MOTIF PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN P E R S PE K T I F H U K U M I S L A M DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK-

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh Arifin 11140440000086

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/1439 H MOTIF PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN P E R S P E K T I F H U K U M I S L A M DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK-BANTEN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Arifin NIM. 11140440000086

Pembimbing:

Afwan Faizin, M.A. NIP. 197210262003121001

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/1439 H

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

MOTIF PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN P E R S P E K T I F H U K U M I S L A M DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK-BANTEN

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Juli 2018

Arifin

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “MOTIF PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK-BANTEN” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juli 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S1) Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 23 Juli 2018 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. (……………………….) NIP. 196706081994031005 Sekretaris : Indra Rahmatullah, S.HI., M.H. (……………………….) NIP. - Pembimbing : Afwan Faizin, M.A. (……………………….) NIP. 197210262003121001 Penguji I : Sri Hidayati, M.Ag. (……………………….) NIP. 197102151997032002 Penguji II : Kamal Fikry, M.Lc, MA. (……………………….) NIP. -

iii

ABSTRAK

Arifin. NIM 11140440000086. Motif Pelaksanaan Resepsi Pernikahan Menurut Prespektif Hukum Islam di Kecamatan Rangkasbitung. Skripsi, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. Skripsi ini bertujuan untuk memahami terhadap motif-motif masyarakat dalam pelaksanaan resepsi pernikahan, serta menjelaskan dampak-dampak sosial yang diakibatkan pelaksanaan resepsi pernikahan di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak-Banten. Di samping itu, skripsi ini menganalisis terhadah hukum-hukum yang terkandung dalam pelaksanaan resepsi pernikahan di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak-Banten, menurut prespektif hukum Islam. Penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian lapangan (field research), dan tergolong ke dalam aktivitas penelitian etnografi. Penelitian ini bersifat analitik dan merupakan kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karateristik tertentu, tetapi juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi. Kriteria data yang didapatkan berupa data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian yang didapatkan, bahwasanya masyarakat Rangkasbitung melaksanakan resepsi pernikahan di setiap perkawinan. Dalam sebuah resepsi pernikahan tersebut terdapat motif-motif tertentu yang mendasarinya. Dengan adanya motif yang mendasari pernikahan tersebut peneliti menemukan bahwa hal demikian dapat merubah bentuk pelaksanaan resepsi pernikahan, sehingga akibat pelaksanaanya dapat menimbulkan dampak sosial, yang berupa nilai positif dan negatif.

Kata Kunci : Motif, Resepsi Pernikahan, Rangkasbitung. Pembimbing : Afwan Faizin, M.A. Daftar Pustaka : 1997-2018

iv

KATA PENGANTAR

بسم هللا ّالرحمن ّالرحيم

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tidak ada kekuatan selain kekuatan yang diberikan oleh-Nya. Segala pengharapan ridho dan keberkahan hidup hanya digantungkan kepada- Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam. Dengan segala nikmat yang dilimpahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “MOTIF PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK”. Penulisan skripsi ini ditujukan bagi syarat untuk menyelesaikan studi Ilmu Hukum Keluarga dan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H). Selama proses penulisan skripsi, penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan berupa materi maupun imateriel. Penulis sangat menyadari bahwa dalam keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak semata-mata menyandarkan pada usaha dan kemampuan penulis saja. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya. 2. Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum. 3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam beserta Indra Rahmatullah, S.HI., M.H. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

v

4. Afwan Faizin M.A., sebagai dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. 5. Dra. Azizah M.A. sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti. 6. Seluruh dosen pengajar program studi Ilmu Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Abuya Munfasir, Abuya Syar’i, Abuya Muhtadi, Abuya Uci, dan Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz yang selalu membimbing dalam kelembutan dan kelurusan hati. 8. Keluarga dan kedua orang tua yang selalu mendoakan dalam setiap keadaan dan memberikan nasehat dalam setiap kesempatan. Semoga keberkahan Allah Subhanahu wa ta’ala selalu menyertainya. 9. Teman kelas seperjuangan Hukum Keluarga yang menemani dari awal hingga akhir semester. Terimakasih atas sharing pendapat dan pengetahuannya. 10. Teman satu tempat singgah Aris Muzzayin, Hilman Fauzi, Rifki Akbari, Aden Ruhanda, Ale dan Muhammad Aris Munandar. Terimakasih atas pengalaman dan dukungannya, semoga kita dipertemukan kembali di surga kelak. 11. Teman-teman KKN BATMAN Ade Rahman Hakim, Mutia, Eka, Veriska, Ica, Andri, Dede Nurafiyah, Dede Uswatun Hasanah, Fahmi, Ichsan, Ishaq, Putri, Riki, Maryam, Mita dan Rino. Terimakasih atas petualangan dan dukungannya.

Jakarta, 16 Juli 2018

Arifin

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... i LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...... ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... iii ABSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii BAB 1 PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 6 C. Tinjauan Penelitian...... 7 F. Metode Pustaka ...... 7 G. Metode Penelitian ...... 8 H. Sistematika Penulisan ...... 11 BAB II WALIMAH AL-‘URSY PRESPEKTIF HUKUM ISLAM ...... 13 A. Pengertian Walimah Al-‘Ursy ...... 13 B. Dasar Hukum Walimah Al-‘Ursy ...... 16 C. Waktu Pelaksanaan Walimah Al-‘Ursy ...... 18 D. Hukum Memenuhi Undangan Walimah Al-‘Ursy ...... 18 E. Hikmah Melaksanakan Walimah Al-‘Ursy ...... 23 BABIII GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LABAK ...... 25 A. Gambaran Umum Kecamatan Rangkasbitung ...... 25 B. Letak Geografis ...... 26 C. Struktur Demografis ...... 57 BAB IV MOTIF PELAKSANAAN DAN ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WALIMAH AL-‘URSY DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK ...... 34

vii

A. Praktik Walimah al-‘Ursy di Kecamatan Rangkasbitung ...... 34 B. Motif Pelaksanaan Walimah al-‘Ursy di Kecamatan Rangkasbitung ..... 40 C. Dampak Sosial Akibat dari Pelaksanaan Walimah al-‘Ursy di Kecamatan Rangkasbitung ...... 46 D. Pendapat Ulama dan Tokoh Masyarakat Terhadap Praktik Walimah al- ‘Ursy di Kecamatan Rangkasbitung ...... 49 E. Analisis Hukum Islam Terhadap Motif Pelaksanaan Walimah al-‘Ursy di Kecamatan Rangkasbitung ...... 59 BAB V KESIMPULAN ...... 60 DAFTAR PUSTAKA ...... ix

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya dalam sebuah pernikahan sangatlah banyak unsur-unsur yang terkandung di dalamnya seperti, unsur agama, unsur adat, unsur budaya, dan unsur tradisi masyarakat setempat. Sebagaiman dalam sebuah pernikahan terdapat acara resepsi atau walimah al-„ursy, hanya saja bentuk pelaksanaannya berbeda- beda sesuai adat dan tradisi masing-masing. Sedangkan maksud dan inti pelaksanaan walimah al-„ursy tersebut untuk menunjukan rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepada umatnya yang berupa pernikahan.1 Sebuah pernikahan tentu saja dipandang kurang sempurna apabila dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tanpa sebuah perayaan (walimah al- „ursy). Pernikahan yang dilaksanakan tanpa sebuah perayaan akan menimbulkan konsekuensi tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Konsekuensi itu sendiri adalah timbulnya suatu fitnah bagi pasangan suami istri yang telah melangsungkan pernikahan. Maka dalam hal ini Rasulullah SAW juga berwasiat kepada umatnya untuk mengumumkannya dengan walimah al-„ursy pada khalayak.2

Adapun dalam pengertian umum makna walimah adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak. 3 Sebagaimana dalam arti lain walimah yang artinya berkumpul, dan secara (ٗىٌ) secara etimologi terbentuk dari kalimat syar‟i bermakna sajian makanan yang di hidangkan untuk merayakan

1 Muhammad Asnawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004. Cet. Pertama), h., 175. 2 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Az Zawaajul Islaamil Mubakkir: Sa‟aadah, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Hadiah Untuk Pengantin, (Jakarta: Mustaqim, 2001), h., 302. 3 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), h., 1917.

1

2

kebahagiaan4. Adapun pengertian walimah menurut pandangan ulama sebagai berikut;

Menurut Imam Syafi‟i dalam kitab Al-Umm menyebutkan bahwa walimah adalah tiap-tiap jamuan merayakan pernikahan, kelahiran anak, khitanan, atau peristiwa menggembirakan lainnya yang mengundang orang banyak, maka dinamakan walimah.5 Sedangkan dalam kitab al-Muhazzab walimah diartikan sebagai makanan yang diperjamukan untuk manusia ada enam, yaitu perjamuan dalam pernikahan, perjamuan setelah melahirkan, perjamuan ketika menyunatkan anak, perjamuan ketika membangun rumah, perjamuan ketika datang dari bepergian lama, dan perjamuan karena tidak ada sebab.6

Sedangkan kata al-„ursy digunakan untuk “akad” dan “menggauli”. Akan tetapi Ulama fiqh menggunakan istilah tersebut untuk yang kedua, yaitu menggauli. Maka yang dimaksud dengan “walimah al-„ursy” menurut mereka adalah undangan untuk menghadiri perjamuan yang diadakan ketika hendak menggauli seorang wanita (yang diperistri).7

Maka dapat di katakan walimah al-„ursy secara terminologi adalah suatu pesta yang mengiringi akad pernikahan, atau perjamuan karena sudah menikah.8 Lebih lanjut adanya walimah al-„ursy adalah pengumuman atas telah berlangsungnya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat serta teman-temannya. Sekaligus untuk memasukan kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam jiwa mereka.9

4 Ahmad bin Umar As Syathiri, Al Yakutunnafis, (Surabaya: Al Hidayah, 1369 H), h., 147. 5 Al-Syafi‟i, Al-Umm, Juz VII, (Beirut: Dar al-Kutub, al-Ilmiyah, t.th.), h., 476. 6 Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Juz II, (Beirut : Dar al-Kutub Al-Ilmiah, t,th.), h., 476. 7 Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, jilid 5, Alih Bahasa H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, (Bandung: Darul Ulum Press), h., 205. 8 Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001,Cet. Pertama), h., 400. 9 Mahmud Mahdi al-Istanbuli, kado perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2000, Cet. 4), h., 467. 3

Dapat diambil suatu pemahaman bahwa pengertian walimah al-„ursy adalah upacara pejamuan makan yang diadakan baik waktu aqad, sesudah aqad, atau dukhul (sebelum dan sesudah jima‟). Inti dari upacara tersebut adalah untuk memberitahukan dan merayakan pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan keluarga. Terpenting dari adanya walimah al-„ursy adalah pengumuman atas telah berlangsungnya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat serta teman-temannya.10

Sedangkan waktu pelaksanaan walimah, dalam kitab Fathul Baari, sebagaimana yang dikutif oleh Syaikh Hasan Ayyub disebutkan bahwa para ulama salaf berbeda pendapat mengenai waktu pelaksanaan walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakannya akad nikah atau setelahnya. 11 Imam al- Nawawi menyebutkan bahwa menurut pendapat mazhab Maliki, walimah sunnah diadakan setelah pertemuan pengantin lelaki dengan perempuan di rumah. Dalam Kitab Fiqah Mazhab Syafi‟I, walimah diadakan pada saat akad nikah sehingga selepas persetubuhan atau dukhul (bercampur).12 Sedangkan Sayyid Sabiq berpendapat bahwa walimah dapat diadakan setelah akad nikah atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan atau sesudahnya. Hal ini leluasa bergantung kepada adat istiadat yang berlaku. Rasullullah Saw mengundang orang-orang untuk walimah sesudah beliau bercampur dengan Zainab.13

Sebagaimana dalam pemahaman agama Islam walimah itu sesuatu yang dianjurkan , namum mengenai bentuk pelaksanaanya itu sendiri tidak dijelaskan secara terperinci. Hal ini dapat diartikan bahwa mengadakan walimah tersebut bentuk dalam pelaksanaannya bebas, dengan artian pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Seperti adat budaya walimah al-„ursy

10 Mahmud Mahdi al-Istanbuli, kado perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2000, Cet. 4), h., 467. 11 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluargaa, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2001, Cet.1), h.,131. 12 Mustofa al-Khin, Mustofa al-Buqho, Ali Asy-Syarbaji, Kitab Fiqah Mazhab Syafi‟I, jilid 4, (Kuala Lumpur : Pustaka Salam Sdn.Bhd, 2005), h.,385. 13 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, juz 7, (Beirut : Dar al-Bayan, 1968), h., 210. 4

atau pernikahan antara daerah satu dengan daerah yang lain sering terjadi perbedaan tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun.

Sebuah kehidupan di masyarakat merupakan kehidupannya yang disertai kebersamaan yang terdiri dari kelompok atau warga-warganya hidup dalam lingkungan tersebut berjangka panjang sehingga dalam lingkungan kehidupannya dapat menghasilkan sebuah kebudayaan dan tradisi tersendiri. Masyarakat merupakan satu sistem sosial yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan internasional maupun hubungan antar kelompok sosial.14 Begitupun dengan pernikahan, terjadinya pernikahan salah-satu dampak dari interaksi sosial yang diawali dengan kedekatan dan ketergantungan dalam kehidupan.

Pernikahan menurut adat adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan derajat dan urusan pribadi, satu sama lain dalam hubungannya yang sangat berbeda-beda. Dalam pandangan masyarakat, hukum merupakan satu kesatuan dari susunan rakyat yang terdiri dari masyarakat, dusun dan wilayah. Dengan demikian pernikahan adalah salah satu peristiwa penting dalam prosesnya masuknya seseorang menjadi bagian masyarakat itu, jika seorang yang masuk dalam ikatan masyarakat hukum maka ia wajib mematuhi kebiasaan dan aturan- aturan yang berlaku didaerah tersebut.15

Sebagaimana dalam kehidupan pada masyarakat Kecamatan Rangkasbitung dalam memahami sebuah pernikahan sangatlah penting dan sesuatu yang sakral. Dengan demikian sebuah pernikahan adalah momen yang sangant berkesan dalam pandangannya. Maka pernikahan tersebut terasa ada kekurangan atau tidak sempurna jika tidak di sertai dengan pesta pernikahan.

Adapun dalam pelaksanaan resepsi pernikahan tersebut memiliki citi dan perbedaan tersendiri, akan tertapi mayoritas masyarakat Rangkasbitung dalam

14 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat , (Jakarta: Rajawali Press, 1981), h., 106. 15 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, cet. Ke-27, 1995), h., 23. 5

pernikahan selalu disertai resepsi atau pesta perkawinan, baik secara besar- besaran (meriah) maupun secara sederhana denagan cara sedikitnya memotong beberapa ekor ayam, yang terpenting walimah tersebut bisa terlaksanaka.

Sebuah perbedaan terhadap bentuk pelaksanaan resepsi pernikahan tersebut berkaitan dengan tradisi dan motif motif di dalamnya. Hal demikian dapat merubah bentuk pelaksanaan resepsi pernikahan. Sebagaimana faktanya yang terjadi di masyarakat, sedikitnya terjadi dua perbedaan yaitu, resepsi pernikahan secara sederhana dan besar-besaran (meriah).

Agama Islam bukanlah agama yang ceroboh dalam memutuskan hukum suatu permasalahan. Sesungguhnya Islam merupakan sebuah agama yang sangat memperhatikan aspek-aspek sosial dan juga realistis. Islam juga mengajarkan bagaimana menghormati sebuah moment yang penting dan mengsyari‟atkan suatu hukum sesuai dengan waktu dan kondisi.16

Oleh karena itu, dalam memutuskan hukum tentang permasalahan diatas, perlu diketahui terlebih dahulu motif-motif yang menyebabkan terjadinya walimah al-„ursy tersebut. Penelitian ini mengkorelasikan paradigma yang dikembangkan oleh hukum Islam dengan fakta-fakta yang berkembang di masyarakat setempat.

Dari permasalahan ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, untuk itu permasalahan ini akan diangkat sebagai kajian skripsi yang berjudul “MOTIF PELAKSANAAN RESEPSI PERNIKAHAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK-BANTEN”

B. Rumusan Masalah Dalam hukum Islam tidak ada penegasan khusus dalam bentuk pelaksanaan walimah al-„ursy. Sebab, manusia dalam lingkungan hidupnya memiliki keberagaman tradisi adat dan budaya. Dengan demikian, walimah al-„ursy boleh

16 Muhammad Ali As-Shabuni, hadiah Untuk Pengantin, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, (Jakarta: Mustaqim, 2001), h., 301 6

di lakukan sebagimana adat dan tradisi yang berlaku di dalam lingkungannya, dengan cara tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Adapun yang terjadi di masyarakat Rangkasbitung dalam pelaksanaan walimah al-„ursy beragam bentuk mengenai pelaksanaanya, baik secara besar- besaran, maupun secara sederhana. Hal tersebut mengacu kepad motif yang melatarbelakanginya. Dari permasalahan tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa motif yang melatarbelakangi terjadinya praktik resepsi pernikahan (walimah al-ursy) di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak- Banten? 2. Bagaimana dampak sosial yang diakibatkan oleh praktik resepsi pernikahan (walimah al-„ursy) di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten? 3. Bagaimana pandangan Ulama dan Tokoh Masyarakat, terhadap motif pelaksanaan resepsi pernikahan di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten? 4. Bagaimana pandangan hukum islam terhadap praktek resepsi pernikahan (walimah al-„ursy) di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak- Banten? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan motif yang melatar belakangi terjadinya praktik resepsi pernikahan (walimah al-„ursy) di kecamantan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak-Banten. 2. Untuk menjelaskan dampak sosial yang diakibatkan oleh praktik resepsi pernikahan (walimah al-„ursy) di kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak-Banten. 7

3. Untuk menjelaskan pandangan Ulama dan Tokoh Masyarakat, terhadap motif pelaksanaan resepsi pernikahan di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak-Banten. 4. Untuk menjelaskan pandangan perspektif hukum Islam terhadap praktik resepsi pernikahan (walimah al-„ursy) di Kecamatan Rangkasbitung. D. Tinjauan Pustaka Mengkaji terhadap pelaksanaan walimah al-„ursy dalam pandangan hukum Islam sebagai suatu studi kasus merupakan hal yang menarik mengingat bentuk pelaksanaan walimah al-„ursy sendiri masih diperselisihkan dikalangan Ulama. Disamping itu, dalam konteks keindonesiaan sendiri, walimah al-„ursy tidak diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) maupun Undang-undang perkawinan.

Penulis menyadari bahwa sudah banyak kajian mengenai walimah al-„ursy, di antaranya adalah:

1. Ali Imran mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum angkatan 2008 dalam skripsinya yang membahas tentang “Tinjawan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Minangkabau Di Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agama Sumatera Barat”. Dalam skripsinya tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ali Imran lebih mengkaji pelaksanaan walimah dalam adat Minangkabaw yang ditinjau dari Hukum Islam. 2. Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam bukunya “Hadiah Untuk Pengantin” menjelaskan tentang praktek pelaksanaan walimah al-„ursy yang dianjurkan oleh agama Islam. Karena agama Islam adalah agama yang sangat toleran, maka Islam sangat memperhatikan aspek-aspek sosial dalam masyarakat, termasuk juga dalam mengadakan sebuah walimah al-„ursy.17

17Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hadiah Untuk Pengantin, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, (Jakarta: Mustaqim, 2001), h., 302. 8

3. Halimah dalam skripsinya yang berjudul “Sesajen Pada Pelaksanaan walimah al-„ursy Di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara”, dari karya ilmiah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penulis lebih mengkaji terhadap pelaksanaan walimah yang terdapat sesajen dalam rangkaian pelaksanaannya serta menganalisis hukum islam terhadap walimah dalam adat budaya masayarakat tersebut.

Berbeda dengan pembahasan-pemabahasan di atas yang membahas hukum walimah al-„ursy saja, dalam penelitian ini peneliti membahas tentang motif-motif terhadap pelaksanaan walimah al-„ursy, dampak sosial yang diakibatkannya, pendapat para ulama dan tokoh masyarakat setempat dan analisis hukum islam terhadap walimah al-„ursy yang terjadi di masyarakat.

E. Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Penelitian etnografi memfokuskan telaah fenomena budaya dan mempunyai karakteristik ataupun ciri yang berbeda berdasarkan paradigma, pendekatan, dan model-model yang khas.18 Metodologi penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.19 Untuk itu maka penulis dalam hal ini menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kualitatif lebih khususnya dengan menggunakan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini adalah penelitian yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian (masyarakat atau

18 Rosramadhana Nasution, Ketertindasan Perempuan dalam Tradisi Kawin Anom: Subaltern Perempuan Pada Suku Banjar dalam Perspektif Poskolonial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), h. 60. 19 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet. Ke-3, h. 17. 9

komunitas sosial) secara langsung di daerah penelitian.20 Penentuan informan bukan berdasarkan banyaknya informan di lapangan. Penelitian ini harus menggambarkan sebuah fakta berdasarkan penglihatan secara langsung yang bersumber dari subjek. Penentuan informan juga tidak ditentukan oleh kuantitasnya, namun yang utama dapat mendeskripsikannya berdasarkan temuan. Seperti yang dilakukan oleh Clifford Geertz yang dikenal dengan istilah thick description.21 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Rangkasbitung. Wilayah Kecamatan Rangkasbitung adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Lebak provinsi Banten yang merupakan tempat tinggal dari masyarakat yang masih mengikuti praktik tradisi orang sebelumnya . Salah satunya adalah praktik dalam pelaksanaan walimah. 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer, yang diperoleh dari masyarakat, tokoh masyarakat, pelaku perkawinan yang melakukan praktik tradisi walimah al-ursy dengan melakukan wawancara dan para sumber yang dirasa kompeten dan ahli dalam permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. b. Sumber Data Sekunder, yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, artikel dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk memperoleh data-data yang relevan dalam penelitian ini, ada beberapa teknik yang dilakukan, antara lain: a. Studi Pustaka, yaitu pengidentifikasian secara sistematis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat

20 Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat, Buku Ajar, 2010), h. 28. 21 Deskripsi tebal dan mendalam. Tebal merupakan formulasi ke arah deskripsi yang mendalam, sehingga lukisan lebih berarti, bukan sekedar data yang ditumpuk. Lihat Rosmaradhana Nasution, 2016, h. 60. 10

informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah penelitian yang akan dilakukan. Terdiri dari dua langkah yaitu kepustakaan penelitian dan kepustakaan konseptual melipiuti artikel atau buku- buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik dan buruk, hal-hal yang diinginkan dan tidak dalam bidang masalah.22 b. Observasi atau pengamatan, yakni pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.23 Di sini pengamatan dilakukan terhadap tradisi walimah al-ursy dalam tradisi masyarakat Rangkasbitung. c. Metode wawancara atau interview adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan. Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode angket, hanya perbedaannya terdapat pada media yang digunakan, dimana angket pertanyaan diajukan secara tertulis sedangkan wawancara diajukan secara lisan (bertatap muka langsung dengan responden).24Metode ini dilakukan dengan mewawancarai para pelaku, tokoh masyarakat dan para ulama setempat dengan tujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang permasalahan yang diteliti, sehingga diperoleh informasi yang sebenarnya. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan memakai analisis domain berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan. Kemudian data yang

22 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17-18. 23 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), Cet. Ke-XII, h. 106. 24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi IV, 2002), h., 145. 11

terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan dalam interpretasi data.25 Analisis data ini menggunakan metode analisis kualitatif sebagai berikut : a. Metode induktif, yakni analisis yang bertitik tolak dari data yang khusus kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum. Artinya penyusun berusaha memaparkan praktik walimah al-„ursy pada masyarakat Rangkasbitung, kemudian melakukan analisis sedemikian rupa sehingga menghasilkan kesimpulan yang umum. b. Metode deduktif, yakni analisis yang bertitik tolak dari suatu kaedah yang umum menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Artinya ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam nash dijadikan sebagai pedoman untuk menganalisis status hukum praktik walimah al-„ursy pada masyarakat Kecamatan Rangkasbitung. 6. Dokumentasi Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.26 Adapun dokumentasi yang di peroleh peneliti yaitu dari hasil penelitian di lapangan, berupa poto, maupun dokumentasi dari lembaga dan masyarakat. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017. Untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini, penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya terdapat sub bab tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua, tentang walimah al-„ursy perspektif hukum Islam yang merupakan penjelasan umum tentang resepsi pernikahan walimah al-„ursy. Bab ini meliputi tentang pengertian walimah al-„ursy, dasar hukum dari walimah al-

25 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan , h. 413. 26 Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), h. 36. 12

„ursy, waktu pelaksanaan walimah al-„ursy, hukum memenuhi undangan walimah al-„ursy, dan hikmah walimah al-„ursy.

Bab ketiga, tentang gambaran umum wilayah Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten (wilayah penelitian) yang meliputi: letak geografis, keadaan sosial ekonomi, pola keberagaman masyarakat, dan data-data yang berkaitan dengan pernikahan dari wilayah setempat.

Bab keempat, tentang motif pelaksanaan walimah al-„ursy dan analisis hukum Islam terhadap walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten. Bab ini memuat penjelasan mengenai praktik walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten, motif pelaksanaan walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten, dampak sosial akibat dari pelaksanaan walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten, pendapat ulama dan tokoh masyarakat terhadap praktik walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten, dan analisis hukum islam terhadap motif walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak-Banten.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran- saran dan diakhiri dengan penutup.

BAB II

WALIMAH AL-‘URSY DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Walimah al-„ursy

Perayaan yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur bagi pengantin atas kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT melalui penyelenggaraan pernikahan merupakan perwujudan definisi walimah nikah atau walimah al-„ursy. Pengejawantahan rasa syukur tersebut dilakukan dengan cara melibatkan sanak saudara maupun masyarakat melalui pengundangannya dalam acara resepsi pernikahan yang ditujukan untuk menebarkan kebahagiaan atas terselenggaranya pernikahan tersebut. Dengan kata lain walimah nikah merupakan sebutan bagi pengumuman kepada masyarakat atau sanak saudara atas terselenggaranya pernikahan.1

Menurut bahasa, kata walimah merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yang memiliki banyak arti antara lain: berarti berkumpul; sebab (اى٘ىَٞت) yaitu antara suami dan istri berkumpul; sanak saudara; kerabat; dan para tetangga. Di yang (اى٘ىٌ) samping itu, kata walimah dalam Bahasa Arab termaktub dalam kata memiliki makna makanan pengantin. Hal demikian didasarkan pada penyebutan makanan yang dihidangkan bagi para tamu undangan dalam acara pernikahan.2

Menurut pendapat Ibnu Katsir, walimah dapat dipahami sebagai:

أَىطَّ َع ُاًِ اىَّ ِزٝ ُِٙ ْظَْ ُعِ ِع ْ َذِ ْا ُىع ْش ػِ

“Yaitu makanan yang dibuat untuk pesta perkawinan.”3

1 M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), h., 82. 2 M.A Tihami dan Sohari Sahrani , Fiqih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Peres, 2013, Cet. 3), h., 131. 3 M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Peres, 2013, Cet. 3), h.,131.

13

14

Namun demikian tidak semua hidangan makanan yang ditujukan bagi para tamu dalam acara perayaan disebut dengan sebutan walimah. Sebagaimana menyadur pendapat ahli bahasa bahwa terdapat perbedaan dalam penyebutan hidangan makanan bagi para tamu perayaan khitanan, kelahiran anak, sembelihan bagi anak yang baru lahir dan kembalinya orang hilang. Bagi penyebutan jamuan ,اىعزسة makanan jamuan perayaan khitan diungkapkan dalam kata jamuan untuk sembelihan bagi anak ,اىخغت makanan bagi kelahiran anak disebut sedangkan jamuan untuk kembalinya orang hilang ,اىعقٞقت yang baru lahir disebut 4.اىْقٞعت disebut

Dalam definisi yang terkenal di kalangan ulama walimah al-„ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mengsyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan. Walimah al- „ursy mempunyai nilai tersendiri melebihi perhelatan yang lainnya sebagaimana perkawinan itu mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan melebihi peristiwa lainnya. 5

Menurut Imam Syafi‟i, bahwa walimah terjadi pada setiap dakwah (perayaan dengan mengundang seseorang) yang dilaksanakan dalam rangka untuk memperoleh kebahagiaan yang baru. Yang paling mashur menurut pendapat yang mutlak, bahwa pelaksanaan walimah hanya dikenal dalam sebuah pernikahan.6

Menurut Sayyid Sabiq, walimah diambil dari kata al-walmu dan mempunyai makna makanan yang dikhususkan dalam sebuah pesta pernikahan. Dalam kamus

4 Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007 Cet. 2), h., 155. 5 Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007 Cet. 2), h., 155. 6 Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Ahyar, Juz II, (Semarang: CV. Toha Putra, t.th.), h., 68. 15

hukum, walimah adalah makanan pesta perkawinan atau tiap-tiap makanan yang dibuat untuk undangan atau lainnya undangan.7

Al-Syairazi dalam kitabnya al-Muhazzab menjelaskan bahwa walimah berlaku atas tiap-tiap makanan yang dihidangkan ketika ada peristiwa menggembirakan, akan tetapi penggunaannya lebih masyhur untuk pernikahan.8

Menurut imam Muhammad bin Ismail ash-Shan‟ani walimah al-„ursy adalah sebagai tanda pengumuman (majelis) untuk pernikahan yang menghalalkan hubungan suami isteri dan perpindahan status kepemilikan.9

Maka Agama Islam menganjurkan agar setelah melangsungkan akad nikah kedua mempelai mengadakan upacara yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan ekspresi kebahagiaan kedua mempelai atas nikmat perkawinan yang mereka alami, upacara tersebut dalam Islam dikonsepsikan sebagai walimah.10

Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.11

Setelah akad acara nikah maupun walimah selesai, dianjurkan bagi mempelai laki-laki untuk tinggal di rumah mempelai wanita selama beberapa hari. Untuk mempelai wanita yang masih perawan, pihak keluarga si wanita dapat menahan menantunya selam tujuh hari berturut-turut. Adapun bagi mempelai

7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Terj. Muhammad Thalib, Juz. VII, (Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1982, Cet. 2), h.,148. 8 Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Juj II, (Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiah, t.th.), h., 477. 9 Imam Muhammad bin Ismail ash-Shan‟ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Jus 3 (ttp:tp,th), h., 153-154. 10 Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial, (Yogyakarta: CV. Adipura, 2003), h, 113. 11 Slamet Abidin et al, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h., 149. 16

wanita yang janda, pihak keluarga dapat menahan menantu lakilaki selama tiga hari berturut-turut.12

Makna dari anjuran agar mempelai laki-laki setelah melangsungkan akad nikah tinggal selama seminggu di rumah istrinya adalah untuk memberikan kesempatan si istri dalam menyelam makna kehidupan berkeluarga. Selain itu, anjuran tersebut juga dimaksudkan agar keluarga istri mendapat kesempatan untuk berbagi rasa pada putrinya yang sebentar lagi akan meninggalkan kedua orangtunya dan hidup bersama selamanya dengan laki-laki pilihannya.13

B. Dasar Hukum Walimah al-„ursy

Kalangan para ulama berbeda pendapat dalam memandang hukum walimah al„ursy. Ada yang mewajibkan dan ada pula yang berpendapat sebagai sunah muakkadah (dipentingkan). Agar bisa mendudukkan persoalan tersebut maka peneliti melakukan penelusuran terhadap dalil-dalil yang berkaitan dengan walimah dan mencoba untuk menemukan dasar dalil yang diperpegangi oleh para ulama sehingga ada yang mewajibkan dan ada yang cukup menghukuminya dengan sunnah muakkadah. Hal tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua pendapat yakni sebagai berikut:

1. Walimah al-„ursy sebagai suatu kewajiban

Diantara dalil yang mengharuskan walimah sebagaimana perintah Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam kepada „Abdurrahman bin „Auf dalam hadits yang telah disebutkan sebelumnya dan juga hadits yang telah diriwayatkan oleh Buraidah bin al-Hashib, ia berkata:

ىَ ََّ َاِخ َط َب َِعيِ ٌِّٜفَ ِاط َتٌِقَ َاه:ِقَ َاهِِ َس ُع ْ٘ َّهَِّللاِ َِطيَّ ََِّّٜللاِ َِعيَ ْٞ ِٔ َِٗ َعيَّ ٌَ:ِإِ ُِّٔالَبُ َّذِىِ َيع ْش ِط ٍِِ ِِْ َٗىِ ْٞ َ ٍتِ

12Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial, (Yogyakarta: CV Adipura, 1999), h., 114. 13Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial, (Yogyakarta: CV Adipura, 1999), h., 114. 17

Artinya:“Nabi Saw, menikahi Shafiyyah dan kemerdekaannya sebagai maskawinnya, kemudian beliau menyelenggarakan walimah selama tiga hari (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”14

Hadist di atas ditegaskan pula oleh pandangan bahwa hukum menghadiri undangan, Jumhur ulama penganut Imam Asy-Syafi‟i dan Imam Hambali secara jelas menyatakan bahwa mengahadiri undangan ke walimah al-„ursy adalah fardu„ain. Adapun sebagian dari penganut keduanya ini berpendapat bahwa menghadiri undangan tersebut adalah sunnah. Sedangkan dalil hadist yang telah disebutkan di atas menunjukkan adanya hukum wajib menghadiri undangan. Apalagi setelah adanya pernyataan secara jelas bahwa orang yang tidak mau menghadiri undangan telah berbuat maksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya15

Atas dasar dalil-dalil tersebut di atas sebagian ulama menganggap bahwa hal tersebut menjadi indikasi (qharinah) wajibnya menyelenggarakan walimah al-‟ursy sebab adanya perintah yang mengharuskan untuk menghadiri undangan walimah.

2. Walimah al-„ursy sebagai sunnah muakkadah

Adapun walimah menurut paham jumhur ulama adalah hukumnya sunnah, hal ini di pahami dari sabda Nabi yang berasal dari Anas ibnu Malik menurut penukiran yang muttafaq „alaih:

َع ِِْأََّ ٍظ َِبٍِِاىِ ِل َِس ِض َٜ ََِّّللاُ َِع ُْٔ,ِأَ َُِّاىَّْبِ َّٜ َِطيَّ َّىاَّللُ َِعيَ ْٞ ِٔ َِٗ َعيَّ ٌَ َ:ِسأَِٙعيَ َِٚع ْب ِذ ِْاىشَّح َ ِِِ ِّ ْب َِع ْ٘ ٍفِأَثَ َش َِط ْف َش ٍةِفَقَ َاه َ:ٍِإَِ َز؟ِقَ َاه:َِٝ َاِس ُع ْ٘ ُه ََِّّللاِِاِِِّّٜحَ َض َِّٗ ْصِ ُث ِْاٍ َشأَةً َِعيَ َِٚٗ ْص َُِِّ َ٘ ٍاةِ ٍِ ِْ َِرَٕ ِبِقَ َاه:ِبَ َاس َك ََِّّللاُِىَ َل.ِاَ ْٗىِ ٌْ َِٗىَ ِْ٘بِ َش ٍاة.ِ)سٗآِاىبخشٍِِٛٗغيٌ(

Artinyah : Anas bin Malik RA menceritakan, bahwa Nabi SAW melihat bekas kuning pada kain Abdur Rahaman bin Auf, maka beliau bertanya,

14 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahiih al-Jaami‟ Ash- Shaghiir , Juz XVI (No. 2419), Ahmad (No. 175), h., 205. 15 Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah, Fiqhi Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), h., 518. 18

‚Apa ini?‛ Jawabnya, ‚sesungguhnya, saya wahai Rasulullah baru menikahkan anak perempuan saya dengan maskawinnya sebesar biji korma emas‛. Jawab Rasulullah, ‚Semoga Allah memeberkatinya bagi engkau dan adakah kendurinya walau dengan seekor kambing‛. (H.R. Bukhori dan Muslim).16

Perintah nabi untuk mengadakan walimah dalam hadis ini tidak mengandung arti wajib, tetapi hanya sunah menurut jumhur ulama karena yang demikian hanya merupakan tradisi yang berlaku di kalangan Arab sebelum Islam datang. Pelaksanaan walimah masa lalu diakui oleh Nabi untuk dilanjutkan dengan sedikit perubahan dengan menyesuaikannya tuntutan Islam.17

C. Waktu Pelaksanaan Walimah al-„ursy

Dalam hal pelaksanaan walimah muncul beberapa pendapat, seperti waktu akad, setelah akad, ketika malam pengantin, atau setelahnya. Yang tepat jamuan ini pada malam pengantin atau setelahnya, bukan pada waktu akad, merujuk pada hadits riwayat Anas mengenai perkawinan Rasuluwllah SAW dengan Zainab, “Nabi SAW bersama pengantinnya (Zainab binti Jahsy) lalu beliau mengundang orang-orang dan merekapun menyantap Makanan...”18

Sebagian ulama mengatakan, waktunya bebas terhitung sejak akad nikah hingga berakhirnya proses perkawinan.19

D. Hukum Menghadiri Walimah al-„ursy

Untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka orang yang diundang walimah al-„ursy wajib

16 Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 5, (Dar al Kutub al- Ilmiyah, 1994), h., 75. 17 Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007 Cet. 2), h., 156. 18 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2), h., 285. 19 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2), h., 285. 19

mendatanginya.20 Sebagaimana jumhur ulama berpendapat menghadiri undangan perkawinan hukumnya wajib, kecuali ada udzur.21 Mereka mengacu pada dalil- dalil sebagai berikut:

Rasulullah SAW bersabda:

عَِ’عَبذَِِّللاِِبُِِعَََشَِ ِسضََِّٜللاِعََُْْٖاَ.ِ َِّأ َ ِعٌُ٘ َِس ُه َّللاَِطَيََِّّٚللاِعَيَِِْٞٔ َ ِعَّيٌََِقاَِٗ عَِِٜهِ:ِإِ َر ُِاد ِحَذُِأَِ ُ ِىَِٚم ٌِْإِ ْىَ٘ىََِْٞتِِِفَيَْٞﺄِْحَِٖاِا )سٗآِ سٙ(بخاىا

Artinyah: ” Abdullah bin Yusuf telah menceritakan pada kami, Malik, dari Nafi‟ mengkhabarkan dari Abdullah bin Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Apabila diundang salah satu dari kalian semua pada walimah, maka hendaklah kamu memenuhinya”. (H.R Bukhari)22

Hadis Abu Hurairah,

َّعِِابِٜٕشٝشةِاُِِسع٘هَِّللا َِّطيَِّٜللا َِعيِٞٔٗعاًِقاه:ِٗ ٍَ ِِْحَ َش َك َِّاىذ ْع َ٘ةَِفَقَ ْذ َع َظ َِّّٜللاُِ َٗ َس ُع ْ٘ىَُِٔ)سٗآِاىبخشٛ(ِ

Artinya: “Barangsiapa mengabaikan undangan, maka ia telah bermaksiat (durhaka) kepada Allah dan Rasul-Nya.23

Hadis Bukhari

َٗعِْٔأَِّسع٘ال ََّللِ)ص(ِقاه:ِى٘دعٞجِاىِٚمشاعِالِجبجِٗى٘إِذِٛاىِٜرساعِىقبيجِ )سٗآِاىبخشٙ(

Artinyah: “Nabi Muhammad Saw, bersabda “andaikata aku diundang untuk makan kambing, niscaya aku datangi, dan andaikata aku dihadiahi kaki depan kambing, niscaya aku terima.” (HR. Bukhari).24

20 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), h.,50. 21 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2), h., 286. 22 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz VI, (Beirut: Dar al-Kutub, t.th.), h., 470. 23 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam.(Yogyakarta: UII Press 1999), h., 50. 20

Dalam hal ini, wanita bersetatus sama seperti pria, kecuali jika jamuan tersebut mencampur-baurkan kalangan pria dan wanita atau membuka peluang untuk berdua-duaan yang diharamkan. Jika demikian halnya, ia tidak boleh menghadirinya.25

Barangsiapa yang di undang jamuan makanan dan ia sedang berpuasa, maka baik peria maupun wanita tetap wajib memenuhi dan menghadiri undangan tersebut.26Jika kebetulan dia berpuasa sunah dan tuan rumah tidak keberatan maka menyempurnakan puasa lebih afdhal baginya. Tapi jika tuan rumah keberatan maka berbuka lebih afdhal.27

Sikap ini merujuk pada sabda Nabi SAW,

إِ َر ِاِادع َِٜأَ َح ُذِم ٌِْإِىَ َِٜط َع ٍاًِفَ ْيُٞ ِج ْب,ِفَإِ ُْ َِش َاءِحَ َش َكِ)سٗآِابخشِِٛٗاحَذ(

Artinyah: “Apabila salah seorang diantara kalian diundang ke sebuah jamuan makan, maka hendaklah ia memenuhinya. Jika mau, ia boleh makan, dan jika mau ia pun boleh meninggalkannya (tidak makan).”28

Dan juga sabda Nabi SAW,

إ َر ُاِد ِع َِٜأَ َح ُذ ُِم ٌِْفَ ْيُٞ ِج ْب,ِفَإِ ُْ َِم َاُ ٍُِ ْف ِط ًشاِفَ ْيَٞ ْط َع ٌْ َ,ِِٗإِ ُْ َِم َِ َِطائِ ًَاِفَ ْيُٞ َظ ِّو,ُِٝ ْعِْ ُِّٜاىذ َع َاءِِ )سٗآٍِغيٌ(

Artinyah: “Apabila seseorang dari kalian diundang makan, maka penuhilah undangan itu. Apabila ia tidak berpuasa, maka makanlah (hidangannya),

24 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam.(Yogyakarta: UII Press 1999), h., 50. 25 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2), h., 286. 26 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2), h., 287. 27 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i 2 (Jakarta: almahira, 2010 Cet. pertama), h., 531. 28 Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah, Fiqhi Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996 ) , h. 516. 21

tetapi jika ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mendo‟akan (orang yang mengundangnya)”. (HR. Muslim)29

Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-orang tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga sunnah. Misalnya, orang yang mengundang berkata, “wahai orang banyak! datanglah setiap orang yang kau temui.”30

Nabi Muhammad SAW, bersabda:

قاهِاّظِحضٗجِاىْبِٚ)ص(ِفذِخوِبإئِفظْعجِاٍِٚعيٌِٞحٞغاِفجعيخِٔفِٚح٘سِفقاىج:ِٝاِ َاخِٜارِٕبءِبِٔاىِٜسع٘هَِّللاِ)ص(ِفزٕبجِبِٔفقاه:ِضعٔ:ِثٌِقاه:ِادعِفالّاِٗفالّاٍِِِٗ ( َىقٞجِفذ َع٘ثٍِِِعٌٍِِٗءىقٞجِ)سٗإََغيٌ(

Artinya: “Anas berkata, “Nabi Saw, menikah lalu masuk bersama istrinya. Kemudian ibuku, Ummu Sulaim membuat membuat kue, lalu menempatkannya pada bejana. Lalu ia berkata, “wahai saudaraku, bawalah ini kepada Rasulullah Saw, lalu aku bawa kepada beliau. Maka, sabdanya “letakkanlah.” Kemudian, sabdanya lagi.”Undanglah si Anu dan si Anu, dan orang-orang yang kau temui.” Lalu, saya mengundang orang-orang yang disebutkan dan saya temui.” (HR. Muslim).31

Apabila enam syarat berikut terpenuhi maka mendatangi undangan walimah nikah hukumnya wajib. Namun untuk undangan di luar walimah nikah, enam sayarat ini hanya menimbulkan hukum sunah. Enam syarat itu adalah:

1. Undangan tersebut tidak di khususkan bagi kalangan berada, tanpa memerhatikan kaum dhuafa. 2. Tuan rumah mengundang pada hari pertama acara. Apabila dia mengadakan walimah selama tiga hari, lalu mengundang pada hari kedua

29 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam.(Yogyakarta: UII Press 1999), h., 50. 30 M.A Tihami dan Sohari Sahrani , Fiqih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Peres, 2013, Cet. 3), h., 134. 31 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT. Al Ma”arif, 1993), h.,69. 22

maka orang yang diundang tidak wajib datang. Jika dia mengundang pada hari ketiga, makruh hukumnya memenuhi undangan ini. Rasulullah SAW bersabda, “untuk jamuan menikah, jamuan hari pertama adalah hak, jamuan hari kedua adalah sunah, dan jamuan hari ketiga adalah sum‟ah. Baranag siapa melakukan sum‟ah, Allah akan menyiarkan aibnya.” 3. Shahibu hajat mengundang bukan karena takut kehilangan atau mengharapkan jabatan tertentu. Jika dia mengundang dengan dua alasan tersebut, orang yang diundang tidak wajib datang. 4. Poin ini memuat dua syarat, yaitu di tempat walimah tidak ada pihak yang dapat menyakiti orang yang diundang seperti musuh atau orang yang tidak tidak patut bersanding dengannya, misalnya orang yang berperangai rendah, demi menghindari mudharat duniawi maupun ukhrawi. 5. Tidak ada kemungkaran di tempat walimah, misalnya nyanyian, minuman keras, permadani sutra bagi undangan pria, patung, atau lukisan manusia atau makhluk hidup lainnya yang dipasang di atap, atau dinding rumah, bantal, kelambu, atau pakaian yang bertulisan sesuatu yang mungkar dan lain sebagainya. 6. Shahibul hajat hanya mengundang tamu muslim. Jika dia juga mengundang nonmuslim maka tidak wajib datang, karena khawatir terkena najis dan terjadi perubahan tercela.32

Meskipun seorang wajib mendatangi walimah, namun para ulama memberikan kelonggaran kepada yang diundang untuk tidak datang dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam walimah dihidangkan makanan dan minuman yang diyakininya tidak halal 2. Yang diundang hanya orang-orang kaya dan tidak mengundang orang miskin

32 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i 2 (Jakarta: almahira, 2010 Cet. pertama), h., 532. 23

3. Dalam walimah itu ada orang-orang yang tidak berkenan dengan kehadirannya 4. Dalam rumah tempat itu terdapat perlengkapan yang haram 5. Dalam walimah diadakan permainan yang menyalahi aturan Agama

Apabila walimah dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja, maka hukumya adalah makruh.33

َع ِِْأَبُِِٜٕ َش ْٝ َشةَِاَ َُّ َِس ُع ْ٘ ُه ََِّّللاِ َِطيَّ َِّّٚللاِ َِعيَ ْٞ ِٔ َِٗ َعيَِّ ٌَِقَ َاه َ:ش َشُِّط َع ِاً ِْاى َِ٘ىِ ْٞ َ ِتُِٝ ََْْ ُعَٖ َاٍِ َِِْٝﺄْحِ َْٖٞاِ َُٝٗ ْذ َعِٜاِىَ َْٖٞ َاٍِ ِِْٝﺄْبَإَ َاِٗ ٍَ ِِْىَ َُْٞ ِج ْب َِّاىذ ْع َ٘ةَِفَقَ ْذ َِع َض ََِّّللا َِٗ َس ُع ْ٘ىَُٔ.ِ)سِٗٓاىبخاسٍِٛٗغيٌ(

Artinyah : Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda:‚ Makanan yang paling jelek adalah pesta perkawinan yang tidak mengundang orang kaya yang ingin datang kepadanya (miskin), tetapi mengundang orang yang enggan datang kepadanya (kaya). Barang siapa tidak memperkenankan undangan, maka sesungguhnya durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. (HR. Bukhari dan Muslim) 34

E. Hikmah Walimah al-„ursy

Adapun hikmah dari disuruhnya di adaknnya walimahtul ursy ini dalam rangka pernikahn ini yaitu:

Hikmah pertama, bahwasanya walimah al-„ursy termasuk penyiaran dan pengumuman pernikahn. Sebab jika orang orang berkumpul di hidangan makanan ini yang diadakan untuk pasangan pengantin, maka ini merupakan pengumuman bagi pengantin, dan syariat menganjurkan agar pernikahan di umumkan hingga memperbolehkan pengumuman dan nyanyian-nyanyian selama selama hari-hari resepsi pernikahan di adakan.35

33 Slamet Abidin et all, Fiqh Munakahat 1,(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1994), h., 98. 34 Imam Muslim, Shohih Muslim Juz 5, (Dar Al Kutub Al Ilmiyah,1994), h., 98. 35 Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita Menurut Al- Quran dan As-Sunnah (Jakarta Timur: akbarmedia, 2009 Cet. pertama), h., 324. 24

Hikmah kedua, adalah bahwasanya waimatul ursy merupakan pintu syukur atas nikmat Allah yang telah memberi kemudahan dalam pernikahan karena tidak semua orang mendapatkan kemudahan untuk melangsungkan pernikahan. Biasanya lantaran ketiadaan dana, tidak ada orang yang menikahkannya dan bisa lantaran tidak ada kenikmatan dimana orang yang tidak memiliki syahwat dalam pernikahan ini.36

Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk memberi tahukan terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkawinan.37

36 Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita Menurut Al- Quran dan As-Sunnah (Jakarta Timur: akbarmedia, 2009 Cet. pertama), h., 324 37 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Pranada Group, 2006), h.,157. BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN RANGKASBITUNG KABUPATEN LEBAK A. Gambaran Umum Kecamatan Rangkasbitung

Rangkasbitung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak dan juga merupakan ibu kota dari Kabupaten Lebak yang berada di Provinsi Banten. Kecamtan Rangkasbitung berbatasan dengan Kabupaten di sebelah utara, Kecamatan Cimarga di sebelah selatan, Kecamatan Cibadak di sebelah barat, dan Kecamtan Maja di sebelah timur. Kecamatan Rangkasbitung terletak di antara 6° 21' 17" LS dan 106° 14' 50" BT. Kecamatan Rangkasbitung meliputi 16, antara lain Rangkasbitung Barat, Rangkasbitung Timur, Muara Ciujung Barat, Cimangeungteung, Citeras, Kolelet Wetan, Mekarsari, Nameng, Pabuaran, Pasirtanjung, Sukamanah, Muara Ciujung Timur, Jatimulya, Cijoro Pasir Dan Cijoro Lebak.1

Sumber: KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014

1 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,1.

25

26

B. Letak Geografis

Kecamatan Rangkasbitung merupakan salah satu kota dari beberapa kota yang tergabung dalam wilayah. Kecamatan Rangkasbitung ini mempunyai garis batas wilayah yaitu :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Serang b. Sebelah Selatan : Kecamatan Cimarga c. Sebelah Barat : Kecamatan Cibadak d. Sebelah Timur : Kecamatan Maja

Tabel.1

letak Geografis dan Letak Desa di Kecamatan Rangkasbitung

Bukan Pesisir, Letak Geografis Letak Desa Maka. 1. Pesisir/Tepi 1. Lembah/DAS 1. Dalam Laut 2. Kawasan Hutan No Desa 2. Bukan Pesisir Lereng/Punggung 2. Tepi Kawasan Buki Hutan 3. Dataran 3. Luar Kawasan Hutan

1 Pasir Tanjung 2 3 3 2 Rangkasbitung Timur 2 3 3 3 Rangkasbitung Barat 2 3 3 4 Muara Ciujung Timur 2 3 3 5 Jatimulya 2 3 3 6 Cimangeunteung 2 3 3 7 Citeras 2 3 3 8 Mekarsari 2 3 3 9 Nameng 2 3 3 10 Kolelet Wetan 2 3 3 11 Sukamanah 2 3 3 12 Pabuaran 2 3 3 13 Cijoro Pasir 2 3 3 27

14 Cijoro Lebak 2 3 3 15 Muara Ciujung Barat 2 3 3 16 Narimbang Mulya 2 3 3 Sumber: Kantor Kecamatan Rangkasbitung Tahun 20132

C. Struktur Demografis

Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Rangkasbitung, jumlah penduduk secara keseluruhan tercatat sebanyak 120.808 jiwa dengan 34.271 keluarga. Jumlah penduduk tersebut apabila diklasifikasikan menurut beberapa faktor adalah sebagai berikut :

a. Jumlah Keluarga, Penduduk, dan Sex Rasio di Kecamatan Rangkasbitung.

Dari data yang didapat penulis dari lapangan, jumlah penduduk laki-laki

sebanyak 62.030 dan perempuan sebanyak 58.778. Masyarakat Kecamatan Rangkasbitung tidak terlalu berbeda jauh antara jumlah laki-laki dan perempuan atau tidak ada keterpautan yang terlalu mencolok diantara keduanya. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel. 2 Jumlah Keluarga, Penduduk, dan Sex Rasio di Kecamatan Rangkasbitung

Penduduk Sex No DESA Keluarga Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio

1 Pasir Tanjung 1.648 2.408 2.229 4.637 108 2 Rangkasbitung Timur 3.100 4.852 4.617 9.469 105 3 Rangkasbitung Barat 1.997 3.537 3.487 7.024 101 4 Muara Ciujung Timur 5.284 10.454 10.222 20.675 102 5 Jatimulya 1.903 3.428 3.237 6.665 106 6 Cimangeunteung 1.612 2.701 2.461 5.162 110 7 Citeras 2.005 3.479 3.226 6.705 108 8 Mekarsari 1.710 2.972 2.764 5.736 108

2 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,3.

28

9 Nameng 1.789 3.390 3.172 6.562 107 10 Kolelet Wetan 1.162 1.849 1.765 3.614 105 11 Sukamanah 1.139 2.210 2.046 4.256 108 12 Pabuaran 1.326 2.375 2.189 4.564 108 13 Cijoro Pasir 2.687 4.971 4.652 9.623 107 14 Cijoro Lebak 2.865 5.910 5.594 11.504 106 15 Muara Ciujung Barat 2.526 4.812 4.498 9.311 107 16 Narimbang Mulya 1.518 2.682 2.618 5.300 102 Jumlah 34.271 62.030 58.778 120.808 106 Sumber: Proyeksi Penduduk Tahun 20133

Dari data jumlah penduduk tersebut, penduduk terbanyak berada di desa Muara Ciujung Timur, yaitu laki-laki 10.454 penduduk dan perempuan 10.222 penduduk dengan jumlah keseluruhan berjumlah 20.675 penduduk.

b. Klasifikasi jumlah penduduk menurut Agama

Masyarakat Kecamatan Rangkasbitung memiliki 6 agama yang dipercaya dan mayoritas masyarakat menganut agama Islam. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel. 3 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Agama Konghu No Desa Islam Kristen Katolik Hindu Budha Jumlah cu 1 Pasir Tanjung 4.637 0 0 0 0 0 4.637 Rangkasbitung 2 9.434 35 0 0 0 0 9.469 Timur Rangkasbitung 3 7.017 7 0 0 0 0 7.024 Barat Muara Ciujung 4 19.946 398 331 0 0 0 20.675 Timur

3 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,23.

29

5 Jatimulya 6.050 176 116 53 46 224 6.665 Cimangeunteu 6 5.162 0 0 0 0 0 5.162 ng 7 Citeras 6.698 7 0 0 0 0 6.705 8 Mekarsari 5.736 0 0 0 0 0 5.736 9 Nameng 6.557 0 5 0 0 0 6.562 10 Kolelet Wetan 3.610 4 0 0 0 0 3.614 11 Sukamanah 4.251 5 0 0 0 0 4.256 12 Pabuaran 4.564 0 0 0 0 0 4.564 13 Cijoro Pasir 9.349 47 29 0 198 0 9.623 14 Cijoro Lebak 11.214 204 44 0 36 6 11.504 Muara Ciujung 15 8.391 225 257 1 437 0 9.311 Barat Narimbang 16 5.266 30 0 0 4 0 5.300 Mulya Jumlah 117.882 1138 782 54 721 224 120.808 Sumber: Desa (Pendataan tahun 2013)4

Tabel. 4

Jumlah Masjid, Mushola, Greja Kristen, Greja Katolik, Pura dan Klenteng di Kecamatan Rangkasbitung

Gereja Gereja Klente No Desa Masjid Mushola Pura Kristen Katolik ng 1 Pasir Tanjung 5 10 0 0 0 0 2 Rangkasbitung Timur 18 15 0 0 0 0 3 Rangkasbitung Barat 8 9 0 0 0 0 4 Muara Ciujung Timur 10 30 0 0 0 1 5 Jatimulya 7 14 0 0 0 0 6 Cimangeunteung 5 12 0 0 0 0 7 Citeras 8 12 0 0 0 0 8 Mekarsari 8 25 0 0 0 0 9 Nameng 6 10 0 0 0 0

4 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,56. 30

10 Kolelet Wetan 4 5 0 0 0 0 11 Sukamanah 4 12 0 0 0 0 12 Pabuaran 5 6 0 0 0 0 13 Cijoro Pasir 9 19 0 0 0 0 14 Cijoro Lebak 8 16 0 0 0 0 15 Muara Ciujung Barat 6 14 3 1 0 0 16 Narimbang Mulya 5 14 0 0 0 0 Jumlah 111 209 3 1 0 1 Sumber: KUA Kecamatan Rangkasbitung5

Tabel. 5

Jumlah Kejadian Pernikahan dan Perceraian di Kecamatan Rangkasbitung

Pernikahan Perceraian No Desa KUA. Kec KUA. Kec Desa 1 Pasir Tanjung 63 1 0 2 Rangkasbitung Timur 124 15 0 3 Rangkasbitung Barat 127 18 0 4 Muara Ciujung Timur 252 47 0 5 Jatimulya 75 12 0 6 Cimangeunteung 53 0 0 7 Citeras 114 7 0 8 Mekarsari 87 7 0 9 Nameng 85 4 0 10 Kolelet Wetan 54 3 0 11 Sukamanah 79 5 0 12 Pabuaran 61 2 0 13 Cijoro Pasir 125 15 0 14 Cijoro Lebak 202 10 0 15 Muara Ciujung Barat 117 17 0 16 Narimbang Mulya 51 6 0 Jumlah 1.669 169 0 Sumber: KUA Kecamatan Rangkasbitung.6

5 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,57. 31

c. Klasifikasi jumlah penduduk menurut mata pencaharian

Mayoritas mata pencaharian masyarakat Kecamatan Rangkasbitung adalah sebagai nelayan. Meskipun ada yang bekerja sebagai petani ataupun pedagang, akan tetapi jika tidak dalam musim bercocok tanam, mereka ikut bekerja sebagai nelayan.

Tabel I6

Jumlah Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Rangkasbitung

No Desa Petani Buruh Tani Perikanan Nelayan 1 Pasir Tanjung 446 389 0 0 2 Rangkasbitung Timur 206 395 0 0 3 Rangkasbitung Barat 78 235 0 0 4 Muara Ciujung Timur 62 122 0 0 5 Jatimulya 50 186 0 0 6 Cimangeunteung 504 376 0 0 7 Citeras 612 500 0 0 8 Mekarsari 569 206 0 0 9 Nameng 282 282 0 0 10 Kolelet Wetan 304 425 0 0 11 Sukamanah 388 131 0 0 12 Pabuaran 375 372 0 0 13 Cijoro Pasir 107 198 0 0 14 Cijoro Lebak 54 45 0 0 15 Muara Ciujung Barat 61 38 0 0 16 Narimbang Mulya 115 297 0 0 Jumlah 4.213 4.197 0 0 Sumber: Desa (Pendataan tahun 2013).7

6 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,58. 7 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,37. 32

Tabel I6

Jumlah Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Rangkasbitung

PNS Sipil Home No Desa Pedagang Lainnya Jumlah TNI/Polri Industri 1 Pasir Tanjung 6 61 155 591 1.648 Rangkasbitung 2 428 145 355 1.571 3.100 Timur Rangkasbitung 3 252 172 319 941 1.997 Barat Muara Ciujung 4 1.297 243 2.872 688 5.284 Timur 5 Jatimulya 152 180 382 953 1.903 6 Cimangeunteung 85 412 212 23 1.612 7 Citeras 60 162 148 523 2.005 8 Mekarsari 30 336 329 240 1.710 9 Nameng 47 291 191 696 1.789 10 Kolelet Wetan 17 23 114 279 1.162 11 Sukamanah 17 75 274 254 1.139 12 Pabuaran 21 95 201 262 1.326 13 Cijoro Pasir 121 208 514 1.539 2.687 14 Cijoro Lebak 253 168 1.693 652 2.865 Muara Ciujung 15 886 76 806 659 2.526 Barat Narimbang 16 170 28 134 774 1.518 Mulya Jumlah 3.842 2.675 8.699 10.645 34.271 Sumber: Desa (Pendataan tahun 2013)8

8 KSK Rangkasbitug BPS Kabupaten Lebak, Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 (Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014), h.,37. BAB IV

MOTIF PELAKSANAAN DAN ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WALIMAH AL-‘URSY DI KECAMATAN RANGKASBITUNG

A. Praktik Walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung

Sebuah kehidupan di masyarakat merupakan kehidupannya yang disertai kebersamaan yang terdiri dari kelompok atau warga-warganya hidup dalam lingkungan tersebut berjangka panjang sehingga dalam lingkungan kehidupan tersebut dapat menghasilkan sebuah kebudayaan dan tradisi tersendiri. Masyarakat merupakan satu sistem sosial yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan internasional maupun hubungan antar kelompok sosial.1 Begitupun dengan pernikahan, terjadinya pernikahan salah-satu dampak dari interaksi sosial yang diawali dengan kedekatan dan ketergantungan dalam kehidupan.

Pernikahan menurut adat adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan derajat dan urusan pribadi, satu sama lain dalam hubungannya yang sangat berbeda-beda. Dalam pandangan masyarakat, hukum merupakan satu kesatuan susunan rakyat yang terdiri dari masyarakat, dusun dan wilayah. Dengan demikian pernikahan adalah salah satu peristiwa penting dalam prosesnya masuk seseorang menjadi bagian masyarakat itu, jika seorang yang masuk dalam ikatan masyarakat hukum maka ia wajib mematuhi kebiasaan dan aturan-aturan yang berlaku didaerah tersebut.2

Sebagaimana hasil observasi menunjukkan, mayoritas masyakat di Rangkasbitung dalam mengadakan resepsi pernikahan (walimah-al‟ursy) dilakukan pesta besar-besaran adapula dilakukan secara sederhana dengan sedikitnya memotong beberapa ekor ayam. Pada dasarnya walimah al-„ursy sudah sering dilakukan turun-temurun dari jaman nenek moyang, akan tetapi tentu saja

1 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1981), h., 106. 2 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, cet. Ke-27, 1995), h., 23.

33

34

tradisi dari nenek moyang tersebut didasarkan atas ajaran agama islam. Mengingat masyarakat Rangkasbitung mayoritas beragama Islam, maka mereka memandang suatu walimah al-„ursy adalah anjuran agama Islam. 3

Dalam praktiknya, pelaksanaan walimah al-„ursy di suatu daerah memiliki perbedaan tersendiri yang didasarkan atas adat yang berkembang dan tradisi keluarga. Perbedaan tersebut timbul dikarenakan tidak adanya kejelasan secara terperinci atas pelaksanaan walimah tersebut. Namun agama hanya menekankan urgensi pelaksanaan walimah.4

Meskipun pelaksanaan walimah di setiap daerah berbeda-beda akibat pengaruh adat dan tradisi yang berkembang di masyarakat, pelaksanaan walimah sudah semestinya tidak bertentangan dengan atuan-aturan agama.5 Sebagaimana pada faktanya, Islam merupakan agama bagi 207.176162 masyarakat Indonesia.6 Hal demikian sudah tidak mengherankan jika terdapat unsur-unsur syari‟at Islam dalam pelaksanaan walimah.

Berdasarkan hukum Islam, Jumhur Ulama berpendapat bahwa pelaksanaan walimah al-„ursy adalah sunah, namun terdapat ulama yang menyatakan bahwa pelaksanaan walimah al-„ursy adalah wajib bagi setiap orang yang melangsungkan pernikahan.7 Namun demikian dalam memenuhi undangannya adalah wajib. Hal demikian diperkuat dengan adanya pernyataan secara jelas

3Burhanudin, Masyarakat Kampung Curug Tutul, Interview Pribadi, (Citeras: Rmah 4 Juni 2018). 4Sukarsah, Masyarakat Desa Citeras, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah) 2 Juni 2018. 5 Burhanudin, Masyarakat Kampung Curug Tutul, Interview Pribadi, (Citeras: Rmah 4 Juni 2018). 6 Badan Pusat Statistik, “Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut Indonesia2010”[dataonline];tersediadihttps://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=3 21; Internet; diakses pada 23 Juni 2018. 7Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet. Ke 38), h., 397. 35

bahwa orang yang tidak mau menghadiri undangan telah berbuat maksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.8

Pada faktanya yang terjadi di masyarakat Rangkasbitung dalam tradisi walimah al-„ursy, terdapat beberapa hal yang menarik jika dilihat dari beberapa motif yang mendasarinya. Kemenarikan motif tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat terhadap pelaksanaan walimah tersebut. Maka tidak lah aneh jika menemukan pelaksanaan walimah pada pelaksanaannya berbeda-beda.

Dari hasil observasi penulis, pelaksanaan walimah telah menjadi keniscayaan dalam resepsi pernikahan apakah walimah tersebut dilaksanakan secara sederhana hanya dengan pemotongan ayam ataupun secara besar-besaran (meriah dan mewah). Kesedarhanaan dan kemewahan pada pelaksanaan walimah tersebut didasarkan atas kemampuan ekonomi maupun kesediaan kerabat dalam membantu. Lebih dari itu terdapat beberapa motif yang menekankan bahwa pelaksanaan walimah merupakan suatu resepsi yang sakral dan sekali seumur hidup sehingga tidak segan-segan untuk melaksanaannya secara besar-besaran.

Terkait dengan hal pendanaan, pada dasarnya masyarakat Rangkasbitung tidak menekankan beban biaya walimah hanya kepada salah satu pihak mempelai saja. Namun demikian di luar kebiasaan tersebut, terdapat juga praktik penekanan biaya yang hanya ditekankan pada satu pihak saja (kepada mempelai laki-laki), akan tetapi hal tersebut bersifat minoritas. Ketersediaan pendanaan yang digunakan oleh pihak yang terlibat dalam walimah dapat berasal dari berbagai sumber pendanaan seperti tabungan, hutang, maupun sumbangan.9

Dalam resepsi yang sakral tersebu (walimah), terdapat beberapa kebutuhan pokok maupun pendukung dalam mempersiapkan pelaksanaan walimah al-„ursy. Sudah menjadi suatu kebiasaan bahwa pihak laki-laki menyiapkan dan menyerahkan segala keperluan yang dibutuhkan dalam walimah sekurang-

8Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah, Fiqhi Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), h., 518. 9Aang Hanafiah, Ketua Rukun Warga Citeras.005, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 3 Juni 2018). 36

kurangnya dua minggu sebelum pelaksanaan. Keperluan pendanaan, berupa uang, biasa diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai wania sebelum pelaksanaan walimah dilangsungkan. Berbeda dengan keperluan yang berupa kebutuhan pokok atau hasil bumi, pihak mempelai laki-laki biasa memberikannya kepada pihak mempelai perempuan pada awal permulaan berlangsungnya acara walimah tersebut. Kata “seserahan” menjadi istilah bagi masyarakat Rangkasbitung dalam menyebut keperluan maupun kebutuhan yang diserahkan kepada pihak mempelai wanita.10

Dalam porsi pelaksanaan walimah tersebut, pihak mempelai wanita memiliki peranan dalam mengolah dan mengelola “seserahan” tersebut. Sebagai contoh dari pengelolaan dan pengolahan tersebut tercermin direfleksikan melalui pembuatan tempat acara, pemesanan dan penyebaranundangan, mempersiapkan makanan untuk menjamu tamu undangan yang hadir dan merancang susunan acara walimah. Pada praktik kebiasaan masyarakat Rangkasbitung, undangan walimah tidak hanya ditujukan bagi keluarga atau kerabat dekat saja.

Namun demikian, undangan ditujukan juga bagi tetangga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Undangan yang disebar oleh sebagian besar di pihak mempelai wanita dan sebagian kecil di pihak laki-laki tersebut bertujuan untuk mengumumkan atas berlangsungnya pernikahan. Dengan demikian pihak yang telah menerima undangan tersebut memiliki kepentingan untuk dapat hadir dalam acara walimah sekaligus di dalamnya tamu undangan memberikan sumbangan berupa barang ataupun uang.11 Berkaitan dengan jenis sumbangan yang diberikan, terdapat beberapa jenis sumbangan yang diberikan oleh para undangan dan kerabat yang meliputi kado, uang dalam bentuk amplop, dan bahan-bahan sembako (sembilan bahan pokok).12

10Anjun, Masyarakat Kampung Tanjong, Interview Pribadi, (Cijoro Pasir: Rumah 4 Juni 2018). 11Hendra, Masyarakat Kampung Cicuyuh, Interview Pribadi, (Cimanggeunteung: Rumah 4 Juni 2018. 12Arman, Masyarakat Desa Nameng, Interview Pribadi, Nameng 4 Juni 2018. 37

Mengacu pada tempat pelaksanaanya, masyarakat Rangkasbitung mengutamakan pelaksanaan walimah al-„ursy dilaksanakan di kediaman pihak mempelai wanita, namun demikian tidak menutup kemungkinan pelaksanaan walimah tersebut dilaksanakan di kediaman pihak laki-laki dengan berbagai pertimbangan yang ada. Di samping itu, merujuk pada waktu pelaksanaan walimah, Aang Hanafiah, Ketua Rukun Warga 005 Desa Citeras, menerangkan bahwa masyarakat biasa melaksanakan acara Tahlilan maupun Yasinan malam hari sebelum akad nikah berlangsung.13 Namun, KH. Basyir menyebtukan bahwasanya hal demikian tidak termasuk ke dalam susunan walimah, namun lebih dipandang sebagai bagian dari sedekah.14

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mulyadi Sekretaris Desa Citeras, suatu resepsi pernikahan sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat dengan pelaksanaan secara besar-besaran maupun sederhana, meskipun sebagian masyarakat melakukannya dengan cara berhutang. Penerimaan pendanaan ataupun keperluan bagi pelaksanaan walimah dari masyarakat kepada shohibul hajat (pihak yang mengadakan walimah) merupakan suatu hal yang biasa terjadi sebagai interaksi dalam pelaksanaan walimah. Terlepas dari pada itu terdapat beberapa kepentingan di dalamnya apakah itu terkait dengan sodakoh, hutang, ataupun sebagai bentuk “nyambungan” yang merupakan istilah bagi kontribusi yang diharapkan dapat kembali didapat oleh pemberi dana atau keperluan di kemudian hari pada momen yang sama.15

Terdapat perbedaan di antara pelaksanaan walimah di wilayah perkotaan dan pedesaan. Hal demikian di jelaskan oleh Arif Setiawan, Penghulu Kecamatan Rangkasbitung, bahwa pelaksanaan walimah di perkotaan dipandang lebih simpel dibandingkan dengan pelaksanaan walimah di pedesaan. Maksud dari sifat “simpel” tersebut merujuk pada tradisi atau kebiasaan yang berlaku. Pelaksanaan

13Aang Hanafiah, Ketua Rukun Warga Citeras.005, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 3 Juni 2018). 14 K. H. Basyir, Tokoh Masyarakat Rangkasbitung, Interview Pribadi, (Citeras:Musholah 7 Juni 2018). 15 Mulyadi, Sekretaris Desa Citeras, Interview Pribadi, (Citeras: Kantor Desa Citeras 31 Mei 2018). 38

walimah diperkotaan, mayoritas sumbangan tidak ditujukan untuk pengharapan pengembalian. Berbeda dengan yang berlaku di desa, adanya hubungan kekeluargaan ataupun pertalian dengan kebiasaan yang berlaku memberikan kesan terhadap pemberian sumbangan sebagai wujud “patungan” yang merupakan suatu bentuk upaya gotong-royong dalam mewujudkan pelaksanaan suatu acara dengan pengharapan upaya tersebut dapat kembali terulang ketika dihadapkan pada momen yang sama.16

Mengingat dalam pelaksanaan suatu walimah melibatkan dua pihak kelurga yang berbeda, keputusan terkait dengan pelaksanaan walimah merupakan hasil dari keputusan bersama. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa terdapat permasalahan dalam pencapaian keputusan bersama demi terwujudnya pelaksanaan walimah. Dalam temuan peneliti di lapangan, terdapat fakta yang menyebutkan adanya permasalahan ketidakmampuan pihak laki-laki dalam memenuhi permintaan kebutuhan biaya walimah sebagaimana yang diajukan oleh pihak mempelai perempuan. Permasalahan tersebut berujung pada batalnya pelaksanaan walimah dikarenakan ketidakmampuan tersebut.17

Melalui penemuan fakta-fakta terkait dengan pendanaan walimah tersebut, penulis menemukan temuan bahwa adanya motif ekonomi yang merupakan motif lain yang melatarbelakangi permasalahan dalam walimah. Dari adanya fakta motif tersebut, muncul stimulasi terhadap lahirnya permasalahan-permasalahan lain seperti batalnya pernikahan, adanya pengharapan terhadap sumbangan yang diberikan oleh tamu undangan, munculnya motif-motif lain selain motif agama dalam pelaksanaan walimah. Dengan demikian, walimah yang dipandang sebagai perwujudan anjuran agama memiliki aspek-aspek ketidakmurnian dalam pelaksanaannya ketika terdapat motif-motif lain yang mendasari pelaksanaan walimah tersebut.

16Arif Setiawan, Penghulu Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, (Rangkasbitung: Kantor KUA Kecamatan Rangkasbitung 5 Juni 2018). 17 Abdul Muiz, Ketua Rukun Tetangga 002 Kampung Curug Tutul, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 5 Juni 2018). 39

B. Motif Pelaksanaan Walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung

Pada umumnya masyarakat Rangkasbitung menganggap bahwa pelaksanaan walimah al-„ursy merupakan suatu keniscayaan yang perlu dilaksanakan. Pada praktiknya tidak mempermasalahkan apakah pelaksanaan walimah tersebut dilaksanakan secara sederhana hingga dilaksanakan secara besar-besaran tergantung kepada motif yang mendasarinya. Mengacu pada motif yang mendasari pelaksanaan walimah di Kecamatan Rangkasbitung, peneliti menemukan motif-motif sebagai berikut:

1. Motif Agama

Sebagaimana telah penulis sampaikan pada BAB III, masyarakat Rangkasbitung sebagian besar memeluk ajaran agama Islam, dengan demikian syari‟at Islam memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pelaksanaan walimah di Rangkasbitung. Mengacu pada syari‟at Islam, pelaksanaan walimah merupakan hal yang dianjurkan ketika seseorang mengadakan perikahan. Adapun dalam pelaksanaannya, Islam lebih menganjurkan kepada kesederhanaan dan mengutamakan keberkahan serta rasa syukur kepada Allah SWT.18

Mengacu pada motif tersebut, penulis menemukan fakta dilapangan terkait dengan praktik pelaksanaan walimah yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan walimah secara sederhana. Sebagian besar walimah yang diadakan secara sederhana tersebut didasarkan atas anjuran agama yang menyebutkan pelaksanaan walimah yang dilakukan secara sederhana dengan mengharapkan keridhoan Allah SWT. Meskipun sebagian orang yang melaksanakan walimah tersebut tergolong pada tingkatan ekonomi yang tinggi.

18 Ustad Ukat, Tokoh Masyarakat Desa Citeras, Interview Pribadi, Citeras 2 Juni 2018.

40

b. Pelaksanaan walimah secara besar-besaran. Dalam hal ini walimah yang dilakukan secara besar-besaran tidak melibatkan aspek pemaksaan diri dikarenakan atas dasar kemampuan ekonomi yang mumpuni. Dengan selarasnya pelaksanaan walimah secara besar- besaran dengan kemampuan ekonmi yang mumpuni tersebut, maka motif dalam pengharapan sumbangan dari masyarakat yang hadir dipelaksanaan walimah tersebut jarang ditemukan. 2. Motif Tradisi

Mengingat tradisi masyarakat Rangkasbitung memiliki keterikatan erat dengan syari‟at Islam, maka pelaksanaan walimah al-„ursy yang merupakan tradisi nenek moyang turun-temurun perlu dilaksanakan. Jika mengacu pada usaha pelestarian tradisi, walimah al-„ursy dapat saja dilakukan oleh kalangan keluarga yang bukan pemeluk agama Islam. Berdasarkan nilai- nilai tradisi yang berkembang di masyarakat, pelaksanaan walimah menjadi momen yang sangat sakral untuk menyenangkan anaknya dan menghormati tamu yang datang atas momen yang terlaksanakan sekali dalam seumur hidup. Terlebihnya jika pernikahan itu yang pertama dilakukan mestinya pernikahan tersebut di adakan pesta19

Berdasarkan motif tersebut, peneliti menemukan dua jenis praktik walimah al-„ursy antaralain:

a. Pelaksanaan walimah secara sederhana. Pelaksanaan walimah ini tidak melibatkan unsur pemaksaan untuk melakukan walimah yang besar. Namun, pelaksanaan walimah sederhana ini lebih mendasarkan pada praktik kesederhanaan walimah yang dilakukan oleh orang-orang sebelumya, dalam artian terdapat unsur turun- temurun pada praktiknya. Kesederhaan tersebut bukan berarti akibat

19Didin, Staf Desa Mekarsari Bagian Bendahara, Interview Pribadi, (Mekarsari: Kantor Desa Mekarsari 2 Juni 2018.

41

pengaruh dari kondisi ekonomi pelaksana walimah, namun lebih dipengaruhi oleh kadar walimah sebelumnya (turun-temurun). b. Pelaksanaan walimah secaara besar-besaran. Pada praktik walimah ini, orang yang mengadakan walimah tersebut tidak merasa terbebani oleh kadar besarnya walimah tersebut dikarenakan kemampuan ekonomi yang mempuni. Hal demikian kadar walimah secara besar-besaran sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulunya dapat terlaksanakan tanpa adanya beban berat di dalamnya. Sedangkan masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi rendah maka dikembalikan pada sifat netralnya tradisi tersebut merujuk pada pada anjuran agama mengingat tradisi walimah tersebut berkembang didasarkan pada syari‟at agama. 3. Motif Sosial

Pelaksanaan walimah al-„ursy dalam pandangan masyarakat Rangkasbitung menjadi suatu keharusan, sehingga pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pelaksanaan walimah al-„ursy dipandang tidak sah menurut masyarakat. Walaupun pada dasarnya jika dikaitkan dengan hukum Islam, pernikahan tersebut tergolong sah dikarenakan syarat sahnya nikah menurut Jumhur Ulama dalam kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid sembilan menyebutkan rukun nikah adalah sighat (ijab dan qabul), istri, suami, dan wali.20 Sedangkan walimah menempati dua posisi hukum sebagaimana yang disebutkan oleh Jumhur Ulama sebagai hal yang sunnah dan sebagian ulama Zhahiriyah menganggap walimah sebagai suatu hal yang wajib dilaksanakan.21

Mengacu pada motif sosial tersebut, pelaksanaan walimah didasarkan atas dorongan untuk menghindari cemoohan oleh tetangga dan kerabat. Di samping itu, pelaksanaan walimah tersebut ditujukan untuk menghindari

20 Wahab Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid ke-9 (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 45. 21 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007, Cet. 2), h. 155. 42

pembicaraan isu-isu yang tidak benar adanya dan aktivitas membanding- bandingkan antara pernikahan yang disertai dengan walimah dan pernikahan yang tidak disertainya. Lebih jauh lagi, suatu pernikahan dapat dibatalkan oleh salah pihak orang tua mempelai jika tidak didapatinya pelaksanaan walimah al-„ursy. Dalam konteks ini, pembatalan pelaksanaan walimah al- „ursy tersebut dapat dilatarbelakangi oleh adanya ketidakmampuan salah satu pihak dalam memenuhi biaya pelaksanaan walimah karena sifatnya yang sangat membebani sehingga tidak sanggup dalam memenuhinya. Dalam melakukan pelaksanaan walimah tersebut terdapat unsur pencerminan status sosial. Dengan demikian masyarakat Kecamatan Rangkasbitung mengharuskan untuk mengadakan resepsi pernikahan baik secara besar-besaran maupun sederhana.22

Menurut pengakuan Bapak Sanukri, dia melakukan resepsi pernikahan hanya semata-mata demi membuat bahagia anaknya. Meskipun tergolong orang dengan penghasilan yang pas-pasan, akan tetapi sebuah pernikahan baginya hanya dilakukan sekali seumur hidup, kenapa ketika mengadakan perayaan pernikahan tidak dilaksanakan dengan meriah sekalian saja, meskipun dengan berhutang. Jadi kebanyakan resepsi pernikahan yang berlebihan bukan kehendak dari kedua mempelai akan tetapi dari keluarganya masing-masing.23

Bagi pihak yang mengadakan walimah al-„ursy secara mewah, biasanya terdapat beberapa acara tambahan dalam resepsi tersebut seperti pengajian, mengadakan hiburan penyanyi dangdut maupun gambus yang bertujuan untuk meramaikan acara tersebut. Biasanya acara hiburan dimulai ketika pihak mempelai laki-laki sudah datang, akad nikah berlangsung hingga acara penyerahan selesai dilaksanakan. Durasi berlangsungnya acara tambahan dalam pelaksanaan walimah tergantung dari para undangan yang

22 Ayub, Staf Camat Rangkasbtung Bagian Kasi Pemerintah, Interview Pribadi, (Rangkasbitung: Kantor Kecamatan Rangkasbitung) 7 Juni 2018. 23 Sanukri, Masyarakat Kampung Cikumpul, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 4 Juni 2018). 43

hadir. Terlebih pada hiburan dangdutan, karena selain bayaran yang diterima dari tuan rumah, mereka juga mendapat saweran dari para undangan yang hadir di tempat tersebut. Khusus pada acara pengajian biasanya diadakan pada malam hari setelah selesai shalat isya.24

Merujuk motif yang berlaku tersebut, terdapat pengklasifikasian atas fakta dilapangan terkait dengan praktik pelaksanaan walimah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan walimah secaara sederhana. Dalam pelaksanaannya, pihak yang mengadakan walimah tidak memaksakan diri untuk membuatnya terlihat mewah atau besar-besaran, walaupan ada dalam keinginannya. Unsur yang terpenting dalam terlaksananya walimah tersebut adalah terhindar dari cemoohan orang lain dan tidak merasa di banding-bandingkan dengan yang pernah mengadakannya. b. Pelaksanaan walimah secaara besar-besaran. Pada praktik walimah yang dimaksud, orang yang mengadakan walimah secara besar- besaran tersebut memaksakan diri, khususnya bagi yang memiliki ketidakmampuan secara ekonomi, untuk membuatnya terlihat mewah atau besar-besaran. Dalam artian pihak penyelenggara walimah berusaha melebihi kemampuan ekonominya untuk melaksanakan walimah secara besar-besaran sehingga membuka peluang untuk berhutang. 4. Motif Ekonomi

Terdapat beberapa motif, sebagaimana yang telah disebutkan, yang melandasi pelaksanaan walimah, seperti: motif agama yang merupakan kepatuhan terhadap anjuran sunnah dalam agama Islam; motif tradisi yang ingin melestarikan pelaksanaan walimah yang dianggap sebagai tradisi turun temurun; motif sosial yang menginginkan agar terhindarnya

24Hermawan, Masyarakat Kampung Kolelet, Interview Pribadi, Kolelet Wetan 1 Juni 2018. 44

cemoohan orang dan isu-isu yang tidak benar di kalangan masyarakat. Penulis menemukan motif lain selain motif agama, tradisi dan sosial. Motif tersebut adalah motif ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan kalkulasi untung-rugi ataupun balik modal dalam pelaksanaan walimah.25

Cerminan dari kalkulasi untung-rugi ataupun balik modal tersebut direfleksikan melalui kalkulasi seberapa dana yang dia keluarkan dan seberapa banyak dana tersebut kembali melalui sumbangan tamu yang diundang dalam walimah tersebut. Jika demikian nyatanya fakta yang terjadi dilapangan sebagaimana yang peneliti temukan, maka status kehadiran tamu yang diundang dapat terwakili oleh adanya sumbangan dalam bentuk amplop. Dengan adanya kebiasaan seperti fakta dilapangan tersebut, terdapat tamu undangan yang hanya menitip sumbangan amplop sebagai perwakilan atas ketidakhadiran dirinya meskipun tidak terdapat udzur dalam ketidakhadirannya.26

Berdasarkan motif ekonomi tersebut, penulis mengklasifikasikan pelaksanaan walimah kedalam dua bentuk, antara lain:

a. Pelaksanaan walimah yang sederhana maupun besar-besaran dengan didasarkan atas motif eknomi tersebut akan menghasilkan peluang munculnya pengharapan keuntungan balik modal ataupun melebihi dari modal yang di keluarkan. b. Dalam praktik pelaksanaan walimah yang didasarkan atas motif ekonomi tersebut, penyampaian undangan tidak semata-mata mengharapkan kehadiran tamu yang diundang, namun juga terdapat pengharapan akan adanya sumbangan yang diberikan.27

25 K. H. Basyir, Tokoh Masyarakat Rangkasbitung, Interview Pribadi, (Citeras:Musholah 7 Juni 2018). 26 Abdul Muiz, Ketua Rukun Tetangga 002 Kampung Curug Tutul, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 5 Juni 2018). 27 Mulyadi, Sekretaris Desa Citeras, Interview Pribadi, (Citeras: Kantor Desa Citeras 31 Mei 2018). 45

C. Dampak Sosial Akibat dari Pelaksanaan Walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung

Sesungguhnya masyarakat Rangkasbitung menganggap bahwa walimah al- „ursy adalah sesuatu yang harus di lakukan, karena anjuran tersebut bersumber dari ajaran agama Islam dan sering di laksanakan oleh nenek moyang pada jaman dahulu. Maka mayoritas masyarakat Rangkasbitung selalu mengadakan wakimah pada pelaksanaan pernikahan, baik walimah tersebut diadakannya secara besar- besaran, maupun secara sederhana. Akan tetapi dengan perubahan jaman dan berkembangnya tradisi tersebut, maka terdapat suatu perubahan-perubahan dalam bentuk pelaksanaanya, perubahan tersebut di latarbelakangi dengan adanya motif- motif pada pelaksanannya. Sebagaimana yang telah di bahas sebelumnya terdapat empat motif, seperti motif agama, motif tradisi, motif sosial dan motif ekonomi. Dengan adanya motif-motif tersebut maka selain motif agama, mengakibatkan tumbuhnya dampak-dampak sosial yang di akibatkan dari pelaksanaan walimah yang di luar motif agama. Adapun dampak-dampak sosial akibat pelaksanaan walimah di luar motif agama sebagai berikut:

1. Dampak Sosial Terhadap Masyarakat yang Tidak Melaksanakan Walimah al-„ursy

Pelaksanaan walimah pada pernikahan memang di anjurkan oleh agama islam sebagaimana pendapat jumhur ulama hukumnya adalah sunnah, namun dengan tidak adanaya walimah bukan berarti menjadikan sebuah pernikahan tidak sah, karena walimah bukanlah bagian dari rukun sahnya pernikahan. Adapun rukun sahnya pernikahan sebagai berikur:

a. Adanya calon suami dan calon istri yang hendak melaksanakan pernikahan; b. Adanya wali dari pihak wanita; c. Adanya dua orang saksi; d. Sighat aqad nikah.28

28 Abdul Rahman Ghozali, MA. Fiqih Munakahat. (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2010), h.,46 46

Pada intinya walimah tidak bisa menjadi tolak ukur sahnya sebuah pernikahan, karena tidak ada kaitannya dengan rukun nikah. Maka seseorang di nyatakan sah dalm pernikahannya meskipun tidakdi sertai walimah. Meskipun walimah tersebut anjuran agama, namun dalam pelaksanaanya lebih mengarah pada kesederhanaan, sesuai keadaan dan kemampuan masing-masing.

Sebagaimana yang di katkan oleh Bapak Ayub, Jika pelaksanaan walimah hanya di sertai motif agama sebagaimana anjurannya, mka tidaklah menimbulkan dampak negatif yang di akibatkan adanya pelaksanaan walimah. Akan tetapi pada faktanya pelaksanaan walimah bukan hanya di dasari dengan motif agama, melainkan terdafatmotif-motif lain seperti motif tradisi, motif sosial, dan motif ekonomi. Sehingga bagi masyarakat yang melangsungkan pernikahan tanpa adanya walimah akan mendapatkan hal- hal yang kurang berkenan, seperti adanya cemoohan dan pembicaraan berupa perbandingan antara pernikahan yang di sertai walimah dengan yang tidak di sertainya. Maka sebab itu walimah al-„ursy di kalangan masyarakat seakan-akan adalah sebuah keharusan.29

2. Dampak Sosial Terhadap Masyarakat Tergolong Ekonomi Rendah

Berdasarkan motif lain yang di luar anjuran agama Islam yang berupa ksederhanaan dalam walimah maka terdapat dampak hutang setelah melaksanakan walimah. Pada dasarnya akibat tersebut yang berupa hutang di dasarkan dari kalangan ekonomi rendah yang memaksakan diri untuk mengadakan walimah secara besar-besaran. Dengan demikian terdapat masyarakata yang memaksakan diri untuk mengadakan walimah secara besar-besaran dengan cara medapatkan

29 Ayub, Staf Camat Rangkasbtung Bagian Kasi Pemerintah, Interview Pribadi, (Rangkasbitung: Kantor Kecamatan Rangkasbitung) 7 Juni 2018. 47

modal berhutang kepada sanak saudara, kerabat, teman dekat maupun tetangganya.30

Dengan cara seperti ini, terlalu memaksakan dirinya untuk mengadakan walimah secara besar-besara, maka berdampak adanya hutang. Akan tetapi dampak hutang bukan berarti muncul pada kalangan masyarakat yang tergolomg ekonomi rendah dan memaksakan dirinya untuk mengadakn walimah secara besar-besarn. Tetapi dampak hutang tersebut bisamuncul dari tradisi sumbangan-sumbangan yang diberikan masyarakat dengan cara mencatat jumalh yang disembangkannya. Dalam pemberian sumbangan dengan cara mencatat jumlah atau nilai yang di berikannya, tidak secara langsung bagi pewalimah di tuntut untuk membayarnya.31

Lebih lanjutnya dari permasalahan orang yang memaksakan diri mengadakan walimah secara besar-besaran deangan modal berhutang, dan pemberian sumbangan dengan cara di catat nilai pemberiannya yang mengakibatkan hutang-piutang. Maka penulis dapat membedakan pemahaman hutang tersebu menjadi dua bagian. Adapun arti pembagain tersebut sebagai berikut:

a) Hutang asli, yang di maksud hutang asli adalah berawal dari kalangan orang yang bereonomi rendah, namun memaksakan diri untuk mengadakan walimah dengan memperoleh modal dengan cara berhutang, baik berhutang kepada sanak saudara, kerabat, teman dekat maupun tetangganya. Maka dengan demikian sudah jelas bagi orang yang berhutang harus membayarnya di kemudian hari sesuai kesepakatan bersama.

30 Mukri, Ketua Rukun Tetangga 004, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 2 Juni 2018).

31 Sadiran, Tokoh Masyarakat Tanjong, Interview Pribadi, (Cijoro Pasir: Rumah 8 Juni 2018.

48

b) Hutang secara alami, adapun yang di maksud hutang alami adalah hutang yang berawal dari pemberian sumbangan yang dicatat jumlah nilainya. Tidak secara langsung subangan dengan cara di catat jumlah atau nilainya mengakibatan adanya hutang- piutang,walaupun tidak di sertai akad. 3. Bagi Masyarakat yang Tidak Memberikan Sumbangan

Dalam sebuah pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung terdapat tradisi sumbangan-sumbangan dengan tujuan untuk meringankan beban bagi yang melaksanakannyah. Namun pada sumbangan-sumbangan tersebut pada umumnya masyarakat menulis jenis dan jumlah sumbangan yang mereka berikan, seolah-olah hal tersebut bukanlah memberikan sumbangan, melainkan memberikan hutang yang harus dibayar oleh pewalimah. Pada paktanya yang terjadi di masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Doni bagi orang yang pernah mendapatkan sumbangan dalam acara walimah jika tidak bisa memberikan sumbangan atau dengan nilai yang tidak sama di kemudian hari maka akan tumbuh rasa malu, padahal orang tersebut tidak mampu untuk meberi sumbangan atau tidak bisa membalasnya dengan nilai yang serupa.32

D. Pendapat Ulama dan Tokoh Masyarakat Terhadap Praktik Walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung

Pada pelaksanaan walimah di masyarakat Rangkasbitung, mayoritas Ulama dan Tokoh masyarakat berpendapat bahwa, pada umumnya masyarakat melaksanakan pernikahan disertai dengan pelaksanaan walimah, baik secara besar-besaran maupun secara sederhana. Anjuran agama Islam sangat mempengaruhi masyarakat dalam pelaksanaan rangkaian pernikahan. Hal tersebut berdasarkan anjuran agama Islam sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW

32 Doni, Staf Desa Mekarsari Bagian Kasi Pemerintah, Interview Pribadi, (Mekarsari: Kantor Desa Mekarsari 2 Juni 2018. 49

َع ِِْأََّ ٍظ َِبٍِِاىِ ِل َِس ِض َٜ ََِّّللاُ َِع ُْٔ,ِأَ َُِّاىَّْبِ َّٜ َِطيَّ َّىاَّللُ َِعيَ ْٞ ِٔ َِٗ َعيَّ ٌَِ َ:ِسأَِٙعيَ َِٚع ْب ِذ ِْاىشَّح َ ِِِ ِّ ْب َِع ْ٘ ٍفِأَثَ َش َِط ْف َش ٍةِفَقَ َاه َ:ٍِإَِ َز؟ِقَ َاه:َِٝ َاِس ُع ْ٘ ُه ََِّّللاِِاِِِّّٜحَ َض َِّٗ ْصِ ُث ِْاٍ َشأَةً َِعيَ َِٚٗ ْص َُِِّ َ٘ ٍاةِ ٍِ ِْ َِرَٕ ِبِقَ َاه:ِبَ َاس َك ََِّّللاُِىَ َل.ِاَ ْٗىِ ٌْ َِٗىَ ِْ٘بِ َش ٍاة.ِ)سٗآِاىبخشٍِِٛٗغيٌ(

Artinyah: Anas bin Malik RA menceritakan, bahwa Nabi SAW melihat bekas kuning pada kain Abdur Rahaman bin Auf, maka beliau bertanya, ‚Apa ini? „Jawabnya, ‚sesungguhnya, saya wahai Rasulullah baru menikahkan anak perempuan saya dengan maskawinnya sebesar biji korma emas‛. Jawab Rasulullah, ‚Semoga Allah memeberkatinya bagi engkau dan adakah kendurinya walau dengan seekor kambing‛. (H.R. Bukhori dan Muslim).33

Eksistensi walimah dalam suatu rangkaian pernikahan bertujuan untuk mencegah fitnah bagi dua pihak yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Pernikahan kurang sempurna jika dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tanpa sebuah walimh al-„ursy (perayaan). Resepsi pernikahan (walimh al-„ursy) dalam Islam lebih ditekankan pada kesederhanaan, kemudahan, kebahagiaan, kesenangan (rasa syukur). Akan tetapi dalam bentuk pelaksanaannya berbeda- beda, hal tersebut didasarkan dengan tradisi yang berlaku di waktu lampau hingga saat ini. Tradisi yang berkembang dan berlangsung tersebut memberikan warna pada perbedaan di masyarakat pada bentuk pelaksanaan walimah.

