PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN (STUDI PADA KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK)

Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

OLEH : BAMBANG KRISDIYANTO NIM. 160200177

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

NAMA : BAMBANG KRISDIYANTO

NIM : 160200177

DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI

JUDUL SKRIPSI: PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN (STUDI PADA KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK)

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis tersebut benar dan tidak merupakan jiplakan dari

skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala

akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Desember 2020

BAMBANG KRISDIYANTO NIM: 160200177

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah Subhaana wa ta’ala, karena berkat rahmat dan hidayah

Nya, serta nikmat yang Dia berikan berupa nikmat iman, nikmat islam,nikmat kesehatan dan nikmat lainnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian berupa skripsi ini. Shalawat dan serta salam terus kita curahkan kepada Rasulullah yang telah Allah utus ke muka bumi untuk menyempurnakan aqidah dan akhlak, ialah Baginda Besar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya, yang beliau sebutkan di akhir hayat beliau yakni "ummatii, ummatii, ummatii” hingga akhir zaman.

Semoga kita dapat isttiqomah menteladai akhlakui karimah-Nya, serta menjalankan sunnah dan haditsnya sehingga pada hari kiamat nanti kita termasuk kepada orang- orang yang meraih syafa’at dari beliau kelak, Aamiin Allahuma

Aamiin.

Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya pada Strata-1. Adapun skripsi ini berjudul Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Tradisional Suku

Melayu Di Kota Medan (Studi Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok).

Sripsi ini merupakan penelitian hukum pidana yang mana suatu permasalahan

i

Universitas Sumatera Utara

dalam ranah hukum ekonomi mengenai perlindungan hukum atas karya cipta tradisional.

Meskipun demikian, Penulis menyadari “tiada gading yang tak retak,” yang tentunya masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karenanya, demi meningkatkan kualitas dari skripsi ini dan penelitian-penelitian lainnya, khususnya di jenjang pendidikan selanjutnya.

Semoga skripsi ini diberkahi oleh Allah Subhana wa ta’ala, sehingga memberi manfaat yang baik, tidak hanya kepada penulis, namun juga kepada orang lain dan perkembangan ilmu pengetahuan karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”.

Selama menghabiskan waktu kurang lebih 4 Tahun mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tentu banyak pihak yang ikut andil dalam membantu, mendukung serta memberi motivasi dan support sehingga masa perkuliahan ini menjadi cerita atau catatan sejarah hidup tersendiri bagi penulis. Oleh karenanya, terimakasih yang sebesar-besarnya Penulis ingin haturkan kepada orang tua penulis tercinta, Ayahanda Zulkarnain dan Ibunda

Misnah yang telah mendidik anaknya sehingga sampai ke jenjang kuliah dan selalu mendukung serta mengarahkan anaknya untuk menggapai impian- impiannya. Terimakasih pula kepada kakak dan abang kandung penulis, Kak Putri

Handayani dan Bang Ahmad Zailani, kepada Pakde dan Budhe, kepada Paman dan Bibi, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin.

ii

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan juga kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum selaku mantan Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang saat ini sudah menjabat sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Saidin, S.H.,M.Hum. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr.Bismar Nasution,SH.M.Hum. selaku Ketua Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Tri Murti Lubis,SH.M.H. selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Ibu Dr.T.Keizerina Devi Azwar S.H.,CN.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing

I yang telah membantu dan mengarahkan Penulis dalam penulisan serta

penyelesaian skripsi;

9. Ibu Dr. Marianne Magda S.H.,M.Kn. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membantu dan mengarahkan Penulis dalam penulisan serta penyelesaian

skripsi;

iii

Universitas Sumatera Utara

10. Seluruh Staf pengajar dan pegawai Departemen Hukum Ekonomi Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Bapak Mohammad Siddik, SH.,M.Hum. selaku Dosen Penasehat Akademik

yang telah memberi nasehat-nasehat berkenaan dengan pencapaian akademik

penulis;

12. Seluruh Bapak dan Ibu dosen sebagai tenaga pendidik di Fakutas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

13. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah turut

membantu dan memberikan kemudahan kepada Penulis;

14. Keluarga besar BTM Aladdinsyah, S.H.terkhusus untuk Presidium Ahsanil

Qadirin. Terimakasih telah menjadi bagian indah dalam hidup penulis semoga

ukhuwah ini terus terjalin;

15. Grup Liqo’ terkhusus kepada murabbi kami, Abandga Abdur Rahman

Nasution S.E dan Abangda Ikhwan Nurhadi S.E, yang telah memberikan ilmu

dan pengalaman setiap minggunya;

16. Kepada Seluruh anggota Remaja Masjid Al-Fajar (REMIJAR) yang telah

membersamai selama 8 Tahun. Terkhusus buat adik-adik yang selalu ada dan

jumpa di Masjid Al-Fajar tercinta kita, yaitu adinda Bima Setya Pradana,

Ahmad Syahroni, M. Aldi Gunawan, Amru Kamal Nasution. Terkhusus juga

kepada Pengurus REMIJAR yang telah membantu dalam Kepenguruan

REMIJAR;

17. Kepada murid-murid kesayangan Maghrib Mengaji ku, yang selalu bikin

kesal, tertawa, sedih. Semoga kalian menjadi anak-anak yang sholeh dan

iv

Universitas Sumatera Utara

berbakti kepada kedua orang tua kalian. Semoga ilmu yang abang berikan

dapat bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita semua;

18. Kepada Sahabat SMA ku Khairunnisah Mardiah, yang masih menjalankan

persahabatan sampai sekarang ini, yang selalu curhat mencurhati, selalu bikin

aku tertawa;

19. Kepada Sahabat SMA ku Muhammad Fauzi dan Ridho Julianto, yang selalu

bersama-sama kemana saja saat masih sekolah dulu, satu Ekstrakulikuler

Pramuka yang membangkitkan Pramuka di Sekolah tercinta kita;

20. Kepada Sahabat MTS ku Nurhasanah, yang selalu mendengarkan curhat ku,

yang selalu nanyak-nanyak kapan aku sidang, dan inilah saatnya;

21. Kepada Sahabat-Sahabat SD ku M. Yudha Dwi Yanto, Agus Salim, Nur’aini

Islamiyati, Grespiola Anggraini, Siti Rahayu, dan Ari Agusti, yang selalu ada

mengisi hari-hariku dan ribut di Grup WhatsApp Holiday Squad, yang kalau

mau ngumpul selalu stay, kapan kita ngetrip lagi guys;

Sekali lagi, Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat yang baik bagi siapa saja yang membacanya dan berkontribusi dalam kemajuan ilmu hukum dan negara ini, Aamiin Ya

Mujiibassas’iliin. Wallahu a’lam bisshowwaf. Akhirul kalam.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, Desember 2020

Bambang Krisdiyanto 160200177

v

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI ...... vi ABSTRAK ...... viii

BAB I : PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 9 C. Tujuan Penulisan ...... 10 D. Manfaat Penulisan ...... 10 E. Keaslian Penulisan ...... 11 F. Tinjauan Pustaka ...... 11 G. Metode Penelitian ...... 15 H. Sistematika Penulisan ...... 19

BAB II : BENTUK-BENTUK KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN ...... 21 A. Karya Cipta Seni ...... 21 B. Karya Cipta Sastra ...... 29 C. Karya Cipta Kerajinan ...... 37

BAB III : PENGATURAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK CIPTA ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL ...... 45 A. Pemegang Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 45 B. Prosedur Pendaftaran Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 50 C. Jangka Waktu Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 55

vi

Universitas Sumatera Utara

D. Dasar Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional ...... 59 E. Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Komunal ...... 68

BAB IV : HAK KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK ATAS KARYA CIPTA YANG DIHASILKAN (STUDI PADA KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK) .... 73 A. Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya Cipta Yang Dihasilkan ...... 73 1. Hak Karya Cipta Motif Asli ...... 74 2. Hak Karya Cipta Modif Modifikasi ...... 78 B. Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Yang Dihasilkan Oleh Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok ...... 81 C. Peran Pemerintah Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Tradisional Suku Melayu Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok di Kota Medan ...... 85

BAB V: PENUTUP ...... 90 A. Kesimpulan ...... 90 B. Saran ...... 92

DAFTAR PUSTAKA ...... 93 LAMPIRAN ...... 101

vii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Bambang Krisdiyanto1 Keizerina Devi Azwar2 Marianne Magda3

Bentuk-bentuk karya cipta Tradisional Suku Melayu di Kota Medan atau Melayu Deli sangat beragam salah satunya Kerajinan Tengkuluk, yaitu merupakan suatu kekayaan intelektual ekspresi budaya tradisional khas Melayu Deli. Pemahaman masyarakat mengenai pentingnya hak cipta dan pencantuman nama Tengkuluk masih minim, karena kurang pedulinya masyarakat terhadap kekayaan intelektual dan kurangnya peran pemerintah dalam melindungi dan mengelola ekspresi budaya tradisional sesuai yang diamahkan dalam Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Motif yang dihasilkan dari Tengkuluk tersebut berpotensi didaftarkan sebagai hak cipta, permasalahannya yaitu pengrajin kurang memahami mengenai hak cipta tersebut. salah satu pengrajin yang menghasilkan kerajinan Tengkuluk di Kota Medan adalah Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok. Berdasarkan penjelasan tersebut dirumuskan permasalahannya yaitu bagaimana bentuk-bentuk karya ciptra tradisional Suku Melayu di Kota Medan, bagaimana pengaturan hukum kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional dan bagaimana hak kelompok pengrajin samudera tengkulok atas karya cipta yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Oleh karena itu data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi pustaka (library reseacrh) dan penelitian lapangan (field reseacrh) dengan metode wawancara. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa masih banyaknya karya-karya cipta tradisional khas Melayu Deli belum didaftarkan atau diinventarisasi oleh Pemerintah termasuk kerajinan Tengkuluk. Karya cipta Tengkuluk yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin samudera tengkulok merupakan hak komunal masyarakat itu sendiri. Motif modifikasi Tengkuluk yang dihasilkan merupakan kreasi dan ide yang diciptakan oleh pengrajin serta berpeluang untuk didaftarkan dan dilindungi hak ciptanya sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf o UU Hak Cipta, salah satu ruang lingkup yang dilindungi adalah modifikasi ekspresi budaya tradisional. Perlindungan oleh Pemerintah terhadap kelompok pengrajin samudera tengkuluok adalah sebatas pendataan UMKM nya saja yaitu oleh Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan dan Dinas Koperasi.

Kata Kunci : Hak Cipta, Ekspresi Budaya Tradisional, Tengkuluk

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2 Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3 Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

viii

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia memiliki akal budi dan pikiran yang mampu menciptakan

ilmu pengetahuan, teknologi dan karya seni, dimana hasil ciptaan atas karya seni

tersebut harus dihormati dan dihargai sebagai suatu karya cipta yang merupakan

ekspresi dari kemampuan berkarya si pencipta tersebut. Dalam

perkembangannya, karya cipta hasil kreasi seorang manusia atau sekelompok

orang yang telah menciptakan karya seni tersebut harus dilindungi dan memiliki

hak cipta atas karyanya sehingga dapat memberikan kehidupan yang layak bagi si

pencipta karya seni tersebut.4

Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing The World Trade

Organization pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Maroko yang selanjutnya

disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan

Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada tanggal 02 November 1994.

Persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia memuat hal-hal yang

menjadi topik dalam agenda perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round)

4 Emma Valentina Teresha Senewe, “Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah”, Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015 Edisi Oktober, hlm. 12.

1

Universitas Sumatera Utara

yang dijadikan lampiran dan salah satunya adalah Agreement on Trade Related

Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs).5

Salah satu kewajiban yang dipersyaratkan dalam Agreement on Trade

Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) adalah seluruh negara

anggota termasuk wajib melaksanakan penegakan hukum hak

kekayaan intelektual (untuk selanjutnya disebut HKI). HKI merupakan padanan

dari intellectual property right, yang merupakan perlindungan terhadap hasil

karya manusia, baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan,

industri, kesusasteraan dan seni. Pada pasal 7 TRIPs dijabarkan tujuan dari

perlindungan dan penegakan HKI adalah perlindungan dan penegakan hukum

HKI yang bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan,

penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan

penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan

ekonomi, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.6

HKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya yang termasuk dalam

lingkup HKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal

inilah yang membedakan HKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh oleh

5 Djamal, Penetapan Sementara Pengadilan (Pada Hak Kekayaan Intelektual), (Bandung : Pustaka Reka Cipta, 2008), hlm. 1. 6 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana, 2008), hlm. 112-113.

2

Universitas Sumatera Utara

alam.7 Konsep mengenai HKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya

intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga,

waktu dan biaya. Adapun pengorbanan tersebut menjadikan karya yang telah

dihasilkan berupa perlindungan hukum bagi HKI.8

Pengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektul dapat dikategorikan

dalam kelompok, yaitu Hak Cipta (Copy Right) dan Hak Milik Perindustrian

(Industrial Property Right).

Selanjutnya Hak Atas Kekayaan Perindustrian dalam diklasifikasikan lagi

menjadi, yaitu Patent (Paten); Utility Models (Model dan Rancang Bangun) atau

dalam hukum Indonesia, dikenal dengan istilah Paten Sederhana (Simple Patent);

Industrial Design (Desain Industri); Trade Merk (Merek Dagang); Trade Names

(Nama Niaga atau Nama Dagang); Indication of Source or Appelation of Origin

(Sumber tanda atau sebutan asal)9 ; Perlindungan Varietas Baru Tanaman; dan

Integrated Circuits (rangkaian elektronika terpadu). 10

Adapun lingkup Hak Cipta yang dilindungi menurut Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta terdapat pada Pasal 40 ayat (1) , yaitu:

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua

hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

7 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hlm. 2. 8 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang- Undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbit, (Bandung : PT. Alumni, 1999), hlm 62-63. 9 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 13-14. 10 Ibid, hlm. 15.

3

Universitas Sumatera Utara

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan; d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. Karya seni terapan; h. Karya arsitektur; i. Peta; j. Karya seni batik atau seni motif lain; k. Karya fotografi; l. Potret; m. Karya sinematografi; n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi

ekspresi budaya tradisional; p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya; q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli; r. Permainan video; dan

4

Universitas Sumatera Utara

s. Program komputer.11

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan yang berlimpah, baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia juga termasuk didalamnya karya-karya cipta tradisional yang dihasilkan dari pengetahuan tradisional.

Pengetahuan tradisional dalam hal ini, diartikan sebagai pengetahuan

yang dimiliki oleh suatu masyarakat selama turun-temurun, yang meliputi

pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati, semisal untuk

makanan dan obat-obatan; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan kebudayaan

masyarakat lainnya. Disamping itu, ada satu hal yang membedakan antara

pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual yang lain, yaitu bahwa

satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang

tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal yang kemudian

dalam pelestariannya dilakukan secara turun temurun dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) ketika

dipahami secara menyeluruh memang masih terlihat sangat luas, karena

penggunaan istilah pengetahuan tradisional ini digunakan terhadap semua istilah

yang masih termasuk dalam karya intelektual tradisional, entah itu berupa satu

karya intelektual yang masuk dalam seni, sastra dan ilmu pengetahuan maupun

karya intelektual yang termasuk dalam bidang industri. Dalam kaitannya dengan

11 Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

5

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan tradisional yang luas ini, ada istilah lain yang disebut sebagai tradisi

budaya (folklore). 12

Terkait dengan perlindungan hukum terhadap karya cipta tradisional

merupakan sebagai bagian dari hak atas kekayaan intelektual, maka karya cipta

tradisional lebih erat kaitannya dengan hak cipta yang merupakan ekspresi

budaya tradisional yang dilindungi. Perlindungan Hak Cipta atas karya

tradisional yang merupakan ekspresi budaya tradisional yang dilindungi di

pegang oleh Negara, seperti yang tertuang dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yaitu “Hak Cipta atas

ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”.13

Indonesia sebagai negara yang memiliki karya seni dan budaya tidak

terkecuali dalam hal expressions of folklore sungguh memiliki potensi yang luar

biasa. Dalam potensi ini nampaknya masih tersembunyi dan belum termanfaatkan

secara optimal.14 Misalnya Suku Melayu di Sumatera Utara memiliki ciri-ciri

khas kebudayaan, seperti sistem kekerabatan yang menggunakan unsur impal,

seni sinandong, dedeng, tari serampang dua belas, dan lainnya. Namun ada juga

berbagai persamaan sosiobudaya dengan kawasan melayu lain, seperti adat-

istiadat perkawinan, seni , bahasa Melayu, upacara-upacara tradisional, dan

lain-lainnya.15

12 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm. 2. 13 Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 14 Arif Lutviansori, Op.Cit, hlm. 1. 15 Fadlin bin Muhammad Dja’far, Budaya Melayu Sumatera Utara dan Enkulturasinya, Jurnal USU hlm. 1.

6

Universitas Sumatera Utara

Suku Melayu Deli terletak di Kota Medan Sumatera Utara banyak sekali

menghasilkan karya cipta karya cipta tradisionalnya yang secara garis be sarnya

berbentuk Produk Seni, Produk Makanan, dan Produk Kerajinan. Ada banyak

kelompok-kelompok Pengrajin yang menghasilkan karya cipta karya cipta khas

Melayu Deli. Salah satu Produk Karya cipta kerajinan Melayu Deli yang banyak

di produksi adalah Tengkuluk dan Tepak Sirih. Tengkuluk adalah penutup kepala

dan sering disebut Takuluk atau Kuluk. Selain berfungsi sebagai salah satu

pelengkap busana tradisional, tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara formal,

pesta adat serta pelindung kepala saat di sawah. Seiring bergulirnya waktu, fungsi

tengkuluk tidak hanya sekedar penutup kepala saja, tetapi menjadi lebih

kompleks, sebagai alat atau penunjuk agama dan status sosial.16 Sedangkan

Tepak Sirih merupakan salah satu icon Melayu yang sangat menonjol. Tepak

sirih merupakan kelengkapan yang selalu hadir dalam setiap upacara dan

perhelatan, baik di instansi-instansi pemerintahan, di kalangan adat, maupun di

masyarakat umum. Tepak sirih dihanturkan sebagai simbol penghormatan pada

acara penerimaan tamu, meminang/pernikahan, penganugerahan gelar adat atau

pada berbagai acara lainnya.17

Adapun salah satu Kelompok Pengrajin yang menghasilkan karya cipta

Tradisional Suku Melayu di Kota Medan berupa Tengkuluk dan Tepak Sirih

adalah Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok yang berdomisili di Jalan

16 Moyang Kelleng Kabeakan, Makna dan Fungsi Pakaian Adat Melayu Deli Sumatera Utara, Skripsi USU, 2016, hlm. 51. 17 Dispusip Kota, Tepak Sirih Riau (Sinopsis Buku), 24 April 2018, https://dispusip.pekanbaru.go.id/tepak-sirih-riau/ diakses pada tanggal 05 Agustus 2020.

