Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

—Quo Vadis Infotainment“?

Dadi Ahmadi

ABSTRACT

According to Marshall McLuhan, the world has become a global village where modern communication media opened up unlimited interactions among people all over the world. Among other things, mass communication channel has rapidly developed, allowing greater mass of information transmissions to be spread for all members of society in no time. Unfortunately, the rapid development of mass media was not followed by better quality in terms of media content. Infotainments were everywhere, offering latest report concerning celebrity news in detail, and raising serious questions concerning ethics, privacy, public policy, and news quality today.

Kata kunci: Infotainment, mass media, global village

1. Perkembangan —Infotainment“ membentuk opini publik, mengonstruksi realitas di yang berujung pada legitiminasi masyarakat terhadap suatu wacana dalam media (Sobur, 2001). Infotainment (information-entertainment) Demikian pula dengan infotainment sebagai salah akhir-akhir ini, banyak mewarnai program-program satu produk dari komunikasi massa dalam bentuk acara televisi di Indonesia, bahkan bisa menempati media baik elektronik (televisi) dan media cetak (tab- posisi rating tertinggi pertelevisian di Indonesia, loid dan majalah). termasuk jam penayangan terbanyak dari sekian Adanya media selebritis di Indonesia dimulai banyak program televisi. pada 1929. Pada tahun tersebut sudah terbit media Fenomena Infotainment ini bisa kita lihat yang menyajikan tulisan tentang dunia film serta pada tabel 1. Gejala ini muncul dengan dalih sebagai artis-artis, yaitu Doenia Film. Majalah ini terbit di pemenuhan kebutuhan fungsi informsi dan . Setahun kemudian, nama majalah ini hiburan pada televisi Indonesia. diubah menjadi Doenia Film dan Sport. Pada 1941 Lembaga media tersebut menyebarluaska muncul majalah Pertjatoeran Doenia dan Film. pesan yang mempengaruhi da mencerminkan Sedangkan pada 1950-an, di Solo, muncul majalah budaya masyarakat. Media juga yang menyediakan Star News. Di kemudian hari, majalah ini berganti informasi secara bersamaan pada sejumlah besar nama menjadi Star News Baru dan Bintang. Dalam audiens yang heterogen. Bahkan, media menjadi waktu yang bersamaan di Solo juga muncul majalah bagian dari kekuatan institusional masyarakat, atau Film Figoers. sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam Dari Surabaya, sempat terbit majalah Indian kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, dengan Film, sebuah majalah bulanan yang khusus

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 37

Tabel: 1: Ragam —Infotainment“

Data Berdasarkan Stasiun Televisi Data Berdasarkan Jam Tayang

Hari, Tgl Nama Jam tayang Nama acaranya Jam tayang Prosentasi Nama Tayang Stsiun acara infotainment Stasiun Televisi Televisi Senin SCTV 06.30-07.00 Was Was Kurang lebih 10% SCTV 11.00-11.30 Halo Selebriti 05.00-04.00 dari seluruh tayangan SCTV SCTV 12.30-13.00 Ada Gosip (kurang lebih 23 jam/hari) SCTV 15.00-15.30 Kasak Kusuk 08.30-09.00 I Gosip Pagi Jam Tayang Mulai Kurang lebih 10% Trans7 09.00-10.00 Rumpi dari jam 03.30 œ 01.30 dari seluruh tayangan Trans7 Trans7 12.00-12.30 I Gosip Siang (kurang lebih 23jam/hari) Trans7 14.30-15.00 Gosip Gokil RCTI 07.00-07.30 Go Spot Jam Tayang Mulai dari jam Kurang lebih 9% dari RCTI 08.00-08.30 Seleb 04.30 œ 02.30 seluruh tayangan RCTI RCTI 11.30-12.00 Silet (kurang lebih 22 jam/hari) RCTI 15.00-15.30 Kabar Kabari TRANSTV 07.00-07.30 Insert Pagi Jam Tayang Mulai dari jam Kurang lebih 9% dari TRANSTV 11.00-11.30 Insert 02.00 œ 01.00 seluruh tayangan TransTV TRANSTV 15.30-16.00 Kroscek (kurang lebih 23 jam/hari) TRANSTV 16.30-17.00 Insert Sore 07.00-07.30 Espresso 04.30-04.00 Kurang lebih 7% dari ANTV 10.00-11.00 Seleb dance curhat (kurang lebih 23 jam/hari) seluruh tayangan ANTV 08.00-08.30 Kiss Jam 05.00-04.30 Kurang lebih 4% dari Indosiar 15.00-15.30 Kiss Sore (kurang lebih 23 jam/hari) seluruh tayangan Indosiar Lativi 09.00-09.30 Ekpose Pagi Jam 03.00-23.30 Kurang lebih 5% dari Lativi 14.00-14.30 Expose Siang (kurang lebih 20 jam/hari) seluruh tayangan Lativi TPI 06.30-07.30 Kassel Jam 02.00-01.30 Kurang lebih 6,5% TPI 10.30-11.00 Go Show (kurang lebih 23 jam/hari) dari seluruh tayangan TPI Global TV 09.30-10.00 Obsesi pagi Jam 04.30-04.00 Kurang lebih 4% dari Global TV 16.00-16.30 Obsesi (kurang lebih 23 jam/hari) seluruh tayangan Global TV

