KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK TIM PEMENANGAN EDY RAHMAYADI-MUSA RAJEKSHAH DI PILKADA SUMUT 2018
TESIS
Oleh
SRI WANASARI 167045016
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019
Universitas Sumatera Utara KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK TIM PEMENANGAN EDY RAHMAYADI-MUSA RAJEKSHAH DI PILKADA SUMUT 2018
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI WANASARI 167045016
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019
Universitas Sumatera Utara KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK TIM PEMENANGAN EDY RAHMAYADI-MUSA RAJEKSHAH DI PILKADA SUMUT 2018
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk menganalisis strategi komunikasi pemasaran politik Tim Pemenangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah di Pilkada Sumut, dan menganalisis faktor-faktor pendukung kemenangan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah di Pilkada Sumut 2018. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena dapat menggambarkan realitas sosial dengan jelas dan terperinci mengenai strategi komunikasi pemasaran politik tim pemenangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah. Subjek penelitian adalah 4 (empat) informan dari tim pemenangan dan 4 (tiga) informan untuk keperluan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tim pemenangan ERAMAS telah menerapkan komunikasi pemasaran politik berdasarkan karakteristik proses yang meliputi produk politik; 1) kandidat/ partai/ ideologi; 2) loyalitas; 3) konsistensi. Tim pemenangan (persepsi positif terhadap pemasaran, relawan). Saluran komunikasi (komunikasi massa, komunikasi kelompok, media baru), konstituen (peranan ulama, kontra pemilih). Oleh karena itu, peran komunikasi pemasaran politik telah membantu tim pemenangan memenangkan ERAMAS di Pilkada Sumut. Politik identitas mengambil peran paling besar dalam kemenangan ERAMAS dengan melibatkan peran tokoh agama Islam seperti Ustad Abdul Somad, oleh karenanya kebangkitan politik identitas Islam di Sumatera Utara memberikan perspektif politik baru bagi pola pemilihan umum.
Kata kunci: Komunikasi Pemasaran Politik, Tim Pemenangan ERAMAS, Pilkada Sumut.
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara Telah diuji pada Tanggal: 10 April 2019
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D Anggota : 1. Rahmanita Ginting, M.Sc., Ph.D 2. Drs. Syafruddin Pohan, M.Si., Ph.D 3. Dr. Sakhyan Asmara, M.SP
iv
Universitas Sumatera Utara
v
Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih banyak atas doa dan dukungan yang selalu diberikan oleh keluarga tercinta, ayahanda Rohamanto, ibunda Dra. Santini, adik-adik saya Juli Ashari, Wulandari, dan Rizka Ayu Andari.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Prof. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D, selaku Ketua Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing I yang telah membimbing, mengarahkan penulisan karya ilmiah ini, dan setia menjadi orang tua saya di Medan. 4. Ibu Rahmanita Ginting, M.Sc., Ph.D, selaku Ketua Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan Komisi Pembimbing II yang juga telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si., Ph.D, selaku Sekretaris Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Sakhyan Asmara, M.SP, selaku pembanding yang telah memberi masukan dalam penulisan tesis ini. 6. Seluruh Dosen program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah berbagi ilmu serta pengalaman khususnya di bidang ilmu komunikasi.
vi
Universitas Sumatera Utara
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii LEMBAR PENGESAHAN TESIS ...... iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ...... iv PERNYATAAN ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR TABEL...... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. Fokus Penelitian ...... 12 1.3. Tujuan Penelitian ...... 12 1.4. Manfaat Penelitian ...... 12
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Penelitian ...... 14 2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu ...... 15 2.3. Uraian Teoretis ...... 23 2.3.1. Komunikasi Pemasaran Politik sebagai Kajian Ilmu Komunikasi ...... 23 2.3.2. Implementasi Komunikasi Pemasaran Politik dalam Pemilu ...... 25 2.3.3. Teori dan Konsep Komunikasi Pemasaran Politik ...... 31 2.3.4. Politik Identitas ...... 33 2.4. Kerangka Pemikiran ...... 34
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ...... 37 3.2. Aspek Kajian ...... 38 3.3. Subjek Penelitian ...... 38
viii
Universitas Sumatera Utara
3.4. Metode Pengumpulan Data ...... 39 3.5. Metode Analisis Data ...... 41 3.6. Keabsahan Data (Triangulasi) ...... 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Pilkada Sumatera Utara ...... 44 4.2. Proses Penelitian...... 47 4.3. Deskripsi Lokasi Penelitian ...... 53 4.4. Temuan Penelitian ...... 53 4.4.1. Deskripsi Identitas Informan Penelitian ...... 54 4.5. Proses Segmentasi dan Positioning ERAMAS ...... 64 4.6. Strategi Komunikasi Pemasaran Politik Tim Pemenangan ERAMAS ….. 69 4.6.1. Produk Politik……………………….……………………………………….. 69 4.6.2. Tim Pemenangan ……………………………………………………….. 77 4.6.3. Proses Saluran Komunikasi Pemasaran Politik ………………………… 81 4.6.4. Konstituen ……………………………………………….…………………... 85 4.7 Faktor-faktor Pendukung Kemenangan ERAMAS di Pilkada Sumut 2018……………………………………………………………………… 87
BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Strategi Komunikasi Pemasaran Politik ERAMAS ……………………… 92 5.1.1 Kandidat (ERAMAS), Partai dan Ideologi ………………………………. 92 5.1.2. Relawan ……….…………………………………..……………………... 99 5.1.3. Proses Saluran Komunikasi Pemasaran Politik …………………………. 102 5.1.4. Peranan Ulama ………………………………….………………………….. 104 5.2. Faktor Pendukung Kemenangan ERAMAS ………………………….….… 107
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ………………………….……………………………………………... 110 6.2. Saran ……………………………………………………………………... 110
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 112 LAMPIRAN ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1.1. Suara ERAMAS Berdasarkan Dapil……………………………………. 8 1.1.2. Suara ERAMAS Berdasarkan Peta Suku ………………………………. 9
2.4.1. Konsep Pemasaran Politik Butler and Collins …………………………. 35
2.4.2. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………. 36
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL Tabel 1.1.1. Daftar Gubernur Sumatera Utara ...... 2 1.1.2. Etnis dan Agama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur ...... 6 1.1.3. Perolehan Suara Pilkada Sumut 2018 ...... 7 1.1.4. Kantong Suara Pasangan Ganteng dan ESDA di Pilkada Sumut 2013 ... 11 2.3.2. Bentuk-bentuk Komunikasi Pemasaran dan Penggunaannya untuk Komunikasi Pemasaran Politik ………………………………………... 28 4.4.1. Karakteristik Informan Penelitian …………………………………….. 64 4.6.1.1. Partai Koalisi Pengusung dan Pendukung ERAMAS …………………. 72 5.1.4. Kehadiran UAS Masa Sosialisasi sampai Kampanye ERAMAS di Pilkada Sumut 2018 ………………………………………………... 104
xi
Universitas Sumatera Utara 0
Universitas Sumatera Utara BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dinamika komunikasi politik dalam masyarakat pada berbagai tahap
penyelenggaraan pemilihan umum semakin meningkat. Sejalan dengan
meningkatnya persiapan dari partai politik atau kandidat dalam upaya meraih
kemenangan melalui usaha-usaha menarik perhatian dan dukungan publik.
Pada penerapannya, komunikasi politik berkembang dari penelitian dan teori,
dan setelah itu dimanfaatkan dalam kegiatan dan kemudian diuji coba. Ruang
lingkup di sini lebih luas dan menyangkut penerapan beraneka ragam teori.
Komunikasi politik seperti juga disiplin komunikasi lainnya juga terdiri atas
berbagai unsur menurut Model Laswell yaitu: komunikator politik (siapa),
pesan politik (berkata apa), khalayak politik (kepada siapa), media (melalui
saluran apa), dan efek politik (kepada siapa) (Nimmo, 1989: 13-20).
Komunikator politik, dalam komunikasi politik dibedakan menjadi
tiga jenis: (1) aktivis, menyuarakan kepentingan kelompok dengan idealisme
tertentu; (2) profesional, mereka yang bekerja dan dibayar untuk kepentingan
partai, kandidat atau pejabat; (3) pejabat, mereka yang bercita-cita menduduki
atau mempertahankan posisi dalam jaringan kekuasaan. Wujud pesan dalam
komunikasi politik dibedakan menjadi: pembicaraan kekuasaan, kewenangan
dan pengaruh. Khalayak politik adalah perorangan, kelompok atau organisasi.
1
Universitas Sumatera Utara 2
Sedangkan efeknya adalah terbentuknya opini publik dengan orientasi
dukungan dan partisipasi politik (Nimmo, 1978: 62-93).
Pemilihan kepala daerah di Indonesia memiliki sejarah panjang,
dimana mekanisme penetapannya bermetamorfosa, mulai dari masa
penjajahan sampai masa reformasi (dapat dilihat pada tabel 1.1.1).
Tabel 1.1.1. Daftar Gubernur Sumatera Utara
Masa Orde Lama Orde Baru Era Reformasi
1948-1965 1966-1998 1998-sekarang
- Sutan Mohammad - PR. Telambanua - Tengku Rizal Nurdin Amin Nst. - Marah Halim Harahap - Rudolf Pardede - Ferdinand Lumban - E.W. Pahala Tambunan - Syamsul Arifin Tobing - Kaharuddin Nst. - Gatot Pujo Nugroho - Sarimin Reksodiharjo - Raja Inal Siregar - Tengku Erry Nuradi - Abdul Hakim - Sutan Kumala Pontas - Raja Djunjungan Lubis - Eny Karim - Ulung Sitepu Sumber: www.wikipedia.org
Pemilihan kepala daerah memiliki aturan yang jelas dan langsung
dipilih oleh rakyat merupakan hak demokrasi yang mulai dirasakan pada era
reformasi. Dengan digunakannya kembali sistem multipartai dan pemilihan
calon kepala daerah secara langsung, para kontestan pemilu dihadapkan pada
realita bahwa persaingan untuk mendapatkan suara masyarakat semakin ketat.
Tujuan akhir dari persaingan ini adalah membawa masyarakat ke tempat
Universitas Sumatera Utara 3
pemungutan suara untuk memilih kandidat yang mereka dukung. Mekanisme ini menuntut kandidat peserta pilkada menggunakan pendekatan baru sebagai strategi untuk menarik simpati pemilih. Pada sistem pilkada ini, strategi komunikasi pemasaran politik di Indonesia mulai diterapkan.
Menurut Nursal (2004) pemasaran politik mulai berkembang tahun
1980-an ditandai pada saat televisi memegang peranan penting dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi bersifat komersial kepada publik secara eksplisit. Salah satu contoh pemasaran politik mulai diterapkan ketika
Margareth Thatcher menjadi Perdana Menteri Inggris tahun 1979 dengan melakukan kampanye di radio dan televisi. Hal tersebut juga diikuti Bill
Clinton ketika melawan Bob Dole dalam pemilihan Presiden Amerika
Serikat.
Sementara itu di Indonesia, menurut Firmanzah (2012:149), era reformasi dikenal sebagai titik awal penerapan pemasaran politik yang ditandai dengan munculnya 48 partai. Saat itu, pemasaran politik diterapkan melalui kampanye, seperti apel akbar, pawai keliling kota, pemasangan spanduk, dan menempel lambang-lambang partai di setiap sudut kota serta pidato akbar. Kini kampanye yang dilakukan lebih bervariasi melalui berbagai media, seperti cetak, radio, internet, dan televisi.
Nursal (2004: 3) menyatakan ada lima faktor yang membuat pemasaran politik dapat berkembang di Indonesia. Pertama, sistem multipartai yang memungkinkan siapa saja boleh mendirikan partai politik, pada akhirnya ini akan melahirkan kompetisi antar partai sebagai sebuah
Universitas Sumatera Utara 4
konsekuensi. Kedua, pemilih telah lebih bebas menentukan pilihannya dibanding pemilu sebelumnya, ini adalah syarat bagi terlaksananya pemasaran politik. Ketiga, partai-partai dan kandidat lebih bebas menentukan platform dan identitas organisasinya. Keempat, pemilu merupakan momentum sejarah paling penting dalam perjalanan bangsa. Ini artinya, segenap elemen bangsa akan terlibat, terutama pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya para elit politik. Kelima, sistem pemilih secara langsung untuk pemilihan presiden, anggota parlemen, dan anggota dewan perwakilan rakyat.
Dasar penyelenggaraan pemilu diatur tegas dalam Undang-undang
No. 7 Tahun 2017, serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum No.1-5 Tahun
2017 Tentang Tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pada peristiwa lima tahunan ini menjadi ajang bagi partai politik maupun kandidat untuk merebut simpati masyarakat dalam memenangkan kursi jabatan.
Sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum RI, pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018 telah ditetapkan. Ajang pesta demokrasi ini digelar di 171 daerah di Indonesia. Terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 151 kabupaten. Salah satu provinsi yang menjadi peserta pilkada adalah Sumatera
Utara. Selain pemilihan gubernur dan wakil gubernur juga terdapat 7 kabupaten dan 1 kota peserta pilkada di Sumatera Utara. Diantaranya Kota
Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang
Lawas, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang,
Kabupaten Dairi dan Kabupaten Tapanuli Utara.
Universitas Sumatera Utara 5
Pilkada yang berlangsung di Sumatera Utara pada 27 Juni 2018 merupakan pilkada ketiga kalinya bagi masyarakat Sumut memilih secara langsung gubernur dan wakil gubernur pilihan. Pilkada ini dimenangkan oleh
Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah. Sebelumnya telah dilaksanakan pada 2008 yang dimenangkan oleh pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho.
Kemudian pada 7 Maret 2013, pilkada kedua dimenangkan oleh pasangan
Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi.
Dinamika tahapan pilkada Sumut cukup menarik perhatian publik, dilatarbelakangi munculnya sejumlah hal tak terduga. Pada tahapan pendaftaran pasangan calon yang dibuka sejak 8 sampai 10 Januari 2018, ada tiga pasangan calon yang mendaftar. Pasangan pertama Edy Rahmayadi-
Musa Rajekshah yang didukung 10 partai koalisi dan pendukung (Gerindra,
PAN, PKS, Golkar, Hanura, Nasdem, Perindo, PBB, PKB dan Demokrat).
Disusul hari kedua yaitu pasangan Jopinus Saragih-Ance Selian dengan dukungan 3 partai politik (Demokrat, PKB dan PKPI), serta pasangan Djarot
Saiful Hidayat-Sihar Sitorus datang ke KPU Sumut sebagai pendaftar terakhir yang didukung 2 koalisi partai (PDI-P dan PPP). Sementara Tengku Erry
Nuradi sebagai petahana tidak mendapat “kendaraan” menuju pentas Pilkada
Sumut. Partai yang telah membesarkan namanya (Nasdem) justru tidak mencalonkan dirinya.
Pada tahapan penetapan bakal calon menjadi pasangan gubernur dan wakil gubernur yang berlangsung di Ballroom Hotel Grand Mercure 12
Februari 2018, KPU Sumut menetapkan 2 (dua) pasangan calon yang memenuhi persyaratan administrasi yaitu pasangan Edy Rahmayadi-Musa
Universitas Sumatera Utara 6
Rajekshah, dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (DJOSS). Sementara pasangan Jopinus Ramli Saragih–Ance Selian dinyatakan gugur dalam pencalonan karena masalah ijazah. Partai Demokrat selaku partai pengusung pasangan ini beralih dukungan kepada Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah
(Eramas) yang mendeklarasikan dukungannya di Medan pada 16 Mei 2018.
Setelah Demokrat, akhirnya PKB juga mendeklarasikan dukungan untuk
ERAMAS pada 24 Juni 2018.
Sebagai daerah yang multi etnis, Sumut memberikan kesempatan yang sama bagi calon gubernur dan wakil gubernur untuk mendapatkan dukungan dari etnis-etnis yang ada. Etnis-etnis yang tidak mempunyai perwakilan dalam pemilihan kepala daerah menjadi sasaran bagi para kandidat. Tidak menutup kemungkinan bagi etnis dan agama yang mempunyai perwakilan untuk dijadikan objek sebagai pendukung kandidat yang berasal dari etnis lain. Inilah yang menjadi tugas utama kandidat dan tim sukses untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat. Persaingan melibatkan unsur
SARA yang terjadi di pilkada Sumut memberikan keuntungan bagi pasangan calon. Kandidat bisa menggunakan etnis atau agama sebagai suatu pendekatan kepada pemilih. Apalagi, kandidat pilkada Sumut 2018 perpaduan dari beberapa etnis diantaranya Melayu, Jawa, Batak, dan Afghanistan.
Tabel 1.1.2. Etnis dan Agama pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
No. Nama Pasangan Suku/ Etnis Agama 1. Edy Rahmayadi Melayu Islam Musa Rajekshah Afghan-Melayu Islam 2. Djarot Syaiful Hidayat Jawa Islam Sihar Sitorus Batak Kristen
Universitas Sumatera Utara 7
Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan surat suara yang dilakukan
KPU Sumut, Eramas dinyatakan menang dengan total perolehan 3.291.137
suara (57,57 %), sementara pasangan Djoss meraih 2.424.960 suara (42,42%).
Eramas unggul di 17 kabupaten/ kota, sedangkan pasangan Djoss unggul di
16 kabupaten/ kota.
Tabel 1.1.3. Perolehan Suara Pilkada Sumut 2018
No. Kabupaten/ Kota ERAMAS DJOSS 1. Asahan 224.950 74.333 2. Batubara 124.911 49.252 3. Dairi 26.956 119.713 4. Deli Serdang 458.646 250.717 5. Humbang Hasundutan 4.905 73.915 6. Karo 23.807 26.794 7. Kota Binjai 83.229 26.794 8. Kota Gunung Sitoli 7.854 38.399 9. Kota Medan 551.641 357.377 10. Kota Padang Sidempuan 85.930 15.476 11. Kota Pematang Siantar 41.551 68.604 12. Kota Sibolga 16.507 19.019 13. Kota Tanjung Balai 49.288 12.319 14. Kota Tebing Tinggi 49.969 21.171 15. Labuhan Batu 135.109 43.305 16. Labuhan Batu Selatan 81.799 37.647 17. Labuhan Batu Utara 102.254 40.668 18. Langkat 326.043 134.233 19. Mandailing Natal 162.034 19.900 20. Nias 5.427 40.629 21. Nias Barat 6.107 20.532
Universitas Sumatera Utara 8
22. Nias Selatan 23.534 73.618 23. Nias Utara 5.761 26.606 24. Padang Lawas 97.606 19.740 25. Padang Lawas Utara 86.713 23.343 26. Pakpak Barat 7.518 11.973 27. Samosir 2.321 54.566 28. Serdang Bedagai 175.777 77.115 29. Simalungun 178.022 194.235 30. Tapanuli Selatan 93.884 29.474 31. Tapanuli Tengah 32.592 109.732 32. Tapanuli Utara 13.178 137.350 33. Toba Samosir 5.064 75.694 Sumber: Komisi Pemilihan Umum Daerah Sumatera Utara Juli 2018
Data menarik dikeluarkan oleh Lingkaran Survei Indonesia pada Juni
2018 yang menyatakan Eramas unggul di 8 dapil berbasis suku Jawa dan
Melayu. Sebaliknya, pasangan Djoss unggul di 4 dapil berbasil suku Batak.
Hal ini mengindikasikan bahwa dukungan etnisitas terlihat jelas dalam
pilkada Sumut 2018.
Gambar 1.1.1. Suara Eramas Berdasarkan Dapil
Sumber: Lingkaran Survei Indonesia Juni 2018
Universitas Sumatera Utara 9
Politik identitas etnis memberi ruang besar dan bangkitnya semangat para aktor untuk menguatkan dan membangkitkan semangat para kandidat bagi posisi elit dan para penguasa lokal. Menurut David Brown bahwa identitas kelompok menunjang konstruksi sosial untuk mempromosikan keterwakilan kelompoknya untuk suatu momen tertentu dapat dibangkitkan demi kepentingan kelompoknya (Buchari, 2007: 16). Dari sebuah jurnal yang ditemukan peneliti, salah satu daerah yang pernah menerapkan politik identitas etnis adalah pada Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2013. Jurnal tersebut menyimpulkan bahwa etnisitas menjadi kekuatan politik yang melahirkan budaya politik harmonis demi terciptanya iklim demokrasi yang baik di Provinsi Maluku Utara.
Gambar 1.1.2. Suara Eramas Berdasarkan Peta Suku
Sumber: Lingkaran Survei Indonesia Juni 2018
Universitas Sumatera Utara 10
Jika merujuk pada pilkada sebelumnya, yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2013, ada situasi yang identik dengan dinamika pilkada
Sumut 2018. Berdasarkan ketetapan Komisi Pemilihan Umum Daerah
Sumatera Utara, pilkada 2013 diikuti oleh 5 pasangan calon, yaitu; pasangan nomor urut 1 Gus Irawan Pasaribu-Soekirman (GusMan); pasangan nomor 2
Effendi Simbolon-Djumiran Abdi (ESDA); nomor urut 3 Chairuman
Harahap-Fadly Nurzal; nomor urut 4 Amri Tambunan-Rustam Effendy; dan pasangan nomor 5 Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi (GanTeng) yang merupakan petahana.
Aura persaingan sengit pada pilkada Gubernur 2013 dapat dilihat terutama pada kandidat petahana dengan kandidat Effendi Simbolon-
Djumiran Abdi (ESDA) sebagai kandidat “impor” yang diusung oleh PDI-P dengan menggandeng putra daerah. Berdasarkan penghitungan akhir KPU, pasangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara. Pasangan ini meraih 33 persen suara atau 1.604.337. Sementara posisi kedua diraih pasangan Effendi
Simbolon-Djumiran Abdi dengan perolehan 24,34 persen atau 1.183.187 suara. Data yang diperoleh peneliti di KPU Sumut bahwa kedua kandidat ini memenangi daerah-daerah berbasis etnisitas di Sumatera Utara. Pasangan
Gatot Pujo-Tengku Erry unggul di 16 kabupaten dan kota, sementara pasangan Effendy Simbolon-Djumiran Abdi menang di 13 daerah.
Universitas Sumatera Utara 11
Tabel 1.1.4. Kantong Suara Pasangan Ganteng dan ESDA di Pilkada Sumut 2013
Gatot Pujo Nugroho-Tengku Effendi Simbolon-Djumiran Abdi Erry Nuradi Medan, Deli Serdang, Tebing Nias, Nias Utara, Nias Barat, Gunung Tinggi, Labuhan Batu, Labuhan Sitoli, Sibolga, Tapanuli Utara, Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Humbang Hasundutan, Simalungun, Asahan, Batubara, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Toba Samosir, Binjai, Mandailing Natal, Nias Samosir, Karo, dan Dairi. Selatan, Tapanuli Tengah, Pakpak Barat, Langkat, dan Serdang Bedagai.
Jika mengamati hasil pilkada Gubernur Sumut 2018 (tabel 1.1.3) mengindikasikan bahwa dinamika pilkada yang berlangsung identik dengan pemilihan gubernur 2013 lalu. Baik pasangan Ganteng dan Eramas sama- sama memenangi daerah-daerah berbasis etnisitas, begitu juga pasangan
Effendi Simbolon – Djumiran Abdi dan Djarot Saiful Hidayat – Sihar Sitorus.
Kemenangan pasangan Eramas dalam Pilkada Sumut dengan satu putaran membuat peneliti ingin melihat konsep komunikasi pemasaran politik yang diterapkan oleh tim pemenangan serta faktor-faktor apa saja sehingga pasangan ini memenangkan pilkada gubernur dan wakil gubernur periode
2018-2023. Selain itu, peneliti ingin mengetahui apakah ada atau tidak peran politik identitas dalam Pilkada Sumut.
Universitas Sumatera Utara 12
1.2. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana strategi komunikasi pemasaran politik tim pemenangan Edy
Rahmayadi-Musa Rajekshah di Pilkada Sumut 2018?
2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung kemenangan pasangan Edy
Rahmayadi-Musa Rajekshah di Pilkada Sumut 2018?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis strategi komunikasi pemasaran politik Tim Pemenangan
Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah di Pilkada Sumut.
2. Menganalisis faktor-faktor pendukung kemenangan pasangan Edy
Rahmayadi-Musa Rajekshah di Pilkada Sumut 2018.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis, antara
lain:
1. Aspek Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk lebih memahami suatu
konsep atau teori dalam disiplin ilmu komunikasi. Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan dan kajian
ilmu komunikasi khususnya dibidang komunikasi politik dan komunikasi
pemasaran.
Universitas Sumatera Utara 13
2. Aspek Akademis
Penelitian ini bertujuan memberi sumbangsih pada kajian ilmu
komunikasi pemasaran politik sebagai ilmu baru dan terus berkembang
dengan pesat terutama di Indonesia. Secara khusus diharapkan mampu
memberikan kerangka analisis terhadap perkembangan demokrasi dan
model-model pemasaran politik yang diterapkan kandidat dalam sebuah
pemilihan kepala daerah, bahkan pemilihan umum seperti pemilihan
presiden.
3. Aspek Praktis
Penelitian ini hendaknya menjadi kajian lebih lanjut terutama bagi para
kandidat dalam pemilu atau pilkada. Penelitian ini dapat menjadi masukan
dalam menciptakan strategi komunikasi pemasaran politik yang dipakai
demi efektivitas dan efisiensi kampanye serta menjadi pemenang dalam
pesta demokrasi. Menambah wawasan bagi praktisi, konsultan politik,
fungsionaris partai politik dan calon kandidat dalam menentukan strategi
politik dan pemenangan ke depannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai
dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu khusus tentang realitas yang
ada (Moleong, 2004: 49). Sedangkan Baker mendefinisikan bahwa paradigma
merupakan seperangkat aturan yang membangun atau memaknai batas-batas,
dan menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu
agar berhasil (Moleong, 2004: 49).
Paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah interpretif.
Paradigma interpretif disepadankan dengan pendekatan kualitatif yang
umumnya digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Paradigma
interpretif juga disebut paradigma fenomenologi atau naturalistik (Patton,
1990: 68). Paradigma interpretif memandang realitas sosial sebagai suatu
holistik, tidak terpisah-pisah satu dengan lainnya, kompleks, dinamis, penuh
makna, dan hubungan antar gejala bersifat timbal balik, bukan kausalitas.
Paradigma interpretif juga memandang realitas sosial itu sesuatu yang
dinamis, berproses dan penuh makna subjektif. Realitas sosial tidak lain
adalah konstruksi sosial. Terkait posisi manusia, paradigma interpretif
memandang manusia sebagai makhluk yang berkesadaran dan bersifat
intensional dalam bertindak. Atas dasar pandangan tersebut, semua tindakan
atau perilaku manusia bukan sesuatu yang otomatis dan mekanis, atau tiba-
tiba terjadi, melainkan suatu pilihan yang di dalamnya terkandung suatu
14
Universitas Sumatera Utara 15
interpretasi dan pemaknaan. Karenanya setiap tindakan dan hasil karya
manusia (dianggap) senantiasa sarat dan diilhami oleh corak kesadaran
tertentu yang terbenam dalam sanubari atau dunia makna pelakunya.
Dikaitkan dengan peran ilmu sosial, Hendrarti (2010: 4), memandang
paradigma interpretif bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis atas
‘socially meaningful action’ melalui pengamatan langsung terhadap aktor
sosial dalam latar alamiah agar dapat memahami dan menafsirkan bagaimana
para aktor sosial menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka.
2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu
Penelitian sejenis terdahulu pertama diambil dari jurnal internasional
berjudul “Campaign, Candidates and Marketing in Ireland (Kampanye,
kandidat dan pemasaran di Irlandia)” Patrick Butler dan Neil Collins tahun
1993. Penelitian tersebut membahas strategi kampanye oleh kandidat presiden
Mary Robinson dalam pemilihan Presiden Irlandia tahun 1990. Strategi
tersebut dianggap sebagai perkembangan teknik baru dalam pemasaran
politik yang kemudian menjadi rujukan oleh beberapa negara yang menganut
sistem demokrasi. Untuk mengetahui strategi pemasaran kampanye yang
diterapkan kandidat Presiden Irlandia, Butler dan Collins (1993)
membedahnya dengan teori marketing mix yang diadopsi dari Niffenegger
(1989) yaitu; produk (product) meliputi platform partai politik, rekam jejak
masa lalu, dan karakteristik pribadi kandidat; harga (price) meliputi biaya
ekonomi, biaya psikologi, dan efek image nasional; tempat (place) meliputi
program penampilan pribadi dan program relawan (volunteer); promosi
Universitas Sumatera Utara 16
(promotion) meliputi iklan berbayar dan publisitas pada kegiatan yang diagendakan.
Robinson memulai kampanye sejak awal, bahkan sebelum dimulainya tahapan pemilihan umum, dibantu tim kampanye yang telah mengumpulkan banyak informasi kebijakan tentang kekuatan sistem kepresidenan. Harga dipengaruhi oleh kesan atau image kandidat secara keseluruhan, termasuk pandangan-pandangan pemilih tentang keberhasilan kandidat di luar dari karirnya sebagai politisi. Analogi marketing mix tempat (place) mengacu pada distribusi, ketersediaan, dan logistik. Dalam kampanye Mary dibantu relawannya menekankan pada citra kandidat apa adanya, dan berusaha berempati atas keprihatinan yang dirasakan oleh orang lain. Dalam hal promosi kandidat, tim kampanye Mary mengandalkan publisitas yang tidak dibayar, salah satunya kegiatan atau aksi di kalangan komunitas-komunitas, organisasi dan kalangan perempuan.
Penelitian sejenis terdahulu kedua merujuk pada tesis mahasiswi
Universitas Indonesia tahun 2012 yang berjudul “Kemenangan Raja Sapta
Oktohari (RSO) dalam Pemilihan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP)
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada Musyawarah Nasional
2011: Studi Sukses Komunikasi Pemasaran Politik.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi kesuksesan Raja
Sapta Oktohari dalam memenangkan kursi ketua umum Badan Pengurus
Pusat HIPMI periode 2011-2014 dan untuk mengetahui seberapa jauh strategi
Komunikasi Pemasaran Politik berperan dalam kesuksesan tersebut. Metode penelitian ini yaitu kualitatif yang mengamati keseluruhan proses holistik dan
Universitas Sumatera Utara 17
tidak dapat dipecah-pecah. Sedangkan pendekatan penelitian ini menggunakan studi kasus tipe tunggal (single case study), yaitu fokus pengamatan peneliti dibatasi satu kasus dalam satuan waktu tertentu.
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian tersebut, memenangkan sebuah pesta demokrasi membutuhkan alat, taktik, maupun strategi yang semuanya dapat ditemukan di pemasaran politik. Hasil penelitian ini didapati beberapa faktor suksesnya RSO menjadi pemenang dalam pemilihan ketua umum BPP
HIPMI.
Faktor pertama adalah efektifitas iklan politik melalui media online, faktor ketokohan atau figur kandidat yang demokratis, faktor keberhasilan tim sukses dalam memetakan perilaku pemilih (voters) yaitu dengan mengamati tingkah laku atau tindakan individu dalam proses pemberian suara. Tingkah laku dan tindakan individu dalam proses pemberian suara meliputi tiga aspek yaitu preferensi (orientasi terhadap isu, orientasi terhadap kualitas personal kandidat), dan aktivitas (keterlibatan dalam internal, keterlibatan dalam setiap kampanye). Tim sukses mendefinisikan voters ke dalam klasifikasi pemberi suara yang responsif, karena voters dapat berubah mengikuti situasi politik yang terjadi menjelang pemilihan hingga satu jam sebelum pemilihan berlangsung.
Penelitian terkait Komunikasi Pemasaran Politik pada penelitian milik
Saputra, Haryono, dan Rozikin (2014) berjudul “Marketing Politik Kepala
Daerah dalam Pemilukada (Studi Tim Sukses Pemenangan Pasangan Abah
Anton dan Sutiaji dalam Pemilukada Kota Malang 2013).” Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis bagaimanakah pemasaran
Universitas Sumatera Utara 18
politik yang dilakukan tim sukses pasangan Abah Anton–Sutiaji, peran pemasaran politik yang dilakukan dan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan marketing politik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemasaran politik yang telah dilakukan dalam pemenangan pasangan Abah Anton dan Sutiaji, yaitu pembentukan figur dan program-program kampanye yang kompleks mencakup dari penentuan produk politik, promosi, penempatan, harga, dan segmentasi pemilih. Dalam hal ini, peran pemasaran politik telah membantu pasangan Abah Anton–
Sutiaji dalam memenangkan Pemilihan Kepala Daerah Kota Malang 2013.
Komunikasi politik yang dilakukan pasangan Abah Anton–Sutiaji jauh sebelum kampanye sudah terbentuk dengan baik. Hal ini berdampak terhadap pembentukan sosok Abah Anton yang peduli terhadap wong cilik sehingga sosok tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat Kota Malang. Promosi yang dilakukan pasangan Abah Anton–Sutiaji melibatkan beragam media massa berupa iklan di TV maupun radio serta media cetak seperti koran dan majalah. Selain itu, kegiatan promosinya adalah pengerahan massa dalam jumlah besar untuk menghadiri acara ziarah ke makam Walisongo. Strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik. Penentuan segmentasi dimulai dari sosialisasi ke tempat-tempat strategis, kampanye door to door, sampai memberikan bantuan-bantuan kepada tempat-tempat ibadah. Dalam hal segmentasi dan penempatan pemilih, pendekatan dan pemetaan program yang dilakukan berdasarkan karakteristik penduduk Kota Malang.
Universitas Sumatera Utara 19
Selanjutnya, penelitian berjudul “Pemasaran Politik dan Media Sosial
(studi pemasaran politik oleh Calon Presiden RI 2014 di Facebook”.
Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena borosnya biaya kampanye politik dan pilpres 2014 dan masih sangat tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin. Penelitian ini fokus pada persoalan pemasaran politik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran marketing politik Capres
Prabowo dan Jokowi melalui Facebook. Metode yang digunakan adalah analisis isi kualitatif dengan 4 kategori pemasaran politik: kebijakan, figur, partai dan pencitraan. Unit observasi dalam penelitian ini adalah akun
Facebook kedua calon presiden. Hasil penelitian menyimpulkan kebijakan
Prabowo bersifat global sementara Jokowi per sektoral. Prabowo digambarkan sebagai pribadi yang percaya diri, tegas, kuat, amanah dan berpengalaman. Jokowi tergambar sebagai pribadi selalu mendengar, memperhatikan, mencintai, membela serta gemar blusukan. Sementara
Prabowo ingin membangun demokrasi bangsa, sementara Jokowi berharap
Indonesia sebagai negara berdaulat, berdikari dan berkebudayaan. Dalam membangun pencitraannya, Prabowo sangat menonjolkan keinginan para pendukungnya, sedangkan Jokowi lebih menonjolkan program kerja.
Penelitian sejenis selanjutnya berjudul “Marketing Politik dalam
Memenangkan Kursi di DPR-RI (Studi Kasus Kampanye Partai Gerindra dan
Pemilu 2009)”. Fokus masalah dalam penelitian ini terdiri dari tiga hal, yaitu: bagaimana partai Gerindra mampu memenangkan kursi legislatif 4,6% di pemilu 2009; apa saja faktor-faktor yang mendukung keberhasilan Partai
Gerindra pada pemilu 2009; serta bagaimana cara Partai Gerindra dalam
Universitas Sumatera Utara 20
menyampaikan pesan-pesan politiknya dalam pemilu 2009. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis, sedangkan pendekatan penelitiannya adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan untuk melihat fakta dan kenyataan peran kehumasan dan peran pemasaran politik
Gerindra yang kemudian bisa menjadi literatur evaluasi berkaitan dengan peranan komunikasi politik di masa depan.
Model analisis data dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik logika penjodohan pola. Kesamaan pada kedua pola dapat dijadikan kekuatan validitas internal yang bersangkutan. Hasilnya pada penelitian studi kasus desktiptif penjodohan pola akan relevan dengan pola variabel-variabel spesifik yang diprediksi dan ditentukan sebelum pengumpulan data.
Sementara keabsahan data pada penelitian tersebut menerapkan kriteria derajat kepercayaan (credibility) dan teknik triangulasi dengan memanfaatkan pakar komunikasi yang mengerti kegiatan pemasaran politik. Pada pembahasan, peneliti menggali strategi pemasaran politik yang dijalankan menggunakan teori marketing mix 4P, yaitu product (produk), promotion
(promosi), place (penempatan), dan price (harga).
Adapun beberapa temuan dalam penelitian ini meliputi bidang: (1) peran dan fungsi kehumasan Partai Gerindra yang senantiasa membantu pemasaran politik secara baik. Mendefinisikan khalayak sasarannya, pemilihan media dan teknik-teknik public relation. Hasilnya bahwa wewenang public relation Gerindra tidak meliputi permasalahan perencanaan anggaran dan pengukuran hasil dari program dan aktivitas yang dilakukan. (2) pemasaran politik sebagai wadah kampanye adalah kunci keberhasilan
Universitas Sumatera Utara 21
perolehan 4,6% perwakilan DPR-RI. Hal ini dilakukan oleh intrumen partai meliputi Gerindra Communication Center, konsultan komunikasi politik, dan pakar ahli luar Gerindra.
Penelitian sejenis terdahulu berikutnya berjudul “Politik Identitas di
Maluku Utara” yang ditulis Kamaruddin Salim (2015). Proses politik identitas melahirkan semangat etnisitas kian menguat dalam Pemilihan
Gubernur Maluku Utara 2013. Salah satu persoalan yang muncul sebagai implikasi dari menguatnya isu etnisitas adalah adanya perasaan sentimen etnis tertentu atas berkuasanya etnis lain di suatu wilayah. Akibatnya, masyarakat merasa terpinggirkan dalam wilayah ekonomi ataupun politik-keterbatasan akses mendorong masyarakat untuk melakukan upaya pengkonsolidasian identitas dengan memilih etnis sebagai kendaraan untuk mempertahankan eksistensinya. Hal ini yang terjadi di Provinsi Maluku Utara. Latar belakang tersebut dikaji secara politik kemunculan isu etnis terjadi dalam ritme massif pada pelbagai hajatan yang bernuansa politis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analistis dengan menggunakan landasan teori politik identitas Castells, teori strukturasi Anthony Giddens serta teori budaya politik
Almond dan Verba.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika budaya politik dalam
Pemilihan Gubernur Maluku Utara dengan menyoroti proses budaya politik yang dilakukan para aktor informal dan aktor dalam struktur, ternyata, kelompok etnis dijadikan sebagai kekuatan utama untuk melegitimasi kekuatan kandidat. Sehingga, secara langsung terus mendorong tampilnya dominasi etnis dalam setiap kontestasi politik. Konstruksi politik identitas
Universitas Sumatera Utara 22
etnis yang dibangun dengan menampilkan etnis sebagai modal utama politik dalam Pemilihan Kepala Daerah Maluku Utara pada intinya memungkinkan aktor politik untuk mengkonstruksi etnisitas sebagai upaya menggeser kekuatan elit politik yang selama ini diperhitungkan. Kekuatan politik etnis sebagai sebuah kekuatan politik yang lembut karena tiap kelompok etnis di
Maluku Utara mempunyai peranan dan terlibat secara langsung dalam kontestasi serta memberi dinamika berdemokrasi yang terbuka bagi masyarakat. Di samping itu, tampilnya organisasi mahasiswa dan masyarakat menjadi gambaran konkret akan lemahnya partai politik dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga politik yang berkewajiban melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat. Lemahnya partai politik di kalangan masyarakat dengan sendirinya melegitimasi peran para aktor informal untuk tampil secara terbuka dalam mengkonsolidasikan politik dalam menyokong sentimen etnisitas di Maluku Utara yang kental dan telah membudaya demi menjaga keseimbangan praktik politik dan kekuasaannya.
Penelitian berikutnya berjudul “Kebangkitan Politik Identitas Islam pada Arena Pemilihan Gubernur Jakarta” yang ditulis Endang Sari (2016).
