KONSEP PENAMAAN MAKANAN TRADISIONAL DALAM LEKSIKON RITUAL ARUH BAHARIN SUKU DAYAK HALONG: SEBUAH KAJIAN ETNOLINGUISTIK CONCEPT OF NAMING TRADITIONAL FOODS IN ARUH BAHARIN RITUAL LEXICON DAYAK HALONG: THE STUDY OF ETHNOLINGUISTICS

Hestiyana Balai Bahasa Kalimantan Selatan Jalan Ahmad Yani KM 32, Loktabat Utara, Banjarbaru Utara, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan 70712 Pos-el:[email protected] Ponsel 082156614445

(Makalah diterima tanggal 29 Maret 2020—Disetujui tanggal 30 November 2020)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konsep penamaan makanan tradisional dalam leksikon ritual aruh baharin suku Dayak Halong dan mendeskripsikan makna semiotis makanan tradisional dalam leksikon ritual aruh baharin suku Dayak Halong. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnolinguistik. Data dalam penelitian ini berupa leksikon nama-nama makanan tradisional dalam ritual aruh baharin suku Dayak Halong dan makna semiotis makanan tradisional tersebut yang diperoleh dari tatuha adat suku Dayak Halong di Kabupaten Balangan. Penyediaan data diperoleh melalui metode simak, metode catat, studi dokumen, dan pustaka. Analisis data mencakup pendeskripsian konsep penamaan makanan tradisional dalam leksikon ritual aruh baharin berdasarkan warna, bahan, dan pinjaman dari bahasa lain. Makna semiotis makanan tradisional dianalisis dari aspek bentuk dan aspek arti serta dilihat dari sudut pandang sistem kepercayaan dan praktik aturan budaya suku Dayak Halong. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan 27 leksikon nama makanan tradisional. Dari 27 leksikon nama makanan tradisional dalam ritual aruh baharin tersebut, pemberian konsep penamaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu berdasarkan warna, berdasarkan bahan (buah pisang, parutan kelapa muda, serta tepung beras dan tepung beras ketan), dan berdasarkan pinjaman dari bahasa lain. Adapun makna semiotis makanan tradisional dalam ritual aruh baharin mengacu kepada bahan-bahan dasar yang digunakan dan diperoleh dari hasil alam. Gula merah dimaknai sebagai makanan untuk darah manusia atau dianggap sebagai pengganti darah manusia. Air santan dimaknai sebagai lambang kesucian yang mengalir dalam darah manusia. Beras ketan dimaknai sebagai simbol kedekatan hubungan sesama manusia. Kemudian, daun pisang dan daun kelapa muda dimaknai sebagai lambang kehidupan suku Dayak Halong yang akan menuntun kehidupan manusia sebelum menuju kematian atau menghadap Sang Bahatara.

Kata Kunci: leksikon, makna semiotis, makanan tradisional, aruh baharin

Abstract: This study aims to describe the concept of naming traditional foods in the ritual lexicon of aruh baharin Dayak Halong tribe and describe the semiotic meaning of traditional food in the ritual lexicon of aruh baharin Dayak Halong tribe . The method used is a descriptive qualitative method with ethnolinguistic approach. The data in this study were the lexicon of traditional food names in the ritual lexicon of aruh baharin Dayak Halong tribe and the semiotic meaning of the traditional food obtained from the custom of the Dayak Halong tribe in Balangan Regency. Provision of data is obtained through listening, note taking, document study and literature. Data analysis includes describing the concept of naming traditional food in the ritual lexicon of aruh baharin based on colors, materials, and loans from other languages. The semiotic meaning of traditional food is analyzed from the aspect of form and aspect of meaning and viewed from the perspective of the belief system and the practice of Dayak Halong culture. Presentation of the results of data analysis using informal methods. Based on the results of data analysis found 27 lexicon names of traditional foods. Of the 27 traditional food lexicon names in the aruh baharin ritual, the naming concept can be classified into three categories, namely: based on color; based on ingredients (bananas, grated young coconut, and and flour); and based on loans from other languages. Meanwhile, the semiotic meaning of traditional food in the aruh baharin ritual refers to the basic ingredients used and obtained from natural products. Brown sugar is interpreted as food for human blood or considered as a substitute for human blood. Coconut water is believed to be a symbol of purity that flows in human blood. Sticky rice is a symbol of the closeness of human relations. Then, banana leaves and young coconut leaves are interpreted as a symbol of the life of the Dayak Halong tribe that will guide human life before dying or facing the Bahatara.

Keywords: lexicon, semiotic meaning, traditional food, aruh baharin. JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

PENDAHULUAN religi dan peralatan serta perlengkapan Bahasa berfungsi sebagai alat hidup suatu masyarakat. Dengan kata dalam mengungkapkan pikiran, lain, bahasa menjadi salah satu konsep, dan sebagai pengungkap komponen kebudayaan yang kebudayaan. Hal ini seperti yang mengandung gagasan dan pesan serta dikemukakan Mahadi & Jafari (2012: dapat mewakili kepentingan 230) bahwa bahasa dan pikiran penggunanya. merupakan satu kesatuan yang dapat Pamungkas (2012: 187) diibaratkan sebagai selembar mata mengungkapkan bahwa kebudayaan uang dengan dua sisi, yakni satu sisi mencakup segala perbuatan manusia, sebagai bahasa dan sisi lainnya sebagai seperti upacara kematian, kelahiran, pikiran. seksualitas, cara-cara mengolah Hubungan bahasa dengan makanan, etika waktu makan, kebudayaan juga disampaikan Chaer pertanian, perburuan, cara membuat (2013: 4) yang menyatakan bahwa alat-alat, bala pecah, pakaian, cara-cara dalam menganalisis makna sebuah menghias rumah dan badannya. bahasa dapat diketahui juga klasifikasi Nama makanan dapat berfungsi praktis tentang kehidupan budaya sebagai penanda sistem kepercayaan, pemakainya. Aji (dalam Rostanawa, agama, dan praktik-praktik aturan serta 2018: 271) juga mengatakan bahwa kompleks ideologi dari orang atau bahasa dapat menjadi cakrawala kelompok masyarakat tertentu yang terhadap budaya tertentu. terkait dengan budayanya (Noor, et.al., Bahasa sebagai salah satu 2013: 29). Dengan demikian, makanan perwujudan kebudayaan menjadi tradisional merupakan salah satu wujud cerminan masyarakat pendukungnya. kebudayaan yang diwariskan secara Alfarisi & Kiki (2018: 117) turun temurun yang menandakan menyatakan bahwa dalam identitas tatanan masyarakatnya. bangsa terdapat beragam keyakinan Salah satu wujud kebudayaan yang bersifat spiritual yang menjadi yang masih terus dipelihara suku ukuran sikap budaya sosial dalam Dayak Halong adalah ritual aruh . Aruh masyarakat. Kebudayaan itu sendiri merupakan selamatan atau pesta adat mencakup sistem kepercayaan atau suku Dayak. Suku Dayak identik

103

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

dengan Pulau Kalimantan. Hal ini direncanakan dengan matang dan seperti yang dikatakan Laksono, dkk., penuh persiapan jauh hari sebelumnya. (2006: 87) bahwa bumi Kalimantan Wasiati (2015: 57) mengatakan bahwa merupakan tempat tinggal komunitas ritual kehidupan yang membutuhkan etnik Dayak sesuai dengan adat masakan tradisional salah satunya istiadatnya. Di Kalimantan Selatan adalah aruh baharin . terdapat suku Dayak Halong atau Dalam pelaksanaan ritual aruh disebut juga suku Dayak Balangan. Hal baharin terdapat beragam sesajian. ini seperti yang diungkapkan Nabiring Salah satunya sajian dan makanan (2013: 16) bahwa suku Dayak tradisional khas suku Dayak Halong. Balangan lazim juga disebut Dayak Tentunya, dalam konsep penamaan Halong yang komunitas etniknya makanan tradisional dalam leksikon bertempat tinggal di wilayah ritual aruh baharin suku Dayak Halong Pegunungan Meratus. berbeda dan memiliki keunikan Suku Dayak Halong masih tersendiri. Di samping makna semiotis melaksanakan beberapa ritual adat dari nama-nama makanan tradisional yang berkaitan dengan berladang, salah tersebut yang menjadi cerminan satunya adalah ritual aruh baharin . kultural suku Dayak Halong. Hal inilah Nabiring (2015: 99) menjelaskan ritual yang melatarbelakangi dilakukannya aruh baharin dilaksanakan dengan penelitian ini. beberapa tujuan, yakni hajat paantuhan Penelitian yang relevan dilakukan (hajat telah terkabul), hajat huang Saputri, dkk. (2016) berjudul (mengalami sengsara dan kesusahan), “Kosakata dalam Makanan Tradisional dan pertanda tangan memperoleh padi Masyarakat Melayu Pontianak”. Dari melimpah ( weyah parei ). Hal ini hasil penelitian tersebut dapat dipertegas lagi oleh Hartatik (2017: 29) ditemukan 49 kosakata makanan yang menyatakan bahwa aruh baharin tradisional berupa bahan, 23 kosakata merupakan aruh ganal atau hajatan makanan tradisional berupa alat, 16 besar sebagai ungkapan rasa syukur kosakata makanan tradisional berupa karena diberikan panen pertama di cara membuat, 14 kosakata makanan ladang yang baru digarap. Dalam tradisional bentuk, 10 kosakata pelaksanaannya, aruh baharin ini makanan tradisional berupa warna,

104

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

serta 36 hasil kosakata makanan tradisional menjadi warisan budaya tradisional dalam bahasa Melayu yang pelestariannya harus selalu dijaga. Pontianak. Berdasarkan uraian sebelumnya, Berdasarkan penelitian tersebut, fokus masalah dalam penelitian ini, terdapat persamaan dan perbedaan yakni (1) bagaimana konsep penamaan dengan penelitian ini. Persamaan makanan tradisional dalam leksikon penelitian ini terdapat pada objek ritual aruh baharin suku Dayak kajian, yakni kosakata atau leksikon Halong? dan (2) bagaimana makna nama-nama makanan yang terdapat di semiotis makanan tradisional dalam masyarakat. Adapun perbedaannya, leksikon ritual aruh baharin suku yakni terdapat pada fokus masalah Dayak Halong? Tujuan penelitian ini, yang akan diteliti serta pendekatan yaitu (1) mendeskripsikan konsep yang diterapkan. Dalam penelitian ini, penamaan makanan tradisional dalam digunakan pendekatan etnolinguistik leksikon ritual aruh baharin suku untuk memahami secara keseluruhan Dayak Halong dan (2) mendeskripsikan pemberian konsep penamaan makanan makna semiotis makanan tradisional tradisional suku Dayak Halong. dalam leksikon ritual aruh baharin Penelitian ini memfokuskan pada suku Dayak Halong. kajian konsep penamaan makanan Hasil penelitian ini bermanfaat tradisional dalam leksikon ritual aruh sebagai bahan referensi untuk baharin suku Dayak Halong serta melakukan penelitian selanjutnya serta makna semiotis makanan tradisional menambah wawasan dan pengetahuan yang disajikan dalam prosesi ritual tentang penamaan makanan tradisional aruh baharin tersebut. Mengingat suku dan makna semiotisnya dalam leksikon Dayak Halong yang sangat kental ritual aruh baharin . Hasil penelitian ini dengan kearifan lokalnya serta masih juga sebagai bentuk kekayaan kuliner dilaksanakannya ritual adat secara warisan leluhur yang patut dilestarikan turun temurun, perlu dilakukan dan diwariskan dari generasi ke penelitian ini, terutama terkait dengan generasi. makanan-makanan tradisional yang Dalam penelitian ini akan disajikan dalam prosesi ritual adat. dijelaskan mengenai dua konsep yang Selain itu, makanan-makanan