7

Universitas Sumatera Utara

Mawar Dusun II No. 185, Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli

Serdang, Sumatera Utara.18

Tengkuluk ini terbuat dari Kain Songket yang pastinya khas Melayu Deli.

Ada banyak motif-motif Tengkuluk khas Melayu Deli yang di Produksi oleh

Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk tersebut, diantaranya ada motif yang

asli dan motif yang di modifikasi. Tepak sirih khas Melayu Deli juga terbuat dari

lapisan Kain Songket yang motifnya beragam-ragam.

Motif-motif yang telah dikembangkan pengrajin Samudera Tengkuluk

baik yang asli maupun modifikasi berpotensi untuk didaftarkan sebagai hak cipta,

namun pada saat ini permasalahan yang ada yaitu motif-motif Tengkuluk dan

Tepak Sirih yang telah dihasilkan oleh para pengrajin tidak didaftarkan sebagai

suatu hak cipta karena karya tersebut merupakan warisan budaya yang telah

dihasilkan berabad-abad lamanya, tidak mudah untuk menemukan pencipta

aslinya bahkan kadang tidak diketahui siapa pencipta yang sesungguhnya. Hal

tersebut akhirnya menimbulkan permasalahan seperti adanya peniruan atau

penjiplakan terhadap desain motif yang dibuat oleh pengrajin, sehingga

dibutuhkan perlindungan hukum terhadap karya tradisional melayu tersebut.19

Apabila dikaitkan dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, nampaknya HKI belum mampu sepenuhnya memberikan perlindungan atas karya cipta tradisional. Hal ini disebabkan antara lain dikarenakan HKI dimaksudkan untuk melindungi hak-hak individu sehingga jelas siapa subjek yang harus

18 Rizal Kesuma, (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk), Wawancara, Tanggal 04 Agustus 2020. 19 Rizal Kesuma, (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk), Wawancara, Tanggal 04 Agustus 2020, PUKUL 16.30.

8

Universitas Sumatera Utara

dilindungi, sedangkan dalam pengetahuan tradisional bertujuan untuk melindungi kepemilikan bersama (Komunal) sehingga memerlukan persamaan persepsi terkait siapa sebenarnya pemegang hak Pengetahuan Tradisional Tersebut.20

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta

Tradisional Suku Melayu di Kota Medan (Studi Pada Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkuluk)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka secara lebih konkret, masalah penelitian yang penulis dapat rumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Bentuk-Bentuk Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di

Kota Medan ?

2. Bagaimana Pengaturan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta

Tradisional ?

3. Bagaimana Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk Atas Karya

Cipta Yang Dihasilkan (Studi Pada Kelompok Pengrajin Samudera

Tengkulok) ?

20 Muthia Septarina, Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Dalam Konsep Hukum Kekayaan Intelektual, Jurnal Al’Adi, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016, hlm. 46- 47.

9

Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan masalah pokok diatas, ada beberapa tujuan yang melandasi penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui apa-apa saja Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di

Kota Medan.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang Yurisprudensi terhadap

Kepemilikan Hak Cipta atas Karya Cipta Tradisional di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana Hak Kelompok Pengrajin terhadap Karya

Cipta Tradisional yang dihasilkan khususnya Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkulok atas Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di Kota

Medan.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat Penulisan Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini yang ingin dicapai maka diharapkan penulisan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran

yang bermanfaat dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu

Hukum tentang Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Cipta atas Karya

Cipta Tradisional di Indonesia.

10

Universitas Sumatera Utara

2. Secara Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan masukan bagi pembaca dan memberi informasi. Sebagai

acuan dalam memberikan pembinaan dan bimbingan kepada peneliti dalam

rangka mengetahui sejauh mana perlindungan hukum terhadap kepemilikan

Hak Cipta atas Karya Cipta Tradisional .

E. Keaslian Penulisan

Dalam membuktikan keaslian judul skripsi ini yang berjududl

“PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA TRADISIONAL

SUKU MELAYU DI KOTA MEDAN (STUDI PADA KELOMPOK

PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK), penulis telah melakukan

pemeriksaan judul skripsi pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau

belum terdapat di Perpustakan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis sendiri.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan perlindungan akan harkat dan

martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh

11

Universitas Sumatera Utara

subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan

hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya

kesewenang-wenangan, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi

sebagai pelindung manusia.21

2. Pengertian Hak Cipta

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,

Pasal 1 angka 1, “Hak Cipta Adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul

secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan”.22

Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut

common law, yakni copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal

droit d’aueteur dan di Jerman sebagai urheberecht. Di Inggris, penggunaan

istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk

melindungi si pencipta. Namun, seiring dengan perkembangan hukum dan

teknologi, maka perlindungan diberikan kepada pencipta serta cakupan hak

cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku, tetapi juga drama, musik,

artystic work, fotografi, dan lain-lain.23

21 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), hlm. 19.

22 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 23 Dr. Endang Purwaningsih, S.H., M. Hum, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 1.

12

Universitas Sumatera Utara

3. Pengertian Ciptaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,

Pasal 1 angka 3, “Ciptaan Adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata”.24

Adapun ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta terdapat pada Pasal 40 ayat (1) , yaitu :

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua

hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan

pantomim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar,

ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. Karya seni terapan;

h. Karya arsitektur;

i. Peta;

24 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

13

Universitas Sumatera Utara

j. Karya seni batik atau seni motif lain;

k. Karya fotografi;

l. Potret;

m. Karya sinematografi;

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi

ekspresi budaya tradisional;

p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. Permainan video; dan

s. Program komputer.25

4. Pengertian Karya Cipta

Karya cipta merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada

konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk

intelektual (seperti puisi atau novel) atau produk material (kerajinan).26

25 Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta. 26 “Aspek dan Pola Motivasi dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas”, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/28577/2/BAB _I.pdf&ved=2ahUKEwib3s2eyIjrAhUoILcAHcLdBPgQFjABegQIDRAG&usg=AOvVaw3PgUH 3JlVJIln4LTtAkLIQ diakses pada tanggal 07 Agustus 2020.

14

Universitas Sumatera Utara

5. Pengertian Kelompok (Komunal) Pengrajin

Kelompok Pengrajin adalah kumpulan orang yang pekerjaannya

membuat barang-barang kerajinan atau kelompok orang yang mempunyai

keterampilan berkaitan dengan kerajinan tertentu seperti kelompok penenun

songket Palembang dapat disebut sebagai Pengrajin Songket dari

Palembang.27

G. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu kegiatan terencana yang dilakukan dengan metode

ilmiah, bertujuan untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran

ataupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau hipotesa yang ada.28 Sedangkan

penelitian hukum adalah penemuan kembali secara teliti dan cermat bahan

hukum atau data hukum untuk memecahkan permasalahan hukum.29

Menurut Sugiyono, metode penelitian adalah cara-cara ilmiah un5tuk

mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan,

dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu, sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, dan mengantisipasi masalah.30

1. Jenis dan Sifat Penelitian

27 Rubrik Bahasa, “Pengrajin atau Perajin”, https://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/06/15/pengrajin-atau-perajin/, diakses pada tanggal 07 Agustus 2020. 28 Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 34. 29 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta Timur: Prenadamedia, 2019), hlm 1. 30 Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum, (Depok : Prenadamedia Group (Divisi Kencana), 2018), hlm. 3.

15

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka penelitian

yang dilakukan dalam hal ini adalah penelitian hukum normatif-empiris.

Penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai

pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara

in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat.31

Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktriner adalah

penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum

doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada

peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.32

Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum

dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila

hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom

tanpa dikaitkan dengan masyarakat.33

Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke

lapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan,

serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat

memberikan informasi.

2. Data Penelitian

31 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.134. 32 Suratman & Philips Dillah, Op.cit. hlm. 51. 33 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,2009), hlm. 54.

16

Universitas Sumatera Utara

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

A. Data Primer

Data primer dalam penulian skripsi ini ialah dilakukan dengan cara

interview atau wawancara dengan narasumber-narasumber yang terkait

dengan skripsi ini. Narasumber antara lain dengan Bapak Tengku Muhar

Omtatok Selaku Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan, Bapak

Rizal Kesuma Selaku Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok.

B. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier.34

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang terdiri dari

peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hirarki :

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan

Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah

(Perda).35

b. Bahan Hukum Sekunder

34 Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Semarang: Mandar Maju, 2004, hlm.23. 35 Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Op.Cit, hlm. 172.

17

Universitas Sumatera Utara

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti misalnya literatur

yang diperoleh dari perpustakaan seperti bahan bacaan, buku-buku,

jurnal-jurnal, skripsi, tesis, dan artik el-artikel lain yang

berhubungan dengan topik Penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi, berupa kamus yang terdiri dari Kamus bahasa Indonesia,

kamus hukum dan data lainnya y ang dibutuhkan untuk melengkapi

bahan bagi penulis dalam penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi adalah studi kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, yaitu buku-buku, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen peraturan perundang- undangan dan penelitian lapangan (field reseacrh) dengan melakukan wawancara kepada Bapak Rizal Kesuma Selaku Ketua Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkulok, Bapak OK Muhammad Mukhlis Selaku Sekretaris

Forum Masyarakat Adat Melayu Deli.

4. Analisis Data

18

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empris, seluruh data yang

berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisa secara pendekatan kualitatif

dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif

dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan membandingkan sedangkan

metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang

berhubungan dengan topik dalam skripsi ini.

Bahan hukum yang sudah dianalisis sacara kualitatif kemudian diuraikan

secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan

hukum, selanjutnya bahan hukum diseleksi dan diolah. Dari hasil tersebut

kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas

permasalahan ini.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan skripsi ini tertuang dalam 5 (lima) bagian yang tersusun dalam bab-bab, yang mana satu sama lain saling berkaitan, dan di setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Agar dapat memberikan gambaran mengenai skripsi ini nantinya, maka penulis akan memberikan gambaran secara garis besar sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, Bentuk-Bentuk Karya Cipta Tradisional Suku Melayu di Kota

Medan, bab ini berisikan bentuk-bentuk Karya Cipta Seni, bentuk-bentuk Karya

19

Universitas Sumatera Utara

Cipta Sastra, dan bentuk-bentuk Karya Cipta Kerajinan Tradisional Suku Melayu di Kota Medan.

Bab III, Pengaturan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta

Tradisional, bab ini berisikan mengenai siapa Pemegang Kepemilikan Hak Cipta

Atas Karya Cipta Tradisional, Prosedur Pendaftaran Kepemilikan Hak Cipta Atas

Karya Cipta Tradisional, Jangka Waktu Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya

Cipta Tradisional, Dasar Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta

Tradisional, dan Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Komunal.

Bab IV, Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya Cipta

Yang Dihasilkan (Studi Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), bab ini berisikan mengenai Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya

Cipta Motif Asli dan Motif Modifikasi Yang Dihasilkan, Perlindungan Hukum

Terhadap Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Yang Dihasilkan Oleh

Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok, dan Peran Pemerintah dalam

Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Tradisional Suku

Melayu Pada Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok di Kota Medan.

Bab V, Penutup, Bab ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini, pada bagian ini, berisikan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.

BAB II

20

Universitas Sumatera Utara

BENTUK-BENTUK KARYA CIPTA TRADISIONAL SUKU MELAYU DI

KOTA MEDAN

A. Karya Cipta Seni

Seni adalah keindahan yang tertuang di dalam sebuah karya. Karya seni muncul tidak dengan serta-merta. Artinya, ada beberapa tahapan atau proses yang melingkupi kemunculan suatu karya seni. Peran manusia (seniman) sangat menentukan proses terjadinya karya seni. Proses karya seni ini dapat diibaratkan sama dengan proses kemunculannya seorang manusia di bumi ini. Tahapan- tahapan proses karya seni memberikan sejauh mana karya seni itu muncul sebagai realitas yang estetis.36 Kesenian Melayu adalah ekspresi dari kebudayaan masyarakat Melayu. Di dalamnya terkandung sistem nilai Melayu, yang dijadikan pedoman dan tunjuk ajar dalam kebudayaan. Kesenian Melayu menjadi bahagian yang integral dari institusi adat. Kesenian Melayu juga meluahkan filsafat hidup dan konsep-konsep tentang semua hal dalam budaya, seperti ketuhanan, kosmologi, globalisasi, akulturasi, inovasi, enkulturasi, dan lain-lainnya.37

Sebagai suatu karya seni tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun, maka perlindungan Hak Cipta atas karya tradisional suatu daerah dalam hal ini dikatakan sebagai Ekspresi Budaya Tradisional akan dipegang oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 Tentang Hak Cipta, yaitu : “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”. Perangkat hukum yang telah ditetapkan dalam Undang-

36 Eka Titi Andaryani, Proses Terjadinya Suatu Karya Seni, Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, Tahun 2016, hlm. 1. 37 Muhammad Takari, Kesenian Melayu Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya, Makalah Batam Takari, Batam, November 2013, hlm. 1.

21

Universitas Sumatera Utara

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta belum mencukupi kebutuhan masyarakat akan perlunya perlindungan karya seni tradisional daerah termasuk didalamnya karya seni di daerah. Menurut Edy Sedywati, secara umum pengertian

Ekspresi Budaya Tradisional atau apa yang disebut dengan Folklore adalah segala bentuk ungkapan budaya yang bersifat ekspresif yaitu khususnya ungkapan seni dimana yang penciptanya anonim dan ditransmisikan secara lisan.38

Masyarakat Melayu memiliki kesenian yang terdiri dari berbagai cabang seni seperti musik, tari, teater, rupa, arsitektur, dan lainnya. Setiap cabang seni ini terdiri dari berbagai genrenya masing-masing. Misalnya didalam tarian Melayu ada genre tari Anak Kala, Serampang Dua Belas, Hadrah, Pulau

Kampai, Zapin Serdang, Zapin Deli, Zapin Bunga Hutan, Selabut Laila, dan lain- lain.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan Tengku Muhar OmTatok selaku

Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan mengatakan terkait dengan

Karya Cipta Seni Tradisional Suku Melayu khususnya di Kota Medan atau disebut Melayu Deli, karya cipta seninya juga tidak jauh dari karya cipta

Masyarakat Melayu pada umumnya, ada beberapa kekhususan tersendiri yaitu diantaranya :39

1. Tari Zapin Anak Ayam

38 Emma Valentina Teresha Senewe, Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah, Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Vol. 2, Nomor 2, Tahun 2015, hlm. 12-13. 39 Tengku Muhar Omtatok (Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan), Wawancara, 17 Juli 2020, Pukul 17.00.

22

Universitas Sumatera Utara

Tari Zapin Anak Ayam merupakan tarian yang berasal dari suku

melayu yang mendiami daerah Labuhan Deli dan Batu Bara. Tari Zapin

Anak Ayam yaitu memiliki konsep gerak berdasarkan konsep gerak tari

Zapin yaitu gerak tahsyim, isi, tahtum didalam gerak tari Zapin Anak Ayam

Labuhan terdapat alif, siku keluang ,siku keluang pecah, siku keluang titi

batang, dan tahtum. Sementara pada tari Zapin Anak Ayam Batubara

terdapat sembah, kayuh, yaman kanan, yaman kiri,elang balego, dan

tahtum.40

2. Teater Makyong

Makyong sendiri merupakan sastra lisan yang dapat digolongkan ke

dalam genre drama. Akan tetapi, cerita-cerita yang diangkat dalam

pertunjukan-pertunjukan makyong termasuk genre cerita prosa rakyat. Bila

dikelompokkan ke dalam golongan yang lebih kecil lagi, cerita-cerita

didalam makyong adalah dongeng. Cerita-cerita yang diangkat dalam

pertunjukan makyong seperti Raja Muda Lembek dan Putri Ratna dan Wak

Perambun selain memenuhi kriteria tersebut juga tidak dianggap sakral.

Cerita-cerita makyong umumnya berkisah tentang Raja dan Keluarganya.

Tokoh Raja, Ratu, atau anak-anaknya biasanya harus didampingi oleh

tokonh Awang Pengasuh dan Mak Inang. Latar belakang yang digunakan

40 Muhammad Arifin Syahputra, Study Komparatif Tari Zapin Anak Ayam Labuhan Dengan Tari Zapin Anak Ayam Batubara, Skripsi UNIMED, 2015, hlm. 39.

