UBARAMPE SELAMATAN PERNIKAHAN DI KRATON SURAKARTA DALAM SERAT MUMULEN KARYA K.R.A SASTRA NEGARA
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh Ika Damayanti NIM 112160445
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014 UBARAMPE SELAMATAN PERNIKAHAN DI KRATON SURAKARTA DALAM SERAT MUMULEN KARYA K.R.A SASTRA NEGARA
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh Ika Damayanti NIM 112160445
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah, saya: Nama : Ika Damayanti NIM : 112160445 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Judul Skripsi : Ubarampe Selamatan Pernikahan di Kraton Surakarta dalam Serat Mumulen karya K.R.A Sastra Negara
Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, skripsi ini tidak berisi materi yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Purworejo, 05 Maret 2014 Yang membuat pernyataan,
Ika Damayanti MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba
sesuatu. Kepemimpinan Anda adalah Anda sendiri dan apa yang Anda
lakukan ( Frederick Smith )
: ?sb/aikuaizrnM|sTikni=lku,jumB|hk[roauni[nbbsn\ sb/aiku
: (Fidirikus Trihatmoko) kunCini=sW/g ategesM/gini=kmulYn\.
PERSEMBAHAN : Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah Swt. karya ini kupersembahkan kepada: Kedua orang tuaku tercinta Bapak Sudoyo dan Ibu Winarti, yang telah membesarkanku dan membimbingku dengan penuh pengorbanan, kasih sayang, perhatian, serta doa yang begitu besar dan tulus demi keberhasilanku; Adikku tersayang, dik Dewi Rahayu yang selalu menemani hari-hariku dengan penuh kasih sayang dan keceriaan; Kangmas Ahmad Ma’muri, seseorang yang telah memberikan semangat, dukungan, perhatian serta doa, terimaksih atas kasih sayangnya sehingga hari-hari yang indah kita lewati bersama; Sahabat-sahabatku para ondhel Nita, Yuni, Yufita, Ririh, Widi, dan Ari, terimakasih atas kasih sayang, persahabatan dan perhatiannya selama ini; Teman-teman seperjuangan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa UMP angkatan 2009; Almamaterku KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Ubarampe Selamatan Pernikahan di Kraton Surakarta dalam Serat Mumulen Karya K. R. A Sastra Ngara” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dorongan serta semangat dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Drs. H. Supriyono, M. Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo; 2. Drs. H. Hartono, M. M. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan prosedur perijinan penelitian; 3. Yuli Widiyono, M. Pd. selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan prosedur perijinan penelitian sekaligus sebagai pembimbing I; 4. Aris Hidayat, S. Pd. selaku dosen pembimbing II yang penuh kesabaran, dan kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan serta waktunya; 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah memberikan ilmu, khususnya kepada penulis selama menempuh studi; 6. Bapak dan Ibu petugas Perpustakaan Radya Pustaka Surakarta yang telah memberikan pelayanan peminjaman naskah dengan baik; 7. KP. Winarnokusumo yang telah bersedia meluangkan waktu disela-sela kesibukannya; 8. Kedua orang tuaku yang telah membesarkan dan membimbingku dengan penuh pengorbanan, kasih sayang, dorongan, serta doa yang begitu besar dan tulus; 9. Adikku yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dorongan, dan keceriaannya selama ini; 10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yang senantiasa berbagi suka dan duka dalam kebersamaan selama menempuh studi; serta 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Dan semoga Allah Swt. berkenan memberikan pahala atas segala amal dan budi baik dari semua pihak yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini. Amin amin aminya Robbal ‘alamin.
Purworejo, 05 Maret 2014 Penyusun,
Ika Damayanti ABSTRAK
Ika Damayanti. Ubarampe Selamatan Pernikahan di Kraton Surakarta dalam Serat Mumulen Karya K. R. A. Sastra Negara. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Uneversitas Muhammadiyah Purworejo. 2014. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan naskah Serat Mumulen; (2) mentransliterasikan diplomatis dan ortografis naskah Serat Mumulen; (3) mengetahui ubarampe sajen untuk para leluhur yang terdapat pada selamatan pernikahan di Kraton Surakarta yang terdapat di dalam Serat Mumulen; dan (4) Mencari nilai religius dan nilai budaya yang terdapat dalam naskah Serat Mumulen. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka dan catat yang dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu melakukakan studi katalogus, pembacaan secara langsung di perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, transliterasi dari huruf Jawa ke huruf Latin dengan metode transliterasi ortografi, terjemahan dengan metode terjemahan harafiah dan bebas. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan melalui tiga ranah, yaitu tesis (teori), antitesis (data), dan sintesis (analisis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) deskripsi naskah Serat Mumulen menyajikan berbagai informasi mengenai keadaan fisik pada naskah yang menjadi subjek penelitian; (2) naskah kemudian ditransliterasikan ke dalam tulisan latin baik secara diplomatis maupun ortografis; (3) naskah Serat Mumulen karya K. R. A. Sastra Negara menceritakan tentang acara keraton yakni berbagai macam ubarampe sesaji yang digunakan untuk dipersembahkan kepada roh-roh leluhur kraton Surakarta khususnya untuk para Nabi pada masa Pakubuwana IX ketika dilakukannya upacara pernikahan. Secara garis besar ubarampe sesaji yang ada di kraton Surakarta memiliki falsafah: (a) sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt.; (b) sebagai permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah dilakukan; dan (c) supaya manusia selalu menjaga kesehatan agar selalu sehat dan segar; (4) nilai religius meliputi: (a) mengirimkan doa kepada para Nabi; (b) memohonkan maaf dan perlindungan kepada-Nya; (c) bersyukur kepada Allah Swt.; sedangkan nilai budayanya adalah melestarikan budaya peninggalan nenek moyang yaitu memberikan ubarampe sesaji pada upacara hajat mantu di Kraton Surakarta.
Kata Kunci : ubarampe, serat mumulen ABSTRAK
Ika Damayanti. Ubarampe Selamatan Pernikahan di Kraton Surakarta dalam Serat Mumulen Karya K. R. A. Sastra Negara. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Uneversitas Muhammadiyah Purworejo. 2014. Ancasipun panaliten punika inggih punika: (1) ngandharaken naskah Serat Mumulen; (2) nransliterasiaken diplomatis lan ortografis naskah Serat Mumulen; (3) mangertosi ubarampe sajen kagem para leluhur ingkang wonten wilujengan dhaup pinanganten ing kraton Surakarta ingkang wonten ing Serat Mumulen; lan (4) madosi nilai religious lan nilai budaya ingkang wonten ing naskah Serat Mumulen. Jinising panaliten punika kalebet panaliten kualitatif. Teknik ingkang dipunginakaken kangge ngempalaken data inggih punika ngginakaken teknik pustaka lan catat ingkang dipunlampahi kanthi pinten-pinten langkah, inggih punika nglampahi studi katalogus, maos langsung wonten ing perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, transliterasi saking huruf Jawa ing huruf Latin kanthi metode transliterasi ortografi, terjemahan kanthi metode terjemahan harafiah lan bebas. Analisis data ingkang dipunginakaken inggih punika teknik analisis deskriptif kanthi nglampahi tigang ranah, inggih punika tesis (teori), antitesis (data), lan sintesis (analisis). Asil panaliten punika ngandharaken bilih: (1) deskripsi naskah Serat Mumulen ngandharaken samubarang pawarta ngengingi kawontenan fisik wonten naskah ingkang dados subjek panaliten; (2) naskah lajeng dipuntransliterasikaken wonten tulisan Latin kanthi diplomatis lan ortografis; (3) naskah Serat Mumulen karya K. R. A. Sastra Negara nyariosaken babagan adicara keraton inggih punika warni-warni ubarampe sajen ingkang dipunginakaken kagem dipunaturaken dhumateng roh-roh leluhur kraton Surakarta khususipun kagem para Nabi wonten masa Pakubuwana IX awitipun badhe dipunlampahi upacara dhaup pinanganten. Miturut wosing pamanggih ubarampe sajen ingkang wonten ing kraton Surakarta nggadhahi falsafah: (a) minangka wujud raos syukur dhumateng Allah Swt.; (b) minangka sih samudra pangaksami sedoyo kalepatan; lan (c) supados njagi kasarasan temahan sehat lan bugar; (4) nilai religius kadosta: (a) ngintu donga kagem para Nabi; (b) nyuwunaken sih samudra pangaksami, lan pangayoman dhumateng Allah Swt.; (c) ngaturaken syukur dhumateng Allah Swt.; wondene nilai budayanipun inggih punika nglestarekaken budaya tilaran nenek moyang inggih punika maringi ubarampe sajen wonten upacara hajat mantu ing Kraton Surakarta.
Kata Kunci : ubarampe, serat mumulen DAFTAR ISI
Hlm HALAMAN JUDUL ...... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii HALAMAN PENGESAHAN ...... iii SURAT PERNYATAAN ...... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...... v KATA PENGANTAR ...... vi ABSTRAK ...... viii DAFTAR ISI ...... x DAFTAR TABEL ...... xiii DAFTAR LAMBANG ...... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 5 C. Batasan Masalah ...... 6 D. Rumusan Masalah ...... 6 E. Tujuan Penelitian ...... 7 F. Manfaat Penelitian ...... 7 G. Sistematika Skipsi ...... 8
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis...... 10 1. Konsep Filologi ...... 10 2. Objek Filologi ...... 11 a. Pengertian Naskah ...... 12 b. Teks ...... 13 3. Tujuan Filologi ...... 14 4. Cara Kerja Filologi ...... 15 a. InventarisasiNaskah ...... 16 b. Deskripsi Naskah ...... 16 c. Pembacaan ...... 17 d. Transliterasi ...... 17 e. Terjemah ...... 19 5. Ubarampe ...... 19 a. Pengertian Ubarampe ...... 20 b. Makna dan Tujuan Ubarampe secara umum ...... 22 6. Nilai Religius ...... 24 7. Nilai Budaya ...... 26 B. Tinjauan Pustaka ...... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ...... 29 B. Subjek dan Objek Penelitian ...... 29 C. Teknik Pengumpulan Data ...... 30 D. Instrumen Penelitian ...... 31 E. Teknik Analisis Data ...... 31
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data ...... 34 1. Deskripsi Naskah ...... 34 2. Transliterasi ...... 39 a. Transliterasi Diplomatis Naskah Serat Mumulen ...... 39 b. Transliterasi Ortografis Naskah Serat Mumulen ...... 43 3. Ubarampe Sesaji Memule untuk para leluhur ...... 46 4. Nilai Religius dan Nilai Budaya dalam Serat Mumulen ...... 57 a. Nilai Religius ...... 57 b. Nilai Budaya ...... 60 B. Pembahasan Data ...... 60 1. Deskripsi Naskah ...... 60 2. Transliterasi ...... 63 a. Transliterasi Diplomatis Naskah Serat Mumulen ...... 63 b. Transliterasi Ortografis Naskah Serat Mumulen ...... 67 3. Ubarampe Sajen Mumule untuk para leluhur ...... 70 4. Nilai Religius dan Nilai Budaya dalam Serat Mumulen ...... 165 a. Nilai Religius ...... 165 b. Nilai Budaya ...... 169
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ...... 170 B. Saran ...... 172
DAFTAR PUSTAKA ...... 173
LAMPIRAN ...... 175 DAFTAR TABEL
Hlm Tabel 1. Deskripsi Naskah ...... 34 Tabel 2. Ubarampe Sajen Memule untuk Para Leluhur ...... 46 Tabel 3. Nilai Religius dalam naskah Serat Mumulen ...... 57 DAFTAR LAMBANG
/ .... / : garis miring yang sejajar, digunakan untuk mengapit bentuk fonemis. /ê/ : vokal bahasa Jawa (pepet), seperti kata sêkar ‘bunga’. /é/ : vokal bahasa Jawa (taling), seperti kata gulé ‘gulai’. /è/ : vokal tidak dapat bulat, yang pengucapannya lidah lebih bawah pada waktu mengucapkan e, seperti kata durèn ‘durian’. /ḍ/ : konsonan /dh/ atau konsonan hambat letup apiko-dental bersuara oral. Konsonan ini dapat berdistribusi pada awal suku kata., seperti ḍêlé ‘kedelai’. /ḥ/ : konsonan bahasa Jawa (wignyan), seperti lisaḥ ‘minyak’. /ṛ/ : konsonan bahasa Jawa (layar), seperti ḍahaṛ ‘makan’. /ṭ/ : konsonan /th/ atau konsonan hambat letup apiko-palatal tak bersuara oral. Dalam bahasa Jawa konsonan ini dapat berdistribusi diawal suku kata, seperti mlaṭi ‘melati’. /ñ/ : konsonan /ny/ atau nasal palantal, seperti panguñjukan ‘minuman’. /ŋ/ : konsonan /ng/ (bahasa Jawa ‘cecak’) atau nasal dorsa velar, seperti tiyaŋ
‘orang’. DAFTAR LAMPIRAN
Hlm Lampiran 1. Naskah Serat Mumulen ...... 175 Lampiran 2. Data Informan ...... 186 Lampiran 3. Daftar Wawancara ...... 187 Lampiran 4. Catatan Lapangan ...... 222 Lampiran 5. Kartu Bimbingan ...... 225 Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian ...... 227 Lampiran 7. Surat Keterangan Penelitian ...... 229 Lampiran 8. Surat Penetapan Dosen Pembimbing ...... 231 Lampiran 9. Surat Penetapan Dosen Penguji ...... 232 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra Jawa merupakan semua hasil karya sastra yang ditulis
oleh orang Jawa, yang berisi tentang kehidupan masyarakat Jawa, dan
didedikasikan bagi masyarakat Jawa. Salah satu contoh karya sastra
tersebut adalah naskah Jawa. Naskah atau manuskrip Jawa adalah tulisan
tangan yang manyimpan berbagai ungkapan pikiran perasaan sebagai hasil
budaya bangsa masa lampau (Baried, 1985: 54). Naskah sastra lama ini
berupa tulisan tangan berbeda dengan sastra modern yang menggunakan
media cetak. Bahan yang digunakan sebgai alas tulis dalam pembuatan
naskah Jawa dipilah kedalam dua jenis yaitu daun dan kertas. Yang
tergolong kelompok daun meliputi lontar dan nipah, sedangkan yang
tergolong kelompok kertas adalah dluwang dan kertas Eropa (Sedyawati,
Edi dkk, 2001: 186).
Naskah merupakan karya sastra yang jumlahnya amat terbatas.
Berbeda dengan sastra modern, sastra modern diperbanyak dengan teknik
cetak dan dalam jumlah yang besar sedangkan sastra lama disalin dengan
tulis tangan yang proses penyalinannya membutuhkan waktu yang tidak
sedikit dan bahan tulisannya yang rumit untuk menulis. Sastra lama
(naskah) kini tersimpan di perpustakaan-perpustakaan dan museum-
museum, tetapi diperkirakan penduduk di daerah juga masih ada yang meyimpan secara pribadi. Karena aksaranya yang sudah tidak umum lagi menyebabkan tidak banyak orang yang dapat menikmatinya. Oleh karena itu perlu diadakan penyalinan dari aksara aslinya ke aksara Latin agar isi dari naskah-naskah itu dapat dinikmati oleh kalangan umum.
Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya yang dapat ditunjukkan dengan keanekaragaman aspek kehidupan seperti masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa dan sastra.
Keanekaragaman tersebut merupakan curahan pikiran dan perasaan seseorang dalam berbagai segi kehidupan masyarakat pada zamannya
(Baried, 1985: 4). Dalam antropologi dikenal adanya beberapa teori tentang religi baik yang menyangkut asal-usul terbentuknya religi, simbol- simbol keagamaan, upacara atau ritual keagamaan, hingga hubungan sosial antar umat beragama. Religi muncul disebabkan oleh adanya getaran jiwa atau emosi pada diri manusia manakala menjumpai atau mengalami kejadian-kejadian luar biasa seperti mimpi, kematian, atau bencana alam
(Sundjaja, 2002: 41).
Salah satu contoh masalah kebudayaan yang berhubungan dengan
Ketuhanan seperti diadakannya selamatan. Kata selamatan pada umumnya sudah tidak asing lagi bagi orang Jawa karena setiap hal yang dilakukan oleh orang Jawa harus didahului dengan selamatan. Mulai dari upacara kelahiran, pernikahan, sampai kematian. Namun agaknya di era zaman seperti sekarang ini sudah banyak orang yang meninggalkan jenis selamatan tersebut karena pada dasarnya mereka tidak tahu maksud dan tujuan dari selamatan yang dimaksud. Padahal kalau dicermati budaya peninggalan nenek moyang itu memiliki nilai yang besar bagi terciptanya kebersamaan, gotong-royong, guyup rukun dan saling menghargai antara orang yang satu dengan yang lainnya (Giri MC, 2010: 15).
Perubahan kebudayaan merupakan hal yang sangat mungkin terjadi dalam setiap masyarakat. Ketika kebudayaan dianggap tak lagi membawa manfaat bagi kebutuhan individu maupun suatu kelompok, bukan tak mungkin kebudayaan lama mengalami perubahan maupun digantikan dengan kebudayaan baru. Perubahan lingkungan, penemuan baru atau inovasi secara kontak antarkebudayaan yang berbeda maupun faktor-faktor menyebabkan terjadinya kebudayaan. Tetapi terjadinya perubahan kebudayaan melalui dua proses, yaitu difusi dan akulturasi (Sundjaja,
2002: 78).
Masyarakat Jawa masih tetap menjunjung tinggi budaya peninggalan nenek moyang khususnya selamatan dalam acara pernikahan.
Upacara tersebut masih tetap dilestarikan dan dijaga sebagai warisan budaya yang adiluhung. Dalam selamatan tersebut banyak sekali bahan- bahan atau perlengkapan yang sering disebut ubarampe. Ubarampe ini banyak sekali jenisnya tergantung dari kepentingan misi empunya hajat.
Tidak sedikit orang menganggap ubarampe itu adalah sajen untuk memuja setan, tetapi bagi mereka yang masih melestarikan budaya peninggalan nenek moyang itu menganggap ubarampe sajen tersebut sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Macam-macam ubarampe yang ditujukan untuk para leluhur telah diabadikan dalam bentuk tulisan di dalam naskah Jawa.
Pada kesempatan ini, kajian yang dipilih adalah persembahan yang digunakan dalam upacara pernikahan di Kraton Surakarta sebagai sajen yang ditujukan kepada para leluhur, termasuk para Nabi Islam (para Wali dan para Nabi) yang terdapat dalam Sêrat Mumulèn. Sêrat Mumulèn terdapat dalam katalog naskah-naskah perpustakaan Radya Pustaka. Sêrat
Mumulèn dengan nomor kode RP 83 11 (394. 4 Ser s) berisi tentang macam-macam ubarampe sajen yang dipersembahkan untuk para leluhur
Surakarta (Pakubuwono IX). Peneliti menemukan ciri dan deskripsi mengenai naskah Sêrat Mumulèn melalui pengukuran dan observasi langsung. Data yang dperoleh sebagai berikut: Naskah Sêrat Mumulèn memiliki tebal 4 mm (0,4 cm), panjang dan lebar 21,4 cm x 16,8 cm dengan jumlah baris tiap halaman rata-rata 19 baris. Naskah Sêrat
Mumulèn memiliki tebal 10 halaman saja dengan jenis huruf beraksara
Jawa dengan ukuran yang sangat mini sekali tetapi goresan tintanya tebal sehingga tidak ada kesulitan dalam mentranslit ke dalam huruf Latin.
Naskah Sêrat Mumulèn ternyata sudah pernah diteliti sebelumnya dengan kajian semiotik. Namun, kajian yang diteliti berbeda, peneliti mengkaji ubarampe yang terdapat dalam Sêrat Mumulèn. Penanganan naskah Sêrat Mumulèn yang digunakan yaitu melalui kajian filologis dengan mentransliterasi dari aksara Jawa ke dalam tulisan Latin baik dengan cara ortografis maupun diplomatis, menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan menjelaskan ubarampe yang terdapat dalam naskah
Sêrat Mumulèn.
Penulis memilih judul Ubarampe Selamatan Pernikahan dengan
alasan serat tersebut secara isi memaparkan mengenai ubarampe yang
digunakan dalam upacara selamatan pernikahan di Kraton Surakarta.
Selain itu, isi yang terdapat dalam Serat Mumulen juga mengandung nilai
religius dan nilai budaya. Ubarampe dalam sebuah upacara tidak hanya
digunakan untuk pelengkap saja, namun ubarampe memiliki makna yang
mendalam dan merupakan warisan leluhur. Upacara selamatan dalam
masyarakat Jawa dilakukan mulai dari kelahiran sampai kematian. Dalam
penelitian ini peneliti lebih mendeskripsikan ubarampe dalam selamatan
pernikahan. Selamatan pernikahan merupakan selamatan yang sering
dilakukan masyarakat Jawa. Adanya ubarampe dalam masyarakat modern
khususnya di kalangan penganut agama Islam bukan bermaksud musyrik
dan mempercayai kekuatan leluhur. Namun, lebih berorientasi kepada
melestarikan kebudayaan Jawa, mengingat ubarampe selamatan
pernikahan saat ini sudah tidak selengkap jaman dahulu.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, muncul beberapa
permasalahan yang terkait dengan hal tersebut. Oleh karena itu,
permasalahan-permasalahan yang muncul perlu diidentifikasi. Adapun
identifikasi masalah itu, adalah sebagai berikut. 1. Deskripsi naskah Sêrat Mumulèn;
2. Transliterasi diplomatis dan ortografis naskah Sêrat Mumulèn;
3. Keberadaan naskah Sêrat Mumulèn sebagai salah satu naskah lama;
4. Kedudukan budaya nenek moyang dimata masyarakat Indonesia jaman
sekarang;
5. Ubarampe sajen untuk para leluhur yang terdapat pada selamatan
pernikahan di Kraton Surakarta yang terdapat di dalam Sêrat
Mumulèn; dan
6. Nilai religius dan nilai budaya yang terdapat di dalam naskah Serat
Mumulen;
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan
diteliti pada penelitian ini dibatasi pada :
1. Deskripsi naskah Sêrat Mumulèn;
2. Transliterasi diplomatis dan ortografis naskah Sêrat Mumulèn;
3. Ubarampe sajen untuk para leluhur yang terdapat pada selamatan
pernikahan di Kraton Surakarta yang terdapat di dalam Sêrat
Mumulèn; dan
4. Nilai religius dan nilai budaya yang terdapat di dalam naskah Serat
Mumulen;
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah
yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah deskripsi naskah Sêrat Mumulèn?
2. Bagaimanakah transliterasi diplomatis dan ortografis naskah Sêrat
Mumulèn?
3. Apa sajakah ubarampe sajen untuk para leluhur yang terdapat pada
selamatan pernikahan di Kraton Surakarta yang terdapat di dalam Sêrat
Mumulèn? dan
4. Bagaimanakah nilai religius dan nilai budaya yang terdapat dalam
naskah Serat Mumulen?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan naskah Sêrat Mumulèn;
2. Mentransliterasikan diplomatis dan ortografis naskah Sêrat Mumulèn;
3. Mengetahui ubarampe sajen untuk para leluhur yang terdapat pada
selamatan pernikahan di Kraton Surakarta yang terdapat di dalam Sêrat
Mumulèn; dan
4. Mencari nilai religius dan nilai budaya yang terdapat dalam naskah
Serat Mumulen;
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran apresiasi
sastra melalui tinjauan telaah teks klasik juga mengembangkan ilmu
kajian filologis dan metode penelitian filologi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai
teks klasik yang berisi tentang kebudayaan kraton Surakarta.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat
memberikan masukan bagi peneliti lanjutan yang berhubungan dengan
kajian filologis. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
tambahan pengetahuan dan wawasan tentang ubarampe yang
digunakan untuk sajen persembahan kepada para leluhur pada
selamatan pernikahan di Kraton Surakarta.
G. Sistematika Skripsi
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika skripsi.
Bab II Kajian teoretis dan tinjauan pustaka, berisi tentang teori
yang dijadikan landasan dalam masalah ini sebagai pedoman dalam
melakukan pembahasan dan penelitian terdahulu.
Bab III Metodologi penelitian, berisi metode penelitian, subjek dan
objek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan
teknik analisis data.
Bab IV Penyajian data dan pembahasan, berisi penyajian data yang
diperoleh melalui kajian filologis dan membahas ubarampe sajen yang
digunakan pada selamatan pernikahan di Kraton Surakarta, serta nilai
religius dan nilai budaya dalam naskah Sêrat Mumulèn. Bab V Penutup, berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran terhadap subjek penelitian. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis
Teori yang dibahas dalam penelitian ini mencakup konsep filologi,
objek filologi, tujuan filologi, cara kerja filologi, dan ubarampe.
1. Konsep Filologi
Secara etimologi, filologi berasal dari kata philos ‘kata’ dan
logos ‘cinta’ atau ‘ilmu’, secara harfiah berarti ‘cinta pada kata’.
Kemudian pengertian ‘kata’ itu diperluas menjadi bahasa, dan
kemudian lebih diperluas lagi menjadi “kebudayaan”, sehingga studi
filologi mempunyai arti studi tentang kebudayaan masa lalu yang
dituang melalui naskah dan teks (Saputra, 2008: 78-79).
Menurut Djamaris (2002: 3), filologi adalah ilmu yang objek
penelitiannya naskah-naskah lama. Filologi dalam arti luas dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala segi kehidupan
dimasa lalu melalui naskah-naskah peninggalan masa lalu, seperti yang
ditemukan dalam tulisan, yang di dalamnya tercakup bahasa, sastra,
adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya.
Pengertian filologi juga dikemukakan oleh Baried (1985: 1),
bahwa filologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang karya sastra dalam arti luas yang mencakup bidang
kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. Karya sastra merupakan
sebuah proses konkretisasi yang terus–menerus oleh lingkungan dalam waktu yang berbeda menurut situasi (Teew, 1984: 192). Dapat
diketahui latar belakang kebudayaan yang menciptakan karya sastra itu
sendiri seperti kepercayaan, adat-istiadat, dan pandangan hidup suatu
bangsa. Filologi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karya
sastra lama berupa naskah dan teks.
Dalam perkembangan sejarahnya, Indonesia telah banyak
dipengaruhi oleh bangsa Belanda, misalnya dalam hal tulis-menulis.
Hal itu terkait dengan pengertian filologi yang mengikuti penyebutan
yang ada di negeri Belanda, yaitu filologi sebagai disiplin ilmu yang
mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan
mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaan (Baroroh-
Baried 1985: 3).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa filologi merupakan suatu disiplin ilmu yang objek penelitiannya
adalah naskah-naskah lama yang mempelajari tentang karya sastra
seperti tulisan. Segala segi kehidupan di masa lalu yang tertuang
dalam tulisan seperti kebiasaan, adat, istiadat, dan pandangan hidup
suatu bangsa.
2. Objek Filologi
Studi filologi merupakan jembatan yang biasa menghubungkan
naskah dan teks peninggalan masa lalu dengan pembaca masa kini.
Dengan demikian objek studi filologi berupa naskah dan teks, seperti
yang dikemukakan oleh Saputra (2008: 4) bahwa filologi yaitu suatu bidang pengetahuan yang mempelajari naskah dan teks. Adapun pengertian naskah dan teks akan dijelaskan sebagai berikut: a. Pengertian Naskah
Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai
ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa
lampau (Baried, 1985: 54). Istilah naskah dalam bahasa Inggris
disebut manuscript dan dalam bahasa Belanda disebut handschrift
(Djamaris, 2002: 3).
Prabowo (2007: 179) dalam bukunya “Glosarium Istilah
Sastra Jawa” mengatakan bahwa naskah adalah semua bahan
tulisan tangan nenek moyang pada kertas, lontar, kulit kayu, dan
rotan. Pengertian naskah yang dikemukakan oleh Prabowo (2007)
memiliki makna sebagai alat komunikasi antara penulis masa lalu
dengan pembaca masa kini. Suatu budaya masyarakat terdahulu
dapat dipelajari oleh masyarakat jaman sekarang melalui
peninggalan yang berupa naskah.
Pengertian naskah juga dikemukakan oleh Saputra (2008:2-
3) bahwa naskah merupakan benda peninggalan tertulis berwujud
tulisan tangan di atas lembar-lembaran alas tulis setempat, seperti
rontal “daun tal, nipah, daluang (Sunda), dluwang (Jawa),
bamboo, dan kulit kayu serta dengan aksara kedaerahannya. Baried
(dalam Saputra, 2008: 4) menyebutkan bahwa naskah merupakan
benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang, sehingga sangat jelas bahwa wujud fisik naskah dapat disentuh, diraba, dipegang,
atau dirasakan secara langsung oleh indera manusia.
Seperti yang dikemukakan oleh Prabowo (2007) dan
Saputra (2008), Lubis (dalam Salmi, 2011: 16) mendefinisikan
naskah sebagai wujud fisik dari sebuah teks, dalam sebuah naskah
suatu tradisi dibakukan dan menjadi pijakan dalam suatu
kehidupan, selain itu naskah juga merupakan bentuk
penggambaran pengalaman kolektif suatu bangsa dimasa lampau.
Pola pikir dan pola hidup manusia yang dinamis membuat budaya
dan tradisi dalam masyarakatpun juga ikut berkembang. Melalui
naskah, penggambaran dan pengalaman nilai-nilai yang luhur suatu
bangsa dimasa lampau dapat menjadi pijakan dalam kehidupan
yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa naskah merupakan benda konkrit peninggalan nenek
moyang yang ditulis pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan yang
dapat disentuh, diraba, dipegang, atau dirasakan oleh indera
manusia. b. Teks
Teks merupakan isi kandungan dari naskah yang bersifat
abstrak dan hanya dapat dibayangkan saja (Suryani, 2012: 47).
Perbedaan antara naskah dan teks terlihat jelas apabila terdapat
naskah yang muda, tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan
pengarang kepada pembaca. Disamping itu, teks juga terdiri atas
bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari
(Prabowo, 2007: 300).
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Saputra (2008: 5)
bahwa teks merupakan kandungan naskah yang dinyatakan dengan
bahasa atau tanda lain yang terdapat pada naskah sesuai dengan
jenis wacannya. Teks tidak dapat dirasakan langsung oleh indera,
tetapi harus melalui proses yang memerlukan keahlian khusus
untuk dapat memahaminya, yaitu kemampuan dalam membaca.
Setiap orang pada umumnya dapat melihat dan menyentuh naskah,
tetapi tidak setiap orang memiliki kemampuan membaca teks yang
terkandung didalamnya. Selain pengetahuan tentang huruf dan
ejaan, membaca suatu teks peninggalan masa lalu setidaknya juga
harus memiliki pengetahuan tentang bahasa yang digunakan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
teks merupakan kandungan naskah yang bersifat abstrak, yang di
dalamnya memuat ide atau amanat yang ingin disampaikan penulis
kepada pembaca yang dapat diketahui dengan bahasa atau tanda
lain yang terdapat dalam naskah.
3. Tujuan Filologi
Djamaris, Edwar (2002:9) mengemukakan bahwa tujuan
filologi yaitu (1) menentukan teks yang asli (autografi), teks yang mendekati teks asli (arkhetip), atau teks berwibawa (autoritatif); (2)
mentransliterasikan teks dengan tugas utama menjaga keaslian/ ciri
khusus penulisan kata dan menerjemahkan teks yang ditulis dalam
bahasa daerah ke bahasa Indonesia; (3) menyunting teks dengan
sebaik-baiknya dengan memperhatikan pedoman ejaan yang berlaku,
penggunaan huruf kapital, tanda-tanda baca, penyusunan alinea, dan
bagian-bagian cerita; (4) mendeskripsikan kedudukan dan fungsi
naskah dan teks yang diteliti supaya dapat diketahui tempat karya
sastra yang diteliti itu dalam kelompok atau jenis sastra yang mana dan
apa manfaat dan gunanya karya sastra itu.
Berlandaskan tujuan filologi di atas, penelitian dengan judul
“Ubarampe Selamatan Pernikahan di Kraton Surakarta dalam Serat
Mumulen Karya K. R. A Sastra Nagara” ini diharapkan dapat
membantu pelestarian hasil budaya masa lampau, khususnya hasil
budaya yang berwujud naskah. Selain itu, juga membantu masyarakat
untuk lebih mengenal nilai-nilai yang terkadung dalam naskah.
4. Cara Kerja Filologi
Langkah kerja filologi menurut Saputra (2008: 81) merupakan
tahapan kerja filologi yang memiliki saling keterkaitan antartahap.
Menurut Saputra, langkah kerja filologi meliputi inventarisasi naskah
(dan teks), deskripsi naskah, perbandingan teks (dan naskah),
penentuan teks yang disunting, pertanggungjawaban alih aksara, kritik
teks dan pengalihaksaraan. Teori tersebut tidak selamanya harus dipaksakan bisa diterapkan pada semua naskah. Masing-masing naskah mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Langkah kerja pokok dalam penelitian filologi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a. Inventarisasi Naskah
Suryani (2012: 76) menerangkan bahwa inventarisasi
naskah dapat dilakukan melalui penelitian di museum atau
perpustakaan dan penelitian di kalangan masyarakat. Inventarisasi
naskah adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai
keberadaan naskah-naskah yang mengandung teks sokorpus, yaitu
naskah-naskah yang mengandung teks sejudul. Informasi pertama
dan utama mengenai keberadaan suatu naskah dapat diperoleh
malalui katalog naskah. Hasil inventarisasi naskah berupa daftar
mengenai sejumlah naskah (sekorpus), yang meliputi: judul
naskah, nomor koleksi, dan naskah milik “siapa” (Saputra, 2008:
81-82). b. Deskripsi Naskah
Saputra (2008: 83), deskripsi naskah adalah suatu penyajian
informasi mengenai keadaan fisik naskah-naskah yang menjadi
objek penelitian. Keadaan fisik meliputi seluruh hal atau seluk
beluk yang berkenaan dengan naskah yang akan diteliti.
Darusuprapta (dalam Eko, 2010: 14), deskripsi naskah
adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara
jelas dan terperinci mengenai keadaan fisik naskah. Adapun hal yang perlu dipaparkan dalam mendeskripsikan naskah, antara lain
siapa saja nama pemilik naskah, tempat penyimpanan naskah,
nomor kodeks, judul naskah, siapa nama pengarang, tahun
penulisan naskah, keadaan naskah, bahan naskah, bentuk naskah,
ukuran naskah, bentuk huruf, dan sebagainya. c. Pembacaan
Langkah berikutnya yaitu dengan pembacaan secara
langsung naskah yang akan diteliti. Peneliti harus cermat dalam
pembacaan naskah karena jika tidak teliti akan terjadi kesalahan
dalam pentransliterasian. Oleh karena itu peneliti harus cermat
dalam mengenali jenis tulisan yang digunakan dalam penulisan
naskah. Sukiyat (dalam Djoko, 2012: 2) mengemukakan ada empat
ragam huruf Jawa yang pernah digunakan:
1) mbata sarimbag, berbentuk kotak seperti batu bata yang ditata;
2) ngetumbar, berbentuk bulat seperti tumbar (ketumbar);
3) mucuk eri, berbentuk lancip (runcing) seperti pucuk duri, dan
4) kombinasi, campuran dari ketiga bentuk di atas. d. Transliterasi
Transliterasi atau alih aksara pada dasarnya merupakan
suatu kegiatan menyalin aksara naskah ke dalam aksara sasaran
yang dikehendaki (aksara Jawa-aksara Latin atau aksara pegon-
aksara Latin) Saputra, (2008: 103). Untuk melakukan transliterasi memerlukan ketelitian dan kejelian agar dalam pengalihaksaraan tidak berbeda dengan naskah sumbernya.
Transliterasi sangat penting untuk memperkenalkan teks- teks lama yang ditulis menggunakan huruf Jawa, karena kebanyakan orang sudah tidak mengenal lagi dengan tulisan aksara
Jawa. Djamaris (dalam Salmi, 2011: 25-26) menerangkan tentang cara yang harus dilakukan dalam transliterasi naskah yang dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Transliterasi diplomatis, dalam transliterasi diplomatis alih
aksara yang dilakukan harus sama seperti yang ada dan tepat
seperti yang tertulis dalam naskah, filolog tidak dikehendaki
membubuhkan tanda-tanda baca seperti titik, koma, dan
sebagainya; dan
2) Transliterasi ortografis, berbeda dengan transliterasi
diplomatis yang apa adanya, transliterasi ortografis dilakukan
dengan cara mengalih aksarakan dengan menambah tanda
baca yang sesuai dengan konteks kalimatnya, membuat huruf
besar dan kecil, serta membetulkan kesalahan bacaan pada
naskah. Bagian teks bisa saja rusak atau tidak bisa terbaca,
filolog biasanya tidak membiarkannya kosong tetapi membuat
catatan dan mencoba memulihkan teks yang rusak atau tidak
terbaca itu dengan segenap kemampuannya sesuai dengan
konteks kalimanya. Robson (1994: 17) menyatakan bahwa seseorang sangat
sulit ketika menyalin sebuah teks, betapapun konsentrasinya.
Namun, semua bergantung pada asumsi bahwa filolog betul-betul
teliti , dan tidak membuat kesalahan atau kepalsuan yang disengaja.
Mereka berusaha mentransliterasikan setepat mungkin, karena rasa
hormat pada tugas mereka sebagai seorang filolog.
e. Terjemah
Menurut Darusuprapta (dalam Eko, 2010: 17), yang
dimaksud dengan terjemahan adalah suatu proses penggantian
bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, atau proses
pemindahan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Tujuan dari penerjemahan adalah agar masyarakat yang tidak
menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati isinya,
sehingga isi naskah dapat tersebar luas.
5. Ubarampe
Bagi masyarakat Jawa sebuah upacara tradisi selamatan
merupakan sesuatu yang sudah ada sejak lahir. Karena setiap orang
Jawa yang baru lahir sudah diperkenalkan dengan adanya selamatan
kelahiran. Selamatan merupakan wujud rasa syukur masyarakat Jawa
kepada Allah Swt.. karena telah memberikan kehidupan, kesehatan,
serta tercukupi segala kebutuhan. Masyarakat Jawa dalam menjalankan
selamatan tidak terlepas dari segala perlengkapan yang biasa disebut
dengan ubarampe. Ubarampe di sini bukan bermaksud musyrik tetapi hanya sebagai lambang saja. Adapun definisi mengenai ubarampe dijelaskan sebagi berikut: a. Pengertian Ubarampe
Pengertian ubarampe menurut Haryanto (2008:cc) adalah
sebuah kata yang dipakai oleh orang-orang Jawa untuk menunjuk
perlengkapan dalam suatu persembahan. Pada masa lampau,
pemeluk agama Budha jika mengadakan perhelatan perkawinan
membuat keramaian menurut perilaku dewa misalnya upacara
hiasan tumbuh-tumbuhan serta kembar mayang yang diatur sebagai
hiasan, yang merupakan refleksi pohon kelapa (Dewa Daru). Ada
pula suara gamelan sebagai refleksi loka-nanta di kahyayang. Syair
sinden (nyanyian) untuk mengelukan datangnya dewa, sedangkan
tayuban sebagai refleksi menyambut dewa (Zarkazi, 1996: 43).
Persembahan ini biasanya ditujukan untuk para leluhur terdahulu
sebagai rasa syukur atau lambang permohonan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Nuranto & Untoro (2008) menyebutkan bahwa
ubarampe merupakan segala sesuatu yang termasuk perabot atau
perlengkapan. Ubarampe biasanya terdiri dari apa saja yang
dibutuhkan dalam persembahan, seperti: ingkung, sego golong,
peyek, telur rebus, pisang raja dan jajan pasar. Ubarampe sesaji
sering terdapat dalam kehidupan dari mulai selamatan kelahiran,
pernikahan, sampai kematian. Dan masing-masing selamatan tersebut tentunya mempunyai ubarampe yang berbeda-beda dan memiliki maksud dan tujuan yang berbeda-beda pula.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Kanjeng Winarno
(2013) yang menyatakan definisi ubarampe adalah sebagai berikut:
Definisinya ubarampe secara umum itu semuanya adalah merupakan pertama, ucapan syukur kepada Allah Swt.. atas berkah dan rahmatnya karena sudah memberikan wahyu, anugrah jodoh. Yang kedua, ucapan syukur atas pemeliharaan pada umatnya yang memberikan hidup serta kehidupan beserta kelengkapannya. Makanya Jawa tidak pernah lupa akan wujud tumpeng. Tumpeng yang dibuat dari nasi putih yang lancip ke atas, dan atasnya pasti ada lombok merah. Lombok merah itu artinya orang Jawa menyebut Tuhan itu macem-macem, sing ngecat lombok. Artinya lombok yang ngecat Tuhan itu ndak mungkin luntur. Lombok merah walaupun disambel goreng, dipepes kan ndak penah luntur. Tapi kalau yang ngecat manusia pasti luntur.
Manusia merupakan makhluk yang tertinggi derajatnya diantara sesama makhluk karena memiliki akal budi. Dan dengan akal budi itu pulalah mampu menggunakan lambang-lambang.
Sejak lahir manusia sudah diperkenalkan dengan lambang-lambang yang berlaku di dalam kebudayaannya. Pengenalan lambang- lambang itu semakin lama semakin berkembang sehingga pada akhirnya manusia mampu hidup bermasyarakat dengan menggunakan lambang-lambang. Mengenai hal ini para pakar bahasa pun telah lama memusatkan perhatiannya bahwa hakekatnya bahasa pun tidak lain adalah sistem lambang. Tiap warga masyarakat mampu menggunakan bahasa berkat pengalaman mempelajari sistem lambang dengan segala kaidah yang berlaku dalam bahasa itu. Bahasa bukan sekedar huruf
hampa. Rangkaian bunyi vokal dan konsonan membentuk kata, dan
kata membentuk kalimat, dan selanjutnya kalimat membentuk
wacana. Namun tiap bahasa mengenal kaidahnya sendiri, sehingga
rangkaian bunyi yang membentuk kata, kalimat dan wacana itu
memiliki makna sebagai sarana untuk berkomunikasi. Bahasa
merupakan hasil kebudayaan manusia yang luar biasa karena
kemampuannya sebagai alat untuk melahirkan pikiran dan
perasaan. Dan tiap masyarakat, pada zaman apapun dan dimana
adanya, tentu memiliki bahasa sebagai sistem lambang.