Perspektif konstruktivisme yang digunakan oleh peneliti adalah pandangan
Pierre Van Den Bergh (1991) yang berpendapat bahwa politik identitas baik etnik maupun agama sengaja dikonstruksi oleh elit politik untuk mendapatkan kuasa. Jenis penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dengan memakai pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebangkitan politik identitas Islam terjadi melalui upaya pembangunan citra diri dan menegakkan harga diri sebagai Muslim yang terhina sehingga sesama Muslim
Universitas Sumatera Utara 23
harus memilih mereka yang seagama dan seiman. Kondisi ini dihadirkan
untuk membangun psikologis sebagai mayoritas yang terluka sekaligus ruang
untuk membangun batas kuasa mayoritas kepada mereka yang dipandang
minoritas demi mempertahankan demokrasi kekuasaan dan kepentingan elit
politik dengan mengatasnamakan agama.
Jika menyimak pada enam penelitian sejenis terdahulu di atas, empat
diantaranya membahas tentang komunikasi pemasaran politik dengan konsep
generik marketing mix 4P dalam implementasinya di beberapa pemilihan
kepala daerah maupun pemilihan presiden. Bedanya dengan kajian yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah, peneliti akan membahas istilah-istilah
seperti afirmasi sosial (social affirmasion), relawan (volunteers) yang tidak
ditemukan dalam kajian-kajian terdahulu khususnya pemilihan kepala daerah
maupun pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia. Kedua istilah
tersebut merupakan bagian dari kerangka pemikiran peneliti yang
dikembangkan melalui konsep generik marketing mix (4P).
2.3. Uraian Teoretis
2.3.1. Komunikasi Pemasaran Politik sebagai Kajian Ilmu Komunikasi
Sebagai sebuah disiplin kajian, komunikasi pemasaran politik
merupakan kajian yang bersifat interdisipliner. Paling tidak terdapat tiga
bidang perspektif ilmu yang terlibat dan saling melengkapi kajian
pemasaran politik, yaitu: ilmu politik, ilmu komunikasi, dan ilmu
pemasaran. Ahmad (2012: 333) perkembangan kajian pemasaran politik
ditandai dengan berbagai kegiatan akademis berupa penelitian, seminar-
Universitas Sumatera Utara 24
seminar, pendirian pusat-pusat studi di berbagai universitas, dan penerbitan literatur oleh para ahli, baik dari disiplin ilmu pemasaran, ilmu komunikasi maupun ilmu politik. Para ahli itu diantaranya Nicholas
J.O’Shaughnessy, Philip Kotler, Neil Kotler, Jennifer Less-Marshment,
Darren G. Lilleker, dan Philip J. Maarek.
Ahmad (2012: 338) sejak tahun 2000-an studi pemasaran politik di
Amerika dan Inggris banyak diadaptasi dan dilakukan di berbagai negara demokrasi. Fenomena ini mendorong Darren G. Lilleker, Jennifer Lees-
Marshment dan para koleganya menggelar sebuah seminar internasional untuk mengkaji secara mendalam fenomena pemasaran politik di berbagai negara di dunia.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa perkembangan bidang kajian baru pemasaran politik ini didorong oleh sejumlah faktor (Ahmad, 2012:
340). Pertama, menguatnya rezim demokrasi elektoral, dimana puncak dari pertarungan dalam panggung demokrasi kian ditentukan oleh mekanisme pemilu langsung dengan menempatkan kandidat dan parpol sebagai hal terpenting yang menentukan dalam proses pemilihan. Kedua, menguatnya personalisasi politik kandidat dan parpol, yang mana hal ini ditandai dengan menguatnya posisi kandidat di masing-masing parpol sebagai sentrum dari beragam jenis isu dan kebijakan publik yang akan menjadi dasar penilaian dan dasar pengaruh bagi perilaku pemilih. Ketiga, menguatnya industrialisasi politik, dimana panggung pemilu kian diwarnai oleh peran penting kalangan profesional konsultan dan profesional pekerja
Universitas Sumatera Utara 25
media yang membantu kandidat dan parpol dalam memenangkan laga
pemilu.
Keempat, menguatnya perubahan perilaku politik pemilih yang tidak
lagi didominasi oleh peran penting pengaruh ideologi parpol dan orientasi
nilai-nilai berdasarkan ideologi parpol yang bertarung dalam arena pemilu,
akan tetapi lebih ditentukan oleh produk-produk yang disajikan oleh
kandidat dan parpol, baik berupa informasi/ pesan politik, kebijakan publik
dan sejenisnya. Kelima, menguatnya logika ekonomi-politik dalam proses
interaksi di ruang publik antara kandidat dan parpol dengan para pemilih.
Keenam, menguatnya arus komersialisasi dan komodifikasi politik dalam
industri media, yang mana ditandai dengan perubahan pola jurnalisme dan
sistem organisasi media yang berdampak pada citra media dalam
menyajikan beragam jenis tayangan dan pemberitaan politik kepada
khalayaknya.
2.3.2. Implementasi Komunikasi Pemasaran Politik dalam Pemilu
Menurut Baines perkembangan komunikasi pemasaran politik dalam
pelaksanaannya dimulai dari negara-negara maju dengan sistem demokrasi
seperti pemerintah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan,
dan hingga negara berkembang seperti Indonesia (Nursal 2004). Seperti
halnya dalam kegiatan pemasaran lainnya, dalam pemasaran politik ada
“penjual” dan “pembeli” di samping produk politik. Dalam konteks ini,
penjual di sini adalah para komunikator politik sedangkan pembeli ialah
khalayak politik atau konstituen. Untuk menjual suatu produk, kegiatan
Universitas Sumatera Utara 26
pemasaran memakai sejumlah metode komunikasi pemasaran. Untuk menjual produk-produk politik, pelaku politik memerlukan teknik-teknik komunikasi pemasaran politik. Tujuan dari kegiatan pemasaran adalah adalah supaya khalayak mendukung aktor atau partai yang memberikan janji-janji politik. Hingga era 90-an, upaya mencapai tujuan-tujuan politik dilakukan melalui komunikasi politik.
Kotler (1993: 3) pemasaran adalah seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan dan menambah jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul. Disiplin pemasaran diperlukan guna menumbuhkan keyakinan bahwa konsep serupa dapat dijalankan dan memberi manfaat dalam dunia politik. Setiap produsen memiliki kesempatan sama untuk memasarkan produk sehingga dipilih oleh konsumen. Perbedaan produk bisnis dengan partai politik antara lain terlihat dari luasnya sasaran. Pemasaran partai politik membidik sasaran yang luas untuk meraih suara dan memenangkan pemilu.
Pemasaran politik menurut Butler dan Collins dapat diartikan sebagai aplikasi prosedur dan prinsip-prinsip pemasaran di dalam kampanye politik oleh sejumlah individu dan organisasi. Prosedur tersebut meliputi analisis, pengembangan, eksekusi dan strategi manajemen kampanye oleh kandidat, partai politik, pemerintah, para pelobi dan kelompok kepentingan guna mengarahkan opini publik, memperteguh ideologi, memenangkan pemilu dan merebut kursi jabatan dalam suatu masyarakat (Menon, 2008).
Universitas Sumatera Utara 27
Kaitannya dengan kampanye, merunut Newman merupakan penerapan prinsip-prinsip dan aturan dalam kampanye politik melalui beragam karakter individu dan organisasi. Prosedur yang terlibat yaitu analisis, pengembangan, pelaksanaan, pengelolaan konsep kampanye strategis, keikutsertaan partai politik pendukung, pemerintah, pelobi serta kelompok kepentingan yang berusaha untuk mendorong terciptanya opini publik, memajukan ideologi kelompok mereka sendiri, menjadi pemenang dalam pemilu, meloloskan peraturan dan referendum dalam menyikapi kebutuhan akan keinginan kelompok maupun dalam masyarakat (Kaid,
2015: 22).
Sedangkan menurut Maarek (2011: 2) bahwa pemasaran politik merupakan metode umum dalam komunikasi politik yang digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan komunikasi politik. Selain itu, menurutnya penggunaan logika pemasaran dalam dunia politik merupakan sarana untuk mengelaborasi kebijakan-kebijakan dalam komunikasi politik sebagai bentuk tren disain strategi global sebagai wujud modernisasi komunikasi politik. Kotler memberikan penekanan pada proses transaksi yang terjadi antara pemilih dan kandidat; Lock dan Harris menyarankan agar pemasaran politik memperhatikan proses positioning; Wring menyatakan lebih konsen pada aspek penggunaan riset opini dan analisis lingkungan (Nursal, 2004).
Pemasaran politik adalah penambahan atau pemanfaatan komunikasi pemasaran untuk komunikasi politik, atau komunikasi politik yang memanfaatkan komunikasi pemasaran itulah yang menjadi pemasaran
Universitas Sumatera Utara 28
politik (Lilleker dan Less-Mashment, 2005: 6; O’Shaughnessy dan
Henneberg, 2005; Newman 1999).
Komunikasi Politik
Komunikasi Pemasaran
Komunikasi Pemasaran Politik
Ket: Logika matematis pemasaran politik (Lilleker dan Less-Mashment, 2005: 6; O’Shaughnessy dan Henneberg, 2005; Newman 1999)
Tabel 2.3.2. Bentuk-bentuk Komunikasi Pemasaran dan Penggunaannya
No Bentuk Komunikasi Penggunaan untuk Pemasaran Komunikasi Pemasaran Politik Menggunakan Media Massa 1. Memasang iklan di media massa Memasang iklan di media massa untuk untuk menjual produk menjual produk politik 2. PR, Mengelola citra dan reputasi Melaksanakan fungsi PR untuk perusahaan di hadapan publik membangun hubungan dengan ragam terkait jenis khalayak, memfasilitasi publisitas dan memantau opini publik mengenai produk politik 3. Marketing public relation Melaksanakan fungsi MPR untuk (MPR). Melakukan publisitas di menjual produk politik kepada media massa tentang produk konstituen atau merek Memanfaatkan Situasi
4. Promosi penjualan, memberi Membagi-bagi hadiah/ bantuan/ insentif seperti kupon sumabangan kepada khalayak politik 5. Perdagangan, menjual produk di Menjual produk politik di kantong- dalam toko kantong suara yang telah teridentifikasi 6. Display materi penjualan, Memajang produk-produk politik memajang materi-materi yang dalam bentuk gambar/ foto, tulisan, dijual di dalam toko dan bentuk sajian lainnya
Universitas Sumatera Utara 29
7. Pengemasan sebagai wadah dan Mengemas produk politik , antara lain medium komunikasi dengan lambang, nama, lagu, dan sebagainya 8. Iklan khusus yang berisi insentif Memasang iklan khusus di media untuk para pelanggan untuk memotivasi para pemilih/ khalayak politik 9. Lisensi penjualan atau hak paten Memperluas jaringan ke berbagai lapisan sosial untuk memperkenalkan produk politik Hubungan Personal
10. Pemasaran langsung yang Memasarkan produk politik secara responsif, menciptakan door to door kepada khalayak politik kebutuhan dan pemenuhan para secara perorangan pelanggan secara perorangan 11. e-commerce, melakukan Membuat website yang berisikan penjualan langsung kepada segala hal yang berkaitan dengan pelanggan melalui internet produk politik kepada khalayak 12. Penjualan pribadi, komunikasi Melakukan pemasaran politik secara langsung antara penjual dan langsung kepada teman/ orang lain calon pembeli 13. Pemasaran internal, menjual Memberi tahu dan memotivasi para produk kepada karyawan demi anggota partai, tim sukses, dan orang- kesuksesan program orang terdekat dengan produk politik Melalui Pengalaman
14. Event dan sponsorship Kegiatan dengan dukungan ormas, lembaga tertentu yang memberi kesan banyaknya dukungan 15. Pameran dagang memberikan Menyediakan infomasi, informasi kepada pembeli mendemonstrasikan, menunjukkan potensial keunggulan produk politik dan dialog 16. Pelayanan konsumen dengan Menjaga hubungan dan prasaan positif menjelaskan hubungan produk dengan khalayak yang telah dengan kehidupan konsumen memberikan suara dalam pemilihan setelah membeli produk Sumber: Duncan (2002: 20-21)
Menurut Dahlan komunikasi politik adalah suatu bidang atau disiplin
yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik,
mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik.
Universitas Sumatera Utara 30
Pengertian komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan dan cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik (Cangara, 2009: 35).
Komunikasi politik memiliki filosofi yaitu pendayagunaan sumber daya komunikasi. Apakah itu sumber daya manusia, infrastruktur, atau piranti lunak untuk mendorong terwujudnya sistem politik yang mengusung demokrasi. Kajian komunikasi politik diletakkan pada ranah ilmu komunikasi, yakni komunikasi teknis, komunikasi terapan dan teori komunikasi.
Menurut Dahlan (1990) pada tingkat teknis komunikasi politik menyangkut kiat komunikasi yang spesifik, misalnya cara melemparkan isu-isu, membuat pesan yang membawa keresahan, memanipulasi informasi dari angel liputan kamera dan sebagainya. Teknik ini merupakan pengembangan positif dari propaganda. Suprapto (2011: 13-14) mendefinisikan propaganda berasal dari bahasa Latin “propagare” yang artinya adalah cara tukang kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Laswell mengatakan bahwa propaganda lebih dari sekedar pemanfaatan media untuk membohongi publik agar dapat mengontrol mereka untuk mementara waktu. Propaganda membutuhkan
Universitas Sumatera Utara 31
pengembangan strategi kampanye yang lebih baik dan berjangka panjang
(Suprapto 2011: 5).
Pada komunikasi politik, baik kandidat maupun partai politik
membutuhkan suatu perencanaan strategis dalam melakukan hubungan
dengan target atau calon pemilih. Perencanaan ini menyangkut produk
politik yang akan digaungkan, image yang akan dimunculkan, program
kampanye yang akan dilakukan sampai strategi penggalangan massa.
Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya
komunikasi politik. Komunikasi politik yang dimaksud dalam hal ini
adalah semua hal yang dilakukan oleh partai politik, konsultan politik, atau
tim sukses melalui kandidat untuk mentransfer sekaligus menerima umpan
balik tentang isu-isu politik berdasarkan semua aktivitas yang dilakukan
terhadap masyarakat atau dalam konteks pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur Sumatera Utara di pilkada serentak 2018.
2.3.3. Teori dan Konsep Komunikasi Pemasaran Politik
Pemasaran politik melibatkan sejumlah konsep dan teori-teori yang
telah diterapkan secara tradisional oleh organisasi nirlaba dalam penjualan
barang dan jasa kepada konsumen. Bagian ini menyoroti penerapan
mekanisme-mekanisme yang sama untuk target pasar di mana calon,
pejabat pemerintah dan partai politik menggunakan teknik ini untuk
mendorong public opinion yang menjadi sasaran. Komunikasi Pemasaran
Politik juga menyediakan perangkat teknik dan metode pemasaran dalam
dunia politik. Scammell menyebutkan bahwa kontribusi marketing pada
Universitas Sumatera Utara 32
bidang politik terletak pada strategi untuk dapat memahami dan menganalisis apa yang diinginkan dan dibutuhkan para pemilih, serta aktivitas politik harus sesuai dengan aspirasi masyarakat luas (Firmanzah,
2012: 194). Dalam proses Komunikasi Pemasaran Politik menggunakan penerapan 4Ps bauran marketing yaitu; produk (product); promosi
(promotion); harga (price); tempat (place) (Firmanzah, 2012: 200).
Kotler dan Neil menjelaskan bahwa konsep pemasaran politik ialah suatu penggiat pemasaran untuk menyukseskan kandidat atau partai dengan segala aktivitas politiknya melalui kampanye program pembangunan perekonomian atau kepedulian sosial, tema, isu-isu, gagasan, ideologi, dan pesan-pesan bertujuan program politik yang ditawarkan memiliki daya tarik tinggi dan sekaligus mampu mempengaruhi bagi setiap warga negara dan lembaga/ organisasi secara efektif (Firmanzah 2008).
Konsep pemasaran menyediakan sarana untuk memfokuskan semua departemen secara efektif dan efisien terhadap kepuasan yang dibutuhkan pelanggan dan menciptakan pertukaran yang saling menguntungkan. Jika produk partai politik atau kandidat dikembangkan dalam kaitannya dengan nilai dan kebutuhan pemilih, dan kandidat memenuhi produk yang diinginkan, maka kepuasan pemilih harus ditingkatkan.
Universitas Sumatera Utara 33
2.3.4. Politik Identitas
Secara teoritis, Buchari (2007:19) politik identitas merupakan
sesuatu yang bersifat hidup atau ada dalam setiap etnis, di mana
keberadaannya bersifat laten dan potensial, sewaktu-waktu dapat muncul
ke permukaan sebagai kekuatan politik yang dominan. Secara empiris,
politik identitas merupakan aktualisasi partisipasi politik yang
terkonstruksi dari budaya masyarakat setempat, dan mengalami proses
internalisasi secara terus-menerus di dalam kebudayaan masyarakat dalam
suatu jalinan interaksi sosial.
Politik identitas merupakan alat perjuangan politik suatu etnis
untuk mencapai tujuan tertentu dimana kemunculannya lebih banyak
disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu yang dipandang suatu etnis
sebagai adanya tekanan berupa ketidakadilan politik yang dirasakan.
Berdasarkan perasaan senasib, maka kelompok etnis tersebut bangkit
menunjukkan identitas atau jati diri dalam suatu perjuangan politik untuk
merebut kekuasaan dengan memanipulasi kesamaan identitas atau
karakteristik keetnisan tertentu yang tumbuh di dalam kehidupan sosial
budayanya.
Kristianus (2009: 225) mengemukakan bahwa politik identitas
berkaitan dengan perebutan kekuasaan politik berdasarkan identitas etnis
maupun agama. Perjuangan politik identitas pada dasarnya ialah
perjuangan kelompok atau orang-orang pinggiran (periferi), baik secara
politik, sosial, budaya dan ekonomi. Selanjutnya Lukmantoro (dalam
Universitas Sumatera Utara 34
Kristianus 2009: 226) politik identitas adalah tindakan politik untuk
mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kelompok
karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan
ras, etnisitas, gender, atau agama.
Menurut Jumadi, bangkitnya politik identitas dapat juga dipahami
sebagai mekanisme adaptasi masyarakat akibat tingginya tingkat
ketidakpastian di era demokratisasi. Demokratisasi telah membuat
kompetisi memperebutkan sumber daya ekonomi dan politik menjadi
semakin keras. Mobilisasi jaringan kekerabatan, etnis dan keagamaan
kemudian diciptakan untuk terlibat dalam persaingan yang keras. Pada
kasus negara-negara demokrasi baru, kerapkali para pemimpin
kelompoklah yang memanipulasi pasang surut identitas kelompoknya.
Para pemimpin tersebut mengeksploitasi faktor sejarah klan dan simbol-
simbol kultural untuk memobilisasi dukungan politik (Buchari, 2007: 27).
Dari beberapa penjabaran tentang politik identitas di atas, peneliti
juga menemukan banyak literatur penelitian politik berbasis identitas yang
berlangsung di Indonesia, maupun pembicaraan di kalangan ahli ilmu
sosial. Politik identitas menjadi perhatian, terutama dalam kaitannya
dengan gender, masyarakat pribumi, etnis, dan masyarakat lokal.
2.4. Kerangka Pemikiran
Menyimak beberapa pengertian komunikasi pemasaran politik di atas,
maka definisi operasional komunikasi pemasaran politik menurut peneliti
adalah proses menerapkan ide-ide politik melalui desain dan konsep
Universitas Sumatera Utara 35
pemasaran yang dibutuhkan oleh calon pemilih sebagai target berdasarkan
karakteristik wilayah atau suatu daerah. Senada dengan Butler dan Collins
(1994) yang menegaskan bahwa implementasi konsep dan teori pemasaran
diadaptasi menyesuaikan karakteristik pemilih, dan konteks spesifik yang
berlaku di tempat berlangsungnya pesta demokrasi. Oleh sebab itu, desain
kerangka pemikiran peneliti mengadopsi konsep pemasaran politik Butler
and Collins (1994), seperti di bawah ini:
Structural characteristics
The product: Person/ party/ ideology
Loyalty
Mutability
The Organization: Amateurism
Negative perception of marketing
Dependence on volunteers
The market: Ideologically charged
Social affirmation
The counter-consumer
Process characteristics: Style versus substance Kerangka Pemikiran Advertising and communications standards
Gambar 2.4.1. Konsep Pemasaran Politik Butler and Collins (1994)
Universitas Sumatera Utara 36
Kerangka Pemikiran Peneliti
Produk Politik Tim Pemenangan
- ERAMAS/ Partai/ - Persepsi Positif Ideologi Pemasaran - Loyalitas - Relawan - Konsistensi
-
Komunikasi Pemasaran Politik
Proses Saluran Konstituen Komunikasi - Komunikasi Massa - Peranan Ulama - Komunikasi Kelompok - Kontra Pemilih - Media Baru
Gambar 2.4.2. Komunikasi pemasaran politik ini diadopsi dari konsep pemasaran politik Butler and Collins (1994)
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Satori (2011: 23) mengatakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan
karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat
dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja,
formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang
beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata
cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.
Sukmadinata (2011: 73) penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik
bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan
mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu,
Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau
pengubahan pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan menggambarkan
suatu kondisi yang apa adanya. Satu-satunya perlakuan yang diberikan
hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi, wawancara,
dan dokumentasi.
Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih karena dengan metode ini,
permasalahan dapat digambarkan dengan jelas dan terperinci mengenai
strategi komunikasi pemasaran politik tim pemenangan Edy Rahmayadi-
Musa Rajekshah. Pendekatan dalam penelitian ini merujuk kepada tujuan
penelitian yaitu menganalisis strategi komunikasi pemasaran politik yang
37
Universitas Sumatera Utara 38
dijalankan tim pemenangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dalam Pilkada
Sumut 2018 dengan menggunakan 4 karakteristik proses pemasaran
komunikasi politik.
3.2. Aspek Kajian
Merujuk kepada fokus penelitian, aspek kajian dalam penelitian ini
adalah:
a) Strategi komunikasi pemasaran politik: produk politik, Tim Pemenangan,
proses saluran komunikasi pemasaran politik, konstituen.
b) Faktor-faktor pendukung kemenangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah di
Pilkada Sumut: Politik Identitas dan tim pemenangan.
3.3. Subjek Penelitian
Pada penelitian kualitatif, responden atau subjek penelitian disebut
dengan istilah informan, yaitu orang memberi informasi tentang data yang
diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian. Subjek penelitian merupakan
individu, benda atau organisasi yang dijadikan sumber dalam pengumpulan
data penelitian. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik snowball sampling
(bola salju). Dengan teknik ini, jumlah informan yang akan menjadi
subjeknya akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan terpenuhinya
informasi (Idrus, 2009: 97).
Adapun subjek dalam penelitian ini yang berperan sebagai informan
adalah Heri Utomo selaku ketua tim pemenangan ERAMAS, Sugiat Santoso
sebagai wakil ketua tim pemenangan, Dr. Abdul Hakim Siagian selaku ketua
bidang hukum dan advokasi, serta Dewi Budiati sebagai ketua umum
Universitas Sumatera Utara 39
Relawan Bersatu.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh data, maka teknik pengumpulan data yang
dibutuhkan peneliti antara lain wawancara mendalam, observasi tidak
langsung, dan analisis dokumen. Sebagai bentuk penyimpanan data dari
ketiga Teknik yang digunakan, maka peneliti membuat catatan berisi hasil
wawancara mendalam yang sudah dikelompokkan sesuai indikator judul
penelitian. Berikut teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini:
1) Metode Wawancara Mendalam
Pada instrumen ini, peneliti mencoba menentukan karakteristik
narasumber menurut Lindolf (2002) yaitu: narasumber yang memiliki
pengalaman panjang dibidangnya dan mampu menunjukkan informan handal
lainnya; memiliki mobilitas tinggi; menduduki posisi kunci dalam
wilayahnya; dan tentunya narasumber yang mampu memberikan
konseptualisasi permasalahan.
Wawancara dilakukan dengan subjek penelitian sebagai informan yang
telah ditentukan dengan mempertimbangkan gubernur dan wakil gubernur
terpilih, tim pemenangan, dan relawan. Materi wawancara adalah tema yang
ditanyakan kepada informan berkaitan antara masalah atau tujuan penelitian.
2) Metode Observasi
Bungin (2007: 118) ada tiga jenis bentuk observasi yang digunakan
dalam penelitian kualitatif:
Universitas Sumatera Utara 40
a. Observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan dengan kriteria; pengamatan telah direncanakan secara
matang; berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan; adanya
pencatatan secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsi umum;
dan pengamatan dapat dicek, dikontrol mengenai keabsahannya. b. Observasi tidak berstruktur yaitu, observasi dilakukan tanpa
menggunakan guide observasi. Dengan demikian pada observasi ini
pengamat harus mampu secara pribadi mengembangkan daya
pengamatan dalam objek. c. Observasi kelompok, yaitu dilakukan secara berkelompok terhadap suatu
tim peneliti yang sedang mengalami gejolak perubahan atau beberapa
objek sekaligus.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi partisipasi karena instrumen ini sesuai pada fakta yang selama ini dijalani oleh peneliti. Bahwa sejak 8 Agustus 2017 peneliti telah menjadi participant grup Whatsapp Tim Eramas. Keterlibatan peneliti di dalam grup tersebut adalah melakukan pengamatan terkait kegiatan-kegiatan kandidat calon
Gubernur dan wakil Gubernur Sumut (Musa Rajekshah). Selain itu, peneliti juga mengamati beberapa kegiatan secara langsung yang merupakan bagian dari sosialisasi pencalonan. Namun semakin mendekati tahapan pilkada, peneliti mengurangi partisipasi baik di dalam grup Whatsapp maupun di berbagai pertemuan. Oleh sebab itu, untuk melengkapi kekurangan data observasi, peneliti melakukan wawancara secara mendalam seperti yang telah
Universitas Sumatera Utara 41
dijelaskan di atas, serta mengumpulkan dokumen-dokumen.
3) Metode Dokumen
Sugiyono (2007) menyatakan bahwa dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menulusuri data peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen yang akan membantu peneliti dalam mengumpulkan
data berupa foto-foto, hasil publikasi di media massa, jurnal, buku-buku dan
lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Selanjutnya peneliti
akan menggunakan analisa deskriptif, dimana data yang sudah terkumpul
diuraikan melalui analisa-analisa dan kesimpulan.
Selama proses penelitian, peneliti mulai mengumpulkan berbagai
dokumen yang menjadi bagian dari pemasaran politik tim pemenangan
ERAMAS. Dokumentasi dikumpulkan sejak tahapan sosialisasi pada Juli
2017 pasca ERAMAS resmi mendeklarasikan diri untuk maju sebagai
kandidat di Pilkada Sumut 2018 sampai tahapan pilkada dimulai.
3.5. Metode Analisis Data
Miles And Huberman menyatakan yang paling serius dan sulit dalam
analisis data kualitatif adalah karena metode analisis belum dirumuskan
dengan baik. Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan, (Sugiyono, 2016: 147).
Universitas Sumatera Utara 42
1) Reduksi Data
Reduksi data adalah proses seleksi, fokus, penyederhanan dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Fieldnote merupakan catatan hasil wawancara dan observasi pada riset data kualitatif, termasuk di dalamnya apa yang dibuat oleh orang lain yang ditemukan peneliti, misalnya buku harian, foto, dan artikel. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset.
Reduksi data adalah bagian dari analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus dan membuang hal yang tidak penting, serta mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.
2) Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga akan mudah dipahami berbagai hal yang terjadi. Dengan melihat penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Sajian ini harus mengarah pada rumusan masalah sebagai pertanyaan penelitian.
3) Penarikan Kesimpulan
Dari sajian data yang telah disusun, selanjutnya peneliti dapat menarik suatu kesimpulan akhir. Jika peneliti merasa ada yang kurang dalam hasil penelitiannya, maka peneliti harus mengulang kembali proses penelitian mulai dari pengumpulan data untuk mencari dukungan dan kesimpulan untuk
Universitas Sumatera Utara 43
pendalaman data hingga peneliti merasa mantap terhadap kesimpulan akhir
penelitiannya.
3.6. Keabsahan Data (Triangulasi)
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
Peneliti menggunakan teknik triangulasi yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
data. Menurut Paton triangulasi data berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Ada 4 macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu: triangulasi sumber,
pengamat, metode dan teori. Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan yang
digunakan ialah triangulasi pengamat sebagai informan yang paham tentang
kegiatan komunikasi pemasaran politik. Pengamat tersebut adalah seseorang
yang memahami situasi politik di Indonesia dan menguasai pengetahuan
mengenai ilmu komunikasi pemasaran politik. Selain itu peneliti juga
menggunakan teknik triangulasi sumber dengan melakukan wawancara
terhadap kandidat terpilih yaitu Edy Rahmayadi sebagai informan yang
menjalani proses komunikasi pemasaran politik (Moleong, 2001: 178)
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Pilkada Sumatera Utara
Sumatera Utara merupakan provinsi keenam berpenduduk terbanyak di
Indonesia dan terbesar di luar Pulau Jawa. Berdasarkan data penduduk yang
dirilis oleh Badan Pusat Stastik Sumatera Utara tahun 2016, jumlah penduduk
mencapai 14.102.911 yang terdiri atas 7.065.585 perempuan dan 7.037.326
laki-laki.
Penduduk terbanyak terdapat di Kota Medan dengan jumlah 2.229.408
jiwa, kemudian diurutan kedua Kabupaten Deli Serdang 2.072.521 jiwa, dan
diurutan ketiga Kabupaten Langkat berjumlah 1.021.208 jiwa. Sedangkan
kabupaten dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Pakpak
Barat berjumlah 46.392 jiwa. Secara geografi Sumatera Utara terdiri atas
pantai, daratan rendah di sebelah timur dan barat provinsi serta dataran tinggi
yang terdapat di dataran tinggi Karo, Toba dan Humbang Hasundutan.
Sebagai daerah yang dipimpin oleh seorang gubernur, Sumatera Utara
merupakan satu dari sembilan provinsi penyelenggara pemilihan kepala
daerah tahun 2018. Ada tujuh kabupaten dan satu kota peserta pilkada di
Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Dairi, Batubara,
Tapanuli Utara, Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara, dan Kota Padang
Sidempuan.
44
Universitas Sumatera Utara 45
Tahapan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2018 telah digelar serentak di 8 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara.
Tahapan penting di antaranya pendaftaran pasangan calon pada 8-10 Februari dan pemungutan suara pada 27 Juni 2018. Berikut tahapan Pilkada serentak yang dirangkum dari Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan,
Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada tahun 2018. a) Pendaftaran Pasangan Calon
1. Pendaftaran pasangan calon: 8-10 Januari 2018
2. Tanggapan masyarakat atas dokumen syarat pasangan calon di laman
KPU: 10-16 Januari 2018
3. Pemeriksaan kesehatan: 8-15 Januari 2018
4. Penyampaian hasi pemeriksaan kesehatan: 15-16 Januari 2018
5. Pemberitahuan hasil penelitian syarat pencalonan yang diajukan parpol
atau perseorangan: 17-18 Agustus 2018
6. Perbaikan syarat pencalonan atau syarat calon: 18-20 Januari 2018
7. Pengumuman perbaikan dokumen syarat pasangan calon di website
KPU: 20- 26 Januari 2018
8. Penetapan pasangan calon: 12 Februari 2018
9. Pengundian nomor urut: 13 Februari 2018 b) Masa Kampanye
1. Kampanye pertemuan-pertemuan dan penyebaran bahan kampanye:15
Februari-23 Juni 2018
2. Debat publik terbuka: 15 Februari-23 Juni 2018
3. Kampanye melalui media massa: 10-23 Juni 2018
Universitas Sumatera Utara 46
4. Masa tenang dan pembersihan alat praga: 24-26 Juni 2018
c) Laporan dan Audit Dana Kampanye
1. Penyerahan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK): 4 Februari 2018
2. Penyerahan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye
(LPSDK): 20 April 2018
3. Penyerahan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye
(LPPDK): 24 Juni 2018
4. Pengumuman hasil audit dana kampanye: 11-13 Juli 2018 d) Pemungutan dan Penghitungan
1. Pemungutan dan penghitungan suara di TPS: 27 Juni 2018
2. Pengumuman hasil penghitungan suara di desa/ kelurahan: 27 Juni-3
Juli 2018
3. Rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan untuk
kabupaten/ kota: 28 Juni-4 Juli
4. Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat
kabupaten/kota untuk pilkada kabupaten/ kota: 4-6 Juli 2018
5. Rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota untuk
Pilgub: 4-6 Juli 2018
6. Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi
untuk Pilgub
Universitas Sumatera Utara 47
e) 9 Juli 2018
Sengketa perselisihan hasil pemilihan: Mengikuti jadwal di
Mahkamah Konstitusi; Penetapan pasangan calon terpilih pasca putusan
MK: Paling lama 3 hari setelah penetapan, putusan MK dibacakan.
4.2. Proses Penelitian
Rencana penelitian ini telah dipikirkan oleh peneliti sejak memasuki
semester ganjil (tiga) sebagai mahasiswa di Magister Ilmu Komunikasi
Universitas Sumatera Utara. Dilatarbelakangi oleh minat mempelajari
komunikasi politik, peneliti lalu memutuskan untuk mengangkat tema
tersebut seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
Pemilihan kepala daerah 2018 adalah tahun politik bagi sembilan
provinsi di Indonesia termasuk Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa ini
adalah agenda menarik sekaligus peluang untuk merealisasikan penelitian.
Ketika itu sejumlah nama mulai mencuat dan digadang-gadang akan maju di
Pilkada Sumatera Utara. Diantaranya petahana Tengku Erry Nuradi, Brigjen
TNI (Purn.) Nurhajizah Marpaung (wakil Gubernur Sumut), Jopinus Ramli
Saragih (Bupati Simalungun), Effendi Muara Sakti Simbolon (Anggota DPR
RI Fraksi PDI-P), Letjen. TNI (Purn.) Edy Rahmayadi yang ketika itu
menjabat sebagai Pangkostrad, Musa Rajekshah (Ijeck) dari kalangan
pengusaha dan lain sebagainya. Seiring munculnya sejumlah nama, peneliti
menjalin komunikasi dengan beberapa orang, diantaranya Effendi Muara
Sakti Simbolon, Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah. Melalui sambungan
telefon peneliti menanyakan kebenaran wacana pencalonan ketiganya. Baik
Universitas Sumatera Utara 48
Effendi Simbolon, Edy Rahmayadi dan Ijeck menjawab pertanyaan peneliti dengan gurauan, misalnya "kalau Wana dukung, saya (Edy-Ijeck) maju," atau
"Wana dukung, tidak?" dan sebagainya.
Semakin mendekati tahapan pilkada, deretan nama yang sempat hits di media perlahan mulai mengerucut. Partai-partai politik mulai menunjukkan dukungannya kepada bakal calon. Dinamika politik menjadi bahasan menarik hampir di setiap lapisan masyarakat. Peneliti yang juga berprofesi sebagai jurnalis di salah satu media televisi di Indonesia tentu mengamati perkembangan demi perkembangan. Sampai pada satu kesempatan komunikasi dengan Pak Edy dan Bang Ijeck, peneliti kembali mengkonfirmasi kebenaran rencana pencalonan keduanya sebagai kandidat di
Pilkada Sumut. Keduanya dengan tegas membenarkan bahwa akan maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Saat itulah peneliti menyampaikan maksud agar diberikan izin untuk melakukan penelitian di tim pemenangan ERAMAS.
Pada satu kesempatan komunikasi dengan Bang Ijeck, peneliti diberi kesempatan untuk bergabung di grup Whatsapp Tim ERAMAS sebagai langkah awal melakukan pengamatan kegiatan tim pemenangan. Lalu pada 8
Agustus 2017, salah satu admin menambahkan peneliti ke dalam grup
Whatsapp Tim ERAMAS. Amatan peneliti aktifitas partisipan di grup
Whatsapp cukup aktif. Masing-masing partisipan saling memberikan saran- saran tentang konsep yang sedang digagas. Contohnya disain kaos official
ERAMAS, disain souvenir, pemilihan jingle ERAMAS dan lain sebagainya.
Proses pengamatan tidak sebatas melalui grup Whatsapp saja, peneliti juga
Universitas Sumatera Utara 49
mencari tahu tentang latar belakang partisipan yang bergabung di dalam tim pemenangan. Menariknya rata-rata partisipan yang tergabung di tim pemenangan didominasi oleh kerabat dekat, relasi Pak Edy dan Bang Ijeck yang notabene bukan merupakan politikus apalagi anggota partai.
Memasuki tahapan pilkada aktifitas di grup Whatsapp mulai mengalami perubahan. Dari yang semula sebagai ruang saling diskusi dan mengutarakan ide menjadi sebatas berbagi dokumentasi video/ foto kegiatan pasangan calon dan agenda harian. Anggota di dalam grup Whatsapp juga sudah mulai disibukkan dengan kegiatannya masing-masing dalam hal mensosialisasikan dan mengkampanyekan pasangan calon. Selama tahapan kampanye berlangsung, besar harapan peneliti untuk mengamati kegiatan pasangan calon secara langsung. Terutama mengamati dan menyimak ceramah yang disampaikan oleh Ustad Abdul Somad dalam beberapa kali kesempatan, interaksi yang terjadi saat kandidat tatap muka dengan konstituennya, dan lain-lain. Namun rencana tersebut terhambat karena peneliti harus mengikuti pendidikan selama 3 bulan di Jakarta yang ditetapkan oleh perusahaan tempat peneliti bekerja.
Bagi peneliti ini adalah salah satu kendala dalam menyelesaikan tugas akhir di Magister Ilmu Komunikasi USU. Namun harus diakui bahwa pendidikan dari perusahaan tersebut juga penting sebagai persyaratan kenaikan jenjang karir. Selama pendidikan, proposal yang telah dirancang oleh peneliti pun terbengkalai. Untuk menjaga silaturrahmi, peneliti tetap menjalin komunikasi dengan pasangan calon dengan harapan baik Pak Edy maupun Bang Ijeck tetap berkenan diwawancarai sebagai informan
Universitas Sumatera Utara 50
triangulasi. Selain itu, peneliti juga mengamati setiap perkembangan baik dukungan partai yang bertambah maupun kegiatan kampanye yang dilakukan oleh pasangan ERAMAS. Usai mengikuti pendidikan persisnya Mei 2018, peneliti kembali melanjutkan proses bimbingan proposal yang akhirnya sampai pada tahapan seminar pada Oktober 2018. Setelah kegiatan seminar proposal dilaksanakan dan mendapat surat permohonan izin penelitiann, peneliti mulai melakukan penelitian sepenuhnya dengan menghubungi satu per satu informan. Adapun kriteria informan yang dipilih oleh peneliti adalah orang-orang yang memiliki posisi utama dalam struktur tim pemenangan,
Relawan Bersatu ERAMAS, pengamat politik dan pasangan calon.
Pertama, peneliti menghubungi ketua umum Relawan Bersatu
ERAMAS yaitu Ibu Dewi Budiati. Bertempat di kediaman pribadinya
Perumahan Koserna Padang Bulan Medan, peneliti melakukan wawancara secara mendalam. Melalui Dewi, peneliti meminta kesediaan Bapak Heri
Utomo (Uut) selaku ketua tim pemenangan untuk diwawancarai. Selanjutnya secara personal, peneliti berkomunikasi dengan Pak Uut untuk menentukan tempat dan waktu dilaksanakannya wawancara. Akhirnya disepakati pada
Kamis 15 November 2018, wawancara dilakukan di rumah Pak Uut Komplek
Stella Padang Bulan Medan. Kemudian peneliti menghubungi informan berikutnya yaitu Sugiat Santoso selaku wakil ketua tim pemenangan
ERAMAS. Tanpa banyak pertimbangan, Sugiat berkenan diwawancara pada
20 November 2018 sore di Kede Kopi Ulee Kareng Jalan Dokter Mansyur
Medan.
Universitas Sumatera Utara 51
Untuk mendukung analisis dalam penelitian ini, peneliti selanjutnya mewawancarai Dr. Abdul Hakim Siagian selaku ketua bidang advokasi dan hukum tim pemenangan ERAMAS. Atas permintaan dan padatnya jadwal informan, wawancara dilakukan melalui sambungan telefon pada Selasa 11
Desember 2018 saat informan dalam perjalanan dari Kabupaten Serdang
Bedagai. Dari keempat informan yang telah diwawancarai, peneliti menemukan data-data yang menarik. Salah satunya adanya perbedaan sudut pandang antara ketua dan wakil ketua tim pemenangan mengenai kinerja mesin partai selama masa pilkada Sumut. Informan berikutnya yaitu Dr.