23

Universitas Sumatera Utara

juga biasanya dalam sebuah kerajaan di negeri antah berantah. Tema yang

diusung adalah cinta, petulangan, atau persahabatan.41

3. Kesenian Melayu Deli

Ronggeng Melayu adalah sebuah genre seni pertunjukan atau

pertunjukan budaya yang terdiri dari tarian sosial berpasangan. Tarian ini

dipertunjukkan oleh ronggeng wanita (bisa lebih dari satu) dan penonton

(bisa laki-laki dan juga perempuan), ditambah sekelompok pemusik yang

menyajikan lagu-lagu Melayu dan juga lagu-lagu etnik Sumatera Utara dan

populer dunia.42 Kesenian Ronggeng Melayu merupakan kesenian yang

sangat pintar. Kesenian ini merupakan penggabungan dari beberapa unsur

seni seperti : unsur seni tari, bernyanyi, musik, dan juga menggabungkan

unsur sastra didalam kesenian ini yaitu sastra berpantun. Kesenian

Ronggeng Melayu dikatakan kesenian yang sangat pintar karena kesenian

ini menampilkan sastra pantun yang diucapkan secara sepontan tanpa ada

latihan terlebih dahulu. Ronggeng adalah salah satu bentuk seni tari

pertunjukan tradisional yang pernah sangat populer dan digemari oleh

masyarakat di Kota Medan pada umumnya dan orang Melayu khususnya.43

41 Wiflihani; Agung Suharyanto, Teater Tradisional Melayu Makyong dalam Lintasan Sejarah dan Kekinian Di Sumatera Utara, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 2014, hlm. 139. 42 Muhammad Takari; Fadlin Muhammad Dja’far, Ronggeng dan Serampang Dua Belas Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Seni, (Medan : USU Press, 2014), hlm. 5. 43 Namira Yasmin; dkk, Rekonstruksi Ronggeng Melayu di Sumatera Utara (1992-2016), Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Pendidikan,2020, hlm 33-34.

24

Universitas Sumatera Utara

4. Tari Serampang Dua Belas

Suku Melayu mendiami Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai,

Kota Medan, yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Suku Melayu Deli

tinggal di daerah pesisir dan juga pinggiran sungai Deli dan Labuhan. Suku

Melayu Deli terkenal dengan seninya baik seni berpantun, teater dan seni

tari. Salah satu tarian yang sangat terkenal bagi suku Melayu adalah Tari

Serampang Dua Belas. Tari Serampang Dua Belas adalah salah satu karya

seni budaya kebanggaan suku Melayu. Tari Serampang Dua Belas adalah

tarian yang berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak

pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh

kedua orang tua sang dara. Oleh karena menceritakan proses bertemunya

dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan,

laki-laki dan perempuan.44

Tari Serampang Dua Belas yang berasal dari Sumatera Utara.

Pencipta Tari Serampang Dua Belas adalah Guru Sauti. Beliau dilahirkan

pada tahun 1903 di Pantai Cermin Sumatera Timur (Sekarang Pesisir Timur

Provinsi Sumatera Utara).45

44 Purnama Sari, Eksistensi Tari Serampang Dua Belas Pada Suku Melayu di Kampung Juani Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kabupaten Serdang Bedagai, Jurnal UNIMED, 2017, hlm. 1. 45 Sabri Gusmail, Tari Serampang Dua Belas Di Sumatera Utara Kajian Estetika Melalui Pendekatan Multikulturalisme, Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, Vol.4, No.1, April 2017, hlm. 96.

25

Universitas Sumatera Utara

5. Teater

Teater Bangsawan yang dahulunya bernama bangsawan

ataupun opera bangsawan, menurut Umry dan kawan-kawan (1997), adalah

suatu bentuk pertunjukan sandiwara pada masa lalu yang khusus

dipentaskan di hadapan para raja, permaisuri, dan keluarga kerajaan

lainnnya. Ceritanya tentang seluk beluk dan perjalanan orang-orang istana.

Penontonnya tentunya juga kalangan bangsawan dan istana.46 Teater

Bangsawan sebuah kesenian yang masih bertahan dengan ciri

kemelayuannya, mengangkat cerita atau ide cerita, baik yang berasal dari

kisah nyata atau sejarah, hikayat, mitos, legenda, atau dongeng tentang

kehidupan yang terjadi dalam suatu kerajaan kehidupan tokoh-tokoh

bangsawan.47

Seni pertunjukan yang disebut sebagai bangsawan ini adalah

kesenian yang menggabungkan musik, lagu, tari, dan laga. Peralatan musik

yang mengiringi pementasannya terdiri atas : biola, akordion, gendang,

gong, harmonium, dan tambur. Ketika seni pertunjukan ini sedang

berlangsung, maka lagu-lagu yang mengiringinya, disamping lagu-lagu

46 Suyadi, Lakon Bangsawan Sumatera Utara, Tinjauan Sintaktika, Medan Makna Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan, Vol.XVII, No. 2, 2019, hlm. 184. 47 Hanny Oktaviani, Seni Teater Bangsawan Di Kecamatan Pemulutan Induk Kabupaten Ogan Ilir (Kajian Historis Dan Perkembangannya), Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2018, hlm. 5.

26

Universitas Sumatera Utara

yang sering dinyanyikan dalam joged atau tarian Zapin, adalah lagu-lagu

Stambul Dua, Stambul Opera, dan Dendang Sayang.48

6. Qasidah

Qasidah yaitu nyanyian solo tanpa iringan musik, menggunakan

teks-teks agama seperti dari kitab al-Barzanji. Qasidah adalah salah satu

bentuk seni islam.49 Tentunya tidak mengherankan apabila seni ini selalu

menampilkan lagu-lagu yang erat kaitannya dengan ajaran-ajaran islam.

Fungsi dari musik qasidah pada awalnya adalah hiburan bagi para santri,

dengan tujuan agar tetap mengingat dan memuji Allah SWT dan Rasul-Nya.

Qasidah modern dengan keyboard tunggal juga berfungsi sebagai seni

hiburan, ditambah dengan fungsi kesinambungan kebudayaan, identitas

sosial, dan ekonomi bagi pelaku seninya.50

7. Rodat (Barodah)

Kesenian Rodat adalah kesenian dari daerah pesisir yang didalamnya

terdapat pujian-pujian atau nyanyian yang bernafaskan Islam. Kesenian

Rodat yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan

yang kehidupannya masih sangat sederhana, merupakan warisan dari

kehidupan masyarakat secara turun-temurun.51

8. Hadrah

48 Op.Cit, hlm. 185. 49 Heristina Dewi, Musik, Lagu, Dan Melayu Sumatera Utara, Jurnal Pendidikan Sejarah, 2014, hlm 70. 50 Bambang Afrianto, Musik Qasidah : Dari Media Da’wah Menjadi Hiburan, Tesis USU, Tahun 2017, hlm. 15. 51 Dwi Haryadi, Bentuk dan Fungsi Kesenian Rodat Pada Upacara Ritual Potong Gembel Di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, Skripsi UNNES, Tahun 2013, hlm. 3.

27

Universitas Sumatera Utara

Hadrah yaitu nyanyian sekelompok pria yang disajikan dengan

tekhnik responsorial atau antiphonal, mempergunakan teks-teks religious

dengan iringan alat musik rebana berbentuk frame drum disertai dengan

tarian.

9. Marhaban

Marhaban merupakan seni suara warisa n Islam. Biasanya

masyarakat Melayu menanamkan bacaan ini dengan nama Marhaban. Acara

Marhaban ini dilakukan semasa membaca kitab Barjanzi pada bab keempat

yaitu apabila sampai rangkap yang kelapan pada ayat yang menyebut

baginda dilahirkan, pada ketika itu orang ramai pun berdiri sambil membaca

marhaban. Marhaban bertujuan mengingat Nabi Muhammad SAW serta

dapat menambah kemeriahan majlis yang diadakan.52 Marhaban juga

diadakan pada saat acara Perkawinan, Khitanan, dan Syukuran Anak yang

baru lahir, dibarengi juga dengan Tradisi Tepung Tawar. Alat musik yang

digunakannya pun amat khas dengan perpaduan Islam seperti : rebab,

accordion, gendang nobat, nafiri, serunai, gambus, ‘ud dan lain-lain.

10. Seni Mengirik Padi (Tari Ahoi)

Tari Ahoi adalah salah satu tari yang dimiliki oleh Suku Melayu.

Tari ini menceritakan tentang kegiatan mengirik padi para petani saat masa

panen tiba. Tari mengirik padi pada masyarakat Melayu merupakan hasil

kegiatan budaya yang diwujudkan dalam imitasi gerak-gerak kegiatan

bertani ketika panen. Para petani mengirik padinya sendiri atau

52 Abdul Basit Samat Darawi; Abdul Rahman Hamzah, Seni Barjanzi dan Marhaban : Sejarah dan Amalannya Dalam Masyarakat Melayu, ‘Ulum Islamiyyah Journal, Vol.14, Desembber 2014, hlm. 45.

28

Universitas Sumatera Utara

melakukannya secara berkelompok. Zaman dahulu sifat gotong royong itu

masih sangat diutamakan dalam masyarakat, saling membantu satu sama

lain agar pekerjaan mengirik padi cepat selesai.53

B. Karya Cipta Sastra

Karya sastra adalah sebuah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai sarananya. Karya sastra mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan pengarang sebagai refleksi pengarang atas realita kehidupan yang dilihat, dibaca, didengar, atau dialami. Karya sastra merupakan cerminan tentang kehidupan pengarang yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreativitas yang dimiliki pengarang dalam proses penciptaannya. Karya sastra dibangun dari struktur tanda-tanda yang bermakna.54 Bahasa dalam karya sastra menjadi alat untuk menimbulkan rasa khusus yang mengandung nilai estetik, selain sebagai sarana komunikasi, yang mampu menyampaikan informasi yang bermacam-macam kepada penikmatnya atau pembacanya. Aspek-aspek keindahan dalam karya sastra dapat ditinjau dari dua segi yang berbeda, yaitu segi bahasa dan keindahan itu sendiri.55

Salah satu ciptaan yang merupakan hasil kreativitas manusia adalah ciptaan dalam bidang karya sastra. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta, pada Pasal 40 mengatakan bahwa : “Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra...”( Undang-

53 Kartini CP Sitanggang, Makna Tari Ahoi Pada Masyarakat Melayu Langkat Di Kecamatan Sei Wampu, Skripsi UNIMED, 2015, hlm. 3. 54 Eri Duwi Agustina, Analisis Struktural-Semiotik Roman Un Appartment A Paris Karya Guillaume Musso, Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, 2018, hlm. 1. 55 Nuriana Istiqomah; dkk, Sikap Hidup Orang Jawa Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari, Jurnal Sastra Indonesia 3, No. 1, Tahun 2014, hlm. 1.

29

Universitas Sumatera Utara

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, n.d). dalam hal ini sudah pasti karya sastra seharusnya dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.56

Berkaitan dengan pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

(HKI) mengenai hak cipta yang merupakan sutau hak yang melindungi ciptaan manusia baik dibidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra. Regulasi atau peraturan mengenai perlindungan hak cipta diatur didalam pasal 1 Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, menjelaskan bahwa yang disebut dengan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-

Undangan.57

Dalam hal karya sastra Tradisional merupakan karya yang bisa dikatakan sebagai karya cipta yang Penciptanya tidak diketahui, karena zaman dahulu masyarakat adat belum ada fasilitas pengetahuan akan hal ciptaan tersebut. Maka

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, membahas mengenai perlindungan hukum terhadap Karya Cipta yang tidak diketahui Penciptanya, yang terdapat dalam Pasal 39 ayat (1), yang menyatakan “Dalam ha1 Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman,

56 Helena Lamtiur Simangunsong; dkk, Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pembajakan Karya Sastra Novel Versi E-Book Di Tokopedia, Jurnal Notarius, Volume 13, Nomor 1, hlm. 444. 57 Vina Maulida, Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Karya Sastra Di Wattpad Yang Dipublikasikan Tanpa Seizin Pencipta, Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jember, Tahun 2019, hlm. 2.

30

Universitas Sumatera Utara

Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan

Pencipta”.

Sesuai dengan hasil wawancara oleh Tengku Muhar Omtatok selaku

Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan, adapun bentuk-bentuk Karya

Cipta Sastra Tradisional Suku Melayu Di Kota Medan (Melayu Deli) antara lain :

1. Legenda Putri Hijau

Legenda Puteri Hijau adalah salah satu karya sastra tradisi

masyarakat Melayu dan Masyarakat Karo di Sumatera Utara. Legenda

Puteri Hijau merupakan sebuah cerita rakyat Melayu Deli yang banyak

mengandung unsur sejarah dan mitos. Ada tiga etnis yang terlibat dalam

kisah heroik tanah Deli ini, yaitu etnis Melayu, Karo, dan Aceh. Bahkan

sebagian masyarakat Melayu Deli dan Karo menganggap kisah ini adalah

kisah yang keramat atau sacral yang betul-betul pernah terjadi di tanah Deli.

Mereka mengatakan bahwa Puteri Hijau masih hidup, tinggal bersama

kakaknya didasar laut sekitar Pulau Berhala. Legenda Puteri Hijau ini juga

dikaitkan dengan awal berdirinya kerajaan Deli. Puteri Hijau yang selalu

digambarkan dengan segala kosakata kecantikan, bertahan hingga kini

dalam dua versi. Versi pertama berasal dari catatan sejarah yang mirip cerita

lisan yang berkembang di masyarakat Melayu Deli. Versi kedua adalah

bersifat legenda. Kisah Puteri Hijau ini juga pernah ditulis dalam bentuk

Syair Puteri Hijau yang ditulis oleh A. Rahman tahun 1962.58

58 Sahril, Analisis Struktur Aktan Dan Model Fungsional Legenda Putri Hijau, Jurnal Medan Makna, Vol. XI No. 1, Tahun 2013, hlm. 8.

31

Universitas Sumatera Utara

2. Pantun

Suku Melayu Deli sebagian besar berada di Provinsi Sumatera Utara

dan mempunyai kebudayaan dan sastra sendiri. Mereka mempunyai

kebiasaan dan adat yang dijaga turun temurun. Salah satunya adalah Pantun

Melayu Deli.59 Pantun merupakan bentuk puisi dalam kesusastraan Melayu

yang paling luas dikenal di masyarakat. Kata Pantun mempunyai asal-usul

yang cukup panjang dengan persamaan dari bahasa Jawa yaitukata parik

yang berarti pari, artinya paribasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu.

Pantun merupakan sastra lisan yang pertama kali dibukukan oleh Haji

Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman

dengan Raja Ali Haji.60

Pantun Melayu Deli memegang peranan penting karena bentuk

sastra ini lazim mengandung nilai-nilai nasihat dan tunjuk ajar yang kental

dan bernas. Salah satu nilai yang dapat diperoleh dari bait-bait pantun

adalah nilai estetik atau keindahan. Pantun mengandung makna yang terkait

dengan nasihat, petuah, ajaran moral, budi pekerti mulia, nilai kebijakan,

keutamaan dan keluhuran yang dapat menuntun kearah yang lebih baik.61

Pada masa lalu pantun digunakan oleh masyarakat untuk melengkapi

59 Administrator, Pantun Melayu deli (Bagian 1), IndoSastra.com, diposting pada 26 Desember 2018, diakses pada tanggal 19 September 2020. 60 Bima Prana Chitra; Zainab MZ, Tindak Tutur Pantun Melayu Deli, Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 4 No. 2, Oktober tahun 2019, hlm. 491. 61 Fatimah Sari Siregar; Edy Suprayetno, Makna Estetik Pantun Pernikahan Melayu Deli, Jurnal Prodikmas Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 1, Desember 2017 – Juni 2018, hlm. 46-47.

32

Universitas Sumatera Utara

pembicaraan sehari-hari. Sekarang pun sebagian besar masyarakat Melayu

masih menggunakannya. Pantun dipakai oleh para pemuka adat dan tokoh

masyarakat dalam pidato, oleh para pedagang yang menjajakan

dagangannya, orang yang ditimpa kemalangan, orang yang ingin

menyatakan kebahagiaannya.62

3. Hikayat Deli

Hikayat Deli sebagai salah satu karya fiksi. Hikayat Deli berkisah

tentang bagaimana silsilah keturunan raja-raja yang pernah berkuasa di Deli,

termasuk kisah awal siapa yang sebenarnya mendirikan kerajaan Deli itu

untuk pertama sekali. Hikayat Deli yang disusun ini mengisahkan

bagaimana sepak terjang seorang tokoh yang dikenal juga sebagai peletak

dasar Kerajaaan Deli, yaitu Gojah Pahlawan. Gojah Pahlawan adalah

seorang putra dari Hindustan, tepatnya dari Deli Akbar. Beliau adalah

keturunan anak cucu dari Sultan Iskandar Zulkarnain. Gojah Pahlawan

mempunyai saudara yang bernama Muhammad Derekan, sedangkan beliau

sendiri sebenarnya bernama Muhammad Dalik. Oleh sebab itu, keberadaan

Hikayat Deli dapat juga dijadikan salah satu sarana untuk meneroka tentang

sejarah sissilah Kerajaan Deli.63

4. Legenda Datuk Megang

Tokoh pelaku utama dalam sastra ini adalah Datu Megang. Tokoh

pembantunya adalah Si Balut, lima pembantu, Pak Deman, Pak Syahir,

Syekh Yusuf, dan Sobana. Datu Megang meiliki sifat keras hati; semangat

62 Op.Cit, hlm. 492. 63 Sahril, Hikayat Deli, Meneroka Sejarah Lewat Fiksi, Jurnal Medan Makna, No. 3, Tahun 2006, hlm. 26-27.

33

Universitas Sumatera Utara

hidupnya tinggi, yakin pada usaha, selalu ingin berhasil dalam kehidupan,

tidak pemalas, pengasih kepada semua manusia, disegani dan dihormati

sebagai seorang pendekar. Dari isi cerita Datuk Megang, dapat diambil

gambaran kehidupan masyarakat Melayu Sumatera Utara. Datuk Megang

merupakan seorang lelaki Melayu yang tabah, tidak putus asa didalam

hidup, terus giat bekerja dan berusaha, memiliki sifat pengasih dan

penolong serta tidak sombong, ia selalu memberikan harta bendanya kepada

yang memerlukan, dan tidak suka dipuji, tidak suka kesedihan menimpa

beberapa kali. Datuk Megang merupakan ikon lelaki Melayu Sumatera

Utara yang lengkap kebaikannya.64

5. Legenda Sri Dayang atau Asal Mula Burung Balam

Pada zaman dahulu kala terdapat sebuah negeri antah berantah,

sebahagian besar rakyatnya kerja berladang untuk mencari makan sehari-

hari. Di negeri ini hiduplah seorang petani dengan anak tunggalnya yang

bernama Sri Dayang. Wajahnya cantik sekali tak ada bandingnya dan dia

juga sangat penurut kepada orang tuanya. Pada suatu hari pergilah emaknya

ke ladang dan tinggallah Sri Dayang seorang diri. Kalau orang sudah ke

ladang, maka kampung akan sunyi dan Sri Dayang tinggal seorang diri di

rumah dan dikuncilah dari luar hanya dari jendela saja dia melihat ke luar.

