Melestarikan Seni Tradisi Melalui Pembinaan Randai Di Nagari Sungai Landia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Melestarikan Seni Tradisi Melalui Pembinaan Randai Di Nagari Sungai Landia BATOBOH Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Available online at:https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Batoboh MELESTARIKAN SENI TRADISI MELALUI PEMBINAAN RANDAI DI NAGARI SUNGAI LANDIA Desi Susanti Wenhendri Prodi Seni Teater –Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Padang Panjang Jl. Bahder Johan. Padang Panjang. Sumatera Barat [email protected] ABSTRAK Dewasa ini ditemui ada beberapa kesenian tradisi Minangkabau yang bisa hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, namun dilain pihak juga ditemui beberapa kesenian tradisi yang sudah tidak ada lagi masyarakat pendukungnya dan dikhawatirkan suatu kesenian itu akan hilang begitu saja ditelan masa. Hal yang sama juga terjadi di Nagari Sungai Landia, Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Nagari atau desa ini berada di jalur Padang Lua-Maninjau atau jalan yang menghubungkan antara Bukittinggi dan Maninjau. Pembinaan dan pelatihanan randai sebagai upaya melestarikan seni tradisi kepada generasi muda di Nagari Sungai Landia dengan tujuan untuk mendekatkan seni tradisi Minangkabau kepada generasi muda atau generasi milenial, agar kekayaan seni khas minangkabau ini tetap terawat diantara perkembangan global yang kian kuat menjauhkan generasi muda pada lingkungannya. Pembinaan dan pelatihan randai ini menggunakan metode ceramah dan praktek, dengan demikian setelah pelatihan berakhir, masyarakat atau generasi muda diharapkan mampu menguasai teknik bermain randai yang baik sehingga bisa bersaing di tingkat daerah. Kata Kunci: Pembinaan Randai, Sungai Landai. Copyright © 2019, Jurnal Batoboh, ISSN 2548-5458 (print), ISSN 2599-1906 (online) Jurnal Batoboh, Vol 4 , No 2, Oktober 2019 Desi Susanti, Wenhendri PENDAHULUAN identitas zamannya (Victor Ganap, Dewasa ini ditemui ada 1995). beberapa kesenian tradisi Minangkabau Melihat kondisi seperti tersebut yang bisa hidup dan berkembang di atas, maka pada masa globalisasi ini, sesuai dengan perkembangan zaman, pelatihan dalam upaya melestarikan namun dilain pihak juga ditemui kesenian tradisi perlu mendapat beberapa kesenian tradisi yang sudah perhatian khusus, terutama oleh ISI tidak ada lagi masyarakat Padangpanjang sebagai salah satu pendukungnya dan dikhawatirkan Perguruan Tinggi Kesenian yang suatu kesenian itu akan hilang begitu mengemban tugas menggali, membina, saja ditelan masa dan mengembangkan kesenian Hilangnya suatu kebudayaan tradisional. masyarakat di Indonesia tidak hanya Sebagaimana yang tertuang dirasakan oleh masyarakat dalam Tri-Dharma Perguruan Tinggi pendukungnya, tetapi juga dirasakan yaitu; 1) Perguruan Tinggi berfungsi oleh masyarakat Indonesia dan dunia, sebagai pusat pendidikan; 2) Perguruan terutama bagi mereka yang Tinggi berfungsi sebagai pusat berkecimpung dibidang kebudayaan penelitian; 3) Perguruan Tinggi (Ashley, 1993). Meskipun kekuatiran berfungsi sosial melaksanakan kita terhadap kemungkinan kesenian pengabdian pada masyarakat. Dalam rakyat ini menjadi terpinggirkan dan hal ini pengabdian pada masyarakat mengalami kepunahan dalam era merupakan dharma ketiga dari Tri- globalisasi, namun kita tetap Dharma Perguruan Tinggi dan memandang keberadaan merupakan salah satu tugas Perguruan music/kesenian rakyat sebagai salah Tinggi dalam hubungan tanggung satu atribut budaya yang menjadi jawabnya terhadap perkembangan dan kemajuan kelompok-kelompok Copyright © 2019, Jurnal Batoboh, ISSN 2548-5458 (print), ISSN 2599-1906 (online) Jurnal Batoboh, Vol 4 , No 2, Oktober 2019 Desi Susanti, Wenhendri masyarakat. Kegiatan pengabdian menjajah, yang dikenal dengan dilakukan dalam bentuk pelatihan belasting. dalam upaya pelestarian seni tradisi. Hal yang sama juga terjadi di 1. Masalah yang Dapat Identifikasi Nagari Sungai