran Ciptaan. Berdasarkan ketentuan ini, permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat
Jenderal HaKI, dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Dengan surat dua rangkap;
b. Ditulis dalam bahasa Indonesia;
c. Diatas kertas folio ganda;
d. Lembaran pertama dibubuhi materai tempel;
98 Haris Munandar; Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya, (Bandung : Erlangga, 2008), hlm. 24. 99 Eddy Pelupessy, Hak Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights, (Malang : CV. Cita Intrans Selaras, 2017), hlm. 11. 100 Rachmadi Usman, Op.Citt, hlm. 139.
51
Universitas Sumatera Utara
e. Ditandatangani oleh pemohon atau pemohon-pemohon atau oleh kuasanya
yang khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan tersebut; dan
f. Disertai contoh ciptaan atau penggantinya.101
Dalam surat permohonan tersebut berisi :
a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;
c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;
d. Jenis dan judul ciptaan;
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan unt uk pertama kali;
f. Uraian ciptaan rangkap tiga.102
Permohonan pendaftaran ciptaan ini dapat diajukan melalui pos atau langsung menghadap sendiri di Direktorat Jenderal HaKI, dengan melampirkan :
a. Surat permohonan pendaftaran ciptaan yang ditulis dengan lengkap dan
benar dalam rangkap dua;
b. Contoh ciptaan atau penggantinya;
c. Bukti kewarganegaraan dari pencipta maupun pemegang hak cipta, seperti
fotocopy kartu tanda penduduk, pasport, SKBRI dan sebagainya;
d. Salinan atau turunan resmi akta pendirian badan hukum bila yang
memohon bad an hukum, berupa fotocopy akta pendirian badan hukum
yang bersangkutan yang dilegalisir oleh notaris;
101 Ibid, hlm. 140. 102 Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek, (Bandung : CV. Yrama Widya, 2002), hlm. 21.
52
Universitas Sumatera Utara
e. Bukti pemindahan hak atas ciptaan tersebut dari pencipta kepada
pemegang hak cipta, berupa yang asli atau salinanya yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang;
f. Surat kuasa, apabila surat permohonan ditandatangani oleh seorang kuasa.
Kuasa disini harus warganegara Indonesia dan bertempat tinggal didalam
wilayah Republik Indonesia;
g. Biaya permohonan pendaftaran suatu ciptaan sesuai dengan yang
ditetapkan Pemerintah;
h. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan ini dapat
dijumpai dalam Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor M.02.HC.03.01
Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan
Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar;
i. Apabila pemohonnya lebih dari seorang, nama-nama pemohon harus
ditulis semuanya dengan disertai tanda tangan dengan menetapkan satu
alamat pemohon.
Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan saja, yang berarti pula tidak dapat diajukan bermacam-macam ciptaan dalam satu surat permohonan. Surat permohonan tersebut ditandatangani oleh pemohon atau pemohon-pemohon dalam hal penciptanya lebih dari satu orang atau oleh kuasanya yang khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan tersebut disertai contoh ciptaan atau penggantinya dan bukti tertulis yang menerangkan tentang kewarganegaraannya.103
103 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 95.
53
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan prosedur pendaftaran hak cipta atas karya cipta tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional, tidak perlu didaftarkan langsung secara individu, karena Negara dalam hal ini yang akan bertanggung jawab untuk memegang hak kepemilikan atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta, maka dengan upaya pemerintah dalam melindungi karya cipta di bidang ekspresi budaya tradisional adalah dengan menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana yang diatu dalam pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta.
Mengingat banyaknya ekspresi budaya tradisional yang ada di Indonesia, maka berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Tentang Data
Kekayaan Intelektual Komunal dalam pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa inventarisasi dilakukan oleh Menteri dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan/atau pemerintah daerah.104
Inventarisasi merupakan salah satu langkah Defensive Protection
(perlindungan secara defensif). Defensive Protection ini dimaksud sebagai upaya agar tidak terjadi penggunaan secara melawan hukum kebudayaan tradisional suatu masyarakat. Langkah-langkah yang dilakukan oleh berbagai negara dan komunitas masyarakat dalam memanfaatkan Defensive Protection ini adalah dengan membangun database berkaitan dengan kebudayaan negerinya. Sehingga,
104 I Kadek Anjas Pajar Sedayu; dkk, Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional Terhadap Tabuh Telu Buaya Mangap Di Kabupaten Gianyar, Makalah Ilmiah Ringkasan Skripsi Universitas Udayana, hlm. 8.
54
Universitas Sumatera Utara
database ini dapat digunakan sebagai dokumen pembanding (prior art) ketika ada klaim terhadap pengetahuan tradisional yang dimaksud.105
C. Jangka Waktu Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional
Sejarah perkembangan hak cipta di Indonesia sama seperti di luar negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (sciences) dan teknologi.
Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikianlan jika kita lihat dalam Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UHC 1982, dibatasi hanya 25 tahun. Kemudian dalam UHC No.7 Tahun 1987 dan UHC
No.12 Tahun 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention (sebelum direvisi) tahun 1967yang kita ketahui diadopsi oleh Auteurswet 1912. Perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing kedalam budaya hukum Indonesia.106
Pada dasarnya Undang-Undang Hak Cipta, mengenal 3 (tiga) ketentuan jangka waktu perlindungan hak cipta. Hal itu diatur dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 61 Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, sebagai berikut :
Pertama, jangka waktu selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Yang memperoleh perlindungan selama life time plus 70 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan atau
105 Danu Rachmanullah; dkk, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, Jurnal Pactum Law Journal, Vol 1 No. 04, 2018, hlm. 356. 106 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 107.
55
Universitas Sumatera Utara
derivatif.107 Di antaranya, buku, pamflet, dan semua hasrl karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; aiat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrali, seni pahat, patung, atau kolase; karya arsitektur; peta; dan karya seni batik atau seni motif lain.108Apabila ciptaan dimaksud dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung hingga 70 tahun sesudahnya.109 Ketentuan ini juga berlaku bagi ciptaan yang dimiliki badan hukum tetapi jangka waktunya selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Kedua, jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan diumumkan. Jenis-jenis ciptaan yang dilindungi selama 50 tahun ini meliputi, karya fotografi; Potret; karya sinematografi; permainan video; Program
Komputer; perwajahan karya tulis; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli.110 Perlindungan selama 50 tahun juga berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang Hak Ciptanya
107 Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 80. 108 Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 109 Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 110 Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
56
Universitas Sumatera Utara
dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) dan ayat
(3), yang menyatakan “Dalam hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan
Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta” dan “Dalam hal Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Pencipta dan pihak yang melakukan
Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta”. Demikian pula Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.
Ketiga, tanpa batas waktu. Perlindungan abadi ini diberikan untuk folklor atau ekspresi budaya tradisional dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, dan karya seni lainnya. Hak cipta atas ciptaan-ciptaan seperti itu dipegang oleh negara. Perlindungan secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral khususnya Paternity Right sebagaimana diatur dalam pasal
57 ayat (1).111 Mengenai hak moral dalam kaitan hak untuk menuntut agar nama pencipta tetap tercantum dalam ciptaannya tidak memiliki batas waktu.
Sedangkan hak moral berkenaan dengan larangan untuk mengubah suatu ciptaan atau perubahan judul dan anak judul ciptaan berlaku selama berlangsungnya jangka waktu perlindungan atas ciptaan tersebut.112
111 Henry Soelistyo, Op.Cit, hlm. 81. 112 Achmad Zen Umar Purba, Op.Cit, hlm. 123.
57
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya Undang-Undang Hak Cipta yang mengenai ekspresi budaya tradisional diatur didalam pasal 38 ayat (1), menyatakan bahwa “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”, dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional, Hak Ciptanya di pegang oleh Negara, dan dengan jangka masa berlakunya tanpa batas waktu sesuai dengan ketentuan pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta.
Disisi lain negara juga sebagai pemegang hak cipta dalam satu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, sebagaimana yang diatur dalam pasal 39 ayat
(1), yang menyatakan “Dalam ha1 Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan
Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta”. Termasuk adalah ekspresi budaya tradisional yang ciptaannya itu diterbitkan, namun tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptanya, maka jangka waktu perlindungan hukumnya adalah berlaku selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum dan hak ciptanya dipegang oleh
Negara untuk kepentingan Pencipta.
