Diksi Dalam Retorika Agus Harimurti Yudhoyono

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Diksi Dalam Retorika Agus Harimurti Yudhoyono IRFARIATI: DIKSI DALAM RETORIKA AGUS ... DIKSI DALAM RETORIKA AGUS HARIMURTI YUDHOYONO SEBAGAI CALON GUBERNUR DKI JAKARTA (DICTION IN AGUS HARIMURTI YUDHOYONO’S RHETORIC AS THE GOVERNOR CANDIDATE OF SPECIAL CAPITAL REGION OF JAKARTA) Irfariati Balai Bahasa Provinsi Riau Jalan Binawidya, Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru 28293 Telepon: (0711) 316006 Pos-el: [email protected] Tanggal naskah masuk: 16 Desember 2016 Tanggal revisi akhir: 17 Mei 2017 Abstract AS a former TNI soldier then decided to participate in political battles for the election of Governor of DKI, Agus Harimurti Yudhoyono is clever at using rhetoric and having extensive vocabulary. Agus Harimurti Yudhoyono has a high ability to choose precisely which word is the most harmonious to represent his intentions or ideas, he is also able to use the word firmly, effectively, politely, and meaningful connotation. The purpose of this study is to describe the use of diction of Agus Harimurti Yudhoyono rhetoric when delivered a speech in the exposure of the vision, mission, and his outstanding programs as a candidate for Governor of Jakarta. This research used qualitative descriptive method by applying discourse analysis technique. This study showed that exposure speeches of vision, mission, and flagship programs of Agus Harimurti Yudhoyono as a candidate for Governor of Jakarta used connotation diction, denotation diction, scientific diction, popular diction, special diction, general diction, abstract diction, concrete diction, and jargon diction. Keywords: diction, rhetoric, Agus Harimurti Yudhoyono’s speech Abstrak SEBAGAI seorang mantan prajurit TNI yang memutuskan untuk ikut dalam pertarungan politik pemilihan Gubernur DKI ternyata Agus Harimurti Yudhoyono pandai beretorika dan luas kosakatanya. Agus Harimurti Yudhoyono memiliki kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya serta menggunakan kata-kata dengan tegas, efektif, santun, dan bermakna konotasi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan diksi dalam retorika Agus Harimurti Yudhoyono dalam menyampaikan pidato pemaparan visi misi serta program-program unggulan sebagai calon Gubernur DKI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik analisis wacana. Penelitian ini menunjukkan bahwa pidato pemaparan visi misi serta program-program unggulan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon Gubernur DKI menggunakan diksi konotasi, denotasi, ilmiah, populer, khusus, umum, abstrak, diksi konkret, dan diksi jargon. Kata kunci: diksi, retorika, pidato Agus Harimurti Yudhoyono 41 Metalingua, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 41–52 1. Pendahuluan Pilihan kata menjadi syarat mutlak karena dapat menunjukkan kemampuan dan tingkat 1.1 Latar Belakang kecerdasan seseorang. Seorang pemimpin yang Proses komunikasi pada hakikatnya adalah luas kosakatanya akan memiliki kemampuan proses penyampaian pikiran atau perasaan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya seseorang (komunikator) kepada orang lain kata mana yang paling harmonis untuk (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, mewakili maksud atau gagasannya serta informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dalam menggunakan kata-kata yang efektif, santun, benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, dan bermakna konotasi sehingga pendengar kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, dapat mengartikan sendiri kalimat-kalimat kemarahan, keberanian, kegairahan, dan yang diberikan. Keterbatasan kosakata yang sebagainya yang timbul dari lubuk hatinya dimiliki seseorang dalam kehidupan sehari- (Uchjana, 1984:11). Dalam proses penyampaian hari dapat membuat ia mengalami kesulitan