KONSEPSI MASYARAKAT MADANI DALAM MANIFESTO PERJUANGAN GERINDRA (Studi Kasus Tahun 2008 – 2014)

DISERTASI

Oleh: Abu Khaer NIM: 12.03.00.1.09.01.0021

Promotor: Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA Prof. Dr. H. M. Bambang Pranowo, MA

KONSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2014 M/1436 H

i

ii

ABSTRAK Disertasi ini menghasilkan kesimpulan bahwa kecenderungan menguat dan melemahnya ranah privat, publik, negara, dan ekonomi bagi demokratisasi dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam politik suatu negara. Temuan penulis bahwa Gerindra telah bersumbangsih untuk membentuk peradaban yang madani dalam kancah politik praktisnya di Republik Indonesia ini. Partai politik di Indonesia sudah melewati proses pendewasaan demokratisasi dalam rangka mencapai masyarakat yang madani. Paradigma politik di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari faktor pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) di semua ranah masyarakat madani, baik itu privat, publik, ekonomi (pasar), maupun negara. Kesimpulan tersebut berbeda dengan paradigma politik cendekiawan seperti Antonio Gramsci (1999) dan Alexis de Tocqueville (1945), yang berpendapat bahwa gerakan masyarakat madani harus berada di luar dan berhadap-hadapan dengan negara. Penelitian disertasi ini memperkuat pendapat Thomas Janoski (1998) dan John Keane (1998). Mereka menyatakan bahwa terdapat berbagai ruang bagi pengembangan masyarakat madani dengan cara berdiskursus atau beroposisi antara unsur ranah masyarakat madani. Masyarakat madani tidak saja dilihat sebagai suatu organisasi, akan tetapi dilihat sebagai tujuan yang ingin dicapai secara bersama, baik dalam ruang privat, publik, pasar, maupun negara. Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari dokumen-dokumen resmi Gerindra, baik berupa buku, dokumen audio, visual, audio visual dan lain-lain. Untuk mendukung sumber utama tersebut, penulis juga melakukan observasi dan wawancara dengan pihak terkait, yaitu Pengurus DPP Gerindra. Dengan demikian, yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas empirik di balik fenomena secara mendalam, runut, dan rinci. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realitas empirik dengan idealitas dalam bentuk teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.

Kata Kunci: Masyarakat Madani, partai politik, privat, publik, negara, pasar.

iii

iv

Abstract

This dissertation leads to the conclusion that the inferiority and superiority of a sphere for democratization can cause an imbalance in the politics of a country. The findings of the authors that the Great Indonesia Movement (Gerindra) has contribute substantially to shaping the civil Indonesian civilization in practical politics in the Republic of Indonesia. Political parties in Indonesia have passed the maturing process of democratization in order to achieve the civil society. Political paradigm in Indonesia can not be separated from control and balance factor (checks and balances) in all aspects of civil society, be it private, public, economic (market), as well as the state. The conclusion is different from the political paradigm scholars such as Antonio Gramsci (1999) and Alexis de Tocqueville (1945), who argued that civil society should be outside and face to face with the state. This dissertation research confirms what Thomas Janoski (1998) and John Keane (1998). They stated that there are a variety of spaces for the development of civil society by means of synergy or opposition to the state. Civil society is not only seen as an organization, but seen as a goal to be achieved together, both in raah private, public, markets, and countries. In this study, the approach taken is through a qualitative approach. This means that the data collected is not the form of numbers, but the data derived from official documents Gerindra, either in the form of books, documents, audio, visual, audio-visual and others. To support the main source, the authors also make observations and interviews with stakeholders, namely the Board DPP Gerindra. Thus, the goal of this qualitative study was to describe the empirical reality behind the phenomenon in depth, trace, and detailed. Therefore, the use of a qualitative approach in this research is to match the empirical reality with the prevailing theory with menggunakkan descriptive method.

Key Words: Civil society, political parties, private, public, state, market.

v

vi

ملخص هذف هذا البحث أن الشعور بالنقص و تفوق اجملال لتحقيق الدميقراطية ميكن أن يسبب االختالالت يف السياسات اليت تنتهجها الدولة. و النتيجة اليت توصل إليها الباحث أن حزب احلركة اندونيسيا عظيمة -غريندرا )arenireG( يساهم يف تشكيل حضارة إندونيسيا املدنية يف العملية بإندونيسيا. وقد ذهبت األحزاب السياسية يف إندونيسيا خالل عملية النضج الدميقراطية من أجل حتقيق جمتمع املدين. ال ميكن فصل النموذج السياسي اإلندونيسي من عوامل السيطرة و التوازن )الضوابط والتوازنات( يفمجيع جوانب اجملتمع املدين، سواء كان من القطاع اخلاص أو اجلمهور أو االقتصادي )السوق( أو فضال عن الدولة. و خيتلف ذلك االستنتاج بالنموذج السياسي للعلماء مثل أنطونيو غرامشي )9111( وأليكسيس دي توكفيل )9191(، واليت يرى أن حركة اجملتمع املدين جتب أن تكون خارجا و وجها لوجه مع الدولة. ويعزز أو يتأكد هذا البحث رأي توماس جنوسكي)9119( وجون كني )9119(. ويرون أن هناك جمموعة متنوعة من املساحات لتنمية اجملتمع املدين عن طريق التآزر أو معارضة الدولة. ال ينظر اجملتمع املدين منظمة أو تنظيما فقط، ولكن ينظر إليه على أنه اهلدف املراد حتقيقه يف وقت واحد، إما يف اخلاصة والعامة، والسوق و االقتصاد، و الدولة. و املنهج الذي استخدمه الباحث يف هذا البحث هو املنهج النوعي. وهذا يعين أن البيانات اجملموعة ليست أرقاما، ولكن مشتقة من وثائق حزب غريدندرا )arenireG(، سواء كانت كتبا أو الوثائق الصوتية والبصرية والسمعية والبصرية وغريها. لدعم املصدر الرئيسي، وأج رى الباحث املالحظات واملقابالت مع األطراف املعنية، وهي إدارة اجمللس االستشاري للحزب غريندرا )arenireG(. و على ،هذا كان اهلدف من هذا البحث النوعي هو لوصف واقع عملي وراء هذه الظاهرة عميقا و مستمرا ومفصلة. وبذلك، استخدام املنهج النوعي يف هذا البحث هو وسيلة مباراة بني الواقع العملي و نظريات السائدة باستخدام املنهج الوصفي.

كلمات البحث :اجملتمع ،املدين واألحزاب السياسية، اخلاصة, والعامة، الدولة، السوق.

vii

viii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Abu Khaer NIM : 12.03.00.1.09.01.0021 Konsentrasi : Pemikiran Islam

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: “Konsepsi Masyarakat Madani dalam Manifesto Perjuangan Gerindra (Studi Kasus Tahun 2008 – 2014),” adalah karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya yang dapat berakibat pada pembatalan gelar kesarjanaan saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan dari siapapun.

Jakarta, 12 Desember 2014

Abu Khaer

ix

x

SURAT PERSETUJUAN PROMOTOR

Disertasi dengan judul, “Konsepsi Masyarakat Madani dalam Manifesto Perjuangan Partai Politik Gerindra (Studi Kasus Tahun 2008 – 2014),” yang telah ditulis oleh:

Nama : Abu Khaer NIM : 12.03.00.1.09.01.0021 Konsentrasi : Pemikiran Islam

Telah dinyatakan lulus pada Ujian Pendahuluan yang diselenggarakan pada hari Kamis, 27 November 2014.

Disertasi ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi.

Jakarta, 22 Desember 2014.

Promotor I

Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA

xi

xii

SURAT PERSETUJUAN PROMOTOR

Disertasi dengan judul, “Konsepsi Masyarakat Madani dalam Manifesto Perjuangan Partai Politik Gerindra (Studi Kasus Tahun 2008 – 2014),” yang telah ditulis oleh:

Nama : Abu Khaer NIM : 12.03.00.1.09.01.0021 Konsentrasi : Pemikiran Islam

Telah dinyatakan lulus pada Ujian Pendahuluan yang diselenggarakan pada hari Kamis, 27 November 2014.

Disertasi ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi.

Jakarta, 22 Desember 2014.

Promotor II

Prof. Dr. H. M. Bambang Pranowo, MA

xiii

xiv

SURAT PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN

Disertasi dengan judul, “Konsepsi Masyarakat Madani dalam Manifesto Perjuangan Partai Politik Gerindra (Studi Kasus Tahun 2008 – 2014),” yang telah ditulis oleh:

Nama : Abu Khaer NIM : 12.03.00.1.09.01.0021 Konsentrasi : Pemikiran Islam

Telah dinyatakan lulus pada Ujian Pendahuluan yang diselenggarakan pada hari Kamis, 27 November 2014.

Disertasi ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi.

Jakarta, Desember 2014 TIM PENGUJI 1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA (Ketua Sidang/merangkap Penguji) (...... )

2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA (Penguji I) (...... )

3. Prof. Dr. Jamhari, MA (Penguji 2) (...... )

4. Prof. Dr. Soedijarto, MA (Penguji 3) (...... )

5. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA (Pembimbing 1/merangkap Penguji) (...... )

6. Prof. Dr. H. M. Bambang Pranowo, MA (Pembimbing 2/merangkap Penguji) (...... )

xv

xvi

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan disertasi ini. Shalawat dan salam semoga senatiasa tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW., keluarganya, dan para sahabatnya, serta para pengikutnya. Penulisan disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Doktor (S3) dalam bidang Pemikiran Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam menyelesaikan disertasi ini, penulis tentu mendapatkan hambatan, tantangan, dan rintangan, namun berkat pertolongan Allah Swt., dan dukungan serta motivasi dari berbagai pihak, akhirnya segala hambatan itu bisa dilewati, sehingga disertasi ini bisa diselesaikan. Selama penulisan disertasi ini, penulis merasa banyak sekali mendapatkan bimbingan, bantuan serta motivasi dari berbagai pihak, maka dengan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Direktur Sekolah pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh deputi di lingkungan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA, sebagai promotor telah memberikan bantuan tidak hanya moril, akan tetapi juga materil kepada penulis. Penulis, di saat menemui hambatan moril dan materil dengan murah hati beliau men-support penulis. Hampir tiap bimbingan, penulis selalu diberi uang saku yang cukup besar dan dengan leluasa penulis bisa memanfaatkan perpustakaan pribadi beliau di Kantor C3-Huria Ciputat. 4. Bapak Prof. Dr. Bambang Pranowo, MA, sebagai promotor dengan penuh kesabaran dan ketelatenan membimbing penulis. Dan membuka wawasan pada penulis, jika di Nusantara ini banyak sekali kearifan lokal yang bisa dijadikan landasan bagi pembentukan masyarakat madani. 5. Kepada segenap dosen yang selama ini telah memberikan tetesan ilmu dari samudra ilmu yang begitu luas kepada penulis.

xvii

6. Terima kasih kepada BMT. Huriya, Andi Faisal Bakti Foundations, dan C3-Hurriya yang telah sudi men-sponsori biaya untuk Ujian Tertutup dan Terbuka Disertasi ini. Tanpa dukungannya, bisa dipastikan entah kapan disertasi ini bisa diujikan. 7. Terima kasih kepada DPP-Gerindra, terutama Bapak Suhardi, selaku Ketua Umum; Bapak Permadi dan Bapak Fadli Zon yang dengan penuh keakraban, keterbukaan, kerakyatan, menyediakan waktu untuk penulis wawancarai. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Badan Komunikasi-Gerindra yang dengan penuh perhatian memberikan bantuan dokumen-dokumen dan cerita ”Urusan Dapur” tentang Gerindra yang tidak dipublikasikan. 8. Penulis juga ucapan terima kasih kepada (alm.) ayahanda Masna dan Ibunda Maimunah. Juga kepada ayahanda Abdul Aziz dan Ibunda Rukti. Berkat do’a dan dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 9. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Isteri Nur Aini dan ananda Ahmad Rikou Feliza yang selama empat tahun berturut- turut hidup tidak normal berjauh-jauhan dipisahkan ruang-waktu. Terlebih, penulis belum bisa secara kontinyu memberikan nafkah lahir dan bathin. Semoga keikhlasan Isteri dan Ananda dibalas Allah dengan berlimpah Barakah. 10. Terima kasih kepada kakanda Sajidin-Khayati, Khalimi-Maryati, Maftukhin-Sa’adah, Ahmad Fathoni-Jurmiyati, Fatkhuddin Abbas- Mba Ani, dan Adinda Nursidin-Mu’awanah yang selalu memberi dukungan moril-spirituil kepada penulis. 11. Terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar Bani Sittina di Bondowoso yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 12. Tak lupa, penulis juga sampaikan rasa terima kasih kepada teman- teman Kos, Zamzami, Fatkhul Mubin, Ahmad Affandi, dan Solihin, yang selalu membuatkan Kopi panas mantap dan rokok yang selalu mengebul. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Tiada gading yang tidak retak, saran dan dukungan yang konstruktif sangat penulis harapkan.

Jakarta, November 2014 M Abu Khaer

xviii

TRANSLITERASI

A. KONSONAN = ‘ = z = q ق ز ء = A = s = k ك س ب = T = sh = l ل ش ت = Th = ṣ = m م ص ث = J = ḍ = n ن ض ج = ḥ = ṭ = w و ط ح = Kh = ẓ = h ه ظ خ

h, t = ة

= D = ‘ = y ي ع د = Dh = gh = lā ال غ ذ = R = f = al- ال ف ر

xix

B. VOKAL PENDEK C. VOKAL PANJANG = A = ā, ‘ā آ

= I = ī ي

= U = ū و ۥ

xx

DAFTAR ISI

Abstrak ...... iii Surat Pernyataan ...... ix Surat Persetujuan Promotor I ...... xi Surat Persetujuan Promotor II ...... xiii Surat Persetujuan Hasil Ujian Pendahuluan ...... xv Kata Pengantar ...... xvii Pedoman Transliterasi ...... xix Daftar Isi ...... xxi Daftar Tabel ...... xxiii Daftar Gambar ...... xxv Daftar Grafik ...... xxvii Daftar Singkatan dan Akronim...... xxix

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 12 D. KajianTerdahulu yang Relevan ...... 13 E. Metodologi Penelitian ...... 17 F. Landasan Teori...... 21 G. Sistematika Penulisan ...... 23

BAB II DISKURSUS CIVIL SOCIETY, MASYARAKAT MADANI, DAN PARTAI POLITIK 25 A. Paradigma Politik Civil Society: ...... 28 1. Civil Society Vis a Vis Negara ...... 31 2. Civil Society Mitra Negara ...... 36 B. Masyarakat Madani dalam Peradaban Islam ...... 52 C. Peran Partai Politik dalam Peeradaban Demokrasi .... 68 D. Masyarakat Madani dan Partai Politik dalam Bingkai Pancasila ...... 77

BAB III GENEALOGI PEMBENTUKAN DAN MANIFESTO PERJUANGAN GERINDRA ...... 83 A. Gerindra sebagai Organisasi Sosial ...... 83 1. Keluarga Besar Soemitro Djojohadikusumo ...... 86 2. Tokoh Aktivis Organisasi Sosial/LSM ...... 133

xxi

3. Tokoh Intelektual ...... 140 B. Proses Berdirinya Gerindra ...... 153 C. Gerindra Memasuki Wilayah Politik Praktis ...... 157 D. Manifesto Perjuangan Gerindra ...... 159 E. Kritik Konsepsi Ruang Privat ...... 171

BAB IV KONSEPSI RUANG PUBLIK DAN KENEGARAAN 181 A. Kiprah dalam Kegiatan Sosial ...... 181 1. Organisasi Sayap ...... 181 2. Partai Politik yang Bergabung ...... 192 B. Dinamika Perjuangan di Kancah Negara ...... 201 1. Organisasi Sayap ...... 202 2. Partai Politik yang Bergabung ...... 209 C. Kritik Perjuangan di Publik dan Kenegaraan ...... 213

BAB V KONSEPSI EKONOMI KERAKYATAN ...... 225 A. Pancasila dan UUD 1945 sebagai Landasan Ekonomi Kerakyatan ...... 226 B. Paradoks Ekonomi Kerakyatan Indonesia ...... 247 C. Strategi Pembangunan Nasional ...... 263 1. Strategi Dorongan Besar ...... 264 2. Strategi Pokok: Membangun Landasan ...... 265 3. Strategi Utama ...... 265 4. Strategi Pendukung ...... 266 5. Strategi Implementasi ...... 266 D. Kritik Perjuangan dalam Ekonomi...... 272

BAB VI PENUTUP ...... 279 A. Kesimpulan ...... 279 B. Implikasi ...... 281

Daftar Pustaka ...... 283 Glosarium ...... 305 Indeks ...... 309 Lembar Wawancara ...... 318 Lampiran ...... 319 Biodata ...... 325

xxii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tipologi Perspektif Budaya Politik Familisme 170 Tabel 5.1. Peran Negara dalam Ekonomi ...... 238 Tabel 5.2. Negara Berdasarkan Luas Wilayah dan Lahan Dapat Ditanami Pertanian dan Kehutanan ...... 248 Tabel 5.3. Perbandingan Nilai Tambah Petani Beberapa Negara Tahun 1980 - 2008 ...... 249 Tabel 5.4. Negara Eksportir Perikanan Utama di Dunia ...... 252 Tabel 5.5. Kebocoran dan Kehilangan Kekayaan Negara ...... 268

xxiii

xxiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Empat Ranah Masyarakat Madani T. Janoski ...... 22 Gambar 2.1. Relasi Empat Ranah Pembentuk Civil Society ...... 42 Gambar 2.2. Relasi Civil Society dan Parpol ...... 43

xxv

xxvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1. Perbandingan Panjang Pantai dan Produksi Perikanan Tangkap Negara Produsen Perikanan Utama di Dunia ...... 251 Grafik 5.2. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi Tahun 2004 dan 2011 ...... 255 Grafik 5.3. Indeks Pembangunan Gender Menurut Provinsi Tahun 2004 dan 2011 ...... 256

xxvii

xxviii

Daftar Singkatan dan Akronim

ACRO: Asian Conference on Religion and Peace AD/ART: Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga AD/ART: Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ADB: Asian Development Bank (ADB), Akmil: Akademi Militer Ampera: Amanat Penderitaan Rakyat APBN: Anggaran Pendapatan Belanja Negara APPSI: Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Bakom: Badan Komunikasi BBM: Bahan Bakar Minyak BHP: Badan Hukum Pendidikan BKPM: Badan Koordinasi Penanaman Modal BLT: Bantuan Langsung Tunai BPK: Badan Pemeriksa Keuangan BPKN: Badan Perlindungan Konsumen Nasional BP-KNIP: Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat BPUPKI: Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BSN: Badan Standar Nasional BUMN: Bada Usaha Milik Negara CPDS: Center for Policy Development Studies DKI: Daerah Khusus Ibu Kota DKI: Daerah Khusus Ibukota DKP: Dewan Kehormatan Militer DPAS: Dewan Pertimbangan Agung Sementara DPP: Dewan Pimpinan Pusat DPR: Dewan Perakilan Rakyat FAO: Food Agriculture Organization FDI: Forum Dialog Indonesia FPI: Front Pembela Islam GAM: Gerakan Aceh Merdeka Gema Sadhana: Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara Gemira: Gerakan Muslim Indonesia Raya Gerindra: Gerakan Indonesia Raya GNB: Gerakan Non Blok : Golongan Karya GPI: Gerakan Pemuda Islam

xxix

GWU: George Washington University HAM: Hak Asasi Manusia Hanura: Hati Nurani Rakyat Hipmi: Himpunan Pengusaha Muda Indonesia HKTI: Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ICMI: Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICN: Indonesia Christian Network ICW: Indonesia Corruption Watch IMF: International Monetery Fund IP: Indische Partij IPG: Indeks Pembangunan Gender IPM: Indeks Pembangunan Manusia IPS: Institute for Policy Studies ISAFIS: Indonesian Student Association for International Studies Kadin: Kamar Dagang dan Industri KAPPI: Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia Kesira: Kesehatan Indonesia Raya Kira: Kristen Indonesia Raya KISDI: Komite Indonesia untuk Dunia Islam KLH: Kementerian Lingkungan Hidup KNPI: Komite Nasioal Pemuda Indonesia Kombes: Komisaris Besar Komnas: Komisi Nasional Kopassus: Komando Pasukan Khusus KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi KPPU: Komisi Pengawasan Persaingan Usaha KPU: Komisi Pemilihan Umum KTNA: Kontak Tani Nelayan Andalan LIMA: Lingkar Madani Indonesia LSI: Lembaga Survei Indonesia LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat Mapala: Mahasiswa Pencinta Alam Mayjend: Mayor Jenderal MK: Mahkamah Konstitusi MPR: Majelis Permusyawaratan Rakyat Nas-Dem: Nasional-Demokrat NGO’s: Non-Government Organisation’s NU: Nahdlatul Ulama Ormas: Organisasi Masyarakat P2HP: Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian

xxx

P4: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila PAN: Partai Amanat Nasional Parindra: Partai Indonesia Raya Parpol: Partai Politik PBB: Partai Bulan Bintang PBR: Partai Bintang Reformasi PD: Partai Demokrat PDI-P: Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan Pemilu: Pemilihan Umum Perbindo: Perhimpunan Bambu Indonesia Pilpres: Pemilihan Presiden Pira: Perempuan Indonesia Raya PKB: Partai Kebangkitan Bangsa PKI: Partai Komunis Indonesia PKNU: Partai Kebangkitan Nasional Ulama PKS: Partai Keadilan Sejahtera PLN: Perusahaan Listrik Negara PMTI: Persatuan Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah PNB: Pendapatan Nasional Bruto PNI: Partai Nasionalis Indonesia Polri: Polisi Republik Indonesia PPNUI: Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia PPP: Partai Persatuan Pembangunan PRRI/Permesta: Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta PSI: Partai Sosialis Indonesia QLF: The Quebec Liberation Front RPI: Republik Persatuan Indonesia RSCM: Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RUU-BPJS: Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial SAMAK: Solidaritas Masyarakat Anti-Korupsi SARA: Suku, Agama, Ras dan Antar golongan SBY: Soesilo Bambang Yudhoyono SD: Sekolah Dasar SK: Surat Keputusan SKPD: Satuan Kerja Pemerintahan Daerah SMA: Sekolah Menengah Atas SMP: Sekolah Menengah Pertama SSS: Soegeng Sarjadi Syndicate SU-MPR: Sidang Umum-Majelis Permusyawaratan Rakyat TBO: Tenaga Bantu Operasi

xxxi

Tidar: Tunas Indonesia Raya TII: Transparency International Indonesia TNI-AD: Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat TPGF: Tim Gabungan Pencari Fakta UI: Universitas Indonesia UKM: Usaha Kecil dan Menengah UNDP: United Nations Development Programme USINDO: The United States-Indonesia Society UU: Undang-undang UUD: Undang-undang Dasar Walhi: Wahana Lingkungan Indonesia WHO: World Health Organization YAD: Yayasan Arsari Djojohadikusumo YKHD: Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo YLBHI: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

xxxii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi hampir sepenuhnya disepakati oleh cendekiawan politik. Namun, partai politik sebagai salah satu bagian dari masyarakat madani, masih diperdebatkan kiprahnya. Paradigma politik masyarakat madani kaum Hegelian dan Marxis, seperti de Tocqueville1 dan Gramsci2 mempunyai pandangan bahwa lembaga politik bukan merupakan bagian dari masyarakat madani dalam membangun demokrasi bersama dengan organisasi sosial masyarakat lainnya. Paradigma masyarakat madani Max Weber,3 EE. Schattscheider,4 John Keane, Thomas Janoski, dan beberapa cendekiawan masyarakat madani Indonesia5 berbeda pandangan dengan yang disebut pertama. Paradigma yang disebut terakhir, menyatakan bahwa apapun bentuk dari suatu perkumpulan masyarakat yang berkembang, tak terkecuali partai politik, bisa bekerja sama dengan

1Lihat pembahasan yang relevan dalam Alexis de Tocqueville, Democracy in America, jilid 1 dan 2 (terj.) Henry Reeve (Pennsylvania: the Pennsylvania State University, Electronic Classics Series, 2002); lihat juga Vahid Amani Zoeram, Lee Yok Fee, Mohammad Agus Yusoff, dan Fakhreddin Soltani, “Democracy in de Tocqueville Theory and New Islamic Movements,” International Journal of Asian Social Science, Vol. 2, (2012): 2220-2223. 2Lihat Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks of Antonio Gramsci (terj.) Quentin Hoare dan Geoffrey Nowell Smith (London: ElecBook, 1999); Tent Brown, “Gramsci and Hegemony,” Links International Journal of Socialist Renewal, http://links.org.au/node/1260, diakses tanggal 24 Februari 2013. 3Max Weber sebagaimana dikutip oleh Ivan Doherty berpendapat bahwa partai politik merupakan anak kandung demokrasi, lihat Ivan Doherty “Democracy out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Parties,” Policy Review, April dan Mei Vol. 3. (2001): 25. 4Lihat SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” Annual Review Political Scences, Vol. 2 (1999): 243-267. 5Lihat Azyumardi Azra, “Politik Lokal dan Pembelajaran Politik,” dalam Andy Ramses M dan La Bakry (ed.), Pemerintahan Daerah di Indonesia (Jakarta: MIPI, 2009), 31-33; Andi Faisal Bakti, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity Caharactersitics is Necessary for Horizontal Conflict Resolution In Indonesia,” Identity, Culture, and Politics Vol. 9, No. 1, Juli (2008); Andi Faisal Bakti, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy,” Asian Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3. November, (2005).

1 negara untuk membentuk suatu masyarakat madani yang demokratis.6 Dengan memfokuskan kajian pada manifesto perjuangan partai politik Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), penulis mendukung pendapat cendekiawan masyarakat madani kedua dan berupaya untuk menemukan rancang-bangun demokrasi7 untuk membentuk masyarakat madani oleh suatu partai politik. Terlepas dari asumsi pendapat cendekiawan yang mendukung maupun kontra, mengenai hubungan antara partai politik dan masyarakat madani, penulis mendasarkan argumennya pada studi yang dilakukan oleh beberapa cendekiawan terhadap proses demokratisasi Republik Indonesia yang mendukung bahwa partai politik merupakan bagian dari masyarakat madani. Menariknya, temuan sementara penulis, menyiratkan bahwa manifesto perjuangan politik partai Gerindra mendukung ide-ide demokrasi dan aplikasinya bertujuan agar terbentuk masyarakat madani di Indonesia. Namun ada beberapa variabel yang diduga menjadi kendala tumbuhnya budaya demokrasi di Gerindra sebagai syarat utama bangunan masyarakat madani, yaitu atribut Gerindra sebagai partai politik dan sosok militer sebagai Dewan Pembina Gerindra. Alexis de Tocqueville dalam bukunya Democracy in America menggambarkan hukum alam sistem kepartaian dengan mengambil kasus Amerika. Ia berpendapat bahwa demokrasi a la Amerika Serikat dengan sistem kepartaiannya, lebih cenderung menawarkan sebuah sistem politik pemerintahan yang menggambarkan ‘kediktatoran’ dan

6Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond,” dalam David C. Shack dan Wayne Hudson, Civil Society In Asia (Law, Ethic and Governance) (Hampshire, Inggris dan Burlington, USA: Ashgate Publishing Company, 2003), 75; Neera Chandhoke, “The Civil and the Political in Civil Society,” dalam C.M. Elliot (ed.), Civil Society and Democracy: a Reader (Oxford: Oxford University Press, 2003), 255; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi (Ciputat: Churia Press, 2012), 4-6. 7M. Steven Fish, dalam paper-nya “Islam and Authoritarianism,” menjelaskan bahwa sebuah negara disebut demokratis bila secara teratur melakukan pemilu untuk memilih legislatif dan eksekutif. Begitu juga, kebijakan publik dirumuskan secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. M. Steven Fish, “Islam and Authoritarianism,” World Politics, Volume 55, Number 1, Oktober (2002), 4-5. Lihat juga review artikel tersebut oleh Ali Munhanif, “M. Steven Fish: “Islam dan Otoritarianisme,” Review Paper Yayasan Abad Demokrasi, Edisi 030, Oktober (2011), 2-3. Prasyarat tersebut telah berjalan di negeri Indonesia, sehingga menurut penulis konsep civil society atau masyarakat madani bisa dan sudah berjalan di negeri ini.

2

‘tirani’ mayoritas ketimbang proses demokratisasi. Golongan minoritas, baik itu terdiri dari individu, organisasi masyarakat, atau partai politik, tidak akan ikut ambil bagian yang signifikan, karena semuanya telah ditentukan oleh kelompok mayoritas yang menentukan pemilihan umum.8 Alexis de Tocqueville lebih lanjut menjelaskan bahwa kelompok mayoritas, melalui kemenangan pemilihan umum, menyisihkan untuk dirinya semua hak menentukan kebijakan politik, melalui institusi kepresidenan yang amat kuat.9 Dalam hal ini, partai politik itu sebenarnya tidak lebih daripada kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau berniat meraih atau melanggengkan kekuasaan.10 Partai politik hanya difungsikan sebagai alat bagi segelintir orang yang bisa meraih suara mayoritas rakyat, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu. Namun demikian, potensi kediktatoran dan tirani mayoritas bukan hanya didominasi oleh partai politik semata. Antonio Gramsci11 mengingatkan bahwa hegemoni dilakukan bukan saja oleh kelas penguasa, ia juga bisa diberlakukan oleh kelompok-kelompok sosial, dengan beragam coraknya, apakah mereka yang berhaluan progresif, regresif, reformis, dan sebagainya demi meraih kekuasaan untuk memimpin, bagaimana mereka memperluas kekuasaan mereka dan mempertahankannya. Gerindra -sebagai salah satu bagian dari kontestan partai politik di pemilu- jika menurut pendapat Bob Sugeng Hadiwinata, termasuk dalam kategori political society (masyarakat politik) bukan bagian dari civil society (masyarakat madani). Kategori yang disebut pertama, berambisi untuk memperebutkan kekuasaan politik melalui berbagai cara, sedangkan kategori yang disebut kemudian, hanya berpretensi

8Alexis de Tocqueville, Democracy in America, jilid 1, 264-280; lihat juga Vahid Amani Zoeram, Lee Yok Fee, Mohammad Agus Yusoff, dan Fakhreddin Soltani, “Democracy in de Tocqueville Theory and New Islamic Movements,” 2220- 2223; Nurcholish Madjid, “Opini Proklamasi: ABRI dan Masa Depan Demokrasi Indonesia, Mukadimah: ABRI dan Demokrasi,” Majalah Tempo, Edisi 27/01 – 31/Agutus, (1996). 9Alexis de Tocqueville, Democracy in America, jilid 1, 264-280; Nurcholish Madjid, “Opini Proklamasi: ABRI dan Masa Depan Demokrasi Indonesia,” Majalah Tempo, Edisi 27/01 – 31/Ags, (1996). 10Vahid Amani Zoeram, Lee Yok Fee, Mohammad Agus Yusoff, dan Fakhreddin Soltani, “Democracy in de Tocqueville Theory and New Islamic Movements,” 223-224. 11Lihat Tent Brown, “Gramsci and Hegemony,” inks International Journal of Socialist Renewal, http://links.org.au/node/1260, (diakses tanggal 24 Februari 2013).

3 untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah tanpa harus ikut memperebutkan kekuasaan.12 Pandangan Hadiwinata di atas senada dengan pendapat Sir Azyumardi Azra dan Andi Faisal Bakti13 yang menguraikan lebih lanjut bahwa pandangan tersebut seirama dengan pernyataan para cendekiawan Hegelian dan Marxsis seperti Ernest Gellner, Hannah Arendt, Jurgen Habermas, David Ost, Andre Arato, Fernando Cardoso. Di Indonesia, pandangan ini diwakili oleh Muhammad Hikam AS, mantan Menristek era Presiden Abdurrahman Wahid.14 Mereka berpandangan bahwa secara keseluruhan tatanan politik terdiri atas Negara di satu pihak Vis a Vis organisasi civil society di pihak lain. Ide organisasi civil society merupakan ide sebagian masyarakat yang memiliki kehidupan sendiri yang jauh berbeda dengan negara, dan yang sebagian besar memiliki otonomi sendiri. Organisasi civil society terletak di luar batas keluarga, klan dan kewilayahan. Dalam artian ini, organisasi civil society terpisah dari negara. Namun demikian, keberadaan partai politik (parpol) juga merupakan salah satu komponen dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Max Weber, sebagaimana dikutip oleh Ivan Doherty,15 menyatakan bahwa political parties as ‘children democracy,’ partai politik adalah ‘anak kandung’ demokrasi. Bahkan menurut SC. Stoces, Schattschneider berpendapat bahwa keberadaan partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, “political parties created democracy,” dan modern democracy is unthinkable save in terms of the parties, demokrasi modern tak mungkin terjaga kecuali dalam terma kepartaian.16 Pakar tata negara Jimly Asshiddiqie memperkuat pendapat di atas dengan pernyataannya bahwa keberadaan suatu partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat

12Lihat Bob Sugeng Hadiwinata, “Civil Society: Pembangun dan Sekaligus Perusak Demokrasi,” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 9, Nomor 1, Juli (2005), 8. 13Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia,…,” 75; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, 7. 14Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia……,”76; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, 4-5. 15Ivan Doherty, “Democracy Out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Parties,” 25. 16SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” 243; Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> (diakses tanggal 24 Februari 2013).

4 pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan sebagai suatu organisasi, keberadaan parpol bertujuan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah dan damai. Ia tidak hanya sebagai instrumen demokrasi tapi sekaligus mengusung tujuan yang lebih luas yakni memastikan kedaulatan rakyat atas hak-hak dasarnya, baik itu hak sipil politik maupun ekonomi dan sosial mereka.17 Dalam konteks masyarakat madani di Indonesia, pandangan pejoratif terhadap peran partai politik di atas, dikritik oleh Dawam Rahardjo dan Nurcholish Madjid. Menurut kedua cendekiawan ini, civil society merupakan “mitra” negara yang bisa mencegah birokrasi menyeleweng dari tugas dan hakekatnya sebagai abdi negara. Masyarakat yang tergabung dalam beragam bentuk organisasi, termasuk suatu partai politik, bisa menjadi representasi dan kristalisasi kekuatan di luar negara, yang menjadi mitra bagi negara. Hal ini, menjadikan organisasi civil society sebagai kekuatan pengimbang sekaligus kontrol, yang membatasi dan memungkinkan negara tetap berjalan sesuai dengan hakikatnya. Dalam hal ini, keterlibatan partai politik sebagai bagian dari organisasi civil society menjadi kekuatan yang efektif untuk mencegah hegemoni negara. Selain itu, dengan organisasi masyarakat madani menjadi indikasi ada wilayah-wilayah yang bisa digarap entitas mandiri di luar negara. Dengan demikian, segala energi, prakarsa, aktivitas dalam kehidupan masyarakat tidak terkonsentrasi dan tersentralisasi hanya pada negara semata-mata.18 Selain itu, Nurcholish Madjid cendekiawan pendiri Paramadina, meniscayakan organisasi masyarakat madani dipersyaratkan dengan

17Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> (diakses tanggal 24 Februari 2013). 18M. Dawam Rahardjo, “Masyarakat Madani di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999), 7-32; Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), 145; lihat juga Martin van Bruinessen, "Post-Suharto Muslim engagements with civil society and democracy,” Makalah yang dipresentasikan pada Third International Conference and Workshop “Indonesia in Transition,” organised by the KNAW and Labsosio, Universitas Indonesia, August 24-28, Universitas Indonesia, Depok (2003); Gordon Gauchat, “Politicization of Science in the Public Sphere: A Study of Public Trust in the United States, 1974 to 2010,” American Sociological Review, Vol. 77 No.2 (2012), 170-171; Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia,.…,” 76.

5 adanya partai politik sebagai bagian ruang publik (public sphere) yang di ruang tersebut warga masyarakat dapat dengan leluasa melakukan aktivitas sosial, politik dan ekonominya, tanpa didominasi oleh sekelompok kecil orang.19 Di dalam ranah publik ini, warga masyarakat akan memiliki akses yang luas kepada lembaga-lembaga, baik lembaga negara seperti birokrasi, lembaga perwakilan dan peradilan, maupun lembaga non-negara seperti partai politik, lembaga keagamaan, gilda, perserikatan, federasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kelompok kepentingan lainnya. Di dalam ranah publik itu pula terjadi diskursus yang intensif tentang segala hal yang terjadi dalam negara, sehingga pemerintah dan lembaga-lembaga negara memiliki tingkat akuntabilitas yang cukup tinggi. Di samping itu, kebijakan publik juga melibatkan masyarakat yang luas, melalui diskusi-diskusi publik yang intensif dilakukan. Bahkan, Azra berkesimpulan karena tidak mempunyai public sphere berupa partai politik-lah konsep-konsep masyarakat madani Nurcholish Madjid kurang begitu ‘membumi’ jika dibandingkan dengan Abdurrahman Wahid. Oposisi yang dibangun oleh Nurcholish Madjid merupakan oposisi soliter.20 Sebagai sesama pendekar masyarakat madani Indonesia, Abdurrahman Wahid lebih berperan karena selain aktif berkecimpung dalam agen-agen civil society, seperti Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Forum Demokrasi (ForDem) dan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU), juga merupakan deklarator partai politik, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).21 Menurut Abdurrahman Wahid, demokratisasi harus dimulai dari perbedayaan politik rakyat. Dalam proses ini semua unsur masyarakat harus dilibatkan tanpa mengenal golongan manapun. Terpenting, masyarakat haruslah memulai untuk berdemokrasi dan inilah hakikat dari sebuah demokratisasi. Kiprah Abdurrahman Wahid dalam membumikan dan membangun masyarakat madani diikuti jejaknya oleh Prabowo Subianto, sang lokomotif dan komandan tertinggi partai politik Gerindra.22 Prabowo di samping berperan sebagai aktor oposisi

19Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, 145. 20Azyumardi Azra, “Oposisi Cak Nur: Oposisi Soliter,” 384-385. 21Lihat Kikue Hamayotsu, “Bringing Clientelism and Institutions Back in: The Rise and Fall of Religious Parties in Indonesia’s Electoral Democracy,” dalam Dirk Tomsa dan Andreas Ufen (ed.), Party Politics in Southeast Asia: Clientelism and Electoral Competition in Indonesia, Thailand, and Philippines (New York: Routledge, 2013), 125. 22Lihat http://news.okezone.com/read/2009/12/30/337/289643/redirect, (diakses tanggal 17 Januari 2013).

6 birokrasi juga berperan dalam wadah partai politik. Dalam kedua kapasitasnya tersebut, Prabowo menurut Abdurrahman Wahid merupakan sosok yang dianggap betul-betul perhatian ke rakyat. Prabowo sungguh-sungguh mengenal masalah ekonomi kerakyatan seperti pemberdayaan pertanian.23 Apresiasi Abdurrahman Wahid tersebut bukan merupakan sesuatu yang mengada-ada. Penguatan sektor ekonomi (strong market/ekonomi) rakyat atau ekonomi kerakyatan merupakan salah satu pondasi dari tiga pondasi yang menopang bagi tegaknya masyarakat madani. Dua poin lainnya dari dasar pondasi, menurut Azra, berdasarkan Konferensi Dunia tentang World Forum on Democracy di Warsawa, Polandia, pada tanggal 24-27 Juni 2002 adalah kuatnya negara (strong state) dan kuatnya masyarakat sipil (strong civil society).24 Sementara itu, dalam nomenklatur Islam di saat membicarakan demokrasi dikenal beberapa prinsip yang merupakan bentuk dasar dari praktek demokratisasi yang dilakukan Rasulullah Saw. Menurut ‘Abd al-Ḥamīd Ismaīl al-Anṣarī dan Zakaria ’Abd al-Mun’īm Ibrahīm, hal tersebut tercermin dalam memimpin masyarakat seperti tertuang dalam Piagam Madinah. Serta tercermin pula dalam pengangkatan para Khulafā al-Rashidīn dan praktik kepemimpinan mereka. Prinsip-prinsip tersebut, yaitu: shūrā, musawa, ’adālah, amānah, mas’uliyah dan ḥurriyah.25 Firman Allah tentang shūrā, sebagai mekanisme pengambilan keputusan dengan mengikutsertakan pihak-pihak yang berkepentingan dalam urusan bersama, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perwakilan, menurut Yusuf Qardhawī dan Nurcholish Madjid terjabarkan dalam dalam surat Ali Imrān ayat 159 yaitu:26

23Lihathttp://beta.politik.vivanews.com/news/read/52332- gus_dur_puji_prabowo__cela_capres_yang_lain, (diakses tanggal 17 Januari 2013). 24Lihat Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat (Jakarta: Kompas, 2002), 70; Azyumardi Azra, Malam Seribu Bulan: Renungan-renungan 30 Hari Ramadan (Jakarta: Erlangga, 2005), 115-120. 25Lihat ‘Abd al-Ḥamīd Ismaīl al-Anṣarī, al-Shūrā wa atharuha fī al- Dimaqrāṭiyya (Qahirā: al-Maṭba’ah al-Salāfiyyah, 1980 M/1400 H), 4-5. Lihat juga Zakaria ’Abd al-Mun’īm Ibrahīm, Niẓām al-Shura fī al-Islām wa Niẓām al- Dimaqrāṭiyyah al Mu’aṣirāh (Qahirā, Ttp.1985), 13; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, 3. 26Nurcholish Madjid, Membangun Oposisi Menjaga Momentum Demokrasisasi, (Jakarta, Voice Center Indonesia, 2000), 18; Yusūf Qardhawī, Fiqh al-Daulah fī al- Islām (Qahirā: Dār al-Ṣurūq, 2005), 133.

7

             

            

         Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS. Ali Imran: 159). Qardhawī dan Nurcholish Madjid menafsirkan ayat di atas, bahwa nilai shūrā dapat membawa warga bangsa menuju terbentuknya civil society (masyarakat madani), yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kebebasan, persamaan, toleransi, menghormati hak- hak individu dan musyawarah untuk kemaslahatan bersama. Sistem demokrasi sendiri meskipun tak memiliki kebenaran yang absolut sebab terdapat beberapa kekurangan, akan tetapi memiliki nilai lebih dan beberapa keunggulan. Demokrasi telah terbukti mengantarkan pada terbentuknya suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghasilkan kebijakan baik, masyarakat adil, berpihak kepada kepentingan mayoritas, menghargai kebebasan dan hak-hak individu.27 Di Indonesia, bangunan masyarakat madani sampai tahun 2014 ini, proses transisi menuju demokrasi telah melalui masa 17 tahun sejak tahun 1998 saat keruntuhan rezim otoriter Presiden Soeharto dan pemilu yang demokratis di tahun1999. Era kepemimpinan BJ. Habibie sebagai Presiden RI ke-3 selama 1,4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7 membukan pandora gerakan demokrasi bangsa yang selama 32 tahun dikekang.28 Pintu kebebasan dan demokrasi di Indonesia secara perlahan mulai terbuka. Sejak Pemilihan Umum pasca reformasi sejak tahun 1999 sampai dengan Pemilihan Umum tahun 2009 telah banyak dinamika yang dihadapi dalam melaksanakan amanat demokrasi di Negara Kesatuan

27Nurcholish Madjid, Membangun Oposisi Menjaga Momentum Demokrasisasi, 19; Yusūf Qardhawī, Fiqh al-Daulah fī al-Islām, 133. 28Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat, 14-15.

8

Republik Indonesia ini. Salah satu yang paling berbeda dibandingkan dengan penerapan sistem demokrasi otoriter pada masa rezim orde baru adalah dengan munculnya berbagai macam partai politik peserta pemilu yang setiap saat jumlahnya selalu bertambah.29 Pada pemilu tahun 2009, partai politik peserta pemilu mencapai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu sebanyak 38 parpol ditambah 6 partai politik lokal di Nangroe Aceh Darussalam. Di Pemilu tahun 2014, berdasarkan Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/ Tahun 2013 dan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Verifikasi Faktual Partai Politik KPU Nomor: 5/BA/I/2013, sepuluh jumlah parpol yang memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu dari 34 jumlah partai yang telah diverifikasi KPU. Sepuluh partai tersebut secara berurut adalah: Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi Indonesia- Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat (PD), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Golongan Karya (Golkar), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasional-Demokrat (Nas-Dem) dan Partai Persatuan Pembangunan.30 Pada pemilu 2009 yang lalu, ada satu partai politik baru yang dianggap cukup fantastis mendulang sukses dalam kancah perpolitikan di Indonesia.31 Partai politik ini adalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Didirikan oleh beberapa aktivis lembaga sosial masyarakat dan dipersembahkan bagi Prabowo Subianto, seorang militer mantan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI-AD di era Orde Baru. Meskipun ia disinyalir ikut bertanggung jawab atas kasus-kasus pelanggaran HAM berdalih subversif seperti penculikan dan penghilangan aktivis, sebagai mantan militer dan seorang pengusaha minyak yang go international, keluasan relasi dan kemampuan finansialnya ikut membantu mengembangkan dan mendulang suara dukungan rakyat Partai Gerindra dengan pesat. Bahkan, Prabowo, sebagai mantan militer yang secara notabene berlawanan dan dilawan

29Pada masa Habibie, 140 partai politik siap mengikuti proses pemilu 1999. Setelah mengalami seleksi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), 48 parpol berhak untuk mengikuti pemilu. Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat, 60. 30Lampiran Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/ Tahun 2013 dan Lampiran Berita Acara Rekapitulasi Hasil Verifikasi Faktual Partai Politik KPU Nomor: 5/BA/I/2013. 31Saiful Mujani and R. William Liddle, “Personalities, parties, and voters,” Journal of Democracy, Volume 21, Number 2 April (2010), 36-38.

9 oleh para aktivis civil society, dalam berbagai bursa lembaga survei,32 merupakan salah-satu calon presiden yang diprediksi cukup tinggi mendapat suara dukungan rakyat untuk memimpin Indonesia ini. Pada pemilu pertamanya, partai politik Gerindra berhasil menduduki posisi ke-8 dengan meraup 4.5% suara dan mendapatkan 30 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).33 Namun, dengan belum terpilihnya mantan calon wakil presiden pada pemilu 2009 dan calon presiden 2014 dari partai politik ini, Prabowo, Partai Gerindra pun lagi- lagi mengukuhkan diri menjadi partai politik oposisi. Partai Gerindra dalam jargonnya adalah partai politik yang menggambarkan dirinya sebagai partai yang membela kaum marginal, kaum miskin, dan kaum pedesaan. Hal tersebut dapat dilihat dari visi Partai Gerindra untuk Indonesia yang berbunyi: “Menjadi partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”34 Mencuatnya popularitas dan kepercayaan publik terhadap partai Gerindra sesuai hasil survei yang dilakukan lembaga survei Indonesia (LSI), dinilai oleh Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti,35 sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap partai-partai politik yang menikmati kekuasaan yang tak kunjung menawarkan perubahan nyata. Masyarakat mulai tidak percaya dengan para politisi partai lama yang tidak bisa diandalkan. Alasan

32Tempo memberitakan bahwa dari Survei yang dilakukan lembaga survei Soegeng Sarjadi Syndicate, Prabowo meraih suara terbanyak dengan suara 25,8 persen. Megawati Soekarnoputri menempati posisi kedua dengan suara 22,4 persen dan Jusuf Kalla 14,9 persen. Sedangkan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie yang telah resmi diusung partai untuk menjadi capres hanya menempati urutan keempat dengan suara 10,6 persen. Lihat http://www.tempo.co/read/news/2012/06/06/078408692/Survei-Membuktikan- Prabowo-Unggul-Calon-Presiden. berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada bulan Februari 2012 dengan memberikan 18 alternatif nama calon Presiden, Prabowo menduduki peringkat kedua dengan perolehan 12, 8 persen di bawah Megawati yang memperoleh suara 27,6 persen. Lihat LSI, Mencari Capres 2014, Pengetahuan, Sikap, Tindakan Elektoral Calon Pemilih, (Jakarta: LSI, 2012), 16. 33Lihat Saiful Mujani and R. William Liddle, “Personalities, parties, and voters,” 16. 34Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra (Jakarta: DPP Gerindra, 2011). 35http://kampus.okezone.com/topic/read/4091/49/, diakses tanggal 28 Januari 2013).

10 berikutnya, diakibatkan oleh slogan-slogan yang dicantumkan partai Gerindra cukup menyentuh perasaan publik. Berdasarkan latar belakang di atas, ilmu sosial di Indonesia masih kurang dalam hal kajian dan analisa tentang peran partai politik dan elit politik dalam wacana masyarakat madani, sehinggga kajian tentang perspektif peran parpol dan elite politik menjadi langka. Padahal persoalan yang bersifat politis dan elitis di masyarakat semakin banyak. Dengan mengetahui biografi wacana partai politik dan para elite politiknya, kita bisa membaca perilaku dan kerja elit dalam panggung politik. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk ikut bersumbangsih dengan mengangkat tema penelitian disertasi dengan tema “Konsepsi Masyarakat Madani dalam Manifesto Perjuangan Gerindra: Studi Kasus Tahun 2008-2014.”

B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan dalam penulisan disertasi ini dibagi ke dalam beberapa sub bagian, yaitu:

1. Identifikasi Masalah Cakupan penelitian terhadap masyarakat madani dan partai politik secara komprehensif sangat luas karena ia bisa ditinjau dari berbagai aspek kehidupan dan keilmuwan. Oleh karena itu, masalah penelitian ini diidentifikasikan pada aspek konsepsi masyarakat madani yang diusung oleh manifesto perjuangan partai politik Gerindra. Alasan penulis, karena manifesto perjuangan partai politik Gerindra merupakan cara seluruh komponen Gerindra untuk membumikan cita-cita bersamanya untuk mewujudkan realitas kehidupan yang madani di Indonesia ini. Di dalamnya dipaparkan konsep dan aktualitas mengenai hak dan kewajiban, norma, dan tata nilai yang harus dipahami dan dilaksanakan Gerindra dalam rangka menjalin kehidupan yang demokratis dan harmonis antar sesama komponen masyarakat sebagai bagian dari rakyat Indonesia.

2. Pembatasan Masalah Penelitian ini akan dibatasi hanya pada konsep masyarakat madani yang dimanifestokan oleh partai politik Gerindra. Tahun kajian yang diteliti-pun dibatasi hanya dari tahun 2008 sampai tahun 2014. Tahun 2008 dipilih karena tahun itulah didirikan dan tahun 2009, secara perdana meskipun partai gurem, Gerindra telah mengikuti Pemilu dan mampu mengantarkan kadernya dalam bursa calon wakil presiden

11

2009, walau belum berhasil. Tahun 2014 menjadi batasan penelitian, karena, menurut penulis, tahun ini Gerindra menjadi peserta Pemilu yang paling fenomenal. Meskipun belum juga mampu menduduki pimpinan teratas pemerintahan, namun telah mampu mengusung kader terbaiknya menjadi Calon Presiden di bursa Pemilu Presiden tahun 2014 ini. Menariknya lagi, Gerindra menjadi pemimpin Koalisi Merah Putih (KMP) dengan beranggotakan partai-partai besar dan ‘senior’ yang banyak makan asam-garam perpolitikan di Indonesia seperti Golkar, PPP, PAN, PKS, dan PBB.36

3. Rumusan Penelitian Atas dasar pemikiran di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan melalui pertanyaan besar: “Bagaimanakah rancang-bangun konsepsi masyarakat madani dalam manifesto perjuangan partai Gerindra? Pernyataan tersebut diperinci lagi dalam rumusan minor: a. Bagaimanakah upaya parpol Gerindra dalam membangun masyarakat madani di wilayah privat? b. Bagaimana pula hal tersebut teraplikasikan dalam ruang publik? c. Lalu seperti apakah potret perjuangan masyarakat madani terbangun dalam proses kenegaraan Indonesia? d. Terakhir, apa implikasinya dalam bidang perekonomian bangsa?

C. Tujuan dan manfaat Penelitian Tujuan umum dari penelitian disertasi ini adalah untuk menjelaskan konsepsi masyarakat madani dalam manifesto perjuangan Gerindra. Adapun tujuan khususnya adalah: a. Untuk mengetahui latar belakang konsepsi masyarakat madani dalam manifesto perjuangan Gerindra. b. Untuk menggambarkan upaya parpol Gerindra dalam membangun masyarakat madani dalam ranah privat. c. Untuk menjelaskan bagaimana masyarakat madani teraplikasikan dalam ranah publik oleh Parpol Gerindra.

36Koalisi Merah-Putih (KMP) dideklarasikan pada hari Selasa, 11-11-2014. Acara syukuran pembentukannya, selain dihadiri Prabowo Subianto, juga dihadiri Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan Ketua Dewan Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais. Lihat Icha Rastika, “Koalisi Merah Putih Kuasai Parlemen, Ini Niat Prabowo,” http://nasional.kompas.com/read/2014/10/10/, diakses tanggal 5 Desember 2014.

12 d. Untuk memotret perjuangan masyarakat madani yang terbangun dalam ranah negara yang dilakukan Gerindra. e. Untuk menemukan apa implikasinya dalam ranah ekonomi terhadap perjuangan masyarakat madani parpol Gerindra.

Penelitian ini secara teoritis akademis bermanfaat untuk menambah khazanah ilmiah keilmuwan pemikiran Islam, khususnya dalam pengembangan masyarakat madani melalui partai politik. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan dan mengaplikasikan khazanah masyarakat madani dalam menciptakan kesejahteraan dan kesentausaan di Nusantara ini. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi para peneliti untuk menjadi bahan kajian atau pemikiran lebih lanjut terhadap konsep masyarakat madani yang beraneka ragam macam varian dan para pelakunya. Penelitian ini bisa dijadikan sebagai rujukan oleh para peneliti lain dalam melakukan studi-studi lanjutan, tentunya di luar masalah yang menjadi fokus studi ini.

D. Kajian Terdahulu yang Relevan Tulisan tentang masyarakat madani dan partai politik bukan langka, bahkan bisa dikatakan sangat banyak. Dalam hal kaitannya dengan masyarakat madani, Sependek pengetahuan dan penelusuran penulis, Andi Faisal Bakti37 melalui karyanya Majelis Azzikra New Approach to Dakwah for Civil Society in Indonesia; Azyumardi Azra, Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond;38 M. Dawam Rahardjo,39 Masyarakat Madani di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal; M. AS. Hikam,40 Wacana Intelektual tentang Civil Society di Indonesia; Olaf Schumann,41 Dilema Islam Kontemporer: Antara Masyarakat Madani dan Negara

37Andi Faisal Bakti, “Majelis Azzikra New Approach to Dakwah for Civil Society in Indonesia,” Mimbar Agama dan Budaya, VoL. 23, No. 1, (2006), 14-24. 38Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond,” dalam David C. Shack dan Wayne Hudson, Civil Society In Asia (Law, Ethic and Governance) (Hampshire, Inggris dan Burlington, USA: Ashgate Publishing Company, 2003). 39M. Dawam Rahardjo, “Masyarakat Madani di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999), 7-32. 40M. AS. Hikam, “Wacana Intelektual tentang Civil Society di Indonesia,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999), 33-47. 41Olaf Schumann, “Dilema Islam Kontemporer: Antara Masyarakat Madani dan Negara Islam,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999), 48-75.

13

Islam; dan Bahtiar Effendi,42 Wawasan al-Qur’an tentang Masyarakat Madani: Menuju Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, membahas aktor masyarakat madani yang dilakukan oleh individu, organisasi-organisasi sosial, dan keagamaan di Indonesia. Cendekiawan masyarakat madani tersebut, kecuali Hikam, sepakat berpendapat bahwa masyarakat madani bisa dilakukan oleh aneka ragam organisasi sosial, politik, dan keagamaan. Namun keduanya juga tidak secara khusus membahas tentang masyarakat madani yang dibangun oleh suatu aktor partai politik. Karya ilmiah dari partai politik yang membahas tentang masyarakat madani telah ditulis oleh Partai Keadilan Sejahtera.43 Buku yang menjadi blueprint partai ini bertema Memperjuangkan Masyarakat Madani: Falsafah Dasar dan Platform Kebijakan Pembangunan PK Sejahtera. Azra menjelaskan buku ini secara komprehensif membahas berbagai subjek, sejak dari paradigma PKS; kondisi nasional dan permasalahan bangsa dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya; lingkungan strategis dan Indonesia yang dicitacitakan, sampai pada platform PKS untuk mengatasi berbagai masalah tersebut menuju Indonesia yang dicita-citakan. Tidak banyak parpol yang memiliki platform yang selengkap dan serinci platform PKS. Meski dalam segi- segi tertentu, tidak banyak pembahasan tentang ‘bagaimana’ cara dan langkah sistematis mewujudkan platform tersebut.44 Perbedaannya dengan penulis adalah pada pokok bahasan masyarakat madani. Penulis mendasarkan pembahasannya bersandarkan pada teori Thomas Janoski, yang terfokuskan pada empat ruang, yaitu privat, publik, negara, dan pasar/ekonomi. Karya ilmiah disertasi yang mengangkat tema tersebut di antaranya adalah Nasor45 dengan karya ilmiah disertasi bertema, Komunikasi Persuasif Nabi Muhammad SAW dalam Mewujudkan Masyarakat Madani. Disertasi ini secara spesifik membahas dakwah Nabi Muhammad secara persuasif dengan metode musyawarah diutamakan

42Bahtiar Effendi, “Wawasan al-Qur’an tentang Masyarakat Madani: Menuju Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999),76-87. 43Partai Keadilan Sejahtera, Memperjuangkan Masyarakat Madani: Falsafah Dasar dan Platform Kebijakan Pembangunan PK Sejahtera (Jakarta: PKS, 2008). 44Azyumardi Azra, “Negara Madani adalah Cita-cita PKS,” Opini Republika, 24 April (2008). 45Nasor, “Komunikasi Persuasif Nabi Muhammad SAW dalam Mewujudkan Masyarakat Madani,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2007).

14 untuk mewujudkan masyarakat yang ideal di kota Madinah. Sayangnya, disertasi dakwah ini hanya menfokuskan penelitiannya pada komunikasi persuasif Nabi Muhammad sebagai personal tidak juga membahas bagaimana misalnya paradigma masyarakat madani fraksi- fraksi politik masyarakat (su’ubiyyah) yang berkembang ketika itu. Mucholih Jimun, dengan disertasi Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia: Studi Pemikiran Politik al-Farabi.46 Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis pemikiran-pemikiran sosial-politik al-Farabi, terutama yang berkaitan dengan teori civil society dan demokrasi yang dikemukakan dalam berbagai karyanya, terutama dalam kitab Arā' Ahl al-Madīnah al-Faḍīlah dan Kitab al-Siyāsah al- Madāniyyāh. Temuan penelitian ini antara lain adalah, bahwa di antara pemikiran politik al-Farabi yang sejalan dengan upaya demokratisasi dan pembangunan civil society di Indonesia adalah: (1) konsepnya mengenai cita-cita pembentukan masyarakat demokratis, (2) gambarannya tentang kondisi negatif masyarakat demokratis merupakan wujud masyarakat transisi menuju demokratisasi, (3) pandangannya tentang keberadaan pemimpin ideal yang menjadi motor demokratisasi dan pembangunan civil society, (4) pemikirannya tentang syarat-syarat bagi seorang pemimpin yang ideal, dan (5) strateginya dalam pembangunan civil society. Adapun di antara pemikiran politik al-Farabi yang berbeda dengan proses demokratisasi dan pembangunan civil society di Indonesia, adalah: (1) klasifikasi masyarakat demokratis sebagai masyarakat tidak beradab (berkonotasi negatif), dan (2) pembatasan hak kepemimpinan kepada individu dalam strata tertinggi dalam masyarakat. Disertasi ini juga tidak mendedahkan bagaimana konsep masyarakat madani dapat diterapkan oleh suatu organisasi politik. Faisal Ibrahim,47 Perkembangan Civil Society di Negara-Negara Arab (Proses Demokratisasi di Mesir, Suriah dan Kuwait). Penelitian ini menjelaskan bahwa bagi Negara-negara Arab, istilah masyarakat madani pertama kali dipopulerkan pada tahun 70-an oleh Burhān Ghaliyyūn, seorang sosiolog asal Suriah. Kemudian tahun 80-an, mendapat perhatian yang sangat besar dari berbagai kalangan baik

46Mucholih Jimun, “Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia: Studi Pemikiran Politik Al- Farabi,” Disertasi, Program Politik dan Hubungan Internasional di Timur Tengah UI, (2007). 47Faisal Ibrahim, “Perkembangan Civil Society di Negara-Negara Arab (Proses Demokratisasi di Mesir, Suriah dan Kuwait),” Disertasi, Program Politik dan Hubungan Internasional di Timur Tengah UI, (2007).

15 politisi, intelektual, akademisi, aktivis maupun birokrat dari kalangan pemerintah. Masyarakat madani di negara-negara Arab (Mesir, Suriah dan Kuwait) berkembang melalui dua faktor utama; pengaruh arus golobalisasi, dan sosial budaya dan sistem politik bangsa Arab yang bersifat diktator dan monarkhi. Baik di Mesir, Suriah dan Kuwait perkembangan masyarakat madani secara drastis berlangsung sejak tahun 80-an, dan dipahami sebagai kerangka demokrasi. Singkatnya, perkembangan masyarakat madani di negara-negara Arab dapat dikategorikan sebagai fase melampaui gelombang pertama menuju gelombang kedua, dimana proporsionalisasi pola masyarakat madani dalam fase ini sedang diupayakan legalitasnya dalam masyarakat Arab dan Timur Tengah. Meskipun ada yang mengklaim, bahwa masyarakat madani dan demokratisasi di Timur Tengah adalah naif. Lagi-lagi kajian inipun tidak menjelaskan bagaimana peran suatu partai politik dalam pergulatan wacana masyarakat madani di Timur Tengah. Untuk kajian tentang partai politik, lagi-lagi sepanjang pengetahuan dan penelusuran penulis, Makrum Kholil48 menulis karya ilmiah disertasi dengan tema Politik Islam Golkar pada Masa Pemerintahan Orde Baru. Penulis disertasi ini melihat dinamika politik Islam pada masa Orde Baru tidak terlepas dari kiprah partai Golongan Karya (Golkar) sebagai partai yang tidak mengusung ideologi Islam. Menariknya, kajian Khalil justru melihat lahirnya beberapa aturan perundang-undangan yang Islami melalui dukungan Golkar sebagai pemilik suara mayoritas dalam legislatif. Kajian ini tidak menjelaskan bagaimana masyarakat madani dalam paradigma politik Golkar. Alaidin Koto49 dalam karyanya Pemikiran Politik Persatuan Tarbiyah Islamiyah 1945-1970. Desertasi ini menjelaskan tentang pemikiran politik Perti yang merupakan kepanjangan dari Persatuan Tarbiyah Islam. Namun tak semua orang mengetahui sejarah, paham keagamaan dan pemikiran politik Perti secara komplit. Perti sejatinya, bukanlah sebuah partai politik secara utuh seperti yang dipahami kebanyakan orang selama ini. Awalnya, hanya sebuah Persatuan Madrasah-Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI). Persatuan lembaga- lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh ulama "kaum Tua" Minangkabau pada waktu itu. Alasan mendasar berdirinya Perti, untuk memperlancar usaha dalam hal mempertahankan dan mengembangkan

48Makrum Kholil, “Politik Islam Golkar pada Masa Pemerintahan Orde Baru,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2008). 49Alaidin Koto, “Pemikiran Politik Persatuan Tarbiyah Islamiyah 1945-1970,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (1996).

16 mazhab Syafi’i dan ahl al-sunnah wal al-jamā’ah di Minangkabau. Sama seperti kajian Kholil, Koto-pun tidak menjelaskan tentang bagaimana paradigma masyarakat madani dalam rancang-bangun Perti. Karya-karya ilmiah di atas, meskipun juga sama-sama mengkaji tentang masyarakat madani dan partai politik, akan tetapi belum ada yang secara spesifik membahas bagaimana konsepsi masyarakat madani yang diusung oleh partai politik, kecuali Azra tentang pembahasan PKS dengan kesimpulan sebagai “religious-based civil society.” Sehingga, apa yang akan penulis kaji, bukan merupakan pengulangan tema atas kajian-kajian tentang masyarakat madani ataupun paradigma masyarakat madani suatu partai politik nasionalis, semisal Gerindra, dengan kesimpulan “nationalis-based civil society.”

E. Metode Penelitian Bagian ini akan menguraikan tentang perangkat-perangkat penelitian mulai dari lokasi dan objek penelitian, tipe dan dasar penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data serta analisa data yang sangat membantu dalam kelangsungan penelitian ini.

1. Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan di kota Jakarta, alasan penulis memilih kota Jakarta sebagai lokasi penelitian karena kota Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Indonesia yang dapat menjadi representasi dari semua provinsi lain yang ada di Indonesia. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah partai Gerindra (DPP Gerindra) yang merupakan basis dari semua cabang Gerindra.

2. Tipe dan Dasar Penelitian Tipe penelitian yang dipergunakan adalah tipe penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan secara rinci mengenai objek penelitian serta menganalisa fenomena-fenomena politik yang menggambarkan proses pembentukan masyarakat madani yang terjadi sedari proses pemilu 2008 yang berkaitan dengan mulai eksisnya partai Gerindra dalam kancah pertarungan politik di Indonesia. Dasar penelitian adalah kualitatif untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai fenomena-fenomena politik yang menggambarkan proses pembentukan masyarakat madani yang terjadi sedari pelaksanaan pemilu 2009 sehubungan dengan eksistensi partai Gerindra dalam kancah politik. Penelitian kualitatif mengacu kepada

17 berbagai cara pengumpulan data yang berbeda, yang meliputi penelitian lapangan, observasi partisipan, dan wawancara mendalam.50

3. Penentuan Informan Penelitian ini adalah mengenai eksistensi Partai Gerindra pada kancah politik di Indonesia di mana fokus penelitiannya ditujukan untuk mengetahui rancang-bangun dari manifesto dan implementasi masyarakat madani yang diupayakannya. Adapun informan pada penelitian ini adalah kader dan pengurus pusat Partai Gerindra yang berkaitan dengan fokus dari penelitian ini. Penentuan informan ini dengan menggunakan metode purposive yaitu suatu penentuan informan berdasarkan tujuan atau pertimbangan tertentu. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini diupayakan sebisa mungkin merupakan pejabat teras pengurus partai Gerindra.

4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Studi Pustaka dan Dokumen Pada studi pustaka, penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian, yaitu membaca sumber-sumber literatur mengenai partai Gerindra, khususnya yang mengenai masyarakat madani melalui jurnal, buku-buku ilmiah, majalah, surat kabar, internet, dan informasi tertulis lainnya. Teknik ini digunakan untuk menunjang data primer atau data utama yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi partai Gerindra. Teknik ini sangat membantu penulis dalam menelusuri pembahasan melalui kajian yang telah ada sehingga dengan mudah penulis mengaitkan antar informasi tersebut. b. Observasi Observasi dilakukan dengan mendatangi kantor Dewan Pimpinan Pusat Gerindra di bilangan Ragunan Jakarta Selatan. Penulis juga mendatangi Fraksi Gerindra yang berada di lantai 17 Gedung wakil rakyat DPR/MPR-RI yang dijaga super-ketat bagi rakyat untuk mengunjungi wakilnya. Selain itu, penulis juga melakukan observasi ke Badan Komunikasi Partai Gerindra, sebagai pusat propaganda

50Bruce a. Chadwick H, Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. (Semarang: IKIP Press, 1983), 234.

18 informasi dan teknologi partai ini. Penulis juga mendatangi Fadli Zon library, yang menjadi kantor bagi pengelolaan Bakom Gerindra. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penulis juga beberapa kali mengikuti secara langsung kegiatan-kegiatan Prabowo, baik ketika kampanye maupun semi kampanye. Dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih akurat, meskipun selalu gagal untuk bisa wawancara, penulis juga telah observasi ke kediaman Prabowo di Desa Bojongkoneng Bukit Hambalang Bogor Jawa Barat maupun ke kantor Tidar Kerinci Jl. Jend Gatot Subroto Kav 71-73 Menara Bidakara Lt 10 Jakarta, yang menurut Permadi, merupakan tempat berkantor dan singgah sehari-hari Prabowo selama berada di Jakarta. c. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam yang dilakukan oleh penulis yaitu melakukan percakapan langsung dengan pengurus dan kader Partai Gerindra dan beberapa pengamat politik dan masyarakat madani. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sebelumnnya telah disusun oleh penulis sebagai acuan dan sifatnya tidak mengikat sehingga banyak pertanyaan baru yang muncul pada saat wawancara terkait dengan eksistensi partai politik Gerindra. Penulis telah melayangkan surat permohonan surat resmi, sms, telepon, dan mengikuti acara Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo secara langsung maupun lewat orang-orang terdekat atau kantornya, namun tidak ada izin dan respon balik untuk wawancara. Adapun dari kalangan internal partai politik Gerindra, penulis telah melakukan wawancara di antaranya dengan: 1) Almarhum Suhardi (2013), selaku Ketua Umum Gerindra. 2) Permadi (2013), selaku Anggota Dewan Penasehat Gerindra. 3) Fadli Zon (2013), selaku Wakil Ketua Umum Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, juga sebagai juru bicara Gerindra. Untuk mendapat informasi yang berimbang, penulis juga melakukan wawancara dengan mantan pendiri dan anggota Gerindra, Fami Fachruddin (2013) dan M. Harris Indra (2014). Sebelumnya, mereka menjabat sebagai Ketua Bidang Pertahanan dan Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi DPP Gerindra. Selain keduanya, penulis telah menghubungi Muchdi Pr. (2014), dan Halida Hatta (2014) selaku mantan pendiri Gerindra. Namun, keduanya tidak bersedia diwawancarai lebih lanjut perihal Gerindra dan menyarankan cukup diwakili oleh pernyataan Fadli Zon saja. Untuk lebih obyektif lagi, penulis melakukan wawancara dengan anggota aktif DPP Gerindra dan

19 para aktivis Badan Komunikasi Gerindra yang bermarkas di Bendungan Hilir-Tanah Abang, Jakarta Pusat, namun karena alasan tertentu, namanya penulis rahasiakan. Dengan pakar politik dan masyarakat madani, penulis telah melakukan wawancara langsung dengan Syukron Kamil. Selain itu lewat media jejaring sosial, penulis telah melakukan tanya jawab secara online dan offline dengan beberapa cendekiawan, mereka di antaranya adalah: 1) Thomas Janoski (2014) 2) Martin van Bruinessen (2014) 3) Jimly Asshiddiqie (2013) 4) Fachry Ali (2014), dan 5) Ahmad Basho (2013).

5. Jenis Data a. Data Primer Data primer dilakukan dengan mengkaji manifesto perjuangan Gerindra yang telah tertuang dalam buku dan Manifesto Perjuangan Gerindra dan Membangun Kembali Indonesia Raya: Haluan Baru Menuju Kemakmuran. Selain itu, data primer juga didapatkan dari berbagai dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Gerindra, baik berupa audio, visual ataupun audio-visual. Untuk memperkuat, penulis juga dukung data melalui teknik wawancara. Data yang diperoleh langsung dari informan melalui wawancara secara terbuka sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Penulis melakukan wawancara dengan Informan dengan menggunakan pedoman wawancara. Informan yang dipilih adalah orang yang dianggap representatif untuk mewakili partai Gerindra. b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, yaitu melalui kajian buku-buku, jurnal, dan literatur yang relevan dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini penulis memakai buku-buku dan jurnal tentang partai politik khususnya berkaitan dengan pemilihan umum. Penulis juga menggunakan situs-situs internet untuk memperoleh data yang berhubungan dengan objek penelitian. Data ini berfungsi sebagai pelengkap dari data primer di atas.

20

6. Teknik Analisis Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif. Karena objek kajiannya adalah partai politik yang selalu mengalami perubahan (dinamis), yang sulit diukur dengan menggunakan angka-angka maka penelitian ini membutuhkan analisa yang lebih mendalam dari sekedar penelitian kuantitatif yang sangat bergantung pada kuantifikasi data. Penelitian ini mencoba memahami pemikiran dan upaya yang dilakukan partai Gerindra untuk membangun masyarakat yang madani. Analisa ini bertujuan agar temuan-temuan dari kasus-kasus yang terjadi dapat dikaji lebih mendalam dan fenomena yang ada dapat digambarkan secara terperinci, sehingga apa yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini nantinya bisa terjawab dengan maksimal.

F. Landasan Teori Landasan teori penelitian ini menggunakan teori civil society dari Thomas Janoski (1998).51 Ia berparadigma bahwa civil society dapat dipahami dari diskursus di antara empat ruang, yaitu: privat, publik, negara, dan pasar. Di keempat ruang tersebut proses demokratisasi secara harmonis dan sinergis diperjuangkan. Sehubungan dengan partai politik, ketika diwawancarai oleh penulis, Thomas Janoski berpendapat:

Political parties are part of the public sphere when they are contending for office, making proposals about the future of society, and organizing a following. However, when they become part of the government, they are not a part of the public sphere, especially the president or prime minister.52

51Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society, 12; lihat juga Andi Faisal Bakti, “Women in the West and in Indonesia: How Can Islam Contribute to Social Development?” Journal Pemikiran Islam, Vol. 1 No. 1, September, Ternate, Indonesia, (2010), 2-20; Andi Faisal Bakti, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity caharactersitics is necessary for Horizontal Conflict resolution In Indonesia,” Identity, Culture, and Politics Vol. 9, No. 1 (July 2008); Andi Faisal Bakti, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy,” Asian Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3 (November, 2005); Andi Faisal Bakti, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: An Engagement in Civil Society,” Archipel, Paris, 68 (December, 2004); Andi Faisal Bakti, “Paramadina,” Bulletin of the International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden/Amsterdam June (2004). 52Wawancara penulis via academia.edu dengan Thomas Janoski pada tanggal 25 September 2014.

21

Menurut Janoski, suatu organisasi semisal partai politik, menjadi bagian dari ruang publik (civil society) ketika mereka memperjuangkan kepentingan publik, membuat rancangan tentang masa depan masyarakat, dan mengorganisasi pengikutnya. Namun, ketika mereka telah menjadi bagian dari suatu kekuasaan (pemerintahan), mereka bukan lagi menjadi bagian dari organisasi dalam ruang publik, terutama ketika menjadi presiden atau perdana menteri. Dalam skema, pendapat Janoski adalah berikut ini: Gambar.1.1. Empat Ranah Masyarakat Madani Thomas Janoski

Sumber: Thomas Janoski (1998).

Dari gambaran di atas, maka suatu partai politik bisa menjadi bagian dari masyarakat madani, jika ia berada di luar dan bukan menjadi bagian dari suatu pemerintahan yang sedang berkuasa. Dalam hal ini proses demokratisasi menjadi tujuan semua unsur-unsur organisasi masyarakat madani, termasuk partai politik. Namun, suatu

22 organisasi partai politik bukan menjadi bagian dari masyarakat madani jika ia menjadi bagian dari suatu pemerintahan yang sedang berkuasa.

G. Sistematika Pembahasan Dalam bab pertama, penulis mengemukakan latar belakang perdebatan akademik tentang bisa atau tidaknya suatu partai politik dalam mewujudkan masyarakat madani. Pembahasan dilanjutkan dengan munculnya partai politik baru Gerindra yang mampu bersaing dan mendapat kepercayaan rakyat dalam pemilu yang dilaksanakan pada tahun 2009. Fenomena keberhasilan partai Gerindra dan Partai Demokrat yang kedua-duanya dipimpin oleh mantan seorang militer mematahkan paradigma politik yang menyatakan bahwa demokrasi sebagai basis bangunan masyarakat madani tidak akan bisa bersanding dengan militer apalagi dengan suatu partai politik. Oleh karenanya, fenomena tersebut begitu menarik bagi penulis untuk menemukan bagaimana masyarakat madani dari manifesto perjuangan partai politik Gerindra. Kemudian pembahasan diidentifikasikan dan dirumuskan dan ditujukan hanya pada bagaimana manifesto dan implementasi tentang masyarakat madani yang dibangun oleh partai Gerindra. Kemudian penulis juga menyajikan kajian-kajian pustaka terdahulu yang membahas seputar tema masyarakat madani dan partai politik dengan tujuan agar tidak terjadi pengulangan tema dan menjadi ciri khas tersendiri dari penelitian ini. Sebagai landasan teori, penulis mengacu pada pendapat Thomas Janoski dalam menganalisa manifesto Gerindra. Sebagai pisau analisa dalam penelitian ini, penulis juga paparkan metode penelitian yang dipakai dalam meneliti topik bahasan ini. Dalam bab kedua, penulis lebih dalam menjelaskan perdebatan akademik seputar diskursus masyarakat madani dengan partai politik. Konsepsi masyarakat madani vis a vis negara menyatakan bahwa lembaga politik bukan merupakan bagian dan tidak akan mampu membangun masyarakat madani. Paradigma masyarakat madani sebagai mitra negara mengkritisi pandangan pertama. Menurut mereka, apapun bentuk dari suatu perkumpulan masyarakat, tak terkecuali partai politik, bisa bekerja sama dengan Negara untuk membentuk suatu masyarakat yang berperadaban. Pembahasan dipertajam dengan mengetengahkan bagaimana tentang konsep partai politik. Apa saja dimensi persamaan dan perbedaan, kelebihan dan kekurangan, antara paradigma masyarakat madani dan partai politik. Selanjutnya, bagaimana masyarakat madani dan partai politik dalam bingkai

23

Pancasila. Dengan demikian, diharapkan pembahasan penelitian ini akan semakin jelas. Bab ketiga merupakan bab pembuka kajian inti bersama dengan dua bab berikutnya. Tema penelitian disertasi ini dalam subjudul perjuangan genealogi sejarah dan konsepsi ruang privat-fungsional partai Gerindra. Bab ini untuk bertujuan untuk mengetahui bagaimana perjuangan individu-individu yang tergabung dalam partai politik gerindra dalam membangun masyarakat madani. Pembahasannya meliputi sejarah perjalanan pelopor Gerindra, Prabowo Subianto. Kemudian, bagaimana keluarga Prabowo subianto dalam kancah politik dan sosial. Dalam hal ini pembahasan difokuskan pada Hashim Djojohadikusumo, seorang pengusaha yang juga adik kandung Prabowo. Selain itu, dipaparkan bagaimana kiprah Fadli Zon sebagai wakil dari aktivis pergerakan masyarakat madani. pembahasan ditutup dengan mengetengahkan kiprah Suhardi sebagai representatif dari kalangan intelektual. Kajian akan ditutup dengan meringkaskan isi manifesto perjuangan partai Gerindra. Bab keempat, Bab inti kedua mencoba menjawab pertanyaan, bagaimanakah konsepsi masyarakat madani terwujudkan dalam ranah publik dan negara oleh parpol Gerindra? Lebih jauh, apa upaya parpol Gerindra dalam membangun masyarakat madani dalam ranah publik? Bagaimana pula hal tersebut teraplikasikan dalam ranah negara?. Bab kelima, penulis paparkan manifesto masyarakat madani Gerindra dalam ranah pasar atau ekonomi. Bab ini menjelaskan bagaimana upaya Gerindra dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Bab keenam merupakan penutup, penulis akan kemukakan kesimpulan tentang temuan penulis terhadap kosepsi manifesto masyarakat madani partai Gerindra sedari tahun 2008 sampai dengan tahun 2014. Paparan hasil penelitian penulis akhiri dengan implikasi lanjutan atas penelitian ini.

24

BAB II DISKURSUS CIVIL SOCIETY, MASYARAKAT MADANI, DAN PARTAI POLITIK

Masyarakat madani dan partai politik merupakan wadah dari bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis. Di samping keduanya, bentuk ekspresi lainnya terjelma juga dalam wujud kebebasan pers, kebebasan berkumpul, ataupun kebebasan berserikat melalui organisasi-organisasi lain, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi-organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi non pemerintah (NGO’s), dan lain sebagainya. 1 Namun, dalam perkembangannya, semua bentuk ekspresi tersebut, kecuali partai politik, digolongkan dalam masyarakat madani (civil society). Sedangkan partai politik bukan merupakan bagian dari masyarakat madani, karena ia merupakan bagian dari masyarakat politik (political society). 2 Kalau masyarakat madani diyakini sebagai agen-agen perubahan menuju kehidupan yang sejahtera dan berperadaban, tidak demikian halnya dengan partai politik. Partai politik dianggap tidak lebih daripada kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau berniat memuaskan keinginan kekuasaannya sendiri. Partai politik hanyalah berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah

1 Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> pada 15 Desember 2013, diakses tanggal 23 Januari 2014; L. David Brown dan Archana Kalegaonkar, ”Addressing Civil Society’s Challenges: Support Organizations as Emerging Institutions,” Institute for Development Report (IDR) Reports, Volume 15, Number 2, (1999), 1-2; Carlo Ruzza, “The International Protection Regime for Minorities, the Aftermath of the 2008 Financial Crisis and the EU: New Challenges for Non-State Actors,” International Journal on Minority and Group Rights 18 (2011), 219–220; Marvin B. Becker, “an Essay on the Vicissitudes of Civil Society with Special Reference to Scotland in the Eighteenth Century,” Indiana Law Journal, Volume 72, Issue 2 Article 8 (1997), 462; Carmen Malena dan Volkhart Finn Heinrich, “Can We Measure Civil Society? a Proposed Methodology for International Comparative Research,” Development in Practice, Volume 17, Number 3, June (2007), 339; Civicus, “State of Civil Society 2013: Creating an Enabling Environment,” Civicus: World Alliance for Citizen Participation (2013), 10. 2 Carmen Malena dan Volkhart Finn Heinrich, “Can We Measure Civil Society?....,” 340; Civicus, “State of Civil Society 2013....,” 10.

25 dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu ketimbang menyejahterakan rakyat semesta. Pertanyaan yang muncul atas penjelasan di atas, bagaimanakah sebenarnya watak dasar civil society, masyarakat madani dan partai politik? Mengapa meskipun sama-sama ‘anak kandung’ demokrasi, namun dikonsepsikan bertentangan, bahkan bermusuhan? Atau apakah malah justru mereka sebenarnya saling bekerja-sama mewujudkan harmoni menuju mengabdi pada ‘ibu’ demokratisasi? Menjawab pertanyaan tersebut, penulis bersandar pada pendekatan Thomas Janoski (1998) 3 dan juga sosiologi-politik yang dikembangkan oleh Lipset dan Rokkan (1987). 4 Mereka berpendapat bahwa munculnya organisasi masyarakat dengan beragam bentuknya mendahului munculnya partai politik dan sistem kepartaian. Dengan demikian, kajian tentang masyarakat madani mendahului kajian tentang partai politik.

A. Paradigma Politik Civil Society Dalam tradisi ilmu politik sampai era tahun 80an, menurut Jamhari, konsep civil society merupakan kata ‘misterius’ dan bukan merupakan suatu konsep yang penting. Wacana politik Barat mengenal civil society tak lebih hanya sebagai catatan-catatan kaki (footnote), bukan merupakan bagian inti dari diskusi tentang ilmu politik. Baru pada penghujung akhir tahun 1980an dan awal tahun 1990an, wacana tersebut menjadi marak dalam belantika dunia politik hingga dipenghujung tahun 2014 ini. 5 Seiring dengan makin populernya wacana tersebut, paradigma tentang civil society-pun semakin berkembang dan semakin kompleks. Dalam paradigma sosiologi, civil society dibatasi hanya berkenaan dengan ruang dan masalah publik,

3Lihat Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society: A Framework of Rights and Obligations in Liberal, Traditional, and Social Democratic Regimes (Cambridge: Cambridge University Press, 1998). 4Seymour M. Lipset dan Stein Rokkan, Cleavage Structures, Party System, and Voter Alignments (New York: Free Press, 1987). Lihat juga Jacob Beilasiak, “Substance and Process in the Development of Party Systems in East Central Europe,” Communist and Post-Communist Studies, 30, No. 1 (1997), 23-44; Herbert Kitschelt, dkk., “Citizen, Politicans, and Party Certilization: Political Representation, and State-Failure in Post-Industrial Democracies,” Europe Journal of Political Research Vol. 37 (2000), 149; Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi (Jakarta: Gramedia, 2009), 23. 5 Jamhari, “Book Review, Civil Society di Masyarakat Muslim: Pengalaman Indonesia,” Studia Islamika, Vol. 7, No. 2, (2000), 167-168.

26 yang berada di luar ruang masalah privat dan negara dan wataknya-pun harus vis a vis dengan kedua ruang tersebut. Paradigma antropologi berbeda lagi, civil society tidak saja berkenaan dengan ruang publik, namun ia juga meliputi masalah privat, ekonomi, dan juga negara. Wataknya tidak harus berseberangan dengan atau beroposisi dengan negara, akan tetapi bisa juga saling bermitra antar domain-domain tersebut dalam membangun suatu pemerintahan yang demokratis secara bersama-sama. Lalu, bagaimanakah sejarahnya kedua paradigma tersebut? Pembahasan di bawah ini akan menjelaskan kedua paradigma civil society tersebut. Namun, sebelum menjelaskan lebih lanjut dua paradigma tentang civil society, dinamika pemaknaan tentangnya akan dikemukakan terlebih dahulu. Hal ini menjadi penting untuk memudahkan pemahaman terhadap dua paradigma yang berkembang tentangnya. Sejarah politik Eropa sebelum abad ke-18 mencatat terdapat berbagai macam istilah yang berpadanan dengan civil society. Menurut World Health Organization (WHO), kata civil society berakar pada kata 'civics', yang berasal dari kata Latin 'civis', yang berarti warga negara. Peradaban ketatabahasaan Romawi dan Yunani mengenalnya dengan kalimat political society, masyarakat politik. Selain itu, tradisi politik Yunani juga mengenal istilah “politike koinona” yang dipopulerkan oleh Aristoteles (384 SM–322 SM).6 Turunannya, dalam bahasa Latin disebut ‘societas civilis,’ yang mula-mula dipakai oleh Cicero (106 SM-43 SM), seorang orator, politisi, dan filosof Roma. Kebudayaan Prancis mengistilahkannya dengan societe civile, dan burgerliche Gesellchaft dalam bahasa Jerman. Bahkan di Nusantara-pun, menurut Antropolog Indonesia Bambang Pranowo, embrio dari masyarakat madani telah ada dengan istilah manunggaling kawula ing gusti.7 Britannica Online Encyclopedia mendefinisikan civil society dengan, “dense network of groups, communities, networks, and ties that stand between the individual and the modern state,” suatu jaringan yang erat antar kelompok, komunitas, jejaring, dan hubungan yang berdiri antara individu dan negara modern.”8 Cohen dan Arato lebih

6WHO, “Understanding Civil Society: Issues for WHO,” Discussion Paper Civil Society Initiative: External Relations and Governing Bodies, No. 2, CSI/2002/DP2, February (2002), 4. 7Lihat detail tentang pembahasan manunggaling kawulo gusti versi politik dalam Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2009). 8 http://global.britannica.com/EBchecked/topic/1916880/civil-society, diakses tanggal 10 Januari (2013).

27 rinci mendefinisikannya sebagai suatu kondisi kehidupan masyarakat modern yang berlandaskan di atas prinsip-prinsip egaliterianisme dan inklusivisme universal. Ia merupakan sebuah bentuk pengalaman dalam mengartikulasikan kepentingan politik dan dalam pengambilan keputusan kolektif. Hal tersebut sangat penting dalam pembentukan dan pengembangan demokrasi, “modern civil-society is based on egalitarian principles and universal inclution, experience in articulating the political will and in collective decision making is crucial to the reproduction of democracy.“ 9 Lembaga aliansi internasional untuk partisipasi masyarakat sipil, Civicus, mewakili mayoritas pakar dalam bidang ini lebih spesifik mendefinisikan masyarakat madani sebagai, “the arena, outside of the family, the state, and the market, which is created by individual and collective actions, organisations and institutions to advance shared interests,”10 arena di luar keluarga, negara, dan pasar yang dibuat oleh aksi individu dan kolektif, berbagai organisasi atau institusi untuk menyalurkan kepentingannya. Definisi terakhir inilah yang menghadapkan masyarakat madani merupakan oposisi dari negara, bahkan harus berhadap-hadapan dengan negara.

1. Civil Society vis a vis Negara Secara konseptual, gagasan civil society, terutama setelah pertengahan abad 18, biasanya diletakkan pada posisi yang saling berhadapan dengan negara. Mengutip Sir Azra, Andi Faisal Bakti, dan beberapa pemikir yang menempatkan masyarakat madani secara berhadapan dengan negara adalah Adam Ferguson (1723 – 1816), Hegel (1770-1831), dan Marx (1818 –1883) dan Engels (1820 – 1895), dan sebagainya. 11 Pandangan ini berprinsip bahwa suatu gerakan-

9 Jean L. Kohen, and Andrew Arato, Civil Society and Political Theory (Cambridge: The MIT Press, 1992), 19. 10 Carmen Malena dan Volkhart Finn Heinrich, “Can we measure civil society?....,” 340; Civicus, “State of Civil Society 2013....,” 10; Marvin B. Becker, “An Essay on the Vicissitudes of Civil Society with Special Reference to Scotland in the Eighteenth Century,” 47; Byaruhanga Julius, “Civil Society Contributions in EU’s Democratic Governance,” Makalah Konfrensi Internasional Democratic Governance and Civil Society, University of Osnabrueck, Germany (2013), 3-4. 11 Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond,” dalam David C. Shack dan Wayne Hudson, Civil Society In Asia (Law, Ethic and Governance) (Hampshire, Inggris dan Burlington, USA: Ashgate Publishing Company, 2003), 75; Andi Faisal Bakti, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: an Engagement in

28 gerakan prodemokrasi hampir diidentikkan dengan oposisi terhadap pemerintah. Dengan mengutip pendapat Guiseppe Di Palma, bahkan Azra menegaskan bahwa paradigma ini berkeyakinan suatu gerakan baru dapat disebut prodemokrasi apabila selalu berseberangan secara jelas dengan rezim penguasa yang mapan. Masyarakat sipil adalah musuh utama otokrasi, kediktatoran, dan bentuk-bentuk lain kekuasaan yang sewenang-wenang.12 Secara historis, pada tahun 1767 wacana dan terma berdemokrasi civil society secara utuh dipopulerkan oleh Adam Ferguson (1723- 1816). Karya Adam Ferguson “An Essay on the History of Civil Society,” 13 merupakan satu titik asal penggunaan ungkapan civil society. Ferguson menekankan civil society pada sebuah tata susila (civility) sebagai konsekuensi dari sebuah peradaban. Pemahamannya ini digunakan sebagai istilah politik untuk menggambarkan sebuah pemerintahan yang membedakan dari despotisme oriental (oriental despotism). Dalam konotasi ekonomi, civil society dilawankan dengan masyarakat Barbar yang tidak mengakui hak milik.14 Perubahan sosial akibat revolusi industri ketika itu memunculkan kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu. Meskipun civil society dikonsepsikan berada di luar negara, Ferguson menghendaki publik memiliki spirit juang bersama untuk menghalangi dan mengawasi munculnya kembali pemerintahan yang despotisme. Karena dalam kerangka civil society solidaritas sosial antar warga negara dan aparatus negara secara alamiah tumbuh dengan disirami oleh sentimen moral dan sikap saling mengawasi serta saling mengimbangi (checks and balances). Kemudian pada tahun 1792, muncul pula pendapat Thomas Paine (1737-1803). 15 Dalam paradigmanya, civil society dikonsepsikan

Civil Society,”, 317-318; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi (Ciputat: Churia Press, 2012), 4-6. 12 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 6; lihat juga Guiseppe Di Palma, “Legitimation from the Top to Civil Society,” World Politics, 44, Oktober (1991): 49. 13Secara detail karya Adam Ferguson di atas bisa dibaca secara online pada http://www.constitution.org/af/civil.htm, diakses tanggal 10 Januari 2014. 14M. Dawam Raharjo, “Masyarakat Madani Di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” 26. 15Lihat kumpulan Tulisan Thomas Paine yang telah dikumpulkan dan diedit oleh Philip S. Foner (ed.), the Complete Writings of Thomas Paine: with a Biographical Essay, and Notes and Introductions Presenting the Historical Background of Paine's Writings (New York: The Citadel Press, 1945), 136.

29 sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi berada berseberangan secara diametral dengan negara. Bahkan, dianggapnya sebagai antitesa dari negara. Dengan demikian, maka peranan negara dalam menjalankan roda pemerintahan harus dibatasi sampai sekecil- kecilnya. dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan umum. Dengan demikian, maka masyarakat madani menurut Paine ini adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan. Paine mengidealkan terciptanya suatu ruang gerak yang menjadi domain masyarakat, dimana interpensi negara di dalamnya merupakan aktivitas yang tidak sah dan tidak dibenarkan. Oleh karenanya, maka masyarakat madani harus lebih kuat dan mampu mengontrol negara demi kebutuhannya.16 Paradigma civil society Ferguson dan Paine mulai memberi tekanan lain terhadap makna civil society dengan negara. Civil society dan negara dipahami sebagai dua buah entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial dan perubahan-perubahan struktur politik sebagai akibat pencerahan (enlightment/aufklarung) dan revolusi industri. Keduanya diposisikan dalam posisi yang diametral. Masyarakat sipil bahkan dinilai sebagai anti tesis terhadap negara, ia harus lebih kuat untuk mengontrol negara demi kepentingannya.17 Pemahaman Ferguson dan Paine dipertegas oleh Filosof Jerman Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Menurutnya civil society tidak dapat dibiarkan tanpa terkontrol. Ia justru memerlukan berbagai macam aturan dan pembatasan melalui kontrol hukum, administrasi dan politik.18 Lebih lanjut, Hegel membedakan masyarakat politik (political society/the state) dan masyarakat sipil (civil society). Hegel19 acapkali disinyalir sebagai orang pertama kali yang secara tegas membedakan konsep ‘negara’ dan civil society.20 Konsekuensinya, negara bukan lagi menjadi rekan malah lawan secara diametral vis a vis dengan

16 Gregory Claeys, Thomas Paine, Social and political thought (Wellington: Unwin Hyman, tth), 1-2. 17Philip S. Foner (ed.), the Complete Writings of Thomas Paine, 136. 18David Peddle, “Hegel's Political Ideal: Civil Society, History and Sittlichkeit,” Animus 5 (2000): 117-121. 19A.S. Sassoon, “Civil Society,” dalam T. Bottmore, dkk. (ed.) A Dictionary of Marxist Thought (Cambridge: Harvard University Press, 1983), 126-128. 20Chris Hann, “Political Society and Civil Anthropology,” dalam Chris Hann dan Elizabeth Dunn, Civil Society: Challenging Western Models (London dan New york: Routledge, 1996), 4.

30 masyarakat. Dalam paradigma politik Hegel, civil society berbeda dengan negara. Konsep yang disebut pertama, merupakan suatu wilayah, ruang, atau ranah (sphere) perantara di antara wilayah keluarga dan wilayah negara. Menurutnya, kali pertama sejarahnya, civil society terbentuk dari upaya kaum kapital borjuis yang banyak tercipta di Eropa abad ke-17 M yang berupaya melepaskan diri dari tradisi kungkungan kekuasaan negara maupun keluarga feodal. Pengejawantahan dari upaya tersebut menciptakan tatanan sosial baru yang dicirikan oleh berbagai persaingan di sektor ekonomi. Kompetisi ekonomi ini terlihat dalam bentuk kerja, produksi, pertukaran jasa dan barang, serta perolehan harta. Ranah sosial yang independen dari negara demikian inilah yang oleh Hegel disebut civil society atau burgerliche Gesellchaft. Hegel lebih lanjut menjelaskan bahwa karena eksistensi civil society terbentuk dari arena persaingan ekonomi, yang inhern didalam dirinya mengandung potensi perpecahan, mau tak mau ia butuh campur-tangan negara. Negara dalam wujudnya sebagai kekuasaan politik yang mengurus kepentingan umum, harus mengontrol civil society agar tidak mengalami disintegrasi.21 Hegel mengatakan bahwa struktur sosial terbagi atas 3 (tiga) entitas, yakni keluarga, civil society, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Civil society merupakan ranah bagi berlangsungnya percaturan berbagai kepentingan individu dan kelompok-kelompok masyarakat, terutama dalam dimensi ekonomi. Sementara negara merupakan representasi ide universal yang bertugas melindungi kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap civil society. Oleh karenanya, maka intervensi negara terhadap wilayah masyarakat bukanlah tindakan illegitimate, karena negara sekali lagi merupakan pemilik ide universal dan hanya pada tataran negara politik bisa berlangsung murni serta utuh. Selain itu, masyarakat madani pada kenyataannya tidak mampu mengatasi kelemahannya sendiri serta tidak mampu mempertahankan keberadaannya bila tanpa keteraturan politik dan ketertundukan pada intuisi yang lebih tinggi, yakni negara.22

21David Peddle, “Hegel's Political Ideal: Civil Society, History and Sittlichkeit,” 119; Bachtiar Alam, “Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,” Jurnal Antropologi Indonesia, vol. XXIII, no. 60, (1999), 195. 22David Peddle, “Hegel's Political Ideal: Civil Society, History and Sittlichkeit,” 120; Bachtiar Alam, “Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,” 196.

