Diterbitkan oleh:

BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)

I S S N : 1412-2588

Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai medium tukar pikiran, informasi, dan penelitian ilmiah para pemerhati masalah pendidikan.

Penanggung Jawab Ir. Suwandi Supatra, MT.

Pemimpin Redaksi Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.

Sekretaris Redaksi Rosmawati Situmorang

Dewan Editor Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A. Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M. Pdt. Dr. Aristarchus Sukarto, BA, MTh. Dr. Elika Dwi Murwani, M.M. Etiwati, S.Pd., M.M. Dr. Imma Helianti Kusuma Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.

Alamat Redaksi : Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Barat 11470 Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968 http://www.bpkpenabur.or.id E-mail : [email protected] Jurnal Pendidikan Penabur Nomor 29/Tahun ke-16/Desember 2017 ISSN: 1412-2588

Daftar Isi, i

Pengantar Redaksi, ii - iv

Teachers’ Challenges in Teaching English to Young Learner in Rural Primary Schools Veronica Widya Tri Rahayu, 1-14

Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 Revisi 2016 di Sekolah Dasar, Hilda Karli, 15-29

Empat Aspek Perkembangan Anak Sebagai Pengamatan Awal Calon Peserta Didik Jenjang TK A, Felucia Hendriette E.P., 30-46

Investigation of English Foreign Language Learners’ Writing Strategies, Randy Listiyanto; Endang Fauziati; Slamet Supriyadi, 47-56

Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan Implementasinya di Sekolah, Mudarwan, 57-67

Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama di Sekolah dalam Perspektif Mutualitas dan Penerimaan, Frejhon Cleimen Lasatira, 68-77

Pendidikan Religiositas, Paulus Eko Kristianto, 78-91

Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Sebuah Perspektif, Harun D. Simarmata, 92-100

Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi, Agus Kristiyono, 101-106

Resensi buku: Financial Wisdom For Your Kids, Yocky Firdaus, 107-111

Profil BPK PENABUR , Teguh Suharto, 112-116

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 i Pengantar Redaksi

“ila bicara pendidikan harus mengalokasikan 20 persen belanja negara untuk belanja pendidikan, dalam anggaran B kita tahun ini 20 persen atau Rp 444 triliun,” kata Sri Mulyani (Menteri Keuangan), saat menghadiri Learning Innovation Summit 2018, di Jakarta, Rabu (14/3/2018). Lebih lanjut dikatakan Sri Mulyani bahwa upaya memperbaiki kualitas pendidikan di , tidak selalu bergantung pada besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah. Pasalnya, dengan anggaran yang relatif sama dengan Indonesia, peringkat kualitas pendidikan Vietnam berada jauh di atas Indonesia, “World Bank mengatakan Indonesia sama seperti Vietnam yang committed di bidang pendidikan. Tapi peringkat Vietnam berada di posisi 8, sedangkan Indonesia di 58. Sama-sama punya komitmen tapi hasilnya beda. Ini menggambarkan fenomena mengenai education and health it’s not only about money”. Menurut dia, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, tidak lepas dari kinerja guru yang dinilai belum memiliki kompetensi. Padahal, ada sekitar 4 juta guru yang setiap tahunnya dibayar oleh pemerintah. Meskipun demikian pemerintah tetap mengutamakan bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah mengupayakan mempercepat transfer kemampuan bagi guru sehingga terjaga ketersediaan sumber daya manusia yang mampu menghantar anak bangsa kepada persaingan global. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan pendidikan tidak perlu diragukan lagi, sebab disadari oleh pemerintah bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa diawali dengan SDM yang terdidik dan handal. Untuk itu diperlukan komitmen terhadap peningkatan dan pengembangan pendidikan secara adil dan merata ke seluruh pelosok negeri. UNESCO mengapresiasi usaha pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah terpencil dengan penyediaan guru di garis depan, terlebih untuk dapat mengajar di pelosok. Namun UNESCO meminta pemerintah agar memperhatikan masalah pemanfaatan teknologi informasi (IT) dan infrastruktur yang masih belum memadai untuk menunjang kelancaran proses belajar terutama di daerah terpencil. Bukti kerja keras Kemendikbud dikemukakan, “Angka partisipasi kasar SD sampai SMP sejak tahun 2000 tetap di atas 100 persen, khususnya untuk daerah terpencil,” tutur Dr. Ananto Kusuma Seta sebagai Staff Ahli Menteri Kemendikbud dalam konferensi pers Peluncuran Laporan Pemantauan Pendidikan Global (GEM) UNESCO 2016 di Gedung Kemendikbud. Tantangan bagi pendidikan di Indonesia bukan hanya masalah anggaran, peliknya birokrasi, infrastruktur yang belum memadai, dan kompetensi guru, serta besar dan luasnya territorial nusantara. Saat ini Indonesia, bahkan dunia, menghadapi “Revolusi Industri 4.0” yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi. Perkembangan era digital membuat teknologi informasi berdampak

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 i pada perubahan yang seringkali tidak terbayangkan sebelumnya melanda seluruh aspek kehidupan. Cara-cara lama tersingkirkan dalam sekejap, digantikan dengan cara-cara baru yang jauh lebih efisien, yang bahkan dapat berakibat kegoncangan sosial dan ekonomi. Sejarah dunia telah menunjukkan bahwa mereka yang tidak mampu beradaptasi menghadapi perkembangan revolusi industri, akan tergilas dan tersisihkan. Revolusi Industri 4.0 membuka tantangan dalam mendidik anak “Zaman Now” secara cepat dan tepat. Pendidikan sebagai upaya mempersiapkan generasi penerus menghadapi masa depan, juga mengalami tantangan perubahan secara langsung akibat teknologi informasi. Perubahan bukan saja terhadap media pembelajaran, namun bahkan fungsi dan peran guru dan peserta didik. Saat ini belum ada kebijakan yang jelas dari pemerintah untuk menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat bahkan super cepat dikarenakan berkembangnya teknologi informasi. Diperlukan inovasi-inovasi untuk menghasilkan cetak biru pola pendidikan 4.0 yang tepat, agar peserta didik dipersiapkan mampu menghadapi tantangan era digital secara langsung dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kesehariannya. Pendidik, sebagai ujung tombak pendidikan, perlu mempunyai kemampuan untuk menghantarkan peserta didik agar mampu bertahan hidup pada masa yang akan datang. Jelas di sini berbagai kemampuan yang diperlukan di masa depan perlu dilatihkan untuk dimiliki oleh peserta didik sejak awal. Selain itu pendidik perlu memilih strategi pembelajaran yang tepat yang diturunkan ke dalam metode pembelajaran yang dilakukan sehingga peserta didik terbiasa dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan mengkolaborasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini tentunya tidak dapat begitu saja terjadi. Perlu adanya desain yang menggambarkan bagaimana mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran yang bukan hanya terbatas dalam kelas, tetapi juga yang memberi pengalaman utuh melakukan inovasi untuk memecahkan masalah. Sangatlah tidak mudah untuk melakukan transformasi ini, dikarenakan ketidakmampuan beranjak dari pola pikir masa silam. Untuk itu, peningkatan kualitas guru dan dosen yang handal untuk melakukan terobosan menjadi hal penting dalam mensukseskan pelaksanaan pendidikan 4.0 agar tidak terjebak pada pola pemikiran lama yang mungkin akan menganggu penyesuaian diri terhadap pendidikan 4.0. Sejalan perkembangan teknologi informasi, perlu disikapi juga tentang karakter anak bangsa. Karakter dianggap sebagai modal yang seharusnya dimiliki untuk menjadi bangsa yang besar. Karakter anak bangsa akan mewarnai perilaku pemimpin masa depan. Saat ini Penguatan Pendidikan Karakter yang biasa disebut sebagai PPK menjadi program prioritas dalam merevolusi karakter bangsa. PPK menjadi pintu masuk dalam pembenahan pendidikan nasional. PPK mendorong sinergi dari pusat pendidikan Indonesia yaitu sekolah, keluarga (orang tua), dan komunitas (masyarakat). Program yang berhubungan dengan karakter ini menjadi fondasi dan roh utama

ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 pendidikan. Pembentukan dan pertumbuhan karakter anak sejak kecil sudah selayaknya menjadi suatu konsentrasi pendidikan. Lingkungan keluarga dan sekitar akan membentuk karakter anak. Anak mulai meniru secara berulang pola hidup orang terdekat di keluarga, kemudian menjadi kebiasaan yang terus-menerus dilakukan dan pada akhirnya menjadi karakter. Dengan demikian, pendidikan karakter berbasis keluarga menjadi sesuatu yang penting sebelum anak mengenal sekolah. Bahkan setelah mendapat pendidikan agama dan pendidikan karakter di sekolah, pendidikan karakter dalam keluarga tetap memerankan fungsi penting untuk perkembangan anak agar dapat menjadi manusia dewasa yang berbudi luhur dan mengasihi sesamanya. Oleh karena itu pendidikan berbasis keluarga menjadi suatu nilai strategis dalam karakter anak. Dari keluarga tumbuhlah karakter bangsa dan dunia. Pada Jurnal Pendidikan No. 29 kali ini, terdapat beberapa tulisan menarik seputar model pembelajaran, evaluasi terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013, aspek perkembangan anak usia dini, pembelajaran bahasa Inggris, dan pendidikan agama dan karakter di sekolah. Bangsa yang maju dan berkembang dapat dipastikan memiliki sistem pendidikan yang mantap dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai perkembangan zaman. Masyarakat Zaman Now menuntut sumber daya manusia untuk memiliki kecakapan Abad 21 yaitu creativity, critical thinking, communication, and collaboration (4C). Oleh sebab itu cara-cara lama pembelajaran dengan ceramah satu arah sangat tidak tepat. Peserta didik perlu untuk mengasah dan mengembangkan diri lebih aktif. Model pembelajaran berbasis proyek menjadi sebuah alternatif yang perlu dipertimbangkan para pendidik untuk melatih peserta didik agar mampu menjawab kebutuhan masyarakat saat ini. Apakah Kurikulum 2013, yang hingga saat ini terus mengalami revisi, sudah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional? Terutama di tingkat sekolah dasar, terjadi perubahan mendasar dengan pola pembelajaran tematik. Seberapa persiapan pemerintah menyediakan sumber belajar dan memberikan pelatihan kepada guru agar mampu menerjemahkan kurikulum dalam pembelajaran di kelas? Menengok Rural Primary Schools di Salatiga, bagaimana tantangan guru dalam mengajar bahasa Inggris? Penelitian sederhana ini membuka wawasan kita tentang kesulitan pembelajaran bahasa Inggris yang bukan bahasa ibu bagi kita, meski semestinya sudah menjadi bahasa kedua (second language) seperti halnya di beberapa Negara-negara ASEAN lainnya. Perkembangan pendidikan di Indonesia dibandingkan Negara ASEAN lainnya termasuk di tingkat bawah. Bahkan Vietnam yang dahulu di bawah kita, saat ini mampu meningkatkan diri sangat pesat. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat penguasaan bahasa internasional. Tantangan bagi bangsa Indonesia yang sangat majemuk adalah perbedaan-perbedaan dalam banyak hal terutama masalah agama dan keyakinan. Tanpa upaya keras dari semua pihak untuk terus bersatu maka keretakan akan semakin dalam. Pendidikan haruslah memerdekakan manusia untuk dapat mengambil peran dalam dialog antar agama secara sejajar. Meskipun dalam tataran pendidikan dasar

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 iii dan menengah, haruslah diupayakan sejak dini keterbukaan terhadap agama dan keyakinan orang lain. Untuk membuka diri terhadap perbedaan dan membiasakan berdiskusi dengan orang beragama lain sejak dini, diperlukan upaya keras dari para pendidik maupun pengelola pendidikan. Namun jika kita ingin hidup harmonis di Negara ini maka upaya-upaya ini haruslah ditempuh secara sadar dan bertanggungjawab. Tak kalah menarik untuk disimak yaitu resensi buku Financial Wisdom for Your Kids untuk memberi wawasan bagi pendidik maupun orang tua tentang pengelolaan keuangan “Zaman Now”. Apakah gegap gempita dunia pendidikan di Indonesia yang sedang menggalakkan literasi menyentuh kepada guru sebagai pelaku aktif atau guru hanya berdiri di samping sebagai penonton? Lihatlah pada ulasan Guru dalam Pusaran Literasi. Kenalkah Anda dengan BPK PENABUR Metro? Cobalah simak profilnya yang dikupas pada edisi Jurnal kali ini.

Redaksi

iv Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English Penelitian

Teachers’ Challenges in Teaching English to Young Learner in Rural Primary Schools

Veronica Widya Tri Rahayu E-mail: [email protected] TKK GS BPK PENABUR Jakarta

Abstrak t is believed that rural education has a legacy unique challenge compared with urban and suburban counterparts. The challenges are also found in the place and the implementation I of English program in primary level. Therefore, the aim of this study is to investigate the challenges encountered by English teachers in teaching English for young learners in rural public primary schools in Salatiga, Central Java. To answer the question, semi-structured interview is used with eight participants from eight primary schools in four sub-districts (Argomulyo, Tingkir, Sidorejo, and Sidomukti) in Salatiga. It launches by briefly discussing the place of English in national curriculum for primary school in one hand and the execution of English program in rural schools on the other hand. Throughout the research, the researcher obtained three challenges and those were: (i) the status of English as a local content subject creates conditions which is less supportive for the teachers to teach English, (ii) most of the teachers are coming from non-English educational background which influence their competencies in teaching English, (iii) socio-economic status from parents plays big role in students’ motivation and achievement in learning English.

Key words: teaching English for young learner, rural schools, teachers’ challenges, curriculum, teachers’ competencies, parents’ socio-economic status.

Tantangan yang Dihadapi Guru dalam Mengajar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Abstrak Pendidikan di daerah pinggiran memiliki tantangan yang unik dibandingkan dengan daerah perkotaan. Tantangan juga ditemukan di Sekolah Dasar di mana pengajaran Bahasa Inggris diterapkan. Tujuan penelitian untuk mengetahui tantangan yang dihadapi guru bahasa Inggris dalam mengajar bahasa Inggris di beberapa Sekolah Dasar di daerah pinggiran Salatiga, Jawa Tengah. Untuk menjawab pertanyaan itu, wawancara semi-terstruktur digunakan dengan delapan peserta dari delapan sekolah dasar di empat kecamatan (Argomulyo, Tingkir, Sidorejo, dan Sidomukti) di Salatiga. Penelitian diawali pembahasan singkat pembelajaran bahasa Inggris dalam Kurikulum Nasional Sekolah Dasar dan pelaksanaannya di sekolah. Adapaun hasil penelitian: (i) status bahasa Inggris sebagai muatan lokal menciptakan kondisi yang kurang mendukung bagi guru untuk mengajar bahasa Inggris, (ii) sebagian besar guru bukan berasal dari latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang mempengaruhi kompetensi mereka dalam mengajar bahasa Inggris, (iii) status sosial-ekonomi dari orang tua berpengaruh terhadap motivasi dan prestasi siswa dalam belajar bahasa Inggris.

Kata-kata kunci: pengajaran bahasa Inggris untuk anak-anak, sekolah pinggiran, tantangan guru, kurikulum, kompetensi guru, status sosial ekonomi orang tua.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 1 Teachers’ Challenges in Teaching English

However, other less privileged children in some Introduction areas are happy enough to have access even to the basic education seeing that factors in In Indonesia, teaching English to young learners supporting good education are not available to (TEYL) has been implemented in some schools them, for instance less qualified teachers, since 1994 (Supriyanti, 2012). However, the parents’ support, and limited educational implementation of TEYL is not obligatory. facilities. Besides, the status of English as the English at primary school is not a compulsory local content subject also influences so that for subject, but a local content subject. English at these children English has no role to play. primary school as the local content subject is Inequality of access to English at primary level, promoted by the policy of Ministry of Education especially the division between urban and rural and Culture Number 0487/4/1992, chapter VIII, areas and amongst urban schools, has been which states that schools can add the basic underlined by several researchers (e,g, Butler, subjects in the curriculum, providing the lesson 2009; Gimenez, 2009; Ho, 2003; Y. Hu, 2007; as long as it is not contrary to the national Nikolov, 2009). There has been a huge increase education goals. Then, the policy is followed in the private sector in many countries, which with the Decree of the Ministry of Education and increases the gap between rich and poor, since Culture Number 060/U/1993 dated February 25, wealthier parents are able to send their children 1993 about the opportunity of the English to private schools or for private English lessons program as a local content in primary school that (Enever & Moon, 2009; Hoque, 2009; Lee, 2009). can be started in the fourth grade. Based on the factors influencing the educational Decentralization of diversity in Indonesia, including geographical, has pushed local governments to create their own social, economic, and parents’ contribution decisions in terms to what extent of curricular towards English young learners, it is essential to space in the form of the use of some learning hours explore more about the challenges faced by for what has become known as a local content English teachers while teaching in those schools. (Musthafa, 2010). As a result, many districts and The challenges might be very different than city governments are interested in TEYL due to schools located in the main city, where parents the decentralization policy. This is evidenced by and students are aware of the role of English. the increasing number of primary schools which The challenges risen as the consequences of the offer English classes at the primary school level. policy might influence the quality of teaching and Now, primary schools in Indonesia offer English student success in learning English. subject as a local content beginning at the fourth This research is a qualitative study of some grade (aged nine to ten); in spite of that many public primary schools in rural areas in Salatiga. other primary schools even teach English at Many studies have been conducted to investigate earlier grades (starting from aged six to seven) teachers’ challenges in teaching to young (Sikki, Rahman, Hamra & Noni, 2013). It learners. However, few research has been becomes a new trend in which schools offer undertaken to investigate how teachers’ English instruction before grade four. perspectives in TEYL as the implementation of However, due to many factors like geo- language policy, especially in Salatiga. This graphical, social, economic, political, or cultural study aims at investigating school teachers’ which cause diversity in educational access, challenges in teaching English when English is some children in urban areas enjoy the luxury of a local content subject in the curriculum. This high quality education in which they almost paper seeks to contribute to this area of research have everything the best education could offer, and offer a better understanding of teachers’ qualified teachers, up to date and excellent problems and challenges. It will provide some educational facilities, supporting local positive suggestions for teachers, policy makers, government’s policy and also parents. For these parents and professional educators as to improve children English has a very important role to keep English language teaching quality especially in up with the progress of knowledge and science. primary schools in rural area, not only in Salatiga

2 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English context but in other areas that face similar subject, English is allotted two 35-minute lessons dilemmas. Hence, the problem and question in per week in grades four, five, and six of primary this study is: What are teachers’ challenges in schools (Supriyanti, 2012), yet several schools teaching English for young learners in public start teaching English from the first grade. With primary schools in rural areas in Salatiga? a low number of hours per week surely limits the students’ chance to learn English and teacher Literature Review cannot cover all materials in the syllabus. Government policy on primary level certainly creates gap, especially the divide between urban Previous studies have described the significance and rural areas. and outcomes of the introduction of English into primary schools, specifically in terms of the gap Micro-level Factors: Education in Rural Areas between policy and implementation. Some of the issues seem to be common across countries while The first factor in micro-levels is rural area itself. others are more local. This review will focus on As an area, which is far from the main city, the the policy issues (macro-level) and its consequen- population of this area is also different with ces to the English teaching most closely linked to others. According to McCormack and Thomas the aims of the study (micro-level). (2003), rural environments can be geographically, culturally, socially, personally, and professio- Macro-level Factor: The Policy nally isolating. In spite of mobility and socio The first point to note is that there is a variation geographic shifts, rural schools still tend to in government policy from one province to facilitate large minority and socioeconomically another and even within the same province disadvantaged populations (Lichter, 2003). In Indonesia. The current curriculum in English this area, education only stops until primary level. language education program in Indonesia only It is not an obligatory to continue to secondary focuses on the teaching at junior and high school level or even college for children. As a result, rural levels since English is not a core subject at schools are found weaker in instruction primary level (Yuwono, 2005). As English compared to their urban counterparts, seen in becoming a local content, the Ministry of the eyes of general public (Taneri & Engin-Demir, Education and Culture has not published a 2011). Chruch, Elliot, & Gable (2001) concluded national curriculum for English in primary that children living in poor families have lower schools and the responsibility to develop the academic achievement scores, lower college curriculum lies with the regional or provincial enrollment rates, and lower college graduation government or local school (Lestari, 2003). For rates than children living in families that are this reason, the local content curriculum in one asset sufficient. As long as the children graduate part of Indonesia might be different from the local from the primary level, no matter the scores they content curriculum in other parts, either in terms get it is enough. Sense of competition is not seen of the objectives or the content (Kasihani, 2010). in rural area. It is different with urban schools Even though there is no national curriculum for where the schools and environment in there fully English program, the national government has support the education for the children. Children provided competency standards for the English in urban areas are required to compete with their language education and learning for primary peers to be the best. Yet, the environment in rural schools which are aimed to inform teaching and area still cannot support the children to get the learning goals. Such lack of clarity in the policy best quality education. can cause considerable confusion, particularly at regional or school level. As the result, English Teaching Profession and Its Challenges teachers in primary schools are struggling in developing and choosing appropriate materials Factor on the challenges faced by teacher is not and methods to be used in teaching. only based on the policy or the environment. Another factor is the number of hours per Teaching profession can be one of the factors that week dedicated to English. As a local content lead the teacher to the challenges. There are two

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 3 Teachers’ Challenges in Teaching English main problems related to the quality of English the ongoing problems in English language teachers in primary schools proposed by teaching in Indonesia. Other reasons for the Yuwono & Harbon (2010), first, most of English problems are students do not have enough time teachers in primary school do not have to practice speaking English in class because their qualifications in English education; second, those teacher is more concerned to teach the grammar English teachers who do have an English and syntax rather than speaking and the absence education background were not trained as of authentic and good learning materials as it primary school English teachers. Currently, stated by Musthafa (2001). Many schools lack teacher education programs in Indonesia only instructional resources. Visual or audio–visual prepare training for English teachers in teaching aids are not available and as a result, the majority in junior high and high schools levels, and not of teachers use a ‘chalk and talk’ method when in primary schools, since the national curriculum teaching the students as it stated by Faridi (2011). for English language education in Indonesia To manage with the problem of lack of teaching only focuses on junior high and high school resources, most teachers use a textbook known students. It means that teachers have not been as Lembar Kerja Siswa (LKS) as the only resource well prepared for the enactment of the new policy. for their teaching (Lestari, 2003). Even though, As a result, many schools may offer English many of the English textbooks available on the without having the required teachers or facilities market are low quality, as it is evidenced by the (Rachmajanti, 2008). Since there is no exact many spelling and grammar errors and pictures curriculum to lead their teaching, they can keep that are ambiguous for the students (Sukamerta, teaching as long as there is a textbook. The 2011). teachers believed that the textbook can be Many primary schools have started English considered as a substitute for a curriculum. teaching for their students not because they think Teachers’ belief that the textbook could provide that the students need it and they are interested resources to fill the gaps in their knowledge and in learning English (Jamilah, 2008) but due to competencies as has been argued by Krammer parental pressure and a desire to increase the (1985) and Ball & Feiman-Nemser (1988). Also, school’s prestige (Suherdi & Kurniawan, 2005). in most cases, English teachers in Indonesia From the description above of the practices of depend only on textbooks and curriculum English language teaching in primary schools, guidelines but often without having full it is clear that many primary schools do not have understanding of the idea behind those materials the qualified teachers and resources needed to or methods. In other words, many of them still run an English program. School principals may have the so-called ‘new-textbook old- assign English teaching to classroom teachers method‘attitude (Dardjowidjojo, 2000). who do not have English teaching qualifications, Therefore, teaching profession particularly in in order to be seen that they run an English primary school contributes problems that must program in their school. be solved. Methodology The Practice of English Program in Primary School Context of the Study Another factor that is encountered by the schools Salatiga is a small city in Central Java, Indonesia. in running an English program is the availability As a city which is entirely bordered with of resources. According to Lestari (2003) primary Semarang district, Salatiga has an area of ± 56,78 schools in Indonesia that include English in their km² and four sub districts namely: Argomulyo, curriculum commonly do not have appropriate Tingkir, Sidorejo, and Sidomukti. There are 66 and sufficient teaching and learning facilities to public primary schools and 22 private primary support teaching and learning process. schools in this town. The schools are spread Dardjowidjojo (2000) pointed out that the big throughout the area in Salatiga starting from in class size is the obvious factor that contribute to the urban areas until rural areas.

4 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English

Participants Data Collection Procedure Two schools were chosen from each district with The data for this study was collected through eight English teachers as the participants. Each interviews. The interview data was the main data school has one English teacher. Table 1. shows used in this study and a semi-structured the demographic profile teachers in the sample. interview was used to give more opportunities Age range was 23 – 40 years old, six were female to develop participants’ accounts of their and two are male. teaching. The interviews ranged from 20 to 30 minutes and were undertaken in Indonesian as Table 1 Demographic Profile of the Sample

Length of No School Gender Age Educational Background teaching

1 SD Tingkir Lor 2 Female 26 3 years English Language Education

2 SD Randuacir 1 Male 24 1,5 years Primary School Teacher Education

3 SD Kutowinangun 9 Female 25 1 years Primary School Teacher Education

4 SD Dukuh 2 Female 36 14 years Islamic Teacher Education

5 SD Salatiga 8 Female 34 11 years English Language Education

6 SD Bugel 1 Female 24 9 months English Language Education

7 SD Dukuh 1 Male 24 3 months Primary School Teacher Education

8 SD Tegalrejo 5 Female 36 13 years Economic Education

the researcher is a native-speaker of Indonesian. Instruments A teacher from SD Tegalrejo 05 was chosen as a The main goal of this study is investigating the participant for piloting process as the school is perceptions of English teachers on the challenges located in rural area. The interview was done in in teaching English to young learner at public 33 minutes with some follow up questions to rural primary school in Salatiga, Central Java, explore teacher’s perspectives. The following Indonesia. In order to achieve this goal, a questions provide a sample of the questions qualitative study was conducted to provide included on the interview and used for data culturally specific and contextually rich data. In analysis: this regard, as Moll et al. (1992) stated, 1. What do you think about status of English “Qualitative research offers a range of as local content subject in primary school? methodological alternatives that can fathom the 2. What do you think about English curriculum array of cultural and intellectual resources for primary school? available to students and teachers within 3. Is there any bad experience in teaching households” (p. 132). Purposive sampling was English? used as only some public primary schools located 4. What do you think about the use of English in rural areas in Salatiga could participate in this workbook in primary school? study. The choice of the schools depended on 5. What do you think about teacher’s education the location. Schools that are located in farthest related to English teaching in primary area of each sub district were selected to be the school? sample. 6. What do you feel after teaching English?

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 5 Teachers’ Challenges in Teaching English

7. What are the common challenges you find conditions for teaching English, which were less while teaching in this school? supportive for them than would have been the 8. How far is the implication of students’ social case for a main subject. According to Jamilah economic background to the ability to (2008), the status of English as a local content learning English? subject was confirmed in the 2004 curriculum. The researcher continued to collect the data Later, the status of English changes from local after transcribing the piloting result. The content subject to be an extra subject in 2013 researcher was using the same interview question curriculum. The following quote demonstrates addressed in piloting process with some notes the practice of 2006 curriculum in rural primary on each question so that the researcher could lead schools. the interview session to the same answer between This school use 2006 curriculum. It means that I each participant. As soon as all data were have only seventy minutes a week to teach. This is collected, the researcher began to transcribe the different with other teachers who have more than result of interview. Any personal information seventy minutes a week to teach. They have enough given were changed into pseudonymous to keep time and the materials could be explained well to the the participants secret. The interview sessions students. (Participant 1/SD A) were various from 23 minutes until 35 minutes for each participant. According to Participant 1 it is revealed that 2006 curriculum used in primary school does Data Analysis Procedure not support English education for young learners. It can be seen by the time allocation in a The process of data analysis is identified as a week, which is only seventy minutes, and complex and challenging part of qualitative teachers only meet once in a week. Other teachers research. As Spencer, Ritchie and O’Connor (2003) pointed, “It requires a mix of creativity also deal with the same problem about time allocation. They think that it is not enough to and systematic searching, a blend of inspiration teach 2 x 35 minutes in a week, because students and diligent detection” (p.199). The audio- will forget what they have learnt in the last recorded interviews were transcribed verbatim meeting. As a result, teachers have to review the for accurate analysis and interpretation with the help of Express Scribe. Then they were all read. previous materials in the following week and it takes much time. Participant 1 also elaborates Interesting passages were marked with brackets the practice in her school. and labeled. Important patterns were determined in the light of the research questions and It is hard to meet only once a week. I have to do some descriptive codes were used. To illustrate, CoC administration stuff in the beginning of the class, (Challenges on Curriculum) was used as a code then I have to review previous lesson because my for ideas and experiences of the English students always forget about it. The reviewing language teacher regarding on the curriculum session cannot be fast since it is rural school. Then I challenges in rural settings. The data were then have to explain today’s material slowly and waiting translated and presented in English. them to take note. Taking note is the most time- consuming part. After that, my students will practice through exercises. However, mostly, I could not Findings and Discussion finish the teaching cycle because of the lack of time. Whereas, I have to finish all materials in the syllabus by the end of semester. (Participant 1/SD A) Teachers’ Challenges Regarding to the Status of English in National Curriculum The problem is worsened with other class The status of English as a local content has teachers who likely to use other teachers’ time, consequences on how teachers understand the especially English teachers’ time to teach English. place of English in the curriculum. The English Most of the teachers in this study experience the teachers in this study believed that positioning moment when it is his/her time to teach, but the English as a local content subject created previous teacher has not finished teaching yet.

6 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English

As a result, the time for teaching is reduced. Participant 4 explains that in the reality, Harwanti (2014) also found similar thing. She students do not want to take extra class after explained that most of classroom teachers think school ended. The students are already tired with that their subjects are more important rather than the lesson that they have taken before. As a result, English. As a result, they are likely to use the they prefer to come back home, rather than taking time to put more emphasize in teaching other an extra class. The situation is worse by the socio- subjects which is included in national economic background from the students. examination. Almost all primary schools in rural Although the policy encourages teachers to use areas experience the same thing with Participant time outside the regular meeting to improve 1. Most of them believe that government should English program, but it is not working in the field. add more time for English lesson, in order to Other teachers also addressed the same idea create an effective English lesson. about the impact of the curriculum. They In order to improve the quality of 2006 believed that the policy does not support the Curriculum, the government then created 2013 improvement of quality English teaching for Curriculum, which is implemented in some young learners, especially in primary schools. schools in Indonesia. It is hoped that the newest Other problem, which is raised regarding to curriculum will increase the quality of English the implementation of either 2006 or 2013 program in primary school. One of the curriculum, is the school attitude on English. participants agrees with the government’s policy. Most of the teachers points out that as the result I think 2013 curriculum is better than 2006 of the policy, the school does not give much curriculum. English might be not the additional attention toward English, just like what the subject anymore, but English becomes an extra schools do on the core subjects. The school prefers subject. It means that teachers have more oppor- to spend money to support teachers who teach tunities and time to teach English. They can teach core subjects rather than to support English English every day with no limitation. They will not teachers. be bothered with time allocation in a week. They can I think the school does not give much attention toward teach 3 hours, 4 hours, and it depends on them. English. They think that English is only additional They can teach anything that does not appear in the subject in the school so that there is no need to give workbook. It is fun, isn’t it? (Participant 5/SD E) attention on this. The school does not provide us with suitable books and material to develop the quality Although her school did not implement 2013 of English teaching. (Participant 1/SD A) curriculum, she has positive attitude towards the newest curriculum. She believes that the newest I once asked the principal to buy other English books curriculum provides more opportunities for to support my teaching references but the principal teachers in improving the quality of English just ignored me and said that English is not the core teaching. Teachers have a right use more time to subject, so workbook is enough for me. (Participant teach English and the materials’ coverage is wider 6/SD F) than before. However, her idea is contradictory with The school did not facilitate me with other references, Participant 4’s statement about the implementation so I just lean on the workbook. (Participant 2/SD B) of the newest curriculum in her school. I use 2013 curriculum for teaching, since the Based on the interview result above, it can be government pointed my school to be one of the piloting concluded that the materials given to the students subjects. However, I feel that English is not seen as are not arranged based on students’ proficiency. an important subject anymore. Although we as an Both of the participants believe that some English teacher is given a right to conduct English materials are given in higher grade, instead of lesson outside regular meeting, but there is no students giving it in lower class. They think that the who want to learn English. They have already tired materials such as number and alphabet should studying from 7 to 2, and now they have to study be given in lower class, considering that students English? No one who want to do that. (Participant 4/ will use that knowledge later, in the next meeting. SD D)

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 7 Teachers’ Challenges in Teaching English

The inconsistency of the ordering of materials is 2013 curriculum has not solved their challenges also found in several grades. The elaborate more in teaching English. The situation is getting worse that the materials given should be re-arranged by the schools’ attitude toward English, which from the basic one, to the more complicated. is not seen as important as the other subjects. Therefore, students and also teachers are The status of English as an additional subject confused with the materials. creates polemic for English teacher. Other teachers also share same ideas on the practice of the workbook. They realized, in spite Teachers’ Challenges Regarding to Their of the content (materials given), the workbook is Competencies as English Teachers also weak on the instructions (instructions of the According to the results of the interviews, many exercises). They found that there are many English teachers in rural primary schools, do not grammatical and spelling errors in the workbook. have a formal training in English education. One of the teachers describes what she found on Rather, many of the English education teachers the book. are graduates from other disciplines such as I often find grammatical errors and spelling errors primary school teacher education, religion, and on the book. Sometimes, I have to correct it during economic. Generally, many school principals do class session so that students know the correct one. not hire English teachers at all. As an alternative, I also found that many exercises given do not provide they ask the class teacher to teach the English the picture or even all choices in the multiple-choice classes. Research about English teaching in questions are wrong. (Participant 3/SD C) primary schools revealed that most of the teachers in primary schools in Indonesia are not qualified According to Participant 3, it is known that and that the majority of them have insufficient the workbook is not good enough to be the main command of English to be able to teach effectively source for teachers, as well as students. With the (Kasihani & Chodijah, 2002; Mursalim, 1997; high number of grammatical and spelling errors Suherdi & Kurniawan, 2005). Most teachers who which are found in the workbook, the teachers are assigned teach English are not prepared for are likely to correct the errors during the class the teaching they need to do. Their pedagogical lesson, so that there will not be misunderstanding knowledge might not sufficient for teaching between students and teachers later on. Of English as they do not have an English course, it will take much time in class and reduce background relevant for teaching English. Some the effectiveness of the lesson. The reality is of the teachers confess that at first they are similar with Sukamerta (2011) finding about the assigned to be class teachers and teach all quality of workbook, which is available, and subjects except English. However, after the past being used by schools. He stated that the textbook English teachers are delegated by the government which is used by teachers and students are low to be class teachers, they are chosen to replace quality. Many spelling and grammar mistakes the past English teachers’ position. Although and pictures are ambiguous for students are they do not have qualifications as English evidenced. Similar results also delivered by other teachers, the schools’ principals still chose them teachers. Since all students have the workbook to handle English program. and the book is the only source for them to learn I first taught in third grade as a class teacher. Then English, it is important to pay attention more on I am assigned by the principal to replace Miss Yudha’s the quality of the book. Students will not realize position, the previous English teacher since the whether the grammar or spelling is wrong. government asked her to be a class teacher. Students will not also recognize whether the (Participant 3/SD C) choices in multiple-choice question are wrong or not. I replace Miss Lupi’s position, the previous English To conclude, there is a gap between the teacher, because she teaches grade four in order to governments’ policy on the English curriculum follow government’s decision. (Participant 7/SD G) and the practice of English program in primary schools. The result of the interview shows that This finding shows that many teachers in this the implementation of either 2006 curriculum or study did not start their teaching careers as

8 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English teachers of English to young learners and is worth enough to teach English because of their consistent with previous research in some competences. They are afraid in giving the countries such as Vietnam and Japan (instruction materials to the students. The following quote of English is made; for example, in countries such describes what they feel while teaching English. as Vietnam and Japan (Lee & Azman, 2004; Hoa I am afraid for teaching English since I do not & Tuan, 2007; Butler, 2007). Other teachers state take English education. I am afraid that what I that they did not apply to be an English teacher have explained to them is all wrong, in terms of at that time. However, the school asked them to pronunciation and grammar. (Participant 2/SD B) be an English teacher. Since English is just a local content subject in She also commented that as a local content primary school, the government does not really care subject, the responsibility for developing the about the quality of English teacher in the school. So, materials lays with the teacher and the school, teachers who are not graduated from English but that she did not believe he was able to do this Language Education, are also given chance to teach because of his lack of English teaching English, just like me. Whereas, it is important for qualifications and she had not received any students to learn English from teachers who came guidance about how to develop the material. from English Language Education program. As a Such a condition could lead to English teachers’ teacher, I just follow the government policy. skepticism, confusion, ignorance, reluctance, (Participant 2/SD B) unwillingness, or even resistance rather than growing as professionals (Yuwono, 2005). As a Other teachers pointed out that as the result result, she teaches English in a relatively of the policy, schools in common was also less unstructured way: ‘as it comes’ using workbook care in providing English teacher. The schools provided. As Nur (2003:168) pointed out, where thought that any teacher could teach English, as there is a lack of qualified teachers, ‘textbooks long as they were graduated from good university, appear to have a strong positive impact’. Other no matter what major they took. teacher made similar comments: I do not know how the policy works but I applied Well, since I do not know how English, I am also for teaching subjects outside English, but new teacher in here and the school only provides the school gives me responsibility to me with workbook and this is the main source of teach English. I have no ability to teach the lesson, so I just rely on the workbook. I teach English, since I graduated from FKIP (Faculty students as it comes. (Participant 3/SD C). of Teacher Training and Education), as primary school teacher, not English teacher. He also commented that as a local content (Participant 3/SD C) subject, the responsibility for developing the materials lays with the teacher and the school, I graduated from FKIP (Faculty of Teacher but that he did not believe he was able to do this Training and Education) as primary school because of his lack of English teaching teacher. My mother once taught English and qualifications and he had not received any other subjects in here. Then my mother told me guidance about how to develop the material. As to apply in here as English teacher. I told her a result, he teaches English in a relatively that I cannot teach English, but she said that unstructured way: ‘as it comes’ using workbook teaching English in elementary school is very provided. As Nur (2003:168) pointed out, where easy. So, I applied and I was accepted. Now, I there is a lack of qualified teachers, ‘textbooks am still wondering why this school accepted me, appear to have a strong positive impact’. whereas I have no qualification in teaching English. (Participant 2/SD B) Teacher’s Challenges Related with Students’ Social Economic Status As the result of the practices, most of the The challenges that teachers faced while teachers in this study feel anxious in managing teaching in rural primary schools do not only English program. They think that they are not come from the government policy on English

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 9 Teachers’ Challenges in Teaching English program and teachers’ competence. Students’ Participant 3 believes that parents’ parents also give much contribution toward the educational background really influences their successfulness of English program in primary socio-economic status and occupation. As a schools. Socio-economic disparities have been result, the parents tend to spend most of their observed among researchers in recent years. time for working. This participant further Previous studies generally found that English explains: as Foreign Language students’ social-economic Most of them work as a labor in factory; some of status, normally measured by parental income, them are working as a seller in traditional market; educational background, and/or occupations, some are not working. Only few of them work as are associated with the students’ academic a civil servant. Therefore, they only focus on English development and achievement at school getting much money to fulfill family needs. They (Carhill, Suárez-Orozco, and Páez 2008; Entwise do not have time to care about children’s and Anstone 1994; Fernandez and Nielsen 1986; education. (Participant 3/SD 3) Hakuta, Butler, and Witt 2000; Hampton, Ekboir, and Rochin 1995; Suárez-Orozco, Suárez- Other participants also share the same idea Orozco, and Todorva 2008). Based on the with Participant 3: interview of eight participants, all of them agree that social-economic status from student’s Mostly, students in this school live with their parents influence students’ motivation and relatives. Most of them are living with their success in learning English. grandparents. Their parents work as labor and I think social-economic status of students has a great most of them are working as TKI in several impact on students’ ability in learning English. countries. Of course, their grandparents could Students who come from poor family tend to have not help them in learning the material from the less motivation in learning English. (Participant 3/ school. As long as their grandchildren go to SD C) school, it is enough for them. (Participant 8/SD H)

We all know that students’ social-economic Parents spend their time to work as labors. If background plays big role in the success of students they have time to help their children with their in learning English. When students come from low homework, they could not do that, since most of class social economic status, they will likely to have them graduated from junior high school or even lower achievement in English. (Participant 5/ SD E) elementary school. How can they help their children with English lesson if they do not even Other participants also address the same know about English? (Participant 2/SD B) idea with Participant 3 on the parental issue. They argue that if social-economic status of Based on the excerpts above, it turns out that students plays important roles in students’ parents’ occupation determines their socio- achievement in learning English, especially for economic status. The higher education they got young learners. Seeing that all participants teach the better job they would get. It will effect on their in rural primary schools, this factor also understanding of guiding their children at home, influences their teaching and of course become as well as providing good environment for one of their challenges while teaching English. children to learn. Most of parents in this study Most of the participants believe that students in are living in rural areas and working as labor. rural areas usually have parents who come from They spend most of their time in working place low educational background. Participant 3 and leave their children with their relatives. They explains: think that it is teacher’s duty to educate their Since this is rural school, of course students who children, not their job. Therefore, they just hand study here come from the neighborhood. Most of the in children education to school and do not care students in here have parents who graduated from of children development in their education. junior or senior high school. They even graduated According to Lee, (1998) another issue frequently from elementary schools. Only few of them graduated stated is the lack of motivation and interest in from university. (Participant 3/SD C) English on the part of students, who might not

10 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English see any need to learn English or simply do not both the parental indirect behaviors (the home see mastery of it as reasonable. This may be literacy and language environment and indirect particularly acute in rural areas where students modeling) and parental direct behaviors (direct have few contact with foreigners and as a result assistance with children’s studying and learning little perceived need to learn and communicate of English at home) were already significantly in English (Ho, 2003). positively correlated with socio-economic status I think most parents just relying children education at the fourth grade level, European countries. Zou to school and teachers. They think that sending their and Zhang (2011), a study conducted among children to school is enough. However, without the secondary school students in Shanghai, also guidance of parents, children cannot develop found that students’ English performance maximally, especially in mastering English. As a showed differences that varied by their parents’ teacher, I could not work alone. I still need parents’ educational levels. contribution by assisting children development at Teachers in this study agree that they could home. (Participant 2/SD B) not work alone. They still need parents’ contribution in assisting their children in home. Other teachers also have similar concerns Seventy minutes a week is not enough for them with Participant 2: to make students understand English. In I do not think that leaving children at home with addition, the amount of exposure to the target their grandparents is good. Children still need language outside of school and the parental use their parents to help them learning materials of the target language at home are also found to that they have learnt in school. Their be influential. grandparent could not help with the homework I only have 70 minutes a week to teach English. that I gave since they do not speak English. I usually give students homework so that they (Participant 8/SD H) could learn from what they have learnt before. But, since their parents do not understand Environment plays important role for children English, they cannot help them with the achievement in learning English. If children homework. As a result, students do the homework come from wealthy family, of course their parents carelessly. The problem becomes worsen because will assist them with any substantial things, students cannot practice English outside the class. which can support the development of the The environment doesnot support them to children, especially for English. For example: practice. Therefore, they easily forget what they parents will provide them with TV programs learnt. (Participant 6/SD F) which use English as the language of instruction, or maybe they send their children In short, English teachers in rural primary to English courses to increase their ability. It schools are not only struggling with curriculum will be different with parents who live in rural and their competences in English. There is also a areas. Their main concern is getting money. factor from parents who are not have enough Education for children is the duty of school. time to assist their children at home. Therefore, it (Participant 3/SD C) will lead into a bigger problem such as the lack of motivation and interest in English from the The rest of the participants also give children. It brings negative effect on the students similar opinion on how parents who come from that think that English is not important. As a low socio-economic status tend to put much effort result, the achievement from the children at to work rather than giving attention to children school will remain low. development in education. It is found that parental educational levels were significantly Conclusion correlated with young learners’ comprehension in the target foreign language, particularly English. This finding is similar with the study From the result of the study, there are three board conducted by Enever (2011). It was found that implications that can be concluded. First, the

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 11 Teachers’ Challenges in Teaching English position of English language education for achievement goals, and achievement primary school in the national curriculum creates outcomes. Journal of Educational Psychology, a gap between the policy itself and the practice 93, 43–54 of English programs in rural primary schools in Dardjowidjojo, S. (2000). English teaching in Salatiga. Second, this policy has also created Indonesia. EA Journal, 18 (1), 22-30. problems because the schools have not been Enever, J. (2011). ELLiE: Early language learning preparing the teachers. The non-English in Europe. London: British Council background teachers lack subject matter and Enever, J., & Moon, J. (2009) New global contexts pedagogical content knowledge relating to for teaching Primary ELT: change and English and hence need professional challenge. Young learner english language development to address their problem with policy and implementation: international competencies. Lastly, socio-economic status from perspectives reading: Garnet Education. 5- the students also raises a problem where parents 21 who are living in rural area, mostly are not aware Entwisle, D. R., and Anstone. N. M. (1994). Some of the importance of English for their children. practical guidelines for measuring youth’s However, this study is limited since it is only race/ethnicity and socioeconomic status. seeking for teachers’ challenges in teaching Child development 65(6): 1521-1540. Fen A. English in public rural primary schools in in press. Spread of English across Greater Salatiga. The result might be different if it is China. Journal of multilingual and conducted in urban schools or in different places multicultural development in Indonesia. Therefore, further study related to Faridi, A. (2011). The development of context- the implementation of English program in based English learning resources for primary schools in Indonesia is possible to hold. elementary schools in Central Java. Excellence in Higher Education, 1(1&2), 23– 30 References Fernandez, R., and Nielsen. F. (1986). Bilingualism and Hispanic scholastic Ball, D. L., & Feiman-Nemser, S. (1988). Using achievement. Some baseline results. Social textbooks and teachers’ guides: A Science Research 15: 43-70 dilemma for beginning teachers and Gimenez, T. (2009). English at primary school teacher educators. Curriculum Inquiry, 18, level in Brazil: Challenges and 401–423 perspectives. Young learner english language Butler, Y. G. (2007). Foreign language education policy and implementation: International at elementary schools in Japan: Searching perspectives reading garnet education. 53- for solutions amidst growing 59 diversification. Current Issues in Language Hawanti. S. (2014). Implementing Indonesia’s Planning, 8 (2), 129-147 English language teaching policy in Butler, Y. G. (2009) Teaching English to young primary schools: The role of teachers’ learners: The influence of global and local knowledge and beliefs. International journal factors. Young learner English language of pedagogies and learning, 9:2, 162-170 policy and implementation: International Hakuta, K., Butler. Y. G., & Witt. D. (2000). How Perspectives Reading: Garnet Publishing. long does it take English learners to attain 23-29 proficiency? UC LMRI. Santa Barbara, CA: Carhill, A., C. Suárez-Orozco, M. Páez. (2008). University of California Linguistic Explaining English language proficiency Minority Research Institute among adolescent immigrant students. Hampton, S., Ekboir, J. M. and Rochin. R. I. (1995. American Educational Research Journal 45(4): The performance of Latinos in rural public 1155-1179 schools: A comparative analysis of test Church, M. A., Elliot, A. J., & Gable, S. L. (2001). scores in grades 3, 6, and 12. Hispanic Perceptions of classroom environment, Journal of Behavioral Science 17(4): 480-498

12 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Teachers’ Challenges in Teaching English

Ho, W. K. (2003) English language teaching in McCormack, A. & Thomas, K. (2003). Is surviving Asia today: An overview English language enough? Induction experiences of teaching in East Asia Today: Changing beginning teachers within a New South policies and practices Singapore: Eastern Wales context. Asia-Pacific Journal of Teacher Universities Press. 1-32 Education, 31{2), 124-138 Hoa, N. T. M., & Tuan, N. Q. (2007). Teaching Moll, L., Amanti, C., Neff, D. & Gonzalez, N. English in primary schools in Vietnam: An (1992). Funds of knowledge for teaching: overview. Current Issues in Language Using a qualitative approach to connect Planning, 8 (2), 162-173 homes and classrooms. Theory into Practice, Hoque, S. (2009) Teaching English in primary 31(2), 132-141 schools in Bangladesh: Competencies and Musthafa, B. (2001). Communicative language achievements. Young learner english langua- teaching in Indonesia: Issues of theoretical ge policy and implementation: International assumptions and challenges in the Perspectives Reading: Garnet Education. classroom. Journal of Southeast Asian 61-69 Education, 2 (2), 1-9 Hu, Y. (2007) China’s foreign language policy Musthafa, B. (2010). Teaching English to Young on primary English education: What’s Learners in Indonesia: Essential behind it? Language Policy, 6, 359-376 Requirements Educationist Jamilah, S. (2008). English in Indonesian primary Nikolov, M. (2009). The dream and the reality of schools. Pendidikan Network early programs in Hungary. Young Learner Kasihani, E. S. S. (2010). Pengajaran bahasa English Language Policy and Inggris di sekolah dasar: Kebijakan, Implementation: International Perspectives implementasi dan kenyataan. Yogyakarta Reading: Garnet Education. 121-129 Krammer, H. P. M. (1985). The textbook as Nur, C. (2003) English Language Teaching in classroom context variable. Teaching and Indonesia: changing policies and practical Teacher Education, 1(4), 273–278 constraints. English Language Teaching in Lee, W. L. (2009) Primary English Language East Asia Today: Changing Policies and Teaching (ELT) in Korea: Bold risks on the Practices Singapore: Eastern Universities national foundation. Young learner english Press. 163-172 language policy and implementation: Rachmajanti, S. (2008). The impact of English International Perspectives Reading: Garnet instructional at the elementary schools on Education. 95-102 the students’ achievement of English at Lee, P., & Azman, H. (Eds.) (2004). Global English the lower secondary school. TEFLIN and primary schools: Challenges for elemen- Journal, 19(2), 160–185 tary education. Melbourne: CAE Press Sikki, E. A. A., Rahman, A., Hamra, A., & Noni, Lestari, L. A. (2003). Should English be a N. (2013). The Competence of Primary compulsory subject in primary schools? School English Teachers in Indonesia. Bahasa dan Seni, 31, 2 Journal of education and practice Lichter, D. T., Roscigno, V. J., & Condron, D. J. Spencer, L., Ritchie, J. & O’Connor, W. (2003). (2003). Rural children and youth at risk. Analysis: Practices, principles and In D. L. Brown & L. E. Swanson (Eds.), processes. In Ritchie, J. & Lewis, J. (Eds.), Challenges for Rural America in the Qualitative research practice: A guide for social twenty-first century (pp. 97–108). science students and researchers (pp. 199-218). University Park, PA: Pennsylvania State SAGE Publications University Press Suárez-Orozco, C., Suárez-Orozco. M., and Li, D. F. (1998). It’s always more difficult than Todorova. I. (2008). Learning a new land: you plan and imagine: Teachers’ Immigrant students in American society. perceived difficulties in introducing the Cambridge, MA: Harvard University Press communicative approach in South Korea. Suherdi, D., & Kurniawan, E. (2005). Teaching- TESOL Quarterly, 32/4, 677-703 learning processes in multilingual context:

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 13 Teachers’ Challenges in Teaching English

A detailed of two different English Yuwono, G. I. (2005). English language teaching classrooms in urban elementary school. in decentralized Indonesia: Voices from Paper presented at the 53rd TEFLIN the less privileged schools. Paper International Conference, Yogyakarta, presented at the Australian Association Indonesia for Research in Education, International Sukamerta, M. I. (2011). Implementasi kebijakan Education Research Conference, The pembelajaran bahasa Inggris pada sekolah University of Western Sydney, Parramatta dasar di kota Denpasar. Universitas Yuwono, G., & Harbon, L. (2010). English teacher Udayana, Denpasar professionalism and professional Supriyanti, N. (2012). Challenges in Providing development: Some common issues in Trainings for English Teachers of Indonesia. Asian EFL Journal, 12(3), 145 Elementary Schools. Journal of Education and Zou, W. C., and Zhang, S. L. (2011). Family Learning, 6, 161-166 Background and English Learning at Taneri, P.O. & Engin-Demir, C. (2011). Quality of compulsory stage in Shanghai. English education in rural schools: A needs language education across Greater China, ed. assessment study. (Ankara-Kalecik A. Feng, 189 – 211. Bristol: Multilingual sample). International Online Journal of Matters Educational Sciences, 3(1), 91-112 Yin, R.K. (2009). Case study research: Design and methods. United States of America: SAGE Publications

14 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Penelitian

Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 Revisi 2016 di Sekolah Dasar

Hilda Karli E-mail: [email protected] Universitas Terbuka UPBJJ

Abstrak enelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan evaluasi pelaksanaan Pembelajaran Tematik sesuai Kurikulum 2013 revisi 2016 di 39 Sekolah Dasar (SD) Kota dengan P 59 responden guru SD sebagai subjek. Menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembelajaran Tematik di Kota Bandung tahun ajaran 2017/2018 sudah terlaksana sebesar 87%. Terbukti dengan buku tematik yang dikeluarkan pemerintah untuk guru dan siswa dan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dipermudah dengan adanya buku guru, siswa dan silabus. Kendala pelaksanaan Pembelajaran Tematik SD di Kota Bandung dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu bahan ajar tematik pemerintah dan administrasi guru. Kendala bahan ajar tematik pemerintah meliputi pendistribusian buku, materi terlalu dangkal dan tidak sistematik, soal latihan kurang variatif dan tidak sesuai dengan ujian sekolah. Kendala administrasi guru meliputi ketidakcocokan antara silabus, buku guru dan buku siswa tematik dari Pemerintah dalam penulisan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Kata-kata kunci: evaluasi, pembelajaran tematik, Sekolah Dasar

The Evaluation of the Thematic Learning Practice K-13 (2016 revised) in Primary Schools

Abstract This research is aimed at describing the evaluation of the thematic learning practice in accordance with the 2013 curriculum (K-13), the revised version of 2016 for 35 primary schools in Bandung city, 59 teacher respondents as the samping. The techiques applied are interview, observation and documentation. The data validation makes use of the triangulation technique of data-collecting. The research shows that the Thematic Learning in Bandung city academic year 2017-2018 has been implemented as much as 87%. This is proven with the presence of the thematic books/manuals published by the government for teachers and students, and the Designs of the Study Plan (RPP) have been made easier with the presence of teacher book, student books and syllabus. The hindrances to the implementation of the Primary school’s Thematic Learning in Bandung city can be categorized into two. i.e. the government’s thematic materials and the teachers’ administration. The hindrance to the government’s thematic materials covers the book distribution, too easy and non-systematic materials, less varied practice items, not suitable for the school exams. The hindrance to the teacher administration includes a mis-match between syllabus, teacher book and the thematic student books from the Government in its written RPP.