Setiap hari Sri Dayang ingin ikut pergi ke ladang karena dia sangat bosan

berada dirumah terus, tetapi orang tuanya tidak mengizinkannya dengan

berbagai alasan. Sri Dayang hatinya menjadi sangat sedih, kesunyian tidak

64 Muhammad Takari; Fadlin, Sastra Melayu Sumatera Urata, (Medan : Program Studi Magister Penciptaan Dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2018) hlm. 177-178.

34

Universitas Sumatera Utara

tertahankan olehnya lagi. Maka terbukalah hatinya dan meminta kepada

Tuhan. “Wahai... Tuhan jadikanlah aku manusia yang bebas, jangan terkurung saja begini, ingin sekali aku melihat indahnya ladang, lebatnya hujan, mengapalah aku selalu terkurung begini.” Kemudian masuklah asap kedalam rumahnya dan lama-kelamaan asap itu menjelma menjadi manusia, manusia itu adalah Datok Pertapa seorang yang sakti. Datok Pertapa mengetahui semua keluahnnya dan Sri Dayang meminta sebuah permintaan untuk menjadi seekor burung, biar dia bebas melayang-layang menyaksikan keindahan dunia ini. Kemudian Datung Pertapa tadi mengabulkan permintaannya dan berubahlah wujud Sri Dayang menjadi seekor Burung

Balam, dan terbanglah dia menuju emaknya ke ladang. Setelah melihat kejadian itu Emak dan Bapaknya pun menangis dengan sangat menyesal karena tidak pernah mengizinkan anaknya untuk ikut ke ladang dan meminta maaf kepada Sri Dayang dan untuk kembali lagi menjadi manusia.

Namun tidak bisa lagi karena Sri Dayang sudah disumpah tidak bisa berubah wujud lagi. Sri Dayang pun tidak menyesal, Cuma harap suatu hari nanti hendaknya manusia jugalah yang memelihara aku nanti. Oleh karena itulah orang-orang suka memelihara Burung Balam, jadi yang berbintik- bintik di leher Burung Balam itu adalah kalung yang diberi oleh emaknya dahulu.65

65 Op.Cit, hlm. 186-188.

35

Universitas Sumatera Utara

6. Legenda Tuan Puteri Pucuk Kelumpang

Cerita ini dimulakan pada zaman dahulu kala, ketika agama islam belum masuk ke wilayah Budaya Melayu. Tuan Puteri Pucuk Kelumpang ini merupakan anak dari seorang saudagar kaya dengan isterinya yang cantik jelita. Pada saat isteri saudagar ini mengandung, saudagar itu pergi berniaga ke negeri seberang selama dua belas tahun untuk kebahagiaan sekeluarganya di hari kelak. Sebelum saudagar itu pergi, dia berpesan kepada isterinya yang sedang mengandung, “isteriku, kalau anak kita lelaki berilah nama sesuai dengan nama-nama orang Melayu lazimya, kalau boleh

Awang Laksamana, namun kalau ia perempuan, sesuai dengan kebiasaan puak kita, maka bunuhlah dia dan tanamlah agar tidak membuat malu keluarga kita”. Kemudian pesan suaminya disetujui dan dipahami oleh isterinya. Seiring berjalannya waktu anak itu lahir dan melahirkan seorang anak perempuan, namun isterinya tidak membunuh anak tersebut serta tidak memenuhi pesan suaminya. Dua belas tahun pun berlalu, saudagar itu kembali pulang dan menanyakan kepada isterinya apakah anak yang dilahirkannya itu laki-laki atau perempuan, lantas isterinya menjawab perempuan dan menyatakan telah membunuh anak tersebut, isterinya pun berbohong pada saat itu. Lama kelamaan kemudian kebohongan itu diketahui sendiri oleh suaminya dan bergegas mencari anak tersebut ke puncak pohon kelumpang dan ingin membunuhnya. Setelah berjumpa dengan anaknya tersebut di pohon kelumpang, saudagar itu langsung menembaki anaknya tersebut. Saudagar melihat anaknya yang sangat cantik

36

Universitas Sumatera Utara

walau telah meninggal, ia bersedih, karena mengikut peraturan yang tidak

manusiawi ini dipegang oleh masyarakatnya. Akhirnya, ia pun berani

menentang aturan adat tersebut, dan menyatakan sejak detik ini, ia dan

keturunannya atau siapapun yang mau mendukungnya, agar tidak

membunuh anak perempuan. Hargailah mereka, karena tanpa adanya

perempuan, siapa yang akan meneruskan generasi keturunan manusia.66

C. Karya Cipta Kerajinan

Kerajinan adalah salah satu hal yang bernilai sebagai kreativitas alternatif, suatau barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan. Umumnya, barang kerajinan banyak dikaitkan dengan unsur seni yang kemudian disebut seni kerajinan.67 Kerajinan adalah barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan

(seperti tikar, anyaman, dan sebagainya); barang-barang sederhana, biasanya mengandung unsur seni; dapat pula didefinisikan sebagai usaha kecil-kecilan yang dikerjakan di rumah. Sementara itu, kerajinan tangan adalah kegiatan membuat barang-barang sederhana dengan menggunakan tangan.68

Seni kerajinan adalah implementasi dari karya seni kriya yang telah di produksi secara massal (mass product). Produk massal tersebut dilakukan oleh para pengrajin. Terdapat kelompok-kelompok pengrajin sebagai home industry yang banyak berkembang di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini sebagai bagian

66 Op.Cit, hlm. 189-191. 67 Timbul Raharjo, Seni Kriya & Kerajinan, (Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2011), hlm. 15. 68 Dade Mahzuni; dkk, Pengembangan Kerajinan Tangan Berbasis Kearifan Budaya Di Pakenjeng Kabupaten Garut, Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 6, No. 2, Juni 2017, hlm. 102.

37

Universitas Sumatera Utara

ekonomi kerakyatan. Oleh pemerintah pun digolongkan pada jenis Usaha Kecil

Menengah (UKM).69

Seni kerajinan adalah sebuah karya seni yang tercipta dari tangan-tangan terampil, juga merupakan simbol dan identitas budaya yang tak ternilai harganya.

Kerajinan juga merupakan aset budaya sekaligus juga aset pariwisata. Produk kerajinan mempunyai peran yang tidak sedikit dalam upaya mendongkrak perekonomian rakyat dan kunjungan wisatawan. Produk-produk kerajinan khas daerah-daerah di Indonesia sudah mendapat tempat di hati para wisatawan, baik wiasatawan nusantara maupun mancanegera.70

Cukup banyak macam-macam tekhnik seni kerajinan tangan yang dilakukan secara manual berdasarkan keterampilan tangan pengrajin; atau teknik pembuatan kerajinan tangan melalui bantuan peralatan mesin. Diantaranya teknik seni kerajinan tersebut yaitu : Menganyam, Mengukir, Menjahit, Mengikat,

Merangkai-Meronce, Merajut, Menempel, Menyulam, Membatik, Melipat,

Membutsir, Pilin, Putar, Mencetak, Sablon, Melukis, Menoreh, Membubut.71

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai macam keanekaragaman budaya, di masing-masing daerahnya, memiliki ciri khas dan karya seni dan produk kerajinan tradisional masing-masing daerah yang

69 Op.Cit, hlm. 15. 70 Muhajirin, Dasar-Dasar Kerajinan, Pengenalan Jenis Karya Seni Kerajinan Berdasarkan Bahan Dan Tekniknya, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staffnew.uny.ac.id/upload/13321 02200/pendidikan/DASAR-DASAR, diakses pada tanggal 20 September 2020. 71 Sumanto; Sukamti, Keragaman Jenis Dan Model Produk Home Industry Kerajinan Tangan Sebagai Sumber Belajar Di Sekolah Dasar, Jurnal Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, Vol. 27, No. 1, Mei 2018, h lm. 51.

38

Universitas Sumatera Utara

diwariskan oleh nenek moyang.72 Suatu karya seni serta produk kerajinan tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun, maka perlindungan Hak

Cipta atas karya tradisional suatu daerah akan dipegang oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak

Cipta (Sekarang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta), yang menyatakan “Negara memegang Hak Cipta atas Folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, contohnya, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya". dij”laskan bahwa yang dimaksud dengan folklore adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun termasuk hasil seni antara lain berupa : lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.73

Sesuai dengan hasil wawancara oleh Tengku Muhar Omtatok selaku

Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan, adapun bentuk-bentuk Karya

Cipta Kerajinan Tradisional Suku Melayu Di Kota Medan (Melayu Deli) antara lain :

72 Mayana; Ranti Fauza, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hlm. 14. 73 Inayah, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum terhadap Produk Kerajinan, Legal Standing Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.2, September 2020, hlm. 89.

39

Universitas Sumatera Utara

1. Tengkuluk

Tengkuluk adalah penutup kepala dan sering disebut Takuluk atau

Kuluk. Selain berfungsi sebagai salah satu pelengkap busana tradisional, tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara formal, pesta adat serta pelindung kepala saat di sawah. Seiring bergulirnya waktu, fungsi tengkuluk tidak hanya sekedar penutup kepala saja, tetapi menjadi lebih kompleks, sebagai alat atau penunjuk agama dan status sosial. Hingga kini, tengkuluk masih tetap setia menjadi simbol keharusan dan keluhuran budi pria Melayu

Deli. Hingga saat sekarang tengkuluk dalam bentuk asli masih dipakai oleh orang-orang tua di dusun-dusun, yang mana penggunaan tengkuluk yaitu dengan melilitkan kain diatas kepala sesuai dengan fungsinya, tanpa menggunakan peniti ataupun jarum. Cerminan keluhuran budi terlihat pada saat pria Melayu Deli hendak keluar rumah mereka tetap akan menutup kepala mereka. Didalam islam ini diwajibkan karena menutup kepala itu wajib. Di dalam adat ini mencerminkan kesopanan dan penghormatan terhadap nenek, mamak dan keluarga lainnya. Karena jika pria Melayu Deli keluar rumah tanpa menutup kepala pada masa itu dianggap sebagai pria yang tidak punya kesopanan, selain itu cerminan keluhuran budi pria

Melayu Deli juga terlihat pada saat keluarga menerima tamu baik dari keluarga dekat maupun keluarga jauh sehingga si pria terlihat dalam kegagahan.74

74 Moyang Kelleng Kabeakan, Op.Cit, hlm. 51-52.

40

Universitas Sumatera Utara

2. Tepak Sirih

Tepak Sirih merupakan salah satu icon Melayu yang sangat

menonjol. Tepak sirih merupakan kelengkapan yang selalu hadir dalam

setiap upacara dan perhelatan, baik di instansi-instansi pemerintahan, di

kalangan adat, maupun di masyarakat umum. Tepak sirih dihanturkan

sebagai simbol penghormatan pada acara penerimaan tamu,

meminang/pernikahan, penganugerahan gelar adat atau pada berbagai acara

lainnya.75 Salah satunya yang sering digunakan adalah untuk properti utama

dan satu-satunya dalam Tari Persembahan, nantinya tepak sirih tersebut

akan dipersembahkan atau diberikan kepada tamu kehormatan pada akhir

tarian. Adapun isi dari tepak sirih tersebut antara lain :

a. Daun sirih secukupnya tersusun rapi dalam keadaan terlungkup

dengan gagangnya mengarah keatas.

b. Lima atau tiga bungkus sirih yang telah dikapuri, siap untuk

dijamah dan disantap.

c. Kapur sirih se-cembul.

d. Pinang diracik se-cembul.

e. Tembakau se-cembul.

f. Kacip sebuah.76

75 Dispusip Kota, Tepak Sirih Riau (Sinopsis Buku), 24 April 2018, https://dispusip.pekanbaru.go.id/tepak-sirih-riau/ diakses pada tanggal 20 September 2020. 76 Fatia Kurniati; Kuswarsantyo, Makna Filosofis Tari Persembahan Dan Kaitannya Terhadap Karakter Masyarakat Kota Pekanbaru Provinsi Riau, Jurnal Imaji, Vol. 16, No. 1, April 2018, hlm. 30.

41

Universitas Sumatera Utara

3. Songket Deli

Songket adalah salah satu dari unsur busana Melayu tradisional.

Secara sosiobudaya songket ini dipergunakan dalam berbagai keperluan

orang Melayu. Secara lebih dalam pula, songket meiliki fungsi-fungsi

sosial. Songket juga berguna sebagai untuk kain samping, Dester,

Selendang, alat rumah tangga dan juga sebagai busana pengantin.77 Selain

penggunaan, maka secara nyata songket juga memiliki sumbangan fungsi

yang lebih dalam pada kebudayaan melayu secara umum. Fungsi ini akan

memberikan konsistensi internal ke dalam budaya Melayu, yang akhirnya

dapat mencapai kekekalan budaya Melayu. Fungsi-fungsi yang

disumbangkan oleh budaya tenunan songket itu adalah, Sebagai penjaga

kontinuiti dan stabiliti Budaya Melayu; Sebagai pengungkap sistem estetika;

Sebagai pengungkap nilai-nilai; Sebagai wahana integrasi dan masuknya

seseorang menjadi Melayu; Sebagai penguat identiti Melayu; Sebagai

petunjuk Strata Sosial; Sebagai ungkapan rasa cinta.78

4. Pulut Balai

Balai atau sering juga disebut dengan Pulut Balai, balai memiliki

empat kaki seperti meja disetiap tingkatnya ada yang 3,5,7 dan 9 tingkatan

ini disesuaikan dengan tingkat kedudukan dan posisi pemilik balai. Adapun

tingkat kedudukan dan posisi pemilik balai terdiri atas keturunan biasa dan

keturunan bangsawan tingkat balai menunjukkan strata sosial

77 Muhammad Takari, Busana Pengantin Melayu Sumatera Utara Dalam Konteks Kebudayaan, Makalah USU, hlm. 12. 78 Muhammad Takari; Fadlin, Budaya Songket Di Sumatera Utara : Fungsi Sosial, Organisasi, Dan Ekonomi, Makalah USU, hlm. 6-10.

42

Universitas Sumatera Utara

penggunaannya seperti raja-raja, keturunan raja, bangsawan dan rakyat

biasa. Setiap tingkat balai berisikan pulut yang sudah dimasak, balai untuk

kalangan kerajaan dan bangsawan memiliki 2 macam warna yaitu balai

kuning dan putih, akan tetapi pada zaman dahulu rakyat biasa hanya

menggunakan balai berwarna pink, biru, merah, emas, dan ungu namun

zaman sekarang rakyat biasa juga bisa menggunakan balai kuning dan putih.

Setiap tingkat balai dihias dengan memancakkan bunga merawal yang ada

disekeliling balai dan didalam tempat bunga merawal diletakkan telur yang

sudah direbus biasanya tempat ini terbuat dari kertas yang di bentuk-bentuk

bunga merawal dan telur dipancakkan ditingkat kedua sedangkan bendera

dipancakkan pada tingkat ketiga disekeliling balai.79

5. Badik Tumbuk Lada

Badik Tumbuk Lada merupakan salah satu senjata tajam yang

digunakan masyarakat Melayu pada umumnya untuk berperang pada zaman

dahulu. Badik Tumbuk Lada ini biasanya dibubuhi dengan racun, bentuknya

menyerupai keris tapi lebih pendek.80

6. Keris Khas Deli

Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan

tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di

79 Liza Amelia, Fungsi Dan Makna Balai Pada Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, Skripsi Sarjana USU, Tahun 2017, hlm 17-19. 80 Dedi Arman, Pedang Melayu, Senjata Tradisional dari Riau, Artikel dari situs resmi kebudayaan.kemendikbud.go.id, 24 Desember 2019, diakses pada tanggal 20 September 2020.

43

Universitas Sumatera Utara

kawasan Nusantara bagian barat dan tengah.81 Sebagian besar dari kita

sering menganggap bahwa keris hanya ada di Jawa, maka sebaiknya coba

menjelajahi ke daerah Sumatera atau negeri Jiran Malaysia, pasalnya dalam

budaya masyarakat daerah tersebut kita juga akan menemukan keris sebagai

warisan dari leluhur merek. Keris juga dapat ditemukan dalam budaya

masyarakat Melayu Riau dan Melayu di Sumatera Timur termasuk Melayu

Deli, kerisnya memiliki keunikan tersendiri, yaitu jumlah luk (lekukan)

yang sedikit serta ukiran pada gagang dan sarungnya yang lebih banyak

bermotif flora.

81 Siska Rahmawati; dkk, Peristilahan Persenjataan Tradisional Masyarakat Melayu Di Kabupaten Sambas, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Untan Vol. 5, No. 6, Tahun 2011, hlm. 2.

44

Universitas Sumatera Utara

BAB III

PENGATURAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK CIPTA ATAS KARYA

CIPTA TRADISIONAL

A. Pemegang Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional

Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.82

Menurut Vollmar, setiap makhluk hidup mempunyai apa yang disebut wewenang berhak yaitu kewenangan untuk membezit (mempunyai) hak-hak dan setiap hak tentu ada subjek haknya sebagai pendukung hak tersebut. Setiap ada hak tentu ada kewajiban. Setiap pendukung hak dan kewajiban disebut subjek hukum yang terdiri atas manusia (natuurlijk person) dan badab hukum

(rechtspersoon).83

Prof. Mahadi menulis, “Setiap ada subjek tentu ada objek, kedua-duanya tidak lepas satu sama lain, melainkan ada relasi (hubungan), ada hubungan antara yang satu dengan yang lain”. Selanjutnya beliau mengatakan hubungan itu namanya eigendom recht atau hak milik. Selanjutnya menurut Pitlo, sebagaimana dikutip oleh Prof. Mahadi menuliskan bahwa, “... disatu pihak ada seseorang (atau kumpulan orang/badan hukum), yakni subjek hak, dan pada pihak lain ada benda yaitu objek hak”. Dengan kata lain kalau ada sesuatu hak maka hasrus ada benda,

82 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang N0. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 83 H. OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 70.