31

Karl Marx melanjutkan dialektika pemikiran Hegel tentang civil society dalam mengembangkan teorinya tentang masyarakat borjuasi kapitalis. Senada dengan ekonom Adam Smith, Marx mengidentifikasi civil society berhubungan dengan dimensi ekonomi, terutama pasar (market).23 Sebagaimana pandangan filsafatnya, dia juga melihat civil society dari perspektif determinisme ekonomi bahwa modus produksi kehidupan material-lah yang menjadi basis kehidupan sosial dan politik manusia pada umumnya. Civil society juga dilihat sebagai bentukan sosial (social formation) masyarakat borjuis tempat negara menjadi alat dari kepentingan-kepentingan kelas para kapitalis. Civil society sebagai tempat para anggotanya dengan bebas dapat mengejar keuntungan ekonomi, dikritik oleh Marx sebagai suatu ‘kamuflase’ dari monopoli sarana produksi oleh kaum borjuis yang mengeksploitasi kaum proletar. Dengan demikian, civil society bagi Marx hanyalah merupakan fase transisi yang masih tetap mengandung kontradiksi-kontradiksi hubungan ekonomi masyarakat kapitalis, yang pada akhirnya pasti akan hancur dari dalam karena terjadi tranformasi total menuju masyarakat sosialis.24 Melihat paradigma idealis Hegel ataupun materialis Marx di atas, menempatkan civil society sebagai suatu ranah sosial yang berhadap- hadapan atau beroposisi dengan negara, dan sangat menonjolkan peran civil society sebagai ajang persaingan kepentingan ekonomi kelas kapitalis.25 Adapun menurut Alexis de Tocqueville (1805-1859), civil society menekankan penguatan organisasi-organisasi independen dalam masyarakat dan pencangkokan budaya sivik (civic culture) untuk membangun jiwa demokrasi. 26 Menurut Dawam Rahardjo, pada pokoknya ada empat jenis organisasi yang disebut civil society oleh de Tocqueville, yakni organisasi keagamaan yang berpusat di gereja, organisasi masyarakat yang bersifat lokal dalam lingkungan

23Chris Hann, “Political Society and Civil Anthropology,” 4. 24 Antony Giddens, Capitalism and Modern Social Theory: an Analysis of Writings of Marx, Durkheim, and Max Weber, (London: Cambridge University Press, 1971), 55. 25Chris Hann, “Political Society and Civil Anthropology,” 4. 26 Muhammad AS. Hikam, “Wacana Intelektual Tentang Civil Society di Indonesia,” 40.

32 bertetangga, perkumpulan atau kelompok-kelompok persaudaraan dan organisasi yang bersangkutan dengan kewarganegaraan.27 Masih menurut Dawam, bagi Tocqueville, organisasi-organisasi yang disebutnya sebagai organisasi sukarela (volunteer organization) yang berdiri atau dibentuk di atas asas suka sama suka di antara anggota-anggota masyarakat itu penting artinya, karena hal itu merupakan sumber demokrasi. Lewat asosiasi itulah rakyat melakukan partisipasi politik. Organisasi seperti itu menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah, melakukan mobilitas sumber daya dan menjalankan berbagai kegiatan dari dan untuk masyarakat yang dalam masyarakat-masyarakat lain mungkin dijalankan oleh pemerintah atau negara. Dengan perkataan lain, mereka melakukan pelayanan terhadap masyarakat secara swadaya. Tocqueville sebenarnya juga menyebut kedudukannya sebagai "lembaga antara" yang menghubungkan warga negara dengan pemerintah. Sekalipun hal itu penting artinya, namun yang menyebabkan lembaga ini berdiri atas dasar haknya sendiri adalah bahwa lembaga-lembaga ini mengekspresikan nilai-nilai bangsa (nation's values). Dalam mengekspresikan nilai-nilai itu, lembaga- lembaga ini memeliharanya baik-baik dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat sendiri untuk mengujinya kembali, membentuknya lagi dan menerapkannya. Ia mengakui bahwa organisasi masyarakat memiliki sumbangan penting terhadap kesehatan budaya suatu bangsa.28 Pendapat Tocqueville ini kemudian diperkuat oleh Hannah Arendt (1975) dan Jurgen Habermas (1929) dengan konsep ”a free public sphere,” sebuah wilayah di mana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Penciptaan ruang publik, bagi Arendt merupakan prasyarat terciptanya civil society dan demokratisasi. Hal senada diungkapkan Ernest Gellner (1925-

27Alexis de Tocqueville, Democracy in America, jilid 1 dan 2 (terj.) Henry Reeve (Pennsylvania: the Pennsylvania State University, Electronic Classics Series, 2002), 270-272. Dawam Rahardjo, “Tiga Dasar Teori tentang LSM,” dalam Opini Harian Umum Republika, 9 November (1994); secara online tulisan ini dapat dibaca pada http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1994/11/10/0015.html, diakses tanggal 20 Januari 2014. 28Alexis de Tocqueville, Democracy in America, jilid 1 dan 2 (terj.) Henry Reeve (Pennsylvania: the Pennsylvania State University, Electronic Classics Series, 2002), 270-272. Dawam Rahardjo, “Tiga Dasar Teori tentang LSM,” dalam Opini Harian Umum Republika, 9 November (1994); secara online tulisan ini dapat dibaca pada http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1994/11/10/0015.html, diakses tanggal 20 Januari 2014.

33

1995) yang memandang perlunya ruang dan kebebasan publik. Menurutnya civil society adalah seperangkat institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk mengimbangi negara dan mencegah timbulnya tirani kekuasaan.29 Pemikir sosial dari Itali Antonio Gramsci (1891-1937) menganalisis civil society dengan menggunakan konsep hegemoni kultural mengritik determinisme ekonomi Marx.30 Hegemoni kultural tersebut diproduksi oleh kalangan gereja, media massa, dan lembaga pendidikan.31 Menurut Gramsci, suatu kelas sosial mempertahankan dominasinya bukan sekedar dengan menguasai modus produksi, melainkan dengan mengembangkan ‘hegemoni’, yaitu suatu tatanan ide dan moral yang dapat menarik ‘kesepakatan aktif’ (active consent) dari kelas-kelas sosial yang didominasinya. Dengan kata lain, konsep hegemoni ini menolak adanya manifestasi langsung kepentingan-kepentingan ekonomi kelas penguasa di dalam kehidupan politik maupun kebudayaan masyarakat bersangkutan. Tak pelak lagi, revisi demikian mempunyai implikasi yang sangat jauh bagi pengkajian ideologi dan kebudayaan, karena konsep hegemoni praktis membebaskan konsep civil society dari perspektif determinisme ekonomi. Dengan demikian, konsep hegemoni juga memberi arti ‘positif’ bagi konsep civil society. Menurut Gramsci, ajang pembentukan hegemoni justru terletak di wilayah civil society dan bukan di wilayah negara.32 Gramsci berpendapat bahwa untuk mempertahankan kekuasaannya, kelas sosial yang dominan mau tidak mau harus bernegosiasi dan membuat kompromi-kompromi dengan kelompok-kelompok sosial lainnya di dalam arena civil society. Karena itu, di dalam pemikiran Gramsci, di antara negara dan civil society senantiasa terdapat suatu

29 Ahmad Fathan Aniq, “Menimbang Civil Society dan Masyarakat Madani; Antara Mitos dan Realitas,” Majalah Afkar PCI NU-Mesir, Edisi XLVI Bulan Juni (2008), 23. 30 Lihat Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks of Antonio Gramsci (terj.) Quentin Hoare dan Geoffrey Nowell Smith (London: ElecBook, 1999); N. Bobbio, “Gramsci and the Concept of Civil Society,” dalam J. Keane (ed.) Civil Society and the State (London: Verso, 1988), 73–79; A.S. Sassoon, “Civil Society,” dalam T. Bottmore, dkk. (ed.) A Dictionary of Marxist Thought, Cambridge: Harvard University Press, 1983). 31M. Dawam Raharjo, “Masyarakat Madani Di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” 26. 32Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks of Antonio Gramsci, 222; Bachtiar Alam, “Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,” 195-196.

34 hubungan timbal-balik. Kelas sosial yang dominan melalui negara mencoba mengooptasi kelompok-kelompok lain dalam civil society. Sebaliknya, kelompok-kelompok sosial tersebut pun mencoba memaksa negara untuk berkompromi dan menerima tuntutan- tuntutannya. Sementara Antonio Gramsci tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis material, maka Gramsci meletakkan pada superstruktur, berdampingan dengan negara yang ia sebut sebagai political society. Masyarakat madani merupakan aparat hegemoni mengembangkan hegemoni untuk membentuk konsensus dalam masyarakat. Pemahaman Gramsci memberikan tekanan pada kekuatan cendekiawan yang merupakan aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik. Gramsci dengan demikian melihat adanya sifat kemandirian dan politis pada masyarakat madani, sekalipun pada instansi terakhir ia juga amat dipengaruhi oleh basis material (ekonomi).33 Di Indonesia, ahli ilmu politik Muhammad Hikam melihat civil society secara eklektif sebagai wilayah kehidupan sosial yang menjamin berlangsungnya tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi, serta mengandung transaksi komunikasi yang bebas oleh warga masyarakat.34 Dari tinjauan beberapa pemikiran tentang civil society oleh para ahli ilmu sosial abad ini, jelas terlihat seutas benang merah yang menghubungkan pebedaan-perbedaan mereka, yaitu: bahwa civil society mempunyai kemandirian terhadap negara, tetapi di antara keduanya terdapat hubungan timbal balik, dan bahwa civil society merupakan arena sosial yang mengandung kepentingan-kepentingan berbeda, namun memungkinkan terjadinya negosiasi terus-menerus secara bebas.

33 Lihat Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks of Antonio Gramsci, 264-265; Tent Brown, “Gramsci and Hegemony,” Links International Journal of Socialist Renewal, http://links.org.au/node/1260, diakses tanggal 24 Februari 2013; Bachtiar Alam, “Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,” 196. 34Muhammad AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society (Jakarta: LP3ES, 1990), 3.

35

2. Civil Society sebagai Mitra Negara Konsepsi masyarakat madani Yunani dari Aristoteles tentang polis (kota) biasanya dijadikan embrio pertama pembentukan civil society.35 Intinya, menurut Keane (1988)36 terma itu bermakna warga negara ikut terlibat aktif dalam kehidupan politik negara dengan berpartisipasi dalam membentuk lembaga negara dan kebijakan-kebijakannya. Pada masa itu, seorang anggota civil society atau masyarakat kota, dengan sendirinya juga berarti warga dari negara (citizen) setempat. Civil society sebagai ‘anak kandung’ demokrasi37 sampai dengan abad ke-18, disamakan dengan negara (the state), yakni sekelompok masyarakat yang mendominasi seluruh kelompok lain. Konsepsi societies civilies Cicero merupakan sebuah komunitas warga yang mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep negara kota (city-state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Paradigma civil society vis a vis negara, dikritik oleh EE. Schattscheider (1942),38 John Keane (1988), dan AR. Norton (1995) Menurut paradigma ini berargumentasi bahwa civil society tidak harus berhadapan vis a vis dengan negara, bahkan ia seharusnya bisa bekerja sama dengan negara. Bentuk apapun dari suatu perkumpulan masyarakat, bisa bekerja sama dengan Negara untuk membentuk suatu good governance (pemerintahan yang baik).39

35 International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, entri pembahasan “Civil Society/Public Sphere: History of the Concept,” Elsevier Science Ltd, (2001), 1897. 36J. Keane, “Despotism and Democracy: The Origins and Development of the Distinction between Civil Society and the State 1750-1850,” dalam J. Keane (ed.) Civil Society and the State (London: Verso, 1988), 35–36. 37 Ivan Doherty “Democracy Out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Parties,” Policy Review, April dan Mei (2001), 25 38SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” dalam Annual Review Political Scences, Vol. 2 (1999), 243-267. 39 Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond,” dalam David C. Shack dan Wayne Hudson, Civil Society In Asia (Law, Ethic and Governance) (Hampshire, Inggris dan Burlington, USA: Ashgate Publishing Company, 2003), 75; Neera Chandhoke, “The Civil and the Political in Civil Society,” dalam C.M. Elliot (ed.), Civil Society and Democracy: a Reader (Oxford: Oxford University Press, 2003), 255; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi (Ciputat: Churia Press, 2012), 4-6.

36

Menurut Schattscheider, civil society menjadi mitra negara dalam puncaknya berbentuk sebagai partai politik.40 Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider, “Political parties created democracy.” Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties.”41 Sependapat dengan Schattscheider, John Keane, 42 melihat civil society sebagai arena sosial yang mengandung kebebasan (freedom), perserikatan sukarela (voluntary association), keragaman hubungan manusia, jati diri, serta nilai-nilai, yang terpisah dari kekuasaan politik negara dan pemerintah. Bagi Keane dan para ahli ilmu sosial lainnya yang berhaluan liberal, berbagai macam kekuasaan dalam civil society tidak bersumber dari satu hal, seperti penguasaan sarana produksi, tetapi dari berbagai macam faktor yang sangat beragam dan heterogen. Oleh sebab itu, Keane melihat hubungan setara antara negara dan civil society itu mengandung penyaluran kekuasaan ke aneka macam wilayah publik yang terdapat di dalam dan di antara negara dan civil society.43 Menurut Keane, sebagaimana yang dikutip oleh Azra, demokrasi bukanlah musuh bebuyutan ataupun teman-kental kekuasaan negara. Demokrasi menghendaki pemerintah untuk memerintah masyarakat sipil secara tidak berlebihan ataupun terlalu sedikit. Sementara itu,

40David Adamany, “The Political Science of E. E. Schattschneider: A Review Essay,” dalam The American Political Science Review, Vol. 66, No. 4 (Dec., 1972), 1322. 41 SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” 245. Lihat pula Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> pada 15 Desember 2013. 42J. Keane, “Despotism and Democracy: The Origins and Development of the Distinction between Civil Society and the State 1750-1850,” dalam J. Keane (ed.) Civil Society and the State (London: Verso, 1998), 35–72. 43J. Keane (ed.), Democracy and Civil Society (London: Verso, 1998), xiii; Bachtiar Alam, “Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,” 196.

37 tatanan yang lebih demokratis tidak bisa dibangun melalui kekuasaan negara. Ia juga tidak bisa diciptakan tanpa kekuasaan negara.44 Norton mendukung pendapat paradigma civil society Keane. Baginya, sangat naif untuk berpandangan atau mengharapkan civil society akan menumbangkan pemerintah. Sebaliknya, penghadapan antara pemerintah dan civil society harus lebih berbentuk kerja sama ketimbang konflik dan perebutan kekuasaan. 45 Pemerintah tetap merupakan faktor yang krusial bagi demokratisasi dan pembaruan (reformasi) politik, yang merupakan agenda bagi berbagai gerakan dan kelompok dalam masyarakat. Reformasi politik itu penting untuk menjamin stabilitas; bukan stabilitas yang statis, tapi stabilitas yang dinamis. Para pakar politik, ketika menjelaskan tentang civil society sebagai sebuah konsep, mereka lebih berkecenderungan mengacu pada ranah publik (public sphere) per se, vis a vis ranah negara (state sphere). Meskipun ranah privat (private sphere) dan ranah pasar (market sphere) juga merupakan pilar-pilar kunci dalam civil society. Thomas Janoski (1998)46 menjelaskan bahwa civil society dapat dipahami dari diskursus di antara empat ruang, yaitu: negara, publik, pasar, dan privat dan pengejawantahannya dalam membangun kemanusiaan, persaudaraan, dan kesejahteraan. Bagi Janoski, civil society merupakan representasi dari sebuah ruang publik yang dinamis dan responsif terhadap negara. Ruang publik terdiri dari berbagai organisasi sosial (voluntary organization) dan ruang pasar terdiri atas perusahaan milik pribadi ataupun patungan. Meskipun Janoski memasukkan ruang privat dan keluarga dalam

44 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan, 6. 45 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan, 6-7. 46Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society, 12; lihat juga Andi Faisal Bakti, “Women in the West and in Indonesia: How Can Islam Contribute to Social Development?” Journal Pemikiran Islam, Vol. 1 No. 1, September, Ternate, Indonesia, (2010), 2-20; Andi Faisal Bakti, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity caharactersitics is necessary for Horizontal Conflict resolution In Indonesia,” Identity, Culture, and Politics Vol. 9, No. 1 (July 2008); Andi Faisal Bakti, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy,” Asian Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3 (November, 2005); Andi Faisal Bakti, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: An Engagement in Civil Society,” Archipel, Paris, 68 (December, 2004); Andi Faisal Bakti, “Paramadina,” Bulletin of the International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden/Amsterdam June (2004).

38 konsepsinya, ia tidak menjelaskan lebih jauh apa dan bagaimana ruang privat tersebut. Meskipun demikian, dari penjelasan Cohen dan Arato bisa diketahui tentangnya. Ruang privat itu ditujukan untuk kehidupan secara pribadi, pandangan atau prinsip pribadi, dan jejaringnya. Dengan demikian, dibutuhkan untuk mengkombinasikan keempat ruang tersebut. Satu sisi mencakup paradigma teori dari Gramsci dan Habermas yang berkecenderungan dengan pembahasan ruang publik.47 Di sisi yang lain, dilengkapi dengan paradigma Cohen dan Arato yang berfokus pada ruang privat. Pada pokoknya, menurut pandangan kelompok ini, gerakan civil society merupakan ‘mitra’ negara dalam mengelola pemerintahan. Azra menyimpulkannya paradigma ini dengan penjelasan,48

Masyarakat madani (civil society) lebih dari sekedar gerakan-gerakan prodemokrasi. Ia juga mengacu ke kehidupan masyarakat yang berkualitas dan bertamadun (civility). Sivilitas meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu- individu untuk menerima berbagai pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda. Itu berarti, tidak ada satu pihak manapun, termasuk pemerintah dan gerakan-gerakan prodemokrasi, yang berhak memaksakan aspirasi dan kemauannya sendiri, apakah dengan bentuk kooptasi, regimentasi, apalagi dengan huru-hara yang pada gilirannya hanya menimbulkan lawlessness dan social cost yang sering amat mahal. Sebab itu, seluruh masyarakat, -terutama gerakan, kelompok, dan individu- individu independen yang concerned dan commited pada demokratisasi dan masyarakat madani,- seyogyanya mengambil strategi yang lebih subtil, lebih halus, lebih bertamadun; bukan mengambil jalan konfrontasi langsung yang tidak mustahil akan mengorbankan aktor-aktor masyarakat madani itu sendiri.

Pendapat Azra di atas senada dengan Robert W. Hefner dengan civil Islam-nya. Civil Islam adalah politik Islam yang berangkat dari penerimaan atau keterbukaan terhadap demokrasi, kesamarataan,

47Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2006), 18; Thania Paffenholz dan Christoph Spurk, “Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding,” Social Development Papers Conflict Prevention and Reconstruction, Paper The World Bank No. 36/October (2006), 2; Robert W. Cox, “Civil Society at the Turn of the Millenium: Prospects for an Alternative World Order,” Review of International Studies, Vol. 25, No. 1 (Jan., 1999), 3-4; European Commission, “The Roots of Democracy and Sustainable Development: Europe's Engagement with Civil Society in External Relations,” Communication from the Commission to the European Parliament, The Council, The European Economic and Social Committee and The Committee Of The Regions, Brussels, 12.9.2012, COM (2012), 3. 48 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan, 7.

39 nasionalisme yang sehat dan demokratis. 49 Dawam Rahardjo juga menjelaskan bahwa tidak tepat untuk mempertentangkan dan memperhadapkan civil society dengan pemerintah dan negara. Jika pemerintah kurang berfungsi, maka tentu akan tampil civil society. Barangkali dari sinilah timbul sikap kritis terhadap peranan pemerintah. Karena civil society berusaha mencari yang kurang untuk diisi. Soalnya tergantung dari sikap pemerintah sendiri tentang peranan civil society ini. Di negara yang memiliki tradisi pemikiran Tocquevillian, pemerintah justru mendorong dan memberikan iklim terhadap perkembangan civil society, walaupun dengan risiko menumbuhkan suatu kekuatan pengimbang ini memang dibutuhkan dalam mekanisme demokrasi. Sebagai penengah, civil society kerap kali memang menyuarakan kepentingan masyarakat kepada pemerintah. Di sinilah, kerap kali lembaga yang di Indonesia disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu, harus bersikap kritis. Tetapi, LSM ada kalanya harus memberi penjelasan kepada masyarakat tentang kebijaksanaan pemerintah agar tidak terjadi konflik. Karena itu maka LSM tidak selalu bisa dipandang sebagai kekuatan oposisi berhadapan dengam pemerintah, yaitu sebagai agen pembangunan. Dalam kerangka pembangunan dan perubahan sosial ini LSM sebenarnya juga merupakan mitra pemerintah. 50 Dawam berkesimpulan, “dengan demikian, maka civil society adalah sebuah kekuatan tersendiri dalam model tiga sektor (three sector model), yang terdiri dari pemerintah sebagai sektor pertama, dunia usaha sebagai sektor kedua dan lembaga voluntir sebagai sektor ketiga. Sebagai sektor ketiga, LSM berkedudukan sebagai lembaga penengah yang menengahi pemerintah dan warga negara. Kerap kali, LSM memang harus bersikap kritis terhadap pemerintah, tetapi adakalnya LSM bertindak pula sebagai penjelas kebijaksanaan pemerintah. Sikap kritis itu hendaknya dipahami, karena LSM itu memang tumbuh sebagai kekuatan pengimbang, baik terhadap pemerintah maupun

49Ulil Abshar Abdalla, “Wawancara Robert W. Hefner: Masyarakat Indonesia Haus Demokrasi,” http://islamlib.com/?site=1&aid=711&cat=content&title=wawancara, diakses 12 Juni 2013. 50 Dawam Rahardjo, “Tiga Dasar Teori tentang LSM,” dalam Opini Harian Umum Republika, 9 November (1994); secara online tulisan ini dapat dibaca pada http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1994/11/10/0015.html, diakses tanggal 20 Januari 2014; M. Dawam Raharjo, “Masyarakat Madani Di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” 10.

40 swasta. Kekuatan pengimbang ini diperlukan agar mekanisme demokrasi dapat bekerja. Selain itu harus diingat pula bahwa LSM tidak mesti dapat dinilai sebagai kekuatan oposan, karena LSM adalah dua mitra pemerintah dalam pembangunan.”51 Berdasarkan skema di atas, Janoski merangkum perdebatan di atas dengan membagi masyarakat madani dalam dua hal, yaitu sebagai organisasi dan sebagai tujuan. Masyarakat madani sebagai organisasi, apapun bentuknya, ia berada di luar pemerintahan secara bersama-sama mengawasi jalannya pemerintahan suatu negara. Namun ketika, suatu organisasi tersebut berada di dalam dan menjadi bagian dari kekuasaan, maka ia bukan lagi dinamakan sebagai organisasi masyarakat madani. Karena walau bagaimanapun, yang dinamakan organisasi masyarakat madani, lumrahnya berada di luar pemerintahan.52 a. Civil Society sebagai Organisasi Janoski berpendapat civil society dimaknai sebagai kumpulan masyarakat yang berhadapan dengan negara merupakan paradigma masyarakat madani sebagai organisasi. Namun baginya, batasan organisasi masyarakat madani tidak seketat itu. Jika harus mengikuti paradigma Smithian, maka banyak dari organisasi masyarakat yang teranulir, bukan merupakan bagian dari civil society. Padahal banyak terdapat organisasi-organisasi masyarakat yang bercirikan dengan ke- swa-an dan begitu banyak kiprahnya bagi kesejahteraan masyarakat.53 Paradigma masyarakat madani sebagai organisasi menurut Janoski adalah relasi yang harmonis antara berbagai ranah yang terdapat dalam suatu negara. Jika digambarkan, maka relasi harmonis tersebut adalah:

51 Dawam Rahardjo, “Tiga Dasar Teori tentang LSM,” dalam Opini Harian Umum Republika, 9 November (1994). 52Wawancara penulis via academia.edu dengan Thomas Janoski pada tanggal 25 September 2014. 53Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society..., 13.

41

Gambar. 2.1 Relasi Empat Ranah Pembentuk Civil Society

(Based on legal-rational institutions and organizing State principles) Rule of Law Bureaucracy

Political Society

Civil Economic Society (Consisting of concrete Society organizations and groups of people)

Family and Friendship Networks

Sumber: Muhammad Affan (2008).

Relasi civil society dan partai politik menurut pendapat Aditya Perdana, dalam konteks relasi pembuatan kebijakan publik, civil society dan partai politik dalam contoh kasus di Indonesia mulai terbangun hubungan yang saling menghargai, menghormati dan memahami keberadaan akan perannya dalam kehidupan politik. Meski awalnya kalangan civil society menganggap bahwa para politisi di lembaga legislatif tidak mampu menghasilkan produk perundangan yang substansial, namun belakangan kalangan civil society menyadari bahwa keterbatasan peran dan aktivitasnya dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan tidak akan berarti tanpa kehadiran partai politik yang mengisi lembaga legislatif. Sebaliknya, partai politik juga memahami bahwa salah satu tugas civil society adalah memberi masukan yang konstruktif dalam proses tersebut. Namun demikian, hubungan ini tidaklah mudah dicapai karena proses politik yang penuh

42 negosiasi adalah penghalang utama bagi terciptanya hubungan yang kondusif.54 Aditya menggambarkan relasi tersebut:

Gambar. 2.2 Relasi Civil Society dan Partai Politik

Sumber: Aditya Perdana (2009).

Jika relasinya berjarak jauh (1), dalam skala Indonesia, misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan sebuah organisasi nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang anti korupsi tereliminasi dari organisasi masyarakat madani. KPK dalam terminologi Janoski termasuk public welfare state, organisasi

54 Aditya Perdana, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” Makalah pada Seminar Internasional ke-10 “Representasi Kepentingan Rakyat pada Pemilu Legislatif 2009”, yang diselenggarakan oleh Yayasan Percik, Salatiga – Jawa Tengah, pada tanggal 28 – 30 Juli (2009), 2.

43 kesejahteraan publik yang digagas negara.55 Tugas KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK), diamanati 5 (lima) tugas oleh negara, yaitu: a) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b) supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; c) melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; d) melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan e) melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. 56 Meskipun sederet tugas mulia KPK, karena polarisasi yang begitu ketat, KPK bukan organisasi masyarakat madani. Mengikuti batasan Adam Smith, KPK, karena tidak memiliki kemandirian (self regulating) dari segi ekonomi. 57 KPK sepenuhnya dibiayai dan justru digagas oleh legislatif yang kemudian disetujui oleh pemerintah. Ia merupakan bagian dari birokrat negara, sejajar dengan Badan Pemeriksa Keuangan atau Kejaksaan. Transparency International Indonesia (TII), Indonesia Corruption Watch (ICW), Solidaritas Masyarakat Anti-Korupsi (SAMAK), dalam pandangan Smithian, lebih tepat dimaknai organisasi masyarakat madani, karena organisasi itu nir-politik dan nir-negara. Public welfare state Janoski, juga terdapat dalam bidang pendidikan (edukasi). Dengan demikian, mahasiswa dan dosen yang terorganisasi dalam perguruan tinggi negeri, juga teranulir dari bagian organisasi civil society sebagaimana KPK. Perguruan tinggi negeri menjadi salah satu bagian dari negara. Dosen perguruan tinggi negeri merupakan pegawai negeri sipil.58 Oleh karenanya, dosen negeri sebagai bagian

55 Gagasan pembentukan KPK diawali oleh TAP MPR No. 11 Tahun 1998 tentang pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Menindaklanjuti amanat itu, DPR dan pemerintah kemudian membuat UU No. 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. KPK, Menyalakan Lilin Di Tengah Kegelapan (Jakarta: KPK, 2004), 5. 56Febri Diansyah, Emerson Yuntho, Donal Fariz, Laporan Penelitian: Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2011), 8. 57Lihat Neera Chandoke, The State and Civil Society: Exploration in Political Theory (New Delhi: Sage Publications, 1995) dan edisi terjemahannya, Benturan Negara dan Masyarakat Sipil (Yogyakarta: Istawa dan Wacana, 1995), 132-135; Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, 46. 58Sesuai UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pegawai negeri adalah “setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan

44 dari negara karena diserahi tugas dalam suatu jabatan oleh negara dalam bidang pendidikan. Tri Dharma perguruan tinggi yang salah satunya adalah pengabdian pada masyarakat yang wajib dilaksanakan seluruh civitas akademika dalam operasionalisasinya, 59 tetap tidak menjadikannya sebagai bagian dari masyarakat madani, jika mengikuti secara tegas paradigma Smithian. Begitu juga halnya dengan partai politik. Martin van Bruinessen menjelaskan bahwa umumnya, organisasi civil society atau masyarakat madani secara umum, lumrahnya diketatkan untuk tidak menampung partai politik sebagai bagian darinya.60 Organisasi masyarakat madani itu harus nir-politik dan nir-negara. Pengetatan ini, menurut Syafiq Hasyim, Deputi Direktur International Center for Islam and Pluralism (ICIP), memiliki pengaruh pada polarisasi yang tajam antara mereka yang menyebutkan diri sebagai kelompok civil society dan mereka yang menjadi bagian political society dan economic society. Civil society yang termasuk dalam kategori Gramscian, semisal organisasi- organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Lembaga Swadaya Masyarakat, semisal Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Setara, dan lain-lain. Political society diperuntukkan bagi beraneka ragam jenis dan aliran partai politik, baik yang gurem maupun yang besar. Sedangkan economic society diperuntukkan bagi eksistensi organisasi-organisasi bisnis yang mencari profit, semisal Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), dan yang semacamnya. 61 Lebih lanjut, Hasyim juga menjelaskan bahwa di dalam organisasi civil society masih ada polarisasi lagi, yaitu organisasi civil society negatif dan positif. Civil society yang pertama berkecenderungan anti-negara mengikuti pemikiran Karl Marx. Civil society yang kedua berkecenderungan tidak anti terhadap negara dan aliran ini mengikuti paradigma Hegelian. Ia berkesimpulan, bila diamati secara jernih, sebenarnya polarisasi itu peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. 59Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1980 Tentang Pokok-pokok Organisasi Universitas/Institut Negeri. 60 Wawancara penulis dengan Martin van Bruinessen via academia.edu pada Kamis, 11 September 2014. 61Syafiq Hasyim, "Civil Society" dan Godaan Pemilu Presiden,” Opini Kompas, 7 Mei (2004), 6: Syafiq Hasyim, “Diskursus Intelektual, Civil Society dan Politik: Potret Lima Tahun Terakhir NU,” Tashwirul Afkar, Vol. 3, No. 16 (2004), 12-13.

45 muncul dari cara mereka memandang dan menyikapi negara dan politik.62 Menurut penulis, Janoski lebih jernih lagi mengamati bahwa polarisasi itu karena paradigma civil society lebih diartikan oleh aktivis dalam bentuknya sebagai organisasi.63 Bagi Janoski, meskipun ada polarisasi, hal itu tidak berarti sebagai pemisahan dan pemutusan hubungan di antara agen-agen perubahan di masyarakat secara ketat, tetapi lebih dimaksudkan sebagai pembagian peran dan wilayah kerja di antara organisasi-organisasi pegiat masyarakat madani. 64 Namun, dalam konteks umum, polarisasi itu, terutama oleh aktivis-aktivis, ghalib-nya dimaknai sebagai pemisahan dan pemutusan hubungan (total disconnection) di antara mereka dengan negara. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk menjaga kemurnian dan kebersihan perjuangan mereka. Kelompok civil society menganggap, perjuangan kelompok political society terlalu sarat dengan muatan kepentingan kelompok, ideologi, dan kekuasaan (partisan).65 Menyikapi polaritas tersebut, Hasyim menjelaskan bahwa sikap nonpartisan dan netralitas dari organisasi ‘murni’ masyarakat madani amat sulit dipertahankan. Organisasi-organisasi yang mengidentikkan diri sebagai bagian utama gerakan civil society, dalam perkembangannya justru bertindak selayaknya partai politik, tergoda untuk memburu kekuasaan, semisal dengan ramai-ramai mendukung salah satu calon presiden yang secara nota bene diusung oleh salah satu partai politik. Bahkan, manuver politik mereka bisa dikatakan sama. Untuk enggan menyatakan malah melebihi manuver yang dilakukan political society itu sendiri.66 Contohnya, Hasyim Muzadi pada Pemilu 2004, sebagai Ketua Umum NU ketika itu, yang termasuk bagian organisasi civil society, tergoda maju menjadi calon wakil presiden yang dicalonkan PDI. 67 Pemilu tahun 2014, Said Aqil Siraj, meski dalam kapasitasnya sebagai pemimpin NU bersikap netral dengan membebaskan warga NU untuk memilih siapa saja sebagai calon presiden, namun secara terang-terangan, sebagai pribadi, ia malah

62Lihat Theda Scopol, “Advocate without Members: The Recent Transformation of American Life,” dalam Morris P Fiorina, Civic Engagement in American Democracy (New York: Brookings Institution Press, 1999), 461-509. 63Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society..., 13. 64Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society..., 14. 65Syafiq Hasyim, "Civil Society" dan Godaan Pemilu Presiden,” 6. 66Syafiq Hasyim, “Diskursus Intelektual, Civil Society dan Politik: ....,” 13. 67Syafiq Hasyim, "Civil Society" dan Godaan Pemilu Presiden,” 6.

46 menjadi bintang iklan yang mendukung salah satu kandidat capres.68 Bahkan Amin Rais, mantan Ketua Umum organisasi masyarakat madani Muhammadiyah, bermanuver politik dengan menyatakan bahwa pemilihan presiden sama dengan situasi Jihad Perang Badar, hanya karena mendukung salah satu calon presiden. 69 NU dan Muhammadiyah, elit pemimpinnya tergoda untuk membawa hal primordial, yakni agama, dalam konteks pemilihan presiden yang berada dalam ranah politik. Penulis sepakat dengan Hasyim, ada beberapa hal yang menyebabkan civil society di Indonesia tergoda untuk terlibat urusan politik praktis yang menjadi domain dari masyarakat politik berupa partai politik. Pertama, ada anggapan di kalangan mereka bahwa civil society bukan merupakan tujuan perjuangan mereka (maqāshid), tetapi sebagai alat untuk meraih tujuan (wasail). Karena hanya sebagai alat, fungsi alat itu bisa diubah-ubah kapan saja sesuai kepentingan tujuan. Kedua, tradisi yang lemah di kalangan mereka, terutama elitenya, untuk melakukan pilihan lapangan perjuangan bagi umatnya. Melihat kenyataan yang ada, politik praktis (kekuasaan) masih dianggap sebagai medan perjuangan tertinggi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Ketiga, ketidakpercayaan elite political society sendiri bahwa partai politik mereka mampu menggaet simpati rakyat dengan mencalonkan orang dari dalam.70 Menurut Azra, organisasi civil society dalam bentuk ormas besar seperti Muhammadiyah dan NU sampai saat ini menjadi kunci utama dalam menyukseskan agenda-agenda gerakan civil society di Indonesia. 71 Namun, menurut Hasyim, dukungan politik yang dilakukan para elit tokoh-tokohnya terhadap salah satu capres dan cawapres tidak bisa dikatakan sebagai di luar kerja politik praktis. Puncak politik praktis adalah memperebutkan jabatan kepemimpinan nasional. Itu merupakan domain dari masyarakat politik, bukan organisasi masyarakat madani. Apa yang dilakukan Muhammadiyah

68 Sandro Gatra, “Said Aqil Dukung Prabowo,” http://nasional.kompas.com/read/2014/05/16/0911536/Said.Aqil.Dukung.Prabowo, diakses 1 September 2014. 69 Pribadi Wicaksono, “Alwi Shihab Kritik Perang Badar Amien Rais,” http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/06/269583088/Alwi-Shihab-Kritik- Analogi-Perang-Badar-Amien-Rais, diakses 1 September 2014. 70Syafiq Hasyim, "Civil Society" dan Godaan Pemilu Presiden,” 6. 71 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan, 146-148.

47 dan apa yang dilakukan NU di atas, juga oleh sebagian organisasi masyarakat madani lainnya, adalah upaya untuk menjadi bagian dari masyarakat politik dengan ikut andil meraih kuasa politik. Bagi Muhammadiyah dukungan Amien Rais terhadap salah satu calon presiden tahun 2014 adalah peristiwa politik yang aneh di mana ketahanan organisasi yang sudah berpuluh-puluh tahun dijaga, akhirnya jebol karena orientasi kekuasaan politik. Bagi NU, dukungan Siradj terhadap salah satu capres lebih aneh lagi karena organisasi ini secara resmi tidak berpolitik (khiṭṭtah), dan menyalahi keputusan Muktamar NU Kediri 1999 di mana warga NU diamanatkan mendukung partai yang secara historis memiliki kedekatan dengan NU.72 Berdasarkan fakta semakin menipisnya polaritas antara masyarakat madani dan masyarakat politik di atas, menurut penulis, apa yang dikemukakan oleh Janoski di muka menjadi relevan. Telah terjadi tumpang tindih dalam mensikapi batasan organisasi masyarakat madani. Secara ideal, mudah untuk memberi batasan bahwa organisasi masyarakat madani hanya terdiri dari kumpulan sosial suatu warga yang berada di luar ranah negara dan ranah ekonomi, terlebih ranah privat. Namun, secara fakta di lapangan, banyak organisasi yang seharusnya menjadi bagian dari organisasi masyarakat madani, karena polaritas yang ketat, menjadi tereliminasi. Dengan demikian, batasan polaritas organisasi untuk dikatakan sebagai masyarakat madani perlu diperluas lagi. Sekat-sekat yang menjadi penghalang antar organisasi yang sama tujuan, entah datang dari ranah privat, publik, negara, maupun ekonomi, harus diperlonggar. 73 Pernyataan Janoski senada dengan Keane, berbagai macam asosiasional civil society tidak bersumber dari satu hal, tetapi dari berbagai macam faktor yang sangat beragam dan heterogen. Oleh sebab itu, sebagaimana telah dijelaskan di atas, Keane lebih melihat hubungan kemitraan antara negara dan organisasi civil society ketimbang saling berhadapan. Bagi Janoski dan Keane, aneka macam organisasi civil society terdapat di dalam dan di antara negara dan civil society.74 Dari manapun berasalnya organisasi masyarakat madani, dengan catatan tujuannya adalah memainkan peran penyeimbang (balancing power) terhadap kekuasaan negara, maka ia termasuk dalam kategori organisasi masyarakat madani.

72Syafiq Hasyim, "Civil Society" dan Godaan Pemilu Presiden,” 6. 73Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society..., 14. 74 J. Keane (ed.), Democracy and Civil Society (London: Verso, 1998), xiii; Bachtiar Alam, “Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan,” 196.

48 b. Civil Society sebagai Tujuan Civil society sebagai tujuan, dalam pandangan Janoski, merupakan kerja sama antara keempat komponen masyarakat madani dalam kebijakan-kebijakan negara. Ranah privat, publik, dan ekonomi, harus mengkritisi jalannya roda pemerintahan suatu negara dari berbagai aspeknya. Sependapat dengan Janoski, Aditya Perdana berpendapat bahwa antara masyarakat politik dan masyarakat madani bisa secara harmonis bersama-sama menggapai tujuan bersama.75 Pendapat Aditya Perdana senada dengan Andi Faisal Bakti tentang pendewasaan partai politik di Indonesia. Keduanya menyatakan bahwa dalam konteks relasi pembuatan kebijakan publik, civil society dan partai politik di Indonesia mulai terbangun hubungan yang saling menghargai, menghormati dan memahami keberadaan akan perannya dalam kehidupan politik.76 Meski awalnya kalangan civil society menganggap bahwa para politisi di lembaga legislatif tidak mampu menghasilkan produk perundangan yang substansial, namun belakangan kalangan civil society menyadari bahwa keterbatasan peran dan aktivitasnya dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan tidak akan berarti tanpa kehadiran partai politik yang mengisi lembaga legislatif. Sebaliknya, partai politik juga memahami bahwa salah satu tugas civil society adalah memberi masukan yang konstruktif dalam proses tersebut. Namun demikian, hubungan ini tidaklah mudah dicapai karena proses politik yang penuh negosiasi adalah penghalang utama bagi terciptanya hubungan yang kondusif.77 Aditya Perdana menambahkan bahwa keterbatasan ruang dan peran yang dimiliki oleh aktor civil society dalam mendesakkan agenda- agenda perubahan yang lebih berorientasi kepentingan rakyat, telah merubah pola gerakan yang diinginkan oleh para aktivis gerakan sosial. Awalnya gerakan ekstraparlemen adalah sebuah pilihan yang dilakukan oleh para aktor civil society. Namun belakangan, para aktor civil society menyadari bahwa salah satu ketidakefektifan gerakan ini dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh civil society, yaitu hanya menjadi kelompok penekan bukan kelompok penentu dalam lembaga

75 Aditya Perdana, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” 2. 76 Aditya Perdana, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” 3; wawancara penulis dengan Andi Faisal Bakti, di Town House Cilandak Tengah, 6 September 2014. 77 Aditya Perdana, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” 4.

49 legislatif. Oleh karenanya, beberapa aktor civil society merasa ada kebutuhan yang mendesak untuk menjadi bagian di dalam lembaga legislatif. Artinya, perubahan peran dari civil society dengan fokus sebagai penekan menjadi peran kelompok yang menentukan dalam proses kebijakan, yaitu partai politik. Maka, dalam dua pemilu terakhir (2004, 2009 (juga 2014: penulis), terdapat banyak nama aktor civil society yang ikut bertarung dalam pemilu legislatif nasional (DPR dan DPD) ataupun DPRD. Dalam konteks itu, para aktor civil society yang ikut serta dalam pemilu DPR dan DPRD telah berpindah menjadi aktor partai politik. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi dalam pelembagaan politik di Indonesia adalah penguatan akan lembaga- lembaga itu sendiri, terutama di kalangan civil society dan partai politik. Partai politik di Indonesia masih lemah dalam konteks penguatan kelembagaan secara internal dan juga kapasitas dalam proses pembuatan kebijakan publik. Sementara itu, civil society pun juga lemah dalam membangun kekuatan politik yang signifikan, baik di tingkat nasional ataupun di tingkat lokal.78 Pendapat di atas, ditilik dari pendapat Chandhoke, kembali ke akar peradaban masyarakat madani pada masa Yunani Kuno. Di zaman itu, organisasi civil society dan negara berasal dari definisi yang sama, yakni koinomia politike (masyarakat politik) dimana setiap manusia, entah sebagai pribadi, keluarga, organisasi sosial dan ekonomi, atau birokrat negara, dikenal sebagai zoon politicon (makhluk politik).79 Mereka termasuk dalam bagian masyarakat madani karena memiliki tujuan yang sama dalam usaha untuk berkontribusi terhadap kepentingan publik. Dalam negara yang sedang mengalami transisi demokrasi, kehadiran keluarga, masyarakat ekonomi, partai politik dan civil society merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam proses pemantapan demokratisasi. Linz dan Stepan, sebagaimana yang dikutip oleh Aditya Perdana, menyatakan bahwa kehadiran civil society dan partai politik adalah bagian yang penting untuk menciptakan konsolidasi demokrasi. Selain itu, juga kehadiran birokrasi yang efektif, kehadiran masyarakat ekonomi yang juga kondusif dan taatnya aturan terhadap hukum secara bersama-sama. Kehadiran civil society yang dijamin kebebasannya bertujuan untuk menopang bagi keberlangsungan partai politik, terutama untuk menghasilkan

78 Aditya Perdana, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” 2-3. 79Neera Chandhoke, Benturan Negara dan Masyarakat Sipil, 115.

50 kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Tugas civil society adalah menghasilkan gagasan-gagasan yang konstruktif dalam pembangunan dan juga memonitor aparat negara serta kelompok- kelompok ekonomi. Sementara itu, tugas partai politik adalah menghasilkan dan membentuk konstitusi dan aturan-aturan perundang- undangan, mengontrol aparat birokrasi dan juga menghasilkan produk- produk kerangka kebijakan bagi semua pihak, termasuk kelompok ekonomi, kelompok publik, dan kelompok private.80 Dalam kerangka masyarakat madani sebagai tujuan, menurut penulis, lebih fleksibel untuk proses demokratisasi. Penulis mendukung pendapat Chandoke dan Janoski. Dalam penilaian Chandoke, sebagai nilai dalam konsepsi masyarakat madani harus memiliki beberapa karakter, di antaranya: a) adanya partisipasi politik, pertanggungjawaban negara dan publisitas dari politik; b) sebagai sebuah institusi, civil society ada pada asosiasi, forum-forum representatif, kebebasan pers, dan asosiasi-asosiasi sosial, baik keluarga, ormas, partai politik, masyarakat ekonomi, dan lain sebagainya; 3) perlindungan dari civil society adalah berhubungan dengan hak-hak individual dan umum; 4) anggota civil society adalah semua individu yang dilindungi oleh hukum.81 Berdasarkan paparan di atas, sebagaimana yang akan dikaji lebih dalam pada bab-bab berikutnya, masyarakat madani yang akan dijadikan acuan kerangka penelitian ini adalah masyarakat madani sebagai tujuan bukan sebagai organisasi. Penggunaan kata civil society disepadankan dengan masyarakat madani. Meskipun, menurut penulis, sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini, terma masyarakat madani lebih luas cakupannya dari civil society. Karena, sesuai dengan spirit Pancasila, terlebih lagi dengan ajaran Islam, masyarakat madani yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, harus berlandaskan atas Ketuhanan yang Maha Esa. Civil society dalam hal ideologi, ia bebas nilai. Masyarakat atheis-pun, dalam paradigma ini , dengan catatan ia berbentuk organisasi masyarakat mandiri pengontrol negara dan bertujuan mensejahterakan rakyat dengan berdemokratisasi, maka layak menjadi bagiannya. Tidak demikian halnya dengan masyarakat madani. Kelompok masyarakat itu, selain persyaratan sebagai civil society, juga harus berlandaskan atas asas ketuhanan.

80 Aditya Perdana, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” 5. 81Neera Chandhoke, Benturan Negara dan Masyarakat Sipil, 116-117.

51

B. Masyarakat Madani dalam Peradaban Dunia Islam Masyarakat madani terbentuk dari gabungan kata “masyarakat” dan “madani.” Kedua kata tersebut, sama-sama merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang telah dibakukan ke dalam kosa kata bahasa Indonesia. Oleh karenanya, agar mudah memahami konsep ini, maka akan di paparkan pengertian kedua kata tersebut. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata masyarakat dengan arti, “sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.82 Kata masyarakat sendiri, berasal dari bahasa Arab, yaitu akar katanya terdiri dari -Dari akar kata itu terbentuk kata .(ك) dan kaf ,(ر) ra ,(ش) huruf sh kata seperti, shirk, sharīkat, dan shirkah-sharikah. Kata pertama, menurut Kamus al-Munawwir berarti bersekutu. Kata kedua memiliki makna perserikatan, perkumpulan, perhimpunan, golongan atau kumpulan.83 Sedangkan kata ketiga menurut Kamus al-Maurid, bermakna company, corporation, firm, business, partnership, dan assosiation.84 Dalam kamus al-Munjid dikatakan bahwa al-sharīkat 85 .yang berarti bercampur ”اإلختالط“ adalah Selain kata tersebut, istilah masyarakat dalam bahasa Arab, juga biasa disebut dengan al-mujtama’.86 Kamus al-Maurid mengartikan ,Kata ini bermakna society .مجاعة الناس mujtama’ dengan makna human society, dan community. 87 Lebih spesifik, Louis Ma’luf ِ mendefinisikan arti al-mujtama’ adalah جماًزا على مجاعة من الناس خاضع َني

82 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 564. 83Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 715. Lihat juga Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), 196. 84Rūhī al-Ba’albakī, al-Maurid Qāmūs ‘Arabī-inkalījī, Modern Arabic-English Dictionary (Bairūt: Dār al-‘Ilm lī al-Malayīn, 1995), 668. 85Luwis Ma’lūf, al-Munjid fī al-Lugah wa al-‘A’lām (Bairūt: Dār al- Mashriq, 1977), 384. 86 Asad M. AlKalili, Kamus Indonesia Arab (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 338. Lihat juga Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, 91. 87Rūhī al-Ba’albakī, al-Maurid Qāmūs ‘Arabī-inkalījī, Modern Arabic-English Dictionary, 977.

52

, 88 suatu kumpulan dari sejumlah manusia yang لقوان َني ونظِم عامة tunduk pada undang-undang dan peraturan umum yang berlaku). Kata mujtama’ dalam hal ini sepadan dengan Oxforddictionaries dalam kata society dan community. Community menurut kamus Oxforddictionaries berasal dari bahasa Prancis kuna comunete, Latin-nya communitas, dari kata communis. Kata ini memiliki pengertian “a group of people living together and practising common ownership,” sekelompok orang yang hidup secara bersama dan menjalankan kepemilikan bersama.89 Sedangkan, kata society memiliki makna, “the community of people living in a particular country or region and having shared customs, laws, and organizations, suatu komunitas manusia yang tinggal di suatu negara atau wilayah tertentu dan memiliki kebiasaan saling berbagi kewajiban, hukum, dan organisasi.90 Secara terminologi, menurut penelusuran M. Quraish Shihab atas ayat-ayat al-Qur’an, disimpulkan bahwa masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar yang terikat oleh satuan, adat, ritus atau hukum, dan hidup bersama. 91 Dalam al- Qur’an terdapat beberapa kata yang digunakan untuk menunjuk kepada masyarakat atau kumpulan manusia. Antara lain: qawm, ummah, sha'b, dan qabīlah. Ali Nurdin menambahkan delapan term masyarakat selain itu, seperti firqah, ṭāifah, ḥizb, fauj, ungkapan yang diawali dengan ahl, ungkapan yang diawali dengan ālu, al-nās, dan asbāṭ.92 Terma-terma itu, oleh al-Quran disifati dengan sifat-sifat tertentu, seperti al-mala', al-mustakbirūn, al-mustadh'afūn, al-muslimūn, al-mu’minūn, al- mushrikūn, ahl al-Kitāb, dan lain-lain.93 Quraish Shihab dan Dawam Rahardjo berkesimpulan dari sekian banyak terma masyarakat yang

88Luwis Ma’lūf, al-Munjid fī al-Lugah wa al-‘A’lām, 902. 89 Lihat entri community, http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/community, diakses 11 September 2014. 90 Lihat entri society, http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/society, diakses 11 September 2014. 91M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Mandhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1998), 319. 92Ali Nurdin, Qur’anic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al- Qur’an (Jakarta: Erlangga, 2006), ix-x. 93 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an ...., 319; Ali Nurdin, Qur’anic Society: ...., 98.

53 digunakan dalam al-Qur’an, kata ummah yang telah di-Indonesia-kan menjadi umat, lebih dekat dengan pengertian masyarakat tersebut.94 -(أ) Kata ummah jamaknya adalah umam berakar dari huruf hamzah Dalam bahasa Arab kata ini memiliki makna 95.(م) dan mim ,(م) mim dasar asal, tempat kembali, kelompok, agama, masa dan tujuan.96 Di antara derivasi dari kata itu menjadi umm (ibu) dan imam (pemimpin). Kata umm mengandung pengertian “kelompok manusia yang berhimpun karena didorong oleh ikatan-ikatan: a) persamaan sifat, kepentingan, dan cita-cita; b) agama; c) wilayah tertentu; dan waktu tertentu. 97 Berdasarkan Lisān al-‘Arab kata ummat di antara pengertiannya adalah: a) al-jamā’ah, suatu golongan manusia; b) setiap generasi manusia yang disandarkan kepada seorang Nabi, seperti umat Nabi Ibrahim; 3) setiap generasi manusia adalah umat yang satu dan bertujuan menempuh jalan yang lurus. 98 Abdullāh Yūsuf ‘Alī menerjemahkan kata ummah dengan people (individu orang), community (kelompok), juga nation (bangsa).99 Ali Syari’ati memperinci lagi bahwa kata ummah memiliki empat ciri pokok, yaitu ikhtiar, gerak, tujuan, dan kemajuan. Kesemuanya itu dikomandoi oleh seorang pemimpin. Dalam definisinya, umat adalah kumpulan orang yang semua individunya sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-masing membantu agar bergerak ke arah tujuan yang sama dan diharapkan atas dasar kepemimpinan yang sama.100 Menurut penulis, ikhtiar, gerak, tujuan, dan kemajuan itu menuju kepada ummatan wāḥidah (umat yang satu), ummatan wasaṭan (umat adil), ummatan muqtaṣidah (umat yang moderat), untuk menuju peradaban yang khairu ummah (umat terbaik) dan baldatun ṭayyibah wa Rabbun Ghafūr (negara yang sejahtera dan mendapat ampunan oleh Sang

94M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an,volume 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 84-85; M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), 487. 95 Kata ummah terdapat dalam al-Qur’an berjumlah 64 kali dengan berbagai derivasinya. Lihat Muḥammad Fu’ad ‘Abd. al-Bāqī, al-Mu’jam al- Mufahras lī Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm (Bairūt: Dār al-Fikr, 1992), 102-103. 96Ibn Fāris, Mu’jam al-Maqāyīs fī al-Lughah (Bairūt: Dār al-Fikr, 1994), 45. 97Ibrāhīm Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Jilid I (Bairūt: Dār al-Fikr, t.th), 27. 98Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab (Bairūt: Dār al-Fikr, t.th), 26-28. 99 Abdullāh Yūsuf ‘Alī, the Meaning of the Holy Qur’an (Maryland: Amana Corporation, 1992), 85, 154-155, 303. 100 Ali Syari’ati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis (Pustaka Hidayah, Bandung, 1995), 23-25.

54

Pemelihara). 101 Tujuan masyarakat madani dalam Islam tidak hanya sekedar berhenti dalam tataran baldatun ṭayyibah (negara yang sejahtera), namun harus wa Rabbun Ghafūr, bersama ridha dan ampunan dari Allah Yang Maha Esa. Kata madani, berakar kata masdar (kata benda) dari rangkaian dari fi’il madi (kata kerja) dāna (ن) dan nun (ي) ya ,(د) huruf dal Kata tersebut berderivasi di antaranya dalam bentuk kata 102 .(دان) dain (mengambil utang) dan dīn (beragama, tunduk, dan pasrah). Harun Nasution dan Nurcholish Madjid sepakat term dīn disepadankan dengan agama, undang-undang atau hukum. Dalam Bahasa Arab, kata tersebut juga berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.103 Dīn adalah ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Antara makna kedua pola ini (utang dan agama) terdapat hubungan yang erat. Utang adalah sesuatu yang harus dibayar, dan agama pada hakekatnya adalah tanggung jawab yang harus ditunaikan umat manusia dalam wujud pengabdiannya kepada Sang Pencipta. Selain itu, derivasi kata itu juga menjadi kata Madīnah sebagai ism makān yang merupakan perubahan dari kata Madyan yang dalam al-Qur’an disebut sebagai kota tempat tinggal Nabi Syu’aib.104 Dari kata madyan dan madīnah melalui penyesuaian fonem terbentuklah kata madani sebagai nisbah dari kata madīnah, yakni kota ideal yang dibangun oleh Nabi saw. Sehingga, dapat dikatakan secara esensial kehidupan madani

101Lihat uraian tentang pemaknaan kata tersebut dalam Ali Nurdin, Qur’anic Society: ...., 100-115. 102 Berdasarkan i’lal, kata dāna berasal dari kata kerja dayana, yadīnu ini berat diucapkan (tsiqal) dan janggal didengar. Karena itu, dengan tidak mengubah makna, kata kerja asal itu diubah berdasarkan kaedah isytiqāq dengan jalan mengganti huruf yā (‘ain) fi’il madhi-nya dengan huruf alīf dan memberi sukun pada huruf dal (fā) fi’il mudhari’-nya dengan baris kasrah. Dengan demikian, fi’il (kata kerja) dayana, yadīnu menjadi dāna, yadīnu. Lihat al-Sayyid Aḥmad al-Hashimī, Jawāhir al-Balāgah fī al-Ma’ānī wa al- Bayān wa al-Badī’ī (Mesir: Dār al-Fikr, 1991), 7; Ahmad Warson al- Munawwir, Kamus al-Munawwir, 437-438. 103 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985), 10; Nurcholis Madjid et.al., Fikih Lintas Agama (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan The Asia Foundation, 2004), 45. Lihat juga Abd. Muin Salim, “Elaborasi Bahasa Politik Islam dalam al-Qur’an” Al-Huda; Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, Jakarta: Vol. 1 No. 2, (2002), 8. 104Lihat QS. al-Qaṣaṣ/28: 22.

55 ditandai dengan adanya supremasi hukum dalam kehidupan dan tatanan masyarakat.105 Syed Muhammad Naquib al-Attas, merangkumkan pengertian tersebut menjadi empat makna utama yaitu, a) keberhutangan; b) ketundukan; c) kekuatan hukum; d) kehendak hati atau kecenderungan alamiah. Secara detail al-Attas menjelaskan bahwa fakta bahwa seseorang yang berhutang ada di bawah kewajiban (dāin).106 Seseorang yang berhutang di bawah kewajiban secara alamiah melibatkan pengadilan (al-dainūnah) dan kesaksian (idānah), jika berperkara. Kasus tersebut hanya mungkin dipraktekkan dalam masyarakat terorganisir yang terlibat dalam kehidupan niaga di kota dan kota besar. Sebuah kota atau kota besar (madīnah), memiliki hakim, pengatur, atau pengelola (dayyān). Jadi hanya dengan menghadirkan berbagai ragam penggunaan kata kerja dāna, bisa dilihat eksistensi sebuah gambaran kehidupan yang beradab; lengkap dengan kehidupan sosial, hukum, tatanan, keadilan, dan otoritas. Hal tersebut menurut al-Attas, secara konseptual setidaknya terhubung secara intim dengan kata kerja lain maddana yang berarti membangun atau mendirikan kota, beradab, memperbaiki dan memanusiakan. Darinya diturunkan istilah lain, yaitu tamadūn, yang memiliki arti peradaban dan perbaikan kebudayaan sosial.107 Nurcholish Madjid, pelopor masyarakat madani, lebih luas lagi mendedahkan kata maddana dan tamaddūn. Menurutnya, perkataan madīnah dari segi etimologis, berasal dari akar kata yang sama dengan perkataan madanīyah, yang artinya peradaban (civilization). Secara harfiah, kata madīnah adalah tempat peradaban atau suatu lingkungan hidup yang beradab, yang dicirikan dengan kesopanan (civility) dan tidak liar. Dalam bahasa Arab, padanan istilah madanīyah ialah pengertian asalnya adalah pola hidup menetap di (حضارة) ḥaḍārah suatu tempat (sedentary). Pengertian ini amat erat kaitannya dengan

105Uraian lebih lanjut, lihat Abd. Muin Salim, “Implementasi Manajemen Rabbani menuju Masyarakat Madani,” Makalah Seminar Nasional IAIN Alaudin, Ujung Pandang (1999), 4. 106Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 41-44. 107 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam...., 43-44.

56

suatu padanan dalam bahasa Arab untuk budaya ,(ثقافة) istilah thaqāfah (culture).108 Menurut Cak Nur, selain sebagai budaya, kata tersebut sesungguhnya juga “mengisyaratkan pola kehidupan yang menetap di suatu tempat tertentu. Sebab peradaban dan kebudayaan, dalam arti idealnya, dapat diwujudkan hanya melalui pola kehidupan sosial yang menetap (sedentary), tidak berpindah-pindah, seperti dalam pola kehidupan kaum nomad. Oleh karena itu, konsep madanīyah tersebut akan menjadi lebih tajam pengertiannya, jika diletakkan dalam konteks pola kehidupan yang umum terdapat di Jazirah Arabia saat itu, yaitu pola kehidupan badāwah, bādiyah atau badw, yang mengandung makna pola kehidupan berpindah-pindah, nomad, dan tidak teratur, khususnya pola kehidupan gurun pasir. Bahkan, sesungguhnya istilah itu mengisyaratkan pola kehidupan primitif (tingkat permulaan), sebagaimana ditunjuk oleh etimologi istilah badāwah itu. Orang yang berpola kehidupan berpindah-pindah, tidak teratur, dan kasar disebut orang badāwī atau badawī. Kata tersebut, menurut Nurcholish Madjid dipinjam dalam bahasa Inggris menjadi bedouin, sebagai lawan dari mereka yang disebut kaum ḥaḍarī atau madanī.”109 Menurut Hamid Fahmy Zarkasi, Islam yang diturunkan sebagai dīn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya sebagai peradaban. Sebab kata dīn itu sendiri telah membawa makna keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil.110 Artinya dalam istilah dīn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika dīn (agama) Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama Madīnah.111 Dari akar kata dīn dan Madīnah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan.112 Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan

108Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, Edisi Digital Jilid III M-P (Jakarta: Democracy Project, 2012), 1745. 109Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, 1745-1746. 110Syed Naquib al-Attas, Islam, Religion and Morality, dalam Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 43-44. 111Sebelumnya kota Madinah dikenal dengan nama Yathrib. 112Ibn Manżūr. Lisān al-‘Arab, jilid 13, (Beirut: Dār al-Jayl & Dār Lisān al-'Arab, 1988), 402

57 kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Di kalangan penulis Arab, perkataan tamaddun digunakan untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku Tārīkh al- Tamaddun al-Islāmī (Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906. Sejak itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam. Di dunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun di Turkey orang dengan menggunakan akar madīnah atau madana atau madaniyyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini menggunakan kata ḥadārah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima umat Islam non- Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan peradaban menggunakan istilah tahdhīb.113 Berdasarkan hasil telaahan Syukron Kamil, masyarakat madani dalam perkembangannya dikenal dengan istilah al-mujtama al- 114 Sementara itu, secara konseptual, menurut .(اجملتمع املدىن) madanī Dawam Rahardjo, yang membawa pertama kali istilah masyarakat madani di Indonesia adalah Anwar Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Asisten Perdana Menteri Malaysia, menyampaikan pidatonya pada Simposium Nasional pada Festival Istiqlal 1995. Masyarakat madani adalah masyarakat yang bermoral, masyarakat yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, masyarakat yang mampu mendorong daya usaha dan inisiatif individu. 115 Lebih lanjut, menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani harus berlandaskan kepada masyarakat yang berilmu, yang mendorong pembangunan dan kemajuan berlandaskan akhlak dan nilai etika. Pencapaiannya adalah dengan pelaksanaan ekonomi kerakyatan dan budaya masyarakat. Ungkapan

113Hamid Fahmy Zarkasi, “Membangun Kembali Peradaban Islam Secara Sinergis, Simultan, dan Konsisten,” Makalah Insida, Gontor, 22 Februari (2007), 2-3. 114Sukron Kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik, 125. Juga wawancara penulis dengan Sukron Kamil di Kampus Psikologi, 23 Mei 2014. 115M. Dawam Raharjo, “Masyarakat Madani Di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” 23.

58 al-mujtama’ madanī, dipopulerkan oleh ulama dan reformis Mesir Sheikh Muhammad Abduh116 dan kemudian Naquib al-Attas.117 Nurcholish Madjid menjelaskan pada hakikatnya masyarakat madani adalah reformasi total terhadap masyarakat tak kenal hukum (lawless), dan terhadap supremasi kekuasaan pribadi seorang penguasa seperti yang selama ini menjadi pengertian umum tentang negara.118 Oleh karena itu, menurutnya Bahtiar Effendy, civil society dengan enak dicarikan padanannya dalam kosa-kata Melayu masyarakat madani.119 Bahkan Effendy menambahkan, justru salah-kaprah jika menterjemahkan civil society dengan masyarakat sipil meski secara verbatin semata hal itu dibenarkan. Landasan inilah yang oleh penulis dalam kajian ini untuk lebih memakai istilah masyarakat madani di bandingkan degan memakai istilah civil society. Dalam ulasan Nurcholish Madjid, Rasulullah Muhammad di kota Madinah membangun masyarakat madani yang keadilan, keterbukaan, dan demokratis, dengan landasan paling pokok yaitu takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya. Takwa kepada Allah dalam arti semangat Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang menjiwai Pancasila. Peristilahan tersebut dalam Kitab Suci al-Qur’an disebut semangat rabbāniyah,120

  . .        

           

     Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbānī (orang yang sempurna ilmu dan

116Anwar Ibrahim, “Akhlak, Ilmu & Etika Asas Masyarakat Madani,” dalam http://anwaribrahimblog.com/?s=masyarakat+madani, diakses tanggal 1Februari 2014. 117Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society....., 37. 118Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), 164. 119Bahtiar Effendy, “Wawasan Al-Qur’an Tentang Masyarakat Madani,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol I, No. 2, (1999), 76. 120Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era reformasi, 167.

59 takwanya kepada Allah Swt.), karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran/3: 79).

Selain bercirikan masyarakat rabbāniyyah (orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah Swt.), juga bercirikan ribbiyyah. Dalam al-Qur’an ayat tersebut dijelaskan:

            

          Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran/3: 146).

Menurut Nurcholish Madjid, rabbaniyah dan ribbiyah merupakan ḥablun min Allāh, tali hubungan dengan Allah, dimensi vertikal hidup manusia, salah satu jaminan untuk manusia agar tidak jatuh hina dan nista. Semangat Rabbāniyyah atau ribbiyyah itu, jika cukup tulus dan sejati, akan memancar dalam semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah, atau bashariyah, dimensi horisontal hidup manusia, ḥablun min al-nās. Kemudian pada urutannya, semangat perikemanusiian itu sendiri memancar dalam berbagai bentuk hubungan pergaulan manusia yang penuh budi luhur. Masyarakat berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah, masyarakat berperadaban, masyarakat madani. Masyarakat Madani yang dibangun Nabi itu, oleh Robert N. Bellah, sebagaimana dikutip Nurcholish Madjid, disebut sebagai masyarakat yang untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga setelah nabi sendiri wafat tidak bertahan lama. Timur tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern seperti dirintis Nabi.121 Nurcholish Madjid merealisasikan prototype masyarakat madani dengan membentuk organisasi Paramadina. Menurut penjelasan Andi Faisal Bakti,122 Parama berasal dari bahasa Latin, akar kata dari kata

121Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era reformasi, 168-169. 122Andi Faisal Bakti, “Daarut Tauhiid: New Approach to Dakwah for Peace in Indonesia,” Jurnal Kajian Dakwah dan Komunikasi, Vol 8, No. 1, Juni (2006): 1-29; “Majelis Az-Zikra: New Approach to Dakwah for Civil Society in

60 bahasa Inggris, prime, yang memiliki makna utama atau inti. Kata dina diambil dari dua kosa kata bahasa Arab dīn-nā, yang berarti agama kita. Dengan dimikian, penggunaan istilah “paramadina” secara simbolik menunjukkan maksud dan tujuan organisasi tersebut, yakni menggali kembali dan mengembangkan pengertian yang benar tentang inti utama ajaran agama yang kita anut. Inti ajaran agama tersebut diyakini sebagai ajaran hidup kemanusiaan dan universal berdasarkan prinsip pokok Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yang telah diutus oleh Allah kepada setiap umat. Nabiyullāh dan Rasūlullāh terakhir, Muhammad Saw., dalam kepemimpinannya di Madinah memberikan suri tauladan bagaimana mewujudkan kehidupan dengan semangat ketauhidan. Spirit religiusitas tersebut berkesinambungan secara harmonis dengan tatanan sosial dan politik yang berasaskan paham kemajemukan (pluralis) dan yang serba meliputi (inklusif) aspek-aspek kehidupan. Madinah menjadi blue print komunitas kehidupan sosial dan bernegara secara modern, di samping menjadi tipe nasionalisme partisipatoris egaliter (madani). 123 Penyetaraan ini juga menunjukkan bahwa di satu sisi Islam berpotensi untuk diinterpretasi ulang sesuai dengan perkembangan zaman, dan di sisi lain, masyarakat Madinah merupakan proto-type masyarakat ideal produk Islam yang bisa dipersandingkan dengan konsep civil society. Dengan demikian, konsep masyarakat madani menggambarkan bentuk dialog antara Islam dengan modernitas. Uniknya, kalangan cendekiawan tradisionalis NU (Nahdlatul Ulama) lebih memilih tetap tidak menterjemahkan dan menyepadankan terma civil society dengan terma masyarakat madani. Untuk terma demokrasi, kalangan tradisionalis ini tidak keberatan disepadankan dengan terma musyawarah. Namun untuk civil society, kemungkinan karena yang menggagas adalah intelektual-intelektual ICMI dan Muhammadiyah, mereka menolak penggunaan istilah masyarakat madani dengan berlindung pada gramatika Arab dari derivasi kata madani. Sukron Kamil secara lebih implisit menjelaskan bahwa

Indonesia,” Mimbar Agama dan Budaya, Vol. 23, No. 1 Juni, (2006):14-24; Andi Faisal Bakti, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy.” Asian Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3, November (2005): 486-505. 123 Nurcholish Madjid, “Mewujudkan Masyarakat Madani di Era Reformasi,” Titik Temu Jurnal Peradaban, Vol. 2, No. 2, Januari – Juni (2009), 14; Andi Faisal Bakti, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: an Engagement in Civil Society,” Archipel Vol. 68, Paris (2004), 319.

61 perbedaan itu karena perbedaan cara pandang terhadap Islam dan juga kepentingan sosial.124 Sahal Mahfudz lebih menyukai menggunakan terma masyarakat mutamaddun dari pada masyarakat madani. 125 Hikam menambahkan bahwa contoh sosial kota Madinah yang dijadikan landasan pemikiran kaum masyarakat madani dianggap kurang mencerminkan relevansi dengan Indonesia. Ia berargumentasi:

“Saya pernah terlibat dalam perdebatan dengan tokoh-tokoh pendukung gagasan “masyarakat madani.” Mengenai itu, M. Dawam Rahardjo dan Nurcholish Madjid (Cak Nur) masih menekankan visi yang partikularistik, yakni bahwa Islam itu merupakan alternatif visi atas civil society. Padahal, sebuah visi tidak harus berupa alternatif, tetapi yang ditekankan seharusnya adalah bagaimana bisa bersama-sama dengan yang lain. Namun Cak Nur mengatakan bahwa Islam itu harus menjadi landasan values bagi masyarakat Indonesia, seperti Yahudi dan Kristen, yang menjadi landasan bagi masyarakat Barat. Kendati demikian, bagi saya Islam hanyalah salah satu dari sekian banyak value system. Saya lebih sepakat dengan Gus Dur bahwa Islam di Indonesia itu bersifat komplementer. Dan ini jelas berbeda dari Cak Nur yang melihat Islam sebagai dominant ideology. Sementara itu, Dawam lebih parah lagi. Ia betul-betul mengarah pada “Islamisasi” civil society. Hal-hal semacam ini tidak perlu dikomentari, karena sangat partikularistik, walaupun masih menyinggung civil society. Malah Dawam sendiri mengatakan bahwa “masyarakat madani” bukan civil society. Dan itu dengan sendirinya sudah clear.126

Abdul Mun’im D.Z, sebagaimana pendapat Mahfudz dan Hikam juga menolak penggunaan kata masyarakat madani dengan alasan:

“Sejak awal kalangan NU menolak istilah yang merujuk zaman Madinah itu. Sebab, zaman itu tidaklah seideal seperti yang dimitoskan, sebagaimana kritik yang disampaikan Said Agil Siradj. Kalangan NU memandang negara Indonesia harus dibangun berdasarkan pengalaman modern saat ini, tidak harus merujuk ke zaman Islam klasik.”127

124 Sukron Kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik: Agama dan Negara, Demokrasi, Civil Society, Syari’ah dan HAM, Fundamentlisme, dan Antikorupsi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 135. 125Andi Faisal Bakti, Andi Faisal Bakti, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: an Engagement in Civil Society,” 318. 126Muhammad A.S. Hikam, “Pengantar (1) Nahdatul Ulama, Civil Society, dan Proyek Pencerahan,” dalam Ahmad Baso, Civil Society versus Masyarakat Madani, 11. 127Dikutip dari Ahmad Baso, Civil Society versus Masyarakat Madani, 250-251.

62

Ahmad Baso menilai Madinah di masa Nabi yang dijadikan rujukan kaum modernis dalam membentuk masyarakat madani, kurang ideal untuk menumbukan civil society. Karena, disana ada satu kelompok yang merasa superior dan yang lain dianggap inferior. Hal ini sangat jelas ketika Nabi Saw mengatakan “al-a’immatu min quraisy”. Alam pikiran masyarakat saat itu mengatakan Quraisy adalah suku kelas satu sehingga mempunyai hak istimewa yang tidak dimiliki suku lain, yaitu hak untuk menjadi pemimpin. Hal-hal inilah yang lepas dari pengamatan kaum modernis ketika membaca kitab-kitab Ibn Hisham, Ibn Qutaybah, al-Thabari, al-Maqrizi atau Ibn Khaldun. Maka, dengan mengambil contoh kewargaan Madinah, ada kekhawatiran sistem masyarakat madani yang akhirnya mengendalikan negara, akan dikuasai oleh ideologi kelompok tertentu dan menafikan kelompok lain. Masyarakat madani meniscayakan negara yang dikuasai oleh suatu paham agama tertentu, jelas ini berbeda dengan prinsip civil society yang mencita-citakan persamaan (egalitarianism).128 Menurut penulis, keberatan Kalangan NU, dengan kukuh memakai terma civil society justru malah terjebak sendiri dengan argumen penolakan terhadap kelompok masyarakat madani. Alih-alih memperadabkan masyarakat Indonesia, mereka kembali berkubang ke civil society yang berdimensi individualisme, dan sekulerisme ketimbang minimal pendukung pemikiran Gusdurian yang terkenal dengan pribumisasi keislaman. Sebagaimana dikutip oleh Cahyadi, Wernerngin Jaeger (1954) mengingatkan bahwa visi budaya (paideia) kemanusiaan yang menjadi spirit demokrasi dan civil society sejak zaman Romawi dan Yunani, masa tengah “medieval age,” (abad ke-14- 15) hingga zaman masa modern di atas, adalah visi renascentia romanitatis, kelahiran kembali ajaran kemanusiaan orang-orang Romawi kuna. Visi yang membedakan mana homo-humanus sebagai “subyek diri” dan homo-barbarus sebagai objek “the others.”129 Pendapat Jaeger senada dengan kritikan civil society oleh Ehrenberg (1996). 130 Menurutnya, dalam tradisi Romawi Kuna hingga zaman

128 Lihat lebih detail dalam Ahmad Baso, Civil Society versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) 129Lihat Werner Jaeger, Paideia: The Ideals of Greek Culture, Vol. 1 Archaic Greece: The Mind of Athens (terj) Gilbert Highet (Oxford: Basil Blackwell, 1954), 3- 14. 130Lihat John Ehrenberg, Civil Society: the Critical History of an Idea (New York dan London: New York University Press, 1999), 3.

63 renaisance, “the others” adalah orang asing. Makhluk asing itu makhluk yang berada di luar hubungan darah (etnos) dalam sebuah bangsa, dan karena itu sah untuk dibinatangkan (barbar). Dalam tradisi Romawi kuno, “the others” adalah homo barbarus. Para bangsawan adalah homo humanus (manusia humanis) atau dalam tradisi Yunani adalah makhluk rasional (zoon logon ekhon).131 Lebih jauh, uniknya lagi, Frans Magnis Suseno, Romo Katolik, menolak kesekuleran civil society di atas. Ia-pun mendobrak ‘tembok maha sempit,’ pakem dan claim batasan sejarah civil society tersebut. Beliau tidak keberatan dengan dan memakai istilah masyarakat madani. Ia juga memperluas batasan cakrawala masyarakat madani dapat dirunut pada tradisi religiusitas Ibrahimiyyah, sebagai Bapak Monoteistik. Ibrahim memproklamirkan kekeliruan laku-praktek keagamaan dan praktek sosial yang berlaku di tanah kelahirannya, bukan dengan wahyu semata, akan tetapi terdahulu dengan ke-swa- mandiriannya menjadi oposisi dan mitra negara.132 Ia menyimpulkan:

Diperlukan keruntuhan tatanan feodal Abad Pertengahan dan pandangan dunianya yang hirarkis, baru pandangan tentang manusia yang egalitarian itu dapat menjadi operasional secara politis. Akan tetapi sangat pentinglah asal-usul religius dan filosofis itu diingat. Jadi paham dasar martabat manusia, kesamaan hakiki semua orang dalam martabat itu, dan oleh karena itu perlunya kekuasaan politik memiliki legitimasi rasional bukanlah sesuatu yang secara spesifik “Barat.” Paham-paham itu berasal dalam sebuah lingkungan yang sekurang- kurangnya merangkum seluruh dunia Yahudi, Kristen, dan Islam. Maka (semisal) cita-cita demokratis bukanlah semuanya merupakan anak pemikiran pencerahan akal budi. Pandangan dasar tentang apa itu manusia jauh lebih luas daripada apa yang diperlihatkan oleh wajah Barat...... Yang memberikan wajah khas Barat.... adalah kenyataan bahwa dasar-dasar filosofisnya baru menjadi operasional secara sosial dan politik sesudah munculnya masyarakat pasca-tradisional yang karena alasan-alasan yang tidak perlu saya masuki di sini secara historis terjadi dalam apa yang kita sebut “Barat.”133

131 Bandingkan juga dengan Edward Said, Orientalisme (terj.) Asep Hikmat (Bandung: Pustaka, 1996), 74-75. 132Frans Magnis Suseno, “Demokrasi: Tantangan Universal,” dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher, Agama dan Dialog antar Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1996), 129-130. Lihat pula entri “Civilization, Concept and History of,” dalam International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, (Tp; Elsevier Science Ltd., 2001), 1903. 133Frans Magnis Suseno, “Demokrasi: Tantangan Universal,” dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher (ed.) Agama dan Dialog Antar Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1996), 130.

64

Meskipun demikian, pendapat kalangan NU di atas, sebagaimana disinyalir oleh Effendi, ada benarnya, karena sampai saat ini seringkali Islam dipandang sebagai sesuatu yang berlawanan dengan kehidupan masyarakat madani. Paling tidak, sulit untuk menemukan negara Muslim dalam praktik yang mengembangkan kehidupan masyarakat madani. 134 Namun bukan berarti juga menjadi apatis untuk dapat membentuk masyarakat yang madani sebagaimana yang pernah diterapkan Rasulullah. Untuk membumikan Islam di Indonesia sebagaimana yang dikehendaki Gus Dur, seharusnya yang dipilih adalah terma jumbuhing kawulo-gusti. Menurut Bambang Pranowo, ungkapan Jawa di atas merupakan kearifan lokal masyarakat madani yang khas bangsa Indonesia, semakna dengan manunggaling kawulo ing gusti. Dalam khazanah tasawuf, konsep itu umum dikenal sebagai bersatunya hamba dengan Penciptanya. Namun, lebih luas konsep itu juga bisa dipakai untuk khazanah politik. Adagium itu dalam hal ini bermakna bersatunya antara rakyat dengan negara. Gusti, bagi manusia Jawa, tidak hanya bermakna Tuhan, ia juga bermakna kepala pemerintahan. 135 Dalam bahasa pedalangan dikatakan “gung binathara bau dhendha nyakrawati,” Raja yang memiliki pribadi agung, suci berwibawa, bijaksana, menjaga keadilan dan menegakkan hukum dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi. Dalam konsep kekuasaan Jawa tersebut, pemberian kekuasaan yang besar kepada raja diimbangi dengan ketentuan bahwa raja harus bijaksana. Seorang raja harus bersifat “berbudi bawa leksana, ambeg adil para marta,” meluap budi luhur mulia dan sifat adilnya terhadap sesama. Selain itu, tugas raja adalah “anjaga tata titi tentreming praja”, yakni menjaga keteraturan dan ketentraman hidup rakyat demi tercapainya suasana “karta tuwin raharja,” aman dan sejahtera.136 Menurut penulis, menariknya lagi, kata madani, dalam bahasa jawa bermakna menyamai, sepadan, sederajat, selevel dan setingkat. Sehingga, dalam konsep politik, karena domainnya adalah relasi antara rakyat dan negara, maka tentu saja yang dimaksud dengan masyarakat

134Bachtiar Effendi, “Wawasan Al-Qur’an Tentang Masyarakat Madani,” 78. 135Bambang Pranowo, “Islam and Social Change,” dalam Mata Kuliah SPs UIN Jakarta, 4 November, 2013. 136HAR. Tilaar, “In Search of New Paradigms in Educational anagement and Leadership Based on Indigenous Culture: The Indonesian Case,” dalam HAR. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21 (Magelang: Tera, 1998), 196.

65 madani versi jawa adalah masyarakat yang sederajat, sepadan, dengan negara dalam mengelola pemerintahan yang baik (good governance). Dalam cerita Dewa Ruci, kesentausaan yang diraih oleh sang Bima sebagai gusti bukanlah ketika ia telah mensejahterakan dirinya. Akan tetapi ketika ia mampu menyatukan diri dengan rakyatnya bersama membangun negara yang adil dan makmur.137 Dengan demikian, berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani merupakan padanan dari civil society. Masyarakat madani bersama dengan negara, bahu-membahu mengawasi jalannya roda pemerintahan secara demokratis. Secara konseptual, civil society dalam garis besarnya terbagi menjadi dua kelompok utama. Pertama, civil society vis a vis negara. Paradigma ini mendasarkan pandangan berada di luar pemerintahan dan menjadi oposisi yang kritis terhadap kebijakan negara. Partai politik oleh kelompok ini dianggap sejajar dengan negara dan sebagai bagian dari political society (masyarakat politik), bukan bagian dari civil society. Kedua, civil society sebagai mitra negara. Menurut mereka, apapun bentuk dari suatu perkumpulan masyarakat, tak terkecuali partai politik, bisa bekerja sama dengan Negara untuk membentuk suatu masyarakat yang civil society. Meskipun sama, masyarakat madani memiliki kekhasan tersendiri dibanding civil society. Religiusitas, satu hal yang membedakan antara masyarakat madani dan civil society. Pemerintah Republik Indonesia di bawah pemimpin BJ. Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999) secara legal konstitusional mengukuhkan penggunaan istilah masyarakat madani sebagai prakondisi menuju demokratisasi Indonesia. Hal tersebut tertuang melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 198 Tahun 1998 Tentang pembentukan Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani. Tujuannya merumuskan rekomendasi kebijaksanaan antisipatif untuk mempersiapkan berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara. 138 Tim tersebut diberi tugas untuk membahas masalah-masalah pokok yang harus disiapkan untuk membangun masyarakat madani Indonesia, yaitu di antaranya: Pertama, menghimpun tentang transformasi ekonomi, politik , hukum, sosial dan

137Lihat Hamid Nasuhi, Serat Dewa Ruci: Tasawuf Jawa Yasadipura I (Jakarta: Ushul Press, Lembaga Peningkatan dan Jaminan Mutu, dan UIN Jakarta Press, 2009). 138 Lihat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 198 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1998 oleh Presiden Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie.

66 budaya serta pemikiran dampak globalisasi terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa. Kedua, merumuskan rekomendasi serta pemikiran tentang upaya untuk mendorong transformasi bangsa menuju masyarakat madani. Tim Nasional tersebut terbagi kedalam tujuh kelompok, yaitu: Kelompok Reformasi Ekonomi; Kelompok Reformasi Tekno Industri; Kelompok Reformasi Politik; Kelompok Reformasi Kelembagaan; Kelompok Reformasi Sosial Budaya; Kelompok Reformasi Hukum dan Perundang-Undangan; Kelompok Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.139 Secara konseptual, menurut Dawam Rahardjo, yang membawa pertama kali istilah masyarakat madani di Indonesia adalah Anwar Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Asisten Perdana Menteri Malaysia, menyampaikan pidatonya pada Simposium Nasional pada Festival Istiqlal 1995. Masyarakat madani adalah masyarakat yang bermoral, masyarakat yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, masyarakat yang mampu mendorong daya usaha dan inisiatif individu.140 Lebih lanjut, menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani tidak bisa dipisahkan dengan akar kata dīn dalam konsep Madinah dan tamadun. Masyarakat madani harus berlandaskan kepada masyarakat yang berilmu, yang mendorong pembangunan dan kemajuan berlandaskan akhlak dan nilai etika. Pencapaiannya adalah dengan pelaksanaan ekonomi kerakyatan dan budaya masyarakat. Masyarakat madani sepadan dengan ungkapan mujtama’ madani, yang pernah dipopulerkan oleh ulama dan reformis Mesir Sheikh Muhammad Abduh.141 Istilah inipun terbilang baru, Naquib al-Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban Islam, yang mula-mula mencetuskannya. Kata “madani” pada masyarakat madani dipadankan dengan kata hadlari,

139Menurut penulis, Habibie menggunakan terma masyarakat madani merupakan pengaruh dari anggota-anggota Tim Nasional yang mayoritas adalah anggota Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Misalnya, Nurcholis Madjid, Bachtiar Effendi, Malik Fadjar, Adi Sasono, Marwah Daud Ibrahim, Jimly Asshiddiqie, dan lain-lain. lihat Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Susunan Tim Reformasi Menuju Masyarakat Madani. 140M. Dawam Raharjo, “Masyarakat Madani Di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” 23. 141Anwar Ibrahim, “Akhlak, Ilmu & Etika Asas Masyarakat Madani,” dalam http://anwaribrahimblog.com/?s=masyarakat+madani, diakses tanggal 1Februari 2014.

67 tsaqafi atau tamaddun dalam bahasa Arab yang mana mengacu pada hal-hal yang ideal dalam kehidupan.142 Menurut Schattscheider, masyarakat madani menjadi mitra negara dalam puncaknya berbentuk sebagai partai politik. 143 Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider, “Political parties created democracy.” Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties.”144

C. Peran Partai Politik dalam Membangun Peradaban Demokrasi Partai politik sebagaimana masyarakat madani merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu prasyarat berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi baik secara formal maupun informal. Kecenderungan demikian itu merupakan suatu keniscayaan (organizational imperatives). 145 Kecenderungan bermasyarakat yang pada prinsipnya adalah kehidupan berorganisasi timbul untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang sama dari individu-individu serta untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan persamaan pikiran dan hati

142Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society....., 37. 143David Adamany, “The Political Science of E. E. Schattschneider: A Review Essay,” The American Political Science Review, Vol. 66, No. 4 (Dec., 1972), 1322. 144 SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” 245. Lihat pula Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> pada 15 Desember 2013, diakses tanggal 23 Januari 2014. 145Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), 44; Anies R Baswedan, “Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory,” Asian Survey, 44, (2004), 669-670; Michael Buehler dan Paige Tan, “Party-Candidate Relationships in Indonesian Local Politics: A Case Study of the 2005 Regional Elections in Gowa, South Sulawesi Province,” Indonesia, Vol. 84, (2007), 41-42.

68 nurani.146 Organisasi partai politik dibentuk oleh warga negara untuk memperjuangkan kepentingan politik. Membentuk suatu organisasi adalah salah satu wujud dari adanya kebebasan berserikat. Kebebasan tersebut dipandang merupakan salah satu hak asasi yang fundamental dan melekat pada manusia sebagai makhluk sosial. Kebebasan berserikat terkait erat dengan hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani, serta kebebasan berekspresi. Jimly Asshiddiqie dari sisi etimologis menjelaskan bahwa kata partai berasal dari akar kata part yang berarti bagian atau golongan. Kata partai menunjuk pada golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, bahkan kepentingan. Pengelompokan itu bentuknya adalah organisasi secara umum, yang dapat dibedakan menurut wilayah aktivistasnya, seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, serta organisasi politik. Dalam perkembangannya, kata partai lebih banyak diasosiasikan untuk organisasi politik, yaitu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politik.147 Beberapa ahli memberikan konsep tentang partai politik secara berbeda-beda, namun memiliki elemen-elemen yang hampir sama. MacIver menyatakan “We may define a political party as an association organized in support of some principle or policy which by constitutional means it endavour to make the determinant of government.” 148 Sedangkan Miriam Budiardjo mendefinisikannya sebagai “Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan

146 Kecenderungan berorganisasi ini menjadi salah satu bagian dari teori perjanjian sosial yang dikemukakan baik oleh John Locke maupun J.J. Rousseu. Lihat, George H. Sabine, a History of Political Theory, Third Edition, (New York- Chicago-San Fransisco-Toronto-London; Holt Rinehart And Winston, 1961), 517- 541, 575-596. Sedangkan pentingnya kebebasan nurani (Freedom of Concience) bagi harkat manusia dan kemanusiaan dikemukakan oleh Nurcholish Madjid dalam tulisan berjudul “Kebebasan Nurani (Freedom of Concience) dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi, Hak Asasi dan Keadilan,” dalam Elza Peldi Taher (ed.), Demokratisasi Politik, Budaya Dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru (Jakarta; Paramadina, 1994), 123-144. 147Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, 45. 148R.M. MacIver, The Modern State, First Edition (London: Oxford University Press, 1955), 398.

69 kebijaksanaan-kebijaksanan mereka.149 Definisi tersebut senada dengan pendapat R.H Soltau yang mendedahkan bahwa partai politik adalah, “A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their general policies,”150 sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik menjaskan bahwa “partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”151 Dengan demikian, partai politik dapat dipahami dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, partai sama dengan masyarakat madani merupakan penggolongan masyarakat dalam organisasi secara umum yang tidak terbatas pada organisasi politik. Sedangkan dalam arti sempit, partai adalah partai politik, yaitu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politik (political society). Perkembangan politik menunjukkan adanya tiga komponen sebagai deskripsi kata ‘partai’, yaitu partai dalam pemerintahan, partai sebagai organisasi (politisi profesional), dan partai sebagai kelompok pemilih. 152 Namun dalam paradigmatik politik, partai politik lebih dititikberatkan berfungsi sebagai sebuah organisasi atau institusi, khususnya aspek perantara (mediasi) antara kepentingan rakyat dan negara. Keberadaan dan perkembangan organisasi partai politik didasari oleh dua kondisi, yaitu penerimaan terhadap kekuatan yang plural dalam masyarakat dan pentingnya perwakilan politik dalam

149Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2004), 160. 150Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 160. 151Lihat UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, Pasal 1. 152Mengutip Muchamad Ali Syafa’at, partai terdiri atas tiga elemen, yaitu party- in-electorate, the party organization, dan the party-in-government. Lihat Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia (Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959 – 2004),” Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2009), 56.

70 penyelenggaraan pemerintahan. Aspirasi rakyat yang berbeda-beda merupakan legitimasi untuk mengorganisir diri agar semuanya dapat terwakili.153 Dari perspektif sejarah, embrio partai politik telah ada dalam kurun masa negara-kota Romawi pada masa pemerintahan Raja Tarquin (616 SM – 509 SM). Dalam kerajaan tersebut, kelompok masyarakat terbelah menjadi dua kelompok; patricians yang merupakan kaum aristokrat, dan plebeians yang merupakan kaum pengusaha dan kelas menengah, yang selanjutnya menjadi pionir dari fraksi-fraksi politik dalam kerajaan tersebut.154 Pada masa itu pula, forum rakyat di balai kota diadakan untuk mendengarkan tanggapan rakyat terhadap kinerja pemerintah kerajaan. Dengan kata lain, hal ini merupakan suatu representasi dari partisipasi politik secara langsung dan nyata oleh rakyat yang disebut demokrasi langsung. Namun dalam perkembangannya, wilayah negara yang luas dan banyaknya penduduk di dalamnya, membuat demokrasi secara langsung tidak mungkin dipraktekkan. Isu yang timbul dalam dunia politik pun makin luas dan kompleks, sehingga mustahil bagi tiap warga negara untuk selalu berkecimpung di dalamnya dan turut menyelesaikan masalah yang ada. Untuk itu, diperlukan pembagian kerja yang meliputi berbagai bidang. Rakyat memberi wewenang pada perwakilan mereka untuk membuat kebijakan yang nantinya berdampak pada diri mereka sendiri. Pada perkembangannya, politisi cenderung bergabung dengan partai politik. Partai politik muncul sebagai organisasi yang mampu berkoordinasi dengan anggotanya, melintasi batas daerah, di dalam majelis maupun lembaga eksekutif. Inilah demokrasi representatif. Dalam perkembangan partai politik berikutnya, di Inggris sejak akhir abad 17 telah terdapat dua faksi utama embrio dari partai politik modern, yaitu yang disebut Whigs dan Tories. 155 Kaum Whigs dari

153Studi tentang perkembangan partai politik dan model-modelnya dibahas secara menyeluruh dari aspek politik dalam Maurice Duverger, Political Parties (London: Metheun & Co., 1964). 154 E. P. Thompson, “Patrician Society, Plebeian Culture,” Journal of Social History, Vol. 7, No. 4 (summer, 1974), 382-405; CD. Barnett, “The Roman gens’ influence on loci of power in the Early Republic,” Macquarie Matrix: Vol.2.1, Agustus (2012), 2-3; Karl-J. Hölkeskamp, “Conquest, Competition and Consensus: Roman Expansion in Italy and the Rise of the "Nobilitas," Historia: Zeitschrift für Alte Geschichte, Vol. 42, No. 1 (1993), 12-39. 155David Stasavage, “Partisan Politics and Public Debt: the Importance of the ‘Whig Supremacy’ for Britain’s Financial Revolution,” European Review of Economic History, XX (2007), 123-126; Wesley Allen Riddle, “Culture and Politics:

71 awalnya adalah kelompok yang anti-monarki tetapi sekaligus mendukung raja Georg I, sementara kaum Tories adalah penganut monarki murni tapi sangat keras menolak raja yang berkuasa saat itu, karena sang raja sangat tergantung pada parlemen. 156 Partai Whig adalah pendukung Revolusi yang menyokong protestanisme dengan menghalangi seorang Katholik menjadi raja atau ratu Inggris. Oleh sebab itu Partai Whig mendukung sepenuhnya Dinasti Hanover yang berasal dari Jerman karena beragama Protestan. Sebaliknya Partai Tory pada masa awal Dinasti Hanover terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan yang bersedia menerima Dinasti Hanover dan golongan yang menginginkan kelanjutan Dinasti Stuart. Namun nama Tories dan Whigs dalam perpolitikan Inggris berkembang sehingga tidak lagi mewakili arti awal dari istilah tersebut. Tories dan Whigs juga pernah dipakai untuk membedakan dua kelompok yang memiliki orientasi berbeda dalam hal kebijakan terhadap wilayah-wilayah koloni Inggris. Kelompok yang mendukung campur tangan yang besar dalam politik di koloni-koloni Inggris menyebut diri sebagai the Whigs. Sedangkan yang mempertahankan otoritas dan pretensi kerajaan serta hak-hak Gubernur Jenderal, terpaksa menerima sebutan Tories.’157 Dalam perkembangannya, anggota Tories biasanya adalah kaum pemilik tanah (bangsawan pemilik tanah), sedangkan pedagang dan pengusaha kaya (kaum kapitalis) biasanya berafiliasi dengan politisi Whigs. Pada awal abad 19 kedua faksi ini menjadi partai politik massa yang diorganisasikan di semua level struktur sosial. Tories menjadi Partai Konservatif dan Whigs menjadi Partai Liberal. Kedua partai ini

The American Whig Review, 1845-1852,” Humanitas, Volume VIII, No. 1, (1995), 46-48. Uniknya, menurut Robert B. Baowollo kata Whig adalah suatu ungkapan dari dialek Skotalandia yang berarti penggiring ternak (Dover), sementara tory adalah ungkapan di kalangan masyarakat Irlandia yang artinya maling atau pencuri. Kristalisasi whig dan tory sebagai political oponents mempunya rujukan pada konflik agama saat itu. Kaum Whigs dan pendukung mereka adalah para pengikut Presbiterian yang fanatik dari Skotlandia yang merangkul kelompok protestan. Sementara para pembangkang yang setia pada Paus, yang kemudian di Irlandia dikenal dengan nama Whiteboys, adalah kaum Tories. Lihat Robert B. Baowollo “Robinocracy: Demokrasi dan Korupsi,” dalam http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/08/08/0006.html, diakses tanggal 10 Maret 2014. 156 Wirjono Prodjodikoro Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, (Bandung: PT. Eresco Jakarta, 1981), 104-105. 157Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia,” 56.