Sistem lambang tidak hanya terbatas pada bahasa saja,
tetapi meliputi berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat. Dan pada hakekatnya perlengkapan ubarampe/ sajen
berupa makanan, barang-barang dan tumbuh-tumbuhan merupakan
lambang-lambang yang ditampilkan dengan makna tertentu.
Dengan demikian, simpulan dari beberapa pengertian di
atas adalah ubarampe merupakan segala bentuk peralatan,
perlengkapan yang biasanya ditujukan kepada para leluhur
terdahulu sebagai rasa syukur kepada Allah Swt. atas berkah dan
rahmat-Nya. b. Makna dan tujuan ubarampe secara umum
Setiap sesuatu yang terdapat di dunia ini hampir semua
memiliki makna dan tujuan yang berarti. Termasuk juga ubarampe, perlengkapan yang diperlukan dalam setiap mengadakan selamatan. Terkait budaya selamatan pernikahan yang ada di
Kraton, tentu setiap ubarampe atau sajen juga memiliki makna dan tujuan tertentu.
Menurut Wahyana (2010:15), makna dan tujuan dari disuguhkannya ubarampe yaitu sebagai berikut :
1) Sebagai rasa syukur atau perlambang suatu permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa,
2) Agar tercipta rasa kebersamaan, gotong royong, guyup rukun
dan saling menghargai antara sesama orang,
3) Untuk dinikmati dan menjadi berkat bagi siapa saja.
Selain itu, Kanjeng Winarno (2013) juga mengungkapkan makna dan tujuan ubarampe secara umum sebagai berikut:
Maknanya, bahwa kita hidup ini, hidup kita makhluk sosial. Kalau istilahnya itu kita harus hablumminallah dan hablumminannas. Kita hidup itu harus srawung sama masyarakat, tapi kita juga harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tujuannya pasti supaya kita ini mendapatkan berkah, rahmat, sehingga kita mendapatkan hidup yang damai sejahtera, panjang umur, sehat, kecukupan segala kebutuhan.
Upacara pernikahan merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan individu maupun sosial. Kejadian penting dalam suatu upacara tidak pernah terlepas dari yang namanya selamatan. Berbagai macam selamatan yang ada di bumi ini dan masing-masing selamatan pasti mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Pada umumnya sebuah selamatan pernikahan bertujuan untuk
mengirim doa dan memuliakan semua leluhur dari pihak istri dan
suami serta segenap makhluk hidup yang ada didunia, agar
dijauhkan dari mara bahaya, agar didekatkan pada kesenangan,
kegembiraan, dan kebahagiaan, tercapai semua keinginan, semoga
bahagia, mulia, selamat, berpangkat, banyak rizki dan banyak anak
(Purwadi dan Niken, 2007: 280).
Oleh karena itu, sesungguhnya orang Jawa dalam menjalani
suatu ritual selamatan, terdapatnya ubarampe disini tidak
bermaksud meminta kepada setan atau semacamnya yang bersifat
ghaib. Namun, sebenarnya hal itu hanya dimaknai sebatas tegur
sapa kepada hal-hal ghaib agar orang yang sedang menjalankan
ritual selamatan tidak mendapat godaan dan berhasil memohon
kepada Allah Swt. secara khusuk.
6. Nilai Religius
Dalam KBBI nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yg penting atau
berguna bagi kemanusiaan. Nilai juga merupakan sikap seseorang
terhadap suatu hal yang baik dan yang buruk yang telah ada dalam diri
manusia yang berguna sebagai tolak ukur baik dan buruk demi
peningkatan kualitas sehingga berguna bagi kehidupan manusia. Nilai
di samping berfungsi sebagai landasan perbuatan, juga berfungsi
sebagai pengarah dan pendorong seseorang dalam melakukan
perbuatan. Dengan demikian nilai tersebut dapat menimbulkan tekad bagi yang bersangkutan untuk diwujudkan dalam perbuatan sehari- hari.
Jadi nilai adalah sifat-sifat manusia yang yang penting bagi kehidupannya. Sifat-sifat tersebut yang bisa sebagai tolak ukur baik atau buruk demi peningkatan kualitas sehingga bisa berguna bagi manusia itu sendiri.
Religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran islam (Majid dan Andayani, 2005: 133). Religius dapat dimaknai bersifat religi, bersifat keagamaan, yg bersangkut-paut dengan religi. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya
(amanah), dan tidak curang. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dan integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan.
Kehadiran unsur religi dan keagamaan dalam sastra adalah sebuah keberadaan sastra itu sendiri. Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dengan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya religius dan agama menyaran pada makna yang bebeda. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksud agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan- renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nila-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai religius
merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
7. Nilai Budaya
Kebudayaan adalah istilah yang menunjukan segala hasil karya
manusia yang berkaitan dengan pengungkapan bentuk. Kebudayaan
merupakan wadah, tempat, di mana hakikat manusia
memperkembangkan diri. Dalam perkembangannya, kebudayaan
sering dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tempat, waktu, dan
kondisi masyarakat, sehingga lahir suatu bentuk kebudayaan yang
khusus. Kebudayaan lahir dari olah akal budi, jiwa atau hati nurani
manusia. Bentuk kebudayaan tersebut selalu mencerminkan nilai-nilai
kehidupan yang diyakini, yang dirasa, dan diharapkan memberi
kebaikan dalam hidup.
Kontjaraningrat dalam (Sutardjo, 2008: 12) berpendapat bahwa
budaya berasal dari kata buddhayah (sansekerta) bentuk jamak dari
buddhi ‘budi/akal’. Jadi kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan
dengan budi dan akal. Keseluruhan isi serta kemampuan alam pikiran
dan alam jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya disebut
mentallitet tidak terlepas dari hubungannya dengan sistem nilai
budaya. Ralp Linton (dalam Depag, 2009: 186) kebudayaan adalah
pandangan hidup dari sekumpulan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan
yang mereka pelajari, mereka miliki, kemudian diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Menurut beberapa pendapat tersebut
nilai budaya adalah sifat-sifat atau hal-hal manusia yang bersangkutan
dengan budi dan akal sehingga menjadi kebiasaan yang mereka miliki.
B. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang relevan merupakan kajian secara kritis terhadap
kajian terdahulu sehingga dapat diketahui perbedaan yang khas antara
bagian yang terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan oleh penulis.
Penulis akan mengemukakan beberapa hasil penelitiaan terdahulu sebagai
bahan perbandingan dalam penelitian ini.
1. Pertama penelitian yang dilakukan oleh Eko Rahayuningsih (2010)
dalam bentuk skripsi di Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul
Citra Wanita dalam Kehidupan Berumah Tangga dalam Serat Wulang
Estri karya Pakubuwana IV. Penelitian yang dilakukan oleh Eko berisi
tentang ajaran wanita dalam berumah tangga dan nasihat orang tua
terhadap anak perempuannya dalam mengarungi kehidupan berumah
tangga, yang dikerjakan dengan cara kerja filologi.
Peneliti juga akan membandingkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Eko Rahayuningsih (2010) dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Penelitian ini juga mempunyai persamaan dan
perbedaaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Persamaannya ialah keduanya sama-sama mengkaji naskah klasik
berksara Jawa dan penanganannya menggunakan cara kerja filologi.
Perbedaannya adalah Eko mengkaji tentang citra wanita yang baik
dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sesuai dengan peran
dan kedudukannya, sedangkan penulis mengkaji tentang ubarampe
selamatan pernikahan yang terdapat pada naskah Serat Mumulen.
2. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Lina Kurniati Salmi (2011) yang
disusun dalam bentuk skripsi di Universitas Muhammadiyah
Purworejo yang berjudul Nilai Religiusitas Pada Serat Sewaka
(Sebuah Kajian Filologi Sastra). Penelitian yang dilakukan oleh Salmi
tersebut berisi tentang bagaimana cara manusia menjalankan
kewajibannya sebagai makhluk Tuhan dengan mengedepankan
kejujuran, keikhlasan, kesedihan berkorban, kesetiaan, dan sebagainya.
Semua itu tercermin dalam nilai religiusitas.
Peneliti juga membandingkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Lina Kurniati Salmi (2011) dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis. Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan penelitia yang akan penulis lakukan. Persamaannya ialah
keduanya sama-sama mengkaji naskah beraksara Jawa dan
penanganannya menggunakan cara kerja filologi. Perbedaannya adalah
Lina mengkaji nilai-nilai religiusitas yang terdapat pada naskah Serat
Sewaka, sedangkan penulis mengkaji tentang ubarampe selamatan
pernikahan yang terdapat pada naskah Serat Mumulen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian dianggap paling penting dalam menilai kualitas
suatu penelitian. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode wawancara
(interview) yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2010:186). Selain menggunakan
metode wawancara (interview), peneliti juga menggunakan metode
kepustakaan (library research) yaitu dengan cara memanfaatkan berbagai
macam pustaka yang relevan dengan yang penulis teliti.
Metode dengan teknik pustaka adalah mempergunakan sumber-
sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 1992: 42). Metode
kepustakaan diterapkan untuk mendapatkan data kalimat yang
menunjukkan ubarampe selamatan pernikahan dalam Serat Mumulen.
Selain itu peneliti juga menggunakan buku-buku penunjang dalam
penelitian.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah naskah Serat Mumulen Yang disimpan
di Perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, Jawa Tengah. Serat Mumulen
ditulis menggunakan huruf Jawa dan terdiri atas 10 halaman. Objek penelitian pada naskah Serat Mumulen adalah hasil kerja studi filologi,
deskripsi naskah, transliterasi naskah, terjemahan naskah, dan ubarampe
sajen yang dipersembahkan untuk para leluhur pada pernikahan di Kraton
Surakarta.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui
ubarampe sajen yang dipersembahkan untuk para leluhur pada pernikahan
di Kraton Surakarta dalam Serat Mumulen karya K R A Sastra Negara
adalah menggunakan teknik pustaka dan teknik catat yaitu melalui
beberapa tahap. Pertama, peneliti melakukan studi katalogus untuk
mencari dan mendeskripsikan naskah yang akan diteliti. Dalam hal ini,
peneliti menggunakan Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Radya
Pustaka. Langkah kedua, yaitu dilakukan pembacaan naskah secara
langsung di Perpustakaan Radya Pustaka.
Langkah berikutnya, teks Serat Mumulen yang masih berhuruf
Jawa ditransliterasikan ke dalam huruf Latin. Transliterasi teks dilakukan
dengan menggunakan metode transliterasi ortografis. Transliterasi itu
dilakukan dengan pembetulan-pembetulan pada teks naskah yang dinilai
kurang tepat dan tidak sesuai dengan EYD yang berlaku.
Hasil transliterasi kemudian diparafrase dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan tujuan untuk mempermudah memahami
isi dari teks Serat Mumulen. D. Instrumen Penelitian
Arikunto (dalam Ismawati, 2011: 89) menerangkan bahwa
instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data dalam penelitian agar pekerjaan menjadi lebih
mudah dan hasilnya lebih baik. Yang dimaksud di sini adalah lebih
cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah.
Dalam penelitian ini peneliti sendiri yang aktif dalam mencari data
melalui teks Serat Mumulen dan pustaka penunjang lainnya. Peneliti
bertindak sebagai perencana dan pelaksana dalam penelitian. Peneliti
membaca berulang-ulang teks Serat Mumulen dan menandai indikator
yang menunjukkan ubarampe dalam selamatan pernikahan. Peneliti juga
dibantu dengan kartu, dan alat tulis (penggaris, bolpoin, pensil dan
penghapus). Sebagai alat bantu lainnya peneliti menggunakan kamera dan
alat perekam untuk memperoleh informasi yang diperlukan.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data yang
bersifat kualitatif. Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah data yang disajikan dalam bentuk kata ferbal atau bentuk wacana
bukan dalam bentuk angka (Muhadjir dalam Salmi, 2011:48). Dalam
teknik analisis data penulisan skripsi ini penulis menggunakan teknik
analisis deskriptif.
Menurut Widodo dan Mukhtar (dalam Rahayu, 2010: 39)
rangkaian analisis data pada penelitian deskriptif dapat dibangun menjadi tiga ranah, yaitu tesa (teori), antitesa (data), dan sintesa (analisis).
Selanjutnya, masing-masing teori dan data dokumentasi dalam analisis data deskriptif dibangun seperti bangunan piramid terbalik, seperti terlihat pada gambar berikut.
Teori Data A B
C Analisis
Berdasarkan gambar tersebut memperlihatkan kerangka berfikir untuk suatu analisis data deskriptif. Posisi peneliti sebagai analisis data adalah C, sedangkan posisi A dan B ditempati oleh teori atau data-data berupa dokumentasi.
Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti meliputi beberapa langkah sebagai berikut:
1. Peneliti menetapkan teori filologi sebagai pijakan untuk mengambil
data dalam bentuk verbal, yaitu transliterasi diplomatis (alih aksara
sama seperti yang tertulis dalam naskah) dan ortografis (alih aksara
dengan membetulkan kesalahan bacaan sesuai EYD) .
2. Data yang diperoleh dari sebuah penelitian filologi dengan alat bantu
kartu dan alat tulis (bolpoin, pensil, penggaris, dan penghapus). Data
yang terkumpul ditetapkan untuk selanjutnya dianalisis. 3. Analisis yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengeliminasi data yang
kurang tepat, untuk selanjutnya ditetapkan sebagai data yang valid.
Analisis data disajikan dalam bentuk uraian kalimat deskriptif. BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data
1. Deskripsi Naskah
Hasil deskripsi naskah Serat Mumulen disajikan dalam bentuk
tabel. Adapun hasil penelitian berupa deskripsi naskah Serat Mumulen
adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Deskripsi Naskah Sêrat Mumulèn
No. Keterangan Naskah Sêrat Mumulèn 1. Nama pemilik K. R. A Negara sastra, pepatih-dalem Surakarta 1866-1867. 2. Tempat penyimpanan Perpustakaan Radya Pustaka Surakarta 3. Tahun Penulisan 4. Nomor kodeks SMP/Radya Pustaka#83 5. Judul Sêrat Mumulèn 6. Keadaan naskah Keadaan naskah masih bagus, belum mengalami pelapukan. Tulisannya masih cukup bagus dan cukup jelas untuk dibaca, meskipun ada beberapa huruf dan kata yang kurang jelas. Lembar-lembar naskah masih rapih, belum ada yang terlepas, hanya saja pada halaman pertama terdapat beberapa sobekan kecil tetapi tidak berlubang. Dan halaman 7-8 juga terdapat sobekan kecil tetapi tulisan masih utuh, dan masih terbaca dengan jelas. 7. Jenis bahan naskah Kertas eropa yang berwarna buram kecoklat-coklatan 8. Jumlah baris setiap Rata-rata 19 baris tiap halaman halaman 9. Tebal naskah 4 mm (0,4 cm) 10. Ukuran naskah 21,4 cm x 16,8 cm umum
No. Keterangan Naskah Sêrat Mumulèn
11. Ukuran naskah 21 cm x 16 cm khusus 12. Ukuran margin naskah khusus (yang diteliti)
a. top a. 4,3 cm b. bottom b. 4,2 cm c. right c. 2 cm d. left d. 4 cm 13. Isi naskah Hanya terdiri atas satu teks 14. Jenis naskah Lain-lain 15. Bentuk teks Sêrat Berbentuk prosa/gancaran Mumulèn 16. Sampul naskah Sampul naskah berupa kertas tebal berwarna merah hati, tidak dilapisi dengan plastik. 17. Jenis aksara naskah Aksara Jawa 18. Penomoran halaman Berada di tengah atas pada setiap halaman dengan menggunakan huruf Aksara Jawa. 19. Ukuran aksara teks Ukuran huruf besar, dengan ukuran 0,3 cm x 0,2 cm x 0,2 cm
2. Transliterasi
a. Transliterasi Diplomatis Naskah Sêrat Mumulèn
Transliterasi diplomatis naskah Serat Mumulen dilakukan
dengan menggunakan pedoman transkripsi fonemis, di mana
pengubahan bahasa wicara menjadi bentuk tertulis dengan
menggambarkan tiap bunyi/ fonem dengan satu lambang.
Transliterasi dengan pedoman transkripsi fonemis ditandai dengan
lambang /…/ sebagai berikut:
1 //Punika mumulèn bilih kaguŋngan da mêl mantu/ hawittipun kagêm nalika wontên hiŋ wiṛyadis niŋngrattan/ dumugi jumênnêŋ wontên hiŋ kaPati yan/ pratélannipun hiŋ nganḍap pu nnika// 1. //GusTi kaŋjêŋ NaBi raSul/ sêkul wuduk hulam lêmbaṛra n hayam pêṭak mulus hiŋkaŋ jalêṛ/ sarêm kampêṛ lombok hijêm/ hutawi waṛni woḥ-woḥha n pêpak/ sêkaṛ konnyoḥ/ dupa hiŋkaŋ ngolaḥ kê daḥ sukci/ mawi maca slawat/ 2. //dèwi SiTi Patimaḥ/ kêtan biru êntèn-êntèn/ 3. //Sèḥ ngaldulkadiṛ jahillanni/ sêkul wuduk hulam lêmbaṛ ran/ hayam pêṭak mulus 2 hiji hiŋkaŋ kêmlañcuṛ/ sa rêm kampêṛ lombok hijêm/ sêkaṛ konnyoḥ/ du pa/ hiŋkaŋ ngolaḥ tiyaŋ sampun tuwas gêtiḥ/ maca slawa t bisu/
2 4. //para sakabat raSul/ sêkul goloŋ 40 joḍo gorèŋngan hulam mahésa satuŋgal/ piNḍaŋ habrit pê ṭak/ jangan kalamuñcaŋ pêcêl pitik jangan mênniṛ: 5. //kaŋjêŋ NaBi Ibrahim/ hapêm gorèŋ habrit/ 6. //kaŋjêŋ NaBi Sléman/ kupat pêcêl sêmaŋgi/ 7. //kaŋjêŋ NaBi kiliṛ/ hapêm kocoṛ/ 8. //kaŋjêŋ NaBi ḍawud/ sêkul liwêt ménda pinnaŋgaŋ/ 9. //kaŋjêŋ Nabi Ilyas/ sêkul hangêt gêcok gagan-gagan/ 10. //para NaBi sadaya/ jênaŋ cuṛba roti martéga jangan gulé sêkul kabuli/ 11. //para wali/ kutup sèwu/ sêkul goloŋ 1000/ hulam piNḍaŋ mahésa/ hapêm 1000 hagêŋngipun hamuŋ sawata wis/ botên mawi kadongannan/ bilih sampun katuju kbakên lajêŋ sami meNḍêt/ mawi maca kawiyu/ 12. //kaŋjêŋ SuSuhuNna ngampèl/ sêkul labrit paŋgaŋ wadêṛ/ sarêm kampêṛ/ 3 13. //Kaŋjêŋ SuSuhuNnan béNaŋ/ sêkul liwêt jangan maŋgul katul/ 14. //kaŋjêŋ SuSuhuNnan kudus/ sêkul waḍaŋ pêcêl lélé/ lalabba n goḍoŋ katu/ 15. //kaŋjêŋ SuSuhuNnan kalijaga/ sêkul liwêt ḍèNḍèŋ gêpukkan/ gêrèḥ layuṛ kabakaṛ/ lalabban goḍoŋ katu goḍoŋ cêṭiŋ/ goḍoŋ ranti/ woḥ kuḍu sambêl cêlèlèk/ sêkul li wêt wahu iŋkaŋ pêra/ 16. //kaŋjêŋ SuSuhunnan hadi/ hapêm gorèŋ/ kênṭaŋ gêmbili kimpul/ talês téla/ 17. //Pangéran wijil kadilangu/ sêkul hangêt jangan krokot/ cêcêk/ 18. //kaŋjêŋ SuSuhuNan giri/ sêkul pêra paŋgaŋ pitik/ lalabban go ḍoŋ kapas/ pêntil tèroŋ ngor sagoḍoŋngé/
4 19. //kaŋjêŋ SulTan dêmak/ sêkul punnaṛ sambêl ḍêlé tanpa trasi la labban lombok/ 20. //nyahi hagêŋ dasdaŋ/ sêkul pêra/ gêrèḥ pèṭèk binakaṛ pèspè ssan wuku/ 21. //nyahi dara muluk/ kêtan kumbu/ kêtan biru/ borèḥ kunniṛ/ mêntaḥ sêkaṛ dupa// 22. //sèḥ samat/ hapêm kocoṛ hapêm gorèŋ roti maṛtéga/ 23. //sèḥ makruf/ sêkul wuduk pêNḍaŋ pitik/ hapêm gorèŋ// 24. //sèḥ dumba/ hapêm kocoṛ noŋka geḍaŋ/ 25. //kyahi hagêŋ tarup/ sêkul pulên pêcêl wadêṛ/ jangan mênniṛ/ lala bban kacaŋ/ 26. //kyahi hagêŋ nêtas paNḍawa/ lêmêŋgan kêtan/ paŋgang lélé/ 27. //kyahi hagêŋ suséla/ hapêm/ kêtan kolak/
5 28. //kyahi hagêŋ nis/ sêkul peṭak hulam ragi têrik/ 29. //kyahi hagêŋ magaram/ sêkul goloŋ pêcêl pitik jangan mênniṛ/ 30. //kyahi hagêŋ juru maṛtani/ sêkul waḍaŋ jangan loñcom/ sambêl jê lé/ pèspèssan gêrèḥ gatêl// 31. //PaNêmbahan séNaPaTi/ sêkul pêra/ pèspèssan hula tombra/ 32. //iŋkaŋ SiNuhun samarêkrapyak/ sêkul wuduk lalabban témpé mê ntaḥ/ 33. //SulTan haGuŋ/ kêtan/ salak/ piNḍaŋ mahésa kolak/ 34. //SiNuhun samaré têgal harum/ sêkul waḍaŋ jangan loḍèḥ/ //Mumulé hiŋkaŋ sêmara bumi/ sêkul warni-warni/ hulam sêgantê n/ lèpès/ sato/ pêksi/ jangan hiŋkaŋ pêpak woḥ-woḥhan pala gumantuŋ/ kasimpaṛ/ kapêNḍêm/ sêkaṛ konnyoḥ/ lisaḥ wangi/ gastên/ rokok/ dupa/ //Mumulé kaŋ hakal bakal/ hiŋ sagara/ miwaḥ hiŋ dé sa/ hiŋkaŋ dèn mumulé buminné/ sêkul goloŋ
6 pitu/ pêcêl hayam jangan menniṛ/ sêkul pullên/ hulam bakaṛ ran tuwin gorèŋngan/ sêkul tumpêŋ jangannan/ jênaŋ habrit jênaŋ suŋsum/ jênaŋ maŋgul/ konnyoḥ/ sêkaṛ/ lisaḥ su Nḍul langit/ gastèn/ dupa; //tumindakkipun mêmulèn hiŋ ngiŋgil punnika/ kicir saka parêŋngipiun karsa dalêm GusTi/ kados hiŋkaŋ sa mpun kalampaḥhan// //Pratélan wilujêŋngaN ḍahaṛ kol, wêdallipun hiŋ dintên midadarènni: //hiŋkaŋ SiNuhun PakuBuwaNa sapisan/ sêkul hangêt pê cêl wadêṛ jangan lotho/ 2. //hiŋkaŋ sinuhun PraBu maŋkurat/ sêkul pulên tim piti k/ piNḍaŋ bannyak/ bêkakak maénda/ 3. //hiŋkaŋ SiNuhun PakuBuwaNa kaping 2 sêkul liwê t/ bakaṛraN ḍèŋ gêpukkan/ gêrèḥ juwi/ baluṛ binakaṛ/ pêtis/ hutawi sêkul lèṛ-lèṛran/ ḍèNḍèŋ kêNṭi jangan mênniṛ/ sambêl lèṭok/ 4. //hiŋkaŋ SiNuhun PakuBuwaNa kaping 3 sêkul pulên/
7 pêcêl pitik jang mênniṛ/ kêcambaḥ krupuk/ bêrambaŋ pê Nḍaŋ suŋsum, sambêl lèṭok/ gorèŋngan témpé/ sêmuṛ roti martéga/ wos/ pisaŋ pulut/ pê lêm bala/ jênaŋ kukus/ jaguŋ timun/ wédaŋ kopi pressan// 5. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 4 sêku go loŋ/ pêcêl pitik janga mênniṛ/ hulam sawo ntênnipun/ wédaŋ buggênḍis hiŋ taman/ ro ti kabalèn/ ciyu bumbon/ rujak pêcêl/ rujak lêNi/ lotis/ woḥ-woḥhan sawo ntênnipun/ sêkaṛ konnyoḥ gantên/ 6. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 5 sêku l hangêt jangan sop/ sêkul goloŋ pêcêl pi tik jangan mênniṛ/ toya hiŋkaŋ hasrêp/ sêkaṛ ko nnyoḥ gastèn/ 7. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ siNuhun kapiŋ 6 liwê t sêkul habrit/ hulam ḍèNḍèŋ klopo kkan/ ḍèNḍèŋ gorèŋngan/ sambêl brambaŋ lalabba n pêpak/ pêtis parêm/ ḍahaṛraN jêram pacittan//
8 Jaguŋ/ kêmbêŋngan gêNḍis batu/ sêkul goloŋ pêcêl pi tik jangan mênniṛ/ sêkaṛ konnyoḥ/ sês wangi wiru// 8. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 7 sêku l hangêt/ tim/ pêtis sarêm sambêl brambaŋ/ ḍèNḍèŋ gorèŋngan/ ḍèNḍèŋ klopokkan/ saté pêNṭu l/ ḍahaṛran pêlêm bala/ jêram kêprok/ jênaŋ cocoḥ/ jênaŋ kukus/ pisaŋ sawontênnipun/ panguñjukkan haŋ guṛ corèt/ hukêl sêkaṛ campuṛ bawuṛ/ haŋgêtta n saŋsaŋngan kopok moŋkroŋ/ sêkaṛ mlaṭi/ sêkaṛ konnyoḥ// 9. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 8 sê kul hangêt/ sêkul tumpêŋ/ sarêm kampêṛ/ hula m paŋgaŋ ḍèNḍèŋ gêpukkan/ bakaṛran gêrèḥ sêla gê rèḥ layu/ juwi/ gêrèḥ pèṭèk/ bakaṛran balênnyi k/ bakaṛran trasi/ guḍaŋ waṛni-waṛni/ bumbu mêntaḥha n/ jangan ḍokohan/ tum-tumman kapri/ ḍahaṛ ran taŋkuwèḥ/ kuṛma klèŋkèŋ/ durèn hiŋkaŋ ha lit/ pisaŋ pulut jêram kêprok/ pangunjukkan to ya hasrêp/ hukêl campuṛ tawuṛ ḍèḍèssan/
9 saŋsaŋngan sêkaṛ cunḍuk/ saŋsaŋngan sêkaṛ kaluŋ konnyoḥ/ gantèn/ 10. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 8 sêkul ha ngêt/ tumpêŋ/ sarêm kampêṛ/ hulam paŋgaŋ/ ḍènḍèŋ gorèŋngan ginnêpuk/ sêrèḥ sêlaṛ/ layuṛ/ juwi/ ge rèḥ pèṭèk/ blênnyik/ trasi/ sami binnakaṛ/ guḍaŋ waṛni-waṛni bumbu mêntahan/ jangaN ḍêkoḥhan/ tumtuman kapri/ ḍahaṛran têŋkuwèḥ/ kuṛma/ klèŋkèŋ/ durèn hiŋkaŋ halit/ pisaŋ pulut jèram kèprok/ panguñjukkan toya hasrêp/ hukêl campuṛ bawuṛ ḍè ḍèssan/ saŋsaŋngan sêkaṛ cuNḍuk/ saŋsaŋngan sêkaṛ kaluŋ/ konnyoḥ gastèn/ 11. //Sampèyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 9 sêkul ḍa har liwêttan/ saha huncit/ ḍèNḍèŋ gêpu?kan/ sa mbêl gorèŋ pêtis/ sambêl hulêg/ lalaban brambaŋ/ lombok hijêm/ goḍoŋ mêdinaḥ/ jangan so p/ tim hayam/ jangan loḍèḥ/ piNḍaŋ/ bubuk ḍê lé/ pêtis sarêm/ sêlat goḍoŋ/ ḍêlé go rèŋngan/ ḍahaṛran lêmpêṛ sêkul/ jêram kêprok/ pangu
10 ñjukkan bêras kêñcuṛ// b. Transliterasi Ortografis Naskah Sêrat Mumulèn
Punika mumulen bilih kagungan damel mantu/ awitipun kagem nalika wonten ing wiryadis ningratan/dumugi jumeneng wonten ing kapatiyan/ pratelanipun ing ngandhap punika// 1. Gusti Kanjeng Nabi Rasul/ sekul wuduk/ ulam lembaran/ ayam pethak mulus ingkang jaler/ sarem kamper/ lombok ijem/ utawi warni woh- wohan pepak/ sekar konyoh/ dupa/ ingkang ngolah kedah suci/ mawi maca slawat/ 2. Dewi Siti Fatimah/ ketan biru/ enten-enten/ 3. Syeh Aldul kadir Jaelani/ sekul wuduk/ ulam lembaran/ ayam pethak mulus 2 iji ingkang kemlancur/ sarem kamper/ lombok ijem/ sekar konyoh/ dupa/ ingkang ngolah tiyang sampun tuwas getih/ maca slawat bisu/ 4. Para sahabat Rasul/ sekul golong 40 jodho/ gorengan ulam mahesa satunggal/ pindhang abrit pethak/ jangan kalamuncang/ pecel pitik/ jangan menir: 5. Kanjeng Nabi Ibrahim/ apem goreng abrit/ 6. Kanjeng Nabi Sulaiman/ kupat/ pecel semanggi/ 7. Kanjeng Nabi Kilir/ apem kocor/ 8. Kanjeng Nabi Daud/ sekul liwet/ menda pinanggang 9. Kanjeng Nabi Ilyas/ sekul anget/ gecok bakal 10. Para Nabi sedaya/ jenang curba/ roti martega/ jangan gule/ sekul kabuli/ 11. Para wali/ kutup sewu/ sekul golong 1000/ ulam pindhang mahesa/ apem 1000 agengipun amung sawatawis/ boten mawi kadonganan/ bilih sampun katujuaken lajeng sami mendhet/ mawi maca kawiyu/ 12. Kanjeng Susuhunan Ngampel/ sekul abrit/ panggang wader/ sarem kamper/ 13. Kanjeng Susuhunan Bonang/ sekul liwet/ jangan manggul katul/ 14. Kanjeng Susuhunan Kudus/ sekul wadhang/ pecel lele/ lalaban godhong katu/ 15. Kanjeng Susuhunan Kalijaga/ sekul liwet/ dhendheng gepukan/ gereh layur kabakar/ lalaban godhong katu godhong cething/ godhong ranti/ woh kudhu/ sambel plelek/ sekul liwet wau ingkang pera/ 16. Kanjeng Susuhunan Adi/ apem goreng/ kenthang gembili kimpul/ tales tela/ 17. Pangeran Wijil Kadilangu/ sekul anget/ jangan krukut/ krecek 18. Kanjeng Susuhunan Giri/ sekul pera/ panggang pitik/ lalaban godhong kapas/ pentil terong ngor sagodhonge/ 19. Kanjeng Sultan Demak/ sekul punar/ sambel dhele tanpa trasi/ lalaban lombok/ 20. Nyai Ageng Dasdang/ sekul pera/ gereh pethek binakar/ pepesan wuku/ 21. Nyai Dara Muluk/ ketan kumbu/ ketan biru/ boreh kunir/ mentah sekar dupa// 22. Syeh Samat/ apem kocor/ apem goreng/ roti martega/ 23. Syeh Makruf/ sekul wuduk/ pindhang pitik/ apem goreng// 24. Syeh Dumba/ apem kocor/ nongka gedhang/ 25. Kyai Ageng Tarup/ sekul pulen/ pecel wader/ jangan menir/ lalaban kacang/ 26. Kyai Ageng Netas Pandhawa/ lemengan ketan/ panggang lele/ 27. Kyai Ageng Susela/ apem/ ketan kolak/ 28. Kyai Ageng Nis/ sekul pethak/ ulam ragi terik/ 29. Kyai Ageng Magaram/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ 30. Kyai Ageng Juru Martani/ sekul wadhang/ jangan loncom/ sambel jele/ pespesan gereh gatel// 31. Panembahan Senapati/ sekul pera/ pepesan ulam tambra/ 32. Ingkang Sinuhun Samare Krapyak/ sekul wuduk/ lalaban tempe mentah/ 33. Sultan Agung/ ketan/ salak/ pindhang mahesa/ kolak/ 34. Sinuhun Samare Tegal Arum/ sekul wadhang/ jangan lodheh/ Mumule ingkang semara bumi/ sekul warni-warni/ ulam seganten/ lepes/ sato/ peksi/ jangan ingkang pepak/ woh-wohan pala gumantung/ kasimpar/ kapendhem/ sekar konyoh/ lisah wangi/ ganten/ rokok/ dupa Mumule kang hakal bakal/ ing sagara/ miwah ing desa/ ingkang den mumule bumine/ sekul golong pitu/ pecel ayam/ jangan menir/ sekul pulen/ ulam bakaran tuwin gorengan/ sekul tumpeng janganan/ jenang abrit/ jenang sungsum/ jenang manggul/ konyoh/ sekar/ lisah sundhul langit/ ganten/ dupa; Tumindakipun memulen ing nginggil punika/ kicir saka parengipun karsa dalem Gusti/ kados ingkang sampun kalampahan// Pratelan wilujengan dhahar khol, wedalipun ing dinten midodareni: Ingkang Sinuhun Pakubuwana sapisan/ sekul anget/ pecel wader/ jangan lotho/ 2. Ingkang Sinuhun Prabu Mangkurat/ sekul pulen/ tim pitik/ pindhang banyak/ bekakak menda/ 3. Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 2/ sekul liwet/ bakaran dhendheng gepukan/ gereh juwi/ balur binakar/ petis/ utawi sekul ler- leran/ dhendheng kenthi/ jangan menir/ sambel lethok/ 4. Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 3/ sekul pulen/ pecel pitik jangan menir/ kecambah krupuk/ brambang pindhang sungsum, sambel lethok/ gorengan tempe/ semur roti martega/ wos/ pisang pulut/ pelem bala/ jenang kukus/ jagung timun/ wedang kopi presan// 5. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 4/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ ulam sawontenipun/ wedang bugendhis ing taman/ roti kabalen/ ciyu bumbon/ rujak pecel/ rujak leni/ lotis/ woh-wohan sawontenipun/ sekar konyoh ganten/ 6. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 5/ sekul anget/ jangan sop/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ toya ingkang asrep/ sekar konyoh ganten/ 7. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 6/ liwet sekul abrit/ ulam dhendheng klopokan/ dhendheng gorengan/ sambel brambang/ lalaban pepak/ petis parem/ dhaharan jeram pacitan// Jagung/ kembengan gendhis batu/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ sekar konyoh/ ses wangi wiru// 8. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 7/ sekul anget/ tim/ petis sarem sambel brambang/ dhendheng gorengan/ dhendheng klopokan/ sate penthul/ dhaharan pelem bala/ jeram keprok/ jenang cocoh/ jenang kukus/ pisang sawontenipun/ pangunjukan anggur coret/ ukel sekar campur bawur/ anggitan sangsangan kopok mongkrong/ sekar mlathi/ sekar konyoh// 9. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 8/ sekul anget/ sekul tumpeng/ sarem kamper/ ulam panggang/ dhendheng gepukan/ bakaran gereh sela gereh layu/ juwi/ gereh pethek/ bakaran balenyik/ bakaran trasi/ gudhang warni-warni/ bumbu mentahan/ jangan dhokohan/ tumtuman kapri/ dhaharan tangkuweh/ kurma klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram keprok/ pangunjukan toya asrep/ ukel campur tawur dhedhesan/ sangsangan sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung konyoh/ ganten/ 10. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 8/ sekul anget/ tumpeng/ sarem kamper/ ulam panggang/ dhendheng gorengan ginepuk/ sereh selar/ layur/ juwi/ gereh pethek/ balenyik/ trasi/ sami binakar/ gudhang warni-warni/ bumbu mentahan/ jangan dhokohan/ tumtuman kapri/ dhaharan tengkuweh/ kurma/ klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram keprok/ pangunjukan toya asrep/ ukel campur bawur dhedhesan/ sangsangan sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung/ konyoh ganten/ 11. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 9/ sekul dhahar liwetan/ saha uncit/ dhendheng gepukan/ sambel goreng petis/ sambel uleg/ lalaban brambang/ lombok ijem/ godhong medinah/ jangan sop/ tim ayam/ jangan lodheh/ pindhang/ bubuk dhele/ petis/ sarem/ selat godhong/ dhele gorengan/ dhaharan lemper sekul/ jeram keprok/ pangunjukan beras kencur//
3. Ubarampe sesaji Memule untuk para leluhur yang terdapat pada
Naskah Serat Mumulen karya K. R. A Sastra Negara
Tabel 2. Ubarampe sesaji memule untuk para leluhur No. Leluhur Ubarampe
1. Gusti Kanjeng sekul wuduk/ ulam nasi uduk, daging
Nabi Rasul lembaran/ ayam pethak lembaran, ayam
mulus ingkang jaler/ putih polos yang
sarem kampe/r lombok jantan, garam
ijem/ utawi warni woh- batangan, cabai
wohan pepak/ sekar hijau, atau
konyoh/ dupa/ barmacam-macam
buah-buahan
lengkap, bunga
konyoh, kemenyan
2. Dewi Siti ketan biru/ enten-enten/ ketan biru dan enten-
Patimah enten,
3. Syeh Abdul sekul wuduk/ ulam nasi uduk, ayam
Kadir Jaelani lembaran/ ayam pethak lemengan, ayam
mulus 2 iji ingkang putih mulus 2 ekor
kemlancur/ sarem yang kemlancur
kamper/ lombok ijem/ (baru keluar
sekar konyoh/ dupa/ ekornya), garam
batangan, cabai hijau, bunga konyoh,
kemenyan
4. Para sahabat sekul golong 40 jodho/ nasi golong 40
Rasul gorengan ulam mahesa pasang, gorengan
satunggal/ pindhang daging kerbau 1,
abrit pethak/ jangan pindang merah
kalamuncang/ pecel pitik/ putih, sayur
jangan menir// kalamuncang, pecel
ayam, sayur menir.
5. Kanjeng Nabi apem goreng abrit/ apem goreng warna
Ibrahim merah,
6. Kanjeng Nabi kupat/ pecel semanggi/ kupat, lauk pecel
Sulaiman semanggi,
7. Kanjeng Nabi apem kocor/ apem kocor
Kilir
8. Kanjeng Nabi sekul liwet/ menda nasi liwet lauk
Daud pinanggang/ kambing panggang
(kambing guling)
9. Kanjeng Nabi sekul anget/ gecok nasi hangat, lauk
Ilyas ganging ganggang/ gecok bakal,
ditempatkan dengan
dilambari daun
ganging-ganggang
10. Para Nabi jenang curba/ roti bubur curba, roti
sedaya martega/ jangan gule/ mentega, sayur sekul kabuli/ gulai, nasi kebuli
11. Para wali/ sekul golong 1000/ ulam nasi golong 1000,
kutup sewu pindhang mahesa/ apem ikan pindang kerbau,
1000/ apem 1000
12. Kanjeng sekul abrit/ panggang nasi beras merah
Susuhunan wader/ sarem kamper/ (sega abang),
Ngampel panggang ikan kali,
dan dibumbui
dengan garam
batangan,
13. Kanjeng sekul liwet/ jangan nasi liwet, sayur
Susuhunan manggul katul/ manggul (yang
Bonang ditaburi) katul,
14. Kanjeng sekul wadhang/ pecel nasi wadang, pecel
Susuhunan lele/ lalaban godhong lele, lalaban daun
Kudus katu/ katu,
15. Kanjeng sekul liwet/ dhendheng nasi liwet, dendeng
Susuhunan gepukan/ gereh layur gepuk, gereh (ikan
Kalijaga kabakar/ lalaban asin) bakar, lalaban
godhong katu/ godhong daun katu, daun
senting/ godhong ranti/ senting, daun ranti,
woh kudhu/ sambel pace sambel plelek
plelek/
16. Kanjeng apem goreng/ kenthang apem goreng,
Susuhunan Adi gembili/ kimpul/ tales/ kentang gembili, tela/ kimpul, talas, ketela,
17. Pangeran Wijil sekul anget/ jangan nasi hangat, sayur
Kadilangu krukut/ krecek/ daun krukut, krecek
18. Kanjeng sekul pera/ panggang nasi yang dikukus,
Susuhunan pitik/ lalaban godhong panggang ayam,
Giri kapas/ pentil terong ngor lalaban daun kapas,
sagodhonge/ terong muda Ngor
beserta daunnya,
19. Kanjeng sekul punar/ sambel nasi kuning, sambal
Sultan Demak dhele tanpa trasi/ kedelai tanpa trasi,
lalaban lombok/ lalaban cabai,
20. Nyai Ageng sekul pera/ gereh pethek nasi ketan, gereh
Dasdang binakar/ pespesan wuku/ pethek bakar,
pepesan wuku,
21. Nyai Dara ketan kumbu/ ketan biru/ ketan kumbu, ketan
Muluk boreh kunir/ mentah biru, boreh kunir,
sekar dupa// mentah bunga
kemenyan.
22. Syeh Samat apem koco/r apem apem kocor, apem
goreng/ roti martega/ goreng, roti
mentega,
23. Syeh Makruf sekul wuduk/ pindhang nasi uduk, pindang
pitik/ apem goreng// ayam, apem goreng.
24. Syeh Dumba apem kocor/ nongka apem kocor, buah
gedhang/ nangka dan pisang, 25. Kyai Ageng sekul pulen/ pecel wader/ nasi pulen, pecel
Tarup jangan menir/ lalaban ikan kali, sayur
kacang/ menir, lalaban
kacang,
26. Kyai Ageng lemengan ketan/ lemengan ketan,
Netas panggang lele/ panggang lele,
Pandhawa
27. Kyai Ageng apem/ ketan kolak/ apem goreng, dan
Susela ketan kolak,
28. Kyai Ageng sekul pethak/ ulam ragi nasi putih, ikan ragi
Nis terik/ terik,
29. Kyai Ageng sekul golong/ pecel pitik/ nasi golong, pecel
Pagaram jangan menir/ ayam, sayur menir,
30. Kyai Ageng sekul wadhang/ jangan nasi wadang, sayur
Juru Martani loncom/ sambel jele/ loncom, sambel
pespesan gereh gatel// dele, pepesan ikan
asin.