D. Dasar Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional
Sejak 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa telah diberlakukan Konvensi Bern 1886, yang ditujukan bagi perlindungan ciptaan- ciptaan di bidang sastra dan seni, dan dapat dikatakan bahwa Konvensi Bern ini adalah suatu pengaturan perlindungan hukum hak cipta yang dianggap modern
58
Universitas Sumatera Utara
untuk waktu itu.113 Dalam Konvensi Bern, objek perlindungan Hak Cipta terdiri sari karya sastra, ilmu, dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmu, dan seni dengan cara atau bentuk pengungkapan apa pun. Di samping karya asli dan
Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan (salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen, musik, karya fotografis. Perlindungan juga diberikan kepada para pencipta atau pemegang hak. Para pencipta memperoleh perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. Artinya, para pencipta merupakan warga negara dari salah satu negara yang terikat pada konvensi memperoleh perlindungan di negara-negara yang tergabung dalam Uni ini.114
Kecenderungan negara-negara Eropa Barat untuk menjadi peserta pada
Konvensi ini, hal ini yang mendorong kerajaan Belanda untuk memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku sejak 1881, dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912, yang dikenal dengan Auteurswet 1912. Tidak lama setelah pemberlakuan undang-undang ini, kerajaan Belanda mengikatkan diri tanggal 1 April 1913 pada Konvensi Bern
1886 dengan beberapa reservation.115
Indonesia sebagai koloni kerajaan Belanda, kedudukannya dalam hubungan
Internasional dan pengaturan hukum nasionalnya sebagai negara jajahan ditentukan dan bergantung sepenuhnya kepada kerajaan Belanda. Dengan kondisi demikian ini, hukum positif tentang hak cipta yang secara formal berlaku di
113 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 53. 114 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 35-36. 115 Loc.Cit.
59
Universitas Sumatera Utara
Indonesia pada zaman penjajahan kerajaan Belanda adalah A.W. 1912 (Set van
23September 1912, Staatsblad 1912-600) mulai berlaku 23 September 1912.116
Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan sekaligus mengundangkan UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam
Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15.117 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1982 ini menggantikan Auteurswet 1912, yang dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita hukum nasional. Selain itu, hal ini dilakukan demi mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan, kecerdasan dan kehidupan bangsa
Indonesia.118
Dalam waktu lima tahun sejak pengundangannya, Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta telah mengalami perubahan pada tahun 1987.
Mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang kemudian disusun dan disahkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta.119 Yang menjadi latar belakang perubahan tersebut karena meluasnya pelanggaran hak cipta, dengan pengamatan terhadap keadaan yang mendorong pelanggaran secara lebih besar untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang
116 Ibid, hlm. 54. 117 Ibid, hlm. 55. 118 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 58. 119 Ibid, 60.
60
Universitas Sumatera Utara
besar secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pemilik/pemegang hak cipta.120
Pada tahun 1997, UU Hak Cipta Indonesia direvisi menjadi Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta, guna mengarahkan hukum Indonesia memenuhi kewajibannya pada TRIPs. Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta
(neighbouring rights) secara khusus diakui dan dilindungi dalam bagian UU baru tersebut. Walaupun demikian, banyak karya yang dianggap termasuk dalam hak- hak yang berkaitan dengan Hak Cipta ternyata diikutsertakan dalam pasal umum mengenai kategori karya-karya yang hak ciptanya dilindungi.121 Disamping itu, pada tahun 1997 juga dengan Keppres No. 18 Tahun 1997, Indonesia mengesahkan Bern Convention for The Protection of Literary and Artistic Works
(Konvensi Bern tentang Perlindungan Kesusasteraan dan Artistik), berikut beberapa traktat dan perjanjian internasional lainnya dalam bidang HAKI, yang kesemuanya ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997, antara lain sebagai berikut :
Keppres No. 15 Tahun 1997, tentang Perubahan Keppres No. 24 Tahun
1979 tentang Konvensi Paris untuk Perlindungan Kekayaan Industri/
Paris Convention For The Protection of Industrial Property.
Keppres No. 16 Tahun 1997, tentang Traktat Kerja Sama Paten/ Patent
Cooperation Treaty.
Keppres No.17 Tahun 1997, tentang Traktat Undang-Undang Merek/
Trademarks Law Treaty.
120 Loc.Cit, hlm. 58. 121 Tim Lindsey; dkk, Op.Cit, hlm. 93-94.
61
Universitas Sumatera Utara
Keppres No. 18 Tahun 1997, tentang Konvensi Bern untuk
Perlindungan Karya Seni dan Sastra/ Bern Convention for The
Protection of Literary and Artistic Works.
Keppres No. 19 Tahun 1997, tentang WIPO Copyright Treaty
(Perjanjian Internasional Hak Cipta WIPO, disingkat WCT).122
Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia dilatarbelakangi karena keikutsertaan dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related
Aspect of Intellectual Property Right (Persetujuan Tentang Aspek-Aspek Dagang
Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs.123 Walaupun perubahan pengaturan Hak Cipta melalui UUHC 1997 telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesusai dengan perjanjian TRIPs, masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya
Intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya bangsa Indonesia.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas dan pengalaman dalam melaksanakan UUHC 1997, dipandang perlu untuk mengganti UUHC dengan yang baru yakni, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.124
Lalu disadari karena kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman etnik/suku dan budaya dan kekayaan dibidang seni dan sastra, serta
122 Suyud Margono, Op.Cit. hlm. 66-67. 123 Ibid, hlm. 69. 124 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 70-71.
62
Universitas Sumatera Utara
pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan sosial, maka dibentuklah Undang-Undang Hak Cipta yang baru, yakni Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta agar sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.
Terkait dengan dasar hukum perlindungan terhadap kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional dalam hal ini sebagai ekspresi budaya tradisional atau pengetahuan budaya tradisional, diatur sebagaimana ditentukan dalam BAB V
Tentang Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan Yang Dilindungi, Pasal 38 ayat
(1) sampai (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi :
(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.
(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi
budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat pengembannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh
Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.125
125 Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
63
Universitas Sumatera Utara
Terhadap Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 38 ayat (4)
UU No. 28 Tentang Hak Cipta tersebut, sampai saat ini belum ada Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang Ekspresi Budaya Tradisional, tentunya hal tersebut menjadi kendala dalam pelaksanaanya.126 Padahal sesuai dengan amanat pasal 125 Undang-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta, yang menyatakan
”Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2
(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan”,127 seharusnya saat ini telah ditetapkan dan Peraturan Pemerintah tersebut dapat diberlakukan di
Indonesia.
Selain dalam hal itu, pada tahun 2016, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan
Peraturan Pemerintah Tahun 2016, yang dalam Keputusan itu berisi sebagai berikut:
PERTAMA : Menetapkan 196 (seratus sembilan puluh enam) Rancangan
Peraturan Pemerintah sebagai Program Penyusunan Peraturan
Pemerintah Tahun 2016 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan Presiden ini.
KEDUA : Program Penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Diktum PERTAMA ditetapkan untuk jangka waktu
1 (satu) tahun.
126 Sigit Nugroho, Pengelolaan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Di Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Perspektif Hukum Administrasi Negara), Jurnal Society, Volume V, Nomor 1, Juni 2017, hlm. 91. 127 Pasal 125 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
64
Universitas Sumatera Utara
KETIGA : Pemrakarsa melaporkan perkembangan realisasi penyusunan
Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Diktum PERTAMA setiap triwulan kepada Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
KEEMPAT : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan verifikasi dan
evaluasi atas laporan perkembangan realisasi penyusunan
Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
DiktumKETIGA Pemrakarsa untuk disampaikan kepada Presiden.
KELIMA : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.128
Didalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah tersebut, yang terdiri dari 196 (seratus sembilan puluh enam) Rancangan Peraturan Pemerintah terdapat salah satu diantaranya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Hak yang
Dipegang oleh Negara atas Ekspresi Budaya Tradisional, yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pasal 38 ayat (4), yang pokok materi muatan/arah pengaturan yaitu, Kriteria pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dilindungi; Bentuk pemanfaatan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional,129 belum juga ditetapkan sampai saat ini, sehingga pengaturan dasar hukum terkait dengan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional masih belum jelas keberadaan
Peraturan Pemerintahnya.
