2502-4345 Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial Dam Humaniora Volume 5 Nomor 1, Juni 2019

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

2502-4345 Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial Dam Humaniora Volume 5 Nomor 1, Juni 2019 ISSN : 2502-4345 Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dam Humaniora Volume 5 Nomor 1, Juni 2019 Jurnal Pangadereng adalah jurnal yang diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan dengan tujuan menyebarluaskan informasi sosial dan budaya. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini adalah hasil penelititan yang dilakukan oleh penulis/calon peneliti, akademisi, mahasiswa, dan pemerhati yang berhubungan dengan ilmu sosial dan humaniora. Terbit pertama kali tahun 2015 dengan frekuensi terbit dua kali dalam satu tahun Pada bulan Juni dan Desember. Pelindung Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Penanggung Jawab Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Pemimpin Redaksi Hj. Raodah, SE., MM Sekretaris Rismawidiawati, S.Sos., M.Si. Dewan Redaksi Ansaar, SH Dra. Hj. Masgaba, MM Simon Sirua Sarapang, SS., M.Hum. Staf Redaksi Nadrah, ST., MT Muh. Aulia Rakhmat, S.Pd., M.Pd. Mitra Bestari Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A (Bidang Sejarah, UIN) Dr. Suriadi Mappangara, M.Hum. (Bidang Sejarah, UNHAS) Dr. Ansar Arifin Sallatang (Bidang Antropologi, UNHAS) Dr. Tasrifin Tahara (Bidang Antropologi, UNHAS) Jusmiati Garing, SS., MA (Bidang Bahasa, Balai Bahasa Makassar) St. Junaeda, S.Ag. M.Pd. MA (Bidang Sejarah, UNM) Editor Dr. Syamsul Bahri, M.Si. Abdul Hafid, SH Sahajuddin, SS., M.Si. Taufik Ahmad, S.Pd., M.Si. Desain Grafis Asri Hidayat, ST M. Thamrin Mattulada, SS., M.Si. Alamat Redaksi Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jl. Sultan Alauddin, Talasalapang Km 7 Makassar 90221 Telepon/Fax. 0411-865166 Email: [email protected] ISSN : 2502-4345 Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dam Humaniora Volume 5 Nomor 1, Juni 2019 DAFTAR ISI WISATA SPIRITUAL: MENUAI BENIH KOMODIFIKASI DARI PARA PENELITI BISSU 1 - 12 (Spiritual Tourism: Achieving Commodification Seeds from Researchers of Bissu) Feby Triadi TARI DINGGU EKSPRESI UCAPAN SYUKUR ATAS KEBERHASILAN PANEN PADA MASYARAKAT SUKU BANGSA TOLAKI DI KOLAKA SULAWESI TENGGARA 13 - 29 (The Dinggu Dance an Expression of Rejoicing Over Successful Harvest Among the Tolaki People of Kolaka, Southeast Sulawesi) Syamsul Bahri LATOA: ANTROPOLOGI POLITIK ORANG BUGIS KARYA MATTULADA “SEBUAH TAFSIR EPISTEMOLOGIS” 30 - 45 (Latoa: Buginese Political Anthropology by Mattulada an Interpretation of Epistemology) Slamet Riadi PENGETAHUAN LOKAL TENTANG PEMANFAATAN TANAMAN OBAT PADA MASYARAKAT TOLAKI DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA 46 - 63 (Local Knowledge Regarding The Use of Traditional Medicinal Plants Among the Tolaki of The Konawe Regency in Southeast Sulawesi) Raodah ZIARAH MAKAM SYEKH YUSUF AL-MAKASSARI DI KABUPATEN GOWA, SULAWESI SELATAN 64 – 74 (The Pilgrimage to The Grave of Sheikh Yusuf Al-Makassari in Gowa Regency, South Sulawesi) Renold dan Muh. Zainuddin Badollahi ETOS KERJA KOMUNITAS NELAYAN PENDATANG DI SODOHOA KENDARI BARAT 75 - 85 (The Work Ethos of The Immigrant Fishing Community in Sodohoa, West Kendari) Masgaba REFLEKSI KE-INDONESIAAN: KAJIAN SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN BALANIPA ABAD XVI-XVII 86 - 101 (Indonesian Reflection: Study of The Government System of Balanipa Kingdom in The 16TH and 17TH Centuries) Abd.Karim PEMANFAATAN SUMBER DAYA HAYATI PERAIRAN: PROSPEKTIF BUDI DAYA RUMPUT LAUT DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN BANTAENG (STUDI KASUS DESA BONTO JAI, KECAMATAN BISSAPU) 102 - 115 The Utilization of Aquatic Biological Resources: Prospective of Seaweed Development in The Coastal Area of Bantaeng Regency (Case Study in The Township of Bonto Jai, Bissapu Distrct) Nur Alam Saleh NASKAH LA GALIGO: IDENTITAS BUDAYA SULAWESI SELATAN DI MUSEUM LA