31. Panembahan sekul pera/ pespesan nasi ketan, pepes
Senapati ulam tambra/ ikan tambra,
32. Ingkang sekul wuduk/ lalaban nasi uduk, lalaban
Sinuhun tempe mentah/ tempe mentah,
Samare
Krapyak
33. Sultan Agung ketan/ salak/ pindhang ketan salak, pindang
mahesa/ kolak/ kerbau, kolak, 34. Sinuhun sekul wadhang/ jangan nasi wadang, sayur
Samare Tegal lodheh/ lodeh,
Arum
35. Ingkang sekul anget/ pecel wader/ nasi hangat, pecel
Sinuhun jangan lotho/ ikan kali, sayur
Pakubuwana lotho,
sapisan
36. Ingkang sekul pulen/ tim pitik/ nasi pulen, tim
Sinuhun Prabu pindhang banyak/ ayam, pindhang
Mangkurat bekakak menda/ banyak, kambing
guling
37. Ingkang sekul liwet/ bakaran nasi liwet, bakaran
Sinuhun dheng gepukan/ gereh dendheng gepukan,
Pakubuwana juwi/ balur binakar/ ikan asin juwi, balur
kaping 2 petis/ utawi sekul ler- binakar, petis, atau
lerran/ dhendheng nasi ler-leran,
kenthi/ jangan menir/ dendeng kenti, sayur
sambel lethok/ menir, sambel
lethok,
38. Ingkang sekul pulen/ pecel pitik/ nasi pulen pecel
Sinuhun jangan menir/ kecambah ayam, sayur menir,
Pakubuwana krupuk/ brambang/ rempeyek
kaping 3 pendhang sungsum/ kecambah, bawang
sambel lethok/ gorengan merah, pindhang
tempe/ semur roti sungsum, sambel martega/ wos/ pisang lethok, tempe
pulut/ pelem bala/ jenang goreng, semur roti
kukus/ jagung timun/ mentega, beras,
wedang kopi presan// pisang pulut,
mangga bala, jenang
kukus, jagung timun,
minuman kopi peras.
39. Sampeyan sekul golong/ pecel pitik/ nasi golong, pecel
dalem ingkang jangan menir/ ulam ayam, sayur menir,
Sinuhun sawontenipun/ wedang ikan seadanya,
kaping 4 bugendhis ing taman/ minuman gula
roti kabalen/ ciyu merah disajikan di
bumbon/ rujak pecel/ taman, roti kabalen,
rujak leni/ lotis/ woh- ciyu bumbon, rujak
wohan sawontenipun/ pecel, rujak leni,
sekar konyoh ganten/ lutis, buah-buahan
seadanya, bunga
konyoh kinang,
40. Sampeyan sekul anget/ jangan sop/ nasi hangat sayur
dalem ingkang sekul golong/ pecel pitik/ sop, nasi golong,
Sinuhun jangan menir/ toya pecel ayam, sayur
kaping 5 ingkang asrep/ sekar menir, air putih
konyoh ganten/ dingin, bunga
konyoh kinang,
41. Sampeyan liwet sekul abrit/ ulam liwet nasi beras dalem ingkang dhendheng klopokan/ merah, ikan dendeng
Sinuhun dhendheng gorengan/ klopokan, dendeng
kaping 6 sambel brambang/ goreng, sambal
lalaban pepak/ petis/ bawang merah,
parem/ dhaharan jeram lalaban lengkap,
pacitan// Jagung/ petis, parem,
kembengan gendhis batu/ makanan jeram
sekul golong/ pecel pitik/ pacitan. Jagung,
jangan menir/ sekar kembengan gula
konyoh/ ses wangi wiru// batu, nasi golong,
pecel ayam, sayur
menir, bunga
konyoh, ses wangi
wiru.
42. Sampeyan sekul anget/ tim/ petis/ nasi hangat, tim,
dalem ingkang sarem/ sambel petis, garam, sambal
Sinuhun brambang/ dhendheng bawang merah,
kaping 7 gorengan/ dhendheng dendeng goreng,
klopokan/ sate penthul/ dendeng klopokan,
dhaharan pelem bala/ sate pentul, mangga,
jeram keprok/ jenang jeruk keprok, jenang
cocoh/ jenang kukus/ cocoh, jenang kukus,
pisang sawontenipun/ pisang seadanya,
pangunjukan anggur minuman anggur
coret/ ukel sekar campur coret, ukel bunga bawur/ anggitan campur bawur,
sangsangan kopok anggitan sangsangan
mongkrong/ sekar mlathi/ kopok mongkrong,
sekar konyoh// bunga melati, bunga
konyoh.
43. Sampeyan sekul anget/ sekul nasi hangat, nasi
dalem ingkang tumpeng/ sarem kamper/ tumpeng, garam
Sinuhun ulam panggang/ batangan, ikan
kaping 8 dhendheng gepukan/ panggang, dendeng
bakaran gereh sela/ gepuk, bakaran
gereh layu/ juwi/ gereh gereh sela, ikan asin
pethek/ bakaran layur, juwi, ikan asin
balenyik/ bakaran trasi/ pethek, balenyik
gudhang warni-warni/ bakar, trasi bakar,
bumbu mentahan/ jangan macam-macam
dhokohan/ tumtuman gudhang, bumbu
kapri/ dhaharan mentahan, sayur
tangkuweh/ kurma/ dokohan,
klengkeng/ duren tumtumman kapri,
ingkang alit/ pisang tangkuweh, kurma,
pulut/ jeram keprok/ klengkeng, durian
pangunjukan toya asrep/ yang kecil, pisang
ukel campur tawur pulut, jeruk keprok,
dhedhesan/ sangsangan minuman air dingin,
sekar cundhuk/ ukel campur tawur sangsangan sekar kalung dedesan, sangsangan
konyoh/ ganten/ bunga cundhuk,
sangsangan bunga
kalung konyoh,
kinang
44. Sampeyan sekul anget/ tumpeng/ nasi hangat,
dalem ingkang sarem kamper/ ulam tumpeng, garam
Sinuhun panggang/ dhendheng batangan, ikan
kaping 8 gorengan ginepuk/ sereh panggang, dendeng
selar/ layur/ juwi/ gereh goreng gepuk, sereh
pethek/ balenyik/ trasi/ selar, layur juwi,
sami binakar/ gudhang ikan asin pethek,
warni-warni/ bumbu balenyik, trasi
mentahan/ jangan dibakar, gudang
dhekohan/ tumtuman bermacam-macam,
kapri/ dhaharan bumbu mentahan,
tengkuweh/ kurma/ sayur dekohan,
klengkeng/ duren tumtuman kapri,
ingkang alit/ pisang tengkuweh, kurma,
pulut/ jeram keprok/ klengkeng, durian
pangunjukan toya asrep/ yang kecil, pisang
ukel campur bawur pulut, jeruk keprok,
dhedhesan/ sangsangan minuman air dingin,
sekar cundhuk/ ukel campur bawur
sangsangan sekar dhedhesan kalung/ konyoh ganten/ sangsangan bunga
cundhuk,
sangsangan bunga
kalung, kinang,
45. Sampeyan sekul dhahar liwetan/ nasi liwet beserta
dalem ingkang saha uncit/ dhendheng uncit, dhendheng
Sinuhun gepukan/ sambel goreng/ gepuk, sambal
kaping 9 petis/ sambel uleg/ goreng, petis,
lalaban brambang/ sambal ikan, lalaban
lombok ijem/ godhong bawang merah, cabai
medinah/ jangan sop/ tim hijau, daun medinah,
ayam/ jangan lodheh/ sayur sop, tim ayam,
pindhang/ bubuk dhele/ sayur lodeh,
petis, sarem/ selat pindang, bubuk dele,
godhong/ dhele petis garam, sela
gorengan/ dhaharan daun, kedelai
lemper sekul/ jeram goreng, nasi lemper,
keprok/ pangunjukan jeruk keprok,
beras kencur// minuman beras
kencur. 4. Nilai Religius dan Nilai Budaya yang ada dalam Naskah Serat
Mumulen karya K. R. A. Sastra Negara
a. Nilai Religius
Tabel 3. Nilai religius dalam naskah Sêrat Mumulèn Kutipan Terjemah Gusti Kanjeng Nabi Rasul/ Memule Gusti Kanjeng Nabi sekul wuduk/ ulam lembaran Rasul, nasi uduk, daging ayam ayam pethak mulus ingkang lembaran putih polos yang jantan, jaler/ sarem kamper/ lombok garam batangan, cabai hijau, atau ijem/ utawi warni woh-wohan barmacam-macam buah-buahan pepak/ sekar konyoh/ dupa/ lengkap, bunga konyoh, kemenyan ingkang ngolah kedah suci/ dan yang mengolah harus dengan mawi maca slawat/ disertai mambaca shalawat, Dewi Siti Fatimah/ ketan biru Memule Dewi Siti Fatimah, ketan enten-enten/ biru dan enten-enten, Syeh Abdul Kadir Jaelani/ Memule Syeh Abdul Kadir sekul wuduk/ ulam lembaran/ Jaelani, nasi uduk, ayam ayam pethak mulus 2 iji lemengan, ayam putih mulus 2 ingkang kemlancur/ sarem ekor yang kemlancur (baru keluar kamper/ lombok ijem/ sekar ekornya), garam batangan, cabai konyoh/ dupa/ ingkang ngolah hijau, bunga konyoh, kemenyan, tiyang sampun tuwas getih/ yang mengolah harus orang yang maca slawat bisu/ sudah berpengalaman, dan disertai membaca sholawat dalam hati. para sakabat Rasul/ sekul Memule Para Sahabat Nabi, nasi golong 40 jodho/ gorengan golong 40 pasang, gorengan ulam mahesa satunggal/ daging kerbau 1, pindang merah pindhang abrit pethak/ putih, sayur kalamuncang, pecel jangan kalamuncang/ pecel ayam, sayur menir pitik/ jangan menir: Kanjeng Nabi Ibrahim/ apem Memule Kanjeng Nabi Ibrahim, goreng abrit/ apem goreng warna merah, Kanjeng Nabi Sulaiman/ Memule Kanjeng Nabi Sulaiman, kupat/ pecel semanggi/ kupat lauk pecel semanggi, Kanjeng Nabi Kilir/ apem Memule Kanjeng Nabi Kiliṛ, apem kocor/ kocor Kanjeng Nabi Daud/ sekul Memule Kanjeng Nabi Daud, nasi liwet/ menda pinanggang liwet lauk kambing panggang (kambing guling) Kanjeng Nabi Ilyas/ sekul Memule Kanjeng Nabi Ilyas, nasi anget/ gecok bakal hangat, lauk gecko bakal (ditempatkan dengan dilambari daun ganging-ganggang) Para Nabi sedaya/ jenang Memule Semua Nabi, bubur curba, curba/ roti martega/ jangan roti mentega, sayur gulai, nasi gule/ sekul kabuli/ kebuli, Para wali/ kutup sewu/ sekul Memule Para wali, kutup sewu, golong 1000/ ulam pindhang sega golong 1000, ikan pindang mahesa/ apem 1000 kerbau, apem 1000 besarnya hanya agengipun amung sawatawis/ tidak terlalu besar tapi juga tidak boten mawi kadonganan/ bilih terlalu kecil, tidak perlu didoakan, sampun katujuaken lajeng apabila sudah ditata kemudian sami mendhet/ mawi maca diambil, disertai membaca kawiyu, kawiyu/ Kanjeng Susuhunan Ngampel/ Memule Kanjeng Sunan Ngampel, sekul abrit/ panggang wader/ nasi beras merah, (sega abang) sarem kamper/ panggang ikan kali, dan dibumbui dengan garam batangan, Kanjeng Susuhunan Bonang/ Memule Kanjeng Sunan Bonang, sekul liwet/ jangan manggul nasi liwet, sayur manggul (yang katul/ ditaburi) katul, Kanjeng Susuhunan Kudus/ Memule Kanjeng Sunan Kudus, sekul wadhang/ pecel lele/ nasi wadang, pecel lele, lalaban lalaban godhong katu/ daun katu, Kanjeng Susuhunan Kalijaga/ Memule Kanjeng Sunan Kalijaga, sekul liwet/ dhendheng nasi liwet, dendeng gepukan, gepukan/ gereh layur gereh (ikan asin) dibakaṛ, lalaban kabakar/ lalaban godhong daun katu, daun senting, daun katu/ godhong senthing/ ranti, pace sambel plelek, nasi godhong ranti/ woh kudhu/ liwet tadi yang keras sambel plelek/ sekul liwet wau ingkang pera/ Kanjeng Susuhunan Adi/ Memule Kanjeng Sunan Adi, apem goreng/ kenthang apem goreng, kentang gembili, gembili/ kimpul/ tales/ tela/ kimpul, talas, ketela, Pangeran Wijil Kadilangu/ Memule Pangeran Wijil sekul anget/ jangan krukut/ Kadilangu, nasi hangat, sayur daun krecek krukut, krecek Kanjeng Susuhunan Giri/ Memule Kanjeng Sunan Giri, nasi sekul pera/ panggang pitik/ yang dikukus, panggang ayam, lalaban godhong kapas/ pentil lalaban daun kapas, terong muda terong ngor sagodhonge/ Ngor beserta daunnya, Kanjeng Sultan Demak/ sekul Memule Kanjeng Sultan Demak, punar/ sambel dhele tanpa nasi kuning, sambal kedelai tanpa trasi/ lalaban lombok trasi, lalaban cabai, Nyai Ageng Dasdang/ sekul Memule Nyai Ageng Dasdang, pera/ gereh pethek binakar/ nasi ketan, gereh pethek bakar, pepesan wuku/ pepesan wuku, Nyai Dara Muluk/ ketan Memule Nyai Dara Muluk, ketan kumbu/ ketan biru/ boreh kumbu, ketan biru, boreh kunir, kunir/ mentah sekar dupa// mentah bunga kemenyan. Syeh Samat/ apem kocor/ Memule Syeh Samat, apem kocor, apem goreng/ roti martega/ apem goreng, roti mentega, Syeh Makruf/ sekul wuduk/ Memule Syeh Makruf, nasi pindhang pitik/ apem goreng// wuduk, pindang ayam, apem goreng. Syeh Dumba/ apem koco/r Memule Syeh Dumba, apem nongka/ gedhang/ kocor, nangka, pisang, Kyai Ageng Tarup/ sekul Memule Kyai Ageng Tarup, nasi pulen/ pecel wader/ jangan pulen, pecel ikan kali, sayur menir, menir/ lalaban kacang/ lalaban kacang, Kyai Ageng Netas Pandhawa/ Memule Kyai Ageng Getas lemengan ketan/ panggang Pandawa, lemengan ketan, lele/ panggang lele, Kyai Ageng Susela/ apem/ Memule Kyai Ageng Susela, apem ketan kolak/ goreng, dan ketan kolak, Kyai Ageng Nis/ sekul pethak/ Memle Kyai Ageng Nis, nasi ulam ragi terik/ putih, ikan ragi terik, Kyai Ageng Pagaram/ sekul Memule Kyai Ageng Pagaram, golong/ pecel pitik/ jangan nasi golong, pecel ayam, sayur menir/ menir, Kyai Ageng Juru Martani/ Memule Kyai Ageng Juru Maṛtani, sekul wadhang/ jangan nasi wadang, sayur loncom, loncom/ sambel jele/ pespesan sambel dele, pepesan ikan asin. gereh gatel// b. Nilai Budaya
Nilai budaya adalah sifat-sifat atau hal-hal manusia yang
bersangkutan dengan budi dan akal sehingga menjadi kebiasaan yang
mereka miliki. Bentuk kebudayaan tersebut selalu mencerminkan
nilai-nilai kehidupan yang diyakini, yang dirasa, dan diharapkan
memberi kebaikan dalam hidup. Setelah penulis memahami semua isi
dari nakah Serat Memulen karya K. R. A. Sastra Negara menunjukkan
adanya nilai budaya. Isi naskah dari awal hingga akhir memuat nilai
budaya yang ada di Kraton Surakarta khususnya pada acara
pernikahan (hajat mantu). Dalam acara pernikahan di Kraton
Surakarta terdapat sesaji yang ditujukan kepada roh-roh para leluhur.
Ini menunjukkan bahwa di Kraton Surakarta masih menjunjung tinggi
nilai kebudayaan leluhur terdahulu.
B. Pembahasan
1. Deskripsi Naskah
Pembahasan yang dilakukan dalam deskripsi naskah Sêrat
Mumulèn adalah sebagai berikut.
a. Nama Pemilik Naskah
Nama pemilik naskah Sêrat Mumulèn adalah K. R. A.
(Kanjeng Raden Arya) Sastra Negara, pepatih-dalem. Hal itu dapat
diketahui dari tulisan yang terdapat pada katalog yang berbunyi
Original MS. Probably belonged to K. R. A. Sastra negara, pepatih-
dalem Surakarta 1866-1867. Dari keterangan itu diperkirakan,
bahwa pemilik naskah Sêrat Mumulèn adalah K. R. A. Sastra negara. b. Keadaan Naskah
Keadaan naskah masih bagus, belum mengalami pelapukan.
Tulisannya masih cukup bagus dan cukup jelas untuk dibaca
meskipun ada beberapa huruf dan kata yang kurang jelas. Lembar-
lembar naskah masih rapih, belum ada yang terlepas, hanya saja pada
halaman pertama terdapat beberapa sobekan kecil tetapi tidak
berlubang. Dan halaman 7-10 juga terdapat sobekan kecil berlubang
tetapi tulisan masih utuh, dan masih terbaca dengan jelas. Lembar
terakhir pada naskah juga terdapat sobekan. c. Judul Naskah
Judul naskah ini berdasarkan Katalog Naskah-Naskah Radya
Pustaka yaitu berjudul Sêrat Mêmulèn (dalam sampul naskah
berjudul Sêrat Mumulèn). Kata mêmulé merupakan kata dwipurwa
(yaitu kata yang dibaca berulang pada suku kata pertama). Mêmulé
berasal dari kata dasar ‘mule’, yaitu kata yang digunakan untuk
menghormati para leluhur yang telah meninggal sebagai selamatan.
Selain itu, dalam naskah Sêrat Mumulèn terdapat judul berupa
keterangan yang berada pada halaman ke-3 dengan menggunakan
aksara Jawa yang berbunyi Punika mumulèn bilih kagungan damêl
mantu, awitipun kegem nalika wonten ing Wiryadiningratan, dumugi
jumeneng wonten ing Kapatiyan. Dari keterangan itu dapat diketahui
bahwa naskah itu berjudul Sêrat Mumulèn. d. Jenis Bahan Naskah
Teks Sêrat Mumulèn ditulis diatas kertas eropa. Kertas itu
berupa kertas bergaris biasa seperti yang sering digunakan pada saat
ini. Sampul naskah terbuat dari kertas berwarna merah hati yang
lebih tebal. e. Pembagian Halaman
Teks Sêrat Mumulèn terdiri atas 30 halaman. Halaman depan
adalah halaman sampul, setelah halaman sampul terdapat satu lembar
atau dua halaman buku (rechto dan verso) yang kosong. Teks Sêrat
Mumulèn terdapat pada halaman 5-14, sedangkan halaman 15-30
kosong. f. Aksara Teks Sêrat Mumulèn
Aksara yang digunakan untuk menulis teks Sêrat Mumulèn
adalah aksara Jawa, dengan menggunakan tinta warna hitam yang
sudah mulai luntur dan berubah warna menjadi kecoklatan. Adapun
bentuk aksaranya yaitu mucuk êri. Penulis Sêrat Mumulèn, dilihat
dari tulisannya, dimungkinkan adalah golongan kaum terpelajar.
Penulisan yang tertata rapi menjadikan aksaranya mudah dibaca.
Berdasarkan deskripsi naskah itu, keadaan naskah pada dasarnya masih bagus, belum mengalami pelapukan. Warna kertas yang digunakan telah berubah menjadi kecoklatan, kertasnya masih bagus, dan rapih. Hanya saja, pada halaman pertama diisolasi karena terdapat beberapa sobekan kecil tetapi tidak berlubang. Halaman pertama,
halaman 4, 7-10 pada teks juga terdapat sobekan berlubang kecil tetapi
tulisan masih terbaca dengan jelas.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa naskah Sêrat Mumulèn
masih dalam kondisi baik dan terawat. Bukti bahwa Sêrat Mumulèn
masih dalam kondisi baik dan terawat, yaitu teks Sêrat Mêmulèn masih
dapat dibaca aksaranya, sehingga isi teks dapat dipahami.
2. Transliterasi
a. Transliterasi Diplomatis Naskah Sêrat Mumulèn
Transliterasi diplomatis naskah Serat Mumulen dilakukan
dengan menggunakan pedoman transkripsi fonemis, di mana
pengubahan bahasa wicara menjadi bentuk tertulis dengan
menggambarkan tiap bunyi/ fonem dengan satu lambang.
Transliterasi dengan pedoman transkripsi fonemis ditandai dengan
lambang /…/ sebagai berikut:
1
//Punika mumulèn bilih kaguŋngan da mêl mantu/ hawittipun kagêm nalika wontên hiŋ wiṛyadis niŋngrattan/ dumugi jumênnêŋ wontên hiŋ kaPati yan/ pratélannipun hiŋ nganḍap pu nnika// 1. //GusTi kaŋjêŋ NaBi raSul/ sêkul wuduk hulam lêmbaṛra n hayam pêṭak mulus hiŋkaŋ jalêṛ/ sarêm kampêṛ lombok hijêm/ hutawi waṛni woḥ-woḥha n pêpak/ sêkaṛ konnyoḥ/ dupa hiŋkaŋ ngolaḥ kê daḥ sukci/ mawi maca slawat/ 2. //dèwi SiTi Patimaḥ/ kêtan biru êntèn-êntèn/ 3. //Sèḥ ngaldulkadiṛ jahillanni/ sêkul wuduk hulam lêmbaṛ ran/ hayam pêṭak mulus 2 hiji hiŋkaŋ kêmlañcuṛ/ sa rêm kampêṛ lombok hijêm/ sêkaṛ konnyoḥ/ du pa/ hiŋkaŋ ngolaḥ tiyaŋ sampun tuwas gêtiḥ/ maca slawa t bisu/ 2 4. //para sakabat raSul/ sêkul goloŋ 40 joḍo gorèŋngan hulam mahésa satuŋgal/ piNḍaŋ habrit pê ṭak/ jangan kalamuñcaŋ pêcêl pitik jangan mênniṛ: 5. //kaŋjêŋ NaBi Ibrahim/ hapêm gorèŋ habrit/ 6. //kaŋjêŋ NaBi Sléman/ kupat pêcêl sêmaŋgi/ 7. //kaŋjêŋ NaBi kiliṛ/ hapêm kocoṛ/ 8. //kaŋjêŋ NaBi ḍawud/ sêkul liwêt ménda pinnaŋgaŋ/ 9. //kaŋjêŋ Nabi Ilyas/ sêkul hangêt gêcok gagan-gagan/ 10. //para NaBi sadaya/ jênaŋ cuṛba roti martéga jangan gulé sêkul kabuli/ 11. //para wali/ kutup sèwu/ sêkul goloŋ 1000/ hulam piNḍaŋ mahésa/ hapêm 1000 hagêŋngipun hamuŋ sawata wis/ botên mawi kadongannan/ bilih sampun katuju kbakên lajêŋ sami meNḍêt/ mawi maca kawiyu/ 12. //kaŋjêŋ SuSuhuNna ngampèl/ sêkul labrit paŋgaŋ wadêṛ/ sarêm kampêṛ/ 3 13. //Kaŋjêŋ SuSuhuNnan béNaŋ/ sêkul liwêt jangan maŋgul katul/ 14. //kaŋjêŋ SuSuhuNnan kudus/ sêkul waḍaŋ pêcêl lélé/ lalabba n goḍoŋ katu/ 15. //kaŋjêŋ SuSuhuNnan kalijaga/ sêkul liwêt ḍèNḍèŋ gêpukkan/ gêrèḥ layuṛ kabakaṛ/ lalabban goḍoŋ katu goḍoŋ cêṭiŋ/ goḍoŋ ranti/ woḥ kuḍu sambêl cêlèlèk/ sêkul li wêt wahu iŋkaŋ pêra/ 16. //kaŋjêŋ SuSuhunnan hadi/ hapêm gorèŋ/ kênṭaŋ gêmbili kimpul/ talês téla/ 17. //Pangéran wijil kadilangu/ sêkul hangêt jangan krokot/ cêcêk/ 18. //kaŋjêŋ SuSuhuNan giri/ sêkul pêra paŋgaŋ pitik/ lalabban go ḍoŋ kapas/ pêntil tèroŋ ngor sagoḍoŋngé/
4 19. //kaŋjêŋ SulTan dêmak/ sêkul punnaṛ sambêl ḍêlé tanpa trasi la labban lombok/ 20. //nyahi hagêŋ dasdaŋ/ sêkul pêra/ gêrèḥ pèṭèk binakaṛ pèspè ssan wuku/ 21. //nyahi dara muluk/ kêtan kumbu/ kêtan biru/ borèḥ kunniṛ/ mêntaḥ sêkaṛ dupa// 22. //sèḥ samat/ hapêm kocoṛ hapêm gorèŋ roti maṛtéga/ 23. //sèḥ makruf/ sêkul wuduk pêNḍaŋ pitik/ hapêm gorèŋ// 24. //sèḥ dumba/ hapêm kocoṛ noŋka geḍaŋ/ 25. //kyahi hagêŋ tarup/ sêkul pulên pêcêl wadêṛ/ jangan mênniṛ/ lala bban kacaŋ/ 26. //kyahi hagêŋ nêtas paNḍawa/ lêmêŋgan kêtan/ paŋgang lélé/ 27. //kyahi hagêŋ suséla/ hapêm/ kêtan kolak/
5 28. //kyahi hagêŋ nis/ sêkul peṭak hulam ragi têrik/ 29. //kyahi hagêŋ magaram/ sêkul goloŋ pêcêl pitik jangan mênniṛ/ 30. //kyahi hagêŋ juru maṛtani/ sêkul waḍaŋ jangan loñcom/ sambêl jê lé/ pèspèssan gêrèḥ gatêl// 31. //PaNêmbahan séNaPaTi/ sêkul pêra/ pèspèssan hula tombra/ 32. //iŋkaŋ SiNuhun samarêkrapyak/ sêkul wuduk lalabban témpé mê ntaḥ/ 33. //SulTan haGuŋ/ kêtan/ salak/ piNḍaŋ mahésa kolak/ 34. //SiNuhun samaré têgal harum/ sêkul waḍaŋ jangan loḍèḥ/ //Mumulé hiŋkaŋ sêmara bumi/ sêkul warni-warni/ hulam sêgantê n/ lèpès/ sato/ pêksi/ jangan hiŋkaŋ pêpak woḥ-woḥhan pala gumantuŋ/ kasimpaṛ/ kapêNḍêm/ sêkaṛ konnyoḥ/ lisaḥ wangi/ gastên/ rokok/ dupa/ //Mumulé kaŋ hakal bakal/ hiŋ sagara/ miwaḥ hiŋ dé sa/ hiŋkaŋ dèn mumulé buminné/ sêkul goloŋ
6 pitu/ pêcêl hayam jangan menniṛ/ sêkul pullên/ hulam bakaṛ ran tuwin gorèŋngan/ sêkul tumpêŋ jangannan/ jênaŋ habrit jênaŋ suŋsum/ jênaŋ maŋgul/ konnyoḥ/ sêkaṛ/ lisaḥ su Nḍul langit/ gastèn/ dupa; //tumindakkipun mêmulèn hiŋ ngiŋgil punnika/ kicir saka parêŋngipiun karsa dalêm GusTi/ kados hiŋkaŋ sa mpun kalampaḥhan// //Pratélan wilujêŋngaN ḍahaṛ kol, wêdallipun hiŋ dintên midadarènni: //hiŋkaŋ SiNuhun PakuBuwaNa sapisan/ sêkul hangêt pê cêl wadêṛ jangan lotho/ 2. //hiŋkaŋ sinuhun PraBu maŋkurat/ sêkul pulên tim piti k/ piNḍaŋ bannyak/ bêkakak maénda/ 3. //hiŋkaŋ SiNuhun PakuBuwaNa kaping 2 sêkul liwê t/ bakaṛraN ḍèŋ gêpukkan/ gêrèḥ juwi/ baluṛ binakaṛ/ pêtis/ hutawi sêkul lèṛ-lèṛran/ ḍèNḍèŋ kêNṭi jangan mênniṛ/ sambêl lèṭok/ 4. //hiŋkaŋ SiNuhun PakuBuwaNa kaping 3 sêkul pulên/ 7 pêcêl pitik jang mênniṛ/ kêcambaḥ krupuk/ bêrambaŋ pê Nḍaŋ suŋsum, sambêl lèṭok/ gorèŋngan témpé/ sêmuṛ roti martéga/ wos/ pisaŋ pulut/ pê lêm bala/ jênaŋ kukus/ jaguŋ timun/ wédaŋ kopi pressan// 5. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 4 sêku go loŋ/ pêcêl pitik janga mênniṛ/ hulam sawo ntênnipun/ wédaŋ buggênḍis hiŋ taman/ ro ti kabalèn/ ciyu bumbon/ rujak pêcêl/ rujak lêNi/ lotis/ woḥ-woḥhan sawo ntênnipun/ sêkaṛ konnyoḥ gantên/ 6. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 5 sêku l hangêt jangan sop/ sêkul goloŋ pêcêl pi tik jangan mênniṛ/ toya hiŋkaŋ hasrêp/ sêkaṛ ko nnyoḥ gastèn/ 7. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ siNuhun kapiŋ 6 liwê t sêkul habrit/ hulam ḍèNḍèŋ klopo kkan/ ḍèNḍèŋ gorèŋngan/ sambêl brambaŋ lalabba n pêpak/ pêtis parêm/ ḍahaṛraN jêram pacittan//
8 Jaguŋ/ kêmbêŋngan gêNḍis batu/ sêkul goloŋ pêcêl pi tik jangan mênniṛ/ sêkaṛ konnyoḥ/ sês wangi wiru// 8. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 7 sêku l hangêt/ tim/ pêtis sarêm sambêl brambaŋ/ ḍèNḍèŋ gorèŋngan/ ḍèNḍèŋ klopokkan/ saté pêNṭu l/ ḍahaṛran pêlêm bala/ jêram kêprok/ jênaŋ cocoḥ/ jênaŋ kukus/ pisaŋ sawontênnipun/ panguñjukkan haŋ guṛ corèt/ hukêl sêkaṛ campuṛ bawuṛ/ haŋgêtta n saŋsaŋngan kopok moŋkroŋ/ sêkaṛ mlaṭi/ sêkaṛ konnyoḥ// 9. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 8 sê kul hangêt/ sêkul tumpêŋ/ sarêm kampêṛ/ hula m paŋgaŋ ḍèNḍèŋ gêpukkan/ bakaṛran gêrèḥ sêla gê rèḥ layu/ juwi/ gêrèḥ pèṭèk/ bakaṛran balênnyi k/ bakaṛran trasi/ guḍaŋ waṛni-waṛni/ bumbu mêntaḥha n/ jangan ḍokohan/ tum-tumman kapri/ ḍahaṛ ran taŋkuwèḥ/ kuṛma klèŋkèŋ/ durèn hiŋkaŋ ha lit/ pisaŋ pulut jêram kêprok/ pangunjukkan to ya hasrêp/ hukêl campuṛ tawuṛ ḍèḍèssan/
9 saŋsaŋngan sêkaṛ cunḍuk/ saŋsaŋngan sêkaṛ kaluŋ konnyoḥ/ gantèn/ 10. //Sampéyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 8 sêkul ha ngêt/ tumpêŋ/ sarêm kampêṛ/ hulam paŋgaŋ/ ḍènḍèŋ gorèŋngan ginnêpuk/ sêrèḥ sêlaṛ/ layuṛ/ juwi/ ge rèḥ pèṭèk/ blênnyik/ trasi/ sami binnakaṛ/ guḍaŋ waṛni-waṛni bumbu mêntahan/ jangaN ḍêkoḥhan/ tumtuman kapri/ ḍahaṛran têŋkuwèḥ/ kuṛma/ klèŋkèŋ/ durèn hiŋkaŋ halit/ pisaŋ pulut jèram kèprok/ panguñjukkan toya hasrêp/ hukêl campuṛ bawuṛ ḍè ḍèssan/ saŋsaŋngan sêkaṛ cuNḍuk/ saŋsaŋngan sêkaṛ kaluŋ/ konnyoḥ gastèn/ 11. //Sampèyan dalêm hiŋkaŋ SiNuhun kapiŋ 9 sêkul ḍa har liwêttan/ saha huncit/ ḍèNḍèŋ gêpu?kan/ sa mbêl gorèŋ pêtis/ sambêl hulêg/ lalaban brambaŋ/ lombok hijêm/ goḍoŋ mêdinaḥ/ jangan so p/ tim hayam/ jangan loḍèḥ/ piNḍaŋ/ bubuk ḍê lé/ pêtis sarêm/ sêlat goḍoŋ/ ḍêlé go rèŋngan/ ḍahaṛran lêmpêṛ sêkul/ jêram kêprok/ pangu
10 ñjukkan bêras kêñcuṛ//
b. Transliterasi Ortografis Naskah Sêrat Mumulèn
Punika mumulen bilih kagungan damel mantu/ awitipun kagem nalika wonten ing wiryadis ningratan/dumugi jumeneng wonten ing kapatiyan/ pratelanipun ing ngandhap punika// 1. Gusti Kanjeng Nabi Rasul/ sekul wuduk/ ulam lembaran/ ayam pethak mulus ingkang jaler/ sarem kamper/ lombok ijem/ utawi warni woh- wohan pepak/ sekar konyoh/ dupa/ ingkang ngolah kedah suci/ mawi maca slawat/ 2. Dewi Siti Fatimah/ ketan biru/ enten-enten/ 3. Syeh Abdul Kadir Jaelani/ sekul wuduk/ ulam lembaran/ ayam pethak mulus 2 iji ingkang kemlancur/ sarem kamper/ lombok ijem/ sekar konyoh/ dupa/ ingkang ngolah tiyang sampun tuwas getih/ maca slawat bisu/ 4. Para sahabat Rasul/ sekul golong 40 jodho/ gorengan ulam mahesa satunggal/ pindhang abrit pethak/ jangan kalamuncang/ pecel pitik/ jangan menir: 5. Kanjeng Nabi Ibrahim/ apem goreng abrit/ 6. Kanjeng Nabi Sulaiman/ kupat/ pecel semanggi/ 7. Kanjeng Nabi Kilir/ apem kocor/ 8. Kanjeng Nabi Daud/ sekul liwet/ menda pinanggang 9. Kanjeng Nabi Ilyas/ sekul anget/ gecok bakal 10. Para Nabi sedaya/ jenang curba/ roti martega/ jangan gule/ sekul kabuli/ 11. Para wali/ kutup sewu/ sekul golong 1000/ ulam pindhang mahesa/ apem 1000 agengipun amung sawatawis/ boten mawi kadonganan/ bilih sampun katujuaken lajeng sami mendhet/ mawi maca kawiyu/ 12. Kanjeng Susuhunan Ngampel/ sekul abrit/ panggang wader/ sarem kamper/ 13. Kanjeng Susuhunan Bonang/ sekul liwet/ jangan manggul katul/ 14. Kanjeng Susuhunan Kudus/ sekul wadhang/ pecel lele/ lalaban godhong katu/ 15. Kanjeng Susuhunan Kalijaga/ sekul liwet/ dhendheng gepukan/ gereh layur kabakar/ lalaban godhong katu godhong cething/ godhong ranti/ woh kudhu/ sambel plelek/ sekul liwet wau ingkang pera/ 16. Kanjeng Susuhunan Adi/ apem goreng/ kenthang gembili kimpul/ tales tela/ 17. Pangeran Wijil Kadilangu/ sekul anget/ jangan krukut/ krecek 18. Kanjeng Susuhunan Giri/ sekul pera/ panggang pitik/ lalaban godhong kapas/ pentil terong ngor sagodhonge/ 19. Kanjeng Sultan Demak/ sekul punar/ sambel dhele tanpa trasi/ lalaban lombok/ 20. Nyai Ageng Dasdang/ sekul pera/ gereh pethek binakar/ pepesan wuku/ 21. Nyai Dara Muluk/ ketan kumbu/ ketan biru/ boreh kunir/ mentah sekar dupa// 22. Syeh Samat/ apem kocor/ apem goreng/ roti martega/ 23. Syeh Makruf/ sekul wuduk/ pindhang pitik/ apem goreng// 24. Syeh Dumba/ apem kocor/ nongka gedhang/ 25. Kyai Ageng Tarup/ sekul pulen/ pecel wader/ jangan menir/ lalaban kacang/ 26. Kyai Ageng Netas Pandhawa/ lemengan ketan/ panggang lele/ 27. Kyai Ageng Susela/ apem/ ketan kolak/ 28. Kyai Ageng Nis/ sekul pethak/ ulam ragi terik/ 29. Kyai Ageng Magaram/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ 30. Kyai Ageng Juru Martani/ sekul wadhang/ jangan loncom/ sambel jele/ pespesan gereh gatel// 31. Panembahan Senapati/ sekul pera/ pepesan ulam tambra/ 32. Ingkang Sinuhun Samare Krapyak/ sekul wuduk/ lalaban tempe mentah/ 33. Sultan Agung/ ketan/ salak/ pindhang mahesa/ kolak/ 34. Sinuhun Samare Tegal Arum/ sekul wadhang/ jangan lodheh/ Mumule ingkang semara bumi/ sekul warni-warni/ ulam seganten/ lepes/ sato/ peksi/ jangan ingkang pepak/ woh-wohan pala gumantung/ kasimpar/ kapendhem/ sekar konyoh/ lisah wangi/ ganten/ rokok/ dupa Mumule kang hakal bakal/ ing sagara/ miwah ing desa/ ingkang den mumule bumine/ sekul golong pitu/ pecel ayam/ jangan menir/ sekul pulen/ ulam bakaran tuwin gorengan/ sekul tumpeng janganan/ jenang abrit/ jenang sungsum/ jenang manggul/ konyoh/ sekar/ lisah sundhul langit/ ganten/ dupa; Tumindakipun memulen ing nginggil punika/ kicir saka parengipun karsa dalem Gusti/ kados ingkang sampun kalampahan// Pratelan wilujengan dhahar khol, wedalipun ing dinten midodareni: Ingkang Sinuhun Pakubuwana sapisan/ sekul anget/ pecel wader/ jangan lotho/ 2. Ingkang Sinuhun Prabu Mangkurat/ sekul pulen/ tim pitik/ pindhang banyak/ bekakak menda/ 3. Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 2/ sekul liwet/ bakaran dhendheng gepukan/ gereh juwi/ balur binakar/ petis/ utawi sekul ler- leran/ dhendheng kenthi/ jangan menir/ sambel lethok/ 4. Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 3/ sekul pulen/ pecel pitik jangan menir/ kecambah krupuk/ brambang pindhang sungsum, sambel lethok/ gorengan tempe/ semur roti martega/ wos/ pisang pulut/ pelem bala/ jenang kukus/ jagung timun/ wedang kopi presan// 5. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 4/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ ulam sawontenipun/ wedang bugendhis ing taman/ roti kabalen/ ciyu bumbon/ rujak pecel/ rujak leni/ lotis/ woh-wohan sawontenipun/ sekar konyoh ganten/ 6. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 5/ sekul anget/ jangan sop/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ toya ingkang asrep/ sekar konyoh ganten/ 7. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 6/ liwet sekul abrit/ ulam dhendheng klopokan/ dhendheng gorengan/ sambel brambang/ lalaban pepak/ petis parem/ dhaharan jeram pacitan// Jagung/ kembengan gendhis batu/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ sekar konyoh/ ses wangi wiru// 8. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 7/ sekul anget/ tim/ petis sarem sambel brambang/ dhendheng gorengan/ dhendheng klopokan/ sate penthul/ dhaharan pelem bala/ jeram keprok/ jenang cocoh/ jenang kukus/ pisang sawontenipun/ pangunjukan anggur coret/ ukel sekar campur bawur/ anggitan sangsangan kopok mongkrong/ sekar mlathi/ sekar konyoh// 9. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 8/ sekul anget/ sekul tumpeng/ sarem kamper/ ulam panggang/ dhendheng gepukan/ bakaran gereh sela gereh layu/ juwi/ gereh pethek/ bakaran balenyik/ bakaran trasi/ gudhang warni-warni/ bumbu mentahan/ jangan dhokohan/ tumtuman kapri/ dhaharan tangkuweh/ kurma klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram keprok/ pangunjukan toya asrep/ ukel campur tawur dhedhesan/ sangsangan sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung konyoh/ ganten/ 10. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 8/ sekul anget/ tumpeng/ sarem kamper/ ulam panggang/ dhendheng gorengan ginepuk/ sereh selar/ layur/ juwi/ gereh pethek/ balenyik/ trasi/ sami binakar/ gudhang warni-warni/ bumbu mentahan/ jangan dhokohan/ tumtuman kapri/ dhaharan tengkuweh/ kurma/ klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram keprok/ pangunjukan toya asrep/ ukel campur bawur dhedhesan/ sangsangan sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung/ konyoh ganten/ 11. Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 9/ sekul dhahar liwetan/ saha uncit/ dhendheng gepukan/ sambel goreng petis/ sambel uleg/ lalaban brambang/ lombok ijem/ godhong medinah/ jangan sop/ tim ayam/ jangan lodheh/ pindhang/ bubuk dhele/ petis/ sarem/ selat godhong/ dhele gorengan/ dhaharan lemper sekul/ jeram keprok/ pangunjukan beras kencur//
3. Ubarampe sajen Memule untuk para leluhur yang terdapat pada
Serat Mumulen karya K. R. A Sastra Negara
1) Gusti Kanjeng Nabi Rasul diberikan sesaji sekul wuduk/ ulam
lembaran/ ayam pethak mulus ingkang jaler/ sarem kamper/ lombok
ijem/ utawi warni woh-wohan pepak/ sekar konyoh/ dupa. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul wuduk
Sekul wuduk atau nasi uduk adalah nasi putih yang dimasak
dengan santan dan garam hingga rasanya menjadi gurih.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk mengirim doa kepada Nabi
Muhammad SAW, karena pada zaman dulu Nabi Muhammad
dipercaya memakan nasi suci atau nasi wudlu. Karena itu
sebagian masyarakat nasi gurih ini diberi nama Nasi Rasul (Giri,
2010: 21-22). b. ulam lembaran
Ulam lembaran adalah daging ayam ingkung yang kemudian
disuwir-suwir kemudian dibagi-bagikan. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ulam lembaran itu daging ayam yang ulamnya itu, artinya bukan… seperti diingkung itu dulu, haaa kemudian nanti kan dibagi-bagi. c. ayam pethak mulus ingkang jaler
Digunakan ayam putih mulus karena warna putih melambangkan
kesucian. Diharapkan orang hidup berumah tangga dilandasi
dengan hati yang tulus, hati yang suci tidak akan terpisahkan
oleh apapun kecuali maut yang memisahkan. Dilambangkan
dengan ayam karena ayam mempunyai tingkat kemandirian yang
tinggi, mampu bekerja sendiri sehingga orang yang sudah
berumah tangga diharapkan mampu mandiri. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno berikut:
… Bahwa kenapa kok dengan putih mulus pethak mulus nggih, artinya putih itu kan lambang kesucian, jadi diharapkan orang hidup berumah tangga berjodoh-jodoh itu dengan ketulusan dengan kesucian hati. Sekali jodoh ya sudah. Jangan sampai kalau agama lain menyatakan kalau sudah dijodohkan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia, gitu. … Sebenarnya laki perempuan, jadi yang penting wujudnya putih mulus, nah itu kenapa kok contohnya ayam, ayam itu kan tingkat kemandiriannya tinggi, mampu bekerja, diharapkannya nanti kalau udah nikah, hidup berumah tangga itu mampu mandiri, artinya ceker- ceker dewe, gitu. d. sarem kamper
Sarem adalah garam. Sarem kamper yaitu garam batangan.