pikiran atau perasaan itu diperlukan lambang mengungkapkan maksudnya kepada orang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai lain. Sebaliknya, jika seseorang terlalu media primer dalam proses komunikasi yang berlebihan dalam menggunakan kosakata, dapat paling sering digunakan adalah bahasa karena mempersulit diterima dan dipahaminya maksud mampu menerjemahkan dengan baik pikiran dari isi pesan yang hendak disampaikan. Oleh seseorang kepada orang lain. Dalam kehidupan karena itu, agar tidak terjadi hal demikian, sehari-hari sering dijumpai orang-orang yang seseorang harus mengetahui dan memahami sulit mengungkapkan maksudnya dan miskin bagaimana pemakaian kata dalam komunikasi. variasi bahasanya. Namun, ada juga orang- Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi orang yang sangat boros dan mewah mengobral atau pilihan kata. Dengan penguasaan bahasa perbendaharaan katanya, tetapi tidak ada isi yang sempurna, termasuk pilihan kata yang yang tersirat di balik kata-kata itu (Goriys Keraf, tepat dalam beretorika, kepercayaan akan sosok 2006:23). Tidak semua orang pandai memilih pemimpin yang diharapkan akan timbul dengan kata-kata yang tepat, lengkap, dan sesuai yang sendirinya walaupun apa yang disampaikan itu dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang hanya janji-janji tanpa ada kelanjutan untuk sesungguhnya. Selain itu, sebuah perkataan direalisasikan. belum tentu memiliki makna yang sama Berdasarkan hal yang telah diuraikan, bagi semua orang. Maka dalam komunikasi penulis akan membahas diksi dalam retorika diperlukan pilihan kata atau diksi yang tepat agar Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon pesan atau informasi yang ingin disampaikan Gubernur DKI periode 2017–2022. Cagub dapat diterima secara benar dan efektif. dengan nomor urut 1 ini melakukan pidato politik Menurut Enre (1988:101), diksi atau sebagai penanda dimulainya kampanye. Pidato pilihan kata adalah penggunaan kata-kata secara Agus Harimurti Yudhoyono ini sebenarnya tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang merupakan pidato ketiga setelah memutuskan ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat. untuk mengikuti pemilihan calon Gubernur DKI. Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya Pidato pertama diucapkan ketika ia memutuskan (1990:45) yang menjelaskan bahwa diksi atau untuk berhenti sebagai prajurit TNI, kemudian pilihan kata adalah kemampuan seseorang pidato kedua diucapkan ketika pengambilan membedakan secara tepat nuansa-nuansa nomor urut pasangan calon di KPU. Pidato makna sesuai dengan gagasan yang ingin tanpa teks Agus Harimurti Yudhoyono dalam disampaikannya, dan kemampuan tersebut memaparkan visi-misi sekaligus program- hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai program unggulan yang berapi-api membuat rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan semangat pendukung yang hadir menggelora. pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan Penampilan Agus di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta kata selalu mengandung ketepatan makna dan Pusat, mampu membuat para pendukungnya kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada semakin jatuh hati. Mengenakan jas hitam trendi, pembaca atau pendengar. mantan Danyon 203/Arya Kemuning itu tampil 42 IRFARIATI: DIKSI DALAM RETORIKA AGUS ... elegan. Teriakan seribuan orang yang hadir tak dilakukan oleh Agustin (2008) Jurusan Sastra henti-hentinya berkumandang. Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. 1.2 Masalah Berkenaan dengan latar belakang yang telah 2. Kerangka Teori dipaparkan, penulis dapat merumuskan masalah Keraf (2006:22–23) menyatakan bahwa pokok yang menjadi prioritas analisis dalam pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa tulisan ini, yaitu bagaimanakah penggunaan yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. diksi dalam retorika Agus Harimurti Yudhoyono Pilihan kata tidak hanya mengacu pada kata-kata sebagai calon Gubernur DKI? mana yang akan dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi 1.3 Tujuan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Selanjutnya, Keraf menurunkan tiga simpulan Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan utama mengenai diksi, yaitu sebagai berikut. penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan a. Pilihan kata atau diksi mencakup penggunaan diksi dalam retorika Agus Harimurti pengertian kata-kata mana yang dipakai Yudhoyono sebagai calon Gubernur DKI. Tulisan untuk menyampaikan gagasan, bagaimana ini diharapkan dapat memberikan informasi membentuk pengelompokan kata-kata yang yang lebih kompleks bagaimana penggunaan tepat. diksi dalam retorika Agus Harimurti Yudhoyono b. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan sebagai calon Gubernur DKI. membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan 1.4 Metode dan kemampuan menemukan bentuk yang Penelitian ini dilakukan dari tanggal 1 sesuai atau cocok dengan situasi dan nilai November sampai dengan 1 Desember 2016 rasa yang dimiliki kelompok masyarakat di Balai Bahasa Riau, dengan menggunakan pendengar. metode penelitian deskriptif kualitatif. Sumber c. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya data dalam penelitian ini adalah rekaman pidato dimungkinkan penguasaan sejumlah besar politik Agus Harimurti Yudhoyono di Ballroom kosakata atau perbendaharaan kata bahasa. Djakarta Theater, Jalan M.H. Thamrin, Adapun pembagian jenis-jenis diksi Jakarta Pusat, pada tanggal 30 Oktober 2016, menurut Keraf (2006:89–108) adalah sebagai yang diunggah melalui internet kemudian berikut. ditranskripsikan. Data tersebut dianalisis a. Denotasi adalah konsep dasar yang menggunakan teknik analisis wacana untuk didukung oleh suatu kata (makna itu pada memperoleh deskripsi tentang penggunaan konsep, referen, atau ide). Denotasi juga diksi dalam retorika Agus Harimurti Yudhoyono merupakan batasan kamus atau definisi dalam menyampaikan pidato politiknya sebagai utama suatu kata, sebagai lawan dari calon Gubernur DKI. konotasi atau makna yang ada kaitannya Penelitian tentang diksi
Recommended publications
  • Chapter I Introduction
    CHAPTER I INTRODUCTION 1.1 Background Speech is an action where sounds or marks uttered to share meaning (Searle, 2012). One of the speech act forms is delivering speech in an international conference. The intention to perform the utterance of sound in a public such as conference is to share complete concept or idea, feeling, or story in the speaker’s mind or heart formed shape in different ways depending on the content, the intended audience (Elizabeth, 2003). In a conference, the presenter may select what kind of speech genre that they want to start a from of written or spoken language, for example conversation script, journal, essays, speech, etc. Each speech genre has five characteristic areas: structure, style, content or subject matters, conception of audience, and range of purpose. One of the interesting speech acts presented in a conference is delivered by Agus Harimurti Yudhoyono (in this research then called as AHY). The researcher choose the AHY speech in this study because the figure of AHY was a figure of a young man who had high leadership prospects, his words would have more impact, besides that he also held the control of quite large parties and extraordinary military figures. , then he is also quite fluent in English. in previous research many have been carried out by several researchers, who examined the speeches of President Barac Obama and the inaugural Barac Obama by (Rohmawati, 2016). while for non-english speakers it was done to Xi Jinping's speech by (su, 2016) using Appraisal theory. In this study focus of study AHY speakers.
    [Show full text]
  • Social Media in the Constituent Interaction and Mobility (Case Study in the 2017 Jakarta-Indonesia Governor General Election Campaign)
    Journal of Theoretical and Applied Information Technology 31st July 2019. Vol.97. No 14 © 2005 – ongoing JATIT & LLS ISSN: 1992-8645 www.jatit.org E-ISSN: 1817-3195 SOCIAL MEDIA IN THE CONSTITUENT INTERACTION AND MOBILITY (CASE STUDY IN THE 2017 JAKARTA-INDONESIA GOVERNOR GENERAL ELECTION CAMPAIGN) 1 YUNILA LARAS ISMAWANI, 2 LA MANI, 3 MUHAMMAD ARAS 1Communication Department, BINUS Graduate Program, Master of Strategic Marketing Communications, Bina Nusantara University Jakarta, Indonesia 11480 2Communication Department, BINUS Graduate Program, Master of Strategic Marketing Communications, Bina Nusantara University Jakarta, Indonesia 11480 3Communication Department, BINUS Graduate Program, Master of Strategic Marketing Communications, Bina Nusantara University Jakarta, Indonesia 11480 E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRACT The use of social media in general election campaign in Indonesia becomes more common but the relationship between social media existence in political campaign and the final vote result still need to be scrutinized. Therefore this study aims to analyze with a systematic and empirical approach of the social media usage (Including Facebook, Twitter, and Instagram) by DKI Jakarta governor candidates for the 2017-2022 period. Based on the observations, we found that each DKI Jakarta governor candidate has had a popular social media account in Indonesia, namely Facebook, Twitter, and Instagram. Such media were used to in conducting political campaigns and interacting with their constituents. Based on in-depth analysis of the empirical data showed that the presence of social media in the political campaigns in Indonesia had a strong relationship with the final results of DKI Jakarta governor election.
    [Show full text]
  • Islamist Buzzers: Message Flooding, Offline Outreach, and Astroturfing Seto, Ario
    www.ssoar.info Islamist Buzzers: Message Flooding, Offline Outreach, and Astroturfing Seto, Ario Veröffentlichungsversion / Published Version Zeitschriftenartikel / journal article Empfohlene Zitierung / Suggested Citation: Seto, A. (2019). Islamist Buzzers: Message Flooding, Offline Outreach, and Astroturfing. ASEAS - Austrian Journal of South-East Asian Studies, 12(2), 187-208. https://doi.org/10.14764/10.ASEAS-0021 Nutzungsbedingungen: Terms of use: Dieser Text wird unter einer CC BY-NC-ND Lizenz This document is made available under a CC BY-NC-ND Licence (Namensnennung-Nicht-kommerziell-Keine Bearbeitung) zur (Attribution-Non Comercial-NoDerivatives). For more Information Verfügung gestellt. Nähere Auskünfte zu den CC-Lizenzen finden see: Sie hier: https://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/3.0 https://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/3.0/deed.de Aktuelle Südostasienforschung Current Research on Southeast Asia Islamist Buzzers: Message Flooding, Offline Outreach, and Astroturfing Ario Seto ► Seto, A. (2019). Islamist buzzers: Message flooding, offline outreach, and astroturfing.Austrian Journal of South-East Asian Studies, 12(2), 187-208. Based on ethnographic research on Islamist buzzers – social media political operators tasked with making particular online conversation subjects trend – in Indonesia, this article details the process of how the proliferation of insensitive message in both the online and offline realms plays a role in mobilizing those sympathetic to religious fundamental- ism. As this research shows, the interviewed buzzers were one of the driving forces behind the massive success of the fundamentalist Islamic Defenders Front (Front Pembela Islam, FPI) as they mobilized people to participate in the organization’s political rallies between 2016 and 2017. Driven by altruistic volunteerism and sense of community, these actors go beyond their duty as click-farmers.
    [Show full text]
  • Sales and Services February 2017
    ISSN 0970-7247 CONCEPTTHIRD English Monthly Annual Subscription Rs. 200 Vol. 30 No. 360 FEBRUARY 2017 Rs. 20.00 O Jakarta Gubernatorial Elections 2017 O Moldova’s Geopolitical Dilemma O Brazil’s Locomotive Breath O Corruption in Sino-World O Corruption in India O Ancient Temples of Kashmir THIRD CONCEPT, FEBRUARY 2017 1 2 THIRD CONCEPT, FEBRUARY 2017 CONCEPTTHIRD INSIDE Editorial An International Journal Imperiled World! 5 of Ideas B.K. Jakarta Gubernatorial Vol. 30 No. 360 FEBRUARY 2017 Rs. 20. 00 Election 2017 in Perspective 7 Third Concept aims at providing a platform where Igor Dirgantara a meaningful exchange of ideas can take place among the people of the Third World. The attempt will be Geopolitical Significance of Kazakhstan 11 to communicate, debate and disseminate information, Filippo R Omeo ideas and alternatives for the resolution of the common problems facing humankind. We welcome Moldova’s Geopolitical Dilemma 13 contributions from academics, journalists and even from those who may never have published anything Dr. Manabhanjan Meher before. The only requirement is a concern for and Brazil’s Locomotive Breath 16 desire to understand and take the issue of our time. Contributions may be descriptive, analytical or Nicola Bilotta theoretical. They may be in the form of original Combating corruption in the Sino-world 21 articles, reactions to previous contributions, or even a comment on a prevailing situation. All contributions, Ms. Lingbo ZHAO neatly typed in double space, may be addressed to: Popular Culture vs. Cinema in India 27 Editor Consulting Editor Ranjay K. Reddy Babuddin Khan M. L. Sharma Medical Education and Health Managing Editor Art Director Service in India 31 R.
    [Show full text]
  • The Journal of Social Sciences Research ISSN(E): 2411-9458, ISSN(P): 2413-6670 Vol
    The Journal of Social Sciences Research ISSN(e): 2411-9458, ISSN(p): 2413-6670 Vol. 4, Issue. 12, pp: 834-840, 2018 Academic Research Publishing URL: https://arpgweb.com/journal/journal/7 Group DOI: https://doi.org/10.32861/jssr.412.834.840 Original Research Open Access The Development of Teun Van Dijk Model: A Discourse Analysis Towards News Report of Jakarta Regional Election on Media Indonesia.com Published from November Until December 2016 Ayub Dwi Anggoro* University Muhammadiyah of Ponorogo Aziz Amin University Sultan Zainal Abidin Abstract The direct regional election of 2017 is one of the democracy parties celebrated by the people of Special Capital Region of Jakarta. As the capital of the country, this regional election brings special meaning for the people, communities, and parties participating in this election to become the highest sovereign of this region. Philosophically, it will be easier to win the next national election when a certain party becomes the sovereign of this Special Capital Region of Jakarta. In this case, news media has a very important role in providing good and useful information to the people and the community. The independence of media is expected to provide balanced, neutral information because it may greatly determine the quality of the ongoing regional election. As the opposite, there is also a possibility in which media is used as a tool to build political power. That is why there is a new phenomenon in which many media owners are involved and even actively participated in politics in Indonesia. The dynamics of the current communication technology development is started to be taken seriously by the media owners.
    [Show full text]
  • Survei-Nasional-Y-Publica-V03.Pdf
    METODOLOGI DAN RESPONDEN • Survei nasional ini menggunakan metode penelitian kuantitatif • Jumlah sampel adalah 1200 responden, dipilih secara acakbertingkat (multistage random sampling), mewakili 120 desa dari 34 provinsi di Indonesia • Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka kepada responden terpilih menggunakan alat bantu kuisioner • Tenaga pewawancara dalam survei ini adalah mahasiswa yang telah mendapatkan pelatihan • Estimasi margin error adalah 2,98% dengan tingkat kepercayaan 95% • Pengambilan data dilakukan pada 2-12 Mei 2018 KUALITAS UJI SURVEI Pra-Survei • Pelatihan metode survei dan kuesioner kepada tim enumerator oleh ahli survei • Pelatihan teknik wawancara kuesioner kepada tim pewancara yang terdiri dari mahasiswa • Diskusi terbatas tentang pertanyaan-pertanyaan dan target kuisioner Survei: • Spotcheck (pengecekan di lapangan) terhadap 20% responden yang dipilih secara acak • Call-back (20% responden secara acak) oleh tim untuk memastikan penarikan sampel responden dan wawancara dengan responden telah dilakukan dengan benar Pasca-survei • Entry data dan pengolahan data KOMPOSISI RESPONDEN Jenis kelamin Pendidikan Terakhir Suku Bangsa Laki-laki 49.7% Tidak Tamat SD 4.9% Jawa 40.2% Sunda 16.4% Perempuan 50.3% Tamat SD 14.4% Bugis 2.5% Tamat SMP 20.7% Minangkabau 2.7% Usia Tamat SLTA/Sederajat 47.2% Betawi 2.7% Pemilih Pemula (17-21) 7.2% Tamat Diploma (D1, D2, D3) 5.0% Batak 2.6% Pemilih Muda (22-35) 36.4% Tamat Sarjana (S1, S2, S3) 7.8% Melayu 2.5% Pemilih Dewasa (36-50) 31.8% Madura 2.4% Pemilih Matang (51-60)
    [Show full text]
  • Political Parties' Manoeuvring After the Jokowi-Prabowo Rapprochement
    ISSUE: 2021 No. 73 ISSN 2335-6677 RESEARCHERS AT ISEAS – YUSOF ISHAK INSTITUTE ANALYSE CURRENT EVENTS Singapore | 2 June 2021 Political Parties’ Manoeuvring after the Jokowi-Prabowo Rapprochement Max Lane* In this picture, Indonesian President Joko Widodo (Jokowi) (R) shakes hands with Defence Minister Prabowo Subianto (L) during the inauguration ceremony at the State palace in Jakarta on October 23, 2019. The rapprochement of Jokowi and Prabowo has resulted in the unusual absence of a polarising rivalry among the main political parties. Photo: Adek Berry, AFP. * Max Lane is Visiting Senior Fellow at the ISEAS – Yusof Ishak Institute, Lecturer in Southeast Asian Politics and History at Victoria University, and Honorary Associate in Indonesian Studies at the University of Sydney. 1 ISSUE: 2021 No. 73 ISSN 2335-6677 EXECUTIVE SUMMARY • The rapprochement of Jokowi and Prabowo has resulted in the unusual absence of a polarising rivalry among the main political parties. There are also no fundamental differences among parties over major policy questions. • The fractured nature of the Indonesian socio-political elite is instead reflected in the proliferation of small parties. This results in the necessity of multi-party coalitions, thus giving Indonesia’s largest party, the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP), a tactical advantage. • The PDIP has floated the possibility of changing the laws to allow President Joko Widodo to stand again in 2024. Perhaps to sustain its leverage in a post-Widodo government, the PDIP is also advocating the revival of the formal Broad Outlines of State Strategy, which featured during the Soeharto era as overarching policy guidelines for each term of government.
    [Show full text]
  • Islamist Buzzers: Message Flooding, Offline Outreach, and Astroturfing
    Aktuelle Südostasienforschung Current Research on Southeast Asia Islamist Buzzers: Message Flooding, Offline Outreach, and Astroturfing Ario Seto ► Seto, A. (2019). Islamist buzzers: Message flooding, offline outreach, and astroturfing.Austrian Journal of South-East Asian Studies, 12(2), 187-208. Based on ethnographic research on Islamist buzzers – social media political operators tasked with making particular online conversation subjects trend – in Indonesia, this article details the process of how the proliferation of insensitive message in both the online and offline realms plays a role in mobilizing those sympathetic to religious fundamental- ism. As this research shows, the interviewed buzzers were one of the driving forces behind the massive success of the fundamentalist Islamic Defenders Front (Front Pembela Islam, FPI) as they mobilized people to participate in the organization’s political rallies between 2016 and 2017. Driven by altruistic volunteerism and sense of community, these actors go beyond their duty as click-farmers. They maintain regular contact with sympathizers and convincing them to revive broken weblinks, hang banners on streets as part of astroturfing campaigns and gather masses to attend offline events. Detailing the activity and spatiality of buzzers in crafting new online and offline spaces as part of their innovative bottom-up propaganda management, this research concludes that right-wing political mobilization and radicalization are not simply the product of ideology but are catalyzed by technically and
    [Show full text]
  • Type Document Title Here
    Indonesia elections: three observations on Jokowi’s victory Blog post by Senior Associate Brigitta Kinadi, 16 May 2019 Although official results of the Indonesian presidential and parliamentary elections have not been released, quick count results suggest that incumbent president, Joko Widodo (Jokowi), has secured a second term. The latest projections show that Jokowi won with around 56% of the votes, while his opponent, Prabowo Subianto, received 44%. As Indonesia awaits official results and prepares for the inauguration of the next president in October, here are three thoughts on Jokowi’s victory and implications for his second and final term. First, Prabowo’s apparent refusal to accept the result may signal a period of volatility and uncertainty. Although Jokowi appears to have won the presidential election with a 12% margin, he did not achieve the 60% level that would have marked an overwhelming victory. Prabowo performed better than expected, which has emboldened him to claim – somewhat bafflingly – that he collected 62% of the votes and is the rightful winner of the election. Prabowo’s criticism of the General Election Commission (KPU) suggests that, just as he did in the last presidential election in 2014, he will likely contest the electoral results at the Constitutional Court. The court rejected his petition in 2014. Yet his persistent refusal to concede could destabilise the post- election period as a whole – to the point of mobilising his hard-line Islamist support base to protest in Jakarta and cause disruptions in the capital. Prabowo may have taken this route to simply extend his political relevance in Indonesia; but more worrying is how mass demonstrations in Jakarta would likely lead to further divisions in a country already grappling with increasing polarisation.
    [Show full text]
  • Popularitas, Akseptabilitas, & Elektabilitas Kandidat Calon Presiden
    www.poltracking.com TEMUAN SURVEI NASIONAL PERSEPSI DAN PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILPRES & PILEG SERENTAK 2019 “PETA ELEKTORAL & SKENARIO POROS KOALISI PILPRES 2019” TEMUAN SURVEI NASIONAL: 27 JANUARI – 3 FEBRUARI 2018 LATAR BELAKANG 2 Secara umum, pencalonan kandidat (candidacy) atau candidate nomination dalam banyak kasus dan kajian akademis telah menjadi residual function alias fungsi yang tersisa dari banyak fungsi partai politik seperti agregasi, representasi, dan sosialidasi politik. Diluar fungsi kandidasi, fungsi-fungsi partai politik sudah banyak pudar dan digantikan oleh institusi-institusi demokrasi lainnya seperti NGO, Ormas, dan Media. Parahnya, tendensi ini terjadi di banyak negara (Norris, 2008), termasuk Indonesia. Tetapi, pencalonan kandidat presiden di Indonesia mempunyai konsekuensi serius pada tiga isu elektoral sekaligus: partai politik, incumbency (pemerintahan/partai yang berkuasa) dan pemilih itu sendiri. Konsekuensi pertama, pencalonan presiden berimplikasi serius pada relasi antarpartai (interparty politics). Hak kandidasi presiden tetap berada dan dipegang oleh partai politik sebagai satu-satunya lembaga yang diakui konstitusi (UUD pasal 6A), namun partai ‘terpaksa’ harus saling merapat/menjauh karena prasyarat ambang batas pencalonan 20% yang baru saja diputus Mahkamah Konstitusi. Apalagi sistem kepartaian multipartai ekstrem di Indonesia—dimana tidak ada partai dominan bahkan partai yang melebihi 20% kursi—menyebabkan pencalonan presiden di Indonesia menggiring partai-partai untuk saling berkompromi baik secara ideologis maupun pragmatis. TEMUAN SURVEI NASIONAL 1200 RESPONDEN Temuan Surnas: 27 Januari – 3 Februari 2018 LATAR BELAKANG 3 Konsekuensi kedua, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja inkamben (Job Approval Rating) merupakan pintu masuk penting untuk membaca trend dukungan terhadap inkamben baik presiden, wakil presiden, maupun para pembantu presiden (menteri). Tingkat kepuasan ini berkorelasi kuat pada trend dukungan dalam kontestasi politik elektoral.
    [Show full text]
  • CALON WAKIL PRESIDEN PENILAIAN ELITE, OPINION LEADER, DAN MASSA PEMILIH NASIONAL Temuan Survei Mei 2018
    CALON WAKIL PRESIDEN PENILAIAN ELITE, OPINION LEADER, DAN MASSA PEMILIH NASIONAL Temuan Survei Mei 2018 Jl. Kusumaatmaja No. 59, Menteng, Jakarta Pusat 10340 [email protected] | www.saifulmujani.com LATAR BELAKANG } Berbagai studi dan pengalaman pemilihan presiden selama ini menunjukan pentingnya persepsi pemilih tentang tokoh yang bersaing dalam Pilpres dan juga pemilihan kepala daerah. Persepsi ini sangat menentukan hasil akhir Pilpres atau Pilkada. } Persepsi tentang tokoh terutama berkaitan dengan persepsi atau opini atas “kualitas personal” tokoh-tokoh tersebut. } Opini yang reliable seseorang tentang tokoh-tokoh tak bisa dipisahkan dengan informasi yang dimilikinya tentang tokoh-tokoh tersebut. Survey Mei 2018 2 ... lanjutan } Untuk mendapatkan opini yang reliable tentang kualitas tokoh yang akan menjadi kontestan dalam politik dibutuhkan informan yang kompeten juga. } Di samping itu, sopistikasi pengertian kualitas tokoh juga menentukan informan macam apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan opini yang reliable. } Pengertian kualitas tokoh menyangkut banyak dimensi: Kapabilitas/kompetensi termasuk menjaga kontinuitas program yang dinilai positif, integritas, empati, dan akseptabilitas. Survey Mei 2018 3 …lanjutan } Kapabilitas/kompetensi/kemampuan: memahami masalah, tahu yang terbaik dan harus dilakukan, mampu memimpin. } Integritas/track-record: bisa dipercaya, amanah, bersih dari cacat hukum, dari perbuatan tercela (moral). } Empati: bisa memahami kondisi dan bersimpati pada rakyat yang kurang beruntung. } Akseptabilitas:
    [Show full text]
  • Masalah Calon Presiden Populer
    DINAMIKA ELEKTORAL JELANG PILPRES DAN PILEG SERENTAK 2019 Temuan Survei: Nasional, 25-31 Maret 2018 Pengantar • Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) akan dilakukan serentak pada 17 April 2019 yang akan datang. Rangkaian tahapan untuk itu sudah dilakukan sejak sekarang, dimana pendaftaran calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) akan dilaksanakan pada 4–10 Agustus 2018. • Karenanya, ada dua hal yang perlu diamati dari hal tersebut: • (1) Bagaimana peta besar kekuatan politik: peta kekuatan partai-partai, poros capres yang akan terbentuk dan peluang para capres? • (2) Bagaimana peta pemilih dalam Pilpres dan Pileg tersebut? • Survei nasional (surnas) Indikator Politik Indonesia (Indikator) Maret 2018 menemukan temuan menarik soal tersebut. Data surnas ini juga dilengkapi dengan temuan surnas sebelumnya (Februari 2018) dan survei opini publik yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat pada 5-13 Maret 2018 dan Provinsi Jawa Tengah, 12-21 Maret 2018. Survei Nasional, Maret 2018 | 2 Metodologi • Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. • Dari populasi itu dipilih secara random menggunakan metode multistage random sampling. • Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. • Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. • Jumlah sampel untuk survei nasional Maret 2018 sebanyak 1200 responden. Margin of error sekitar +/- 2.9% pada tingkat kepercayaan 95% (dengan asumsi simple random sampling). Jumlah sampel surnas Februari 2018 sebanyak 2020 responden.
    [Show full text]