Warjio, Ph.D. selaku pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara.
Wawancara ini dilakukan pada Kamis 3 Januari 2019 di ruang pertemuan
Ketua Prodi Ilmu Politik USU. Peneliti memilih Bapak Warjio sebagai salah satu informan triangulasi penelitian karena beliau cukup aktif memberikan komentar-komentar di media terkait Pilkada Sumut.
Informan triangulasi kedua adalah paslon terpilih, Gubernur Sumatera
Utara Edy Rahmayadi. Peneliti membutuhkan waktu selama 2 minggu untuk menyesuaikan waktu wawancara dengan Pak Edy. Setelah berkoordinasi dengan ajudan gubernur, akhirnya Pak Edy meluangkan waktunya untuk wawancara pada Jum'at 18 Januari 2019 di lantai 10 ruang kerja gubernur.
Pertemuan berlangsung selama 1 jam mulai pukul 11.00 WIB sampai pukul
12.00 WIB dibagi menjadi 2 sesi yaitu 30 menit wawancara dan 30 menit lagi berdiskusi. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti cukup tercengan dengan jawaban-jawaban Pak Edy yang menurut peneliti jujur dalam mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi selama pencalonannya.
Universitas Sumatera Utara 52
Begitupun peneliti harus menguji jawaban-jawaban Pak Edy dengan hasil- hasil penelitian empirik diadu dengan pendapat informan (pengamat politik) lainnya.
Informan selanjutnya dalam penelitian ini adalah Dr. Sohibul Anshor
Siregar. Peneliti menetapkan Pak Sohib sebagai informan karena penelitian ini dilakukan atas intensitas diskusi yang cukup sering dalam satu tahun terakhir. Selain itu, Pak Sohib termasuk narasumber yang intens memberikan komentar-komentar mengenai Pilkada Sumut di media massa lokal, nasional dan internasional.
Informan triangulasi terakhir pada penelitian ini adalah Drs. Hendra
Harahap, M.Si., Ph.D. Sebagai akademisi dan pakar di bidang komunikasi politik, peneliti merasa perlu untuk berdiskusi dan meminta pandangan beliau mengenai komunikasi pemasaran politik dari perspektif ilmu komunikasi politik. Keterangan-keterangan yang diperoleh dari seluruh informan dalam penelitian ini menjadi begitu menarik karena satu sama lain saling memberikan keterangan yang berbeda.
Peneliti menyadari bahwa situasi politik baik partai maupun figur politik itu sendiri selalu berubah-ubah. Hal inilah yang dialami oleh peneliti saat meminta kesediaan Bang Ijeck (wakil gubernur) untuk diwawancarai sebagai informan triangulasi. Awalnya Bang Ijeck berkenan memberikan informasi, tetapi karena suatu keadaan akhirnya tidak berkenan diwawancarai.
Universitas Sumatera Utara 53
4.3 Deskripsi Lokasi Penelitian
Untuk mendapatkan informasi dan data yang menyangkut masalah
penelitian ini maka salah satu lokasi dalam penelitian ini adalah posko utama
pemenangan ERAMAS di jalan Ahmad Rifai No. 17 Medan. Posko ini
merupakan lokasi bagi tim pemenangan untuk melakukan rutinitas. Layaknya
sebuah kantor, posko ini dipergunakan untuk berbagai aktifitas tim
pemenangan seperti rapat konsolidasi, koordinasi, melayani kedatangan
masyarakat, pusat surat-menyurat dan lain sebagainya. Saat ERAMAS unggul
dalam hitung cepat di Pilkada Sumut pada 27 Juni 2018, posko ini juga yang
dijadikan sebagai tempat merayakan kemenangan bagi seluruh partai
pendukung dan pengusung maupun relawan.
4.4. Temuan Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menguraikan data-data dari hasil
wawancara mendalam, observasi tidak langsung dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan komunikasi pemasaran politik tim pemenangan ERAMAS
di Pilkada Sumut 2018. Hasil temuan berupa data penelitian yang akan
dipaparkan merupakan hasil reduksi data, dimana data yang ditampilkan
adalah data yang dianggap peneliti dapat menjawab fokus dan tujuan
penelitian sebagaimana diuraikan dalam bab I pendahuluan. Informasi yang
telah dikumpulkan kemudian dideskripsikan dan dianalisis mengacu pada
keterangan informan penelitian.
Untuk mengetahui informasi dari informan, maka peneliti malakukan
proses analisis sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara 54
1) Membuat pedoman wawancara untuk pertanyaan yang akan diajukan
kepada informan penelitian berdasarkan tujuan penelitian yang tertera
pada Bab I Pendahuluan.
2) Melakukan wawancara mendalam kepada tim pemenangan ERAMAS
mengenai strategi komunikasi pemasaran politik yang dijalankan pada
Pilkada Sumut 2018 dan menganalisis faktor-foktor pendukung
kemenangan ERAMAS.
3) Melakukan observasi tidak langsung kepada tim pemenangan ERAMAS
tentang strategi komunikasi pemasaran politik yang dijalankan pada
Pilkada Sumut 2018.
4) Membuat transkrip (salinan) wawancara tanpa adanya editan dan
memasukkan detail kata per kata dari wawancara yang dilakukan.
Informan dalam penelitian yaitu orang yang memahami informasi
tentang objek penelitian. Informan yang dipilih harus memiliki kriteria agar
informasi yang didapatkan bermanfaat untuk penelitian yang dilakukan.
Informan yang peneliti tentukan merupakan orang-orang yang terikat secara
penuh di dalam tim pemenangan ERAMAS selama Pilkada Sumut
berlangsung.
4.4.1. Deskripsi Identitas Informan Penelitian
1) Heri Utomo
Insinyur yang menguasai pengelolaan manajemen perkebunan
kelapa sawit dan karet ini adalah sahabat Edy Rahmayadi sejak
keduanya duduk di bangku SMP. Meski beda sekolah, mereka kerap
bersama karena tempat tinggalnya bersebelahan yaitu di komplek AURI
Universitas Sumatera Utara 55
Suwondo. Panggilan akrabnya adalah Uut, lahir di Kediri 13 April 1962 memiliki hobi olahraga tenis sejak SMP. Lulusan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara tahun 1986 ini pernah bekerja di sejumlah perusahan kelapa sawit, diantaranya PT. Socfindo dari 1987-2008, PT.
Basyah Putra Investama 2009-2010, PT. Bakrie Sumatra Plantation
Aceh 2010-2014, dan terakhir di PT. Bangkit Giat Usaha Mandiri
Kalimantan Tengah 2015-2017.
Meski tidak memiliki pengalaman apapun di bidang politik,
Pilkada Sumut 2017 membuatnya harus memilih antara meneruskan karir di perkebunan atau persahabatannya dengan Edy. Secara khusus
Edy memintanya untuk kembali ke Sumatera Utara dan bergabung di tim pemenangan. Uut mengaku, ia sempat terhambat dalam membangun komunikasi maupun menangani permasalahan di internal tim pemenangan, terutama berkaitan dengan partai-partai pendukung.
Apalagi ia diangkat menjadi ketua tim pemenangan saat struktur sudah berjalan selama dua bulan menggantikan Afifuddin Lubis. Namun seiring berjalannya waktu, ia pun belajar dengan orang-orang yang ahli di bidang politik.
Istrinya bernama Sri Lestari, mantan guru SD yang akhirnya memilih mendampingi kemanapun suaminya dinas di berbagai perusahaan perkebunan. Hobinya berkebun dan memasak. Ibu lestari gemar menanam buah-buahan seperti anggur, jambu, mangga, dan lain- lain, serta menerima pesanan makanan untuk acara hajatan. Setelah
Pilkada Sumut, ayah dari 4 orang putra ini memilih untuk
Universitas Sumatera Utara 56
berwiraswasta sekaligus mencoba peruntungan di dunia politik dengan
mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Sumut dari Partai Bulan
Bintang.
2) Sugiat Santoso
Ketua KNPI Sumatera Utara ini adalah rekan dekat wakil
gubernur terpilih Musa Rejakshah (Ijeck). Sejak Ijeck resmi
mendeklarasikan maju di Pilkada Sumut 2018, ia termasuk pendukung
yang gencar mengkampanyekan ERAMAS di berbagai pertemuan
termasuk berperan dalam menggalang massa. Dukungannya kepada
ERAMAS dilatarbelakangi kedekatan yang sejak lama terjalin ketika
terlibat dalam kepengurusan organisasi-organisasi kepemudaan.
Menurut Sugiat, Ia termasuk tim pertama yang selalu mendampingi
Ijeck sebelum deklarasi ERAMAS. Setelah tim pemenangan terbentuk,
Ia dipercayakan mengemban jabatan sebagai wakil ketua tim
pemanangan.
Lulusan Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera
Utara ini juga dikenal sebagai orang yang antusias bila terlibat dalam
diskusi atau perdebatan tentang politik. Pasca mengantarkan ERAMAS
ke kursi pemenangan, kini suami dari Rini Ilma ini sedang mencoba
peruntungan menjadi calon legislatif DPR RI dari Partai Gerindra.
Selama masa kampanye, wakil ketua DPD Gerindra Sumut ini termasuk
tim pemenangan yang aktif memberikan komentar-komentar di media
terkait berita negatif yang menerpa kandidat ini maupun penyebaran
opini-opini publik.
Universitas Sumatera Utara 57
3) Dr. Abdul Hakim Siagian
Lahir di Labuhan Batu Utara 15 Agustus 1965, Abdul Hakim
Siagian adalah sosok yang aktif di berbagai organisasi bidang advokasi
dan pendidikan. Ia tercatat sebagai dosen di Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan Universitas Sumatera
Utara. Selain dikenal sebagai dosen, Ia juga biasa disebut praktisi
hukum dan wakil ketua PW Muhammadiyah Sumut. Rekam jejak Dr.
Abdul Hakim Siagian di dunia politik menunjukkan betapa Ia tertarik
pada setiap ajang pesta demokrasi yang berlangsung, terutama di
Sumatera Utara. Pada Pilkada Sumut 2018 lalu, Ia menjatuhkan
pilihannya untuk mendukung pasangan ERAMAS. Ia pun menuturkan
alasannya mendukung ERAMAS dengan menjadi bagian dari tim
pemenangan divisi ketua bidang advokasi dan hukum.
“Dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dengan dasar itu saya memang menjatuhkan pilihan untuk memenangkan ERAMAS, dan untuk itu saya berharap juga ada sistem baru, ada mekanisme baru dalam politik praktis yang selama ini dinilai sebagai hal yang jahat oleh masyarakat, seperti transaksional, money politik, dan lainnya yang bersifat negatif”.
Latar belakang pendidikan di bidang hukum yang ditekuni sejak
jenjang S1 hingga pascasarjana S3 membuat pria 54 tahun itu rajin
berkomentar terhadap sejumlah kasus di Sumatera Utara. Melalui
dukungannya kepada ERAMAS, mantan anggota DPRD Sumut periode
2004-2009 itu berharap adanya praktik politik yang sesuai dengan asas,
meskipun itu masih sulit diterapkan di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara 58
Pada kesempatan wawancara peneliti dengan Abdul Hakim
Siagian melalui sambungan telepon, Ia juga mengungkapkan sempat
diminta mendukung pasangan DJOSS di Pilkada Sumut. Namun Ia
telah menentukan sikap dukungannya terhadap ERAMAS tanpa
menimbulkan sikap oposisi terhadap partai-partai pendukung DJOSS.
Kini Abdul Hakim Siagian kembali menunjukkan konsistensinya di
dunia politik dengan mencalonkan diri menjadi anggota DPD RI.
4) Dewi Budiati
Wanita kelahiran Medan 24 Mei 1964 ini dikenal sebagai aktivis
lingkungan. Kecintaanya terhadap sampah membuat istri Teruna Jasa
Said ini pernah dijuluki sebagai ratu sampah. Dewi melihat sampah
sebagai benda yang dapat ia kreasikan menjadi hiasan maupun buah
tangan. Kepedualiaanya terhadap lingkungan membuat Dewi
menularkan keterampilannya melalui pelatihan dan bergaul dengan
kaum ibu. Dari hobinya itu, Dewi pernah meraih beragam prestasi dan
penghargaan. Salah satunya pernah dinobatkan sebagai 'the inspiring
woman' di salah satu media nasional di Indonesia.
Mencintai sampah muncul tanpa disengaja. Ide kreatif itu hadir
disaat Dewi membersihkan botol plastik bekas kemasan air mineral di
rumahnya pada 2008 lalu. Selanjutnya Dewi bereksperimen dengan
barang-barang bekas hingga menghasilkan karya-karya yang bernilai
jual dan seni. Awalnya sering gagal hingga Dewi terus belajar sampai
membentuk Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan (Koppling) dengan
harapan persoalan sampah di Kota Medan dapat ditanggulangi.
Universitas Sumatera Utara 59
Dari kreatifitasnya mengenai sampah, nama Dewi kian mencuat
karena secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada salah
satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang maju di Pilkada
Sumut 2018. Meski sempat dianggap kontroversial dengan jabatannya
di salah satu media, Dewi menyatakan cuti sementara dan fokus
mendukung ERAMAS.
5) Warjio, SS., MA. Ph.D.
Lahir di Deli Serdang 43 tahun yang lalu, Dr. Warjio, MA.,
Ph.D. adalah Ketua Prodi Pascasarjana Ilmu Politik FISIP Universitas
Sumatera Utara. Ia menempuh pendidikan Strata 1 di Fakultas Ilmu
Budaya USU jurusan Sejarah (1994-1999). Kemudian Ia melanjutkan
jenjang pendidikan Pascasarjana di Universitas Sains Malaysia dan lulus
pada 2005 dengan predikat cum laude. Tekadnya menjadi seorang
akademisi membuat suami Neni Juli Astuti ini berjuang keras untuk
melanjutkan studi doktoral di Universitas Sains Malaysia. Bahkan Ia
harus bekerja sebagai pelayan di kantin kampus sampai mendonorkan
darahnya demi membayar uang kuliah dan bertahan hidup. Perjuangan
itu akhirnya membawanya meraih gelar doktoral pada 2011 dengan
pengalaman spiritual yang mengesankan.
Selain mengemban jabatan sebagai Ketua Prodi S1 Ilmu Politik
FISIP Universitas Sumatera Utara, kini ayah dari Haykal Muhammad
Raihan dan Alif Alfitra Salam itu juga aktif mengajar di Program
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Medan
Universitas Sumatera Utara 60
Area. Ketertarikannya terhadap partai politik Islam membuat pengamat
politik ini aktif menjadi pembicara di berbagai acara serta mengutarakan
komentar-komentarnya terkait perpolitikan di Indonesia.
Ketertarikannya dengan politik Islam dikarenakan bisa menjadi
alternatif perspektif dalam menjawab isu-isu yang secara teori politik
konvensional tidak bisa dijawab. Kajian-kajian terkait politik Islam juga
tidak sebatas keilmuan di program studi ilmu politik, namun secara
praktik pendekatan itu juga mampu menjelaskan realitas politik di
Indonesia.
6) Dr. Shohibul Anshor Siregar, MSi.
Lahir di Tapanuli Utara 14 Maret 1958, karir akademiknya
dimulai di tanah kelahirannya. Pagi pergi menuntut ilmu di SD Negeri
Sibulan-bulan dan sore hari di SD Muhammadiyah. Pria yang akrab
disapa Shohib ini adalah seorang akademisi di Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang juga dikenal kritis dan realistis
dalam menyampaikan kritikan-kritikannya lewat tulisan di Harian
Waspada Medan. Lulusan doktor sosiologi dari Universitas Airlangga
Surabaya ini juga aktif di sejumlah organisasi sejak duduk di bangku
kuliah, diantaranya PW. Muhammadiyah Wilayah Sumut, staf ahli
rektor UMSU, koordinator umum pengembangan basis sosial inisiatif
dan swadaya (‘nBASIS) dan lain-lain.
Suami dari Rosmadana ini memiliki 4 orang putra, diantaranya
Ikhtiyar Zitraghara Nalar Siregar, Zhulhajj Aeyn Abe Tondi Siregar,
Dhabit Barkah Siregar, dan Ijtihad Siregar. Jika menyimak perbincangan
Universitas Sumatera Utara 61
peneliti dengan informan yang satu ini, dari 4 orang putranya, anak
pertama cenderung ingin seperti ayahnya yang menyukai diskusi
terutama di bidang politik. Garis kultur akademiknya mengalir dari
almarhum ayahnya yang juga seorang guru dan petani. Shohib juga
dikenal sebagai pembicara yang blak-blakan dan bersemangat dalam
memberikan gagasan-gagasan atau mengungkap suatu fakta. Meski
sering dianggap berseberangan dengan pemerintah, pria dengan tinggi
badan 161cm ini tidak pernah gentar dan menyatakan kesiapan untuk
terus bersuara kritis tatkala kondisi rakyat terlihat miris. Baginya,
pemikiran realistis yang berpihak kepada rakyat merupakan idealis luhur
yang akan dimaksimalkan selama hayat di kandung badan.
7) Letjen TNI (Purn.) Edy Rahmayadi
Peneliti memutuskan gubernur terpilih menjadi informan
penelitian ini karena sebagai user dalam penerapan komunikasi
pemasaran politik pada Pilkada Sumut 2018. Letnan Jenderal TNI
(Purn.) Edy Rahmayadi lahir di Sabang, Aceh, 10 Maret 1961. Ia adalah
putra pertama dari lima bersaudara pasangan almarhum Kapten TNI
Rachman Ishaq dan Hj. Ngadisah Iskandar. Mengawali karir sebagai
tentara dengan sekolah di Akademi Militer dan lulus pada 1985, posisi
pertama yang diembannya adalah komandan bataliyon di Jajaran
Kopasus TNI Angkatan Darat. Sederet jabatan di dunia militer pernah
diamanahkan kepada Edy seperti Asisten Operasi Kasdam Iskandar
Muda (2008), Panglima Divisi Infanteri I Kostrad (2014), Panglima
Universitas Sumatera Utara 62
Kodam I/ Bukit Barisan (2015), dan jabatan terakhir sebagai Panglima
Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (2015).
Di tengah jabatan-jabatan strategisnya, Edy saat menjadi
Pangdam I/ Bukit Barisan terpanggil hatinya untuk membangkitkan kembali persepakbolaan tanah air. Saat itu sedang mengalami kevakuman karena konflik Menpora dengan PSSI yang menyebabkan pembekuan kegiatan sepakbola. Edy mengawalinya dengan terjun langsung dalam upaya membangkitkan PSMS hingga klub tersebut menjuarai Piala Kemerdekaan 2015.
Di dunia sepakbola, sosok Edy tidak terlalu menonjol. Perlahan namanya mencuat di persepakbolaan Indonesia setelah kelompok K-85 yang merupakan kumpulan dari 85 klub pemilik suara dalam kongres
PSSI yang menginginkan kepemimpinan La Nyalla Mattalitti segera berakhir. Kelompok inilah yang mencalonkan Edy sebagai Ketua Umum
PSSI. Pada 10 November 2016, Pemilihan Ketua Umum PSSI berlangsung di Hotel Mercure, Ancol-Jakarta dengan 3 kandidat. Edy
Rahmayadi terlipih sebagai ketua umum dengan memperoleh 76 suara,
Moeldoko 23 suara, Edy Rumpoko 1 suara, dan 7 suara tidak sah.
Belum tuntas menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, Edy berniat maju sebagai kandidat gubernur di Pilkada Sumut. Di hadapan semua media massa, Edy mengungkapkan kegigihannya untuk pensiun dini meskipun peluang menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat sudah di depan mata. Proses pengunduran Edy Rahmayadi ketika itu sempat
Universitas Sumatera Utara 63
dianulir. Singkatnya berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/
12/ 1/ 2018 tentang Pemberhentian dari Pengangkatan dalam Jabatan di
Lingkungan TNI tertanggal 4 Januari 2018, Edy dimutasi sebagai
perwira tinggi Mabes TNI AD. Edy pun melenggang menuju Pilkada
Sumut.
8) Drs. Hendra Harahap, MSi., Ph.D.
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara ini aktif mengajarkan kajian-kajian tentang
komunikasi politik. Selain itu, suami dari Maulita ini juga aktif
mengomentari situasi politik di Indonesia dan Sumatera Utara secara
khusus. Kepakarannya di bidang politik inilah menjadi alasan bagi
peneliti menetapkan Hendra Harahap sebagai salah satu informan
triangulasi.
Lahir di Siantar, 2 Oktober 1967 ia juga sering menjadi pemateri
dalam berbagai diskusi salah satunya berkaitan dengan jabatannya
sebagai Ketua Pusat Kajian Agraria dan Hak Asasi Petani
(PUSKAHAP) Fisip USU. Setiap agenda pilkada, ayah dari dua anak
ini sering menjadi salah satu panelis dalam debat, diantaranya debat
pilgubsu 2018, pilkada Tanjung Balai, Kabupaten Simalungun, dan
lain-lain. Perawakannya yang sederhana, gaya yang santai dan
cenderung tidak terlalu formal ketika berhadapan dengan mahasiswa
membuat ia selalu dipanggil dengan sebutan “Bang Hendra”.
Universitas Sumatera Utara 64
Tabel 4.4.1. Karakteristik Informan Penelitian
No. Nama Usia Agama Profesi
Informan Tim Pemenangan
1. Heri Utomo 56 Islam Wiraswasta 2. Sugiat Santoso 39 Islam Wiraswasta 3. Dewi Budiati 54 Islam Praktisi Sosial 4. Dr. Abdul Hakim Siagian 53 Islam Akademisi
Informan Triangulasi
5. Warjio, SS., MA., Ph.D. 43 Islam Akademisi 6. Dr. Sohibul Anshor 61 Islam Akademisi Siregar 7. Edy Rahmayadi 58 Islam Gubernur 8. Drs. Hendra Harahap, Islam Akademisi MSi., Ph.D.
4.5. Proses Segmentasi dan Positioning ERAMAS
Segmentasi dan positioning adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Segmentasi sangat dibutuhkan untuk
dapat mengidentifikasi karakteristik yang muncul di setiap kelompok
masyarakat. Sementara positioning merupakan upaya untuk menempatkan
image dan produk politik yang sesuai dengan masing-masing kelompok
masyarakat. Positioning tidak dapat dilakukan tanpa adanya segmentasi
politik.
Berdasarkan data demografi jumlah penduduk, latar belakang
pendidikan, pekerjaan, dan agama di Sumatera Utara, maka tim pemenangan
ERAMAS menyimpulkan langkah-langkah untuk segmentasi kandidat.
Menurut Sugiat Santoso selaku wakil ketua tim pemenangan, langkah awal
Universitas Sumatera Utara 65
yang dilakukan oleh tim pemenangan adalah menguji popularitas dan elektabilitas kandidat melalui kunjungan ke daerah-daerah, dan menggelar kegiatan sosialisasi.
“Ketika kita masih jalan masing-masing pertama ya tugas kita menaikkan popularitas, aksetabilitas dan elektabilitas bang Ijeck yang di awal-awal sangat rendah karena beliau kan tidak pernah terjun ke dunia politik. Background dan keseharian beliau kan aktif di usaha, di bisnis sekaligus di dunia olahraga. Salah satu tugas kita pertama itu menaikkan elektabilitas bang Ijeck keliling ke banyak tempat lah, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bisa mensosialisasikan bg Ijeck lah, itu yang pertama. Yang Kedua, kita juga mensolidkan dukungan-dukungan dari non partai, seperti organisasi masyarakat, organisasi agama, organisasi profesi dileburkan dalam relawan bagaimana bersinergi dengan mesin partai untuk memenangkan pak Edy sama bang Ijeck”.
Menurut Heri Utomo selaku ketua tim pemenangan, latar belakang
kandidat ERAMAS sebagai warga Sumatera Utara akan memudahkan bagi
kandidat untuk melakukan pendekatan ke berbagai lapisan masyarakat.
“Saya juga dibantu oleh ketua tim relawan yaitu Pak Brigjen Awan ya latar belakangannya sama dengan Pak Edy, beliau lama dan hampir 30 tahun di TNI, jadi beliaulah bisa menjembatani gimana tipikal pak Edy supaya bisa masuk ke masyarakat Sumatera Utara. Tapi alhamdulillah karena Pak Edy memang asalnya juga orang Medan jadi SMP-nya di Medan, SMA di Medan, kemudian jadi Danyon, jadi Pangdam jadi bukan asing lagi untuk situasi Sumatera Utara. Bang Ijeck juga pengusaha yang berasal dari Medan, kemudian orangtuanya juga berasal lama membangun Sumatera Utara ini. Jadi saya pikir itu ngak asing lagi untuk menjual Pak Edy sama Pak Ijeck ke masyarakat Sumatera Utara”.
Dengan latar belakang kedua tokoh yang berbeda, tim pemenangan
akhirnya menetapkan pemisahan basis aktifitas yang akan dijalankan
selama masa kampanye. Kemanunggalan TNI yang biasa melebur dengan
masyarakat membuat tim pemenangan sepakat untuk “menjual” Edy di
basis-basis pedesaan. Apalagi saat itu Edy memiliki nilai lebih di mata
Universitas Sumatera Utara 66
masyarakat karena jabatan Pangkostrad yang diemban dan prestasi di dunia sepakbola (Ketua Umum PSSI). Kegiatan-kegiatan sosialisasi tersebut dapat diamati melalui media sosial Instagram milik Edy
Rahmayadi (@edy_rahmayadi) sejak pernyataannya pada September 2017 di berbagai media dimana Edy menegaskan akan maju di Pilkada Sumut
2018. Pada akun Instagram inilah kata Sumut Bermartabat mulai digaung- gaungkan sebagai jargon besutan Edy Rahmayadi.
Sementara sosok Musa Rajekshah sebagai wakil gubernur dinilai lebih mudah membaur dengan kalangan muda di basis-basis perkotaan dan kelompok pengajian. Alasannya secara usia dan penampilan, Ijeck memberi kesan sebagai orang yang bisa masuk ke kalangan anak muda yang aktif, enerjik, dan mudah bergaul. Kegiatan-kegiatan sosialisasi Ijeck juga dapat diamati melalui media sosial Instagram miliknya
(@Musa_Rajekshah) yang mulai aktif mengisi berbagai acara sejak
Agustus 2017 pasca menyatakan diri akan maju di bursa Pilkada Sumut
2018. Melalui Instagram pribadinya dapat diamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan mulai dari menghadiri pengajian kelompok ibu-ibu sampai mengunggah aktifitas balapan sebagai hobinya, seperti pernyataan singkat ketua tim pemenangan ERAMAS berikut ini:
“Jadi Bang Ijeck spesifiknya umumnya ke tokoh-tokoh agama yang
muslim, kemudian kaum ibu-ibu. Kamudian Pak Edy tentu di luar
yang itu, itu menjadi prioritas Pak Edy lah. Jadi bagi-bagi tugas”.
Adapun alasan mengapa akhirnya tim pemenangan membagi basis kelompok untuk menjalankan sosialisasi dan kampanye ERAMAS tidak
Universitas Sumatera Utara 67
terlepas dari peran survei dan rapat internal yang dilakukan secara rutin.
Survei tersebut dilakukan secara rutin yang melibatkan lembaga nasional maupun lembaga lokal sebagai pembanding, seperti ungkapan Sugiat
Santoso berikut ini:
“Kita lakukan beberapa kali survei salah satunya adalah terkait prilaku pemilih masyarakat. Memang kalau di basis-basis pedesaan melihat sosok militer itu memang lebih digandrungi. Di pantai Timur di pedesaan itu melihat sosok militer itu identik dengan kepemimpinan, sementara di kelompok perkotaan itu sosok seperti bang Ijeck yang usahawan, yang humble, yang.. kesan olahraganya kuat itu jauh lebih bisa nyambung. Itu karena berdasarkan data survei saja. Setiap langkah-langkah yang kita ambil kemaren ketika pemenangan kita selalu ukur melalui survei, baik survei prilaku, bagaimana merancang strategi pemenangan”.
Sejak awal rencana pencalonan dua tokoh di Pilkada Sumut ini juga telah didukung oleh relawan yang diinisiasi oleh Dewi Budiati. Untuk mengenalkan ERAMAS, Dewi menceritakan biografi paslon ini ke berbagai lapisan masyarakat. Menurut Dewi, Ia mengalami berbagai kendala salah satunya meyakinkan masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya ke ERAMAS tanpa iming-iming politik uang.
“Yang pertama bagaimana meyakinkan masyarakat di tengah masyarakat yang pola pikirnya money oriented, sementara saya sudah diamanahkan oleh Pak Edy tidak ada rakyat yang dibayar, gitu ya.. jadi jangan meracuni rakyat. Ini yang harus, antara memenuhi kebutuhan masyarakat, meyakinkan masyarakat dengan amanah-amanah dari ERAMAS. Ini yang membuat sedikit agak bingun juga kadang-kadang. Jadi pada saat blusukan, begitu bubar "ngak ada ongkos, buk? ngak ada ini, buk?' Nah.. gitu. Inikan pastinya ada dua resiko. Saya tetep berprinsip, saya mengatakan kepada masyarakat "ini untuk kita, ini untuk kebaikan kita, kalau untuk kebaikan pun anda musti dibayar saya ngak sanggup." Jadi saya pikir ada halnya pada saat yang paling sulit menyampaikan hal yang tegas kepada rakyat, masyarakat, komunitas yang menunggu seolah-olah kita datang bawa duit satu karung”.
Universitas Sumatera Utara 68
Untuk meningkatkan popularitas ERAMAS melalui sosialisasi langsung, tim pemenangan juga aktif mengunggah setiap kegiatan paslon terutama di akun media sosial milik Edy dan Ijeck. Tim pemenangan juga aktif membuat kutipan-kutipan bijak (quotes) yang bertujuan menarik netizen untuk berkomentar. Selain itu, tim pemenangan juga memajang spanduk dan baliho di daerah-daerah yang belum dikunjungi sebagai langkah awal untuk mengenalkan figur pasangan calon kepada masyarakat.
Pemasangan spanduk maupun baliho tersebut dilakukan oleh tim pemenangan tingkat kabupaten/ kota hingga tingkat kecamatan.
Selama masa sosialisasi, baik kandidat maupun tim pemenangan mencatat sejumlah permasalahan di tengah masyarakat. Menurut ketua tim pemenangan hasil dari kunjungan ke berbagai daerah tersebut akan menjadi dasar untuk mendisain visi dan misi ERAMAS.
“Jadi memang kalau kita lihat di Sumatera Utara ini ada kondisi ekonomi masyarakat Sumatera Utara yang jauh terbelakang. Padahal Sumatera Utara ini sumberdaya alamnya luar biasa, tapi kenapa masyarakatnya begitu jauh dari hidup yang layak. Jadi ini lah jadi visi misi Pak Edy tentu mereka kampanye ke sana liat sendiri kemudian prioritas tentu yang 5 ini jadi misi mereka. Satu infrastruktur, kemudian mengenai pendidikan, kemudian kesehatan, kemudian ketenagakerjaan, kemudian pertanian sama nelayan. Aaa.. inilah yang mereka lihat langsung ke daerah-daerah itu apa sih yang sebenarnya jadi problem di masyarakat yang itulah menjadi program kerja mereka 5 tahun ke depan ini”.
Perumusan visi dan misi juga merangkum berbagai masukan dari tokoh masyarakat, akademisi lintas kampus, dan sejumlah pakar berbagai bidang yang diungkapkan oleh wakil ketua tim pemenangan di bawah ini:
“Terkait visi-misi itu sejak awal ketika pak Edy niat menjadi calon gubernur, dia udah kumpulkan tokoh-tokoh, pakar-pakar dari
Universitas Sumatera Utara 69
beragam kampus. Dari USU, Unimed, Uin. Bagaimana memetakan problem dasar pembangunan di Sumatera Utara dan mencari solusi dari problem tersebut, serta apa yang harus dilakukan oleh seorang gubernur dan wakil gubernur untuk menuntaskan program dasar tadi. Dari beberapa kali ketemu dengan tokoh-tokoh, pakar-pakar dari kampus tadi terumuskanlah tagline Sumut Bermartabat”.
Setelah melakukan segmentasi, lalu tim pemenangan melakukan
positioning kandidat yang menjadi fokus utama untuk meraih dukungan
pemilih terbanyak. Menurut ketua tim pemenangan ERAMAS, dari 33
kabupaten dan kota di Sumatera Utara maka ditetapkan 17 kabupaten/ kota
berbasis agama islam.
“Jadi 33 ini kan berbagai macam suku, agama, jadi seperti yang saya sampaikan tadi. Jadi mereka berbagi untuk basis-basis, sama- sama kita ketahui untuk sasaran yang terbesar adalah 17 kabupaten yang ada di Sumatera Utara yang berbasis islam, ya kan. Itu yang jadi prioritas kunjungan Pak Edy sama Pak Ijeck untuk meyakinkan konstituennya untuk memilih beliau. Kemudian untuk daerah- daerah yang bukan basis kita, ya tentunya yang Pantai Barat, ya daerah yang non-muslim itu hanya sekedarnya ajalah datang ke sana termasuk Nias. Ternyata terbukti prediksi kita itu benar. Jadi dukungan kita terbesar itu di 17 kabupaten yang ada di Pantai Timur sampai Tabagsel”.
4.6. Strategi Komunikasi Pemasaran Politik Tim Pemenangan Eramas
4.6.1. Produk Politik
4.6.1.1. Profil Kandidat (ERAMAS), Partai dan Ideologi
Nama ERAMAS adalah singkatan dari Edy Rahmayadi-Musa
Rajekshah. Kandidat ini maju di Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara
2018. Secara latar belakang baik Edy maupun Musa Rajekshah bukan
anggota partai politik. Edy merupakan purnawirawan TNI berpangkat
Letnan Jenderal dengan jabatan terakhir sebagai Pangkostrad. Sedangkan
Musa Rajekshah dikenal sebagai pengusaha berbagai bidang seperti kelapa
Universitas Sumatera Utara 70
sawit dan otomotif. Keduanya melenggang ke Pilkada Sumut dengan meraih dukungan sembilan partai politik dan satu partai politik pendukung.
Proses pendekatan marketing bukan tanpa masalah ketika sistem politik semakin menuntut diciptakannya citra di atas substansi pasangan calon yang sesungguhnya. Keterlibatan ahli komunikasi (konsultan politik) dibutuhkan dalam membangun image yang bisa melekat dibenak pemilih.
Bagi tim pemenangan, image ERAMAS dibentuk berdasarkan analisis segmentasi dan positioning sebelum tahapan pilkada dimulai.
Sebagai seorang militer, sosok Edy dikenal tegas, berwibawa, berkarisma, ganteng, dan bersemangat tergambar dalam gayanya pidato di depan publik. Sedangkan sosok Ijeck lebih santai, berkharisma, keren, namun cenderung datar dalam berpidato. Keduanya menunjukkan sebagai sosok yang belum pernah berpengalaman di bidang pemerintahan dalam setiap kesempatan berpidato, diskusi maupun dialog di media. Bahkan saat awal sosialisasi melalui pertemuan langsung dan talkshow di radio, pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Edy dan Ijeck cenderung tidak disertai data, spontan berdasarkan realitas pemberitaan di media- media.
Menurut pakar politik Hendra Harahap, gaya komunikasi yang ditampilkan ERAMAS cenderung apa adanya. Seperti Edy terkesan lugas namun lemah dalam mengontrol komunikasi, memiliki tingkat percaya diri yang tinggi, memiliki pemikiran positif. Sedangkan Ijeck terkesan memiliki kemauan untuk mempelajari sesuatu yang dapat dilihat saat debat publik.
Universitas Sumatera Utara 71
Secara penampilan sehari-hari keduanya identik dengan busana casual sporty seperti kaos, celana jeans, sepatu sneakers yang memberi kesan sederhana, dan santai. Selain itu baik Edy maupun Ijeck menunjukkan sosok pehobi olahraga yang identik dengan gaya hidup generasi muda. Secara tindakan juga diwujudkan melalui beberapa kegiatan seperti gerakan jalan santai saat sosialisasi di Kota Tebing Tinggi,
Ijeck mengikuti kompetisi balap mobil, nongkrong di warung kopi, dan lain-lain.
Banyak politikus memfokuskan pada perubahan penampilan sebelum muncul ke publik. Salah satu politisi yang melakukan hal ini adalah
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada pilpres 2004.
Lembaga Konsultan FOX Indonesia yang merupakan bagian dari tim kampanye SBY mengatur bagaimana penampilan SBY di depan televisi, ditata dan bahkan diarahkan untuk memberikan citra positif sebagai calon presiden. Apa yang dilakukan oleh Konsultan FOX Indonesia tersebut memberikan gambaran bahwa perkembangan media memberikan perubahan model komunikasi politik yang tidak sekedar berbicara soal kekuasaan, namun juga menghadirkan penekanan terhadap penampilan
(performance).
Menurut ketua tim pemenangan, pihaknya tidak pernah melakukan pelatihan khusus berkaitan dengan tuntutan citra kandidat di mata publik.
Edy sebagai pejabat publik dinilai cukup mahir berhadapan dengan masyarakat, meskipun ada pola yang harus disesuaikan.
Universitas Sumatera Utara 72
“Saya pikir kalau Pak Edy dia udah pejabat publik, jadi saya pikir
kalau untuk menghadapi masyarakat itu udah biasa, tinggal
polanya saja yang selama ini ke militer tentu bahasanya saja
diperhalus karena berhadapan dengan masyarakat”.
Edy mengakui, dirinya sempat disarankan untuk mengubah gaya
demi pembentukan citra kandidat. Namun Ia menolak dengan kalimat ini:
“Awal-awalnya saya diajari oleh orang-orang saya harus senyum, saya harus melenggak-lenggok, tapi satu bulan pertama langsung sakit itu. Makanya saya berubah kepada jati diri saya, ya begitu adanya”.
Tabel 4.6.1.1. Partai Koalisi Pengusung dan Pendukung ERAMAS
No. Partai Pengusung/ Pendukung Ketua Partai Provinsi
1. PKS Hariyanto
2. GERINDRA Gus Irawan
3. Golkar Ngogesa Sitepu
4. PAN Yahdi Khoir Harahap
5. Hanura Kodrat Shah
6. Nasdem Tengku Erry Nuradi
7. Demokrat Heri Zulkarnain
8. Perindo Rudi Zulham Hasibuan
9. PBB Awaluddin Sibarani
10. PKB Ance Selian
Sumber: KPUD Sumut 2018
Universitas Sumatera Utara 73
Dari tabel di atas, terdapat sembilan partai koalisi pengusung dan pendukung pasangan calon gubernur Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah.
Baik itu partai besar, partai kecil bahkan partai yang baru deklarasi
(Perindo) bersatu untuk memenangkan kandidat ini. Dukungan dari partai- partai politik tersebut hadir secara bertahap begitu bakal calon pasangan gubernur dan wakil gubernur mendeklarasikan maju dalam Pilkada Sumut
2018.
Menurut wakil ketua tim pemenangan Sugiat Santoso, kemenangan yang diraih ERAMAS pada Pilkada Sumut tidak terlepas dari peran mesin partai baik di tingkat pusat, provinsi sampai di kabupaten/ kota. Penyatuan visi antar partai pendukung dan pengusung tersebut dilakukan melalui rapat konsolidasi dengan mengumpulkan seluruh perwakilan partai yang terdapat di 33 kabupaten di Sumatera Utara.
“Bayangkan ada 10 partai pengusung dan pendukung kali 33 hadir di Medan dikumpulkan, di-briefing, diarahkan bagaimana tahapan- tahapan pemenangan, itu satu. yang kedua, setelah itu ditingkat kabupaten juga dibuat kegiatan yang sama mengundang pimpinan partai tingkat kecamatan. Satu kecamatan itu ada 10 pimpinan partai diundang di tingkat kecamatan. Di-briefing dengan tema dan agenda yang sama bagaimana memenangkan di tingkat kecamatan, sampai basis tps”.
Untuk meraih dukungan partai politik, Edy mengklaim berperan penuh dalam melakukan lobi-lobi sebelum dan saat tahapan pilkada berlangsung. Menurutnya, ia memberikan motivasi bahwa partai di tingkat daerah akan menjadi kecil bila tidak memberikan dukungan serta meyakinkan bahwa ERAMAS akan menang di Pilkada Sumut.