Dalam memasak, garam digunakan sebagai pelezat makanan.
Garam juga dapat digunakan sebagai obat penawar penyakit.
Oleh karena itu, ubarampe sarem kamper ini dimaksudkan agar
orang hidup di dunia ini dapat seperti garam yang dapat
menyedapkan, menyenangkan di lingkungan masyarakat,
membuat suasana menjadi indah, tidak membuat gaduh,
senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. e. lombok ijem
Lombok atau cabai memiliki sifat pedas. Ubarampe lombok ijem
sebagai simbol kekuatan agar manusia selalu siap menghadapi
berbagai rintangan hidup. Karena hidup tidak selamanya senang,
ada kalanya merasakan susah. Dengan demikian, hidup menjadi
lebih berkesan dan merasakan manfaat hidup. f. warni woh-wohan pepak
Merupakan jajanan pasar berupa buah-buahan, semua hasil bumi
berupa pala kesimpar (tanaman yang terdapat di permukaan
tanah), pala kependhem (tanaman yang terdapat di dalam tanah),
dan pala gumantung (tanaman yang menggantung atau
menempel di dahan pohon). Semua hasil bumi ini sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
berkah kepada umat manusia melalui hasil bumi yang dapat
dinikmati oleh umat manusia untuk hidup dan kehidupannya.
Seperti ungkapan Kanjeng Winarno berikut :
Orang biasanya menyebutkan jajan pasar ya semua buah-buah. Jadi gini mbak, pokoknya semua hasil bumi, ada namanya pala kesimpar, pala kependem, pala gumantung itu. Jadi itu merupakan ungkapan syukur bahwa Allah SWT sudah memberikan berkah kepada umat manusia melalui bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan sehingga tumbuh- tumbuhan itu mengeluarkan sesuatu atau buah untuk dinikmati oleh umat manusia sebagai untuk hidup dan kehidupannya, makannya hasil bumi itu senantiasa ditampakkan. g. sekar konyoh
Sekar konyoh kalau dalam lingkungan kraton sama dengan
kinang. Kinang sebagai pemerah bibir terdri dari gambir, mbako,
suruh, dan sebagainya. Ubarampe ini dimaksudkan untuk
menjaga kesehatan dengan cara yang alami. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan.
h. dupa
Dupa adalah luban yang apabila dibakar berbau harum.
Dimaksudkan supaya orang yang hidup di dunia senantiasa
menciptakan suasana yang harum, dan menyenangkan dalam
hidup bermasyarakat. Serta mempersembahkan yang harum-
harum di hadapan Allah SWT. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Biasanya menyan harum mbak bukan sekedar dupa- dupa itu jadi yang diambil dupanya, kukusnya. Kukusnya itu asapnya. Asapnya yang dimaksud asapnya yang berbau harum.jadi supaya orang yang hidup di dunia ini dalam kehidupannya menciptaakan suasana yang harum, hidupnya supaya menjadi persembahan yang harum di depan Allah, gitu. Jadi dilihat dari tindak tanduknya, budi pekertinya, bisa dilihat dirasakan oleh masyarakat itu nyenengke gitu lho.
2) Dewi Siti Fatimah diberikan sesaji ketan biru/ enten-enten yang
masing-masing sesaji keterangannya sebagai berikut:
a. ketan biru
Ketan berupa nasi yang terbuat dari beras ketan. Ketan memiliki
sifat lekat atau dalam bahasa Jawa disebut pliket. Dimaksudkan
agar hubungan antara orang yang sudah meninggal dan orang
yang masih hidup senantiasa lekat. Artinya orang yang masih
hidup diharapkan agar selalu mengenang, tidak melupakan arwah
orang yang sudah meninggal (Giri, 2010: 38). Biru merupakan warna air laut. Air laut memiliki hubungan
moral antara Kraton dengan penguasa pantai Selatan. Air laut
melambangkan kita hidup di dunia hendaknya mempunyai hati
yang lapang, penuh kesabaran. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Air laut itu memang dalam perjanjian Habib Toyo itu ada hubungan moral ya antara Kraton dengan penguasa pantai selatan. Tetapi lambang aer laut, itu melambangkan bahwa kita hidup di dunia ini hendaknya mempunyai hati lapang, penuh kesabaran.
b. enten-enten
Enten-enten merupakan campuran parut kelapa muda dan gula
Jawa direbus sampai kental. Enten-enten memiliki rasa yang
manis, dimaksudkan agar manusia dalam hidup bermasyarakat
selalu menciptakan suasana yang menyenangkan. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Dan enten-enten itu manis supaya kita dalam perbuatan kita dihidup masyarakat ini menciptakan suasana yang menyenangkan di tengah-tengah masyarakat.
3) Syeh Abdul Kadir Jaelani diberikan sesaji sekul wuduk/ ulam
lembaran/ ayam pethak mulus 2 iji ingkang kemlancur/ sarem
kamper/ lombok ijem/ sekar konyoh/ dupa. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji: a. sekul wuduk
Sekul wuduk atau nasi uduk adalah nasi putih yang dimasak
dengan santan dan garam hingga rasanya menjadi gurih.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk mengirim doa kepada Nabi
Muhammad SAW, karena pada zaman dulu Nabi Muhammad
dipercaya makan nasi suci atau nasi wudlu. Karena itu sebagian
masyarakat nasi gurih ini diberi nama Nasi Rasul (Giri, 2010: 21-
22). b. ulam lembaran
Ulam lembaran itu daging ayam ingkung yang kemudian
disuwir-suwir kemudian dibagi-bagikan. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ulam lembaran itu daging ayam yang ulamnya itu, artinya bukan… seperti diingkung itu dulu, haaa kemudian nanti kan dibagi-bagi c. ayam pethak mulus 2 iji ingkang kemlancur
Ayam putih mulus satu pasang (2 ekor) sebagai simbol sepasang
pengantin. Dipilih ayam yang masih kemlancur (yang masih
muda) ibarat manusia yang baru lahir. Manusia dilahirkan dalam
keadaan suci, bersih, belum mempunyai dosa, oleh karenanya
dipilih ayam putih mulus, yang bersih. Ubarampe ayam putih
mulus ini memiliki makna agar manusia selalu hidup bersih dan
menjadi khusnul khotimah. Seperti yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno: Pethak itu kan putih, mulus. Artinya pethak ya mulus, item ya mulus. Artinya bahwa kita itu harus yang suci. Suci bukan artinya suci yang seperti malaikat itu bukan. Kita itu pada dasarnya diciptakan oleh Allah itu bersih. Nah, bersih itu artinya terutama ini kan hubungannya hablumminallah. d. sarem kamper
Sarem adalah garam. Sarem kamper yaitu garam batangan.
Dalam memasak, garam digunakan sebagai pelezat makanan.
Garam juga dapat digunakan sebagai obat penawar penyakit.
Oleh karena itu, ubarampe sarem kamper ini dimaksudkan agar
orang hidup di dunia ini dapat seperti garam yang dapat
menyedapkan menyenangkan di lingkungan masyarakat,
membuat suasana menjadi indah, tidak membuat gaduh,
senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. e. lombok ijem
Lombok atau cabai memiliki sifat pedas. Ubarampe lombok ijem
sebagai simbol kekuatan agar manusia selalu siap menghadapi berbagai rintangan hidup. Karena hidup tidak selamanya senang,
ada kalanya merasakan susah. Dengan demikian, hidup menjadi
lebih berkesan dan merasakan manfaat hidup. f. sekar konyoh
Sekar konyoh kalau dalam lingkungan kraton sama dengan
kinang. Kinang sebagai pemerah bibir terdri dari gambir, mbako,
suruh, dan sebagainya. Ubarampe ini dimaksudkan untuk
menjaga kesehatan dengan cara yang alami. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan. g. Dupa
Dupa adalah luban yang apabila dibakar berbau harum.
Dimaksudkan supaya orang yang hidup di dunia senantiasa
menciptakan suasana yang harum, dan menyenangkan dalam
hidup bermasyarakat. Serta mempersembahkan yang harum-
harum di hadapan Allah SWT. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Biasanya menyan harum mbak bukan sekedar dupa- dupa itu jadi yang diambil dupanya, kukusnya. Kukusnya itu asapnya. Asapnya yang dimaksud asapnya yang berbau harum. Jadi supaya orang yang hidup di dunia ini dalam kehidupannya menciptakan suasana yang harum, hidupnya supaya menjadi persembahan yang harum di depan Allah, gitu. Jadi dilihat dari tindak tanduknya, budi pekertinya, bisa dilihat dirasakan oleh masyarakat itu nyenengke gitu lho.
4) Para sahabat Rasul diberikan sesaji sekul golong 40 jodho/ gorengan
ulam mahesa satunggal/ pindhang abrit pethak/ jangan
kalamuncang/ pecel pitik/ jangan menir. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji:
a. sekul golong 40 jodho
Sekul golong adalah ubarampe yang berupa nasi putih yang
dibentuk bulatan seukuran bola tenis dibalut dengan telur dadar.
Ubarampe sekul golong oleh orang Jawa sebagai lambang
kebulatan tekad yang manunggal (Giri MC, 2010: 23). Jumlah 40
dimaksudan jumlah yang banyak karena diharapkan orang yang
hidup sebagai suami istri tidak untuk sementara tetapi untuk
selamanya. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Kenapa 40? Bahwa diharapkan, diharapkan hidup itu tidak hanya sepintas saja tapi jumlah 40 itu dimaksud jumlah yang terlalu banyak, artinya orang hidup suami istri itu jangan hanya untuk sementara, jodoh, golong itu untuk selama-lamanya.
b. gorengan ulam mahesa
Ulam Mahesa adalah daging kerbau yang cara mengolahnya
dengan digoreng. Daging kerbau dapat dimasak dengan cara
digoreng, disemur, direndang, dan lain sebagainya. Jadi
ubarampe ini dimaksudkan seperti kehidupan manusia yang
bermacam-macam. c. pindhang abrit pethak
Ubarampe pindhang abrit pethak memiliki makna bahwa
manusia hidup di dunia, hidup berumah tangga pasti
mendapatkan bemacam-macam pengaruh yang akan
mempengaruhi kehidupan manusia, karena manusia adalah
makhluk sosial. Dengan bermacam-macam pengaruh kehidupan
senantiasa membuat kehidupan menjadi penuh warna. d. jangan kalamuncang
Jangan kalamuncang merupakan sayur yang bahan dasarnya dari
daun bawang. Ubarampe ini bertujuan untuk dimanfaatkan
sebagai kesehatan, karena tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas
tanah ini oleh nenek moyang jaman dahulu dimanfaatkan sebaik-
baiknya untuk kesehatan. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Itu kan juga sejenis seperti bawang, daun bawang itu. Bawang itu juga banyak dimanfaatkan untuk kesehatan juga itu. Pokoknya semua itu kesehatan. Karna apa mbak, kita hidup ini kan didampingi berbagai macam tanaman, tumbuhan yang itu semua bermanfaat bagi manusia, tetapi pemanfaatannya yang wajar jangan berlebihan. e. pecel pitik
Ubarampe pecel pitik ini mirip seperti ingkung, yaitu ayam yang
dimasak secara utuh dan disajikan dengan memberi bumbu
berupa santan mentah. Ubarampe pecel ayam ini dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang mempunyai hajat (Giri,
2010: 26). f. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36).
5) Kanjeng Nabi Ibrahim diberikan sesaji apem goreng abrit yang
memiliki makna sebagai berikut:
a. apem goreng abrit
Ubarampe ini terbuat dari tepung beras, santan, dan
menggunakan gula Jawa untuk memperoleh warna merah
kemudian digoreng. Apem goreng abrit berbentuk bulat pipih
seperti cucur. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Itu dibuat dari tepung beras. Nah artinya bahwa, bulet gini mbak, lempeng, pipih. coklat-coklat agak merah-merah, tidak merah itu, coklat ya seperti cucur.
Secara turun-temurun apem dimaknai sebagai simbol payung dan
perisai. Maksudnya adalah untuk melindungi arwah para leluhur
dalam perjalanannya menggadap Tuhan Yang Maha Esa dan
untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa (Giri,
2010: 39).
6) Kanjeng Nabi Sleman diberikan sesaji kupat/ pecel semanggi. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji: a. kupat
Kupat atau ketupat adalah makanan berbahan dasar beras putih
yang dibungkus dengan anyaman janur (daun kelapa yang masih
muda) berwarna kuning dibentuk persegi kemudian direbus.
Ubarampe kupat ini memiliki makna permohonan maaf atas
segala kesalahan yang ditujukan kepada Allah Swt dan sesama
manusia.
b. pecel semanggi
Pecel semanggi adalah daun yang digunakan untuk campuran
pecel yaitu daun semanggi. Daun semanggi biasanya ditemukan
di parit-parit. Pecel semanggi ini fungsinya sebagai kekebalan
tubuh agar selalu sehat dan segar. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Pecel semanggi itu daunnya, daun semanggi. Daun semanggi artinya, jadi daun-daun itu kan menyegarkan.
7) Kanjeng Nabi Kilir diberikan sesaji apem kocor, maknanya sebagai
berikut:
a. apem kocor
Apem kocor ini mirip seperti apem-apem biasa berupa kue yang
terbuat dari tepung beras (Giri, 2010: 39). Hanya saja, apem ini
diberi juruh yang dibuat dari gula Jawa yang dicairkan. Artinya,
bahwa orang dalam hidup di dunia ini dapat merasakan kenikmatan hidup yang manis-manis, lambang hidup yang
menyenangkan. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Ya, itu pakai juruh mbak. tapi juruhnya agak banyak, dibuat dari gula Jawa. Artinya dalam kehidupannya bisa merasakan kenikmatan hidup yang manis-manis, itu kan lambang, uripo sing urip mulyo, kepenak.
8) Kanjeng Nabi Daud diberikan sesaji sekul liwet/ menda pinanggang.
Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul liwet
Berbeda dengan sekul wuduk (nasi uduk/ nasi gurih), ubarampe
ini diwujudkan dalam bentuk nasi putih memakai sambel goreng,
dan rambah (kulit sapi yang digoreng krupuk). Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Nasi liwet itu pakai sambel goreng, pakai rambah itu. Rambah itu kulit sapi yang digoreng kerupuk itu lho.
b. menda pinanggang
Menda panggang (kambing panggang) sekarang lebih dikenal
dengan nama kambing guling, yaitu kambing yang dipanggang
dalam keadaan utuh dari kepala sampai kaki. Dipanggang
maksudnya adalah untuk mengingatkan manusia hidup di dunia
pasti menemui hal yang sakit, merasakan sakit, susah, tidak
selamanya sehat dan senang. Jadi manusia diharapkan siap
menerima hal yang demikian. 9) Nabi Ilyas diberikan sesaji sekul anget/ gecok ganging ganggang.
Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin.
b. gecok ganging ganggang
Gecok ganging ganggang yang sekarang diistilahkan gecok
bakal merupakan daging yang masih mentah, artinya kita
makhluk hidup hendaklah ingat kepada sesama. Tidak hanya
sesama manusia saja tapi seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Jadi gecok bakal itu ada daging yang mentah. artinya apa, bahwa itu sebenarnya ya itu tadi lho mbak, orang memandang musriknya disitu. Karena kita hidup di dunia ini kan tidak hanya kita yang nampak mbak, disekitar kita ini ada lho mbak, ada umat Allah yang tidak nampak, tapi sering kali bisa nampak. Artinya, makanya bahwa kita hidup itu ingatlah sesama kita, peduli seperti itu.
10) Para Nabi sadaya diberikan sesaji jenang curba/ roti martega/
jangan gule/ sekul kabuli. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji: a. jenang curba
Jenang curba atau jenang putih adalah bubur yang dibuat dari
beras dan diberi sedikit garam supaya menjadi gurih. Ubarampe
ini dimaksudkan sebagai penghormatan dan harapan seseorang
yang ditujukan kepada orang tua atau leluhurnya supaya
senantiasa diberi doa restu dan mendapatkan keselamatan. b. roti martega
Roti adalah makanan yang terbuat dari bahan dasar telur, tepung,
gula, mentega dan lain sebagainya yang dicampur kemudian
dioven. Roti mentega merupakan makanan yang berasal dari
Eropa, bukan asli dari Jawa. Artinya, bahwa manusia itu hidup
bertetangga yang harus saling menghormati kepada sesama. Hal
ini sesuai yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Kalau roti mentega itu kan bukan khas Jawa, itu kan dari Eropa. Artinya bahwa kita itu kan hidup juga bertetangga, saling menghormati. c. jangan gule
Jangan gule atau sayur gulai adalah sayur yang bahan utamanya
adalah daging kambing. Bumbunya menggunakan semua bumbu
dapur ditambah serai yang ditumbuk untuk menambah sedap.
Kuah gulai bersantan tetapi tidak kental. d. sekul kabuli
Ubarampe ini wujudnya nasi yang dimasak dengan daging
kambing atau daging sapi. Cara memasaknya dicampur jadi satu. Maksudnya bahwa kita sebagai makhluk hidup diingatkan oleh
Yang Maha Kuasa bahwa jasmani dan rohani kita juga
memerlukan energi. Tidak untuk bekerja secara terus menerus,
tetapi juga memerlukan istirahat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
… Bahwa kita diingatkan kebutuhan kita itu memang juga rohani, juga jasmani, juga memerlukan energi. Itu orang hidup itu jangan hanya nggo nyambut gawe terus, tetapi itu juga harus mementingkan kebutuhan lahir batin juga.
11) Para wali/ kutup sewu diberikan sesaji sekul golong 1000/ ulam
pindhang mahesa/ apem 1000. Berikut keterangan dari masing-
masing sesaji:
a. sekul golong 1000
Sekul golong berupa nasi putih yang dibentuk bulatan seukuran
bola tenis dibalut dengan telur dadar yang melambangkan
kebulatan tekad yang manunggal (Giri MC, 2010: 23). Jumlah
1000 diambil dari waktu turunnya malam Lailatul Qadar, yaitu
malam seribu bulan. Dimaksukan jumlah yang sangat banyak
karena diharapkan orang yang hidup sebagai suami istri tidak
untuk sementara tetapi untuk selamanya.
Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Kalau 1000 itu kan diambil makna waktu turunnya wahyu Lailatul Qadar, malam seribu bulan, gitu. Itu di kraton masih tetap dilaksanakan setiap malem 21 poso. Pasti membuat tumpeng kecil berjumlah 1000, pasti. Dimaksud jumlah yang terlalu banyak, artinya orang hidup suami istri itu jangan hanya untuk sementara, jodoh, golong itu untuk selama-lamanya.
b. ulam pindhang mahesa
Ulam pindhang mahesa atau ikan pindang kerbau adalah daging
kerbau yang diiris kecil-kecil kemudian digarami untuk
mendapatkan cita rasa asin. Setelah garam merata, agar cita rasa
asinnya meresap hingga ke dalam daging kerbaunya kemudian
dikukus atau didang.
c. apem 1000
Apem yaitu seperti kue yang terbuat dari tepung beras. Karena
jumlahnya yang banyak, apem ini dibuat dalam ukuran kecil-
kecil dan ditaburi dengan irisan kelapa putih yang masih muda.
Ubarampe ini memiliki makna permohonan ampun Kepada
Allah Swt atas segala dosa, karena tidak ada manusia yang
sempurna melainkan hanya Allah semata. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ya apem tepung beras itu, sama. Cuman biasanya diletakkan sekecil gini itu kelapa yang disigar, namanya apa, gebing apa apa itu. Kelapa putih itu diiris-iris nanti ditambahin nggon apem, gitu.
12) Kanjeng Susuhunan Ngampel diberikan sesaji sekul abrit/ panggang
wader/ sarem kamper. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul abrit
Ubarampe ini terbuat dari beras merah. Merah merupakan
lambang dari warna darah manusia. Yaitu bahwa manusia senantiasa harus selalu memperhatikan kesehatan jasmani.
Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Maknanya bahwa sekul merah (beras abang) itu bahwa kan darah kita itu kan merah, kita juga harus memperhatikan tentang kesehatan kita. b. panggang wader
Yaitu ikan yang hidup di kali (sungai) yang cara pengolahannya
dipanggang bukan digoreng atau disayur. Tetapi sekarang wader
atau ikan kali sering diganti dengan gereh pethek. Artinya bahwa
supaya manusia dapat memanfaatkan apa yang ada di darat dan
di air. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Wader itu, atau gereh pethek itu kan dari air, orang hidup itu harus juga memahami ekologi, apa ekologi? Kehidupan, dimanapun perlu kita jaga. Karna itu semua bermanfaat bagi kita. c. sarem kamper
Sarem adalah garam. Sarem kamper yaitu garam batangan.
Dalam memasak, garam digunakan sebagai pelezat makanan.
Garam juga dapat digunakan sebagai obat penawar penyakit.
Oleh karena itu, ubarampe sarem kamper ini dimaksudkan agar
orang hidup di dunia ini dapat seperti garam yang dapat
menyedapkan, menyenangkan di lingkungan masyarakat,
membuat suasana menjadi indah, tidak membuat gaduh,
senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno: Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem.
13) Kanjeng Susuhunan Bonang diberikan sesaji sekul liwet/ jangan
manggul katul/ yang memiliki makna sebagai berikut:
a. sekul liwet jangan manggul katul
Ubarampe ini berupa nasi liwet menggunakan beras wuluh, yaitu
yang masih banyak mengandung katul. Katul adalah kuli padi
bagian dalam yang berwarna kecoklat-coklatan hasil dari gesekan
orang menumbuk padi (Giri, 2010: 36). Ubarampe ini
dimaksudkan sebagai sumber kekuatan yang luar biasa. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Yaaa, kan ada nasi liwet itu ada yang, nek wong Jawa katakan wuluh, beras wuluh. Beras wuluh itu yang, nek sekarang udah jarang mbak. Karna sekarang kan diselep. Kalau dulu masih, e saya seneng kalau beras wuluh itu saya beli beras wuluh, saya nempur, saya sosoh sendiri, saya ambil katulnya. Haa, jadi beras wuluh itu artinya nasi yang masih, banyak, penuh kandungan katulnya. Katul itu kan vitamin A. itu kekuatan yang luar biasa mbak. 14) Kanjeng Susuhunan Kudus diberikan sesaji sekul wadhang/ pecel
lele/ lalaban godhong katu. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. sekul wadhang
Sekul wadhang (nasi wadhang) nasinya berupa nasi putih seperti
nasi golong, tetapi cara penyajiannya ditempatkan pada piring
tidak dibentuk bulat seperti nasi golong. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Sekul wadang itu bukan dibuat golong tapi ditempatkan nggon piring biasa.
b. pecel lele
Berupa ikan (yang hidup di air tawar) digoreng dan disajikan
bersama sambal trasi. Ikan lele atau ikan air tawar sebagai simbol
agar manusia dapat memanfaatkan apa-apa yang ada di darat dan
yang ada di air.
c. lalaban godhong katu
Lalaban godhong katu merupakan pelengkap kedua ubarampe di
atas. Ubarampe ini biasanya ditambah dengan daun kemangi atau
daun kates yang sudah direbus. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Lalapan itu biasanya sok daun kemangi, itu. Biasanya sok daun kates yang udah digodhog. Nah, seperti itu, lalapan pokoknya.
15) Kanjeng Susuhunan Kalijaga diberikan sesaji sekul liwet/ dhendheng
gepukan/ gereh layur kabakar/ lalaban godhong katu/ godhong senting/ godhong ranti/ woh kudhu/ sambel plelek. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji: a. sekul liwet
Berbeda dengan sekul wuduk (nasi uduk/ nasi gurih), ubarampe
ini diwujudkan dalam bentuk nasi putih memakai sambel goreng,
memakai rambah (kulit sapi yang digoreng krupuk). Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Nasi liwet itu pakai sambel goreng, pakai rambah itu. Rambah itu kulit sapi yang digoreng kerupuk itu lho. b. dhendheng gepukan
Dhendheng merupakan daging sayatan yang dirempahi dan
dikeringkan. Dhendheng gepukan yaitu daging yang sudah
dikeringkan kemudian digepuk atau ditumbuk supaya tidak keras
(empuk) kemudian digoreng, rasanya gurih. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi gurih itu. c. gereh layur kabakar
Gereh layur yaitu ikan laut yang dikeringkan dan diasin
kemudian dibakar. Ikan laut dimaksudkan bahwa orang hidup di
dunia harus mampu menyelami kehidupan dimanapun ia berada.
Dibakar maksudnya bahwa orang hidup itu tidak selamanya
sejuk tetapi ada kalanya seperti di bakar agar lebih kuat agar orang merasakan jerih payahnya. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Gereh layur kan sobone neng laut, nah kita orang hidup itu harus bisa menyelami dimana-mana kehidupan. Dibakar atau digarang nggon areng mbak, artinya bahwa orang hidup itu tidak akan selamanya sejuk, seperti rasanya dipanggang, dibakar, tapi karna kita dipanggang dibakar, menjadi kuat dan menjadi nikmat. Orang merasakan jerih payah kita. d. lalaban godhong katu/ godhong senthing/ godhong ranti
Lalaban daun-daunan ini dimaksudkan agar manusia yang hidup
di dunia itu senantiasa merasakan kesegaran pada tubuhnya.
Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Itu kan bahwa maknanya kita hidup itu senantiasa segar. e. woh kudhu
Woh kudhu itu buah mundhu, mengkudu. Buahnya berwarna
kuning, yang baik untuk kesehatan. Maksudnya, orang hidup
agar senantiasa menjaga kesehatan. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Kudhu itu kan apa, mundhu itu lho mbak, yang kuning itu lho mbak. Artinya menjaga kesehatan. f. sambel plelek
Sambel yaitu makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam,
dsb yang ditumbuk, dihaluskan. Sambel plelek merupakan
sambel korek, sambel trasi. Sambal mempunyai sifat pedas. Dimaksudkan supaya orang hidup mampu menerima berbagai
rintangan hidup atau ujian yang diberikan oleh yang Maha
Kuasa. Tidak hanya ingin yang enak-enak saja, tetapi juga
mampu menghadapi yang susah agar lebih berkesan dalam
menjalani kehidupan, tidak monoton.
16) Kanjeng Susuhunan Adi diberikan sesaji apem goreng/ kenthang
gembili/ kimpul/ tales/ tela. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. apem goreng
Ubarampe ini bahan bakunya sama seperti apem pada umumnya
yang terbuat dari tepung beras. Hanya saja cara memasaknya
bukan dikukus tetapi digoreng kering seperti rempeyek dan tidak
dicetak. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Bahan bakunya sama, digoreng itu rasanya juga beda seperti rempeyek. Jadi bisa di… di apa, nek apem biasa kan dicithak, ada digoreng didadar itu kering. Nek apem biasa kan empuk.
Secara turun-temurun apem dimaknai sebagai simbol payung dan
perisai. Maksudnya adalah untuk melindungi arwah para leluhur
dalam perjalanannya menghadap Tuhan Yang Maha Esa dan
untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa (Giri,
2010: 39).
b. kenthang gembili kimpul/ tales tela
Ubarampe ini yang disebut dengan pala kependhem, yaiku
sawernaning oyod-oyodan ingkang awujud uwi (Warpani, 2011: 24). Kesemuanya itu masuk ke dalam jajanan pasar.
Dimaksudkan sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
17) Pangeran Wijil Kadilangu diberikan sesaji sekul anget/ jangan
krukut/ krecek. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin.
b. jangan krukut
Jangan krukut atau sayur krukut ini sejenis rumput yang cocog
dibuat urap. Sayur krokot rasanya segar seperti ginseng.
Dimaksudkan agar manuia selalu diberikan kesehatan, kesegaran.
Ungkapan Kanjeng Winarno:
Jangan krokot itu sejenis rumput, tetapi itu memang enak untuk dibuat gudang. Gudang itu urap, sekarang pun masih banyak itu.
c. Krecek
Sayur krecek, yaitu kulit sapi yang dibuat krupuk, kemudian
dimasak sambel goreng. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Cecek itu kulit sapi, krecek itu yang dimasak sambel goreng itu lho. 18) Kanjeng Susuhunan Giri diberikan sesaji sekul pera/ panggang pitik/
lalaban godhong kapas/ pentil terong ngor sagodhonge. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul pera
Sekul pera di sini bukan nasi yang dimasak keras sekali, tetapi
maksudnya nasi yang tidak lembek. Nasi yang dimasak dengan
cara didang (dikukus).
b. panggang pitik
Panggang pitik itu ayam panggang. Ayam dipotong, ditusuk
sama sujen terus dipanggang, dibakar. Maksudnya mengingatkan
kita hidup di dunia pasti menemui hal yang sakit, susah, tidak
selamanya sehat dan menyenangakan. Jadi kita harus siap
menerimanya. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Kemudian panggang pitik itu ayam dipanggang, dipotong itu kan, terus ditlikung gini, ditusuk sama sujen terus dipanggang, dibakar lah. Mengingatkan bahwa kita hidup di dunia itu pasti akan menemukan hal yang sakit, juga tidak mungkin orang ko sehat terus, ya kita harus siap.
c. lalaban godhong kapas
Lalaban godhong kapas yaitu lalapan daun randhu, daun
baladewa yang bermanfaat bagi kebutuhan hidup. Dimaksudkan
agar manusia yang hidup di dunia itu senantiasa merasakan
kesegaran pada tubuhnya. d. pentil terong ngor sagodhonge
Pentil terong yaitu terong yang masih muda, yang masih kecil-
kecil. Dipilih yang muda-muda karena belum terkontaminasi
oleh situasi. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Tujuannya ya itu mbak, pokoknya manten, orang yang masih muda itu supaya banyak mengkonsumsi yang muda-muda. Karna apa, daun-daun muda itu kan belum terkontaminasi oleh situasi, dan sebagainya itu.
19) Kanjeng Sultan Demak diberikan sesaji sekul punar/ sambel dhele
tanpa trasi/ lalaban lombok. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. sekul punar
Punar artinya kuning. Jadi sekul punar yaitu nasi kuning. Kuning
adalah lambang kemuliaan. Bahwa orang hidup di dunia jika
sudah menikah diharapkan hidupnya menyenangkan, mulia
seperti raja. Nasi kuning tadi kemudian dirangkai dengan daun-
daunan muda dan cabai besar hijau. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Punar itu artinya kuning. Jadi, kuning itu lambang kemuliaan, artinya mulia, yang berwibawa. Jadi orang hidup itu harapannya besok yen wis dadi manten uripmu sing ngrasakna mulya, mulya itu kepenak. Dilambangkan Sultan. Sultan itu kan Raja, supaya anakku besuk hidupnya berada, berwibawa seperti Raja. Makannya punar itu mesti kuning, pasti kuning warnanya. b. sambel dhele tanpa trasi
Sambel dhele yaitu dibuat dari kedelai hitam yang sudah dicuci
bersih kemudian digoreng hingga kering. Setelah kering kedelai
ditumbuk atau diuleg kasar dengan cabai dan garam, tanpa trasi.
Sambal mempunyai sifat pedas. Dimaksudkan supaya orang
hidup mampu menerima berbagai rintangan hidup atau ujian
yang diberikan oleh yang Maha Kuasa. Tidak hanya ingin yang
enak-enak saja, tetapi juga mampu menghadapi yang susah agar
lebih berkesan dalam menjalani kehidupan, tidak monoton.
c. lalaban lombok
Lalaban lombok atau lalaban cabai mengandung maksud yang
sama dengan lalaban-lalaban yang lainnya, yaitu dimaksudkan
agar manusia yang hidup di dunia itu senantiasa merasakan
kesegaran pada tubuhnya.
20) Nyai Ageng Dasdang diberikan sesaji sekul pera/ gereh pethek
binakar/ pepesan wuku. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. sekul pera
Sekul pera di sini bukan nasi yang dimasak keras sekali, tetapi
maksudnya nasi yang tidak lembek. Nasi yang dimasak dengan
cara didang (dikukus). b. gereh pethek binakar
Gereh pethek yaitu ikan laut yang dikeringkan dan diasin kemudian
dibakar. Ikan laut dimaksudkan bahwa orang hidup di dunia
harus mampu menyelami kehidupan dimanapun ia berada.
Dibakar maksudnya bahwa orang hidup itu tidak selamanya
sejuk tetapi ada kalanya seperti di bakar agar lebih kuat agar
orang merasakan jerih payahnya. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
… Dibakar atau digarang nggon areng mbak, artinya bahwa orang hidup itu tidak akan selamanya sejuk, seperti rasanya dipanggang, dibakar, tapi karna kita dipanggang dibakar, menjadi kuat dan menjadi nikmat. Orang merasakan jerih payah kita. c. pespesan wuku
Pepesan wuku adalah pepesan ikan yang hidup di kali, yaitu ikan
yang dirempahi dan dibungkus dengan daun pisang kemudian
dipanggang atau dikukus. Maknanya, dengan kehidupan di dunia
yang bergelombang-gelombang, manusia jangan mudah berubah,
jangan mudah terpengaruh kepada setiap keadaan. Karena arti
dari pepes itu sendiri adalah tidak banyak berubah. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Artinya itu supaya dalam gelombang kehidupan apapun jangan mudah berubah. Dipepes itu kan artinya tidak banyak perubahan. Kalau misalnya gereh tongkol kan biasanya dibungkus dengan apa itu, bumbu-bumbu dipepes seperti masih utuh mentah kan, tapi sudah mateng, jadi tidak berubah. 21) Nyai Dara Muluk diberikan sesaji ketan kumbu/ ketan biru/ boreh
kunir/ mentah sekar dupa. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. ketan kumbu
Ubarampe ini dibuat dari beras ketan dan kumbu terbuat dari
kacang-kacangan yang agak besar, diberi gula Jawa agar warna
berubah merah kemudian dikukus (didang). Ketan sifatnya
lengket, dimaksudkan orang hidup di dunia agar selalu dekat
dengan masyarakat. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Ketan kumbu itu ketan padi ketan itu ya, didang. Nah, kumbu itu dibuat dari kacang yang agak besar itu lho mbak, dikasih gula Jawa, didang, didheplok itu menjadi manis ning tidak terlalu manis tapi gurih. Nah ketannya itu apa, ketan itu lain dengan nasi, ketan itu kan lengket. Bagaimana orang hidup di dunia ini sesama kita ingin selalu dekat karena tindakan kita yang menyenangkan, yang bisa srawung dengan masyarakat, seperti itu. Jadi kalau orang hidup itu disingkiri orang itu susah. Orang hidup itu seperti ketan, diraketi orang banyak.
b. ketan biru
Ketan berupa nasi yang terbuat dari beras ketan. Ketan memiliki
sifat lekat atau pliket. Dimaksudkan agar hubungan antara orang
yang sudah meninggal dan orang yang masih hidup senantiasa
lekat. Artinya orang yang masih hidup diharapkan agar selalu
mengenang, tidak melupakan arwah orang yang sudah meninggal
(Giri, 2010: 38). Biru merupakan warna air laut. Air laut memiliki hubungan
moral antara Kraton dengan penguasa pantai Selatan. Air laut
melambangkan kita hidup di dunia hendaknya mempunyai hati
yang lapang, penuh kesabaran. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Air laut itu memang dalam perjanjian Habib Toyo itu ada hubungan moral ya antara Kraton dengan penguasa pantai selatan. Tetapi lambang aer laut, itu melambangkan bahwa kita hidup di dunia ini hendaknya mempunyai hati lapang, penuh kesabaran.
c. boreh kunir
Ubarampe boreh kunir adalah sebagai simbol kesehatan karena
boreh kunir biasa dimanfaatkan untuk membuat jamu-jamuan.
Dan jamu-jamuan sangat baik dikonsumsi oleh manusia agar
selalu sehat dan tidak mudah sakit.
d. mentah sekar dupa
Ubarampe mentah sekar dupa adalah sebagai simbol keindahan.
Bahwa manusia hidup di dunia agar selalu menciptakan keindahan dan
keharuman dalam hidup bermasyarakat.
22) Syeh Samat diberikan sesaji apem kocor/ apem goreng/ roti martega.
Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. apem kocor
Apem kocor ini mirip seperti apem-apem biasa berupa kue yang
terbuat dari tepung beras (Giri, 2010: 39). Hanya saja, apem ini
diberi juruh yang dibuat dari gula Jawa yang dicairkan. Artinya, bahwa orang dalam hidup di dunia ini dapat merasakan
kenikmatan hidup yang manis-manis, lambang hidup yang
menyenangkan. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Ya, itu pakai juruh mbak. tapi juruhnya agak banyak, dibuat dari gula Jawa. Artinya dalam kehidupannya bisa merasakan kenikmatan hidup yang manis-manis, itu kan lambang, uripo sing urip mulyo, kepenak. b. apem goreng
Ubarampe ini bahan bakunya sama seperti apem pada umumnya
yang terbuat dari tepung beras. Hanya saja cara memasaknya
bukan dikukus tetapi digoreng kering seperti rempeyek dan tidak
dicetak. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Bahan bakunya sama, digoreng itu rasanya juga beda seperti rempeyek. Jadi bisa di… di apa, nek apem biasa kan dicithak, ada digoreng didadar itu kering. Nek apem biasa kan empuk.
Secara turun-temurun apem dimaknai sebagai simbol payung dan
perisai. Maksudnya adalah untuk melindungi arwah para leluhur
dalam perjalanannya menggadap Tuhan Yang Maha Esa dan
untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa (Giri,
2010: 39). c. roti martega
Roti adalah makanan yang terbuat dari bahan dasar telur, tepung,
gula, mentega dan lain sebagainya yang dicampur kemudian
dioven. Roti mentega merupakan makanan yang berasal dari
Eropa, bukan asli dari Jawa. Artinya, bahwa manusia itu hidup bertetangga yang harus saling menghormati kepada sesama. Hal
ini sesuai yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Kalau roti mentega itu kan bukan khas Jawa, itu kan dari Eropa. Artinya bahwa kita itu kan hidup juga bertetangga, saling menghormati.
23) Syeh Makruf diberikan sesaji sekul wuduk/ pindheng pitik/ apem
goreng. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul wuduk
Sekul wuduk atau nasi uduk adalah nasi putih yang dimasak
dengan santan dan garam hingga rasanya menjadi gurih.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk mengirim doa kepada Nabi
Muhammad SAW, karena pada zaman dulu Nabi Muhammad
dipercaya makan nasi suci atau nasi wudlu. Karena itu sebagian
masyarakat nasi gurih ini diberi nama Nasi Rasul (Giri, 2010: 21-
22).
b. pindhang pitik
Pindhang pitik atau pindang ayam adalah daging ayam yang
diiris kecil-kecil kemudian digarami dan dibumbui untuk
mendapatkan cita rasa asin. Setelah bumbu merata, agar cita rasa
asinnya meresap hingga ke dalam daging ayamnya kemudian
diasapi atau direbus sampai kering agar dapat tahan lama.
c. apem goreng
Ubarampe ini bahan bakunya sama seperti apem pada umumnya
yang terbuat dari tepung beras. Hanya saja cara memasaknya bukan dikukus tetapi digoreng kering seperti rempeyek dan tidak
dicetak. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Bahan bakunya sama, digoreng itu rasanya juga beda seperti rempeyek. Jadi bisa di… di apa, nek apem biasa kan dicithak, ada digoreng didadar itu kering. Nek apem biasa kan empuk.
Secara turun-temurun apem dimaknai sebagai simbol payung dan
perisai. Maksudnya adalah untuk melindungi arwah para leluhur
dalam perjalanannya menggadap Tuhan Yang Maha Esa dan
untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa (Giri,
2010: 39).
24) Syeh Dumba diberikan sesaji apem kocor/ nongka/ gedhang. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. apem kocor
Apem kocor ini mirip seperti apem-apem biasa berupa kue yang
terbuat dari tepung beras. Hanya saja, apem ini diberi juruh yang
dibuat dari gula Jawa yang dicairkan. Artinya, bahwa orang
dalam hidup di dunia ini dapat merasakan kenikmatan hidup
yang manis-manis, lambang hidup yang menyenangkan. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno :
Ya, itu pakai juruh mbak. tapi juruhnya agak banyak, dibuat dari gula Jawa. Artinya dalam kehidupannya bisa merasakan kenikmatan hidup yang manis-manis, itu kan lambang, uripo sing urip mulyo, kepenak. b. nongka/ gedhang
Ubarampe buah-buahan sebagai simbol hasil bumi yang
bermanfaat bagi manusia. Artinya, buah-buahan hasil bumi
banyak mengandung vitamin yang bermanfaat bagi manusia.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno :
… Jadi semuanya buah-buahan yang bermanfaat bagi tubuh. Artinya bahwa kita senantiasa pokoknya ini semua dari hasil bumi yang menyegarkan, yang menguatkan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan.
