PERBEDAAN RESPON HEMODINAMIK SETELAH PEMBERIAN PROPOFOL DAN THIOPENTAL PADA KASUS BEDAH OTAK DI RSUP HAJI MEDAN

TESIS

Oleh: CWANESTASIA ZEFANYA GRACIA

NIM :

137041060

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK/SPESIALIS DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara PERBEDAAN RESPON HEMODINAMIK SETELAH PEMBERIAN PROPOFOL DAN THIOPENTAL PADA KASUS BEDAH OTAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh: CWANESTASIA ZEFANYA GRACIA

Pembimbing I: Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO Pembimbing II: dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An. KAKV

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK/SPESIALIS DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, saya memanjatkan puji syukur serta doa saya sampaikan kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kepada saya akal budi, hikmat dan pemikiran sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Spesialis dalam bidang Ilmu anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai dan banggakan. Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian bahasanya. Meskipun demikian, saya berharap dan besar keinginan saya agar kiranya tulisan ini dapat memberi manfaat dan menambah khasanah serta perbendaharaan dalam penelitian di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya tentang “Perbedaan Respon Hemodinamik Setelah Pemberian Propofol dan Thiopental Pada Kasus Bedah Otak di RSUP Haji Adam Malik Medan “. Dengan penulisan proposal penelitian ini, maka pada kesempatan ini pula dengan diiringi rasa tulus dan ikhlas, ijinkan saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat : Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO dan dr. Akhyar Hamonangan Nasution, Sp.An, KAKV atas kesediaannya sebagai pembimbing penelitian saya, serta dr. H. Surya Dharma, M. Kes, MPH sebagai pembimbing statistik, yang walaupun di tengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu dan dengan penuh perhatian serta kesabaran, memberikan bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini. Dan dengan berakhirnya pula masa pendidikan saya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, maka pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.hum, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) I di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Yang terhormat Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV dan Prof. dr.Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Tasrif Hamdi, M.Ked (An), SpAn sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, dan dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked (An), SpAn sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, terima kasih saya persembahkan oleh karena telah memberikan izin, kesempatan, ilmu dan pengajarannya kepada saya dalam mengikuti pendidikan spesialisasi di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif hingga selesai. Yang terhormat guru – guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan : dr. A. Sani P. Nasution, SpAn. KIC; (alm) dr. Chairul M. Mursin, SpAn, KAO; Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO; dr. Hasanul Arifin SpAn. KAP. KIC; Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn. KNA; dr. Akhyar H. Nasution, SpAn. KAKV; dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn. KAP. KMN; dr. Ade Veronica HY, SpAn. KIC; dr. Yutu Solihat, SpAn. KAKV; dr. Soejat Harto, SpAn. KAP; dr Syamsul Bahri Siregar, SpAn; dr Tumbur, SpAn; dr. Walman Sitohang, SpAn; LetKol (CKM) dr. Nugroho Kunto Subagio, SpAn; Dr. dr. Dadik W. Wijaya, SpAn; dr. M. Ihsan, SpAn. KMN; dr. Qodri F. Tanjung , SpAn. KAKV; dr. Guido M. Solihin, SpAn. KAKV; dr. Rommy F Nadeak, SpAn; dr. Rr. Shinta Irina, SpAn; dr. Raka Jati P. M.Ked(An) Sp.An; dr. Bastian Lubis M.Ked(An) Sp.An; dr. Wulan Fadine M.Ked(An) Sp.An; dr. A. Yafiz Hasbi M.Ked(An) Sp.An dan dr. Tasrif Hamdi M.Ked(An) Sp.An, saya ucapkan terima kasih atas segala ilmu, ketrampilan dan bimbingannya selama ini dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif sehingga semakin menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab saya terhadap pasien serta pengajaran dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari. Kiranya Allah SWT memberkati guru – guru saya tercinta.

Universitas Sumatera Utara Yang terhormat Bapak Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan, Bapak Direktur RSU Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, Karumkit TK II Putri Hijau Medan, Direktur RS Haji Medan, RSU Dr. Ferdinand Lumbantobing - Sibolga yang telah mengizinkan dan memberikan bimbingan serta kesempatan kepada saya untuk belajar menambah ketrampilan dan dapat menjalani masa pendidikan di rumah sakit yang beliau pimpin, tak lupa saya haturkan terima kasih. Terima kasih saya sampaikan kepada orang tua tercinta, ayahanda : dr. Walman Sitohang, Sp.An dan ibunda : Dra. Cyntia E. Hutasoit, Spd atas doa dan perjuangannya yang tiada henti serta dengan kasih sayang yang telah diberikan kepada saya, semenjak saya masih dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan memberikan asuhan, bimbingan, pendidikan serta suri tauladan yang baik kepada saya sehingga saya dapat menjadi pribadi yang dewasa, berakhlak dan memiliki landasan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan ini sehingga saya dapat menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa kehadirat Tuhan YME ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Yang tercinta teman – teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif dr. Mahmud Situmeang, dr. Charles L Situmeang, dr. Muhammad Razak Husin, dr. Matdhika Sakti, M.Ked(An), Sp.An, dr. Franz Josef Tarigan, M.Ked(An), Sp.An, dr. Virat Kumar, M.Ked(An), Sp.An, dr. Rizki Alfian, dr. Awang Supriady, dr, Dewi Yuliana Fithri, dr. Prawito Nurhidayat, dr. Prastia, dr. Faisal Borneo, dr. Paulus Mario Tinambunan, dr. Riza Stya Yulianda, dr. Boy Olifu Elniko Ginting, dr. Muhammad Aldi Rivai Ginting yang telah bersama sama baik duka maupun suka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman – teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Tuhan YME selalu memberkahi kita semua. Kepada seluruh teman – teman PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif, rekan – rekan dan kerabat, handai taulan, keluarga besar, pasien – pasien yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang senantiasa memberikan peran serta, dukungan

Universitas Sumatera Utara moril dan materil kepada saya selama menjalani pendidikan, dari lubuk hati saya yang terdalam saya ucapkan terima kasih. Kepada paramedis dan karyawan Departemen / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, RS Haji Medan, RSUP Pirngadi Medan dan Rumkit Tk II Putri Hijau Medan, RSU Universitas Sumatera Utara, RSU Dr. Ferdinand Lumbantobing – Sibolga, yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama saya menjalani pendidikan dan penelitian ini saya juga ucapkan terima kasih. Dan akhirnya perkenankanlah saya dalam kesempatan yang tertulis ini memohon maaf atas segala kekurangan saya selama mengikuti masa pendidikan di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai. Semoga segala bimbingan, bantuan, dorongan, petunjuk, arahan dan kerja sama yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat berkah serta balasan yang berlipat ganda dari Tuhan YME.

Medan, Januari 2018 Penulis

( dr. Cwanestasia Zefanya Gracia)

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... viii DAFTAR GAMBAR ...... ix DAFTAR SINGKATAN ...... x ABSTRAK ...... xii ABSTRACT ...... xiii BAB 1 PENDAHULUAN...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 6 1.3 Hipotesis...... 6 1.4 Tujuan Penelitian ...... 6 1.4.1 Tujuan Umum ...... 6 1.4.2 Tujuan Khusus ...... 6 1.5 Manfaat Penelitian ...... 7 1.5.1 Manfaat Akademis ...... 7 1.5.2 Manfaat Pelayanan Masyarakat ...... 7 1.5.3 Manfaat Praktis ...... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...... 8 2.1 Kraniotomi ...... 8 2.1.1 Definisi Kraniotomi ...... 8 2.1.2 Indikasi Kraniotomi ...... 8 2.2 Hemodinamik ...... 9 2.3 Propofol ...... 10 2.3.1 Struktur Kimia Propofol ...... 10 2.3.2 Farmakokinetik Propofol ...... 10 2.3.3 Farmakodinamik Propofol ...... 13 2.4 Thiopental ...... 17 2.4.1 Struktur Kimia Thiopental ...... 17 2.4.2 Farmakokinetik Thiopental...... 17 2.4.3 Farmakodinamik Thiopental...... 19 2.5 Interaksi Obat ...... 21 2.6 Kerangka Teori ...... 23 2.7 Kerangka Konsep ...... 24 BAB 3 METODE PENELITIAN ...... 25 3.1 Desain Penelitian...... 25 3.2 Tempat dan Waktu ...... 25 3.2.1 Tempat ...... 25 3.2.2 Waktu...... 25

Universitas Sumatera Utara 3.3 Populasi dan Sampel ...... 25 3.3.1 Populasi ...... 25 3.3.2 Sampel ...... 25 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi...... 27 3.4.1 Kriteria Inklusi ...... 27 3.4.2 Kriteria Eksklusi ...... 27 3.4.3 Kriteria Putus Uji ...... 27 3.4.4 Randomisasi...... 27 3.5 Informed Consent ...... 28 3.6 Alat, Obat, dan Cara Kerja ...... 28 3.6.1 Alat ...... 28 3.6.2 Obat ...... 29 3.6.3 Cara Kerja ...... 29 3.7 Pengawasan dan Penanganan Efek Samping ...... 31 3.8 Identifikasi Variabel ...... 31 3.8.1 Variabel Bebas ...... 31 3.8.2 Variabel Tergantung ...... 31 3.9. Definisi Operasional ...... 31 3.10. Rencana Manajemen dan Analisa Data ...... 33 3.11. Masalah Etika ...... 34 3.12. Alur Kerja ...... 35 BAB 4 HASIL PENELITIAN ...... 36 BAB 5 PEMBAHASAN ...... 45 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...... 47 DAFTAR PUSTAKA ...... 48 LAMPIRAN ...... 51

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No Judul Hal Tabel 2.1 Dosis Propofol 12 Tabel 3.1 Nilai RPP dengan Hemodinamik Respon 33 Tabel 4.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan ASA 36 Tabel 4.2 Perbedaan Tekanan Darah Sistolik Antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol 38 Tabel 4.3 Perbedaan Tekanan Darah Diastolik Antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol 39 Tabel 4.4 Perbedaan Heart Rate Antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol 41 Tabel 4.5 Perbedaan RPP Antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol 42 Tabel 4.6 Perbedaan MAP Antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol 43

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal Gambar 2.1 Autoregulasi Otak 9 Gambar 2.2 Struktur Kimia Propofol 10 Gambar 2.3 Mekanisme Kerja Obat Propofol Terhadap GABA 11 Gambar 2.4 Struktur Kimia Thiopental 17 Gambar 2.5 Kerangka Teori 23 Gambar 2.6 Kerangka Konsep 24 Gambar 3.1 Alur Kerja 35 Gambar 4.1 Perbedaan Tekanan Darah Sistolik pada Setiap Kelompok 38 Gambar 4.2 Perbedaan Tekanan Darah Diastolik pada Setiap Kelompok 40 Gambar 4.3 Perbedaan Laju Nadi pada Setiap Kelompok 41 Gambar 4.4 Perbedaan RPP pada Setiap Kelompok 43 Gambar 4.5 Perbedaan MAP pada Setiap Kelompok 44

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR SINGKATAN

CBF Cerebral Blood Flow CPP Cerebral Perfusion Pressure CMRO2 Cerebral Metabolic Rate Oxygen DM Diabetes Mellitus EEG Electroencephalography EKG Elektrokardiografi GA ETT General Anastesi Endotrakeal Tube GABA Gamma Amino Butiric Acid HR Heart Rate ICP Intra Cranial Pressure ICU Intensive Care Unit MAP Mean Arterial Pressure N2O Nitrous Oxide NCD Non Communicable Disease NIBP Non Invasive Blood Pressure PAF Platelet Activating Factor PPOK Penyakit Paru Obstruksi Kronis PRIS Propofol Infusion Syndrome PTM Penyakit Tidak Menular RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar RPP Rate Pressure Product SBP Systolic Blood Pressure DBP Dyastolic Blood Pressure SpO2 Saturasi Perifer Oksigen TIO Tekanan Intra Okular WHO World Health Organization

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang: Teknik neuroanestesi merupakan satu-satunya teknik anestesi yang digunakan saat ini dalam operasi kraniotomi. Teknikneuroanestesiharus memperhatikan komponen CBF dan ICP yang begantung dengan parameter Hemodinamik pasien.Hemodinamik pasien dipengaruhi oleh obat-obat anestesi yang dipergunakan dalam teknik tersebut. Obat-obat anestesi intravena yang dapat menurunkan ICP dan CBF dari golongan obat induksi adalah thiopental, propofol, etomidat, dan midazolam.

Tujuan: Untuk mendapatkan perbandingan respon hemodinamik setelah pemberian propofol dan thiopental sebagai obat induksi pada kasus bedah otak dengan anestesi umum. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji klinis acak tersamar ganda dengan jumlah sampel 40 orang penelitian yang dilakukan bedah otak elektif dengan menggunakan teknik anestesi umum. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, yaknipasien diinduksi dengan propofol 2 mg/kg untuk kelompok A dan thiopental 4,5 mg/kgBB untuk kelompok B selama 1 menit. Dilakukan pengukuran respon hemodinamik(sistolik, diastolik, heart rate, MAP dan RPP).Data hasil penelitian diuji dengan uji T-Independent, dengan tingkat kemaknaan 95% (p < 0,05, dikatakan bermakna secara statistik).

