Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012 : 6 – 15

TAMAN NASIONAL WASUR, MENGELOLA KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH MASYARAKAT ADAT

(Wasur National Park, Management of Conservation Area in Indigenous Community Land)

NANDI KOSMARYANDI

Bagian Manajemen Kawasan Konservasi, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Diterima 10 Mei 2011/Disetujui 18 Agustus2011

ABSTRACT

Indonesia has established 50 national parks as part of its protectedarea. Considerations ofthe establishment of national parks by the government were based on the conditions of native ecosystems and conservation targets. Consideration was also as sociated with the development of recommendations made in the IUCN's World Park Congresses. It is a fact that some national parks were occupying some indigenous lands, such as Wasur National Park which occupied indigenous territories of Kanum, Marind-Kondo, Marori Men-gey and Yeinan Ethnics. These indigenous peoples have established natural resource management systems that were intimately associated with their traditions and beliefs. Discrepancy between government policies on conservation are as with the pattern of arrangement on indigenous peoples as owners of the area led to the emergence of conflict and marginalization of indigenous peoples’ rights. Realizing the error in the perspective of conservation area management related to indigenous peoples, in the 5th World Park Congress in Durban, South Africa in 200, a recommendation was agreed on the importance of collaboration in the equality and mutual benefit between parks’ managers with indigenous peoples, and positioning indigenous peoples' rightsasan important part in conservation area management system today and the future.

Keywords: national parks, indigenous peoples, wasur

PENDAHULUAN taman nasional dan mendorong gerakan pembangunan taman nasional selanjutnya pada skala dunia yang luas. Taman nasional di merupakan bentuk Pada kongres kedua di Yellowstone National Park kawasan pelestarian alam yang mulai diterapkan sejak (Amerika Serikat) pada18 - 27 September 1972, agenda Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3 tahun 1982 di yang didiskusikan meliputi perencanaan dan Bali yang dilaksanakan pada tanggal 11 - 22 Oktober manajemen, kepariwisataan di taman nasional, problem- 1982. Dimulai dengan pembentukan lima taman problem lingkungan di kawasan dilindungi, peluang- nasional pertama, yaitu Gunung Gede Pangrango, peluang pelatihan internasional dan peningkatan sistem , Ujung Kulon, Gunung Leuser dan Kerinci taman global, serta kebutuhan dan manfaat dukungan Seblat. Sampai dengan tahun 2010 ini sudah terdapat 50 masyarakat bagi taman nasional dan kawasan taman nasional yang tersebar di seluruh wilayah perlindungan sejenis. Dalam kongres ketiga di Bali Indonesia, dengan luas total 16.384.194 ha. Pengertian (Indonesia) tahun 1982, fokus bahasannya adalah peran taman nasional di Indonesia tercantum dalam UU No. 5 kawasan dilindungi dalam keberlanjutan masyarakat. tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Kongres keempat di Caracas pada tanggal 10 - 21 Hayati dan Ekosistemnya, yaitu taman nasional adalah Februari 1992 mengambil tema ‘Taman untuk kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem Kehidupan’. Dalam kongres ini muncul agenda-agenda asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan kawasan dilindungi, diantaranya memunculkan isu-isu untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan politik melalui partisipasi menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. dan kesetaraan proses pengambilan keputusan, Pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh konservasi biodiversiti, konservasi pada skala regional, pemerintah melalui unit manajemen balai besar taman pendanaan kawasan dilindungi dan membangun nasional ataupun balai taman nasional. konstituensi yang lebih kuat untuk konservasi. Tujuan Kebijakan pengelolaan taman nasional yang yang ingin dicapai dari rencana aksi yang dimunculkan dihasilkan mulai dari kongres taman dunia (World Park dari kongres ini adalah memperluas jaringan kawasan Congress/WPC) pertama pada tahun 1962 sampai dilindungi untuk mencapai sekurangnya 10% dari setiap kongres keempattahun 2004, masih difokuskan pada biome utama pada tahun 2000. pemantapan dan pembangunan taman nasional pada Kepentingan masyarakat adat dalam pengelolaan skala dunia yang lebih luas. Hal ini terlihat dari tujuan kawasan dilindungi secara tegas dihasilkan pada WPC yang ingin dicapai pada kongres pertama yang kelima di Durban (Afrika Selatan) pada 8-17 September diselenggarakan di Seattle (Amerika Serikat) pada tahun 2003. Salah satu deklarasi hasil kongres ini adalah tanggal 30 Juni - 7 Juli 1962, yaitu untuk memantapkan bahwa semua kawasan dilindungi, baik yang sudah ada pemahaman internasional yang lebih efektif mengenai maupun yang akan datang, harus dibangun dan dikelola