Universitas Sumatera Utara 74
4.6.1.2. Loyalitas
Untuk mengikat pemilih, produk politik memberikan petunjuk
tentang substansi dan esensi ideologi politik. Di dalamnya melekat janji
dan harapan yang dirumuskan melalui visi dan misi yang yang dirancang
oleh tim pemenangan melalui berbagai tahapan, seperti mengumpulkan
tokoh-tokoh, pakar, maupun akademisi lintas kampus. Secara detail,
berikut visi dan misi yang dirumuskan oleh tim pemenangan ERAMAS:
1) Visi
Bersatu untuk Sumatera Utara maju dan bermartabat
2) Misi
a. Mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan iklim
investasi Sumatera Utara melalui; gerakan kewirausahaan,
penyederhanaan izin usaha, membuka kesempatan kerja,
melindungi hak-hak pekerja, dan menjalin kerjasama dengan
lembaga inovasi dan inkubator perguruan tinggi.
b. Memperluas dan memperbaiki infrastruktur untuk mendukung
pembangunan Sumatera Utara melalui; pembangunan dan
perbaikan kualitas dan kuantitas infrastruktur, pembangunan dan
pengembangan infrastruktur pedesaan, pembangunan penunjang
kawasan wisata, pengelolaan infrastruktur sampah dan
membangun infrastruktur teknologi.
c. Memperkuat sistem pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat
yang berkarakter melalui; alokasi dana pendidikan mendekati
20% dari APBD, mencerdaskan peserta didik, peningkatan
Universitas Sumatera Utara 75
kualitas tenaga pendidik (sumber daya manusia), peningkatan
kualitas dan kuantitas fasilitas pendidikan, fasilitas perguruan
tinggi di lima wilayah.
4) Meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan mendorong pola hidup
sehat masyarakat melalui; akses layanan kesehatan, membangun dan
merevitalisasi layanan kesehatan, meningkatkan kualitas tenaga
kesehatan, pemberantasan narkoba dan menjalin kerjasama dengan
universitas lembaga kesehatan.
5) Meningkatkan daya saing produktivitas petani dan nelayan
mewujudkan kedaulatan pangan melalui; memperkuat kelembagaan
pertanian dan perikanan, meningkatkan keterampilan petani dan
nelayan, memperkuat sarana dan prasarana pertanian dan perikanan,
optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi pertanian dan
perikanan, serta kerjasama inovasi pertanian dan perikanan.
Selain janji-janji politik yang dituangkan dalam visi dan misi, kehadiran tokoh-tokoh agama sebagai pendukung juga disertai kontrak politik, seperti kata Uut berikut ini:
“Islam di Sumatera Utara ini harus bangkit, Jadi itu yang harus misalnya Masjid-masjid itu harus bersertifikat semua... Ya.. kemudian buktinya sekarang ASN ini bisa melaksanakan sholat Zuhur berjamaah yang selama ini di luar, artinya ya Islam di ini harus betul-betul bangkitlah. Jangan cuma ulama aja, tapi pimpinan daerahnya kurang peduli terhadp hal-hal begitu. Tentu Pak Edy udah ada.. sering-sering komunikasi dengan yang non-muslim, tokoh-tokoh agamanya. Dari lintas agama sering juga. Ya artinya kerukunan antar umat beragama di Sumatera Utara ini juga tetap terjaga. Nantinya saling bisa melaksanakanlah, ya kan, kegiatan agamanya masing-masing tanpa ada tekanan. Semua agama dapat perlindunganlah di bawah Pak Edy ini. Walaupun dengan islami tentu dia lebih perhatian lagi, harus betul-betul bangkit”.
Universitas Sumatera Utara 76
Kesemua program aksi, agenda, dan sasaran yang termuat dalam
visi misi dirangkum lebih global dalam slogan “Sumut Bermartabat” yang
menjadi sebuah janji kampanye. Meskipun secara detail tidak semua
dikatakan kepada pemilih, mengingat pesan dan isu yang disampaikan
kepada masyarakat sebagai upaya pendekatan menyesuaikan dengan
segmen masyarakat.
4.6.1.3. Konsistensi
Bauran produk politik selanjutnya adalah konsistensi yang idealnya
melekat pada kandidat, pemilih maupun partai politik. Kesetiaan kandidat
pada janji kampanye juga akan mempengaruhi pilihan pemilih yang dapat
berubah sewaktu-waktu. Jika mengamati dinamika Pilkada Sumut, adanya
pergeseran konsistensi yang berdampak pada perubahan arah dukungan
pemilih terhadap ERAMAS. Dikutip dari laman www.viva.co.id terbitan 2
Mei 2018, berita dengan judul “Relawan ERAMAS Putar Haluan, Kini
Malah Dukung Djarot-Sihar” memuat informasi bahwa masyarakat bersatu
Kabupaten Mandailing Natal menarik dukungannya. Perubahan arah
dukungan tersebut dilatarbelakangi karena rekam jejak kepemimpinan
antara Djarot dan Edy.
Menurut Sohibul Anshor, meskipun tidak diungkap secara lugas,
perubahan sikap juga terjadi pada partai-partai politik yang sebelumnya
mendeklarasikan dukungan untuk ERAMAS. Ia mengungkap beberapa
dugaan seperti dalam pernyataan berikut ini:
“Reward, saya kira reward, itu yang pertama. Reward itu saya kira, apakah Pak Edy bayar kepada mereka? Apakah Pak Djarot bayar
Universitas Sumatera Utara 77
kepada mereka? Per partai? Per person? Untuk melakukan tugas- tugas itu? Nah.. saya yakin di sini masalah pertama. Yang kedua, kerjasama antar dua partai yang berbeda. Misalnya Golkar dengan Nasdem, kira-kira wujud kerjasama mereka di lapangan seperti apa? Paling berada pada batas pertemuan umum mereka hadir di pentas, bawa seragam masing-masing. Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Heri Utomo (Uut) selaku
ketua tim pemenangan ERAMAS. Loyalitas partai yang diharapkan untuk
mendukung pasangan ini justru tidak seperti yang diharapkan. Menurut
Uut, kemenangan ERAMAS karena dukungan umat Islam yang besar.
“Sebenarnya partai politik itu juga belum maksimal mendukung. Ya.. terus terang aja munkin ada keterbatasan dana finansial, jadi mereka juga ada kepentingan sendiri, artinya mereka di lapangan itu belum maksimal. Yang jelas kemenangan ini adalah kemenangan umat yang menginginkan keadaan Sumatera Utara ini membaik. Banyak faktor ya.. Jadi mungkin karena kadang-kadang beda pendapat antara apa yang diinginkan Pak Edy dengan apa yang diinginkan partai politik itu kadang-kadang belum matching, karena dengan latar belakang yang berbeda, dengan waktu yang sesingkat itu belum ada kesepahaman untuk men.... apa istilahnya di lapangan itulah selalu ada perbedaan”.
4.6.2. Tim Pemenangan
4.6.2.1. Persepsi Positif terhadap Pemasaran
Persepsi positif dari komunikasi pemasaran politik dapat diterima
atau berubah menjadi negatif ketika pesan yang diterima khalayak dinilai
tidak beretika dan tidak bermanfaat. Dalam aktifitas komunikasi politik,
tidak jarang sebuah organisasi mengemas informasi berbeda dengan
kenyataan, bahkan memanipulasi. Pemilih hanya diberi informasi dari
satu sisi dengan tujuan mengejar keuntungan organisasi.
Memasuki tahapan kampanye, pemberitaan negatif tentang
ERAMAS sempat mewarnai beberapa media online. Diantaranya dalam
Universitas Sumatera Utara 78
beberapa kesempatan kunjungan yang dilakukan oleh Edy, pidato- pidatonya dianggap arogan. Kemudian persepsi tersebut dikemas ke dalam pemberitaan di beberapa media online seperti www.linikota.com tanggal
26 Januari 2018 pada link http://linikota.com/2018/01/sosok-cagub-sumut- yang-arogan-dan-sombong-edy-rahmayadi//, www.bataraonline.com tanggal 26 Januari 2018 juga memuat artikel yang sama persis pada link http://bataraonline.com/arogansi-dan-angkuh-karena-didukung-banyak- parpol-edy-rahmayadi-lupa-pemilih, media online www.indovoice.com dengan link http://www.indovoices.com/politik/pilkada-2018/kepada-edy- rahmayadi-arogansibukanlah-sikap-yang-terpuji yang terbit pada 12
Januari 2018 juga memuat artikel dengan judul “Kepada Edy Rahmayadi,
Arogansi Bukanlah Sikap yang Terpuji.”
Pemberitaan negatif juga menimpa Ijeck, salah satunya pada 23
April 2018 KPK memeriksa dirinya terkait kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Informasi tersebut menjadi pemberitaan di hampir semua media nasional maupun media lokal. Menyikapi terpaan pemberitaan negatif terhadap kandidat
ERAMAS, tim pemenangan menganggap bahwa persepsi tersebut mencuat karena masyarakat belum mengenal sosok kandidat secara dekat. Sehingga persepsi positif yang melekat pada kandidat ini menjadi negatif di sebagian kelompok pemilih. Menurut Heri Utomo, karakter militer yang melekat di dalam diri Edy justru menjadi kekuatan sejalan dengan karakter masyarakat Sumut itu sendiri yang dinilai butuh sosok pemimpin tegas.
Mengenai pemberitaan negatif yang menerpa Ijeck, klarifikasi untuk media
Universitas Sumatera Utara 79
juga dilakukan oleh tim pemenangan dan relawan. Terpaan pemberitaan-
pemberitaan negatif tentang pasangan calon ini disikapi sebagai hal yang
wajar oleh tim pemenangan. Karena menurut tim pemenangan proses
pembentukan persepsi masyarakat terhadap pasangan calon membutuhkan
waktu dan tahapan sosialisasi yang panjang.
Menurut Warjio, berita-berita negatif terhadap ERAMAS tidak
akan mempengaruhi pilihan pemilih. Sebaliknya bila ditinjau dari sisi
positif, hal tersebut justru menguatkan figur kandidat.
“Jadi Saya kira sebelum hari-h malah beberapa waktu sebelum pemilihan, masyarakat sudah menentukan pilihannya itu lebih kuat, jauh melampaui ekspektasi. Sehingga kalaupun ada berita-berita yang katakanlah minor terhadap calon ini ERAMAS terutama Edy misalnya dan juga wakilnya juga dikaitkan dengan isu terkait dengan suap, seperti itu. Tapi itu tidak akan mempengaruhi karena pilihan mereka masyarakat sudah ada, dan mereka menganggap itu sesuatu bagian daripada strategi politik kelompok lawan, sehingga ketika itu dimunculkan tidak akan banyak pengaruhnya”.
4.6.2.2. Relawan
Sekecil apapun relawan yang dibentuk akan berperan dalam
pemenangan kandidat. Relawan di sini merupakan sekelompok orang yang
terorganisasi atau lembaga tertentu yang melakukan dukungan terhadap
kandidat. Sekelompok orang ini bisa disebut sebagai tim pemenangan
informal atau relawan (volunteer) karena tidak ada di dalam struktur tim
pemanangan. Relawan Bersatu ERAMAS dibentuk oleh Dewi Budiati
sebelum Edy menyatakan akan maju di Pilkada Sumut 2018. Gagasan
mendorong sosok militer untuk kembali memimpin Sumatera Utara
muncul dari kelompok masyarakat yang akhirnya menyimpulkan pada satu
Universitas Sumatera Utara 80
nama yaitu Edy Rahmayadi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 15 November 2018, Dewi menyatakan pernah mengumpulkan beberapa tokoh masyarakat untuk berdialog.
"Pada suatu hari saya dan beberapa tokoh masyarakat termasuk almarhum pak Fadhil Lubis rektor UIN mendiskusikan hal ini. Kita selaku masyarakat Sumut tidak bisa tinggal diam dengan situasi itu, akhirnya.. setelah kami melakukan beberapa dialog dengan para cerdik pandai di Sumut, waktu itu tahun 2015 maka disimpulkan bahwa tahun 2018 harus mendorong pemimpin yang berlatarbelakang militer".
Tidak sekedar dialog, desakan mendorong Edy untuk maju di
Pilkada Sumut semakin kuat dengan dilandasi beberapa faktor. Terutama karakteristik Edy yang menurut Dewi mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di Sumatera Utara. Meskipun permintaan agar maju di Pilkada Sumut sempat diabaikan oleh Edy.
"Pertama karakteristik beliau tegas, berani, paham teritorial dan yang terpenting karena dia putra daerah pasti memiliki sense og belonging lebih kuat dibanding yang non putra daerah. Pada suatu hari kami bolak-balik mendesak dan beliau mengatakan 'kan masih ada yang lain.' Tapi kami bilang tidak bisa, Sumatera Utara harus dikembalikan ke orang yang berlatarbelakang militer".
Saat ditanya tentang sosok Ijeck yang akan mendampingi Edy maju di Pilkada Sumut, menurut Dewi itu keputusan yang tepat. Alasannya Ijeck dinilai mewakili generasi muda, tokoh yang cinta dengan olahraga namun sukses membangun bisnis di berbagai bidang. Selain itu secara financial menurut Dewi, Ijeck dianggap mandiri untuk memenuhi tuntutan tingginya biaya operasional kampanye.
"Beliau sudah lama berkecimpung sebagai tokoh pemuda, membangun olahraga, membangun bisnis, dan yang paling saya suka dengan figur Ijeck itu jutawan tapi dia tidak pernah merasa
Universitas Sumatera Utara 81
jutawan. Dia bisa bergaul ke berbagai kalangan. Inikan ngak bisa dibuat-buat. Walaupun dia lahir sebagai anak jutawan, orang yang punya banyak hal, keren, duitnya banyak, pergaulannya cukup luas se-Indonesia bahkan luar negeri. Tapi dia tidak pernah menampilkan sosok, dia justru menampilkan sosok pemuda Sumut yang bangga dengan Sumatera Utaranya. Kemudian Ijeck pemuda mandiri yang ngak perlu lagi ngutang sana-sini. Sekarang biaya pilkada mahal".
Setelah melalui proses selama satu setengah tahun lamanya, Edy
memutuskan untuk maju di Pilkada Sumut 2018. Inilah dasar terbentuknya
relawan Edy Rahmayadi yang diinisiasi oleh Dewi Budiati. Bergabungnya
Dewi Budiati sebagai relawan dengan harapan pemimpin baru Sumatera
Utara juga disertai janji-janji politik. Sebagai praktisi sosial, Dewi
meminta adanya perhatian khusus terhadap lingkungan. Menurut Dewi
banyak pelaku-pelaku bisnis perkebunan merambah hutan dengan
sembarangan, bahkan kalangan legislatif dan eksekutif terlibat.
"Pada saat saya pribadi mendukung, bukan mendukung saja. Mengharapkan beliau mampu memimpin Sumatera Utara tentunya ada janji-janji politik yang saya harapkan. Misalnya selaku praktisi sosial saya mengharapkan ada perhatian khusus terhadap lingkungan. Kenapa? Karena banyak pelaku-pelaku bisnis perkebunan, merambah hutan dengan sembarangan, banyak perusahaan-perusahaan bahkan legislatif dan yang paling mengerikan eksekutif juga ikut".
4.6.3. Proses Saluran Komunikasi Pemasaran Politik
4.6.3.1. Komunikasi Massa
Perkembangan teknologi yang begitu cepat secara global
mempengaruhi perubahan seluruh tatanan kehidupan di masyarakat.
Terlihat dari begitu cepatnya perubahan dalam berkomunikasi,
berinteraksi, penggunaan media, ekonomi, maupun komunikasi politik.
Dalam hal mempromosikan kandidat, tim pemenangan cukup bijak
Universitas Sumatera Utara 82
memanfaatkan semua ruang publikasi. Diawali dengan dialog (talkshow)
di radio secara berkala, tim pemenangan juga aktif memberitakan setiap
kegiatan kandidat di hampir semua media cetak maupun online yang
berbasis di Sumatera Utara. Selain itu, flyer, spanduk, baliho juga
disebarkan hingga ke tingkat kecamatan di hampir setiap kabupaten dan
kota.
Menurut Warjio, tim pemenangan cukup respon akan persaingan
yang semakin ketat seiring perkembangan teknologi secara online.
Sehingga memanfaatkan ruang terutama media sosial untuk
mensosialisasikan maupun publikasi pasangan calon. Hal ini dilakukan
untuk menjangkau pemilih pemula yang menjadi target setiap kandidat.
4.6.3.2. Komunikasi Kelompok
Untuk mengukur popularitas dan elektabilitas kandidat, tim
pemenangan aktif melakukan survei secara internal yang melibatkan
lembaga survei lokal maupun nasional. Pengamatan peneliti pada grup
Whatsapp Tim ERAMAS, partisipan aktif membagikan hasil survei yang
dilakukan selama masa kampanye hingga jelang pencoblosan. Beberapa
lembaga survei lokal dan nasional yang pernah dilibatkan untuk mengukur
popularitas dan elektabilitas kandidat diantaranya Media Survei Nasional
periode 16-25 Januari 2018, Indo Barometer periode 4-10 Februari,
Lembaga Studi Pemilu dan Politik (LSPP) periode 18-27 Februari, dan
Centre of Election Political Party USU (CEPP USU) periode 3-7 Maret.
Rata-rata komparasi elektabilitas dari lembaga survei tersebut
menunjukkan persentase 37,58% ERAMAS dan 24,23% DJOSS.
Universitas Sumatera Utara 83
Survei berikutnya dilakukan lembaga Centre Strategic for
International Studies periode 16-30 April. Ada beberapa indikator yang
diukur diantaranya tingkat elektabilitas pasangan calon yang menunjukkan
perolehan 44,8% ERAMAS dan 36,6% DJOSS, tingkat popularitas dan
kesukaan terhadap calon, tingkat kemantapan pilihan terhadap calon dan
sebagainya. Selain itu, tim pemenangan aktif mengikuti dan mengamati
polling yang dilakukan hampir semua media lokal di Medan, seperti
Medan Bisnis, mitrakitanews.com, rmolsumut.com, dan sebagainya.
4.6.3.3. Media Baru
Pemilihan media sebagai salah satu sarana komunikasi politik
kepada pemilih memerlukan materi yang tepat. Materi yang dimaksud di
sini adalah pesan politik yang hendak disampaikan kandidat yang
dirancang sesingkat mungkin dan menarik perhatian masyarakat pemilih.
Pesan yang hendak disampaikan meliputi visi misi, brand, prestasi dan
pengalaman, serta pencitraan. Cara ini adalah bagian dari strategi
pendekatan massa dengan memanfaatkan media sosial.
Kebutuhan akan publikasi kandidat dalam pesta demokrasi
merupakan simbiosis mutualisme karena berita politik adalah hal yang
selalu diburu oleh media. Dalam hal ini, tim pemenangan ERAMAS cukup
jeli dalam memanfaatkan perkembangan teknologi berbasis media
mainstream. Menurut Warjio, tim pemenangan ERAMAS memahami
kepentingan menggunakan media komunikasi sebagai alat memasarkan
pesan politik begitu kuat karena kandidat lawan merupakan calon yang
memiliki kekuasaan di rezim Jokowi. Pendekatan ke media nasional
Universitas Sumatera Utara 84
maupun lokal ini diakui oleh wakil ketua tim pemenangan, Sugiat Santoso berikut ini:
“Saya pikir tetap di manapun bahwa media itu salah satu pilar demokrasi bahwa senjata paling tajam untuk menaikkan dan menurunkan elektabilitas seorang kandidat itu tetap media. Nah, kita memang sejak awal menjalin komunikasi yang baik dengan beberapa media nasional maupun media lokal. Kalau media lokal itu blak-blakan lah misalnya kita menjalin komunikasi yang baik dengan Waspada dan saya pikir setiap kegiatan pak Edy dan bang Ijeck kan selalu diikuti media, baik media elektronik maupun media massa dan sangat besar dukungan media, tambah media sosial”.
Selain itu, peneliti menemukan bahwa relawan yang tersebar di
Sumatera Utara juga menggunakan media sosial Instagram dan Facebook untuk menyampaikan pesan komunikasi politik kepada masyarakat yang tidak dijangkau oleh media cetak. Beberapa akun yang teramati seperti
@musarajekshah_edyrahmayadi, @eramassumut, @pemudaeramas,
@eramasbermartabat dan masih banyak lagi. Dalam hal pengemasan profil
ERAMAS yang diunggah ke media sosial, tim pemenangan mendisain semenarik mungkin terutama penggunaan jingle di setiap kegiatan berdasarkan karakter kandidat. Misalnya, editor video menggunakan jingle berirama datar sebagai back sound video kegiatan Edy, sebaliknya editor memasukkan irama music hip-hop pada video kegiatan Ijeck.
Sejak Ijeck maupun Edy menyatakan akan maju di pilkada Sumut
2018, keduanya aktif memberi ruang kepada media manapun untuk memberikan konfirmasi. Amatan peneliti di grup Whatsapp Tim
ERAMAS, untuk pertama kalinya Ijeck mulai menghadiri dialog di radio
Lite FM dengan tema Bursa Pilkada Sumut 2018. Pada masa sosialisasi,
Universitas Sumatera Utara 85
dialog di radio ini cukup rutin dilakukan baik oleh kandidat maupun
diwakili oleh tim pemenangan.
4.6.4. Konstituen
4.6.4.1. Afirmasi Sosial
Penegasan sosial dan keberpihakan masyarakat pemilih pada salah
satu kandidat tercermin dalam siapa yang dipilih. Pada Pilkada Sumut
2018 terdapat pola perubahan orientasi masyarakat terhadap partai dan
kandidat. Jika melihat dinamika politik yang tampak, masyarakat lebih
berorientasi pada kepentingan kelompok yang ditonjolkan melalui
identitas agama dan etnisitas. Menurut Warjio, pengamat politik dari
Universitas Sumatera Utara, pendekatan-pendekatan etnisitas yang
diterapkan ERAMAS menjadi kekuatan disamping meraih dukungan
partai politik. Hal tersebut dilakukan sebagai dampak dari situasi politik
nasional seperti gerakan 212 serta kebijakan-kebijakan rezim Jokowi
terhadap kalangan ulama yang berdampak pada terbentuknya soliditas
kelompok di berbagai daerah termasuk Sumatera Utara.
Senada dengan Sugiat Santoso yang menyatakan bahwa
pendekatan-pendekatan agama sangat efektif untuk meningkatkan
elektabilitas ERAMAS. Oleh sebab itu intensitas kegiatan-kegiatan
pengajian, tabligh akbar, zikir dan sebagainya cukup tinggi, termasuk
menggandeng sosok Ustad Abdul Somad dan ustad-ustad nasional lainnya.
Universitas Sumatera Utara 86
4.6.4.2 Kontra Pemilih
Jika merujuk pada penjelasan Butler dan Collins mengenai kontra
pemilih, bahwa pemilih bisa tergabung dalam bagian kelompok yang tidak
tertarik pada kandidat yang menang dalam pemilihan. Tetapi juga
mungkin lebih (atau hanya) tertarik untuk mencegah kandidat lain
mengambil alih jabatan melalui penyebaran informasi negatif selama
kampanye dan voting taktis. Fenomena ini erat kaitannya dengan peran
figur afirmasi sosial yaitu Ustad Abdul Somad. Bahwa pemilih akhirnya
menjatuhkan pilihannya kepada ERAMAS demi mencegah kandidat lain
(DJOSS) melalui penyebaran pemahaman akan “putra daerah dan agama
serta muatan-muatan politis saat figur afirmasi sosial tersebut
menyampaikan ceramah. Analisis peneliti ini diperkuat dengan informan
Sohibul Anshor yang membenarkan bahwa masyarakat ketika itu tidak
punya pilihan. Menurutnya, sosok militer adalah seorang yang nasionalis
dan tidak terlalu mahir berdemokrasi. Bahkan, menurut Warjio, sekalipun
kandidat ini diterpa isu-isu negatif, misalnya Ijeck yang ketika itu
dikaitkan dan diperiksa terkait kasus suap, namun tidak akan
mempengaruhi pilihan masyarakat yang telah terkooptasi. Masyarakat
justru menganggap terpaan informasi negatif tersebut bagian dari strategi
lawan.
Fakta lainnya yang ditemukan peneliti terkait kontra pemilih yaitu
Senin 7 Mei 2018 beberapa organisasi masyarakat Jawa yang sebelumnya
mendukung Djoss kemudian mengalihkan dukungannya kepada
ERAMAS. Kelompok tersebut mendatangi posko pemenangan ERAMAS
Universitas Sumatera Utara 87
di jalan A. Rifai No. 17 Medan. Adapun alasan mengalihkan dukungan
dikarenakan tidak adanya perhatian terhadap kelompok seniman.
4.7. Faktor-faktor Pendukung Kemenangan ERAMAS di Pilkada Sumut 2018
Menguatnya politik identitas di tingkat lokal terjadi bersamaan
dengan politik desentralisasi. Pasca penetapan UU No. 22/ 1999, gerakan
politik identitas di Indonesia semakin jelas. Faktanya banyak aktor baik
lokal dan politik nasional menggunakan isu ini secara intens untuk
pembagian kekuasaan. Di provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Barat dan Irian Jaya yang secara nyata menunjukkan betapa ampuhnya isu
ini digunakan oleh aktor-aktor politik ketika berhadapan dengan entitas
politik lain.
Apa yang terjadi di berbagai daerah juga diimplementasikan pada
Pilkada Sumut 2018. Baik tim pemenangan, pasangan calon maupun
pengamat politik melihat bahwa Pilkada Sumut sarat akan muatan politik
identitas agama sebagai strategi komunikasi pemasaran politik. Seperti
ungkapan Warjio sebagai pengamat politik berikut ini:
“Idiom-idiom politik putra daerah, calon dari daerah sendiri begitu, dan kemudian dekat dengan islam, itu berhasil mereka gunakan. Jadi perspektif penggunaan komunikasi pemasaran politik ini mereka menggunakan sebuah pendekatan putra daerah dan agama. Jadi, konteksnya mereka menggunakan apa yang disebut dengan politik identitas itu, dan ternyata itu cukup berhasil. Jadi, perspektif penggunaan komunikasi pemasaran politik dengan politik identitas itu berhasil meraup dukungan yang lebih besar dari pendukung itu sendiri di Sumatera Utara”.
Imbas situasi politik nasional memudahkan tim pemenangan untuk
mengenalkan ERAMAS kepada pemilih. Jika menelaah Pilkada Jakarta,
Universitas Sumatera Utara 88
sentimen atas citra diri dan harga diri kelompok inilah yang terbangun mengapa politik identitas agama menjadi begitu berpengaruh pada arena pemilihan gubernur Jakarta. Sentimen terbangun dari dua hal. Pertama, citra diri (self image) yang merasa terhina oleh ucapan Ahok di Kepulauan Seribu yang berujung aksi 411 dan 212. Inilah yang menyebabkan masyarakat jadi terkooptasi atau terkotakkan dengan persoalan agama, seperti kata Warjio berikut ini:
“Sebab kalau dipilih pada calon yang lain ini betul-betul tidak bisa diterima karena dikaitkan dengan persoalan agama, misalnya wakilnya itu yang bukan islam, demikian juga Djarot yang bukan daripada putra daerah dan ada drop daripada pusat, nah ini menggelembung menjadi sebuah kekuatan yang mendorong para pemilih untuk lebih percaya dan memilih ERAMAS itu”.
Gubernur terpilih, Edy Rahmayadi membenarkan bahwa peran
politik identitas pada kemenangan ERAMAS di Pilkada Sumut sangat
besar. Selain hadirnya figur UAS dalam agenda-agenda ERAMAS, tim
pemenangan juga aktif mengunggah foto-foto yang menjelaskan deklarasi
kelompok ulama dan tokoh umat Islam di Sumatera Utara terhadap
kandidat ini. Meskipun Edy menyangkal menghadirkan UAS sebagai
strategi komunikasi pemasaran politik, Uut justru membenarkan bahwa
tim pemenangan sengaja menghadirkan UAS untuk mendukung publikasi
visi misi kandidat melalui ceramah.
“Begitu ini jelas pertarungan dua jargon ini ya tentu untuk memudahkan kita perlu tokoh agama untuk menyatukan umat ini terutama di Sumatera Utara. Maka itu kita gunakan Ustad Abdul Somad ini untuk memberikan ceramah dari kabupaten-kabupaten, ya kan, untuk menyatukan visi dan misi bahwa inilah sosok pimimpin yang harus kita pilih untuk memajukan Sumatera Utara. Memang kita gunakan Ustad Abdul Somad ini untuk memotivasi,
Universitas Sumatera Utara 89
memberi motivasi ke masyarakat terutama basis-basis 17 kabupaten/ kota ini, itu yang secara bergiliran dua minggu sekali Ustad Abdul Somad turun ke menjumpai konstituennya”.
Faktor lain sebagai pendukung kemenangan ERAMAS di Pilkada
Sumut 2018 adalah Relawan Bersatu yang dibentuk oleh Dewi Budiati.
Sohibul Anshor menilai relawan bersatu tidak sekedar pasukan yang menyebar di Sumatera Utara. Tetapi secara militan juga bergerak di lini- lini media sosial untuk mengimbangi persepsi-persepsi negatif yang menerpa ERAMAS ketika itu.
“Dewi luar biasa. memiliki visi yang kuat dan cara kerja yang terukur. Networkingnya kuat. Karena tipenya easy going, Dewi mudah mendapatkan kawan baru dan sekali dapat teman akan menjadi teman selamanya. Dewi memiliki atau mengelola bersama akun-akun social media yang aktif mendiskusikan masalah dan solusi pemenangan. Bukan saja karena ia punya akses kepada pak Prabowo melalui orang-orang terdekat seperti Fadli Zon, dan lain- lain yang membuat kedekatannya dengan Jenderal Edy akhirnya terbaca bukan cuma untuk urusan pilgub, tapi juga pilpres”.
Demikian juga informasi yang diperoleh dari Uut yang menerangkan bahwa relawan juga bagian dari pihak yang turut berjuang memenangkan ERAMAS. Meskipun tim pemenangan tidak menganggarkan dana khusus untuk operasional relawan di Sumatera
Utara, seperti pernyataan Sugiat berikut ini:
“Kalau sepanjang yang saya ketahui sebagai wakil ketua tim kampanye kalau dana khusus mungkin tidak ada. Kebanyakan relawan itu kan partisipatif, mandiri. Tapi mungkin di beberapa kegiatan secara personal pak Edy dan bang Ijeck mungkin bantu. Tapi secara organisasi tim kampanye tidak ada secara khusus relawan ini harus dikasih ini, relawan ini harus dikasih ini... Tidak ada”.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN
Komunikasi pemasaran politik di dalam pemilihan kepala daerah telah banyak digunakan sebagai strategi pemenangan. Banyak dari strategi tersebut memiliki kekhasan tersendiri agar dapat diterima baik oleh masyarakat. Menurut
Wring (1999: 651), ilmu pemasaran tentunya menjadi salah satu cabang ilmu yang sangat baik dan tepat untuk diterapkan dalam proses dipilihnya seorang kandidat di tempat pemungutan suara (TPS).
Untuk itu penggunaan komunikasi pemasaran politik sebagai strategi pemenangan pemilu harus benar-benar dikaji begitu luas dan meliputi berbagai segmen. Penggunaan komunikasi pemasaran politik yang baik tentunya yang tepat pada sasaran, sehingga penyampaiannya dapat diterima baik oleh masyarakat.
Oleh karena itu ada beberapa faktor dalam komunikasi pemasaran politik yang dapat mendukung strategi pemenangan dan ada pula faktor yang menghambat penggunaan komunikasi pemasaran politik sebagai strategi pemenangan.
Kemenangan ERAMAS sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera
Utara pada 27 Juni 2018 melalui regulasi pemilu merupakan bukti berjalannya demokrasi dengan baik di Indonesia. Mengingat sebelum pilkada berlangsung, banyak gesekan politik bermunculan, opini negatif mengenai keberhasilan pilkada menghiasi berbagai media. Namun akhirnya pilkada berjalan lancar dan aman.
Pada 8 Juli 2018, KPUD Sumut menetapkan gubernur dan wakil gubernur
Sumut adalah Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah. Kemenangan tersebut bukan hanya usaha satu dua orang, tapi lebih dari itu ada tim yang melaksanakan upaya
90
Universitas Sumatera Utara 91
pemenangan pasangan calon. Strategi yang dilakukan tim pemenangan dalam mensosialisasikan kandidat atau “menjual” kandidat melalui cara-cara pemasaran kandidat (marketing). Konsep brand, positioning, riset pasar, segmentasi digunakan untuk memenangkan ERAMAS pada pilkada 2018.
Komunikasi pemasaran politik menurut Newman (2002) merupakan penerapan prinsip dan prosedur pemasaran dalam kampanye politik oleh bermacam individu dan organisasi. Prosedur meliputi analisis, pengembangan, penerapan, mengelola strategi kampanye oleh kandidat, partai politik, pemerintah, pelobi dan kelompok kepentingan yang berusaha mengarahkan opini publik, mengembangkan pengaruh ideologi, memenangkan pemilu, meloloskan rancangan peraturan serta referendum. Tujuannya adalah untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan orang-orang dan kelompok tertentu dalam masyarakat.
Implementasi komunikasi pemasaran politik tidak hanya dilakukan oleh partai koalisi yang termasuk dalam tim kampanye pendukung pemenangan
ERAMAS. Tapi lebih dari itu ada pendukung lain, beberapa media menyebutnya sebagai tim “siluman”, tim bawah tanah, intelijen, atau cukup dengan tim relawan.
Berikut ini adalah penjabaran penerapan konsep strategi komunikasi pemasaran politik tim pemenangan ERAMAS. Peneliti mengklasifikasikan Analisa data berdasarkan konsep karakter struktural komunikasi pemasaran politik dan proses terjadinya penelitian di lapangan.
Berdasarkan temuan penelitian yang telah dipaparkan pada Bab IV, mulai dari strategi pemasaran politik yang dilakukan hingga faktor-faktor pendukung tim pemenangan, peneliti akan menganalisis dan membahas hasil temuan
Universitas Sumatera Utara 92
penelitian tersebut yang diperoleh dari observasi non partisipan, dokumentasi, dan wawancara mendalam. Ada beberapa pembahasan yang akan peneliti kemukakan di bawah ini:
5.1. Strategi Komunikasi Pemasaran Politik Tim Pemenangan ERAMAS
5.1.1. Kandidat (ERAMAS), Partai, dan Ideologi
Partai merupakan kendaraan politik yang masih efektif dalam mengantarkan kandidat merebut kursi kekuasaan. Parti jugalah yang akhirnya mendukung kandidat ERAMAS maju dalam Pilkada Sumut 2018. Secara latar belakang, baik Edy maupun Ijeck tidak pernah menjadi kader partai politik. Namun Edy memiliki peran besar dalam meraih sembilan partai pendukung dan satu partai pengusung.
Menurut Warjio secara teoretik dan perkembangan ilmu,
komunikasi pemasaran politik masih dianggap baru di dalam politik, tetapi
sebenarnya secara keilmuan sudah melekat lama. Dalam konteks saat ini,
komunikasi pemasaran politik didukung beberapa aspek penting, yang
pertama; seorang calon tentu tidak bisa bekerja sendiri. Tentu ia
membutuhkan tim yang akan menggarap beberapa hal terkait calon,
diantaranya partai, lembaga negara dan lain-ian. Kedua; tingkat persaingan
dalam politik cukup besar yang menuntut cara-cara, ide-ide untuk menarik
pemilih. Ketiga; perubahan cara bersaing seiring perubahan teknologi
berbasis undang-undang.
Jika merujuk pada tiga aspek di atas, menurut Warjio, tim
pemenangan ERAMAS sudah menerapkan komunikasi pemasaran politik
meskipun tidak diungkap secara lugas. Amatan Warjio, tim pemenangan
telah banyak berkonsultasi dengan konsultan politik tertentu serta
Universitas Sumatera Utara 93
menganalisis kemampuan calonnya sebelum akhirnya dirumuskan platform apa yang bisa melekat pada kandidat tersebut. Selain itu, tim pemenangan juga telah merespon perubahan-perubahan teknologi dengan memanfaatkan media mainstream sebagai sarana komunikasi politik dan kampanye. Dalam hal pendekatan-pendekatan ke partai politik, sebagai kandidat yang sama sekali tidak memiliki latar belakang politik, ERAMAS dinilai berhasil dalam meraih dukungan partai. Meskipun pada implementasinya di pertengahan jalan, partai-partai pengusung tersebut justru mendapat tekanan dari politik yang terjadi di pusat.
Melihat konektivitas calon lawan yang sedang berkuasa saat itu, tim pemenangan juga menyadari akan tantangan yang dihadapi bukan di tingkat lokal saja, melainkan nasional. Oleh sebab itu, baik ERAMAS secara pribadi dibantu tim pemenangan melakukan pendekatan-pendekatan kepada tokoh, baik tokoh-tokoh berbasis etnisitas, agama, maupun adat, seperti penyataan Warjio berikut ini:
“Jadi perspektif penggunaan komunikasi pemasaran politik ini mereka menggunakan sebuah pendekatan putra daerah dan agama. Jadi, konteksnya mereka menggunakan apa yang disebut dengan politik identitas itu, dan ternyata itu cukup berhasil. Jadi, perspektif penggunaan komunikasi pemasaran politik dengan politik identitas itu berhasil meraup dukungan yang lebih besar dari pendukung itu sendiri di Sumatera Utara”.
Menurut Hendra Harahap, komunikasi pemasaran politik
ERAMAS dilihat dari perspektif komunikasi lebih ditekankan pada segmentasi pemilih dan tagline “Bermartabat” yang diusung kandidat
ERAMAS. Menurutnya konsep ini menarik karena memiliki kesamaan
Universitas Sumatera Utara 94
dengan kedaulatan. Meskipun tim pemenangan belum bisa menjabarkan konsep tersebut secara total.
“Walaupun itu sebetulnya belum bisa dijabarkan secara total oleh timnya
Edy, misalnya. Tagline ini bisa menjadi “pembeda” walaupun kemudian
bentuk konkrit yang akan disampaikan, yang akan dicapai kita belum
tahu seperti apa, dan pada saat kampanye itu, itu belum ada. Untuk
konkrit yang Namanya SUMUT BERMARTABAT itu ndak ada. Tapi itu
ngak penting lagi, karena segmentasinya udah jelas,”
Sedangkan strategi dalam perspektif Edy menilai bahwa ia memiliki cara sendiri selain konsep-konsep yang pernah dirancang oleh partai-partai pengusung. Menurut Edy, sebelum melakukan pemetaan perahu partai yang menjadi target pendukung dan pengusung ERAMAS,
Edy terlebih dulu memetakan delapan etnis yang tersebar di 33 kabupaten/ kota di Sumatera Utara. Menurut Edy, ia bisa memenangkan empat kabupaten/ kota berdasarkan rasio jumlah penduduk terbanyak. Edy menjalin komunikasi (lobi-lobi) ke 12 partai politik terbesar di Sumatera
Utara dan 10 diantaranya mendeklarasikan dukungannya kepada
ERAMAS.
“Akhirnya sangat mudahlah saya melakukan konsepnya menjabarkan konsepnya, menjabarkan strategi ini; yang pertama adalah pemisahan, melakukan cipta kondisi. Cipta kondisi lah saya memperkenalkan diri saya ini, saya itu, saya ini, wajarlah.. namanya saja kampanye. Tuntutannya adalah popularitas, di cipta kondisi ini tuntutannya popularitas; yang kedua saya melakukan pemisahan, pemisahan kita giring, itu pendekatannya adalah elektabilitas. Wah ini pak haji, gitu, kita giring. Ooo.. Ini dia Nasrani, masuk mana Nasrani mana Islam, bagaimana saya ngomongkan sama Nasrani, bagaimana saya ngomong orang Muslim. Itulah melakukan namanya penggiringan, pemisahan, penggiringan, pemisahan; yang ketiga kita lakukan lokalisir. Sudah diblok ini, sudah dilokalisir, sehingga kita tarok lah leader-leader
Universitas Sumatera Utara 95
satu-satu. Setelah didapatkan, dilokalisir tinggal apa yang mau kita bikin ini? Yang Islam sholat subuh berjamaah”. Selain menerapkan strategi berdasarkan konsep yang ia rancang sendiri, Edy juga menolak konsep-konsep yang pernah disusun oleh partai pengusung. Alasannya sistem politik di Indonesia belum bisa dibawa ke politik yang murni karena dipengaruhi kepentingan, dan kesenangan feodal.