Landia, Kecamatan IV Sehubungan dengan pelatihan Koto Kabupaten Agam, Sumatera randai dalam upaya pelestarian seni Barat. Nagari atau desa ini berada di tradisi kepada generasi muda di Nagari jalur Padang Lua-Maninjau atau jalan Sungai Landia yang menjadi sasaran yang menghubungkan antara dalam kegiatan ini, maka beberapa Bukittinggi dan Maninjau. Pembinaan masalah yang dapat diidentifikasi dan pelatihanan randai sebagai upaya sebagai berikut: melestarikan seni tradisi kepada 1. kurangnya minat generasi muda generasi muda di Nagari Sungai Landia terhadap kesenian tradisional dengan tujuan untuk mendekatkan seni khususnya randai di Nagari tradisi Minangkabau kepada generasi Sungai Landia? muda atau generasi milenial, agar 2. Menarik minat perhatian kekayaan seni khas minangkabau ini masyarakat khususnya generasi tetap terawat diantara perkembangan muda untuk mencintai kesenian global yang kian kuat menjauhkan tradisional (randai)? generasi muda pada lingkungannya. 3. Membutuhkan tenaga yang Adapun naskah yang dipilih profesional dalam bidang dalam pembinaan dan pelatihan randai sandiwara maupun teater tradisi di Nagari Sungai Landia ini berjudul (randai) Parang Kamang, yang bercerita tentang 4. Perhatian pemerintah daerah pemungutan pajak yang semena-mena yang belum menyeluruh pada dilakukan oleh Belanda ketika kesenian disetiap desa Copyright © 2019, Jurnal Batoboh, ISSN 2548-5458 (print), ISSN 2599-1906 (online) Jurnal Batoboh, Vol 4 , No 2, Oktober 2019 Desi Susanti, Wenhendri Untuk itu perlu melakukan METODE PELAKSANAAN pengabdian serta pembinaan dan A. Pendekataan yang ditawarkan pelatihan pada masyarakat khususnya Melibatkan partisipasi generasi muda Nagari Sungai Landia pemerintahan kabupaten Agam, agar kesenian-kesenian dapat tumbuh Kecamatan IV Koto terutama merata pada setiap desa-desa di Walinagari dan generasi muda Nagari kecamatan IV Koto Nagari Sungai Sungai Landia, dimulai dari Landia, dalam hal ini dapat perencanaan, pelaksanaan dan disimpulkan hal-hal yang perlu melanjutkan kegiatan ini sesuai dibenahi pada Nagari Sungai Landia, kesepakatan yang dirancang secara diantaranya: bersama-sama. Pembinaan dan 1. Mengajak generasi muda pelatihan randai dalam upaya disekitar Nagari Sungai Landia melestarikan seni tradisi kepada untuk mengenal seni tradisi generasi muda di Nagari Sungai Landia khususnya randai dalam pengabdian pada masyarakat 2. Melatih para generasi muda ini. Membentuk kerjasama/kemitraan untuk bermain randai dengan ISI Padang Panjang sebagai 3. Memberikan pemahaman perguruan tinggi seni yang terletak di kepada masyarakat sekitar kota Padang Panjang dan Nagari Sungai Landia agar menjembatani pertemuan dengan mendukung kelompo-kelompok pihak pemerintah dan terkait dalam seni tradisi sebagai kekayaan program pengabdian ini. seni pertunjukan. Prosedur kerja yang akan 4. Memotivasi pemerintah agar dilaksanakan dalam Pengabdian Pada turut serta dalam mendukung Masyarakat ini adalah: program ini 1. Sosialisasi kegiatan Copyright © 2019, Jurnal Batoboh, ISSN 2548-5458 (print), ISSN 2599-1906 (online) Jurnal Batoboh, Vol 4 , No 2, Oktober 2019 Desi Susanti, Wenhendri Menjelaskan tentang randai masyarakat atau generasi muda sebagai salah satu seni tradisi di didata yang kemudian disusun Miangkabau dan khususnya tentang sebagai pedoman untuk skedul cerita Randai Parang Kamang serta pertemuan-pertemuan kegiatan. menumbuhkan dan membangkitkan semangat generasi 3. Pelatihan muda dalam melestarikan seni Pelatihan dalam progam tradisi ditengah era globalisasi pengabdian pada masyarakat ini sekarang ini. Setelah informasi tentunya tidak bisa dilaksanakan sampai pada masyarakat atau setiap hari karena harus generasi muda selanjutnya menyesuaikan dengan jadwal dan menjelaskan motivasi dari jenis pekerjaan masyarakat di pengabdian pada masyarakat ini Nagari Sungai Landia yang sehingga tecapai kesepakatan menjadi peserta kegiatan ini dan bersama. Membentuk kelompok jadwal kuliah tim pengabdian