<<

PERSPEKTIF HISORIS ARKEOLOGIS TENTANG KERAGAMAN BENTUK BENTUK MASJID TUA DI NUSANTARA

Abd. Ghofur Fakultas Ushuluddin UIN Suska Email: [email protected]

Abstract

In the early history of , the which literally means place of prostration did not refer to a building with a roof or boundary. Most important is the place of prostration. But in subsequent developments, the mosque became more specific sense, namely a building even the environment walled and used as a place of prayers. Mosque as a building is a realization and physical aspects of . The Prophet never provide normative guidelines on how the shape of the mosque building. Therefore, it is natural, there are various forms of structure and ornament mosque were found in various parts of the Islamic world, including in the Nusantara. The shape and structure of the ornament is dependent on the culture that existed before. It is also easily found all over the archipelago, the shape and ornamentation are influenced by elements of the pre- Islamic, but also influenced by foreign cultures such as China, the Middle East and Europe.

Keywords: Historis-arkeologis; Masjid; Nusantara

Pendahuluan dikelilingi sederet tiang yang menopang atap, desain ini awalnya ada di Telah ada sejarawan yang concern semenanjung Arab (Saudi Arabia). dalam penelitian tentang bentuk Masjid- Kedua, munculnya desain bangunan masjid kuno di Nusantara baik dalam masjid gaya regional yang pendekatan, ornamen, arsitektural, dan memperllihatkan dominannya pengaruh morfologi masjid telah banyak dilakukan geografis suatu kawasan. Dan ketiga, para sejarawan maupun arkeolog. Salah desain bangunan masjid yang tumpang satu diantaranya adalah Martin tindih antara dengan gaya Friesment. (Martin Firesment, 1994: 12), regional. Ia pernah melakukan penelitian secara Kajian tentang mesjid kuno di kronolgis desain masjid yang khususnya di Jawa mulai berkembang di beberapa kawasan. Dalam dilakukan pada tahun 1920, oleh N.J penelitiannya terdapat beberapa Krom yaitu tentang menara Kudus yang karakteristik bangunan masjid yang diperkirakan berasal dari abad ke 16 M berjalan secara evolusi dalam tiga dan dianggap merupakan gaya bangunan tahapan di beberapa belahan negara- peralihan dari gaya bangunan Majapahit negara yang mayoritas muslim. Pertama, yang mengingatkan pada bangunan masjid dengan ruang Hypostyle (ruang candi. (Uka Tjandrasasmita, 2000: 111). lorong) dengan halaman terbuka, Setelah itu penelitian di Kudus di Abd. Ghofur: Perspektif Hisoris Arkeologis tentang Keragaman Bentuk Bentuk Masjid Tua di Nusantara

lanjutkan oleh J.E Jasper pada tahun dilingkungan atau di dalam kompleks 1922 yang mengkhususkan pada masjid. Madrasah mirip dengan penelitian seni ukir dan seni bangunan. pesantren, selain menyelenggarakan Berdasarkan penelitianya seni ukir dan pendidikan yang sudah relatif formal, seni bangunan di Kudus merupakan seni juga menampung para pelajar di dalam bangunan Jawa-Hindu Majapahit1 asrama yang sengaja dibangun di Penelitian masjid kuna pernah juga lingkungan masjid. Denngan demikian dilakukan oleh Heuken (Adolf Heuken, proses transmisi keilmuan sekaligus 2003:16) terutama masjid-masjid yang pembentukan kepribadian dapat berjalan didirikan pada abad ke 18 M dan 19 M lebih baik. Selain madrasah, tradisi terutama yang tersebar di . pendidikan Islam pada umumnya Betapapun sederhana bentuk kemudian berkembang di luar lingkungan sebuah bangunan masjid, ia hadir masjid karena semakin banyaknya bersamaan dengan penyebaran Islam di pemeluk Islam. Nusantara. Sangat sulit untuk mengetahui Masjid sebagaimana diisyaratkan di secara pasti masjid mana yang paling tua atas merupakan cikal bakal dari di Indonesia, karena lazimnya tidak ada pendidikan tinggi atau Universitas. pencatatatn kapan masjid itu dibangun Bahkan istilah al-jamiah dalam bahasa mapun kapan keitka ada pemugaran. Arab untuk menunjuk universitas berasal Dalam banyak kasus penentuan waktu dari kata al-jami‘, (masjid besar tempat pembangunan sebuah masjid tua jamaah berkumpul) di mana dihubungkan dengan waktu-waktu lain, diselenggarakan ibadah shalat jumat. Al- misalnya masa kkuasaan seorang raja Jamiah (universitas) tertua di dunia tentu tertentu, atau dengan mempertimbangkan saja adalah Universitas Al Azhar Kairo periwayatan lisan dai satu generasi yang semula berpusat di masjid Jami‘ Al kegenerasi. Azhar Kairo yang didirikan dinasti Fungsi masjid menduduki posisi Fatimyyah pada tahun 970 M. sentral dalam Islam dan kehidupan kaum sebenarnya terdapat masjid jami‘ muslimin, tidak hanya dalam ibadah, universitas yang lebih tua daripada tetapi juga mempengaruhi dalam alAzhar, yakni al-Jamiah Zaitunah (864 berbagai aspek kehidupan mereka. Peran M) dan al-Jamiah Al-Qarawiyah (857 utama masjid bagi umat Islam tentu saja M), tetapi riwayatnya tidak sepopuler sebagai tempat untuk melakukan shalat. yang banyak dikenal orang Universitas Meski shalat bisa dilakukan di mana saja, Al-Azhar (Adolf Heuken, 2003:13). karena seluruh bumi Allah adalah masjid Abu Bakar Atjeh menilai, salah (tempat sujud), tetapi masjid sebagai satu wujud kebudayaan material dalam bangunan khusus rumah ibadah tetap perkemmbangan kebudayaan Islam yang sangat diperlukan. Lebih dari itu masjid paling monumental dan pertama adalah bukan hanya sekedar tempat kegiatan masjid. Masjid memang bukan ritual-sosial tetapi juga merupakan merupakan satu-satunya media untuk simbol yang tampak bangkitnya sebuah berkomunikasi antara dunia imanen peradaban di dunia muslim. dengan transendental, tetapi paling tidak Secara historis dalam kelembagaan menjadi lambang kemajuan peradaban masjid memunculkan pula institusi dunia Islam. (Abu Bakar Atjeh, 1955: madrasah yakni madrasah yang ada 23). Masjid Quba yang didirikan fase