6 Taman Nasional Wasur, Mengelola Kawasan Konservasi dengan menghormati hak-hak masyarakat adat, masyarakat adat terhadap pemanfaatan sumberdaya mengadopsi sistem adat dan membayarkan restitusi dari alam yang menjadi sumber penghidupannya. penggunaan sumberdaya alam yang digunakan. Untuk itu setiap negara harus mulai melaksanakan identifikasi masyarakat adat dan peraturan perundangan yang terkait METODE PENELITIAN dengan pengelolaan kawasan dilindungi dan masyarakat adatnya. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Oleh karena adanya perkembangan kebijakan Lokasi penelitian adalah kawasan Taman Nasional pengelolaan taman nasional, pemerintah Indonesia perlu Wasur, Kabupaten Merauke, Propinsi . Untuk menyesuaikan, bahkan mungkin me-redesain sistem penelitian aspek sosial budaya dilakukan di Kampung pengelolaan taman nasionalnya karena kebijakan dan Kuler, Kampung Onggaya dan Kampung Yanggandur. peraturan perundangan yang digunakan belum bisa Waktu penelitian lapang dilaksanakan pada 16 – 23 mengakomodir hasil deklarasi WPC ke lima tersebut. Oktober 2008 dan 7 – 12 Juni 2010. Dalam peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan taman nasional, seperti UU No. 5 tahun 1990, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP 2. Metode No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Data primer diperoleh dengan metode observasi Kawasan Pelestarian Alam, hak-hak dan keberadaan lapang untuk memperoleh gambaran umum lokasi serta masyarakat adat belum menjadi bagian dari sistem metode wawancara dengan informan pemuka pengelolaan taman nasional padahal peluang terjadinya masyarakat dan pengelola taman nasional. Sedangkan singgungan maupun tumpang tindih kawasan konservasi data sekunder diperoleh melalui penelurusan pustaka di dengan wilayah masyarakat adat cukup besar. Kantor Taman Nasional Wasur, WWF Indonesia Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, suatu Region Sahul Papua dan penelusuran data melalui kawasan ditunjuk sebagai kawasan taman nasional internet. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: secara kualitatif. a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; b. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik HASIL DAN PEMBAHASAN baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh 1. Gambaran Umum Taman Nasional Wasur dan alami; Taman Nasional Wasur berada di bagian tenggara c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih Provinsi Papua. Wasur sebenarnya nama salah satu desa utuh; yang berada di dalam taman nasional, yang berasal dari d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk kata Waisol, yang dalam bahasa Marori berarti kebun. dikembangkan sebagai pariwisata alam; Kawasan Taman Nasional Wasur sebagian besar e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam tergenang air selama 4 - 6 bulan dalam setahun, dan zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona merupakan perwakilan lahan basah yang paling luas di lain yang karena pertimbangan kepentingan Papua. Lahan basah di kawasan ini memegang peranan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk yang sangat penting, terutama sebagai habitat burung sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung migran. Siklus airnya merupakan pemelihara upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan dan integritas habitat. Pada musim ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona kering, airnya surut membentuk rawa-rawa permanen tersendiri. yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh parit-parit Dalam pelaksanaannya, pada situasi dimana yang mengalirkan airnya ke laut. Rawa-rawa disini kawasan taman nasional yang ditetapkan berada pada merupakan pendukung kehidupan makhluk hidup yang wilayah masyarakat adat, tidak pernah dimunculkan hidup di kawasan ini. dalam dasar pertimbangan/konsideran-nya tentang keberadaan masyarakat adat yang ada di wilayah a. Lokasi tersebut. Bila melihat kriteria pada PP 68 huruf e, secara eksplisit mengandung pengertian bahwa di dalam Secara geografis, kawasan Taman Nasional Wasur (TNW) terletak antara 140o 29' – 141o 00' Bujur Timur kawasan taman nasional tidak ada penduduk, sehingga o o pengelolaan taman nasional hanya mempertimbangkan dan 08 04' – 09 07' Lintang Selatan. Berdasarkan ketergantungan penduduk sekitar kawasan. Oleh karena administratif pemerintahan terletak di bagian tenggara kriteria dalam PP 68 tersebut kurang memper- Pulau Papua dalam wilayah administratif Kabupaten timbangkan aspek sosial budaya masyarakat adat Merauke dan 4 kecamatan/distrik, yaitu Merauke, mengakibatkan dalam pelaksanaan terjadi kekurang Jagebob, Sota dan Naukenjarai (Gambar 1). Kawasan harmonisan dalam pengelolaan kawasan taman nasional, TNW mudah dijangkau hanya berjarak 2 km dari batas bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi konflik kota dan berjarak 13 km dari bandar udara Mopah tenurial yang disebabkan oleh tertutupnya akses Merauke. Batas-batas kawasan adalah sebagai berikut:

7 Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012 : 6 – 15 a. Sebelah Timur berbatasan dengan Suaka c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura, Margasatwa Tonda di Papua , d. Sebelah Utara berbatasan dengan kawasan Sungai b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Merauke, Maro.

Gambar 1. Lokasi Taman Nasional Wasur b. Dasar Penetapan c. Sejarah Kawasan Penunjukan TNW dilakukan melalui Surat Kawasan hutan Wasur sejak tahun 1978, telah Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-VI/1997 ditunjuk sebagai suaka alam yang terdiri dari Suaka tentang Penunjukan Taman Nasional Wasur seluas Margasatwa Wasur berdasarkan Keputusan Menteri 413.810 hektar yang terletak di Kabupaten Daerah Pertanian No. 252/Kpts/Um/5/1978 tanggal 3 Mei 1978, Tingkat II Merauke, Propinsi Daerah Tingkat I Irian dengan luas 206.000 hektar dan Cagar Alam Rawa Biru Jaya. Adapun dasar pertimbangan dari surat keputusan dengan luas 4.000 hektar. Kemudian pada tahun 1982 ini adalah: luasan Suaka Margasatwa Wasur ditambah sebesar a. Berdasarkan pernyataan Menteri Kehutanan No. 98.000 hektar berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian 448/Menhut/VI/1990 tanggal 24 Maret 1990, Suaka No. 15/Kpts/Um/1/82, sehingga luasannya bertambah Margasatwa Wasur seluas 409.810 hektar dan Cagar menjadi 304.000 hektar. Alam Rawa Biru seluas 4.000 hektar yang terletak di Pada Tahun 1990 kedua kawasan tersebut (CA. Kabupaten Daerah Tingkat II Merauke, Propinsi Rawa Biru dan Suaka Margasatwa Wasur) Daerah Tingkat I Irian Jaya dinyatakan sebagai dideklarasikan sebagai Taman Nasional Wasur, Taman Nasional Wasur, merupakan perwakilan tipe berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 448/ ekosistem rawa, hutan Eucalyptus murni dan padang Kpts-II/1990 tanggal 24 Maret 1990 dengan luas rumput. keseluruhan 308.000 hektar. Selanjutnya pada tahun b. Taman Nasional Wasur mempunyai potensi flora 1997 Taman Nasional Wasur ditetapkan berdasarkan antara lain kayu putih (Melaleuca sp.), kayu bus Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-VI/1997 (Eucalyptus sp.), akasia (Acacia sp.), nibung (Nypa tanggal 23 Mei 1997, dengan luas 413.810 hektar. Pada fructican) dan vegetasi padang rumput. tanggal 16 Maret 2006 TNW masuk ke dalam daftar c. Taman Nasional Wasur mempunyai potensi fauna Ramsar Site menjadi salah satu kawasan konservasi penting, antara lain mambruk (Goura victoria), lahan basah di dunia. cendrawasih (Paradisea rubra), elang (Haryopsi novaeguineae), rangkong (Buceros bicernis), bangau 2. Suku-sukuPemilikWilayah Adat di Taman (Ibis sp.), kasuari (Casuarius casuarius), kanguru Nasional Wasur tanah (Thylogale sp.) dan rusa (Cervus timorensis). Suku Marind-anim merupakan suku utama yang d. Taman Nasional Wasur memiliki panorama dan menempati wilayah Kabupaten Merauke. Verschueren keindahan alam, keunikan alam dan budaya yang (1970) menyatakan bahwa teritori Suku Marind-anim potensial untuk pengembangan kepariwisataan. berbentuk segitiga yang sangat besar sekitar Sungai e. Taman Nasional Wasur dapat memberikan peranan Bian (Gambar 2) dengan bidang dasar segitiga dan manfaat bagi keseimbangan ekosistem, menempati wilayah pesisir sepanjang kurang lebih 30 kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, km disebelah timur Merauke, dimana area pantai kebudayaan dan kepariwisataan dalam rangka berpasir menghilang dan berlumpur menjadikannya area mendukung pembangunan daerah. ini tidak dihuni, sampai Selat Muli atau Marianne di

