Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 26

ANGKLUNG: DARI TRADISIONAL KE ANGKLUNG MODERN

Angklung: from Traditional to Modern

Oleh Rosyadi

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Jln. Raya Cinambo 136 Ujungberung Kota Bandung Email: [email protected]

Naskah Diterima: 25 Januari 2012 Naskah Disetujui: 27 Februari 2012

Abstrak Angklung adalah alat musik tradisional yang berasal dari tanah Sunda, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan. Sebelum menjadi sebuah kesenian yang adiluhung seperti sekarang ini, kesenian Angklung telah mengalami perjalanan sejarah yang amat panjang. Berbagai perubahan telah dilaluinya mulai dari perubahan bentuk, fungsi, sampai pada perubahan nada. Demikian pula berbagai situasi telah dilaluinya, bahkan kesenian ini sempat mengalami keterpurukan pada awal abad ke-20. Angklung sebagai salah satu jenis kesenian yang berangkat dari kesenian tradisional, mengalami nasib yang tidak terlalu tragis dibandingkan dengan beberapa jenis kesenian tradisional lainnya. Kesenian ini hingga kini masih tetap bertahan, bahkan berkembang, dan sudah “mendunia” kendatipun dengan jenis dan nada yang berbeda dari nada semula. Kalau semula nada dasar kesenian Angklung adalah tangga nada pentatonis, kini telah berubah menjadi tangga nada diatonis yang memiliki solmisasi. Boleh dibilang, kesenian Angklung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga ia mampu bertahan di tengah terjangan arus modernisasi. Bahkan kesenian Angklung ini telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Angklung sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia yang dideklarasikan pada 16 Januari 2011.

Kata kunci: angklung, kesenian, tradisi.

Abstract

Angklung is a Sundanese musical instrument made of bamboo. We have to shake it to get the tune. Angklung has been through long period of times in history before it become a masterpiece of one of Sundanese artistry. It has been through many changes, beginning from its form, functions and tune itself. Angklung experienced its downturn at the beginning of 20th century. But it survived. Angklung can suit itself to this changing modern world by adjusting its musical scale from pentatonic to diatonic. UNESCO has granted angklung the Representative List of Intangible Heritage of Humanity on January 16, 2011.

Keywords: angklung, art, tradition.

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

27 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi)

terpisah-kan dari kebudayaan manusia. Bahkan, dalam pandangan sempit, tidak A. PENDAHULUAN jarang orang mengartikan dan Seni adalah sisi yang nyaris tak mengidentikkan kebudaya-an sebagai pernah lepas dari kehidupan manusia. kesenian. Kesenian sebagai salah satu Hampir semua aspek kehidupan manusia unsur dari kebudayaan merupakan bagian senantiasa diwarnai oleh aspek ini. Setiap yang sangat penting dari kebudayaan, yang gejala, peristiwa, dan benda-benda apa pun merupakan ungkapan kreativitas dari yang ada di sekeliling kehidupan manusia kebudayaan itu sendiri. Ia menciptakan, bisa diolah menjadi sebuah karya seni. memberi peluang untuk bergerak, memeli- Daya kreativitas manusia telah mampu hara, menularkan, mengembangkan untuk “menyulap” kejadian-kejadian dan benda- kemudian menciptakan kebudayaan baru benda yang dalam kehidupan keseharian lagi (Koentjaraningrat, 1981/1982). dipandang biasa-biasa saja menjadi sesuatu Berkese-nian adalah salah satu kebutuhan yang bernilai seni; menjadi sebuah karya hidup manusia dalam bentuk pemenuhan seni. Karya-karya sastra dan karya-karya kebutuh-an akan rasa keindahan. dramatik lainnya misalnya, banyak sekali Dalam konteks kemasyarakatan, yang mengambil objek dari kejadian jenis-jenis kesenian tertentu memiliki sehari-hari, maupun dari gejala-gejala alam kelompok-kelompok pendukung tertentu. yang terjadi. Hutan belantara, gelombang Demikian pula kesenian bisa mempunyai air laut, air terjun, gunung, pepohonan, fungsi yang berbeda di dalam kelompok- hujan, petir, dan fenomena-fenomena alam kelompok manusia yang berbeda. lainnya menjadi objek seni yang banyak Perubahan fungsi dan perubahan bentuk diminati oleh para seniman. Demikian pula pada hasil-hasil karya seni, dengan hewan (fauna) dan tumbuh-tumbuhan demikian dapat pula disebabkan oleh (flora) serta benda-benda alam dapat dinamika masyarakat. Di sisi lain, tata dikreasi menjadi karya-karya seni, baik masyarakat dan perubahannya turut pula berupa tiruan dari objek-objek tersebut, menentukan arah perkembangan kesenian. maupun pengambilan bagian-bagian Sekalipun kesenian dicirikan dari tertentu dari objek-objek itu untuk keindahannya, tetapi kesenian tidak hanya dijadikan sebuah benda seni. Gendang dapat dikaji dari sudut penataan artistiknya misalnya, merupakan hasil olahan kreatif saja yang akan menumbuhkan rasa dari para seniman yang mengambil bagian kekaguman yang mendalam bagi para tubuh hewan (kulitnya) dengan benda alam penikmatnya. Dalam pandangan lain yang (kayu atau bambu) untuk dijadikan sebuah justru akan memberikan penjelasan lebih alat musik. Masih banyak lagi benda-benda luas, kesenian juga dapat dilihat dari sudut alam yang diolah sedemikian rupa pandang latar belakang kebudayaannya sehingga menjadi benda seni maupun yang akan mampu mengungkap makna peralatan kesenian. Dari sekian banyaknya simbolik dari kesenian tersebut. benda-benda alam, bambu adalah yang Era modernisasi dan globalisasi paling banyak digunakan untuk menjadi membawa dua sisi dampak bagi benda seni dan alat musik. keberadaan kesenian-kesenian tradisional. Seni adalah sebuah terminologi Di satu sisi, modernisasi dan kemajuan bagi aktivitas daya kreativitas manusia iptek membawa dampak negatif bagi dalam mengolah rasa dan semua aktivitas keberadaan kesenian tradisional. Berbagai emosional yang menghasilkan karya yang jenis kesenian tradisional yang pada indah. Pada umunya, seni merupakan masanya dulu sempat “berjaya”, seiring ekspresi daya kreativitas manusia yang dengan semakin derasnya arus kebudayaan paling umum dan dikenali, dan dianggap dan kesenian asing, eksistensi kesenian sebagai keunggulan daya cipta manusia. Di tradisional pun terancam. Ia mulai dalam konteks kebudayaan, kesenian terpinggirkan dan tersisihkan oleh merupakan bagian penting dan tak kesenian-kesenian baru yang belum tentu

