Sekilas Tentang Kerajaan Negara Dipa Di Kalimantan Selatan: Sebuah Analisis Antara Mitologi Dan Realitas Sejarah *
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SEKILAS TENTANG KERAJAAN NEGARA DIPA DI KALIMANTAN SELATAN: SEBUAH ANALISIS ANTARA MITOLOGI DAN REALITAS SEJARAH * Rusdi Effendi † [email protected] PENDAHULUAN Sebuah pemikiran mendasar yang perlu disadari oleh siapapun adalah kesulitan awal yang harus diterima apabila ingin mengetahui masa lampau tentang keberadaan kerajaan Negara Dipa. Pertanyaan yang muncul lebih awal dibenak pikiran kita adalah Kapan kerajaan Negara Dipa hadir atau ada di wilayah Kalimantan Selatan? Apakah berkaitan dengan bangunan Candi Agung di Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan saat ini? Siapa pendiri kerajaan Negara Dipa? Apakah ada suku lain sebagai penduduk asli sebelum kerajaan Negara Dipa berdiri? Bagaimana proses perkembangannya setelah kerajaan Negara Dipa berdiri? Tentu banyak lagi pertanyaan yang muncul untuk menjawab tentang kerajaan Negara Dipa yang pernah ada dalam catatan sejarah di daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebahagian Urang Banjar sekarang tentu masih mengingat cerita- cerita, bahwa Kesultanan Banjar yang terakhir sebagai penguasa di daerah Kalimantan Selatan dan telah dihapus oleh pemerintah kolonial Belanda 11 Juni 1860 di sela-sela berkecamuknya Perang Banjar (1859-1865) dan wilayah Kesultanan Banjar dijadikan wilayah jajahan Belanda. Namun sampai saat ini leluhur Urang Banjar masih dikenang dan disebut-sebut dalam lingkungan keluarga Urang Banjar (Banjar Pahuluan, Banjar Batang Banyu dan Banjar Kuala) tentang moyang leluhurnya di Candi Agung Amuntai, di kala Urang Banjar merasa senang dan berkemampuan ekonomi mereka berkunjung ke Candi Agung, dikala susah dan sakit yang sulit obat medisnya kadang sebahagian Urang Banjar kembali datang berkunjung ke telaga disekitar Candi Agung di Amuntai untuk dimandikan atas bantuan juru kunci. Candi Agung adalah * Disampaikan pada Seminar Nasional Kesejarahan, Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat. ** Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat. [68] simbol suci Hinduisme di zaman kerajaan Negara Dipa, tetapi secara budaya, adat-istiadat Urang Banjar tetap mengingat moyang leluhur mereka, bahwa cikal-bakal Urang Banjar sebelumnya adalah dibangun oleh kerajaan awal yakni kerajaan Negara Dipa, kemudian Negara Daha dan terakhir adalah kerajaan Banjarmasin,walaupun Urang Banjar di Kalimantan Selatan mayoritas beragama Islam. Satu hal yang cukup sulit adalah meletakkan angka tahun kronologis tentang berdirinya kerajaan Negara Dipa, karena apabila tergelincir pada ceritera rakyat atau legenda ( folklore ), maka akan muncul cerita dongang- dongeng yang bersimpang siur tanpa angka tahun yang pasti. Bahkan apabila semua cerita sejarah yang semestinya menggambarkan rekonstruksi masa lampau akan kabur kembali ke masa-masa mitologi atau cerita mitos belaka tentang kerajaan Negara Dipa. Untuk itu beberapa penulis yang menuju sejarah objektivitas tentu mengesampingkan mitologi atau meminimalisir hal-hal yang irasional dan mengurangi nilai-nilai sejarah yang serba subjektif. Dalam tulisan ini akan dicoba mengurangi volume mitologi atau hal-hal yang bersifat mistis untuk mengupas tentang kerajaan Negara Dipa yang pernah ada di Kalimantan Selatan. SUMBER SEJARAH LOKAL YANG DIANGGAP MITOLOGI Dalam penulisan sejarah tradisional (Historiografi tradisional) tentu mempunyai ciri seperti disebutkan A Gazali Usman (1989) antara lain, bahwa hitoriografi tradisional tersebut dalam menjelaskan isi umumnya bersifat mencari keterangan di luar sejarah, suasana religio-magis lebih menonjol dan karena itu historiografi tradisional lebih tepat disebut sastra sejarah (Usman, 1989:21-22). Lebih lanjut dijelaskan bahwa historiografi tradisional seperti Babad, Sejarah Melayu, Tutur Candi, Hikayat Lambung Mangkurat, merupakan unsur penting yang tak dapat diabaikan dalam penulisan Sejarah Indonesia, sebab dapat memberikan bahan dan juga contoh historiografi dengan versi Indonesia-Sentris khususnya regio-sentris. Masalahnya ialah bagaimana cara [69] menafsirkannya sehingga dapat diambil inti historiografi sebagai bahan dari Sejarah Indonesia. 1 Kerajaan Negara Dipa merupakan kerajaan awal yang ada di Kalimantan Selatan dengan bukti adanya Candi Agung sebagai simbolisme kerajaan Hinduisme tidak bisa di pungkiri bahwa kerajaan ini pernah ada. Namun karena terbatasnya sumber, sering cerita sejarah dikelompokkan sebagai mitos dan biasanya penulis asing mengelompokkan sebagai bagian dari mitologi tentang asal-usul Banjarmasin. Goh Yoon Fong (2013) misalnya, menyebutkan beberapa tulisan yang dianggap non historis atau mitologi yang berkaitan dengan Sejarah lokal atau daerah Banjar tersebut diantaranya J. Hageman “ Bijdrage tot de Geschiedenis van Borneo ”, TBG VI, (1857), hh. 25-46; Van der Ben, “ Aanteekeningen ”, TBG VI, h. 93; F.S.A, de Clereq, “ De Vroegste Geschiedenis van Bandjarmasin ”, TBG XXIV, (1877), hh. 238-66; J.J. Meyer, “Bijdragen tot de Kennis der Geschiedenis van het voormalig Bandjasinsche Rijk ”, De Indische Gids, Volume 1, (1899), hh. 2-91; J.J. Ras, “ Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiography ”, The Hague, (1968), hh.1-4. Seandainya sumber terakhir yang disebut Hikayat Banjar termasuk kelompok non- historis atau mitologi tentunya sumber apa lagi yang bisa dipakai untuk menyambung antara yang historis dengan non hitoris ? Memang dilematis di dalam penulisan tradisional sejarah Banjar, terutama menyangkut keberadaan kerajaan Negara Dipa yang dianggap antara mitologi dan realitas, tetapi bukti peninggalan Candi Agung di Amuntai merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara telah meninggalkan bukti yang nyata. Tentunya sumber klasik yang dianggap kelompok non-hirtoris dan mitologis tersebut janganlah dibuang begitu saja, tetapi tetap dianggap sebagai sumber legenda atau mitologi dalam cerita rakyat ( folklore ). Tentu kita mesti ingat sumber klasik dalam sejarah Eropa tentang sejarah kerajaan Kreta, dimana sumber syair-syair 1 Sebagai bahan pembantu, misalnya H. A. Gazali Usman menambahkan bahwa Hikayat Banjar adalah manuskrip tua yang telah dikenal di daerah Kalimantan Selatan sejak dari jaman Kerajaan Banjar. Nama asli manuskrip tua itu ada beberapa macam seperti Hikayat Lambung Mangkurat, Tutur Candi, Hikayat Raja-Raja Banjar dan Kota Waringin, Cerita Lambung Mangkurat Turunan Raja-Raja Banjar dan Kotawaringin. Dalam Hikayat Banjar disebutkan yakni a) Keraton I Sebagai Negara Dipa; b) Keraton II Sebagai Negara Daha; c) Keraton III sebagai Kerajaan Banjarmasin; dan d) Keraton IV sebagai Kerajaan Banjar di Kayu Tangi. [70] pujangga Homerus terutama dalam kitab “ Illias ” dan “ Odyssae ” berikut cerita- cerita rakyat di Yunani yang lebih bersifat mitologi. Ternyata dari kedua sumber yang dianggap mitologi tersebut dilakukanlah penelitian dan pengggalian pakar arkeologi yang membawakan hasil, bahwa ditemukannya sisa-sisa bangunan kota kuno seperti ibukota Cnossus dan yang lainnya. Jadi dengan semangat belajar pada kejadian sumber mitologi Eropa kuno tersebut siapa tahu ilmu arkeologi bisa membantu sejarah lokal/daerah Kalimantan Selatan, khususnya keberadaan Negara Dipa di masa lampaunya. Jika “Hikayat Banjar” atau apapun sebutannya seperti “Hikayat Lambung Mangkurat”, “Tutur Candi”, “Hikayat Raja-Raja Banjar dan Kota Waringin”, “Cerita Lambung Mangkurat Turunan Raja-Raja Banjar dan Kotawaringin” dikompatifkan dengan kitab “Nagarakretagama” gubah Empu Prapanca, dimana pengarangnya hidup dalam zaman yang diuraikan, tentunya sangatlah berbeda dengan sumber klasik Jawa Timur yang satu ini. Oleh karena itu kitab Nagarakretagama merupakan sarana logistik pengetahuan mengenai Majapahit yang terpendam beberapa ratus tahun lamanya. Hikayat Banjar berbeda sekali, perlu kita sadari, bahwa penulis Hikayat Banjar itu tanpa pengarangnya atau tanpa nama penulisnya, tetapi karya tulis itu ada dan menuturkan cerita tentang asal-usul kerajaan Negara Dipa, kerajaan Negara Daha hingga kerajaan Banjarmasin yang semula disebut dengan Kerajaan Bandarmasih. Sumber klasik sejarah Jawa seperti Nagarakretagama merupakan karya tunggal dilingkungan kesusateraan Jawa kuno dan di Indonesia umumnya. Menurut Slametmulyana (1979:9) memaparkan, ditinjau dari penilaiannya sebagai sumber sejarah dan karya sastra ini pantas dipelajari. Hingga sekarang sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembahasan dan sadurannya dalam bahasa Indonesia/Malaysia. Oleh karena itu kiranya sajian karya ini (Nagarakretagama) masih mempunyai tempat dalam kesusasteraan Indonesia/Malaysia. Sejarah Majapahit saja mulai digali pada akhir abad sembilanbelas berkat usaha Dr. J.L.A. Brandes menerbitkan, menerjemah dan menjelaskan Serat Pararaton dalam VBG XLIX, 1896, kemudian usaha Prof. H. Kern menerjemahkan Nagarakretagama dalam BKI 58 sampai 69, yang kemudian dikumpulkan dalam H Kern V.G. VII dan VIII, 1917, teks dan [71] terjemahan tersebut diterbitkan lagi dengan sekedar tambahan catatan dan perbaikan oleh Prof. N.J. Krom pada tahun 1919 dibawah judul “ Het Oud- Javaansche Lofdicht Nagarakretagama van Prapanca (1365 A.D) pada tahun 1953 diusahakan terjemahnnya dalam bahasa Indonesia oleh Slametmulyana berjudul “Nagarakretagama”, diperbaharui kedalam bahasa Indonesia dan pada tahun 1960 terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. 2 Tanpa merasa kecil hati atau menjadi marginal akan sumber sejarah lokal/daerah Banjar di Kalimantan Selatan yang minim dan rawan tergelincir kepada sumber mitologi dan mistis, kita tetap semangat untuk mencari, menggali dan melestarikan cerita-cerita sejarah dan budaya lokal hingga kapanpun, ibarat semangat Perang Banjar (1859-1865) dan Semangat Urang