BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Tradisional Nasi Jinggo 1. Pengertian Nasi Jinggo Makanan Tradisional Merupakan Segala Jeni
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Tradisional Nasi Jinggo 1. Pengertian nasi jinggo Makanan tradisional merupakan segala jenis makanan olahan asli daerah, yang merupakan khas daerah setempat, mulai dari makanan lengkap, selingan dan minuman, memiliki kandungan gizi yang cukup serta bisa dikonsumsi oleh masyarakat daerah tersebut. Salah satu makanan tradisional lengkap yaitu nasi jinggo (Yunita dan Dwipayanti, 2010). Nasi jenggo (atau nasi jinggo) adalah makanan siap saji khas Bali yang dikemasan daun pisang dengan porsi kecil. Dalam bahasa Hokkien, jeng go memiliki arti "seribu lima ratus". Kini, harga satu porsi nasi jenggo adalah sekitar Rp 5.000. Karena porsi nasi jinggo sangat sedikit, pembeli biasanya membeli nasi jinggo sebanyak beberapa bungkus agar dapat kenyang (Wirata, 2014). Nasi jinggo disajikan dalam kemasan daun pisang. Isinya adalah nasi putih sekepalan tangan dengan lauk-pauk dan sambal. Lauk-pauk yang digunakan biasanya adalah sambal goreng tempe, serundeng, dan ayam suwir. Seiring berkembangnya jaman, nasi jinggo sudah banyak divariasikan oleh para pedagang. Kini nasi jinggo banyak dikemas menggunakan kertas pembungkus nasi yang berwarna coklat. 2. Sejarah nasi jinggo Sejarah nasi jinggo dimulai semenjak tahun 1980. Menurut para penjual, nasi jinggo pertama kali dijual di Jalan Gajah Mada, Denpasar. Di tempat tersebut 7 terdapat Pasar Kumbasari yang beraktifitas selama 24 jam. Banyak orang di pasar yang begadang dan perlu makanan pengganjal perut di malam hari. Penjual nasi jinggo pertama kali adalah sepasang suami-istri yang berjualan dari sore hingga malam. Kreasi mereka sangat disukai sehingga kini banyak penjual nasi jinggo, tidak hanya di Denpasar tetapi juga kota-kota lain di Bali, bahkan hingga di luar Pulau Bali seperti di Kediri (Bee, 2013) 3. Komponen nasi jinggo Pangan umumnya tersusun atas air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Karbohidrat, protein, dan lemak disebut zat gizi makro, sedangkan vitamin dan mineral disebut zat gizi mikro. Komponen tersebut didapatkan dari pangan itu sendiri. Pada pangan olahan seperti nasi jinggo, umumnya terdiri atas beberapa komposisi bahan pangan, seperti nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk yang berupa daging ayam dan telur sebagai sumber protein hewani, kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati, sayur serta lauk lainnya. Komposisi bahan pangan yang digunakan dalam nasi jinggo umumnya memiliki porsi yang kecil sehingga masih kurang dan belum mencukupi standar porsi sebagai makanan utama. Semua bahan pangan yang digunakan akan menghasilkan zat gizi. Setiap zat gizi tersebut mempunyai fungsinya masing-masing. a. Karbohidrat Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi utama, berperan dalam metabolisme lemak sehingga mencegah terjadinya oksidasi lemak. Selain itu karbohidrat berfungsi memberi rasa manis makanan dan menyediakan serat pangan yang diperlukan tubuh terutama untuk pencegahan penyakit. 8 b. Protein Fungsi utama protein yaitu sebagai zat pembangun dalam pertumbuhan jaringan. Protein berfungsi juga sebagai sumber energi, namun jika penyediaan energi dari karbohidrat dan lemak tidak mencukupi. Selain itu protein bersama dengan mineral berperan dalam pemeliharaan keseimbangan air, yaitu cairan pembuluh darah, ruang sel, dan di dalam sel. c. Lemak Lemak berfungsi sebagai penyedia energi kedua setelah karbohidrat. Lemak juga berfungsi sebagai pembentuk struktur tubuh karena menunjang letak organ tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal. Dalam pangan lemak berfungsi memberi kepuasan cita rasa, menimbulkan rasa dan keharuman pada makanan, dan sebagai agen pengemulsi. 4. Kemasan nasi jinggo Kemasan adalah wadah atau tempat untuk menempatkan produk serta memberikan perlindungan atau proteksi sehingga produk lebih awet. Pengemasan secara umum dimaksudkan sebagai usaha untuk memastikan distribusi atau pengangkutan produk aman sampai ke konsumen akhir dengan biaya yang minimal (Noviadji, 2014). Menurut Indraswati (2017), kemasan berfungsi sebagai pelindung atau pengaman produk dari pengaruh luar yang dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada makanan, baik dari segi fisik, kimia, maupun biologi (Indraswati, 2017) Pengemasan nasi jinggo dilakukan dengan kemasan tradisional, yaitu menggunakan daun pisang. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, kemasan nasi jinggo mulai dikreasikan dengan menggunakan kemasan 9 yang lebih modern, seperti kertas. Nasi jinggo berdasarkan kemasannya dapat dibedakan menjadi seperti berikut : a) Kemasan alami Daun pisang adalah salah satu jenis kemasan alami tradisional yang banyak digunakan. Daun pisang memiliki permukaan yang licin, rendah menyerap panas, kedap air dan udara, dapat memberikan aroma dan cita rasa yang khas pada makanan, murah, serta mudah didapat. Namun kemasan daun pisang memiliki kekurangan yaitu tidak semua daun pisang baik digunakan untuk mengemas, dikarenakan sifat fisik yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Selain itu pengemasan dengan daun pisang tidak tahan lama (tidak awet) dan kebersihannya kurang terjamin (Murdiati & Amaliah, 2013) b) Kemasan kertas Kemasan kertas merupakan jenis kemasan modern yang paling sering digunakan untuk membungkus makanan. Kemasan kertas memiliki keunggulan antara lain ringan, lebih kaku, relatif murah dan hemat tempat. Sedangkan kelemahannya yaitu mudah robek dan terbakar, tidak dapat mengemas cairan dan tidak dapat dipanaskan. Kertas yang digunakan yaitu kertas yang dicetak khusus untuk mengemas makanan serta bersih (Murdiati & Amaliah, 2013). B. Keamanan Pangan 1. Pengertian keamanan pangan Menurut UU RI No 18 tahun 2012 tentang pangan, Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, 10 merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk melindungi konsumen, sebelum beredar di pasaran bebas, produk makanan dan minuman perlu diuji terlebih dahulu oleh para ahli dan pihak-pihak yang berwenang. Di Indonesia, pengawasan keamanan pangan ditangani oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI NO 722/MENKES/PER/IX/88, apabila hasil penelitian menunjukkan hasil positif dan aman dikonsumsi maka produk tersebut diijinkan untuk beredar di pasaran. Apabila makanan yang tidak aman dikonsumsi akan menyebabkan gangguan kesehatan atau menyebabkan penyakit (Foodborne deseases). Foodborne deseases merupakan penyakit yang disebabkan oleh makanan. Makanan dapat menyebabkan foodborne deseases karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang tumbuh dan berkembang biak sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan kesehatan manusia (BPOM RI, 2008). 2. Faktor yang mempengaruhi keamanan pangan a. Higiene sanitasi Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena memiliki kaitan yang erat. Misalnya Higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004). Tujuan dari sanitasi makanan antara lain: 11 1) Menjamin keamanan dan kebersihan makanan 2) Mencegah penularan wabah penyakit 3) Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat 4) Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan 5) Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan Menurut Depkes RI 2004, terdapat 6 prinsip higiene dan sanitasi makanan dan minuman yaitu dimulai dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan sampai tahan penyajian makanan. b. GMP (Good Manufacturing Practices) GMP (Good Manufacturing Practices) adalah suatu pedoman dalam produksi makanan yang bertujuan untuk mendapatkan makanan yang memenuhi persyaratan–persyaratan keamanan, bermutu dan sesuai dengan keinginan konsumen. Tujuan penerapan sistem GMP adalah untuk melindungi konsumen dari produksi makanan yang tidak aman dan tidak memenuhi syarat, memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang diproduksi sudah aman dan layak konsumsi, dan mempertahankan serta meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang disajikan (Nanda, 2015). Dalam GMP terdapat empat aspek yang harus dipenuhi yaitu aspek sanitasi bangunan, aspek sanitasi cara pengolahan, peralatan yang digunakan dan aspek hygiene perorangan tenaga penjamah makanan. Dalam aspek tersebut memuat persyaratan mengenai produksi makanan yang baik (Nanda, 2015). c. Proses pengolahan 12 Secara luas, pengertian pengolahan pangan adalah setiap perlakuan yang diterima pangan sejak dipanen hingga dikonsumsi (Tejasari, 2005). Pengolahan makanan adalah suatu kegiatan mengubah bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat menjaga mutu dan keamanan hasil olahan makanan. Sedangkan cara pengolahan yang salah dapat menyebabkan kandungan gizi dalam makanan hilang secara berlebihan (Nanda, 2015). Menurut Depkes RI (2004) pengolahan bahan pangan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan dilakukan dengan cara terlindung dan tidak kontak langsung dengan tubuh,