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata tekanan darah sistolik, diastolik, MAP dan RPP antara kelompok A dan B berbeda secara signifikan pada pengamatan T1,T2,T3(p<0,05), sementara untuk heart rate didapatkan nilai yang tidak signifikan (p>0.05).

Kesimpulan: Terdapat perbedaan hemodinamik yang bermakna pada pemberian obat thiopental dan propofol pada pasien bedah otak. Pemberian obat Thiopentalmenunjukkan tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP yang lebih rendah dibandingkan dengan Propofol untuk obat induksi. Kata Kunci: Induksi,Propofol, Thiopental, Hemodinamik, Craniotomy

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Background: The neuroanesthesia technique is the only anesthetic technique used today in craniotomy surgery. This neuroanesthesia technique should consider CBF and ICP which is dependent on the patient's Hemodynamic parameters. Hemodynamic patients are affected by anesthetic agents used in surgery. Intravenous anesthetic drugs that can decrease ICP and CBF are thiopental, propofol, etomidat, and midazolam. Objective: To obtain comparison of hemodynamic response after administration of propofol and thiopental as an induction agent in brain surgery with general anesthesia. Methods: This study was conducted using a double blinded randomized clinical trial with a total sample of 40 patient whom’s performed elective brain surgery using general anesthesia techniques. The sample was divided into 2 groups, patients induced with propofol 2 mg / kg as group A and thiopental 4.5 mg / kgBB as group B. Hemodynamic response (systole, diastole, heart rate, MAP and RPP). measurements was performed 1 minute after induction.Data was tested by T-Independent test, with significance level 95% (p <0,05) Results: The results showed that mean systolic, diastolic, MAP and RPP between group A and B was significantly different on T1, T2, T3 (p <0.05) and there is no significant difference on heart rate (p>0,05) Conclusions: There were significant hemodynamic differences in the administration of thiopental and propofol drugs in brain surgery patients. Thiopental drug administration showed more decrease in systolic, diastolic pressure and lower MAP and RPP compared to Propofol for induction drugs. Keywords: Induction, Propofol, Thiopental, Hemodynamic, Craniotomy

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang merupakan salah satu negara berkembang yang banyak mengalami perubahan di berbagai bidang dari waktu ke waktu termasuk gaya hidup masyarakat yang ada di dalamnya. Perubahan ini membuat Negara Indonesia mengalami transisi epidemiologi dimana pola penyakit bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Sebelum masalah penyakit menular ini dapat diselesaikan, penyakit tidak menular sudah banyak bermunculan. Salah satu contoh penyakit tidak menular tersebut adalah tumor atau kanker otak. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable diseases atau NCD). (Astawan.M 2010) NCD merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Dari 57 juta kematian pada tahun 2008, 63% (36 juta kematian) disebabkan oleh NCD, terutama oleh karena penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian), kanker (7,6 juta kematian), penyakit paru kronis (4,2 juta kematian) dan diabetes (1,3 juta kematian). Sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat NCD di dunia terjadi pada usia sebelum 60 tahun. Angka kematian akibat NCD lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah seluruh kematian karena penyebab lainnya. Berbeda dengan pendapat secara umum, 80% kematian akibat NCD justru terdapat di negara-negara dengan berpendapatan rendah-menengah. NCD merupakan penyebab kematian tertinggi di sebagian besar negara-negara di Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik Barat (WHO, 2010). Kematian akibat NCD diproyeksikan meningkat 15% secara global antara tahun 2010 dan 2020, hingga mencapai 44 juta kematian. Peningkatan tertinggi (diperkirakan sebesar 20%) akan terjadi di negara-negara Afrika, Asia Tenggara dan Mediterania Timur. Akan tetapi negara-negara yang diperkirakan mempunyai jumlah angka kematian tertinggi pada tahun 2020 adalah Asia Tenggara (10,4 juta kematian) dan Pasifik Barat (12,3 juta kematian) (WHO, 2010). Pada dekade mendatang, kanker diprediksi sebagai penyebab kesakitan dan kematian yang semakin penting di seluruh

Universitas Sumatera Utara dunia. Tantangan untuk pengendalian kanker sangat besar, ditambah dengan karakteristik populasi dengan usia yang semakin lanjut. Oleh karenanya, peningkatan prevalensi penyakit kanker sulit dihindari. Diperkirakan pada tahun 2008 terdapat 12,7 juta kasus kanker baru, dan angka ini diprediksi menjadi sebesar 21,4 juta kasus pada tahun 2030. Dua pertiga kasus tersebut terdapat di negara-negara dengan sosial ekonomi rendah-menengah (WHO, 2010). Menurut Riskerdas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2013, bahwa penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara berupa gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis dokter/tenaga kesehatan atau kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM (berdasarkan diagnosis atau gejala). Prevalensi kanker, gagal ginjal kronis, dan batu ginjal ditentukan berdasarkan informasi pernah didiagnosis dokter saja. Untuk hipertensi, selain berdasarkan hasil wawancara, prevalensi juga disampaikan berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah. Prevalensi asma, PPOK, dan kanker berdasarkan wawancara di Indonesia masing-masing 4,5%, 3,7%, dan 1,4 per mil. Prevalensi asma dan kanker lebih tinggi pada perempuan, prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki. Prevalensi DM dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan jawaban pernah didiagnosis dokter sebesar 1,5%dan 0,4%. DM berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,%, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 9,5%. Jadi, terdapat 0,1% penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah

Universitas Sumatera Utara didiagnosis hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,%. Jadi cakupan nakes hanya 36,8%, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Prevalensi jantung koroner berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13%, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3%. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2% dan penyakit batu ginjal sebesar 0,6%. Prevalensi penyakit sendi berdasarkan pernah didiagnosis nakes di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala 24,7%. (Riskerdas, 2013) Adapun penanganan paling umum dari penyakit-penyakit otak ini adalah dengan memanfaatkan tindakan kraniotomi. Kraniotomi ini merupakan suatu tindakan bedah yang dilakukan dengan cara membuka kranium untuk dapat mengakses otak. Kraniotomi berarti membuat lubang pada tengkorak dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Operasi kraniotomi biasanya dilakukan di sebuah rumah sakit yang memiliki departemen bedah saraf dan ICU. Selain itu, tindakan kraniotomi ini hampir sama seperti tindakan operatif lainnya, yaitu memiliki risiko kematian (Brown & Weng, 2005). Kraniotomi ini paling sering dilakukan untuk operasi pengangkatan tumor otak. Di samping itu, kraniotomi dapat dilakukan dengan dua indikasi yaitu trauma kepala dan non trauma kepala. Prosedur ini dapat pula ditujukan untuk menghilangkan hematoma, mengontrol perdarahan dari pembuluh darah yang ruptur (aneurysma cerebri), memperbaiki malformasi arteriovena (hubungan abnormal pembuluh darah), mengeluarkan abses serebri, untuk menurunkan tekanan intrakranial, untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara biopsi, dan untuk mengobati hidrosefalus (Widagdo, 2008). Di antara kedua indikasi kraniotomi yang telah disebutkan, indikasi terbanyak dilakukan tindakan kraniotomi adalah yang non trauma. Adapun penyebab non trauma terbanyak yang dilakukan tindakan kraniotomi adalah karena tumor atau keganasan. Selain tumor otak, ada beberapa contoh lainnya yang dapat menjadi indikasi untuk dilakukannya kraniotomi dengan etiologi non trauma yaitu seperti hidrosefalus. Hidrosefalus sendiri terjadi 2 per 1.000 kelahiran. Pada umumnya kejadian hidrosefalus sama pada laki-laki dan perempuan dengan insidensinya pada orang dewasa adalah sekitar 40%. Di samping tumor dan hidrosefalus, sebenarnya banyak lagi indikasi non trauma untuk dilakukan tindakan kraniotomi seperti aneurisma serebral, dan sebagainya (Anna, 2011). Seperti yang telah disebutkan, tindakan kraniotomi ini memiliki risiko kematian. Sebelum sampai ke tahap itu, tentunya terdapat tahap dimana terjadinya gangguan hemodinamik. Oleh karena itu, tindakan kraniotomi ini erat kaitannya dengan masalah hemodinamik pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarno & Pujo (2010), dimana dikatakan bahwa pemantauan hemodinamik dalam operasi bedah saraf sangat penting. Adapun hemodinamik yang umumnya dipantau dalam operasi bedah saraf tersebut adalah berupa pemantauan standar tekanan darah

(TD), elektrokardiogram (EKG), denyut jantung, dan saturasi oksigen perifer (SpO2). Apabila parameter hemodinamik yang dipantau tersebut tidak normal, maka akan menyebabkan gangguan organ, seperti jantung dan paru. Mengingat tingginya angka kejadian dan komplikasi yang bisa ditimbulkan akibat ketidakstabilan hemodinamik, maka perlu adanya pemahaman para ahli anestesi dalam manajemen selama periode perioperatif. Hal ini harus diantisipasi dengan perlunya pemahaman tentang teknik anestesi yang benar dan pemahaman farmakologi obat-obat yang digunakan. Oleh karena itu, penting sekali mengetahui sejauh mana efek gangguan hemodinamik dalam pemberian obat-obat anestesi dan mempertimbangkan penggunaan obat anestesi terhadap penderita. Dengan begitu diharapkan dapat menurunkan atau meminimalkan angka morbiditas maupun mortalitas (Lestari, 2010). Pada operasi kraniotomi, teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah teknik neuroanestesi. Teknik neuroanestesi merupakan satu-satunya teknik anestesi

Universitas Sumatera Utara yang digunakan saat ini dalam operasi kraniotomi. Teknik neuroanestesi ini perlu memperhatikan cerebral blood flow (CBF), intracranial pressure (ICP), dan cerebral perfusion pressure (CPP), serta autoregulasi pada pasien. Di antara komponen- komponen yang perlu diperhatikan dalam teknik tersebut, komponen CBF dan ICP merupakan dua komponen yang paling terpengaruh oleh obat-obat anestesi yang dipergunakan dalam teknik tersebut. Menurut Bisri (2012), obat-obat anestesi intravena yang dapat menurunkan ICP dan CBF dari golongan obat induksi adalah pentotal, propofol, etomidat, dan midazolam. Di samping itu, penelitian dari Yazici et al (2013) juga menunjukkan bahwa salah satu efek samping golongan obat propofol adalah dapat menurunkan parameter hemodinamik yang lebih signifikan dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Propofol diketahui dapat menyebabkan hipotensi, hipertrigliseridemia, dan sindrom infusi terkait propofol (propofol infusion syndrome/PRIS). Akan tetapi, propofol ini telah terbukti menjadi obat yang efektif untuk meregulasi tekanan intrakranial (TIK). Propofol terbukti dapat menurunkan TIK pada subjek normal dan juga pada pasien dengan TIK yang meningkat. Hal ini dapat mengurangi tingkat metabolisme serebral sebesar 40% dengan cara bergantung pada dosis dan menurunkan aliran darah serebral. Namun menurut Bisri (2012), dari keseluruhan golongan obat induksi yang telah disebutkan tersebut, pilihan utama yang paling sering digunakan adalah pentotal. Pentotal ini merupakan nama lain dari thiopental. Thiopental merupakan salah satu anestetik intravena yang berasal dari golongan barbiturat. Onset kerja dari obat ini sangat singkat. Selain itu, pemberian thiopental dosis induksi secara intravena dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah dan elevasi dari laju jantung. Pada pemberian dosis tinggi, thiopental akan menyebabkan penurunan tekanan arteri, curah balik dan curah jantung (Lestari, 2010). Dari kedua obat tersebut (propofol dan thiopental), diketahui bahwa sama-sama mempengaruhi hemodinamik seseorang saat dilakukan induksi. Akan tetapi, diantara kedua golongan obat tersebut, penelitian Safee et al (2007) menunjukkan bahwa propofol menyebabkan perubahan hemodinamik yang lebih sedikit jika dibandingkan

Universitas Sumatera Utara dengan thiopental. Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Yang et al (2001) juga menunjukkan bahwa induksi dari propofol menghasilkan hemodinamik yang lebih stabil daripada induksi dari thiopental. Selain itu, komponen-komponen dari hemodinamik ini juga dipengaruhi oleh komponen ICP dan CBF. Komponen ICP dan CBF ini merupakan dua komponen yang berperan dalam operasi kraniotomi. Seperti yang kita ketahui, kedua komponen tersebut (ICP dan CBF) juga sangat dipengaruhi oleh obat anestesi propofol dan thiopental. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh pemberian propofol dan thiopental terhadap hemodinamik pada pembedahan kraniotomi, yang dimana pada pembedahan kraniotomi ini akan mempengaruhi komponen dari ICP dan CBF.

1.2. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan respon hemodinamik setelah pemberian propofol dan thiopental sebagai obat induksi pada kasus bedah otak?

1.3. Hipotesis Terdapat perbedaan respon hemodinamik setelah pemberian propofol dan thiopental sebagai obat induksi pada kasus bedah otak.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya perbedaan respon hemodinamik setelah pemberian propofol dan thiopental sebagai obat induksi pada kasus bedah otak.