128 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2016. 129 Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah 2016 tabel Nomor 63.
65
Universitas Sumatera Utara
Disisi lain terkait dengan pengaturan hukum mengenai pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional adalah Negara wajib dengan menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No.28 Tentang
Hak Cipta, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal untuk melindungi karya cipta di bidang ekspresi budya tradisional di Indonesia.
Dalam hal melakukan Inventarisasi, Pemerintah Daerah juga berperan penting dalam menginventarisasi ekspresi budaya tradisional di Daerahnya, seperti yang disampaikan dalam pasal 7 ayat (3) menyebutkan, “Dalam melakukan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah”130.
Di era otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam mengelola budaya tradisional tradisional sebagai aset intelektual daerah menjadi terbuka seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menyatakan bahwa :
“Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi perencanaan dan pengendalian pembangunan;...; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.”
130 Pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal.
66
Universitas Sumatera Utara
Hal serupa juga berlaku bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1). Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam mengelola potensi ekspresi budaya tradisional yang ada di daerahnya, dan diharapkan pengelolaan tersebut dapat berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.131
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang merupakan peraturan pelaksana dari
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam pasal 2 ayat (4) huruf q menyebutkan bahwa urusan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota meliputi bidang urusan kebudayaan dan pariwisata. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (2) huruf w menyebutkan bahwa urusan wajib yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar salah satunya adalah kebudayaan.132
Urusan bidang kebudayaan yang menjadi urusan pemerintahan pusat dalam angka 2 adalah perlindungan Hak Kekayaan Intelektuaal (HKI) di bidang kebudayaan. Pemerintah daerah Provinsi memiliki urusan dalam hal pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan provinsi mengenai perlindungan HKI bidang kebudayaan. Sedangkan untuk pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, memiliki urusan dalam hal pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan
131 Bayangsari Wedhatami; Budi Santoso, Upaya Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Dengan Pembentukan Peraturan Daerah, Jurnal Law Reform 9, 2014, hlm 40. 132 Ibid, hlm. 41.
67
Universitas Sumatera Utara
penetapan kebijakan kabupaten/kota mengenai perlindungan HKI bidang kebudayaan.133 Oleh karena itu, untuk dapat melindungi ekspresi budaya tradisional, maka perlu di tingkatkan peran Pemerintah Pusat yang didukung oleh
Pemerintah Daerah wilayah masing-masing dengan melakukan pendataan setiap jenis ekspresi budaya tradisional yang dimiliki dan juga sebagai implementasi kebijakan daerah mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual dpi bidang kebudayaan.134
E. Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Komunal
Konsep perlindungan hukum atas pemanfaatan hasil Ekspresi Budaya
Tradisional adalah perlindungan atas karya dalam wujud berbagai karya baik
“verbal”, “tulisan” atau bentuk kombinasinya, sebagaimana sekarang telah diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sedangkan dalam konsep perlindungan kekayaan intelektual dan pemanfaatan atas
`Pengertahuan Tradisional khususnya keberagaman sumberdaya hayati (biological diversity), mengikuti konsep perlindungan hak kekayaan intelektual di dalam rezim TRIPs seperti paten, merek atau indikasi geografis. Perbedaan lainnya adalah konsep perlindungan hak kekayaan intelektual di dalam TRIPs sifatnya eksklusif melindungi kepentingan hak milik individual, sedangkan konsep pelindungan hukum atas pemanfaatan hasil ekspresi budaya tradisional lebih
133 Ibid. 134 Simona Bustani, Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masyarakat Adat, Jurnal Hukum Prioris, Volume 2, Nomor 4, Februari 2010, hlm. 254.
68
Universitas Sumatera Utara
bersifat perlindungan hak milik bersama masyarakat sehingga sifatnya komunal.
135
Ada beberapa istilah yang sering ditemukan dalam literatur-literatur yang membahas pengetahuan tradisional. Istilah yang muncul diantaranya pengetahuan lokal (local knowledge), pengetahuan asli (indigenous knowledge), dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge). Pengetahuan tradisional merupakan hasil dari kreasi dan pemikiran manusia baik berupa lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Hal ini sesuai dengan maksud kata Ciptaan yang ada pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta, sehingga dengan demikian pada dasarnya pengetahuan tradisonal dapat juga disebut sebagai HKI.136
Selanjutnya sebagaimana ketentuan pasal 38 Undang Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini:
a) Verbal tekstual, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang berbentuk
prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan yang
dapat berupa karya sastra maupun narasi informatif;
b) Musik, mencakup antara lain vokal, instrumental atau kombinasinya;
c) Gerak mencakup antara tarian, beladiri dan permainan;
135 Hendra Djaja, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Perspektif Undang-Undang Hak Cipta, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 7, No. 1 Juni 2016, hlm. 19. 136 Ngurah Bagus Indra Putra; I Wayan Suarbha, Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No. 04, Juni 2013, hlm. 3.
69
Universitas Sumatera Utara
d) Teater mencakup antara lain pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;
e) Seni rupa baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang
terbuat dari berbagai macam bahan, seperti kulit, kayu, bambu, logam,
batu, keramik, kertas, tekstil dan macam bahan lain atau komboinasinya,
dan
f) Upacara adat yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta
penyajiannya.137
Pasal 38 ayat (3) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dikatakan bahwa: “Penggunaan ekspresi budaya tradisional tersebut, harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya”. Adapun dalam penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya adalah adat istiadat, norma hukum adat, norma kebiasaan, norma sosial dan norma yang luhur lain yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tempat asal, yang memelihara, mengembangkan dan melestarikan ekspresi budaya tradisional. Pembahasan tentang perlindungan hukum Ekspresi
Budaya Tradisional sangat terkait dengan tiga unsur penting yaitu:
1) Adanya penyalahgunaan Ekspresi Budaya Tradisional oleh pihak asing
yang diantaranya menggunakan sistem hak kekayaan intelektual;
2) Terikatnya negara untuk menerapkan sistem perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual;
3) Buruknya sistem perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional. 138
137 Hendra Djaja, Op.Cit, hlm 22. 138 Ibid.
70
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan hukum, menurut Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan pelindungan (pengayoman) kepada masyarakat, dan pelindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum. Pelindungan hukum itu sendiri merupakan upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentinganya tersebut.Untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat, termasuk dengan hak kekayaan intelektual kepada pelaku ekonomi kreatif memerlukan peran serta berbagai pihak. Sinegitas antara Pemerintah, dunia usaha, masyarakat dan pelaku ekonomi kreatif sangat penting.139
Untuk terwujudnya kepastian hukum tentang Hak Kekayaan Intelektuan yang terkait dengan Kerajinan Tradisional maka seharusnya semua pengrajin mendaftarkan produknya di Departemen Hukum dan HAM.
Pada kenyataannya banyak pengrajin yang tidak mendaftarkan desain industri hasil kerajinan baik kerajinan tangan di Kantor Departemen Hukum dan
HAM. Perlindungan hukum terhadap desain industri kerajinan tradisional masih sangat lemah karena umumnya pengrajin tidak mendaftarkan kekayaan intelektual di bidang desain industri tersebut. Tidak didaftarkannya kekayaan intelektual desain industri dalam bentuk paten memudahkan berbagai kejahatan eksploitasi kekayaan intelektual oleh pihak - pihak dalam dan luar negeri.Keadaan ini juga ditunjang oleh ketidaktegaskan Pemerintah Daerah
139 Surisman, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Produk Kerajinan, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.4, No.2, September 2020, hlm. 93.
71
Universitas Sumatera Utara
dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak pengrajin tradisional juga terkait dengan hak kekayaan intelektual yang seharusnya memberikan peningkatan kesejahteraan atau peningkatan pendapatan bagi pengrajin tradisional yang umumnya bersifat usaha perorangan dan usaha keluarga yang diwariskan secara turun temurun.140
140 Ibid, hlm. 91.
72
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HAK KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK ATAS
KARYA CIPTA YANG DIHASILKAN (STUDI PADA KELOMPOK
PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK)
A. Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya Cipta
Yang Dihasilkan
Pengrajin adalah subjek yang terdiri dari satu orang saja. Sementara kalau subjeknya terdiri dari beberapa orang, maka dinamakan para pengrajin. Karya yang dihasilkan oleh pengrajin, diantaranya adalah berupa karya seni atau berupa desain-desain yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi produk kerajinan.