72 menjadi partai utama hingga pascaperang dunia I.158 Sedangkan Partai Buruh pada awalnya merupakan suatu faksi dalam Partai Liberal yang memperjuangkan kepentingan kelas buruh. Partai Buruh menjadi partai utama (major party) pada saat mendekati perang dunia I. Partai ini menjadikan sosialisme sebagai prinsip umum organisasinya.159 Amerika Serikat sebagai negara ‘anak kandung’ Inggris, dalam sejarahnya partai politik sama sekali tidak terpikirkan pada saat pembuatan konstitusi. Bahkan, para pendiri bangsa itu memandang partai politik dengan penuh kecurigaan. Salah satu prinsip argumentasi James Madison menerima konstitusi adalah bahwa sistem federalisme dan pemisahan kekuasaan akan mencegah setiap faksi dapat mengontrol aparat dan pemerintahan nasional. Faksi dalam hal ini adalah partai politik dan kelompok kepentingan.160 Namun demikian, keberadaan faksi-faksi itu sendiri telah ada pada saat pembentukan konstitusi dan diakui sebagai hal yang tidak dapat dihindari sebagai konsekuensi kebebasan yang esensial bagi kehidupan politik. Untuk alasan ini, para pemimpin nasional mengecam faksi politik dan oleh karena itu tidak membuat ketentuan mengenai partai-partai politik. Perdebatan mengenai aspek-aspek tersebut mewarnai pemerintahan awal negara baru tersebut.161 Sekitar tahun 1790-an, timbul konflik antara beberapa partai pertama Amerika. Partai Federalis yang dipimpin Alexander Hamilton dan partai Republik (juga disebut Demokrat-Republik) yang dipimpin Thomas Jefferson, merupakan partai politik pertama di dunia Barat. Tidak seperti kelompok politik longgar dalam Dewan Rakyat Inggris atau di koloni Amerika sebelum revolusi, kedua partai ini memiliki program partai yang masuk akal serta mendasar, pengikut yang relatif stabil dan organisasi yang berkesinambungan.162

158Wirjono Prodjodikoro Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, 104-105. 159Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia....,” 57. 160MacIver, the Modern State, 397. Madison mendefinisikan faksi sebagai “a number of citizens, whether amounting to majority or minority of the whole, who are united and actuated by some common impulse of passion, or of interest, adverse to the rights of other citizens, or to the permanent and aggregate interest of the community.” Lihat Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia....,” 57. 161Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, Edisi Bahasa Indonesia (terj.) Michelle Anugrah (ttp: Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, 2005), 87. 162Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, 88.

73

Federalis terutama mewakili kepentingan perdagangan dan manufaktur, yang mereka pandang sebagai kekuatan kemajuan di dunia. Mereka percaya hal ini dapat ditingkatkan hanya dengan pemerintahan pusat yang kuat yang mampu menghasilkan reputasi kepercayaan publik yang mapan dan mata uang yang stabil. Walau terang-terangan tidak mempercayai radikalisme laten orang kebanyakan, mereka tetap memiliki daya tarik bagi para pekerja dan produsen. Dukungan terkuat politik mereka terletak di negara bagian New England. Mereka memandang Inggris sebagai contoh yang perlu ditiru Amerika Serikat dalam segala hal. Oleh karena itu, mereka mendukung hubungan baik dengan negara induk.163 Partai Republik yang dipimpin Thomas Jefferson lebih mengutamakan kepentingan dan nilai pertanian. Mereka tidak mempercayai para bankir, hampir tidak memedulikan bidang niaga dan manufaktur, serta percaya bahwa kebebasan dan demokrasi dapat berkembang dengan sangat baik di masyarakat pedesaan yang terdiri atas para petani swasembada. Mereka nyaris tidak membutuhkan pemerintah pusat yang kuat. Sesungguhnya, mereka cenderung menganggap pemerintah sebagai sumber tekanan potensial. Oleh karena itu, mereka lebih menyukai hak negara bagian. Posisi mereka paling kuat di wilayah Selatan. Dalam perkembangannya, partai politik di Amerika Serikat telah menjalankan peran besar dalam agregasi kepentingan politik di semua wilayah. Partai-partai tersebut telah menyediakan kendaraan bagi pilihan publik dan perubahan politik secara damai. Rakyat Amerika telah belajar menggunakan partai politik sebagai pengganti revolusi untuk melakukan perubahan dan mengontrol pemerintah. Sistem yang dibangun memungkinkan partai politik yang sedang berkuasa keluar dari pemerintahan dan partai politik yang berada di luar kekuasaan (the outs) mengambil giliran menjadi partai politik yang berkuasa (the ins).164 Dalam nomenklatur Islam, biasanya padanan kata partai dalam bahasa Arab sering di sebut sebagai ”hizb” jamaknya “Ahzab” yang berarti, "suatu jamaah yang memiliki kegigihan dan power” atau “setiap kaum yang memiliki pekerjaan dan keinginan

163Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, 88. 164Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, 89.

74 beranekaragam.” 165 Secara historis partai politik lahir dari sistem demokrasi. Dalam menyikapinya, sebagaimana dalam menyikapi demokrasi, para ulama Muslim terdapat pro dan kontra terhadap partai politik. Ada yang berpendapat bahwa mendirikan dan masuk partai politik itu haram hukumnya secara mutlak, hal ini di karenakan bahwa sistem demokrasi adalah sistem jahiliyah dan barang impor dari Barat yang otomatais atribut-atribut dan apapun yang berkenaan denganya adalah haram hukumnya, terlebih lagi lagi bahwa persoalan ini tidak pernah didapati pada sejarah umat Islam.166 Di pihak lain, ada yang berpendapat bahwa mendirikan partai dan masuk partai itu tidaklah di larang karena walau bagaimanapun demokrasi sudah menjadi realita bersama, sedangkan untuk menegakkan khilafah tidak bisa langsung diraih sekaligus mengingat begitu dominannya sistem demokrasi ini. Di sisi lain, sistem demokrasi merupakan sistem yang paling layak bagi dakwah Islam di banding sistem-sistem yang lainya, seperti monarki tirani dan lain-lain. Karena di dalam sistem demokrasi ada jaminan kebebasan pendapat dan berdakwah, walaupun kasus partai tidak di jumpai pada masa Nabi dan kurun sesudahnya ini bukan berarti hal ini terlarang sama sekali mengingat ini bukan masalah ushul ini adalah masalah furu` yang mana dapat berkembang sedemikian pesatnya pada setiap masa yang mengharuskan usaha ijtihadi dalam menyelesaikan.167 Jika partai politik di Inggris dan Amerika terbentuk bersamaan dengan perkembangan dan pertumbuhan sistem demokrasi, maka di negara-negara jajahan partai politik dibentuk pada awalnya sebagai sarana pergerakan nasional. Partai-partai tersebut dapat duduk dalam dewan perwakilan ataupun menolaknya seperti yang terjadi di India dan Indonesia sebelum kemerdekaan.168

165Shauqi Dha’īf, al-Mu’jam al-Wasīṭ (Qahira: Maktabah Shurauq al-Dauliyyah, 2011), 170. 166‘Abd al-Azīz ibn Baz, ‘Abd al-Razaq Afifī, ‘Abdullah ibn Ghudayyan, dan ‘Abdullah ibn Ḥasan ibn Qu’ūd memfatwakan haramnya partai politik bagi umat Islam. lihat Khalīd al-Juraisī, al-Fatawā al-Shar’iyyah fī al-Masā’il al-‘Aṣriyyah min Fatawā Ulamā’ al-Balad al-Ḥaram: Fatwa no 1674 (7/10/1397) (Riyadh: Lajnah Da`imah lī al-Ifta’, 1397); lihat juga Muḥammad ibn Ṣalīḥ al-‘Utsaimīn, al-Ṣahwah Islāmiyyah Dhawābiṭ wa Taujihāt (Riyadh: Madar al-Waṭan, 1431), 154. 167 Muhammad Natsir, Islam sebagai Landasan Negara (Bandung: Pimpinan Fraksi Masyumi dalam Konstituante, 1957), 38. Lihat juga dalam Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna, 73. 168 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 160; Partai pergerakan kemerdekaan di India misalnya adalah Partai Kongres. Sedangkan di Indonesia, banyak partai telah didirikan sebelum kemerdekaan sebagai alat pergerakan nasional

75

Keberadaan partai politik di Indonesia dapat dilacak sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu sudah mulai berkembang kekuatan- kekuatan politik dalam tahap pengelompokan yang diikuti dengan polarisasi, ekspansi, dan pelembagaan. Partai politik di Indonesia lahir bersamaan dengan tumbuhnya gerakan kebangsaan yang menandai era kebangkitan nasional. Berbagai organisasi modern muncul sebagai wadah pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Walaupun pada awalnya berbagai organisasi tidak secara tegas menamakan diri sebagai partai politik, namun memiliki program-program dan aktivitas politik.169 Bahkan menurut Yusril Ihza Mahendra, berdasarkan fakta-fakta historis, munculnya partai-partai politik masa pascakemerdekaan jelas bahwa beberapa partai telah berdiri jauh sebelum dikeluarkannya Maklumat Pemerintah yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta, atas saran Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP- KNIP) pada tanggal 3 November 1945. Maklumat itu menegaskan bahwa pemerintah “menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin kejalan yang teratur segala aliran paham yang ada di masyarakat.” Namun, Maklumat Pemerintah itu bukanlah penyebab berdirinya partai-partai. Maklumat itu adalah ‘pengesahan’ terhadap partai-partai yang telah berdiri.170 Kehadiran partai politik dalam sejarah politik Indonesia modern dimulai pada permulaan abad ke-20. Sejalan dengan berbagai kebijakan baru pemerintah Hindia-Belanda yang banyak dipengaruhi oleh politik etis, berbagai asosiasi yang bercorak etnis, kebudayaan, dan keagamaan bermunculan sejak tahun 1905. Partai-partai politik bermunculan setelah Gubernur Jenderal Idenburg memberikan keleluasaan kepada Sarekat Islam bergerak secara lokal, karena ia mengira organisasi ini tidak akan terlibat dalam aktivitas politik praktis. Partai-partai lain juga bermunculan dalam kurun 1910 sampai dengan 1930, seperti Indische Partij, ISDV, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno pada tahun 1927.171

mencapai kemerdekaan seperti SI, PNI, PSI, Partindo, dan lain-lain. Lihat juga Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942 (Jakarta: LP3ES), 114-115. 169Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia.....,” 57. 170Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 181. 171Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, 177-178.

76

Sepanjang empat dasawarsa abad ke-20, partai-partai politik memberikan kontribusi yang besar dalam menumbuhkan semangat nasionalisme Indonesia, kendatipun partai-partai itu tumbuh dan berkembang berdasarkan ideologi politik yang berbeda-beda. Sarekat Islam, Pergerakan Penyadar, dan Partai Islam Indonesia adalah partai- partai dengan ideologi politik Islam. PNI dan Partai Indonesia Raya (Parindra) berideologi nasionalisme. Sedangkan Partij Komunis Hindia (PKI) berideologi sosialisme. Perbedaan ideologi antarpartai kerap menjadi pangkal pertikaian di antara pemimpin pergerakan politik pada masa penjajahan Belanda. Perbedaan strategi dalam berjuang mencapai kemerdekaan, seperti antara kelompok kooperasi dan non-kooperasi juga menjadi sumber pertikaian. Meskipun memiliki visi politik yang berbeda-beda, partai-partai itu sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Mereka berusaha sekuat tenaga agar rakyat mengerti politik dan memiliki kesadaran bahwa mereka sebagai bangsa yang terjajah harus berjuang mencapai kemerdekaan.172 Partai-partai itu juga telah mendorong tumbuhnya perdebatan- perdebatan intelektual dikalangan para pemimpinnya. Rakyat belajar dari perdebatan-perdebatan intelektual dan pidato-pidato rapat umum partai-partai politik masa itu. Partai-partai yang menghimpun massa dalam jumlah banyak itu telah melahirkan pemimpin-pemimpin politik dan masyarakat dari bawah. Hubungan antara pemimpin dan pengikut menjadi erat. Pemimpin-pemimpin partai tersebut, bersama pemimpin- pemimpin organisasi sosial dan keagamaan membawa Indonesia pada kemerdekaan pada tahun 1945.

D. Masyarakat Madani dan Partai Politik dalam Bingkai Pancasila Berdasarkan sila-sila Pancasila, terutama sila ke-2 dan ke-4, maka Sumber Hukum Negara Indonesia secara tersurat dan tersirat mengakomodasi terbentuknya masyarakat madani dan partai politik. Pancasila mendorong pemerintahan yang demokratis dan melindungi hak-hak asasi manusia. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan bila negara berhasil mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan pemerintahan yang demokratis dan melindungi hak hak asasi manusia. Sungguhpun demikian, sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa,” merupakan asas yang paling fundamental bagi segenap cita bangsa Indonesia. Masyarakat madani dan partai politik

172Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, 178.

77 yang tidak mengindahkan kaidah berketuhanan, secara prinsipil bertentangan dengan konstitusi bangsa. Berdiri dan kokohnya sebuah negara sangat dipengaruhi oleh landasan yang kuat. Pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno mengajukan lima pilar kebangsaan yang ideal bagi Indonesia atau lebih dikenal dengan Pancasila yaitu: (1) kebangsaan Indonesia, (2) internasionalisme atau perikemanusiaan, (3) mufakat atau demokrasi, (4) kesejahteraan sosial, dan (5) Ketuhanan yang berkebudayaan.173 Bung Karno melanjutkan, jika kelima pilar tersebut diciutkan, maka menjadilah tiga dasar (Tri Sila). Dua sila pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan, setelah diperas, maka jadilah socio-nasionalisme. Sebelum mengajukan rumusan kedua, Bung Karno menjelaskan bahwa demokrasi yang akan digunakan bukan produk Barat, melainkan politiek-economische democratie, yaitu politieke-democratie dengan sociale rechtvaardigheid atau demokrasi dengan kesejahteraan. Hasil perasannya dinamakan socio-democratie. Pilar terakhir adalah ketuhanan yang berkebudayaan. Berkaitan dengan pilar terakhir ini, Bung Karno menjelaskan bahwa segenap rakyat hendaknya ini bertuhan secara kebudayaan, ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Dan, hendaknya negara Indonesia adalah negara yang bertuhan.174 Menurut Bung Karno, bahkan meringkaskan lagi, “jika Anda (peserta sidang) tidak senang menggunakan angka lima atau tiga, maka seluruh sila-sila itu dapat disimpul lagi menjadi satu (Eka Sila), yakni Gotong-royong. Inilah pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gotong royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat semua kepentingan, keringat semua buat kebahagiaan semua. Singkatnya, semua buat semua dan Indonesia buat Indonesia.175

173 Setneg-RI, Risalah Sidang Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) – Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (Jakarta: Setneg-RI, 1995), 71-80. Lihat juga Abd. Rahman Hamid, “Pilar Kebangsaan Menurut Abdul Qahhar Mudzakkar; Perspektif Ideologis,” dalam Andi Faisal Bakti dan Salehuddin Yasin (ed.), Abdul Qahhar Mudzakkar: Ketegaran Seorang Pejuang Bangsa, Ditinjau dari Berbagai Aspek (Ciputat: C3- Huria Press-Qamus Institute, 2014), 4-5. 174 Setneg-RI, Risalah Sidang Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), 82. 175 Setneg-RI, Risalah Sidang Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), 82.

78

Menurut Yudi Latif, Bung Karno meletakkan pilar ketuhanan pada urutan terakhir mendapat banyak kritik dari kalangan Muslim dalam sidang BPUPKI.176 Uniknya, Abdul Qahhar Mudzakkar menempatkan ketuhanan pada posisi utama, kemudian dua pilar lainnya, yakni keadilan sosial dan demokrasi sejati sesudahnya. Peletakan pilar ketuhanan tersebut mencerminkan cara pandang dan falsafah yang dianut oleh kedua tokoh itu. Bagi Bung Karno, urutan tersebut bukan menunjukkan prioritas, tetapi urutan-urutan kebiasaan saja. Pemikiran itu juga dijelaskan oleh Roeslan Abdoelgani pada sidang Dewan Konstituante, bahwa penempatan urutan itu hanyalah mengikuti sistematika penjelasan saja. Bahkan menurutnya, urutan penyebutan itu hendaknya diartikan sebagai sesuatu yang mengunci empat pilar lainnya. Tetapi, dalam pandangan Qahhar, ketuhanan seharusnya diletakkan pada pilar pertama dalam Negara Kebangsaan Beragama.177 Meskipun demikian, karena pemikiran Bung Karno lebih awal dari gagasan Qahhar dan telah diterima sebagai ideologi bangsa sejak 1945, sehingga pemikiran itu banyak dikaji dan disosialisasikan kepada khalayak. Sebaliknya, gagasan Qahhar, yang tidak diterima sebagai ideologi bangsa, tidak banyak diketahui oleh publik, bahkan hampir dilupakan dalam sejarah Indonesia. Tiga pilar kebangsaan dalam pandangan Qahhar, yaitu: Ketuhanan, Keadilan Sosial, dan Demokrasi Sejati.178 Dalam konteks Indonesia, menurut Azyumardi Azra, tidak hanya demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani saja yang menjadi syarat untuk terwujudnya Indonesia berkeadaban, tetapi juga Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia, ideologi Indonesia, identitas Indonesia, dan cita-cita Indonesia. Sehingga dengan demikian, perwujudan nilai-nilai Pancasila merupakan syarat mutlak untuk memajukan Indonesia yang berkeadaban. Pancasila secara alami lahir dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam tiap butir sila Pancasila merupakan cerminan jati diri bangsa yang sudah melekat pada tiap sanubari warga Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, Pancasila belum dapat diterapkan secara maksimal, baik oleh kalangan masyarakat madani maupun partai

176 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 75. 177 Abd. Rahman Hamid, “Pilar Kebangsaan Menurut Abdul Qahhar Mudzakkar...., 5. 178 Abd. Rahman Hamid, “Pilar Kebangsaan Menurut Abdul Qahhar Mudzakkar...., 5-17.

79 politik. Padahal jika dikaji lebih lanjut, Pancasila dapat membawa negara Indonesia menjadi negara yang jauh lebih maju dari kondisinya sekarang. Bahkan menurut Azra, seharusnya, Pancasila yang menjadi civil religion dalam sistem demokrasi di Indonesia.179 Pancasila sebagai civil religion rakyat indonesia, meski belum sepenuhnya dihayati dan diamalkan, telah terbukti dalam meredam berbagai kemelut intoleransi politik dan demokrasi yang terjadi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Azyumardi membandingkan kondisi Indonesia dengan kondisi di negara lainnya, terutama Timur Tengah. Menurutnya, sektarianisme yang terjadi di Timur Tengah cenderung meningkat setiap akhir pekan. Kondisi ini terlihat lebih buruk daripada Indonesia, padahal Indonesia memiliki realitas kemajemukan yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan negara apa pun. Sehingga menurut Azra, “Indonesia menjadi satu-satunya harapan dunia atas kompabilitas atau kesesuaian hubungan Islam dengan demokrasi. Sebelumnya, dunia berharap pada Turki. Namun berita tentang Turki beberapa waktu belakangan justru menggambarkan otoritarianisme pemerintah Turki.” Ia-pun menambahkan, “Indonesia masih bisa menjadi contoh kemajemukan agama bagi negara-negara lainnya,” di seluruh penjuru muka bumi ini. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang memiliki kesesuaian antara agama dan demokrasi berdasarkan Pancasila, ada empat hal yang menurut Azyumardi perlu dilakukan, sebagaimana dikutip oleh satuharapan.com, yaitu pertama, perlu memperkuat multikulturalisme. Kedua, harus memperkuat religious based civil society (masyarakat madani berbasis agama) karena civil society semacam ini sudah ada bahkan sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, dan sifatnya cukup inklusif. Menurut Azyumardi, religious based civil society di Indonesia memiliki peran yang penting dalam menjaga kohesivitas di masyarakat. Sebab itu, setiap religious based society sepatutnya bersikap kritis, vokal, dan tidak mudah terprovokasi pada kepentingan politik tertentu. Hal ketiga yang menurutnya perlu dilakukan adalah penegakan public civility atau keadaban publik.

179Equivalent Pangasi, “Azyumardi Azra: Jangan Kapok Jadi Orang Indonesia!,” Ungkapan tersebut disampaikan Azyumardi dalam talk show “Intoleransi dalam Kehidupan Politik, Sebuah Realitas di Indonesia” yang dilaksanakan satuharapan.com pada Kamis (3/4) di Gedung Sinar Kasih, Jakarta Timur. Lihat versi online di http://www.satuharapan.com/read-detail/read/azyumardi-azra-jangan-kapok- jadi-orang-indonesia, diakses tanggal 2 Mei 2014.

80

Sekarang makin banyak orang yang tidak malu untuk melakukan hal yang salah dan ini jelas berbahaya. Azyumardi melanjutkan bahwa hal keempat yang juga vital untuk dilakukan adalah penegakan hukum. Melihat longgarnya pelaksanaan hukum di negeri Indonesia ini, jangan- jangan rakyat justru terlalu toleran pada pelanggar hukum. Oleh karena itu, pemulihan kredibilitas aparat penegak hukum adalah hal yang sangat penting.”180 Masyarakat madani dan partai politik memiliki peran sebagai sambungan paling penting antara rakyat dan negara dengan proses pembentukan peradaban pemerintahan yang baik dan bersih. Keberadaan masyarakat madani diperlukan sebagai kekuatan pengawas dan penyeimbang (chek and balances) kekuatan negara dalam hal menjalankan roda pemerintahan. Masyarakat madani Pancasilais yang bermoral, sadar hukum dan beradab mampu mewakili masyarakat umum atau rakyat dalam memperjuangkan kepentingan bersama kepada pemerintahan. Disamping itu, masyarakat madani akan mampu menekan pemerintah bila kebijakannya bertentangan dengan masyarakat umum. Sebaliknya, masyarakat madani akan menyokong pemerintahan yang berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Di samping itu, keberadaan partai diharapkan mampu mengagregasi beraneka macam kepentingan rakyat menjadi suatu input bagi pembutan kebijakan publik. Maka dari itu, demokrasi yang berdasarkan Pancasila mengindikasikan mekanisme kompetisi antar partai di dalam proses politik melalui parlemen agar fungsi agregasi kepentingan dapat berjalan. Kompetisi antar partai di sisi lain juga berguna untuk mengawasi akuntabilitas pemerintahan yang berjalan. Namun, kompetisi yang dimaksud tetap berada pada satu kerangka kerjasama untuk membentuk sistem pemerintahan yang kuat.

180Equivalent Pangasi, “Azyumardi Azra: Jangan Kapok Jadi Orang Indonesia!,” Ungkapan tersebut disampaikan Azyumardi dalam “Talk Show: Intoleransi dalam Kehidupan Politik, Sebuah Realitas di Indonesia” yang dilaksanakan satuharapan.com pada Kamis (3/4) di Gedung Sinar Kasih, Jakarta Timur. Lihat versi online di http://www.satuharapan.com/read-detail/read/azyumardi-azra-jangan-kapok- jadi-orang-indonesia, diakses tanggal 2 Mei 2014.

81

82

BAB III GENEALOGI PEMBENTUKAN DAN MANIFESTO PERJUANGAN GERINDRA

Pada bab sebelumnya, sekilas telah dibahas bahwa Lipset dan Rokkan (1987) berpendapat partai politik itu merupakan perkembangan dari organisasi masyarakat.1 Begitupun dengan Gerindra, sebagai partai politik, ia tidak berdiri langsung menjadi sebuah partai. Gerindra secara evolusionis dan bertahap mengukuhkan dirinya menjadi sebuah partai politik. Tahapan-tahapan sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini juga sekaligus sebagai koreksi atas publikasi resmi sejarah Gerindra versi aparatus internal Gerindra sendiri. Dalam berbagai publikasi, baik cetak maupun elektronik, Gerindra memperkenalkan diri sebagai partai politik baru tanpa melalui tahapan-tahapan yang matang. Padahal, rencana pembentukan partai politik itu jauh-jauh hari dan tahun telah dipersiapkan pembentukannya.

A. Gerindra Sebagai Organisasi Sosial Untuk menguraikan subbab ini, penulis mengangkat nama-nama aktor tokoh Gerindra berlandaskan pada paradigma kerangka sosiologi- meso teori strukturasi dari Antony Gidden untuk menjelaskan struktur organisasi sosial Gerindra. Strukturasi merupakan teori jalan tengah untuk mengakomodasi dominasi struktur atau kekuatan sosial (strukturalisme) dengan pelaku tindakan/agen (subyektivisme). 2

1Seymour M. Lipset dan Stein Rokkan, Cleavage Structures, Party System, and Voter Alignments (New York: Free Press, 1987). Lihat juga Jacob Beilasiak, ―Substance and Process in the Development of Party Systems in East Central Europe,‖ dalam Communist and Post-Communist Studies, 30, No. 1 (1997), 23-44; Herbert Kitschelt, dkk., ―Citizen, Politicans, and Party Certilization: Political Representation, and State-Failure in Post-Industrial Democracies,‖ dalam Europe Journal of Political Research 37 (2000), 149; Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi (Jakarta: Gramedia, 2009), 23. 2Frank den Hond, F. Kees Boersma, Leonie Heres, Eelke H.J. Kroes, dan Emmie van Oirschot, ―Giddens à la Carte? Appraising empirical applications of Structuration Theory in management and organization studies,‖ Journal of Political Power, Vol. 5, No. 2, Agustus (2012), 239-264; Jonathan H. Turner, ‖Review Essay: The Theory Structuration,‖ American Journal of Sociology, Vol. 91, No. 4, Januari (1986), 969- 970; Margaret S. Archer, ―Morphogenesis versus Structuration: On Combining

83 Strukturalisme menekankan pada dominasi peran struktur di dalam kehidupan sosial dan menjadi kekuatan sosial yang mampu mencengkram dan mengendalikan individu-individu secara penuh. Subyektivisme lebih menekankan pada peran dan tindakan individu aktif yang bebas sebagai faktor dominan dalam suatu tatanan kehidupan sosial, karena individu bertindak sebagai agen. Teori ini beranggapan bahwa antara agen dan struktur memiliki peran yang sama dan signifikan di dalam realitas sosial. Dengan demikian, Gerindra tidak bisa dilepaskan dari individu-individu anggotanya, begitupun sebaliknya. Anggota per individu tidak bisa lepas dari organisasi yang menaunginya. Pokok pembicaraan bab ini ialah menganalisa dan mengkritisi konsepsi masyarakat madani dari manifesto partai politik Gerindra dalam tinjauan segi kekuatan dan kelemahannya. Tetapi, meskipun pembicaraan ini menyangkut penilaian kritis terhadap manifeso, namun kritik itu an sich tidaklah menjadi tujuannya. Pembahasan ini bertolak pada usaha untuk mengenali segi-segi positif manifesto suatu partai politik dan mencari jalan bagaimana mengembangkannya agar dapat menjadi suatu sumbangan kepada tantangan demokratisasi pada masa kini. Juga dengan sendirinya, kajian ini berusaha mengenali segi-segi negatifnya, serta sedapat mungkin menemukan jalan untuk menghindari atau menghilangkannya. Dengan suatu kenyataan, partai politik Gerindra dari pertama kali berdiri tahun 2008 sampai dengan 2014 ini, setidak-tidaknya telah, sedang, dan akan ikut mewarnai dinamika bernegara di bumi nusantara ini. Selama rentang waktu enam tahun, akan dipotret, betapapun kecilnya, sumbangsihnya dalam mewujudkan tatanan masyarakat madani di Bumi Pertiwi ini. Gerindra terbentuk dari tokoh-tokoh individu, lembaga swadaya masyarakat, juga unsur birokrat. Dalam bahasa Herbert Feith, tokoh- tokoh tersebut adalah ―kaum cendekiawan yang tidak terikat.‖ 3 Adapun dari unsur individu, terdiri dari kumpulan pribadi-pribadi 4 dengan

Structure and Action,‖ The British Journal of Sociology, Vol. 33, No. 4-Desember, (1982), 455-483. 3Herbert Feith dan Lance Castles (ed.), Indonesian Political Thinking 1945 – 1965 (Ithaca dan London: Cornell University Press, 1970), karya ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Herbert Feith dan Lance Castles (ed.), Pemikiran Politik Indonesia 1945 – 1965 (terj.) Min Yubhaar (Jakarta: LP3ES, 1988), x-xlv. 4Prabowo Subianto, ―Kita Harus Merebut Hati Rakyat,‖ Gema Indonesia Raya, Edisi 14/Tahun II/Juni, (2012), 1; Prabowo Subianto, ―Gerindra Berjuang untuk Masa Depan Indonesia,‖ Gema Indonesia Raya, Edisi 10/Tahun II/Februari, (2012), 1;

84 beraneka ragam latar belakang mulai dari kalangan petani, buruh, nelayan, aktivis sosial, akademisi, agamawan, pengusaha, polisi, hingga militer.5 Prabowo Subianto, Muchdi PR., Mayjend Haryadi Darmawan, Kombes (Pur) Alfons Loe Mau, merupakan nama-nama dari kalangan militer yang ikut bergabung dengan Gerindra. Dalam ranah pengusaha, selain Prabowo juga tercatat ada Hasyim adik prabowo sendiri, seorang bisnismen dan kolektor benda-benda purbakala. Dikalangan aktivis, terdaftar nama-nama semisal Fadli Zon, Ahmad Muzani, Pius Lustrilanang, dan M. Zastrouw. Kalangan akademisi yang ikut gabung dalam Gerindra juga banyak, sebut saja misalnya Suhardi, ilmuwan pertanian; Burhanuddin Abdullah, Mantan Gubernur Bank Indonesia. Dari kalangan artis, setidaknya tercatat nama Jamal Mirdad dan Rachel Maryam.6 Karena keterbatasan kemampuan penelitian penulis, tidak semua tokoh-tokoh Partai Gerindra akan dipaparkan kiprahnya. Penulis akan memaparkan tokoh-tokoh yang penulis anggap mewakili kecenderungan bidang aktivitasnya saja. Prabowo Subianto penulis anggap merupakan pribadi paling sentral dalam ketokohan di Gerindra. Ia adalah arsitek dan masinis paling utama yang membawa gerbong lokomotif Gerindra. Selanjutnya, Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo sekaligus wakil pengusaha yang merupakan sederetan tokoh pemegang kunci utama setelah Prabowo dalam kiprah Gerindra. Kiprah dari Prabowo dan Hashim mewakili kiprah Keluarga Besar Soemitro Djojohadikusumo. Suhardi selain sebagai Ketua Umum Gerindra, ia mewakili tokoh akademisi dan masyarakat. Dari kalangan aktivis Lembaga Sosial Masyarakat, Fadli Zon penulis pilih karena ia adalah juru bicara yang mewakili suara Gerindra. Keempat tokoh sentral ini setidak-tidaknya diharapkan mampu memberikan gambaran dan mewakili sejumlah pribadi-pribadi yang tergabung dalam Gerindra. 7

Prabowo Subianto, ―Perubahan Dimulai Dari Pemimpin yang Amanah,‖ Gema Indonesia Raya, Edisi 19/Tahun II/November, (2012), 1. 5 Wawancara penulis dengan Suhardi, Ketua Umum Gerindra dan Permadi, anggota Dewan Pembina, di DPP Gerindra Ragunan Jakarta, Jum‘at, 23 Agustus 2013. 6 DPP Partai Gerindra, ―Susunan Dewan Pengurus Pusat,‖ www.partaigerindra.or.id, diakses tanggal 12 Oktober 2013. Wawancara dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 7 DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra: Gerakan Indonesia Raya (Jakarta: Bakom-DPP Gerindra, 2009), 3; DPP Partai Gerindra,

85

Selain hal di atas, kajian bab ini juga didasarkan pada catatan tertulis yang dapat dikumpulkan dari karya-karya tulis yang dikeluarkan oleh Gerindra mengenai tokoh-tokoh figur, organisasi sayap kanan, ataupun gerakan partai politik Gerindra itu sendiri. Sebagai penunjang, dokumen-dokumen, tulisan-tulisan ilmiah, Koran, majalah, website, dan lain-lain mengenai pokok pembicaraan bab ini penulis juga pakai sebagai bahan analisis.

1. Keluarga Besar Soemitro Djojohadikusumo Sentral, bahkan ‗ruh‘ dari partai politik Gerindra berada pada diri individu kakak-adik Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo dari keluarga besar Soemitro Djojohadikusumo. Dalam berbagai kapasitasnya, kedua sosok inilah yang menjadi lokus utama dan mampu menarik orang-orang untuk bergabung dengan berbagai aktivitasnya, termasuk bergabung dengan partai politik besutannya, Gerindra. Oleh karenanya, dari kalangan keluarga ini pembahasan hanya membahas peran kedua tokoh tersebut. a. Prabowo Subianto: Tokoh Sentral Gerindra Penulis telah berusaha maksimal untuk bisa wawancara langsung dengan Prabowo. Surat permohonan, telepon, sms, email, fb, twitter, web, dan lain-lain untuk bisa wawancara secara resmi telah penulis tempuh, baik melalui Kantor DPP Gerindra, Kantor Fraksi Gerindra di DPR-RI, kantor PT. Kiani Kertas, maupun melalui orang-orang terdekat dengan tokoh-tokoh kunci Gerindra, namun sampai penelitian ini ditulis, belum atau tidak mendapatkan respon. Penulis juga pernah mendatangi rumah kediamannya di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor Jawa Barat dan mengikuti acara Kampanye resmi dan semi resmi Gerindra yang menghadirkan pembicara utama Prabowo, baik atas nama pribadi maupun atas nama Gerindra, lagi-lagi penulis kesulitan untuk meminta izin wawancara. Berdasarkan informasi dari Permadi, Suhardi, dan Basuki Tjahaya Purnama, sebagai pengurus teras-pun kesulitan untuk berdialog dan berjumpa dengan orang nomor satu Gerindra ini. Oleh karena itu, dengan tidak adanya sebagian data yang diperlukan, tentunya mengurangi input kepada penulis untuk memberikan fakta-fakta yang menunjang setiap analisisnya. Menyadari hal ini, penulis mencoba memberikan gambaran sependek data yang

Manifesto Perjuangan Partai Gerindra: Gerakan Indonesia Raya (Jakarta: Bakom- DPP Gerindra, 2008), 5.

86 bisa didapatkan dan menghindari spekulasi lebih jauh yang ―kurang perlu.‖

1) Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan Letjend (Purn). Prabowo Subianto lahir di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1951, merupakan mantan militer, pebisnis, dan Dewan Pembina dan Ketua Umum Partai politik Gerindra.8 Penggalan tersebut menggambarkan karirnya yang ―erratic‖ (berubah-ubah). Seseorang bisa saja dalam satu saat sekaligus menjadi hal-hal tersebut, tetapi semua ini hanyalah menjadi salah satu bagian dari kepribadian Prabowo yang utuh. Karir Prabowo yang erratic itu dimulai sejak awal kehidupan menjejakkan kakinya kembali ke tanah air setelah tumbuh dan besar hidup berpindah-pindah di luar negeri. Prabowo lahir di era, meminjam istilah Dhakidae, ―manusia- manusia (Indonesia) baru,‖ yaitu generasi yang terlahir dan tumbuh dewasa setelah Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Generasi ini dicirikan dengan kondisi antara lain: ―mereka bukan orang yang takjub melihat kaki langit baru, yang terkagum-kagum kepada Barat model Sutan Takdir Alisjahbana; mereka bukan ―pemuda bambu runcing;‖ mereka adalah generasi yang dididik dalam optimisme setelah penyerahan kedaulatan, dalam mitos-mitos tentang kemerdekaan dan harapan besar terhadap ―kejayaan Indonesia di masa depan;‖ mereka adalah generasi yang dibius oleh semangat ―progresif- revolusioner‖ model Soekarno; tetapi terutama generasi inilah yang mengalami kehancuran cita-cita itu semuanya, demoralisasi dalam segala bidang, kehancuran kepercayaan kepada generasi-generasi yang terdahulu...... sejak lahirnya, merekalah yang dilingkupi oleh dunia yang paradoksal.‖9 Prabowo lahir dari keluarga birokrat dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Kakeknya, 10 Margono Djojohadikoesoemo (1978) adalah

8Lihat daftar riwayat hidup Calon Presiden 2014 yang dikeluarkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di http://www.kpu.go.id/koleksigambar/daftar_rwyt_hdp_prabowo.pdf, diakses pada tanggal 20 Mei 2014. 9Dhaniel Dhakidae, ―Sang Demonstran‖, dalam dalam Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES, 1989), 12. 10 Peter Carey, seorang profesor dari Oxford yang ahli mengenai Perang Diponegoro, menghubungkan Prabowo dengan masa lalu keluarganya. Menurut Carey, Prabowo adalah keturunan Raden Tumenggung Kertanegara atau yang dikenal juga dengan nama Raden Tumenggung Banyakwide. Kertanegara atau Banyakwide

87 pendiri Bank Negara Indonesia, anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan mantan ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) era Soekarno-Hatta. 11 Margono juga adalah orang tua dari ―Begawan Ekonomi Indonesia,‖ Soemitro Djojohadikusumo, dan juga ayah dari dua pemuda yang gugur dalam peristiwa Pertempuran Lengkong: Kapten Anumerta Soebianto Djojohadikusumo dan Taruna Soejono Djojohadikusumo. 12 Dari silsilahnya tampak bahwa Prabowo memiliki darah biru elit pejuang- pejuang bangsa Indonesia.13 Dari silsilah ini pula dapat dipahami jika jiwa nasionalisme dan patriotisme telah tertanam dalam sosok Prabowo. Perjuangan membela Republik Indonesia dari keluarga menginspirasi Prabowo untuk ikut berjuang membangun bangsa ini. Meskipun demikian, Soemitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, termasuk tokoh Indonesia yang kontroversial, dan kini gelaran itupun melekat pada Prabowo. Selain dikenal sebagai ―Begawan Ekonomi Indonesia,‖ dan atau ―Begawan Pejuang,‖ 14 Soemitro dikenal pula sebagai salah satu arsitek ―Mafia Berkeley,‖ 15 yang disinyalir oleh Rizal Ramli, ekonom Indonesia, telah menyebabkan semakin

ini adalah salah seorang pembantu Diponegoro. Lihat, http://www.youtube.com/watch?v=0aSRCkGSkxo&feature=kp, diakses 20 Juni 2014. 11 Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana (Yogyakarta: Galangpress, 2009), 107. 12Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, dan Ediati Kamil, Kronik Revolusi Indonesia Bagian II (1946) (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999), 37. 13 Apabila ditelusuri lebih jauh lagi, konon, Prabowo adalah keturunan dari Adipati Mrapat, bupati Kadipaten Banyumas pertama yang salah satu kakek buyutnya adalah Panglima Laskar Diponegoro untuk wilayah Gowong (Kedu), atau yang lebih dikenal dengan nama Raden Tumenggung Kertanegara III. 14Begawan Pejuang julukan yang diberikan oleh Aristides Katoppo, dkk. Lihat Aristides Katoppo, dkk., Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (Jakarta: Sinar Harapan, 2000). 15Mafia Berkeley sebutan bagi ―Team Istimewa‖ di pemerintahan Indonesia Era Rezim Soeharto yang terdiri atas menteri-menteri yang menguasai bidang perekonomian. Para ahli ekonomi dan sarjana lulusan Universitas Callifornia tersebut berfungsi sebagai kelompok yang duduk dalam dewan penguasa pemerintahan yang bertujuan memuluskan perusahaan-perusahaan Amerika untuk mengeksploitasi sumber daya ekonomi Indonesia. Lihat David Ransom, ―The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre,‖ Ramparts Magazine, Oktober (1970): 27-29. Karya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, David Ransom, Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal Di Indonesia (terj.) Koalisi Anti Utang (KAU) (Jakarta: Koalisi Anti Utang (KAU), 2006), 23-24.

88 melemahnya perekonomian Indonesia. 16 Bahkan, Soemitro sendiri ketika diwawancarai oleh Tim wartawan Tempo, Setiyardi, Wicaksono, dan Hermien Y. Kleden pada tahun 1999 mengakui bahwa ia telah bekerja sama dengan CIA (Central Intellegence Agency) atau Dinas Rahasia Amerika untuk menjatuhkan pemerintahan Soekarno yang pro- sosialis.17 Soemitro menjelaskan bahwa George Kahin, profesor dari Universitas Cornell-Amerika, malah mengatakan bahwa dirinya adalah orang CIA. Ia membantah jika dirinya disebut sebagai agen CIA, namun ia membenarkan ada kontak antara dirinya dengan CIA, bahkan dengan intelijen Korea dan intelijen Prancis. Soemitro tidak menampik berita tentang bantuan CIA dalam membantu mendesain pola gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melawan pemerintahan Soekarno.18 Semua kejadian tersebut ia anggap sebagai bentuk perjuangan perlawanan dan upaya koreksi terhadap tirani dan ketidakadilan pemerintahan pusat ketika itu, bukan sebagai pemberontakan yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Bagi Soemitro, meski gabung dengan PRRI, namun ia sangat tidak setuju dengan gagasan pendirian Republik Persatuan Indonesia (RPI), karena perjuangannya bukan untuk menggantikan atau mendirikan negara baru tetapi untuk menggulingkan dan mengganti pemerintahan Soekarno.19 Oleh karenya, ia bersama-sama tokoh-tokoh cendekiawan menggalang gerakan bawah tanah dan mengeluarkan manifesto perjuangan mengkritisi pemerintahan ketika itu. Menurut Soemitro, setelah kemerdekaan tercapai, kenyataan menunjukkan bahwa bangsa ini masih jauh dari tujuan. Soemitro dan kawan-kawan melihat dengan

16Lihat ulasan mengenai hal ini dalam Didin Abidin Masud dan Edy Mulyadi, Rizal Ramli, Lokomotif Perubahan: Langkah Strategis dan Kebijakan Terobosan 2000 – 2001 (Jakarta: Cipta Citra Persada, 2008). 17Lihat juga keterlibatan CIA dalam eksploitasi sumber daya alam Indonesia dalam Lisa Pease, ―JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur,‖ http://www.realhistoryarchives.com/collections/hidden/freeport-indonesia.htm, diakses tanggal 10 Desember 2014. 18 Setiyardi, Wicaksono, dan Hermien Y. Kleden, ―Prof. Soemitro Djojohadikusumo Menjawab: Wawancara,‖ http://tentangps.blogspot.com/2009/09/prof-sumitro-djojohadikusumo- menjawab.html, diakses tanggal 12 Desember 2014. Lihat juga Tim Tempo, ―Patah Arah Kawan Seiring,‖ Edisi Senin, 9 Maret (2009). 19Daniel Dhakidae, ‖Soe Hok Gie: Sang Demonstran,‖ 41. Erros Djarot, dkk, Prabowo Sang Kontroversi: Kisah Penculikan, Isu Kudeta, dan Tumbangnya Seorang Bintang (Jakarta: Mediakita, 2007), 174.

89 penuh kecemasan bahwa pimpinan negara dan pemerintahan Soekarno telah membawa bangsa dan negara Indonesia kepada keadaan yang menguatirkan. Dengan diterapkannya sistem Demokrasi Terpimpin, diktator perseorangan dan golongan yang berkuasa bukan lagi merupakan bahaya di ambang pintu, tetapi telah menjadi suatu kenyataan. Cara-cara kebijaksanaan negara dan pemerintahan bukan saja bertentangan dengan asas-asas kerakyatan dan hikmah musyawarah, bahkan menindas dan otoriter. Pimpinan negara dan pemerintahan kala itu, dianggapnya bukannya menjadi saluran pengabdi rakyat, malahan sebaliknya menjadi penindas dan pemeras rakyat sendiri. Istilah ―Demokrasi Terpimpin‖ dipakai sebagai topeng belaka justeru untuk menindas dan menumpaskan asas-asas demokrasi sendiri. Oleh karenanya, bagi Pak Cum, demikian Soemitro, tokoh Partai Sosialis Indonesia, biasa dipanggil kawan-kawan dekatnya, menghimbau kepada segenap penerus bangsa untuk bangkit menggalang kekuatan dan bertindak menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari jurang malapetaka.20 Manifesto perjuangan masyarakat madani Pak Cum di atas, selaras dengan pernyataan Janoski dan Mannheim bahwa masyarakat madani dipahami sebagai lingkungan masyarakat yang berada di antara urusan pribadi dan hubungan politik negara. Sebagai, konsekuensinya, komponen masyarakat sipil tidak hanya terdiri atas berbagai kelompok, akan tetapi juga individu sebagaimana Soemitro. Entah individual maupun kelompok, mereka terlibat dalam kegiatan mencermati, meneliti, menilai, menjelaskan, dan mengkritisi kebijakan pemerintah, dan mendesak pemerintah agar melakukan perubahan dalam kebijakan- kebijakan yang menyejahterakan rakyat pada umumnya. Sebagai bagian dari masyarakat, Pak Cum merupakan sosok apa yang disebut oleh Karl Mannheim sebagai ‗intelektual yang bebas dari kepentingan kelas‘21 atau dalam bahasa Uhlin adalah ‗intelektual individual‘ juga ‗pembangkang elit.‘22

20Daniel Dhakidae, ‖Soe Hok Gie: Sang Demonstran,‖ 41-42. 21Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik (Yogyakarta: Kanisius, 1991); Karl Mannheim, ―The Sociology of Intellectuals Theory,‖ Culture and Society 10(3) (1993), 69–80; Syed Farid Alatas, ―Islam, Ilmu- Ilmu Sosial, dan Masyarakat Sipil,‖ Antropologi Indonesia 66, (2001), 13. 22 Anders Uhlin, Indonesia and the “Third Wave of Democratization:” The Indonesian Pro-Democracy Movement in a Changing World (London: Curzon Press, 1997), 94 dan 99.

90

Sepak-terjang dan pro-kontra kehidupan Pak Cum, terlebih lagi keluarga besarnya, dalam kerangka Janoski, merupakan bagian dari, ―people‟s private lives disclosed in the media and courts,‖ kehidupan privat seseorang yang telah menjadi pemberitaan media dan pengadilan. Hal itu merupakan suatu ranah yang tidak bisa lagi hanya diklaim sebagai wilayah privat, karena sudah menjadi pemberitaan publik dan berhubungan dengan publik. Individu-individu yang tergabung dalam ‗gerakan bawah tanah‘ yang dikomandoi Pak Cum memperjuangkan kepentingan khalayak publik ketika itu.23 Selain itu, masih dalam kerangka masyarakat madani ataupun civil society, apa yang diperjuangkan oleh Soemitro dengan manifesto di atas merupakan suatu bentuk kritik terhadap rezim pemerintahan yang sah. 24 Secara individual maupun melalui kelompok gerakan bawah tanah yang diarsitekinya, menurut penulis, tidak berlebihan jika pantas disebut sebagai salah satu pejuang masyarakat madani. 25 Ia berani melakukan kritik dan menanggung resiko dengan berontak terhadap rezim pemerintahan yang dinilai otoriter dan tidak adil ketika itu. Menurut Janoski dan Bakti, perjuangan individu termasuk dalam salah satu kategori ranah masyarakat madani. 26 Soemitro, baik secara

23Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society: A Framework of Rights and Obligations in Liberal, Traditional, and Social Democratic Regimes (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 12. 24 Carlo Ruzza, ―The International Protection Regime for Minorities, the Aftermath of the 2008 Financial Crisis and the E: New Challenges for Non-State Actors,‖ International Journal on Minority and Group Rights 18 (2011), 223-224; V. Della Sala, ‗Political Myth, Mythology and the European Union,‖ Journal of Common Market Studies Vol. 48 (2010), 5-6; P. Cullen, ―The Platform of European Social NGOs: ideology, division and coalition,‖ Journal of Political Ideologies 15 (2010), 320-321; C. Ruzza, ―Populism and euroscepticism: Towards uncivil society?,‖ Policy and Society 28 (2009), 89-90. 25 Hal tersebut penulis sematkan mengikuti putusan Dewan Dekan-dekan Universitas Erasmus Rottedam Belanda memutuskan untuk memberi gelar Doktor Honoris Causa kepada Pak Cum dengan tiga dasar pertimbangan. Pertama, menunjukkan kepiawaiannya selaku ilmuwan yang aktif menulis puluhan karangan ilmiah dan buku ilmu pengetahuan. Kedua, berhasil memadukan kesarjanaannya dengan kenegarawanan dan kediplomatannya dalam pembaktian diri secara aktif membangun ekonomi dan politik negaranya. Ketiga, senantiasa menyuarakan hati nuraninya dengan murni dan konsekuen sehingga pendapatnya didengar dan dihargai masyarakat. Lihat Emil Salim, Kembali Ke Jalan Lurus: Esai-esai 1966 – 99 (Jakarta: AlvaBet, 2000), 43-45. 26Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society, 13; lihat juga Andi Faisal Bakti, ―Women in the West and in Indonesia: How Can Islam Contribute to Social Development?‖ dalam Journal Pemikiran Islam, Vol. 1 No. 1, September, Ternate,

91 individual maupun secara kelompok berupaya untuk membangun dan menegakkan perdaban Indonesia yang merdeka, makmur, dan sejahtera. Perjuangan Pa Cum kala itu, menurut penulis, sesuai dengan tuntunan falsafah Pancasila terutama sila kedua, ‗Kemanusiaan yang adil dan beradab,‘ dan juga sila kelima, ‗Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.‘ Pemerintah RI ketika itu dinilai hanya mementingkan kepentingan pusat dan mengabaikan daerah-daerah. Bagi Pak Cum, Pemimpin RI ketika itu telah keluar dari jalur perjuangan penegakkan Pancasila.27 Dalam kritiknya, ia menyatakan pemerintah sebagai, ―diktator perseorangan dan golongan yang berkuasa bukan lagi merupakan bahaya di ambang pintu, tetapi telah menjadi suatu kenyataan. Cara- cara kebijaksanaan negara dan pemerintahan bukan saja bertentangan dengan asas-asas kerakyatan dan hikmah musyawarah, bahkan menindas dan memperkosanya. Pimpinan negara dan pemerintahan sekarang bukannya menjadi saluran pengabdi rakyat, malahan sebaliknya menjadi penindas dan pemeras rakyat sendiri.‖ 28 Oleh karenanya, ia bangkit berjuang melakukan perlawanan terhadap pemerintahan, bukan bermaksud malah mendirikan negara tandingan. Pak Cum memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Jiwa patriotisme dan nasionalisme, juga jiwa memberontak dan kontroversi, yang melekat dalam diri Soemitro dan keluarga besarnya, ditanamkan ke generasi berikutnya, terutama Prabowo. Sehingga tidaklah mengherankan ketika berbagai aktivitas Prabowo bersamaan dengan jiwa berontak dan kontroversinya, di ranah pendidikan, sosial, politik atau kemasyarakatan, umumnya, simbol-simbol nasionalisme juga beserta pro-kontranya itu selalu hadir, bahkan pada atribut yang melekat di tubuhnya, dari perkataan hingga sikapnya.29 Terlepas dari kontroversial dan jiwa berontak Prabowo, Joseph Bradley menjelaskan bahwa dalam konsep civil society atau masyarakat

Indonesia, (2010), 2-20; Andi Faisal Bakti, ―Communication and Violence: Communicating Human Integrity caharactersitics is necessary for Horizontal Conflict resolution In Indonesia,”dalam Identity, Culture, and Politics Vol. 9, No. 1 (July 2008); Andi Faisal Bakti, ―Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy,‖ dalam Asian Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3 (November, 2005). 27 Floriberta Aning S. (ed.), 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh yang Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20 (Yogyakarta: Narasi, 2007), 220. 28Daniel Dhakidae, ‖Soe Hok Gie: Sang Demonstran,‖ 43. 29Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 108.

92 madani, patriotisme tidak selalu berhubungan dengan keberanian para pahlawan bangsa, atau bahkan mengharuskan gugur di medan perang dengan segala bentuknya untuk ibu pertiwi. Patriotisme bisa lahir dari orang-orang biasa dan dari kejadian-kejadian biasa. Setiap bangsa membutuhkan pahlawan dan perbuatan heroik. Setiap bangsa memerlukan patriot dan patriotisme. Kebutuhan tadi bisa jadi untuk kepentingan suatu bangsa demi memelihara identitas kebangsaannya, atau mempertahankan kesatuan teritorial, atau semata-mata untuk menumbuhkan ikatan emosional untuk memelihara kepentingan bersama. Namun demikian, bisa juga hal tersebut kebutuhan yang dihidupkan oleh penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya di atas emosi dan kehausan rakyat untuk mempunyai dan melegendakan patriot dan patriotisme.30 Berdasarkan hal tersebut, kontroversi tentang Pribadi Prabowo dalam rekam jejaknya kehidupannya, walaupun semangatnya, meminjam perkataan Pak Cum terhadap anaknya ini, terkesan ‗arogan dan temperamental,‘ penulis lebih cenderung berpendapat bahwa Prabowo juga memiliki juga jiwa nasionalisme dan patriotisme yang cukup tinggi terhadap bangsa ini. Prabowo menapaki sekolah formalnya sedari tingkat dasar sampai menengah atas berpindah-pindah di luar negeri. 31 Karena ayahnya merupakan mantan Menteri Keuangan era Soekarno yang menjadi pelarian karena tak lagi sepaham dengan presiden pertama Indonesia itu. Saat itu Soemitro menjadi anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Sjahrir yang kemudian mendukung PRRI/Permesta. 32 Di tingkat sekolah dasar, ia menimba ilmu pada SD di Victoria Institution, Kuala Lumpur Malaysia dari tahun 1960 sampai dengan 1963. SMP di

30Joseph Bradley, Voluntary Associations in Tsarist Russia: Science, Patriotism, and Civil Society (Harvard: President and Fellow of Harvard College, 2009), 128. 31 Demi keamanan, Soemitro bersama keluarganya tak mau tinggal di suatu negara lebih dari dua tahun. Mulai dari Singapura, Hongkong, Kuala Lumpur, Zurich- Swiss, London, kemudian pindah ke Bangkok. Majalah Intisari, Juli (2000). 32 Soemitro bergabung dengan PRRI karena dari timbulnya kesadaran bahwa pusat selalu mengabaikan daerah, misalnya kontrol devisa, di mana selama ini devisa selalu dihabiskan di Jakarta, sampai friksi antara Bung Karno dan PSI serta makin dekatnya tokoh PKI D.N. Aidit dengan Bung Karno. Ini juga yang menimbulkan perlawanan daerah-daerah sesuatu yang sedang berlangsung sekarang. Lihat RO Tambunan "Wawancara Prof. Sumitro Djojohadikusumo: Jika lima tahun lalu Pak Harto mundur, kondisi Indonesia tidak akan seburuk sekarang," Majalah Tempo, Edisi 10 Juni (1998) atau lihat www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/06/13/0035.html, diaskses tanggal 12 Desember 2014.

93

International School, Zurich, Swiss dari tahun 1963 sampai dengan 1964. SMA di tempuh di Amercan School, London Inggris dari tahun 1964 sampai dengan 1967. Selepas itu, Harvard University Cambrige Amerika Serikat menerima Prabowo untuk kuliah di sana. Namun karena berbagai pertimbangan keluarga; Prabowo mengurungkan niatnya masuk Universitas Harvard dan Prabowo menolak kuliah George Washington University (GWU) melalui secarik surat resmi bertanggal 26 Maret 1968.33 Ia lebih memilih Akademi di Akademi Militer Nasional, Magelang dari tahun 1970 sampai dengan 1974. Semenjak kecil, Prabowo ditanamkan watak menyintai tanah air dan patriotisme yang mendalam dalam dirinya. Pengalamannya yang tumbuh besar di Eropa, di tengah bangsa kulit putih pada tahun 1950 – 1960-an, sebagai anak bangsa Indonesia selalu merasa diejek dan dipandang sebagai manusia inferior. Ketika di SMA, ia pernah mempunyai guru yang selalu sinis menghadapi murid-murid berwarna, apalagi yang berasal dari negara yang dianggap miskin. Dari kecil ia telah bertekad bahwa suatu waktu kelak harus ikut berpartisipasi membangun negara agar bangsa Indonesia tidak terus miskin dan dimiskinkan, tidak terus dipandang inferior, melainkan menjadi bangsa yang sejajar, kuat, makmur, dan rakyat hidup dengan baik.34 Karakter nasionalisme Prabowo, semenjak kecil ditempa oleh kehidupan yang bernuansa liberalis di luar negeri. Nasionalisme Prabowo remaja, meminjam pendapat Durkheim, menjadi ‗agama baru‘ baginya. Sosiolog kenamaan Emile Durkheim berhipotesa bahwa nasionalisme dan patriotisme yang ditanamkan pada jiwa seseorang dapat menjadi ‖agama baru‖ dalam masyarakat modern, karena mampu menjadi integrator masyarakat majemuk tatkala hubungan-hubungan sosial semakin terasa longgar dan sangat berbau materialis.35 Sementara itu, Ernest Gellner dalam bukunya Nations and Nationalism (1983) antara lain menuliskan bahwa nasionalisme melahirkan bangsa, sementara demokrasi melahirkan negara dan pemerintahan, maka nasionalisme bersama demokrasi melahirkan negara-bangsa (nation

33Lihat lampiran surat penerimaan Prabowo sebagai murid di George Washington University (GWU), Amerika. 34Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya: Haluan Baru Menuju Kemakmuran (Jakarta: Institut Garuda Nusantara, 2012), xi. 35 Rogers Brubaker, ―Ethnicity, Race, and Nationalism,‖ Annual Review of Sociology, Vol. 35, (2009), 21-42; Issam Aburaiya, ―Islamism, Nationalism, and Western Modernity: The Case of Iran and Palestine,‖ International Journal of Politics, Culture, and Society, Vol. 22 (1), (2009), 57-68.

94 state). Namun demokrasi bukan hanya sebagai alat tetapi sekaligus merupakan tujuan dari negara bangsa itu sendiri, yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur material – spiritual bagi seluruh warga bangsa.36 Patriotisme Prabowo, juga tertanam semenjak kecil hingga remaja agar kelak bisa bersumbangsih mewujudkan masyarakat adil makmur, sejahtera, lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui cerita-cerita heroik saat di meja makan, keluarga Soemitro menyemai jiwa patriotisme pada anak-anaknya, tak terkecuali Prabowo. Di situ diceritakan tentang kebesaran peradaban Sriwijaya, Majapahit, Mataram, Demak dan kerajaan-kerajaan lainnya. Kisah tersebut mengajarkan Prabowo bahwa Negara Indonesia memiliki peradaban yang luhur, bukan merupakan bangsa budak, bukan pula bangsa yang patut di jajah. Selain itu, sejarah perjuangan Jenderal Soedirman dan perjuangan para Pahlawan Nasional, seperti Gadjah Mada, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Untung Suropati, dan lainnya juga tertanam dalam diri prabowo. Hal tersebut mengajarkan bahwa bangsa Indonesia memiliki generasi penerus yang gagah berani dan berhasil mengusir penjajah dan mengharumkan nama bangsa. 37 Perjuangan untuk membangun peradaban bangsa yang gemilang dan minimal sejajar dengan bangsa- bangsa maju lainnya yang kelak kemudian dirumuskan oleh Prabowo melalui Gerindra sebagai ruh dari Manifesto perjuangan politik praktisnya.38 Prabowo kecil telah tertanam kesadaran nasionalisme bahwa sejarah bangsa-bangsa di Nusantara adalah juga sejarah membangun persatuan dalam menghadapi penjajahan asing. 39 Sebagai sebuah peradaban, masyarakat Nusantara sudah memiliki norma-norma kearifan lokal masyarakat madani yang mandiri, yaitu gotong-royong dan terbuka pada pengaruh luar yang tidak eksploitatif. Interaksi antar kerajaan-kerajaan Nusantara sendiri semakin dipertajam melalui

36 Brendan O‘leary, ―On the Nature of Nationalism: An Appraisal of Ernest Gellner‘s Writings on Nationalism,‖ B.J.Pol.S., Cambridge University Press, Vol. 27, (1997), 191–193; Andreas Wimme, A Swiss Anomaly? A Relational Account of National Boundary-Making,‖ Nations and Nationalism, Vol. 17 (4), (2011), 718–720. 37Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya, ix. 38lihat Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya (Jakarta: Bakom-Gerindra, 2014), 3. 39Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya, 2-3; Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966 – 1993) (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), 27-29.

95 hubungan perdagangan. 40 Hubungan ini kian lancar karena semakin terintegrasinya kepentingan ekonomi, politik dan budaya di Nusantara, meskipun proses integrasi ini bisa disertai penaklukan. Sejarah mencatat adanya kemajuan-kemajuan dari proses integrasi itu seperti konsep Bhinneka Tunggal Ika dan terbentuknya bahasa pergaulan terutama di dunia dagang di Nusantara yang menjadi cikal bakal bahasa persatuan Indonesia. Prabowo banyak belajar prinsip-prinsip kehidupan dari ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo menasehatinya dengan kalimat bijak: ‗Smile in the face of adversity, be contemptuous of danger, undaunted in defeat, magnanimous in victory,‘ tersenyumlah dalam menghadapi kemalangan, beranilah menantang bahaya, tegarlah dalam kekalahan, dan selalu rendah hati akan kemenangan.‖ Pribadi yang keras dan penuh disiplin buah dari didikan ayahnya dalam mendidik keempat anaknya. Putri tertua, Biantiningsih, istri mantan Gubernur Bank Indonesia, J. Soedrajat Djiwandono, sampai memiliki dua gelar kesarjanaan. Begitu juga Marjani Ekowati, putri kedua yang menikah dengan orang Prancis. Lalu si bungsu Hashim Sujono menjadi pengusaha sukses.41 Di Eropa, selain Prabowo muda tumbuh dengan lebih cepat matang dan telah mulai mengenal wacana politik tanah airnya, juga telah tertanam watak keras dan ambisius, termasuk soal cita-cita menyelesaikan masalah di negeri tanah kelahirannya. Hal tersebut, sebagaimana yang diceritakan oleh aktivis dari Universitas Indonesia (UI) dan teman dekat Prabowo, Soe Hok Gie, ketika ia telah kembali ke tanah air.42 Dalam catatan hariannya, 25 Mei 1969, Hok Gie menulis kesannya terhadap Prabowo: ―Bagi saya Prabowo adalah seorang pemuda (atau kanak-kanak) yang kehilangan horison romantiknya...... Ia cepat menangkap persoalan-persoalan dengan

40Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), 164; PB-IKA PMII, Manifesto Khittah Kedaulatan Indonesia: Pokok-pokok Pikiran Munas Ke-5 IKA-PMII (Jakarta: PB. IKA-PMII, 2013), 6. 41 http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/4174- begawan-ekonomi-indonesia, diakses tanggal 20 Juni 2014. 42Soe Hok Gie, lahir di Jakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun. Ia adalah salah seorang aktivis dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969. Ia seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul ―Catatan Seorang Demonstran‖ (1983).

96 cerdas tapi naif. Mungkin kalau ia berdiam 2-3 tahun dan hidup dalam dunia yang nyata, ia akan berubah.‖43 Apa yang dinyatakan oleh Gie tentang watak prabowo di atas, senada dengan kesan yang didapati oleh Lee Kuan Yew, Mantan Presiden Singapura, ketika menyinggung tentang karakter Prabowo hingga masa modern ini. Dalam karyanya From Third World to First - The Singapore Story (1965-2000), 44 Lee menuliskan kesannya yang lebih mendalam tentang Prabowo. Dalam memoarnya, Lee Kuan Yew mengutip pendapat Soeharto bahwa sosok Prabowo merupakan pribadi yang ―cerdas dan ambisius tetapi impulsif dan gegabah.‖ Berikut kutipan dari halaman tersebut: ―The most grievous error of all was his balancing act in appointing General Wiranto as chief of the armed forces while promoting his son-in-law Prabowo Subianto to be liutenant-general and chief of Kostrad (the Strategic Forces). He knew that Prabowo was bright and ambitious, but impetuous and rash, Kesalahan yang paling menyedihkan dari semua adalah tindakan menyeimbangkan dalam menunjuk Jenderal Wiranto sebagai kepala angkatan bersenjata sekaligus mempromosikan menantunya Prabowo Subianto menjadi Letnan Jenderal dan kepala Kostrad (Angkatan Strategis). Dia tahu bahwa Prabowo adalah cerdas dan ambisius, tapi tidak sabar dan gegabah.‖45 Lee secara pribadi mengutarakan opininya mengenai kepribadian Prabowo. Menurut pendapatnya, ―He was quick but inappropriate in his outspokenness.‖ Kata quick menurut Longman Dictionary of Contemporary English memiliki banyak makna jika jika dikaitkan dengan karakter seseorang. Pertama, bermakna ―cekatan‖ (moving or doing something fast). Kedua, ―pandai‖ karena mampu belajar dan memahami dengan cepat (able to learn and understand things fast). Ketiga, quick juga bisa dimaknai ―cepat naik darah‖, misalnya, have a quick temper, yang artinya, to get angry very easily.46 Ketiga watak itu menurut Lee telah menjadi karakter Prabowo. Bahkan Lee

43Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES, 1989), 314. 44Lee Kuan Yew, From Third World to First - The Singapore Story (1965-2000): Singapore and The Asian Economic Boom (New York: HarperCollins Publishers, 2000), 316. 45Lee Kuan Yew, From Third World to First, 316; Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 46http://www.ldoceonline.com/search/?search_str=quick, diakses tanggal 20 Juni 2014.

97 menambahkan satu watak lagi dengan menuliskan:”I said Prabowo had a reckless streak in him.” Menurut Oxforddictionaries, kata reckless dapat diterjemahkan sebagai ―tanpa berpikir atau peduli atau mempertimbangkan konsekuensi sebuah tindakan,‖ (without thinking or caring about the consequences of an action).47 Berbeda dengan Lee, sebagaimana dikutip dari Huffington Post, Stanley A Weiss, pendiri lembaga Business Executives for National Security di Washington, Amerika Serikat, lebih berkeyakinan bahwa Prabowo cenderung memiliki watak yang cerdas dan memiliki potensi untuk menjadi seorang pemimpin.48 Selain itu, menurutnya, Prabowo itu memiliki watak, ―tough, decisive, insightful, and highly idealistic about Indonesia and its future, tangguh, tegas, berwawasan, dan sangat idealis tentang Indonesia dan masa depannya.‖ 49 Bahkan, Weiss meyakini bahwa Prabowo mampu memimpin Indonesia layaknya Lee Kuan Yew menahkodai Singapura. Kecerdasan dan potensi kepemimpinan Prabowo ditunjang dan diperluas wawasannya oleh karena selain aktif dikegiatan sekolah juga mempunyai hobi membaca buku-buku. Selain bahasa Inggris, ia menguasai bahasa Prancis, Jerman, dan Belanda. Sehingga wajar saja ia gemar membaca buku-buku militer dan politik semisal karya George Mc Turnan Kahin dan karya Leo Tolstoy.50 Selain itu, Prabowo juga diketahui mengagumi tokoh-tokoh perlawanan, seperti Che Guevara dan Yasser Arafat. Tidak ketinggalan, gerakan antikolonialisme Mesir yang dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser juga sangat dikagumi Prabowo. Mungkin, inilah yang menjadi penyebab mengapa selama ini Prabowo selain berwatak keras, juga tumbuh menjadi pemuda yang cerdas dan berani berdebat.51 Lulus sekolah menengah atas, American School in London, pada 1967, Prabowo Subianto, terinspirasi ingin berkiprah memperbaiki keadaan tanah kelahirannya. Ia ingin meneruskan perjuangan Ayah, kakek, paman-paman dan keluarganya dan menggebu-gebu ingin memperbaiki negerinya. Pulang ke tanah air,

47http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/reckless, diakses tanggal 20 Juni 2014. 48Lihat Stanley A Weiss, ―Prabowo Could Be Indonesia's Lee Kuan Yew,‖dalam http://www.huffingtonpost.com/stanley-weiss/prabowo-could-be- indonesi_b_3936498.html, diakses tanggal 20 Februari 2014. 49Lihat Stanley A Weiss, ―The Betrayal at the Heart of Prabowo‘s Challenge,‖ dalam http://www.huffingtonpost.com/stanley-weiss/the-betrayal-at-the- heart_b_5627496.html, diakses tanggal 20 Februari 2014. 50Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 108. 51 http://prabowosubianto.info/riwayat-prabowo, diakses tanggal 20 Juni 2014.

98 sang ayah meminta putranya berkeliling Jawa, untuk mengenal lebih nyata dan secara langsung negeri yang ditinggalkannya selama satu dekade itu. Selepas SMA, Prabowo kembali ke Indonesia. Sebelum memasuki Akademi Militer, mulai aktif membangun jaringan dengan aktivis sosial dan pergerakan-pergerakan mahasiswa Indonesia. Ia banyak dibantu oleh kedudukan dan kolega-kolega ayahnya, Soemitro, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI ke-7 atau juga dalam kapasitasnya sebagai Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dengan memanfaatkan jejaring sosial yang telah dibangun ayahnya, Prabowo dengan mudah diterima dan bergaul dengan berbagai kalangan aktivis di Indonesia.52 Bersama Shoe Giok Hie, Prabowo mempelopori pembentukan Korps Lembaga Pembangunan, yang terinspirasi oleh Korps Perdamaian, Peace Corps, 53 kumpulan relawan sosial asal Amerika Serikat yang digagas Senator John F. Kennedy pada 1961. Dalam lembaga ini tercatat pula Wimar Witoelar, Kuntoro Mangkusubroto, dan Sarwono Kusumaatmadja. Prabowo mengumpulkan teman- temannya, putra-putri para eks anggota Partai Sosialis Indonesia yang tumbuh bersamanya di luar negeri, untuk berdiskusi dengan para ekonom dan turun ke desa-desa membantu perekonomian warga. Emil Salim, yang ketika itu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pernah mereka mintai saran dan sumbangsihnya terhadap lembaga ini. Hidupnya sebagai aktivis berhenti ketika dia memutuskan masuk Akademi Militer Nasional di Magelang, Jawa Tengah, pada 1970).54 Sikap kerjasama dan gotong royong yang telah dibangun Korps Lembaga Pembangunan dilandasi oleh penghormatan atas kedaulatan, kemandirian, dan persamaan hak dalam mengerjakan dan menuntaskan sebuah pekerjaan. Korps tersebut lahir dari semangat untuk memperbaiki keadaan. Kondisi yang paradoks antara Indonesia yang kaya dan rakyatnya yang miskin. Negeri yang berlimpah sumber daya alam, tapi rakyatnya masih jauh dari kemakmuran. Hal tersebut bisa terjadi tak lain dan tak bukan karena dua faktor. Pertama, haluan negara masih tak jelas. Kedua, masalah kepemimpinan, masalah elit bangsa yang tak berpihak lagi pada rakyat. Bahkan ada pengkhianatan elit terhadap rakyat. Para pendiri bangsa dengan jelas menggariskan bahwa

52Daniel Dhakidae, ‖Soe Hok Gie: Sang Demonstran,‖ 41-43. 53Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran , 308. 54Tempo, ―Sepotong Mimpi Anak Pelarian,‖ Majalah Tempo No. 19/XXXVIII, 29 Juni (2009).

99 tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan dunia yang damai. Melindungi segenap bangsa tentu bukan sekedar perlindungan fisik dari agresi militer atau penjajahan konvensional. Perlindungan yang lebih substansial adalah proteksi seutuhnya: bebas dari kemiskinan, kebodohan dan ketidakpastian. Korps ingin rakyat cukup pangan, sandang dan papan. Korps ingin rakyat menjadi cerdas dan mampu bersaing dalam percaturan global. Korps ingin manusia Indonesia mencicipi kemakmuran yang diolah dari kekayaan alam, dari pertanian dan industri, serta dari inisiatif dan kreativitas.55 Meskipun kegiatan Korps ini lumpuh karena masalah internal yang terjadi di dalamnya. Prabowo telah ikut mengobarkan semangat nasionalis dengan meneruskan karakter luhur bangsa yang, meminjam bahasa Nurcholish Madjid, disebut dengan ‗masyarakat paguyuban‘ sebagai cikal-bakal masyarakat madani Indonesia. 56 Emil Salim, sebagai ketua Gerakan Masyarakat Madani, mengatakan bahwa nilai- nilai masyarakat madani jauh telah tertanam dan tumbuh dalam masyarakat Indonesia. Wujud masyarakat madani telah terimplementasikan dalam bentuk masyarakat paguyuban yang dominan di masa lalu. Masyarakat paguyuban yang dipimpin Prabowo merupakan kelompok masyarakat yang memiliki ciri hidup bergotong- royong, berkedudukan sama, dan mengatur kehidupan bersama dengan cara musyawarah. Lebih jauh, Emil Salim menyatakan bahwa substansi masyarakat madani telah lama ada dalam etika sosial politik masyarakat Indonesia yang berkembang dalam kultur masyarakat Indonesia.57 Semangat egaliterianisme dan budaya sosial politik yang mengedepankan mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik merupakan budaya masyarakat Indonesia yang menonjol. Dalam perspektif civil society mekanisme musyawarah dalam menyelesaikan masalah merupakan salah satu prosedur demokrasi yang substantif. 58 Semangat inilah tersimpul dalam usul

55Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 56Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan Media Utama, 2008), 96-97. 57Emil Salim, ―Agenda Bangsa,‖ Makalah untuk Pertemuan Hukum oleh BPHN, Bali, 15 Juli (2003), 3. 58 Gurpreet Mahajan, ―Civil Society, State and Democracy,‖ Economic and Political Weekly, Vol. 34, No. 49, Dec. 4-10, (1999), 3472-3473; G. Ajay and G.

100

Bung Karno membangun negara gotong royong dan konsep Bung Hatta membangun negara pengurus sebagai pengganti negara penguasa.59 Beberapa bulan setelah kegiatan Korps Lembaga Pembangunan vakum, Prabowo mempunyai ide untuk mengumpulkan anak-anak mantan petinggi PSI yang telah pindah ke luar negeri karena diburu aparat keamanan. Kemudian, direalisasikanlah idenya itu untuk kemudian berdiskusi dengan para ekonom dan turun ke desa-desa. Niat Prabowo untuk membangun jaringan dengan para aktivis pergerakan kemudian berhenti mana kala ia memutuskan untuk masuk di akademi militer.60 Tahun 1970 Prabowo mulai meniti karir Militer di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Sponsor utama untuk pendidikan di Akademi Militer datang dari Jendral Sutopo Juwono. Di akademi ini, Prabowo kerap menjadi bulan-bulanan teman-teman seangkatannya karena bahasa Indonesianya masih terbata-bata. 61 . Ia saat menjadi Taruna Akademi militer juga adalah anak seorang menteri. Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo adalah salah satu menteri di Kabinet Presiden Soeharto ketika itu. Namun, menurut Glenny Kairupan, teman seangkatan Prabowo ―Ketika masuk di Akmil, Prabowo mengikuti semua pendidikan dan latihan yang cukup keras tanpa ada keistimewaan.‖62 Bahkan, meskipun anak dari orang yang dekat dengan pemimpin kekuasaan saat itu, Prabowo di Akmil pernah tidak naik kelas. Menurut Fadli Zon dan salah satu penasehat timses Jokowi, TB Hasanudin, mengungkapkan bahwa Prabowo pernah tinggal kelas karena alasan indisipliner, yakni pergi ke Jakarta. Sementara para taruna hanya diperbolehkan pergi di sekitar Yogyakarta saja. Saat itu,

Vijay, ―Civil Society, State and Social Movements,‖ Economic and Political Weekly, Vol. 35, No. 12, Maret, 18-24, (2000), 1035-1036; Wahabuddin Raíees, ―Democracy and democratization in contemporary Muslim societies: A theoretical analysis,‖ Intellectual DIscourse, Vol. 20:1 (2012), 129-131; Carlo Ruzza, ―The International Protection Regime for Minorities, the Aftermath of the 2008 Financial Crisis and the EU: New Challenges for Non-State Actors, ―International Journal on Minority and Group Rights, Vol. 18 (2011). 222–223; Roberto Belloni, ―Society and Peacebuilding in Bosnia and Herzegovina,‖ Journal of Peace Research, Vol. 38, No. 2, Mar, (2011), 164-165. 59Emil Salim, ―Agenda Bangsa,‖ 3. 60Tempo, ―Sepotong Mimpi Anak Pelarian,‖ Majalah Tempo No. 19/XXXVIII, 29 Juni (2009). 61Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 110. 62 http://pemilu.okezone.com/read/2014/06/24/567/1003636/prabowo-di-mata- rekan-seangkatan, diakses tanggal 29 Juni 2014.

101

TB Hasanudin sendiri merupakan adik kelas dari Prabowo, yang karena kasus indisipliner tersebut akhirnya menjadi teman satu kelas. 63 Seharusnya, Prabowo lulus akademi tahun 1973, setingkat dengan Soesilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden RI dua periode sampai tahun 2014 ini.64 Ketidaknaikan kelas Prabowo di Akmil membawa berkah tersendiri. Selain berkawan dengan Soesilo Bambang Yudhoyono, ia juga membangun jejaring sosial dengan berteman dengan alumnus Akmil Angkatan 73, 65 di antaranya Agus Suyitno, 66 Saurip Kadi, 67 Endang Suwarya,68 Agus Wirahadikusumah,69 Cornel Simbolon,70 dan Judi Magio Jusuf.71 Prabowo lulus Akabri di tahun 74 bersama 434 lulusan Akmil lainnya. 72 Teman seangkatan Prabowo Subianto di Akademi Militer, di antaranya adalah Ruhiyan,73 Glenny Kairupan, Tri Tamtomo74 Ryamizard Ryacudu,75 Cornel Simbolon,76 Agus Suyitno,77 dan Sjafrie Syamsudin.78

63 http://politik.kompasiana.com/2014/07/04/prabowo-tinggal-kelas-di-akabri- gebukin-sby-atau-indisipliner-662484.html, diakses tanggal 29 Juni 2014. 64 http://pemilu.okezone.com/read/2014/06/24/567/1003636/prabowo-di-mata- rekan-seangkatan, diakses tanggal 29 Juni 2014. 65 Nama lengkap lulusan Akmil Magelang Angkatan tahun 1973 lihat http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/08/27/0009.html, dan profile serta jenjang karirnya dapat dilihat di https://yuniarpw.wordpress.com/category/akademi- militer/akmil-1973/, 66Mantan Panglima Daerah Militer IV/Diponegoro. 67Mantan Asisten teritorial Mabes TNI-AD. 68Mantan Kepala Staff Umum TNI-AD. 69Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat – Jakarta dan Mantan Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI – Bandung. 70Mantan Wakasad. 71Mantan Asisten Pengamanan Kasad. 72 Lihat nama-nama lengkap lulusan Akmil tahun 1974 dalam http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/08/27/0010.html, http://www.akmil.ac.id/27.php, dan https://yuniarpw.wordpress.com/category/akademi-militer/akmil-1974/, diakses tanggal 20 Juni 2014. Lihat juga Jurnal Indonesia terbitan Cornell University No 63, April (1997). 73 http://www.merdeka.com/politik/kiprah-jenderal-seangkatan-prabowo-di- pilpres-2014.html, diakses tanggal 20 Juni 2014. 74 saat ini menjabat sebagai Anggota DPR RI Komisi I yang membidangi Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi periode 2009-2014. Dia merangkap sebagai Wakil Koordinator Pokja Luar Negeri dan Intelejen. 75Mantan Kepala Staf Angkatan Darat dari tahun 2002 hingga 2005.

102

Melalui pendidikan di akademi militer, Prabowo mendedikasikan baktinya kepada negara sebagai seorang prajurit. Ia ingin menjadi seorang panglima yang handal, memimpin Tentara Nasional Indonesia untuk menjaga kemerdekaan, kedaulatan, kehormatan, dan kebesaran bangsa Indonesia. Ada semacam kontrak dalam hatinya bahwa ia siap mati untuk negara asalkan negaranya menjadi semakin berdaulat, makmur, jaya, dan maju menjadi negara yang gemah ripah loh jenawi, toto-tertib, toto tentrem kerto raharjo.79 Glenny juga mengisahkan bahwa ketika di Akmil Prabowo masih menjadi kutu buku dan jumlah koleksi bukunya lebih banyak dibanding yang ada di perpustakaan Akmil. Prabowo juga menguasai empat bahasa asing, yakni Inggris, Belanda, Jerman dan Perancis. Karena kemampuan bahasanya inilah dia sering menjadi penerjemah jika ada tamu asing berkunjung ke Akmil.80 Prabowo menamatkan pendidikannya di Akmil tahun 1974. Dengan pangkat Letnan Dua, pada tahun 1976 ia diangkat menjadi Komandan Peleton Grup I Komandan Pasukan Sandi-Yudha (Kopasandha, kini Kopassus). Tahun 1977-1980 naik menjadi Komandan Kompi Grup I, Kompi Nanggala 28-Kopassus. Karirnya terus naik kelas. Pada tahun 1980, ia menjadi Perwira Operasi di Grup I sampai tahun 1983. Di tahun 1983, ia menikah dengan anak keempat Presiden ketika itu, Soeharto, yaitu Siti Hedijati Harijadi (Titiek). Prabowo kemudian menjadi bagian dari ‗the First Family‟ di Indonesia. Sejak itu, Prabowo dikenal sebagai menantu kesayangan Soeharto. Pernikahan itu pula yang kemudian disebut-sebut sebagai pemicu kenaikan pangkat Prabowo yang mulus hingga mencapai pangkat Letnan Jenderal dan menduduki posisi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).81 Di militer, nama Prabowo melejit dan di militer pula nama Prabowo meredup.

76Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) pada tahun 2007. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kodiklatad dan Pangdam IV/Diponegoro. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. 77 Pernah menjabat sebagai Komandan Pusat Teritorial AD, Panglima Daerah Militer IX Udayana, dan Panglima Daerah Militer IV Diponegoro. 78http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/02/28/0132.html, diakses tanggal 29 Juni 2014. 79Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya, xi. 80 http://pemilu.okezone.com/read/2014/06/24/567/1003636/prabowo-di-mata- rekan-seangkatan, diakses tanggal 29 Juni 2014. 81Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 110-111.

103

Selepas karirnya meredup di militer, tahun 1998, Prabowo ditawari untuk tinggal di Yordania oleh Pangeran Abdullāh ibn Ḥussain, Putera Mahkota Yordania ketika itu. Pangeran Abdullāh adalah teman seangkatan Prabowo ketika menempuh pendidikan infanteri di Amerika Serikat dan latihan antiteror di Jerman Barat. Selama tinggal di negeri yang berjulukan ‗Philadelphia abadi‘ tersebut, resminya, Prabowo mengatakan merintis bisnis keluarganya di bidang perdagangan umum dan bisnis perminyakan. Untuk kegiatan bisnisnya tersebut, Prabowo telah melapor ke Pangab dan Kassospol-ABRI ketika itu. Tanggal 12 Desember 1998, koran harian al-Ra‟i terbitan Amman Yordania mewartakan penganugerahan status warga negara kehormatan Yordania melalui dekrit Raja Ḥussain kepada Prabowo. Selain ke Yordania, Prabowo juga pernah bertempat tinggal di Jerman. Selama di negara ini, Prabowo tercatat beberapa kali memberi ceramah di sebuah sekolah komando angkatan bersenjata Jerman dan tak kelihatan aktifitas bisnisnya.82 Uniknya, Prabowo, selain membangun kekuatannya di TNI Angkatan Darat dan berbisnis, ia juga ikut aktif berperan serta dalam berbagai organisasi sosial dan keagamaan ‗revivalis‘. Prabowo ikut membesarkan Komite Indonesia untuk Dunia Islam (KISDI) pimpinan Ahmad Sumargono dan Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Rizieq Shihab. Di KISDI, Prabowo menjalin hubungan dengan aktivis- aktivis Islam semisal Hussein Umar, Cholil Ridwan, Adian Husaini, Fami Fachruddin, dan Aru Syeif Assad. KISDI adalah organisasi Islam yang sangat vokal saat itu, yang didirikan oleh tokoh Islam M. Natsir.83 Dalam berbagai pertemuan dengan aktivis-aktivis Islam saat itu, Prabowo menjelaskan tentang kondisi ekonomi Indonesia yang tidak adil. Dimana orang-orang ‗non pribumi‘ lebih banyak menguasai ekonomi Indonesia. Uniknya lagi, karena akrabnya dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam, ketika Prabowo ceramah di markas Kopassus Cijantung pada Januari 1998, di depan puluhan tokoh-tokoh Islam dan ribuan umat Islam, ia bercerita tentang para pahlawan kemerdekaan yang merebut Indonesia dari tangan penjajah Belanda mengumandangkan gema takbir dengan penuh bersemangat. Tentu hal ini merupakan kejadian luar biasa. Karena ‗belum pernah‘ dalam

82Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 177-189. 83 Tokoh-tokoh Kisdi kemudian merupakan tokoh-tokoh pendiri Partai Bulan- Bintang (PBB). Wawancara dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014.

104 sejarah militer Indonesia setelah kemerdekaan, ucapan Allahu Akbar diucapkan di markas elit militer. Meski sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pejuang Islam biasa meneriakkan kata itu untuk mengobarkan semangat dalam berjuang.84 Prabowo juga aktif sebagai anggota Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prabowo juga bersama Hartono mendirikan Center for Policy Development Studies (CPDS). CPDS berdiri di awal tahun 1990-an, dengan orietasi menjadi lembaga pemikiran strategis kebijakan politik dan sosial. 85 Di lembaga ini sering berkumpul, berdialog, dan berdiskusi kalangan sipil dan militer. Dari kalangan militer seperti Syarwan Hamid, Mulkis Anwar, dan Robik Mukav, Mayjen TNI Fachrul Razi, dan Brigjen TNI Kivlan Zen. Dari kalangan sipil, terdapat figur-figur tokoh-tokoh pergerakan nasional semisal Afan Gaffar, Lukman Harun, Jimly Asshiddiqie, Amran Nasution, Fadli Zon, Fachry Ali, Bachtiar Effendi, Salim Said, Amir Santoso, Nazaruddin Syamsudin, Din Syamsuddin, Fadel Muhammad, dan Karni Ilyas.86 Setelah CPDS, Prabowo juga mensponsori berdirinya Institute for Policy Studies (IPS), yag di pimpin oleh Fadli Zon. IPS adalah sebuah organisasi sosial yang otonom dengan berdedikasi dalam mempromosikan kualitas demokrasi di Indonesia. IPS juga merupakan komunitas intelektual dari berbagai lintas keahlian dan bidang. IPS memfasilitasi dan menyelenggarakan forum dialog atas isu-isu nasional dan internasional terkait dengan kepentingan nasional Indonesia. Selain itu aktivitasnya adalah membantu merumuskan perencanaan kebijakan- kebijakan di Indonesia.87

84 Nuim Hidayat, ―Prabowo Sahabat Islam,‖ Suara Islam, Edisi : 182, 7-22 Sya'ban 1435/6-20 Juni (2014). Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 85Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 86 Hermawan Sulistiyo, ―Greens in Rainbow: Ethnoreligious Issues and The Indonesian Armed Forces,‖ dalam Robert W. Hefner (ed.), The Politic of Multikulturalism: Pluralism and Multiculturalism in Malaysia, Singapore, and Indonesia (Hawai‘i: University of Hawai‘i Press-The Ford Foundation, 2001), 299; Robert W. Hefner, Civil Islam: Muslim and Democratization in Indonesia (New Jersey: Princeton University Press, 2000), 172. 87Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014.

105

Salah satu prestasi dan bukti perjuangan Prabowo dalam membela dan berbakti kepada negara di antaranya, yaitu saat menjadi pimpinan Kopassus dalam Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma pada 1996. Saat itu, 12 peneliti disekap oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz ‗95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. Lima orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan tujuh sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman.88 Prestasi lainnya adalah ketika pada tanggal 26 April 1997, Tim Nasional Indonesia ke Puncak Everest berhasil mengibarkan bendera Merah-Putih di puncak tertinggi dunia setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal. Tim yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini diprakarsai oleh Komandan Jendral Kopassus, Mayor Jendral TNI Prabowo Subianto. Ekspedisi dimulai pada tanggal 12 Maret 1997 dari Phakding, Nepal. Ia tidak rela Malaysia mendahului mengibarkan bendera kebangsaannya. Ia juga tidak rela bangsa Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain di kawasan Asia. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa" tulis Prabowo dalam buku 'Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan'. Keberhasilan ekspedisi ini menjadikan Indonesia negara pertama dari kawasan tropis, sekaligus juga negara di Asia Tenggara pertama yang mencatat sukses menggapai puncak Everest.89 Berikut adalah daftar jabatan yang Prabowo saat mengabdi sebagai prajurit TNI: Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976); Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha (1977); Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus (1983-1985); Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987); Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991); Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad (1991-1993); Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (1993-1994); Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus (1994); Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996); Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998); Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998); Komandan Sekolah Staf Dan Komando

88 http://selamatkanindonesia.com/Prabowo.html diakses pada tanggal 20 Mei 2014. 89Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 116.

106

ABRI (1998).90 Prestasi lainnya ketika berkarir di militer di antaranya adalah: Para Komando (1975); Jump Master (1977); Perwira Penyelidik (1977); Free Fall (1981); Counter Terorist Course Gsg-9 Germany (1981); Special Forces Officer Course, Ft. Benning U.S.A. (1981). Adapun daftar penghargaan militer Prabowo antara lain: Bintang Kartika Eka Paksi Nararya; Satya Lencana Kesetiaan XVI Tahun; Satya Lencana Seroja Ulangan–III; Satya Lencana Raksaka Dharma; Satya Lencana Dwija Sistha; Satya Lencana Wira Karya; The First Class The Padin Medal Ops Honor dari Pemerintah Kamboja; Bintang Yudha Dharma Nararya.91

2) Isu Kudeta, Pengadilan Militer, dan Pelanggaran HAM Sejarah mencatat, karier 24 tahun dalam dinas militer tidak sekadar mengantarkan Prabowo menjadi jenderal berbintang tiga. Ia pun menjadi bintang paling bersinar (rissing stars) di jajaran militer Indonesia. Saat itu, Prabowo merupakan jenderal termuda yang meraih tiga bintang tersemat dipundak hanya pada usia 46 tahun. Dikalangan militer, ia juga dikenal cerdas dan berpengaruh, seiring dengan penempatannya sebagai penyandang tongkat komando di pos-pos strategis TNI AD. Sejarah juga mencatat, justru karena kiprahnya di militer, Prabowo merupakan tokoh kontroversial dengan mendapat stigma negatif sebagai pelanggar hak asasi manusia, juga pernah diisukan akan kudeta. a) Isu Kudeta 22 Mei 1998 Isu Prabowo pernah akan mengadakan kudeta menjadi terhembus di publik dan populer dari sebuah pidato mantan Presiden BJ. Habibie92 tahun 1998 dan catatan memoar Sintong Panjaitan. 93 Dalam sebuah pidato di depan peserta Forum Editor Asia-Jerman II di Istana

90Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 109. 91 http://selamatkanindonesia.com/Prabowo.html diakses pada tanggal 20 Mei 2014. 92 Lihat detailnya dalam BJ. Habibie. Lihat BJ. Habibie, Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (Jakarta: THC Mandiri, 2006), 80-85; Hendro Subroto, Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), 10-13. 93Sintong Panjaitan adalah mantan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan mantan Asisten Bj Habibie untuk Bidang Sistem Senjata di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), dan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek). BJ. Habibie. Lihat BJ. Habibie, Detik-detik yang Menentukan, 97.

107

Merdeka, Habibie membeberkan soal ‗kudeta‘ yang dilakukan oleh Prabowo. 94 Hal tersebut diulang dalam buku catatan perjalanannya selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Menurutnya, sekitar pukul 9.00 WIB, ia pulang dari jalan Kuningan-Jakarta menuju Istana Merdeka. Sesampainya di sana, telah menunggu Panglima ABRI (Pangab) yang ketika itu dijabat oleh Wiranto memohon untuk diperkenankan memberikan laporan situasi di lapangan secara empat mata. Di ruang kerja Presiden, Wiranto melaporkan bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta telah bergerak dan terkonsentrasi di kediaman Pribadi Presiden di bilangan Kuningan dan Istana Merdeka. Atas laporan dari orang yang dipercayai memiliki perilaku keagamaan, etika, moral, dan kejujuran yang tinggi tersebut, Habibie berkesimpulan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Prabowo Subianto bergerak sendiri tanpa sepengetahuan dan koordinasi Pangab. Hal itu bertentangan dengan petunjuknya kepada Pangab untuk pergerakan militer harus melalui persetujuan dirinya dan Pangab saja. Selain itu, hal tersebut bertentangan dengan Saptamarga dan Sumpah Prajurit. Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan ia memberhentikan dan mengganti dengan segera Pangkostrad.95 Catatan Habibie di atas, sama dengan catatan kesaksian Sintong Panjaitan. Ia ketika itu sebagai ‗Perangkat Keamanan Presiden‘ (Pasukan Pengawal Presiden/Paspasmpres), 96 mencatat dalam buku memoarnya bahwa ―dimungkinkan,‖ saat tanggal 22 Mei 1998 dan seterusnya Prabowo dan pasukannya untuk melakukan ‗kudeta.‘ Meskipun menurut Sintong sendiri, sejauh saat itu, tidak terbukti bahwa Prabowo akan melakukan kudeta. Namun banyak bukti-bukti yang mengarah Prabowo memungkinkan melakukan kudeta. Menurut analisis Sintong, pada tanggal tersebut, di pagi hari, Wiranto melaporkan kepada BJ. Habibie selaku Presiden ketika itu bahwa telah terjadi pergerakan pasukan Kostrad dari luar Jakarta menuju Jakarta dan juga terdapat konsentrasi besar pasukan Kostrad di Patra Jasa Kuningan di sekitar kediaman BJ. Habibie. Dua bukti itu semua berjalan tanpa sepengetahuan Wiranto selaku Panglima ABRI. Selain itu, ditambah dengan karena Prabowo memiliki 11.000 orang pasukan yang 90 persen di antaranya berada di Jakarta. Atas alasan-alasan

94Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 143. 95BJ. Habibie. Lihat BJ. Habibie, Detik-detik yang Menentukan, 82-83, dan 100. 96Istilah tersebut memakai bahasa BJ. Habibie. Lihat BJ. Habibie, Detik-detik yang Menentukan, 85.

108 tersebut, Sintong menafsirkan dengan berat adanya kemungkinan lain bahwa Prabowo bisa saja melakukan kudeta.97 Isu ‗kudeta‘ tersebut dibantah oleh Prabowo Subianto. Prabowo mengisahkan bahwa selain sebagai tokoh idola, ia-pun punya hubungan yang cukup dekat dengan Habibie. Karena kedekatannya tersebut, Prabowo menceritakan Habibie pernah berkata langsung kepada dirinya bahwa, ―Prabowo, kapan pun kamu ragu, temui saya setiap waktu dan jangan berpikir tentang protokol.‖ Prabowo menyatakan bahwa isu ‗kudeta‘ itu keliru. Pergerakan dan konsentrasi pasukan Kostrad bukan untuk kudeta, namun untuk mengamankan tempat-tempat strategis sesuai dengan prosedur tetap pembagian tugas dari jajaran ABRI di bawah koordinasi Panglima Komando Operasi untuk mengamankan Jakarta. Dalam pembagian tugas itu, ditetapkan bahwa pasukan Kostrad bertanggung jawab untuk mengawasi sejumlah lokasi strategis, semisal menjaga rumah presiden dan wakil presiden. Sementara Korps Marinir bertanggung jawab menjaga semua kedutaan besar.98 Soebagyo H.S., selaku Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) juga menegaskan bahwa tidak pernah ada perintah pasukan TNI-AD mengepung istana dan kediaman presiden. Semua pergerakan pasukan TNI-AD ketika itu atas sepengetahuannya sebagai Pimpinan Angkatan Darat. Ia mendapatkan semua laporan lengkap penggunaan pasukan Kostrad, Kopassus, Kodam Jaya dan seluruh satuan TNI-AD. Dan tidak ada satu laporan-pun tentang soal kudeta dan pengepungan tempat tersebut. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Panglima Daerah Militer Jakarta Raya (Pangdam Jaya) dan Panglima Komando Operasi Jaya (Pangkoops Jaya) ketika itu, yaitu Sjafrie Sjamsoeddin. Ia menegaskan bahwa tidak ada kemungkinan bagi Prabowo melakukan kudeta terhadap Habibie. Koops Jaya yang meminta tambahan kekuatan pasukan di antaranya dari Kostrad ke Mabes-ABRI.99 Menurut penulis, berdasarkan fakta-fakta di atas, Prabowo ketika itu, sependapat dengan Soebagyo H.S., kecil kemungkinan memiliki niat untuk melakukan kudeta. Namun, ia memiliki ambisi yang sangat besar untuk menjadi seperti Jenderal Soedirman, tokoh idolanya,

97 Hendro Subroto, Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), 11. 98Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 150-151. 99 Kostrad mengirimkan bantuan untuk mendukung Koops Jaya dengan mengirimkan pasukan yang ada di Divisi Infanteri I Kostrad-Jawa Barat, Divisi Infanteri II Malang, dan Brigade III Kostrad Makassar. Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 151-152.