69 Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial da n B u d a y a , Vol.12, No.1 Januari - Juni 2015

awal Islam (622 M) dapat dikatakan bangunan masjid. Dengan kata lain sebagai proto tipe bentuk arah hadap, tidak ada aturan yang ditetapkan oleh denah dasar dan gaya arsitektural, tetapi Islam tentang bangunan masjid, yang tidak menjadi landasan normatif bagi menjadi syarat utama adalah arah bangunan masjid pada masa kemudian. hadap atau kiblat shalat adalah Ka‘bah Nabi Muhammad SAW tidak pernah di Mekah. Pada bangunan masjid, arah menganjurkan kepada para sahabatnya kiblat itu dilambangkan atau ditandai untuk membangun masjid harus sesuai dengan yaitu ruangan kecil dengan gaya masjid Quba. Oleh karena tempat memimpin shalat itu wajar banyak di beberapa negara- berjamaah. negara muslim semisal Indonesia, Dalam perkembangan Malaysia dan negara-negara Asia lainnya selanjutnya pengertian masjid menjadi bentuk dan gaya arsitkturalnya menjadi lebih spesifik yaitu sebuah bangunan sangat beragam sesuai dengan kekayaan atau gedung bahkan lingkungan yang budaya yang sudah pernah eksis di ditembok dipergunakan sebagai wilayah setempat. tempat mengerjakan shalat. Masjid Dalam tulisan ini penulis berusaha sebagai suatu bangunan merupakan menitikberatkan peenelaahan pada wujud dan aspek fisik dari kebudayaan keragaman bentuk masjid-masjid di Islam. Di Indoonesia kata Masjid Nusantara baik dari aspek bentuk dilapalkan berbeda-beda di berbagai maupun gaya arsitektural jika daerah, seperti mesigit (Jawa Tengah); dibandingkan dengan wilayah dunia Masigit (Jawa Barat); meuseugit muslim lain. (); dan mesigi ( Selatan). Sedangkan bangunan masjid atau

bangunan tempat shalat yang tidak Pembahasan dipakai untuk shalat jumat, umumnya 1. Asal-Usul dan ciri Umum tidak terlalu besar, banyak nama masjid-Masjid Nusantara disebut di berbagai dareah misalnya Secara bahasa, istilah masjid meunasah (Aceh); (minang); berasal dari bahasa Arab —sajada- langgar (Jawa); tajuk (Sunda); bale yasjudu œsujudan“ yang berarti (); langgara (Sulawesi); Suro meletakkan kening di atas permukaan atau mandersa (Batak); dan santren bumi untuk beribadah kepada Alllah (Lombok). Selain itu dikenal pula SWT. Dari kata sajada terbentuk kata dengan istilah mushalla sebagai —Masjid“ yang artinya tempat sujud. tempat shalat sehari-hari dn tidak Pengertian tempat sujud di sini tidak dipakai shalat jumat. Disamping itu menngacu pada bangunannya apakah terdapat pula istilah mashad yaitu beratap atau tidak, terbatas atau tidak, masjid makam karena masjid yang yang terpenting adalah tempat sujud. dibangun di kompleks makam, dan Di dalam al- terdapat 92 kata masjid madrasah atau masjid sujud, sajada dan berbagai pesantren.(Andrew Petersen, 1996: bentukannya. Sedangkan istilah 113). masjid (tunggal) disebut 22 kali dan Menurut Undang-Undang No. masajid (jamak) 6 kali di dalam al- 5 tahun 1992, tentang —Benda Cagar Quran. Dalam sumber rujuan Islam Budaya“, ukuran untuk penetapan usia Al-Quran atau hadis tidak bangunan tua yang mesti dilidungi menjelaskan secara konkrit bentuk 70 Abd. Ghofur: Perspektif Hisoris Arkeologis tentang Keragaman Bentuk Bentuk Masjid Tua di Nusantara