Apabila merujuk pada aturan dalam bidang HKI, maka karya yang berupa seni lazimnya diatur berdasarkan ketentuan UU Hak Cipta ( UU No. 28 Tahun 2014), sedangkan untuk desain lazimnya diatur berdasarkan UU Desain Industri (UU No.
31 Tahun 2000). Oleh karena itu, dengan alasan ini, maka sangat logis apabila pengertian pengrajin juga didasarkan pada dua ketentuan undang-undang tadi.141
Didalam Undang-Undang Hak Cipta tidak ada kata Pengrajin, namun istilah yang ditemukan dan sejalan dengan kata Pengrajin ini dinamakan
Pencipta.142 Pengertian Pencipta sendiri berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2
UU Hak Cipta dikatakan : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang
141 Budi Agus Riswandi; Shabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Kreatif, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hlm. 24. 142 Loc.Cit.
73
Universitas Sumatera Utara
bersifat khas dan pribadi.143 Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta, dengan kata lain pencipta memiliki hak eksklusif atas karyanya yang lahir dari kreativitas intelektualnya (human intellect). Warisan budaya yang merupakan bagian dari
Ekspresi Budaya Tradisional dapat dimanfaatkan atau digunakan menjadi suatu motif tradisional khususnya dalam kerajinan Tengkuluk. Sementara itu, motif tradisional yang dikembagkan secara turun temurun dan penciptanya tidak diketahui karena sudah ratusan tahun lamanya diketahui bahwa kepemilikannya secara komunal yang diatur pada pasal 38 UU Hak Cipta.144 Modifikasi Ekspresi
Budaya Tradisional dapat dilakukan dalam menciptakan suatu motif kerajinan
Tengkuluk dan hal ini sudah diatur dalam ketentuan pasal 40 ayat 1 huruf (o).
Apabila dalam kesenian berpikir seorang pengrajin berkreativitas dengan melakukan modifikasi pada suatu motif tradisional untuk menghasilkan suatu motif kerajinan Tengkuluk maka pengrajin bisa mencatatkan hasil ciptaannya untuk mendapatkan hak cipta berlaku secara individual serta mendapatkan keuntungan dari segi nilai ekonomis.145
1. Hak Karya Cipta Motif Asli
Karya cipta tradisional merupakan suatu pengetahuan, ide,
kreativitas dan keterampilan yang diciptakan oleh masyarakat didalam suatu
kelompok masyarakat dan dimiliki oleh kelompok masyarakat komunal
tersebut serta dapat dikatakan sebagai Pengetahuan Tradisional (Traditional
Knowledge). Sementara itu masyarakat asli sendiri memiliki pemahaman
143 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 144 Ketut Purnama Sari; Ida Bagus Putra Atmadja, Perlindungan Hukum Motif Tradisional Kerajinan Perak Celuk Sebagai Warisan Budaya, Jurnal Skripsi Universitas Udayana Fakultas Hukum, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 7, No. 9, Tahun 2019 , hlm. 6. 145 Ibid, hlm. 7.
74
Universitas Sumatera Utara
sendiri yang dimaksud dengan Traditional Knowledge. menurut mereka
traditional knomledge adalah :
1. Traditional Knowledge merupakan hasil pemikiran praktis yang
didasarkan atas pengajaran dan pengalaman dari generasi ke
generasi.
2. Traditional Knowledge merupakan pengetahuan di daerah
perkampungan.
3. Traditional Knowledge tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
pemegangnya, meliputi kesehatan, spiritual, budaya, dan bahasa
dari masyarakat pemegang. Hal ini merupakan way of life.
Traditional Knowledge lahir dari semangat untuk bertahan
(survive).
4. Traditional Knowledge memberikan kredibilitas pada masyarakat
pemegangnya.146
Karya cipta yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin Samudera
Tengkulok untuk motif yang asli sudah pasti merupakan hak mereka untuk
menghasilkan motif asli Tengkuluk, karena kelompok pengrajin tersebut
merupakan bagian dari masyarakat komunal yang menciptakan karya cipta
tradisional berupa Tengkuluk tersebut. lebih spesifiknya dimana Tengkuluk
ini merupakan hasil karya cipta kerajinan tradisional Suku Melayu di Kota
Medan atau Suku Melayu Deli yang fungsinya sebagai penutup kepala
untuk para laki-laki. Nenek moyang mereka memberikan pengetahuan
146 Budi Agus Riswandi; M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 29.
75
Universitas Sumatera Utara
tradisional tersebut kepada generasi penerusnya. Maka mereka
memanfaatkan pengetahuan tradisional tersebut dengan tidak
menghilangkan nilai-nilai budayanya yang hidup didalam kelompok
masyarakat pengembannya, seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 38
ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang
berbunyi, “Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat pengembannya”. Pengrajin Tengkuluk ini mengatakan
bahwasannya dasar mereka untuk menghasilkan karya cipta tradisional ini
adalah sebagai dorongan untuk melestarikan budaya khususnya budaya
Melayu Deli dan Tengkuluk ini sebagai icon Kota Medan. Tidak ada yang
memerintahkan langsung kepada mereka harus menghasilkan karya cipta
tradisional tersebut, tetapi ini inisiatif mereka untuk membuat karya cipta
kerajinan Tengkuluk tersebut untuk lebih mengenal budaya Melayu Deli,
karena sejauh ini masyarakat asli Melayu Deli masih belum ada rasa
kepedulian terhadap warisan-warisan budaya khas Melayu Deli, jadi dari
sini Pengrajin juga ingin menumbuhkan rasa kepedulian terhadap
masyarakat asli Melayu Deli untuk lebih mengenal dan sadar akan warisan
budaya sli khas Melayu Deli. Motif atau bentuk Tengkuluk yang asli
memang sangat berbeda dengan Tengkuluk yang telah di modifikasi. 147
Tengkuluk yang asli khas Melayu Deli itu mempunyai ciri khas
tersendiri yaitu, dari bentuknya yaitu dinamakan dengan Tebing Runtuh dan
147 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.
76
Universitas Sumatera Utara
ada juga berbentuk seperti Peci atau Lobe yang berlipat, dari dua bentuk
tersebut terdapat dua (2) bentuk Motif, yang pertama bentuk Motif Pucuk
Rebung, yang kedua dalam bentuk Motif Tabur yang terdiri dari Motif
Sitampuk Manggis, Motif Wajik, Motif Wajik Susur Bunga Kundur, Motif
Bunga Melati, Motif Bunga Dahlia, dan Motif Bunga Tanjung. Ditambah
lagi perbedaan motif asli dengan yang modifikasi itu terletak pada kainnya,
dimana kain untuk motif asli itu dibuat dengan cara di Tenun dengan waktu
yang cukup lama sehingga kualitas kain dan harga jual pasti lebih tinggi.148
Gambar 1. Tengkuluk Tebing Runtuh dengan Motif Wajik Susur Bunga Kundur
Sumber : Dokumentasi penulis ketika Riset pada Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkulok.
148 Ibid.
77
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Tengkuluk Peci Berlipat dengan Motif Bunga Tanjung
Sumber : Dokumentasi penulis ketika Riset pada Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkulok.