Sumber: dari berbagai media mengulas tentang film India. Berikutnya, muncul tetapi juga dari luar negeri. Pada tahun 1970-an, nama-nama baru majalah khusus film saat itu, majalah ini tercatat membuka jaringan kantor antara lain: Berita Industri Film, Kentjana, Chitra perwakilan dan korespondennya di luar negeri Film, Film Indonesia, Aneka , dan Purnama. (Hamburg, Munich, Berlin, Swedia, Stockholm, Pada 1967, film-film Indonesia mulai bangkit. Ottawa, Tokyo, Hongkong, Kowloon, New York). Masyarakat Indonesia bisa menyaksikan produksi Pada tahun 1975, Aktuil juga mengejutkan publik film-film nasional dan kemunculan artis-artis baru Indonesia dengan mengundang kelompok musik film Indonesia. Bersamaan dengan itu, ikut terbit Deep Purple untuk berpentas di Indonesia. Saat media-media yang khusus mengulas seluk beluk itu, pentas-pentas musik, apalagi dengan pemain film nasional, yaitu: Ria Film (terbit 1973), Bintang musik dari luar negeri, masih jarang terjadi. Majalah Film (terbit 1974), Team (terbit 1981), Aktuil (terbit lain yang mengkhususkan diri dengan berita-berita 1967) dan Top (terbit 1976). dalam dunia musik adalah MAS (Musik Artis Santai) Aktuil, majalah khusus musik yang terbit di dan Citra Musik. ini, menjadi legenda karena semasa Direktorat Televisi Departemen Penerangan hidupnya dikenal sebagai pelopor pembawa pernah menerbitkan majalah khusus radio dan informasi perkembangan musik kepada publik In- televisi pada 1972, yaitu Monitor. Tetapi, sampai donesia. 1982, nasib majalah ini kurang menggembirakan. Tidak hanya yang berasal dari dalam negeri, Pada 1986, majalah itu berubah bentuk menjadi tab-

38 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008

Tabel 2: Jam Tayang —Infotainment“

Data Berdasarkan Stasiun Televisi Data Berdasarkan Jam Tayang

Hari, Nama Jam Nama acaranya Jam tayang Nama acaranya Nama tanggal Stsiun Tayang Stsiun tayang Televisi Televisi Senin SCTV 06.30-07.00 Was Was 06.30-07.00 Was Was SCTV sampai SCTV 11.00-11.30 Halo Selebriti 06.30-07.30 Kassel TPI Minggu SCTV 12.30-13.00 Ada Gosip 07.00-07.30 Espresso ANTV SCTV 15.00-15.30 Kasak Kusuk 07.00-07.30 Go Spot RCTI Trans7 08.30-09.00 I Gosip Pagi 07.00-07.30 Insert Pagi TransTV Trans7 09.00-10.00 Rumpi 08.00-08.30 Kiss Indosiar Trans7 12.00-12.30 I Gosip Siang 08.00-08.30 Seleb RCTI Trans7 14.30-15.00 Gosip Gokil 08.30-09.00 I Gosip Pagi Trans7 RCTI 07.00-07.30 Go Spot 09.00-10.00 Rumpi Trans7 RCTI 08.00-08.30 Seleb 09.30-10.00 Obsesi pagi GlobalTV RCTI 11.30-12.00 Silet 09.30-10.00 Expose Pagi Lativi RCTI 15.00-15.30 Cek & Recek/Kabar-kabari 10.00-11.00 Seleb dance curhat ANTV TRANSTV 07.00-07.30 Insert Pagi 10.30-11.00 Go Show TPI TRANSTV 11.00-11.30 Insert 11.00-11.30 Halo Selebriti SCTV TRANSTV 15.30-16.00 Kroscek 11.00-11.30 Insert TransTV TRANSTV 16.30-17.00 Insert Sore 11.30-12.00 Siket RCTI ANTV 07.00-07.30 Espresso 12.00-12.30 I Gosip Siang Trans7 ANTV 10.00-11.00 Seleb dance curhat 12.30-13.00 Ada Gosip SCTV Indosiar 08.00-08.30 Kiss/Kiss Plus 14.00-14.30 Expose Siang Lativi Indosiar 15.00-15.30 Kiss Sore 14.30-15.00 Gosip Gokil Trans7 Lativi 09.00-09.30 Expose Pagi 15.00-15.30 Kasak Kusuk SCTV Lativi 14.00-14.30 Expose Siang 15.00-15.30 Cek & Recek RCTI TPI 06.30-07.30 Kassel 15.00-15.30 Kiss Sore Indosiar TPI 10.30-11.00 Go Show 15.30-16.00 Kroscek TransTV Global TV 09.30-10.00 Obsesi pagi/selebriti memasak 16.00-16.30 Obsesi GLobalTV Global TV 16.00-16.30 Obsesi 16.30-17.00 Insert Sore TransTV 786menit = 13 jam perhari.

Sedangkan rata-rata seluruh stasiun TV (9 stasiun TV) satu hari 23jam. Jadi prosentase seluruh infotainment dalam sehari 56% dalam satu hari

loid dan diasuh oleh Arswendo Atmowiloto. Tab- televisi, berarti semakin meningkatkan produksi loid yang berisi berita-berita selebritis, baik dari acara-acara televisi. Dengan demikian, semakin dalam negeri maupun luar negeri, gosip, dan berita banyak kemungkinan berita-berita tentang acara- latar belakang pembuatan sebuah program di acara televisi, berikut artis-artis pendukungnya, televisi ini ternyata disukai pembaca dan sangat yang bisa dijual ke masyarakat. laku di pasaran. Makanya, Arswendo sering Pada 1991, terbit tabloid-tabloid baru tentang menyebut dirinya sebagai Corporal Wendo– dunia radio, televisi, film dan artis, yaitu Bintang plesetan dari Kolonel Sanders penemu resep Ken- Indonesia, Citra, Wanita Indonesia, dan Dharma tucky Fried Chicken–sebagai penemu resep tab- Nyata. Pada 1993, terbit majalah Vista TV. Majalah loid semacam itu. ini bermaksud menjadi TV Guide versi Indonesia. Kehadiran tabloid model ini terasa semakin Tidak semua tabloid tersebut berumur panjang. dibutuhkan ketika pada 1989 mulai muncul televisi Tabloid Bintang Indonesia dan Citra masih bisa swasta pertama di Indonesia: RCTI. Tak lama kita temui sampai saat ini. Dunia tabloid di Indone- kemudian RCTI disusul dengan TPI, SCTV, sia juga mendapat tambahan pemain baru yaitu: Indosiar, dan Anteve. Semakin banyak stasiun Bintang Millenia dan Cek & Ricek.