karena sudah menjadi warisan budaya abad ke 18 M hingga abad ke 19 M. yang harus dilindungi adalah 50 tahun. (Adolf Heuken, 2003:16-17). Usia ini sebenarnya terlalu pendek Dalam salah satu análisis yang untuk menyatakan sebuah masjid dikemukakan oleh Pijper (Ia adalah sudah tua apalagi kuno. Benda cagar sejarawan Barat yang sangat concern budaya (BCB) mempunyai arti penting tentang sejarah Islam di Indonesia) bagi kebudayaan bangsa, khususnya dalam karyanya De Moskeen van untuk memupuk rasa kebanggaan , bahwa bentuk-bentuk masjid di nasional dan memperkokoh kesadaran Indoensia memiliki corak khas jati diri bangsa. Benda cagar budaya tersendiri, suatu corak yang berbeda merupakan hasil kreasi anak bangsa, dengan corak-corak masjid di negara- bermutu tinggi, memberi inspirasi, dan negara lain. Untuk itulah ia memberi nilai identitas diri bangsa memberikan beberapa ciri yang serta dapat memberi nilai penting bagi menonjol muncul dalam model sejarah, ilmu pengetahuan dan masjid-masjid di nusantara. Pertama, kebudayaan harus dilestarikan dan masjid itu mempunyai bentuk denah dimanfaatkan untuk rakyat Indonesia. dasar persegi; kedua, tidak berdiri di Kesadaran jati diri suatu bangsa atas tiang-tiang seperti langgar di banyak dipengaruhi oleh pengetahuan Jawa rumah tinggal di Indonesia yang tentang masa lalu bangsa yang kuno; tajuk (Sunda); bale (Banten); bersangkutan, sehingga eksistensi langgara (Sulawesi); Suro atau bangsa itu pada masa kini dan masa mandersa (Batak); dan santren depan tetap bertumpu pada landasan (Lombok), tetapi berdiri di atas falsafah dan budayanya sendiri. pondasi padat yang tinggi; ketiga, Bila ditelisik berdasarkan memiliki atap meruncing yang terdiri tahun berdiri sebuah bangunan masjid, dari dua sampai lima tingkat dan maka terdapat masjid kuno di mengcil ke atas; Keempat, di sisi Nusantara yang berdiri telah lama, Barat atau Barat laut ada bangunan diantaranya adalah Masjid menonjol untuk mihrab; Kelima, di Baiturrahman Banda Aceh ( 1292 M); bagian depan dan kadang-kadang di Masjid leran Pesucinan Gresik (1385 kedua sisinya ada serambi yang M); Masjid Sawo Gresik (1398 M); terbuka atau tertutup; keenam, Masjid Mapauwe Leihitu Maluku halaman sekitar masjid dikelilingi oleh Tengah (1414 M); Masjid Panjunan tembok dengan satu atau dua pintu Cirebon ( 1453 M); Masjid Agung gerbang.(Pijper, 1992: 72). Demak (1477 M); Masjid Menara Steinmann pada tahun 1934 M Kudus ( 1530 M); Masjid Sultan melakukan penelitian ornamen yang Suriansyah Banjarmasin (1526 M); terdapat pada mesjid Mantingan dan Masjid Katangka Gowa Sulawesi makam Ratu Kalinyamat. Menurut Selatan ( 1603 M); Masjid Agung pendapatnya penelitian tentang jenis Palembang (1663 M); Masjid Jami‘ tanaman sangat penting untuk Kota Waringin Tengah mengetahui keragaman tumbuhan (1725 M); Masjid Besar Kauman yang ada pada masa itu. Selain itu ia (1773 M) dan masih melakukan penelitian pola-pola banyak lagi yang tahunnya memasuk ornamennya dan dibandingkan dengan ornamen di candi-candi (Steinmann

71 Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial da n B u d a y a , Vol.12, No.1 Januari - Juni 2015