“Dengan partai. Partai Golkar, Partai Golkar dengan relawannya,
Partai PKS dengan relawannya, Partai Gerindra dengan relawannya
kan 'tak bejalan... tak bejalan”.
Sementara itu Sohibul Anshor mengkritisi bahwa strategi yang disusun oleh Edy merupakan bagian dari komunikasi pemasaran politik, seperti pernyataannya berikut ini,
“Komunikasi pemasaran politik itu sebetulnya ngak ada bedanya dengan yang dia lakukan itu, sama. Kan political maping ada di dalam itu, dia survei-survei, ini tendensinya, orang itu ngak suka.. bikinlah terapi di situ. Cipta kondisi katanya. Apapun bentuknya, komunikasi pemasaran politik itu intinya pemasaran untuk menembus segala kendala-kendala seorang atau satu pasangan calon untuk memperoleh popularity dan electability pada gilirannya.
Butler dan Collins (1994) menyatakan adanya tiga dimensi penting yang mesti dipahami dari sebuah produk politik; (1) kandidat/ partai/ ideologi, (2) kesetiaan, dan (3) berubah-ubah. Seorang kandidat, partai politik, dan ideologi partai adalah identitas sebuah institusi politik yang ditawarkan ke pemilih. Para pemilih akan menilai dan menimbang kandidat, partai politik, dan ideologi mana yang kiranya akan berpihak dan mewakili suara mereka. Loyalitas pemilih adalah sesuatu yang ingin
Universitas Sumatera Utara 96
dicapai oleh sebuah institusi politik. Hubungan antara institusi politik dengan pemilih adalah kontrak sosial. Untuk menjadi royalitas, institusi politik harus menjaga kepercayaan publik atas kontrak sosial ini.
Jika merujuk pada literatur tersebut, dinamika yang terjadi di tim pemenangan ERAMAS mengalami perubahan pasca partai-partai pendukung dan pengusung mendeklarasikan arah politiknya. Menurut gubernur terpilih Edy Rahmayadi, strategi segmentasi kandidat dibagi dalam beberapa klasifikasi merujuk pada jumlah etnis dan agama yang tersebar di 33 kabupaten/ kota di Sumatera Utara. Dukungan-dukungan yang datang memiliki kepentingan yang kontra terhadap kepentingan kandidat. Menyadari adanya kepentingan yang terbelah melalui identitas agama, Edy kemudian mengklasifikasikan strategi di luar dari konsep yang pernah disusun oleh partai-partai pendukung dan pengusung.
“Walaupun secara obyektif tak bisa diberi kesitu karena terpecah dengan satu kepentingan agama. Di situ ada agama Islam dan agama Kristen yang ada di Sumatera Utara ini. Dari sana kita pelajari, kita petakan dari antar provinsi.. aa.. kabupaten-kabupaten dan kota kan ada mayoritas masing-masing di kabupaten itu kalau kita pendekatannya agama. Ada lima kabupaten yang cenderung ke arah agama Nasrani, berarti ada 27 kabupaten yang agamanya menganut agama mayoritasnya adalah muslim. Berarti kan sudah gampang itu hitungan strateginya karena dengan sendirinya tanpa kemauan yang kita disain karena dia terbelah sendiri dengan kepentingan agama itu. Akhirnya sangat mudahlah saya melakukan konsepnya menjabarkan konsepnya, menjabarkan strategi”. Perubahan sikap pada beberapa partai-partai pendukung tersebut dibenarkan oleh ketua tim pemenangan yang menilai terdapat kepentingan yang berbeda saat tahapan kampanye berjalan.
“Itu bagian dari politik begitulah ya kan... di awal bisa A, di tengah jalan bisa B, di akhir bisa C, kan gitu. Tapi gimana kita bisa
Universitas Sumatera Utara 97
menyikapi itu semua dengan satu tujuan, kan gitu. Jadi partai pendukung sama pengusung ini harus betul-betul kita berdayakanlah, bagaimanapun kalau bisa 100%, 50%, karena sebenarnya struktur partai dari pusat, daerah sampai kabupaten itu sebenarnya udah ada. Kalau betul-betul kita maksimalkan, kita mungkin bisa 80% dengan 9 partai itu. Tapi kenyataannya.. itu lah kita cuma dapat 57%, ya.. itu lah dinamika. Tapi kalau yang jadi gubernurnya ketua partai politik saya pikir lebih gampang komunikasinya”.
Informasi tersebut didukung oleh pernyataan Warjio, Ph.D selaku informan triangulasi dalam penelitian ini.
"Saya kira kalau ditinjau dalam beberapa perspektif ya, pertama saya akan tinjau dari sisi ke partai. Kalau kita lihat dari sisi partai, ini kan boleh dikatakan sebenarnya partai itu dikuasai mereka 80%. Itu artinya apa? kalau dari sisi suara minimal mereka semestinya harus dapat dukungan 70%. Tapi mereka hanya dapatkan sekitar 58%. Sementara partai pendukung lawan ini kan hanya PDI-P secara keseluruhan, kemudian juga partai-partai yang tidak terlampau kuat, kan gitu. Saya kira kalau menurut saya semestinya mereka dapat 70 itu, tapi ternyata kan tidak seperti itu. Tapi menurut saya itu sudah cukup bagus ditengah isu dan tekanan- tekanan hubungan calon atau figur lawan ini yang di drop dari pusat”.
Terkait kinerja mesin partai, masih menurut Warjio, dinilai tidak maksimal karena dilihat dari indikator jumlah suara ERAMAS pada akhir penghitungan KPU. Hal tersebut terjadi karena besarnya intervensi dari pusat yang menyebabkan partai-partai pendukung tidak maksimal.
Kemenangan ERAMAS lebih disebabkan karena masyarakat yang sudah memiliki pilihan jauh sebelum deklarasi dukungan partai. Sementara menurut Edy, adapun alasan mengapa mesin partai tidak bekerja maksimal karena tidak sejalan dengan visi misi kandidat.
“Partai partai dia kepingin partai dia besar, tiap partai dia mau kita membangun atau tidak membangun dia tidak itu sudut pandangnya. Dia adalah sudut pandangannya adalah bagaimana dia mendapatkan kursi. Semakin banyak dia mendapatkan kursi, dia
Universitas Sumatera Utara 98
semakin banyak duduk di legislatif. Di situ sudut pandangnya. Nah, kita berbeda. Kita memang untuk membangun satu kekuasaan sehingga kita membuat memberikan visi dan misi kita dalam membangun. Harusnya se-irama, tetapi di dalam pemilihan ini tidak seperti itu. Di bawah partai itu tidak itu. Jadi yang memenangkan saya kemarin adalah persoalan agama. Itu satu kenyataan. Inilah perlu adanya pendewasan kita berdemokrasi melalui yang sudah diputuskan cara pandang bangsa Indonesia adalah melalui kepartaian. Tapi sampai saat ini masih sulit karena faktor pengetahuan, faktor nilai-nilai kebangsaan, faktor secara ideologi OK kita tidak bisa lagi dipungkiri bahwa sudah ditetapkan ideologi kita adalah Pancasila. Namun masih ada hal-hal yang masih ada PR kita untuk kita memastikan politik beda dengan agama. Ini perlu ditegaskan”.
Ungkapan berbeda dinyatakan oleh Sohibul Anshor yang mengkaji tidak maksimalnya mesin partai disebabkan oleh,
“Reward, saya kira reward, itu yang pertama. Reward itu saya kira, apakah Pak Edy bayar kepada mereka? Apakah Pak Djarot bayar kepada mereka? Per partai? Per person? Untuk melakukan tugas- tugas itu? Nah.. saya yakin di sini masalah pertama. Yang kedua, kerjasama antar dua partai yang berbeda. Misalnya Golkar dengan Nasdem, kira-kira wujud kerjasama mereka di lapangan seperti apa? Paling berada pada batas pertemuan umum mereka hadir di pentas, bawa seragam masing-masing. Malah ada yang bilang nanti itu Jokowi presiden, Edy Rahmayadi Gubernur, itu di panggung”. Menurut Sohib, kesadaran publik juga menjadi faktor yang akhirnya membuat partai-partai maupun relawan bergerak secara mandiri tanpa ada komando. Perbedaan pikiran antara orang elit dengan orang di bawah terjadi di antara pimpinan-pimpinan partai politik di Sumatera
Utara. Antara aspirasi elit dengan aspirasi grassroots terjadi pembelahan yang serius di internal partai politik. Hal itulah yang terjadi pada salah satu partai pendukung ERAMAS yaitu Nasdem. Peran civil society ketika itu juga cukup tinggi, misalnya dengan hadirnya sosok Ustad Abdul Somad melalui ceramah-ceramah.
Universitas Sumatera Utara 99
“Nasdem itu jelas, luar biasa. Erry itu pimpinan partai wajib hadir itu mengantarkan berkas Pak Edy ke ini, tapi hatinya ke siapa? Dan kita lihat itu ke mana dia pergi. Maka kalau ada yang mengatakan bukan partai yang memenangkan Edy, ya saya setuju itu”.
Sohib menambahkan, bahwa solidaritas koalisi partai politik
selamanya tidak pernah teruji. Partai dinilai sibuk dengan agenda masing-
masing dikarenakan mepetnya waktu antara pemilihan kepala daerah
dengan pemilihan presiden. Sehingga partai-partai tersebut sibuk
membesarkan organisasinya sendiri, sehingga tidak heran bila selalu
terjadi perpecahan di pertengahan jalan.
5.1.2 Relawan
Kajian secara khusus mengenai bagaimana relawan berperan dalam
kemenangan sebuah konstestasi politik antara lain dikaji oleh Ahmad
Suedy dalam jurnal berjudul “the role of volunteers and political
participation in the 2012 gubernatorial election” (Setiawan, 2017).
Menurut Suedy (2014) pemilihan Gubernur DKI tahun 2012 dianggap
sebagai salah satu momentum perubahan dalam gerakan sosial di
Indonesia termasuk dalam tradisi pemilu. Peristiwa demokrasi tersebut
dianggap sebagai munculnya gerakan sosial dengan karakteristik khusus
yakni gerakan relawan tanpa dibayar yang akhirnya mengantarkan
kemenangan bagi Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam
Pilkada DKI. Kajian ini menyoroti bagaimana para relawan mengajak
pemilih untuk berpihak kepada kandidat melalui kegiatan-kegiatan yang
Universitas Sumatera Utara 100
didorong oleh kepentingan kelompok. Aktivitas relawan ini tidak sebatas pada partisipasi di tingkat lapangan tetapi juga secara virtual.
Menurut Wiktorowicz dalam konteks relawan politik, kelompok- kelompok ini mendorong perubahan dari luar sistem politik formal yang mereka rasakan perlu diubah karena tidak mampu menjalani perubahan itu sendiri (Setiawan, 2017). Para relawan bergerak dalam sebuah aksi yang saling mengkait dengan tujuan yang sama dan sesekali didorong oleh motif yang berbeda.
Berdasarkan analisis dan bukti-bukti observasi secara tidak langsung yang dilakukan oleh peneliti, relawan yang mendukung
ERAMAS pada Pilkada Sumut 2018 juga memiliki peran yang identik dengan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh relawan Jokowi-Ahok pada
Pilkada DKI 2012 lalu. Selain tersebar di 33 kabupaten dan kota di
Sumatera Utara, Relawan juga membangun jaringan lewat media sosial dengan menggunakan anggaran sendiri serta donasi dari kerabat. Mereka aktif melakukan penggalangan massa di berbagai lapisan masyarakat yang bertujuan menyampaikan pesan komunikasi politik kandidat. Aktivitas relawan ini selain tampil langsung di lapangan dalam menggalang dukungan bagi pasangan gubernur dan wakil gubernur juga melakukan aktivitas di dunia maya. Relawan juga aktif melakukan pengawasan terhadap kampanye hitam yang dilakukan pasangan lawan.
Hal tersebut juga diakui oleh Dewi Budiati, salah satu penggerak
Relawan Bersatu. Menurutnya, ia mengerahkan seluruh potensi yang ia
Universitas Sumatera Utara 101
miliki sebagai pekerja sosial yang memiliki banyak konektivitas dengan kelompok masyarakat. Dewi juga mengakui sesekali menerima bantuan uang dari rekan-rekannya dengan nominal 10 juta rupiah. Jika sudah tidak memiliki anggaran sama sekali, sesekali ia meminta bantuan dari Ijeck yang besarnya sekitar 10-20 juta rupiah. Peran relawan dalam proses komunikasi pemasaran politik cukup berpengaruh terhadap popularitas dan elektabilitas kandidat, seperti penyataan Warjio berikut ini:
"Dalam komunikasi pemasaran politik itu kan kita berbicara tim, sekecil apapun bagian daripada tim itu dalam konteksnya relawan itu cukup berarti sekali untuk mendokrak suara. Apalagi ketika dibombardir dengan isu-isu tertentu, relawan-relawan inilah yang menjadi ujung tombak untuk menjelaskan kepada masyarakat. Saya kira itu cukup besar, walaupun sebenarnya karena situasi nasional sudah terjadi, kerja-kerja relawan ini menurut saya tidak terlampau berat sekali karena sudah didukung figuritas oleh Edy dan juga kontekstualitas kejadian sosial politik yang ada di Jakarta. Tapi tetap peran relawan itu cukup besar karena bagian daripada kerja tim”.
Sesampainya pada tahapan pencoblosan, relawan-relawan ini berperan mengawal dan monitor hasil penghitungan suara dan melaporkan kecurangan-kecurangan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan observasi tidak langsung di grup Whatsapp Tim ERAMAS, Peneliti menemukan beberapa laporan tim relawan mengenai proses penghitungan, kecurangan di lapangan, maupun peristiwa-peristiwa selama masa penghitungan suara
Pilkada Sumut 2018.
Dari sudut teoretis, relawan bisa disebut sebagai salah satu bentuk dari gerakan sosial. Studi gerakan-gerakan sosial di Indonesia biasanya memfokuskan kepada kelompok-kelompok non-partisipan yang
Universitas Sumatera Utara 102
independen dari partai politik dan kandidat dalam proses politik (Suedy,
2014).
5.1.3. Proses Saluran Komunikasi Pemasaran Politik
Di era teknologi komunikasi saat ini, media merupakan sarana
efektif dalam mensosialisasikan produk apapun, termasuk kandidat pada
pemilihan kepala daerah. Media massa digunakan sebagai salah satu alat
untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Keberadaan dan jangkauan
media massa juga menentukan kalangan masyarakat seperti apa yang
menggunakan media massa dalam menggali informasi. Pesan yang hendak
disampaikan meliputi visi misi, merek (brand), prestasi dan pengalaman
(track record), pencitraan (image), penempatan (positioning).
Firmanzah (2007) mengatakan bahwa untuk membangun citra,
komunikasi politik yang merupakan proses tukar-menukar informasi
antara dua entitas atau lebih harus terus dilakukan. Sebagai sebuah strategi
pemasaran, pencitraan perlu dikemas sedemikian rupa agar konsisten dan
berkesinambungan. Pencitraan akan efektif ketika pesan didefinisikan
dengan jelas dan secara tepat mencerminkan karakteristik yang ingin
ditampilkan kandidat kepada sasaran. Tahapan proses pencitraan yaitu:
melalui media, bagaimana membuat media terus menyampaikan pesan
politik sesuai pesan kunci yang ingin disampaikan, dan melihat apakah
pesan tersebut bisa merubah pandangan publik sehingga konstituen
percaya terhadap kandidat.
Universitas Sumatera Utara 103
Efektifitas penggunaan media dalam pencitraan kandidat juga terbukti melalui beberapa penelitian, salah satunya adalah analisis strategi komunikasi politik melalui media baru pada pencalonan kandidat independen (Faisal Basri dan Biem Benjamin) di Pilkada DKI Jakarta.
Penelitian ini mengungkap adanya tim kampanye yang dibentuk khusus untuk mengelola media sosial semenarik mungkin. Keterlibatan figur artis juga mendukung untuk meningkatkan minat pengguna media untuk melihat sosok kandidat melalui media sosial.
Menurut Hendra Harahap, tema-tema kampanye yang diusung kandidat ERAMAS menjangkau berbagai aspek baik ekonomi, kedaulatan sosial, dan politik. Tema-tema kampanye tersebut diaplikasikan melalui media komunikasi baik yang disiapkan oleh penyelenggara pemilu (KPUD
Sumut) maupun relawan. Penggunaan media sosial di tim pemenangan
ERAMAS juga dapat diamati di akun milik kandidat maupun relawan- relawan yang tersebar di Sumatera Utara. Tim pemenangan menyadari bahwa penyampaian pesan melalui media baru sangat membantu proses kampanye kandidat yang tidak dijangkau oleh konstituen. Menariknya, peneliti menemukan bahwa figur artis ibukota yang juga kerabat dekat kandidat selalu dilibatkan dalam beberapa kegiatan kunjungan. Misalnya
Sultan Djorgi dan istrinya, Annisa Tri Hapsari, Dul Somad, dan lain-lain.
Selain itu, beberapa kali kandidat ini juga ikut serta mendukung perfilm karya sineas Indonesia yang melibatkan artis lokal Sumatera Utara.
Kegiatan-kegiatan tersebut kemudian diunggah dalam media sosial dengan
Universitas Sumatera Utara 104
ungkapan-ungkapan yang memberikan motivasi dan dukungan pada karya-
karya anak negeri.
5.1.4. Peranan Ulama
Pemilihan kepala daerah menjadi ajang bagi pasangan calon untuk
menggunakan berbagai cara demi meningkatkan popularitasnya. Salah
satunya menggandeng sosok tokoh masyarakat (public figure) yang dinilai
mampu mengundang massa menghadiri kampanye terbuka atau sosialisasi.
Ustadz Abdul Somad (UAS) adalah salah satu Dai yang sering mengisi
taushiyah di berbagai agenda sosialisasi yang digelar tim pemenangan
ERAMAS.
Berdasarkan amatan peneliti di media sosial Instagram milik Musa
Rajekshah (@musa_rajekshah), UAS pertama kali hadir pada 24 November
2017 dalam acara Tabligh Akbar di Masjid Al Hasanah Jl. Merpati 1
Perumnas Mandala Medan. Secara periodik pada bulan berikutnya di lokasi
berbeda, UAS kembali menghadiri setiap acara tabligh akbar yang digelar
tim pemenangan ERAMAS. Berikut catatan kehadiran UAS dalam kegiatan
tabligh akbar di sejumlah daerah di Sumatera Utara:
Tabel 5.1.4. Jadwal Kehadiran Ustadz Abdul Somad dalam Agenda ERAMAS di Pilkada Sumut 2018
No. Jadwal Lokasi
1. 24 November 2017 Masjid Al-Hasanah Mandala by pass Medan
2. 9 Maret 2018 Masjid Azizi Langkat dan Belawan
Universitas Sumatera Utara 105
3. 10 Maret 2018 Masjid Al Munannif, Medan
4. 15 April 2018 Pantai Cemara Kembar, Serdang Bedagai
5. 12 Mei 2018 Masjid Raya Patumbukan, Deli Serdang
6. 13 Mei 2018 Masjid Raya Al-aman, Aek Kanopan-Labura
7. 15 Mei 2018 Labuhan Batu Utara
8. 23 Juni 2018 Lapangan Merdeka Medan Sumber: Instagram Musa Rajekshah (@musa_rajekshah)
Keterlibatan UAS dalam beberapa kegiatan ERAMAS menjadi
temuan menarik bagi peneliti untuk dianalisis. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Heri Utomo (Uut) selaku ketua tim pemenangan. Uut
menegaskan bahwa kemunculan sosok UAS untuk meningkatkan
popularitas dan elektabilitas ERAMAS dengan memberikan ceramah di
kabupaten-kabupaten terutama basis 17 kabupaten/ kota di Sumut.
Jauh sebelum pilkada dimulai, UAS memang telah memiliki
kedekatan secara emosional dengan orangtua Ijeck, Anif. Dalam beberapa
kesempatan, UAS selalu mengisi ceramah di masjid Al-Musannif Cemara
Asri. Secara pribadi, UAS pun tidak pernah keberatan ketika diminta
kesediaannya ikut dalam kegiatan-kegiatan tabligh akbar yang digelar tim
pemenangan ERAMAS.
Kehadiran UAS dalam sejumlah agenda ERAMAS sebagai strategi
dibantah oleh Edy. Menurut Edy, UAS hadir sebagai pembangkit minat
karena sosoknya yang mudah didengar juga mudah mengundang massa.
Universitas Sumatera Utara 106
“Oh, No. Tidak. Kita tidak menggandeng itu. Memang program pertama saya ada kembali ke akidah. Kembali ke akidah ini saat ini sedang tersohor yang bisa mencuci akhlak kita ini. Karena kan penting itu, eee.. pembangkit minat. Kan berbeda itu kalau ustad A yang ngomong dengan ustad B yang ngomong trus ada Ustad Abdul Somad. Berarti semua sangat memperhati ke Abdul Somad. Perkara isinya kan belum tentu sebenarnya. Masih biasa-biasa saja. Jadi Abdul Somad bukan dalam masuk dalam jaringan untuk tingkat popularitas atau elektabilitas, tidak. Abdul Somad hanya hadir pada sosok Islaminya, sehingga rakyat Islam ini benar-benar memahami. sosok ini mudah didengar, mudah mengumpulkan, coba kita panggil ustad yang lain, tak semudah itu. Tapi bukan semata-mata UAS ini dijadikan untuk motor kampanye, tidak”.
Pengamat politik USU menegaskan bahwa munculnya sosok UAS dalam beberapa kali acara yang juga dihadiri oleh kandidat ERAMAS ini merupakan bagian dari strategi komunikasi pemasaran politik yang dimanfaatkan oleh pasangan calon. Strategi dalam konteks pendekatan ke tokoh-tokoh elit agama dinilai berhasil dengan memanfaatkan isu-isu nasional di Jakarta untuk dibawa ke Sumatera Utara.
“Jadi mereka cukup pintar menggunakan kesempatan ini sehingga kemudian ketika menjadikan politik identitas itu dibawa dalam rana komunikasi pemasaran politik mereka itu cukup bisa menarik suara, sehingga dukungan masyarakat terhadap rembesan isu itu menjadi kental dan menguat, sehingga tidak begitu susah ya mereka bisa memperkanalkan itu kepada masyarakat dan memang hasilnya cukup baik sekali mereka bisa diterima. Jadi memang politik identitas itu cukup punya korelasi yang cukup besar bagi proses komunikasi pemasaran politik yang dilakukan ERAMAS”.
Pengamat politik dari UMSU menyatakan bahwa kehadiran sosok
UAS dalam kegiatan-kegiatan ERAMAS memberikan pengaruh yang sangat besar dalam hal konsolidasi. Bahkan untuk sebuah perubahan politik di Indonesia, UAS menyumbang sekitar 15% melalui proses santrinisasi, rasional berpolitik umat Islam berdasarkan kaedah-kaedah
Fiqqih yang menurut Sohibul belum pernah dilakukan di Indonesia. Lebih
Universitas Sumatera Utara 107
luas, Sohib menjelaskan bahwa di dunia internasional kajian-kajian
mengenai agama yang dilibatkan dalam ranah politik mengalami
kevakuman sejak 10 tahun terakhir.
5.2 Faktor Pendukung Kemenangan ERAMAS
Pengamatan terkait politik identitas memiliki beragam sudut
pandang. Syarif (2002) menjelaskan tiga perspektif teoretis dalam mengkaji
politik identitas yaitu: primordialisme, konstruktivisme, dan
instrumentalisme. Pada penelitian ini, Peneliti mengkaji dari perspektif
konstruktivis yang dikembangkan oleh Barth (1988). Perspektif ini
memandang identitas agama dan budaya sebagai hasil dari proses yang
kompleks, ketika batas-batas simbolik terus dibangun dan membangun
melalui bahasa maupun pengalaman masa lampau. Nordholt (2007)
berpandangan bahwa politik identitas di Indonesia merupakan bentukan dari
Negara Orde Baru. Konsep identitas secara umum diartikan sebagai citra
yang membedakan suatu individu/ kelompok dengan individu/ kelompok
lainnya yang dibangun oleh individu. Kelompok tersebut dimodifikasi
secara terus menerus melalui interaksi dengan pihak-pihak lain
(Katzenstein, 1996).
Merujuk pada penelitian sejenis terdahulu, Haboddin (2012)
mengatakan cara kerja politik identitas di dua daerah (Provinsi Kalimantan
Barat, dan Papua) diekspresikan dalam bentuk bervariasi. Pertama, politik
identitas dijadikan basis perjuangan elit lokal dalam rangka pemekaran
wilayah terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dan Papua. Kedua, politik
Universitas Sumatera Utara 108
identitas yang dicoba ditransformasi ke dalam entitas politik dengan harapan bisa menguasai pemerintahan daerah sampai pergantian pimpinan puncak.
Ketiga, politik identitas digunakan untuk mempersoalkan antara ‘kami dan mereka’-‘saya’ dan ‘kamu’-sampai pada bentuknya yang ekstrim ‘Jawa’ dan
‘luar Jawa’-‘Islam’ dan ‘Kristen’. Dikotomi oposisional semacam ini sengaja dibangun oleh elit politik lokal untuk menghantam musuh ataupun rival politiknya yang notabene ‘kaum pendatang’. Keempat, politik identitas dimobilisir untuk mendapat simpatik pemerintah yang lebih di atasnya.
Politik identitas agama juga berperan besar pada kemenangan
ERAMAS di Pilkada Sumut 2018. Berdasarkan data wawancara kepada informan tim pemenangan maupun informan triangulasi dalam penelitian ini sepakat bahwa Pilkada Sumut sarat akan politik identitas sebagai imbas situasi politik pada Pilkada DKI 2016, seperti ungkapan infoman Warjio sebagai pengamat politik berikut ini:
“Saya kira memang ERAMAS hanya memanfaatkan keadaan. Jadi
kasus yang terjadi di tingkat nasional dengan kebijakan-kebijakan
rezim Jokowi seperti itu ya terhadap ulama, gitu ya, gerakan-gerakan
212 di Jakarta, demikian juga dengan kasus di Jakarta, itu menjadi
sebuah pemicu untuk digunakan di Sumatera Utara”.
Imbas situasi politik nasional memudahkan tim pemenangan untuk
mengenalkan ERAMAS kepada pemilih. Jika menelaah Pilkada Jakarta,
sentimen atas citra diri dan harga diri kelompok inilah yang terbangun
mengapa politik identitas agama menjadi begitu berpengaruh pada arena
Universitas Sumatera Utara 109
pemilihan gubernur Jakarta. Sentimen terbangun dari dua hal. Pertama, citra diri (self image) yang merasa terhina oleh ucapan Ahok dikepulauan seribu hingga berujung aksi 411 dan 212. Inilah yang menyebabkan masyarakat jadi terkooptasi atau terkotakkan dengan persoalan agama.
Gubernur terpilih, Edy Rahmayadi membenarkan bahwa peran politik identitas pada kemenangan ERAMAS di Pilkada Sumut sangat besar. Selain hadirnya figur UAS dalam agenda-agenda ERAMAS, tim pemenangan juga aktif mengunggah foto-foto yang menjelaskan deklarasi kelompok ulama dan tokoh umat Islam di Sumatera Utara terhadap kandidat ini.
Selain politik identitas menjadi faktor kemenangan relawan juga berperan besar dalam kemenangan ERAMAS. Sekecil apapun peran relwan akan memiliki fungsi di dalam proses pemilihan kepala daerah.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, peneliti menemukan data bahwa relawan-relawan yang terbentuk merupakan inisiasi pribadi atau kelompok, menyatakan dukungan kepada kandidat yang didukung pernyataan pakar politik, Hendra Harahap berikut ini:
“Urusan relawan yang bergerak ke komunitas secara langsung, ini yang cukup kuat. Ini yang kemudian bisa menambah, sangat menambah amunisi dan kekuatan ERAMAS, kekuatan relawan yang kemudian mereka koordinir dengan baik, kamapanye melalui relawan, kemudian melalui media massa. Ini P-O-P melalui medium, ini melalui media massa apapun baik luar ruang, sampai dengan internet, organisasi ataupun kelompok. Nah, ini yang mendatangi, door to door selling-nya kuat. Ini yang membedakan karena dia masuk disemua lini khususnya di pantai timur yang itu sangat tidak bisa dimasuki oleh Djarot dan kawan-kawan. Itu yang membedakan sebetulnya”.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Tim pemenangan ERAMAS telah menerapkan strategi komunikasi
pemasaran politik berdasarkan karakteristik proses yang meliputi
produk politik, tim pemenangan, proses saluran komunikasi pemasaran
politik dan konstituen. Dalam hal ini, peran komunikasi pemasaran
politik telah membantu tim pemenangan memenangkan Pilkada Sumut,
meskipun persentase kemenangan ERAMAS yang jauh dari ekspektasi
adalah indikator mesin partai tidak berfungsi secara maksimal.
2. Faktor kemenangan ERAMAS adalah sumbangsih dari kebangkitan
politik identitas Islam di Sumatera Utara yang memberikan perspektif
politik baru bagi pola pemilihan umum dengan melibatkan figur Ustad
Abdul Somad sebagai afirmasi sosial.
6.2 Saran
Penelitian ini menggunakan konsep karakteristik komunikasi
pemasaran politik berdasarkan realitas pilkada yang berlangsung di
Sumatera Utara. Peneliti menyarankan agar konsep dan hasil penelitian ini
dapat menjadi rujukan bagi disiplin ilmu komunikasi. Secara luas, peneliti
berharap kajian ini sekaligus dapat dikembangkan menjadi model-model
komunikasi pemasaran politik seperti pada pemilihan presiden yang baru
berlangsung.
110
Universitas Sumatera Utara 111
Penggunaan politik identitas agama dalam arena demokrasi pilkada langsung hanya bisa dihadapi dengan membangun semangat asimilasi identitas yang lebih besar yakni pembangunan spirit identitas yang lebih luas, seperti semangat kebhinekaan dan persatuan sebagai negara bangsa.
Peneliti menyarankan agar setiap calon harus menghindari persinggungan identitas dalam arena pilkada sebagai jalan menghindari kebangkitan dan sentimen identitas yang terjadi di Indonesia. Hal ini harus dilakukan dalam upaya membangun demokrasi yang murni dan menghindari terjadinya perpecahan sesama anak bangsa dan menghindari hadirnya kekuasaan politik identitas agama dalam arena politik. Untuk tim pemenangan, peneliti menyarankan agar perbedaan visi dan misi yang mencuat diantara partai pendukung dan kandidat dapat diredam demi tercapainya tujuan yang sama. Sebab, solidaritas tim pemenangan dapat mendorong terciptanya persepsi positif kandidat terhadap khalayak.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Nyarwi. (2012). Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik: Sejarah, Perspektif, dan Perkembangan Riset. Yogyakarta: Pusaka Zaman.
Buchari, S. A. (2014). Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group
Butler, P., & Collins, N. (1993). “Campaign, Candidates and Marketing in Ireland”, Politics: The Journal of the Political Studies Association of the UK. Vol. 13 No. 1.
______(1994). Political Marketing: Structure and Process. European Journal of Marketing. Vol. 28, No. 1, pp. 19-34.
Cangara, Hafied. (2009). Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers
______(2017). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Dewi, Frisna P. C. (2012). Kemenangan Raja Sapta Oktohari (RSO) dalam Pemilihan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada Musyawarah Nasional 2011: Studi Kesuksesan Komunikasi Pemasaran Politik. Tesis, Universitas Indonesia.
Duncan, Tom. (2002). IMC: Using Advertising and Promotion to Build Brand. New York: Mc. Graw Hill
Christiany, Juditha. (2015). Komunikasi Pemasaran Politik and Media Social Media (Studi of Komunikasi Pemasaran Politik by RI Presidential Candidates 2014 in Facebook. Jurnal Studi Komunikasi dan Media. Vol. 19 No. 2 (Juli - Desember 2015) Hal : 225 – 241.
Heyes, C. J. (2007). Identity Politics. Stanford Encyclopedia of Philosophy, diakses dari Plato.Stanford.edu/entries/identity politics.
Crewe, I., (1990). Matters of Opinion. Social Studies Review. Vol. 6, No. 2.
Firmanzah. (2008). Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
______(2012). Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Harrop, M. (1990). Komunikasi Pemasaran Politik, Parlimentary Affairs. Vol. 43. No.3.
112
Universitas Sumatera Utara 113
Heath, A., Jowell, R., & Curtice, J., (1986). Understanding Electoral Change in Britain. Parlimentary Affairs. Vol. 39, No. 2.
Hendrarti, Dwi Windyastuti Budi. (2010). Konsep Dasar dan Isu Penelitian Kualitatif, Makalah pada Pelatihan Metodologi Penelitian Kualitatif (Teori & Praktek), oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas AIrlangga, Surabaya.
Kaid, Lynda Lee. (2015). Handbook Penelitian Komunikasi Politik. Bandung: Nusa Media (Diterjemahkan dari Handbook of Political Communication Research. New Jersey: Lawrence Erlbaum. Associates, Inc. 2004)
Katzenstein, P. J. (1996). The Culture of National Security: Norms and Identity in World Politics. Columbia University Press.
Kotler, Philip, dan Kotler, Neil. (1993). Komunikasi Pemasaran Politik: Generating Effective Candidates, Campaign and Causes. London: Sage Publication.
Kristianus. (2011). Hubungan Etnik di Kalimantan Barat. Disertasi. Universiti Kebangsaan Malaysia.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2008). Theories of human communication. Belmont, CA: Thomson/Wadsworth.
Mareek, Philippe, J. (2011). Campaign Communication Komunikasi Pemasaran Politik. A Jhon Wiley & Sons, Ltd., Publication.
Menon, Venu, Shuda. (2008). Komunikasi Pemasaran Politik: A Conceptual Framework. ICFA Business School, Ahmedabad.
Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Saputra, M. I., Haryono, B. S., & Rozikin, M. (2014). Marketing Politik Pasangan Kepala Daerah dalam Pemilukada (Studi Kasus Tim Sukses Pemenangan Pasangan Abah Anton dan Sutiaji dalam Pemilukada Kota Malang 2013). Jurnal Administrasi Publik. Volume. 2. No. 2 Hal 250-257.
Setiawan, Asep. (2017). Peran Relawan dalam Pemenangan Pasangan Joko Widodo-Juruf Kalla dalam Pilpres 2014. Jurnal-jurnal Ilmu Sosial. Vol. 28. No. 1.
Suaedy, Ahmad. (2014). The Role of Volunteers and Political Participation in the 2012 Jakarta Gubernatorial Election. Journal of Current Southe- ast Asian Affairs.1/2014: 111–138
Syarif, U. A. (2002). Politik Identitas Etnis Pergulatan Tanpa Tanda Identitas. Magelang: Indonesiatera
Universitas Sumatera Utara 114
Newman, Bruce I. (2002): The Role of Marketing in Politics. In Journal of Political Marketing. Vol. 1, No. 1.
Nimmo, Dan. (1989). Komunikasi Politik, Khalayak dan Efek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nursal, Adman. (2004). Komunikasi Pemasaran Politik: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
______(1978). Political Communication and Puclic Opinion in America. California: Goodyear Publishing.
O’Cass, Aron. (1996). Komunikasi Pemasaran Politik and the Marketing Concept. European Journal of Marketing. Department of Marketing and Management, University of New England, Armidale NSW, Australia. Vol. 30 No. 10/11, 1996, pp. 37-53.
Patton, M. Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods (2nd ed). Newbury Park, CA: Sage
Puspitasari, Elektrika M. (2012). Analisis Strategi Komunikasi Politik Melalui Media Baru (Studi Kualitatif Komunikasi Politik Faisal Basri dan Biem Benjamin, Calon Independen Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Melalui Media Sosial). Tesis, Universitas Indonesia.
Reid, D.M., (1988). Marketing the Political Product. European Journal of Marketing. Vol. 22. No.9.
Robert, Ormrod, & Henneberg, C. Stephan. (2008). Understanding Political Market Orientation. Presented at: International Conference on Komunikasi Pemasaran Politik University of Manchester, Manchester, UK 27th-29 th March 2008.
Satori, Djam’an, & Komariah, Aan. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Salim, Kamaruddin. (2015). Politik Identitas di Maluku Utara. Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan. Vol. 11, No.2
Sari, Endang. (2016). Kebangkitan Politik Identitas Islam Pada Arena Pemilihan Gubernur Jakarta. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Vol. 2, No. 2
Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Universitas Sumatera Utara 115
Suprapto, Tommy. (2011). Komunikasi Propaganda: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Services.
Sri Zulfikar Yusuf, Tan. (2009). Keberhasilan Marketing Politik dalam Memenangkan Kursi di DPR-RI (Studi Kasus Partai Gerindra dan Pemilu 2009). Tesis, Universitas Indonesia.
Wring, D. (1999). The Marketing Colonisation of Political Campaigning IN: Newman, B.(ed.) A Handbook of Komunikasi Pemasaran Politik. London: Sage.
Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar persetujuan informan 2. Pedoman wawancara 3. Transkip wawancara 4. Dokumentasi penelitian 5. Biodata Peneliti
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2: Pedoman Wawancara
TIM PEMENANGAN
1) Bagaimana pembentukan tim pemenangan ERAMAS? 2) Siapa saja yang tergabung di dalam tim pemenangan? 3) Kalau melihat background Pak Edy dan Bang Ijeck, bagaimana baapak sebagai ketua tim pemenanagan mensegmentasi pasangan calon ini ke publik? 4) Bagaimana membagi karakteristik Bang Ijeck lebih spesifik ke mana, Pak Edy ke mana? 5) Ada 33 kabupaten dan kota di Sumatera Utara, lantas seperti apa pendekatan yang di lakukan kepada masyarakat? 6) Sepanjang proses sosialisasi, kampanye, apa sih pak masalah-masalah yang mencuat di tengah masyarakat? 7) Bagaimana merumuskan visi dan misi program ERAMAS? 8) Bagaimana keterlibatan UAS dalam beberapa agenda sosialisasi dan kampanye ERAMAS? Apakah untuk meningkatkan popularitas kandidat? 9) Menurut bapak, apa yang menjadi faktor penentu kemenangan ERAMAS? 10) Faktor apa yang menyebabkan mesin partai tidak bekerja maksimal? 11) Soal janji politik dengan kalangan tokoh-tokoh agama, apa yang dijanjikan ERAMAS? 12) Seberapa sering tim pemenangan lakukan survei internal? 13) Apakah ada anggaran periodik untuk relawan yang diinisiasi oleh Ibu dewi Budiati? 14) ERAMAS sempat diisukan menggunakan isu sara ketika kampanye, pendapat anda? 15) Seberapa besar porsi pemberitaan saat kampanye ERAMAS maupun kegiatan- kegiatan lainnya? 16) Pak Edy sempat viral dengan berita menderita struk dan lain-lain, bagaimana sikap tim pemenangan? Apa yang dilakukan? 17) Sebagai relawan, bagaimana tante membranding image ERAMAS ke komunitas-komunitas? 18) Bagaimana cara tante memperoleh anggaran untuk woro-woro ke berbagai lapisan masyarakat?
