37 Bab Iii Kabinet Hatta I Menghadapi Kondisi Dalam
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB III KABINET HATTA I MENGHADAPI KONDISI DALAM NEGERI DAN DUNIA INTERNASIONAL A. Program Kerja Kabinet Hatta I Pada tanggal 16 Februari 1948, Perdana Menteri Mohammad Hatta berpidato di muka sidang Badan Pekerja KNIP untuk menjelaskan pokok - pokok kebijakan politiknya dalam kabinet presidensial. Adapun bunyi program pemerintah yaitu: 1. Menyelenggarakan Persetujuan Renville dan terus berunding atas dasar - dasar yang telah disepakati. 2. Mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat. 3. Mengadakan rasionalisasi ke dalam. 4. Pembangunan. Dalam program ini tergambar usaha pemerintah ke luar dan ke dalam. Keluar ialah berunding dengan Belanda untuk menyelesaikan persengketaan Belanda dengan Republik Indonesia untuk mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat yang berdaulat. Ke dalam ialah menyempurnakan organisasi dengan perbaikan penghidupan rakyat yang bisa dicapai dengan diadakannya rasionalisasi besar - besaran beserta dengan pembangunan.1 Secara garis besar program kerja pemerintah dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu melanjutkan penyelenggaraan Persetujuan Renville, bagian kedua yaitu rasionalisasi dan reorganisasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1 Mohammad Hatta, Beberapa Pokok Pikiran, Jakarta: UI-Press, 1992, hlm. 24 - 25. 37 38 1. Melanjutkan Penyelenggaraan Persetujuan Renville. Pokok persoalan sejak proklamasi kemerdekaan adalah hubungan Republik Indonesia dengan Belanda dimana pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia belum terpenuhi. Dengan adanya campur tangan dunia internasional muncul harapan baru dalam meyelesaikan persoalan Republik Indonesia dengan Belanda. Melalui perantaraan Komisi Tiga Negara maka tercapailah Persetujuan Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Sekarang Persetujuan Renville sudah ditandatangani dan tinggal cara - cara penyelenggaraan sesuai dengan asas yang telah disepakati. Penyelenggaraan Persetujuan Renville bertujuan untuk membentuk dengan secepatnya Negara Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat di mata Pemerintah Belanda. Untuk mencapai tujuan pengakuan diatas maka Pemerintah Republik Indonesia harus memegang janji dalam menyelenggarakan Persetujuan Renville apapun resikonya. Tercapainya penyelenggaraan Persetujuan Renville merupakan kunci terbukanya Republik Indonesia atas dunia internasional, hal ini terdapat pada hasil Persetujuan Renville yang menyatakan bahwa sebelum Negara Indonesai Serikat belum terbentuk maka kedaulatan atas Hindia Belanda (Indonesia) masih di tangan Belanda.2 Dengan terbentuknya negara yang berdaulat maka hilanglah kegelisahan yang menghantui rakyat dalam aktivitas produksi, dengan bersatunya Republik Indonesia dalam Negara Indonensia Serikat maka segala tenaga ekonomi dapat dipusatkan pada pembangunan negara, dan 2 A Kardiyat Wiharyanto, Sejarah Indonesia: Dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2011, hlm. 61. 39 perhubungan dengan dunia luar dapat terjaga dalam hubungan ekonomi dunia. Tetapi selama pembentukan Negara Indonesia Serikat belum terlaksana maka tujuan pembangunan ekonomi pun belum terlaksana. Oleh karena itu pembentukan Negara Indonesia Serikat itu harus melalui Pemerintah Federal Sementara dan Pemerintah Republik Indonesia bersedia berperan aktif dalam pembentukan Pemerintah Federal Sementara yang meliputi seluruh Indonesia.3 2. Rasionalisasi dan Reorganisasi Pelaksanaan rasionalisasi ke dalam dengan mengadakan perbaikan susunan negara dan alat negara serta mengusahakan perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan negara. Pemindahan tenaga kerja dari pekerjaan yang tidak produktif ke pekerjaan yang produktif menjadi pedoman utama dalam perimbangan pendapatan dan pengeluaran. Tetapi objek produksi baru perlu dana yang besar untuk mendatangkan alat - alat produksi, hal ini menjadi tugas awal yang terlihat akan menghabiskan dana besar tetapi setelah alat - alat produksi sudah terkondisikan maka tenaga produktif bisa menambah pendapatan negara.4 Rasionalisasi tidak hanya pemindahan tenaga kerja kepada hal yang produktif tetapi juga penyederhanaan susunan dan bentuk tata usaha administrasi negara. Mengenai angkatan perang terjadi pemakaian tenaga yang tidak produktif, susunan komando yang berat keatas, dengan cita - cita “satu 3 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato Dari Tahun 1942 sampai dengan 1949, Jakarta: PT Inti Idayu Press, 1981, hlm. 166 - 168. 4 Mohammad Hatta, op.cit., hlm. 33 - 34. 40 tentara satu komando” yang termasuk dalam tentara reguler. Maka tenaga yang tidak produktif dalam susunan angkatan perang akan disalurkan dalam objek produksi baru. Jalan lain untuk mencapai perimbangan antara pendapatan dan pengeluaran yaitu dengan mengurangi pengeluaran, memperbesar masuknya pajak, memperbesar produksi, dan mengadakan sanering5 uang dikarenakan banyaknya uang palsu yang beredar dan merosotnya mata uang. Tujuan akhir dalam rasionalisai adalah perimbangan pendapatan dan pengeluaran tetapi semua ini hanya akan dicapai apabila persengketaan antara Republik Indonesia dan Belanda segera diselesaikan.6 B. Kondisi Dalam Negeri 1. Penyelenggaraan Persetujuan Renville Persetujuan Renville dapat dianggap sebagai titik balik yang menentukan dalam pembicaraan antara Republik Indonesia dengan Belanda. Melalui usaha intensif Dewan Keamanan PBB dengan perantaraan Komisi Tiga Negara memberikan campur tangan yang konkrit dan intensif dengan meningkatnya kesulitan - kesulitan antara Republik Indonesia dengan Belanda 5 Sanering adalah menciutkan nilai tukar uang akibat memburuknya situasi ekonomi yang sering ditandai dengan besarnya angka inflasi. Dengan sanering ini maka diharapkan ekonomi yang sakit dan berpotensi kebangkrutan akan pulih bahkan lebih sehat dari semula. Kusmayanto Kadina, Redenominasi, Sanering, dan Devaluasi, http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2010/08/03. Diakses pada tanggal 4 Desember 2012. 6 Mohammad Hatta, Beberapa Pokok Pikiran, op.cit., hlm. 34 - 35. 41 setelah penandatanganan Persetujuan Renville.7 Terdapat tiga pokok kesepakatan sebelum membahas permasalahan politik yaitu, kesepakatan genjatan senjata dan penghentian tembak - menembak antara pasukan Belanda dan pasukan Republik Indonesia setelah ditetapkan garis batas antara daerah Republik Indonesia dengan daerah yang diduduki Belanda akibat Agresi Militer Belanda I. Apabila terjadi pertikaian antara kedua belah pihak maka akan ditempuh penyelesaian secara damai. Hasil Persetujuan Renville ini jelas merugikan bagi Republik Indonesia dilihat dari wilayah dan mengakibatkan Kebinet Amir Syarifuddin jatuh. Presiden Sukarno meminta Drs. Mohammad Hatta untuk membentuk kabinet baru yang berusaha untuk mantaati Persetujuan Renville supaya strategi diplomasi masih dapat dijalankan dan menambah kepercayaan dunia internasional.8 Dalam pelaksanaan Persetujuan Renville terdapat tiga peristiwa yang menjadi peluang Kabinet Hatta I, diantaranya yaitu: a. Pemindahan Pasukan Republik Indonesia ke Wilayah Republik Indonesia Berdasarkan Garis Van Mook. Penghentian tembak - menembak dan pengakuan garis Van Mook merupakan syarat Persetujuan Renville sebelum membahas permasalahan politik antara Republik Indonesia dengan Belanda. Tahap awal adalah penghentian tembak - menembak dan pemindahan pasukan Republik 7 Ide Anak Agung Gde Agung, Renville, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991, hlm. 53 - 54. 8 A Kardiyat Wiharyanto, op.cit., hlm. 61 - 62. 42 Indonesia dari daerah yang dikuasai Belanda ke daerah Republik Indonesia. Pemindahan pasukan ini berdasarkan pada garis Van Mook sebagai batas antara wilayah Belanda dan wilayah Republik Indonesia. Pelaksanaan pemindahan pasukan atau hijrah ini, yaitu sejak tanggal 1 Februari sampai 22 Februari 1948.9 Hijrah prajurit TNI kurang lebih 35.000 orang dari daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur menuju Jawa Tengah sesuai dengan Persetujuan Renville. Dari jumlah itu sekitar 22.000 orang diberangkatkan dengan kendaraan yang disediakan oleh Belanda, sedangkan sisanya berjalan kaki melalui medan yang sulit berupa pegunungan dan hutan. Pelaksanaan hijrah ini selesai dengan sukses pada tanggal 22 Februari 1948.10 Bagi Pemerintah Republik Indonesia pemindahan pasukan dari daerah yang sudah mereka kuasai bukan hal yang mudah, mereka baru pergi dari daerah yang telah di kuasai dengan memberikan jaminan bahwa PBB akan melaksanakan dan mengamati plebisit - plebisit11 di daerah asal mereka. Penarikan pasukan ini merupakan ujian dimana Pemerintah Republik Indonesia akan mendapatkan penilaian dari dunia internasioanal 9 Pramoedya Ananta Toer dkk, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003, hlm. 7. 10 Ibid., hlm. 28. 11 Plebisit adalah pemungutan suara umum di suatu daerah untuk menentukan status daerah itu. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke 3., Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 882. 43 dalam bidang - bidang sebagai berikut;12 Pertama, pelaksanaan administrasi Pemerintah Republik Indonesia untuk dapat membedakan mana pasukan Pemerintah dan mana yang tidak. Kedua, apakah Pemerintah cukup berwibawa, sehingga perintah - perintah akan ditaati oleh pasukannya. Ketiga, apakah pasukan Pemerintah cukup berdisiplin untuk melaksanakan tugas itu. Setelah pelaksanaan hijrah selesai, Buurman van Vreeden menuduh pasukan Republik Indonesia melanggar genjatan senjata terkait dengan perintah komandan pasukan yang berada di wilayah Belanda dengan melakukan aksi subversif, ancaman dan teror terhadap orang - orang Indonesia yang bekerjasama dengan Belanda. Menurut Mr Mohamad Roem Pemerintah Republik tidak dapat bertanggungjawab atas tindakan - tindakan, ancaman