1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui respon hemodinamik setelah pemberian propofol sebagai obat induksi pada pasien yang menjalani operasi bedah otak. 2. Untuk mengetahui respon hemodinamik setelah pemberian thiopental sebagai obat induksi pada pasien yang menjalani operasi bedah otak.

Universitas Sumatera Utara 3. Untuk mengetahui perbedaan RPP setelah pemberian thiopental dan propofol sebagai obat induksi pada pasien yang menjalani operasi bedah otak.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Dalam Bidang Akademik 1. Sebagai salah satu sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Sebagai bahan acuan untuk meningkatkan pelayanan manajemen komponen hemodinamik selama operasi bedah otak. 3. Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran di bidang anestesi.

1.5.2. Manfaat Dalam Bidang Penelitian 1. Sebagai data untuk penggunaan jenis dan dosis obat yang efektif untuk mengontrol hemodinamik selama dilakukannya tindakan kraniotomi. 2. Sebagai data untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan obat yang berbeda atau dengan kombinasi yang berbeda pula.

1.5.3. Manfaat Dalam Bidang Pelayanan Masyarakat 1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil (outcome) yang baik pasca kraniotomi. 2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengurangi biaya (cost benefit). 3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengurangi efek samping (risk benefit).

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kraniotomi 2.1.1. Definisi Kraniotomi Kraniotomi merupakan suatu prosedur pelepasan tulang tengkorak. Contohnya jika yang diambil merupakan bagian frontal maka disebut kraniotomi frontal. Beberapa tindakan kraniotomi yang sering dilakukan, misalnya frontal, parietal, temporal, oksipital, sub-oksipital, dan kraniotomi pterional. Jika melibatkan dua region, maka dinamai sesuai dengan region yang dilakukan, contohnya kraniotomi frontotemporal. Jika tiga regio yang diambil, maka ketiga region tersebut disebutkan dalam deskripsi, contohnya kraniotomi frontotemporoparietal (De Bonis, 2011). Prosedural kraniotomi kecil disebut dengan key hole yang dilakukan jika tidak dibutuhkan pengeluaran tulang yang besar. Prosedural paling kecil dari kraniotomi disebut burr hole (trepinasi) (Christian B, 2010).

2.1.2. Indikasi Kraniotomi Dewasa ini, kraniotomi dilakukan oleh dokter bedah saraf untuk mengakses ruang intrakranial. Penyakit yang menyerang otak dan elemen-elemennya termasuk jaringan otak, pembuluh darah, selaput otak, dan tulang memerlukan proses pembukaan tengkorak sebagai prosedur yang harus dilakukan.Kraniotomi sendiri merupakan suatu tindakan atau langkah awal operasi untuk menangani apabila timbul kompartemen intrakranial. (Dearden M, 2007) Berikut beberapa indikasi dasar kraniotomi : 1. Clipping cerebral aneurism 2. Reseksi dari arteri venous malformation (AVM) 3. Reseksi dari tumor otak 4. Biopsi dari jaringan otak yang abnormal 5. Mengangkat abses otak 6. Evakuasi bekuan darah (contohnya : epidural, subdural dan intraserebral)

Universitas Sumatera Utara 7. Insersi alat implan (contohnya ventrikuloperitoneal shunt/VP shunt, deep brain stimulator/DBS, elektroda subdural). 8. Reseksi dari sumber epilepsi 9. Dekompresi mikrovaskular (contohnya pada kasus trigeminal neuralgia) 10. Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi (kraniektomi)

2.2. Hemodinamik Aliran darah otak dipertahankan konstan pada MAP 50 – 150 mmHg. Pengaturan ini disebut autoregulasi yang disebabkan oleh kontraksi otot polos dinding pembuluh darah otak. Apabila aliran darah otak sangat berkurang (MAP < 50 mmHg) bisa terjadi serebral iskemia. Jika di atas batas normal (MAP > 150 mmHg), tekanan akan merusak daya konstriksi pembuluh darah dan aliran darah otak akan naik dengan tiba-tiba. Dengan demikian, terjadilah kerusakan sawar darah otak (blood brain barrier/BBB) yang akan menimbulkan terjadinya edema serebral dan perdarahan otak (De Gray, 2005).

Gambar 1.1 Autoregulasi Otak

Rate Pressure Product (RPP) adalah penanda kebutuhan oksigen di jantung yang sangat berguna dalam kondisi tertentu. Ini mencerminkan kinerja kerja miokard intervnal yang diwakili melalui denyut jantung, sedangkan kinerja kerja miokard

Universitas Sumatera Utara eksternal diwakili oleh tahap latihan. RPP didefinisikan sebagai produk detak jantung istirahat (rest heart rate) dan tekanan darah sistolik (SBP) dan dinyatakan sebagai RPP = SBP x HR / 1000. Jantung menjadi organ berotot, fungsinya yang teratur membutuhkan suplai oksigen dan nutrisi yang cukup. Jika suplai ini berkurang, aka nada kemungkinan terjadinya gagal jantung (Sembulingam, 2015).

2.3. Propofol 2.3.1. Struktur Kimia Propofol

Gambar 2.2 Struktur Kimia Propofol

Propofol adalah salah satu obat anestesi intravena yang dapat bekerja secara cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa menyebabkan rasa pusing dan mual. (Stoelting, 2015)

2.3.2. Farmakokinetik Propofol Propofol juga merupakan cairan emulsi minyak air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg) dan mengandung 10% minyak kedelai, 2,25 % gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide yang telah dimurnikan dan mudah larut dalam lemak. Propofol dapat menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Penggunaan propofol 1,5 – 2,5 mg/kgBB dengan penyuntikan yang cepat (<15 detik) dapat menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu kurang dari 30 detik (Stoelting, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Mekanisme Kerja Obat Propofol Terhadap GABA

Propofol juga dapat menurunkan tekanan darah sistemik sebanyak 30%, namun efek ini lebih disebabkan oleh vasodilatasi perifer dibandingkan dengan penurunan curah jantung. Tekanan darah sistemik akan kembali normal dengan dilakukan intubasi trakea. Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemia otot jantung, tetapi terjadi sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Efek propofol terhadap pernapasan mirip dengan efek yang ditimbulkan oleh thiopental sesudah dilakukan pemberian intravena yaitu terjadinya depresi napas sampai apnea selama 30 detik. Propofol dapat menyebabkan anestesi dengan kecepatan yang sama dengan barbiturat intravena, tetapi pemulihannya lebih cepat. Propofol mempunyai sifat antiemetik (Morgan et al, 2013). Propofol juga sangat dianjurkan sebagai agen saat dilakukan intubasi endotrakea tanpa pelumpuh otot. Oleh sebab itulah alasan propofol dijadikan sebagai obat intravena pilihan sebagai induksi anestesi. Setelah pemberian intravena, distribusi propofol dengan waktu paruh (1-1/2). Selain itu, penting juga untuk diketahui bahwa clearance dari propofol mendekati sepuluh kali lebih cepat daripada thiopental yaitu 1,5 – 2,2 L/menit. Clearance propofol sebagian besar di dalam hati dan diperkirakan juga bahwa clearance propofol terjadi juga di luar hati yakni di paru-paru. Metabolisme propofol di

Universitas Sumatera Utara hati secara cepat, menjadi tidak aktif, yakni berupa sulfat dan asam glukoronik yang larut dalam air yang kemudian sebagian besar diekskresi melalui urin sekitar kurang dari 1% dalam bentuk yang tidak berubah dan sebagian kecil melalui feces (2%) (Clarke, 1995). Tabel 2.1 Dosis Propofol

Propofol merupakan suatu modulator selektif dari reseptor GABAa dan tidak menunjukkan aktivitas yang dapat memodulasi ikatan kanal ion lainnya pada konsentrasi klinis. Saat reseptor GABAa teraktivasi, terjadi peningkatan konduksi klorida di transmembran yang dapat menghasilkan hiperpolarisasi pada membrane sel postsinaps dan dapat berfungsi menghambat neuron postsinaps (Stoelting, 2006). Propofol mempunyai beberapa efek yang nyata pada fungsi reseptor GABAa, yaitu mempotensiasi aliran GABA, aktivasi langsung terhadap reseptor, dan memodulasi efek desentivasi (Donglin et al, 1999). Propofol mempunyai sifat inotropik negatif melalui penurunan kalsium intra sel dan menghambat influks kalsium trans sarkolema (Mazzi et al, 1997). Propofol dengan cepat dimetabolisme di hati (lebih cepat daripada eliminasi thiopental), ini yang menjadi salah satu keuntungan dari propofol dapat digunakan juga untuk pasien dengan gangguan metabolisme hati (Balai Penerbit FK UI, 2008).

Universitas Sumatera Utara 2.3.3. Farmakodinamik Propofol 1. Efek pada Susunan Saraf Pusat Propofol menurunkan Cerebral Metabolism Rate terhadap oksigen (CRMO), aliran darah, serta tekanan intrakranial (TIK). Pada pasien dengan TIK normal terjadi penurunan TIK (30 %) yang berhubungan dengan penurunan sedikit tekanan perfusi serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah bersama dengan propofol dosis suplemen mencegah kenaikan TIK pada intubasi endotrakeal (Stoelting, 2015). Penggunaan propofol sebagai sedasi pada pasien dengan lesi yang mendesak ruang intrakranial tidak akan meningkatkan TIK. Dosis besar propofol mungkin menyebabkan penurunan tekanan darah yang diikuti penurunan tekanan aliran darah ke otak. Autoregulasi serebral sebagai respon gangguan tekanan darah dan aliran darah ke otak yang mengubah PaCO tidak dipengaruhi oleh propofol. Akan tetapi, aliran darah ke otak dipengaruhi oleh PaCO pada pasien yang mendapatkan propofol dan midazolam. Propofol menyebabkan perubahan gambaran EEG yang mirip pada pasien yang mendapatkan thiopental. Corticalsomatosensory evoked otentials yang digunakan sebagai alat untuk memantau fungsi sumsum tulang belakang menunjukkan tidak terdapat perbedaan hasil (penurunan amplitudo) antara pasien yang mendapatkan

propofol saja dan yang mendapatkan propofol, N2O atau zat volatil lainnya. Propofol tidak mengubah gambaran EEG pasien kraniotomi. Mirip seperti midazolam, propofol menyebabkan ganguan ingatan yang mana thiopental memiliki efek yang lebih sedikit serta fentanyl yang tidak memiliki efek gangguan ingatan (Stoelting, 2006; Herret al, 2000). 2. Efek pada Sistem Respiratorik Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik. Terdapat resioko apnea sebesar 25%-35% pada pasien yang mendapat propofol. Pemberian agen opioid sebagai premedikasi meningkatkan resiko apnea. Infus propofol menurunkan volume tidal dan frekuensi pernapasan. Respon pernapasan menurun terhadap keadaan peningkatan

Universitas Sumatera Utara karbondioksida dan hipoksemia. Propofol menyebabkan bronkonstriktor dan menurunkan resiko terjadinya wheezing pada pasien asma. Konsentrasi sedasi propofol menyebabkan penurunan respon hiperkapnea akibat efek terhadap kemoreseptor sentral (Stoelting, 2006; Zhang et al, 2012). 3. Efek pada Sistem Kardiovaskuler (Stoelting, 2015) Propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik dari pada thiopental. Penurunan tekanan darah ini juga dipengaruhi perubahan volume kardiak dan resistensi pembuluh darah. Relaksasi otot polos pembuluh darah disebabkan hambatan aktivitas simpatis vasokontriksi. Stimulasi langsung laringoskop dan intubasi trakea membalikkan efek propofol terhadap tekanan darah. Propofol juga menghambat respon hipertensi selama pemasangan laringeal mask airways. Sebagai tambahan NO tidak mengubah respon tekanan darah pada pasien yang diberikan propofol. Suatu penekan respon misalnya efedrin dapat dimanfaatkan pada pasien ini. Bradikardi dan asistol pernah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan propofol sehingga disarankan obat antikolinergik untuk mengatasi stimulasi ke nervus vagus. Propofol sebenarnya juga meningkatkan respon saraf simpatis dalam skala ringan dibandingkan saraf parasimpatis sehingga terjadi dominasi saraf parasimpatis. Resiko bradikardia related death selama anestesi propofol sebesar 1,4/100.000. Bentuk bradikardi yang parah dan fatal pada anak di ICU ditemukan pada pemberian sedasi propofol yang lama. Anestesi propofol dibandingkan anestesi lain meningkatkan refleks oculokardiak pada pembedahan strabismus anak selama pemberian antikolinergik. Respon denyut jantung selama pemberian atropin intravena berbeda tipis pada pasien yang mendapat propofol dan pasien yang sadar. Penurunan respon atropin terjadi karena propofol menekan aktifitas saraf simpatis. Pengobatan propofol yang menginduksi bradikardia adalah dengan pemberian beta agonis contohnya isoproterenol.