Universitas Sumatera Utara TRIANGULASI
1) Seberapa penting political marketing diterapkan dalam pemilihan kepala daerah? 2) Dalam konteks Pilkada Sumut kemarin, bagaimana menurut bapak penerapan political marketing di ERAMAS? 3) Menurut bapak faktor apa yang membuat ERAMAS menang? 4) Apakah ada peran politik identitas dalam kemenangan ERAMAS? 5) Bagaimana ideologi ERAMAS menurut pandangan bapak? 6) Menurut bapak, bagaimana pola segmentasi dan positioning yang diterapkan tim pemanangan? 7) Menurut bapak, bagaimana peran relawan bersatu ketika itu? 8) Ada beberapa kali berita hoax yang sempat viral ketika itu, apakah ERAMAS diuntungkan dengan pemberitaan tersebut atau sebaliknya? 9) Pak, emangnya apa yang diinginkan partai-partai ketika itu, sehingga menjadi tidak satu visi di pertengahan jalan? 10) Menurut pakar politik, jika dilihat jumlah dukungan partai, idealnya ERAMAS meraih 70% suara. Namun kenyataannya sekitar 58%, menurut baapak mengapa itu tidak terpenuhi? 11) Apakah konteks visi-misi ERAMAS cukup menjawab permasalahan sosial di Sumut? 12) Mengapa harus menghadirkan UAS? Mengapa tidak ustadz yang lain? 13) Bagaimana amatan bapak mengenai gaya komunikasi ERAMAS? 14) Bagaimana bapak melihat political marketing ERAMAS dari perspektif ilmu komunikasi? 15) Menurut bapak apa pesan komunikasi yang sangat menonjol pada pasangan ERAMAS
Universitas Sumatera Utara Lampiran 3: Transkip Wawancara
HERI UTOMO KETUA TIM PEMENANGAN ERAMAS
Dari awal sekali bagaimana tim pemenangan ketika itu terbentuk? Ya.. tim pemenangan terbentuk sebenernya saya di tengah jalan. kan gitu.. Jadi posisi saya itu menggantikan Pak Afifuddin setelah dua bulan beliau bertugas sebagai ketua tim pemenangan ERAMAS. Jadi berhubungan masalah internal beliau sebagai pengurus Nahdatul Ulama yang tidak boleh memegang jabatan itu maka beliau mengundurkan diri sebagai ketua tim pemenangan dan ditunjuklah saya sebagai ketua tim pemanangan oleh Pak Edy Rahmayadi.
Kemudian, pak yang tergabung dalam tim pemenangan itu boleh dijabarkan siapa aja? Tim pemenangan ini ya mulai dari apa.. dari sembilan partai politik, relawan 178 relawan, ya yang tergabung dalam tim pemanangan. Kemudian untuk partai politik itu berasal dari tingkat pusat, tingkat provinsi dan kabupaten yang mewakili masing-masing partai politik.
Nah, kalau melihat dari background Pak Edy dan bg Ijeck, bagaimana bapak sebagai ketua tim pemanangan mensegmentasi kedua pasangan calon ini ke publik? Ya, jadi memang latar belakang mereka bukan orang politik, ya. Jadi kedua-duanya kita pendukung 9 partai politik tentu ada orang-orang yang ahli di bidangnya. Jadi kita saling diskusi, kemudian menyikapinya bagaimana sebaiknya untuk pertarungan pilkada ini, jadi yang penting kita saling mengisi. Saya juga dibantu oleh ketua tim relawan yaitu Pak Brigjen Awan ya latar belakangannya sama dengan Pak Edy, beliau lama dan hampir 30 tahun di TNI, jadi beliaulah bisa menjembatani gimana tipikal pak Edy supaya bisa masuk ke masyarakat Sumatera Utara. Tapi alhamdulillah karena Pak Edy memang asalnya juga orang Medan jadi SMP-nya di Medan, SMA di Medan, kemudian jadi Danyon, jadi Pangdam jadi bukan asing lagi untuk situasi Sumatera Utara. Bang Ijeck juga pengusaha yang berasal dari Medan, kemudian orangtuanya juga berasal lama membangun Sumatera Utara ini. Jadi saya pikir itu ngak asing lagi untuk menjual Pak Edy sama Pak Ijeck ke masyarakat Sumatera Utara.
Membagi karakteristiknya Bang Ijeck lebih spesifik ke mana, Pak Edy ke mana itu bagaimana? Jadi Bang Ijeck spesifiknya umumnya ke tokoh-tokoh agama yang muslim, kemudian kaum ibu-ibu. Kamudian Pak Edy tentu di luar yang itu, itu menjadi prioritas Pak Edy lah. Jadi bagi-bagi tugas, demikian.
Nah, kemudian pendekatan ini kan kita ada 33 kabupaten kota di Sumatera Utara, lantas pendekatannya seperti apa ke masyarakat?
Universitas Sumatera Utara Jadi 33 ini kan berbagai macam suku, agama, jadi seperti yang saya sampaikan tadi. Jadi mereka berbagi untuk basis-basis, sama-sama kita ketahui untuk sasaran yang terbesar adalah 17 kabupaten yang ada di Sumatera Utara yang berbasis islam, ya kan. Itu yang jadi prioritas kunjungan Pak Edy sama Pak Ijeck untuk meyakinkan konstituennya untuk memilih beliau. Kemudian untuk daerah-daerah yang bukan basis kita, ya tentunya yang Pantai Barat, ya daerah yang non-muslim itu hanya sekedarnya ajalah datang ke sana termasuk Nias. Ternyata terbukti aaaa... prediksi kita itu benar. Jadi dukungan kita terbesar itu di 17 kabupaten yang ada di Pantai Timur sampai Tabagsel.
17 Kabupaten ini berbasis islam, kalau kita merujuk pada pilkada sebelumnya pak 2013 juga hasilnya beda tipis dan basis-basis kemenangan Gatot juga ketika itu identik hampir sama. Nah, kenapa basis ini kemudian menjadi rujukan bagi tim pemenangan ERAMAS? Jadi setelah gugurnya Pak JR. Saragih, tentu udah jelas pertarungan ini. Satu berbasis muslim, satu berbasis non-muslim, jadi berdasarkan itu aja kita. Kecuali kalau tiga kemaren, tapi kalau dua udah jelas satu muslim satu non-muslim. Jadi berdasarkan pengalaman kita ambil yang di Jakarta kemudian kita transfer aja yang ada di sana berdasarkan koordinasi dengan para pimpinan partai politik yang ada di Jakarta terutama yang PKS, PAN, Gerinda yang pendukung-pendukung itu akhirnya kita fokus "udah, harus kita maksimalkan di yang berbasis islam" karena itulah massa suara kita yang sebenarnya.
Artinya ini imbas dari pusat ya pak? Yah! imbas dari pertarungan di DKI Jakarta.
Nah, sepanjang proses sosialisasi, kampanye, apa sih pak masalah-masalah ketika itu yang mencuat di masyarakat? Ya.. jadi memang kalau kita lihat di Sumatera Utara ini ada kondisi ekonomi masyarakat Sumatera Utara yang jauh terbelakang. Padahal Sumatera Utara ini sumberdaya alamnya luar biasa, tapi kenapa masyarakatnya begitu jauh dari hidup yang layak. Jadi ini lah jadi visi misi Pak Edy tentu mereka kampanye ke sana liat sendiri kemudian prioritas tentu yang 5 ini jadi misi mereka. Satu infrastruktur, kemudian mengenai pendidikan, kemudian kesehatan, kemudian ketenagakerjaan, kemudian pertanian sama nelayan. Aaa.. inilah yang mereka lihat langsung ke daerah-daerah itu apa sih yang sebenarnya jadi problem di masyarakat yang itulah menjadi program kerja mereka 5 tahun ke depan ini.
Artinya itu menjadi dasar visi misi program ya? Ya, ya..
Nah, seberapa sering analisis internal dilakukan oleh tim pemenangan sepanjang melakukan sosialisasi dan campaign, pak? Ya kita tim-tim ini ya dua minggu sekali diskusi, ya kan. Di mana mencari titik temu persoalannya, baik itu di intern. Karena itu saya bertanggungjawab untuk partai politik sebenernya yang sembilan itu. Kemudian pak Awan itu untuk relawan yang 178 relawan ini. Dua minggu sekali mereka bertemu nanti sebulan sekali kita bertemu lah diantara pimpinan dari tim pemenangan ini berdiskusi mencari jalan
Universitas Sumatera Utara yang terbaik gimana supaya dalam rangka untuk memenangkan pertarungan ini. Karena sebenarnya pertarungan ini sungguhlah luar biasa ini. Jadi ibaratnya pemilihan di DKI itu kita pindahkan ke mari ya ke Sumatera Utara. Sedangkan saya juga belum ada pengalaman berpolitik, basis saya juga perkebunan, kan gitu. Ya, jadi kita banyak belajar bertanya ya namanya kita belajar kalau ada kemauan sih ada jalan. Ya, mudah-mudahan yang jelas pertaruan umat lah kemaren untuk memenangkan ERAMAS dalam hasil perhitungan terakhirnya.
Artinya apakah di situ ada peran militansi dari masyarakat atau relawan ini pak sehingga ERAMAS bisa menang? Jelas. Tentu relawan berjuang kadang-kadang ngak ingat waktu, ngak ingat apa untuk memenangkan pertarungan ini sebenarnya karena segala sisi kita berjuang itu dengan rakyat aja. Di sisi lain dukungan ke kita itu sangat minim. Yah, kita tahu lah bahwa lawan politik kita itu langsung didukung oleh bagian dari pemerintahan ini."
Kalau dilihat dari hasil pilkada kemarin kan jika dilihat awal, apa namanya yah? eee.. ERAMAS ini kan memulai dari start sekali ya pak, dari awal sekali kemudian masuk Djarot. Kemudian hasil pilkada yang hanya beda tipis, apa yang dikaji setelah itu pak oleh tim pemenangan? Ya.. jadi memang sebenarnya yang kita siapkan itu pertarungan bukan melawan Pak Djarot sebenarnya kan gitu, ha? Tiba-tiba di last minute Pak Djarot yang menjadi lawan kita yang sengaja dititipkan oleh pemerintah untuk memenangkan pertarungan Sumatera Utara ini. Jadi ya, memang dalam kesempatan Pak Edy ke daerah ataupun Pak Ijeck juga beliau meyakinkan bahwa yang bisa membenahi Sumatera Utara ini hanya rakyat Sumatera Utara, yang tahu Sumatera Utara ini ya hanya orang Sumatera Utara. Ngak mungkin orang di luar Sumatera Utara yang memahami gimana kondisi sebenernya Sumatera Utara. Itu aja sebenarnya yang Pak Edy atau Pak Ijeck yakinkan. Jadi kalau ada orang Sumatera Utara kenapa musti ngambil orang dari luar Sumatera Utara. Nah, itu yang menjadi selalu didengung-dengungkan di samping politik identitas tadi.
Nah, kita kembali lagi ke background pak. Pak Edy tidak punya latar politik sama sekali, adakah kemasan khusus yang disiapkan, kemasan dalam tanda kutip apakah yang sifatnya training kilat untuk kedua pasangan calon ini untuk bagaimana menyampaikan visi misi, bagaimana berdialog dengan masyarakat, ada ngak sih pak? Ngak ada. Saya pikir kalau Pak Edy dia udah pejabat publik, jadi saya pikir kalau untuk menghadapi masyarakat itu udah biasa, tinggal polanya saja yang selama ini ke militer tentu bahasanya saja diperhalus karena berhadapan dengan masyarakat, dan training-training ini begitu elit-elit politik dari Jakarta terutama dari PKS, PAN, dari Gerindra datang ya mereka mengadakan pertemuan secara singkat gimana sih sebenernya pertarungan politik ini supaya bisa memenangkan pilkada. Jadi training-training itu sifatnya begitu datang elit-elit partai dari Jakarta, mereka diskusi dua-tiga jam untuk memberi bimbingan dan pengarahan ke Pak Edy, kdang- kadang Pak Edy juga yang dipanggil ke Jakarta untuk menemui elit-elit politik di partai pendukung atau pengusung kita.
Universitas Sumatera Utara
Soal basis 17 kabupaten/ kota sasaran itu pak, apakah ini juga menjadi dasar sehingga ERAMAS kemudian menjargonkan, memunculkan sosok Ustad Abdul Somad untuk membantu publikasi ERAMAS? Ya begitu ini jelas pertarungan dua jargon ini ya tentu untuk memudahkan kita perlu tokoh agama untuk menyatukan umat ini terutama di Sumatera Utara. Maka itu kita gunakan Ustad Abdul Somad ini untuk memberikan ceramah dari kabupaten- kabupaten, ya kan, untuk menyatukan visi dan misi bahwa inilah sosok pimimpin yang harus kita pilih untuk memajukan Sumatera Utara. Memang kita gunakan Ustad Abdul Somad ini untuk memotivasi, memberi motivasi ke masyarakat terutama basis-basis 17 kabupaten/ kota ini, itu yang secara bergiliran dua minggu sekali Ustad Abdul Somad turun ke menjumpai konstituennya. Dan itu kita nampak begitu Ustad Abdul Somad itu kunjungan masyarakat itu macem ngak terbendung, dari mana-mana datang macem ada magnitnya. Aaa.. Jadi kesempatan inilah kita gunakan sebenarnya ngak perlu banyak tapi satu udah sejalan dengan visi misi kita. Memang sebelum ini karena Pak Ijeck itu ada yayasan Haji Anif yang bergerak di bidang keagamaan memang selama ini sudah menggunakan Pak Ustad Abdul Somad ini untuk masuk ke daerah-daerah yang diundang oleh Yayasan Haji Anif.
Jauh sebelum Pilkada? Ya... jauh sebelum pilkada jadi memang sudah ada hubungan emosional antara Pak Ustad Abdul Somad sama Yayasan Haji Anif, dalam ini tentu Pak Haji Anif. Nah, jadi begitu Pak Ijeck ikut mendampingi Pak Edy langsung bisa connect lah, jadi artinya kalau kita, Pak Ijeck membutuhkan mereka Ustad Abdul Somad ngak keberatan.
Kapanpun, dimanapun? Ya.. ya..yang penting jadwalnya jum'at, sabtu, minggu biasanya itu, jum'at, sabtu, minggu weekend karena di situ orang perkebungan libur, segala macem, pegawai negeri libur jadi peluang itu yang kita maksimalkan.
Berarti karena ada rembesan politik identitas dari pusat ya pak sehingga menjadi dasar ERAMAS menggunakan figur UAS? Ya, Ya. Walaupun itu bukan mendadak kan.. wong sebelumnya udah ada hubungan emosional antara UAS sama Yayasan Haji Anif.
Tapi udah berapa lama sih pak hubungan emosional itu? Ya.. udah hampir dua tahun sebenernya, walaupun kedatangannya mungkin tiga bulan sekali datang ke sini asal yang datangkan dari yayasan lah pada acara-acara hari besar islam.
Nah, Ada ngak sih pak kriteria khusus bagi tim pemenangan untuk mengumpulkan sumberdaya SDM untuk mencapai target-target yang ingin dicapai tim pemenangan ERAMAS? Ya kita kemaren berharap untuk basis-basis yang muslim, ya kan, kalau bisa di atas 70%, haa... di atas 70% lah target-target itu. Jadi siapapun yang turun ke lapangan kita punya target pemetaannya, sasarannya, jadi kita targetkan 70% lah untuk
Universitas Sumatera Utara daerah-daerah non-muslim itu maksimal 30%. Kenyataannya paling tinggi kita 20% yang basis-basis non-muslim. Tapi yang muslim ada yang sampe 90%, 80% terutama di Madina sama Tabagsel.
Waktu itu Pak Edy, saya ingat sekali di awal-awal 2018 beliau mulai aktif campaign dan sosialisasi Pak Edy itu sempat dikatakan sebagai orang yang arogan, terus orang yang sombong. Bagaimana tim pemenangan menyikapi image-image itu di luar, pak? Sebenernya bukan, kita butuh orang yang tegas untuk memimpin Sumatera Utara dan sosok itu ada sama Pak Edy. Dimana kita mengharapkan bahwa tokoh organisasi pemuda yang ada di Sumatera Utara ini bisa bersatu, bukan bersaing seperti yang selama ini terjadi antara berbagai organisasi pemuda, seperti IPK atau PP, itu saya pikir sosok yang tegas yang dibutuhkan untuk bisa menyatukan mereka ini. Pemuda itu sebenernya mempunyai potensi kekuatan besar untuk ikut membangun Sumatera Utara, kan gitu.. Jadi sebenernya bukan kejam, tapi dia sosok yang tegas. Jadi itu yang kita butuhkan untuk membangun Sumatera Utara pada saat ini. Ya.. setelah 10 tahun kita lihat keterpurukanlah ya.
Menurut bapak kira-kira apa yang menjadi faktor penentu kemenangan ERAMAS kemarin? Apakah murni kerja maksimal tim pemenangan atau dukungan militansi-militansi masyarakat? Ya.. sebenarnya dukungan umat islam ini yang besar, kalau tim relawan itu di lapangan masih banyak kendala-kendala ya kan. Sebenarnya partai politik itu juga belum maksimal mendukung. Ya.. terus terang aja munkin ada keterbatasan dana finansial, jadi mereka juga ada kepentingan sendiri, artinya mereka di lapangan itu belum maksimal. Yang jelas kemenangan ini adalah kemenangan umat yang menginginkan keadaan Sumatera Utara ini membaik. Mereka berharap banyak ini dengan kepemimpinan Pak Edy ke depannya, selama ini yang mereka idam- idamkan sosok seperti Pak Edy lah yang mau terjun ke bawah melihat situasi. Jadi ya mudah-mudahan apa yang diamanahkan masyarakat Sumatera Utara ke depan ini bisa beliau laksanakan dengan baik dibantu Pak Ijeck.
Artinya parpol pendukung ketika itu juga tidak maksimal? Tidak maksimal...
Kira-kira menurut bapak faktornya kenapa, pak? Banyak faktor ya.. Jadi mungkin karena kadang-kadang beda pendapat antara apa yang diinginkan Pak Edy dengan apa yang diinginkan partai politik itu kadang- kadang belum matching, karena dengan latar belakang yang berbeda, dengan waktu yang sesingkat itu belum ada kesepahaman untuk men.... apa istilahnya di lapangan itulah selalu ada perbedaan. Nah, itulah tugas saya gimana perbedaan-perbedaan ini antara partai politik dengan para calon ini bisa seminimal mungkin kita redam lah.
Tapi terlihat sekali pak ketika beberapa kali camping akbar ERAMAS, kemudian beberapa kali kunjungan besar, tidak terlihat sosok.. katakanlah ketua DPD aja Golkar, Nasdem. Apakah ini bagian dari politik di pusat yang sudah mulai cari-cari dukungan untuk 2019 atau seperti apa?
Universitas Sumatera Utara Ya.. itu bagian dari poltiik begitulah ya kan... di awal bisa A, di tengah jalan bisa B, di akhir bisa C, kan gitu. Tapi gimana kita bisa menyikapi itu semua dengan satu tujuan, kan gitu. Jadi partai pendukung sama pengusung ini harus betul-betul kita berdayakanlah, bagaimanapun kalau bisa 100 %, 50%, karena sebenarnya struktur partai dari pusat, daerah sampai kabupaten itu sebenarnya udah ada. Kalau betul- betul kita maksimalkan, kita mungkin bisa 80% dengan 9 partai itu. Tapi kenyataannya.. itu lah kita cuma dapat 57%, ya.. itu lah dinamika. Tapi kalau yang jadi gubernurnya ketua partai politik saya pikir lebih gampang komunikasinya.
Pasti ada janji politik donk pak ketika menggaet tokoh agama atau mungkin sosok UAS sekalipun. Janji politik apa yang paling mereka tuntut dari Pak Edy itu di luar dari visi-misi? Jadi... Islam di Sumatera Utara ini harus bangkit, haa.. ya.. Jadi itu yang harus misalnya Masjid-masjid itu harus bersertifikat semua... Ya.. kemudian buktinya sekarang ASN ini bisa melaksanakan sholat Zuhur berjamaah yang selama ini di luar, artinya ya islam di ini harus betul-betul bangkitlah. Jangan cuma ulama aja, tapi pimpinan daerahnya kurang peduli terhadp hal-hal begitu.
Selain yang beragama Islam, pak? Tentu Pak Edy udah ada.. sering-sering komunikasi dengan yang non-muslim, tokoh-tokoh agamanya. Dari lintas agama sering juga. Ya artinya kerukunan antar umat beragama di Sumatera Utara ini juga tetap terjaga. Nantinya saling bisa melaksanakanlah, ya kan, kegiatan agamanya masing-masing tanpa ada tekanan. Semua agama dapat perlindunganlah di bawah Pak Edy ini. Walaupun dengan islami tentu dia lebih perhatian lagi, harus betul-betul bangkit.
Kalau secara persentase, pak, bentuk kampanye ERAMAS mulai dari yang terbuka dengan yang menghadirkan sosok UAS atau tabligh akbar atau yang lain-lain, kira-kira persentasenya berapa sih pak? Tabligh akbar, kampanye terbuka kita cuma 2 kali, sekali di Kisaran itu aja, sama yang tertutup itu di sini Santika. Lainnya kekuatan UAS itu aja. Mendatangkan massa itu cuma kekuatan UAS.
Universitas Sumatera Utara SUGIAT SANTOSO WAKIL KETUA TIM PEMENANGAN ERAMAS
Bagaimana anda bisa dipilih menjadi tim pemenangan? Wakil ketua pemenangan? “Yang pertama bahwa persoalan kedekatan saja. Saya kan sudah bersahabat lama dengan Bang Ijeck, kan.. Jauh sebelum bg Ijeck bergabung dengan pak Edy, kita sudah berkomunikasi secara personal lah, urusan-urusan kepemudaaan, urusan- urusan organisasi. Ketika Pak Edy, Pak Edy niat maju kan udah lama, ketika dia jadi Pangdam pun sebenarnya sudah banyak tokoh-tokoh masyarakat meminta beliau maju. Pak Edy sejak awal sudah memutuskan bahwa kalaupun dia maju sebagai gubernur, wakilnya itu musti bang Ijeck. Bahkan di beberapa tempat dia ngomong kalau wakilnya bukan bang Ijeck dia tidak maju. Tapi sebelum itu kami jalan sendiri-sendiri dulu lah. Saya bersama bang Ijeck. Ketika sudah resmi sebagai pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur, diamanahkan bang Ijeck dalam tim sebagai wakil ketua tim kampanye”.
Nah, ketika itu tahapan-tahapan yang dilakukan sebelum deklarasi sampai akhirnya masa kampanye itu seperti apa? “Ya.. Ketika kita masih jalan masing-masing pertama ya tugas kita menaikkan popularitas, aksetabilitas dan elektabilitas bang Ijeck yang di awal-awal sangat rendah karena beliau kan tidak pernah terjun ke dunia politik. Background dan keseharian beliau kan aktif di usaha, di bisnis sekaligus di dunia olahraga. Salah satu tugas kita pertama itu menaikkan elektabilitas bang Ijeck keliling ke banyak tempat lah, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bisa mensosialisasikan bg Ijeck lah, itu yang pertama. Yang kedua setelah terbentuk tim kampanye dan pak Edy serta bang Ijeck resmi mendaftar di KPU ya kita lakukan gerakan-gerakan yang lebih sistematis karena ada faktor gabungan partai, apalagi gabungan partai kita yang sangat banyak; Gerindra, PKS, PAN, Nasdem, Golkar, apalagi kemaren? 9 plus PBB ya. 10 plus PBB. Jadi tugas pertama kita mensolidkan mesin partai yang 10 itu dari partai pengusung maupun partai pendukung untuk bagaimana bekerja keras memenangkan pak Edy sama bang Ijeck, itu yang pertama. Yang Kedua, kita juga mensolidkan dukungan-dukungan dari non partai, seperti organisasi masyarakat, organisasi agama, organisasi profesi dileburkan dalam relawan bagaimana bersinergi dengan mesin partai untuk memenangkan pak Edy sama bang Ijeck”.
Baik pak Edy maupun bang Ijeck memiliki latar belakang yang berbeda, bagaimana memisahkan antara kedua sosok ini dalam klasifikasi masyarakat sebagai target pendukung? “Ya.. Kalau pak Edy kan dengan latar belakang seorang jenderal aktif waktu itu seorang Pangkostrad TNI yang mundur lebih mudah lah dijual di tengah-tengah masyarakat apalagi di basis-basis pedesaan. Orang tua di basis-basis pedesaan itu melihat sosok Edy Rahmayadi itu sosok yang punya nilai lebih lah pada saat itu. Nah, bang Ijeck itu lebih menjual di generasi muda milenial di basis-basis perkotaan. Jadi kita membuat pemisahan basis lah... Pak Edy main di kelompok tua
Universitas Sumatera Utara dan kelompok-kelompok pedesaan, sementara bang Ijeck main di kelompok muda di kelompok perkotaan”.
Nah, kenapa akhirnya memutuskan bahwa Pak Edy di basis orangtua dan pedesaan, kemudian bang Ijeck...? “Kita lakukan beberapa kali survei salah satunya adalah terkait prilaku pemilih masyarakat. Memang kalau di basis-basis pedesaan melihat sosok militer itu memang lebih digandrungi. Di pantai Timur di pedesaan itu melihat sosok militer itu identik dengan kepemimpinan, sementara di kelompok perkotaan itu sosok seperti bang Ijeck yang usahawan, yang humble, yang.. kesan olahraganya kuat itu jauh lebih bisa nyambung. Itu karena berdasarkan data survei saja. Setiap langkah- langkah yang kita ambil kemaren ketika pemenangan kita selalu ukur melalui survei, baik survei prilaku, bagaimana merancang strategi pemenangan”.
Itu survei internal yang dilakukan? “Ya, internal, secara rutin itu dan bukan hanya satu lembaga. Ada lembaga survei baik lembaga survei nasional maupun lokal sebagai pembanding”.
Nah, survei itu dilakukan berapa kali? “Sebetulnya setiap lembaga survei yang kita hire itu setiap satu bulan sekali, tapi waktunya tidak bersamaan. Misalnya lembaga survei nasional bulan ini, lembaga survei lokalnya bulan depan. Jadi secara continue kita dapatkan data bagaimana kemajuan apa yang kita perjuangkan”.
Selain bang Ijeck dibawa kepada generasi milenial, dan beberapa aktifitas didominasi kelompok pengajian, seperti tabligh akbar. Apa landasan bagi tim pemenangan akhirnya membawa sosok ini kepada aktifitas-aktifitas tersebut? “Survei lagi mengatakan bahwa sejak awal kita dikasih data bahwa pendukung kita di Pantai Timur yang mayoritas Islam. Maka pendekatan-pendekatan keagamaan itu sangat efektif untuk menaikkan elektabilitas mereka. Oleh karena itu kegiatan- kegiatan seperti pengajian, tabligh akbar, zikir dan sebagainya itu diintensifkan untuk menaikkan elektabilitas mereka”.
Termasuk menghadirkan sosok Ustad Abdul Somad? “Ya, Ustad Abdul Somad sama ustad-ustad nasional lainnya lah”.
Sosok UAS itu cukup mendominasi di beberapa kegiatan-kegiatan ERAMAS? “Sebetulnya secara resmi ERAMAS tidak menggunakan UAS secara resmi administrasi ya. Tapi kita mencovernya dengan organisasi-organisasi keagamaan dan menggunakan Ustad Abdul Somad dan hadir di situ pak Edy dan bang Ijeck. secara resmi tidak akan didapat satu surat undangan pun ke Ustad Abdul Somad untuk ceramah di kegiatan ERAMAS. Tapi di kegiatan pengajian akbar yang dihadiri pak Edy sama bang Ijeck itu ada. Misalnya diundang oleh badan kenaziran masjid, diundang oleh organisasi islam, hadir UAS hadir pak Edy sama bang Ijeck”.
Universitas Sumatera Utara Secara personal memang ada ikatan ngak sih antara UAS dengan pak Edy dan bang Ijeck? “Kalau secara personal UAS itu bersahabat karib dengan bang Ijeck. Bahkan itu bisa dirunut dari kakeknya. Kakek UAS itu Tuang Guru Silau Laut yang di Asahan itu ternyata bersahabat karib dengan kakek bang Ijeck. Jadi ikatan itu sudah sangat lama ada dan sampai sekarang”.
Artinya sosok UAS ini bisa mendatangkan massa? “Ya.. harus kita akui misalnya kita pernah buat kegiatan kampanye dengan menghadirkan massa dengan acara-acara kampanye yang seperti biasa. Deklarasi dan lain sebagainya sampai menghadirkan massa itu dengan pembiayaan yang hadir itu paling 5000-10000. Tapi ketika Ustad Abdul Somad diundang di suatu pengajian tanpa harus ada pengerahan massa, tanpa harus keluar biaya itu bisa hadir 10000 sampai 20000”.
Secara budgeting cukup meminimalisir pengeluaran? “Ya. Tinggal kita di enam bulan terakhir lebih fokus di kegiatan-kegiatan pengajian dan menghadirkan ustad-ustad seperti UAS, Tengku Zulkarnaen dan sebagainya”.
Dan soal relawan yang dihandle Bu Dewi, secara periodik ada anggaran khusus untuk mereka bergerak? “Ha... kalau sepanjang yang saya ketahui sebagai wakil ketua tim kampanye kalau dana khusus mungkin tidak ada. Kebanyakan relawan itu kan partisipatif, mandiri. Tapi mungkin di beberapa kegiatan secara personal pak Edy dan bang Ijeck mungkin bantu. Tapi secara organisasi tim kampanye tidak ada secara khusus relawan ini harus dikasih ini, relawan ini harus dikasih ini... Tidak ada”.
Perumusan visi-misi bagaimana? “Terkait visi-misi itu sejak awal ketika pak Edy niat menjadi calon gubernur, dia udah kumpulkan tokoh-tokoh, pakar-pakar dari beragam kampus. Dari USU, Unimed, Uin. Bagaimana memetakan problem dasar pembangunan di Sumatera Utara dan mencari solusi dari problem tersebut, serta apa yang harus dilakukan oleh seorang gubernur dan wakil gubernur untuk menuntaskan program dasar tadi. Dari beberapa kali ketemu dengan tokoh-tokoh, pakar-pakar dari kampus tadi terumuskanlah tagline Sumut Bermartabat”.
Kalau melihat tim pemenangan yang terbentuk rata-rata bukan orang dengan latar belakang politik, kendala-kendala apa saja yang dihadapi? Seperti benturan-benturan mengingat mereka adalah orang baru terjun di politik? “Saya pikir begini, kemaren itu kan yang kita rasakan mungkin adalah komunikasi- komunikasi yang belum nyambung misalnya antar satu kepentingan. Tapi alhamdulillah kemaren itu semangat besarnya itu ya Sumut Bermartabat tadi. Bahwa pak Edy ini Letnan Jenderal Pangkostrad mau mundur kembali ke Sumut, bang Ijeck ini yang sebelumnya ngak mau berpolitik tiba-tiba mau berpolitik itu menjadi semangat bersama. Lawannya anti tesisnya kan, orang luar yang tidak punya latar belakangan yang cukup dalam berinteraksi dengan masyarakat Sumut. Jadi karena semangat itulah menyingkirkan ego-ego sektoral tadi, ego-ego partai, ego-ego organisasi, ego-ego kelompok, semuanya bahu membahu untuk bagaimana
Universitas Sumatera Utara memenangkan pak Edy sama bang Ijeck. Ya kalau riak-riak kecil ya biasa lah... tak pulak mulus semulus-mulusnya".
Ketika kampanye media juga melihat bahwa pimpinan-pimpinan partai pendukung kurang terlibat... “Ooo... ngak juga. Malah mesin utama yang digerakkan itu mesin partai. Saya sebagai wakil ketua tim bertanggungjawab betul bagaimana pada saat kampanye kemaren mesin partai itu dari mulai tingkat provinsi, bukan hanya provinsi melibatkan DPP malah, dari tingkat pengurus pusat, provinsi, kabupaten/ kota sampai ke kecamatan itu dilibatkan dengan pertemuan-pertemuan formal. Saya terlibat langsung pertemuan mengundang seluruh pimpinan partai tingkat kabupaten se-Sumatera Utara. Bayangkan ada 10 partai pengusung dan pendukung kali 33 hadir di Medan dikumpulkan, dibriefing, diarahkan bagaimana tahapan- tahapan pemenangan, itu satu. yang kedua, setelah itu ditingkat kabupaten juga dibuat kegiatan yang sama mengundang pimpinan partai tingkat kecamatan. Satu kecamatan itu ada 10 pimpinan partai diundang di tingkat kecamatan. Dibriefing dengan tema dan agenda yang sama bagaimana memenangkan di tingkat kecamatan, sampai basis tps”.
Itu Gerindra saja atau seluruh partai? “Seluruh partai”.
Kalau melihat persentase kemenangan antara ERAMAS dengan Djoss kemarin dengan durasi start ERAMAS dibanding Djoss, perbandingannya hanya sedikit saja. Menurut abang? “Persentasenya itu lebih dari 17%, dik. Itu bukan sedikit dan psikologi sedikit itu kalau dalam ilmu politik hasil pilkada di bawah 5%. Kalau berdasarkan undang- undang sengketa pilkada atau pemilih itu harus di bawah 1% kalau sedikit, ini 16%. Itu kemanangan telak”.
ERAMAS sempat diisukan menggunakan isu sara ketika kampanye, pendapat anda? “Sebetulnya gini, secara formal tim kampanye tidak pernah menggunakan isu itu. Bahwa tidak ada instruksi atau perintah kampanye tingkat provinsi kepada mesin partai maupun relawan di bawahnya untuk menggunakan isu sara atau politik identitas dan berkali-kali pak Edy di pertemuan fomal yang dihadiri banyak orang mengatakan bahwa dia sebagai mantan tentara aktif sangat pantang bagi dia misalnya urusan-urusan politik itu dominasinya adalah pendekatan-pendekatan suku, agama dan golongan. Tapi lagi-lagi bahwa pilkada Sumut ini tidak terlepas dari dampak pilkada DKI sebelumnya bahwa masyarakat memang sudah terbelah. belum lagi sesungguhnya yang memprovokasi persoalan politik identitas itu di awal bukan kami. Yang provokasi itu Megawati. Saya berkali-kali mengatakan setiap kali pertemuan atau diskusi-diskusi, dialog interaktif seperti di televisi, di radio, saya katakan provokasi awal soal politik identitas itu Megawati. Statement Megawati yang mengatakan di awal Djoss ini didukung oleh PDI-P waktu itu karena Djarot itu Jawa dan Sihar itu Batak itu provokasi Sara, dan itu memnprovokasi umat Islam, kan”.
Universitas Sumatera Utara Seberapa besar porsi media pada saat kampanye? “Saya pikir tetap di manapun bahwa media itu salah satu pilar demokrasi bahwa senjata paling tajam untuk menaikkan dan menurunkan elektabilitas seorang kandidat itu tetap media. Nah, kita memang sejak awal menjalin komunikasi yang baik dengan beberapa media nasional maupun media lokal. Kalau media lokal itu blak-blakan lah misalnya kita menjalin komunikasi yang baik dengan waspada dan saya pikir setiap kegiatan pak Edy dan bang Ijeck kan selalu diikuti media, baik media elektronik maupun media massa dan sangat besar dukungan media. Tambah media sosial”.
Jenis media sosialnya? “Media sosial kan facebook, instagram, grup-grup WA, pertarungan dan perdebatan di grup-grup WA itu kan lebih hiruk pikuk”.
Kalau menurut abang apa saja yang menjadi faktor kemenangan ERAMAS ketika itu? “Pertama sosoknya, sosoknya itu Edy Rahmayadi latar belakang letnan jenderal aktif, Pangkostrad yang pada saat itu semua orang tau dia punya peluang untuk jadi Kasad, tapi dia kembali ke Sumatera Utara itu membuat banyak masyarakat Sumatera Utara respect sama beliau. Begitu juga dengan bang Ijeck yang selama ini dikenal seorang pengusaha muda, dermawan, peduli dengan persoalan sosial, tidak punya ambisi politik apapun tiba-tiba mau dipinang oleh pak Edy dan komunikasinya juga humble ke seluruh masyarakat itu yang membuat respect. Yang kedua, persoalan jaringan, jaringan baik mesin partai maupun relawan. Jaringan mesin partai alhamdulillah bergerak secara maksimal di partai masing- masing, jaringan relawan khususnya yang berbasis, kita blak-blakan karena ini keilmuan, berbasis agama, masjid, ulama bergerak secara masif untuk memenangkan beliau. Yang ketiga media, media juga, media massa, media sosial juga punya peran yang sangat signifikan untuk katakanlah mendukung pemenangan pak Edy dan bang Ijeck pada saat itu. Kalau modal logistik itu kecil malah. banyak kawan-kawan bergerak malah mandiri, mandiri sekali”.
Universitas Sumatera Utara DR. ABDUL HAKIM SIAGIAN KETUA BIDANG ADVOKASI DAN HUKUM ERAMAS
Mengapa bapak akhirnya bisa direkrut menjadi tim pemenangan? "Jadi begini, itu tadi kan ceritanya tertarik. Saya meyakini bahwa kekuasaan itu begitu penting dalam berbagai hal. Salah satunya dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat. Jadi dengan dasar itu saya memang menjatuhkan pilihan untuk memenangkan ERAMAS dan untuk memenangkan ERAMAS ini saya berharap juga ada sistem baru, ada mekanisme baru dalam politik praktis yang selama ini kan oleh masyarakat sering dinilai itu kan sebagai hal yang jahat, lalu kemudian transaksional, money politic dan bla bla lainnya yang bersifat negatif. Sementara saya, saya kan mengajar di politik dan hukum di program S2 USU, secara teoritis saya pelajari berbagai hal yang menyangkut asas, teori, doktrin, perbandingan di berbagai negara lain dan sebagainya, lalu kemudian dalam praktik Indonesia sulit juga kita membantah tuduhan stikma politik itu. Tapi saya berharap kita bisa membangun cara politik yang jujur, cara praktik politik yang cerdas dan kemudian beradab, serta tentu menghormati aturan-aturan yang berlaku dan dasar inilah saya tertarik, dan dari sekian, sebutlah karena cuma dua calon gubernur kemarin, kita menjatuhkan, memilih dan memperjuangkan untuk kiranya menang Pak Edy Rahmayadi beserta Bang Ijeck.
Secara personal atau sosok, bapak melihat Edy dan Ijeck ini bagaimana pak? "Begini, secara personal, saya fair-fair saja bahwa calon gubernur ini kan punya sosok yang terus terang saja baik, kenapa? karena memang mereka adalah proses yang panjang dari penjaringan yang cukup lama. Walaupun jujur saja saya sebetulnya menggugat. kenapa yang independen ngak ada? Padahal di awal cukup banyak. Kemudian partai-partai politik juga kesannya itu kan tidak mendukung kader, itu hal lain. Jadi dari personal barang kali itu kan subjektif. Jujur saja saya melihat sosok kedua yang dicalonkan ini memang, ya memang punya banyak kelebihan-kelebihan. Tanpa bermaksud menyatakan yang lain juga tidak banyak kelebihan ya.. Barangkali karena kita tahu dan mengikuti dengan dasar itulah kepercayaan kita berikan dan bahkan untuk melakukan berbagai langkah agar mereka dipilih dan termasuk kita yang akan memberikan garansi. Karena kita yang mengkampanyekan. Misalnya pak Edy saya tahu sosok tentara, tegas dan yang begini ini kan dibutuhkan di Sumatera Utara. Kemudian Bang Ijeck lemah lembut, muda, milenial dan lain sebagainya. Jadi mudah-mudahan ini bisa saling mengisi antara gubernur dengan wakil. Kira-kira begitu. Tapi sekali lagi tanpa menyebut calon yang lain itu tidak baik, karena bagi saya mereka calon-calon ini adalah kader-kader yang terbaik yang memenuhi syarat yang memang pantas untuk dipilih."
Bapak sempet ditawari juga di tim pemenangan lain untuk bergabung? "Jadi terus terang saja saya terus membangun komunikasi dengan tim sukses kawan sebelah termasuk partai-partai pengusungnya supaya terus terang saja yang begini ini bisa kita terus membangun berbagai hal supaya, kita ini kan bersaudara, sebangsa dan hal-hal berkaitan agenda politik ini seperti misalnya simpatik atau panatik dengan kesebelasan olahraga atau bola kaki, kan pada saat bertempur kan
Universitas Sumatera Utara kita berseberangan, setelah habis pertandingannya ya sudah selesai kembali pada saat pertandingan tentu sorak-sorai dan lain sebagainya itu kan hal-hal yang wajar saja".
