JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

Metafisika Politik: Menimbang Kekuatan Aristokrasi dalam Pilkada Belu dan Malaka Tahun 2020

Political Metaphysics: Considering the Aristoctic Power in the 2020 General Election of District Heads in Belu and Malaka Regencies

Hendrik Saku Bouk Ilmu Komunikasi-Universitas Katolik Widya Mandira, E-mail: [email protected]

Abstract This writing intends to describe the carrying out of election of district heads of Belu and Malaka regencies of the Province in December 2020. This paper is of the opinion that the election of district heads in these two regencies involved the perspective of political metaphysics. According to indigenous tradition of the Belunese and the Malakans, the metaphysical power is transformed into the personality of the raja. Raja is the representation of the divine, the incarnation of god (Maromak Oan) and endowed politically with rights to govern. In the general election of the Malaka and Belu district heads, the pair candidates running for the posts of regent and vice regent did their best to win the electoral contestation by building their political power through the coalition of political parties, through campaign for mass support, through political physics that mobilizes all political machinery as well as through pataphysics that make use of the virtual networks. Nevertheless, the coalition of political parties still take into account the power of metaphysical politics based on aristocracy. The nobilities are considered worthy to become the persons endowed with privileges to govern. Therefore the election of district heads does not necessarily always have to do with coalition, campaign and money politics, but also with tradition and belief of the voters who demonstrate their preference to the candidates from the aristocratic circles.

Keywords: general election of district heads (pilkada), democracy, metaphysics, aristocracy politics

Abstraksi Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan perhelatan pemilihan kepala daerah Kabupaten Belu dan Malaka di Nusa Tenggara Timur pada Desember 2020. Paper ini berpandangan bahwa pilkada di dua wilayah ini melibatkan perspektif metafisika politik. Menurut tradisi budaya orang Belu-Malaka, kekuatan metafisika ini menjelma dalam diri seorang raja. Raja adalah representasi yang Ilahi, titisan dewa (Maromak Oan) yang secara politis mendapat hak istimewa untuk memerintah. Dalam pilkada Belu dan Malaka, para pasangan calon bupati dan calon wakti bupati berusaha untuk mencapai kemenangan dengan cara membangun kekuatan politik melalui koalisi partai-partai, dukungan massa dalam kampanye, kekuatan fisika politik dengan menggerakkan seluruh kekuatan mesin politik, kekuatan patafisika melalui jaringan virtual. Walaupun demikian, partai-partai koalisi mesti tetap mempertimbangkan kekuatan metafisika politik berbasis aristokrasi. Bangsawan adalah sosok yang pantas mendapat hak istimewa untuk memerintah. Karena itu, pemilihan kepala daerah tidak semata-mata karena pengaruh koalisi, kampanye dan politik uang – melainkan juga karena pengaruh tradisi budaya dan keyakinan sebagian besar massa pemilih yang masih kuat bersimpati pada paslon yang berasal dari kalangan ‘istana’.

Kata Kunci: Pilkada, demokrasi, metafisika, politik-aristokrasi

130 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

Pendahuluan mendiskreditkan di antara para kandidat dalam mempengaruhi massa pemilih guna Pemilukada adalah pesta demokrasi meraih bola panas kekuasaan – melainkan bagi seluruh rakyat. Pemilihan Kepala pada kedekatan relasi kekerabatan antara Daerah serentak di untuk 270 kandidat dengan pejabat negara. Maka ada wilayah, termasuk sembilan (9) kabupaten di yang menyebutnya dengan istilah ‘politik wilayah Nusa Tenggara Timur tetap digelar kerabat’. Itulah sebabnya, pilkada 2020 walaupun pandemi Covid-19 masih terus dinilai unik karena dibayang-bayangi oleh menguat. Pendaftaran calon dibuka bulan isu kekuasaan atas dasar relasi kekerabatan Agustus 2020, sedangkan penetapan nama atau lebih tegas disebut oligarki kekuasaan, calon secara resmi pada tanggal 6 September pada hal Indonesia menganut sistem 2020 sehingga tersedia waktu tiga bulan demokrasi yang bertujuan memeratakan bagi para kandidat melakukan kampanye. kekuasaan dan ekonomi. Oligarki Kampanye bisa dilakukan melalui tatap merupakan suatu sistem pemerintahan muka dengan tetap memperhatikan dengan kekuasaan politik dipegang oleh persyaratan protokol kesehatan Covid- 19 sekelompok kecil elit yang berasal dari dan kampanye online melalui media massa masyarakat, yang dapat dibedakan dan media jejaring sosial. Aloysius Budi berdasarkan keluarga, kekayaan serta Purnomo (2009) melukiskan kampanye juga kekuatan militernya. Kata oligarki sendiri bagian dari pemasaran politik. Kampanye itu berasal dari bahasa Yunani yaitu sama dengan iklan, menawarkan produk. “oligarchia”, dari kata oligoi yang berarti Produknya ialah kandidat jagoannya dengan sedikit dan arkhein yang memiliki arti visi, misi dan program kerakyatannya. memerintah. Awal mula sistem Karena itu masyarakat mesti serius pemerintahan oligarki pertama kali terjadi membaca situasi politik yang selalu pada negara Yunani Kuno berubah-ubah setiap saat. Dalam kampanye (https://ilmugeografi.com/ilmu- sering ada produk yang tidak laku dijual di sosial/pemerintahan-oligarki). tengah masyarakat pemilih, walaupun kandidatnya berkualitas, disebabkan antara lain juga karena kesalahan para penjualnya Tiga Relasi Kekuatan Politik yakni Tim sukses cenderung menjelekkan produk (kandidat) lain. Terlepas dari isu politik relasi kekerabatan atau politik oligarki yang menguat pada pilkada serentak tanggal 9 Isu “Politik Kerabat” Desember 2020, Yasraf Amir Piliang (2009) dalam opini berjudul, “Patafisika Politik” Indonesia menganut sistem demokrasi menjelaskan bahwa untuk meraih kekuasaan didasarkan pada pilihan bebas rakyat. dalam suatu pemilihan biasanya arsitektur Kampanye bertujuan menarik hati rakyat (tubuh) politik bangsa maupun daerah dan usaha menjadikan sang kandidat terpilih dibangun oleh tiga relasi kekuatan politik dan menang. Walaupun demikian, menurut ini: dugaan banyak pihak, pilkada tahun 2020 ini, yang terpenting bukan soal kampanye 1. “Fisika Politik”. Sesungguhnya politik untuk menjual visi, misi, program dan merupakan upaya sistematis-pragmatis yang kualitas kandidat guna mendulang suara bermuara pada kekuasaan dengan cara rakyat pemilih, bukan pula soal saling mengerahkan dan menggerakkan segala