Sebagaimana pendapat K.H. Jayadi, ketua MUI Rangkasbitung, beliau mengatakan bahwa idealnya pelaksanaan walimah secara pandangan agama adalah dilaksanakan secara sederhana dan sesuai dengan kemampuan bagi yang mengadakannya. Adapun walimah dalam anjuran agama Islam menempati posisi kedudukan hukum sunah.34

K.H. Jayadi meneruskan bahwa pelaksanaan walimah di kalangan masyarakat Rangkasbitung dikejawantahakan dalam berbagai sifatan, dalam artian pelaksanaan walimah yang sederhana maupun meriah. Hal demikian pada

33 Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 5, (Dar al Kutub al- Ilmiyah, 1994), h., 75. 34 K.H Jayadi, Ketua Umum MUI Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, Cijoro Pasir 7 Mei 2018. 50

dasarnya boleh dilakukan, namun dengan catatan tidak memaksakan diri dan tidak diiringi dengan sifat ria (ingin dipuji oleh oran lain). Mengacu pada pelaksanaan walimah yang didasarkan atas niatan ingin dapat pujian dari orang lain merupakan diluar konsep ajaran agama Islam, terlebih terdapat sebuah hiburan yang terkandung kemungkaran seperti dangdut, hal demikian dilarang oleh agama Islam.35

Dalam praktik pemberian sumbangan dalam pelaksanaan walimah, seseorang boleh saja menerima dan memberikan sumbangan guna membantu dan meringankan beban bagi yang melaksanakannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh K.H. Ahmad Fudholi, Tokoh Agama Rangkasbitung, menyebutkan bahwa pemberian sumbangan pada pelaksanaan walimah tidak masalah jika di niatkan untuk bersedekah, akan tetapi jika pemberian tersebut diniatkan untuk menghutangkan harus ada akad tersendiri.36 Senada dikatakan oleh K.H. Eeng Nuraini, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Bayan, beliau mengatakan seseorang boleh memberikan sumbangan akan tetapi tidak diperbolehkan jika diiringi dengan rasa pamrih (mencatat jumlah yang diberikan). Sumbangan yang diberikan dengan mencatat jumlahnya memberikan suatu beban kepada pewalimah untuk mengembalikannya di kemudian hari, terlebih dengan jumlah yang sangat besar.37

E. Analisis Hukum Islam Terhadap Motif Pelaksanaan Walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung.

Pada BAB ini penulis akan menjelaskan analisis motif pelaksanaan resepsi pernikahan di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak melalui peninjauan terhadap prespektif hukum Islam. Resepsi pernikahan yang dikaitkan dengan kebiasaan atau adat istiadat, dalam Islam di kenal sebagai Al-Urf. Berdasarkan hal

35 K.H Jayadi, Ketua Umum MUI Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, Cijoro Pasir 7 Mei 2018. 36 K.H. Ahmad Fudholi, Tokoh Masyarakat Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, Pabuaran 7 Mei 2018. 37 K.H. Eeng Nuraeni, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Bayan, Interview Pribadi, Nameng 5 Juni 2018. 51

tersebut, penulis akan menganalisis walimah sebagaimana mestinya yang terkandung di dalam Al-„Urf.

Secara etimologi, istilah “urf” didefinisikan sebagai suatu pandangan yang dinilai baik dan di terima oleh akal sehat. Al-„Urf atau yang dikenal sebagai adat istiadat yaitu sesuatu yang telah di yakini oleh mayoritas manusia. Suatu hal yang diyakini tersebut mencakup pada perkataan atau perilaku yang sering dilakukan sehingga tertanam di dalam jiwa dan diterima oleh akal dan pemikirannya.38 Sedangkan Al-Urf (adat) itu terbagi menjadi dua macam yaitu Adat yang benar dan adat yang rusak.

Pertama, adat yang benar tergolong ke dalam kebiasaan yang dilakukan manusia tidak bertentangan dengan dalil syara‟, tidak meghalalkan yang haram dan tidak membatalkan kewajiban. Kedua, adat yang rusak adalah kebiasaan yang dilakukan oleh manusia tetapi bertentangan dengan dengan syara‟, menghalalkan yang haram, atau membatalkan kewajiban.39

Al-„Urf, Menurut Abdul-karim zaidan, dibedakan menjadi dua macam:

1. al-Urf al-„Am (Adat kebiasaan umum), yaitu adat kebiasaan mayoritas dari berbagai negri di satu masa. 2. al-Urf al-Khas (Adat kebiasaan khusus), yaitu adat istiadat yang berlaku pada masyarakat negri tertentu.40

Beberapa persyaratan bagi Urf yang dapat menjadi landasan hukum, Abdul- Karim Zaidan Menyebutkan:

1. Urf itu harus termasuk „urf yang shahih dalam arti tidak bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan As-Sunnah.

38 Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi,(Jakarta, 2009), h. 167 39 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh dalam Kaidah Hukum Islam,(Jakarta, 2003), h., 117-118 40 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh dalam Kaidah Hukum Islam,(Jakarta, 2003), h., 117-118 52

2. Urf itu harus bersifat umum, dalam artian minimal telah menjadi kebiasaan mayoritas penduduk negeri itu. 3. „Urf itu harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan dilandaskan kepada urf itu. 4. Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait yang bertolak dengan kehendak „Urf tersebut, hal demikian jika kedua belah pihak yang berakad telah menyepakati untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang berlaku umum, maka yang dipegang adalah ketegasan itu, bukan ‟Urf.41

Suatu kebiasaan atau tradisi yang berkembang di lingukungan masyarakat dapat ditolelir sejauh tidak bertentangan dengan agama Islam yang telah ditetapkan dalam hukumnya. Sebagaimana pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung, data hasil temuan yang telah di paparkan sebelumnya dapat dinilai bahwasanya pelaksanaan walimah ditujukan dalam rangka menjalankan anjuran agama yang dianutnya. Di sisi lain, pelaksanaan walimah di masyarakat Rangkasbitung tidak lepas dari tradisi ataupun motif yang berkembang di lingkungan masyarakat, baik motif tersebut merupakan hal yang positif maupun negatif. Namun pada umumnya berbagai motif yang mendasari dalam walimah mengakibatkan terbentuknya perubahan-perubahan dalam pelaksanaan walimah. Akan tetapi dasar dari pelaksanaan walimah sebagai instrumen untuk megumumkan sebuah pernikahan yang dilangsungkan tetap menjadi dasar yang paling pokok dalam hal menghindari timbulnya fitnah di kemudian hari.

dijelaskan bahwa adat ”اىعادة ٍِﺤنَت“ Dalam kaidah fiqhiyah yang berbunyi dapat dipandang dalam Islam sebagai hukum. Oleh karena itu, ketetapan hukum itu dibuat sesuai dengan apa yang ditetapkan adat sepanjang adat tersebut tidak bertentangan dengan nash. Sebagaimana dalam taradisi walimah yang terjadi di masyarakat Rangkasbitung terdapat beberapa motif dalam pelaksanaanya. Adapun motif-motifnya sebagai berikut:

41 Satria Efendi, M.Zein, Ushul Fiqh,(Jakarta, 2005), h.156-157 53

a. Analisis Motif Ajaran Agama

Sesungguhnya tujuan dari walimh al-„urys adalah untuk memberitahu khalayak ramai bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Di samping itu sebagai perwujudan rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya pernikahan tersebut.42 Sedangkan makna yang terkandung dalam sebuah pelaksanaan walimah al-„urys adalah untuk mempererat hubungan silaturrahmi antara tuan rumah (pengundang) dengan para undangan yang di antaranya ada yang mempunyai status sebagai teman ataupun saudara.43

Sebagaimana dalam pandangan agama Islam bahwa walimah al-„ursy sangat dianjurkan, karna sebuah pernikahan merupakan peristiwa yang patut kita syukuri. Walimah al-„ursy memiliki makna yang sangat luar biasa itu sendiri dalam kehidupan amat luar biasa.44 Dengan demikian sudah sewajarnya orang Islam yang melaksanakan pernikahan dianjurkan untuk disertai dengan walimah, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

َع ِِْاََّ ٍظِقَ َاه َ:ٍِاِاَ ْٗىَ ٌَ َِس ُع ْ٘ ُه َِّّللاِ َِ)ص(ِعيَ َِٚش ْٜ ٍء ٍِِ ِِِّْ َغائِ ِٔ َ,ٍِاِاَ ْٗىَ ٌَ َِعيَ َِٚص َْْٝ ْبِ اَ ْٗىَ ٌَِبِ َش ٍاةِ)سٗآِاىبخشٍِِٙٗغيٌ(

Artinya: “Dari Anas, ia berkata “Rasulullah Saw, belum pernah mengadakan walimah untuk istri-istrinya, seperti beliau mengadakan walimah untuk Zainab, beliau mengadakan walimah untuknya dengan seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim).45

42Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), h.,1918. 43Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu Fiqh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1984), h., 62. 44Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm.156. 45Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm.49 54

Akan tetapi dalam pelaksanaannya Islam tidak memberatkan pelaksanaan walimah melebihi kemampuan yang dimiliki pelaksana, namun Islam menganjurkan untuk melaksanakan walimah sesuai dengan kemampuan pribadi. Maka dalam hal pelaksanaan ini tidak ada batasan maksimal dan minimalnya pelaksanaan walimah. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebagian masyarakat Rangkasbitung, mereka mengadakan walimah secara sederhana baik dari golongan orang mampu maupun tidak mampu, senantiasa mereka hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT. Kebiasaan tersebut tidaklah bertentangan dengan pemahaman agama, dikarenakan pada sifat minimal atau maksimalnya yang tidak dirincikan dalam anjuran agama, melainkan hal fundamental seperti pengharapan ridha Allah SWT yang dikandung dalam pelaksanaan walimah tersebut. b. Analisis Terhadap Motif Tradisi

Masyarakat Rangkasbitung adalah masyarakat yang sikap hidupnya mendasarkan pada adat istiadat atau tradisi dan tata cara Rangkasbitung, yaitu suatu tradisi atau tata cara hidup yang diwariskan oleh leluhurnya sejak berabad-abad lamanya. Sebagaimana halnya merujuk pada motif tradisi, terdapat beberapa bentuk pelaksanaan walimah yang didasarkan atas tradisi nenek moyang sebelumnya. Adapun pelaksanaan walimah tersebut yang di lakukan baik secara sederhana maupun secara besar- besaran, namun dengan tidak memaksakan diri, hal demikian berawal dari pemahaman anjuran agama Islam. Pemahaman tersebut pada mulanya أٗىٌِْ ِ َِٗىْْ٘ ِ“ bersumber dari hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi .”yang artinya “adakanlah walimah meskipun hanya seekor kambing ”بِشا ٍةِ Masyarakat terdahulu yang menginterpretasikan hadits tersebut sebagai anjuran dalam bagian perayaan pernikahan melangsungkan hal demikian (walimah) dengan dasar hanya menjalankan anjuran agama dan mengharap ridha Allah SWT. Begitupun dengan faktanya tidak ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan anjuran agama dalam praktik pelaksanaan walimah atas dasar motif tradisi tersebut. 55

c. Analisis Terhadap Motif Sosial

Anjuran pelaksanaan walimah dalam ajaran Islam mengarah kepada kesederhanaan dan keberkahan. Sebagaimana mengacu pada tujuan utamanya adalah ucapan rasa syukur terhadap karunia yang telah Allah SWT berikan kepada kedua mempelai yang atas keberlangsungan pernikahan. Sebagaiman yang direfleksikan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mengadakan acara walimh al-„urys dengan Shafiyah, pelaksanaan walimah al-„ursy berlangsung hanya dengan dua mud gandum. Hal tersebut menunjukkan aspek kesederhanaan sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam segala aspek kehidupan.

Akan tetapi pada kenyataanya, meskipun banyak dari kalangan masyarakat yang melaksankan walimah secara sederhana, namun terdapat dari bebrapa orang yang melaksanakan walimah secara besar-besran (meriah). Hal seperti ini mungkin tidak disadari oleh pelaksana walimah dapat berpotensi menggeser batas konsep pelaksanaan walimah sebagaimana yang agama Islam tetapkan. Meskipun niatan orang tersebut baik, demi memeriahkan acara walimah tersebut konsep walimah dalam agama Islam tersebut perlu dipertimbangkan secara matang.

Begitupun yang terjadi di Rangkasbitung, terdapat sebagian masyarakat yang melaksanakan walimah secara besar-besaran dan meriah. Bahkan dalam pelaksanaan walimah al-„ursy ini ada pula yang disertai dengan pemborosan dan kesia-siaan seperti mengadakan acara hiburan tambahan dan yang lain sebagainya. Meskipun pada dasarnya mereka mengetahui biaya sepeti itu membutuhkan modal yang cukup besar demi terlaksananya walimah, tetapi mereka rela mengorbankan dana yang besar meskipun dengan cara berhutang (memaksakan diri).

Jika kita memandang kepada anjuran agama Islam, maka fenomena seperti ini jauh dari kesederhanaan yang diharapkan oleh agama Islam. Merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: 56

حذثْاِععٞذِبِِأبٍِٜشٌٍِٝﺤَذِبِِجعفشِبِِأبِٜمثٞشِقاهِأحبشِّٜحَٞذِأِّٔعَعِ ّأّغاِسضَِّٜللا ِّعِْٝٔق٘ه:ِأقاًِاىْبِٜطيَِّٚللاِعيِِٞٔٗعيٌِبِِٞخٞبشِٗاىَذْٝتِثالدِ ىٞاهِٝبِْٚعيِٞٔبظفِٞٔفذع٘ثِاىَغيَِِٞاىِٚٗىٍَِْٞٔٗاِماُِفٖٞاٍِِِخبضِٗالِىﺤٌِ ٍِٗاِماُِفٖٞا إالِاُِأٍشِبالِالِباألِّطاعِفبغطجِفﺄىقِٜعيٖٞاِاىخَشِٗاألقظِٗاىغَِ.ِ )سٗآِاىبخاسٛ(

Artinya: “Dari Anas ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah menginap tiga malam di antara Khaibar dan Madinah, kemudian beliau menikahi seorang wanita yang beliau beri nama Shafiyah. Kemudian saya mengundang kaum mulim untuk mengadakan walimah. Tidak ada roti dan tidak ada daging. Tetapi pada waktu itu beliau menyuruh kami menghamparkan kulit untuk alas, kemudian meletakan kurma, keju dan minyak samin di atas hamparan itu (H.R Bukhari).46

Sebagaimana hadist di atas, bahwasannya Nabi Muhammad SAW menganjurkan walimah pada pelaksanaan pernikahan. Namun dalam mengadakan walimah tersebut tidak mesti dengan cara memotong seekor kambing akan tetapi boleh dengan cara yang lebih sederhana yaitu cukup dengan hidangan buah kurma. Dengan demikian hadist tersebut dapat disimpulkan bahwasanya Islam tidak memberatkan dalam pelaksanaan walimah, cukup dengan cara yang sangat sederhana sesuai dengan kemampuannya.

Merujuk pada sifat kemudharatan yang terkandung dalam hiburan (dangdutan), Islam melarang adanya hiburan dangdutan dalam acara walimah. Sebagai wujud dari kemudharatan tersebut, peneliti mendapati adanya temuan fakta bahwa hiburan dangdutan telah memicu keributan hingga menelan korban jiwa, peristiwa tersebut terjadi di Kampung Sena, Desa Citeras, Rangkasbitung. Dengan demikian, pelaksanaan walimah yang pada dasarnya mengharapkan keberkahan dan ridha Allah SWT akan jauh

46Muhammad bin Ismail Abu Abdilah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juj 4, h., 1543 57

dari tujuan dasar tersebut. Akan tetapi seseorang boleh-boleh saja mengadakan walimah dengan cara besar-besaran dan meriah, akan tetapi dengan cara tidak memaksakan diri dan tidak diringi dengan pelanggaran terhadap nilai-nilai agama Islam. Di samping itu, pelaksanaan walimah harus diiringi dengan niat yang baik, bukan untuk menunjukan keangkuhan dan ria.

d. Analisis Terhadap Motif Ekonomi

Dalam pelaksanaan walimah al-„ursy di Kecamatan Rangkasbitung biasanya terdapat tradisi sumbangan yang diberikan olah sanak saudara, maupun teman dekatnya kepada pelaksana walimah. Pada umumnya sumbangan tersebut berupa bahan makanan pokok, kado, dan uang tunai yang di berikan dalam amplop. Adapun dalam waktu pemberiannya bisa diberikan sebelum acara walimah dan ada pula saat berlangsungnya acara.

Namun demikian, dalam pemberian sumbangan pada acara walimah di masyarakat Rangakasbitung sering kali pelaksana walimah mencatat jumlah dan pemberi sumbangan. Maksud dan tujuan pencatatan sumbangan tersebut guna untuk dikembalikan di kemudian hari pada momen yang sama. Dengan demikian pun juga pelaksana walimah dapat mengembalikan sumbangan sebesar sumbangan yang diberikan. Dalam peristiwa tersebut, sumbangan dipandang sama halnya seperti utang-piutang. Maka secara tidak langsung dari pelaksanaan walimah tersebut menstimulasi munculnya dampak dalam lingkup hutang asli maupun hutang alami.

Pada dasarnya sumbangan dan hutang piutang bila disandingkan dengan kejelasan akad, hal demikian diperbolehkan. Namun berbeda dengan sumbangan yang tidak memiliki kejelasan akad yang direfleksikan melalui pencatatan sumbangan dan adanya itikad untuk mengembalikannya sehingga pemberian tersebut bersifat pemberian pamrih dalam artian perlu dikembalikan sesuai dengan siapa dan berapa sumbangan tersebut diberikan. 58

Adapun sumbangan dan utang piutang diperbolehkan dalam Islam, hal tersebut mengacu kepada Al-Qur‟an, Allah SWT berfirman:

ٍَ ِْ َِراِاىَّ ِز ُِْٝٛ ْق ِش ُع َِّّللاَِقَ ْش ًض َاِح َغًْاِفَُٞ َض ِعفَُِٔىَُِٔاَ ْض َعافً َاِمثِ ْٞ َشةًِ

Artinya: “Barangsiapa meminjami, Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak” (QS Al-Baqarah: 245)47

47 Depag RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Madina Raihan Makmur, 2009), h., 39. BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan skripsi yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut

Dalam sebuah perkawinan, mayoritas masyarakat Rangkasbitung mengadakan resepsi pernikahan (walimah-al‟ursy) baik secara besar-besaran mapun secara sederhana dengan sedikitnya memotong beberapa ekor ayam. Pada dasarnya walimah al-„ursy sudah sering dilakukan turun-temurun dari jaman nenek moyang, akan tetapi tentu saja tradisi dari nenek moyang tersebut didasarkan atas ajaran agama Islam. Mengingat masyarakat Rangkasbitung mayoritas beraga Islam, maka mereka memandang suatu walimah al-„ursy adalah anjuran agama Islam.

1. Adapun dalam bentuk pelaksanannya terdapat beberapa motif, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, yang melandasi pelaksanaan walimah, seperti: motif agama yang merupakan kepatuhan terhadap anjuran sunnah dalam agama Islam; motif tradisi yang ingin melestarikan pelaksanaan walimah yang dianggap sebagai tradisi turun temurun; motif sosial yang menginginkan agar terhindarnya cemoohan orang dan isu-isu yang tidak benar di kalangan masyarakat, dan selain itu terdapat motif lain selain motif agama, tradisi dan sosial. Motif tersebut adalah motif ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan kalkulasi untung-rugi ataupun balik modal dalam pelaksanaan walimah. 2. Akibat dan dampak sosial terhadap pelaksanaan walimah yang terjadi di masyarakat Rangkasbitung sedkitnya terdapat tiga dampak. Adapun dampak akibatnya sebagai berikut: Pertama, bagi masyarakat yang tidak mengadakan walimah pada pernikahan, maka terdapat sebuat cemoohan dan perbandingan-perbandingan dengan tetangga yang pernah mengadakannya.

59

60

Kedua, bagi masyarakat yang tergolong ekonomi rendah dan memaksakan ntuk melaksanakan walimah secara besar-besaran maka mengakibatakn banyaknya utang-piutang. Ketiga, bagi masyarakat yang tidak bisa hadir untuk memenuhi undangan walimah dan tidak sanggup pula untuk memberikan sumbangan, maka akan tumbuhlah rasa malu dan bisa merenggangkan ikatan silaturahim. 3. Adapun pandangan ulama dan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan walimah yang terjadi di Rangkasbitung, mayoritas ulama dan tokoh masyarakat Rangkasbitung berpendapat terhadap pelaksanaan walimah al- „ursy yang sering di lakukan oleh masyarakat adalah berawal dari agama terhusus pada resepsi أٗىٌِْ ِ َِٗىْْ٘ ِبِشا ٍةِ islam, sebagaimana dalam anjurannya pernikahan. Akan tetapi dalam pelaksanaanya yang diiringi dengan tradisi nenek moyang dan berkembangnya suatu jaman, maka terdapat perbedaan- perbedaan yang bernilai positif dan negatif. Dalam hal tradisi sumbangan yang terdapat dipelaksanaan walimah para tokoh dan ulama Rangkasbitung berpendapat boleh-boleh peneliti, karena dengan cara seperti itu bisa membantu kalangan orang yang kurang mampu. Akan tetapi dalam pemberian sumbangan yang di maksud paru ulama menekankan sebagaimana sumbangan yang sesuai dengan syariat (tidak mengharapkan) melainkan hanya dari Allah. 4. Dalam pandangan prespektif hukum islam terhadap pelaksanaan walimah di masyarakat Rangkasbitung terapat hal-hal yang kurang sesuai, diantara ketidak sesuaianya yaitu: Pertama, melaksanakan walimah besar-besaran dengan cara memaksakan diri, karena anjuran agama Islam lebih mengarah kepada kesederhanaan. Kedua, dalam pelaksanaan walimah terdapat hiburan yang berupa kesia-sian (pemborosan) seperti halnya dangdutan, hal seperti itu merupakan pemborosan dan sesuatu kemungkaran jika di pandangan dalam agama. Ketiga, selain motif agama, tradisi, dan sosial. Dalam pelaksanaan waliamah di masyarakat Rangkasbitug terdapat motif lain, yaitu motif ekonomi yang menghitung untung rugi modal yang di kelurkan. Sedangan dalam ajaran agama Islam walimah adalah sebuah pelaksanaan yang berupa rasa syukur 61

yang telah Allah berikan kepada seseorang. Maka tidak seharusnya menghitung untung dan rugi dalam pelaksanaanya B. Saran-Saran 1. Terhadap masyarakat, agar tetap mempertahankan tradisi yang berupa anjuran agama isalam yaitu adanya walimah al-„ursy dalam sebuah pernikahan, sesuai dengan berkembannya jaman dan tradisi namun tetap tidak keluar dari motif lain, selain motif agama. 2. Terhadap para ulama dan tokoh masyarakat, hendaknya memiliki peran penting untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai walimah al-ursy sesuai dengan anjuran dan nilai-nilai agama yang terkandung didalamnya, namun tidak menghindari perkembangan suatu jaman. 3. Bagi seluruh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, untuk mengetahui perkembangan suatu tradisi yang terjadi di masyarakat, hendaknya lebih intens dalam melakukan sebuah penelitian yang berupa penelitian etnografis.

DAPTAR PUSTAKA

Buku Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, Alih Bahasa H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Bandung: Darul Ulum Press. Abidin Slamet et al, Fiqih Munakahat 1, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999 Al-„Utsaimin, Shalih bin Syaikh Muhammad, Shahih Fiqih Wanita Menurut Al- Quran dan As-Sunnah Jakarta Timur: akbarmedia, 2009 Cet. Pertama Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Shahiih al-Jaami‟ Ash- Shaghiir , Juz XVI No. 2419, Ahmad No. 175

Al-Istanbuli Mahmud Mahdi, kado perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, Jakarta, Pustaka Azzam, 2000, Cet. 4. Al-Muhazzab, Al-Syairazi, Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiah, t.th.

Al-Syafi‟i, Al-Umm, Beirut: Dar al-Kutub, al-Ilmiyah, t.th.

Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Beirut : Dar al-Kutub Al-Ilmiah, t,th.

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi IV, 2002. As Syathiri, Ahmad bin Umar, Al Yakutunnafis, Surabaya: Al Hidayah, 1369 H.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Az Zawaajul Islaamil Mubakkir: Sa‟aadah, Terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Hadiah Untuk Pengantin, Jakarta: Mustaqim, 2001. ash-Shan‟ani, Ismail bin Imam Muhammad, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Jus 3 ttp:tp,th

Aziz, Dahlan Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), h.,1918 Az-Zuhaili Wahab, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid ke-9 Jakarta: Gema Insani, 2011 B. Taneko, Soleman dan Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Press

Bukhari Imam, Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Kutub, t.th.

ix

x

Bungin, M. Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, Cet. Pertama, 2004.

Dahlan, Abdul Aziz , Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.

Depag RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Madina Raihan Makmur, 2009), h., 39.

Depag RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Anda Utama, 1993.

Departemen Agama, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1984

Effendi Mochtar , Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001,Cet. Pertama.

Ghozali, Abdul Rahman, MA. Fiqih Munakahat. Jakarta : Kencana Prenada Media, 2010

Halim M. Nipan Abdul, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999.

Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasryi, Jakarta, 2009

Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh dalam Kaidah Hukum Islam,Jakarta, 2003

Lebak, Kabupaten BPS KSK Rangkasbitug , Kecamatan Rangkasbitug Dalam Angka Rangkasbitung District In Figures 2014 Lebak: BPS Kabupaten Lebak, 2014

M.Zein, dan Satria Efendi, Ushul Fiqh, Jakarta, 2005

Majid M. Abdul , Kamus Istilah Fiqh, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994, Cet. 4.

Muhammad bin Ismail Abu Abdilah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juj 4, h., 1543

Muslim Imam, Shahih Muslim Juz 5, Dar al Kutub al- Ilmiyah, 1994

Mustofa al-Khin, Mustofa al-Buqho, Ali Asy-Syarbaji, Kitab Fiqah Mazhab Syafi‟I, jilid 4, Kuala Lumpur : Pustaka Salam Sdn.Bhd, 2005.

Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet. Ke 38

xi

Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, juz 7, Beirut : Dar al-Bayan, 1968.

Sabiq,Sayyid, Fikih Sunah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008.Cet. Pertama.

Sadiran, Tokoh Masyarakat Tanjong, Interview Pribadi, (Cijoro Pasir: Rumah 8 Juni 2018.

Sahrani, Sohari dan M. A Tihami, Fiqih Munakahat, Jakarta: Rajawali Peres, 2013, Cet. 3

Salam, Syamsir dan Jaenal Arifin, “Metodologi Penelitian Sosial”, Jakarta: Kencana, Cet. Ke-1, 2006. Salim, Abu As-Sayyid bin Malik Kamal , Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2001

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, cet. Ke-27, 1995

Sudirman Rahmat, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial, Yogyakarta: CV. Adipura, 2003 Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah, Fiqhi Wanita Edisi Lengkap, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996

Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Ahyar, Juz II, Semarang: CV. Toha Putra, t.th. Uwaidah, Muhammad Syaikh Khamil, Fiqhi Wanita Edisi Lengkap, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996

Wirartha Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Yogyakarta: Andi Offset, 2006.

Yunus Muhamad, Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia, Surabaya: Wacana Intelektual Surabaya, 2015.

Zuhaili Wahbah, Fiqih Imam Syafi‟i 2 Jakarta: almahira, 2010 Cet. Pertama

Wawancara Aang Hanafiah, Ketua Rukun Warga Citeras.005, Interview Pribadi, Citeras: Rumah 3 Juni 2018

xii

Abdul Muiz, Ketua Rukun Tetangga 002 Kampung Curug Tutul, Interview Pribadi, Citeras: Rumah 5 Juni 2018.

Anjun, Masyarakat Kampung Tanjong, Interview Pribadi, Cijoro Pasir: Rumah 4 Juni 2018

Arif Setiawan, Penghulu Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, Rangkasbitung: Kantor KUA Kecamatan Rangkasbitung 5 Juni 2018.

Arman, Masyarakat Desa Nameng, Interview Pribadi, Nameng 4 Juni 2018.

Ayub, Staf Camat Rangkasbtung Bagian Kasi Pemerintah, Interview Pribadi, Rangkasbitung: Kantor Kecamatan Rangkasbitung 7 Juni 2018.

Ayyub, Syaikh Hasan, Fiqih Keluargaa, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2001, Cet.1.

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 1999

Burhanudin, Masyarakat Kampung Curug Tutul, Interview Pribadi, Citeras: Rmah 4 Juni 2018

Didin, Staf Desa Mekarsari Bagian Bendahara, Interview Pribadi, Mekarsari: Kantor Desa Mekarsari 2 Juni 2018.

Doni, Staf Desa Mekarsari Bagian Kasi Pemerintah, Interview Pribadi, Mekarsari: Kantor Desa Mekarsari 2 Juni 2018.

Hendra, Masyarakat Kampung Cicuyuh, Interview Pribadi, Cimanggeunteung: Rumah 4 Juni 2018.

Hermawan, Masyarakat Kampung Kolelet, Interview Pribadi, Kolelet Wetan 1 Juni 2018.

K. H. Basyir, Tokoh Masyarakat Rangkasbitung, Interview Pribadi, Citeras:Musholah 7 Juni 2018.

K.H Jayadi, Ketua Umum MUI Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, Cijoro Pasir 7 Mei 2018.

K.H. Ahmad Fudholi, Tokoh Masyarakat Kecamatan Rangkasbitung, Interview Pribadi, Pabuaran 7 Mei 2018.

K.H. Eeng Nuraeni, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Bayan, Interview Pribadi, Nameng 5 Juni 2018.

xiii

K.H.Basyir, Tokoh Masyarakat Rangkasbitung, Interview Pribadi, Citeras:Musholah 7 Juni 2018.

Mukri, Ketua Rukun Tetangga 004, Interview Pribadi, (Citeras: Rumah 2 Juni 2018.

Mulyadi, Sekretaris Desa Citeras, Interview Pribadi, Citeras: Kantor Desa Citeras 31 Mei 2018.

Sanukri, Masyarakat Kampung Cikumpul, Interview Pribadi, Citeras: Rumah 4 Juni 2018.

Sukarsah, Masyarakat Desa Citeras, Interview Pribadi, Citeras: Rumah 2 Juni 2018.

Suparman, Guru SMK Rangkasbitung, interview Pribadi, 31 Maret 2018

Ustad Ukat, Tokh Masyarakat Desa Citeras, Interview Pribadi, Citeras 2 Juni 2018.

Data Online

Badan Pusat Statistik, “Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut Indonesia 2010” [data online]; tersedia di https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321; Internet; diakses pada 23 Juni 2018.

xiv

LAMPIRAN

Surat

xv

xvi

xvii

xviii

xix

xx

xxi

xxii

xxiii

xxiv

xxv

xxvi

xxvii

xxviii

xxix

xxx

xxxi

Identitas Responden

Nama : H. Jayadi Alamat : Kp. Tanjong, Desa Cijoro Pasir Usia : 50 Tahun Pekerjaan : Ketua Umum MUI Ramgkasbitung, Lebak-

Banten Waktu : 7 Mei 2018

Nama : Ahmad Fathoni Alamat : Kp. Sungkaeun, Desa Pabuaran Usia : 70 Tahun Pekerjaan : Tokoh Masyarakat (Pimpinan Pondok Pesantern Salafi)

Rangkasbitung, Lebak- Banten Waktu : 7 Mei 2018

Nama : Dr. H. Eeng Nuraeni

Alamat : Kp. Cigalempong, Desa Nameng Usia : 50 Tahun Pekerjaan : Tokoh Masyarakat (Pimpinan Pondok Pesantren Al- Bayan) Rangkasbitung, Lebak- Banten Waktu : 5 Juni 2018

Nama : H. Arif Setiawan Alamat : Komplek Pendidikan Rangkasbitung Usia : 39 Tahun Pekerjaan : PNS-Penghulu Rangkasbitung, Lebak- Banten Waktu : 5 Juni 2018

xxxii

Nama : Ustad Ukat Alamat : Kp. Ketug Masjid, Desa Citeras Usia : 52 Tahun Pekerjaan : Penghulu Desa Citeras Rangkasbitung, Lebak- Banten Waktu : 2 Juni 2018

Nama : Ayub Suhadi, S.sos

Alamat : Jl Sukaningrat Usia : 50Tahun

: Staf Camat Kasi Pekerjaan Pemerintah Rangkasbitung, Lebak-Banten

Waktu : 7 Juni 2018

Nama : Mulyadi Alamat : Kp. Tutul, Desa Citeras Usia : 40Tahun

Pekerjaan : Sekretaris Desa Citeras, Rangkasbitung Lebak- Banten

Waktu : 31 Mei 2018

Nama : Aang Hanafiah Alamat : Kp. Ketug Pabuaran,

Rangkasbitung Usia : 55 Tahun Pekerjaan : Ketua Rukun Warga Desa Citeras Rangkasbitung, Lebak-Banten

Waktu : 3 Juni 2018

xxxiii

Nama : Abdul Muiz Alamat : Kp. Curug Tutul, Desa

Citeras Usia : 45 Tahun Pekerjaan : Ketua Rukun Tetangga 002 Desa Citeras Rangkasbitung, Lebak- Banten Waktu : 5 Juni 2018

Nama : H. Basyir Alamat : Rangkasbitung Usia : 68 Tahun Pekerjaan : Tokoh Masyarakat Rangkasbitung, Lebak- Banten

Waktu : 7 Juni 2018

Nama : Doni

Alamat : Desa Mekarsari

Usia : 45 Tahun Pekerjaan : Staf Desa Mekarsari (Kasi Pemerintah) Rangkasbitung, Lebak-Banten Waktu : 2 Juni 2018

Nama : H. Didin Alamat : Desa Mekarsari

Usia : 50 Tahun

Pekerjaan : Staf Desa Mekarsari (Bendahara) Rangkasbitung, Lebak-Banten

Waktu : 2 Juni 2018 xxxiv

Hasil Wawancara

H. Jayadi

Peneliti :Jika di lihat secara umum, bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Idealnya pelaksanaan walimah secara pandangan agama adalah dilaksanakan secara sederhana dan sesuai dengan kemampuan bagi yang mengadakannya. Adapun walimah dalam anjuran agama Islam menempati posisi kedudukan hukum sunah, akan tetapi pelaksanaan walimah di Kecamatan Rangkasbitung di irigi denagan tradisi orang terdahulu, dan berkembangnya suatu jaman, maka terdapat perubahan-perubahan dalam pelaksanaanya.

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap orang yang memaksakan diri untuk mengadakan walimah secara besar- besaran?

Responden :Sebenarnya jika mengacu pada pelaksanaan walimah yang didasarkan atas niatan ingin dapat pujian dari orang lain merupakan diluar konsep ajaran agama Islam, terlebih terdapat sebuah hiburan yang terkandung kemungkaran seperti dangdut, hal demikian dilarang oleh agama Islam.

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap orang yang mengadakan walimah secara besar-besaran karna mampu dan ingin menjamu tamu degan baik?

Responden :pelaksanaan walimah di kalangan masyarakat Rangkasbitung dikejawantahakan dalam berbagai sifatan, dalam artian pelaksanaan walimah yang sederhana maupun meriah. Hal demikian pada dasarnya boleh dilakukan, namun dengan catatan tidak memaksakan diri dan tidak diiringi dengan sifat ria (ingin dipuji oleh oran lain). xxxv

Peneliti :Menurut pengetahuan bapak/ibu sejak kapan adanya tradisi walimah di Kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Adanya tradisi walimah di Kecamatan Rangkasbitung, sebelum ajaran Islam tersebar atau ketika pernikahan itu ada, namun setelah tersebarnya ajaran agama Islam, maka tradisipu menjadi keislaman

Peneliti :Apa yang dimaksud sumbangan dalam walimah ?

Responden :Sumbangan dalam walimah tepatnya disebut idhkolu Surur ibarat kebahagiaan

Peneliti :Menurut bapak/ibu sejak kapan adanya tradisi sumbangan dalam walimah?

Responden :Sejak adanya tadisi walimah maka adanya tradisi sumbangan yang di sebut Ta‟niah (ikut bahagia)

Peneliti :Bagaimana pandangan masyarakat Rangkasbitung terhadap sumbangan dalam walimah, wajib atau pemberian secara Cuma- Cuma?

Responden :Tidak wajib,namun termasuk kategori adat atau kebiasaan, yang mana biasanya apabila seseorang mengadakan walimah maka yang lain menyumbanngnya, begitupun sebaliknya.

Peneliti :Bagaimana jika seseorang yang di undang walimah ia tidak memberikan sumbangan ?

Responden :Karena memberi sumbangan dalam walimah tidak wajib, maka bagi orang yang tidak memberikan sumbanganpun tidak ada hukum positifnya

Peneliti :Apa sanksi sosial terhadap orang yang tidak memberikan sumbangan ?

Responden :Terkesan dikucilkan xxxvi

Peneliti :Bagaimana pandangan tokoh agama atau tokoh adat terhadap sumbangan dalam walimah ?

Responden :Sumbangan dalam walimah jika di berikan secara ikhlas tanpa pamrih, maka trmasuk dalam sodakoh

Peneliti :Bagaiman dalam pelaksanaan walimah di Kecamatan Rangkasbitung, apakah terdapat campuran dari agama lain, selain Islam ?

Responden :Pelaksanaan walimah di Kecamatan Rangkasbitung termasuk ada campuran dari agama lain, karena di iringi dengan adat dan budaya dalam pelaksanaannya.

Dr. H. Eeng Nuraeni

Peneliti :Jika di lihat secara umum, bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung?

Responen :Pelaksanaan walimah yang terjadi di Rangkasbitung pada umumnya banyak di hiasi oleh adat dan tradisi, seperti halnya ketika melangsungkan izab dan qabul, yang terjadi di masyarakat antara calon pengantin laki-laki dan perempuan duduk bareng bersebelahan dan dikerudungi, seakan akan sudah menikah. Padahal perilaku seperti itu tidak ada dalam ajaran Isalam, melainkan hanya adat sajah.

Peneliti :Bagaimana dalam gambaran umumnya pelaksanaan akad nikah di masyarakat?

Responden :Pada umumnya dalam pernikahan sebelum di langsungkannya aqad dari pihak calon mendaptarkan diri kepada Kantor Urusan Agam, kemudian perwakilan dari kantor datang ke acara aqad tersebut guna meminta tanda tangan. Namn sering terjadi penghulu yang menjadi wali, padahal yang lebih utama dan berhak untuk xxxvii

menjadi wali nikah adalah seorang ayah. Sebenar nya sudah jelas, pengulu tersebut pungsinya untuk mencatat sebuah perkawainan, bukan untuk menikahkan, terkecuali ada sebab tertentu.

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak, terhadap walimah yang terjadi di masyarakat Rangkasbitung?

Responden :Sebenarnya pelaksanaan walimah dalam ajaran agam, hukumnya tidak berkedudukan wajib, melainkan sunah, karna hanya sebuah anjuran, tidak disertai walimah juga tiadak masalh tetap sah dalam pernikahannya. Intinya walimah itu sebuah pengumuman telah di laksanakannya pernikahan, bersedakoh tas rasa syukur yang telah allah berikan sebuah kenikmatan. Maka dariitu, sebuah walimah tidak di perbolehkan berdasarkan motif lain, selain motif agama.

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak, terhadap tradisi sumbangan dalam walimah yang terjadi di masyarakat Kecamatan Rangkasbitung?

Responden :seseorang boleh memberikan sumbangan akan tetapi tidak diperbolehkan jika diiringi dengan rasa pamrih (mencatat jumlah yang diberikan). Namun yang terjadi di masyarakat kita Sumbangan yang diberikan dengan mencatat jumlahnya memberikan suatu beban kepada pewalimah untuk mengembalikannya di kemudian hari, terlebih dengan jumlah yang sangat besar. Jika tidak bisa mengembalikannya di momen yang sama, maka terjadi suatu omongan-omongan yang negatif

H. Arif Setiawan

Peneliti :Jika di lihat secara umum, bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung?

Responden :pelaksanaan walimah di perkotaan dipandang lebih simpel dibandingkan dengan pelaksanaan walimah di pedesaan. Maksud dari sifat “simpel” tersebut merujuk pada tradisi atau kebiasaan xxxviii

yang berlaku. Pelaksanaan walimah diperkotaan, mayoritas sumbangan tidak ditujukan untuk pengharapan pengembalian. Berbeda dengan yang berlaku di desa, adanya hubungan kekeluargaan ataupun pertalian dengan kebiasaan yang berlaku memberikan kesan terhadap pemberian sumbangan sebagai wujud “patungan” yang merupakan suatu bentuk upaya gotong-royong dalam mewujudkan pelaksanaan suatu acara dengan pengharapan upaya tersebut dapat kembali terulang ketika dihadapkan pada momen yang sama.

Peneliti :Bagamana bntuk pelaksanaan sumbangan dalam walimah yang terjadi di Kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Pada pelaksanaanya, ketika seseorang akan mengadakan mendapatkan bantuan dari sanak saudara, sahabat dan para tetangga. Adapun sumbangan tersebut bisa berupa uang tunai, bakan mkanan pokok, seperti beras, daging ayam dan yang lainnya, namun sumbnagan tersebut jumlah atau nilainya di catar, dan berharap di kembalikan di kemudian hari dalam cara yang sama, dengan demikian, sumbagan tersebut seolah-olah utang-piutang atau bukanlah sumbangan.

Peneliti :Atas dasar apa, masyarakat melaksanakan walimah ?

Responden :Terdapat beberapa motif, sebagaimana yang melandasi pelaksanaan walimah, seperti: motif agama yang merupakan kepatuhan terhadap anjuran sunnah dalam agama Islam; motif tradisi yang ingin melestarikan pelaksanaan walimah yang dianggap sebagai tradisi turun temurun; motif sosial yang menginginkan agar terhindarnya cemoohan orang dan isu-isu yang tidak benar di kalangan masyarakat. Penulis menemukan motif lain selain motif agama, tradisi dan sosial. Motif tersebut adalah motif xxxix

ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan kalkulasi untung-rugi ataupun balik modal dalam pelaksanaan

Peneliti :Bagaiman jika seseorang yang kurang mampu tapi berkeinginan untuk mengadakan walimah dalam pernikahannya?

Responden :Dalam pelaksanaan walimah terdapat beberapa perbedaaan, ada yang sederhana dan ada juga yang mewah, jka orang yang kurang mampu bisa saja mengadakan walimah secara sederhana. Tapi dari masyarakat terdapat beberapa orang yang memaksakan dirinya untuk mengadakan walimah secara besar-besaran. Sekalipun dengan dana berhutang ia berani, bahkan terdapat dari pihak laki- laki yang jadi korban di minta biaya walimah di luar kemampuannya, jika seseorang laki2 tersebut tidak bisa memenuhinya maka bisa kemungkinan pernikahan tersebut tidak jadi.

Peneliti :Menurut bapak, dari sejak kapan adanya tradidi sumbangan dalam walimah di Kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Sebenarnya sumbangan dalam acara walimah sudah terjadi dari jaman dahulu di Ragkasbitung dan sering di lakukan oleh orang terdahulu. Mungkin awalmulanya berniatan baik ingin membantu dan rasa peduli daling tolong menolong. Namun berkembangnya jaman terdapat sebah perbedaan, jadi ada sisi positif dan negatifnya.jika di lihat dari jaman sekarang sebuah sumbagan seperti halnya orang menabung.

Peneliti :Bagaimana kedudukan hukum menghadiri undangan walimah yang berlaku di Masyarakat?

Responden :Sebenarnya yang memiliki kedudukan hukum wajib adalah memenuhi undangan walimah tersebut, bukan hanya sumbangannya saja, namun terdapat kasus dari masyarakat, orang xl

yang sengaja tanpa halangan tidak memenuhi undangan, dan merasa cukup terwakili oleh sumbangan tersebut. Sama halnya sodakoh, yang hukumnya mubah, seperti kewajiban

Ustad Ukat

Peneliti :Jika di lihat secara umum, bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Mengacu pada syari‟at Islam, pelaksanaan walimah merupakan hal yang dianjurkan ketika seseorang mengadakan pernikahan. Adapun dalam pelaksanaannya, Islam lebih menganjurkan kepada kesederhanaan dan mengutamakan keberkahan serta rasa syukur kepada Allah SWT. Namun dengan berkembangnya jaman, terdapat beberapa perubahan, seperti memaksakan diri dengan cara berhutang, supaya meriah.

Peneliti :Kapan waktu walimah di lakukan, bagi masyarakat Rangkasbitung?

Responden :Pada umumnya, pelaksanaan walimah di laksanakan setelah aqad nikah di lanagsungkan, namun tidak menutup kemungkinan di lakukan setelah akaq dengan waktu yang jauh, seperti satu bulan setelah aqad.

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap orang yang memaksakan diri untuk mengadakan walimah secara besar- besaran?

Respoden :Dalam pelaksanaan walimah, sudah biasa dengan cara memaksakan diri, walaupun orang tersebut tidak mampu, dengan cara berhutang. Padahal anjuran agama Islam tidak memberatkan dalam pelaksanaanya, sesuai kemampuan diri masing-masing. xli

Peneliti :Menurut pengetahuan bapak/ibu sejak kapan adanya tradisi walimah di Kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Adanya walimah sudah lama dari tradisi nenek moyang pada jaman dahulu, dan hal yang lumrah di lakukan

Peneliti :Apa yang dimaksud sumbangan dalam walimah ?

Responden :Sebenarnya, sumbangan dalam walimah iru sodakoh, namun pada kenyataanya seperti utang-piutang, karna tradisi kita di masyarakat jika memberikan sumbangan mencatat jumlah yang di berikan. Dan di kemudian hari, di balikan dengn nilai yang serupa pada momen yang sama.

Peneliti :Menurut bapak/ibu sejak kapan adanya tradisi sumbangan dalam walimah?

Responden :Adanya sumbangan pada walimah sudah lama dari jaman nenek moyang, karna niatan untuk membantu, namun pada jaman sekarang adanya perubahan, seperti di catat dalam pemberiannya.

Peneliti :Bagaimana pandangan masyarakat Rangkasbitung terhadap sumbangan dalam walimah, wajib atau pemberian secara Cuma- Cuma?

Responden :Sebenarnya, tidak wajib, namun jadi tolak ukur kehadiran di mata masyarakat.

Peneliti :Bagaimana jika seseorang yang di undang walimah ia tidak memberikan sumbangan ?

Responden :Sebenarnya yang memiliki hukum wajib adalah memenuhi undangan walimahnya bukan memberikan sumbangan, akan tetapi yang terjadi di masyarakat, banyak yang tidak hadir dengan sengaja, atau tanpa halangan, namun ia merasa cukup atau terwakili dengan memberikan sembangan. xlii

Peneliti :Apa sanksi sosial terhadap orang yang tidak memberikan sumbangan ?

Responden :Bagi orang yang tidak memberikan sumbangan, atau tidak hadir, biasanya merasa malu, demikin dengn momen yang sama, orang tersebut bisa tidak hadir di undangan walimah.

Peneliti :Bagaiman pandangan tokoh agama atau tokoh adat terhadap sumbangan dalam walimah ?

Responden :Sebenarnya, sumbangan dalam walimah tersebut, tidak wajib dan seseorang tidak memberikan sumbaganpun tidak masalah. Namun yang terjadi di mayarakat,sumbangan tersebut menjadi tolak ukur, kehadiran, contohnya, jika seseorang di undang ke walimah, ia biasanya tidak mauhadir kalo orang yang ngundang tersebut sebelumnya tidak hadir pula di momen yang sama.

Ayub Suhadi, S.sos

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak, terhadap orang yang tidak melaksanakan walimah dalam pernikahan?

Responden : Jika pelaksanaan waliamh hanya di sertai motif agama sebagaimana anjurannya, mka tidaklah menimbulkan dampak negatif yang di akibatkan adanya pelaksanaan waliamh. Akan tetapi pada paktanya pelaksanaan walimah bukan hanya di dasari dengan motif agama, melainkan terdafatmotif-motif lain seperti motif tradisi, motif sosial, dan motif ekonomi. Sehingga bagi masyarakat yang melangsungkan pernikahan tanpa adanya walimah akan mendapatkan hal-hal yang kurang berkenan, seperti adanya cemoohan dan pembicaraan berupa perbandingan antara pernikahan yang di sertai walimah dengan yang tidak di sertainya. Maka sebab itu waliamh al-„ursy di kalangan masyarakat seakan- akan adalah sebuah keharusan. Mengacu pada motif sosial tersebut, xliii

pelaksanaan walimah didasarkan atas dorongan untuk menghindari cemoohan oleh tetangga dan kerabat. Di samping itu, pelaksanaan walimah tersebut ditujukan untuk menghindari pembicaraan isu-isu yang tidak benar adanya dan aktivitas membanding-bandingkan antara pernikahan yang disertai dengan walimah dan pernikahan yang tidak disertainya. Lebih jauh lagi, suatu pernikahan dapat dibatalkan oleh salah pihak orang tua mempelai jika tidak didapatinya pelaksanaan walimah al-„ursy. Dalam konteks ini, pembatalan pelaksanaan walimah al-„ursy tersebut dapat dilatarbelakangi oleh adanya ketidakmampuan salah satu pihak dalam memenuhi biaya pelaksanaan walimah karena sifatnya yang sangat membebani sehingga tidak sanggup dalam memenuhinya. Dalam melakukan pelaksanaan walimah tersebut terdapat unsur pencerminan status sosial. Dengan demikian masyarakat Kecamatan Rangkasbitung mengharuskan untuk mengadakan resepsi pernikahan baik secara besar-besaran maupun sederhana.

Mulyadi

Peneliti :Jika di lihat secara umum, bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung?

Responden :jika yang saya perhatikan terjadi di masyarakat, dalam walimah bukan untuk walimah melainkan mencari untung. Berbeda dengan makna sebenarnya, meinkan yang di cari adalah keuntungan.

Peneliti :Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap orang yang memaksakan diri untuk mengadakan walimah secara besar- besaran?

Responden : jika seseorang mengadakan walimah dengan cara motif agama, maka dia tidak mungkin memaksakan diri, karna walimah tersebut sodakoh dan tidak mungkin, sodakoh dengan cara memaksakan xliv

diri. namun karna dengan motif lain, maka terjadi di masyarakat mengaakan walimah dengan cara memaksakan diri

Peneliti :Bagaimana pandangan masyarakat Rangkasbitung terhadap sumbangan?

Responden : bisa di lihat dari surat undangan, sebelum acara walimah di laksanakan, pelaku membagikan undangan, namun harapan dari udangan tersebut, bukan hanya kehadiran yang di harapakan, tapi sumbangan. Adapula dengan cara memaksakan diri, demi meraih keuntungan dari sumbagngan maka mebagikan sumbangan dengan sebanyak bnyaknya.

Peneliti :Bagaimana bapak maksud, dalam undangan terdapat motif lain, selain motifagama

Responden :Pelaksanaan walimah yang sederhana maupun besar-besaran dengan didasarkan atas motif eknomi tersebut akan menghasilkan peluang munculnya pengharapan keuntungan balik modal ataupun melebihi dari modal yang di keluarkan.

Dalam praktik pelaksanaan walimah yang didasarkan atas motif ekonomi tersebut, penyampaian undangan tidak semata-mata mengharapkan kehadiran tamu yang diundang, namun juga terdapat pengharapan akan adanya sumbangan yang diberikan.

Aang Hanafiah

Peneliti :Bagaimana menurut bapak, pada pelaksanaan walimah terkait dalam biaya yang di peroleh ?

Responden :Terkait dengan hal pendanaan, pada dasarnya masyarakat Rangkasbitung tidak menekankan beban biaya walimah hanya kepada salah satu pihak mempelai saja. Namun demikian di luar kebiasaan tersebut, terdapat juga praktik penekanan biaya yang xlv

hanya ditekankan pada satu pihak saja (kepada mempelai laki- laki), akan tetapi hal tersebut bersifat minoritas. Ketersediaan pendanaan yang digunakan oleh pihak yang terlibat dalam walimah dapat berasal dari berbagai sumber pendanaan seperti tabungan, hutang, maupun sumbangan.

Peneliti :Bagaimana menurut bapak, terkait waktu dan tempet pelaksanaan walimah yang terjadi di masyarakat

Responden :Mengacu pada tempat pelaksanaanya, masyarakat Rangkasbitung mengutamakan pelaksanaan walimah al-„ursy dilaksanakan di kediaman pihak mempelai wanita, namun demikian tidak menutup kemungkinan pelaksanaan walimah tersebut dilaksanakan di kediaman pihak laki-laki dengan berbagai pertimbangan yang ada. Di samping itu, merujuk pada waktu pelaksanaan walimah, Aang Hanafiah, Ketua Rukun Warga 005 Desa Citeras, menerangkan bahwa masyarakat biasa melaksanakan acara Tahlilan maupun Yasinan malam hari sebelum akad nikah berlangsung

Abdul Muiz

Peneliti :Jika di lihat secara umum, bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung?

Responden :Mengingat dalam pelaksanaan suatu walimah melibatkan dua pihak kelurga yang berbeda, keputusan terkait dengan pelaksanaan walimah merupakan hasil dari keputusan bersama. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa terdapat permasalahan dalam pencapaian keputusan bersama demi terwujudnya pelaksanaan walimah. Dalam temuan peneliti di lapangan, terdapat fakta yang menyebutkan adanya permasalahan ketidakmampuan pihak laki- laki dalam memenuhi permintaan kebutuhan biaya walimah xlvi

sebagaimana yang diajukan oleh pihak mempelai perempuan. Permasalahan tersebut berujung pada batalnya pelaksanaan walimah dikarenakan ketidakmampuan tersebut.

Peneliti :Apakah terdapat motif lain, selain motif agama, dalam pelaksanaan walimah yang ter jadi di masyarakat?

Responden :Motif lain, selin motif agama terdapt pada pelaksanaanya, seperti motif ekonomi, sebagaiman dalam pelaksanaanya cerminan dari kalkulasi untung-rugi ataupun balik modal tersebut direfleksikan melalui kalkulasi seberapa dana yang dia keluarkan dan seberapa banyak dana tersebut kembali melalui sumbangan tamu yang diundang dalam walimah tersebut. Jika demikian nyatanya fakta yang terjadi dilapangan, status kehadiran tamu yang diundang dapat terwakili oleh adanya sumbangan dalam bentuk amplop. Dengan adanya kebiasaan seperti fakta dilapangan tersebut, terdapat tamu undangan yang hanya menitip sumbangan amplop sebagai perwakilan atas ketidakhadiran dirinya meskipun tidak terdapat udzur dalam ketidakhadirannya

Doni

Peneliti : Bagaimana Pandangan Bapak terhadap sumbangan dalam resepsi pernikahan yang terjadi di masyarakat?

Responden :Dalam sebuah pelaksanaan walimah di kecamatan Rangkasbitung terdapat tradisi sumbangan-sumbangan dengan tujuan untuk meringankan beban bagi yang melaksanakannya. Namun pada sumbangan-sumbangan terseut pada umunya masyarakat menulis jenis dan jumlah sumbnagan yang mereka berikan, seolah-olah hal tersebut bukanlah memberikan sumbangan, melainkan memberikan hutang yang harus di bayar oleh pewalimah. Pada paktanya yang terjadi di masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Doni bagi orang yang pernah mendapatkan sumbangan dalam xlvii

acara walimah jika tidak bisa memberikan sumbangan atau dengan nilai yang tidak sama di kemudian hari maka akan tumbuh rasa malu, padahal orang tersebut tidak mampu untuk meberi sumbangan atau tidak bisa membalasnya dengan nilai yang serupa

H. Didin

Peneliti :Bagaimana dalam pelaksanaan walimah di Kecamatan Rangkasbitung, apakah terdapat campuran dari agama lain, selain Islam atau adat dan budaya ?

Responden :Resepsi pernikahan di masyarakat di sertai tradisi dan budaya mengingat tradisi masyarakat Rangkasbitung memiliki keterikatan erat dengan syari‟at Islam, maka pelaksanaan walimah al-„ursy yang merupakan tradisi nenek moyang turun-temurun perlu dilaksanakan. Jika mengacu pada usaha pelestarian tradisi, walimah al-„ursy dapat saja dilakukan oleh kalangan keluarga yang bukan pemeluk agama Islam. Berdasarkan nilai-nilai tradisi yang berkembang di masyarakat, pelaksanaan walimah menjadi momen yang sangat sakral untuk menyenangkan anaknya dan menghormati tamu yang datang atas momen yang terlaksanakan sekali dalam seumur hidup. Terlebihnya jika pernikahan itu yang pertama dilakukan mestinya pernikahan tersebut di adakan pesta.