8 Taman Nasional Wasur, Mengelola Kawasan Konservasi sebelah barat. Batas bagian barat segitiga membentang hujan dan berliku kearah tenggara melintasi bagian atas dari mulut Selat Muli ke bagian atas sampai mencapai mencapai Sungai Kumbe selanjutnya berbelok ke Sungai Bulaka terus ke atas mencapai Sungai Bian. selatan dan memanjang ke timur mencapao bagian Batas teritori dibagian ini sama dengan batas hutan bawah Sungai Maro.

Sumber: New Guinea Research Bulletin Number 38 tahun 1970

Gambar 2. TeritoriwilayahadatSukuMarind-animdanbeberapasukulain di Papua

Batas area dari teritori Marind jarang sekali dihuni perluasan, tanaman sagu dan tanaman berguna lain telah karena perjalanan perburuan tradisional, tetapi batas- ditanam atau wilayah ditambahkan dengan tidak batas tetap diketahui yaitu selalu mengikuti sungai kecil mempertimbangkan batas wilayah adat sebelumnya. Di atau jalan setapak di area dataran atau melintasi hutan. bagian atas Sungai Bian terjadi situasi yang sebaliknya Pada lokasi dimana tetangga suku sudah semuanya dimana suku yang lain yang berasal dari area hutan dimusnahkan (di wilayah bagian bawah mencapai Sungai Kau, yaitu suku Digul, telah menempati area ini Sungai Maro, Suku Manggat sudah tidak ada lagi), (Verschueren, 1970). bagian teritori menjadi lebih luas. Pada wilayah

Sumber: WWF Indonesia Region Sahul Papua, 2006

Gambar 3. Wilayah Masyarakat Adat yang menjadi kawasan Taman Nasional Wasur

9 Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012 : 6 – 15

Suku-suku lain adalah Suku Yei-anim yang TNW, yaitu Suku Marind-Kondo, Suku Kanum, Suku memiliki teritori bersebelahan dengan Suku Marind- Marind-Bad, Suku Marind-Kuper, Suku Marori Men- anim pada bagian timur, yaitu pada bagian utara Gey dan Suku Yei, dimana wilayah adat Suku Kanum mencapai Sungai Maro, Suku Aroba-anim menempati merupakan wilayah terluas yang ditempati kawasan area sekitar bagian tengah Sungai Maro, Suku Manggat- TNW. Bagian wilayah adat yang masuk ke dalam anim menempati area sekitar bagian bawah Sungai kawasan TNW adalah seperti terlihat pada Gambar 3. Maro dan Suku Kanum-anim menempati area pantai Di dalam kawasan TNW terdapat permukiman- bagian paling Timur. Suku-suku tersebut bila permukiman masyarakat yang sudah ada jauh sebelum dibandingkan dengan Suku Marind-anim sangat kecil kawasan ini ditetapkan sebagai TNW dan pemukiman dan tidak signifikan dan dalam beberapa hal mereka baru yang ada sebelum dan sesudah penunjukan TNW mengadopsi dan dipengaruhi budaya Marind. (Gambar 4). Berdasarkan laporan WWF Wasur, terdapat wilayah adat 6 suku asli yang masuk ke dalam kawasan

Sumber: WWF Indonesia Region Sahul Papua, 2006

Gambar 4. Permukiman di dalam Kawasan Taman Nasional Wasur

Penduduk yang berada di permukiman dalam pada awalnya bersifat tidak menetap karena pola kawasan TNW terdiri dari penduduk suku asli dan kehidupannya sebagai peramu dan pemburu, mulai penduduk dari suku-suku pendatang. Kedatangan para bersifat lebih menetap setelah para misionaris masuk ke pendatang ini diantaranya berasal program transmigrasi wilayah ini dan mengumpulkan mereka pada saat yang dilaksanakan pemerintah yang terutama pelayanan misa. Adapun jumlah penduduk yang ada di menempati perkampungan di Sota. Penduduk asli yang dalam kawasan TNW dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Asli dan Pendatang di dalam Kawasan TN Wasur Tahun 2006 Jenis Suku Jumlah No. Nama Kampung Marori Men- Jumlah Jiwa KK Marind Kanume Yei-nan Lain-lain Gey 1 Kuler 070 206 004 - - 0.130 0.340 2 Onggaya 064 112 048 - - 00.92 0.252 3 Tomer 087 124 - - - 0.217 0.341 4 Tomerau 045 - 180 - - 000.6 0.186 5 Kondo 052 - 204 - - 000.6 0.210 6 Wasur 093 - - 429 - 00.30 0.459 7 Rawa Biru 045 - 188 - - 000.8 0.196 8 Yanggandur 073 - 330 - - 00.10 0.340 9 Sota 209 - - - 222 0.632 0.854 Jumlah 738 442 954 429 222 1.131 3.178 Sumber : Kompilasi Data Balai Taman Nasional Wasur Tahun 2006.