GALIGO 116 - 132 La Galigo Manuscript: The Cultural Identity of South Sulawesi in The La Galigo Museum Andini Perdana STRATEGI BERTAHAN HIDUP NELAYAN KARAMPUANG DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP 133 - 145 (The Survival Strategy of Karampuang Fishermen in Making A Living to MEET Daily Needs) Abdul Asis BERRE’ RI SULAWESI MANIANG: DARI PRODUKSI, PERDAGANGAN, PELAYARAN, HINGGA PENYELUNDUPAN BERAS (1946-1956) 146 - 161 Berre’ (Rice) in The South Sulawesi: from Production, Trading, Shipping, to Rice Smuggling (1946-1956) Adil Akbar PENGUATAN KELEMBAGAAN KETAHANAN PANGAN DI KOTA PAREPARE 162 - 174 (Reinforcement of Food Security Institutional in The City of Parepare) Ansar Arifin dan Syamsul Bahri PENGANTAR REDAKSI Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya dengan rahmat-Nya segala apa yang dilakukan dengan niat suci dan kerja keras sehingga penyususn jurnal ini dapat terlaksanakan dengan baik. Redaksi berupaya untuk meningkatkan kualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi sistematika penulisan. Dewan redaksi “Pangadereng” dengan segala kerendahan hati menghaturkan rasa terima kasih kepada semua pihak khususnya Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan, para peneliti serta segenap staf yang terus mendorong terbitnya jurnal ilmiah Volume 5 Nomor 1, Juni 2019 ini. Jurnal kali ini memuat dua belas tulisan dengan substansi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan, Politeknik Pariwisata Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, Universitas Negeri Makassar dan Universitas Hasanuddin. Selain itu ada penulis dari luar pulau Sulawesi yakni Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Semua dorongan itu menjadi modal kerja yang sangat berarti. Tentu, ucapan terima kasih juga layak dihaturkan kepada semua pihak yang telah bersedia menyumbangkan pemikirannya, masukan, gagasan, motivasi dalam proses penerbitan jurnal ini. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah bersedia menyerahkan naskahnya untuk diterbitkan di edisi ini. Semoga di edisi-edisi mendatang masih berkenan menyerahkan naskah-naskah yang lebih aktual dan berkualitas demi kemajuan penerbitan jurnal ini di masa depan. Teriring pula terima kasih untuk Mitra Bestari pada jurnal edisi ini, yakni: Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A (Bidang Sejarah, UIN) Dr. Suriadi Mappangara, M.Hum. (Bidang Sejarah, UNHAS) Dr. Ansar Arifin Sallatang (Bidang Antropologi, UNHAS) Dr. Tasrifin Tahara (Bidang Antropologi, UNHAS) Jusmiati Garing, SS., MA (Bidang Bahasa, Balai Bahasa Makassar) St. Junaeda, S.Ag. M.Pd. MA (Bidang Sejarah, UNM) Semoga jurnal yang diterbitkan Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan ini memberi manfaat kepada segenap pembaca. Redaksi Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora ISSN: 2502-4345 Vol. 5 No. 1, Juni 2019 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh digandakan tanpa izin dan biaya Feby Triadi (Universitas Gadjah Mada) parahnya lagi karena konflik itu juga masuk dalam kalangan Bissu. Penelitian ini juga WISATA SPIRITUAL: MENUAI BENIH menemukan, dan menjelaskan batas pemisah KOMODIFIKASI DARI PARA PENELITI antara Bissu sebagai pelaku seni, dan Bissu BISSU sebagai pelaku kebudayaan. Kata Kunci: pariwisata, komodifikasi, PANGADERENG, Hasil Penelitian Ilmu peneliti, Bissu Sosial dan Humaniora Volume 5 Nomor 1 Juni 2019 hlm. 1 – 12. Syamsul Bahri (Balai Pelestarian Nilai Tulisan ini bertujuan untuk menafsirkan Budaya Sulawesi Selatan) dampak penelitian yang terus dilakukan terhadap komunitas Bissu. Dari penelitian TARI DINGGU yang ada (lihat: Lathief 2004, Boellstorff EKSPRESI UCAPAN SYUKUR ATAS 2004, Makkulawu 2008, Sharyn 2010, KEBERHASILAN PANEN PADA Darmapoetra 2014), beberapa diantara MASYARAKAT SUKU BANGSA TOLAKI mereka masih membahas hal yang sama, DI KOLAKA SULAWESI TENGGARA seperti gender, Islam, dan juga adaptasi warga yang berlangsung. Penelitian ini, ingin PANGADERENG, Hasil Penelitian Ilmu mengisi dan melengkapi kekosongan narasi Sosial dan Humaniora Volume 5 Nomor 1 yang telah ada. Sebab belakangan, pariwisata Juni 2019 hlm. 13 - 29. hanya dilihat dari pengambil kebijakan dan objeknya (Bissu) semata, namun belum Tari dinggu merupakan jenis tari yang hadir melihat kesiapan warga sekitar dalam diprakarsai masyarakat suku bangsa Tolaki di merespon kebijakan dan pelaksanaannya. Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sejak Metode dalam penelitian ini adalah etnografi, orang Tolaki menjadikan padi sebagai bahan dilakukan pada bulan November 2018. baku makanan pokok, saat itu pula Adapun teknik pengumpulan data dengan masyarakat berinisiatif menciptakan tari melakukan pengamatan, serta melakukan dinggu dengan pola gerakannya mengikuti wawancara langsung dengan informan, aktivitas masyarakat saat menumbuk bulir seperti Bissu, dewan adat dan tokoh padi menjadi beras dengan menggunakan pemerintahan. Meminjam teknik analisis data lesung, dan alu terbuat dari bahan kayu yang etnografi Spradley (1997), penelitian ini digunakan untuk menumbuk, serta nyiru atau memiliki temuan, jika benih komodifikasi tampi dari anyaman bambu sebagai alat awalnya dilakukan oleh peneliti, yang membersihkan sekam. Tujuan penelitian, dari memperkenalkan dan menggiring mereka ke sisi praktisnya adalah menginventarisasi industri pariwisata. Tentu memunculkan karya budaya untuk memperkaya konflik diantara peneliti yang ada, sehingga perbendaharaan pustaka. Dari sisi ilmiahnya, peneliti sebelumnya terkesan mewariskan adalah sebagai ajang mengenal lebih jauh konflik bagi peneliti yang akan datang, dan nilai dan makna yang tertuang dalam tari dinggu. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang mengedepankan karya-karyanya. Penelitian ini menghasilkan pengamatan terhadap gerakan-gerakan pada dua kesimpulan mendasar, yakni pertama, tari, alat peraga, pakaian, dan aksesoris. karya Mattulada berjudul Latoa ini sangat Wawancara terkait yang melatari lahirnya tari
Recommended publications
  • Download Download
    https://doi.org/10.47548/ijistra.2020.23 Vol. 1, No. 1, (October, 2020) Penguasaan maritim dan aktiviti perdagangan antarabangsa kerajaan-kerajaan Melayu Maritime control and international trade activities of Malay kingdoms Ahmad Jelani Halimi (PhD) ABSTRAK Kapal dan pelaut Melayu merupakan antara yang terbaik dalam kegiatan KATA KUNCI maritim tradisional dunia. Ia telah wujud lebih lama daripada mereka yang perahu, pelaut, lebih dipopularkan dalam bidang ini – Phoenicians, Greek, Rom, Arab dan perdagangan, juga Vikings. Ketika masyarakat benua sibuk mencipta pelbagai kenderaan di maritim, darat dengan penciptaan roda, masyarakat Melayu sudah boleh Nusantara menyeberang laut dengan perahu-perahu mereka. Sejak air laut meningkat kesan daripada pencairan ais di kutub dan glesiar di benua, sekitar 10,000- 6,000 tahun yang lampau, orang Melayu telah mula memikirkan alat pengangkutan mereka lantaran mereka telah terkepung di pulau-pulau akibat kenaikan paras laut dan tenggelamnya Benua Sunda. Justeru terciptalah pelbagai jenis perahu dan alat pengangkutan air yang dapat membantu pergerakan mereka. Sejak zaman itu, orang Melayu telah mampu menguasai laut sekitarnya. Ketika orang-orang Phoenician dan Mesir baru pandai berbahtera di pesisir laut tertutup Mediterranean dan Sungai Nil, orang Melayu telah melayari samudra luas; Teluk Benggala, Lautan Hindi dan Lautan Pasifik. Sekitar abad ke-2SM perahu-perahu Melayu yang besar-besar telah berlabuh di pantai timur India dan tenggara China, sementara masyarakat bertamadun tinggi lain baru sahaja pandai mencipta perahu-perahu sungai dan pesisir. Pada mulanya perahu-perahu Melayu hanya digunakan untuk memberi perkhidmatan pengangkutan hinggalah masuk abad ke-4 apabila komoditi tempatan Nusantara mula mendapat permintaan di peringkat perdagangan antarabangsa. Pelbagai jenis rempah ratus, hasil hutan dan logam diangkut oleh perahu-perahu itu untuk menyertai perdagangan dunia yang sedang berkembang.