2. Hak Karya Cipta Motif Modifikasi
Karya cipta tradisional Tengkuluk yang dihasilkan oleh Pengrajin yang telah dimodifikasi merupakan suatu hasil penuangan ide dan kreasi yang dituangkan dalam wujud yang nyata. Untuk menghasilkan kerajinan, pengrajin sebenarnya tidak cukup hanya menuangkan ide dan gagasan saja, tetapi juga diperlukan waktu, biaya dan tenaga. Benar, sebuah kerajinan untuk dihasilkan diperlukan waktu. Tidak bisa para pengrajin dalam menghasilkan sebuah kerajinan dilakukan dalam sekejap mata. Terlebih lagi kerajinan tersebut dibuat untuk diproduksi dan dikomersialkan.149
Kerajinan yang dihasilkan oleh Kelompok Pengrajin Samudera
Tengkuluk ini adalah salah satunya memodifikasi motif Tengkuluk yang asli ke motif yang modern sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun
Tengkuluk yang dihasilkan yang telah dimodifikasi adalah bentuk yang dinamakan dengan Tengkuluk Pucuk Keris, Tengkuluk Laksmana,
149 Budi Agus Riswandi; Shabhi Mahmashani, Op.Cit. hlm. 25.
78
Universitas Sumatera Utara
Tengkuluk Kapal Samudera, Tengkuluk Panglima Denai, dan Tengkuluk
Laksamana Berlaboh Samudera, dengan Motif kainnya yang tidak jauh atau
sama dengan Motif aslinya, ada juga penambahan-penambahan Motif
modifikasinya antara lain, Motif Pagar Istana, Motif Pucuk Rebung Kuntum
Berlenggek, Motif Siku Keluang Banji, Motif Tabur yang terdiri dari Motif
Bunga Raya, Motif Kenanga, Motif Daun Pakis, dan masih banyak lagi
Motif-Motif baru yang dihasilkan oleh Pengrajin Tengkuluk tersebut. yang
membedakan Tengkuluk asli dengan yang modifikasi juga terletak pada
kainnya. Kalau untuk yang modifikasi itu kainnya dibuat dengan cara di
cetak dengan mesin sehingga lebih mudah untuk diproduksi. Dengan adanya
motif-motif yang baru ini, Pengrajin pastinya membuat motif yang tidak
akan jauh dari ciri khas Melayu Deli agar tidak menghilangkan rasa dan ciri
khas budaya Melayu Deli untuk dituangkan dalam motif-motif baru
tersebut.150
Terkait dengan hak Kelompok Pengrajin Samudera tengkulok untuk
berkreativitas dengan melakukan modifikasi pada suatu motif tradisional
untuk menghasilkan suatu motif kerajinan Tengkuluk maka Pengrajin bisa
mencatatkan hasil ciptaannya untuk mendapatkan hak cipta yang berlaku
secara individual atau kelompok serta mendapat keuntungan dari segi nilai
ekonomis. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 40 ayat 1 huruf (o) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang berbunyi “Ciptaan
yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
150 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.
79
Universitas Sumatera Utara
sastra, terdiri atas: ..., terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau
modifikasi ekspresi budaya tradisional; ...”. Maka dalam hal ini Pengrajin
Tengkuluk dapat dikatakan sebagai Pencipta sesuai dengan yang
didefinisikan oleh Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pasal
1 angka 2 yang berbunyi, “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang
yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan
yang bersifat khas dan pribadi”.151
Gambar 3. Tengkuluk Kapal Samudera dengan Motif Siku Keluang Banji
Gambar 4. Tengkuluk Laksamana Motif Pucuk Rebung Kuntum Berlenggek
Sumber : Dokumentasi penulis ketika Riset pada Kelompok Pengrajin Samudera
Tengkulok.
151 Ibid.
80
Universitas Sumatera Utara
B. Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Yang
Dihasilkan Oleh Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok
Membahas perlindungan hukum terhadap kepemilikan hak cipta atas karya cipta Tradisional yang dihasilkan olek Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok, perlu terlebih dahulu diketahui apa itu kerajinan, pengrajin dan kaitannya dalam hak cipta. Dapat dijelaskan bahwa kerajinan ialah hasil karya dari pengerjaan oleh seorang pengrajin yang berwujud nyata dan memiliki nilai ekonomi yang muncul dari kesenian berpikir manusia. Sedangkan pengrajin merupakan orang atau kelompok yang membuat barang kerajinan mulai dari ide sampai terwujudnya barang tersebut. dalam konteks kerajinan, aspek Kekayaan Intelektual sangat melekat, sehubungan dengan itu diperolehnya karya yang berwujud tersebut melalui penuangan kemampuan intelektual dengan waktu, tenaga dan biaya sebagai pendukung.152
Hak kekayaan intelektual dibagi menjadi atas dua kelompok besar, yakni hak milik perindustrian (industrial property right) dan hak cipta, yang termasuk kelompok hak milik perindustrian, antara lain paten (patents), merek dagang
(trademarks), desain industri (industrial design), rahasia dagang (undisclosed information), indikasi geografis (geographical indication), model dan rancang bangunan (utility models), dan persaingan curang (unfair competition), sedangkan yang termasuk kelompok hak cipta dibedakan antara hak cipta atas seni sastra dan
152 Ketut Purnama Sari; Ida Bagus Putra Atmadja, Op.Cit, hlm. 8.
81
Universitas Sumatera Utara
ilmu pengetahuan dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring rights).153
Ada tiga alasan mengapa pentingnya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional di Indonesia, yaitu : Pertama, adanya potensi keuntungan ekonomis yang dihasilkan dari pemanfaatan pengetahuan tradisional. Kedua, keadilan dalam sistem perdagangan dunia. Ketiga, perlunya perlindungan hak masyarakat lokal.154
Dalam rangka melindungi ekspresi budaya tradisional itu, ada dua hal yang setidaknya perlu segera dilakukan sekarang ini, yaitu inventarisasi dan dokumentasi ekspresi budaya tradisional. Pertama, mengenai inventarisasi ekspresi budaya tradisional, hal ini penting untuk mengetahui ekspresi budaya apa dan mana saja yang sebenarnya asli dari Indonesia, dan mana pula yang sekedar modifikasi atau bahkan tiruan dari kebudayaan bangsa asing. Sebagian wilayah yang lama dikuasai oleh kolonial, serta arus masuk globalisasi yang semakin deras, jelas menjadikan inventarisasi atas ekspresi budaya tradisional asli masyarakat Indonesia tidak mudah dilakukan.155
Kedua, perlu diselenggarakan dokumentasi atas ekspresi budaya tradisional yang telah diinventarisir itu. Kalau inventarisasi dimaksudkan untuk mengidentifikasi keaslian dan ciri khas dari ekspresi budaya tradisional, maka
153 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights dan Collecting Society, (Bandung : PT. Alumni, 2014), hlm. 21. 154 Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hlm. 3. 155 Ni Nyoman Ayu Pasek Satya Sanjiwani; Suatra Putrawan, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Seni Ukir Patung Kayu Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Jurnal Ilmu Hukum, Tahun 2019, hlm. 10.
82
Universitas Sumatera Utara
dokumentasi diperlukan untuk menampilkan bukti dokumen bahwa atas ekspresi budaya tradisional tertentu yang sudah teridentifikasi itu sebagai milik bangsa
Indonesia. Pelaksanaan dokumentasi ini, mutatis mutandis pada inventarisasinya, tentu saja perlu memanfaatkan berbagai hasil dokumentasi yang tersedia. Karena itulah, kedepan menjadi perlu diselenggarakan inventarisasi dan dokumentasi yang sifatnya terencana serta melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dan terlibat langsung atas suatu ekspresi budaya tradisional.156
Berdasarkan hasil wawancara dengan Rizal Kesuma, Ketua Kelompok
Pengrajin Samudera Tengkulok, didapati bahwa Kerajinan Tengkuluk yang dihasilkan oleh Para Pengrajin sebagai ekspresi budaya tradisional suku Melayu
Deli di Kota Medan, Indonesia, sampai saat ini Negara atau Pemerintah Setempat belum ada untuk menginventarisasikan dan mendokumentasikan nama Tengkuluk ini sebagai ekspresi budaya tradisional. Dua upaya tersebut seharusnya menjadi kegiatan yang paling mendesak untuk segera diselenggarakan dalam melindungi ekspresi budaya tradisional sekarang ini. Terselenggaranya inventarisasi dan dokumentasi diharapkan semakin memperjelas identitas keberadaan suatu ekspresi budaya tradisional yang ada dan hidup di Indonesia, sekaligus juga menjamin keberlanjutannya. Dan apabila suatu saat Tengkuluk ini semakin terkenal dan semakin banyak di produksi, dikhawatirkan pihak asing dapat mengklaim nama kerajinan Tengkuluk tersebut, dan kita yang seharusnya pertama kali yang menciptakan ekspresi budaya tradisional tersebut malah tidak ada
156 Ibid, hlm. 11.
83
Universitas Sumatera Utara
perlindungan hukumnya sama sekali, dan seiring berjalannya waktu ekspresi budaya tersebut bisa saja punah dari warisan budaya Indonesia.157
Tengkuluk termasuk salah satu ekspresi budaya tradisional yang hak ciptanya dipegang oleh negara sesuai dengan ketentuan pasal 38 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yaitu “Hak Cipta atas
Ekspresi Budaya Tradisional dipegang oleh Negara”. Mengenai modifikasi motif asli tradisional Tengkuluk dilindungi dalam pasal 40 ayat (1) huruf (o), yaitu
“Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: ..., terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; ...”. dan hasil modifikasi motif itu dilindungi dalam pasal 40 huruf (j), yaitu, “Ciptaan yang dilindungi meliputi
Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: ..., karya seni batik atau seni motif lain;; ...”.