10 Taman Nasional Wasur, Mengelola Kawasan Konservasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Kanum dan Yei, antara lain yang berada di Sota, Kondo, adat (Suku Marind) di Kampung Kuler dan Erambo, Torai, Kwel dan Bupul mempunyai hak-hak Yanggandur, dapat disimpulkan bahwa pola kehidupan tradisional di PNG demikian sebaliknya. Sebagai contoh masyarakat masih mempertahankan pola tradisional. masyarakat Kanum di Sota mempunyai tanah adat (hak Kebutuhan kehidupan sehari-hari masyarakat pada tradisional) di Woriber dan Weam demikian pula umumnya masih dipenuhi dari pola kehidupan sebagai masyarakat Woriaber dan Weam juga mempunyai tanah peramu, berburu, berkebun dan mencari ikan atau udang adat (hak tradisional) di Sota. Masyarakat adat yang dengan cara-cara tradisional. Besarnya belanja yang berada di Merauke dapat memanfaatkan hasil bumi pada dikeluarkan per keluarga rata-rata per bulan berkisar Rp. dusun-dusunnya di PNG antara lain pemanenan anakan 60.000,- s/d Rp. 100.000,- yang digunakan untuk ikan Arwana. Hubungan kekerabatan antara masyarakat pembelian kebutuhan seperti gula, kopi dan pinang. adat kedua negara selama ini selalu dibina antara lain Penduduk Kampung Ndalir ini tergolong masih pada hari ulang tahun kemerdekaan masing-masing, subsisten, sehingga ketika digali harapan atau keinginan masyarakat adat saling mengunjugi dan mengikuti apa dalam kehidupan mereka supaya lebih baik, mereka pertandingan persahabatan yang diselenggarakan oleh sulit menjawabnya. masing-masing negara (Sota dan Weam) (Yayasan Berbeda dengan masyarakat di Kampung Onggaya Almamater Merauke dan United Nation Development (termasuk wilayah Suku Kanum) yang lebih heterogen, Programme, 2005). dimana sudah banyak masyarakat pendatang bermukim Dasar penunjukan kawasan TNW juga tidak di sini serta posisi pemimpin formal (kepala desa) memunculkan pertimbangan bahwa kawasan yang terlihat lebih dominan dalam menyuarakan aspirasi ditetapkan sebagai taman nasional berada pada wilayah masyarakat. Tuntutan pembangunan daerah sangat masyarakat adat yang sudah secara turun temurun dirasakan disini, apalagi Onggaya direncanakan sebagai mengelola wilayah tersebut. Hal yang terkait dengan ibukota Distrik Naukenjerai, dan keberadaan TNW masyarakat adat hanya pada keunikan budaya yang dengan berbagai peraturan yang ada dirasakan potensial sebagai sumberdaya wisata. Sejak penunjukan menghambat pembangunan tersebut. Demikian halnya TNW tahun 1997 sampai saat ini belum tersosialisasi Di Kampung Yanggandur (Suku Kanum), tuntutan kepada masyarakat dengan baik. Masyarakat di pembangunan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan Kampung Ndalir yang secara lokasi berdekatan dengan sosial lainnya juga relatif besar. Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Ndalir belum memahami sistem pengelolaan taman nasional 3. Pentingnya Pengelolaan Taman Nasional Wasur demikian pula dengan masyarakat Desa Onggaya yang Berbasis Masyarakat Adat penduduknya tidak hanya suku asli melainkan juga suku-suku pendatang, seperti Suku Bugis dan Jawa, Berdasarkan posisinya, TNW secara budaya dan juga belum memahami bagaimana aturan-aturan geografis penting bagi negara Indonesia karena berada pengelolaan taman nasional yang terkait dengan pola pada wilayah perbatasan negara Republik Indonesia kehidupan mereka sehari-hari. Demikian halnya dengan (RI) dengan (PNG), sehingga pemerintah Kabupaten Merauke yang telah pengelolaan pada aspek sosial, ekonomi dan budaya merencanakan pengembangan wilayah melalui masyarakat juga menjadi faktor penting yang harus penetapan distrik (kecamatan) baru, yaitu Distrik diperhatikan agar dapat mendukung situasi yang Naukenjerau yang beribu kota di Onggaya yang kondusif bagi keutuhan dan keamanan negara. merupakan pemekaran dari Distrik Merauke. Perjanjian pemerintah kolonial yang membagi pulau Oleh karena penunjukan kawasan TNW sudah Papua dalam 2 (dua) wilayah dilakukan dengan menarik dilakukan dan unit pengelola sudah dibentuk, yaitu garis lurus secara astronomis, tanpa melihat kondisi Balai TNW, maka konsekuensi dari hal tersebut adalah sosial yang ada, menjadikan pemilikan harta benda harus dilaksanakannya kegiatan pengelolaan terhadap (tanah, kebun ladang) masyarakat, menurut hak kawasan ini. Dalam melaksanakan kegiatan adat/ulayatnya terbagi menjadi 2, dimana sebagian pengelolaan, Balai TNW menghadapi beberapa situasi berada di wilayah RI dan sebagian lagi berada di sebagai berikut: wilayah PNG. Kondisi ini menyebabkan terjadi a. Dalam melaksanakan pembangunan sarana dan pergerakan masyarakat yang melintasi batas negara prasarana pengelolaan taman nasional, yang disebabkan oleh hak-hak adat suku, hubungan pembangunan baru bisa dilaksanakan Balai TNW kekerabatan dan kegiatan jual beli kebutuhan hidup bila sudah terjadi kesepakatan lokasi dan sehari-hari. kompensasi kepada masyarakat adat yang dilakukan Wilayah diperbatasan negara Indonesia dan PNG melalui pengukuhan adat. Hal ini terjadi pada waktu didiami oleh masyarakat adat yang mempunyai adat pembangunan perkantoran dan pusat informasi di istiadat yang sama secara turun temurun. Masyarakat SKW II Yanggadur. adat mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat erat b. Penyusunan zonasi sebagai sistem pengelolaan serta kepemilikan hak ulayat yang tidak dapat taman nasional menjadi sulit diimplementasikan. dipisahkan oleh batas kedua negara. Beberapa suku Zona yang sekurang-kurangnya ada pada kawasan

11 Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012 : 6 – 15

taman nasional adalah zona inti, zona pemanfaatan pengelolaan kawasan konservasi. Dengan cara dan zona lain sesuai dengan kebutuhan (UU No. 5 demikian, masyarakat adat tidak merasa dimarjinalkan, tahun 1990). Walaupun telah dibuat aturan yang melainkan dihormati hak-hak adatnya. Dalam lebih rinci mengenai zonasi taman nasional melalui pengelolaan TNW, pola pikir ini sudah jelas perlu Peraturan Menteri Kehutanan No. P56/Menhut- diterapkan karena sudah diketahui dengan pasti bahwa II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional keseluruhan kawasannya berada pada wilayah adat. dimana dimunculkan pertimbangan keberadaan Pemetaan batas-batas wilayah adat suku-suku yang budaya masyarakat, masih sulit diaplikasikan bagi masuk dalam kawasan TNW sudah difasilitasi oleh kondisi yang ada di kawasan TNW. Penentuan zona WWF Regional Sahul Papua pada tahun 2006. inti sebagai salah satu zona yang harus ada dalam Penerapan pola pikir ini akan mendorong terjadinya sistem pengelolaan taman nasional dengan kriteria sinergi pengelolaan kawasan konservasi oleh otoritas yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut pengelola (pemerintah) dengan masyarakat adat, bahkan tidak dapat diterapkan, karena sudah tidak ada lagi akan muncul dukungan pengelolaan dari pemerintah kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang daerah yang selama ini belum berjalan dengan baik. masih asli dan belum diganggu manusia di kawasan Perubahan pola pikir juga terkait dengan Deklarasi TNW akibat dari pola hidup masyarakat adat yang Durban yang merupakan hasil Kongres Taman Dunia bersifat tidak selalu menetap. Tidak adanya indikator (World Park Congress) kelima, pada tanggal 8-17 dari kriteria asli dan belum diganggu manusia dalam September 2002. Pada kongres ini disadari bahwa pedoman zonasi ini memunculkan pemahaman yang terdapat kesalahan kebijakan pengelolaan kawasan berbeda dalam implementasi penentuan zona inti. dilindungi yang terkait dengan keberadaan masyarakat c. Penambangan pasir pantai di Sektor Ndalir yang adat yang lahan atau wilayah adat dan sumberdayanya menimbulkan dampak langsung berupa abrasi sulit digunakan sebagai kawasan dilindungi. Dalam kongres ditangani oleh Balai BTN. Kegiatan penambangan tersebut telah disepakati rencana aksi untuk mencapai ini baru bisa diselesaikan dengan tuntas setelah para paradigma baru untuk kawasan-kawasan lindung dan ketua suku menyelenggarakan kesepakatan adat dari salah satu rekomendasinya adalah rekomendasi 5.24 keempat sub budaya Suku Besar Marind-anim dari tentang Masyarakat Adat dan Kawasan-kawasan empat penjuru mata angin, yaitu Sosom, Mayo, Lindung. Dalam rekomendasi 5.24 ini juga diadopsi Pimo, dan Esam, yang melaksanakan sasi1 Resolution World Conservation Congress (WCC) 1.53, pelarangan penambangan pasir yaitu dengan yaitu mempromosikan suatu kebijakan berdasar pada memancangkan misar2. prinsip: d. Keberadaan TNW dinilai menghambat a. Mengenali hak-hak masyarakat adat tentang lahan pembangunan oleh masyarakat yang disampaikan atau wilayah dan sumberdayanya yang berada pada oleh Kepala Desa Onggaya karena pelarangan kawasan dilindungi masuknya alat berat ke desa mereka yang berada di b. Mengenali keperluan persetujuan-persetujuan yang dalam kawasan TNW dan pengelolaan TNW oleh harus dibuat dengan masyarakat adat sebelum Balai membatasi para pemuda desa bekerja di TNW penetapan kawasan dilindungi di lahan atau wilayah berbeda ketika TNW dikelola oleh WWF yang mereka; dan melibatkan banyak pemuda desa bekerja. c. Mengenali hak-hak masyarakat adat yang terkait Selama ini, dalam pengelolaan taman nasional dengan partisipasi secara efektif dalam pengelolaan khususnya dan kawasan konservasi pada umumnya, kawasan dilindungi yang ditetapkan di lahan atau pola pikir otoritas pengelola yang selalu digunakan wilayah mereka, dan membangun konsultasi untuk adalah bagaimana mengelola masyarakat yang berada di mengadopsi tentang segala keputusan yang dalam kawasan. Pola pikir tersebut terbentuk tidak lepas mempengaruhi hak-hak dan minat mereka di lahan dari peraturan perundangan yang berlaku tentang atau wilayahnya. pengelolaan kawasan konservasi. Padahal apabila kawasan konservasi yang ditetapkan berada pada suatu 4. Pengelolaan Sumberdaya Alam oleh Masyarakat wilayah adat, maka pola pikir yang harus diterapkan Adat adalah bagaimana mengelola kawasan konservasi di Sistem-sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dalam suatu wilayah adat. Dengan pola pikir demikian, berlaku dalam masyarakat adat merupakan sistem sistem-sistem yang berlaku pada masyarakat adat pengelolaan yang sudah adaptif dengan kondisi menjadi acuan utama dalam tindakan-tindakan lingkungan alam yang ada. Terbentuknya sistem-sistem tersebut merupakan hasil proses pembelajaran dalam 1Sasi adalah sebagai aturan yang dimiliki masyarakat adat dalam pemanfaatan kurun waktu panjang oleh masyarakat adat terhadap sumber daya alam danmerupakan salah satu bentuk dari upaya konservasi, ini kondisi lingkungan dimana mereka berada. Oleh karena memperlihatkan bagaimana manusia sebagai bagian dan lingkungan hidup berupaya menjaga keseimbang hidupnya dengan alam secara dinamis melalui itu, sistem tersebut cenderung bersifat spesifik dan unik nilai ataupun aturan adat. di masing-masing wilayah adat. Keunikan ini akan 2Misar adalah sejenis tongkat dengan panjang 2 – 2,5 meter dengan diameter 4-5 cm yang ditanam ditanah sebagai petanda berlakunya masa sasi (Zulhaeni. dapat menjadi nilai tambah dalam pengelolaan taman 2006).