25) Kyai Ageng Tarup diberikan sesaji sekul pulen/ pecel wader/ jangan
menir/ lalaban kacang. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. sekul pulen
Nasi pulen ini mirip dengan nasi gurih, tetapi nasi pulen ini yang
tidak keras, agak lembek. Ubarampe nasi pulen ini dimaksudkan
bahwa orang hidup agar selalu berusaha mencari kenikmatan
yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa supaya hidupnya
senantiasa selalu menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun
orang lain, dan tentunya sesuai dengan aturan-aturan yang
diperinyaahkan-Nya. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
Bahwa orang hidup itu supaya hidupnya itu nikmat, memang ada lakune. Jadi, sehingga berusahalah orang hidup itu mencari kenikmatan, tetapi mencari kenikmatannya yang artinya bukan yang haram. Jadi sesuai yang apa ya maksudnya sejalan, sesuai, tidak melanggar aturan-aturan adat. Yang namanya pulen jadi dirasakan awake dewe penak, dirasakan kepada masyarakat juga enak, gitu.
b. pecel wader
Pecel wader adalah gorengan ikan kecil-kecil yang hidup di kali
kemudian diberi bumbu pecel. Artinya, orang hidup di dunia juga
harus hidup majemuk, tidak hanya bergaul dengan orang gedean,
tetapi juga peduli terhadap masyarakat kecil. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
… Wader itu juga ikan yang berasal dari kali, ikan kecil-kecil itu. Artinya kita juga harus peduli terhadap masyarakat-masyarakat kecil. Jangan hanya seneng srawung dengan orang gedean saja.
c. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36).
d. lalaban kacang
Lalaban kacang sama seperti lalaban daun-daunan juga.
Dimaksudkan agar manusia yang hidup di dunia itu senantiasa
merasakan kesegaran pada tubuhnya.
26) Kyai Ageng Netas Pandhawa diberikan sesaji lemengan ketan/
panggang lele. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. lemengan ketan
Lemengan ketan dibuat dari beras ketan yang sudah dicuci
kemudian dikukus setengah matang lalu diangkat untuk dicampur dengan air santan. Setelah campur kemudian dbungkus daun
seperti tum-tuman dan dikukus lagi hingga masak. Ketan
memiliki sifat lekat atau pliket. Dimaksudkan agar hubungan
antara orang yang sudah meninggal dan orang yang masih hidup
senantiasa lekat. Artinya orang yang masih hidup diharapkan
agar selalu mengenang, tidak melupakan arwah orang yang sudah
meninggal (Giri, 2010: 38).
b. panggang lele
Lele adalah ikan yang hidup di air tawar. Panggang lele adalah
ikan lele yang diolah atau dimasak dengan cara dipanggang.
Ubarampe panggang lele sebagai simbol agar manusia
memanfaatkan apa yang ada di darat dan di air.
27) Kyai Ageng Susela diberikan sesaji apem/ ketan kolak. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. apem
Apem mirip seperti kue, terbuat dari bahan dasar tepung beras.
Cara memasaknya yaitu dicetak kemudian dikukus. Secara turun-
temurun apem dimaknai sebagai simbol payung dan perisai.
Maksudnya adalah untuk melindungi arwah para leluhur dalam
perjalanannya menghadap Tuhan Yang Maha Esa dan untuk
memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa (Giri, 2010:
39). b. ketan kolak
Ketan kolak yaitu ketan dikukus (didang) kemudian diberi
rangkaian kolak. Kolak dibuat dari pisang yang sudah matang
dan ketela yang sidah direbus, diberi santan dan gula Jawa
sehingga rasanya manis-manis gurih. Artinya supaya orang hidup
bermasyarakat itu dirasakan manis, menyenangkan. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Ketan didang seperti tadi, rangkaiannya kalau tadi dengan kumbu tapi ini dengan kolak. Kolak itu dibuat dari pisang. Pisang sing wis mateng wit itu kemudian bisa juga sok dibuat dengan ketela direbus dengan dikasih santen yang manis. Kolak itu kan manis mbak, artinya ya itu sama, supaya kita hidup itu dirasakan di masyarakat itu nyenengke.
28) Kyai Ageng Nis diberikan sesaji sekul pethak/ ulam ragi terik.
Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul pethak
Sekul pethak adalah nasi putih yang cara memasaknya yaitu beras
putih dicuci jangan terlalu bersih agar kandungan gizinya tidak
hilang, kemudian dimasak dengan cara diliwet atau juga bisa
dikukus atau didang.
b. ulam ragi terik
Ulam ragi terik adalah daging sapi atau daging kerbau yang
dibuat ragi. Daging sapi atau kerbau yang diragi dengan kelapa
parut yang dibuat manis. Daging tidak hanya dapat diragi saja,
dapat pula dibuat dendeng, dan yang lainnya. Artinya, manusia supaya dapat bermanfaat bagi siapapun, dimanapun, dan
kapanpun. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Artinya bahwa hidup kita, daging itu kan diterik ya bisa, didendeng ya bisa, dibuat semacam tadi ya bisa. Kita itu harus mempunyai hidup kita itu yo iso ngono, iso ngene, jadi bermanfaat dimanapun.
29) Kyai Ageng Magaram diberikan sesaji sekul golong/ pecel pitik/
jangan menir. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul golong
Sekul golong adalah ubarampe yang berupa nasi putih yang
dibentuk bulatan seukuran bola tenis dibalut dengan telur dadar.
Ubarampe sekul golong oleh orang Jawa sebagai lambang
kebulatan tekad yang manunggal (Giri, 2010: 23).
b. pecel pitik
Ubarampe pecel pitik ini mirip seperti ingkung, yaitu ayam yang
dimasak secara utuh dan disajikan dengan memberi bumbu
berupa santan mentah. Ubarampe pecel ayam ini dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang mempunyai hajat (Giri,
2010: 26).
c. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36). 30) Kyai Ageng Juru Martani diberikan sesaji sekul wadhang/ jangan
loncom/ sambel jele/ pepesan gereh gatel. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji:
a. sekul wadhang
Sekul wadhang (nasi wadhang) nasinya berupa nasi putih seperti
nasi golong, tetapi cara penyajiannya ditempatkan pada piring.
Nasi tersebut tidak dibentuk bulat seperti nasi golong. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Sekul wadang itu bukan dibuat golong tapi ditempatkan nggon piring biasa.
b. jangan loncom
Jangan loncom adalah sayur yang sangat sederhana yaitu cukup
dengan daun jerigon (daun ketela rambat) dan tempe bosok
(busuk). Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Jangan loncom itu jangan yang sangat sederhana, sangat mudah, dan loncom itu biasanya cukup dengan daun jerigon. Daun jerigon itu ketela. Ketela rambat bukan ketela pohon dengan brambang kemudian ada tempe bosok.
c. sambel dhele
Sambel dhele yaitu dibuat dari kedelai hitam yang sudah dicuci
bersih kemudian digoreng hingga kering. Setelah kering kedelai
ditumbuk atau diuleg kasar dengan cabai dan garam. Sambal
mempunyai sifat pedas, dimaksudkan supaya orang hidup
mampu menerima berbagai rintangan hidup atau ujian yang
diberikan oleh yang Maha Kuasa. Tidak hanya ingin yang enak- enak saja, tetapi juga mampu menghadapi yang susah agar lebih
berkesan dalam menjalani kehidupan, tidak monoton.
d. pepesan gereh gatel
Pepesan gereh gatel adalah gereh yang dibuat pepes (yaitu ikan
yang dirempahi dan dibungkus dengan daun pisang, kemudian
dipanggang atau dikukus), jika dimakan terasa gatal. Artinya,
setiap manusia menerima sesuatu harus dirasakan terlebih
dahulu, tidak langsung ditelan agar dapat merasakan manfaatnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Artinya bahwa kalau kita makan, setiap kali menerima sesuatu, makan sesuatu, dirasakke sik tenanan. O ki opo, nah gatele gatel piye. Gatel itu kan gatele juga yang bermanfaat.
31) Panembahan Senapati diberikan sesaji sekul pera/ pepesan ulam
tambra. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul pera
Sekul pera di sini bukan nasi yang dimasak keras sekali, tetapi
maksudnya nasi yang tidak lembek. Nasi yang dimasak dengan
cara didang (dikukus).
b. pepesan ulam tambra
Ulam tambra itu ikan laut. Jadi, pepes ikan tambra adalah ikan
yang dirempahi dan dibungkus dengan daun pisang, kemudian
dipanggang atau dikukus. Dimaksudkan agar orang hidup di
dunia mampu menyelami berbagai macam kehidupan, tidak
monoton. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno: Tambra, itu ikan laut, ikan tambra dipepes. Kan kita tidak pernah lepas dari air juga. Ulam tambra itu yang bermanfaat supaya kita itu mampu menyelami di berbagai kehidupan. Jadi jangan monoton.
32) Ingkang Sinuhun Samare Krapyak diberikan sesaji sekul wuduk/
lalaban tempe mentah. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. sekul wuduk
Sekul wuduk atau nasi uduk adalah nasi putih yang dimasak
dengan santan dan garam hingga rasanya menjadi gurih.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk mengirim doa kepada Nabi
Muhammad SAW, karena pada zaman dulu Nabi Muhammad
dipercaya makan nasi suci atau nasi wudlu. Karena itu sebagian
masyarakat nasi gurih ini diberi nama Nasi Rasul (Giri, 2010: 21-
22).
b. lalaban tempe mentah
Lalaban tempe mentah mengandung maksud yang sama dengan
lalaban-lalaban yang lainnya, yaitu dimaksudkan agar manusia
yang hidup di dunia senantiasa merasakan kesegaran pada
tubuhnya.
33) Sultan Agung diberikan sesaji ketan salak/ pindhang mahesa/ kolak.
Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. ketan salak
Ubarampe ketan salak dibuat dari beras ketan yang dimasak
hingga bentuknya menjadi seperti nasi kemudian disajikan dengan disertai santan gula Jawa. Santan gula Jawa dibuat
dengan cara gula Jawa dicampur dengan air santan secukupnya
kemudian direbus sampai masak dan membentuk cairan kental.
Ubarampe ini dimasudkan sebagai lambang permohonan maaf
atas segala kesalahan orang yang membuat sesaji, seluruh tamu
maupun seluruh warga (Giri, 2010: 26).
b. pindhang mahesa
Pindhang mahesa atau pindang kerbau adalah daging kerbau
yang diiris kecil-kecil kemudian digarami dan dibumbui untuk
mendapatkan cita rasa asin. Setelah bumbu merata, agar cita rasa
asinnya meresap hingga ke dalam daging kerbaunya kemudian
diasapi atau direbus sampai kering agar dapat tahan lama.
c. kolak
Kolak adalah makanan yang terbuat dari pisang dan ketela yang
dimasak dengan kuah santan diberi gula Jawa sehingga rasanya
manis. Artinya, mohon pengampunan kepada Allah Swt atas
segala dosa, dan mengharapkan berkah, anugrah kenikmatan
yang manis-manis. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
… Artinya bahwa kalau kita biasanya gandengane ketan, kolak, apem. Kita mohon pengampunan, kita mengharapkan menerima berkah, anugrah yang nikmat, yang manis, itu permohonan. Kolak itu nyenengke, legi.
34) Sinuhun Samare Tegal Arum diberikan sesaji sekul wadhang/ jangan
lodheh. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji: a. sekul wadhang
Sekul wadhang (nasi wadhang) nasinya berupa nasi putih seperti
nasi golong, tetapi cara penyajiannya ditempatkan pada piring
tidak dibentuk bulat seperti nasi golong. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Sekul wadang itu bukan dibuat golong tapi ditempatkan nggon piring biasa. b. jangan lodheh
Sayur lodheh adalah sayur bersantan yang dibuat dari berbagai
sayuran. Sayur lodeh mempunyai cita rasa yang segar dan agak
pedas. Oleh karena itu ubarampe sayur lodeh sebagai simbol
penyemangat karena manusia membutuhkan sesuatu yang segar
dan pedas sebagai penyemangat. Seperti ungkapan:
Lodheh itu kan pedes mbak, seger tapi pedes. Jadi kita memang perlu, perlu sing seger, tapi perlu sing pedes-pedes juga, penyemangat, spirit.
35) Ingkang Sinuhun Pakubuwana sapisan diberikan sesaji sekul anget/
pecel wader/ jangan lotho. Berikut keterangan dari masing-masing
sesaji:
a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin. b. pecel wader
Pecel wader adalah gorengan ikan kecil-kecil yang hidup di kali
dan disajikan bersama sambal trasi. Artinya, orang hidup di dunia
juga harus hidup majemuk, tidak hanya bergaul dengan orang
gedean, tetapi juga peduli terhadap masyarakat kecil. Ungkapan
Kanjeng Winarno:
… Wader itu juga ikan yang berasal dari kali, ikan kecil-kecil itu. Artinya kita juga harus peduli terhadap masyarakat-masyarakat kecil. Jangan hanya seneng srawung dengan orang gedean saja. c. jangan lotho
jangan lotho atau sayur lotho yaitu kacang panjang yang hampir
seperti brongkos. Sayur lotho ini menggunakan bumbu kluwak,
yaitu bumbu dapur yang membuat sayur berwarna hitam pekat.
Sayur lotho sebagai simbol bahwa orang yang hidup di dunia
dalam setiap tindakannya hendaklah memakai tuntunan agar
tidak tersesat dalam menjalani hidup di Dunia. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno sebagai
berikut:
Jangan lotho ini seperti brongkos itu lho mbak. Nah, bumbunya pakai kluwak. Lotho itu kacang panjang, jadi diambil dari kacang panjang lothonya ini. Kacang panjang itu kan istilahnya hidupnya ditanam di pematang itu pake rambatan, panjang. Dan artinya bahwa orang hidup itu sebaiknya hidup memakai tuntunan, jangan hanya semaunya sendiri gitu. 36) Ingkang Sinuhun Prabu Mangkurat diberikan sesaji sekul pulen/ tim
pitik/ pindhang banyak/ bekakak menda. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji:
a. sekul pulen/ tim pitik
Nasi pulen ini mirip dengan nasi gurih, tetapi nasi pulen ini yang
tidak keras, agak lembek. Ubarampe nasi pulen ini dimaksudkan
bahwa orang hidup agar selalu berusaha mencari kenikmatan
yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa supaya hidupnya
senantiasa selalu menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun
orang lain, dan tentunya sesuai dengan aturan-aturan yang
diperintahkan-Nya.
Tim ayam yaitu daging ayam yang dimasak dengan cara dikukus
dan rasanya gurih. Tim ayam dilambangkan bahwa orang hidup
hendaknya bermanfaat untuk diri sendiri dan juga masyarakat
sekitarnya sehingga menciptakan suasana yang menyenangkan
dalam masyarakat.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno
sebagai berikut:
Bahwa orang hidup itu supaya hidupnya itu nikmat, memang ada lakune. Jadi, sehingga berusahalah orang hidup itu mencari kenikmatan, tetapi mencari kenikmatannya yang artinya bukan yang haram. Jadi sesuai yang,,, yang apa ya maksudnya sejalan, sesuai, tidak melanggar aturan-aturan adat. Yang namanya pulen jadi dirasakan awake dewe penak, dirasakan kepada masyarakat juga enak, gitu. Ayam tim itu kan juga gurih. Semua itu lambangnya bahwa orang hidup itu hendaknya bermanfaat, di tengah-tengah masyarakat itu dirasakan gurih, enak. Artinya tingkah lakunya.
b. pindhang banyak
Pindhang banyak adalah daging banyak yang diiris kecil-kecil
kemudian digarami dan dibumbui kemudian diasapi atau direbus
sampai kering agar dapat tahan lama. Banyak adalah salah satu
unggas yang memiliki kepekaan yang tinggi kepada makhluk-
makhluk halus yang tidak semua manusia dapat melihatnya.
Ubarampe pindhang banyak ini sebagai simbol bahwa manusia
agar selalu waspada terhadap keadaan sekitarnya. Seperti yang
dikatakan oleh Kanjeng Winarno:
Artinya orang itu harus selalu waspada, gitu.
c. bekakak menda
Bekakak menda yaitu wujud kambing yang sudah dibersihkan
dari bulu-bulunya masih utuh dari kepala sampai kaki kemudian
dipanggang, biasanya disebut dengan kambing guling.
Maksudnya mengingatkan kita hidup di dunia pasti menemui hal
yang sakit, susah, tidak selamanya sehat dan menyenangkan. Jadi
kita harus siap menerimanya. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Mengingatkan bahwa kita hidup di dunia itu pasti akan menemukan hal yang sakit, juga tidak mungkin orang ko sehat terus, ya kita harus siap.
37) Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 2 diberikan sesaji sekul liwet/
bakaran dhendheng gepukan/ gereh juwi/ balur binakar/ petis/ utawi sekul ler-lerran/ dhendheng kenthi/ jangan menir/ sambel lethok.
Berikut keterangan dari masing-masing sesaji: a. sekul liwet
Berbeda dengan sekul wuduk (nasi uduk/ nasi gurih), ubarampe
ini diwujudkan dalam bentuk nasi putih memakai sambal goreng,
memakai rambah yaitu kulit sapi yang digoreng krupuk. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Nasi liwet itu pakai sambel goreng, pakai rambah itu. Rambah itu kulit sapi yang digoreng kerupuk itu lho. b. bakaran dhendheg gepukan
Dhendheng gepukan adalah daging sapi atau daging kambing
yang sudah direbus kemudian diiris kecil-kecil lalu dikeringkan
kemudian digepuk (ditumbuk) kemudian dibakar. Artinya bahwa
manusia agar selalu mengucap syukur kepada yang memberi
kehidupan. Walaupun hidup kadang merasakan susah (panas)
tetapi tetap berguna, bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Dhendheng itu kan namanya daging yang sudah dikeringkan, yang sudah digepuk-gepuk itu kemudian dah kering digoreng. Itu rasanya memang asin-asin gurih, nikmat. Jadi, walaupun, walaupun kita ini hidup merasakan rekoso, panas, tetapi tetap bermanfaat bagi orang lain, dirasakke enak, gitu. c. gereh juwi
Gereh Juwi sama dengan gereh layur, gereh kinanti. Artinya,
Sinuhun Pakubuwana 2 ini ingin memberikan pelajaran kepada kita supaya kita hidup di dunia dengan sederhana, tidak
mengada-ada. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Nah itu sama dengan gereh, kan ada gereh layur, kan ada gereh kinanthi, itu sama. Jadi artinya PB 2 itu memberikan pelajaran supaya kita hidup di dunia itu yang prasaja, sederhana, kesederhanaan, jangan mengada-ada. d. balur binakar
Balur adalah ikan yang berasal dari laut. Jadi balur binakar yaitu
ikan laut yang dibakar, artinya kesederhanaan. Maksudnya, orang
hidup itu sebaiknya yang sederhana-sederhana saja, tetapi dapat
berguna bagi orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
Balur kan juga ikan dari laut jadi dibakar. Dulu mbak, sampai sekarang orang-orang kuno itu nasi putih dengan gereh bakar itu udah nikmat sekali. Artinya kesederhanaan itu bukan kenistaan. Orang hidup itu sederhana tapi bermanfaat jangan karna orang kalau sudah terpengaruh dengan rang lain. e. petis
Petis merupakan makanan yang dibuat dari udang segar yang
ditumbuk halus, direbus dengan air abu merang dan dibumbui,
berwarna hitam, kental, dan berbau tajam. Ubarampe petis ini
biasnya sebagai pendamping makan rambak, yaitu kulit sapi yang
digoreng krupuk. f. sekul ler-lerran
Nasi ler-leran yaitu nasi yang cara penyajiannya ditiris.
Falsafahnya adalah untuk menciptakan kesabaran pada diri
manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Namanya ler itu kan diler, itu kan artinya ditiris supaya orang itu menciptakan kesabaran. g. dhendheng kenthi
Dhendheng kenthi yaitu daging sapi yang sudah dipotong kecil-
kecil dikeringkan kemudian digepuk dibuat dhendheng rasanya
manis-manis gurih. Dimaksudkan agar manusia selalu mengucap
syukur kepada Allah Swt yang memberikan kehidupan di dunia.
Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Nah itu dhendheng kenthi dhendheng dari sapi yang dibuat digepuk tadi, dibuat dhendheng yang rasanya manis-manis gurih. h. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36). i. sambel lethok
Sambel yaitu makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam,
dsb yang ditumbuk, dihaluskan. Yang namanya sambal pasti
pedas. Jadi sambel colek ini memiliki makna bahwa manusia
jangan takut susah, mampu menerima berbagai rintangan hidup.
Tidak hanya ingin yang enaknya saja, tetapi mampu menghadapi yang susah juga agar dalam hidup di dunia selalu berkesan dan
bermanfaat. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Sambel lethok itu ya seperti sambel tomat. Artinya ojo mung sing pulen thok, ojo mung sng gurih thok, ning sing pedes yo rasakno, gitu. Jadi semua harus diterima. Itu kalau semuanya bisa menerima bisa memanfaatkan, itu akan hidup enak dan manfaat. Jadi istilahnya ojo wedi rekoso orang hidup itu.
38) Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 3 diberikan sesaji sekul pulen/
pecel pitik/ jangan menir/ kecambah krupuk/ brambang pendhang
sungsum/ sambel lethok/ gorengan tempe/ semur roti martega/ wos/
pisang pulut/ pelem bala/ jenang kukus/ jagung/ timun/ wedang kopi
presan. Berikut keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul pulen
Nasi pulen ini mirip dengan nasi gurih, tetapi nasi pulen ini yang
tidak keras, agak lembek. Ubarampe nasi pulen ini dimaksudkan
bahwa orang hidup agar selalu berusaha mencari kenikmatan
yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa supaya hidupnya
senantiasa selalu menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun
orang lain, dan tentunya sesuai dengan aturan-aturan yang
diperintahkan-Nya. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
Bahwa orang hidup itu supaya hidupnya itu nikmat, memang ada lakune. Jadi, sehingga berusahalah orang hidup itu mencari kenikmatan, tetapi mencari kenikmatannya yang artinya bukan yang haram. Jadi sesuai yang,,, yang apa ya maksudnya sejalan, sesuai, tidak melanggar aturan-aturan adat. Yang namanya pulen jadi dirasakan awake dewe penak, dirasakan kepada masyarakat juga enak, gitu. b. pecel pitik
Ubarampe pecel pitik ini mirip seperti ingkung, yaitu ayam yang
dimasak secara utuh dan disajikan dengan memberi bumbu
berupa santan mentah. Ubarampe pecel ayam ini dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang mempunyai hajat (Giri,
2010: 26). c. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36). d. kecambah krupuk
Kecambah adalah tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji
kacang-kacangan yang disemaikan. Kecambah krupuk terbuat
dari kecambah yang dicampur dengan tepung beras dan air
kemudian digoreng tipis seperti rempeyek. Kecambah merupakan
thokolan atau yang baru tumbuh atau muda. Ubarampe ini
diartikan bahwa manusia hidup di dunia ini dimulai dari masa
kanak-kanak, menjadi dewasa, kemudian tua. Semua yang hidup
mengalami pertumbuhan, atau hidup ini ada tahapan-tahapannya.
Jadi kecambah ini sebagai lambang anak yang masih kecil.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno: Jadi rempeyek, rempeyek thokolan. Kecambah kan thokolan mbak, ya dibuat kripik itu lho, bayem dibuat kripik ya bisa. Jadi thokolan kan thukul, muda. Berarti memang kita harus senantiasa ingat bahwa hidup kita mulai dari masa-masa anak sampai pada dewasa itu ada tahapan-tahapannya itu harus disadari. Jadi masa-masa muda itu harus bagaimana, tua bagaimana. e. brambang pendhang sungsum
Ubarampe ini digunakan sebagai lalapan. Selain itu brambang
juga dapat dimanfaatkan sebagai kesehatan. Yaitu untuk
kekebalan tubuh, juga untuk mengobati sakit magh. Ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Brambang ini sebagai lalapan. Lalapan yang bahwa brambang itu sebenarnya manfaatnya besar untuk pemanasan kekebalan tubuh juga, juga bagi orang yang mungkin sakit magh atau apa, brambang itu bisa untuk menyembuhkan, jadi untuk kesehatan. f. sambel lethok
Sambel yaitu makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam,
dsb yang ditumbuk, dihaluskan. Yang namanya sambal pasti
pedas. Jadi sambel colek ini memiliki maksud bahwa manusia
jangan takut susah, mampu menerima berbagai rintangan hidup.
Tidak hanya ingin yang enaknya saja, tetapi mampu menghadapi
yang susah juga agar dalam hidup di dunia selalu berkesan dan
bermanfaat. Sepperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Sambel lethok itu ya seperti sambel tomat. Artinya ojo mung sing pulen thok, ojo mung sng gurih thok, ning sing pedes yo rasakno, gitu. Jadi semua harus diterima. Itu kalau semuanya bisa menerima bisa memanfaatkan, itu akan hidup enak dan manfaat. Jadi istilahnya ojo wedi rekososo orang hidup itu. g. gorengan tempe
Gorengan tempe di sini adalah tempe kripik. Tempe ini terbuat
dari kedelai, kedelai merupakan hasil bumi. Kedelai yang dibuat
tempe ini dapat dimasak dengan cara digoreng, dikukus, dan lain
sebagainya. Jadi ubarampe ini dimaksudkan seperti kehidupan
manusia yang bermacam-macam. Seperti yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno:
Goreng tempe tempe kripik itu mbak, itu kan dari kedele. Semuanya itu akan dari hasil bumi, tempe kan bisa digoreng, bisa digodhog, dan sebagainya. Jadi bahwa kehidupan masyarakat itu bermacam- macam, h. semur roti martega
Roti adalah makanan yang terbuat dari bahan dasar telur, tepung,
gula, mentega dan lain sebagainya yang dicampur kemudian
dioven. Roti mentega merupakan makanan yang berasal dari
Eropa, bukan asli dari Jawa. Artinya, bahwa manusia itu hidup
bertetangga yang harus saling menghormati kepada sesama. Hal
ini sesuai yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Kalau roti mentega itu kan bukan khas Jawa, itu kan dari Eropa. Artinya bahwa kita itu kan hidup juga bertetangga, saling menghormati. i. wos
Wos yaitu padi yang sudah digiling atau diselip menjadi beras.
Beras merupakan bahan baku yang dimasak sebagai makanan pokok bagi manusia yang biasa disebut nasi. Cara memasaknya
yaitu beras dicuci tidak sampai bersih sekali agar kandungan
gizinya tidak hilang kemudian dimasak dengan air menggunakan
ketel. j. pisang pulut
Pisang pulut ini seperti pisang raja yang kalau sudah masak
rasanya sangat manis. Diharapkan, orang hidup itu mendapatkan
hal yang manis-manis. Begitu pula dengan pulut. Pulut ini
bersifat lengket dimaksudkan agar masyarakat merasa senang
dengan raja, memiliki rasa cinta kasih kepada raja. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Pisang pulut itu seperti pisang raja, tapi kalau tua manisnya juga luar biasa. Artinya bahwa diharapkan orang hidup itu bisa mendapatkan sesuatu yang manis, tapi pulut itu kan lengket, masyarakat itu seolah-olah senang kalau ada beliau, jadi ada rasa cinta kasih. k. pelem bala/ jenang kukus/ jagung/ timun/ wedang kopi presan
Pelem bala adalah salah satu pelem pilihan yang merupakan buah
yang menarik. Ubarampe ini melambangkan kehidupan yang
bermasyarakat dan memanfaatkan semua hasil bumi. Seperti
yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Pelem bala itu juga pelem yang memang pethingan istilahnya. Jadi buah yang menarik. Jenang kudus, lalu jagung timun, wedang kopi presan. Ha, jadi minuman, makanan yang semuanya itu lambangnya adalah merasakan bagaimana kehidupan kawulonya yang tidak pernah lepas dari kemasyarakatan dan memanfaatkan semua hasil bumi itu.
39) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 4 diberikan sesaji sekul
golong/ pecel pitik/ jangan menir/ ulam sawontenipun/ wedang
bugendhis ing taman/ roti kabalen/ ciyu bumbon/ rujak pecel/ rujak
leni/ lotis/ woh-wohan sawontenipun/ sekar konyoh ganten. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul golong
Sekul golong adalah ubarampe yang berupa nasi putih yang
dibentuk bulatan seukuran bola tenis dibalut dengan telur dadar.
Ubarampe sekul golong oleh orang Jawa sebagai lambang
kebulatan tekad yang manunggal (Giri, 2010: 23).
b. pecel pitik
Ubarampe pecel pitik ini mirip seperti ingkung, yaitu ayam yang
dimasak secara utuh dan disajikan dengan memberi bumbu
berupa santan mentah. Ubarampe pecel ayam ini dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang mempunyai hajat (Giri,
2010: 26).
c. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36). d. ulam sawontenipun
Ikan yang digunakan tidak dibatasi menggunakan ikan apa.
Namanya saja ulam sawontenipun, jadi yang digunakan ikan
seadanya, bisa ikan sungai, bisa juga ikan laut. Karena ikan yang
digunakan ikan yang hidup di air, diartikan orang hidup itu tidak
hanya hidup di darat saja, tetapi juga merambah ke air juga, jadi
seluruh kehidupan dirasakan merata. Seperti yang diungkapkan
oleh Kanjeng Winarno:
Ulam itu kalau disini suka ulam sungai, ulam laut, itu suka. Jadi, ulam darat, kita hidup itu kan bukan hanya di darat. Artinya kita juga harus merambah di air juga, jadi kehidupan itu merata. e. wedang bugendhis
Wedang bugendhis adalah jenis minuman seperti teh manis,
tetapi cara mminumnya berbeda. Wedang bugendhis ini tehnya
diseduh biasa tetapi tanpa dicampur dengan gula, gulanya dipisah
yaitu menggunakan gula aren. Ketika akan minum air teh
tersebut kemudian gulanya digigit. Jadi merasakan gula yang
manis dan merasakan teh yang pahit sehingga digabung menjadi
nikmat. Artinya orang hidup tidak hanya merasakan yang manis-
manis saja, tetapi sekali-kali juga ingat yang pahit. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Wedang bugendhis, jadi wong Jawa kan punya gula Jawa ada yang dari aren. Nek dulu gini mbak, artinya kita minum teh, gulane itu dipegang, dicokot, diminum gitu. Jadi artinya mungkin tehnya pait gulanya yang manis, artinya seringkali memang kalau yang manis digathukke yang pait itu kan menjadi nikmat. Jadi jangan yang manis terus, sekali-kali kita juga harus ingat yang pait. f. roti kabalen/ ciyu bumbon
Ubarampe ini dimaksudkan untuk menghormati antar sesama
karena kita makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan makhluk lain. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno :
Ya sejenis roti, ciyu bumbon dan lain-lain itu kita hanya istilanya ya itu mau ngrengkuh, atau bersabar, menerima kehidupan yang lain, artinya menghormati. Kita tidak hidup sendiri karena kita hidup makhluk sosial. g. rujak pecel/ rujak leni/ lotis
Rujak dan lotis terdiri dari buah-buahan. Semua buah-buahan
sifatnya menyegarkan. Ubarampe ini dilambangkan sebagai
spirit, kekuatan, supaya tubuh kita senantiasa segar. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Rujak itu kan hal-hal yang menyegarkan mbak, jadi supaya tubuh kita itu senantiasa segar, dan rujak itu sebagai spirit. Segar, berspirit untuk bekerja, lambangnya kesana. h. woh-wohan sawontenipun
Buah-buahan yang digunakan tidak dibatasi menggunakan buah
apa, tetapi biasanya yang digunakan buah pisang karena mudah
dicari dan banyak terdapat di lingkungan masyarakat. i. sekar konyoh ganten
Sekar konyoh ganten kalau dalam lingkungan kraton sama
dengan kinang. Kinang sebagai pemerah bibir terdri dari gambir,
mbako, suruh, dan sebagainya. Ubarampe ini dimaksudkan untuk
menjaga kesehatan dengan cara yang alami. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan.
40) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 5 diberikan sesaji sekul
anget/ jangan sop/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ toya
ingkang asrep/ sekar konyoh ganten. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji:
a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin.
b. jangan sop
Sayur sop adalah sayur yang berkuah tetapi tidak mengandung
santan. Sayur sop juga tidak mengandung lemak sehingga sayur
sop merupakan sayur yang menyegarkan bagi tubuh bila
dikonsumsi. Artinya, manusia diharapkan agar selalu sehat, selalu segar agar dalam beraktifitas, melakukan sesuatu dapat
dilakukan dengan bijaksana. Seperti yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno:
… Sop itu kan seger mbak, menyegarkan. Sop itu kan tidak pakai santen, tidak pakai lemak, gitu jadi kesegaran, kehangatan. Orang hidup harus memang berusaha supaya tubuhnya itu nek seger, artinya sehat kan berbuat sesuatu kan dengan bijaksana. c. sekul golong
Sekul golong adalah ubarampe yang berupa nasi putih yang
dibentuk bulatan seukuran bola tenis dibalut dengan telur dadar.
Ubarampe sekul golong oleh orang Jawa sebagai lambang
kebulatan tekad yang manunggal (Giri, 2010: 23). d. pecel pitik
Ubarampe pecel pitik ini mirip seperti ingkung, yaitu ayam yang
dimasak secara utuh dan disajikan dengan memberi bumbu
berupa santan mentah. Ubarampe pecel ayam ini dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang mempunyai hajat (Giri,
2010: 26). e. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36). f. toya ingkang asrep
Air dingin adalah sebagai simbol bahwa manusia hidup di dunia
dalam menghadapi suatu masalah jangan hanya dihadapi dengan
marah-marah saja tetapi juga harus ditahan, harus dihadapi
dengan hati yang dingin agar suatu masalah yang dihadapi dapat
teratasi dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winrno:
Ya itu senantiasa pasti siap air dingin, supaya jadi orang itu tidak hanya ngumabar kanepson, suka marah tetapi harus dengan hati yang dingin juga.
g. sekar konyoh ganten
Sekar konyoh ganten kalau dalam lingkungan kraton sama
dengan kinang. Kinang sebagai pemerah bibir terdri dari gambir,
mbako, suruh, dan sebagainya. Ubarampe ini dimaksudkan untuk
menjaga kesehatan dengan cara yang alami. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno :
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan.
41) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 6 diberikan sesaji liwet
sekul abrit/ ulam dhendheng klopokan/ dhendheng gorengan/ sambel
brambang/ lalaban pepak/ petis/ parem/ dhaharan jeram pacitan//
Jagung/ kembengan gendhis batu/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan
menir/ sekar konyoh/ ses wangi wiru. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji: a. liwet sekul abrit
Ubarampe ini terbuat dari beras merah. Merah merupakan
lambang dari warna darah manusia. Yaitu bahwa kita senantiasa
harus selalu memperhatikan kesehatan jasmani kita. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Maknanya bahwa sekul merah (beras abang) itu bahwa kan darah kita itu kan merah, kita juga harus memperhatikan tentang kesehatan kita. b. ulam dhendheng klopokan
Sama seperti dhendheng gepukan dan dhendheng gorengan,
dhendheng klopokan memiliki arti bahwa manusia diharapkan
agar selalu bersyukur kepada Allah Swt karena telah diberikan
hidup dan kehidupan yang berwarna. c. dhendheng gorengan
Dhendheng merupakan daging sayatan yang dirempahi dan
dikeringkan. Dhendheng gorengan yaitu daging yang sudah
dikeringkan kemudian digoreng, rasanya gurih. Artinya bahwa
manusia agar selalu mengucap syukur kepada yang memberi
kehidupan. Walaupun hidup kadang merasakan susah tetapi tetap
berguna, bermanfaat bagi masyarakat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi gurih itu. d. sambel brambang lalaban pepak
Sambel yaitu makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam,
dsb yang ditumbuk, dihaluskan. Ubarampe sambel brambang dan
lalapan dimaksudkan agar manusia senantiasa menjaga dan
memperhatikan kesehatan tubuh supaya tetap segar. e. petis
Petis merupakan makanan yang dibuat dari udang segar yang
ditumbuk halus, direbus dengan air abu merang dan dibumbui,
berwarna hitam, kental, dan berbau tajam. Ubarampe petis ini
biasanya sebagai pendamping makan rambak, yaitu kulit sapi
yang digoreng krupuk. f. parem
Dalam kamus bausastra Jawa oleh Poerwadarminta (1939: 472),
parem berarti “bebekan beras kencur lsp dianggo mblonyo awak”
yaitu tumbukan dari beras kencur dan pelengkapnya yang oleh
orang Jawa sering disebut dengan bedak dingin. Parem sebagai
simbol kesegaran karena digunakan untuk meluluri badan agar
selalu terasa segar. g. dhaharan jeram pacitan
Dhaharan jeram pacitan ini sebagai simbol kesegaran tubuh
manusia. Agar selalu segar manusia diharuskan untuk menjaga
kesehatan. h. jagung
Ubarampe jagung merupakan buah yang tumbuh menggantung
pada pohon. Oleh masyarakat jawa biasa disebut dengan pala
gumantung (sawernining uwoh-uwohan ingkang gumantung ing
uwitipun), yaitu buah yang tumbuh menggantung pada pohonnya.
Ubarampe ini imaksudkan sebagai ucapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa. i. kembengan gendhis batu
Kembengan gendhis batu adalah jenis minuman yang
menggunakan gula batu. Gula batu ini sebagai lambang
kesabaran. Diumpamakan gula batu yang disiram dengan air
panas tidak langsung cair dengan air, harus menunggu. Berbeda
dengan gula pasir. Gula pasir jika disiram dengan air panas maka
akan cepat cair dan berbaur dengan air panas tersebut. Jadi gula
batu digunakan sebagai lambang kesabaran karena harus
menunggu. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Ya jadi ini juga minuman mbak, tapi gulanya itu gula batu putih itu mbak. Lha itu juga kesabaran karena, lain dengan gendhis pasir, itu kan kalau dicor air panas kan langsung cair dan langsung jadi satu, tapi kalau yang gendhis batu harus menunggu, jadi kesabaran. j. sekul golong
Sekul golong adalah ubarampe yang berupa nasi putih yang
dibentuk bulatan seukuran bola tenis dibalut dengan telur dadar. Ubarampe sekul golong oleh orang Jawa sebagai lambang
kebulatan tekad yang manunggal (Giri, 2010: 23). k. pecel pitik
Ubarampe pecel pitik ini mirip seperti ingkung, yaitu ayam yang
dimasak secara utuh dan disajikan dengan memberi bumbu
berupa santan mentah. Ubarampe pecel ayam ini dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang mempunyai hajat (Giri,
2010: 26). l. jangan menir
Jangan menir yaitu jenis sayur yang berkuah menggunakan daun
bayam. Ubarampe ini dimaksudkan agar senantiasa selalu segar,
bercahaya, dan tidak layu (Giri, 2010: 36). m. sekar konyoh
Sekar konyoh kalau dalam lingkungan kraton sama dengan
kinang. Kinang sebagai pemerah bibir terdri dari gambir, mbako,
suruh, dan sebagainya. Ubarampe ini dimaksudkan untuk
menjaga kesehatan dengan cara yang alami. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan. n. ses wangi wiru
Ubarampe ses wangi wiru adalah rokok yang kadarnya tidak
berlebihan. Dimaksudkan agar manusia mampu memanfaatkan
kebutuhan hidup dengan sebaik-baiknya, dengan batas
kewajaran.
42) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 7 diberikan sesaji sekul
anget/ tim/ petis/ sarem/ sambel brambang/ dhendheng gorengan/
dhendheng klopokan/ sate penthul/ dhaharan pelem bala/ jeram
keprok/ jenang cocoh/ jenang kukus/ pisang sawontenipun/
pangunjukan anggur coret/ ukel sekar campur bawur/ anggitan
sangsangan kopok mongkrong/ sekar mlathi/ sekar konyoh. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin.
b. tim
Tim artinya dikukus, tidak digoreng, tidak pula dibakar. Karena
tidak digoreng tidak pula dibakar, maka tidak mengalami banyak
perubahan. Artinya, manusia dalam menghadapi sesuatu hal jangan mudah terpengaruh oleh orang lain. Ini sesuai yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Tim itu kan matengnya artinya tidak dibakar tidak digoreng, ditim. Jadi, tidak begitu banyak perubahan. Nek digoreng kan mungkin dadi gosong, kalau ditim itu seperti ikan, artinya ditim itu kan artinya tidak berubah, bahwa dalam menghadapi sesuatu pun kita jangan mudah terpengaruh. c. petis
Petis merupakan makanan yang dibuat dari udang segar yang
ditumbuk halus, direbus dengan air abu merang dan dibumbui,
berwarna hitam, kental, dan berbau tajam. Ubarampe petis ini
biasanya sebagai pendamping makan rambak, yaitu kulit sapi
yang digoreng krupuk. d. sarem
Sarem adalah garam. Dalam memasak, garam digunakan sebagai
pelezat makanan. Garam juga dapat digunakan sebagai obat
penawar penyakit. Oleh karena itu, ubarampe sarem ini
dimaksudkan agar orang hidup di dunia ini dapat seperti garam
yang dapat menyedapkan, menyenangkan di lingkungan
masyarakat, membuat suasana menjadi indah, tidak membuat
gaduh, senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. e. sambel brambang
Sambel yaitu makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam,
dsb yang ditumbuk, dihaluskan. Sambal artinya pedas, jika
terlalu banyak mengkonsumsi sambal tidak baik untuk kesehatan.