109 sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang membawahi semua angkatan bersenjata. Sebagai bagian dari Keluarga ‗Cendana‘ yang memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Habibie saat itu, dengan menempatkan pasukannya di pos-pos strategis, ia ingin mendapatkan reward dengan dipilih menjadi Panglima ABRI ketika ia mengumumkan susunan jajaran Kabinet barunya, pengganti Wiranto. Karena Wiranto dianggap gagal sebagai Panglima ABRI untuk menjaga keamanan negeri ini ketika itu.100 Benar, Prabowo kecewa dikemudian hari karena tidak melakukan kudeta. Namun, ketika itu ia tidak berniat untuk melakukan kudeta. Ia hanya menunjukkan pamer ‗kekuatan‘ militernya menunjukkan loyalitas dan kesetiaannya kepada negara dan dengan menjaga keamanan hal-hal yang berhubungan RI-1. Dengan harapan, hal-hal itu dapat pujian dan balasan dari Habibie. Meskipun, ia sendiri mengatakan sudah menyadari dari sejarah, jika seorang pemimpin turun, semua yang dekat dengan pemimpin itu juga akan turun. ―Saya punya intuisi saya akan diganti, tetapi itu biasa saja,‖ ….. ―Saya menjunjung tinggi konstitusi dan saya tidak mengeluh atas keputusan presiden (untuk mundur malam itu juga dari jabatan Panglima Kostrad).‖ 101 Alih-alih mendapatkan itu, karena kenaifan dan kepolosannya, ia justru dituduh akan melakukan ‗kudeta,‘ justeru oleh Habibie sendiri. Habibie dekat dan hormat dengan Prabowo, namun kekacauan dan sangat labilnya situasi negara, ia lebih memilih menetapkan kembali Wiranto sebagai Pangab. Menurutnya, karena peran ABRI sangat menentukan, maka dalam keadaan negara yang sangat labil, pilihan Pangab dan Menhankam jikalau tidak tepat, dapat mengganggu stabilitas politik. Oleh karenanya, ia tidak mau mengambil resiko sedikitpun yang dapat berdampak negatif dalam mempertahankan Republik Indonesia.102

100 Mengenai kondisi kekacauan dan kegentingan situasi negeri ini lihat isi lengkap pernyataan pers Menhankam/Pangab Wiranto, Senin, tanggal 18 Mei 1998, pukul 19.50 WIB. Lihat BJ. Habibie. Lihat BJ. Habibie, Detik-detik yang Menentukan, 17-18. 101 Admin, ―Rekam Jejak: Prabowo Tidak Ada Niat Kudeta Habibie,‖ http://www.mediaprabowo.com/prabowo-tidak-ada-niat-kudeta-habibie/, diakses tanggal 15 Desember 2014. 102BJ. Habibie, Detik-detik yang Menentukan, 75.

110 b) Isu Pelanggaran HAM Sebagaimana sekilas telah dijelaskan sekilas, pada tanggal 7 Desember 1975, Indonesia resmi melakukan Operasi Militer dengan Nama Operasi Seroja, di Timor Timur. Indonesia menggabungkan Timor Timur karena sebagian rakyat Timor Timur ingin bersatu dengan Indonesia atas alasan etnik dan sejarah. Dalam pendapat Kontras dan Aboeprijadi Santoso, operasi ini telah melanggar hak asasi mausia karena telah banyak menghilangkan nyawa rakyat sipil.103 Sebaliknya, bagi Tamalia Alisjahbana, wartawati BBC World Service dan mantan Direktur Eksekutif Gedung Arsip Nasional, justru Prabowo ketika itu sedang mengemban tugas negara, melalui militer ia bisa berkontribusi kepada bangsa ini dengan berjuang untuk kekuatan dan dengan kekuatan ia bisa melakukan hal-hal baik. Bahkan, Prabowo malah penyelamat rakyat Timor-Timur dari perang saudara berkepanjangan dan berhasil menyelamatkan beberapa orang Kraras yang ditahan dan akan dibunuh Gerakan Frente Revolucioniria de Timor-Leste Independente (Fretilin).104 Menurut catatan van Klinken, profesor sejarah Asia Tenggara di University of Amsterdam, Prabowo yang ketika itu berpangkat Letnan pertama kali pada tahun 1977 – 1978 di bawah Komandon Batalion Yonif 744, Mayor Yunus Yosfiah. Ia terlibat dalam pembunuhan pimpinan Gerakan Pengacau Keamanan Fretilin bagi Negara Indonesia

103 Lihat http://www.kontras.org/kamisan/data%20pelanggaran%20HAM.pdf; lihat ulasan dari jurnalis kawakan Radio Netherland, Aboeprijadi Santoso, ―What ever happened in Kraras, Timor Leste, ‗Pak Prabowo? ―,The Jakarta Post, 20 Desember 2013. http://www.thejakartapost.com/news/2013/12/20/what-ever-happened-kraras- timor-leste-pak-prabowo.html, diakses tanggal 10 Agustus 2014. Ada juga isu pelanggaran HAM yang ditimpakan ke Prabowo, yaitu Operasi Militer untuk membebaskan para peneliti yang dijadikan tawanan Operasi Papua Merdeka (OPM). Lihat Edmund McWilliams, ―Prabowo and Papua,‖ West Papua Report January 2013, http://etan.org/issues/wpapua/2013/1301wpap.htm, diakses tanggal 10 Agustus 2014. Bandingkan dengan pernyataan, alm. Munir, sebagai pendiri Kontras yang justru belum memvonis Prabowo sebagai pelanggar HAM. Ia berpendapat, masalah pelanggaran HAM Prabowo menunggu keputusan pengadilan, karena hal itu sudah merupakan isu yang telah dipolitisir demi kepentingan pihak-pihak tertentu. Lihat http://www.youtube.com/watch?v=0bZsKVZSTRw, diakses tanggal 10 Agustus 2014. 104 Lihat Tamalia Alisjahbana, ―What Really Happened in Kraras?,‖ Opini http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/21/what-really-happened-kraras.html, diakses tanggal 10 Agustus 2014.

111 dan pahlawan perlawanan bagi Timor Leste, Nicolau Lobato.105 Tim Nanggala 28 yang dipimpin oleh Prabowo dalam operasi militer tersebut berhasil menewaskan banyak anggota Fretilin, termasuk Nicolau Lobato yang terbunuh dengan luka tembak di perut. Untuk keberhasilannya tersebut, Prabowo melejit nama dan karirnya di militer. Selang lima tahun, pada 1983 Prabowo yang sudah naik pangkat kemiliterannya menjadi Kapten dikirim kembali membawa pasukan Satuan Penanggulangan Teror 81 Komando Pasukan Khusus. Kali ini yang menjadi Komandannya adalah Mayor Luhut Pandjaitan. Dia memimpin langsung kelompok di dalamnya, yang disebut Chandraca 8.106 Masih menurut van Klinken, kemungkinan besar ia membawa satuan ini ke Timor Leste pada bulan Maret atau April 1983.107 Ia menyebut misi itu dengan nama sandi Bravo dan nama sandi radio untukya adalah ―08.‖ Sedangkan ―09‖ dipakai oleh Komandannya. Nama sandi 08 tetap dipertahankan hingga kini ia mencalonkan diri sebagai Calon Presiden 2014-2019. Prabowo untuk menghalau dan menghancurkan gerakan separatis tersebut membentuk pertahanan sipil yang diambil dari penduduk sipil setempat. Pelibatan penduduk sipil lokal oleh TNI dalam operasi militer dimulai dengan menjadikan mereka sebagai Tenaga Bantu Operasi (TBO). Mereka membantu pasukan TNI dalam soal logistik, tinggal secara berkelompok dalam unit-unit kecil, dan ikut dalam operasi resmi TNI. Para TBO yang ikut berjuang tersebut, kemudian diangkat menjadi Hansip (Pertahanan Sipil) di daerahnya masing-masing. Di Timor Timur sendiri, mereka ini dikenal dengan sebutan mauhu (mata- mata) di kalangan penduduk lokal atau ‗panah Koramil‘ di kalangan TNI. Disebut sebagai panah, karena merekalah yang berada di garis depan dalam operasi. 108 Disamping menjadi ‗panah‘ dalam operasi, mereka pulalah orang yang kerap dimintai tolong untuk melakukan interogasi kalau ada gerilyawan yang tertangkap karena mereka bisa berbahasa lokal. Prabowo sendiri mengakui keberadaan milisi-milisi

105 Lihat http://www.insideindonesia.org/current-edition/prabowo-and-human- rights, lihat juga versi cetak Inside Indonesia No. 116: Apr-Jun (2014). 106Tempo, ―Bobol, Penjaga Gawang Fretilin,‖ Rubrik Nasional Majalah Tempo, Edisi 39/22 (1997), 30. 107 Lihat http://www.insideindonesia.org/current-edition/prabowo-and-human- rights, lihat juga versi cetak Inside Indonesia No. 116: Apr-Jun (2014). 108Soal Hansip dan milisi-milisi sipil di Aceh maupun di Timor Timur dibahas oleh Matt Davies, Indonesia‟s War over Aceh: Last Stand on Mecca‟s Porch (London: Taylor & Francis, 2006), 169-170.

112 sipil dalam bentuk Hansip. Dia pernah berkata pada jurnalis asing, ‗Filsafat saya adalah: tentara rakyat (people‟s army). Rakyat harus berada di pihak kita.‘109 Pengakuan Prabowo yang lebih jelas tampak dalam satu konferensi tentang gerakan separatis yang diadakan di Jakarta pada 21 April 2001. 110 ―Tentu ada ekses, pelanggaran- pelanggaran, ada kerusakan-kerusakan dalam disiplin, ada kerusakan dalam tata cara yang benar menghadapi musuh, namun, saya tahu bahwa ini bukan bagian dari doktrin kami.‖ Dia melanjutkan bahwa semua itu bukan kebijakan resmi, ―Di dalam doktrin kami sudah dinyatakan dengan jelas bahwa kami adalah tentara rakyat dan dengan demikian seluruh dasar keberhasilan militer Indonesia harus bersandarkan pada dukungan rakyat.‖111 Dugaan pelanggaran HAM oleh Prabowo di Timor Leste telah banyak ditulis, baik oleh banyak aktivis maupun organisasi Ham di dalam dan luar negeri. Semisal, Garry van Klinken menulis tentang isu pelanggaran Prabowo di Timor Timur. 112 Douglas Kammen, 113 juga menulis tentang hal yang sama dengan van Klinken. Lembaga sosial masyarakat Indonesia, semisal Kontras dan Imparsial-pun menulis dan menyuarakan tentang pelanggaran HAM. Bahkan Amerika, yang menghendaki Indonesia menggabungkan Timor-Timur, menjadi provinsi, justru malah mencekal para petinggi militer yang terlibat dengan Operasi Seroja, termasuk Prabowo. Prabowo dicekal di Amerika karena terkena Undang-undang Leahy Law. Leahy Law adalah peraturan yang melarang pemerintah memberi pelatihan kepada angkatan bersenjata sebuah negara yang melanggar hak asasi manusia,

109Gerry van Klinken, ―Prabowo and human rights,‖ Inside Indonesia No. 116: Apr-Jun (2014). 110Lihat laporan New Straits Times, ―Prabowo Admits Army excesses Former army commander embrances Gusmaou,‖ Edisi 22 April (2001), 11. 111 AFP, ―Prabowo Salutes, Hugs Xanana Gusmao,‖ http://www.etan.org/et2001b/april/15-21/20prabo.htm, diakses tanggal 10 Agustus 2014. 112Salah satu yang terbaru adalah dari Gerry van Klinken, ―Prabowo and human rights,‖ dalam Inside Indonesia No. 116: Apr-Jun (2014). 113Douglas Kammen, ―A Tape Recorder and a Wink? Transcript of the May 29, 1983, Meeting between Governor Carrascalão and Xanana Gusmão,‖ Indonesia, No. 87 (April), 2009.

113 kecuali bila ada upaya pemerintah negara yang bersangkutan untuk membawa perwira dan prajurit yang bersalah ke pengadilan.114 Untuk peristiwa di Kraras, Prabowo menjawab tuduhan itu secara tertulis melalui The Jakarta Post dengan mengatakannya sebagai serangan terhadap karir militer dan terhadap dirinya, ―yang berupa tuduhan tidak berdasar, sindiran, dan laporan pihak ketiga – yang tidak pernah dibuktikan baik oleh PBB maupun oleh pemerintah Timor Leste sendiri.‖115 Lebih lanjut, Bowo berargumen jika ia memang bersalah dalam pembantaian tersebut, dan segala peristiwa yang serupa, bagaimana bisa ia diterima, bahkan berfoto bersama dalam pertemuan dan perbincangan dengan mantan presiden Timor Leste, Xanana Gusmao, pada 20 April 2011, Lere Anan Timur pada 21 November 2008, dan Mari Alkatiri, pada 20 Juni 2013 lalu. Apakah Xanana dan pejuang Timor Leste tersebut, yang dulu merupakan musuh dan pengacau keamanan bagi negara ini, mau berteman dengan seorang perwira Indonesia yang konon bertanggung jawab atas aksi kriminal terhadap penduduk? Prabowo berkali-kali menegaskan bahwa ia tidak berada di sekitar tempat peristiwa ―Pembantaian Kraras‖ yang terjadi di Viqueque pada 8 Agustus, 1983 tersebut. Bahkan, Prabowo juga menantang siapa saja yang benar-benar bisa membuktikan bahwa dirinya memang bersalah dan memberi perintah untuk menyiksa dan membunuh rakyat Timor Leste ketika itu. Menurutnya, fakta hukum internasional-pun, semisal PBB dan pihak berwenang Timor Leste belum pernah menggugat dirinya atas fitnah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Bumi Lorosae itu. Prabowo berkeyakinan bahwa tuduan atas beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia‖ dan ―situasi yang berujung kepada kekerasan, tidak jelas asal usulnya.116 Fakta ketidakterlibatan Prabowo akan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia di Kraras di dukung oleh Jose Manuel Tesoro. Ia dalam

114 http://www.washingtonpost.com/wp- dyn/content/article/2010/03/02/AR2010030204053.html, diakses tanggal 13 Januari 2014. 115Balasan oleh Prabowo ditulis dengan bahasa Inggris yang sangat bagus dan tertata amat rapi, seakan dikerjakan oleh seorang pengacara Amerika atau Inggris untuk mementahkan sebuah dakwaan. Lihat, Prabowo Subianto, ―Letter to the editor: Prabowo clarifies‖ The Jakarta Post, 27 Desember (2013). http://www.thejakartapost.com/news/2013/12/27/letter-editor-prabowo-clarifies.html, diakses tanggal 10 Agustus 2014. 116Prabowo Subianto, ―Letter to the editor: Prabowo clarifies‖ The Jakarta Post, 27 Desember (2013). http://www.thejakartapost.com/news/2013/12/27/letter-editor- prabowo-clarifies.html, diakses tanggal 10 Agustus 2014.

114 sebuah artikel investigasi yang dipublikasikan dalam Asiaweek edisi 13 Maret tahun 2000, membuat pernyataan seberapa jauh Prabowo terlibat dalam peristiwa itu. Untuk mengumpulkan fakta terhadap tuduhan itu, Asiaweek telah menghubungi empat organisasi masyarakat berbeda yang memang fokus mengamati kegiatan militer. Yaitu, Tapol di London, Solidamor di Jakarta, Yayasan HAK yang berpusat di Dili, dan East Timor Action Network (Etan) di New York. Tesoro bersama timnya meminta laporan dari saksi, naskah dari komunikasi yang tersadap, dan laporan yang bocor, ataupun apa saja yang bisa membuktikan laporan ini, tetapi tidak satu pun bukti ditemukan bahwa Prabowo terlibat apalagi bertanggung jawab terhadap kasus tersebut.117 Menanggapi atas tuduhan pelanggaran itu, penulis selogika dengan Prabowo. Prabowo menjelaskan bahwa selama tugas di militer, justru di dalam banyak peristiwa, ia malah berjuang untuk melindungi pemberontak Falintil yang dipenjara oleh Tentara Republik Indonesia (TNI), dan rakyat Timor Leste yang juga memberontak, di dalam situasi yang tidak jelas, di mana TNI terjebak dalam perang saudara yang tidak memiliki batasan, dan semua orang bisa menjadi teman juga musuh. Argumen itu diperkuat oleh Locatelli, tokoh agama masyarakat Kraras. Ia berpendapat bahwa kejadian Kraras dilakukan oleh pasukan lain, bukan pasukan pimpinan Prabowo. Bahkan, setelah kejadian terjadi, Prabowo dianggap berhasil menyelamatkan beberapa orang Kraras yang ditahan oleh pasukan lain dan akan dibunuh. Untuk jasa Prabowo itu, mereka mengadakan upacara kecil, sebagai ungkapan tanda terima kasih. Prabowo dianggap pahlawan oleh sebagian masyarakat Kraras, karena dianggap menyelamatkan banyak warga.118 c) Isu Penculikan Aktivis Reformasi Selain pelanggaran hak asasi manusia di atas, Prabowo juga dituduh oleh aktivis dan lembaga sosial masyarakat bertanggung jawab terhadap kasus penculikan para aktivis reformasi. Gerakan Melawan Lupa119 menduga keras bahwa Prabowo merupakan salah satu sosok

117Prabowo Subianto, ―Letter to the editor: Prabowo clarifies‖ The Jakarta Post, 27 Desember (2013). http://www.thejakartapost.com/news/2013/12/27/letter-editor- prabowo-clarifies.html, diakses tanggal 10 Agustus 2014. 118Erros Djarot, dkk, Prabowo Sang Kontroversi, 22-23. 119LSM ini terdiri dari gabungan beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Imparsial, KontraS, YLBHI, Elsam, ICW, HRWG, Politik Rakyat, LBH Jakarta, LBH Pers, Institute Demokrasi, KASUM, JSKK, IKOHI, Ridep Institute, KRHN, LBH Masyarakat, Perempuan Mahardika, LBH Surabaya, AJI Indonesia, PUSHAM-UII

115 yang harus dimintai pertanggungjawaban, bahkan bertanggungjawab atas penculikan para aktivis pro-demokrasi saat reformasi 1998. Sebab, ketika itu dalam kapasitasnya sebagai Danjen Kopassus, atasan Tim Mawar, Prabowo tidak bisa lepas dari tanggung jawab komando. Tuduhan itu diperkuat oleh Executive Summary laporan Komnas HAM yang menyebutkan dari keterangan saksi, yakni sebagian orang yang diculik dan telah dikembalikan, bahwa mereka bertemu dengan sebagian besar 13 korban yang kini masih hilang di Pos Kotis markas Kopassus Cijantung. Saat itu Prabowo adalah Danjen Kopassus. 120 Selain itu, Prabowo Subianto juga tidak bisa lepas dari tanggungjawab komando atas kejahatan itu. Hal itu mencakup penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, penganiayaan, dan perampasan kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Exutive Summary Komnas HAM. Dikembalikannya 9 orang aktivis yang diculik, tidak serta-merta membuat kejahatan itu hapus. Menanggapi tuduhan tersebut, Fadli Zon, sebagai juru bicara Prabowo, ketika wawancara dengan penulis maupun pernyataan di media massa mengatakan terkait peristiwa hilangnya para aktivis oleh tim Mawar, yang merupakan bawahan Prabowo di Kopassus TNI AD, Prabowo sudah menjalani proses hukum hingga tuntas di Mahkamah Militer. Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota Tim Mawar ke pengadilan Mahkamah Milter Jakarta pada bulan April 1999, lima orang bawahan Prabowo dipecat dan dipenjara. Sedangkan lima orang lainnya hanya dipenjara tanpa dipecat. Dewan Kehormatan Perwira juga telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI untuk menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (pensiun dini). Fadli mengatakan bahwa kasus itu, yang disebut sebagai orang hilang, pernah diadili melalui Mahkamah Militer, pelakunya telah mendapat hukuman dengan dipecat dan dihukum penjara. Tanggung jawab terhadap oprasi Tim Mawar sudah selesai secara hukum. Prabowo mengambil alih tangung jawab karena sebagai pimpinan, yang terjadi karena dilakukan anak buahnya.121

Yogyakarta, INFID, Aliran Batang Bungo-Jambi [ABB-Jambi], PIAR NTT, Forum Pemerhati Aspirasi Rakyat Kota Kupang, Freepublik NTT, SETARA Institute. 120 http://www.imparsial.org/id/2010/komnas-ham-dan-kejaksaan-agung-segera- temukan-13-orang-hilang-dengan-memanggil-prabowo-subianto-dan-kivlan- zein.html, diakses tanggal 9 Januari 2014. 121 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013.

116

Fadli menambahkan argumennya bahwa untuk lebih jernih melihat apakah Prabowo itu menculik atau justru bertugas menjaga keamanan dan keutuhan NKRI perlu ditilik dari latar belakang kejadian tersebut. Sebagaimana yang diceritakan Prabowo kepada beberapa media dan Fadli Zon ketika diwawancarai penulis, latar belakang penyeretan nama Prabowo di kasus penculikan berawal dari peledakan bom di rumah susun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat yang diduga dirakit oleh ‗oknum‘ mahasiswa untuk menggagalkan SU MPR ketika itu. Prabowo bersama Kopassus diperintah ―Panglima Tertinggi‖ TNI untuk mengamankan situasi tersebut. Lagi-lagi, sebagai seorang prajurit, ia hanya sekedar menjalankan perintah atasan.122 Menanggapi isu pelanggaran Ham dan kasus penculika di atas, Prabowo menegaskan dirinya berpegangan bahwa HAM yang paling dasar bagi warga negara adalah hak untuk hidup. Tugas utama pemerintah sebagaimana mandat Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap dan seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah harus melindungi segenap tumpah darah dari segala ancaman, apakah dari luar atau dalam negeri. Sebagai seorang warga negara Indoesia, ia dalam kapasitasnya sebagai prajurit TNI merupakan bagian dari abdi negara yang ditugaskan pemerintah untuk menjaga keamanan dan ketertiban oleh pemerintah. Ia selama puluhan tahun menjadi bagian dari abdi negara yang bertugas membela kemerdekaan, kedaulatan dan HAM warga negara.123 Prabowo menegaskan, mengenai dugaan pelanggaran HAM yang selama ini dituduhkan kepadanya sewaktu menjadi petinggi TNI, adalah semata dirinya selaku petugas negara berusaha mencegah kelompok-kelompok radikal ataupun kelompok-kelompok yang mengancam keselamatan warga negara. Ia dengan lugas menyatakan telah sekian puluh tahun ia mengabdi kepada ibu pertiwi dengan menjadi petugas yang membela kemerdekaan, kedaulatan dan hak asasi manusia, mencegah kelompok-kelompok radikal ataupun kelompok- kelompok yang menggunakan kekerasan, mengancam keselamatan hidup orang yang tidak bersalah.124 Bagi Prabowo, dirinya selaku prajurit pembela negara mengambil 'tindakan' melindungi segenap tumpah darah saat berhadapan dengan

122 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 123 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 124Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, 109.

117 kelompok-kelompok yang merakit bom, yang ingin menimbulkan huru hara, serta kelompok yang mengancam kehidupan bangsa dan negara dan bangsa. Sebab, mereka merupakan ancaman terhadap HAM tersebut. Prabowo dengan tegas mengatakan, hanya pimpinan atau atasan lah yang memberi penilaian manakala seorang prajurit telah melaksanakan tugas negara dengan sebaik-baiknya seperti itu. Prabowo mencontohkan penegakan hukum dan hak asasi manusia di negara Singapura. Menurutnya, pemerintah Singapura memberlakukan hukuman mati bagi warga yang diketahui memegang bom, tapi tidak melaporkan ke aparat negara. Warga sipil yang memegang senjata dan tidak melaporkan kepemikikannya kepada pihak yang berwenang sudah dikenai sangsi hukuman mati. Apalagi jika ia terbukti merakit dan menyebarkan atau memperdagankannya.125 Terlepas dari kontroversi di atas, menurut penulis, Prabowo telah mengaku bersalah dan telah bertanggung jawab atas perbuatannya berkaitan dengan ‗pengamanan‘ para aktivis reformasi sebagaimana yang dinyatakan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) yang dipimpin Marzuki Darusman dari Komnas HAM. 126 Dalam hal ini, penulis mendukung konsepsi dan perjuagan dari kalangan aktivis reformasi dan lembaga sosial masyarakat pegiat penegakkan hak asasi manusia dan demokrasi. Siapapun yang menghilangkan secara paksa, menculik, menahan warga negara Indonesia yang memperjuangkan hak-haknya merupakan suatu pelaggaran, termasuk apa yang dilakukan oleh Prabowo dan harus dikenakan sangsi. Sebagai anggota TNI, Prabowo merupakan bagian dari pemerintah yang melakukan penyelenggaraan negara di bidang pertahanan-keamanan. Jadi setiap tindakan TNI menyangkut penyelenggaraan negara harus diawasi oleh publik sebagai bentuk pertanggung jawaban. Prajurit TNI Prabowo sudah bersikap ksatria dengan secara terbuka mengaku dan bertanggung jawab pada sidang Dewan Kehormatan

125 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 126 Bunyi rekomendasi TPGF itu adalah ―.....Dalam kasus penculikan, Letjen Prabowo dan semua pihak yang terlibat harus dibawa ke Pengadilan Militer. Demikian juga dalam kasus Trisakti, perlu dilakukan berbagai tindakan lanjutan yang sungguh-sungguh untuk mengungkapkan peristiwa penembakan mahasiswa.‖ Lihat Komnas Perempuan, Seri Dokumen Kunci: Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 (Jakarta: Komnas Perempuan-New Zealand Official Development Assistance, 2006), 20 dan 29.

118

Perwira (DKP)127 atas kesalahan yang dilakukan anak buahnya. Secara formal, ia telah menerima hukuman tersebut dengan ‗dipensiun- dinikan‘ oleh Presiden BJ Habibie 128 ketika itu dari militer yang dicintai dan telah mendarah-daging dalam kehidupanya. Secara psikologis, ia pun telah menerima hukumannya. Prabowo merupakan satu-satunya perwira tinggi TNI yang dihukum oleh instansinya sendiri. Bagi Prabowo, ―tidak ada prajurit yang salah, yang salah adalah komandannya,‖ ‖Keberanian untuk menghadapi segala tantangan akan selalu diuji, dan ujian itulah yang akan menentukan apakah kita berdiri tegak dan teguh penuh kehormatan, atau tidak.‖129 DKP sendiri telah memberikan keputusan bahwa Prabowo dianggap menyalahgunakan wewenang, melanggar prosedur, pengabaian sistem operasi, dan tidak disiplin hukum di lingkungan ABRI. Hasil sidang DKP ini memberikan rekomendasi kepada Presiden (BJ Habibie) untuk memberhentikan Letjend Prabowo Subianto dari dinas aktif militer yang di umumkan pada tanggal 24 Agustus 1998. Penggalan Surat Keputusan tersebut adalah:130 Memutuskan: Menetapkan: Terhitung mulai akhir bulan November 1998, memberhentikan dengan hormat dari dinas Keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan hak pensiun Pati tersebut di bawah ini Nama: PRABOWO SUBIANTO Pangkat: LETNAN JENDERAL TNI NRP: 27082 Dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap Negara dan Bangsa selaku Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

127DKP adalah sebuah instrumen ekstrajuridisial yang tugas utamanya adalah menyelidiki ada tidaknya pelanggaran kode etik perwira TNI. Di lingkup ABRI, kode etik itu dikenal dengan nama Budi Bhakti Wira Utama. Panglima ABRI Jendral TNI Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada tanggal 3 Agustus 1998. Tim ini diketuai oleh Jenderal TNI Subagyo HS selaku KSAD, kemudian wakil ketua terdiri dari Letjen TNI Fachrul Razi (Kasum ABRI) dan Letjen TNI Yusuf Kartanegara (Irjen Dephankam). Kemudian anggota terdiri dari Letjen TNI Soesilo Bambang Yudhoyono (Kassospol ABRI), Letjen TNI Agum Gumelar (Gubernur Lemhanas), Letjen TNI Djamiri Chaniago (Pangkostrad) dan Laksdya TNI Achmad Sutjipto (DanjenAkabri). Lihat Erros Djarot, dkk, Prabowo Sang Kontroversi, 53. 128Lihat Erros Djarot, dkk, Prabowo Sang Kontroversi, 54. 129 Amran Nasution, ―Karier Seorang Prajurit,‖ dalam Majalah GATRA, No. 19/IV, 28 Maret (1998). 130Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 62/ABRI/1998.

119

Uniknya, SK Presiden Republik sangat diametral bertentangan dengan surat rekomendasi dari DKP. DKP memutuskan bahwa secara kode etik tindakan Prabowo dianggap merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, Bangsa dan Negara, disarankan dijatuhkan hukuman administratif berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan. Sedangkan dalam SK Presiden dicantumkan bahwa Prabowo Subianto diberhentikan dari dinas keprajuritan, masih berhak mendapat pensiun. itupun disertai dengan ucapan terima kasih atas jasa jasanya yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap negara dan bangsa selaku Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dalam pandangan RI-1 ketika itu, justru Prabowo dianggap berjasa karena menjalankan tugas negara dan bangsa dalam kapasitasnya sebagai prajurit ABRI sebagai alat pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dengan kata lain, Prabowo oleh Presiden RI yang secara kultural adalah Panglima Tertinggi bagi para prajurit TNI dianggap memiliki integritas dan selalu memegang teguh Sapta Marga yang di antaranya adalah memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap serta kehormatan prajurit. 131 Selain itu, Prabowo juga dianggap sama sekali tidak pernah mengingkari Sumpah Prajurit, yang di antaranya adalah taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan dan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya. Apa yang dilakukan Prabowo semuanya dianggap sebagai perjuangan untuk membela negara.132

131Secara lengkap isi Sapta Marga TNI adalah: ―1. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila; 2. Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela Ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah; 3. Kami Kesatria Indonesia, yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan; 4. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia; 5. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan Prajurit; 6. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa; dan 7. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit.‖ Lihat http://www.tni.mil.id/pages-5-sapta-marga.html, diakses tanggal 22 Juni 2014. 132Sumpah Prajurit adalah, ―Demi Allah saya bersumpah/berjanji: 1. Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan; 3. Bahwa saya taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan; 4. Bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. Bahwa saya akan memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya.‖

120

Dalam konteks bela negara, tugas ini tidak hanya dibebankan kepada TNI dan Polri, akan tetapi tiap warga negara Indonesia terikat dengan Pasal 30 UUD 1945.133 Dalam Pasal Pasal 30 (ayat 1) hasil amandemen disebutkan, ‖Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pertahanan negara.‖ Mengacu ayat 1 Pasal ini, semua warga negara Indonesia tanpa kecuali berhak dan wajib dalam usaha pembelaan terhadap negara. Semua komponen bangsa harus merasa terpanggil untuk memiliki loyalitas terhadap negaranya. Pada ayat berikutnya (ayat 2) disebutkan, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Ayat ini merupakan lanjutan, lebih memperinci pelaksanaan bela negara melalui pelaksanaan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Bila diteruskan, pada ayat 5 antara lain disebutkan bahwa susunan dan kedudukan TNI-Polri, hubungan TNI- Polri di dalam menjalankan tugasnya, dan syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan negara diatur dengan undang- undang. Pengaturan seperti tercantum pada ayat 5 Pasal tersebut dimaksudkan lebih memperjelas mekanisme upaya bela negara yang dilakukan warga negara termasuk unsur-unsur yang ada di dalamnya. Berdasarkan hal di atas, tidak berlebihan jika Janoski memasukkan unsur militer ke dalam salah satu aktor dari masyarakat madani. 134 Dalam konteks masyarakat madani Indonesia, menurut analisa International Crisis Group (ICG) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sejak jatuhnya Orde Baru Soeharto di bulan Mei tahun 1998, pengaruh politik militer mengalami penurunan yang drastis. Militer tidak lagi memiliki pengaruh politik yang dominan terhadap pemerintahan, dan pada saat ini tidak berada dalam posisi meraih kembali kekuasaan politik. Akan tetapi, konsolidasi penuh demokrasi menuntut dimusnahkannya, atau setidaknya diorientasi kembali jaringan teritorial, disipilkannya badan- badan intelijen dalam negeri, dibenahinya keuangan militer, serta

Lihat http://www.tniad.mil.id/index.php/sample-page-2/kode-etik/sumpah-prajurit/, diakses tanggal 22 Juni 2014. 133Lihat http://www.humanrights.asia/countries/indonesia/laws/uud1945, diakses tanggal 22 Juni 2014. 134Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society, 12.

121 dibentuknya persatuan dan disiplin militer. Selain itu dituntut pula terbentuknya doktrin yang jelas-jelas mendukung supremasi sipil.135 Masih menurut analisa ICG dan KontraS, proses pengendalian militer Indonesia telah dimulai sejak pemerintahan Presiden Habibie: jumlah wakil militer pada legislatif tingkat nasional dan daerah dikurangi, perwira yang masih aktif tidak diperbolehkan untuk dipilih atau ditunjuk menjadi pejabat pemerintahan sipil, militer menganut posisi netral terhadap seluruh partai politik, dan polisi dipisahkan dari angkatan bersenjata. Kendali sipil atas pemerintahan dikonsolidasi oleh Presiden Abdurrahman Wahid setelah ia terpilih pada Oktober 1999. Saat yang menentukan adalah pada bulan Februari 2000 ketika ia secara efektif memecat Jenderal Wiranto dari Kabinetnya setelah Wiranto disebut-sebut sebagai salah seorang yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur di tahun 1999. Bahwasanya presiden telah menegakkan kewenangannya terbukti dengan tiadanya reaksi dari pihak militer ketika ‗orang-kuat‘ militer dari masa hanya empat bulan berselang dipaksa keluar dari pemerintahan. Pada bulan-bulan awal di masa kepresidenan Abdurrahman pimpinan militer secara resmi melepaskan doktrin Dwifungsi yang telah memimpin keterlibatan politik mereka selama masa Soeharto.136 Dalam hal ini, KontraS menggarisbawahi pentingnya prinsip-prinsip demokrasi dalam mendorong perbaikan kelembagaan tersebut. Lebih jauh, juga diharapkan agar para pembuat kebijakan dapat melanjutkan perbaikan militer sebagai prioritas dari Agenda demokratisasi untuk mewujudkan sistem dan tatanan ketatanegaraan yang lebih demokratis. b. Hashim dan Keluarga Soemitro Djodjohadikusumo Hashim Djojohadikusumo dan Keluarga Besar Soemitro Djojohadikusumo tidak bisa dipisahkan dari Gerindra. Bersama kakaknya, Prabowo Subianto, dia salah satu pendiri dan kunci partai ini. Di Gerindra, Hashim dalam kepengurusan berperan sebagai Dewan Pembina, sedangkan Prabowo menjadi ketua Dewan

135 International Crisis Group, ―Indonesia: Mengendalikan Militer,‖ ICG Asia Report, No. 9, 5 September (2000), ii; Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Politik Militer dalam Transisi Demokrasi Indonesia: Catatan KontraS Paska Perubahan Rezim 1998 (Jakarta: KontraS, 2005), 6-7. 136 International Crisis Group, ―Indonesia: Mengendalikan Militer,‖ ICG Asia Report, No. 9, 5 September (2000), ii; Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Politik Militer dalam Transisi Demokrasi Indonesia, 6.

122

Pembina.137 Hashim adalah orang kedua terpenting di Gerindra setelah Prabowo. Bukan rahasia umum kalau Hashim yang menjadi penyandang dana utama kegiatan politik Prabowo. Dia juga menjadi juru bicara terpercaya Prabowo, terutama ke kalangan pebisnis internasional dan pemerintah negara-negara asing. Karena negara- negara Barat masih belum bisa sepenuhnya menerima Prabowo akibat pelanggaran HAM di masa lalunya,138 Hashim-lah yang berbicara atas nama Prabowo. Pada kunjungannya ke AS tahun 2013, Hashim berbicara mewakili partainya—dalam artian mewakili Prabowo— dalam menyampaikan visinya tentang ekonomi Indonesia di depan lembaga Indonesia-AS yang sangat berpengaruh, USINDO (The United States-Indonesia Society).139 Selain Hashim, peran dan kiprah Keluarga Besar Soemitro Djodjohadikusumo juga sangat kuat di Gerindra. Dalam jajaran kepengurusan pusat, di Dewan Penasehat Pusat duduk Sudradjad Djiwandono, mantan Gubernur BI pada masa Orde Baru yang juga ipar Prabowo. Di Dewan Pertimbangan Gerindra, selain Prabowo (ketua) dan Hashim (anggota), ada juga Ny. Bianti Djiwandono (kakak), Ny. Maryani Djojohadikusumo (adik Prabowo); dan Thomas A. Muliatna Djiwandono, MA (keponakan, anak dari Sudradjad dan Bianti). Selain itu ada juga Edhy Prabowo, yang disebut-sebut sebagai anak angkat Prabowo. 140 Di dalam susunan pengurus ada Aryo Setyaki Djojohadikusumo yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral. Aryo juga menjabat sebagai Ketua Tidar (Tunas Indonesia Raya), Gerindra. Nama Thomas A. Muliatna Djiwandono, kembali muncul dalam susunan pengurus sebagai Bendahara Partai. Disamping itu ada Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Kepala Departemen Peningkatan Perfilman Nasional) dan Budi Satrio Djiwandono (Ketua Bidang Investasi dan Pasar Modal). Mengingat peran penting Hashim dan keluarga besar Soemitro Djojohadikusumo di dalam Gerindra, maka

137Tempo, ―Digenggam Ketua Dewan Pembina,‖ Tempo, Edisi Senin 23 Juni 2014. 138 http://www.washingtonpost.com/wp- dyn/content/article/2010/03/02/AR2010030204053.html, diakses tanggal 13 Januari 2014. 139Di dalam struktur USINDO, Hashim Djojohadikusumo duduk sebagai anggota dewan penasehat. Lihat http://www.usindo.org/about/advisors, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 140Hayat Fakhrurozi, ―Lebih Dekat Dengan Edhy Prabowo: ―Perjuangan untuk Kesejahteraan Rakyat,‖ Majalah Garuda, Edisi Desember (2011).

123 tidak berlebihan jika keluarga ini memilih ikut berkiprah membangun negeri dengan berperan di dalam susunan kepengurusan Gerindra. Meski Hashim telah sukses menjadi pengusaha, bahkan termasuk salah bisnisman terkaya di Indonesia versi majalah Forbes,141 tak lantas membuatnya lupa untuk ikut memperbaiki kondisi negerinya. Sebagaimana kakaknya, Prabowo, berkat didikan kedua orang tuanya juga telah tertanam darah nasionalisme dan patriotisme yang mengalir begitu deras dalam hidupnya. Di samping tetap mengelola bisnis, ia pun terjun langsung ke dunia politik. Di samping itu, ikut andil membangun dan mengharumkan bangsa melalui berbagai kegiatan olahraga dan aksi sosial serta gerakan buruh, tani dan nelayan, bahkan pengembangan pelestarian hutan dan satwa. Semangat mengharumkan nama bangsa didedikasikannya dengan menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB. Percasi), 142 Semangat keberpihakannya pada rakyat kecil terus dikobarkan lewat gerakan ekonomi kerakyatan dengan mendirikan Yayasan Arsari Djojohadikusumo dan Yayasan Wadah. Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) adalah sebuah lembaga sosial. Yayasan ini membantu kegiatan pendidikan, sosial, kebudayaan, dan kesenian. Yayasan Wadah diperuntukan bagi pemberdayaan perempuan dan kegiatan kesetaraan gender. Dikelola secara professional, yayasan tersebut telah berhasil membantu banyak kaum miskin di Indonesia.143 Yayasan Arsari Djojohadikusumo berdiri tahun 2006. Lembaga ini merupakan yayasan pribadi keluarga Hashim Djojohadikusumo. Pada awal berdirinya, namanya adalah Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD). Pada 20 Oktober 2009, YKHD diubah menjadi Yayasan Arsari Djojohadikusumo. Arsari adalah akronim dari ketiga anak-anak Hashim dari perkawinannya dengan Anie Haryati,

141Versi Forbes, hashim masuk dalam 50 orang terkaya di Indonesia dengan menempati posisi ke-42. Lihat http://www.forbes.com/profile/hashim- djojohadikusumo/, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 142 http://percasi-ntt.blogspot.com/2010/07/hashim-djojohadikusumo-ketua- umum-pb.html, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 143Yayasan Arsari Djojohadikusumo berdiri tahun 2006. Lembaga ini merupakan yayasan pribadi keluarga Hashim Djojohadikusumo. Pada awal berdirinya, namanya adalah Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD). Pada 20 Oktober 2009, YKHD diubah menjadi Yayasan Arsari Djojohadikusumo. Lihat http://www.wadahfoundation.or.id/?page_id=1658&lang=id, diakses tanggal 23 Agustus 2014.

124 yaitu Aryo Setyaki,144 Rahayu Saraswati (Sara),145 dan Siti Indrawati (Indra). Keluarga Hashim duduk dalam kepengurusan Yayasan. Istrinya, Anie Haryati duduk sebagai Pembina YAD. Sementara Hashim menjadi ketua yayasan. Anak-anak Hashim, Aryo dan Sara, duduk sebagai dewan pengawas bersama Siswanto Sudomo. Yayasan ini bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, pelestarian alam, budaya dan sejarah.146 Dari data-data yang dikumpulkan, terungkap bahwa YAD tidak saja memberikan beasiswa kepada anak-anak miskin, tetapi juga kepada para mahasiswa dan dosen yang hendak meneruskan studi di dalam maupun di luar negeri. Satu hal yang jarang dilakukan oleh filantropis di Indonesia, tetapi sudah jamak di luar negeri, adalah memberikan penghargaan dan peningkatan kesejahteraan bagi para pendidik. YAD memberikan insentif kepada para guru dan dosen. Bahkan, untuk kasus Peter Carey, diundang untuk mengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dengan standar gaji internasional, semuanya dibiayai oleh YAD. Selain itu, yayasan ini juga memberikan perhatian khusus kepada bidang-bidang studi ‗kering‘ seperti sejarah, arkeologi/paleoantropologi, sastra nusantara/sastra Jawa, dan sastra Indonesia. Selain memberikan perhatian kepada pengajar dan mahasiswa, YAD diketahui juga memberikan fasilitas penunjang seperti gedung,147 laboratorium,148 serta prasarana penunjang seperti

144Nama lengkapnya adalah Aryo Puspito Setyaki Djojohadikusumo. Dia baru saja terpilih menjadi anggota DPR-RI 2014-2019 dari partai Gerindra. Aryo mewakili DKI Jakarta Dapil III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu). Lihat http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/04/23/163739/2563425/1562/meski- keponakan-prabowo-aryo-djojohadikusumo-tak-seenaknya-pilih-komisi, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 145 Sama seperti kakaknya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo juga akan menjabat sebagai seabgai anggota DPR-RI dari partai Gerindra. Dia akan mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah IV yang meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri. Lihat http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/04/30/n4tut2-keponakan- prabowo-lolos-ke-senayan, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 146Lihat, http://indjuri.com/yad/?page_id=16, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 147Fakultas Ilmu-ilmu Budaya (FIB) UGM misalnya mendapat sebuah gedung berlantai empat senilai Rp 13,5 milyar. Gedung itu diberi nama kakeknya Hashim, RM Margono Djojohadikusumo. Lihat http://edukasi.kompas.com/read/2009/12/11/17105466/Wow.Hashim.Djojohadikusum o.Hibahkan.Rp.13.5.Miliar.ke.UGM, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 148 Dalam sebuah dokumen YAD, misalnya disebutkan adanya pembangunan Laboratorium Biosafety Level III (BSL 3), di Institute of Human Virology and Biology

125 komputer ataupun laptop. YAD juga peduli dengan memperhatikan kesenian. Tercatat, lembaga ini ikut bersumbangsih memugar Museum Radya Pustaka Solo, salah satu museum pusat kebudayaan Jawa. Tidak hanya itu, YAD juga ikut berpartisipasi memugar makam raja-raja Mataram di Imogiri, dan merestorasi lukisan karya maestro Raden Saleh, ‗Penangkapan Pangeran Diponegoro‘ dan ‗Harimau Minum.‘149 Sementara itu Wadah Titian Harapan adalah sebuah yayasan di Jakarta yang didirikan oleh perempuan untuk perempuan dan keluarganya. Lembaga ini memfokuskan pada isu dan pemberdayaan gender. Anie H. Djojohadikusumo, isteri Hashim merupakan Keetuanya. Yayasan ini didirikan untuk membawa harapan dengan membantu kaum perempuan menolong diri mereka sendiri dalam upaya membentuk masa depan yang lebih baik bagi keluarga mereka. Yayasan Wadah didirikan pada tahun 2007 sebagai perluasan dari Yayasan Arsari Djojohadikusumo. Wadah didirikan dengan tujuan khusus untuk memenuhi kebutuhan kaum perempuan dalam keikutsertaan mereka di berbagai kegiatan sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan budaya. Wadah merupakan akronim untuk Wanita dan Harapan, atau ―Perempuan dan Harapan. Wadah bergerak di tingkat akar rumput, mendukung kaum perempuan Indonesia dengan menawarkan kesempatan untuk mengatur kehidupan mereka lebih dari sekedar mempertahankan kelangsungan hidup keluarga, tetapi sebagai upaya membebaskan diri mereka dari lingkaran buta huruf dan kemiskinan. Dukungan Wadah juga meliputi berbagai upaya untuk pelestarian seni dan seniman tradisional yang semakin langka agar karya seni dan kerajinan mereka dapat terus hidup dan lestari.150 Dedikasi sosial Hashim dalam peran serta membangun bangsa telah diakui dan mendapat penghargaan dari Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono. Wakil Presiden Boediono memberikan penghargaan kepada para tokoh perintis lingkungan hidup pada Hari Lingkungan Hidup pada Kamis 5 Juni 2014. Ada puluhan pemerintah daerah, individu, dan kelompok yang diberi penghargaan olehnya atas nama Pemerintah. Salah satu di

Center of the University of Indonesia (IHVCB-UI) sebesar US$ 500,000 untuk pengadaan fasilitasnya dan US$ 15,000 per bulan untuk biaya operasional. 149 http://www.tempo.co/read/news/2013/09/27/114517216/Dua-Lukisan-Raden- Saleh-Selesai-Direstorasi, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 150 http://www.wadahfoundation.or.id/wp-content/uploads/Profile2.pdf, diakses tanggal 14 Agustus 2014.

126 antaranya berasal dari kelompok pengusaha, yaitu adik kandung Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo. Ia dinilai oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) cukup berjasa dalam menjaga pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam. Tidar Kerinci Agung, merupakan perusahaan perkebunan sawit yang dikelolanya memiliki komitmen untuk menjaga area hutan yang ada di kawasan perkebunan. Perusahannya mendapat hak untuk menebang hutan dan ditanami kelapa sawit. Tapi ia memutuskan untuk tetap melestarikannya. Karena di hutan tersebut banyak terdapat pohon- pohon langka dan Pohon besar, pohon raksasa, seperti pohon beringin, pohon damar, trembesi dan ada ratusan jenis pohon lain yang masih terdapat di situ. Ia juga membuat persemaian pohon-pohon langka tersebut di situ. Sementara perkebunan sawitnya, ada di sekitar hutan itu. Di tengah kebunnya ia telah berupaya untuk lestarikan hutan. Selain itu, di kawasan hutan tersebut Hashim juga mengaku sedang membangun penangkaran 7 ekor harimau. Selain pohon tua dan langka, dia area hutan juuga dibuatkan penangkaran untuk satwa langka seperti harimau Sumatra, beruang, rusa, landak, trenggiling, kijang, tapir, dan kancil. Ia prihatin hewan langka, seperti harimau mau punah karena kehilangan habibat tempat tinggalnya ataupun di buru manusia untuk diambil kulit dan dagingnya.151 Putra bungsu ‘Begawan ekonomi Indonesia,‘ ini tak sekedar mewarisi kepiawaian sang ayah dan kakeknya dalam berbisnis. Sebagaimana Prabowo, rasa nasionalisme yang ditanamkan sang ayah, mengantarkannya untuk terjun ke dunia politik praktis. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam membentuk partai politik Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) bersama sang kakak, Prabowo Subianto. Keterlibatannya langsung di pentas politik praktis, bukan sekedar latah atau ikut-ikutan sang kakak ataupun euforia politik pasca reformasi berjalan. Bagi pria yang menimba ilmu politik dan ekonomi di Panoma College, Claremont, California, Amerika Serikat ini ada dua alasan yang membuatnya terjun ke ranah politik. Di antaranya, sebagai pelaku ekonomi atau pebisnis, ia merasa heran dengan kondisi ekonomi Indonesia. Menurutnya, dari segi ekonomi Indonesia harusnya lebih mapan dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, India atau Vietnam.152

151 http://nasional.kompas.com/read/2014/06/05/1935025/Dinilai.Lestarikan.Huta n.Adik.Prabowo.Dapat.Kalpataru, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 152Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013; Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto

127

Selain hal tersebut, Pria kelahiran Jakarta, 5 Juni 1954 -yang pernah berbisnis di lebih dari 40 negara di lima benua lewat beberapa perusahaannya ini- pun turut prihatin dengan perkembangan politik negeri yang kian tak berperadaban. Ia berpendapat, Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara makin dilupakan dan tersisihkan, bahkan dilupakan oleh segenap rakyat Indonesia, terutama elit politik dalam menjalankan aktifitas politik maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang dikutip oleh Majalah Garuda, ia menyatakan ‖Kita harus membela Pancasila, karena saya nasionalis. Saya yakin tanpa Pancasila Indonesia hancur.‖153 Ia juga prihatin, yang menikmati pembangunan di negeri ini segelintir orang saja di kalangan atas. Sementara di kalangan menengah bawah belum tentu menikmati. Lihat saja, banyak infrasturktur rusak, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Masalah kesehatan, misalnya untuk mendapatkan ruangan, layanan kesehatan, obat-obatan susah dan mahal lagi. Ia dengan jujur memaparkan bahwa Gerindra bukan partai yang anti kapitalisme. Ia juga tanpa enggan mengakui sebagai seorang kapitalisme, karena ia adalah seorang pedagang atau pengusaha. Untuk itu, baginya Gerindra merupakan salah satu alat dengan memakai kekuatan pemerintahan khususnya legislatif untuk mengendalikan ekonomi. Kapitalisme baginya tidaklah bertentangan dengan norma Pancasila dan UUD 1945 Pasal 33. Contoh aplikasi kapitalisme yang Pancasilais menurutnya adalah negara Singapura yang 75 persen ekonominya dikuasi negara. Semisal, maskapai penerbangan Singapur Airline, merupakan Badan Usaha Milik Negara, karena mayoritas sahamnya sebesar 75 persen milik negara. Setiap tahun, keuntungan yang mengisi kas negara terus meningkat dan tidak merugi. Tak heran menurutnya bila Singapura merupakan surga bagi penguasaha dan para kapitalis. Rakyatnya hidup dengan kesejahteraan meski negaranya adalah kapitalis. Bahkan, menurutnya, 70 persen perusahaan yang menopang laju perekonomi Singapura dimiliki oleh negara.154 Bagi Hashim, Pancasila merupakan perekat bangsa, tanpa Pancasila, bangsa ini akan hancur. Bahkan bisa terpecah belah minimal delapan negara. Dengan Pancasila, kaum minoritas rela bergabung ke NKRI,

Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013; dan wawancara dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 153 Hayat Fakhrurrozi, ―Lebih Dekat Dengan Hashim Djojohadikusumo: ―Indonesia Harusnya Lebih Baik‖ dalam Majalah Garuda, edisi Agustus (2011), 4-5. 154Hayat Fakhrurrozi, ―Lebih Dekat dengan Hashim Djojohadikusumo: ....,‖ 4.

128 tapi sekarang pemerintah sepertinya tidak mendukung, apalagi membela Pancasila. Tak heran bila banyak keributan yang dipicu masalah suku dan agama. Ini yang membuatnya ikut prihatin, pemerintah di matanya dianggap mengabaikan tanggungjawab untuk mempertahankan, membangun, dan membela Pancasila sebagai ideologi negara. Dari segi politik dan ekonomi, hal yang bisa dilakukan untuk mengembalikan bangsa ini berdaulat adalah dengan menegakkan hukum dengan tanpa pandang bulu dan pilih tebang. Di samping itu, perlu juga perjuangan untuk memaksa pimpinan nasional Indonesia agar berani untuk menegakkan hukum membela kaum lemah yang juga bagian dari rakyat Indonesia.155 Ia juga menjelaskan bahwa Gerindra merupakan partai politik yang berhaluan nasionalis. Gerindra didirikan untuk membela dan melestarikan Pancasila. Terus terang, ia menceritakan bahwa sudah jenuh sekadar menjadi pengamat politik. Melalui Gerindra, ia berharap ingin ikut serta bersumbangsih membangun negara Indonesia dengan menjadi penentu nasib bangsa. Oleh karenanya, perjuangan tersebut salah satunya bisa ditempuh melalui ranah politik, dengan masuk menjadi anggota partai politik. Melalui partai politik, setidaknya di dua lembaga, wakil rakyat Indonesia bisa berperan, yaitu di eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR/MPR).156 Sebagai pendiri, Hashim Djojohadikusumo berharap kader Gerindra yang duduk di parlemen ―agar lebih giat dan agresif bersuara dalam hal membela Pancasila sebagai dasar negara.‖ Ia mengingatkan, Gerindra tidak boleh diam dalam masalah•masalah pengamalan Pancasila, kerukunan antarumat beragama, kekerasan terhadap minoritas, kekerasan terhadap tempat ibadah dan sebagainya. Menurut Hashim, Partai Gerindra pada hakekatnya didirikan dengan dua pilar. Pilar yang pertama adalah ekonomi kerakyatan dan pilar yang kedua adalah untuk membela dan melestarikan Pancasila sebagai dasar negara. Ekonomi kerakyatan, lanjut Hashim, sudah menjadi trademark atau brand Partai Gerindra. Tapi untuk memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, hampir•hampir Gerindra belum bersuara. Ia masih jarang mendengar kader di dewan yang berbicara mengenai Pancasila dan kerukunan antarumat beragama. Idealismenya, Gerindra berdiri

155Hayat Fakhrurrozi, ―Lebih Dekat dengan Hashim Djojohadikusumo: .....,‖ 5. 156Hayat Fakhrurrozi, ―Lebih Dekat dengan Hashim Djojohadikusumo: ....,‖ 5.

129 untuk membela dan memajukan ekonomi kerakyatan, dan membela dan melestarikan Pancasila sebagai dasar negara.157 Mengurai tentang pentingnya membela dan melestarikan Pancasila, Hashim memberi contoh negara adikuasa Uni Soviet yang terpecah menjadi 15 negara, Yugoslavia menjadi tujuh negara hanya karena perselisihan antarsuku. Juga Sudan yang pecah menjadi dua, yaitu Sudan dan Sudan Selatan karena masalah agama. Negara semaju Kanada pun pernah terancam disintegrasi karena perbedaan budaya dan bahasa. Terhadap hal tersebut, ia mengatakan bahwa Republik Indonesia itu merupakan negara yang unik, terdiri dari ratusan suku bangsa dan bahasa, beraneka ragam perbedaan adat dan aliran agama. Tapi rakyat telah bersepakat untuk memiliki konsensus Pancasila sebagai jatidiri bangsa. Bangsa yang berdasarkan Pancasila, semua suku, agama, adat, dan budaya mendapat tempat yang sama. Namun demikian, kalau bangsa ini lengah, dalam arti meninggalkan Pancasila sebagai perekat bangsa, maka ancaman disitegrasi akan mengintai Nusantara ini.158 Menyikapi hal tersebut, Hashim berkeyakinan bahwa manifesto Gerindra sesuai dengan amanah Pancasila dan UUD Tahun 1945 bahwa tujuan utama bangsa adalah kesejahteraan rakyat. Konstitusi negara secara jelas menyebutkan bahwa ekonomi kerakyatan harus ditegakkan dengan tiga pilar, yaitu koperasi, negara ikut campur dalam proses ekonomi dan, seluruh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat.159 Untuk membangun masyarakat madani di Indonesia, menurutnya, setidak-tidaknya seluruh komponen bangsa ini harus memelihara warisan budaya bangsanya. Warisan budaya dapat didefinisi dengan jelas, terbagi dalam dua kategori, yakni: tangible dan intangible. Tangible adalah warisan-warisan bangunan kuno, seperti candi, mesjid, gereja, pura, kota Trowulan, dan sebagainya. Sedangkan yang intangible adalah aneka-ragam kekayaan bahasa, seni budaya, termasuk tari-tarian, wayang atau pewayangan, dan sebagainya. Warisan budaya itu bisa berdampak positif untuk pembentukan masyarakat madani

157Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ dalam Tabloid Gema Indonesia Raya, edisi 07/Tahun I/November (2011), 1. 158Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ 2. 159Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ 2.

130 suatu bangsa, apalagi bangsa berkembang seperti Indonesia. Tapi, kalau tidak hati-hati, warisan budaya juga bisa berdampak buruk.160 Ia mencontohkan bahwa pada tahun 1991, untuk pertama kalinya mengunjungi Yugoslavia. Waktu itu, di sana belum terjadi perang saudara. Yugoslavia masih utuh. Sekarang negara itu menjadi enam negara berdaulat. Perang saudara di Yugoslavia dimulai dengan adanya perselisihan antara dua suku, yaitu: suku Kroasia dan suku Bosnia. Sebagai orang yang hampir 10 tahun memiliki dua pabrik di Kroasia dan Bosnia, Hashim tahu persis secara ras mereka itu sama, baik Muslim maupun bukan Muslim. Mereka merupakan Muslim yang asli keturunan Eropa, bukan Muslim keturunan Arab atau Turki. Mereka berambut pirang, kulit putih, dan Eropa. Tapi mereka pindah agama waktu kerajaan Ottoman datang. Sebelumnya mereka beragama Kristen. 161 Contoh lainnya, puluhan ribu orang Serbia dibunuh oleh Kroasia karena masalah perbedaan bahasa. Serbia cenderung menggunakan huruf latin, sedangkan Kroasia lebih cenderung menggunakan huruf Sirilik Rusia. Perseteruan itu bukan masalah ideologi, karena dua-duanya bukan komunis. Bukan pula masalah agama, karena yang satu Kristen ortodoks, yang satu lagi Katolik. Tapi, lebih banyak disebabkan oleh masalah suku, adat, dan budaya.162 Ia juga menambahkan, waktu ke Khartoum, Sudan, pada tahun 1991, bertemu Jenderal Omar al-Bashir. Al-Bashir masih berseragam loreng. Kantornya masih di markas Angkatan Darat. Saat itu, Sudan masih utuh. Kini, Sudan sudah pecah menjadi dua: Sudan dan Sudan Selatan. Ada kemungkinan juga bagian Darfur atau Provinsi Darfur akan memisahkan diri. Berarti saat ini Sudan menjadi dua negara, di masa datang bisa menjadi tiga negara. Sudan pecah lebih banyak disebabkan faktor agama. Waktu itu, tahun 1992, hukum Islam dinyatakan sebagai agama resmi Sudan. Kaum minoritas yang jumlahnya kurang lebih 10 juta orang yang mayoritas Kristen di Sudan Selatan, tidak berkenan. Maka, terjadilah perang saudara yang berlangsung selama 20 tahun, dan kaum minoritas di Selatan menang. Mereka kemudian referendum. Sekarang, Sudan Selatan adalah negara

160 Hasim Djojohadikusumo, ―Warisan Budaya dan Jati Diri Bangsa,‖ dalam Gema Indonesia Raya, edisi 02/Tahun I/Mei (2011), 3; Hashim Djojohadikusumo, ―Warisan Budaya dan Jati Diri Bangsa,‖ dalam Makalah Kuliah Umum civitas akademika Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 8 April (2011). 161Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ 3. 162Hasim Djojohadikusumo, ―Warisan Budaya dan Jati Diri Bangsa,‖ 3.

131 merdeka. Tapi, keinginan Provinsi Darfur untuk memisahkan diri dari Sudan bukan faktor agama. Karena, mereka sama-sama berasal dari budaya arab, Islam, tapi berbeda suku. Jadi, karena faktor adat dan budaya, suku Darfur dan suku dari Sudan, saling bunuh. Di negara ini ada ethnic cleansing, pemusnahan etnis.163 Malapetaka seperti ini juga terjadi di negara-negara maju. Di Kanada pada tahun 1971 hampir pecah perang saudara, karena faktor budaya dan bahasa. Perdana Menteri Kanada yang waktu itu Pierre Trudeau mendapat aksi teror dari kelompok separatis QLF (The Quebec Liberation Front). Padahal mereka sama-sama kulit putih dan beragama Kristen. Aksi itu terjadi, karena orang Quebec yang jumlahnya 5 juta jiwa adalah keturunan Perancis, dari dulu merasa terinjak oleh penguasa di sana yang 80% adalah keturunan Inggris. Quebec menuntut memisahkan diri dari Kanada. Meski rasnya sama kulit putih dan agamanya sama Kristen, tapi karena mereka sangat fanatik dengan budaya dan bahasa, mereka saling bunuh. Permusuhan itu berakhir setelah bangsa Kanada yang mayoritas berbahasa Inggris itu berjiwa besar, mengambil sikap mengalah. Demi keutuhan Kanada, DPR Kanada pun menyelenggarakan referendum. Dan, bangsa Kanada akhirnya memilih dan memutuskan bahwa adat, budaya, dan bahasa Perancis setara dengan adat, budaya, dan bahasa Inggris. Begitu pula Belgia. Negara kecil yang berada di antara Perancis dan Belanda saat ini diambang disintegrasi. Suku Belanda ribut dengan suku Perancis. Penyebabnya, masalahadat, budaya, dan bahasa. Yang satu bahasa Perancis, dan satu lagi bahasa Belanda. Besar kemungkinan Belgia akan pecah menjadi dua negara baru: Flanders berbahasa Belanda, dan negara Wallonia berbahasa Perancis. Mungkin Flanders akan bergabung dengan Belanda, sedangkan Wallonia bergabung ke Perancis.164 Contoh-contoh di atas, menurutnya menunjukkan bahwa budaya, apakah itu bahasa, seni, agama, dan lainnya bisa menyebabkan perang ketimbang menjadi pemersatu untuk membentuk masyarakat yang madani. Bisa dibayangkan orang rela membunuh untuk kejayaan bahasanya. Di Indonesia ada sekitar 300 sampai 700 bahasa. Di Papua saja ada sekitar 300 bahasa. Indonesia rawan akan masalah disintegrasi bangsa. Bukan saja karena perbedaan agama dan ras, tapi juga

163Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ 3. 164Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ 3.

132 disebabkan adat, budaya, dan bahasa. Seluruh komponen bangsa harus hati-hati betul. Bangsa Indonesia harus menjaga jangan sampai ada perselisihan hanya gara-gara bahasa.165 Hal tersebut menunjukkan bagaimana pekanya masalah budaya bagi proses pembentukan masyarakat madani. Budaya memang bisa menjadi sumber inspirasi dan sumber kekuatan suatu bangsa. Bangsa Indonesia sangat kaya dengan budaya. Itu bisa menjadi kekuatan suatu bangsa. Ini memperkuat jati diri Indonesia. Jati diri bangsa. Republik Indonesia merupakan negara mukjizat. Indonesia terdiri dari ratusan suku, bahasa, adat, dan aliran agama. Tapi, karena para pemimpin dan pendiri bangsa, semisal Bung Karno, Bung Hatta, KH. ahmad Dahlan, KH. Hasyim asyari, dan lainnya memiliki konsensus bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa Pancasila. Bangsa yang berdasarkan Pancasila. Semua suku, agama, adat, budaya, itu sama. Kita mendapat barokah.166 Di situ, untuk sementara waktu, bangsa ini bisa menghindari masalah seperti terjadi di Uni Soviet, Yugoslavia, Sudan, Kanada, dan Belgia. Tapi ada tanda-tanda dari bebera[pa komponen bangsa, ekstremis ingin memanfaatkan situasi untuk menghancurkan kerukunan bangsa Indonesia. Ini memprihatinkan. Seolah-olah bangsa Indonesia tidak terlalu peka dan tidak belajar dari sejarah bangsa Indonesia sendiri. Inilah masalah yang harus dihadapi secara bersama, baik pemerintah, sipil, maupun militer. Segenap Bangsa Indonesia harus waspada. Warisan budaya bisa menjadi satu kekuatan tapi bisa juga menjadi satu kelemahan. Warisan budaya bisa menjadi bumerang kalau tidak ditangani dengan baik, bijak, arif, dan hati-hati. Bangsa ini bisa menjadi sasaran dari gerakan-gerakan yang ingin mengacaukan Indonesia.167

2. Tokoh Aktivis Organisasi Sosial/LSM Keanggotaan Gerindra, selain diisi oleh individu-individu, keluarga, juga terdapat beberapa anggota yang berasal dari berbagai aktivis organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Penulis mewakilkan kiprah aktivis tersebut, dengan membahas peran Fadli Zon. Selain karena faktor keaktifan sosialnya, ia merupakan juru bicara resmi dari Gerindra. Bahkan, hampir segala pernyataan dan

165Hashim Djojohadikusumo, ―Warisan Budaya dan Jati Diri Bangsa,‖ 4. 166Hashim Djojohadikusumo, ―Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,‖ 3. 167Hasim Djojohadikusumo, ―Warisan Budaya dan Jati Diri Bangsa,‖ 4.

133 tindakannya yang dipublikasi media massa diidentikan dengan pernyataan resmi Gerindra. Ia dikenal sebagai seorang aktivis sosial dan juga pebisnis. Di bidang sosial, selain menjadi ketua berbagai organisasi masyarakat, ia juga membangun perpustakaan yang mengoleksi buku-buku tua dan benda-benda budaya bersejarah168 juga Rumah Budaya Fadli Zon, di Tanah Datar, Sumatera Barat. Di samping itu, beragam aktivitas dilakoninya, termasuk di jalur partai politik dengan mendirikan partai politik Gerindra bersama Prabowo dan Hashim. Sampai pada pertengahan tahun 2014 ini, ia dipercaya sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan segala aspirasi kesejahteraan kehidupan bangsa dan negara melalui lembaga legislatif DPR RI sampai tahun 2019.169 Dunia perjuangan membangun demokratisasi lewat jalur politik praktis sudah dilakoninya semenjak ia masih menjadi mahasiswa Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Bahasa, Universitas Indonesia. Lewat parlemen jalanan, ia kerap menyuarakan suara rakyat, isu-isu nasional, dan mengkritisi kinerja pemerintah. Semasa kuliah di UI, ia juga aktif di berbagai organisasi intra maupun ekstra kampus, antara lain pernah menjadi Ketua Biro Pendidikan Senat Mahasiswa FSUI (1992-1993), Sekretaris Umum Senat Mahasiswa FSUI (1993), Ketua Komisi Hubungan Luar Senat Mahasiswa UI (1993-1994). Ia ikut menjadi salah satu pemimpin jaringan aktivis mahasiswa di Jawa dengan mengusung gagasan ‖Gerakan Mahasiswa 1990-an.‖ Selain mendukung ‖parlemen jalanan,‖ ia juga turut membentuk dan menghidupkan kelompok-kelompok studi di dalam kampus UI era awal 1990-an. Untuk kegiatan budaya, ia bergabung dengan Teater Sastra UI.170 Di luar kampus, kiprahnya sosialnya untuk berperan serta membangun masyarakat madani ia tekuni. Ia pernah menjadi Sekertaris Jenderal dan Presiden Indonesian Student Association for International Studies/ISAFIS (1993-1995), Pengurus Pusat Komite Nasioal Pemuda

168 Perpustakaan pribadi menampung kurag-lebih 50 ribu buku tua, beberapa keris, koin, badik, tombak, piringan hitam, bahkan fosil. Hasil observasi langsung penulis ke Fadli Zon Library, pada tanggal 5-9-2013. 169Fadli Zon terpilih sebagai anggota DPR dari Dapil Jawa Barat V, Kabupaten Bogor dengan perolehan suara 79.074 suara. Informasi ini diperoleh dari akun facebook-nya di https://www.facebook.com/FadliZonPage/posts/559546554108039. 170 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. Wawancara dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014.

134

Indonesia/KNPI (1996-1999), Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Islam/GPI (1996-1999), anggota Asian Conference on Religion and Peace (ACRP) (1996). Dia sempat menjadi Wakil Ketua Yayasan Bestari, sebuah LSM bidang anak-anak dengan aktivitas utama Rumah Dongeng Indonesia yang ikut menyebarkan dongeng pada anak-anak dan membina kreativitas anak-anak Indonesia (1991-1994). Di FDI (Forum Dialog Indonesia), sebuah forum dialog pemuda dan aktivis membicarakan berbagai perkembangan nasional di bidang ekonomi, politik dan budaya, dia dipercaya sebagai Tim Pelaksana Aktivitas (1994-1996). Selain itu, ia sering tampil sebagai pembicara dalam diskusi, seminar, konferensi dan training-training mahasiswa.171 Tahun 1994, terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) I Universitas Indonesia dan Mahasiswa Berprestasi III tingkat Nasional. Menjadi visiting student di departemen politik National University of Singapore tahun 1995 dan memimpin delegasi mahasiswa Indonesia dalam ASEAN Varsities Debate IV (1994) di Malaysia. Selepas kuliah, sikap kritisnya dan perjuangannya untuk ikut berpartisipasi membangun bangsa tak berhenti. Ia pernah terpilih menjadi anggota MPR RI (1997-1999) dan aktif sebagai asisten Badan Pekerja Panitia Adhoc I yang merancang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Di tahun 1998, sebelum bergabung dengan Gerindra, dengan sesama pengagum Muhammad Natsir, mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) bersama Yusril Ihza Mahendra, Hartono Mardjono, MS Kaban dan Farid Prawiranegara. Di partai Islamis ini, Fadli termasuk

171Selama menjadi mahasiswa FSUI ia mendapat kesempatan mengikuti berbagai konferensi dan seminar di luar negeri antara lain menjadi ketua delegasi mahasiswa Indonesia dan panelis The 40th International Student Conference di Jepang (1993); pembicara di Simposium Dinamika Gerakan Mahasiswa Islam Asia Tenggara di Malaysia (1994); ketua delegasi pemuda Indonesia dalam Korea-ASEAN Youth Cooperative Project di Korea Selatan (1994); peserta Saemaul Undong Training di Korea Selatan (1994); observer gencatan senjata Filipina-Moro di Filipina (1995); ketua delegasi Indonesia dalam ASEAN Youth Day Meeting IV di Filipina (1995); pembicara dalam South East Asia University Student Conference di Malaysia (1995); peserta World Friendship Week di Virginia, Amerika Serikat (1995); Delegasi Indonesia dalam Konferensi LSM ke-48 di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York (1995); Ketua Delegasi Indonesia dan pembicara dalam Asia-Pacific Youth Leadership Conference di Taipei, Taiwan (1996); pembicara Seminar National Build- up and Literary Process in South East Asia di Moskow dan St. Petersburg, Rusia (1996); Konferensi ACRP V di Thailand (1996); peserta Hitachi Young Leaders Initiative di Singapura (1997); dan lain-lain. Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. Lihat juga http://fadlizon.wordpress.com/about/, diakses tanggal 20 Agustus 2014.

135 salah satu politisi termuda yang dipercaya sebagai salah satu ketuanya. Namun, karena ada masalah internal yang bertentangan dengan hati nuraninya, ia pun hengkang dari partai itu pada tahun 2001.172 Lepas dari aktifitas sosial dan politik, pada tahun 2002, ia melanjutkan studi Master di The London School of Economics and Political Science (LSE) di Inggris dalam bidang studi pembangunan. Di kampus yang berada di Benua Eropa ini, ia tetap aktif di beberapa organisasi sosial, seperti Association for the Study of Ethnicity and Nationalism (ASEN) dan menjadi aktivis di LSE Stop the War Coalition (2002-2003) yang menentang invasi Amerika Serikat ke Irak. Sekembalinya dari pengembaraan pendidikannya, ia berkiprah di dunia usaha dengan bergabung dan mendirikan perusahaan multinasional. Di antaranya, ia pernah menjadi Direktur Umum PT Golden Spike Energy Indonesia Ltd (2002-2005), sebuah perusahaan minyak dan gas swasta. Hingga tahun 2014 ia tercatat masih bekerja pada perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Tidar Kerinci Agung, dan PT Padi Nusantara yang bergerak di bidang pertanian.173 Professionalitasnya dalam bidang pertanian mengantarkan dirinya aktif di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) sebagai Ketua Hubungan Luar Negeri dan Organisasi Internasional di tahun 2004- 2009. Pada kepengurursan HKTI periode 2010-2015, di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, kali ini ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Selain itu, beragam aktifitas yang berkaitan dengan pertanian hingga budaya dilakoninya. Semisal menjadi Anggota Dewan Gula sejak 2005 lalu, Dewan Redaksi Majalah Tani Merdeka dan Dewan Redaksi Majalah Horison, majalah sastra dan budaya.174

172Fami Fachrudin menjelaskan bahwa Fadli dan dirinya hengkang dari PBB karena menurut mereka, Yusril sebagai Ketua Umum PBB tidak bisa mempertanggungjawabkan dana politik yang diberikan oleh BJ Habibie kepada PBB. Mereka menjadi malu bagaimana bisa, partai pewaris Masyumi berperkara dalam soal uang seperti itu. Bagaimana mau meniru kesederhanaan M. Natsir, kalau tokohnya sangat mudah tergoda oleh materi. Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom- Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. Diperkuat dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 173 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 174 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. Wawancara dengan Fami Fachrudin, di Kantor

136

Selepas dari Partai Bulan-Bintang (PBB), pada 6 Februari 2008, ia ikut mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan mengusung isu keberpihakan kepada rakyat kecil. Keterlibatannya di Gerindra berawal ketika ia ikut membantu Prabowo untuk menjadi Ketua Umum dan Calon Presiden dalam konvensi Partai Golkar di tahun 2004 namun belum berhasil. Bersama Hashim, kemudian mendirikan partai Gerindra. Menurutnya, partai politik merupakan salah satu alat perjuangan yang efektif di Indonesia untuk ikut andil bagian dalam membangun bangsa dan negara. Namun demikian, banyak partai politik yang dimanfaatkan oleh aparatur partai untuk kepentingan pribadi. Partai Gerindra didirikan untuk mengoreksi terhadap keadaan itu. Paradoks kondisi ketidaksejahteraan rakyat dengan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia menjadikannya untuk kembali terjun ke dunia politik praktis.175 Ia menjelaskan, bahwa salah satu kunci untuk menjadikan negara ini kembali berdaulat dan makmur adalah masalah kepemimpinan nasional. Dalam pandangannya, ia melihat negeri ini tidak memiliki pemimpin yang kuat lagi sebagaimana Soekarno yang dihormati rakyat dan disegani dunia luar. Untuk itu, bangsa ini perlu sosok pemimpin yang kuat untuk mengembalikan kejayaan Indonesia seperti dulu. Kalau pemimpin pusat lemah maka pemimpin di bawah juga lemah. Jika pusat kuat, bawahan pun akan kuat. Masalah kedua, yaitu masalah haluan negara yang menyangkut arah tujuan untuk mensejahterakan, memakmurkan rakyat, bukan untuk proses demokrasi yang prosedural. Selama ini, haluan bangsa ini masih berkutat hanya untuk memenuhi standar formalitas demokrasi yang menghabiskan biaya yang sangat mahal. Padahal tujuan berdemokrasi hanyalah salah satu cara dari sekian banyak haluan bernegara. Tujuan utama didirikannya bangsa ini sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah untuk memakmurkan rakyat supaya menikmati kemerdekaan. Gerindra didirikan dengan maksud ikut berjuang demi kesejahteraan Indonesia sebagai salah satu sarana pembentukan strong leadership (pemimpin yang kuat), secara kolektif dan tidak feodal. Bagi Fadli, ciri kepemimpinan yang kuat itu adalah harus mempunyai integritas, hidupnya, cita-citanya menyatu dengan kepentingan Indonesia. Seorang pemimpin juga wajib memiliki visi yang jauh ke

PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 175 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013.

137 depan. Selain itu, kehidupannya tercurahkan untuk memikirkan generasi mendatang. Ia pun harus merupakan pribadi yang jujur dan mempunyai keberpihakan ke rakyat kecil. Fadli meyakini bahwa sosok pemimpin itu antara lain ada pada diri Prabowo. Dalam anggapan Fadli, Prabowo memiliki integritas, sangat merah-putih dan berpihak kepada rakyat kecil. Untuk itu, sebagai partai politik yang konstitusional, Gerindra harus bekerja keras untuk mewujudkan Prabowo memimpin republik ini. Peluang ini terbuka, karena Prabowo adalah termasuk tokoh yang sangat populer dan diharapkan rakyat. 176 Untuk mewujudkan harapan tersebut, bersama Gerindra dan kader-kader yang telah terpilih sebagai wakil rakyat di DPR pusat dan DPRD sebagai ujung tombak partai utuk loyal dengan visi misi gerindra, dan manivesto partai, yang garis besarnya berusaha memperjuangkan ekonomi kerakyatan.177 Ia lebih lajut menegaskan bahwa perjuangan Partai Gerindra adalah untuk membangun masa depan Indonesia yang sejahtera, aman, adil, dan memberi kepastian masa depan kepada generasi penerusnya. ―Itulah perjuangan Partai Gerindra dan menjadi komitmen dan tanggungjawab Partai Gerindra,‖ persoalan itu malah terpinggirkan. ―Gerindra lahir dari kesadaran memperbaiki keadaan, karena saat Partai ini berdiri, kondisi Indonesia belum sesuai seperti yang dikehendaki bersama. Rakyat belum berdaya membangun ekonominya, terbukti angka kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi.‖ Selain itu, Indonesia masih terjebak sistem ekonomi neoliberal dan demokrasi liberal yang anarkis. Pemerintah seperti tak memerintah dan membiarkan praktik korupsi merajalela. Dana APBN banyak mengalami kebocoran, inefiensi dan tak tepat sasaran. Karena itu, kita perlu haluan baru dan pemimpin baru untuk mengembalikan kejayaan Indonesia Raya. Gerindra sudah punya Delapan Program Aksi untuk mewujudkan cita­cita itu. ―Semua itu baru bisa terlaksana bila Gerindra menang. Kita harus melakukan penataan dan konsolidasi organisasi, memastikan Gerindra hadir hingga ke tingkat Rukun Tetangga. Tak terkecuali desa terpencil dan daerah terisolir. Kita harus memenangkan hati dan pikiran rakyat.‖178

176 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 177 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 178 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013.

138

Demokrasi mestinya suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di dalamnya berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung atau tak langsung melalui sistem perwakilan. Ada semangat dan konsensus bahwa setiap orang punya hak yang sama, di depan hukum maupun hak ekonomi politik. Oligarki adalah pemerintahan yang dikuasai minoritas kelompok kaya, golongan hartawan. Untuk membedakan demokrasi dan oligarki, Aristoteles dalam Politics, menyatakan bahwa demokrasi artinya kekuasaan rakyat jelata yang banyak, sedangkan oligarki adalah kekuasaan orang kaya yang sedikit. Dalam setiap demokrasi selalu ada oligarki. Namun jangan sampai kaum oligarki mengambil alih demokrasi.179 Ia, mengutip Jeffrey Winters, menyampaikan data menarik. Top 500 orang kaya Amerika Serikat memiliki kekayaan 20.000 kali masyarakat biasa. Di Singapura, rasionya 25.000 kali lebih kaya. Sementara di Indonesia, 500 orang terkaya 600.000 kali lebih kaya ketimbang rakyat biasa. Artinya kekayaan hanya terkonsentrasi pada sedikit orang. Kesenjangan sangat tinggi. Itulah fenomena demokrasi yang dimakan oligarki. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika kita kembali pada semangat demokrasi yang sesuai jati diri bangsa. Demokrasi Indonesia bukan semata soal kebebasan dan hak individu atau demokrasi politik. Demokrasi politik harus bersamaan dengan demokrasi ekonomi, yaitu persamaan hak dan kesempatan untuk hidup layak, sejahtera dan bahagia. Demokrasi kita adalah gabungan demokrasi ekonomi dan politik, yaitu demokrasi sosial. Demokrasi kita adalah hidup dalam tolong-menolong, kata Bung Hatta. Nilai itu yang hilang.180 Namun, menurut tabloid SiaR, Fadli Zon terkenal dengan langkah ‗kutu loncat‘-nya. Ia dulu berhaluan ‗Islam revivalis‘ dengan bergabung di Partai Bulan-Bintang, namun kini secara drastis berideologi nasionalis. Namanya melambung berkat kedekatannya dengan sejumlah elit politik dan militer seperti R Hartono, mantan KSAD. Fadli Zon juga dekat dengan Titi Hardijanti Rukmana, hingga dipercaya menjadi konsultan proyek-proyek anak perempuan Soeharto itu. Fadli Zon pernah menjadi ketua ISAFIS (Indonesian Student

179 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 180 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013.

139

Assosiacion for International Studies), kelompok studi yang didirikan aktifis HMI, Faizal Motik, adik pengusaha Dewi Motik Pramono dan Kemala Motik Abdul Gafur. Namun ia akhirnya tersingkir dari organisasi itu karena gaya politiknya yang manipulatif dan suka "main atas" dengan berpatron kepada tokoh-tokoh elit politik tak disukai teman-temannya. Sumber SiaR di ISAFIS menyebutkan, para aktifis ISAFIS ketika itu, tak menyukai sikapnya yang makin tidak independen dan makin sombong. Fadli Zon juga terlibat permainan "intel-intelen" skala kecil dengan menjalin hubungan dengan kalangan ABRI tertentu. Di sebuah rumah di Jakarta Selatan, pihak intel menyewa sebuah rumah yang dibuat seperti kantor kecil. Di kantor itu terdapat sejumlah komputer yang dipasangi peralatan canggih internet, untuk menkounter setiap isu di internet yang menyerang penguasa. Secara berkala, kata sumber itu, Fadli Zon datang ke rumah itu dan bertugas membuat tulisan-tulisan. Dalam hal ini, Fadli Zon memang berguna karena gaya tulisannya yang cukup runtun dan terkesan akademis dalam mengcounter isu-isu yang dilontarkan kelompok-kelompok oposisi pro demokrasi.181

3. Tokoh Intelektual Tokoh dalam hal ini diwakili oleh sosok intelektual Almarhum Suhardi. Ia merupakan akademisi pendidikan dan pergerakan yang mendapat julukan ―Profesor Telo” (ketela), karena ia bertahun-tahun mengkampanyekan makanan lokal Indonesia. Karena menurut hasil risetnya, jika dibandingkan beras, maka kadar kalsium telo jauh lebih tinggi dibandingkan bahan makanan pokok lainnya. Hal tersebut juga ia lakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pangan pemerintah untuk menghentikan impor bahan-bahan pokok pangan yang selalu tidak digubris oleh pemerintah. Ketika masih menjabat sebagai petinggi di Kementerian Pertanian tahun 1998, Suhardi selalu mengusulkan agar bangsa kita lebih mengutamakan bahan dasar makanan dari negeri sendiri ketimbang ekspor. Namun, selalu dimentahkan oleh tekanan politis yang datang ke departemennya. Semenjak itulah ia selalu giat di luar kerja resminya untuk mengkampanyekan dan menganjurkan konsumsi bahan pangan asli produk bangsa Indonesia sendiri. Tidak hanya sebatas itu, Suhardi-pun memproklamirkan sebuah ikrar untuk

181 SiaR, ―Fadli Zon Dibalik Demo Di Majalah D&R,‖ http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/02/10/0102.html, diakses Tanggal 12 Desember 2014.

140 tidak akan memakan gandum dan produk turunannya, hingga masyarakat Indonesia sejahtera dan tidak tergantum pada gandum. Kalau diperhatikan gandum (tepung terigu) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa ini. Padahal gandum sebagai bahan terigu sama sekali tidak tumbuh di Indonesia, harus diimpor dari luar negeri.182 Keterlibatannya di dunia politik praktis berawal dari keprihatian dan keresahannya saat menjadi bagian dari pemerintahan itu sendiri. Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ini pernah menjadi Dekan Fakultas Kehutanan tahun 1999. Pada tahun 2001, dia ditarik pemerintah menjadi Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Saat di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) maupun di Dewan Ketahanan Pangan Nasional membuatnya makin memantapkan langkahnya untuk ikut dalam perjuangan membangun bangsa melalui politik praktis. Sebelum ikut mendirikan Gerindra, di tahun 2007, bersama beberapa rekannya, ia menawarkan mendirikan partai politik baru bernama Partai Petani dan Nelayan kepada Ketua Umum HKTI, Prabowo Subianto, yang saat itu masih tercatat anggota Partai Golkar, namun hal tersebut ditolak oleh Prabowo.183 Gagasan mendirikan partai politik Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) baru terbentuk setelah Prabowo gagal menjadi Ketua Umum Golkar dan Calon Presiden pada konvensi Partai Golkar di tahun 2004. Baru pada tahun 2008, Gerindra didirikan dan menjadi kendaraan politik bagi Suhardi dengan menjadi Ketua Umumnya. Ia mengisahkan bahwa hanya dalam waktu dua minggu menjelang penutupan verifikasi partai politik peserta pemilu, Gerindra akhirnya lolos sebagai peserta Pemilu 2009. Niatnya untuk terjun ke dunia politik praktis didasari bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang kader partai politik yang bercita-cita mengantarkan Indonesia menjadi negara yang bermartabat, adil, makmur, berdaulat dan mandiri.184 Ia juga menceritakan bahwa perkembangan Gerindra dari semejak didirikan sampai tahun 2014 ini berjalan cukup baik. Pada masa kepemimpina pertama kali, jumlah pengurus pusat hanya 17 orang kini

182Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 183Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 184Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

141 telah berkembang menjadi ratusan anggota. Ia mengatakan bahwa kalau dulu jangankan untuk mencari anggota calon legislatif, mencari pengurus saja susahnya luar biasa. Dulu cari caleg lima orang dapat dua itu sudah untung, walau masih belum dikatakan berkualitas. Sekarang pengurus sudah terbentuk hingga level paling bawah sekalipun. Bahkan untuk di DKI saja, Gerindra butuh tujuh caleg, yang mendaftar 274 orang. Ini sangat berbeda dengan tahun 2009. Kini posisi Gerindra berbeda, dulu Gerindra tidak punya gubernur, walikota, bupati, sekarang sudah ada di beberapa daerah. Secara menyeluruh, posisi Gerindra sangat baik, kalau tidak di peringkat dua mungkin satu, walaupun seringkali dikecilkan dalam setiap survey oleh partai-partai besar. Tapi biarlah, yang penting hasil dari kaderisasi kita maksimal dan betul-betul menciptakan kader militan.185 Menurut pendapatnya, dalam rangka untuk ikut berpartisipasi membangun negeri melalui jalur partai politik, mau tidak mau partai Gerindra harus mendapat dukungan dan kepercayaan dari rakyat dengan mendapatkan wakil rakyat di parlemen sebanyak mungkin. Sehingga semua kader yang punya kepercayaan diri, keyakinan dan siap untuk memperjuangkan amanah pemilihnya dengan mendapatkan kursi, harus berjuang untuk mendapatkan kursi yang memadai agar bisa mengantarkan capres tanpa koalisi. Selain itu, bersama Gerindra berupaya untuk mensejahterakan rakyat indonesia melalui 8 Program Aksi yang kemudian di-improve menjadi 6 Program Aksi. Menurutnya, melalui 6 program itu, Indonesia diyakinnya akan mejadi makmur dan bermartabat. Program tersebut memfokuskan bagaimana membangun ekonomi kerakyatan dengan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga bisa hidup lebih baik. Mulai dari pangan mandiri, ekonomi yang maju, ekonomi kerakyatan dari kekuatan-kekuatan pangan rakyat, energi, ternak, minyak kemiri, dan sebagainya. Enam Program Aksi Partai Gerindra demi terwujudnya Indonesia yang makmur dan bermartabat. Demi mewujudkan misi tersebut, Suhardi melakukan Sumpah Gandum. Ia berjanji baru akan makan gandum jika bangsa ini sudah sejahtera, minimal sesejahtera kerajaan Majapahit waktu itu. Dimana bangsa ini pernah kaya-raya seperti yang dialami Majapahit.

185Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

142

Kalau hal itu terwujud, maka ia baru akan buka puasa makan gandum.186 Dalam keyakinan politisnya, ia berpendapat bahwa untuk membangun peradaban bangsa yang minimal sejahtera dibutuhkan pula pemimpin yan amanah dan berkompentensi. Ia yakin dengan pendidikan politik yang benar, akan terjadi pembelajaran politik bagi para pemilih untuk memilih pemimpinnya. Bangsa Indonesia akan semakin menjadi lebih dewasa dalam berpolitik dan mampu untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas. Baginya, tugas pemerintah dan partai politik untuk melakukan pendidikan politik hingga ke bawah. Menurut pakar kehutanan ini, masyarakat harus sadar akan pentingnya pendidikan politik dan proses berpikir agar tidak salah menilai sosok seorang pemimpin yang akan dipilihnya. ‖Kita harus sadar, tidak boleh memilih pemimpin secara instan. Jangan hanya karena dijanjikan sesuatu lantas memilih seseorang yang nyatanya tak bisa berbuat apa-apa. Masyarakat harus betul-betul paham bahwa nasib bangsa ini berada di tangan mereka dengan cara-cara demokratis.‖187 Ia berpendapat bahwa kondisi politik Indonesia kini tidak lagi menjunjung tinggi asas-asas demokrasi. Ia mengaju agak sulit memahami bagaimana bisa suara rakyat begitu mudahnya dibeli dengan uang. ‖Bayangkan saja jika untuk jadi bupati, perlu dana besar, sehingga jika terpilih nanti yang dipikirkan bukan bagaimana menjalankan program kerjanya tapi bagaimana supaya dana yang dikeluarkan bisa segera kembali.‖ Selain itu, ia juga berharap untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan Gerindra bisa membuat gerakan dengan lebih luas lagi merangkul petani dan nelayan, sebab sesungguhnya mereka adalah aset bangsa ini. Lingkungan dan nasib petani juga nelayan selalu bernasib tidak menguntungkan. Ditambah nasib sial itu adalah takdir dari stuktur ekonomi yang ada. Untuk memperbaiki nasib petani dan nelayan harus didahului perubahan sistem ekonomi. Sistem ekonomi kerap kali ditentukan kekuatan politik. Intinya, politik adalah panglima, termasuk menentukan nasib petani dan nelayan.188

186Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 187Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 188Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

143

Pendapatnya tersebut berdasarkan pengalamannya, baik ketika menjabat sebagai praktisi pendidikan maupun sebagai pejabat pertanian. Keyakinan untuk terjun di politik praktis melalui partai politik ditambah dengan berbagai pengalamannya, baik saat aktif di HKTI maupun di Dewan Ketahanan Pangan Nasional. Ia mencontohkan bahwa ketika menjabat sebagai Dirjen pangan di Kementerian Pertanian, ia memilih kebijakan untuk tidak mengimpor sembako. Tapi usulannya untuk tidak mengimpor sembako selalu dimentahkan oleh atasannya. Rupanya, selaku Dirjen pun ternyata sulit sekali memberikan keputusan. Tetap yang memberi keputusan pejabat di atasnya yang lebih berwenang dan memiliki kekuatan politis di parlemen. Ia semakin mayakini bahwa keputusan pejabat itu ternyata keputusan politik. Dari situlah akhirnya ia berkesimpulan bahwa untuk memperjuangkan harapannya, semua itu harus melalui perjuangan politik praktis dengan berjuang mendapatkan simpati rakyat melalui pemilihan umum.189 Setidaknya, melalui kendaraan Partai Gerindra, ia berusaha agar bangsa Indonesia mampu mengembalikan dan menyadarkan kembali seluruh komponen bangsa akan akar keindonesiaan yang berawal dari masyarakat pedesaan sebagai petani dan nelayan. Yang pada akhirnya, mereka pun mengetahui partai mana yang mampu memperjuangkan dan mewujudkan kesejahteraan yang lebih nyata. Berdasarkan paparan di atas, menurut Uhlin, masalah yang sering didiskusikan dan diperdebatkan berkaitan dengan proses demokratisasi dan masyarakat madani di Indonesia adalah siapa termasuk dan bukan termasuk aktor-aktor masyarakat Indonesia?190 Penulis sepakat dengan Janoski 191 dan Uhlin dalam menjelaskan aktor pro-demokrasi di Indonesia. Menurutnya aktor individu penegak demokratisasi dan masyarakat madani di Indoesia itu di antaranya juga bisa berasal dari individu. Aktor individu tersebut oleh Uhlin dibagi ke dalam kedua kategori, yaitu pembangkang elit dan intelektual individual.192 Penulis menambahkan, satu kategori lagi, yaitu elite intelektual keagamaan. Hemat penulis, justru proses demokratisasi dan pembentukan masyarakat madani di Indonesia lebih cenderung dan lebih digalakan

189Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 190Anders Uhlin, Indonesia and the “Third Wave of Democratization:” ....., 47. 191Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society:....., 12. 192Anders Uhlin, Indonesia and the “Third Wave of Democratization:” ....., 94 dan 99.

144 dan disyiarkan ke khalayak umum oleh intelektual keagamaan (religious scholars). Penulis berlandaskan pada pendapat A.H. Johns dan Azra 193 yang secara eksplisit menyatakan bahwa para sufi pengembara memiliki berperan dalam pembentukan masyarakat yang Islami di kawasan Nusantara ini. Faktor utama keberhasilan para aktor masyarakat madani dari sufi dalam membentuk peradaban Islami ala Indoesia adalah pada kemampuannya menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, khususnya dengan menekankan kesesuaian Islam dengan kepercayaan, praktik keagamaan, dan kebudayaan lokal. 194 Mereka bukan saja sebagai da‘i pembuka dan penyebar babak baru ajaran Islam di Jawa, tetapi mereka juga pembangun peradaban Islam dengan menguasai zaman berikutnya yang kemudian dikenal dengan ‗zaman kewalen‖ (zaman wali).195 Meski dalam tataran aktor masyarakat madani masih dalam taraf intelektual individual, belum pada level intelektual yang plus ulama, Gerindra secara personal-personal telah ikut berkiprah. Memakai kerangka antropologi Cliford Geertz, 196 kader-kader Gerindra secara

193 Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 29; lihat juga Nicholas Tarling, The Cambridge History of Southeast Asia, V.1: Part Two - From C.1500 to C.1800, (Cambridge: Cambridge University Press, 1999), 179-181. 194Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, 32; Lihat juga AH. Johns, ―Aspects of Sufi Thought in India and Indonesia in the First Half of the 17th Century,‖ Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. XXVIII, (1955), 70-77; AH. Johns, ―Malay Sufism as Illustrated in an Anonymous Collection of 17th Century Tracts,‖ Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. XXX, (1957), 1-110; AH. Johns, ―Sufism as a Category in Indonesia Literature and History,‖ Journal of Southeast Asian History, No. 2, Vol. II, (1961), 10-23; AH. Johns, Gift Addressed to the Spirit of the Prophet, (Canberra: Faculty of Asian Studies, ANU, 1965); AH. Johns, ―Islam in Southeast Asia: Reflections and New Directions,‖ jurnal Indonesia, No. 19, (1975), 33-55; V. Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), 21. 195 Teori tasawwuf mengenai kewalian diadaptasi sehingga banyak raja dulu mengklaim diri sebagai walī dan al-insān al-kamīl. Dengan demikian konsep-konsep yang diambil dari tasawuf digunakan sebagai pengganti legitimasi pra-Islam yang menyatakan raja sebagai Siva-Buddha atau bodhisattva. Lihat A.C. Milner, "Islam and the Muslim State," dalam M.B. Hooker (ed), Islam in South-East Asia (Leiden: Brill, 1983), 23-49, khususnya 39-43; Lihat Martin van Bruinessen, ―Tarekat dan Politik: Amalan untuk Dunia atau Akhirat,‖ 3-14; Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan Jawa, (Jakarta: INIS, 1997), 20-21. 196Lihat trikotomi Geertz dalam Clifford Geertz, The Religion of Java (New York: The Free Press of Glencoe, 1964).

145 personal terdiri dari santri, priyayi dan abangan. Menurut Bambang Pranowo 197 dan Jamhari, 198 pandangan antropologi Geertz yang mengungkapkan tentang adanya trikotomi-abangan, santri dan priyayi- di dalam masyarakat Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan politik di Indonesia. Bahkan menurut Bahtiar Effendy,199 teori politik aliran ini, memberikan arti penting terhadap wacana tentang hubungan antara agama- khususnya Islam-dan negara. Teori politik aliran dapat digunakan untuk memberikan penjelasan yang baik mengenai salah satu dasar (basis) pengelompokkan religio-sosial di Indonesia. Pengelompokkan sosial tersebut mempengaruhi pola interaksi politik yang lebih luas di Indonesia. Lebih jauh, Nurcholish Madjid 200 mengungkapkan bahwa pendekatan antropologis sangat penting untuk memahami agama Islam, karena konsep manusia sebagai 'khalīfah' (wakil Tuhan) di bumi, misalnya, merupakan simbol akan pentingnya posisi manusia dalam Islam. Selanjutnya Cak Nur menegaskan bahwa muara dari prinsip- prinsip kekhalifahan manusia adalah untuk reformasi kehidupan di muka bumi ini. Untuk pengertian ―reformasi‖ itu, al-Qur‘an menggunakan kata-kata iṣlāh, yang berakar sama dengan kata ṣalīh dan maṣlaḥah. Semuanya mengacu kepada makna baik, kebaikan dan menurut (إصالح األرض) perbaikan. 201 Paham tentang reformasi bumi

197 Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2009); Bambang Pranowo, Islam Faktual: Antara Tradisi dan Relasi Kuasa (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999). 198 Jamhari Ma‘ruf, ―Pendekatan Antropologi dalam Kajian Islam,‖ http://www.ditpertais.net/artikel/jamhari01.asp, diakses tanggal 23 Juni 2014. 199 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Edisi Digital (Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, 2011). 200 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2000), 22. 201 Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), 219-221; Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin, dan Peradaban; Sebuah Tela‟ah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), 252; Nurcholish Madjid, Islam Universal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 207-208. Lihat juga Abū ‘Abdillah Muḥammad ibn ‘Umar ibn al-Ḥasan ibn al-Ḥusayn al-Taymī al-Rāzī, Mafītiḥ al- Ghaib, Vol 2 ( Beirut : Dār Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabī, 1420 H), 388-389; Abū al-Fidā’ Ismā’il ibn ‘Umar ibn Kathīr al-Qurshī al-Baṣary al-Damshiqī, Tafsīr al-Qur’ān al- Aẓīm, Vol 1 ( t.p: Dār Ṭaybah lī al-Nashr wa al-Tauzī’, 1999), 216.