    [Show full text]
  • Survey of Deepwater Snapper, Grouper, and Emperor Fisheries in Moluccas
    Report Code: SNAPPER_MALUKU_230921 Survey of Deepwater Snapper, Grouper, and Emperor Fisheries in Moluccas DRAFT - NOT FOR DISTRIBUTION. YKAN Technical Paper Helmy Wurlianty, Syalomitha Hukom, Musa Adi, Rocky Tanamal SEPTEMBER 23, 2021 YAYASAN KONSERVASI ALAM NUSANTARA SNAPPER_MALUKU_230921 Yayasan Konservasi Alam Nusantara Ikat Plaza Building - Blok L Jalan By Pass Ngurah Rai No.505, Pemogan, Denpasar Selatan Denpasar 80221 Bali, Indonesia Ph. +62-361-244524 People and Nature Consulting International Grahalia Tiying Gading 18 - Suite 2 Jalan Tukad Pancoran, Panjer, Denpasar Selatan Denpasar 80225 Bali, Indonesia 1 YAYASAN KONSERVASI ALAM NUSANTARA SNAPPER_MALUKU_230921 TABLE OF CONTENTS 1 PP. Ternate 12 1.1 Background and Survey Practicalities . 12 1.2 Fleet Description . 12 1.3 Follow-up . 13 1.4 Important Contact . 13 1.5 References . 14 1.6 Figures . 14 2 PP. Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara 17 2.1 Background and Survey Practicalities . 17 2.2 Fleet Description . 17 2.3 Follow-up . 17 2.4 Important Contact . 17 2.5 References . 17 2.6 Figures . 17 3 Kabupaten Pulau Morotai 20 3.1 Background and Survey Practicalities . 20 3.2 Fleet Description . 20 3.3 Follow-up . 20 3.4 Important Contact . 21 3.5 References . 21 3.6 Figures . 21 4 Kabupaten Halmahera Timur 26 4.1 Background and Survey Practicalities . 26 4.2 Fleet Description . 26 4.3 Follow-up . 27 4.4 Important Contact . 28 2 YAYASAN KONSERVASI ALAM NUSANTARA SNAPPER_MALUKU_230921 4.5 References . 29 4.6 Figures . 29 5 TPI. Weda, Kabupaten Halmahera Tengah 34 5.1 Background and Survey Practicalities . 34 5.2 Fleet Description . 34 5.3 Follow-up .
    [Show full text]
  • Piracy and Political Economy in Malaya, 1824- 1874
    ABSTRACT A COVERT WAR AT SEA: PIRACY AND POLITICAL ECONOMY IN MALAYA, 1824- 1874 Scott C. Abel, PhD Department of History Northern Illinois University, 2016 Eric A. Jones, Director Piracy around the Malay Peninsula during the 19th century was extraordinarily prevalent and resulted in the death and loss of liberty for an untold number of people. This dissertation examines the connections between the piracy of this era and the political economies of the Straits Settlements and the Malay states in the region. Malays pirates often had the support of local rulers who required the goods and slaves brought back by pirates to reinforce their own political and socio-economic positions. The piratical system supported by the rulers was a component of the overall Malay economic system known as kerajaan economics, which helped maintain the status quo for Malay states. This system came under threat once Great Britain and the Netherlands worked to suppress piracy in the region and helped persuade the Malay elite to phase out state-sanctioned piracy. Some people living in Malaya took advantage of the characteristics of British and Malay political economies to engage in acts of piracy regardless of the policies of the British and Malay governments. This study of piracy enables us to understand better the experiences of people of various backgrounds living in 19th-century Malaya, along with how piracy influenced their worldviews. NORTHERN ILLINOIS UNIVERSITY DE KALB, ILLINOIS DECEMBER 2016 A COVERT WAR AT SEA: PIRACY AND POLITICAL ECONOMY IN MALAYA, 1824-1874 BY SCOTT C. ABEL © 2016 Scott Abel A DISSERTATION SUBMITTED TO THE GRADUATE SCHOOL IN PARTIAL FULFILLMENT OF THE REQUIREMENTS FOR THE DEGREE DOCTOR OF PHILOSOPHY DEPARTMENT OF HISTORY Doctoral Director: Eric A.