Universitas Sumatera Utara 4. Efek pada fungsi hepar dan ginjal Propofol tidak mengganggu fungsi hepar dan ginjal yang dinilai dari enzim transamin hati dan konsentrasi kreatinin. Infus propofol yang lama menimbulkan luka pada sel hepar akibat asidosis laktat. Infus propofol yang lama menyebabkan urin berwarna kehijauan akibat adanya rantai phenol. Namun perubahan warna urin ini tidak mengganggu fungsi ginjal. Namun ekskresi asam urat meningkat pada pasien yang mendapatkan propofol yang ditandai dengan urin yang keruh, terdapat kristal asam urat, pH dan suhu urin yang rendah. Efek ini menandai gangguan ginjal akibat propofol (Stoelting, 2015). 5. Efek pada tekanan intraokular Pembedahan laparaskopi dinilai berhubungan dengan peningkatan TIO dan posisi pasien saat laparoskopi meningkatkan resiko hipertensi okular. Pada kasusini propofol menurunkan TIO segera setelah induksi dan selama tindakan intubasi trakea. Penurunan TIO ini meningkat pada pasein yang juga mendapatkan isofluran (Stoelting, 2015). 6. Efek pada koagulasi Propofol tidak mengganggu koagulasi dan fungsi trombosit. Namun ada laporan yang menunjukkan bahwa emulsi propofol yang bersifat hidrofobik mempengaruhi koagulasi darah dan menghambat agregasi trombosit melalui pengaruh mediator inflamasi lipid termasuk tromboxan A dan faktor-faktor pengaktivasi platelet/platelet-activating factor (PAF) (Stoelting, 2015). 7. Aplikasi Terapeutik Nonhipnotik a. Efek antiemetik Insiden mual dan muntah post operasi menurun pada pasien yang diberikan propofol. Dosis sub hipnotik propofol (10-15 mg iv) mungkin digunakan untuk mengobati rasa mual dan muntah terutama jika bukan disebabkan rangsangan nervus vagus. Selama masa postoperasi, keuntungan propofol adalah onset kerja yang cepat dan tiada efek samping obat yang serius. Propofol memiliki efek umum dalam menatalaksana mual dan muntah pada konsentrasi yang tidak menimbukan efek sedasi. Efek antiemetik timbul pada pemberian propofol 10

Universitas Sumatera Utara mg diikuti dengan 10 mikrogram/kgBB/menit. Dosis sub hipnotik propofol efektif menatalaksana rasa mual dan muntah akibat kemoterapi. Ketika induksi dan mempertahankan anestesi, penggunaan propofol lebih efektif daripada pemberian ondansentron (Stoelting, 2015). b. Efek anti pruritus Propofol 10 mg iv efektif untuk menatalaksana pruritus yang dihunbungkan dengan opioid neuraxis atau kolestasis. Kualitas analgesia tidak dipengaruhi propofol. Mekanisme efek antipruritus berhubungan kemampuan obat menekan aktifitas spinal. Terdapat suatu penelitian yang menunjukkan bahwa intratekal opioid menimbulkan pruritus melalui eksitasi segmental dari sumsum tulang (Stoelting, 2015). c. Aktivitas antikonvulsan Propofol merupakan antiepileptik dengan merefleksi GABA mediated presinaps dan postsinaps inhibition dari kanal ion klorida. Dosis propofol> 1 mg/kgBB iv menurunkan durasi kejang 35%-45% pada pasien yang mengalami elektrokonvulsif (Stoelting, 2015). d. Attenuation Bronkokonstriksi Dibandingkan thiopental, propofol menurunkan prevalensi terjadinya mengi/wheezing setelah induksi dengan anestesia dan intubasi trakea pada pasien tanpa riwayat asma dan pasien dengan riwayat asma. Formula baru propofol yang menggunakan metabisulfit sebagai pengawet. Metabisulfit menimbulkan bronkokontriksi pada pasien asma.Pada studi di hewan, propofol tanpa metabisulfit menimbulkan stimulus ke nervus vagus yang menginduksi bronkokontriksi dan metabisulfit sendiri dapat meningkatkan kurang responnya saluran pernapasan.Setelah intubasi trakea, pasien dengan riwayat merokok, resistensisaluran pernapasan meningkat pada pasien yang mendapat propofol dan metabisulfit serta ethylenediaminetetraacetic (EDTA) sehingga penggunaan bahan pengawet propofol meningkatkan resiko terjadinya bronkokontriksi. Propofol yang menginduksi bronkokontriksi pernah dilaporkan pada pasien dengan riwayat alergi (Stoelting, 2015; Herret al, 2000).

Universitas Sumatera Utara 2.4. Thiopental Thiopental adalah obat golongan barbiturat yang sering digunakan untuk induksi anestesi. Thiopental sodium adalah sebuah golongan barbiturat yaitu asam ɣ- aminobutiric-A (GABAa) agonist dengan aksi dari ion Ca channel (Rogowski, 2004). Barbiturat mempunyai durasi aksi yang panjang terutama untuk akumulasi tubuh. Barbiturat juga dikenal dapat membuat hipotensi. Sama halnya dengan barbiturat, propofol juga dapat menjadi hipotensi, dan dapat menurunkan tekanan intrakranial dan kebutuhan metabolik pada otak (Marik, 2004).

2.4.1. Struktur Kimia Thiopental

Gambar 2.4 Struktur Kimia Thiopental

2.4.2. Farmakokinetik Thiopental A. Absorbsi Pada anestesiologi klinis, thiopental, thiamilal dan methohexital lebih sering dimasukkan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak (sebelum dikenal propofol). Thiopental rektal atau lebih sering methohexital digunakan untuk induksi pada anak-anak dan pentobarbital intramuskular (atau oral) lebih sering digunakan dulunya untuk premedikasi pada semua grup usia. B. Distribusi Durasi dari dosis tidur pada barbiturat yang tinggi larut lemak (thiopental, thiamilal, methohexital) ditentukan dengan redistribusi, tidak berdasarkan metabolism maupun eliminasi. Contoh walaupun thiopental mempunyai

Universitas Sumatera Utara ikatan protein tinggi (80%), kelarutan lemak tinggi, dan fraksi nonionized yang tinggi (60%) dipertimbangkan untuk uptake otak yang cepat (dalam 30 s). Jika kompartemen sentral dikontraksi (pada syok hipovolemik), jika serum albumin rendah (pada penyakit hati berat atau malnutrisi), atau jika fraksi nonionized meningkat (asidosis), konsentrasiotak dan jantung yang lebih besar akan tercapai untuk dosis yang diberikan. Redistribusi ke kompartmen perifer secara spesifik, kelompok otot menurunkan konsentrasi plasma dan otak ke 10% dari level puncak dalam waktu 20-30 menit. Profil farmakokinetik berkorelasi dengan pengalaman klinis pasien biasanya kehilangan kesadaran dalam waktu 30 detik dan bangkit dalam waktu 20 menit. Dosis minimal induksi thiopental akan tergantung pada berat badan dan usia. berkurangnya dosis induksi diperlukan untuk pasien usia lanjut terutama karena redistribusi lebih lambat. Berbeda dengan awal distribusi waktu paruh cepat beberapa menit,eliminasi thiopental diperpanjang (eliminasi rentang paruh 10-12 jam). Thiamylal dan methohexital memiliki pola distribusi yang sama, sedangkan barbiturat yang kurang larut dalam lemak memiliki distribusi lebih lama waktu paruh dan durasi tindakan setelah dosis tidur. Administrasi berulang barbiturat (misalnya, infus thiopental untuk “koma barbiturat” dan perlindungan otak) saturate kompartemen perifer, meminimalkan setiap efek redistribusi, dan durasi tindakan lebih tergantung pada eliminasi ini adalah contoh dari sensitivitas konteks. C. Biotransformasi Barbiturat terutama biotransformasi melalui oksidasi hati untuk metabolit larut dalam air tidak aktif. Karena ekstraksi hati yang lebih besar, methohexital dibersihkan oleh hati lebih cepat dari thiopental. Meskipun redistribusi bertanggung jawab atas kesadaran dari dosis tidur tunggal dari salah barbiturat larut lipid ini, pemulihan penuh dari fungsi psikomotor lebih cepat berikut methohexital karena metabolismenya ditingkatkan. D. Ekskresi

Universitas Sumatera Utara Peningkatan pengikatan protein menurunkan filtrasi, glomerular barbiturat, sedangkan peningkatan kelarutan lemak cenderung meningkat reabsorpsi tubulus ginjal. Kecuali untuk agen kurang larut lipid kurang terikat protein seperti fenobarbital, ekskresi ginjal terbatas pada produk akhir yang larut dalam air dari biotransformasi hati. Methohexital diekskresikan dalam tinja.

2.4.3. Farmakodinamik Thiopental Efek pada Sistem Organ A. Kardiovaskular Dosis bolus intravena induksi barbiturat menyebabkan penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Respon hemodinamik untuk barbiturat dikurangi dengan tingkat induksi lebih lambat. Depresi pusat vasomotor medula menghasilkan vasodilatasi pembuluh kapasitansi perifer, dimana meningkatkan darah perifer, meniru berkurangnya volume darah. Takikardia setelah pemberian vagolitik pusat dan respon refleks untuk menurunkan tekanan darah. Cardiac output sering dikelola oleh peningkatan denyut jantung dan meningkatkan kontraktilitas miokard dari kompensasi refleks baroreseptor. Vasokonstriksi diinduksi simpatik, resistensi pembuluh darah (terutama dengan intubasi dengan dosis ringan dari anestesi umum) benar-benar dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Namun, dalam situasi di mana respon baroreseptor akan tumpul atau tidak ada (misalnya, hipovolemia, gagal jantung kongestif, β-adrenergik blokade), curah jantung dan tekanan darah arteri mungkin turun drastis karena tidak terkompensasinya penyatuan darah perifer dan depresi miokard langsung. Penderita hipertensi terkontrol sangat rentan terhadap perubahan dalam tekanan darah selama induksi anestesi. Efek kardiovaskular pada barbiturat oleh karena itu sangat bervariasi, tergantung pada tingkat administrasi, dosis, status volume, nada otonom dasar, dan riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya. Tingkat lambat injeksi dan hidrasi pre operasi yang cukup dapat melemahkan atau menghilangkan perubahan ini pada kebanyakan pasien.

Universitas Sumatera Utara B. Pernapasan Barbiturat menekan pusat ventilasi di medula, penurunan respon ventilasi pada hiperkapnia dan hipoksia. Dalam sedasi barbiturat yang dalam sering mengarah ke obstruksi jalan napas atas; apnea sering diikuti dengan dosis induksi. Selama sadar, volume tidal dan frekuensi napas yang menurun setelah induksi barbiturat. Barbiturat tidak lengkap menekan refleks saluran napas respon terhadap laringoskopi dan intubasi, dan instrumentasi saluran napas dapat menyebabkan bronkospasme (pada pasien asma) atau spasme laring pada pasien dibius ringan. C. Cerebral Barbiturat menyempitkan pembuluh darah otak, menyebabkan penurunan aliran darah otak, volume darah otak, dan tekanan intrakranial. tekanan intrakranial menurunkan ke tingkat tekanan darah arteri yang lebih besar, sehingga tekanan perfusi cerebral (CPP) biasanya meningkat. CPP sama dengan tekanan arteri serebral minus lebih besar dari tekanan vena jugularis atau tekanan intrakranial. Barbiturat menginduksi penurunan lebih besar dalam konsumsi oksigen otak (hingga 50% dari normal) daripada di aliran darah otak. Oleh karena itu penurunan aliran darah otak tidak merugikan. Pengurangan induksi barbiturat dalam persyaratan oksigen dan aktivitas metabolik otak yang dicerminkan oleh perubahan dalam electroencephalogram (EEG), yang kemajuan dari aktivitas cepat tegangan rendah dengan dosis kecil untuk voltage tinggi aktivitas lambat, burst suppression, dan keheningan listrik dengan dosis yang lebih besar. Barbiturat dapat melindungi otak dari episode transient iskemia fokal (misalnya, emboli serebral) tapi mungkin tidak melindungi dari iskemia global (misalnya, serangan jantung). Dokumen Data hewan menyebutkan efek ini tetapi data klinis jarang dan tidak konsisten. Selanjutnya, dosis thiopental diperlukan untuk mempertahankan penekanan EEG (paling sering burst suppression atau flat line) berhubungan dengan kesadaran

Universitas Sumatera Utara berkepanjangan, tertunda ekstubasi, dan kebutuhan untuk dukungan inotropik. Derajat depresi sistem saraf pusat disebabkan oleh barbiturat berkisar dari sedasi ringan sampai tidak sadarkan diri, tergantung pada dosis yang diberikan. Beberapa pasien berhubungan dengan sensasi rasa bawang putih, bawang merah, atau pizza selama induksi dengan thiopental. Barbiturat tidak mengganggu persepsi nyeri. Bahkan, mereka kadang-kadang muncul untuk menurunkan ambang nyeri. dosis kecil kadang-kadang menyebabkan keadaan kegembiraan dan disorientasi yang dapat membingungkan ketika sedasi tujuannya. Barbiturat tidak menghasilkan relaksasi otot, dan beberapa menginduksi kontraksi involunter otot rangka (misalnya, methohexital). Dosis thiopental yang relatif kecil (50-100 mg intravena) secara cepat (tapi sementara) mengontrol paling besar kejang mal. Sayangnya, toleransi akut dan ketergantungan fisiologis pada efek obat penenang dari barbiturat berkembang dengan cepat. D. Ginjal Barbiturat mengurangi aliran darah ginjal dan glomerulus tingkat filtrasi sebanding dengan penurunan tekanan darah. E. Hati Aliran darah pada hati menurun. paparan kronis barbiturat telah menentang efek pada biotransformasi obat. Induksi enzim hati meningkatkan tingkat metabolisme beberapa obat, sedangkan pengikatan barbiturat ke sitokrom P- 450 sistem enzim mengganggu biotransformasi obat lain (misalnya, antidepresan trisiklik). Barbiturat mendukung sintetase asam aminolevulinic, yang merangsang pembentukan porfirin (perantara dalam sintesis heme). Hal ini dapat memicu akut intermiten porfiria atau variegate porfiria pada individu yang rentan. F. Imunologi Anafilaktik atau reaksi alergi anafilaktoid jarang terjadi. thiobarbiturates mengandung sulfur membangkitkan pelepasan histamin sel mast secara in

Universitas Sumatera Utara vitro, sedangkan oxybarbiturates tidak. Untuk alasan ini, beberapa ahli anestesi lebih memilih agen induksi selain thiopental atau thiamylal pada pasien asma atau atopik, namun bukti untuk pilihan ini adalah jarang ada pertanyaan bahwa instrumentasi saluran napas dengan anestesi ringan merepotkan pada pasien dengan saluran udara reaktif.