12 Taman Nasional Wasur, Mengelola Kawasan Konservasi nasional dan mendukung kriteria penetapan kawasan anggaran dan sumberdaya manusia pengelola. Padahal taman nasional berdasarkan peraturan perundangan data potensi penting dan bentuk-bentuk manfaatnya yang menekankan adanya keunikan yang selama ini dapat digali dari pengetahuan masyarakat adat dan berupa keunikan flora, fauna, ekosistem dan gejala pengelolaannya dapat dikolaborasikan dengan mereka. alam. Adopsi sistem-sistem pengelolaan sumberdaya Dengan demikian kendala anggaran dan sumberdaya alamyang dilakukan masyarakat adat dalam sistem manusia tidak menjadi hambatan besar bagi kegiatan pengelolaan taman nasional juga akan sangat membantu pengelolaan taman nasional. memudahkan pengelolaan yang selama ini sangat Masyarakat adat di kawasan TNW telah membagi terbatas dengan data kekayaan keanekaragaman hayati dan memanfaatkan wilayah adatnya sesuai dengan dan peranannya dalam ekosistem dan kehidupan tatanan tradisinya. Hasil pemetaan tempat-tempat manusia. Selama ini sudah menjadi alasan klasik bahwa penting masyarakat adat telah dilakukan oleh WWF keterbatasan data potensi kawasan yang menjadi basis Wasur yang dilakukan secara partisipatif dengan penting pengelolaan disebabkan oleh masih terbatasnya melibatkan tokoh-tokoh suku (Gambar 5).

Sumber: WWF Indonesia Region Sahul Papua, 2006

Gambar 5. Tempat-tempat penting masyarakat adat di dalam kawasan Taman Nasional Wasur

Hasil pemetaan ini belum ditindaklanjuti dengan c. Persinggahan leluhur: tempat persinggahan leluhur kegiatan penilaian lapang pada tiap-tiap tempat penting selama dalam perjalanan tersebut. Hal lain yang juga disepakati dalam kegiatan d. Tempat Sakral: ditandai oleh bekas bedengan- pemetaan ini adalah menetapkan luas area perlindungan bedengan dan bekas berkebun para leluhur saat dari tempat-tempat penting dengan radius 100 meter. masih hidup terpencar. Tempat paling sakral Adapun tempat-tempat penting tersebut diantaranya terdapat di Kampung Kondo yang diyakini sebagai adalah: tempat asal muasal Suku Marind dan semua arwah a. Tempat dema3/amai: tempat-tempat keramat yang berpulang kesana. pernah ditempati leluhur e. Dusun Sagu: tempat tumbuh sagu dan dimiliki oleh b. Perjalanan leluhur: cerita perjalanan leluhur yang marga yang telah diwariskan dari generasi membuktikan kepemilikan ulayat sebelumnya, biasanya berada di luar areal kampung Disamping adanya tempat-tempat penting, 3Dema sebagai beings yang hidup pada jaman mitis, biasanya mengambil rupa pelestarian terhadap jenis tumbuhan dan satwa juga manusia, kadang-kadang juga dalam rupa satwa yang menjadi leluhur klan dan secara tidak langsung dilakukan melalui sistem subklan, diasosiasikan dengan totem, dan seringkali juga sebagai pencipta 4 totem (van Baal, 1966 dalam Samkakai, F.O., 2002) kepercayaan yang berupa totemisme . Orang-orang Dema, merupakan leluhur yang pernah menempati atau meninggal disuatu wilayah tertentu dan tempat tersebut dianggap keramat sehingga tidak diperkenankan orang masuk dan mengambil hasil dari situ. Mereka sangat 4Totemisme merupakan fenomena yang menunjuk kepada hubungan menjaga wilayah dimaksud sebaga penghormatan atas dema dan takut akan organisasional khusus antara suatu suku bangsa atau klan dengan suatu spesies ganjaran dari dema (Zulhaeni. 2006). tertentu dalam wilayah binatang atau tetumbuhan. Totemisme merupakan

13 Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012 : 6 – 15

Marind-anim percaya pada totem tertentu yang terganggu maka akan ada banyak orang sakit, dan berkaitan dengan alam di sekitar mereka, sehingga biasanya menurut adat mereka, akan datang seorang pengaturan marga-marga dibuat berhubungan dengan kuat (tikanem) yang melakukan pembunuhan terhadap alam, tumbuhan, dan hewan. warga dari masing-masing kampung secara berurutan Dengan diakuinya jenis-jenis tumbuhan dan satwa sebanyak lima orang, agar lingkungan dapat kembali tertentu sebagai totem dari suku ataupun marga normal dan bisa mendukung kehidupan warganya. masyarakat adat, maka terdapat aturan-aturan dalam Oleh karena TNW ditetapkan tidak memper- perlakuan dan pemanfaatannya. Aturan-aturan ini timbangkan tatanan yang berlaku pada masyarakat diantaranya mengatur jenis dan jumlah yang boleh adatnya, maka jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan dan bagaimana pemanfaatan totem suatu menjadi totem tidak menjadi dasar dalam pertimbangan suku/marga oleh suku/marga lain. Masing-masing penetapannya. Kalaupun ada beberapa jenis tumbuhan marga memiliki totem tersendiri, misalnya seperti yang dan satwa yang menjadi totem termasuk dalam tercantum dalam WWF Region Sahul Papua (2006) pertimbangan penetapan TNW, itu bukan merupakan bahwa pada Suku Malind Imbuti/Nggawil Anim yang kesengajaan, melainkan pertimbangan spesies target terdiri dari beberapa marga, Marga Gebze yang yang harus dikelola oleh balai taman nasional memiliki totem waref (kangguru pohon), kayor berdasarkan status perlindungannya dalam perundang- (cendrawasih), yakop (kakatua putih), gawo (kura-kura undangan. Hal inkonsisten dalam menerapkan peraturan leher panjang), kelapa dan kaloso (arwana) yang berarti dalam pengelolaan TNW oleh pemerintah adalah mereka akan menjaga kelestarian bumi, tanah, batu, dan dengan memasukan satwa eksotik, yaitu rusa timor semua tumbuhan dan hewan yang bersimbiosis dengan (Cervus timorensis) sebagai salah satu dasar totem. Beberapa totem lain adalah Marga Kaize dengan pertimbangan penunjukan TNW, padahal peraturan totem kay (kasuari), yag (cendrawasih), parakulen melarang masuknya jenis eksotik ke dalam kawasan (kuskus), ake (gambir), mengga (sagu pucuk merah) dan taman nasional. Kepastian bahwa rusa timor merupakan kees (kayu melaleuca). Marga Mahuze dengan totem da jenis satwa eksotik di wilayah ini juga terlihat dari tidak (sagu), nggus (kepiting besar). Marga Balagaize dengan masuknya jenis satwa tersebut sebagai totem. totem qiu bob (buaya hitam), kidub (elang laut perut Berdasarkan sistem pengelolaan sumberdaya alam putih). Marga Samkakai dengan totem yano (kangguru oleh masyarakat adat dapat disimpulkan bahwa dada putih), mborap (mambruk), kuskus, kura-kura walaupun pengaturan jenis dan jumlah pemanfaatan dada putih. Marga Ndiken dengan totem dohisakir tidak didasari dengan perhitungan kelestarian sesuai (cendrawasih merah), dohi bopti gau (kura-kura dada dengan konsep sains, melainkan berdasarkan aturan merah), aritil (sagu dahan panjang) dan Marga yang sudah turun temurun dan sikap hormat terhadap Basikbasik dengan totem basik (babi), gau (kura-kura totem, namun dengan adanya aturan-aturan tersebut, leher pendek), kapiog (kakatua raja). Totem ini harus kelestarian tumbuhan dan satwa dan habitat totem dapat dijaga, tidak boleh punah, karena kepunahannya berarti dilestarikan. Adanya penurunan populasi terutama untuk runtuhnya eksistensi mereka serta hutan di tanah ulayat jenis satwa yang menjadi totem masyarakat adat lebih tidak boleh dirusak karena merupakan tempat tinggal disebabkan karena kegiatan perburuan satwa yang satwa yang menjadi totem. Demikian halnya dengan dilakukan para pendatang. Berdasarkan hasil personal marga-marga pada suku-suku yang lain, masing-masing komunikasi dengan tetua kampung Ndalir, Bapak Orep, memiliki totem sesuai dengan kepercayaannya. aturan adat lebih banyak berlaku bagi masyarakat adat Konsep pelestarian sumberdaya alam juga muncul sendiri tidak dengan serta-merta diterapkan kepada para dari konsep tentang sehat dan sakit pada Suku Marind- pendatang. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat anim. Dumatubun (2001) dalam Dumatubun (2002) masyarakat adat yang tidak vokal dan agresif, sehingga menyatakan bahwa Suku Marind-anim mempunyai lebih mengharapkan tumbuhnya kesadaran para pandangan bahwa penyakit itu akan datang apabila pendatang untuk memahami dan menghormati aturan- sudah tidak ada lagi keseimbangan antara lingkungan aturan adat yang berlaku di masyarakat. Melihat hidup dan manusia. Lingkungan sudah tidak dapat banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi oleh mendukung kehidupan manusia yang jumlahnya para pendatang, masyarakat adat lebih berharap peran semakin banyak. Bila keseimbangan ini sudah aktif pemerintah, dalam hal ini Balai TNW, untuk dapat menegakan peraturan-peraturan yang berlaku dalam pengelolaan taman nasional kepada para pendatang fenomena yang sangat beraneka ragam dan luwes. Hal ini dapat dilukiskan yang melakukan pelanggaran pemanfaatan sumberdaya sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktik yang mewujudkan gagasan tertentu dari suatu hubungan ‘mistik’ atau ritual antara anggota-anggota alam. kelompok sosial dan suatu jenis binatang atau tumbuhan. Fenomena tersebut mengandung perintah-perintah yang dijunjung tinggi, seperti larangan membunuh atau makan daging binatang totem atau mengganggu tanaman 5. Langkah-langkahyang Harus Dilakukan totem. Para anggota kelompok sosial itu juga percaya bahwa mereka diturunkan dari satu leluhur totem yang mistis, atau bahwa mereka dan para Melihat kondisi riil di kawasan TNW maka anggota dari totem sejenis merupakan ‘saudara’. Mereka menggunakan totem rekomendasi yang dikeluarkan dalam WPC kelima di sebagai simbol kelompok dan menganggap sebagai ‘pelindung’ kelompok secara keseluruhan. Mereka juga melakukan ‘upacara pengembangan’ untuk Durban menjadi langkah-langkah penting yang harus menghasilkan perlipatgandaan jenis totem itu (Dhavamony, M. 1995).

14 Taman Nasional Wasur, Mengelola Kawasan Konservasi segera dilaksanakan. Adapun rekomendasi tindakan masyarakat adat, seperti yang berasal dari sistem pada level otoritas pengelola taman nasional adalah pendidikan dan kepercayaan yang dianut saat ini, agar sebagai berikut: filosofi warisan leluhur mereka tetap dapat diposisikan a. Gunakan ukuran-ukuran, kebijakan-kebijakandan dan dihormati secara proporsional karena dapat sejalan praktek-praktek berdasarkan pengakuan secara utuh dengan konsep pelestarian alam yang penting bagi dan menghormati hak-hak masyarakat adat, kehidupan dan sistem pengelolaan taman nasional, termasuk masyarakat adat yang masih berpindah dan 5) amalgamasi pola penggunaan lahan dan sumberdaya masyarakat lokal yang menyangkut kawasan masyarakat adat dengan zonasi taman nasional, dan dilindungi; memastikan bahwa suara mereka 6) penegakan hukum bagi para pelanggar aturan, didengar dan dihormati dalam pengambilan khususnya bagi para pendatang. keputusan; menyertakan pengetahuan tradisional, praktek dan inovasi; memastikan distribusi yang adil dalam hal manfaat, tanggung jawab dan otoritas; dan DAFTAR PUSTAKA mendorong mekanisme insentif yang bisa diterima Dhavamony, M. 1995. Fenomenologi Agama. Kanisius. oleh satu sama lain. Jakarta. b. Menyesuaikan manajemen kawasan dilindungi dan kawasan konservasi masyarakat untuk kebutuhan Dumatubun, A.E. 2002 Kebudayaan, Kesehatan Orang khusus dari masyarakat adat yang masih berpindah, Papua Dalam Perspektif Antropologi Kesehatan. termasuk hak-haknya dalam praktek-praktek Jurnal Antropologi Papua (ISSN: 1693-2099) pengelolaan sumberdaya, hak-hak musiman dan Volume 1. No. 1, Agustus 2002. Laboratorium temporal dan koridor untuk pergerakan; mendukung Antropologi. Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu tercapainya sasaran konservasi pada masyarakat adat Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cendrawasih. yang masih berpindah. IUCN. 2004. The Durban Action Plan. c. Mengembangkan dan mengadopsi mekanisme untuk http://cmsdata.iucn.org/downloads/durbanactionen. menjamin partisipasi secara penuh dari masyarakat pdf. DiunduhJuni 2009. adat dan masyarakat lokal dalam penetapan dan pengelolaan kawasan dilindungi. Samkakai, F.O. 2002. DR. J.Van Baal: Sosok Etnolog di d. Bekerja berlandaskan kebebasan, memprioritaskan Tanah Papua. Jurnal Antropologi Papua (ISSN: dan persetujuan yang disosialisasikan di awal 1693-2099) Volume 1. No. 1, Agustus 2002. kepada masyarakat adat serta dikonsultasikan Laboratorium Antropologi. Jurusan Antropologi dengan stakeholders, mengenali kontribusi bahwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas kawasan konservasi masyarakat, kawasan dilindungi Cendrawasih. formal dan kawasan lindung yang dimiliki dan Verschueren, J. 1970. Land Tenure in West Irian. dikelola masyarakat adat dapat dibangun dan In:Ploeg, A. (ed). New Guinea Research Bulletin dikelola bersama sebagai suatu sistem kawasan Number 38. New Guinea Research Unit, the dilindungi. Australian National University. Canberra. Berdasarkan kondisi yang dihadapi saat ini dalam pengelolaan TNW terdapat beberapa hal dasar yang WWF Indonesia Region Sahul Papua. 2006. Laporan perlu dilakukan dalam pengelolaan taman nasional di Lokakarya Hasil Identifikasi Tempat Penting wilayah masyarakat adat, diantaranya adalah : 1) Masyarakat Suku Besar Malind Anim dalam Bio- bagaimana memahami pandangan dan sikap masyarakat Visi Ecoregion Trans Fly Merauke, 19 – 21 adat terhadap tempat-tempat penting dalam adat mereka September 2006 Kerjasama Pemerintah Daerah dan bentuk keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan Kabupaten Merauke, Lembaga Masyarakat Adat tempat-tempat penting tersebut, 2) penyesuaian flora Malind Anim, WWF Indonesia Region Sahul dan fauna target pengelolaan dengan flora dan fauna Papua. yang menjadi totem pada masyarakat adat, 3) Yayasan Almamater Merauke dan United Nation memahami kelembagaan yang berlaku dalam Development Programme (UNDP). 2005. Kajian masyarakat adat dan bagaimana kolaborasi yang bisa Keberadaan dan Kapasitas CSO/CBO serta dilaksanakan dalam pengelolaan taman nasional, 4) Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Pada 4 melaksanakan program-program peningkatan Kabupaten di Wilayah Papua Selatan. pemahaman masyarakat adat terhadap konsep pelestarian alam yang sejalan dengan perkembangan Zulhaeni. 2006. Nilai Kearifan Tradisional Orang pengetahuan masyarakat adat terkait dengan Marori Minggey terhadap Lingkungan Hidup. peningkatan arus informasi dari luar yang diterima Hasil Penelitian Divisi Litbang YPLHC-Papua.

15