yang terdiri dari 10 - 15 orang. Dan masyarakat, untuk itu seluruh kelompok inilah yang menjadi mitra kegiatan ini dibuatkan jadwal nantinya untuk kerjasama. pelatihan yang mengacu pada musyawarah dan mufakat. Dalam 2. Persiapan hal ini latihan hanya bisa Sebelum pembinaan dan dilakukam 1 kali seminggu selama pelatihan randai dimulai, rentang waktu 6 bulan pengabdian dibutuhkan persiapan yang matang pada masyarakat. Adapun Metode agar segala proses kegiatan yang yang digunakan dalam pelatihan sudah direncanakan dapat terukur. ada 2 yaitu metode ceramah dan Untuk itu beberapa masukan dan metode praktek. kebutuhan yang diharapkan Copyright © 2019, Jurnal Batoboh, ISSN 2548-5458 (print), ISSN 2599-1906 (online) Jurnal Batoboh, Vol 4 , No 2, Oktober 2019 Desi Susanti, Wenhendri 4. Penampilan sebagai tanggung jawab penulis Setelah proses pertemuan dalam melakukan kegiatan. latihan dianggap maksimal Pelaporan tidak saja dalam bentuk dibutuhkan try out ataupun tertulis namun juga dalam bentuk penampilan hasil latihan agar apa dokumentasi kegiatan. yang disampaikan dapat terlihat manfaatnya. Penampilan ini juga 7. Keberlanjutan bertujuan untuk memotivasi Program pengabdian pada masyarakat lainnya sekitar Nagari masyarakat yang dijalankan ini Sungai Landia untuk melakukan tentunya memiliki banyak hal yang sama. kelemahan-kelemahan sebagai sebuah awal kegiatan untuk itu penulis memerlukan keberlanjutan 5. Seminar Internal pada program ini. Seminar Internal dilakukan sebagai ruang evaluasi dalam B. Materi upaya mencari masukan-masukan Tim pelaksana dalam kegiatan dan evaluasi terhadap kerja ini adalah Dosen dan Mahasiswa Prodi program pengabdian pada Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan masyarakat ini bertempat di kantor yang tergabung dalam lembaga LPPMPP ISI Padangpanjang Penelitian dan Pengabdian Pada dengan tim reviewer. Masyarakat (LPPM) ISI Padangpanjang yang
Recommended publications
  • Masyarakat Kesenian Di Indonesia
    MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial.
    [Show full text]
  • Time Project Event Unite the Nations 3 May 2011
    Time Project Event 2011 May 3rd 2011 TIME PROJECT EVENT UNITE THE NATIONS 3 MAY 2011 Short instruction: 1) How many questions do I have to answer? There are 250 questions. Every Country has 25 questions. Every school HAS to answer 225 questions, which means you do not ANSWER THE 25 questions FROM YOUR OWN COUNTRY. For example: Russia: There are 25 questions about Russia. More than one school from Rusia contributed questions which means there may be some Russian questions some Russian students may not recognize (they came from the other school ). Schools from Russia do not answer the 25 questions about Russia regardless of who contributed the questions. You never answer the questions about YOUR OWN COUNTRY. 2) How do I find the answers? - Encyclopaedias, the Internet, the Library or other sources at school or in the community - Get in touch with other time participants to find answers to questions which are difficult for you. 3) Where and when do I send the answers? Questions have to answered on line at the ZOHO Challenge Site. https://challenge.zoho.com/unite_the_nations_2011 Test starts 00:00 GMT May 3rd 2011 - Deadline: 00:00 GMT/UTC 4 May 2011! Other questions?? Get in touch with Event Co-ordinator ! [email protected] phone: +01.519.452.8310 cellphone +01.519.200.5092 fax: +01.519.452. 8319 And now…the game! Time Project Event 2011 May 3rd 2011 ARTS Argentina 1) Who wrote the book "Martin Fierro"? a) Jose Hernandez b) Peschisolido miguel angel c) David vineyards d) Jorge Luis Borges 2) What is the typical dance of Argentina? a) quartet b) tango c) cumbia d) capoeira 3) Who was Carlos Gardel? a) a singer of cumbia b) a soccer player c) a singer of tango d) a former president 4) Who was Lola Mora? a) a model b) a sculptor c) an athlete d) a journalist 5) Which Argentine made and released the world's first animated feature film.