Hak cipta atas ciptaan sebagai milik bersama yaitu seperti motif tradisional, siapa pun (individu/kelompok) bisa meniru atau memperbanyak hal itu tanpa diawali dengan pemberian izin dari negara sebagai pemegang hak cipta, asalkan yang terlibat atau yang bersangkutan adalah orang Indonesia, dikarenakan mereka turut serta memiliki hak cipta atas motif tradisional Tengkuluk ini.
Berbeda halnya jika yang ingin memperbanyak motif kebudayaan masyarakat yang bersangkutan bukan warga Indonesia dalam pemakaian motif tradisional wajib meminta izin pada negara. Permohonan mengenai izin terkait hal
157 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.
84
Universitas Sumatera Utara
sedemikian rupa bisa diajukan ke Kementerian Negara Kebudayaan dan
Pariwisata.
C. Peran Pemerintah dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap
Karya Cipta Tradisional Suku Melayu Pada Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkulok di Kota Medan
Menurut Professor Coombe, “sebagian masyarakat adat di dunia” bergantung pada pengetahuan tradisional mereka, ekspresi budaya tradisional, tradisional warisan budaya, keanekaragaman hayati, pertanian dan bahan-bahan untuk kelangsungan hidup mereka. Salah satu tujuan mempertahankan ekspresi budaya tradisional sebagai warisan budaya benda dan takbenda adalah melalui pelestarian dan konservasi. Menjaga ekspresi budaya tradisional harus melibatkan individu, masyarakat dan pemerintah bahkan bangsa.158
Maria Aurora Fe Candelarla telah menegaskan bahwa bangsa ini sangat diperlukan untuk bertindak sebagai pendukung kedaulatan dan kepemilikan ekspresi budaya tradisional :
1. Properti ekspresi budaya tradisional merupakan ekspresi dari sebuah
peradaban yang pernah ada atau tumbuh di negeri sehingga warga
negara memiliki hak untuk tetap sebagai kebanggaan nasional yang
kuat.
158 Ayu Citra Setyaningtyas; Endang Sri Kawuryan, Menjaga Ekspresi Budaya Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Vol. 1, No. 2, September 2016, hlm. 127-128.
85
Universitas Sumatera Utara
2. Retensi kedaulatan nasional diperlukan untuk melindungi ekspresi
budaya tradisional dalam kualitas yang tepat, termasuk nilai-nilai
ekonomi yang dapat digunakan oleh warga.159
Instrumen hukum nasional maupun internasional telah berusaha mengatur tentang perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional. Ditinjau dari perspektif hak kekayaan intelektual, rezim hak kekayaan intelektual yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen perlindungan ekspresi budaya tradisional adalah rezim hak cipta. Undang-Undah Hak Cipta memberikan perlindungan kekayaan intelektual bagi seni dan budaya tradisional indonesia.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang
Hak Cipta disebutkan bahwa : “Hak Cipta atas Ekspresi Budaya Tradisional dipegang oleh Negara”.160 Di Pasal (2) selanjutnya Negara juga wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional.
Upaya perlindungan pengetahuan tradisional atau ekspresi budaya tradisional juga bisa dilakukan dengan cara mempublikasikan budaya itu seluas- luasnya. Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017
Tentang Pemajuan Kebudayaan telah memberikan perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional yang dilakukan dengan cara membuat data base kekayaan tersendiri. Nanti disiarkan ke internet agar semua orang tahu pengetahuan atau ekspresi budaya tradisional tersebut asalnya dari Indonesia, siapa maestronya,
159 Ibid, hlm. 129. 160 Bayangsari Wedhatami; Budi Santoso, Op.Cit, hlm. 33.
86
Universitas Sumatera Utara
siapa ahlinya, siapa guru yang bisa didatangi kalau mau belajar, itu cara melindunginya.161
Tengkuluk merupakan salah satu bentuk ekspresi budaya tradisional yang sampai saat ini belum masuk kedalam inventarisasi dan dokumentasi ekspresi budaya tradisional. Hasil dari wawancara oleh Rizal Kesuma, selaku
Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok menyatakan, peran Pemerintah dalam perlindungan terhadap kelompok pengrajin Samudera Tengkulok tersebut hanya berupa pencatatan data sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Dinas Perdagangan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan, Dinas Koperasi
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Memang baik, apabila Kelompok Pengrajin
Samudera Tengkulok tersebut telah didata sebagai UMKM di beberapa Dinas tersebut, tapi sebelum jauh untuk melindungi UMKM nya saja, Pemerintah setempat juga perlu sekiranya untuk segera menginventarisasi ekspresi budaya tradisional Tengkuluk ini sebagai warisan budaya Khas Melayu Deli, karena
Tengkuluk ini merupakan salah satu yang diproduksi oleh Kelompok Pengrajin tersebut. Apabila dikemudian hari Tengkuluk ini di klaim oleh negara lain atau budaya lain, maka secara tidak langsung kelompok pengrajin maupun masyarakat
Melayu Deli tersebut tidak ada hak kepemilikan lagi atau kehilangan sebagai pemilik asal dari ekspresi budaya tradisional masyarakat komunalnya. Peran
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota selama ini masih dalam bentuk
161 Abdul Atsar, Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Dan Ekspresi Budaya Tradisional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta, Jurnal Law Reform, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017, hlm. 294.
87
Universitas Sumatera Utara
penguatan industri dan perdagangannya belum menyentuh pada ranah hukumnya.
Situasi inilah yang melatar belakangi urgensi pengaturan hukum untuk melindungi pengetahuan atau ekpresi budaya tradisional sebagai potensi daerah khususnya Kota Medan yang pada gilirannya nanti berimbas pada peningkatan perekonomian masyarakat Kota Medan.162
Kelemahan Undang-Undang Hak Cipta dalam melindungi budaya tradisional Indonesia, memberikan kontribusi pada lemahnya perlindungan budaya tradisional di Indonesia. Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat harus berkomitmen untuk melakukan upaya perlindungan ekspresi budaya tradisional.163
Di era otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam mengelola budaya tradisional tradisional sebagai aset intelektual daerah menjadi terbuka seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menyatakan bahwa :
“Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi perencanaan dan pengendalian pembangunan;...; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.”
Hal serupa juga berlaku bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1). Dari ketentuan tersebut dapat
162 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB. 163 Bayangsari Wedhatami; Budi Santoso, Op.Cit, hlm. 40.
88
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam mengelola potensi ekspresi budaya tradisional yang ada di daerahnya, dan diharapkan pengelolaan tersebut dapat berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.164
Peraturan Daerah tentang perlindungan terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional perlu mengatur sistem perlindungan pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional. Perlindungan terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tradisionaldiberikan untuk unsur budaya yang memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya masyarakat tertentu yang melestarikannya; dan disusun, dikembangkan, diterapkan, dan dipelihara dalam lingkup tradisi.
Perlindungan terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional dapat dilakukan dengan cara : inventarisasi, dokumentasi, dan pemeliharaan; pencegahan dan/atau pelarangan; dan pembinaan.165
164 Ibid. 165 Ibid, hlm. 45.
89
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk-bentuk karya cipta Suku Melayu Di Kota Medan atau yang dikenal
dengan Suku Melayu Deli begitu beragam terbagi menjadi tiga (3)
kategori. Pertama, Karya Cipta Seni antara lain, Tari Zapin Anak Ayam,
Teater Makyong, Kesenian Ronggeng Melayu Deli, Tari Serampang Dua
Belas, Teater Bangsawan, Qasidah, Rodat (Barodah), Hadrah, Marhaban,
Seni Mengirik Padi (Tari Ahoi). Kedua, Karya Cipta Sastra antara lain,
Legenda Putri Hijau, Pantun, Hikayat Deli, Legenda Datuk Megang,
Legenda Sri Dayang atau Asal Mula Burung Balam, Legenda Tuan Puteri
Pucuk Kelumpang. Ketiga, Karya Cipta Kerajinan antara lain, Tengkuluk,
Tepak Sirih, Songket Deli, Pulut Balai, Badik Tumbuk Lada, Keris Khas
Deli.
2. Pengaturan hukum kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional
dalam hal ini adalah sebagai Pengetahuan dan Ekspresi Budaya
Tradisional dipegang oleh negara, sebagaimana yang dimaksud dalam
ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Pendaftaran Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional dilakukan
dengan cara menginventarisasi oleh Negara, sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
90
Universitas Sumatera Utara
Masa berlakunya Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional berlaku
sampai tanpa batas waktu, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat (1) UU
No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
3. Hak kepemilikan suatu kelompok pengrajin atas karya cipta tradisional
yang dihasilkan oleh Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok adalah
dalam motif Tengkuluk yang asli, Kelompok Pengrajin Samudera
Tengkuluk mendapatkan hak secara turun-temurun dari zaman nenek
moyang mereka yang diteruskan pada masyarakat komunal Suku Melayu
Deli termasuk tadi adalah Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok.
Untuk hak motif modifikasi adalah hak setiap orang atau para pengrajin
yang telah menuangkan ide, kretifitas, dan gagasan yang dimiliki oleh para
pengrajin. Hal ini dalam motif modifikasi dapat didaftarkan hak ciptanya
atas modifikasi ekspresi budaya tradisional secara individual atau
komunal sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf (o) UU No. 28
Tahun 2016 Tentang Hak Cipta. Perlindungan hukum terhadap
kepemilikan hak cipta atas karya cipta yang dihasilkan oleh Kelompok
Pengrajin Samudera Tengkulok yang pertama, Tengkuluk ini belum ada di
inventarisasi oleh negara maupun Pemerintah setempat. Untuk motif
modifikasi Tengkuluk yang dihasilkan juga belum dilakukan pendaftaran
hak ciptanya oleh para pengrajin. Peran Pemerintah dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap karya cipta tradisional Suku Melayu pada
Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok di Kota Medan, hanya sebatas
pendataan UMKM nya saja oleh Dinas Pariwisata Medan, Dinas
91
Universitas Sumatera Utara
Perdagangan Pemprov Sumatera Utara dan Medan, Dinas Koperasi
Pemprov Sumatera Utara. Belum adanya perlindungan hukum terhadap
Tengkuluk ini sebagai pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional untuk
dilakukan inventarisasi oleh Pemerintah.
B. Saran
Dengan melihat kesimpulan di atas, penulis memberikan saran, yaitu:
1. Negara atau Pemerintah diharapkan segera melakukan inventarisasi dan
dokumentasi terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya Tradisional yang
ada di Indonesia sesuai dengan amanah Pasal 38 ayat (1) UU No. 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
2. Pemerintah diharapkan segera membuat peraturan perundang-undangan
yang jelas dan khusus terkait dengan perlindungan terhadap pengetahuan
dan ekspresi budaya tradisional. Karena sampai saat ini belum ada
pengaturan khusu mengenai hal tersebut.
3. Pemerintah diharapkan segera melakukan publikasi terhadap Tengkuluk
sebagai pengetahuan dan ekspresi budaya Tradisional Suku Melayu Deli
yang nantinya disiarkan ke internet agar semua orang tahu pengetahuan
atau ekspresi budaya tradisional tersebut asalnya dari Indonesia, siapa
maestronya, siapa ahlinya, siapa guru yang bisa didatangi kalau mau
belajar. Serta disarankan kepada para pengrajin khususnya Kelompok
Pengrajin Samudera Tengkuluk untuk segera mendaftarkan hak ciptanya
terhadap motif modifikasi ekspresi budaya tradisional atas karya cipta
yang dihasilkan.
92
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-Undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbit. Bandung : PT. Alumni, 1999.
Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta Timur : Prenadamedia, 2019.
Djamal. Penetapan Sementara Pengadilan (Pada Hak Kekayaan Intelektual) Bandung : Pustaka Reka Cipta, 2008.
Efendi, Joenadi; Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum. Depok : Prenadamedia Group (Divisi Kencana), 2018.
Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya : Bina Ilmu, 1987.
Hasibuan, Otto. Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights dan Collecting Society. Bandung : PT. Alumni, 2014.
Ikhsan, Edy; Mahmul Siregar. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.
Johan, Bahder. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Semarang : Mandar Maju, 2004. Takari, Muhammad; Fadlin Muhammad Dja’far. Ronggeng dan Serampang Dua Belas Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Seni. Medan : USU Press, 2014.
Lindsey, Tim; dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni, 2011.
Lutviansori, Arif. Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010.
Margono, Suyud. Hukum Hak Cipta Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia, 2010).
93
Universitas Sumatera Utara
Mayana; Ranti Fauza. Perlindungan Desain Industri Di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.
Munandar, Haris; Sally Sitanggang. Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya. Bandung : Erlangga, 2008.
Pelupessy, Eddy. Hak Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights. Malang : CV. Cita Intrans Selaras, 2017.
Purba, Achmad Zen Umar. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Bandung : PT. Alumni, 2005.
Purwaningsih, Endang. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.
Rachmadi, Usman. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung : PT. Alumni, 2003.
Raharjo, Timbul. Seni Kriya & Kerajinan. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2011.
Riswandi, Budi Agus; M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Riswandi, Budi Agus; Shabhi Mahmashani. Dinamika Hak Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Kreatif. Yogyakarta : Total Media, 2009.
Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Sardjono, Agus. Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional. Bandung : PT. Alumni, 2006.
Sari, Elsi Kartika; Advendi Simanunsong. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta : PT.
94
Universitas Sumatera Utara
Gramedia Widiasarana, 2008.
Sembiring, Sentosa. Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek. Bandung : CV. Yrama Widya, 2002. Soelistyo, Henry. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Suratman; Philips Dillah. Metode Penelitian Hukum. Bandung : Alfabeta, 2013.
Takari, Muhammad; Fadlin. Sastra Melayu Sumatera Urata. Medan : Program Studi Magister Penciptaan Dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2018.
B. Jurnal, Artikel, Makalah
Afrianto, Bambang, Musik Qasidah : Dari Media Da’wah Menjadi Hiburan. Tesis USU, Tahun 2017.
Agustina, Eri Duwi, Analisis Struktural-Semiotik Roman Un Appartment A Paris Karya Guillaume Musso. Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, 2018.
Andaryani, Eka Titi Proses, Terjadinya Suatu Karya Seni, Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, Tahun 2016.
Amelia Liza, Fungsi Dan Makna Balai Pada Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat. Skripsi Sarjana USU, Tahun 2017.
Arman, Dedi, Pedang Melayu, Senjata Tradisional dari Riau, Artikel dari situs resmi kebudayaan.kemendikbud.go.id, 24 Desember 2019, diakses pada tanggal 20 September 2020.
Atsar, Abdul. Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Dan Ekspresi Budaya Tradisional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta. Jurnal Law Reform, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017.
95
Universitas Sumatera Utara
Bustani, Simona. Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masyarakat Adat, Jurnal Hukum Prioris. Volume 2, Nomor 4, Februari 2010.
Chitra, Bima Prana; Zainab MZ, Tindak Tutur Pantun Melayu Deli. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 4 No. 2, Oktober tahun 2019.
Danu Rachmanullah; dkk, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, Jurnal Pactum Law Journal, Vol 1 No. 04, 2018.
Darawi, Abdul Basit Samat; Abdul Rahman Hamzah, Seni Barjanzi dan Marhaban : Sejarah dan Amalannya Dalam Masyarakat Melayu. ‘Ulum Islamiyyah Journal, Vol.14, Desembber 2014.
Dewi, Heristina, Musik, Lagu, Dan Melayu Sumatera Utara. Jurnal Pendidikan Sejarah, 2014.
Djaja, Hendra, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Perspektif Undang-Undang Hak Cipta, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 7, No. 1 Juni 2016.
Fadlin bin Muhammad Dja’far, Budaya Melayu Sumatera Utara dan Enkulturasinya, Jurnal USU.
Gusmail, Sabri, Tari Serampang Dua Belas Di Sumatera Utara Kajian Estetika Melalui Pendekatan Multikulturalisme. Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, Vol.4, No.1, April 2017.
Haryadi, Dwi, Bentuk dan Fungsi Kesenian Rodat Pada Upacara Ritual Potong Gembel Di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Skripsi UNNES, Tahun 2013.
Inayah, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum terhadap Produk Kerajinan, Legal Standing Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.2, September 2020.
Istiqomah Nuriana, dkk, Sikap Hidup Orang Jawa Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari. Jurnal Sastra Indonesia 3, No. 1, Tahun 2014.
Kabeakan, Moyang Kelleng, Makna dan Fungsi Pakaian Adat Melayu Deli Sumatera Utara. Skripsi USU, 2016.
96
Universitas Sumatera Utara
Kurniati, Fatia; Kuswarsantyo, Makna Filosofis Tari Persembahan Dan Kaitannya Terhadap Karakter Masyarakat Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Imaji, Vol. 16, No. 1, April 2018.
Mahzuni, Dade; dkk, Pengembangan Kerajinan Tangan Berbasis Kearifan Budaya Di Pakenjeng Kabupaten Garut, Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 6, No. 2, Juni 2017.
Maulida, Vina, Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Karya Sastra Di Wattpad Yang Dipublikasikan Tanpa Seizin Pencipta. Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jember, Tahun 2019.
Nugroho, Sigit, Pengelolaan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Di Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Perspektif Hukum Administrasi Negara). Jurnal Society, Volume V, Nomor 1, Juni 2017.
Oktaviani, Hanny, Seni Teater Bangsawan Di Kecamatan Pemulutan Induk Kabupaten Ogan Ilir (Kajian Historis Dan Perkembangannya). Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2018.
Putra, Ngurah Bagus Indra; I Wayan Suarbha, Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No. 04, Juni 2013.
Rahmawati, Siska; dkk, Peristilahan Persenjataan Tradisional Masyarakat Melayu Di Kabupaten Sambas. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Untan Vol. 5, No. 6, Tahun 2011.
Sahril, Analisis Struktur Aktan Dan Model Fungsional Legenda Putri Hijau, Jurnal Medan Makna, Vol. XI No. 1, Tahun 2013.
Sahril, Hikayat Deli, Meneroka Sejarah Lewat Fiksi, Jurnal Medan Makna, No. 3, Tahun 2006.
Sanjiwani, Ni Nyoman Ayu Pasek Satya; Suatra Putrawan. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Seni Ukir Patung Kayu Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Ilmu Hukum, Tahun 2019.
97
Universitas Sumatera Utara
Sari, Purnama, Eksistensi Tari Serampang Dua Belas Pada Suku Melayu di Kampung Juani Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal UNIMED, 2017.
Sari, Ketut Purnama; Ida Bagus Putra Atmadja. Perlindungan Hukum Motif Tradisional Kerajinan Perak Celuk Sebagai Warisan Budaya. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 7, No. 9, Tahun 2019.
Sedayu, I Kadek Anjas Pajar; dkk, Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional Terhadap Tabuh Telu Buaya Mangap Di Kabupaten Gianyar. Makalah Ilmiah Ringkasan Skripsi Universitas Udayana.
Senewe, Emma Valentina Teresha, “Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah”. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015 Edisi Oktober.
Septarina, Muthia, Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Dalam Konsep Hukum Kekayaan Intelektual. Jurnal Al’Adi, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016.
Setyaningtyas, Ayu Citra; Endang Sri Kawuryan. Menjaga Ekspresi Budaya Tradisional Di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Vol. 1, No. 2, September 2016.
Simangunsong, Helena Lamtiur, dkk, Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pembajakan Karya Sastra Novel Versi E-Book Di Tokopedia, Jurnal Notarius, Volume 13, Nomor 1.
Siregar, Fatimah Sari; Edy Suprayetno, Makna Estetik Pantun Pernikahan Melayu Deli. Jurnal Prodikmas Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 1, Desember 2017 – Juni 2018.
Sitanggang, Kartini CP, Makna Tari Ahoi Pada Masyarakat Melayu Langkat Di Kecamatan Sei Wampu. Skripsi UNIMED, 2015.
Sumanto; Sukamti, Keragaman Jenis Dan Model Produk Home Industry Kerajinan Tangan Sebagai Sumber Belajar Di Sekolah Dasar. Jurnal Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, Vol. 27, No. 1, Mei 2018.
98
Universitas Sumatera Utara
Surisman, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Produk Kerajinan, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.4, No.2, September 2020.
Suyadi, Lakon Bangsawan Sumatera Utara, Tinjauan Sintaktika. Medan Makna Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan, Vol.XVII, No. 2, 2019.
Syahputra, Muhammad Arifin, Study Komparatif Tari Zapin Anak Ayam Labuhan Dengan Tari Zapin Anak Ayam Batubara. Skripsi UNIMED, 2015.
Takari, Muhammad; Fadlin, Budaya Songket Di Sumatera Utara : Fungsi Sosial, Organisasi, Dan Ekonomi. Makalah USU. Takari, Muhammad, Busana Pengantin Melayu Sumatera Utara Dalam Konteks Kebudayaan. Makalah USU.
Takari, Muhammad, Kesenian Melayu Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya. Makalah Batam Takari, Batam, November 2013.
Wedhatami, Bayangsari; Budi Santoso, Upaya Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Dengan Pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal Law Reform 9, 2014.
Wiflihani; Agung Suharyanto, Teater Tradisional Melayu Makyong dalam Lintasan Sejarah dan Kekinian Di Sumatera Utara. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 2014.
Yasmin, Namira, dkk, Rekonstruksi Ronggeng Melayu di Sumatera Utara (1992- 2016). Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Pendidikan,2020.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2016.
99
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal.
D. Website
Administrator, Pantun Melayu deli (Bagian 1), IndoSastra.com, diposting pada 26 Desember 2018, diakses pada tanggal 19 September 2020.
“Aspek dan Pola Motivasi dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas”, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.i d/28577/2/BAB_I.pdf&ved=2ahUKEwib3s2eyIjrAhUoILcAHcLdBPgQFjABegQ IDRAG&usg=AOvVaw3PgUH3JlVJIln4LTtAkLIQ diakses pada tanggal 07 Agustus 2020.
Dispusip Kota, Tepak Sirih Riau (Sinopsis Buku), 24 April 2018, https://dispusip.pekanbaru.go.id/tepak-sirih-riau/ diakses pada tanggal 20 September 2020.
Muhajirin, Dasar-Dasar Kerajinan, Pengenalan Jenis Karya Seni Kerajinan Berdasarkan Bahan Dan Tekniknya, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staffnew.uny.ac .id/upload/1332102200/pendidikan/DASAR-DASAR, diakses pada tanggal 20 September 2020.
Rubrik Bahasa, “Pengrajin atau Perajin” , https://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/06/15/pengrajin-atau-perajin/, diakses pada tanggal 07 Agustus 2020.
E. Wawancara
Rizal Kesuma, (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk), Wawancara via WhatsApp Hari Rabu Tanggal 04 Agustus 2020, Pukul 16.30 WIB.
Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, Hari Jum’at 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.
Tengku Muhar Omtatok (Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan), Wawancara Hari Jum’at Tanggal 17 Juli 2020, Pukul 17.00.
100
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
101
Universitas Sumatera Utara
102
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : Peneliti sedang mewawancarai Narasumber, Rizal Kesuma Selaku Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok
Keterangan : Gambar Karya Cipta Tradisional Suku Melayu yang dihasilkan oleh Kelompok Pengrajin Samudera tengkulok
103
Universitas Sumatera Utara