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 39 Kelahiran televisi-televisi swasta selain acara-acara infotainment adalah, semakin membawa konsekuensi semakin banyaknya banyaknya jumlah artis atau selebritis dan semakin produksi siaran yang bisa dinikmati masyarakat, banyak anak-anak muda yang tertarik untuk ternyata juga melahirkan siaran-siaran infotainment bekerja dan memasuki wilayah-wilayah yang, yang berisi berita-berita dari para artis dan selebritis selanjutnya nanti, lebih dikenal orang sebagai artis Indonesia. Stasiun RCTI memproduksi siaran atau selebritis. Jumlah model di Indonesia semakin infotainment dengan nama —Kabar-Kabari,“ bertambah, begitu juga dengan jumlah anak-anak —Cek&Ricek,“ dan —Buletin Sinetron.“ Produsen muda yang berhasrat untuk menjadi penyanyi. acara —Cek&Ricek“ kemudian melebarkan Ajang pemilihan model atau putri ayu dan sayapnya tidak hanya memproduksi acara televisi penyanyi adalah pintu masuk strategis untuk saja, melainkan juga tabloid dengan nama yang memasuki dunia selebritis, karena begitu seseorang sama. menjadi model dan penyanyi, terdapat SCTV juga mempunyai acara infotainment kemungkinan besar untuk menjadi bintang iklan, dengan nama —Bibir Plus,“ —Poster,“ —Hot Shot,“ dan selanjutnya menjadi presenter atau main —Halo Selebriti,“ —Otista,“ dan —Ngobras.“ TPI sinetron. Ajang pencari bakat dan peruntungan memproduksi acara infotainment dengan nama tersebut menjadi acara favorit dengan kemasan —Selebrita“ dan —Go Show“. Anteve mempunyai yang dinamakan segmen reality show, yang acara infotainment yang diberi nama —Panorama,“ melibatkan para juri dan voting dari penonton atau —Kharisma,“ —Selebriti Dunia,“ dan —Berita pemirsa untuk ikut serta menentukan pilihannya Selebritis Spesial.“ Sementara Indosiar baik lewat telepon atau short massage service memproduksi acara infotainment dengan nama (SMS). Sebut saja kontes —Akademi Fantasi —KISS.“ Indosiar“ (AFI), kontes —Dangdut Indonesia“ Posisi Aktuil di kemudian hari banyak (KDI), —Indonesia Idol“, —Kondang In“, —Pildacil digantikan oleh Hai. Majalah remaja pria ini dikenal (Pemilihan Da‘I Cilik), dan yang sekarang muncul luas di kalangan remaja karena banyak menyajikan akhir ini yaitu Mama Mia Show. berita-berita perkembangan musik, juga berita- Media selebritis ini, akhirnya, berposisi sama berita tentang artis-artis musik dalam dan luar dengan berita-berita politik yang setiap hari juga negeri. Sama seperti Aktuil, Hai juga kerap mencekoki kita dan memaksa kita untuk menelan mengirimkan reporternya untuk menulis konser- macam-macam berita tentang aktor-aktor politik dan konser musik dari luar negeri, misalnya menulis peristiwa politik terkini. Berita-berita tentang artis tentang konser musik Woodstock. Majalah- dan selebritis tidak hanya bisa diperoleh pada me- majalah remaja lain, seperti Gadis atau Kawanku, dia selebritis saja, tapi juga di media lain. Artis atau mulai tahun 1990-an akhir, banyak berperan sebagai selebritis menjadi sumber berita yang dominan, pembawa informasi tentang artis-artis musik dan bahkan untuk kasus-kasus luas. Artis film untuk para pembaca mudanya. Menginjak akhir diwawancarai soal politik, ekonomi, dan sepak bola. 1990, di Indonesia muncul media-media versi In- Media-media perempuan seperti Femina, majalah- donesia dari media-media luar negeri seperti Cos- majalah remaja atau bahkan majalah keluarga mopolitan, Harpers Bazaars, Lisa , dan macam Ayah Bunda atau majalah kesehatan, sebagainya. Dan mulai 2001 muncul majalah baru: akhirnya bisa dijadikan rujukan informasi tentang Cosmo Girl. Media-media ini akhirnya juga banyak artis ”a‘ atau artis ”b‘. Misalnya, tentang gaya berfungsi sebagai pembawa informasi dunia hidup, kesehatannya, hobinya, atau cara mendidik selebritis yang lebih luas kepada para pembacanya. anaknya. Formula suatu media tampaknya akan Lebih-lebih setelah MTV bisa dinikmati publik In- selalu berjalan beriringan dengan aspek donesia lewat Anteve. komersialisme, aspek laku-tidaknya suatu media Konsekuensi dari semakin pesatnya industri di pasaran. Formula media infotainment dan me- hiburan, berikut elemennya termasuk di dalamnya dia yang menggunakan artis sebagai sumber berita