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 28 sesuai dengan nafas budaya bangsa kita. teknologi multimedia dalam pertunjukan Kondisi ini banyak dialami oleh kesenian- kesenian tradisional Golek, kesenian tradisional, sehingga tidak jarang sehingga terciptalah Wayang Ajen. kesenian-kesenian tradisional, khususnya Kondisi semacam ini dialami yang ada di daerah-daerah kini tengah juga oleh kesenian Angklung. Angklung mengalami krisis, bahkan ada beberapa di adalah alat musik tradisional Indonesia antaranya yang sudah mulai punah. yang berasal dari t, terbuat dari bambu. Seni tradisi di Jawa Barat tengah Angklung sebagai salah satu jenis kesenian berjalan menuju kepunahan. Hal ini yang berangkat dari kesenian tradisional, dibuktikan dengan punahnya 55 jenis seni mengalami nasib yang tidak terlalu tragis. tradisi di Jawa Barat. Sedangkan 77 jenis Kesenian ini hingga kini masih tetap kesenian lainnya dalam kondisi tidak dapat bertahan, bahkan berkembang, dan sudah berkembang. Seni tradisi itu sudah masuk “memancanegara” kendatipun dengan jenis daftar museum, karena sudah sulit diiden- irama dan nada yang berbeda dari nada tifikasi dan dideskripsikan, serta pelakunya semula. Kalau semula nada dasar kesenian sudah tiada. Sementara itu 78 seni tradisi angklung adalah tangga nada pentatonis lainnya dapat berkembang. Demikian hasil (da, mi, na, ti, la), kini telah berubah penelitian Atiek Supandi dan beberapa menjadi tangga nada diatonis (do, re, mi, stakeholder mengenai keberadaan seni fa, sol, la, ti). Bisa dikatakan, kesenian tradisi di Jawa Barat. Angklung merupakan salah satu jenis Sementara itu, Direktur Jenderal kesenian tradisional yang mampu Nilai Budaya, Seni dan Film, Kementerian menyesuaikan diri dengan perkembangan Kebudayaan dan Pariwisata RI, Ukus zaman, sehingga ia mampu bertahan di Kuswara pada Dialog Budaya di tengah terjangan arus modernisasi. Bahkan Kabupaten Kuningan September kesenian Angklung ini telah mendapat 2011,mengemukakan bahwa pada saat ini pengakuan dari UNESCO sebagai The ada 150 kesenian, yang sebagian besar Representative List of the Intangible terancam punah. Sangat disayangkan kalau Cultural Heritage of Humanity. Angklung kondisi seperti ini dibiarkan begitu saja. sebagai warisan budaya dunia milik Di sisi lain, modernisasi dan Indonesia yang dideklarasikan pada 16 kemajuan iptek mampu mendukung Januari 2011. perkembangan kesenian tradisional. Berba- Seorang tokoh muda Angklung gai bentuk kesenian baru dan kontemporer Taufik Hidayat Udjo menjelaskan bahwa bermunculan. Kreativitas para seniman kini Angklung harus menjadi pekerjaan semakin dipacu untuk menciptakan rumah kita agar tidak hilang, apalagi sudah bentuk-bentuk kreasi seni yang baru. disahkan United Nations Educational, Bentuk-bentuk kreasi seni yang baru ini Scientific and Cultural Organization merupakan hasil karya cipta kreatif dari (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia para seniman dalam mengkolaborasi jenis- milik Indonesia. Melestarikan Angklung jenis kesenian tradi-sional dengan kesenian sebagai kekayaan budaya Indonesia baru, atau pun pengembangan kesenian- penting karena Angklung juga sudah mulai kesenian tradisio-nal yang diolah dengan berkembang di Korea. Korea diam-diam media teknologi, sehingga menghasilkan memiliki pendidikan Angklung di 8.000 bentuk kesenian baru tanpa menghilangkan sekolah. unsur dasar dari kesenian tradisional itu Kendatipun kesenian Angklung sendiri. Sebagai contoh, kesenian Wayang relatif bisa tetap bertahan, tidak seperti Ajen yang mengkolaborasikan kesenian jenis-jenis kesenian tradisional lainnya tradisional wayang dengan kemajuan dunia yang tengah mengalami krisis, akan tetapi teknologi. Kesenian Wayang Ajen ini tidak berarti bahwa kesenian Angklung ini dipopulerkan oleh seorang seniman muda, lepas dari segala masalah. Kurangnya Wawan Gunawan yang dengan daya minat dan apresiasi warga masyarakat kreativitasnya mampu meman-faatkan terhadap kesenian Angklung telah

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

29 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi) menimbulkan permasalahan tersendiri. B. HASIL DAN BAHASAN Terbukti kesenian Angklung yang Sebelum membahas mengenai beberapa dekade lalu pernah menjadi mata perkembangan kesenian Angklung, pelajaran ekstrakurikuler yang digemari di terlebih dahulu diuraikan mengenai fungsi sekolah-sekolah, kini mulai berkurang. dan peranan bambu dalam kehidupan Bahkan pelajaran kesenian Ang-klung pun masyara-kat Sunda. Ini penting diuraikan kini nyaris sudah tidak ada lagi di sekolah- mengingat angklung adalah sebuah alat sekolah. Bukti lainnya adalah ketika musik berasal dari daerah Sunda yang kesenian Angklung diklaim oleh negara bahan utamanya menggunakan bambu. asing, masyarakat kita menjadi kelabakan. Permasalahan lainnya berkaitan dengan 1. Bambu dalam Kehidupan Masyarakat ku-rangnya pengetahuan masyarakat Sunda mengenai keberadaan kesenian Angklung, Beruntunglah masyarakat Sunda termasuk mengenai keberadaan sanggar- (Jawa Barat) yang hidup di pedesaan, sanggar dan teknik-teknik pembuatan mere-ka memiliki lingkungan alam yang angklung. subur dan asri, banyak ditumbuhi berbagai Dengan mempertimbangkan jenis pepohonan. “Naon wae nu judul dan permasalahan yang dikaji dalam dintancebkeun dina taneuh, pasti bakal penulisan ini, maka penulis menggunakan jadi…”, ‘apa saja yang ditancapkan di metode kualitatif dengan pendekatan tanah, pastilah akan tumbuh’. Demikian deskriptif. Melalui pendekatan ini, setiap ungkapan yang meng-gambarkan gejala-gejala sosial yang didapati di kesuburan tanah Sunda di Jawa Barat. lapangan dideskripsikan untuk kemudian Setiap jenis flora yang tumbuh di dianalisis dengan menggunakan teori-teori sekitar lingkungan manusia akan memberi yang sudah ada. manfaat dan fungsi yang berbeda-beda. Sesuai dengan jenis data yang Salah satu contohnya adalah sifat khusus diperlukan, yakni data kualitatif, maka dari sebuah jenis pohon awi ‘bambu’ yang teknik pengumpulan datanya pun meng- dapat memberikan manfaat bagi manusia gunakan teknik-teknik wawancara terbuka sebagai bahan baku untuk memenuhi dan observasi. Wawancara dilakukan kebutuhan sehari-harinya, dan juga dengan tokoh-tokoh masyarakat, berfung-si sebagai pengendali ekosistem. budayawan dan seniman, serta beberapa Di samping itu dengan makin majunya orang informan terpilih, yang mengetahui pola pikir dan budaya manusia, bambu ini dan memahami seluk beluk mengenai pun dapat pula dijadikan salah satu objek kesenian Angklung. Sedangkan observasi pariwisata (agro wisata). Bambu, yang dilakukan guna menjaring data yang tidak tumbuh secara berumpun memiliki daya dapat diungkap melalui wawancara. Di tarik wisata, di samping memiliki fungsi samping kedua teknik pengumpulan data dalam mengendali-kan dan membersihkan ini, juga dilakukan studi pustaka guna pencemaran udara dan air. Secara geologis mendapatkan data dari sumber-sumber lingkungan, dapuran awi ‘rumpun bambu’ tertulis (data sekunder). merupakan tumbuhan yang amat berguna Pemilihan dan penentuan infor- dalam mencegah erosi, mencegah gerakan man dilakukan secara berantai, maksudnya tanah, pembersih/ penyaring air tanah, adalah pertama-tama memegang informan peredam silau dan panas matahari, kunci. Selanjutnya untuk menentukan penghambat kecepatan angin, peredam infor-man berikutnya berdasarkan petunjuk suara, dan sebagainya. dari informan pertama. Demikian Orang Sunda sudah sangat akrab seterusnya hingga diperoleh sejumlah dengan awi ‘bambu’. Bagi masyarakat informan yang dirasa cukup untuk Sunda bambu antara lain berguna sebagai menjaring seluruh data yang diperlukan bahan bangunan, bahan untuk alat bagi penelitian ini. pertanian, peralatan rumah tangga, sarana perhubung-an, sebagai alat musik (,