    [Show full text]
  • Gentarasa 2016 Showcases the Significance of Malay Culture Through Traditional Performances and Poetry in Celebration of Hari Raya Aidilfitri
    PEOPLE’S ASSOCIATION 9, King George’s Avenue Singapore 208581 Tel: (65) 6340 5430/5454/432/231 Fax: (65) 6348 5977 Website: www.pa.gov.sg 27 July 2016 GENTARASA 2016 SHOWCASES THE SIGNIFICANCE OF MALAY CULTURE THROUGH TRADITIONAL PERFORMANCES AND POETRY IN CELEBRATION OF HARI RAYA AIDILFITRI 18 Gentarasa performers who have excelled in both academic and cultural pursuits to receive Gentarasa Study Grant 2016 at Gala Show In conjunction with Hari Raya celebrations, Gentarasa 2016 will showcase the Malay community’s heritage, culture and customs through this cultural performance which will feature performers from all walks of life. The cast, comprising 85% local talents from the Community Centres/Clubs (CCs), includes a total of 150 artistes, both Malay and non-Malay performers coming together to promote understanding and appreciation of the Malay culture. This is one of the biggest cast participation in Gentarasa since 2002. William See is one of the 5 non-Malay performers who is very excited in performing dance on stage and will continue to support such programmes in the future. The youngest cast, Md Hasif Afiq Bin Md Ridwan, aged 6, will be involved in the martial arts performance. Md Hasif Afiq is from the Bukit Batok East CC Silat Interest Group and is his first Gentarasa performance. 2 The 100-minute flagship cultural concert by People’s Association (PA) Malay Activity Executive Committees Council (MESRA), entitled “Genggaman Jati, Menyulam Masa – Weaving Self through Time” – will perform to an anticipated 2,500 audience at the Kallang Theatre on Saturday, 30 July 2016 at 2.00pm (Matinee) and at 8.00pm (Gala Show).
    [Show full text]
  • Komodifikasi Tari Piring Minangkabau Di Sumatera Utara Indah Fikria
    Jurnal Antropologi Sumatera Vol. 16, No.2, Edisi Desember 2018, 59-74 1693-7317 (ISSN Cetak)| 2597-3878 (ISSN Online) Komodifikasi Tari Piring Minangkabau di Sumatera Utara Indah Fikria Aristy1, Ichwan Azhari2, Fikarwin Zuska3 1) Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia. 2) Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia. 3) Antropologi Sosial, Program Pasca Sarjana Unimed, Indonesia. Corresponding author: E-mail : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komodifikasi tari piring di Sumatera Utara. Tari piring merupakan salah satu kesenian yang berakar pada kebudayaan Minangkabau yang telah mengalami komodifikasi sebagai salah satu kesenian pertunjukan tari. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan teknik Wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komodifikasi tari piring terjadi akibat dua hal, yakni komodifikasi secara internal dan komodifikasi eksternal yang meliputi gerak tari piring, pakaian penari, musik pengiring pertunjukan tari piring hingga pada komodifikasi bentuk pertunjukan tari piring. Kesimpulannya komodifikasi tari piring dipengaruhi beberapa hal antara lain kebutuhan penari, permintaan atas pertunjukan dan penyesuaian penciptaan reka gerak tari. Kata Kunci : Komodifikasi, Budaya Minangkabau, Tari Piring Abstract This study aims to determine the process of commodification of plate dance in North Sumatra. Plate dance is one of the arts that has its roots in the Minangkabau culture which has undergone commodification as a dance performance. Using qualitative research methods by conducting interview and observation techniques. The results showed that the commodification of the plate dance occurred due to two things, namely internal commodification and external commodification which includes the movements of the plate dance, the dancer's clothes, the music to accompany the plate dance performance to the commodification of the plate dance performance.