131 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

‘kekuatan’ fisik konkrit berupa finansial, ‘mesin konkrit politik’ dalam membangun material, ekonomi, keluarga, budaya, kekuasaan. militer, individu, kelompok, massa, teknologi, infrastruktur, termasuk bantuan 2. “Metafisika Politik”. Arsitektur politik sumbangan dan hadiah seperti jaket, kaus, bangsa maupun daerah juga dibangun oleh topi, masker bertuliskan nama kandidat. kekuatan “metafisika politik” (political Yasraf Amir Piliang (2009) mengatakan metaphysics) yaitu upaya membangun relasi kekuatan politik seperti ini, John kekuatan dengan suatu kekuatan lain yang Protevi dalam Political Physics (2002) melampaui fisik. Piliang (2009) menyebut menyebutnya “fisika politik’ (political dua kekuatan metafisik : pertama, yang physics) yaitu kekuatan politik fisik yang berkaitan dengan yang transenden (Allah). dibangun oleh totalitas kekuatan dalam Di , misalnya, selama masa kampanye aneka skala yakni individu, keluarga, acapkali para kandidat mendapatkan kelompok, partai, korporasi, geng, sekte dan kesempatan mendatangi para tokoh agama bangsa ; serta aneka jenis kekuatan lain untuk mencari dukungan politik. Para calon seperti militer, modal, massa, premanisme, sering mengawali dan mengakhiri kampanye teknologi, partai politik dan kekuatan politiknya atas nama Tuhan, rajin berdoa berbasis keagamaan. Selain itu, Yasraf Amir dan melakukan novena, menghadiri ibadat Piliang juga mengutib pendapat Felix dan misa, serta terlibat aktif dalam doa Guattari dalam Molecular Revolution (1984) Rosario di Kelompok Umat Basis (KUB) yang menyebut totalitas kekuatan politik yang mudah dijadikan sebagai wadah untuk fisik-konkrit ini sebagai “mesin konkrit” kampanye politik. Derma di gereja selama (concret machine) yakni mesin massa, mesin masa kampanye sering meningkat. ekonomi, mesin industry, mesin uang. Barangkali tidak terlalu keliru kalau Semuanya dikerahkan sebagai modus politik kegiatan-kegiatan seperti ini boleh saya untuk meraih bola panas kekuasaan. Kita sebut kegiatan ‘rohani politik’ artinya dapat menyaksikan gerakan mesin konkrit kegiatan rohani yang dilakukan oleh para politik ini bergulir di sejumlah wilayah di kandidat untuk tujuan kepentingan Nusa Tenggara Timur termasuk di Belu dan politiknya selama masa kampanye dan akan Malaka. Sejak saat pendaftaran calon, sirna sesudah pemilukada; kedua berkaitan penetapan resmi calon hingga masa dengan yang gaib (mistik). Para calon sering kampanye terlihat adanya pengerahan massa mencari dukungan politik pada kekuatan dalam jumlah tertentu disertai pembagian mistik, kekuatan gaib, paranormal atribut politik (jaket, kaus, topi, masker (peramal), dukun, rumah pemali, roh yang bergambar foto dan bertuliskan nama leluhur, mengunjungi kuburan nenek calon). Bahkan menjelang proses moyang atau tokoh politik tertentu yang pencalonan sudah terlihat dinamika ‘mesin diyakini sebagai sosok ‘ajaib’ untuk konkrit’ itu dalam bentuk bantuan sosial mendapatkan kekuatan, termasuk pula (hadiah mobil, pengobatan gratis, bantuan menyembah batu keramat, pohon sakti, sembako, pembangunan rumah ibadat, gunung dan laut serta ritual adat di rumah sekolah, jalan desa, traktor, rumah sehat, pemali yang diyakini dapat membantu bibit tanaman, hewan dan sebagainya). menganugerahkan kekuasaan. Terkait Sejumlah pihak juga sudah memprediksikan kekuatan metafisik politik ini, acapkali adanya dugaan politik uang menuju hari ‘H’. paranormal atau dukun menggunakan Semuanya ini dilihat sebagai unsur-unsur kesempatan untuk menafsir ‘nomor urut’ pasangan calon bupati-wakil bupati sebagai