Jadi sambal brambang sebagai lambang kesehatan, bahwa
manusia harus selalu menjaga kesehatan agar tidak sakit. f. dhendheng gorengan
Dhendheng merupakan daging sayatan yang dirempahi dan
dikeringkan. Dhendheng gorengan yaitu daging yang sudah
dikeringkan kemudian digoreng, rasanya gurih. Artinya bahwa
manusia agar selalu mengucap syukur kepada yang memberi
kehidupan. Walaupun hidup kadang merasakan susah tetapi tetap
berguna, bermanfaat bagi masyarakat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi guurih itu. g. dhendheng klopokan
Dhendheng klopokan yaitu daging sapi yang sudah dipotong
kecil-kecil dikeringkan kemudian digepuk dibuat dhendheng kemudian dipanggang. Dimaksudkan agar manusia selalu
mengucap syukur kepada Allah Swt yang memberikan kehidupan
di dunia. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno :
Jadi sebenarnya semua bentuk-bentuk itu mengingatkan kepada kita semua bahwa sebetulnya hidup itu bermanfaat. Dan tidak lupa atau jangan lupa bahwa kita hidup itu ada yang menghidupi agar kita selalu mengucap syukur kepada yang memberi hidup itu. h. sate penthul
Sate penthul adalah sate yang terbuat dari daging yang digiling
halus lalu dibentuk bulatan kecil kemudian ditusuk satu-satu dan
dibakar. Sate penthul ini sangat nikmat dimakan oleh semua
kalangan dari anak-anak sampai orang tua karena tekstur daging
yang sudah digiling sehingga memudahkan untuk dilahap.
Artinya, hidup ini dirasakan nikmat. i. dhaharan pelem bala/ jeram keprok
Ubarampe buah-buahan sebagai simbol hasil bumi yang
bermanfaat bagi manusia. Artinya, buah-buahan hasil bumi
banyak mengandung vitamin yang bermanfaat bagi manusia.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Jadi semuanya buah-buahan yang bermanfaat bagi tubuh. Artinya bahwa kita senantiasa pokoknya ini semua dari hasil bumi yang menyegarkan, yang menguatkan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan. j. jenang cocoh
Ubarampe ini terbuat dari jenang katul (kuli padi bagian dalam
yang berwarna kecoklat-coklatan hasil dari gesekan orang
menumbuk padi (Giri, 2010: 36) dan gula Jawa. Katul kaya akan
vitamin A, dan gula Jawa merupakan sumber kekuatan. k. jenang kukus
Jenang kukus adalah jenang yang terbuat dari bahan baku seperti
jenang biasa, hanya saja cara memasaknya dikukus dan rasanya
gurih. Jenang tidak hanya bisa dikukus saja, tetapi juga bisa
digoreng. Oleh karena itu jenang kukus diartikan sebagai seorang
raja (pemimpin) harus siap menghadapi berbagai macam
rakyatnya untuk menjadi seorang pemimpin sejati, pemimpin
yang dielu-elukan rakyatnya. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Jenang kukus itu namanya dikukus ya mbak, didang. yaitu bahwa lunak, itu biasanya gurih kalau jenang kukus itu. Jadi manfaatnya bahwa kita itu orang hidup itu menghadapi wis digodhog, digoreng, dikukus kita harus tetep eksis, harus bertahan, bermanfaat. Lha itu memang pasti dialami oleh seorang pemimpin. Jadi kalau dulu raja, sekarang seorang pemimpin harus siap kalau mau menjadi pemimpin yang sejati. Ojo mung pingin sing enak thok, tapi inilah falsafahnya. l. pisang sawontenipun
Pisang yang digunakan tidak ditentukan menggunakan pisang
apa, tetapi biasanya digunakan pisang pulut. Pisang pulut seperti
pisang raja yang kalau sudah masak rasanya sangat manis. Diharapkan, orang hidup itu mendapatkan hal yang manis-manis.
Begitu pula dengan pulut. Pulut ini bersifat lengket dimaksudkan
agar masyarakat merasa senang dengan raja, memiliki rasa cinta
kasih kepada raja. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
Pisang pulut itu seperti pisang raja, tapi kalau tua manisnya juga luar biasa. Artinya bahwa diharapkan orang hidup itu bisa mendapatkan sesuatu yang manis, tapi pulut itu kan lengket, masyarakat itu seolah-olah senang kalau ada beliau, jadi ada rasa cinta kasih. m. pangunjukan anggur coret
Anggur coret adalah anggur yang sudah difermentasi, yaitu
anggur yang sudah diawetkan. Falsafah Jawa dari ubarampe ini
ada eko patmo sari, artinya jika meminum satu gelas atau satu
sloki saja menyegarkan tubuh. Sampai dasa yaksa wangke,
artinya meminum sampai sepuluh gelas akan sangat
memabukkan. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Anggur coret itu anggur yang sudah difermentase atau gimana kan tidak begitu memabukkan tetapi kalau berlebihan ya memabukkan tetapi itu menyegarkan. Makannya kalau falsafah Jawa itu ada eko patmo sari artinya minum satu gelas, satu sloki itu menyegarkan. Jadi kalau lebih sampai beberapa sloki bahkan sampai 10 gelas itu artinya dasa yaksa wangke. Itu udah nggilani, wes ra ono wong nyedak karena mendeme wis keblabasen. n. ukel sekar campur bawur
Ubarampe ini terdiri dari bermacam-macam jenis bunga, tetapi
dipilih bunga yang masih segar, yang masih kuncup. Karena dimaksudkan manusia yang masih muda agar betul-betul
mempersiapkan masa depannya. Sesuai yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno:
… Artinya bahwa kita ini senantiasa harus selalu siap karena masa muda, masa yang baru mau mekar itu kan kita harus betul-betul dipersiapkan. o. anggitan sangsangan kopok mongkrong
Anggitan sangsangan kopok mongkrong adalah kalung yang
terbuat dari bunga melati yang disusun menggunakan benang
lawe untuk mengalungi orang yang dihormati. Artinya agar
terlihat indah dan berbau harum, pemimpin diharapkan dapat
berwibawa dan menjadi kebanggaan masyarakat. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Nah, sangsangan itu kalung mbak. Sekar mlathi yang sudah dibuat kopok mongkrong itu artinya orang akan melihat itu indah, indah tapi berwibawa dan harum. Makanya seringkali kan mbak kalau ada mau kedatangan pejabat dikalungi bunga, namanya sangsangan. Jadi semacam penghormatan, penghargaan supaya kita hidup itu jangan menjadi cacatan tapi menjadilah kebanggaan orang, p. sekar mlathi
Bunga melati adalah bunga berwarna putih yang ketika masih
kuncup biasanya digunakan untuk membuat teh, dan kalau sudah
mekar berbentuk bintang. Bunga melati berbau sangat harum.
Arti bunga melati yang digunakan untuk sesaji mumule ini adalah
agar manusia yang hidup di dunia selalu berhias diri untuk
mencapai hal yang positif. q. sekar konyoh
Sekar konyoh atau kinang adalah untuk memberi warna merah
pada bibir yang meliputi gambir, mbako, suruh, dan sebagainya.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan dengan
cara yang alami. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan.
43) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 8 diberikan sesaji sekul
anget/ sekul tumpeng/ sarem kamper/ ulam panggang/ dhendheng
gepukan/ bakaran gereh sela/ gereh layu/ juwi/ gereh pethek/
bakaran balenyik/ bakaran trasi/ gudhang warni-warni/ bumbu
mentahan/ jangan dhokohan/ tumtuman kapri/ dhaharan tangkuweh/
kurma/ klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram keprok/
pangunjukan toya asrep/ ukel campur tawur dhedhesan/ sangsangan
sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung konyoh/ ganten. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin. b. sekul tumpeng
Nasi tumpeng adalah nasi gunungan yang terbuat dari nasi putih
kemudian dibentuk seperti kerucut hingga menyerupai bentuk
gunung. Tumpeng ini melambangkan suatu cita-cita atau tujuan
yang mulia, seperti gunung yang memiliki sifat besar dan
puncaknya menjulang tinggi. Ubarampe ini pada zaman nenek
moyang dipercayai bahwa di tempat tertinggi Tuhan YME
berada, dan kelak ruh manusia akan menuju ke sana (Giri, 2010:
18). c. sarem kamper
Sarem adalah garam. Sarem kamper yaitu garam batangan.
Dalam memasak, garam digunakan sebagai pelezat makanan.
Garam juga dapat digunakan sebagai obat penawar penyakit.
Oleh karena itu, ubarampe sarem kamper ini dimaksudkan agar
orang hidup di dunia ini dapat seperti garam yang dapat
menyedapkan, menyenangkan di lingkungan masyarakat,
membuat suasana menjadi indah, tidak membuat gaduh,
senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. d. ulam panggang
Ikan panggang adalah lambang bahwa manusia itu harus siap
menerima berbagai macam lika-liku hidup yang bermacam-
macam. Karena tidak selamanya hidup selalu senang, tetapi ada
kalanya mendapat cobaan yang tidak terduga-duga. e. dhendheng gepukan
Dhendheng merupakan daging sayatan yang dirempahi dan
dikeringkan. Dhendheng gepukan yaitu daging yang sudah
dikeringkan kemudian digepuk atau ditumbuk supaya tidak keras
(empuk) kemudian digoreng, rasanya gurih. Artinya bahwa
manusia agar selalu mengucap syukur kepada yang memberi
kehidupan. Walaupun hidup kadang merasakan susah tetapi tetap
berguna, bermanfaat bagi masyarakat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi gurih itu. f. bakaran gereh/ sela gereh layu
Bakaran gereh sela, gereh layu adalah ikan asin yang dibakar
menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu dengan dibakar
dengan kayu bakar tanpa dibumbui dengan bumbu apapun.
Karena gereh ini sudah asin. Artinya, bahwa manusia harus mampu hidup sederhana agar merasakan kehidupan nenek
moyang jaman dahulu. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
… Dulu api itu kan pake kayu bakar dibakar itu rasanya sudah enak sekali walaupun sangat-sangat sederhana, mung gereh bakar kan tanpa dibumboni apa-apa karena gereh kan sudah asin. Jadi bahwa orang hidup itu kesederhanaan itu harus diutamakan. g. juwi
Juwi adalah ikan laut yang sejenis dengan cumi-cumi. Ubarampe
ini sebagai lambang bahwa kehidupan tidak hanya di darat saja
tetapi di laut juga terdapat kehidupan. Begitu pula manusia hidup
tidak semuanya orang berada, ada juga yang hidup sederhana,
bahkan kekurangan. Artinya, manusia diharapkan mampu
bertahan dan berbaur dengan yang lain. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Artinya bahwa kita ini memang seperti ikan ini artinya bertahan bisa membaur bersama-samma dengan yang lain dan tidak jail. h. gereh pethek
Gereh pethek yaitu ikan laut yang dikeringkan dan diasin kemudian
dibakar. Ikan laut dimaksudkan bahwa orang hidup di dunia
harus mampu menyelami kehidupan dimanapun ia berada.
Dibakar maksudnya bahwa orang hidup itu tidak selamanya
sejuk tetapi ada kalanya seperti di bakar agar lebih kuat agar orang merasakan jerih payahnya. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
… Dibakar atau digarang nggon areng mbak, artinya bahwa orang hidup itu tidak akan selamanya sejuk, seperti rasanya dipanggang, dibakar, tapi karna kita dipanggang dibakar, menjadi kuat dan menjadi nikmat. Orang merasakan jerih payah kita. i. bakaran balenyik
Balenyik adalah ikan kali kecil-kecil yang dikukus terlebih
dahulu lalu dibentuk bulatan-bulatan kecil kemudian digoreng
dan dibakar. Yang tadinya ikan ini kecil-kecil setelah digabung,
dikepal menyatu bisa menjadi besar. Artinya, orang hidup jangan
menyepelekan hal yang kecil karena sesuatu yang kecil juga
dapat berguna dan bermanfaat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
… Namanya teri itu sangat kecil dan lembut, tapi kalau udah menggunung, kapal pun hancur. Jadi, kita tidak boleh mengesampingkan yang sepele, jadi hidup itu bermanfaat. j. bakaran trasi
Terasi terbuat dari udang segar dan dicampur dengan garam.
Terasi bakar digunakan untuk menyedapkan masakan. Artinya,
manusia diharapkan mampu menyedapkan suasana di tengah-
tengah masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
… Trasi itu kan membuat sedap masakan, jadi orang hidup itu memang ya itu ditengah masyarakat itu bagaimana kalau kita hadir itu suasana menjadi sedap. k. gudhang warni-warni
Gudhang warni-warni adalah campuran daun-daunan seperti
daun turi, daun pepaya, dan daun mbayung kemudian diberi
bumbu parutan kelapa yang sudah diberi cabai sehingga rasanya
menjadi pedas gurih. Gudhang biasanya sering disebut dengan
sayur urap. Tujuannya agar manusia awet muda dengan
mengkonsumsi dedaunan yang masih muda, yang masih segar.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Gudang warni-warni itu ada daun turi, ada daun pepaya, ada bunga turi itu juga, dan daun mbayung digudang, itu bumbunya dengan kelapa yang diparut itu yang dibuat agak pedes asin itu, urap lah istilahnya. Kan yang namanya gudang itu kan pasti daun-daun muda, yang menyegarkan. Jadi makannya orang dulu itu awet muda, aura raut mukanya itu segar karena suka makan daun-daun yang masih muda. l. bumbu mentahan
Bumbu mentahan kalau orang Jawa biasa menyebutnya dengan
bumbu urap. Yaitu parutan kelapa yang belum terlalu tua
dicampur dengan cabai merah, bawang putih, kencur, gula, dan
garam yang telah dihaluskan. m. jangan dhokohan
Jangan dhokohan yitu semacam sayur lodheh yang terdiri dari
hasil pala kependhem, pala gemandhul, dan pala kesimpar. n. tumtuman kapri
Kapri adalah jenis kacang-kacangan. Yang artinya manusia
diharapkan mempersiapkan segala sesuatunya sejak dini. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Tumtuman kapri ini kan jenis kacang-kacangan mbak, jadi bahwa dari kacang-kacangan itu juga bakalan menjadi tunas. Jadi mulai mempersiapkan diri sejak dini, jadi benih-benih. o. dhaharan tangkuweh
Tangkuweh atau manisan merupakan makanan ringan yang
berbahan dasar dari bligo. Bligo adalah buah sejenis waluh
jipang, labu siyam, dan lain sebagainya. p. kurma/ klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram
keprok
Buah-buahan seperti kurma, klengkeng, duren ingkang alit,
pisang pulut, dan jeram keprok, ini semua merupakan hasil bumi
yang bermanfaat bagi manusia. Artinya, buah-buahan hasil bumi
ini banyak mengandung vitamin yang baik untuk pertumbuhan
manusia dan untuk menyegarkan serta menguatkan tubuh.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno :
… Jadi semuanya buah-buahan yang bermanfaat bagi tubuh. Artinya bahwa kita senantiasa pokoknya ini semua dari hasil bumi yang menyegarkan, yang menguatkan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan. q. pangunjukan toya asrep
Air dingin adalah sebagai simbol bahwa manusia hidup di dunia
dalam menghadapi suatu masalah jangan hanya dihadapi dengan
marah-marah saja tetapi juga harus ditahan, harus dihadapi
dengan hati yang dingin agar suatu masalah yang dihadapi dapat
teratasi dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winrno:
Ya itu senantiasa pasti siap air dingin, supaya jadi orang itu tidak hanya ngumbar kanepson, suka marah tetapi harus dengan hati yang dingin juga. r. ukel campur tawur dhedhesan
Ukel campur tawur dhedhesan adalah berbagai macam
wewangian yang artinya bahwa seorang pemimpin harus
memperhatikan penampilannya agar selalu terlihat rapih,
berwibawa dan selalu berbau harum. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Dhedesan itu ya bau-baunya yang bau harum ini mbak, yang serba harum ini, dhedesan ini semacam minyak pokoknya yang dulu itu benihnya benih yang mahal. Jadi memang sebagai seorang pemimpin itu dalam penampilannya juga harus berwibawa, tapi juga menyenangkan. Orang itu selalu rindu ingin melihat, mendengar dan merasakan baunya yang harum. s. sangsangan sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung konyoh
Sangsangan merupakan kalung yang terbuat dari benang lawe.
Sangsangan sekar dalam ubarampe mumulen ini adalah simbol
agar manusia selalu berhias diri untuk memperoleh daya tarik yang positif dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno:
Artinya, jadi itu untuk menghias diri, daya tarik, tapi daya tarik yang tidak mencolok. Itu biasanya kan dipakai bunga melati artinya bahwa kita hidup di dunia itu juga harus berhias diri tetapi yang positif.
t. ganten
Ganten atau kinang adalah untuk memberi warna merah pada
bibir yang meliputi gambir, mbako, suruh, dan sebagainya.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan dengan
cara yang alami. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan.
44) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 8 diberikan sesaji sekul
anget/ tumpeng/ sarem kamper/ ulam panggang/ dhendheng
gorengan ginepuk/ sereh selar/ layur/ juwi/ gereh pethek/ balenyik/
trasi/ sami binakar/ gudhang warni-warni/ bumbu mentahan/ jangan
dhekohan/ tumtuman kapri/ dhaharan tengkuweh/ kurma/ klengkeng/
duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram keprok/ pangunjukan toya
asrep/ ukel campur bawur dhedhesan/ sangsangan sekar cundhuk/
sangsangan sekar kalung/ konyoh ganten. Berikut keterangan dari
masing-masing sesaji: a. sekul anget
Sekul anget ini seperti sekul liwet, dimasak dengan cara ditanak
dengan panci hingga bagian dasarnya membentuk kerak, atau
dengan cara dikukus agar tidak menjadi kerak. Cara penyajian
ubarampe ini pada saat nasi dalam keadaan masih hangat, tidak
dingin. b. tumpeng
Tumpeng adalah nasi gunungan yang terbuat dari nasi putih.
Kemudian dibentuk seperti kerucut hingga menyerupai bentuk
gunung. Tumpeng ini melambangkan suatu cita-cita atau tujuan
yang mulia, seperti gunung yang memiliki sifat besar dan
puncaknya menjulang tinggi. Ubarampe ini pada zaman nenek
moyang dipercayai bahwa di tempat tertinggi Tuhan YME
berada, dan kelak ruh manusia akan menuju ke sana (Giri, 2010:
18). c. sarem kamper
Sarem itu garam. Sarem kamper yaitu garam batangan. Dalam
memasak, garam digunakan sebagai pelezat makanan. Garam
juga dapat digunakan sebagai obat penawar penyakit. Oleh
karena itu, ubarampe sarem kamper ini dimaksudkan agar orang
hidup di dunia ini dapat seperti garam yang dapat menyedapkan,
menyenangkan di lingkungan masyarakat, membuat suasana menjadi indah, tidak membuat gaduh, senantiasa dibutuhkan oleh
masyarakat. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. d. ulam panggang
Ikan panggang adalah lambang bahwa manusia itu harus siap
menerima berbagai macam lika-liku kehidupan yang bermacam-
macam. Karena tidak selamanya hidup selalu senang, tetapi ada
kalanya mendapat cobaan yang tidak terduga-duga. e. dhendheng gorengan ginepuk
Dhendheng merupakan daging sayatan yang dirempahi dan
dikeringkan. Dhendheng gepukan yaitu daging yang sudah
dikeringkan kemudian digepuk atau ditumbuk supaya tidak keras
(empuk) kemudian digoreng, rasanya gurih. Artinya bahwa
manusia agar selalu mengucap syukur kepada yang memberi
kehidupan. Walaupun hidup kadang merasakan susah tetapi tetap
berguna, bermanfaat bagi masyarakat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno: Dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi gurih itu. f. sereh selar/ layur/ juwi/ gereh pethek
Sereh selar, layur, dan juwi adalah ikan yang berasal dari kali,
sedangkan gereh pethek adalah ikan laut. Artinya, kita manusia
harus memahami sifat air laut dan air kali. Seperti yang sering
diucapkan oleh orang Jawa ketika mau makan “weteng segoro
gulu bengawan”. Air kali maksudnya manusia harus mampu
menerima masukan-masukan atau pendapat dari orang lain tetapi
tidak langsung diterima begitu saja, perlu dipertimbangkan
terlebih dahulu sebelum benar-benar diterima. Sedangkan air laut
sifatnya luas, maksudnya manusia harus memiliki hati yang
lapang, berjiwa besar. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
Sereh selar, layur, juwi, gereh pethek ini ada ikan kali, ikan laut, gereh itu kan asalnya dari laut sebenarnya. Artinya bahwa kita juga harus paham bahwa laut itu kan air, lambangnya bahwa kita hidup itu harus berhati yang lapang, kalau kali itu artinya dalam kita menerima masukan-masukan itu diterima tapi jangan langsung ditelan mentah, disaring, dirasakan dulu. Maka orang jawa kalau mau makan itu kan sok ngucapkan gini weteng segoro gulu bengawan. g. balenyik
Balenyik adalah ikan kali kecil-kecil yang dikukus terlebih
dahulu lalu dibentuk bulatan-bulatan kecil kemudian digoreng
dan dibakar. Yang tadinya ikan ini kecil-kecil setelah digabung, dikepal menyatu bisa menjadi besar. Artinya, orang hidup jangan
menyepelekan hal yang kecil karena sesuatu yang kecil juga
dapat berguna dan bermanfaat. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
… Namanya teri itu sangat kecil dan lembut, tapi kalau udah menggunung, kapal pun hancur. Jadi, kita tidak boleh mengesampingkan yang sepele, jadi hidup itu bermanfaat. h. trasi
Terasi terbuat dari udang segar dan dicampur dengan garam.
Terasi bakar digunakan untuk menyedapkan masakan. Artinya,
manusia diharapkan mampu menyedapkan suasana di tengah-
tengah masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
… Trasi itu kan membuat sedap masakan, jadi orang hidup itu memang ya itu ditengah masyarakat itu bagaimana kalau kita hadir itu suasana menjadi sedap. i. gudhang warni-warni
Gudhang warni-warni adalah campuran daun-daunan seperti
daun turi, daun pepaya, dan daun mbayung dan diberi bumbu
parutan kelapa yang sudah diberi cabai sehingga rasanya menjadi
pedas gurih. Gudhang biasanya sering disebut dengan sayur urap.
Tujuannya agar manusia awet muda dengan mengkonsumsi
dedaunan yang masih muda, yang masih segar. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno: Gudang warni-warni itu ada daun turi, ada daun pepaya, ada bunga turi itu juga, dan daun mbayung digudang, itu bumbunya dengan kelapa yang diparut itu yang dibuat agak pedes asin itu, urap lah istilahnya. Kan yang namanya gudang itu kan pasti daun-daun muda, yang menyegarkan. Jadi makanya orang dulu itu awet muda, aura raut mukanya itu segar karena suka makan daun-daun yang masih muda. j. bumbu mentahan
Bumbu mentahan kalau orang Jawa biasa menyebutnya dengan
bumbu urap. Yaitu parutan kelapa yang belum terlalu tua
dicampur dengan cabai merah, bawang putih, kencur, gula, dan
garam yang telah dihaluskan. k. jangan dhokohan
Jangan dhokohan yitu semacam sayur lodheh yang terdiri dari
hasil pala kependhem, pala gemandhul, dan pala kesimpar. l. tumtuman kapri
Kapri adalah jenis kacang-kacangan. Yang artinya manusia
diharapkan mempersiapkan segala sesuatunya sejak dini. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Tumtuman kapri ini kan jenis kacang-kacangan mbak, jadi bahwa dari kacang-kacangan itu juga bakalan menjadi tunas. Jadi mulai mempersiapkan diri sejak dini, jadi benih-benih. m. dhaharan tangkuweh
Tangkuweh atau manisan merupakan makanan ringan yang
berbahan dasar dari bligo. Bligo adalah buah sejenis waluh
jipang, labu siyam, dan lain sebagainya. n. kurma/ klengkeng/ duren ingkang alit/ pisang pulut/ jeram
keprok
Buah-buahan seperti kurma, klengkeng, duren ingkang alit,
pisang pulut, dan jeram keprok, ini semua merupakan hasil bumi
yang bermanfaat bagi manusia. Artinya, buah-buahan hasil bumi
ini banyak mengandung vitamin yang baik untuk pertumbuhan
manusia dan untuk menyegarkan serta menguatkan tubuh.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Jadi semuanya buah-buahan yang bermanfaat bagi tubuh. Artinya bahwa kita senantiasa pokoknya ini semua dari hasil bumi yang menyegarkan, yang menguatkan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan. o. pangunjukan toya asrep
Air dingin adalah sebagai simbol bahwa manusia hidup di dunia
dalam menghadapi suatu masalah jangan hanya dihadapi dengan
marah-marah saja tetapi juga harus ditahan, harus dihadapi
dengan hati yang dingin agar suatu masalah yang dihadapi dapat
teratasi dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winrno:
Ya itu senantiasa pasti siap air dingin, supaya jadi orang itu tidak hanya ngumbar kanepson, suka marah tetapi harus dengan hati yang dingin juga. p. ukel campur tawur dhedhesan
Ukel campur tawur dhedhesan adalah berbagai macam
wewangian yang artinya bahwa seorang pemimpin harus
memperhatikan penampilannya agar selalu terlihat rapih, berwibawa dan selalu berbau harum. Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Dhedesan itu ya bau-baunya yang bau harum ini mbak, yang serba harum ini, dhedesan ini semacam minyak pokoknya yang dulu itu benihnya benih yang mahal. Jadi memang sebagai seorang pemimpin itu dalam penampilannya juga harus berwibawa, tapi juga menyenangkan. Orang itu selalu rindu ingin melihat, mendengar dan merasakan baunya yang harum. q. sangsangan sekar cundhuk/ sangsangan sekar kalung
Sangsangan merupakan kalung yang terbuat dari benang lawe.
Sangsangan sekar dalam ubarampe mumulen ini adalah simbol
agar manusia selalu berhias diri untuk memperoleh daya tarik
yang positif dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno:
Artinya, jadi itu untuk menghias diri, daya tarik, tapi daya tarik yang tidak mencolok. Itu biasanya kan dipakai bunga melati artinya bahwa kita hidup di dunia itu juga harus berhias diri tetapi yang positif. r. konyoh ganten
Konyoh ganten atau kinang adalah untuk memberi warna merah
pada bibir yang meliputi gambir, mbako, suruh, dan sebagainya.
Ubarampe ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan dengan
cara yang alami. Seperti ungkapan Kanjeng Winarno:
Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. Kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan. 45) Sampeyan dalem ingkang Sinuhun kaping 9 diberikan sesaji sekul
dhahar liwetan/ saha uncit/ dhendheng gepukan/ sambel goreng
petis/ sambel uleg/ lalaban brambang/ lombok ijem/ godhong
medinah/ jangan sop/ tim ayam/ jangan lodheh/ pindhang/ bubuk
dhele/ petis/ sarem/ selat godhong/ dhele gorengan/ dhaharan
lemper sekul/ jeram keprok/ pangunjukan beras kencur. Berikut
keterangan dari masing-masing sesaji:
a. sekul dhahar liwetan
Berbeda dengan sekul wuduk (nasi uduk/ nasi gurih), ubarampe
ini diwujudkan dalam bentuk nasi putih memakai sambel goreng,
memakai rambah yaitu kulit sapi yang digoreng krupuk. Seperti
ungkapan Kanjeng Winarno:
Nasi liwet itu pakai sambel goreng, pakai rambah itu. Rambah itu kulit sapi yang digoreng kerupuk itu lho.
b. uncit
Uncit artinya yang paling kecil. Maksudnya, manusia harus
menghormati, menghargai seluruh makhluk Tuhan hingga yang
terkecil. Karena semua makhluk Tuhan dari yang paling besar
hingga yang paling kecil, semuanya berguna, bermanfaat, dan
saling membutuhkan. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno:
… Uncit itu sing akhir, artinya gini jadi uncit itu kita menyadari bahwa… contohnya pisang mbak, pisang setandan, itu kan ada yang paling atas, ada yang paling uncit. Itu semua bermanfaat, jadi ono yang tinggi, ono yang… itu harus kita akui, kita hargai, mereka itu tetap umat Tuhan. c. dhendheng gepukan
Dhendheng merupakan daging sayatan yang dirempahi dan
dikeringkan. Dhendheng gepukan yaitu daging yang sudah
dikeringkan kemudian digepuk atau ditumbuk supaya tidak keras
(empuk) kemudian digoreng, rasanya gurih. Artinya bahwa
manusia agar selalu mengucap syukur kepada yang memberi
kehidupan. Walaupun hidup kadang merasakan susah tetapi tetap
berguna, bermanfaat bagi masyarakat.Seperti ungkapan Kanjeng
Winarno:
Dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi gurih itu. d. sambel goreng petis/ sambel uleg
Sambel yaitu makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam,
dsb yang ditumbuk, dihaluskan. Sambel goreng petis dan sambel
uleg adalah sebagai simbol kesehatan, sama seperti sambal-
sambal yang lain. Yaitu bahwa manusia harus selalu bersemangat
dalam menjalani hidup tetapi tidak lepas juga harus
memperhatikan masalah kesehatan. Seperti yang diungkapkan
oleh Kanjeng Winarno:
Ya sama seperti sambel-sambel yang lain bahwa kita juga harus bersemangat tapi tidak lepas dari memperhatikan masalah kesehatan. Itu kan semua demi kesehatan tubuh. e. lalaban brambang
Lalaban brambang mengandung maksud yang sama dengan
lalaban-lalaban yang lainnya, yaitu dimaksudkan agar manusia
yang hidup di dunia senantiasa merasakan kesegaran pada
tubuhnya. f. lombok ijem/ godhong medinah
Ubarampe lombok ijem godhong medinah ini dibuat seperti urap
yang memiliki rasa pedas gurih. Ubarampe ini mengandung arti
atau dimaknai sebagai simbol kesehatan tubuh agar manusia
selalu menjaga kesehatan. g. jangan sop
Sayur sop adalah sayur yang berkuah tetapi tidak mengandung
santan. Sayur sop juga tidak mengandung lemak sehingga sayur
sop merupakan sayur yang menyegarkan bagi tubuh bila
dikonsumsi. Artinya, manusia diharapkan agar selalu sehat,
selalu segar agar dalam beraktifitas melakukan sesuatu dapat
dilakukan dengan bijaksana. Seperti yang diungkapkan oleh
Kanjeng Winarno:
… Sop itu kan seger mbak, menyegarkan. Sop itu kan tidak pakai santen, tidak pakai lemak, gitu jadi kesegaran, kehangatan. Orang hidup harus memang berusaha supaya tubuhnya itu nek seger, artinya sehat kan berbuat sesuatu kan dengan bijaksana. h. tim ayam
Tim ayam yaitu daging ayam yang dimasak dengan cara dikukus
dan rasanya gurih. Tim ayam dilambangkan bahwa orang hidup
hendaknya bermanfaat untuk diri sendiri dan juga masyarakat
sekitarnya sehingga menciptakan suasana yang menyenangkan
dalam masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng
Winarno sebagai berikut:
Ayam tim itu kan juga gurih. Semua itu lambangnya bahwa orang hidup itu hendaknya bermanfaat, di tengah-tengah masyarakat itu dirasakan gurih, enak. Artinya tingkah lakunya. i. jangan lodheh
Sayur lodheh adalah sayur bersantan yang dibuat dari berbagai
sayuran. Sayur lodeh mempunyai cita rasa yang segar dan agak
pedas. Oleh karena itu ubarampe sayur lodeh sebagai simbol
penyemangat karena manusia membutuhkan sesuatu yang segar
dan pedas sebagai penyemangat. Seperti ungkapan:
lodheh itu kan pedes mbak, seger tapi pedes. Jadi kita memang perlu, perlu sing seger, tapi perlu sing pedes-pedes juga, penyemangat, spirit. j. pindhang
Pindang adalah ikan yang digarami dan dibumbui kemudian
diasapi atau direbus sampai kering agar dapat tahan lama.
Ubarampe pindhang sebagai simbol bahwa seorang pemimpin harus dapat memahami karakter masyarakatnya yang berbeda-
beda dan dapat membaur dengan seluruh masyarakat. k. bubuk dhele
Dele bersifat keras. Dele yang keras ini kemudian digiling untuk
memperoleh dele bubuk yang halus. Bubuk dele ini sering
digunakan untuk ditaburkan diatas urap atau lontong secara
merata. Artinya, manusia diharuskan untuk dapat membaur
merata dengan semua kalangan masyarakat, bermanfaat untuk
semuanya. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Biasanya untuk urap, kemudian ada itu, lontong juga dikasih bubuk dele seperti itu. Jadi maksudnya merata, kita harus bisa membaur, merata, ning bermanfaat. l. petis
Petis merupakan makanan yang dibuat dari udang segar yang
ditumbuk halus, direbus dengan air abu merang dan dibumbui,
berwarna hitam, kental, dan berbau tajam. Ubarampe petis ini
biasnya sebagai pendamping makan rambak, yaitu kulit sapi yang
digoreng krupuk. m. sarem
Sarem adalah garam. Dalam memasak, garam digunakan sebagai
pelezat makanan. Garam juga dapat digunakan sebagai obat
penawar penyakit. Oleh karena itu, ubarampe sarem ini
dimaksudkan agar orang hidup di dunia ini dapat seperti garam
yang dapat menyedapkan, menyenangkan di lingkungan masyarakat, membuat suasana menjadi indah, tidak membuat
gaduh, senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti ungkapan
Kanjeng Winarno:
Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. n. selat godhong
Selat godhong adalah jenis sayuran yang mirip dengan kubis,
mirip dengan sawi. Dedaunan ini sangat berguna bagi tubuh
manusia khususnya bagi kesehatan dan kesegaran. Artinya, jika
tubuh sehat, dan segar, dalam bertindakpun difikirkan terlebih
dahulu. Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Mengusahakan diri kita harus selalu segar. Karena segar itu apa mbak? Kalau kita segar, mau berpikir ya segar, bertindak ya segar sehingga menyegarkan. o. dhele gorengan
Dele goreng adalah dele hitam yang cara memasaknya digoreng.
Ubarampe ini sebagai simbol bahwa manusia harus selalu
berhati-hati, selalu waspada terhadap segala sesuatu hingga hal
yang terkecil. p. dhaharan lemper sekul
Lemper sekul kalau masyarakat sekarang menyebutnya dengan
nama nasi lontong, yaitu nasi yang dimasak lunak dibungkus
dengan daun pisang atau plastik putih bening. Lemper sekul atau
lontong ini wujudnya lebih padat daripada nasi liwet biasa.
Artinya, manusia harus mampu menyelami kehidupan yang
bermacam-macam. Karena hidup manusia tidak selalu keras,
tetapi juga tidak selalu lunak. Dengan kehidupan yang keras dan
lunak, hidup manusia jadi lebih berwarna. Seperti yang
diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
Lemper sekul itu lonthong itu mbak. Jadi bahwa sekul itu kan bisa juga dipadatkan, juga bisa didang. jadi dalam bentuk apapun kita harus bisa menyelami. Kadang urip ki sok kudu ngene, sok kudu keras, kudu lunak, itu memang seperti itu. Jadi jangan kaget sewaktu-waktu kita harus masuk ke dalam suasana yang memang harus keras, atau suasana yang memang harus lunak, seperti itu. q. jeram keprok
Ubarampe buah-buahan sebagai simbol hasil bumi yang
bermanfaat bagi manusia. Artinya, buah-buahan hasil bumi
banyak mengandung vitamin yang bermanfaat bagi manusia.
Seperti yang diungkapkan oleh Kanjeng Winarno:
… Jadi semuanya buah-buahan yang bermanfaat bagi tubuh. Artinya bahwa kita senantiasa pokoknya ini semua dari hasil bumi yang menyegarkan, yang menguatkan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan. r. pangunjukan beras kencur
Minuman beras kencur terbuat dari beras dan kencur yang
ditumbuk, kemudian ditambahkan air, garam, dan gula
secukupnya. Setelah itu disaring untuk memisahkan ampasnya.
Karena kencur mengandung antibiotik yang baik untuk
kesehatan, minuman beras kencur ini dikonsumsi manusia agar
selalu merasa sehat dan segar.
4. Nilai Religius dan Nilai Budaya yang terdapat dalam Naskah Serat
Mumulen karya K. R. A. Sastra Negara
a. Nilai Religius
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan dalam naskah
Serat Mumulen karya K. R. A. Sastra Negara terdapat beberapa nilai
religius. Adanya nilai religius tersebut seperti di bawah ini:
Gusti Kanjeng Nabi Rasul/ sekul wuduk/ ulam lembaran/ ayam pethak mulus ingkang jaler/ sarem kamper/ lombok ijem/ utawi warni woh-wohan pepak/ sekar konyoh/ dupa/ ingkang ngolah kedah suci/ mawi maca slawat/ Dewi Siti Patimah/ ketan biru/ enten-enten/ Seh Ngaldulkadir Jailani/ sekul wuduk/ ulam lembaran/ ayam pethak mulus 2 iji ingkang kemlancur/ sarem kamper/ lombok ijem/ sekar konyoh/ dupa/ ingkang ngolah tiyang sampun tuwas getih/ maca slawat bisu/ para sakabat Rasul/ sekul golong 40 jodho/ gorengan ulam mahesa satunggal/ pindhang abrit pethak/ jangan kalamuncang/ pecel pitik/ jangan menir: Kanjeng Nabi Ibrahim/ apem goreng abrit/ Kanjeng Nabi Sleman/ kupat/ pecel semanggi/ Kanjeng Nabi Kilir/ apem kocor/ Kanjeng Nabi Daud/ sekul liwet/ menda pinanggang Kanjeng Nabi Ilyas/ sekul anget/ gecok bakal Para Nabi sadaya/ jenang curba/ roti martega/ jangan gule/ sekul kabuli/ Para wali/ kutup sewu/ sekul golong 1000/ ulam pindhang mahesa/ apem 1000 agengipun amung sawatawis/ boten mawi kadonganan/ bilih sampun katujuaken lajeng sami mendhet/ mawi maca kawiyu/ Kanjeng Susuhunan Ngampel/ sekul abrit/ panggang wader/ sarem kamper/ Kanjeng Susuhunan Bonang/ sekul liwet/ jangan manggul katul/ Kanjeng Susuhunan Kudus/ sekul wadhang/ pecel lele/ lalaban godhong katu/ Kanjeng Susuhunan Kalijaga/ sekul liwet/ dhendheng gepukan/ gereh layur kabakar/ lalaban godhong katu godhong cething/ godhong ranti/ woh kudhu/ sambel plelek/ sekul liwet wau ingkang pera/ Kanjeng Susuhunan Adi/ apem goreng/ kenthang gembili/ kimpul/ tales/ tela/ Pangeran Wijil Kadilangu/ sekul anget/ jangan krukut/ krecek Kanjeng Susuhunan Giri/ sekul pera/ panggang pitik/ lalaban godhong kapas/ pentil terong ngor sagodhonge/ Kanjeng Sultan Demak/ sekul punar/ sambel dhele tanpa trasi/ lalaban lombok Nyai Ageng Dasdang/ sekul pera/ gereh pethek binakar/ pepesan wuku/ Nyai Dara Muluk/ ketan kumbu/ ketan biru/ boreh kunir/ mentah sekar dupa// Syeh Samat/ apem kocor/ apem goreng/ roti martega/ Syeh Makruf/ sekul wuduk/ pindhang pitik/ apem goreng// Syeh Dumba/ apem kocor/ nongka/ gedhang/ Kyai Ageng Tarup/ sekul pulen/ pecel wader/ jangan menir/ lalaban kacang/ Kyai Ageng Netas Pandhawa/ lemengan ketan/ panggang lele/ Kyai Ageng Susela/ apem/ ketan kolak/ Kyai Ageng Nis/ sekul pethak/ ulam ragi terik/ Kyai Ageng Magaram/ sekul golong/ pecel pitik/ jangan menir/ Kyai Ageng Juru Martani/ sekul wadhang/ jangan loncom/ sambel jele/ pespesan gereh gatel//
Terjemah: Memule Gusti Kanjeng Nabi Rasul, nasi uduk, daging ayam lembaran putih polos yang jantan, garam batangan, cabai hijau, atau barmacam-macam buah-buahan lengkap, bunga konyoh, kemenyan dan yang mengolah harus dengan disertai mambaca shalawat, Memule Dewi Siti Fatimah, ketan biru dan enten-enten, Memule Syeh Abdul Kadir Jailani, nasi uduk ayam lemengan, ayam putih mulus 2 ekor yang kemlancur (baru keluar ekornya), garam batangan, cabai hijau, bunga konyoh, kemenyan, yang mengolah harus orang yang sudah berpengalaman, dan disertai membaca sholawat dalam hati. Memule Para Sahabat Nabi, nasi golong 40 pasang, gorengan daging kerbau 1, pindang merah putih, sayur kalamuncang, pecel ayam, sayur menir Memule Kanjeng Nabi Ibrahim, apem goreng warna merah, Memule Kanjeng Nabi Sleman, kupat lauk pecel semanggi, Memule Kanjeng Nabi Kilir, apem kocor Memule Kanjeng Nabi Daud, nasi liwet, lauk kambing panggang (kambing guling) Memule Kanjeng Nabi Ilyas, nasi hangat, lauk gecok bakal ditempatkan dengan dilambari daun ganging-ganggang Memule Semua Nabi, bubur curba, roti mentega, sayur gulai, nasi kebuli Memule Para wali, kutup sewu, nasi golong 1000, ikan pindang kerbau, apem 1000 besarnya tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu kecil, tidak perlu didoakan, apabila sudah ditata kemudian diambil, disertai membaca kawiyu, Memule Kanjeng Sunan Ngampel, nasi beras merah (sega abang), panggang ikan kali, dan dibumbui dengan garam batangan, Memule Kanjeng Sunan Bonang, nasi liwet, sayur manggul (yang ditaburi) katul, Memule Kanjeng Sunan Kudus, nasi wadang, pecel lele, lalaban daun katu, Memule Kanjeng Sunan Kalijaga, nasi liwet, dendeng gepukan, gereh (ikan asin) dibakaṛ, lalaban daun katu, daun senting, daun ranti, pace sambel plelek, nasi liwet tadi yang keras Memule Kanjeng Sunan Adi, apem goreng, kentang gembili, kimpul, tales, ketela, Memule Pangeran Wijil Kadilangu, nasi hangat, sayur daun krukut, krecek Memule Kanjeng Sunan Giri, nasi ketan, panggang ayam, lalaban daun kapas, terong muda ngor beserta daunnya, Memule Kanjeng Sultan Demak, nasi kuning, sambal kedelai tanpa trasi, lalaban cabai, Memule Nyai Ageng Dasdang, nasi ketan, gereh pethek bakar, pepesan wuku, Memule Nyai Dara Muluk, ketan kumbu, ketan biru, boreh kunir, mentah bunga kemenyan. Memule Syeh Samat, apem kocor, apem goreng, roti mentega, Memule Syeh Makruf, nasi uduk, pindang ayam, apem goreng. Memule Syeh Dumba, apem kocor, buah nangka dan pisang, Memule Kyai Ageng Tarup, nasi pulen, pecel ikan kali, sayur menir, lalaban kacang, Memule Kyai Ageng Getas Pandawa, lemengan ketan, panggang lele, Memule Kyai Ageng Susela, apem goreng, dan ketan kolak, Memle Kyai Ageng Nis, nasi putih, ikan ragi terik, Memule Kyai Ageng Magaram, nasi golong, pecel ayam, sayur menir, Memule Kyai Ageng Juru Martani, nasi wadang, sayur loncom, sambel dele, pepesan ikan asin.