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 463 Proceedings of the Eighth International Conference on Languages and Arts (ICLA-2019) Inventory, Identification, and Analysis of Randai Performing Arts Elements for the Development of Minangkabau Theatrical Dance Tulus Handra Kadir1 1 Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia, (email), [email protected] ABSTRACT This article describes the inventory, identification and analysis of elements of Randai performing art for the development of the Minangkabau theatrical dance based on Randai in the context of developing the Minangkabau performing arts. The development of contemporary performing arts, Randai and Minangkabau dance are not able to compete with modern performing arts. On the other hand, Randai has elements of performance that can be used in the development of theatrical dance, as a new form of Minangkabau performing art that combines elements of Randai and dance in Minangkabau. It is expected to be able to keep abreast of developments of contemporary performing arts. Development is based on research conducted qualitatively (the first phase of research) and experimentally (the second phase of research). Qualitative research was used to inventory and analyze data of Randai performance who were unable to compete in the realm of contemporary performing arts as well as inventory and analyze data, especially the elements of the performance that will be used in the development of the Minangkabau theatrical dance. Experimental research was used to create innovative dance that refers to the results of the first phase of research. This research uses an interdisciplinary approach (sociology /anthropology of dance and music, theater, choreography/dance composition, as well as the artistic performances).
    [Show full text]
  • Intercultural Theatre Praxis: Traditional Malay Theatre Meets Shakespeare's the Tempest
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection 2017+ University of Wollongong Thesis Collections 2017 Intercultural theatre praxis: traditional Malay theatre meets Shakespeare's The Tempest Norzizi Zulkafli University of Wollongong Follow this and additional works at: https://ro.uow.edu.au/theses1 University of Wollongong Copyright Warning You may print or download ONE copy of this document for the purpose of your own research or study. The University does not authorise you to copy, communicate or otherwise make available electronically to any other person any copyright material contained on this site. You are reminded of the following: This work is copyright. Apart from any use permitted under the Copyright Act 1968, no part of this work may be reproduced by any process, nor may any other exclusive right be exercised, without the permission of the author. Copyright owners are entitled to take legal action against persons who infringe their copyright. A reproduction of material that is protected by copyright may be a copyright infringement. A court may impose penalties and award damages in relation to offences and infringements relating to copyright material. Higher penalties may apply, and higher damages may be awarded, for offences and infringements involving the conversion of material into digital or electronic form. Unless otherwise indicated, the views expressed in this thesis are those of the author and do not necessarily represent the views of the University of Wollongong. Recommended Citation Zulkafli, Norzizi, Intercultural theatre praxis: traditional Malay theatre meets Shakespeare's The Tempest, Doctor of Philosophy thesis, School of the Arts, English and Media, University of Wollongong, 2017.
    [Show full text]
  • 39 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Eksistensi Seni Teater Tradisional Randai Kuantan Singingi Sebagai Salah Satu Buda
    BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Eksistensi Seni Teater Tradisional Randai Kuantan Singingi Sebagai Salah Satu Budaya Melayu Randai biasanya dilaksanakan pada malam hari, memakan waktu 2 (dua) hingga 4 (empat) jam. Disinilah orang sekampung mendapat hiburan dan bisa bertemu dengan kawan-kawan dari lain desa. Berhasilnya sebuah pertunjukan tidak terlepas dari peran serta pemain, pemusik dan penontonnya. Untuk sebuah cerita yang akan dibawakan biasanya memakan waktu latihan sekitar satu bulan atau lebih. Memang waktu latihannya tidak setiap hari, rutinnya hanya pada malam Ahad. Tetapi apabila akan mengadakan pertunjukan maka waktu latihannya akan ditambah sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan jumlah anggota 15 (lima belas) sampai 30 (tiga puluh) orang untuk satu tim randai, terdiri dari penari, pemusik, dan tokoh dalam cerita. Jumlah tokoh tergantung cerita yang dibawakan. Biasanya jumlah pemusik tetap. Satu Piual, 2-3 gendang, satu peniup lapri. Keunikan randai memang mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan dengan kesenian rakyat lainnya yang hidup di Rantau Kuantan. Antara lain adalah, adanya tokoh wanita yang diperankan oleh laki-laki yang berpakaian wanita, dan sindiran-sindiran terhadap pejabat dalam bentuk pantun. Tokoh wanita yang diperankan laki-laki ini dimaksudkan untuk menjaga adat dan norma-norma agama. Karena latihan pada malam hari dan pertunjukan juga pada malam 39 hari, sehingga kalau ada anak dara yang tampil ini merupakan suatu yang tabu bagi masyarakat. Selain itu juga untuk menjaga supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Sewaktu pementasan para Anak Randai membentuk lingkaran dan menari sambil mengelilingi lingkaran, sehingga pemain tidak berkesan berserakan dan terlihat rapi. Menyaksikan Randai Kuantan kita akan terbuai dan merasakan suasana kehidupan desa.