Nah di Pilkada kemarin cukup banyak isu yang diarahkan kepada ERAMAS, termasuk isu tentang politik identitas, SARA, kemudian bagaimana divisi bapak menangani isu maupun hoax yang beredar ketika itu? "Ya kita terus sosialisasi membangun komunikasi, karena ini kan harus musti tanggung jawab kita semua, utamanya partai-partai pendukung dan kita berharap ini kan tantangan sebetulnya. Kenapa? Karena kejahatan itu akan terus melakukan godaan, setan itu kan tidak pernah diam. Justru karena itu melalui akal sehat, melalui lohika, melalui agama, melalui moral kita bangun agar siapapun yang bertarung maka cara yang ditempuhnya adalah cara-cara etis, cara-cara yang benar, cara-cara jujur, dan kalau ada cara-cara yang tidak etis, tidak benar apalagi curang, pelanggaran hukum, maka di sini kita mengambil langkah agar bisa diantisipasi dan dituntaskan. Jadi dua konteks sebetulnya kalau dalam pendekatan hukumnya. Bagaimana sosialisasi dan memaksimalkan pencegahan, kemudian yang kedua tentu mengawasi dengan seksama bila ada indikasi pelanggaran kita responsif untuk menyerahkan itu pada proses hukum agar tidak bertambah rumit persoalannya. Kita membangun komunikasi dengan semua media baik cetak, media suara, media elektronik, termasuk media sosial yang lagi populer dan terkenal agar sosialisasi dan kemudian pendekatan mengenai hal-hal yang demikian itu bisa efektif bisa menjadi alternatif pembelajaran, kira-kira begitu".
Ada pendekatan khusus ngak sih pak yang dilakukan terutama di daerah- daerah yang berbasis agama dan suku? "Begini, potret politik indonesia kan masih politik identitas ya, dan kemudian ini nampaknya akan berkembang dalam berbagai hal tertentu ada kalanya variabel itu kan meruncing. Dalam konteks itulah tentu kita saling mengingatkan supaya itu dikelola dengan hal-hal yang positif, mempererat kekeluargaan, lalu kemudian menggembirakan, membangun harmoni, kira-kira begitu, supaya tidak ada konflik apalagi yang bisa menyulut perang saudara".
Ada berapa banyak ya pak kira-kira pelanggaran, atau kasus hukum yang ketika itu ditemukan oleh tim ERAMAS? "Jadi begini, kalau disebut pelanggaran, kami termasuk yang paling banyak mengadukan pelanggaran ya dek.. banyak mengadukan pelanggaran, mulai dari pelanggaran dugaan money politic ditangkap, pelanggaran sebutlah berbagai hal aturan-aturan teknis pemilu, gitu. Tapi termasuklah menangkap berbagai bukti- bukti yang indikasinya ke arah sana, itu".
Pak, waktu itu Pak Edy sempat diviralkan menderita struk ringan, waktu itu apa yang dilakukan tim pemanangan, pak? "Begini, di tim pemenangan ini kan beragam ya latar belakangnya pendidikan, status sosial dan lain sebagainya. Karena yang mendukung Pak Edy dan Bang Ijeck itu kan lintas ya.. agama, suku, lalu termasuk barangkali daerah asal lain sebagainya, perolehan suara yang begitu jauh dengan rivalnya, hemat saya ini kan
Universitas Sumatera Utara membuktikan bahwa dia didukung sedemikian besar konstituennya, sedemikian besar pemilihnya, kira-kira begitu".
Menurut bapak persentase kemanangan ERAMAS dibanding DJOSS, apakah itu telak atau itu justru jauh dari ekspektasi ketika ERAMAS yang memulai dari awal dibanding DJOSS yang start dipertengahan? "Ya saya sendiri menduga itu cukup telak ya, kenapa? Karena yang kita lawan itu kan kekuasaan, partai politik yang mendukung rivalitas itu kan yang sekarang lagi berkuasa. Siapapun tahu kalau belajar politik, kekuasaan ini kan variabel tertinggi untuk bisa menentukan disamping kekuatan dana dan jaringan. Justru karena itu saya terus terang sajalah melihat bahwa kekalahan itu cukup telak tapi belakangan barukita ketahui karena memang soliditas pendukung yang menolak money politic dan bahkan barangkali itu banyak yang mengawasi masyarakat untuk bisa berjalan pemilihan itu tanpa ada dikotori oleh praktik-praktik kejahatan, kecurangan dan ketidakjujuran, kira-kira begitu dia".
Ketika masa kampanye dan sosialisasi ada sosok Ustad Abdul Somad, apakah tim pemenangan menghadirkan sosok ini untuk menggalang massa atau design seperti apa yang dibuat oleh tim pemenangan sehingga Ustad Abdul Somad ini muncul di beberapa kegiatan? "Sepanjang yang saya tahu bahwa, sebutlah keberadaan Ustad Somad inikan sebetulnya untuk semua ya, tak hanya sekedar untuk ERAMAS saja. Kenapa? karena dia kan berceramah yang sekarang sangat digandrungi oleh masyarakat muda melalui media sosial yang kemudian sebutlah kita dari kalangan milenial ini, itu kan menurut saya menyejukkan ya.. lalu menggembirakan, itu dia. Jadi yang disampaikan sebetulnya seruan agama dalam konteks membumikan pancasila, tanggungjawab kita sebagai anak bangsa dan kemudian melihat demokrasi ini sebagai pilihan-pilihan yang musti harus dihormati dariberbagai alasan. Karena menurut saya yang di sebelah juga melakukan hal yang sama. Perbedaannya sedikit, ada yang terbuka dan kemudian ada yang sama, atau sebagian ada yang dikelola agak tertutup, kan tinggal itu saja kan. Itu kita lihat persis melalui dari perolehan suara di tps dengan identitas, jadi itu dia. Jadi sekarang ini jujur saja saya melihat bahwa politik identitas masih menjadi variabel penting. Justru karena itulah bila barangkali pihak-pihak atau pakar atau mungkin sebutkah penggagas yang tak senang dengan politik identitas semakin meruncing dan dipertajam, maka gunakanlah berbagai cara untuk menolak itu tentu dari pendekatan tesis dulu, dari pendekatan hati dan kemudian tawaran-tawaran, saya yakin bila ini lebih rasional, saya yakin bisa diterima oleh masyarakat, oleh konstituen dan paling utama tentu juga kan berkaitan dengan partai-partai politik, gitu".
Universitas Sumatera Utara DEWI BUDIATI
KETUA TIM RELAWAN BERSATU
Jadi di sini saya ada beberapa pertanyaan, cukup banyak sebenarnya menyangkut tante sebagai relawan di tim pemenangan Eramas. Saya pengen tahu, apa yang mendasari tante ketika itu sangat terlihat sangat mendukung pasangan ini? Yang pertama, kita balik ke sejarah bahwa Sumatera Utara ini pernah sukses kalau di bawah kepemimpinan orang-orang yang berlatar belakang militer. Terakhir kita punya pemimpin, gubernur yang berlatar belakang militer itu almarhum pak Rizal Nurdin, lalu saya lihat Sumut meningkat terus. Prestasinya, keamanannya, ekonominya, banyak hal. Lalu pada saat mulai masuk kepemimpinan sipil, karena almarhum Pak Rizal meninggal, walaupun pada saat ini kepemimpinan pak Rudolf Pardede tidak sempat sampai ke ranah hukum, tetapi di situ mulai kelihatan kemerosotan. Saya tidak ngerti penyebabnya apa. Sehingga pada suatu hari saya dan beberapa tokoh masyarakat termasuk almarhum pak Fadhil Lubis rektor UIN mendiskusikan hal ini. Kita selaku masyarakat Sumut tidak bisa tinggal diam dengan situasi itu, akhirnya.. eee.. setelah kami melakukan beberapa dialog dengan para cerdik pandai ini, tokoh Sumut ini maka disimpulkan pada saat itu kita dialognya di 2015, pak Edy masih Pangdam pada saat itu. Kita memutuskan untuk, ee.. di 2018 harus mendorong pemimpin yang lahir harus yang berlatarbelakang militer. Pertama karakteristik beliau' beliau inikan orangnya tegas, berani, kemudian paham teritorial, yang terpenting lagi karena dia putra daerah pastilah dia memiliki 'sense of belonginnya' pasti lebih kuat dibandingkan yang non putra daerah. Inilah pertimbangan-pertimbangan sehingga kami mendesak beliau. Pada suatu hari setelah bolak-balik, beliau sebetulnya awalnya itu beliau memang tidak inilah ya.. beliau mengatakan 'kan masih ada yang lain'. tapi kita bilang 'ngak bisa, harus kembalikan Sumatera Utara ini kepada orang yang berlatarbelakang militer. Lalu tanpa disengaja terjadi dialog-dialog beberapa kali dengan Pak Edy juga maka beliau sendirilah akhirnya yang mengatakan bahwa tagline-nya adalah Sumut Bermartabat. Bagaimana seorang yang bermartabat itu menurut beliau adalah orang yang baik secara ekonomi, apabila ekonominya terbangun, pendidikannya cukup, akhlaknya cukup, maka di sinilah awal manusia itu membangun martabat, itu menurut beliau. Artinya dari ungkapan-ungkapan beliau, kita meyakini ada satu semangat, ada satu tekad yang beliau memang bener-bener ingin bekerja ingin mengabdikan dirinya di Sumatera Utara, ini yang memperkuat keyakinan kami, sehingga kami all out di lapangan karena kami sudah menangkap semangat- semangat itu, begitu ananda."
Kemudian tante juga kan dikenal sebagai aktivis lingkungan, saya dulu sempat kemari rajin buat daur ulang sampah, nah ini, khusus untuk pilkada kemarin menyangkut pasangan calon, pendekatan seperti apa yang dilakukan oleh tante untuk merangkul masyarakat untuk mendukung pak Edy? Pada saat saya pribadi mendukung, bukan mendukung saja ya.. mengharapkan beliau mau memimpin Sumatera Utara tentunya ada janji-janji politik yang saya harapkan, ya. Misalnya selaku praktisi sosial saya mengharapkan ada perhatian khusus terhadap lingkungan. Kenapa? karena banyak pelaku-pelaku bisnis
Universitas Sumatera Utara perkebunan, itu merambah hutan dengan sembarangan, banyak perusahaan- perusahaan bahkan legislatif dan yang paling mengerikan para eksekutif juga ikut.
Nah, itu tentang figur seorang Pak Edy, bagaimana dengan wakilnya? Pak Ijeck itu.. kita dari dulu tahu ya bahwa beliau itu adalah sosok generasi muda yang berprestasi menurut saya di Sumatera Utara. Kenapa? Beliau udah lama berkecimpung sebagai tokoh pemuda, memangun olahraga, membangun bisnis, itu Pak Ijeck. yang paling saya suka dengan figur Ijeck itu jutawan, tapi dia tidak pernah merasa dirinya jutawan. Dia bisa bergaul ke berbagai kalangan. Inikan gak bisa dibuat-buat, kemudian Ijecknya sendiri pemuda mandiri yang gak perlu lagi ngutang sana-sini. Sekarang kan kalau biaya pilkada ini mahal. Bagaimana seorang calon pemimpin itu kita bilang 'udah ngk usah korupsi'. Tapi pada saat mau mencalon dia ngak punya apa-apa. Dia harus ngutang sana-sini, bikin janji politik project dan lain-lain. Sehingga mereka kan terbeban. Inikan sosok yang dua-dua udah pas. Ijeck pengusaha yang sudah mandiri. Biaya operasional paling tidak untuk campaign dan lain-lain, mereka sudah tidak perlu ngutang sana-sini. Dari datu sisi Pak Edy punya latar belakang militer yang paham teritorial. Ini tinggal meng-combine saja, tinggal membentuk, meyakinkan masyarakat bahwa kita sudah punya pasangan yang pas. Saya lihat Ijeck adalah walaupun dia lahir sebagai anak jutawan, orang yang punya banyak hal, keren, duitnya banyak, pergaulannya cukup luas se-Indonesia, luar negeri bahkan. Tapi dia tidak pernah menampilkan sosok, dia justru menampikan sosok pemuda Sumut yang bangga dengan Sumatera Utaranya.
Dengan bergabungnya kandidat ini, bagaimana cara tante untuk membranding image kepada komunitas-komunitas? Saya tidak membranding ya.. saya hanya menceritakan apa adanya aja. Jadi tahapan awal waktu saya mulai membangun imagenya Pak Edy itu ada tahapannya. Tahap awal kita memang memantau kegiatannya Pak Edy waktu dia menjadi Pangdam. Jadi bagaimana sih kesungguhan putra daerah yang satu ini setelah dia jadi panglima? Enam bulan Pak Edy di Medan saya lihat beliau bergerak. Beliau berusaha membangun sepakbola, kemudian beliau benahi PSMS hanya beberapa bulan ditangani beliau, kita berhasil mendapat piala kemerdekaan, piala presiden. Mereka dapat piala presiden ya.. pada saat itu. Ini adalah sesuatu yang sulit karena sepak bola Medan ini kan dari dulu hebatnya minta ampun tiba-tiba anjlok tanpa prestasi sama sekali. Pada saat Pak Edy maju, Pak Edy ada di sini, saya lihat dia sungguh-sungguh mengurusnya dan ada prestasi. Ini satu yang saya pikir catatan. Lalu dari sisi perbaikan akhlak, dia berusaha keras untuk memperbaiki akhlak. Misalnya dia rajin kuliah umum ke kampus, kemudian satu lagi itu.. Masjid Agung yang saya pikir bertahun-tahun masjid itu ada di tengah kota, di samping kantor gubernur di dekat gedung dewan dan semua orang, aparat pemerintah umumnya sholatnya di situ. Tapi kenapa sih tidak ada yang peduli? Karpetnya rusak, kamar mandinya lumutan, eee.. apa namanya? Cak masjidnya yang sudah mulai.. pada saat itu. Lalu Pak Edy muncul menginisiasi pembangunan, ini yang membuat saya.. ee.. ini pekerja ini. Ini orang pekerja keras. Itu yang saya pikirkan. Ee.. kenapa selama ini kita kog ngak teringat ya? Kog kita abaikan itu? Kog kita terlalu cuek dengan hal-hal itu. Nah.. itu.. saya pikir kalau beliau dikasih kesempatan untuk memimpin Sumatera Utara akak ada banyak hal lagi saya pikir yang bisa dia
Universitas Sumatera Utara kerjakan, dia bisa bangun. Nah.. itu yang... lalu, saya mulai membangun image itu ke masyarakat, mendorong semua orang jangan lepaskan Edy Rahmayadi dari Sumatera Utara. Kita kalau sekali ini kita tidak akan dapat lagi sosok seperti itu. Ini lah saya yang terus gencar, saya ke kampus-kampus, saya ke tokoh-tokoh, saya ke perwiritan, ke pengajian, ke kawan-kawan LSM, kawan-kawan media, kawan praktisi, akademisi ini semua saya.. ee.. roadshow satu-satu. Ke tokoh-tokoh pemuda.. begitu-begitu lah. Saya mengatakan bahwa selamatkan Sumut kita, bagaimana cara menyelamatkannya? Dudukkan pemimpin yang baik, bermartabat yang punya semangat untuk menyelamatkan Sumut kita.
Tante Woro-woro kesana-kemari ke tokoh masyarakat, ke mahasiswa, ke kelompok masyarakat juga, itu pastinya membutuhkan anggaran, itu anggaran boleh sedikit diceritakan, bagaimana tante mendapatkan itu? Kan dari awal tante Dewi ini kan berharap bukan buat Pak Edy.. bukan buat individu, bukan buat diri sendiri, buat Sumatera Utara. Nah, Wana harus ingat latar belakang tante Dewi ini kan pekerja sosial baik lingkungan dan lain-lain. Artinya sebagai seorang pekerja sosial, sebagai seorang aktivis segala resiko itu kan harus siap termasuk finansial. Jadi tante Dewi biaya sendiri, jadi kita ngak ngarep lah, gitu dari tim.. dari.. ngak ngak begitu. Jadi sejak awal tante dewi memang bergerak sendiri, pake dana sendiri, pake tabungan sendiri. Bahkan kita ngak sayang-sayang juga. Punya sedikit tabungan misalnya, udah.. jalan dulu yang penting ini tahapannya apa..? Oo.. tahapannya berjuang. Berjuang itu kan harus mengerahkan seluruh potensi yang punya termasuk keuangan. Kalau punya gelang kecil juga, udah.. ini kan aja dulu yang penting perjuangannya tercapai. Nah.. itu.. jadi budgetnya sendiri. Ngak ada.. apa namanya.. eee.. kadang-kadang mungkin ada kawan yang “Wik, aku kasihan lihat kau, ini aku bantu lah 10 juta” oh iya.. nanti kalau udah mentok kadang-kadang bilang juga ama Ijeck “aaa.. Pak Wagub.. Pak Ijeck.. ooo kak ini ada”, tapi ngak pernah banyak ya.. mungkin sekitar 10, 20 juta, sama Pak Edy bahkan enggak, ngak.. ngak.. ini ya... ngak sampe hati kak Dewi mau mintak. Karena apa? Dia saja sudah mengorbankan banyak hal, masak sih hal yang bisa kita tangani harus kita bergantung lagi kepada beliau. Jadi pintar-pintar. Tiba- tiba ngak tau jalannya bagimana-bagaimana muncul satu, “kak, untuk Madina beres kak, aku begini, aku begini, oh iya.. kakak tinggal turun, tinggal ngomong. Ya.. paling modalnya kue kotak sama nasi kotak, ya.. seperti itu lah lumrah lah. Ya sudah nanti terbentuk sendiri dan mereka bekerja sendiri. Sama dimana-mana, jadi kak Dewi punya Barisan Edy Rahmayadi Sumaera Utara itu Bersatu dari 33 kabupaten/kota yang semuanya bergerak sendiri. Ya Alhamdulillah.. ada 158 komunitas relawan yang di bawah maungan Bersatu ini yang bergerak sendiri yang ngak tau kadang-kadang kak Dewi juga bingung “masyaallah kog bisa..?” Dan ini tidak ternilai pakai duit, 10miliar pun orang tidak sanggup bayar untuk itu. Untuk semangat itu.
Artinya totally di situ? Totally disitu.. ngak mau! sangkingkan ngak maunya kehilangan ini, apapun dikerjakan. Nah termasuk juga mengintai perilaku-perilaku pasangan lain yang menurut tante Dewi tu amoral, gitu ya.. kenapa? Semua orang harus diduitin, harus diintimidasi, harus di ini.. hak politik orang harus dipaksa dengan kekuatan, memakai kekuatan-kekuatan lain dan itu negara punya.. tu negara raktay loh.
Universitas Sumatera Utara Orang-orang yang mengintimidasi itu rakyat punya.. gitu loh.. dan aku harus melawan untuk itu. Itu negara itu rakyat punya ngak boleh ko pakek itu sebagai alat. Makanya tante dewi mana? Kebetulan Allah juga menunjukkan, balik lagi ditunjukkan Allah satu hari Pak Djarot ketemu dengan seluruh Apdesi-Asosiasi perangkat desa yang menurut undang-undang itu tidak boleh, ngak boleh dalam tahap kampanye seorang calon kandidat melakukan interaksi apalagi berbau campaign, apalagi nanti ada isu indikasi-indikasi ada uang dan lain sebagainya.. wooo ini sangat perlu ditantang, ngak ada urusan. Kalau ada pihak-pihak yang mengintimidasi dan.. eee.. apa aparat hukum yang membela yang salah harus dilawan, gitu loh. Makanya kita ngak takut. Apa sih hanya sekedar dituduh hoax? Buktinya kita bisa menyajikan bukti kog. Yang mana yang, kalau tante Dewi mau bahkan orang yang menuduh itu sekarang akan kita tuntut. Tapi kita pikir ya sudahlah ku tuntut nanti dia ngak kuat juga untuk mengi-ininya ngapain berpolemik? Kalau ngak kita punya hak untuk menuntut, tapi kan kasihan.. karena yang menuduh juga orang biasa-biasa aja yang nanti dia mondar-mandir ke polda juga dipanggil udah ngak kerja, anaknya mau makan apa, bininya mau makan apa? Ya sudah lah.. forget it itu. Anggap saja ini bagian dari perjuangan, gitu ya... jadi tante Dewi itu memang.. Djarot salah pada saat itu, terus terang. Ada undang- undang yang mengatur dan kita punya bukti itu semua. Kalau yang salah juga kita tutupi, kita berdua juga ikut salah. Jadi ini pertolongan juga buat tante Dewi, pertolongan Allah juga.
Ketika masa-masa itu, tante pribadi mengalami kendala ngak atau kesulitan apa yang paling eee.. tantangan yang paling berat ketika itu? woh, banyak. Yang pertama bagaimana meyakinkan masyarakat di tengah masyarakat yang pola pikirnya money oriented, sementara saya sudah diamanahkan oleh Pak Edy tidak ada rakyat yang dibayar, gitu ya.. jadi jangan meracuni rakyat. Ini yang harus, antara memenuhi kebutuhan masyarakat, meyakinkan masyarakat dengan amanah-amanah dari ERAMAS. Ini yang membuat sedikit agak bingun juga kadang-kadang. Jadi pada saat blusukan, begitu bubar "ngak ada ongkos, buk? ngak ada ini, buk?' Nah.. gitu. Inikan pastinya ada dua resiko. Saya tetep berprinsip, saya mengatakan kepada masyarakat "ini untuk kita, ini untuk kebaikan kita, kalau untuk kebaikan pun anda musti dibayar saya ngak sanggup." Jadi saya pikir ada halnya pada saat yang paling sulit menyampaikan hal yang tegas kepada rakyat, masyarakat, komunitas yang menunggu seolah-olah kita datang bawa duit satu karung. Tapi saya pikir harus saya lakukan sambil berdo'a "Bismikallahu tawakaltu wallah" saya harus menyampaikan yang sebenarnya, saya langsung bilang "bapak- bapak mohon maaf saya tidak bawa duit, saya datang ke mari hanya membawa semangat, mensosialisasikan kepada bapak-bapak bahwa kita akan punya Sumut yang lebih baik, saya ngak punya duit, saya ngak punya apa-apa untuk memberi." Nah, balik lagi, Wana.. Allah bekerja, alam bekerja, justru muncul militansi dari mereka bahkan ada yang suka rela sampe nangis "buk, mana spanduk? biar saya bawak, saya yang bawak, buk di kampung ini, saya yang masang. Tapi ngak ada duit pasangnya loh pak? Ngak popo, buk." Saya nangis melihat dia ngengkol kretanya dengan jalan infrastruktur yang becek, berbatu, licin. Saya pikir kalau orang kecil yang mulia ini aja melakukan hal yang mulia, masak sih? Ini yang saya pikir ngadepin yang gini-gini kadang-kadang ngak tega juga dan saya akan berjuang juga untuk mereka. Saya bilang ke Pak Edy "saya punya janji politik,
Universitas Sumatera Utara infrastruktur mereka harus diperbaiki, pertanian mereka harus diperbaiki," dan saya akan berjuang untuk itu dan saya yakin Pak Edy pasti masih konsisten dengan itu.
Saya baca di sosmed Facebook tante itu eee.. seperti cv sebenernya ya di mana tante sebelumnya sempat di Wapemred berita sore. Nah, kemarin itu sempat jadi perbincangan yang hangat, jadi sebenernya independensi tante ketika itu dipertanyakan juga? Tapi kan ada peraturan pada saat kita mengusung,,, yang pertama inget, tante dewi bukan tim sukses. Kita ini relawan. Siapa saja boleh jadi relawan, satu ya. Ok ada peraturan perundang-undangan, OK kita ikutin, kita mundur sementara dari pada saat perjuangan kita mengajukan mengundurkan diri. Makanya pada saar perjuangan tante Dewi tidak pernah melakukan aktifitas jurnalistik. Jadi ada aturan yang boleh dan ngak boleh dan kita paham juga seperti itu. Makanya boleh dicek ke KPU "apakah tante Dewi masuk dalam timses? ngak.." Jadi tidak ada peraturan yang dilanggar, gitu ya.. ngak ada peraturan yang di langgar. Jadi siapa saja kalau mau jadi relawan sih, yang timses yang ngak boleh. Jadi tante Dewi tidak pernah tapi kita relawan, eee.. untuk sosok Edy dan ijeck.
Universitas Sumatera Utara DR. WARJIO, MA., PH.D.
AKADEMISI/ PENGAMAT POLITIK USU
Pengamatan bapak di ERAMAS, bagaimana penerapan marketing politik pada pasangan tersebut? "Ya, saya kira kalau dalam satu sisi tertentu ERAMAS sudah menerapkan politik marketing itu. Misalnya mereka juga sudah... saya kira walaupaun tidak diungkap secara lugas, mereka sudah banyak berkonsultasi dengan misalnya konsultan- konsultan politik tertentu, gitu. Dan itu sebenernya ciri dalam political marketing itu adalah ada satu lembaga atau kelompok yang dipercayakan menguruskan itu sehingga kemudian bisa memberikan satu perspektif seperti itu. Saya kira ERAMAS juga sudah melakukan itu; Yang kedua dalam konteks political marketing ERAMAS juga sudah menggunakan beberapa poin yang saya sebutkan tadi. Misalnya menganalisis kemampuan calonnya, baik dari sisi calon gubernurnya atau juga wakilnya, dan juga sudah menggunakan tim tadi bisa merumuskan itu; Yang ketiga saya kira mereka juga respon terhadap perubahan-perubahan perkembangan teknologi, misalnya mereka juga bermain di lini-lini media sosial disamping media mainstream, dan mereka juga memahami bahwa kepentingan terhadap political marketing yang demikian kuat karena yang mereka hadapi ini bukan calon-calon yang biasa. Ada konektivitas calon lawannya ini dengan kekuasaan, dukungan partai pendukungnya ini bukan tingkat lokal Sumatera Utara tetapi juga ditingkat nasional dan itu punya satu kekuatan lebih, maka mereka melihat ini sebagai sebuah tantangan ya untuk lebih bagaimana bisa mendekatkan diri kepada masyarakat sehingga bisa dipercaya dan bisa dalam tanda kutip memasarkan mereka itu kepada masyarakat itu. Jadi, saya bagi mereka ini ya.. tata caranya bukan saja dalam konteks masyarakat secara umum, tetapi juga kelembagaan, jadi pendekatan political marketing secara individu kepada tokoh, baik tokoh-tokoh berbasis etnisitas, atau tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh adat, gitu, mereka melakukan seperti itu. Yang kedua, saya kira mereka juga pendekatan- pendekatan ke partai politik dan saya kira secara partai, mereka berhasil, karena dari hitungan partai lebih banyak. Jadi mereka berhasil meyakinkan partai-partai politik untuk bisa mendukung mereka. Artinya dari sisi political marketingnya mereka sudah on the treck dan bagus untuk bisa diterima seperti itu. Nah, tinggal kemudian mensinergikan ini kepada masyarakat yang dengan idiom-idiom putra daerah, mereka berhasil mengkomunikasikan politik marketingnya itu untuk menjadi calon yang layak dipilih, dan itu ternyata responnya cukup bagus karena mereka memenangkan pilkada kemaren dengan selisih yang cukup besar lebih daripada 10 (sepuluh) persen. Sehingga idiom-idiom politik putra daerah, calon dari daerah sendiri begitu, dan kemudian dekat dengan islam, itu berhasil mereka gunakan. Jadi perspektif penggunaan political marketing ini mereka menggunakan sebuah pendekatan putra derah dan agama. Jadi, konteksnya mereka menggunakan apa yang disebut dengan politik identitas itu, dan ternyata itu cukup berhasil. Jadi, perspektif penggunaan political marketing dengan politik identitas itu berhasil meraup dukungan yang lebih besar dari pendukung itu sendiri di Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara Menurut tim pemenangan, politik identitas itu adalah rembesan dari pilkada di pusat. Pandangan bapak bagaimana? "Ya, saya kira memang ERAMAS hanya memanfaatkan keadaan. Jadi kasus yang terjadi di tingkat nasional dengan kebijakan-kebijakan rezim Jokowi seperti itu ya terhadap ulama, gitu ya, gerakan-gerakan 212 di Jakarta, demikian juga dengan kasus di Jakarta, itu menjadi sebuah pemicu untuk digunakan di Sumatera Utara. Dan kita tahu sebab tokoh-tokoh yang bergerak ke Jakarta itu banyak yang dari Sumatera Utara. Jadi mereka cukup pintar menggunakan kesempatan ini sehingga kemudian ketika menjadikan politik identitas itu dibawa dalam rana political marketing mereka itu cukup bisa menarik suara, sehingga dukungan masyarakat terhadap rembesan isu itu menjadi kental dan menguat, sehingga tidak begitu susah ya mereka bisa memperkanalkan itu kepada masyarakat dan memang hasilnya cukup baik sekali mereka bisa diterima. Jadi memang politik identitas itu cukup punya korelasi yang cukup besar bagi proses political marketing yang dilakukan ERAMAS".
Termasuk mengganden sosok UAS? "Itu strategi. Strategi dalam konteks political marketing itu. Jadi saya katakan tadi kan tokoh-tokoh agama mereka dekati. dan mereka berhasil itu, UAS kemudian juga elit-elit katakanlah kemarin tentara yang juga diminta seperti itu bisa bergabung di dalam kampanye-kampanye. Saya kira itu cukup berhasil memanfaatkan isu-isu nasional di Jakarta sehingga kemudian bisa dibawa ke Sumatera Utara".
Kalau melihat secara struktur tim pemenangan, mereka berjumlah sekitar 105 orang, dan ketua tim pemenangannya itu bukan berlatarbelakang politik, justru Pak Uut itu dari kalangan profesional, Bapak melihat ini sesuatu yang barukah, atau sudah lumrah? "Yang pertama harus kita garis bawahi bahwa dalam konteks political marketing ini mereka ini banyak terimbas dari proses kejadian politik nasional. Sehingga mereka tidak terlampau harus mengeluarkan banyak tenaga untuk bisa memperkenalkan ERAMAS ini. Artinya apa? Siapapun orang yang memimpin di dalam konteks tim pemenangan mereka ini akan banyak mengambil manfaat itu, apakah itu profesional atau tidak, dari lembaga atau individu tertentu, mereka tidak cukup harus bekerja keras sebenarnya, karena imbas nasional itu sudah mereka dapatkan seperti itu. Nah, kebetulan mereka ini dari calon, atau dari kelompok profesional, saya kira itu lebih mudah saja untuk bisa memanfaatkan situasi seperti itu. Karena toh jaringan dan perspektif calon pendukung atau calon pemilihnya itu sudah, apa ya... sudah kooptasi, sudah terkotakkan, bahwa pilihan mereka itu hanya lebih memungkinkan di ERAMAS, seperti itu. Sebab kalau dipilih pada calon yang lain ini betul-betul tidak bisa diterima karena dikaitkan dengan persoalan agama, misalnya wakilnya itu yang bukan islam, demikian juga Djarot yang buka daripada putra daerah dan ada drop daripada pusat, nah ini menggelembung menjadi sebuah kekuatan yang mendorong para pemilih untuk lebih percaya dan memilih ERAMAS itu. Saya kira tidak terlalu signifikan sekali siapapun tim pemenangan itu, karena sudah banyak dipengaruhi oleh imbasan kejadian politik nasional secara situasi nasional itu, karena mereka memanfaatkan situasi itu sudah sangat bagus sekali".
Universitas Sumatera Utara
Pada saat sosialisasi sampai tahapan kampanye, ada berita-berita yang menyudutkan terhadap pasangan ini. Seperti Pak Edy dikatakan sebagai sosok yang arogan, sempat dibilang terkena struk, dari sisi pemberitaan yang cukup viral kemarin, mereka diuntungkan atau justru dirugikan? "Ya, yang pertama karena masyarakat juga sudah terkooptasi seperti yang saya sebutkan mengenai figuritas Edy, sehingga apapun yang diberitakan saya kira tidak akan banyak mempengaruhi. Jadi Saya kira sebelum hari-h malah beberapa waktu sebelum pemilihan, masyarakat sudah menentukan pilihannya itu lebih kuat, jauh melampaui ekspektasi. Sehingga kalaupun ada berita-berita yang katakanlah minor terhadap calon ini ERAMAS terutama Edy misalnya dan juga wakilnya juga dikaitkan dengan isu terkait dengan suap, seperti itu. Tapi itu tidak akan mempengaruhi karena pilihan mereka masyarakat sudah ada, dan mereka menganggap itu sesuatu bagian daripada strategi politik kelompok lawan, sehingga ketika itu dimunculkan tidak akan banyak pengaruhnya. Ini menunjukkan bahwa ketika masyarakat sudah kuat secara idiologi memilihnya maka susah bagi kelompok-kelompok lain untuk bisa mempengaruhi itu, dan itu dialami dan dirasakan oleh ERAMAS itu. Sehingga berita-berita apakah itu viral dan kemudian menjadi isu terkait dengan seperti itu, justru saya kira tidak akan banyak mempengaruhi dan malah ditinjau dari sisi positifnya lebih menguatkan figur itu. Misalnya bahwa Edy Rahmayadi selalu dikaitkan dengan, apa ya.. kemaren militeristik. Justru itu bisa menguatkan political marketing dia bahwa dia seorang militer orang yang cocok untuk memimpin Sumatera Utara yang tanda kutip keras, berbagai kelompok-kelompok dan kemajemukan itu, maka ketika itu muncul, justru itu akan menguatkan dia. Jadi saya kira itu yang demikian itu misalnya viral yang terjadi minor dia itu tidak akan mempengaruhi karena toh masyarakat sudah begitu yakin dengan figuritas itu".
Figuritas dan ideologi yang mereka bangun tentang putra daerah dan agama itu ya pak? "ya.. betul.. betul..".
Pak, menurut tim pemenangan, kemenangan 59 atau 58% persen itu adalah telak dari pasangan lawan. Kalau dilihat dari awal mereka memulai dibanding paslon lawan, apakah itu bisa dikatakan kemenangan telak atau sebaliknya? "Saya kira kalau ditinjau dalam beberapa perspektif ya, pertama saya akan tinjau dari sisi ke partai. Kalau kita lihat dari sisi partai, ini kan boleh dikatakan sebenarnya partai itu dikuasai mereka 80%. Itu artinya apa? kalau dari sisi suara minimal mereka semestinya harus dapat dukungan 70%. Tapi mereka hanya dapatkan sekitar 58%. Sementara partai pendukung lawan ini kan hanya PDI-P secara keseluruhan, kemudian juga partai-partai yang tidak terlampau kuat, kan gitu. Saya kira kalau menurut saya semestinya mereka dapat 70 itu, tapi ternyata kan tidak seperti itu. Tapi menurut saya itu sudah cukup bagus ditengah isu dan tekanan-tekanan hubungan calon atau figur lawan ini yang di drop dari pusat, seperti itu. Apalagi selisihnya 10% dan kita tahu ketika itu diumumkan tidak ada keberanian rivalitas itu untuk ke Mahkamah Konstitusi, sehingga ini tidak jadi persoalan dan diterima karena 10% cukup besar perbandingan seperti itu. Sehingga
Universitas Sumatera Utara saya kira kalau ada rivalnya itu yang mau, saya kira itu merupakan suatu kerja yang sia-sia dan itu mereka pahami. Kalau dari sisi partai, gitu ya capaiannya itu semestinya 70%. Tetapi kalau dari sisi pencapaian dalam konteks sosial politik hubungan dengan pusat, dengan partai berkuasa PDI-P, 58% itu menurut saya prestasi juga dengan selisih 10% itu saya kira itu sebuah prestasi di tengah calon yang di drop dari pusat ini merupakan calon yang memiliki konektifitas dengan partai atau rezim berkuasa sekarang ini. Dan jejaring kekuasaan di tingkat lokalitas bupati-bupati, walikota yang, kan mereka ini didukung oleh partai pendukung rezim sekarang ini. Itu bisa mengalahkan mereka dengan persentase sedemikian, saya kira itu cukup besar. Tapi kalau kita ukur dari sisi dukungan partai semestinya paling kecil kalau menurut saya itu 65%".
Waktu itu mereka mereka juga memiliki relawan, ada 178 di seluruh Sumatera Utara. Apakah relawan itu juga cukup punya peran yang besar dalam pemenangan mereka? "Dalam political marketing itu kan kita berbicara tim, sekecil apapun bagian daripada tim itu dalam konteksnya relawan itu cukup berarti sekali untuk mendokrak suara. Apalagi ketika dibombardir dengan isu-isu tertentu, relawan- relawan inilah yang menjadi ujung tombak untuk menjelaskan kepada masyarakat. Saya kira itu cukup besar, walaupun sebenarnya karena situasi nasional sudah terjadi, kerja-kerja relawan ini menurut saya tidak terlampau berat sekali karena sudah didukung figuritas oleh Edy dan juga kontekstualitas kejadian sosial politik yang ada di Jakarta. Tapi tetap peran relawan itu cukup besar karena bagian daripada kerja tim".
Secara pembentukan karakteristik dari pasangan ini, Pak Edy yang berlatarbelakang militer, Bang Ijeck seorang pengusaha. Kalau bapak melihat secara style kemudian substansi mereka, adakah bentukan-bentukan karakter khusus yang diciptakan oleh tim pemenangan. Kalau menurut tim pemenangan bahwa Bang Ijeck mewakili milenial dan kelompok pengajian, sementara Pak Edy itu lebih ke pelosok-pelosok, dan orangtua. Ya, kalau saya ikuti ya perjalanan pencalonan Pak Edy dan Ijeck, ini sebenernya Pak Edy itu sudah punya visi ke depan siapa yang akan mendampingi dia dan saya kira cocok ketika dia memilih Ijeck ini untuk bisa mendampingi dia maju menjadi Gubernur Sumatera Utara. Kenapa? dia mengerti, dia paham bahwa dia dari militer. Militer ini selalu identik dengan kekakuan, ya, dan bergerak secara perintah, maka menghadapi Sumatera Utara yang relatif fluralitas ini dengan keragaman masyarakatnya yang tidak bisa sepenuhnya didekati secara militer, dia perlu orang yang bisa mendampingi dia. Salah satu ukurannya itu bukan saja muda, tetapi diannggap representasi kebaikan. Kenapa? Sumatera Utara punya banyak kasus terkait dengan itu yang bisa dihubungkan dengan moralitas yang bisa dihubungkan dengan korupsi, dan orang yang dianggap oleh Pak Edy itu adalah Ijeck bisa mengisi itu. Dia bukan saja muda, sebenernya usianya saja pun tidak dikatakan muda sekali, tetapi penampilan dia ya seperti itu bisa dianggap merepresentasikan menjadi... apa ya.. pilihan generasi milenial. Sehingga kemudian itu akan menjadi nilai penting jualan pasangan Edy Rahmayadi dan Ijeck, seperti itu. Jadi saya kira itu suatu pilihan yang tepat. Gabungan antara militer dan profesionalisme sipil. Nah, profesionalisme sipil, dan dibungkus oleh satu ideologi, gitu. Apakah ideologi
Universitas Sumatera Utara berbasis kedaerahan itu, demikian juga ideologi berbasis agama. Dua-duanya itu menyatu. Jadi saya kira itu kombinasi yang cukup kuat".
Soal partai, pak. Jadi ada dua pendapat yang berbeda. Kalau menurut ketua tim pemenangan bilang bahwa ketika proses berjalan, kampanye berjalan, meskipun mereka didukung oleh banyak partai tapi pada implementasinya di lapangan terjadi gesekan-gesekan secara internal, seperti ada beberapa kegiatan yang DPDnya itu tidak terlibat, rata-rata seperti itu dan bisa dilihat oleh media bahkan. Kemudian ada pendapat satu lagi dari wakil ketuanya yaitu Pak Sugiat menyatakan bahwa "oo.. kita secara partai support maksimal sampai ke daerah-daerah itu sudah diterapkan. Ini seperti ada dua pendapat yang berbeda, kalau pandangan bapak seperti apa?
"Ya itu tadi, saya melihat figur ini sudah diuntungkan secara situasional ya oleh kejadian-kejadian di pusat tadi, gerakan-gerakan 212, gitu ya, juga gerakan-gerakan terkait kebijakan-kebijakan rezim itu yang dianggap tidak menguntungkan umat islam, demikian juga kejadian di Jakarta. Jadi saya kira imbas itu berpengaruh di Sumatera Utara terutama pada pemilih islam itu. Jadi kalau ditinjau dari sisi partai, misalnya, saya yakin kalaupun misalnya mereka didukung oleh sedikit partai, itu akan tetap memenangkan. Artinya apa? Saya tidak melihat bahwa mesin partai itu banyak bekerja sebenarnya karena pendukungnya itu sudah punya pilihan itu, sebelumnya seperti itu. Sehingga ketika mereka, partai nampakpun tidak bekerja, masyarakat sudah memilih, gitu. Jadi ini sesuatu yang nurut saya paradoks juga ketika partai menyamakan atau mengatakan mereka banyak berperanan, tapi sebenarnya secara pilihan politik masyarakat sudah memilih Edy ini tanpa digerakkan oleh partai. Ukuran satunya lagi karena juga, partai-partai ini juga menurut saya tidak maksimal karena intervensi juga dari pusat, partai-partai pendukung itu sehingga mereka tidak bisa secara maksimal. Terus terang saja, Edy dan Ijeck sebagai sebuah pasangan calon itu diuntungkan oleh situasi masyarakat yang memang sudah punya pilihan itu jauh sebelum ada dukungan dari partai".