    [Show full text]
  • Lampiran Surat : Nomor : 117/B3.1/Km/2016 Tanggal : 19 Februari 2016
    LAMPIRAN SURAT : NOMOR : 117/B3.1/KM/2016 TANGGAL : 19 FEBRUARI 2016 DAFTAR PENERIMA HIBAH PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) UNTUK PERGURUAN TINGGI NEGERI TAHUN 2016 NO. NAMA PELAKSANA JUDUL KEGIATAN PERGURUAN TINGGI SKEMA 1 Febry Crunchy On Chocolate : Camilan Cokelat dalam Jar Institut Pertanian Bogor PKMK Nata de Taro - Pemanfaatan Limbah Cair Tepung Talas 2 Fatimatus Zuhro Institut Pertanian Bogor PKMK sebagai Oleh-Oleh Khas Bogor pluma (painted feather accesories) inovasi bisnis bulu 3 Fathya Fiddini Elfajri Institut Pertanian Bogor PKMK unggas handcraft KROTO BESEK: BUDIDAYA KROTO DENGAN SISTEM 4 Tatang Dwi Utomo BESEK SOLUSI MENGHASILKAN SIKLUS PRODUKSI Institut Pertanian Bogor PKMK KROTO YANG CEPAT "Del'covy" Delicious Anchovy: Ikan Teri Medan Ready 5 Hafizh Abdul Aziz Institut Pertanian Bogor PKMK to Eat dengan Varian Rasa Gurinori Snack Daun Singkong: Produk Nori 6 Hayah Afifah Termodifikasi Pangan Lokal Bergizi Institut Pertanian Bogor PKMK O.. I SEE sebagai Sarana Meningkatkan Pengetahuan 7 Rose Anwarni Institut Pertanian Bogor PKMK tentang Laut untuk Dunia International "SARI PERFUME": PARFUM ISLAMI BERBAHAN Muhammad Fikri Abdul 8 MINYAK ATSIRI LOKAL SEBAGAI PRODUK UNGGULAN Institut Pertanian Bogor PKMK Alim INDONESIA ROK TU-IN-ROK SEBAGAI INOVASI USAHA DENGAN 9 Priyanti DESAIN ROK YANG DIGUNAKAN BOLAK-BALIK Institut Pertanian Bogor PKMK MELALUI PEMANFAATAN KAIN PRODUK LOKAL TEH KUKU IPB INOVASI TEH TERBARU BERBAHAN 10 Abdul Salam DASAR KUMIS KUCING DENGAN PEMANIS ALAMI Institut Pertanian Bogor PKMK RENDAH KALORI "WALL-MUSH" Hiasan Edukatif Pertanian Berbasis 11 Lutfi Ilham Pradipta Institut Pertanian Bogor PKMK Budidaya Jamur Agripedia : Usaha Pertanian Berbasis Syariah Sebagai 12 David Anwar Institut Pertanian Bogor PKMK Wadah Inovasi Pertanian yang Solutif dan Inovatif PORL Pomade Rumput Laut Sargassum sp.
    [Show full text]
  • The Prahus of the Sulu Zone
    THE PRAHUS OF THE SULU ZONE By jim Warren INTRODUCTION The Sulu Sultanate lay at a most strategic point for the maritime trade of the nineteenth century. China, the Philippines and Mindanao were situated to the north. Borneo to the southwest, and to the southeast, Sulawesi and the Moluccas. The geopolitical and commercial advantages inherent in the Sultanate's location in this 'Zone' were both enviable and unique. This maritime trading zone was to provide a sociocultural context for inter-societal relations and commerce within the Sultanate and beyond after 1780. By fitting into the patterns of European trade with China in the late eighteenth century, the Sulu Sultanate established itself as a powerful commercial centre. The Sultanate's geographical position in relation to Asian routes of trade and exchange and its abundant natural resources for export to China attracted the attention of the West. The maritime and jungle products to be found within the Sulu Zone and in the area of its trading partners - tripang (sea slug), bird's nest, wax, camphor, and mother of pearl- were new products for redressing the British East India Company's adverse trade balance on the Canton tea market with China. The trade which Sulu established with Bengal, Manila, Macao, and Canton, and later Labuan and Singapore, initiated large-scale importation of weapons, luxury goods, and foodstuffs. Taosug (Sulu) merchants on the coast and their descendants developed an extensive redistributive trade with the Bugis of Samarinda and Berau to the south, which enabled the Sulu Sultanate to consolidate its dominance over the outlying areas of the Zone.