    [Show full text]
  • 340 Isla-3 2014 Character Building Through
    ISLA ---333 Proceeding of the Third International Seminar on Languages and Arts 2012012014201 444 Padang, October 17-18, 2014 CHARACTER BUILDING THROUGH TRADITIONAL DANCE AS DEVELOPING IDENTITY BELONGINGS: A STUDY OF INDONESIA-MALAYSIA Nerosti Adnan Faculty of Language and Art Universitas Negeri Padang [email protected] Abstract The tittle above shows that if a person learns a traditional dance of a specific community, they unconsciously learn about the culture and the moral values of the community too, which is beneficial to them. According to Hughes (2009), the learning process of traditional dance covers four different learning’s ethics: (1) discipline; (2) courtesy and respect; (3) socialize and not arrogant; (4) consistency and confidence. This four ethics can be analyzed in an integrated manner on the textual and contextual of a traditional dance. Among other things: dancing is actually a skill capability that will not be achieved without strong discipline to practice continuously. Salam hormatin the form of squat’s motion, both hands brought together in front of the chest or in the direction of the guest (organized into ten fingers) as initiating a traditional dance. This act is actually to educate the polite nature and mutual respect toward each other. Empirically, dance can be used as a medium of learning in the intimate and socialize formations. The beauty of dance itself can be achieved with simultaneous movement or uniform. Every motion that made by the whole body is the vision of the intellectual character’s build, discipline, art and spiritual, creative and fear of God. So that, the process that must be undertaken in learning a dance is not just memorizing the movement of the dance as a text, but the dancers need to keep planting the values of it in their life.
    [Show full text]
  • Oideion 3 (2003)
    OIDEION The performing arts world-wide 3 edited by WIM V AN ZANTEN Nederlandse Vereniging voor Etnomusicologie "Arnold Bake" Department of Cultural Anthropology and Development Studies Leiden University, the Netherlands 2003 This volume was published by the Dutch Society for Ethnomusicology 'Arnold Bake' Editor: Wim van Zanten Editorial. Board: Ben Arps Saskia Kersenboom Emmie te Nijenhuis Rembrandt F. W olpert ISBN 90-808399-1-4 NUR: 664 Subject headings: ethnomusicology, performing arts, music, theatre Front cover design: Nelleke Oosten Printing: Copy- & Printshop F.S.W., Leiden University AH correspondence should be addressed to: Secretariat Nederlandse Vereniging voor Etnomusicologie "Arnold Bake", c/o Department of Cultural Anthropology and Development Studies, Faculty of Social Sciences, Leiden University, P.O. Box 9555, 2300 RB Leiden, the Netherlands http://www .abake.nl/ Copyright 2003 Nederlandse Vereniging voor Etnomusicologie "Arnold Bake", the Netherlands CONTENTS EDITOR'S PREFACE i.v KI MANTLE HOOD The musical river of change and innovation; The fourth John Blacking Memorial Lecture, ESEM, Rotterdam, 14 September 1995 1 EVERT BISSCHOP BOELE Teaching a multimusical soundscape; Non-Western music in Dutch basic education teaching materials 9 JEROEN DE K.LOET To seek beautiful dreams; Rock in China 29 JAN VAN BELLE Dafsaz in Tajik Badaxshan; Musical genre and rhythmic pattern 48 HANNEM. DEBRUIN What practice? Whose practice? 62 MA TTIIEW ISAAC COI-IEN Details, details: Methodological issues and practical considerations in a
    [Show full text]
  • Downloaded From
    B. Barendregt The sound of longing for homeRedefining a sense of community through Minang popular music In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 158 (2002), no: 3, Leiden, 411-450 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com10/04/2021 09:38:53AM via free access BART BARENDREGT The Sound of 'Longing for Home' Redefining a Sense of Community through Minang Popular Music Why, yes why, sir, am I singing? Oh, because I am longing, Longing for those who went abroad, Oh rabab, yes rabab, please spread the message To the people far away, so they'll come home quickly (From the popular Minangkabau traditional song 'Rabab'.) 