Kutipan di atas memaparkan ubarampe sesaji yang digunakan orang Jawa untuk mengirim doa yang ditujukan kepada para Nabi. Dari bermacam-macam ubarampe sesaji tersebut terdapat beberapa nilai religius yaitu untuk mensucikan orang yang mempunyai hajat, serta mengirimkan doa kepada Nabi Muhammad saw. Juga mempunyai maksud untuk melindungi arwah para leluhur dalam perjalalan menghadap Sang Pencipta, dan memohonkan perlindungan kepada-Nya. Selain itu ‘kupat’ dimaksudkan sebagai permohonan maaf atas segala kesalahan (lepat) yang ditujukan kepada Allah Swt. serta sesama manusia.
Orang Jawa juga diharapkan agar selalu menjadi khusnul khotimah dan memiliki kehidupan berumah tangga yang dilandasi dengan ketulusan hati dan bertanggung jawab seperti ‘ayam pethak mulus’ . Serta selalu mengucap syukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan berkahnya kepada umat manusia melalui hasil bumi. b. Nilai Budaya
Setelah dilakukan pembahasan berulang kali, naskah Serat
Mumulen tidak hanya memuat nilai religius tetapi juga mengandung
nilai budaya. Nilai budaya yang terdapat dalam naskah Serat
Mumulen adalah kebudayaan yang ada di Kraton Surakarta, yaitu
melestarikan budaya peninggalan nenek moyang ketika diadakannya
acara hajat mantu atau menikahkan keluarga kraton.
Budaya peninggalan nenek moyang yang ada di Kraton
Surakarta yaitu selalu memberikan ubarampe sesaji untuk para
leluhur terdahulu. Berikut merupakan beberapa ubarampe sesaji
yang biasa digunakan pada upacara ritual memule para leluhur yang
masih dilestarikan di Kraton Surakarta, seperti nasi uduk, daging
ayam lembaran putih polos yang jantan, garam batangan, cabai
hijau, atau barmacam-macam buah-buahan lengkap, bunga konyoh,
kemenyan. Ubarampe tersebut ditujukan kepada Kanjeng Nabi
Rasul, dan yang mengolah harus dengan disertai mambaca
shalawat. Contoh lain ditujukan kepada Para Sahabat Nabi berupa
nasi golong 40 pasang, gorengan daging kerbau 1, pindang merah
putih, sayur kalamuncang, pecel ayam, dan sayur menir. BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Kajian filologi merupakan suatu jembatan yang mampu
menghubungkan naskah dan teks peninggalan nenek moyang dengan
pembaca masa kini. Kajian filologi yang digunakan dalam naska Serat
Mumulen sebelum menganalilis isinya adalah deskripsi, transliterasi
diplomatis dan ortografis:
1. Naskah Seret Mumulen merupakan naskah yang tersimpan di
Perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, Jawa Tengah. Huruf yang
digunakan dalam naskah Serat Mumulen adalah aksara Jawa yang
berjenis mucuk eri. Naskah yang memiliki tebal 4 mm (0,4 cm) ini
memiliki ukuran panjang dan lebar 21,4 cm x 16,8 cm. Isi naskah Serat
Mumulen berupa ubarampe sesaji yang digunakan untuk persembahan
kepada para leluhur terdahulu. Sampul naskah berupa kertas tebal
berwarna merah hati. Keadaan naskah Serat Mumulen masih bagus,
tulisannya pun masih cukup jelas untuk dibaca walaupun sedikit luntur
termakan usia.
2. Transliterasi naskah merupakan kegiatan menyalin aksara naskah ke
aksara yang dikehendaki. Transliterasi yang digunakan dalam naskah
Serat Mumulen adalah transliterasi diplomatis dan ortografis.
Transliterasi diplomatis adalah alih aksara yang dilakukan seperti
aslinya, yang apa adanya tanpa membubuhkan tanda baca yang lain. Transliterasi ortografis adalah alih aksara yang dilakukan dengan
membetulkan kesalahan bacaan sesuai EYD.
3. Naskah Serat Mumulen menceritakan tentang acara keraton yakni
berbagai macam ubarampe sesaji yang digunakan untuk dipersembahkan
kepada roh-roh leluhur keraton Surakarta khususnya untuk para Nabi
pada masa Pakubuwana IX ketika dilakukannya upacara selamatan
pernikahan di Keraton Surakarta. Untuk mengingat para leluhur
terdahulu maka diberikan sesaji sesuai dengan kriteria masing-masing.
Sebagai contoh : Kanjeng Sunan Adi diberikan sesaji apem goreng,
kentang gembili, kimpul, tales ketela sebagai wujud rasa syukur
masyarakat kepada Allah Swt.
Secara garis besar falsafah dari semua ubarampe sesaji yang ada di
kraton Surakarta adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt,
permohonan maaf atas segala kesalahan, kebersamaan antara sesama
manusia, agar manusia selalu menjaga kesehatan, dan agar manusia
senantiasa selalu merasa segar. Namun, oleh sebagian masyarakat Jawa
modern menganggap tradisi seperti ini sebagai sesuatu yang terkesan
negatif. Hanya sedikit yang melihat sebagai manifestasi bentuk lain dari
doa. Ada bermacam-macam ubarampe sesaji dalam kehidupan
masyarakat Jawa, salah satunya adalah ubarampe sesaji dalam hajatan
pernikahan di Kraton Surakarta yang terdapat dalam naskah Serat
Mumulen yang harus dipertahankan. 4. Nilai Religius yang terdapat dalam naskah Serat Mumulen adalah
mengirim doa kepada para Nabi, serta memohonkan maaf dan
perlindungan kepada-Nya. Nilai religius lainnya yaitu bersyukur kepada
Allah Swt. Atas segala anugrah yang diberikan-Nya. Sedangkan nilai
budaya yang tekandung dalam naskah tersebut adalah melestarikan
budaya peninggalan nenek moyang yaitu memberikan ubarampe sesaji
pada upacara hajat mantu di Kraton Surakarta.
B. Saran
1. Penelitian ini sifatnya masih sederhana, karena hanya memfokuskan
pada ubarampe sesaji, belum pada bagaimana tata cara dan pelaksanaan
selamatan pernikahan di Kraton Surakarta. Karenanya disarankan untuk
melakukan penelitian lanjutan agar diperoleh hasil yang lebih baik dan
lebih maksimal.
2. Banyak naskah Jawa yang belum diteliti oleh karena itu, penulis
berharap pada masa yang akan datang banyak dilakukan penelitian
terhadap naskah Jawa. DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Baroroh dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Depag. 2009. Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam. Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco. Florida, Nancy K. 2012. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts. New York: Southeast Asia Program. Giri MC, Wahyana. 2010. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Jakarta: PT Suka Buku. Hariwijaya, M dan Budi, Triton Prawira. 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi. Yogyakarta: Oryza. Haryanto. 2008. Diakses dari http://oase-haryantoscj.blogspot.com. pada tanggal 2 Mei 2013 pada pukul 17.30
Ikram, Achdiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya. Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka. Majid, Abdul dan Andayani, Dian. 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyani, Siti. 2008. Fonologi Bahasa Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher. Prabowo, Dhanu Priyo dkk. 2007. Glosarium Istilah Sastra Jawa. Yogyakarta: Narasi. Poerwadarminta, WJS. 1939. Kamus Baoesastra Jawa. Yogyakarta: Wolter’sultgevers maatschppij n.v groningen batavia. Purwadi, dan Niken. 2007. Upacara Pengantin Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka. Rahayuningsih, Eko. 2010. “Citra Wanita dalam Kehidupan Berumah Tangga dalam Serat Wulang Estri Karya Pakubuwana IV”. Skripsi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Robson, S. O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Universitas Leiden, Belanda. Salmi, Lina Kurniati. 2011. “Nilai Religiusitas pada Serat Sewaka”. Skripsi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa Universits Muhammadiyah Purworejo. Saputra, H. Karsono. 2008. Pengantar Filologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Sedyawati, Edi dkk. 2001. Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum. Jakarta: Balai Pustaka. Soegeng. A. Y. 2006. Dasar-Dasar Penelitian. Semarang: IKIP PGRI PRESS. Sulaksono, Djoko. 2012. Gegaran Maos lan Nyerat Manuskrip. Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo. Sundjaja. 2002. Dinamika Kebudayaan. Jakarta: Nobel. Suryakusuma, Suwandi, dkk. 2008. 27 Resep Sajen Perkawinan Pasang Tarub Jawa. Yogyakarta: Pustaka Anggrek. Suryani NS, Elis. 2012. Filologi. Bogor: Galia Indonesia. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Tim. 2012. Pedoman Skripsi. Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo. Warpani, Proboadinagoro, Suwardjoko. 2011. Werdining Tata Cara Sarta Ubarampe Penganten Adat Jawi. Yogyakarta: Kepel Press. Zarkazi, Efendy. 1996. Unsur-unsur Islam dalam Pewayangan. Sala: Maridikintoko.
CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Hari/ tanggal : Kamis/ 17 Oktober 2013 Waktu : Pukul 10.45 WIB Tempat : Kantor Sasono Wilopo Informan sumber : K. P. H. Winarno Kusumo
P : nuwun sewu Pak, badhe nyuwun pirsa babagan ubarampe sajen memule ingkang wonten naskah Serat Mumulen. Menawi sekul wuduk niku ingkang kados nopo? N : nasi yang gurih, tapi lain dengan sekul liwet jadi rangkaiannya seperti ini, jadi sega gurih maksudnya gurih P : gurih diparingi santen ngoten nggih? N : iya. P : menawi ulam lembaran niku pak? N : ulam lembaran itu daging ayam yang ulamnya itu, artinya bukan… seperti diingkung itu dulu, haaa kemudian nanti kan dibagi-bagi. P : kados disuwir-suwir ngoten nggih? N : iya. P : menika ayam pethak mulus ingkang jaler kengingnopo menika pak? N : ya itu sebenarnya, bahwa kenapa kok dengan putih mulus pethak mulus nggih, artinya putih itu kan lambang kesucian, jadi diharapkan orang hidup berumah tangga berjodoh-jodoh itu dengan ketulusan dengan kesucian hati. Sekali jodoh ya sudah. Jangan sanpai kalau agama lain menyatakan kalau sudah dijodohkan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia, gitu. P : harus laki-laki itu ya pak? Ayam jaler? N : ya kalau itu sebenarnya laki perempuan, jadi yang penting wujudnya putih mulus, nah itu kenapa kok contohnya ayam, ayam itu kan eee dia tingkat kemandiriannya tinggi, mampu bekerja, diharapkannya nanti kalau udah… eee nikah, hidup berumah tangga itu mampu mandiri, artinya ceker-ceker dewe, gitu. P : enggih. menika arti woh-wohan pepak, nopo mawon niku pak? N : orang biasanya menyebutkan jajan pasar ya semua buah-buah. Jadi gini mbak, pokoknya semua hasil bumi, ada namanya pala kesimpar, pala kependem, pala gemantung, itu. Jadi itu merupakan ungkapan syukur bahwa Allah SWT sudah memberikan berkah kepada umat manusia melalui bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan sehingga tumbuh- tumbuhan itu mengeluarkan sesuatu atau buah untuk dinikmati oleh umat manusia sebagai untuk hidup dan kehidupannya, makannya hasil bumi itu senantiasa ditampakkan. P : lengkap nggih pak? N : nggih macem-macem, maksudnya disesuaikan keadaan, tergantung keadaan dan kemampuan. artinya tidak perlu mengada-ada yang penting di daerah mana mungkin tidak ada buahnya, adanya apa ya di sekitar itu, yang penting pokoknya hasil bumi. P : sekar konyoh niku kados nopo pak?… N : sekar konyoh itu kinang. Ya namanya kinang, ya macem-macem ada gambir, ada mbako, ada suruh, dan sebagainya. P : ngge nopo niku pak? N : itu juga disajikan di sana karna apa? Sekar konyoh atau kinang itu kan sebenarnya mengandung antibiotik, itu untuk menjaga kesehatan, itu maknanya itu. Jadi orang kuno dulu mbak nggak ada lipen stip, lipen stipnya alami ya sekar konyoh ini. Jadi merah bibirnya merah bibir alami, istilahnya dubang. P : lha dupa menika napa kemawon pak? N : dupa itu menyan. P : inggih, napa kemawon? N : dupa, harum dupa itu nek basa Jawane sela, ya. Atau menyan yang dibakar itu lho mbak, itu kan sebagai menyan itu yang disini biasanya menyan harum mbak bukan sekedar dupa-dupa itu jadi yang diambil dupanya, kukusnya. Kukusnya itu asapnya. Asapnya yang dimaksud asapnya yang berbau harum.jadi supaya orang yang hidup di dunia ini dalam kehidupannya menciptaakan suasana yang harum, hidupnya supaya menjadi persembahan yang harum di depan Allah, gitu. Jadi dilihat dari tindak tanduknya, budi pekertinya, bisa dilihat dirasakan oleh masyarakat itu nyenengke gitu lho. Karena itu harum, makanya dupanya berbau harum. P : menawi ketan biru enten-enten niku piyanbak-piyambak napa campur? N : ketan biru itu, nah gini mbak, kalau ketan biru itu kalau di kraton surakarta biru itu warna air laut, warna air laut, enten-enten itu kan manis, dibuat dri e… kelapa diparut sama gula jawa. Artinya apa? Air laut itu memang dalam perjanjian Habib Toyo itu ada hubungan moral ya antara Kraton dengan penguasa pantai selatan. Tetapi lambang aer laut, itu melambangkan bahwa kita hidup di dunia ini hendaknya mempunyai hati lapang, penuh kesabaran. Dan enten-enten itu manis supaya kita dalam perbuatan kita dihidup masyarakat ini menciptakan suasana yang menyenangkan di tengah-tengah masyarakat. Jangan sampai kita di masyarakat itu menjadi celaan-celaan hinaan tetapi bisa menampakkan, mencerminkan suasana yang manis yang menyenangkan. P : menawi sekul golong menika pak? N : nah, sekul golong kaitannya dengan perjodohan. nasi golong itu bunder mbak, nasi yang dicetak, dikepel itu menjadi bulet seperti bola, gitu. P : ukuranipun? N : ukurannya ya sekitar segini, seperti bal cethuk, bola, bola, bola tenes itu lho, tenes lapangan bukan tenes meja, jadi agak besar itu. Artinya, golong itu artinya jodho. Jadi seirama, sejodoh, seiya sekata itu golong, artinya juga gathuk antara laki-laki perempuan. Jadi niatnya sudah menyatu, gitu. P : menika kedah 40 jodho niku kengingnopo pak? N : ya arena gini mbak ya orang itu jumlahnya bervariasi, sebenarnya yang penting sejodho. Kenapa 40? Bahwa diharapkan, diharapkan hidup itu tidak hanya sepintas saja tapi jumlah 40 itu dimaksud jumlah yang terlalu banyak, artinya orang hidup suami istri itu jangan hanya untuk sementara, jodhoh, golong itu untuk selama-lamanya. P : pindhang abrit pethak niku kados napa pak? N : ya itu dipindhang. Pindhang itu kan artinya dimasak, dadi digawe pindhang, merah, putih, itu bisa dibuat warna, dah ada di rumah makan pesen pindhang. Artinya bahwa hidup di dunia ini, di rumah tangga itu ada bermacam-macam pengaruh, bermacam-macam kahidupan, tetapi semuanya itu supaya enak. jadi mak tidak hanya hidup di satu daerah tertentu saja, karna kita itu makhluk sosial mbak, kita harus bisa e… menyelami beberapa e… masyarakat jadi jngan hanya mengisolasi diri. Jadi hidup kita itu juga bisa di daerah sana juga bisa diterima, makanya pindhang kan rasanya rodok pedhes, P : oo sanes asin-asin pak? N : iya ada asinnya-juga ada pedesnya. Jadi hidup itu ya ada, terkadang ada suka dukanya. Tapi suka duka itu menjadi indah dikala kita bisa menerapkan dalam kehidupan kita, menyesuaikan diri dan tidak mengisolasi diri P : jangan kalamuncang pak? Jangan yang seperti apa? N : nah, itu jangan itu artinya seperti sayur ya, jangan itu kan sayur. Sayur, ada sayur lodeh, ada sayur bobor, dan macem-macem. Itu juga dari kluwih, dari tomat, disayur, gitu. P : mmm, campur-campur gitu ya? N : iya. P : menawi pecel pitik niku? N : pecel pitik itu kan, nek cara pewayangan itu kan senengane Janaka. hehehe, itu makanan yang menjadi keistimewaan. Nek wong Jawa pethingan. Jadi orang hidup itu hendaknya mempunyai pethingan. Pethingan itu keistimewaan, atau ya bahasa kerennya itu pethingan itu yang dominan itu apa. Itu orang harus mempunyai kelebihan lah, aja mung monoton aja, gitu P : ayam yang dipecel apa gimana itu? N : ayam juga digoreng, ada sambel pecelnya. itu pecel pitik. P : menawi jangan menir? N : jangan menir itu kan, itu model,,, apa itu istilahnya kalau pakaiannya itu jogja, jangan menir. Artinya semua dari daun-daun yang pantas untuk sayur urap atau trancam. P : semua daun? N : iya. Tapi daun-daun yang pantas untuk dibuat urap. Misalnya ada godhong turi, gdhong pace, itu juga dirajang-rajang seperti itu, gudhangan. P : kalau apem goreng abrit itu yang kaya gimana? N : apem itu kalau dari sini seperti cucur itu lho mbak, itu dibuat dari tepung beras. Nah artinya bahwa, bulet gini mbak, lempeng, pipih, apem.. P : mirip cucur itu ya? N : iya, seperti itu P : yang warnanya pakai gula jawa? N : ya, coklat, coklat-coklat agak merah-merah, tidak merah itu, coklat ya seperti cucur. P : kalau kupat pecel semanggi, gimana itu? N : kupat itu kan dibuat dari daun kelapa muda itu, nah, pecel semanggi itu daunnya, daun semanggi. Daun semanggi artinya, jadi daun-daun itu kan menyegarkan mbak. Ini memang harus ya mbak, ada orang kuno dulu banyak makan daun-daun yang segar. Jadi dulu itu sebenarnya Tuhan menciptakan manusia itu sudah dilengkapi dengan kebutuhan hidup. Tumbuh-tumbuhan di sekitr ada ohon-pohon, ada sayur-sayuran itu kan untuk kita. Nah, tapi kita sering kali dalam memanfaatkannya berlebihan, tidak sesuai dengan kebutuhan, asalkan saja. Sebenarnya kalau semua itu disesuaikan dengan kebutuhan, semua berguna mbak. Jadi kita itu sebenarnya di sekitar kita itu banyak tanaman untuk memberikan kesehatan bagi kita. Tapi anak-anak sekarang kan makannya instan, pil obat batuk kan dari tumbuh-tumbuhan semua sebenarnya. Nah, orang dulu itu langsung mbak, misalnya… contohnya ya, contohnya misalnya dulu kalau ada anak kecil kok panas, badannya anget. Cukup diambilkan daun dadap serep, dipusus gitu, dikompreske. Itu dah reda. Atau pupus gedhang, itu templekke itu adem, itu dulu semuanya itu bisa dimanfaatkan untuk manusia. Tapi sekarang, anak-anak sekarang tidak peduli, dan sudah tidak menguasai lagi seperti itu. Taunya wes pokoke obat dokter. P : hehehe, apem kocor niku pak?, N : ya, itu pakai juruh mbak. pakai juruh ya seperti, seperti cucur itu tapi juruhnya agak banyak, dibuat dari gula Jawa. Khusus. apem, ada juruhnya, ya dicuri juruh itu kan… opo yo, istilahe cair gitu lho. Cair tapi manis P : gula Jawa yang dicairkan gitu ya N : heeh. Artinya bahwa orang hidup itu hendaknya setelah kita mengalami fase, harapannya orang tua itu berharap yang manis manis. Artinya dalam kehidupannya bisa merasakan kenikmatan hidup yang manis- manis, itu kan lambang, uripo sing urip mulyo, kepenak. Itu harapan orang tua. Anakku wis omah-omah, muga-muga uripe kepenak, mulo digambarke yang serba manis. Gitu. Itu makna-makna simbolis di sana. P : kalau sekul liwet menda pinanggang pak? N : nah, itu sebenarnya nasi liwet sebenarnya pakai sambel goreng. Panggang itu ya sebenarnya kambing guling lah, seperti itu, dipanggang, bukan dimasak, dipanggang. Tapi nasinya nasi liwet. Nasi liwet itu lain dengan nasi uduk, nasi uduk itu tadi gurih. Nasi liwet itu pakai sambel goreng, pakai rambah itu P : rambah itu apa pak? N : rambah itu kulit sapi yang digoreng kerupuk itu lho, itu rangkaiannya. P : maknanya apa itu pak? N : ya artinya, maknanya itu bahwa orang hidup itu bisa menghasilkan, e… hasil dari karyanya itu dan semuanya itu bentuk ucapan syukur dan permohonan supaya hidupnya manusia itu senantiasa kecukupan. Kecukupan makanan, tapi juga kecukupan kebutuhan yang lain. Jadi merasakan kenikmatan hidup P : menawi sekul anget gecok gagan-gagan nopo pak? N : ini anu mbak, ya istilahnya gecok bakal, P : ooo gecok bakal N : iya. Gecok bakal artinya barang barang yang mentah. Nasi putih… P : nasi putih yang masih anget itu N : iya, jadi gecok bakal itu ada daging yang mentah. artinya apa, bahwa itu sebenarnya ya itu tadi lho mbak, orang memandang musriknya disitu. Karena kita hidup di dunia ini kan tidak hanya kita yang nampak mbak, disekitar kita ini ada lho mbak, ada umat Allah yang tidak nampak, tapi sering kali bisa nampak. Nah contohnya di Kraton ini mbak, makanya saya selalu pesan kepada siapa saja yang masuk kraton jangan meludah di sembarang tempat, jangan kencing disembarang tempat. Karna apa? Di Kraton itu ada dua golongan abdi dalem yang tampak dan yang tidak tampak. Seperti contohnya ini hari kemis saya sediakan itu bunga setaman, baunya harum. Artinya apa, suasana supaya baunya itu tidak bau yang tidak enak. P : setiap Kamis? N : setiap Kamis, malem Selasa Kliwon itu saya buat seperti itu. Kita juga mengakui adanya makhluk yang lain, kita menghargai makhluk yang lain, itu semua juga makhluknya Tuhan. Dan mereka juga butuh interaktif dengan kita. Nah kalau kita sama-sama menghargai, sama- sama bisa mengerti itu dia juga bisa diajak bekerja sama, saling membantu saling menjaga. P : bukan bermaksud musrik gitu ya pak? N : o bukan. Artinya, makannya bahwa kita hidup itu ingatlah sesama kita, peduli seperti itu. Supaya inti pelajarannya kesana mbak. Bukan, o ki engko dipangan mentah, sajeke yo bakal wutuh ra bakal kelong. Itu kan hanya lambang sebenarnya, lambang bahwa kita hidup itu tidak sendirian, tapi pedulilah kepada sekitar kita, itu ajarannya ke sana. P : kalau jenang curba?jenang yang seperti apa? N : yaaa, itu jenang yang, bubur, bubur putih. Lha itu gurih tapi. P : jangan gule sekul kabuli itu pak? N : nah, kalau sekul kabuli itu. Gini lho mbak, wujudnya nasi dimasak dengan daging, P : dagingnya apa? N : daging kambing atau daging sapi dimasak bareng-bareng, jadi kita makan itu udah… P : udah campur gitu ya N : udah campur tadi. bahwa kita diingatkan kebutuhan kita itu memang juga rohani, juga jasmani, juga memerlukan energi. Itu orang hidup itu jangan hanya nggo nyambut gawe terus, tetapi itu juga harus mementingkan kebutuhan lahir batin juga. P : untuk yang para Wali ini nasi golongnya yang tadi kan untuk sahabat Rosul 40, kalau yang ini harus 1000 atau bebas? N : enggak mbak, kalau 1000 itu kan diambil makna waktu turunnya wahyu Lailatul Qadar, malam seribu bulan, gitu. Itu di kraton masih tetap dilaksanakan setiap malem 21 poso. Pasti membuat tumpeng kecil berjumlah 1000, pasti. Kalau di luar kan ndak mungkin, hampir tidak ada. Alau kraton tetap itu diadakan. Setiap malam selikur itu kami membuat tumpeng kecil-kecil jumlah 1000, terus dibagi pada masyarakat. P : ulam pindhang mahesa itu, yang seperti apa? N : jadi, ulam pindhang mahesa ya pindhang yang dimasak seperti tadi, dagingnya daging kerbau. Mahesa itu kan kerbau. P :Terus apem 1000, apem 1000 itu apemnya apem apa pak? N : ya apem tepung beras itu, sama. Cuman biasanya diletakkan sekecil gini itu kelapa yang disigar, namanya apa, gebing apa apa itu. Kelapa putih itu diiris-iris nanti ditambahin nggon apem, gitu P : sekul abrit panggang wader itu yang kayak gimana pak? N : disini memang ada mbak, beras merah itu ada. Sama gereh pethek biasanya. Itu kaitannya memang kalau e gereh pethek atau wader , tapi biasanya gereh pethek. P : maknanya pak? N : maknanya bahwa sekul merah (beras abang) itu bahwa kan darah kita itu kan merah, kita juga harus memperhatikan tentang kesehatan kita. Wader itu, atau gereh pethek itu kan dari air, orang hidup itu harus juga memahami ekologi, apa ekologi? Kehidupan, dimanapun perlu kita jaga. Karna itu semua bermanfaat bagi kita. P : makna dari sarem kamper pak? N : sarem itu… tau nggak sarem itu apa? P : garam N : nah, garem. Jadi sarem itu kan bisa menawarkan. Itu artinya membuat tawar penyakit. Jadi, sarem itu juga disamping sebagai obat penawar, tapi juga sebagai pelezat masakan. Artinya bahwa orang hidup itu jadilah garam dalam dunia. Artinya apa? Bermanfaat. Kalau kita hidup di masyarakat itu o mbah A dan mas B neng kampung suasana menjadi indah. Tidak membuat gaduh, tapi kehadiran dia menjadi garem. Artinya nggurihke masyarakat. Bisa menjadi indah, menjadi sedap, menjadi menyenangkan, gitu. Nah itu senantiasa dibutuhkan, garem. P : ya, terus sekul liwet jangan manggul katul itu yang seperti apa? N : yaaa, kan ada nasi liwet itu ada yang, nek wong Jawa katakan wuluh, beras wuluh. Beras wuluh itu yang, nek sekarang udah jarang mbak. Karna sekarang kan diselep. Kalau dulu masih, e saya seneng kalau beras wuluh itu saya beli beras wuluh, saya nempur, saya sosoh sendiri, saya ambil katulnya. Haa, jadi beras wuluh itu artinya nasi yang masih, banyak, penuh kandungan katulnya. Katul itu kan vitamin A. itu kekuatan yang luar biasa mbak. Jadi orang dulu kalau makan nasi, dulu istilahnya nasi pare wuluh, itu diwur-wuri katul. Artinya apa, tapi katul dulu lho mbak, katul sekarang kan campur dedak, campur kulit. Dulu berasnya masih wuluh, belum putih sekali itu disosok keluar katulnya, berasnya menjadi putih. Katulnya tu menjadi kekuatan yang luar biasa bagi tubuh. Nah itu sekarang sudah sulit cari katul yang betul-betul katul murni. Jadi kita harus kuat, harus mempunyai ketahanan tubuh. P : terus sekul wadang pecel lele pak? N : nah, artinya sekul wadang itu bukan dibuat golong tapi ditempatkan nggon piring biasa, kemudian ya ada sambel pecel dan lele goreng, itu lauk. Ada lalapan-lalapannya biasanya. P : harus daun katu atau bebas? N : ya lalapan itu biasanya sok daun kemangi, itu. Biasanya sok daun kates yang udah digodhog. Nah, seperti itu, lalapan pokoknya. P : terus kalau sekul liwet dhendheng gepukan. N : ya sama, sekulnya sekul liwet, dhendheng itu artinya daging yang dikeringkan, digepuk, artinya digepuk itu jadi menjadi empuk, digoreng, tapi guurih itu. Dhendheng ngawuhi itu artinya dhendheng sithik sekule liwet itu, nuwun sewu mbak orang bisa merasakan nikmat sekali makan sega liwet lawuhe dhendheng. Itu sudah nikmat betul. Jadi daging sapi direbus terus diirisi sak gini-gini seperti empal itu tapi didhendheng tipis, digoreng itu P : gereh layur kabakar sendiri pak? N : nah, itu gereh yang panjang itu, ya sekarang itu saya masih menjumpai di rumah makan itu saya seneng, kalau dadar itu nasi terong gereh layur itu, itu gereh layur kan sobone neng laut, nah kita orang hidup itu harus bisa menyelami dimana-mana kehidupan. P : harus dibakar itu ya? N : tetep, jadi dulu itu cuma dibakar atau digarang nggon areng mbak, artinya bahwa orang hidup itu tidak akan selamanya sejuk, seperti rasanya dipanggang, dibakar, tapi karna kita dipanggang dibakar, menjadi kuat dan menjadi nikmat. Orang merasakan jerih payah kita. Rekoso, tapi bisa dinikmati oleh banyak orang. P : kalau godhong cething itu yang kaya apa pak? N : ooo, ya. Jadi, seperti ini memang Kanjeng Sunan Kalijaga itu suka, ya itu memanfaatkan daun-daun. Nah, godhong cething itu misalnya godhong,,, e,, sekarang udah ndak ada ya. P : yang piring-piringan itu bukan pak? N : tapi yang muda, yang masih muda itu bisa dibuat seperti urap, trancam itu lho mbak. Nah, istilahnya trancam. P : Maknanya? N : nah, itu kan bahwa maknanya kita hidup itu senantiasa segar. Itu orang dulu suka makan daun-daun muda. Daun muda itu bukan diimplikasikan orang tua suka gadis muda, bukan itu tapi memang daun muda itu justru memang khasiatnya luar biasa mbak. P : kalau woh kudhu sambel celelek itu? N : kudhu itu kan apa, mundhu itu lho mbak, yang kuning itu lho mbak. Nah sambel celelek itu artinya seperti sambel korek, sambel trasi. P : maknanya? N : maknanya bahwa kalau kudhu itu kan pohonnya tinggi, buahnya kalau masih hijau mentah itu memang ndak enak mbak, tapi kalau sudah kuning, sudah kuning itu ya manis. Tetapi, kuningnya itu kalau dimakan itu khasiatnya juga cukup bagus bagi kesegaran. Tapi kalau terlalu banyak gigi yang harus seringkali dibersihkan. Artinya menjaga kesehatan. Semuanya arahnya kesana. P : terus itu nasi liwetnya harus yang keras kenapa pak? N : ya, maksudnya bukan keras ya mbak, jadi bukan bubur. Nasi liwet itu didang lah mbak, didang. P : maksudnya nggak lembek gitu ya? N : nggak, nggak lembek. didang. P : kalau yang untuk Kanjeng Sunan Adi itu apem goreng. Apem goreng itu gimana pak? N : ya bentuknya, bahan bakunya sama, P : sama, cuma digoreng ya? N : iya, digoreng itu rasanya juga beda seperti rempeyek. Jadi bisa di… di apa, nek apem biasa kan dicithak, ada digoreng didadar itu kering. Nek apem biasa kan empuk. P : terus, kenthang gembili kimpul pak? N : itu yang disebut pala kependhem, P : jadi kenthang sendiri, gembili sendiri, kimpul sendiri ya? N : itu sejenis, tapi tiga-tiganya itu masuk nggon jajan pasar tadi. Ada kenthang, gembili, kimpul, kuwi, singkong, tales, tela, nah itu semua. Jadi hasil bumi yang namanya pala kependhem. Jaman dulu itu pasti ada. Sekarang pun masih, saya seneng kok yang kimpul yang kecil- kecil itu dimasak, didang itu kulitnya kalau dipencet itu sudah mak prucut gitu, tinggal makan gitu. P : yang untuk Pangeran Wijil Kadilangu sekul anget jangan krokot seperti apa pak? N : jangan krokot itu sejenis rumput, tetapi itu memang enak untuk dibuat gudang. Gudang itu urap, sekarang pun masih banyak itu. Ya semuanya itu, dulu lho mbak itu kan dulu itu kan tidak ada istilahnya bahan-bahan kimia, betul-betul seger. Jadi jangan krokot itu enak mbak seperti ginseng itu lho, seger mbak kalau sebenarnya kita makan tumbuh-tumbuhan yang segar itu nang awak yo seger mbak. Jadi manten kan ibaratnya bunga yang baru mekar, terutama manten wanita, hendaknya makan yang segar-segar supaya auranya nampak bercahaya. P : cecek itu apa ya pak? N : cecek itu kulit sapi P : o kaya krecek itu ya? N : krecek itu, yang dimasak disambel goreng itu lho. P : yang untuk Kanjeng Sunan Giri sekul pera panggang pitik pak? N : aaa, sekul pera itu artinya bukan yang lembek, yang didang itu. Kemudian panggang pitik itu ayam dipanggang,dipotong itu kan, terus ditlikung gini, ditusuk sama sujen terus dipanggang, dibakar lah. P : maknanya pak? N : maknanya, bahwa ayam itu kan sebenarnya gurih, enak. Dipanggang yah walaupun kita dalam kehidupan di dunia itu menghadapi situasi yang menyenangkan, tetapi karna kita sudah dikuatkan, kita teta hidup bermanfaat. Jadi itu memang merupakan gemblingan. Mengingatkan bahwa kita hidup di dunia itu pasti akan menemukan hal yang sakit, juga tidak mungkin orang ko sehat terus, ya kita harus siap. Mungkin hati kita rasanya seperti ditusuk sujen dipanggang itu jadi kita harus hadapi. Jadi orang hidup berumah tangga itu pasti nanti akan ngalami, ora mung penak thok. Baru pacaran mesthi yo yang nyenengke, enak- enak. Tapi nanti berapa tahun kelihataan asline. Haha, gitu. Itu harus siap, gitu. P : terus lalaban godhong kapas itu maksudnya pak? N : lalaban godhong kapas itu kan godhong randhu, godhong baladewa, P : yang masih muda? N : yang namanya lalaban itu pasti yang masih muda. Jadi nanti itu semuanya mengarahkan daun-daun muda mbak. Jadi daun-daun muda itu semua bermanfaat mbak, bagi kebutuhan hidup. P : pentil terong ngor sagodhonge itu maksudnya gimana pak? N : nah, itu artinya gini. Terong ya jelas terong ya, pentil itu yang masih kecil-kecil. Itu bisa dibuat rujak, bisa dimakan langsug. Dulu mbak, dulu saya tu ya seneng, terong yang enom-enom itu enak dan segar. Tujuannya ya itu mbak, pokoknya manten, orang yang masih muda itu supaya banyak mengkonsumsi yang muda-muda. Karna apa, daun- daun muda itu kan belum terkontaminasi oleh situasi, dan sebagainya itu. P : terus yang untuk Kanjeng Sultan Demak itu sekul punar sambel dhele tanpa trasi lalaban lombok. N : nah, punar itu artinya kuning. Jadi, kuning itu lambang kemuliaan, lambang e…, artinya mulia, yang berwibawa. Jadi orang hidup itu harapannya besuk yen wis dadi manten uripmu sing ngrasakna mulya, mulya itu kepenak. Dilambangkan Sultan. Sultan itu kan Raja, supaya anakku besuk hidupnya berada, berwibawa seperti Raja. Makannya punar itu mesti kuning, pasti kuning warnanya. Dan nanti dirangkai dengan daun-daun muda juga, lombk, lombok itu pedes tapi menyegarkan. Orang perlu itu semuanya. Dan lombok ijo, lombok gedhe tapi lombok ijo. P : pepesan wuku itu yang seperti apa? N : pepes? Jadi gini mbak, eee pepes itu misalnya ada gereh atau ikan kali itu dipepes kasih kelapa muda itu, diparut muda terus dibuntel daun. Dibuntel daun kecil sebesar gini-gini, terus dipan. Dipan itu artinya dipanggang, itu namanya pepes. Jadi walaupun itu sudah dipanggang, dipepes. Nanti kan kalau sudah saatnya dirasakan nikmat, tapi kalau dimakan pepesan mentah nggak enak. Nanti kalau diproses itu, orang hidup itu memang perlu proses mbak. Jangan takut dengan proses alami, dimana orang hidup itu tidak selamanya mulus itu harus kita hadapi. Proses hidup itu pasti, nah kalau kita tahan, lulus, kita pasti akan merasakan hasilnya. P : kalau yang untuk Nyai Dara Muluk ketan kumbu itu yang kaya apa itu pak? N : ketan kumbu, ketan kumbu itu ketan padi ketan itu ya, didang. Nah, kumbu itu dibuat dari kacang yang agak besar itu lho mbak, dikasih gula Jawa, didang, didheplok itu menjadi manis ning tidak terlalu manis tapi gurih. Nah ketannya itu apa, ketan itu lain dengan nasi, ketan itu kan lengket. Bagaimana orang hidup di dunia ini sesama kita ingin selalu dekat karena tindakan kita yang menyenangkan, yang bisa srawung dengan masyarakat, seperti itu. Jadi kalau orang hidup itu disingkiri orang itu susah. Orang hdiup itu seperti ketan, diraketi orang banyak. P : yang untuk Kyai Ageng Tarub sekul pulen pecel wader maksudnya pak? N : pulen itu juga mirip dengan gurih. Tetapi kalau pulen itu tidak pera, agak lembek. Wader itu juga ikan yang berasal dari kali, ikan kecil- kecil itu. Artinya kita juga harus peduli terhadap masyarakat- masyarakat kecil. Jangan hanya seneng srawung dengan orang gedean saja, tetapi masyarakatkita itu majemuk. P : terus yang untuk Kyai Ageng Susela itu ketan kolak. Ketan dibikin kolak atau? N : bukan, ketan didang seperti tadi, rangkaiannya kalau tadi dengan kumbu tapi ini dengan kolak. Kolak itu dibuat dari pisang. Pisang sing wis mateng wit itu kemudian bisa juga sok dibuat dengan ketela direbus dengan dikasih santen yang manis. Kolak itu kan manis mbak, artinya ya itu sama, supaya kita hidup itu dirasakan di masyarakat itu nyenengke. P : terus yang untuk nyai ageng juru martani itu sekul wadhang jangan loncom itu seperti apa? N : sekul wadang itu sekul yang tidak pera tadi juga. Jangan loncom itu jangan yang sangat sederhana, sangat mudah, dan loncom itu biasanya cukup dengan daun jerigon. Daun jerigon itu ketela. Ketela rambat bukan ketela pohon dengan brambang kemudian ada tempe bosok. Bumbune itu, ning seger mbak. Jadi kalau misalnya siang hari makan dengan makan itu, sayurnya sayur loncom seger ning awak, gemrobyos. P : terus yang untuk Panembahan Senapati itu ulatembra apa ya pak? N : tambra, itu ikan laut, ikan tambra dipepes. Kan kita tidak pernah lepas dari air juga. Ulam tambra itu yang bermanfaat supaya kita itu mampu menyelami di berbagai kehidupan. Jadi jangan monoton. P : terus kanjeng, yang untuk prabu mangkurat sekul pulen tim pitik itu. N : tim pitik? Ya itu di tim, didang. P : jadi satu? N : nah, heeh. P : kalau bekakak menda? N : bekakak menda itu artinya bekakak itu kan wujud utuh. Nek saiki kambing guling, tapi itu bisa direkayasa pokoknya ada bagian kepala sampe kaki, istilahnya kambing guling. P : kalau yang untuk Sinuhun Pakubuwana 2 gereh juwi, gereh juwi itu apa pak? N : nah itu sama dengan gereh, kan ada gereh layur, kan ada gereh kinanthi, itu sama. Jadi artinya PB 2 itu memberikan pelajaran supaya kita hidup di dunia itu yang prasaja, sederhana, kesederhanaan, jangan mengada-ada. P : kalau dhendheng kenthi jangan menir? N : nah itu dhendheng kenthi dhendheng dari sapi yang dibuat digepuk tadi, dibuat dhendheng yang rasanya manis-manis gurih. P : dicampur jangan menir apa gimana? N : o, lain. Itu rangkaiannya. Seperti pecel lele, bukan lelenya dibuat pecel, endak. Ada lelenya, ada sambel pecelnya. P : definisi ubarampe secara umum itu apa kanjeng? N : nah, definisinya ubarampe secara umum itu semuanya adalah merupakan pertama, ucapan syukur kepada Allah SWT atas berkah dan rahmatnya karena sudah memberikan wahyu, anugrah jodoh. Yang kedua, ucapan syukur atas pemeliharaan pada umatnya yang memberikan hidup serta kehidupan beserta kelengkapannya. Makannya Jawa tidak pernah lupa akan wujud tumpeng. Tumpeng yang dibuat dari nasi putih yang lancip ke atas, dan atasnya pasti ada lombok merah. Lombok merah itu artinya orang Jawa menyebut Tuhan itu macem-macem, sing ngecat lombok. Artinya lombok yang ngecat Tuhan itu ndak mungkin luntur. Lombok merah walaupun disambel goreng, dipepe kan ndak penah luntur. Tapi kalau yang ngecat manusia pasti luntur. P : kalau makna dan tujuan Ubarampe secara umum apa Kanjeng? N : maknanya, bahwa kita hidup ini, hidup kita makhluk sosial. Kalau istilahnya itu kita harus hablumminallah dan hablumminannas. Kita hidup itu harus srawung sama masyarakat, tapi kita juga harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Itu makna simbolisnya ke sana. P : tujuannya juga? N : tujuannya pasti supaya kita ini mendapatkan berkah, rahmat, sehingga kita mendapatkan hidup yang damai sejahtera, panjang umur, sehat, kecukupan segala kebutuhan. Itu tujuannya seperti itu. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Hari/ tanggal : Selasa/ 19 November 2013 Waktu : Pukul 10.15 WIB Tempat : Kantor Sasono Wilopo Informan sumber : K. P. H. Winarno Kusumo
P : mumule untuk Sinuhun Pakubuwana 1 yang jangan lotho itu yang seperti apa itu Kanjeng? N : o, jangan lotho ini seperti brongkos itu lho mbak. Nah, bumbunya pakai kluwak. Lotho itu kacang panjang, jadi diambil dari kacang panjang lothonya ini. P : sebagai lambang apa itu Kanjeng? N : ya karena kacang panjang itu kan istilahnya hidupnya ditanam di pematang itu pake rambatan, panjang. Dan artinya bahwa orang hidup itu sebaiknya hidup memakai tuntunan, jangan hanya semaunya sendiri gitu. Harus ada tuntunan, karena kalau tidak ada tuntunan, berjalan sendiri bisa bentus-bentus itu P : Kalau yang untuk Sinuhun Prabu Mangkurat itu yang sekul pulen itu maknanya apa itu Kanjeng? N : gini mbak, jaman dulu itu nasi itu kan pulen mbak. Pulen itu, kalau sekarang udah ndak ada, itu tidak lembek, tetapi juga tidak keras tapi dimakan nasi thok itu dah enak sekali karena dulu nama parinya namanya pari wuluh, sekarang dah sulit dicari pari wuluh itu. P : artinya apa itu Kanjeng? N : ya bahwa orang hidup itu supaya hidupnya itu nikmat, memang ada lakune. Jadi, sehingga berusahalah orang hidup itu mencari kenikmatan, tetapi mencari kenikmatannya yang artinya bukan yang haram. Jadi sesuai yang,,, yang apa ya maksudnya sejalan, sesuai, tidak melanggar aturan-aturan adat. Yang namanya pulen jadi dirasakan awake dewe penak, dirasakan kepada masyarakat juga enak, gitu.