2.5 Interaksi obat Media Kontras, sulfonamid, dan obat lain yang menempati situs pengikatan protein sama dengan thiopental dapat menggantikan barbiturat, meningkatkan jumlah obat bebas yang tersedia dan potensiasi efek sistem organ dari dosis yang diberikan. Etanol, opioid, antihistamin, dan depresan sistem saraf pusat lainnya mempotensiasi efek sedatif barbiturat. Secara umum mempunyai kesan bahwa penyalahgunaan alkohol kronis dikaitkan dengan peningkatan persyaratan thiopental selama induksi tidak memiliki bukti ilmiah.

Universitas Sumatera Utara 2.6 KERANGKA TEORI

Pasien yang akan menjalani

OK elektif Kraniotomi

Propofol Thiopental

Modulasi GABA

↓ Kalsium Intraseluler Inhibisi Simpatis

Inotropik ( - ) Relaksasi Otot Polos Vaskuler

Curah Jantung ↓ Vasodilator

Hipotensi

Respon Hemodinamik  Cerebral Metabolik Resting O2

 Tekanan Darah

 Tekanan Arteri Rerata  Laju Jantung, Laju Nafas  RPP

Universitas Sumatera Utara 3.7 KERANGKA KONSEP

Induksi Thiopental

4,5 mg/kgBB

Respon Hemodinamik (TD sistole, diastole, heart rate, MAP dan RPP)

Induksi Propofol 2 mg/kgbb

= Variabel Bebas

= Variabel Tergantung

Gambar 2.6 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji klinis dengan menggunakan metode acak tersamar ganda.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kamar bedah pusat RSUP. Haji Adam Malik (HAM) Medan. b. Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung mulai Oktober sampai dengan sampel terpenuhi selama lebih kurang 4 bulan dari sejak peneliti menentukan judul penelitian, menyusun proposal penelitian, mengumpulkan data penelitian, dan membuat laporan hasil penelitian hingga seminar hasil penelitian, yang berlangsung sejak bulan Juli 2017 hingga Oktober 2017.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien non trauma kepala yang menjalani pembedahan elektif kraniotomi dengan teknik anestesi GA-ETT. b. Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang akan menjalani pembedahan elektif kraniotomi dengan memakai teknik GA-ETT

Universitas Sumatera Utara c. Jumlah Sampel Dari penelitian sebelumnya oleh Jabameli dkk (2012) didapat persentase x1= 2.9 dan x2= 2.3. Dengan power 80 %.

= 18 Keterangan: Zα : deviat baku alfa Zβ : deviat baku beta S : simpang baku dari selisih nilai antar kelompok

x1 – x2 : selisih nilai rerata yang dianggap bermakna

Dari perhitungan dengan rumus diatas, maka diperoleh besar sampel: n1 = n2 = 18 orang ditambah 10% bila terjadi putus uji menjadi 40 orang. Jadi jumlah keseluruhan sampel dari kedua kelompok adalah 40 orang. Setelah dihitung secara statistik, jumlah sampel yang didapat dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok I mendapatkan induksi propofol 2 mg/kgBB dan kelompok II mendapatkan induksi thiopental 4,5 mg/kgBB.

Universitas Sumatera Utara 3.4 Kriteria Inklusi, Eksklusi, Putus Uji, dan Randomisasi 3.4.1 Kriteria Inklusi: 1. Pasien dengan usia 18-65 tahun 2. Pasien yang menyetujui mengikuti penelitian (informed consent) 3. Status Fisik ASA I-II 4. Pasien yang menjalani pembedahan kraniotomi elektif dan non trauma kepala 5. Pasien tidak sulit intubasi

3.4.2 Kriteria Eksklusi: 1. Pasien trauma kepala 2. Pasien dengan gangguan hemodinamik sebelum tindakan operasi 3. Pasien dengan riwayat alergi terhadap obat propofol dan thiopental

3.4.3 Kriteria Putus Uji Terjadi kegawatdaruratan medik setelah induksi

3.4.4 Randomisasi Randomisasi untuk alokasi subjek penelitian dilakukan dengan randomisasi sederhana yaitu dengan cara menggunakan tabel randomisasi, dimasukkan ke dalam amplop dan diambil oleh relawan yang akan melakukan teknik anestesi GA-ETT. Pencatatan data dan monitoring dilakukan oleh peneliti yang tidak mengetahui obat yang diberikan.  Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok oleh relawan yang sudah dilatih.  Randomisasi dilakukan dengan cara menggunakan tabel angka random. Caranya: dengan mata tertutup, relawan menjatuhkan pena di atas tabel angka acak. Angka yang ditunjuk oleh ujung pena tadi adalah nomor awal untuk menentukan sekuens yang sesuai.

Universitas Sumatera Utara  Kemudian diambil digit angka paling terakhir dari 6 digit angka yang tertera pada tabel angka random yang ditunjuk dengan ujung mata pena tersebut. Dengan ketentuan, bila angka terakhir adalah ganjil maka dianggap sebagai AB, bila angka terakhir adalah genap dianggap sebagai BA. Dengan ketentuan A adalah kelompok Propofol dan B adalah kelompok Thiopental. Pengambilan angka diurut ke samping dari angka yang pertama tadi, sampai diperoleh jumlah sekuens yang sesuai dengan besar sampel. Sekuens yang diperoleh selanjutnya disusun berurutan, dimasukkan ke dalam amplop dan diberi nomor.  Obat bantuan relawan diberikan kepada dokter spesialis anestesi pada hari pelaksanaan penelitian.

3.5. INFORMED CONSENT Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik, pasien mendapatkan penjelasan tentang prosedur yang akan dijalani serta menyatakan secara tertulis kesediaannya dalam lembar informed consent.

3.6. Alat dan Obat 3.6.1. Alat 1. Kateter intravena ukuran 18 G dengan merek dagang tro-venocath. 2. Infus set dengan merek dagang Medsuyun. 3. Spuit 3 ml, 5 ml dan 10 ml dengan merek dagang Terumo. 4. STATICS (S = Scope, T = Tube, A = Airway equipment, T = Tape, I = Introducer, C = Connector, S = Suction unit) 5. Alat monitoring non-invasif automatic dengan merek dagang infinity (tekanan darah, frekuensi nadi, EKG (heart rate) dan saturasi perifer oksigen

(SpO2). 6. Laringoskop set dan face mask/sungkup ukuran dewasa dengan alat Endotracheal Tube (ETT) no: 7 dan 7,5 dengan merek dagang Aximed.

Universitas Sumatera Utara 3.6.2 Obat a. Thiopental dengan merk dagang Tiopol. b. Propofol dengan merk dagang Fresofol.

3.6.3 Cara Kerja Adapun cara kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan.  Pasien terdaftar untuk operasi elektif kraniotomi dengan teknik anestesi umum, yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diminta untuk menjadi subjek penelitian.  Pasien diberikan penjelasan (informed consent) mengenai prosedur penelitian serta diminta untuk menandatangani persetujuan keikutsertaan dalam penelitian.  Pada hari pelaksanaan penelitian, prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut. a. Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar bedah, pasien diperiksa ulang oleh peneliti terhadap identitas (nama, usia, jenis kelamin, dan PBW), diagnosa, rencana tindakan pembiusan, akses infus (pastikan telah terpasang infus dengan kateter intravena 18G, threeway dan aliran infus lancar). b. Sebelum pasien memasuki kamar operasi, telah disiapkan mesin anestesi yang disambungkan dengan sumber oksigen dan udara. Selain itu, juga dipersiapkan set alat (S = Scope, T = Tube, A = Airway equipment, T = Tape, I = Introducer, C = Connector, S = Suction unit) dan obat-obat gawat darurat injeksi seperti epinefrin, sulfas atropin, efedrin, dan deksametason.

Universitas Sumatera Utara c. Setelah pasien masuk ke ruang operasi, pasien dibaringkan terlentang, dipasang alat pemantau berupa monitor EKG, NIBP non invasif & saturasi oksigen perifer. d. Pencatatan data awal (T0) dilakukan sebelum induksi dengan menilai tekanan darah systole & diastole, heart rate serta saturasi oksigen perifer oleh peneliti. e. Kedua kelompok pasien diberikan preloading cairan Ringer Solution 10 ml/kgBB f. Kedua kelompok dipersiapkan untuk dilakukan tindakan anestesi umum intubasi dengan pemberian premedikasi dengan Midazolam 0,05 mg/kgditunggu onset 1 menit dilanjutkan dengan Fentanyl 2 mcg/kg. setelah 2-3 menit dilanjutkan dengan pemberian obat induksi. g. Pasien juga diberikan xylocain spray dengan dosis 1 mg/kgBB sebelum intubasi untuk mencegah gangguan hemodinamik pada saat intubasi h. Pasien diinduksi dengan propofol 2 mg/kg untuk kelompok A dan thiopental 4,5 mg/kgBB untuk kelompok B selama 1 menit, kemudian diberikan pelumpuh otot rocuronium 1 mg/kg, setelah onset tercapai 1 menit, laringoskopi direk dilakukan dengan laringoskop dan trakea diintubasi dengan pipa endotrakea yang sesuai ukuran. i. Pembedahan dimulai, pemeliharaan sedasi menggunakan Isoflurane, pemeliharaan analgesi dengan fentanil sesuai respon hemodinamik, dan pemeliharaan pelumpuh otot menggunakan rocuronium. j. Penilaian ini dilakukan langsung oleh peneliti yang tidak ikut terlibat didalam pemberian obat-obatan pada pasien tersebut. k. Hasil data pengamatan pada kedua kelompok dibandingkan secara statistic

Universitas Sumatera Utara 3.7. Pengawasan dan Penanganan Efek Samping 1. Pengawasan pasien selama prosedur penelitian dilakukan oleh peneliti yang bekerja sama dengan residen anestesi dan dengan sepengetahuan konsultan ahli. 2. Pengawasan ditunjang dengan alat-alat yang diperlukan dalam tatalaksana kegawatdaruratan. 3. Bila terjadi kegawatdaruratan selama penelitian, maka dilakukan penanganan kegawadaruratan pada airway, breathing dan circulation dengan memberikan airway management untuk penanganan airway dan resusitasi cairan dengan pemberian kristaloid, koloid dan jika perlu vasopressor. 3.8. Identifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel bebas (variabel idependen) dan variabel tergantung (variabel dependen), yang dipaparkan sebagai berikut:

3.8.1. Variabel Bebas a. Thiopental - Induksi : 4,5 mg/kgBB b. Propofol - Induksi : 2 mg/kgbb

3.8.2 Variabel Tergantung Respon Hemodinamik (TD sistole, diastole, heart rate, MAP dan RPP)

3.9. Definisi Operasional 1. Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. 2. Thiopental adalah obat golongan barbiturate yang sering digunakan untuk induksi anestesi. Thiopental sodium adalah sebuah golongan barbiturate

Universitas Sumatera Utara yaitu asam ɣ-aminobutiric-A (GABA a) agonis dengan aksi dari ion Ca channel yang mempunyai durasi aksi yang panjang terutama untuk akumulasi tubuh. 3. Propofol adalah salah satu obat anestesi intravena yang dapat bekerja secara cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa menyebabkan rasa pusing dan mual dimana propofol juga dapat menjadi hipotensi, dan dapar menurunkan tekanan intra kranial dan kebutuhan metabolik pada otak. 4. Hemodinamik adalah suatu parameter yang dapat kita nilai untuk melihat klinis atau keadaan pasien, seperti tekanan darah, heart rate, MAP, elektrokardiogram dan RPP. 5. RPP (Rate Pressure Product) adalah pengukuran stress pada otot jantung berdasarkan denyut jantung per menit dikali tekanan darah sistolik, berupa pengukuran yang baik untuk indikasi pengunaan energi pada jantung. (RPP = HR x Tek Darah Sistolik) 6. Untuk menentukan kriteria sulit intubasi dapat dilakukan dengan menilai skor: L : Look externally (trauma wajah, gigi besar, E : Evaluate 3-3-2 rule (jarak M : Mallampati dimana terbagi menjadi 4 kelas: Mallampati I : visualisasi pada soft palate, fauces, uvula, pilar anterior dan posterior Mallampati II : visualisasi pada soft palate, fauces, uvula Mallampati III : visualisasi pada soft palate, dasar dari uvula Mallampati IV : hanya untuk hard palatum. O : Obstruction (depiglotitis, abses peritonsil, trauma N : Neck Mobility (keterbatasan dalam gerak leher)

Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Nilai RPP dengan Hemodinamik Respon Hemodinamik Respon RPP Higt More Than 30.000 High Intermediate 25000-29999 Intermediate 20000-24999 Low intermediate 15000-19999 Low 10000-14999

7. Kegawatdaruratan dalam operasi bedah kraniotomi adalah kondisi yang mengancam nyawa pasien yang terjadi setelah dilakukan anestesi umum. 8. PBW adalah Predictive Body Weight dengan rumus perhitungan Panjang Badan (PB) dalam centimeter (cm):  Perempuan: 45.5 + 0.91 (PB dalam cm - 152.4 cm)  Laki-laki: 50 + 0.91 (PB dalam cm - 152.4 cm)

3.10. Rencana Manajemen dan Analisa Data a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, selanjutnya akan diperiksa kembali tentang kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah. Jadi, langkah berikutnya adalah proses pengodean untuk memudahkan dalam menabulasi. Data yang telah terkumpul tersebut dianalisa dengan menggunakan program komputer. b. Data numerik ditampilkan dalam nilai rata-rata ± SD (standard deviasi), sedangkan data kategorik ditampilkan dalam jumlah (presentase). c. Untuk menganalisis perbedaan perubahan skor nyeri antara dua kelompok intervensi digunakan uji T-Independent. d. Untuk menganalisis ada atau tidaknya penggunaan analgetik tambahan dan terjadinya efek samping digunakan uji chi square. e. Interval kepercayaan dengan nilai p < 0,05 dianggap bermakna secara signifikan.

Universitas Sumatera Utara 3.11. Masalah Etika a. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. b. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat, serta risiko dan hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta untuk mengisi formulir kesediaan menjadi subjek penelitian (informed consent). c. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang sudah lazim dikerjakan terhadap pasien sebelum anestesi dan proses penelitian dimulai. Peneliti juga telah telah mempersiapkan alat-alat kegawatdaruratan (oro/nasopharyngeal airway, ambu bag, sumber oksigen, laringoskop, endotracheal tube ukuran pasien dan bayi, suction set), monitor (pulse oxymetry, tekanan darah, EKG, laju jantung), dan obat emergensi (efedrin, adrenalin, sulfas atropin, lidokain, aminofilin, dan deksametason). d. Bila terjadi kegawatdaruratan jalan nafas, jantung, paru dan otak selama anestesi dan proses penelitian berlangsung, maka langsung dilakukan antisipasi dan penanganan sesuai dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara 3.12 Alur Kerja

POPULAS I INKLUSI EKSKLUS I SAMPEL

RANDOMISAS I T0

KELOMPO KELOMPO K A K B

IVFD RSOL 10cc/kgBB selama 20-30 menit, Premedikasi Inj. Midazolam 0,05mg/kgBB, Inj. Fentanyl 2 mcg/kgBB, Injeksi Lidocain 1 mg/kg BB

T1 T1

Inj. Propofol Inj. Thiopental 4,5 2mg/kgBB habis mg/kgBB habis dalam 30 detik dalam 30 detik

T2 T2

Inj. Rocuronium 1 mg/kgBB Inj. Rocuronium 1 mg/kgBB

Intubasi Intubasi

T3 T3

Periksa suara nafas, Periksa suara nafas, pastikan kiri sama pastikan kiri sama

dengan kanan. dengan kanan. Kemudian fiksasi Kemudian fiksasi T0 = penilaian hemodinamik dan RPP awal sewaktu di ruang preoperasi T1 = penilaian hemodinamik dan RPP 3 menit setelah premedikasi T2 = penilaian hemodinamik dan RPP 30 detik setelah induksi T3 = penilaian hemodinamik dan RPP setelah induksi

Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini diikuti oleh 20 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi, dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah yang sama banyak, masing-masing berjumlah 20 orang. Pasien berusia 19-29 tahun pada kelompok Thiopental sebanyak 4 orang (20%), sementara pada kelompok Propofol sebanyak 3 orang (15%). Pasien berusia 30-39 tahun pada kelompok Thiopental sebanyak 6 orang (30%), sementara pada kelompok Propofol sebanyak 6 orang (30%). Pasien berusia 40-49 tahun pada kelompok Thiopental sebanyak 6 orang (30%), sementara pada kelompok Propofol sebanyak 6 orang (30%) Pasien berusia 50-59 tahun pada kelompok Thiopental sebanyak 1 orang (5%), sementara pada kelompok Propofol sebanyak 4 orang (37,5%). Pasien berusia 60-65 tahun pada kelompok Thiopental sebanyak 3 orang (15%), sementara pada kelompok Propofol sebanyak 1 orang (5%). Berdasarkan karakteristik usia pasien didapati data yang relative homogen (p>0,05).

Tabel 4.1 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan ASA Obat yang diberikan Karakteristik Total Nilai p* Thiopental Propofol 1. Usia (tahun)  18 – 29 4 (20%) 3(15%) 7 (17.5%)  30 – 39 6(30%) 6 (30%) 12 (30%) 0,578  40 – 49 6(30%) 6(30%) 12 (30%)  50 – 59 1(5%) 4(20%) 15 (12.5%)  60-65 3 (15%) 1(5%) 4(10%) Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%) 2. Jenis Kelamin  Laki – laki 10 (50%) 8 (40%) 18 (45%) 0,379

Universitas Sumatera Utara  Perempuan 10 (50%) 12 (60%) 22 (55%) Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%) 3. ASA  ASA 1 8 (40%) 7 (35%) 15 (37.5%) 0,534  ASA 2 12 (60%) 13 (65%) 25 (62.5%) Total 20 (100%) 20 (100%) 40 (100%) *Fisher exact test.

Berdasarkan tabel, subjek berjenis kelamin laki-laki pada kelompok yang menerima Thiopental berjumlah 10 orang (50%) dan pada kelompok yang menerima Propofol berjumlah 8 orang (40%). Sementara subjek berjenis kelamin perempuan yang menerima Thiopental berjumlah 10 orang (50%) dan pada kelompok yang menerima Propofol berjumlkah 12 orang (60%). Dari hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien pada penelitian ini relatif homogen (p>0,05). Berdasarkan tabel, subjek dengan ASA 1 pada kelompok yang menerima Thiopental berjumlah 8 orang (40%) dan pada kelompok yang menerima Propofol berjumlah 7 orang (37.5%). Sementara subjek ASA 2 yang menerima Thiopental berjumlah 12 orang (60%) dan pada kelompok yang menerima Propofol berjumlah 13 orang (62.5%). Dari hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien pada penelitian ini relatif homogen (p>0,05).

Tabel 4.2 Perbedaan Tekanan Darah Sistolik antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol Variabel Waktu Kelompok Thiopental Kelompok Propofol p* Rerata (Standar Deviasi) Rerata (Standar Deviasi) T0 132.4 (6.5) 133.1 (8.5) 0.757 Sistolik T1 118.3 (10.6) 126.35 (7.6) 0.009*

Universitas Sumatera Utara T2 106.8 (9.4) 117.5 (5.6) 0.000* T3 111.5 (8.9) 119.3 (7.0) 0.004* *T Independent

Rerata sistol sebelum pemberian Thiopental adalah 132.4 ± 6.5 mmHg, sedangkan pada kelompok Propofol adalah 133.1 ± 8.5 mmHg . Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan tekanan darah sebelum pemberian obat pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0.05).

Gambar 1. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Pada Setiap Kelompok

Pada pengamatan T1, rerata sistolik pada kelompok Thiopental adalah 118.3 ± 10.6 mmHg sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 126.35 ± 7.6 mmHg. Pada pengamatan T2 rerata sistolik pada kelompok Thiopental adalah 106.8 ± 9.4 mmHg sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 117.5 ± 5.6 mmHg. Pada pengamatan T3 rerata sistolik pada kelompok Thiopental adalah 111.5± 8.9 mmHg sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 119.3± 7.0 mmHg. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata tekanan darah sistolik pada dua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p<0.05).

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Perbedaan Tekanan Darah Diastolik antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol Variabel Waktu Kelompok Thiopental Kelompok Propofol p* Rerata (Standar Deviasi) Rerata (Standar Deviasi) T0 74.8 (4.9) 75.8 (3.8) 0.459 T1 67.6 (6.9) 76.1 (6.2) 0.000* Diastolik T2 59.5 (6.8) 68.2 (6.3) 0.000* T3 62.6 (6.4) 70.2 (5.4) 0.000*

Rerata tekanan darah diastolik sebelum pemberian Thiopental adalah 74.8 ± 4.9 mmHg, sedangkan pada kelompok Propofol adalah 75.8 ± 3.8 mmHg. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan tekanan darah rata-rata sebelum pemberian obat pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0.05)

Gambar 2. Perubahan Tekanan Darah Diastolik Pada Setiap Kelompok

Pada pengamatan T1, rerata diastolik pada kelompok Thiopental adalah 67.6 ± 6.9 mmHg sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 76.1 ± 6.2 mmHg. Pada pengamatan T2 rerata sistolik pada kelompok Thiopental adalah 66.9 ± 5.5 mmHg

Universitas Sumatera Utara sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 69 ± 7.2 mmHg. Pada pengamatan T3 rerata sistolik pada kelompok Thiopental adalah 70.9 ± 7.1 mmHg sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 72.8 ± 8.6 mmHg. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata tekanan darah diastolic pada dua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p<0.05).

Tabel 4.4 Perbedaan Heart Rate antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol Variabel Waktu Kelompok Thiopental Kelompok Propofol p* Rerata (Standar Deviasi) Rerata (Standar Deviasi) T0 80.2 (6.0) 81.0 (7.4) 0.694 T1 70.6(6.0) 72.9 (6.2) 0.233 HR T2 66.9 (5.5) 69 (7.2) 0.466 T3 70.9(7.1) 72.8 (8.6) 0.322

Rerata denyut nadi sebelum pemberian Thiopental adalah 80.2 ± 6.0 kali/ menit, sedangkan pada kelompok Propofol adalah 81.0 ± 7.4 kali/ menit. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan laju nadi rata-rata sebelum pemberian obat pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0.05)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Perubahan Laju Nadi Pada Setiap Kelompok

Pada pengamatan T1, rerata denyut nadi pada kelompok Thiopental adalah 70.6 ± 6.0 kali/ menit sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 72.9 ± 6.2 kali/ menit. Pada pengamatan T2 rerata denyut nadi pada kelompok Thiopental adalah 66.9 ± 5.5 kali/ menit sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 69 ± 7.2 kali/ menit. Pada pengamatan T3 rerata denyut nadi pada kelompok Thiopental adalah 70.9 ± 7.1 kali/ menit sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 72.8 ± 8.6 kali/ menit. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan rerata denyut nadi pada dua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p>0.05).

Tabel 4.5 Perbedaan RPP antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol Variabel Waktu Kelompok Thiopental Kelompok Propofol p* Rerata (Standar Deviasi) Rerata (Standar Deviasi) T0 10603.2 (748.9) 10788.5 (1193) 0.560 T1 8376.6 (914.3) 9218 (971.0) 0.008*

Universitas Sumatera Utara RPP T2 7150.0 (816.6) 8105.8 (935.9) 0.001* T3 7905.9 (951.5) 8300.8 (1498) 0.326

Rerata RPP sebelum pemberian Thiopental adalah 10603.2 ± 748.9, sedangkan pada kelompok Propofol adalah 10788.5 ±1193. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan RPP sebelum pemberian obat pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0.05).

Gambar 4. Perubahan RPP Pada Setiap Kelompok

Pada pengamatan T1, rerata RPP pada kelompok Thiopental adalah 8376.6 ±914.3 sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 9218 ±971.0. Pada pengamatan T2 rerata RPP pada kelompok Thiopental adalah 7150.0 ±816.6 sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 8105.8 ± 935.9. Pada pengamatan T3 rerata RPP pada kelompok Thiopental adalah 7905.9 ± 951.5 sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 8300.8 ± 1498. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata RPP pada dua kelompok studi pada T1, T2 (p>0.05).

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.6 Perbedaan MAP antara Kelompok Thiopental dan Kelompok Propofol Variabel Waktu Kelompok Thiopental Kelompok Propofol p* Rerata (Standar Deviasi) Rerata (Standar Deviasi) T0 94 (4.8) 94.95 (4.0) 0.504 T1 83.97 (6.7) 90.55 (5.4) 0.002* MAP T2 75.28 (6.1) 84.3 (5.06) 0.00* T3 78.95 (6.1) 85.95 (4.3) 0.00*

Rerata MAP sebelum pemberian Thiopental adalah 94 ± 4.8, sedangkan pada kelompok Propofol adalah 94.9 ± 4.0. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan RPP sebelum pemberian obat pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0.05).