146

Nurcholish Madjid bisa disandarkan pada firman Allah dalam surat al- A‘raf, ayat 56:

           

      Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo‟alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A‘raf/7: 56).

Menurut Cak Nur Larangan membuat kerusakan di bumi tersebut setelah terjadi reformasi atau perbaikan oleh manusia, baik secara personal, kelompok maupun seluruhnya. Hal ini berkaitan dengan tugas reformasi aktif manusia untuk berusaha menciptakan sesuatu yang baru, yang baik (ṣalīḥ) dan membawa kebaikan (mashlahah) untuk manusia. Tugas kedua ini lebih dari tugas yang pertama, memerlukan pengertian yang tepat tentang hukum-hukum Allah yang menguasai alam ciptaan-Nya, diteruskan dengan kegiatan bertindak sesuai dengan hukum-hukum itu melalui ―ilmu cara‖ atau teknologi. Lebih daripada tugas pertama, pemanfaatan alam harus dilakukan dengan daya cipta yang tinggi dan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan. 202 Menurut Nurcholish Madjid usaha keras ini hanya dapat dicapai apabila tiap individu mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk membiarkan gagasan-gagasan apapun, betapapun tidak konvensionalnya gagasan itu, untuk dikemukakan dan dikomunikasikan secara bebas. Lebih penting lagi, Islam memandang manusia secara alamiah berorientasi kepada kebenaran (ḥanīf), maka tiap warga negara harus bersikap terbuka. Selanjutnya, mereka juga harus bersedia menerima dan menyerap gagasan-gagasan apapun tanpa menghiraukan asal-usulnya, asal saja gagasan itu secara objektif menyampaikan kebenaran.203

202Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, 250-251. 203Nurcholish Madjid. ―Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Integrasi Umat Islam,” dalam Nurcholis Madjid et.al., Pembaharuan Pemikiran Islam (Jakarta: Islamic Research Centre, 1970), 4-9.

147

Aktor masyarakat madani secara gradual yang berbasis dari individual sampai bangsa tercantum dalam dalam al-Qur‘an QS. Al- Hujurat:13, yaitu: “Yā ayyuhā al-nās innā khalaqnākum min dzakarin wa untsā.....lī al-ta‟ārafū...., wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan...... supaya saling mengenal.‖ Menurut mufassir al-Khazin dan al-Nasafi, kata dzakar wa untsā diartika seorang laki-laki dan seorang pria.204 Sedangkan oleh al-Qasimi dan al-Andalusi kedua kata tersebut dimaknai dengan pengertian sperma laki-laki dan ovum perempuan.205 al-Razi merangkumkan bahwa secara individual, dari segi bahan dasarnya (asal-usul), dzakar dan untsā semua berasal dari orangtua yang sama, yakni Adam dan Hawa. Dari segi penciptaannya, semua diciptakan oleh Zat yang sama, yaitu Allah Swt. Jadi, perbedaan kualitas di antara dzakar dan untsā bukan karena faktor sebelum kejadiannya, namun karena faktor-faktor lain yang diperoleh atau dihasilkan setelah kejadian dzakar dan untsā tersebut. Hal yang paling mulia dari perjuangan dzakar dan untsā adalah ketakwaan dan kedekatan mereka kepada Allah Swt. 206 Ayat tersebut juga menegaskan, dijadikannya dzakar dan untsā adalah untuk saling mengenal satu sama lain (li al-ta'ārafū). Di samping itu, menurut penjelasan al-Jazairi, ta‟āruf juga berguna untuk saling bantu. Dengan saling bantu antar individu, suatu bangunan masyarakat yang baik atau masyarakat madani dan bahagia dapat diwujudkan.207

204Al-Khazin, Lubāb al-Ta'wīl fī Ma'ānī al-Tanzīl, Juz IV (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 183; al-Nasafi, Madārik al-Tanzīl wa Haqāiq al-Ta'wīl, Juz II (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 587. Menurut beberapa mufassir, dzakar wa untsā maksudnya adalah Adam dan Hawa dan seluruh manusia yang berpangkal pada bapak dan ibu yang sama. Lihat Ibn Katsir, Tafsīr al-Qur‟ān al-Ażīm, Juz IV (Beirut: Dār al-Fikr, 2000), 170; al-Qurṭubi, al-Jāmi' lī Ahkām al-Qur‟ān, Juz IV (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 223; Said Hawa, al-Asās fī Tafsīr, Juz IX (Qahira: Dār al-Salam, 1999), 5417; Abū Alī al-Fadhl, Majma' al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān, Juz IV (Beirut: Dār al-Ma'rifah, tt.), 206; Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsīr al-Munīr fī al-Aqīdah wa al-Sharī'ah wa al-Manhaj, Juz XXV (Beirut: Dār al-Fikr, 1991), 259; al-Alusi, Rūh al-Ma'ānā, Juz XIII (Beirut: Dār al-Fikr, 1990), 312. 205 Al-Qasimi, Mahāsin al-Ta'wīl , Juz II (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 538; ‗Abd al-Ḥaq al-Andalusi, al-Muharrar al-Wajīz fī Tafsīr al-Kitāb al- ‘ Azīz, Juz V (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 153. 206Fakhruddīn al-Razi, al-Tafsīr al-Kabīr aw Mafātīh al-Ghayb, Juz XIV (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), 118. 207Abu Bakr al-Jazairi, Aysar al-Tafāsīr lī Kalām al-„Alī al-Kabīr, juz V (tp.,: Nahr al-Khair, 1993), 131.

148

Gerindra secara terbuka menyeleksi kader-kadernya, baik dari kalangan dzakar dan untsā, untuk menjalankan fungsi partai politik sebagai rekrutmen politik. Partai politik merupakan kendaraan resmi yang sah secara hukum untuk menyeleksi dan mendudukkan kader- kader dalam perjuangan menyampaikan kebenaran bagi negerinya lewat lembaga legislatif maupun eksekutif. 208 Pada tahun 2008, saat Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berdiri, gerakan politik praktis ini masih dipandang sebelah mata dan sulitnya mencari orang yang bersedia menjadi pengurus, terlebih lagi menjaring anggota. Namun hingga tahun 2014 ini kepercayaan rakyat kepada Gerindra mulai terbangun. Kader-kader khalifah yang telah dijaring untuk memperjuangkan visi-misi Gerindra-pun telah terbentuk. Saat partai ini membuka pendaftaran calon anggota legislatif tahun 2014, peluang menjadi anggota legislatif tak hanya diberikan kepada pengurus partai, tapi juga untuk umum. Peminatnya, baik dari kalangan internal maupun dari kalangan luar cukup banyak. Sejak dibuka pertengahan Januari hingga akhir Februari 2013, tercatat sedikitnya 2780 orang mendaftar sebagai bakal calon anggota legislatif tingkat pusat untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Mereka berasal dari berbagai latar belakang strata sosial, profesi, dan aktivitasnya.209 Menurut Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi, besarnya animo masyarakat pada Gerindra, menandakan adanya kepercayaan dan dukungan terhadap perjuangan Gerindra untuk melakukan perubahan di negeri ini. Para bakal calon yang datang ke Gerindra pun beraneka beragam, selain kader sendiri ada juga yang datang dari politisi parpol lain, baik yang senior maupun yang junior. Ada pula pengusaha, penggiat ormas, LSM hingga ibu rumah tangga. Gerindra melaksaakan hal tersebut untuk mendapatkan anggota-anggota DPR yang benar- benar bisa mewakili aspirasi rakyat. Diharapkan, kader-kader yang terpilih sebagai calon anggota-anggota DPR tersebut tidak suka

208 Ivan Doherty ―Democracy Out of Balance: Civil Society Can‘t Replace Political Parties,‖ dalam Policy Review, April dan Mei (2001), 25; lihat pula Jimly Asshiddiqie, ―Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,‖ http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> pada 15 Desember 2013, diakses tanggal 23 Januari 2014. 209 Gerindra, ―Partai Geridra Selalu Bersama Rakyat,‖ dalam Gema Idonesia Raya, edisi I/Tahun 1/April (2011), 7.

149 membuang uang rakyat dengan menyetujui proyek-proyek yang tidak jelas, apalagi jalan-jalan dengan kedok studi banding ke luar negeri.210 Untuk mengawal hal tersebut, Gerindra mengingatkan bahwa para kader yang mencalonkan diri ternyata pernah atau ingin korupsi, terjerat kasus narkoba, dan tidak setia kepada cita-cita para pendiri bangsa, dapat dipastikan tidak akan bisa masuk daftar 560 calon anggota DPR RI mewakili Gerindra. Target Gerindra adalah mendapatkan dan mengusung 560 putera puteri kader terbaiknya untuk maju dan memenangkan amanah suara rakyat pada Pemilihan Legislatif tahun 2014 ini. Juga diharapkan para kader putera puteri terbaik Gerindra tersebut dapat duduk sebagai wakil rakyat yang setia membela, bukan merampok hak-hak rakyat yang memilihnya. 211 Sebagai sarana seleksi, serangkaian tes tulis dan wawancara dilakukan untuk mendalami pemahaman dan komitmen para bakal calon anggota DPR Gerindra terhadap ideologi negara Pancasila dan UUD 45. Juga motivasi dan niat menjadi anggota DPR, pemahaman terhadap Gerindra, apa dan bagaimana strategi pemenangannya di dapil terpilih. Suhardi menuturkan, proses seleksi terhadap 2780 bakal calon menjadi 560 pada tahun 2014 bukanlah hal mudah bagi Gerindra. Namun yang jelas, Partai Gerindra sangat mempertimbang idealisme, rekam jejak dan kualitas orang per orang. Pasalnya, faktor itu dianggap sangat penting bagi Gerindra dalam menyaring para bakal calon yang akan bersaing memperebutkan kursi di Senayan. Bagi Suhardi selaku nahkoda Gerindra: ―Siapapun dia, apapun latar belakang sosial dan profesinya kelak ketika terpilih harus bisa berbuat banyak dan menjadi contoh di DPR dan DPRD. Karena, rakyat sekarang semakin merindukan wakil-wakilnya yang berkualitas dan idealismenya terjamin.‖ Gerindra sangat terbuka untuk menerima kader dari putra putri terbaik di negeri ini. Momentum perubahan yang ada di tahun politik harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengajak orang yang berniat baik menjadi calon anggota legislatif agar bisa membuat perubahan. Karena lewat politik bisa memperbaiki keadaan, jika diisi oleh orang baik. Kalau orang baik tidak mau ikut terjun ke politik, maka yang ada dunia politik akan dikuasai orang-orang berniat jahat.212

210Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 211Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013; Gerindra, ―Partai Geridra Selalu Bersama Rakyat,‖ 7. 212Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

150

Prabowo selaku Ketua Dewan Pembia Gerindra lebih tegas menandaskan bahwa jiwa para kader Gerindra yang akan duduk memperjuangkan suara rakyat harus tertanam karakter jangan mau disogok dan terus berjuang untuk rakyat. Lebih baik hancur bersama rakyat, dari pada makmur tapi meninggalkan rakyat.213 Gerindra mengingatkan seluruh kader dan partisan Gerindra akan tujuan partai. Gerindra berdiri dengan tujuan membela kepentingan rakyat dan menjaga tetap utuhnya Negara Kesatuan republik Indonesia, serta menegakkan keadilan dan kebenaran. Kepada seluruh kader Gerindra yang akan, sedang, dan telah duduk di legislatif, mulai dari pusat hingga daerah, diwajibkan agar memperjuangkan cita-cita partai. Gerindra bukan tempat bagi politisi hina. Mereka yang mau menerima amplop atau mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat, menurut Prabowo, tidak layak berada dalam perahu Gerindra. Prabowo memperingatkan, seluruh politisi Gerindra tidak diperkenankan mencari kekayaan pribadi. Keinginan memperkaya diri sendiri bertentangan dengan nafas dan gerakan Gerindra. Prabowo ingin partai baru yang bernama Gerindra menjadi menjadi partai pengkaderan pemimpin bangsa yang baik dan bersih, membela kepentngan rakyat, serta mengubah dan memperbaiki nasib rakyat. Kader yang tidak lupa pada siapa yang mengantarkannya untuk duduk di Lembaga Dewan Perakilan Rakyat (DPR/D) dengan memberi mandat kepada yang dipercaya melalui Gerindra. Oleh karenanya, para kader harus bekerja keras atas nama Gerindra, untuk terus berjuang menyuarakan suara rakyat dan jangan mau disogok.214 Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian partai terhadap kesulitan hidup rakyat. Karena saat ini, masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Harga kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan, dan pengangguran mudah ditemukan di mana- mana. Selama perjalanan perjuangan politik praktis, Gerindra banyak menghadapi tantangan dan kenangan, pengalaman serta pelajaran. Karena itu, seluruh kader dan simpatisan Gerindra harus bisa memetik pelajaran dari perjalanan tersebut. Sekaligus melakukan introspeksi, untuk memperbaiki langkah dan strategi perjuangan partai. Itu diperlukan agar kader-kader Gerindra lebih kuat dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.215

213Gerindra, ―Partai Geridra Selalu Bersama Rakyat,‖ 7. 214Gerindra, ―Partai Geridra Selalu Bersama Rakyat,‖ 7. 215 Gerindra, ―Partai Geridra Selalu Bersama Rakyat,‖ 7; Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

151

Senada dengan itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan Partai Gerindra sangat terbuka bagi siapa saja yang berniat baik untuk berjuang mewujudkan perubahan di Indonesia. Namun demikian, ada beberapa kriteria yang harus dipunyai para bakal calon anggota dewan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Fadli menjelaskan bahwa ―Nantinya bakal calon yang lolos selain harus memahami AD/ART Partai Gerindra, patuh kepada semua aturan dan ketetapan Gerindra serta akan menjalani pendidikan dan latihan yang disiapkan Gerindra.‖ Masih menurut Fadli, untuk bisa mendapatkan tiket ke Senayan situasi dan kondisinya berbeda dengan Pemilu 2009 lalu. Karena, jumlah partai politik peserta Pemilu 2014 berkurang. Bila pada Pemilu 2009 jumlah peserta pemilu sebanyak 38 parpol, kali ini hanya 12 saja. Otomatis ribuan politisi dari pusat hingga daerah berebut agar bisa masuk ke 12 parpol tersebut. Tak hanya berasal dari kader-kader parpol yang tidak lolos menjadi peserta pemilu masuk ke parpol lain, tapi para pendatang baru di panggung politik pun akan menjajal kemampuannya.216 Suhardi menambahkan bahwa partai yang didirikannya ini mewadahi pemuda dan pemudi bangsa untuk memberikan perubahan melalui jalur politik. Karena politik adalah upaya memperbaiki kehidupan suatu masyarakat. Jadi, kalau ingin memperbaiki kehidupan rakyat, kehidupan sekitar, keluarga, mau tidak mau setiap pribadi harus berpolitik. Berpolitik itu berarti harus berpihak, harus memilih, harus berjuang. Kehadiran Gerindra di kancah perpolitikan Indonesia harus menjadi kekuatan politik yang memimpin para kadernya melakukan transformasi bangsa ke arah yang lebih sejahtera. Gerindra hadir untuk berjuang menjadi pelopor pembaharuan bangsa. Gerindra didirikan untuk berjuang mengamankan dan menyelamatkan sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bangsa Indonesia, sehingga kekayaan ini bisa dimanfaatkan oleh seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya oleh segelintir orang saja. 217 Jangan harap Indonesia bisa sejahtera, jika bukan warganya sendiri yang menyelamatkan kekayaan dan mewujudkan Indonesia yang kita cita-citakan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?

216 Wawancara dengan Fadli Zon, di Kantor Bakom-Gerindra, Jl. Limboto Bendungan Hilir, tanggal 5-9-2013. 217Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

152

B. Proses Berdirinya Gerindra Pusat dari partai politik Gerindra berada pada diri individu Prabowo Subianto. Dalam berbagai kapasitasnya, sosok inilah yang menjadi lokus utama yang menarik orang-orang untuk bergabung dengan berbagai aktivitasnya, termasuk mendirikan partai politik Gerindra. Sebelum menjadi Ketua Dewan Penasihat partai politik Gerindra, Prabowo telah tercatat sebagai kader dan salah satu anggota Dewan Penasihat Partai Golongan Karya (Golkar). Prabowo juga pernah ikut konvensi Golkar untuk mendapatkan figur yang diajukan dalam Pilpres 2004 meski akhirnya kalah dengan Wiranto.218 Prabowo mengundurkan diri dari Golkar setelah menghadap Ketua Umum Golkar waktu itu, Jusuf Kalla, pada tanggal 12 Juli 2008. Alasannya, ia merasa kurang maksimal berkiprah, menyumbangkan pikiran, dan tenaga jika tetap berada di Golkar. Prabowo juga merasakan, sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar tidak bisa membawa pesan dan memperjuangkan pesan kaum tani sementara Prabowo saat itu juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)219 yang tentu mengemban tugas memperjuangkan kaum tani. Dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI HKTI dan Kongres V Petani 5 Desember 2004 di Jakarta, Prabowo terpilih menjadi Ketua Umum HKTI periode 2004-2009 menggantikan Siswono Yudo Husodo dengan memperoleh 309 suara, mengalahkan Sekjen HKTI Agusdin

218Pada waktu Konvensi dibuka pada 2003 beberapa nama yang disebut antara lain, cendekiawan muslim Nurcholish Madjid, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Panglima ABRI Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI Purn. Prabowo Subianto, pengusaha plus tokoh pers nasional Surya Paloh, serta Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono X dan Menteri Perhubungan Agum Gumelar. Denny J. A., Jejak-jejak Pemilu 2004: Talkshow Denny J.A. dalam Dialog Aktual Radio Delta FM, (Yogyakarta: LkiS, 2006), 85, 156. 219 HKTI didirikan pada 27 April 1973 di Jakarta. Organisasi ini sebenarnya merupakan subordinat rezim Orde Baru dalam mengonsolidasikan kekuatan sosial petani untuk kepentingan politik Golkar dalam menghadapi pemilu. Di masa era Orde Baru, HKTI merupakan organisasi yang sangat prestise karena mengklaim memiliki jutaan anggota petani yang notabene profesi terbesar di Indonesia. Namun melihat sejarah pendiriannya yang diinisiasi oleh penguasa, sesungguhnya HKTI tidak didirikan oleh kesadaran petani melainkan didasari kepentingan penguasa. Dalam konteks seperti itu, tidaklah heran jika saat ini HKTI menjadi incaran politisi dan pengusaha. Lihat Tania Murray Li, Proses Transformasi Daerah Pedalaman Di Indonesia (terj.) Sumitro dan SN. Kartikasari (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), 326.

153

Pulungan, yang hanya meraih 15 suara dan satu abstein dari total 325.220 Kiprah Prabowo di HKTI beserta jajaran pengurusnya inilah yang mendasari pembentukan Gerindra. Bersama Suhardi dan Fadli Zon untuk kemudian mendeklarasikan Partai Gerindra. HKTI oleh para pendukung Prabowo dijadikan sebagai tempat untuk merumuskan dan memuluskan langkah ketua umumnya saat itu. Suhardi selain sebagai akademisi yang mengajar di Universitas Gadjah Mada, ia pernah menjabat sebagai Ketua DPD HKTI Jogjakarta. Bersamaan dengan itu, ia juga menjabat sebagai staf ahli Dewan Ketahanan Pangan Nasional Kementrian Pertanian pada 2002- 2008. Bersama beberapa rekan di HKTI mendirikan Partai Kemakmuran Tani dan Nelayan (2003),221 dan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum. Saat Prabowo menjabat sebagai Ketua HKTI periode 2004-2009, tahun 2004 Partai Kemakmuran Tani dan Nelayan pernah di ajukan oleh Suhardi untuk dipimpin oleh Prabowo. Namun pinangan itu ditolak oleh Prabowo karena ia masih duduk sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. 222 Suhardi juga bersama rekan-rekan di HKTI, dua tahun sebelum Gerindra dideklarasikan (2006) pernah berinisiatif mendirikan partai politik dengan nama Partai Indonesia Raya. Partai ini dalam rencananya dipersiapkan bagi kendaraan politik Prabowo menuju RI-1.223 Partai ini-pun siap menjadi thing-thank Partai Golkar, andai ketika itu Prabowo terpilih sebagai calon presiden tahun 2009 dari Partai Golkar. Namun ketokohan Jusuf Kalla menghambat niatan tersebut. Golkar resmi mengusung politisi asal Makassar tersebut sebagai calon presidennya. Situs, buku, pernyataan-pernyataan dan keterangan resmi partai Gerindra yang menyebut Prabowo sebagai salah satu pendiri Gerindra. Selain itu perencanaan nama partai juga melibatkan Prabowo saat dilaksanakan Sea Games 2007, di Bangkok bulan Desember 2007. Bahkan, disebutkan pula bahwa penggunaan kepala burung garuda

220 Tempointeraktif (3 Desember 2004), ―Prabowo Ikut Bursa Calon Ketua HKTI,‖ Tempointeraktif, diakses tanggal 10 Mei 201. 221Ketua Umum PKTN adalah Muhammad Djaya; Sekretaris Jendral, Saidi Butar Butar. Partai ini ikut pada pendaftaran parpol peserta pemilu tahun 1999, namun tidak lolos verifikasi KPU. Pengesahan parpol ini melalui SK. Menkeh. NO. M.UM.06.08 ? 124 Tgl. 20 Pebruari 1999, No. Berita Negara: 22 Tanggal: 16 Maret 1999, dan beralamat di Jl. Raya Kodam Jaya No. 5 Sumur Batu - Jakarta 10640. 222Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 223Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

154 sebagai lambang Gerindra adalah gagasan Prabowo yang semula akan menggunakan lambang garuda penuh. Dengan demikian, Prabowo jelas terlibat dalam pembentukan Gerindra sejak awal.224 Saat resmi mengundurkan diri dari Golkar, Prabowo menampik tudingan bahwa ia keluar dari Golkar karena ingin mencalonkan diri sebagai Presiden. Di saat yang sama Prabowo juga menyatakan belum secara resmi menjadi bagian dari Gerindra. Ia mengaku masih berunding dengan tokoh-tokoh Gerindra.225 Secara organisatoris, hal itu memang benar adanya, saat itu Prabowo tidak tercatat dalam struktur kepengurusan Gerindra karena ia masih menjabat kader Golkar. Namun secara ikatan emosional, menurut Suhardi, Gerindra tak mungkin dideklarasikan tanpa sosok dan ketokohan Prabowo. Prabowo-pun sering menghadiri rapat-rapat organisasi Gerindra. Dalam aktivitas Gerindra, Prabowo saat itu merupakan sosok utama yang bermain di belakang layar. 226 Bahkan, segala kegiatan dan aktivitas Gerindra ketika itu harus berunding dulu dengan Prabowo. Karena saat itu belum resmi Prabowo mengunduran diri dari Golkar maka dirinya belum secara resmi pula menjadi bagian dari Gerindra. Oleh karenanya wajar ketika itu, Suhardi, Ketua Umum Gerindra, saat menyerahkan berkas kelengkapan Gerindra untuk diverifikasi Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) sebagai peserta pemilu tahun 2009, Rabu tanggal 27-2-2008, menyatakan bahwa Gerindra tidak ada kaitan dengan siapapun. Tidak juga dengan Prabowo, yang saat itu bukan deklarator, bukan pengurus, dan juga bukan anggota partai Gerindra. Prabowo-pun, bukan juga sebagai penyandang dana kegiatan Gerindra.227 Hal tersebut tidak bertentangan dengan fakta yang ada, karena sebelum mantan Komandan Kopassus itu resmi menjadi bagian dari Gerindra, selain dari iuran anggota, dana terbesar berasal dari Hasyim Djoyohadikusumo, adik kandung Prabowo.

224Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 225 lihathttp://entertainment.kompas.com/read/2008/07/14/1156520/Prabowo.Saya .Keluar.dari.Golkar, diakses tanggal 10 Mei 2014. 226Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013. 227http://entertainment.kompas.com/read/2008/02/27/22032610/Gerindra.Kendara an.Politik.Prabowo;http://www.jawaban.com/index.php/news/detail/id/91/news/08071 4140844/limit/0/Prabowo-Keluar-Dari-Golkar-Dipinang-Gerindra, diakses tanggal 10 April 2014. Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06-2013.

155

Secara resmi Prabowo baru bergabung ke Partai Gerindra pada 12 Juli 2008. Partai ini didirikan pada 6 Februari 2008 serta tercatat di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada 3 April 2008. Sebagai partai politik yang baru melakukan ‖debut‖-nya, Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra menjadi salah satu yang diperhitungkan kemunculannya. Parpol ini mengantongi modal dukungan yang kuat dari dua organisasi kemasyarakatan berbasis massa besar, seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia atau HKTI dan Kontak Tani Nelayan Andalan atau KTNA. Setalah Prabowo merasa kiprah politiknya di Golkar tidak bisa menduduki posisi sebagai Ketua Umum, wacana pendirian partai pun kemudian diwacanakan di lingkaran orang-orang Hashim dan Prabowo yang selama ini berorganisasi di HKTI. Tidak semua setuju pendukung prabowo sepakat dengan pendirian partai baru. Pendukung Prabowo yang menolak pendirian partai beralasan bila ingin ikut terlibat dalam proses politik sebaiknya ikut saja pada kendaraan partai politik yang sudah ada. Saat itu Prabowo adalah anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, sehingga bisa mencalonkan diri maju menjadi ketua umum. Sedangkan kubu pendukung pendirian partai politik baru, berpendapat tak mungkin bagi Jusuf Kalla memberikan jabatan Ketua Umum Golkar kepada Prabowo.228 Setelah perdebatan cukup panjang dan alot, akhirnya disepakati perlu ada partai baru yang bisa menjadi kendaraan bagi Prabowo untuk menjadi presiden dan mimpin bangsa Ini. Dengan catatan, Partai itu harus memiliki manifesto perjuangan demi kesejahteraan rakyat. Untuk mematangkan konsep partai, pada Desember 2007, di sebuah rumah, yang menjadi markas IPS (Institute for Policy Studies) di Bendungan Hilir, berkumpulah sejumlah nama. Selain Fadli Zon, hadir pula Ahmad Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi dan Haris Bobihoe. Mereka membicarakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai yang akan dibentuk. Pembentukan partai-pun terus dilakukan secara maraton. Hingga akhirnya, nama Gerindra muncul, diciptakan oleh Hashim

228http://partaigerindra.or.id/sejarah-partai-gerindra, diakses tanggal 2 Mei 2014; Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06- 2013.

156

Djojohadikusumo, Sedangkan lambang kepala burung garuda digagas oleh Prabowo Subianto.229 Pembentukan Partai Gerindra terbilang mendesak. Sebab dideklarasikan berdekatan dengan waktu pendaftaran dan masa kampanye pemilihan umum, yakni pada 6 Februari 2008. Dalam deklarasi itu, termaktub visi, misi dan manifesto perjuangan partai, yakni terwujudnya tatanan masyarakat indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan berketuhanan yang berlandaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NKRI tahun 1945. Partai Gerindra terpanggil untuk memberikan pengabdiannya bagi bangsa dan negara dan bertekad memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang.

C. Gerindra Memasuki Wilayah Politik Praktis Partai Gerindra bersama tigahpuluh delapan parpol lain ikut pada pertarungan Pemilu 2009. Ia lolos dari Parliamentary Threshold (PT) atau ambang batas perolehan suara sebanyak 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu 2009. Pada pemilu itu, Gerinda berada pada posisi ketujuh dengan perolehan suara 4.646.406 suara (4,46 persen) dan mendapatkan 26 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Gerindra mengusung Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina sebagai calon presiden. Namun karena UU Pilpres-Wapres menetapkan aturan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu DPR, maka pada pemilu itu Gerindra berkoalisi dengan PDI- P.230 Gerindra harus rela menempatkan Prabowo sebagai wakil presiden mendampingi Megawati pada pemilihan presiden saat itu. Meski akhirnya kalah oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang diusung oleh Partai Demokrat. Pada Pemilu tahun 2014, Berdasarkan perolehan suara parpol tingkat nasional yang telah ditetapkan KPU pada Jumat, 9 Mei 2014, Partai Gerindra menjadi peserta pemilu tahun 2014, dengan perolehan

229http://partaigerindra.or.id/sejarah-partai-gerindra, diakses tanggal 2 Mei 2014; Wawancara dengan Suhardi di Kantor Pusat DPP Gerindra, Ragunan tanggal 13-06- 2013. 230 Saiful Mujani and R. William Liddle, ―Personalities, parties, and voters,‖ dalam Journal of Democracy, Volume 21, Number 2 April (2010), 36-38. Lihat juga Lampiran Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/ Tahun 2013 dan Lampiran Berita Acara Rekapitulasi Hasil Verifikasi Faktual Partai Politik KPU Nomor: 5/BA/I/2013.

157 suara terbanyak ketiga, setelah PDI-P dan Golkar. Gerindra meraup suara 14.760.371 suara atau 11.81 persen suara nasional. Gerindra unggul di empat daerah pemilihan, yakni di Dapil Aceh II, Sumut II, Sumbar II, dan Banten II. Dari data KPU, Partai Gerindra mendapatkan 73 kursi DPR. Sampai saat penelitian ini ditulis, karena tidak memenuhi ambang batas pencalon presiden, Gerindra telah resmi bermitra dengan PKS dan PPP, sepakat mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 ini. Partai Gerindra tampil ke pentas politik praktis dengan menawarkan jalan keluar atas persoalan yang terus dihadapi bangsa ini, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekurangan pangan, krisis energi, korupsi, dan banyak lagi. Dalam hal ini, Gerindra ingin tampil sebagai pejuang ekonomi kerakyatan yang berbasis pada Pasal 33 UUD 1945 sebelum amandemen. Tujuannya adalah membangun kemandirian bangsa, baik terkait masalah ketahanan pangan atau energi. Visi partai Gerindra untuk menjadi partai politik yang mampu memberikan kesejahteraan pada rakyat, keadilan sosial, dan tatanan politik negara yang berlandaskan nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah NKRI.231 Dalam praktek politik di pemerintahan melaui lembaga legislatif, hingga saat ini seluruh kader Gerindra yang berada di DPR dan DPRD konsisten untuk menolak studi banding ke luar negeri karena hal tersebut dianggap sebagai pemborosan uang negara. Gerindra juga sudah diakui oleh Transparency International Indonesia (TII) dan Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai partai politik transparan. Bahkan Hingga saat ini, Gerindra adalah satu-satunya partai politik yang mempunyai program kerja yang jelas dan terukur yang dituangkan dalam 6 Program Aksi Transformasi Bangsa Partai Gerindra. Dari banyaknya penghargaan yang diterima partai Gerindra diantaranya adalah penghargaan dari Transparency International Indonesia dan Indonesia Corruption Watch sebagai partai politik dengan transparansi keuangan terbaik.232

231 http://partaigerindra.or.id/2014/01/10/gerindra-kami-didukung-rakyat-karena- sudah-terbukti.html#sthash.TbMYdhVd.dpuf, diakses tanggal 20 April 2014. 232Lihat Koalisi Pemantau Dana Kampanye, Kajian Tentang Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Pertegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik (Jakarta: Koalisi Pemantau Dana Kampanye: Transparency International Indonesia (TII) dan Indonesian Corruption Watch (ICW), 2014). Lihat juga http://partaigerindra.or.id/2014/01/10/gerindra-kami-didukung-

158

Partai Gerindra ketika eksis di pentas perpolitikan nasional pada tahun 2008 menyodorkan resep dalam memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang. Resep itu dikenal 8 (delapan) Program aksi, meliputi: menjadwalkan kembali pembayaran utang, menyelamatkan kekayaan negara untuk menghilangkan kemiskinan, melaksanakan ekonomi kerakyatan, delapan program desa, memperkuat sektor usaha kecil, kemandirian energi, pendidikan dan kesehatan, serta menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup.233 Selain itu, Gerindra adalah partai politik yang telah mengumumkan program kerja yang jelas dan terukur jika memenangkan Pemilu 2014, yaitu 6 Program Aksi Transformasi Bangsa Partai Gerindra. Gerindra akan membangun 3000 km jalan raya dan rel kereta api baru, membangun industri mobil, motor, dan pesawat terbang nasional, melakukan pembinaan khusus kepada tim nasional sepakbola Indonesia, mendirikan Lembaga Tabung Haji, serta memperbaiki infrastruktur desa dengan dana pembangunan langsung minimal Rp. 1 milyar per desa per tahun.234 Gerindra berupaya untuk menjaring suara dan aspirasi rakyat serta memperjuangkannya kepentingan rakyat. Gerindra bermanifesto bahwa dalam menghadapi perkembangan zaman dan globalisasi, identitas dan jatidiri bangsa tetap menjadi fondasi utama untuk memperjuangkan kepentingan nasional dan tatanan baru. Terjadinya penyelewengan terhadap cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 di berbagai bidang perlu dikoreksi. Haluan baru dan tatanan baru bagi kehidupan bangsa dan Negara Republik Indonesia harus dilandaskan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Hakikat tatanan baru adalah sikap mental yang menuntut pembaharuan dan pembangunan yang terus-menerus dalam rangka melaksanakan Pancasila dan UUD 1945.

D. Manifesto Perjuangan Gerindra Pengertian manifesto menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok. lebih rinci, Kamus Oxford Dictionary menjelaskan bahwa kata manifesto berasal dari kata Italia, manifestare, rakyat-karena-sudah-terbukti.html#sthash.TbMYdhVd.dpuf, diakses tanggal 20 April 2014. 233Tabloid Gema Indonesia Raya, Edisi 1, Tahun 1, April (2011), 1. 234 http://partaigerindra.or.id/2014/01/10/gerindra-kami-didukung-rakyat-karena- sudah-terbukti.html#sthash.TbMYdhVd.dpuf, diakses tanggal 20 April 2014.

159 turunan dari bahasa Latin, manifestus 'obvious,' yang bermakna 'make public,' pernyataan terbuka ke publik. Secara istilah ia bermakna, ―a public declaration of policy and aims, especially one issued before an election by a political party or candidate,” suatu deklarasi publik tentang kebijakan dan tujuan, terutama suatu isu yang dinyatakan sebelum pemilihan oleh satu partai politik atau kandidat. Engel memperjelas makna itu dengan menyatakan ―...The Manifesto addressed itself to a mass movement with historical significance, not a political sect....,‖ manifesto secara inhern berarti suatu gerakan massa dengan bertujuan menyejarah, bukan diperuntukkan bagi suatu mazhab politik. Lebih lanjut, Engel menjelaskan bahwa manifesto berbeda dengan suatu, catechism, buku panduan tanya jawab agama.235 H.A.R. Tilaar menjelaskan secara jernih terminologi manifesto, karena selama ini menifesto di indentikkan dengan stigma pejoratif, sebagai pendukung komunisme. Manifesto biasanya selalu dihubungkan dengan paham komunisme dalam pengertian manifesto komunis yang dideklarasikan pada tahun 1848 oleh Karl Marx dan Friederich Engels. 236 Padahal, kata manifesto mempunyai arti yang netral dan kali pertamanya digunakan bukan dalam bidang politik, akan tetapi dalam bidang seni dan lain-lainnya. Dalam catatan sejarah Indonesia, kata manifesto malah dipergunakan oleh para pendiri bangsa, baik yang beraliran nasionalis maupun religius. Semisal, Perhimpunan Indonesia (PI) organisasi Mahasiswa Indonesia di Belanda dan bermoto ―self reliance, not mendiancy,‖ mandiri dan tidak menuntut, dengan pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, JB. Sitanala, Moh. Hatta, Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo memproklamirkan manifesto perjuangannya 1925.237 Manifesto tersebut tidak saja bagi

235 Lihat http://www.kbbi.web.id/manifesto; http://oxforddictionaries.com/definition/english/manifesto?q=manifesto: Karl Marx and Frederick Engels, Manifesto of the Communist Party February 1848 (terj.) Samuel Moore (Moscow: Marxists Internet Archive (marxists.org, 2010), 3, diakses tanggal 17 Januari 2012. 236 Lihat penjelasan manifesto secara detail dalam H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2005), 2-4. 237Isi Manifesto tersebut adalah: pertama, Perhimpunan Indonesia akan berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan untuk Indonesia yang hanya bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia. Kedua, kemerdekaan penuh bagi Indonesia akan dicapai dengan aksi bersama dan serentak oleh rakyat Indonesia. Ketiga, untuk itu sangat diperlukan persatuan nasional yang murni di antara seluruh rakyat Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda yang telah merusak kehidupan bangsa

160 persatuan bangsa Indonesia, namun juga suatu manifesto bagi kesetaraan dan kemerdekaan bangsa ini.238 Perkumpulan di Indonesia- pun pada tahun 1928, juga memproklamirkan manifesto politiknya dalam pernyataan Sumpah Pemuda. Persis (persatuan Islam) dan Masyumi juga pernah menyatakan manifesto politiknya menolak paham komunisme dan paradigma politik Nasakom (Nasionalis- Agama-Komunis). 239 Soekarno, dalam kapasitasnya sebagai Presiden Republik Indonesia dalam masa Demokrasi Terpimpin (1960), menetapkan Manipol USDEK, suatu manifesto politik bersendikan lima unsur, yaitu UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. 240 Sekumpulan seniman dan budayawan di Jakarta pada 18 Mei 1964 menyatakan Manifesto Kebudayaan yang disingkat "Manikebu." Manikebu merupakan pernyataan terbuka untuk menentang ideologi kebudayaan Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang berhaluan komunisme. H. B. Jassin, Wiratmo Sukito, Taufik Ismail, Goenawan Muhammad termasuk penandatangan Manifesto Kebudayaan ini.241 Menurut Tilaar, secara harfiah manifesto adalah suatu deklarasi. Selanjutnya ia mengiformasikan bahwa manifesto bukan merupakan suatu doktrin, bukan pula sebagai suatu dogma, juga bukan menjadi ideologi yang kesemuanya serba tertutup dan ekslusif. Manifesto merupakan konsep terbuka untuk diskursus lanjutan yang mencoba menemukan kebenaran, yaitu kebenaran sementara atau kebenaran yang tertunda. Sebagai kebenaran yang tertunda maka manifesto merupakan konsep yang terus-menerus menjadi. Perubahan (change) merupakan ciri khas dari suatu manifesto. Bentuk suatu manifesto bisa berubah secara terukur dan terarah disesuaikan dengan kebutuhan dan

Indonesia. Lihat Asvi Marwan Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa (Jakarta: Kompas Media nusantara, 2009), 38. 238Asvi Marwan Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa, 38. 239Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Pada abad 20 (Jakarta: GIP, 2006), 114. 240Dalam Pidato Kenegaraan tanggal 17 Agustus 1960, Soekarno menyatakan bahwa Manipol USDEK mencerminkan tekad revolusioner rakyat Indonesia untuk mengabdi pada penyelenggaraan cita-cita negara kerakyatan. Ungkapan ini adalah cara baru menggemakan sesuatu yang sebelumnya disebut sebagai sosio-nasionalisme (nasionalisme Marhaen) dan sosio-demokrasi (demokrasi Marhaen). Lihat herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran politik Indonesia 1945 – 1965, 100-101. 241Rosihan Anwar, Soekarno-Tentara-PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965 (Jakarta: Yayasan Obor, 2006), 206.

161 tantangan zamannya. 242 Dengan demikian, manifesto perjuangan Gerindra selain berfungsi sebagai pernyataan terbuka dan sebagai panduan atau pedoman, juga sekaligus sebagai aksi bagi segala gerakan perjuangan Gerindra. Manifesto perjuangan Gerindra juga bukan merupakan sesuatu yang kaku, statis, tertutup, dan tidak bisa dirubah- rubah, ia dinamis dan terbuka sesuai dengan tantangan dan kebutuhan zaman. Manifesto Perjuangan partai Gerindra ini menjadi pegangan dasar bagi pengurus di setiap jenjang kepengurusan, anggota, dan kader. Manifesto Perjuangan ini juga merupakan kerangka kerja bagi Partai Gerindra dalam berpolitik dan menjadi persembahan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Adapun secara ringkas isi dari manifesto perjuangan Gerindra adalah sebagai berikut: 1. Mukadimah Partai Gerakan Indonesia Raya dideklarasikan dalam kancah politik praktis di negara ini karena seluruh komponennya merasa terpanggil untuk memberikan amal dan baktinya kepada Negara dan rakyat Indonesia. Sebagai partai nasionalis, Gerindra merupakan suatu bentuk partai yang terbuka bagi seluruh lapisan rakyat yang mau berjuang untuk tegaknya Pancasila, UUD 1945 sebagaimana ditetapkan pada 18 Agustus 1945, dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harapannya, dengan berlandaskan konstitusi tersebut, cita- cita bagi perjuangan Gerindra adalah terbentuknya peradaban bangsa Indonesia yang bangun jiwanya, dan bangun badannya dan memperjuangkan kemakmuran dan keadilan disegala bidang. Partai Gerindra tampil di pentas demokrasi untuk suatu perubahan kepemimpinan nasional, dan perubahan tata laksana penyelenggaraan Negara, yang sesuai dengan arah dan tujuan pembangunan bangsa (nation building) dan karakter manusia Indonesia. Tidak hanya sekedar itu, perjuangan juga tujuan memerdekakan rakyat Indonesia dari penjajahan ekonomi dan politik yang membelenggu dan merampas kehormatan manusia Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, Gerindra memposisikan diri sebagai partai gerakan yang mandiri, produktif, dan berpijak pada kearifan lokal, dalam upaya menciptakan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.243

242H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, 4. 243 Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya (Jakarta: Gerindra, t.th), 3-5.

162

2. Jati Diri Partai Jati diri Partai GERINDRA adalah kebangsaan (nasionalisme), kerakyatan, religius, dan keadilan sosial.244

3. Visi dan Misi Visi partai Gerindra adalah "menjadi partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia." Adapun misinya adalah: a. Mempertahankan kedaulatan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. b. Mendorong pembangunan nasional yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan pemeratan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh warga bangsa dengan mengurangi ketergantungan kepada pihak asing. c. Membentuk tatanan sosial dan politik masyarakat yang kondusif untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat. d. Menegakkan supremasi hukum dengan mengedepankan praduga tak bersalah dan persamaan hak di depan hukum. e. Merebut kekuasaan pemerintahan secara konstitusional melalui Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden untuk menciptakan lapisan kepemimpinan nasional yang kuat.245

4. Prinsip Dasar Partai Dalam mewujudkan visi dan misi, partai Gerindra mengacu pada enam prinsip-prinsip dasar sebagai berikut, yaitu disiplin, kedaulatan, kemandirian, persamaan hak, kerjasama dan gotong-royong, dan musyawarah.246

5. Pokok-pokok Perjuangan Partai Dalam rangka mewujudkan visi dan misi dengan berpegang teguh pada nilai dasar dan prinsip dasar, partai Gerindra memiliki pokok- pokok perjuangan yang akan dilaksanakan dan diperjuangkan dalam berbagai kebijakan nasional secara konstitusional, antara lain:

244Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 6-7. 245Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 7-8. 246Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 8-10.

163

a. Bidang Politik Partai Gerindra akan memperjuangkan reformasi sistem politik Indonesia yang sesuai dengan UUD 1945 dan jati diri bangsa. Sistem politik yang mengarah pada demokrasi liberal sejak era reformasi perlu dikoreksi. Demokrasi yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan. Partai Gerindra akan memperjuangkan tatanan politik nasional yang sesuai dengan amanat konstitusi, UUD 1945. Yakni, penerapan sistem pemerintahan presidensil murni, kemandirian dan keterkaitan fungsional antara lembaga tinggi negara yang sehat dan tidak saling menjatuhkan, serta pembenahan lembaga, badan, atau komisi yang dibentuk dan tidak sesuai dengan UUD 1945.247 b. Bidang Ekonomi Kebijakan perekonomian harus mendukung cita-cita welfare state (negara kesejahteraan) yang berkeadilan. Untuk itu diperlukan langkah yang tepat untuk menormalisasi kehidupan ekonomi rakyat dengan kembali memperjuangkan paham ekonomi kerakyatan. Kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi. akan mengembangkan koperasi sebagai bangunan ekonomi yang ideal pada dataran mikro dan makro. Koperasi merupakan soko guru perekonomian, sebagai prinsip dasar susunan perekonomian Indonesia. Koperasi merupakan bentuk nyata dari usaha bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi harus dihidupkan dan digerakkan sebagai usaha bersama untuk kesejahteraan bersama.248 c. Bidang Kesejahteraan Rakyat Penurunan angka pengangguran dan kemiskinan merupakan komitmen dan kerja bersama seluruh komponen bangsa. Partai Gerindra menjadi garda terdepan dalam upaya penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, untuk mensejahterakan rakyat, Partai Gerindra berkomitmen menjamin hak-hak tiap individu dan keluarga dalam memperoleh pendapatan minimum yang layak dan sesuai agar mampu memenuhi kebutuhan pokok. Partai Gerindra berjuang mendorong adanya perlindungan sosial secara sistemik jika individu dan keluarga berada dalam situasi rawan sehingga rakyat pada

247Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 11-14. 248Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 14-20.

164 akhirnya mampu menghadapi social contingencies, seperti lanjut usia, sakit, menganggur, dan kemiskinan yang berdampak mengarah pada krisis sosial.249 d. Bidang Pertanian, Perikanan dan Kelautan Pembangunan ekonomi dititikberatkan pada pembangunan sektor pertanian, sektor yang merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Pembangunan pertanian dilakukan melalui pendekatan menyeluruh dari hulu hingga hilir, ada keterkaitan antar usaha pertanian serta antar sektor menuju kerjasama saling menguntungkan. Pembangunan pertanian diarahkan untuk kebijakan yang berpihak pada pertanian, pelayanan penyuluhan, penyediaan infrastruktur yang memadai, kebijakan pertanahan yang berkeadilan, kemudahan akses permodalan, serta upaya pemerataan nilai tambah sebagai upaya meningkatkan nilai tukar petani menuju kemakmuran petani. Pembangunan sektor perikanan dan kelautan difokuskan dengan membangun nelayan sebagai subyek utama. Partai Gerindra menilai pembangunan kedua sektor akan berhasil dengan memberdayakan kelompok nelayan. Pemberdayaan nelayan dilakukan dengan memberikan akses permodalan yang memadai dan memahami karakterisitik nelayan serta memordenisasi teknologi penangkapan ikan.250 e. Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Partai Gerindra menilai kurangnya infrastruktur serta lemahnya kesadaran atas kelestarian alam, telah menjadikan Indonesia sebagai negara penyumbang kerusakan hutan tercepat di dunia. Untuk itu, pengelolaan hutan, laut dan seisinya harus dengan tata rencana yang baik dan berkelanjutan untuk menghindari unsur-unsur eksploitatif yang memicu kerusakan alam. Pengelolaan sumber daya lingkungan hidup yang baik harus menyertakan pemerintah lokal dan masyarakat adat setempat dengan tetap diawasi oleh pemerintah pusat. Hal ini selain memberikan kontribusi positif secara pemuliaan alam juga berdampak ekonomis. Iklim mengisi ruang hidup kita baik secara individu maupun sosial, karena itu menegakkan keadilan iklim harus melibatkan kesadaran dan komitmen semua pihak dan mendesak terciptanya kebijakan industrialisasi yang pro-lingkungan hidup serta melakukan tindakan tegas kepada pelaku perusakan alam. Partai Gerindra mendukung kebijakan disiplin pengelolaan hutan dan sumber

249Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 21-24. 250Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 24-26.

165 daya alam lainnya secara sistemik sebagai antisipasi degradasi lingkungan hidup.251 f. Bidang Sosial, Budaya, dan Pendidikan Kebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dunia. Kebudayaan Indonesia adalah hasil perjalanan bangsa Indonesia yang telah membentuk identitas dan jati diri bangsa. Kekuatan budaya mempunyai peran penting mengatasi masalah-masalah kebangsaan. Tanpa kebudayaan yang kuat dan berakar, kita akan gamang menghadapi globalisasi dan masa depan yang kompetitif. Pembangunan di bidang kebudayaan merupakan landasan bagi prioses pembangunan karakter dan bangsa (character and national building). Partai Gerindra menilai, dalam menghadapi globalisasi budaya yang ditandai arus masuknya budaya bangsa lain, maka kita harus memperkokoh budaya bangsa. Warisan budaya (cultural heritage) bangsa Indonesia perlu dilestarikan, dikembangkan dan diperbaharui agar dapat menjadi penuntun menuju masa depan. Di bidang pendidikan, Partai Gerindra mendukung peningkatan anggaran pendidikan nasional hingga 20%. Peningkatan anggaran merupakan konsekuensi logis dalam menciptakan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat sekaligus sebagai sebuah bentuk realisasi dari tanggung jawab konstitusi. Peningkatan anggaran harus ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.252 g. Bidang Hukum Partai Gerindra memperjuangkan terselenggaranya pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta melakukan tindakan hukum yang tegas kepada pelaku yang terlibat KKN. Pemberantasan korupsi yang harus dilakukan dari atas tanpa pandang bulu, tidak tebang pilih, dan semata-mata berdasarkan penegakan hukum. Pemberantasan korupsi yang tebang pilih dapat menyebabkan tindakan itu menjadi alat kekuasaan. Pada dasarnya pemberantasan korupsi yang terpentingadalah dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat, diiringi perbaikan sistem birokrasi pemerintahan dan penegakan hukum secara tegas. Terkait kepentingan nasional di bidang ekonomi, Partai Gerindra mendesak dilakukannya penyesuaian terhadap undang- undang yang tidak sehaluan dengan UUD 1945 seperti Undang-Undang

251Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 26-28. 252Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 29-31.

166

Penanaman Modal, Undang-Undang Migas, dan undang-undang lainnya yang bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan.253 h. Bidang Hak Asasi Manusia Negara menegakkan kemanusiaan yang beradab. Warganegara terhadap hukum, tidak diperlakukan sebagai subyek yang secara potensial pelaku perbuatan pelanggaran hukum. Negara menghargai kesetiaan rakyat terhadap negara dan amal bakti warga terhadap terhadap masyarakat dan negara. Warga negara harus menghormati perjanjian luhurnya kepada negara sebagai organisasi. Siapa saja yang berikrar menjadi bagian dari organisasi negara dengan sendirinya harus menghormati hak negara. Negara menghormati hak-hak pribadi warga negara ssuai dengan hukum. Hukum dan kemanusiaan tidak boleh dipandang sebgai dua substansi yang terpisah. Maka, adanya Pengadilan HAM merupakan sesuatu yang over bodig (berlebihan). Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia harus ditempatkan dalam perspektif hukum. Hukum disusun antara lain untuk mengatur bagaimana warga negara menjalankan hak-haknya sebagai pribadi. Hak-hak warga negara secara pribadi tak dapat dijalankan di luar hukum. Negara sebagai organisasi berjalan sesuai hukum. Warga negara yang merasa hak-haknya dilanggar oleh negara dapat menggugat negara dan pejabatnya secara hukum.254 i. Bidang Pertahanan dan Keamanan Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) yang telah terbukti keampuhannya harus lebih dioperasionalkan yang didukung dengan peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan modernisasi infrastruktur Alutsista (alat utama sistem senjata) TNI serta profesionalisme Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Di samping itu, manajemen pertahanan yang handal yakni dalam kultur, struktur kemanan, hubungannya dengan negara, anggaran, doktrin, postur dan operasi, hubungan sipil-militer, baik itu dalam manajemen kepolisian maupun TNI harus mendapat perhatian khusus untuk mencapai pertahanan negara yang kuat dan kondusif.255 j. Bidang Otonomi Daerah Otonomi daerah, yang merupakan bentuk pengaturan hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah delegasi kekuasaan secara vertikal dengan mengindahkan genus kekuasaan yang bersifat

253Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 32-33. 254Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 34-36. 255Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 36-38.

167 tunggal dan utuh. Otonomi daerah adalah kewenangan administratif yang diberikan kepada daerah, dalam batas-batas tertentu demi kelancaran pembangunan, dan secara teknis menyederhanakan jalur birokrasi vertikal. Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak menyimpang dari asas didirikannya NKRI, Partai Gerindra akan melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh peraturan perundangundangan yang tidak sejalan dengan kaidah-kaidah otonomi daerah. Terkait masalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, rakyat semakin jenuh terhadap politik. Kejenuhan ini dapat dilihat denga semakin besarnya angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilih (golput) dalam Pilkada. Kejenuhan ini berpotensi negatif pada partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum yang bermuara pada rendahnya legitimasi pemerintah. Selain itu Pilkada telah menyebabkankonflik horisontal dalam masyarakat yang kontraproduktif. Partai Gerindra akan melakukan peninjauan ulang terhadap pelaksanaan Pilkada dan mengupayakan penyelenggaraan Pilkada secara serentak.256 k. Bidang Agama Strategi kebijakan yang belum pernah mampu dirumuskan Indonesia dalam masalah agama adalah bagaimana menempatkan kehidupan beragama di Indonesia dalam format kemasyarakatan dan kenegaraan Pancasila. Sehingga keluhuran agama dapat dipelihara, dan kemajuan bangsa dapat sejalan berkembang. Setiap orang berhak atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan. Namun, pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.257 l. Bidang Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional Politik luar negeri dan hubungan internasional harus diabdikan untuk kepentingan nasional. Hubungan bilateral, multilateral dan kedudukan Indonesia dalam organisasi-organisasi internasional harus didasarkan pada kepentingan nasional. Indonesia harus menjadi bangsa terhormat dan bermartabat dalam pergaulan internasional dan senantiasa pro-aktif dalam perdamaian dunia. Prinsip politik luar negeri bebas dan aktif harus ditempatkan dalam konteks aktual zaman.

256Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 38-39. 257Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 40-41.

168

Perubahan-perubahan geopolitik di tingkat regional dan dunia menuntut strategi diplomasi yang handal. Indonesia harus menjadi subyek yang menentukan sikap sendiri, bukan obyek dari pertarungan politik internasional. Partai Gerindra akan memperjuangkan politik luar negeri yang progresif, yang dapat menempatkan Indonesia kembali sebagai negara yang berperan dan dihormati di Asia dan dunia. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara Asia seperti Republik Rakyat Cina, Jepang, India, Korea Selatan di bidang ekonomi. Berakhirnya Perang Dingin tidak dengan sendirinya menampilkan Amerika Serikat sebagai kekuatan adikuasa tunggal. Dunia menjadi multipolar. Ada berbagai kakuatan yang berpengaruh dalam pentas politik masyarakat internasional. Uni Eropa menjanjikan kemajuan ekonomi. Republik Rakyat Cina (RRC) semakin menunjukkan kekuatan ekonomi, militer dan nuklir. Republik Federasi Rusia, sejak di bawah pemerintah Vladimir Putin berhasil membawa kembali kehormatan Rusia di bidang ekonomi dan militer. India berkembang pesat ekonominya dan di bidang militer memiliki kekuatan nuklir. Negara-negara sosialis Amerika Latin seperti Venezuela, Argentina, Brasil dan Bolivia mempunya potensi ekonomi yang kuat dan berani menentukan jalan sendiri yang seringkali bertentangan dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Negara-negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia sangat kaya dan tangguh kekuatan militernya. Iran memiliki potensi ekonomi karena minyak dan mengembangkan teknologi nuklir.258 m. Bidang Hak-hak Perempuan Faktor penting untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan adalah pembuatan kebijakan publik yang sensitif gender. Kaum perempuan harus berpartisipasi aktif dalam dunia politik dan pengambilan kebijakan. Kurangnya peran perempuan di sektor politik menyebabkan perempuan menjadi obyek dan korban. Kaum perempuan juga harus mendapat akses yang sama di sektor ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah satu bentuk diskriminasi adalah kekerasan berbasis gender atau kekerasan terhadap perempuan di wilayah publik maupun privat. Partai Gerindra akan memperjuangkan perlindungan perempuan dari kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan perdagangan perempuan dan anak (trafficking). Partai Gerindra juga akan memperjuangkan hak-hak tenaga kerja

258Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 41-43.

169 perempuan di luar negeri untuk diperlakukan secara manusiawi dan adil.259 n. Bidang Pemuda Salah satu isu terkait dengan kepemudaan dan perubahan bangsa adalah kepemimpinan. Pemuda harus mempersiapkan diri dalam proses regenerasi kepemimpinan nasional sehingga tercipta proses sirkulasi elit yang sehat, dinamis, dan konstitusional. Proses regenerasi kepemimpinan merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari dan harus dipersiapkan secara dini dan matang. Dalam konteks ini, Partai Gerindra mendorong proses regenerasi kepemimpinan bangsa dan menjadi mitra pemuda dalam meningkatkan kemampuan, kapasitas, integritas dan kenegarawanan. Bersama Partai Gerindra, pemuda Indonesia siap menerima regenerasi kepemimpinan bangsa.260 o. Bidang Perburuhan Partai Gerindra menilai hubungan buruh dan pengusaha perlu ditempatkan sebagai relasi yang seimbang, saling menguntungkan dan saling membutuhkan. Fungsi dan status buruh dalam dunia kerja harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan untuk keberhasilan dunia usaha. Buruh bukanlah pihak yang selalu membutuhkan dan harus menerima putusan majikan apa adanya. Sementara pengusaha juga tidak diposisikan selalu mengulurkan tangan membuka kesempatan kepada kelompok buruh. Hubungan yang saling menguntungkan didasarkan pada profesionalisme dan penghargaan terhadap kinerja. Maka permasalahan seperti upah, jaminan asuransi, dan pemenuhan hak-hak dasar buruh lainnya dapat diselesaikan melalui mekanisme terbuka sesuai aturan yang adil.261 p. Bidang Riset dan Teknologi Penelitian yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga negara harus diarahkan pada prinsip-prinsip memajukan bangsa, dimulai dengan memilih teknologi tepat guna untuk membantu mengembangkan industri-industri lokal yang dikelola oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk memproduksi berbagai barang-barang keperluan masyarakat sehari-hari. Bidang-bidang yang perlu mendapat perhatian sangat khusus adalah bidang teknologi pertanian, teknologi pangan, teknologi industri, teknologi informasi, transportasi, dan

259Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 44-45. 260Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 45-46. 261Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 47-48.

170 pengembangan energi alternatif seperti biofuel, ethanol dari aren dan coal-to-liquid.262

E. Kritik Konsepsi Ruang Privat Namun demikian, menurut penulis, sebagai partai politik Gerindra- pun dalam ranah privat ini tidak lepas dari kritik, yaitu:

1. Tumbuhnya Familisme Politik Menurut Wasisto Raharjo Djati, dalam kajian ilmu sosial dan politik, familisme diartikan sebagai ketergantungan yang terlalu besar pada ikatan keluarga, yang melahirkan kebiasaan menempatkan keluarga dan ikatan kekerabatan pada kedudukan yang lebih tinggi daripada kewajiban sosial lainnya.263 Dalam hal ini, terdapat tiga varian familisme dalam membincangkan dinasti politik dalam Partai Gerindra, yaitu:

Tabel 3.1. Tipologi Perspektif Budaya Politik Familisme

No Indikator Familisme Quasi- Ego- Familisme Familisme 1 Dasar Pembentukan Hubungan Hubungan Dorongan Dinasti Politik darah langsung afeksi, publik dan (consanguinity) solidaritas, faktor kepercayaan, emosional dan solidaritas dan dalam keluarga pertimbangan besar maupun politik kroninya fungsional

2 Kaderisasi Anggota Sanak kerabat Keluarga inti Keluarga Inti maupun dan Kroni keluarga lain melalui jalur pernikahan

262Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 48-49. 263Wasisto Raharjo Djati, ―Revivalisme Kekuatan Familisme dalam Demokrasi: Dinasti Politik di Aras Lokal,‖ Jurnal Sosiologi Masyarakat, Vol. 18, No. 2, Juli (2013): 208-209. Lihat juga Marcus Meitzner, ―Indonesia‘s 2009 Elections: Populism, Dynasties and the Consolidation of the Party System.‖ Analysis, Mei (2009): 1-24; Nico Harjanto, ―Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia,‖ Analisis CSIS 40 (2), (2011): 138-159; Abdul Hamid, ―Memetakan Aktor Politik Lokal Banten Pasca Orde Baru,‖ Jurnal Politika 1 (2) (2010): 32-45.

171

yang seketurunannya (heredity) 3 Sifat Dinasti Politik Tertutup Semi tertutup Tertutup Sumber: Wasisto Raharjo Djati (2013).

Kemunculan dinasti politik dapat terindikasi dalam beberapa penjelasan: pertama, Selaku Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto tidak mempermasalahkan adanya dinasti politik. Ia berargumen familisme itu sah, selama tidak menggunakan cara-cara yang curang dalam mendapatkannya dan menjalankannya. 264 Situs resmi, Gerindra mengutip pernyataan langsung Prabowo bahwa, ―Kalau tidak dengan cara yang curang atau rekayasa, saya kira kalau ada. Katakanlah ada hubungan keluarga tapi dia patriot, dia memang potensial pemimpin, saya kira tidak negatif.‖ Menurut Prabowo, dalam dunia demokrasi, kepemimpinan bisa datang dari mana saja, asal seorang pemimpin mempunyai sikap nasionalis, potensial, dan amanah. Politik dinasti juga masih bisa dilihat positif, selama tidak ada niatan untuk memperkaya sesuai kepentingan pribadi atau keluarganya. Akan tetapi jika hal tersebut dilakukan dengan cara yang curang, penuh dengan rekayasa dan tujuan memperkaya keluarga, hal tersebut berdampak negatif bagi politik suatu bangsa. Bagi Prabowo, demokrasi di Indonesia butuh pemimpin yang terbaik dari mana saja. Kedua, berdasar hal pertama, tidak mengherankan jika dalam struktur kepengurusan pusat partai Gerindra, keluarga Soemitro Djojohadikusumo cukup mendapatkan tempat yang tinggi dan strategis. Selain Prabowo sendiri sebagai Ketua Dewan Pembina, tercatat adik kandungnya, yaitu Hashim Djojohadikusumo dan Maryani Djojohadikusumo sebagai Anggota Dewan Pembina. Selain tiga nama tersebut, Bianti Djiwandono kakak kandung Prabowo, juga menempati sebagaimana anak-anak Sumitro Djojohadikusumo lainnya. Selain mereka, di Dewan Penasehat duduk Sudradjad Djiwandono, mantan Gubernur BI pada masa Orde Baru yang juga ipar Prabowo. Di Dewan Pertimbangan juga tercatat nama Thomas A. Muliatna Djiwandono, anak dari Sudradjad dan Bianti.265

264Prabowo: Dinasti Politik Tak Negatif, Asal Tak Main Curang - See more at: http://partaigerindra.or.id/2013/10/17/prabowo-dinasti-politik-tak-negatif-asal-tak- main-curang.html#sthash.J7On9mqS.dpuf, diakses tanggal 10 November 2014. 265Lihat Gerindra, Daftar Pengurus Dewan Pengurus Pusat Gerindra (Jakarta: Gerindra, 2014).

172

Kemudian tercatat pula Edhy Prabowo, yang disebut-sebut sebagai anak angkat Prabowo sebagai Anggota Dewan Pembina. Di dalam susunan pengurus ada Aryo Setyaki Djojohadikusumo yang menjabat sebagai wakil sekretaris jendral. Aryo juga menjabat sebagai ketua Tidar (Tunas Indonesia Raya), organisasi onderbouw Gerindra. Nama Thomas A. Muliatna Djiwandono, kembali muncul dalam susunan pengurus sebagai bendahara partai. Disamping itu ada Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Kepala Departemen Peningkatan Perfilman Nasional dan Budi Satrio Djiwandono Ketua Bidang Investasi dan Pasar Modal, keponakan Prabowo.266 Menyikapi familisme di atas, penulis sependapat dengan analisa politik dari Djati. Jika diterapkan untuk membaca sosio-politik di Gerindra, secara garis besar, gejala yang timbul dalam proses demokratisasi di ranah privat adalah mulai tumbuhnya proses reorganisasi kekuatan keluarga untuk menduduki jabatan-jabatan pucuk dan penting dalam arena demokrasi di Gerindra. Revitalisasi kekuatan politik keluarga tersebut tumbuh seiring dengan proses otonomi partai politik sehingga kelompok elit mendapat kesempatan untuk mengukuhkan pengaruhnya kembali. Selain adanya revitalisasi kelompok politik keluarga, gejala lain yang timbul dalam proses demokratisasi di ranah privat adalah fungsi tokoh-tokoh Gerindra yang melemah dalam melakukan kaderisasi sehingga menimbulkan adanya pragmatisme politik dengan mengangkat kelompok elit keluarga. Hal itu juga diikuti proses demokrasi yang mahal di mana masyarakat memilih pasif dalam proses demokrasi dan lebih cenderung menghendaki status quo kepengurusan yang sekarang. Sementara itu, Ketua Dewan Pembina memiliki tren untuk mewariskan kekuasaannya kepada kerabat demi menjaga kekuasaan politik. Semua itu mengkondisikan terbentuknya dinasti politik di ranah privat Gerindra. Dinasti politik Gerindra masih mengandalkan kekuatan personal, klientelisme, dan relasi patrimonial yang menempatkan elit keluarga pendiri di atas anggota masyarakat lainnya. Pada level ini, dikhawatirkan familisme kemudian mengorganisasikan diri menjadi dinasti politik untuk menjaga kelanggengan kuasa dan mengontrol sepenuhnya suara anggota Gerindra.267

266 Gerindra, Daftar Pengurus Dewan Pengurus Pusat Gerindra (Jakarta: Gerindra, 2014). 267Wasisto Raharjo Djati, ―Revivalisme Kekuatan Familisme dalam Demokrasi: Dinasti Politik di Aras Lokal,‖ 228.

173

2. Bergantung pada Kekuatan Satu Figur Ketergantungan partai Gerindra dalam ketergantungan pada satu figur terlihat ketika memilih pemimpinnya, secara aklamasi 100% Prabowo Subianto didaulat sebagai Ketua Dewan Pembina merangkap jabatan sekaligus sebagai Ketua Umum Gerindra menggantikan Suhardi yang wafat. Selama enam tahun berdirinya, Partai Gerindra dua kali melakukan kongres, pertama, Kongres Luar Biasa yang diadakan di rumah pribadi Prabowo di Hambalang-Bogor, pada 17 Maret 2012 dan Kongres Luar Biasa di Nusantara Polo Club, Gunung Putri, Cibinong Jawa Barat pada 20 September-2014. Di kedua kongres tersebut, dalam catata Kompas dan Tempo melaporkan bahwa kepengurusan Gerindra sangat tersentralisasi. Dua kongres luar biasa yang sama-sama berlangsung kilat selama 3 jam di Hambalang itu memutuskan secara aklamasi 100% menyerahkan mandat kepada Ketua Dewan Pembina untuk mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai serta ―menyempurnakan kepengurusan.‖ Untuk urusan partai, Prabowo memiliki kekuasaan tak terbatas.268 Pengamat politik Hamdi Muluk, sebagaimana diwartakan oleh Rimanews mengatakan familisme dan ketergantungan partai itu tidak hanya ada pada Partai Gerindra. Namun, ketergantungan terhadap kepemimpinan satu tokoh juga dialami oleh partai-partai lain di Indonesia yang kental dengan sosok yang ditokohkannya. Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) identik dengan Keluarga Soekarno dan Megawati Soekarnoputri. Partai Demokrat lekat dan dekat dengan Keluarga Susilo Bambang Yudhoyono. Partai Amanat Nasional yang lekat dengan ketokohan Amien Rais dan Hatta Rajasa. Partai Hanura identik milik Wiranto. Partai berbasis agama, identik dengan golongan yang sepaham dengan mereka, dan lain sebagainya. Pemilihan pemimpin partai politik, lanjutnya, di Indonesia masih tergantung kepada figur yang bisa menjamin kelangsungan hidup dan eksistensi partai.269

268Tempo, ―Digenggam Ketua Dewan Pembina,‖ Tempo, Edisi Senin 23 Juni 2014;http://nasional.kompas.com/read/2014/09/20/19380411/Ini.Alasan.Prabowo.Dip ilih.sebagai.Ketua.Umum.Partai.Gerindra, diakses tanggal 10 November 2014. 269 Hamdi Muluk, ―Bukti Parpol Tergantung Pada Figur,‖ http://m.nasional.rimanews.com/politik/read/20140922/174095/Mega-Prabowo- Didaulat-Jadi-Ketum-Bukti-Parpol-Tergantung-Pada-Figur, diakses tanggal 10 November 2014.

174

3. Proses Rekrutmen dan Hak Kader Diabaikan Gerindra menempatkan kader-kadernya dalam jajaran kepengurusan pusat bukan berdasarkan prinsip profesionalitas ‗the right man in the right place.‘ Ketika penulis wawancara dengan para aktivis senior Badan Komunikasi Gerindra di bilangan Bendungan Hilir Jakarta Pusat, mereka menceritakan bahwa yang duduk dalam jajaran kepengurusan sekarang (2014) bukan merupakan kader-kader yang pertama kali ikut ‗jatuh-bangun‘ mendirikan partai Gerindra.270 Mereka merupakan aktor-aktor baru pendatang yang karena faktor-faktor tertentu, langsung menempati posisi-posisi penting dalam jajaran kepengurusan Gerindra. Dengan kata lain, posisi-posisi penting banyak diduduki oleh para kader non-perjuangan ketimbang kader perjuangan. Hal tersebut bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) Gerindra sendiri. Padahal, menurut AD/ART Gerindra Pasal 14 tentang Kader, pada ayat kedua dan ketiga sangat jelas dipaparkan hierarkis kader dari tingkatan paling bawah sampai posisi teratas. Bunyi pasal tersebut, ―(2) Pembentukan kader partai Gerindra dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara berjenjang di dalam pendidikan dan latihan kader. (3) Strata Kader partai Gerindra: a. Kader Penggerak; b. Kader Pratama; c. Kader Muda; d. Kader Madya; e. Kader Utama; f. Kader Manggala.‖ Jenjang runutan kader tersebut menurut Pasal (4), ―dipersiapkan untuk menjadi: a. Calon Pengurus Partai; b. Bakal calon Anggota DPR dan DPRD; c. Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; d. Bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.‖271 Seharusnya, posisi-posisi kader dalam partai Gerindra bukan diisi oleh wajah-wajah baru non-perjuangan, akan tetapi diisi oleh para aktivis-aktivis perjuangan partai yang telah matang dan mengikuti jenjang-jenjang pengkaderan tersebut. Memang benar, dalam ayat kelima tentang kader tercantum ketentuan lanjutan bahwa ―Pengaturan lebih lanjut tentang kader partai Gerindra sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat ( 2), ayat ( 3) dan ayat (4) di atas, diatur dalam peraturan partai.‖ 272 Namun, dalam realitasnya peraturan petinggi partai lebih dominan daripada peraturan partai dalam pengisian kepengurusan kader. Contoh dalam aplikasi politik praktis, pada Pemilihan Wali Kota

270Wawancara dengan wartawan-wartawan senior Badan Komunikasi Gerindra Bendungan Hilir tanggal 5-9-2013. Karena alasan masih aktif di Bakom, narasumber namanya tidak penulis cantumkan. 271Lihat Gerindra, Anggaran Dasar Partai Gerakan Indonesia Raya: Gerindra (Jakarta: Gerindra, 2012), 7-8. 272Gerindra, Anggaran Dasar Partai Gerakan Indonesia Raya, 8.

175

Bandung 2013, Gerindra berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lebih memilih Ridwan Kamil daripada mengajukan kadernya. Uniknya lagi, Ridwan Kamil merupakan ―individu swasta yang didukung,‖ oleh partai politik untuk menduduki posisi wali kota tersebut dan bukan menjadi kader kedua partai politik pengusungnya.273 Jika meminjam analisis politik Soedijarto, dalam hal kaderisasi Gerindra lebih mengedepankan pertarungan kekuatan sehingga kecenderungannya ―tujuan menghalalkan cara,‖ selalu terbuka bagi para petinggi politikus Gerindra ketimbang taat terhadap aturan mulia tertulisnya sendiri. Artinya, karena yang mesti dimenangkan dalam pertarungan politik itu adalah kepentingan dan keuntungan diri bukan partai, yang mencuat adalah konflik kepentingan mengalahkan aturan. Seharusnya Gerindra mengedepankan dan menghadirkan etika politik sebagai sosok adab yang telah dituliskan dalam aturan-aturan resminya untuk memedomani arah jalannya kaderisasi politik di partai. Lebih lanjut Soedijarto menjelaskan bahwa suatu partai politik hendaknya berbentuk partai kader dan bukan partai massa karena dengan partai kader para anggota partai yang mempunyai pengetahuan dan keyakinan politik dapat ikut memikul tanggung jawab politik. Sebaliknya, dalam partai massa keputusan politik diserahkan seluruhnya ke tangan pemimpin politik dan massa rakyat tetap tergantung dan tinggal dimobilisasi menurut kehendak sang pemimpin partai.274 Penulis juga sependapat dengan Soedijarto bahwa partai politik dan segenap komponen kadernya sebagai pilar demokrasi haruslah,

―Selalu berinteraksi dengan masyarakat sepanjang tahun. Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan agenda wajib, begitu pula sikap cepat tanggap dalam menghadapi musibah dan bencana. Para elit politik partai pun sudah seharusnya sering terjun menemui konstituen, mendengar aspirasi mereka, dan memperjuangkannya. Partai tidak boleh membuat jarak dengan rakyat. Di sinilah sesungguhnya hakikat dari pendidikan politik yang diterapkan oleh partai politik dan elitenya. Dengan demikian, maka apapun sikap dan kebijakan partai tidak akan terlepas dari kehendak masyarakat konstituennya, dan benar-benar menjadi penyambung lidah rakyat. Sehingga dapat mencegah kekhawatiran bahwa partai hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Kegiatan pencerdasan politik masyarakat harus terus dipupuk oleh partai politik melalui respon

273 Risanti, ―Berbeda Sikap dengan Gerindra, Ridwan Kamil Santai,‖ http://www.tempo.co/read/news/2014/09/14/058606767/Berbeda-Sikap-dengan- Gerindra-Ridwan-Kamil-Santai, diakses tanggal 13 Desember 2014. 274 Soedijarto, ―Etika Perpolitikan Di Indonesia,‖ http://soedijarto.blogspot.com/2013/06/etika-perpolitikan-di-indonesia.html, diakses 14 Desember 2014.

176

terhadap realitas sosial-politik. Selain itu berpolitik hendaknya dilakukan dengan cara yang santun, damai, dan menyejukkan. Kemudian kita juga harus mengembangan sistem multipartai agar kehidupan politik terhindar dari konsentrasi kekuasaan yang terlalu besar pada diri satu orang atau satu golongan saja. Dengan etika berpolitik yang demikian itulah kita berharap masyarakat madani yang kita cita-citakan dapat segera terwujud.‖275

Selain hierarkis jenjang kaderisasi yang belum jelas, hak kader untuk bebas bersuara juga belum diterapkan. Pasal 16 tentang Hak Anggota ayat kesatu menyatakan, ―Setiap anggota mempunyai hak: a. Bicara dan memberikan suara; b. Memilih dan dipilih; c. Membela diri.‖276 Basuki Tjahaya Purnama, Fami Fakhrudin, M. Harris Indra, dikeluarkan dari keanggotaan dan kepengurusan Gerindra karena mereka mencoba mengkritisi dan memberikan suara mereka terhadap kebijakan pengurus pusat Gerindra. Basuki Tjahaya Purnama mengundurkan diri dari Gerindra karena bersuara yang melawan arus pendapat partai Gerindra mengenai Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Ahok, sapaan Basuki Tjahaya Purnama, lebih memilih opsi Pilkada langsung daripada Pilkada tak langsung. Oleh karenanya, kalau Ahok tidak mengundurkan diri, ia pasti akan dipecat oleh partai yang mendudukannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. 277 Ahok mengatakan dirinya sudah menyadari bahwa dengan sikapnya tersebut, akan dipecat dari Gerindra. Sehingga lanjut Ahok dirinya memilih untuk mundur karena pendepatnya tersebut tidak akan diterima oleh partainya. M. Harris Indra, mantan pendiri Gerindra dengan nomor Kartu Tanda Anggota 01 dan mantan Ketua Tunas Indonesia Raya (Tidar), dipecat Gerindra karena bersuara tidak mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden periode 2014-2019 lebih memilih mendukung Jokowi. Ia berpendapat, kebenaran itu harus diungkapkan walaupun menyakitkan. Baginya, saat itu, Jokowi adalah kader bangsa yang terbaik saat itu untuk memimpin dan mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera dan bermartabat. Dalam keyakinannya, Prabowo adalah orang baik, yang selalu mengajarkan setia kepada

275 Soedijarto, ―Etika Perpolitikan Di Indonesia,‖ http://soedijarto.blogspot.com/2013/06/etika-perpolitikan-di-indonesia.html, diakses 14 Desember 2014. 276Gerindra, Anggaran Dasar Partai Gerakan Indonesia Raya, 8. 277 Taufik Ismail, ―RUU Pilkada, Ahok: Saya Tidak Bodoh, Saya Mundur sebelum Dipecat,‖http://www.tribunnews.com/nasional/2014/09/11/ahok-saya-tidak- bodoh-saya-mundur-sebelum-dipecat, diakses tanggal 13 Desember 2014.

177 republik ini dan jangan fanatik terhadap rezim, namun soal adil dan bermartabat Jokowilah orangnya. Ia mempertegas bahwa Gerindra dan Prabowo adalah dua hal yang berbeda, bagi dia Prabowo adalah represntatif dari partai namun Gerindra bukanlah Prabowo. Gerindra adalah kumpulan ide dan gagasan untuk membangun bangsa dan bukan milik orang perorang.278 Sebelum Ahok dan M. Harris Indra, nasib yang sama juga menimpa Fami Fachrudin, mantan pendiri dan anggota DPP-Gerindra Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dikeluarkan dari keanggotaan dan kepengurusan partai. Uniknya, kasus yang menyebabkan ia dipecat karena merangkum dan mem-forward suara- suara kritis tentang Prabowo lewat sms dan twitter. Fami Fachrudin yang ikut merumuskan manifesto Gerindra, ketika itu, memprotes secara terbuka perihal ini di jejaring sosial Twitter. Fami menyatakan, perihal namanya tak masuk dalam susunan pengurus karena pernah mengirim sebuah pesan singkat berisi kritik kepada Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Pesan itu sendiri sebenarnya merupakan rangkuman pendapat umum yang disarikannya. Ia mengatakan, "saat itu, ada sebuah acara di televisi, Prabowo berbicara mengenai agenda kerakyatan, namun di TV itu justru diperlihatkan Prabowo menaiki kuda, punya kantor luas, dan ajudan yang banyak. Akibatnya, banyak orang yang mengkritik." Kritikan orang-orang yang masuk melaluinya itu disampaikan ke Prabowo. Namun, Fami melihat, Prabowo merespons negatif masukannya. Dalam satu forum partai, Prabowo menyebut bahwa ada kader yang tidak loyal kepadanya. Dicap tidak loyal itulah yang membuat Fami Fachrudin dikeluarkan dari DPP oleh formatur tunggal hasil Kongres Luar Biasa tahun 2012. Formatur tunggal itu yakni Prabowo Subianto sendiri. Fami menyayangkan, jika Prabowo mencoret namanya karena SMS itu. Padahal Fami beranggapan, masukan melalui SMS itu justru perbaikan, menjaga kredibilitas Prabowo sendiri sebagai pembawa amanat manifesto Gerindra.279 Berdasarkan paparan sejarah pembentukan dan manifesto perjuangan beserta dinamikanya, kesimpulan penulis, pada bab sebelumnya, sekilas telah dibahas bahwa Lipset dan Rokkan (1987)

278Wawancara penulis dengan M. Harris Indra di Warung Kita, Pacific Palace, Sudirman Jakarta, tanggal 2 Desember 2014. 279Wawancara penulis dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014.

178 berpendapat partai politik itu merupakan perkembangan dari individu yang kemudian secara bersama sepakat untuk bersatu dalam suatu organisasi masyarakat. 280 Begitupun dengan Gerindra, sebagai partai politik, ia tidak berdiri langsung menjadi sebuah partai. Gerindra, meminjam istilah Darwin, secara evolusionis bertahap mengukuhkan dirinya menjadi sebuah partai politik. Paradigma para cendekiawan dan aktivis tentang wacana masyarakat madani di Indonesia, lumrahnya sependapat dengan pandangan, Gramscian, Tocquevillian, dan kaum sosiolog. 281 Kelompok ini berpendapat bahwa masyarakat madani merupakan wilayah tersendiri yang terpisah, mandiri, dan berbeda dari, keluarga, market (pasar), dan negara. 282 Meskipun demikian, juga terdapat wacana masyarakat madani di Indonesia yang lebih cenderung sepakat dengan paradigma Janoski, 283 Chris Hann, 284 Uhlin, 285 dan kaum

280Seymour M. Lipset dan Stein Rokkan, Cleavage Structures, Party System, and Voter Alignments (New York: Free Press, 1987). Lihat juga Jacob Beilasiak, ―Substance and Process in the Development of Party Systems in East Central Europe,‖ Communist and Post-Communist Studies, 30, No. 1 (1997), 23-44; Herbert Kitschelt, dkk., ―Citizen, Politicans, and Party Certilization: Political Representation, and State-Failure in Post-Industrial Democracies,‖ Europe Journal of Political Research, Vol. 37 (2000), 149; Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi (Jakarta: Gramedia, 2009), 23. 281Wawancara online penulis via academia.edu dengan Martin van Bruinesen, Selasa, 9 September 2014; Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2006), 215; Thania Paffenholz dan Christoph Spurk, ―Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding,‖ Social Development Papers Conflict Prevention and Reconstruction, Paper The World Bank No. 36/October (2006), 2; Robert W. Cox, ―Civil Society at the Turn of the Millenium: Prospects for an Alternative World Order,‖ Review of International Studies, Vol. 25, No. 1 (Jan., 1999), 3-4; European Commission, ―The Roots of Democracy and Sustainable Development: Europe's Engagement with Civil Society in External Relations,‖ Communication from the Commission to the European Parliament, The Council, The European Economic and Social Committee and The Committee Of The Regions, Brussels, 12.9.2012, COM (2012), 3. 282 Andi Faisal Bakti, ―Paramadina and its Approach to Culture and Communication: an Engagement in Civil Society,‖ Archipel 68, Paris, (2004), 317; Andi Faisal Bakti, ―Good Governance dalam Islam: Gagasan dan Pengalaman,‖ dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed.), Islam, Negara, dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer (Jakarta: Paramadina, 2005), 359. 283Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society, 12.

179 antropolog. Wacana ini beranggapan bahwa aktor masyarakat madani itu bisa terdiri dari individu, keluarga, partai dalam segala bentuknya, hingga unsur masyarakat politik. Penulis mendukung wacana masyarakat madani yang disebut terakhir ini. Bahkan, menurut Bambang Pranowo, wacana masyarakat madani di Indoesia tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kearifan lokal (local wisdom) peradaban bangsa ini.286 Dalam kearifan lokal Indonesia, antara masyarakat sipil dan negara itu bersatu dan menyatu, manunggaling kawula-gusti. Senada dengan pendapat para cendekiawan yang disebut belakangan, Jimmly Ashshidqie berpendapat wacana tentang masyarakat madani sudah berkembang sesuai perkembangan zaman. Dikotomi masyarakat madani dengan negara dalam perkembangannya telah saling bersinergi. Sehingga wacana quasi masyarakat madani sepatutnya juga layak untuk dikaji.287

284Chris Hann, ―Political Society and Civil Anthropology,‖ dalam Chris Hann dan Elizabeth Dunn, Civil Society: Challenging Western Models (London dan New york: Routledge, 1996), 4. 285 Anders Uhlin, Indonesia and the “Third Wave of Democratization:” The Indonesian Pro-Democracy Movement in a Changing World (London: Curzon Press, 1997), 89-107. 286Bambang Pranowo, ―Islam and Social Change,‖ Mata Kuliah SPs UIN Jakarta, 4 November, 2013; Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2009). 287Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), 44. Juga wawancara online penulis via short message system (SMS) dan web dengan Jimly Asshiddiqie, tanggal 12 Maret 2013.

180

BAB IV KONSEPSI RUANG PUBLIK DAN KENEGARAAN

Masyarakat madani merupakan wujud masyarakat yang memiiki keteratuan hidup dalam suasana perikehidupan yang mandiri, bekeadilan social, dan sejahtera. Masyarakat madani mencerminkan tingkat kemampuan dan kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan partisipatif dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Thomas Janoski menegaskan bahwa masyarakat madani ini terbentuk dari asosiasi-asosiasi masyarakat dengan tujuan yang sama.1 Sebagai sebuah komunitas, posisi masyarakat madani berada di atas keluarga dan di bawah Negara atau di antara keduanya. Komunitas itu dicirikan oleh budaya gotong-royong yang mampu mendorong anggota masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan bersama secara partisipatif. Selain aktor individu, bentuk-bentuk masyarakat partisipatif yang tergabung dalam Gerindra. Aktor individual dan asosiasi kelompok dibutuhkan agar kehidupan yang demokratis dapat ditopang oleh masyarakat madani.

A. Kiprah dalam Kegiatan Sosial 1. Organisasi Sayap Partai Gerindra Selain aktor individual, perjuangan manifesto masyarakat madani Gerindra juga didukung oleh lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi sayap partai. Di antaranya adalah Gerakan Muslim Indonesia Raya (Gemira), Kristen Indonesia Raya (Kira), Gema Shadhana, Perempuan Indonesia Raya (Pira), Tunas Indonesia Raya (Tidar), dan Kesehatan Indonesia Raya (Kesira). Awal didirikannya Gerindra, tidak terlepas dari peran organisasi publik di bidang pertanian, yaitu Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di mana selama dua periode Prabowo menjadi ketuanya. Selain HKTI, berbagai macam organisasi mendukung Gerindra, antara lain Lembaga Masyarakat Peduli Hutan, Kebun dan Pangan, Perbindo (Perhimpunan Bambu Indonesia) Asosiasi Pedagang Pasar seluruh

1Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society: A Framework of Rights and Obligations in Liberal, Traditional, and Social Democratic Regimes (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 12.

181 Indonesia (APPSI), Gerakan Muslim Indonesia Raya (Gemira), dan lain-lain.2 Sejumlah lembaga publik itu bergabung dengan Gerindra karena merasa prihatin terhadap lingkungan rakyat kecil dan nasib petani yang selalu bernasib buntung sebagai dampak stuktur ekonomi yang ada. Untuk memperbaikinya nasib petani harus didahului dengan perubahan sistem ekonomi. Tapi yang membuat mereka frustasi saat ingin melakukan perubahan, sebab mereka sebagai organisasi publik terhempas oleh kekuatan politik. Intinya, politik adalah panglima, termasuk menentukan nasib petani. Apa yang digagas dan diusulkannya tak pernah ditanggapi. Sebagai contoh, mereka punya usul negara jangan impor pangan, ternyata malah impor. Dari situlah akhirnya mereka menyadari bahwa untuk melakukan perubahan sistem harus menggunakan kekuatan politik.3 a. Gerakan Muslimin Indonesia Raya Gerakan Muslimin Indonesia Raya (Gemira) dibentuk pada 13 Maret 2009, diketuai oleh da’i ‘sejuta umat’ Zainuddin MZ. Gemira dibentuk untuk mewadahi dan memberdayakan umat Islam di Indonesia. Setelah keluarnya SK tertanggal 28 Oktober 2011, kepemimpinan Gemira dilanjutkan oleh Habib Mahdi Alatas. Di bawah kepemimpinan Ḥabīb Mahdi, sampai April 2014 tercatat lebih dari 500.000 anggota yang telah mengantongi Kartu Tanda Anggota (KTA). Target saya kepengurusan Gemira mencapai 100 % atau ada di semua provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Gemira membangun jejaring dengan kelompok Nahḍiyyīn, al-Khairāt di Indonesia bagian timur, dan Nahḍat al-Waṭan untuk Nusa Teggara Barat dan sekitarnya. Juga ada Muhammadiyah, di samping kader•kader muda, baik Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), maupun organisasi kemahasiswaan lainnya.4 Banyak hal yang sudah dilaksanakan Gemira, yang paling utama tentu saja pembuatan KTA atau KTA•nisasi bagi umat Islam yag

2Wawancara penulis dengan Suhardi, Ketua Umum Gerindra, di DPP Gerindra Ragunan Jakarta, Jum’at, 23 Agustus 2013; Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014. 3Wawancara penulis dengan Suhardi, Ketua Umum Gerindra, di DPP Gerindra Ragunan Jakarta, Jum’at, 23 Agustus 2013. 4Gema Indonesia Raya, “Sesuai Fikih Siyasah Prabowo Pantas Menjadi Presiden,” Gema Indonesia Raya, edisi 12/Tahun II/April (2012), 9.

182 tergabung. Gemira juga memberikan santunan kepada fakir-miskin dan fuqara juga korban bencana alam. Selain itu, Gemira melakukan tablīgh akbar di seluruh Indonesia. Gemira merupakan organisasi Islam yang bebas, siapa saja boleh masuk jadi anggotanya, selama mereka memiliki ideologi yang baik, yaitu menganut ajaran Islam. Gemira berusaha semaksimal mungkin agar para anggotanya merasa saling memiliki bukannya mereka harus terpecah•pecah, baik karena salafi, tradisioal ataupun modern. Di Gemira, semua anggota adalah umat Muhammad Saw., yang harus menyuarakan kebenaran. Di sini, umat Islam harus menjadi suri tauladan, dengan upaya menuju perubahan ke arah yang lebih baik, bukan hanya menginginkan jabatan atau kekuasaan.5 Dalam arahan Ḥabīb Mahdi kepada seluruh pengurus dan jama’ah tidak pernah menawarkan sesuatu yang berlebihan. Ḥabīb hanya menawarkan perubahan bagi bangsa Indonesia. Artinya, perubahan itu tak akan pernah berhasil, kecuali partai politiknya kuat. Dan partai politik kuat harus didukung oleh masyarakat yang benar•benar kuat dan loyal. Banyak ulama yang telah bergabung dengan Gemira, dan mereka itu mayoritas ulama yang tidak pernah berpolitik. Di DKI Jakarta, misalnya, ada Abu Hanifah, yang terkenal dengan ketegasannya untuk tidak berpartai politik. Tapi untuk Gemira, mau menjadi Dewan Penasihat Gemira DKI. Bagi Gemira, umat Islam haruslah memilih sosok pemimpin yang tegas, berprinsip dan berakhlak mulia. Artinya, tidak terlibat dalam korupsi, memiliki motivasi dan berpihak pada kerakyatan. Salah satu alasan berdirinya Gemira, yaitu memastikan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Karena Pancasila terbukti mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan alasan bagi bangsa Indonesia untuk bersatu. Bukan suara mayoritas yang menjadi landasan bangsa Indonesia. Karena itu, Gemira pun harus mendukung tercapainya salah satu cita•cita dan tujuan berdirinya Gerindra tersebut.6

5Gema Indonesia Raya, “Sesuai Fikih Siyasah Prabowo Pantas Menjadi Presiden,” 9. 6Gema Indonesia Raya, “Sesuai Fikih Siyasah Prabowo Pantas Menjadi Presiden,” 9.

183 b. Kristen Indonesia Raya (Kira) Kira (Kristen Indonesia Raya)7 merupakan sayap partai yag diperuntukan bagi para pemeluk Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Menurut Ketua Dewan Pembina KIRA, Hashim Djojohadikusomo, sayap partai yang menaungi penganut Kristen hanya Gerindra, yang juga punya sayap untuk Islam, Hindhu dan Budha. Hal ini menunjukkan bahwa Gerindra memang ingin berbeda, bukan untuk mengkotak•kotakan simpatisan berdasarkan agama dan keyakinan. Gerindra merupakan partai nasionalis dan Pancasilais.8 Visi Kira adalah “memperjuangkan cita-cita rakyat menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 tanpa membedakan suku, agama dan golongan.” Sedangkan misi yang akan dijalankan di antaranya adalah: 1). Bersama-sama dengan segenap komponen masyarakat dan pemerintah bertekad membangun Indonesia sejahtera; 2). Mendorong segenap umat Nasrani yang mempunyai keahlian untuk turut berperan aktif membangun bangsa Indonesia; 3). Mendorong segenap umat Nasrani untuk bersama-sama dengan segenap masyarakat konsekuen mempertahankan keutuhan NKRI; 4). Mendorong pemerintah untuk secara konsekuen menjalankan UUD 1945 dan mencabut peraturan-peraturan yang bertentangan dengan semangat kesatuan NKRI.9 Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) melalui sayapnya Kristen Indonesia Raya (Kira) bekerja sama dengan Indonesia Christian Network (ICN). Gerakan ini mengusung aktivitas yang berlandaskan "kebenaran meninggikan derajat bangsa" dari kitab Amsal pasal 14 ayat 34 Kitab Injil. Gerakan ini juga menekankan revitalisasi kehidupan politik kebangsaan dan reposisi politisi Kristiani dalam seluruh aspek kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.10

7KIRA berdiri pada tanggal 18 November 2008, SK No. 11-1287/Kpts/DPP- GERINDRA/2008. 8Iman Firdaus, “Natal Warga Gerindra,” Gema Idonesia Raya, edisi 10/Tahun II/Februari (2012), 7. 9Gerindra, “Kristen Indonesia Raya (Kesira),” http://partaigerindra.or.id/2012/01/17/kristen-indonesia-raya- kira.html#sthash.3SjteSQx.dpuf, diakses tanggal 12 Januari 2014. 10Iman Firdaus, “Natal Warga Gerindra,” 7.

184 c. Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara (Gema Sadhana) Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara (Gema Sadhana) merupakan sayap partai yang mewakili umat Hindu, Buddha, Konghucu dan Aliran Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Partai gerindra memberi tempat kepada etnis India dan Tionghoa untuk bersama-sama berperan serta dalam partai. Menurut Ketua Umum gema Sadhana, A.S. Kobalen, gerakan ini dilatarbelakangi keinginan untuk mencari jati diri bangsa Indonesia. Selama ini masyarakat keturunan India dan tionghoa masih menjadi kelompok minoritas dan seringkali menjadi warga negara kelas dua. Kobalen merasakan keberadaan kelompok minoritas itu tidak mendapat ruang dalam partai politik.11 Organisasi ini bertujuan terbinanya anak-anak bangsa, khususnya umat Hindu, Buddha, Konghucu dan Aliran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar menjadi kader-kader Nasional yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu juga untuk berperan aktif dalam bidang Sosial dan politik nasional, serta mandiri mengabdi dan berperan aktif atas terwujudnya masyatakat adil dan makmur tanpa diskriminasi, berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945.12 Partai Gerindra memberi tempat bagi masyarakat keturunan India dan Tionghoa untuk berperan serta. Partai Gerindra memberi ruang dan kendaraan bagi kaum minoritas ini untuk mengangkat harkat kelompoknya. Di Partai gerindra pula, Kobalen merasakan keberadaan partai ini dihambat oleh AIDS dari kelompok lain. AIDS ini bukan penyakit, melainkan istilah dari “angkuh, iri, dengki, dan sirik.” Ia juga melemparkan istilah “Duit” sebagai inti gerakan gema Sadhana. “Duit” adalah akronim dari “doa, usaha, iman, dan takwa,” itulah inti gerakannya. Di Indonesia ada sekitar 25 juta masyarakat keturunan India dan tiongoha. Partai Gerindra berupaya untuk menghilangkan diskriminasi terhadap minoritas. Partai Gerindra memberi tempat kepada etnis India dan tionghoa untuk bersama-sama berperan serta dalam partai. Dengan kehadiran Gema Sadhana, maka lengkaplah Partai Gerindra sebagai wujud aplikasi Bhinneka tunggal Ika.13

11Budi Sucahyo, “Gema Sadhana: Darah Baru dari Keturunan Etnis India dan Tionghoa,” Gerakan Indonesia Raya, edisi 8/Tahun I/Desember (2011), 6. 12Lihat Gema Sadhana, AD/ART Gema Sadhana (Jakarta: Gema Sadhana, 2011), 12. 13Budi Sucahyo, “Gema Sadhana: ....,” 6.