Keywords: evaluation, thematic learning, primary school, elementary school

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 15 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

tersebut mengatur sekolah yang sudah siap atau Pendahuluan tidak menerapkan pembelajaran tematik. Pernyataan kesiapan Kota Bandung Indonesia sudah mengalami 11 kali perubahan melanjutkan penerapan Pembelajaran Tematik kurikulum sejak tahun 1947 hingga sekarang di SD untuk K-13 di SD (kelas 1-6) terlihat dari dengan kurikulum 2013. Perubahan kurikulum kegiatan mensosialisasikan tematik dan sebagai antisipasi sebuah negara untuk pendistribusian buku siswa sudah mencapai mengembangkan Sumber Daya Manusia yang 90% (Republika 24/01/2015). Namun mampu menghadapi tantangan sesuai Kemendikbud memberikan pembatasan zamannya. Kurikulum sebagai seperangkat alat implementasi kurikulum 2013 di SD. Akhirnya yang berisi rencana dan pengaturan sebagai Dinas Kota Bandung menyerukan bagi sekolah pedoman kegiatan belajar mengajar. Kurikulum yang sudah siap melaksanakan Tematik K-13 mempunyai makna tentang apa, mengapa dan diperbolehkan dengan syarat sesuai ketentuan bagaimana cara menyelenggarakan sebuah Lampiran 1 Permendikbud No 022/H/KR/2015 kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kurikulum tentang Penerapan satuan Pendidikan 2013 (K-13) yang menitikberatkan pada pola Pelaksanaan K-13. Berdasarkan data Dinas Kota pikir ilmiah 5-M yaitu mengamati, menanya, Bandung ada 13 SD rintisan menerapkan menalar, mengkomunikasikan, dan Pembelajaran Tematik K-13 tahun ajaran 2015/ menyimpulkan melalui sebuah tema yang 2016. Tahun ajaran 2016/2017 ada 30 SD swasta terintegrasi dalam beberapa mata pelajaran dan negeri yang mandiri menerapkan tematik seperti PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia, K-13. IPA, IPS, dan SBDK. Dalam proses kegiatan Hasil penelitian dari Hermuttaqien belajar, siswa terlibat dalam berpikir dan (2015:210) bahwa penyusunan RPP dan proses bertindak melalui ilmu pengetahuan yang pelaksanaan dengan pembelajaran tematik di terlihat dalam sikap siswa. Antisipasi Kota Bandung sesuai standar yang ditetapkan pendidikan dalam perkembangan global oleh Permendikbud No 103 tahun 2014. Namun diperlukan manusia seutuhnya dalam berpikir, penilaian autentik belum berjalan baik karena bertindak, dan bersikap. Penerapan pembelajar- jumlah siswa dalam satu kelas terlalu banyak an tematik dianggap sesuai untuk diterapkan di dan guru kurang memahami penilaian autentik. Sekolah Dasar (SD). Pola pikir anak yang holistik, Berdasarkan penjabaran di atas, kebermaknaan dari belajar lingkungan sekitar, Pembelajaran Tematik di SD untuk K-13 sudah mempersiapkan siswa SD untuk mandiri dalam dilaksanakan di Kota Bandung sampai hidup dan melanjutkan ke SMP. sekarang. Sementara itu buku (bahan ajar) Penerapan Pembelajaran Tematik di SD tematik siswa dan guru SD yang dikeluarkan untuk K-13 sudah diberlakukan sejak tahun Puskurbuk mengalami revisi secara bertahap 2013 tahun ajaran 2013/2014 secara bertahap pada tahun 2014 dimulai revisi buku kelas 1 untuk kelas 1 dan 4 SD baru terlaksana 1 tahun. dan 4 , kemudian buku kelas 2 dan 5 dan Peraturan Menteri Pendidikan no 81 tahun 2013 selanjutnya kelas 3 dan 6. Penulis tertarik diinstruksikan kelas 1-6 SD harus menerapkan membahas sejauh mana pelaksanaan Pembelajaran Tematik K-13. Kota Bandung pembelajaran Tematik K-13 revisi 2016 di Kota menyambut baik Peraturan Menteri Pendidikan Bandung di tahun ajaran 2017/2018. Apa saja tersebut. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota kendala dalam pelaksanaan Pembelajaran Bandung, 90% sudah siap menerapkan tematik Tematik di SD untuk K-13 revisi 2016 di Kota di kelas 1-6 SD (Republika 08/12/14). Dalam Bandung di tahun ajaran 2017/2018. perjalanannya, pelaksanaan Pembelajaran Dalam pembahasan ini dilakukan Tematik di SD Kurikulum 2013 tersebut hanya penelitian deskritif pada 39 Sekolah Dasar di satu semester. Pemberhentian dikarenakan ada Kota Bandung, dengan 58 responden guru SD Permendikbud No 160 tahun 2014 tentang yang mewakili Bandung Barat, Timur, Utara dan pemberlakukan K-13 dan KTSP. Permendikbud Selatan. Adapun teknik yang digunakan dalam

16 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik pengumpulan data dengan mengisi kuesioner Bandung yang sudah melaksanakan terhadap guru SD, wawancara serta pembelajaran tematik integratisi revisi 2016 dokumentasi.Pengolahan data dimulai dari sebanyak 87% terlihat dari penggunaan buku pengkategorisasian, reduksi, analisis dengan siswa tematik dan 13% yang belum tabulasi statistik sederhana kemudian menggunakan pembelajaran tematik. diintepretasikan secara triangulasi, dipaparkan Penggunaan buku guru tematik sebagai dalam bentuk tabel dan grafik serta dinarasikan pedoman untuk melaksanakan pembelajaran untuk diambil kesimpulan.Kegiatan ini tematik sebanyak 86%. Dalam pelaksanaan dilakukan pada tanggal 1 Nopember sampai 20 tahun ajaran 2017/2018 kepemilikan buku Nopember 2017. tematik siswa, hanya 70%. Sedangkan 30% siswa tidak memiliki buku tematik. Secara umum di Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Kota Bandung tahun ajaran 2017/2018 sebanyak Kurikulum 2013 revisi 2016 33 SD dari 39 SD sudah melaksanakan di Bandung pembelajaran tematik kelas 1,2,4, dan 5 SD. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Bandung sudah Bahan ajar Tematik melaksanakan pembelajaran tematik sesuai Salah satu media pembelajaran yang digunakan aturan Permendikbud No 160 tahun 2014. guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik Hasil wawancara dengan guru SD untuk adalah buku (bahan ajar) tematik yang komponen isi materi pelajaran IPA, IPS dan dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum dan PPKn terungkap kompetensi dasarnya sedikit Perbukuan (Puskurbuk) sebagai pedoman dan dangkal sehingga guru memberikan catatan tertulis mengacu pada Permendikbud No 24 tambahan pada siswa dalam bentuk foto kopi tahun 2016. Buku untuk siswa dipergunakan sebanyak 72%. Selain memberikan catatan siswa dengan bimbingan guru sedangkan buku tambahan juga menggunakan buku tematik guru bertujuan mendapatkan informasi dan pelengkap/pendamping dari berbagai penerbit wawasan bagaimana proses persiapan, sebanyak 72%. Sebanyak 28% guru pelaksanaan dan penilaian Pembelajaran menggunakan buku tematik siswa dari Tematik di setiap jenjang kelas SD. pemerintah dan buku KTSP kelas 3 dan 6 SD. Dari hasil kuesioner 58 responden Guru SD Penjelasan di atas dapat dilihat pada Grafik 1 dari 39 SD Negeri maupun Swasta di Kota

Ya, 87% Ya, 86% Ya, 70% Ya, 72% Ya, 72%

Tidak, 30% Tidak, 28% Tidak, 28% Tidak, 13% Tidak, 14%

Menggunakan Siswa memiliki Menggunakan Membuat catatan Menggunakan buku tematik buku tematik K-13 buku Guru tambahan untuk buku pendamping siswa K-13 Pemerintah Tematik K-13 siswa tematik siswa Pemerintah Pemerintah sebagai pengayaan

Grafik 1 Pelaksanaan Pembelajaran Tematik oleh 58 Guru SD di Kota Bandung

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 17 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik a. Penggunaan dan kepemilikan buku wacana bacaan yang terlalu panjang tidak tematik siswa sesuai dengan perkembangan anak kelas rendah, Penggunaan buku tematik siswa pemerintah tingkat kesulitan untuk keterbacaan di kelas revisi 2016 dipergunakan dalam proses KBM di rendah, berkali-kali pengulangan seperti kelas menunjukkan hal yang positif dalam membuat mozaik di kelas 4 membuat siswa proses pelaksanaan pembelajaran tematik di menjadi bosan. Selain itu buku tematik siswa Kota Bandung. Dengan digunakannya buku banyak salah cetak dan salah tulis. Revisi edisi tematik pemerintah di kelas, menunjukkan guru 2016 buku tematik siswa lebih baik daripada sudah melaksanakan pembelajaran tematik. Dari buku tematik yang diterbitkan 2014. 39 SD di Kota Bandung, 27 SD Negeri (SDN, Sebesar 39% SDS belum menggunakan 95%)dan 12 SD Swasta (SDS, 61%) sudah pembelajaran tematik di kelas 1,2, 4 dan 5 SD. melaksanakan pembelajaran tematik dapat Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SDS dilihat pada Grafik 2. ada beberapa kajian yang belum terpecahkan oleh yayasan sekolah tersebut seperti, sekolah belum siap melaksanakan pembelajaran tematik SDN, 95% karena ketidaksiapan SDM, dari pengetahuan dan penguasaan tentang pembelajaran tematik. Wawasan guru untuk penguasaaan mata SDS, 61% pelajaran terutama kelas 4-6 SD misalnya pada saat guru bidang studi guru tersebut mengajar SDS, 39% matematika ketika menjadi guru kelas, mengajar dengan tema ada mata pelajaran bahasa Indonesia maka guru tersebut hanya menyam- SDN, 5% paikan materi yang ada dibuku tematik siswa saja. Padahal guru tersebut tidak menguasai Ya Tidak materi pelajaran yang tidak berurutan, kadang Grafik 2 ada yang diulang-ulang, menyelaraskan kurikulum inti dari yayasan dengan pembel- Penggunaan Buku Tematik Siswa K-13 Edisi ajaran tematik, sistim guru yang menggunakan 2016 mata pelajaran serta penilaian kinerja yang Dari hasil wawancara 40 guru SDN di Kota belum dipahami guru. Bandung, 50% guru mengungkapkan merasa Buku digunakan siswa sebagai fasilitas gembira karena proses kegiatan belajar mengajar belajar namun kepemilikan buku tematik lebih menyenangkan bagi siswa. Banyak pemerintah belum 100% dimiliki oleh siswa. Dari kegiatan yang harus dilakukan seperti, grafik 3 nampak 73% siswa yang memiliki buku percobaan, membuat produk berupa karya seni, tematik siswa untuk SDN dan 61% di SDS. dan kegiatan olahraga. Guru merasa puas Menjadi sebuah kendala bagi guru kelas yang mengajar di kelas walau lebih banyak beban mengajar jika siswa tidak memiliki buku apalagi kerja, karena sekarang mengajar dengan sistem untuk siswa kelas 1 SD yang masih banyak Paikemgembrot (Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, belum fasih baca dan tulis. Keterkaitan beberapa Menyenangkan, Gembira, dan Berbobot) sesuai mata pelajaran dalam tema yang disajkan dalam tuntutan pembelajaran tematik. Walaupun buku tematik tersebut menyulitkan guru dalam sosialisasi pelatihan dari Dinas Pendidikan mengajarkan beberapa mata pelajaran. Ada 20% tentang pembelajaran tematik baru diikuti 2 kali SDN yang menggunakan buku tematik edisi namun sudah 50% dipahami dan dapat 2013 sedangkan 35% SDS menggunakan buku dilaksanakan. Buku guru sebagai panduan tematik yang dikeluarkan oleh penerbit. Hal ini memahami pembelajaran tematik disesuaikan untuk meminimalkan keterbatasan dari buku dengan buku siswa sehingga mempermudah tematik edisi 2016 yang belum dimiliki siswa. saat mengajar. Buku murid masih banyak Penyediaan buku tematik pemerintah kekurangan dari buku siswa tersebut seperti diambil dari dana BOS dan sebanyak 73% siswa

18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

SDN, 73% nakan buku KTSP sehingga tidak sibuk membuat catatan tambahan. Pendapat guru-guru SDN SDS, 61% dan SDS bahwa kelas 4-6 SD sudah memiliki banyak konten materi pengetahuan setiap mata pelajaran. Dalam pembelajaran tematik materi SDS, 39% setiap mata pelajaran yang disajikan sekilas dan SDN, 27% loncat-loncat karena menyesuaikan dengan tema. Siswa yang biasanya belajar dengan materi terpisah-pisah menjadi kebingungan, tidak mengetahui mana yang penting untuk dipelajari. Apalagi pelajaran matematika yang menggunakan sistem sukses artinya siswa harus Ya Tidak tuntas dulu untuk materi yang satu sebelum Grafik 3 melanjutkan pada materi berikutnya sebagai Buku Tematik Pemerintah yang persyaratan. Latihan soal yang disajikan sedikit Dimiliki Siswa dan kurang penekanan pada matematika. Banyak siswa dari SDN dan SDS mengikuti sudah memiliki yang dipinjamkan sekolah. Ada bimbingan belajar di luar sekolah untuk sekolah yang meminjamkan dan boleh di bawa memantapkan pelajaran matematika. pulang ke rumah, ada yang dipinjamkan di sekolah saja, dan ada juga 1 buku digunakan 2 SDN, 90% orang siswa. Ada juga orang tua yang berini- siatif tertutama kelas rendah membeli buku tematik siswa secara pribadi untuk bisa dibelajarkan di rumah. SDS, 56% SDS, 44% b. Catatan tambahan dan buku pendamping tematik

Sebesar 72% di SDN dan SDS dalam KBM di SDN, 10% kelas memberikan catatan tambahan dari guru berupa fotokopi yang dibagikan pada setiap siswa sebagai rangkuman. Sebesar 72% guru Ya Tidak menggunakan buku pendamping/pelengkap tematik yang diterbitkan dari berbagai penerbit. Grafik 4 Dalam Grafik 4 terlihat guru membuat catatan Guru Membuat Catatan Tambahan tambahan untuk siswa berupa rangkuman setiap isi materi pelajaran IPA, IPS dan PPKn sebesar Buku pendamping/pelengkap tematik 90% SDN dan 44% SDS. Catatan tambahan ada diterbitkan berbagai penerbit buku dengan yang ditempelkan pada buku catatan, dan ada mengacu pada buku tematik pemerintah. Buku yang dikumpul dalam satu map. tersebut berisi materi tambahan, rangkuman dari Guru negeri dan swasta membuat catatan setiap materi mata pelajaran yang terkait dengan tambahan untuk kelas 4-6 SD. Hal ini merupakan tema. Bentuk latihan soal lebih variasi disajikan inisiatif dari guru untuk membekali dalam buku tersebut untuk melatih soal dari pengetahuan siswa. Diungkapkan 60% guru setiap mata pelajaran. SDS dan SDN dimana negeri, bahwa materi pengetahuan yang ada gurunya menggunakan buku pendamping, pada buku tematik sangat dangkal. Sementara memfotokopikan buku tersebut untuk siswa itu 100% guru swasta mengatakan sempat sebagai latihan soal atau rangkuman/catatan. merasa takut dan gelisah dengan materi Ada juga sekolah mengharuskan siswa untuk pembelajaran tematik yang dangkal. Sebesar 56% membeli buku tersebut tetapi ada juga sekolah guru swasta kelas 2,3,5 dan 6 masih menggu- menggunakan buku LKS sebagai latihan soal.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 19 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Dari grafik 5 terlihat sebesar 75% SDN dan 44% berhasil karena kondisi siswa yang lelah. SDS yang menggunakan buku pendamping/ Sebahagian guru yang memberikan remedial pelengkap tematik. dengan menggunakan soal latihan yang ada pada buku pendamping/pelengkap.

SDN, 75% 2. Administrasi Guru 66% Dari 12 SD swasta sebanyak 61% sudah menggu- nakan buku tematik guru terlihat dari grafik 6. 44% Sebesar 97% guru SDN menggunakan buku guru tematik sebagai pedoman mengajar. Buku guru SDN, 25% tematik disusun mengacu pada silabus dan buku tematik siswa. Buku guru berisi KI, KD, indikator dan tujuan pembelajaran dari setiap KD yang dikembangkan mata pelajaran yang dikaitkan dalam tema. Setiap tema terdiri dari 4 Ya Tidak sub tema dan setiap sub tema terdiri dari 6 hari Grafik 5 KBM di kelas. Buku guru mendeskripsikan Penggunaan Buku Pendamping Tematik bagaimana cara mengajar dan menilai. Buku dari Berbagai Penerbit ini disusun untuk mempermudah dan menya- makan pola pikir guru di Kota Bandung saat Tujuan lain menggunakan tambahan buku mengajar dengan pembelajaran tematik. Buku adalah mempersiapkan siswa mengikuti Ujian guru tematik yang diberikan Dinas Pendidikan Sekolah (US). US menjadi salah satu penentu Kota Bandung hanya 1 set untuk 1 sekolah. kelulusan siswa SD, juga nilai sikap minimal Terkadang buku guru tersebut menjadi rebutan baik dan lulus seluruh mata pelajaran yang antar guru.Ada beberapa guru baik sekolah diujian sekolahkan. Oleh karena itu guru swasta dan negeri berinisiatif mengunduh dari berusaha memberikan banyak soal latihan guna internet. Sebanyak 27% guru sangat terbantu mempersiapkan siswa menghadapi US. US tetap dengan adanya buku tematik guru. Selain lebih menjadi bagian dari penentu peringkat sekolah memahami apa itu pembelajaran tematik di kota Bandung. Peringkat SDN akan jugamempermudah guru dalam menyiapkan berdampak pada pendaftaran masuk SMPN dan mengajarkan tematik di kelas. favorit di kota Bandung. . Hasil perolehan Ujian Sekolah tahun ajaran 2016/2017 terdapat 3 SDS SDN, 97% yang diwawancarai tidak lulus 100%, padahal tahun ajaran sebelumnya selalu lulus 100%. Hal SDS, 61% ini mengakibatkan kegelisahan bagi sekolah SDS, 39% dan orang tua siswa. Beberapa guru swasta mengeluhkan SDN, 3% penilaian kinerja yang menjadi salah satu faktor penilaian kognitif, menjadi tidak terukur dengan Ya Tidak baik. Penilaian kinerja dan afektif mengangkat Grafik 6 nilai kogntif. Versi KTSP skor 80 diperoleh dari Penggunaan Buku Guru Tematik Pemerintah Edisi 2016 penilaian kognitif saja, sekarang penggabungan dari 3 ranah kogntif, afektif dan psikomotor. Pembelajaran sistem tuntas (mastery learning) Administrasi sebelum, saat dan sesudah masih menjadi keraguan bagi guru, beberapa mengajar di kelas wajib disusun oleh guru. Hal siswa sudah diremedial tetap nilai yang ini untuk menghasilkan KBM yang baik diperoleh malah semakin turun. Pemberian sehingga mutu sekolah terjaga. Selain itu remedial setelah pulang sekolah ternyata tidak administrasi guru, untuk keperluan saat

20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik akreditasi sekolah. Sesuai Permendikbud No 22 Kendala Pelaksanaan Pembelajaran tahun 2016 penyusunan desain pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 yang disusun dalam bentuk silabus dan RPP mengacu pada standar isi, proses dan penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di Penyusunan silabus dan RPP sebagai persiapan Kota Bandung ditemukan beberapa kendala saat dalam mendesain pembelajaran di kelas pelaksanaannya. Dari hasil dokumentasi, sangatlah penting. Dalam manajemen kelas wawancara, dan kuesioner dapat dikategorikan penyusunan silabus dan RPP termasuk pada 2 hal, yaitu pertama permasalahan pada buku tahap perencanaan (plan action). Pada Kurikulum (bahan ajar tematik yang dikeluarkan dari 2013 pekerjaan guru lebih ringan karena tidak Pemerintah, dan kedua penyusunan perlu membuat silabus, hanya membuat rencana administrasi guru. Dalam permasalahan buku pengajaran dalam bentuk RPP. (bahan ajar) tematik pemerintah dapat dipilah Dalam Grafik 7 terlihat bahwapenyusunan menjadi 2 yaitu penggunaan dan kepemilikan RPP sesuai aturan Permendikbud No 22 tahun buku tematik oleh siswa serta penambahan 2016 dikatakan sudah sesuai standar. Dari catatan dan buku pendamping/pelengkap dokumentasi yang dibuat oleh guru dinyatakan tematik oleh guru. baik sekali. Untuk tahun ajaran 2017/2018 sebesar 95% SDN dan 93% SDS guru sudah 1. Penggunaan dan kepemilikan buku menyusun RPP sesuai standar. Guru kelas 2 dan tematik siswa 5 , yang baru menerapkan pembelajaran tematik Permasalahan buku tematik yang dikeluarkan belajar sebaya dengan rekan guru kelas 1 dan 4 oleh Pemerintah ada 6 point yang dikemukakan yang sudah melaksanakan pada tahun ajaran oleh responden yang dituangkan dalam tabel 1. 2016/2017. Sementara itu ada sekolah yang Materi pelajaran dalam pembahasan ini melakukan lesson study sehingga membantu adalah Kompetensi Inti(KI), dan Kompetensi guru untuk memperbaiki diri, mengunduh RPP Dasar (KD) yang harus dikuasai oleh siswa sudah jadi dari berbagai penerbit, dan ada yang setelah mengikuti proses KBM di kelas selama menyusun secara bergantian dalam kelas paralel. satuan waktu. Pola pikiran guru SD masih ada Salah satu administrasi yang baru bagi guru pada materi KTSP sehingga jika dibandingkan SD adalah penilaian autentik (kinerja). Dalam materi antara K-13 dan KTSP tentu berbeda pelaksanaan pembelajaran tematik, penilaian komposisi.K-13 lebih menekankan pada kinerja merupakan penilaian yang sulit pembentukan karakter, hal ini terlihat dari dilakukan karena merupakan hal baru dan jumlah komposisinya sebanyak 70% masih bingung dengan administrasi pembentukan karakter dan budi pekerti penilaiannya. Diharapkan bimbingan dari sedangkan 30% pengetahuan. Hal ini sejalan bidang kurikulum sekolah dan pengawas dinas dengan ungkapan dari Menteri Pendidikan yang mensupervisi penilaian kinerja, dapat Muhadjir bahwa Pendidikan Penguatan dilakukan minimal seminggu sekali. Karakter (PPK) menjadi salah satu fokus pemerintah saat ini. Hal ini sebagai upaya dari Pemerintah untuk mengubah pola pikir guru SDN, Ya, SDS, Ya, 95% 93% yang selama ini keliru terlebih di Pendidikan Dasar (Koran Sindo, 5 Oktober 2017). Hal senada dituliskan oleh Nana Syaodih Sukmadinata dalam bukunya Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi bahwa penguasaan ilmu SDS, pengetahuan untuk tingkat SD dibutuhkan SDN, Tidak, Tidak, hanya untuk mempersiapkan anak pada tingkat 7% 5% pendidikan yang lebih tinggi. Siswa SD diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk Grafik 7 memelihara dan mengembangkan dirinya, Penyusunan RPP menjalin kerjasama dan mengikuti norma-norma

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 21 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Tabel 1 Selama ini dunia pendi- Kendala Bahan Ajar Tematik Pemerintah pada 58 Guru SD dikan terutama tingkat SD, Kota Bandung SMP dan SMA dijejali dengan Respon- muatan ilmu pengetahuan. No Pernyataan % den Banyak pendapat dari orang tua dan sekolah, makin 1 Materi pelajaran terlalu sedikit 40 68 banyak ilmu pengetahuan yang diperoleh, maka siswa Tumpang tindah atau loncat-loncat akan makin berprestasi. 2 materi pada setiap sub tema atau 27 46 Apalagi orang tua yang tema menyekolahkan anaknya di Siswa tidak memiliki buku tematik sekolah swasta dengan biaya 3 18 31 pemerintah yang tinggi. Mereka akan bangga jika sekolah memberi- Soal latihan yang kurang banyak 4 32 55 kan beban pelajaran yang dan variatif berat bagi anaknya karena Soal latihan tidak selaras dengan dianggap bermutu. Ujian 5 10 17 ujian sekolah (US) Sekolah atau ujian Negara yang masih menjadi standar posisi sekolah menjadi salah masyarakat dalam lingkungannya (2012:34-36). satu faktor beban materi pelajaran masih Dari dua pernyataan di atas bahwa ilmu dipertahankan dengan porsi besar. Inilah pengetahuan yang diberikan pada tingkat SD fenomena yang sekarang terjadi saat. Untuk bukan untuk mengarahkan pada tugas atau mengubah kekeliruan pola pikir tersebut perlu peran tertentu dalam pekerjaan seperti di tingkat waktu dan kebijakan dari pemerintah. perguruan tinggi. Standar Kompetensi sesuai Dalam pembelajaran tematik terpadu program jurusan akan menjadi porsi sangat (integratif) tidak muncul nama satupun mata besar. Pada tingkat SD dasar pengetahuan, pelajaran dalam kurikulum 2013. Penyampaian pemahaman, dan keterampilan intelektual untuk materi semua mata pelajaran dilakukan secara belajar lebih lanjut pada tingkat SMP. menyeluruh dalam satu tema. Guru harus benar- Pengembangan afektif seperti sikap, emosi, benar menguasai cara menyampaikan materi. moral, keagamaan menjadi landasan kuat untuk Yang semula terpilah dalam mata pelajaran mengembangkan ilmu pengetahuan. Siswa SD tertentu, berubah ke tema-tema yang sudah belum bisa dituntut untuk berprestasi kecuali ditentukan. Dampak yang terjadi dari beberapa siswa yang berbakat. Kemampuan pembelajaran tematik seperti ini sudah pasti bekerjasama dengan orang lain sudah dimulai membuat pembelajaran terkesan sepenggal- pada tingkat ini. Kemampuan keterampilan sepenggal. Dari satu mata pelajaran, melompat sosial dan motorik menjadi landasan kuat untuk ke mata pelajaran lain. Siswa seakan tidak mengembangkan kompetensi. merasakan perubahan mata pelajaran tersebut. Jika dikaitkan dengan Kurikulum 2013 yang Sebesar 46% guru mengatakan bahwa tumpang masih berinti pada kompetensi maka tingkat SD, tindih dan materi yang loncat-loncat pada setiap SMP, SMA dan Perguruan Tinggi (PT) berbeda tema maupun subtema membuat siswa bingung. porsi kompetensinya. Dari SD hingga PT makin Dalam hal ini pemerintah memfasilitasi besar porsi kompetensi dan pemecahan bahan ajar tematik untuk siswa dan guru. Buku masalah. Hal ini diharapkan tercipta SDM yang (bahan ajar) tematik untuk siswa yang siap masuk dalam dunia kerja atau menciptakan dikeluarkan pemerintah berisi materi/isi konten dunia kerja. Oleh karena itu porsi ilmu pengetahuan menggunakan tema dan sub tema pengetahuan akan makin banyak dari tingkat untuk menggabungkan mata pelajaran seperti SD hingga PT. Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, PPKn,

22 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik dan SBDK. Dalam penyajiannya, kegiatan buku tematik pemerintah, tidak ada rangkuman. percobaan (experiment), kegiatan diskusi berupa Hal ini membuat siswa menjadi tidak fokus pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa materi apa yang dipelajari dan dianggap penting. secara kelompok maupun individu, materi Pembelajaran tematik yang menggabungkan pengetahuan sesuai mata pelajaran yang akan beberapa mata pelajaran menjadikan siswa dan disajikan serta latihan soal berupa isian dan esai guru bingung mana materi pokok yang sedang dalam satu kesatuan (integratif). Setiap akhir dipelajari dan yang dianggap penting. Pada tema disajikan evaluasi berupa latihan soal esai pelaksanaan pembelajaran tematik dalam bernalar (bukan sekedar hafalan) dari mata kurikulum 2013, materi ini hanya sekilas pelajaran yang terkait. diterima oleh siswa. Muaranya siswa tidak Menurut Sitepu, (2012:78-80) struktur menguasai secara mendalam materi tersebut. penyajian naskah untuk buku teks pelajaran Bisa dibayangkan jika pada semua materi, hanya terdiri dari 4 unsur yaitu pengantar, isi pokok, disampaikan sekilas-sekilas. penilaian dan rangkuman. Dalam pengantar Dari kuesioner diperoleh data sebesar 46% berisi pengetahuan awal yang sudah dimiliki kebingungan dengan tumpang tindihnya materi oleh siswa, tujuan mempelajari isi bab, dan dan materi yang loncat-loncat setiap mata materi pokok yang akan dipelajari. Isi pokok pelajaran. Kesinambungan materi pokok bahasan terdiri datas beberapa sub pokok pelajaran yang loncat-loncat karena mengikuti bahasan dikembangkan dari Kompetensi Dasar, tema dan sub tema yang dipelajari membuat Indikator dan tujuan pembelajaran sesuai siswa bingung. Matematika yang harus Kurikulum. Hendaknya dalam menguraikan dipelajari dengan sistem sukses artinya siswa penjelasan tentang materi pokok dengan akan belajar materi selanjutnya jika materi yang percobaan, pengamatan benda nyata, penjelasan dipelajari sudah dikuasai. Namun dalam buku dari mudah ke tingkat sulit sesuai perkembangan tematik pemerintah ini ada beberapa sub tema anak dan memberikan contoh disediakan yang materinya loncat sehingga siswa sulit kesempatan guru untuk memberikan penjelasan paham dengan materi yang dipelajari. dan contoh sesuai lingkungan tinggal siswa. Ketidakpahaman menjadi bertambah banyak Dalam penilaian berisi penugasan, diskusi ketika materi yang dipelajari semakin banyak kelompok, dan mengerjakan latihan soal. Tujuan dan loncat-loncat ditambah kurang latihan soal penilaian sebagai bahan refleksi bagi siswa dan ketidakfokusan siswa terutama kelas 4-6 SD sejauh mana mereka memahami materi yang dalam mempelajari materi matematika. Hal ini diajarkan. Sedangkan bagian terakhir diperparah ketika siswa akan mengikuti ujian rangkuman berisi informasi inti dari sekolah dimana semua materi pokok dari kelas keseluruhan bab yang terkait setiap materi 1-6 SD akan diujikan secara keseluruhan. pokok. Tujuannya menfokuskan perhatian Keluhan guru dan siswa mengenai siswa pada materi pokok yang telah dipelajari, pelajaran matematika yang materinya loncat- untuk melanjutkan ke materi pokok selanjutnya. loncat serta kurangnya siswa berlatih soal Bahan ajar tematik Pemerintah, baru ditanggapi oleh pemerintah untuk tahun ajaran mengandung 3 unsur pokok struktur penyajian 2016/2017. Peraturan Menteri Pendidikan dan naskah yaitu pengantar, isi pokok, dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 147/P/ penilaian. Unsur rangkuman belum ada dalam Tahun 2016 Tentang Kurikulum 2013 Penetapan buku tematik tersebut. Jika kita telaah lebih Judul Buku Teks Pelajaran Matematika dan mendalam, latihan soal yang disajikan tidak PJOK. Ada 12 Judul buku teks pelajaran sesuai dengan ujian sekolah, berupa pilihan matematika untuk kelas 4-6 SD untuk ganda. Sedangkan ujian akhir sekolah atau ujian melengkapi mata pelajaran Matematika yang tengah sekolah berupa pilihan ganda, isian dan terdapat pada buku tematik pemerintah dari esai. Akibatnya sekolah dan guru mencari buku berbagai penerbit buku. Dan 8 judul buku teks untuk memberikan banyak soal latihan dan untuk PJOK di mana buku-buku tersebut sudah penugasan yang variasi kepada siswa. Dalam lulus penilaian dari Kemendikbud. Dalam buku

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 23 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik pelengkap tersebut berisi pokok materi pelajaran jalur (daring) on line sebaiknya dengan jalur dan latihan soal seperti layaknya buku pelajaran luring (off line) dan percepat penyusunan matematika biasa. naskah buku tematiknya itu sendiri. Tahun Penyusunan buku tematik pemerintah baik ajaran 2017/2018 pendistribusian buku lebih buku untuk siswa dan guru edisi 2016 parah dari tahun 2016/2017. Namun, tidak ada mengalami revisi tahun 2016/2017 untuk kelas yang mempermasalahkan keterlambatan buku 1 dan 4 sedangkan tahun 2017/2018 revisi untuk tematik tersebut dari pihak Komisi X DPR RI kelas 2 dan 5. Revisi ini dilakukan oleh tim yang membidangi pendidikan dan Ombudsman penulisan dibawah koordinasi Puskurbuk. Republik Indonesia. Dalam hal ini tidak ada Revisian buku tematik dilakukan dari Januari yang dapat dipersalahkan dari pihak penerbit 2015 hingga Oktober 2015. Otomatis perubahan buku yang mencetak dan mendistribusikannya. terjadi pada urutan semua isi materi pelajaran, Hasil wawancara dan kuesioner dari guru karena pembelajaran terpadu. Contohnya untuk terutama guru SDN mengatakan bahwa kelas 2 SD siswa belajar perkalian tanpa belajar keterlambatan buku tematik tersebut sekitar 1 penjumlahan berulang dahulu. Ada komponen sampai 2 bulan. Padahal durasi KBM yang terlompati dalam materi pelajaran berlangsung di kelas untuk 1 semester sekitar 5 matematika. Keterlambatan merevisi buku bulan termasuk ujian tengah semester dan ujian menjadikan penerbit buku yang ditunjuk untuk akhir semester. Sehingga guru kesulitan mencetak tidak tepat waktu, dan pendistribusian mengajarkan tematik di mana siswa tidak buku yang belum baik sistem manajemennya memiliki buku tematik. Beberapa sekolah dimana menambah timbulnya masalah. orang tua dan guru berinisiatif membeli atau mencari buku tematik secara luring di toko buku. Kendala lain yang disampaikan guru adalah siswa tidak memiliki buku tematik serta Pihak sekolah perlu berinisiatif untuk keterlambatan distribusi buku ke sekolah- meminimalkan keterlambatan buku agar tidak sekolah. Sebesar 30% pendistribusian buku berdampak pada siswa menjadi sulit belajar terlambat dan 17% siswa tidak memiliki buku tematik karena tidak memiliki buku, dengan tematik. Menurut Kompasiana 14 Maret 2017, memfotokopi buku tematik. Juga dilakukan pendistribusian buku tematik terlambat ke dengan menggunakan buku tematik tahun sekolah dikarenakan dua hal yaitu, ajaran sebelumnya, atau mengunduh buku tema pendisrtibusian buku melalui jalur daring (on siswa untuk kelas besar, dan orang orang tua line) ke sekolah-sekolah dan kedua penyusunan disarankan mencari buku tematik tersebut di naskah buku tematik dari Pusat Kurikulum dan toko buku. Perbukuan (Puskurbuk) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) 2. Catatan tambahan dan buku pendamping terlambat. Pendistribusian buku sesuai Surat tematik Edaran Dirjen Dikdasmen Tentang Pembelian Dalam pembelajaran tematik yang mengacu Buku Teks Pelajaran Bagi Sekolah Pelaksana pada Kurikulum 2013 konten materi lebih sedikit Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran 2017/2018. dibanding KTSP, dianggap guru materinya Dalam surat edaran disebutkan bahwa dangkal sehingga guru merasa tidak puas pemesanan buku teks pelajaran Kurikulum 2013 mengajarkan materi tersebut dan menambahkan kelas 1, 4, 7 dan 10, pada Semester 1 Tahun materi dengan berbagai cara. Seperti memberi- Pelajaran 2017/2018 yang menggunakan dana kan catatan tambahan berupa catatan guru yang Bantuan Operasional Sekolah (BOS), wajib ditulis oleh guru untuk poin yang dianggap dilakukan secara daring (online shopping) penting kemudian difotokopi dan dibagikan melalui laman e-katalog Lembaga Kebijakan pada siswa. Menambah buku pelengkap atau Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) istilahnya pendamping buku tematik pemerin- dengan transaksi cashless. tah. Buku pendamping tersebut berisi latihan Saran dari Rosidayati Rosalina Ketua IKAPI soal-soal dan pengembangan materi dari buku pendistribusian buku tematik ke sekolah selain tematik pemerintah yang dikeluarkan dari

24 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik berbagai penerbit buku, guna menambah materi ajaran 2017/2018 dikutip dari harian Pikiran pelajaran pada buku tematik pemerintah. Rakyat, 1 Januari 2018 bahwa Pemerintah Terlihat pada Grafik 1, 72% menggunakan buku berencana mengganti Ujian Sekolah (US) dengan pelengkap dan catatan tambahan dari guru. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Buku pelengkap atau pendamping yang untuk jenjang Sekolah Dasar (SD). Sebelumnya, dikeluarkan oleh penerbit swasta umumnya USBN hanya untuk jenjang SMP/SMA/SMK menambah porsi ilmu pengetahuan. Misalnya dan sederajat. Kebijakan yang diusulkan Badan porsi ilmu pengetahuan yang harusnya Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kepada diberikan pada siswa SMP diberikan pada siswa Kemendikbud tinggal menunggu revisi SD. Sehingga secara tidak langsung porsi ilmu Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017 tentang pengetahuan yang diserap siswa SD menjadi Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan bertambah dari KD dan KI yang ada pada Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013. USBN SD tahun ajaran 2017/2018 akan Rustaman, (2013: 26-27) dalam penelitian- mengujikan sebanyak 3 mata pelajaran yakni nya mengungkapkan bahwa konsep pengetahu- Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA. Porsi an yang diberikan dalam bentuk sudah jadi, soal, 25% dibuat dari pusat sedangkan 75% seperti definisi atau kegiatan percobaan yang dibuat oleh KKG. Bentuk soal Pilihan ganda, tersaji dengan jawabannya membuat siswa tidak isian singkat, dan esai.Hal ini dilakukan agar perlu berpikir lagi dalam proses belajar. Hal ini siswa dirangsang untuk berpikir lebih ilmiah biasanya sudah diberikan dalam buku (bahan dan kontekstual. Siswa tidak mengerjakan soal ajar) yang diterbitkan penerbit. Terbitnya buku- secara spekulatif seperti pada bentuk soal pilihan buku seperti itu dikarenakan permintaan pasar ganda. Pada US tahun ajaran 2016/2017, siswa dalam hal ini guru dan orang tua yang SD hanya mengerjakan 3 mata pelajaran, yakni menghendaki kemudahan belajar siswa. Namun Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA di mana ada hal terlupakan dengan bentuk buku semua soal disusun oleh KKG dengan bentuk penyajian yang sudah jadi, menjadikan siswa pilihan ganda. Rencananya Pemerintah akan pandai menghafal saja. Kontribusi dari penerbit, melakukan USBN SD dengan 8 mata pelajaran dan penulis menambah porsi ilmu pengetahuan yang diujikan yaitu Matematika, IPA, Bahasa serta menjadikan buku yang sudah jadi, Indonesia, IPS, PKN, Seni Budaya dan Prakarya, mengakibat-kan siswa malas berpikir. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Kendala lainnya dalam variasi soal latihan serta Agama. dan kesesuaian latihan soal yang dilatihkan Menarik untuk dijajaki pernyataan Muhajir dengan ujian sekolah. Sebesar 55% guru mengenai penggantian US menjadi USBN SD. mengungkapkan bahwa buku tematik pemerin- Komentar dari Ketua Umum Ikatan Guru tah kurang banyak variasi soal latihan. Soal yang Indonesia Muhammad Ramli menilai penam- diberikan berupa pertanyaan yang meminta bahan mata pelajaran USBN tidak selaras siswa untuk menjawab secara reflektif, tidak ada dengan program Penguatan Pendidikan soal isian atau pilihan ganda. Pendapat 17% Karakter (PPK). Jika hal tersebut dilaksanakan guru kelas 4-6 SD bahwa soal yang diujikan pada maka akan kembali pada kondisi KTSP. Guru ujian sekolah berupa pilihan ganda, sedangkan dan siswa akan berpacu mengejar nilai USBN. buku tematik pemerintah menyajikan soal Upaya penguatan pendidikan karakter dan latihan esai. Penilaian kinerja (keterampilan) peningkatan keterampilan di SD yang menjadi dan penguatan karakter (afektif) yang menjadi pondasi masa depan siswa akan semakin prioritas dalam Kurikulum 2013 tidak sejalan terabaikan. Kurikulum jika tidak disertai dengan ujian sekolah. Ujian sekolah masih kebijakan arif pemerintah akan menjadi sis-sia. berkutat pada aspek ranah pengetahuan Apapun kurikulumnya jika dijalankan dengan (kognitif). integrasi kebijakan dan pemangku pelaksana Ada pernyataan dari Muhajir tentang yang bertanggungjawab akan menghasilkan penambahan mata pelajaran untuk USBN tahun outcomes yang baik.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 25 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

3. Administrasi guru org/wp-content/uploads/2016/11/Analisis- Permasalahan kedua adalah administrasi guru. Kurikulum-2013.1.jpg) Ada 2 point yang dikemukakan oleh responden Zaman teknologi sekarang banyak penulis yang dituangkan dalam Tabel 2. buku atau penerbit buku menerbitkan RPP melalui teknologi digital, guru Tabel 2 tinggal mengunduh. Namun Kendala Administrasi Guru pada 58 Guru SD Kota Bandung dari hasil wawancara dengan Respon- guru SD, sebanyak 32% No Pernyataan % den mengatakan banyak ketidak cocokan antara silabus, buku 1 Silabus, buku guru dan buku siswa guru dan buku siswa sehingga tematik tidak cocok satu dengan 19 32 dalam penyusunan RPP lainnya sehingga guru perlu mempersulit guru. Perlu menelaah lagi satu persatu banyak waktu untuk mengkaji satu persatu. 2 Administrasi guru yang banyak 28 48 jenisnya menjadi beban Selain menyusun RPP tugas guru menyiapkan admi- nistrasi lainnya, membuat guru Sesuai Permendikbud No 22 tahun 2016 SD tidak fokus pada siswa baik sebelum, saat penyusunan desain pembelajaran disusun mengajar dan sesudah mengajar. Sebanyak 48% dalam bentuk silabus dan RPP mengacu pada guru menganggap banyaknya jenis adminis- standar isi, proses dan penilaian. Selain itu ada trasi, menjadikan beban kerja menjadi beberapa administrasi yang harus disusun guru bertambah. Jokowi dalam perayaan PGRI 2017 kelas SD antaralain: analisis hasil evaluasi menyarankan pada Menteri Pendidikan belajar, analisis hasil evaluasi, buku bimbingan Nasional untuk menyederhanakan administrasi penyuluhan, buku kegiatan ekstrakurikuler dan guru SD. Menurut Jokowi, tugas guru mendidik pengembangan diri, buku kunjungan rumah, siswa. Artinya guru harus lebih banyak bersama catatan kejadian penting, daftar buku pegangan siswaa agar terjadi proses pembelajaran yang guru, daftar buku pegangan siswa, daftar berkualitas (sekolahdasar.net dikutip dari inventaris barang, daftar kenaikan kelas, daftar harian Kompas, 30 Nop 2017). Dalam pengertian mutasi murid, daftar pengembalian raport, daftar yang formal, guru merupakan tenaga profesional penyerahan raport, data partisipasi dan prestasi dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. akademik, data pengembangan diri dan kebiasaan, kegiatan ekstrakurikuler, ketuntasan Dalam Undang-Undang RI Nomor : 20 belajar minimal (KBM), pencapaian target dan Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan taraf serap, penilaian portofolio, program Nasional, pasal 39 ayat (2) dikemukakan bahwa perbaikan dan pengayaan, rekapitulasi absen guru adalah “Tenaga profesional yang bertugas dan supervisi kelas. merencanakan dan melaksanakan proses Penyusunan Silabus dan RPP sebagai pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, persiapan dalam mendesain pembelajaran di melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta kelas sangatlah penting. Perbedaan Kurikulum melakukan penelitian dan pengabdian kepada 2013 dengan KTSP pada pengembangan masyarakat”. Tugas utama seorang guru adalah kurikulum sudah mencakup silabus, buku teks, orang yang berwenang dan bertanggungjawab serta buku pedoman guru. Dalam hal K-13 akan untuk membimbing dan membina siswa- meringankan pekerjaan guru karena tidak perlu siswanya, baik secara individual maupun membuat silabus. Guru tinggal membuat klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. rencana pengajaran dalam bentuk RPP. Dapat Sistim penilaian autentik, dalam K-13 dilihat struktur kerangka kerja penyusunan sangat detail mulai dari penilaian sikap, Kurikulum 2013 pada Gambar 1 (www.silabus. penilaian produk, dan lain sebagainya.