Gambar 5. Perubahan MAP Pada Setiap Kelompok

Pada pengamatan T1, rerata MAP pada kelompok Thiopental adalah 83.9 ± 6.77 sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 90.5 ± 5.4. Pada pengamatan T2 rerata MAP pada kelompok Thiopental adalah 83.96 ± 6.77 sedangkan pada kelompok

Universitas Sumatera Utara propofol dengan rerata 75.28 ± 6.1. Pada pengamatan T3 rerata MAP pada kelompok Thiopental adalah 78.95 ± 6.1 sedangkan pada kelompok propofol dengan rerata 85.9 ± 4.3. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata MAP pada dua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p<0.05).

Universitas Sumatera Utara BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini menilai bagaimana pengaruh propofol dan thiopental terhadap respon hemodinamik termasuk RPP (Rate Pressure Product) pada pasien kraniotomi. Penelitian ini dilakukan karena terdapat perbedaan antara propofol dan thiopental terhadap hemodinamik dan RPP pada pasien yang menjalani operasi bedah otak. Penelitian dan panduan untuk pengunaan kedua obat yang sudah dilakukan sebelumnya terbatas hanya menilai hemodinamik saja tanpa menilai RPP dan belum ada penelitian serupa yang menilai RPP yang dilakukan di Indonesia. Penelitian ini menilai pemberian propofol dan thiopental pada pasien yang menjalani operasi bedah otak karena seringnya kedua obat ini kita pakai dalam operasi bedah otak. Penelitian ini dilakukan karena terdapat perbedaan Hemodinamik dan nilai RPP pada pasien kraniotomi. Penelitian untuk pengunaan obat ini yang sudah dilakukan sebelumnya terbatas pada penilaian hemodinamik saja tanpa menilai nilai RPP nya dan belum ada penelitian yang menilai Hemodinamik dan RPP yang serupa yang dilakukan di Indonesia. Penelitian sebelumnya memaparkan bahwa antara kelompok propofol dan thiopental dalam menekan respon hemodinamik setelah induksi anestesi umum didapatkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) hanya pada tekanan darah diastolic menit pertama. Sedangkan untuk tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata dan laju jantung tidak didapatkan perbedaan yang bermakna(Christian B, 2010). Yazici, Esra (2013) menuliskan bahwa efek pemberian propofol dan thiopental terlihat berbeda setelah dilakukan induksi anestesi umum. Dari data yang ada terlihat bahwa pada kedua kelompok baik propofol maupun thiopental terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic. Akan tetapi pada kelompok thiopental penurunannya lebih besar disbanding kelompok propofol dari tekanan darah sebelumnya. Hasil statistic menunjukkan bahwa propofol mengalami penurunan yang bermakna (p<0,05) pada menit kelima dan kesepuluh. Sedangkan pada thiopental

Universitas Sumatera Utara menunjukkan penurunan yang bermakna (p<0,05) mulai pada menit pertama,kelima dan kesepuluh. Stoelting (2015) mengatakan bahwa baik Thiopental dan Propofol sama – sama bekerja memodulasi GABA, kemudian dari sana terjadi 2 mekanisme, yaitu :penurunan kalsium Intraseluler dan relaksasi Otot PolosVaskuler. Namun pada thiopental terjadi relaksasi otot polos vaskuler yang lebih dominan daripada penurunan kalsium pada intraseluler. Berdasarkan teori yang dipaparkan JE Fairfield dkk (2010), bahwa efek hemodinamik propofol induksi dengan 2,5mg/kgBB adalah adanya penurunan pada semua titik waktu dalam sistolik, tekanan arteri rerata dan diastolic, ada peningkatan laju jantung awal dan output jantung, dengan penurunan setelah kurangdari baseline. Pada penelitian Winarno Idkk (2010), yang dilakukan didapatkan untuk variable TDS, TAR, Laju Jantung tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara kelompok propofol dan thiopental pada menit pertama, kelima dan kesepuluh. Sedangkan untuk variable Tekanan darah diastolic terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kelompok propofol dan thiopental pada menit pertama. Pada penelitian ini, dilakukan induksi dengan injeksi propofol 2mg/kgBBdaninjeksi thiopental 4,5 mg/kgBB habis dalam 1 menit. Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata tekanan darah sistolik pada dua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p<0.05). Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata tekanan darah diastolic padadua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p<0.05).Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan rerata denyut nadi pada dua kelompok studi pada T1, T2, T3 (p>0.05). Hasil analisis menggunakan uji T independent memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rerata denyut nadi pada dua kelompok studi pada T1, T2 (p>0.05). Penelitian ini menilai bagaimana perubahan hemodinamik dan nilai RPP pada penggunaan propofol dan thiopental pada pasien yang mengalami operasi bedah otak. Hasil dari penelitian ini adalah adanya perubahan hemodinamik (tekanan

Universitas Sumatera Utara darah,nadi,nafas,dannilai RPP) selama pasien induksi dengan obat propofol dan thiopental. Peningkatan dosis dari penggunaan obat-obat induksi propofol dan thiopental dapat meningkatkan resiko perubahan hemodinamik yang lebih besar selama pembedahan berlangsung.

Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 1. Didapati perubahan hemodinamik (sistolik, diastolik, heart rate, MAP) dan RPP setelah pemberian thiopental sebagai obat induksi. 2. Didapati perubahan hemodinamik (sistolik, diastolik, heart rate, MAP) dan RPP setelah pemberian propofol sebagai obat induksi. 3. Didapati penurunan hemodinamik yang signifikan lebih rendah setelah pemberian thiopental dibandingkan dengan propofol 4. Didapati perbedaan RPP yang signifikan lebih tinggi setelah pemberian propofol dibandingkan dengan thiopental.

6.2 Saran 1. Pemberian injeksi propofol 2 mg/kgBB dapat digunakan untuk induksi pada pasien yang mengalami operasi bedah otak. Karena memiliki efek perubahan hemodinamik yang lebih sedikit dibandingkan thiopental. 2. Penelitian ini mungkin juga dapat digunakan untuk kasus lain

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Barcena, Jon Perez, et.al. Pentobarbital Versus Thiopental in The treatment of refractory intracranial hypertension in patients with traumatic b raiinjury : a randomized controlled trial. BiomedCentral. 2008 : 1-26 Daniel, S thiopental Sodium in Ambulatory Anesthesia.2005. Germany: Rotexmedica GmbH n Mikkelsen, Mai Loise, et.al. The Effect of Dexmedetomidine of cerebral perfusion and oxygenation in healthy piglets with normal and lowered blood pressure anaesthetized with propofol-remifentanil total intravenous anaesthesia. 2016. BiomedCentral : 1-15 Prabhakar, Hemanshu. Propofol versus Thiopental Sodium for The Treatment of Refractory Status Epilepticus. 2012. The Cochrane Collaboration : 1488-1508 Yazici, Esra. Comparing ECT data of two different inpatient clinics: Propofol or Thiopental. 2013. Int J Psychiatry ClinPract : 307-312 Madhusana, Aswathappa, Simha, Gundappa, Iyer. A comparative Study of Intra operative Brain Relaxation with Thiopentone, &Propofol for Supratentorial Tumor Surgery,2014. IOSR Journal of Dental and Medical Science. Winarno I, Listyanto J, Harahap MS. Pengelolaan Trauma SusunanSarafPusat, 2010. BagianAnestesiologidanTerapiIntensif FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Prabhakar H, Bindra A, Singh GP, Kalaivani M. Propofol versus thiopental Sodium for the treatment of refractory statua epilepticus (Review), 2013. Evid Based Child health 8:4 : 1488 – 1508. Warner, S. Anesthesia for craniotomy. 2002. Department of Anesthesiology, Duke University Medical Centre, Durham, North Caroline, USA 27710. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Perioperative pain managament&enhanched outcomes. In: Clinical anesthesiology, 5th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2013: 1087-105. Stoelting RK, Hillier SC. Pain. In: Pharmacology &physiology in anesthetic practice, 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2006: 707-17.

Universitas Sumatera Utara Bisri T. PenangananNeuroanestesiadan critical care CederaOtakTraumatik. FakultasKedokteranUnivesitasPadjajaran, 2012. Newfield P, Cottrell JE,. Handbook of Neuroanesthesia. Lippincott Williams & Wilkins, 2012 : 87-90. ROZEK B, Flooch H, Berlivet P, Michel P., Blanloeil Y. Propofol Versus Thiopental by target controlled infusion in patients undergoing craniotomy. Hopital, de La Cavale,Blanche, Cebter Hospital- Universitaire, Brest, France, 2014;80:761-8 Traill R, Acute Head Injuries :Anaesthetic Consideration. Department of Anesthesia, Royal prince Alfred Hospital, Sydney.2007. Patel P. Neurosurgical Anesthesia, Does the choice of anaesthetic agents matter?. Department of Anaesthesia University of California, San diago.2007. Bozic JM, Karpe B, Potocnik I, Jerin A, Vranic A and Jankocic VN. Effects of Propofol and Sevoflurane on the inflammatory response of patients undergoing craniotomy. Department of Anaesthesiology and Intensive Therapy, University Medical Centre Ljubljana, Zaloska 7, Ljubljana, SI-1000 Slovenia, 2015. Sembulingam, Prema, Ilango, Saraswathi, G, Sridevi. Rate Pressure Product as a Determinant of Physical Fitness in Normal Young Adult. Internasional of Dental and Medical Sciences journal volume 14, Issue 4 Ver.II, 2015. Lestari,A.P.PerbedaanPengaruhPemberianPropofoldanTiopentalTerhadapResponHemo dinamikPadaInduksiAnestesi Umum,2010. BagianAnestesiologidanTerapiIntensif FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Said A Latif, A Suryadi M RuswanDachlan. PetunjukPraktisAnestesiologi. ed 2. BagianAnestesiologi Dan TerapiIntensif FK UI. , 2007 ; 9 – 33. 4. Cole CD dkk. Total Intravenous Anesthesia: advantages ForIntakranial Surgery Neurosurgery 2007; 61:369-278. Hill L, Gwinnutt C. Cerebral Blood Flow AndIntraticranialPreassure 2007 Bruder N, Ravussin PA. Supratentorial masses: Anesthetic Considerations. Dalam: Cottrell and Young’s NEUROANESTHESIA 5thed; Philadelpia: Moby Ersevier, Inc: 2010, 188-96

Universitas Sumatera Utara Joshi S, Yadau R, Malla G. Initial Experience with Total Intravenous Anesthesia with Proposal for Elective Craniotomi, Nepal Journal of Neuroscience 2007; 4;67-9 Kanonidou Z, Karystianou G, Anesthesia for the elderly. Hipokratia 2007,11 (4): 175- 177 Dagal A, Lam A: Cerebral Blood Flow and The Injured Brain: How Should We Monitoring and Manipulate it? CurrOpinAnesthesiol 2011;24;131 Grocott H, Davie S, Fedorow C: Monitoring of Brain Function in Anesthesia and Intensive Care.CurrOpinAnesthesiol 2010; 23; 759 Michael A Figueroa, Ronald E DeMeersman,1 and James Manning. The Autonomic and Rate Pressure Product Responses of Tai Chi Practitioners. N Am J Med Sci. 2012 June; 4 (6): 270–275.) PremaSembulingam, Sembulingam K, Glad Mohesh. Gender differences in body mass index and blood pressure among normal healthy undergraduate students. Int J Med Res Health Sci. 2013;2(3):527-532) http://www.ncsf.org/ 2.8.2012: 8.45 AM. Understanding Exercise Intensity and Rate Pressure Product (RPP) By NCSF on: Feb 17 2011)

Uzun, Ş., Özkaya, B. A., Yilbaş, Ö. S., Ayhan, B., Şahİn, A., &Aypar, Ü. (2011). Eff ects of diff erentpropofol injection speeds on blood pressure , dose , and time of induction. Turk J Med Sci, 41(3), 397–401. https://doi.org/10.3906/sag-1001-534

Garcia, P., Kolesky, S., & Jenkins, A. (2010). General Anesthetic Actions on GABA Receptors. Current Neuropharmacology, 8(1), 2–9. https://doi.org/10.2174/157015910790909502

Barakat, A., Ghabbour, H. A., Al-Majid, A. M., Qurat-Ul-Ain, Imad, R., Javaid, K., … Wadood, A. (2016). Synthesis, X-Ray Crystal Structures, Biological Evaluation, and Molecular Docking Studies of a Series of Barbiturate Derivatives. Journal of Chemistry, 2016. https://doi.org/10.1155/2016/8517243

Universitas Sumatera Utara A.Y., F., A.D., K., R.J., K., K., B., & R.D., U. (2017). Novel propofol derivatives and implications for anesthesia practice. Journal of Anaesthesiology Clinical Pharmacology, 33(1), 9–15. https://doi.org/10.4103/0970-9185.202205

Gupta, S., Sharma, R., &Dimpel, J. (2005). Airway Assessment : Predictors of Difficult Airway. Indian Journal of Anaesthesia, 49(4), 257–262.