40 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008 utamanya, telah membuktikan kesuksesannya. perbaikan, peningkatan mutu, dan lebih membuat Meskipun terdapat pihak-pihak yang menentang para penontonnya lebih humanis.Tetapi dan merendahkan formula media seperti ini, tapi sebaliknya, tayangan televisi membuat kita semakin tampaknya tetap banyak pihak yang akan muak karena yang ditampilkan adalah kehidupan mengikuti jejak membuat media selebritis. Dan for- manusia yang makin dalam (wilayah privasi mula media yang bercerita tentang selebritis akan dilanggar), makin —jijik“ dilakukan makin ditonton tercatat sebagai formula yang sulit dicari (toh kita cuma menonton, pikir para bandingannya. (Newsletter, KUNCI No. 11 pembuatnya), makin menampilkan kehidupan Februari 2002). manusia yang semu, makin komersial, dan juga makin menghina akal sehat. 2. Problematika —Infotainment“ Sayangnya, tak ada orang yang cukup kritis Indonesia untuk mempertanyakan ketika istilah infotainment itu pertama kali diangkat dan dipopulerkan. 2.1 Masalah Penafsiran Infotainment Kembali pada fungsi dasar komunikasi, Sejak kapan kita mengenal diktum baru: sebagaimana yang ditulis dalamn buku teks ilmu Infotainment, yang merupakan kepanjangan dari komunikasi, maka media massa punya fungsi Information dan Entertainment (hiburan)? Apakah informasi, survival terhadap lingkungan, hiburan, informasi yang layak tampil (terutama dalam pendidikan, dan juga fungsi kontrol sosial. Jelas, televisi, khususnya yang menyangkut dunia berbeda antara fungsi informasi dan fungsi selebriti) adalah informasi yang sekaligus juga hiburan. Orang tentu saja bisa meresepsi harus menghibur? Sejak kapan informasi harus (menerima) dengan cara yang berbeda, tapi dibuat menghibur dan harus dipadukan membuat batas antara informasi dan hiburan itu sedemikian rupa, terutama dengan mengunkit jadi satu, punya kelemahan fatal, yaitu membuat kehidupan pribadi selebritis yang sebenarnya baurnya batas-batas mana yang harus dianggap memiliki wilayah privasi sendiri? Apakah dengan informasi (di mana di dalamnya mengandung unsur mengetahui kehidupan pribadi seorang artis adalah akurasi, bersikap imbang, tidak bermula dari suatu sesuatu yang menghibur? Bukannya sesuatu yang prasangka), dan mana yang dianggap sebagai malah membuat kita prihatin? Atau bahkan hiburan (membuat orang tertawa, tersenyum, lalu menikmati informasi di atas penderitaan memikirkan arti hidup lebih dalam). (kesusahan) orang lain? Membaurkan dua fungsi yang berbeda tadi Sejatinya, Informasi ya informasi, hiburan ya hanya mengacaukan persepsi kita dan juga hiburan. Sulit membuat keduanya saling bersatu, membuat masyarakat jadi bingung membedakan atau malah membuatnya seolah menjadi satu. manakah yang —fakta“ dan —fiksi“? Lihat saja Memang pula sulit untuk menyeragamkan pola pikir Misalnya, televisi dalam berbagai tayangan penonton agar setiap berita dianggap sebagai infotainment-nya. Di samping materinya pun tak informasi atau hiburan. Namun, paling tidak, kalau beda-beda ”amat‘ antara satu stasiun dan stasiun dua fungsi ini dikacaukan, maka yang ada adalah lainnya. Lalu apa yang bisa diambil dari tayangan wilayah —abu-abu“ yang tak pernah jelas, dan kalau tersebut? Bayangkan, jika seorang yang mengaku boleh kita katakan, infotainment sebenarnya —wartawan“ (karena nyatanya sebagian besar mengingkari fungsi informasi, terutama hak produksi tayangan selebriti ini adalah karyawan masyarakat itu sendiri untuk menerima informasi production house dan bukan karyawan stasiun yang mereka butuhkan. televisi, alias mereka ini sesungguhnya bukan Memang dunia televisi banyak melakukan wartawan, walau ada organisasi profesi inovasi dalam tayangan-tayangannya (karena tar- kewartawanan yang mengakui mereka sebagai get akhirnya adalah membuat orang tetap —wartawan“). menonton). Tetapi, inovasi belum tentu berarti Bayangkan dalam prosedur kerjanya, sebuah

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 41 tayangan (penulis tidak menyebutnya sebagai Penyiaran Indonesia (KPI) dengan berbagai berita) bisa bermula dari suatu —isu“ (isu cerai, isu tayangan macam begini? Saya akan sangat mafhum pisah ranjang, isu kawin lagi, isu pacar baru, isu kalau para —wartawan“ ini mengatakan bahwa pindah agama, dll). Tentu saja, lalu sang tokoh mereka tak pernah membaca pedoman dan etika muncul di layar televisi untuk membantah atau penyiaran yang dikeluarkan oleh KPI ataupun membenarkannya. Jadi, di mana —berita“-nya? yang pernah dibuat juga oleh ATVSI (Asosiasi Mereka yang pernah belajar jurnalistik dasar, mulai Televisi Swasta Indonesia). dari yang cuma sehari hingga bertahun-tahun dan Lalu, apakah masyarakat menjadi semakin mendapat gelar dari bidang itu, pasti akan tahu pintar, atau bodoh, atau bahkan semakin terhibur bahwa definisi berita adalah peristiwa yang terjadi. setelah menonton tayangan infotainment yang Jadi bukan isu, yang adalah sekadar wangsit belaka. semakin mengempur di sekitar kita? Yang perlu Ini pula penyakit lama jurnalisme Indonesia yang dipikirkan adalah harus ada suatu kampanye yang dibawa-bawa ke tayangan infotainment ini: talk- bertujuan memelihara akal sehat kita, seperti diet ing journalism (jurnalisme omongan) seolah kalau televisi, terutama dalam tayangan infotainment si tokoh sudah berucap sesuatu, maka itulah yang kurang sedap didengar dan ditonton (toh kenyataannya. Yang dikejar —wartawan“ itu semata- tak ada yang menyuruh kita menyalakan televisi mata pernyataan atau omongannya saja. Penyakit 24 jam sehari), dan solusinya mudah: matikan lama adalah yang disebut sebagai pack journal- televisi. Tapi apakah mudah bagi masyarakat kita ism (jurnalisme bergerombol). Pantas saja kalau untuk tidak menonton televisi? tayangan infotainment isinya sama saja karena Menurut Andreas Merdeka (Psikolog Univer- mereka semua pergi bergerombol, bergotong sitas Indonesia), mengapa alasan popularitas royong, dan rela meng-kloning (istilah baru lagi infotainment malah meningkat setelah diharamkan untuk saling mengkopi bahan yang mereka miliki, NU adalah miripnya persepsi masyarakat terhadap bisa rekaman dalam tape wawancara atau gambar tayangan infotainment seperti dalam kasus rokok. dari kamera). Hal tersebut diutarakannya dalam seminar bertajuk Pada dunia, hiburan sekalipun bisa digarap —Perlukah Infotainment Diharamkan?“ yang serius jadi berita (ingat majalah Variety yang sangat diselenggarakan oleh Forum Mahasiswa Peduli bergengsi dan punya ulasan-ulasan yang dalam Televisi (Format) Universitas Indonesia, Selasa, 26 terhadap dunia hiburan), mengapa tak pernah ada September 2006 lalu. —Jenis produk yang terakhir yang menggarap tema; seberapa banyak sinetron contohnya adalah rokok,“ lanjutnya, —yang bisa Indonesia meniru tayangan Bollywood, apakah kita bilang berada di wilayah —abu-abu.“ Di satu ada oligopoli atau monopoli produksi sinetron di sisi, rokok telah terbukti jelas merusak kesehatan Indonesia ini, atau bagaimana relasi antara artis/ manusia dengan dicantumkannya peringatan aktor dengan para produser, yang sebenarnya merusak kesehatan, menyebabkan kanker, mencerminkan bentuk hubungan buruh-majikan impotensi, dan kegagalan janin di setiap bungkus juga. Cuma bedanya, buruh industri hiburan ini rokok. Akan tetapi tidak pernah dilarang oleh agak —keren“ dan enak dilihat, wangi lagi. Tapi pemerintah, begitupun infotainment. esensinya, relasi buruh-majikan banyak diabaikan atau malu mengakuinya. Masih banyak tema lain 2.2. Wartawan —Infotainment“ juga yang menarik untuk digali. Dari sisi dunia hiburan Seorang Jurnalis? yang justru penting untuk para penonton, misalnya bagaimana sih cara kerja bagian pemasaran Jurnalisme infotainment televisi belum sinetron-sinetron tersebut, mulai dari mem-block memiliki kaidah dalam menjalankan prinsip prime time, memberi keleluasaan sepenuhnya jurnalisme yang bebas dan bertanggung jawab. kepada para produser untuk menayangkan apa Banyak aturan di dalam kode etik jurnalistik saja, dan pula bagaimana sih relasi dari Komisi dilanggar demi mendapatkan berita eksklusif.