1934:89-97; Tjandrasasmita bentuk mesjid kuno. (Wirjo Suparto 1977:115). Penelitian tentang menara Sutijpto, 1961: 7-9). dan mesjid kuno di Indonesia Penelitian di Aceh dilakukan dilakukan oleh Dr. G.F Pijper pada oleh J Kreemer di Mesjid Raya di tahun 1947 dan Pijper menyampaikan Kutaraja yang menurut penelitiannya bahwa mesjid kuno di Indonesia pada bahwa mesjid Raya itu asalnya umumnya tidak memiliki menara. bernama mesjid Baiturrahman yang Menara di mesjid Kudus bukan didirikan pada masa pemerintahan menara asalnya melainkan bagunan Sultan Iskandar Muda (1607-1636M). dari jaman Hindu yang digunakan Mesjid ini dibangun dengan bentuk kembali sebagai tempat kulkul. yang baru pada tanggal 9 Oktober Tentang bangunan mesjid kuno ia 1879 yang dibuat oleh seorang arsitek menyampaikan bahwa bentuknya Belanda bernama Bruins (Kreemer mengikuti bentuk arsitektur lokal 1920-21:69-87, Tjandrasasmita dengan beberapa ciri seperti denah 1977:112). Pada perkembangan segi empat dan pejal, atapnya selanjutnya studi tentang mesjid kuno bertingkat-tingkat. (Pijper, 1992: 274). terus dilakukan baik dalam bentuk Tentang asal usul bangunan paper ataupun skripsi kurang lebih masjid kuno telah dibahas oleh berjumlah 23 buah di Progam studi beberapa ahli seperti H.J de Graaf Arkeologi UI yang mencakup mesjid yang mengatakan bahwa mesjid kuno kuno di Palembang, Banten, Cirebon, di Jawa mendapat pengaruh bentuk Jakarta,, Padang, Sumenep,Banyumas, mesjid dari Sumatera yaitu mesjid Manonjaya, Taluk,dan Medan. Taluk di Sumatera Barat yang Selanjutnya berdasarkan merupakan prototipe mesjid Malabar kategori dasar desain masjid, termasuk (India). ( Graaf, H.J de 1947-48: 289). di dalamnya pengaruh faktor regional, Kemudian D.R. W.F Stutterheim Martin Frisherment membedakan mengajukan pendapatnya bahwa tujuh gaya regional bangunan masjid. mesjid kuno di Indonesia mendapat Pertama, masjid dengan ruang pengaruh dari bangunan tempat hypostyle, atap rata atau kubah seperti menyambung ayam di terlihat pada masjid-masjid di Arab, (Stutterheim 1935:135-140). Pendapat Spanyol dan Afrika. Kedua, masjid Stutterheim disangkal oleh Prof dengan ruang lorong (hypostyle hall) Sutjipto Wiryosuparto, bentuk denah menggunakan bahan lumpur kering mesjid Taluk adalah segi empat dan seperti berkembang di Sahara Barat dikelilingi air sedangkan mesjid dan Afrika. Ketiga, masjid dengan lay Malabar denahnya persegi panjang out (ruang kubah tong) yang tidak dikelilingi air, jadi berbeda dan ditempatkan pada setiap sisi ruang yang hanya pada bentuk atap. utama yang dibagi empat oleh dua Selanjutnya jika bagunan tempat garis sumbu berpotongan (bi-axial) menyabung ayam sebagai bangunan seperti berkembang di dan Asia yang semiprofan tidak mungkin Tengah. Keempat,masjid tiga kubah dijadikan dasar pembuatan mesjid dan dengan halaman yang luas seperti di yang lainnya adalah tidak memiliki India. Kelima, masjid dengan ruang loteng. Sutjipto lalu mengajukan tengah yang luas dan atap kubah yang pendapat yang menjadi asal mula masif (gaya Ottoman) seperti

72 Abd. Ghofur: Perspektif Hisoris Arkeologis tentang Keragaman Bentuk Bentuk Masjid Tua di Nusantara

berkembang di Anatolia di Turki. masjid-masjid tua di Indonesia Keenam, masjid seperti komplek berbentuk tumpang, jumlahnya 1 bangunan yan g dikelilingi tembok di sampai 77. Selanjutnya memasuki dalamnya ada pavilium seperti di abad ke 19 M mulailah terjadi proses Cina. Ketujuh, masjid dengan akulturasi dengan merubah corak bangunan utama beratap piramid kubah masjid dari tumpang menjadi (Atap tumpang) seperti berkembang di kubah () seperti terlacak, Asia Tenggara, termasuk Indonesia. pertama kali menggunakan kubah (Martin Firesment, 1994: 13). adalah masjid Sultan di bekas kerajaan Penelitian tentang Ornamen Riau Lingga Pulau Penyengat. Ada Masjid juga pernah dilakukan oleh pula masjid dengan kubah kombinasi Tawalinuddin Haris, (Tawalinuddin antara atap tumpang dengan atap Haris, 2009: 13), ia menjelaskan kubah dari beton seperti disaksikan bahwa ragam hias atau ornamen pada masjid Istiqlal Jakarta. bangunan masjid di Indonesia Tawaluddin Haris menjelaskan dipangaruhi oleh elemen-elemen juga bahwa ragam hias atau ornamen budaya luar seperti Cina Eropa dan bangunan masjid di Indonesia Islam Timur Tengah. Pengaruhi itu dipangaruhi oleh sumber beragam tidak saja dilihat pada ragam tumbuhan dan hewan yang ada di ornamennya (keramik tempel, motif nusanntara antara lain motif naga, dan kaligrafi), tetapi juga dapat geometris, bunga teratai dengan dilacak pada elemen-elemmen berbagai variasinya, tumbuh- bangunannya seperti ujung-ujung atap tumbuhan atau sulur-suluran, bahkan (jurai atap) yang mencuat ke atas representasi makhluk-makhluk seperti pada kelenteng-kelenteng Cina. bernyawa yang dilarang dalam ajaran Atap masjid seperti itu dapat terlihat Islam seperti ular, tikus, kepala pada masjid Angke (Jakarta), dan harimau ditemukan masjid-masjid tua Masjid Agung Palembang, bahkan di Jakarta seperti Masjid Panjunan masjid di Jepara yang bertumpang (Cirebon), Masjid Mantingan (Jepara), lima seperti layaknya bangunan Masjid Agung Demak (Demak), Pagoda. Demikian juga dengan tiang- Masjid Mataram (Kota Gede), Masjid tiang yang bergaya dorik pada Agung Surakarta dan lainnya. beberapa masjid tua di Indonesia (Tawalinuddin Haris, 2009: 14). seperti Masjid Caringan dan masjid Kemudian terdapat juga Carita di Banten; masjid Agung Penelitian mengenai ornamen mesjid Sumedang dan Manonjaya di memperlihatkan bahwa masih banyak Sumedang Jawa Barat merupakan digunakan motif-motif yang berasal contoh masjid pengaruh budaya Eropa dari masa sebelum Islam seperti kala pada masjid-masjid tua di Indonesia. makara, sulur-suluran , antefiks dan Demikian bentuk atap masjid binatang yang distilir seperti di mesjid di Nusantara dapat dikelompokkan Mantingan. Ornamen-ornamen kepada dua yaitu bangunan masjid makhluk hidup yang selama ini beratap tumpang (pengauh Cina dan dianggap tidak boleh dilakukan tidak India) dan bangunan masjid beratap sepenuhnya dihindari sebagaimana kubah (pengaruhTimur Tengah, Turki terdapat pada Mesjid Trusmi di dan Eropa). Pada awalnya atap Cirebon yang mengambarkan berbagai