132 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

‘angka keberuntungan’ atau ‘angka ajaib’, politik yang dianggap legitimated. Dominasi angka ‘berkat’, angka ‘pilihan Tuhan’. Ada ‘citra realitas’ atas realitas menggiring pada pula yang menggunakan hewan piaraan ‘derealisasi politik’ (derelaisation of politic) seperti kuda dan ayam jago merah yaitu kekuatan politik dibangun oleh (Tetun=manu meo) sebagai semiotik politik ‘kekuatan citra manipulatif’ pada tingkat yang menyimbolkan keperkasaan, kekuatan, semiotik dan bukan dibangun oleh relasi- kepahlawanan, keberanian dan kemenangan relasi konkrit, riil dan substansial pada tingkat realitas sosial harian. Di sini, 3. “Patafisika Politik”. Tubuh politik juga ‘semiotik politik’ mengambil alih sosiologi dibangun oleh kekuatan patafisika politik politik’. Piliang melanjutkan bahwa dalam yakni upaya menciptakan watak politik selebrasi politik citra, ‘kekuatan citra’ dengan membangun “kekuatan citra” mengooptasi ‘kekuatan rakyat’ (demos) melalui dunia virtual. Patafisika politik karena rakyat di abad virtual ini sudah hidup menjadikan seduksi imagologis sebagai pilar dalam pengaruh bayang-bayang ‘seduksi kekuasaan. Fisika politik mengerahkan citra’. Bahkan ‘kekuatan citra’ itu kekuatan riil individu, keluarga, kelompok (diasumsikan) kini justru membentuk dan citra hanyalah ‘medium’ untuk demos, sehingga kekuatan dan opsi untuk penyampaikan pesan. Sedangkan dalam memilih pasangan calon tidak lagi lahir dari patafisika politik justru citra menjadi pesan keputusan demos sendiri, melainkan seolah- itu sendiri. Citra adalah pesan. Citra politik olah keputusan memilih itu dibuat menjadi bagian dari ‘tubuh politik’ karena berdasarkan ‘keputusan kekuatan citra’. tanpa citra terasa tidak ada kekuatan politik. Pada tahap ini ‘demokrasi’ artinya Yasraf Amir Piliang (2009) merujuk pada kekuasaan ada di tangan rakyat pemikiran Jean Baudrillard dalam In the mendapatkan makna baru sebagai Shadow of the Silent Majorities (1981) yang ‘imagokrasi’ (imagocracy) yaitu kekuasaan menyatakan bahwa dunia politik sedang ada di tangan gemerlap citra dan pencitraan. didominasi oleh kekuatan citra sebagai “Seduksi politik’ menggantikan program dunia “patafisika” (pataphysics) yang politik’. Yasraf Amir Piliang (2009) menilai berkembang begitu pesat di era virtual ini. arsitektur politik daerah yang dikembangkan Dengan melemahnya kekuatan politik fisik dan dibangun di atas kekuatan: fisika politik, dan metafisik dalam perkembangan politik metafisika politik dan patafisika semuanya di era virtual ini, menjadikan ‘mesin citra’ bermuara pada satu titik kulminasi ini: sebagai mesin penggerak utama dalam kekuasaan. Walaupun demikian, ketiga mengerahkan massa virtual. Citra-citra itu kekuatan itu dinilai bukan merupakan sangat menghipnotis perhatian dan lukisan riil politik karena ketiganya bukan kesadaran melalui aneka media : surat kabar, dibangun oleh kekuatan realitas, melainkan radio, televisi, handphone, internet, oleh kekuatan ‘ilusi-ilusi’ baik yang facebook dan media sosial lainnya. Bahkan berkarakter fisik, metafisik maupun citra-citra itu muncul sarat dengan patafisik. Dengan demikiran arsitektur manipulasi, seduksi, ilusi dan framing yang (tubuh) politik pilkada tidak murni dibangun seolah-olah riil pada hal itu ‘topeng’ untuk oleh kekuataan realitas, melainkan oleh menutupi ‘ketiadaan realitas’. Karena itu kekuatan ‘ilusi’. menurut Piliang (2009), “patafisika politik” dinilai membawa ‘absurditas politik’ karena menyelewengkan realitas melalui ‘citra realitas’ sebagai suatu modus operandi