185

Organisasi ini dijalankan dengan mengedepankan asas kekeluargaan, saling berbagi dan tukar pendapat, terkait masalah yang dihadapi. Dengan tujuan untuk menghasilkan keputusan yang akan memperkuat posisi internal dan eksternal Gema Sadhana dalam menjalankan roda organisasi serta pergerakannya dalam memperjuangkan nilai-nilai Pancasila. Dan memiliki kesetaraan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berbhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrva, berbeda-beda tetapi satu jua, Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.14 Sementara Permadi, selaku Anggota Dewan Pembina DPP Gema Sadhana mengatakan, Gema Sadhana adalah sayap Gerindra yang juga sayap spiritual. Karena organisasi ini dinaungi masyarakat dari beberapa agama. Sehingga dalam pergerakan sosial kemanusiaan ataupun pergerakan politik nya, harus menemukan pelita dari ajaran tersebut. Serta menjadi panutan dalam membela bangsa dan tanah air. d. Perempuan Indonesia Raya (Pira) Perempuan Indonesia Raya (Pira) adalah organisasi sayap partai Gerindra untuk menghimpun dan memberdayakan perempuan indonesia. Didirikan pada 9 Oktober 2008, visi Pira adalah meningkatkan kesejahteraan perempuan Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan. Sedangkan misinya adalah meningkatkan ekonomi keluarga melalui pemahaman tentang pentingnya pendidikan, kesehatan, budi pekerti, sosial budaya kepada perempuan Indonesia untuk kemandirian bangsa dan generasi penerus.15 Sampai tahun 2014 ini, Pira dipimpin oleh Ketua Umum Soemarjati Arjoso. Organisasi perempuan sayap Partai Gerindra ini sudah ada di seluruh provinsi dan kabupaten sesuai dengan keberadaan DPD dan DPC Partai Gerindra. Sejak didirikan, Pira sudah melakukan berbagai kegiatan seperti bakti sosial menyantuni 2000 kaum wanita papa di Jawa Barat, seminar tentang kanker rahim dan pelayanan papsmear (2009), donor darah (2009), penyerahan bantuan ke PAUD Nomensen Jakarta Timur (2009), pengobatan gratis para korban banjir di Desa Ponco dan Gempol Karawang, seminar empat Pilar bangsa, dan lokakarya kewirausahaan.16

14Wawancara dengan Permadi, di Kantor DPP Gerindra Ragunan, tanggal 13-06- 2013. 15Gerindra, “Pira Mengedepankan Karya Nyata,” Gema Indonesia Raya, edisi 5/Tahun I/Agustus (2011), 8. 16Gema Idonesia Raya, edisi 10/Tahun II/Februari (2012), 9.

186

Pira mempunyai prinsip lebih mengedepankan kerja dan karya. Manifesto politik Partai Gerindra yang tertuang dalam Delapan Program Aksi untuk Kemakmuran Rakyat menjadi lokomotif perjuangan Pira. Selain itu, organisasi yang bertujuan untuk menghimpun, menyalurkan, dan menyampaikan aspirasi anggota Pira kepada Partai Gerindra. Lembaga ini juga disiapkan untuk mengkader dan menyiapkan 30% calon legislatif perempuan untuk partai berlambang kepala burung garuda itu.17 Sebagai sayap Partai Gerindra, tujuan utama didirikan Pira untuk lebih mendorong Partai Gerindra melalui gerakan perempuan. Jadi, tugas Pira adalah melengkapi dan menyentuh aspek yang belum tersentuh dari program•program yang dicanangkan Partai Gerindra. Bukan hanya sebagai pelengkap, tapi justru menjadi lokomotif. Karena program pemerintah tidak pernah mengoptimalkan kaum perempuan. Disinilah titik lemah yang akan Pira rebut untuk bisa mendorong dan memberdayakan kaum perempuan. Anggota Pira juga mendirikan Koperasi Mawar Melati. Pengurus Koperasi Mawar Melati kebanyakan adalah pengurus Pira. Koperasi ini dijadikan media untuk mensosialisasikan program organisasi dan menarik anggota.18 Dengan mendirikan Koperasi Mawar Melati, Pira bersinergi dengan pemerintah dan organisasi lain. Dengan pemerintah, Pira pernah melakukan tiga kegiatan. Pertama, bekerjasama dengan Balitbang Kementerian Pertanian mengadakan agrowisata bertepatan dengan Hari Kartini 21 April 2011. Kedua, Pira mengadakan Pameran Pangan Nusantara bekerja sama dengan Yayasan Srikandi. Yayasan tersebut adalah kumpulan istri•istri orang asing. Dengan kegiatan ini, orang•orang asing yang bekerja di Indonesia bisa memahami potensi lokal makanan Indonesia. Kegiatan ini didukung oleh Dirjen P2HP (Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian) Kementerian Pertanian. Dari kedua kegiatan itu, Kementerian Pertanian merasa puas karena programnya secara tidak langsung disosialisasikan. Selama ini, program•program pemerintah hanya diketahui oleh aparaturnya sendiri. Dengan kegiatan itu, program bisa membumi dan dirasakan masyarakat. Ketiga, kerjasama Pira dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Hal ini bisa terjalin karena ketua harian Pira, di Dekopin sebagai dewan pakar. Dengan kegiatan itu, Kementerian Koperasi dan UKM antusias ingin membantu Koperasi Mawar Melati. Pira pun diberi satu

17Gerindra, “Pira Mengedepankan Karya Nyata,” 8. 18Gerindra, “Pira Mengedepankan Karya Nyata,” 8.

187 ruangan di Smesco, pusat pameran koperasi dan usaha kecil dan menengah, untuk memamerkan hasil karya perempuan•perempuan yang tergabung di Pira.19 e. Tunas Indonesia Raya Tunas Indonesia Raya (Tidar) dibentuk sebagai organisasi yang menjadi wadah bagi pemuda-pemudi Indonesia untuk melakukan kegiatan positif. Tidar mempunyai misi untuk menciptakan calon pemimpin yang diharapkan dapat memperkokoh Indonesia. Misi ini akan dicapai melalui berbagai upaya, di antaranya memperkuat dan membentuk karakter pemuda agar dapat berkarya di mana pun dia berada.20 Sejak organisasi ini berdiri sudah banyak aksi nyata yang dilakukan Tidar, salah satu di antaranya Program Sekolah untuk Semua. Program ini memberikan bantuan pendidikan di mana pengurus Tidar turun langsung mencari kursi kosong di sekolah-sekolah dasar lalu menyekolahkan kembali anak-anak putus sekolah. Selain Sekolah untuk Semua, Tidar juga memiliki Program Buku untuk Semua, yakni bantuan berupa buku-buku bacaan yang dikumpulkan dalam satu taman Bacaan Tidar dan Pustaka Keliling Tidar. Lalu, organisasi ini juga menyalurkan bantuan yang sifatnya peduli kepada sesama yang mengalami kesulitan, seperti kaum lansia, anak jalanan, keluarga kurang mampu, anak yatim-piatu, korban bencana alam, dan revolusi putih. Jadi, melalui berbagai kegiatan itulah Tidar menyampaikan pesan kepada pemuda Indonesia bahwa masa depan yang kokoh berawal dari generasi muda yang kokoh. Tidar menyuarakan dan mendukung karya nyata anak bangsa, demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Untuk itu seluruh pemuda Indonesia diundang untuk bergabung bersama Tidar, membangun potensi diri demi membangun Indonesia yang kokoh.21 Tidar sadar bahwa regenerasi kepemimpinan harus terjadi tidak hanya di bidang politik dan di pemerintahan, namun juga di berbagai bidang masyarakat. Keadaan saat ini menunjukan belum munculnya pemimpin muda yang sesuai dengan harapan rakyat. Untuk itu, Tidar merasa perlu mencetak kader pemimpin bangsa yang bermoral tinggi, berkarakter, bermartabat, berintegrasi, terampil, peka, serta memiliki

19Gerindra, “Pira Mengedepankan Karya Nyata,” 8. 20Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” Gema Indonesia Raya, edisi 8/Tahun I/Desember (2011), 8. 21Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” 8.

188 jiwa nasionalis, religius, dan pluralis. Kaderisasi di Tidar tidak hanya ditujukan untuk kepentingan Partai Gerindra sebagai induk organisasi, tetapi juga ditujukan untuk mempersiapkan calon pemimpin yang berkarya nyata di masyarakat.22 Kader-kader Tidar adalah pemuda-pemudi Indonesia yang berusia antara 17 hingga 35 tahun yang ingin belajar berorganisasi dan berkontribusi untuk masyarakat. Kader Tidar aktif berkarya di masyarakat dan di bidang keahlian masing-masing. Ada yang berkarya di bidang politik, kemanusiaan, kesehatan, wirausaha, olahraga, dan masih banyak lagi di bidang lainnya.23 Tidar berdiri 7 Juli 2008, punya tujuan untuk menyerap, menampung dan menyalurkan aspirasi pemuda Indonesia, agar dapat berkontribusi kepada nusa dan bangsa. Sebagai organisasi pemuda, maka gaya dan pendekatan yang dilakukan sesuai dengan aspirasi, bahasa, gaya dan cara yang dekat dengan jiwa pemuda. Tidar sangat konsentrasi menggarap kalangan muda, sebab berdasarkan sebuah survei, pada Pemilu 2014, pemilih muda usia 17-31 tahun akan menentukan pemenang pemilu. Jumlah pemilih muda pada Pemilu 2014 diperkirakan 40% hingga 42% dari total pemilih. Prosentase itu berkisar 90 juta pemilih muda. Tidar ingin merebut suara sebanyak- banyaknya dari pemilih muda guna meneguhkan partai induk, Partai gerindra.24 Seleksi anggota yang dilakukan Tidar tidak hanya bakat dan minat, namun juga membangun karakter tunas bangsa dengan semangat Pancasila dan UUD 1945. Memiliki misi untuk melahirkan kader pemimpin bangsa yang bermoral tinggi, berkarakter, bermartabat, berintegritas, terampil, peka, serta memiliki jiwa yang nasionalis, religius dan pluralis. Wakil Ketua Umum Tidar, Budisatrio Djiwandono, menambahkan bahwa organisasi ini dibentuk atas dasar kesadaran bahwa pemuda memiliki aspirasi yang sangat beragam. Sebagai pemuda Indonesia, sebagai tunas muda, sudah saatnya melakukan sesuatu secara konkret untuk maju bersama membangun negeri ini. Tidar mewadahi dan menyalurkan beragam aspirasi tersebut dalam berbagai aktivitas yang positif untuk masyarakat secara nyata.25 Tidar sebagai sayap pemuda dan pemudi Partai Gerindra aktif melakukan berbagai kegiatan sosial, pendidikan, keagamaan, budya

22Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” 8. 23Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” 8. 24Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” 8. 25Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” 8.

189 dan lain-lain. Contohnya, dalam bidang pendidikan, diadakan diskusi rutin setiap Rabu malam. Kegiatan ini disebut Diramal. Diramal adalah akronim dari Diskusi Rabu Malam. Itulah nama kegiatan yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Tunas Indonesia Raya (PP tidar), sayap pemuda partai Gerindra. Program rutin mingguan dari Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) ini berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.30 WIB dan terbuka untuk umum. Kegiatan ini dilaksanakan bertempat di kantor Tidar yang terletak di Jl. Wolter Monginsi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Wakil Sekretaris Jenderal PP Tidar, Bahtiar Sebayang, menjelaskan bahwa kegiatan Diramal ini mempunyai tujuan: pertama, membahas masalah-masalah kebangsaan dan kerakyatan, khususnya yang berkembang saat ini. Kedua, mencari dan mendiskusikan gagasan baru, segar, dan sekaligus memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa dan kerakyataan yang ada. Ketiga, sebagai ruang untuk mengasah dan melatih ketajaman intelektual dan public speaking. Untuk mengisi acara tersebut, Tidar mengundang beberapa narasumber, baik dari Partai Gerindra maupun dari luar partai Gerindra. Mereka yang pernah menjadi pembicara antara lain, Metta Dharmasaputra (wartawan), emerson Juntho (wakil koordinator ICW), Mahmudi Muslim (pengamat ekonomi BII), dan Harun al-Rasyid. (anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Gerindra).26 f. Kesehatan Indonesia Raya (Kesira) Kesehatan Indonesia Raya (Kesira) merupakan organisasi otonom partai Gerindra yang khusus menangani masalah kesehatan. Tujuan berdirinya adalah utuk membantu masyarakat yang kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan. Organisasi ini diketuai oleh Sardjana, Ketua I, bidang klinik dan ambulans. Sebagai seorang praktisi kesehatan, ia dan para anggota medis lainnya paham betul bagaimana situasi pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah. Karena itu, melalui Kesira, akan diperjuangkan bagaimana pola manajemen kesehatan yang baik sehingga menjadi percontohan bagi pengelolaan kesehatan. Peraturan tersebut harus mampu menjawab kebutuhan primer kesehatan dari hulu hingga ke hilir.27 Kesira berdiri berdasar gagasan 152 orang dokter ahli yang hendak mengumandangkan semangat kebangsaan, dan mempropagandakan

26Ardi Winangun, “Memperkokoh Kader Menuju Indonesia Raya,” 8. 27GIR, “Pokoknya Kesira Telah Menanamkan Kebaikan,” Wawancara Gema Indonesia Raya, edisi 14/Tahun II/Juni (2012), 9.

190 pentingnya kesehatan, selain pendidikan. Alasan lain yang lebih sederhana, mereka mempunyai visi dan misi yang sama, serta memiliki keprihatinan yang sama terhadap pelayanan kesehatan saat ini. Mereka memandang pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, cenderung mengkomersialkan kesehatan dan kurang tepat dalam membuat kebijakan. Misalnya, pemerintah secara tak terduga meluncurkan program Jaminan Persalinan Gratis (Jampersal) dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Namun faktanya, sejak regulasi itu bergulir justru AKI dan AKB malah naik. Angka section caecarea (section rate) dan angka infeksi nosokomial naik. Serta angka kematian bayi dalam kandungan juga naik, karena Bed Occupancy Rate (BOR) naik di atas 100%.28 Menyikapi hal tesebut, Kesira didedikasikan untuk masyarakat umum. Masing-masing Ketua Kesira di daerah memiliki kemampuan menerjemahkan program Kesira Pusat, lebih cepat dari yang dibayangkan. Misalnya, yang semula berupa pendampingan jaminan pelayanan masyarakat miskin dengan ambulans gratisnya, ternyata sudah merambah hingga ke deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan PAP Smear gratis. Deteksi dini pada ibu hamil dan penderita kencing manis, dan operasi bedah tumor payudara pun dilaksanakan secara gratis. Pengobatan gratis ini sudah menjadi program unggulan Kesira di daerah-daerah. Kesulitan untuk melaksanakan program gratis tersebut relatif tidak ada. Karena para ketua dan anggota Kesira nota bene terdiri dari para dokter dan pegawai kesehatan yang hidupnya lebih seatle (mapan). Jadi, benar- benar mengabdi, bukan mencari penghasilan dari Kesira. Singkatnya, ingin melakukan ibadah secara struktural dan kultural kepada masyarakat.29 Itulah suatu bentuk sumbangsih Kesira kepada partai berupa pengayoman masyarakat di bidang kesehatan. Mitos ”masyarakat miskin tidak boleh sakit” sudah dijawab oleh Kesira. Kalaupun masyarakat yang merasa sudah tertolong dengan kehadiran Kesira, kemudian masyarakat simpati kepada partai Gerindra, itu merupakan hal yang sudah sewajarnya. Tidak simpatipun, nawaitu perjuangan Kesira adalah ibadah. Kondisi pelayanan kesehatan yang ada sekarang, menjadi spirit untuk perlu melahirkan layanan kesehatan milik swasta sebagaimana Kesira. Kemenkes mustahil tidak ada ketergantungan pada pihak

28GIR, “Pokoknya Kesira Telah Menanamkan Kebaikan,” 9. 29GIR, “Pokoknya Kesira Telah Menanamkan Kebaikan,” 9.

191 swasta. Hal tersebut bisa dilihat dari besaran APBN yang kurang dari 5%, untuk kesehatan. Kemudian bisa juga dilihat dari ketertarikan masyarakat terhadap asuransi yang masih di bawah 8%, serta etos kerja, model mental tenaga kesehatan di rumah sakit negeri masih di bawah 2,5%. Untuk mensiasati hal tersebut, harapan Kesira ke depan akan terbentuk suatu Rumah Sakit Pusat Kesira. Untuk mewujudkan hal tersebut, akan digagas masing-masing provinsi harus ada rumah sakit setingkat Rumah Sakit Pendidikan. Realisasinya, semenjak tahun 2012, di Kabupaten Malang dan Tangerang Selatan sudah berdiri Rumah Sakit Kesira tanpa kelas.30 Aktivitas Kesira diutamakan pada daerah-daerah, bukannya di kantong-kantong Gerindra, agar Kesira segera mampu menganalisis semua tantangan pada awal bekerja. Produk yang ditawarkan Kesira ini bukan analisis saja, seperti yang menjadi suguhan berita sehari-hari, baik di media cetak, elektronik, dan lainnya. Tetapi, juga bagaimana mencari solusinya. Misalnya, kalau ada suatu rumah dan lingkungan yang tidak atau kurang sehat, Kesira siap membantu untuk menormalkannya. Selain itu, jika ada orang sakit yang tidak mampu bayar biaya rumah sakit, Kesira mendampinginya dengan mengantarkan dengan ambulans Kesira. Serta dibantu mengurus perlengkapan administrasi sebagai persyaratan Askeskin atau Jamkesda. Sedangkan sebagai imbalannya ke Kesira, hanya dimintai kesediaan untuk dibuatkan Kartu Tanda Anggota Gerindra, sebagai upata KTA-nisasi.31

2. Partai Politik yang Bergabung Selain organisasi sosial, beberapa partai politik juga ikut berfusi ke dalam Gerindra. Kader-kader Partai Bulan Bintang (PBB) banyak yang hijrah ke Gerindra, semisal Fadli, Ahmad Muzani, dan Fami Fachruddin.32 Partai Bintang Reformasi (PBR) resmi berfusi dengan partai Gerindra yang berlangsung di Puri Ratna Room, Hotel Sahid, Jakarta, pada tanggal 18 Pebruari 2011. Dengan adanya kesepakatan fusi ini, maka konstituen PBR di akar rumput sudah semestinya mengikuti garis yang telah ditetapkan oleh pucuk pimpinannya guna memperkuat basis massa partai Partai Gerindra. Untuk selanjutnya,

30GIR, “Pokoknya Kesira Telah Menanamkan Kebaikan,” 9. 31GIR, “Pokoknya Kesira Telah Menanamkan Kebaikan,” 9. 32Wawancara dengan Fami Fachrudin, di Kantor PT. Natuna Energy Indonesia, Menara Palma 7th Floor Unit 701, JL.HR.Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan, Jakarta Selatan, tanggal 10 Juli 2014.

192 adalah tugas kader partai pecahan PPP ini untuk mensosialisasikan fusi ini ke konstituen dan basis massa partai PBR yang tersebar di seluruh Indonesia.33 PBR sendiri bukanlah partai politik pertama yang menyatakan bergabung dengan partai Gerindra. Sebelumnya, pada tanggal 31 Oktober 2010, enam (6) parpol yang menamakan dirinya Poros Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) menyatakan bergabung dengan Gerindra. Keenam parpol itu adalah: Partai Merdeka, Partai Buruh, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Nasional Indonesia Massa Marhaenis (PNI-Marhaenis), Partai Kedaulatan, dan Partai Serikat Indonesia.34 Partai Kedaulatan Nahdlatul Ulama (PKNU) juga bergabung dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). PKNU memiliki basis konstituen dari kalangan Islam tradisionalis warga Nahdliyin. Dengan bergabung bersama Gerindra, diharapkan lebih maksimal bisa memperjuangkan kesejahteraan hidup kaum miskin, para petani, nelayan, dan kaum buruh. Selain itu, bergabungnya PKNU ke Gerindra untuk menyalurkan potensi generasi muda yang berkompeten untuk bisa memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan menumbuhkan budaya demokratisasi dengan menjadi anggota legislatif dan eksekutif.35 Uniknya lagi, sejumlah mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), juga menyatakan bergabung ke Partai Gerindra. Oleh DPP Gerindra, mereka diberi kepercayaan untuk memimpin, mengorganisasikan, dan mengkonsolidasikan partai Gerindra di wilayah Aceh. Menurut Fadli Zon, sebagaimana dikutip oleh BBC- Indonesia, salah-seorang mantan elit GAM yang memilih bergabung ke Partai Gerindra adalah mantan Panglima GAM Muzakkir Manaf, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur NAD. Mantan petinggi GAM lainnya yang ikut bergabung adalah TA. Khalid, Maulisman Hanafiah, Fadhlullah, Kamaruddin Abu Bakar, Darwis Jeunib, Sarjani Abdullah, Ayub bin Abbas, serta Zulkarnaini Hamzah. Mereka kemudian dipercaya untuk duduk sebagai pimpinan teras DPD Partai

33Gerindra, “Berfusi Ke Partai Gerindra: Sebuah Kesadaran untuk Melakukan Perubahan,” Gerakan Indonesia Raya, Edisi I/Tahun I/April (2011), 8. 34Gerindra, “Berfusi Ke Partai Gerindra.....,” 8. 35http://news.okezone.com/read/2013/02/17/339/763105/ini-alasan-pknu-gabung- dengan-gerindra; http://news.detik.com/read/2013/02/17/184934/2172323/10/alasan- pknu-gabung-gerindra, diakses tanggal 22 Januari 2014.

193

Gerindra Aceh. Kehadiran para mantan petinggi GAM ini menunjukkan bahwa Gerindra merupakan yang partai terbuka.36 Fadli menjelaskan, bila fusi ini berjalan sebagai mestinya, artinya berjalan dari hulu hingga hilir, maka akan menambah amunisi bagi partai Gerindra dalam memperjuangkan suara rakyat. Dengan bersatunya partai-partai lainnya ke dalam partai Gerindra, maka akan terbangun sebuah kekuatan alternatif bagi pemerintahan Indonesia. Dari kekuatan alternatif ini, akan muncul pula pemimpin-pemimpin alternatif. Tipe pemimpin yang diharapkan berbasiskan nilai-nilai Indonesia, bukan pemimpin yang berbasis nilai-nilai Barat semata. Pemimpin yang berani menantang imperialisme, sebagaimana Proklamator Indonesia, Bung Karno. Ia dikenal sebagai pemimpin Indonesia yang berani menentang kolonialisme dan imperialisme. Partai Gerindra dan partai-partai politik yang telah berfusi ke dalam Partai Gerindra harus dikonsolidasikan platform dan gerakannya. Konsolidasi ini perlu, karena merupakan sebuah kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama-sama.37 Kecenderungan berorganisasi atau berpartai sebagian warga negara yag tergabung dalam Gerindra di atas, pada prinsipnya merupakan suatu kehidupan untuk berorganisasi. Hal tersebut timbul demi terpenuhinya kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang sama dari individu-individu serta untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan persamaan pikiran dan hati nurani.38 Melalui kendaraan Partai Gerindra, beraneka ragam lembaga swadaya masyarakat dan partai politik itu bersatu untuk mencapai tujuan yang sama, mensejahterakan kehidupan masyarakat madani. Dalam kaitan ini, senada dengan Hikam yang menyatakan bahwa masyarakat madani merupakan suatu entitas

36http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/03/130322_politisi_gam _pindah_gerindra.shtml, diakses tanggal 22 Januari 2014. 37Gerindra, “Berfusi Ke Partai Gerindra: Sebuah Kesadaran untuk Melakukan Perubahan,” Gerakan Indonesia Raya, Edisi I/Tahun I/April (2011), 8. 38Kecenderungan berorganisasi ini menjadi salah satu bagian dari teori perjanjian sosial yang dikemukakan baik oleh John Locke maupun J.J. Rousseu. Lihat, George H. Sabine, A History Of Political Theory, Third Edition, (New York-Chicago-San Fransisco-Toronto-London; Holt Rinehart And Winston, 1961), 517-541, 575-596. Sedangkan pentingnya kebebasan nurani (Freedom of Concience) bagi harkat manusia dan kemanusiaan dikemukakan oleh Nurcholish Madjid dalam tulisan berjudul “Kebebasan Nurani (Freedom of Concience) dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi, Hak Asasi dan Keadilan,” dalam Elza Peldi Taher (ed.), Demokratisasi Politik, Budaya Dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru (Jakarta; Paramadina, 1994), 123-144.

194 yang keberadaannya menerobos batas-batas kelas, serta memiliki kepastian politik yang cukup tinggi. Hal tersebut dimaksudkan agar mampu menjadi kekuatan pengimbang (balancing force) dari adanya kecenderungan-kecenderungan intervensionis negara. Serta pada saat yang bersamaan mampu juga untuk melahirkan kekuatan kritis reflektif (reflective forces) dalam mencegah atau mengurangi derajat konflik- konflik sebagai akibat dari proses formasi sosial modern. Karena masyarakat madani mempunyai prasyarat bagi terlahirnya wacana publik, maka inheren di dalamnya juga mengharuskan kehadiran sebuah ruang publik yang bebas atau a free public sphere.39 Lebih lanjut, Hikam menyatakan bahwa hanya dengan munculnya masyarakat sipil yang kuat dan otonom lah dapat diharapkan pemunculan sebuah sistem politik demokratis yang kinerjanya dapat diandalkan. Dari sebuah masyarakat sipil yang sehat itulah maka proses-proses politik yang sejati (genuine) dan bermakna (meaningful), yaitu suatu politik yang berbasis pada kewarganegaraan (citizenship politics) dapat terlaksana secara optimal. Pemberdayaan yang saya maksud di sini mengandung suatu proses demokratisasi internal di dalam organisasi masyarakat sipil (OMS), bukan hanya pemberdayaan fisik dan jumlah belaka. Hanya suatu masyarakat sipil yang memiliki komitmen demokrasi baik dalam gagasan maupun praksis saja yang bisa menjadi soko guru sebuah sistem politik demokratis yang efektif.40 Pernyataan Hikam di atas, mensyiratkan beberapa ciri suatu kelompok dikategorikan sebagai masyarakat madani, atau yang dalam istilahnya civil society/masyarakat sipil. Ciri tersebut di antaranya adalah menerobos batas kelas, memiliki kepastian politik, menjadi kekuatan penyeimbang, melahirkan kekuatan kritis-reflektif, ruang publik yang bebas, berbasis pada kewargaan, dan organisasi masyarakat sipil. Ketujuh pilar-pilar atau rukun masyarakat madani tersebut ada pada organisasi-organisasi sayap Gerindra. Organisasi sayap Gerindra tidak hanya sekedar menerobos batas kelas, bahkan lintas suku, ras, dan agama. Organisasi sayap itu memiliki kepastian politik dengan bernaung di bawah Gerindra yang notabene adalah parpol yang lulus verifikasi KPU untuk mengikuti Pemilu sedari pemilu 2009 dan tahun 2014. Organisasi sayap Gerindra juga menjadi

39Muhamad Hikam AS., Demokrasi dan Civil Society (Jakarta: LP3ES, 2006), 84-85. 40M. Hikam As., “Konsolidasi Demokrasi, Pemberdayaan Masyarakat Sipil dan Politik Anti Kekerasan,” dalam http://www.mashikam.com/2008/04/konsolidasi- demokrasi-pemberdayaan.html, diakses tanggal 5 Juni 2014.

195 kekuatan penyeimbang dari kinerja pemerintahan. Hal ini terbukti dengan lantangnya fraksi Gerindra mengkritik kinerja pemerintahan yang menyimpang dan merugikan rakyat. Dengan demikian, merekapun telah mampu melahirkan kekuatan kritis-reflektif. Kritis- reflektif itu tentu lahir dari ruang publik yang bebas. Organisasi sayap Gerindra pun merupakan sebuah organisasi kewargaan dalam ruang publik yang bebas, tanpa ada tekanan sedikitpun Gerindra mengintervensi untuk bergabung atau tidak. Uniknya, meskipun sesuai dengan kriterianya, Hikam tetap membatasi ruang masyarakat madani hanya pada lembaga swadaya masyarakat yang bukan berupa partai politik atau tidak tergabung dengannya. Baginya, hanya ada dua ruang, masyarakat madani atau masyarakat politik. Padahal pada realitasnya, masyarakat politik mengandung unsur-unsur masyarakat madani, begitupun sebaliknya. Masyarakat madani terkandung unsur-unsur yang akan menyamakannya dengan masyarakat politik. Gerindra dan organisasi- organisasi atau partai sayapnya di atas dalam kerangka Hikam ini dengan demikian bukan merupakan bagian dari masyarakat madani. Karena organisasi sayap tersebut merupakan bagian dari masyarakat politik. Ambiguisitas wacana mmasyarakat madani Hikam, menurut penulis, akibat adanya dikotomi yang rigid mengharuskan saling berhadap-hadapannya antara pihak negara (state) dengan masyarakat madani. Fachry Ali senada dengan pernyataan Hikam, ia berpendapat partai politik beserta underbow atau organisasi sayapnya bukan merupakan bagian dari aktor masyarakat madani.41 Namun, bagi Jimmly Ashshiddiqie, partai politik dan organisasi sayapnya, sebagaimana Gerindra, termasuk bagian dari masyarakat madani karena merupakan himpunan individu-individu yang mempunyai pandangan yang sama tentang perkembangan negara dan masyarakat.42 Tujuan partai politik adalah meraih kekuasaan secara damai dan konstitusional melalui pemilihan umum. Dengan kekuasaan eksekutif atau legilatif, maka harapan partai untuk merealisasikan ideologinya dapat relatif dengan mudah dilaksanakan. Sebagian besar cita-cita partai politik adalah memperbaiki keadaan rakyat. Jimmly menjelaskan bahwa partai politik

41Wawancara penulis dengan tokoh politik dan masyarakat madani Fachry Ali, tanggal 30 Agustus 2014. 42Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> pada 15 Desember 2013, diakses tanggal 23 Januari 2014.

196 adalah merupakan salah satu saja dari bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis. Di samping partai politik, bentuk ekspresi lainnya terjelma juga dalam wujud kebebasan pers, kebebasan berkumpul, ataupun kebebasan berserikat melalui organisasi-organisasi non-partai politik seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi-organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi non pemerintah (NGO’s), dan lain sebagainya.43 Pernyataan Jimly, menurut penulis, lebih fleksibel dan sesuai dengan perkembangan zaman wacana masyarakat madani. Meminjam kerangka masyarakat madani Tim ICCE UIN Jakarta, Gerindra adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu anggotanya. Organisasi sayap Gerindra tersebut merupakan perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara. Selain itu, organisasi sayap tersebut juga sebagai bagian dari suatu ruang publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara dan mampu mengendalikan diri dan independen. Dalam organisasi tersebut, secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk.44 Organisasi sayap Gerindra merupakan suatu umat dari beraneka macam umat. Kata umat berasal dari bahasa Arab al-ummah.45 Pakar bahasa al-Aṣfihānī menjelaskan bahwa al-ummah (jamaknya umam) merupakan perkumpulan yang terbentuk karena sesuatu hal (kullū jamā'ah yajma'uhum amr mā). Perkumpulan itu bisa terbentuk adakalanya disebabkan karena kesamaan agama, waktu, tempat dan lain-lain. Al-Rāghib al-Aṣfihāni kemudian menunjukkan pemaknaan al-ummah yang berbeda-beda dalam ayat-ayat al-Qur'an yang menggunakan term al-ummah atau al-umām tersebut. Ayat: "Pada mulanya manusia adalah ummah yang satu,"46 Ayat: "Kalau sekiranya Tuhanmu berkeinginan, (tentu) Dia akan menjadi manusia ini satu

43Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” 3. 44Tim ICCE UIN, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi HAM dan Masyarakat Modern (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2000), 138; Hendro Prasetyo, Ali Munhanif, dkk, Islam dan Civil Society (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 1-2. 45Term al-Ummah dibentuk dari kata asal yaitu alif dan mim dibaca umm, yang berarti sesuatu yang menjadi tumpuan/acuan bagi yang lain. Dari dua huruf asal ini, bisa terbentuk beraneka makna yang diyakini punya kedekatan makna satu dengan yang lain, seperti asal (al-aṣāl), tempat kembali (al-marja'), kumpulan (al-jamā'ah), agama (al-dīn). Lihat Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris ibn Zakariā, Maqāyīs al- Lughah, juz I (t.t: Ittiḥād al-Kitāb al-'Arab, 2002), 55. 46QS. Al-Baqarah/2: 213.

197 ummah (saja),"47 diartikan satu dalam keimanan. Ayat: "Dan hendaklah ada di antara kamu satu ummah yang mengajak kepada kebaikan,"48 diartikan satu komunitas orang yang berilmu dan beramal kebaikan yang menjadi contoh bagi orang lain. Ayat tersebut adalah:

           

      Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'rūf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali 'Imrān/3: 104).

Ayat al-Qur’an tentang umat selajutnya adalah, "Sesungguhnya kami dapati nenek moyang kami pada satu ummah,"49 diartikan satu agama. Ayat: "Sesungguhnya Ibrahim adalah ummah yang taat kepada Allah,"50 diartikan bahwa ketaatan Ibrahim layaknya seperti ketaatan sekelompok orang. Ayat: "Tidaklah sama, di antara ahli kitab ada ummah yang taat,"51 diartikan sekelompok orang yang punya satu bentuk ibadah tertentu.52 Di dalam Ensiklopedia Al-Qur'an, kemudian ditambahkan, bahwa satu generasi yang memiliki seorang Nabi atau Rasul juga disebut dengan ummah.53 Organisai sayap Gerindra memenuhi unsur-usur kriteria umat di atas. Semisal, Gemira, Kira, dan Gema Sadhana merupakan kumpulan umat dengan satu dalam keimanan yang sama dan satu generasi yang memiliki seorang Nabi atau Rasul juga disebut dengan ummah. Dalam konteks keindonesiaan, keimanan mereka bersandar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidar, Pira, Gerbang, merupakan satu komunitas orang yang berilmu dan beramal kebaikan yang menjadi contoh bagi orang lain. Partai Merdeka, Partai Buruh, PPNUI, PNI-

47QS. Hūd/11: 118. 48QS. Ali 'Imrān/3: 104. 49QS. Al-Zukhruf/43: 22, 23. 50QS. al-Naḥl/16: 120. 51QS. Ali 'Imrān/3: 113. 52Al-Rāghib al-Aṣfihāni, Mu'jam Mufradāt Alfāż al-Qur'ān (Beirūt: Dār al-Fikr, t.th), h. 19. 53M. Quraish Shihab.et al, Ensiklopedi Al-Qur'an: Kajian Kosakata dan Tafsirnya (Jakarta: PT. Intermasa, 1997), 394.

198

Marhaenis, Partai Kedaulatan, PSI, PKNU, GAM merupakan sekelompok orang yang punya satu bentuk ibadah tertentu. Penolakan terhadap masyarakat politik dari Hikam dan Fachry Ali karena lebih berkecenderungan kepada konsepsi Tocquevillian dan Gramscian dalam menandai kehadiran masyarakat madani. Meskipun, dalam cara pandang Tocquevillian dan Gramsician sendiri, organisasi sayap Gerindra bisa dilihat sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang bersifat yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating) dan keswadayaan (self supporting), dan memiliki kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan terikat dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.54 Dalam kerangka hidup bersama, masyarakat madani bukan semata- mata kehidupan asosiasional yang nyaman seperti yang tergambar dalam konsepsi Tocquevillian dan Gramscian tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab satu, Max Weber,55 EE. Schattscheider,56 John Keane, AR. Norton dan cendekiawan masyarakat madani Indonesia57 menolak pandangan tersebut. Mereka sepakat menyatakan apapun bentuk dari suatu perkumpulan masyarakat yang berkembang, tak terkecuali partai politik, bisa bekerja sama dengan negara untuk membentuk suatu masyarakat civil society (masyarakat madani) yang demokratis.58 Seyogyanya, meskipun unsur ke-swa-an di tersebut

54Lihat pembahasan yang relevan dalam Alexis de Tocqueville, Democracy in America, jilid 1 dan 2 (New York: Vitage Books , 1945); lihat juga Vahid Amani Zoeram, Lee Yok Fee, Mohammad Agus Yusoff, dan Fakhreddin Soltani, “Democracy in de Tocqueville Theory and New Islamic Movements,” International Journal of Asian Social Science, No. 2, (2012), 2220-2223. 55Max Weber sebagaimana dikutip oleh Ivan Doherty berpendapat bahwa partai politik merupakan anak kandung demokrasi, lihat Ivan Doherty “Democracy Out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Parties,” Policy Review, April dan Mei (2001), 25 56Lihat SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” Annual Review Political Scences, Vol. 2 (1999), 243-267. 57Lihat Azyumardi Azra, “Politik Lokal dan Pembelajaran Politik,” dalam Andy Ramses M dan La Bakry (ed.), Pemerintahan Daerah di Indonesia (Jakarta: MIPI, 2009), 31-33; Azyumardi Azra, “Oposisi Cak Nur: Oposisi Soliter,” dalam Sukandi A.K., (ed.), Prof. Dr. Nurcholis Madjid Jejak Pemikir dari Pembaharu sampai Guru Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 384-385.. 58Azyumardi Azra, “Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond,” dalam David C. Shack dan Wayne Hudson, Civil Society In Asia (Law, Ethic and Governance) (Hampshire, Inggris dan Burlington, USA: Ashgate Publishing Company, 2003), 75; Neera Chandhoke, “The

199 menjadi dasar, masyarakat madani juga setidak-tidaknya mencerminkan beberapa karakter utama sebagai berikut: Pertama, masyarakat madani mensyaratkan keterlibatan warga dalam tindakan kolektif di wilayah publik yang mampu mewadahi berbagai aneka ragam entitas dan kepentingan untuk mencapai kebaikan bersama, tak terkecuali partai politik. Ranah publik tidak hanya menyangkut sesuatu yang bersifat fisik-spasial-arsitektural. Juga harus mampu mengayomi ranah-ranah kultural, sosial, politik, hukum, agama, dan sebagainya. Dengan demikian, keberadaan masyarakat madani bukan hanya dipandang dari segi kesemarakan dan tingkat kepadatan assoasional, melainkan sejauhmana warga terlibat dalam pencapaian tujuan-tujuan publik (bersama), meski keterlibatannya dalam organisasi sayap partai. Dengan catatan, upaya mencapai tujuan bersama itu dilakukan dengan cara terbuka (inklusif), akuntabel, korporatif, dan mudah diakses oleh seluruh warga. Tidak eksklusif, tertutup, rahasia dan rasialis.59 Robert Putnam membingkai komunitas warga (civic community) diukur dengan sejauh mana keterlibatan dan komitmen warga dalam proses politik (civic engagement), kesetaraan politik (political equality), solidaritas, kepercayaan (trust), dan toleransi serta kehidupan asosiasional yang kuat.60 Kedua, masyarakat madani bukan terpisah dari negara, melainkan berhubungan dengan Negara. Menurut Keane, sebagaimana yang

Civil and the Political in Civil Society,” dalam C.M. Elliot (ed.), Civil Society and Democracy: a Reader (Oxford: Oxford University Press, 2003), 255; Andi Faisal Bakti dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi (Ciputat: Churia Press, 2012), 4-6. 59Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7> pada 15 Desember 2013, diakses tanggal 23 Januari 2014; L. David Brown dan Archana Kalegaonkar, ”Addressing Civil Society’s Challenges: Support Organizations as Emerging Institutions,” Institute for Development Report (IDR) Reports, Volume 15, Number 2, (1999), 1-2; Carlo Ruzza, “The International Protection Regime for Minorities, the Aftermath of the 2008 Financial Crisis and the EU: New Challenges for Non-State Actors,” International Journal on Minority and Group Rights 18 (2011), 219–220; Marvin B. Becker, “An Essay on the Vicissitudes of Civil Society with Special Reference to Scotland in the Eighteenth Century,” Indiana Law Journal, Volume 72, Issue 2 Article 8 (1997), 462; Carmen Malena dan Volkhart Finn Heinrich, “Can we measure civil society? A proposed methodology for international comparative research,” Development in Practice, Volume 17, Number 3, June (2007), 339; Civicus, “State of Civil Society 2013: Creating an enabling environment,” Civicus: World Alliance for Citizen Participation (2013), 10. 60

200 dikutip oleh Azra, dalam budaya demokrasi, masyarakat madani bukanlah harus selalu berhadap-hadapan ataupun medompleng pada kekuasaan negara. Demokrasi menghendaki pemerintah untuk memerintah masyarakat madani secara tidak berlebihan ataupun terlalu sedikit. Sementara itu, tatanan yang lebih demokratis tidak bisa dibangun melalui kekuasaan negara. Ia juga tidak bisa diciptakan tanpa kekuasaan negara.61 Dengan demikian, masyarakat madani menjadi relevan untuk membangun solidaritas dan asosiasi lintas warga yang akan membantu mereka untuk mengantarkan, menegosiasi aspirasi dan kepentingannya terhadap Negara. Asosiasi-asosiasi sosial tersebut mengontrol negara dengan segala kebijakan-kebijakannya. Ketiga, masyarakat madani selain memiliki persamaan, secara inheren juga terkandung keunikan-keunikan tersendiri dan keberagaman (pluralisme). Oleh karenanya, rancang-bangun masyarakat madani terwujud dan akan semakin kokoh jika tidak ada satu kelompok yang berupaya memonopoli ruang fungsional atau politik dalam suatu masyarakat. Masyarakat madani tidak mengisolir atau bahkan menganulir eksistensi suatu kelompok lain selagi yang dituju adalah menegakkan kebenaran dan melawan segala bentuk tirani. Dengan demikian, menurut Hefner dan Azra, masyarakat madani tidak akan dapat melaksanakan fungsinya sebagai alat kontrol bagi negara, kecuali ada keadaban demokrasi (democratic civility) dan demokrasi keadaban (civilitized democracy) di dalam masyarakat madani itu sendiri.62 Civil society adalah tatanan dimana kepentingan- kepentingan tadi ditata dalam aturan demokratis seperti tidak bergantung secara personal, tidak menindas dan eksploitatif. Dalam tatanan civil society yang demokratis, setiap individu diberikan kebebasan untuk bergerak di ruang publik untuk menentukan afiliasi keagaan dan sentimen lainnya. Dan oleh karena itu diberikan kebabasan bagi partisipasi politik dalam pembuatan program dan kebijakan.

B. Dinamika Perjuangan di Kancah Kenegaraan Sebagai pendatang baru, kiprah Gerindra dalam ikut membangun masyarakat madani di wilayah negara baru terealisasikan pada Pemilu

61Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan, (Bandung: Rosdakarya, 1999), 6. 62Kerangka bangun masyarakat madani dari Robert W. Hefner di re-formulasikan kembali oleh Azyumardi Azra dalam karya “Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002).

201

2009-2014 dan 2014-2015. Pada kancah pemilu perdananya, Gerindra mampu meraih 26 kursi di DPR dengan perolehan suara sebanyak 4.646.406 suara (4,5%). Sedangkan pada pemilu kedua, naik pada posisi keenam dengan memperoleh 73 kursi naik 47 kursi DPR-RI dan meraup suara sejumlah 14.760.371 suara (11,81%). Selain itu, Gerindra setelah berkoalisi dengan PPP, PAN, PKS, PBB, dan Golkar mampu mengusung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa menjadi Calon Presiden dan wakilnya yang akan memimpin laju pemerintahan negara ini. Meskipun belum berhasil pada pemilihan presiden tahun 2014 ini, namun Gerindra telah dipercaya rakyat dengan meraih suara sebesar 62.576.444 atau prosentase 46,85 %. Sedangkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dan M. Jusuf Kalla mendapatkan jumlah suara sebesar 70.997.833 atau prosentase 53,15%.63 Dengan keberhasilan dipercaya oleh rakyat pada pemilu tersebut, untuk kedua kalinya, Partai Gerindra telah ikut bersumbangsih terhadap laju pemerintahan. Melalui wakil-wakilnya, Gerindra mengemban amanah rakyat untuk memperjuangkan aspirasinya di lembaga legislatif. Dengan fungsinya sebagai legislasi, pengawasan, dan anggaran, Gerindra bisa berjuang untuk mensejahterakan rakyat secara maksimal. Meskipun, menurut Permadi, karena jumlah anggota Gerindra yang masih minoritas, di parlemen, untuk kebijakan-kebijakan yang populis Gerindra dengan mudah ikut menjadi penentu kebijakan. sedangkan untuk kasus-kasus kebijakan tertentu, yang membutuhkan suara mayoritas atau voting, Gerindra belum bisa berbuat banyak, kecuali hanya membuat nota surat catatan bagi lembaga legislatif.64 Untuk mengetahui lebih jauh dinamika perjuangan Fraksi Partai Gerindra di DPR dalam ranah kenegaraan, maka di bawah ini akan dipaparkan perjuangan-perjuangan dan capaian yang telah ikut disumbangkan demi terbentuknya masyarakat Indonesia yang madani.

1. Perjuangan di Lembaga Legislatif Menurut Widjono Hardjanto, Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR periode 2009-2014, perjuangan anggota-anggota selalu berpedoman pada delapan program aksi Partai Gerindra. Hal ini menjadi panduan utama setiap anggota fraksi dalam menjalankan tugasnya masing-

63Lihat http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2014/3433/KPU-Tetapkan- Hasil-Pemilu-Presiden-dan-Wakil-Presiden-2014, diakses tanggal 28 Agustus 2014. 64Wawancara dengan Permadi, di Kantor DPP Gerindra Ragunan, tanggal 13-06- 2013.

202 masing di manapun ia ditempatkan, baik di komisi maupun di badan kelengkapan DPR lainnya. Fraksi Gerindra selalu mempertimbangkan aspirasi masyarakat, baik disampaikan secara langsung ketika menerima delegasi masyarakat yang datang ke DPR maupun melalui dialog tatkala turun ke lapangan.65 Selain itu, Gerindra dalam hubungannya dengan negara, berdiri tegas dengan menjadi partai oposisi yang jelas dan tegas selalu mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintahan yang merugikan rakyat dan negara.66 Ahmad Muzani mengatakan bahwa sebagai partai yang berada di luar pemerintahan, tentu Gerindra memiliki posisi lebih netral. artinya, Gerindra memiliki kebebasan untuk berfikir lebih jernih, mana yang lebih mendekati kepentingan rakyat. Misalnya, bagaimana pemerintah di satu sisi menyatakan swasembada pangan, tapi di sisi lain Gerindra menemukan fakta terjadi impor beras sebesar 1,2 juta ton. itu jelas merupakan sebuah kebijakan yang paradoks, antara pengakuan pemerintah di satu sisi dan kenyataan lapangan di sisi lain.67 Dalam ranah kenegaraan, Gerindra berjuang memperoleh kekuasaan politik secara konstitusional guna mewujudkan pemerintahan, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang- undang Dasar 1945, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Gerindra bercita menciptakan masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerindrapun berupaya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan demokrasi, yang menjungjung tinggi dan menghormati kebenaran, hukum, dan keadilan; Mewujudkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kekuatan bangsa, yang mengarahkan pada kedaulatan dan kemandirian bangsa.68 Selain itu Gerindra berupaya Mendorong pembangunan nasional yang menitik beratkan pada pembangunan ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi yang

65Gema Indonesia Raya, “Fraksi Gerindra di DPR Selalu Pertimbangkan Aspirasi Masyarakat,” Wawancara Gema Indonesia Raya, edisi 2/Tahun I/Mei (2011), 10. 66Prabowo Subianto, “Pemilu 2014 adalah Momentum Kita,” Gema Indonesia Raya, Edisi 24/Tahun III/April, (2013), 1. 67GIR, “Ahmad Muzani, Sekjen DPP Gerindra: Impian itu Semakin Dekat,” Wawancara Gema Idonesia Raya, edisi I/Tahun I/April (2011), 12. 68Hashim Djojohadikusumo, “Gerindra Membela dan Melestarikan Pancasila,” Gema Indonesia Raya, Edisi 7/Tahun I/November, (2011), 1.

203 berkelanjutan, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh warga bangsa dengan mengurangi ketergantungan kepada pihak asing; Membentuk tatanan sosial dan politik masyarakat yang kondusif untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat; Menegakkan supremasi hukum dengan mengedepankan praduga tak bersalah dan persamaan hak di depan hukum; Merebut kekuasaan pemerintahan secara konstitusi melalui Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden untuk menciptakan lapisan Kepemimpinan nasional yang kuat.69 Meski bukan fraksi mayoritas di DPR, namun kinerja Fraksi Partai Gerindra dalam sedari tahun 2009 telah mendapat banyak apresiasi dari rakyat. Banyak kebijakan yang mendapat sorotan publik menjadi concern dari Fraksi partai Gerindra. Di antaranya pembangunan gedung DPR/MPR RI yang mendapat pro dan kontra. Gerindra tegas menolak pembangunan gedung tersebut karena Gerindra sadar bahwa mengutamakan kepentingan rakyat jauh lebih utama ketimbang harus membangun gedung mewah wakil rakyat. Selain itu, Gerindra mengambil sikap tegas da jelas terhadap kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM. Rencana pemerintah menaikan harga BBM mendapat penolakan keras dari Fraksi Partai Gerindra. Kendati dengan anggota minoritas di Dewan Gerindra tetap memperlihatkan kemampuannya. Fraksi Gerindra menyadari potensi jebolnya APBN akibat subsidi yang terus membengkak. Namun bukan berarti harus memberatkan rakyat kecil untuk memperoleh subsidi BBM. Ada cara lain yang bisa dilakukan agar subsidi tidak membengkak misalnya dengan mengefektifkan penggunaan bahan bakar gas (BBG) dan pemerintah sebenarnya memiliki kemampuan menghemat anggaran yang bisa dialokasikan untuk subsidi BBM. Hal selanjutnya yang mendapat sorotan publik lainnya adalah soal revisi UU KPK. Gerindra secara tegas menolak revisi UU KPK karena revisi tersebut berpotensi melemahkan kewenangan KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Selain hal di atas masih banyak yang telah Fraksi Partai Gerindra perjuangkan untuk rakyat termasuk menginisiasi lahirnya sejumlah UU yang pro rakyat serta mengedepankan pembahasan anggaran untuk rakyat.70 Adapun contoh bentuk dan capaian perjuangan fraksi di lembaga lagislatif di antaranya adalah:

69Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 8-9. 70Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” Majalah Kabar Fraksi Gerindra, edisi Januari (2013), 3.

204

Bagus Jelantik, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Gerindra yang duduk sebagai anggota Komisi IV membidangi pertanian, pertanahan, kehutanan dan kelautan. Sebagai wakil rakyat, dengan kapasitas dan pengalamannya, bersama rekan-rekannya di Komisi IV, ia tengah memperjuangkan nasib para petani terhadap melambungnya harga pupuk, padahal kualitasnya rendah. Menurutnya, kebijakan pemerintah terhadap bidang pertanian yang tumpang tindih kian memperparah kondisi negeri yang pernah dijuluki negara lumbung pangan ini.71 Di bawah semangat manifesto perjuangan Gerindra, ia berjuang agar bidang pertanian, pertanahan, kehutanan, dan kelautan dalam kebijakan-kebijakannya mengedepankan kesejahteraan rakyat banyak. Sadar Subagyo72 duduk di Komisi XI yang membidangi masalah keuangan. Di Komisi XI, Sadar kerap mengkritik kebijakan-kebijakan negara, dalam hal ini DPR dan pemerintah yang kerap tidak pro-rakyat dan tidak pro-kesejahteraan. Contoh kongkritnya adalah ada dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang dari tahun ke tahun menunjukkan perilaku yang sama. Yang ada hanyalah permainan angka-angka saja. Faktanya negara salah urus dari sejak perencanaan yang tak matang dan realisasi yang amburadul. APBN tidak berpihak pada rakyat, malah menjadi sumber dari segala sumber korupsi. Hal ini bisa dilihat dari realisasi belanja APBN 2010 misalnya pada data per November 2010, penyerapan hanya 62 persen. Dari total rata-rata, hanya belanja pegawai saja yang realisasinya lebih dari 80 persen, selebihnya masih di bawah 75 persen. Bahkan untuk belanja modal hanya 46 persen. Anehnya, dalam satu bulan saja prosentase itu dapat disulap menjulang melalui ritual menghabiskan anggaran pada bulan Desember. Setidaknya itulah satu dari sekian perjuangan di Komisi XI selama ini. Untuk itu, ia dan fraksinya terus mengawal setiap jengkal perjalanan APBN hingga disahkan dalam sidang paripurna DPR, termasuk dalam aplikasinya di lapangan. Fary Djemy Francis,73 masuk di Komisi V yang membidangi masalah infrastruktur, di antaranya meliputi pekerjaan umum, perhubungan, perumahan rakyat, pembangunan daerah tertinggal,

71Hayat Fachrurrozi, “Lebih Dekat dengan Ida Bagus Jelantik,” Majalah Garuda, edisi Juni (2011), 10; Fraksi Gerindra, “RUU Perdagangan Untuk Siapa?,” Majalah Kabar Fraksi Gerindra, edisi Mei (2014), 3. 72Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 5. 73Hayat Fachrurozi, “Fary Djemy Francis, Konsisten atas Perjuangan,” Majalah Garuda Edisi Mei (2012), 10.

205 telekomunikasi, BMG dan SAR. Menurutnya, di komisi ini, ia terus memperjuangkan pembangunan infrastruktur desa yang berbasis tani dan nelayan. Dimana intinya bahwa delapan program aksi Partai Gerindra harus kita amankan dalam rangka membangun Indonesia mulai dari desa. Jangan sampai daerah tertinggal merasa ditinggal, yang terpencil merasa dikucilkan. Inilah yang terus diperjuangkan. Edhy Prabowo74 diamanatkan untuk duduk di komisi VI. Di komisi ini menjadi mitra kerjanya adalah Kementrian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Standar Nasional (BSN), Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Di komisi ini ia menolak privatisasi BUMN, semangat industrialisasi, hentikan ekspor barang mentah, kurangi impor. Apa yang bisa oleh bangsa ini diproduksi sendiri, lebih baik diproduksi di dalam negeri. Gerindra tetap dalam perjuangannya menolak segala privatisasi BUMN, apapun bentuknya. Setidaknya, ada lebih dari 140 BUMN yang harus diawasi jangan sampai BUMN diobral begitu saja seperti kasus Krakatau Steel beberapa waktu lalu. Dan dengan asset Rp 2400 triliun, BUMN harusnya untung minimal 10 persen. Selama ini hanya hanya untung tidak lebih dari Rp 100 triliun. Saifuddin Donodjoyo duduk di Komisi VIII yang membidangi urusan kesejahteraan sosial. Menurutnya, bidang kesejahteraan sosial ini menyerap anggaran lebih dari Rp 50 triliun, dimana Rp 37 triliun, ada di pos Kementrian Agama. Untuk itu, Saifuddin tengah memperjuangkan agar Kementrian Agama agar bisa merubah pola penyelenggaraan haji. Pasalnya selama ini penyelenggaraan ibadah haji itu menyedot anggaran lebih dari Rp 30 triliun sendiri. Harusnya dana itu bisa diberdayakan, didayagunakan sehingga berhasil guna, bukan dihabiskan. Iapun meminta agar kementrian kembali ke khittahnya untuk mengurusi persoalan kehidupan beragama. Jangan hanya urusan haji saja yang memakan waktu hampir enam bulan, tapi masih banyak urusan agama, pembinaan agama yang selama ini masih kurang berjalan dengan maksimal. Karena ini amanah dari UUD 1945, untuk itu fungsi kementerian ini harus diperbaiki.75 Dalam perjuangan untuk menolak harga Bahan Bakar Minyak, semisal pada tahun 2012, Donodjoyo berpendapat mencabut subsidi

74Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 15. 75Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 13.

206

BBM dan menaikkan BBM bersubsidi secara signifikan merupakan langkah menyengsarakan rakyat yang jauh dari prinsip kemanusiaan dan keadilan. Minimal ada 135 juta rakyat Indonesia yang akan terimbas oleh inflasi riil yang mencapai 15% - 20%. Sementara Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi sebesar Rp 150.000/bulan/KK yang dicanangkan pemerintah hanya menjangkau 70 juta penduduk saja. Masih tersisa 65 juta penduduk yang setiap harinya akan selalu terbebani perekonomiannya.76 Menaikkan harga BBM bersubsidi terutama dengan memperhatikan jumlah belanja birokrasi, menurut Saifudin, sangat bertentangan dengan rasa keadilan. Belanja antara subsidi BBM dalam APBN pada periode yang sama hanya naik 29% dengan nilai Rp 123,6 triliun pada 2012. Padahal subsidi BBM dirasakan oleh ratusan juta rakyat Indonesia, termasuk birokrasi. Kalaupun alokasi anggaran subsidi tidak mencukupi, defisit masih dapat ditutup dengan efisiensi belanja birokrasi yang daya serapnya rata-rata 94%. Dengan demikian, masih ada bantalan fiskal sebesar 6% dari APBN yang totalnya Rp 1.435 triliun atau setara Rp 86,1 triliun. Efisiensi dari belanja birokrasi sebesar 6% ini sangat mencukupi karena dengan opsi menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 hanya menghasilkan tambahan alokasi sebesar Rp. 60 triliun, masih ada sisa Rp 26 triliun lebih. Dari hal-hal tersebut, secara jelas tidak ada satupun alasan yang mendukung untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun demikian, secara faktual juga harus disadari bahwa selama ini telah terjadi inefisiensi dalam penyaluran subsidi BBM. Sebagai gambaran, untuk tahun 2011 misalnya, Pemerintah menyatakan bahwa 53% pemakai BBM bersubsidi adalah mobil pribadi, 40% kendaraan roda dua, dan 7% angkutan umum serta barang. Hal ini berarti subsidi BBM selama ini yang tepat ke sasaran hanya 7%. Tidak tepat sasarannya subsidi BBM ini lebih disebabkan oleh cara pandang dan pilihan cara menyalurkan subsidi.77 Saifudin juga menjelaskan, selama ini subsidi didefinisikan sebagai biaya yang diberikan negara kepada produsen agar harga produknya terjangkau oleh masyarakat. Subsidi ini dikenal juga dengan istilah subsidi tidak langsung. Kelemahan mendasar dari model subsidi tidak langsung adalah siapapun yang membeli produk yang disubsidi oleh pemerintah akan menerima subsidi. Subsidi seharusnya bukan pada

76Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 15. 77Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 15.

207 barang tetapi sektor, dalam hal ini adalah sektor tranportasi umum, baik penumpang maupun barang. Terkait dengan tidak adanya alasan yang mendukung pencabutan subsidi BBM dan menaikan harga BBM bersubsidi serta ketidaktepatan dalam menyalurkan BBM bersubsidi, maka yang mungkin dan patut dilakukan oleh Pemerintah adalah: menetapkan sejumlah alokasi tertentu misalnya 17% dari total belanja birokrasi didasarkan pada data APBN 2012 untuk subsidi BBM dan ubah sistem subsidi tidak langsung menjadi subsidi langsung.78 Implementasinya, lanjut saran saifudin, dalam kurun waktu 3 tahun pertama subsidi BBM berlangsung seperti biasa sembari membangun sarana dan prasarana transportasi umum yang memadai yang dananya berasal dari pinjaman sebesar 3 kali nilai subsidi BBM. Sembari juga melakukan identifikasi sasaran subsidi dan membangun sistem subsidi. Tahun ke-4 dan selanjutnya alokasi subsidi yang ada disalurkan secara tepat sasaran, 30% subsidi disalurkan secara langsung seperti transportasi umum, nelayan, petani, dan kelompok sasaran subsidi lainnya. Dan sebesar 70% alokasi subsidi untuk membayar utang, yang dilakukan untuk membangun sarana tranportasi umum pada 3 tahun pertama dan merawat serta melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana transportasi umum. Dengan ramuan ini diharapkan masalah klasik subsidi BBM akan terurai dengan tetap berprinsip pada kepantasan dan keadilan.79 Soepriyatno80 duduk di Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi, serta kependudukan. Sebagai anggota sekaligus menjabat Wakil Ketua Komisi IX, ia terus memperjuangkan yang selama ini menjadi aspirasi rakyat. Salah satunya adalah soal Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) –yang setelah melewati 50 kali rapat— yang akhirnya disahkan dalam sidang paripurna DPR menjadi undang- undang (UU) pada akhir bulan lalu. Meski memang, implementasi dari UU tersebut baru bisa dirasakan rakyat paling cepat pada 2014 ini. Mestariany Habie, anggota Komisi II, Fraksi Partai Gerindra setuju dengan RUU Pembentukan Daerah Otonomi Baru. Namun Partai Gerindra mengingatkan bahwa daerah otonomi baru harus benar-benar memerhatikan aspirasi masyarakat dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal yang sangat penting, bila ada

78Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 15. 79Fraksi Gerindra, “Terus Bersama Rakyat,” 15. 80Fraksi Gerindra, “RUU Perdagangan Untuk Siapa?,” Majalah Kabar Fraksi Gerindra, edisi Mei (2014), 9-8.

208 daerah otonomi baru yang tidak mampu, maka harus gabung kembali ke daerah induk. Badan Legislasi DPR sudah menyepakati RUU Pembentukan Daerah Otonomi Baru sebagai usul inisiatif DPR.81

2. Perjuangan di Lembaga Eksekutif Gerindra Pada Pemilu Pilpres tahun 2014-2019 Belum berhasil mengusung Prabowo menjadi presiden untuk memimpin lembaga eksekutif. Ketidakberhasilan Gerindra mengusung Prabowo pada Pemilu 2014, menurut penulis, disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, jenuhnya rakyat Indonesia terhadap kepemimpinan dari kalangan militer. Era kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berasal dari kalangan militer diharapkan oleh rakyat mampu secara tegas memimpin negara ini. Namun, dalam kenyataannya SBY lamban penuh kehati-hatian dalam mengambil segala keputusan dan penuh dengan ‘pencitraan.’ Kedua, dikarenakan dalam kampanye calon presiden dan wakil Presiden, Prabowo bersama koalisi-nya menggunakan, meminjam istilah Azra, teori ‘politik aliran’ dengan menggunakan simbol-simbol keislaman. Penulis sependapat dengan prediksi Azra bahwa kecenderungan politik Indonesia sejak masa reformasi, khususnya, simbolisme Islam, atau mungkin juga agama lain dalam politik Indonesia, tidak akan pernah efektif.82 Ketiga, tema dan isu sentral yang diangkat dan dijual kepada para pemilih dapat dikatakan ‘konvensional’ dan kurang menarik karena berlingkar seputar masalah ekonomi, lingkungan hidup, dan anggaran militer. Namun demikian, telah menempatkan beberapa kader terbaiknya menduduki jabatan eksekutif di beberapa provinsi. Di antara kader- kader terbaik Gerindra tersebut adalah Basuki Tjahaya Purnama dan

81Ada 19 daerah otonomi baru yang akan dimekarkan, dan akan dibahas dalam RUU ini. Daerah otonomi yang akan dibentuk tersebut adalah Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Mahakam Ulu Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Penukalabab Lematang Ilir Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung, Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat. Selanjutnya, Kabupaten Banggai Laut Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Tenggara ada sejumlah kabupaten/kota yang bakal dibentuk, yakni Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Muna Barat, dan Kota Raha. Selanjutnya, Kabupaten Manokwari Selatan Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Pegunungan arfak Provinsi Papua Barat. 82Azyumardi Azra, “Simbolisme Islam dan Pilpres,” Kompas, 21 Mei 2014.

209

Ridwan Kamil. Basuki Tjahaya Purnama merupakan kader Gerindra yang berhasil diperjuangkan untuk menduduki pucuk pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta untuk masa jabatan 2012-2017, meskipun pada 10 September 2014 resmi menyatakan mundur diri dari Partai Gerindra.83 Kebijakan yang dilakukan oleh Ahok, panggilan Basuki Tjahya Purnama, dalam kapasitasnya sebagai Wakil Gubernur, sulit dibedakan apakah benar berasal darinya atau itu kebijakan Gubernur. Untuk itu, penulis hanya mengambil contoh kebijakan saat Gubernur DKI Jokowi cuti menjadi Capres yang menalonkan diri pada Pilpres tahun 2014. DKI Jakarta, secara definitif dipimpin oleh Plt Gubernur Basuki Tjahya Purnama sebagai kader Gerindra. Dalam struktur kepengurusan Dewan Pengurus Pusat Gerindra, Ahok adalah Ketua Ketua Bidang Politik Dalam Negeri yang membawahi Departemen Pemasyarakatan dan Pembudayaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Departemen Kelembagaan, Departemen Pemilu, dan Departemen Kajian Kebijakan Publik.84 Fami Fachruddin kepada penulis meceritakan bahwa saat pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur DKI. Jakarta, dikalangan internal Gerindra, Prabowo-lah yang paling kuat mencalonkan Ahok. Ia menjelaskan bahwa dirinya ingat betul bagamana proses penunjukan Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Jika apa yang diceritakan elit Gerindra saat itu benar, Ibu Megawati Soekarno Putri waktu itu, selaku Ketua Umum PDI-P, minta kepada Prabowo agar wakilnya Jokowi adalah Dedy Mizwar atau Fadli Zon. permintaan Mega ditolak karena Prabowo mengajukan dua nama, yaitu Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama, tanda Pak Prabowo tidak mau nama lain di luar figur itu. Menurut Fami, rumornya, nama Ahok dibawa oleh Widjono Hardjanto, Wakil Ketua Umum Gerindra. Sepanjang pengetahuan Fami, munculnya nama Ahok merupakan produk persaingan internal dan tidak dipercayainya Fadli Zon di depan Prabowo. Jika kini Ahok mundur dari Gerindra, maka yang patut kecewa adalah Prabowo dan

83Lihat Rr. Cornea Khairany, “Ahok: Saya Resmi Mundur dari Gerindra,” http://www.antaranews.com/berita/452903/ahok-saya-sudah-resmi-mundur-dari- gerindra?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter, diakses tanggal 14 September 2014. 84Lihat Gerindra, Susunan Pengurus Partai Gerindra (Jakarta: Gerindra, 2012), 4.

210

Widjono Hardjanto, dua orang yang sebelumnya sangat teguh utuk mengusung Ahok menjadi wakil gubernur DKI. Jakarta.85 Selama masa kepemimpinannya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur, Ahok telah mampu menghemat anggaran negara dengan menerima bus Trans-Jakarta secara hibah atau gratis dari pengusaha yang peduli Jakarta. Pemprov DKI Jakarta mendapatkan sumbangan 30 bus Trans-Jakarta dari tiga perusahaan milik swasta. Ahok berupaya untuk masa yang akan datang, Pemprov DKI lebih mengutamakan mendapat bus hibah sebagai salah satu langkah menghemat anggaran negara. Sebagai konpensasinya, dana yang dihemat tersebut dialokasikan untuk peningkatan anggaran pendidikan. Karena meskipun sebagai Ibu Kota Negara, ternyata DKI Jakarta masih terdapat kira-kira 40 persen anak usia 16-18 tahun di Jakarta yang belum mengenyam pendidikan secara layak. Dana tersebut lebih bermanfaat jika diperuntukkan membantu warganya bersekolah ataupun kuliah. Selain itu, Ahok yakin perusahaan pemberi bus percaya terhadap kinerja Pemprov DKI yang jujur dan tidak dikorup. Karena dananya dipakai untuk meningkatkan sumber daya manusis warga DKI Jakarta.86 Masih dalam masa kepemimpinannya tersebut, Pemprov DKI bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FK UI) dan Rumah Sakit Cipto Mangukusumo untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Jakarta. Kesepakatan tersebut salah satunya dengan mengubahfungsikan 18 Puskesmas menjadi rumah sakit tipe D yang dilengkapi dokter spesialis. FKUI bersama RCSM membantu menyetandarkan alih-fugsi tersebut. Puskesmas yang dialihfungsikan menjadi rumah sakit sudah berjalan di Jakarta Utara, Timur, dan Selatan. Misalnya, di Puskesmas Jagakarsa, memiliki dokter spesialis tujuh orang. Untuk wilayah Tambora, masing-masing puskesmas minimal telah memiliki 2 dokter spesialis. Dampak positif dari langkah ini akan mengurangi jumlah rujukan dari Puskesmas ke RSUD atau ke RSCM. Kerjasama ini akan semakin dimantapkan dengan pembuatan

85Wawancara dengan Fami Fachruddin, via Facebook, Kamis, 11 September 2014. 86News Detik, ”3 Gebrakan Mutakhir Ahok Saat Gantikan Jokowi,” http://news.detik.com/read/2014/06/07/075606/2601946/10/3/3-gebrakan-mutakhir- ahok-saat-gantikan-jokowi#bigpic, diakses tanggal 11 Juni 2014.

211

Pergub tentang perubahan status Puskesmas menjadi rumah sakit tipe D.87 Selain dua hal di atas, dari sisi birokrasi, capaian Ahok adalah layanan cash management system atau sistem layanan kas. Dengan sistem ini, oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai berhasil membuka penyimpangan-penyimpangan kinerja keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Karena cash management system dari Bank DKI semua Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) harus menaruh dana di Bank DKI, yang telah di-link-kan dengan BPK secara online. Sedangkan dari sisi pendidikan, Ahok mengatakan, sedang melakukan pembersihan di Dinas Pendidikan, salah satunya dengan mengganti Kepala Dinas Pendidikan. Hal ini lantaran banyaknya penyimpangan dari sisi penggunaan anggaran yang dilakukan Dinas Pendidikan.88 Rr. Cornea Khairany, pewarta dari Antara, menjelaskan bahwa mengundurnya Ahok dari Gerindra didasari atas pandangan yang berbeda dengan partainya terkait wacana Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang tengah dibahas oleh DPR RI pada September tahun 2004 ini. Menurut Ahok, Gerindra merupakan salah satu partai yang mendorong agar RUU tersebut disahkan. Apabila RUU itu disahkan, maka kepala daerah akan ditentukan oleh DPRD. Kebijakan tersebut dinilai oleh Ahok kontraproduktif dengan perjuangan kerakyatan Gerindra sendiri. Ahok berargumen kepala daerah yang dipilih oleh rakyat secara demokratis dengan memilih langsung masih menyimpan berpotensi untuk melakukan tindakan korupsi. Apalagi kalau dipilih oleh anggota DPRD setempat, yang dilakukan dengan tertutup. Ketidak demokratisan dan ketertutupan itu, bisa jadi nanti malah lebih mementingkan kepentingan partainya, bukan kepentingan rakyat.89 Kebijakan itu-pun dalam penilaian Ahok justru bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) partai sendiri. Dalam AD Pasal 7 tentang Watak tercantum bahwa “watak partai Gerindra adalah demokratis,

87News Detik, ”3 Gebrakan Mutakhir Ahok Saat Gantikan Jokowi,” http://news.detik.com/read/2014/06/07/075606/2601946/10/3/3-gebrakan-mutakhir- ahok-saat-gantikan-jokowi#bigpic, diakses tanggal 11 Juni 2014. 88News Detik, ”3 Gebrakan Mutakhir Ahok Saat Gantikan Jokowi,” http://news.detik.com/read/2014/06/07/075606/2601946/10/3/3-gebrakan-mutakhir- ahok-saat-gantikan-jokowi#bigpic, diakses tanggal 11 Juni 2014. 89Rr. Cornea Khairany, “Ahok: Saya Resmi Mundur dari Gerindra,” http://www.antaranews.com/berita/452903/ahok-saya-sudah-resmi-mundur-dari- gerindra?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter, diakses tanggal 14 September 2014.

212 merdeka, pantang menyerah, berpendirian teguh, percaya pada kekuatan sendiri dan kekuatan rakyat, terbuka dan taat hukum serta senantiasa memiliki watak sebagai pejuang yang berjuang untuk kepentingan rakyat.”90 Selain itu, dalam Bab VI tentang kewajiban anggota, Pasal 15 di antaranya tercantum “Setiap anggota berkewajiban untuk memegang teguh AD/ART serta peraturan-peraturan partai Gerindra yang berlaku.91 Bagi Ahok, kalau Gerindra mendukung RUU itu, terjadi paradoks dengan perjuangan Gerindra. Partai Gerindra juga berhasil mengusung Ridwan Kamil sebagai Wali Kota Bandung untuk periode 2013-2018. Meskipun Kamil tidak tercatat sebagai anggota Gerindra, Prabowo melalui Gerindra berhasil mengusungnya bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebagaimana Ahok, Ridwan Kamil juga telah membuat kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat dalam masa kepemimpinannya. Di antara kebijakan tersebut yang paling fenomenal adalah meng-Paris-kan kembali kota Bandung. Ia membuat taman tematik yang modern, inovatif dan edukatif. Tak hanya itu, ia juga menggagas terbetuknya Taman Pustaka Bunga dan Taman Jomblo. Ridwan juga membuat terobosan baru selama delapan bulan dirinya memimpin Kota Bandung dengan sistem bekerja sama dengan warga, seluruh komunitas, dan seluruh birokrasi pemerintahan. Bukan hanya itu saja, Ridwan juga menularkan cara efektif melalui media sosial untuk berinteraksi langsung dengan warga Bandung dan aparat pemerintahan. Dengan melalui media sosial Twitter, pejabat pemerintahan bisa membicarakan masalah dan penanganan Kota Bandung. Untuk menunjang itu semua, Pemerintah Kota Bandung menyediakan 4.000 lebih wifi yang tersebar di beberapa wilayah untuk memudahkan warga dan perangkat pemerintahan berinteraksi.92 Program-program inilah yang dinilai Forum Walikota Se-Dunia merupakan gebrakan yang positif yang menobatkannya sebagai salah satu wali kota terbaik di dunia bersama 11 wali kota lainnya dalam Forum Young Leader Simposium World Cities Summit di Singapura yang diadakan pada 31 Mei hingga 5 Juni 2014 tersebut.93

90Hal 4. 91Gerindra, Anggaran Dasar Partai Gerindra Tahun 2012 (Jakarta: Gerindra, 2012), 4 dan 8. 92Lihat http://www.dakwatuna.com/2014/06/03/52533/ridwan-kamil-terpilih-jadi- wali-kota-terbaik-di-dunia/#ixzz3Cf9dZyic, diakses tanggal 14 Juni 2014. 93http://news.detik.com/read/2013/09/18/111534/2361893/10/, diakses tanggal 14 Juni 2014.

213

C. Kritik Ranah Publik dan Kenegaraan 1. Manifesto Di Bidang Agama Manifesto Partai Gerindra pada bidang agama menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan. Namun, pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.”94 Dari pernyataan manifesto tersebut, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), mewakili berbagai kalangan kelompok masyarakat madani mengkritisinya dengan menyatakan sikap sebagai berikut: Pertama, menurut ICRP, bukanlah domain Negara untuk menjamin murni atau tidaknya suatu agama. ICRP berargumen bahwa manifesto tersebut bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 18, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E dan 29 (2), serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999, yang intinya menyatakan bahwa negara harus menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan meliputi hak untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan keyakinan. Hak ini tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights).95 Kedua, Manifesto Partai Gerindra masih menyebutkan kata “agama yang diakui”, padahal negara tidak punya kewenangan untuk mengakui atau tidak mengakui agama tertentu. Hal itu sesuai dengan bunyi putusan MK Tahun 2010 terkait uji materi UU 1/PNPS/1965. “[3.54] Menimbang bahwa terhadap dalil para Pemohon, yang menyatakan bahwa UU Pencegahan Penodaan Agama diskriminatif karena hanya membatasi pengakuan terhadap enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu, menurut Mahkamah adalah tidak benar, karena UU Pencegahan Penodaan Agama tidak membatasi pengakuan atau perlindungan hanya terhadap enam agama sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon akan tetapi mengakui semua agama yang dianut oleh rakyat Indonesia”. Lebih lanjut MK menuturkan “…Dengan demikian, tidak ada diskriminasi dalam

94Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 40. 95http://icrp-online.org/2014/05/23/menolak-manifesto-perjuangan-partai- gerindra/diakses tanggal 9 November 2014, diakses tanggal 9 November 2014.

214 penyebutan nama-nama agama di dalam UU Pencegahan Penodaan Agama.”96 Kritik ICRP di atas dimaklumi oleh Hashim Djojohadikusumo, salah satu pentolan partai Gerindra. Atas kekhilafan tersebut, ia atas nama partai meminta maaf pada komunitas kristen atas kesalahan penulisan. Ia mengaku, kesalahan dalam penulisan manifesto disebabkan alokasi waktu persyaratan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terlalu singkat.97 Berbeda dengan pendapat Hashim, mantan anggota Gerindra dan mantan tim penulis manifesto perjuangan Partai Gerindra, Fami Fachrudin dan M. Harris Indra, menjelaskan tidak ada kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan dan penjabaran dalam bidang agama di manifesto tersebut. Pernyataan ini didukung juga oleh Sadar Subagyo bahwa semangat awal penulisan manifesto pemurnian agama yang dimaksud bukan dalam hal memaksakan seseorang untuk menganut agama. Mereka bersepakat berpendapat makna pemurnian agama, yaitu menjaga sebuah agama yang diakui negara dari gangguan penistaan. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mempertegas dengan memberi contoh tentang ajaran Syiah yang harus dikaji oleh lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU). Apabila sesat maka harus ditegaskan bahwa Syiah sesat. Sehingga tidak menimbulkan polemik yang memicu konflik horizontal. Fadli menjelaskan, jika Gerindra memimpin maka Gerindra akan meminta lembaga-lembaga seperti MUI, Muhammadiyah, NU, dan lembaga lainnya yang berkompeten dalam agama, untuk mengkaji ajaran Syiah, hasil kajian akan diambil kesimpulan dan dikeluarkan regulasi. Dalam manifesto Gerinda itu, lanjutnya, bukan hanya masalah Syiah, tapi juga masalah Ahmadiyah. Kalau sekiranya lembaga-lembaga yang berkompeten mengatakan sesat maka ia sesat, sebab ada juga Ahmadiyah yang ajarannya biasa-biasa saja, tidak mengakui Gulam Ahmad sebagai Nabi. Begitu juga Hindu, Budha, dan Kristen.98 Meskipun demikian, menurut penulis, dalam konteks demokratisasi, negara tidak bisa dan tidak boleh memihak pada suatu

96http://icrp-online.org/2014/05/23/menolak-manifesto-perjuangan-partai- gerindra/diakses tanggal 9 November 2014, diakses tanggal 9 November 2014. 97http://icrp-online.org/2014/10/15/pemurnian-agama-antara-fpi-dan-gerindra- ada-apa/, diakses tanggal 9 November 2014. 98Rama Setya, ”Isyarat Fasisme dalam Manifesto Kemurnian Agama Gerindra,” http://www.siperubahan.com, diakses tanggal 9 November 2014.

215 doktrin agama atau kepercayaan tertentu. Negara harus berada di wilayah netral. Individu atau kelompok keyakinan tidak boleh diperlakukan berbeda karena perbedaan keyakinan. Jika negara mencampuri keyakinan agama rakyatnya, maka negara telah melampaui kewenangannya, apalagi jika ada persoalan tafsir keagamaan dalam internal agama. Negara tidak bisa mencampuri hal tersebut. Negara boleh dan bisa bertindak apabila terjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh komunitas pengikut agama terhadap pengikut agama lain, atau di dalam intra-agama. Berbicara demokrasi bukanlah sekedar menyediakan prosedur standar demokrasi, melainkan sebagaimana seharusnya negara memberikan ruang yang sama bagi kelompok-kelompok yang berbeda dalam mengartikulasikan kepentingan-kepentingan mereka. Pada saat yang sama negara juga harus mendorong keterlibatan kelompok-kelompok marginal yang berbeda itu untuk terlibat dalam pengambilan keputusan kehidupan bersama, sehingga dari proses yang demokratis itu memungkinkan lahirnya kebijakan yang adil dan inklusif bagi setiap warga negara.

2. Manifesto Di Bidang Pendidikan Dalam bidang pendidikan, manifesto perjuangan Gerindra menjelaskan bahwa visi pendidikan Gerindra adalah menciptakan sumber daya manusia yang siap pakai dari sekolah menengah kejuruan. Dengan kata lain, pendidikan bagi Gerindra adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan Industri. Manifesto perjuangan di bidang pendidikan Gerindra menyatakan bahwa, “Pendidikan tingkat menengah (menengah tingkat pertama dan menengah atas) harus lebih dijuruskan pada pendidikan kejuruan terutama teknik dan ekonomi, yang bisa langsung terserap dunia kerja. Partai Gerindra mengusung konsep pendidikan siap pakai di tingkat sekolah lanjutan, yang dapat menciptakan lulusan siap kerja.”99 Visi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan industri tersebut terlihat sangat kontradiktif dengan pernyataan dihalaman selanjutnya dari manifesto, “secara sistemik, Partai Gerindra akan memperjuangkan pembangunan sistem pendidikan yang humanis, bukan sistem pendidikan yang liberal-kapitalistik.”100 Maka, pertanyaan ini harusnya dapat dijawab: bagaimana mungkin membuat sistem pendidikan yang humanis sedangkan visi pendidikannya saja hanya bertujuan untuk

99 Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 30. 100 Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 31.

216 mencetak robot-robot bernyawa yang dikondisikan menjadi sekrup- sekrup industri selain daripada visi pendidikan yang humanis. Menurut penulis, meminjam istilah pendidikan dari pakar pendidikan Indonesia Soedijarto, paradigma manifesto pendidikan Gerindra berkecenderungan pada teori “trickle-down effect” daripada paradigma pendidikan, “build nation build school.” Paradigma pendidikan teori “trickle-down effect,” yaitu pendidikan suatu bangsa akan maju seiring dengan dengan majunya sektor ekonomi suatu bangsa itu sendiri.101 Paradigma model ini merupakan sistem pendidikan yang liberal- kapitalistik. Sedangkan paradigma “build nation build school,” mengharuskan negara berperan penuh “at all cost” dalam bidang pendidikan. Paradigma pendidikan liberal-kapitalistik, menurut Soedijarto bertentangan dengan prinsip Deklarasi Kemerdekaannya (Pembukaan UUD 1945) yang menetapkan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Paradigma pendidikan yang telah digariskan oleh konstitusi merupakan misi untuk melakukan transformasi budaya dari budaya tradisional dan feodal menjadi budaya yang maju, modern, dan demokratis. Karena itu pula UUD 1945 disamping menetapkan “hak setiap warga Negara mendapatkan pengajaran” (sebelum amandemen), juga mewajibkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.” Dalam catatan kegemilangan peradaban pendidikan Indonesia, lebih lanjut Soedijarto menjelaskan bahwa para founding fathers Republik indonesia diilhami oleh para pembangun negara-kebangsaan (nation-state) dengan pada paradigma pendidikan “build nation build school” bukan trickle-down effect yang liberalistik dan kapitalis.102 Sekolah tidak melulu lebih dijuruskan pada pendidikan kejuruan terutama teknik dan ekonomi. Semua anak didik dalam segala tingkatannya, dengan aneka ragam perbedaan latar belakang, baik kemampuan dasar kognitif, latar belakang sosial, ekonomi, minat, serta bakat harus memperoleh pendidikan yang bermutu dan dilayani oleh

101Soedijarto, “Paradigma Pendidikan Menjawab Tantangan Zaman,” http://soedijarto.blogspot.com/2013/05/paradigma-pendidikan-menjawab- tantangan.html, diakses tanggal 13 Desember 2014. 102Para penganjur nation-state tersebut seperti Thomas Jefferson (Amerika Serikat), Otto Von Bismark (Jerman), Kaisar Meizi (Jepang) dan selanjutnya pasca Sukarno-Hatta diikuti oleh Mahatir Muhammad (Malaysia), Park Chung Hee (Korea Selatan), dan Den Xiaoping (China). Soedijarto, “Paradigma Pendidikan Menjawab Tantangan Zaman,” http://soedijarto.blogspot.com/2013/05/paradigma-pendidikan- menjawab-tantangan.html, diakses tanggal 13 Desember 2014.

217 negara, serta dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, minat dan bakatnya.103 Manifesto pendidikan yang mengharuskan pendidikan tingkat menengah (menengah tingkat pertama dan menengah atas) harus lebih dijuruskan pada pendidikan kejuruan terutama teknik dan ekonomi bertentangan pula dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Masih menurut Soedijarto, menyatakan bahwa dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas akan ditemukan sumber nilai yang dapat dijadikan ukuran bermutu tidaknya program pendidikan. Pasal 1 ayat (1) secara jelas menggariskan proses pendidikan yang bermutu dengan rumusan, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.” Mutu pendidikan terutama harus dilihat dari “kemampuan” dan “watak lulusan” yang bermakna bagi pembangunan peradaban banga yang bermartabat. Yang secara rinci setiap lulusan harus merupakan manusia: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. berakhlak mulia; c. sehat; d. berilmu, cakap, dan kreatif; e. mandiri; f. demokratis; g. bertanggung jawab. Hal-hal tersebut menurut Soedijarto merupakan karakteristik dari lulusan yang bermutu bukan sekedar lulusan yang mekanistik. Dalam bahasa Deklarasi Pendidikan untuk Semua tahun 1990 meliputi kemampuan untuk: a. bertahan hidup; b. dapat mengembangkan diri; c. dapat berpartisipasi dalam masyarakat; d. dapat memperoleh pekerjaan; e. dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi; dan f. dapat belajar sepanjang hayat.104 Itulah pendidikan yang relevan dengan upaya menghadapi tantangan jaman. Suatu paradigma yang mampu mengembangkan kompetensi dan membentuk wataklah yang relevan dengan upaya menghadapi tantangan jaman. Soedijarto berpandangan bahwa pendidikan yang demikian adalah pendidikan yang bermakna sebagai proses pembudayaan, yaitu membudayakan kemampuan

103Soedijarto, “Kemampuan Profesional Guru yang Sesuai dengan Upaya Peningkatan Relevansi dan Mutu Pendidikan Nasional, Serta Jaminan Kesejahteraan dan Perlindungan,” http://soedijarto.blogspot.com/2013/05/kemampuan-profesional- guru-yang-sesuai.html, diakses tanggal 14 Desember 2014. 104Soedijarto, “Paradigma Pendidikan Menjawab Tantangan Zaman,” http://soedijarto.blogspot.com/2013/05/paradigma-pendidikan-menjawab- tantangan.html, diakses tanggal 13 Desember 2014.

218 memecahkan masalah, kemampuan bekerja dan beretos kerja, kemampuan meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan membudayakan sikap mandiri, bertanggung jawab, demokratis, jujur, dan bermoral.105

3. Manifesto Di Bidang Politik dan Otonomi Daerah Manifesto perjuangan partai Gerindra menjelaskan bahwa, “Sistem politik yang mengarah pada demokrasi liberal sejak era reformasi perlu dikoreksi. Demokrasi yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan…. Terkait dengan pelaksaan demokrasi yang memberikan kebebasan sebebas-bebasnya, kini bangsa kita tengah menghadapi pilihan, mana yang diutamakan, kemakmuran rakyat atau kebebasan yang sebebasbebasnya. Menghadapi pilihan itu, partai Gerindra akan mengutamakan kemakmuran rakyat sesuai amanat Pembukaan UUD 1945. Demokrasi dan kebebasan hanya merupakan salah satu alat, sedang tujuan utama kita berbangsa dan bernegara adalah kemakmuran rakyat.” Lebih jelas lagi, dalam bidang otonomi daerah termaktub, “Terkait masalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, rakyat semakin jenuh terhadap politik. Kejenuhan ini dapat dilihat denga semakin besarnya angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilih (golput) dalam Pilkada. Kejenuhan ini berpotensi negatif pada partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum yang bermuara pada rendahnya legitimasi pemerintah. Selain itu Pilkada telah menyebabkan konflik horisontal dalam masyarakat yang kontraproduktif. Partai Gerindra akan melakukan peninjauan ulang terhadap pelaksanaan Pilkada dan mengupayakan penyelenggaraan Pilkada secara serentak.”106 Hal tersebut diimplementasikan oleh Gerindra melalui fraksinya dengan dukungan partai yang tergabung dalam Koalisi Merah-Putih (KMP) mendukung RUU Pilkada tak langsung pada saat Sidang Paripurna Pembahasan Tingkat II Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) di DPR tanggal 26 September 2014. Proses panjang ini akhirnya berakhir dengan diterimanya RUU Pilkada yang memuat ketentuan pelaksanaan pilkada tak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian,

105Soedijarto, “Paradigma Pendidikan Menjawab Tantangan Zaman,” http://soedijarto.blogspot.com/2013/05/paradigma-pendidikan-menjawab- tantangan.html, diakses tanggal 13 Desember 2014. 106Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya, 11 dan 39.

219 melalui perwakilan lembaga legislatif-lah yang nantinya rakyat mewakilkan suaranya untuk memilih kepala daerah. Bukan lagi rakyat memilih secara langsung kepala daerah pilihannya secara bebas.107 Pilkada tidak langsung merupakan hal yang sah dalam sistem demokrasi Pancasila karena lebih menitikberatkan kata ‘perwakilan,’ sesuai dengan sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.” Meskipun demikian, menurut penulis, pilkada langsung lebih memiliki kecenderungan kesesuaian dengan Pancasila karena menekankan kerakyatan dan permusyawaratan. Sebab, esensi Pancasila adalah kerakyatan dan terpenuhinya hak-hak rakyat dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk hak politiknya. Sedangkan Pilkada tak langsung melalui DPRD hanya akan memenuhi ambisi para elite politik suatu partai politik. Dalam hal ini, penulis sepakat dengan pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, yang menjelaskan, sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sebenarnya dapat dipahami bukan dalam konteks pemilihan umum, melainkan dalam pengambilan keputusan. Yang dimaksud sila tersebut, bahwa keputusan sejatinya diambil melalui proses berpikir secara kolektif. Sedangkan, mayoritas keputusan di DPR selama ini diambil melalui proses voting, bukan musyawarah mufakat. Karena itu, mekanisme pengambilan keputusan anggota DPR justru lebih dekat dengan sistem liberal Barat, bukan Pancasila.108 Berdasarkan paparan dinamika perjuangan ruang publik dan kenegaraan di atas, penulis berkesimpulan Gerindra telah ikut berkiprah membentuk peradaban masyarakat madani dengan terpilihnya beberapa

107Pemungutan suara menghasilkan jarak suara yang sangat jauh, yaitu 135 suara untuk yang memilih pilkada langsung dan 226 suara untuk yang memilih pilkada melalui DPRD dari 361 anggota DPR yang bertahan hingga dini hari mengikuti rapat paripurna. Suara untuk pilihan RUU Pilkada yang memuat opsi pilkada langsung disumbangkan oleh Partai Golkar (11 suara), PDIP (88 suara), PKB (20 suara), Hanura (10), dan Demokrat (6 suara). Sedangkan suara yang menginginkan RUU Pilkada memuat opsi pilkada melalui DPRD disumbangkan oleh Partai Golkar (73 suara), PKS (55 suara), PAN (44 suara), PPP (32 suara), dan Gerindra (22 suara). Partai Demokrat memilih walk out sebanyak 142 anggota, walaupun memiliki suara yang terbilang besar, yakni 148 anggota. Lihat Rinaldi, “DPR Akhirnya Memilih Pilkada Melalui DPRD,” http://news.liputan6.com/read/2110251/dpr-akhirnya- memilih-pilkada-melalui-dprd, diakses tanggal 15 Desember 2014. 108http://www.pusakaindonesia.org/polemik-pilkada-langsung-apakah-sesuai- pancasila/, diakses tanggal 15 Desember 2014.

220 kader putra bangsa untuk mengemban amanat penderitaan rakyat di ranah pemerintahan (eksekutif) dan juga pembentukan organisasi- organisasi sayap. Hal tersebut sesuai dengan paradigma masyarakat madani dari Thomas Janoski dan Andi Faisal Bakti, bahwa melalui sinergi dengan kelembagaan berbagai ranah, baik itu publik maupun negara, tujuan pembentukan masyarakat madani dapat tercapai.109 Mengutip kata-kata politisi Inggris abad kedelapan belas, Edmund Burke: “The only thing necessary for the triumph [of evil] is for good men to do nothing, kalau orang baik-baik tidak berbuat apa-apa, maka para penjahat yang akan bertindak.” 110 terinspirasi oleh kata-kata tersebut, Gerindra terbentuk sebagai sebuah partai baru yang memberikan haluan baru dan harapan baru. Tujuannya tidak lain, agar negara ini bisa diperintah oleh manusia yang memerhatikan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan golongannya saja. Sementara kondisi yang sedang berjalan, justru memaksakan demokrasi di tengah himpitan kemiskinan, yang hanya berujung pada kekacauan. Dengan demikian, kerangka-bangun sosiologi-meso teori strukturasi dari Antony Gidden sesuai dengan komponen-komponen pembentuk Partai Gerindra. Strukturalisme menekankan pada dominasi peran struktur di dalam kehidupan sosial dan menjadi kekuatan sosial yang mengendalikan individu-individu secara penuh. Sementara itu, subyektivisme lebih menekankan pada peran dan tindakan individu aktif yang bebas sebagai faktor dominan dalam suatu tatanan kehidupan sosial, karena individu bertindak sebagai agen. Teori ini beranggapan bahwa antara agen dan struktur memiliki peran yang sama dan

109Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society, 12; lihat juga Andi Faisal Bakti, “Women in the West and in Indonesia: How Can Islam Contribute to Social Development?,” Journal Pemikiran Islam, Vol. 1 No. 1, September, Ternate, Indonesia, (2010), 2-20; Andi Faisal Bakti, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity caharactersitics is necessary for Horizontal Conflict resolution In Indonesia,” Identity, Culture, and Politics Vol. 9, No. 1 (July 2008); Andi Faisal Bakti, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy,” Asian Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3 (November, 2005); Andi Faisal Bakti, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: An Engagement in Civil Society,” Archipel, Paris, 68 (December, 2004); Andi Faisal Bakti, “Paramadina,” Bulletin of the International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden/Amsterdam June (2004). 110Joseph Pappin III, “Edmund Burke and Leo Strauss and the Charge of Historicism,” the journal of the Edmund Burke Society of America, Volume 23 (2013), 77.

221 signifikan di dalam realitas sosial.111 Dengan demikian, Gerindra tidak bisa dilepaskan dari individu-individu anggotanya, begitupun sebaliknya. Anggota per individu tidak bisa lepas dari organisasi yang menaunginya. Meminjam penjelasan Saiful Mujani, bagi Gerindra dengan aneka ragam pluralisme individu, etnis, bahasa lokal, agama, dan latar belakang sejarah, dijadikan sebagai mozaik kultural yang sangat kaya, demi terciptanya sebuah taman sari Indonesia yang memberi keamanan dan kenyamanan bagi siapa saja yang menghirup udara di Nusantara ini. Terlebih lagi, Gerindra menjadikan Pancasila dan UUD 45 sebagai kalimatun sawā’ yang dijadikan prinsip, pegangan, dan proposisi dasar bersama, untuk berbakti bagi Indonesia. Masih meminjam penjelasan Saiful Mujani, dengan Pancasila yang dipahami dan dilaksanakan secara jujur dan bertanggungjawab, semua kecenderungan politik identitas yang negatif-destruktif yang dapat meruntuhkan bangunan bangsa dan negara ini dapat dicegah. Karena itu, tidak boleh ada kekuatan primordial apapun untuk memaksakan dirinya menjadi dominan terhadap kekuatan primordial lain dalam wilayah publik. Kalau kultur ini lemah, di mana kekuatan primordial mayoritas menuntut menjadi kekuatan dominan dalam arena publik, maka sistem politik yang cocok untuk ini adalah non-demokrasi, misalnya saja otoritarianisme atau bahkan totalitarianisme.112 Komponen yang membentuk dan perjuangan Gerindra-pun sesuai dengan kearifan lokal budaya bangsa Indonesia. Agus Sunyoto menjelaskan bahwa sistem tatanegara Majapahit, Maharaja Hayam Wuruk adalah pemegang jabatan Kepala Negara yang membawahi kekuasaan hukum yang dipegang para Dharmadhyaksa (hakim tinggi agama), Pamegat (hakim), Upapatti (Jaksa), Panji (penasehat hukum), Dandaniti (administratur pengadilan), Citralekhadanda (panitera), Dandawidhi (pengawas pelaksanaan hukum acara), dan Singhanagara (algojo) beserta kekuasaan militer. Sementara Mahapatih

111Frank den Hond, F. Kees Boersma, Leonie Heres, Eelke H.J. Kroes, dan Emmie van Oirschot, “Giddens à la Carte? Appraising empirical applications of Structuration Theory in management and organization studies,” Journal of Political Power, Vol. 5, No. 2, Agustus (2012), 239-264; Jonathan H. Turner, ”Review Essay: The Theory Structuration,” American Journal of Sociology, Vol. 91, No. 4, Januari (1986), 969-970; Margaret S. Archer, “Morphogenesis versus Structuration: On Combining Structure and Action,” The British Journal of Sociology, Vol. 33, No. 4- Desember, (1982), 455-483. 112Saiful Mujani, “Syari’at Islam dan Keterbatasan Demokrasi,” dalam Kolom, edisi 003, Agustus (2011), 3.

222

Mangkubhumi Gajah Mada adalah pemegang jabatan Kepala Pemerintahan yang membawahi menteri-menteri, Juru Wanyaga (kepala para pedagang), Juru Masamwaywahara (dirjen perdagangan), Pangurang (dirjen pajak), Marggabhaya (dirjen perhubungan), Juru Tambang (pejabat pengawas penambangan), Juru Wwatan (pengawas jembatan-jembatan), Juru Titi (dinas metrologi), Tuha Alas (Dirjen Kehutanan), dan aparatur pemerintashan lain.113

113Agus Sunyoto, “Pos-Hegemoni XXXIII: Diktator Liberal,” dalam http://www.pesantrenglobal.com/post-hegemony-xxxiii-diktator-liberal/, diakses 12 Juni 2014.