73 Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial da n B u d a y a , Vol.12, No.1 Januari - Juni 2015

bentuk binatang seperti binatang seperti pada kelenteng-kelenteng Cina. anjing, ular, kambing pada soko guru Atap masjid seperti itu terdapat di dan Mesjid Demak dengan tempelan masjid Angke Jakarta; Masjid Agung porselin yang memiliki berbagai motif Palembang, bahkan di Jepara ada binatang seperti anjing dan burung dan masjid atapnya bertumpang lima kura-kura.. Selain penggunaan motif- sepertii layaknya bangunan Pagoda motif dari masa sebelum Islam dan Cina. (H. J. De Graaf, 1936). berbagai motif binatang ternyata Penelitian sejarah dan ditemukan pula penggunaan motif- arkeologis berupaya untuk motif Islam seperti atau yang merekonstruksi sejarah kebudayaan dikenal dengan terdapat di manusia, merekonstruksi cara-cara Mesjid Sang Ciptarasa Cirebon) dan hidup suatu masyarakat, dan Mesjid Mantingan. Motif Interlace ini penggambaran proses budaya yang bila kita amati menyebar sampai ke telah berlangsung masa lampau paling Madura terutama pada makam-makam tidak minimal telah melewati fase di kuno (Irmawati Marwoto, 1996: 152). atas 50 tahun. Arkeologi, apapun Ornamen pada mesjid-mesjid di luar padanan katanya adalah disiplin yang Jawa memperlihatkan bahwa mempelajari warisan budaya masa ornamennya banyak menggunakan lampau. Pertumbuhannya di Indonesia motif lokal sehingga dapat dilakukan sejak awal sampai kini dipengaruhi studi yang mendalam tentang motif- oleh berbagai corak, baik yang datang motif lokal pada bangunan masjid dari Eropa Kontinental maupun kuno Anglo-Saxon. Dewasa ini terdapat Pengaruh pra-Islam selain pada kecenderungan kuat untuk struktur bangunan, tampak juga pada menempatkan arkeologi dalam berbagai jenis motif hias (ornamen) anthropologi, khususnya Anthropologi antara lain motif geometris, bunga Budaya. teratai dengan berbagai variasinya, Obyek arkeologi adalah tumbuh-tumbuhan atau sulur-suluran, seluruh peninggalan material dari bahkan representasi makhluk-makhluk masa lampau. Tinggalan tersebut bernyawa yang dilarang di dalam tentulah sudah bisu, sehingga tidak Islam ditemukan pada beberapa masjid dapat dijadikan responden untuk tua di Jawa antara lain masjid diwawancarai. Untuk itu arkeologi Panjunan Cirebon; Masjid Manitngan kemudian mengembangkan prosedur, Jepara; Masjid Agung Demak; Masjid tata dan metode kerja untuk dapat Mataram Kota Gede Yogyakarta; menafsirkan kembali peninggalan- Masjid Agung Surakarta dan lain-lain. peninggalan yang dijadikan sampel Penampilan bangunan masjid di penelitian agar bisa ditentukan arti, Indonesia juga banyak dipengarui oleh kedudukan, fungsi dan unsur-unsur budaya luar seperti Cina, pengoperasiannya. Keseluruhan ini Eropa, dann Islam. Pengaruh itu tidak memerlukan konseptualisasi yang hanya bisa dilacak pada motif hiasnya bahasannya harus dapat dijadikan (pada keramik tempel, motif naga, parameter bagi arkeologi itu sendiri. kaligrafi) juga pada elemen-elemen Dalam kaitan dengan ini tidaklah bangunannya seperti ujung-ujung atap berlebihan bila Binford menyatakan (jurai atap) yang mencuat ke atas bahwa arkeologi merupakan penghasil