26 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Gambar 1 Kerangka Kerja Penyusunan K-13

Penilaian ini harus dilakukan oleh guru ketika dari penilaian kinerja siswa.Namun sangat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini disayangkan banyak SD yang tidak mampu menuntut guru untuk melihat satu-persatu apa membayar guru bantu. Bahkan guru kelas juga yang dilakukan oleh siswa, agar nilai dapat dibeberapa daerah terpencil merangkap benar-benar valid. Sungguh merupakan tugas mengajar beberapa kelas. yang sangat mulia dari seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Terdapat 2 SDS yang Simpulan diwawancarai mengatakan bahwa penyusunan administrasi dipermudah dengan penggunaan teknologi digital sehingga tidak perlu tiap tahun Kesimpulan menyusun RPP dengan menggunakan buku dan Berdasarkan temuan dan pembahasan tulisan tangan. K-13 adalah hal yang baru maka penelitian, dapat disimpulkan secara umum guru ekstra kerja untuk menyusun dan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik memahaminya. Dalam hal ini penggunaan integratif K-13 revisi 2016 pada tahun ajaran teknologi digital dapat membantu meringankan 2017/2018 secara umum sudah terlaksana. tugas guru dalam hal adminsitrasi. Jika sekolah Sebesar 87% dari 39 SD, baik sekolah negeri menyediakan teknologi informasi (TIK) yang maupun swasta di Kota Bandung sudah memadai, setiap guru dengan mudah melaksanakan. Melalui analisis dan mengunduh data-data dengan menggunakan pembahasan, disimpulkan sebagai berikut. komputer atau telepon gengam. Dalam penilaian Pertama, 95% SDN sudah menggunakan autentik 4 SDS dibantu oleh helper teacher (guru pembelajaran tematik dan 61% SDS. Kedua, bantu) dalam menilai kinerja saat proses KBM dukungan pemerintah dengan diterbitkannya berlangsung. Dari hasil wawancara dengan buku tematik untuk siswa dan guru menfasilitasi guru, dinyatakan sangat membantu keabsahan terlaksananya pembelajaran tematik. Ketiga,

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 27 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

72% SD menambahkan catatan dari guru dan membuat siswa lebih antusias belajar serta buku pendamping/pelengkap tematik. Keempat, meminimalkan kekurangan dari model pembel- guru dalam menyusun RPP dipermudah dengan ajaran tematik terutama untuk kelas besar. adanya buku guru, siswa dan silabus. Kendala dalam pelaksanaan Pembelajaran Tematik SD di Kota Bandung dapat dikatagorikan menjadi Daftar Pustaka 2 bagian yaitu bahan ajar tematik pemerintah dan administrasi guru. Kendala bahan ajar Hermuttaqien, Bhakti Primafindiga.(2015). tematik pemerintah meliputi pendistribusian Evaluasi implementasi Kurikulum 2013 buku, materi terlalu dangkal dan loncat-loncat, Sekolah Dasar di Kota Bandung. Bandung: soal latihan kurang variatif dan tidak sesuai Universitas Pendidikan Indonesia dengan Ujian Sekolah. Kendala administrasi http:?/www.republika.co.id/berita/ guru terlalu banyak menjadi beban guru dan pendidikan/education/14/12/08/ ketidakcocokan antara silabus, buku guru dan bandungberniat-pertahankan-kuriku- siswa tematik pemerintah dan RPP. lum-2013, diunduh tanggal 05-01- 2018. http://www.rmoljabar.com/read/2015/01/ Saran 24/5553/Disdik-Kota-Bandung- Untuk mengatasi berbagai kendala dalam SiapSosialisasikan-Kembali-K13, pelaksanaan tematik integratif K-13 revisi 2016 diunduh tanggal 05-01- 2018 diperlukan sebagai berikut. Pertama, diper http://www.galamedianews.com/bandung- banyak sosialiasi pelatihan tematik untuk guru, raya/169322/kkmi-kota-bandung- baik di sekolah atau pihak dinas pendidikan. sosialisasikan-kurikulum-2013.html, Kedua, pengawasan (supervisi klinis) dalam diunduh tanggal 05-01- 2018 pelaksanaan tematik dilakukan secara terus https://jabar.kemenag.go.id/dberita-503075- menerus baik oleh pihak sekolah maupun kkra-kota-bandung-selenggarakan- pengawas dinas. Ketiga, buku (bahan ajar) workshop-implementasi-kurtilas- tematik direvisi secara kontiniu untuk menda- raudhatul-athfal, diunduh tanggal05- patkan hasil maksimal seperti penambahan 01- 2018. rangkuman setiap sub tema, pengeditan huruf http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/ lebih baik, kesinambungan materi (pengetahuan) 2016/06/22/kurikulum-2013-masih- setiap tema, dan wacana bacaan disesuaikan disosialisasikan, diunduh tangga l0-5- perkembangan anak. Keempat, memaksimalkan 01- 2018. penyediaan buku tematik pemerintah untuk http://www.republika.co.id/berita/ siswa, seperti menggunakan buku tematik siswa pendidikan/eduaction/15/01/11/ tahun ajaran sebelumnya, menfotokopi buku belum-ada-ketetapan-k13-sekolah-di- tematik siswa atau menggunakan TIK bagi siswa kota-bandung-terapkan-kurikulum, kelas 4-6 SD. Kelima, penggunaan TIK untuk diunduh tanggal 05-01- 2018. penyusunan administrasi guru difasilitasi oleh pihak sekolah untuk mempermudah dan http://www.Sindonew.com/pembentukan- mempercepat guru menyelesikan tugas. karakter-siswa, diunduh tanggal 02-01- Keenam, menyusun kurikulum yang memadu- 2018. kan kurikulum inti sekolah terutama yasasan https://www.kompasiana.com/makrup/ swasta dengan K-13 secara bersama-sama antara tahun-ajaran-baru-20172018-apakah- guru, kepala sekolah, yayasan, dan Pengawas buku-k13-terlambat-lagi, diunduh 06 - Diknas. Ketujuh, kajian untuk dinas pendidikan 01-2018 bahwa pembelajaran tematik merupakan salah http://www.sekolahdasar.net/2017/12/ satu model pembelajaran, setiap model ada jokowi-guru-jangan-ruwet-urus- kekurangan dan kelebihan. Penggunaan administrasi.html, diunduh tanggal 06 bervariasi dari model-model pembelajaran akan -01- 2018

28 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/ Tentang Kurikulum 2016 Sekolah Dasar/ 2018/01/01/usbn-sd-akan-diterapkan- Madrasa Ibtidaiyah pada-ujian-akhir-tahun-ajaran- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 20172018-417012, diunduh tanggal 06- Republik Indonesia No. 21 Tahun 2016 01-2018 Tentang Kurikulum 2016 Standar Isi https://www.silabus.org/wp-content/ Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan uploads/2016/11/Analisis-Kurikulum- Republik Indonesia No. 20 Tahun 2016 2013.1.jpg , diunduh tanggal 09-01-2018. Tentang Kurikulum 2016 Standar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kompetensi Kelulusan. Republik Indonesia No. 103 Tahun 2014 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Republik Indonesia No. 147/P/ Tahun Dasar dan Pendidikan Menengah. 2016 Tentang Kurikulum 2013 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Penetapan Judul Buku Teks Pelajaran Republik Indonesia No. 23 Tahun 2016 Matematika dan PJOK Tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Rustaman, Nuryani.(2013). Pendidikan dan Pendidik Penelitian Sains dalam Mengembangkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Republik Indonesia No. 160 Tahun 2014 untuk Pembangunan Karakter. Seminar Tentang Pemberlakukan Kurikulum Nasional VIII Pendidkan Biologi, 15-34 2006 dan Kurikulum 2013 Syaodih, Nana.&Syaodih,Erliana. (2012). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kurikulum dan pembelajaran kompetensi. Republik Indonesia No. 22 Tahun 2016 Refika Aditama: Bandung Tentang Standar Proses Sitepu, B.P. (2012). Penulisan buku teks pelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Rosdakarya : Bandung Republik Indonesia No. 24 Tahun 2014

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 29 Empat Aspek Perkembangan Anak Penelitian

Empat Aspek Perkembangan Anak Sebagai Pengamatan Awal Calon Peserta Didik Jenjang TK A

Felucia Hendriette E.P. E-mail: [email protected] Bagian Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta

Abstrak enelitian ini bertujuan menganalisis indikator dari empat aspek perkembangan anak yaitu perkembangan fisik motorik (kasar dan halus), perkembangan kognitif, perkembangan P bahasa dan perkembangan sosial-emosional yang digunakan dalam proses pengamatan awal terhadap calon peserta didik jenjang TKK A (usia sekitar 2.8 – 3.8 tahun). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan sampel di empat sekolah TKK PENABUR Jakarta pada bulan Agustus 2017. Pengujian validitas dilakukan menggunakan uji Z, sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima belas indikator pengamatan yang digunakan dapat direkomendasikan karena dapat memberikan gambaran tahap perkembangan calon peserta didik yang layak digunakan sebagai data entry behavior.

Kata-kata kunci: perkembangan fisik motorik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan sosial-emosional, indikator pengamatan

Four Aspects of Child Development as Early Observation of Candidate Kids at Kindergarten/ Pre-School A

Abstract The purpose of this study is to analyze indicators of four aspects of child development, namely the physical motor development (gross and fine motor skills), cognitive development, language development and socio- emotional development to be used in preliminary observation of prospective Kindergarten 1 (TKK A)students (age around 2.8 - 3.8). The method used in this study is experimental method using samples in four kindergartens TKK PENABUR Jakarta in August 2017. Test of validity was conducted using Z test; whereas test of reliability was conducted using Cronbach’s Alpha. The result of this study indicated that the use of the aforementioned fifteen indicators of observation can be recommended to reveal a prospective learners’ stage of development, serving as a reasonable entry behavior data.

Key words: physical motor development, cognitive development, language development, social-emotional development, observation indicator

30 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak

2. Senang bersosialisasi dengan teman-teman Pendahuluan sebayanya. Jika anak mulai bermain dengan teman yang usianya lebih tua, berarti si anak Salah satu tantangan pengajaran yang sesuai mudah beradaptasi dengan siapapun. dengan perkembangan adalah apabila guru 3. Dapat mengucapkan kata-kata cukup memiliki siswa di kelas dengan rentang usia banyak berbeda dan rentang kemampuan dan keteram- 4. Senang jika diajak membicarakan sekolah, pilan yang berbeda pula. Guru yang kompeten walaupun hanya sekedar bermain sekolah- sadar akan hal ini, daripada mencirikan siswa sekolahan saja sebagai cepat, rata-rata, dan lamban, lebih baik 5. Memiliki percaya diri yang tinggi dan dapat guru menyadari bahwa perkembangan dan berkomunikasi dengan orang dewasa kemampuan anak-anak menunjukkan kompetensi yang berbeda dengan keteram- 6. Memiliki ketertarikan pada benda-benda pilannya. sekolah, misalnya senang mencoret-coret buku dan bisa menggunakan pensil Seorang siswa mungkin sangat baik keterampilan kognitifnya tapi keterampilan 7. Jika si anak sudah bisa mengenali huruf- menulisnya buruk. Dalam bidang bahasa, huruf abjad. seorang siswa mungkin memiliki kemampuan Demikian pula menurut Pamela C. High bahasa verbal yang bagus namun tidak memiliki dalam tulisannya yang berjudul School Readiness kemampuan membaca dan menulis yang baik. (2008) mengenai kesiapan sekolah berdasarkan Atau, siswa lain mungkin berhasil dalam sains pendidikan dan literatur perkembangan anak namun kurang memiliki keterampilan sosial. difokuskan pada empat pandangan utama yaitu: Siswa yang memiliki perkembangan kognitif 1. Pandangan idealis / nativis menunjukkan yang baik, belum tentu memiliki perkembangan bahwa anak-anak siap untuk sekolah ketika sosial emosional yang baik. Banyak anak pada mereka memiliki pengendalian diri, usia dini mengalami tantangannya tersendiri. hubungan rekan sejawat, dan kemampuan Misalnya, seorang siswa bisa unggul dalam mengikuti arahan dan bahwa proses ini sains, matematika, dan bahasa namun tidak ditentukan secara endogen. Dalam dewasa secara emosional. Anak tersebut konstruksi ini, peran lingkungan hanya mungkin tidak memiliki teman dan tersingkirkan sedikit untuk mempercepat proses ini. atau ditolak oleh teman sebayanya. Oleh karena 2. Pandangan empiris / lingkungan. Kesiapan itu, siswa akan sangat berkembang apabila ditentukan oleh apa yang anak tahu memiliki seorang guru yang membantunya (misalnya, warna, bentuk, penghitungan, untuk belajar bagaimana caranya mengelola dan alamat) dan bagaimana mereka emosi dan berperilaku dengan cara yang lebih bertingkah. Hal ini dipahami sebagai akibat sesuai secara sosial. Agar guru dapat memberi- langsung dari apa yang telah diajarkan kan pengajaran yang sesuai dengan tingkat kepada anak sebelumnya. perkembangan anak dan mengetahui kemam- 3. Pandangan ketiga adalah sosial konstruktivis , yang menolak gagasan puan masing-masing dari anak yang akan bahwa kesiapan adalah proses endogen diajarnya, maka pada saat anak masuk sekolah atau seperangkat pengetahuan yang atau mendaftarkan diri ke sekolah dilakukan ditetapkan dan melihat kesiapan dalam hal observasi atau pengamatan awal. sosial dan budaya. Tapi Fokus model ini ada Menurut buku PreSchool Directory, Parents pada nilai dan harapan masyarakatnya, Guide (2009: 35), seorang anak bisa dikatakan bukan pada anak. Sebuah potensi masalah siap untuk sekolah bila memiliki tanda-tanda dengan pandangan ini adalah kurangnya kemandirian berikut. fokus pada individu anak. 1. Bisa buang air kecil sendiri dan mencuci 4. Pandangan “interaksional relasional”. tangannya sebelum dan sesudah makan Dalam pandangan ini, fokusnya adalah

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 31 Empat Aspek Perkembangan Anak

pada anak dan lingkungan dan juga pada Perkembangan Anak Usia Pra-Sekolah interaksi yang sedang berlangsung di Anak usia dini (kadang disebut anak pra- antara mereka. Pandangan ini berfokus pada sekolah) rentang usianya mulai dari 2 sampai membantu semua anak belajar, dan itu sekitar 5 tahun. Selama periode ini, anak menunjukkan kesuksesan pendidikan menjadi lebih mandiri, mengembangkan bergantung pada timbal balik hubungan keterampilan untuk kesiapan sekolah (seperti antara sekolah dan anak, khususnya tentang belajar mengikuti instruksi dan identifikasi), dan bimbingan guru. menghabiskan berjam-jam bermain dengan Dalam Buku Panduan Deteksi Tumbuh teman sebayanya. Biasanya yang menandai Kembang Anak yang dikeluarkan oleh akhir dari anak usia dini adalah pada saat anak Departemen Kesehatan Republik Indonesia sudah masuk sekolah formal di kelas 1 SD. (John (2005:7) bahwa aspek-aspek yang perlu dipantau Santrock, Educational Psychology, 2011: 31) untuk perkembangan anak adalah gerak kasar Anak-anak pada usia 3 tahun memperlihat- atau motorik kasar, gerak halus atau motorik kan bahwa mereka memiliki dunia khayalan halus, kemampuan bicara atau bahasa yang dan mereka juga dapat membicarakan hal berhubungan dengan kemampuan memberikan tersebut.Gambar dan lukisan mereka mulai respon dan sosialisasi yang berhubungan memperlihatkan gambar orang dan benda yang dengan kemandirian anak. Aspek-aspek tersebut dapat dikenali.Mereka juga bermain dengan di atas yang dalam pengamatan perkembanga anak-anak lain yang bukan hanya di dekat anak di sekolah Taman Kanak-Kanak biasa mereka, dan menjadikannya sebagai teman dikenal dengan aspek psikomotorik, aspek dekat mereka. bahasa, aspek kognitif dan aspek sosial Pada usia 4 tahun, anak cukup mampu dan emosional. mandiri. Mereka dapat berjalan dengan langkah Untuk mengukur tingkat perkembangan berayun, hampir seperti orang dewasa, dan suka baik psikomotorik, kognitif, bahasa maupun melompat dan meloncat. Mereka mulai tertarik sosial-emosional pada anak usia dini dengan kejadian atau peristiwa tertentu dan diperlukan alat ukur yang dapat menetapkan mempertanyakan “sebab dan akibat”nya, dan standar pengukuran yang tepat sehingga hasil seiring dengan meningkatnya penguasaan yang akan dicapai akan lebih akurat. Dengan bahasa mereka, hal ini mendorong mereka untuk menggunakan indikator pengamatan, guru mengajukan pertanyaan lebih luas lagi tentang dapat menganalisis secara tepat keunggulan dan bagaimana segala sesuatu bekerja di dunia kelemahan seorang peserta didik. Indikator pada (Meggit, Carolyn & Sunderland, Gerald, 2007: 69- dasarnya merupakan variabel kendali yang 77) dapat digunakan untuk mengukur perubahan yang terjadi pada sebuah kejadian ataupun kegiatan. Perkembangan Fisik Usia 3 – 4 Tahun Dengan demikian dari uraian Saat anak-anak beralih dari masa balita ke masa permasalahan dan latar belakang yang telah pra sekolah, mereka mulai kehilangan disampaikan sebelumnya, maka penulis akan penampilan gemuk mereka. Tubuh mereka melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjadi lebih proporsional karena mereka menganalisis indikator pengamatan dari 4 semakin tinggi dan kurus. (empat) aspek perkembangan anak yaitu Anak-anak pada tahap ini menjadi gesit perkembangan fisik motorik (kasar dan halus), saat mendaki, berlari, dan melompat. Saat perkembangan kognitif, perkembangan bahasa mereka mempunyai koordinasi dan kontrol yang dan perkembangan sosial-emosional yang lebih banyak, mereka bisa meloncat dengan satu digunakan pada calon peserta didik jenjang TK kaki (hopping), melompat menggunakan kedua A (usia sekitar 2.8 – 3.8 tahun) sebagai tes kaki (skipping), dan berlari sambil meloncat pengamatan awal masuk sekolah TK pada (galloping).Mereka juga dapat melakukan empat sekolah TKK PENABUR di Jakarta. gerakan melempar dan menangkap bola dan

32 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak bergerak naik turun tangga menggunakan kaki Motorik kasar bergantian. 1. Menangkap bola dengan kedua tangan di Anak-anak usia 3 - 4 tahun mempunyai depan dada kontrol motorik yang lebih baik pada tangan dan 2. Mengendarai sepeda roda tiga jari-jemarinya dan menggunakan kontrol ini 3. Melompat dengan kedua kaki beberapa kali untuk mengembangkan keterampilan tanpa bantuan menggambar, menggunting, mewarnai, dan menempel. Mereka dapat memakai dan melepas 4. Melempar bola dengan jarak 5 kaki dengan pakaian, dan mereka senang menggunakan tepat kemampuan motorik halusnya untuk menjadi 5. Memanjat tangga seluncuran kemudian mandiri. meluncur ke bawah Lingkungan bermain indoor dan outdoor 6. Memanjat dengan kaki bergantian dengan dapat memberikan kesempatan untuk berlatih berpegangan pada pegangan tangan keterampilan motorik. Anak usia tiga tahun bisa 7. Berdiri dengan satu kaki dan membangun menara blok dan mengerjakan teka- menyeimbangkan sebentar teki sederhana. Mereka terus-menerus bergerak 8. Mendorong gerobak dorong di luar rumah, yaitu pada saat mereka 9. Lari bebas dengan sedikit tersandung atau mengendarai sepeda roda tiga, naik dan turun terjatuh pada alat permainan playground set, berayun, berlari dan bermain pura-pura di tempat 10. Membangun menara dengan 9 atau 10 blok bermain. Saat bermain di luar rumah, anak laki- laki lebih aktif daripada anak perempuan dan Motorik halus menggunakan lebih banyak ruang dalam 1. Menempatkan pasak kecil di papan pasak permainan mereka. Anak perempuan lebih cenderung memilih bermain di dalam ruangan 2. Memegang kuas atau pensil dengan seluruh menggunakan keterampilan motorik halus juga tangan melakukan aktivitas menggunakan alat peraga 3. Makan dengan sendok mainan (manipulative) (Wortham, Sue C., 2006: 4. mengancing bajunya sendiri 88-89). 5. Mengenakan mantel tanpa bantuan Menurut Laura E.Berk dalam bukunya 6. Memasukkan manik-manik pada senar/ Development Through The lifespan (2006: 286), string dengan mudah perkembangan “Milestones”physical pada usia 3- 7. Memalu mainan balok dengan tepat 4 yaitu: 8. Mengerjakan puzzle tiga atau empat bagian 1. Menguasai dalam permainan simbolik, baik dalam menggambarkan sebagai objek aslinya atau sebagai symbol itu sendiri Perkembangan Kognitif Usia 3 – 4 Tahun 2. Kemampuan berfikir tentang transformasi, Menurut Jean Piaget konsep utama dalam dapat menalar dengan analogi tentang psikologi perkembangan dapat berpengaruh perubahan fisik terhadap perkembangan konsep kecerdasan, 4. Sangat familiar dalam memilahkan benda- dimana ia membagi 4 periode utama benda ke dalam kategori yang disusun perkembangan kognitif yang berkorelasi dan secara hierarkis semakin canggih seiring dengan bertambahnya usia yaitu (10). Periode sensorimotor (usia 0–2 4. Dapat membedakan yang terlihat dari yang tahun), (2). Periode Praoperasional (usia 2-7 sesungguhnya tahun). (3). Periode Operasional Kongrit (usia 7- Sedangkan menurut Sue Wortham (2006: 11 tahun), (4). Periode Operasional Formal (usia 93-94), characteristic dari perkembangan fisik 11-dewasa). (John Santrock, Educational kasar dan halus usia 3-4 tahun adalah: Psychology, 2011: 41)

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 33 Empat Aspek Perkembangan Anak

Anak-anak yang telah mencapai tahap pra 6. Membedakan bentuk (lingkaran, persegi operasional telah memasuki masa pemikiran empat, segitiga) baru, yaitu mereka bisa menggunakan simbol, 7. Membedakan ukuran (besar-kecil, panjang- atau berpura-pura. Tahap pra operasional pendek) adalah tahap fungsi simbolik. Substansi ini 8. Mengklasifikasikan benda berdasarkan terjadi antara usia 2 dan 4. Pikiran simbolis berat (berat/ringan) memungkinkan anak untuk secara mental menggambarkan hal-hal yang tidak ada. Anak- 9. Menglasifikasikan benda berdasarkan anak yang telah mencapai fungsi simbolis dapat ketinggian (tinggi/pendek) menggunakan pengalaman seni, terutama 10. Memanipulasi dan eksperimen dengan menulis, untuk mewakili hal-hal di lingkungan mesin sederhana (alat teknologi sederhana) mereka, seperti rumah, pohon, bunga, dan orang. 11. Menghitung dari angka 1 sampai 5 Simbolik ini juga memungkinkan mereka terlibat 12. Membentuk desain yang kreatif dari bahan- dalam permainan berpura-pura. bahan Anak-anak dalam fungsi simbolik juga 13. Menggunakan bahan-bahan konstruksi percaya bahwa benda mati itu hidup dan mampu untuk berbagai tujuan beraksi. Dengan demikian, mereka cenderung 14. Mempersepsikan objek dari perspektif berpikir, misalnya, awan menggerakkan diri visual yang berbeda mereka di langit. Mereka mungkin juga percaya misalnya, batu atau pohon dapat mengambil tindakan atau menyebabkan sesuatu terjadi Perkembangan Bahasa Usia 3 – 4 Tahun (Wortham, Sue C., 2006: 88) Setelah berusia 2 tahun, pada anak-anak usia Menurut Laura E.Berk dalam bukunya dini kemampuan bahasanya berkembang cepat Development Through The lifespan (2006:286) melampaui telegraf (mengirim pesan) karena perkembangan “Milestones”Cognitive pada usia mereka dapat menggunakan kalimat lebih 3-4 yaitu: panjang dan lebih lengkap. 1 Menguasai dalam permainan simbolik, baik Pada usia sekitar 3 tahun, anak mulai dalam menggambarkan sebagai objek mengerti dan menggunakan aturan percakapan. aslinya atau sebagai symbol itu sendiri Mereka mampu berbicara hal-hal yang tidak ada; karena mereka terlibat dalam permainan 2. Kemampuan berfikir tentang transformasi, berpura-pura atau berbicara tentang orang-orang dapat menalar dengan analogi tentang imajiner atau khayalan. Saat kesadaran pro- perubahan fisik sosial berkembang, anak berusia 4 tahun dapat 3 Sangat familiar dalam memilahkan benda- memahami perasaan atau kebutuhan orang lain benda ke dalam kategori yang disusun yang diungkapkan dalam percakapan. Usia secara hierarkis empat tahun juga bisa memvariasikan gaya 4. Dapat membedakan yang terlihat dari yang bicara mereka saat berbicara dengan orang yang sesungguhnya berbeda, seperti pada anak kecil, teman sebaya, Menurut Sue Wortham (2006: 92), atau orang dewasa. karakteristik dari perkembangan konsep usia 3- Makna dari kata berkembang secara terus- 4 tahun adalah: menerus. Anak-anak pra sekolah menggunakan 1. Membedakan antara dua bau konteks lingkungan untuk memahami arti kata 2. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa baru. Ekspresi lokatif seperti “di atas” dan “di “bau” itu berbeda bawah” muncul antara usia 2 dan 3 tahun, tapi yang lainnya, seperti “disamping” dan “di 3. Membedakan antar suara dengan kata-kata, antara”, membutuhkan waktu lebih lama untuk bahwa suara-suara tersebut berbeda dipahami dan digunakan. Santrock (2011) 4. Mengidentifikasi suara secara verbal melaporkan bahwa antara usia 1 dan 5 tahun, 5. Menunjuk ke objek makanan yang berbeda anak belajar kata rata-rata lima kata per hari. sesuai permintaan Selain itu, mengembangkan menulis dan

34 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak membaca, atau literasi, juga merupakan area 5. Mengecat dan menggambar bentuk simbol penting antara usia 2 dan 5. pada kertas besar Membangun perkembangan bahasa lisan 6. Membangun struktur sederhana dengan melalui buku dan gambaran lingkungan, dapat balok menjadikan anak prasekolah mengembangkan 7. Menggunakan mainan transportasi, mainan strategi untuk menjadi pandai membaca dan anak-anak, dan mainan hewan untuk menulis. Ketika orang tua dan guru berbicara melengkapi permainan balok dengan anak-anak tentang hal-hal yang diminati 8. Membayangkan objek apa pun sebagai objek anak-anak, ajak mereka untuk mengungkap- yang dia inginkan (fungsi simbolik) kannya sebagai pengalaman dan informasi baru. (Wortham, Sue C., 2006: 89) Menurut Laura E.Berk dalam bukunya Social play and socializing Development Through The lifespan, 2006, p.286, 1. Terlibat dalam permainan mandiri perkembangan “Milestones”Language pada usia 2. Terlibat dalam permainan secara bersama- 3-4 yaitu: sama 1. Menguasai struktur tata bahasa yang 3. Bermain dengan teman sebaya semakin kompleks 4. Mengenali kebutuhan orang lain 2. Kadang-kadang melebihi aturan tata 5. Menunjukkan simpati pada orang lain bahasa, termasuk pengecualian dalam tata 6. Mengikuti kegiatan selama 10 sampai 15 bahasa menit 3. Dapat menyesuaikan ucapan sesuai 7. Menyanyikan lagu sederhana dengan umur, jenis kelamin dan status sosial antara pembicara dan pendengarnya. Sedangkan menurut pendapat Sue Wortham Perkembangan Sosial-Emosional Usia 3 – 4 (2006: 92), karakteristik dari perkembangan Tahun bahasa usia 3-4 tahun adalah: Pada usia 2 sampai 5 tahun, anak-anak secara Oral language: umum belajar menjadi bagian dari kelompok sosial. Tugas utama selama periode usia ini 1. Menghasilkan bahasa yang sebagian besar adalah bersosialisasi. Proses sosialisasi ini bisa dimengerti dipengaruhi oleh gaya pengasuhan, hubungan 2. Mengenali dan memberi label secara lisan antara saudara kandung dan teman sebaya, dan benda yang umum keluarga dengan kondisi lingkungan. Agar 3. Merespon dengan benar untuk instruksi sukses menjadi bagian dari kelompok sosial ini, sederhana yang melibatkan lokasi di kelas anak-anak harus belajar perilaku yang sesuai. 4. Menggunakan kalimat dengan empat atau Mereka harus belajar tentang perilaku apa yang lima kata orangtua mereka ingin mereka lakukan, 5. Mengajukan pertanyaan untuk bagaimana berinteraksi dengan saudara mendapatkan informasi pemecahan kandung, dan bagaimana dapat sukses bermain masalah dengan teman-temannya. Dramatic play: Salah satu pencapaian utama adalah penerimaan perilaku prososial pada saat anak 1. Meniru orang-orang dewasa (bermain bekerja sama, berbagi, dan membantu. Perilaku rumah, toko, dan sebagainya) lain yang diinginkan adalah pengembangan 2. Mengungkapkan frustrasi dalam bermain rasa hormat terhadap orang lain. Meskipun ada 3. Menciptakan teman bermain imajiner/ pengaruh yang berlawanan antara masyarakat khayalan dan televisi, orang dewasa di lingkungan anak- 4. Terlibat dalam pekerjaan rumah tangga anak usia dini dapat membantu mereka (membersihkan rumah) memperoleh perilaku sosial yang sesuai yang

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 35 Empat Aspek Perkembangan Anak menunjukkan rasa hormat dengan memberikan an dengan menggunakan tolok ukur indikator contoh yang benar dan memperkuat perhatian perkembangan per kelompok usia. terhadap orang lain (O’Brien, 1991 dalam Arti kata indikator dalam kamus besar Wortham, Sue C., 2006: 90). Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang Selama masa prasekolah, anak-anak memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan. terkena pengaruh sosial baik segi negatif Menurut WHO, indikator merupakan variabel maupun positif.Anak-anak belajar sikap agresif yang bisa membantu kita dalam kegiatan (memiliki sikap menyerang) dan sikap pengukuran berbagai macam perubahan yang prososial.Berbagai pengaruh dalam kehidupan terjadi baik secara langsung maupun tidak mereka membantu membentuk karakteristik langsung (WHOSIS, diunduh 2 Oktober 2017). sosialisasi yang mereka dapatkan. Perubahan pengaruh sosial mempengaruhi pola sosialisasi Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas yang pada akhirnya akan diadopsi anak. Karena Pengamatan anak dalam tahap yang erikson gambarkan sebagai initiative versus guilt (inisiatif versus rasa Validitas atau kesahihan berasal dari kata bersalah), sedang dalam proses menemukan validity yang berarti sejauh mana ketetapan dan orang macam apa dia nantinya. Anak mulai kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan mengembangkan hati nurani. Inisiatif dan fungsi ukurnya. Dengan kata lain, validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan antusiasme anak akan menghasilkan penghar- sejauh mana tes telah mengukur apa yang gaan dan hukuman dari orang tua. Apakah anak seharusnya diukur (Sudaryono, 2014) akan menyelesaikan tahap ini dengan inisiatif atau rasa bersalah dipengaruhi oleh bagaimana Suatu tes atau instrument pengukuran orang tua menanggapi usaha anak dalam dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila kemandirian dan mengendalikan diri (Clewett, alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau 1988, dalam Wortham, Sue C., 2006: 91). memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Dengan demikian tes yang valid untuk Indikator Penilaian tujuan tertentu adalah tes yang mampu Dasar pelaksanaan dan mekanisme penilaian mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes mengacupada Standar PAUD yakni Permen- yang valid untuk tujuan tertentu atau dikbud nomor 137/2014 pasal 18 dan pengembalian keputusan tertentu, mungkin Permendikbud nomor 146/2014. Dalam Standar tidak valid untuk tujuan atau pengambilan PAUD dinyatakan bahwa Standar Penilaian keputusan lain. Jadi validitas suatu tes harus merupakan kriteria tentang penilaian proses selalu dikaitkan dengan tujuan atau dan hasil pembelajaran anak dalam rangka pengambilan keputusan tertentu (Djaali, 2004, pemenuhan standar tingkat pencapaian dalam Sudaryono, 2014).Tes masuk misalnya perkembangan sesuai tingkat usianya. Sejalan harus selalu dikaitkan dengan seberapa jauh tes dengan itu Pedoman Penilaian lampiran masuk tersebut dapat mencerminkan prestasi Permendikbud nomor 146 tahun 2014 belajar para calon siswa baru setelah belajar menetapkan bahwa penilaian proses nanti. dan hasil kegiatan belajar PAUD adalah suatu Tujuan validitas item tes adalah untuk proses mengumpulkan dan mengkaji berbagai menentukan dapat tidaknya suatu soal tersebut informasi secara sistematis, terukur, membedakan kelompok dalam aspek yang berkelanjutan, serta menyeluruh tentang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada pertumbuhan dan perkembangan yang telah dalam kelompok itu. Validitas soal adalah dicapai oleh anak selama kurun waktu tertentu indeks diskriminasi dalam membedakan antara (Direktorat Pembinaan PAUD, 2015). peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan Penilaian hasil belajar anak mengukur peserta tes yang berkemampuan rendah. kompetensi dasar di setiap lingkup perkembang- (Surapranata, 2004 dalam Sudaryono, 2014).

36 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak

Dengan demikian validitas soal ini sama dengan yang relatif sama, selama aspek yang diukur daya pembeda soal yaitu daya dalam dalam diri subyek memang belum berubah. membedakan antara peserta tes yang Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang ukur berkaitan erat dengan masalah kesalahan berkemampuan rendah. pengukuran. Kesalahan pengukuran sendiri Dalam penelitian ini, untuk menganalisis menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil validitas tes pengamatan akan dilakukan pengukuran terjadi apabila dilakukan dengan mengukur korelasi antar variabel yang pengukuran ulang terhadap kelompok subyek menggunakan Uji Z. Angka yang menunjukkan yang sama. besarnya validitas soal disebut indeks validitas Besar kecilnya reliabilitas suatu tes soal yang besarnya berkisar antara -1 sampai ditentukan oleh besar kecilnya nilai korelasi hasil dengan +1. Salah satu tujuan analisis soal tes yang dinamakan indeks reliabilitas. Untuk adalah untuk mencari soal-soal yang dapat mengestimasi reliabilitas banyak formula yang mengukur kemampuan secara tepat (Sudaryono, dapat digunakan. Pada umumnya untuk 2014: 135). menentukan estimasi reliabilitas khususnya Dalam menghitung indeks korelasi untuk dalam bidang pengukuran prestasi belajar pengujian validitas menggunakan rumus: digunakan internal keajegan seperti formula Cronbach alpha (Gilford, 1954 dalam Sudaryono, 2014). p rpbi =Mp – Mt Dalam penelitian ini, metode yang SDt q digunakan untuk melihat reliabilitas data rpbi = Koefisien korelasi point biserial adalah dengan metode Cronbach alpha (á). yang melambangkan kekuatan Koefisien reliabilitas Cronbach alpha bernilai korelasi antara variable I dengan antara 0 dan 1.Semakin nilai á mendekati 1 maka variable II, yang dalam hal ini reliabilitas semakin tinggi (George and Mallery, dianggap sebagai koefisien 2003). Berikut adalah rumus yang digunakan validasi item. dalam mengukur reliabilitas:

Mp = Skor rata-rata hitung dimiliki oleh  n  testee, yang untuk butir item yang s 2 n   i  bersangkutan telah dijawab r  1 i1  dengan betul 11 2 n 1  st    Mt = Skor rata-rata dari skor total  

SDt = Deviasi standar dari skor total r11 : koefisien reliabilitas p = Proporsi testee yang menjawab n : banyaknya butir soal betul terhadap butir item yang S 2 : varians skor soal ke-i sedang diuji validitas itemnya i 2 St : varians skor total q = Proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir item yang Kategori dari reliabilitas akan mengacu sedang diuji validitas itemnya pada pengklasifikasian reliabilitas yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu:

Reliabilitas yang berasal dari kata reliability 0.80 < r11 1.00 reliabilitas sangat tinggi

berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran 0.60 < r11 0.80 reliabilitas tinggi

dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya 0.40 < r11 0.60 reliabilitas sedang

dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali 0.20 < r11 0.40 reliabilitas rendah

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok -1.00 r11 0.20 reliabilitas sangat rendah subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran (tidak reliabel)

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 37 Empat Aspek Perkembangan Anak

fisik-motorik, kognitif, bahasa dan sosial- Rancangan Pengukuran emosional. Dimana lingkup perkembangan fisik- dan Hasil Penelitian motorik terdiri dari 2 (dua) keterampilan yaitu motorik kasar dan motorik halus, yang masing- Metode penelitian ini adalah eksperimen yang masing terdiri dari criteria indikator yang akan menggunakan sampel data dari 27 orang siswa diujikan yaitu pada motorik kasar ada 2 (dua) (usia antara 2.8 – 3.8 tahun) pada kelas indikator dan motorik halus ada 3 (tiga) Kelompok Bermain Besar (KBB) sebagai calon indikator, dengan maksimum jumlah poin peserta didik untuk masuk ke jenjang TK A yang adalah 40 poin. Lingkup perkembangan kognitif dipilih secara random dengan metode purpose terdiri dari 4 (empat) kriteria indikator, dengan sampling di 4 (empat) sekolah TKK PENABUR maksimal jumlah poin adalah 20 poin.Lingkup Jakarta yaitu TKK 2, TKK 3, TKK 10 dan TKK TM perkembangan bahasa terdiri dari 4 (empat) Cinere, sebagai yang mewakili dari dua sekolah kriteria indikator, dengan maksimal jumlah poin TK dengan program Bilingual dan dua TK adalah 20 poin. Dan lingkup perkembangan dengan program Nasional. sosial-emosional terdiri dari 2 (dua) kriteria Adapun lingkup perkembangan yang indikator, dengan maksimal jumlah poin adalah dipakai dalam pengamatan calon siswa jenjang 20 poin. Sehingga total poinnya adalah 100 poin TK A ini terdiri dari 4 (empat) lingkup untuk keempat lingkup perkembangan tersebut perkembangan yaitu lingkup perkembangan lihat Tabel 1.

Tabel 1 Lembar Pengamatan Calon Peserta Didik Jenjang TK A

Penilaian No Hal-Hal yang Diamati 0 4 8

A Lingkup Perkembangan Fisik-Motorik

1 Lingkup Perkembangan Motorik Kasar

a Melompat di tempat menggunakan kedua kaki

b Naik dan turun anak tangga dengan berpegangan

2 Lingkup Perkembangan Motorik Halus

Membuka atau menutup botol (berdiameter besar (± 5 - 6 cm)) a dengan cara memutar tutup botol atau bermain Nuts and Bolts (Mur dan Baut)

Mengambil dan memasukkan benda (contohnya bijian-bijian) ke b dalam wadah berukuran besar (berdiameter ± 12 cm)

c Menggunakan crayon untuk membuat goresan/coretan bebas

Sub Total Poin (Maksimal Jumlah Poin: 40)

38 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak

Penilaian No Hal-Hal yang Diamati 0 2,5 5

B Lingkup Perkembangan Kognitif

1 Menunjuk pada/menyebutkan minimal 3 (tiga) warna

Menunjuk pada atau menyebutkan angka 1, 2 dan 3 sesuai dengan 2 simbol angka yang ditunjuk oleh guru pengamat

Mengelompokkan benda berdasarkan bentuk/warna (1 (satu) jenis 3 benda dengan 2 (dua) warna)

Membandingkan benda berdasarkan ukuran ("besar" dan "kecil") 4 (dapat dilakukan dengan cara menunjuk)

Sub Total Poin (Maksimal Jumlah Poin: 20)

Penilaian No Hal-Hal yang Diamati 0 2,5 5

C Lingkup Perkembangan Bahasa

1 Menjawab pertanyaan guru pengamat (dengan "Ya"/"Tidak")

2 Menyebutkan 2 (dua) gambar yang tertera pada flash card

3 Melakukan 1 (satu) perintah yang diberikan oleh guru pengamat

Membuat goresan/coretan (berbentuk seperti rumput) (dicontohkan 4 terlebih dahulu oleh guru pengamat)

Sub Total Poin (Maksimal Jumlah Poin: 20

Penilaian No Hal-Hal yang Diamati 0 5 10

D Lingkup Perkembangan Sosial-Emosional

1 Tidak didampingi oleh orang tua/pengasuh

2 Menunjukkan emosi yang wajar

Sub Total Poin (Maksimal Jumlah Poin: 20)

Total Nilai ABCD (Maksimal Total: 100)

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 39 Empat Aspek Perkembangan Anak

Tabel 2 Kriteria Pengamatan Calon Peserta Didik Jenjang TK A

No Hal-Hal yang Diamati Kriteria Pengamatan dan Jumlah Poin

A Lingkup Perkembangan Fisik-Motorik

1 Lingkup Perkembangan Motorik Kasar

a Melompat ke depan 0 Tidak dapat melompat ke depan dan ke dan ke belakang belakang menggunakan kedua kaki menggunakan dua kaki 4 Melompat ke depan atau ke belakang menggunakan kedua kaki namun tidak mendarat pada kedua kaki (secara stabil)

8 Melompat ke depan dan ke belakang menggunakan kedua kaki dan mendarat pada kedua kaki (secara stabil)

b Naik dan turun anak 0 Tidak dapat naik dan turun anak tangga dengan tangga dengan atau atau tanpa berpegangan tanpa berpegangan (menggunakan kedua 4 Naik dan/atau turun anak tangga dengan atau kaki secara bergantian) tanpa berpegangan menggunakan kedua kaki (salah satu kaki berpijak pada anak tangga, lalu kaki lainnya juga berpijak pada anak tangga tersebut sehingga pada akhirnya kedua kaki berpijak pada anak tangga yang sama)

8 Naik dan turun anak tangga dengan atau tanpa berpegangan menggunakan kedua kaki secara bergantian

2 Lingkup Perkembangan Motorik Halus

a Membuka dan 0 Tidak dapat membuka dan menutup botol me`nutup botol walaupun telah mendapatkan bantuan dari (berdiameter sedang (± guru pengamat 4 cm)) dengan cara memutar tutup botol 4 Dapat membuka dan menutup botol dengan atau bermain Nuts and bantuan dari guru pengamat atau dapat Bolts(Mur dan Baut) membuka atau menutup botol tanpa bantuan dari guru pengamat

8 Dapat membuka dan menutup botol tanpa bantuan dari guru pengamat

b Mengambil dan 0 Koordinasi jari tangan kurang baik dalam memasukkan benda mengambil dan memasukkan benda ke dalam (contohnya biji-bijian) wadah ke dalam wadah berukuran sedang 4 Koordinasi jari tangan cukup baik untuk meng- (berdiameter sedang (± ambil atau memasukkan benda ke dalam wadah 10 cm)) 8 Koordinasi jari tangan cukup baik untuk meng- ambil dan memasukkan benda ke dalam wadah

40 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak

No Hal-Hal yang Diamati Kriteria Pengamatan dan Jumlah Poin

Catatan: Calon peserta didik dapat menggunakan four/five-finger grip atau pincer grip.

c Menggunakan 0 Tidak dapat meniru garis vertikal, garis crayon/pensil untuk horisontal dan lingkaran meniru garis vertikal, garis horisontal dan 4 Dapat meniru garis vertikal dan garis horisontal lingkaran atau garis vertikal dan lingkaran atau garis horisontal dan lingkaran (hasilnya berupa garis yang terlihat jelas)

8 Dapat meniru garis vertikal, garis horisontal dan lingkaran (hasilnya berupa garis yang terlihat jelas)

Catatan: Pensil yang digunakan adalah triangular pencil.

B Lingkup Perkembangan Kognitif

1 Menunjuk 0 Tidak dapat menunjuk pada/menyebutkan pada/menyebutkan warna apa pun minimal 5 (lima) warna 2,5 Menunjuk pada/menyebutkan 1 - 4 warna

5 Menunjuk pada/menyebutkan 5 warna atau lebih

2 Menunjuk pada atau 0 Tidak dapat menunjuk pada simbol angka dan menyebutkan angka 1 - 5 menyebutkan angka apapun (di antara angka 1 - 5) sesuai dengan simbol angka yang ditunjuk oleh guru 2,5 Dapat menunjuk pada atau menyebutkan 1 - 3 ( pengamat angka (di antara angka 1 - 5) 5 Dapat menunjuk pada atau menyebutkan 4 - 5 angka (di antara angka 1 - 5)

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 41 Empat Aspek Perkembangan Anak

No Hal-Hal yang Diamati Kriteria Pengamatan dan Jumlah Poin

B Lingkup Perkembangan Kognitif

3 Mengelompokkan benda 0 Dapat mengelompokkan bendan amun terdapat berdasarkan bentuk/warna 2 atau lebih dari 2 kesalahan dalam (1 (satu) jenis benda; 3 (tiga) pengelompokan warna) 2,5 Dapat mengelompokkan benda namun terdapat 1 kesalahan dalam pengelompokan

5 Dapat mengelompokkan benda secara tepat

4 Membandingkan benda 0 Tidak dapat membandingkan benda berdasarkan ukuran ("besar" berdasarkan ukuran ("besar" dan "kecil"; dan "kecil"; "panjang" dan "panjang" dan "pendek") walaupun telah "pendek") (dapat dilakukan mendapatkan bantuan dari guru pengamat dengan cara menunjuk sesuai instruksi guru 2,5 Dapat membandingkan benda berdasarkan pengamat) ukuran ("besar" dan "kecil"; "panjang" dan "pendek") dengan bantuan dari guru pengamat

5 Dapat membandingkan benda berdasarkan ukuran ("besar" dan "kecil"; "panjang" dan "pendek") tanpa bantuan dari guru pengamat

C Lingkup Perkembangan Bahasa

1 Menjawab pertanyaan guru 0 Tidak dapat menjawab pertanyaan guru pengamat (dengan kata- pengamat walaupun telah mendapatkan kata/kalimat sederhana) bantuan dari guru pengamat

2,5 Dapat menjawab pertanyaan dengan bantuan dari guru pengamat

5 Dapat menjawab pertanyaan tanpa bantuan dari guru pengamat

2 Menyebutkan 3 (tiga) 0 Dapat menyebutkan 1 (satu) gambar atau tidak gambar yang tertera pada dapatmenyebutkan gambar apa pun yang flash card tertera pada flash card

2,5 Dapat menyebutkan 2 (dua) gambar yang tertera pada flash card

5 Dapat menyebutkan 3 (tiga) gambar yang tertera pada flash card

Catatan: Gambar pada flash card berupa gambar buah / hewan / benda / alat transportasi.