133 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

Menimbang Kekuatan “Metafisika 2.“Psefologi” atau “Hahonu Fatuk Fuan” Politik” Dalam Pilkada Belu dan Malaka (untuk) Demokrasi 2020 Dalam tradisi budaya Belu-Malaka, Terkait pilkada di Belu dan Malaka, cara rakyat (renu) menentukan dan setiap kandidat membangun strategi menjatuhkan pilihan politiknya dalam politiknya dalam perjuangan mempengaruhi demokrasi terhadap seorang calon pemimpin rakyat pemilih selama masa kampanye disebut, ‘hahonu fatuk fuan’ atau ‘hahonu untuk meraih kemenangan, antara lain batar fos’. Artinya pemilihan dan melalui tiga jalur kekuatan ini: pemungutan suara dengan menggunakan sarana batu kerikil atau biji jagung. Setiap pemilih dengan bebas dapat memberikan 1. Koalisi Partai Politik suaranya terhadap calon pemimpin tertentu dengan cara mengambil biji jagung (batar Di Kabupaten Belu, Paslon Willy Lay- fos) atau batu kerikil kecil (fatuk fuan) yang Ose Luan (SAHABAT) mendapat dukungan sudah tersedia lalu menjatuhkannya dari koalisi enam (6) partai politik dengan (hahonu) ke dalam satu wadah (tanasak) jumlah kursi 16 : Demokrat (4 kursi), PDIP sebagai kotak suara. Tata cara pemilihan (4), Gerindra (3) PAN (3), Hanura (1) dan tradisional Belu-Malaka ini, sama dengan PPP (1). Sementara itu, Pasangan calon kebiasaan masyarakat Yunani kuno yang Agus Taolin-Aloysius Haleserens (SEHATI) menggunakan batu-batu kerikil untuk didukung lima partai dengan jumlah kursi menjatuhkan pilihan politiknya terhadap 14: Partai NasDem 4 kursi, Golkar 4 kursi, calon tertentu yang disebut “Psefologi” PKB 3 kursi, PKS 1 kursi dan PKPI 2 kursi untuk demokrasi. Psefologi berasal dari (Teni Jehanas, Pos Kupang 3/9/2020). akar kata psephos artinya koral atau batu- Sementara di Kabupaten Malaka paslon batu kerilik (Aloysius Budi Purnomo, 2009). SBS-WT mendapat dukungan koalisi dari Secara metafisik, pada masa lampau, enam (6) partai politik : Golkar, Nasdem, tempat pemungutan suara dilakukan di Demokrat, Hanura, Gerindra, PDIP. rumah temukung (dato) atau di rumah Sementara paslon SN-KI didukung oleh tiga pemali (umalulik) diawali dengan ritual adat partai: PKB, PSI, Perindo. Walaupun untuk memohon restu leluhur (hamulak seti demikian paslon ini berkeyakinan menang ba bei sia) dan doa kepada Wujud Tertinggi pada pilkada Malaka 2020 karena dukungan (Na’i Maromak) agar proses demokrasi masyarakat akar rumput yang masih kuat berjalan lancar didasari pada prinsip sistem kekerabatannya. rasionalitas, spiritual dan tradisi budaya Sekalipun partai-partai koalisi sudah yang bertanggung jawab. Di sini, istilah menyatakan dukungan secara terbuka ‘batar fos’ atau ‘fatuk fuan’ dalam terhadap paslon tertentu, namun itu belum prakteknya mengandung makna mutlak. Partai koalisi harus tetap pembelajaran demokrasi politik yang paling memperhitungkan pilihan bebas masyarakat asli, jujur dan transparan (bdk. Budi akar rumput karena koalisi tidak otomatis Purnomo, 2009). Suatu tata cara pemilihan bisa menjamin kemenangan pasangan calon sungguh rasional berbasis tradisi budaya tertentu. Selain pilihan bebas, ada pula lokal, tidak sekedar eforia emosional pengaruh kekuatan uang, hubungan keluarga irasional belaka, namun bernilai sakral dan kerabat, rekan kerja dan simpatisan. karena keyakinan akan restu leluhur dan campur tangan Wujud Tertinggi dalam pesta