223

224

BAB V KONSEPSI EKONOMI KERAKYATAN GERINDRA

Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 merupakan dasar sumber segala hukum rakyat Indonesia, tak terkecuali ekonomi. Dalam sumber hukum tersebut, dengan gamblang dan terang- benderang menegaskan bahwa dalam perekonomian, segenap komponen bangsa, diharuskan berpijak pada doktrin demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi. Demokrasi-Ekonomi yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 menjadi filosofi paradigma ijtihad ekonomi pasar Gerindra. Hal tersebut tertuang dalam manifesto perjuangan partai Gerindra. Dengan demikian, manifesto tersebut merupakan cerminan pemikiran ekonomi pasar Gerindra. Bahkan, sependek penelusuran penulis, ranah pasar atau ekonomi inilah yang menjadi landasan utama seluruh rancang bangun dan implementasi dari Gerindra. Bagi Gerindra, untuk mewujudkan demokrasi Pancasila, lebih berkecenderungan demokrasi ekonomi terlebih dahulu harus menjadi kokoh baru kemudian demokrasi sosial. Dalam dokumen-dokumen, ceramah, kampanye, dan lain-lain, porsi ranah ekonomi lebih cenderung mendominasi pembahasan, jika dibandingkan dengan ranah lainnya dalam konsepsi Janoskian.1 Inti pemikiran ekonomi kerakyatannya, yang dikonsepsikan oleh Gerindra, secara filosofis terpengaruhi, bahkan meniru konsepsi ekonomi Bapak Proklamator Indonesia Soekarno-Hatta.2 bukan bersifat kapitalis dan bukan juga berkecenderungan ke sosialis. Ekonomi kerakyatan berdimensi melindungi hak pribadi namun juga tidak mengabaikan kesejateraan bersama. Bab ini akan berupaya menjelaskan paradigma ekonomi kerakyatan yang di usung oleh partai Gerindra.

1Paradigma empat ranah masyarakat madani telah dibahas dalam bab dua. Untuk detailnya lihat Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society: a Framework of Rights and Obligations in Liberal, Traditional, and Social Democratic Regimes (Cambridge: Cambridge University Press, 1998). 2Soekarno, “Pancasila,” dalam Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965 (Jakarta: LP3ES, 1988), 15-25; Moh. Hatta, “Masa Lalu dan Masa Depan Indonesia,” dalam Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, 7-15.

225 A. Pancasila dan UUD 1945 sebagai Dasar Ekonomi Kerakyatan Gerindra dalam deklarasi partai mencita-citakan terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan berketuhanan yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945. Deklarasi itu juga menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi yang mendasi perjuangan Gerindra adalah ekonomi kerakyatan. Deklarasi Gerindra mengamanatkan bahwa terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan berketuhanan yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan cita-cita bersama dari seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Gerindra berkeyakinan penuh hanya dapat dicapai dengan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, dengan landasan Pancasila. Bagi Gerindra, budaya bangsa dan wawasan kebangsaan harus menjadi modal utama untuk mengeratkan persatuan dan kesatuan. Sehingga perbedaan di antara rakyat justru menjadi rahmat dan menjadi kekuatan bangsa Indonesia. Namun demikian, mayoritas rakyat masih berkubang dalam penderitaan, sistem politik di Nusantara ini tak kunjung mampu merumuskan dan melaksanakan perekonomian Nasional untuk mengangkat harkat dan martabat mayoritas rakyat Indonesia dari kemelaratan. Bahkan dalam upaya membangun bangsa, dalam perjalanannya bangsa Indonesia telah terjebak sistem ekonomi pasar.3 Sistem ekonomi pasar telah memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang menyebabkan situasi yang sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Moh. Hatta, ‘Begawan Ekonomi Kerakyatan Indonesia’ berkesimpulan bahwa semakin dalam kapitalisme masuk ke dalam masyarakat Indonesia, semakin rusak penghidupan rakyat dan tidak mempunyai pertahanan lagi.4 Grindra menambahkan bahwa hal itu berakibat menggelembungnya jumlah rakyat yang miskin dan menganggur. Pada situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini kecuali harus menciptakan suasana kemandirian bangsa dengan membangun sistem ekonomi kerakyatan.5 Partai Gerakan Indonesia

3Gerindra, “Deklarasi Partai Gerindra,” http://partaigerindra.or.id/deklarasi- partai-gerakan-indonesia-raya#sthash.Pa6Y3c7z.dpuf, diakses tanggal 22 Maret 2014. 4Moh. Hatta, “Masa Lalu dan Masa Depan Indonesia,” dalam Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, 8. 5Gerindra, “Deklarasi Partai Gerindra,” http://partaigerindra.or.id/deklarasi- partai-gerakan-indonesia-raya#sthash.Pa6Y3c7z.dpuf, diakses tanggal 22 Maret 2014.

226

Raya adalah partai rakyat yang mendambakan Indonesia yang bangun jiwanya, dan bangun badannya. Gerindra berharap menjadi partai rakyat yang bertekad memperjuangkan kemakmuran dan keadilan disegala bidang. Dalam hal ekonomi, partai ini memfondasikan manifestonya pada paradigma ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila. Ekonomi kerakyatan merupakan terminologi ilmu ekonomi yang dilahirkan pasca kolonialisme Hindia-Belanda. Istilah tersebut dicetuskan oleh Bapak Proklamator dan Koperasi Muhammad Hatta. Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu dalam kebijakan ekonominya menempatkan kaum pribumi dalam kelas strata sosial paling bawah. Sedangkan, kaum asing menempati strata sosial yang tinggi. Belum lagi, Belanda mengeruk kekayaan Indonesia untuk memperkaya bangsanya sendiri dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Oleh Bung Hatta, ekonomi kerakyatan dicetuskan dan dirumuskan sebagai cara untuk mensejahterakan rakyat indonesia dan menjadikan bangsa pribumi sebagai tuan di negeri sendiri.6 Ekonomi diartikan oleh Hatta sebagai suatu ilmu yang "memberi keterangan tentang tabiat manusia yang umum dilakukannya dalam tindakannya menuju kemakmuran."7 Sedangkan rakyat, menurut Sri- Edi Swasono, pakar ekonomi kerakyatan sekaligus menantu Hatta, mendefinisikan rakyat dalam konsepsi politik. Dalam politik, rakyat tidak harus berarti seluruh penduduk.8 Rakyat adalah “the common people,” orang banyak. Pengertian rakyat berkaitan dengan kepentingan publik yang berbeda dengan kepentingan individual atau orang-seorang. Rakyat memiliki makna yang luhuryang lebih dekat dengan kata masyarakat atau umat. Kata umat, sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, selain bisa bermakna individu, namun lumrahnya dimaknai dengan publik, masyarakat kebanyakan.9 Dengan demikian,

6Moh Hatta, Sesudah 25 Tahun: Pidato Diutjapkan Pada Dies Natalis Kesembilan Universitas Sjiah Kuala Darussalam Di Banda Atjeh Pada Tanggal 2 September 1970 (Jakarta: Djambatan, 1970), 7; 7Tempo, “Mohammad Hatta: Tamasya Sejarah Bersama Hatta,” dalam Tempo Edisi Agustus (2012), 23; Sri-Edi Swasono, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Liberalisme! (Jakarta: Yayasan Hatta, 2010), 36. 8Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila – UGM, 2010), 68-70. 9Lihat Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris ibn Zakariā, Maqāyīs al-Lughah, juz I (t.t: Ittiḥād al-Kitāb al-'Arab, 2002), 55; Al-Rāghib al-Aṣfihāni, Mu'jam Mufradāt Alfāż al-Qur'ān (Beirūt: Dār al-Fikr, t.th), 19; M. Quraish Shihab.et al, Ensiklopedi Al-Qur'an: Kajian Kosakata dan Tafsirnya (Jakarta: PT. Intermasa, 1997), 394.

227 ekonomi kerakyatan bermakna paham ekonomi yang berdasarkan atas usaha bersama dan asas kekeluargaan.10 Hatta mengasaskan paradigma ekonominya berdasarkan Pancasila. Dasar yang kelima Pancasila ialah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Untuk sampai pada tujuan agar di dalam masyarakat Indonesia dapat mencapai suatu masyarakat yang mempunyai keadilan sosial, terutama haruslah bangsa ini mencapai demokrasi di dalam ekonomi.11 Hatta menjelaskan bahwa pengalaman dengan pemerintah autokrasi kolonial Belanda dalam bentuk negara-polisi menghidupkan dalam kalbu pemimpin dan rakjat Indonesia cita-cita negara hukum yang demokratis. Negara itu haruslah berbentuk Republik berdasarkan Kedaulatan Rakyat. Tetapi, menurut Hatta, kedaulatan rakyat yang dipahamkan dan dipropagandakan dalam kalangan pergerakan nasional dan dalam konstitusi berlainan dengan konsepsi Rousseau yang bersifat individualisme. Kedaulatan rakyat ciptaan Indonesia harus berakar dalam pergaulan hidup sendiri yang bercorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus pula perkembangan dari pada demokrasi Indonesia yang asli. Semangat kebangsaan yang tumbuh sebagai reaksi terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat, memperkuat pula keinginan untuk mencari sendi-sendi bagi negara nasional yang akan dibangun ke dalam masyarakat sendiri. Demokrasi Barat a priori ditolak oleh konstitusi Republik Indonesia.12 Konsep ekonomi kerakyatan tersebut juga sesuai dengan konstitusi Republik Indonesia, Pasal 33 UUD 1945. Pasal tersebut menjelaskan secara terperinci mengenai: “(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak (harus) dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Selain itu, perwujudan hal tersebut juga tercantum dalam Pasal 27 dan 34. Dalam pasal ini, negara sebagai abdi rakyat memiliki peran yang sangat besar dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34 UUD 1945. Peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan di antaranya adalah: (1) mengembangkan koperasi (2) mengembangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (3)

10Sri-Edi Swasono, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Liberalisme!, 36. 11Moh. Hatta, "Pancasila Harus Dipegang Teguh," dalam Pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta, pada Rapat Terbatas di Pematang Siantar, 22 November (1950). 12Moh. Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Pustaka Antara PT Djakarta, 1966), 22.

228 memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.13 Mubyarto, sebagaimana yang dikutip oleh Sri-Edi, menyatakan ekonomi kerakyatan tersebut merupakan ciri-ciri dari sistem Ekonomi Pancasila.14 Ciri Ekonomi Pancasila di antaranya adalah: “(1) roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; (2) kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah kemerataan sosial (egaliterianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan; (3) prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan ekonomi nasional yang tangguh, yang berarti nasionalisme menjiwai tiap-tiap kebijakan ekonomi; (4) koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk yang paling kongkret dari usaha bersama; (5) adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan sosial.”15 Sri-Edi Swasono menambahkan bahwa sistem Ekonomi Pancasila itu bahkan mengandung nilai-nilai moralis agama. Pada sila pertama, terkandung adanya atau berlakunya etik dan moral agama, bukan berwatak materialisme. Sila kedua, tidak mengenal pemerasan antar sesama, pengisapan, dan subordinasi ekonomi modern. Sila ketiga, terkandung nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, gotong-royong, tidak saling mematikan, dengan spirit nasionalisme. Sila keempat, terkandung nilai demokrasi ekonomi, kedaulatan ekonomi, mengutamakan ekonomi rakyat, dan mengutamakan hajat hidup orang banyak. Sila kelima,

13Lihat http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45, diakses tanggal 10 Agustus 2014. 14Untuk lebih detail tentang Ekonomi Pancasila lihat Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila-LPEP, Ekonomi Pancasila (Jakarta: Penerbit Mutiara, 1980). Lembaga ini dipimpin oleh Soerowo Abdulmanap, dan sebagai penasihatnya adalah Mohammad Hatta. 15Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas, 98. Lihat sejarah dinamika paradigma Ekonomi Pancasila oleh Tarli Nugroho, “Ekonomi Pancasila Refleksi Setelah Tiga Dekade,” dalam Bahan Urun-Rembug, diskusi “Membangun Paradigma Ilmu Pancasila,” di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Jumat, 1 April (2011), 3.

229 bernilai persamaan, pemerataan, dan kemakmuran rakyat yang utama, bukan kemakmuran individual.16 Pada masa sekarang ekonomi kerakyatan atau Ekonomi Pancasila, menjadi sebuah wacana yang terus diulang dengan tanpa diketahui pasti anatomi dan struktur rancang-bangun, t e r l e b i h implementasinya. Semua ekonom, baik yang berhaluan sosialis dan kapitalis akan berusaha untuk menjelaskan dampak ekonomi kepada rakyat dengan mengklaim bahwa paradigma ekonominya berlandaskan dan sesuai dengan konstitusi negara. Kepemimpinan pemerintahan bangsa silih-berganti dan belum satupun yang mampu membuktikan bahwa rakyat, kaum marjinal, bisa menikmati hasil kegiatan ekonomi secara adil dan merata. Era pemerintahan Soekarno dengan konsep Marhaenismenya telah berusaha untuk membangun model ekonomi kerakyatan Indonesia, yang menurutnya, sesuai dengan konstitusi. Soekarno mengartikan Marhaenisme sebagai suatu ideologi kerakyatan yang mencita-citakan terbentuknya masyarakat yang sejahtera secara merata. Asas Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosiodemokrasi. Sosio- nasionalisme adalah nasionalisme masyarakat, yaitu nasionalisme dengan kedua kakinya berdiri di atas masyarakat. Sosio-nasionalisme menolak setiap tindakan borjuisme yang menjadi sebab kepincangan masyarakat.17 Menurut Soekarno, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi, suatu nasionalisme yang mencari keajegan politik dan ekonomi, keajegan negeri dan rezeki. Sosio-demokrasi timbul karena sosionasionalisme. Sosiodemokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Sosionasionalisme adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan atau perasaan cinta kepada bangsa yang dijiwai oleh perasaan cinta kepada sesama. Sementara sosiodemokrasi adalah demokrasi yang menuju kepada kesejahteraan

16Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas, 99. 17Soekarno, “Pancasila,” 20-21; Yuli Hananto, Bermuka Dua; Kebijakan Soeharto terhadap Soekarno beserta Keluarganya (Yogyakarta: Ombak, 2005), 38- 41; S. Pataniari, Api Perjuangan Rakyat (Jakarta: Lembaga Kajian Ekonomi Politik, 2002), 116; Indriyanto, “Pertentangan Politik Soekarno-Hatta: Sebuah Kajian Budaya,” Makalah Seminar Nasional dan Diskusi “Pertentangan Sukarno-Hatta: Etika Politik dalam Perspektif Sejarah dan Hukum,” Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Fakultas Sastra UNDIP, Semarang 15 Maret (2007), 2

230 sosial, kesejahteraan masyarakat, atau kesejahteraan seluruh bangsa.18 Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal namun karena kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara. Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan.19 Era rezim Soeharto juga berusaha membangun ekonomi kerakyatan dengan Repelita dan konsep pembangunannya.20 Sebagaimana Soekarno, iapun mengklaim sistem ekonomi yang dijalankannya berlandaskan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan Pancasila. Arsitek ekonomi era Soeharto, Soemitro Djojohadikusumo dan Emil Salim telah menggunakan istilah Ekonomi Pancasila dalam merumuskan kebijakan ekonominya.21 Emil Salim menerjemahkan istilah Ekonomi

18Soekarno, “Pancasila,” 22-23; Yuli Hananto, Bermuka Dua; Kebijakan Soeharto terhadap Soekarno beserta Keluarganya, 39; S. Pataniari, Api Perjuangan Rakyat, 117; Indriyanto, “Pertentangan Politik Soekarno-Hatta: Sebuah Kajian Budaya,” 3. 19Lihat Yuri Sato, “Post-Crisis Economic Reform in Indonesia:Policy for Intervening in Ownership in Historical Perspective,” IDE Research Paper No. 4, September, (2003), 1-3; Wing Thye Woo dan Chang Hong, “Indonesia’s Economic Performance in Comparative Perspective and a New Policy Framework for 2019,” Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 46, No. 1, (2010): 33–64. 20Zeffry Alkatiri, “The Words of Magic Used during the Soeharto’s Indonesian New Order Military Regime Era 1980-1997,” Asian Journal of Social Sciences and Humanities, Vol. 2. No. 1, February (2013), 83. 21David Ransom menjelaskan bahwa Soemitro dan Salim merupakan ekonom anggota keluarga The Berkeley Mafia, David Ransom, “The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre,” Majalah Ramparts, Vol. 9, No. 4, Oktober (1970), 26-28, 40- 49. Lihat Sumitro Djojohadikusumo, Trilogi Pembangunan dan Ekonomi Pancasila (Jakarta: Induk Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia, 1985); Emil Salim, “Sistem Ekonomi Pancasila,” Majalah Prisma, No. 5/VIII, Agustus (1979), 3-9; Emil

231

Pancasila sebagai gagasan mengenai sistem perekonomian, atau politik perekonomian. Hal tersebut berbeda dengan paradigma Mubyarto yang menggunakannya sebagai sebentuk teori kritis untuk mengkritik teori ekonomi neoklasik (mainstream economics). Secara historis, gagasan Ekonomi Pancasila Emil Salim adalah mencoba memberi pendasaran terhadap kebijakan dan jalan ekonomi yang akan diambil oleh Orde Baru. Sementara Ekonomi Pancasila versi Mubyarto justru hendak memberikan kritik terhadap kebijakan dan jalan ekonomi Orde Baru. Dalam analisa sejarah Tarli Nugroho, pada saat itu pemerintah sedang berusaha untuk memonopoli tafsir ekonomi atas Pancasila. Karena sebelumnya Orde Baru telah menjadikan Pancasila sebagai ujung tombak untuk melakukan de-Soekarno-isasi, delegitimasi terhadap anasir-anasir ideologis lama (seperti “sosialisme Indonesia” ataupun “sosialisme” secara umum).22 Setelah era Orde Baru, era kepemimpinan pemerintahan Indonesia kemudian silih-berganti. Penafsiran paradigma ekonomi kerakyatan-pun tetap menjadi sebuah wacana yang semakin tidak jelas. Dan yang terang, rakyat tetap berada dalam kubangan kemiskinan yang semakin dalam. Pada zaman reformasi, masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono, dalam penilaian Zulkifly Alkatiri, paradigma ekonomi tidak jauh berbeda dengan zaman Soeharto.23 Pemerintah lebih cenderung menekankan pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan ekonomi. Sehingga terjadilah disparitas ekonomi yang luar biasa antara si kaya dengan si miskin. Analisa tersebut sesuai dengan data yang diwartakan oleh Majalah Forbes yang berbasis di New York, Amerika Serikat telah disebutkan ada sekitar 40 orang terkaya di Indonesia. Total kekayaan mereka sebesar 88,6 miliar dollar AS atau setara Rp. 850 triliun. Total kekayaan 40 orang ini pada tahun 2012 meningkat 4 persen dibandingkan dengan tahun 2011. Dengan demikian, harta kekayaan Rp. 850 triliun hanya dikuasai oleh 40 orang sementara bagi pekerja formal, termasuk buruh yang berjumlah 42,1 juta orang berbagi pendapatan senilai Rp. 1450 triliun. Inilah perbedaan yang sangat menjulang antara si kaya dan si miskin di tengah sistem ekonomi pasar yang tidak mentabukan setiap orang memiliki kekayaan dalam jumlah

Salim, Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia: Perkembangan Pemikiran 1965-1981 (Jakarta: Gramedia, 1982), 36-38; Emil Salim, Kembali ke Jalan Lurus, Esai-esai 1966-1999 (Jakarta: Alvabet, 2000), 3-5. 22Tarli Nugroho, “Ekonomi Pancasila Refleksi Setelah Tiga Dekade,” 6. 23Zeffry Alkatiri, “The Words of Magic Used during the Soeharto’s Indonesian New Order Military Regime Era 1980-1997,” 87-88.

232 yang begitu fantastis.24 Dalam analisa kebijakan, menurut lembaga masyarakat madani Aifis (The American Institute for Indonesian Studies), era pemerintah Indonesia Bersatu selama dua jilid, lebih cenderung pro-investor daripada pro-rakyat. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya investor yang menguasai sektor-sektor strategis yang seharusnya dikuasai oleh negara, seperti tambang, migas, dan lain-lain. Selain itu, pemerintah juga mengalami ketergantungan kepada hutang luar negeri. Sedangkan di sektor riil, seperti usaha kecil menengah banyak yang mengalami gulung tikar karena tidak bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar sehingga dengan demikian cita-cita untuk mewujudkan adanya keadilan dan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi masih jauh dari harapan, bahkan ini menjadi sebuah cerminan bahwa pemerintah belum maksimal dalam mengupayakan keberpihakan kepada pelaku ekonomi kecil menengah.25 Dengan kata lain, Era SBY juga gagal mengimplementasikan ekonomi kerakyatan yang diamanahkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Gerindra berkiprah dalam politik praktis berupaya untuk memperjuangkan terimplementasikannya ekonomi kerakyatan. Pancasila dan Ekonomi Kerakyatan merupakan dasar pendirian Gerindra. Dalam keyakinan filosofis Gerindra, Pancasila sebagai perekat Bangsa Indonesia telah terbukti mampu mempersatukan rakyat Indonesia yang sangat heterogen. Sedangkan sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang paling cocok diterapkan di Indonesia sesuai dengan amanat UUD 45. Perjuangan partai Gerindra semata bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bagi Gerindra, keberagaman bangsa Indonesia dari suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mampu di rekat erat oleh ideologi Pancasila. Oleh karena itu seluruh anggota Partai Gerindra lebih mengutamakan jiwa nasionalisme sebagai jiwa perjuangan partai, termasuk dalam hal ekonomi.26 Pancasila sebagai perekat Bangsa Indonesia akan semakin kuat apabila segala hajat hidup rakyat secara konsisten dipersembahkan oleh pemerintah. Ekonomi kerakyatan yang merupakan sistem terpadu

24http://www.forbes.com/indonesia-billionaires/list/, diakses tanggal 10 Agustus 2014. 25Aifis, Bunga Rampai: Serial Diskusi Akademik (Agustus – Desember 2013): Telaah Wacana Ekonomi Kerakyatan (Depok: Aifis, 2013), 2. 26Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya: Haluan Baru Menuju Kemakmuran (Jakarta: Institut Garuda Nusantara, 2012), xxvi-xxvii.

233 dalam pengelolaan asset tanah tumpah darah dan bumi diyakini mampu mensejahterakan rakyat. Hashim Djoyohadikusumo menjelaskan bahwa sistem ekonomi kerakyatan yang akan diterapkan oleh Partai Gerindra berangkat dari kekuatan ekonomi yang berdasarkan kekuatan diri-sendiri berdasarkan potensi alam dan sumber daya manusia terbesar ke-4 di dunia. Partai Gerindra ingin membawa Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar berdasarkan ideologi Pancasila dan menerapkan ekonomi kerakyatan. Manifesto Perjuangan Gerindra dalam bidang ekonomi menegaskan bahwa Kebijakan perekonomian harus mendukung cita-cita welfare state (negara kesejahteraan) yang berkeadilan. Untuk itu diperlukan langkah yang tepat untuk menormalisasi kehidupan ekonomi rakyat dengan kembali memperjuangkan paham ekonomi kerakyatan.27 Biang keladi ketidakadilan dan ketidaksejahteraan perekonomian di Indonesia sekarang ini, menurut Gerindra, mendukung pernyataan ekonomi Soekarno, Hatta, Mubyarto dan Sri-Edi Swasono, disebabkan karena sistem liberalisme dan kapitalisme yang dijadikan kebijakan oleh pemerintah. Padahal, para pendiri bangsa telah menjadikan ekonomi kerakyatan sebagai landasan perekonomian bangsa ini.28 Manifesto Gerindra menjelaskan bahwa pada sisi lain, sejak era reformasi, sistem perekonomian Indonesia semakin berkecenderungan kepada sistem liberal dan kapitalistik. Sistem ekonomi kerakyatan yang diletakkan dasarnya oleh para pendiri bangsa melalui Pasal 33 UUD 1945 semakin ditinggalkan. Kondisi ini telah menyebabkan kehidupan rakyat pada umumnya jauh dari kesejahteraan. Kekayaan alam menjadi lahan pertarungan perebutan pengaruh di antara kekuatan-kekuatan politik dan kekuatan asing, tidak untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jumlah kemiskinan dan pengangguran tetap menjadi masalah utama. Karena itu, tidak ada pilihan lain, kita harus mewujudkan kemandirian bangsa dengan membangun sistem ekonomi kerakyatan.29 Menurut Fadli Zon, Gerindra meyakini kapitalisme dan liberalisme selalu inheren dengan krisis. Depresi besar 1929 dan krisis 2008 adalah dua contoh kegagalan kapitalisme membawa tatanan ekonomi dunia

27Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra (Jakarta, Gerindra, 2011), 14. 28Soekarno, “Pancasila,” 16; Moh. Hatta, “Masa Lalu dan Masa Depan Indonesia,” 7; Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas, 100. 29Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra (Jakarta, Gerindra, 2011), 15.

234 yang lebih adil dan makmur. Gagasan ekonomi kerakyatan di Indonesia lahir dari buah pemikiran Mohammad Hatta. Hatta menilai sistem kapitalisme berpijak atas dasar perjuangan dalam arena pasar yang kuat bertambah kuat, yang lemah menjadi musnah. Pembagian hasil yang adil antara produsen, konsumen dan saudagar tak pernah tercapai dalam sistem pasar kapitalisme.30 Senada dengan Fadli, pasar (market) model demikian dalam pengertian Sri-Edi Swasono lebih diartikan tidak hanya sekedar suatu lokus atau tempat bertemunya permintaan dan penawaran belaka. Ia juga mencakup pengertian hadirnya suatu kekuatan besar the global finance tycoons (saudagar finansial global) dengan kekuasan ekonomi yang luar biasa. Ia berbentuk trans nasional corporation (korporasi trans nasional), semisal Bank Dunia, International Monetery Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), dan lain-lain.31 Lebih lanjut, Sri-Edi menjelaskan bahwa pasar tersebut sebagai suatu mekanisme di mana kelompok-kelompok masyarakat yang tidak cukup memiliki daya beli akan bernasib malang, akan tersisih oleh arus pasar dan berada di luar arena transaksi ekonomi. Dengan kata lain, pasar-bebas secara inheren pada dasarnya diskriminatif terhadap yang miskin, meskipun tidak diskriminatif dalam melayani siapa saja yang memiliki daya beli.32 Gerindra menilai, sistem pasar-bebas sebagai anak kandung kapitalisme tidak tepat diterapkan di Indonesia. Sejarah perekonomian Indonesia telah merekam kehadiran pasar dengan model tersebut. Dalam konteks Indonesia, di bawah kolonialisme Belanda, kaum produsen besar umumnya terdiri dari orang kulit putih. Kedudukan mereka sangat kuat karena didukung pemerintah kolonial dan bank. Sementara ekonomi rakyat dapat dengan mudah dikuasai produsen, karena ekonomi rakyat itu tidak tersusun. Ketimpangan ekonomi pada masa itu sangat tinggi. Struktur sosial terbagi empat strata yaitu (1) golongan Eropa, (2) golongan Tionghoa, (3) golongan bangsa asing Timur bukan Tionghoa, dan (4) golongan Inlanders. Sistem kapitalisme berkecenderungan diskriminasi dan bertentangan dengan Pancasila.33

30Fadli Zon, “Ekonomi Kerakyatan,“ Garuda Nusantara, Edisi 20/Tahun II/Desember, (2012), 1. 31Sri-Edi Swasono, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Liberalisme!, 29. 32Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas, 23. 33Fadli Zon, “Ekonomi Kerakyatan,“ 1.

235

Paradigma ekonomi Hatta menjadi suluh bagi Gerindra dalam operasionalisasinya. Bagi Hatta, dasar tiap-tiap perekonomian adalah pada bagaimana mencapai kebutuhan hidup rakyat. Jika kebutuhan tak dapat dipenuhi maka diperlukan impor. Bagi penjajah, ekspor adalah mesin penghasil uang. Indonesia hanya jadi daerah ekonomi industri bagi Belanda. Keuntungan sebesar-besarnya masuk ke Belanda.34 Bagi Gerindra, struktur dan sistem ekonomi yang seperti ini telah menimbulkan paradoks. Indonesia mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah, akan tetapi, rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Hatta menempatkan rakyat sebagai subyek (people based) dan sebagai pusat dari kegiatan ekonomi (people centered). Gagasan tersebut membuatnya berdiri sangat jauh dari kapitalisme yang berpijak pada paham individualisme atau yang berorientasi pada kepentingan diri sendiri (self interest).35 Gagasan demokrasi Hatta ditauladani oleh Gerindra dengan mengusung gagasan yang dipengaruhi corak demokrasi desa. Gagasan ekonomi Hatta-pun senada dengan platform Gerindra, lebih dekat pada gagasan kolektivisme atau kebersamaan, dan tak mengharamkan intervensi negara. Oleh Gerindra dan Hatta, negara ditempatkannya sebagai pemeran utama dalam usaha mensejahterakan rakyat. Selain itu, dalam cara bagaimana-gagasan ekonomi yang berpusat pada rakyat itu dikerjakan, Hatta yang ditiru oleh Gerindra, sangat memperhatikan realitas konkret dari kehidupan masyarakat Indonesia. Karena tak ada sistem ekonomi yang bisa lepas dari kebudayaan, bangun usaha yang cocok dengan budaya Indonesia adalah koperasi. Hatta dan Gerindra sama-sama berkeyakinan bahwa koperasi merupakan segi ekonomi dari apa yang disebutnya sebagai “kooperasi sosial lama”, yaitu gotong- royong. Menurut Sri-Edi Swasono, sistem ekonomi Indonesia oleh Hatta disebut sebagai sosialisme-religius.36 Menurut Prabowo, pemikiran ekonomi Mohammad Hatta telah menjadi tonggak penting dalam sejarah ekonomi-politik di Indonesia. Dialah perumus Pasal 33 UUD 1945, yang membuat konstitusi Indonesia bukan semata dokumen politik, melainkan juga dokumen

34Moh Hatta, Sesudah 25 Tahun ....., 10. 35Moh. Hatta, Demokrasi Kita, 25 36Lihat Sri-Edi Swasono, Keparipurnaan Ekonomi Pancasila (Depok: FEUI, 2006), 17-21; Sri-Edi Swasono, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Liberalisme!, 35; lihat juga Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 16; Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 50.

236 ekonomi.37 Jadi, berbeda dengan negara-negara liberal kapitalis, dimana konstitusinya hanya bersifat politik saja, keberadaan Pasal 33, serta pasal-pasal kesejahteraan sosial lainnya, membuat konstitusi Indonesia bisa disebut sebagai Konstitusi Ekonomi. Menurut Amelia Hayati,38 ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau sistem ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:

“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.” “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.” “Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.” “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Revrisond Baswir menjelaskan bahwa sistem ekonomi kerakyatan yang terkadung dalam UUD 45 tersebut berbeda dari neoliberalisme. Neoliberalisme merupakan sebuah sistem perekonomian yang dibangun di atas tiga prinsip, yaitu: (1) tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas- sempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan (3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang. Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Dalam perkembangannya, sebagaimana dikemas dalam paket Konsensus Washington, peran negara dalam neoliberalisme ditekankan untuk melakukan empat hal sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor

37Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 52. 38Amelia Hayati, “Konsepsi dan Aktualisasi Kebijakan Ekonomi Kerakyatan bagi Perempuan Indonesia,” dalam Makalah Peningkatan Wawasan Kebangsaan, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah (BKBPMD) Provinsi Jawa Barat, Tasikmalaya 23 Juli (2008), 3.

237

keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.39 Revrisond Baswir lebih lanjut menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Mencermati perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan dengan neoliberalisme tersebut, tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan bahwa ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah antitesis dari neoliberalisme. Sebab itu, sebagai saudara kandung neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan (keynesianisme), juga tidak dapat disamakan dengan ekonomi kerakyatan. Keynesianisme memang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penciptaan kesempatan kerja penuh, namun demikian ia tetap dibangun berdasarkan prinsip persaingan bebas dan pemilikan alat-alat produksi secara pribadi.40

Tabel 5.1. Peran Negara Dalam Ekonomi Ekonomi Kapitalisme Kerakyatan Negara Kesejahteraan Ekonomi Neoliberal 1. Menyusun 1. Mengintervensi 1. Mengatur dan perekonomian pasar untuk menjaga sebagai usaha menciptanya kondisi bekerjanya bersama kesempatan kerja mekanisme pasar; berdasar atas penuh. mencegah azas monopoli. kekeluargaan; mengembangka n koperasi (Pasal 33 ayat 1).

39Revrisond Baswir, “Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme,” dalam Makalah “Seminar Nasional Ekonomi Kerakyatan: “Konsepsi Ekonomi Kerakyatan dalam Pengelolaan Aset (SDA) dan Perusahaan (BUMN) Strategis Bangsa,” Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Gadjah Mada, 28 April (2009). 1. 40Revrisond Baswir, “Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme,” 2-3.

238

2. Menguasai 2. Menyelenggarakan 2. Mengembangkan cabang-cabang BUMN pada sektor swasta dan produksi yang cabang-cabang melakukan penting bagi produksi yang tidak privatisasi BUMN. negara dan dapat yang menguasai diselenggarakan oleh hajat hidup perusahaan swasta. orang banyak; mengembangka n BUMN (Pasal 33 ayat 2). 3. Menguasai dan 3. Menjaga 3. Memacu laju memastikan keseimbangan antara pertumbuhan pemanfaatan pertumbuhan ekonomi, bumi, air, dan ekonomi dengan termasuk dengan segala pemerataan menciptakan kekayaan yang pembangunan. lingkungan yang terkandung di kondusif bagi dalamnya bagi masuknya sebesar- investasi asing. besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 3).

4. Mengelola 4. Melaksanakan 4. Mengelola anggaran anggaran kebijakan negara untuk negara untuk anggaran ketat, kesejahteraan kesejahteraan termasuk rakyat; rakyat; menghapuskan memberlakukan memberlakukan subsidi. pajak progresif dan pajak progresif memberikan subsidi. dan

memberikan

subsidi.

239

5. Menjaga 5. Menjaga stabilitas stabilitas 5. Menjaga stabilitas moneter. moneter. moneter.

6. Memastikan 6. Memastikan setiap 6. Melindungi setiap warga warga negara pekerja negara memperoleh haknya perempuan, memperoleh untuk mendapatkan pekerja anak, dan haknya untuk pekerjaan dan bila perlu mendapatkan penghidupan yang menetapkan upah pekerjaan dan layak. minimum. penghidupan 1. yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2).

7. Memelihara 7. Memelihara fakir 7. - fakir miskin miskin dan anak dan anak terlantar. terlantar (Pasal 34). Sumber: Revrisond Baswir, 2009

Keistemewaan lainya dari Pasal 33 di atas, dalam pandangan Sri- Edi Swasono sangat Islami.41 Hal tersebut juga sesuai dengan manifesto perjuangan ekonomi Gerindra, meski dengan penyebutan religius.42 Oleh karenanya, harus menjadi modal utama dalam pengembangan ajaran ekonomi di Indonesia. Pasal 33 UUD 45 merupakan suatu capaian sangat tinggi dan luar biasa yang berhasil menempatkan nilai-nilai Islam pada tingkat tertinggi, yaitu sebagai konstitusi negara. Menurut Sri-Edi Swasono nilai-nilai ekonomi Islam

41Sri-Edi Swasono, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Liberalisme!, 33. 42Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 3; Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., xiv.

240 yang terkandung dalam pasal itu sejalan dengan QS. Al-Hashr/59 ayat 7:

... ......        ...... supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu...... (QS. Al-Hasyr/59:7),

Sejalan juga, Sri-Edi Swasono menjelaskan bahwa hal itu selaras dengan sabda Rasulullah Muhammad Saw., yaitu:

ِ َِّ َّ َّ ِ َّ َع ْن أَبي ُهَريْ َرةَ أَ َّن َر ُسوَل الله َصلى اللهُ َعلَْيه َو َسل َم قَا َل ثَََل ٌث ََل يُْمنَ ْع َن الَْماءُ َوالْ َكََلُ َوالنَّاُر . “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api.“ (HR. Ibn Majjah).43

Menyikapi pasal di atas, menurut Manifesto Gerindra, sejak era reformasi, sistem perekonomian Indonesia semakin liberal dan kapitalistik. Sistem ekonomi kerakyatan yang diletakkan dasarnya oleh para pendiri bangsa melalui Pasal 33 UUD 1945 semakin ditinggalkan. Kondisi ini telah menyebabkan kehidupan rakyat pada umumnya jauh dari kesejahteraan. Kekayaan alam menjadi lahan pertarungan perebutan pengaruh di antara kekuatan-kekuatan politik dan, lebih ironis lagi oleh, kekuatan asing. Kekayaan alam yang berlimpah itu tidak untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jumlah kemiskinan dan pengangguran tetap menjadi masalah utama. Karena itu, tidak ada pilihan lain, Gerindra harus berjuang untuk mewujudkan kemandirian bangsa dengan membangun sistem ekonomi kerakyatan.44 Paradigma ekonomi Hatta dan paradigma ekonomi Gerindra juga memiliki kesamaan dengan sistem ekonomi Islam. Menurt Tim Ilmu Ekonomi Islam-FEUI, sistem ekonomi Islam, memiliki perbedaan yang bersifat paradigmatik dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Sistem ekonomi Islam dan ekonomi kerakyatan digagas Hatta, berbasis pada worldview dan visi religius, yang diderivasikan dari al-Qur’an dan Hadits. Gerindra sebagai partai nasionalis, dalam hal ini hanya

43Kualitas Hadis ini menurut Albani adalah ṣaḥīḥ. Lihat al-Albani, Irwā’ al- Ghalīl, Juz VI (Bairūt: Maktab al-Islāmī, 1405/1985), 6-9; Al-Zaila’i, Nashb al- Rāyah, Juz IV (Misr: Dār al-Hadīts, Mesir. 1357), 352. 44Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 4.

241 berlandaskan pada sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.45 Meskipun demikian, Gerindra sehaluan dengan sistem ekonomi Islam dan ekonomi kerakyatan, membahas kebutuhan manusia secara seimbang dan tanpa diskriminasi, baik material maupun non material.46 Dengan demikian, sistem ekonomi tersebut akan berfokus pada optimisasi falaḥ (kesejahteraan dunia-akhirat) dan pemenuhan kebutuhan. Hal ini berbeda secara diametral dengan sistem ekonomi sekuler yang tidak membahas kebutuhan non material karena tidak terukur dan melibatkan value judgment, sehingga sistem ekonomi konvensional cenderung berfokus pada “maksimisasi” kekayaan material (profit maximization) dan pemenuhan “keinginan.”47 Sistem Ekonomi Islam dan ekonomi kerakyatan juga diikuti oleh Gerindra, dengan menekankan secara seimbang antara kerjasama (cooperation) dan persaingan (competition) berlandaskan pada social- interest, yang seringkali membutuhkan sacrifice (pengorbanan).48 Sedangkan sistem ekonomi konvensional cenderung hanya berfokus pada persaingan bebas berlandaskan self-interest.49 Sistem ekonomi Islam bersandar pada sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Hal yang belum bisa diimplementasikan dalam Gerindra adalah melarang riba (usury), meskipun untuk nilai-nilai gharar (excessive speculation)

45 Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 2-3; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 4. 46Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 58; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 4; Ilmu Ekonomi Islam-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Ilmu Ekonomi Islam (Jakarta: IEI-FE UI, 2013). Lihat juga Taqyuddīn al-Nabhanī, Niżām al-Islām (Beirut: Dār al-Ummah, 1953); 10. 47Lihat misalnya pembahasan oleh Taqyuddīn al-Nabhanī, Niżām al-Islām (Beirut: Dār al-Ummah, 1953); Taqyuddīn al-Nabhanī, Al-Takātu al-Hizbī, Hizbu al- Taḥrīr (Beirut: Dār al-Ummah, 1953); Hamid Reza Alavi, “Ethical Views of Ibn Miskawayh and Aquinas,” Philosophical Paper and Review Vol.1, 4 (2009), 2. Lihat Ibnu Miskawayh, Tahdhīb al-Akhlāq Ibnu Miskawayh (Qahira: Maktabah al- Ḥusainiyyah, t.t.), 25; Muḥammad ibn Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghażalī, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, juz III, (Beirut: Dār Iḥyā’ al-Kutūb al-Ilmiyah, t.t), 48. 48Rif’at al-Maḥjūb, Dirāsat Iqtiṣādiyat Islāmiyah (Qahira: Ma’had al-Dirāsat al- Islāmiyah, 1987), 14; Muhammad Arham, "Islamic Perspectives on Marketing", Journal of Islamic Marketing, Vol. 1 Iss: 2, (2010), 149-164; Mirza Hassan Hosseini, Fatemeh Aidi “Developing Islamic Principless-Based Marketing Framework” Journal Basic and Aplied Scientific Research,3 (3), (2013), 189; Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 59; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 5-6. 49Peter Drucker, “What is “Business Ethics?,” The Publik Interest, No. 63 (Spring, 1981), 18-36; Andrew Stark, ”What’s The Matter With Business Ethic,” Harvard Business Review 71, (1993), 202.

242 dan maysīr (gambling) menyetujui sistem ekonomi Islam.50 sistem ekonomi konvensional yang bersandar pada riba, masih dipertahankan oleh Gerindra. Namun Gerindra tegas melarang gharar dan maysīr.51 Sebagaimana sistem ekonomi Islam, platform ekonomi Gerindra juga banyak mendorong social-welfare contracts, seperti zakat (compulsory charity), wakaf (endowment resources), hibah, dan qardh al-ḥasan (free-interest loan).52 Sedangkan sistem ekonomi konvensional cenderung hanya terfokus pada private-welfare contracts saja. Meski berbasis kepada nilai dan moral agama (Islam), namun sistem ekonomi Islam tetap akan bersifat ilmiah karena nilai dan moral agama yang dikandungnya tidak menghalanginya untuk secara objektif menentukan hubungan kausal antar variabel. Seluruh hipotesis dan teori yang dibangun dalam sistem ekonomi Islam akan selaras dengan inti atau struktur logis dari paradigma Islam. Sistem ekonomi Islam mengembangkan ilmu ekonomi yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia secara komprehensif, baik material maupun moral dan spiritual, serta menjaga keberlangsungannya.53 Sistem ekonomi Islam, dalam semangat paradigma Garaudian juga telah dimanifestokan oleh konsep ekonomi Gerindra. Paradigma sistem ekonomi Islam dari Garaudi lebih cenderung pada pendekatan analisis komparatif antara sistem ekonomi konvensional dan sistem Ekonomi Islam, dengan menggunakan pluralisme metodologi, baik moral, fiqh, ekonomi, politik dan sejarah, dengan fokus utama pada makna dan tujuan ilmu ekonomi. Islam sebagai agama pertama dan asal. Ia sesungguhnya adalah agama satu-satunya dan bukan sebuah agama atau paradigm baru yang muncul dalam sejarah dan di antara ciri-ciri khususnya adalah universal, internasional dan komprehensif. Ia

50Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 117; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 17. 51Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 6. 52Ilmu Ekonomi Islam-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Ilmu Ekonomi Islam (Jakarta: IEI-FE UI, 2013). Lihat juga Adi Sasono, Didin Hafiduddin dan AM. Saepuddin dkk membagi tiga paradigma system ekonomi dunia. lihat Adi Sasono dkk, Solusi Islam Atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah (Jakarta: GIP, 1998); Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqāshid al-Syarī’ah (Jakarta: Kompas Media Nusantara, (2010), 4; Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 117; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 17. 53Muhammad Arham, "Islamic Perspectives on Marketing", 154; Mirza Hassan Hosseini, Fatemeh Aidi “Developing Islamic Principless-Based Marketing Framework,” 191.

243 sesungguhnya adalah risalah penutup yang datang untuk mempertegas dan menyempurnakan risalah-risalah sebelumnya serta membebaskannya dari penyisipan yang mencampurinya.54 Karena itu, dapat dikatakan adanya titik temu (qāsim mushtarak; common denominator) antara Islam dan agama-agama kitābīyah dan non- kitābīyah terdahulu. Gerindra menjadikan Pancasila sebagai titik temu berbagai sistem ekonomi agama yang dianut dan berkembang di Indonesia. Inti dari konsepsi ekonomi kerakyatan Gerindra adalah prisip kerja sama dan gotong-royong. Dasar tersebut disarikan dari ekonomi Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila dan UUD tahun 1945. Manifesto Gerindra menggariskan sikap kerjasama dan gotong royong yang dilandasi oleh penghormatan atas kedaulatan, kemandirian, dan persamaan hak dalam mengerjakan dan menuntaskan sebuah pekerjaan sejatinya merupakan kebutuhan setiap manusia sebagai makhluk sosial. Tidak ada individu yang bisa hidup tanpa membutuhkan individu lain. Partai Gerindra sangat menyadari pentingnya kerjasama, karena itu dalam setiap sikap dan tindakan, Partai Gerindra mengedepankan dan mengembangkan kerjasama dan gotong royong dengan entitas masyarakat lainnya sebagai landasan pergaulan berbangsa dan bernegara.55 Pancasila dan UUD 45 pasal 33 menjadi ruh yang mendasari paradigma ekonomi kerakyatan Gerindra. Keadilan ekonomi yang sehaluan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan dasar pandangan ekonomi Gerindra. Pelopor ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila Hatta (1971)56 dan Mubyarto, (2003)57 dan sistem ekonomi Islam menjadi tauladan ekonomi kerakyatan Gerindra. Berdasarkan Manifesto Partai Gerindra keadilan sosial bagi partai Gerindra adalah partai yang mencita‐citakan suatu tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial, yakni masyarakat yang adil secara ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan kesetaraan gender.58

54Muḥsin al-Maylī, Pergulatan Mencari Islam: Perjalanan Religius Roger Garaudy, (terj.) Rifyal Ka’bah (Jakarta: Paramadina, 1996), 259. 55Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 9-10. 56Mohammad Hatta, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (Jakarta: Inti Idayu Press, 1971), 35. 57Mubyarto, ”Ekonomi Pancasila: Satu Renungan Akhir Tahun,” Makalah Seminar Bulanan Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pancasila, Jilid 3 (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM-Yogyakarta, 2003), 2-3. 58Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 44.

244

Dalam hubungan ekonomi dengan pihak luar negeri, Gerindra memiliki prinsip bahwa politik luar negeri dan hubungan internasional harus diabdikan untuk kepentingan nasional. Hubungan bilateral, multilateral dan kedudukan Indonesia dalam organisasi-organisasi internasional harus didasarkan pada kepentingan nasaional. Indonesia harus menjadi bangsa terhormat dan bermartabat dalam pergaulan internasional dan senantiasa pro-aktif dalam perdamaian dunia.59 Partai Gerindra akan memperjuangkan kebijakan ekonomi yang berhubungan dengan luar negeri dengan landasan yang progresif. Suatu landasan yang dapat menempatkan dan mengokohkan Indonesia kembali sebagai negara yang berperan dan dihormati di Asia dan dunia. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara Asia seperti Republik Rakyat Cina, Jepang, India, Korea Selatan di bidang ekonomi. Bagi Geridra, berakhirnya Perang Dingin tidak dengan sendirinya menampilkan Amerika Serikat sebagai kekuatan adikuasa tunggal. Dunia setelah itu menjadi berdimensi multipolar. Ada berbagai kekuatan yang berpengaruh dalam pentas politik masyarakat internasional. Uni Eropa menjanjikan kemajuan ekonomi. Republik Rakyat Cina (RRC) semakin menunjukkan kekuatan ekonomi, militer dan nuklir. Republik Federasi Rusia, sejak di bawah pemerintah Vladimir Putin berhasil membawa kembali kehormatan Rusia di bidang ekonomi dan militer. India berkembang pesat ekonominya dan di bidang militer memiliki kekuatan nuklir. Negara-negara sosialis Amerika Latin seperti Venezuela, Argentina, Brasil dan Bolivia mempunya potensi ekonomi yang kuat dan berani menentukan jalan sendiri yang seringkali bertentangan dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Negara-negara Timur Tengah, seperti Saudi Arabia sangat kaya dan tangguh kekuatan militernya. Iran memiliki potensi ekonomi karena minyak dan mengembangkan teknologi nuklir.60 Tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru itu memaksa masyarakat internasional kembali ke meja perundingan sebagai jalan terbaik mencari penyelesaian konflik. Invasi AS atas negara berdaulat Irak terbukti gagal dan telah menyebabkan AS semakin terkucil dan terpuruk dalam pergaulan dunia. Indonesia harus dapat memainkan peran dalam era baru internasional. Nilai strategis karena letak kedudukan geografis, kekayaan alam, dan potensi sumber daya

59Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 41-42. 60Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 42.

245 manusia harus bisa menjadi modal diplomasi yang menguntungkan kepantingan nasional. Partai Gerindra menilai perlunya reaktualisasi politik ekonomi luar negeri Indonesia yang ketinggalan zaman. Paradigma regionalisme yang mengantarkan lahirnya ASEAN sudah menjadi artefak sejarah diplomasi. Sama halnya dengan Gerakan Non Blok (GNB). Politik ekonomi luar negeri Indonesia tidak boleh diabdikan untuk melayani adidaya dan sekutu-sekutunya. Bangsa ini juga tak dapat terus-menerus bergantung pada "solidaritas"ASEAN yang terbukti nihil ketika bertabrakan dengan kepentingan nasional masing-masing. Kasus lepasnya Sipadan Ligitan, konflik Ambalat, negosiasi ekstradisi dengan Singapura adalah beberapa contoh kegagalan diplomasi Indonesia. Politik ekonomi luar negeri Indonesia harus diabdikan pada kepentingan nasional dengan berlandaskan kekuatan sendiri dengan penentuan sikap sendiri untuk memperjuangkan kemerdekaan sesungguhnya. Reaktualisasi politik ekonomi luar negeri tak hanya menyangkut kebijakan tapi juga sumber daya manusia di bidang diplomasi. Para diplomat ekonomi sebagai bagian pelaksana salah satu kebijakan politik luar negeri harus memiliki sifat kejuangan, keberanian, bervisi jauh ke depan dan menjaga kehormatan bangsa.61 Berdasarkan Laporan Penelitian International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menjelaskan partai politik di Indonesia yang maju pada Pemilu 2014, telah memiliki platform ekonomi basis dengan ideologi yang sama, yaitu Pancasila. Platform parpol merupakan dasar utama atas rujukan mengenai makna ketimpangan, bentuknya, serta metode mengatasinya.62 Platform parpol umumnya telah memuat prinsip-prinsip dasar yang dianut berdasarkan afinitas ideologi ke dalam visi/misi, serta telah diwujudkan dalam program kegiatan. Namun, tidak semua parpol dalam dokumen resminya memuat platform dilengkapi dengan visi-misi, serta bentuk kegiatannya. Terdapat variasi persepsi parpol dalam platform mengenai ketimpangan ekonomi. Secara garis besar, parpol merujuk pada kondisi ketimpangan ekonomi (pendapatan/pekerjaan) dan non-ekonomi (akses terhadap pendidikan, kesehatan, demografis, gender), meski masih minim tentang ketimpangan yang ini. Dalam catatan Infid, Gerindra

61Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 45. 62Infid meneliti 12 platform parpol, yaitu: Demokrat, PDI-P, Golkar, Nasdem, Gerindra, PKPI, Hanura, PPP, PKB, PBB, dan PKS. Lihat Infid, “Laporan Penelitian: Partai Politik, Pemilihan Umum dan Ketimpangan Sosial dan Ekonomi di Indonesia,” Laporan Penelitian INFID-LIPI, No. 3 (2014), 4, 34-36.

246 dan PKS yang memiliki platform ekonomi terperinci jika dibandingkan dengan partai lainnya.

B. Paradoks Ekonomi Kerakyatan Indonesia Gerindra menyebutkan, kondisi di Indonesia saat ini sedang mengalamai paradoks atau "kutukan sumber alam" (the curse of the natural resources).63 Menurutnya, paradoks tersebut terlihat dari kaya dan berlimpahnya sumber daya alam indonesia, alih-alih menjadi rahmat, ia malah sudah menjadi kutukan. Sumber daya alam bukannya menjadi suatu aset yang mendorong ke arah kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan negara yang kaya, namun ironinya, rakyatnya mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan. Geridra berpendapat bahwa kondisi paradoks atau kutukan sumber alam itu bisa terlihat secara gamblang dalam beberapa hal. Pertama, Indonesia merupakan salah satu negara agraris tropis terbesar di dunia, tetapi mejadi pengimpor besar beberapa komoditas pertanian. Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahkan luas lahan tropis Indonesia merupakan yang terluas di dunia setelah negara Brasil. Dari 27% luas zona tropis dunia, Indonesia memiliki 11% wilayah tropis yang dapat ditanami dan dibudidayakan sepanjang tahun. Berdasarkan luas wilayah dan luas lahan yang dapat ditanami, posisi Indonesia berada pada urutan nomor 10 di dunia. Posisi tersebut ditunjukkan dengan cakupan luas wilayah sebesar 1,905 juta km2 menurut data World Bank tahun 2009. Seluas 241,88 ribu km2 luas lahan yang dapat ditanami (arable land). Namun sayangnya, luas lahan yang dapat ditanami di Indonesia hanya sekitar 12%, karena sisanya berupa pegunungan dan perbukitan dan lain-lain yang tidak mungkin untuk dikelola. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2008, sekitar 1,91 juta km2 total luas daratan Indonesia.64

63Prabowo Subianto, “Kutukan Sumber Alam Indonesia,” Orasi Ilmiah, Seminar Nasional dan Pelantikan Masika ICMI dan Orda Malang Raya bertema "Membangun Ekonomi Kerkayatan untuk Mewujudkan Kemandirian dan Kedaulatan Rakyat," di Kota Malang Jawa Timur Senin, 18 Maret (2013); Prabowo Subianto, “Indonesia adalah Sebuah Paradoks,” dalam Gema Indonesia Raya, edisi 20/Tahun II/Desember (2012), 1; Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 32; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 21. 64Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 31-32; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 21.

247

Tabel 5.2. Negara Berdasarkan Luas Wilayah dan Lahan yang Dapat Ditanami (Arable Lands) untuk Pertanian dan Kehutanan

Lahan Nilai tambah Luas yang Lahan Lahan per petani No Negara Wilayah dapat kehutanan optimal US $ ditanami Km2 Km2 Km2 Km2 90-92 03-05 1 USA 9,632,030 1,830,086 3,188,202 4,844,911 20,793 41,797 2 India 3,287,260 1,765,259 749,495 1,919,760 324 392 3 Rusia 17,098,240 1,265,270 8,446,531 8,959,478 1,825 2,519 4 China 9,598,088 1,065,388 2,034,795 2,207,560 254 401 5 Brazil 8,514,880 596,042 4,810,907 6,769,330 1,506 3,126 6 Canada 9,984,670 499,234 3,404,772 5,531,507 28,243 43,055 7 Australia 7,741,220 495,438 1,648,880 6,696,155 20,838 10,072 8 Argentina 2,780,400 283,601 336,428 1,420,784 6,767 10,072 9 Mexico 1,964,380 255,369 661,996 459,665 2,256 2,792 10 Indonesia 1,904,570 241,880 929,430 836,106 484 583

Luas lahan yang dapat ditanami sebagaimana tabel di atas, sebenarnya jauh lebih besar bila turut diperhitungkan dengan lahan optimal yang dapat ditanami, misalnya lahan yang memiliki kemiringan datar, rendah dan padang rumput (plateau). Karena disamping untuk memahami, lahan yang potensial juga dapat dimanfaatkan untuk usaha peternakan dan perikanan, seperti padang rumput dan kolam ikan buatan. Menurut Gerindra, dengan mengutip perkiraan World Bank (2009), lahan optimal Indonesia mencapai 836, 106 km². Ini artinya, jika ditanami dua kali saja dalam satu tahun, maka potensi budayanya sekitar 167, 22 juta hektar. Apalagi bila dapat ditanami tiga kali dalam setahun atau dibudidayakan sepanjang tahun. Geridra mencontohkan, China dan India memiliki lahan yang yang dapat ditanami dan lahan optimal yang jauh lebih besar daripada Indonesia. Namun, bila dibandingkan dalam lahan dengan karakteristik tropisnya, potensi pertanian tropis Indonesia justru lebih besar bila dibandingkan dengan China, yang hampir sebagian besar lahannya adalah subtropis. Apalagi bila hanya dibandingkan dengan India. Sebagaimaa telah dijelaskan di atas, Indonesia adalah negara tropis terbesar kedua di dunia. Posisi ini, jelas merupakan keunggulan kompetitif bangsa Indonesia. Hal tersebut mampu membuat bangsa menjadi unggul dan maju dalam hal perekonomian sebagai negara tropis (tropical-based economy). Dengan kata lain, Indonesia mampu dan berpotensi besar untuk menjadi salah

248 satu lumbung pangan tropis dunia. Sayang, yang terjadi justru sebaliknya, Indonesia menjadi pengimpor besar beberapa komoditas pangan tropis dunia.65 Selain itu, menurut Gerindra, dengan potensi lahan yang tersedia, petani Indonesia juga seharusnya bisa memperoleh tingkat pendapatan yang tinggi. Alhasil, para petani dapatmencapai tingkat kemakmuran yang tinggi pula. Tetapi, lagi-lagi yang terjadi sebaliknya, nilai tambah yang dihasilkan dan dinikmati petani Indonesia malah termasuk salah satu yang terendah di dunia, bahkan di antara negara berkembang (developing countries) sekalipun. Walau masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan China dan India, tetapi mereka memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih padat dan besar. Buktinya, nilai tambah yang dihasilkan dan dinikmati petani Indonesia pada rentang tahun 2003- 2005, rata-rata hanya US$ 583 setahun atau hanya Rp. 5, 830 juta pertahun dengan asumsi kurs dolar Rp. 10. 000 per dolar atau hanya Rp. 486.000 per bulan. Rendahnya nilai tambah inilah yang merupakan penyebab utama dari kemiskinan, baik keluarga petani maupun warga masyarakat di pedesaan yang masih banyak memiliki lahan yang dapat dibudidayakan.66 Tabel 5.3. Perbandingan Nilai Tambah Petani Beberapa Negara Tahun 1980 – 2008 (Harga Konstan US$ 2000)

Rata-rata No Negara 1980 1990 2000 2008 2003 – 2005 1 Korea Selatan 2,538 5,338 9,911 17,704 11,286 Negara maju 8,678 14,166 18,787 17,697 - 2 Argentina 6,545 6,702 9,104 11,793 10,072 3 Brazil 1,091 1,625 2,351 3,858 3,126 Negara Menengah-Atas 1,745 2,130 2,492 3,682 - 4 Philipina 969 911 960 1,211 1,075 Dunia 736 793 918 896 - 5 Indonesia 462 512 553 705 583 6 Thailand 386 446 558 705 621 7 Malaysia 265 385 439 - 5,216 8 India 304 362 415 549 392 9 China 183 263 364 504 401 10 Vietnam - 225 295 352 305

65Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 34; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 24. 66Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 35.

249

Negara Menengah- 292 360 462 609 - Bawah Asia Pasifik (semua 474 518 591 595 - Negara Asia Pasifik (hanya 230 301 397 534 - negara berkembang) Sumber: World Development Indicator 2010 dan World Development Report 2009.

Mencermati tabel di atas, Gerindra berkeyakinan bila negara melaksanakan strategi pembangunan ekonomi kerakyatan yang mengembangkan keunggulan kooperatif, lahan tersebut menjadi keunggulan kompetitif melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta inovasi ditambah dengan sikap optimistis dan berpikiran positif. Argumen Gerindra, jika ditilik dari sisi luas lahan yang dapat ditanami dan jumlah penduduk yang sepadan, maka yang sepatutnya diperbandingkan adalah dengan nilai tambah petani di Brazil. Brazil mampu menciptakan nilai tambah lebih dari 5 kali capaian petani Indonesia, yaitu US$ 3.126 per tahun.67 Paradoks dan kutukan sumber alam kedua, Indonesia merupakan negara maririm kepulauan yang memiliki berbagai sumber daya hayati kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Indonesia terangkai oleh 17.480-an pulau. Terdiri dari kawasan pesisir dan lautan dengan panjang garis pantai 95.181 km, terbentang dari sabang hingga merauke dari Miangas hingga ke Rote. Menurut catatan Gerindra, panjang garis pantai Indonesia yang terpajang ke empat di dunia setelah Amerika, Kanada, dan Rusia. Hampir tiga per empat luas wilayah Indonesia berupa lautan. Dengan perkiraan, luas total laut mencapai 7, 9 juta km2 atau 790 juta hektar, termasuk daerah Zona Ekonomi Ekslusive. Tetapi hasil dan nilai perikanan tangkapan nasional Indonesia lebih banyak lari, bocor, atau dimanfaatkan oleh negara lain memiliki garis pantai yang relatif terbatas.68 Gerindra menjelaskan, dengan beragam potensi dan sistem pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang optimal sangat terbuka Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat dan mandiri dalam pangan yang berasal dari ikan dan hasil laut lainnya. Bahkan menjadi eksportir utama dan produk perikanan lainnya, sehingga penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan seharusya menjadi makmur,

67Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 35; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 24. 68Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 35-36; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 25.

250 sejahtera, dan maju. Kondisi paradoks atau klutukan sumber alam di sektor perikanan tersebut dapat dengan jelas digambarkan dalam grafik 4.1. Potensi peraiaran laut nasional sangat timpang dibandingkan dengan realisasi produksi perikanan tangkapannya. Walaupun Indonesia sebagai negara maritim kepulauan dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, namun dalam jumlah produksi perikanan tangkapan nelayan masih lebih rendah dibandingkan dengan negara Chili yang hanya memiliki panjang pantai hanya 6,435 km atau haya sekitar sepersepuluh pantai Indonesia. Sektor perikanan dan kelautan, seperti halnya pertanian, merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Sektor ini memiliki potensi besar dan bisa menjadi modal utama pembangunan bangsa. Ironisnya potensi besar ini justru dieksploitasi oleh bangsa dan negara lain, dengan melakukan penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di perairan Indonesia. Pembangunan sektor perikanan dan kelautan difokuskan dengan membangun nelayan sebagai subyek utama. Partai Gerindra menilai pembangunan kedua sektor akan berhasil dengan memberdayakan kelompok nelayan.69 Grafik 5.1 Perbandingan Panjang Pantai dan Produksi Perikanan Tangkap Negara Produsen Perikanan Utama di Dunia

Sumber: State of Fisher and Aquaculture 2006, FAO 2007 dan World Development Report 2009.

69Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 25.

251

Gerindra menilai kekayaan dan kelimpahan sumber daya kelautan nasional, justru lebih banyak dikuasai dan dikuras oleh negara-negara asing dan Indonesia hanya menjadi penonton yang teraniaya. Kondisi ini dapat dilihat dari fakta dan statistik ekspor perikanan tangkap dunia seperti digambar dalam Tabel 4. Mengutip laporan Food agriculture Organization (FAO) tahun 2007, dari 10 negara utama eksportir produk perikanan di dunia, baik untuk tahun 1994 atau 2004, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Kalah oleh vietnam yang memiliki panjang garis pantai hanya 3,444 km, tapi mampu bertengger di posisi kesepuluh negara utama eksportir produk perikanan dunia. Dibanding negara tetangga Thailand-pun, yang memiliki garis pantai dan luas laut yang jauh lebih rendah, Indonesia masih belum bisa berbuat banyak untuk memanfaatkan potensinya. Thailand, sebagaimana Vietnam, mampu mencatatkan diri sebagai negara pengekspor produk perikanan dunia. Bagi Gerindra, fakta lapangan tersebut merupakan suatu kondisi yang paradoks, ironis dan mengenaskan karena dengan kekayaan berlimpah, ternyata kita belum mampu mengelolanya dengan baik dan benar.70 Dalam hal ini pun Indonesia terkena kutukan sumber alam.

Tabel 5.4. Negara Eksportir Perikanan Utama di Dunia

Sumber: State of Fishery and Aquaculture 2006, FAO 2007.

70Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 36; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 26.

252

Kesimpulan Gerindra, kondisi paradoks pembangunan kelautan dan perikanan diatas jelas disebabkan beragam faktor. Tetapi faktor mendasar yang menyebabkan paradoks perikanan nasional tersebut berlangsung terus adalah ketidakberdayaan pemerintah dalam anggaran untuk mengamankan dan menjaga perairan nasional dari pencurian atau penangkapan ikan ilegal (illegal fishing). Ditambah lagi dengan berlangsungya akumulasi, baik keuntungan (profit), nilai tambah, maupun kemampuan pembiayaan pengusaha perikanan domestik. Sebagian besar keuntungan, nilai tambah, dan dana hasil usaha penangkapan ikan nasional lari keluar Indonesia. Fakta yang harus diakui di antaranya masih rendahnya kuantitas dan kualitas armada tangkap nelayan di Indonesia, baik pengusaha perikanan besar maupun menengah, apalagi nelayan kecil. Hal itu diperparah dengan masih relatif rendahnya kemampuan dan dukungan pembiayaan dan kredit bagi nelayan dan pengusaha perikanan kecil juga menjadi faktor kunci yang tak bisa dielakkan. Ditambah lagi, kemampuan dan kesiapan armada Tentara Nasional Indonesia, terutama Angkatan Laut dan termasuk Angkatan Udara dalam penjagaan dan pengawalan perairan nasional untuk mencegah dan menanggulangi penangkapan ikan ilegal, misalnya, juga masih rendah.71 Untuk mengikis dan menghilangkan paradoks dan kutukan sumber daya alam itu, partai Gerindra menyatakan diri tampil di pentas demokrasi untuk perubahan kepemimpinan nasional, dan perubahan tata laksana penyelenggaraan Negara. Partai Gerindra mendukung segala upaya untuk pembangunan bangsa (nation building) dan karakter manusia Indonesia. Partai Gerindra bertekad memerdekakan rakyat Indonesia dari penjajahan ekonomi dan politik yang membelenggu dan merampas kehormatan manusia Indonesia. Partai Gerindra menjunjung tinggi kebebasan intelektual sebagai amanah Pancasila dan UUD 1945. Partai GERINDRA memposisikan diri sebagai partai gerakan yang mandiri, produktif, dan berpijak pada kearifan lokal, dalam upaya menciptakan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Sebagai gerakan, Partai Gerindra senantiasa berjuang bersama rakyat serta menjadikan kekuatan rakyat sebagai kekuatan utama dalam membangun bangsa dan masyarakat Indonesia.72

71Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 37; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 26. 72Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 5.

253

Dalam analisa Gerindra, ada empat tantangan yang dihadapi bangsa ini dalam kebijakan ekonominya: 1) Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia; 2) Ketergantungan Pada Utang Luar Negeri; 3) Pendapatan Per Kapita Rendah; 4) Pengangguran Berkelanjutan; 5) Ketimpangan Pembangunan; 6) Ketergantungan Impor; 7) Hambatan Struktural Pembangunan Ekonomi; dan 8) Stagnasi Pembangunan Infrastruktur.73 Namun, karena keterbatasan penulis, hanya dua poin saja yang akan diuraikan. Karena menurut penulis, poin kedua sampai poin kedelapan, kesemuanya terkait dengan masalah ekonomi yang disebabkan oleh dampak ketergantungan utang luar negeri Indonesia.

1. Sumberdaya Manusia Berlimpah Tapi Kualitas Rendah Di samping memiliki kelimpahan dalam sumber daya lahan dan laut, Indonesia mempunyai potensi sumber daya manusia terbesar keempat di dunia. Jumlah penduduk selalu bertambah tiap tahun dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sekitar 1,34 persen (2000-2006) dan diproyeksikan akan mencapai 248 juta orang pada tahun 2015. Meski demikian, jumlah penduduk yang relatif besar pada dasarnya merupakan keunggulannya komparatif dan kompetitif bila diikuti dengan tingkat pendidikan, keterampilan, tingkat pendapatan, dan tingkat kesehatan yang tinggi.menurut Gerindra, penduduk berkualitas merupakan salah satu faktor keunggulan yang berkontribusi besar dan dominan terhadap kemajuan bangsa. Indonesia belum mampu memanfaatkan keunggulan kelimpahan sumber daya manusia ini, bahkan tingginya angka jumlah penduduk ini terkesan menjadi beban dalam pembangunan nasional.74 Gerindra mencatat, pembangunan kualitas sumber daya manusia nasional masih relatif tertinggal dibandingkan negara-negara lain di dunia dan pertumbuhannya lambat, walau Indonesia diklasifikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada level sedang (medium human development). Kondisi ini tercermin dari posisi Indonesia yang masih berada pada peringkat ke 108, uniknya di bawah negara Palestina dan di atas Mesir dari 187 negara dunia.75 Posisi tersebut naik peringkat dari peringkat 121 dari 182 negara dalam

73Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 24-49. 74Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 39; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 26. 75UNDP, “2014 Human Development Report,” dalam http://www.undp.org/content/undp/en/home/librarypage/hdr/2014-human- development-report/, diakses tanggal 27 Agustus 2014.

254 pencapaian Indeks Pembangunan Manusia UNDP/UNDP Human Development Index pada tahun 2013.76 Dengan peringkat tahun 2014, kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura peringkat ke-9, Brunei Darussalam peringkat ke-30, Malaysia peringkat ke-62, serta Thailand peringkat ke-89. Namun masih unggul bila dibandingkan dengan Filipina yang menduduki peringkat ke-117 dan Timor-Leste peringkat ke-128. Untuk negara-negara Asia Tenggara, kualitas sumberdaya manusia Indonesia juga lebih baik dari Vietnam yang berada di posisi ke-121. Pada tahun 2013, Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono melaui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa secara nasional, indeks pembangunan manusia di semua provinsi meningkat, walaupun disparitas pembangunan manusia antar provinsi di wilayah Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur masih tinggi. Lebih dari setengah provinsi Indonesia, indeks pembangunan manusianya masih di bawah standar nasional. Upaya pengarusutamaan gender di semua provinsi terus dilaksanakan terlihat dari jarak antar IPG dan IPM yang menurun.77 Grafik 5.2. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi Tahun 2004 dan 2011

76UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk meperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan tersebut. Lihat UNDP, Human Development Report 2013, The Rise of the South: Human Progress in a Diverse World (New York: UNDP, 2013), 51. 77Presiden Republik Indonesia, “Kata Pengantar,” dalam Bappenas, Data dan Informasi: Kinerja Pembangunan 2004-2012 (Jakarta: Bappenas-RI, 2013), 90.

255

Grafik 5.3 Indeks Pembangunan Gender Menurut Provinsi Tahun 2004 dan 2011

Pimpinan Lembaga Eksekutif Republik Indonesia menjelaskan bahwa jika dicermati data tahun 2004 dan dibandingkan dengan data tahun 2012 di atas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat kemajuan yang sangat berarti di berbagai bidang. Indikator-indikator pembangunan menunjukkan perbaikan. Perlu disadari, kinerja tersebut tidak senantiasa meningkat secara terus menerus setiap tahun. Ada masa-masa dimana indikator pembangunan menunjukkan penurunan. Presiden mensinyalir, faktor dinamika perekonomian global memegang peran penting dalam menekan kinerja pembangunan. Namun demikian, kerja keras pemerintah dan seluruh komponen bangsa telah memastikan bahwa trend peningkatan kesejahteraan tetap terjaga untuk tetap semakin tegak. Tentu saja apa yang telah diraih selama ini, tidak boleh berpuas diri. Bangsa ini harus tetap fokus dan terus bekerja keras agar momentum pembangunan nasional yang dijalankan selama ini tetap berada dalam jalur yang benar. Ke depan, harapannya agar pembangunan di negeri ini terus melaju dan menempatkan bangsa dan negara kita sebagai bangsa dan negara yang unggul dan maju. Untuk meraih cita-cita kesejahteraan bagi seluruh rakyat, maka seluruh

256 komponen bangsa harus bersatu padu, bergandengan tangan, dan bersama-sama membangun negeri ini.78 Menyikapi pernyataan di atas, Gerindra berpendapat bahwa dengan tingkat pertumbuhan pembangunan manusia seperti itu diperkirakan peringkat pembangunan manusia Indonesia tetap akan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. diperlukan sumber daya manusia Indonesia untuk mengejar ketertinggalan kualitas sumber daya manusia ini. Dan ini sangat terkait dengan haluan atau paradigma, strategi, dan program pembangunan ekonomi nasional. pembangunan ekonomi sangat erat hubungannya dan sangat menentukan kapasitas, kemampuan serta keberhasilan pembangunan sosial nasional seperti pengembangan sumber daya manusia ini.79 . 2. Ketergantungan Pada Utang Luar Negeri International Monetery Found’s External Debt Statistics: Guide for compilers and Users (2003), beberapa ketentuan pemerintah Republik Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia mendefinisikan bahwa utang luar negeri sebagai utang penduduk (resident) yang berdomisili di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk (non-resident).80 Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menjelaskan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2014 tercatat US$.269,3 miliar sehingga tumbuh 7,1%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2013 sebesar 4,6%. Bank Indonesia (BI) juga melansir total utang luar negeri Indonesia, Hingga Mei 2014, total utang luar negeri Indonesia sudah menembus USD 283,7 miliar atau setara Rp. 3.321 triliun. Utang itu mencakup utang pemerintah dan swasta. Pemerintahan saat ini punya kontribusi besar dalam penumpukan utang tersebut. Pada tahun 2004, sebelum SBY berkuasa, jumlah utang kita tercatat Rp 1,299 triliun. Namun, dalam dua periode kekuasaannya, telah menambahinya dua kali lipat.81 Menurut Gerindra, pada level politik, kebijakan utang luar negeri tersebut menekuk kedaulatan negara Indonesia. Banyak kebijakan

78Presiden Republik Indonesia, Data dan Informasi: Kinerja Pembangunan 2004-2012, iii. 79Gema Indonesia Raya, “Indonesia,” Gema Indonesia Raya, edisi 29/Tahun III/September (2013), 6. 80Bank Indonesia, “Statistik Utang Luar Negeri Indonesia,” Sulni, Vol. V, Maret (2014), iii. 81Bank Indonesia, “Statistik Utang Luar Negeri Indonesia,” Sulni, Vol. VII, Mei (2014), 5.

257 ekonomi dan politik negeri Indonesia yang didiktekan dari luar, terutama oleh IMF dan Bank Dunia sebagai donatur terbesar pinjaman Indonesia. Ironisnya, sebagian besar kebijakan itu justru merugikan kepentingan nasional negeri bersangkutan.82 Menurut Rudi Hartono,83 kebijakan neoliberal donatur pemberi pinjaman, menghancurkan ekonomi nasional Indonesia. Akibat kebijakan itu, modal asing menguasai sebagian besar sumber daya dan aset nasional. barang- barang impor-pun menguasai pasar domestik yang menyebabkan sektor pertanian dan industri nasional hancur. Tak hanya itu, privatisasi BUMN menyebabkan sebagian besar perusahaan negara yang dibangun dengan uang rakyat diobral murah kepada pemodal asing. Privatisasi layanan publik menyebabkan rakyat kesulitan mengakses kebutuhan dasarnya. Kebijakan pemangkasan subsidi dan belanja sosial-pun menelantarkan rakyat berpendapat menengah dan kecil. Dan juga dengan kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibel telah memperburuk kondisi kerja melalui penerapan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Bagi Rudi Hartono, komitmen pemerintahan terhadap ekonomi berdikari akan menjadi absurd jika mereka tidak punya keberanian politik untuk mengakhiri ketergantungan terhadap utang luar negeri dan menghentikan semua kesepakatan dengan IMF dan Bank Dunia. Gerindra menegaskan bahwa nasionalisme merupakan jalan keluar persoalan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia, termasuk dalam utang luar negeri.84 Model ekonomi Indonesia harus kembali kepada kepentingan nasional, yaitu nasionalisme. Segenap komponen bangsa harus berani kembali ke Pasal 33 UUD tahun 1945. Para pendiri bangsa atau founding father, kata Prabowo Subianto lebih lanjut, telah mengunci rancangan ekonomi Indonesia. Kunci itu ada di dalam Pasal 33 UUD Tahun 1945. Para founding father telah mengalami imperialisme, penjajahan dan penindasan. Mereka juga merasakan depresi ekonomi dunia tahun 1930-an. Bagi Prabowo, pemerintah Cina, Singapura, Jepang, Korea Selatan, justru telah menjalankan Pasal 33 ini. Tapi, bangsa Indonesia yang lebih dulu punya pasal ini, pura-pura tidak tahu. Jika warga meninggalkan pasal ini, berarti telah melupakan

82Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 39; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 26. 83Rudi Hartono, “Utang Luar Negeri dan Presiden Baru,” http://www.berdikarionline.com/opini/20140726/utang-luar-negeri-dan-presiden-baru. diakses tanggal 14 Agustus 2014. 84Budi Sucahyo, “Prabowo Subianto: Jangan Teruskan Sistem Ekonomi yang Keliru,” Gema Idonesia Raya, edisi 2/Tahun I/Mei (2011), 1.

258 perjuangan pendiri-pendiri bangsa sendiri. Prabowo juga menunjukkan beberapa fakta dan data. Selama 65 tahun merdeka, ekonomi Indonesia menghasilkan 60% uang hanya beredar di DKI Jakarta. Sebanyak 30% beredar di kota-kota besar lain. Dan hanya sekitar 10% uang beredar di pedesaan. Padahal 60% rakyat Indonesia tinggal di desa. Ini menunjukkan bahwa model pembangunan ekonomi jauh dari keadilan. Ia menambahkan bahwa fakta dan data menunjukkan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.85 Kondisi seperti itu sangat berbahaya. Sebab, akan muncul ketidakpuasan di berbagai kalangan. Ketidakpuasan itu akan menjadi ladang subur untuk radikalisme dan ekstremisme yang berujung pada tindak kekerasan. Akhirnya menyebabkan kehidupan masyarakat yang tidak harmonis. Sistem ekonomi yang tidak menopang keadilan sosial itu tidak akan mampu bertahan lama. Kemelut di Tunisia, Mesir, dan negara Timur Tengah lainnya, menjadi bukti ketidak adilan ekonomi akan menimbulkan guncangan yang luar biasa. Seyogyanya seluruh elit dan unsur pimpinan bangsa harus melakukan reorientasi ekonomi. Kalau masih meneruskan sistem ekonomi yang tidak berkeadilan itu jangan kaget apabila kelak akan menghadapi ketidakharmonisan, bahkan kekacauan bangsa. Pancasila merupakan ideologi negara yang hidup dari kenyataan masyarakat. Lahirnya Pancasila tak dapat dipisahkan dari landasan kuat untuk merdeka dari segala penjajahan. Bung Karno pada 1 Juni 1945 menekankan, perlunya philosophische grondslag (landasan dasar falsafah) atau weltanschauung. Dasarnya: kebangsaan, internasionalisme, musyawarah, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Menurut Bung Hatta, Pancasila mengandung perintah mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan, dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna. Tugas ini perlu pengabdian dan ketaatan bangsa. Pancasila adalah pedoman hidup bagi seluruh warga negara Indonesia. Jika pedoman salah, tentu tak akan sampai tujuan. Harus ada kejujuran dan kesungguhan hati dalam melakukannya.86 Pancasila di era reformasi makin terasing di tengah hiruk-pikuk globalisasi. Di tengah globalisasi, Indonesia merupakan salah satu mata rantai negara yang lemah. Potensi yang luar biasa di segala bidang,

85Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 40; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 25. Lihat juga Suraya A. Afiff, “Engineering the Jatropha Hype in Indonesia,” Sustainability Vol. 9 (2014), 1686. 86Prabowo Subianto, “Kita Seperti Menumpang Di Negeri Sendiri,” Gema Indonesia Raya, edisi 26/Tahun III/Juni (2013), 6.

259 justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain. Cita-cita kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia masih jauh dari realita. Reformasi diwarnai liberalisasi politik dan ekonomi. Di bidang politik, memang ada keberhasilan dalam bentuk kebebasan berkumpul, berserikat, menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan demokrasi multipartai. Namun di bidang ekonomi, liberalisasi mengikuti haluan ekonomi kapitalistik neoliberalistik dengan resep privatisasi, liberalisasi pasar, pencabutan subsidi dan perdagangan bebas.87 Kenyataannya bangsa ini masih menghadapi 5K: kemiskinan, kekurangan lapangan kerja, kesenjangan, korupsi, dan ketergantungan pada asing. Lebih dari separuh rakyat masih dalam kemelut kemiskinan. Lapangan pekerjaan semakin sulit didapatkan. Harapan untuk mendapatkan hidup layak semakin kecil. Kesenjangan malah makin menganga. Reformasi telah menciptakan premium class yang menguasai uang dan sumber daya lainnya. Jurang antara yang kaya dan yang miskin makin nyata. Korupsi menjadi way of life bukan lagi sekedar fact of life. Ketergantungan pada pihak asing telah membuat Indonesia menjadi pasar terbuka bagi produk asing mulai dari pangan hingga telekomunikasi. Indonesia juga surga bagi eksploitasi pertambangan tanpa batas.88 Jika kondisi ini terus berlanjut, maka negara ini akan kehilangan alat perekat bangsa satu-satunya yang masih tinggal. Di tengah ancaman disintegrasi, baik disintegrasi sosial maupun teritorial, Pancasila mestinya dapat hidup dan bergerak merajut kembali Indonesia Raya yang mulai tercabik. Kinilah saatnya untuk kembali menghidupkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti kata Hatta, Pancasila sebagai pedoman menuju Indonesia yang berdaulat, bahagia, sejahtera dan damai. Menurut Bagir manan, demokrasi sosial itulah yang dikehendaki Hatta. Ia menyatakan bahwa, “Bung Hatta since the movement until the end of his life never stops reminding issues of social welfare and social justice for all Indonesian people. Bung Hatta’s belief on the must of democracy is never wavered even at slightest. But in politics, he is constantly reminded that freedom in democracy has limit. Democracy must be accompanied by responsibility. Democracy that knows no freedom limit and not accompanied by responsibility will be anarchy,” Bung Hatta sejak dari masa pergerakan sampai akhir

87Prabowo Subianto, “Kita Seperti Menumpang Di Negeri Sendiri,” 6. 88Prabowo Subianto, “Kita Seperti Menumpang Di Negeri Sendiri,” 6.

260 hidupnya tidak pernah berhenti mengingatkan masalah kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keyakinan Bung Hatta akan keharusan demokrasi demokrasi tidak pernah tergoyah walau sedikitpun. Tapi dalam politik, ia selalu mengingatkan bahwa kebebasan dalam demokrasi memiliki batas. Demokrasi harus disertai dengan tanggung jawab. Demokrasi yang tidak mengenal batas kebebasan dan tidak disertai dengan tanggung jawab akan mengakibatkan tindakan anarki.89 Dengan lolos sebagai peserta Pemilu 2014, Partai Gerindra telah melewati satu tahap maraton untuk meraih cita-cita besar, yakni melakukan perubahan. Partai Gerindra mempunyai visi mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh karenanya, dalam ranah ekonomi, Gerindra menginginkan pemerataan ekonomi, bukan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang. Inilah yang Gerindra ingin wujudkan. Perekonomian Indonesia kembali ke ruh Pancasila dan UUD 1945, terutama Pasal 33. Ideologi bangsa mengamanahkan bahwa sumber daya ekonomi digunakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.90 Bagi Gerindra, kemakmuran bumi pertiwi dikeruk habis oleh bangsa asing, rakyat hanya kebagian sisanya belaka. Perekonomian bangsa Indonesia penuh dengan paradoks. Indonesia adalah negara kaya dengan sumber daya alam melimpah tapi penduduknya miskin. Indonesia adalah negara agraris tapi pangannya harus diimpor. Indonesia adalah negara kepulauan dan merupakan salah satu negara dengan pantai terpanjang di dunia. Tapi nyatanya Indonesia mengimpor ikan dan garam. Banyak lagi paradoks lain yang bisa dijejerkan satu persatu.91 Intinya, Negara Indonesia yang pernah dijajah Belanda ratusan tahun itu sudah terbiasa tergantung kepada asing. Maka di dalam buku Membangun Kembali Indonesia Raya, Prabowo memberi jalan keluar dari segala macam paradoks itu dengan keberanian segenap jajaran bangsa untuk mandiri. Indonesia tak boleh tergantung pada bantuan asing tapi harus menuju ke arah kemandirian ekonomi nasional.

89Bagir Manan, ”National Press Day,” http://www.presscouncil.or.id/artikel/, diakses tanggal 14 Agustus 2014. 90DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra: Gerakan Indonesia Raya, 19-20; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra: Gerakan Indonesia Raya, 24. 91Amran Nasution, “Kalau Prabowo Jadi Presiden,” Gema Indonesia Raya, Edisi 22/Tahun III/Februari, (2013), 3.

261

Indonesia adalah pemakan beras terbesar di dunia. Setiap tahun harus mengimpor beras dalam jumlah besar. Maka Prabowo menegaskan Indonesia harus swasembada pangan. apalagi upaya untuk menjadi negeri berswasembada pangan itu sekaligus akan memberikan kesempatan kerja kepada para petani. Kata kuncinya dalam hal ini adalah kemandirian. Sebagai negeri yang ratusan tahun terjajah, memang melaksanakan kemandirian itu bukan sesuatu yang mudah.92 Presiden Indonesia pertama Soekarno dulu pernah memperkenalkan gagasan ’’Berdikari’’ (berdiri di atas kaki sendiri). Bung Hatta dengan gagasan Koperasi-nya. Tapi seperti sama kita ketahui dari sejarah, gagasan besar Bung Karno dan Bung Hatta itu hanya tinggal gagasan yang tak pernah berhasil direalisasikan. Memang gagasan kemandirian Prabowo itu tak sama dengan ‘’Berdikari’’ dan Koperasi Bung Karno-Hatta, yang belakangan diikuti dengan keluarnya Indonesia dari PBB. Prabowo memperjelas gagasannya dengan menyampaikan program prioritas membangun kedaulatan pangan, membangun kedaulatan energi, dan mengembangkan industri unggul. Sangat jelas gagasan ini jauh dari arti mengisolasi diri dari dunia internasional. Dengan kata lain, gagasan Prabowo sebenarnya lebih realistis.93 Sebagai negara pertanian dengan 60% penduduknya hidup di sektor pertanian, adalah wajar kalau Indonesia menjadi negara berswasembada pangan. Negeri ini penghasil beras, jagung, dan beragam biji-bijian. Selain itu, perut bumi dan lautan Indonesia potensial sebagai penghasil minyak bumi. Selain alam Indonesia kaya dengan berbagai jenis tumbuhan yang bisa diolah sebagai substitusi bahan bakar minyak.94 Hanya saja sayangnya perut bumi yang menjadi penghasil energi itu diserahkan kepada perusahaan asing seperti Caltex, Total, Exxon Mobile, dan semacamnya. Dengan demikian dalam bidang energi, Indonesia tergantung kepada perusahaan asing. Itulah yang berten-tangan dengan cita Gerindra untuk membangun kedaulatan energi. Potensi negara di bidang pangan dan energi harus ditangani sendiri. Gerindra sangat sadar betapa vitalnya pangan dan energi, apalagi ketika terjadi konflik. Sekali pun memiliki persenjataan canggih, sebuah negara akan bertekuk-lutut bila tak memiliki pangan dan energi. Masalahnya: bagaimana gagasan tentang kemandirian itu bisa direalisasikan? Jawabannya jelas, dibutuhkan kekuasaan. Tanpa

92Amran Nasution, “Kalau Prabowo Jadi Presiden,” 3. 93Prabowo Subianto, Membangun Kembali Indonesia Raya, 98. 94Amran Nasution, “Kalau Prabowo Jadi Presiden,” 3.

262 kekuasaan (power) tak mungkin gagasan besar seperti itu bisa dilaksanakan.95 Pemerintahan Presiden SBY yang dalam 2 periode menguasai Indonesia, misalnya, jelas tak mendukung gagasan tentang kemandirian pangan mau pun energi. Terbukti, pemerintahan SBY sangat bersemangat mengimpor beras, sekaligus kurang peduli nasib petani. Pencetakan sawah baru hampir tak ada, pembangunan jaringan irigasi sangat langka. Sedangkan industri energi negara betul-betul diserahkan kepada perusahaan-perusahaan minyak asing. Oleh karena itu, pada 2008, muncul ide mendirikan partai. Dari situ berdirilah Partai Gerindra (Gerakan indonesia raya), yang sekarang memasuki usia 6 tahun. Partai ini diharapkan akan merealisasikan gagasan Prabowo Subianto tentang kemandirian ekonomi Indonesia di bidang pangan dan energi.96 Secara garis besar partai Gerindra menawarkan sebuah kemandirian bangsa, bila terkait dengan ketahanan pangan dan energi. Hal ini secara terus menerus diusung oleh Gerindra dan penghargaan yang melekat di masyarakat adalah isu kemandirian bangsa sudah menjadi image dari partai Gerindra. Pemosisian ini menjadi penting karena untuk membedakan partai satu dengan partai lainnya. Menurut survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) pada April 2009 menunjukkan citra sebagai partainya wong cilik yang selama ini melekat di PDIP mulai bergeser. Partai Gerindra, berkat iklan politiknya yang sangat luar biasa, sukses membangun image sebagai partai yang paling memperjuangkan petani 26,8 % dan nelayan 26,7 %. Hasil survei ini menunjukkan bahwa image yang dimiliki oleh partai Gerindra masih tinggi di benak masyarakat.97

C. Strategi Pembangunan Nasional Strategi pembangunan nasional Gerindra dirumuskan dalam visi dan misi pembangunan yang diterjemahkan dan dirumuskan ke dalam satu strategi, “dorongan atau lompatan besar,” (big-push strategy). Dorongan ini terdiri dari empat komponen terpadu, yaitu: 1) strategi pokok (grand strategy), membangun landasan yang kokoh; 2) strategi utama, membangun sumber/mesin pertumbuhan berkualitas (engine of quality growth); 3) strategi pendukung membangun lingkungan yang

95Prabowo Subianto, “Kita Seperti Menumpang Di Negeri Sendiri,” 6. 96Prabowo Subianto, “Kita Seperti Menumpang Di Negeri Sendiri,” 6. 97Amran Nasution, “Kalau Prabowo Jadi Presiden,” Gema Indonesia Raya, 3.

263 memampukan (enabling environment); dan 4) strategi implementasi, menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).98 Strategi pokok dimaksudkan sebagai strategi yang mendasar melingkupi seluruh strategi utama, kebijakan dasar, dan program pembangunan Indonesia ke depan dan tidak boleh tidak ada dalam setiap langkah dan proses pembangunan itu sendiri. Strategi pokok itu juga merupaka tujuan dan sasaran pembangunan. Sementara, strategi utama adalah pilihan fokus pembangunan yang lebih mendesak serta lebih diprioritaskan dalam konteks, dinamika, serta tantangan pembangunan saat ini. Hal itu dengan tujuan mewujudkan lompatan atau dorongan besar kinerja pembangunan. Dengan strategi terpadu ini diharapkan tujuan, sasaran, dan target untuk menggandakan kinerja pembangunan nassional dapat dicapai dengan efektif da efisien.99

1. Strategi Dorongan Besar Strategi pembangunan dorongan besar (big-push Development Strategy) dimaksudkan sebagai rangkaian strategi yang disusun dan diimplementasikan untuk menciptakan daya dorongan atau dorongan yang relatif lebih besar bagi perekonomian nasional. Dengan harapan dari langkah tersebut mampu secara efektif tumbuh, maju, bahkan terdepan dari posisi atau pencapaian saat ini. Strategi ini berbeda dengan beberapa strategi pembangunan lain yang umum dilaksanakan oleh berbagai negara. Misalnya, strategi industri foot-loose atau strategi promosi ekspor. Strategi ini juga tidak sama seperti strategi lompatan besar (big-leap atau frog leap development strategy). Strategi dorongan besar tidak berupaya membuat perekonomian nasional untuk melompat atau terbang, apalagi melompat jauh. Akan tetapi, ditujukan untuk membuat perekonomian tumbuh, maju, dan terdepan di bidang atau sektor atau industri atau usaha yang memiliki akar yang dalam dan kokoh secara domestik. Tetapi tetap bisa bersaing dengan keunggulan komparatif dan kompetitif secara internasional di pasar global maupun di pasar domestik. Sekaligus juga mampu menciptakan nilai tambah ekonomi yang besar dan dinikmati oleh sebagian besar rakyat, pelaku usaha, dan pemerintah Indonesia.100

98Prabowo Subianto, Membangun Kembali Indonesia Raya, xlvi. 99Prabowo Subianto, Membangun Kembali Indonesia Raya, xlvi. 100Prabowo Subianto, Membangun Kembali Indonesia Raya, 156-158.

264

2. Strategi Pokok: Membangun Landasan yang Kokoh Strategi pokok ini sangat penting sehingga harus ada dalam setiap langkah dan proses pembangunan itu sendiri. Strategi pokok diterjemahkan ke dalam rumusan: membangun landasan yang kokoh. Dengan terciptanya landasan yang kokoh, baik dari aspek ketahanan dan pertahanan, politik dan ideologi, sosial dan budaya, terutama ekonomi nasional, maka baru dapat diharapkan bangsa dan negara, serta rakyat Indonesia bisa berdaulat, adil, dan makmur. Landasan yang kokoh merupakan prinsipil bagi gerak pembangunan. Landasan yang dibangun adalah kedaulatan negara, ekonomi berkualitas, kehidupan berkualitas yang bebas kemiskinan dan pengangguran, dan lingkungan hidup yang berkualitas.101 Secara lebih detail, strategi-strategi pokok ini diuraikan pada menjadi lima landasan yang dirumuskan, yaitu: a. Menjaga kedaulatan negara kesatuan republik indonesia yang aman, damai, dan stabil (quality national sovereignity). b. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkesinambungan, dan berkeadilan (quality growth). c. Menciptakan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha yang berkualitas (quality jobs). d. Mengurangi kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan (quality life) e. Menciptakan lingkungan hidup yang sehat, bersih, lestari dan berkualitas (quality environmental).

3. Stategi Utama Untuk dapat melaksanakan dan mencapai tujuan serta sasaran dari lima strategi pokok di atas, Gerindra menyusun strategi utama. Strategi utama merupakan strategi membangun sumber pertumbuhan tinggi secara berkualitas. Strategi utama adalah penjabaran yang lebih operasional, lebih mendesak, serta lebih prioritas dalam konteks dan dinamika serta tantangan pembangunan.102 Pilihan strategi utama daya dorong besar didasarkan pada empat pertimbangan. Pertama, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan untuk mencapai keadilan dan kemakmuran rakyat serta menghindari perpecahan bangsa akibat kemiskinan dan ketertinggalan. Kedua, pondasi, potensi, serta posisi

101Prabowo Subianto, Membangun Kembali Indonesia Raya, 159. 102Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 175; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 9.

265 bangsa dan negara menjadi modal bagi pertumbuhan ekonomi yang tiggi, berkesinambungan, dan berkualitas. Ketiga, kelimpahan dan keunggulan sumber daya alam dan manusia diyakini dapat menjadi pondasi perekonomian nasional di masa mendatang yang didukung oleh pengembangan industri yang unggul dan bernilai tambah tinggi. Keempat, sektor atau bidang dan kegiatan perekonomian lainnya, seperti industri kimia, industri tekstil, dan jasa diyakini dapat tetap tumbuh, minimal dengan tingkat pertumbuhan yang telah dicapai dan hanya dengan memberikan dukungan kebijakan, fasilitas insentif ekonomi, dan regulasi yang efektif tanpa peran aktif dari pemerintah.103 Dalam jangka pendek, satu atau dua tahun, diharapkan dapat dipersiapkan landasan dan pondasi pembangunan menuju pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Jangka menengah, tiga sampai lima tahun, dapat dirasakan dampak dan hasil awal dari pembangunan nasional yang tumbuh tinggi dan berkualitas tersebut. Jangka panjang, sasaran dan target pembangunan nasional adalah mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu.104 Strategi utama itu terperinci dalam delapan strategi, yaitu: 1) Membangun kedaulatan pangan nasional; 2) Membangun kembali kedaulatan energi nasional; 3) Mengembangkan industri nasional yang unggul dan bernilai tambah tinggi; 4) Memberdayakan badan usaha milik negara sebagai motor dan agen utama penggerak pembangunan; 5) Membangun ekonomi kerakyatan berdasarkan nasionalisme dan berbasis sumber daya sosial bangsa; 6) Akselerasi pembangunan pedesaan; 7) Percepatan pembangunan infrastruktur; 8) Membangun kembali kedaulatan pengelolaan sumber daya alam nasional.105 Dari delapan strategi utama di atas, yang menjadi prioritas dan diharapkan menjadi strategi utama primer (primary high-quality growth strategy) pencapaian pertumbuhan berkualitas adalah membangun kedaulatan pangan dan membangun kembali kedaulatan energi nasional yang didukung oleh pengembangan industri yang unggul. Dengan tiga strategi pendorong primer atau tripel strategi pendorong (triple big- push strategy), yang didukung oleh lima strategi pendorong lainnya (secondary high-quality growth strategy) diharapkan dapat dicapai tujuan sekaligus sasaran pembangunan nasional. tujuan tersebut adalah mendorong dan menggerakkkan perekonomian Indonesia dengan

103Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 176-177; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 14. 104Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 177. 105Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 177.

266 pertumbuhan yang berkualitas (tinggi, berkesinambungan, dan berkeadilan).106

4. Strategi Pendukung: Membangun Lingkungan yang memampukan (enabling enviroment) Strategi pendukung adalah rangkaian strategi yang mendukung pelaksanaan dan implementasi strategi pokok dan strategi utama, sehingga tercapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional secara efektif dan efisien. Strategi pendukung terdiri dari empat strategi yang pada dasarnya adalah input atau lingkungan pendukung bagi suatu kegiatan ekonomi, baik level makro maupun di level mikro. Tanpa adanya keempat strategi pendukung ini, maka sulit diharapkan pencapaian target dan sasaran pelaksanaan strategi pokok dan utama dapat tercapai secara efektif. Strategi pendukung terdiri dari: 1) Kebijakan Makroekonomi yang bersahabat dan berpihak dengan reorientasi keuangan dan perbankan nasional dan dukungan kebijakan fiskal; 2) Pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; 3) Sumber daya manusia indonesia yang berkualitas; 4) Mengendalikan pertumbuhan penduduk dan pemerataan.107

5. Strategi Implementasi: Menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Prasyarat lain yang diperlukan dalam pembangunan nasional dengan strategi dorongan besar yang sekaligus menjadi strategi implementasinya adalah adanya tata kelola yang baik (good governance) tidak saja di pemerintahan (good goverment governance), tetapi juga di para pelaku usaha/swasta (good corporate governance), bahkan di level masyarakat sipil (good civil governance).108 Belajar dari pergerakan dan pengalaman membangun Indonesia selama lebih dari 65 tahun dan harapan serta cita-cita menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur maka diperlukan suatu reorientasi, strategi dan kebijakan pembangunan. Reorientasi, penekanan dan penajaman kembali paradigma pembangunan nasional ini sudah mendesak untuk ditetapkan dan dilaksanakan. Prabowo berkeyakinan bahwa apabila Indonesia terus berada pada strategi pembangunan seperti sekarang, maka pada 2045 pada saat 100 tahun

106Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 178. 107Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 202-207. 108Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 208-212.

267 merdeka, Indonesia masih tergolong sebagai negara papan bawah atau negara miskin. Menurut Prabowo, diperlukan haluan baru untuk mengubah kondisi negeri yang kian terpuruk ini bangkit kembali dalam rangka mencapai Indonesia yang maju berdaulat, adil dan makmur. Dimana haluan baru itu harus dipimpin dan digerakkan oleh pemimpin baru, yang mendapat dukungan penuh dari seluruh rakyat dan komponen bangsa yang memiliki karakter tegas, kuat dan berwibawa yang membawa semangat dan harapan baru. Bangsa ini mampu menjalankan terobosan besar dengan memaksimalkan keunggulan terbaik, menekan kebocoran ekonomi, mengubah paradoks Indonesia menjadi keajaiban Indonesia. Karena sudah menjadi kodrat bahwa kita adalah bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.109 Karena itu, menurut Prabowo usaha pembangunan ekonomi yang ingin dicapai Partai Gerindra adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang kekayaannya tinggal di Indonesia dan tidak bocor ke luar negeri. Sehingga rakyat dapat hidup dengan rasa tenang karena semua kebutuhannya dapat terpenuhi. Partai Gerindra yakin dengan penerapan sistem yang tepat, dalam hal ini berdasarkan pasal 33 UUD 1945 sesuai amanat para pendiri bangsa, cita-cita kita untuk membangun Indonesia Raya dapat terwujud.

Tabel 5.5. Kebocoran dan Kehilangan Kekayaan Negara No Keterangan Jumlah 1 Kehilangan potensi penerimaan pajak Rp.360 Trilyun 2 Kebocoran anggaran negara (APBN) Rp.500 Trilyun 3. Anggaran negara untuk subsidi energi Rp.300 Trilyun Total Rp.1.160 Trilyun

Dalam berbagai kesempatan, Prabowo mengatakan bahwa sumber masalah yang terjadi di negara ini karena akibat kebocoran dari ekonomi Indonesia sebesar Rp. 1.000 Triliun setiap tahunnya. Oleh Karena itu, Prabowo mengatakan untuk menjadi sebuah negara yang sejahtera, negara Indonesia harus mampu menghentikan kebocoran kekayaan negara yang terjadi setiap tahunnya. Kebocoran ini diibaratkan sebagai sebuah negara yang terus berdarah, yang berakibat seperti badan manusia yang terus mengeluarkan darah dan tidak

109Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 211.

268 dihentikan, maka akhirnya badan itupun akan collapse (bangkrut).110 Prabowo juga menyampaikan tentang kekayaan di Indonesia yang tidak berimbang, dimana 1% dari populasi masyarakat mampu mengendalikan 41% kekayaan negara. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua masalah yang terjadi di negara ini maka diperlukan perubahan pada sistem pemerintahan. Selama ini terjadi paradoks dan kebocoran yang disebabkan oleh sistem ekonomi neo-liberalistik tak terkendali yang telah berlangsung lebih dari empat dasawarsa. Untuk itu, tidak ada jalan lain selain mengedepankan dan melaksanakan ekonomi kerakyatan yang dilandasi oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 untuk diimplementasikan secara lebih efektif, dengan fokus pertanian dan pangan, maritim, industri pengolahan bernilai tambah tinggi, UMKM, infrastruktur dan perdagangan. Untuk mencapai kemakmuran rakyat, kemajuan perekonomian, serta mengejar ketertinggalan agar mampu sejajar dengan bangsa- bangsa lain, perekonomian Indonesia tentu harus mampu tumbuh relatif tinggi. Pertumbuhan positif itu mesti berkesinambungan dari tahun ke tahun. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga harus mampu menciptakan keadilan (pemerataan) bagi seluruh rakyat Indonesia. Kondisi ini yang diharapkan dan dimaksudkan sebagai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (quality economic growth). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memiliki dua tolak ukur. Pertama, pertumbuhan itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebelumnya. Kedua, pertumbuhan itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain yang setaraf di dunia.111 Tingkat kemakmuran dan kemajuan suatu negara diukur terutama dari besarnya pendapatan per kapita yang diukur dari indikator Produk Domestik Bruto/PDB (gross domestic product) per kapita atau Pendapatan Nasional Bruto/PNB (groos national income). Kesenjangan atau disparitas tingkat GDP per kapita antara kelompok negara kaya dengan negara menengah dan negara miskin tetap besar dan akan

110Transkip rekaman Pidato Ketua DPP Gerindra Prabowo Subianto saat menjadi pembicara pada Seminar Internasional Mewujudkan Negara Sejahtera dan Rapat Kerja Nasional, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ke-II di hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis 13 Februari (2014). Observasi penulis ketika mengikuti kegiatan Prabowo di Bandung pada acara Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APSI), di Cicaheum, Bandung, Sabtu, 15 Februari (2014). 111Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 161; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 9.

269 bertambah besar bila tidak dapat mengejar ketertinggalannya. Untuk Indonesia, agar bisa naik kelas dari negara golongan pendapatan menengah bawah ke menengah atas, sejajar dengan Afrika Selatan, Brazil, Argentina, atau Meksiko, diperlukan peningkatan pendapatan lebih dari dua kali PDB, atau minimal sebesar US $ 3,706 atau sekitar Rp. 40 juta per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi baik jangka menengah semisal tahun 2000-2007 yang hanya 5.1% (World Bank), maupun dengan level jangka menengah yang paling baik sekalipun sebesar 7,5%. Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia memerlukan tingkat pertumbuhan ekonomi minimal 7% bahkan 10% per tahun secara konsisten dan berkesinambungan dalam jangka waktu tujuh tahun untuk bisa naik kelas. Dari negara berpendapatan menengah kelas bawah ke menengah kelas atas. Itupun dengan asumsi negara-negara lain bertumbuh tetap dan stabil, tidak mencapai pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.112 Menanggapi cita-cita pertumbuhan ekoomi Gerindra, pengamat ekonomi Faisal Basri, sebagaimana dikutip oleh Imran pewarta Republika, mengkritik Prabowo Subianto, yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen, bahkan menuju 10 persen. Menurut Faisal Basri, Prabowo dinilai kurang teliti mengamati apa yang dibutuhkan dan apa dampak dari pertumbuhan ekonomi 10 persen. Misalnya, soal penyediaan listrik, kalau pertumbuhan ekonomi 10 persen, maka pertumbuhan kebutuhan listriknya per tahun mencapai lebi dari 8,5 persen. Penambahan listrik per tahun lebih dari 5.000 megawatt. Hal ini membutuhkan investasi sebesar 15 miliar dollar AS. Padahal kemampuan PLN hanya 5 miliar dollar AS, itu pun 80 persennya dari utang. Ia juga mengatakan, jika utang PLN naik, maka cost of fund akan naik. Pada akhirnya, beban PLN itu akan diteruskan ke konsumen.113 Namun demikian, apa yang akan diupayakan oleh Gerindra dengan pertumbuhan ekonomi yang 7% masih rasional. Prakiraan pertumbuhan ekonomi Gerindra senada dengan hasil penelitian Pusat Kajian Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (Puskapol-Fisip UI) dan Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos) pada Juli 2013. Kedua lembaga ini berkesimpulan bahwa profil ekonomi makro Indonesia selama tahun tiga tahun sampai tahun 2013 menunjukkan kinerja yang baik. Dengan

112Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya ....., 163; Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 10. 113Imran Abdullah, “Faisal Baskri Kritik Prabowonomics,” dalam Republika, edisi Senin, 23 Juli (2014), 7.

270 mengutip data Bank Indonesia, Puskapol-Fisip UI dan Demos menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi pada pertengahan 2013 tercatat 5,81%, dan sepanjang tahun 2012 tercatat 6,5%114. Angka tersebut tidak mustahil untuk mendekati 7% bahkan 10% bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagaimana yang diprediksikan oleh Gerindra. Dalam keyakinan Gerindra, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan semakin mudah untuk mewujudkan demokratisasi tatanan masyarakat madani di Indonesia. Puskapol-Fisip UI dan Demos, dalam hal demokratisasi, juga memiliki pendapat yang sama dengan Janoski bahwa proses demokratisasi di Indonesia terbentuk dari tiga ranah, yaitu politik, ekonomi, dan masyarakat sipil. Janoski lebih luas lagi, dengan memasukkan ranah privat.115 Keragaman ini mencerminkan keragaman kepentingan yang ada di masyarakat. Berdasarkan paradigma ekonomi di atas, manifsto perjuangan ekonomi Gerindra cenderung menganut pendapat pengikut kaum Marxis, yaitu Gramsci. Penekanan Gramsci dalam hal ini terhadap negara sebagai kancah penting perjuangan politik tampaknya memungkinkan adanya tingkat otonomi yang besar dari struktur ekonomi. Bahkan, menurut Keith Faulks, Karl Marx menganggap struktur ekonomi merupakan bentuk penentu bangunan peradaban masyarakat madani.116 Marxisme mereduksi semua tindakan manusia hanya untuk memenuhi ketentuan dasar ekonomi yang menjadi sandaran semua masyarakat. Dalam hal ini, Gerindra-pun terjebak dalam pusara paradigma ekonomi tersebut. Paradigma ini cenderung menguat dan melemahkan ranah-ranah lain dalam proses demokratisasi untuk membangun peradaban masyarakat madani. Seharusnya, manifesto privat, publik, dan negara berjalan seiring dan seirama dengan bidang ekonomi.

114Puskapol Fisip-UI dan Demos, “Laporan Konsorsium Indeks Demokrasi Asia 2013: Kasus Indonesia,” Ringkasan Eksekutif, Puskapol Fisip-UI dan Demos, Jakarta, 31 Juli (2013), 4-16. 115Lihat Thomas Janoski, Citizenship and Civil Society...., 12. 116Keith Faulks, Political Sociology: a Critical Introduction (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1999). Buku ini telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, yaitu Keith Faulks, Sosiologi Politik: Pengantar Kritis, (terj.) Helmi Mahadi dan Shohifullah (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2012), 59.

271

D. Kritik Ranah Ekonomi Gerindra 1. Minim Aplikasi Ekonomi Kerakyatan Dalam praktik ekonomi kerakyatan, Gerindra masih berkutat pada kegiatan-kegiatan artifisial kurang membumi di masyarakat. Program‐program memang secara jelas menguraikan agenda ekonomi atau keadilan sosialnya. Dalam hal ini oleh Puskapol-Fisip UI, Gerindra disejajarkan dengan PKS mengungguli parpol peserta pemilu lainnya pada tahun 2014.117 Namun praktik nyata implementasi ekonomi kerakyatan yang berasal dari parpol Gerindra masih bersifat kuratif, belum bisa diharapkan mampu memberantas kemiskinan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Benar, Gerindra memiliki koperasi, sebagai soko guru ekonomi kerakyatan, namun itu digagas dan dikembangkan oleh partai Sayapnya, Pira. Koperasi itupun hanya dalam skup peruntukkan bagi kalangan internal partai. Gerindra sendiri belum secara optimal berupaya untuk menjamurkan koperasi-koperasi di seluruh pelosok tanah air. Sehingga koperasi mampu mengimbangi, untuk enggan menyatakan mampu mengalahkan, toko waralaba kaum kapitalis yang telah menjamur hampir menjangkau seluruh pelosok nusantara dan menggusur pasar-pasar tradisional dan warung-warung kecil. Kritik juga ditujukan kepada isi manifesto bidang ekonomi Gerindra yang acapkali menggunakan frasa ekonomi kerakyatan yang pro-rakyat. Misalnya, dalam manifesto tertulis, “Kebijakan perekonomian harus mendukung cita-cita welfare state (negara kesejahteraan) yang berkeadilan. Untuk itu diperlukan langkah yang tepat untuk menormalisasi kehidupan ekonomi rakyat dengan kembali memperjuangkan paham ekonomi kerakyatan.”118 Di satu sisi, benar persoalan ekonomi kerakyatan menjadi ruh manifesto Gerindra, namun ia juga mengandung ‘virus’ ekonomi kapitalistik, bahkan Hashim Djojohadikusumo yang notabene tokoh sentral Gerindra tak alergi terhadap sistem ekonomi kapitalis dan bangga jadi kapitalis.119 Dalam manifesto Gerindra, dijelaskan bahwa, “…kepemilikan negara terhadap alat alat perekonomian dan kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus tetap dipertahankan, dan diusahakan

117Puskapol Fisip-UI dan Demos, “Laporan Konsorsium Indeks Demokrasi Asia 2013: Kasus Indonesia,” 4-16. 118Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 15. 119http://www.tempo.co/read/news/2009/06/16/149182190/Hashim- Djojohadikusumo-Bangga-Jadi-Kapitalis, diakses tanggal 10 November 2014.

272 pengembalian seluruh alat-alat perekonomian dan kekayaan yang telah berpindah kepemilikan terutama yang erat kaitannya dengan keamanan nasional.”120 Dalam kritik Rio Apinino,121 pernyataan manifesto di atas yang perlu digarisbawahi dalam kalimat tersebut adalah ‘kepemilikan negara.’ Selama ini, problem kepemilikan negara atau penguasaan negara terhadap sumber daya di Indonesia adalah sumber daya tersebut tidak benar-benar dikuasai rakyat. Penguasaan oleh negara telah secara otomatis mengatasnamakan penguasaan rakyat atas sumber daya tersebut. Padahal, yang terjadi adalah penguasaan sumber daya tersebut berada di segelintir tangan birokrat (kapitalis birokrat) tanpa adanya kontrol dari rakyat banyak. Padahal, problem utama dari nasionalisasi di Indonesia, sebagaimana yang dikatakan Hilmar Farid,122 adalah ketidakmampuan membedakan kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik. Hal ini terlihat jelas contohnya dalam penguasaan sumber daya alam di masa Suharto. Sumber daya vital yang menguasai hajat hidup orang banyak secara mayoritas terlihat seperti berada dalam penguasaan negara dan dengan demikian mengatasnamakan rakyat sebagai penguasa kekayaan alam tersebut. Padahal, yang terjadi justru penguasaan sumber daya berada di tangan Kroni-Kroni Suharto atau bahkan keluarga-keluarganya. Nasionalisasi aset memang dapat menjadi prioritas jika ingin mengembalikan kedaulatan Indonesia dibilang ekonomi maupun politik, dengan syarat, aset-aset tersebut dikelola oleh publik dan bukan oleh segelintir pejabat korup. Tentu ada berbagai macam cara, seperti penguatan kontrol buruh dalam keseluruhan proses produksi. Bagi Hashim, menjadi kapitalis bukan hal yang memalukan. Ia beranggapan bahwa dalam dunia usaha, modal adalah hal yang netral. Hal yang terpenting adalah dari mana dan untuk apa modal tersebut digunakan. Jikalau modal yang didapat merupakan dari hasil korupsi atau dengan cara yang tidak halal, maka hal tersebut tidak baik. Baginya, tujuan ekonomi kerakyatan adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat naik, iklim usaha akan menjadi baik. Makin tinggi daya beli masyarakat, makin bagus buat usaha. Hal tersebut sejalan dengan prinsip kapitalis Ayn Rand yang

120Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, 15-16. 121http://www.prp-indonesia.org/2014/apa-yang-berbahaya-dari-prabowo-dan- gerindra-telaah-manifesto-perjuangan-partai-gerakan-indonesia-raya-gerindra, diakses tanggal 10 November 2014. 122Hilmar Farid, “Soal Nasionalisasi Aset,” Koran Bakti No I/Mei/2014.

273 menyebutkan tiga asumsi dasar kapitalisme, yaitu: kebebasan individu, kepentingan diri (selfishness), dan pasar bebas.123 Menurut Rand, kebebasan individu merupakan tiang pokok kapitalisme, karena dengan pengakuan hak alami tersebut individu bebas berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya. Pada gilirannya, pengakuan institusi hak individu memungkinkan individu untuk memenuhi kepentingan dirinya. Menurut Rand, manusia hidup pertama-tama untuk dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menolak keras kolektivisme, altruisme, mistisisme. Dalam analisis Abdul Hadi WM, Sebagai aliran pemikiran kemasyarakatan, kapitalisme sering dikaitkan dengan sistem ekonomi pasar bebas dan berakar dari perpaduan pemikiran sosial, politik dan ekonomi, serta anthropologi falsafah seperti liberalisme, utilitarianisme, individualisme, materialisme, kapitalisme, hedonisme, dan lain sebagainya. Hal ini bertentangan dengan ekonomi Pancasila yang cenderung sosialis. Sosialisme Pancasila melahirkan paham seperti altruisme, kolektivisme, dan sosialisme, baik sosialisme bercorak sekular maupun keagamaan.124 Dengan demikian, kapitalisme dipandang menggerogoti dasar-dasar falsafah bangsa kita Pancasila serta sistem sosial, politik, ekonomi dan pemerintahan dicita-citakan Mukadimah UUD 45 dan batang tubuhnya.

2. Menguatnya Elemen Penguasa dan Pengusaha Gerindra seharusnya mewaspadai menguatnya elemen penguasa dan pengusaha atau penguasa[ha] dalam perombakan struktur ekonominya. Menurut Andi Faisal Bakti, elemen penguasa[ha] atau disebut dalam Bahasa Inggris sebagai enterpreneuruler dapat membuat kebijakan-kebijakan ekonomi Gerindra semakin tertawan dan sulit untuk melakukan perubahan kebijakan yang lebih prokerakyatan.

123Chris Matthew Sciabarra dan Larry J. Sechrest, “Ayn Rand Among The Australians,” The Journal of Ayn Rand Studies 6, No. 2, Spring (2005): 241-250; David Kelley, “Ayn Rand and Capitalism: The Moral Revolution,” dalam Tpm G. Palmer (ed.), The Morality of Capitalism: What Your Professors Won’t Tell You (New York: Jameson Books, Inc., 2011), 69-50; Alexander Tabarrok, “Response to Reisman on Capitalism,” The Quarterly Journal of Australisn Economics, Vol. 1, No. 3 Fall (1998): 57-59; Michael Killvris, “Beyond Goods and Services: Towards a Nietzschean Critique of Capitalism,” Kritike, Vol. 5, No. 2, Desember (2011): 26-40. 124Abdul Hadi WM, “Neoliberalisme Tantangan Bagi Nasionalisme,” https://ahmadsamantho.wordpress.com/neo-liberalisme-rintangan-bagi-nasionalisme/, diakses tanggal 10 November 2014.

274

Andi Faisal Bakti, dalam kapasitasnya sebagai Dewan Pengarah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Center for Cross Cultural Communication and Human Relations in Actions (C3-HURIA) mencontohkan bahwa elemen enterpreneuruler sangat berkuasa dalam mempengaruhi kebijakan selama pemerintahan SBY-Boediono. Posisi presiden seakan tidak berdaya di hadapan para pengusaha yang juga mendapat kekuasaan politik dan terepresentasikan di parlemen. Hal ini, menurut Bakti, disebut perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Enterpreneuruler atau penguasaha sangat dominan dalam pemerintahan SBY-Boediono. Kemenangan dalam pilpres yang mencapai 60,85 persen tidak diimbangi dengan 20 persen kekuatan partai di parlemen. Oleh karena itu, seharusnya SBY harus lebih memilih untuk memuaskan public ketimbang politisi di parlemen mengingat dukungan publik yang sangat besar dalam pemilu kepada dirinya. Seperti tak percaya diri dengan dukungan publiknya sendiri. Berdasarkan tulisan dari George Junus Aditjondro,125 keluarga besar Prabowo merupakan pengusaha dengan penguasaan lahan sebanyak 3 juta hektar pada tahun 2009. Penguasaan tanah Prabowo dan adiknya, Hashim Djojohadikusumo, tersebar dalam bentuk perkebunan kelapa sawit, teh, jagung, jarak, akasia, padi dan aren, serta ratusan ribu hektar hutan pinus. Selain menguasai perkebunan, masih berdasarkan sumber yang sama, keduanya juga menguasai berbagai konsesi hutan dengan tujuan bisnis. Tercatat penguasaan konsesi seluas 96 ribu hektar yang membentang dari dari Kabupaten Bener Meriah ke Kabupaten Aceh Tengah yang merupakan sumber kayu pinus bagi pabrik PT Kertas Kraft Aceh di Lhokseumawe; 30 ribu hektar perkebunan sawit di Sumatera Barat dan Jambi di bawah PT Tidar Kerinci Agung; 290 ribu hektar konsesi hutan PT Tanjung Redep di Kalimantan Timur yang dahulu dikuasai Bob Hasan, kroni Suharto; 350 ribu hektar konsesi hutan hasil akuisisi Kiani Group di Kalimantan Timur; 260 ribu hektar konsesi hutan PT Kartika Utama di provinsi yang sama; 260 ribu hektar konsesi hutan PT Ikani Lestari; 60 ribu hektar konsesi Nusantara Energy yang merupakan holding company Prabowo serta perkebunan PT Belantara Pusaka seluas 15 ribu hektar lebih. Belum cukup sampai situ, masih menurut Aditjondro, Prabowo dan adiknya juga memiliki budidaya mutiara serta perkebunan jarak seluas

125George Junus Aditjondro, “Menyongsong Era Suharto, Babak Kedua,” diakses dari https://groups.google.com/forum/#!topic/populasi/KVZ4oHjs32A pada 21 Mei 2014.

275 seratus hektar untuk bahan bakar nabati di Bima, NTB dan perkebunan jarak seluas seratus hektar untuk bahan bakar nabati. Sedangkan di Kabupaten Merauke, Papua, mereka berencana membuka Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585 ribu hektar. Di Papua, mereka juga mengeksplorasi blok gas Rombebai di Kabupaten Yapen dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik. Dengan kepemilikan tanah seluas itu, maka HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) yang merupakan organisasi yang diketuai Prabowo seharusnya berubah namanya menjadi Himpunan Kerukunan Tuan Tanah Indonesia (HKTTI).126 Dengan latar belakang imperium bisnis tersebut, dan dengan visi ekonomi yang orientasinya kepentingan cenderung mendukung kapitalis pribumi, maka rentan secara politik, hal tersebut digunakan secara kasar untuk mendapatkan akses secara langsung terhadap kebijakan pengelolaan sumber daya. Apakah kita mau kembali memiliki Presiden yang mengelola negara seperti mengelola sebuah imperium bisnis yang keuntungannya tersalur ke keluarga dan kroni- kroninya sendiri sebagaimana yang Suharto lakukan selama puluhan tahun? Terlepas dari kritik tersebut, berdasarkan paparan di atas, penulis berkesimpulan bahwa partai Gerindra melandaskan paradigma dan perjuangannya berangkat dari telah terjadi dan masih berlangsungnya penyelewengan-penyelewengan terhadap cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Undang-undang Dasar 1945 dalam bidang ekonomi di Indonesia. Akibatnya telah melahirkan kondisi bangsa yang memperlebar jurang antara kaum miskin dan kaya. Berdasarkan fakta ekonomi, Gerindra melihat penguasaan kekuatan ekonomi terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia tidak berpihak kepada kepentingan nasional bangsa Indonesia. Hal tersebut berdampak menjadikan bangsa Indonesia semakin tergantung pada pihak luar negeri. Ketergantungan tersebut semakin membuat bangsa Indonesia kehilangan kedaulatan dan kemerdekaannya. Kesimpulan Gerindra, tidak ada jalan lain, ekonomi kerakyatan harus diterapkan. Karena hal tersebut sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, terutama yang dikumandangkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sistem perekonomian bangsa yang telah dan akan diterapkan telah menyebabkan situasi yang sulit bagi kehidupan rakyat. Kekayaan alam

126George Junus Aditjondro, “Menyongsong Era Suharto, Babak Kedua,” diakses dari https://groups.google.com/forum/#!topic/populasi/KVZ4oHjs32A pada 21 Mei 2014.

276 justru menjadi lahan pertarungan perebutan pengaruh di antara kekuatan-kekuatan politik dan sama sekali tidak memberi manfaat yang berarti kepada kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Gerindra bertekad untuk mewujudkan kemandirian bangsa dengan membangun sistem ekonomi kerakyatan, yaitu suatu sistem ekonomi dimana sumber-sumber ekonomi dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Selain itu dalam paradigma ekonomi Gerindra, budaya bangsa harus menjadi jati diri dan kekuatan bersama. Wawasan kebangsaan haruslah mengeratkan persatuan dan kesatuan. Perbedaan di antara rakyat tidaklah menjadi sebab untuk tidak bersatu, tetapi hendaknya menjadi rahmat dan kekuatan Bangsa Indonesia. Konsepsi masyarakat madani Gerindra meskipun belum secara optimal berfungsi secara efektif, telah miliki sumbangsih. Gerindra mengumpulkan kepentingan dan menempatkan kepentingan warga pada konteks nasional. Melalui usaha, untuk mengontrol dan mempengaruhi kebijakan publik, Gerindra telah memainkan peran perantara, menghubungkan lembaga-lembaga pemerintah dengan kelompok masyarakat. Mereka menggalang dukungan di balik peraturan penting, menganjurkan posisi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memajukan kepentingan warga. Dalam hal yang sama, Gerindra melayani peran penting dalam pemerintahan yang demokratis dengan berkomunikasi bersama warga dan menanggapi kekhawatiran mereka, berupaya membentuk hukum dan kebijakan yang mencerminkan kepentingan nasional dan konstituen serta mengawasi pekerjaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

277

278

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan Partai politik di Indonesia sedang melalui proses pendewasaan demokratisasi dalam rangka mencapai masyarakat yang madani. Paradigma politik di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari faktor pengawasan dan keseimbangan (check and balances) di semua ranah masyarakat madani, baik itu privat, publik, ekonomi (pasar), maupun negara. Inferioritas dan superioritas sebuah ranah bagi demokratisasi dapat menyebabkan ketidakseimbangan politik. Entah kecil atau besar sumbangsih untuk membentuk peradaban Indonesia yang madani telah ditorehkan oleh Gerindra dalam kancah politik praktisnya di Republik Indonesia ini. Manifesto Gerindra dalam segenap platform dan aksinya bagi pembentukan masyarakat madani berlandaskan atas Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut dilihat dari: 1. Gerindra telah, sedang, dan akan terus merekrut, mengakomodir, dan mengkader individu-individu dan tokoh-tokoh yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Lebih penting lagi, Prabowo Subianto sebagai mantan militer dan segenap kader Gerindra, dalam kiprah politiknya tidak bisa dilepaskan dari dharma baktinya terhadap negara. Dalam ranah privat, Gerindra telah menghantarkan individu-individu kader terbaiknya memperjuangkan aspiraksi rakyat di parlemen pusat pada tahun 2009 sampai 2014 sebanyak 26 kader, dari berbagai kalangan. Pada pemilu tahun 2014, Gerindra telah melakukan proses seleksi terhadap 2780 kader dari berbagai kalangan dan status menjadi 560 kader yang dicalokan. Dari 560 kader yang dicalokan, 73 terpilih kursi DPR masa bakti dari tahun 2014-2019. 2. Dalam ranah publik, Gerindra tidak lepas dari aktivitas sosial dan religius. Dalam Gerindra terdapat ranah publik bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas publiknya secara bebas, namun tetap harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab. Masyarakat mendapatkan haknya secara penuh dan merdeka untuk menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, berorganisasi termasuk mempublikasikannya kepada publik tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Gerindra didukung oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi sayap, bahkan partai

279 yang berfusi. Organisasi sayap Gerindra di antaranya adalah Gerakan Muslim Indonesia Raya (Gemira), Kristen Indonesia Raya (Kira), Gema Shadhana, Perempuan Indonesia Raya (Pira), Tunas Indonesia Raya (Tidar), dan Kesehatan Indonesia Raya (Kesira). Lembaga swadaya masyarakat yang diidentikkan berafiliasi dengan Gerindra misalnya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Lembaga Masyarakat Peduli Hutan, Kebun dan Pangan, Perbindo (Perhimpunan Bambu Indonesia) Asosiasi Pedagang Pasar seluruh Indonesia (APPSI), dan lain-lain. Partai politik yang berfusi dengan Gerindra yaitu Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Merdeka, Partai Buruh, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Nasional Indonesia Massa Marhaenis (PNI-Marhaenis), Partai Kedaulatan, Partai Serikat Indonesia, dan Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU). 3. Di ranah negara, Gerindra telah bersumbangsih menempatkan kadernya duduk di lembaga legistatif semenjak Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Meskipun masih dalam tataran daerah, di lembaga eksekutif-pun kader Gerindra telah ikut bersumbangsih saling mengawasi dan mengimbangi antara lembaga-lembaga dalam kekuasaan menjalankan negara. Contohnya, Gerindra berhasil mengusung Basuki Tjahaya Purnama untuk menduduki Wakil Gubernur DKI Jakarta. Selain Ahok, Ridwan Kamil juga berhasil diusung Gerindra sebagai Wali Kota Bandung Jawa Barat. Gerindra memberi kewenangan kepada kadernya yang telah berada pada posisi antar cabang kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) untuk saling mengontrol dan menyeimbangankan pelaksanaan kekuasaannya masing-masing. Dengan demikian dapat dihindari penyalahgunaan kekuasaan oleh cabang-cabang kekuasaan negara. 4. Ekonomi Kerakyatan Gerindra dipicu oleh keprihatinan terhadap perkembangan sistem ekonomi di Indonesia yang cenderung kapitalistik-individualis. Manifesto ekonomi kerakyatan Gerindra mengacu pada dasar filsafat dan ideologi Indonesia yang tertuang dalam seluruh sila Pancasila dan UUD 1945. Landasan Konstituonal itu bagi Gerindra sesungguhnya merupakan upaya perjuangan untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat dan untuk mengoreksi struktur ekonomi Indonesia dari ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional dengan berupaya menaikan level pertumbuhan ekonomi menjadi 7% sampai 10% melalui beberapa strategi. Meskipun masih dalam tataran konsepsional minim

280

implementasi, bersandarkan penelitian Infid, Gerindra telah memiliki platform ekonomi kerakyatan yang jelas.

B. Implikasi Penelitian 1. Secara konseptual, pemikiran-pemikiran normatif mendominasi wacana politik masyarakat madani di Indonesia. Sedangkan pemikiran-pemikiran yang mempertimbangkan manfaat umumnya diabaikan. Pemikiran mengenai ‘apa yang seharusnya dilakukan,’ memenuhi perhatian. Jarang ada pemikiran politik yang mempertanyakan ‘bagaimana’ untuk mencari cara-cara efektif guna mengatasi tugas-tugas tertentu suatu organisasi masyarakat madani yang tumpang tindih antara garis sebagai masyarakat madani atau masyarakat politik. 2. Wacana masyarakat madani di Indonesia, cenderung untuk melihat masyarakat terbagi dalam berbagai organisasi yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Satu wacana yang sangat disoroti, yaitu peran lembaga swadaya masyarakat yang bersifat selalu mengawasi dan menyeimbangkan (checks and balances) jalannya pemerintahan oleh suatu rezim. Namun, hubungan-hubungan konflik antar asosiasional itu sendiri sedikit sekali mendapat perhatian. Sekedar perhatian diberikan kepada konflik antara partai dan kelompok-kelompok ideologis. Tetapi sedikit sekali kepada konflik antar golongan organisasi masyarakat itu sendiri. Umumnya, perpecahan dikalangan internal organisasi masyarakat madani dilukiskan sebagai tidak sepenting persatuan yang mendasarinya. 3. Masih banyak ruang kosong dalam penelitian manifesto partai politik dalam rangka bersumbangsih bagi pembentukan masyarakat madani di Indonesia. Semoga penelitian berikutnya, semakin meramaikan wacana tentang partai politik dengan meneliti sisi positif dari partai politik seimbang dengan penelitian sisi negatifnya. Juga organisasi son-politik sebagai bagian dari masyarakat madani memiliki berbagai keterbatasan, terutama dalam hal representasi, benarkah ia mewakili rakyat? Akuntabilitas, kepada siapa dan bagaimana ia harus mempertanggungjawabkan setiap gerakannya? Benarkah ia telah mempraktikkan prinsip demokrasi secara internal?

281

282

DAFTAR PUSTAKA

Buku: ‘Alī, Abdullāh Yūsuf, the Meaning of The Holy Qur’an. Maryland: Amana Corporation, 1992. Abbas, Anwar, Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqāshid al-Syarī’ah. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010. Abdillah, Masykuri, “Negara Ideal menurut Islam dan Implementasinya pada Masa Kini,” dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Islam Negara dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 1997. _____, Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966 – 1993). Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009. Aifis, Bunga Rampai: Serial Diskusi Akademik (Agustus – Desember 2013): Telaah Wacana Ekonomi Kerakyatan. Depok: Aifis, 2013. al-Albani, Irwā’ al-Ghalīl, Juz VI. Beirut: Maktab al-Islāmī, 1405/1985. al-Alusi, Rūh al-Ma'ānā, Juz XIII. Beirut: Dār al-Fikr, 1990. al-Andalusi, ‘Abd al-Ḥaq, al-Muharrar al-Wajīz fī Tafsīr al-Kitāb al- ‘ Azīz, Juz V. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993. al-Anṣarī, ‘Abd al-Ḥamīd Ismaīl, al-Shūrā wa atharuha fī al- Dimaqrāṭiyya. Qahirā: al-Maṭba’ah al-Salāfiyyah, 1980 M/1400 H. al-Aṣfihāni, Al-Rāghib, Mu'jam Mufradāt Alfāż al-Qur'ān. Beirūt: Dār al-Fikr, t.th. al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC, 1995. Ambardi, Kuskridho, Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Gramedia, 2009. Aning, S. Floriberta, (ed.), 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh yang Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20. Yogyakarta: Narasi, 2007. Anis, Ibrāhīm, al-Mu’jam al-Wasit, Jilid I. Bairūt: Dār al-Fikr, t.th.

283 Asshiddiqie, Jimly, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005. Azra, Azyumardi, “Civil Society and Democratization in Indonesia: The Transition Under President Wahid and Beyond,” dalam David C. Shack dan Wayne Hudson, Civil Society In Asia (Law, Ethic and Governance). Hampshire, Inggris dan Burlington, USA: Ashgate Publishing Company, 2003. _____, “Negara Madani adalah Cita-cita PKS,” dalam Opini Republika, 24 April (2008). _____, “Oposisi Cak Nur: Oposisi Soliter,” dalam Sukandi A.K., (ed.), Prof. Dr. Nurcholis Madjid Jejak Pemikir dari Pembaharu sampai Guru Bangsa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. _____, “Politik Lokal dan Pembelajaran Politik,” dalam Andy Ramses M dan La Bakry (ed.), Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: MIPI, 2009. _____, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005. _____, Malam Seribu Bulan: Renungan-renungan 30 Hari Ramadan. Jakarta: Erlangga, 2005. _____, Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan. Bandung: Rosdakarya, 1999. _____, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat. Jakarta: Kompas, 2002. al-Ba’albakī, Rūhī, al-Maurid Qāmūs ‘Arabī-inkalījī, Modern Arabic- English Dictionary. Bairūt: Dār al-‘Ilm lī al-Malayīn, 1995. al-Bāqī, Muhammad Fu’ad ‘Abd., al-Mu’jam al-Mufahras lī Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm. Bairūt: Dār al-Fikr, 1992. Bakti, Andi Faisal, “Good Governance dalam Islam: Gagasan dan Pengalaman,” dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed.), Islam, Negara, dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 2005. _____, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi. Ciputat: Churia Press, 2012.

284

Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat. Edisi Bahasa Indonesia (terj.) Michelle Anugrah. ttp: Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, 2005. Bradley, Joseph, Voluntary Associations in Tsarist Russia: Science, Patriotism, and Civil Society. Harvard: President and Fellow of Harvard College, 2009. Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2004. Chadwick H, Bruce, Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Press, 1983. Chandhoke, Neera, “The Civil and the Political in Civil Society,” dalam C.M. Elliot (ed.), Civil Society and Democracy: a Reader. Oxford: Oxford University Press, 2003. Culla, Adi Suryadi, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2006. al-Damshiqī, Abū al-Fidā’ Ismā’il ibn ‘Umar ibn Kathīr al-Qurshī al- Baṣary, Tafsīr al-Qur’ān al-Aẓīm, Vol 1. t.p: Dār Ṭaybah lī al- Nashr wa al-Tauzī’, 1999. Davies, Matt, Indonesia’s War over Aceh: Last Stand on Mecca’s Porch. London: Taylor & Francis, 2006. Denny J. A., Jejak-jejak Pemilu 2004: Talkshow Denny J.A. dalam Dialog Aktual Radio Delta FM. Yogyakarta: LkiS, 2006. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Dhakidae, Dhaniel, “Sang Demonstran”, dalam dalam Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES, 1989. Diansyah, Febri, Emerson Yuntho, Donal Fariz, Laporan Penelitian: Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2011. Djarot, Erros, dkk, Prabowo Sang Kontroversi: Kisah Penculikan, Isu Kudeta, dan Tumbangnya Seorang Bintang. Jakarta: Mediakita, 2007.

285

Djojohadikusumo, Sumitro, Trilogi Pembangunan dan Ekonomi Pancasila. Jakarta: Induk Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia, 1985. Duverger, Maurice, Political Parties. London: Metheun & Co., 1964. Effendy, Bahtiar, Agama Publik dan Privat: Pengalaman Islam Indonesia. Jakarta: UIN Press, 2009. _____, Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Edisi Digital. Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, 2011. al-Fadhl, Abū Alī, Majma' al-Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān, Juz IV. Beirut: Dār al-Ma'rifah, tt. Fāris, Ibn, Mu’jam al-Maqāyīs fī al-Lughah. Bairūt: Dār al-Fikr, 1994. al-Ghażalī, Muḥammad ibn Muḥammad ibn Muḥammad, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, juz III. Beirut: Dār Iḥyā’ al-Kutūb al-Ilmiyah, t.t. Gramsci, Antonio, Selections from the Prison Notebooks of Antonio Gramsci (terj.) Quentin Hoare dan Geoffrey Nowell Smith. London: ElecBook, 1999. Geertz, Clifford, The Religion of Java. New York: The Free Press of Glencoe, 1964. Gerindra, Anggaran Dasar Partai Gerindra Tahun 2012. Jakarta: Gerindra, 2012. _____, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra. Jakarta: DPP Gerindra, 2011. _____, Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra: Gerakan Indonesia Raya. Jakarta: Bakom-DPP Gerindra, 2009. Gie, Soe Hok, Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES, 1989. al-Hashimī, Aḥmad, Jawāhir al-Balāgah fī al-Ma’ānī wa al- Bayān wa al-Badī’ī. Mesir: Dār al-Fikr, 1991. Hamayotsu, Kikue, “Bringing Clientelism and Institutions Back in: The Rise and Fall of Religious Parties in Indonesia’s Electoral Democracy,” dalam Dirk Tomsa dan Andreas Ufen (ed.), Party Politics in Southeast Asia: Clientelism and Electoral Competition in Indonesia, Thailand, and Philippines. New York: Routledge, 2013.

286

Hamid, Abd. Rahman, “Pilar Kebangsaan Menurut Abdul Qahhar Mudzakkar; Perspektif Ideologis,” dalam Andi Faisal Bakti dan Salehuddin Yasin (ed.), Abdul Qahhar Mudzakkar: Ketegaran Seorang Pejuang Bangsa, Ditinjau dari Berbagai Aspek. Ciputat: C3-Huria Press-Qamus Institute, 2014. Hananto, Yuli, Bermuka Dua; Kebijakan Soeharto terhadap Soekarno beserta Keluarganya. Yogyakarta: Ombak, 2005. Hann, Chris, “Political Society and Civil Anthropology,” dalam Chris Hann dan Elizabeth Dunn, Civil Society: Challenging Western Models. London dan New york: Routledge, 1996. Hatta, Moh., "Pancasila Harus Dipegang Teguh," dalam Pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta, pada Rapat Terbatas di Pematang Siantar, 22 November (1950). _____, Demokrasi Kita. Jakarta: Pustaka Antara PT Djakarta, 1966. _____, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun. Jakarta: Inti Idayu Press, 1971. _____, Sesudah 25 Tahun: Pidato Diutjapkan Pada Dies Natalis Kesembilan Universitas Sjiah Kuala Darussalam Di Banda Atjeh Pada Tanggal 2 September 1970. Jakarta: Djambatan, 1970. Hawa, Said, al-Asās fī Tafsīr, Juz IX. Qahira: Dār al-Salam, 1999. Hikam Muhamad, AS., Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES, 2006. Ibrahīm, Zakaria ’Abd al-Mun’īm, Niẓām al-Shura fī al-Islām wa Niẓām al-Dimaqrāṭiyyah al Mu’aṣirāh. Qahirā, Ttp.1985. Ilmu Ekonomi Islam-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Ilmu Ekonomi Islam. Jakarta: IEI-FE UI, 2013. International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, entri pembahasan “Civil Society/Public Sphere: History of the Concept,” Elsevier Science Ltd, (2001). al-Jazairi, Abu Bakr, Aysar al-Tafāsīr lī Kalām al-‘Alī al-Kabīr, Juz V. tp.,: Nahr al-Khair, 1993. Janoski, Thomas, Citizenship and Civil Society: A Framework of Rights and Obligations in Liberal, Traditional, and Social Democratic Regimes. Cambridge: Cambridge University Press, 1998.

287

Kalili, Asad M., Kamus Indonesia Arab. Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Al-Khazin, Lubāb al-Ta'wīl fī Ma'ānī al-Tanzīl, Juz IV. Beirut: Dār al- Kutub al-Ilmiyyah, 1995. Kamal, Zainun, “Kontekstualisasi Syari’at Islam,” dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Islam Negara dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 1997. Kamil, Sukron, Pemikiran Politik Islam Tematik: Agama dan Negara, Demokrasi Civil Society, Syariah dan HAM, Fundamentaalisme, dan Antikorupsi. Jakarta: Kencana, 2013. Katsir, Ibn, Tafsīr al-Qur’ān al-Ażīm, Juz IV. Beirut: Dār al-Fikr, 2000. Keane, J., “Despotism and Democracy: The Origins and Development of the Distinction between Civil Society and the State 1750-1850,” dalam J. Keane (ed.) Civil Society and the State. London: Verso, 1988). Kohen, Jean L., dan Andrew Arato, Civil Society and Political Theory. Cambridge: The MIT Press, 1992. Komnas Perempuan, Seri Dokumen Kunci: Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Jakarta: Komnas Perempuan-New Zealand Official Development Assistance, 2006. KPK, Menyalakan Lilin Di Tengah Kegelapan. Jakarta: KPK, 2004. Latif, Yudi, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. Lee, Verena Beitingger-, (Un)Civil Society and Political Change in Indonesia. New York: Routledge, 2010. Lipset, Seymour M., dan Stein Rokkan, Cleavage Structures, Party System, and Voter Alignments. New York: Free Press, 1987. LPEP, Ekonomi Pancasila. Jakarta: Penerbit Mutiara, 1980. LSI, Mencari Capres 2014, Pengetahuan, Sikap, Tindakan Elektoral Calon Pemilih. Jakarta: LSI, 2012. al-Maḥjūb, Rif’at, Dirāsat Iqtiṣādiyat Islāmiyah. Qahira: Ma’had al- Dirāsat al-Islāmiyah, 1987.

288

Ma’lūf, Luwis, al-Munjid fī al-Lugah wa al-‘A’lām. Bairūt: Dār al-Mashriq, 1977. MacIver, R.M., The Modern State, First Edition. London: Oxford University Press, 1955. Madjid, Nurcholis, et.al., Fikih Lintas Agama. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan The Asia Foundation, 2004. _____, Membangun Oposisi Menjaga Momentum Demokrasisasi. Jakarta, Voice Center Indonesia, 2000. _____, “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Integrasi Umat Islam,” dalam Nurcholis Madjid et.al., Pembaharuan Pemikiran Islam. Jakarta: Islamic Research Centre, 1970. _____, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Paramadina, 1999. _____, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan Media Utama, 2008). _____, Islam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. _____, Islam, Doktrin, dan Peradaban; Sebuah Tela’ah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992. Mahendra, Yusril Ihza, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Mannheim, Karl, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik. Yogyakarta: Kanisius, 1991. Manzūr, Ibn, Lisān al-‘Arab. Bairūt: Dār al-Fikr, t.th. Marx, Karl, and Frederick Engels, Manifesto of the Communist Party February 1848 (terj.) Samuel Moore. Moscow: Marxists Internet Archive (marxists.org), 2010. al-Maylī, Muḥsin, Pergulatan Mencari Islam: Perjalanan Religius Roger Garaudy, (terj.) Rifyal Ka’bah. Jakarta: Paramadina, 1996. Milner, A.C., "Islam and the Muslim State", dalam: M.B. Hooker (ed), Islam in South-East Asia. Leiden: Brill, 1983.

289

Miskawayh, Ibn, Tahdhīb al-Akhlāq Ibnu Miskawayh. Qahira: Maktabah al-Ḥusainiyyah, t.t. Mubyarto, ”Ekonomi Pancasila: Satu Renungan Akhir Tahun,” Makalah Seminar Bulanan Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pancasila, Jilid 3 (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM- Yogyakarta, 2003). Muchtarom, Zaini, Santri dan Abangan Jawa. Jakarta: INIS, 1997. al-Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Murray, Tania, Li, Proses Transformasi Daerah Pedalaman Di Indonesia (terj.) Sumitro dan SN. Kartikasari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002. al-Nabhanī, Taqyuddīn, Niżām al-Islām. Beirut: Dār al-Ummah, 1953. _____, Al-Takātu al-Hizbī, Hizbu al-Taḥrīr. Beirut: Dār al-Ummah, 1953. al-Nasafi, Madārik al-Tanzīl wa Haqāiq al-Ta'wīl, Juz II. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995. Nasuhi, Hamid. Serat Dewa Ruci: Tasawuf Jawa Yasadipura I. Jakarta: Ushul Press, Lembaga Peningkatan dan Jaminan Mutu, dan UIN Jakarta Press, 2009. Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985. Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942. Jakarta: LP3ES, 1997. Nurdin, Ali, Qur’anic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an. Jakarta: Erlangga, 2006. Partai Keadilan Sejahtera, Memperjuangkan Masyarakat Madani: Falsafah Dasar dan Platform Kebijakan Pembangunan PK Sejahtera. Jakarta: PKS, 2008. Pataniari, S., Api Perjuangan Rakyat. Jakarta: Lembaga Kajian Ekonomi Politik, 2002. PMII, Manifesto Khittah Kedaulatan Indonesia: Pokok-pokok Pikiran Munas Ke-5 IKA-PMII. Jakarta: PB. IKA-PMII, 2013.

290

Pranowo, Bambang, Islam Faktual: Antara Tradisi dan Relasi Kuasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1999. _____, Memahami Islam Jawa. Tangerang: Pustaka Alvabet, 2009. Prasetyo, Hendro, Ali Munhanif, dkk, Islam dan Civil Society. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. Presiden Republik Indonesia, “Kata Pengantar,” dalam Bappenas, Data dan Informasi: Kinerja Pembangunan 2004-2012. Jakarta: Bappenas-RI, 2013. Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik. Bandung: PT. Eresco Jakarta, 1981. Al-Qasimi, Mahāsin al-Ta'wīl , Juz II. Beirut: Dār al-Kutub al- Ilmiyyah, 1997. Qardhawī, Yusūf, Fiqh al-Daulah fī al-Islām. Qahirā: Dār al-Ṣurūq, 2005. al-Qurṭubi, al-Jāmi' lī Ahkām al-Qur’ān, Juz IV. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993. Rachman, Budhy Munawar-, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, Edisi Digital Jilid III M-P. Jakarta: Democracy Project, 2012. Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedi al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996. al-Rāzī, Abū ‘Abdillah Muḥammad ibn ‘Umar ibn al-Ḥasan ibn al- Ḥusayn al-Taymī, al-Tafsīr al-Kabīr aw Mafātīh al-Ghayb, Mafītiḥ al-Ghaib, Vol 2. Beirut: Dār Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabī, 1420 H. Robert W. Hefner, Civil Islam: Muslim and Democratization in Indonesia. New Jersey: Princeton University Press, 2000. Salim, Emil, Kembali ke Jalan Lurus, Esai-esai 1966-1999. Jakarta: Alvabet, 2000. _____, Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia: Perkembangan Pemikiran 1965-1981. Jakarta: Gramedia, 1982. Sasono, Adi, dkk, Solusi Islam Atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah. Jakarta: GIP, 1998. Scopol, Theda “Advocate without Members: The Recent Transformation of American Life,” Morris P Fiorina, Civic

291

Engagement in American Democracy. New York: Brookings Institution Press, 1999. Sebastian, Leonard C., Realpolitik Ideology; Indonesia’s Use of Military Force. Pasir Panjang, Singapore: Iseas Publication, 2006. Setneg-RI, Risalah Sidang Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) – Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945. Jakarta: Setneg-RI, 1995. Shaltut, Maḥmud, al-Islām Aqīdah wa Sharī’ah. Qahira: Dār al-Shurq, 1980. Shihab, M. Quraish, et al, Ensiklopedi Al-Qur'an: Kajian Kosakata dan Tafsirnya. Jakarta: PT. Intermasa, 1997. _____, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Mandhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1998. _____, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, volume 2. Jakarta: Lentera Hati, 2005. Soempeno, Femi Adi, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana. Yogyakarta: Galangpress, 2009. Subianto, Prabowo, et.al., Membangun Kembali Indonesia Raya: Haluan Baru Menuju Kemakmuran. Jakarta: Institut Garuda Nusantara, 2012. Sulistiyo, Hermawan, “Greens in Rainbow: Ethnoreligious Issues and The Indonesian Armed Forces,” dalam Robert W. Hefner (ed.), The Politic of Multikulturalism: Pluralism and Multiculturalism in Malaysia, Singapore, and Indonesia. Hawai’i: University of Hawai’i Press-The Ford Foundation, 2001. Suseno, Frans Magnis, “Demokrasi: Tantangan Universal,” dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher, Agama dan Dialog antar Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1996). Swasono, Sri Edi, Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas. Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Pancasila – UGM, 2010. _____, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Liberalisme!. Jakarta: Yayasan Hatta, 2010.

292

_____, Keparipurnaan Ekonomi Pancasila. Depok: FEUI, 2006. Syari’ati, Ali, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: Pustaka Hidayah, 1995). Taher, Elza Peldi, (ed.), Demokratisasi Politik, Budaya Dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru. Jakarta; Paramadina, 1994. Tanja, V., Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta: Sinar Harapan, 1982. Tarling, Nicholas, The Cambridge History of Southeast Asia, V.1: Part Two - From C.1500 to C.1800. Cambridge: Cambridge University Press, 1999. Thompson, E. P., “Patrician Society, Plebeian Culture,” Journal of Social History, Vol. 7, No. 4 (summer, 1974). Tilaar, HAR., “In Search of New Paradigms in Educational anagement and Leadership Based on Indigenous Culture: The Indonesian Case,” dalam HAR. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Tera, 1998. Tim ICCE UIN, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi HAM dan Masyarakat Modern. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2000. Tocqueville, Alexis de, Democracy in America, jilid 1 dan 2. New York: Vitage Books, 1945. Toer, Pramoedya Ananta, Koesalah Soebagyo Toer, dan Ediati Kamil, Kronik Revolusi Indonesia Bagian II (1946). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999. Uhlin, Anders, Indonesia and the “Third Wave of Democratization:” The Indonesian Pro-Democracy Movement in a Changing World. London: Curzon Press, 1997. UNDP, Human Development Report 2013, The Rise of the South: Human Progress in a Diverse World. New York: UNDP, 2013. Yew, Lee Kuan, From Third World to First - The Singapore Story (1965-2000): Singapore and The Asian Economic Boom. New York: HarperCollins Publishers, 2000. Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1992.

293

Zakariā, Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris ibn, Maqāyīs al-Lughah, juz I. t.t: Ittiḥād al-Kitāb al-'Arab, 2002. Al-Zaila’i, Nashb al-Rāyah, Juz IV. Misr: Dār al-Hadīts, Mesir. 1357. al-Zuhayli, Wahbah, al-Tafsīr al-Munīr fī al-Aqīdah wa al-Sharī'ah wa al-Manhaj, Juz XXV. Beirut: Dār al-Fikr, 1991.

Jurnal dan Makalah Seminar Aburaiya, Issam, “Islamism, Nationalism, and Western Modernity: The Case of Iran and Palestine,” International Journal of Politics, Culture, and Society 22(1), (2009). Adamany, David, “The Political Science of E. E. Schattschneider: A Review Essay,” The American Political Science Review, Vol. 66, No. 4 (Dec., 1972). Ajay, G., and G. Vijay, “Civil Society, State and Social Movements,” Economic and Political Weekly, Vol. 35, No. 12, Maret, 18-24, (2000). Alatas, Syed Farid, “Islam, Ilmu-Ilmu Sosial, dan Masyarakat Sipil,” Antropologi Indonesia 66, (2001). Alavi, Hamid Reza, “Ethical Views of Ibn Miskawayh and Aquinas” Philosophical Paper and Review Vol.1, 4 (2009). Anies R Baswedan, (2004). “Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory,” Asian Survey, 44, (2004). Archer, Margaret S., “Morphogenesis versus Structuration: On Combining Structure and Action,” The British Journal of Sociology, Vol. 33, No. 4-Desember, (1982). Arham, Muhammad, "Islamic Perspectives on Marketing," Journal of Islamic Marketing, Vol. 1 Iss: 2, (2010). Bakti, Andi Faisal, “Communication and Violence: Communicating Human Integrity caharactersitics is necessary for Horizontal Conflict resolution In Indonesia,” Identity, Culture, and Politics Vol. 9, No. 1 (July 2008). _____, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularism and Democracy,” Asian

294

Journal of Social Sciences, Brill, Leiden, Vol 33, No. 3 (November, 2005). _____, “Majelis Azzikra New Approach to Dakwah for Civil Society in Indonesia,” Mimbar Agama dan Budaya, VoL. 23, No. 1, (2006). _____, “Paramadina and its Approach to Culture and Communication: An Engagement in Civil Society,” Archipel, Paris, 68 (December, 2004). _____, “Paramadina” Bulletin of the International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden/Amsterdam June (2004). _____, “Women in the West and in Indonesia: How Can Islam Contribute to Social Development?” Journal Pemikiran Islam, Vol. 1 No. 1, September, Ternate, Indonesia, (2010). Bank Indonesia, “Statistik Utang Luar Negeri Indonesia,” Sulni, Vol. V, Maret (2014). Barnett, CD., “The Roman gens’ influence on loci of power in the Early Republic,” Macquarie Matrix: Vol. 2.1, Agustus (2012). Baswir, Revrisond, “Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme,” Makalah “Seminar Nasional Ekonomi Kerakyatan: “Konsepsi Ekonomi Kerakyatan dalam Pengelolaan Aset (SDA) dan Perusahaan (BUMN) Strategis Bangsa,” Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Gadjah Mada, 28 April (2009). Becker, Marvin B., “An Essay on the Vicissitudes of Civil Society with Special Reference to Scotland in the Eighteenth Century,” Indiana Law Journal, Volume 72, Issue 2 Article 8 (1997). Beilasiak, Jacob, “Substance and Process in the Development of Party Systems in East Central Europe,” Communist and Post-Communist Studies, 30, No. 1 (1997). Belloni, Roberto, “Society and Peacebuilding in Bosnia and Herzegovina,” dalam Journal of Peace Research, Vol. 38, No. 2, Mar, (2011). Brown, L. David, dan Archana Kalegaonkar, ”Addressing Civil Society’s Challenges: Support Organizations as Emerging Institutions,” Institute for Development Report (IDR) Reports, Volume 15, Number 2, (1999).

295

Brown, Tent, “Gramsci and Hegemony,” dalam Links International Journal of Socialist Renewal, http://links.org.au/node/1260, (diakses tanggal 24 Februari 2013). Brubaker, Rogers, “Ethnicity, Race, and Nationalism,” Annual Review of Sociology 35, (2009). Bruinessen, Martin van, "Post-Suharto Muslim engagements with civil society and democracy”, makalah yang dipresentasikan pada Third International Conference and Workshop “Indonesia in Transition,” organised by the KNAW and Labsosio, Universitas Indonesia, August 24-28, Universitas Indonesia, Depok (2003). Buehler Michael, dan Paige Tan, “Party-Candidate Relationships in Indonesian Local Politics: A Case Study of the 2005 Regional Elections in Gowa, South Sulawesi Province,” Indonesia, 84, (2007). Civicus, “State of Civil Society 2013: Creating an enabling environment,” dalam Civicus: World Alliance for Citizen Participation (2013). Commission, European, “The Roots of Democracy and Sustainable Development: Europe's Engagement with Civil Society in External Relations,” Communication from the Commission to the European Parliament, The Council, The European Economic and Social Committee and The Committee Of The Regions, Brussels, 12.9.2012, COM (2012). Cox, Robert W., “Civil Society at the Turn of the Millenium: Prospects for an Alternative World Order,” Review of International Studies, Vol. 25, No. 1 (Jan., 1999). Cullen, P., “The Platform of European Social NGOs: ideology, division and coalition,” Journal of Political Ideologies 15 (2010). Doherty Ivan, “Democracy out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Parties,” Policy Review, April dan Mei (2001). Drucker, Peter, “What is “Business Ethics?” The Publik Interest, No. 63 (Spring, 1981). Effendy, Bahtiar, “Wawasan al-Qur’an tentang Masyarakat Madani: Menuju Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999).

296

Fish, M. Steven, “Islam and Authoritarianism,” World Politics, Volume 55, Number 1, Oktober (2002). Gauchat, Gordon, “Politicization of Science in the Public Sphere: A Study of Public Trust in the United States, 1974 to 2010,” American Sociological Review, Vol. 77 No.2 (2012). Hadiwinata, Bob Sugeng, “Civil Society: Pembangun dan Sekaligus Perusak Demokrasi,” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 9, Nomor 1, Juli (2005). Hasyim, Syafiq, “Diskursus Intelektual, Civil Society dan Politik: Potret Lima Tahun Terakhir NU,” Tashwirul Afkar, Vol. 3, No. 16 (2004). Hayati, Amelia, “Konsepsi dan Aktualisasi Kebijakan Ekonomi Kerakyatan bagi Perempuan Indonesia,” Makalah Peningkatan Wawasan Kebangsaan, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah (BKBPMD) Provinsi Jawa Barat, Tasikmalaya 23 Juli (2008). Hikam, M. AS., “Wacana Intelektual tentang Civil Society di Indonesia,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999). Hond, Frank den, F. Kees Boersma, Leonie Heres, Eelke H.J. Kroes, dan Emmie van Oirschot, “Giddens à la Carte? Appraising empirical applications of Structuration Theory in management and organization studies,” Journal of Political Power, Vol. 5, No. 2, Agustus (2012). Hosseini, Mirza Hassan, Fatemeh Aidi “Developing Islamic Principless-Based Marketing Framework” Journal Basic and Aplied Scientific Research, 3 (3), (2013). Indriyanto, “Pertentangan Politik Soekarno-Hatta: Sebuah Kajian Budaya,” Makalah Seminar Nasional dan Diskusi “Pertentangan Sukarno-Hatta: Etika Politik dalam Perspektif Sejarah dan Hukum,” Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Fakultas Sastra UNDIP, Semarang 15 Maret (2007). Johns, AH., “Aspects of Sufi Thought in India and Indonesia in the First Half of the 17th Century,” Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. XXVIII, (1955).

297

_____, “Malay Sufism as Illustrated in an Anonymous Collection of 17th Century Tracts,” Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. XXX, (1957). _____, “Sufism as a Category in Indonesia Literature and History,” dalam Journal of Southeast Asian History, No. 2, Vol. II, (1961). Julius, Byaruhanga, “Civil Society Contributions in EU’s Democratic Governance,” dalam Makalah Konfrensi Internasional Democratic Governance and Civil Society, University of Osnabrueck, Germany (2013). Kammen, Douglas “A Tape Recorder and a Wink? Transcript of the May 29, 1983, Meeting between Governor Carrascalão and Xanana Gusmão,” Indonesia, No. 87 (April), (2009). Karl-J. Hölkeskamp, “Conquest, Competition and Consensus: Roman Expansion in Italy and the Rise of the "Nobilitas," Historia: Zeitschrift für Alte Geschichte, Vol. 42, No. 1 (1993). Kitschelt, Herbert, dkk., “Citizen, Politicans, and Party Certilization: Political Representation, and State-Failure in Post-Industrial Democracies,” Europe Journal of Political Research 37 (2000). Klinken, Gerry van, “Prabowo and human rights,” dalam Inside Indonesia No. 116: Apr-Jun (2014). Mahajan, Gurpreet, “Civil Society, State and Democracy,” Economic and Political Weekly, Vol. 34, No. 49, Dec. 4-10, (1999). Malena, Carmen, dan Volkhart Finn Heinrich, “Can we measure civil society? A proposed methodology for international comparative research,” Development in Practice, Volume 17, Number 3, June (2007). Mannheim, Karl, “The Sociology of Intellectuals Theory,” Culture and Society 10 (3) (1993). Montagu, Caroline, “Civil Society and the Voluntary Sector in Saudi Arabia,” Middle East Journal, Vol. 64, No. 1 (Winter, 2010). Mujani, Saiful dan R. William Liddle, “Personalities, parties, and voters,” dalam Journal of Democracy, Volume 21, Number 2 April (2010). _____, “Syari’at Islam dan Keterbatasan Demokrasi,” Kolom, edisi 003, Agustus (2011).

298

Munhanif, Ali, “M. Steven Fish: “Islam dan Otoritarianisme,” dalam Review paper Yayasan Abad Demokrasi, Edisi 030, Oktober (2011). Nugroho, Tarli, “Ekonomi Pancasila Refleksi Setelah Tiga Dekade,” Bahan urun-rembug, diskusi “Membangun Paradigma Ilmu Pancasila”, di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Jumat, 1 April (2011). O’leary, Brendan, “On the Nature of Nationalism: An Appraisal of Ernest Gellner’s Writings on Nationalism,” B.J.Pol.S. 27, Cambridge University Press, (1997). Occhipinti, Laurie, “Faith-Based Organizations: An Introduction,” Makalah dipresentasikan dalam “Faith Based Organizations: A Roundtable,” Future of NGO Studies Conference, Northern Illinois University’s Center for NGO Leadership and Development, Chicago, November 18-20, (2013). Paffenholz, Thania, dan Christoph Spurk, “Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding,” Social Development Papers Conflict Prevention and Reconstruction, Paper The World Bank No. 36/October (2006). Pappin, Joseph, III, “Edmund Burke and Leo Strauss and the Charge of Historicism,” the journal of the Edmund Burke Society of America, Volume Perdana, Aditya, “Civil Society dan Partai Politik dalam Demokratisasi di Indonesia,” Makalah pada Seminar Internasional ke-10 “Representasi Kepentingan Rakyat pada Pemilu Legislatif 2009”, yang diselenggarakan oleh Yayasan Percik, Salatiga – Jawa Tengah, pada tanggal 28 – 30 Juli (2009). Rahardjo, M. Dawam, “Masyarakat Madani di Indonesia: Sebuah Penjajakan Awal,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999). Raíees, Wahabuddin, “Democracy and democratization in contemporary Muslim societies: A theoretical analysis,” Intellectual Discourse, 20:1 (2012). Ransom, David, “The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre,” Majalah Ramparts, Vol. 9, No. 4, Oktober (1970).

299

Riddle, Wesley Allen, “Culture and Politics: The American Whig Review, 1845-1852,” Humanitas, Volume VIII, No. 1, (1995). Rudolph, Susanne Hoeber, “Civil Society and the Realm of Freedom,” Economic and Political Weekly, Vol. 35, No. 20, May 13-19, (2000). Ruzza, C., “Populism and euroscepticism: Towards uncivil society?,” Policy and Society 28 (2009). _____, “The International Protection Regime for Minorities, the Aftermath of the 2008 Financial Crisis and the E: New Challenges for Non-State Actors,” International Journal on Minority and Group Rights 18 (2011). Sabine, George H., A History Of Political Theory, Third Edition. New York-Chicago-San Fransisco-Toronto-London; Holt Rinehart And Winston, 1961. Sala, V. Della, ‘Political Myth, Mythology and the European Union,” Journal of Common Market Studies (2010). Salim, Abd. Muin, “Elaborasi Bahasa Politik Islam dalam al- Qur’an” Al-Huda; Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Islam, Jakarta: Vol. 1 No. 2, (2002). Salim, Emil, “Agenda Bangsa,” Makalah Makalah untuk Pertemuan Hukum oleh BPHN, Bali, 15 Juli (2003). Sato, Yuri, “Post-Crisis Economic Reform in Indonesia:Policy for Intervening in Ownership in Historical Perspective,” IDE Research Paper No. 4, September, (2003). Schumann, Olaf, “Dilema Islam Kontemporer: Antara Masyarakat Madani dan Negara Islam,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. 1, No. 2, (1999). Stark, Andrew, ”What’s The Matter With Business Ethic,” Harvard Business review 71, (1993). Stasavage, David, “Partisan politics and public debt: The importance of the ‘Whig Supremacy’ for Britain’s financial revolution,” European Review of Economic History, XX (2007). Stokes, SC., “Political Parties and Democracy,” dalam Annual Review Political Scences, Vol. 2 (1999).

300

Turner, Jonathan H., ”Review Essay: The Theory Structuration,” American Journal of Sociology, Vol. 91, No. 4, Januari (1986). WHO, “Understanding Civil Society: Issues for WHO,” Discussion Paper Civil Society Initiative: External Relations and Governing Bodies, No. 2, CSI/2002/DP2, February (2002). Wimme, Andreas, “A Swiss Anomaly? A Relational Account of National Boundary-Making,” Nations and Nationalism 17 (4), (2011). Woo, Wing Thye, dan Chang Hong, “Indonesia’s Economic Performance in Comparative Perspective and a New Policy Framework for 2019,” Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 46, No. 1, (2010). Zoeram, Vahid Amani, Lee Yok Fee, Mohammad Agus Yusoff, dan Fakhreddin Soltani, “Democracy in de Tocqueville Theory and New Islamic Movements,” dalam International Journal of Asian Social Science, No. 2, (2012).

Internet Asshiddiqie, Jimly, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http://jimly.com/pemikiran/makalah?page=7>. Bagir Manan, ”National Press Day,” dalam http://www.presscouncil.or.id/artikel. http://beta.politik.vivanews.com/news/read/52332- gus_dur_puji_prabowo__cela_capres_yang_lain. http://global.britannica.com/EBchecked/topic/1916880/civil-society. http://kampus.okezone.com/topic/read/4091/49/. http://news.okezone.com/read/2009/12/30/337/289643/redirect. http://oxforddictionaries.com/definition/english/manifesto?q=manifest. http://www.insideindonesia.org/current-edition/prabowo-and-human- rights, lihat juga versi cetak Inside Indonesia No. 116: Apr-Jun (2014). http://www.kbbi.web.id/manifesto. http://www.ldoceonline.com/search/?search_str=quick.

301 http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/community. http://www.tempo.co/read/news/2012/06/06/078408692/Survei- Membuktikan-Prabowo-Unggul-Calon-Presiden. Ibrahim, Anwar, “Akhlak, Ilmu & Etika Asas Masyarakat Madani,” dalam http://anwaribrahimblog.com/?s=masyarakat+madani. Ma’ruf, Jamhari, “Pendekatan Antropologi dalam Kajian Islam,” dalam http://www.ditpertais.net/artikel/jamhari01.asp. Pangasi, Equivalent, “Azyumardi Azra: Jangan Kapok Jadi Orang Indonesia!,” Ungkapan tersebut disampaikan Azyumardi dalam talk show “Intoleransi dalam Kehidupan Politik, Sebuah Realitas di Indonesia” yang dilaksanakan satuharapan.com pada Kamis (3/4) di Gedung Sinar Kasih, Jakarta Timur. Lihat versi online di http://www.satuharapan.com/read-detail/read/azyumardi-azra- jangan-kapok-jadi-orang-indonesia. Pribadi Wicaksono, “Alwi Shihab Kritik Perang Badar Amien Rais,” http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/06/269583088/Alwi- Shihab-Kritik-Analogi-Perang-Badar-Amien-Rais. Robert B. Baowollo “Robinocracy: Demokrasi dan Korupsi,” dalam http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/08/08/0006.html. Rr. Cornea Khairany, “Ahok: Saya Resmi Mundur dari Gerindra,” http://www.antaranews.com/berita/452903/ahok-saya-sudah-resmi- mundur-dari- gerindra?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter. Sandro Gatra, “Said Aqil Dukung Prabowo,” http://nasional.kompas.com/read/2014/05/16/0911536/Said.Aqil.D ukung.Prabowo. UNDP, “2014 Human Development Report,” dalam http://www.undp.org/content/undp/en/home/librarypage/hdr/2014- human-development-report 2014.

Majalah dan Koran Amran Nasution, “Karier Seorang Prajurit,” dalam Majalah GATRA, No. 19/IV, 28 Maret (1998).

302

Fakhrurozi, Hayat, “Lebih Dekat Dengan Edhy Prabowo: “Perjuangan untuk Kesejahteraan Rakyat,” Majalah Garuda, Edisi Desember (2011). GIR, “Tiga Tahun Bergerak Bersama Rakyat Gerindra Terus Kedepankan Delapan Program Aksi,” dalam Gema Indonesia Raya, edisi 01/Tahun I/April, (2011). Hasyim, Syafiq, "Civil Society" dan Godaan Pemilu Presiden,” Opini Kompas, 7 Mei (2004). Hidayat, Nuim, “Prabowo Sahabat Islam,” Suara Islam, Edisi: 182, 7- 22 Sya'ban 1435/6-20 Juni (2014). Imran Abdullah, “Faisal Baskri Kritik Prabowonomics,” dalam Republika, edisi Senin, 23 Juli (2014). Madjid, Nurcholis, “ABRI dan Masa Depan Demokrasi Indonesia, Mukadimah: ABRI dan Demokrasi,” Opini Proklamasi Majalah Tempo, Edisi 27/01 – 31/Ags, (1996). Majalah Intisari, Juli (2000). Mun’im, Abdul, DZ., “Masyarakat Sipil sebagai Masyarakat Beradab,” Opini Republika. 20 September (1994). New Straits Times, “Prabowo Admits Army excesses Former army commander embrances Gusmaou,” Edisi 22 April (2001). Salim, Emil, “Sistem Ekonomi Pancasila,” dimuat dalam Majalah Prisma, No. 5/VIII, Agustus (1979). Subianto, Prabowo “Kita Harus Merebut Hati Rakyat,” Gema Indonesia Raya, Edisi 14/Tahun II/Juni, (2012). _____, “Gerindra Berjuang untuk Masa Depan Indonesia,” Gema Indonesia Raya, Edisi 10/Tahun II/Februari, (2012). _____, “Perubahan Dimulai Dari Pemimpin yang Amanah,” Gema Indonesia Raya, Edisi 19/Tahun II/November, (2012). Tempo, “Bobol, Penjaga Gawang Fretilin,” dalam Rubrik Nasional, Edisi 39/22, 28 Nov (1992). _____, “Jejak Prabowo di Eropa,” dalam Majalah Tempo, No. 19/XXXVIII, 29 Juni (2009).

303

_____, “Mohammad Hatta: Tamasya Sejarah Bersama Hatta,” dalam Tempo Edisi Agustus (2012). _____, “Sepotong Mimpi Anak Pelarian,” dalam Majalah Tempo No. 19/XXXVIII, 29 Juni (2009).

Disertasi Ibrahim, Faisal, “Perkembangan Civil Society di Negara-Negara Arab (Proses Demokratisasi di Mesir, Suriah dan Kuwait),” Disertasi, Program Politik dan Hubungan Internasional di Timur Tengah UI, (2007). Jimun, Mucholih, “Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia: Studi Pemikiran Politik Al-Farabi,” Disertasi, Program Politik dan Hubungan Internasional di Timur Tengah UI, (2007). Kholil, Makrum, “Politik Islam Golkar pada Masa Pemerintahan Orde Baru,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2008). Koto, Alaidin, “Pemikiran Politik Persatuan Tarbiyah Islamiyah 1945- 1970,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (1996). Nasor, “Komunikasi Persuasif Nabi Muhammad SAW dalam Mewujudkan Masyarakat Madani,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2007). Syafa’at, Muchamad Ali, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia (Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959 – 2004),” Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2009).

304

GLOSARIUM

Badw : Pola kehidupan berpindah-pindah, nomad, dan tidak teratur, khususnya pola kehidupan gurun pasir.

Civil society : Suatu kelompok masyarakat yang mandiri dan berada di luar keluarga dan negara.

Community : Sekelompok orang yang hidup secara bersama dan menjalankan kepemilikan bersama. al-Dainūnah : Pengadilan tempat menyelesaikan suatu perkara.

Dayyān : Seorang hakim, pengatur, atau pengelola.

Dīn : Beragama, tunduk, atau pasrah.

Economic society : Kumpulan masyarakat pengusaha.

Gotong royong : Pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu- membantu bersama. Amal semua buat semua kepentingan, keringat semua buat kebahagiaan semua. Singkatnya, semua buat semua dan Indonesia buat Indonesia.

Gusti : Tuhan atau raja. Bisa juga gelar bagi seseorang yang dihormati oleh masyarakat jawa.

ḥaḍārah : Pola hidup menetap di suatu tempat (sedentary).

Madani (Jawa) : Menyamai, sepadan, sederajat, selevel atau

305 setingkat.

Maddana : Membangun atau mendirikan kota, beradab, memperbaiki dan memanusiakan.

Madīnah : Kota ideal yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. Tempat peradaban atau suatu lingkungan hidup yang beradab, yang dicirikan dengan kesopanan (civility) dan tidak liar.

Madyan : Nama kota tempat tinggal Nabi Syu’aib. Manifesto : Suatu pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok.

Masyarakat : Sejumlah manusia dalam arti seluas- luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

Masyarakat politik : Sekumpulan masyarakat yang menjadi bagian dari politik praktis suatu negara. al-Mujtama’ : Suatu kumpulan dari sejumlah manusia yang tunduk pada undang-undang dan peraturan umum yang berlaku.

Partai : Golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, bahkan kepentingan. Pengelompokan itu bentuknya adalah organisasi secara umum, yang dapat dibedakan menurut wilayah aktivistasnya, seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, serta organisasi politik.

Partai Federalis : Partai di Amerika yang mewakili kepentingan perdagangan dan manufaktur, yang mereka pandang sebagai kekuatan kemajuan di dunia.

306

Partai politik : Organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politik. Atau, suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan kebijaksanaan- kebijaksanan mereka.

Partai Republik : Partai di Amerika yang lebih mengutamakan kepentingan dan nilai pertanian. Mereka tidak mempercayai para bankir, hampir tidak memedulikan bidang niaga dan manufaktur, serta percaya bahwa kebebasan dan demokrasi dapat berkembang dengan sangat baik di masyarakat pedesaan yang terdiri atas para petani swasembada.

Patriotisme : Keberanian berjuang untuk kesejahteraan dan mempertahankan ibu pertiwi.

Peace Corps : Kumpulan relawan sosial asal Amerika Serikat yang digagas Senator John F. Kennedy pada 1961.

Public civility : Keadaban publik. public welfare state : Organisasi kesejahteraan publik yang digagas negara.

Purposive : Suatu penentuan informan berdasarkan tujuan atau pertimbangan tertentu.

Rabbānī : Orang yang sempurna ilmu dan takwanya

307 kepada Allah Swt.

Religious based : Masyarakat madani berbasis agama. civil society

Ruang publik : Ruang dimana warga masyarakat dapat dengan leluasa melakukan aktivitas sosial, politik dan ekonominya, tanpa didominasi oleh sekelompok kecil orang. societies civilies : Sebuah konsep negara kota (city-state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi.

Society : Suatu komunitas manusia yang tinggal di suatu negara atau wilayah tertentu dan memiliki kebiasaan saling berbagi kewajiban, hukum, dan organisasi.

Thaqāfah : Kebudayaan.

Tirani : Suatu pemerintahan yang seenang-wenang Tories : Kelompok yang mempertahankan otoritas dan pretensi kerajaan serta hak-hak Gubernur Jenderal di Inggris.

Ummah : Kelompok manusia yang berhimpun karena didorong oleh ikatan-ikatan: a) persamaan sifat, kepentingan, dan cita-cita; b) agama; c) wilayah tertentu; dan waktu tertentu.

Whigs : Kelompok yang mendukung campur tangan yang besar dalam politik di koloni-koloni Inggris.

308 Indeks

A Belanda, 55, 56, 68, 74, 76, 81, 84, Abduh, 46 87, 117, 176, 184, 209 Abdurrahman Wahid, 4, 6 Bima, 27 ABRI, 3, 88, 94, 96, 97, 99 BJ Habibie, 97 ADB, 184 BLT, 165, 217 Aditya Perdana, 32, 37, 38, 39 Bolivia, 194 Ahmad Basho, 19 BPJS, 166 Ahok, 65, 167, 168, 169, 170 BPUPKI, 57, 58, 66 al-Attas, 44, 46 Buddha, 128, 142 Alisjahbana, 66, 89 BUMN, 164, 178, 186, 187, 206 Allah, 7, 8, 43, 46, 47, 78, 98, 129, 130, 131, 156, 176, 235 C Alwi, 35, 72, 73, 103 Cekoslowakia, 27 Amerika, 3, 53, 54, 55, 70, 76, 78, Chandoke, 33, 39 85, 87, 91, 112, 119, 120, 123, Cicero, 25, 26 181, 194, 198, 236 Civil society, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 14, Anwar Ibrahim, 45, 46 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, APBN, 123, 149, 162, 163, 165, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 46, 166 47, 60, 68, 69, 80, 153, 157, APPSI, 139 158, 159, 236 Arab, 15, 40, 41, 42, 43, 45, 115, Civility, 44, 60, 159, 235, 236 155, 177 Civilization, 44 Arato, 4, 25, 29 Cohen, 25, 29 Arendt, 4 Community, 41, 42, 53, 158 Aristoteles, 25, 26, 123 CPDS, 82 Azyumardi Azra, 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 29, 36, 59, 60, 128, 157, D 159 Dāin, 44 Dāna, 43, 44 B Dawam Rahardjo, 5, 13, 42, 45 Badw, 45 al-Dainūnah, 44 Bakti, Andi Faisal, 2, 4, 7, 13, 29, Dayyān, 44 57, 68, 137, 157, 171 Demokrasi, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 14, Baldatun ṭayyibah wa Rabbun 15, 20, 24, 25, 26, 28, 39, 48, Ghafūr, 43 49, 51, 54, 55, 57, 58, 59, 60, BBM, 162, 164, 165, 166 61, 67, 71, 80, 82, 93, 96, 122, Bedouin, 45 123, 126, 127, 153, 157, 158,

309 159, 161, 172, 173, 177, 179, Fachry Ali, 19, 82, 154, 156 185, 186, 201, 208, 236 Fadli Zon, 18, 19, 21, 64, 82, 83, Dewa Ruci, 27 94, 95, 100, 103, 112, 118, 119, Dewan Kehormatan Perwira, 94, 120, 121, 122, 123, 124, 134, 96 135, 136, 151, 168, 183, 184 Dewan Konstituante, 58 Fami Fachrudin, 19, 64, 65, 75, 81, Diktator, 15, 173 82, 99, 100, 102, 103, 104, 112, Din Syamsuddin, 82 119, 120, 121, 136, 139, 150 Diponegoro, 66, 71, 84, 85, 110 FAO, 200, 201 Dora, 73, 74 al-Farabi, 14 DPAS, 66 Federalis, 54, 236 DPR, 10, 18, 32, 38, 65, 85, 104, Firqah, 41 105, 109, 114, 117, 118, 122, Forbes, 108, 181 132, 133, 134, 148, 159, 160, FPI, 81 161, 162, 163, 166, 167, 169 Fraksi, 18, 65, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166 E Fretilin, 85, 86, 89, 90 Effendy, 24, 46, 129 Eka Sila, 58 G Ekonomi, 5, 7, 12, 14, 22, 33, 37, GAM, 151, 156 38, 39, 46, 68, 72, 74, 79, 81, GBHN, 120 105, 106, 108, 109, 112, 113, GDP, 214 114, 115, 119, 122, 123, 124, Geertz, 128 125, 126, 135, 140, 144, 148, Gellner, 4, 71 161, 175, 176, 177, 178, 179, Gema Shadhana, 139 180, 181, 182, 183, 184, 185, Gemira, 139, 140, 141, 156 186, 187, 189, 190, 191, 192, Gerindra, 2, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 16, 193, 194, 198, 201, 202, 205, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 63, 64, 206, 207, 208, 209, 211, 212, 65, 72, 73, 80, 94, 95, 99, 100, 213, 214, 215, 216, 218, 219, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 220, 221, 222, 223, 224, 225, 107, 108, 109, 112, 113, 114, 226 115, 116, 117, 118, 119, 120, Ekonomi Kerakyatan, 7, 22, 114, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 125, 161, 175, 176, 177, 178, 127, 128, 131, 132, 133, 134, 180, 182, 183, 185, 187, 190, 135, 136, 139, 140, 141, 142, 193, 222, 225 143, 144, 145, 146, 147, 148, Ekspedisi Lorentz, 87 149, 150, 151, 152, 153, 154, Emil Salim, 68, 78, 80, 81, 180 155, 156, 157, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, F 175, 176, 182, 183, 184, 185,

310

189, 190, 191, 192, 193, 194, I 195, 196, 197, 198, 199, 200, Idānah, 44 201, 202, 205, 206, 207, 209, Ideologi, 58 210, 211, 213, 214, 215, 216, IMF, 184, 206 218, 220, 222, 223, 224, 225, India, 55, 112, 128, 142, 143, 194, 226 196, 197, 198 Ghaliyyūn, 15 Individu, 3, 8, 13, 15, 21, 25, 39, GNB, 194 41, 42, 45, 49, 63, 67, 68, 99, Golkar, 9, 10, 16, 99, 100, 101, 111, 124, 127, 130, 131, 135, 102, 104, 121, 124, 136, 159 137, 139, 152, 154, 155, 159, Good governance, 27, 211, 220 172, 177, 186, 193, 224, 226 Gotong-royong, 58 IPG, 203 Gramsci, 1, 3, 29 IPM, 203 Green economy, 217 IPS, 82, 103 Gusti, 25, 26, 27, 137 Istiqlal, 45

H J Habermas, 4, 29 Janoski, 14, 29, 30, 31, 32, 33, 34, Habibie, 8, 9, 96, 120 35, 37, 39, 67, 68, 69, 99, 100, ḥaḍārah, 45, 235 127, 130, 139, 141, 173, 177, HAM, 9, 27, 89, 91, 93, 94, 95, 96, 223, 102, 108, 155 Jawa, 18, 25, 26, 27, 38, 77, 79, Hambalang, 18 109, 110, 118, 119, 128, 129, Hanura, 9 137, 144, 167, 185, 195, 234 Hatta, 55, 66, 81, 103, 117, 124, Jefferson, 54 159, 176, 177, 178, 180, 183, Jerman, 25, 52, 76, 84, 87 184, 185, 190, 192, 193, 207, Jimly Asshiddiqie, 5, 19, 23, 48, 208, 210 49, 50, 82, 132, 138, 154, 158 Hefner, 82, 159 Joko Widodo, 160 Hegelian, 1, 4, 34 Hikam, 4, 13, 27, 152, 153, 154, K 156 Kader, 17, 19, 99, 101, 105, 106, Hindu, 142 114, 122, 124, 125, 128, 131, Hipmi, 34 132, 133, 134, 135, 140, 143, HKTI, 100, 102, 121, 124, 127, 146, 147, 150, 167, 171, 224 139 Kadin, 34 HMI, 140 Kalla, 10, 99, 101, 103, 104, 160 Hungaria, 27 Kapitalistik, 183, 190, 208, 225 ICMI, 82, 195 Keadilan sosial, 58 ICW, 33, 93, 105, 148 Keane, 1, 26, 28, 37, 157, 158

311

Kearifan lokal, 26, 28, 72, 137, LSM, 6, 23, 93, 119, 120, 132, 154 173, 201 Kebocoran, 123, 220, 221 Kemandirian, 33, 79, 105, 106, M 144, 157, 161, 176, 183, 190, Madinah, 7, 14, 46 193, 209, 210, 211, 223 Madīnah, 15, 44, 235 Kesira, 139, 142, 148, 149, 150 Madison, 53 Ketuhanan, 57, 58 Mahdi, 140, 141 Khairu ummah, 43 Mahendra, 55, 56, 120 Khiṭṭtah, 36 Majapahit, 71, 126, 173 Kira, 139, 141, 142, 156 Maklumat, 55 KISDI, 81 Mangkusubroto, 79 Kobalen, 142, 143 Manifesto, 2, 11, 12, 16, 17, 19, Komnas HAM, 93 21, 22, 63, 67, 68, 103, 139, Konghucu, 142 163, 175, 189, 225, 226 Kopassus, 9, 81, 86, 87, 93, 94, 97, Marhaenisme, 179 102 Martin van Bruinessen, 5, 19, 34, Koperasi, 145, 164, 176, 180, 193, 128 210 Marx, 2, 34 Korps Lembaga Pembangunan, 78, Marxis, 1 79, 81 Masyarakat madani, 1, 2, 4, 5, 6, 7, Korps Perdamaian, 78 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, KPK, 32, 33, 162 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, KPU, 9, 65, 100, 104, 153, 160 27, 28, 31, 32, 33, 34, 35, 36, Kraras, 89, 91, 92, 93 37, 38, 39, 43, 44, 45, 46, 47, KTNA, 102 48, 50, 57, 59, 60, 63, 67, 68, Kusumaatmadja, 79 69, 72, 80, 96, 99, 115, 117, Kutukan, 195, 198, 200, 201 119, 127, 128, 130, 136, 139, 152, 153, 154, 155, 156, 157, L 158, 159, 171, 181, 224, 226 Lahan, 183, 190, 195, 196, 197, Mesir, 15, 43, 46, 77, 190, 202, 198, 202, 216, 222 207 Latif, yudi 58 Militer, 70, 77, 79, 83, 84, 85, 88, Laut, 198, 199, 200, 202 89, 94, 96 Leahy Law, 91 Minangkabau, 16 Lee Kuan Yew, 75, 76 Miriam Budiardjo, 50, 55 Legislatif, 38, 133, 160, 162 MK, 105 LIMA, 10 Mubyarto, 178, 181, 193 Lipset, 24, 135, 136 Muhammad, 4, 14, 27, 31, 42, 44, Lompatan besar, 211, 212 46, 82, 100, 120, 141, 176, 189, LSI, 10 191, 192, 235

312

Muhammadiyah, 26, 34, 35, 36, O 140 Operasi Seroja, 85, 86, 88, 91 Mujani, 9, 10, 104, 172, 173 OPM, 87, 89 al-Mujtama’, 41, 45 Organisasi, 3, 4, 5, 6, 13, 15, 23, Musyawarah, 8, 14, 67, 69, 80, 207 24, 26, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 48, 49, 50, N 51, 52, 54, 55, 56, 57, 64, 81, Nasionalisme, 10, 56, 66, 69, 70, 82, 91, 92, 96, 100, 101, 102, 71, 72, 84, 105, 109, 112, 175, 118, 119, 120, 123, 136, 139, 178, 179, 182, 206, 219 140, 143, 144, 145, 146, 147, Nasution, 43, 82, 97, 103, 209, 148, 150, 153, 154, 155, 156, 210, 211 158, 171, 172, 193, 235 Natsir, 81, 120 Organisasi sayap, 139, 153, 154, Negara, 2, 4, 5, 6, 10, 12, 14, 15, 171 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, Otonomi, 166 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 46, 48, 49, 50, 51, 53, P 54, 55, 57, 58, 59, 60, 67, 69, PAN, 9, 159 70, 71, 72, 79, 81, 83, 85, 87, Pancasila, 21, 22, 28, 40, 46, 50, 89, 91, 92, 94, 95, 96, 97, 98, 57, 58, 59, 60, 61, 69, 94, 98, 104, 105, 106, 107, 112, 113, 103, 107, 112, 113, 114, 115, 114,뛜115, 116, 117, 118, 121, 116, 117, 122, 133, 141, 142, 125, 129, 130, 133, 137, 140, 143, 147, 161, 167, 172, 175, 141, 143, 152, 154, 155, 157, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 158, 159, 161, 163, 165, 168, 182, 184, 185, 190, 192, 193, 171, 172, 176, 177, 178, 179, 201, 207, 208, 209, 222, 224, 180, 182, 183, 185, 186, 187, 225 189, 194, 195, 197, 198, 199, Paradoks, 79, 161, 170, 184, 195, 200, 202, 204, 205, 207, 208, 199, 200, 201, 209, 220, 222 209, 210, 211, 212, 213, 214, Partai, 1, 3, 5, 6, 9, 10, 11, 14, 17, 215, 216, 218, 219, 220, 221, 18, 19, 20, 23, 32, 38, 39, 48, 224, 226, 234, 235 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, Nelayan, 63, 109, 122, 126, 127, 57, 63, 64, 65, 70, 72, 73, 78, 151, 163, 166, 199, 201, 211 85, 99, 100, 102, 103, 104, 105, Neoliberalisme, 186, 187 106, 108, 114, 120, 121, 122, Nomad, 45, 235 124, 125, 127, 131, 132, 133, Norton, 1, 157 134, 136, 138, 139, 142, 143, NU, 6, 26, 34, 35, 36 144,뛜146, 147, 150, 151, 152, Nurcholis Madjid, 1, 3, 5, 8, 43, 154, 156, 158, 160, 162, 163, 44, 45, 46, 47, 80, 130, 157 166, 167, 168, 170, 172, 176, 182, 183, 185, 189, 190, 191,

313

192, 193, 194, 195, 196, 197, 103, 104, 106, 107, 108, 111, 198, 199, 200, 201, 202, 206, 112, 118, 121, 122, 124, 133, 207, 209, 211, 213, 214, 215, 134, 139, 140, 141, 159, 161, 216, 218, 220, 224, 226, 235, 164, 167, 168, 170, 182, 185, 236 189, 190, 191, 192, 195, 196, Pasar, 14, 22, 26, 29, 137, 175, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 176, 181, 183, 184, 186, 187, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 206, 208, 212, 216, 224, 226 212, 213, 214, 215, 216, 218, Patriotisme, 66, 69, 70, 71, 84, 109 219, 220, 221, 222, 224 PBB, 91, 92, 104, 120, 121, 136, Prajurit, 96, 97, 98 150, 159, 210 Prancis, 25, 41, 74, 76 PBR, 150 Pranowo, 25, 26, 129, 137 PD, 9 PSI, 55, 70, 81, 156 PDB, 214 Publik, 2, 3, 6, 10, 12, 14, 21, 24, PDI-P, 9, 104, 136 28, 29, 32, 37, 38, 39, 54, 55, Pelanggaran HAM, 88 58, 60, 61, 96, 139, 140, 152, Penculikan, 9, 93, 94, 96 153, 158, 162, 171, 173, 177, Perikanan, 196, 198, 199, 200, 201 206, 224, 226, 234, 236 Permadi, 18, 19, 63, 65, 143, 160 Putin, 194 Petani, 54, 63, 100, 122, 126, 127, 140, 151, 163, 166, 196, 197, Q 198, 210, 211, 236 Qabīlah, 41 Pira, 139, 144, 145, 156 Qahhar, 58 PKI, 56, 73 Qardhawī, 8 PKNU, 151, 156 Qawm, 41 PKS, 9, 14, 104, 159, 170 al-Qur’an, 13, 41, 42, 43, 44, 46, PMII, 72, 140 47, 78, 129, 130, 156, 190 PMTI, 16 PNI, 55, 56, 151, 156 R Polandia, 7, 27 Rangkuti, 10 Politiek-economische democratie, Reformasi, 8, 46, 47, 72, 88, 93, 57 96, 112, 129, 130, 181, 183, Politieke-democratie, 57 190, 207 PPNUI, 151, 156 Riba, 191 PPP, 104, 136, 150, 159 Ridwan Kamil, 167, 170 Prabowo, 3, 6, 9, 10, 18, 21, 35, Roeslan Abdoelgani, 58 63, 64, 65, 66, 67, 69, 70, 71, Rokkan, 24, 135, 136 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, Roma, 25 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, Ruang privat, 29 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, Ruang publik, 6, 29, 153, 155, 159 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102,

314

S Syaltut, 78 Sabiq, 78 al-Syarīkat, 40 Schattscheider, 1, 4, 48, 157 Syu’aib, 44, 235 Schumann, 13 Syukron Kamil, 19, 45 sedentary, 45, 235 Self generating, 157 Self supporting, 157 T Sharīkat, 40 TBO, 90 Shihab, 35, 41, 42, 81, 156, 177 Tidar, 18, 108, 111, 121, 139, 145, Shūrā, 7 146, 147, 156 Smithian, 31, 33 TII, 33, 105 Sociale rechtvaardigheid, 57 Tim Mawar, 93, 94 Socio-democratie, 57 Timor Timur, 85, 88, 90, 91 Socio-nasionalisme, 57 Timur Tengah, 14, 15, 59, 128, Soe Hok Gie, 66, 67, 69, 75, 77, 194, 207 78, 79 Tionghoa, 142, 143, 184 Soekarno, 56, 57, 66, 67, 70, 79, TNI, 9, 81, 82, 84, 87, 88, 90, 92, 122, 179, 180, 210 94, 95, 96, 97, 98, 99, 213 Soemitro Djojohadikusumo, 66, Tocqueville, 1, 3, 157 83, 107, 108, 180 Tolstoy, 76 Soltau, 50 Tories, 52, 53, 236 Strategi implementasi, 211 TPGF, 96 Strategi pembangunan nasional, Tri Sila, 57 211 Turki, 59, 115 Strategi pendukung, 211, 219 strategi pokok, 211, 213, 215, 218, U 219 Uhlin, 68, 127, 137 Strategi utama, 211, 212, 218, 219 UI, 14, 15, 74, 87, 110, 119, 169, SU MPR, 94 190, 192 Su’ubiyyah, 14 UIN Jakarta, 26, 27, 137, 155 Sudan, 114, 116, 118 UKM, 145 Suhardi, 19, 21, 63, 64, 65, 80, Ummah, 41, 42, 155, 156 100, 101, 102, 103, 104, 105, Ummatan muqtaṣidah, 43 112, 124, 125, 126, 127, 132, Ummatan wāḥidah, 43 133, 134, 135, 136, 139, 140 Ummatan wasaṭan, 43 Suharto, 5, 8 UNDP, 202, 203 Sunyoto, 173 Universitas Indonesia, 6, 43, 51, Suseno, 48 75, 77, 79, 110, 115, 119, 120, Swasono, 176, 177, 178, 179, 184, 169, 190, 192 185, 189 USINDO, 108 Syafiq Hasyim, 34, 35, 36 Utang luar negeri, 202, 205, 206

315

UUD 1945, 22, 98, 105, 107, 113, 122, 142, 143, 147, 164, 175, 176, 177, 183, 184, 185, 186, 189, 190, 201, 209, 216, 221, 222, 223, 224, 225 V Venezuela, 194 Voluntary, 28, 29, 157

W Walhi, 34 Weber, 1, 4, 157 Weiss, 76 Whigs, 52, 53, 236 WHO, 24, 25 Witoelar, 79 World Bank, 30, 137, 195, 196, 215

Y YAD, 109, 110 Yayasan Wadah, 109, 111 YLBHI, 34, 93 Yudhoyono, 83, 84, 96, 99, 104, 111, 181, 203 Yugoslavia, 27, 114, 115, 118 Yunani, 24, 26, 38

Z Zainun Kamal, 78 Zoon politicon, 38

316

317