1. Introduction: Changing mediascapes and emerging regional metaphors Traditionally each village federation in Minangkabau had its own repertoire of musical genres, tunes, and melodies, in which local historiography and songs of origin blended and the meta-landscape of alam Minangkabau (the Minangkabau universe) was depicted.1 Today, with the ever-increasing disper- sion of Minangkabau migrants all over Southeast Asia, the conception of the Minangkabau world is no longer restricted to the province of West Sumatra. 1 Earlier versions of this article were presented at the 34th Conference of the International Council of Traditional Music, Nitra, Slovakia, August 1996, and the VA/AVMI (Leiden Uni- versity) symposium on Media Cultures in Indonesia, 2-7 April 2001. Its present form owes much to critical comments received from audiences there. I would like to sincerely thank also my colleagues Suryadi, for his suggestions regarding the translations from the Minangkabau, and Robert Wessing, for his critical scrutiny of my English.
    [Show full text]
  • This Reading from Kirstin Pauka's Book on Randai Introduces Us to This Sumatran Art, Placing It Within the Context of the Local
    - 1 - This reading from Kirstin Pauka's book on randai introduces us to this Sumatran art, placing it within the context of the local Minang culture -- and prepares us for her visit next Thursday. As you read it, please focus in particular on the cultural traditions of the Minang and the importance of "adat." How does the performance support the culture? Do you see links between Randai and Sufism? -- Prof. T Excerpted from Chapter 1, Theatre and Martial Arts in West Sumatra. Kirstin Pauka, University of Ohio University Michigan, 1998. What Is Randai? Most readers, even those familiar with the performing arts of other areas of Indonesia and Southeast Asia, probably have heard of randai only in passing. Due, perhaps, to the predominance of Java and Bali in the realm of Indonesian performance studies, the Sumatran form of randai has been somewhat overlooked. However, randai theater is the principal folk performance art found throughout a large area of Sumatra and has been performed and cherished for decades by the Minangkabau, the largest ethnic group in West Sumatra. It is a highly refined dance-drama form, comparable to (better-documented) Southeast Asian theater genres such as the Malay mak young, Thai likay, Javanese ludruk or ketoprak or the Philippine komedya. Randai theater -- until recently an all-male tradition -- is a unique blend of martial arts, dance, folk song, instrumental music, and acting. Its most outstanding feature is its close link to the indigenous Minangkabau martial art form called silek. If a visitor today was to come across one of the randai performances that are staged throughout West Sumatra, he or she would instantly be alerted to the impending event by the commotion created by villagers from the surrounding areas who walk in small groups toward the performance space, chatting animatedly in anticipation of a long night of entertainment.
    [Show full text]
  • Perubahan Randai Sebagai Seni Teater Rakyat
    PERUBAHAN RANDAI SEBAGAI SENI TEATER RAKYAT MINANGKABAU DI KABUPATEN SOLOK SELATAN (1980-2007) SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H SYAFRI MAHARDIANTO 130706010 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Puji Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan hidayah yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam yang tidak pernah luput penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga penulis mendapatkan syafaatnya di yaumil akhirat kelak. Penulisan skripsi adalah salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mengkaji tentang kesenian tradisional yang ada di kabupaten Solok Selatan. Skripsi ini berjudul “Perubahan Randai Sebagai Seni Teater Rakyat Minangkabau di kabupaten Solok Selatan (1980 – 2007)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat dan bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini nantinya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan khasanah pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua. Medan, September 2018 Penulis i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan selesai tanpa adanya bantuan, dorongan, pelayanan, serta semangat baik yang bersifat moril maupun materil yang diberikan oleh banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
    [Show full text]