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 30 , angklung), dan masih banyak lagi medal 'ilmu diri yang lahir ke dunia', atau kegunaan lainnya. Bahkan bambu pun ajining wiwitan ingsun dahar 'ilmu digunakan sebagai bahan makanan kehidupan'. Jadi simpulannya, adalah (rebungnya). bahwa dalam kehidupan ada hakikat dan Sebagai bahan bangunan, awi sareat. Hakekat dilambangkan dengan awi ‘bambu’ bisa memenuhi seluruh kebutuhan ‘bambu’. Pertama, dapat dilihat bahwa awi bahan bangunan mulai dari lantai sampai ‘bambu’ merupakan parungpung 'lubang atap. Konstruksi bambu merupakan kon- yang kosong tengahnya', yang struksi yang sangat kuat, lentur, dan tahan melambangkan manusia lahir dengan gempa, sehingga konstruksi ini akan sangat kekosongan. Dengan sareat bambu yang bermanfaat untuk daerah rawan gempa. tidak diolah dan direkayasa dengan baik, Bambu sebagai bahan bangunan ternyata tidak akan melahirkan bentuk-bentuk mampu bertahan sampai ratusan tahun, ini estetika. Kedua, galeuh awi ‘inti bambu’ dibuktikan dengan masih tetap utuhnya merupakan bagian dari bambu yang situs rumah dari awi ‘bambu’ di dilambangkan dengan ilmu. Terlepas dari Lebakwangi di Kabupaten Bandung. Di semua yang diungkap-kan di atas, samping itu, juga rumah orang Kampung pembuktian bahwa manusia Sunda selalu Naga di Kabupaten Tasikmalaya, di lekat dengan kehidupan alam, dapat kita kampung-kampung adat lainnya, atau di simak sebuah pengalaman hidup yang rumah-rumah penduduk di pelosok daerah cukup sederhana, di mana manusia Sunda Jawa Barat yang belum mengenal bahan dalam kesehariannya tidak lepas dari material tembok. Rumah mereka banyak bambu. yang sudah berumur puluhan tahun dan Berikut ini cuplikan Makalah dalam keadaan masih laik huni. Mang Ujo Ngalagena, 1993, yang dikutip Bambu juga merupakan bahan oleh Nandang Rusnandar (2003) utama untuk alat-alat rumah tangga, baik mengisah-kan sebuah pengalaman kecil di pedesaan maupun di perkotaan. dari serpihan kehidupan di pedesaan yang Beberapa alat rumah tangga yang terbuat menggambar-kan betapa eratnya hubungan dari bahan bambu, seperti aseupan orang Sunda dengan awi ‘bambu’. ‘kukusan’, boboko ‘bakul’, hihid ‘kipas’, Semasa masih kecil, 4 cutik, ayakan ‘saringan’ dan lain-lainnya. meter dari halaman rumah saya Begitu banyak-nya manfaat dan fungsi terdapat leuweung awi ‘hutan bambu dalam kehidupan manusia Sunda, bambu’, yaitu kuburan di bawah sehingga bambu tidak saja mempunyai dapuran awi ‘rumpun-rumpun nilai fisik, tetapi juga memiliki makna bambu’. Di sekitar rumah terdapat filosofis yang dijadikan pedoman kolam dengan pancuran awi hidupnya. ‘pancuran bambu’. Mandi di Emil Salim (mantan Mentri pancuran tersebut di atas Lingkungan Hidup RI era Soeharto) bagbagan awi. Pinggir kolam melihat bahwa orang Sunda lebih akrab diseseg dengan bambu, dan dengan pohon bambu, sehingga terdapat tempat menetaskan ikan- melahirkan konsep budaya bambu. Secara ikan dan lele dari akar-akar awi. seloroh ia mengata-kan, bahwa apabila Di tengah kolam ada tempat ingin menghancurkan orang Sunda, maka marab 'memberi pakan’ ikan dari terlebih dahulu harus membinasakan bambu. Ayah pun membuat sumur, pohon bambunya (dalam Majalah Sunda kerembengnya 'pagar kurungan Mangle). sumurnya' dari seseg ‘bilahan Nandang Rusnandar, dalam bambu’, ketika akan menimba air sebuah tulisannya yang bertajuk “Awi” selalu menggunakan tali dan menguraikan mengenai pengertian awi ember dari bambu yang diangkat ‘bambu’. Awi ‘bambu’, salah satu penger- dan diturunkan dengan alat tiannya adalah ajining wiwitan ingsun pengungkit bambu yang disebut

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

31 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi)

senggotan. Air sumur dialirkan beras dan piring. Waktu ibu ke melalui talang awi ‘bambu dapur, di sana dijumpai ada gombong besar’ yang dimiringkan parako awi dan perabotan dapur, pada ujungnya diberi lubang kecil antara lain, aseupan, hihid, sebagai pancuran 'kran' yang boboko, wadah piring bambu, disumbat dengan bambu bulat kirwi “kongrana” (akronim dari kecil untuk mandi atau ngisikan cangkir awi bekong ngarana) 'mencuci beras' dengan boboko 'cangkir bambu bekong namanya', ‘bakul bambu’. Kemudian ada nyiru awi, ayakan awi, kalo awi, sumur siuk 'sumur yang dapat tolombong awi, dan lain-lain. dijangkau dengan gayung bambu', Ketika ayam peliharaan sumurnya diseseg dengan bambu, mulai bertelur, sayang hayam dan bagbagan-nya juga dari 'sarang ayam' terbuat dari bambu bambu. Bila buang air kecil dan diselipkan pada dinding/bilik besar, maka pergi ke pancilingan rumah dari bambu di pinggir (WC/tempat buang air besar) rumah, naiknya ke atas untuk bambu di atas kolam. Habis mengambil telur pakai taraje mandi, pergi bermain perang- ‘tangga’ dari bambu pula. Dan ... perangan memakai bebedilan bila ada yang meninggal, diusung ‘senjata bedil-bedilan’ dari bambu dengan pasaran awi 'keranda kecil dengan sistem dorlok (habis bambu', kemudian dikuburkan di dijedor lalu dicolok), kemudian bawah rumpun bambu, padungnya bermain gatrik dari bambu dan dari bambu dan tetengger-nya bermain teterelekan dari bambu 'nisannya' dari bambu pula. Dan pula. masih 1001 macam lagi kenangan Bila musim kemarau dan dan kegunaan bambu dalam angin besar, membuat kokoleceran kehidupan sehari-hari. ‘baling-baling’ dari bambu, tiang- nya dari bambu pula, kemudian Lebih jauh, Nandang bermain layang-layang rangkanya menjelaskan, karuhun Sunda merupakan dari bambu pula. Sepulang satu rumpun bangsa yang tidak dapat bermain, memasuki pekarangan menjauhkan diri dari alam lingkungannya, rumah yang dipagari dengan khususnya dari tumbuh-tumbuhan. Untuk pager awi ‘pagar bambu’, masuk memberikan penghormatan kepada rumah panggung bambu melalui manusia yang berilmu atau kepada orang golodog ‘tangga menuju rumah’ tua, karuhun Sunda, tidak pernah bambu, saya gegelehean 'tiduran' menyebut dengan bapak atau nama, tetapi di atas lantai palupuh awi ‘lantai dengan sebutan “Kai”. Contoh Kai Buyut bambu’, kemudian masuk ke Aspu, Kai Mujur dan sebagainya. Hal ini kamar yang berdinding bilik dari berbeda dengan panggilan “Ki” atau bambu dan tidur di atas tempat “Kiayi” dalam bahasa Jawa. Dalam bahasa tidur dipannya dari bambu. Dan Jawa, “Ki” atau “Kiayi” itu mempunyai apabila saya ngangon arti manusia itu sebagai ahli. Contoh Ki 'menggembala' domba dituntun Hadjar Dewantara; begitu pula untuk dengan tali dari bambu dan menyebut barang-barang pusaka seperti dicangcang 'diikat' pada sebuah keris, , kereta. Pengertian Kyai patok bambu. Eh ... ternyata waktu atau Ki dalam bahasa Jawa sering ibuku pulang mandi dari dikonotasikan sebagai orang ahli agama. pancuran, ia ngajingjing Dalam bahasa Sunda sebutan Kai untuk 'menenteng' lodong awi berisi air orang yang berpengertian falsafah yang sambil ngelek boboko 'mengepit cukup dalam. bakul' dari bambu berisi cucian