45

Universitas Sumatera Utara

objek hak, tempat hak itu melekat, dan harus pula ada orang subjek yang mempunyai hak itu.84

Jadi jika kita kaitkan dengan hak cipta, maka yang menjadi subjeknya ialah pemegang hak yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah memperoleh hak untuk itu. Yaitu dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat, atau pihak lain dengan perjanjian. Sedangkan yang menjadi objeknya ialah benda yang dalam hal ini adalah hak cipta, sebagai benda immateril.85

Dalam Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014), membedakan penggolongan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta dalam beberapa kualifikasi, sebagai berikut :

a. Pencipta

Biasanya, pencipta suatu Ciptaan merupakan Pemegang Hak Cipta atas

Ciptaanya. Dengan kata lain, Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta itu sendiri

sebagai Pemilik Hak Cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari

Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut

diatas.86

Yang dianggap sebagai pencipta, yaitu orang yang namanya :

1) Disebut dalam Ciptaan;

2) Dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;

3) Disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau

84 Ibid. 85 Ibid. 86 Tim Lindsey; dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Alumni, 2011), hlm. 110.

46

Universitas Sumatera Utara

4) Tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.87

5) Seseorang yang berceramah tidak menggunakan bahan atau

secara tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa

penciptanya88 b. Dua Orang atau Lebih

Jika suatu Ciptaan diciptakan oleh beberapa orang, maka yang

dianggap sebagai penciptanya :

1) Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh

Ciptaan yang bersangkutan atau penghimpunnya;

2) Perancang Ciptaan yang bersangkutan.89 c. Lembaga atau Instansi Pemerintah

Seseorang karyawan “pegawai negeri sipil” yang dalam hubungan

dinasnya dengan Instansi Pemerintah menciptakan suatu Ciptaan dan Ciptaan

tersebut menjadi bagian dari tugas sehari-hari karyawan tersebut, tidak

dianggap sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, kecuali bila

diperjanjikan lain antara Pencipta dengan Instansi Pemerintah tempatnya

bekerja. Yang menjadi Pemegang Hak Cipta adalah Instansi Pemerintah yang

untuk dan dalam dinas pegawai negeri sipil Ciptaan itu dikerjakan, dengan

tidak mengurang hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas

sampai keluar hubungan dinas.90

87 Pasal 31 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 88 Pasal 32 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 89 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 116. 90 Tim Lindsey; dkk, Op.Citt, hlm. 110-111.

47

Universitas Sumatera Utara

d. Pekerja Lepas (Freelancers)

Hak cipta atas suatu ciptaan yang dibuat berdasarkan pesanan berada

ditangan yang membuat Ciptaan itu. Yang membuat Ciptaan itu dianggap

sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali diperjanjikan lain antara

kedua belah pihak.91 e. Badan Hukum

Dalam hal badan hukum melakukan Pengumuman, Pendistribusian,

atau komunikasi atas Ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut,

dengan tanpa menyebut seseorang sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai

Pencipta yaitu badan hukum.92 f. Negara

Negara Republik Indonesia adalah pemegang hak cipta atas ekspresi

budaya tradisional, seperti yang tercantum dalam pasal 38 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi “Hak

Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”.93

Negara adalah juga Pemegang Hak Cipta untuk kepentingan Pencipta

atas Ciptaan yang tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum

diterbitkan. Lain halnya untuk ciptaan yang diterbitkan tetapi tidak diketahui

Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tercantum nama samaran

Penciptanya. Dalam hal yang demikian, Penerbit adalah Pemegang Hak Cipta

atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. Terhadap suatu ciptaan

yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau

91 Ibid. 92 Pasal 37 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 93 Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

48

Universitas Sumatera Utara

Penerbitnya, Negara untuk kepentingan Penciptanya menjadi Pemegang Hak

Cipta.94

Indonesia menetapkan perlindungan hak cipta diberikan pada ciptaan yang bersifat pribadi dengan persyaratan yang memenuhi keaslian, berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kreativitas (creativity) dan dalam bentuk yang khas. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa konsep yang digunakan dalam perlindungan hak cipta yang digunakan di Indonesia adalah adanya “ciptaan yang bersifat pribadi” yang dalam konsep Negara civil law disebut dengan natural person. Ciptaan yang bersifat pribadi ini yang kemudian tidak terdapat didalam sebagian folklor sebagai ekspresi budaya tradisional yang ada di Indonesia.

Selama ini folklor muncul, tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat komunal, sehingga tidak bisa diklaim sebagai milik individu atau individu tertentu.95 Jadi dapat dikatakan bahwa Karya Cipta Tradisional ini dimiliki oleh masyarakat komunal atau sekelompok orang yang ada selalu berlangsung secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang berikutnya dan Pemegang

Kepemilikan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara.

Bahwa didalam Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 menjelaskan mengenai kewajiban negara untuk memajukan kebudayaan Indonesia , dengan berbunyi sebagai berikut “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Perlindungan terhadap Pengetahuan

94 Tim Lindsey; dkk, Op.Cit, hlm. 112-113. 95 Arif Lutviansori, Op.Cit,, hlm. 103.

49

Universitas Sumatera Utara

Tradisional dan ekspresi budaya tradisional ini akan berkaitan dengan peran negara dalam mewujudkan cita hukum Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut :

1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia;

2. Negara berhak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat;

3. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdsarkan kerakyatan dan

permusyawaratan perwakilan;

4. Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab.96

Selanjutnya Negara memegang hak cipta atas folklor atau ekspresi budaya tradisional dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Ketentuan ini sangat penting terutama karena masalah ekspresi folklore merupakan satu dari tiga isu penting secara internasional akhir-akhir ini.97

B. Prosedur Pendaftaran Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta

Tradisional

Di Indonesia, pendaftaran karya ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Timbulnya perlindungan suatau ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena

96 Muthia Septarina, Op.Cit, hlm. 56-57. 97Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung : PT. Alumni, 2005), hlm. 118.

50

Universitas Sumatera Utara

pendaftaran.98 Namun demikian, dianjurkan kepada pencipta maupun pemegang hak cipta untuk mendaftarkan ciptaannya, karena Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat diadakan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut.99

Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta atau kuasa kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melaui Direktorat Jenderal

HaKI dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya. Terhadap permohonan pendaftaran ciptaan tersebut, Direktorat Jenderal HaKI akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.100

Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran ciptaan ini telah diatur dalam

Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.01-HC.03.01 Tahun 1987, tentang

Pendaftaran Ciptaan. Berdasarkan ketentuan ini, permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat

Jenderal HaKI, dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Dengan surat dua rangkap;

b. Ditulis dalam bahasa Indonesia;

c. Diatas kertas folio ganda;

d. Lembaran pertama dibubuhi materai tempel;

98 Haris Munandar; Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya, (Bandung : Erlangga, 2008), hlm. 24. 99 Eddy Pelupessy, Hak Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights, (Malang : CV. Cita Intrans Selaras, 2017), hlm. 11. 100 Rachmadi Usman, Op.Citt, hlm. 139.

51

Universitas Sumatera Utara

e. Ditandatangani oleh pemohon atau pemohon-pemohon atau oleh kuasanya

yang khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan tersebut; dan

f. Disertai contoh ciptaan atau penggantinya.101

Dalam surat permohonan tersebut berisi :

a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;

b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;

c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;

d. Jenis dan judul ciptaan;

e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan unt uk pertama kali;

f. Uraian ciptaan rangkap tiga.102

Permohonan pendaftaran ciptaan ini dapat diajukan melalui pos atau langsung menghadap sendiri di Direktorat Jenderal HaKI, dengan melampirkan :

a. Surat permohonan pendaftaran ciptaan yang ditulis dengan lengkap dan

benar dalam rangkap dua;

b. Contoh ciptaan atau penggantinya;

c. Bukti kewarganegaraan dari pencipta maupun pemegang hak cipta, seperti

fotocopy kartu tanda penduduk, pasport, SKBRI dan sebagainya;

d. Salinan atau turunan resmi akta pendirian badan hukum bila yang

memohon bad an hukum, berupa fotocopy akta pendirian badan hukum

yang bersangkutan yang dilegalisir oleh notaris;

101 Ibid, hlm. 140. 102 Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek, (Bandung : CV. Yrama Widya, 2002), hlm. 21.

52

Universitas Sumatera Utara

e. Bukti pemindahan hak atas ciptaan tersebut dari pencipta kepada

pemegang hak cipta, berupa yang asli atau salinanya yang disahkan oleh

pejabat yang berwenang;

f. Surat kuasa, apabila surat permohonan ditandatangani oleh seorang kuasa.

Kuasa disini harus warganegara Indonesia dan bertempat tinggal didalam

wilayah Republik Indonesia;

g. Biaya permohonan pendaftaran suatu ciptaan sesuai dengan yang

ditetapkan Pemerintah;

h. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan ini dapat

dijumpai dalam Surat Edaran Menteri Kehakiman Nomor M.02.HC.03.01

Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan

Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar;

i. Apabila pemohonnya lebih dari seorang, nama-nama pemohon harus

ditulis semuanya dengan disertai tanda tangan dengan menetapkan satu

alamat pemohon.

Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan saja, yang berarti pula tidak dapat diajukan bermacam-macam ciptaan dalam satu surat permohonan. Surat permohonan tersebut ditandatangani oleh pemohon atau pemohon-pemohon dalam hal penciptanya lebih dari satu orang atau oleh kuasanya yang khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan tersebut disertai contoh ciptaan atau penggantinya dan bukti tertulis yang menerangkan tentang kewarganegaraannya.103

103 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 95.

53

Universitas Sumatera Utara

Terkait dengan prosedur pendaftaran hak cipta atas karya cipta tradisional sebagai ekspresi budaya tradisional, tidak perlu didaftarkan langsung secara individu, karena Negara dalam hal ini yang akan bertanggung jawab untuk memegang hak kepemilikan atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta, maka dengan upaya pemerintah dalam melindungi karya cipta di bidang ekspresi budaya tradisional adalah dengan menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana yang diatu dalam pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta.

Mengingat banyaknya ekspresi budaya tradisional yang ada di Indonesia, maka berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Tentang Data

Kekayaan Intelektual Komunal dalam pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa inventarisasi dilakukan oleh Menteri dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan/atau pemerintah daerah.104

Inventarisasi merupakan salah satu langkah Defensive Protection

(perlindungan secara defensif). Defensive Protection ini dimaksud sebagai upaya agar tidak terjadi penggunaan secara melawan hukum kebudayaan tradisional suatu masyarakat. Langkah-langkah yang dilakukan oleh berbagai negara dan komunitas masyarakat dalam memanfaatkan Defensive Protection ini adalah dengan membangun database berkaitan dengan kebudayaan negerinya. Sehingga,

104 I Kadek Anjas Pajar Sedayu; dkk, Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional Terhadap Tabuh Telu Buaya Mangap Di Kabupaten Gianyar, Makalah Ilmiah Ringkasan Skripsi Universitas Udayana, hlm. 8.

54

Universitas Sumatera Utara

database ini dapat digunakan sebagai dokumen pembanding (prior art) ketika ada klaim terhadap pengetahuan tradisional yang dimaksud.105

C. Jangka Waktu Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional

Sejarah perkembangan hak cipta di Indonesia sama seperti di luar negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (sciences) dan teknologi.

Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikianlan jika kita lihat dalam Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UHC 1982, dibatasi hanya 25 tahun. Kemudian dalam UHC No.7 Tahun 1987 dan UHC

No.12 Tahun 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention (sebelum direvisi) tahun 1967yang kita ketahui diadopsi oleh Auteurswet 1912. Perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing kedalam budaya hukum Indonesia.106

Pada dasarnya Undang-Undang Hak Cipta, mengenal 3 (tiga) ketentuan jangka waktu perlindungan hak cipta. Hal itu diatur dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 61 Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, sebagai berikut :

Pertama, jangka waktu selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Yang memperoleh perlindungan selama life time plus 70 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan atau

105 Danu Rachmanullah; dkk, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, Jurnal Pactum Law Journal, Vol 1 No. 04, 2018, hlm. 356. 106 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 107.

55

Universitas Sumatera Utara

derivatif.107 Di antaranya, buku, pamflet, dan semua hasrl karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; aiat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrali, seni pahat, patung, atau kolase; karya arsitektur; peta; dan karya seni batik atau seni motif lain.108Apabila ciptaan dimaksud dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung hingga 70 tahun sesudahnya.109 Ketentuan ini juga berlaku bagi ciptaan yang dimiliki badan hukum tetapi jangka waktunya selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Kedua, jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan diumumkan. Jenis-jenis ciptaan yang dilindungi selama 50 tahun ini meliputi, karya fotografi; Potret; karya sinematografi; permainan video; Program

Komputer; perwajahan karya tulis; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli.110 Perlindungan selama 50 tahun juga berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang Hak Ciptanya

107 Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 80. 108 Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 109 Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 110 Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

56

Universitas Sumatera Utara

dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) dan ayat

(3), yang menyatakan “Dalam hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan

Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta” dan “Dalam hal Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Pencipta dan pihak yang melakukan

Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta”. Demikian pula Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.

Ketiga, tanpa batas waktu. Perlindungan abadi ini diberikan untuk folklor atau ekspresi budaya tradisional dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, dan karya seni lainnya. Hak cipta atas ciptaan-ciptaan seperti itu dipegang oleh negara. Perlindungan secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral khususnya Paternity Right sebagaimana diatur dalam pasal

57 ayat (1).111 Mengenai hak moral dalam kaitan hak untuk menuntut agar nama pencipta tetap tercantum dalam ciptaannya tidak memiliki batas waktu.

Sedangkan hak moral berkenaan dengan larangan untuk mengubah suatu ciptaan atau perubahan judul dan anak judul ciptaan berlaku selama berlangsungnya jangka waktu perlindungan atas ciptaan tersebut.112

111 Henry Soelistyo, Op.Cit, hlm. 81. 112 Achmad Zen Umar Purba, Op.Cit, hlm. 123.

57

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya Undang-Undang Hak Cipta yang mengenai ekspresi budaya tradisional diatur didalam pasal 38 ayat (1), menyatakan bahwa “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara”, dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional, Hak Ciptanya di pegang oleh Negara, dan dengan jangka masa berlakunya tanpa batas waktu sesuai dengan ketentuan pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta.

Disisi lain negara juga sebagai pemegang hak cipta dalam satu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, sebagaimana yang diatur dalam pasal 39 ayat

(1), yang menyatakan “Dalam ha1 Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan

Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta”. Termasuk adalah ekspresi budaya tradisional yang ciptaannya itu diterbitkan, namun tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptanya, maka jangka waktu perlindungan hukumnya adalah berlaku selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum dan hak ciptanya dipegang oleh

Negara untuk kepentingan Pencipta.

D. Dasar Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Tradisional

Sejak 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa telah diberlakukan Konvensi Bern 1886, yang ditujukan bagi perlindungan ciptaan- ciptaan di bidang sastra dan seni, dan dapat dikatakan bahwa Konvensi Bern ini adalah suatu pengaturan perlindungan hukum hak cipta yang dianggap modern

58

Universitas Sumatera Utara

untuk waktu itu.113 Dalam Konvensi Bern, objek perlindungan Hak Cipta terdiri sari karya sastra, ilmu, dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmu, dan seni dengan cara atau bentuk pengungkapan apa pun. Di samping karya asli dan

Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan (salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen, musik, karya fotografis. Perlindungan juga diberikan kepada para pencipta atau pemegang hak. Para pencipta memperoleh perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. Artinya, para pencipta merupakan warga negara dari salah satu negara yang terikat pada konvensi memperoleh perlindungan di negara-negara yang tergabung dalam Uni ini.114

Kecenderungan negara-negara Eropa Barat untuk menjadi peserta pada

Konvensi ini, hal ini yang mendorong kerajaan Belanda untuk memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku sejak 1881, dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912, yang dikenal dengan Auteurswet 1912. Tidak lama setelah pemberlakuan undang-undang ini, kerajaan Belanda mengikatkan diri tanggal 1 April 1913 pada Konvensi Bern

1886 dengan beberapa reservation.115

Indonesia sebagai koloni kerajaan Belanda, kedudukannya dalam hubungan

Internasional dan pengaturan hukum nasionalnya sebagai negara jajahan ditentukan dan bergantung sepenuhnya kepada kerajaan Belanda. Dengan kondisi demikian ini, hukum positif tentang hak cipta yang secara formal berlaku di

113 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 53. 114 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 35-36. 115 Loc.Cit.

59

Universitas Sumatera Utara

Indonesia pada zaman penjajahan kerajaan Belanda adalah A.W. 1912 (Set van

23September 1912, Staatsblad 1912-600) mulai berlaku 23 September 1912.116

Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan sekaligus mengundangkan UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam

Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15.117 Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1982 ini menggantikan Auteurswet 1912, yang dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita hukum nasional. Selain itu, hal ini dilakukan demi mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan, kecerdasan dan kehidupan bangsa

Indonesia.118

Dalam waktu lima tahun sejak pengundangannya, Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1982 tentang Hak Cipta telah mengalami perubahan pada tahun 1987.

Mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang kemudian disusun dan disahkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak

Cipta.119 Yang menjadi latar belakang perubahan tersebut karena meluasnya pelanggaran hak cipta, dengan pengamatan terhadap keadaan yang mendorong pelanggaran secara lebih besar untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang

116 Ibid, hlm. 54. 117 Ibid, hlm. 55. 118 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 58. 119 Ibid, 60.

60

Universitas Sumatera Utara

besar secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pemilik/pemegang hak cipta.120

Pada tahun 1997, UU Hak Cipta Indonesia direvisi menjadi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta, guna mengarahkan hukum Indonesia memenuhi kewajibannya pada TRIPs. Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta

(neighbouring rights) secara khusus diakui dan dilindungi dalam bagian UU baru tersebut. Walaupun demikian, banyak karya yang dianggap termasuk dalam hak- hak yang berkaitan dengan Hak Cipta ternyata diikutsertakan dalam pasal umum mengenai kategori karya-karya yang hak ciptanya dilindungi.121 Disamping itu, pada tahun 1997 juga dengan Keppres No. 18 Tahun 1997, Indonesia mengesahkan Bern Convention for The Protection of Literary and Artistic Works

(Konvensi Bern tentang Perlindungan Kesusasteraan dan Artistik), berikut beberapa traktat dan perjanjian internasional lainnya dalam bidang HAKI, yang kesemuanya ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997, antara lain sebagai berikut :

 Keppres No. 15 Tahun 1997, tentang Perubahan Keppres No. 24 Tahun

1979 tentang Konvensi Paris untuk Perlindungan Kekayaan Industri/

Paris Convention For The Protection of Industrial Property.

