<<

BUDAYA SYAWALAN ATAU LOMBAN DI JEPARA: STUDI KOMPARASI AKHIR ABAD KE-19 DAN TAHUN 2013

Oleh Dr. Alamsyah, M.Hum1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Lomban atau syawalan di Jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun yang silam. Pada tahun 1868, kegiatan syawalan berlangsung semarak dengan didukung oleh bupati, lurah, dan masyarakat. Pesta rakyat Jepara ini dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah seperti Rembang, Semarang, dan Juwana. Kegiatan yang dilakukan tujuh hari setelah pada tahun 1868 tidak terjadi di daerah lain. Bila dibandingkan aktivitas lomban tahun 1868 dengan tahun 2013 terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya, kegiatan syawalan diwarnai oleh aktivitasi budaya melarung kepala kerbau. Bupati serta pejabat yang lain dan masyarakat guyub rukun mendukung aktivitas lomban ini. Perbedaannya adalah pada tahun 2013 terdapat pengembangan kegiatan antara lain pentas wayang kulit dan hiburan. Namun demikian, esensi dari kegiatan lomban masih tetap sama yaitu meminta kepada yang Maha Kuasa kegiatan mencari rezeki di laut pada tahun mendatang semakin mudah.

Kata-Kata Kunci : Kegiatan, Budaya, Syawalan, Komparasi, Jepara

PENDAHULUAN Jepara adalah sebuah kota di pantai nelayan semakin meningkat (Singgih, 2005: Utara Jawa yang kaya akan peninggalan 71). budaya dan sumber daya manusia (human Syawalan atau sedekah laut resources) yang belum dioptimalkan. merupakan salah satu tradisi masyarakat Padahal peninggalan budaya baik tangibel pesisir atau nelayan di berbagai wilayah. maupun intangibel yang ada sangat Syawalan atau sedekah laut serta tradisi- tradisi lainnya dalam pandangan antropolog berpotensi dalam menggerakkan dinamika Ruth Benedict merupakan salah satu pariwisata lokal (Alamsyah, dkk, 2013: 1; konstruk kebudayaan suatu masyarakat Sumijati, 2004: 8). Modal yang telah ada di tertentu. Menurutnya, pada setiap Jepara dapat dikemas menjadi keunggulan kebudayaan biasanya terdapat nilai-nilai lokal yang dapat menarik wisatawan. Namun tertentu yang mendominasi ide yang potensi peninggalan budaya yang beragam berkembang yang akan membentuk dan belum dipasarkan secara optimal sehingga mempengaruhi aturan aturan bertindak jumlah kunjungan wisatawan untuk melihat masyarakatnya (the rules of conduct) dan potensi peninggalan budaya lokal Jepara aturan-aturan bertingkah laku (the rules of behavior) yang membentuk pola kultural masih minim. Salah satu peninggala budaya masyarakat (1958, lihat juga dalam Anwar, yang ada di Jepara adalah tradisi lomban 2013: 438). atau Syawalan. Kegiatan ini sudah Atas dasar itulah maka artikel ini berlangsung ratusan tahun yang silam di mengangkat topik “Budaya Syawalan atau sebuah pantai di Jepara. Dari waktu ke Lomban Di Jepara: Studi Komparasi Akhir waktu kegiatan ini mengalami pergeseran, Abad Ke-19 dan Tahun 2013” dengan namun esensinya tetap sama yaitu meminta permasalahan pertama, bagaimana berkah kepada yang maha kuasa agar pada bagaimana budaya syawalan di Jepara, tahun yang akan datang rezeki masyakat kedua Bagaimana Studi Komparasai

1 Pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip Semarang

Syawalan pada akhir abad ke-19 dan tahun sebelumnya, dan dari berbagai pustaka yang 2013. relevan. METODE PENELITIAN Tahapan yang dilakukan dalam Artikel tentang “Budaya Syawalan penelitian ini antara lain penggalian data Di Jepara : Studi Komparasi Akhir Abad Ke- primer berupa arsip atau dokumen. Informan 19 dan Tahun 2013” merupakan sebuah tentang Syawalan juga dapat dilacak dari penelitian deskriptif analitis dengan sumber primer berupa surat kabar seperti dukungan data kualitatif. Penelitian ini Suara Merdeka. Sumber sekunder diperoleh menggunakan sumber primer dan sumber dari kajian sebelumnya dan berita online sekunder. Sebagai penelitian sejarah, maka tentag kegiatan Syawalan pada tahun 2013. penelitian ini dilakukan dengan Sumber-sumber tersebut diteliti secara kritis menggunakan metode sejarah yang terdiri baik keaslian maupun kredibilitasnya. atas heuristik, kritik, interpretasi, dan Dalam rangka menggali informasi historiografi. Tujuannya adalah untuk yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya mencoba melakukan rekonstruksi peristiwa dilakukan observasi langsung. Observasi masa lalu (Garraghan, 1946: 34; Gottschalk, atau pengamatan bertujuan untuk 1986: 32; Sjamsuddin, 2007: 85-87; memperoleh deskripsi yang lebih utuh Herlina, 2008: 15). Heuristik adalah tahapan mengenai budaya lokal dan nilai-nilai yang atau kegiatan menemukan dan menghimpun terkandung untuk dikembangkan. sumber, informasi, dan jejak masa lalu. Pendekatan antropologis juga digunakan (Garraghan, 1946: 34; Gottschalk, 1986: 32; dalam penelitian ini. Pendekatan Herlina, 2008: 15). Heuristik ini sebagai antropologis memfokuskan pada studi-studi upaya menemukan kekuatan bukti sumber etno-historis yaitu berbagai aktivitas yang ditemukan (Garraghan, 1946: 168). masyarakat, budaya, makna simbolis, dan Heuristik yang dilakukan mendasarkan pada nilai-nilai tradisi lokal yang di masa sumber sumber primer dan sumber sekunder sekarang masih berkait atau mencerminkan (Herlina, 2008: 17-24). Kritik ditujukan pengetahuan dan kehidupannya di masa dalam rangka menuju ke arah keabsahan lampau yang mempunyai makna budaya. sumber baik untuk meneliti otentisitas Pendekatan hermeuneutik yaitu sumber, atau keaslian sumber, yang disebut pendekatan yang memposisikan karya kritik eksternal, dan meneliti kredibilitas sebagai karya, yang membutuhkan bentuk sumber, atau kritik internal (Garraghan, pemahaman yang lebih halus dan 1946: 229; Herlina, 2008: 24). komprehensif. Sebuah “karya” selalu Interpretasi adalah penafsiran ditandai dengan sentuhan manusia, karena terhadap berbagai fakta sejarah yang telah karya selalu berarti karya manusia (atau terkumpul dalam tahapan heuristik. Tanpa Tuhan). Untuk menggunakan kata “obyek” penafsiran atau interpretasi dari sejarawan (penelitian) yang berkaitan dengan sebuah karena fakta tidak bisa berbunyi. Sejarawan karya, akan mengaburkan perbedaan yang jujur akan mengatakan dari mana data penting, karena seseorang harus melihat itu diperoleh baik melalui interpretasi karya tidak sebagai obyek atau fakta, tetapi analisis maupun interpretasi sintesis sebagai karya. Aktivitas budaya yang (Garraghan, 1946: 321; Herlina, 2009: 40). dipandang sebagai karya membutuhkan Studi arsip atau penemuan sumber bentuk pemahaman yang lebih halus dan untuk menulis suatu peristiwa mendasarkan komprehensif (Geertz, 1973; lihat juga cara-cara yang lazim dilakukan sejarawan Grondin, 2012: 256-258). (Garraghan, 1957: 33; Gottschalk, 1956: 27- Semua data yang telah dikumpulkan 28; Herlina, 2008 ; Sjamsudin, 2007). melalui berbagai pendekatan di atas Sumber primer berupa arsip atau data lain selanjutnya akan diklasifikasikan, dihubung- baik tekstual maupun non tekstual. Adapun hubungkan atau diakumulasikan antara data sumber sekunder diperoleh hasil riset satu dengan yang lainnya, dikaitkan antara sumber primer dengan sumber-sumber adalah Het Pada Loemban Feest Te Japara pustaka atau sumber sekunder, sebagai suatu (Kegiatan Pada Lomban di Jepara). Artikel bentuk interpretasi dan disintesakan dalam ini menyebutkan tentang kata lepat. rangka mengembangkan model yang dapat Ketupat lepat adalah sejenis ketupat yang diaplikasikan. Tahapan terakhir adalah tidak dalam bentuk kubus seperti biasanya. historiografi yaitu melakukan proses Bentuk ketupat lepat memanjang dan bulat, penulisan (Herlina, 2009: 56). Historiografi berbentuk silinder. Gambaran tentang ini memperhatikan proses seleksi, imajinasi, ketupat dalam kamus Melayu berbeda. dan kronologi (Abdullah, 1984: 92; Menurut Kamus Melayu disebutkan bahwa Gottschalk, 1975: 33; Renier, 1997: 194; Ketupat merupakan suatu adonan beras yang Kuntowijoyo, 1995: 103). diolah dengan cara dimasak. Sejumlah kecil Bagan alir berikut ini menunjukkan beras kasar dicampur dengan sedikit garam, metode penelitian yang digunakan untuk dianyam dalam keranjang yang terbuat dari mencapai tujuan penelitian. daun kelapa muda dengan bentuk kubus atau piramida. Setelah anyaman jadi dan telah diisi, maka ketupat tersebut direndam dalam KESIMPULAN air masak hangat. Keranjang ini memiliki  Deskripsi Peninggalan Budaya Syawalan/Lomban besar satu kepalan tangan kecil sehingga beras yang dimasak menjadi padat. Kadang-kadang orang membuat keupat lepat ini dalam bentuk menyerupai  Historis  Hermeunitik  Antropologis Pendekatan mesjid. Ketika ketupat biasa diiris melintang,  Interpretasi Simbolik pada irisan itu orang mendapatkan satu bidang yang seluruhnya mirip dengan bentuk diagonal seperti kain selimut atau kain lap. Oleh karena itu, kain ini juga sering disebut  Studi Pustaka seprei belah ketupat. Pada upacara Pada  Observasi lumban di Jepara orang saling merancang ketupat. Diperkirakan pesta lomban ini ini  Sumber primer (data  Sumber Sekunder (data memiliki makna sejarah (TNI, 1868: 86). tekstual / non tektual tekstual / non tektual Yang menarik dari jurnal ini  Sumber Sekunder (data  Sumber Sekunder (data Tekstual / non Tekstual) disebutkan bahwa pesta lomban yang Tekstual / non Tekstual) berasal dari Jepara tidak pernah terdengar di tempat lain. Artinya bahwa pada tahun 1868, BAGAN METODOLOGIS Rumusan Pesta lomban di Jepara adalah satu-satunya Masalah pesta lomban di pesisir pantai. Istilah lomban mengandung makna saling melempar atau berenang. Istilah lokal juga menyebutkan bahwa ketika anak-anak saling bersenang- PEMBAHASAN senang saat , mereka akan saling menyiram air atau yang disebut dengan A. Kegiatan Syawalan atau Lomban Pada istilah lumbanan. Akhir Abad ke-19 Beberapa hari sebelum pesta lomban 1. Syawalan atau Lomban pada Tahun dimulai, warga Jepara mulai melakukan 1868 persiapan. Semua perahu yang digunakan Gambaran tentang aktivitas Syawalan untuk kepentingan lomban terbuka. Perahu- atau lomban di Jepara ditulis dalam perahu yang ada di Jepara, ketika Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (TNI) pelaksanaan lomban banyak yang disewa. atau Jurnal Hindia Belanda yang terbit pada Pada puncak acara, pengunjung berasal tidak tahun 1868. Judul artikel dalam TNI ini hanya dari Jepara saja, tetapi juga berdatangan dari Semarang, Juwana dan dihuni oleh orang Melayu Encik Lanang Rembang. Perahu-perahu yang terlibat dalam (TNI, 1868: 87). Orang Melayu Encik kegiatan lomban dihiasi dengan indah. Pada Lanang meminjam teluk dari pemerintah lunas depan, belakang, dan tiang perahu sebagai imbalan bagi jasa-jasanya dalam dihiasi dengan rangkaian bunga pandan, ekspedisi . kenanga, soka, dan ketupat yang saling Dalam kegiatan ini bupati membawa terikat. Selanjutnya orang dua belas payung atau penyekat dari bambu menggantungkannya dengan bendera atau yang beroda. Kendaraan ini dilumuri dengan panji yang terbuat dari kain dan selendang kapur dan kadang-kadang ditandai dengan dengan berbagai warna. Umumnya bendera gambar harimau, naga, dan ikan (TNI, 1868: atau panji ini berwarna hijau. 87). Pada hari pelaksanaan pesta, setiap Beberapa orang menempatkan orang sejak fajar sudah bangun dan mandi. sebuah boneka seperti manusia di lunas Orang yakin bahwa siapapun yang depan perahu. Boneka ini disebut melakukannya terlebih dahulu, sebagai tanda kedawangan, yang terbuat dari kedobos atau keberuntungan. Pada hari ini, orang tulang daun nibung, yang juga digunakan berbusana rapi. Menjelang pukul delapan bagi sangkar burung. Selain itu berbagai pagi, warga masyarakat menaiki kapal. perahu di Jepara dihiasi dengan boreh. Boreh Beberapa orang membawa serta gamelan adalah sejenis adonan cat yang berwarna dalam perahu. Bupati biasanya memiliki . Pada kegiatan lomban ini gamelan termahal dan termerdu. Bupati, masyarakat memasak ketupat yang dikemas kepala desa, dan masyarakat berlayar dengan secara khusus. Selain ketupat juga ada telur iringan tabuh giro, musik Jawa, menyusuri itik, kolang-kaling atau buah pohon aren sungai Jepara sampai laut. yang berwarna hijau dan bulat. Seluruh Sesampai di laut, dalam waktu keranjang penuh ketupat diangkut dengan singkat ratusan perahu yang penuh dengan perahu. Tentu saja biaya yang digunakan muatan manusia berada di atas air yang untuk proses ini cukup besar sehingga jernih. Mereka berada di segala arah dan kadangkala harus berhutang kepada orang berteriak ramai-ramai sambil terus berlayar, Cina. palpallan. Perjalanan ini mencapai pulau Tiga komoditi yang disebutkan di yang jauh yaitu Pulau Panjang dan Pulau atas (ketupat, telur itik, dan kolang-kaling) Tengah. Dalam pelayaran ke Pulau tersebut, digunakan dalam prosesi saling lempar- warga saling bercanda ancaman dan melempar. Telur yang membusuk digunakan gurauan, saling mengejar, saling melempar untuk saling lempar dan menyebarkan bau dengan sebagian ketupat, telor kotor dan tidak sedap. Begitu pula kolang-kaling yang kolang-kaling, menembak dengan pistol digunakan dapat menyebabkan gatal-gatal di yang berpeluru kosong dan petasan Cina. kulit atau rasa terbakar karena terkena Mereka terus berpesta hingga waktunya tiba sentuhan getah. Permainan ini masih untuk makan bersama. Ketika sampai di dilakukan oleh orang secara sembunyi- pantai pulau Encik Lanang ini orang sembunyi. singgah, memasak dan membakar atau Selain itu kaum wanita harus membeli makanan pada pedagang keliling menyiapkan makanan yang diperlukan. (TNI, 1868: 88). Makanan yang disiapkan kebanyakan terdiri Pada hari pelaksanaan pesta lomban atas lauk-pauk dan serbat. Oleh para petinggi ini meskipun tidak ada pasar di Jepara, tetapi atau kepala desa, sejumlah besar ketupat banyak kedai dan penjaja buah, lauk-pauk, disampaikan sebagai hadiah bagi pesta minuman, dan barang dagangan yang lain kepada bupati. Para kepala desa mengiringi berangkat ke tempat perlombaan. Setelah bupati sebagai pengikut, wong pengiring , ke melaksanakan makan siang. Warga berziarah tempat permainan. Mereka berada di Pulau ke makam Melayu yang ditemukan di pulau Teluk, sebuah pulau di teluk Jepara, yang itu. Di tempat pemakaman ini, warga berdoa, meletakkan bunga dan dupa. Istilah bada lomban atau lumban Sementara itu dua belas penyekat bambu terdiri atas bada atau bentuk lain dari bakda. dipasang dalam sebuah lingkaran. Bupati Ba’da menurut bahasa Arab artinya setelah bersama beberapa orang Eropa, bangsawan selesainya acara, dan lomban berarti mandi. Jawa, dan keluarganya duduk di sebuah Terjemahan harafiahnya adalah mandi yang pendopo yang telah dirancang sebagai mengakhiri puasa. Definisi lain dari bada tempat beristirahat dan tempat menikmati lomban adalah membebaskan diri dari puasa pesta. Persediaan ketupat disiapkan. sukarela di musim kemarau yang diakhiri Beberapa bangsawan duduk di belakang dengan mandi (Veth, 1882: 768). Kata bakda pelindung atau aling-alingan. Yang lain adalah kata Jawa yang berarti pesta. Adapun berlindung dengan perisai bulat. kata lomban atau lumban mengandung Pertandingan dimulai dengan ditandai ribuan makna khusus tentang mandi untuk hiburan, telor dan ketupat dilemparkan ke udara. yaitu bermain mandi dan saling mengguyur Telor dan ketupat berjatuhan di semua dengan air. Di Jepara bada lumban, tempat. Warga yang mengikuti pesta ini dihubungkan dengan pengertian permainan, berlarian mencari kolang-kaling (TNI, 1868: bermain dan berkubang di air (Veth, 1882: 88). 768). Beberapa hari sebelum 2. Syawalan atau Lomban 1882 diselenggarakan pesta di Jepara, persiapan Menurut P.J. Veth dalam sebuah dilakukan dengan menyewa perahu dari buku yang berjudul Jawa: Geographisch, tempat-tempat di sekitar Jepara. Perahu ini Ethnologisch, Historisch (1882) menjelaskan dihiasi dengan boneka yang diberi bahwa Di Jepara terdapat suatu pesta berbusana, kain beraneka wana, panji-panji, budaya yang disebut bada lomban. Pesta ini ketupat, bunga-bunga yang saling terikat, diselenggarakan pada hari ke-8 bulan dan dilengkapi dengan boreh kuning. Syawal. Yaitu hari setelah Syawalan atau Ketupat ini dikemas dan dikumpulkan puasa ke-6 dari bulan Syawal. Aktivitas ini dengan setumpuk kolang-kaling dan telur dianggap sebagai pesta besar setelah bulan itik. Kolang kaling adalah buah pohon aren Ramadhan (Veth, 1882: 767). Perayaan yang bentuknya bulan. syawalan juga terjadi di tempat lain, tetapi Bupati dan para kepala desa ikut terbatas pada slametan atau sesaji ketupat. berperan dalam persiapan pelaksanaan Sesaji ketupat ini berisi beras dengan sedikit lomban. Bupati biasanya pergi ke Pulau garam yang ditumbuk dan dikemas dalam Kelos dengan membawa 12 buah bambu sebuah keranjang sebesar kepalan tangan. yang dipasang di roda, yang dilumuri dengan Bentuknya dianyam berbeda-beda dari daun kapur dan digambari dengan bentuk harimau kelapa muda. Dari sinilah maka muncul serta naga (Veth, 1882: 768) istilah tahun baru ketupat. Istilah ini muncul Pada hari pesta yang telah dari kalangan orang pribumi ketika mereka ditentukan, setiap warga Jepara melakukan berbicara dengan orang Eropa berkaitan ritual mandi pada pagi hari dan berbusana dengan lomban (Veth, 1882: 768). rapi. Menjelang pukul delapan pagi, peserta Orang Eropa menganggap pesta kegiatan lomban naik kapal. Bupati dan setelah berakhirnya bulan puasa Ramadhan orang-orang kaya lainnya membawa serta dianggap sebagai perayaan tahun baru gamelan di sebuah perahu dan diiringi pribumi. Orang pribumi sering menguatkan permainan pengiring pesta Jawa, tabuh giro. pandangan yang keliru berkaitan dengan Para peserta lomban ini menyusuri sungai sebutan tahun baru ini. Antara orang pribumi Jepara menuju laut. Puluhan perahu dengan orang Eropa memberikan sebutan memenuhi laut sehingga air laut tertutup yang sama dengan menambah kata ketupat oleh perahu. Semua peserta mendayung pada sebuah pesta yang dirayakan seminggu perahunya untuk mencapai Pulau Panjang pasca Idul Fitri ini. sambil berteriak (Veth, 1882: 769). Dengan perahu layar, mereka saling B. Syawalan atau Lomban Tahun 2013 mengejar, saling berlomba untuk untuk Bila pada tahun 1868 dan tahun 1882 mendapatkan ketupat. Kolang-kaling yang kegiatan Syawalan atau lomban di Jepara telah disiapkan dibakar dan diletakkan di sudah berlangsung meriah. Pada tahun 2013 atas kulit serta dan telor. Dengan letusan ini, setelah 148 tahun atau 132 tahun petasan Cina dan pistol peluru kosong, berlalu, kegiatan syawalan atau lomban hiburan pertandingan diadakan. semakin meriah dengan dengan memadukan Setelah selesai lomba atau unsur budaya tradisional dengan budaya pertandingan, pada siang hari mereka kontemporer. Budaya tradisional diwujudkan melakukan aktivitas makan siang. Warga dalam bentuk penampilan wayang kulit dan yang telah mencapai Pulau Kelor, memasak budaya kontemporer diwujudkan dengan dan mengolah apa yang mereka bawa atau hadirnya dangdutan. membeli dari para pedagang buah, lauk dan Bila pada tahun 1868 dan 1882 minuman keliling yang berangkat ke pulau kegiatan syawalan atau lomban hanya itu. Pada kegiatan pesta lomban ini tidak ada terdapat di Jepara, maka pada tahun 2013 aktivitas pasar di kota Jepara. Semuanya kegiatan serupa juga dilaksanakan di daerah tutup dan bergabung dalam pesta lomban. lain, seperti Rembang, Demak, dan Dalam kegiatan ini juga dilakukan aktivitas sebagainya. Lomban berasal dari kata berziarah ke makam-makam yang di pulau “lomba-lomba” yang berarti bersenang- Panjang dan Pulau Kelor. Kegiatan ziarah ini senang. Ada juga yang mengatakan bahwa ditandai dengan meletakkan bunga dan dupa kata lomban berasal dari kata “lelumban” (Veth, 1882: 769). atau bersenang-senang. Pada dasarnya Di Pulau Kelor terdapat tempat semuanya memiliki makna yang sama yaitu berteduh yang sengaja dibuat sebagai merayakan hari raya dengan bersenang- pelindung. Tempat berteduh ini terbuat dari senang. Bada lomban merupakan momen bambu yang dipasang melingkar. Di tempat bagi masyarakat Jepara khususnya dan inilah bupati bersama keluarga, orang-orang daerah-daerah lain pada umumnya untuk Jawa yang kaya, dan kadang-kadang bersenang-senang setelah sebulan penuh beberapa penonton Eropa duduk di sebuah berpuasa. Sekaligus sebagai momen untuk tempat yang mirip pendapa ini. Persediaan berkumpul bersama keluarga maupun telah dibawa seperti ketupat dan lauk-lauk kerabat lainnya dihidangkan. Para prajurit atau (http://pekansyawalan.blogspot.com/2013_0 ksatria berada di sekitar tempat berteduh ini 2_01_archive.html) bersiap-siap melempar ribuan ketupat, telor Lomban adalah pesta para nelayan di kotor dan buah aren hijau ke udara. Jepara khususnya, dan di sekitar pantura Beberapa orang yang warga yang ikut pada umumnya. Dilaksanakan pada hari ke terlibat dalam pertarungan perebutan ketupat delapan atau hari yang sama dengan hari ini berlarian. Pada kegiatan ini diiringi lebaran. Sebenarnya pada hari ke-8 pasca berbagai tarian tradisional. Kegiatan akan bulan Ramadhan adalah puncak dari selesai ketika bupati memberikan tanda kegiatan lomban atau Syawalan. Keramaian berhenti. lomban telah diawali pada akhir Ramadhan ketika kegiatan di Pulau ini selesai, sampai tanggal 10 Syawal. Pantai Kartini semua orang kembali menuju kapal dan sebagai salah satu tempat yang dipakai untuk berlayar atau berdayung ke daratan di Jepara. kegiatan lomban penuh sesak dengan Proses kembalinya ke daratan ini iringan wisatawan domestik bunyi gamelan. Menjelang pukul tiga sore, (http://pekansyawalan.blogspot.com/2013_0 semua aktivitas selesai dan tidak ada bekas 2_01_archive.html). yang menandakan keramaian kegiatan bada Pada kegiatan ini masyarakat sangat lomban (Veth, 1882: 769). antusias untuk mengikuti acara tahunan ini. Awalnya tradisi lomban merupakan kegiatan para nelayan Jepara, namun seiring Seluruh rangkaian itu merupakan berjalannya waktu, sekarang tradisi ini sudah tradisi yang dalam konteks tahun 2013 melekat di masyarakat. Di Jepara tradisi dipandang tidak terkait dengan akidah. lomban seakan sudah menjadi rutinitas Meski demikian, rangkaian acara larungan masyarakat setiap tahunnya. Tradisi yang yang berjalan dinilai tidak bertentangan syawalan atau lomban merupakan kegiatan dengan akidah. Menurut pendapat Sholikul yang dilakukan sepekan setelah hari raya Huda yang dimuat di media Suara Merdeka Idul Fitri atau pada tanggal 8 syawal dan (15 Agsutus 2013) menyatakan bahwa biasa disebut dengan “Bada Kupat”. Disebut momen lomban ini dipandang sebagai wujud “Bada Kupat” karena pada saat itu rasa syukur. Rasa syukur itu bukan untuk masyarakat Jepara merayakannya dengan laut, tetapi kepada Allah SWT. Menurut memasak kupat (ketupat) dan disertai Sholikul, dahulau memang ada pertentangan, rangkaian masakan lain seperti ayam, tetapi tetapi sekarang ini sudah tidak ada daging, goreng, oseng- lagi. Acara larungan adalah tradisi dan tidak oseng, dan lain-lain. ada unsur menyia-nyiakan makanan. Lomban pada tahun 2013 Rangkaian proses lomban termasuk dilaksanakan di 3 (tiga) objek wisata yaitu pelarungan adalah kearifan lokal dan sudah Pantai Kartini, Pantai Tirta Samudera, dan menjadi wisata budaya. Selain itu, juga ada Pantai Benteng Portugis. Lomban sudah rangkaian acara ibadah untuk berdoa kepada masuk dalam calender of Event Pariwisata Alllah SWT. Daging kerbau dipakai untuk skala nasional. Momen pesta lomban di acara selametan atau untuk mangan warga. kabupaten Jepara sebagai rangkaian lebaran Adapun yang dibuang ke laut hanya kepala dilangsungkan di pantai-pantai yang ada di kerbau saja. Jepara. Pesta besar dipusatkan di area pantai Rangkaian prosesi lomban juga kecamatan Kota Jepara. Start dari tempat sudah ada tambahan festival kupat lepet pelelangan ikan (TPI) Ujung Batu dan sejak tahun 2006. Hal ini dengan maksudkan berakhir di dermaga Pantai Kartini. Dalam agar acara lomban menjadi milik seluruh acara itu, ada rangkaian prosesi yang masyarakat bukan hanya warga pesisir. dilakukan. Awal rangkaian lomban dimulai Kalau orang pesisir menyebut tujuh hari dengan doa dengan berziarah ke makan Cik setelah idul fitri adalah “bodo lomban”, Lanang di Pemandian Pantai Kartini dan sedangkan orang agraris menyebut “bodo Ziarah ke makam Mbah Rongggo. Kegiatan kupat”. Ada tambahan festival kupat lepet ziarah ini dilakukan pada H-1 lomban. Pada agar antara masyarakat pesisir dan malam harinya sebelum prosesi larungan, di masyarakat agraris semakin menyatu. Bodo TPI Ujung Batu dilangsungkan pagelaran lomban dan bodo kupat merupakan simbol wayang kulit dengan menampilkan dalang dari adanya rasa persatuan masyarakat Ki Nur Kasan dengan lakon “Wahyu (Lomban Dimeriahkan Festival Kupat Lepet Kembar Sejati”. 15 Agustus 2013, SM, kolom 14). Pada pelaksanan lomban dilakukan Kupat dan Lepet adalah makanan pelarungan yang ditandai dengan ritual khas yang disajikan pada saat Lebaran larung kepala kerbau di TPI Ujung Batu. Syawal. Untuk daerah di yang Kegiatan pelarungan ini dimulai sekitar tidak memiliki budaya Syawalan, kupat pukul 07.00. Pasca pelarungan, dilanjutkan bersama dengan selalu disajikan dengan kegiatan di pantai Kartini berupa pada saat tanggal 1 Syawal. Tetapi untuk festival kupat lepet. Ribuan wisatawan yang daerah seperti Jepara, Demak, Solo, dan datang ke pantai Kartini berebut kupat lepet beberapa daerah di Jawa lainnya yang yang disediakan dengan jumlah 2013 buah memiliki tradisi Lebaran Syawalan biasanya menyesuaikan tahun 2013. Dalam festival ini tidak ditemukan kupat pada tanggal 1 diiringi tari kemakmuran sebagai doa untuk Syawal ini. Masyarakat baru ramai-ramai Jepara (Suara Merdeka, 15 Agustus 2013). membuat dan dan menjual kupat di pasar tradisional menjelang tanggal 8 Syawal. Kegiatan puncak yang berkaitan Pada lebaran kedua ini, kupat dan lepet dengan tradisi lomban di Jepara ada tahun beserta opor ayam akan dibagi-bagikan 2013 dilaksanakan pada hari Kamis antara kepada tetangga dan saudara terdekat. Saling lain pelarungan kepala kerbau di perairan kirim dan saling menerima sehingga Ujung Batu sampai Pantai Kartini. Setelah memberi makna saling memberi dan saling pelarungan, dilanjutkan dengan festival memaafkan. kupat lepet. Dalam kegiatan pelarungan ini Kupat adalah makanan terbuat dari ada sekitar 102 perahu nelayan yang beras yang diisikan pada wadah berbentuk digunakan untuk mengawal atau mengiringi jajaran genjang, terbuat dari anyaman janur rombongan bupati ketika melakukan atau daun kelapa muda. Proses selanjutnya pelarungan kepala kerbau. Jumlah nelayan adalah anyaman daun kelapa muda yang yang ikut bertambah karena adanya nelayan telah diisi beras kemudian ditanak beberapa dari kecamatan Kedung dan sekitarnya. waktu hingga matang. Sama seperti proses Dalam pelarungan ini, Bupati bersama pembuatan , bedanya hanya media Forkopindo (Forum Koordinasi Pimpinan pembungkus yang digunakan, kalau lontong Daerah) berangkat secara berombongan dari adalah daun pisang. TPI Ujung Batu menggunakan Perahu Makna dari Kupat yang dibungkus nelayan. Setelah dilakukan pelarungan di dengan janur, memberi arti "sejatine nur" tengah laut, bupati beserta rombongan (Jawa: Cahaya Sejati). Makna dari bentuk pindah dari perahu nelayan ke Kapal Motor segi empat jajaran genjang menyerupai hati Cepat (KMC). manusia adalah "Hati yang dipenuhi Cahaya Ratusan nelayan yang iktu Sejati". Kupat artinya "ngaku lepat, kula pelarungan pada tahun 2013 mendapatkan ingkang lepat" (Jawa: Mengaku salah, Saya subsidi bahan bakar minyak jenis solar yang memiliki kesalahan). Kupat disajikan sebanyak 1.440 liter dari Pemerintah bersama Opor, memberi makna "nyuwun Kabupaten Jepara. Rincian perahun yang sepuro" (Jawa: Minta maaf). Jadi maknanya ikut pelarungan antara lain perahu besar adalah mengakui memiliki kesalahan dan sebanyak 26 buah. Perahu besar atau kapal mendahului dengan memohon maaf besar ini mendapat subsidi solar masing- Menurut Mashudi (Suara Merdeka, masing 20 liter per perahu. Adapun perahu 15 Agustus 2013), tradisi larungan yang kecil atau kapal kecil yang ikut pelarungan berjalan di Jepara berlangsung berlanjutan sebanyak 92 buah. Masing-masing mendapat karena sudah ada modifikasi yang tidak subsidi bantuan solar 10 liter per perahu. bertentangan dengan akidah. Penyembelihan Pelarungan diikuti nelayan sekitar kelurahan kerbau untuk konsumsi masyarakat sudah Ujung Batu, Demaan, Jobo Kuto, dan dilakukan secara islami. Hal-hal mistis kecamatan lainnya ( Suara Merdeka, 15 dalam proses pelarungan juga sudah hilang Agustus 2013) sehingga prosesi tersebut tidak mempunyai Menurut Mulyaji (Suara Merdeka, 15 niatan tertentu untuk menyembah selain Agustus 2013) mengatakan bahwa bahwa Allah SWT. Adanya pelarungan kepala tujuan dilakukan larungan adalah selain kerbau merupakan bentuk hubungan antara sebagai upaya pelestarian budaya lokal, juga manusia dengan alam. Bagaimanapun setiap sebagai upaya mempromosikan budaya lokal harinya manusia berhubungan dengan laut Jepara sehingga makin berkembang dan sehingga perlu memberi makan pada ikan. menarik wisatawan. Larungan juga sebagai Pelarungan kepala kerbau diperebutkan hiburan masyarakat Jepara sebagai tradisi nelayan di laut untuk dimasak saat di rumah. tahunan. Sekaligus berharap agar pencarian Kalau nelayan tidak ada yang mendapatkan ikan di tahun mendatang bertambah lancar. kerbau saat perebutan di laut, maka yang memakan kepala kerbau adalah ikan-ikan di SIMPULAN laut (Suara Merdeka, 15 Agustus 2013) Budaya Syawalan atau lomban di Anwar, Khoirul , 2013”Makna Kultural Jepara adalah tradisi yang dilaksanakan oleh Dan Sosial-Ekonomi Tradisi masyarakat baik nelayan, petani, dan profesi Syawalan” dalam Jurnal Walisongo yang lain. Lomban ini telah dikenal sejak Volume 21, Nomor 2, November ratusan tahun yang silam, minimal telah 2013 terdokumentasi pada tahun 1868 dan tahun 1882. Pada saat itu, Event ini telah dikenal Atmosudiro, Sumijati, 2004. ”Khasanah tidak hanya oleh masyarakat Jepara tetapi Sumberdaya Arkeologi Indonesia: juga oleh masyarakat Rembang, Kudus, dan Peluang dan Kendala Demak. Pada tahun tersebut, berdasarkan Pemanfaatannya”, Pidato kesaksian orang Belanda yang mengikuti Pengukuhan Jabatan Guru Besar, prosesi lomban menjelaskan bahwa kegiatan Yogyakarta: Universitas Gadjah sejenis lomban di daerah lain belum. Mada Artinya kegiatan syawalan atau lomban ini pada tahun tersebut hanya ada di Jepara. Benedict, Ruth, 1959 Patterns Of Culture. Boston: Houghton Mifflin Company Dalam konteks kekinian, kegiatan Garraghan, Gilbert J. 1947. yang dilaksanakan pada hari kedelapan A Guide to Historical Method. New bulan Syawal ditandai dengan berbagai York: Fordham University Press. prosesi antara lain acara selamatan, ziarah, penyelenggaraan wayang kulit, larungan, Geertz, Clifford. 1973.Penjaja dan Raja: festival kupat lepet, hiburan, dan lain-lain. Perubahan Sosial dan Modernisasi Pada hari hari pelaksanaan, acara larungan Ekonomi di Dua Kota Indonesia. diikuti oleh Bupati dan Forum Komunikasi : Yayasan Obor-UI. Pejabat Daerah, serta diikuti oleh ratusan perahu dari berbagai desa atau kelurahan. Gottschalk, Louis. 1975.Mengerti Sejarah. Para pejabat dan rakyat melarung kepala Terjemahan Nugroho Notosusanto. kerbau ke laut sebagai simbol rasa syukur Jakarta: Yayasan Penerbit kepada Allah atas rezeki yang telah Universitas Indonesia diberikan. Dengan harapan di tahun mendatang diharapkan rezeki pelaut Grondin, Jean. 2012. Sejarah Hermeneutik. bertambah. Acara Syawalan di Jepara Editor Abdul Qodir Saleh. dimaknai sebagai acara untuk memupuk Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. kebersamaan, kerukunan dan keguyuban sesama masyarakat nelayan dan petani di Herlina, Nina. 2008.Metode Sejarah. Jepara. Bagi pemerintah perayaan Syawalan : Satya Historika. merupakan agenda rutin yang masuk dalam kalender kegiatan pariwisata nasional. http://pekansyawalan.blogspot.com/2013_02 _01_archive.html. 2013

DAFTAR PUSTAKA Tradisi Lomban di Jepara. Dikunjungi pada 10 Nopember 2013 Alamsyah, Sri Indrahti, Siti Maziyah, 2013, Pemasaran Pariwisata Melalui Sjamsuddin, Helius. 2007 Metodologi Model Pembelajaran Pada Guide Sejarah. Yogyakarta. dengan Berbasis Peninggalan Budaya Lokal di Jepara. Laporan OmbakSuara Merdeka, 13 Agustus 2013 Hibah Bersaing Dikti dana BOPTN. Lomban Dimeriahkan Festival Kupat Lepet. Kolom 14

Suara Merdeka, 13 Agusu 2013Pemkab siapkan 3 Objek Wisata. Kolom 14

Suara Merdeka, 16 Agustus 2013Ratusan Perahu ikut Larungan. Kolom 16 .

Sulistiyono, Singgih Tri, 2005, Penulisan dan Pengkajian Upacara Tradisional di Kabupaten Jepara. Laporan Penelitian Depdikbud Jawa Tengah, Semarang

TNI, 1868 Het Pada Loemban Feest Te Japara

Veth, P.J. 1882. Jawa: Geographisch, Ethnologisch, Historisch, derde deel. Haarlem, de Erven F. Bohn.