    [Show full text]
  • UNIVERSITY of CALIFORNIA RIVERSIDE Playing Along Infinite Rivers: Alternative Readings of a Malay State a Dissertation Submitted
    UNIVERSITY OF CALIFORNIA RIVERSIDE Playing Along Infinite Rivers: Alternative Readings of a Malay State A Dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy in Comparative Literature by Syed Husni Bin Syed Abu Bakar August 2015 Dissertation Committee: Dr. Hendrik Maier, Chairperson Dr. Mariam Lam Dr. Tamara Ho Copyright by Syed Husni Bin Syed Abu Bakar 2015 The Dissertation of Syed Husni Bin Syed Abu Bakar is approved: ____________________________________________________ ____________________________________________________ ____________________________________________________ Committee Chairperson University of California, Riverside Acknowledgements There have been many kind souls along the way that helped, suggested, and recommended, taught and guided me along the way. I first embarked on my research on Malay literature, history and Southeast Asian studies not knowing what to focus on, given the enormous corpus of available literature on the region. Two years into my graduate studies, my graduate advisor, a dear friend and conversation partner, an expert on hikayats, Hendrik Maier brought Misa Melayu, one of the lesser read hikayat to my attention, suggesting that I read it, and write about it. If it was not for his recommendation, this dissertation would not have been written, and for that, and countless other reasons, I thank him kindly. I would like to thank the rest of my graduate committee, and fellow Southeast Asianists Mariam Lam and Tamara Ho, whose friendship, advice, support and guidance have been indispensable. Also, Muhamad Ali and Justin McDaniel, whose graduate courses have cultivated my interest in Southeast Asia beyond the literary into appreciating the religious complexity and diversity of the region.
    [Show full text]
  • PA00XBRT.Pdf
    Contract Number : AID-497-C-16-00008 Project Title : USAID Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) Project Contract Period : March 21, 2016 to March 22, 2021 Prepared for : USAID Indonesia Submitted to : Celly Catharina, Contracting Officer’s Representative (COR) [email protected] Submitted by : Tetra Tech 159 Bank Street, Suite 300, Burlington, VT 05401, USA Tel: 802-495-0282, Fax: 802 658-4247 www.tetratech.com/intdev Submitted on : April 15, 2020 Tetra Tech Contacts: Alan White, Chief of Party [email protected] Tiene Gunawan, Deputy Chief of Party [email protected] Gina Green, Project Manager [email protected] Cover photos: (Clockwise from top left) The USAID SEA Marine Biodiversity Conservation Advisor, Rudyanto, presenting the design results for an MPA network to be established in FMA 715 to the Provincial Marine Affairs and Fisheries Agency in Central Sulawesi (USAID SEA / MPA Team); Tuna Fair Trade fishers of Sangowo Village, Morotai Island, North Maluku, gathered to discuss the benefits of filling in their fishing logbooks while at sea (MDPI); Extension Service Officer, Awaluddin Karim, using an educational flipchart developed by USAID SEA to train fishers from Gurabati Village, Tidore Island, North Maluku, in recording data in fisheries logbooks and sustainable fisheries principles (USAID SEA / Fisheries Team); Measuring vessels prior to issuing official vessel registration documents as part of fisheries compliance activities in South Halmahera Regency (MDPI). TABLE OF CONTENTS List of Tables
    [Show full text]
  • Life of Blast Fishermen in the Spermonde Archipelago, South
    Illegal but Common: Life of Blast Fishermen in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia A thesis presented to the faculty of the Center for International Studies of Ohio University In partial fulfillment of the requirements for the degree Master of Arts Muhammad Chozin June 2008 2 This thesis titled Illegal but Common: Life of Blast Fishermen in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia by MUHAMMAD CHOZIN has been approved for the Center for International Studies by Gene Ammarell Associate Professor of Sociology and Anthropology Gene Ammarell Director, Southeast Asian Studies Drew McDaniel Interim Director, Center for International Studies 3 ABSTRACT CHOZIN, MUHAMMAD, M.A., June 2008, Southeast Asian Studies Illegal but Common: Life of Blast Fishermen in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia (144 pp.) Director of Thesis: Gene Ammarell Blast fishing is fishing method practiced by throwing a bomb made from mixed fuel-ammonium nitrate fertilizer (NH4NO3) into sea in order to quickly catch large quantity of fish. However, it is tremendously destructive to coral reefs. It is estimated that more than 53% of Indonesia’s coral reefs in Indonesia have been threatened by destructive fishing including blast fishing. Particularly, in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi, more than 75% of fishermen are practicing this fishing method. My research focus is on technological and socio-cultural aspects of blast fishermen society in an island within the Spermonde archipelago. Using participant observation, I looked at the society to observe how deep the practice of blast fishing is rooted in their cultures, beliefs, and political economy. I also conducted interviews with fishermen, government officers, and fish traders.