42 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008 Veven Sp Wardhana (Direktur Institute for Media menetapkan dan mencari berita seperti itu justru & Social Studies /IMSS) berpendapat bahwa artis akan merusak persepsi masyarakat tentang apa itu juga manusia yang memiliki ruang pribadi seperti berita dan siapa jurnalis (www.media manusia lainnya. Dan tidak seorang pun bisa Indonesia.com) menyentuh dan mengorek secara mendalam kehidupan pribadi mereka. —Infotaiment di sini 3. —Uses and Gratification“ tidak demikian. Ketika narasumber memilih bagi —Infotainment“ bungkam dan dia memiliki hak untuk bungkam karena menyangkut persoalan personal. Jurnalis Salah satu dari teori komunikasi massa yang tidak bisa memaksa-maksa,‘‘ kata Veven dalam acara populer dan sering digunakan sebagai kerangka dialog publik penyiaran dengan tema —Menyoal teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa Jurnalisme Infotainment,“ Selasa 30 Agustus 2007 adalah uses and gratifications. Pendekatan ini di Jakarta. Selama ini, kata Ilham, infotainment menekankan riset komunikasi massa pada merupakan ”barang baru‘ di dunia televisi. Para konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu jurnalis infotainment pun pada kenyataannya, tidak memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dianggap sebagai insan pers. Sebagian besar dilakukan dalam ranah uses and gratifications, rekrutmen para jurnalis ini berasal dari rumah adalah mencoba untuk menjawab pertanyan : produksi, bukan perusahaan media massa. —Mengapa orang menggunakan media dan apa Menurut sumber Blog: Merah Putih Beta, ada yang mereka gunakan untuk media?“ (McQuail, seorang staf di salah satu rumah produksi yang 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas terlibat dalam usaha —marketing gerilya“ ini sebagai berikut: menjelaskan sebabnya. —Setelah beberapa tahun, Studi pengaruh yang klasik, pada mulanya setelah program-program ini mulai menjamur, ibu- mempunyai anggapan bahwa konsumen media, ibu (yang menonton program ini) mulai bosan. Saya bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian saja yang tugasnya mengedit hampir stres saking dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini, yang bosannya. Wong (antara program) yang satu diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam dengan yang lain nggak ada bedanya.“ Staf yang relasinya dengan pengalaman langsungnya tidak ingin disebutkan namanya ini kemudian dengan media massa. Khalayak diasumsikan menjelaskan mengapa infotainment begitu sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam membosankan, —Liputan yang persis sama dipakai memanfaatkan muatan media, bukannya secara di beberapa program sekaligus; semuanya pasif saat mengonsumsi media massa (Rubin dalam ditayangkan pada hari yang sama.“ Sambil Littlejohn, 1997 : 345). menyebut beberapa tayangan infotainment, ia Di sini, khalayak diasumsikan aktif dan menjelaskan bahwa liputan yang persis sama bisa diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap dipakai oleh lebih dari 5 tayangan sekaligus; memiliki tanggung jawab sendiri dalam semuanya diproduksi oleh perusahaan yang sama. mengadakan pilihan terhadap media massa untuk —Kalau penonton melihat ada banyak mic di mengetahui kebutuhannya, dan bagaimana cara depan artis yang diwawancarai,“ lanjutnya, memenuhinya. Media massa dianggap hanya —memang reporternya banyak supaya ada yang sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan megang. Tapi kameranya cuma satu kok. Itu individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan supaya hemat biaya kaset video.“ mereka melalui media massa atau dengan suatu Peristiwa di dunia infotainment tersebut, cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan menurut Patterson atau Moy dan Pfau sebagaimana ini, pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an, oleh juga dikutip oleh Effendi Gazali dalam kata Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat pengantarnya menyebutkan bahwa cepat atau terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis lambat tayangan menjadi sebuah ideologi yang serta alasan mereka membaca berita di surat kabar

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 43 Gambar 1: Teori —Uses and Gratification“ bagi —Infotainment“

Sumber: McQuail, 2002 : 387

(McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan realitas; penguatan nilai, dan Surveillance (bentuk- yang mendengarkan opera sabun di radio bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388). beralasan bahwa dengan mendengarkan opera Seperti yang telah diuraikan di atas, uses and sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu gratifications merupakan suatu gagasan menarik, rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih melepas segala emosi yang mereka miliki. mendalam. Model komunikaasi massa ini mengacu Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bukan hanya pada sejauhmana media itu dapat bahwa dengan membaca surat kabar mereka selain mengubah opini, sikap, dan perilaku audience atau mendapat informasi yang berguna, mereka juga penonton, tetapi juga pada sejauhmana media itu mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dapat mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dari rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387). sosial dan kebutuhan-kebutuhan pribadi audience/ Riset yang lebih mutakhir dilakukan Dennis penonton. Jadi, tekanannya adalah pada audience McQuail dan kawan-kawan. Mereka menemukan yang aktif dan sengaja menggunakan media massa empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dalam skema media œ persons interactions sebagai tujuan-tujuan tertentu. Audience terlibat dalam berikut: proses komunikasi massa, dan yang memprakarsai Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan komunikasi massa. Ada sumber-sumber lain untuk masalah; sarana pelepasan emosi, Personal rela- memuaskan kebutuhan audience, karena itu media tionships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial, massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi

44 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008 tersebut antara lain: keluarga, teman, komunikasi Pratignyo. Begitupun dalam dialog publik menyoal antarpersona, hobi, tidur, obat-obatan. dll. —Jurnalisme Infotainment“, Ilham Bintang Penonton atau Audience sadar akan mengungkapkan bahwa format acara sebagian kebutuhannya, sehingga dapat memenuhinya jika infotainment mencatat perolehan rating yang dikehendaki, dan mereka mengetahui alasannya cukup tinggi, melebihi sebagian program news untuk menggunakan media massa. televisi. Berarti, papar Ilham, ada penonton dalam jumlah cukup besar yang mengonsumsi sajian 4. Bisnis Besar —Infotainment“ infotainment. Dalam dunia televisi, lanjutnya, penonton yang banyak, berarti sebuah acara Lain halnya menurut pendapatnya Rezanades memiliki nilai ekonomi yang cukup bagus. Sebuah Muhammad mengenai pembauran batas informasi realitas yang tidak dielakkan bahwa televisi hidup dan hiburan itu, dalam —Infotainment: dari situ. Pengingkaran Fungsi Informasi? II“ (Kompas, 3 Di sini, persoalan content tayangan televisi Juli 2005) menyatakan bahwa fungsi menghibur harus mendapat perhatian ekstra. Pasalnya, me- infotainment bukan berarti media harus selalu dia penyiaran merupakan salah satu medium ruang membuat orang tertawa dan tersenyum. Rasa publik. Di dalamnya terdapat kepentingan publik terhibur muncul karena media mampu memainkan yang harus dilindungi dan sering dianggap tidak emosi dan memberikan sensasi dan memberikan penting oleh media penyiaran. Konsepnya adalah rasa bebas dari kepenatan pekerjaan dan segala public trust. Media penyiaran hanya mengelola persoalan hidup. Saat ini, infotainment telah ranah publik yang dipinjamkan berupa izin untuk menjelma menjadi industri hiburan dan memandang penyelenggaraan penyiaran dan pemakaian kehidupan sehari-hari selebritis adalah bagian dari frekuensi sesuai dengan undang-undang. komoditas. Dari pantauan KPI, hingga Agustus Pemanfaatannya harus sebesar-besarnya untuk 2005, dalam satu hari atau 1 x 24 jam layar televisi kepentingan rakyat. Artinya, content yang kita sanggup menyajikan program infotainment dimunculkan atau dipertahankan tidak hanya selama 13 jam. dilihat dari rating. Rating telah menjadikan Selama kurun waktu 2002 hingga 2005, tampak penonton televisi dihitung dan disetarakan dengan sekali betapa jumlah program infotainment di angka-angka tanpa mempertimbangkan aspek televisi swasta nasional selalu meningkat. Ada moral, agama, dan budaya yang esensinya melekat banyak ragam, format, dan nama infotainment. dalam setiap individu penonton. Dalam masa-masa awal kemunculannya, pemirsa Lebih lanjut dalam penilitian AGB Nielsen televisi di Indonesia pernah disodori 209 judul pro- Media Research, belanja iklan nasional terus gram infotainment di 10 stasiun televisi swasta. meningkat dari tahun ke tahun, dan lebih dari 64 Lagi, Kuncinya adalah rating. persen di antaranya lari ke televisi. Belanja iklan, Ada beberapa alasan mengapa tayangan tahun 2005, mencapai Rp22,21 triliun, atau tumbuh infotainment menjadi salah satu program andalan 5 persen dari tahun 2004. Dari jumlah itu belanja bagi televisi swasta untuk meraup untung. iklan di televisi sebesar 70 persen, atau Rp 16,22 Pertama, program semacam itu selalu menempati triliun (Republika, 12 Januari 2006). Sebagian dari rating tinggi. Lagi-lagi rating menjadi tolok ukur jumlah itu tentu diperoleh melalui tambang emas tunggal untuk menakar keberlangsungan sebuah bernama infotainment. Program infotainment program, sekaligus menilai kemampuan teknis dan dinilai tetap kompetitif dengan program lain dalam kepiawaian strategi produser program. hal meraih penonton, bahkan meskipun ditaruh Sebagaimana dalam Seminar AGB Nielsen Media pada —jam mati“ menonton pukul 07.00, 09.00, 15.00, Research tentang —Apa dan Bagaimana Rating dan 16.00. Lazimnya, harga jual acara infotainment Menjadi Acuan Bagi Industri Periklanan dan dari production house ke televisi swasta nasional Penyiaran TV Bandung, 13-14 Juni 2007, bervariasi, dari Rp 15 juta hingga Rp 60 juta per khususnya pada sesi pembicara dari Irawati