74 Abd. Ghofur: Perspektif Hisoris Arkeologis tentang Keragaman Bentuk Bentuk Masjid Tua di Nusantara

data bagi rekonstruksi sejarah , kursi, , kolam, menara kebudayaan (Binford ; 1983: 4) lihat dan portal. (Martin Friesment,1994: juga dalam (Uka Tjandrasasmita, 32-41). Demarkasi ruang terdiri dari 2000: 114). Dalam kaitan itu, bagian yang beratap dan terbuka, arkeologi mengarahkan pokok bagian yang terbuka, ukuran yang perhatiannya pada; peristiwa-peristiwa beratap (ruang shalat) bervariasi pembaruan (innovative event) di mana bergantung pada luas halaman tengah suatu budaya baru diwariskan atau () yang dikelilingi tembok pada budaya lama ditafsirkan kembali tiga sisinya dengan sejumlah tiang (reinterpreted of old culture), dan yang mendukung atap yang disebut peristiwa-peristiwa yang melimbas . Kemudian pada keempat (dipersive event) yaitu ketika budaya sisinya diberi akses ke ruang shalat. lama diterjemahkan memuat ruang dan Ruang shalat berdenah segi empat, dipisahkan menurut kelompok- atau dengan tipe hypostyle dan kelompok yang berlainan, boleh jadi mempunyai atap yang ditopang oleh disebabkan oleh migrasi manusia atau sejumlah tiang atau dengan atap kubah difusi budaya sendiri. yang besar kadang disertai pula Arkeologi dengan perangkat dengan kubah-kubah kecil. ilmiahnya, dalam lingkup kerjanya Ruang utama merupakan salah dapat membantu memecahkan satu komponen utama dalam suatu masalah kronologi dan fase-fase yang bangunan masjid yang biasanya lebih rinci dan lebih tua, bahkan pada berfungsi sebagai tempat jamaah fase ketika tulisan belum dikenal untuk menunaikan ibadah shalat manusia. Dengan arkeologi pola-pola berjamaah. Untuk itu ruang utama penyebaran dan konstelasi artefak umumnya mempunyai ruangan yang (benda bisa diangkat) serta besar agar mampu menampung jamaah pemukiman dapat dijelaskan makna lebih banyak di didalamnya. Di dan konteks fungsional primernya, beberapa kawasan dunia muslim, meskipun tetap harus mewaspadai terdapat pembagian ruangan misalnya hadirnya pertimbangan-pertimbangan ruangan khusus untuk shalat yang transformasi data, akibat faktor-faktor disebut . Ruangan memanjang lain. Hasil olahan terbesar arkeologi sebagai tempat bermukim para musafir dalam menganalisis lokal genius yang disebut liwaqs. Dan halaman haruslah melalui kajian arsitektur, terbuka di tengah yang disebut dengan epigrafi, ikonografi bahkan sahn, dan mihrab sebagai tempat teknologinya, agar kajian itu berhasil imam memimpin shalat. (Munazirin memperlihatkan gambaran fenomena Yusuf Elba, 1983: 5). Sedangkan di sejarah dan warsan budaya, yang Indonesia pembagian ruangan tersebut unsur-unsurnya telah menyerap unsur- agak berbeda yaitu ruang utama unsur budaya asing. berbentuk bujur sangkar yang dibatasi dinding pada setiap sisinya dengan 2. Elemen-elemen masjid penonjolan pada bagian mihrab. Secara umum elemen-elemen Ruang utama umumnya digunakan yang harus ada pada setiap bangunan tempat shalat. Pada bagian lain di masjid adalah demarkasi ruang, ruang utama dipisahkan pula tempat dinding kiblat dan mihrab, mimbar, shalat wanita dan anak-anak.

75 Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial da n B u d a y a , Vol.12, No.1 Januari - Juni 2015