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 32

2. Sekilas Mengenai Sejarah Angklung dan Indramayu, tepatnya di Desa Bungko, Kesenian Angklung telah ada jenis lain dari angklung yang diberi menapaki perjalanan sejarah yang amat nama angklung bungko. Angklung Bungko panjang sebelum ia eksis menjadi sebuah diyakini telah berusia 600 tahun dan masih kesenian adiluhung. Berbagai situasi dan terawat dan dipelihara meskipun tidak lagi kondisi telah dilalui oleh kesenian yang digunakan. Angklung bungko diciptakan satu ini; demikian pula berbagai oleh Syekh Bentong atau Ki Gede Bungko, pergolakan telah dilaluinya. Adakalanya ia yaitu seorang pemimpin agama yang muncul sebagai media hiburan masyarakat, menggunakannya sebagai media sebagai media upacara ritual, dan sebagai penyebaran agama Islam. Di Desa media perjuangan. Kondisi yang paling Cipining, Bogor terdapat angklung gubrag mempri-hatinkan pun pernah dialami oleh yang menurut cerita rakyat setempat kesenian Angklung ini, yakni tatkala ia berawal dari bencana gagal panen yang hanya dijadikan alat untuk mengamen dan menyebabkan kelaparan. Masyarakat me-minta-minta. setempat percaya bahwa bencana tersebut Menurut beberapa sumber, terjadi karena kemarahan . angklung adalah alat musik terbuat dari Penduduk kemudian melakukan ritual bambu yang berasal dari Pulau Jawa, dengan pertunjukan seni Angklung untuk khususnya tanah Sunda. Konon, alat musik mengundang kembali Dewi Sri agar turun angklung sudah ada di tatar Sunda ke bumi dan memberikan berkahnya bagi semenjak zaman Kerajaan Sunda. kesuburan tanaman padi. Beberapa catatan dari orang Eropa yang Di kalangan masyarakat Sunda, melakukan perjalanan ke Tanah Sunda keberadaan angklung tradisional terkait pada abad ke-19 mengatakan bahwa di erat dengan mitos Nyai Sri Pohaci atau daerah ini sering terlihat "permainan" Dewi Sri sebagai lambang dewi padi. Pada angklung oleh orang-orang setempat. awalnya, angklung tradisional digunakan Angklung memang juga dikenal di daerah- oleh orang-orang desa pada masa itu daerah lain di Pulau Jawa, tetapi di tanah sebagai bagian dari ritual kepada Dewi Sri. Sunda alat musik ini lebih populer. Perenungan masya-rakat Sunda pada Salah satu referensi dapat waktu itu dalam mengolah pertanian ditemukan di buletin Samanyata Edisi (tatanen) telah melahirkan pencip-taan II/2009 yang diterbitkan Departemen syair dan lagu sebagai penghormatan dan Kebudayaan dan Pariwisata, bahwa persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, Dr.Groneman menyebutkan angklung serta upaya ”nyinglar” (menolak bala) agar sudah menjadi atraksi seni favorit di cocok tanam mereka tidak ditimpa seluruh Nusantara bahkan sebelum era malapetaka. Selanjutnya lagu-lagu persem- Hindu. Sementra menurut Kunst Yaap, bahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai menyebut-kan bahwa angklung juga ada di dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat Sumatera Selatan dan Kalimantan, dari batang-batang bambu yang dikemas Lampung, Jawa Timur, serta di Jawa sederhana yang kemudian melahirkan Tengah. Di Bali, angklung juga dimainkan struktur alat musik bambu yang kita kenal untuk beberapa ritual termasuk upacara sekarang bernama angklung. kremasi atau Ngaben. Bahkan ada yang Perkembangan selanjutnya dalam mengklaim angklung berasal dari bahsa permainan angklung tradisi disertai pula Bali yaitu ‘angka’ dan ‘paru-paru ’yang dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang berarti nada lengkap. ritmis dengan pola dan aturan-aturan Di Jawa Barat, angklung telah tertentu. Pola-pola gerak ini disesuaikan dimainkan sejak abad ke-7. Orang-orang dengan kebutuhan upacara penghormatan Baduy, dari Desa Kanekes masih memain- padi, misalnya pada waktu mengarak padi kan angklung tradisional yang disebut ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), angklung buhun dalam beberapa upacara juga pada saat-saat mitembeyan, yaitu tradisional mereka. Di perbatasan Cirebon mengawali menanam padi yang di

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

33 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi) sebagian tempat di Jawa Barat disebut sifatnya tertutup dan intensitas kontak ngaseuk. Demikian pula pada saat pesta dengan masyarakat luar sangat rendah, panen dan Seren Taun dipersembahkan sehingga kondisi kebudaya-annya pun permainan Angklung. Terutama pada relatif lebih ”murni” dan tidak terlalu penyajian angklung yang berkaitan dengan banyak mendapat pengaruh dari luar. upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah Demikian pula dalam hal memainkan pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau angklung, irama yang muncul dari bunyi helaran, bahkan di sebagian tempat angklung yang hanya ”dikurulungkeun” menjadi iring-iringan rengkong dan (dibunyikan tanpa irama dan nada), ter- dongdang serta jampana ‘usungan pangan’ dengar monoton, bahkan sepintas dan sebagainya. terdengar tanpa ritme. Lain halnya dengan masyarakat Baduy Panamping dan Dangka a. Angklung Tradisional yang sudah lebih terbuka, sehingga adat Beberapa jenis angklung tradisio- istiadat dan kebudayaan mereka pun sudah nal yang hingga kini masih ada di mendapat pengaruh dari luar dan ini lingkung-an masyarakat Sunda di Jawa nampak dalam irama angklung yang Barat dan , di antaranya adalah: mereka mainkan. Meskipun permainan angklung 1) Angklung Kanekes terkait erat dengan ritus padi, akan tetapi Kanekes adalah nama sebuah angklung ini biasa juga ditampilkan di luar desa di wilayah Kecamatan Ciboleger, ritus padi. Untuk permainan angklung di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Di luar ritus padi, ada aturan-aturan adat, desa ini terdapat 53 kampung adat yang misalnya angklung hanya boleh ditabuh dihuni oleh orang Baduy. Seluruh hingga masa ngubaran pare ‘mengobati kampung adat tersebut terdiri atas: 3 padi’, yaitu sekitar tiga bulan dari sejak kampung adat tangtu, yang sering juga ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam disebut ”Baduy Jero”, yaitu : Cikeusik, bulan berikutnya semua kesenian tidak Cikertawana, dan Cibeo. 50 kampung boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi lainnnya merupakan kampung panamping. pada musim menanam padi berikutnya. Kampung-kampung adat ini masih erat Menutup angklung dilaksanakan dengan memegang dan melaksanakan tradisi yang acara yang disebut musungkeun angklung, diwarisi dari para leluhur mereka. Berbagai yaitu nitipkeun ‘menitipkan, menyimpan’ jenis upacara tradisional, khususnya yang ang-klung setelah dipakai. berkaitan dengan aktivitas pertanian, masih Sebagai sajian hiburan, kesenian dilaksanakan secara rutin. Dalam kaitan angklung biasanya dimainkan pada saat ini, angklung di daerah Kanekes digunakan terang bulan. Mereka memainkan terutama karena hubungannya dengan ritus angklung di buruan ‘halaman luas di padi, bukan semata-mata untuk hiburan. pedesaan’ sambil menyanyikan bermacam- Terdapat perbedaan cara atau macam lagu. Komposisi pemain musik model dalam menabuh angklung di antara angklung tradisional dalam pertunjukan masyarakat Baduy Tangtu dengan Baduy hiburan adalah sebagai berikut: para Panamping. Di Baduy Tangtu angklung penabuh angklung sebanyak delapan orang dibunyikan dengan cara dikurulungkeun, dan tiga penabuh ukuran kecil yaitu dibunyikan secara bebas tanpa nada membuat posisi berdiri sambil berjalan dan irama. Sedangkan di Panamping dan dalam formasi lingkaran. Sementara itu Dangka (luar) angklung dibunyikan yang lainnya ada yang ngalage ‘menari’ dengan ritmis atau irama tertentu. dengan gerakan tertentu yang telah baku, Perbedaan cara dan irama memainkan tetapi sederhana. Semuanya dilakukan angklung ini berhubungan dengan hanya oleh laki-laki. intensitas kontak masyarakatnya dengan Nama-nama angklung di masyarakat di luar komunitas mereka. Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, Komunitas masyarakat Baduy Tangtu ringkung, dongdong, gunjing, engklok,

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 34 indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang padi, maka kini kesenian ini juga memiliki terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh fungsi hiburan. seorang. Nama-nama bedug dari yang Instrumen yang digunakan dalam terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan kesenian Angklung Dogdog Lojor terdiri ketuk. atas 2 buah dogdog lojor dan 4 buah Di Kanekes yang berhak angklung besar. Keempat buah angklung membuat angklung adalah orang Tangtu di ini mempu-nyai nama masing-masing, Kajeroan. Di Tangtu pun tidak semua yaitu: yang terbesar dinamakan gonggong, orang bisa membuatnya, hanya yang punya kemudian panembal, kingking, dan inclok. keturunan dan berhak saja yang Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, mengerjakannya di samping adanya syarat- sehingga jumlah pemain semuanya adalah syarat ritual. Masyarakat di luar Tangtu enam orang. membeli angklung dari orang Kajeroan. 3) Angklung Gubrag 2) Angklung Dogdog Lojor Di Kabupaten Bogor, tepatnya di Kesenian Dogdog Lojor terdapat kampung Cipining, Kecamatan Cigudeg, di lingkungan masyarakat Kabupaten Bogor juga terdapat kesenian Pancer Pangawinan atau Kesatuan Adat angklung, yang disebut Angklung Gubrag. Banten Kidul. Komunitas ini tersebar di Menurut penuturan beberapa tokoh adat sekitar Gunung Halimun, yang secara setempat, angklung ini telah berusia sangat administratif berbatasan dengan DKI tua dan digunakan sebagai kelengkapan Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten upacara penghormatan terhadap dewi padi. Lebak. Meski kesenian ini dinamakan Ritual penghormatan terhadap dewi padi Dogdog Lojor, yaitu nama salah satu yang menggunakan angklung, antara lain instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga dalam kegiatan ”melak pare” (menanam digunakan angklung, bahkan angklung ini padi), ”ngunjal pare” (mengangkut padi), cukup dominan. Seperti juga permainan dan ”ngadiukeun” (menempatkan) ke kesenian Angklung di Kanekes, kesenian ”leuit” (lumbung). Angklung Dogdog Lojor pun dalam penggunaannya berkaitan dengan acara ritual padi. Setiap tahun, selepas panen 4) Angklung Badeng padi, masyarakat di lingkungan Kasepuhan Badeng merupakan jenis kesenian mengadakan acara Serah Taun atau Seren yang menekankan segi musikal dengan Taun yang dipusatkan di Kampung Gede. angklung sebagai alat musiknya yang Ada beberapa kasepuhan yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, lokasinya di kaki Gunung Halimun, di Kecamatan Malangbong, Kabupaten antaranya: Kasepuhan Ciptamulya, Kase- Garut. Pada zaman dahulu, angklung ini puhan , dan Kasepuhan berfungsi untuk kepentingan dakwah Sinaresmi. Secara tradisi mereka mengakui Islam. Tetapi diduga Badeng telah sebagai keturunan dari para pejabat dan digunakan masyarakat setempat dari masa prajurit Kerajaan Pajajaran dalam baresan sebelum Islam, yang berfungsi untuk pangawinan ‘prajurit bertombak’. Masya- acara-acara yang berhu-bungan dengan rakat Kasepuhan ini telah menganut agama ritual penanaman padi. Islam dan dalam beberapa hal mereka Peralatan kesenian Angklung sudah agak terbuka terhadap pengaruh Badeng terdiri atas sembilan buah, yaitu: 2 moderni-sasi. Sikap keterbukaan ini buah angklung roel, 1 buah angklung berpengaruh pula terhadap keberadaan kecer, 4 buah angklung indung dan kesenian Angklung Dogdog Lojor. Kalau angklung bapa, 2 buah angklung anak; 2 pada mulanya kesenian Angklung ini buah dogdog, 2 buah terebang atau hanya memiliki fungsi sakral dalam gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya konteks upacara penghormatan terhadap menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

35 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi) perkembangannya sekarang diguna-kan angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat angklung enclok, 3 buah dogdog yang nilai-nilai islami dan nasihat-nasihat. terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan Dalam pertunjukannya, selain menyajikan badublag. Dalam perkem-bangannya lagu-lagu, disajikan pula atraksi kekebalan, kemudian ditambah dengan tarompet, seperti mengiris tubuh dengan senjata kecrek, dan goong. tajam. Selain jenis-jenis angklung tradisional di atas, masih ada beberapa 5) Angklung Buncis jenis angklung tradisional di Jawa Barat Angklung Buncis merupakan dengan nama yang berbeda-beda, seperti: seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di angklung badud (Priangan Timur/Ciamis), antaranya terdapat di Desa Baros, angklung bungko (Indramayu), dan Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. angklung ciusul (Banten). Pada masa awal kelahirannya, angklung buncis berfungsi sebagai kelengkapan b. Angklung Modern penyelenggaraan upacara pertanian. Di kalangan masyarakat Sunda Kendatipun saat ini ritual pertanian masih zaman dulu, angklung sudah dikenal dilaksanakan oleh masyarakat di sebagai alat musik tradisional yang tidak lingkungan Desa Baros, akan tetapi dalam semata-mata sebagai media hiburan, penyelengga-raannya telah banyak melainkan juga memiliki fungsi penting perubahan. Di antara perubahan yang dalam ritual adat seputar pertanian. Pada terjadi adalah tidak difungsikannya perkembangan berikutnya, keberadaan kesenian Angklung Buncis pada ritual kesenian Angklung mengalami pasang pertanian. surut, bahkan sempat mengalami Beberapa kalangan menyebutkan penurunan yang sangat drastis. Pada waktu bahwa tahun 1940-an dapat dianggap itu, alat kesenian Angklung tidak lagi sebagai berakhirnya fungsi ritual Angklung dimainkan sebagai peralatan seni hiburan Buncis dalam ritual penghormatan padi, maupun seni sakral, melainkan karena sejak itu Angklung Buncis berubah dipergunakan oleh para pengemis untuk menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan mengamen dari rumah ke rumah. dengan itu tempat-tempat penyimpanan Kemajuan di bidang pendidikan padi pun leuit ‘lumbung’ mulai telah membawa perubahan yang sangat menghilang dari rumah-rumah penduduk, besar pada perkembangan dunia seni. diganti dengan karung sebagai wadah yang Pendidikan telah mampu membuka dan dipandang lebih praktis, dan mudah memperluas cakrawala berpikir, serta dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang menumbuhkan daya kreativitas dan banyak yang langsung dijual, tidak inovasi. Demikian yang terjadi pada disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian Angklung. Kesenian Angklung kesenian Angklung Buncis yang tadinya yang semula hanya merupakan kesenian digunakan untuk acara-acara ngun-jal tradisional dengan nada dan irama serta ‘membawa padi’ tidak diperlukan lagi. penampilan yang sangat sederhana, berkat Nama Angklung Buncis diambil kreativitas seorang seniman besar, kini dari teks sebuah lagu yang terkenal di angklung telah berubah menjadi kesenian kalangan masyarakat Sunda, yaitu “cis modern yang telah mendunia. kacang buncis nyengcle...”, dst. Teks Adalah Pa Daeng Soetigna, tersebut terdapat dalam lagu yang biasa seorang maestro, seniman besar yang telah dibawakan dengan iringan kesenian mampu mengubah tangga nada angklung Angklung Buncis, sehingga kesenian ini dari angklung tradisi yang bertangga nada pun kemudian dinamakan Angklung pentatonik (da, mi, na, ti, la) menjadi Buncis. Instrumen yang digunakan dalam angklung modern dengan tangga nada kesenian Angklung Buncis adalah: 2 diatonik chromatik (do,di,re,ri,mi, fa,fi,sol, angklung indung, 2 angklung ambrug, sel,la,li,ti,do). Idenya ini muncul didorong

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 36 oleh keprihatinannya melihat anak-anak semakin kuat. Ia berpikir bahwa bila ia didiknya yang kebanyakan kurang berhasil menciptakan angklung diatonis, berminat belajar musik dan seni vokal1. Ia maka alat musik angklung bisa dipakai memaklumi ketidaktertarikan murid- untuk mengiringi lagu-lagu Barat yang muridnya belajar seni suara karena mereka kala itu tengah populer. Di samping itu, ia merasa bosan dengan model pengajaran pun berniat untuk menjadikan angklung yang monoton. Pada waktu itu Daeng sebagai sarana pendidikan kesenian di berandai-andai, kalau saja ada alat musik sekolah-sekolah. Ia berpikir bahwa alat yang bisa dimainkan murid-muridnya, musik angklung ini terbilang murah, pastilah mereka akan lebih tertarik dan sehingga tidak akan terlalu menjadi beban menyukai pelajaran seni. bila pihak sekolah ingin memilikinya. Di Daeng pun berfikir keras, samping itu, memainkan angklung relatif bagaimana caranya memperoleh alat musik lebih mudah ketimbang alat musik seperti yang sederhana, murah, dan bisa gitar dan piano, dan ia yakin angklung ini dimainkan oleh semua anak didiknya. akan dapat dimainkan dengan mudah oleh Ketika itu, alat musik yang ditekuninya setiap anak. Pertimbangan lainnya, musik adalah alat-alat musik Barat, seperti gitar, angklung bisa dimainkan secara massal, piano, mandolin, dan biola. Alat-alat musik sehingga semua murid di dalam kelas bisa itu pada waktu itu sangat langka dan ambil bagian. terbilang mewah serta harganya mahal Permasalahannya ialah siapa karena harus diimport dari Eropa. yang bisa membuat alat musik angklung Keinginan Daeng untuk bisa ini, karena ia sendiri tidak memiliki memperoleh alat musik yang murah dan keterampilan membuat angklung. Jalan sederhana pun mulai mendapat jalan, semakin terbuka ketika ia dipertemukan ketika pada suatu hari di depan rumahnya dengan Pak Djaja, seorang tua yang ahli ada seorang pengamen tua memainkan alat membuat angklung. Namun angklung yang musik angklung. Daeng sangat terkesan dibuat oleh Pak Djaja adalah angklung dengan bunyi angklung yang dimainkan bertangga nada pentatonis untuk oleh pengamen tua itu, yang membawakan mengiringi lagu-lagu Sunda yang bernada lagu Sunda “Cis kacang buncis…”. Lagu dan salendro. Daeng pun kemudian itu dalam tangga nada pentatonis yang berguru membuat angklung kepada Pak sudah cukup akrab di telinga Daeng. Djaja. Ia diajari tentang prinsip-prinsip Tetapi yang membuatnya terkesan bukan dasar angklung dan prinsip-prinsip bunyi lagunya, melainkan alat musik nada, tentang sumber nada dan resonator, angklungnya. Ia terinspirasi untuk dan pengetahuan lainnya tentang angklung. mengubah alat musik angklung yang Pak Djaja memang sangat dimainkan oleh pengamen itu, yang menguasai dan ahli di bidangnya. Ia tahu bertangga nada pentatonis, menjadi banyak tentang musik-musik akustik. Ia angklung yang bernada diatonis chromatis. pun sangat telaten mengajarkan ilmunya Ia pun kemudian membeli angklung milik kepada Daeng. Daeng dengan sangat tekun pengamen itu untuk dipelajarinya. menyerap ilmu dari Pak Djaja, gurunya, Daeng dengan penuh ketekunan tidak hanya sebatas dalam hal membuat mengamati dan mempelajari angklung angklung, melainkan lebih luas lagi yang dibelinya itu. Setelah mempelajari mengenai perbambuan. alat musik angklung itu, niat Daeng untuk Demikianlah, dengan penuh menciptakan angklung diatonis pun ketekunan Daeng berguru kepada Pak Djaja. Sore hari, setelah pulang mengajar, 1 Pada waktu itu Daeng Soetigna adalah ia asyik bekerja di samping rumahnya. Ia seorang guru HIS yang mengajar di Kuningan. mulai membuat beberapa percobaan. Ia memiliki kegemaran bermain musik, dan Kendatipun pada mulanya kerap menemui aktif di Kepanduan. Di Kepanduan itulah kegagalan, namun ia tidak berputus asa – Daeng mendirikan kelompok musik mandolin dan harmonika. ia mencoba dan mencobanya terus, sampai

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

37 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi) akhirnya ia berhasil menyusun nada alat permainan saja. Bahkan martabat diatonis dari angklung yang dibuatnya. angklung pun sempat jatuh terpuruk, di Itulah yang kemudian menjadi cikal bakal mana angklung hanya dimainkan oleh para angklung modern bertangga nada diatonis pengamen untuk mengais rezeki. chromatis yang diciptakan oleh Daeng Kebangkitan kembali musik Soetigna pada sekitar tahun 1938. angklung diawali dengan hasil inovasi dari Angklung inilah yang kemudian Daeng Soetigna, pada tahun 1938, yang diperkenalkan dan dipopulerkan-nya di berhasil mengubah tangga nada angklung Kuningan maupun di luar daerah dari pentatonis ke tangga nada diatonik Kuningan. Angklung ini pula yang kini chromatik. Dengan tangga nada ini, maka dikenal sebagai angklung modern, dan angklung dapat digunakan untuk sering disebut sebagai Angklung Pa membawakan lagu-lagu ber-solmisasi. Daeng. Daeng Sutigna menganggap angklung Demikianlah, angklung yang diatonis lebih cocok dan komunikatif merupakan kesenian khas Indonesia untuk diajarkan kepada anak-anak. Kalau berasal dari pengembangan angklung angklung tradisional merupakan angklung Sunda. Pada awal kelahirannya, angklung renteng yang dimainkan oleh seorang saja, Sunda memiliki tangga nada pentatonis maka angklung yang dibuat olehnya yang bernada lima (salendro atau pelog) dimainkan secara bersama, setiap orang oleh Daeng Sutigna diubah nadanya memegang angklung yang membunyikan menjadi tangga nada Barat (solmisasi) hanya satu nada saja, sehingga setiap orang sehingga dapat memainkan berbagai lagu yang memegangnya mempunyai peranan. lainnya. Hasil pengembangannya Harmoni tercapai dengan kerja sama yang kemudian diajarkan kepada siswa-siswa rapih di antara para pemain. sekolah. Pada awalnya, permainan angklung ciptaannya hanya dikenal di 3. Perkembangan Seni Musik Angklung kalangan anak-anak Pramuka di Kuningan. Seni musik angklung lahir dari Selanjutnya, setelah angklung diatonis tradisi masyarakat Sunda dalam penghor- dikenal di kalangan Pramuka sebagai alat matan terhadap Dewi Sri yang dipandang musik yang menyenangkan, akhirnya sebagai dewi padi. Pada awal permainan musik angklung diatonis bisa kelahirannya, angklung tidak memiliki diterima dan diajarkan di sekolah. irama dan nada. Ketika itu angklung hanya Pada masa pendudukan Jepang, dibunyikan secara serempak dan tepatnya pada tahun 1944, Pa Daeng sembarang, yang dalam istilah bahasa membentuk grup angklung yang para Sunda disebut “dikurulung-keun”. pemainnya terdiri dari anak-anak kelas V Permainan angklung seperti ini masih dan kelas VI SD Kuningan. Kecuali lagu- terdapat pada lingkungan komunitas Baduy lagu Jepang, juga diajarkan beberapa lagu Dalam di daerah Kanekes. Dalam Indonesia yang sedang populer ketika itu. perkembangan selanjutnya, angklung ini Ternyata orang-orang Jepang menyukai dipakai untuk mengiringi lagu-lagu yang permainan angklung itu sehinggan grup itu bertangga nada pentatonis (da, mi, na, ti, sering diundang untuk main acara-acara la). resmi di Kuningan maupun di Cirebon. Pada awal abad ke-20, kesenian Sesudah proklamasi Angklung tradisional sempat menghilang. kemerdekaan tahun 1945, di Kuningan Salah satu penyebabnya adalah adanya berdiri sebuah SMP Negeri yang murid- larangan dari Pemerintah Hindia Belanda. muridnya campuran lulusan SD Kuningan Larangan itu didasari oleh anggapan, dan pindahan dari kota lain. Daeng pindah bahwa musik angklung dapat menggugah menjadi guru di SMP ini. Bersama dengan semangat rakyat untuk melawan penguasa kepindahan Daeng, dibawa pula peralatan Hindia Belanda. Akibatnya, angklung pun musik angklungnya ke SMP ini. Di hanya dimainkan oleh anak-anak sebagai

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 38 sekolah yang baru ini Daeng mengajar dipertun-jukkan pada acara-acara resmi, pelajaran menyanyi kelas. seperti dalam World Fair di New York, Pada awal tahun 1946 ia Amerika Serikat (1964), di mana ia mendirikan grup angklung. Kebetulan ada memimpin pertunjukan kesenian termasuk murid-muridnya yang bersuara merdu, Angklung di paviliun Indonesia selama 8 sehinggan angklung yang semula hanya bulan. Dilanjutkan dengan mengadakan diperagakan secara instrumentalia pertunjukan di Belanda dan Perancis. kemudian dapat dipakai untuk mengiringi Tahun 1967, ia mengadakan pertunjukan lagu-lagu atau nyanyian-nyanyian. muhibah berkeliling di berbagai kota di Ternyata permain-an angklung itu Malaysia. berkembang pesat sehingga seringkali Di tengah kesibukannya sebagai diundang main, tidak saja di Kuningan dan seorang pegawai, Daeng terus Cirebon tetapi juga sampai di Garut. mengembang-kan dan mengajarkan Salah satu puncak permainan kesenian angklung. Di Bandung ia angklung Daeng ialah pada waktu membentuk kelompok angklung yang Persetujuan Linggajati pada bulan Novem- mengambil tempat latihan di Yayasan ber 1946. Semua peserta konferensi kagum Pusat Kebudayaan. Di sekolah-sekolah, dengan acara itu. Pertunjukan angklung itu permainan angklung pun diajarkan dengan telah turut mencairkan suasana yang kaku tenaga-tenaga pengajar bekas murid- dan tegang setelah perundingan muridnya di Kuningan dulu. Dengan cara- Linggarjati. Kemudian setelah itu cara ini kesenian Angklung menjadi rombongan angklung Daeng diundang berkembang. Apalagi dengan adanya main di Istana Negara Jakarta, dan pesta-pesta kenegaraan, di mana Presiden rombongannya dijemput oleh Sutan Soekarno sendiri yang memerintahkan agar Syahrir. Daeng dengan rombongan musik Sekitar tahun 1947 permainan angklung-nya mengisi acara-acara angklung Pa Daeng pernah direkam di atas kesenian, maka kedudukan dan peranan piringan hitam yang teknisinya khusus angklung semakin mendapat tempat yang didatangkan dari Negeri Belanda. terhormat. Kemudian pada waktu pelantikan wali Atas jasa-jasanya dalam negara Pasundan bulan Mei 1947, mengem-bangkan musik angklung, Daeng rombongan angklung Daeng diminta Sutigna, mendapat piagam penghargaan bermain di Bandung. Pada kesempatan dari Gubernur Jawa Barat (1966), piagam bermain di Gedung Concordia, untuk penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta pertama kalinya dimainkan lagu ciptaan (1968), Satya Lencana Kebudayaan dari Johann Strauss; An der schönen blauen Presiden Soeharto (1968), Anugerah Donau; yang amat mempesona para Bintang Budaya Parama Dharma (2007) undangan. Keesokan harinya, rombongan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, angklung Pa Daeng bermain di NIROM dan diusulkan mendapat gelar pahlawan (sekarang jadi RRI) yang disiarkan secara nasional dari Jawa Barat dalam bidang seni langsung serta dibuatkan rekaman pada dan budaya. Daeng Sutigna wafat di piringan hitam. Kemudian dalam suasana Bandung 8 April 1984 dan dimakamkan di politik yang terus berubah itu, pada bulan Taman Makam Pahlawan, Desember 1947 rombongan angklung Cikutra,Bandung. Daeng diminta untuk bermain dalam acara Kita sekarang patut berbangga kesenian pada penutupan Perundingan karena angklung telah terdaftar di Renville. UNESCO sebagai The Representative List Tahun 1955 dalam acara Kon- of the Intangible Cultural Heritage of ferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka Humanity. Angklung sebagai warisan Bandung, Daeng Sutigna juga diminta budaya dunia milik Indonesia yang membuat konser angklung ciptaannya. dideklarasikan pada pada 16 Januari 2011. Sejak itu, angklung diatonisnya sering

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

39 Angklung: Dari Anklung Tradisional ke… (Rosyadi)

musik angklung sebagai sebuah sarana pendidikan yang diajarkannya di sekolah PENUTUP tempat ia mengajar. 1. Simpulan Melalui angklung ciptaannya, Kesenian Angklung yang kini Pak Daeng mampu mengangkat kesenian telah dikenal oleh masyarakat dunia Angklung menjadi sebuah kesenian yang sebagai salah satu jenis kesenian yang adiluhung. Perkembangan musik angklung berasal dari Indonesia, telah menapaki ketika itu didukung pula oleh banyaknya perjalanan sejarah yang amat panjang. even-even kenegaraan yang membuka Lahir dari konsep kepercayaan masyarakat kesempatan luas bagi Daeng untuk agraris tentang mitologi Dewi Sri, yang semakin menyebarkan dan membesarkan diyakini sebagai dewi padi, angklung pun musik angklungnya. Akhirnya, kesenian pada awalnya muncul sebagai suatu bentuk Angklung pun dapat tampil di dunia media ritual untuk mengundang Dewi Sri. internasional. Sang maestro Daeng Citra estetika masyarakat telah Soetigna pun mampu mempergelarkan menambahkan nuansa seni ke dalam media kesenian Angklung dalam konser-konser ritual ini, sehingga angklung pun besar yang berskala dunia. bertambah fungsinya, tidak hanya sebagai Puncak keberhasilan kesenian media ritual semata, melainkan juga Angklung diperoleh ketika badan dunia memiliki nilai seni. UNESCO mendeklarasikan angklung Pada awal kemunculannya sebagai The Representative List of the sebagai sebuah jenis kesenian, angklung Intangible Cultural Heritage of Humanity, muncul sebagai kesenian tradisional yang dideklarasikan pada 16 Januari 2011. masyarakat agraris. Nada-nada bunyi yang dihasilkan-nya berlaras pentatonik 2. Rekomendasi (da,mi,na,ti,la). Penampilannya senantiasa Adanya klaim dari negeri dikaitkan dengan penyelenggaraan ritual- tetangga atas hak kepemilikan kesenian ritual adat seputar aktivitas pertanian. Angklung ternyata telah memberi hikmah Awal abad ke-20 keberadaan tersendiri bagi keberadaan dan musik angklung sempat mengalami keter- perkembangan musik angklung. Klaim itu purukan. Ketika itu musik angklung hanya ternyata mampu mengusik kepedulian dimainkan oleh para pengamen untuk masyarakat bangsa kita sebagai pemilik mengais rezeki dari rumah ke rumah. kesenian angklung tersebut, yang berujung Kebangkitan kembali musik angklung pada bangkitnya semangat untuk diprakarsai oleh Daeng Soetigna, seorang memperjuangkan hak patent atas kesenian guru sekolah di HIS, yang dengan daya angklung di dunia interna-sional; dan kreativitas dan inovasinya mampu meng- perjuangan ini membuahkan hasil dengan ubah nada-nada angklung tradisional yang dideklarasikannya kesenian Angklung pentatonis ke dalam nada diatonis yang sebagai The Representative List of the bersolmisasi. Ini terjadi pada sekitar tahun Intangible Cultural Heritage of Humanity. 1938. Keberhasilan ini tidak berarti Situasi politik pada masa bahwa upaya kita untuk menggali kolonialis Belanda sempat membuat kesenian-kesenian tradisional seperti kesenian Angklung terpuruk lagi. Ketika angklung ini berhenti sampai di sini. Masih itu pemerintah kolonial menganggap banyak upaya-upaya yang haris dilakukan, bahwa musik angklung dapat menggugah antara lain: semangat juang masyarakat Indonesia, 1. Perlu dilakukan sosialisasi ke sehingga mereka mengeluarkan larangan masyarakat yang lebih luas untuk memainkan musik angklung. Ketika meningkatkan kesadaran dan rasa me- pelarangan itu dicabut, Daeng pun semakin miliki dari warga masyarakat giat menye-barkan kesenian Angklung terhadap kesenian Angklung. melalui dunia pendidikan; menjadikan

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Patanjala Vol. 4, No. 1, Maret 2012: 26-40 40

2. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan minat masyarakat Wiramiharja, Obby A.R.1989. terha-dap kesenian Angklung, baik “Angklung Pa Daeng”. Makalah melalui jalur pendidikan formal disampaikan pada Seminar maupun sanggar-sanggar kesenian. Nasional Angklung di ITB, 26 3. Perlu dilakukan kajian yang Oktober 1989. mendalam mengenai keberadaan kesenian Ang-klung di lingkungan masyarakat, serta minat masyarakat 2. Sumber Internet: terhadap kesenian Angklung. Angklung: Keindahan Harmoni Nada 4. Perlu pula dilakukan kajian dalam Bambu dari Tatar Sunda perspektif sejarah mengenai asal usul dalam http://www.indonesia.travel/id/ keberadaan angklung. Rusnandar, Nandang. 2003. AWI dalam DAFTAR SUMBER http://sundasamanggaran.blogspot.com/fee ds/posts/default?orderby=updated 1. Buku diakses Senin, 16 November 2009.

Hastanto, Sri. 2002 Wiramihardja, Obby AR. Sekilas Sejarah “Musik Angklung sebagai “Angklung” di Indonesia Alternatif Sarana Pengembangan dalam Musikalitas, Moral dan http://Angklungisindonesia.com/pengetahu Identitas”. Makalah tidak an/sekilas-sejarah-Angklung-di-indonesia/ diterbitkan. diakses 9 Oktober 2011.

Kurnia, Ganjar. 2003. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.

Kusumaatmaja, Mochtar. 1989. “Angklung sebagai Salah Satu Identitas Budaya Nasional”. Makalah disampaikan pada Seminar Seni Angklung Se-Jawa Barat di Aula Timur ITB.

Sumarno, Tatang dan Erna Garnasih Pirous. 2007. Membela Kehormatan Angklung. Sebuah Biografi dan Bunga Rampai Daeng Soetigna. Bandung: Yayasan Serambi Pirous

Sutaarga, M. Amir.1963. “Tjiri-tjiri Antropologi Fisik dari Penduduk Pribumi” dalam buku : Penduduk Irian Barat (editor Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar, 1963, hal. 22-23).

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung