Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

STUDI PERBANDINGAN EKSTRAK DAUN BAKAU (Rhizophora Mangle L) DAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L) YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN PENYAMAK ALAMI DALAM PERBUATAN TELUR PIDANG

Adi Putra, S.TP(1), dan Rifni Novitasari(2) (1) Alumni Teknologi Pangan Faperta UNISI (2) Dosen Teknologi Pangan Faperta UNISI [email protected]

Abstrak Penelitian tentang perbandingan ekstrak daun bakau (Rhizophora Mangle L) dan ekstrak daun jambu (Psidium Guajava L) yang digunakan sebagai bahan penyamak alami dalam pembuatan telur telah dilakuakan selama Bulan Desember 2012 dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan terbaik ekstrak daun bakau dan daun jambu biji yang digunakan sebagai bahan penyamak alami dalam pembuatan telur pindang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancang Acak Lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 3 x ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah ; A0 (Ekstrak daun bakau 100%) ; A1 (Daun bakau 25% dan daun jambu biji 75%); A2 (Daun bakau 50% dan daun jambu biji 50%,); A3 (Daun bakau 75% dan daun jambu biji 25%) Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan A3 (Daun Bakau 75%: Daun Jambu Biji 25%) adalah perlakuan perbandingan terbaik dari hasil uji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dengan skor ; 3.65 untuk rasa, 3,70 untuk warna dan 3,85 untuk tekstur. dengan total mikroba pada hari ke-12 (3 x 106), kadar protein 30,24% dengan kadar air 74,58%

Kata kunci : Daun Bakau, Daun Jambu biji, Penyamak, Telur pindang

PENDAHULUAN dijadikan menu hidangan dan bisa dijadikan bahan alternatif pengganti ikan Telur adalah bahan pangan yang dan daging. Karena harganya yang sangat penting di dalam memenuhi murah dan terjangkau telur bisa kebutuhan gizi manusia, karena dikonsumsi oleh semua kalangan. Telur merupakan sumber protein dan lemak juga mempunyai prospek agroindustri yang tinggi, selain protein dan lemak dan agrobisnis yang baik terutama bila telur juga mengandung zat gizi lain ditingkatkan inovasi dalam seperti karbohidrat, vitamin dan mineral pengolahannya, biasanya telur dan telur juga sangat mudah untuk digunakan sebagai bahan pembuatan dicerna oleh tubuh (Wulansih dan atau cake, candy, , telur Suprapti, 2008). rebus dan goreng telur. Namun prospek Telur yang banyak mengandung tersebut harus didukung oleh bahan baku zat gizi juga lebih murah harganya telur yang bermutu tinggi (Anonim, dibanding ikan dan daging, yang bisa 2011).

Jurnal Teknologi Pertanian 61

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

Salah satu kelemahan telur sebagai dengan bahan kering seperti sumber gizi adalah telur tersebut mudah pencampuran garam dan pasir, kapur rusak. Untuk itu usaha pengawetan soda, serbuk gergaji dan abu tanah liat sangatlah penting demi mempertahankan merupakan metode yang dapat kualitas telur. Pengawetan telur secara mencegah penguapan air dan utuh dengan kulitnya dapat dilakukan karbondioksida saja dan tidak dapat dengan berbagai cara seperti proses menghambat pertumbuhan mikroorganisme pendinginan, pembungkusan kering, (Maryati et al, 2008). pelapisan dengan minyak dan pembuatan Penggunaan ekstrak dedaunan telur asin (Anonim, 2000). bertujuan untuk mengharapkan senyawa Ada beberapa cara lain untuk tanin yang terdapat pada dedaunan mengawetkan dan mengolah telur, salah tersebut, tanin berfungsi sebagai penutup satunya yaitu telur pindang. Pengolahan pori-pori kulit telur serta memberikan dengan cara telur pindang sudah lama warna coklat muda yang lebih menarik dikenal dan berbagai macam inovasi (Muchtadi, Sugiyono dan Ayustaningwarno, yang dilakukan dan merupakan 2010). penganekaragaman produk pangan. Dalam pembuatan telur pindang semua Perumusan Masalah jenis telur bisa dijadikan bahan baku, Dalam pengolahan telur pindang namun yang paling umum digunakan yang sangat umum dilakukan yaitu adalah telur ayam ras, karena ayam ras pemanfaatan ekstrak dedaunan yang yang lebih banyak diproduksi mencapai banyak mengandung senyawa tanin. 289,67 ton per tahun dan dikonsumsi Daun-daunan yang biasa digunakan juga harganya lebih murah dibandingkan adalah daun jambu biji, daun teh dan telur itik dan telur ayam buras atau ayam daun salam dengan perbandingan 3,33 kampung (Maryati, Jusmawati dan gram daun untuk 1 butir telur (Anonim, Karmila, 2008). 2000). Sementara masih banyak jenis Dalam pengolahan telur pindang daunan lain yang bisa digunakan dalam yang sangat umum dilakukan yaitu pengolahan telur pindang salah satunya pemanfaatan ekstrak dedaunan yang daun bakau, daun bakau ternyata banyak mengandung senyawa tanin. memiliki kandungan senyawa tannin Daun – daunan yang biasa digunakan yang lebih tinggi yaitu 12,02-13% dan adalah daun jambu biji, daun teh dan memberikan pengaruh terhadap daun salam dengan perbandingan 3,33 karakteristik telur pindang berdasarkan gram daun jambu biji : 3,33 gram daun penelitian ini. teh dan daun salam untuk 1 butir telur (Anonim, 2000). Sementara masih Tujuan Penelitian banyak jenis daunan lain yang bisa Penelitian ini bertujuan untuk digunakan dalam pengolahan telur mengetahui perbandingan terbaik ekstrak pindang salah satunya daun bakau, daun daun bakau dan daun jambu biji yang bakau ternyata memiliki kandungan digunakan sebagai bahan penyamak senyawa tannin yang lebih tinggi. alami dalam pembuatan telur pindang. Kelebihan dari pengolahan telur secara pemindangan adalah dapat Manfaat Penelitian menghambat pertumbuhan bakteri, Manfaat penelitian ini adalah mencegah penguapan kadar air dan memberikan informasi tentang teknologi karbondioksida, sedangkan pembuatan

62 Jurnal Teknologi Pertanian

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

sederhana untuk mengawetkan telur Biji, dalam bentuk produk telur pindang. I = Perlakuan Perbandingan Ekstrak Daun Magrove dan Ekstrak Daun Jambu Biji METODOLOGI (1-5) J = Ulangan (1-3) Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian Bahan – bahan yang digunakan Pembuatan telur pindang ini sama dalam penelitian ini adalah telur 72 butir, dengan pembuatan telur pindang pada daun bakau 239.76 gr, daun jambu biji umumnya dimana proses pembuatannya 239.76, air 14400 ml, garam 864 gr, berpedoman pada Maryati, et al, (2008) larutan HCl dan NaOH, CuSO4 dan dan (Anonim, 2000). K2SO4Se, H2SO4, larutan H3BO3 Sedangkan alat – alat yang Tahap-tahap pembuatan telur digunakan dalam penelitian ini adalah pindang adalah sebagai berikut: kompor, minyak tanah, panci, pisau, 1. Sortasi sendok, mangkok, korek api, gelas ukur, Persiapan bahan dapat dilakukan pemanas kjeldhal, labu kjeldhal dan dengan cara memilih telur yang masih buret 25 ml/50ml. segar dengan cara teknik pengamatan Metode Penelitian dan direndam langsung di dalam air Penelitian ini dilakukan dengan biasa atau di dalam air adonan garam menggunakan Rancang Acak Lengkap kemudian telur yang tenggelamlah yang (RAL), dengan empat perlakuan dan tiga diambil, karena pada dasarnya telur yang kali ulangan. Adapun perlakuan dalam tenggelam menandakan masih segar dan penelitian ini adalah: kantung udara di dalamnya masih kecil. A0 : Ekstrak daun bakau 100%, 2. Pencucian A1 : Daun bakau 25% dan daun jambu Telur yang sudah dipilih kemudian biji 75%, dicuci bersih dan dipisah satu buah A2 : Daun bakau 50% dan daun jambu untuk satu unit perlakuan. biji 50%, 3. Persiapan A3 : Daun bakau 75% dan daun jambu biji 25%, Tahap persiapan yang dilakukan terlebih dahulu adalah mempersiapkan Bila perlakuan berbeda nyata atau daun jambu biji dan daun bakau sebagai F hitung besar dari F tabel maka analisa penyamak sebanyak 3,33 gr untuk 1 akan dilanjutkan dengan uji DNMRT. butir telur, 200 ml air dan 12 gr garam Model rancangan yang digunakan adalah dengan konsentrasi pelarut 20%, sebagai berikut: merupakan konsentrasi dimana tannin Yij = μ + Pr + Eij dapat mengalami reaksi penyamakan Dimana: dengan baik, kemudian melakukan Yij = Hasil Pengamatan Terhadap peremasan pada daun bakau atau daun Kombinasi Perbandingan Ekstrak jambu biji, dengan tujuan Daun Bakau dengan ekstrak mempermudah keluarnya senyawa Daun Jambu Biji, tannin karena pori-pori daun lebih µ = Rata – rata Populasi, terbuka terbuka. Eij = Pengaruh Perbandingan Ekstrak Daun Bakau dengan Daun Jambu

Jurnal Teknologi Pertanian 63

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

4. Perebusan Pertama 6. Perebusan Kedua Perebusan telur dilakukan sama Setelah melakuakan peretakan, untuk setiap unit perlakuan yaitu dengan telur dimasukkan lagi untuk dilakuakan cara merebus adonan garam secara perebusan lanjutan perebusan selama 20 bersamaan dengan telur dan daun jambu menit pada suhu 900C atau sampai biji atau bakau selama 10 menit pada kelihatan kulit luar telur sudah berwarna suhu dibawah 800C atau telur separoh coklat kehitaman, dengan tujuan untuk matang. Dengan tujuan membuka pori- mematangkan isi telur dan proses pori daun agar mempermudah untuk penyerapan tannin kedalam pori-pori dan mendapatkan senyawa tannin dan lapisan dalam telur lebih sempurna. mempermudah melakukan peretakan 7. Pendinginan pada permukaan kulit telur karena putih telur sudah agak keras sehingga isi telur Setelah perebusan 20 menit telur tidak keluar ke permukaan. diangkat dan dipisah–pisahkan dan biarkan sampai dingin. 5. Peretakan Sebelum melakukan peretakkan HASIL DAN PEMBAHASAN telur diangkat dari rebusan baru dilakukan peretakan secara merata Kadar Air keseluruh permukaan kulit telur, dengan Dari hasil analisa statistik pada tujuan agar ekstrak tannin bisa menyerap lampiran 3.a. terlihat bahwa pengaruh kebagian yang sudah diretakkan persentase daun bakau dan daun jambu sehingga dapat memberikan cita rasa dan biji yang diberikan berdasarkan warna yang lebih menarik. perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada tarap 5%. Pengaruh persentase pemberian daun bakau dan daun jambu biji terhadap Kadar Air telur pindang yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Persentase Daun Bakau dan Daun Jambu Biji Terhadap Kadar Air Telur Pindang Kadar Air Perlakuan (%) AO (Daun Bakau 100%) 72.68 A1 (Daun Bakau 25% dan Daun Jambu Biji 75%) 73.40 A2 (Daun Bakau 50% dan Daun Jambu Biji 50%) 73.36 A3 (Daun Bakau 75% dan Daun Jambu Biji 25%) 74.58

Pada Tabel 1 diketahui jumlah rata-rata jumlah tanin daun bakau yang terekstrak kadar air telur pindang yang terendah maka jumlah kadar air semakin rendah terletak pada perlakuan A0 (Daun Bakau pula. Karena jumlah kadar air akan 100%) yaitu 72.68 %, karena menurut semakin berkurang disebabkan karena Danarto, et, al. cit Nurhalimah (2010) melalui dua kali proses perebusan komposisi kimia tannin yang terdapat sehingga air yang terdapat didalam telur pada daun bakau 12,02-13% dan dapat pindang akan menguap, tetapi senyawa disimpulkan bahwa semakin tinggi tannin tidak ikut menguap, tannin akan

64 Jurnal Teknologi Pertanian

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

mengikat dan bereaksi dengan sebagian 100%) yang kadar airnya paling rendah air yang tersisa dan larut dalam air dan dengan nilai 72.68, sehingga terjadi pengendapan senyawa tannin mempengaruhi ketahanan umur simpan pada permukaan kulit telur pindang telur pindang. dengan cara tanin akan mengendap pada kulit telur dengan warna coklat jika Kadar Protein reaksi penyamakan sudah sempurna Dari hasil analisa statistik terlihat biasanya terjadi ketika perebusan kedua. bahwa pengaruh persentase pemberian Didukung oleh pendapat Maryati, daun bakau dan daun jambu biji et al, (2008) bahwa sifat dari senyawa menunjukkan berbeda nyata menurut uji tannin tersebut dengan air adalah tannin lanjut DMRT pada taraf 5%. larut dalam air, tannin akan mengendap Pengaruh pemberian daun bakau dengan adanya protein dan akan dan daun jambu biji terhadap Kadar mengendap jika melalui proses Protein telur pindang dapat dilihat pada pemanasan. Maka didapatkan hasil Tabel 2. terbaik pada perlakuan A0 (Daun Bakau

Tabel 2. Pengaruh Persentase Daun Bakau dan Daun Jambu Biji Terhadap Kadar Protein Telur Pindang Perlakuan Kadar Protein (%) Perbandingan Ekstrak Daun Bakau dengan Daun Jambu Biji

A3 (Daun Bakau 75% dan Daun Jambu Biji 25%) 30.24 a AO (Daun Bakau 100%) 27.28 a b A1 (Daun Bakau 25% dan Daun Jambu Biji 75%) 25.08 b c A2 (Daun Bakau 50% dan Daun Jambu Biji 50%) 23.65 c Keterangan: Angka-angka pada jalur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar kadar proteinnya lebih rendah dengan protein tertinggi diperoleh pada nilai 27.28 % dibandingkan perlakuan perlakuan A3 (Daun Bakau 75% : Daun A3 (Daun Bakau 75% : Daun Jambu Biji Jambu Biji 25% ) dengan kadar protein 25% ), selain itu karena terjadi proses 30.24 %, ini disebabkan karena senyawa penguapan air sehingga protein tannin yang diperoleh dari daun bakau meningkat, dengan jumlah senyawa lebih banyak dibandingkan daun jambu tanin yang tinggi mampu mengendapkan biji seperti pada perlakuan A1 (Daun protein dalam jumlah yang banyak Bakau 25% : Daun Jambu Biji 75%) sehingga mengurangi terjadinya yang kadar proteinnya lebih rendah denaturasi pada putih dan kuning telur dengan nilai 25.08 % dibanding yang mengandung protein. Hal ini perlakuan A3 (Daun Bakau 75% : Daun dikarenakan sifat tannin daun jambu Jambu Biji 25% ), namun ekstrak tannin lebih baik dalam proses reaksi yang dari daun jambu biji juga penyamakan walaupun komposisi memberikan pengaruh pada protein telur taninnya lebih rendah dibanding daun pindang jika dibandingkan dengan bakau sehingga dapat mencegah perlakuan A0 (Daun Bakau 100%) yang

Jurnal Teknologi Pertanian 65

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

penguapan air dan karbondioksida mempertahankan protein pada proses (Maryati, et al, 2008). perebusan. Menurut Roux (1975) cit Maryati, et al (2008) sifat dari senyawa tannin Total Mikroba adalah tannin mengendap dengan Daya simpan produk telur pindang protein, mengendap jika dipanaskan dan dapat diukur tingkat pertumbuhan dapat membentuk komplek dengan mkroba seperti yang dilampirkan Tabel 3 protein. Sehingga dengan persentase dibawah ini dan rata-rata tingkat tannin yang terekstrak pada perlakuan pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada A3 dan A0 yang tinggi bisa Gambar 1.

Tabel 3. Pengamatan Mikroba Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Perlakuan (Koloni/g) (Koloni/g) (Koloni/g) (Koloni/g) A0 (DB 100%) 1,5 x 105 4,5 x 105 9,5 x 105 3 x 105 A1 (DB 25% : DJB 75%) 1,5 x 105 5 x 105 9,5 x 105 3 x 106 A2 (DB 50% : DJB 50%) 3 x 105 7,5 x 105 1 x 105 4 x 106 A3 (DB 75% : DJB 25%) 1,5 x 105 3,5 x 105 9,5 x 105 3 x 106 Ket : DB = Daun Bakau DJB = Daun Jambu Biji

40 40

) 5 35 30 30 30 25 Hari ke-12 20 Hari ke-3 15 9.5 9.5 9.5 Hari ke-6 7.5 Hari ke-9 10 4.5 5 1 3.5 3

5 3 1.5 1.5 1.5 Jumlah Koloni (10 KoloniJumlah 0 A0 A1 A2 A3

Perlakuan

Gambar 1. Rata-rata Tingkat Pertumbuhan Mikroba

Pengamatan daya simpan telur mengamati setiap rentang waktu 3 hari, 6 pindang dilakukan dengan cara hari, 9 hari dan 12 hari. Dan mencatat

66 Jurnal Teknologi Pertanian

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

setiap pengamatan terhadap (KA) pada telur pindang yang pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan dihasilkan. Semakin besar kadar air mikroba pada telur pindang dapat bahan, semakin besar pula kemungkinan ditandai dengan perubahan pada bau dan air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh rasanya yang mulai berubah, pada mikroba untuk tumbuh dan berkembang. penyimpanan hari ke 15 semua produk Hal ini erat kaitannya dengan kadar air berdasarkan perlakuan sudah berbau telur pindang pada tabel 4 dimana busuk. Mikroba yang tumbuh pada perlakuan A0 memiliki kadar air pengamatan pertama berwarna putih terendah yakni 72,68% sedangkan A3 saja, pada pengamatan kedua dan ketiga memiliki kadar air tertinggi yakni agak berwarna gelap dan pada 74,58%. pengamatan terahir pada perlakuan A2 Adapun persyaratan mikroba untuk telur sudah ditumbuhi belatung pada ulangan olahan menurut standar nasional ke tiga. dilampirkan pada Tabel 7 di Pertumbuhan mikroba ini erat bawah ini: kaitannya dengan besarnya kadar air

Tabel 4. Persyaratan Mutu Mikroba Telur Olahan Jenis Cemaran Mikroba Satuan Batas Maksimum Cemaran Total Plate Count (PPC) Cfu/g 1 x 105 Coliform Cfu/g 1 x 102 Escherichia Coli MPN/g 5 x 101 Salmonella Sp per 25/g Negatif Sumber: SNI 2008

Berdasarkan persyaratan mutu telur diberikan maka semakin besar jumlah olahan hanya perlakuan A0 (Daun Bakau tannin yang bisa diekstrak, maka 100%) pada pengamatan hari ke- 12 pertumbuhan total mikroba akan yang hampir mendekati peryaratan berkurang. dengan nilai 3 x 105. Menurut Fardias Tanin memiliki kemampuan dan Laksmi (1989) pada umumnya mengendapkan protein, mengkelatkan kerusakan telur lebih banyak disebabkan logam, menyamak kulit telur dan oleh kelompok bakteri dibandingkan mencegah kulit dari proses pembusukan kapang, sesuai pengamatan termasuk Sofyan (2008) Cit Nurhalimah (2010). dalam kelompok kerusakan yang Tannin juga berfungsi menutupi disebabkan oleh bakteri proteus vulgaris pori-pori kulit telur, memberikan rasa dengan tipe serangan agak berbau dan sepat dan menyebabkan koagulasi berwarna gelap. Pertumbuhan mikroba lapisan kutikula yang tersusun dari dan ketahanan umur simpan pada telur protein, sehingga mikroba tidak mampu pindang sangat jelas berbeda untuk untuk menembus isi telur dengan mudah, setiap perlakuan, karena pengaruh sehingga beberapa perlakuan mampu penambahan pada jumlah dan bertahan lama, karena aktifitas mikroba konsentrasi daun bakau yang sangat mempengaruhi umur simpan ditambahkan berbeda-beda, sebab produk (Muchtadi, 2010). semakin tinggi jumlah daun bakau yang

Jurnal Teknologi Pertanian 67

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

Uji Organoleptik yang dihasilkan pada parameter rasa, warna dan tekstur dapat dilihat pada Uji organoleptik pada telur pindang tabel 4. dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk

Tabel 4. Skor rata-rata rasa, warna dan tekstur telur pindang dari berbagai perlakuan Perlakuan Rasa Warna Tekstur A0(Daun Bakau 100%) 3.7 3.3 3.4 A1(Daun Bakau 25% : Daun Jambu Biji 75%) 3.8 3.5 3.45 A2(Daun Bakau 50% : Daun Jambu Biji 50%) 3.5 3.7 3.85 A3(Daun Bakau 75% : Daun Jambu Biji 25%) 3.65 3.7 3.85

Pada Tabel 4 didapat perlakuan diterima oleh panelis untuk semua paling tinggi penilaian terhadap rasa perlakuan. yaitu A1 (Daun Bakau 25% dan Daun Warna memang mempunyai Jambu Biji 75%) dengan nilai 3.80. Nilai peranan yang sangat penting pada uji organoleptik untuk rasa berkisar dari produk pangan dan hasil pertanian 3.50-3.80. Tidak adanya perbedaan nyata diantaranya daya tarik, tanda pengenal pada rasa telur pindang diperkirakan dan atribut mutu (Soekanto, 1990). karena penambahan garam dalam jumlah Sedangkan faktor pendukung pada yang sama, sebab salah satu sifat garam organoleptik warna menurut Winarno adalah pemberi rasa dan rasa asin yang (1997) suatu makanan yang dinilai paling mudah untuk dirasa oleh panelis. bergizi, enak dan teksturnya sangat baik Sebenarnya selain rasa asin juga tidak akan dimakan apabila memiliki ditentukan oleh jumlah tannin yang warna yang tidak menarik dan dipandang terekstrak, karena salah satu sifat atau memberikan kesan menyimpang senyawa tannin adalah memberikan rasa dari warna yang seharusnya. sefat dan larut dalam air (Maryati, et al, Dari beberapa perlakuan jumlah 2008). Tetapi rasa sepat telur pindang nilai tertinggi terhadap warna didapat kurang muncul karena ditutupi oleh rasa oleh perlakuan A2 (Daun Bakau 50% : asin. Daun Jambu Biji 50%) dengan nilai 3.7 Hasil penilaian organoleptik dan A3 (Daun Bakau 75% : Daun Jambu terhadap warna telur pindang secara Biji 25%) dengan nilai 3.7. lengkap disajikan pada lampiran 6. Nilai Nilai uji organoleptik tekstur uji organoleptik untuk warna berkisar berkisar dari 3.40 - 3.85. Menurut dari 3.30-3.70. Warna telur pindang Deman (1997) cit Ninsix (2010) tekstur tidak terlihat adanya perbedaan karena suatu bahan pangan tergantung pada air ekstrak disetiap perlakuan hampir keadaan fisik bahan tersebut. Tekstur sama warnanya, dimana air ektrak daun juga dipengaruhi oleh lama pemasakan jambu biji dan bakau yang bisa dan jumlah garam yang ditambahkan, memberikan warna pada telur pindang karena tidak adanya perbedaan pada dengan senyawa tanin yang dimilikinya. penambahan garam dan lama pemasakan Diperkirakan warna telur pindang bisa pada tiap perlakuan sehingga tidak

68 Jurnal Teknologi Pertanian

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

adanya perbedaan antara setiap Bakau 75% : Daun Jambu Biji 25%) perlakuan. dengan nilai 3.85. Dari beberapa perlakuan Dengan nilai organoleptik Rasa, penilaian terhadap tekstur telur pindang Warna dan Tekstur yang diperoleh data tertinggi terdapat pada perlakuan A2 menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (Daun Bakau 50% : Daun Jambu Biji dan dapat dilihat pada gambar 2. radar 50%) dengan nilai 3.85 dan A3 (Daun organoleptik telur pindang di bawah ini.

4 3.8 3.6 3.4 A33.85 3.7 A0 3.65 3.7 Rasa 3.2 3.3 3.4 3 Warna Tekstur 3.45 3.5 3.5 3.7 3.85 3.8 A2 A1

Gambar 2. Radar Organoleptik Telur Pindang

KESIMPULAN terhadap telur rebus, untuk itu perlu dilakukan penelitian yang lebih Kesimpulan lanjut untuk menentukan perlakuan Berdasarkan hasil penelitian yang nantinya memaksimalkan diketahui bahwa perlakuan A3 (Daun fungsi ekstrak tanin untuk Bakau 75% : Daun Jambu Biji 25%) mengurangi jumlah mikroba yang adalah perlakuan perbandingan terbaik terdapat pada produk telur pindang. dari hasil uji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dengan skor ; 3.65 untuk rasa, 3,70 untuk warna dan DAFTAR PUSTAKA 3,85 untuk tekstur. dengan total mikroba pada hari ke-12 (3 x 106), kadar protein Aimyaya. 2008. Tip Memilih Telur. 30,24% dengan kadar air 74,58% http://www.aimyaya.com. Diakses 29 Desember 2009. Saran Anonim. 2000. Tentang Pengolahan Pangan. Jakarta. a. Pada pembuatan telur pindang ini Anonim. 2009. Telur Pindang. ternyata jumlah mikroba yang http://www.wikepedia.go.id. terdapat didalam telur tidak masuk Diakses 18 januari 2010. dalam standar nasional Indonesia

Jurnal Teknologi Pertanian 69

Vol. 3, No. 1, Tahun 2014

Anonim. 2011. Telur. Muchtadi, T.R, Sugiyono dan http://www.wikepedia.go.id. Ayustaningwarno Fitriyono. Diakses 20 februari 2011. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Buckle, K.A, Edwards, R.A, Fleet, G.H Pangan. Alfabeta. Bogor. dan Wotton, M. 1987. Ilmu Noor, Y.R, Khazali, M dan Pangan. Terjemahan Purnomo, H Suryadiputra, I.N.N. 1999. dan Aidono. UI Press, Jakarta. Panduan Pengenalan Mangrove Fardiaz. 1992. Mikro Biologi di Indonesia. Bogor. Pengolahan Pangan Lanjutan. Ninsix, R. 2010. Pengaruh Ekstraksi Depdikbud Direktorat Lemak Dari Ampas Kelapa dan Pendidikan tinggi Pusat Antar Derajat Keasaman Pelarut Universitas Pangan dan Gizi Terhadap Rendemen dan Institut Pertanian Bogor. Karakteristik Tepung yang Kartika, B, Hastuti, P dan Saputro, W. Dihasilkan. UNAND. Padang 1998. Pedoman Uji Inderawi Nurhalimah. 2010. Isolasi dan Penentuan Bahan Pangan. Jakarta. Kadar Tanin. IPB Press. Bogor. Khazali, M. 1999. Panduan Teknik Srikandi, Fardias, Laksmi, B.S. 1989. Penanaman Mangrove Bersama Mikrobiologi Pangan II. Pusat Masyarakat. Bogor. Antar Universitas Pangan dan Kusuma Cecep. 2005. Pemeliharaan Gizi IPB. Bogor. Magrove. Jakarta Santoso dan H.W Arifin. 1998. Kusuma Cecep, Wilarso, S, Hilwan, I, Rehabilitas Hutan Mangrove Pamoengkas, P, Wibowo, C, Pada Jalur Hijau di Indonesia. Tiryana, T, Triswanto, A, Jakarta. Yunasfi dan Hamzah. 2005. Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Teknik Rehabilitas Mangrove. Untuk Industri Pangan dan Hasil Jakarta. Pertanian. Bhratara Karya Mahato, S.B, S.K Sarkar dan G Poddar. Aksara. Jakarta. 1988. Triterpenoid Saponin. Sudarmadji, S, Haryono, B, dan Suhardi. Jurnal Phytochemistry, (2:3037- 1997. Analisa Bahan Pangan dan 3067). Hasil Pertanian. Liberty, Maryati, Jusmawati dan Karmila Mila. . 2008. Pemanfaatan Daun Jambu Wulansih dan Suprapti. 2008. Uji Biji Sebagai Pengawet Telur Protein dan Lemak Pada Telur Ayam Ras, (1:320-329). Asin Hasil Pengasinan dengan Abu Pelepah Kelapa. Surakarta.

70 Jurnal Teknologi Pertanian