Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149

HEGEMONI KASTA DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI

I Komang Widana Putra Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Email: [email protected]

ABSTRAK Tradisi lokal masyarakat sering menjadi inspirasi para pengarang untuk menulis karya sastra. Tiga prosa karya Oka Rusmini dalam kajian ini berlatar kehidupan Bali mengetengahkan masalah hegemoni kasta yangbanyak menderitakan para tokoh perempuannya. Ketiga karya itu adalah novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi. Hasil analsisis menunjukkan hegemoni kasta dalam ketiga karya ini terungkap lewatbahasa, adat, kehidupan sosial, serta aktivitas sosial.

Kata Kunci: hegemoni, kasta, perempuan Bali

ABSTRACT

Balinese community’s local tradition frequehtly becomes inspitations to authors in creating their literary works. three prose written by Oka Rusmini in this study were based on Bali daily life which focuses on caste hegemony nproblems that mostly bexpereinced by the female characters. These three prose are Kenanga novel, Sagra novellette, and Tarian Bumi novel. the results of the analysis showed that caste hegemoni min these three works is reaveled through language, culture, social life, as well as social activities.

Keywords: hegemony, caste, women Bali

I. PENDAHULUAN mengakar dalam masyarakat adalah Oka Karya sastra yang mengangkat tema Rusmini. Banyak karya sastranya lahir sesuai akar tradisi pengarang tumbuh dan berdasarkan warna lokal tradisi Bali. Di dibesarkan sebagai semacam keunikan antara karya fiksi Oka Rusmini, yang yang memberikan tambahan cakrawala paling menarik untuk dibahasdalam tulisan pengetahuan pembaca untuk mengenal ini adalah tiga karya prosanya yaitu novel Indonesia. Pengangkatan tema yang Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian demikian, bisa dilihat pula, sebagai bentuk Bumi. Pemilihanketiga prosa tersebut, perlawanan terhadap tradisi yang ada. karena menggambarkan warna lokal yang Beragam karya sastra lahir, karena sebuah menjadi ciri utama Oka Rusmini sebagai tradisi yang membuat masyarakat itu seorang novelis Indonesia. sendiri menderita. Hal inilah yang ingin Selain karena kekuatan warna lokal diungkap pengarang di dalam karya yang menceritakan tradisi masyarakat Bali, fiksinya. hal lain yang menjadi daya tarik utama Salah seorang pengarang yang ketiga karya fiksi ini adalah tentang menangkap tradisi demikian kuat permasalahan yang disodorkan pengarang.

1

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149

Ketika orang mengatakan bahwa ketiga baru mencul setelah Bali ditaklukkan oleh fiksi ini sangat kental dengan feminisme, Majapahit pada tahun 1343 Masehi, yang karena menceritakan tentangperjuangan kemudian disusul dengan munculnya perempuan dan dikarang oleh perempuan, gelar-gelar kebangsawanan baru, yang namun ada hal yang berbeda dan luput dari mungkin asli Bali, karena gelar yang perhatian. Hal itu adalah tentang dipergunakan di Bali tidak semuanya ada hegemoni. padanannya di Jawa. Dengan demikian Hegemoni bertitik tolak dari konsep kasta adalah hasil politik rekayasa Gramsci, bahwa suatu kelas dan Majapahitisasi terhadap Bali (Karepun, anggotanya menjalankan kekuasaan 2007: 7). terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan Wiana (2005: 34-57) menjelaskan cara kekerasan dan persuasi (Simon, 2004: perbedaan antara warna dan kasta. Warna 19). Lebih lanjut dijelaskan kelas yang merupakan penggolongan masyarakat hegemonik adalah kelas kelas yang berdasarkan fungsi dan profesi. Dalam mendapat persetujuan dari kekuatan dan ajaran agama Hindu dikenal adanya empat kelas sosial lain dengan cara menciptakan warna/ catur warna yaitu brahmana, orang dan mempertahankan sistem aliansi yang bertugas untuk memberikan melalui perjuangan politik dan ideologis pembinaan mental dan rohani serta (Simon, 2004: 22). spiritual, ksatria, orang yang bertugas Terlihat dalam tiga prosa karya Oka untuk mengatur negara dan pemerintahan Rusmini yang menjadi kajian ini, serta rakyatnya, waisya, orang yang hegemoni yang dilakukan oleh orang- bertugas untuk mengatur perekonomian, orang yang memiliki status sosial dan sudra, orang yang bertugas untuk brahmanaterhadap status sosialsudra. memenuhi kebutuhan hidup orang lain. Status sosial, yang kerap disebut di Bali Sistem kemasyarakatan yang sebagai sistem kasta memunculkan tergambarkan dalam cerita mengaburkan hegemoni di dalam tiga prosa karya Oka antara catur warna dan kasta. Catur warna Rusmini ini. Sistem kasta yang sampai itu sendiri yakni pembagian masyarakat sekarang masih membelenggu masyarakat menurut swadharma (profesi) masing- Bali membagi masyarakat Bali menjadi masing orang. Profesi itu adalah brahmana empat kasta yakni kasta brahmana, (sebagai pemikir), ksatrya (pelaksana ksatrya, wesya, danjaba.Selain itu, pemerintahan), wesia (pengusaha), dan masyarakat Bali juga memiliki identitas sudra (pekerja). Dalam perkembangannya berupa kewargaan (klan) seperti warga Catur Warna menjadi kasta di Bali. Kasta Pasek dan warga Pande. Bedanya kasta berasal dari bahasa Portugis yang artinya bersifat hirarkis, klan bersifat sejajar. bangsa, ras, jenis (Diantha, 2010: 50). Pembagian tersebut membuat orang Sebagaimana yang disampaikan dalam dengan kasta tertentu merasa berbeda lampiran Bhisama Sabha Pandita Parisada derajat, kewajiban, serta hak yang melekat Hindu Dharma Indonesia Pusat Tahun pada dirinya. Akibat ketidaksamaan itu, 2002, penyimpangan ajaran Catur Warna secara tidak langsung ada kelompok yang yang sangat suci ini sangat meracuni mendominasi dan didominasi. perkembangan agama Hindu dalam Sejarawan pada umumnya menuntun umat Hindu selanjutnya. menyatakan bahwa sistem kasta di Bali

2

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149

Warna bersifat dinamis.Ia berubah Wellek dan Warren (1990: 111) sesuai dengan perubahan profesi yang membuat klasifikasi menjadi tiga digeluti seseorang. Seumpama, apabila ia mengenai sosiologi sastra. Pertama, saat ini sebagai seorang pegawai sosiologi pengarang yang pemerintahan, ia memiliki tugas mengatur mempermasalahkan status sosial, ideologi pemerintahan, ia memiliki warna ksatria. sosial dan lain-lain yang menyangkut Apabila sepuluh tahun lagi, ia pensiun dan pengarang sebagai penghasil karya sastra. memilih jalan sebagai seorang pendeta Kedua, sosiologi karya sastra yang yang memberikan pembinaan rohani dan mempermasalahkan karya sastra itu spiritual kepada orang lain dan masyarakat sendiri, yang menjadi pokok penelaahan luas, maka ia memiliki warna brahmana. adalah apa yang tersirat dalam karya sastra Dengan kata lain, warna akan berubah dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sesuai dengan profesi atau swadharma dari sosiologi sastra yang mempermasalahkan orang yang bersangkutan. Melalui analisis pembaca dan pengaruh sosial karya ini, masyarakat dapat memahami dengan sastra.Sosiologi sastra yang dipergunakan lebih baik terhadap sistem kemasyarakatan dalam analisis ini adalah sosiologi sastra yang ada di Bali. pada klasifikasi yang kedua.

II. METODE III. PEMBAHASAN Metode dan teknik yang digunakan Dalam pembahasan disajikan dalam tulisan ini yaitu pustaka dan mengenai hegemoni kasta dan bentuk pencatatan dokumen. Teknik pengumpulan hegemoni kasta yang terdapat dalam tiga data yakni: (1)membaca novel Kenanga, prosa karya Oka Rusmini. Analisis novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi mengenai hegemoni kasta tersebut dengan seksama, (2)mengklasifikasikan mempergunakan teori sosiologi sastra. tindakan, cara berpikir tokoh yang Teori sosiologi sastra dipergunakan menghegemoni tokoh-tokoh yang ada di berdasarkan asumsi kehidupan sosial dalam ketiga fiksi ini, dan (3) menentukan sebagai pemicu lahirnya karya sastra. bentuk hegemoni dalam tiga prosa karya Kenanga, Sagra, dan Tarian Bumi Oka Rusmini. merupakan potret dokumen sosial Teori sosiologi sastra dipergunakan mengenai kehidupan masyarakat Bali. dalam analisis ini. Asumsi dasar sosiologi sastra adalah bahwa kelahiran sastra tidak 3.1 Hegemoni Kasta dalam kekosongan sosial. Kehidupan Status sosial kerap kali menjadi sosial akan menjadi pemicu lahirnya alasan untuk menyepelekan keberadaan karyasastra (Endraswara, 2008: 77). Karya seseorang dalam masyarakat. Utamanya sastra akan mendokumentasikan ketika seseorang memasuki sebuah kehidupan sosial budaya masyarakat komunitas baru yang memiliki kebiasaan tertentu. Sebagai sebuah dokumen sosial, berbeda dari komunitas asalnya.Kebiasaan karya sastra tidak hanya akan merekam tersebut misalnya cara berkomunikasi, begitu saja peristiwa-peristiwa yang terjadi etika berbusana, berperilaku, dan lain-lain. di sekitar masyarakat, namun turut pula Tak terkecuali dalam ranah fiksi.Oka merefleksikan zaman. Rusmini sebagai pengarang berdarah Bali, mengungkapkan dalam salah satu

3

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149 novelnya Kenanga, turut berbicara yang lebih pantas sebagai bapaknya, mengenai masalah status sosial yakni brahmana yang kaku dan tak bisa kasta. bersosialisasi. Hidupnya habis untuk Kasta, yang dianggap seseorang melayani laki-laki yang demikian. sebagai sebuah status sosial yang Sebagaimana yang telah diutarakan, terkadang membuat orang lain untuk bahwa status sosial brahmana merupakan membatasi gerak-geriknya terlihat dalam status sosial yang terhormat.Bahkan, novel ini. Kekuasan kasta yang sudah dalam salah satu tokohnya seorang wong diteguhkan oleh para tokoh tua yang jero, pelayan, Luh Intan dalam novel memang masih memegang teguh pakem Kenanga, menganggap kaum brahmana yang telah digariskan secara turun- sebagai surya, matahari. Tidak pantas temurun.Pakem-pakem itu tidak boleh seorang pelayan di griya seperti dirinya dilanggar apalagi diubah sekehendak hati. mendapat fasilitas yang berlebihan. Apabila itu terjadi akan mendatangkan Fasilitas tersebut yaitu sekolah di tempat malapetaka dalam sebuah keluarga. bagus dan mahal, pakaian yang layak, dan Hegemoni kasta yang terdapat dalam memanggil Kenanga dengan sebutan Ibu. novel Kenangamembatasi seseorang untuk Luh Intan mengalami konflik batin mencari jalan hidupnya sendiri.Seperti terhadap kebaikan-kebaikan yang kisah Kencana yang dijodohkan dengan diberikan Kenanga. seorang laki-laki brahmana, yang bernama Bhuana. Perjodohan itu merupakan sebuah Kaum brahmana adalah aturan bagi keluarga mereka. Seorang Ida surya.Matahari.Tempat tiang adalah Ayu harus menikah dengan laki-laki yang sebagai pelayan mereka. Bukan mereka yang harus menghargai juga bergelar Ida Bagus.Perjodohan yang tiang, sebagaimana yang kau maui. memang karena keterpaksaan itu Itu terbalik, Ratu (Kenanga, 2004: membuahkan kehidupan rumah tangga 136). yang tidak harmonis.Di sana-sini terlihat kebisuan, ketidaktenteraman, dan Gadis-gadis yang tinggal di griya kecanggungan. senantiasa disarankan oleh orang tua Hegemoni kasta juga terbaca ketika mereka agar menikah dengan laki-laki keluarga brahmanaIda Bagus Rahyuda yang yang baik dan sederajat.Karena itu meminta kepada keluarga sudra, untuk tidak hanya berurusan dengan laki-laki menyerahkan anaknya kepada keluarga yang bersangkutan tetapi juga dengan brahmana tersebut untuk dikawinkan derajat dari perempuan itu sendiri. Apabila dengan salah satu dari putra mereka. Hal tidak hidup akan sial dan sengsara. itu dianggap sebagai sesuatu yang lumrah Nasehat-nasehat yang lebih dan wajar, bahkan tidak jarang mengedepankan untuk mengamankankan menimbulkan kebanggaan bagi keluarga harga diri keluarga masing-masing, yang menyerahkan anaknya.Karena anak mengakibatkan para gadis brahmana mereka akan masuk kelingkungan berlomba-lomba mencari laki-laki yang keluarga griya. Tokoh Jero Kemuning sederajat dengan mereka dan hidup dalam novel Kenanga bernasib seperti itu. mapan.Pilihan gadis-gadis itupun jatuh Kehidupannya diserahkan oleh pada Mahendra, seorang laki-laki keluarganya kepada sesorang laki-laki,

4

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149 brahmana yang memiliki karir bagus dan menambahkan kata, “Ratu”, sebagai mapan. sebutan kehormatan. Banyak para orang tua memaksakan Masih berkisah dalam tema yang kehendak mereka agar anak gadis mereka sama, hegemoni kasta juga membelit cerita dinikahi oleh Mahendra.Mereka dalam novelet Sagra. Tetap dalam inti mengadakan acara-acara tertentu dengan cerita, seperti cerita dalam novel Kenanga, megundangMahendra.Para gadis berebut perkawinan yang sederajat tetap untuk mendekati Mahendra dalam acara dikehendaki oleh orang tua. Dimulai dari tersebut. perkawinan Dayu Manik, yang Pernikahan dengan orang yang menghendaki laki-laki brahmana kaya berasal dari status sosial yang sederajat untuk menikahinya. Walaupun ia juga dikait-kaitkan dengan dunia mistik, mencintai seorang laki-laki sudra yang dunia leluhur.Seperti pesan yang terus bernama Maglek. Namun, tetap atas nama diulang-ulang oleh Tuniang, nenek status sosial pilihannya jatuh pada laki-laki Mahendra, tiap kali bertemu Mahendra. brahmana, untuk meneruskan keturunannya. Tetapi, meskipun telah “Ingat, kalau kau tidak kawin menikah dengan laki-laki yang dengan perempuan brahmana, roh menjadikannya sebagai perempuan Tuniang tidak akan diterima leluhur. terhormat dan kaya, bayang-bayang Roh tuniang-mu ini akan melayang- Maglek tetap menghantui hidupnya. layang terus. Kalau malam roh Tuniang akan menangis di pinggir Keinginan agar keturunan brahmana Pura, karena tidak akan sempurna tetap ajeg, ia menginginkan agar anaknya, tanpa pernah disembahyangi oleh Dayu Pidada, menikah dengan laki-laki cucu-cucu Tuniang yang lahir dari brahmana pula. Sama seperti kehidupan perempuan brahmana juga!” sang ibu, ia menikah dengan laki-laki (Kenanga, 2004: 236) brahmana dan hanya sekedar formalitas.

Sebenarnya,ia mencintai Jegog, seorang Sugesti yang disebar oleh Tuniang laki-laki sudra yang miskin. Pernikahan membuat para gadis menjadi keluarga yang terjadi sebagai semacam kesepakatan griya menjadi penurut.Mereka takut para antara Pidada, Ida Bagus Baskara, leluhur menderita di alam setelah suaminya, Jegog, dan Luh Sewir, istrinya. kematian. Pada akhirnya mereka berusaha Ternyata Luh Sewir memiliki hubungan untuk mencari laki-laki yang sederajat. khusus dengan suami Pidada dan mereka Apabila tidak menikah dengan laki-laki saling mencintai. Cinta segiempat di antara brahmana, hidupnya akan tertimpa mereka tersimpan rapi dan membuahkan kesialan. Seperti kisah Biang Mayun, yang anak. Pidada mengandung anak Jegog dan menikah dengan laki-laki sudra. Ia diusir Luh Sewir mengandung anak suami dari keluarga griya. Suaminya kemudian, Pidada. Pidada melahirkan Dayu Cemeti tertabrak truk.Ia pun menyambung dan Luh Sewir melahirkan Sagra. hidupnya dengan berjualan bawang di Sagra, yang pada mulanya menolak pasar. Pada saat bertemu dengan untuk masuk dan mengabdi di keluarga perempuan brahmana yang dulu satu Pidada akhirnya mengalah pada keinginan keluarga dengannya, ia harus ibunya. Karena tanah yang digarapnya selama ini adalah tanah miliki keluarga

5

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149

Pidada. Ia pun dengan berat hati masuk ke tetap melilitkan kasta sebagai sentral cerita keluarga griya. Datang di keluarga griya, dengan dihiasi konflik-konflik Sagra dihadapkan pada aturan yang telah percintaan.Novelyang mengetengahkan dibuat Pidada. Mulai dari dilarang makan tentang cinta tiga generasi perempuan satu piring dengan Yoga, cucu Pidada. yang dimulai dari kisah sang nenek, Padahal anak itu sangat dekat dengannya Pidada, berlanjut riwayat cinta sang ibu, dan Sagra sendiri dianggap sebagai ibunya Luh Sekar, kemudian bermuara pada kisah sendiri. sang anak, Dayu Telaga, ini sarat dengan Hegemoni kasta yang dilakukan oleh hegemoni kasta yang membelenggu Pidada terlihat dari tindakan-tindakan yang kehidupan para tokohnya, utamanya tokoh dilakukan oleh Pidada terhadap perempuan. Sagra.Dimulai dari perintah, ancaman dan Dimulai dari kehadiran tokoh sudra sebagainya. Misalnya ketika Sagra sedang yang masuk ke dalam lingkungan griya. memandikan Yoga, Pidada muncul dengan Tokoh Luh Sekar, yang kemudian menjadi sikap tajam mengenai kasta. Jro Kenanga, harus tunduk pada pakem yang berlaku di keluarga suaminya. Aturan “Jangan sembarangan merawat yang pada mulanya untuk cucuku, Sagra. Kelak, dialah penerus memperkenalkan sebuah kehidupan baru dinasti Pidada. Dia yang akan bermuara pada hegemoni.Dimulai aturan- mewarisi seluruh hotel yang aturan bahwa dia dilarang makan bersama kumiliki. Ajari dia menjadi bangsawan yang baik….Jangan dengan keluarga asalnya. Luh Dalem, ibu pernah makan satu piring dari Luh Sekar, harus memperlakukan dengannya. Jaga dia sebagai anaknya dengan istimewa. Bahkan ketika bangsawan.Jangan kotori darah ibunya sendiri mati, karena hanyut di birunya. Kau paham?!” (Sagra, sungai, Luh Sekar tidak boleh menyentuh 2004: 159). ibunya serta tidak boleh

menyembahyanginya. Perkataan yang diucapkan Pidada Walaupun telah masuk sebagai sebagi bentuk hegemoni atas dirinya. menantu keluarga brahmana, Luh Sekar Sagra, sebagai seorang sudra, harus tetap dianggap sebagai perempuan sudra. menurut pada apa yang sudah ditetapkan Ia harus berbahasa halus dengan orang- Pidada. Kematian-kematian yang beruntun orang griya, tidak boleh makan satu piring dalam keluarga Pidada, membuat banyak dengan ankanya. Akibat kehidupan di orang berpikir bahwa Pidada harus keluarga barunya yang sangat ketat dengan bersembahyang di Pura Desa agar aturan atau pakem yang ada, ia akhirnya kesialan-kesialan yang menimpa menjadi bangsawan tulen. Ia mengekang keluarganya lenyap. Akan tetapi, anaknya, Dayu Telaga, juga dengan aturan bersembahyang di pura milik masyarakat yang khas dengan griya. Karena biar itu akan mencemarkan bagaimana pun perempuan griya akan kebangsawanannya. Hegemoni kasta yang menjadi panutan bagi perempuan ada ternyata menjauhkan keluarga griya kebanyakan. dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Hegemoni kasta terbaca baik melalui Novel Tarian Bumi yang dianggap tindakan ataupun cara berpikir mereka. sebagai karya besar dari Oka Rusmini juga Melalui cara berpikir misalnya saja,

6

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149 tentang perubahan nama ketika Luh Sekar brahmana, akan mendapat kesialan. Luh masuk ke keluarga griya. Ia harus Gumbreg menuntut agar Dayu Telaga mau mengubah namanya menjadi Jro Kenanga. melakukan upacara patiwangi, upacara Karena sesuatu yang lumrah apabila pelepasan kasta dari perempuan yang sesorang perempuan sudra menikah berkasta lebih tinggi daripada suaminya, dengan laki-laki brahmana ia akan agar kesialan yang menimpa keluarganya mengubah namanya. Nama baru itu bisa hilang. Dayu Telaga pun biasanya terkait dengan nama-nama bunga. menyanggupinya. Pada saat meminta ijin Sementara apabila, perempuan brahmana untuk melakukan upacara itu, kepada menikah dengan laki-laki sudra, nama Ibunya, Jro Kenanga, ibunya tetap perempuan brahmana tersebut tidak bersikukuh tidak mau menemui Telaga. Ia berubah. Ia tetap mempergunakan nama menganggap anaknya telah mati sebab dayu. Seperti Dayu Telaga yang menikah telah menjadi perempuan sudra. dengan Wayan Sasmitha, ia tetap mempergunakan nama dayu walaupun 3.2 Bentuk Hegemoni masuk ke keluarga sudra. Terdapat beberapa bentuk Tidak kaum brahmana yang hegemoni kasta yang dilakukan oleh para menghegemoni kaum sudra, ketika tokohnya. Pertama, hegemoni kasta dalam perempuan sudra masuk ke keluarga bahasa. Kedua, hegemoni kasta dalam brahmana. Kenyataan yang sebaliknya adat. Ketiga, hegemoni kasta dalam juga ada ketika perempuan brahmana kehidupan sosial. Keempat, hegemoni masuk ke keluarga sudra. Seperti sebuah kasta dalam aktifitas sehari-hari. “pembalasan dendam”.Hal ini terlihat Bentuk-bentuk hegemoni kasta ketika Dayu telaga masuk ke dalam banyak terdapat dalam bahasa. Bahasa keluarga Wayan Sasmitha.Terlebih Wayan yang dipergunakan dalam karya-karya Oka Sasmitha ditemukan mati di studio Rusmini lebih mengarah pada kosakata lukisnya. Menurut Luh Gumbreg, yang yang dipergunakan dalam bahasa Bali. masih berpegang kuat apada pakem yang Kosakata yang dipergunakan dalam bahasa ada, kematian Wayan Sasmitha yang tersebut secara tidak langsung mendadak itu, karena ia menikah dengan menggambarkan hegemoni kasta. seorang Ida Ayu, perempuan griya. Ada Beberapa kosakata yang kerap muncul semacam kepercayaan dalam dirinya, dalam karya Oka Rusmini yakni dalam bahwa apabila menikah dengan perempuan tabel sebagai berikut.

Tabel 01 Daftar Kosakata yang Menggambarkan Hegemoni Kasta

No. Kosakata Arti 1 Ratu Panggilan kehormatan untuk bangsawan Bali 2 Tugus Panggilan anak laki-laki untuk golongan brahmana 3. Tugeg Panggilan anak perempuan untuk golongan brahmana 4 Ida Ayu (Dayu) Gelar kebangsawanan perempuan Bali golongan brahmana 5. Ida Bagus Gelar kebangsawanan laki-laki Bali golongan

7

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149

brahmana

Kosakata yang dipergunakan Oka Selain ada ungkapan kosakata yang Rusmini dalam tiga prosanya dipergunakan dalam seperti di atas, menunjukkan hegemoni terhadap orang hegemoni kasta juga ada dalam bahasa- yang berkasta di bawahnya. Sebab, bahasa yang kerap kali dilontarkan oleh panggilan-panggilan tersebut membuat para tokoh untuk mengekang kebebasan orang lain mesti menghormati yang tokoh lainnya.Salah satunya yakni dalam memiliki panggilan tersebut. Berbeda novel Tarian Bumi. Dalam novel ini sang dengan orang yang memiliki golongan anak, Ida Ayu Telaga beranjak dewasa dan selain brahmana. ia harus mengikuti pakem yang ada di Bagi orang Bali nama atau gelar griya. mempunyai arti yang khusus, baik bagi pengguananya maupun bagi orang lain. “Tugeg tidak boleh memakai celana Penggunaan nama atau gelar tertentu pendek.Kalau Tugeg ingin keluar, pakailah kain dan harus rapi.Jangan bukan saja dapat menimbulkan ngawur. Jaga wibawa Meme di ketersinggungan, sakit hati atau kemarahan depan orang-orang griya. Walaupun pada orang lain yang merasa bahwa Meme bukan seorang Ida Ayu, pemakaian gelar oleh orang lain tidak Meme yakin anak Meme lebih Ida berhak dianggapnya melecehkan Ayu dari berpuluh bahkan beratus golongannya, karena menurut pendapatnya Ida Ayu.” (Tarian Bumi, 2007: 69) gelar itu adalah sebuah gelar Dari percakapan itu terlihat bahwa kebangsawanan khusus yang adiluhung, menjadi seorang bangsawan (brahamana) yang hanya boleh dipakai oleh golongan harus berpakaian rapi dan berkain karena tertentu saja. akan menjadi panutan bagi orang di Dalam novelet Sagra, kata Ratu sekitarnya. Juga tersirat makna, bahwa berkali-kali disebut sebagai ungkapan walaupun Jero Kenanga bukan berasal dari penuh hormat kepada golongan brahmana. kalangan brahmana, ia optimis Telaga Biasanya yang menyebut ungkapan ini akan menjadi lebih dari beratus Ida Ayu. adalah mereka yang berasal dari Dengan kata lain, perempuan menjadi golongansudra. Hal itu nampak ketika simbol dari keluarga griya. Pada saat Sagra menghindari Ida Ayu Cemeti, saat Telaga akan bertanya mengapa banyak perempuan itu berusaha menyentuh aturan, Luh Sekar pun menjawab, “Ini kulitnya.Cemeti mengira Sagra marah adalah pakem leluhur yang harus dipatuhi kepadanya. Itu menimbulkan kalau Tugeg ingin bahagia” (Tarian Bumi, kesalahpahaman di antara mereka. 2007: 69).

Kedua, bentuk hegemoni kasta “Kau marah padaku, Sagra?” “Ratu, jangan berkata seperti itu. dalam adat. Adat adalah wujud gagasan Saya…” Belum selesai Sagra kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai menjelaskan, Ida Ayu Pidada, ibu budaya, norma, hukum, dan aturan yang Cemeti, muncul dari balik korden satu dengan yang lainnya berkaitan (Sagra, 2004: 159). menjadi suatu sistem (Kamus Besar

8

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149

Bahasa Indonesia). Adat sebagai aturan akan sial jadinya bila Wayan Sasmitha (perbuatan) yang lazim dilakukan sejak mengambil Telaga sebagai istri. Luh dahulu kala. Adat juga merupakan Gumbreg percaya pada mitos, bahwa cara/kelakuan yang sudah menjadi perempuan brahmana adalah sebagai kebiasaan. surya, penerang kegelapan. Bahkan Tiga prosa yang dijadikan bahan keluarga bsesarnya telah ratusan tahun analisis dalam tulisan ini, menggambarkan mengabdi pada keluarga griya. Hal itu kebiasaan yang dilakukan oleh para tokoh diungkapkannya ketika berdebat sengit yang ditulis Oka Rusmini. Dalam novelet dengan Wayan Sasmitha. Sagra, digambarkan seorang ibu yang bernama Luh Sewir yang memiliki seorang “Apa yang kau ketahui tentang anak bernama Sagra. Luh Sewir ini hubunganku dengan keluarga griya? Apa? Beratus-ratus tahun keluargaku berharap selepas ia mati, agar Sagra mengabdi pada mereka. Sekarang tinggal di keluarga griya yang kau hancurkan hubungan yang telah dikepalakeluargai oleh Dayu Pidada. terjalin dengan baik itu.” (Rusmini, Mulanya Sagra menolak. Ia berpendapat 2007:137) bahwa mereka masih pumya tanah yang diwariskan ayahnya. Mereka seharusnya Melalui pemanfaatan gaya bahasa masih bisa tetap hidup dengan mengelola hiperbola, Luh Gumbreg menentang tanah ayahnya dan Sagra tidak malu untuk kerasrencana pernikahan mereka bekerja di ladang. Ia tidak mau bekerja mengingat keluarga sudra adalah sebagai sebagai pelayan. pengabdi dalam keluarga brahmana. Selain itu, sukar dibayangkan olehnya bila Tinggal di griya, berarti Sagra tidak pernikahan beda status sosial itu terjadi. lagi berhak memiliki impian sebagai Orang-orang sudra akan akan manusia. Apa yang bisa memandangnya penuh aib, karena berani dilakukannya sebagai pelayan selain menjadikan seorang dayu sebagai menunggu perintah? Bekerja untuk menantunya. Sebagai seorang pengabdi orang lain. (Sagra, 2004: 162) yang sudah berartus-ratus tahun, akan

Sagra merasa puas dengan apa yang merusak hubungan baik yang sudah ia miliki. Salah satunya tanah yang terjaga. diwariskan ayahnya. Penolakannya Tidak hanya dalam kedua prosa di mengabdi di keluarga griya kerap kali atas saja yang mengungkap perihal bahwa memunculkan pertengkaran dengan sudra sebagai pengabdi di keluarga ibunya, Luh Sewir. Namun, pada akhirnya brahmana. Dalam novelnya yang berjudul Sagra pun mengalah setelah Luh Sewir Kenanga pun, Oka Rusmini juga mengatakan bahwa tanah yang mereka menyisipkan tentang seorang wong jero garap selama ini merupakan tanah milik yang bernama Luh Intan yang mengabdi keluarga griya. Sagra pun tinggal di griya. pada keluarga Kenanga di griya. Luh Intan Novel Tarian Bumimengisahkan dititipkan oleh neneknya di griya. Anak- cinta tiga generasi. Salah satunya anak yang berasal dari keluarga biasa percintaan Dayu Telaga dan Wayan diserahkan orang tuanya di griya sebagai Sasmitha. Cinta mereka ditentang Luh pembantu. Hal tersebut merupakan tanda Gumbreg, ibu Wayan Sasmitha. Ia percaya persembahan dan bukti kesetiaan pada

193

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149 kaum bangsawan. Ada suatu anggapan Kenanga yang pada mulanya sebagai dalam masyarakat bahwa dengan menjadi perempuan sudra, mengekang kebebasan- pengabdi di keluarga brahmana, hidupnya kebebasan Dayu Telaga, anak semata akan dilimpahi kebahagiaan karena wayangnya. Dari cara berpakaian yang brahmana adalah sebagai surya, sinar yang harus berkain rapi dan tidak bercelana menerangi kegelapan. pendek hingga jodoh yang harus bergelar Ketiga, hegemoni kasta dalam Ida Bagus. Ini dilakukan oleh Jero bentuk kehidupan sosial. Kehidupan sosial Kenanga karena faktor identifikasi, yakni masayarakat Bali banyak tergambar dalam kecenderungan untuk meniru apa yang ketiga prosa karya Oka Rusmini yang dilakukan oleh mertuanya, Dayu Pidada dijadikan bahan analisis ini. Salah satu yang sangat mengagungkan status sosial. diantaranya yakni interaksi sosial yang Pengekangan-penengekangan yang timbul dari hegeomoni kasta yang ada dilakukan oleh Jro Kenanga menimbulkan dalam ketiga prosa ini. Interaksi sosial pemberontakan pada diri Telaga. Hingga adalah hubungan timbal balik antara dua puncaknya ia menikah dengan Wayan atau lebih individu dimana ide dan satu Sasmitha, laki-laki sudra. pandangan individu saling mempengaruhi. Pada kasus lain yakni ketika Wayan Interaksi sosial dipengaruhi oleh Sasmitha mengutarakan pernikahannya faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan dengan Telaga kepada ibunya, Luh simpati (Pasaribu, 1984: 68-69). Imitasi Gumbreg. Ibunya menolak keras. Karena adalah kecenderungan berbuat atau meniru ia percaya pada pakem dan tersugesti perbuatan orang lain. Sementera sugesti bahwa menikahi perempuan brahmana adalah sikap, pandangan, pendapat orang akan membawa sial pada keluarganya dan lain yang diterima sepenuhnya tanpa itu adalah perbuatan dosa, sebab telah dikritisi. peranan sugesti dirasa penting di mencuri surya yang telah menerangi dalam pembentukan norma-norma keluarganya ratusan tahun. Terjadi konflik kelompok, prasangka sosial, norma-norma antara dirinya dengan ibunya dalam susila, norma politik, dan lain-lain. rencana pernikahan tersebut. Mereka Sedangkan identifikasi adalah berdebat keras. Wayan Sasmitha diminta kecenderungan atau keinginan dalam diri memikirkan rencana tersebut. Tapi Wayan seseorang untuk menjadi sama dengan kukuh pada pendiriannya. pihak lain. Simpati adalah perasaan suka atau tertarik yang timbul pada diri “Tiang tidak mau mengakui seseorang kepada orang lain. Simpati perbuatan ini suatu dosa, Meme. Ini timbul tidak atas dasar logis rasional, pilihan dari beratus-ratus bahkan berjuta-juta pilihan tiang dalam melainkan berdasarkan perasaan. hidup. Bagi tiang ini keputusan Ketiga prosa yang ditulis Oka paling penting. Paling mahal. Tiang Rusmini menggambarkan interaksi sosial sudah sejak lama memikirkan akibat- yang dipengaruhi oleh hegemoni kasta. akibatnya kelak (Tarian Bumi, 2007: Interaksi sosial yang terbaca dalam tiga 138). prosa ini yakni adanya kekuatan yang saling mempengaruhi antar individu. Salah Akibat pernikahan Telaga dan satu contohnya yakni kegigihan Jro Wayan Sasmitha, hubungan kedua Kenanga dalam novel Tarian Bumi. Jro

194

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149 keluarga menjadi tidak harmonis. Telaga bisa membereskan segala persoalan biaya dibuang dari keluarga griya. Ia tidak upacara tertentu. diterima dengan baik dalam keluarga Hegemoni kasta dalam bentuk mertuanya. aktivitas juga terlihat pada acara kematian Selain adanya interaksi sosial dalam Luh Dalem. Anaknya, Luh Sekar yang kehidupan sosial yang ada dalam tiga telah menjadi Jro Kenanga, karena sudah prosa Oka Rusmini, terdapat pola menjadi bagian dari keluarga griya, tidak komunikasi sosial yang berubah akibat diperbolehkan menyentuh mayat ibunya, adanya hegemoni kasta. Contohnya, dalam memandikan dan menyembah tubuh novel Tarian Bumi. Ketika Luh Sekar ibunya. Lebih memedihkan lagi ia harus menikah, kemudian tinggal di keluarga duduk di tempat yang tinggi sehingga bisa griya. Ia harus mengubah namanya menyaksikan jalan upacara kematian menjadi Jro Kenanga. Bahkan dalam ibunya dengan lengkap. Terbaca jelas keluarganya sendiri, Luh Dampar dan hegemoni kasta memisahkan kasih sayang adik-adiknya harus bertutur sopan seorang anak kepada ibunya bahkan ketika kepadanya. sang ibu menjadi mayat sekalipun. Keempat, bentuk hegemoni dalam aktivitas. Aktivitas adalah kegiatan. Dalam IV. SIMPULAN novelet Sagra, hegemoni kasta juga Hegemoni kasta ada dalam nampak dalam aktivitas yang dilakukan kekuasaan tokoh yang berkasta brahmana oleh masyarakat. Salah satu contohnya atas tokoh yang berkasta sudra. Bentuk yakni ketika Pidada membiayai seluruh hegemoni kasta dapat dapat ditemukan upacara mecaru di desa sebagai akibat dalam bahasa, adat, kehidupan sosial, dan meninggalnya ayah Sagra yang aktivitas yang digambarkan dalam ketiga mengapung di Sungai Badung. Keluarga prosa yang ditulis Oka Rusmini. Salah satu Pidada yang membiayai upacara tersebut. bentuk kosakata yang digunakan Hal ini dilakukan Pidada sebab ia sebagai menggambarkan hegemoni kasta yakni keluarga terpandang dan kaya serta dari ratu yang dipakai sebagai sebutan golongan brahmana. Upacara itu kehormatan bagi mereka yang berkasta dilakukan sebab Jegog, ayah Sagra, brahmana. Hegemoni kasta dalam adat, meninggal secara tidak wajar. misalnya keluarga sudra menyerahkan Pada bagian lain, setelah Jegog anaknya kepada keluarga griya sebagai menghamili Luh Sewir, keluargaPidada bentuk kesetiaan mereka. Sementara dalam yang membereskan upacara perkawinnnya. kehidupan sosial yakni perubahan sikap Bahkan hingga memberi makan tiga hari dan perilaku seorang ibu (Luh Dampar) tiga malam masyarakat. Saat Luh Sewir, ketika anaknya, Luh Sekar, menjadi ibu Sagra, meninggalupacara kematiannya menantu keluarga brahmana. yang membutuhkan biaya besar pun Oka Rusmini di satu sisi mendukung dibereskan oleh keluarga Pidada. Di sini protes pelarangan terhadap praktek- terlihat hegemoni status sosial brahmana praktek kasta, namun di sisi lain, ia yang terlihat sangat mempengaruhi pikiran meneguhkan sistem kasta itu sendiri seseorang bahwa brahmana memiliki dengan menghadirkan upacara patiwangi kekayaan yang tidak habis-habisnya serta dalam ceritanya serta kemalangan- kemalangan yang menimpa kehidupan

195

Jurnal Bakti Saraswati Vol.06 No.02September 2017 ISSN : 2088-2149 para tokoh akibat pernikahan beda kasta. Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Dengan kata lain, Oka Rusmini bersikap Metode, dan Teknik Penelitian ambigu, posisi yang memberikan ruang Sastra Cetakan V. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. kepada pembaca untuk menentukan Rene, Wellek dan Austin Warren. 1990. sikapnya sendiri. Teori Sastra. : Gramedia Rusmini, Oka. 2004. Kenanga. Jakarta: Grasindo DAFTAR PUSTAKA Rusmini, Oka. 2004. Sagra. Magelang: Barker, Chris. 2004. Cultural Studies: Indonesiatera Teori dan Praktik. Penerjemah Rusmini, Oka. 2007. Tarian Bumi. Jakarta: Nurhadi. Yogyakarta:Kreasi Gramedia. Wacana. Simon, Roger. 2004. Gagasan-gagasan Diantha, Pasek Made dan I Gede Pasek Politik Gramsci. Penerjemah Eka Winanjaya. 2010. Kasta dalam Kamdani dan Imam Baehaqi. Persfektif Hukum dan HAM. Yogyakarta: Insist. Denpasar: Press. Wiana, I Ketut dan Raka Santeri. 2005. Endraswara, S. 2008. Metodologi Kasta dalam Hindu: Penelitian Sastra: Epistemologi, Kesalahpahaman Berabad-abad. Model, Teori, dan Aplikasi. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha Yogyakarta: Mediapressindo. Yani, Putu Budi Eka. 2010. “Perubahan Karepun, Made Kembar. 2007. Mengurai Sosial dalam Novel Tarian Bumi, Benang Kusut Kasta. Denpasar: Novelet Sagra, dan Novel Kenanga Panakom Karya Oka Rusmini”. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana

196