 Keppres No. 16 Tahun 1997, tentang Traktat Kerja Sama Paten/ Patent

Cooperation Treaty.

 Keppres No.17 Tahun 1997, tentang Traktat Undang-Undang Merek/

Trademarks Law Treaty.

120 Loc.Cit, hlm. 58. 121 Tim Lindsey; dkk, Op.Cit, hlm. 93-94.

61

Universitas Sumatera Utara

 Keppres No. 18 Tahun 1997, tentang Konvensi Bern untuk

Perlindungan Karya Seni dan Sastra/ Bern Convention for The

Protection of Literary and Artistic Works.

 Keppres No. 19 Tahun 1997, tentang WIPO Copyright Treaty

(Perjanjian Internasional Hak Cipta WIPO, disingkat WCT).122

Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia dilatarbelakangi karena keikutsertaan dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam

Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related

Aspect of Intellectual Property Right (Persetujuan Tentang Aspek-Aspek Dagang

Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs.123 Walaupun perubahan pengaturan Hak Cipta melalui UUHC 1997 telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesusai dengan perjanjian TRIPs, masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya

Intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya bangsa Indonesia.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas dan pengalaman dalam melaksanakan UUHC 1997, dipandang perlu untuk mengganti UUHC dengan yang baru yakni, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.124

Lalu disadari karena kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman etnik/suku dan budaya dan kekayaan dibidang seni dan sastra, serta

122 Suyud Margono, Op.Cit. hlm. 66-67. 123 Ibid, hlm. 69. 124 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 70-71.

62

Universitas Sumatera Utara

pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan sosial, maka dibentuklah Undang-Undang Hak Cipta yang baru, yakni Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta agar sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

Terkait dengan dasar hukum perlindungan terhadap kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional dalam hal ini sebagai ekspresi budaya tradisional atau pengetahuan budaya tradisional, diatur sebagaimana ditentukan dalam BAB V

Tentang Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan Yang Dilindungi, Pasal 38 ayat

(1) sampai (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi :

(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.

(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi

budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat pengembannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh

Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.125

125 Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

63

Universitas Sumatera Utara

Terhadap Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 38 ayat (4)

UU No. 28 Tentang Hak Cipta tersebut, sampai saat ini belum ada Peraturan

Pemerintah yang mengatur tentang Ekspresi Budaya Tradisional, tentunya hal tersebut menjadi kendala dalam pelaksanaanya.126 Padahal sesuai dengan amanat pasal 125 Undang-Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta, yang menyatakan

”Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2

(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan”,127 seharusnya saat ini telah ditetapkan dan Peraturan Pemerintah tersebut dapat diberlakukan di

Indonesia.

Selain dalam hal itu, pada tahun 2016, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan

Peraturan Pemerintah Tahun 2016, yang dalam Keputusan itu berisi sebagai berikut:

PERTAMA : Menetapkan 196 (seratus sembilan puluh enam) Rancangan

Peraturan Pemerintah sebagai Program Penyusunan Peraturan

Pemerintah Tahun 2016 sebagaimana tercantum dalam Lampiran

Keputusan Presiden ini.

KEDUA : Program Penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Diktum PERTAMA ditetapkan untuk jangka waktu

1 (satu) tahun.

126 Sigit Nugroho, Pengelolaan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Di Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Perspektif Hukum Administrasi Negara), Jurnal Society, Volume V, Nomor 1, Juni 2017, hlm. 91. 127 Pasal 125 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

64

Universitas Sumatera Utara

KETIGA : Pemrakarsa melaporkan perkembangan realisasi penyusunan

Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam

Diktum PERTAMA setiap triwulan kepada Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia.

KEEMPAT : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan verifikasi dan

evaluasi atas laporan perkembangan realisasi penyusunan

Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam

DiktumKETIGA Pemrakarsa untuk disampaikan kepada Presiden.

KELIMA : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.128

Didalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah tersebut, yang terdiri dari 196 (seratus sembilan puluh enam) Rancangan Peraturan Pemerintah terdapat salah satu diantaranya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Hak yang

Dipegang oleh Negara atas Ekspresi Budaya Tradisional, yang diamanatkan oleh

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pasal 38 ayat (4), yang pokok materi muatan/arah pengaturan yaitu, Kriteria pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dilindungi; Bentuk pemanfaatan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional,129 belum juga ditetapkan sampai saat ini, sehingga pengaturan dasar hukum terkait dengan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional masih belum jelas keberadaan

Peraturan Pemerintahnya.

128 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2016. 129 Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah 2016 tabel Nomor 63.

65

Universitas Sumatera Utara

Disisi lain terkait dengan pengaturan hukum mengenai pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional adalah Negara wajib dengan menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No.28 Tentang

Hak Cipta, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal untuk melindungi karya cipta di bidang ekspresi budya tradisional di Indonesia.

Dalam hal melakukan Inventarisasi, Pemerintah Daerah juga berperan penting dalam menginventarisasi ekspresi budaya tradisional di Daerahnya, seperti yang disampaikan dalam pasal 7 ayat (3) menyebutkan, “Dalam melakukan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah”130.

Di era otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam mengelola budaya tradisional tradisional sebagai aset intelektual daerah menjadi terbuka seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah menyatakan bahwa :

“Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi perencanaan dan pengendalian pembangunan;...; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.”

130 Pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal.

66

Universitas Sumatera Utara

Hal serupa juga berlaku bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1). Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam mengelola potensi ekspresi budaya tradisional yang ada di daerahnya, dan diharapkan pengelolaan tersebut dapat berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.131

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang merupakan peraturan pelaksana dari

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam pasal 2 ayat (4) huruf q menyebutkan bahwa urusan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota meliputi bidang urusan kebudayaan dan pariwisata. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (2) huruf w menyebutkan bahwa urusan wajib yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar salah satunya adalah kebudayaan.132

Urusan bidang kebudayaan yang menjadi urusan pemerintahan pusat dalam angka 2 adalah perlindungan Hak Kekayaan Intelektuaal (HKI) di bidang kebudayaan. Pemerintah daerah Provinsi memiliki urusan dalam hal pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan provinsi mengenai perlindungan HKI bidang kebudayaan. Sedangkan untuk pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, memiliki urusan dalam hal pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan

131 Bayangsari Wedhatami; Budi Santoso, Upaya Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Dengan Pembentukan Peraturan Daerah, Jurnal Law Reform 9, 2014, hlm 40. 132 Ibid, hlm. 41.

67

Universitas Sumatera Utara

penetapan kebijakan kabupaten/kota mengenai perlindungan HKI bidang kebudayaan.133 Oleh karena itu, untuk dapat melindungi ekspresi budaya tradisional, maka perlu di tingkatkan peran Pemerintah Pusat yang didukung oleh

Pemerintah Daerah wilayah masing-masing dengan melakukan pendataan setiap jenis ekspresi budaya tradisional yang dimiliki dan juga sebagai implementasi kebijakan daerah mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual dpi bidang kebudayaan.134

E. Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Komunal

Konsep perlindungan hukum atas pemanfaatan hasil Ekspresi Budaya

Tradisional adalah perlindungan atas karya dalam wujud berbagai karya baik

“verbal”, “tulisan” atau bentuk kombinasinya, sebagaimana sekarang telah diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sedangkan dalam konsep perlindungan kekayaan intelektual dan pemanfaatan atas

`Pengertahuan Tradisional khususnya keberagaman sumberdaya hayati (biological diversity), mengikuti konsep perlindungan hak kekayaan intelektual di dalam rezim TRIPs seperti paten, merek atau indikasi geografis. Perbedaan lainnya adalah konsep perlindungan hak kekayaan intelektual di dalam TRIPs sifatnya eksklusif melindungi kepentingan hak milik individual, sedangkan konsep pelindungan hukum atas pemanfaatan hasil ekspresi budaya tradisional lebih

133 Ibid. 134 Simona Bustani, Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masyarakat Adat, Jurnal Hukum Prioris, Volume 2, Nomor 4, Februari 2010, hlm. 254.

68

Universitas Sumatera Utara

bersifat perlindungan hak milik bersama masyarakat sehingga sifatnya komunal.

135

Ada beberapa istilah yang sering ditemukan dalam literatur-literatur yang membahas pengetahuan tradisional. Istilah yang muncul diantaranya pengetahuan lokal (local knowledge), pengetahuan asli (indigenous knowledge), dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge). Pengetahuan tradisional merupakan hasil dari kreasi dan pemikiran manusia baik berupa lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Hal ini sesuai dengan maksud kata Ciptaan yang ada pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta, sehingga dengan demikian pada dasarnya pengetahuan tradisonal dapat juga disebut sebagai HKI.136

Selanjutnya sebagaimana ketentuan pasal 38 Undang Undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini:

a) Verbal tekstual, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang berbentuk

prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan yang

dapat berupa karya sastra maupun narasi informatif;

b) Musik, mencakup antara lain vokal, instrumental atau kombinasinya;

c) Gerak mencakup antara tarian, beladiri dan permainan;

135 Hendra Djaja, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Perspektif Undang-Undang Hak Cipta, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 7, No. 1 Juni 2016, hlm. 19. 136 Ngurah Bagus Indra Putra; I Wayan Suarbha, Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No. 04, Juni 2013, hlm. 3.

69

Universitas Sumatera Utara

d) Teater mencakup antara lain pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

e) Seni rupa baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang

terbuat dari berbagai macam bahan, seperti kulit, kayu, bambu, logam,

batu, keramik, kertas, tekstil dan macam bahan lain atau komboinasinya,

dan

f) Upacara adat yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta

penyajiannya.137

Pasal 38 ayat (3) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dikatakan bahwa: “Penggunaan ekspresi budaya tradisional tersebut, harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya”. Adapun dalam penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya adalah adat istiadat, norma hukum adat, norma kebiasaan, norma sosial dan norma yang luhur lain yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tempat asal, yang memelihara, mengembangkan dan melestarikan ekspresi budaya tradisional. Pembahasan tentang perlindungan hukum Ekspresi

Budaya Tradisional sangat terkait dengan tiga unsur penting yaitu:

1) Adanya penyalahgunaan Ekspresi Budaya Tradisional oleh pihak asing

yang diantaranya menggunakan sistem hak kekayaan intelektual;

2) Terikatnya negara untuk menerapkan sistem perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual;

3) Buruknya sistem perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional. 138

137 Hendra Djaja, Op.Cit, hlm 22. 138 Ibid.

70

Universitas Sumatera Utara

Perlindungan hukum, menurut Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan pelindungan (pengayoman) kepada masyarakat, dan pelindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum. Pelindungan hukum itu sendiri merupakan upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentinganya tersebut.Untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat, termasuk dengan hak kekayaan intelektual kepada pelaku ekonomi kreatif memerlukan peran serta berbagai pihak. Sinegitas antara Pemerintah, dunia usaha, masyarakat dan pelaku ekonomi kreatif sangat penting.139

Untuk terwujudnya kepastian hukum tentang Hak Kekayaan Intelektuan yang terkait dengan Kerajinan Tradisional maka seharusnya semua pengrajin mendaftarkan produknya di Departemen Hukum dan HAM.

Pada kenyataannya banyak pengrajin yang tidak mendaftarkan desain industri hasil kerajinan baik kerajinan tangan di Kantor Departemen Hukum dan

HAM. Perlindungan hukum terhadap desain industri kerajinan tradisional masih sangat lemah karena umumnya pengrajin tidak mendaftarkan kekayaan intelektual di bidang desain industri tersebut. Tidak didaftarkannya kekayaan intelektual desain industri dalam bentuk paten memudahkan berbagai kejahatan eksploitasi kekayaan intelektual oleh pihak - pihak dalam dan luar negeri.Keadaan ini juga ditunjang oleh ketidaktegaskan Pemerintah Daerah

139 Surisman, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Produk Kerajinan, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.4, No.2, September 2020, hlm. 93.

71

Universitas Sumatera Utara

dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak pengrajin tradisional juga terkait dengan hak kekayaan intelektual yang seharusnya memberikan peningkatan kesejahteraan atau peningkatan pendapatan bagi pengrajin tradisional yang umumnya bersifat usaha perorangan dan usaha keluarga yang diwariskan secara turun temurun.140

140 Ibid, hlm. 91.

72

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

HAK KELOMPOK PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK ATAS

KARYA CIPTA YANG DIHASILKAN (STUDI PADA KELOMPOK

PENGRAJIN SAMUDERA TENGKULOK)

A. Hak Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok Atas Karya Cipta

Yang Dihasilkan

Pengrajin adalah subjek yang terdiri dari satu orang saja. Sementara kalau subjeknya terdiri dari beberapa orang, maka dinamakan para pengrajin. Karya yang dihasilkan oleh pengrajin, diantaranya adalah berupa karya seni atau berupa desain-desain yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi produk kerajinan.

Apabila merujuk pada aturan dalam bidang HKI, maka karya yang berupa seni lazimnya diatur berdasarkan ketentuan UU Hak Cipta ( UU No. 28 Tahun 2014), sedangkan untuk desain lazimnya diatur berdasarkan UU Desain Industri (UU No.

31 Tahun 2000). Oleh karena itu, dengan alasan ini, maka sangat logis apabila pengertian pengrajin juga didasarkan pada dua ketentuan undang-undang tadi.141

Didalam Undang-Undang Hak Cipta tidak ada kata Pengrajin, namun istilah yang ditemukan dan sejalan dengan kata Pengrajin ini dinamakan

Pencipta.142 Pengertian Pencipta sendiri berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2

UU Hak Cipta dikatakan : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang

141 Budi Agus Riswandi; Shabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Kreatif, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hlm. 24. 142 Loc.Cit.

73

Universitas Sumatera Utara

bersifat khas dan pribadi.143 Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta, dengan kata lain pencipta memiliki hak eksklusif atas karyanya yang lahir dari kreativitas intelektualnya (human intellect). Warisan budaya yang merupakan bagian dari

Ekspresi Budaya Tradisional dapat dimanfaatkan atau digunakan menjadi suatu motif tradisional khususnya dalam kerajinan Tengkuluk. Sementara itu, motif tradisional yang dikembagkan secara turun temurun dan penciptanya tidak diketahui karena sudah ratusan tahun lamanya diketahui bahwa kepemilikannya secara komunal yang diatur pada pasal 38 UU Hak Cipta.144 Modifikasi Ekspresi

Budaya Tradisional dapat dilakukan dalam menciptakan suatu motif kerajinan

Tengkuluk dan hal ini sudah diatur dalam ketentuan pasal 40 ayat 1 huruf (o).

Apabila dalam kesenian berpikir seorang pengrajin berkreativitas dengan melakukan modifikasi pada suatu motif tradisional untuk menghasilkan suatu motif kerajinan Tengkuluk maka pengrajin bisa mencatatkan hasil ciptaannya untuk mendapatkan hak cipta berlaku secara individual serta mendapatkan keuntungan dari segi nilai ekonomis.145

1. Hak Karya Cipta Motif Asli

Karya cipta tradisional merupakan suatu pengetahuan, ide,

kreativitas dan keterampilan yang diciptakan oleh masyarakat didalam suatu

kelompok masyarakat dan dimiliki oleh kelompok masyarakat komunal

tersebut serta dapat dikatakan sebagai Pengetahuan Tradisional (Traditional

Knowledge). Sementara itu masyarakat asli sendiri memiliki pemahaman

143 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 144 Ketut Purnama Sari; Ida Bagus Putra Atmadja, Perlindungan Hukum Motif Tradisional Kerajinan Perak Celuk Sebagai Warisan Budaya, Jurnal Skripsi Universitas Udayana Fakultas Hukum, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 7, No. 9, Tahun 2019 , hlm. 6. 145 Ibid, hlm. 7.

74

Universitas Sumatera Utara

sendiri yang dimaksud dengan Traditional Knowledge. menurut mereka

traditional knomledge adalah :

1. Traditional Knowledge merupakan hasil pemikiran praktis yang

didasarkan atas pengajaran dan pengalaman dari generasi ke

generasi.

2. Traditional Knowledge merupakan pengetahuan di daerah

perkampungan.

3. Traditional Knowledge tidak dapat dipisahkan dari masyarakat

pemegangnya, meliputi kesehatan, spiritual, budaya, dan bahasa

dari masyarakat pemegang. Hal ini merupakan way of life.

Traditional Knowledge lahir dari semangat untuk bertahan

(survive).