Jadi ini kemenangan, kemenangan rakyat ya pak? "Betul.. betul..
Universitas Sumatera Utara EDY RAHMAYADI GUBERNUR SUMUT TERPILIH
Menurut tim pemenangan, bapak maju di Pilkada Sumut itu atas dorongan atau atas demand masyarakat dan sejumlah pihak, menurut bapak bagaimana? Benar. Sangat benar. Jadi begini, sistem demokrasi kita adalah bertumpu kepada politik. Politiknya kita tahu sendiri dari mulai Golkar ada 12 partai ada di situ. Nah, semua harus ikut di dalam irama itu, karena itu ada di dalam Undang-undang, itu aturan main, gitu. Itu dari sistem pelaksanaan demokrasi kita. Kalau sering orang bilang perahu. Nah, sekarang kita klarifikasikan dulu, kita maping dengan 8 (delapan) etnis yang ada di Sumatera Utara ini etnis besar ya.. etnis khusus Sumatera Utara dan saya tidak bercerita pendatang ya. Mereka tergelar di 33 kabupaten dan kota, dari situ dari 33 kabupaten dan kota hasil maping itu kita pelajari. Kita bisa memenangkan dari 4 kabupaten dan kota itu saja, kita sudah menang dilihat dari rasio kapasitas manusianya one man one vote. Tukang becak sama profesor kan sama nilainya karena one man one vote, gitu. Dari situ kita lihat baru cerita masuk strategi. Kita tahu partai terbesar di Sumatera Utara ini dalam kursi ya yaitu Partai Golkar, baru PDI-P, ketiga Gerindra, keempat Demokrat, Kelima PKS dan seterusnya. Setelah kita tahu kekuatan itu kebetulan 12 partai yang ada di Sumatera Utara kebetulan 10 partai sama saya. Walaupun secara obyektif tak bisa diberi kesitu karena terpecah dengan satu kepentingan agama. Di situ ada agama Islam dan agama Kristen yang ada di Sumatera Utara ini. Dari sana kita pelajari, kita petakan dari antar provinsi.. aa.. kabupaten-kabupaten dan kota kan ada mayoritas masing-masing di kabupaten itu kalau kita pendekatannya agama. Ada lima kabupaten yang cenderung ke arah agama Nasrani, berarti ada 27 kabupaten yang agamanya menganut agama mayoritasnya adalah muslim. Berarti kan sudah gampang itu hitungan strateginya karena dengan sendirinya tanpa kemauan yang kita disain karena dia terbelah sendiri dengan kepentingan agama itu. Akhirnya sangat mudahlah saya melakukan konsepnya menjabarkan konsepnya, menjabarkan strategi ini; yang pertama adalah pemisahan, melakukan cipta kondisi. Cipta kondisi lah saya memperkenalkan diri saya ini, saya itu, saya ini, wajarlah.. namanya saja kampanye. Tuntutannya adalah popularitas, di cipta kondisi ini tuntutannya popularitas; yang kedua saya melakukan pemisahan, pemisahan kita giring, itu pendekatannya adalah elektabilitas. Wah ini pak haji, ini ini, gitu, kita giring. Ooo.. Ini dia Nasrani, masuk mana Nasrani mana Islam, bagaimana saya ngomongkan sama Nasrani, bagaimana saya ngomong orang Muslim. Itulah melakukan namanya penggiringan, pemisahan, penggiringan, pemisahan; yang ketiga kita lakukan lokalisir. Sudah diblok ini, sudah dilokalisir, sehingga kita tarok lah leader-leader satu-satu. Setelah didapatkan, dilokalisir tinggal apa yang mau kita bikin ini? Yang Islam sholat subuh berjamaah. Siapkan solat subuh berjamaah dengan senang hati mereka sholat subuh berjamaah setelah itu sarapan pagi langsung menuju ke TPS. Sehingga tidak tersisalah orang-orang muslim ini yang bisa digiring oleh kelompok lawan, gitu. Itu keputusannya adalah itulah ERAMAS itu menang karena kesempatan itu. Konsep yang dibikin itu lepas semua. Kalau ada orang bilang ooo begitu, begini, begitu, begini, karena relawan, bohong semuanya itu, tidak. Ini kenyataan dan ini real. Kenapa? karena Indonesia
Universitas Sumatera Utara itu belum bisa dibawa untuk murni pure politik. Jadi kepentingan, kesenangan, feodal ini masih sangat mempengaruhi di situ. Saya mau nanya yang muslim yang tak milih saya berapa sih? karena apa sih? Mungkin juga mereka berbohong. Diambil duit saya milih sana, tahu-tahu pelaksanaan di dalam bilik dia akan memilih saya. Jadi sudut pandangnya adalah tidak objektif di dalam menjalankan politik. OK?
Soal konsep, konsep apa sih waktu itu yang dibikin? Cipta kondisi, pisah, lokalisir, pastikan tindakan apa yang akan dilakukan.
Maksud saya yang sempat dibikin konsepnya tetapi tidak digunakan sama sekali? Dengan partai. Partai Golkar, Partai Golkar dengan relawannya, Partai PKS dengan relawannya, Partai Gerindra dengan relawannya kan 'tak bejalan... tak bejalan.
Artinya Bapak membenarkan bahwa ERAMAS ketika itu, peran politik identitas cukup besar di ERAMAS? (Mengangguk)
Tapi kemudian apa sih pak yang menjadi selain konsep-konsep yang ditawarkan partai politik tidak berjalan, hal apa lagi yang terjadi di tengah jalan sehingga terlihat tidak ada solidaritas partai-partai itu tidak maksimal mendukung ERAMAS? Ini menurut pandangan partai politik, pak. Kerena partai-partai berbeda visi dan misinya dalam rangka berdemokrasi ini. Dia masih cenderung pikiran sempit terhadap kepentingan partainya, tidak berbicara tentang bagaimana membangun Sumatera Utara ini. Sehingga tak bisa dipake.
Mmm.. Emangnya ketika itu partai ingin seperti apa pak sehingga bertentangan dengan ERAMAS? OK, partai partai dia kepingin partai dia besar, tiap partai dia mau kita membangun atau tidak membangun dia tidak itu sudut pandangnya. Dia adalah sudut pandangannya adalah bagaimana dia mendapatkan kursi. Semakin banyak dia mendapatkan kursi, dia semakin banyak duduk di legislatif. Di situ sudut pandangnya. Nah, kita berbeda. Kita memang untuk membangun satu kekuasaan sehingga kita membuat memberikan visi dan misi kita dalam membangun. Harusnya seirama, tetapi di dalam pemilihan ini tidak seperti itu. Di bawah partai itu tidak itu. Jadi yang memenangkan saya kemarin adalah persoalan agama. Itu satu kenyataan. Inilah perlu adanya pendewasan kita berdemokrasi melalui yang sudah diputuskan cara pandang bangsa Indonesia adalah melalui kepartaian. Tapi sampai saat ini masih sulit karena faktor pengetahuan, faktor nilai-nilai kebangsaan, faktor secara ideologi OK kita tidak bisa lagi dipungkiri bahwa sudah ditetapkan ideologi kita adalah Pancasila. Namun masih ada hal-hal yang masih ada PR kita untuk kita memastikan politik beda dengan agama. Ini perlu ditegaskan.
Tapi agama juga taking part, ambil bagian dalam politik itu? Pasti. Semua tatanan di satu Negara Republik Indonesia sudah diputuskan itu. Geo, Demo, Consos. Geografi kita, kita negara kepualauan, jadi pertahanan pulau-pulau besar dengan pulau-pulau kecilnya. Demografi kita, kita sudah diputuskan bahwa
Universitas Sumatera Utara begitu banyak suku, manusianya ini manusia yang beradab, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Consosnya? Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Pertanyaan, agama ada dimana? Di budaya.. Agama itu ada di budaya, politik ada di sini.. Tempatnya beda, tapi semua ini, inikan gayung bersambut semuanya. Tapi tak boleh ini, selama ini dipake, contoh, adalah orang Nasrani yang jenius, yang taat, yang ideologinya bagus, yang semuanya bagus, bisa membangun Sumatera Utara menjadi bagus, bertandinglah sama orang muslim, pasti kalah. Kenapa? karena jumlah muslim lebih besar dibanding agama Nasrani. Apakah itu agama diikutkan dalam politik? Itulah something wrong di situ. Coba kita balik sekarang, ada orang Islam, jago, cerdas segala macam ada di Papua, pasti tak menang dia karena mayoritas Nasrani di situ. Untuk itu kita belum bisa berdemokrasi yang benar ini, terus gimana sampai kapan? Mangkanya orang tua kita dulu, kakek-kakek kita dulu, menentukan Undang-undang Dasasr 45 tidak ada di dalam demokrasi itu one man one vote. Yang ada adalah musyawarah dan mufakat. Jadi kalau Anda Islam, cakep dimusyawarakan anda ditunjuk untuk memimpin, bukan one man one vote melalui sidang apa? MPR, DPR. Sehingga ada kepastian di situ, presidentil kah? parlementer? Kalau sekarang kan tidak. Pekerjaannya ditangani oleh parlemen DPR tetapi di dalam satu keputusan rakyat untuk menentukan menjadi satu kekuasaan. Sistem demokrasi itu tak ada dimiliki di dunia ini kecuali oleh Indonesia. You know?
Soal Ideologi, menurut pandangan bapak bagaimana? Soal ideologi kita sudah tidak boleh ditawar-tawar lagi. Dari mulai cara pandang Bangsa Indonesia dari mulai zaman Sriwijaya kita sudah berazaskan berfalsafahkan Pancasila. Pancasila itu falsafah ya, bukan azas ya, ini sukak salah juga kita ini, jadi berfalsafahkan Pancasila.
Kalau menurut pakar politik ketika ERAMAS mencalon diri kemarin bahwa ideologinya adalah putra daerah dan agama? Bapak punya tanggapan soal itu? Salah. Ideologi hanya satu. Ideologi Pancasila. Penentangnya siapa? Komunis, Liberal, itu penentangnya. Jadi tidak ada ideologinya agama Islam. Agama Islam berada di budaya, suku, daerah itu ada di budaya. Itu makanya beda sama Irlandia. Kalau Irlandia satu kotak begitu saja. Kalau Indonesia belum tentu. Saya ke Papua tidak menang, saya ke Ambon, saya tidak menang. Loh kog malah orang Jawa datang ke sini? Sudah pasti tidak menang, kalau sampai itu dia menang, berarti yang kurang waras adalah rakyat Sumatera Utara.
OK, waktu hasil pilkada kemarin, menurut pakar lagi nih, pak, dengan banyaknya dukungan partai politik ke ERAMAS idealnya meraih 70% suara. Namun kenyataannya sekitar 58%, menurut bapak mengapa itu tidak terpenuhi? Ada yang salah di situ, ada yang ketidakadilan di situ. Karena seharusnya 80-20, karena apa? Tadi yang saya katakan, kita bertanding sudah masuk ke ranah agama. Loh kenapa 80-20? Memang perbandingannya 80 muslim, 20 Nasrani. you know?
Universitas Sumatera Utara OK. Soal pembentukan citra, bapak seorang militer, ketika pada masa sosialisasi sampai kampanye, menurut bapak apakah ada pembentukan citra khusus di luar dari style bapak sesungguhnya? Awal-awalnya saya diajari oleh orang-orang saya harus senyum, saya harus melenggak-lenggok, tapi satu bulan pertama langsung sakit itu. Makanya saya berubah kepada jati diri saya, ya begitu adanya.
Menurut bapak konteks visi misi yang dirancang ERAMAS, apakah itu cukup menjawab masalah sosial politik di Sumut? Ya. Sangat menjawab karena saya anak sini, dan itulah yang perlu segera menjadi prioritas dikerjakan walaupun step by step. Menata, membangun desa, menata kota.
Soal politik identitas tadi pak, apakah itu yang membuat ERAMAS menggandeng UAS pada beberapa agenda besar? Menggandeng?
Ustad Abdul Somad. Oh, No. Tidak. Kita tidak menggandeng itu. Memang program pertama saya ada kembali ke akidah. Kembali ke akidah ini saat ini sedang tersohor yang bisa mencuci akhlak kita ini. Karena kan penting itu, eee.. pembangkit minat. Kan berbeda itu kalau ustad A yang ngomong dengan ustad B yang ngomong trus ada Ustad Abdul Somad. Berarti semua sangat memperhati ke Abdul Somad. Perkara isinya kan belum tentu sebenarnya. Masih biasa-biasa saja. Jadi Abdul Somad bukan dalam masuk dalam jaringan untuk tingkat popularitas atau elektabilitas, tidak. Abdul Somad hanya hadir pada sosok Islaminya, sehingga rakyat Islam ini benar-benar memahami. Contoh konkrit begini, ada yang mengatakan Al-Maidah 52, 51-52. Itukan orang-orang masih bertanya-tanya, masih begitu begini, Abdul Somad cerita tentang kentang dan Anjing, orang langsung nyambung. Persoalan penyampaian itu, karena ini kan perlu sehingga rakyat inikan tak berdosa.
Kenapa harus UAS, pak? Kenapa tidak ustad yang lain? Misalnya.. Itu tadi, sosok seorang sosok ini mudah didengar, mudah mengumpulkan, coba kita panggil ustad yang lain, tak semudah itu. Tapi bukan semata-mata UAS ini dijadikan untuk motor kampanye, tidak.
Atau itu bagian dari strategi? Ngak. Tidak masuk di dalam situ. Tapi Islaminya, iya. Islaminya iya.
I think this is the last. HHmm.. Bapak punya peran yang cukup besar dalam meraih dukungan partai ketika itu? Ya.
Apa yang bapak lakukan? Lobi. Lobi memberikan semangat, memberikan motivasi dia, sehingga dia percaya saya pasti menang. Kenapa? Kalau tidak partainya kan jadi kecil di daerah itu.
Universitas Sumatera Utara DR. SOHIBUL ANSHOR SIREGAR AKADEMISI/ PENGAMAT POLITIK UMSU
Dalam konteks pilkada kemarin, menurut bapak bagaimana penerapan political marketing di mereka (ERAMAS)? Gagasan-gagasan mereka ada, tapi antara apa yang digariskan sebagai policer dengan pelaksanaannya itu ada senjang. Pertama, terlalu tiba-tiba ini tampilnya figur yang mengerucut menjadi 2 pasang. Nah, Sumatera itu termasuk hal yang aneh, incumbent tidak bisa masuk, lalu kemudian seseorang yang pernah menjadi bupati 2 periode dan perwira dia di militer tak bisa masuk dinyatakan karena memiliki kendala administrative. Kalau dia tidak bisa masuk, mestinya dia masuk ke penjara karena dinyatakan sebagai tindak pidana. Itu menunjukkan betapa Pilkada Sumatera Utara 2018 itu sangat istimewa, tempat sebuah gantungan harapan bagi pilpres. Maka tiba-tiba saja harus 2 yang muncul, yakni Djarot-Sihar, dan Edy-Musa Rejakshah. Nah, siapapun terperanga, ngak memiliki connectivity ke dua orang ini. Musa Rajekshah siapa? Edy siapa? Tantara mungkin iya, sudah melakukan apa namanya itu, ABRI masuk desa kemana-mana, iya. Tapi itu kan terbatas pada publikasi media dan kemudian pada pimpinan-pimpinan otoritatif di daerah, bupati, walikota, camat dan lurah. Tapi menukit ke dalam relung-relung hati masyarakat masih belum. Sihar mungkin dikenal orang pernah mengurus PSMS di sini, tapi orang tidak tahu selain itu, orang mengenang bapaknya. Jadi dua pasangan ini, apalagi dihubungkan dengan posisi Djarot yang bukan siapa-siapa, tapi karena penting di depan Mega terus tiba-tiba menjadi calon. Karena itu kedua pasangan calon merasa perlu untuk melakukan manuver yang luar biasa untuk bisa memenangi dari aspek popularity dan aspek elekctability. Persoalannya adalah bahwa pendukung-pendukung mereka tidak akan mungkin dapat mengikuti keputusan rapat tentang program-program di kubu masing-masing. Kecuali PDI-P kan dia cuma punya PPP. PPP ga usah ikut-ikutan juga ngak masalah. Tapi, PDI-P itu juga memiliki masalah. Mengapa? Juga tidak merasa puas “mengapa bukan orang kami yang dibawa menjadi wakil?” Sihar itu kan orang lain itu. Partainya ada dulu, PPRN atau apa itu, ada partainya. Jadi makna sebuah karir politik di PDI-P itu agak tipis di apresiasi di sini, sehingga apapun yang dirumuskan sebagai program pemenangan belum tentu bisa disepakati oleh jaringan bawah. Mengapaa? Karena kurang cun dengan figur yang mereka dukung itu. Di Edy juga begitu, rasa ketidakpuasan di mana-mana. Apalagi Nasdem. Nasdem itu sudah mendeclaire, entah kenapa-kenapa dicabut dukungan, Golkar itu leading pada awalnya untuk memajukan seseorang, Pak Erry, abis kog ke sini..? jadi itu membuat semua kesepakatan yang dibuat oleh masing-masing kubu pemenangan tidak bisa diselenggarakan secara baik oleh jaringan yang terdiri dari partai-partai politik itu. Apalagi pimpinan di masing-masing tim ini belum tentu orang yang pandai berkomunikasi, belum tentu orang yang bisa dikenal oleh jaringan partai politik itu. Kita menyelenggarakan pilkada menjelang pemilu, orang hitung-hitungannya 2019, bagaimana bisa memenangi pilpres terutama pilegnya itu. Dengan begitu kesungguhan dari semua jaringan partai itu bisa kita lihat di lapangan kurang begitu intens menjalankan agenda yang disepakati sebagai bagian dari pemenangan, yakni political marketing agak terbengkalai mereka mengadopsi semua itu.
Universitas Sumatera Utara Sehingga di pertengahan jalan partai-partai ini tidak maksimal? Reward, saya kira reward, itu yang pertama. Reward itu saya kira, apakah Pak Edy bayar kepada mereka? Apakah Pak Djarot bayar kepada mereka? Per partai? Per person? Untuk melakukan tugas-tugas itu? Nah.. saya yakin di sini masalah pertama. Yang kedua, kerjasama antar dua partai yang berbeda. Misalnya Golkar dengan Nasdem, kira-kira wujud kerjasama mereka di lapangan seperti apa? Paling berada pada batas pertemuan umum mereka hadir di pentas, bawa seragam masing- masing. Malah ada yang bilang nanti itu Jokowi presiden, Edy Rahmayadi Gubernur, itu di panggung. Jadi kontra produktif. Akhirnya yang menjawab itu adalah kesadaran publik yang menyatakan diri kami bergabung ke DJOSS itu bekerja tanpa pamrih. Oo.. kami bekerja kepada si Edy, maka mereka pun melakukan apa yang mereka bisa tanpa dikomandokan sama sekali, karena kampanye itu semua orang tau bagaimana cara kampanye, tidak perlu berkibar- kibar, tidak perlu pakai atribut. Ngomong ke tetangga sambil menuju pasar, itu juga bisa campaign, dan kedua belah pihak memiliki pengikut yang luas, seperti itu. Dan saya yakin porsi tanggungjawab yang paling besar diambil alih oleh civil society itu. Apalagi lihat itu, ustad kita datang, siapa Namanya? UAS itu. UAS itu kan cerminan dari civil society. Mana ada yang sepi ketika orang datang ke situ, itu artinya saya Edy Rahmayadi, saya Prabowo. Dan itu tidak ada partai politik. Di Sumut pun terjadi begitu, pimpinan partai mereka lebih soor Djarot tapi karena manuver politik beralih ke tempat lain. Nasdem itu jelas, luar biasa. Erry itu pimpinan partai wajib hadir itu mengantarkan berkas Pak Edy ke ini, tapi hatinya ke siapa? Dan kita lihat itu ke mana dia pergi. Ha.. kira-kira begitu lah. Maka kalau ada yang mengatakan bukan partai yang memenangkan Edy, ya saya setuju itu.
Nah, soal sosok UAS, pak. Ini ada dua pendapat yang berbeda. Kalau menurut tim pemenangan mereka sengaja menghadirkan UAS untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Tapi bantahan justru datang dari Pak Edy sendiri yang bilang bahwa itu bukan merupakan strategi kampanye. Dia menghadirkan sosok UAS itu karena memang UAS dianggap orang yang bisa mengajak masyarakat dan menghadirkan masyarakat. Kalau pandangan bapak bagaimana? Dua-dua sebetulnya. Edy terlalu serius dia dituduh menjadi tidak nasionalis, serius dia dituduh, dan dia takut dituduh tidak nasionalis, kan itu secritanya ini. Seorang TNI kog sangat islami? Kan itu ceritanya.
Ada pengaruh UAS ya pak? Besar sekali konsolidasinya itu, dan dia bukan di tingkat lokal saja, untuk politik Indonesia, perubahan politik itu disumbangnya sekitar 15% karena dia mendorong proses santrinisasi, rasional berpolitik umat Islam berdasarkan kaedah-kaedah Fiqqih. Ngan ada selama ini Indonesia yang melakukan itu, ngak ada. Setelah dia lah baru orang berani. Di dunia internasional pun, kajian-kajian mengenai agama dan politik itu 10 tahun mandek. Apa maksudnya itu? Orang mestinya tidak membawa-bawa agama ke ranah publik. Indonesia pun pernah ada perda yang mengatur ini, dan Undang-undang Dasar 45 kita itu juga disusun berdasarkan Pancasila. Pancasila itu dari mana asalnya itu? Itu dari piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu apa bunyinya? Sangat Tauhid itu. Walaupun belakangan disepakati tanggal 18 Agustus tidaklah diikutkan 7 kata itu “kewajibkan menjalankan syariat
Universitas Sumatera Utara Islam bagi pemeluk-pemeluknya” itu dicoret saja. Diterima, tapi itu menunjukkan bahwa aspirasi agama atau identitas berdasarkan paham agama, sesuatu yang dianggap merupakan bagian dari demokrasi Indonesia. Maka kita ngak ngotot untuk mencari seorang muslim untukjadi bupati di Tapanuli Utara, ngak betul itu rumus demokrasinya, biar ajalah orang Kristen di situ, asal dia jangan menyakiti umat Islam, begitu saja.
Menurut bapak, ada ngak sih muata-muatan politis ketika UAS memberikan ceramah? Sangat banyak.
Ketika ERAMAS ada? Sangat banyak. Jangankan dia, politik nasional Indonesia, saya hitung 15% didorongnya, dipengaruhinya dalam kaitan santrinisasi rasional politik Islam secara Fiqqih, jangankan Sumatera Utara.
Menurut Pak Edy nih pak, konsep-konsep political marketing yang pernah diawarkan baik itu relawan, maupun tim pemenangan diari partai-partai itu dia tolak dengan berbagai alasan, dan akhirnya menggunakan strategi mapping, cipta kondisi, pemisahan, dan lokalisir. Itu bisa dikatakan sebagai strategi political marketing? Dia sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa menang, itu ceritanya. Dia pengantin, dia tidak tahu bagaimana keyboard bisa hadir, ada gadis-gadis senyam-senyum menyambut tamu, dia ngak ngerti siapa bekerja di situ, dia ngak paham, bahwa dia berdasarkan tradisi militer menggunakan itu, betul. Apa pernah dikendalikannya saya? Ngak tuh, kan saya bekerja berdasarkan political marketing. Ngak terkoneksi. Banyak manusia yang tak terkoneksi ke dia, ndak pernah bawa proposal, jumpa sama dia pun ngak mau. Kenapa? Karena kesadaran sudah tinggi. Ngak perlu lah ku kenal di Edy mu itu, ngak kan ada jaminan lebih baik nanti ke depan Sumatera Utara dengan dia, tapi ketimbang itu, itu ceritanya, dia harus tahu itu.
Siapa yang menggerakkan semua itu, Pak? Awalnya saya tahu Dewi berkorban. Ia pakai uangnya sendiri. Di dalam politik sumberdaya selalu dapat muncul dari orang-orang tak terduga yang simpati dengan hal yang diperjuangkan sebuah kelompok. Dengan begitulah orang bisa dan telah merasa wajib ikut berjuang, misalnya dengan menyumbaangkan sesuatu: bisa uniform, bisa alat kantor, bisaa biaya operasional sekretariat, bisa pembiayaan forum dan lain-lain. Salah satu sifat yang umum dari orang yang berpartisipasi, ia bisa merasa tak begitu penting untuk dicatat sebagai orang berjasa.
Jadi masyarakat tidak punya pilihan? Ngak ada punya pilihan. Saya orang yang sangat tidak ngeh dengan orang militer, ngak pande berdemokrasi ini. Diperintah atau memerintah, bukan itu wacana demokrasi. You memiliki apa? Oo.. salah itu, berdebat, tesis, anti tesis, sintesis, dialektika, tantara mana boleh begitu, tempelang kau, tvOne atau Metro yang dibilangnya itu, apa hak kau..? Kompas TV ya.
Universitas Sumatera Utara Artinya ketika itu dia seperti berjalan sendiri, pak? Dijalankannya itu dan ada orang yang mengikuti itu, tapi dia tidak sadar, bagaimana dalam sebuah pesta ada keyboard, ada gadis-gadis manis dengan seragamnya, dari mana biayanya kita ngak ngerti, karena partisipasi semua orang sudah sangat massif di situ.
Tapi cara yang dilakukan Pak Edy ini pernah ngak dilakukan sama pendahulu-pendahulu, katakanlah SBY yang punya latar belakang militer juga. Political marketing itu sebetulnya ngak ada bedanya dengan yang dia lakukan itu, sama. Kan political maping ada di dalam itu, dia survei-survei, ini tendensinya, orang itu ngak suka.. bikinlah terapi di situ. Cipta kondisi katanya, ya iya..
Menurut bapak ideologi ERAMAS bagaimana sih pak? ERAMAS ideologinya, sejatinya orang ini adalah nasionalis tantara, netral agama, sejatinya. Kalau dalam tipologi Islam yang dibikin oleh Clifford Geertz, Islam biasa gitu. Tapi karena berterima kasih kepada agamawan-agamawan ini, lihatlah apa ucapan Edy “Saya malu kalau MUI yang datang ke kantor saya, saya yang harus datang ke situ” itu dibilangnya kan? Itu kesadaran baru dari hasil interaksi selama pilkada itu. Agama ngak boleh dilecehkan, masak diketik suruh datang, ngak bisa, saya yang harus datang ke dia, dia dalamai rupanya agama itu. Keluarga Ijeck selamanya memiliki sebuah program pembersihan masjid, Nah.. itu ngak ada pemikiran di situ. Hanya sebuah alokasi dari rezeki yang mereka peroleh untuk menyumbang kepada umat. Semua itu banyak, ada yang ke panti asuhan, ada yang beri makan, macam-macam. Tapi dia buat seperti perusahaan yang mengelola secara baik untuk mebersihin masjid itu, pegawainya banyak itu. Nah itu menunjukkan ada sebuah model kesilaman baru dari orang kaya seperti yang mereka lakukan itu, itu unik di Indonedia, ngak ada yang seperti itu, dan semua masjid paham itu dan terikat dengan itu.
Secara segmented, menurut tim pemenangan, Pak Edy di segmenkan untuk orang tua, kalangan pedesaan. Sementara Bang Ijeck lebih kepada Ibu-ibu pengajian, kalau menurut bapak bagaimana? Kalau ada waktu yang cukup mengelola tim ini tidak seporadis seperti itu, maka akan ada pemetaan yang lebih bagus. Edy juga dengan ketentaraannya adalah sesuatu yang sangat bisa masuk di semua anak muda milenial. Ayo, siapa kau, mau apa kau, main kita? Itukan sangat milenial itu. Jadi segmented itu kalaupun ada saya tidak tau siapa yang mendisain itu, prasaan sendiri-sendiri aja, saya yakin bukan Pak Edy saja, tidak dirumuskan itu, ngak lah hebat-hebat kali dia. Siapa sih Uut itu? Dia Cuma manager di satu kebun, itu saja kerjanya, insinyur, datang dia ke sini mau bikin apa? 20 menit saya siapkan pidato mu, ini paparkan di depan partai-partai pengusung itu, bapak saja lah yang hadir, tidak! Bapak harus mulai hari ini bahwa bapaklah pemimpin tim ini, perkenalkan diri. Kalau saya, semua mereka kenal saya, semua parpol itu.
Universitas Sumatera Utara Kalau dalam hal produk politik, apakah platform dan visi misi yang yang ditawarkan mereka cukup menjawab permasalahan di Sumut? Martabat itu adalah isu internasional yang belakangan memiliki gaung yang kuat. Saya bisa memberikan bukti itu Donal Trump terdukung begitu hebat oleh isu martabat. Apa contohnya? Dia secara moral orang kasar ini, suka-suka. Ada perempuan yang telanjang itu kan, secara moral orang Amerika ngak suka itu. Tapi hanya dia presiden yang mengatakan “jika kita tidak bangkitkan Amerika ini, itu semua milik China, milik china, China, China, habis, kau mau kerja dimana? Kalau aku sudah selamat, ini pengusaha antar benua, lu gimana? Belajarlah sama orang yang sudah berhasil. Aku ingin membangkitkan rakyat Amerika, the people of America, American first” kan itu martabat. Di belahan bumi lain juga itu terjadi, di Indonesia itu orang hanya mikirkan infrastruktur, pertumbuhan, tidak mikirkan rakyat yang tidak makan. Di situ lah saya masih sedang memiliki pekerjaan bagaimana menularkan pemahaman ini kepada Edy. Waktu saya diundang kemaren Musrembang saya di Jakarta, “ngak sopan kalian itu, situ mau apa situ kasih undangan, periksa tulisan saya besok di Waspada, bawa itu”. Kedua kalinya diundang lagi focus group discussion terbatas, fotokopi itu tulisan saya di Waspada edarkan kepada peserta, itu isu kita martabat, saya bilang.
Jadi jumlah tim pemenangan yang jumlahnya 105 orang itu tidak cukup efektif, atau justru mereka diuntungkan dengan situasi nasional sebagai rembesan sehingga tidak maksimal? Koalisi partai itu selamanya ngak pernah teruji memiliki solidaritas yang kuat, ngak pernah itu, yang sekarang juga begitu, udah pilpres urusannya ini. Peduli amat punya presiden kalau partainya mati, itu yang membuat Yusril lompat dari kubu Prabowo ke Jokowi. Di Prabowo dia bukan tidak dihargai, tapi tunggu dulu, anda kan tidak punya partai dalam pengertian bukan partai pengusung, saya hitung dulu ini orang-orang yang pengusung ini, kau ngak sebesar PAN, partai tambahan kau ini, sabar dulu. Ooo dia ingin duduk setara dengan PKS, setara dengan Gerindra, haaa ngak betul juga. Sambil memberi signal ke Jokowi. Jokowi itu Ooo.. ini simbol Islam, mainkan. Dikasihnya tugas satu bebaskan Abu Bakar. Loh, gawat! Serba- serbi, siapa-siapa sudah banyak professor telungkup di depannya itu ya, seperti Pak Mahfud, kemudian Pak Ma’ruf, lalu ini Suteki satu lagi. Di rezim ini, Nah itu, tim itu karena berlatar partai-partai tidak memiliki peluang untuk solid, sibuk dengan agenda masing-masing karena mepetnya itu waktu antara pilgub dengan pilpres.
Menurut bapak, bagaimana peran tim relawan bersatu yang diinisiasi oleh Dewi Budiati ketika itu? Dewi luar biasa. Memiliki visi yang kuat dan cara kerja yang terukur. Networkingnya kuat. Karena tipenya easy going, Dewi mudah mendapatkan kawan baru dan sekali dapat teman akan menjadi teman selamanya. Demi memiliki atau mengelola Bersama akun-akun social media yang aktif mendiskusikan masalah dan solusi pemenangan. Bukan saja karena ia punya akses kepada Pak Prabowo melalui orang-orang terdekat seperti Fadli Zon dan lain-lain yang membuat kedekatannya dengan Jenderal Edy akhirnya terbaca bukan Cuma untuk urusan pilgub, tapi juga pilpres.
Universitas Sumatera Utara Drs. HENDRA HARAHAP, MSi., Ph.D. PAKAR POLITIK USU
Menurut amatan Bapak, bagaimana gaya komunikasi pasangan ERAMAS? “Gaya komunikasi ERAMASNYA? Satu, kalau Edy bahasanya lugas, kemudian kontrol terhadap taste lemah, kurang, katakanlah begitu. Kemudian tingkat percaya diri tinggi, itu. Urusan salah atau tidak kemudian itu urusan lain. Selanjutnya, selain PD nya tinggi kemudian punya pikiran yang positif, katakanlah begitu. Bahwa segala sesuatu itu kalau memang mau bisa dibereskan, masalah apapun itu. Itu Edy, itu yang nampak. Nah, kemudian kalau dari sisi pribadinya, kalau dari apa yang nampak dari debat politik yang dilakukan pada saat Pilgubsu, learning-nya Ijeck itu cukup lumayan, learning kemauan untuk mempelajari sesuatu itu lebih baik lagi. Nah, katakanlah begitu. Penguasaan konten secara total ERAMAS itu masih lemah penguasaan konten, jadi itu dia. Karena apa? Model kampanyenya itu lebih mengandalkan kekuatan politik identitas dalam hal ini katakanlah itu Islam untuk menang atau tidaknya dia dalam Pilgubsu kemarin, itu dia. Jadi semua gaya, semua gaya aksesoris bicara dan macem-macemnya itu, itu diarahkaan ke urusan politik identitas, itu yang paling nampak dari pasangan ERAMAS kemarin”.
Konten misalnya seperti apa? “Ya, kontennya ya bahwa konten untuk urusan strategi utamanya ya satu itu, untuk umat. Pendekatan yang dipakai itu pun pendekatan dari aspek agama, walaupun kemudian itu “dibungkus” katakanlah begitu dengan bahwa mereka itu adalah pemimpin Sumatera Utara, tapi sebagian besar pendekatan itu adalah diarahkan ke sana. Nah, sempat agak lebih ini ketika dibenturkan dengan persoalan “jomplangnya” pembangunan Sumatera Utara Pantai Barat versus Pantai Timur, itu dia. Yang agak menarik dari sisi politik identitas itu adalah yang kemudian mereka pakai adalah di Pantai Barat itu juga kemudian ada “pendukung” mereka. Itu yang mereka pakai. Makanya kemudian atribut-atributnya itu yang berhubungan dengan politik identitas itu. Itu juga yang sebetulnya mau diraih oleh lawan politik. Tapi itukan tidak berhasil. Itu yang terjadi”.
Bagaimana Bapak melihat Political Marketing ERAMAS dari perspektif ilmu komunikasi? “satu bahwa segmennya itu sudah jelas. Segmentasinya itu, yang dijual segmentasi pemilihnya yang politik identitas tadi, itu satu. Yang kedua, dignity BERMARTABAT, ini yang menarik. Karena ini konsep hampir sama dengan kedaulatan, martabat itu ya cerita kedaulatan. Seperti apapun kondisi Sumatera Utara itu yang perlu adalah dignity. Ini tagline yang cukup bagus untuk diangkat sebetulnya, dan kemudian itu dari taglinenya. Kalau model kampanyenya atau tema-tema kampanyenya hampir sama dengan Djarot, tidak ada jauh beda. Sama- sama coba menjangkau katakanlah aspek ekonomi, kedaulatan sosial, politik, itu sama. Tapi ada satu, bahwa segmennya ini lebih difokuskan ke yang itu tadi, politik identitas tadi. Kemudian itu dari sisi konsepnya. Dari sisi aplikasinya itu, medium yang dipakai itu seimbang. Baik oleh Djarot maupun ERAMAS, itu seimbang. Tidak ada kemudian perbedaan yang mencolok, katakanlah begitu medium kampanye yang bisa kita lihat baik di pantai timur maupun pantai barat, seluruh
Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara itu sama. Karena alat peraga kampanye (APK) itu kan sudah ditangani oleh KPU. Nah yang menjadi pembeda itu adalah kalau dari sisi penggalangan opini publik itu hampir sama. Yang kedua ini yang main urusan yang relawan yang bergerak ke komunitas secara langsung. Ini yang cukup kuat. Ini yang kemudian bisa menambah, sangat menambah amunisi dan kekuatan ERAMAS, kekuatan relawan yang kemudian mereka koordinir dengan baik, kamapanye melalui relawan, kemudian melalui media massa. Ini P-O-P melalui medium, ini melalui media massa apapun baik luar ruang, sampai dengan internet, organisasi ataupun kelompok. Nah, ini yang mendatangi door to door selling-nya kuat. Ini yang membedakan karena dia masuk disemua lini khususnya di pantai timur yang itu sangat tidak bisa dimasuki oleh Djarot dan kawan-kawan. Itu yang mebedakan sebetulnya. Kalau kemudian pertarungan itu bisa sama baik yang melalui media massa maupun yang melalui relawan door to door selling, maka kemungkinan ini hasilnya bisa beda. Itu yang membedakan.”
Dalam hal ini relawan yang dihandel Dewi atau keseluruhan? “Keseluruhan. Saya tidak tahu siapa Dewi dana pa fungsi Dewi, kalau yang dilihat itu, yang jalan ini kan berbagai macam kelompok untuk Edy. Tidak hanya dinyatakan bahwa itu kerjaan satu orang, tapi tim yang berhubungan dengan ini yang cukup bagus, misalnya. Dan tokoh-tokoh politik identitas dalam hal ini Islam kan dipakai di bawah ini, Ustad Abdul Somad, siapa segala macam, kan itu, yang memperkuat door to door selling dan komunikasi kelompok itu.
Kemudian menurut Bapak, apa pesan komunikasi yang sangat menonjol pada pasangan ERAMAS ini? “ndak ada, kecuali tagline yang MARTABAT itu, walaupun itu sebetulnya belum bisa dijabarkan secara total oleh timnya Edy, misalnya. Tagline ini bisa menjadi “pembeda” walaupun kemudian bentuk konkrit yang akan disampaikan, yang akan dicapai kita belum tahu seperti apa, dan pada saat kampanye itu, itu belum ada. Untuk konkrit yang Namanya SUMUT BERMARTABAT itu ndak ada. Tapi itu ngak penting lagi, karena segmentasinya udah jelas, misalnya. Akan sangat berbeda kalau kemudian politik identitas itu tidak bermain di Sumatera Utara. Mungkin taglinenyaitu tagar itu ngak ada gunanya sama sekali, kalau kemudian posisinya itu imbang, inikan karena memang posisi tidak imbang dan bisa kemudian punya kemampuan untuk menkonstruksi supaya tidak imbang, itu direkatkan di situ semua, direkatkan di politik identitas itu. Ya termasuk yang percaya dua bulan sampai tiga bulan bahkan sebelum debat berlangsung, masa debat berlangsung, saya sudah katakana ini minimal 58-42 . karena apa? Kekuatan itu tadi, politik identitas. Djarot itu ngak jual”.
Universitas Sumatera Utara BIODATA PENELITI
Nama : Sri Wanasari Tempat/ Tgl. Lahir : Labura, 8 Desember 1985 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Desa Simp. VI, Kec, Merbau, Kabupaten Labura-Sumut Domisili : Jl. Tirto no. 3, Medan-Perjuangan Status : Belum Menikah Email : [email protected] No. HP. : 08116157892
DATA PENDIDIKAN o 1991 – 1997 : SDN 116909 o 1997 – 2000 : SMP Negeri 1 Merbau o 2000 – 2003 : SMK PARIWISATA CIPTA KARYA MEDAN o 2003 – 2008 : S1 Ilmu Komunikasi, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi- Pembangunan Medan o 2016 – 2019 : S2 Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara
DATA PEKERJAAN o 2008 – 2014 : Kontributor TV One Wilayah Medan o 2014 – 2018 : Reporter TV One Biro Medan o 2018 – sekarang : Asisten Produser TV One Biro Medan
Universitas Sumatera Utara