42 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak

No Hal-Hal yang Diamati Kriteria Pengamatan dan Jumlah Poin

D Lingkup Perkembangan Sosial-Emosional

1 Tidak didampingi oleh 0 Orang tua/pengasuh berada tepat di samping orang tua/pengasuh calon peserta didik selama pengamatan berlangsung

2,5 Orang tua/pengasuh berada sejauh kurang dari/sama dengan 1 (satu) meter dari calon peserta didik selama pengamatan berlangsung

5 Orang tua/pengasuh berada sejauh lebih dari 1 (satu) meter dari calon peserta didik selama pengamatan berlangsung

0 Menangis selama pengamatan berlangsung; akan tetapi dapat ditenangkan Menunjukkan emosi yang 2,5 Tidak menangis namun menunjukkan sikap 2 wajar non-kooperatif selama pengamatan berlangsung

5 Tidak menangis selama pengamatan berlangsung dan menunjukkan sikap kooperatif

perkembangan dan pengujian ini secara total Hasil Penelitian kekonsistenannya adalah berkorelasi baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur ini Untuk menguji keempat Lingkup Perkembangan valid karena mempunyai nilai korelasi lebih dari tersebut maka alat ukur diberikan kepada siswa 0,3 yaitu 1 (Tabel 4). yang baru saja masuk sekolah di jenjang Langkah berikutnya adalah menentukan Kelompok Bermain Besar (KBB) sebagai calon nilai reliabilitas alat ukur ini. Maka nilai peserta didik pada jenjang Kelompok A (TK A). Cronbach Alpha untuk indikator yang terdiri dari Adapun hasil Pengujian terhadap 27 anak Fisik Motorik 5 indikator, Kognitif 4 indikator, Jenjang KBB setelah di olah ada 25 anak yang Bahasa 4 indikator dan sosial-emosional 2 mendapatkan nilai lebih dari 50 poin dari total indikator dengan 27 anak responden hasilnya 100 poin. dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 3 terlihat bahwa ada Dari hasil analisis diperoleh semakin tinggi kekonsistenan hubungan antara ke-4 lingkup nilai reliabilitas menunjukkan kesalahan varian

Tabel 3 Hasil Perhitungan Uji Z Korelasi Antar 4 Lingkup Perkembangan Anak

Correl 0.87 0.67 0.72 0.64 0.78 0.74 0.65 0.77 0.62 0.77 0.85 0.76 0.66 0.92 Cor tabel 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 0.374 Valid 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Variance 7.16 5.93 6.56 4.10 5.33 2.10 2.56 2.48 3.01 1.92 3.12 1.99 2.15 6.41 Reliabilitas FM 0.84 Reliabilitas K 0.64 Rata 67.65 Reliabilitas B 0.76 Stdev 18.20 Reliabilitas SE 0.55 Total variance 78.5 19.4 21.2 21.8 331.36 Reliabiltas semua 0.95

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 43 Empat Aspek Perkembangan Anak

Tabel 4 mengamati 4 aspek perkembangan Tabel Korelasi 4 Lingkup Perkembangan Anak anak yaitu perkembangan fisik Corrected motorik, kognitif , bahasa dan sosial Lingkup No Item Total Keterangan emosional yang terlihat dalam Tabel 4, Perkembangan Correlation yaitu dari 27 anak sebagai responden, ada 24 anak mendapat poin lebih dari Fisik Motorik 1 1 valid 20, sedangkan 3 anak mendapat poin (Halus & Kasar) dibawah 20 dari total 40 poin untuk 2 Kognitif 1 valid perkembangan fisik motorik, hal ini menandakan bahwa ke 5 kriteria 3 Bahasa 1 valid indikator (2 kasar, 3 halus) dapat dilakukan dengan baik oleh 89% anak 4 Sosial-Emosional 1 valid (lebih dari 50% anak), hanya 11% yang belum dapat melakukan dengan baik. Dalam hal ini, untuk kelima indikator Tabel 5 perkembangan fisik motorik antara lain Nilai Reliabilitas Cronbach Alpha Untuk Fisik melompat ke depan dan ke belakang Motorik, Kognitif, Bahasa dan SE menggunakan kedua kaki, naik dan Nilai turun anak tangga, membuka dan Lingkup No Cronbach's Keterangan menutup botol, mengambil dan Perkembangan Alpha memasukkan benda ke dalam wadah dan menggunakan crayon/pensil 1 Fisik Motorik 0.84 Sangat tinggi untuk meniru garis dikatakan dapat 2 Kognitif 0.64 Tinggi direkomendasikan dipakai untuk tes awal penerimaan siswa karena lebih 3 Bahasa 0.76 Tinggi dari 50% anak dapat melakukan tes pengamatan tersebut. 4 Sosial-Emosional 0.55 Sedang Hal ini didukung pula oleh hasil Total 0.95 Sangat tinggi pengamatan pada Tabel 4 untuk validitas pengembangan Fisik Motorik dinyatakan valid atau akurat karena semakin kecil (Sukardi, 2010) .Dalam hal ini mempunyai nilai korelasi yang baik yaitu 1, berarti untuk komponen yang mempunyai nilai yang berarti hubungan antar variabelnya adalah reliabilitas yang semakin tinggi menunjukkan signifikan. Dan dari segi reliabilitasnya dapat variabel indikator semakin konsisten dan dapat dipercaya, terbukti dari hasil perhitungan pada dipercaya. Dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa Tabel 5, perkembangan fisik motorik mendapat nilai reliabilitas dari Cronbach’s Alpha yang nilai 0.84, sangat tinggi. Dikatakan dalam sangat tinggi dijumpai pada Lingkup Sudaryono (2014), bahwa dalam mencari perkembanganFisik Motorik sebesar 0.84. korelasi antara hasil belajar yang sedang diuji Sedangkan untuk sosial-emosional mendapat validitasnya dengan kriteria yang ada, jika nilai 0.55 yang berarti sedang. Total keseluruhan kedua variabel tersebut terdapat korelasi positif antara ke-4 lingkup perkembangan mempunyai yang signifikan, maka hasil belajar tersebut nilai reliabilitas 0,95 yang berarti sangat tinggi. dinyatakan telah memiliki apa yang diramalkan, betul-betul telah terjadi secara nyata dalam praktik. Pembahasan Untuk perkembangan kognitif dari 27 anak, ada 25 anak mendapat poin lebih dari atau Dari hasil penelitian yang didapat untuk menja- sama dengan 10, sedangkan 2 anak wab tujuan penelitian ini yaitu menganalisis mendapatkan poin dibawah 10 dari total poin indikator pengamatan yang dipakai untuk 20. Hal ini menandakan bahwa ke 4 indikator

44 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Empat Aspek Perkembangan Anak dapat dilakukan dengan baik oleh 93% anak, ke 27 anak (100%) yang diuji dapat melakukan hanya 7% anak yang belum dapat melakukan dua indikator dengan baik yaitu anak sudah dengan baik. Untuk keempat indikator tidak didampingi oleh orangtua dan mempunyai perkembangan kognitif yang digunakan antara emosi yang wajar. Hal ini terlihat juga pada tabel lain menunjuk atau menyebutkan 5 warna, 4 untuk validitas yang bernilai 1, yang berarti menunjuk atau menyebutkan angka 1-5, bahwa korelasi hubungan antar variabelnya mengelompokkan benda berdasarkan bentuk signifikan, sedangkan untuk nilai reliabilitas atau warna dan membandingkan benda cukup dapat dipercaya dengan nilai 0.55 yang berdasarkan ukuran dapat direkomendasikan berarti sedang. Dengan demikian dapat untuk tes awal penerimaan siswa dimana lebih dikatakan bahwa kriteria indikator hasil belajar dari 50% anak dapat melakukannya. ini dapat direkomendasikan untuk dipakai Pada Tabel 4 untuk pengembangan Kognitif sebagai alat ukur untuk tes awal masuk menyatakan valid dengan nilai korelasi 1, hal penerimaan siswa. ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel Adapun keseluruhan perhitungan nilai yang digunakan untuk kriteria indikatornya reliabilitas yang didapatkan adalah sangat adalah signifikan. Dibuktikan pada Tabel 5, tinggi yaitu 0.95 yang berarti bahwa uji hasil bahwa nilai reliabilitasnya tinggi yaitu 0.64. Hal belajar pada 4 aspek perkembangan dengan 15 ini berarti hasil alat ukur yang digunakan dapat kriteria indikator yang dicobakan adalah sangat dipercaya. dipercaya dan konsisten. Sedangkan untuk perkembangan bahasa yang terlihat pada Tabel 4, ada 21 anak dari 27 Simpulan anak yang mendapatkan nilai lebih atau sama dengan 10. Sedangkan 6 anak lainnya mendapatkan poin di bawah 10. Hal ini berarti Kesimpulan dari 4 indikator yang dipakai, dapat dilakukan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dengan baik oleh 78% anak, sedangkan 22% maka dapat disimpulkan yaitu, pertama, kelima anak belum dapat melakukannya dengan baik. indikator perkembangan fisik motorik kasar Dari keempat kriteria indikator yang dipakai dan halus antara lain melompat ke depan dan terdapat lebih dari 50% anak yang dapat ke belakang menggunakan kedua kaki, naik dan melakukannya, hal ini menandakan bahwa turun anak tangga, membuka dan menutup botol, kriteria indikator ini antara lain menjawab mengambil dan memasukkan benda ke dalam pertanyaan, menyebutkan tiga gambar, wadah dan menggunakan crayon/pensil untuk melakukan dua perintah terkait dan meniru meniru garis dapat direkomendasikan dipakai huruf besar yang dicontohkan dapat direkomen- untuk tes awal penerimaan siswa karena lebih dasikan untuk digunakan dalam tes awal dari 89% anak dapat melakukannya. Kedua, penerimaan siswa baru. keempat indikator perkembangan kognitif yang Hasil ini didukung pula pada hasil digunakan antara lain menunjuk atau perhitungan validitas di Tabel 4 untuk perkem- menyebutkan 5 warna, menunjuk atau bangan bahasa, dimana memperoleh nilai menyebutkan angka 1-5, mengelompokkan korelasinya 1, yang menandakan bahwa benda berdasarkan bentuk atau warna dan hubungan antar variabel yang digunakan membandingkan benda berdasarkan ukuran adalah signifikan. Begitupula pada Tabel 5, dapat direkomendasikan untuk tes awal diperoleh hasil perhitungan reliabilitas yang penerimaan siswa dimana lebih dari 93% anak tinggi yaitu 0.76. Hal ini berarti alat ukur yang dapat melakukakan tes pengamatan ini. Ketiga, digunakan dapat dipercaya. keempat indikator perkembangan bahasa yang Untuk perkembangan sosial-emosional digunakan antara lain menjawab pertanyaan, pada Tabel 4, terlihat bahwa semua anak menyebutkan tiga gambar, melakukan dua mendapatkan poin lebih atau sama dengan 10 perintah terkait dan meniru huruf besar yang dari total 20 poin yang ada. Hal ini berarti bahwa dicontohkan terdapat lebih dari 78% anak yang

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 45 Empat Aspek Perkembangan Anak dapat melakukannya, hal ini menandakan George, Mallery. (2003). Polyglot Jurnal Ilmiah bahwa kriteria indikator ini dapat direkomen- – Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas dasikan untuk digunakan dalam tes awal Pelita Harapan, Vol.5 No.1 January 2011 penerimaan siswa baru. Keempat, dan dari kedua High, Pamela C. (2008). School readiness: indikator perkembangan sosial emosional yang Pediatricsofficial journal of the American digunakan antara lain anak sudah tidak Academy of Pediatrics.The American didampingi oleh orangtua dan mempunyai Academy of Pediatrics, 141 Northwest Point emosi yang wajar dapat dilakukan dengan baik Boulevard, Elk Grove Village, Illinois, 60007 oleh semua anak (100%) yang diuji sehingga Hoffman, Paris & Hall (1994). Developmental kriteria indikator hasil belajar ini dapat psychology today, 6th Edition. USA: direkomendasikan untuk dipakai sebagai alat McGraw-Hill Inc ukur untuk tes awal masuk penerimaan siswa. http://www.who.int/whosis/indicators/en/ WHO Statistical Information System Saran (WHOSIS), diunduh pada 2 Oktober 2017 Dalam memenuhi kebutuhan akan seleksi Kementrian Pendidikan Kebudayaan. Direktorat penerimaan siswa awal untuk siswa jenjang TK Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini harus memperhatikan empat aspek (2015). Penilaian pembelajaran pendidikan perkembangan anak yaitu fisik motorik, kognitif, anak usia dini. Jakarta Pusat bahasa dan sosial-emosional yang dilakukan Meggit, Carolyn, Sunderland, Gerald (2007). dengan menggunakan kriteria indikator yang Child development an illustrated guide. akurat dan terpercaya sebagai catatan awal anak Oxford: Heinemann Education Publishers sehingga guru dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan anak yang akan ditingkatkan Preschool Directory, Parent Guide (2009). Masuk pada pembelajaran di kelas. dihari pertama sekolah. Jakarta: Milenia Book Publishing Untuk indikator perkembangan sosial emosional dapat ditambah (lebih dari dua) agar Santrock, John W. (2011), Educational th tingkat kekonsistenan pada pengukuran Psychology, 5 Edition. New York: reliabilitas meningkat, yang berarti semakin Mc.Graw Hill. tinggi nilai reliabilitasnya, semakin konsisten Sudaryono. (2014). Pengantar evaluasi pendidikan. butir kriteria indikator yang digunakan. Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia Sukardi (2009).Evaluasi pendidikan prinsip & Daftar Pustaka operasionalnya. Jakarta Timur: Bumi Aksara Rawamangun Yayasan Surya Kanti. Pusat Pengembangan Berk, Laura E. (2006). Development through the Potensi Anak (PUSPPA), Edisi II (2002). lifespan. Boston: Pearson Education Inc Deteksi dini tumbuh kembang balita. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005). Bandung Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi & Wortham, Sue C. (2006). Early childhood intervensi dini tumbuh kembang anak di curriculum. New Jersey: Pearson tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta Education,Inc. Upper Saddle River

46 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Investigation of English Foreign Language Penelitian

Investigation of English Foreign Language Learners’ Writing Strategies

Randy Listiyanto; Endang Fauziati; Slamet Supriyadi E-mail: [email protected] Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta

Abstract his case study is aimed at (1) describing the types of English Foreign Language (EFL) writing strategies employed by the subjects; and (2) finding out the differences between the T writing strategies used by students with good and poor writing mastery. This research was conducted at Muhammadiyah University of Surakarta, especially in the graduate program of English language studies. The subjects of this research were six students who had enrolled in the program. The students were categorized into those with good writing mastery and those with poor writing mastery by doing a writing test. The instruments used for this research were writing test, writing scoring rubric, writing scoring conversion, questionnaire, and interview. Afterwards, the data were analyzed by using flow model. There were some arising research findings that could be sketched: (1) All eighteen writing strategies investigated in this research were employed by the subjects; and (2) The students with good writing mastery employed writing strategies more frequently than those with poor writing mastery. In conclusion, employing writing strategies in a high frequency is strongly essential, as it will help to achieve a good writing outcome.

Key words: EFL writing strategy, good writing mastery, poor writing mastery

Investigasi Terhadap Strategi Menulis Pembelajar Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing Abstrak Studi kasus ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan tipe-tipe strategi pembelajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing yang dimiliki responden; dan (2) menemukan perbedaan antara strategi menulis yang digunakan oleh mahasiswa-mahasiswa dengan penguasaan menulis yang baik dan yang buruk. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta, khususnya dalam program Pascasarjana dari program studi bahasa Inggris. Responden penelitian ini adalah enam mahasiswa aktif kuliah. Mahasiswa-mahasiswa tersebut dikategorikan menjadi mahasiswa dengan penguasaan menulis yang baik dan mahasiswa dengan penguasaan menulis yang buruk melalui pelaksanaan sebuah tes menulis. Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari tes menulis, rubrik penilaian menulis, konversi penilaian menulis, kuesioner, dan wawancara. kemudian, data-data dianalisa dengan menggunakan “flow model”. Ada beberapa temuan hasil penelitian yang dapat diuraikan: (1) Kedelapan belas strategi menulis yang diinvestigasi di penelitian ini digunakan oleh responden; dan (2) Mahasiswa dengan penguasaan menulis yang baik lebih sering menggunakan strategi menulis dibandingkan dengan mahasiswa dengan kemampuan menulis yang buruk. Kesimpulannya, sangat penting untuk menggunakan strategi menulis dengan frekuensi yang tinggi karena hal itu akan membantu untuk memperoleh hasil menulis yang baik.

Kata-kata kunci : strategi menulis bahasa Inggris sebagai bahasa asing, penguasaan menulis yang baik, penguasaan menulis yang buruk

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 47 Investigation of English Foreign Language

true here. Another factor may affects the writing Introduction achievement. A number of researchers proved that employing effective writing strategy Taking writing strategy usage into account in a contributes to achieve good quality of writing writing process is an essential feat to do for a outcome. It is clear that it may influence the writer. It is undeniable that writing strategy writing outcome quality of the subjects. As the employment influences writing outcome quality. found phenomenon disagree with the global Angelova (1999) in Maftoon & Seyyedrezaei assumption and that the writing strategy (2012) stated that writing strategy is one of the employment is believed to be the main cause of it factors which influence someone to have a good , the researchers found it was interesting to writing outcome. It primarily separates conduct a research on. successful from less successful writers (Beare, A research on writing strategy is not a new 2000 and Victori, 1995 in Maftoon & topic as a number of researchers already had Seyyedrezaei, 2012). In line with it, Asmari (2013) conducted researches on students’ writing stated that one of the key factors which affect strategy. Alkubaidi (2014), a Saudi Arabian, writing is the writing strategies. In accordance conducted a research on writing strategy with that, in order to achieve a good writing employed by seventy four female Saudi outcome, a writer needs to strongly consider an undergraduate students. She shed light on the effective way to employ a writing strategy. most frequently used of writing strategy and the Having an excellent writing skill is essential relationship between learners’ learning style yet difficult to achieve – even for a graduate preference and writing strategy usage. She found student majoring in English Department. This out that Saudi learners used more “before writing research pointed out English Foreign Language strategies” than “during writing strategies” and learners who have learnt and practiced English “reviewing writing strategies”. Moreover, she for years (at least four years in their found out that there was no correlation between undergraduate program) as research subjects. the participants’ learning style preference and They are students of graduate program of English writing strategies. Mu & Carrington (2007) language studies in Muhammadiyah University elucidated the types of writing strategy employed of Surakarta. All of them graduated from English by three Chinese post-graduate students in an Department in their undergraduate studies. To Australian higher education institution. They obtain the students’ writing score data, the disclosed that the three participants employed researchers conducted a writing test and rhetorical, metacognitive, cognitive, and social/ assessed them by using a writing scoring rubric. affective strategies in their writing practice. Later, to grade the students writing products the Maarof & Murat (2013) investigated writing researchers utilized scoring conversion used in strategy employed by fifty students from four the university. After having such process, the upper secondary school students in Malaysia. researchers have found that four out of eight They indicated the strategies used in essay graduate students had poor writing mastery. writing among 50 high-intermediate and low Three students were found to produce good proficiency ESL upper secondary school students writing products and one student produced and the significant differences in strategy used intermediate writing product quality. Even after between the two groups. They uncovered that having years of learning and practicing English, the while-writing strategies were most frequently the students still got difficulties to produce a good used whereas the revising strategies were least writing product. used. Furthermore, the high-intermediate and Albeit having learnt and practiced English low proficiency ESL upper secondary school for years, four graduate students were still students employed different type of writing producing poor writing quality. Thus, a global strategies. Chen (2011), a Chinese, conducted a assumption, that says through years of learning research on writing strategy employed by 132 and practicing English writing will lead a college students (non-English majors) at Dezhou student to have a good writing outcome, is not University. He studied the most frequently used

48 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Investigation of English Foreign Language writing strategy and the relations between the theoretical discernment to the writing strategy writing strategy and writing achievement. He studies. revealed that the compensation strategies were used with the highest frequencies. Furthermore, he found out that pre-writing strategies and Methodology revising strategies positively correlated with students’ writing achievements which indicated This research is a case study which belongs to a that the more often the students used the qualitative research. It was conducted at the strategies, the higher the scores they would get graduate program of language studies of in the writing test. Muhammadiyah University of Surakarta from The previous reviewed studies have been April to September 2017. The researchers devoted to describe secondary (Maarof & Murat, obtained the data from the participants and 2013), undergraduate (Alkubaidi, 2014 & Chen, documents. The participants of this research were 2011), and post-graduate (Mu & Carrington, 2007) the six students who enrolled in the program. students’ writing strategy. None of those studies The documents used in this research were the pointed out EFL graduate students as research results of students writing test (the test had been subjects. In regard to students’ nationality conducted by the researchers). background, the three reviewed studies A sequence of actions has been carried out investigated Saudi (Alkubaidi, 2014), Chinese to identify participants’ writing ability. The (Mu & Carrington, 2007 and Chen, 2011), and researchers held a writing test on April 2017 at Malaysian (Maarof & Murat, 2013) students as Muhammadiyah University of Surakarta to subjects of their research. That is to say, obtain the primary data of the students’ writing Indonesian students have not been investigated score so that the students can be classified into yet. In regard to the research’s location, the those with good and those with poor writing reviewed studies held their research in Saudi mastery. The researchers adapted a writing (Alkubaidi, 2014), Australia (Mu & Carrington, prompt conducted by educational testing service 2007), Malaysia (Maarof & Murat, 2013), and (ESP) (2008, p. 13). Indicators used to assess the China (Chen, 2011). It is noted that none of them writing quality were content, organization, held writing strategy research in Indonesia. mechanics, vocabulary, and grammar (Blanchard Furthermore, none of them focused on the and Root, 2004; Brown, 2001; NSW Department differences between strategies used by good and of Education and Training, 2007; Waller, 2011; poor writing mastery students. Peha, 2002; Whitaker, 2009). To score the subjects’ Based on the previous elaboration, the writing, the researchers utilized a writing rubric researchers conducted a research (1) to describe provided by Brown and Bailey (1984, p. 39-41) the EFL writing strategies employed by in Brown (2003, p. 244-246). Indonesian Graduate Students and (2) to reveal The theory used to classify the writing the differences between the strategies used by the strategy was the theory developed by Petric & students with good and poor writing mastery. Czarl (2003). To collect the data of writing Thus, the researchers desiderated to conduct a strategies used by the participants, the research entitled EFL Writing Strategy Used by researchers utilized questionnaire and interview. Indonesian Graduate Students. The questionnaire and the interview were used This research may give students and to find out the types of writing strategies used by lecturers or teachers a better way in teaching the participants. The researchers modified the and/ or learning writing. The insight derived questionaire developed by Petric & Czarl (2003) from this research can contribute to the as one of the instruments. development of a new teaching writing method The obtained data were analyzed using which can be implemented in classroom. writing scoring rubric (Brown & Bailey, 1984 in Students can use it to guide them improve their Brown, 2003), writing scoring conversion, and self-learning writing. In general, it can give a flow model (developed by Miles & Huberman,

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 49 Investigation of English Foreign Language

1994). In assessing the students’ writing, the before writing, during writing, and after researchers utilized mark-remark reliability to writing stages. Afterwards, each of the stage maintain the consistency of the scoring. Then, consists of several specific strategies that are the results of scoring were consulted to the found. Below are strategies that were writing scoring conversion developed by UMS. identified employed by the respondents. In employing flow model, there were three stages carried out by the researchers. Those were data Three strategies employed by Sstudents reduction, data display, and conclusion before writing drawing/verification. As data collection proceeded, the researchers reduced the data by Before starting the writing, subjects writing summaries, coding, and teasing out employed time planning, experts’ model themes. Later on, in data display, every data that reference, and outlining strategies. The had been “reduced” were presented by subjects made a time calculation in their displaying through extending words. The third mind instead of writing it on the paper. They stage of the analysis activity was conclusion planed the time when their writing should be finished, as student A said, “I rarely drawing. calculate the time to write. It is not written, I Time of Collecting Data plan the time when Data Reduction should the work be Anticipatory done in my mind. I only write the idea in my Display Data Analysis mind” [A/INT1/001]. Conclusion/Verification In employing experts’ model reference, they Figure 1 read both references which were in the form Illustration of Flow Model by Miles &Huberman (1994) of soft file and printed file. They sought some information related to their text that they Findings and discussions were going to write such as the idea and certain point of view toward the topic that was used to write as student E said, “I seek This section elaborates three research findings it (reference) in internet, in my experience, if and the discussion of the findings. Those two I could not find the .pdf, I asked my lecturer elaboration (findings and discussion) are floored to get the printed version. I read the abstract, below. the similar title, the object, and the discussion” [E/INT2/002]. In employing Findings outlining strategy, they utilized either their The researchers elaborated the findings in the native or the target language. In this case, setting of the research regarding to the writing the subjects employed Bahasa Indonesia as strategies employed by the subjects. This section their native language and English as the counters two main parts which are: 1 types of target language; such as student C who said, writing strategy employed by the subjects and; 2 “I often write the outline of my writing in the differences of writing strategies utilization English before I start writing. Sometimes, I between those of having good and those of write it in Bahasa Indonesia”.[C/QTR1/ having poor writing mastery. 003-004]. 1 Types of Writing Strategy Ten strategies employed during writing In this research, the writing strategies were During writing, there were some strategies employed into three main stages. Those are employed by respondents., Those were

50 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Investigation of English Foreign Language introduction first, sentence verification, text. Yet, the subjects assumed that their paragraph verification, outline revision, grammar and vocabulary mastery were not language transfer, positive grammar and good enough to rely on. It is as noted by vocabulary, sentence simplification, student F who stated “I sometimes do not synonymy utilization, dictionary utilization, check the grammar and the vocabulary and peer cooperation strategies. during the writing process. If there are some In employing introduction first strategy, mistakes (in grammar and vocabulary) I will subjects elaborated the background and the correct it later” [F/INT1/012]. In employing purpose of writing that were going to be sentence verification strategy, subjects used, as student A said, “I often (start writing simplified the sentences that were used in from the introduction). I write the issue, the their writing. They simplified the sentences reason why I choose the issue. And it to make it more compact as noted by student converges into the problem statement” [A/ D who stated “when I elaborate the main INT2/005]. Later, in employing sentence idea I go namby-pamby, if I write it too much, verification strategy, they checked the it will not be coherent. So straight to the vocabulary, sentences coherency , and point” [D/INT2/009]. Further, in employing grammar, as it is noted by student A who synonym strategy, subjects chose more said, “I rarely (re-check it for each sentence I familiar words to replace some less familiar write). It is to check the structure, the terms. They wanted to make the content of grammar” [A/INT2/006]. In employing their writing product easier to be paragraph verification strategy, they comprehended by most readers. It is as elaborated the ideas which were going to be stated by student A, “I tend to choose a written in the next paragraph as told by a familiar word. It is to make my writing easier student: “When I am done with a paragraph, to understand by the readers” [A/INT1/ I will check it, whether it fits or not, and 016]. In employing dictionary strategy, they then thinking what I will write for the next utilized two types of dictionary. Those were paragraph. I check the vocabulary, grammar, monolingual and bilingual dictionaries. It and more importantly the content” [F/ is as student A said, “I often use both INT2/006]. In the process of employing monolingual and bilingual dictionaries” outline revision strategy, subjects checked if [A/QTR1/016-017]. In employing peer the ideas were precisely put into their cooperation strategy, subjects asked writing. They revised the main idea written somebody else to help them to get rid of some in the outline. It is noted by student B who mistakes during writing process. They said: “I revise the outline when I am in the employed this strategy by asking someone middle of writing process. When I found else to assess their works. It is noted by something inappropriate, I will revise the student A who said, “…to check the outline. It is to make the writing outcome grammar, and then whether or not the better and I can deliver what I want to deliver sentences are connected” [A/INT2/011]. precisely” [B/INT1/011]. In employing language transfer strategy, subjects kept Seven strategies employed after writing writing although they sometimes did not After writing, there were some strategies know some English terms. They used their employed by the subjects, those were reading native language terms in order not to lose aloud, revision, drafting, instructions the idea. It is as noted by student E who said, matching, respiting, collation, and self- “It is more to keep my idea safe from losing rewarding strategies. Regarding to the use it”[E/QTR1/013]. of reading aloud strategy, subjects of this In using positive grammar and vocabulary research read their text loudly after they had strategy, subjects wrote down their text finished writing it. However, it was found without stopping to check the grammar and out that subjects read their writing products the vocabulary that were used within their lowly instead of reading it loudly. It is as

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 51 Investigation of English Foreign Language

noted by student A who said “…not too loud, writing some sort of text. Those entertain- the thing is that I can hear it. Not too loud, if ments were such as hanging out somewhere, it is readable I will know if it is suitable” watching movies, or playing games. It was [A/INT2/013]. In employing revision described by one of the students in this strategy, subjects revised vocabulary, statement, “yes I often do it (giving myself sentence structure, text structure, and some appreciation). It can be by watching content of their text. Moreover, they also TV or downloading a new movie or hanging sometimes had a revision for each aspect one out somewhere” [A/INT2/22]. by one. There were times when they wrote a draft first before the final one. Sometimes, 2 Differences Between Writing Strategies they prepared it as a draft., Yet after writing, Employed by the Students with Good and they found it was not good enough to make Poor Writing Mastery it as the final version; as student B said, “Actually, it is not prepared from the This section elaborates three arising beginning., In the writing process I think if differences of writing strategies employment it is not good enough it is not 100%...” [B/ by the two categories of students. It is based INT2/016]. on the frequency usage, dominant category usage, and dominant strategy within all In employing instructions matching three writing activities. strategy, they checked the margin and the number of words. Usually they wrote it by using Microsoft office platform and then they Comparison of writing strategy check it in the soft-file form. Student B said, employment frequency “Yes, I match my writing to the instructions. The data in Table 1 showed that there is a For instance, in the computer we could see different frequency of the writing strategies the number of words we wrote. It is to match employment frequency between the students the number of words criterion” [B/INT1/ with good and poor writing mastery. 027]. Afterwards, in employing respiting Students with good writing mastery strategy, they did some activities, such as employed writing strategies more frequently doing another work, taking a rest, and than those with poor writing mastery. It is having a refreshing to get a new perspective. consistent in all three writing strategy stages. Student A said, “I rarely leave it unrevised. In Table 1, higher mean score means higher There is a rest before I recheck it. It is to do the frequency. The mean scores of the good other works” [A/INT2/020]. Moreover, in employing Table 1 collation strategy, they felt Writing Strategy Usage Mean Score unconfident toward their own works. They compared Strategy theirs to the others to see the Before During After Good Writing others’ topic, to ensure the N = 3 gab. It is as student B said I Mastery Mean 3,0 3,2 2,9 compare the text structure and the topic, to ensure whether my work is same or different. I do not want it to Strategy be mainstream [B/INT2/ Poor Writing Before During After 019]. In employing self- Mastery rewarding strategy, they had N = 3 some sort of entertainment Mean 2,75 2,71 2,757 after they had finished

52 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Investigation of English Foreign Language writing mastery Table 2 students are 3,0 Dominant Writing Strategy Usage (Before Writing) (before writing), 3,2 (during writing), No Good Writing Mastery No Poor Writing Mastery and 2,9 (after writing). While the 1 Before Writing Freq 1 Before Writing Freq mean scores of the poor writing Experts' Model 4,66 Experts' Model 4,00 mastery students Reference 4,66 Reference are 2,75 (before Outlining (English) writing), 2,71 (during writing), and 2,757 (after writing). It clearly shows employed by the subjects in before writing that the mean scores of good writing mastery stage. Students with good writing mastery student are higher than those of the poor equally employed experts’ model reference writing mastery’s. Thus, it can be stated that and outlining (in English) strategies as the the good writing mastery students employ most dominant strategies. While students writing strategies more often than the poor with poor writing mastery employed only writing maste-ry students do. experts’ model reference as the most dominant strategy. The writing stage where writing strategy As can be seen in Table 2, the mean scores of was employed more frequently. experts’ model reference (4,66) and outlining (4,66) strategies of students with good In employing wri-ting strategies there were writing mastery were higher than the mean differences writing activities in which the score of experts’ model reference (4,00) of subjects dominantly employed those students with poor writing mastery. Notice strategies. As mentioned previously, the that students with good writing mastery strategies are categorized based on three equally employed two strategies, while those stages of writing activities which are before, with poor writing mastery employed only during, and after writing. In Table 1, students one strategy. with good writing mastery dominantly employed the writing strategies during the writing activity (mean 3,2). In other words, Strategy comparison in during writing the strategies they employed before (mean stage 3,0) and after writing (mean 2,9) were less In during writing stage, it was found out dominantly used compared to the strategies that students with good writing mastery employed during writing activity. On the equally employed introduction first and other hand, the poor writing mastery dictionary (bilingual) strategies as the most students dominantly employed the writing dominant strategies. On the other hand, strategies after they were writing (mean students with poor writing mastery 2,757). Consequently, the strategies employed dictionary (bilingual) strategy as employed during (mean 2,71) and before the most dominant strategy in during writing (mean 2,75) were less dominantly writing stage. used compared to the strategies employed Table 3 presents the mean score of writing after writing. strategies employed either by the good or poor writing mastery students The higher Strategies comparison in before writing the mean score is, the more frequently that stage strategy is employed. The mean scores of The data in Table 2 show that there were introduction first (4,66) and dictionary (4,66) differences related to the dominant strategies strategies employed by students with good

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 53 Investigation of English Foreign Language

Table 3 matching (4,33) strategies Dominant Writing Strategy in During Writing Stage employed by students with good writing mastery No Good Writing Mastery No Poor Writing Mastery were lower than the mean 1 During Writing Freq 1 During Writing Freq score of instructions matching (4,66) strategy Introduction First 4,66 Dictionary 4,00 employed by those with Dictionary 4,66 (Bilingual) poor writing mastery. It is (Bilingual) also noted that students with good writing mastery employed two dominant writing mastery are higher than the mean strategies, but students with poor writing score of dictionary (4,00) strategy employed mastery dominantly employed only one by the poor writing mastery ones. Moreover, strategy in after writing stage. students with good writing mastery equally employ two strategies as the most dominant Discussion strategies while the poor writing mastery students employ only one strategy . This research identified that the subjects employed time planning, expert’ model reference, Strategy Comparison in After Writing Stage and outlining strategies in before writing stage. There were differences about the most used In during writing stage, they were identified to writing strategy in after writing stage. employ introduction first, sentence verification, Students with good writing mastery equally paragraph verification, outline revision, employed revision (sentence and text struc- language transfer, positive grammar and ture) and instructions matching strategies vocabulary, synonym strategy, dictionary, and as the most dominant strategies. On the other peer cooperation strategies. In after writing stage, hand, students with poor writing mastery they employed reading aloud, revision, employed instructions matching strategy as instructions matching, respiting, collation, and the most dominant strategy. self-rewarding strategies. Thus, eighteen strategies were identi-fied in this study. Table 4 That result shares Dominant Writing Strategies (After Writing) similarity to that of Maarof & Murat’s No Good Writing Mastery No Poor Writing Mastery (2014)., They found out 1 After Writing Freq 1 During Writing Freq that the subjects employed all twenty Revision 4,33 Instructions 4,66 writing strategies (in (Sentence and Matching before, during, and after Text Structure) writing stages). There Instructions 4,66 are three identical Matching factors between the two studies which are Table 4 shows the mean score of writing assumed to drive the strategies employed by the good or poor two studies into a convergent conclusion. writing mastery students in after writing The first is that the subjects in both studies stage. The higher the mean score is, the more were from the same ethnic. Nambiar’s research frequently the strategy is used. The mean (2009) stated that subjects’ ethnicity influences scores of revision (4,33) and instructions the use of strategies. Thus, the ethnicity factor is

54 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Investigation of English Foreign Language suspected to play a role that the two studies share synonym, dictionary, and peer cooperation a resembling result. strategy. And then, in after writing stage, they Second, both studies chose subjects who employed reading aloud, revision, drafting, learn English as a second language. This similar instructions matching, respiting, collation, and characteristic may affect both researches to the self-rewarding strategy. same conclusion. The effect of English as Second Students with good writing mastery Language was also mentioned by Ellis (1994). employed writing strategies more frequently Third, both studies were held in South East than those with poor writing mastery. It was Asia countries (Indonesia and Malaysia). As consistent in all three writing stages (before, both countries are geographically close, it might during, and after writing). contribute to similar result. The hypothesis that In conclusion, effectively employing writing geographical distance factor may contributes to strategy is important in pursuance to have a good the use of writing strategy was also supported writing outcome. This research shows that by Ellis (1994) and Nambiar’s (2009). writing strategy does separate students with This research result is in line with that of good and poor writing mastery. Thus, intensively Raoofi, Chan, & Rashid (2014). Their research employing writing strategy will enhance the showed that the high proficient students writing outcome quality. employed writing strategies more frequently As noted, this research was done with a than those with low ones. The result also relatively small number of subjects and small corresponds to the result of Maarof and Murat’s coverage area of research. Moreover, this research study (2013), as their study displayed that high- deals with writing mastery as a research variable, intermediate students employed writing yet there are still many other potential variables strategies more frequently than those of low existed. Consequently, this research could not proficiency ones did. Although this research and manage to utilize observation technique to find the above two research studied different out the types of writing strategy and factors academic level, they consistently showed that behind their use. So, suggestion for future writing strategy segmented the good from the researches: (1) may have a writing strategy based poor writing mastery writers. That assumption research on larger scale which means a research is supported by Beare (2000) and Victory (1995) with a larger number of subjects and a wider area in Maftoon & Seyyedrezaei (2012), as it was coverage, (2) may use other potential variables stated that writing strategies primarily separate besides students writing mastery, i.e. English and successful from less successful writers. it indeed non-English major students, (3) may have a supports Asmari’s (2013) idea as she stated that writing strategy based research on a different one of the key factors that affects writing outcome academic level of students, and (4) may have a is writing strategies. Thus, it is strongly deeper investigation by having a deep acceptable that in this setting, the higher the observation to dig up the strategies and factors frequency of writing strategies usage is, the better which contribute to the quality of writing. the writing outcome will be.

References Conclusions and Suggestions

Alkubaidi, M.A. (2014). The relationship between In writing activity the participants employed saudi english major university students’ eighteen types of writing strategy. Before writing writing performance and their learning style stage, they employed time planning, experts’ and strategy use. English language teaching model reference, and outlining strategy. During writing stage, they employed introduction first, Asmari, A.A. (2013). Investigation of writing strate- sentence and paragraph verification, outline gies, writing apprehension, and writing achi- revision, language transfer, positive grammar evement among Saudi EFL-major students. and vocabulary, sentence simplification, Canadian center of science and education

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 55 Investigation of English Foreign Language

Blanchard, K., & Root, C. (2004). Ready to write: Nambiar, R. (2009). Learning strategy research- From paragraph to essay. United States of where are we now?. Malaysia: Universiti America: Longman Kebangsaan Malaysia Brown, D. (2004). Language assesment: Principles NSW Department of Education and Training. and classroom practice. San Fransisco State: (2007). Writing and spelling strategies: Longman Assisting students who have additional learning support needs. New South Wales: Chen, Y. (2011). Study of the writing strategies used NSW Department of Education and by Chinese Non-English majors. Theory and Training practice in language studies Petric, B., & Czarl, B. (2003). Validating a writing Ellis, R. (1994). The study of second language strategy questionnaire acquisition. Oxford: Oxford University Press Raoofi, S., Chan, S.H., & Rashid, S.M. (2014). A qualitative study into l2 writing strategies of Maarof, N. & Murat, M. (2013). Writing strategies university students. Canadian center of science used by ESL Upper secondary school students. and education Canadian Center of Science and Education Waller, R. (2011). Technical paper 2: What makes a Maftoon, P. & Seyyedrezaei, S.H. (2012). Good good document?. UK: University of Reading language learner: A case study of writing strategies. Theory and practice in language Whitaker, A. (2009). Academic writing guide: A studies step-by-step guide to writing academic papers. Slovakia: City University of Seattle Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis. California: Sage Publications inc Mu, C. & Carrington S. (2007). An investigation of three Chinese Students’ English writing strategies

56 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Model Pembelajaran Berbasis Proyek Opini

Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan Implementasinya di Sekolah

Mudarwan E-mail: [email protected] Bagian Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta

Abstrak eserta didik pada masa kini sangat memerlukan keterampilan atau kecakapan abad 21. Kecakapan abad 21 itu meliputi: berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi, dan P kolaborasi. Peserta didik memperoleh kecakapan abad 21 tersebut tidak hanya dari pembelajaran dengan metode ceramah atau dengan cara menghapalkan ilmu pengetahuan. Metode belajar berbasis proyek atau Project Based Learning (PBL) diyakini mampu membekali peserta didik dengan kecakapan abad 21. Metode PBL yang diterapkan tersebut diwujudkan dalam bentuk tahapan belajar yang disebut rantai pembelajaran (Learning chain) 3DsE, yaitu Discover, Design, Do dan Evaluate. Melalui tahapan 3DsE, peserta didik secara berkelompok dilatih untuk memecahkan suatu permasalahan dalam bentuk proyek pembelajaran yang didesain sedemikian rupa, hingga pada akhir dari pembelajaran tersebut peserta didik telah mengalami atau mempunyai pengalaman belajar yang utuh yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Kata-kata kunci: metode belajar berbasis proyek, PBL, rantai pembelajaran, 3DsE, discover, design, do, evaluate.

Project-Based Learning Model and its Implementation in School

Abstract Nowaday, learners need the 21st century skills. The 21st century skills include: critical thinking, problem solving, communication, and collaboration. Learners gain the skills not only from learning activities in lecture method or by memorize knowledge. Project-Based Learning (PBL) is a method to equip students with 21st century skills. The PBL method applied in a learning cycle called learning chain - 3DSE (Discover, Design, Do and Evaluate). Through the learning chain 3DsE, students in small groups are trained to solve problems in the practice of learning project designed by teacher and at the end of the learning chain learners have experienced a whole learning experience that includes knowledge, attitudes, and skills.

Key words: project-based learning, PBL, learning chain, 3DsE, Discover, design, do, evaluate.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 57 Model Pembelajaran Berbasis Proyek

belajar sebagai wahana berlatih menghadapi Pendahuluan permasalahan yang lebih besar dalam kehidu- pannya. Keterampilan komunikasi merujuk Sejak 1 Januari 2016, Indonesia sudah masuk pada kemampuan mengidentifikasi, mengakses, dalam era ASEAN Economic Community (AEC) memanfaatkan serta mengoptimalkan perangkat atau Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang dan teknik komunikasi untuk menerima dan disingkat MEA. MEA merupakan sistem pasar menyampaikan informasi kepada pihak lain. tunggal dalam wilayah Asia Tenggara. Di dalam Terampil kolaborasi berarti mampu menjalin sistem MEA, satu negara dapat menjual barang kerjasama dengan pihak lain untuk meningkat- dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain kan sinergi dalam berbagai proses pembelajaran di seluruh wilayah Asia Tenggara, sehingga atau dalam berbagai proyek yang dilakukan. kompetisi akan semakin ketat. Tidak hanya Keempat keterampilan tersebut jauh lebih terbatas pada arus perdagangan barang atau bermanfaat, bermakna, dan terpakai dibanding- jasa, namun juga pasar tenaga kerja profesional, kan dengan belajar secara konvensional dengan seperti dokter, arsitek, bankir, akuntan, dan menghapalkan isi buku pelajaran dan berbagai lainnya turut menjadi bebas. Dengan kata lain, fakta ilmu pengetahuan di dalamnya. terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi Sejak tahun 2006, kurikulum Pendidikan akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dari SD sampai dengan SMA yang berbasis dalam jumlah yang besar, dan skilled labour kompetensi menganut sistem KTSP (Kurikulum menjadi tidak terhambat dari satu negara ke Tingkat Satuan Pendidikan). Artinya setiap negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Hal satuan pendidikan diberikan kesempatan untuk itu patut disikapi secara serius, sudah siapkah mengembangkan sendiri kurikulum pendidi- tenaga kerja profesional Indonesia berkompetisi kannya. Slogan “Think globally, act localy” dalam era MEA?. Bagaimanapun juga dunia menjadi bagian dari pelayanan sekolah. pendidikan kita turut andil dan berperan dalam Harapannya dengan pengembangan kuriku- membentuk tenaga-tenaga kerja yang lumnya itu, setiap sekolah mampu mening- profesional. Pertanyaan berikutnya adalah katkan layanan pendidikan bagi peserta didik bagaimana kualitas pendidikan kita, agar dan stake holder-nya secara kontekstual. mampu menciptakan tenaga kerja yang profesional itu? Untuk sukses sebagai tenaga kerja yang profesional, diperlukan keterampilan, Penilaian Autentik sikap, dan pengetahuan yang mumpuni. Guna meningkatkan mutu pendidikan di Diyakini bahwa bekal itu diperoleh peserta didik sekolah, tidak cukup hanya dengan memper- dari sekolah, melalui interaksinya dengan guru baiki dan mengembangkan kurikulumnya saja. dan peserta didik lainnya dalam kegiatan Sistem penilaian pun perlu direformasi, yaitu pembelajaran di sekolah. dari orientasi penilaian yang memberi label nilai Rotherdam & Willingham (2009) mencatat 9, 8, 7 atau lulus – tidak lulus, naik kelas – tinggal bahwa suksesnya seorang peserta didik sangat kelas, dan lain sebagainya, menjadi pengum- bergantung pada keterampilan atau kecakapan pulan informasi yang berkaitan dengan mutu abad 21. Setiap peserta didik wajib belajar dan peserta didik yang ada, misalnya mengapa berlatih untuk memperolehnya. Partnership for peserta didik A memperoleh nilai 4, mengapa 21st Century Skills mengidentifikasi beberapa peserta didik B enggan belajar Ilmu Pengetahuan kecakapan abad 21 yang meliputi: berpikir kritis, Sosial (IPS), atau mengapa peserta didik C tidak pemecahan masalah, komunikasi, dan lulus? Kemudian informasi-informasi itu harus kolaborasi. Berpikir kritis artinya peserta didik dimanfaatkan untuk memodifikasi strategi dan mampu menyikapi ilmu dan pengetahuan teknik pengajaran yang sesuai dangan dengan kritis serta mampu memanfaatkannya kebutuhan nyata peserta didik. Dengan untuk kemanusiaan. Terampil memecahkan demikian, tidaklah cukup buku laporan hasil masalah berarti mampu mengatasi permasa- belajar peserta didik (rapor) berisikan lahan yang dihadapinya dalam proses kegiatan sekumpulan angka saja tanpa uraian lebih

58 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Model Pembelajaran Berbasis Proyek lanjut. Apa artinya anak mendapatkan nilai 7 sesuai atau melampaui KKM, maka peserta didik pada mata pelajaran Matematika di rapor? Apa dinyatakan tuntas. Namun, apabila belum yang menjadi faktor perbedaaan bagi peserta memenuhi KKM, maka guru akan memberikan didik yang mendapatkan nilai 7 dengan 8 di mata program remediasi dan ulangan perbaikan. pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)? Akan tetapi pada sisi lain, penilaian dengan (Mudarwan, 2014: 99)). metode itu tampaknya hanya menilai peserta Dewasa ini, penilaian yang dianjurkan didik dalam satu aspek saja, yaitu kognitif atau untuk diterapkan di sekolah, dengan pengetahuan. Diperlukan metode lain untuk implementasi Kurikulum 2013, yaitu penilaian melakukan penilaian pada aspek sikap atau autentik. Menurut Mueller (2006) penilaian afektif dan keterampilan atau psikomotorik. autentik adalah bentuk penilaian yang Dengan demikian, jika hanya melakukan menghendaki peserta didik melakukan tugas pengambilan nilai dengan tes objektif, maka pada situasi yang sesungguhnya atau pada belum cukup komprehensif menilai peserta didik dunia nyata yang dapat menampilkan aplikasi atau bahkan cenderung tidak tepat untuk menilai keterampilan, sikap serta pengetahuan yang keseluruhan penguasaan kompetensi peserta esensial yang dimiliki peserta didik. Dengan kata didik. Ambil contoh guru IPA di sebuah kelas lain, penilaian autentik mengharuskan peserta ingin menilai apakah peserta didik sudah didik untuk menunjukkan bukti langsung memahami materi pembelajaran pertumbuhan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang pada tanaman. Sang guru melakukannya dimilikinya. Jadi, nilai atau capaian serta hasil dengan tes tertulis untuk menguji peserta didik. belajar peserta didik sejatinya mencerminkan Apakah hanya dengan tes tertulis itu guru secara utuh prestasi peserta didik dalam hal sudah yakin bahwa peserta didik menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilannya dari materi pembelajaran tentang pertumbuhan pada tugas, ulangan harian, dan bentuk-bentuk tanaman?. Jawabannya ya, jika ditinjau hanya penilaian lainnya yang telah dirancang guru dari aspek pengetahuan. Namun aspek sikap untuk peserta didik. Oleh karena itu, ulangan dan keterampilannya belumlah teruji. Kalau dan tugas-tugas tersebut perlu dirancang guru demikian, diperlukan metode yang lebih tepat sedemikian rupa, sehingga dapat mirip atau guna serta efektif untuk menilai penguasaan serupa dengan dunia nyata (kontekstual) serta kompetensi peserta didik secara utuh memungkinkan peserta didik untuk memiliki (Mudarwan, 2014:100). bukan hanya satu jawaban benar namun banyak Menurut Permendikbud Nomor 23 Tahun alternatif jawaban lainnya. Cara berpikir 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, divergen merupakan metode yang dapat seyogyanya penilaian hasil belajar peserta didik digunakan untuk mengembangkan kemampuan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan berpikir peserta didik dan mendorong keterampilan yang dilakukan secara berimbang, pengembangan kreativitas peserta didik. Model sehingga dapat digunakan untuk menentukan ulangan pilihan ganda diyakini kurang sesuai posisi relatif setiap peserta didik terhadap untuk mengembangkan cara berpikir divergen, standar yang telah ditetapkan. Dalam kasus sehingga diperlukan model-model penilaian tersebut, guru dapat melakukan serangkaian lainnya. penugasan berupa proyek tertentu tanpa perlu Pengambilan nilai di dalam kelas dengan melakukan tes tertulis seperti ulangan harian. metode tes tertulis seperti ulangan harian atau Contoh dengan menugaskan peserta didik secara tes objektif lainnya nampaknya cukup efektif dan berkelompok 2 atau 3 orang untuk melakukan efisien untuk menilai peserta didik apakah pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman di sudah menguasai materi pembelajaran ataukah sekolah. Hasil observasi atau pengamatan harus belum. Dengan melakukan hal itu, guru secara disusun menjadi sebuah laporan. Melalui proses cepat dan tepat sudah memperoleh nilai yang pengambilan nilai secara metode proyek, guru dapat dibandingkan dengan nilai pada Kriteria dapat menilai aspek sikap dan keterampilan, Ketuntasan Minimal (KKM). Apabila sudah sekaligus pula aspek pengetahuannya. Karena

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 59 Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk membuat sebuah laporan pengamatan menjadi manusia yang yang beriman dan yang berkualitas dibutuhkan analisis yang kuat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tajam yang tentunya didasarkan atas berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, pengetahuan yang dimiliki oleh penulisnya. kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara Aspek sikap dan keterampilan dapat teramati yang demokratis serta bertanggung jawab. pada saat kelompok peserta didik sedang Pasal 3: melakukan kegiatan pengamatan dan Pendidikan Nasional berfungsi mengem- berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dengan bangkan kemampuan dan membentuk bekerja secara kelompok, maka peserta didik watak serta peradaban bangsa yang dibiasakan sejak di bangku sekolah untuk bermartabat dalam rangka mencerdaskan berkolaborasi satu sama lain. Hal itu merupakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk salah satu kompetensi atau kecakapaan abad 21 berkembangnya potensi peserta didik agar yang menunjang kesuksesan seseorang pada menjadi manusia yang beriman dan masa depan. Aspek pengetahuan dapat juga bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, teramati ketika peserta didik berdiskusi dalam berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kelompoknya masing-masing. Bagi peserta kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara didikpun, pelaksanaan kegiatan proyek jauh yang demokratis serta bertanggung jawab. lebih menyenangkan dilakukan ketimbang hanya berada di dalam kelas menghapalkan Pasal 36 ayat 2: materi-materi dan konsep-konsep yang terdapat (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pada buku pelajaran atau hanya mendengarkan pendidikan dikembangkan dengan ceramah guru saja. prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan Dasar Hukum Tentang peserta didik. Pengembangan Kurikulum 2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun Pendidikan 2005 yang telah diubah menjadi PP No. 32 Tahun 2013 (perubahan pertama) dan No. 13 Tahun 2015 (perubahan kedua) tentang Pada prinsipnya berdasarkan konsep MBS Standar Nasional Pendidikan (SNP). (Manajemen Berbasis Sekolah) dan juga KTSP Pasal 19 ayat 1: (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), maka sekolah atau satuan pendidikan setempat berhak (1) Proses pembelajaran pada satuan melakukan pengembangan kurikulum pendidi- pendidikan diselenggarakan secara kannya yang mengacu pada Standar Nasional interaktif, inspiratif, menyenangkan, Pendidikan (SNP), yaitu Peraturan Pemerintah menantang, memotivasi peserta didik (PP) No. 19 tahun 2005 yang telah diubah untuk berpartisipasi aktif serta menjadi PP No. 32 Tahun 2013 (perubahan memberikan yang cukup bagi prakarsa, pertama) dan No. 13 Tahun 2015 (perubahan kreativitas, dan kemandirian sesuai kedua) tentang Standar Nasional Pendidikan. dengan bakat, minat, dan perkembang- Berikut beberapa landasan hukum yang an fisik serta psikologis peserta didik”. dikemukakan, terkait dengan pengembangan 3. Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 tahun kurikulum. 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka 1. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Menengah Nasional disebutkan bahwa Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang substansi inti program aksi bidang memberikan ruang bagi lembaga pendidik- pendidikan diantaranya adalah Penerapan an untuk membuat dan mengelola metodologi pendidikan yang tidak lagi kurikulumnya sesuai dengan potensi berupa pengajaran demi kelulusan ujian wilayah atau lingkungannya serta (teaching to the test), namun pendidikan mengembangkan kemampuan dan menyeluruh yang memperhatikan kemam- membentuk watak peserta didik agar puan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan

60 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Model Pembelajaran Berbasis Proyek

terhadap budaya-bahasa Indonesia dengan memasukkan pula pendidikan kewirau- sahaan, sehingga sekolah dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menja- wab kebutuhan sumber daya manusia. 4. Penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (diantaranya dengan Gambar 1 mengembangkan model link and match); Diagram Learning Chain – 3DsE 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. dengan Empat Tahapan Besar (Sumber: Buku Panduan Program 63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Entrepreneurship BPK PENABUR Pendidikan, Pasal 4 butir (d) kreativitas dan inovasi dalam menjalani kehidupan, butir Jakarta, 2016) (e) tingkat kemandirian serta daya saing, dan butir (f) kemampuan untuk menjamin keberlanjutan diri dan lingkungannya. (Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, 2010)

Model Project Based Learning dan Implementasinya dalam Kurikulum Pendidikan Salah satu model pendidikan yang diyakini dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan pengetahuan peserta didik, yaitu model pembelajaran Project Based Learning yang disingkat PBL atau dikenal sebagai pembel- ajaran berbasis proyek. Model PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan berbasis proyek sebagai inti Gambar 2 Diagram Learning Chain – 3DsE Komplit pembelajaran. Dalam kegiatan tersebut, peserta (Sumber: Buku Panduan Program didik melakukan eksplorasi, penilaian, Entrepreneurship BPK PENABUR Jakarta, interpretasi, dan sintesis informasi untuk 2016) memperoleh berbagai hasil belajar yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Untuk memudahkan memahami prosesnya dibuat ke-1), yaitu: belajar dengan menggali dan diagram yang berbentuk siklus pembelajaran menemukan berbagai fakta dan konsep (prinsip) yang disebut sebagai Learning Chain – 3DsE, keilmuan dari topik atau tema yang sedang sesuai Gambar 1. dipelajari. Termasuk di dalam tahapan Discover, Untuk melakukan proses pembelajaran yaitu Explore, Observe, Get Ideas dan Fomulate. yang berdasarkan Learning Chain - 3DsE, maka Guru berperan memberikan contoh dan guru bertindak sebagai fasilitator sekaligus dorongan agar peserta didik dapat melakukan mentor bagi kelompok-kelompok peserta didik. Explore (penggalian fakta dan data) serta observe Kelompok peserta didik perlu memahami dan (melakukan pengamatan), yaitu menggali ilmu menerapkan tahapan belajar Discover (Tahap selebar-lebarnya (horizontal) dan sedalam-

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 61 Model Pembelajaran Berbasis Proyek dalamnya (vertical). Dalam tahap ini pula guru dihasilkan itu bermanfaat dan berkualitas baik. melontarkan pertanyaan-pertanyaan esensial Pada tahapan ini pula antar kelompok dapat atau suatu permasalahan, yang membutuhkan saling belajar dan berbagi ide atau inspirasi jawaban. Jawaban atas pertanyaan itulah yang untuk proyek-proyek pembelajaran berikutnya. kemudian akan mendorong peserta didik Tahapan ke-4 atau tahapan terakhir adalah mendapatkan berbagai ide-ide unik (get ideas) Evaluate. Pada tahapan ini peserta didik dalam upaya mencari solusi-solusi yang kreatif membuat kesimpulan atas proyek pembelajaran dan inovatif dalam proyek yang akan dibuatnya yang telah dilakukan (summarize). Juga melaku- bersama dalam tim (kelompok). Bagian terakhir kan refleksi (reflect) atas produk atau karya yang dari tahap Discover adalah memformulasikan sudah dibuatnya. Masukan dan saran juga bisa rencana kegiatan atau proyek yang akan didapatkan dari guru pembimbing dan teman- dilakukan (formulate). temannya, baik dari kelompoknya sendiri Tahap ke-2 yaitu Design. Di dalam tahap maupun dari kelompok lainnya. Tujuan tahapan Design terdapat beberapa bagian yang saling ini adalah mendapatkan feedback yang terkait, yaitu: Develop, Plan, Estimate dan organize. membangun, supaya proyek pembelajaran yang Dari sekian banyak fakta, konsep (prinsip), serta dilakukannya ke depan lebih baik (follow up). ilmu pengetahuan yang telah digali dalam tahap Untuk melakukan proses pembelajaran Discover, maka kelompok peserta didik yang berdasarkan Learning Chain - 3DsE, maka merumuskannya secara detail sebagai tanda guru bertindak sebagai fasilitator sekaligus pemahamannya yang dalam dan luas tentang mentor bagi kelompok-kelompok peserta didik. topik atau tema yang sedang dipelajarinya Kelompok peserta didik perlu memahami dan (Develop dan Plan) untuk merumuskan secara menerapkan tahapan belajar Discover (Tahap detail proyek yang akan dilakukan. Rumusan- ke-1), yaitu: belajar dengan menggali dan nya harus dilakukan secara tertulis dan menemukan berbagai fakta dan konsep (prinsip) dilengkapi dengan proposal proyek. Guru keilmuan dari topik atau tema yang sedang berperan sebagai mentor atau pelatih (coach) dipelajari. Termasuk di dalam tahapan Discover, yang membimbing dan memberikan masukan yaitu Explore, Observe, Get Ideas dan Fomulate. atau ide-ide agar proposal proyek yang dibuat Guru berperan memberikan contoh dan kelompok peserta didik matang. Proposal proyek dorongan agar peserta didik dapat melakukan dilengkapi dengan perkiraan biaya yang akan Explore (penggalian fakta dan data) serta observe diperlukan (estimate) serta organisasi sumber (melakukan pengamatan), yaitu menggali ilmu daya manusianya (organize) yang akan bertindak selebar-lebarnya (horizontal) dan sedalam- melakukan proyek pembelajaran tersebut. dalamnya (vertical). Dalam tahap ini pula guru Tahap ke-3 adalah melakukan apa yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan esensial telah dirancang pada tahap Design. Tahapan atau suatu permasalahan, yang membutuhkan ketiga ini dinamakan Do. Dalam tahap ini, jawaban. Jawaban atas pertanyaan itulah yang kelompok peserta didik melakukan aksi (action) kemudian akan mendorong peserta didik proyek yang telah dirumuskannya serta mendapatkan berbagai ide-ide unik (get ideas) mengkomunikasikan (communicate) hal-hal yang dalam upaya mencari solusi-solusi yang kreatif terkait dengan proyek yang sedang dan sudah dan inovatif dalam proyek yang akan dibuatnya dilakukannya kepada kelompok lain dan juga bersama dalam tim (kelompok). Bagian terakhir kepada guru pembimbing. Terkait dengan dari tahap Discover adalah memformulasikan produk atau jasa yang dihasilkan (produce), maka rencana kegiatan atau proyek yang akan kegiatan tersebut harus mengaplikasikan dilakukan (formulate). berbagai standar yang berlaku (apply standard). Tahap ke-2 yaitu Design. Di dalam tahap Contoh, ketika proyek yang dilakukan adalah Design terdapat beberapa bagian yang saling membuat produk makanan olahan, maka produk terkait, yaitu: Develop, Plan, Estimate dan organize. makanan yang dibuat itu dikerjakan dengan Dari sekian banyak fakta, konsep (prinsip), serta standar kebersihan, hygiene dan standar gizi ilmu pengetahuan yang telah digali dalam tahap yang baik, sehingga menjamin produk yang Discover, maka kelompok peserta didik

62 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Model Pembelajaran Berbasis Proyek merumuskannya secara detail sebagai tanda berbagai standar yang berlaku (apply standard). pemahamannya yang dalam dan luas tentang Contoh, ketika proyek yang dilakukan adalah topik atau tema yang sedang dipelajarinya membuat produk makanan olahan, maka produk (Develop dan Plan) untuk merumuskan secara makanan yang dibuat itu dikerjakan dengan detail proyek yang akan dilakukan. Rumusan- standar kebersihan, hygiene dan standar gizi nya harus dilakukan secara tertulis dan yang baik, sehingga menjamin produk yang dilengkapi dengan proposal proyek. Guru dihasilkan itu bermanfaat dan berkualitas baik. berperan sebagai mentor atau pelatih (coach) Pada tahapan ini pula antar kelompok dapat yang membimbing dan memberikan masukan saling belajar dan berbagi ide atau inspirasi atau ide-ide agar proposal proyek yang dibuat untuk proyek-proyek pembelajaran berikutnya. kelompok peserta didik matang. Proposal proyek Tahapan ke-4 atau tahapan terakhir adalah dilengkapi dengan perkiraan biaya yang akan Evaluate. Pada tahapan ini peserta didik diperlukan (estimate) serta organisasi sumber membuat kesimpulan atas proyek pembelajaran daya manusianya (organize) yang akan bertindak yang telah dilakukan (summarize). Juga melakukan proyek pembelajaran tersebut. melakukan refleksi (reflect) atas produk atau Tahap ke-3 adalah melakukan apa yang karya yang sudah dibuatnya. Masukan dan telah dirancang pada tahap Design. Tahapan saran juga bisa didapatkan dari guru ketiga ini dinamakan Do. Dalam tahap ini, pembimbing dan teman-temannya, baik dari kelompok peserta didik melakukan aksi (action) kelompoknya sendiri maupun dari kelompok proyek yang telah dirumuskannya serta lainnya. Tujuan tahapan ini adalah mengkomunikasikan (communicate) hal-hal yang mendapatkan feedback yang membangun, terkait dengan proyek yang sedang dan sudah supaya proyek pembelajaran yang dilakukannya dilakukannya kepada kelompok lain dan juga ke depan lebih baik (follow up). kepada guru pembimbing. Terkait dengan Berikut adalah contoh proyek pembelajaran produk atau jasa yang dihasilkan (produce), maka yang dilakukan menggunakan model PBL kegiatan tersebut harus mengaplikasikan dengan tahapan belajar secara 3DsE.

Nama sekolah : SMPK 1 PENABUR Judul Proyek : Peran Remaja dalam Masyarakat Mata Pelajaran : PAK dan Bahasa Indonesia Kelas : IX (Sembilan) - Tema : Peran Remaja Dalam Masyarakat Fokus inovasi : Tanggungjawab (Responsibility) Nilai invovasi : Capital dan Social Sasaran inovasi : Masyarakat di sekitar sekolah atau di area rumah yang membutuhkan bantuan Bentuk Prroyek : Sociopreneurship Essential Question : Apa kontribusi remaja di tengah masyarakat?

KD & Indikator mata pelajaran Bahasa Indonesia: Menulis laporan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar:  Peserta didik mampu menuliskan pokok-pokok laporan kegiatan yang ditugaskan  Peserta didik mampu menyampaikan laporan yang telah disusun

KD & Indikator mata pelajaran PAK (Pendidikan Agama Kristen): Memahami bentuk dan menunjukkan sikap yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sesama, dan masyarakat:

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 63 Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Menjelaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat Memberikan contoh peran serta remaja Kristen di dalam masyarakat seturut teladan Yesus

Gambaran Setiap Tahap Learning Chain - 3DsE: Tahap Discover: Guru dan kelompok peserta didik melakukan penggalian serta eksplorasi pembelajaran dalam hal: Arti tanggung jawab dan bentuk-bentuk tanggung jawab serta perilaku bertanggung jawab Menggali dampak dari sikap tidak bertanggung jawab di tengah masyarakat Mengeksplorasi tanggung jawab remaja dari sudut pandang Alkitab Melakukan identifikasi bentuk-bentuk kegiatan sosial di tengah masyarakat Menentukan ide kegiatan sosial yang akan dilakukan dalam kelompok

Tahap Design: Kelompok peserta didik memformulasikan ide kegiatan sosial, sebagai berikut: Mengembangkan ide kegiatan sosial menjadi sebuah rencana yang utuh dan kongkrit Membuat proposal kegiatan atas ide kegiatan sosial yang telah dipilih/ditetapkan

Perhatikan Tabel 1 contoh rencana jadwal pelaksanaan proyek pembelajaran berdasarkan learning Chain 3DsE.

Tabel 1 Rencana Kerja Project Sociopreneurship SMPK 1 PENABUR

Tanggal No Nama Kegiatan Pelaksanaan

1 Pemberian materi masing-masing guru mata pelajaran 6-29 Agustus 2014

2 Bagi kelompok kerja 5-8 Agustus 2014

3 Bagi Mentor untuk masing-masing kelompok 11 Agustus 2014

4 Tahap Discover

1 Eksplorasi : 11 - 18 Agustus a. Cari dan temukan definisi remaja 2014 b. Cari dan temukan definisi masyarakat c. Cari dan temukan peranan-peranan remaja dalam masyarakat. 2 Observasi a. Menentukan salah satu peran remaja dalam masyarakat yang mau dipilih oleh kelompok b. Mencari target atau sasaran dari kegiatan tersebut (lingkupnya, jangan terlalu luas) c. Menggali permasalahannya, apa akar masalahnya supaya kegiatan tepat sasaran. 3 Get Ideas a. Mengumpulkan ide-ide dari setiap anggota kelompok b. Menentukan inovasi dari kegiatan yang akan dilaksanakan

64 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Tanggal No Nama Kegiatan Pelaksanaan

4 Formulate 11 - 18 Agustus Ide-ide dari anggota kelompok yang sudah dikumpulkan 2014 kemudian dirumuskan dalam sebuah proyek dapat berupa penggabungan ide, atau menentukan ide yang terbaik secara kreatif dan inovatif.

5 Tahap Design 18-Agustus 2014 Penyusunan proposal dan mentoring proposal

6 Pengumpulan proposal 25 Agustus 2014

7 Rapat para mentor tentang persetujuan proposal 29 Agustus 2014

1-5 September 8 Perbaikan proposal bagi yang belum memenuhi syarat 2014

9 Presentasi proposal di hadapan orang tua peserta didik 6 September 2014

Pencarian Dana : Awal September- 10 Dapat dilakukan dengan berjualan produk tertentu pilihan Oktober 2014 kelompok peserta didik di area sekolah

November - 11 Pelaksanaan proyek sosial (Tahap Do) Desember 2014

12 Penyusunan laporan kegiatan sosial : Desember 2014- a. Catatan kegiatan sosial dari awal sampai akhir kegiatan Minggu pertama dalam bentuk narasi (cerita) Januari 2015 b. Laporan kegiatan sosial dalam bentuk power point untuk presentasi ujian praktik c. Publikasi kegiatan sosial di website (blog) d. Publikasi kegiatan sosial melalui film dokumenter dalam bentuk CD e. Foto-foto kegiatan yang ditempel pada infra board buat pameran

13 Pameran karya Sociopreneurship kelompok peserta didik di sekolah 10 Januari 2015

14 Ujian praktik pembelajaran sosiopreneurship (Tahap Evalute) 23-27 Februari 2015

Tahapan learning chain - 3DsE senantiasa Bersikap kolaboratif dan kooperatif merupakan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil di bagian dari life skills (keterampilan hidup) yang dalam kelas. Satu kelompok dapat terdiri dari hendak dilatihkan kepada peserta didik sejak beberapa peserta didik. Tujuannya untuk dini. Kedua keterampilan ini merupakan bagian memotivasi dan melatih peserta didik agar dapat dari kecakapan hidup abad 21 (21st Century Skills) belajar secara kolaboratif dan kooperatif. Hal yang sangat perlu dimiliki oleh peserta didik yang sama diterapkan juga untuk sang pengajar pada masa kini. (guru), sehingga proyek yang dibuat merupakan Kegiatan pembelajaran tidak berhenti kolaborasi dari 2 mata pelajaran atau lebih. sampai pada tahap evaluasi yang berisi tes atau

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 65 Model Pembelajaran Berbasis Proyek ujian saja, namun dapat ditingkatkan sampai dan Ujian Nasional (UN) yang hanya sampai pada tahapan mencipta (Creating) dari pada tahap Remembering dan Understanding (yang taksonomi Bloom edisi revisi oleh Lorin W. merupakan LOTS) untuk menyatakan bahwa Anderson dan David R. Krathwhol (2002). peserta didik sudah menguasai konsep Terdapat enam kemampuan yang kemudian keilmuan tertentu. karena umumnya yang diuji dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu hanya aspek kognitif saja. Sejatinya peserta didik Lower Order Thinking Skills atau LOTS dan Higher harus diarahkan sampai pada tahapan creating Order Thinking Skills atau HOTS. Pembagian (mencipta) sebagai “bukti” pemahamannya pembagiannya dalam Tabel 2. tentang konsep dan prinsip keilmuan tersebut. Tahap creating mencakup bukan saja aspek Tabel 2: Lower Order Thinking Skills (LOTS) kognitif, melainkan di dalamnya sudah dan Higher Order Thinking Skills (HOTS) mencakup aspek sikap (afektif) dan juga keterampilan (psikomotorik). Tahap Creating LOTS HOTS tersebut sangatlah penting dan sangat perlu dilatihkan kepada setiap peserta didik di sekolah. - Pengetahuan - Analisa Melalui program pembelajaran model PBL, (Remembering) (Analyzing) diharapkan kegiatan pembelajaran di sekolah - Pemahaman - Evaluasi senantiasa diwarnai dengan nuansa kreatif serta (Understanding) (Evaluating) inovatif. Proyek-proyek yang dikerjakannya harus dilakukan melalui tahapan siklus 3DsE - Aplikasi (Applying) - Mencipta (Creating) dengan bimbingan guru (mentor). Setiap Kelompok peserta didik dapat memilih untuk membuat karya atau produk atau jasa atau bentuk lainnya sesuai dengan topik atau tema yang sudah ditentukan bersama.

Simpulan

Kesimpulan Pembelajaran abad 21 menun- tut peserta didik menguasai beberapa kecakapan abad 21 Gambar 3 yang meliputi keterampilan Taksonomi Bloom edisi Revisi oleh Lorin W. Anderson dan berpikir kritis, pemecahan David R. Krathwhol (2002) masalah, komunikasi, dan Sumber: http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/ kolaborasi. Keterampilan documents/Krathwohl.pdf tersebut tidak dapat dipelajari dan dimiliki hanya dengan Dalam melakukan model pembelajaran PBL menghapalkan konsep-konsep pembelajaran tersebut, proyek kelompok peserta didik harus atau dilakukan dengan metode ceramah, namun diarahkan sampai pada tahapan tertinggi dari harus “dikerjakan”. Artinya kegiatan belajar revisi taksonomi Bloom tersebut, yaitu creating dibuat dalam bentuk proyek pembelajaran yang atau mencipta yang berada dalam cakupan kreatif dan inovatif. Guru melatih peserta didik HOTS. Peserta didik diharapkan mampu untuk berpikir secara kreatif memecahkan menciptakan karya dari pemahamannya tentang masalah atas suatu permasalahan yang telah konsep atau prinsip-prinsip keilmuan (atau dirumus-kannya terlebih dahulu. Peserta didik topik) yang sedang dipelajarinya. Tidak cukup akan melakukan kegiatan eksplorasi tersebut sampai pada ulangan harian, Ujian Sekolah (US) secara bersama-sama (Tahap Discover).

66 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Kegiatan belajar secara proyek atau dengan dikatakan profesional?. Jawabnya adalah metode PBL tersebut melatih peserta didik untuk metode pengajaran yang dimiliki guru. Oleh berpikir kritis dalam menemukan ide-ide kreatif karena itu, seorang guru wajib mengembangkan proyek atas suatu permasalahan. Ide-ide tersebut diri dan memperlengkapinya dengan beragam kemudian didiskusikan bersama-sama dalam keterampilan dan metode mengajar yang sesuai kelompok kecil. Kemudian kelompok akan dengan bidang studi atau mata pelajaran yang menetapkan atau memformulasikan ide tersebut diampunya, salah satunya dengan menguasai metode pembelajaran berbasis proyek. dan membuat detail atas ide tersebut dalam bentuk proposal dengan bimbingan dan mentoring dari tim guru (Tahap Design). Daftar Pustaka Selanjutnya adalah melaksanakan proyek sesuai dengan proposal proyek kelompok peserta didik Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom’s dengan melakukan komunikasi dan juga taxonomy: An Overview dalam theory into kolaborasi bersama (Tahap Do). Akhirnya, practice, 41 (4), Autumn, 2002, The Ohio kelompok peserta didik diminta untuk melaku- State University tersedia di http:// kan refleksi dan evaluasi atas kegiatan belajar www.unco.edu/cetl/sir/ yang telah dilakuan tersebut (Tahap Evaluate). stating_outcome/documents/ Tahapan 3DsE dalam learning chain ini harus Krathwohl.pdf terus menerus diterapkan dalam proyek Mudarwan. (2014). Menimbang ulang proses pembelajaran lainnya dengan harapan peserta penilaian di sekolah. Jurnal Pendidikan didik terlatih dan terasah keterampilannya PENABUR nomor 22 tahun ke-13, Juni untuk senantiasa mampu menjadi problem 2014, 97-106 solver atas permasalah yang dihadapinya. Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 yang telah diubah menjadi PP No. 32 Tahun 2013 (perubahan pertama) dan No. Saran 13 Tahun 2015 (perubahan kedua) tentang Selain peserta didik, faktor kunci agar pembel- Standar Nasional Pendidikan (SNP) ajaran dengan model PBL dapat terlaksana baik, Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 tahun 2010 adalah guru. Untuk itu, guru yang bertindak tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai manajer atau fasilitator pembelajaran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 perlu diperlengkapi dengan berbagai Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu kompetensi dan keterampilan. oleh karena itu, Pendidikan kompetensi dan keterampilan guru haruslah Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan ditingkatkan melalui berbagai pelatihan. Ketika Republik Indonesia No. 23 Tahun 2016 kompetensi dan keterampilan yang dimaksud Tentang Standar Penilaian Pendidikan sudah diterapkan guru dalam proses Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. pembelajaran di kelas, maka sudah selayaknya (2010). Pengembangan pendidikan kewira- guru tersebut juga diberikan penghargaan, misal usahaan: Bahan Pelatihan Penguatan berupa pemberian insentif yang memadai, Metodologi Pembelajaran Berdasarkan sehingga melalui hal itu semangat kerja dan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk motivasi guru akan semakin meningkat. Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: iv + 71 hlm Tidak mudah menjadi guru pada masa kini, Rotherham, A. J., & Willingham, D. (2009). karena tidak cukup hanya menguasai materi 21st Century Skills: The challenges pembelajaran saja, penguasaan materi ahead. Educational Leadership pembelajaran bukanlah yang utama. Hal ini Volume 67 (1) , 16 – 21 karena guru bukanlah satu-satunya sumber ilmu UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pengetahuan. Bandingkan saja kepintaran guru Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan Google atau wikipedia. Jika demikian ------. (2016). Buku Panduan Program halnya, selain karakter apakah yang dapat Entrepreneurship PENABUR. BPK dijadikan faktor penentu seorang guru itu PENABUR Jakarta

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 67 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama

Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama di Sekolah dalam Perspektif Mutualitas dan Penerimaan

Frejhon Cleimen Lasatira E-mail: [email protected] SMAK BPK PENABUR Harapan Indah Jakarta

Abstrak ekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan, terpanggil mengelola adanya keberagaman agama agar dapat belajar hidup bersama di masyarakat yang pluralistik. Tulisan ini S bertujuan memberikan gambaran bagaimana membangun ruang dialog agama-agama yang mutuality-acceptance di sekolah. Pembahasan dalam tulisan ini menggambarkan monolog atau sikap yang mengklaim kebenaran sendiri dan memaksakan kehendak kebenaran untuk diikuti perlu diarahkan kepada yang bersifat dialog, mengingat sekolah adalah komunitas yang beraenakaragam. Selain itu dialog juga sangat dibutuhkan di sekolah sehingga perlu sikap saling belajar dan saling menerima keberagaman untuk memperkaya dalam rangka belajar hidup bersama. Dialog di sekolah dapat dibangun melalui aspek humanitas yang mengedepankan nilai kemanusiaan dan persoalan tanggung jawab bersama. Saran kepada organisasi, sekolah dan guru agar memberikan ruang dialog sebagai wadah dalam belajar hidup bersama.

Kata-kata kunci: keberagaman, dialog di sekolah, dialog antar agama, dialog mutual penerimaan.

Reconstructing the Concept of Interfaith Dialogue at School with Mutual Acceptance Perspectives

Abstract A school, as one of educational institutions, is called to manage the religion diversity in order to live together in a pluralistic society. This journal is aimed at providing pictures on how to set up mutuality-acceptance dialogue space at school. The discussion in this paper depicts the monologue, or the attitude claiming the truth on itself and forcing it to be followed, to be directed to the dialogue ones, as a school is a diversity community. In addition, dialogues are required at a school, so the mutual learning and acceptance of diversity to enrich the framework of living together. The dialogue at a school can be constructed through humanity aspects by prioritizing the humanity values and joint-responsibility matters. It is advised to organization, school and teachers to provide dialogue space/ room as vehicles in learning to live together.

Keywords: diversity, dialogue at school, interfaith dialogue, dialogue of mutual acceptance

68 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama

berbagai umat beragama lain, maka kita Pendahuluan cenderung tidak tahu harus memulai dari mana untuk membangun dialog yang saling menerima Ada 6 agama yang diakui di Indonesia. Agama- dan memperkaya dalam keberagaman. Kita agama ini datang dari luar Indonesia seperti, mengharapkan adanya toleransi dikebera- Islam dari Arab, agama Budha-Hindu dari India, gaman. Dalam mengelola keberagaman, harus Kristen Protestan-Kristen Katolik dari Eropa, dan ada upaya lebih melampaui batas toleransi Kong Huchu dari Tiongkok. Pada satu sisi berupa dialog yang mutuality-acceptance. Jika hal keberadaan berbagai agama ini memberi ini terjadi di sekolah, maka bagaimana kekayaan kepada bangsa Indonesia tentang membangun dialog mutualitas dan penerimaan pluralitas, namun pada sisi yang lain dapat di sekolah? Tulisan ini membahas masalah tsb menjadi masalah apabila tidak dikelola dengan melalui penelahaan sejumlah referensi untuk baik. Merujuk pada data yang dilakukan oleh membantu guru, siswa dan karyawan dalam Wahid Institude, yang di buat dalam bentuk mengelola keragaman yang ada di sekolah. lembaran pertanyaan, kecenderungan Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi intoleransi agama di Jabotabek terus menguat di (a) pengembang kurikulum untuk merancang Sekolah Menengah Negeri, sebagai berikut. ruang dialog mutuality-acceptance dalam Dukungan terhadap tindakan pelaku pembelajaran, (b) guru dalam mengembangkan pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah strategi pembelajaran yang menyentuh aspek (guru 24,5%, siswa 41,1 %); dukungan untuk dialog mutuality-acceptance, dan (c) orang tua pengrusakan rumah atau fasilitas anggota dalam menerapkan dialog mutuality-accceptance keagamaan yang dituding sesat (guru 22,7%, sebagai salah satu nilai untuk membesarkan siswa 51,3 %); pengrusakan tempat hiburan anak-anak mereka dirumah mengenal malam (guru 28,1%, siswa 58,0 %). (Wahid keragaman (d) siswa dalam berteman dengan Institute, 2014). siapa saja tanpa kehilangan identitas. Selain itu Adanya pluralitas agama bukan hanya di hasil penelitian ini dapat juga dijadikan salah temukan dilingkungan masyarakat, namun juga satu acuan dalam melakukan penelitian sejenis ditemukan di lingkungan sekolah seperti di dikonteks yang berbeda. SMAK PENABUR Harapan Indah dan SMAK Penelitian ini dilakukan di perpustakaan PENABUR Kota Jababeka. Kedua sekolah ini SMAK PENABUR Harapan Indah dan SMAK berlabel Kristen namun siswa-siswi datang dari PENABUR Kota Jababeka sebagai suatu studi berbagai agama yaitu Muslim, Budha, Hindu kepustakaan, sejak bulan Agustus sampai bulan dan Kong Huchu. Kondisi ini mendorong November 2017, untuk memperkuat teori Knitter sekolah untuk perlu mengantisipasi munculnya yang sudah dipelajari penulis dalam kajian intoleransi dan radikalisme di kalangan pelajar literatur.Tulisan ini bertujuan untuk dan guru. Sekolah, perlu membuka ruang dialog mendeskripsikan Konsep Dialog mutuality- untuk mengelola keberagaman yang ada. acceptance, di sekolah. Sekolah sudah selayaknya mengkonstruksi konsep dialog agama-agama di sekolah dalam kondisi saling membutuhkan dan saling Dari Monolog ke Dialog menerima sehingga terjadi keharmonisan dalam Kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi yang hidup berdampingan. membawa agama, salah satu pemicunya adalah Berdasarkan latar belakang permasalahan sikap monolog itu yang tumbuh subur dalam yang dikemukakan di atas, maka masalah pokok kehidupan beragama. Kamus besar bahasa dalam penelitian ini adalah bagaimana dialog Indonesia menjelaskan monolog adalah dalam hubungan antaragama-agama. Di rumah, pembicaraan yang dilakukan oleh diri sendiri. kita dibesarkan dalam lingkungan yang serba Dalam hubungan agama-agama monolog itu homogen sehingga pengenalan dan pembelajar- identik dengan sikap ekslusivisme atau paham an tentang keragaman masih bersifat monolog. yang mengklaim kebenaran hanya ada dalam Ketika sampai di sekolah bertemu dengan dirinya sendiri diluar itu tidak ada kebenaran.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 69 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama

Hal ini terjadi pada sejarah gereja dalam kebenaran, sejauh kebenaran tersebut sesuai rumusan extra eccllesiam nula sallus yang artinya dengan kebenaran satu agama tertentu. Dua di luar gereja tidak ada keselamatan. model ini belum melakukan dialog secara utuh, Model ini dijunjung tinggi oleh kaum masih terjebak pada konsep monolog yaitu Kristen yang fundamental atau ekslusif memaksakan kehendak kepada agama lain dan dilandasi oleh pemikiran Karl Barth. Namun bicara untuk dirinya sendiri. tidak semua orang Kristen berhenti pada pandangan ini, munculnya kaum inklusif di Konsep Dialog dalam Hubungan Antaragama- bawah pemikiran Karl Rahner mencoba Agama mengritik para fundamentalis atau ekslusif Dialog agama adalah kesediaan untuk agama- gereja dan mengatakan bahwa orang-orang di agama saling mendengarkan, belajar dan luar gereja juga memiliki kesalamatan namun menerima persamaan dan perbedaan. Dialog tidak secara aktif, melainkan pasif, tugas kita antaragama tidaklah diletakan dalam ruang adalah membuat mereka mendapat keselamatan hampa, tetapi terarah pada dunia yang dipenuhi secara aktif. Meskipun sudah mengritik namun dengan ketidakadilan, kemiskinan, penderitaan, pemikiran Rahner masih dikatakan monolog, dan kerusakan ekologi (Pattipeilohy, 2015:14). karena menilai orang lain dari kacamata sendiri Pontifical Council for Interreligious Dialogue dan untuk kepentingan sendiri. Dalam membagi dialog menjadi 4 level sebagai berikut. kenyataan pluralitas agama di sekolah, kedua sikap monolog ini baik yang ekslusif maupun 1. Dialog kehidupan terjadi pada saat manu- inklusif tidak bisa dibiarkan tumbuh subur sia dimotivasi untuk hidup secara dalam dilahan pluralitas. Dalam konteks kemajemukan semangat keterbukaan dan bertetangga agama maka harus terjadi pergeseran sikap dari dengan baik, berbagi suka dan duka, monolog ke dialog, dimana kita membutuhkan persoalan kemanusiaan dan persoalan- dialog untuk belajar dari yang lain. Pluralitas persoalan besar kehidupan. biarlah begitu, pada sisi lain kita harus menjaga 2. Dialog aksi terjadi ketika pemeluk agama dan melestarikannya dalam ruang dialog Kristen dan pemeluk agama-agama lain agama. Dialog agama adalah kesediaan untuk bekerjasama untuk membangun kebebasan saling mendengarkan, belajar dan menerima dan kemanusiaan seutuhnya. persamaan dan perbedaan. Dialog menurut KBBI 3. Dialog teologi, terjadi ketik para ahli agama identik dengan percakapan, proses timbal balik, berupaya memperdalam pemahaman atas kesediaan untuk saling bicara dan mendengar- agama lain secara bersimpati dan kan. Dialog dapat berjalan bila orang lain tidak menghargai nilai-nilai spiritual masing- menyebut yang lain kafir dan terjadi kejujuran masing. diantara mereka. Dialog tidak produktif bila orang mencari persamaan dan bukan perbeda- 4. Dialog pengalaman beragama, terjadi saat an. (Sumarthana dkk, 2001:100-105). Bahkan pribadi-pribadi yang beragama saling John Titaley dalam bukunya Religiositas di Alinea berbagi pengalaman spiritual (berdoa dan Ketiga menegaskan bahwa Dialog perlu sebagai kontemplasi), iman dan cara mereka konsekuensi menjadi Indonesia ( 2013: 140). memahami dan berhubungan dengan Tuhan atau yang Maha Kuasa (Lattu, 2015: Tulisan ini mencoba melihat perkembang- 170) an konsep monolog ke dialog dalam prespektif Paul F Knitter. Pertama, model pergantian Dialog inter-religius tidak pernah terlepas (Replacement Model) yang menegaskan bahwa dari teologi, karena persoalan manusia adalah hanya satu agama yang benar. Kebenaran satu persoalan teologis yang mendorong manusia agama menggantikan kebenaran agama-agama untuk berefleksi dan beraksi dalam kehidupan- lain secara total maupun sebagian. Kedua, Model nya, maka menjadi suatu keniscayaan dan penyempurnaan (Fullfilment Model), satu agama imperatif bila kita mulai dengan teologi agama- yang diyakini sangat benar menyempurnakan agama. Theologia religionum adalah upaya agama-agama lain. Agama lain memiliki refleksi teologis untuk menempatkan pluralisme

70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama sebagai pusat perhatian dan pusat persoalan sederajat; 8) Dialog bisa berlangsung hanya (Sumartana, 2000:19). berdasarkan rasa saling percaya; 9) Orang- Paul F Knitter membawa kita untuk sadar orang yang masuk ke dalam dialog antaragama, akan keberadaan kita yaitu menuju kepada interideologis minimal setidaknya bersikap kritis kesadaran bersama yakni kesadaran akan yang terhadap diri mereka sendiri dan tradisi agama lain, kesadaran akan sejarah, kesadaran dan ideologis mereka sendiri; 10) Setiap peserta imperatif dialog dan kesadaran akan tanggung akhirnya harus berusaha untuk mengalami jawab bagi dunia. Kesadaran akan sejarah agama mitra atau ideologi dari dalam Leonard terbingkai pada kesadaran personal-eksistensial Swidler and Paul Mojzes (2000: 151-152). bahwa ada banyak agama membawa orang pada Kesepuluh ketentuan dialog ini cenderung kesadaran historis bahwa semua agama terbatas sangat elitis, formal dan berpusat pada teks (Knitter, 2005: 69-71) Pengetahuan yang kita tertulis. terima, adalah pengetahuan yang sudah Scott Appleby mengkritik dialog elit sebagai ditafsirkan jadi kebenaran yang kita dapat diplomasi agama kelas atas high level, high profile didalam sejarah bukanlah pengetahuan yang interreligous diplomacy ( 2000: 223). Agama dalam sahih atau mutlak melainkan separuh dalam pemahaman Swidler cenderung menekankan konteks keberadaan kita. Meskipun kebenaran formalitas dan elitis. Dialog Swidler tidak bisa didalam sejarah bersifat terbatas namun secara diterapkan di sekolah karena membutuhkan menggembirakan hal ini membawa manusia pengetahuan lebih tentang agama sendiri dan pada saling berhubungan. dialog Swidler harus berbicara pada level ilmiah mengacu pada tulisan, padahal tradisi di sekolah untuk mengacu pada tradisi tertulis Dialog Knitter: Suatu Pilihan Dialog yang tidak semua bisa melakukan, karena kita Kreatif dibesarkan dalam tradisi lisan dan ini mustahil Leonard Swidler merumuskan dialog sebagai dilakukan oleh siswa dan para guru yang tidak percakapan antara dua atau lebih orang yang mendalami ilmu agama. Selain itu, sama dengan memiliki pandangan berbeda dengan tujuan Swidler menekankan dialog yang formal, namun utama bahwa setiap peserta dialog akan belajar berbeda dalam praktik, bila Swidler dari yang lain sehingga dapat berubah dan menggunakan tradisi teks tertulis maka dengan berkembang. Swidler juga dalam tahapan- menggunakan tradisi lisan, Marc Gopin tahapan dialog antaragama yang dinamakan mengatakan bahwa dialog agama juga dapat Sepuluh Ketentuan Dialog (dialogue decalogue) menggunakan media simbol, ritual, dan Deklarasi Dialog: 1) Tujuan utama dialog adalah imajinasi bersama. belajar, yaitu mengubah dan tumbuh dalam Marc Gopin menegaskan bahwa dialog persepsi dan pemahaman tentang realitas, dan formal hanya berlaku bagi mereka yang kemudian bertindak sesuai dengan itu; 2) Dialog berpendidikan, terjadi secara verbal, dan orang antaragama dan interideologis harus yang agresif membuka ruang pertemuan fisik merupakan proyek dua sisi di dalam setiap dengan orang lain. Meskipun demikian, pemeluk komunitas agama atau ideologis dan antara agama dapat membangun hubungan antar- komunitas agama dan ideologis; 3) Setiap agama lewat gerak tubuh, simbol, emosi bersama, peserta harus berdialog dengan penuh kejujuran dan kerjasama (2002: 37). Pendapat Gopin dan ketulusan; 4) Dalam dialog antaragama, didukung oleh ahli dialog agama Muslim, interideologis, kita tidak boleh membandingkan Mohammad Abu-Nimer yang berpendapat cita-cita kita dengan praktik pasangan kita; 5) bahwa ritual agama lain adalah salah satu cara Setiap peserta harus mendefinisikan dirinya pemeluk agama membuka cakrawala pemaha- sendiri. Sebaliknya-yang ditafsirkan harus bisa man dan dialog antar agama. Bagi Abu-Nimer, mengenali dirinya sendiri dalam penafsiran; 6) dalam dialog antar agama, ritual menciptakan Setiap peserta harus berdialog tanpa asumsi cara dialog. Memahami ritual agama lain keras dan cepat mengenai titik-titik perselisihan; membuka jendela untuk memahami dan 7) Dialog hanya bisa berlangsung diantara yang mengerti ajaran agama lain (2002:18). Ritual

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 71 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama menyediakan kesempatan bagi orang yang kepada dua keyakinan dasar Kristiani yang telah berbeda keyakinan untuk makan, minum, kita ketahui bersama, bahwa kasih Allah membaui, menari, menangis, dan mengekspresi- universal diberikan kepada semua bangsa, kan berbagai emosi manusia yang lain untuk namun kasih itu juga partikular, diberikan menciptakan cara-cara kreatif membangun secara nyata di dalam Yesus Kristus (Knitter, pengertian lintas agama. Selain itu, menyanyi 2008:73). Pemahaman ini sekaligus memper- dan berpegangan tangan adalah dua hal utama tahankan keunikan keKristenan itu sendiri, yang membumikan ritual dalam praktik meskipun agama Kristen dapat berbaur dengan pemahaman dan perdamaian lintas agama (Lisa agama lain lewat pengakuan akan Rahmat Ilahi Schirch, 2005: 164). Lain dari Swidler, dialog yang dipelopori oleh pemikiran Karl Rahner dalam pandangan Gobin dan Nimer mengacu tentang Kristen anonim. Secara khusus konsep pada tradisi non tertulis berupa ritual, gaya tersebut memungkinkan seseorang untuk dialog Gobin dan Nimer sering ditemukan di menghindar salah satu dari dua jalan yang ada sekolah contohnya ketika semua agama yaitu menghindar dari jalan ekslusivisme dan mengikuti ritual Kristiani berupa perayaan pluralisme (Kilby, 2001: 49). Knitter menyebut Natal dan ibadah Senin, yang dilakukan di Rahner sebagai seorang teolog pembebasan SMAK PENABUR HI dan SMAK PENABUR Kota karena lewat teori Kristen anonimnya, berani Jababeka. merombak pemikiran sempit eklesiologis yang Berbeda dengan Swidler yang membawa mengurung keselamatan di dalam gereja extra dialog secara formal dengan bicara pada level ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada elit (pakar agama) dengan mengacu pada teks keselamatan) (Knitter, 2014: 174). Rahner tertulis, Gobin dan Nimer dengan tradisi lisan menulis dalam keempat tesisnya tentang Kristen yaitu ritual maka Knitter mulai dengan membagi anonim, menegaskan secara eksplisit jikalau hubungan agama-agama serta menawarkan keselamatan sebagai sesuatu yang khas Kristen dialog yang dapat menyelesaikan ketegangan dan di lain pihak keselamatan merupakan dan prasangka dalam agama-agama. Knitter rahmat Allah yang benar-benar dan sungguh- mulai dengan membagi model penggantian sungguh bermaksud menyelamatkan semua menjadi dua bagian: pertama model pengantian orang, maka kedua aspek ini tidak bisa total, model ini terutama dianut oleh komunitas didamaikan dengan cara lain kecuali dengan Kristiani yang beraliran fundamentalisme atau menyatakan bahwa setiap manusia evangelikal (Knitter, 2008: 25). Teologi dari model sesungguhnya memang terbuka terhadap penggantian total menganggap bahwa ada yang pengaruh rahmat ilahi yang adiduniawi. Umat kurang, atau menyimpang, di dalam agama lain. bukan Kristen, karena rahmat ini sesungguhnya Jadi pada akhirnya agama Kristen harus tidak tanpa iman kepada Kristus, mereka bertindak menggantikan mereka. Sedangkan beriman kepada Kristus tetapi secara anonim, model yang kedua dari penggantian adalah implisit. Iman kepada Kristus inilah yang model penggantian parsial, mengatakan bahwa memberi keselamatan, biarpun implisit atau adanya wahyu dalam agama lain, namun tidak mengenal Kristus secara jelas sebagaimana keselamatan tidak ditemukan di dalam agama dalam keKristenan. Para inklusivis lain melihat lain (Knitter, 2008:37-41). Berangkat dari model Yesus sebagai wakil (representative) kasih dan pertama, Knitter masuk pada model pemenuhan, kebenaran Allah yang menyelamatkan secara yang menyerukan bahwa hanya ada satu agama sepenuhnya di dalam lingkungan hidup yang dapat menyempurnakan agama lain. manusiawi (Knitter, 2003:39). Pandangan yang Agamalain memiliki kebenaran sejauh ditawarkan oleh Rahner dengan teori Kristen kebenaran itu sesuai dengan agama tertentu. anonim, tidak mengindoktrinisasi epistemologis Dengan demikian, model ini merupakan satu Knitter untuk berhenti dan mengamini ide sang langkah ke depan dalam usaha agama Kristen guru, malahan mendorong Knitter untuk membangun satu pemahaman yang berimbang melanjutkan ide sang guru. Knitter menilai tentang agama lain. Model ini menawarkan satu mereka (kaum inklusivis) gagal, karena mereka teologi yang dapat memberikan bobot yang sama akhirnya menentukan nilai agama lain dengan

72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama cara mereka sendiri. Inkarnasi Firman Allah salahan internal agama, melainkan mencari dalam Yesus berlangsung pada titik tertentu makna positif pada agama dan fokus pada dalam sejarah, dalam budaya tertentu, dan permasalahan bersama, tentang lingkungan melalui bahasa tertentu. Ini berarti bahwa sekitar di mana kita hidup dan berkembang. Ini inkarnasi dari Firman dalam Yesus tidak dapat yang dinamakan Knitter sebagai dialog yang keseluruhan Firman Allah? untuk bertanggung jawab secara global yaitu mulai menjadikannya sebagai Firman Allah secara melakukan dialog dengan persoalan-persoalan keseluruhan maka, kita harus meletakan dasar kehidupan yang kita alami bersama. Khususnya dialog (Knitter, 95/96:2-5). Bersaksi dapat pada kebutuhan penderitaan manusia dan mengambil dalam bentuk lain, dan hadir dalam lingkungan tempat kita tumbuh dan berkembang derajat yang berbeda. Kita mungkin (Knitter, 2005:12). Alasan mengapa kita perlu memasukkan dialog tidak dari posisi yang kuat, melakukan dialog agama-agama yang mutual tetapi dari salah satu kelemahan; atau lebih baik, dan saling menerima, mengingat secara Filosofis- posisi mencari kebenaran ketimbang historis kita terbatas dalam sejarah religious- menemukan kebenaran; mungkin itu adalah mistik. Yang Ilahi hadir dalam bentuk lain dalam posisi ketidakpuasan dengan tradisi sendiri agama-agama, etis-praktis. Adanya pengakuan (Knitter, 1990: 23). Alasan mengapa kita perlu bahwa kemiskinan dan penderitaan merusak ada pada posisi mencari karena posisi mencari kemanusiaan dan bumi merupakan selalu terbuka untuk mencari kebenaran itu, keprihatinan semua umat beragama. Semua ketidakpuasan untuk terus mencari akhirnya agama terpanggil untuk mengatasi berbagai mendorong agama untuk selalu belajar penderitaan. Oleh karena itu dialog sangat memandang dari jendela kebenaran lainnya, dibutuhkan dalam mengatasi setiap persoalan. berbeda dengan menemukan kebenaran, itu Model penerimaan menegaskan tentang hanya membuat agama menjadi tertutup dan kebenaran yang ada pada banyak agama biarlah tidak peduli pada keragaman. begitu, tidak usah diganggu gugat. Model ini merupakan satu pendekatan terhadap agama Konsep Dialog Mutualitas dan Penerimaan lain yang merasa bahwa ia lebih mampu Menurut Paul F Knitter berkomunikasi dengan cara orang masa kini Dalam model mutualitas semua agama memiliki untuk memahami diri mereka sendiri dan kebenaran karena itu agama-agama terpanggil dunianya, dan pada saat yang sama untuk berdialog. Model mutualitas akan lebih memperbaiki berbagai aspek dari teologi-teologi berpihak pada kasih dan kehadiran Allah yang sebelumnya yang rupanya tidak bekerja dengan universal di dalam agama lain. Bagi model ini, baik. Dalam hubungan dengan teologi lainnya, saling berhubungan lebih penting daripada model ini, sekali lagi berusaha menyeimbangkan sekedar toleransi. Hubungan semacam ini harus papan jungkat-jungkit yang telah kita duduki saling memperkaya, artinya hubungan dan bersama selama ini – antara universalitas dan percakapan dua arah ini memungkinkan kedua partikularitas (Knitter, 2008: 205). Model ini belah pihak saling berbicara dan mendengarkan, berusaha menyeimbangkan kedudukan semua terbuka untuk belajar dan berubah bagi model agama sama. Tidak ada yang lebih spesial atau ini, apapun yang mengancam mutualitas dialog tidak ada yang lebih kurang dari yang lain, harus dicurigai (Knitter, 2008:130). Jadi, model semuanya sama-sama spesial. Bagi para teolog mutualitas ingin menghindari pendapat bahwa model penerimaan, tekanannya terletak pada semua agama sama atau hanya berbicara tentang yang positif yakni keindahan, nilai, dan masalah yang sama tetapi sejalan dengan itu – kesempatan menjadi beraneka ragam (Knitter, dan ini tetapi yang rumit – harus ada sesuatu 2008:211). Bagi mereka, perbedaan ini sangat yang sama diantara agama-agama sehingga menarik, berbuah, dan mengandung rahmat memungkinkan dialog (Knitter, 2008:133). kehidupan daripada persamaan (Knitter, 2008: Artinya dalam hubungan agama dalam 211). Mengingat ada begitu banyak kebenaran berdialog tidak perlu menjadi sama dengan dalam agama-agama dari pada satu agama agama lain, atau hanya fokus pada perma- tertentu yaitu Allah yang hadir dalam bentuk

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 73 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama

Budha dan Yesus, rela hidup dalam duka atau painya kompetensi yang dimiliki oleh para nara penderitaan yang luas, guna membebaskan didik. Selanjutnya, belajar untuk menjadi, manusia dari keterpurukan yang menimpa mengasumsikan bahwa pendidikan memainkan mereka (Knitter, 2015:189). Keteladanan yang peranan yang penting dalam proses perkem- ditonjolkan Allah dalam Budha dan Yesus, bangan holistik dari insan peserta didik. Ketiga mendorong agama untuk belajar bersama dalam pilar atau aspek ini perlu diperlengkapi dengan keragaman. belajar untuk hidup bersama atas dasar Model penerimaan adalah bagian dari kesadaran bahwa manusia adalah makhluk hukum yang umat Kristen temukan dalam ajaran sosial yang hidup secara komunal dengan orang Injil, hukum untuk mengasihi, benar-benar lain. Belajar hidup bersama dimulai dengan mengasihi sesama manusia. Para penganut kesediaan untuk ada dalam dialog mutuality- model ini mengingatkan umat Kristen akan acceptance, yaitu kesediaan untuk saling sesuatu yang sangat mudah dilupakan. Menurut menerima dan memperkaya nilai keberagaman model ini penerimaan ini justru yang gagal di sekolah. Pengalaman untuk mengelola nilai dilakukan oleh umat Kristen, dan walaupun keberagaman di sekolah perlu menerobos batas tidak secara sadar atau memendam tetapi karena toleransi. Sikap toleransi memang menghendaki bereaksi terhadap orang lain dari perspektif hubungan, tetapi tidak mensyaratkan hubungan bahasa kultural dan religius sendiri. Ini adalah setara. Bila toleransi hanya sekedar keterbukaan, salah satu teguran yang sangat bernilai dari hormat-menghormati, dialog mutuality-acceptance model ini. Ingat betapa sering perspektif kita mendorong kita untuk ada dalam proses belajar sendiri menghalangi kita untuk memandang, bersama mengenal dan mengelola keragaman dan menghargai dan belajar dari keragaman guna mengurangi prasangka dan ketegangan agama lain. Itu berarti kita sadar betapa sering masalah agama-agama serta memperkaya diri bahasa kita menghalangi kita untuk mengasihi kita untuk mencintai perbedaan. Misalnya di sesama kita (Knitter, 2008:285). Sehingga dalam SMAK PENABUR Kota Jababeka kita melakukan hal mengasihi keterbukaan dan komitmen perayaan natal dengan aksi sosial di Panti seimbang dalam hubungan antar agama-agama. Jompo Citaras Bekasi Timur, dengan nuansa Mengasihi berarti berada pada tataran cinta dan dialog mutuality-acceptance. Pemimpin perayaan keadilan. Karena cinta tanpa keadilan, maka natal adalah siswi yang beragama Budha, acara agama akan jatuh pada altruisme (Derrick, dimulai dengan puji-pujian nuansa natal. 2015:10). Sedangkan keadilan tanpa cinta maka Selanjutnya, masuk dalam dialog mutuality- agama akan menjadi struktur sosial yang acceptance, masing-masing anak berdialog kehilangan belief sistemnya. dengan oma-opa yang beragam kepercayaan, percakapan mereka seputar persoalan non Dialog Mutuality-Acceptance di religius, tidak membicarakan Kitab Suci masing- masing agama, tetapi lebih bicara seputar Sekolah persoalan kehidupan dan bagaimana Allah menolong dan bekerja dalam diri mereka. Sekolah sebagai tempat untuk belajar semua Percakapan dimulai dengan basa-basi, setelah orang, sebagaimana yang telah dideklarasikan itu otobiografi dan dilanjutkan dengan secara UNESCO (United Nations Educational, Scientific bersama-sama mencari jalan keluar terhadap and Cultural Organization) bahwa ada empat pilar persoalan yang sedang di hadapi dan ditutupi dalam belajar yaitu “learning to know, learning to dengan doa masing-masing orang. Cinta-kasih do, learning to be, dan learning to live together.” dan keadilan memberikan semangat untuk (International Commission on Education, 2014). saling belajar pada perbedaan guna merayakan Belajar untuk tahu, menyiratkan bahwa kehidupan. Saat dialog mutuality-acceptance pendidikan seharusnya mendorong rasa ingin berlangsung sebagian guru dan anak didik tahu secara intelektual dari para nara didik. merasa tersentuh dan menangis terharu Belajar untuk melakukan, adalah bagian integral mendengar cerita oma dan opa tentang dari pendidikan yang bertujuan pada terca- kehidupan. Sebagian lagi mengatakan bahwa

74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama mereka sangat terberkati dengan kegiatan ini, kemanusiaan perlu dilakukan. Model monolog banyak pengalaman yang menyentuh mereka dalam keluarga telah memisahkan kita dari untuk menghargai perbedaan dalam hidup. aspek saling memperkaya dan menerima kebera- Lantas, tantangannya adalah bagaimana gaman. Model ini kerap terjadi di sekolah, penerapannya di sekolah? sehingga sikap untuk memperkaya diri dan belajar dari keberagamaan kurang diperhatikan. Kita menaruh dialog dari suatu titik yang kuat Membangun Ruang Dialog Mutuality- sehingga penghargaan terhadap nilai Acceptance di Sekolah kemanusiaan belum tersentuh secara maksimal. Perjumpaan kita dengan non Kristen, seringkali Paul F Knitter memberi pencerahan bahwa dialog ditemukan di ruang-ruang sekolah, meskipun bisa terjadi apabila dimulai pada titik yang lemah sekolah berlabel Kristen namun orang di yaitu belajar dan memberikan ruang pada yang lingkungan sekolah beragam kepercayaan ada minoritas di sekolah untuk menceritakan dan Kristen, Islam, Budha, dan Hindu. Hampir berbagi bahasa kebenaran yang mereka dapat keseluruhan dari kita dibesarkan dalam nilai- dari Sang Transenden atau Yang Ilahi. Dalam nilai yang relatif seragam, pengenalan akan melakukan dialog mutuality-acceptance di keberagaman di terima melalui cerita-cerita, dan sekolah, diharapkan tidak terbeban dengan media sosial baik yang bernilai negatif atau sejumlah kecurigaan terhadap agama lain, kita positif. Cerita-cerita yang negatif tentang perlu melepaskan semua itu, dan mereka tampil perbedaan agama, sebagai salah satu pemicu tanpa paksaan. terjadinya kegiatan intoleran di sekolah. Sikap Dengan memberikan kesempat-an kepada intoleran sering terjadi pada pelajar bahkan juga yang minoritas untuk berbagi, bukan berarti kita guru, karena terjebak pada ruang monolog yang akan kehilangan identitas sebagai orang Kristen, mengandung klaim pada nilai kebenaran tetapi malah memperkaya pada keberagaman. sebagai bentuk pereduksian atau pengurangan Memberi ruang pada agama lain, bisa dalam terhadap nilai kemajemukan dan keberagaman. berbagai cara misalnya memberi kesempatan Kita berhenti di klaim kebenaran, itu gaya bagi mereka untuk berdoa. Dalam acara-acara monolog, padahal perlu berada proses untuk keagamaan Kristiani perlu mereka diberikan mencari kebenaran. Dengan berada pada proses kesempatan untuk menampilkan keyakinan mencari kebenaran kita membuka ruang dialog mereka dalam perayaan keagamaan yang untuk saling belajar menerima dan memperkaya dilakukan di sekolah. Sedangkan aspek dalam keberagaman. Ini alasan sehingga perlu tanggung jawab bersama dimulai setelah membuka ruang dialog yaitu terbuka dan belajar memulai dialog dengan bicara mengenai mengelola lahan keberagaman. Membangun persoalan-persoalan non religius yang terjadi ruang dialog sangat dibutuhkan sebagai salah dilingkungan sekitar yaitu kemiskinan, satu cara untuk mengantisipasi sikap monolog ketidakadilan, diskriminasi, penindasan dan (persamaan nilai keyakinan dan klaim persoalan lingkungan hidup. Berikutnya dialog kebenaran) yang tumbuh subur dalam keluarga. mutualisme dapat berjalan dalam proses Ada dua fokus yang perlu dimasukan pembelajaran di kelas, dengan memberi kesem- dalam membangun ruang dialog mutuality- patan kepada siswa untuk mengerjakan tugas acceptance di sekolah yakni fokus pada aspek secara berkelompok dan dalam pemberian tugas humanitas dalam keberagaman dan fokus pada kelompok sisipkan sedikit materi tentang tanggung jawab bersama. Aspek humanitas persoalan-persoalan hidup yang mereka pecah- dalam keberagamaan merujuk pada tekad untuk kan menurut keyakinan mereka secara bersama- mengedepankan nilai kemanusiaan yang sama, di situ mereka boleh belajar dan memper- menyeluruh, penghargaan terhadap nilai-nilai baiki pemahaman mereka tentang keberagaman.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 75 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama

dalam lingkup BPK PENABUR dan rekomendasi Simpulan teknis yang perlu dilakukan untuk membangun ruang dialog Mutuality-acceptance yang utuh di Kesimpulan BPK PENABUR. Dari pembahasan tentang konstruksi dialog di sekolah secara khusus dalam pandangan Daftar Pustaka Knitter, beberapa pokok pikiran dapat dikemu- kakan sebagai berikut. Abu, Nimer Muhammed . (2002 ). The miracle of Pertama, monolog atau sikap yang meng- transformation through interfaith dialogue; klaim kebenaran sendiri dan memaksakan Are you a believer? In interfaith dialogue and kehendak kebenaran untuk di ikuti perlu peacebuilding. Ed., David R. Smoch. bergeser ke dialog mengingat sekolah adalah Washington DC: United States Institute of komunitas yang beraenakaragam. Peace Press Kedua, dialog sangat dibutuhkan di sekolah Appleby, R. Scott. (2000). The ambivalence of the sehingga perlu sikap saling belajar dan saling sacred: Religion, violence, and reconciliation. menerima untuk memperkaya dalam rangka Lanham and Oxford: Rowman and belajar untuk hidup bersama. Ketiga, dialog di Littlefield Publishers, Inc sekolah dapat di bangun melalui aspek huma- Derrick, Nantz. (2015). Exposing the Roots of nitas yang mengedepankan nilai kemanusiaan External Control Psychology: Altruism as dan persoalan tanggung jawab bersama. Moral Compulsion. International Journal of Choice Theory & Reality _Therapy, Vol. 34 Saran Gopin, Marc. (2002). The use of the word and its Berdasarkan kesimpulan beberapa saran yang limits: a critical evaluation of religious dapat disampaikan sebagai berikut. dialogue as peacemaking, in interfaith Pertama, BPK PENABUR perlu memberikan dialogue and peacebuilding. Ed., David R. ruang dialog Mutuality-acceptance untuk tumbuh Smoch. Washington DC: United States subur di sekolah sebagai salah satu wadah Institute of Peace Press dalam belajar hidup bersama, untuk mengurangi http://www.wahidinstitute.org/wi-id/indeks- sikap intoleransi dan diskriminasi yang akhir- opini/280-intoleransi-kaum-pelajar.html. akhir ini berkembang dalam masyarakat.. (diunduh 15Januari 2018) Kedua, sekolah dapat merancang kegiatan Kilby, Karen. (2001). Karl Rahner. Yogyakarta: yang menekanan pergeseran dari monolog ke Kanisius dialog bagi seluruh lingkungan sekolah. Knitter, F Paul. (2004). Christian Theologies of Ketiga, guru perlu menerapkan ruang Religions: Searching for Comitment and dialog Mutuality-acceptance dalam proses Openess. Jurnal Studi Agama dan pembelajaran dengan mengangkat masalah non Masyarakat Waskita I, No. 2 religious khususnya yang berhu-bungan Knitter, F Paul. (2015). Comparative theology is not dengan nilai kemanusiaan dan tanggungjawab business-as-usual theology: Personal witness bersama, sebagai salah satu pendekatan from a Buddhist Christian. Buddhist- mengelola keragaman dalam pembelajaran. Christian Studies Issue 35 Perlu juga disampaikan bahwa tulisan ini Knitter, F Paul. (2014). Dialogue and liberation: masih dalam tataran universal di sekolah dan What i have learned from my friends— membutuhkan penelitian lanjutan untuk Buddhistand Christian. University of rekomendasi secara teknis sesuai kebutuhan Hawaii Press Issue 34 BPK PENABUR, penulis perlu menguji sejauh Knitter, F Paul. (2011). Doing theology mana nilai keragaman di sekolah yang ada interreligiously. Issue 1.117-132, diunduh

76 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Mengkonstruksi Konsep Dialog Agama-Agama

January 31, 2016. http: // web . a. Knitter, F Paul. (1987). Toward a liberation theology ebscohost. Com / ehost / pdfviewer / of religions. Dalam The myth of christian pdfviewer ?sid uniqueness. Ed.John Hick and Paul F. Knitter, F Paul. (2014). “Good Neighbors or Knitter, 178-200. Maryknoll: Orbis Books Fellow Seekers?dealing with the plurality Knitter, F Paul. (1996). Toward a liberative of wenty-first century,”Journal interreligious dialogue,”Journal ofCross Interreligious Insight 12, no. 1 Currents 45, No 4:2-5 Knitter, F Paul. (2005). Global Responsibility and Lattu, Izak. (2015). Beyond tolerance: Memahami Interreligious Dialogue: Searching for hubungan lintas agama dalam konteks Common Ground,” Journal Studi Agama polidoksi dan poliponik. Dalam Buku Ajar dan Masyarakat Wasikita II, no 1 Pendidikan Agama Kristen, editor. Knitter, F Paul. (1990). Interreligious dialogue: Retnowati dkk. Salatiga: Satya Wacana What? Why? How?,”in Death or University, Press Dialogue? From the age of Monologue to the Leonard, Swidler and Paul Mojzes. (2000). The Age of Dialogue, diedit oleh Leonard study of religion in an age of global dialogue. Swidler, John B Cobb Jr, Paul F Knitter and Philadelphia: Temple University Press Monika K Hellwig, Philadelphia: Trinity Pattipeilohy, Stella. (2015). Keselamatan menurut Press International Paul F Knitter: Suatu tinjauan psiko-sosial. Knitter, F Paul. (2009). Islam And Christianity Yogyakarta: Kanisius Sibling Rivalries And Sibling Possibilities. Schirch, Lisa. (2005). Ritual and symbol in Journal of Cross Currents peacebuilding. Bloomfield: Kumarian Press Knitter, F Paul. (2005). Menggugat arogansi Sumartana, Th. (2000). Theologia religonum dalam KeKristenan. Yogyakarta: Kanisius meretas jalan teologi agama- agama di Knitter, F Paul. (2001). Menuju teologi pembebasan Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia agama-agama. Dalam Mitos Keunikan Agama Titaley, John. (2013). Religiositas di alinea Kristen. Diedit oleh John Hick dan Paul F. tiga:Pluralisme, nasionalisme, dan Knitter. Jakarta: BPK Gunung Mulia transformasi agama-agama. Salatiga: Satya Knitter, F Paul. (2008). Pengantar teologi agama- Wacana University, Press agama. Yogyakarta: Kanisius ------. International Commission on Education. Knitter, F Paul. (2003). Satu bumi banyak agama. Learning the Treasure Within: Report to Jakarta: Gunung Mulia UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty First Century

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 77 Pendidikan Religiositas Opini

Pendidikan Religiositas

Paulus Eko Kristianto Email: [email protected] Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta

Abstrak emajemukan perlu dirawat dengan baik. Kalau tidak, kemajemukan bisa menimbulkan masalah. Alternatif yang diajukan penulis dalam hal ini yakni melalui Pendidikan K Religiositas. Tulisan ini membahas berbagai diskusi dalam Pendidikan Religiositas. Setelah melalui pembahasan yang kritis, tulisan ini berkesimpulan Pendidikan Religiositas diharapkan dapat menolong peserta didik mengembangkan dialog terbuka melalui pijakan pengalaman nyata. Namun, pendidikan ini tidak akan berjalan mudah apabila tidak didukung kompetensi guru dan yayasan sekolah.

Kata -kata kunci: pendidikan religiositas, pluralisme, dialog

Religiosity Education

Abstract Pluralism needs to be well cared for. Otherwise pluralism can cause problems. The alternative proposed by the author in this case is through Religiosity Education. This paper discusses various aspects in Religiosity Education. After going through a critical discussion, this paper concludes Religiosity Education is expected to help learners develop open dialogue through a real experience footing. However, this education will not be easy if not supported by the competence of teachers and school foundations.

Key words: religiosity education, pluralism, dialog

78 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas

dalamnya berkenaan pemahaman dasar, Pendahuluan standar proses, standar isi, dan pengembangan proses pembelajaran. Secara garis besar, Sebagaimana kita ketahui, keberagaman agama Pendidikan Religiositas merupakan komunikasi merupakan salah satu konteks Indonesia yang iman, baik antarpeserta didik yang seagama tidak bisa terelakkan. Kenyataan ini tak jarang maupun berbeda agama dan kepercayaan agar menimbulkan berbagai konflik antaragama. membantu peserta didik menjadi manusia yang Konflik yang menguras energi seluruh pemeluk religius, bermoral, terbuka, dan mampu menjadi agama di Indonesia. Pada 1996, ada banyak pelaku perubahan sosial demi terwujudnya perusakan dan pembakaran gedung gereja di masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, Indonesia, baik dalam skala kecil hingga besar berdasarkan nilai-nilai universal, misalnya yang dimulai dari Situbondo, Jawa Timur, hingga kasih, kerukunan, kedamaian, keadilan, merembet ke Jawa Barat dan tempat lain di kejujuran, pengurbanan, kepedulian, dan Indonesia. Bom juga menyelimuti fenomena persaudaraan.2 tersebut khususnya saat Natal pada tahun 2000. Kerusuhan demi kerusuhan juga terus terjadi Pembahasan yang berujung pada konflik. Konflik Poso, Sulawesi Tengah, terjadi sepanjang 1998-2000 Pemahaman Dasar Pendidikan Religiositas dengan tiga jangka waktu, yaitu kerusuhan Dalam membangun masyarakat yang rukun, pertama sepanjang 25-29 Desember 1998, hidup damai, serta dinamis, dibutuhkan kerusuhan kedua sepanjang 17-21 April 2000, paradigma baru dalam menyikapi kemajuan dan kerusuhan ke tiga sepanjang 16 Mei-15 Juni masyarakat. Oleh karenanya, pada 1982, 2000. Konflik tersebut kemudian disusul oleh Mangunwijaya memunculkan ide yang mengge- konflik Ambon dan Maluku terjadi mulai awal litik dunia pendidikan. Bagi Mangunwijaya, 1999 dan percikannya masih terasa hingga saat pendidikan sebaiknya tidak hanya berkenaan ini. Pada awal 2011, konflik internal dalam dengan proses penularan ilmu semata, tetapi agama Islam juga bermunculan. Pelarangan lebih mengarah ada upaya untuk menumbuh- Ahmadiyah dan kekerasan fisik terhadap kembangkan sikap dan semangat religius yang beberapa pengikut Ahmadiyah di Cikeusik Jawa terbuka bagi peserta didik. Secara detail, proses Barat. Kemudian, perusakan tiga gedung gereja ini dapat diperhatikan pada bagian berikut. di Temanggung 8 Februari 2011 juga ikut mewarnai hiruk pikuk hubungan antaragama. Latar belakang munculnya Pendidikan Religiositas Pada uraian “Pendidikan Kristiani dalam Melalui gagasan Mangunwijaya, kita tidak boleh Perenungan Identitas Diri” dalam Jurnal memaknai bahwa intelektual dan semangat Pendidikan PENABUR No. 25, Tahun ke-14, religius dipisahkan begitu saja, melainkan Desember 2015, penulis mengajukan pola keduanya diharapkan dapat tumbuh dan Pendidikan Kristiani yang dapat mengajarkan berkembang bersama-sama agar terjadi keseim- peserta didik dalam menjalin relasi antara bangan hidup dalam diri peserta didik. Walau identitas diri dan Sang Lain melalui keluarga, demikian, pendidikan keimanan dan sikap sekolah, dan masyarakat.1 Hal tersebut tertuang religius diharapkan lebih utama. Hal itu dalam bingkai Pendidikan Kristiani dengan disebabkan sikap dan semangat religius ini pendekatan hospitalitas. Hospitalitas diyakini dapat memberikan dasar yang kuat bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan diharapkan mampu melahirkan budaya terbuka hidupnya sebagai anak bangsa yang cerdas dalam berjumpa dengan Sang Lain dalam sekaligus beriman. Peserta didik diharapkan kehidupan harian, khususnya gerakan tidak lagi hidup terkungkung dalam jalan oikumene dan percakapan antariman. Masa- pikirannya sendiri sehingga dimungkinkan lahnya, bagaimana bentuk konkrit atas hal meremehkan teman yang beragama dan tersebut? Melalui artikel ini, penulis mencoba berkepercayaan lain. Dengan demikian, peserta menggalinya lebih jauh melalui Pendidikan didik diharapkan mampu menumbuhkan sikap Religiositas dan berbagai karakteristik di dan semangat religius yang terbuka dengan cara

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 79 Pendidikan Religiositas hidup bersama sebagai saudara dengan teman diri peserta didik secara dialogal antara peserta yang berbeda agama dan kepercayaan di sekolah, didik yang beragama sama atau yang berbeda serta mengomunikasikan imannya dengan agama dan kepercayaan sehingga peserta didik terbuka dan dengan penuh ketulusan hati.3 mampu menjadi pribadi yang utuh dan mampu Berdasarkan pemahaman tersebut, komunikasi berperan sebagai pelaku perubahan sosial.6 iman akhirnya ditempatkan dalam kerangka Pendidikan Religiositas merupakan komunikasi Pendidikan Religiositas di berbagai sekolah iman, baik antar peserta didik yang seagama Katolik yang berada di wilayah Keuskupan maupun berbeda agama dan kepercayaan agar Agung Semarang (KAS). membantu peserta didik menjadi insan yang religius, bermoral, terbuka, dan mampu menjadi Religiositas berbeda dengan agama pelaku perubahan sosial demi terwujudnya Dalam menguraikan gagasannya, Mangunwi- masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, berda- jaya berpendapat bahwa religiositas berbeda sarkan nilai-nilai universal, misalnya kasih, dengan agama. Agama cenderung dimaknai kerukunan, kedamaian, keadilan, kejujuran, lembaga kebaktian kepada Allah atau dunia atas pengurbanan, kepedulian, dan persaudaraan. yang resmi dan yudiris, melalui peraturan dan Pendidikan Religiositas sebagai komuni- hukum, keseluruhan organisasi tafsir kitab-kitab kasi iman bagi peserta didik yang seagama atau keramat, dan berbagai hal yang melengkapi berbeda agama dan kepercayaannya dimung- berbagai segi kemasyarakatan. Di samping itu, kinkan menjadi keyakinan dasar dan sangat religiositas dimaknai pada segala sesuatu yang penting implikasinya bagi kehidupan bersama ada dalam lubuk hati, getaran hati nurani sebagai anak-anak Allah. Bagaimana tidak, pribdi, serta sikap personal yang menjadi misteri bagi orang lain karena menapaskan intimitas selama ini, Pendidikan Agama yang diyakini jiwa yaitu cita rasa yang mencakup totalitas mempunyai tujuan luhur dan mulia bagi (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman pengembangan hidup ternyata tidak menghasil- isi pribadi manusia. 4 Dengan kata lain, kan buah yang dicita-citakan. Bahkan, pendidik- religiositas lebih dalam daripada agama karena an itu telah menghasilkan orang yang cenderung bergerak dalam tata paguyuban yang lebih intim. berpandangan sempit dan meremehkan orang Bagi Mangunwijaya, orang beragama lain yang tidak memiliki kesamaan agama dan seharusnya mendasarkan hidupnya pada iman kepercayaan. Dengan demikian, orang yang meski yang terjadi ialah orang mengaku memeluk suatu agama atau kepercayaan, yang beragama, namun belum tentu beriman. Orang seharusnya hidup baik dan beriman ternyata beragama yang taat belum tentu orang beriman kesehariannya tidak diwarnai oleh ajarannya. yang baik, padahal orang beragama yang taat Bila ditelusuri, sistem pendidikan agama selama seharusnya adalah orang yang beriman ini cenderung membuat peserta didik terkotak- mendalam.5 Dengan menganut suatu agama, kotak dalam pergaulan dengan teman di sekolah orang berusaha menjalin hubungan mesra atau masyarakat. Bagaimana tidak, Pendidikan dengan Allah yang dahsyat (tremendum) dan Agama sekarang ini umumnya bersifat simbolis, sekaligus memesona (fascinosum). Pemahaman ritualistis, dan legal-formalistis. Akibatnya, kita demikian dimungkinkan menjadi fondasi mungkin menemukan bentangan jarak yang jauh Pendidikan Religiositas. Pendidikan Religiositas antara wacana keberagaman dan perwujud- seharusnya menjadi utama dan pertama karena annya dalam kehidupan nyata. mengajak peserta didik sampai pada ketaatan untuk melaksanakan perintah Allah, menjadi refleksi atas perasaan, keinginan, harapan, dan Standar Proses Pendidikan Religiositas pengakuan kepada Allah secara total. Pendidikan Religiositas berproses mengguna- kan Paradigma Pedagogi Reflektif (selanjutnya Pendidikan Religiositas Adalah Komunikasi ditulis PPR). Awalnya, PPR dikembangkan oleh Iman para Yesuit berdasarkan latihan rohani Ignatian. Komunikasi iman merupakan proses mengung- Latihan rohani tersebut disebut Paradigma kapkan pengalaman iman yang terjadi dalam Pedagogi Ignatian.

80 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas

Paradigma pedagogi reflektif mengolah Pendidikan Religiositas. PPR diapli- PPR dilakukan dengan mensyaratkan tiga unsur kasikan melalui pengungkapan pengalaman, 8 utama yakni pengalaman, refleksi, dan aksi.7 refleksi pengalaman, serta evaluasi dan aksi. Dalam hal ini, pengalaman merupakan kegiatan Pengungkapan pengalaman dalam pembelajar- yang memuat penyerapan unsur koginitif atas an Pendidikan Religiositas selalu diawali bahan yang dipelajari, serta unsur afektif atas dengan cerita rakyat, cerita kehidupan, atau apa yang dihayati. Proses tersebut dilakukan peristiwa langsung yang relevan dengan tema melalui upaya menanyakan, membayangkan, dan topik pembahasan. Dalam penyajiannya, menyelidiki unsur-unsur yang ada, dan cerita tersebut dikemas melalui media kreatif, memberikan tanggapan atasnya. Dalam proses- misalnya film, artikel, komik, maupun gambar. nya, pengalaman bisa berupa pengalaman Pengalaman yang sudah disajikan perlu faktual dan aktual. Refleksi merupakan kegiatan direnungkan secara mendalam. Proses tersebut yang dilakukan guna melihat berbagai proses biasa disebut refleksi pengalaman. Refleksi pendidikan dengan penuh kesadaran dan lebih dilakukan dengan menemukan nilai-nilai mendalam. Proses refleksi berorientasi pada pengalaman secara kritis. Artinya, peserta didik upaya menemukan makna yang lebih terhadap diajak untuk mengomunikasikan hasil refleksi- berbagai nilai, kesadaran, semangat, dan sikap nya dengan nilai iman dan ajaran agama, terma- baru. Semua dilakukan dengan tujuan memben- suk kepercayaan yang melatarbelakanginya, tuk sikap mengubah pola berpikir, bersikap, dan serta mendialogkan kekayaan pandangan ajaran bertindak terhadap dunia dan dirinya sendiri, agama dan kepercayaan antar peserta didik. serta membentuk dan mengembangkan suara Hasil refleksi pengalaman kemudian hati. Aksi merupakan perwujudan gerakan atau dievaluasi dan diwujudkan dalam tindakan atau dorongan batin yang menjadi sebuah refleksi aksi konkrit berupa aktivitas nyata. Dalam proses sehingga kemudian dituangkan dalam aksi ini, aktivitas nyata menjadi penting dikarenakan batiniah dan lahiriah sebagai wujud pertobatan sebagai bentuk internalisasi atas berbagai nilai atau pembaruan diri. yang ditemukan dalam proses refleksi. Proses ini terekam dua hal penting yakni pra-aksi dan Melalui integrasi pengalaman, refleksi, dan aksi. Pra-aksi merupakan aktivitas dalam kelas aksi, peserta didik Pendidikan Religiositas guna mengekspresikan temuan nilai-nilai diharapkan dapat mengembangkan hidupnya refleksi dengan ungkapan atau simbol tertulis, melalui proses kebiasaan belajar-mengajar gerak, maupun pameran etalase yang bersifat dengan memperhatikan pengalaman hidup dan pribadi atau kelompok. Di sisi lain, aksi merefleksikannya, memiliki prinsip hidup serta merupakan aktivitas pribadi atau kelompok bertindak dengan penuh tanggung jawab, dan sebagai tindak lanjut dari refleksi di luar proses menjadi pelaku perubahan sosial. Hasil dari pembelajaran di kelas yang mempunyai dampak proses tersebut yakni peserta didik dimungkin- konkrit secara sosial. kan memiliki kepedulian pada lingkungan dan sesama, mencintai nilai-nilai kehidupan secara mendalam, serta memahami dan menghargai Implikasi paradigma pedagogi reflektif dalam kemajemukan. Penghargaan atas kemajemukan Pendidikan Religiositas dinyatakan dalam bentuk saling menghargai PPR yang diimplikasikan dalam Pendidikan tradisi agama dan kepercayaan, menepis Religiositas perlu memperhatikan konteks berbagai aneka apologi atau mengagungkan diri peserta didik, sekolah, sosial, politik, dan sendiri (sovinisme), serta fanatisme sempit yang budaya.9 Konteks peserta didik meliputi berlebihan, membuka hati dan pikiran terhadap keluarga, kelompok sebaya, agama dan kemajemukan ideologi dan pandangan hidup. kepercayaan, kemampuan, hobi, pemahaman, dan motivasi peserta didik. Selama proses Aplikasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran Pendidikan Religiositas, peserta Pendidikan Religiositas didik diajak belajar mengenali, memahami, dan Sebagaimana uraian sebelumnya, PPR merupa- menginternalisasikan nilai dan pengetahuan kan standar proses yang digunakan untuk yang sesuai dengan pemikirannya. Dengan kata

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 81 Pendidikan Religiositas lain, proses belajar mengajar berpusat pada dan memahaminya, [3] Mendalami bahan peserta didik. Konteks sekolah meliputi suasa- bukan sekedar untuk dihafalkan, tetapi mencari na suasana sekolah yang mampu mengolah dan kedalaman isinya. Berkenaan dengan optima- mengembangkan kepercayaan, perhatian, lisasi proses Paradigma Pedagogi Reflektif, guru penghargaan, kejujuran, dan keadilan. Dengan bertugas12; (1) Menjelaskan isi pokok pembel- demikian, seluruh civitas sekolah diharapkan ajaran secara lebih ringkas dengan rangkuman mampu berperan dalam mengembangkan agar pembelajaran lebih partisipatif dan suasana sekolah yang mendukung proses ini. memaksimalkan peran atau keterlibatan peserta Sedangkan, konteks sosial, politik, dan budaya didik. (2) Mengaktifkan peserta didik agar masuk dalam lingkungan sosial dan peserta semakin terlibat dalam mengolah dan memper- didik, tekanan sistem dan kebijakan pemerintah, kaya bahan pembelajaran, khususnya ajaran dari serta kemiskinan, dan politis yang dapat aneka agama dan kepercayaan. (3) Memantau memengaruhi proses Pendidikan Religiositas. atau mengobservasi hasil pendalaman peserta Berbagai konteks tersebut diharapkan didik, apakah sudah tepat, menyimpang, atau dapat memberi dampak bagi perkembangan justru terlalu jauh dari tujuan, dan mendampingi peserta didik. Oleh karenanya, guru diharapkan proses belajar peserta didik agar sesuai dengan dapat mengelola pembelajaran dengan yang ingin dicapai. (4) Mengusahakan agar menyatukan aspek pengetahuan, keterampilan, peserta didik membentuk kelompok belajar yang dapat meningkatkan semangat berkomunikasi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Penyatuan tersebut serta berbagai pengalaman dan gagasan. (5) setidaknya dimungkinkan meminimalisasi Mengusahakan agar peserta didik terbiasa model belajar menghafalkan definisi dan berefleksi sehingga mampu menemukan dan pengertian yang normatif. Pendidikan mengungkapkan kebaikan Tuhan dan nilai-nilai Religiositas diharapkan turut mengintegrasikan universal dalam diri sendiri, sesama, dan pembelajaran tentang masalah dunia, hidup, lingkungan hidupnya. (6) Mengusahakan agar dan nilai kemanusiaan dengan nilai-nilai peserta didik terbiasa bekerja sama lintas agama religiositas agar peserta didik mampu dan kepercayaan dengan semangat persauda- menemukan sendiri nilai yang menjadi raan sejati sehingga mampu menumbuhkan pegangan hidupnya.10 Pola demikian bisa sikap dan semangat keterbukaan. (7) Menjadi dilakukan melalui kesediaan guru memikirkan pendamping yang memacu peserta didik agar bahan pembelajaran yang tepat dan kontekstual, semakin aktif menemukan berbagai hal yang serta memberikan jalan keluar atas masalah ingin diketahuinya. peserta didik dan mengembangkan ke arah pemikiran yang lebih dewasa melalui sentuhan Standar Isi dan Kompetensi Pendidikan kehendak dan dorongan hati. Namun, pembel- Religiositas ajaran demikian membutuhkan proses yang Dari segi kurikulum, Pendidikan Religiositas matang. Setidaknya, prose situ dilalui dengan memiliki standar isi dan kompetensi berikut13. adanya integrasi antara konteks, kurikulum, dan proses belajar mengajar. Jenjang SD Kurikulum jenjang SD kelas 1-6 memiliki standar Guru Pendidikan Religiositas kompetensi: (1) Mengenal dan memahami diri Implikasi Pendidikan Religiositas demikian dan lingkungannya sebagai karunia Tuhan dan tidak akan tercapai bila guru kurang mengem- mensyukurinya dengan doa, nyanyian, dan bangkan diri dan menjalankan kode etika. Hal perbuatan nyata. (2) Mengenal, memahami, yang perlu dikembangkan guru menyentuh tiga mengimani, dan mencintai Tuhan sebagai hal yaitu11; [1] Aktif dan proaktif dalam pencipta dan penyelenggara sebagaimana menggeluti dan mendalami bahan pembelajaran dikisahkan dalam Kitab Suci, serta diwartakan secara mandiri, [2] Melakukan kegiatan yang dan diperjuangkan oleh Yesus Kristus. (3) bertujuan untuk mengulangi bahan dengan cara Mengenal dan memahami gereja beserta refleksi dan evaluasi agar semakin menguasai ajarannya, menghayati hidup sebagai umat

82 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas beriman, dan merayakan iman menurut agama jalan hidup yang mendukung terwujudnya dan kepercayaannya masing-masing. (4) Kerajaan Allah seperti yang diperjuangkan Mengenal dan memahami masyarakat Yesus. Dengan demikian, sebagai anggota sekitarnya dan mewujudkan imannya dalam masyarakat di tengah era globalisasi, peserta kehidupan konkrit. (5) Menghargai dan didik mampu bersikap benar dan kritis demi memperkembangkan alam ciptaan demi kesejahteraan manusia. kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Adapun, turunan standar kompetensi Standar kompetensi umum tersebut bila perkelas/ jenjang terurai dalam kompetensi dijabarkan dalam setiap jenjang tertuang: (1) dasar: (1) Kelas I: (a) Peserta didik mengenal dan Kelas I: Peserta didik mengenal dan memahami memahami diri sendiri sebagai anugerah Tuhan diri sebagai ciptaan Tuhan yang berkembang sehingga mampu mengungkapkan rasa syukur melalui dan di dalam keluarga, teman, dan atas karunia-Nya dengan doa, nyanyian, dan sekolah. (2) Kelas II: Peserta didik mengenal, tindakan. (b) Peserta didik mengenal dan memahami, dan mengolah perasaannya sebagai memahami Tuhan yang Mahakasih, yang anggota umat Tuhan dalam menyambut karya menciptakan, dan memelihara ciptaan-Nya keselamatan yang diwartakan dalam Perjanjian sehingga mampu bersyukur atas kebaikan Lama, dan terpenuhi dalam diri Yesus. Dengan Tuhan dengan doa. (c) Peserta didik mengenal demikian, peserta didik mampu mewartakan dan memahami keluarga dan temannya sebagai kabar gembira Yesus dan memelihara anugerah Tuhan sehingga mampu mengung- lingkungan hidupnya. (3) Kelas III: Peserta didik kapkan syukur dengan doa, nyanyian, dan mengenal, memahami, dan memperkembang- tindakan. (d) Peserta didik mengenal dan kan kemampuannya sebagai anugerah Tuhan memahami tempat tinggal dan sekolahnya dengan meneladan Yesus Kristus yang sebagai anugerah Tuhan sehingga mampu berkembang menjadi berani tampil di hadapan bersyukur dengan doa, nyanyian, dan tindakan. orang lain. Dengan demikian, peserta didik yang (2) Kelas II: (a) Peserta didik mengenal dan hidup di dalam paguyuban orang beriman memahami perasaan sedih dan kecewa dalam mampu mewartakan kabar gembira, melayani, dirinya sehingga berani mencoba berbuat baik beribadat, menjadi saksi, serta bekerjasama dan mampu belajar. (b) Peserta didik mengenal dalam mengasihi sesama dan lingkungan dan memahami karya keselamatan Tuhan yang hidupnya. (4) Kelas IV: Peserta didik mengenal, telah diwartakan dalam Perjanjian Lama dan memahami, dan memperkembangkan sikap baik terpenuhi dalam diri Yesus Kristus sehingga yang dianugerahkan Tuhan dengan meneladan mampu bersyukur atas karya keselamatan-Nya. sikap Yesus yang mencintai, menerima siapa (c) Peserta didik mengenal dan memahami saja, mengampuni, setia, peduli, serta dikuatkan bahwa dirinya anggota umat Tuhan dan diutus dengan ibadah, dan berkat. Dengan demikian, mewartakan kabar gembira. (d) Peserta didik peserta didik mampu membangun dan mengenal dan memahami manfaat air bagi mewujudkan hidup adil, jujur, dan peduli pada kehidupan sebagai anugerah Tuhan sehingga lingkungan hidup yang sehat. (5) Kelas V: mampu menjaga kebersihan dan mensyuku- Peserta didik mengenal, memahami, dan rinya. (3) Kelas III: (a) Peserta didik semakin memperkembangkan iman melalui semangat mengenal dan memahami kemampuan yang doa Bapak Kami dan berpedoman pada Sepuluh dimilikinya sehingga dapat tumbuh dan Perintah Allah, dan teladan iman Maria yang berkembang bersama dengan orang lain. (b) bersandar pada kerahiman Tuhan. Dengan Peserta didik mengenal dan memahami bahwa demikian, peserta didik mampu menjadi saksi Yesus Kristus, yang berkembangkan untuk iman dengan semangat membangun kerukunan berani tampil di hadapan orang lain, memanggil hidup dalam masyarakat majemuk dan murid-murid-Nya dan mengutus mereka mendukung secara kritis kemajuan industri sehingga mampu meneladani-Nya. (c) Peserta dengan tetap peduli pada lingkungan. (6) Kelas didik semakin mengenal dan memahami VI: Peserta didik mengenal, memahami, dan paguyuban orang beriman yang mewartakan memperkembangkan cita-cita sebagai pilihan kabar gembira, memuliakan Tuhan dalam doa

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 83 Pendidikan Religiositas dan ibadah, dan melayani masyarakat sebagai perjuangan-Nya. (c) Peserta didik mengenal dan bentuk kesaksian seperti yang dilakukan orang memahami tugas perutusannya untuk hidup kudus. (d) Peserta didik mengenal dan berkeluarga, menjadi iman, atau biarawan- memahami seperlunya kerjasama dan biarawati. (d) Peserta didik mengenal dan mengasihi sesama yang menderita. (e) Peserta memahami bahwa dirinya adalah anggota didik mengenal dan memahami manfaat masyarakat yang terpanggil untuk ikut serta pemeliharaan lingkungan hidupnya sebagai dalam memberantas penyakit sosial sehingga wujud mengasihi kehidupan, baik pada masa mampu mengusahakan terwujudnya masya- sekarang maupun yang akan datang. (4) Kelas rakat sejahtera. (e) Peserta didik mengenal dan IV: (a) Peserta didik mengenal dan memahami memahami era globalisasi yang ditandai dengan sikap-sikap yang baik sebagai anugerah Tuhan kemajuan IPTEK sehingga mampu bersikap benr yang perlu diperkembangkan. (b) Peserta didik dan kritis demi kesejahteraan manusia. mengenal dan memahami sikap-sikap Yesus yang tercermin dalam tindakan dan ajaran-Nya Jenjang SMP sehingga mampu menjadikan-Nya sebagai salah satu tokoh yang diteladani. (c) Peserta didik Kurikulum jenjang SMP kelas VII-IX memiliki mengenal dan memahami berbagai bentuk standar kompetensi: (1) Memahami kebaikan ibadah beserta petugas sehingga mampu terlibat Tuhan dan nilai-nilai universal dalam diri di dalamnya. (d) Peserta didik mengenal dan sendiri, sesama, dan lingkungan. (2) Menang- memahami pentingnya hidup adil dan jujur gapi kebaikan Tuhan dan nilai-nilai universal dalam hidup bermasyarakat sehingga mampu dalam hidup sehari-hari. (3) Mampu bekerja- mewujudkannya dalam hidup sehari-hari. (e) sama lintas agama dan kepercayaan dengan Peserta didik mengenal dan memahami perlunya semangat persaudaraan sejati sebagai habitus tercipta lingkungan hidup yang sehat sehingga baru. (4) Memiliki kebiasaan berefleksi atas mampu terlibat dalam gerakan cinta lingkungan. pengalaman hidupnya. Adapun, turunan (5) Kelas V: (a) Peserta didik mengenal dan standar kompetensi per kelas/ jenjang terurai memahami dirinya ialah seorang beriman yang dalam kompetensi dasar: (1) Kelas VII: mewujudkan imannya dengan mengasihi Tuhan Memahami bahwa ajaran agama dan dan sesama. (b) Peserta didik mengenal dan kepercayaan membawa pembaharuan yang memahami doa Bapa Kami dan Sepuluh menghasilkan sikap dewasa dalam beragama Perintah Allah sehingga mampu mengamal- atau berkepercayaan, sikap menjunjung tinggi kannya sebagai wujud cinta kepada Tuhan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, pandangan sesama. (c) Peserta didik mengenal dan yang benar tentang seksualitas, perilaku memahami keteladanan Maria sebagai orang simpatik, sikap optimis, dan sikap menghormati beriman sehingga mampu menjadi saksi iman hak asasi setiap orang sebagai makhluk sosial dalam hidup sehari-hari dengan semangat demi kehidupan yang lebih membahagiakan. (2) pertobatan yang bersandar pada kerahiman Kelas VIII: Memahami bahwa Tuhan mendekati Tuhan. (d) Peserta didik mengenal dan dan mendorong manusia untuk mewujudkan memahami kemajemukan masyarakat Indonesia kebahagiaan hidup bersama melalui kepedulian sehingga mampu membangun kerukunan terhadap keluarga, persahabatan, pelayanan hidup. (e) Peserta didik mengenal dan memahami kepada sesama terutama yang miskin dan berbagai macam industri dan pengaruhnya menderita, kerja, dan sikap selalu siap bertobat. terhadap kehidupan. (6) Kelas VI: (a) Peserta (3) Kelas IX: Memahami bahwa mewujudkan didik mengenal dan memahami bahwa cita-cita hidup beriman dalam masyarakat diusahakan perlu didukung oleh harapan dan usaha demi dengan menjadi orang beragama dan berkeper- masa depannya yang lebih baik. (b) Peserta didik cayaan. Dalam konteks itu, dia juga kritis dalam mengenal dan memahami Kerajaan Allah yang meneladan pemuka agama, pemuka kepercaya- diperjuangkan Yesus melalui sabda, karya, an, dan pemuka masyarakat; kritis terhadap penderitaan, wafat, dan kebangkitan-Nya pelbagai aturan dan hukum; berani menjadi sehingga mampu melibatkan diri dalam pelaku perubahan sosial, yang tetap setia

84 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas kepada suara hati, dan yang peduli terhadap menyalahgunakan kebebasannya. (g) Memaha- lingkungan hidup demi mengupaya-kan mi bahwa dosa mudah merebak sehingga kehidupan bersama. merusak kebahagiaan hidup bersama. (h) Kemudian, standar kompetensi per kelas Memahami bahwa Tuhan yang Maha atau jenjang diturunkan dalam kompetensi Pengampun berkuasa mengampuni dosa. (i) dasar: (1) Kelas VII: (a) Memahami pentingnya Memahami bahwa bertobat itu perlu untuk hidup beragama atau berkepercayaan yang memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan dewasa, memiliki ketahanan kuat, tidak sesama. (j) Memahami perlunya syukur atas meninggalkan agama atau kepercayaan apabila pengampunan Tuhan. (k) Memahami bahwa menghadapi kesulitan serta bersikap inklusif. (b) memaafkan merupakan usaha memulihkan Memahami bahwa kehadiran Tuhan di dunia hubungan antar sesama yang rusak. (l) ini dapat ditangkap melalui tanda dan doa Memahami bahwa menjadi pribadi yang bernilai sehingga manusia mampu berhubungan secara akan membuat dirinya dicintai orang dan pribadi dengan Tuhan. (c) Memahami bahwa menjadi teladan bagi orang lain. (m) Memahami Tuhan adalah sumber keselamatan yang bahwa menolong orang miskin merupakan memberi kekuatan dalam menghadapi kenyata- wujud kepedulian. (n) Memahami bahwa hidup an hidup. (d) Memahami bahwa perempuan dan sederhana menumbuhkankembangkan ketente- laki-laki setara dan perlu saling menghargai raman dan kedamaian. (o) Memahami bahwa sebagai manusia. (2) Kelas VIII: (a) Memahami hidup beriman sebagai inti hidup beragama dan seksualitas sebagai anugerah yang perlu berkepercayaan adalah motivasi dalam tindakan disyukuri, dihargai, dan dijaga kesuciannya. (b) sehari-hari. (p) Memahami perlunya sikap kritis Memahami bahwa pacaran secara benar dalam meneladan pemuka agama-agama dan merupakan tahapan mempersiapkan hidup kepercayaan. (q) Memahami perlunya sikap berkeluarga yang bahagia. (c) Memahami bahwa kritis dalam meneladan pemuka masyarakat. (r) perilaku simpatik merupakan kehendak Tuhan memahami perlunya sikap kritis dalam yang Mahabaik. (d) Memahami bahwa manusia menghadapi pelbagai aturan. diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial agar saling membantu demi kebahagiaan Jenjang SMA/K bersama. (e) Memahami perlunya bergaul dan Kurikulum jenjang SMA kelas X-XII memiliki bekerjasama dengan siapapun. (f) Memahami standar kompetensi: (1) Memahami kebaikan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari suatu Tuhan dan nilai-nilai universal dalam diri usaha melainkan peristiwa yang dihayati sendiri, sesama, dan lingkungan hidupnya. (2) sebagai sukses yang tertunda. (g) Memahami Menanggapi kebaikan Tuhan dan nilai-nilai bahwa meraih masa depan memerlukan universal dalam hidup sehari-hari. (3) Mampu perjuangan. (h) Memahami bahwa Hak Asasi bekerjasama lintas agama dan kepercayaan Manusia harus diakui, dihargai, dan dengan semangat persaudaraan sejati sebagai diperjuangkan. (i) Memahami bahwa kejujuran habitus baru. (4) Memiliki kebiasaan berefleksi harus diperjuangkan demi kehidupan bersama. atas pengalaman hidupnya. Kemudian, standar (3) Kelas IX: (a) Memahami bahwa aku hidup di kompetensi umum tersebut dijabarkan dalam tengah keluarga yang memperjuangkan cinta standar kompetensi per jenjang atau kelas, Kelas sehingga tumbuh sikap peduli. (b) Memahami X: (1) Memahami kekhasan dan manfaat belajar bahwa persahabatan yang benar itu penting agama dan kepercayaan bagi hidupnya dan bagi untuk mengembangkan hidup bersama. (c) hidup bermasyarakat, serta memiliki pemaha- Memahami bahwa melayani dengan gembira itu man dasar tentang interaksi antara Kitab Suci membahagiakan. (d) Memahami bahwa bekerja dengan hidup beriman masing-masing umat merupakan anugerah Tuhan untuk mengem- beragama dan berkepercayaan. (2) Memahami bangkan kehidupan yang membahagiakan. (e) aktualisasi ajaran agama-agama dan Memahami bahwa nilai kerja manusia dalam kepercayaan dengan menanggapi situasi segala aspek kehidupan. (f) Memahami bahwa masyarakat dewasa ini. (3) Mengenal kehadiran manusia jatuh ke dalam dosa karena Tuhan dalam pergulatan umat manusia yang

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 85 Pendidikan Religiositas berjuang mengatasi sovinisme (chauvinism) terwujudnya persaudaraan sejati. (10) budaya, agama, dan kepercayaan serta Memahami kehadiran Tuhan dalam mewujud- perendahan martabat kaum perempuan dan kan perdamaian sejati dan kesejahteraan melalui kaum miskin. Kelas XI: (1) Memahami keberaga- keterbukaan umat beragama dan berkeperca- man umat beriman dari segi ungkapan dan yaan. (11) Memahami kehadiran Tuhan dalam penghayatan imannya, pemuka agama-agama perjuangan umat manusia mengatasi dan kepercayaannya, serta usaha-usaha perendahan martabat kaum perempuan. (12) perdamaian yang diperjuangkan. (2) Memahami Memahami kehadiran Tuhan dalam perjuangan kepedulian Tuhan terhadap umat-Nya. (3) umat manusia mengatasi perendahan kaum Memahami kehadiran Tuhan dalam pergulatan miskin. Kelas XI: (1) Memahami penghayatan, hidup umat manusia untuk mencari, mengenal, ungkapan, dan perwujudan iman umat dan mendekati-Nya melalui doa dan kerja. Kelas beragama dan berkepercayaan. (2) Memahami XII: (1) Memahami kekuatan iman dalam bahwa pemuka agama dan kepercayaan diberi memperbarui hidup pribadi dan hidup karisma dan dipanggil untuk melayani. (3) masyarakat. (2) Memahami perjuangan umat Memahami bahwa iman diungkapkan dalam manusia dalam mewujudkan masyarakat yang ibadat. (4) Memahami bahwa usaha perdamaian adil dan damai serta keutuhan ciptaan. (3) merupa-kan perwujudan iman. (5) Memahami Memahami pentingnya mempersiapkan dan bahwa Tuhan mendekati manusia melalui membangun keluarga harmonis dan sejahtera ajaran agama dan kepercayaan. (6) Memahami sebagai landasan pembangunan masyarakat. bahwa Tuhan mendekati manusia melalui Standar kompetensi per kelas tersebut mujizat-Nya. (7) Memahami bahwa Tuhan kemudian diturunkan ke beberapa kompetensi mendekati manusia melalui cita-cita, dasar: Kelas X (1) Memahami manfaat belajar perjuangan, dan pengurbanan tokoh agama dan agama dan kepercayaan melalui belajar kepercayaan. (8) Memahami bahwa firman Tuhan perlu dilaksanakan dalam hidup dengan Pendidikan Religiositas sehingga tumbuh sikap iman dan syukur. (9) Memahami kehadiran menghormati keragaman agama dan keperca- Tuhan yang tampak pada orang yang mencari- yaan. (2) Memahami bahwa firman Tuhan Nya. [10] Menghayati kehadiran Tuhan dalam mengumpulkan dan membangun umat, serta doa. (11) Menghayati kehadiran Tuhan dalam membimbing hidup berjemaat dan bermasya- bekerja. Kelas XII: (1) Memahami bahwa godaan rakat. (3) Mengenal Kitab Suci agama-agama dan mengincar kehidupan dan Tuhan menolong kitab ajaran kepercayaan. (4) Memahami bahwa manusia untuk mengatasinya. (2) Memahami Kitab Suci dan kitab ajaran kepercayaan sebagai bahwa iman memperbarui hidup pribadi. (3) firman Tuhan yang disampaikan kepada umat- Memahami bahwa berkurban itu memberi hidup Nya agar memper-oleh keselamatan bagi yang dan mendorong orang lain melakukan hal yang menanggapi-Nya dengan iman. (5) Memahami sama. (4) Memahami bahwa iman memperbarui bahwa umat diutus untuk menyebarkan pesan hidup sosial. (5) Memahami bahwa firman universal agama-agama dan kepercayaan demi Tuhan menjadi dasar dalam mewujudkan pembaruan hidup. (6) Memahami perjuangan keadilan dalam masyarakat. (6) Memahami peletak dasar agama dan kepercayaan masing- bahwa harta milik merupakan hak pribadi yang masing, dan relevansinya dalam memperbarui bersifat sosial. (7) Memahami bahwa keutuhan masyarakat zaman ini. (7) Memahami bahwa ciptaan merupakan tanggung jawab manusia setiap umat beragama dan berkepercayaan sebagaimana dikehendaki Tuhan. (8) Mema- diutus untuk peduli dan terlibat dalam hami pentingnya persiapan dalam membangun pembaruan hidup masyarakat. (8) Memahami hidup berkeluarga yang bertanggungjawab. (9) bahwa ajaran agama-agama dan kepercayaan Memahami gambaran keluarga harmonis dan membantu untuk mencapai pemberdayaan sejahtera. (10) Memahami bahwa keluarga sejati. (9) Memahami sovinisme budaya, agama, harmonis dan sejahtera merupakan landasan dan kepercayaan sebagai penghalang pembangunan masyarakat.