4. Traditional Knowledge memberikan kredibilitas pada masyarakat

pemegangnya.146

Karya cipta yang dihasilkan oleh kelompok pengrajin Samudera

Tengkulok untuk motif yang asli sudah pasti merupakan hak mereka untuk

menghasilkan motif asli Tengkuluk, karena kelompok pengrajin tersebut

merupakan bagian dari masyarakat komunal yang menciptakan karya cipta

tradisional berupa Tengkuluk tersebut. lebih spesifiknya dimana Tengkuluk

ini merupakan hasil karya cipta kerajinan tradisional Suku Melayu di Kota

Medan atau Suku Melayu Deli yang fungsinya sebagai penutup kepala

untuk para laki-laki. Nenek moyang mereka memberikan pengetahuan

146 Budi Agus Riswandi; M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 29.

75

Universitas Sumatera Utara

tradisional tersebut kepada generasi penerusnya. Maka mereka

memanfaatkan pengetahuan tradisional tersebut dengan tidak

menghilangkan nilai-nilai budayanya yang hidup didalam kelompok

masyarakat pengembannya, seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 38

ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang

berbunyi, “Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat pengembannya”. Pengrajin Tengkuluk ini mengatakan

bahwasannya dasar mereka untuk menghasilkan karya cipta tradisional ini

adalah sebagai dorongan untuk melestarikan budaya khususnya budaya

Melayu Deli dan Tengkuluk ini sebagai icon Kota Medan. Tidak ada yang

memerintahkan langsung kepada mereka harus menghasilkan karya cipta

tradisional tersebut, tetapi ini inisiatif mereka untuk membuat karya cipta

kerajinan Tengkuluk tersebut untuk lebih mengenal budaya Melayu Deli,

karena sejauh ini masyarakat asli Melayu Deli masih belum ada rasa

kepedulian terhadap warisan-warisan budaya khas Melayu Deli, jadi dari

sini Pengrajin juga ingin menumbuhkan rasa kepedulian terhadap

masyarakat asli Melayu Deli untuk lebih mengenal dan sadar akan warisan

budaya sli khas Melayu Deli. Motif atau bentuk Tengkuluk yang asli

memang sangat berbeda dengan Tengkuluk yang telah di modifikasi. 147

Tengkuluk yang asli khas Melayu Deli itu mempunyai ciri khas

tersendiri yaitu, dari bentuknya yaitu dinamakan dengan Tebing Runtuh dan

147 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.

76

Universitas Sumatera Utara

ada juga berbentuk seperti Peci atau Lobe yang berlipat, dari dua bentuk

tersebut terdapat dua (2) bentuk Motif, yang pertama bentuk Motif Pucuk

Rebung, yang kedua dalam bentuk Motif Tabur yang terdiri dari Motif

Sitampuk Manggis, Motif Wajik, Motif Wajik Susur Bunga Kundur, Motif

Bunga Melati, Motif Bunga Dahlia, dan Motif Bunga Tanjung. Ditambah

lagi perbedaan motif asli dengan yang modifikasi itu terletak pada kainnya,

dimana kain untuk motif asli itu dibuat dengan cara di Tenun dengan waktu

yang cukup lama sehingga kualitas kain dan harga jual pasti lebih tinggi.148

Gambar 1. Tengkuluk Tebing Runtuh dengan Motif Wajik Susur Bunga Kundur

Sumber : Dokumentasi penulis ketika Riset pada Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkulok.

148 Ibid.

77

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Tengkuluk Peci Berlipat dengan Motif Bunga Tanjung

Sumber : Dokumentasi penulis ketika Riset pada Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkulok.

2. Hak Karya Cipta Motif Modifikasi

Karya cipta tradisional Tengkuluk yang dihasilkan oleh Pengrajin yang telah dimodifikasi merupakan suatu hasil penuangan ide dan kreasi yang dituangkan dalam wujud yang nyata. Untuk menghasilkan kerajinan, pengrajin sebenarnya tidak cukup hanya menuangkan ide dan gagasan saja, tetapi juga diperlukan waktu, biaya dan tenaga. Benar, sebuah kerajinan untuk dihasilkan diperlukan waktu. Tidak bisa para pengrajin dalam menghasilkan sebuah kerajinan dilakukan dalam sekejap mata. Terlebih lagi kerajinan tersebut dibuat untuk diproduksi dan dikomersialkan.149

Kerajinan yang dihasilkan oleh Kelompok Pengrajin Samudera

Tengkuluk ini adalah salah satunya memodifikasi motif Tengkuluk yang asli ke motif yang modern sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun

Tengkuluk yang dihasilkan yang telah dimodifikasi adalah bentuk yang dinamakan dengan Tengkuluk Pucuk Keris, Tengkuluk Laksmana,

149 Budi Agus Riswandi; Shabhi Mahmashani, Op.Cit. hlm. 25.

78

Universitas Sumatera Utara

Tengkuluk Kapal Samudera, Tengkuluk Panglima Denai, dan Tengkuluk

Laksamana Berlaboh Samudera, dengan Motif kainnya yang tidak jauh atau

sama dengan Motif aslinya, ada juga penambahan-penambahan Motif

modifikasinya antara lain, Motif Pagar Istana, Motif Pucuk Rebung Kuntum

Berlenggek, Motif Siku Keluang Banji, Motif Tabur yang terdiri dari Motif

Bunga Raya, Motif Kenanga, Motif Daun Pakis, dan masih banyak lagi

Motif-Motif baru yang dihasilkan oleh Pengrajin Tengkuluk tersebut. yang

membedakan Tengkuluk asli dengan yang modifikasi juga terletak pada

kainnya. Kalau untuk yang modifikasi itu kainnya dibuat dengan cara di

cetak dengan mesin sehingga lebih mudah untuk diproduksi. Dengan adanya

motif-motif yang baru ini, Pengrajin pastinya membuat motif yang tidak

akan jauh dari ciri khas Melayu Deli agar tidak menghilangkan rasa dan ciri

khas budaya Melayu Deli untuk dituangkan dalam motif-motif baru

tersebut.150

Terkait dengan hak Kelompok Pengrajin Samudera tengkulok untuk

berkreativitas dengan melakukan modifikasi pada suatu motif tradisional

untuk menghasilkan suatu motif kerajinan Tengkuluk maka Pengrajin bisa

mencatatkan hasil ciptaannya untuk mendapatkan hak cipta yang berlaku

secara individual atau kelompok serta mendapat keuntungan dari segi nilai

ekonomis. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 40 ayat 1 huruf (o) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang berbunyi “Ciptaan

yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

150 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.

79

Universitas Sumatera Utara

sastra, terdiri atas: ..., terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau

modifikasi ekspresi budaya tradisional; ...”. Maka dalam hal ini Pengrajin

Tengkuluk dapat dikatakan sebagai Pencipta sesuai dengan yang

didefinisikan oleh Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pasal

1 angka 2 yang berbunyi, “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang

yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan

yang bersifat khas dan pribadi”.151

Gambar 3. Tengkuluk Kapal Samudera dengan Motif Siku Keluang Banji

Gambar 4. Tengkuluk Laksamana Motif Pucuk Rebung Kuntum Berlenggek

Sumber : Dokumentasi penulis ketika Riset pada Kelompok Pengrajin Samudera

Tengkulok.

151 Ibid.

80

Universitas Sumatera Utara

B. Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Cipta Atas Karya Cipta Yang

Dihasilkan Oleh Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok

Membahas perlindungan hukum terhadap kepemilikan hak cipta atas karya cipta Tradisional yang dihasilkan olek Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok, perlu terlebih dahulu diketahui apa itu kerajinan, pengrajin dan kaitannya dalam hak cipta. Dapat dijelaskan bahwa kerajinan ialah hasil karya dari pengerjaan oleh seorang pengrajin yang berwujud nyata dan memiliki nilai ekonomi yang muncul dari kesenian berpikir manusia. Sedangkan pengrajin merupakan orang atau kelompok yang membuat barang kerajinan mulai dari ide sampai terwujudnya barang tersebut. dalam konteks kerajinan, aspek Kekayaan Intelektual sangat melekat, sehubungan dengan itu diperolehnya karya yang berwujud tersebut melalui penuangan kemampuan intelektual dengan waktu, tenaga dan biaya sebagai pendukung.152

Hak kekayaan intelektual dibagi menjadi atas dua kelompok besar, yakni hak milik perindustrian (industrial property right) dan hak cipta, yang termasuk kelompok hak milik perindustrian, antara lain paten (patents), merek dagang

(trademarks), desain industri (industrial design), rahasia dagang (undisclosed information), indikasi geografis (geographical indication), model dan rancang bangunan (utility models), dan persaingan curang (unfair competition), sedangkan yang termasuk kelompok hak cipta dibedakan antara hak cipta atas seni sastra dan

152 Ketut Purnama Sari; Ida Bagus Putra Atmadja, Op.Cit, hlm. 8.

81

Universitas Sumatera Utara

ilmu pengetahuan dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring rights).153

Ada tiga alasan mengapa pentingnya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional di Indonesia, yaitu : Pertama, adanya potensi keuntungan ekonomis yang dihasilkan dari pemanfaatan pengetahuan tradisional. Kedua, keadilan dalam sistem perdagangan dunia. Ketiga, perlunya perlindungan hak masyarakat lokal.154

Dalam rangka melindungi ekspresi budaya tradisional itu, ada dua hal yang setidaknya perlu segera dilakukan sekarang ini, yaitu inventarisasi dan dokumentasi ekspresi budaya tradisional. Pertama, mengenai inventarisasi ekspresi budaya tradisional, hal ini penting untuk mengetahui ekspresi budaya apa dan mana saja yang sebenarnya asli dari Indonesia, dan mana pula yang sekedar modifikasi atau bahkan tiruan dari kebudayaan bangsa asing. Sebagian wilayah yang lama dikuasai oleh kolonial, serta arus masuk globalisasi yang semakin deras, jelas menjadikan inventarisasi atas ekspresi budaya tradisional asli masyarakat Indonesia tidak mudah dilakukan.155

Kedua, perlu diselenggarakan dokumentasi atas ekspresi budaya tradisional yang telah diinventarisir itu. Kalau inventarisasi dimaksudkan untuk mengidentifikasi keaslian dan ciri khas dari ekspresi budaya tradisional, maka

153 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights dan Collecting Society, (Bandung : PT. Alumni, 2014), hlm. 21. 154 Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hlm. 3. 155 Ni Nyoman Ayu Pasek Satya Sanjiwani; Suatra Putrawan, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Seni Ukir Patung Kayu Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Jurnal Ilmu Hukum, Tahun 2019, hlm. 10.

82

Universitas Sumatera Utara

dokumentasi diperlukan untuk menampilkan bukti dokumen bahwa atas ekspresi budaya tradisional tertentu yang sudah teridentifikasi itu sebagai milik bangsa

Indonesia. Pelaksanaan dokumentasi ini, mutatis mutandis pada inventarisasinya, tentu saja perlu memanfaatkan berbagai hasil dokumentasi yang tersedia. Karena itulah, kedepan menjadi perlu diselenggarakan inventarisasi dan dokumentasi yang sifatnya terencana serta melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dan terlibat langsung atas suatu ekspresi budaya tradisional.156

Berdasarkan hasil wawancara dengan Rizal Kesuma, Ketua Kelompok

Pengrajin Samudera Tengkulok, didapati bahwa Kerajinan Tengkuluk yang dihasilkan oleh Para Pengrajin sebagai ekspresi budaya tradisional suku Melayu

Deli di Kota Medan, Indonesia, sampai saat ini Negara atau Pemerintah Setempat belum ada untuk menginventarisasikan dan mendokumentasikan nama Tengkuluk ini sebagai ekspresi budaya tradisional. Dua upaya tersebut seharusnya menjadi kegiatan yang paling mendesak untuk segera diselenggarakan dalam melindungi ekspresi budaya tradisional sekarang ini. Terselenggaranya inventarisasi dan dokumentasi diharapkan semakin memperjelas identitas keberadaan suatu ekspresi budaya tradisional yang ada dan hidup di Indonesia, sekaligus juga menjamin keberlanjutannya. Dan apabila suatu saat Tengkuluk ini semakin terkenal dan semakin banyak di produksi, dikhawatirkan pihak asing dapat mengklaim nama kerajinan Tengkuluk tersebut, dan kita yang seharusnya pertama kali yang menciptakan ekspresi budaya tradisional tersebut malah tidak ada

156 Ibid, hlm. 11.

83

Universitas Sumatera Utara

perlindungan hukumnya sama sekali, dan seiring berjalannya waktu ekspresi budaya tersebut bisa saja punah dari warisan budaya Indonesia.157

Tengkuluk termasuk salah satu ekspresi budaya tradisional yang hak ciptanya dipegang oleh negara sesuai dengan ketentuan pasal 38 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yaitu “Hak Cipta atas

Ekspresi Budaya Tradisional dipegang oleh Negara”. Mengenai modifikasi motif asli tradisional Tengkuluk dilindungi dalam pasal 40 ayat (1) huruf (o), yaitu

“Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: ..., terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; ...”. dan hasil modifikasi motif itu dilindungi dalam pasal 40 huruf (j), yaitu, “Ciptaan yang dilindungi meliputi

Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: ..., karya seni batik atau seni motif lain;; ...”.

Hak cipta atas ciptaan sebagai milik bersama yaitu seperti motif tradisional, siapa pun (individu/kelompok) bisa meniru atau memperbanyak hal itu tanpa diawali dengan pemberian izin dari negara sebagai pemegang hak cipta, asalkan yang terlibat atau yang bersangkutan adalah orang Indonesia, dikarenakan mereka turut serta memiliki hak cipta atas motif tradisional Tengkuluk ini.

Berbeda halnya jika yang ingin memperbanyak motif kebudayaan masyarakat yang bersangkutan bukan warga Indonesia dalam pemakaian motif tradisional wajib meminta izin pada negara. Permohonan mengenai izin terkait hal

157 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.

84

Universitas Sumatera Utara

sedemikian rupa bisa diajukan ke Kementerian Negara Kebudayaan dan

Pariwisata.

C. Peran Pemerintah dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap

Karya Cipta Tradisional Suku Melayu Pada Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkulok di Kota Medan

Menurut Professor Coombe, “sebagian masyarakat adat di dunia” bergantung pada pengetahuan tradisional mereka, ekspresi budaya tradisional, tradisional warisan budaya, keanekaragaman hayati, pertanian dan bahan-bahan untuk kelangsungan hidup mereka. Salah satu tujuan mempertahankan ekspresi budaya tradisional sebagai warisan budaya benda dan takbenda adalah melalui pelestarian dan konservasi. Menjaga ekspresi budaya tradisional harus melibatkan individu, masyarakat dan pemerintah bahkan bangsa.158

Maria Aurora Fe Candelarla telah menegaskan bahwa bangsa ini sangat diperlukan untuk bertindak sebagai pendukung kedaulatan dan kepemilikan ekspresi budaya tradisional :

1. Properti ekspresi budaya tradisional merupakan ekspresi dari sebuah

peradaban yang pernah ada atau tumbuh di negeri sehingga warga

negara memiliki hak untuk tetap sebagai kebanggaan nasional yang

kuat.

158 Ayu Citra Setyaningtyas; Endang Sri Kawuryan, Menjaga Ekspresi Budaya Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Vol. 1, No. 2, September 2016, hlm. 127-128.

85

Universitas Sumatera Utara

2. Retensi kedaulatan nasional diperlukan untuk melindungi ekspresi

budaya tradisional dalam kualitas yang tepat, termasuk nilai-nilai

ekonomi yang dapat digunakan oleh warga.159

Instrumen hukum nasional maupun internasional telah berusaha mengatur tentang perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional. Ditinjau dari perspektif hak kekayaan intelektual, rezim hak kekayaan intelektual yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen perlindungan ekspresi budaya tradisional adalah rezim hak cipta. Undang-Undah Hak Cipta memberikan perlindungan kekayaan intelektual bagi seni dan budaya tradisional indonesia.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang

Hak Cipta disebutkan bahwa : “Hak Cipta atas Ekspresi Budaya Tradisional dipegang oleh Negara”.160 Di Pasal (2) selanjutnya Negara juga wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional.

Upaya perlindungan pengetahuan tradisional atau ekspresi budaya tradisional juga bisa dilakukan dengan cara mempublikasikan budaya itu seluas- luasnya. Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017

Tentang Pemajuan Kebudayaan telah memberikan perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional yang dilakukan dengan cara membuat data base kekayaan tersendiri. Nanti disiarkan ke internet agar semua orang tahu pengetahuan atau ekspresi budaya tradisional tersebut asalnya dari Indonesia, siapa maestronya,

159 Ibid, hlm. 129. 160 Bayangsari Wedhatami; Budi Santoso, Op.Cit, hlm. 33.

86

Universitas Sumatera Utara

siapa ahlinya, siapa guru yang bisa didatangi kalau mau belajar, itu cara melindunginya.161

Tengkuluk merupakan salah satu bentuk ekspresi budaya tradisional yang sampai saat ini belum masuk kedalam inventarisasi dan dokumentasi ekspresi budaya tradisional. Hasil dari wawancara oleh Rizal Kesuma, selaku

Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok menyatakan, peran Pemerintah dalam perlindungan terhadap kelompok pengrajin Samudera Tengkulok tersebut hanya berupa pencatatan data sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Dinas Perdagangan Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan, Dinas Koperasi

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Memang baik, apabila Kelompok Pengrajin

Samudera Tengkulok tersebut telah didata sebagai UMKM di beberapa Dinas tersebut, tapi sebelum jauh untuk melindungi UMKM nya saja, Pemerintah setempat juga perlu sekiranya untuk segera menginventarisasi ekspresi budaya tradisional Tengkuluk ini sebagai warisan budaya Khas Melayu Deli, karena

Tengkuluk ini merupakan salah satu yang diproduksi oleh Kelompok Pengrajin tersebut. Apabila dikemudian hari Tengkuluk ini di klaim oleh negara lain atau budaya lain, maka secara tidak langsung kelompok pengrajin maupun masyarakat

Melayu Deli tersebut tidak ada hak kepemilikan lagi atau kehilangan sebagai pemilik asal dari ekspresi budaya tradisional masyarakat komunalnya. Peran

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota selama ini masih dalam bentuk

161 Abdul Atsar, Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Dan Ekspresi Budaya Tradisional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta, Jurnal Law Reform, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017, hlm. 294.

87

Universitas Sumatera Utara

penguatan industri dan perdagangannya belum menyentuh pada ranah hukumnya.

Situasi inilah yang melatar belakangi urgensi pengaturan hukum untuk melindungi pengetahuan atau ekpresi budaya tradisional sebagai potensi daerah khususnya Kota Medan yang pada gilirannya nanti berimbas pada peningkatan perekonomian masyarakat Kota Medan.162

Kelemahan Undang-Undang Hak Cipta dalam melindungi budaya tradisional Indonesia, memberikan kontribusi pada lemahnya perlindungan budaya tradisional di Indonesia. Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat harus berkomitmen untuk melakukan upaya perlindungan ekspresi budaya tradisional.163

Di era otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam mengelola budaya tradisional tradisional sebagai aset intelektual daerah menjadi terbuka seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah menyatakan bahwa :

“Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi perencanaan dan pengendalian pembangunan;...; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.”