105

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

menjadi landasan teori, yakni leksikon Konsep penamaan itu sendiri dan makna semiotis. berupa leksikon-leksikon. Chaer (2007:

Leksikon 5) menyatakan bahwa kata leksikon Wujud dari kebudayaan dapat berasal dari Yunani kuno lexicon yang diketahui dari konsep penamaan berupa memiliki arti ‘kata’, ‘ucapan’, dan istilah atau leksikon yang diberi label. ‘acara berbicara’. Lebih lanjut, Chaer Djajasudarma (1993: 30) menyatakan (2013: 60) menjelaskan leksikal bahwa dunia dipenuhi dengan merupakan bentuk nomina dari terdapatnya nama-nama yang diberikan leksikon (vokabuler, kosakata, dan oleh manusia. Lebih lanjut, Wierzbicka perbendaharaan kata). Hal ini (1999: 24) menjelaskan bahwa manusia dipertegas lagi oleh Pateda (2010: 119) termasuk classifying animals , yakni yang menyatakan bahwa makna manusia memberikan kategori terhadap leksikal ( lexical meaning ) merupakan hal-hal dan peristiwa serta memberikan makna kata yang berdiri sendiri, baik label. Pelabelan terhadap konsep dalam bentuk leksem maupun bentuk tersebut bersifat culture-specific , yakni berimbuhan yang maknanya kurang cara pandang terhadap dunia lebih tetap, seperti ada dalam kamus (worldview ), salah satu aspek tertentu. kebudayaan, manusia diikat oleh Wijana (2015: 29) shared belief yang ada di sekitarnya. mengemukakan bahwa leksem Chaer (2013: 43) memberikan merupakan satuan bahasa yang definisi penamaan adalah sebuah memiliki kemampuan untuk mengacu proses perlambangan konsep yang dan memprediksi. Lebih lanjut, Wijana mengacu kepada sesuatu konsep (2015: 30) mengemukakan bahwa mengenai referen yang berada di luar leksikon bahasa merupakan kumpulan- bahasa. Lebih lanjut, Chaer (2013: 43) kumpulan leksem yang dimiliki oleh membedakan penamaan berdasarkan sebuah bahasa. Penyebutan kata peniruan bunyi, penyebutan bagian, dikonsepsi sebagai leksem yang telah penyebutan sifat khas, penemu dan mengalami proses morfologis atau pembuat, tempat asal, bahan, sebagai hasil akhir proses morfologis keserupaan, pemendekan, dan (Setiawan, 2015: 23). penamaan baru.

106

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

Kreidler (dalam Budhiono, 2017: merupakan susunan kata atau daftar 238) mengemukakan kalau sebuah kata yang mengandung makna singkat leksem memiliki relasi makna dengan dengan keterangan-keterangan yang sesuatu hal di luar bahasa serta menjadi berkaitan dengan informasi linguistik. kombinasi antara bentuk dan makna. Dengan demikian, leksem Kemudian, Chaer (2012: 318) merupakan satuan bahasa yang mengemukakan bahwa setiap kata, mempunyai makna serta kombinasi leksem, atau butir leksikal tentu antara bentuk dan makna. Kemudian, memiliki makna dari setiap kata yang leksikon terdiri atas kumpulan leksem terdiri atas sejumlah komponen yang yang dimiliki oleh sebuah bahasa. membantu keseluruhan makna tersebut. Leksikon juga mempunyai relasi Komponen makna tersebut dapat makna dengan sesuatu yang berada di dianalisis berdasarkan pengertian- luar bahasa. pengertian yang dimilikinya. Penelitian ini akan menggunakan Menurut Kridalaksana (2011: landasan pemahaman tentang konsep 142) leksikon didefinisikan sebagai penamaan makanan tradisional berupa bagian komponen bahasa yang leksikon sebagaimana yang didalamnya terdapat informasi tentang dikemukakan Chaer (2007 dan 2013). makna serta pemakaian kata dalam Penamaan makanan tradisional akan bahasa; kekayaan kata yang dimiliki dipaparkan dan diklasifikasikan sesuai oleh seorang pembicara, penulis, dengan konsep penamaan berdasarkan dimiliki suatu bahasa; kosakata atau penyebutan warna, bahan, dan perbendaharaan kata; daftar kata seperti pinjaman dari bahasa lain. Dasar kamus, dengan penjelasan singkat dan penamaan konsep makanan tradisional praktis. berdasarkan warna sesuai dengan Spencer dalam Suktiningsih warna sajian makanan tersebut. (2016: 139) menyatakan bahwa the Begitu pula dengan konsep term lexicon means simply dictionary is pemberian nama makanan yang a list of words together with their berdasarkan bahan. Tentunya, meaning and other useful bits of pemberian konsep penamaan makanan linguistic information . Dari pernyataan tradisional dalam leksikon ritual aruh tersebut, diketahui bahwa leksikon baharin suku Dayak Halong akan

107

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

dikupas sesuai dengan bahan-bahan tanda lingual terdiri atas aspek bentuk yang digunakan dalam pembuatan dan aspek arti. Hal ini dapat dilihat makanan tradisional tersebut. Adapun, pada gambar berikut yang disebut konsep penamaan sesuai dengan segitiga semantik. pinjaman dari bahasa lain merupakan B pemberian konsep nama makanan tradisional tersebut dengan meminjam as ref istilah di luar bahasa Dayak Halong. so er Makna Semiotis cia en

tiv Pemahaman mengenai makna ce tentu tidak lepas dari pemahaman A C mengenai tanda linguistik. Dalam hal meaning ini, Wijana (2015: 24) mendefinisikan makna sebagai hubungan antara kata dan objek-objek yang ditunjuknya. A. Bentuk kata ( form of the word ) Kemudian, Subroto (2011: 23) B. Konsep ( consept ) mengemukakan bahwa makna C. Reference merupakan arti yang dimiliki sebuah kata (leksem) karena hubungannya Dari gambar tersebut, dapat dengan makna leksem lain dalam diketahui bahwa relasi antara A dan B sebuah tuturan. Dalam bidang bersifat asosiatif; relasi antara B dan C semantik, istilah yang biasa digunakan bersifat referensial; dan relasi antara A untuk tanda linguistik adalah leksem. dan C adalah arti. Pada hakikatnya, Studi semantik merupakan bahasa merupakan hubungan tanda bagian dari studi semiotik. Ferdinand lingual dengan sesuatu yang diacu oleh (dalam Subroto, 2011: 3). tanda tersebut. Relasi tersebut mengemukakan bahwa studi mengenai digambarkan dengan garis patah-patah arti lingual merupakan bagian dari karena tidak terdapat hubungan spesifik studi umum penggunaan sistem tanda antara tanda itu dengan sesuatu yang yang disebut dengan semiotik. diacu oleh tanda itu. Selanjutnya, dijelaskan Richards & Dengan demikian, penganalisisan Ogden dalam Subroto (2011: 4) bahwa makna semiotis nama makanan tradisional akan diterapkan teori

108

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

segitiga semantik yang sudah Adapun pendekatan yang dikemukakan Richards & Ogden diterapkan dalam penelitian ini adalah (dalam Subroto, 2011). Hal ini juga pendekatan etnolinguistik. Foley akan didukung dengan konsep (2001: 3) menyatakan linguistik penamaan makanan tradisional dalam antropologis merupakan cabang ilmu leksikon ritual aruh baharin suku linguistik yang mengkaji bahasa dalam Dayak Halong sebagai penanda sistem konteks sosial dan budaya yang lebih kepercayaan dan praktik aturan yang luas. Istilah-istilah yang muncul dalam terkait dengan budaya setempat (Noor, kajian kebahasaan dan kebudayaan et.al., 2013). akan merujuk pada konsep yang memandang bahasa sebagai kajian DATA DAN METODE utama dengan kebudayaan sebagai Penelitian ini menggunakan media analisisnya. metode deskriptif kualitatif dengan Kemudian, Baehaqie (2013: 15) pendekatan linguistik antropologis atau mengemukakan bahwa etnolinguistik lebih dikenal dengan etnolinguistik. merupakan cabang linguistik yang Djajasudarma (2010: 14) mempelajari struktur atau kosakata mengemukakan bahwa penelitian yang bahasa masyarakat etnis tertentu bersifat kualitatif deskriptif lebih berdasarkan sudut pandang dan budaya menekankan pada kualitas data dan yang dimiliki masyarakat penuturnya bukan angka-angka serta memiliki ciri- dalam rangka menyibak atau ciri alami. Pendapat serupa mengungkap budaya masyarakat disampaikan Emzir (2016: 3) bahwa tersebut. dalam penelitian kualitatif, data yang Penelitian ini dilakukan dengan dikumpulkan terdiri atas bentuk kata- tiga tahap, yakni pengumpulan data, kata atau gambar, bukan berupa angka- analisis data, dan penyajian hasil angka. Penelitian ini mengangkat analisis data. Pertama, dalam tahap fenomena berdasarkan fakta yang ada pengumpulan data yang menjadi data di masyarakat sehingga mengambil penelitian ini adalah konsep penamaan data berupa kata atau leksikon serta makanan tradisional berupa leksikon makna semiotisnya. nama-nama makanan tradisional dalam ritual aruh baharin suku Dayak Halong

109

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

dan makna semiotis makanan referensi dan memperkuat data temuan tradisional tersebut yang diperoleh dari di lapangan. Teknik ini dilakukan tatuha adat suku Dayak Halong di dengan membaca dan memahami Kabupaten Balangan. penelitian-penelitian terdahulu sebagai Penyediaan data diperoleh pijakan dalam melakukan penelitian ini melalui metode simak, metode catat, serta teori yang digunakan dalam serta studi dokumen dan pustaka. menganalisis konsep penamaan Sudaryanto (2015: 203) menyatakan makanan tradisional. bahwa metode simak atau penyimakan Tahap kedua adalah tahap dilakukan dengan menyimak, yakni analisis data. Setelah data yang menyimak penggunaan bahasa. Dalam diperoleh diklasifikasikan, kemudian metode simak ini, peneliti menyimak dianalisis. Setelah itu, dilakukan langsung dan mengamati pemberian pendeskripsian konsep penamaan konsep nama-nama makanan makanan tradisional dalam leksikon tradisional oleh suku Dayak Halong. ritual aruh baharin sesuai dengan Setelah melakukan penyimakan konsep penamaan berdasarkan warna baris demi baris, teknik yang sesuai dengan warna sajian makanan digunakan selanjutnya adalah teknik tersebut, bahan-bahan yang digunakan catat. Mahsun (2013: 93) dalam pembuatan makanan tradisional, mengemukakan bahwa teknik catat serta pinjaman dari bahasa lain. adalah teknik lanjutan yang dilakukan Selanjutnya, makna semiotis makanan ketika menerapkan metode simak tradisional akan dianalisis dari aspek dengan teknik lanjutan. Teknik catat bentuk dan aspek arti serta akan dilihat dilakukan dengan mencatat data berupa dari sudut pandang sistem kepercayaan leksikon-leksikon nama-nama makanan dan praktik aturan budaya suku Dayak tradisional. Data yang sudah terkumpul Halong. Dari kedua fokus masalah akan diklasifikasikan sesuai dengan yang sudah terjawab, lalu dibuat konsep penamaan berdasarkan warna, kesimpulan secara menyeluruh. bahan yang digunakan, dan pinjaman Tahap ketiga adalah tahap dari bahasa lain. penyajian hasil analisis data. Dalam Selanjutnya, studi dokumen dan penelitian ini, analisis data akan pustaka dilakukan untuk mencari disajikan dengan menggunakan metode

110

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

informal, yakni dengan selalu digunakan dalam setiap resep mendeskripsikan hasil kajian dalam masakan tradisional suku Dayak bentuk kata-kata atau uraian kalimat. Halong dalam ritual adat. Bahan-bahan Penyajian hasil analisis data akan tersebut adalah gula merah, santan dipaparkan sesuai dengan fokus dan kelapa, beras ketan, dan telur. Suku tujuan penelitian ini. Dayak Halong mempercayai bahwa keempat bahan tersebut adalah sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN bahan pengganti atau tuturan dari tubuh Hasil manusia. Suku Dayak Halong memiliki Dari hasil temuan di lapangan, ritual adat yang berkaitan dengan dapat diketahui bahwa pemberian berladang, yakni ritual aruh baharin . konsep penamaan makanan tradisional Ritual aruh baharin merupakan ucapan dalam leksikon ritual aruh baharin atas rasa syukur karena panen pertama suku Dayak Halong berdasarkan di ladang baru. Suku Dayak Halong warna, bahan yang digunakan, dan melaksanakannya dari bulan September pinjaman dari bahasa lain. Berikut hasil hingga Oktober di Balai Adat. temuan leksikon dalam ritual aruh Pelaksanaan ritual aruh baharin ini baharin. dilakukan secara bersama-sama per Tabel 1 kelompok adat atau yang disebut Leksikon Nama Makanan dalam umbun . Prosesi ritual aruh baharin Ritual Aruh Baharin yang berlangsung selama tujuh hari No Leksikon Gloss tujuh malam ini mengundang 20—25 1 Kue Keping Kue yang terbuat orang balian atau wadian (orang-orang Putih dari bahan tepung khusus yang memiliki kemampuan dicampur dengan air dan air santan. berkomunikasi dengan roh leluhur), 2 Kue Keping Kue yang terbuat para patati (yang membantu balian Hijau dari tepung yang atau wadian ), dan penabuh alat ritual. dicampur air dan air Dalam prosesi ritual aruh tayum. baharin ini disajikan makanan 3 Kue Keping Kue yang terbuat tradisional khas suku Dayak Halong. Kuning dari bahan tepung Ada empat jenis bahan dasar yang yang dicampur air

111

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

dan air kunyit. telur ayam kampung, 4 Kue Kue yang terbuat gula merah, dan Putih dari bahan tepung garam. beras dicampur 10 Kue Gayam Kue yang terbuat dengan santan kental Bahinti dari bahan tepung serta garam. ketan dicampur 5 Kue Dodol Kue yang terbuat dengan air kapur, Hijau dari bahan tepung gula merah, garam, beras dicampur dan parutan kelapa dengan santan kental, muda. Parutan kelapa air tayum, dan muda diaduk dengan garam. gula merah. 6 Kue Dodol Kue yang terbuat 11 Kue Gayam Kue yang terbuat Kuning dari bahan atepung Bagangan dari bahan tepung beras dicampur ketan dicampur dengan santan kental, dengan air kapur, air kunyit, dan gula merah, garam, garam. dan parutan kelapa muda. Kue ini juga 7 Kue Dodol Kue yang terbuat menggunakan santan Sarikaya dari bahan beras sebagai kuahnya. ketan dicampur dengan santan kental, 12 Kue Pais Kue yang terbuat air, gula merah, telur, Bahinti dari bahan tepung dan garam. ketan dicampur 8 Kue Bubur Kue yang terbuat dengan air, gula Hancur Putih dari bahan tepung merah, garam, dan beras dicampur parutan kelapa muda. dengan santal kental, Kue ini telur ayam kampung, menggunakan daun dan garam. pisang sebagai 9 Kue Bubur Kue yang terbuat pembungkusnya Hancur dari bahan tepung yang sudah diolesi Merah beras dicampur minyak kelapa. dengan santan kental, 13 Kue Kue yang terbuat

112

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

Bambalungan dari bahan beras menggunakan daun ketan dicampur pisang sebagai dengan air, gula pembungkusnya merah, garam, dan yang sudah diolesi parutan kelapa muda. minyak kelapa. 14 Kue yang terbuat 18 Kue Gumpal Kue yang terbuat dari bahan tepung Pisang dari bahan tepung beras dicampur terigu dicampur dengan air, gula dengan air, pisang merah, garam, dan manurun , dan garam. santan kental. 19 Kue Goreng Kue yang terbuat 15 Kue Kue yang terbuat Pisang dari bahan tepung dari bahan beras terigu dicampur ketan hitam dengan air kapur, dicampur dengan air, pisang manurun , dan gula, garam, dan garam. santan kental. 20 Kue Telur Kue yang terbuat 16 Kue Pais Kue yang terbuat dari telur ayam Gumbili Kayu dari gumbili kayu kampung dikocok (ubi kayu) dicampur hingga kuningnya dengan air, gula menyatu dan garam merah, garam, dan secukupnya. parutan kelapa muda. 21 Tumpi Pisang Kue yang terbuat Kue ini dari bahan tepung menggunakan daun terigu dicampur air pisang sebagai kapur, pisang pembungkusnya manurun , dan garam. yang sudah diolesi 22 Dodol Merah Kue yang dibuat dari minyak kelapa. Nunuman bahan beras ketan 17 Kue Pais Kue yang terbuat dicampur dengan air, Pisang dari bahan tepung kelapa, gula merah, terigu dicampur serta garam. Kue ini dengan air kapur, menggunakan daun pisang manurun , dan kelapa muda yang garam. Kue ini dibentuk menjadi

113

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

pembungkus . dengan air, santan 23 Kue yang terbuat kental, gula merah, dari bahan beras parutan kelapa muda, ketan dicampur serta garam. dengan air, santan 27 Nasi Kue yang terbuat kental, dan garam. Nyabang dari bahan tepung Kue ini beras ketan telah menggunakan daun dicampur dengan air, pisang untuk santan kental, gula membungkus beras merah, serta garam. ketan. Kemudian dimasukkan ke dalam buluh bambu Pembahasan dan dibakar. Berdasarkan data yang diperoleh, 24 Ketupat Kue yang terbuat terdapat 27 leksikon nama makanan Ketan dari bahan beras tradisional dalam ritual aruh baharin . ketan dicampur Semua makanan tradisional tersebut dengan air, kelapa, sebagai perlengkapan dalam prosesi dan garam. Kue ini menggunakan daun pelaksanaan ritual adat. Selain itu, kelapa muda yang masakan tradisional ini tidak dibentuk ketupat lalu diperjualbelikan sehari-hari. Konsep direbus dengan air penamaan makanan tradisional tersebut santan. sesuai dengan ritual adat yang 25 Bubur Kue yang terbuat diwariskan secara turun temurun. Ba’ayak dari bahan tepung 1. Konsep Penamaan Makanan beras dan tepung Tradisional dalam Leksikon beras ketan dicampur Ritual Aruh Baharin Berdasarkan dengan air, santan Warna, Bahan, dan Pinjaman kental, gula merah, dari Bahasa Lain telur, kapur, serta garam. Dari 27 leksikon nama makanan 26 Bubur Dite Kue yang terbuat tradisional dalam ritual aruh baharin , dari bahan tepung pemberian konsep penamaan dapat beras ketan dicampur diklasifikasikan menjadi tiga kategori,

114

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

yaitu (1) berdasarkan warna, (2) b. Konsep Penamaan Berdasarkan berdasarkan bahan, dan (3) berdasarkan Bahan pinjaman dari bahasa lain. Berikut hasil Dalam pembuatan makanan analisisnya. tradisional pada saat ritual aruh a. Konsep Penamaan Berdasarkan baharin, digunakan empat jenis bahan Warna dasar yang selalu digunakan dalam Penamaan konsep makanan setiap resep masakan tradisional suku tradisional berdasarkan warna sesuai Dayak Halong dalam ritual adat. dengan warna sajian makanan tersebut. Bahan-bahan tersebut adalah gula

Dalam ritual aruh baharin , ada yang merah, santan kelapa, beras ketan, dan disebut berdasarkan warna, yakni kue telur. Akan tetapi, pemberian konsep keping putih, kue keping hijau, kue penamaan makanan tradisional keping kuning, kue dodol putih, kue berdasarkan bahan yang digunakan dodol hijau, kue dodol kuning, kue dapat diklasifikasikan lagi secara bubur hancur putih, kue bubur hancur spesifik menjadi tiga, yaitu: (1) merah, dan dodol merah nunuman . berdasarkan bahan dari buah pisang, Konsep penamaan makanan (2) berdasarkan bahan dari parutan tradisional yang menyertakan warna, kelapa muda, dan (3) berdasarkan seperti kue keping putih, kue dodol bahan dari tepung beras dan tepung putih , dan kue bubur hancur putih tidak beras ketan. dicampur dengan warna lain, tetapi Konsep penamaan makanan warna dasar yang didapat dari air tradisional berdasarkan bahan dari buah santan dan tepung. Kue keping hijau pisang, yakni kue pais pisang, kue dan kue dodol hijau menggunakan air gumpal pisang, kue goreng pisang , dan tayum untuk memberi warna hijau pada tumpi pisang . Kemudian, konsep kue. Begitu pun dengan kue keping penamaan makanan tradisional kuning dan kue dodol kuning yang berdasarkan bahan dari parutan kelapa menggunakan pewarna dari air kunyit. muda, yakni kue gayam bahinti, kue Selanjutnya, nama kue bubur hancur gayam bagangan, kue pais bahinti, kue merah dan dodol merah nunuman yang bambalungan, kue pais gumbili, dan menggunakan gula merah sebagai bubur dite . Selanjutnya, konsep pewarna alami. penamaan makanan tradisional

115

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

berdasarkan bahan dari tepung beras lain ini mampu menjadi cerminan dan tepung beras ketan, yakni kue kultural kehidupan masyarakatnya dodol sarikaya, kue cucur, kue wajik, yang masih memegang kearifan lokal lemang, ketupat ketan, bubur ba’ayak, serta memegang teguh adat istiadat dan nasi nyabang . yang diwariskan para leluhur. Bahan-bahan dalam pembuatan 2. Makna Semiotis Nama Makanan makanan tradisional juga mengambil Tradisional dalam Ritual Aruh dari alam dan tidak dicampur dengan Baharin pewarna buatan. Meskipun suku Dayak Ritual adat aruh baharin Halong mengambil hasil alam, mereka merupakan sebuah ritual kehidupan sangat berhati-hati dalam yang membutuhkan masakan memperlakukan dan memanfaatkan tradisional sebagai sesaji. Ritual adat sumber daya alam tersebut. Mereka ini dilaksanakan selama 7 hari 7 malam pantang mengambil hasil hutan yang dengan memotong kerbau 2 hingga 5 berada di luar wilayahnya karena kalau ekor, kambing 10 hingga 15 ekor, serta melanggar akan dikenai denda adat. ayam kampung 10 hingga 15 ekor. c. Konsep Penamaan Berdasarkan Selain masakan dari daging kerbau, Pinjaman dari Bahasa Lain kambing, dan ayam kampung yang Penamaan makanan tradisional disajikan, terdapat pula makanan dalam ritual aruh baharin ada yang tradisional yang dimasak sendiri oleh meminjam istilah dari bahasa lain, suku Dayak Halong. Tentunya, seperti pada konsep pemberian nama masakan tradisional tersebut bukanlah kue telur . Jadi, dari 27 leksikon sembarang makanan, tetapi memiliki penamaan makanan tradisional dalam makna sendiri sebagai bahan sesajian ritual aruh baharin hanya terdapat satu dalam ritual adat. Bahan yang leksikon saja konsep penamaan yang digunakan pun terdiri atas bahan dasar meminjam istilah dari bahasa lain. yang dipercayai sebagai “bahan Dengan demikian, konsep pengganti” atau tuturan dari tubuh penamaan makanan tradisional dalam manusia, yakni gula merah, santan ritual aruh baharin suku Dayak Halong kelapa, beras ketan, dan telur. berdasarkan warna, berdasarkan bahan, Semua makanan tradisional yang dan berdasarkan pinjaman dari bahasa disajikan pada saat ritual adat

116

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

menggunakan bahan-bahan yang menuntun manusia menjadi pribadi diambil dari alam. Dalam ritual aruh yang lebih baik. Makanan tradisional baharin , masakan tradisional tidak yang berwarna putih, seperti kue keping menggunakan bahan dari gula putih. putih, kue dodol putih, kue bubur Suku Dayak Halong memercayai hancur putih , ataupun lemang bahwa gula putih merupakan produk merupakan simbol pembersih pikiran- gula yang diperkenalkan dari luar pikiran negatif yang terdapat dalam komunitas. Selain itu, gula putih pikiran manusia. Setiap orang yang dipercayai tidak memiliki makna mengikuti ritual adat aruh baharin ini simbolis seperti layaknya gula merah. diminta untuk memakan makanan Dalam tata ritual adat suku tradisional tersebut. Hal ini dimaknai Dayak Halong untuk membuat sebagai kembalinya jiwa manusia yang makanan tradisional terasa manis, putih bersih sehingga pikiran dan bahannya diambil dari gula merah atau tingkah lakunya pun menjadi baik serta dari air santan kental. Gula merah pikirannya menjadi jernih atau dalam tradisi suku Dayak Halong dijauhkan dari pikiran yang bersifat dipercayai sebagai makanan untuk negatif. darah manusia atau dianggap sebagai Dalam tradisi suku Dayak pengganti darah manusia. Hal ini Halong, beras ketan merupakan simbol dimaknai manusia tidak menjadi kedekatan hubungan sesama manusia, jahat atau ganas, selalu ingin mencari keakraban satu sama lain, serta masalah, dan berkelahi dengan orang lambang persaudaraan. Beras ketan lain. Pada saat pelaksanaan ritual adat yang lengket melambangkan tradisi ini, makanan seperti kue bubur hancur komunitas suku Dayak Halong yang merah, kue pais bahinti, kue gayam lebih mengutamakan kepentingan bahinti, kue bambalungan, dodol bersama daripada kepentingan pribadi merah nunuman, ataupun makanan atau perorangan. Di samping itu, beras yang berbahan dasar gula merah ketan juga memiliki makna untuk diminta untuk memakannya. selalu menghindari perpecahan Air santan itu sendiri dipercayai antarsesama sehingga mengukuhkan sebagai lambang kesucian yang persatuan dan kesatuan. mengalir dalam darah manusia dan

117

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

Penyajian makanan tradisional dodol putih, kue dodol hijau, kue dodol dalam ritual aruh baharin juga kuning, kue bubur hancur putih, kue mengambil dari alam, seperti daun bubur hancur merah, dan dodol merah pisang dan daun kelapa muda. Daun nunuman . Konsep penamaan makanan pisang dan daun kelapa muda ini tradisional berdasarkan bahan dari buah dijadikan sebagai pembungkus pisang, yakni kue pais pisang, kue makanan tradisional yang disajikan saat gumpal pisang, kue goreng pisang, dan ritual. Daun pisang dan daun kelapa ini tumpi pisang . Konsep penamaan dimaknai sebagai lambang kehidupan makanan tradisional berdasarkan bahan suku Dayak Halong yang akan dari parutan kelapa muda, yakni kue menuntun kehidupan manusia sebelum gayam bahinti, kue gayam bagangan, menuju kematian atau menghadap Sang kue pais bahinti, kue bambalungan, kue Bahatara. pais gumbili, dan bubur dite. Selanjutnya, konsep penamaan SIMPULAN makanan tradisional berdasarkan bahan Berdasarkan hasil analisis data, dari tepung beras dan tepung beras dapat disimpulkan bahwa konsep ketan, yakni kue dodol sarikaya, kue penamaan makanan tradisional dalam cucur, kue wajik, lemang, ketupat leksikon ritual aruh baharin suku ketan, bubur ba’ayak, dan nasi Dayak Halong terdiri atas 27 leksikon. nyabang . Adapun penamaan makanan Dari 27 leksikon nama makanan tradisional dalam ritual aruh baharin tradisional dalam ritual aruh baharin yang meminjam istilah dari bahasa lain, tersebut, pemberian konsep penamaan yakni konsep pemberian nama kue dapat diklasifikasikan menjadi tiga telur . kategori, yaitu berdasarkan warna, Makna semiotis makanan berdasarkan bahan (buah pisang, tradisional dalam ritual aruh baharin parutan kelapa muda, serta tepung mengacu kepada bahan-bahan dasar beras dan tepung beras ketan), dan yang digunakan dan diperoleh dari berdasarkan pinjaman dari bahasa lain. hasil alam. Gula merah dimaknai Konsep penamaan berdasarkan sebagai makanan untuk darah manusia warna, yakni kue keping putih, kue atau dianggap sebagai pengganti darah keping hijau, kue keping kuning, kue manusia. Air santan dipercayai sebagai

118

JURNAL BÉBASAN , Vol. 7, No. 2, Edisi Desember 2020: 102—120

lambang kesucian yang mengalir dalam ------. (2012). Linguistik Umum. : Rineka Cipta. darah manusia dan menuntun manusia menjadi pribadi yang lebih baik atau ------. (2013). Pengantar Semantik Bahasa . kembalinya jiwa manusia yang putih Jakarta: Rineka Cipta. bersih. Djajasudarma, T. F. (2010). Metode Beras ketan merupakan simbol Linguistik . : Refika Aditama. kedekatan hubungan sesama manusia, keakraban satu sama lain, serta Emzir. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: lambang persaudaraan. Selanjutnya, RajaGrafindo Persada. daun pisang dan daun kelapa muda Foley, W.A. (2001). Antropological dimaknai sebagai lambang kehidupan Linguistics . Massacchusetts: Blackwell Publisher Inc. suku Dayak Halong yang akan menuntun kehidupan manusia sebelum Hartatik. (2017). Jejak Budaya Dayak Meratus dalam Persfektif menuju kematian atau menghadap Sang Etnoreligi. Yogyakarta: Ombak. Bahatara. Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. DAFTAR PUSTAKA Laksono, P.M, dkk. (2006). Pergulatan Alfarisi, T & Kiki. (2018). “Legenda Identitas Dayak dan Indonesia Gua Tan Tik Siu di Desa Belajar dari Tjilik Riwut . Sumberagung sebagai Prinsip- Yogyakarta: Galangpress. Prinsip Nilai Kebudayaan Masyarakat Sekitar (Analisis Mahadi, T.S.T & S.M. Jafari. (2012). Struktur, Nilai Budaya, dan “Language and Culture”. Fungsi)”. Dalam Bebasan , International Journal of Volume 5 (2), hlm. 117—124. Humanities and Social Science , Volume 2 (17), P. 230—235. Baehaqie, Imam. (2013). Etnolinguistik: Telaah Teoritis Mahsun, M.S. (2013). Metode dan Praktis. Surakarta: Penelitian Bahasa: Tahapan Cakrawala Media. Strategi, Metode, dan Tekniknya . Jakarta: RajaGrafindo Persada. Budhiono, R.H. (2017). “Leksikon Alat dan Aktivitas Bertanam Padi Nabiring, Eter. (2013). Kamus Populer dalam Bahasa Jawa”. Dalam Dayak Balangan . Balangan: Kandai , Volume 13 (2), hlm. Dewan Adat Dayak Balangan. 235—248. ------. (2015). “Kamus Chaer, Abdul. (2007). Leksikologi dan Populer Dayak Halong- Leksikografi Indonesia. Jakarta: Balangan”. Dalam Pustaka Rineka Cipta. Komunitas Dayak Halong

119

Konsep Penamaan Makanan Tradisional (Hestiyana)

Balangan Merawat Tradisi Suktiningsih. (2016). “Leksikon Fauna Leluhur Menjaga yang Tersisa , Masyarakat Sunda: Kajian hlm. 72—103. Jakarta: YABN. Ekolinguistik”. Dalam Retorika , Volume 2 (1), hlm. 138—156. Noor, et.al. (2013). “Pulut Kuning in Malay Society: The Beliefs and Wasiati. (2015). “Kuliner Dayak Practices Then and Now”. Asian Halong Balangan”. Dalam Social Science , Volume 9 (7), P. Pustaka Komunitas Dayak 29—40. Canadian Center of Halong Balangan Merawat Science and Education. Tradisi Leluhur Menjaga yang Tersisa, hlm. 56—63. Jakarta: Pamungkas, Sri. (2012). Bahasa YABN. Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: ANDI. Wierzbicka, Anna. (1999). Emotions Across Languages and Cultures: Pateda, Mansoer. (2010). Semantik Diversity and Universals . Leksikal . Jakarta: Rineka Cipta. Cambridge: University Press.

Rostanawa, Gaby. (2018). Wijana, I Dewa Putu. (2015). “Penggunaan Nama Jajanan Pengantar Semantik Bahasa Tradisional pada Masyarakat di Indonesia . Yogyakarta: Pustaka Kabupaten Jember Sebuah Kajian Pelajar. Etnolinguistik”. Prosiding Setali Bahasa di Era Digital: Peluang atau Ancaman? , hlm. 271—273. Bandung: Program Studi Linguistik Sps UPI.

Saputri, Eis, dkk. (2016). “Kosakata dalam Makanan Tradisional Masyarakat Melayu Pontianak”. Dalam Untan , Volume 5 (8), hlm. 1—16.

Setiawan, Teguh. (2015). Leksikografi . Yogyakarta: Ombak.

Subroto, Edi. (2011). Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik . Surakarta: Cakrawala Media. Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis . Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

120