Kemudian terdapat ruang serambi ruangan di dalam masjid tempat imam berupa ruangan lebar terbuka memimpin shalat, terletak di sisi barat berfungsi untuk pelaksanaan kegiatan laut masjid sebagai tanda arah kiblat. keagamaan dan tempat shalat hari Umumnya mihrab masjid di Indonesia besar sepersti idul fitri dan idul adha, terletak pada dinding barat masjid, dimana jamaah tidak tertampung di tepatnya di bagian tengah dari dinding ruang utama barat masjid dan berjumlah saatu Ruang shalat memiliki sebuah buah. Di beberapa kawasan dunia dinding yang menghadap ke Mekah, Islam, jumlah mihrab di sebuah masjid pada pertengahan dinding itu kadang lebih dari satu dan mihrab diletakkan di mihrab. Namun berbeda tersebut adalah tempat para imam dengan bangunan gereja, mihrab tidak sebagai wakil dari masing-masing dianggap sebagai wilayah suci (sacral) mazhab yang terdapat di sana.(Abu dari bangunan masjid. Bentuk mihrab Bakar Atjeh, 1955: 29). Dasar didasarkan pad anis (ceruk) bangsa pertimbangan dibangunannya mihrab Romawi yang berdenah setengah adalah adanya keharusan seorang lingkaran yang menjorok keluar dari imam dalam shalat berjamaah tidak tembok dinding. Dinding kiblat dan boleh sejajar dengan makmumnya. mihrab merupakan komponen yang Elemen berikutnya adalah amat esensial untuk semua bangunan maqsura yaitu bagian terlindung atau masjid terkecuali Masjidil Haram di berpagar tempat imam, khalifah atau Mekah. Mimbar biasanya ditempatkan gubernur melakukan shalat dan di sebelah kanan mihrab dilengkapi berlindung jika ada serangan datang dengan anak tangga untuk naik ke dengan tiba-tiba. Bahkan pada priode tribun (panggung) yang seringkali awal Islam istana Gubernur (dar-al ditutupi dengan atap tipe cupola. Imara) seringkali didirikan berdekatan Mimbar menjadi penting bagi setiap dengan mihrab dan disediakan akses masjid sebagai tempat khatib khusus ke areal mihrab dan maqsura membacakan khotbah jumat. Dikka untuk keamanan. Kolam yang atau panggung biasanya terbuat dari ditempatkan didekat atau di halaman kayu, dilengkapi dengan tangga dan tengah dengan atau tanpa pancuran air ditempatkan satu garis lurus di depan berfungsi sebagai tempat menyeru mihrab. Dari tempat itu kadi masjid adzan agar terdengar sampai jarak mengikuti gerakan dan bacaan imam yang jauh. Pada masa Rasululah, masjid agar dapat diikuti dan didengar adzan diseru kan dari atap masjid. oleh jamaah. Dikka dapat juga Sedangkan menara adzan mulai ditempatkan di halaman masjid, dipopulerkan pada abad ke 14 dan 15 bergantung pada ukuran dan kondisi M. Jumlah menara satu hingga tujuh iklim. Kursi merupakan tempat buah seperti pada masjidil Haram di menaruh kitab suci al-Quran yang Mekah. Namun dengan ditemukannya ditempatkan di samping dikka, di alat pengeras suara (loadspeaker) Indonesia dikenal dengan nama rehal fungsi menara adzan mulai bergeser atau rehan. (Tawalinuddin Haris, hanya sebagai pelengkap bangunan 2009: 6). masjid. Ciri terakhir menurut Mihrab memiliki pengertian Friesment (Martin Friesment, 1994: yang dikenal sekarang sebagai sebuah 37), adalah portal (pintu masuk) yang

76 Abd. Ghofur: Perspektif Hisoris Arkeologis tentang Keragaman Bentuk Bentuk Masjid Tua di Nusantara

jumlahnya bergantung pada ukuran merupakan bagian yang integral dari besar kecilnya bangunan masjid. Pada sebuah masjid. Hal ini tampak pada masjid tua di Indonesia jumlah pintu keletakan menara yang terpisah menuju ruang shalat biasanya ganjil dengan bangunan masjid, demikian tiga, lima, tujuh bahkan Sembilan. pula variasi bentuk menara yang Jika kesembilan elemen di atas melengkapi bangunan masjid. dikaitkan dengan masjid-masjid di Menurut Pijper, di pulau Jawa saja ada nusantara, memang ada elemen yang 5 gaya bangunan menara: pertama, sama tapi ada elemen yang belum menara gaya Candi Jawa Timur pernah ditemukan pada masjid-masjid (menara masjid Kudus), kedua menara di nusantara seperti dikka, dan kursi. tipe mercusuar (menara masjid Perbedaan lain yang menonjol adalah Banten), ketiga, menara tipe keletakan dinding kiblat dan mihrab Hadramaut (menara masjid Pekojan pada masjid-masjid nusantara selalu di Jakarta), keempat, menara tipe India sisi barat. Jumlah mihrab kadang- (Menara masjid Mangkunegaran kadang lebih dari satu, misalnya Surakarta), kelima, menara yang masjid Agung Pamekasan Madura mendapatkan pengaruh Portugis memiliki tiga mihrab. Demikian pula seperti menara masjid Kasunyatan, masjid-masjid tua di Batu Malang, Banten. (Pijper, 1992: 23-27). Menara Bondowoso dan Banyuwangi ditambahkan pada masjid dengan dua sebagaimana yang pernah diteliti oleh maksud, pertama meniru menara Pijper (Pijper, 1992: 27). masjid- masjid di kkawasan Arab Kolam yang berisi air untuk waktu itu, tanpa mengerti makna dan berwudhu pada umumnya terpisah fungsinya, dan kedua adalah pada dengan bangunan masjid. Tempat abad ke 19 M penempatan 2 buah berwudu seringkali berupa bak air menara pada masjid-masjid Jawa yang disemen disebut kulah. Kulah- untuk memberikan kesan simetris di kulah inilah kadang-kadang dilindungi bagian depan. Ada pula pendapat yang bangunan dari bambo atau batu menghubungkan kebiasaan bangunan ditempatkan disamping masjid di masjid dengan dua menara merupakan daerah kuningan disebut dengan saung pengaruh dari kawasan Persia. kulah artinya rumah kulah, sedangkan Keragamann bentuk masjid- di Magelang disebut dengan pawulon masjid tua di nusantara merupakan artinya tempat mengambil wudlu. cerminan dari keragaman budaya dan Tempat air wudlu merupakan elemen realitas sejarahyang disebabkan oleh penting dan harus ada pada setiap kemampuan masyarakat ketika bangunan masjid di Indoonesia, tetapi menangkap dan merealisasikan nilai- keberadaan maqsura hanya terbatas nilai Islam yang muncul di suatu pada masjid-masjid kerajaan di Jawa kawasan dan merupakan repleksi dari seperti pada masjid Agung Demak; potensi kearifan lokal dalam Masjid Agung Yogyakarta dan masjid mangktualisasikan nilai-nilai Islam Pakualaman. (Sudibyo Yuwono, 1996: 25). Pada Di mesjid-mesjid kuno dimensi arsitektural juga tampak Nusantara, menara termasuk bangunan masjid tradisional di nusantara akan pelengkap atau pendukung bangunan dijumpai perbedaan-perbedaan yang masjid. Menara pada awalnya bukan