Berkow, L. C., &Ariyo, P. (2015). Preoperative assessment of the airway. Trends in Anaesthesia and Critical Care. https://doi.org/10.1016/j.tacc.2014.11.003

Bradley P, Chapman G, Crooke Ben (2016). Airway Assessment. Australian and New Zaeland College of Anesthetist.

Ansari, M., Javadi, H., Pourbehi, M., Mogharrabi, M., Rayzan, M., Semnani, S., … Assadi, M. (2012). The association of rate pressure product (RPP) and myocardial perfusion imaging (MPI) findings: A preliminary study. Perfusion, 27(3), 207–213. https://doi.org/10.1177/0267659112436631

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Riwayat Hidup Peneliti

Nama : dr. Cwanestasia Zefanya Gracia Tempat / Tgl Lahir : Jakarta, 12 Oktober 1989 Agama : Kristen Protestan Alamat Rumah : Kompleks Taman Setiabudi Indah Blok XX no.12, Medan

Nama Ayah : dr. Walman Sitohang, Sp.An Nama Ibu : Dra. Cynthia Hutasoit, SPd Status : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan 1994 – 2000 : SDSutomo 1 Medan 2000 – 2003 : SLTP 1 Medan 2003 – 2006 : SMA Sutomo 1 Medan 2006 – 2011 : Fakultas Kedokteran UMI Medan 2011 – Sekarang : PPDS-1 Anestesiologi dan Terapi Intensif FK- USU

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2

JADWAL TAHAPAN PENELITIAN

No. Tahapan Penelitian Rencana

1 Bimbingan proposal Juli – September 2017

2 Seminar proposal September 2017

3 Perbaikan proposal September 2017

4 Komisi Etik Penelitian Oktober 2017

5 Pengumpulan data Oktober – Desember 2017

6 Pengolahan dan analisa data Desember 2017

7 Bimbingan penyusunan laporan akhir Desember 2017 – Januari 2018

8 Seminar akhir penelitian Januari 2018

9 Perbaikan laporan akhir penelitian Januari 2018

2017 2018 Tahapan Penelitian Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan

Bimbingan proposal

Seminar proposal

Perbaikan proposal

Komisi Etik Penelitian

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisa data

Bimbingan penyusunan laporan akhir

Seminar akhir penelitian

Perbaikan laporan akhir penelitian

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Salam sejahtera, Bapak/Ibu/Saudara/i Yth, Perkenalkan Saya, dr. Cwanestasia Zefanya Gracia, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan sedang melakukan penelitian yang berjudul:

“Perbedaan Respon Hemodinamik Setelah Pemberian Propofol dan Thiopental Pada Kasus Bedah Otak di RSUP HAM”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil perbedaan hemodinamik dalam pemberian Propofol dan Thiopental selama bedah otak untuk pasien yang akan dilakukan pembiusan umum.

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth : Penelitian ini menyangkut pelayanan tindakan pembiusan pada pasien yang menjalani pembedahan yang terencana dengan pembiusan umum. Pembiusan umum adalah suatu tindakan untuk membuat pasien tertidur selama pembedahan dengan pemasangan alat bantu nafas atau pipa nafas sebagai alat memasukkan obat bius yang diuapkan guna memelihara kondisi pembiusan pasien. Semua hal di atas dan tindakan pembedahanitu sendiri dapat menyebabkan perubahan hemodinamik saat dilakukan induksi selama pembedahan.

Universitas Sumatera Utara Banyak obat-obat induksi yang dapat digunakan pada operasi bedah otak. Obat yang paling sering digunakan adalah obat – obatan seperti thiopental dan propofol. Obat ini juga sudah biasa digunakan di RSUP H. Adam Malik Medan dan di seluruh dunia.

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth : Saat ini telah diketahui bahwa hemodinamik selama dilakukan operasi bedah otak paling sering tidak stabil, bahkan ada yang terlalu berbeda jauh dengan sebelum dilakukan induksi bila tidak mendapat penanganan yang baik. Maka dari itu, maksud dari penelitian ini adalah memberikan obat induksi untuk mengetahui obat induksi yang mana yang lebih berpengaruh terhadap hemodinamik sesudah dilakukan pemberian induksi, maka akan dilihat hemodinamik setelah pemberian selang nafas dan dilakukan insisi pada pasien yang akan dilakukan pembiusan umum sehingga mengurangi kejadian hemodinamik yang terlalu berbeda dari hemodinamik awal, sehingga menyebabkan perfusi ke otak menjadi buruk.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah bahwa dengan pemberian obat induksi dan infus yang berkesinambungan propofol dengan pemberian awal 2 mg/kgBB serta thiopental dengan pemberian awal 4,5 kg/BB sampai diperoleh hemodinamik yang tidak terlalu berbeda dengan awal induksi selama masa pembedahan. Caranya adalah dengan menilai hemodinamik awal, hemodinamik selama 1 menit setelah induksi, saat intubasi dan saat insisi selama pembedahan.

Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian akan diambil sebagai sukarelawan pada penelitian ini, berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya pada saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/i akan menjalani prosedur sebagai berikut : 1. Malam hari sebelum pelaksanaan operasi, sukarelawan dipuasakan. 2. Pagi harinya sukarelawan dibawa ke ruang tunggu kamar operasi dan dipastikan infus terpasang lancar.

Universitas Sumatera Utara 3. Satu jam sebelum pembedahan sukarelawan akan dibagi menjadi dua kelompok secara acak. Kelompok A akan mendapatkan Propofol pemberian2kgBB. Kelompok B akan mendapat Thiopental 4,5 mg/kgBB. Hal ini tidak diketahui oleh peneliti maupun sukarelawan. 4. Sukarelawan dipersiapkan masuk ke ruang operasi dan dipasang alat monitor irama jantung (EKG) dengan elektroda, alat pengukur kadar oksigen, dan alat pengukur tekanan darah. 5. Selanjutnya kedua kelompok menjalani tindakan pembiusan yang sama dengan pembiusan umum. 6. Dalam kondisi terbius, sukarelawan dilakukan tindakan pemasangan alat bantu nafas (pipa nafas). 7. Sesudah terbius, pembedahanakan dilakukan. 8. Setelah tindakan pembedahan dan pembiusan selesai maka sukarelawan berangsur pulih dan sadar kembali seperti sedia kala dan sukarelawan mampu bernafas sendiri dengan baik, dan dapat mengikuti perintah, dilakukan pelepasan pipanapas. 9. Kemudian sukarelawan akan dinilai hemodinamik dan mulai diberikan salah satu dari obat penelitian. 10. Dalam 1, 2, 3, 4, 6, 12, dan 24 jam sesudah pembedahan, sukarelawan dinilai hemodinamik.

Pada umumnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian, dan akan dilakukan pengawasan dan penanganan secara cepat terhadap efek samping maupun hal-hal yang tidak diinginkan selama dilakukannya penelitian.

Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, dapat menghubungi Saya, dr. Cwanestasia Zefanya Gracia (telp :085261210555). Seluruh biaya yang timbul untuk penelitian ini serta akibat yang muncul dari penelitian ini, sepenuhnya menjadi

Universitas Sumatera Utara tanggung jawab Saya sendiri sebagai peneliti. Penelitian akan diawasi dan disupervisi oleh dokter ahli di bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Kerja sama Bapak/Ibu/Saudara/i sangat diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian ini, yang akan memakan waktu 1 hari. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti : dr. Cwanestasia Zefanya Gracia.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/i yang terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah dipersiapkan.

Dan akhirnya sebagai peneliti, Saya mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian yang menjadi sukarelawan pada penelitian ini.

Medan, 2017 Peneliti

(dr. Cwanestasia Zefanya Gracia)

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 4

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN “ INFORMED CONSENT”

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ……………………………………………….. Umur : ……………………………………………….. Alamat : ……………………………………………….. Pekerjaan : ……………………………………………….. No telp. yang dapat dihubungi : …………………...…………………………..

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang tujuan, manfaat serta risiko yang mungkin timbul dalam penelitian berjudul :

“Perbedaan Respon Hemodinamik Setelah Pemberian Propofoldan Thiopental Pada Kasus Bedah Otak di RSUP HAM”

Dan mengetahui serta memahami bahwa subjek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, maka saya dengan penuh kesadaran dan tidak dalam paksaan dalam bentuk apapun setuju ikut serta / mengikutsertakan istri / anak/adik/ibu saya yang bernama :……………………………………………………… dalam uji penelitian dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati dalam penelitian tersebut di atas. Demikian surat pernyataan ini Saya buat, agar dapat dipergunakan bila diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

Medan, …………………2017 Mengetahui. Yang menyatakan, Penanggung Jawab Penelitian Peserta Uji Klinik

(dr.Cwanestasia Zefanya Gracia) (Nama Jelas : ………………)

Saksi Orang Tua/Wali Peserta Uji Klinik

(Nama Jelas : ………………) (Nama Jelas : ………………)

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 5

No. Sampel LEMBARAN OBSERVASI PASIEN

I. Identitas Pasien Nama : No. RM : Umur : tahun Jenis Kelamin : laki-laki / perempuan Pekerjaan : Alamat : Suku /Agama : Berat badan : kg Tinggi badan : m BMI : kg/m2 Diagnosis : Tindakan : PS ASA : I/ II Jenis Anestesi : General Anestesi - ETT Mulai Anestesi : Selesai : Mulai Operasi : Selesai : Waktu Ekstubasi : Intervensi: Masuk PACU : Keluar :

II. Data Awal / Keadaan Pre Operasi Tekanan Darah : mmHg HR : x/i MAP : mmHg RPP :

Universitas Sumatera Utara III. Karakteristik Observasional A. Hemodinamik di awal, hemodinamik 3 menit setelah premedikasi, 30 detik setelah induksi, sesaat setelah intubasi. Waktu 0 3 menit setelah 30 detik setelah Sesaat setelah (jam) premedikasi induksi intubasi

Propofol (2 TD : mmHg TD : mmHg TD : mmHg TD : mmHg mg/ kgBB) HR : x/i HR : x/i HR : x/i HR : x/i MAP : mmHg MAP : mmHg MAP : mmHg MAP : mmHg RPP : RPP : RPP : RPP : Thiopental TD : mmHg TD : mmHg TD : mmHg TD : mmHg (4,5 HR : x/i HR : x/i HR : x/i HR : x/i mg/kgBB) MAP : mmHg MAP : mmHg MAP : mmHg MAP : mmHg RPP : RPP : RPP : RPP :

IV. Karakteristik Efek samping a. Hipotensi : i. Ya Menit ke: ii. Tidak b. Bradikardi : i. Ya Menit ke: ii. Tidak

Universitas Sumatera Utara Lampiran 6

ANGGARAN PENELITIAN

Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian

1. Bahan dan peralatan penelitian

Thiopental 500 mg (Tiopol ®) 15 x Rp. 80.000,- = Rp. 8.000.000,-

Propofol 200 mg (Fresofol®) 15 x Rp. 30.000,- = Rp. 3.000.000,-

Ephedrine HCl (Vasodrin®) 50 x Rp. 15.000,- = Rp. 750.000,-

Sulfas Atropin 50 x Rp. 2.000,- = Rp. 50.000,-

Fentanil (Fentanyl®) 25 x Rp. 45.000,- = Rp. 1.125.000,-

RSOL 200 x Rp. 9.000,- = Rp. 1.800.000,-

Ondansetron (Cedantron®) 5 x Rp. 21.000,- = Rp. 105.000,-

Spuit 3 cc (Terumo®) 25 x Rp. 5.000,- = Rp. 125.000,-

Spuit 10 cc (Terumo®) 25 x Rp. 5.000,- = Rp. 125.000,-

Pengadaan literatur = Rp. 1.000.000,-

2. Pengadaan bahan seminar usulan & hasil penelitian = Rp. 750.000,-

3. Cetak usulan & hasil penelitian 20 x Rp. 50.000,- = Rp. 1.000.000,-

4. Biaya Komisi Etik Penelitian = Rp. 1.000.000,-

Subtotal = Rp. 18.830.000,-

5. Biaya tak terduga (10% subtotal) = Rp. 1.703.000,-

Total Perkiraan biaya penelitian = Rp. 20.533.000,-

Universitas Sumatera Utara Lampiran 7

TABEL RANDOMISASI SAMPEL

Nomor Sekuens

00 – 04 AAABBB

05 – 09 AABABB

10 – 14 AABBAB

15 – 19 AABBBA

20 – 24 ABAABB

25 – 29 ABABAB

30 – 34 ABABBA

35 – 39 ABBAAB

40 – 44 ABBABA

45 – 49 ABBBAA

50 – 54 BAAABB

55 – 59 BAABAB

60 – 64 BAABBA

65 – 69 BABAAB

70 – 74 BABABA

75 – 79 BABBAA

80 – 84 BBAAAB

85 – 89 BBAABA

90 – 94 BBABAA

95 – 99 BBBAAA

Universitas Sumatera Utara

Kelompok A : Thiopental Ujung Pena dimulai dari nomor 47 Kelompok B : Propofol selanjutnya berurut ke bawah dan disusun berurut hingga berjumlah 50 sampel

Universitas Sumatera Utara Lampiran 8

SURAT PERSETUJUAN KOMITE ETIK

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9

SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara