Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

KOMUNIKASI POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM 2014

Atmadji Sumarkidjo Kepala Produksi RCTI e-mail: [email protected]

Abstract. Jokowi name in early 2013 emerged as a candidate for the "newest" Presiden RI 2014 dramatically changed the political map in . From March 2013 until January 2014 the name of has always topped the surveys or polls were held, despite the PDI-Struggle (PDI-P), which is the bearer party official Jokowi until early February 2014 was never officially announced their names as candidates of their President in Presidential Election come. This is known as Jokowi Effect. Has five characteristics of, first, the emergence of the name of the former mayor of Solo, who only three months in office as Governor of to exchange a Presidential candidate in the 2014 polls. Second, the bandwagon effect after Jokowi name appeared in the survey on social media and then knowingly disseminated through conventional mass media such as newspapers and television.Third, the emergence of Jokowi name with the popularity and the highest elektabilitas consistently in surveys throughout the year 2013 has changed the landscape of national political calculations competition 2014 candidates.

Keyword :political communication, election, popularity

Abstrak . Pemilihan Umum (Pemilu) sudah didepan mata. Pemilihan untuk menentukan anggota-anggota DPR-RI, DPRD I dan DPRD II akan diselenggarakan pada 9 April 2014 sementara pemilihan Presiden akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Tidak mengherankan para calon legislatif sudah bersiap untuk dikenal, diketahui dan nantinya dipilih oleh para konstituennya, dan meskipun periode untuk kampanye secara resmi dimulai 11 Januari 2014. Nama Jokowi pada awal tahun 2013 muncul sebagai kandidat “terbaru” Pres iden RI 2014 mengubah secara dramatis peta politik di Indonesia. Sejak Maret 2013 hingga Januari 2014 nama Joko Widodo selalu menduduki peringkat teratas berbagai survei atau poll yang diselenggarakan, meskipun PDI-Perjuangan (PDIP) yang merupakan partai pengusung resmi Jokowi sampai awal Februari 2014 tidak pernah secara resmi mengumumkan namanya sebagai bakal calon Presiden mereka pada Pilpres mendatang.

Kata Kunci: komunikasi politik, Pemilihan umum, popularitas

PENDAHULUAN besarnya kekuatan perwakilan organisasi politik (partai politik) di DPR, DPRD I dan Pemilihan umum secara langsung DPRD II parallel dengan besarnya dukungan (direct election) dan demokratis yang pemilih karena pemilih (masyarakat) pertama digunakan di Indonesia pada tahun memberikan suara mereka kepada 2004. Sebelumnya sejak tahun 1971 hingga Organisasi Peserta Pemilu (OPP), dan tahun 1999 pemilihan umum menggunakan bukannya kepada individu-individu dari sistem perwakian berimbang (proporsional) OPP. dengan sistem stelsel daftar. Ini artinya 311 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

Pada Pemilu 2004 digunakan sistem tampil untuk memimpin Republik Indonesia proporsional dengan Daftar Calon Terbuka 2014-2019. Tidak ada calon petahana yang untuk DPR dan DPRD sementara sistem bersaing dengan calon baru seperti di tahun distrik Berwakil Banyak digunakan untuk 2004 atau 2009. memilih calon anggota Dewan Perwakilan Pada tahun 2012, Lembaga Survei Daerah (DPD). Itu artinya, masyarakat Indonesia (LSI) melakukan sejumlah survei memilih nama si calon dan bukannya OPP nasional dan menemukan kenyataan bahwa nya. Demikian pula, pemilihan Presiden dan belum ada tokoh yang mendapat dukungan Calon Presiden dilakukan dengan cara yang kuat, yaitu individu yang akan dipilih pemilihan langsung oleh rakyat, secara spontan (top of mind) sebagai menggantikan sistem pemilihan oleh MPR presiden RI berikutnya dengan jumlah suara pada beberapa periode sebelumnya. rata-rata di atas 10%. Ada lima nama yang Sistem pemilihan Presiden pada tahun muncul dalam penelitian awal oleh LSI, 2014 ini didasarkan pada UU Nomor 42 yaitu , Megawati Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Soekarnoputri, Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla dan Wakil Presiden. Pasal 8 menyatakan dan Surya Paloh. LSI menemukan bahwa bahwa calon Presiden dan calon Wakil yang mencapai skor tertinggi adalah Presiden diusulkan dalam satu pasangan Prabowo, tetapi skornya hanya sekitar 9 % oleh Partai Politik atau Gabungan Partai saja. Keempat nama lain angkanya Politik. Pasal 9 menyatakan bahwa Pasangan bervariasi antara 7% hingga sekitar 1% saja Calon diusulkan oleh Partai Politik atau (LSI, 2012). Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang Untuk dapat menemukan sosok calaon memenuhi persyaratan perolehan kursi pemimpin yang paling ideal, maka LSI paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR melakukan wawancara terhadap 223 opinion atau memperoleh 25% dari suara sah leader (para tokoh pembentuk opini) di nasional atau popular disebut sebagai Indonesia untuk menentukan atau presidential threshold dalam pemilu anggota menemukan nama-nama tokoh yang DPR sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden memenuhi kriteria menyangkut kapablitas dan Wakil Presiden (UU No 42 tahun 2008 atau kompetensi, integritas dan tentang pemilihan presiden dan calon wakil akseptabilitas sebagai pemimpin ideal presiden). Indonesia untuk pilpres tahun 2014. Yang Ini berarti Pemilihan Presiden akan dimaksudkan dengan kapabiltas adalah diselenggarakan sesudah dilaksanakannya pintar, berwawasan luas, punya visi untuk Pemilihan Legislatif karena dari hasil dari jabatan yang diembannya, bisa memimpin, Pileg yang akan diselenggarakan pada 9 tegas, decisive dan berani mengambil risiko. April 2014 bisa memetakan komposisi Yang dimaksudkan dengan integritas adalah partai-partai yang memperoleh kursi di bermoral, satu dalam kata dan perbuatan, DPR-RI dan apakah sebuah partai maupun bersih dari cacat moral, etik dan hukum. gabungan partai tersebut memperoleh hak Sementara yang dimaksudkan dengan untuk mengajukan seorang Capres. akseptabilitas adalah mampu merangkul dan Pemilihan Capres putaran pertama akan berdiri di atas berbagai kelompok diselenggarakan pada 9 Juli 2014. kepentingan. Pilihan Masyarakat, Karena perintah Menurut jawaban dari para opinion UUD 1945, maka pada pemilihan presiden leader yang diwawancarai oleh LSI, dari tahun 2014 SBY tidak boleh mencalonkan sekitar 24 tokoh yang diajukan, maka diri lagi, berarti harus ada tokoh baru yang sebanyak 18 orang dianggap “lulus” dalam

312 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

uji kualitas personal untuk menjadi presiden yang cukup mengejutkan karena Jokowi tahun 2014 ini. Ke 24 orang tokoh yang suaranya paling tinggi di antara yang lain, diajukan tersebut adalah (sesuai abjad) : menyalip nama-nama seperti Megawati, Aburizal Bakrie, Agus Martowardojo, Anas Prabowo, Aburizal Bakrie dan lainnya.” Urbaningrum, Chaerul Tanjung, Dahlan Secara hampir bersamaan nama Jokowi Iskan, Djoko Suyanto, Endriartono Sutarto, muncul juga pada survei awal tahun 2013 Gita Wiryawan, Hatta Rajasa, Hidayat yang diselenggarakan oleh Pol-Tracking Nurwahid, Kristiani Herawati, M. Jusuf Institute dan Lembaga Survei Nasional Kalla, Mahfud MD, Megawati (LSN). Soekarnoputri, Muhaimin Iskandar, Tetapi hasil survei ketiga lembaga Prabowo Subianto, Pramono Edhie Wibowo, tersebut belum mendapatkan tanggapan dari Puan Maharani, Sri Mulyani Indrawati, para politisi atau partai. Mungkin ada Sukarwo, Suryadharma Ali, Suryo Paloh, anggapan bahwa hasil polling awal tahun Sutiyoso dan Wiranto. Sementara pada 18 tersebut merupakan “hasil pesanan” atau nama yang “lulus” itu tidak terdapat nama- merupakan rekayasa oleh lembaga penelitian nama Aburizal Bakrie, Anas Urbaningrum, abal-abal. Bila sikap tersebut benar, tentu Muhaimin Iskandar, Suryadharma Ali, cukup mengherankan karena hasil pemilihan Sutiyoso dan Wiranto. gubernur DKI Jakarta pada Oktober 2012 Kita ketahui ada beberapa nama di dimana Jokowi dan Ahok (Basuki Cahaya atas sampai makalah ini ditulis masih masuk Purnama) secara mengejutkan mampu pada peringkat yang patut/pantas mengalahkan calon gebernur petahana Fauzi diperhitungkan pada pemilihan presiden Bowo yang bersama calon Wagub Nachrowi tahun 2014 mendatang, meskipun sebagian Ramli serta didukung oleh mayoritas partai besar nama-nama di atas “rontok” yang (kecuali PDI-P dan Gerindra). Pada waktu tidak pernah disebut-sebut lagi dalam itu, “alarm” telah berbunyi karena Ketua sejumlah polling terbaru. Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Nama Joko Widodo tidak ada dalam (PPP) Suryadharma Ali mengatakan bahwa daftar LSI karena ketika survei dilakukan, ia kemenangan Jokowi-Ahok “adalah masih menjabat sebagai Walikota Solo yang kekalahan kualitas figur kepemimpinan. berusaha bertanding untuk menjadi Oleh karena itu Pilkada DKI Jakarta menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jadi wajar ketika evaluasi besar bagi PPP untuk melihat lebih hasil penelitian mereka diumumkan pada jauh kondisi-kondisi serupa yang bisa terjadi November 2012, belum ada namanya dalam pada pemilu 2014...” “radar” pihak LSI. Sementara itu dalam masalah yang Nama Jokowi baru muncul di sama, Ketua Badan Pemenangan Pemilu permukaan dalam hasil survei oleh Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Data Bersatu (PDB) pada Januari 2013. Mauladi mengatakan bahwa, Survei tersebut dilakukan antara 3-18 ”…keberhasilan Jokowi melawan petahana Januari 2013 (berarti sekitar 100 hari Jokowi Fauzi Bowo, meyakini pentingnya figur menjadi Gubernur DKI Jakarta) terhadap dalam pemilihan calon anggota legislatif 1200 responden di 30 provinsi. Hasil nya ataupun figur calon presiden.” Jokowi mendapat 21 % suara disusul oleh Tetapi baru setelah secara konsisten Prabowo Subianto (17%) dan Megawati nama Jokowi muncul di berbagai lembaga (11,5%). Menurut Ketua PDB Dr. Didik survei yang lain yang dilakukan setiap bulan Rachbini mengatakan dalam rilis survei sejak Maret 2013, barulah muncul berbagai tersebut tanggal 6 Februari 2013, “Temuan komentar atau pendapat yang menganggap

313 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

hasil polling tersebut tidak akurat, tidak Kenaikan dukungan terhadap Jokowi benar atau terlalu mengada-ada dari pihak dari bulan ke bulan mendekati akhir tahun yang bersebrangan dengan nama tersebut. 2013 mulai menggerogoti perolehan Mengapa para politisi ramai berdebat dukungan Capres yang lain. Mereka yang dengan sah atau patut dipercayainya tadinya sudah menjatuhkan pilihan kepada berbagai hasil polling apabila mereka sendiri salah satu sosok, mulai terpengaruh. Yang banyak yang mengatakan bahwa hasil survei juga menarik untuk disimak, termasuk yang atau polling “kebanyakan tidak benar” ? dirugikan oleh peralihan kepada Jokowi Alasan satu-satunya adalah munculnya adalah para loyalis Megawati Soekarnoputri, ketakutan para politisi partai atas apa yang Ketua Umum PDI-P dan partai dimana disebut sebagai bandwagon effect. Penelitian Jokowi juga bernaung. Survei oleh Litbang Albert Mehrabian pada pemilu di Amerika Kompas menunjukkan bahwa separuh Serikat tahun 1976 membenarkan bahwa responden yang sebelumnya mengaku hasil poll yang tidak benar sekalipun bisa memilih Megawati, kini mengalihkan menimbulkan efek pada persaingan ketat dukungannya kepada Jokowi. Dan ini alasan antar-dua kontestan. Jadi hasil poll yang mengapa tingkat keterpilihan Megawati berulang kali dilaporkan atau dipublikasikan selama tiga bulan terakhir tahun 2013 selalu ke masyarakat akan menimbulkan „dampak tergerus. ikutan” pada pemilih serta menjadi bola Dalam proses politik di Indonesia, salju (snowballing) yang sangat menolong salah satu hasil paling nyata dari perjuangan calon atau kandidat yang dalam survei reformasi 1998 adalah pemilihan umum tersebut dinyatakan sebagai favorit secara langsung pada tahun 2004, berbeda (Mehrabian, 1998 : 2128 ; Henninger, dengan pemilihan umum sebelumnya, 2012). pemilihan umum 2004 selain memilih Sejalan dengan itu, berbagai langsung anggota parlemen pernyataan politik untuk menegasi hasil- (DPR/DPRD/DPD), juga dilakukan hasil polling tersebut muncul di berbagai pemilihan langsung presiden dan wakil media dalam berbagai format pula. Pada presiden oleh rakyat sesuai yang awalnya lonjatan dukungan terbesar kepada diamanahkan Undang-Undang No. 23 Jokowi bersumber dari para pemilih yang Tahun 2003. memang belum memiliki preferensi sosok Menyadari bahwa Indonesia presiden idaman, dan setelah Jokowi merupakan negara demokrasi baru dengan melakukan gebrakannya sebagai Gubernur sistem penyiaran yang „bebas‟, penulis Jakarta, mereka yang masih “bingung” itu melihat bahwa tim kampanye Joko Widodo langsung terpikat dengan sosok Jokowi (Jokowi) melalui iklan-iklan politik yang (Harian Kompas, 3 Januari 2014). Dukungan ditampilkan di televisi meniru berbagai tersebut melipatgandakan kepercayaan model iklan politik di negara-negara Barat kepada Jokowi pada survey yang dilakukan terutama Amerika. Berbagai iklan kreatif pada Juni 2013 oleh Litbang Kompas. diciptakan, mulai dari yang paling sederhana Ketika Capres lain masih berkutat pada berupa pidato Joko Widodo (Jokowi), iklan karakter pendukung yang bersifat eksklusif, testimonial, dokumentasi aktivitas, hingga dukungan terhadap Jokowi justru bersifat berupa mini sinetron. Semua iklan diakhiri inklusif, telah melampaui sekat-sekat dengan ajakan atau ungkapan memilih Joko demografi, social-ekonomi, ataupun latar Widodo (Jokowi) sebagai presiden Republik belakang politik si pemilih itu sendiri. Indonesia untuk masa pemerintahan yang ke dua 2014-2019. 314 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

Salah satu iklan paling kontroversial caleg mantan anggota TNI atau mantan dan menarik perhatian publik adalah iklan birokrat tingkat pengeluarannya lebih politik Jokowi yang bertemakan revolusi rendah, Yang pengeluarannya paling ”kecil” mental. Dari fenomena-fenomena yang menurut penelitian Pramono Anung adalah dikemukakan dalam iklan tersebut muncul selebitas atau public figure yang dugaan bahwa ada upaya dari Jokowi mengeluarkan antara Rp 200 juta hingga Rp beserta Tim suksesnya dalam hal 800 juta (Anung, 2013). Ini sejalan dengan memperkuat citra (brand image) Jokowi pendapat Hajriyanto yang mengatakan bawa kepada khalayak dengan cara massif di biaya kampanye sangat bergantung pada media, khususnya televisi. modal sosial (social capital) yang dimiliki si Biaya yang Meninggi, Dalam sistem calon. Jika caleg tidak memiliki modal politik di Indonesia yang menganut sosial, sudah pasti akan menghabiskan pemilihan langsung (direct election), maka modal besar. “Makin tidak terkenal, maka biaya yang harus ditanggung sendiri oleh makin membutuhkan modal finansial,” calon anggota legislatif atau calon presiden ujarnya. Menurut dia, dana kampanye yang untuk dapat dipilih oleh konstituennya paling banyak digunakan adalah untuk semakin meningkat. Menurut Ketua DPP pertemuan dengan konstituen (Detik.com, Partai Hajriyanto Tohari, biaya 2013; Carsey, 2011). politik pada Pemilu 2009 meningkat tiga Caleg yang baru pertama kali ikut kali disbanding pada Pemilu 2004. “Bisa dalam pemilu 2014 Aryo Djojohadikusumo dibayangkan berapa biaya pemilu 2014 dari Partai Gerindra mengakui bahwa biaya nanti,” ujarnya. yang harus dikeluarkannya sebagai “orang Diperkirakan bahwa pada pemilihan baru” cukup besar (Harian Kompas, 1 umum legislatif (Pileg) pada 9 April 2014 Februari 2014). “Di Dapil saya ada sekitar mendatang, seorang calon anggota DPR-RI 2,8 juta orang pemilih. Ada 150 orang (Caleg) paling tidak harus menyediakan anggota tim kampanye inti yang sudah digaji uang sebesar Rp 1 Miliar. Tetapi politisi lain sejak April 2013 lalu. Total gaji mereka Rp mengatakan bahwa untuk kursi di DPR-RI, 100 juta setiap bulan,” katanya. Si caleg seorang caleg yang belum banyak dikenal tersebut juga harus rajin melakukan oleh masyarakat bisa-bisa harus sosialisasi di sekitar 1000 Rukun Warga menyediakan dana sebesar Rp 6 Miliar. (RW). Pada setiap kunjungan ke RW Sementara itu Dr. Pramono Anung dikeluarkan anggaran Rp 500 ribu untuk dalam penelitiannya menemjukan data logistiknya. Selain itu, ia harus mencetak bahwa biaya yang dikeluarkan seorang caleg 210.000 kaos, mencetak 210 ribu kartu pada Pemilu 2009 lalu rata-ratanya antara nama, 210 ribu stiket dan 210 ribu selebaran Rp 1,5 Miliar hingga Rp 2 Miliar. mengenai visi dan misinya. Angka 210 ribu Berdasarkan penelitiannya variasi dari biaya adalah jumlah suara minimum yang politik para caleg yang lolos ke DPR antara dibutuhkannya di Dapilnya agar terpilih lain; caleg yang kebetulan jadi pengurus menjadi anggota DPR-RI. partai atau aktivis, biayanya antara Rp 500 Total biaya yang dianggarkan juta hingga Rp1,2 Miliar, caleg dengan latar mencapai Rp 6 Miliar, karena ia masih belakang eks anggota TNI/Polri atau menyediakan delapan unit ambulan gratis birokrat antara Rp800 juta hingga Rp2 bagi konstituennnya yang tentu saja Miliar, dan caleg yang adalah pengusaha dipenuhi oleh gambarnya. Biaya operasi ke mengeluarkan antara Rp 1,2 Miliar hingga delapan ambulan itu Rp 5 juta setiap hari, Rp 6 Miliar. Tidak dijelaskan mengapa 315 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

belum masuk harga ambulan Rp 135 juta agar mereka masih mempunyai ikatan setiap mobilnya. memori dengan si caleg. Pendapat lain mengatakan bahwa Sebelum DPR dan KPU mulai seorang calon presiden membutuhkan dana membicarakan pengambilaihan biaya saksi hingga Rp 3 Triliun untuk dapat mengikuti di TPS dengan dana dari pemerintah, maka pemilihan presiden tahun 2014 ini. Ini seorang caleg sudah harus menghitung biaya diungkapkan oleh Ketua Balitbang Partai saksi yang berkisar antara Rp 50 ribu hingga Golkar Indra J. Piliang. Biaya tersebut untuk Rp100 ribu setiap orang di setiap perjalanan sosialisasi dan komunikasi, TPS.Padahal umumnya di setiap Dapil relawan, logistik partai, pertemuan tatap- terdapat 5.000 hingga 10.000 TPS. Kalau mata dengan ormas, survei dan iklan di tidak diberi honor, maka mereka tidak mau media lokal (Kompas, 26 Januari 2014). menjalankan tugas sebagai saksi di TPS Anggota DPR-RI Bambang Soesatyo tersebut, dan ini bisa berakibat fatal karena membenarkan bahwa biaya untuk kemungkinan ditenggarai terjadi kecurangan melakukan pertemuan atau tatap mata dalam penghitungan suara. dengan konstituen cukup banyak menguras Apabila biaya untuk menjadi anggota dana. Komponen biaya yang besar adalah parlemen (DPR-RI, DPRD I dan DPRD II) untuk: akomodasi ke daerah pemilihannya menjadi begitu mahal sekarang ini, (Dapil), yang terdiri dari transportasi, berapakah biaya yang harus dikeluarkan penginapan dan makan. Seorang caleg oleh seorang calon presiden (Capres) untuk semenjak dimulainya persaingan di tingkat Pemilihan Umum tahun 2014 ini? Menurut internal partai hingga penyusunan Daftar berita, biaya yang harus dikeluarkan oleh Calon Sementara (DCS), si caleg harus seorang Capres minimal adalah Rp 7 minimal dua kali dalam satu bulan Triliun, tetapi tidak dirinci komponen- mengunjungi dan bertatap muka dengan komponen apa saja yang membuat biaya konstituennya, Antara Januari 2014 hingga tersebut begitu mahal. hari pemilihan 9 April 2014, si caleg harus Menurut pengamat politik dari Charta lebih intensif berada di Dapilnya, bahkan 2- Pilitika, Arya Fernandes pada suatu acara 3 bulan terakhir ia harus terus-menerus diskusi mengatakan bahwa biaya kampanye berada di sana untuk memelihara Capres menjadi mahal karena setidaknya momentum politik yang sudah diraihnya ada lima faktor. Pertama, akibat perubahan (Kompas.com, 24 Januari 2014). model kampanye di tahun 2014, dimana Komponen kedua yang besar adalah sebagai konsekuensinya pihak yang biaya kampanye itu sendiri, mulai dari mempunyai dukungan dana yang besar pembuatan kaos, spanduk, kalender, umbul- mendapat kesempatan yang lebih besar. Ini umbul, baliho, alat-alat peraga dari kartu kemudian mengapa sekarang banyak nama hingga mensponsori berbagai aktivitas pengusaha masuk ke dunia politik dan seperti kesenian hingga lomba olah raga di langsung menduduki posisi kunci di partai Dapilnya. dan malahan langsung menjadi Capres atau Komponen ketiga adalah bantuan Cawapres (Okezone.com, 25 Januari 2014). sosial (bansos), mulai dari biaya perbaikan Kedua, pada tingkatan teknikal, terjadi mesjid, gereja atau perbaikan jalan desa di pergeseran antara perencanaan kampanye Dapil dimana si caleg akan bertaruh. yang sporadic (hanya menjelang Pemilu) Termasuk diantaranya adalah pengumpulan menjadi kampanye berkelanjutan pendukungnya secara intensif pada putaran (sustainable campaign). Pada model terakhir masa kampanye. Ini harus dilakukan sproradis, hasilnya hanya sesaat, sementara

316 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

model terbaru hasilnya lebih jelas. Contoh wilayahnya, adalah alasan paling utama yang jelas adalah yang dilakukan sejak (Sumarkidjo, 2010). terpilih menjadi Presiden tahun 2004 dan Seperti dikemukakan oleh banyak berkelanjutan hingga pilpres tahun 2009. pihak, antara lain juga Denny JA, pertama, Ketiga, masuknya kalangan demokrasi meletakkan kekuasaan di tangan professional, para konsultan politik yang rakyat, bukan pada segelintir elitis. Oleh mau tidak mau mempengaruhi model karena itu, untuk mendapatkan kekuasaan kampanye seorang Capres. Tentu saja ini setiap politisi harus menemui rakyat. bukan tanpa biaya yang besar. Semakin banyak rakyat yang harus Keempat, media televisi menjadi dijangkau dan diyakinkan, akan semakin medium yang paling efektif mempengaruhi mahal biaya yang harus dikeluarkan. Kedua, publik, meskipun media sosial (social media televisi sudah berkembang media) atau media baru (new media) kini sedemikian rupa dan menjangkau hampir tidak bisa diabaikan begitu saja perannya setiap rumah tangga warga negara. Dengan dalam menyentuh pemilih muda dan/atau demikian, iklan politik di televisi menjadi pemilih pemula terutama pada tahun 2014. sangat efektif sebagai cara untuk Kelima, terjadinya pergeseran dimana menjangkau rakyat pemilih. Bagi para kampanye politik menjadi semakin personal, pengelola televisi, iklan-iklan politik para sementara sejalan dengan itu, institusi kandidat itu kemudian diperlakukan sama politik (parpol) menjadi semakin lemah dengan iklan-iklan komersial. Ketiga, di perannya dalam mempengaruhi pilihan dalam demokrasi hanya model persuasif, masyarakat. Ini menurutnya membutuhkan dan bukan model initmidasi serta pemaksaan orang-orang yang melakukan personal kehendak, yang diperbolehkan dilakukan branding terhadap dirinya. (Danial, 2009 : 3). Dari contoh yang dikemukakan Menjelang Pemilu 2004 sejumlah Fernandes di atas, maka bisa dikatakan intelektual Indonesia (termasuk yang baru bahwa yang terjadi di Indonesia adalah self- pulang dari Amerika) terjun ke politik. interest axiom (aksioma kepentingan diri- Mereka menjadi bagian dari tim sukses sendiri) dimana partai tak lagi mampu sejumlah politisi atau bertindak atas nama mengikat para pemilihnya dalam program partai tertentu. Istilah konsultan merketing partai karena surut atau menghilangnya politik menjadi kata yang umum dikenal. ideologi partai. Akibatnya partai beperilaku Tetapi tidak itu saja, di tengah arus tidak stabil dan cenderung ambigu. artai globalalisasi bermacam produk dan gaya dengan geneologi partai Islam menggandeng hidup; kampanye politik juga masuk dalam wacana pluralism, sementara partai sekuler arus globalisasi (baca: gaya Amerika) itu. mendekati ceruk umat Islam (Arya Budi, Ini yang menurut Prof. Dr. Dedy N. Hidayat Koran Tempo 27 Januari 2014). (2004) adalah awal dari tumbuhnya industri Sistem pemilihan Presiden secara kampanye sebagai konsekuensi dari the langsung oleh masyarakat adalah awal yang third wave of democratization, gelombang cerah bagi peran televisi sebagai media ketiga dari proses demokratisasi. paling efektif memperkenalkan diri, dan Menurutnya, ada tiga kecenderungan media iklan yang dianggap juga paling tepat, global yang masuk ke dunia politik jauh lebih tepat dibanding beriklan di media Indonesia. Kecenderungan global pertama, cetak. Penetrasi siaran televisi di Indonesia peran televisi dalam kampanye kian yang mencakup lebih dari 90 persen meningkat dan aktivitas berkampanye kian banyak direkayasa dan dikemas agar sesuai

317 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

format televisi sejalan dengan itu porsi dana tentang pasar. Pemikiran tentang pasar kampanye untuk iklan politik di televisi pun mengharuskan iklan selalu memiliki juga terus meningkat. kemampuan menjual. Iklan (televisi) selalu Kecenderungan global kedua, kian mampu mereproduksi pasar menjadi ruang meningkatnya keterlibatan electioneer yang luas untuk menjual barang-barang profesional dari liuar partai dan itu semakin yang dipromosikan. Dan iklan politik serupa menggeser peran para “amatir” dari iklan komersial da hanya berbeda pada kalangan kader partai sendiri. “produk” yang di jual yaitu mengarahkan Kecenderungan global ketiga, kian pemirsa bukan untuk membeli barang tetapi terfokusnya kampanye pada individu memilih seorang kandidat pada saat kandidat atau tokoh wakil partai dan bukan pencoblosan. partainya sendiri. Hal ini, menurut Hidayat Kampanye Pemilu DPR dan terutama (mengutip penelitian Anthony Mughan dan sejak Pemilu Presiden 2004 mau tidak mau Richard Gunther, 2000) membuat pemilu sudah mengambil “gaya” Amerika. Akhmad seolah (jadi) kontes antarindividu, dan Danial (2009: 13; Martin, 2008) mengatakan bukan lagi kontes antarpartai. Pendapat bahwa praktik-praktik komunikasi politik serupa juga dikatakan oleh penelitian kampanye di negara-negara non-Amerika (Diamond dan Bates, 1992 : 370) yang dilihatnya menjadi semakin sama (similiar) mengatakan bahwa setelah iklan televisi dengan praktik-praktik komunikasi politik di merajai kampanye politik di Amerika Amerika Serikat, misalnya dengan adopsi Serikat adalah petanda the dead of the terhadap orientasi perencanaan komunikasi Parties (akhir dari partai politik). Ujarnya, politik pada cara-cara political marketing pada akhirnya nama si tokoh itu lebih atau adopsi bentuk liputan politik di penting dari pada partai yang Amerika dan penggunaan nilai-nilai berita mengusungnya. mereka. “Amerikanisasi” kampanye politik Lembaga penyedia “jasa sering dituduh penyebab lahirnya high-cost demokratisasi” maupun donatur asing dari democracy, demokrasi yang berbiaya tinggi Amerika Serikat seperti National yang tentu saja hanya bisa ditanggung Endowment for Democracy (NED), Soros ongkosnya oleh kandidat/partai yang punya Foundation dan International Republican dukungan logistik dan keuangan yang besar. Institute (IRI) berperan besar dalam proses Dampak lain pada proses ini adalah “Amerikanisasi” kampanye pemilu yang berlipatnya biaya kampanye pada pemilihan mengarah pada industri dan membutuhkan kepala-kepala daerah dan akhirnya dana yang cukup besar. Lembaga-lembaga menyebabkan begitu mereka menang, masa tersebut mendatangkan secara gratis para pemerintahan sebagai gubernur/bupati atau konsultan untuk membantu partai tertentu di walikota digunakan untuk membayar utang Indonesia. Mereka memberikan pelatihan atau pinjaman dana kampanye. teknik, taktik dan strategi pemenangan Sampai-sampai Ketua Persatuan pemilu. Pada sisi yang lain, mereka memberi Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) contoh bentuk dan format iklan-iklan politik RTS Masli mengatakan (Kompas.com, 25 sampai menyiapkan bagaimana si kontestan Maret 2008) bahwa partai-partai yang paling berhadapan dengan media, terutama media banyak beriklan (di media massa) pada televisi. pemilu 2004 mendapat suara terbanyak Iklan di televisi mempunyai ideologi dalam pemilihan anggota legislatif. Golkar, yang khas (Bungin, 2011: 82) yaitu yang PDI-P, PKB, Partai Demokrat, PAN dan paling utama adalah iklan selalu berpikir

318 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

PKS adalah yang paling banyak memasang tewas dan puluhan warga lainnya luka-luka. iklan di televisi pada Pemilu 2004. Tim kampanye pasangan Susilo Bambang Setelah berlangsung Pemilu bagi Yudhoyono – Jusuf Kalla secara cerdik calon-calon anggota DPR-RI, DPRD-I dan menghindar mempergunakan isu bom DPRD-II; maka kampanye pemasangan tersebut sebagai materi penyerangan iklan di televisi mulai giat kembali dengan terhadap pesaing (negative/black campaign). berfokus pada pemilihan langsung Presiden Menyerahkan urusan iklan kepada Hotline dan Wakil Presiden. Advertising, mereka mencoba menarik Tidaklah mengherankan bila stasiun- simpati justru dengan menggambarkan masa stasiun televisi menikmati panen iklan yang depan yang lebih cerah dihadapan luar biasa dari kelima pasangan tersebut. UU masyarakat. Dengan cerdas biro iklan Pemilu Presiden tidak memberikan batasan tersebut “menjual” profil SBY yang tinggi, yang jelas mengenai iklan-iklan kampanye santun dan cerdas sebagai pemimpin masa di atas, karena itu Asosiasi Televisi Swasta depan. Indonesia (ATVSI) juga kemudian Secara tepat menurut Saiful Mujani mengeluarkan pedoman umum Siaran (Tempo, 2004) mendeskripsikan, “...citra Kampanye Pemilu 2004 berdasarkan atas personalitas tampaknya paling peraturan dari KPU. Pedoman tersebut tidak menentukan...media massa, terutama banyak membatasi masuknya iklan-iklan televisi, sangat besar sumbangannya bagi partai politik, dan kalaupun ada, sangat pembentukan citra personalitas ini. Kuatnya umum. Dalam pedoman tersebut dikatakan pengaruh faktor psikologis dan kalkulasi bahwa stasiun televisi swasta tidak rasional ini menunjukkan telah terjadinya membolehkan adanya blocking time atau arah baru perilaku politik masyarakat kita...” blocking segment. Satu spot iklan yang Pemilu Presiden tahun 2004 menurut tarifnya diberlakukan sama dengan tarif Denny JA sangat penting karena dicatat iklan komersial panjang antara 15 detik sebagai Pemilu pertama yang mampu sampai 60 detik. Sedangkan intensitas iklan- mempertemukan dunia politik dengan dunia iklan politik itu tidak dibatasi sama sekali. pemasaran, dimana iklan dan media massa, Perang iklan menjelang Pemilu khususnya televisi, menjadi semacam mesin Presiden 2004 memang berbeda dengan politik baru menggantikan mesin politik tahun 1999. Pertama karena intensitasnya lama, yaitu partai politik. Tetapi pada berlipat kali dibanding lima tahun praktiknya, para konsultan marketing politik sebelumnya, dan seperti diungkapkan di tersebut belum sepenuhnya “membenahi” atas, iklan-iklan lebih fokus pada tampilan kampanye politik para kandidat. Mereka para Capres dan Cawapres yang untuk justru banyak berkiprah di stasiun-stasiun pertama kalinya akan langsung dipilih oleh televisi menunjukkan kemampuannya rakyat. memprediksi hasil akhir pemilu (hitung Ini terlihat ketika pada 9 September cepat atau quick count) sebelum hasil resmi 2004, ledakan dasyat bom bunuh diri terjadi diumumkan (Cakram Komunikasi, di depan kantor Kedutaan Besar Australia di November 2004). Jakarta. Gedung Kedubes yang memang Pada Pemilu 2009, cengkraman dirancang teliti sebagai gedung antibom industri konsultan politik sudah sangat tidak mengalami kerusakan dan staf terasa. Partai Demokrat dan Presiden SBY diplomatik tidak satu pun menderita cidera; melakukan kontrak dengan perusahaan tetapi sebaliknya 9 orang Indonesia yang konsultan politik Fox Indonesia yang melintas di kawasan Jalan HR Rasuna Said dipimpin oleh Choel Malarangeng. Ia

319 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

merancang suatu kampanye yang (mempertimbangkan), engagement (mulai menyeluruh, dari “A” sampai “”Z”; mulai terikat) dan terakhir pada tahapan memilih dari seragam yang digunakan Capres hingga atau purchase. Pada Pilpres, tema-tema yang umbul-umbul yang dipasang di setiap sudut diangkat SBY (terutama mengenai kota di seluruh Indonesia. Prabowo Subianto komitmen memberantas korupsi) mampu yang juga menyewa sebuah perusahaan menerobos hingga tingkatan meyakinkan konsultan asing yang sukses dengan brand pemilih, sementara Prabowo berhenti pada interaction yang mengangkat partainya tingkat consideration. Bahwa pada secara cukup signifikan pada pemilu pelaksanaan pemerintahannya antara 2009 – legislatif (Sumarkidjo, 2010). 2014 tema yang mampu menyentuh pilihan Pada Pemilu tahun 2009 lalu, Partai masyarakat itu kemudian menjadi back fire, Gerindra menghabiskan dana sebesar Rp itu masalah yang lain lagi. 308,81 Miliar hanya untuk kampanye Bahwa iklan Demokrat dan Gerindra pemilu legislatif. Angka ini masih lebih paling disenangi oleh masyarakat itu lebih tinggi di atas Partai Demokrat yang disebabkan oleh kuatnya figur yang menghabiskan Rp 235,17 Miliar untuk biaya ditonjolkan. SBY dan Prabowo Subianto kampanye mereka. Golkar menduduki posisi mampu dimunculkan dalam iklan berdurasi ketiga dalam pengeluaran yaitu sebesar pendek (30 detik) secara tepat, dan Rp145,58 Miliar. Sementara itu PDI-P menggambarkan nilai kepemimpinan yang termasuk kelompok menengah dengan biaya kuat serta meyakinkan. Kedua orang kampanye sekitar Rp 38,94 Miliar (Majalah purnawirawan TNI tersebut layak jual dan Kontan, 2011). menimbulkan simpati kepada partai yang Khusus mengenai iklan di televisi, diusung mereka masing-masing. Meskipun menurut catatan yang dihimpun oleh AGB Wiranto adalah seorang purnawirawan Nielsen Media Research, Partai Demokrat Jenderal juga, tetapi key messages nya adalah yang paling banyak berkampanye di dalam iklan televisi kurang kuat untuk televisi (Rp 51 Miliar) disusul dengan Partai diingat oleh masyarakat. Golkar (Rp 48 Miliar), Gerindra (Rp 45 Pada sisi yang lain yang bersifat Miliar), PKS (Rp18 Miliar) dan PDI-P negatif, harus diingat bahwa ruang publik (Rp10 Miliar) (Safitri : 2009). (public sphere) mempunyai peran yang Sementara itu survei yang dilakukan sangat penting dalam proses demokrasi Mujani menyebutkan bahwa iklan-iklan modern. Selayaknya ruang publik dimana Partai Demokrat di televisi adalah yang pun tidak boleh terikat oleh kekuatan pasar paling banyak disukai oleh masyarakat (dominasi oleh iklan) atau oleh kekuatan (34%), disusul dengan iklan-iklan Partai politik (power) karena semua pihak Gerindra (25%) dan kemudian iklan-iklan memiliki hak dan kesempatan yang serupa, Golkar (11%). Ini menunjukkan bahwa baik itu adalah kelompok elite maupun ketiga partai di atas mampu merancang iklan masyarakat kebanyakan. Apabila meminjam yang baik yang mampumenarik perhatian pendekatan yang dilakukan oleh pakar masyarakat. Tetapi harus diingat bahwa sosiologi Jurgen Habermas (1991) iklan atau perhatian masyarakat (brand interaction) di kampanye politik yang hanya menjual atas baru pada ada pada tingkatan “kehebatan” di politikus atau partai secara dibangunnya awareness. Masih ada langsung telah meminggirkan hak publik. beberapa tahapan lagi yang harus dilalui Dengan kata lain, ruang publik tadi telah sebelum bisa meyakinkan masyarakat untuk direbut atau dikuasai oleh para pelaku memilih yaitu consideration politik berkat pengaruh dan kekuatan uang.

320 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

Meskipun masyarakat menikmati siaran- marketable akan membawa pengaruh yang siaran televisi secara gratis melalui stasiun besar terhadap publik, dan atribut apa saja televisi yang bersifat free-to-air, tetapi yang digunakannya akan diburu dan bukanlah berarti pengelola mempunyai hak dikonsumsi oleh publik maka pada tahun tanpa batas untuk menyiarkan iklan politik 2014 ini Jokowi lah yang menjadi icon yang semau-maunya. Publik secara natural digunakan oleh para calon legislatif dan berharap mendapatkan lebih dari pada malahan partai (dalam hal ini PDI sekedar nama-nama partai, simbol-simbol Perjuangan) untuk meraih voters sebanyak dan wajah politikus yang kuat menonjolkan mungkin. Tidak mengherankan caleg PDI-P citra (good image) semata. mengatakan bahwa, “Kita Pasangan SBY – Budiono dapat rezeki punya Jokowi. Dengan pola memenangkan pemilu Presiden 2009 hanya blusukan (Jokowi), saya punya kader yang dalam satu putaran saja, memperoleh lebih dicintai oleh masyarakat Jakarta.” Afeksi dari 60 persen suara (73,8 juta suara) dan terhadap Jokowi semakin kuat (Fachrudin, parallel dengan kemenangan Partai 2012 : 104). Demokrat dalam Pileg yang diselenggarakan Boleh dikatakan bahwa Jokowi Effect beberapa bulan sebelumnya mendapat adalah pengulangan dalam kemasan yang 20,85% kursi di DPR-RI (ekuivalen dengan berbeda dari cerita sukses Capres Susilo 150 kursi). SBY kedua kalinya mampu Bambang Yudhoyono pada Pemilu tahun mengalahkan pesaingnya pada pilpres tahun 2004. Kita ketahui kasus terjadinya 2004 (Megawati Soekarnoputri) yang pada keterangan pers dari suami Presiden RI yaitu waktu itu berlangsung hingga dua putaran. alm. Taufik Kiemas (TK) yang Pada pilpres 2009, Megawati yang mengomentari tindakan Susilo Bambang berpasangan dengan Prabowo Subianto Yudhoyono untuk mengajukan surat hanya memperoleh 26,79 % suara atau 32,5 pengunduran diri dari jabatannya sebagai juta. Menko Polkam. Ucapannya, “Jenderal koq Para pengamat dan pakar mengatakan kayak anak kecil...” sebagai titik penting bahwa kemenangan SBY – Budiono lebih meningkatnya popularitas SBY disebabkan oleh afeksi yang sangat kuat dari (Sumarkidjo, 2010: 4). Para pakar menyebut ketokohan SBY kepada para pemilih yang bahwa pernyataan TK tersebut membuat sebelumnya juga mampu mengangkat citra SBY sebagai orang yang di zolimi oleh pilihan masyarakat pada Pileg sehingga kekuasaan dan meningkatkan simpati Partai Demokrat memperoleh 20,85% suara masyarakat kepadanya. Ini tidak mungkin dibanding hanya 7 % pada Pileg tahun 2004 terjadi bila ucapan TK hanya ada di surat (Mujani, 2012 : 431). kabar dan tidak dikutip oleh televisi dalam Ditambah dengan strategi kampanye bentuk sound bite (rekaman ucapan). Efek yang jitu dan kesediaan dana untuk iklan di dramatis dan daya jangkau yang amat luas media massa yang praktis tidak ada dengan cepat masuk dalam mind-set batasnya, maka lengkaplah kemenangan masyarakat di seluruh Indonesia dan ini SBY pada Pemilu 2009 itu sebagai sepenuhnya bukan rekayasa. kemenangan “sempurna” dari sebuah Contoh kedua yang kemudian juga political marketing modern. memberi keuntungan “tak sengaja” kepada Afeksi Terhadap Jokowi, Bila pada SBY – Kalla adalah kasus seorang pejabat pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun Polri di wilayah Purwokerto. Pejabat 2012, Joko Widodo membawa era baru berpangkat Kombespol itu berceramah dalam marketing politik bahwa calon yang kepada para ibu dan isteri di lingkungan

321 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

kepolisian. Kebetulan ceramahnya itu suara Pileg tahun 2004 dan 2009 dan dana direkam secara penuh oleh staf kepolisian. kampanye terbesar difokuskan pada nama Ternyata ceramah sang pejabat kepolisian SBY yang otomatis mengdongkrak nama itu mirip kampanye dan membela dan partai. Pada Pemilu 2014 mendatang, hal ini menyanjung Megawati dan sebaliknya juga dirasakan meskipun karena PDI-P meremehkan SBY yang dikatakan sebagai, belum mengumumkan nama Capresnya, “...orangnya ganteng, tinggi besar dan jadi kebenaran tesis ini masih harus ditunggu. favorit para ibu”, Meskipun ia tidak Tetapi berbagai survei sepanjang tahun 2013 menyebut satu nama sekalipun, tetapi menunjukkan kenaikan popularitas dan “kampanye hitam” tersebut tersebar luas di elektabilitas PDI-P yang signifikan televisi swasta selama berhari-hari. dibanding partai-partai yang lain. Tindakannya mendapat kecaman luas dari Bandwagon effect identik dengan low-cost berbagai pihak karena aparatur negara tidak campaign baik untuk para caleg PDI-P boleh ikut terjun dalam kampanye politik. bahkan untuk Jokowi sendiri. Sayangnya beberapa politisi yang , tetapi berbagai cara dilakukan untuk kebetulan bukan pendukung atau tidak “mencuri start” sejak akhir tahun 2013 bersimpati kepada Jokowi tidak belajar dari untuk lebih cepat dikenal masyarakat. Mirip sejarah di atas. Baru-baru ini ada ucapan juga adalah perilaku para politisi yang politisi “A” yang dikutip televisi mempunyai keinginan dan cita-cita untuk mengatakan, “Tukang mebel mau jadi menjadi Presiden Republik Indonesia Presiden” atau politisi “B” yang di depan periode 2014-2019. Undang-undang televisi nasional berpendapat bahwa, menyebutkan pemilihan presiden “Blusukan ternyata tidak bisa menyelesaikan diselenggarakan setelah selesainya banjir dan hanya pencitraan belaka,” akan pemilihan anggota DPR dan juga tidak menyurutkan simpati masyarakat mensyaratkan bahwa calon presiden dapat kepada Jokowi dan justru akan back-fire dicalonkan oleh partai atau gabungan partai kepada partai kedua orang politisi tersebut yang memperoleh 20% presidential yang kebetulan dalam berbagai polling threshold. Meskipun demikian “curi start” justru sedang merosot tajam. dilakukan sebagai strategi partai atau tokoh Di Indonesia dimana pakar sepakat untuk lebih memperkenalkan siapa yang bahwa pelembagaan partai belum tertata akan diajukan sebagai bakal calon Presiden secara baik, tokoh memiliki kemungkinan mendatang, tanpa menunggu hasil perolehan untuk menjadi magnet daya tarik massa partai mereka pada pemilihan umum pemilih partai dan bahkan pembentuk anggota legislatif. identitas partai (Mujani, 2012 : 425). Ketika Sampai akhir tahun 2012 lalu, nama seseorang tokoh membentuk partai atau Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah muncul menjadi tokoh utama di partai tersebut maka dalam “radar” pengamat politik, para politisi daya tarik massa terhadap partai tersebut atau lembaga survei politik. Lembaga Survei kemungkinan ditentukan oleh seberapa besar Indonesia (LSI) dalam sebuah presentasi daya tarik tokoh partai bersangkutan bagi pada bulan November 2012 mengumumkan pemilih. Oleh karena itu tokoh kemungkinan 24 nama-nama tokoh atau orang terkenal besar memiliki pengaruh yang lebih yang dinilai berpotensial untuk menjadi menentukan terhadap perilaku memilih, dan Presiden RI tahun 2014. Nama-nama bahkan terhadap identitas partai. tersebut mulai dari Aburizal Bakrie hingga Dalam kasus SBY dan Partai Wiranto digadang-gadang memenuhi semua Demokrat hal itu terbukti dalam perolehan persyaratan untuk jadi Presiden. Tetapi tidak

322 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

ada nama Jokowi, Walikota Surakarta yang strategi political public relations karena pada waktu itu baru saja memenangkan tujuan demokrasi dan tujuan public relations pemilihan Gubernur DKI Jakarta melawan (PR) sesungguhnya sejalan seperti calon petahana Fauzi Bowo. dinyatakan dalam buku Exploring Public Ini yang disebut sebagai Jokowi Effect. Relations, Mempunyai lima ciri, pertama, munculnya ” in a very real sense, the purpose of nama mantan Walikota Solo yang baru tiga democracy itself closely matches the bulan menjabat sebagai Gubernur DKI purpose of public relations. Succesfull Jakarta ke bursa calon Presiden tahun 2014 democratic government maintain dalam polling. Kedua, adanya bandwagon responsive relationships with effect setelah nama Jokowi muncul di survey constituents, based on mutual di media sosial dan kemudian understanding and two-way disebarluaskan secara sadar melalui media communication. Democracy is or massa konvensional seperti surat kabar dan should be a two-way process, giving televisi. multiple opportunities for members of Joko Widodo atau lebih dikenal the public to communicate their own Jokowi adalah sosok yang menunjukkan interest and concerns to government at prestasi kerjanya ketika menjabat jadi all levels, to influence and sometimes walikota Solo dan sampai menjadi Gubernur transform public policy (Tenchs & DKI, Jokowi terus memberikan perubahan- Yeomans, 2006). perubahan dengan hasil kerja dan prestasinya. Dengan prestasinya itu Jokowi Kutipan ini menjelaskan bahwa mampu menunjukkan bahwa seorang suksesnya sebuah pemerintahan demokratik pemimpin itu harus mengabdi dan bekerja ditentukan oleh bagaimana membangun untuk melayani rakyatnya. Dan inilah yang hubungan yang responsif dengan seluruh tak dimiliki oleh capres yang lain. konstituen, yang didasarkan kepada Ketiga, kemunculan nama Jokowi komunikasi dua arah (two-way dengan popularitas maupun elektabilitas communication) dan saling pengertian tertinggi secara konsisten pada berbagai (mutual understanding). Kendati demikian, survei sepanjang tahun 2013 telah penulis paham untuk mewujudkan dua hal mengubah kalkulasi politik nasional tersebut bukan perkara mudah, mengenai landscape persaingan Capres 2014. PENUTUP Keempat , karena namanya popularitasnya begitu merata di masyarakat, Simpulan, Pertama, munculnya nama maka parpol yang mengusungnya maupun mantan Walikota Solo yang baru tiga bulan calon legislator dari parpol pengusungnya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta ke bisa memperoleh tail wind (angin buritan) bursa calon Presiden tahun 2014 dalam untuk mendongkrak elektabilitasnya. polling adalah fenomenal. Kelima, dampak tidak langsung yang Kedua, adanya bandwagon effect cukup signifikan adalah lebih sedikit biaya setelah nama Jokowi muncul di sejumlah yang harus dikeluarkan oleh caleg untuk survei dan polling. Berbagai dukungan di proses kampanyenya. media sosial dan kemudian disebarluaskan Secara teoretis, di negara demokratis, secara sadar melalui media massa implementasi political communication ini konvensional seperti surat kabar dan televisi. dapat dioptimalkan dengan menggunakan Adalah kebetulan bahwa sejak menjabat

323 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi Advertising in Gubernatorial Races. menjadi media darling (kesayangan State Politics & Policy Quarterly (15 media/reporter) sehingga kemunculan atau (I) , 18-30). from eksposenya dia media sangat banyak. http://spa.sagepub.com/content/11/3/2 Ketiga, kemunculan nama Jokowi 69 dengan popularitas maupun elektabilitas tertinggi secara konsisten pada berbagai Clayton, M.Dewey. (2010) The Presidential survei sepanjang tahun 2013 telah Campaign of Barack Obama, A mengubah kalkulasi politik nasional Critical Analysis of a Racially mengenai landscape persaingan Capres Transcendent Strategy, New York : 2014. Routledge. Keempat, karena popularitasnya begitu Danial, Akhmad. (2009) Iklan Politik TV, merata di masyarakat, maka parpol yang Modernisasi Kampanye Politik Pasca mengusungnya maupun calon legislator dari Orde Baru, Yogyakarta : LkiS. parpol pengusungnya bisa memperoleh tail Fahrudin, Wawan & Nuswantoro, Ardi. wind (angin buritan) untuk mendongkrak (2012) Kartu Sukses Jokowi – Ahok, elektabilitasnya. Robohnya Berhala Polling dan Kelima, dampak tidak langsung yang Bangkitnya Media Sosial, Yogyakarta : cukup signifikan adalah lebih sedikit biaya Talentamakara Publishing. yang harus dikeluarkan oleh caleg untuk Gunther, Richard & Mugban, Anthony (ed.). proses kampanyenya. Nama Jokowi sudah (2000) Democracy and the Media, A cukup “menjual”. Comparitive Prespective, Cambridge,

UK: Press Syndicate of the University DAFTAR REFERENSI of Cambridge. Habermas, Jurgen (translated by Thomas Anung, Pramono. (2013) Disertasi Burger). (1991). The Structural Komunikasi Politik dan Pemaknaan Transformation of the Public Sphere, Anggota Legislatif Menghadapi Cambridge : MIT Press. Konstituen. Henninger, Maureen (2013) The Value and Armstrong, Gary & Kotler, Philip. (2008) Challenges of Public Sector Principles of Marketing, New York : Information. Cosmopolitan Civil Pearson/Prentice, Societies Journal ( Vol. 5 No. 3, 75- Bara, Judith & Weale, Albert. (2006) 95) Democratic Politics and Party Competation. New York : Routledge. Louw, Eric.(2005) The Media and Political Baym, Geoffrey. (2013) Political Media as Process.London.Sage Publications Discursive Modes : A Comparative Martin , Lanny W. (2008) Coalition Analysys of Interviews with Ron Paul Government and Political from Meet the Press, Tonight, The Communication. Political Research Daily Show, and Hannity. Quartely (Volume 61 Number 3, 502- International Journal of 516). from Communication (7, 3-7). http://prq.sagepub.com/content/15/1/1 8 Carsey, Thomas M., Robert A. Jackson Melissa Stewart and James P. Nelson Miller, Warrant & Edward, Shanks, J. (2011) Strategic Candidates, Merril. (1996) The New American Campaign Dynamics, and Campaign 324 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325

Sumarkidjo: Komunikasi Politik pada Pemilihan Umum 2014

Voters. Cambridge : Harvard University Obama’s Historic Victory, New York : Press. Viking McQuail, Denis. (2005) News, Public Polsby, Nelson W., Wildavsky, Aaron & Opinion and Political Communication Hopkins, David A. (2008) Presidential dalam McQuail’s Mass Communication Elections: Strategies and Structures of Theory (by McQuail, Denis), Los American Politics, Maryland : Angeles : SAGE Publications. Rowman & Littlefield Publishers Inc. Mujani, Saiful; Liddle, R. William & Ranney, Austin. (1983) Channels of Power: Ambardi, Kuskridho. (2012) Kuasa The Impact of Television on American Rakyat, Analisis tentang Perilaku Politics, New York : Basic Books Inc. Memilih dalam Pemilihan Legislatif Schechter, Danny. (2007) Matinya Media, dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Perjuangan Menyelamatkan Baru, Jakarta : Mizan Publika. Demokrasi, Jakarta : Yayasan Obor Plouffe, David. (2009) The Audacity to Win, Indonesia. The Inside Story and Lessons of Barack

325 Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 02, November 2014: 311– 325