77 Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial da n B u d a y a , Vol.12, No.1 Januari - Juni 2015

cukup jelas tergantung pada daerah pada elemen-elemen bangunannya terentu. seperti ujung-ujung atap (jurai atap) yang mencuat ke atas seperti pada Simpulan kelenteng-kelenteng Cina. Keragaman bentuk masjid- masjid kuno di nusantara menjadi ciri Daftar Pustaka pembeda dengan bentuk-bentuk masjid di Timur Tengah, karena Nabi Abu Bakar Arjeh, Sejarah Masjid dan Muhammad sebagai peletak dasar Amal ibadah di Dalamnya, Islam yang pertama kali membangun Jakarta: Adil & Co, 1955 masjid tidak memberikan standar Elba, Munadzirin Yusuf, Masjid normatif yang baku. Masjid Quba Tradisional di Jawa, yang pertama dapat dikatakan sebagai Yogyakarta, Yayasan Kanisius, proto tipe bentuk arah hadap, denah 1983 dasar dan gaya arsitektural, tetapi Frishman, Martin (Edited), The tidak menjadi landasan normatif bagi Mosque, History Architectural bangunan masjid pada masa Development & Diversity, kemudian. Nabi Muhammad SAW London:Thames and Hudson tidak pernah menganjurkan kepada Ltd, 1994 para sahabatnya untuk membangun masjid harus sesuai dengan gaya Heuken, Adolf, Mesjid-Mesjid Tua di masjid Quba. Karena itu wajar banyak Jakarta, Jakarta: Yayasan di beberapa negara-negara muslim Cipta Loka Caraka, 2003 semisal Indonesia, Malaysia dan Marwoto, Irmawati, —Ornamen Mihrab negara-negara Asia lainnya bentuk dan Lampu pada beberapa dan gaya arsitkturalnya menjadi Makam. Sebuah tinjauan sangat beragam sesuai dengan Simbolik“, PIA VII, Cipanas, kekayaan budaya yang sudah pernah 1996. eksis di wilayah setempat. Pengaruh pra-Islam selain pada Pijper, Menara di Pulau Jawa, dalam struktur bangunan masjid kuno Tujimah (penerjemah) nusantara, tampak juga pada berbagai Penelitian Tentang Agama jenis motif hias (ornamen) antara lain Islam di Indonesia 1930-1950, motif geometris, bunga teratai dengan Jakarta: UI Press, 1992. berbagai variasinya, tumbuh- tumbuhan atau sulur-suluran, bahkan Petersen, Andrew, Dictionary of reprentasi makhluk-makhluk Islamic Arcitecture, London: bernyawa yang dilarang di dalam Routlet, 1996 Islam ditemukan pada beberapa masjid Pijper, In Java, dalam tua di Jawa. Penampilan bangunan penelitian Agama Islam di masjid di Indonesia juga banyak Indonesia tahun 1930-1950, dipengarui oleh unsur-unsur budaya Jakarta: UI PPress, 1992 luar seperti Cina, Eropa, dan Islam. Pengaruh itu tidak hanya bisa dilacak Sudibyo Yuwono, Arsitektur pada motif hiasnya ( pada keramik Tradisional: Masjid tempel, motif naga, kaligrafi) juga

78 Abd. Ghofur: Perspektif Hisoris Arkeologis tentang Keragaman Bentuk Bentuk Masjid Tua di Nusantara

Barat, Kebudayaan No. 18, 1995/1996 Tawalinuddin Haris, Masjid-Masjid di Dunia Melayu Nusantara, (Jakarta, Bahan pelatihan penelitian Arkeologi Keagamaan, 2009.

Tjandrasasmita, Uka, Penelitian Arkeologi Islam Di Indonesia Dari Masa ke Masa. Kudus: Menara Kudus, 2000.

Wirjo Suparto, Sutijpto, Sejarah Menara Masjid Kuno di Kudus, Fadjar, tth.

79