134 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

demokrasi. Maka menjelang pesta selama masa kampanye, sedangkan Hari demokrasi pilkada 9 Desember 2020, bagi “H-nya” pada tanggal 9 Desember 2020, para paslon bupati-waki bupati baik rakyat pemilih Belu dan Malaka, ibarat Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka, konsumen menegaskan kepastian produk mesti memaknai masa kampanye sebagai terbaiknya dari antara pasangan calon yang kesempatan ‘hahonu batar fos’ atau ‘fatuk ada. Pada tahap ini, harapan demokrasi fuan’ untuk demokrasi yang benar. Artinya adalah rakyat sebagai konsumen tetap menjadi proses disermen demokrasi konsisten dengan sikap kritisnya. Rakyat (democratic discernment) bagi para calon pemilih jangan menjadi konsumen yang sendiri untuk mengkampanyekan program- konsumeristik, artinya mudah terbuai progam yang sungguh-sungguh konkrit, dengan politik uang atau serangan fajar, terbukti dan menyapa kebutuhan rakyat. terbawa oleh manuver politik yang sarat Sebaliknya, bagi masyarakat pemilih, masa kompromi, termakan janji palsu, pragmatis, kampanye menjadi kesempatan untuk oportunistis, tebar pesona dan janji kosong. melihat, menilai dan mengasah kecerdasan mendeteksi kecenderungan gerakan hati dan pikiran dalam mengambil keputusan 3. Menghembuskan Angin Tradisi Politik menentukan pilihan politik yang tepat tanpa Metafisik Berbasis Aristokrasi pengaruh dari luar. Tujuan utama kampanye politik adalah Terkait arsitektur kekuatan “metafisika untuk menyampaikan visi, misi dan program politik”, sesungguhnya secara historis- guna menarik simpati massa dan cultural masyarakat Belu-Malaka mengakui menggolkan sang kandidat. Aloysius Budi adanya penjelmaan kekuatan supranatural Purnomo dengan menyetir pemikiran dalam diri kaum aristokrat. Raja atau ratu Arnoldus Steinberg, dalam Political sebagai titisan dewa (“Maromak Oan”) Campaign Management (1981: 261, dalam yang mendapat otoritas penuh untuk Kompas 4/6/2009) mengatakan ‘psefologi memerintah dan mengayomi seluruh rakyat demokrasi’ atau dalam konteks tradisi di wilayah kekuasaannya. Salah satu strategi kultural Belu-Malaka, “fatuk fuan’ dinamika politik yang digunakan oleh para demokrasi sebenarnya merupakan respons paslon adalah menghembuskan angin massa pemilih terhadap kampanye politik. kekuasaan tradisi politik metafisik berbasis Karena itu masa kampanye menjadi arisokrasi dalam pilkada 2020 karena kesempatan bagi rakyat pemilih menetapkan pengalaman sejarah pilkada Belu pada masa kriteria dengan cara mencermati kualifikasi lampau sudah terbukti adanya kemenangan kandidat: rekam jejak kariernya, dinamika di pihak kelompok istana. politiknya, citra pribadinya, cara kerja dan Dengan membaca nama-nama pendekatannya, penampilan lahiriahnya, pasangan calon dalam pilkada 2020 ini, cara pandangnya terhadap persoalan dan maka saya lebih cenderung menilai ruang cara memberi solusi, termasuk koalisi politik di kabupaten Belu dan kabupaten kepartaian. Berdasarkan hasil observasi Malaka, sedang diramaikan dan didominasi selama masa kampanye tersebut, rakyat oleh kekuatan ‘metafisika politik’ bernuansa pemilih dengan bebas memberikan aristokrasi-oligarki, walaupun secara dukungan politik terhadap pasangan calon sporadis diwarnai gerakan kekuatan fisik tertentu ataupun menolak dengan alasan (melalui pengerahan ‘mesin konkrit’) dan tertentu. Karena itu sebenarnya “psefologi” patafisik (melalui ‘citra realitas’). Artinya atau “hahonu fatuk fuan” sudah terjadi dalam pilkada Belu-Malaka 2020

135 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

sebenarnya yang bertarung adalah kelompok Disebut “Baba” karena oleh ikatan dengan kecil elit yang berasal dari kaum aristokrat istana ia mendapat kebebasan untuk (aristokrasi) dan kelompok oligark berdagang. Sistem perkawinan campur (oligarkhi) seraya bersinergi dengan antaretnis China-Belu ini melewati sejarah kelompok kecil masyarakat non-bangsawan yang panjang sehingga berubah menjadi yang berpendidikan dan berpengaruh luas. tradisi sampai saat ini. Hasil perkawinan Sebaliknya, kaum non istana walaupun campur antaretnis ini melahirkan ras berpendidikan tinggi dan berpengaruh campuran China-Belu yang mengokohkan dengan gelar segudang tidak begitu mudah ikatan kekerabatan antaretnis. Mereka menentukan arah politiknya tanpa bersinergi memiliki status sosial ganda: ‘China- dengan kekuatan kelompok aristokrasi dan bangsawan’ atau ‘bangsawan-China’. China oligarkhi. berdarah bangsawan dan bangsawan Mengapa kekuatan aristokrasi-oligarki berdarah China (aristokrasi-oligarkhi atau selalu bersinergi dalam pilkada? Menurut oligarkhi-aristokrasi). Dalam bidang catatan sejarah Belu, sejak kira-kira abad 4-5 keagamaan kita mengenal yang mulia Mgr. atau ada yang menyebut sejak tahun 1436 Gabriel Manek, SVD: China-raja-imam- orang China sudah ada di Atapupu-Belu uskup, berasal dari darah perkawinan China- untuk berdagang kulit sapi, kulit kerbau, putri raja di Belu (Alex Beding, 2001: 7-8). hasil bumi, terutama kayu cendana dan lilin Karena itu ketika Wily Lay (China) dan dr. untuk kepentingan ritual keagamaan di Agustinus Taolin (China-Raja Naitimu) China (Erich Breunig, 1968: 30, dalam Saku tampil pada laga pilkada Belu 2020, Bouk, 2012: 41,75). Ketika itu Belu masih memang tidak asing karena keduanya tentu menganut sistem aristokrasi. Raja adalah memiliki pengetahuan dan data sejarah masa pemimpin politik dan wilayah (cujus regio) silam terkait hubungan yang tak terpisahkan sekaligus pemimpin agama (cujus religio) antara etnis China dan keluarga bangsawan dalam teritori kekuasaannya (Saku Bouk, etnis Belu. Belu-Malaka adalah ‘rumah 2012: 47). Maka untuk mendapat sendiri’ karena hubungan darah kesempatan berdagang di Belu, orang-orang (genealogis), karena perkawinan campur China menggunakan dua metode etnis China-etnis Belu. pendekatan: 1)pendekatan istana (kneter Selain kelompok pedagang China, ktaek umametan-ri mean) yakni orang China Gereja Katolik di Belu dalam sejarah misi membangun hubungan kerjasama dagang masa lampau, sejak misionaris Dominikan dengan para raja di Belu. 2)pendekatan (OP) tahun 1562-1853, misionaris Serikat perkawinan antaretnis. Artinya dalam Yesus (SJ) dan misionaris Serikat Sabda kerjasama dengan para raja di Belu, Allah (SVD) tahun 1913, mendapatkan kelompok pedagang China memanfaatkan ruang kebebasan untuk bermisi dan peluang untuk menikahi putri-putri dari membaptis banyak umat baru, justru karena kalangan istana (Saku Bouk, 2012). Dengan adanya hubungan kerjasama yang baik cara ini seorang China mendapatkan hak antara misionaris Eropa dengan para raja di atas otoritas istana serentak hak dan wilayah Belu. Para misionaris juga kebebasan berdagang, sehingga ia disapa menggunakan pendekatan istana atau atau digelari“Na’i Baba” (Tetun) artinya umametan (Saku Bouk, 2012: 46). Sebelum ‘tuan raja Belu etnis China’ atau ‘tuan raja adanya bangunan gereja atau kapela, istana Belu berdarah China’. Disebut “Na’i” atau raja (umametan) menjadi ‘pusat’ misi, raja karena oleh perkawinan antaretnis ia sentrum pewartaan Injil dan kegiatan liturgi. sudah mendapat hak atas otoritas istana. Bila seorang Liurai, Loro, Na’i, dibaptis

136 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

menjadi Katolik, maka separuh (atau dan mengokohkan satu sama lain (bdk. Beny seluruh) rakyat di wilayah kekuasaannya Ulu Meak, 2014). juga memberi diri dibaptis menjadi Katolik. Tentu kita semua sepakat bahwa di Jadi, sudah sejak awal, pengaruh kekuatan kabupaten Belu dan Malaka secara de yure aristokrasi juga masuk kekuatan pergerakan sistem kekuasaan aristokrasi tidak diakui misi Gereja katolik di Belu. Ketika Gereja karena Indonesia menganut sistem Katolik Belu berbicara tentang otonomi demokrasi; walaupun demikian secara de wilayah misi, tentang tanah misi gereja fakto, dalam kondisi riil energi kekuasaan (keuskupan, paroki, stasi, kapela), tentang aristokrasi-oligarki masih berpengaruh kuat pemilihan ketua dewan paroki / stasi, mewarnai proses penentuan pemilihan calon tentang ekonomi rakyat, tentang dinamika kepala desa, lurah, pengangkatan para politik pilkada, maka Gereja tidak bisa camat, penetapan penjabat bupati, dan begitu saja mengabaikan kekuatan paslon bupati-wakil bupati. Dalam sejarah aristokrasi yang sudah berakar di Belu. pemerintahan daerah Belu-Malaka, kita Memang, ada suara-suara yang mencoba dapat melihat deretan nama-nama yang menepis guna meredam kekuatan ini, berasal dari latar belakang keluarga istana, dengan mengatakan bahwa kelompok di antaranya : Alfons Andreas Bere Tallo- aristokrat tidak berpengaruh lagi di Belu dan bupati pertama Belu berasal dari Loro Malaka di era demokrasi ini. Tapi, de fakto Lamaknen dan Na’i Kewar (A.A. Bere Talo, kekuatan aristokrasi akan tetap tampil elok 1977), dr. Servas Muti Parera, Ludovikus dan amat meyakinkan pada setiap pesta Taolin, Herman Nai Ulu, dan deretan nama demokrasi di Belu dan Malaka mulai dari lainnya. Maka ketika kita melihat nama- tingkat desa, lurah sampai kabupaten. nama paslon bupati-wakil bupati pilkada Kita kembali ke politik aristokrasi. Belu-Malaka 2020, menjadi jelas bahwa Aristokrasi adalah sistem pemerintahan oleh pertarungan antarkandidat saat ini sekelompok elit dalam masyarakat yang sebenarnya pertarungan antarinternal-istana, mempunyai status sosial, kekayaan, dan antar internal-Liurai, antarinternal-Loro, kekuasaan politik yang diwariskan turun- antarinternal-Na’i (umametan-ri mean) yang temurun. Jenis kekuasaan aristokrasi ini sedikit dipoles dengan kekuatan dari disebut pula jenis kekuasaan kaum kelompok non bangsawan yang bangsawan, kalangan istana berpendidikan (akademisi) dan berpengaruh (Tetun=umametan-ri mean). Bila ada kelas (birokrasi) sehingga tidak kentara. Tetapi aristokrat yang dominan secara politik, maka nanti kelompok elit kecil inilah yang akan di sana ada pula monarki (raja, ratu). muncul ke permukaan menjadi kekuatan Sedangkan oligarki adalah struktur dominan dalam meraih kekuasaan. kekuasaan yang didominasi oleh Kita coba menelusuri latarbelakang sekelompok orang yang memiliki kekayaan, setiap calon bupati-calon wakil bupati dari pendidikan, keluarga, militer dan lain-lain. kedua kabupaten ini: Pertama, Kabupaten Dalam sistem pemerintahan kerajaan Belu. Petahana yakni Wily Lay tradisonal Belu, wilayah terbesar dipimpin (Malae/China – istrinya masih punya kaitan oleh seorang Liurai (raja tertinggi) dibantu dengan Loro Fehalaran, Loro Bauho, Loro oleh Loro (raja menengah) serta tingkat di Lasiolat). Sementara penantangnya yakni dr. bawah Loro adalah Na’i (raja kecil) yang Agustinus Taolin (Malae/China-bernaung di merupakan wilayah taklukan (Belanda) bawah Loro Fehalaran-kena’i-an (kerajaan) dalam kerjasama yang saling menyatukan Naitimu. Beliau sudah dinobatkan menjadi raja kerajaan (kena’i-an) Naitimu. Pada

137 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

zaman lampau di wilayah Loro Fehalaran politik”, sekaligus cara itu dapat kembali terdapat empat kerajaan kecil (na’i) yaitu membentuk dan menguatkan opini rakyat kerajaan Lidak, Jenilu, Naitimu dan Mandeu pemilih bahwa keputusan memilih calon berstatus “Oa natar hat, Oa laluan hat, kepala daerah dari kalangan istana secara Basa isin hat, Kaer kadun hat, Taka ulun genealogis terbukti memuaskan rakyat. hat, Sabeo hat” yang merupakan wilayah Kekuatan “aristokrasi” yang sudah mata rantai perdagangan menuju pelabuhan menyejarah dalam percaturan politik di Atapupu dan Batugede (Saku Bouk, 2012: Belu-Malaka selalu berupaya mengambil 122). Kedua calon bupati ini (aristokrasi- alih kekuatan “semiotika politik” maupun oligarkhi) mengakomodir calon wakilnya “sosiologi politik”. Dengan demikian dari orang-orang berpendidikan dan keputusan memilih tidak ditentukan oleh berpengaruh dari kalangan masyarakat biasa kekuatan pengaruh “citra realitas” dan yang masih punya kekerabatan dengan kekuatan “demokrasi” (pemilihan dari istana. Namun yang akan tampil ke rakyat oleh rakyat) murni 100 % (bdk. permukaan pada akhirnya adalah kelompok Piliang, 2009), melainkan dipengaruhi pula aristokrasi-oligarkhi. Kedua, Kabupaten oleh keyakinan rakyat pada kekuatan Malaka. Petahana yaitu Stefanus Bria Seran metafisika yang menjelma dalam diri paslon (klaim diri dari Loro Hatimuk na’in) dan yang berasal dari garis keturunan Liurai, calon wakil bupati, Wendelinus Taolin (dari Loro, Na’i. Raja digelari “Maromak Oan” Loro Dirma-kena’i-an Rafau/Numponi dan artinya ’Anak Allah’, titisan dewa, berkaitan erat dengan kena’i-an Kusa, representasi dari yang transenden. Raja Sasitamean dan Babotin). Sedangkan adalah simbol spiritual, lambang kehadiran penantang adalah Simon Nahak (anak yang supernatural. Raja adalah sumber petani tembakau berpendidikan tinggi- kesaktian, kekuatan, kebenaran, kewibawaan akademisi-dosen) dan calon wakil bupati dan kebijaksanaan dalam memerintah untuk Malaka, Kim Taolin (sekeluarga-seistana menjamin keamanan wilayah dan mencapai dengan Wendelinus Taolin-Loro Dirma- kesejahteraan seluruh rakyatnya (Saku sekutu kena’i-an Kusa dan Rafau/Numponi Bouk, 2012: 130). dan berkaitan erat dengan Sasitamean dan Dalam pelaksanaan tugas fungsional Babotin). sebagai kepala daerah, kehadirannya di Dugaan kuat bahwa politik yang antara masyarakat lebih dominan ia diterima didominasi oleh kekuatan ‘metafisika’ sebagai Liurai, Loro dan Na’i ketimbang berbasis aristokrasi akan cenderung sebagai Bupati-wakil bupati termasuk desa, menggiring masyarakat pemilih Belu- lurah, camat dan penjabat. Demikian pula Malaka memilih paslon bupati dan wakil rakyat menerima seorang kepala daerah bupati yang berasal dari kalangan istana lebih sebagai raja ketimbang sebagai bupati- (Tetun=umametan-ri mean) karena raja wakil bupati terpilih. Hal ini nampak secara dianggap sebagai titisan dewa mampu simbolik dalam ungkapan-ungkapan seperti, memerintah dengan penuh kewibawaan. “ama liurai….”, “ama loro…”, “ama Kalangan istana diasumsikan memiliki na’i….”, “ama na’i bupati”, “ama na’i kekuatan supranatural. Dia memerintah atas wakil bupati”, termasuk wakil rakyat, camat restu leluhur, atas nama dewa dan atas dan kepala desa, dalam sebutan seperti , perkenan Allah. Dengan membandingkan “ama na’i DPR”, ama na’i camat”, ama kinerja pemerintah yang sedang berkuasa na’i desa” atau dalam bahasa Dawan ‘R’ saat ini, bisa dijadikan sebagai referensi dikenal, “usi pah desa”, ‘usi pah camat”, untuk mengukuhkan kekuatan “metafisika “usi pah DPR”. Kata “na’i” (Tetun) atau

138 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

“usi”, “usi pah” (Dawan R) mendahului yang berasal dari kaum aristokrasi dan jabatan fungsional dalam pemerintahan. Hal oligarkhi menggunakan partai-partai politik, yang hampir sama berlaku pula dalam seraya bersinergi dengan sekelompok kecil bidang keagamaan. Mgr. Gabriel Manek, masyarakat non-bangsawan yang SVD, setelah ditahbiskan menjadi imam, berpendidikan dan berpengaruh luas untuk ketika ia datang merayakan syukur imamat meraih kekuasaan. Kemenangannya dalam di Lahurus. Orangtua, keluarga, para raja pilkada tidak semata-mata ditentukan oleh dan seluruh rakyat menerima beliau tidak kekuatan koalisi, melainkan juga oleh hanya sebagai imam, tetapi terutama dengan sebagian besar masyarakat pemilih yang penghormatn sebagai seorang raja Fialaran. secara budaya masih terpaut pada keyakinan Rakyat membentangkan kain dan sofren di akan kekuatan “politik metafisik” yang jalan yang dilewati Pater Gabriel Manek, menjelma dalam diri raja sebagai SVD menunggang seekor kuda pilihan pemimpim politik, titisan dewa (“Maromak mengenakan pakaian kebesaran seorang raja Oan”) yang memerintah atas restu leluhur, (Alex Beding, 2001: 29). Beliau disapa: atas nama dewa dan perkenan Tuhan dalam Ama Na’i Pater Gabriel Manek, SVD atau memajukan wilayah dan mensejahterakan Ama Na’i Bisbo (Uskup) Gabriel Manek, seluruh rakyat. SVD. Kelompok klerus yang menjalani hidup bakti sering disapa Na’i Pater, Na’i Romo, Na’i Bruder, Na’i feto suster. Jabatan Daftar Pustaka na’i mendahului jabatan fungsional pemerintahan, demikian pula dalam Gereja Alex beding. 2001. Mgr. Gabriel Manek, Katolik. Hal-hal ini menunjukkan adanya SVD-Uskup-Pendiri Tarekat Puteri kekuatan budaya istana yang sangat Reinha Rosari. Larantuka: Trinitas dominan baik dalam sistem pemerintahan Utama. maupun gereja. Purnomo, Aloysius Budi. 2009. [Opini] “Psefologi” (untuk) Demokrasi. Penutup Jakarta: Kompas, Kamis 4 Juni.

Sesungguhnya ruang politik di A. A Bere Talo. 1977. Baktiku Untuk Nusa kabupaten Belu dan kabupaten Malaka pada Tenggara Timur, Seri-1, Tahun 1997. pilkada 2020 diramaikan oleh partai-partai Ende: Penerbit Arnoldus. koalisi untuk memenangkan pasangan calonnya, namun koalisi partai belum Bouk, Hendrikus Saku. 2012. Komunikasi menjadi jaminan kemenangan, sebab secara Misi, Societas verbi Divini Timor- budaya, hati masyarakat pemilih masih Indonesia 1 Maret 1913-1 Maret cenderung didominasi oleh kekuatan konsep 2013. Kupang: Penerbit Gita Kasih. ‘metafisika politik’ bernuansa aristokrasi- oligarki, walaupun secara sporadis diwarnai Teni Jehanas. 2020. Berita Harian Pos gerakan kekuatan fisik (melalui pengerahan Kupang, 3 September. ‘mesin konkrit’) dan patafisik (melalui ‘citra realitas’). Itu berarti dalam pilkada Belu- Piliang, Yasraf Amir. 2009. [Opini] Malaka 2020 sebenarnya yang bertarung Patafisika Politik. Jakarta: Kompas, bukanlah partai-partai koalisi, melainkan Sabtu, 6 Juni. sebaliknya, justru sekelompok kecil elit

139 | Page

JAP UNWIRA [VOL. 3, NO. 2, JULI-DESEMBER 2020]

Internet

Alfons Andreas Bere Tallo (A. A. Bere Tallo), Bupati Pertama Kab. Belu- https://www.kompasiana.com/nagi_flo res/5c93426e7a6d885c5b4916a2/alfon s-andreas-bere-tallo-a-a-bere-tallo- bupati-pertama-kab-belu?page=2- unduh 20/9/2020

Beny Ulu Meak. 2014. Menelusuri Struktur Pemerintahan Tradisional Kerajaan We Hali Di Kabupten Malaka-Timor Barat- https://oborulumeak.blogspot.com/201 4/02/menelusuri-struktur- pemerintahan.html-unduh minggu 20/9/2020.

Oligarkhi-(https://ilmugeografi.com/ilmu- sosial/pemerintahan-oligarki-unduh, Jumat 18/9/2020).

140 | Page