    [Show full text]
  • Pembudayaan Lepa Dan Sambulayang Dalam Kalangan Suku Kaum Bajau Di Semporna, Sabah, Malaysia: Satu Penelitian Semula
    SOSIOHUMANIKA, 3(2) 2010 ISMAIL ALI Pembudayaan Lepa dan Sambulayang dalam Kalangan Suku Kaum Bajau di Semporna, Sabah, Malaysia: Satu Penelitian Semula ABSTRAK: ”Lepa” dan ”Sambulayang” merupakan dua ikon yang tidak dapat dipisahkan dengan suku kaum Bajau di Semporna, Sabah, Malaysia. Pada bulan April setiap tahun, para penduduk – termasuk pelancong dari dalam dan luar negara – berpeluang untuk menyaksikan sendiri keunikan kebudayaan suku kaum Bajau tersebut yang diterjemahkan melalui ”Regatta Lepa” yang juga dikenali sebagai ”Pesta Sambulayang” dan disinonimkan dengan kebudayaan kaum Bajau Laut. Walau bagaimanapun, tanggapan dan tafsiran tersebut nampaknya kurang disenangi oleh sesetengah suku kaum Bajau lain (Bajau Darat) yang mendakwa bahawa budaya ”Lepa” dan ”Sambulayang” sebenarnya bukannya warisan Bajau Laut tetapi milik kaum Bajau Darat (Bajau Kubang). Oleh itu, makalah ini bertujuan untuk menilai sejauhmana benarnya budaya “Lepa” dan “Sambulayang” adalah warisan kaum Bajau Laut atau sebaliknya, iaitu suku kaum Bajau lain di Semporna seperti Bajau Kubang, Bajau Ubian, Bajau Sengkuang, Bajau Sampulna, dan Bajau Simunul. Persoalan kedua ialah apakah budaya “Sambulayang” adalah warisan Kesultanan Sulu; dan persoalan ketiga ialah mengapakah berlakunya kesilapan oleh para pengkaji dan masyarakat umum dalam membuat tafsiran terhadap “Lepa” seperti yang diungkapkan dalam peribahasa Melayu yang berbunyi “sapi punya susu, lembu dapat nama”. Kajian ini penting untuk menjawab persoalan di atas dan sekaligus memperbetulkan semula pemahaman dan tanggapan masyarakat terhadap “Lepa” dan “Sambulayang” di Sabah. Kata-kata kunci: Proses pembudayaan, Lepa dan Sambulayang, suku kaum Bajau, kesilapan para pengkaji, dan penelitian semula. PENDAHULUAN Semporna, yang dahulunya dikenali sebagai “Tong Talun” dalam bahasa Bajau yang membawa maksud “hujung hutan”, merupakan sebuah daerah dalam bahagian Tawau yang cukup sinonim dengan petempatan suku kaum Bajau di Sabah.
    [Show full text]
  • 2 Teknologi Perkapalan Melayu Tradisional: Jong
    TEKNOLOGI PERKAPALAN MELAYU TRADISIONAL: JONG DAN GHALI MEREDAH TUJUH LAUTAN HASHIM BIN MUSA1 ABSTRAK Peradaban Melayu lama dengan lokasi petempatannya di kepulauan Melayu merupakan peradaban maritim sesuai dengan kedudukannya yang strategik di persimpangan jalan perdagangan laut antara dunia Barat dan dunia Timur. Lokasi petempatan dan pemerintahannya berpusat di bandar-bandar pelabuhan utama di wilayah ini. Sistem peniupan angin monsoon yang bertiup dengan berbeza arah pada musim panas dan musim sejuk dan ketiadaan angin pada antara dua musim itu, membawa kapal daripada arah yang berbeza-beza, dan semasa ketiadaan angin mereka terpaksa tinggal di pelabuhan yang memberi peluang bagi para pedagang untuk menjalankan urusan mereka. Kapal dan perahu tentu sekali memainkan peranan yang penting dalam suasana perdaganan maritim demikian, dan sejak awal lagi pedagang maritim Melayu telah menggunakan pelbagai jenis kapal untuk menjalankan perdagangan itu. Artikel ini akan menelusuri dua jenis warisan kapal orang Melayu yang digunakan dalam aktiviti perdagangan dan kegiatan maritim pada zaman lampau; iaitu Jong dan Ghali jenis kapal besar bagi penjelajahan di lautan luas dan antara benua. Kata kunci: warisan bangsa, kepulauan Melayu, perdagangan maritim, angin monsun, jenis-jenis kapal tradisional Melayu, Jong, Ghali. ABSTRACT (ENGLISH) The Malay civilization in the past, located in the Malay Archipelago, was a maritime civilization, being strategically situated midway between the trade sea routes of the western and eastern trading nations. Centres of population and government were found in the major city ports of the region. The variation of the monsoonal winds that blow from the west to the east during summer months and from the east to the west during the winter months, helped to bring ships from different regions.
    [Show full text]
  • Indonesian Linguistigs
    Hsiatic Society flDonoorapto VOL. XV AN INTRODUGTION TO INDONESIAN LINGUISTIGS BEING FOUR ESSAYS BY REN WARD BRANDSTETTER, Ph.D. TRANSLATED BY C. O. BLAGDEN, M.A., M.R.A.S. LONDON PUBLISHED BY THE ROYAL ASIATIG SOCIETY 22, ALBEMARLE STREET, W. 1916 PREFACE THE Indonesian languages constitute the Western division of the great Austronesian (or Malayo-Polynesian, or Oceanic) family of speech, which extends over a vast portion of the earth'a surface, bnt has an almost entirely insular domain, reaching as it does from Madagascar, near the coast of Africa, to Easter Island, an outlying dependency of South. America, and from Eormosa and Hawaii in the North to New Zealand in the South. The whole family is of great interest and im- portance from the linguistic point of view and can fairly claim to rank with the great families of speech, such as the Inclo- European, the Semitic, the Ural-Altaie, the Tibeto-Chinese, etc. Th.ou.gh hut a amall part of its area falls on the mainland of Asia, there is no reasonable doubt that it is of genuinely Asiatic origin, and of late years it has been linked up with anotlier Asiatic family, which inoludes a number of the languages of India and Indo-China (e.g., Munda, Khasi, Mon, Khmor, Nicobarese, Sakai, etc.). The Indonesian division of the Austronesian family is the part that has best preserved the traces of its origin, and it forms therefore an essential olue to the study of the family as a whole. It has also been more thoroughly investigated than the other two divisions—viz., the Micronesian and Melanesian group and the Polynesian.
    [Show full text]
  • Lumad Husay (Indigenous Conciliation)
    Lumad Husay (Indigenous Conciliation) Decolonizing Justice & Re-storying Culture in Mindanao, Philippines Jeremy Simons A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy At Te Whare Wānanga o Otago/University of Otago Aotearoa New Zealand June 2021 i Abstract In 2016 a consortium of Lumad indigenous activists articulated husay (conciliation/mediation) as a cultural platform for non-violent political assertion, as well as an umbrella symbol of Lumad legal cultural resurgence on the island of Mindanao (Philippines). In this research I describe key historic, contextual, and cultural (both internal and external) factors in the emergence of this social movement by Lumad peace and justice experts and their allies over the past two decades. This study unearths some of the historic and contemporary symbols, motifs, and meanings undergirding Lumad forms of justice, how they came to be contested in current circumstances, and the dynamics, nuances, and implications of their transformation. With a focus on Lumad engagements in formal government-rebel peace processes, the evolution of collective action by this cohort of Lumad peace practitioners, activists, and peoples’ organizations in the early 2000s is articulated as a Lumad Peace Movement. Factors that facilitated this cultural revival included demographic changes in the religious affiliation of Lumad communities, the growth of Mindanao-wide conflict transformation initiatives, formal government-rebel peace processes, and the emergence of a rival, Military-Lumad counter- insurgency alliance epitomized by Task Force Gantangan. The responses and interactions of Lumad leaders negotiating external social factors and the internal cultural dynamics of husay, as Lumad legal culture, I suggest, evidences a local form of complexity called kalibugan.
    [Show full text]