Hal serupa juga berlaku bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1). Dari ketentuan tersebut dapat

162 Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB. 163 Bayangsari Wedhatami; Budi Santoso, Op.Cit, hlm. 40.

88

Universitas Sumatera Utara

disimpulkan bahwa pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam mengelola potensi ekspresi budaya tradisional yang ada di daerahnya, dan diharapkan pengelolaan tersebut dapat berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.164

Peraturan Daerah tentang perlindungan terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional perlu mengatur sistem perlindungan pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional. Perlindungan terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tradisionaldiberikan untuk unsur budaya yang memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya masyarakat tertentu yang melestarikannya; dan disusun, dikembangkan, diterapkan, dan dipelihara dalam lingkup tradisi.

Perlindungan terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional dapat dilakukan dengan cara : inventarisasi, dokumentasi, dan pemeliharaan; pencegahan dan/atau pelarangan; dan pembinaan.165

164 Ibid. 165 Ibid, hlm. 45.

89

Universitas Sumatera Utara

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bentuk-bentuk karya cipta Suku Melayu Di Kota Medan atau yang dikenal

dengan Suku Melayu Deli begitu beragam terbagi menjadi tiga (3)

kategori. Pertama, Karya Cipta Seni antara lain, Tari Zapin Anak Ayam,

Teater Makyong, Kesenian Ronggeng Melayu Deli, Tari Serampang Dua

Belas, Teater Bangsawan, Qasidah, Rodat (Barodah), Hadrah, Marhaban,

Seni Mengirik Padi (Tari Ahoi). Kedua, Karya Cipta Sastra antara lain,

Legenda Putri Hijau, Pantun, Hikayat Deli, Legenda Datuk Megang,

Legenda Sri Dayang atau Asal Mula Burung Balam, Legenda Tuan Puteri

Pucuk Kelumpang. Ketiga, Karya Cipta Kerajinan antara lain, Tengkuluk,

Tepak Sirih, Songket Deli, Pulut Balai, Badik Tumbuk Lada, Keris Khas

Deli.

2. Pengaturan hukum kepemilikan hak cipta atas karya cipta tradisional

dalam hal ini adalah sebagai Pengetahuan dan Ekspresi Budaya

Tradisional dipegang oleh negara, sebagaimana yang dimaksud dalam

ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Pendaftaran Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional dilakukan

dengan cara menginventarisasi oleh Negara, sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

90

Universitas Sumatera Utara

Masa berlakunya Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional berlaku

sampai tanpa batas waktu, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat (1) UU

No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

3. Hak kepemilikan suatu kelompok pengrajin atas karya cipta tradisional

yang dihasilkan oleh Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok adalah

dalam motif Tengkuluk yang asli, Kelompok Pengrajin Samudera

Tengkuluk mendapatkan hak secara turun-temurun dari zaman nenek

moyang mereka yang diteruskan pada masyarakat komunal Suku Melayu

Deli termasuk tadi adalah Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok.

Untuk hak motif modifikasi adalah hak setiap orang atau para pengrajin

yang telah menuangkan ide, kretifitas, dan gagasan yang dimiliki oleh para

pengrajin. Hal ini dalam motif modifikasi dapat didaftarkan hak ciptanya

atas modifikasi ekspresi budaya tradisional secara individual atau

komunal sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf (o) UU No. 28

Tahun 2016 Tentang Hak Cipta. Perlindungan hukum terhadap

kepemilikan hak cipta atas karya cipta yang dihasilkan oleh Kelompok

Pengrajin Samudera Tengkulok yang pertama, Tengkuluk ini belum ada di

inventarisasi oleh negara maupun Pemerintah setempat. Untuk motif

modifikasi Tengkuluk yang dihasilkan juga belum dilakukan pendaftaran

hak ciptanya oleh para pengrajin. Peran Pemerintah dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap karya cipta tradisional Suku Melayu pada

Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok di Kota Medan, hanya sebatas

pendataan UMKM nya saja oleh Dinas Pariwisata Medan, Dinas

91

Universitas Sumatera Utara

Perdagangan Pemprov Sumatera Utara dan Medan, Dinas Koperasi

Pemprov Sumatera Utara. Belum adanya perlindungan hukum terhadap

Tengkuluk ini sebagai pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional untuk

dilakukan inventarisasi oleh Pemerintah.

B. Saran

Dengan melihat kesimpulan di atas, penulis memberikan saran, yaitu:

1. Negara atau Pemerintah diharapkan segera melakukan inventarisasi dan

dokumentasi terhadap pengetahuan dan ekspresi budaya Tradisional yang

ada di Indonesia sesuai dengan amanah Pasal 38 ayat (1) UU No. 28

Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

2. Pemerintah diharapkan segera membuat peraturan perundang-undangan

yang jelas dan khusus terkait dengan perlindungan terhadap pengetahuan

dan ekspresi budaya tradisional. Karena sampai saat ini belum ada

pengaturan khusu mengenai hal tersebut.

3. Pemerintah diharapkan segera melakukan publikasi terhadap Tengkuluk

sebagai pengetahuan dan ekspresi budaya Tradisional Suku Melayu Deli

yang nantinya disiarkan ke internet agar semua orang tahu pengetahuan

atau ekspresi budaya tradisional tersebut asalnya dari Indonesia, siapa

maestronya, siapa ahlinya, siapa guru yang bisa didatangi kalau mau

belajar. Serta disarankan kepada para pengrajin khususnya Kelompok

Pengrajin Samudera Tengkuluk untuk segera mendaftarkan hak ciptanya

terhadap motif modifikasi ekspresi budaya tradisional atas karya cipta

yang dihasilkan.

92

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-Undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbit. Bandung : PT. Alumni, 1999.

Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta Timur : Prenadamedia, 2019.

Djamal. Penetapan Sementara Pengadilan (Pada Hak Kekayaan Intelektual) Bandung : Pustaka Reka Cipta, 2008.

Efendi, Joenadi; Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum. Depok : Prenadamedia Group (Divisi Kencana), 2018.

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya : Bina Ilmu, 1987.

Hasibuan, Otto. Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights dan Collecting Society. Bandung : PT. Alumni, 2014.

Ikhsan, Edy; Mahmul Siregar. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.

Johan, Bahder. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Semarang : Mandar Maju, 2004. Takari, Muhammad; Fadlin Muhammad Dja’far. Ronggeng dan Serampang Dua Belas Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Seni. Medan : USU Press, 2014.

Lindsey, Tim; dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni, 2011.

Lutviansori, Arif. Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010.

Margono, Suyud. Hukum Hak Cipta Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia, 2010).

93

Universitas Sumatera Utara

Mayana; Ranti Fauza. Perlindungan Desain Industri Di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Munandar, Haris; Sally Sitanggang. Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya. Bandung : Erlangga, 2008.

Pelupessy, Eddy. Hak Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights. Malang : CV. Cita Intrans Selaras, 2017.

Purba, Achmad Zen Umar. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Bandung : PT. Alumni, 2005.

Purwaningsih, Endang. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.

Rachmadi, Usman. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung : PT. Alumni, 2003.

Raharjo, Timbul. Seni Kriya & Kerajinan. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2011.

Riswandi, Budi Agus; M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Riswandi, Budi Agus; Shabhi Mahmashani. Dinamika Hak Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Kreatif. Yogyakarta : Total Media, 2009.

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Sardjono, Agus. Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional. Bandung : PT. Alumni, 2006.

Sari, Elsi Kartika; Advendi Simanunsong. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta : PT.

94

Universitas Sumatera Utara

Gramedia Widiasarana, 2008.

Sembiring, Sentosa. Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek. Bandung : CV. Yrama Widya, 2002. Soelistyo, Henry. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011.

Suratman; Philips Dillah. Metode Penelitian Hukum. Bandung : Alfabeta, 2013.

Takari, Muhammad; Fadlin. Sastra Melayu Sumatera Urata. Medan : Program Studi Magister Penciptaan Dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2018.

B. Jurnal, Artikel, Makalah

Afrianto, Bambang, Musik Qasidah : Dari Media Da’wah Menjadi Hiburan. Tesis USU, Tahun 2017.

Agustina, Eri Duwi, Analisis Struktural-Semiotik Roman Un Appartment A Paris Karya Guillaume Musso. Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, 2018.

Andaryani, Eka Titi Proses, Terjadinya Suatu Karya Seni, Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, Tahun 2016.

Amelia Liza, Fungsi Dan Makna Balai Pada Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat. Skripsi Sarjana USU, Tahun 2017.

Arman, Dedi, Pedang Melayu, Senjata Tradisional dari Riau, Artikel dari situs resmi kebudayaan.kemendikbud.go.id, 24 Desember 2019, diakses pada tanggal 20 September 2020.

Atsar, Abdul. Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Dan Ekspresi Budaya Tradisional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta. Jurnal Law Reform, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017.

95

Universitas Sumatera Utara

Bustani, Simona. Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masyarakat Adat, Jurnal Hukum Prioris. Volume 2, Nomor 4, Februari 2010.

Chitra, Bima Prana; Zainab MZ, Tindak Tutur Pantun Melayu Deli. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 4 No. 2, Oktober tahun 2019.

Danu Rachmanullah; dkk, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, Jurnal Pactum Law Journal, Vol 1 No. 04, 2018.

Darawi, Abdul Basit Samat; Abdul Rahman Hamzah, Seni Barjanzi dan Marhaban : Sejarah dan Amalannya Dalam Masyarakat Melayu. ‘Ulum Islamiyyah Journal, Vol.14, Desembber 2014.

Dewi, Heristina, Musik, Lagu, Dan Melayu Sumatera Utara. Jurnal Pendidikan Sejarah, 2014.

Djaja, Hendra, Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Perspektif Undang-Undang Hak Cipta, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 7, No. 1 Juni 2016.

Fadlin bin Muhammad Dja’far, Budaya Melayu Sumatera Utara dan Enkulturasinya, Jurnal USU.

Gusmail, Sabri, Tari Serampang Dua Belas Di Sumatera Utara Kajian Estetika Melalui Pendekatan Multikulturalisme. Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, Vol.4, No.1, April 2017.

Haryadi, Dwi, Bentuk dan Fungsi Kesenian Rodat Pada Upacara Ritual Potong Gembel Di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Skripsi UNNES, Tahun 2013.

Inayah, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum terhadap Produk Kerajinan, Legal Standing Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.2, September 2020.

Istiqomah Nuriana, dkk, Sikap Hidup Orang Jawa Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari. Jurnal Sastra Indonesia 3, No. 1, Tahun 2014.

Kabeakan, Moyang Kelleng, Makna dan Fungsi Pakaian Adat Melayu Deli Sumatera Utara. Skripsi USU, 2016.

96

Universitas Sumatera Utara

Kurniati, Fatia; Kuswarsantyo, Makna Filosofis Tari Persembahan Dan Kaitannya Terhadap Karakter Masyarakat Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Imaji, Vol. 16, No. 1, April 2018.

Mahzuni, Dade; dkk, Pengembangan Kerajinan Tangan Berbasis Kearifan Budaya Di Pakenjeng Kabupaten Garut, Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 6, No. 2, Juni 2017.

Maulida, Vina, Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Karya Sastra Di Wattpad Yang Dipublikasikan Tanpa Seizin Pencipta. Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Jember, Tahun 2019.

Nugroho, Sigit, Pengelolaan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Di Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Perspektif Hukum Administrasi Negara). Jurnal Society, Volume V, Nomor 1, Juni 2017.

Oktaviani, Hanny, Seni Teater Bangsawan Di Kecamatan Pemulutan Induk Kabupaten Ogan Ilir (Kajian Historis Dan Perkembangannya). Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2018.

Putra, Ngurah Bagus Indra; I Wayan Suarbha, Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No. 04, Juni 2013.

Rahmawati, Siska; dkk, Peristilahan Persenjataan Tradisional Masyarakat Melayu Di Kabupaten Sambas. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Untan Vol. 5, No. 6, Tahun 2011.

Sahril, Analisis Struktur Aktan Dan Model Fungsional Legenda Putri Hijau, Jurnal Medan Makna, Vol. XI No. 1, Tahun 2013.

Sahril, Hikayat Deli, Meneroka Sejarah Lewat Fiksi, Jurnal Medan Makna, No. 3, Tahun 2006.

Sanjiwani, Ni Nyoman Ayu Pasek Satya; Suatra Putrawan. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Seni Ukir Patung Kayu Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Ilmu Hukum, Tahun 2019.

97

Universitas Sumatera Utara

Sari, Purnama, Eksistensi Tari Serampang Dua Belas Pada Suku Melayu di Kampung Juani Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal UNIMED, 2017.

Sari, Ketut Purnama; Ida Bagus Putra Atmadja. Perlindungan Hukum Motif Tradisional Kerajinan Perak Celuk Sebagai Warisan Budaya. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 7, No. 9, Tahun 2019.

Sedayu, I Kadek Anjas Pajar; dkk, Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional Terhadap Tabuh Telu Buaya Mangap Di Kabupaten Gianyar. Makalah Ilmiah Ringkasan Skripsi Universitas Udayana.

Senewe, Emma Valentina Teresha, “Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah”. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015 Edisi Oktober.

Septarina, Muthia, Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Dalam Konsep Hukum Kekayaan Intelektual. Jurnal Al’Adi, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016.

Setyaningtyas, Ayu Citra; Endang Sri Kawuryan. Menjaga Ekspresi Budaya Tradisional Di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Vol. 1, No. 2, September 2016.

Simangunsong, Helena Lamtiur, dkk, Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pembajakan Karya Sastra Novel Versi E-Book Di Tokopedia, Jurnal Notarius, Volume 13, Nomor 1.

Siregar, Fatimah Sari; Edy Suprayetno, Makna Estetik Pantun Pernikahan Melayu Deli. Jurnal Prodikmas Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 1, Desember 2017 – Juni 2018.

Sitanggang, Kartini CP, Makna Tari Ahoi Pada Masyarakat Melayu Langkat Di Kecamatan Sei Wampu. Skripsi UNIMED, 2015.

Sumanto; Sukamti, Keragaman Jenis Dan Model Produk Home Industry Kerajinan Tangan Sebagai Sumber Belajar Di Sekolah Dasar. Jurnal Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, Vol. 27, No. 1, Mei 2018.

98

Universitas Sumatera Utara

Surisman, Hak Kekayaan Intelektual Komunal Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Produk Kerajinan, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.4, No.2, September 2020.

Suyadi, Lakon Bangsawan Sumatera Utara, Tinjauan Sintaktika. Medan Makna Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan, Vol.XVII, No. 2, 2019.

Syahputra, Muhammad Arifin, Study Komparatif Tari Zapin Anak Ayam Labuhan Dengan Tari Zapin Anak Ayam Batubara. Skripsi UNIMED, 2015.

Takari, Muhammad; Fadlin, Budaya Songket Di Sumatera Utara : Fungsi Sosial, Organisasi, Dan Ekonomi. Makalah USU. Takari, Muhammad, Busana Pengantin Melayu Sumatera Utara Dalam Konteks Kebudayaan. Makalah USU.

Takari, Muhammad, Kesenian Melayu Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya. Makalah Batam Takari, Batam, November 2013.

Wedhatami, Bayangsari; Budi Santoso, Upaya Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Dengan Pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal Law Reform 9, 2014.

Wiflihani; Agung Suharyanto, Teater Tradisional Melayu Makyong dalam Lintasan Sejarah dan Kekinian Di Sumatera Utara. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 2014.

Yasmin, Namira, dkk, Rekonstruksi Ronggeng Melayu di Sumatera Utara (1992- 2016). Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Pendidikan,2020.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2016.

99

Universitas Sumatera Utara

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal.

D. Website

Administrator, Pantun Melayu deli (Bagian 1), IndoSastra.com, diposting pada 26 Desember 2018, diakses pada tanggal 19 September 2020.

“Aspek dan Pola Motivasi dalam Novel Mahamimpi Anak Negeri Karya Suyatna Pamungkas”, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.i d/28577/2/BAB_I.pdf&ved=2ahUKEwib3s2eyIjrAhUoILcAHcLdBPgQFjABegQ IDRAG&usg=AOvVaw3PgUH3JlVJIln4LTtAkLIQ diakses pada tanggal 07 Agustus 2020.

Dispusip Kota, Tepak Sirih Riau (Sinopsis Buku), 24 April 2018, https://dispusip.pekanbaru.go.id/tepak-sirih-riau/ diakses pada tanggal 20 September 2020.

Muhajirin, Dasar-Dasar Kerajinan, Pengenalan Jenis Karya Seni Kerajinan Berdasarkan Bahan Dan Tekniknya, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staffnew.uny.ac .id/upload/1332102200/pendidikan/DASAR-DASAR, diakses pada tanggal 20 September 2020.

Rubrik Bahasa, “Pengrajin atau Perajin” , https://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/06/15/pengrajin-atau-perajin/, diakses pada tanggal 07 Agustus 2020.

E. Wawancara

Rizal Kesuma, (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkuluk), Wawancara via WhatsApp Hari Rabu Tanggal 04 Agustus 2020, Pukul 16.30 WIB.

Rizal Kesuma (Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok), Wawancara, Hari Jum’at 25 September 2020, Pukul 10.51 WIB.

Tengku Muhar Omtatok (Direktur Pusat Kajian Adat Melayu Kota Medan), Wawancara Hari Jum’at Tanggal 17 Juli 2020, Pukul 17.00.

100

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

101

Universitas Sumatera Utara

102

Universitas Sumatera Utara

Keterangan : Peneliti sedang mewawancarai Narasumber, Rizal Kesuma Selaku Ketua Kelompok Pengrajin Samudera Tengkulok

Keterangan : Gambar Karya Cipta Tradisional Suku Melayu yang dihasilkan oleh Kelompok Pengrajin Samudera tengkulok

103

Universitas Sumatera Utara