86 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas

Pengembangan Proses Pembelajaran kesadaran baru. Dalam mengomunikasikannya, Pembelajaran Pendidikan Religiositas harus peserta didik dapat mengemasnya melalui kisah dikembangkan dengan mengacu pada atau narasi, baik cerita kehidupan maupun moral pengolahan tiga unsur utama pada Paradigma dari cerita rakyat, atau pun fabel yang sesuai Pedagogi Reflektif yaitu pengalaman, refleksi, dengan pokok bahasan. Untuk mendukung dan aksi. Hal itu disebabkan Paradigma tercapainya proses tersebut, guru diharapkan Pedagogi Reflektif merupakan standar proses dapat mengajak peserta didik sampai pada yang digunakan dalam Pendidikan Religiositas. pengalaman subyektifnya dan bersifat partisi- patif, serta membangkitkan proses pengerucutan Mengolah pengalaman nilai-nilai pengalaman dan akan diolah lebih Setiap peserta didik memiliki pengalaman. mendalam dalam proses refleksi. Secara detail, Pengalaman tersebut perlu digali dan hal tersebut dilakukan melalui tahap berikut14. direfleksikan mendalam. Bertolak dari situ, peserta didik dibantu untuk menyadari dirinya Proses refleksi pengalaman sebagai subyek yang keberadaannya dihormati Melalui refleksi, peserta didik diharapkan dan diharapkan. Selain itu, mereka diharapkan mampu mengomunikasikan berbagai pengalam- saling mengomunikasikan dan merefleksikan an atau kisah hidup yang ditemukan dengan pengalaman dalam sikap, makna hidup, dan visi kemanusiaan dan iman sehingga terjadi

Tabel 1 Tahap Mengolah Pengalaman

Personal Character School Character

Tahap Konteks Peserta didik diajak untuk melihat konteks masalah yang akan digali atau dibahas dalam pembelajaran dengan satu pertanyaan yang fokus atas pengalaman langsung atau situasi atau konteks peserta didik.

Tahap Curah Pendapat Peserta didik diajak untuk menjawab pertanyaan fokus yang (Brainstorming) diajukan dengan tiga proses tingkatan:

Tingkat I: peserta didik diajak menuliskan beberapa ide atau gagasan di kartu kecil secara pribadi.

Tingkat II: peserta didik membawa kertas kecil yang berisi ide atau gagasan dalam diskusi kelompok kecil (antara 4-6 anak). Dari kelompok kecil ini, akan dihasilkan beberapa ide atau gagasan yang dapat dituliskan dalam kertas kecil.

Tingkat III: setiap kelompok membawa ide atau gagasan dalam kertas kecil untuk dipresentasikan secara pleno.

Tahap Kategorisasi Peserta didik bersama guru mencoba untuk mengelompokkan (Clustering) ide atau gagasan ke dalam beberapa kelompok kategori yang mirip.

Tahap Penamaan Peserta didik bersama guru memberikan judul atau tema terhadap kelompok kategori, sesuai dengan maksud yang terkandung di dalamnya.

Tahap Penyimpulan Peserta didik diajak untuk melihat kembali proses dan hasil ide atau gagasan yang telah dikemukakan ke dalam satu gagasan yang teratur.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 87 Pendidikan Religiositas proses interpretasi yang bersifat dialektis antara 7. Diskusi parlementer yaitu diskusi yang pengalaman dan nilai-nilai yang ingin terjadi dalam dua kelompok besar, yang diinternalisasikan. Selain itu, peserta didik saling bertentangan pendapat, baik diharapkan turut memperoleh kebebasan untuk kelompok yang mendukung maupun mengenal, memahami, serta menginternalisasi- menentang, dengan mengesampingkan kan nilai dan pengetahuan yang sesuai karena pendapat pribadi. Diskusi ini tentunya pembelajaran yang terjadi berpusat pada peserta memerlukan moderator untuk mengatur didik sebagai subyek. Proses refleksi tersebut jalannya proses dan kelompok ketiga untuk memuat peneguhan, pembaruan, dan transfo- membuat rangkuman. rmasi hidup peserta didik. Guna mengoptimal- 8. Diskusi akuarium yaitu diskusi yang dibagi kan proses tersebut, guru dapat menggunakan atas dua kelompok, yang atau berperan pendekatan apresiasi. Pendekatan ini mengajak sebagai kelompok diskusi dan lainnya peserta didik dapat memahami artikel atau karya sebagai kelompok pengamat. Setelah itu, seni, film, dan lagu. Kemudian, mereka diharap- kedua kelompok ini dapat bertukar peran. kan mampu memberikan pendapat atau Melalui diskusi dan dialog, peserta didik tanggapan terhadapnya. dapat belajar mengembangkan keterampilan Proses refleksi pengalaman dapat dilaku- sosial karena dalam hidupnya dihadapkan pada kan dengan menggunakan beberapa model kemajemukan agama dan kepercayaan, karakter diskusi yang dapat memaksimalkan dan teman, serta aktivitas pribadi, dan kelompok mengoptimalkannya. Model tersebut di yang berhubungan dengan agama dan 1 antaranya : kepercayaan. Dengan kata lain, peserta didik 1. Diskusi kelompok dadakan (buzz group) dapat makin belajar menghargai orang lain yaitu diskusi kelompok yang beranggotakan bukan dari kesamaan, tetapi dari kemajemukan, 3-4 peserta didik dan dibentuk langsung dan mampu mengomunikasikan berbagai guna memperdalam materi. gagasan kepada teman dan guru. Selain itu, guru 2. Diskusi kelompok sindikat (syndicate group) perlu mengajak peserta didik memasuki refleksi yaitu diskusi kelompok yang beranggotakan nilai pengalaman manusiawi menjadi semakin 3-7 peserta didik. Setiap peserta didik tajam dan menarik. Internalisasi nilai kemanu- diharapkan dapat mengerjakan satu siaan di sini dilakukan bukan dengan menyo- penggalian materi dan hasilnya didiskusi- dorkan berbagai norma yang bersifat menggurui, kan secara pleno. melainkan menyapa hati dan mengembangkan semangat kemajemukan. Setidaknya, hal tersebut 3. Sumbang pendapat atau inventarisasi dapat dilakukan melalui bantuan empat jenis gagasan (brainstorming) yaitu kegiatan pertanyaan sesuai Tabel 2. XVi. curah gagasan yang berhubungan dengan Dalam proses refleksi nilai pengalaman di bidang minat atau kebutuhan kelompok peroleh, guru diharapkan tidak boleh melupakan untuk mencapai satu kesimpulan. refleksi nilai religiositas. Refleksi ini merupakan 4. Diskusi terarah yaitu diskusi yang salah satu bentuk komunikasi iman. Artinya di memberikan waktu dan kesempatan bagi dalamnya, kita bisa menemukan proses peserta didik untuk mengemukakan penyampaian informasi, baik berupa pesan, ide pendapatnya. atau gagasan, maupun nilai dan tradisi agama 5. Diskusi meja bundar yaitu diskusi yang dan kepercayaan dari satu pihak kepada pihak dilakukan secara berurutan melingkar lain yang berbeda agama dan kepercayaan.1 dalam mengemukakan pendapatnya. Dalam proses ini, setiap partisipan pihak diha- 6. Dialog berganda yaitu kegiatan peserta rapkan menjalin relasi yang mendalam, menjun- didik untuk bertukar pikiran secara berpa- jung penghargaan, dan sanggup meneri-ma sangan. Setelah itu, peserta didik diminta segala kemajemukan. Komunikasi iman tersebut untuk berkumpul dalam kelompok pleno. dilakukan dengan memperhatikan dua hal penting seperti yang terdapat pada Tabel 3 XViii

88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas

Tabel 2 Jenis Pertanyaan Mengelola Kemajemukan

Pertanyaan Obyektif Pertanyaan yang bersifat mengeksplorasi fakta, data, dan dokumen peserta didik. Pertanyaan diajukan dengan kata "apa", contohnya apa yang dialami, apa yang dilihat, dan apa yang dibaca.

Pertanyaan Afektif Pertanyaan yang bersifat mengeksplorasi perasaan peserta didik atas fakta, data, dan dokumen. Pertanyaan yang diajukan menggunakan kata "mengapa" atau pertanyaan yang mengajak peserta didik berpendapat sesuai dengan perasaan yang muncul.

Pertanyaan Interpretatif Pertanyaan yang bersifat menggali pemikiran kritis peserta didik atas topik yang dibahas. Pertanyaan yang diajukan dengan kata "bagaimana".

Pertanyaan Decisional Pertanyaan yang bersifat mengajak dan menawarkan kepada peserta didik untuk mengambil peran dalam pengambilan kesimpulan atas topik yang dibahas dan merumuskan bentuk tindakan lanjutnya. Pertanyaan yang diajukan dengan kata "apa yang dapat dilakukan" sebagai titik pijak untuk menyusun aksi.

Tabel 3 Dua Hal Penting dalam Komunikasi Iman

Mengolah nilai Peserta didik diajak semakin mendalami refleksi atas universalitas pengalaman manusiawi, melihat permasalahan hidup yang berkaitan dengan masalah moral dan sosial, baik berkelompok maupun pribadi, dalam terang visi ajaran agama dan kepercayaannya. Peserta didik diminta mencari ajaran agama dan kepercayaan, baik dari Kitab Suci maupun ajaran tokoh yang menguatkan atau meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan yang diperjuangkan bersama.

Mengomunikasikan Setelah menemukan nilai-nilai universal dalam terang visi ajaran nilai universalitas agama dan kepercayaannya, peserta didik mengomunikasikan hasil temuan tersebut kepada teman dan gurunya secara lisan atau tertulis, baik secara berkelompok maupun pribadi.

Mewujudkan Aksi Pra-aksi Setelah peserta didik telah merefleksikan Pra-aksi merupakan kegiatan di dalam kelas pengalaman tersebut, mereka diharapkan turut yang dilakukan peserta didik guna mengung- mewujudkannya dalam aksi nyata. Hal ini kapkan nilai-nilai yang ditemukan dalam dilakukan agar standar Paradigma Pedagogi bentuk beraneka kreativitas dan model, baik Reflektif berkenaan dengan prinsip belajar yang rumusan maupun aksi. Dalam prosesnya, pra- mengantar peserta didik sampai pada proses aksi dilakukan dengan menggunakan mengalami dan melakukan nilai-nilai yang telah pendekatan multi-intelegensi yang dijabarkan dipelajarinya. Oleh karenanya, Pendidikan dalam beberapa hal sesuai Tabel 4 Xix. Religiositas dilakukan dengan mengembangkan dua pola yaitu pra-aksi dan aksi.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 89 Pendidikan Religiositas

Tabel 4 Pendekatan Multi-intelegensi dalam Pra-aksi

Memilih Pokok Refleksi Peserta didik diminta untuk memilih salah satu pokok refleksi yang telah ditemukan, baik secara pribadi maupun kelompok, dan merumuskannya dalam satu atau dua kata.

Mendefinisikan atau Pokok refleksi yang telah dirumuskan lalu dibuat deskripsi atau Mendeskripsikan Pokok definisi dalam satu atau dua kalimat yang jelas dan padat. Refleksi

Menyimbolkan Pokok Deskripsi atau definisi yang telah dirumuskan lalu dibuat Refleksi ungkapan dalam bentuk simbol dan diekspresikan.

Mengekspresikan Pokok Simbol diekspresikan dalam bentuk: Refleksi a. Ekspresi gerak yaitu ide, perasaan, dan pemikiran yang diekspresikan melalui gerakan tubuh, contohnya gerak tari, indah, dan improvisasi. b. Ekspresi lagu dan irama yaitu ide, perasaan dan pemikiran yang diekspresikan melalui komposisi irama, baik bersifat bunyi- bunyian perkusi, alat musik lain, maupun gubahan syair lagu. c. Ekspresi visual yaitu ide, perasaan, dan pemikiran yang diekspresikan melalui berbagai bahan visual, contohnya membuat gambar atau lukisan, dan etalase pameran. Ekspresi tulis yaitu ide, perasaan, dan pemikiran yang diekspresikan melalui penulisan puisi dan surat.

Aksi Dalam konteks ini, aksi merupakan kegiatan diharapkan menghubungkan kegiatan konkrit peserta didik sebagai sebuah refleksi pembelajaran dengan situasi sosial yang dialami yang berdampak sosial dan menjadi wujud nyata peserta didik. Proses ini dilakukan dengan dua XX dari kehendak dan sikap peserta didik. Aksi pilihan, seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Dua Pulihan dalam Aksi

Pilihan Batiniah: Berdasarkan nilai-nilai yang telah ditemukan dalam refleksi, Kehendak dan motivasi peserta didik diajak membuat niat batin, contohnya doa, catatan refleksi, dan diary yang menjadi komitmen perubahan dan sikap baru.

Pilihan lahirian: Berdasarkan niat batin tersebut, peserta didik diajak membuat Rancangan program dan suatu gerakan konkrit yang berdampak nyata, baik bersifat pelaksanaan kegiatan pribadi maupun kelompok. Namun, gerakan konkrit ini perlu direncanakan secara matang dan pelaksanaannya dapat dilakukan di luar kelas.

90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 Pendidikan Religiositas

Catatan kaki Simpulan 1 Lihat Paulus Eko Kristianto. “Pendidikan Kristiani dalam Perenungan Identitas Diri” dalam Jurnal Kesimpulan Pendidikan PENABUR No. 25, Tahun ke-14, Desember 2015, h. 95 Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan, 2Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang. Pendidikan Religiositas dapat menjadi alternatif Pendidikan religiositas: gagasan, isi, dan model Pendidikan Agama Kristen dalam pelaksanaannya. (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 17- menanggapi konteks kemajemukan agama di 18. Indonesia yang penuh tantangan. Hal ini 3 ibid, h. 14. dilakukan dengan memegang pemaknaan atas 4 ibid, h. 15. Pendidikan Religiositas secara benar. 5 ibid, h. 15. 6 Setidaknya, kita bisa memaknai Pendidikan ibid, h. 17. 7 Religiositas sebagai bentuk komunikasi iman, Lihat ibid, h. 31-32. 8 Lihat ibid, h. 32-33. baik antar peserta didik yang seagama maupun 9 Lihat ibid, h. 34-35. berbeda guna membantunya menjadi insan yang 10 ibid, h. 35. religius, bermoral, terbuka, dan mampu menjadi 11 Lihat ibid, h. 36. pelaku perubahan sosial demi terwujudnya 12 Lihat ibid, h. 37. masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. 13 Lihat ibid, h. 38-41. Dalam pelaksanaannya, guru perlu memiliki 14 Lihat ibid, h. 52. kesediaan besar untuk senantiasa mengembang- 15 Lihat ibid, h. 53-54. kan materi dan pelaksanaan pembelajarannya 16 Lihat ibid, h. 56. dengan memperhatikan pedoman pelaksanaan 17 ibid, h. 57. dan pengembangannya. 18 Lihat ibid, h. 57. 19 Lihat ibid, h. 58. 20 Lihat ibid, h. 59. Saran Pendidikan Religiositas diharapkan menginspi- rasi semua partisipannya. Hal itu dapat Daftar Pustaka dilakukan apabila guru beserta yayasan sekolah bersedia mengembangkan tiga kemampuan Kristianto, Eko Paulus. Pendidikan Kristiani yaitu kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dalam perenungan identitas diri, dalam dan berelasi. Kemampuan berkomunikasi Jurnal Pendidikan PENABUR No. 25, Tahun merupakan kecakapan untuk mengomunika- ke-14, Desember 2015 sikan apa yang menjadi gagasannya, baik secara lisan maupun tertulis. Kemampuan bekerja sama Komisi, Kateketik Keuskupan Agung Semarang. merupakan kecakapan untuk melakukan (2009). Pendidikan religiositas: gagasan, isi, sesuatu secara bersama-sama berdasarkan sikap dan pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius saling pengertian, menghargai, dan membantu. Mangunwijaya, YB. (2005). Dari pelajaran agama Kemampuan ini diperlukan untuk membangun ke pendidikan religiositas. Yogyakarta: sikap dan semangat kebersamaan yang Dinamika Edukasi Dasar produktif dan mengembangkan. Yang terakhir, Prasetya., L. et. all (peny.). (2005). Silabus kemampuan berelasi merupakan kecakapan pendidikan religiositas untuk SD. guna menjalin komunikasi dan dialog dengan Yogyakarta: Kanisius orang lain dalam kebersamaan hidup. _____. (2005). Silabus pendidikan religiositas untuk SMP. Yogyakarta: Kanisius _____. (2005). Silabus pendidikan religiositas untuk SMA. Yogyakarta: Kanisus

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Juni 2017 91 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga Opini

Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Sebuah Perspektif

Harun D. Simarmata Email: [email protected] Bagian Kerohanian dan Karakter BPK PENABUR Jakarta

Abstrak dealnya keluarga merupakan tempat utama dan pertama bagi anak merasakan dan mengalami pendidikan karakter terutama dari ayah, ibu, dan saudara terdekatnya. Namun, I belakangan ini banyak dipertontonkan tentang kehidupan keluarga yang menghadirkan kekerasan di dalam kehidupan keluarga. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, yang tidak dapat dibendung juga turut mempengaruhi komunikasi dalam keluarga. Akibatnya, komunikasi antara anggota keluarga tidak terbangun secara efektif dan efisien. Apapun yang dialami dan diterima anak dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan karakter anak. Tujuan tulisan ini bagaimana agar anggota keluarga dapat saling membangun dan menumbuhkan karakter yang baik di dalam keluarga. Kesimpulan pembahasan tulisan ini adalah keluarga mempunyai peran dalam perkembangan karakter anak. Karakter anak akan bertumbuh dan berkembang ketika anak diperhatikan, keberadaannya diterima dan diakui, dan kebutuhan pokoknya dipenuhi orangtua. Dengan memahami keluarga sebagai school of love, sebagai locus pendidikan karakter, maka pendidikan karakter berbasis keluarga dapat berkontribusi terhadap karakter bangsa dan dunia.

Kata-kata kunci: pendidikan karakter, keluarga, pendidikan karakter di dalam keluarga.

Family-Based Character Education: A Perspective Abstract A family is ideally a main and first place for a child to feel and experience a character education, especially from the child’s father, mother and siblings. However, there have been family lives showing violence. The inevitable advance of communication and information technology has also influenced the communication within the family. As a consequence, the communication among the family members has not been effectively and efficiently built. Whatever a child experiences and obtains in family will affect the kid’s character development. The goal of this research is to reveal how family members are able to build and grow good characters in the family. The conclusion of the discussion is that a family has a positive role in its child’s character development. Child’s characters are to grow and develop when the child is cared for, the existence well accepted and admitted, and the child’s essential needs are fulfilled by the parents. By understanding a family as a school of love, as a site/locus of character education, thus the family-based character education may contribute to the nationwide and worldwide characters.

Keywords: character education, family, character education in family

92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga

kat. Dari data KPAI tersebut menegaskan pelaku Pendahuluan kekerasan yang pertama pada anak adalah orang yang dekat di lingkungan rumah. Artinya Setiap orangtua menginginkan karakter anaknya dimungkinkan kekerasan justru terjadi di bertumbuh dan kembang dengan baik, sesuai lingkungan keluarga. yang mereka harapkan dan dapat diterima di Kekerasan pada anak sangat jelas berten- masyarakat. Namun, harapan dan keinginan tangan dengan Konvensi Hak Anak yang dilaku- tersebut tidak selalu berjalan dengan baik. Tiap kan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) keluarga belum sepenuhnya menjadi locus tahun 1989, diantaranya hak untuk mendapat- tumbuh kembang karakter anak karena kan pendidikan, hak untuk mendapatkan kerapnya muncul masalah dalam keluarga. perlindungan dan hak untuk berperan dalam Ketika masalah dalam keluarga hadir, masalah pembangunan. Dalam hak untuk mendapatkan tersebut turut mempengaruhi kehidupan pendidikan, orangtua menjadi pendidik pertama keluarga sehingga menjadi kurang kondusif dan yang utama bagi anak. Hak untuk untuk tumbuh kembang karakter anak. mendapatkan perlindungan, bahwa anak laki- Salah satu contoh permasalahan dalam laki maupun perempuan berhak dilindungi dari keluarga adalah terjadinya kekerasan dalam segala macam bentuk kekerasan fisik dan psikis keluarga terhadap anak. Anak sangat rentan dan perlakuan yang merugikan anak. Hak untuk mengalami kekerasan dari lingkungan berperan dalam pembangunan yaitu mengenal- sekitarnya bahkan dari orang terdekat termasuk kan pengetahuan tentang menjadi warga negara ayah atau ibu. Berdasarkan data dari Komisi yang baik, sebagai bekal agar ia kelak ikut Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sejak terdorong untuk terlibat dalam pembangunan tahun 2011 sampai 2014 kekerasan pada anak Kekerasan kepada anak dapat muncul mengalami peningkatan yang signifikan. Berikut karena dipicu oleh kemajuan teknologi dan kutipannya: informasi. Kondisi kemajuan teknologi dan Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai informasi yang begitu cepat, yang tak dapat 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan. dibendung arus kemajuannya, juga turut Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, mempengaruhi komunikasi di dalam keluar- 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, ga.Kesibukan anggota keluarga membuat tidak 2014 ada 5066 kasus. 5 kasus tertinggi ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi, dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 termasuk berkomunikasi tentang hal-yang terjadi hingga April 2015. Pertama, anak berhadapan dalam keseharian. Bahkan kemajuan teknologi dengan hukum hingga april 2015 tercatat dapat memunculkan pertengkaran orang tua 6006 kasus. Selanjutnya, kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, kesehatan yang dapat disaksikan oleh anak di dalam dan napza 1366 kasus serta pornografi dan keluarga. Kondisi demikian tentu akan mempengaruhi tumbuh kembang karakter anak. cybercrime 1032 kasus (dikutip dari http:// www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku- Pengalaman kekerasan serta persoalan- kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun- persoalan lain yang dialami anak akan meningkat/). diinternalisasi dan diinisiasi oleh anak di dalam keluarga. Kondisi ini akan turut mempengaruhi KPAI menyebutkan bahwa anak bisa perkembangan karakter, bukan hanya karakter menjadi korban ataupun pelaku kekerasan, diri anak dan keluarga, tetapi secara global juga dengan tiga locus kekerasan, yaitu di lingkungan akan mempengaruhi karakter bangsa dan dunia. keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan Kesuksesan anak merupakan kesuksesan masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI orangtua dan kesuksesan sebuah bangsa dan tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa negara. Hal tersebut ditegaskan dalam sebuah 91% anak menjadi korban kekerasan di pepatah Tionghoa berikut. lingkungan keluarga, 87.6% di lingkungan Bila ada kebenaran di dalam hati, akan ada sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyara- keindahan di dalam karakter

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 93 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga

Bila ada keindahan di dalam karakter, akan “Kita hidup di negara demokrasi maka tiap-tiap ada keharmonisan di dalam keluarga keluarga dapat memilih caranya sendiri dalam Bila ada keharmonisan di dalam keluarga, mengembangkan karakter anak. Tiap keluarga akan ada ketertiban di dalam bangsa dapat mendidik dengan cara yang sesuai dengan mereka, atau sesuai dengan gaya hidup mereka”. Bila ada ketertiban di dalam bangsa, akan ada Ada juga pandangan bahwa karakter anak kedamaian di dalam dunia. menjadi tidak baik disebabkan oleh hasil gen Hal serupa juga disampaikan melalui puisi atau memang sudah keturunan dan bisa juga yang ditulis oleh Dorothy Law Nollte: dipengaruhi teman sebaya dan lingkungan Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia sekitar. Selain itu ada pendapat yang belajar memaki mengatakan bahwa sekolahlah yang seharus- Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, nya menyelesaikan persoalan karakter anak, maka ia belajar berkelahi bukan menjadi urusan orangtua. Pandangan Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka inilah yang membuat para orang tua menyerah- ia belajar rendah diri kan sepenuhnya pendidikan karakter kepada pihak sekolah. Bila ada sesuatu terjadi yang Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, merugikan anaknya akibat karakter yang maka ia belajar menyesali diri dimiliki anak, orangtua menganggap sekolahlah Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia telah gagal dalam membentuk karakter anak. belajar mengendalikan diri Pendidikan karakter berbasis keluarga Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia sangat penting karena anak memerlukan belajar percaya diri karakter yang baik pada masa yang akan datang Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka untuk menghadapi sebuah dunia yang semakin ia belajar menghargai kompleks, dan hidup bersama di masyarakat yang serba heterogen. Oleh karena itu, tulisan Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ini akan menjelaskan bahwa keluarga ia belajar percaya merupakan sebuah basis dalam membangun Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka pendidikan karakter. Tujuan pendidikan ia belajar menghargai diri sendiri karakter berbasis keluarga yaitu meningkatkan Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan kesadaran peran orang tua bahwa betapa persahabatan, maka ia belajar menemukan pentingnya pendidikan karakter di dalam kasih dalam kehidupannya keluarga dan mengembalikan keluarga, sebagai locus pendidikan karakter, menjadi school of love1, Salah satu locus educationis bagi pendidikan tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih karakter adalah keluarga. Letak permasalahan- sayang, dan kemudian secara tidak langsung nya adalah bagaimana membangun karakter ikut berpartisipasi dalam membangun karakter bangsa dan dunia, yang sebetulnya dimulai dari bangsa dan dunia melalui pendidikan karakter membangun dan mewariskan nilai dan karakter di dalam keluarga. melalui sebuah keluarga. Artinya karakter bangsa dan negara bertumpu kepada karakter keluarga. Namun, pandangan tersebut di atas Pembahasan tidak semua keluarga terutama orangtua menyadari dan menerimanya. Ada yang Makna Pendidikan Karakter Berbasis berpendapat bahwa karakter yang dibangun di Keluarga dalam keluarga tidak ada relevansinya dengan Ada banyak ahli yang mengutarakan pendapat kehidupan sebuah bangsa dan negara. Artinya, mengenai pendidikan karakter. Thomas Lickona urusan keluarga dalam mendidik karakter mengatakan bahwa pendidikan karakter itu adalah urusan keluarga itu sendiri tidak ada merupakan sebuah proses mendidik yang sangkut pautnya dengan kehidupan bangsa dan meliputi knowing the good, desiring the good dan negara. Bahkan ada yang berpendapat bahwa doing the good. Secara khusus kita akan melihat

94 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga pendapat ahli mengenai keluarga sebagai salah Keluarga Cemara satu basis pendidikan karakter.. Keluarga adalah Harta yang paling berharga adalah keluarga salah satu locus implementasi pendidikan Istana yang paling indah adalah keluarga karakter berbasis komunitas. Proses pembentu- Puisi yang paling bermakna adalah keluarga kan nilai-nilai dan perilaku yang baik bermula Mutiara tiada tara adalah keluarga dari keluarga karena keluarga merupakan komunitas terkecil di masyarakat. Keluarga akan Cuplikan lirik lagu di atas menggambarkan berkontribusi memberikan dukungan kepada mengenai sebuah pengalaman hidup di dalam anak ketika anak terjun di masyarakat. Dukung- keluarga. Keluarga dianalogikan harta yang an tersebut sangat penting bagi seorang anak paling berharga, istana yang paling indah, puisi termasuk pembentukan karakter yang dapat yang paling bermakna dan mutiara tiada tara. diterima di masyarakat. Keluarga tidak dapat dibandingkan dengan hal- Paul Suparno, dalam bukunya Pendidikan hal material. Karakter di Sekolah, mengatakan bahwa orang tua Pemahaman mengenai makna sebuah merupakan salah satu faktor yang turut keluarga dapat ditinjau dari berbagai sisi, mempengaruhi pendidikan karakter anak,1 misalnya fungsi sosiologis, fungsi biologis, mulai dari kandungan sampai pertumbuhan fungsi ekonomis, fungsi rekreatif, fungsi afektif dan perkembangan anak menjadi dewasa. dan fungsi edukatif. Melengkapi fungsi-fungsi Bagaimana suasana kehidupan keluarga sehari- tersebut, kita akan memahami makna sebuah harinya menjadi sangat penting bagi perkem- keluarga dari sudut pandang iman Kristen. bangan karakter anak. Dalam kitab Ulangan 6: 4-9, digambarkan Hal serupa tentang pendidikan karakter tentang makna sebuah keluarga sebagai berikut. diungkapkan oleh Doni Koesoema dalam Dengarlah, hai orang Israel : TUHAN itu bukunya Strategi Pendidikan Karakter.2Koesoema Allah kita, TUHAN itu esa. mengatakan bahwa keluarga merupakan Kasihilah TUHAN, Allahmu , dengan lingkungan pertama tempat anak belajar tentang segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu nilai dan perilaku yang akan mempengaruhi dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang pembentukan kepribadian dan karakternya. kuperintahkan kepadamu pada hari ini Melalui keluarga, anak memperoleh sosialisasi haruslah engkau perhatikan , haruslah engkau nilai dan perilaku. Lingkungan yang hangat dan mengajarkannya berulang-ulang kepada anak- ramah merupakan prasyarat utama bagi anakmu dan membicarakannya apabila engkau pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. duduk di rumahmu, apabila engkau sedang Dengan demikian, pendidikan karakter dalam perjalanan, apabila engkau berbaring berbasis keluarga merupakan usaha orangtua dan apabila engkau bangun. Haruslah juga dalam menciptakan atmosfer nilai-nilai dan engkau mengikatkannya sebagai tanda pada psikologis yang mendukung perkembangan tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang anak menjadi anak yang memahami nilai-nilai, di dahimu, dan haruslah engkau menyesuaikan atau komitmen terhadap nilai- menuliskannya pada tiang pintu rumahmu nilai, dan kemudian memberlakukannya dan pada pintu gerbangmu. dalam kehidupan mereka di tengah keluarga, masyarakat dan dunia. Pendidikan karakter berbasis keluarga ini bukan hanya ditujukan Dari teks di atas, menjelaskan ketika Allah kepada anak di dalam keluarga, tetapi kepada membentuk sebuah keluarga, secara langsung orang tua yang merupakan pelaku pendidikan keluarga menjadi lembaga pendidikan utama karakter yang utama bagi anak. dan pertama bagi anak. Orang tua mengambil peran utama: mengajarkan berulang-ulang, Pemahaman Keluarga menurut Iman Kristen membicarakan tentang perintah mengasihi Perhatikan cuplikan lirik lagu di bawah ini yang Tuhan kepada anak-anak di mana saja dan populer sekitar tahun 1990-an dan sudah tidak kapan saja. Kondisi ini memungkinkan karakter asing lagi dipendengaran. kristiani yang diajarkan berulang-ulang dapat

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 95 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga menjadi milik dari anak-anak dengan keluarga dunia yang berpusat pada nilai-nilai yang mengajarkan. kasih.Keluarga menjadi cornerstone of stone. Namun, perlu disadari bahwa keluarga Keluarga menjadi prototype dari seluruh bukanlah sebuah lembaga yang tangguh. Oleh hubungan yang ada di masyarakat. karena itu, keluarga perlu dibangun di atas dasar yang kokoh dan kuat. Injil Matius 7:24-27 Keluarga sebagai Salah Satu Locus Pendidikan menggambarkan tentang dua dasar yang kuat Karakter dalam mendirikan rumah. “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku Keluarga merupakan lingkungan pertama ini dan melakukannya, ia sama dengan orang tempat anak belajar tentang nilai, sikap, yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya keyakinan dan perilaku yang akan memengaruhi pembentukan kepribadian dan di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan karakternya. Keluarga merupakan tempat awal datanglah banjir, lalu angin melanda rumah di mana segala sesuatu dimulai, dididik dan itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab diajarkan kepada anak. Keluarga memiliki didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang beberapa peran yaitu mempersiapkan anak yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak memasuki lingkungan sekolah, menuntun melakukannya, ia sama dengan orang yang perjalanan anak melalui sekolah, dan bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas mendukung anak ketika anak menjadi orang- pasir. Kemudian turunlah hujan dan orang dewasa yang berhasil. datanglah banjir, lalu angin melanda rumah Pendidikan karakter berbasis keluarga itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah pertama-tama ditujukan kepada orangtua.Oleh kerusakannya.” karena itu, ada beberapa hal terkait dengan strategi pendidikan karakter dalam keluarga, Di dalam Alkitab juga disebutkan yaitu role model hospitalitas orang tua dan anak, bagaimana relasi orangtua dan anak terbangun. dan komunikasi. Surat Bagi seorang anak, Efesus 6:1 mengatakan: “Hai anak-anak, taatilah orangtuamu di dalam Orangtua Sebagai Model Peran (Role Model) Tuhan, karena haruslah demikian.” Bagi orangtua, Perhatikan dua pernyataan di bawah ini. Kolose 3:21 mengatakan: “Hai bapa-bapa, “Children may close their ears to advice, but janganlah sakiti hati anakmu , supaya jangan tawar they open their eyes to example.” hatinya.” Firman ini jelas menegaskan bahwa anak-anak akan mengikuti apa yang diajarkan “Don’t worry that children never listen to you; oleh orang tua. Worry that they are alwayswatching you.” Keluarga merupakan tempat utama di mana anggota keluarga merasakan kasih. Karena itu, Proses pendidikan yang paling berdaya tak salah apa yang dikatakan oleh Martin Luther guna adalah melalui contoh atau teladan. Orang bahwa keluarga merupakan school of love. tua merupakan model dan merupakan guru Keluarga menjadi tulang punggung dalam pertama dan paling penting bagi perkembangan tatanan sebuah masyarakat. Keluarga karakter anak. merupakan the fundamental unit of society.1 Ketika Rumah merupakan “ruang kelas” bagi anak dicintai atau dikasihi oleh orangtua dalam anak-anak, di mana karakter ditanamkan, keluarga, maka dia akan baik kepada orang ditumbuhkan dan dikembangkan. Di sinilah secara umum dan peduli terhadap segala letak peran orang tua. Bila kita perhatikan sesuatu di dunia. pernyataan di atas, meskipun kelihatannya anak Keluarga sebagai school of love memiliki tidak mendengarkan kata-kata orang tua berupa implikasi bagi relasi-relasi dalam kehidupan nasihat, anak senantiasa memperhatikan masyarakat. Keluarga menjadi dasar tingkah laku orang tua mereka. Tingkah laku menciptakan sebuah masyarakat, bangsa dan orang tua, di dalam rumah sebagai “ruang

96 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga kelas”, menjadikannya role model bagi anak, Orangtua yang merespons tanda-tanda serta karena anak berjumpa dan belajar dari orang tua kebutuhan anak serta memiliki hubungan yang setiap hari. hangat dan penuh kasih sayang akan Orangtua senantiasa menjadi pusat membentuk anak yang kuat, lebih percaya diri perhatian anak-anak dalam keluarga.Orangtua dan lebih mudah bersosialisasi. Orangtua yang selayaknya memberikan teladan sesuai dengan menggunakan gaya demokratis, terbuka nilai- nilai Kristiani, dan bukan hanya dengan menyelesaikan masalah di dalam keluarga, akan perkataan, tetapi terlebih dengan perbuatan. membentuk anak yang memperlihatkan karakter Anak- anak akan dengan lebih cepat belajar empati, penguasaan diri dan peduli sosial. melalui teladan atau perbuatan orangtua Orangtua yang menggunakan rayuan, bujukan daripada hanya melalui perkataan saja. (pujian atau disiplin/hukuman dengan Menurut Doni Koesoema, cara seorang anak penjelasan-penjelasan akibat-akibat perilaku memahami nilai dan perilaku pertama-tama anak terhadap perasaan-perasaan orang lain) terjadi karena contoh. Jelas disini bahwa anak akan membentuk anak dengan kedewasaan akan belajar melalui contoh yang diperbuat oleh empati yang relatif, kesadaran, dan peduli pada orang tua termasuk pendidikan karakter. Proses orang lain (altruisme). Orangtua yang akuisisi nilai dan perilaku terjadi melalui proses menanamkan ekspektasi tinggi yan disesuaikan melihat dan meneladani, terhadap perilaku dari dengan kemampuan anak serta didukung lingkungan orang dewasa yang ada di sekitar penuh untuk mencapai ekspektasi tersebut, akan anak.1 Penanaman nilai yang muncul dari dalam membentuk anak yang tinggi dalam penguasaan keluarga akan perpengaruh terhadap persoalan diri, altruisme dan percaya diri. Orangtua yang yang dihadapi dalam diri anak ketika ia meneladankan penguasaan diri dan altruisme berhadapan dengan dunia luar yang lebih besar. akan membentuk anak yang tinggi dalam penguasaan diri dan altruisme. Proses Selain orangtua sebagai model peran, komunikasi orang tua anak akan mempengaruhi Koesoema dalam bukunya Pendidikan Karakter karakter yang berkembang dari diri anak. Utuh dan Menyeluruh mengatakan bahwa orangtua berperan sebagai sumber pengetahuan, pintu masuk ke kebudayaan lain, rekan belajar Hospitalitas: Orangtua dan Anak dan memiliki harapan dan cita-cita bagi anak- Perhatikan Puisi Khalil Gibran berjudul anak mereka.2 Anakmu Bukan Milikmu1: Anak adalah kehidupan, Komunikasi Sebagai Sarana Perkembangan Mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan Karakter berasal darimu. Komunikasi antara anak dan orangtua sangat Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu, penting, sebab tanpa komunikasi akan sangat Curahkan kasih sayang tetapi bukan sulit menciptakan suasana yang penuh kasih, memaksakan pikiranmu nyaman dan aman di dalam keluarga. Namun karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri juga sebaliknya komunikasi yang destruktif yang muncul dalam keluarga juga dapat berpotensi Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak menghambat perkembangan karakter anak di jiwanya, dalam keluarga. Doni Koesoema mengatakan Karena jiwanya milik masa mendatang bahwa pemahaman dan pengertian akan sebuah Yang tak bisa kau datangi nilai akan semakin dapat dimengerti ketika Bahkan dalam mimpi sekalipun seorang anak diperlakukan sebagai individu yang dipercaya melalui proses komunikasi dan Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan 3 dialog dengan mereka. pernah Pertanyaannya adalah bagaimana Menuntut mereka jadi seperti sepertimu. seharusnya proses komunikasi dan dialog orang Sebab kehidupan itu menuju kedepan, dan tua dan anak dalam kehidupan keluarga? Tidak tenggelam di masa lampau.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 97 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga

Kaulah busur, berarti menerima. Di rumah, kita mempunyai Dan anak – anakmulah anak panah yang “ruang menerima” (receptions room). Menerima meluncur. juga dapat berarti mendengar atau memahami Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan sebuah pesan, misalnya “Apakah kamu keabadian. menerima aku?”. Henri Nouwen menggambar- Dia menantangmu dengan kekuasaan-Nya, kan mendengar sebagai sebuah bentuk spiritual hingga anak panah itu meleset, hospitality. Menyambut maupun menerima jauh serta cepat. berarti mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain dan kesediaan menerima risiko ketika membuka ruang pribadi untuknya. Meliuklah dengan sukacita Maka, hospitalitas berarti memandang dengan Dalam rentangan Sang Pemanah,sebab Dia tepat dan pantas serta mendengarkan dengan Mengasihi anak- anak panah yang meleset penuh perhatian, bahkan saat tidak diharapkan laksana kilat, terjadi.2 Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap Dengan menggunakan konsep hospitalitas, maka pandangan terhadap posisi anak di dalam Puisi ini menganalogikan orang tua dan keluarga mengalami perubahan.Anak bukanlah anak, sebagai busur dan anak panah, sedangkan kekayaan yang dapat dimiliki atau dijajah, tetapi Sang Pemanah adalah Tuhan. Dari puisi di atas, anugerah yang harus dipelihara atau diberikan digambarkan bahwa anak bukanlah kekayaan kasih sayang.3 Bahkan Nouwen mengatakan yang dapat dimiliki atau dijajah atau dikuasai bahwa anak adalah “tamu” yang hadir di tengah penuh, tetapi anugerah yang harus ditumbuh keluarga untuk sementara waktu dan akan kembangkan dan disayang. Anak hadir di dalam melanjutkan perjalanan hidupnya. Peran dari rumah, perlu diberi perhatian yang sungguh- orang tua dalam konsep hospitalitas adalah sungguh, tinggal dan hidup bersama dengan memberikan ruang yang terbuka, tetapi juga orang tua untuk beberapa waktu dan kemudian memiliki batas-batas yang aman di mana anak akan pergi mengikuti jalan hidupnya sendiri. dapat berkembang dan menemukan apa yang Pendidikan karakter berbasis keluarga berguna dan apa yang merugikan. Oleh karena dapat dibangun dengan konsep hospitalitas. itu, rumah yang ramah, menurut Nouwen, Henry Nouwen, dalam bukunya Menggapai adalah tempat di mana ayah, ibu dan anak-anak Kematangan Hidup Rohani, mengatakan bahwa dapat saling menyatakan kemampuan mereka, relasi orang tua dan anak dalam keluarga dapat hadir satu bagi yang lain sebagai anggota umat terbangun dengan hospitalitas. Dengan manusia yang sama dan saling mendukung menggunakan konsep hospitalitas, Nouwen dalam perjuangan yang sama dan menjadikan- 4 berharap rumah menjadi rumah yang ramah, di nya hidup. Dengan demikian jika hospitalitas mana bapak, ibu dan anak-anak dapat saling dilakukan di dalam keluarga maka mengkon- menyatakan kemampuan mereka, hadir satu bagi disikan keluarga untuk siap menanamkan yang lain sebagai anggota umat manusia yang karakter yang baik, dapat dikatakan sebagai sama dan saling mendukung dalam perjuangan pintu masuk dalam menanamkan karakter yang sama dan menjadikannya hidup.1 kepada anak. Dalam hospitalitas, mengandung dua hal Thomas Lickona dalam tulisannya Do yaitu mengunjungi dan menyambut diibaratkan Parents Make A Difference In Children’s Character seperti dua sisi koin, saling terkait. Mengunjungi Development?mengatakan ada delapan praktik (episkeptomai) mengandung unsur mencari. parenting yang membawa perbedaan positif 5 Mengunjungi berarti melihat pribadi dengan dalam pengembangan karakter anak , yaitu: tepat dan pantas serta bersedia menerima risiko 1. Orangtua yang baik adalah orangtua yang ketika mempercayakan diri kita untuk kehendak mengasihi anak mereka dengan menyedia- baiknya. Menyambut merupakan satu sisi lain kan lingkungan yang aman dan nyaman dari koin. Menyambut oleh NRSV (hupedechomai) bagi mereka.

98 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga

2. Orangtua yang baik adalah orangtua yang 6. Mendorong anak untuk merefleksikan mengembangkan saling hormat. tindakannya. Di sini orangtua mendorong 3. Orangtua yang baik mendidik melalui anak untuk berpikir tentang perbuatannya keteladanan. dan apa akibat yang dapat ditimbulkannya. 4. Orangtua yang baik mendidik dengan tepat, 7. Mengajarkan anak untuk mengemban melalui nasihat, peringatan dan penjelasan. tanggung jawab. Orangtua dapat memberi- kan tanggung jawab dengan memperke- 5. Orangtua yang baik menggunakan nalkan pekerjaan sosial di luar rumah. pertanyaan-pertanyaan untuk memajukan berpikir moral. 8. Keseimbangan antara kebebasan dan kon- trol. 6. Orangtua yang baik memberikan anak-anak tanggung jawab yang jelas. 9. Cintai anak. Cinta orangtua kepada anak akan memberikan konribusi yang besar 7. Orangtua yang baik adalah orangtua yang terhadap pembentukan karakter. otoritatif. 10. Mengajarkan moral dan menciptakan 8. Orang tua yang baik membantu perkem- keluarga bahagia secara bersamaan. bangan spiritual anak. Orangtua dapat mengelola konflik dalam Selain itu, sebagaimana dikatakan keluarga dengan menggunakan pendekatan sebelumnya bahwa pendidikan karakter yang berkeadilan (fairness approach). diterima oleh anak dari orangtua akan sangat berpengaruh juga terhadap kehidupan sebuah bangsa. Oleh karena itu, mengutip pendapat Simpulan Thomas Lickona, Ratna Megawangi dalam bukunya Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa6 mengungkapkan ada Kesimpulan Ten Big Ideas yang dapat dijalankan oleh Pendidikan karakter bermula dari komunitas orangtua dalam membangun karakter keluarga, terkecil di masyarakat yaitu keluarga, kemudian yaitu: akan memberi pengaruh terhadap karakter bangsa dan negara. Seorang anak akan memulai 1. Moralitas penghormatan. Setiap orangtua perkembangan karakternya dari keluarga. wajib mengajarkan kepada anak-anaknya Orangtua memiliki pengaruh yang paling besar prinsip hormat kepada diri sendiri, orang dalam pendidikan dan pengembangan karakter lain dan lingkungan hidup; anak di dalam keluarga. 2. Perkembangan moralitas penghormatan Karakter anak akan bertumbuh dan berjalan secara bertahap. Orangtua berkembang dalam keluarga ketika si anak memerlukan proses sosialisasi terus diperhatikan, keberadaannya diterima dan menerus serta komitmen dalam mendidik diakui, dan kebutuhan pokoknya dipenuhi oleh moralitas penghormatan. orangtua. Pendidikan karakter berbasis keluarga 3. Mengajarkan prinsip saling menghormati. dimulai dari pemahaman orang tua terhadap Orangtua hendaknya menghormati anak iman Kristen sehingga memungkinkan sebagai manusia. mengajarkan karakter Kristiani. Keluarga 4. Mengajarkan dengan contoh.Orangtua menyiapkan tempat yang baik untuk mengajarkan anak dengan memberikan pengembangan karakter. Anak akan belajar contoh konkret mengenai perilaku melalui contoh yang diperbuat oleh orang tua. sebagaimana seharusnya. Proses komunikasi orang tua anak akan 5. Mengajarkan dengan kata-kata. Selain mempengaruhi karakter yang berkembang dari dengan contoh, orangtua juga perlu diri anak, serta memahami keluarga sebagai mengatakan atau menerangkan apa yang school of love pendidikan karakter berbasis dicontohkan juga penting dilakukan. keluarga bertujuan untuk membawa perubahan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 99 Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga baik di lingkungan keluarga maupun di luar ixHenry Nouwen, Menggapai Kematangan Hidup keluarga, bahkan bangsa dan dunia. Rohani (Yogyakarta: Kanisius, 1985), 77-78 x Joanna Collicutt, Psychology of Christian Character Formation, (London: SCM Press, 1995), 160-161 xi Nouwen, Menggapai Kematangan Hidup Rohani, 77 Saran xii Ibid.,78 xiii Thomas Lickona “Do Parents Make A Difference Pembangunan kesadaran tentang pentingnya In Children’s Character Development? dalam pendidikan karakter berbasis keluarga perlu https://www2.cortland.edu/dotAsset/4e26603a- terus digenjarkan. Selain itu, orangtua juga perlu 86bb-4c2a-b111-d590dc4e1dce.pdf xivRatna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi yang diperkenalkan dengan Konvensi Hak Anak Tepat untuk Membangun Bangsa. Cet. Kelima yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa- (Jakarta: Indonesia Heritage Foundation, 2016), Bangsa (PBB) tahun 1989, ada 10 hak anak yang 83-88 harus dipenuhi, yaitu: (1)Hak untuk bermain; (2)Hak untuk mendapatkan pendidikan; (3) Hak Daftar Pustaka untuk mendapatkan perlindungan; (4) Hak untuk mendapatkan nama (identitas); (5) Hak untuk mendapatkan status kebangsaan; (6)Hak Collicutt, Joanna (1995). Psychology of Christian untuk mendapatkan makanan; (7)Hak untuk character formation.London: SCM Press menda-patkan akses kesehatan; (8)Hak untuk International Educational Foundation. Educating menda-patkan rekreasi; (9)Hak untuk for true love. USA: Zondervan Publishing mendapatkan kesamaan; dan (10) Hak untuk House berperan dalam pembangunan. Koesoema, Doni. (2015). Strategi pendidikan karakter – revolusi mental dalam lembaga pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Catatan kaki Lickona, Thomas. Do parents make a difference in i International Educational Foundation, Educating children’s character development?. https:// for True Love (USA: Zondervan Publishing House), www2.cortland.edu/dotAsset/4e26603a- 285 ii Paul Suparno, Pendidikan Karakter di Sekolah 86bb-4c2a-b111-d590dc4e1dce.pdf (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 65-66 Megawangi, Ratna. (2016). Pendidikan karakter: iii Doni Koesoema, Strategi Pendidikan Karakter – Revolusi Mental dalam Lembaga Pendidikan Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 29 Cet. Kelima. Jakarta: Indonesia Heritage iv Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter, 72 Foundation v Koesoema, Strategi Pendidikan Karakter,41 vi Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Utuh dan Nouwen, Henry.(1985). Menggapai kematangan Menyeluruh (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 149-151 hidup rohani. Yogyakarta: Kanisius vii Koesoema, Strategi Pendidikan Karakter, 41 viii Kahlil Gibran, sang Nabi (Jakarta: Pustaka Jaya, Suparno, Paul.(2015). Pendidikan karakter di 1991) sekolah. Yogyakarta: Kanisius

100 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Isu Mutakhir Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi

Guru dalam Pusaran Literasi

Agus Kristiyono E-mail: [email protected] SMAK BPK PENABUR

Pendahuluan Dari pengukuran yang Sekolah sebagai salah alah satu pembahasan dilakukan, Indonesia satu lingkungan pendidikan yang sering menduduki tingkat bawah. formal, menanggapi secara S diperbincangkan saat Pada tahun 2012, Indonesia positif GLS. Tiap-tiap sekolah ini, baik oleh berada di posisi ke-64 dari 65 dari jenjang SD sampai SLTA komunitas maupun pemerhati negara peserta PISA. Pada mulai berpartisipasi dalam pendidikan adalah Gerakan tahun 2016, ada di posisi ke- program GLS. GLS menjadi Literasi Sekolah (GLS). Salah 60 dari 61 negara. Dari salah satu “trend topik” di satu alasan yang mendasari pengukuran di atas, sekolah, sehingga dijadikan gerakan literasi ini adalah kurangnya literasi bahan pembahasan dan keprihatinan terhadap masyarakat Indonesia harus program kegiatan. Banyak rendahnya kemampuan segera diubah, agar pula sekolah-sekolah mulai literasi. Sejak pertama kali kemampuan literasi siswa mencantumkan “label” mengikuti tes dari PISA tahun Indonesia makin baik. sekolahnya telah berliterasi. Sungguh berbagai upaya yang 2003, prestasi Indonesia tidak Pemerintah sebagai luar biasa, telah dilakukan di pernah beranjak jauh dari pembuat kebijakan sekolah, untuk mendukung posisi terbawah. pendidikan, tidak tinggal pelaksanaan GLS. PISA (Programme for diam. Rendahnya literasi Namun sayangnya International Student siswa, direspon dengan sampai sekarang, GLS yang Assessment) adalah assessment dikeluarkannya Peraturan telah diupayakan sekolah yang dilakukan oleh OECD Menteri Pendidikan dan sejak tahun 2015, hasilnya (Organisation for Economic Kebudayaan Nomor 23 belum kentara. Sekolah yang Cooperation and Development) Tahun 2015 tentang seyogyanya menjadi wadah mengukur sejauh mana penumbuhan Budi Pekerti. manusia berliterasi, tetapi kemampuan Matematika, Salah satu butir penting membaca dan sains siswa. Tes tidak banyak ditemukan dalam peraturan tersebut ini diukurkan kepada siswa kepala sekolah, guru, ataupun adalah penumbuhan budaya yang berumur 15 tahun di siswa yang berliterasi. baca yang diawali dengan banyak negara. Hasil PISA Perpustakaan sepi, jarang membaca 15 menit sebelum banyak digunakan oleh ditemukan siswa ataupun pelajaran dimulai di semua negara-negara yang guru mau membaca buku. sekolah. Hal ini lebih berpartisipasi untuk Apalagi karya tulis, jauh dari mendapat penegasan, setelah memperbaiki kualitas dan ideal. Siswa hanya mau kebijakan pendidikan masing- Kemendikbud meluncurkan membaca dan membuat karya masing, termasuk di Gerakan Literasi Sekolah tulis, apabila dipaksa oleh Indonesia. (GLS). guru untuk mendapatkan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 101 Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi nilai. Guru pun mau membuat multimedia. Literasi pada ataupun membaca karya tulis, Pembelajaran Literasi generasi ini semakin karena tuntutan kenaikan diperluas ke dalam beberapa pangkat ataupun tuntutan Dalam pandangan jenis elemen literasi seperi lainnya. tradisional, masyarakat visual, audiotori, dan spasial Salah satu alasan utama mendefinisikan literasi adalah daripada kata-kata tertulis. yang menjadikan siswa tidak kemampuan membaca dan Generasi keempat tertarik dengan berliterasi, menulis. Seseorang dikatakan mendefinisikan literasi adalah pengaruh gadged. “literat” apabila ia mampu dipandang sebagai konstruksi Gadged sepertinya menjadi membaca dan menulis. Dalam sosial dan tidak pernah netral. salah satu kebutuhan perkembangannya definisi Teks-teks yang siswa baca “penting”. Di mana-mana, literasi berkembang sesuai telah diposisikan. Ini berarti apabila ada waktu luang, dengan perkembangan bahwa teks yang ditulis siswa lebih suka membuka zaman. seorang penulis, telah dibentuk berdasarkan posisi gadgednya daripada buku. Abidin dkk, (2017) mereka (dimana mereka Siswa lebih tertarik berlama- berpandangan bahwa saat ini berada). lama dengan gadged-nya dari kita masuk ke literasi generasi pada dengan buku. Ada pula kelima atau disebut juga Generasi terakhir dari sebenarnya buku-buku online, dengan generasi multiliterasi. literasi atau generasi kelima , berita, ataupun informasi Pada masa awal menekankan keterampilan penting lain yang bisa diakses perkembangannya atau menggunakan beragam cara lewat gadged, namun tidak generasi pertama, literasi untuk menyatakan dan pernah dibaca siswa. Siswa didefinisikan sebagai memahami ide-ide dan lebih banyak tertarik pada kemampuan untuk informasi, dengan medsos dan game di gadged menggunakan bahasa dan menggunakan bentuk teks yang dipunyainya. gambar dalam bentuk kaya konvensional maupun teks Padahal semua orang dan beragam untuk membaca, inovatif, simbol, dan menyadari, bahwa menulis, mendengarkan, multimedia. Idealnya pada pendidikan bermutu menjadi berbicara, melihat, generasi ini, siswa perlu kebutuhan pada era global menyajikan, dan berpikir menjadi ahli dalam yang semakin kompetitif. kritis tentang ide-ide. Di memahami dan Semakin bemutu pendidikan, generasi pertama, praktik menggunakan berbagai akan menjadikan manusianya kognitif dijadikan pedoman bentuk teks, media, dan bisa bersaing dalam kompetisi utama membentuk konsep simbol untuk memaksimalkan yang terjadi. Sebaliknya, berfikir. potensi belajar mereka, tanpa pendidikan bermutu Perkembangan mengikuti perubahan maka manusianya akan berikutnya generasi kedua, teknologi, dan secara aktif tergilas oleh kemajuan zaman. literasi dipandang sebagai berkomunikasi dalam Salah satu upaya menjadikan praktik sosial dan budaya komunitas global. pendidikan berkualitas, tinimbang dipandang sebagai Dilihat dari tujuaannya, adalah melalui meningkatkan prestasi kognitif yang bebas pembelajaran literasi saat ini budaya literasi (membaca dan konteks. Pada generasi kedua, berguna untuk memberikan menulis). Dan guru sebagai menekankan pada hubungan kesempatan atau peluang garda terdepan perubahan literasi dengan konteks dunia. siswa dalam mengembangkan harus lebih cepat bergerak, Pada generasi ketiga, dirinya sebagai komunikator menjadi agen of change pengertian literasi diperluas yang kompeten dalam konteks membentuk budaya literasi di oleh semakin berkembangnya mutiliterasi, multikultur, dan sekolah dan masyarakat. teknologi informasi dan multimedia melalui

102 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi pemberdayaan banyak anjuran tanpa contoh konsep pendidikan, multiintelegensi yang nyata. menguasai materi yang dimilikinya. Konsep diajarkan, dan mampu multiintelegensi menjadi Membiasakan Literasi melaksanakan pembelajaran. acuan dasar pengembangan Guru Tantangan keempat pembelajaran literasi. adalah penggunaan teknologi. Konsep kecerdasan Arends dalam buku Guru harus menguasai multiintelegensi atau pembelajaran literasi karya teknologi dan mampu majemuk merupakan teori Yunus Abidin dkk, (2017) menerapkannya dalam kecerdasan belajar dari menyebutkan setidaknya ada pembelajaran. Kemampuan Howard Gardner (1983). tujuh tantangan guru masa ini menjadikan guru mampu Gardner telah kini yakni : tantangan berkembang sesuai kebutuhan mengidentifikasikan delapan pertama, adalah konstruksi dan perkembangan zaman. kecerdasan majemuk yang makna. Hal ini berarti guru Tantangan kelima, adalah dimiliki oleh setiap individu harus menyelenggarakan peningkatan kompetensi dalam berbagai tingkatan. pembelajaran berorientasi siswa. Guru harus mampu Kecerdasan itu meliputi pada aktivitas siswa dalam meningkatkan kemampuan kecerdasan verbal/linguistik, menemukan dan menetapkan siswa tidak hanya akademik, logis/matematis, visual/ makna secara mandiri. Dasar tetapi juga non akademik. spasial, jasmaniah/kinestik, pandangan konstruksi makna Guru mampu membangkitkan musical/ritmis, intrapersonal, selaras dengan teori kreativitas siswa, sehingga interpersonal dan naturalis. konstruktivisme yang potensi kognitif, afektif dan Dengan kecerdasan majemuk beranggapan bahwa psikomotorik siswa makin siswa ini, maka guru pengetahuan dikonstruksikan berkembang. tertantang untuk oleh siswa secara mandiri Tantangan keenam, mengembangkan kemampuan berdasarkan pengalaman. adalah kepastian pilihan. literasi siswanya, dari Tantangan kedua adalah Kepastian pilihan berarti guru kecerdasan yang berbeda- pembelajaran aktif. Tantangan mampu menentukan beda. Hal inilah yang ini mengharuskan guru kepastian tempat mengajar. menjadikan guru harus melaksanakan pembelajaran Hal ini menjadikan dasar mampu menggunakan dengan model pembelajaran bahwa nantinya, guru yang pendekatan pembelajaran aktif. Guru tidak lagi bermutu yang akan di- literasi yang berbeda, sesuai dijadikan satu-satunya ”pakai” di sekolah. dengan kecerdasannya. sumber informasi, tetapi siswa Sedangkan guru yang tidak Penerapan pembelajaran terlibat aktif mencari berbagai bermutu, akan semakin literasi yang bagus, apabila sumber di lingkungan terpinggirkan. Tantangan didasari oleh guru yang sekitarnya. Dalam hal ini, ketujuh adalah masyarakat mempunyai kebiasaan literasi. guru harus menguasai dan multikultural. Guru mampu Guru yang mempunyai menerapkan model mengajar dalam situasi kebiasaan berliterasi, secara pembelajaran aktif. Tantangan masyarakat yang tidak sadar akan menularkan ketiga adalah akuntabilitas. multikultural. Apalagi di “semangat” dan “kebiasaan” Guru haruslah orang yang Indonesia, masyarakatnya literasinya kepada para punya kapabilitas. mempunyai banyak suku, murid. Dari sinilah Kapabilitas guru ditunjukkan bahasa maupun budaya. pentingnya kebiasaan literasi dengan sertifikat profesi Berbagai tantangan di guru. Guru menjadi role sebagai seorang guru. Namun atas, memaksa guru harus model bagi siswanya di guru yang punya kapabilitas terus menerus meningkatkan sekolah. Teladan guru lebih harus menunjukkan pula kapabilitasnya. Peningkatan efektif dan manjur menjadi unjuk kerja profesional yang kapabilitas membutuhkan referensi siswa, daripada dimiliki seperti menguasai kemauan dan kemampuan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 103 Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi belajar atau learning capability. terus menerus. Sehingga guru 2. Banyaknya peran guru Tanpa learning capability, guru akan mempunyai kemampuan dalam berbagai kegiatan akan ketinggalan zaman, teknis dalam melaksanakan sosial dan agama. sehingga apa yang diajarkan pembelajaran, mengambil Dalam masyarakat guru dalam proses keputusan, dan merefleksi dianggap sebagai golong- pembelajarannya akan kritis kinerjanya. an terdidik. Dan sebagai “usang” dan tidak relevan Pengembangan diri terus golongan terdidik guru lagi dengan keadaan siswa menerus akan meningkatkan dianggap mampu untuk maupun lingkungannya kapabilitas. selalu tampil di depan Dalam konteks Sebenarnya para guru dalam kegiatan sosial pembelajaran literasi, ada menyadari pentingnya dan agama, contoh di RT, lima kapabilitas guru yang meningkatkan kapabilitas dan RW, kelurahan ataupun dibutuhkan. Kapabilitas mengembangkan diri. Namun di gereja/tempat ibadah. pertama, guru harus terus kadangkala mereka tidak Akibatnya banyak waktu membangun kontens mau belajar. Hal ini tersita untuk berbagai pengetahuan yang diajarkan. disebabkan oleh beberapa kegiatan ini. Kapabilitas kedua, adalah alasan, antara lain : 3. Banyak kegiatan sekolah tingkat konseptualisasi. 1. Banyak beban Ada beberapa sekolah Kapabilitas ini menuntut guru administrasi dalam yang mempunyai nilai mampu menerapkan konsep pembelajaran keunggulan akademik, dan ide kreatifnya dalam Sebagai pengajar, guru tetapi ada pula yang setiap pembelajaran. adalah pendidik dan menjadikan kegiatan Kapabilitas ketiga, adalah pelaksana tugas sekolah sebagai kemampuan guru dalam keunggulan. Di sekolah melaksanakan proses administrasi sekolah, seperti ini, banyak pembelajaran. Kapabilitas ini seperti mengkaji bahan kegiatan sekolah menjadikan guru senantiasa pelajaran, memeriksa diadakan. Karena terlalu memilih pendekatan, model, lembar kerja siswa, banyak kegiatan maka metode, dan teknik membuat satuan guru seringkali tidak pembelajaran yang tepat pelajaran, menyiapkan punya waktu untuk sesuai materi dan media pembelajaran, membaca. karakteristik siswa. membuat soal ulangan, Kapabilitas keempat, adalah mengolah nilai, membina 4. Rendahnya kemampuan interpersonal, kegiatan ekstrakurikuler, kesejahteraan atau gaji adalah kemampuan guru membina anak-anak yang guru menjalin komunikasi dengan dikategorikan nakal dan Alasan klasik lagi yang siswa. Kemampuan ini sebagainya. Berbagai dijadikan dasar menjadikan guru memahami tugas ini kadang tidak kurangnya kemamuan karakteristik dan kemampuan bisa diselesaikan di meng-upgrade diri bagi siswa. Dan kapablitas kelima, sekolah, maka sebagian guru adalah rendahnya adalah ego. Kapabilitas ini besar terpaksa dibawa ke gaji atau kesejahteraan. berhubungan dengan usaha rumah untuk Mereka lebih mengetahui diri sendiri dan diselesaikan. Hal ini mementingkan usaha membangun berarti menyita waktu pemenuhan kebutuhan responsibilitas diri terhadap guru di rumah. Waktu di hidupnya dulu, daripada lingkungan. rumah yang seharusnya untuk meningkatkan diri. Berbagai kapabilitas untuk berkumpul dengan Sehingga jarang, guru tersebut, pada prinsipnya keluarga banyak tersita mau menyisihkan uang merupakan upaya untuk mengurusi beban atau gajinya untuk mengembangkan diri secara administratif. peningkatan diri.

104 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi

Namun terlepas dari mempunyai program diri guru melalui kegiatan berbagai alasan tersebut di bersama dan bersinergi bersama komunitas, atas, kemajuan pendidikan yang membentuk seperti bedah buku salah satunya ada di pundak kebiasaan berliterasi. bersama, diskusi bersama, guru. Guru sebagai garda Kegiatan membaca tukar menukar informasi terdepan kemajuan seperti: bedah buku, guru dan sebagainya. Biasanya pendidikan, harus ngotot memberi tugas wajib baca membaca tanpa ada berupaya berjuang. Untuk itu, buku tertentu kepada tempat untuk guru harus mau mengubah siswa, hadiah kepada menuangkan ide atau diri dan membiasakan literasi. guru yang meminjam gagasan, akan Ada beberapa upaya yang buku terbanyak di mengurangi semangat dapat dilakukan untuk perpustakaan dsb. Dalam membaca. Komunitas membiasakan literasi guru, hal menulis, diadakan literat menjadi wadah yakni : lomba misalnya menulis yang bisa dijadikan 1. Menumbuhkan biografi guru, cerpen dsb. sarana menuangkan ide, kesadaran literasi Selain itu, pihak minimal secara lisan perpustakaan juga dapat Kesadaran literasi melalui diskusi bersama membuat program- merupakan motivasi dengan teman-teman yang program pelatihan khusus intern yang dapat gemar membaca. Dalam untuk peningkatan menyebabkan munculnya hal menulis, komunitas membaca ataupun perilaku literasi. literat bisa menjadi salah menulis guru, seperti : Seseorang akan satu wadah tukar cara membaca cepat, cara melakukan suatu menukar informasi dan membuat review, dsb. perbuatan betapapun bahan referensi. Tukar Keterlibatan guru dalam beratnya, jika ia menukar buku pada saat kegiatan-kegiatan literasi mempunyai kesadaran. membuat tulisan atau akan “memaksa” guru Demikian juga dengan artikel dan kegiatan- mengenal dan literasi khususnya kegiatan menulis lainnya. mempraktikkan literasi membaca, tanpa motivasi 5. Sekolah atau yayasan bagi dirinya sendiri intern seseorang sulit memberikan penghargaan berliterasi. Menumbuhkan 3. Membiasakan terhadap hasil karya motivasi intern, didasari memberikan hadiah buku ilmiah guru. keinginan literasi Hadiah bisa berikan pada Penghargaan yang dijadikan kebutuhan. moment tertentu, misal : diberikan oleh sekolah Untuk menjadikan literasi guru mendapatkan ataupun yayasan, tidak menjadi kebutuhan, perlu prestasi tertentu, ulang harus berupa materi atau dilakukan kegiatan tahun dan event lainnya. uang, tetapi bisa berupa literasi terus menerus Hadiah yang biasanya dorongan moril untuk dalam jangka waktu diberikan berupa barang, karya guru. Sehingga tertentu, misalnya : diubah atau ditambah guru yang membuat membaca terus-menerus dengan pemberian buku. karya ilmiah dapat selama dua bulan, setiap Hal ini dapat menjadi termotivasi hari menulis di buku rangsangan membaca mengembangkan karya- harian atau catatan bagi guru. karya berikutnya. pribadi dsb. 4. Membentuk komunitas Penghargaan dari sekolah 2. Mengoptimalkan peran literat atau yayasan, juga dapat perpustakaan Komunitas literat memicu persaingan guru Guru dan pihak-pihak bertujuan untuk membuat karya ilmiah. dari perpustakaan membantu pengembangan Guru yang ingin terus

Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 105 Isu Mutakhir: Guru dalam Pusaran Literasi

maju, terpicu oleh teman- Membiasakan hal ini tidaklah apabila kita ingin bangsa teman guru lainnya mudah, prosesnya tidak bisa bermutu dan dapat bersaing membuat karya ilmiah dibangun secara instan, tetapi dengan negara lain, maka baik di bulletin, koran harus dilakukan secara terus perlu dilakukan. Guru punya ataupun media ilmiah menerus dan konsisten. Butuh tugas wajib dan moral untuk lainnya. Dapat juga hasil niat, kemauan dan tindakan berupaya membentuk karya dijadikan salah nyata. kebiasaan tersebut. Niat, satu penilaian atau Dilihat dari berapa lama kemauan, dan upaya yang kriteria untuk kenaikan waktu yang dibutuhkan untuk terus menerus akan pangkat, seperti yang menciptakan kebiasaan menjadikan literasi sebagai sudah lama diterapkan literasi, memang perlu kebiasaan, baik bagi guru Yayasan BPK PENABUR. penelitian yang lebih valid. ataupun murid. Mari berjuang 6. Adanya contoh dan Namun merujuk pada menjadi guru literasi. teladan dari pimpinan pandangan para ahli sekolah atau kepala psikologi, mengubah Daftar Referensi sekolah dalam kebiasaan baru butuh waktu meningkatkan hasrat yang berbeda, tergantung Abidin, Yunus, dkk. (2017). belajar. tingkat kesulitan kebiasaan Pembelajaran literasi. Kepala sekolah dapat yang diinginkan. Namun rata- Jakarta : Bumi Aksara menunjukkan hasrat rata ahli berpendapat antara Ali Muakhir. 21 hari mengubah belajar dengan berbagai 21-66 hari (sekitar 2 bulan) kebiasaan baik. aktivitas yang dilakukan, waktu yang ditetapkan Kompasiana 30 Desember seperti kegiatan membaca menjadi batas yang universal 2013 buku, penulisan karya untuk melakukan kegiatan Deni, D. ,Koswara. (2008). ilmiah, artikel di surat “tertentu” secara terus Baaimana menjadi guru kabar, dsb. menerus. Dari pandangan ini, kreatif. Bandung : PT Kemampuan berliterasi, dapat disimpulkan bahwa Pribumi Mekar adalah kemampuan yang guru yang melakukan Dinas Pendidikan Pemerintah butuh pembiasaan dan proses kebiasaan konsisten, seperti Provnsi Jawa Baratt. (201). perulangan dari waktu ke membaca dan menulis selama Buku panduan gerakan waktu. Banyak pihak sepakat, kurang lebih dua bulan, akan literasi sekolah bahwa dengan budaya literasi menjadikan guru tersebut Willian, English, Evelyn. (2017). seperti membaca dan menulis, mempunyai kebiasaan Pendidikan literasi. dapat membentuk kesadaran “literat” yakni membaca dan Bandung : Penerbit kristis, terhadap diri dan menulis. Berapapun lamanya Nuansa Cendekia lingkungan sekitarnya. waktu yang dibutuhkan,

106 Jurnal Pendidikan Penabur - No.29/Tahun ke-16/Desember 2017 Resensi buku: Financial Wisdom For Your Kids Resensi buku

Judul Buku: Financial Wisdom For Your Kids Pengarang : Assoc. Prof. Candra Chahyadi, MBA, Ph.D., CFA, CAIA Penerbit : PT. Visi Anugerah Indonesia Tahun Terbit : 2016 Cetakan : Pertama, Mei 2016 Jumlah Halaman : 300 halaman ISBN : 978-602-1315-34-7 Resensi oleh : Yocky Firdaus Kepala Kantor BPK PENABUR Email : [email protected]

endidikan di sekolah merupakan akan kebutuhan anak. Seringkali orang tua bagian dari usaha sebuah keluarga melimpahkan tanggung jawab mereka kepada P dalam usahanya mengembangkan sekolah, seolah-olah pendidikan sepenuhnya talenta/bakat yang Tuhan berikan tanggung jawab sekolah. kepada bagian dari anggota keluarga yaitu anak- Buku ini ditulis karena adanya keresahan anak. Harapannya adalah orang tua yang share kepada terpenuhinya kebutuhan penulis tentang kesulitan kognitif, terjadinya perte- mereka dalam mengajarkan muan perasaan (afektif) pengelolaan keuangan kepa- dan tercukupinya kebu- da anak. Life Skill pengelo- tuhan akan interasi dalam laan uang sangat penting sebuah komunitas sosial bagi kehidupan anak. Kita yang lebih besar dari sebagai orang tua berpikir sebuah keluarga. Hasil bahwa dengan mencari uang akhir dari pendidikan lebih banyak lagi maka adalah terpatrinya peru- masalah keuangan kita akan bahan menetap akan nilai- terselesaikan dengan sendi- nilai positif dalam diri anak rinya. Padahal di jaman yang yang dapat dirasakan oleh sulit ini (mencari tambahan masyarakat ketika mereka uang bukanlah hal yang selesai mengenyam pendi- mudah), maka salah satu dikan di sekolah. Namun cara yang efektif adalah sekolah bukanlah tempat pengganti pendidikan pengelolaan keuangan. Sekolah mempersiapkan anak. Keluarga merupakan poros penting dalam anak dalam hal kognitif (ilmu), namun tidak ada proses pendidikan anak karena waktu dengan salahnya kita sebagai orang tua juga turut mem- keluarga dihabiskan lebih banyak dan keluarga bantu anak dalam hal “life skill” untuk memper- (orang tua) adalah orang yang paling mengerti siapkan mereka menghadapi kehidupan kelak.

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 107 Resensi buku: Financial Wisdom For Your Kids

Tujuan dari buku ini adalah 3E yaitu Educate meremehkan peran sekolah dalam mendidik. (mendidik), Equip (memperlengkapi) dan Pada Bab 2 ini, penulis ingin mengatakan bahwa Empower (memampukan). Buku ini mendidik ada banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat berarti penulis ingin orang tua dan anak ikut diwariskan kepada anak-anak, yang sedikit dalam proses pendidikan pengelolaan sekali disentuh oleh sekolah. Menurut para keuangan. Penulis ingin orang tua memiliki sosiolog, apa yang dilakukan orang tua saat ini konsep yang benar sehingga anakpun dengan anak-anaknya akan berpengaruh mencontoh konsep yang benar tersebut dalam kepada 5 generasi di bawahnya. Penulis hidupnya. Buku ini juga memperlengkapi orang berharap bahwa tindakan-tindakan kecil dapat tua dan anak untuk memiliki skill tambahan menjadi “contoh pelajaran” bagi anak. “Contoh- yang lain antara lain: hidup tanpa hutang, contoh” ini diharapkan dapat terekam dalam komitmen dan tanggung jawab. Buku ini tidak diri anak dan dapat ditiru sebagai kebiasaan akan banyak berguna jika orang tua tidak yang positif untuk kehidupan dewasa mereka. mempraktekan kehidupan komitmen dalam Contoh-contoh tersebut, antara lain: pengelolaan keuangan. meluangkan waktu dengan anak sambil Pada Bab 1, penulis menceritakan beberapa menanamkan pesan-pesan moral di dalamnya, kisah keluarga konglomerat yang gagal dalam bermain monopoli (orang tua bisa menyisipkan pengelolaan keuangan (Cornelius Vanderbilt) bagaimana pengelolaan uang sembari bermain), dan yang berhasil mengelola keuangannya mengajak ke supermarket, dan lainnya. Disiplin (Carlos Slim dan Warren Buffet). Penyebabnya yang diterapkan dalam sebuah keluarga akan adalah keyakinan yang berlebihan pada para membekas di hati anak dan akan terus berlanjut konglomerat ini bahwa dengan mewariskan dalam keturunan mereka yang selanjutnya. kekayaan yang banyak maka kehidupan Pendidikan akan menjadi leih efektif ketika keturunan akan menjadi terjamin. Kenyataan personal trainer ada mendampingi. Bab 3 dan 4, dalam hidup, uang dapat dihabiskan dalam penulis ingin para pembaca (orang dewasa) siap hitungan tahun, bulan, bahkan hari. Jangan menjadi personal trainer para anak-anak mereka. pernah menganggap remeh kemampuan Penulis berargumen bahwa orang tua manusia dalam menghabiskan uang dalam mempunyai pengaruh (impact) yang luar biasa tempo yang sangat cepat. Latar belakang lain besarnya dalam hidup seorang anak. Penulis yang menyebabkan buku ini ditulis adalah mengingatkan kembali bahwa dalam proses bahwa orang tua sudah memahami betapa mendidik anak, orang tua-pun dapat belajar pentingnya pendidikan pengelolaan keuangan memperbaiki diri dan kemudian berubah sejak dini, namun mereka kesulitan dalam menjadi seorang trainer yang baik. Sumber- mendapatkan materi cara mengajar bagaimana sumber literatur dan bertanya pada orang yang mengelola keuangan yang tepat. Dalam bab ini, ahli dapat membantu kita memiliki pengetahuan penulis sangat menekankan akan pentingnya yang lebih dalam mengajarkan pengelolaan contoh hidup dari orang tua sebagai pendidik keuangan. Dalam hal ini, orang tua dapat di keluarga. Orang tua merupakan contoh hidup bekerjasama dengan para mitra (kakek, nenek, dalam keseharian sang anak, sehingga lebih paman, bibi dll) untuk mendidik dengan cara cepat menularkan suatu kebiasan pada anak yang seragam dalam pengelolaan keuangan. (kebiasaan baik ataupun buruk). Sehingga Kunci dari semua ini adalah komunikasi dan pengelolaan keuangan yang baik membutuhkan keterbukaan. Ini berarti pendidikan merupakan komitmen orang tua sebagai role model. suatu gerakan integrasi dari seluruh komponen Beberapa kali penulis mengatakan hal ini keluarga. Tantangan biasanya hadir dari (sehingga kadang terasa membosankan), kompenen yang tidak dapat dikontrol, sebagai penekanan pentingnya orang tua contohnya: teman-teman, orang lain, pengaruh sebagai role model. media, dan lainnya. “Hal-hal yang paling berharga tidak saya Banyak orang memiliki kebiasaan yang pelajari di sekolah” (Will Smith). Petikan ini tidak tepat dalam pengelolaan keuangan, antara dilampirkan penulis dengan motif bukan untuk lain : 1) tidak punya rencana keuangan keluarga,

108 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 Resensi buku: Financial Wisdom For Your Kids

2) pelit, 3) tidak punya tabungan, 4) tidak punya sedang masuk dalam jurang kehidupan. Jangan catatan keuangan yang rapi, 5) terjerat dalam biarkan hal itu terjadi. Pengelolaan keuangan lilitan utang. Dalam bab 5 ini, penulis yang baik justru melatih anak agar menjadi membagikan tips-tips bagaimana menjadi pribadi yang bijak dalam mengelola uang serta seorang smart shopper atau smart money spender. dapat menjadi berkat untuk orang lain, daripada Pada bab selanjutnya, pembaca diingatkan menjadi seorang yang hedonist dan konsumeris. bahwa pola pengasuhan pada masa kecil akan Uang sebagai alat dan sarana pendidikan. membentuk suatu kebiasaan di masa dewasa. Orang tua dan guru (melalui sekolah) Dengan demikian, perlu dilakukan pola mempunyai kewajiban mengajarkan anak pengasuhan yang tepat bagi anak agar mereka tentang konsep yang benar tentang uang. Bekerja dapat beradaptasi dengan dunia luar yang dalam rangka mendapatkan uang tidak salah, seringkali berbeda dengan mereka. Kemampuan namun yang salah adalah “mempertuhankan untuk beradaptasi ini berguna agar anak-anak uang” melalui pekerjaan. Banyak orang yang dapat “mengatasi goncangan” terutama pada tidak sadar diperbudak oleh uang melalui hal-hal negative. Orang tua harus menyadari pengukuran diri (sebanyak apa uang yang anda bahwa anak-anak tidak bisa terus bersama-sama miliki). Dunia melihat bahwa semakin anda dengan mereka. Ada waktu dimana mereka banyak memiliki uang, semakin anda dekat harus berjalan sendiri dan mereka dikelilingi dengan penguasaan dunia. Namun sebaliknya, oleh banyaknya pilihan-pilihan hidup yang ada orang-orang yang menganggap uang ditawarkan oleh dunia. Tugas orang tua adalah adalah akar segala kejahatan. Mereka tidak mengasah kemampuan anak dalam mengkaji kembali bahwa bukan uang yang memutuskan suatu keputusan yang tepat. Tepat merupakan akar kejahatan melainkan “Cinta untuk dirinya sendiri, keluarga dan uang adalah akar dari segala kejahatan”. Orang- lingkungannya. orang semacam ini menghadapi dilema batin yng Pengelolaan keuangan itu sendiri tak kunjung habis. Di satu sisi ada kebutuhan bertujuan bukan untuk mendewakan uang. akan uang, di sisi yang lain ada semacam Pengelolaan keuangan bertujuan agar hidup kita “penolakan” terhadap uang karena filsafat yang semakin efektif dan efisien. Efektif dalam salah tersebut. Kelompok inipun merasa semakin mengelola keuangan dalam hal-hal yang tepat mereka “miskin” maka semakin rohani dan baik serta efisien dalam usaha kehidupan spiritual mereka. Buku ini mengupas menyalurkannya. Sebagi personal trainer, orang bentuk-bentuk pandangan yang salah sehingga tua wajib menjelaskan kepada anak bahwa pembaca mendapat pemahaman yang seimbang banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dibeli dan pemahaman yang tepat sesuai dengan cara oleh uang, seperti: kesehatan, kebersamaan pandang kristiani. keluarga, perhatian, kasih sayang, rumah yang Pelatihan atau training pengelolaan memiliki sua-sana kasih, dan lainnya. Jangan keuangan bagi anak adalah sebuah proses sampai anak-anak kita ter-jangkit Penyakit belajar. Hal ini berarti orang tua tidak perlu Affluenza. Penyekit Affluenza adalah timbulnya perfeksionis dalam pelaksanaan pelatihan masalah moral, emosi dan kegiatan sehari- Ektrem kiri: Uang sebagai: Ekstrem Kanan: hari karena < Mencintai uang Sarana melayani > Membenci uang s e s e o r a n g memiliki terlaku banyak kekayaan, sementara mentalnya belum pengelolaan keuangan. Mengapa demikian? siap (Aar Sugihartao. Affluenza, Kompasiana 14 Karena kedua belah pihak (anak dan orang tua) November 2013. Diakses 13 Desember 2017). belajar tentang hal “Penguasaan Diri”. Apa yang Akibatnya adalah ketika anak kita tidak punya orang tua pelajari sebagi role model pengelolaan rasa sensitifitas dan kepedulian yang cukup keuangan? Orang tua belajar menguasai diri terhadap orang yang lebih miskin, anak kita tatkala ia memberikan contoh perilaku

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 109 Resensi buku: Financial Wisdom For Your Kids bagaimana menahan diri dalam membelanjakan tersedia di tangan kita (anak-anak dan orang tua uangnya. Orang tua juga belajar menahan diri yang memiliki smart phone). Kita hanya tinggal tatkala anak gagal dalam proses belajar pencet sana pencet sini maka terjadilah transaksi (misalnya: mereka membobol celengannya untuk keuangan. Tidak perlu pergi ke toko untuk membelikan sesuatu). Perlu dipahami bahwa hal berbelanja, semua tersedia melalui smart phone. ini merupakan sebuah proses panjang. Begitu Tantangan digital yang lain adalah penerimaan pula dengan anak-anak. Anak-anak belajar lingkungan. Lingkungan lebih cenderung menguasai diri sedemikian rupa dalam menyukai pribadi-pribadi yang up to date dengan memutuskan secara bijak antara membeli barang pakaian yang indah, tas yang bermerk, gaya yang dibutuhkan dengan membeli barang yang yang modis, makanan yang mahal dan hal-hal diinginkan. Buku inipun menawarkan suatu yang berbau hedonisme. Pemenuhan kebutuhan kebiasaan yang baik, yaitu melibatkan anak tersebut memerlukan uang yang tidak sedikit. dalam keuangan keluarga. Hal ini bertujuan Jaman digital adalah jaman yang banyak selain anak-anak tahu ke mana uang mengeksplorasi penampilan fisik. Tidak ada dibelanjakan, mereka juga mengerti gambaran tempat di dunia digital bagi mereka yang kondisi keuangan rumah tangga. Dengan berpenampilan biasa-biasa atau sederhana. Di demikian anak-anak diharapkan mampu sinilah tantangan para pendidik. Para pendidik mendukung suasana kondusif keuangan (guru dan orang tua) bisa memunculkan keluarga. Namun dalam kegiatan ini penulis pemahaman bahwa menjadi sederhana adalah menyarankan hal-hal keuangan yang umum baik. Sederhana berarti hidup sesuai dengan dapat melibatkan anak-anak, tidak untuk yang kebutuhan, dengan cara: punya baju lebih spesifik. Kesimpulannya adalah kedua secukupnya, makanan secukupnya (dengan belah pihak saling belajar dan mendorong. kualitas sehat), gaya hidup sehat, dan lain Buku ini sangat berkesan, karena walaupun sebagainya. Gaya hidup sederhana juga penulis adalah seorang Kristiani bergelar Doktor bermanfaat bagi dunia. Mengapa demikian? dalam bidang keuangan (dan bergelar CFA – Dengan membeli baju secukupnya berarti turut Chartered Financial Analyst : sebuah profesi di menggunakan bahan-bahan alam secara bidang investasi dan keuangan tersertifikasi), secukupnya. Dengan memiliki baju secukupnya tetapi beliau sangat lugas dalam penulisan buku berarti kita tidak perlu repot-repot berpikir rumit ini sehingga tidak terlalu membuat bosan. Buku tentang baju apa yang kita pakai hari ini (karena inipun tidak ditulis dalam kerangka sebuah kita memakai baju bukan untuk dipandang tulisan ilmiah yang menggunakan kata-kata sebagai orang yang modis-mengikuti teknis keuangan yang luar biasa rumit. Buku ini perkembangan fashion kekinian). Dengan hidup ditujukan kepada setiap orang tua yang rindu sederhana, hidup semakin efektif dan efisien. memperlengkapi anak-anaknya life skill Dengan hidup sederhana, kita bisa (keterampilan kehidupan), yang dapat menggunakan potensi kita untuk berpikir dan menyelamatkan hidup mereka di kemudian hari. bekerja untuk hal-hal yang berguna. Bisa dibayangkan jika seorang anak kita yang Secara Kristiani, buku ini mengajarkan sangat membanggakan lulus dari pendidikan beberapa karakter dari Buah-buah Roh yaitu kedokteran, namun sulit mengelola keuangan. pengendalian diri, komitmen, dan tanggung Ia akan menjadi seorang dokter yang kesulitan jawab. Tidak selamanya yang berkaitan dengan dalam mengelola keuanganya. Kita juga bisa uang adalah hal yang buruk. Buku inipun membayangkan anak kita yang sudah bekerja mengajarkan kita semua bahwa uang adalah dengan mapan namun dia tetap meminta uang alat, bukan sebuah tujuan hidup. Uang adalah kepada kita (orang tua) karena uangnya habis netral, tergantung bagaimana si pemilik digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna. menggunakan uangnya tersebut. Selain Useless bukan? menabung, penulis juga mengingatkan para Tantangan digital membuat kesempatan orang tua untuk hidup sederhana. Pada jaman anak untuk spend money (membelanjakan 3G (Gue, Gue dan Gue), kita cenderung hanya uangnya) menjadi lebih mudah. Toko online memusatkan pikiran pada diri kita sendiri (Self

110 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 Resensi buku: Financial Wisdom For Your Kids

Centered). Pada jaman yang serba egois ini, kita diri sendiri maka kasih Kristus tidak ada dalam ingin menjadi pusat perhatian orang lain. Selfie diri kita. Selanjutnya kita gagal menjadi garam dengan motor baru, selfie dengan mobil terbaru dan terang dunia. Jadi pengelolaan keuangan kita, selfie di negara seberang, dan sebagainya. bukan hanya yang berkaitan dengan Kita ingin menjadi pusat perhatian dunia di menyimpan dan menabung untuk di dunia ini sekeliling kita. Dampaknya adalah kita saja, namun pengelolaan keuangan juga cenderung bergaya hidup mewah dan tidak berkaitan dengan menabung untuk “hal-hal dapat hidup secara sederhana. Gaya hidup yang kekal” seperti yang Alkitab ajarkan. Menabung penuh dengan pemborosan dan kemewahan dengan memberi. disebabkan kekurangan kasih sayang yang Untuk melengkapi hal ini dalam konteks di cukup dari keluarga. Mereka mengalihkan kasih BPK PENABUR, perlu dipahami bahwa buku ini sayang dengan cara meminta orang lain merupakan pelengkap skill yang wajib mereka memperhatikan mereka. Inilah mengapa peran miliki sedari mereka (siswa) kecil. Untuk menjadi sebuah keluarga sangatlah penting. Perhatian berhasil tidak selalu berpatokan pada prestasi dan kasih sayang keluarga tidak dapat akademis (walaupun penting), namun digantikan oleh kasih sayang orang lain. diperlukan faktor-faktor pendukung yang lain Ada beberapa kegiatan pengelolaan uang seperti life skill pengelolaan keuangan seperti ini. yang sudah kami (resensor) terapkan seperti Guru dapat mendorong murid untuk menabung menabung, investasi, membuat budget, dan sedari kecil. Guru dapat bekerjasama dengan hidup sederhana. Namun ada hal yang unik orang tua dalam mendorong anak untuk yang ingin ditawarkan oleh buku ini adalah menabung dan belajar memberi sejak kecil. konsep tentang anak bekerja. Hal ini mungkin Sekolah juga dapat mendatangkan bank keliling dikarenakan pengaruh kehidupan penulis untuk praktek menabung. Sekolah juga dapat sewaktu di Amerika dan pengaruh ini (anak mendorong siswa untuk memberi melalui bekerja) dirasakan positif. Hal ini memang tabungan-tabungan yang mereka sisihkan setiap penuh pro dan kontra. Pembaca jangan cepat- hari. Saya pernah melihat kegiatan memberi bagi cepat mengambil kesimpulan bahwa seorang para pekerja tenaga cleaning service, satpam, dan anak harus mulai dapat bekerja sejak dini. Para supir di salah satu sekolah BPK PENABUR pembaca hendaknya dapat menyimpulkan Jakarta. Uang yang dikelola merupakan hasil bahwa konsep bekerja sudah dapat diajarkan dari tabungan siswa setiap hari. Ini adalah hal kepada anak-anak sejak dini. Sedangkan praktek yang perlu dipertahankan bahkan mulai bekerja (baik part time maupun full time), dikembangkan di seluruh BPK PENABUR. BPK orang tua masing-masing anaklah yang paling PENABUR dapat memfasilitasi kegiatan life skill mengetahui kapan mereka sudah siap dalam yang lain, yang sangat menunjang kehidupan bekerja. karier mereka di masa yang akan datang. Buku Buku ini juga menekankan hal memberi. ini ditujukan bukan untuk bagaimana Memberi adalah salah satu dari karakter kristiani mempertahankan atau bahkan meningkatkan yaitu murah hati. Seringkali kita melupakan kekayaan melalui investasi, tetapi bagaimana investasi kekal yang Tuhan mengajarkan: mengelola uang yang Tuhan percayakan “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; kepada mereka dengan penuh tanggung jawab. di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya Uang yang Tuhan titipkan ibarat talenta (dalam dan pencuri tidak membongkar serta kisah perumpamaan). Kita perlu mengembang- mencurinya” (Mat.6:20). Kita mempunyai kan talenta-talenta itu. Namun talenta tersebut kecenderungan untuk berinvestasi pada perlu dikelola agar tepat sasaran dalam asuransi, obligasi, reksa dana yang bertujuan penggunaannya. Kiranya buku ini memberikan untuk diri sendiri (selfish). Kita berkeinginan warna yang segar dan membangkitkan untuk memposisikan diri kita pada posisi yang semangat untuk menjadi terang dan garam “aman” dalam hidup. Hal itu tidaklah salah, dunia dalam proses pendidikan anak kita di namun ketika kita hidup selalu berpusat pada dalam sebuah keluarga Kristiani.

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 111 Profil BPK PENABUR Metro

Profil BPK PENABUR Metro

Teguh Suharto E-mail: [email protected] Sekretariat BPK PENABUR Metro

Sejarah Singkat Seiring dengan bertambahnya jumlah PK PENABUR Metro terletak di Jalan murid, pada tahun 1971 gedung sekolah Jenderal Sudirman No. 166 Kota Metro- diperluas menjadi 264,6 m². Pada Tahun 1979 B , didirikan pada tahun 1965 Pengurus membeli sebidang tanah seluas 2.152 oleh Majelis Jemaat GKI Metro, yang m² di Jalan Jenderal Sudirman No. 166 Ganjar pada waktu itu membentuk Pengurus Asri 14/III Metro yang kemudian pada tahun Pendidikan Kristen Metro dan diketuai oleh 1987 dibangun gedung sekolah seluas 1.810 Ny.Tan Kim Tjan. Kemudian tahun 1967, m², dan taman bermain 400 m². pengurus membangun gedung sekolah di atas Tahun 1988 dikeluarkan izin operasional tanah seluas 108 m² di belakang GKI Metro (Jalan untuk mengelola Sekolah Dasar yang diberi Jenderal Sudirman No. 1048). Dana nama Sekolah Dharma Wiyata. Sedangkan izin pembangunan gedung sekolah merupakan mengelola Sekolah Dasar baru keluar tahun swadaya jemaat gereja. 1989. Berdasarkan Akreditasi tahun 1993 status Gedung semi permanen TKK-SDK Metro Sekolah Dasar Dharma Wiyata berubah dari diresmikan pada tanggal 6 September 1967 dan Terdaftar menjadi Disamakan. Kemudian pada izin operasional TKK-SDK Metro, dikeluarkan tanggal 22 April 2006, selesai dibangun gedung oleh Bupati Lampung Tengah, dengan SK No. baru TKK, dan diresmikan oleh ketua Umum 49/Sek/1967. Pada tahun yang sama Komisi BPK PENABUR, Ir. Robert Robianto. Pembantu Setempat (KPS) Metro berdiri, diketuai Apabila melihat perkembangan kadaan oleh Pdt. Yohanes Kosasih. siswa 6 tahun terakhir, jumlah siswa mengalami

Perkembangan Penerimaan Peserta Didik Baru, Tahun 2012-2018 52

44 44 44 42 42 40 41 40 38 32 28

2012 - 2013 2013 - 2014 2014 - 2015 2015 - 2016 2016 - 2017 2017 - 2018

TK SD

112 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 Profil BPK PENABUR Metro

Perkembangan Jumlah Siswa, Tahun 2012-2018

233 234 232 233 218 220

102 107 81 83 78 73

2012 - 2013 2013 - 2014 2014 - 2015 2015 - 2016 2016 - 2017 2017 - 2018

TK SD

pasang surut. Ada 2 faktor utama di BPK murid, dalam memilih sekolahkualitas PENABUR Metro, yang menyebabkan jumlah pendidikan belum menjadi ukuran yang siswa menurun. utama tetapi melihat dari segi biaya sekolah. 1. Anggapan sebagian orangtua siswa di kota 2. Jumlah penduduk di Metro mayoritasnya Metro, biaya sekolah di BPK PENABUR bukan Kristen, dan terdapat beberapa Metro mahal. Beberapa orang tua calon sekolah Kristen. Dan biaya pendidikan

Perkembangan Jumlah Guru dan Karyawan, Tahun 2012-2018

17 16 16 16 16 16

8 8 7 7 6 6 4 4 4 4 4 4

2012 - 2013 2013 - 2014 2014 - 2015 2015 - 2016 2016 - 2017 2017 - 2018

TK SD Sekretariat

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 113 Profil BPK PENABUR Metro

Tabel 1 Presentase Kelulusan SD yang ditawarkan sekolah Kristen tersebut lebih rendah No Tahun Persentase Keunggulan BPK PENABUR 1 2012 - 2013 100% Metro

2 2013 - 2014 100% 1. Ruang belajar SD berlantai dua terawat baik 3 2014 - 2015 100% 2. Alat Peraga Edukatif (APE) cukup memadai terdapat di dalam dan 4 2015 - 2016 100% luar ruangan 5 2016 - 2017 100% 3. Laboratorium yang meliputi komputer, musik, dan sains. 4. Perpustakan berisi buku-buku Tabel 2 pendukung untuk siswa, guru Data Prestasi TKK dan SDK serta dilengkapi dengan No Tahun Jenis Lomba Juara Tingkat pembelajaran multi media 5. Tersedia mobil antar jemput Jenjang TKK siswa. 6. Program Nilai-Nilai Kristiani, 1. 2015 Kepala Juara I BPK untuk membentuk karakter siswa. Sekolah PENABUR 7. Menggunakan Kurikulum Plus, Berprestasi bahasa Mandarin, bahasa Inggris 2. 2015 Lembaga TK Juara II Metro dan Teknolosi Informasi dan Komunikasi 3. 2016 Menyanyi Juara I Metro 8. Letak sekolah strategis sehingga 4. 2016 Bercerita Juara III Metro mudah terjangkau dengan kenderaan umum 5. 2016 Fingger Juara III Metro 9. Sumber Daya Manusia (SDM) Painting cukup profesional 10. Security sekolah, untuk menjaga 6. 2017 Guru Juara III Metro keamanan sekolah. Berprestasi 11. Tersedia sarana dan prasarana 7. 2017 Kepala Juara I Metro yang baik sebagai berikut. Sekolah a. Lab Komputer Berprestasi b. Lab IPA c. Ruang multi media Jenjang SDK d. UKS 1 2013 Catur Putri Juara II Provinsi e. Perpustakaan O2SN f. Gedung olah raga g. Kelengkapan alat elektronik 2 2013 Reporter Juara I Provinsi ( TV, LCD, LAPTOP, DVD, Cilik dan lain-lain) 3 2017 Dokter Kecil Juara III Provinsi Kegiatan Ekstra Kurikuler 4 2017 Kejurda Juara III Provinsi 1. Jenjang TK K BPK Catur a. Seni tari b. Seni musik angklung 5 2018 Game Colour Juara II Provinsi c. Sempoa Cube

114 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 Profil BPK PENABUR Metro

Tabel 3 Pengurus Periode Tahun 2010 - 2014 2. Jenjang SDK a. Wajib: Pramuka No Jabatan Nama b. Olah Raga:Catur dan bulutangkis c. Seni Musik: Kolintang dan vokal Penasehat Pdt. Theo Paulus 1 : d. Keterampilan: Membuat kue dan Situmorang, S.Th kerajinan Ketua dr. Alexander K. e. Kelompok sains 2 : Ruslim, Sp.PK f. Kelompok matematika g. Kelompok bahasa Inggris 3 Sekretaris : Lindayanti, SE Kegiatan ekstrakurikuler ini di Bendahara 4 : Lie Lie laksanaan setiap hari Jumat setelah kegiatan pembelajaran selesai. Setiap siswa 5 Bidang SDM : Jusup Kusnadi, SE bebas memilih megiatan ekstra kurikuler 6 Bidang Pendidikan : Welly Siburian yang disediakan sekolah dan dibimbing oleh guru sesuai bidang masing masing. 7 Bidang Sarpras : Edi Witono, SH Upaya Meningkatkan Jumlah Siswa 1. Meningkatkan pembelajaran yang d. Bahasa Inggris menyenangkan bagi siswa (dekorasi kelas, metode mengajar yang menarik dan didukung penggunaan alat Tabel 4 peraga) Pengurus Periode Tahun 20104- 2018 2. Mendata calon siswa dari siswa yang No Jabatan Nama mempunyai adik. Sumber dari siswa TK dan SD. Penasehat Pdt. Theo Paulus 1 : 3. Free Trial School , percobaan gratis bagi Situmorang, S.Th calon siswa untuk menikmati suasana Ketua dr. Alexander K. belajar di sekolah. 2 : Ruslim, Sp.PK 4. Pelayanan di gereja-gereja sekitar Metro, dengan persembahan pujian Sekretaris dr. Nurlina Sirait, 3 : dan permainan alat musik kolintang. Sp.PK.M.Kes Kegiatan ini terjadwal setiap bulan. 4 Bendahara : Edi Witono, SH 5. Mengadakan kunjungan ke rumah calon siswa baru. Bidang SDM 5 : Welly Siburian 6. Meningkatkan fasilitas dan memaksimalkan pemanfaatan 6 Bidang Pendidikan : Reni Novita, S.Psi perpustakaan, laboratorium IPA, 7 Bidang Sarpras : Jusup Kusnadi, SE

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017 115 Profil BPK PENABUR Metro

Laboratorium Komputer dan Olahraga. Penutup 7. Memberikan beasiswa bagi anggota jemaat gereja di Metro yang memang benar-benar tidak mampu, tetapi ingin bersekolah di Seiring dengan perkembangan dunia BPK PENABUR Metro. pendidikan, BPK PENABUR Metro terus menerus memperbaiki diri dalam pelayanan kepada peserta didik. Inovasi yang Dilakukan Semua pegawai di lingkungan BPK 1. Dekorasi ruangan kelas disesuaikan PENABUR Metro, selalu mengembangkan dengan tema sehingga anak lebih tertarik kemampuan, melalui pembinaan, pelatihan, dan nyaman menikmati suasana belajar di atau pun seminar-seminar pendidikan baik yang sekolah. diselenggarakan oleh BPK PENABUR Pusat 2. Anak yang datang sebelum pukul 07.00 maupun Dinas Pendidikan. WIB, diberikan stiker senyum, sebagai Kiranya usaha-usaha yang telah dilakukan wujud apresiasi sekolah untuk mendidik siswa di BPK PENABUR Metro, 3. Membiasakan anak makan buah dan membuahkan hasil berkarakter Kristiani dan minum air putih tumbuhkembangnya berjalan maksimal. 4. Mengadakan open house dan kunjungan Kiranya upaya ini berdampak positif dan nama musik Gerejawi (permainan kolintang) ke Tuhan yang dimuliakan. gereja-gereja sekitar. 5. Setiap guru minimal mengikuti 2 kali pelatihan dalam setahun, dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi para guru.

116 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 29/Tahun ke-16/Desember 2017