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 45 episode. Rata-rata sekitar Rp 25 juta per episode. Infotainment mendapat —serangannya“ pada Bila pada saat ditayangkan terdapat 24 iklan tanggal 3 Juli 2006 dengan adanya fatwa Nahdhatul seharga Rp 2,5 juta per iklan, maka pendapatan Ulama (NU) yang mengharamkan infotainment iklan mencapai Rp 60 juta per episode atau resmi dikeluarkan. Fatwa itu bermula dari diperoleh selisih keuntungan sebesar Rp 35 juta Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama per episode, atau lebih satu miliar per bulan. Masuk Nahdhatul Ulama di Surabaya beberapa waktu lalu. akal, kalau dalam sehari televisi menayangkan dua Meskipun sampai berakhirnya munas belum hingga empat kali infotainment. diputuskan status hukum perihal infotainment, Itulah kekuasaan ekonomi, seperti raksasa namun Ketua Lajnah Tanfidziyah PBNU, Said Agil dan tidak ada yang bisa melawan. Negara pun bisa Siradj, berani mendahului keputusan rapat pleno terkooptasi. Media telah menjadi industri dan bahwa tayangan infotainment haram hukumnya instrumen kapitalisme global dengan logika never bagi warga nahdyiyin. NU menilai bahwa ending circuit of capital accumulation dan rumus infotainment lebih banyak mudaratnya daripada M-C-M (Money-Commodities-More Money). manfaatnya karena banyak berisi tentang Akibatnya, terjadi disfungsi media, di mana fungsi pergunjingan, menjelekkan, dan membuka aib hiburan sangat besar karena domain kapitalisme seseorang. Sebagai ormas Islam terbesar di Indo- semu akan lebih leluasa meraup keuntungan. nesia, fatwa NU yang mengharamkan infotainment Sementara, fungsi lainnya menjadi mengecil, yakni itu tentu berpengaruh besar terhadap fungsi pendidikan, koreksi, dan informasi. kelangsungan program infotainment, bila tidak segera dibenahi. Melalui pendekatan etika, 5. Disposisi —Infotainment“ termasuk norma agama, sebagaimana menurut Sebuah Pilihan Publik Kuswarno dalam epilognya (Mulyana dan Solatun, 2007 : 426) Dalil fatwa haram terhadap infotainment Mendengar kata infotainment, mungkin tersebut yaitu: pikiran kita langsung terngiang pada acara televisi —Hai orang-orang yang beriman, jauhilah yang banyak menampilkan sisi kehidupan para kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena artis atau selebritas. Beragam berita mulai gosip sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan perselingkuhan, pacar baru, cerai, hingga yang janganlah mencari-cari keburukan orang dan berbau spiritual seperti naik haji, pindah agama janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah dan lain-lain merupakan sajian yang banyak seorang diantara kamu yang suka memakan digandrungi oleh pemirsa di rumah. Karena itu, kita daging saudaranya yang sudah mati? Maka tidak bisa menutup mata bahwa acara infotainment tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan memang diminati oleh pemirsa televisi. bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.“ Mengabaikan fakta ini berarti mengabaikan fakta (Al Hujurat : 12) sosial dan dapat saja disebut sebagai ”a sosial‘. —Tahukah kalian apakah ghibah itu?“ —Mereka (dalam Media Indonesia.com). menjawab“ : —Allah dan Rasul-Nya yang lebih Prinsip utama yang dipegang pelaku mengetahui. —Beliau bersabda :“Yaitu engkau infotainment adalah ”ada asap, pasti api‘. Karena menyebut saudaramu dengan sesuatu yang itu, setiap kasus (atau berita sekecil apa pun) yang dibencinya.“ Ditanyakan : —Bagaimana halnya melilit para selebritas selalu menarik untuk ditonton, jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat meski mungkin terasa pahit bagi sang selebritas. pada saudaraku ? —Beliau menjawab : —Jika apa Bagaimana tidak, persoalan rumah tangga yang yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan bersifat privasi diumbar dan diekspos secara luas ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka di layar kaca, dan disaksikan langsung oleh seluruh engkau telah berdusta atasnya“ (Hadits Riwayat pemirsa Tanah Air. Padahal jelas, semua itu adalah Muslim, 4/2001). aib! Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi

46 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008 Selatan (KPID Sulsel) melihat fatwa ini sebagai moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga sebuah aduan dan kritik masyarakat. Sesuai persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai- dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun nilai agama dan budaya Indonesia; dan (6) Isi siaran 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), Pasal 8, dilarang memperolokkan, merendahkan, Ayat 3, KPI mempunyai tugas dan kewajiban: (e) melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat hubungan internasional.“ Ketentuan itu diperkuat terhadap penyelenggaraan penyiaran. oleh P3/SPS, Pasal 5, yang menyebutkan bahwa Kontroversi tayangan infotainment sebulan Pedoman Perilaku Penyiaran diarahkan agar: (c) lalu yang berpuncak pada dikeluarkannya fatwa lembaga penyiaran menjunjung tinggi norma dan haram oleh NU ternyata tak lebih dari upaya para nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural. produser untuk mendongkrak rating. Puluhan or- Selanjutnya dalam Kode Etik Wartawan Indonesia ang dari berbagai kalangan telah dibayar untuk (KEWI) poin tiga, tertulis: —Wartawan Indonesia memulai dan mengembangkan kontroversi menghormati asas praduga tak bersalah, tidak tersebut, antara lain, dengan mengirim surat mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan pembaca ke media cetak dan muncul di program selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak berita untuk memberikan pendapat sebagai melakukan plagiat.“Begitu juga dalam Kode Etik —anggota masyarakat“.Temuan ini diungkap Jurnalistik (KEJ) PWI Pasal 5 tak kalah terangnya: sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), —Wartawan Indonesia menyajikan berita secara yang menamakan diri mereka Masyarakat Anti berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan Tayangan Infotainment (MATI), Minggu (24/9). dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan Menurut Dr. Budi Susilo, dosen Jakarta Lon- fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi don School of Communication yang mengepalai interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan LSM ini, upaya marketing tersebut telah mencapai dengan menggunakan nama jelas penulisnya.“ tujuannya. —Sekarang kontroversi (infotainment tersebut) telah menghilang dari media. Kita tidak 6. Distorsi Kebijakan Publik pernah lagi dengar kabarnya. Artinya, tujuan Dalam UU Penyiaran, yang bertanggung produser-produser itu telah tercapai,“ ujarnya. (dari jawab terhadap content adalah KPI, merupakan Blog Merah Putih/Beta). Dari kacamata peraturan, lembaga negara independen yang mengatur content semacam itu jelas bertentangan dengan penyiaran. Namun dalam pelaksanaannya, ada UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran peraturan pemerintah yang mereduksi fungsi itu, dan Standar Program Siaran (P3/SPS) karena sehingga yang dapat memberikan sanksi terhadap mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya. stasiun televisi yang melanggar kembali kepada Lembaga penyiaran hendaknya memperhatikan pemerintah melalui Menkominfo, sehingga apapun rasa susila masyarakat dan nilai-nilai agama serta yang dilakukan oleh KPI tidak ada gunanya. KPI menjaga nilai moral, tata susila, budaya, dan KPID Sulsel sudah beberapa kali menegur kepribadian, dan kesatuan bangsa yang stasiun televisi yang melangar dan hanya dibalas berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan ucapan terima kasih. Tetapi tidak juga dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. memperbaiki programnya. Dalam UU Penyiaran, Pasal 5, jelas disebutkan Di Indonesia, televisi terkadang menjadi alat bahwa —penyiaran diarahkan untuk: (b) menjaga untuk mereduksi bahkan mendistorsi nilai-nilai dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama peradaban (civility). Dalam hal ini, televisi gagal serta jati diri bangsa.“ Sementara dalam Pasal 36 membangun public civility (kesopanan, disebutkan bahwa: —(1) Isi siaran wajib kedisiplinan, ketaatan, kepatuhan, keluarga mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan sakinah, keteladanan, dan kebersamaan). Oleh manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak,

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 47 karena itu, televisi harus dikontrol. Memang tidak Menurut Iswandi, konsep publik ini perlu harus seperti zaman Orde Baru dulu, tetapi con- diperjelas, sebab dalam praktiknya para pekerja tent-nya harus lebih berpihak kepada publik. infotainment masih belum dapat memaknai dengan Fatwa NU tentang pengharaman infotainment cukup baik dalam setiap kerjanya memproduksi merupakan penguatan gerakan civil society yang berita dan informasi. Bila hal ini dibiarkan, tidak resisten terhadap kebijakan publik yang distorsi hanya merugikan publik itu sendiri tetapi juga akibat kepentingan ekonomi dan politik di industri merugikan kerja infotainment yang biasa media. Dengan kata lain, ini merupakan wujud memproduksi informasi seputar selebritas. kejengkelan masyarakat terhadap kebijakan di Akhirnya, sejauh acara infotainment yang bidang penyiaran yang berpihak kepada industri disajikan dapat dipertanggungjawabkan dan dan mengorbankan hak-hak publik. Hingga kini, memang benar-benar menghibur, sebenarnya tidak istilah jurnalistik infotainment memang masih menjadi masalah. Tetapi justru masalah semakin menyisakan berbagai persoalan dilematis. Selain parah karena pengertian hiburan pun sudah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sejumlah mengalami distorsi dan penyimpangan makna yang organisasi jurnalis menolak memasukkan kerja sangat mendalam. Sebagai contoh, apakah infotainment ke dalam ranah kerja jurnalistik. mengetahui siapa anak yang dilahirkan Mayangsari Walau masih membuka perdebatan, pendapat ini merupakan hiburan? Atau, apakah tanggal beralasan mengingat rapuhnya epistemologi perkawinan Dewi Sandra dan Glenn merupakan jurnalistik infotainment. Carpini dan Williams informasi berkualitas bagi publik? Bila jawaban atas (2001), menyebut beberapa alasan pokok dua pertanyaan tersebut ya, berarti ada yang tidak penyebab maraknya infotainment. Antara lain, beres dengan kognisi sosial atau logika yang perubahan struktural industri penyiaran dan berkembang dalam industri televisi dan masyarakat telekomunikasi, integrasi vertikal dan horisontal kita. Dan memang, logika industri berbeda dengan industri media, tekanan pencapaian ekonomi, logika sosial. munculnya pekerja media yang hanya memiliki keterikatan minim pada kode-kode etik jurnalistik, dan cara pandang bahwa lapangan jurnalisme dan Daftar Pustaka hiburan itu sama saja. Di Indonesia, infotainment tumbuh sejalan Ali, Usman. 2007. Menguak ”Infotainment‘ secara dengan fenomena sinetron dan sekarang reality Terbuka. http:///www.Media Indonesia.com show plus kontes-kontes penyanyi, model, pre- Blog Merah Putih (Beta). 2007. Jurnalisme Internet senter, dan sebagainya. Bayangkan, sebuah rumah Indonesia Terdepan, Tertajam dan Terpercaya, produksi pernah bisa sekaligus memiliki belasan tentang —Infotainment tidak ada bedanya (atau puluhan) judul sinetron yang sedang tayang dengan Rokok. berdekatan waktunya. Mereka menciptakan pasar, menyatakan itulah selera pasar, dan ”memaksa‘ Departemen Agama dalam News Detail. Kamis, 04 stasiun televisi mengakui serta mengakumulasi Oktober 2007. tentang —Mahasiswa Muslim program sejenis, sekaligus mengesampingkan Dukung PBNU Terkait Tayangan ragam program lain. —Infotainment“. Sinetron, kontes-kontes, dan reality show Effendy, Onong Uchyana. 1985. Ilmu Komunikasi sangat butuh infotainment, begitu pula sebaliknya. Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Ironisnya, tayangan infotainment dalam industri karya. pertelevisian sering dihubungkan atau berdasarkan kepentingan publik (public interest) atau publik Johnston, Donald H. 1979. Journalism and The membutuhkan, sering dijadikan tameng atau Media : An Introduction to Mass Communi- tempat berlindung oleh pekerja infotainment. cations,, Barnes, A. and Noble Outline USA.

48 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008 Kovach, Bill & Tom Rossentiel. 2003. Sembilan Sendjaja, S Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Elemen Jurnalisme : (Apa yang Seharusnya Modul Universitas Terbuka, Jakarta. Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Publik): Buku Terjemahan dari, The Elements Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis of Journalism (What Newspeople Should Semiotik, dan Analisis Framing. Know and The Public Should Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Expect);Penerjemah Yusi A.Pareanom, Yayasan Pantau. Straubhaar, Joseph & Robert LaRose. 2004. Me- dia Now; Understanding Media, Culture and Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa; Technology, four edition Wadsworth, Sebuah Analisis Media Televisi, Rineka Cipta Thomson Learning Inc., 2004. Jakarta. Wahyudi, JB., 1984. Jurnalistik Televisi; Tentang Littlejohn, Stephen W. 1997. Theories of Human dan Sekitar Siaran Berita TVRI, Bandung: Communication. California:Wadsworth Pub- Alumni. lishing Company. Muda, Deddy Iskandar. 2003. Jurnalistik Televisi; Menjadi Reporter Professional, Bandung: Sumber Lain Remadja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2005. Teori Komunikasi : Suatu Newsletter KUNCI N0 11 Februari 2002 Pengantar. Bandung : Rosdakarya. http:///www/mediaindonesia.com –––––––––– dan Solatun. 2007. Ignatius Haryanto, Kompas Minggu, 26 Juni 2005. Metode Penelitian Komunikasi : Contoh- —Infotainment: Pengingkaran Fungsi contoh Penelitian Kualitatif dengan Informasi?“. Pendekatan Praktis. Bandung : Rosdakarya

Dadi Ahmadi. —Quo Vadis Infotainment“? 49 50 MEDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008