201 P : kalau arti dari tim pitik (tim ayam) itu apa Kanjeng? N : itu tim itu didang tu lho mbak P : artinya apa itu Kanjeng? N : jadi gini, ayam tim itu kan juga gurih. Semua itu lambangnya bahwa orang hidup itu hendaknya bermanfaat, di tengah-tengah masyarakat itu dirasakan gurih, enak. Artinya tingkah lakunya mbak. Jadi bukan kok dagingnya manusia dimakan, bukan itu. Tingkah laku kehidupannya itu supaya dirasakan oleh masyarakat itu enak. Contohnya, misalnya masyarakat itu kalau kedatangan pak Win wah usrek, geger. Nah, itu kan berarti tidak pulen, tidak gurih. Tapi lain kalau pak win datang itu suasananya bisa menjadi enak, yang ruwet- ruwet bisa diudari, gitu. P : kalau pindhang banyak itu artinya gimana itu Kanjeng? N : banyak itu binatang unggas, tetapi dia itu sangat-sangat awas mbak. Satu-satunya binatang yang awas, artinya bisa melihat lelembut. Lain dengan anjing, anjing kan juga sering kali jegok-jegok itu kalau dekat. Kalau banyak mbak dari kejauhan dia udah ngerti. Artinya orang itu harus selalu waspada, gitu. P : lajeng Kanjeng niku ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping 2 niku sekul liwet, bakar dhendheng gepukan, gereh juwi, balur binakar, petis utawi sekul ler-leran, dhendheng kenthi, jangan menir, sambel lethok. Ini bakaran dhendheng gepukan maknanya apa itu Kanjeng? N : jadi gini mbak, dhendheng itu kan namanya daging yang sudah dikeringkan, yang sudah digepuk-gepuk itu kemudian dah kering digoreng. Itu rasanya memang asin-asin gurih, nikmat. Jadi, walaupun kita ini hidup merasakan rekoso, panas, tetapi tetap bermanfaat bagi orang lain, dirasakke enak, gitu. P : arti dhendheng seperti itu semua ya Kanjeng? N : iya, iya. Jadi sebenarnya semua bentuk-bentuk itu mengingatkan kepada kita semua bahwa sebetulnya hidup itu bermanfaat. Dan tidak lupa atau jangan lupa bahwa kita hidup itu ada yang menghidupi agar kita selalu mengucap syukur kepada yang memberi hidup itu. P : kalau balur binakar itu Kanjeng? N : balur kan juga ikan dari laut jadi dibakar. Dulu mbak, sampai sekarang orang-orang kuno itu nasi putih dengan gereh bakar itu udah nikmat sekali. Artinya kesederhanaan itu bukan kenistaan. Orang hidup itu sederhana tapi bermanfaat jangan karna orang kalau sudaah terpengaruh dengan rang lain akibatnya pasti seperti ini, banyak koruptor, kepingine ikut yang mewah-mewah, lupa kesederhanaan, seperti itu. P : kalau petis itu yang seperti apa Kanjeng? N : petis itu wujudnya seperti kecap, tapi itu biasanya gandengannya untuk rambak. Rambak atau tahu itu sesuatu yang manis-manis gurih. Jadi rambak, tau rambak nggih? Kulit sapi yang digoreng itu, krupuk itu ditutulke dimaem, tahu itu rasanya nikmat walaupun sederhana tetapi kita itu bisa merasakan kenikmatan hidup, tapi juga bisa dirasakan hidup kita itu nikmat oleh masyarakat. Jaman dulu itu falsafah orang Jawa itu seperti itu mbak, Raja itu berkata piye supaya masyarakat itu ayem tentrem. Kalau masyarakate ayem tentrem, Ratune yo ayem tentrem, tapi dibalik kalau lambangnya Raja itu sudah bijaksana ayem tentrem otomatis rakyatnya juga terpengaruh ayem tentrem. Makanya semuanya itu diusahakan oleh Raja, diusahakan perangkat-perangkat itu lengkap. P : terus yang sekul ler-leran itu sebagai lambang apa itu Kanjeng? N : yang namanya ler itu kan, diler itu kan artinya ditiris supaya orang itu menciptakan kesabaran. Jadi kalau makan makan nasi bar dientas itu kan panas, itu diler dulu. Mangan ojo kesusu, jadi tidak boleh keburu- buru. Jadi harus sabar, harus menanti sampek dingin. Oleh sebab itu orang kuno dulu mbak jarang yang ompong, jarang yang gigi rusak karena makan tidak mau makan panas, jadi tunggu sampek adem. Itu falsafah juga, jadi kesabaran. P : terus yang sambel lethok itu yang seperti apa ya Kanjeng? N : sambel lethok itu ya seperti sambel tomat. Artinya lethok, biasanya makan, orang dulu makan kan dipuluk, dipuluk lalu dilethokke gitu. Jadi bahwa sambel, jenenge sambel kan mesthi pedes. Kita dalam makan, itu ya ada nasi pulen, ada gurih daginge, ada pedes. Kalau semuanya itu diterima jadi enak hidup itu. Ojo mung sing pulen thok, ojo mung sng gurih thok, ning sing pedes yo rasakno, gitu. Jadi semua harus diterima. Itu kalau semuanya bisa menerima bisa memanfaatkan, itu akan hidup enak dan manfaat. Jadi istilahnya ojo wedi rekososo rang hidup itu. P : terus Kanjeng, yang Sinuhun Pakubuwana 3 itu ada kecambah krupuk itu yang seperti apa? N : jadi rempeyek, rempeyek thokolan. Kecambah kan thokolan mbak, ya dibuat kripik itu lho, bayem dibuat kripik ya bisa. Jadi thokolan kan thukul, muda. Berarti memang kita harus senantiasa ingat bahwa hidup kita mulai dari masa-masa anak sampai pada dewasa itu ada tahapan- tahapannya itu harus disadari. Jadi masa-masa muda itu harus bagaimana, tua bagaimana, gitu P : kalau yang brambang pindhang sungsum N : itu kan kalu misalnya telur dipindhang, tapi kalau brambang ini sebagai lalapan. Lalapan yang bahwa brambang itu sebenarnya manfaatnya besar untuk pemanasan kekebalan tubuh juga, juga bagi orang yang mungkin sakit magh atau apa, brambang itu bisa untuk menyembuhkan, jadi untuk kesehatan mbak. P : terus yang gorengan tempe itu artinya apa itu Kanjeng? N : goreng tempe tempe kripik itu mbak, itu kan dari kedele. Semuanya itu akn dari hasil bumi, tempe kan bisa digoreng, bisa digodhog, dan sebagainya. Jadi bahwa kehidupan masyarakat itu bermacam-macam, raja harus mengetahui. O ono gorengan tempe kripik, ono sing dilodheh, ono sing dimacem-macem itu semuanya dialami oleh raja. Jadi kehidupan masyarakat itu raja mengalami, makannya seringkali dulu raja itu turba, turun ke daerah-daerah itu, menyelami hidup. P : kalau yang roti mentega itu artinya apa itu Kanjeng? N : nah, jadi waktu itu mereka sudah kan ada hubungannya juga dengan waktu itu kompeni yang berdagang. Kalau roti mentega itu kan bukan khas Jawa, itu kan dari Eropa. Artinya bahwa kita itu kan hidup juga bertetangga, saling menghormati. Jadi istilahnya hidup bermasyarakat, bertetangga, ngrasakke budayane kono ngene, wong londo ngene, wong asing ngene, wong Jawa ngene, dadi ngerti gitu. P : kalau wos sendiri itu N : wos itu kan beras, jadi bahan baku bagi kita orang Jawa. P : terus ini buah-buahan seperti pisang pulut, pelem bala itu artinya sama nggak Kanjeng? N : tidak, pisang pulut itu seperti pisang raja, tapi kalau tua manisnya juga luar biasa. Artinya bahwa diharapkan orang hidup itu bisa mendapatkan sesuatu yang manis, tapi pulut itu kan lengket, masyarakat itu seolah-olah senang kalau ada beliau, jadi ada rasa cinta kasih. Sama dengan pelem bala, pelem bala itu juga pelem yang memang pethingan istilahnya. Jadi buah yang menarik. Jenang kudus, lalu jagung timun, wedang kopi presan. Ha, jadi minuman, makanan yang semuanya itu yang itu lambangnya adalah merasakan bagaimana kehidupan kawulonya yang tidak pernah lepas dari kemasyarakatan dan memanfaatkan semua hasil bumi itu. P : terus Kanjeng ini yang untuk Sampean dalem ingkang sinuhun 4 ulam yang sawontenipun itu biasanya ikan apa itu Kanjeng? N : nah, ulam itu kalau disini suka ulam sungai, ulam laut, itu suka. Jadi, ulam darat, kita hidup itu kan bukan hanya di darat. Artinya kita juga harus merambah di air juga, jadi kehidupan itu merata. P : kalau wedang bugendhis itu yang seperti apa Kanjeng? N : wedang bugendhis, jadi wong Jawa kan punya gula Jawa ada yang dari aren. Nek dulu gini mbak, artinya kita minum teh, gulane itu dipegang, dicokot, diminum gitu. Jadi artinya mungkin tehnya pait gulanya yang manis, artinya seringkali memang kalau yang manis digathukke yang pait itu kan menjadi nikmat. Jadi jangan yang manis terus, sekali-kali kita juga harus ingat yang pait. P : terus roti kabalen ini yang seperti apa ya Kanjeng? N : ya sejenis roti, ciyu bumbon dan lain-lain itu kita hanya istilanya ya itu mau ngrengkuh, atau bersabar, menerima kehidupan yang lain, artinya menghormati. Kita tidak hidup sendiri karena kita hidup makhluk sosial. P : yang termasuk rujak sebangsa lutis itu artinya apa Kanjeng? N : rujak itu kan hal-hal yang menyegarkan mbak, jadi supaya tubuh kita itu senantiasa segar, dan rujak itu sebagai spirit. Segar, berspirit untuk bekerja, lambangnya kesana. P : kalau gasten itu? N : ini gini mbak, kalau gasten itu kinang. P : terus Kanjeng yang untuk sampean dalem ingkang sinuhun 5 ini yang jangan sop itu artinya apa itu Kanjeng? N : ya masing-masing raja kan mempunyai kesenangan sendiri-sendiri. Beliau senengnya ini, segone anget, tapi jangane sop. Sop itu kan seger mbak, menyegarkan. Sop itu kan tidak pakai santen, tidak pakai lemak, gitu jadi kesegaran, kehangatan. Orang hidup harus memang berusaha supaya tubuhnya itu nek seger, artinya sehat kan berbuat sesuatu kan dengan bijaksana. P : kalau ini airnya harus yang dingin maksudnya apa Kanjeng? N : ya itu kalau minum pun misalnya dalam hal makan ini orang dulu ya aneh. Pokoknya minum ya serba dingin. Bahkan pernah orang tua saya makan nasi tok itu dah enak, tapi dikepyuri katul mbak, orang supaya tidak terlena pada kenikmatan dunia. P : terus Kanjeng yang untuk sampean dalem ingkang sinuhun 6 itu liwet sekul abrit seperti apa? N : itu nasi merah itu kan vitaminnya itu cukup tinggi, dan itu jarang dipakai dan diperjualbelikan pun mungkin orang kurang begitu menarik, tetapi ini oleh raja senantiasa dipakai karena vitaminnya tinggi, dan itu dari orang pedesaan misalnya jual nasi merah itu jarang. Artinya kita juga harus memperhatikan yang bagian kecil, yang minoritas itu juga harus kita perhatikan. P : yang sambel brambang itu artinya apa Kanjeng? N : ya sama seperti sambel-sambel yang lain bahwa kita juga harus bersemangat tapi tidak lepas dari memperhatikan masalah kesehatan. Itu kan semua demi kesehatan tubuh. P : yang lalapan-lalapan juga? N : iya, itu kan semua yang seger-seger mbak. Tapi kalau lalapan jaman dulu emang betul-betul steril. Kalu yang sekarang bahaya, justru kalau yang seger-seger itu tanda tanya, kebanyakan kena pestisida. P : kalau yang jeram pacitan ini Kanjeng? N : lha, ini kan buah mbak. Ya bahwa kita makan ini kan sok ada semongko, ada buah. Jadi rangkaian hidup itu memang lengkapnya seperti itu. Jadi makan yang keras, yang lunak, yang kecut, yang seger, itu kan semua dibutuhkan oleh organ tubuh kita. Jangan yang kecut thok, jangan yang manis thok, jadi semua itu harus seimbang. P : terus yang kembengan gendhis batu artinya apa itu Kanjeng? N : ya jadi ini juga minuman mbak, tapi gulanya itu gula batu putih itu mbak. Lha itu juga kesabaran karena, lain dengan gendhis pasir, itu kan kalau dicor air panas kan langsung cair dan langsung jadi satu, tapi kalau yang gendhis batu harus menunggu, jadi kesabaran. P : terus yang ses wangi wiru artinya apa Kanjeng? N : ses wangi wiru artinya kalau dulu itu ses itu rokok. Jadi artinya rokok tetapi, rokok yang tidak berlebihan. Jadi kadarnya piye ya, tidak terlalu. Kan ada rokok yang katanya lho, kalau ndak yang ini ndak puas, kurang mantep dan sebagainya karena saya memang tidak merokok sejak dulu, itu ses wangi wiru. P : lambang apa Kanjeng, rokok itu? N : rook itu kan juga sebenarnya untuk… rokok itu sendiri kan ada semacam nikotinnya, itu sebenarnya tidak kok membahayakan, pasti ada manfaatnya asalkan semuanya itu dilaksanakan sesuai atau batas- batas kewajaran. Jadi sebenarnya minum anggur, minum ciyu itu boleh sebatas kewajaran itu untuk kebutuhan tubuh mbak. Sekarang kan seringkali berlebihan sehingga mabuk. Sejak dulu itu hal-hal seperti tandu itu dulu ada perkebunannya juga. Tapi ya itu pemakaianya itu tidak asal-asal sak senenge dhewe, ada batas-batas kewajaran. P : terus Kanjeng yang untuk sampean dalem ingkang sinuhun 7 itu yang arti dari tim itu apa Kanjeng? N : tim itu kan matengnya artinya tidak dibakar tidak digoreng, ditim. Jadi, tidak begitu banyak perubahan. Nek digoreng kan mungkin dadi gosong, kalau ditim itu seperti ikan, artinya ditim itu kan artinya tidak berubah, bahwa dalam menghadapi sesuatu pun kita jangan mudah terpengaruh, tetap kita bisa bermanfaat, tetap bisa hidup, dan tetapi bisa enak. P : terus yang sate pentul itu, sate pentul itu apa Kanjeng? N : sate pentul itu wujudnya gini mbak, daging dicacah lembut, satu-satu ditusuk, bunder gitu. Itu kesukaan kerajaan. Artinya bahwa daging itu dicacah, dicacah itu digiling mbak. Jadi kita itu kalau sedang merasakan kenikmatan ya yang hati-hati. Misalnya kalau yang masih, sate gitu ya, ya mungkin gigi kita mungkin nggak kuat, dan lain sebagainya. Kalau dicacah itu kan tidak memerlukan istilahnya andaikata giginya tidak kuat pun masih bisa. P : terus jenang cocoh itu jenang yang seperti apa Kanjeng? N : jenang cocoh itu biasanya dibuat dari jenang katul itu dikasih gula Jawa. Lha itu katul itu kan kekuatan mbak, vitamin A nya itu luar biasa, dikasih gula Jawa jadi kita kuat. Kalau kita kuat, sehat, bisa bekerja akan menghasilkan sesuatu yang manis, artinya yang bermanfaat, kaya gitu. P : kalau jenang kukus N : jenang kukus itu namanya dikukus ya mbak, didang. yaitu bahwa lunak, itu biasanya gurih kalau jenang kukus itu. Jadi manfaatnya bahwa kita itu orang hidup itu menghadapi wis digodhog, digoreng, dikukus kita harus tetep eksis, harus bertahan, bermanfaat. Lha itu memang pasti dialami oleh seorang pemimpin. Jadi kalau dulu raja, sekarang seorang pemimpin harus siap kalau mau menjadi pemimpin yang sejati. Ojo mung pingin sing enak thok, tapi inilah falsafahnya. P : kalau arti dari anggur coret ini apa Kanjeng? N : anggur coret itu anggur yang sudah difermentase atau gimana kan tidak begitu memabukkan tetapi kalau berlebihan ya memabukkan tetapi itu menyegarkan. Makannya kalau falsafah Jawa itu ada eko patmo sari artinya minum satu gelas, satu sloki itu menyegarkan. Jadi kalau lebih sampai beberapa sloki bahkan sampai 10 gelas itu artinya dasa yaksa wangke. Itu udah nggilani, wes ra ono wong nyedak karena mendeme wis keblabasen P : terus yang ukel sekar campur bawur itu seperti apa ya Kanjeng ya N : kalau ini anu mbak, jadi setiap kali saat ada upacara misalnya mau jamasan itu sekar campur bawur itu macam-macam tapi kebanyakan yang segar-segar, melathi yo sing kunclup itu. Artinya bahwa kita ini senantiasa harus selalu siap karena masa muda, masa yang baru mau mekar itu kan kita harus betul-betul dipersiapkan. P : terus yang anggitan sangsangan kopok mongkrong itu apa itu Kanjeng? N : anggitan sangsangan kopok mongkrong. Nah, sangsangan itu kalung mbak. Sekar mlathi yang sudah dibuat kopok mongkrong itu artinya orang akan melihat itu indah, indah tapi berwibawa dan harum. Makanya seringkali kan mbak kalau ada mau kedatangan pejabat dikalungi bunga, namanya sangsangan. Jadi semacam penghormatan, penghargaan supaya kita hidup itu jangan menjadi cacatan tapi menjadilah kebanggaan orang, kesana. P : terus Kanjeng yang untuk sampen dalem ingkang sinuhun 8 itu yang ulam panggang itu artinya apa itu Kanjeng? N : ya ulam panggang itu dibakar itu lho mbak, jadi bukan digoreng tapi dibakar. P : terus ini yang bakaran gereh sela N : gereh sela, gereh layu. Jadi orang dulu itu saya pernah melihat makan nasi putih dengan gereh bakar. Dulu api itu kan pake kayu bakar dibakar itu rasanya sudah enak sekali walaupun sangat-sangat sederhana, mung gereh bakar kan tanpa dibumboni apa-apa karena gereh kan sudah asin. Jadi bahwa rang hidup itu kesederhanaan itu harus diutamakan. Yang namanya gereh itu makanan yang sangat sederhana. P : kalau juwi itu apa ya Kanjeng? N : nah, juwi itu ya sejenis ikan, ikan laut itu koyo seperti cumi-cumi, sejenis itu pokoknya ikan laut. P : artinya apa itu Kanjeng? N : artinya bahwa kita ini memang seperti ikan ini artinya bertahan bisa membaur bersama-samma dengan yang lain dan tidak jail. P : terus yang bakaran balenyik, balenyik itu apa Kanjeng? N : blenyik itu ini mbak, blenyik itu e gereh-gereh wader itu didang dikepel bunder-bunder seperti mbuat lentho itu. Itu nanti terus digoreng. Jadi misalnya gereh teri, gereh teri itu kan kecil-kecil nek makan satu-satu kan…. Itu didang terus dikepeli kecil-kecil itu mbak, segini ini. Itu gurih rasanya gurih agak asin. Jadi yang kecil-kcil, anda tau yang namanya teri itu sangat kecil dan lembut, tapi kalau udah menggunung, kapal pun hancur. Jadi ita tidak boleh mengesampingkan yang sepele, jadi hidup itu bermanfaat. P : kalau arti dari bakaran trasi apa Kanjeng? N :bakaran trasi itu kan sedap mbak, trasi kan juga dari beberapa ikan itu. Trasi itu kan membuat sedap masakkan, jadi orang hidup itu memang ya itu ditengah masyarakat itu bagaimana kalau kita hadir itu suasana menjadi sedap, fungsinya kesana P : kalau gudang warni-warni itu apa saja Kanjeng? N : gudang warni-warni itu ada daun turi, ada daun pepaya, ada bunga turi itu juga, dan daun mbayung digudang, itu bumbunya dengan kelapa yang diparut itu yang dibuat agak pedes asin itu, urap lah istilahnya. Kan yang namanya gudang itu kan pasti daun-daun muda, yang menyegarkan. Jadi makannya orang dulu itu awet muda, aura raut mukanya itu segar karena suka makan daun-daun yang masih muda, yang segar itu. P : terus yang bumbu mentahan itu Kanjeng? N : bumbu mentahan itu trancam tadi mbak, jadi artinya yang mentah yang bersih. Sekarang modelnya trancam itu lho mbak. Saya pun sampai sekarang masih seneng. P : terus yang jangan dhokohan itu apa Kanjeng? N : jangan dhokohan itu semacam lodheh, tapi lodhehnya ya ada lodheh kluwih, ada lodheh terong, lha itu beberapa takir itu. Jadi kan buah- buah yang pala gemandhul itu labu, atau bligo itu yang pala gemandhul. Pala kesimpar ada waluh, itu bias dibuat jangan. Yang pala gemandhul itu ada kluwih itu dibuat lodheh. P : terus tuntuman kapri itu artinya apa Kanjeng? N : tumtuman kapri ini kan jenis kacang-kacangan mbak, jadi bahwa dari kacang-kacangan itu juga bakalan menjadi tunas. Jadi mulai mempersiapkan diri sejak dini, jadi benih-benih. P : kalau dhaharan tangkuweh itu apa Kanjeng? N : rang jawa katakana semacam keleman itu ya ada macam-macam makanan yang ya mudahnya snack. P : artinya apa itu Kanjeng? N : artinya ya kan didalam masyarakat itu kan ada bermacam-macam makanan tapi kita juga harus selektif, jangan asal, jangan asal makan saja. Jadi ada batas-batas kewajarannya dan seterusnya. P : terus yang kurma klengkeng, kurma klengkeng ini artinya apa Kanjeng? N : ini kan buah, kurma, klengkeng, duren ingkang alit-alit. Jadi semuanya buah-buahan yang bermanfaat bagi tubuh. Artinya bahwa kita senantiasa pokoknya ini semua dari hasil bumi yang menyegarkan, yang menguatkan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan. P : yang tadi toya asrep itu artinya apa Kanjeng? N : ya itu senantiasa pasti siap air dingin, supaya jadi orang itu tidak hanya ngumbar kanepson, suka marah tetapi harus dengan hati yang dingin juga. Makanya senantiasa pasti ada air dingin. Disamping itu air dingin diminum untuk melancarkan mungkin makanan yang belum masuk langsung, diglondor gitu. P : terus yang ukel campur tawur dedesan itu seperti apa ya Kanjeng? N : ukel itu, dhedesan itu ya bau-baunya yang bau harum ini mbak, yang serba harum ini, dhedesan ini semacam minyak pokoknya yang dulu itu benihnya benih yang mahal. Jadi memang sebagai seorang pemimpin itu dalam penampilannya juga harus berwibawa, tapi juga menyenangkan. Orang itu selalu rindu ingin melihat, mendengar dan merasakan baunya yang harum. P : terus yang sangsangan sekar cunduk itu Kanjeng? N : nah, sangsangan itu yang tadi kalung, kalau cunduk itu yang biasanya dipakai yang ditusuk, dicunduk, kadang sok dipakai nggon telinga. P : itu artinya apa Kanjeng? N : artinya, jadi itu untuk menghias diri, daya tarik, tapi daya tarik yang tidak mencolok. Itu biasanya kan dipakai bunga melati artinya bahwa kita hidup di dunia itu juga harus berhias diri tetapi yang positif. P : seperti yang sangsangan sekar kalung konyoh itu? N : iya, ganten itu ya, bukan gasten. P : terus Kanjeng yang untuk sampean dalem ingkang sinuhun 8 yang sereh selar itu apa Kanjeng? N : sereh selar ini juga jenis anu mbak, jenis ikan kali. Sereh selar, layur, juwi, gereh pethek ini ada ikan kali, ikan laut, gereh itu kan asalnya dari laut sebenarnya. Artinya bahwa kita juga harus paham bahwa laut itu kan air, lambangnya bahwa kita hidup itu harus berhati yang lapang, kalau kali itu artinya dalam kita menerima masukan-masukan itu diterima tapi jangan langsung ditelan mentah, disaring, dirasakan dulu. Maka orang jawa kalau mau makan itu kan sok ngucapkan gini weteng segoro gulu bengawan. Artinya apa, segoro itu kan dimasuki apa saja kan masuk, bengawan juga begitu jadi kita hidup itu jangan hanya pilih-pilih sing lewat. Artinya kita ngrangkul berteman, kita juga harus bisa nyaring-nyaring tapi semuanya harus diterima, tapi kita juga tetap selektif o kae ngene-ngene nanti kita bisa milih-milih. P : terus Kanjeng yang untuk sampean dalem ingkang sinuhun 9 itu yang uncit itu apa ya Kanjeng? N : uncit ini gini mbak, jadi ya semacam yang… nek uncit itu sing akhir, artinya gini jadi uncit itu kita menyadari bahwa… contohnya pisang mbak, pisang setandan, itu kan ada yang paling atas, ada yang paling uncit. Itu semua bermanfaat, jadi ono yang tinggi, ono yang… itu harus kita akui, kita hargai, mereka itu tetap umat Tuhan. Dampingannya ada dendeng yang itu orang yang leg, artinya nek masyarakat kecil jarang, paling ya uncit ini. P : terus godhong madinah itu artinya apa ya Kanjeng? N : nah, lombok ijo, godhong madinah. Godhong madinah itu gini mbak, bukan madina-madinah itu, itu daun yang sinom mbak, sinom itu muda juga. Jadi daun yang, itu kalau sudah dicampur menjadi godong madinah ini namanya yang seperti urap itu. P : artinya itu Kanjeng? N : ya artinya ini kembali kepada keshatan tubuh, yang segar-segar tadi. Pindhang, pindhang itu kan masakan yang sudah dicampur ada pedesnya, ada gurihnya, itu sok daging dipindheng, telur dipindhang. Artinya bahwa kita ini dalam kehidupan ya tadi, sama bahwa yang kita rasakan itu kadang merasakan pedes, kadang merasakan asin, kadang merasakan manis, dan sebagainya. Jadi sebagai seorang pemimpin itu harus memahami itu. Jangan kalau jadi pemimpin mung njaluke enak saja, makanya justru waktu dulu yang namanya raja itu justru malah suka tapa. Enak-enak di kerajaan, tapi dia seringkali juga keluar, ke pucuk gunung, jadi ngrasakke. P : terus bubuk dhele itu artinya apa ya Kanjeng? N : dhele itu kan keras mbak, terutama dele hitam tadi. Itu dibubuk, digiling, jaman dulu didheplok sampai lembut. Lha itu kalau yang keras apapun itu kita harus mampu melembutkan itu supaya juga dirasakan biasanya untuk urap, kemudian ada itu, lontong juga dikasih bubuk dele seperti itu. Jadi maksudnya merata, kita harus bisa membaur, merata, ning bermanfaat. P : kalau yang selat godhong itu Kanjeng? N : nah, selat godhong itu seperti kubis itu lho mbak, seperti sawi yang putih itu lho mbak, sok ada sop, sok ada selat, jadi yang segar-segar itu semuanya mengusahakan diri kita harus selalu segar. Karena segar itu apa mbak? Kalau kita segar, mau berpikir ya segar, bertindak ya segar sehingga menyegarkan. Ini kalau dirangkum sebenarnya semuanya kesana arahnya mbak. P : terus yang dele gorengan ini Kanjeng? N : dele gorengan itu saya katakana pasti biasanya delenya hitam. Nah itu kan krathaka itu mbak, makanya kita harus hati-hati. Kita seringkali menghadapi sesuatu yang keras, kecil juga tapi keras tapi kita juga harus hati-hati kalau itu kita terima, kita makan hati-hati itu juga rasanya enak. Kecuali kalau sudah ompong ya mbak. Dele itu keras ya mbak kalau digoreng, tapi di sini di Kraton pasti kalau ada sego gurih, ada dele ireng, ada lombok ijo. Jadi, bahwa kita harus selalu siap. Lombok ijo itu walaupun pedes ini seger, jadi untuk lalapan. Dele ireng kecil, keras, ning gurih. P : terus yang daharan lemper sekul Kanjeng? N : lemper sekul itu lonthong itu mbak. Jadi bahwa sekul itu kan bisa juga dipadatkan, juga bisa didang. jadi dalam bentuk apapun kita harus bisa menyelami. Kadang urip ki sok kudu ngene, sok kudu keras, kudu lunak, itu memang seperti itu. Jadi jangan kaget sewaktu-waktu kita harus masuk ke dalam suasana yang memang harus keras, atau suasana yang memang harus lunak, seperti itu. P : terus ini yang pangunjukan beras kencur ini artinya apa Kanjeng? N : ini ya jelas masalah kesehatan mbak, kencur itu kan antibiotik. Jadi beras kencur itu minuman yang menyegarkan. Di sini kalau adik saya itu, di sini saya mempunyai langganan di sini ada perusahaan jamu beras kencur, minuman beras kencur. Kalau ada tamu-tamu kerajaan pertama soft drink di sana itu beras kencur, itu seger,menyegarkan. Jadi semuanya ubarampe perlengkapan yang ada di kraton itu falsafahnya pertama kebersamaan, kita menjaga kesehatan, yang berikutnya itu supaya kita itu senantiasa segar. Segar itu bermaksud kita ya enak, orang lain ya seneng, masyarakat juga memanfaatkan. Jadi ora aneh nek misalnya jaman dulu lho mbak weruh anak raja itu orang seneng nyawang-nyawang, putri-putri kerajaan. Sebenarnya misalnya tidak cantik, tetapi cara berpakaian, carane mlaku, carane ngendikan itu orang seneng, menarik. P : terus kanjeng kembali ke depan lagi ada yang kelewatan. Kalau apem itu artinya apa ya Kanjeng? N : nah, apem itu sebenarnya lambang, istilahnya doa. Apem itu kalau bahasa arab apua apa apa itu mohon pengampunan. Jadi orang hidup itu harus sadar bahwa tidak sempurna, tidak suci, pasti ada salah dan dosa. Makanya orang Jawa itu apem selalu setiap saat diperlukan artinya kita selalu mohon pengampunan kepada Tuhan, gitu. P : sama, sama apem yang goreng merah itu. N : iya, sama, pokoknya yang namanya apem itu istilahnya untuk permohonan pengampunan, itu doa-doa. P : terus ini kemarin yang ayam pethak kenapa harus yang kemlancur Kanjeng? N : ayam putih mulus itu ya? Pethak itu kan putih, mulus. Artinya pethak ya mulus, item ya mulus. Artinya bahwa kita itu harus yang suci. Suci bukan artinya suci yang seperti malaikat itu bukan. Kita itu pada dasarnya diciptakan oleh Allah itu bersih. Nah, bersih itu artinya terutama ini kan hubungannya hablumminallah. Segala sesuatu dihadapan Tuhan tidak ada yang mustahil dan tidak ada yang bisa ditutupi karena itu kita mengatakan yang sebersih-bersihnya dihadapan Tuhan. Aku mintake A yo ngomong A. kalau di manusia kan bisa ditipu, tapi di hadapan Tuhan ndak bisa. Harapannya itu supaya kita hidup suci dan nantinya menjadi khusnul khotimah. P : terus yang jangan kalamuncang ini artinya apa ya Kanjeng? N : itu kan juga sejenis seperti bawang, daun bawang itu. Bawang itu juga banyak dimanfaatkan untuk kesehatan juga itu. Pokoknya semua itu kesehatan. Karna apa mbak, kita hidup ini kan didampingi berbagai macam tanaman, tumbuhan yang itu semua bermanfaat bagi manusia, tetapi pemanfaatannya yang wajar jangan berlebihan. P : terus Kanjeng yang pecel pitik itu lambang apa itu Kanjeng? N : nah itu senengane Janoko dalam pewayangan, raja juga banyak yang seneng. Pecel pitik itu ya artinya sambel pecel dan pitik goring. Pecel itu kan pedese ora banget, pecel kan ada kacang dan sebagainya itu. Nah ayam goring kan dah jelas gurih. Jadi ono gurihe ono pedese. P : kalau kupat sendiri Kanjeng? N : kupat itu biasanya ya memang itu juga falsafah bahwa manusia itu tadi sudah saya katakana tidak suci sempurna. Kupat itu kalau bahasa Jawanya jarwo dosok, aku lepat, saya salah makanya selalu mohon pengampunan. Makanya setiap akhir puasa orang Jawa pasti membuat kupat bukan lontong. Lontong ya bisa, alane wis kothong, tapi sebenarnya yang benar kupat itu, kupat itu ada yang untuk ngluwari ujar. Untuk melaksanakan nadir, janji itu kan harus diluwari biasanya pakai kupat itu. P : terus pecel semanggi itu seperti pecel pitik tadi. N : pecel semanggi itu, semanggi itu kan daun ya mbak, daun yang… nah itu juga yang menyegarkan tetapi kebanyakan daun semanggi itu kan di parit-parit. Itu ya fungsinya untuk kekebalan tubuh, daya tahan tubuh. P : terus sekul liwet Kanjeng? N : sekul liwet itu lain dengan sekul gurih. Kalau sekul liwet itu rangkaiannya dengan ulam lembaran sama sambel goreng. Itu artinya sekul yang rodok gurih memang P : pentil terong ini artinya apa Kanjeng? N : pentil itu artinya yang masih kecil itu kan mbak, itu kan juga untuk trancam, untuk urap itu lho mbak. Itu dimakan mentah saja enak. Terong kan biasanya panjang, itu yang masih kecil, baru. Itu ya seger. P : terus yang pepesan wuku ini Kanjeng? Wuku itu apa? N : wuku ini istilahnya kan ada ikan lele, ada ikan gabus, ikan kali pokoknya mbak, ikan kali yang dipepes. P : artinya Kanjeng? N : ya artinya itu supaya dalam gelombang kehidupan apapun jangan mudah berubah. Dipes itu kan artinya tidak banyak prubahan. Kalau misalnya gereh tongkol kan biasanya dibungkus dengan apa itu, bumbu-bumbu dipepes seperti masih utuh mentah kan, tapi sudah mateng, jadi tidak berubah P : terus Kanjeng yang ulam ragi terik? N : ragi terik itu biasanya sapi atau kerbau, dagingnya diragi itu dengan kelapa yang diparut itu tapi dibuat manis. Terik itu bumbu. P : artinya itu apa Kanjeng? N : artinya bahwa hidup kita, daging itu kan diterik ya bisa, didendeng ya bisa, dibuat semacam tadi ya bisa. Kita itu harus mempunyai hidup kita itu yo iso ngono, iso ngene, jadi bermanfaat dimanapun. P : terus Kanjeng yang pepesan gereh gatel. Gereh gatel itu yang seperti apa ya Kanjeng? N : gereh gatel itu kan memang ada seperti bukan cethul ya. Ya gereh tapi yang bukan gereh teri ya semacam gereh itu tapi itu nek dimakan satu per satu ada rasane rodo-rodo gatel gitu. P : artinya apa itu Kanjeng? N : artinya bahwa kalau kita makan, setiap kali menerima sesuatu, makan sesuatu, dirasakke sik tenanan. O ki opo, nah gatele gatel piye. Gatel itu kan gatele juga yang bermanfaat. P : terus Kanjeng kalau makna dari kolak sendiri itu apa Kanjeng? N : kolak itu kan bisa dibuat dari pisang, dibuat dari ketela, dan pake kuah yang manis. Artinya bahwa kalau kita biasanya gandengane ketan, kolak, apem. Kita mohon pengampunan, kita mengharapkan menerima berkah, anugrah yang nikmat, yang manis, itu permohonan. Kolak itu nyenengke, legi. P : terus jangan lodheh itu artinya apa Kanjeng? N : lodheh itu kan pedes mbak, seger tapi pedes. Jadi kita memang perlu, perlu sing seger, tapi perlu sing pedes-pedes juga, penyemangat, spirit. Orang biasane mangan ora nggo pedes-pedes ora nikmat, tidak merasakan kenikmatan. Jadi orang perlu merasakan kenikmatan, perlu semangat, perlu gairah. Tanpa yang pedes-pedes kita tidak bisa bergairah. P : makasih banyak Kanjeng, maaf udah banyak menyita waktunya Kanjeng. hehe CATATAN LAPANGAN
1. Selasa, 13 November 2012
Peneliti meminta surat pengantar ijin penelitian ke TU Dekan, yang
ditujukan kepada Kepala Museum Radya Pustaka Surakarta dengan alamat
Jl. Slamet Riyadi No. 275 Surakarta, untuk melakukan penelitian dengan
mengkaji salah satu naskah yang berada di perpustakan Museum Radya
Pustaka Surakarta.
2. Senin-Selasa, 14-15 Januari 2013
Pada hari Senin, 14 Januari 2013 pukul 09.40-11.50 WIB peneliti
melakukan perjalanan dari Stasiun Kutoarjo menuju Stasiun Purwosari,
Solo untuk selanjutnya menuju Museum Radya Pustaka Surakarta untuk
memberikan surat pengantar dari kampus. Namun, sesampainya di
Museum ternyata setiap hari Senin Museum tutup. Akhirnya peneliti
mencari tempat penginapan untuk hari selanjutnya kembali mengunjungi
Museum Radya Pustaka untuk memberikan surat pengantar dari kampus
sekaligus mencari naskah yang akan dijadikan subjek penelitian.
3. Rabu, 17 April 2013
Setelah mendapatkan ACC dari dosen pembimbing, peneliti
menghubungi salah satu pegawai yang bertugas mengenai pernaskahan
yaitu Mba Nia untuk meminta tolong mengirimkan hasil scan dari naskah
Serat Mumulen yang menjadi subjek penelitian peneliti. Tentunya
menransfer untuk biaya scan terlebih dahulu kepada bendahara Museum. 4. Selasa, 24 September 2013
Peneliti meminta surat pengantar ijin penelitian ke TU Dekan, yang
ditujukan kepada Sesepuh Karaton Surakarta Hadiningrat untuk
melakukan penelitian (wawancara) dengan judul “Ubarampe Selamatan
Pernikahan di Kraton Surakarta dalam Serat Mumulen Karya K.R.A Sastra
Negara”
5. Rabu, 09 Oktober 2013
Pada pukul 07.00 WIB peneliti melakukan perjalanan menuju
Karaton Surakarta Hadiningrat untuk memberikan surat pengantar dari
kampus dan membuat janji dengan sesepuh Karaton yaitu KP.
Winarnokusumo untuk melakukan penelitian (wawancara). Perjalanan dari
rumah peneliti menuju Karaton ditempuh menggunakan sepeda motor
sekitar 4 jam.
6. Kamis, 17 Oktober 2013
Pada pukul 05.00 WIB peneliti berangkat dari rumah menuju
Karaton Surakarta Hadiningrat menggunakan sepeda motor karena
sebelumnya telah membuat janji untuk bertemu dengan KP.
Winarnokusumo pukul 09.00 WIB untuk melakukan penelitian yaitu
wawancara kepada KP. Winarnokusumo selaku sesepuh di Karaton
Surakarta Hadiningrat.
7. Selasa, 19 November 2013
Pada pukul 06.00 WIB peneliti berangkat dari rumah untuk
mengunjungi Karaton Surakarta Hadiningrat kembali untuk bertemu dengan KP. Winarnokusumo dengan keperluan melanjutkan wawancara
yang waktu lalu belum terselesaikan karena KP. Winarno mempunyai
acara lain yang tidak dapat ditunda. Sebelumnya peneliti sudah menelfon
KP. Winarno untuk membuat janji terlebih dahulu. Perjalanan rumah
peneliti menuju Karaton Surakarta ditempuh menggunakan sepeda motor
dengan waktu sekitar 4 jam.
8. Kamis, 20 Februari 2014
Pada pukul 07.30 WIB peneliti melakukan perjalanan mengunjungi
Museum Radya Pustaka Surakarta dan Karaton Surakarta Hadiningrat
untuk meminta surat keterangan dari Museum dan Karaton bahwa peneliti
sudah melakukan penelitian di tempat tersebut. Perjalanan peneliti
ditempuh selama kurang lebih 4 jam menggunakan sepeda motor.
Sebelumnya peneliti telah membuat janji terlebih dahulu dengan Mba
Windi (pegawai museum) dan KP. Winarno kalau akan berkunjung.