POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DILAHAN BEKAS TAMBANG EMAS MARTABE PT. AGINCOURT RESOURCES KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Tesis

Muhammad Zein Nasution, S.Pt 1920612006

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS 2021

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DILAHAN BEKAS TAMBANG EMAS MARTABE PT. AGINCOURT RESOURCES KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Tesis

Muhammad Zein Nasution, S.Pt NIM 1920612006

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Arfa’i, MS NIP. 196006061987021003

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. H. Jafrinur, MSP NIP. 196002151986031005

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS 2021

“Pekerjaan yang baik tanpa perencanaan hanya akan jadi sulit.

Perencanaan yang baik tanpa pelaksanaan hanya akan jadi arsip” -JK-

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek Tampang Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara (SUMUT), pada tanggal 07-02-1980 dari Ayah H. Abdul Karim Nasution, S.Ag dan Ibu Hj. Masdalifah Harahap. Penulis anak ketiga dari dari enam bersaudara. Menamatkan pendidikan SDN 142451, SMPN5 dan SMK Swasta Teruna di Kota Padangsidempuan. Pendidikan sarjana peternakan, Universitas Andalas, Sumatera Barat dengan gelar Sarjana Peternakan (S.Pt). Sejak tahun 2015 berprofesi sebagai ASN Dinas Pangan dan Pertanian Kab. Bangka, Provinsi Kep. Bangka Belitung. Karir awal penulis adalah sebagai Supervisor (SPv) Breeding Farm, PT. Leong Ayam Satu Primadona Kec: STM- Hilir Kab: Deli Serdang, SUMUT dari tahun 2006-2007. Tahun 2007-2011 penulis menjadi SPv Hatchery 2 Tanjung Morawa, PT. Charoen Pokphand Jaya Farm, Kab: Deli Serdang, SUMUT. Tahun 2011-2013 Manager Hatchery Padang, PT. Charoen Pokphand Jaya Farm, Korong Kampung Paneh, Kenagarian Air Tajun, Kec: Lubuk Alung, Kab: Padang Pariaman, SUMBAR. Tahun 2013-2015 Manager Hatchery Bangka PT. Charoen Pokphand Jaya Farm, Kab: Bangka, Provinsi Kep. Bangka Belitung. Tahun 2019-2021 mengambil Program Profesi Insinyur Peternakan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tahun yang sama 2019-2021 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten Bangka, Program Studi Ilmu Peternakan, Pascasarjana Universitas Andalas, SUMBAR. Penulis menetap di Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kep. Bangka Belitung. Tahun 2009 menikah dengan Dewi Rahayu Ningsih, Amd. Kep dan telah dikarunia tiga orang anak laki-laki, yaitu: Farid Irfan Karim, Azzam Faizul Karim dan Naufal Rafassya Nasution.

Padang, 02 Agustus 2021

Ir. Muhammad Zein Nasution, S.Pt, IPM

PERNYATAAN

Dengan ini saya, nama: Ir. Muhammad Zein Nasution, S.Pt, M.Pt, IPM yang beralamat di Jl. Sisingamangaraja, Perumahan Bumi Arwana Blok E8, Desa

Air Ruay, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung (33255), menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dicantumkan dalam naskah dan disebutkan dalam daftar kepustakaan.

Padang, 02 Agustus 2021

Muhammad Zein Nasution, S.Pt BP: 1920612006

i

ii

Potensi Dan Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong Dilahan Bekas Tambang Emas Martabe PT. Agincourt Resources Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Oleh : Muhammad Zein Nasution, S.Pt (1920612006) (Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Arfa’i,Ms dan Dr. Ir. H. Jafrinur, MSP)

Abstrak

Meningkatnya permintaan terhadap produk peternakan membutuhkan pegembangan usaha peternakan, termasuk usaha sapi potong yang memberi kontribusi besar terhadap komoditi daging. Tujuan dari penelitian adalah: (1) Menganalisis potensi pengembangan ternak sapi potong yang terintegrasi dengan tambang emas martabe PTAR di Kecamatan Batang Toru, dan (2) Merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong berdasarkan potensi dan program pengembangan yang sudah dijalankan dimasa mendatang di Kecamatan Batang Toru. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi langsung kelokasi penelitian. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap: 1) identifikasi dan analisis potensi pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru, 2) analisis usaha ternak sapi potong di wilayah sentra. 3). merumuskan Strategi Pengembangan Ternak Sapi potong di Kecamatan Batang Toru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi potong dipelihara secara semi intensif bersamaan dengan usaha perkebunan rakyat dan PTPN III atau usaha tani lainnya. Kecamatan Batang Toru memiliki peluang untuk pengembangan sapi potong sebesar 4.251,10 ST.

iii

Potency and Developmental Strategy of Cattle Business for Martabe Post- Gold Mining Land in PT. Agincourt Resources Batang Toru District South Tapanuli Regency by: Muhammad Zein Nasution, S.Pt (1920612006) (Supervised by: Dr. Ir. Arfa’i,- Ms dan Dr. Ir. H. Jafrinur, MSP)

Abstract

The increasing demand for livestock products requires the development of livestock business, including cattle business which contributes greatly to meat commodities. The objectives of the research are: (1) Analyzing the potential for beef cattle development that is integrated with the PTAR martabe gold mine in Batang Toru District, and (2) Formulating a beef cattle development strategy based on the potential and development programs that have been carried out in the future in Batang Toru District. . The research method used is survey method and direct observation to the research location. The research was conducted in three stages: 1) identification and analysis of potential development of beef cattle in Batang Toru District, 2) analysis of beef cattle business in the central area. 3). formulate Beef Cattle Development Strategy in Batang Toru District. The results showed that beef cattle were kept semi-intensively together with smallholder plantation businesses and PTPN III or other farming businesses. Batang Toru Subdistrict has the opportunity for beef cattle development of 4,251.10 ST.

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdullillahirobbil’alamin segala puji dan syukur kepada Allah subhanawata’ala, sumber ilmu pengetahuan dan sumber segala kebenaran sehingga dengan rahmat, kemudahan, pertolongan dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Potensi Dan Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong Dilahan Bekas Tambang Emas Martabe PT. Agincourt Resources Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan“. Penelitian ini membahas tentang kajian alternatif solusi untuk meningkatkan populasi ternak sapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging sapi serta untuk memperbaiki kesuburan lahan tambang pada saat ini dan lahan pasca tambang pada saat nanti setelah usaha tambang di tutup. Integrasi usaha ternak sapi pada usaha pertambangan selain untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan yaitu daging sapi, juga untuk mengatasi kemiskinan dengan membuka lapangan kerja, meningkatkan PDRB daerah, memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak serta sebagai salah satu program pemberdayaan masyarakat Desa Lingkar Tambang atau directly affected villages (DAVs) dalam kegiatan corporate social responsibility (CSR) PT Agincourt Resources. Dalam penyusunan tesis ini, banyak pihak yang berperan, memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terirnakasih kepada:

1. Mulkan, SH, MH Bupati Bangka dan Syahbudin, S.Ip Wakil Bupati Bangka. 2. Baharita, SH, MH Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber- daya Manusia Kabupaten Bangka beserta staf dan jajaran yang telah mem- bantu memproses semua biaya pendidikan penulis selama kuliah. 3. Elius Gani, SP Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Bangka. 4. Ir. Bismark Muaratua Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan seluruh staf yang telah memberikan bantuan dan layanan kepada penulis selama menjalani proses penelitian hingga selesai. 5. Abadi Siregar, ST. MT Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

v

6. Muharram Fajrin Harahap, S.Pi, M.Si Dekan Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan. 7. Lenny Marlina Nasution, SP selaku Koordinator BPP Napa Kecamatan Batang Toru dan Budiono selaku petugas teknis peternakan yang selalu siap setiap saat mendampingi penulis dalam pengambilan sampel diwilayah penelitian. 8. Prof. Dr. Ir. Mardiati Zain, MS selaku Kepala Program Studi Ilmu Peternakan dan Seluruh Dosen Pengajar beserta staf Pascasarjana Ilmu Peternakan Universitas Andalas atas bantuannya saya ucapkan terima kasih. 9. Prof. Dr. Ir. James Hellyward, MS, IPU, ASEAN Eng selaku penguji 1, Prof. Dr. Ir. Khasrad, M.Si selaku penguji 2, Dr. Ir. Fuad Madarisa, M.Sc selaku penguji 3, terima kasih atas saran-saran dan kritik yang sangat membangun untuk penyempurnaan tesis penulis. 10. Dr. Ir. Arfa’i, Ms selaku pembimbing 1 dan Dr. Ir. H. Jafrinur, MSP selaku pembimbing 2 yang selalu bersedia meluangkan waktunya dalam mem- berikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan tesis. 11. Keluarga besar H. Abdul Karim Nasution di Padangsidimpuan (SUMUT) dan keluarga besar di Padang (SUMBAR) yang senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan kepada penulis. 12. Rekan-rekan angkatan 2019 Pascasarjana Ilmu Peternakan Universitas Andalas dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, kerena keterbatasan dan kemampuan penulis, seperti pepatah lama yang mengatakan "tidak ada gading yang tak retak”, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan sehingga tesis ini menjadi tebih baik dan mendekati sempurna.

Padang, 02 Agustus 2021

Muhammad Zein Nasution, S.Pt

vi

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN ...... i HALAMAN PERSETUJUAN ...... ii ABSTRAK ...... iii ABSTRACT ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR LAMPIRAN ...... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ...... 1 1.2.Rumusan Masalah ...... 6 1.3.Tujuan ...... 6 1.4.Manfaat Penelitian ...... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ternak Sapi Potong Dan Perkembangan...... 8 2.2. Pertambangan Emas di Kecamatan Batang Toru ...... 10 2.3. Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Batang Toru ...... 17 2.3.1. Potensi PTPN III Kebun Batang Toru ...... 18 2.3.2. Potensi Perusahaan Tambang Emas PT. Agincourt Reso- urces ...... 19 2.3.2.1. Penutupan Tambang Mine Closure Plan (MCP) 5 Tahun Kedepan...... 22 2.3.2.2. Rencana Reklamasi dan Introduksi Ternak Sapi Potong. 21 2.3.2.3. Limbah yang dihasilkan dan penanganannya...... 24 2.3.2.4. Pengawasan Limbah...... 25 2.3.3. Geografis ...... 26 2.3.4. Sumber Daya Manusia ...... 27 2.3.5. Sumber Daya Alam ...... 29

vii

2.3.6. Sumber Daya Kelembagaan Balai Penyuluh Pertanian -(BPP) ...... 30 2.3.7. Kelompok Tani/Ternak (Poktan) ...... 31 2.3.8. Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) ...... 32 2.3.9. Pos Inseminasi Buatan (IB) ...... 34 2.3.10. Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) ...... 35 2.3.11. Program Swasembada Daging Sapi Kerbau (PSDSK) .... 35 2.3.12. Program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Up- Sus Siwab) ...... 35 2.3.13. Program iSIKHNAS (integrasi Sistem Informasi Kese- hatan Hewan Nasional) ...... 37 2.3.14. Program Sikomandan (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri ...... 38 2.3.15. Program Asuransi Usaha Ternak Sapi Kerbau (AUTSK) 39 2.3.15.1. Kriteria ...... 41 2.3.15.2. Persyaratan ...... 41 2.3.15.3. Pertanggungan ...... 41 2.4. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong ...... 42 2.5.Kultur Dan Budaya ...... 47 2.6.Penelitian Terdahulu ...... 48 2.7.Kerangka Berfikir...... 50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...... 53 3.2. Metode Penelitian...... 53 3.2.1. Tahap Satu; Identifikasi dan Analisis Potensi Pengem- bangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Batang Toru ... 53 3.2.1.1. Variabel Venelitian ...... 53 3.2.1.2. Analisis Data ...... 54 3.2.2. Tahap Dua; Analisis Usaha Ternak Sapi di Wilayah Sentra ...... 55 3.2.2.1. Responden Penelitian ...... 56 3.2.2.2. Variabel Penelitian ...... 57

viii

3.2.2.3. Analisis Data ...... 58 3.2.3. Tahap Tiga; Merumuskan Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Tapanuli Selatan ...... 59 3.2.3.1. Responden Penelitian ...... 59 3.2.3.2. Analis Data ...... 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Potensi Wilayah pengembangan Ternak Sapi di Kabupaten Ta- panuli Selatan ...... 65 4.1.1. Keadaan Umum Wilayah ...... 65 4.1.2. Keadaan Alam ...... 67 4.1.3. Perkembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Keca- matan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan...... 71 4.1.4. Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong...... 74 4.1.5. Peternakan Sapi dan Perkebunan Tapanuli Selatan ... 75 4.1.6. Peternakan Sapi di Lahan Bekas Tambang PT Agincourt Resources ...... 76 4.1.6.1. Lokasi Penutupan Pit Untuk Dijadikam Lahan Kebun HMT...... 77 4.1.6.2. Sumber Air Dilahan Tambang PTAR...... 81 4.1.6.3. Kondisi dan Kesiapan Lahan Bekas Tambang 82 4.1.6.4. Keamanan Lokasi Dari Ancaman Bahan Pen cemar...... 83 4.1.6.5. Keamanan Lokasi Dari Ancaman Bahaya – Banjir dan Tanggul Roboh...... 84 4.1.6.6. Rencana Lokasi Peternakan...... 85 4.1.6.7. Lokasi Kandang...... 87 4.1.6.8. Introduksi Ternak Sapi, Pengadaan Ternak Sapi...... 88 4.1.6.9. Tanaman Pakan Ternak Sapi Potong...... 89

ix

4.1.7. Sistem Kelembagaan, Sarana dan Prasarana Dalam Pengembangan Ternak Sapi di Kecamatan Batang Toru...... 90 4.1.8. Kelompok Tani...... 91 4.1.9. Infrastruktur...... 93 4.2. Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTSK) ...... 94 4.3. Manajemen Ternak Sapi ...... 98 4.3.1. Karakteristik Petani-Ternak ...... 103 4.3.2. Motivasi dan Perilaku Peternak ...... 105 4.3.3. Produktivitas Ternak Sapi ...... 106 4.4.Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi di Kecamatan Batang Toru ...... 107 4.4.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Ternak Sapi ...... 107 4.4.1.1. Faktor Internal ...... 107 4.4.1.2.Faktor Eksternal ...... 107 4.4.1.3. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ...... 108 4.4.2. Alternatif Strategi Pengembangan Ternak Sapi Ba- tang Toru ...... 109 4.4.3. Prioritas Strategi Pengembangan Ternak Sapi ...... 110 4.5. Strategi Pengembangan Ternak Sapi di Kecamatan Batang Toru 112 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ...... 114 5.2.Saran ...... 114 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

x

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Pertumbuhan populasi penduduk dan populasi sapi di Kecamatan Batang Toru tahun 2015-2020...... 4 2. Populasi sapi, jumlah peternak sapi dan jumlah peternak Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan...... 9 3. Biaya corporate social responsibility untuk pengembangan masyara- kat PT. Agincourt Resources (US$) di Kabupaten Tapanuli Selatan 16 4. Lokasi penambangan (pit) dan proses pengembangan tambang emas- martabe PT. Agincourt Resources dari tahun ke tahun...... 21 5. Data luas lahan yang berhasil direvegetasi, lahan yang distabilkan- bibit yang ditanam...... 23 6. Daftar BPP Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan... 31 7. Rincian jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru... 57 8. Luas Kecamatan Batang Toru berdasarkan Desa dan jumlah penduduk...... 68 9. Sistem penggunan lahan di daerah Kecamatan Batang Toru...... 69 10. Jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tang- ga di Kecamatan Batang Toru tahun 2019...... 70 11. Sebaran populasi ternak ruminansia di Kecamatan Batang Toru.... 71 12. Location Quation (LQ) Kecamatan Batang Toru...... 72 13. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) – Kecamatan Batang Toru 2020...... 75 14. Daftar simulasi perhitungn luasan pit purnama dan pit barani jika- rencana penutupan terealisasi...... 79 15. Daftar anggaran biaya pengadaan bibit ternak sapi unggul melalui UPT Pemerintah...... 89 16. Kelembagaan, sarana dan prasarana dalam pengembangan ternak sapi potong di 12 desa lingkar tambang directly affected villages (DAVs)...... 90 17. Rekap kelompok tani berdasarkan jumlah anggota kelompok Ke-

xi

camatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan...... 92 18. Daftar kelompok tani yang terdaftar dalam program AUTSK PT.- Jasindo tahun 2020...... 95 19. Perubahan butir-butir pertanggungan atau resiko yang dijamin asu- Ransi...... 97 20. Karakteristik reproduksi usaha sapi potong program pengembangan 99 21. Karakteristik responden penelitian...... 104 22. Motivasi dan prilaku peternak...... 105 23. Struktur populasi ternak sapi di daerah penelitian...... 106 23. Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Pengembangan Ternak Sapi...... 108 24. Matrik Evaluasi Faktor Internal Pengembangan Ternak Sapi...... 109 25. Tabel Total Alternative Skor...... 111

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Peta lokasi penelitian dan lokasi tambang berdasarkan kontrak- karya (KK) PTAR. Sumber G-Resources (2010)...... 20 2. Area dataran rendah kawasan camp permata kawasan pusat mana- jemen tampak dari arah pintu masuk kawasan tambang, sumber:- PT. Agincourt Resources (2019)...... 45 3. Peta area tambang martabe PTAR tampak keseluruhan dataran tinggi (lokasi tambang), dataran rendah (bangunan pendukung)- Sumber: Aplikasi Pemetaan Arcgis 2020...... 46 4. Kerangka berfikir...... 50 5. Matrik SWOT (Rangkuty, 1999)...... 62 6. Tahapan Sistimatis Kegiatan Penelitian...... 64 7. Peta Pit Purnama tahun 2018 dengan luas 24,04, koreksi tahun 2020 luas menjadi 41 ha. Peta sumber: PT. Agincourt Resources dalam Pratama (2018)...... 79 8. Peta Pit Barani tahun 2018 dengan luas 8,2 ha, koreksi tahun 2020 luas menjadi 26,90 ha. Peta sumber: PT. Agincourt Resources dalam Pratama (2018).)...... 80 9. Kiri peta kawasan tambang martabe PT. Agincourt Resources,- sumber: Henim dan Pearce (2019). Foto lokasi bendungan tailing (TSF) dan bendungan sedimen 1-2, sumber: Henim dan Pearce (2019)...... 81 10. Kiri peta kawasan tambang martabe PT. Agincourt Resources- Sumber: G-Resources (2010). Kanan gambar situasi dataran ren- Dah (lowland infrastructure) dengan lingkaran kuning lokasi ren- cana perkandangan, sumber: Sumber: Agincourt Resources (2018) 85 11. Peta kawasan tambang martabe PT. Agincourt Resources Sumber: Aplikasi Pemetaan Arcgis 2020 (2021)...... 88

xiii

12. Sapi PO hasil breeding peternak (kawin alam)...... 99 13. Sumber pakan di sela pohon sawit atau hijauan antar tanaman (HAT)...... 101 14. Sapi PO sebelum digembalakan...... 101 15. Peternakan Sapi PO dilahan sawit, air minum tersedia adlibitum.... 102 16. Peternak yang hanya memelihara sapi jantan untuk penggemukan.. 103 17. Analisis matrik SWOT dalam perumusan strategi alternatif...... 110

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan (Wilayah penelitian) 115 2. Peta pit purnama dengan skala untuk pengukuran luas, sumber:- (PTAR dalam Pratama 2018)...... 116 3. Peta pit barani dengan skala untuk pengukuran luas, sumber: (PTAR- dalam Pratama 2018)...... 117 4. Gambar sistim pengelolaan air tambang, air limpasan dari area yang terkena dampak operasional penambangan tidak dapat secara lang- sung meninggalkan lokasi tambang melainkan mengalir ke TSF atau kekolam-kolam besar pengelolaan air...... 118 5. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi (KPPTR) Kecamatan Batang Toru...... 119 6. Produksi Pakan Hijauan, Limbah Pertanian Berdasarkan Luas Panen Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020. Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2020 dengan standar Nell dan Rollinson (1974)...... 120 7. Kontribusi Lahan Garapan Terhadap Produksi Hijauan Makanan Ternak di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020. Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2016 dengan standar Nell dan Rollinson (1974)...... 120 8. Total Produksi Hijauan Makanan Ternak Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2016...... 120 9. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi (KPPTR) Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan...... 121 9. Kemampuan Lahan dalam Menghasilkan Rumput berdasarkan me- toda Nell dan Rollinson...... 121 10. Jumlah populasi ternak Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2020...... 121 11. Kemampuan Lahan dalam Menghasilkan Rumput berdasarkan metoda Nell dan Rollinson, Sumber : Nell dan Rollinson (1974).... 122

xv

12. Dokumentasi Penelitian...... 123 13. Dokumentasi Penelitian...... 124 14. Dokumentasi Penelitian...... 125 15. Dokumentasi Penelitian...... 126 16. Dokumentasi Penelitian...... 127 17. Rekap kelompok tani Kecamatan Batang Toru...... 128 18. Analisis SWOT Pengembangan usaha ternak sapi Kabupaten Tapa- nuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara...... 129

xvi

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Peningkatan konsumsi pangan asal hewan merupakan salah satu upaya untuk menciptakan bangsa yang kuat, cerdas dan inovatif dalam menyonsong era globalisasi yang mengedepankan daya saing dalam segala bidang. Sayangnya ketersediaan pangan asal hewan khususnya daging sapi dalam negeri hingga saat ini belum dapat memenuhi permintaan, sehingga pemerintah mengambil kebijakan jangka pendek melalui impor untuk menutupi permintaan daging sapi dalam negeri. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan RI (2021) menyatakan bahwa kebutuhan daging sapi dalam negeri tahun 2021 diperkirakan masih defisit 223.142 ton. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging dalam negeri Pemerintah akan kembali mengambil langkah impor sapi bakalan sebanyak 502.000 ekor setara daging 112.503 ton, impor daging sapi sebesar 85.500 ton, serta impor daging sapi Brasil dan daging kerbau India dalam keadaan tertentu sebesar 100.000 ton. Data National Meat Processors Association (NAMPA), menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi daging sapi Indonesia merupakan salah satu yang terendah di Asia Tenggara, yaitu hanya sekitar 2 kg/kapita/tahun. Apabila pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun dan konsumsi daging perkapita diasumsikan sama dengan tahun 2014 yaitu 2,14 kg/tahun, dengan demikian pemerintah harus menyediakan sekitar 604.640 ton daging sapi atau setara 3,36 juta sapi yang siap untuk dipotong. Tingginya permintaan daging sapi harus diimbangi dengan pertumbuhan populasi dan produksi daging sapi dalam negeri, sehingga kebutuhan daging dalam negeri dapat dipenuhi dari usaha peternakan rakyat sedangkan impor secara bertahap dapat dikurangi. Menurut Diwyanto dan Priyanti (2006), beberapa permasalahan dalam pengembangan usaha sapi potong di Indonesia yakni: (1) produktivitas ternak masih rendah, (2) ketersediaan bibit unggul lokal terbatas, (3) sumberdaya manusia kurang produktif dan tingkat pengetahuan yang rendah, (4) pemasaran hasil belum efisien, (5) sistem usaha peternakan belum optimal, dan (6) ketersediaan pakan tidak kontiniu terutama pada musim kemarau.

2

Ketersediaan pakan erat kaitannya dengan ketersedian lahan pertanianan karena ternak sapi dipelihara dalam suatu sistem yang terintegrasi dengan usahatani. Lahan pertanian saat ini mengalami penyusutan setiap tahun karena alih fungsi. Analisa BPS, BIG, dan LAPAN yang dilakukan melalui pencitraan diketahui lahan pertanian Indonesia menyusut dari 7,75 juta hektar pada 2013 menjadi 7,1 juta hektar pada 2019 (Sutawi, 2020). Lahan pertanian produktif beralih fungsi menjadi peru-mahan, pertokoan, sarana pendidikan, jalan raya, pabrik, tempat hiburan, tempat wisata, pasar, dan mall setiap tahun dengan luas ratusan ribu ha. Penyusutan lahan di Kecamatan Batang Toru juga terjadi seiring dengan aktifitas tambang emas martabe PT. Agincourt Resources. Hal ini disebabkan karena lahan hutan dan kebun rakyat telah telah dijadikan tapak akfif perusahaan tambang emas martabe PT. Agincourt Resources (PTAR) dengan luas 479 ha. Akibatnya peternak tidak bisa lagi mengakses rumput untuk pakan ternak seperti dahulu bahkan mengalami kendala karena jalan kebun menuju ke kebun lainnya telah ditutup. Lahan hutan dan kebun rakyat dapat menyumbang ketersediaan pakan ternak sapi berupa rumput hijauan makanan ternak (HMT), sesuai dengan pendapat Nell dan Rollinson (1974), yang menyatakan bahwa lahan hutan dan kebun rakyat memberikan kontribusi sebesar 5% per hektarnya terhadap penyediaan rumput hijauan makanan ternak (HMT). PT. Agincourt Resources merupakan perusahaan tambang emas yang mengelola blok batang toru sesuai izin kontrak karya yang disetujui pemerintah. Metode atau sistim tambang yang digunakan adalah sistim terbuka (open pit mining), dengan membentuk lubang berukuran besar akibat dari pengerukan tanah permukaan untuk mencapai bahan galian dilapisan yang lebih dalam. Setelah penambangan selesai, wilayah tambang harus di tata dan dikembalikan seperti semula sesuai dengan amanat Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pengembalian lapisan tanah setelah penggerukan bahan galian pada bekas galian pasca penambangan tidak mampu mengembalikan kondisi lahan sama seperti kondisi sebelum dilakukan penambangan karena perubahan susunan tanah. Umumnya, perusahaan tambang di Indonesia melakukan reklamasi lahan bekas tambang hanya berhenti sampai tahap penanaman atau penghijauan, dibeberapa

3

tempat lubang bekas galian dijadikan danau untuk sumber air baku. Hambatan yang sering terjadi pada upaya revegetasi dan reklamasi lahan tambang yaitu sifat fisik dan kimia pada tanah penutup yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, kesulitan mendapatkan bahan-bahan organik dan lain-lain (Sania et al. 2020). Berbagai alternatif dikembangkan untuk memanfaatkan kerusakan lahan akibat aktivitas tambang sehingga tidak hanya dipandang dari sisi permasalahannya saja, namun juga terdapat potensi pemanfaatannya seperti introduksi ternak sapi potong. Pemanfaatan lahan reklamasi atau lahan bekas tambang emas yang terpadu dengan ternak sapi potong merupakan salah satu pilihan yang strategis dalam rangka memperbaiki kesuburan tanah dari pupuk kandang atau pupuk organik yang dihasilkan. Peternakan sapi potong dalam kawasan tambang selain untuk mengurangi dampak tekanan atas pembukaan lahan terhadap ekosistem hutan batang toru, juga dapat menciptakan efek berganda (multiplier effect) seperti: membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani, megentaskan kemiskinan, meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah, memenuhi kebutuhan pangan dan mengimbangi penyusutan lahan produktif yang beralih fungsi serta mendukung program nawa cita (program prioritas) pemerintah menuju lumbung pangan dunia pada tahun 2045 bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka. Kehadiran perusahaan tambang memberikan dampak positif terhadap berbagai sektor kehidupan sosial masyarakat di Batang Toru dan Tapanuli Selatan. Dukungan PTAR untuk lingkungan sekitar terlihat dari laporan tahunan (annual report) melalui program corporate social responsibility (CSR). Sasaran dari kegiatan CSR PTAR ini adalah: bidang kesehatan, pendidikan, pengembangan usaha lokal, identitas sosial budaya, dukungan masyarakat dan prasarana publik (PT. Agincourt Resources, 2020). Hanya saja sektor peternakan khususnya peternakan sapi potong belum tersentuh oleh ke-enam program lingkungan tersebut. Kecamatan Batang Toru sebagai daerah fungsional atau nodal dari Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan wilayah pengembangan strategis sebagai wilayah sentra peternakan sapi potong berdasarkan kondisi dan potensi yang dimilikinya. Diharapkan melalui pembangunan peternakan sapi dikecamatan ini,

4

dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat tanpa harus mendatangkan dari daerah lain atau impor daging sapi. Tabel 1 memperlihatkan laju pertambahan jumlah penduduk di Kecamatan Batang Toru saat ini lebih tinggi dibandingkan persentase peningkatan populasi sapi potong. Populasi penduduk dan populasi sapi potong dalam lima tahun terakhir (2015–2020) mengalami peningkatan sebesar 1,54% per tahun, lebih tinggi dibandingkan peningkatan populasi ternak sapi potong yang meningkat sebesar 1,18% per tahun (BPS Kecamatan Batang Toru, 2016-2020). Data ini juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah populasi ternak sapi potong yang sangat signifikan pada tahun 2017 yang menyebabkan persentase terkoreksi pada angka -47,47%. Tabel 1. Pertumbuhan populasi penduduk dan populasi sapi di Kecamatan Batang Toru tahun 2015-2020. Sapi Tahun Penduduk % % No potong

1 2015 31.639 - 544 - 2 2016 32.155 1,63 613 12,68 3 2017 32.645 1,52 322 -47,47 4 2018 33.149 1,54 402 24,84 5 2019 33.635 1,47 461 14,68 Rata-Rata 1,54 1,18 Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kecamatan Batang Toru dalam angka 2016-2020.

Tahap pertama yang dilakukan adalah penanaman lahan rumput unggul sebagai sumber pakan dan mengintroduksi ternak sapi potong ke lahan reklamasi atau revegetasi. Keberadaan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru saat ini masih di pelihara oleh peternak mandiri dan kelompok tani/ternak dilingkungan rumahnya masing-masing. Tahap dua mendirikan pusat pelatihan peternakan sapi potong terpadu. Dengan berdirinya peternakan sapi potong yang terpadu dengan pertambangan ini dapat dijadikan sebagai sarana pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan masyarakat peternak sebagai pelaku usaha peternakan sapi potong di Batang Toru dan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Tahap Tiga pengembangan usaha ternak sapi potong hingga ke 15 Desa Lingkar Tambang atau directly affected villages (DAVs) sebagai sasaran utama program corporate social responsibility (CSR) sesuai dengan dokumen Analisis

5

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PTAR. Desa lingkar tambang terdiri dari 15 desa/kelurahan, 12 desa/kelurahan di Batang Toru, 3 desa di Muara Batangtoru. Kecamatan Batang Toru meliputi: Kel. Aek Pining, Kel. Perkebunan Batang Toru, Kel. Wek I Batang Toru, Kel. Wek II Batang Toru, Desa Batu Hula, Desa Sumuran, Desa Napa, Desa Telo, Desa Wek III Batang Toru, Desa Wek IV Batang Toru, Desa Hapesong Baru, Desa Sipenggeng. Kecamatan Muara Batang Toru yaitu Desa Bandar Hapinis, Hutaraja, dan Muara Hutaraja (Agustin 2016). Introduksi usaha ternak sapi potong ini diharapkan menjadi bagian dari perencanaan program pascatambang (post mining program) untuk mempersiapkan masyarakat sekitar dalam menghadapi masa penutupan tambang setelah kontrak PTAR berakhir. Menurut PT. Agincourt Resources (2019)1 penutupan tambang adalah: proses mengembalikan area-area yang terganggu ke keadaan aman, stabil, dan produktif ketika penambangan dan pemrosesan telah selesai dan semua cadangan yang dapat ditambang telah digunakan. Sebelum penutupan tambang PTAR telah melaksanakan reklamasi atau rehabilitasi progresif, yaitu rehabilitasi dilakukan seiring dengan berlangsungnya aktivitas tambang tanpa harus menunggu tambang di tutup. Reklamasi merupakan kegiatan untuk menata kembali lingkungan yang telah terganggu baik itu akibat penambangan melalui penanaman kembali atau revegetasi. Diharapkan pada saat itu, ekonomi masyarakat tidak lagi bergantung pada industri pertambangan, sehingga penutupan tambang tidak akan menimbulkan gejolak berarti. Berdasarkan hal di atas, pemanfaatan lahan revegetasi saat ini dan lahan bekas tambang kedepan untuk kegiatan berbagai sektor bukan hal yang mustahil, khususnya peternakan. Dalam melakukan pengembangan usaha sapi potong disuatu wilayah berbagai informasi tentang potensi wilayah, program dan kegiatan yang sudah dilakukan, perlu dikaji dan dianalisis sehingga dapat diketahui secara tepat kondisi peternakan yang ada pada saat ini (Existing Condition), dan merumuskan kebijakan pengembangan ternak sapi yang lebih baik dimasa yang akan datang maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Potensi Dan Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Dilahan Bekas Tambang Emas Martabe PT. Agincourt Resources Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan”.

6

1.2. Rumusan Masalah Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dari beberapa uraian diatas meliputi: 1. Bagaimana potensi pengembangan ternak sapi potong yang tersedia di Kecamatan Batang Toru dalam meningkatkan produksi dan produktivitasnya. 2. Strategi-strategi apa yang bisa digunakan untuk pengembangan ternak sapi potong berdasarkan potensi dan program pengembangan yang sudah dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis potensi pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru. 2. Merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong berdasarkan potensi dan program pengembangan yang sudah dijalankan dimasa mendatang di Kecamatan Batang Toru.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik: Hasil penelitian ini di harapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan, informasi bagi mahasiswa maupun fakultas mengenai potensi dan strategi pengembangan ternak sapi potong di lahan bekas tambang emas martabe PTAR di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. 2. Manfaat Praktis: a. Bagi PTAR/stakeholder dan pengambil kebijakan, menjadi pedoman untuk mengembangan ternak sapi potong karena memiliki potensi untuk memperbaiki kondisi lahan revegetasi, lahan pasca tambang emas martabe. Berpotensi sebagai pensuplai daging Nasional melalui gambaran wilayah sentra dan wilayah pendukung pengembangan. Kondisi terkini (existing condition) usaha ternak sapi potong yang dipelihara ditingkat peternak, merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong di wilayah sentra serta merumuskan strategi pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru dimasa mendatang.

7

b. Bagi pendidikan untuk mengisi keterbatasan literatur dan karya ilmiah tentang peternakan sapi yang terintegrasi dengan tambang emas di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, serta memberikan manfaat dari informasi yang tersaji berupa identifikasi dan analisis mengenai sumber daya serta kekuatan yang dimiliki untuk dapat dikem-bangkan dalam upaya mereklamasi lahan yang rusak akibat aktifitas pertambangan. c. Bagi peneliti penelitian ini diharapkan membuka wawasan baru peneliti mengenai potensi dan strategi pengembangan ternak sapi potong di lahan bekas tambang emas martabe PTAR di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ternak Sapi Potong Dan Perkembangannya Sektor penting yang menghasilkan kebutuhan pangan secara umum adalah pertanian, sedangkan sub sektor peternakan yang merupakan bagian integral dari sektor pertanian karena peternakan hanya di usahakan sebagai bagian dari usaha pertanian. Jika dilihat dari sejarah peradaban manusia, usaha pertanian masih tergolong baru karena teknologi sawah yang kita kenal saat ini diciptakan oleh bangsa Cina sekitar tahun 7.000 SM (Taher, 2019). Muhsanati (2019) menyatakan bahwa kegiatan pertanian meliputi budi daya bercocok tanam dan memelihara ternak merupakan kebudayaan manusia paling tua dalam sejarah keberadaan manusia. Tetapi kegiatan bertani termasuk masih baru karena sebelumnya manusia hanya berburu hewan dan mengumpulkan bahan pangan untuk dikonsumsi. Ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Pangan merupakan kebutuhan mendasar yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Salah satu bahan pangan asal hewan yang sangat dibutuhkan masyarakat adalah daging sapi. Protein yang terkandung dalam daging sapi memiliki manfaat yang cukup besar dalam membangun ketahanan pangan maupun menciptakan sumber daya manusia yang sehat dan cerdas. Hal ini karena protein hewani mempunyai ciri khas yakni lengkapnya asam-asam amino esensial yang terkandung didalamnya dan tinggi nilai hayatinya. Sesuai dengan pendapat Abbas (2011), bahwa protein hewani asal ternak merupakan sumber asam-asam amino esensial yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama balita karena mempengaruhi inteligensia quotien (IQ) dan kesehatan. Protein hewani juga penting untuk mendukung daya tahan tubuh (kekebalan), melalui albumin, B-globulin dan G-globulin. Pemerintah Indonesia telah merumuskan program swasembada daging sapi untuk mewujudkan kedaulatan pangan asal ternak. Program swasembada daging sapi dicanangkan beberapa kali, terakhir diubah menjadi Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014, lanjut ke periode 2015-2019. Sulitnya mencapai swasembada daging sapi antara lain disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan akan

9

konsumsi pangan asal ternak diantaranya daging sapi. Sesuai dengan pendapat Arfa’i, Iskandar, Nur (2018) yang menyatakan bahwa meningkatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan dan daya beli serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi mengakibatkan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat.

Tabel 2. Populasi sapi, jumlah peternak sapi dan jumlah peternak Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Jumlah Jumlah No Desa/Kelurahan Amdal PTAR Peternak Sapi 1 Batu Hula Lingkar Tambang 15 190 2 Sumuran Lingkar Tambang 6 44 3 Kelurahan Aek Pining Lingkar Tambang 9 26 4 Napa Lingkar Tambang 2 8 5 Telo Lingkar Tambang - - 6 Kelurahan Wek I Lingkar Tambang - - 7 Kelurahan Wek II Lingkar Tambang - - 8 Wek III Lingkar Tambang - - 9 Wek IV Lingkar Tambang - - 10 Hapesong Baru Lingkar Tambang - - 11 Sipenggeng Lingkar Tambang - - 12 Kelurahan Perk.Batang Toru Lingkar Tambang 5 55 13 Hapesong Lama Non Lingkar Tambang 2 23 14 Perk.Hapesong Non Lingkar Tambang - - 15 Padang Lancat Non Lingkar Tambang - - 16 Hutabaru Non Lingkar Tambang - - 17 Sigala-gala Non Lingkar Tambang 19 115 18 Sianggunan Non Lingkar Tambang - - 19 Huta Godang Non Lingkar Tambang - - 20 Garoga Non Lingkar Tambang - - 21 Batu Horing Non Lingkar Tambang - - 22 Aek Ngadol Nauli Non Lingkar Tambang - - 23 Sisipa Non Lingkar Tambang - - Jumlah 58 461 Sumber: Perda Kabupaten Tapanuli Selatan No: 1 Tahun 2016 perubahan atas peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 5 tahun 2008 tentang pembentukan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan dan hasil pengolahan data primer . Upaya peningkatan produksi daging sapi potong dapat dilakukan dengan cara dan pendekatan, yaitu: 1) menambah jumlah ternak sapi yang dipotong, dan 2) meningkatkan bobot potong setiap sapi sesuai potensi genetik sapi tersebut. Meningkatkan jumlah populasi sapi yang akan di potong dengan memaksimalkan sapi betina produktif melalui program satu anak lahir dalam satu tahun.

10

2.2. Pertambangan Emas di Kecamatan Batang Toru Batang Toru merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara dengan Ibu Kota Kecamatan berada di Kelurahan Wek I. Wilayah Batang Toru mencakup kawasan hutan Batang Toru dalam penyebutan lokal disebut “Harangan Batang Toru atau Harangan Tapanuli”. Menurut Sulistyawan dan Harahap (2013) hutan Batang Toru masuk dalam lajur Pegunungan Bukit Barisan. Kawasan hutan Batang Toru mempunyai nilai ilmiah yang tinggi dan harus di jaga serta sangat penting dilindungi. Menurut conservation international tahun 2006, hutan ini merupakan habitat Orangutan Sumatera. Jenis fauna ini sudah dikategorikan terancam punah dan dilindungi oleh perundangan nasional maupun konvensi global. Orangutan Sumatera telah didaftar dalam red list of threatened species (IUCN 2004) sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global atau critically endangered (Perbatakusuma, 2007). Kekayaan alam hutan batang toru semakin lengkap dengan ditemukannya cadangan logam mulia yang luas didalam susunan batuan Pegunungan Bukit Barisan berupa emas dan perak. Penelitian yang dilaksanakan oleh Harahap dan Danoedoro (2017), menyatakan bahwa area yang memiliki potensi keberadaan emas yang tinggi tersebar di bagian utara Kecamatan Batang Toru, di bagian selatan yaitu di Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Siais dan dibagian tengah Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Zuhannisa, Cahyono, Priyantari (2019), menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian melalui pemanfaatan citra landsat 8 untuk pemetaan, potensi mineralisasi emas di Kabupaten Tapanuli Selatan tersebar di tujuh kecamatan. Potensi keberadaan emas yang tinggi tersebar dibagian utara yaitu Kecamatan Batang Toru, dibagian selatan yaitu diKecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Siais dan dibagian tengah Kecamatan Batang Toru. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam dokumen perencanaan daerah 2014-2018 melaporkan bahwa potensi pengembangan pertambangan emas yang berasosiasi dengan timbal dan seng berada di Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Angkola Selatan (Dolok Adian Koteng) dan sipirok adalah seluas 1.692,96 ha. Pengembangan pertambangan emas berasosiasi dengan timbal dan

11

perak berada di Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Batang Angkola dan Sayur Matinggi (Aek Pawan) adalah seluas 2.606,36 ha (Direktorat Jenderal Cipta Karya1, 2021). Berdasarkan hasil penelitian dan laporan Pemerintah Daerah diatas, diketahui bahwa potensi mineralisasi emas dan perak di Tapanuli Selatan masih sangat luas. Sehingga tidak tertutup kemungkinan penambangan emas-perak akan terus berlanjut dari Kecamatan Batang Toru ke wilayah lain yang teridentifikasi menyimpan cadangan deposit emas-perak. Pengelolaan sumber daya alam terhadap kandungan emas Kabupaten Tapanuli Selatan terealisasi melalui PTAR. Pengerjaan proyek tambang dimulai pada tahun 2008 melalui pembersihan area dari pepohonan dan pengupasan tanah penutup yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Sesuai dengan pendapat Tambunan, Husain dan Supit (2018) bahwa kegiatan pengupasan dan pemindahan lapisan tanah pucuk dan batuan berdampak pada kerusakan lingkungan antara lain hilangnya vegetasi hutan, flora dan fauna, lapisan tanah, rusaknya sifat-sifat tanah, serta membentuk lereng-lereng terjal yang rentan terhadap longsoran dan mengubah kondisi hidrologis dan kesuburan tanah. PTAR menjalankan kegiatan penambangan dengan sistem tambang terbuka (open pit mining), dengan membentuk lubang dalam ukuran besar akibat dari pengerukan tanah permukaan untuk mencapai bahan galian dilapisan yang lebih dalam. Serangkaian kegiatan penambangan tersebut meliputi: 1) pembersihan area penambangan dari pepohonan, semak-semak dan tumbuhan. 2) pengupasan tanah penutup (top soil) mencapai ketebalan 0,3 m hingga 0,5 m. 3) pengeboran. 4) peledakan meng-gunakan bahan peledak jenis emulsi. 5) proses penggalian dan pemuatan. 6) pengangkutan (Pratama, 2018). Purwantari (2007) menambahkan bahwa industri pertambangan merupakan salah satu industri yang berdampak pada kerusakan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial karena pada umumnya industri pertambangan menghasilkan limbah yang cukup besar seperti tailing. Lahan yang minim vegetasi penutup tanah berakibat pada naiknya suhu lingkungan karena paparan langsung sinar matahari, sesuai dengan pendapat Asmarhansyah (2017), bahwa aktivitas penambangan juga berpengaruh terhadap

12

perubahan iklim mikro. Kegiatan penambangan berdampak secara nyata terhadap iklim mikro. Hasil penelitian (Lestari et al. dalam Asmarhansyah, 2017) yang membandingkan antara lokasi hutan asli dengan lokasi lahan bekas tambang ditemukan adanya peningkatan suhu rata-rata sebesar 14-15 oC dan kelembaban 5- 7%, yaitu di lokasi hutan asli suhu rata-rata 27-31oC dan kelembaban 79-100%, sedangkan di lokasi lahan bekas tambang suhu rata-rata 42-45 oC dan kelembaban 35-40%. (Oktavia et al. dalam Asmarhansyah, 2017) melaporkan bahwa pada musim kemarau, suhu pada permukaan tailing pasir putih tergolong tinggi, yaitu 35,5-40,0 oC. Aprisal (2019), menyatakan bahwa lahan memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena keberadaan lahan tidak bertambah sedangkan kebutuhan penggunaannya semakin meningkat. Lahan dapat dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas manusia, dominan dimanfaatkan dalam sektor pertanian. Sehingga lahan revegetasi, lahan reklamasi dan lahan pasca tambang jika dilakukan penanganan yang baik tentunya dapat di gunakan untuk pengembangan usaha ternak sapi. Dengan semakin luasnya pembukaan lahan oleh aktivitas tambang maka prospek dan potensi pengembangan peternakan pada area revegetasi dan pasca tambang pada masa akan datang cukup besar. Upaya perbaikan lahan yang rusak melalui tatacara pemulihan lingkungan diatur dalam bagian ke empat Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal 54 ayat (1) yang mewajibkan setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Menurut Maramis (2013), Bentuk pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai: a) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b) Remediasi; c) Rehabilitasi; d) Restorasi; dan/atau e) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penurunan kualitas tanah menjadi masalah paling besar dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam proses penambangan. Diharapkan dengan adanya konsep peternakan sapi potong terpadu dengan tambang emas martabe dapat mepercepat proses keterpulihan lahan yang rusak. Hal ini penting karena lokasi penambangan berhadapan langsung dengan “harangan” atau hutan Batang

13

Toru yang memiliki nilai konservasi tinggi (NKT) dan stok karbon tinggi (SKT) yang sangat bernilai pada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai- nilai ekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya (Foksbi Tapsel, 2020). Hutan Batang Toru mempunyai fungsi ekologis (pengatur iklim, penjaga kesuburan tanah, pengendali tata air), fungsi keanekaragaman hayati maupun fungsi ekonominya, secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai modal alam tanpa bayar (unchanged natural capital) bagi serangkaian aktivitas perekonomian lokal secara jangka panjang, seperti pertanian, perkebunan, pariwisata alam, perikanan atau peternakan. Menurut Yayasan ekositem lestari dan walhi (2013), hutan Batang Toru juga berfungsi sebagai penyangga ketersediaan air untuk kelangsungan beroperasinya PLTA Sipansihaporas, rencana proyek pembangkit tenaga listrik panas bumi (geothermal) Sarulla, proyek PLTA Batang Toru yang sangat penting untuk penyediaan listrik di Sumatra Utara yang akan sangat tergantung dari ekositem stabil didaerahnya agar penyediaan air bawah tanah berkelanjutan. Air bawah tanah tergantung dari resapan yang ada di atas muka bumi, yaitu hutan. Kegiatan pertanian juga berlangsung diatas sebidang tanah atau lahan yang terdiri dari serangkaian proses produksi biologis dengan tujuan menghasilkan tanaman dan hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tanpa merusak tanah untuk kegiatan produksi sehingga dikatakan berkelanjutan ke generasi mendatang. Oleh karena itu Muhsanati (2019) menegaskan bahwa salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan tanah adalah melalui konsep pertanian organik. Pada sistem pertanian dengan masukan rendah, bahan organik mutlak diperlukan dan pengadaannya tergantung pada masukan dari luar tanah seperti dari sisa-sisa hewan, tanaman dan manusia. Pentingnya menjaga kesuburan tanah di tegaskan lagi oleh (Brady & Weil, 2008 dalam Rusman 2019) bahwa sumber daya tanah merupakan jantung ekosistem bumi mempunyai enam fungsi ekosistem atau layanan ekosistem. Fungsi ekosistem tersebut yaitu sebagai: (1) pengendali pasokan air, (2) habitat organisme tanah, (3) medium untuk tumbuh- tumbuhan, (4) pendaur ulang alami, (5) pengatur komposisi atmosfer, dan (6) medium untuk keteknikan.

14

Pembangunan berkelanjutan merupakan pilihan satu-satunya bagi Indonesia, untuk menciptakan keseimbangan antara kemakmuran dan lingkungan hidup yang baik. Sebagai Negara yang dikaruniai kekayaan dan keanekaragaman hayati, sumber daya alam yang melimpah, kondisi alam yang subur merupakan karunia Tuhan yang harus dijaga agar tetap lestari. Produk hukum berupa Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menekankan betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan. Ditingkat dunia, prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi salah satu isu penting dalam pembicaraan Bangsa-Bangsa pada tahun 1982 di Rio de Janeiro. PBB melaksanakan Konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan. United Nation Confrence on Environment and Development (UNCED), yang dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio. Implementasi dan kepedulian terhadap pentingnya pembangunan berkelanjut- an dengan dilaksanakannya KTT mengenai pembangunan berkelanjutan yaitu World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johanesburg, Afrika Selatan tahun 2002 (Maramis, 2013). Pentingnya konsep pembangunan berkelanjutan sebagai idiologi pembangunan global dapat dilihat dari upaya masyarakat internasional untuk membahas lebih lanjut konsep pembangunan berkelanjutan. KTT pembangunan berkelanjutan dilaksanakan pada Juni 2012 di Kota Rio de Janeiro atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The future we want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional (RPIJM1, 2014). Kerusakan lahan di Kecamatan Batang Toru saat ini sudah terjadi seiring dengan kegiatan pertambang berlangsung tanpa harus menunggu cadangan mineral emas-perak habis atau tidak ekonomis lagi dan tambang di tutup. Upaya untuk mengatasi kerusakan tersebut di butuhkan suatu kebijakan untuk menanggulanginya. Pemanfaatan lahan revegetasi, reklamasi dan lahan bekas tambang emas yang dipadukan dengan usaha peternakan sapi merupakan upaya untuk menciptakan sistem pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Integrasi peternakan sapi di lahan revegetasi tambang saat ini dan

15

pasca tambang di masa depan untuk kegiatan peternakan terpadu sebagai komponen usaha peternakan (berbasis revegetasi atau penghijauan) juga sebagai komponen ekosistem di area tambang. Pengembangan usaha ternak sapi potong di wilayah tambang dikelola oleh perusahaan. Setelah berkembangbiak hingga jumlah tertentu kemudian anak sapi (bibit bakalan) disalurkan desa lingkar tambang sebagai bentuk CSR. Peternakan sapi di lahan tambang martabe berfungsi sebagai sumber bibit sapi potong, sebagai pusat studi peternak dan calon peternak serta percontohan budidaya ternak sapi potong Kecamatan Batang Toru dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Pilihan lain yang dapat di terapkan adalah pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan atau kerjasama antara PTAR dengan kelompok tani di desa lingkar tambang/directly affected villages (DAVs) dengan pola perguliran sapi maupun gaduh mengacu SK. Mentan No. 146/Kpts/HK.050/2/93 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Pemerintah yaitu 1 kembali 2. Berdasarkan publikasi laporan tahunan PTAR, terdapat 2 kegiatan atau program perusahaan yang berpeluang bisa menjadi bagian dari program introduksi peternakan sapi terpadu dengan tambang tanpa merubah struktur organisasi perusahaan atau menambah departemen, yaitu: 1. Program corporate social responsibility (CSR). Menurut Suharto (2010), corporate social responsibility (CSR) merupakan bentuk kepedulian perusahaan dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional. 2. Program lingkungan (environment) berupa pengelolaan potensi dampak lingkungan hidup akibat pengoperasian tambang melalui rehabilitasi yang dilaksanakan oleh departemen lingkungan. Program rehabilitasi, revegetasi melalui penanaman pohon dapat disubsitusi sebahagian menjadi penanaman rumput hijauan makanan ternak (HMT) tanpa menambah atau merombak struktur organisasi perusahaan. Hasil penelitian Saleh dan Lutfi (2016), kegiatan CSR PTAR terhadap masyarakat dinilai belum optimal karena lebih bersifat pemberian bantuan, belum

16

dalam konteks pemberdayaan masyarakat. Program yang dijalankan tersebut belum bisa membawa masyarakat ke tahap yang dinamakan berdaya atau mandiri. Badaruddin (2008) berpendapat bahwa pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara holistic, yaitu bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat (community development). Sesuai dengan pendapat Ife dan Tegoriero (2008), yang menyatakan bahwa pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk berpartisipasi serta mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Sasaran program CSR yang dijalankan PTAR adalah: bidang kesehatan, pendidikan, pengembangan usaha lokal, identitas sosial budaya, dukungan masyarakat dan prasarana publik seperti yang tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Biaya corporate social responsibility PT. Agincourt Resources (US$) untuk pengembangan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tahun Kesehatan Pendidikan Pengembangan Identitas Dukungan Prasarana Total Usaha Sosial Masyarakat Publik Lokal Budaya

2015 231.000 120.000 109.000 7.000 114.000 685.000 1.266.000 2016 269.000 135.000 209.000 9.000 133.000 403.000 1.158.000 2017 ------1.800.000 2018 ------1.250.000 2019 ------1.090.000 Sumber: Diolah dari laporan tahunan PT. Agincourt Resources tahun 2015-2029. Rencana introduksi pengembangan usaha ternak sapi potong dilahan tambang diharapkan bersifat aplikatif atau dapat langsung diterapkan karena lahan reklamasi yang sudah direvegetasi sudah tersedia tanpa harus menunggu lahan pasca tambang setelah lokasi tambang ditutup. Sesuai dengan pendapat Ariansyah (2016) bahwa pemanfaatan lahan revegetasi/reklamasi yang dilakukan oleh perusahaan tambang selain hanya melakukan revegetasi lahan, yaitu salah satunya mendirikan pusat budidaya ternak sapi di atas lahan bekas tambang dalam rangka membangun ekonomi masyarakat yang berkelanjutan. Dengan demikian pengembangan usaha ternak sapi potong di kawasan tambang atau desa lingkar tambang merupakan strategi yang dapat memberdayakan masyarakat melalui pengetahuan, keterampilan tentang usaha ternak sapi potong.

17

Peternakan sapi potong terpadu ini tidak hanya untuk memperbaiki lingkungan dan menghasilkan daging tetapi juga akan menimbulkan efek berganda (multiplier effect) khususnya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan komitmen perusahaan melalui CSR. Lahan revegetasi, reklamasi atau bekas tambang memiliki keunggulan untuk usaha peternakan sapi karena kebutuhan dasar peternakan seperti akses jalan, listrik, sumber air, komonikasi, transportasi, sumber daya manusia dan lain-lain pada umumnya sudah tersedia dilokasi (Nugraha, 2020).

2.3. Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Batang Toru Potensi diartikan sebagai kemampuan, kekuatan, kesanggupan, daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Maka dapat diartikan potensi adalah kemampuan yang masih bisa di kembangkan lebih baik lagi (Majdi, 2007). Potensi secara harfiah dapat diartikan sebagai kemampuan atau kekuatan atau kesanggupan atau daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Sapi potong merupakan sapi yang secara khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang dimilikinya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging yang cukup baik. Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertumbuhan berat badan harian (Hermanto, 1993). Masyarakat Batang Toru sudah lama mengenal ternak sapi dan sudah tidak asing lagi dengan sapi, dalam bahasa daerah ( angkola) ternak sapi di sebut “lombu”. Data BPS memperlihatkan pembangunan peternakan sapi potong di Batang Toru melalui data populasi yang terus berkembang setiap tahun. Kehadiran perusahaan besar di Batang Toru menjadi tantangan sekaligus peluang dan potensi baru untuk dapat dimanfaatkan dalam pembangunan umumnya, pengembangan usaha peternakan sapi khususnya. Kenyataan bahwa pangan sebagai kebutuhan hidup perlu mendapat jaminan kepada kepada setiap orang atas akses untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, dalam mewujudkan kedaulatan pangan perlu diperkuat dengan komitmen pada konsep pembangunan berkelanjutan yaitu proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Potensi-potensi yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu:

18

2.3.1. Potensi PTPN-III Kebun Batang Toru. Menurut Soedewo (2004), penjajakan untuk di bukanya perkebunan didaerah aliran sungai Batang Toru telah dirintis setidaknya sejak tahun 1882. Rencana dibukanya perkebunan Hapesong terwujud pada tahun 1914, setelah Belanda melakukan pendekatan terhadap penguasa daerah disisi timur Sungai Batang Toru yakni Sutan Barumun I bermarga siregar. Sedangkan kebun Batang Toru menurut Tanjung (2017), pada mulanya merupakan kebun milik perusahaan Hindia Belanda yang di bangun pada tahun 1917 dengan nama Sumatap yang terdiri dari 4 afdeling dan berlokasi di jalan Sibolga-Padangsidempuan. Pada tahun yang sama oleh Rotterdam Tapanuli Matschappay membuka kebun di Pijorkoling (2 Afdeling) sedangkan oleh perusahaan Perancis di Simarpinggan (3 Afdeling). Pada masa penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan (BPS Tapanuli Selatan, 2015). Lahan perkebunan PTPN-III (Persero) tersebar di 6 Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatera Utara yaitu Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan. PTPN-III (Persero) wilayah kerja Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki dua lahan perkebunan yaitu: 1). Kebun Hapesong dengan luas 4.005,01 ha. 2). Kebun Batang Toru seluas 4.097,37 ha yang ditanami komoditas karet dan kelapa sawit (PTPN III, 2016). Menurut Wilson (2011), bahwa kedepan perseroan berencana melakukan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tapanuli Selatan serta akan membangunan pabrik kelapa sawit di Kebun Hapesong. Adrian, Supriadi, Marpaung (2014), menyatakan bahwa perkebunan PTPN III di Tapanuli Selatan terdiri atas 5 Afdeling yang ditanami dengan komoditi Kelapa Sawit (460.15 ha) dan Karet (2.438,90 ha). Tiga tahun kemudian Saragih, Puruhito, Purwandari (2017) melaporkan bahwa usaha perseroan mengalami perkembangan menjadi 7 Afdeling. Perkebunan sawit PTPN III (Perseroan) di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan sudah terintegrasi dengan pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) sejak tahun 2014 dengan kapasitas 30 ton tbs/jam yaitu pabrik kelapa sawit Hapesong Batang Toru (PTPN III, 2014). Selain menyediakan hijauan antar tanaman (HAT),

19

perkebunan sawit juga memiliki hasil samping dan ikutan produksi seperti PKS, PKO, pelepah dan daun kelapa sawit, lumpur sawit (solid decanter) dan bungkil kelapa sawit (palm kernel meal) merupakan sumber-daya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak sapi potong.

2.3.2. Potensi Perusahaan Tambang Emas PT. Agincourt Resources. PTAR mengoperasikan tambang emas Martabe yang berlokasi di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan dengan area operasi seluas 479 hektar. Konstruksi tambang dimulai sejak tahun 2008 dan produksi dimulai pada tahun 2012 (United Tractor, 2020). Area operasi penambangan (pit) berlokasi di daerah perbukitan yang tinggi yaitu sekitar 670 meter s.d. 680 meter (Arifin et al. 2019). Berbatasan dengan Hutan Batang Toru dan infrastruktur pendukung tambang sebagian besar berada di dataran rendah (lowlands infrastructure) yang berdekatan dengan jalan raya trans-Sumatera. Luas wilayah Tambang Emas Martabe berdasarkan Kontrak Karya (KK) berlaku generasi ke 6 selama 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia dan pada awal KK di tahun 1997 luas wilayah adalah 6.560 km2. Setelah beberapa kali pelepasan, perusahaan saat ini memiliki luasan area penambangan 130.252 hektar, atau 1.303 km². Pada tahun 2020, luas area yang sudah berhasil direhabilitasi adalah 3,8 hektar yang menjadikan total keseluruhan lahan yang berhasil dipulihkan seluas 23,84 hektar melalui kegiatan penanaman bibit pohon sebanyak 3.640 batang. Area operasional PTAR saat ini terdiri dari tiga pit tambang terbuka dan satu pabrik pengolahan bijih emas carbon-in-leach (CIL) konvensional yang berada di dataran tinggi. Infrastruktur meliputi jalan angkut (haul road), fasilitas penyimpanan material sisa pengolahan (tailings storage facility/TSF), tangki penyimpanan air baku, bendungan pengendali sedimen, instalasi pengolahan air, gardu induk tegangan tinggi, gudang bahan peledak, stasiun pengisian bahan bakar dan gudang. Fasilitas pendukung meliputi fasilitas tempat tinggal (camp) bagi untuk tenaga kerja dengan status fly in fly out tambang, stadion olahraga, klinik kesehatan, bangunan administrasi dan bangunan pendukung, depot bahan bakar, fasilitas pergudangan, dan pembibitan tanaman berada (PT. Agincourt Resources, 2016), laboratorium analisis, bengkel kerja di dataran rendah/lowlands

20

infrastructure (PT. Agincourt Resources, 2019). Tambang emas martabe juga berfungsi sebagai basis program eksplorasi regional perusahaan. Fasilitas eksplorasi site meliputi kantor, core shed, dan pangkalan operasi helikopter (PT. Agincourt Resources, 2017).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan lokasi tambang berdasarkan kontrak karya (KK) PTAR. Sumber: G-Resources (2010).

Pada peta Gambar 1 diatas memperlihatkan lokasi tambang dan lokasi penelitian serta gambaran situasi luas kawasan KK usaha pertambangan emas martabe yang dikelola PTAR yakni 130.252 hektar, atau 1.303 km². Bentangan kawasan berdasarkan izin Kontrak Karya untuk pertambangan deposit emas-perak yang sangat luas meliputi tiga wilayah Kabupaten yaitu: Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal. Selain itu, bentangan luas wilayah kawasan tambang juga mengisaratkan luas potensi kerusakan kerusakan lingkungan sebagai dampak aktifitas pertambangan.

21

2.3.2.1. Penutupan Tambang Mine Closure Plan (MCP) 5 Tahun Kedepan Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang menjelaskan bahwa penutupan tambang adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dihentikannya kegiatan penambangan an/atau pengolahan dan pemurnian untuk memenuhi kriteria sesuai dengan dokumen Rencana Penutupan Tambang. Penutupan tambang emas martabe PTAR, telah diajukan ke Kementerian ESDM pada tahun 2014, dan dokumen rencana penutupan tambang dan sudah disetujui pemerintah untuk penutupan pit purnama dan bendungan tailings TSF mRL 360. Tahapan yang ditempuh telah sampai pada tahapan pembayaran jaminan penutupan tambang sesuai dengan peraturan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18/2008. Pada tahun 2019 dilakukan revisi dokumen penutupan tambang terhadap empat pit dan Sedangkan untuk kegiatan reklamasi di atur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2014 (PT. Agincourt Resources, 2019)1. Rencana penutupan tambang atau Mine Closure Plan (MCP), semakin kuat dengan dilakukannya lokakarya penutupan site pada bulan Juni 2017. Pada September 2017, rencana penutupan tambang PTAR digunakan sebagai dasar penentuan obligasi penutupan. Pembaharuan dengan memasukkan pit barani dan pit ramba joring dan telah mendapat persetujuan Kementerian ESDM. Obligasi penutupan yang ditentukan juga telah didepositkan sepenuhnya oleh PTAR (PT. Agincourt Resources, 2017)1 Tabel 4. Lokasi penambangan (pit) dan proses pengembangan tambang emas martabe PT. Agincourt Resources dari tahun ke tahun.

No Lokasi Penambangan (pit) Bulan / Tahun Keterangan

1 Tambang Emas Martabe 2008 Rekonstruksi 2 Pit Purnama 24 Juli 2012 Mulai Berproduksi 3 Pit Barani Juli 2016 Mulai Penambangan 4 Ramba Joring Desember 2017 Mulai Penambangan 5 Tor Ulu Ala 2018 Penambangan disetujui Sumber: Diolah dari laporan tahunan PT. Agincourt Resources tahun 2015-2020

22

Kemungkinan penutupan akan berlangsung secara bertahap menggunakan sistim FIFO (first in first out), yaitu pit yang lebih dahulu ditambang akan lebih dahulu habis dan ditutup. Berdasarkan data diatas, pit yang akan ditutup terlebih dahulu adalah pit purnama. Pit purnama saat ini telah berusia sembilan tahun atau empat tahun lebih dahulu beroperasi dibanding pit barani dan lima tahun dahulu dibanding pit ramba joring. Ketepatan estimasi penutupan berlaku jika jumlah cadangan emas-perak di masing-masing lokasi tidak berbeda nyata dan volume keaktifan kegiatan penambangan masing-masing pit juga sama. Berdasarkan Tabel 4 diatas, diperkirakan penutupan tambang akan terjadi dalam 5 tahun kedepan yang dimulai dari pit purnama atau pit barani. Jika dilihat dari kegiatan usaha pertambangan emas-perak yang dijalankan PTAR saat ini, diperoleh dua pengertian tentang penutupan kegiatan tambang, yaitu: 1) ditutup bertahap atau per pit (satu lokasi tambang) berdasarkan pit yang telah selesai ditambang. 2) ditutup keseluruhan setelah semua pit selesai ditambang.

2.3.2.2. Rencana Reklamasi dan Introduksi Ternak Sapi Potong Perencanaan reklamasi areal bekas tambang dalam kawasan hutan terdiri dari 3 produk perencanaan yang disusun oleh pemegang IPPKH (izin pinjam pakai kawasan hutan) yaitu: a) rencana reklamasi lima tahunan, b) rencana tahunan, c) rencana teknis. Pelaksanaan reklamasi areal bekas tambang dalam kawasan hutan terdiri dari dua jenis kegiatan: 1) teknik sipil, yaitu pengisian kembali lubang bekas tambang (back filling): pengaturan bentuk lahan, pengelolaan tanah pucuk, pembuatan teras, saluran air, dll, 2) teknik vegetasi: pemilihan pola tanam, prakondisi, penanaman permanen, dll (Akbar 2013). Rencana introduksi pengembangan usaha ternak sapi potong di lahan tambang diharapkan bersifat aplikatif atau dapat langsung diterapkan karena lahan reklamasi yang sudah direvegetasi sudah tersedia tanpa harus menunggu lahan pasca tambang setelah lokasi tambang ditutup. Pelaksanaan dapat dilaksanakan seiring dengan telah tersedianya lahan reklamasi yang telah berhasil di revegetasi seluas 23,8 hektar. Penutupan pit purnama atau pit barani akan berdampak pada bertambah luasnya ketersediaan lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak. Pada lahan revegetasi tersebut, dilakukan penanaman hijauan makanan ternak untuk mendukung ketersediaan pakan. Sesuai dengan pendapat Novra dalam

23

Nugraha (2020), bahwa waktu introduksi ternak sapi adalah: 1) Sebelum atau pra- kegiatan reklamasi dan revegetasi. 2) Selama (seiring) kegiatan reklamasi dan revegetasi. 3) Pasca kegiatan reklamasi dan revegetasi (pemeliharaan). Introduksi peternakan sapi di desa lingkar tambang atau dalam wilayah tambang, bertujuan untuk memulihkan kerusakan lahan melalui pupuk kandang dan kompos yang dihasilkan. Ternak sapi berfungsi sebagai sebagai penyedia unsur hara untuk meningkatkan kesuburan tanah. Tabel 5. Data luas lahan yang berhasil direvegetasi, lahan yang distabilkan, bibit yang ditanam. Lahan yang Luas lahan Jumlah Jumlah berhasil Total lahan yang Tahun revegetasi bibit yang cadangan direvegtasi distabilkan ditanam bibit (ha) (ha) (ha) 2014 -- 9,6* -- 3.883 -- 2015 2,5 12,1 -- 6.272 4.971 2016 -- 12,1 52 4.653 2.696 2017 1 13,1 -- 1.135 1.934 2018 5,2 18,3 31,5 3.640 3.122 2019 2.02 20,32 35,5 2.886 5.828 2020 3.48 23,8 -- 3.640 -- Rata-Rata 2,36 -- 19,75 4.351,5 3.091 Sumber: Diolah dari laporan keberlanjutan PT. Agincourt Resources 2014-2020. Ket*: Data tahun sebelumnya.

Pada Tabel 5 terlihat rata-rata pertambahan ketersediaan lahan seluas 23,8 ha yang dapat ditanami dengan hijauan makanan ternak (HMT) disela tanaman pohon revegetasi yang akan menghasilkan hijauan antar tanaman (HAT). Program penanaman pohon revegetasi tetap berjalan sebagaimana mestinya, tetapi penanaman cover crop di-subsitusi dari penanaman kacang-kacangan menjadi penanaman rumput makanan ternak. Program introduksi usaha ternak sapi potong berkelanjutan ini dilaksanakan di desa lingkar tambang atau directly affected villages (DAVs) sebagai sasaran utama program corporate social responsibility (CSR) sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PTAR. Program introduksi sapi potong ini tidak menutup kemungkinan dilaksanakan lebih luas kepada daerah lainnya yang bukan desa lingkar tambang. Desa Lingkar Tambang ini terdiri dari 15 desa/kelurahan, 12 desa/kelurahan di Batang Toru, 3 desa di Muara Batangtoru. Kecamatan Batang Toru meliputi: Kelurahan Aek

24

Pining, Kelurahan Perkebunan Batangtoru, Kelurahan Wek I Batang Toru, Kelurahan Wek II Batang Toru, Desa Batu Hula, Desa Sumuran, Desa Napa, Desa Telo, Desa Wek III Batang Toru, Desa Wek IV Batang Toru, Desa Hapesong Baru, Desa Sipenggeng. Kecamatan Muara Batang Toru yaitu Desa Bandar Hapinis, Hutaraja, dan Muara Hutaraja (Agustin 2016).

2.3.2.3. Limbah yang dihasilkan dan penanganannya Penurunan kualitas air diakibatkan oleh adanya zat pencemar, baik berupa komponen-komponen organik maupun anorganik. Beberapa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal/timah hitam (Pb), arsenik (As), tembaga (Cu), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni) (Fardiaz, 2005). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 2005; Palar, 1994). Tambang Emas Martabe menghasilkan beberapa jenis limbah yang berdasarkan peraturan diklasifikasikan sebagai limbah B3, seperti: 1) Tailings. 2) Limbah dari oli dan minyak. 3) Limbah dari proses bahan kimia. 4) Cat bekas dan wadah bahan kimia. 5) Baterai. 6) Sampah dari berbagai komputer dan mesin cetak. 7) Limbah medis dari klinik (PT. Agincourt Resources, 2019)1. Salah satu jenis limbah yang banyak dihasilkan PTAR adalah tailing. Tailing merupakan aliran material sisa pengolahan yang dihasilkan dari proses ekstraksi emas dan perak dari bijih di tambang emas martabe. Tailing terbentuk dari hasil penghancuran dan penggilingan batu kemudian ditambahkan air. Sehingga bentuk bijih (ore) berubah bentuknya menjadi lumpur halus. Kemudian sianida ditambahkan untuk memisahkan bahan logam dengan partikel batu halus. Setelah emas perak didapatkan, lumpur yang tidak memiliki nilai ekonomis disebut tailing. Semua tailings diolah untuk menurunkan kadar sianida (di bawah 50 mg/L) untuk memastikan tidak berisiko terhadap kehidupan satwa liar yang bersentuhan dengan air yang ditampung di bendungan. Tailings ditempatkan di TSF dalam bentuk lapisan tipis ke “pantai” tailing, yang memungkinkan setiap lapisan untuk mengendap, terkuras, dan mengering sebelum ditutup oleh lapisan tailings yang baru. Gunanya adalah menambah kekuatan tailings yang ditempatkan dan penguraian residu sianida akibat paparan sinar ultraviolet alami.

25

Batuan sisa/buangan atau waste rock merupakan limbah terbesar kedua di tambang emas martabe yang berpotensi menghasilkan asam ketika terganggu oleh proses penambangan. Proses ini dikenal sebagai air asam tambang (AAT) yang muncul karena oksidasi mineral sulfida yang terkandung dalam batu dan dapat dianggap sebagai percepatan proses yang seharusnya terjadi secara alami. AAT merupakan salah satu dampak dari industri pertambangan yang terjadi ketika strata geologi yang mengandung sulfida, biasanya pirit, terpapar ke udara atau lingkungan yang mengoksidasi dan kontak dengan air. PTAR mengelola batuan sisa dengan menempatkannya dalam struktur konstruksi tanggul TSF. Pada lingkungan biodiversity, efek terburuk dari AAT ini adalah rusaknya populasi fauna juga flora yang terjadi di lokasi bekas ekploitasi pertambangan serta sebaran populasi kehidupan di daerah aliran sungai (DAS) yang dilewati oleh AAT ini baik secara langsung ataupun tidak langsung (Hidayah et al. 2020). Air Asam Tambang PTAR yang sudah selesai diolah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) kemudian disalurkan/buang dialirkan melalui pipa efluen ke sungai batang toru (Hernaningsih, 2020). Kegiatan pembuangan air olahan dari tambang ke Sungai Batang Toru diawasi oleh tim pemantau yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara. Air merupakan sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan karena semua makhluk hidup di dunia ini memerlukan air. Tumbuhan dan hewan sebagian besar tersusun oleh air. Sel tumbuhan mengandung lebih dari 75% air dan sel hewan mengandung lebih dari 67%. Kurang dari 0,5% air secara langsung dapat digunakan untuk kepentingan manusia (Widiyanti, 2004).

2.3.2.4. Pengawasan Limbah Sebagaimana industri tambang pada umumnya, persoalan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan membutuhkan perhatian khusus. Selain agar tidak merusak lingkungan juga agar tidak berdampak buruk rencana pengembangan usaha peternakan yang terintegrasi dengan pertambangan emas martabe. Keamanan air diwilayah tambang dari pencemaran ditentukan oleh tim pemantau kualitas air sungai Batang Toru melalui ketetapan verifikasi independen atas hasil pemantauan. Tim ini dibentuk meliputi perwakilan dari pemerintah daerah, masyarakat setempat dan Universitas Sumatera Utara. Hasil pengawasan

26

menemukan bahwa tidak ada dampak buruk yang signifikan terhadap lingkungan disekitar sungai akibat pembuangan olahan dari tambang (PT.Agincourt Resources, 2019). Disamping itu, untuk memantau kualitas air harian sungai batang toru dilaksanakan oleh departemen lingkungan (environtment dept) PTAR sehingga keamanan dari cemaran lebih terjaga. Hasil penelitian Henim dan Pearce (2019) bahwa pengaliran air limbah yang sudah diolah ke sungai Batang Toru tidak berdampak buruk secara signifikan terhadap lingkungan disekitar sungai dikarenakan pengelolaan air asam tambang oleh PTAR menggunakan metode enkapsulasi (sealing layer). Metode enkapsulasi (sealing layer) telah terbukti mampu menghambat atau mencegah terjadinya pengembangan air asam tambang. Air asam tambang terbentuk akibat reaksi mineral sulfida (pirit) dan logam berat yang terpapar ke media air dan udara yang berasal dari batuan yang terbuka pada saat aktivitas penambangan berlangsung. Hernaningsih (2020) dalam penelitiannya mendapati bahwa sampel air dari proses kegiatan perusahaan tambang emas martabe yang dibuang ke sungai Sungai Batang Toru telah diuji di laboratorium terakreditasi PT. Intertek Utama Services, di Bogor. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa air limbah yang dialirkan ke Sungai Batang Toru tidak memberikan dampak bagi kualitas air Sungai Batang Toru.

2.3.3. Geografis Kecamatan Batang Toru memiliki ketinggian dari permukaan laut dari 25 hingga 925 meter (BPS, 2020)1, suhu rata-rata 20,2°C sampai 37,1°C dengan curah hujan yang sangat tinggi yaitu 4.380 mm, kelembaban udara rata-rata 85%, penyinaran matahari 56%, kecepatan angin 0,78 m/sec, penguapan 5,1 mm/hari berdasarkan data stasiun Pinangsori yang terdekat dengan lokasi penelitian (BPS 2020)2. Pada bulan Juni hingga Agustus berhembus dari arah Barat dan membawa hujan bulan September hingga Desember merupakan musim pancaroba ke arah musim kemarau dan Januari hingga Februari berhembus angin timur yang kering dan Maret hingga Mei merupakan musim pancaroba ke musim hujan dengan arah angin yang berubah-ubah (Harahap,2020). Letak dan posisi Kabupaten Tapanuli Selatan secara geografis adalah mengelilingi kota Padangsidempuan dijalur lintas Sumatera yang menghubungkan

27

kota Bukit Tinggi (Sumatera Barat) kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga, Kota Medan dan kota lainnya di Sumatera Utara. Posisi yang strategis ini juga dilalui oleh jalan lintas nasional sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pengembangan wilayah kedepan. Cakupan lahan yang masih cukup luas bagi pengembangan daerah, terutama bagi pengembangan pertanian dan peternakan (Bappeda, 2020).

2.3.4. Sumber Daya Manusia Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) peternakan untuk mewujud- kan tujuan pembangunan khususnya peternakan diperlukannya SDM petani yang handal. Infrastruktur ketersediaan sumber daya manusia SDM sangat diperlukan dalam pelaksanaan program pembangunan peternakan. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM teknis melalui pelatihan teknis IB dilaksanakan di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah/swasta yang terakreditasi (di atas 48 jam). Pelatihan atau bimbingan teknis IB dilaksanakan UPT Direktorat Jenderal PKH (di bawah 48 jam). Pembangunan atau pengembangan SDM petani juga dilakukan melalui kegiatan pendidikan non formal yang lebih dikenal dengan penyuluhan pertanian. Oleh karena itu dilahirkanlah Undang Undang No.16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (Basyar, 2014). 1. Penyuluh Pertanian Lapangan Kata penyuluh berasal dari kata suluh yang berarti barang yang dipakai untuk media penerangan atau obor. Penyuluh pertanian lapangan (PPL) sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat petani, memegang posisi kunci di dalam menghimpun, merangkum, menyaring dan menganalisis situasi sosial teknis petani setempat. Menurut UU No. 16/2006 Tentang. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan, mengamanatkan program penyuluhan pertanian terdiri dari program penyuluhan pertanian di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Memiliki tugas dan fungsi memberikan penyuluhan kepada petani melalui pendekatan kelompok tani agar pengetahuan, keterampilan maupun sikap petani menjadi lebih baik dalam mengelola usahatani guna meningkatkan kesejahteraannya. Kegiatan pendidikan non formal atau penyuluhan penting dilakukan dan merupakan cara untuk mempercepat tumbuhnya peternak yang berkualitas.

28

Kegiatan penyuluhan adalah merupakan aktifitas dari suatu kegiatan proses pembelajaran, maka keberhasilannya bergantung pula kepada sejauh mana proses pembelajaran tersebut dapat berlangsung sebaik-baiknya. Penyuluhan merupakan salah satu usaha untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan usaha peternakan. Penyuluh Pertanian Lapangan menjadi kunci untuk mempromosikan kegiatan pertanian lestari baik dalam konteks ekologi maupun seosial ekonomi. Penyuluhan pertanian pada dasarnya menyelenggarakan aktivitas dengan dua pendekatan, yaitu: bioteknologi dan pengembangan masyarakat (Madarisa, Anas, Reza, Anwar, 2018). Wilayah kerja penyuluhan saat ini semakin luas dan diharapkan tidak terfokus pada tanaman pangan, tetapi juga terkait semua sub-sektor. Masyarakat pedesaan saat ini sering dijumpai relatif berpendidikan semakin tinggi, perolehan informasi dari media massa dan internet, serta terbuka dari isolasi geografis. Masyarakat kian memiliki akses regional, nasional dan global sehingga penyuluhan pertanian harus dapat mengatasi berbagai tantangan seperti: pertumbuhan penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan aturan/kebijakan, persyaratan pasar, kebutuhan masyarakat pada aneka ragam layanan. 2. Petugas Teknis Inseminator (IB), Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) dan Asisten Teknis Reproduksi (ATR). Sulaiman et al. 2017 menyatakan bahwa infrastruktur ketersediaan petugas teknis mutlak diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan sektor peternakan di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah melakukan pemanggilan peserta bimbingan teknis ke seluruh instansi terkait di daerah untuk mengikuti pelatihan IB, PKB, ATR. Kegiatan bimtek dilaksanakan pada enam UPT Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yaitu BBIB Singosari, BIB Lembang, BET Cipelang, BPTU Sembawa, BPTU Padang Mangatas, dan BBPTU-HPT Baturraden. Sampai Agustus 2017, pelaksanaan Bimtek Petugas Teknis IB, PKb, dan ATR dari target 1.160 orang sudah terealisasi 1.175 orang (101,29%). Peningkatan kuantitas dan kualitas petugas untuk mendukung program UPSUS SIWAB. Sampai tahun 2017 telah terdapat 7.389 petugas Inseminator,

29

3.445 petugas PKB dan 1.964 petugas ATR yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk pelatihan teknis IB di atas 48 jam telah terdapat Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah/swasta yang terakreditasi. Sedangkan untuk pelatihan atau bimbingan teknis IB di bawah 48 jam dilaksanakan UPT Direktorat Jenderal PKH (Sulaiman et al. 2017). Dukungan anggaran Kementerian Pertanian untuk kegiatan UPSUS SIWAB melalui dana APBN meliputi fasilitasi penyediaan alat (kontainer, Gun IB) dan bahan IB (pelastik sheet, glove, hormon, obat, dan vitamin), produksi dan distribusi semen beku dan N2 cair, ATR (Ditjen PKH, 20201). operasional IB, PKb, pelaporan (Ditjen PKH, 20202).

2.3.5. Sumber Daya Alam Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2017 Tentang RTRW Provinsi Sumatera Utara 2017 -2037, Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan beberapa kawasan strategis. Salah satunya adalah terdapat Di Pasal 49 Ayat 2 Kawasan Strategis Konservasi Hutan Batang Toru, yang merupakan Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Tujuan dari lahirnya Perda yang mengatur tentang penataan ruang ini adalah untuk mewujudkan dan menjaga kelestarian lingkungan serta mengembalikan keseimbangan ekosistem kawasan batang toru yang berbasis komuditi unggulan dan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan kesatuan ekosistem esensial Batang Toru. Hutan Batang Toru merupakan modal alam tanpa bayar (unchanged natural capital) bagi serangkaian aktivitas perekonomian lokal secara jangka panjang, seperti pertanian, perkebunan, pariwisata alam, perikanan atau peternakan. Selain itu Hutan Batang Toru sangat berfungsi ekologis yang tinggi seperti: pengatur iklim, penjaga kesuburan tanah, pengendali tata air, fungsi keanekaragaman hayati maupun fungsi ekonominya, secara maksimal dapat dimanfaatkan sehingga sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Kecamatan Batang Toru juga memiliki kekayaan sumberdaya alam lainnya seperti: perkebunan karet dan sawit milik PTPN III dan milik masyarakat yang terbentang luas, proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru yang sedang dibangun dan direncanakan beroperasi tahun 2022 yang akan memenuhi 15% dari kebutuhan listrik beban puncak Sumatera Utara.

30

Pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi dan industri mengakibat-kan semakin sedikitnya lahan yang tersedia untuk dijadikan usaha peternakan. Sementara di lain sisi, setiap saat luas lahan yang rusak akibat pembukaan lokasi tambang baru pada tambang emas martabe di Kecamatan Batang Toru akan bertambah. Melalui introduksi usaha peternakan sapi di desa lingkar tambang, di area revegetasi, reklamasi, perbaikan lahan yang rusak dapat dicapai melalui pupuk kandang yang di hasilkan oleh peternakan sapi. PT. Agincourt Resources (2018), dalam laporan tahunannya menyatakan luas wilayah kuasa penambangan menurut perjanjian ini adalah 1.302 km2 dan mencakup area yang berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal. Pada akhir tahun 2018 tercatat lahan tambang yang sudah dikerjakan seluas 479 hektar Per Desember 2018. Kegiatan penambangan sangat aktif dengan beroperasinya mesin tambang 24 jam/hari, mesin hanya akan berhenti (shutdown) menyesuaikan jadwal pemeliharaan atau maintenance. Oleh karenanya setiap saat akan terjadi penambahan bukaan lahan untuk pertambangan dan terjadi penambahan kerusakan lahan. Lahan lahan revegetasi merupakan sumber daya alam untuk peternakan sapi potong karena berpotensi dijadikan jadikan padang rumput (penggembalaan) atau area kebun hijauan makanan ternak (HMT). Produk hijauan antar tanaman (HAT) atau rumput yang tumbuh di sela pohon revegetasi berupa rumput yang sengaja ditanam atau liar berupa semak dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak sapi

2.3.6. Sumberdaya Kelembagaan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kementerian pertanian saat ini mencanangkan program komando strategis pembangunan pertanian (kostratani) dikecamatan yang bertujuan mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran BPP dengan menyelaraskan kemajuan era industrialisasi 4.0. Tahun 2020 adalah tahun pertama penyelenggaraan kostratani dan merupakan pra-kondisi, terutama melalui kegiatan sosialisasi dan penyiapan infrastuktur kostratani. Ditingkat pusat dibangun Agricultural War Room (AWR) dan di tingkat kecamatan fasilitas kerja BPP kian dilengkapi, termasuk pengadaan komputer dan peralatan lainnya yang mendukung kinerja PPL. Kostratani berpusat di Kecamatan, karena pembangunan pertanian dilakukan dari desa hingga kecamatan (Machmur, Yulianto, Yuliani, 2021).

31

Tabel 6. Daftar BPP Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

No Kecamatan No Registrasi Nama BPP Kostratani User Kostratani

1 Aek Bilah 648 bpp_biru_tapsel 2 Angkola Barat 649 bpp_tobotan 3 Angkola Muara Tais 650 bpp_angkolamuaratais 4 Angkola Sangkunur 651 bpp_simataniari 5 Angkola Selatan 652 bpp_sihuik-kuik 6 Angkola Timur 653 bpp_pargarutan 7 Arse 654 bpp_arse 8 Batang Angkola 655 bpp_batangangkola 9 Batang Toru 656 bpp_napa 10 Marancar 657 bpp_marancar 11 Muara Batang Toru 658 bpp_manoppas 12 Saipar Dolok Hole 659 bpp_sipagimbar 13 Sayur Matinggi 660 bpp_batugodang 14 Sipirok 661 bpp_simagomago 15 Tano Tombangan Angkola 662 bpp_panabari Sumber: Diunduh dari web Kostratani, laporan utama Kementerian Pertanian, 2021. Tersedianya infrastruktur berupa kantor Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di Kecamatan Batang Toru dan 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan bertujuan untuk mewadahi Petugas Teknis Lapangan yaitu penyuluh pertanian lapangan (PPL). PPL yang memiliki tugas pokok fungsi pembinaan teknis secara langsung terhadap masyarakat tani/ternak. PPL merupakan tenaga teknis lapang yang membantu Dinas Teknis serta lembaga lain yang akan melakukan pembinaan. Sebaran BPP disetiap Kecamatan Tapanuli Selatan dapat dilihat pada Tabel 6 diatas.

2.3.7. Kelompok Tani/Ternak (Poktan). Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUUXI/2013 bahwa Pasal 70 ayat (1), harus dimaknai sebagai kelembagaan petani termasuk kelembagaan petani yang dibentuk oleh para petani. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan kelompok tani perlu disempurnakan, sebagai upaya memberikan kepastian hukum dan kepastian usaha dalam pelayanan dan pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani.

32

Penguatan kelembagaan petani sangat diperlukan dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan petani. Sebagaimana telah di atur dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 67/Permentan/- SM.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani, maka petani dapat menumbuhkembangkan kelembagaan dari, oleh dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani itu sendiri sesuai dengan perpaduan antara budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal petani. Kelembagaan petani terdiri atas: kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi komoditas pertanian dan dewan komoditas pertanian nasional. Pemerintah dalam melaksanakan program kegiatannya selalu berupaya menempatkan masyarakarat peternak melalui kelompok atau individu tidak hanya sebagai objek pembangunan, tapi sebagai subjek pembangunan. Hal ini bertujuan agar menumbuhkan partisipasi masyarakat baik melalui kelompok maupun dalam pendekatan individu. Kemauan berpartisipasi tersebut diharapkan memunculkan gairah dan kreatifitas bersama meningkatkan populasi ternak melalui teknologi IB. Pendekatan yang dimulai dari peternak melalui kelompok peternak, berarti melaksanakan konsep pendekatan dari bawah. peternak ditempatkan sebagai pusat perhatian yang akan menerima manfaat langsung dari program pemerintah.

2.3.8. Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan). Pembangunan Pusat Kesehatan Hewan Sebagai fasilitas untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang memiliki hewan peliharaan atau ternak, dan terhadap lingkungan yang berada disekitarnya. Pembentukan Pos Kesehatan Hewan dengan diperkuat oleh Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Nomor 630/Kpts/TN.510/10/93 dan Nomor 88 Tahun 1993. Melalui Permentan No. 64/Permentan/OT.140/9/2007, istilah Pos Kese- hatan Hewan (Poskeswan) diubah menjadi pusat kesehatan hewan (Puskeswan) dengan tugas melakukan kegiatan pelayanan kesehatan hewan di wilayah kerjanya dan melakukan konsultasi veteriner di bidang kesehatan hewan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 64/Permentan/OT.- 140/9/2007 Tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan maka dokter hewan Puskeswan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mempunyai kegiatan antara lain: Pelaksanaan penyehatan hewan, sebagai upaya medik yang meliputi

33

kegiatan: promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan medik reproduksi. Pelayanan medik reproduksi meliputi: melakukan diagnosa kebuntingan, menolong kelahiran, melaksanakan inseminasi buatan, melakukan diagnosa dan pengobatan kemajiran, melakukan diagnosa dan pengobatan ganguan reproduksi, melakukan tindakan alih janin (embrio transfer). Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan), Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2009, mengatur agar pendirian puskeswan sebagai pusat dari bidang kesehatan hewan yang berada di Kecamatan atau di lokasi dengan jumlah hewan liar atau peliharaan tergolong banyak. Penduduk dengan budaya memelihara hewan yang tinggi, wilayah padat ternak paling kurang 2000 satuan ternak/satuan hewan dan/atau wilayah usaha perdagangan hewan dan produk hewan. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan telah menjalankan amanat tersebut dengan mendirikan 1 unit Puskeswan di Kecamatan Angkola Sangkunur yang juga merupakan satu-satunya puskeswan di Tapanuli Selatan. Puskeswan berada di Desa Bandar Tarutung Kecamatan Angkola Sangkunur. Populasi sapi dikecamatan ini adalah yang tertinggi diantara kecamatan lainnya dengan jumlah 1.367 ekor sapi. Populasi ternak sapi tertinggi kedua adalah Kecamatan Batang Toru dengan jumlah 461 ekor dimana kedua Kecamatan ini adalah bertetangga atau berbatasan langsung. Cakupan wilayah kerja puskeswan adalah lintas kecamatan yang ada disekitarnya dalam cakupan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Puskeswan adalah unit pelayanan kesehatan hewan terpadu yang memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan diagnosa penyakit, pengobatan, penanganan masalah reproduksi dan kesehatan masyarakat veteriner di wilayah. Dasar hukum tugas pokok dan fungsi dinas pertanian daerah Kabupaten Tapanuli Selatan adalah: Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Peraturan Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 84 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Serta Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Sehingga urusan peternakan menjadi urusan Dinas Pertanian Tipe A yang berada di bidang pertanian. UPT Puskeswan Kabupaten Tapanuli Selatan

34

melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional pelayanan kesehatan hewan pada sub urusan pemerintahan Bidang Peternakan (Dinas Pertanian, 2021). Agar masyarakat memperoleh pelayanan yang maksimal, prinsip yang dijalankan kepala puskeswan adalah prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelayanan kesehatan hewan di wilayah kerjanya. Dengan demikian, baik kepala puskeswan maupun petugas puskeswan dalam menjalankan tugasnya senantiasa dapat berkoordinasi dengan Penyuluh Pertanian sebagai mitra pelaku utama (petani, pekebun, peternak) dan petugas lainnya yang terkait. Pelaksanaan Tupoksi UPT tersebut akan lebih efisien dan efektif bila didukung dengan sarana dan prasarana yang cukup, kelembagaan yang mantap disertai sistem tata laksana yang memadai serta sumberdaya manusia yang memenuhi standar keahlian, keterampilan dan kompetensi serta berdedikasi tinggi.

2.3.9. Pos Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan bantuan alat dan bantuan manusia untuk membuat betina jadi bunting. Menurut Toelihere (1981) IB adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat buatan manusia. IB dapat mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul sehingga dayaguna seekor pejantan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. IB adalah teknologi reproduksi yang mendukung peningkatkan populasi serta mutu genetik dari ternak. Dengan kondisi populasi sapi yang rendah dan tidak seimbang dengan jumlah penduduk saat ini menyebabkan pemerintah mengupayakan penerapan teknologi Inseminasi IB agar dapat mempercepat pertumbuhan populasi. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan melalui Dinas Pertanian telah menjalankan program IB sejak tahun 2007 (Sibagariang, Lubis, Hasnudi, 2013). Gultom (2016) menginformasikan bahwa pos inseminasi buatan di Kabupaten Tapanuli Selatan berjumlah tiga pos IB, tetapi yang aktif hanya dua pos IB, yaitu pos IB Kecamatan Angkola Timur dan pos IB Angkola Sangkunur. Pos IB Angkola Sangkunur berperan mendukung kelancaran program IB hingga ke Kecamatan lain yang berbatasan dengannya termasuk Kecamatan Batang Toru. Pendirian pos IB bertujuan untuk memudahkan masyarakat peternak menjangkau

35

informasi dan pelayanan IB dari inseminator. Sakti (2017) dalam penelitiannya mejelaskan bahwa sebanyak 56% peternak sapi di Kabupaten Tapanuli Selatan telah menggunakan teknologi IB untuk perkembangbiakan sapinya.

2.3.10. Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) dicanangkan pemerintah pada tahun 2000-2005. Puncak impor daging dan sapi hidup terjadi pada tahun 2010, dimana impor daging dan sapi hidup pada saat itu diperkirakan telah mencapai lebih dari 30% dari total konsumsi daging sapi (Tiesnamurti et al. 2013). Setiap tahun devisa untuk mengimpor daging dan sapi bakalan tidak sedikit, dan Indonesia telah menjadi salah satu importir sapi hidup terbesar di dunia. Kurangnya dukungan dana yang cukup memadai menyebabkan program PSDS tahun 2000-2005 tidak berjalan sesuai harapan. Selanjutnya dicanangkan program serupa, swasembada daging sapi on trend tahun 2005-2010 dan 2009-2014 swasembada daging sapi dan kerbau. Program ini juga masih terlihat jalan di tempat karena tidak memperoleh dukungan politik maupun anggaran.

2.3.11. Program Swasembada Daging Sapi Kerbau (PSDSK) Pemerintah mencanangkan kembali program swasembada daging sapi (PSDS) 2014 pada era kabinet indonesia bersatu kedua (Ditjen Peternakan, 2010), yang kemudian diperbaiki menjadi program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK-2014). Program ini mendapat dukungan politik sangat besar, antara lain berupa anggaran yang cukup besar dalam bentuk program maupun bansos. Sasaran PSDSK-2014 adalah meningkatnya produksi daging sapi dan kerbau di dalam negeri, sehingga ketergantungan pada impor berkurang (Setiadi, Diwyanto, Mahendri, 2011). Pada tahun 2010 dukungan anggaran untuk mewujudkan PSDSK-2014 belum sepenuhnya terealisasi. Selanjutnya dilakukan perbaikan sasaran maupun pencapaian target Blue Print PSDS-2014, sekaligus disesuaikan dengan hasil sensus yang menunjukkan bahwa populasi sapi cukup tinggi.

2.3.12. Program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus-Siwab) Lanjutan dari program PSDSK-2014 Kementerian Pertanian telah mempersiapkan suatu program terobosan upaya khusus (UPSUS) Sapi Induk Wajib Bunting (SIWAB). Program ini didukung dengan Peraturan Menteri

36

Pertanian Republik Indonesia Nomor 48/Permentan/PK. 210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Melalui program UPSUS SIWAB tersebut, sapi/kerbau betina produktif milik peternak dipastikan dikawinkan, baik melalui Inseminasi Buatan (IB) maupun Intensifikasi Kawin Alam. Upsus Siwab merupakan program nasional untuk ketahanan pangan yang harus dijalankan oleh seluruh instansi pemerintah terkait pusat maupun daerah untuk menterjemahkan, merumuskan dan mengimplementasikan strategi dan upaya untuk mensukseskan program tersebut. Dalam menjalankan ini, Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing menetapkan penanggungjawab supervisi di yang akan mendampingi pelaksanaan kegiatan di daerah (Ditjen PKH, 2019). Harmaini dan Rahayu (2019), menyatakan bahwa kegiatan upsus siwab disetiap provinsi mencakup: 1) Ketersediaan hijauan pakan ternak (HPT), 2) Pelaksanaan kegiatan inseminasi buatan (IB), Koordinasi, pendampingan dan pengawalan. Menurut Hoesni dan Firmansyah (2019), Upsus Siwab merupakan kegiatan yang terintegrasi melalui sistem manajemen reproduksi yang terdiri dari unsur-unsur: 1) pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi. 2) pelayanan inseminasi buatan. (IB) dan intensifikasi kawin alam (INKA); 3) pemenuhan semen beku dan nitrogen cair. 4) pengendalian pemotongan sapi/kerbau betina produktif dan 5) pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat. Sulaiman et al, (2017) menambahkan bahwa ruang lingkup upaya khusus sapi induk wajib bunting ini meliputi: a. Operasionalisasi Upsus Siwab; b. Tata cara pertanggung jawaban keuangan; c. Pengendali internal sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan. Biaya operasional petugas dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan inseminasi buatan (IB) ditanggung oleh pemerintah sebesar Rp 50.000; per pelayanan, pemeriksaan kebuntingan (PKB) sebesar Rp 30.000; per pelayanan sehingga peternak mendapatkan layanan gratis. Adapun ketentuan IB yang digratiskan adalah IB pertama dan kedua, sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Nomor: 315/Kpts/PK.210/F/01/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi Dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2018.

37

2.3.13. iSIKHNAS (integrasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional) Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang terpilih di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 yang di umumkan melalui Istana Negara pada Rabu 23 Oktober 2019 menegaskan akan melakukan perbaikan masalah data pada Kementerian Pertanian. Data adalah kekuatan utama membangun ketahanan pangan kedepan. Data pangan yang harus seragam, persoalan data harus diselesaikan, dan data harus bersumber dari satu pintu melalui lembaga resmi yang diamanatkan oleh undang-undang, yaitu BPS (Bibit, 2019). Selama ini jarak dan waktu menjadi kendala penyebab pengumpulan informasi kegiatan peternakan kurang tersampaikan dengan cepat ke semua pengguna dan pengambil kebijakan di tingkat daerah maupun nasional. Alur penyampaian laporan yang panjang dan rumit dimulai dari format laporan lapangan atau puskeswan yang di print-out ke Kabupaten/Kota dikirim via pos maupun faksimili ke provinsi dan pusat. Laporan yang disampaikan secara cetak ini rentan terjadi penumpukan laporan di tingkat kabupaten maupun pusat, untuk bisa dianalisa memerlukan peng-input-an ulang data ke komputer. Laporan harus ditunjang dengan konsistensi pengisian sesuai pedoman form sejak awal yang juga memerlukan waktu lama serta butuh tenaga dan pikiran (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Timur, 2014). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengembangkan sistem iSIKHNAS (integrasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional) melalui kerjasama dengan Australia melalui program kemitraan Australia-Indonesia untuk Penyakit Hewan Menular atau Australia Indonesia partnership for emerging infectious desease/AIP-EID (Troboslivestock, 2015). iSIKHNAS merupakan singkatan dari integrated Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional merupakan salah satu sistem pengumpulan informasi elektronik kegiatan Peternakan dan kesehatan hewan di lapangan, yang paling canggih dan menyeluruh di dunia (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lombok Timur, 2018). iSIKHNAS merupakan sistem informasi kesehatan hewan terbaik di Asia yang diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (OIE) serta berpotensi untuk dapat dikembangkan di negara lain (Setiawan, 2018).

38

Petugas inseminator, PKB dan ATR melaporkan kegiatan secara real time melalui sms gateway ke stakeholder terutama laporan jumlah sapi yang telah IB, jumlah sapi yang bunting serta kelahiran pedet hasil IB menggunakan aplikasi yaitu Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terintegrasi (iSIKHNAS). Semua data akan terintegrasi dalam satu wadah dan tersimpan secara nasional dalam satu server yang mampu menampung informasi dari semua lini di daerah dan dapat diakses on-line dengan membuka web iSIKHNAS melalui semua komputer/laptop/smartphone yang mendukung jaringan komunikasi dan internet. Data dan informasi tersebut selanjutnya dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan masing-masing Kabupaten/-Kota/Provinsi dan Pusat, baik untuk perencanaan maupun pengambilan kebijakan (Ditjen PKH, 20191). Hartawan et al. (2018) menyebutkan bahwa salah satu manfaat penggunaan iSIKHNAS sebagai tool pelaporan kegiatan Upsus Siwab adalah terbukanya akses informasi secara online kepada seluruh pihak terkait dalam program tersebut. 2.3.14. Program Sikomandan (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri) Kelanjutan Upsus Siwab untuk peningkatan populasi dan produktivitas kembali di luncurkan program SIKOMANDAN, singkatan dari program Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri. Sikomandan menjadi program kerja andalan di era Kabinet Indonesia Maju dalam rangka pemenuhan kecukupan protein hewani dan memenuhi kebutuhan produk hewan dalam negeri, melalui produksi sapi dan kerbau sebagai komoditas andalan dalam negeri. Mewujudkan kecukupan protein hewani tersebut, sebagai landasan dalam pelaksanaannya telah diterbitkan Permentan Nomor 17 Tahun 2020 tentang Peningkatan Produksi Sapi dan Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Dinas peternakan dan perikanan, 2020). Pertambangan emas yang sedang berjalan di Tapanuli Selatan saat ini menjadi peluang untuk dilakukannya transformasi usaha peternakan sapi yang semula umum di padukan dengan pertanian dan perkebunan menjadi integrasi sapi dan pertambangan emas menuju pembangunan yang berkelanjutan. Subsektor peternakan sapi dapat membantu pelestarian lingkungan hidup karena menjadi salah satu mata rantai dalam siklus daur ulang. Meningkatkan kesuburan tanah dan mereklamasi lahan pertambangan melalui pupuk kandang yang dihasilkannya. Pasal 26 Permentan Nomor 48 tahun 2016 menyatakan untuk mendukung UPSUS

39

SIWAB diperlukan pakan yang aman, berkualitas, cukup, dan berkelanjutan melalui penguatan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat. Kegiatan utama program Sikomandan dalam upaya peningkatan populasi Sapi dan Kerbau adalah pelayanan inseminasi buatan (IB) dan pemeriksaan kebuntingan (PKB) gratis, pemenuhan pakan berkualitas. Namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh peternak untuk mengakses IB gratis, sama seperti dengan UPSUS SIWAB, IB yang digratiskan adalah IB pertama dan kedua, dengan catatan ketersediaan straw (bibit ternak). Berdasarkan surat Edaran Nomor: 31005/RC.120/F/01/2020 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tentang Pelakasanaan Kegiatan dan Anggaran Tahun 2020, dukungan biaya operasional kepada petugas dalam melaksanakan pelayan IB adalah Rp 30.000, per pelayanan. Pelayan PKB Rp 30.000, per pelayanan dan pelaporan kelahiran Rp 20.000, setiap pelaporan. Optimalisasi Reproduksi merupakan program nasional untuk ketahanan pangan yang harus dijalankan oleh seluruh instansi pemerintah terkait pusat maupun daerah untuk menterjemahkan, merumuskan dan mengimplementasikan strategi dan upaya untuk mensukseskan program tersebut.

2.3.15. Program Asuransi Usaha Ternak Sapi Kerbau (AUTS/K) Resiko utama dalam usaha peternakan adalah ketidakpastian harga, kehilangan dan penyakit. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan & Pemberdayaan Petani, dalam rangka memitigasi resiko usaha peternakan, pemerintah telah memfasilitasi asuransi ternak sapi (ATS). Izin produk ATS dikeluarkan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nomor S-578/NB.11/2013. Mulai tahun 2013 peternak dan pelaku usaha peternakan sapi telah memanfaatkan asuransi ternak sapi secara swadaya. Selanjutnya, sejalan dengan Nawa Cita untuk mencapai kedaulatan pangan terutama kecukupan kebutuhan protein hewani asal ternak strategis sapi dan kerbau. Sejak tahun 2016 Kementerian pertanian memfasilitasi bantuan premi asuransi usaha ternak sapi (AUTS). Program ini mengacu kepada Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 56/Kpts/SR.230.B/06/2016 tentang pedoman bantuan premi AUTS. Melihat potensi ternak kerbau sebagi penghasil daging, pemerintah menyertakan ternak kerbau dalam proteksi asuransi sehingga program menjadi

40

asuransi usaha ternak sapi-kerbau (AUTSK). AUTSK dilaksanakan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama-sama dengan Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota di daerah-daerah. Pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota berperan dalam pembinaan dan pendampingan secara teknis. Pembinaan dan pendampingan ini antara lain dengan fasilitasi kemudahan pendaftaran untuk menjadi peserta, kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi, sosialisasi program asuransi terhadap peternak dan perusahaan asuransi (Kementerian Pertanian, 2018). Pada tahun 2017, beberapa provinsi sentra ternak kerbau mengusulkan untuk memperluas cakupan AUTS untuk ternak kerbau, sehingga mulai tahun 2018 akan difasilitasi Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau (AUTSK). Manfaat yang diharapkan dari fasilitasi AUTSK ini adalah: a) Memberikan ketentraman dan ketenangan sehingga peternak dapat memusatkan perhatian pada pengelolaan usaha dengan lebih baik; b) pengalihan resiko dengan membayar premi yang relatif kecil peternak dapat memindahkan ketidak-pastian resiko kerugian yang nilainya besar; c) Memberikan jaminan perlindungan dari risiko kematian dan kehilangan sapi dan kerbau yang dialami peternak sehingga dapat mengatasi sebagian kerugian usaha; dan d) Meningkatkan kredibilitas peserta asuransi terhadap aksesibilitas pembiayaan. Pada awalnya petugas lapangan menjalankan program ini secara manual, data di input pada form kertas. Selanjutnya pada tahun 2018 mulai diperkenalkan pengimputan data melalui aplikasi Sistim Informasi Asuransi Pertanian (SIAP). Aplikasi Siap adalah aplikasi yang digunakan untuk melakukan proses digital pendaftaran peserta hingga penerbitan polis, penetapan Daftar Peserta Definitif (DPD), pemantauan (monitoring) realisasi serapan bantuan premi dan pelayanan klaim (Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2020). Tahun 2021 kembali diluncurkan aplikasi berbasis mobile apps untuk melengkapi aplikasi Siap yaitu Aplikasi Proteksi Pertanian (PROTAN). Protan adalah aplikasi yang digunakan untuk melakukan pelaporan klaim hingga penyelesaian klaim (Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2021). Kementerian Pertanian (2018), menyatakan bahwa diharapkan dengan manfaat

41

dari asuransi usaha ternak sapi kerbau ini dapat mendukung upaya percepatan peningkatan populasi ternak dan peningkatan produksi daging sapi untuk menekan impor. 2.3.15.1. Kriteria. Kriteria peternak sapi atau kerbau yang mendapat bantuan premi asuransi: 1. Peternak sapi yang melakukan usaha pembibitan dan/atau pembiakan; 2. Sapi dalam kondisi sehat, minimal berumur 1 (satu) tahun dan masih produktif; dan 3. Peternak sapi skala usaha kecil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2016). 2.3.15.2. Persyaratan. 1) Sapi memiliki penandaan/identitas yang jelas (micro-chip, eartag atau lainnya); 2) Peternak sapi bersedia membayar premi swadaya sebesar 20% dari nilai premi; 3. Peternak sapi bersedia memenuhi persyaratan dan ketentuan polis asuransi (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2017). 2.3.15.3. Pertanggungan. 1. Resiko yang dijamin: a) sapi atau kerbau mati karena beranak; b) sapi atau kerbau mati karena penyakit (anthrax, brucellosis dll); c) sapi atau kerbau mati karena kecelakaan; d) sapi atau kerbau hilang karena kecurian (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2020). 2. Ganti rugi dapat diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dengan ketentuan: a) Terjadi kematian atas ternak sapi kerbau yang diasuransikan; b) Terjadi kehilangan atas ternak sapi/kerbau yang diasuransikan; dan c) Kematian dan kehilangan ternak sapi kerbau terjadi dalam jangka waktu pertanggungan. 3. Harga Pertanggungan merupakan harga nominal perolehan sapi kerbau tanpa penambahan biaya lain yang disepakati oleh tertanggung dan penanggung. Harga pertanggungan seluruhnya (total sums insured) merupakan penjumlahan harga pertanggungan seluruh sapi kerbau. Harga Pertanggungan merupakan jumlah maksimum ganti rugi senilai Rp. 10.000.000. 4. Premi asuransi untuk sapi kerbau sebesar 2% dari harga pertanggungan senilai Rp. 10.000.000,- per ekor, yaitu Rp.200.000,- per ekor per tahun. Besaran bantuan premi dari pemerintah sebesar 80% atau Rp.160.000,- per ekor per

42

tahun dan sisanya swadaya peternak sebesar 20% atau Rp. 40.000,- per ekor per tahun. 5. Jangka Waktu Pertanggungan asuransi untuk sapi kerbau selama 1 (satu) tahun dimulai sejak melakukan pembayaran premi asuransi kepada PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) yang menjadi kewajiban peternak. Dengan adanya Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) tersebut, peternak yang mengalami kerugian dalam usaha ternaknya akan mendapat ganti rugi asuransi. Dana penggantian tersebut dapat menjadi modal untuk melanjutkan usahanya (Sulaiman et al, 2017).

2.4. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Menurut Rangkuti dan Freddy (2008), strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Learned et al. (1965) mengemukakan bahwa strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Suatu kawasan strategis adalah suatu kawasan ekonomi yang secara potensial memiliki efek ganda (multiplier effect) yang signifikan secara lintas sektoral, lintas spasial (lintas wilayah) dan lintas pelaku. Perkembangan wilayah strategis memiliki efek sentrifugal karena dapat menggerakkan secara efektif perkembangan ekonomi sektor-sektor lainnya, perkembangan wilayah disekitarnya serta kemampuan menggerakkan ekonomi masyarakat secara luas, dalam arti tidak terbatas ekonomi masyarakat kelas-kelas tertentu saja. Strategi pembangunan Kecamatan Batang Toru berbasis kekayaan alam yang dimilikinya dengan memperkaya rantai produksi untuk menaikan nilai tambah. Penetapan kawasan pembangunan usaha peternakan sapi potong di lahan revegetasi, lahan bekas tambang di Kecamatan Batang Toru mengacu kepada ketentuan dan dokumen perencanaan daerah yaitu RPJMD dan RTRW. Strategi pemanfaatan lahan revegetasi tambang atau lahan pasca tambang di Kecamatan Batang Toru khususnya dan Kabupaten Tapanuli Selatan umumnya berdasarkan peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki. Strategi yang dipilih adalah membangun sektor-sektor lain dalam rangka penyediaan HMT dan membangun kemitraan dengan swasta (perusahaan tambang). Kecamatan Batang Toru merupakan daerah fungsional atau nodal yang merupakan bagian administratif dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan potensi

43

dan kondisi wilayah yang dimilikinya, Kecamatan Batang Toru berpotensi sebagai penghasil daging sapi untuk memenuhi kebutuhan seluruh wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pembangunan peternakan sapi potong di Batang Toru sesuai dengan karakteristik wilayah yang dimilikinya. Langkah pengembangan usaha peternakan sapi potong ini juga sejalan dengan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang (RTRW) dan pengendalian pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 5 tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017-2037. Pada pasal 35, ayat 9 telah ditetapkan kawasan budidaya peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf d terdiri atas: ternak besar yang dikelola oleh rakyat dengan jenis hewan sapi potong, sapi perah dan kerbau meliputi: 1) Kecamatan Batang Toru, 2) Kecamatan Muara Batang Toru, 3) Kecamatan Angkola Sangkunur, 4) Kecamatan Angkola Selatan, 5) Kecamatan Angkola Timur, 6) Kecamatan Aek Bilah, 7) Kecamatan Saipar Dolok Hole, 8) Kecamatan Sipirok, 9) Kecamatan Arse, l0) Kecamatan Marancar, 11) Kecamatan Batang Angkola dan l2) Sayur Matinggi. Dalam dokumen Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Periode 2014-2018) Kabupaten Tapanuli Selatan, usaha peternakan sapi mendapat perhatian untuk dikembangkan. Dokumen ini memberikan arah dan pedoman penyelenggaraan teknis pembangunan untuk masa 5 (lima) tahun. Kawasan yang ditetapkan untuk pengembangan jenis ternak besar (sapi dan kerbau) potensial adalah: Kecamatan Batang Toru, Muara Batang Toru, Angkola Sangkunur, Angkola Selatan, Angkola Timur, Aek Bilah, Saipar Dolok Hole, Sipirok, Arse dan Marancar (Direktorat Jenderal Cipta Karya2, 2021). Poin penting perencanaan pembangunan Tapanuli Selatan adalah dirumuskannya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017-2037. Rumusan RT/RW ini sebagai upaya pemerintah daerah untuk menata pembangunan dari sisi spasial. Salah satu kebijakan dan strategi penataan ruang Tapanuli Selatan adalah: peningkatan produktifitas pertanian dan sumberdaya alam yang berkelanjutan berbasis komoditas unggulan. Keterkaitan dari strategi ini dengan peternakan adalah mengintensifkan pengelolaan kawasan perkebunan

44

dan peternakan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan (Bappeda, 2020). Penataan ruang kawasan peternakan secara khusus perlu disusun berdasarkan potensi daya dukung lahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ternak, akses ke tempat pemasaran serta sarana dan prasarana yang menunjang usaha di bidang peternakan. Dengan demikian diharapkan kegiatan dibidang peternakan dapat berjalan dengan aman dan lancar serta mampu menghasilkan produksi yang optimal dari segi kualitas maupun kuantitas (Bappeda, 2020). Strategi pembangunan peternakan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru dengan memanfaatkan lahan bekas tambang emas martabe dilakukan untuk mengatasi penyusutan lahan dan menghindari persaingan lahan dengan kegiatan pertanian. Menurut Nugraha (2020), Introduksi ternak sapi di lahan revegetasi, lahan reklamasi perusahaan tambang memiliki keunggulan komparatif. Kebutuhan dasar ternak sapi maupun budidaya ternak sapi diarea ini dapat dipenuhi, seperti: tersedianya fasilitas sarana dan prasarana pada areal lahan bekas tambang yaitu akses jalan, transportasi, sumber air bersih, komunikasi, listrik, tersedianya modal atau pembiayaan baik dari CSR maupun operasional departemen lingkungan hidup, serta sumberdaya manusia dapat mengefisiensikan pembiayaan dan akan mampu mendorong daya saing peternakan. Pemilihan rencana pengembangan usaha peternakan sapi potong dilahan bekas tambang emas martabe berdasarkan karakteristik daerah, kondisi daerah yang merupakan daerah basis, ketersediaan SDM dan SDA, ketersediaan infrastruktur, dll. Sesuai dengan arahan Ditjen PKH (2016) bahwa untuk menentukan lokasi prioritas akan digunakan beberapa kriteria yang mencerminkan kedudukan basis atau potensi suatu lokasi yang dicirikan dari ketersediaan biomassa pakan, populasi, produksi, infrastruktur/kelembagaan, rumah tangga peternak, status penyakit, ketersediaan masterplan dan rencana aksi. Dengan ditetapkannya lahan revegetasi/bekas tambang emas martabe PTAR ini sebagai lokasi pengembangan kawasan peternakan sapi potong diharapkan pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan dapat efisien dan efektif guna mendorong usaha ternak ke arah bisnis.

45

Gambar 2. Area dataran rendah kawasan camp permata kawasan pusat manajemen tampak dari arah pintu masuk kawasan tambang, sumber: PT. Agincourt Resources (2019).

Lahan revegetasi dan lahan pasca tambang emas martabe merupakan lahan yang belum stabil dan belum tertata dengan baik, untuk memanfaatkannya menjadi lahan penggembalaan atau kebun rumput HMT masih mengandalkan perusahaan sebagai pemilik Izin Usaha Penambangan. Supaya proses introduksi peternakan sapi potong diwilayah ini berjalan dengan baik, maka penyediaan pakan terutama hijauan makanan ternak penting untuk menjadi perhatian. Dengan sistem peternakan sapi potong terpadu akan membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Rencana lokasi kandang induk, dara dan anak dan kandang gembala adalah menggunakan lahan yang ada di pinggir camp permata kawasan pusat manjemen atau sopo nauli sedangkan ketersedian hijauan makanan ternak diperoleh dari lahan revegetasi. Posisi lokasi kandang berada di depan dan arah samping sopo nauli, berdekatan dengan kantor sopo nauli garis hijau terlihat pada Gambar 3.

46

Gambar 3. Peta area tambang martabe PTAR tampak keseluruhan dataran tinggi (lokasi tambang), dataran rendah (bangunan pendukung) Sumber: Aplikasi Pemetaan Arcgis 2020.

PT. Agincourt Resouces (2019) menyatakan bahwa departemen lingkungan melaksanakan pemulihan lingkungan dengan cara merehabilitasi area yang terganggu menjadi hutan tropis yang serupa dengan hutan sekitarnya. Perusahaan telah membangun nursey untuk pembibitan tanaman yang berada di infrastruktur dataran rendah (lowlands infrastructure) di area tambang. Bibit tanaman kayu yang dikembangkan antara lain simarbaliding, hapinis, tambiski, laban, dan hapas-hapas. Pembibitan juga dilakukan pada tanaman jenis buah- buahan lokal, seperti jambu hutan, nangka hutan, durian, dan jottik-jottik. Selain itu, dilakukan pembibitan tanaman non-lokal, yang sudah ditanam di lokasi reklamasi, yaitu sengon, merbau, trembesi, gmelina, dan lamtoro. Kegiatan rehabilitasi dengan penanaman pohon menjadi potensi baru untuk sumber pakan ternak sapi yang akan di kembangkan di area revegetasi atau lahan bekas tambang. Hal ini dikarenakan produk hijauan antar tanaman (HAT) atau rumput yang tumbuh di sela pohon revegetasi berupa rumput yang sengaja ditanam atau liar berupa semak dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak sapi.

47

2.5. Kultur dan Budaya Kultur dan budaya masyarakat Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan yang mayoritas beragama Islam juga turut mempengaruhi tingginya kebutuhan daging sapi. Menurut Harahap (2020), bahwa penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan bersuku dan berkebudayaan adat istiadat, yakni Angkola Sipirok dan Mandailing. Kondisi ini berpengaruh terhadap konsumsi daging sapi terutama di hari besar keagamaan terutama hari raya qurban. Menurut Nurmi (2015) berqurban adalah wujud ketaatan dan peribadatan seorang muslim karena seluruh sisi kehidupan seorang muslim bisa menjadi manifestasi sikap. Kegiatan ibadah qurban sangat erat hubungannya dengan peternakan karena menggunakan hewan ternak seperti kambing domba, sapi, unta dan kerbau untuk disembelih. Sapi merupakan ternak yang halal penghasil bahan makanan berupa daging, sesuai dengan pendapat Fajrina (2020) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya semua bahan makan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahan makanan yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah. Halal dan haram dalam islam adalah bagian dari hukum syara’ yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk mengkonsumsi makanan atau minuman yang halal dan sebisa mungkin thayyib (baik dan menyehatkan), sebaliknya umat muslim dilarang mengkonsumsi baik makanan ataupun minuman yang haram (Mayasari, 2007) dalam Pratama et al. (2016). Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan daerah dengan penduduk mayoritas muslim, lebih kurang 92,57% penduduknya menganut agama Islam, 0,35% Katolik, 6.90% Protestan dan selebihnya penganut Budha dan Hindu Dharma (Harahap, 2020). Sehingga pada hari raya keagamaan (qurban, dll), upacara keagamaan (aqiqah, dll) sudah umum dilaksanakan dengan menggunakan ternak sapi. Pada prosesi adat baik berupa pesta suka / duka, selain kerbau tidak jarang menggunakan sapi untuk memenuhi syarat ataupun memenuhi kebutuhan daging untuk dikonsumsi selama prosesi berlangsung.

48

2.6. Penelitian Terdahulu Strategi pembangunan peternakan di Kabupaten Tapanuli Selatan memerlukan perencanaan yang matang dan tepat, sehingga ruang yang diperuntukkan untuk kegiatan peternakan tidak bersaing dengan kegiatan lain dan tidak saling mengganggu antara peternakan itu sendiri dengan lingkungan di sekitarnya. Cita-cita untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia tahun 2045 yang bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka akan terwujud apabila tersedia sumber daya lahan yang cukup memadai. Terdapat tiga kunci utama untuk mewujudkan lumbung pangan dunia yaitu: (1) mempertahankan lahan pertanian eksisting agar tidak terkonversi, (2) penyediaan lahan perluasan baru, dan (3) inovasi teknologi maju untuk intensifikasi. Adapun penelitian terdahulu mengenai intesifikasi penggunaan lahan marginal bekas tambang yang telah diteliti oleh beberapa kalangan, diantaranya adalah sebagai sebagai berikut: Harmini (2019), dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Tanaman Pakan Ternak di Lahan Bekas Tambang Batubara dalam Mendukung Usaha Peternakan dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa: Lahan bekas tambang batubara dapat digunakan sebagai lahan untuk pengembangan tanaman pakan ternak setelah dilakukan reklamasi dan rehabilitasi. Tanaman pakan ternak relatif dapat beradaptasi dengan baik di lahan bekas tambang terutama lahan bekas tambang batubara. Hijauan pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak adalah tanaman pakan yang mempunyai mekanisme fitostabilisasi dan fitodegradasi. Asmarhansyah (2017) dengan judul makalah Inovasi Teknologi untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Bekas Tambang Timah diketahui bahwa: Kabupaten Bangka Tengah telah mengelola sumberdaya ternak sapi di lahan bekas tambang timah sejak 2015 karena memilik prospek yang baik. Melalui implementasi inovasi teknologi, lahan tambang timah dapat dijadikan sebagai alternatif lahan untuk budidaya hijauan pakan ternak. Kotoran ternak yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik untuk budidaya tanaman pertanian lainnya. Ariansyah (2016) yang meneliti tentang Potensi pengembangan usaha peternakan terpadu di atas lahan bekas tambang pada PT. Kaltim Prima Coal (KPC) Kutai Timur” dari penelitian diketahui bahwa: Program Peternakan Sapi

49

Terpadu (PESAT) adalah sebuah model peternakan sapi terpadu di lahan bekas tambang yang merupakan salah satu program pemanfaatan lahan bekas tambang dari PT Kaltim Prima Coal (KPC). Peternakan sapi berdiri di atas 22 hektar lahan bekas tambang, memiliki 10 kandang sapi yang terbuat dari kayu ulin dengan umur ekonomis kandang diperkirakan hingga 30 tahun dengan kapasitas daya tampung 110 ekor. Luas padang rumut gembala 14 Ha dan kebun rumput 2 Ha. Bangunan kandang menjadi pemenang The Fifth Asean Best Practice Competition For Energy Efficient Building Asean Energy Award 2011 untuk kategori bangunan tropis. Bangunan pendukung lainnya terdiri dari bangunan pengolahan pupuk padat, digester untuk biogas, kandang isolasi, gudang pakan dan gudang peralatan. Keberadaan PESAT dimaksimalkan dengan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat sebagai pelaku usaha peternakan. Peningkatan kapasitas tersebut dalam bentuk pelatihan terstruktur selama enam bulan kepada masyarakat yang ingin bergerak di usaha peternakan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa konsep program PESAT yang memanfaatkan lahan bekas tambang dengan mengintegrasikan berbagai bidang di sektor peternakan, pertanian dan tanaman hutan memiliki potensi besar untuk dilaksanakan oleh banyak perusahaan tambang di Indonesia. Azri (2016), melakukan penelitian tentang Pengaruh Pupuk Hayati Dan Pupuk Organik Terhadap Produktivitas Tanaman Jagung Pada Lahan Bekas Tambang Bouksit didapatkan hasil bahwa: (1) Kesuburan tanah lokasi pengkajian memiliki pH tanah masam dengan kandungan C-org, hara N,P,K,Ca, dan Mg dari sangat rendah sampai sedang, sedangkan kandungan logam berat (Pb,Cu, Cd, Hg, As, Mn, Fe dan Co) tergolong rendah kecuali Zn. (2) Pemberian pupuk hayati Bio P 2000 Z, pupuk kandang dan bio urine berbeda nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jagung. (3) Pupuk kandang menghasilkan produktivitas jagung terbaik (3.16 ton/ha, diikuti pupuk hayati (2.92/ton/ha). Purwantari (2007) dalam makalahnya yang berjudul Reklamasi Area Tailing Di Pertambangan Dengan Tanaman Pakan Ternak; Mungkinkah? Didapatkan kesimpulan bahwa: tanaman pakan ternak salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai fitoremediator untuk lokasi area tailing. paspalum notatum, vetiveria zizonoides, cynodon dactylon, leucaena

50

leucocephala, merupakan beberapa jenis tanaman pakan ternak yang dapat digunakan untuk fitoremediasi area tailing.

2.7. Kerangka Berfikir Beberapa hal yang mendasari penelitian ini adalah: a) kelestarian alam ekosistim Batang Toru yang merupakan habitat Orangutan Sumatera. Jenis fauna keturunan langsung dari nenek moyang orangutan yang bermigrasi dari Dataran Asia pada masa Pleistosen (+ 3.4 juta tahun silam) yang hanya hidup di Indonesia khususnya sumatera ini sudah dikategorikan terancam punah dan dilindungi oleh perundangan nasional maupun konvensi global. Orangutan Sumatera telah didaftar dalam Red List of Threatened Species (IUCN, 2004) sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global (Critically Endangered). b) pemenuhan kebutuhan daging masyarakat, mengurangi impor menuju swasembada. c) Permasalahan alih fungsi lahan/penciutan/penyusutan untuk pertanian-peternakan. d) martabe gold mining goes green sesuai dengan komitmen PTAR yang sering di publikasikan yaitu kepatuhan terhadap semua peraturan lingkungan yang berlaku sehingga atas prestasinya mendapat perusahaan mendapat penghargaan Proper BIRU.

1. MARTABE GOLD MINING GOES GREEN 2. PEMENUHAN KEBUTUHAN DAGING 3. ALIH FUNGSI LAHAN / PENCIUTAN / PENYUSUTAN LAHAN UNTUK PERTANIAN - PETERNAKAN

PEMERINTAH PENDAPATAN/PAD: MENGHASILKAN KEBIJAKAN: EMAS DAN PERAK 1. KONTRAK KARYA 2. Undang-undang No. 32 tahun TAMBANG EMAS MARTABE 2009 tentang Perlindungan dan PT.AGINCOURT RESOURCES Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi LAHAN DEPARTEMEN LINGKUNGAN / dan Pasca tambang.

RUSAK COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) 4. SIKOMANDAN, Permentan Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Peningkatan Produksi Sapi Dan Kerbau Komoditas Andalan INTEGRASI TERNAK SAPI DAN TAMBANG Negeri.

PUPUK KANDANG BIOGAS LAPANGAN PEKERJAAN AGRO WISATA KETERANGAN: Pemberdaayaan Masyarakat 4 KONSEP: CAMP MASYARAKAT 1. PENELITIAN Berjalan Saat PERMATA, LINGKAR 2. EDUKASI Tambang Beroperasi CAMP TAMBANG 3. REKREASI PELANGI 4. HOBI DAN Berjalan Saat OLAHRAGA Tambang Ditutup

Gambar 4. Kerangka berfikir.

51

Sektor pertambangan merupakan sektor strategis bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sesuai dengan pendapat Hutasuhut (2018) yang menyatakan bahwa keberadaan tambang emas martabe PTAR di Batang Toru berkontribusi positif terhadap PAD Kabupaten Tapanuli Selatan. Pemerintah melalui penerbitan izin kontrak karya menjadi alas hak perusahaan pertambangan dalam melaksanakan kegiatannya. Akan tetapi kegiatan pertambangan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan. Melalui penjelasan deskriptif dapat dilihat potensi sapi potong yang terintegrasi dengan lahan revegetasi dan bekas tambangan emas martabe. Dengan menggunakan analisis SWOT dapat dibuat langkah-langkah atau arahan untuk menentukan strategi model pengembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Tapanuli Selatan. Skema kerangka pemikiran secara sederhana ditampilkan pada Gambar 4 di atas. Reklamasi merupakan salah satu cara untuk menanggulangi kerusakan lingkungan akibat penambangan tersebut. Menurut UU No. 4 Tahun 2009, defenisi reklamasi adalah: kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Dalam UU No.4 Tahun 2009 juga dijelaskan bahwa pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal diseluruh wilayah penambangan. Dampak lingkungan kegiatan pertambangan antara lain: penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinyaa erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta perubahan iklim mikro. Melalui introduksi peternakan sapi dilahan revegetasi permasalahan kerusakan lingkungan dapat diatasi melalui pupuk kandang dan organik yang dihasilkan. Keberadaan peternakan sapi dengan konsep pusat pelatihan dan pusat percontohan akan meningkatkan kapasitas dan keterampilan masyarakat sebagai pelaku usaha peternakan di Batang Toru khususnya dan Tapanuli Selatan umumnya.

52

Disamping itu, usaha peternakan sapi dilingkungan bekas tambang setelah semua operasional tambang berhenti akan dapat memicu berkembangnya pembangunan peternakan ke arah Agrowisata. Pengembangan ini dapat juga menciptakan efek berganda lainnya seperti: peluang sebagai sumber baru Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tiket/insert masuk kawasan agrowisata, terciptanya lapangan kerja baru, tercapainya program pemerintah bidang ketahanan pangan khususnya daging sapi, dihasilkannya biogas, kerusakan lingkungan dapat diatasi melalui pupuk kandang yang dihasilkan. Menurut Erningsih (2009) menyampaikan bahwa lahan bekas tambang tidak selalu dikembalikan ke peruntukan semula. Hal ini tergantung pada penetapan tata guna lahan wilayah tersebut. Pekembangan suatu wilayah menghendaki ketersediaan lahan baru yang dapat dipergunakan untuk pengembangan pemukiman atau kota. Lahan bekas tambang bauksit sebagai salah satu contoh, telah diperuntukkan bagi pengembangan kota Tanjungpinang.

53

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara Purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa, saat ini Kecamatan Batang Toru merupakan satu-satunya kecamatan tempat PTAR melaksanakan kegiatan pertambangan emas-perak. Pengambilan data lapangan rencana dilakukan selama lebih kurang 3 (tiga) bulan, mulai dari April 2021 s/d Juni 2021.

3.2. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode survey yang dilakukan dalam 3 tahap: Tahap pertama, melakukan identifikasi dan analisis potensi pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru; Tahap ke dua, analisis usaha ternak sapi di wilayah sentra pengembangan; dan Tahap ke tiga, merumuskan strategi pengembangan usaha ternak sapi di Kecamatan Batang Toru.

3.2.1. Tahap Satu; Identifikasi dan Analisis Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Batang Toru Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru. Pengambilan data dilapangan dilakukan selama lebih kurang (30) hari, data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari BPS, Dinas Pertanian, BAPPEDA Kabupaten Tapanuli Selatan, PTAR, PTPN-III Kebun Hapesong, Kebun Batang Toru dan Instansi terkait lainnya.

3.2.1.1. Variabel Penelitian; Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Keadaan umum wilayah yang terdiri dari; luas wilayah, letak geografis, topografi dan jenis tanah, penggunaan lahan pertanian, iklim dan curah hujan. 2. Mata pencaharian masyarakat 3. Visi misi pembangunan peternakan. 4. Kelembagaan dan fasilitas pendukung pengembangan usaha ternak sapi 5. Program pengembangan ternak sapi yang telah dilakukan oleh pemerintah

54

6. Populasi ternak sapi dan ruminansia dalam satuan ternak (ST) di Kecamatan Batang Toru. 7. Populasi penduduk (orang) dimasing-masing wilayah Kecamatan . 8. Kontribusi lahan Kecamatan dalam menghasilkan hijauan berdasarkan luas tanam. 9. Kontribusi Kecamatan dalam menghasilkan limbah berdasarkan luas panen

3.2.1.2. Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan terhadap Kondisi umum wilayah, mata pencaharian utama penduduk, kelembagaan dan faslitas pendukung, program pengembangan yang telah dilakukan disajikan dalam tabel, gambar dan grafik dan dibandingkan dengan teori dan literatur yang menunjang penelitian ini.

2. Analisis Location Quation (LQ) Analisis LQ digunakan untuk mengetahui wilayah sentra ternak sapi potong yang ada di Kecamatan Batang Toru. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut:

푣푖/푣푡 퐿푄 = 푉푖/푉푡

Keterangan: vi = Populasi sapi pada Kecamatan di Kecamatan Batang Toru vt = Populasi penduduk pada Kecamatan Batang Toru Vi = Populasi sapi di Kecamatan Batang Toru Vt = Populasi penduduk di Kecamatan Batang Toru Menentukan komoditas wilayah apakah termasuk sektor basis atau non basis, antara lain sebagai berikut: • Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari 1 (>1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Potensi peternakan tersebut tidak hanya dapat dikembangkan untuk kebutuhan di daerah itu sendiri melainkan juga dapat memenuhi di daerah sekitarnya.

55

• Apabila LQ suatu sektor bernilai sama dengan 1 (=1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Potensinya hanya dapat untuk memenuhi daerahnya sendiri tanpa memenuhi daerah di sekitarnya. • Apabila LQ suatu sektor bernilai kurang dari 1 (<1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Daerah ini bukan merupakan potensi peternakan yang bagus untuk dikembangkan.

3. Analisis Daya Tampung Wilayah

Analasis kesesuaian lokasi dilakukan dengan melihat kapasitas tampung wilayah pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru. Untuk itu digunakan perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi (KPPTS) merujuk pada metode Nell dan Rollison (1974) dalam Arfa’i (2009), yang menghitung kapasitas tampung ternak ruminansia.

1) PMSL = X (3,75) + Y

2,3

Keterangan : PMSL: Potensi maksimum (dalam satuan ternak = ST) berdasarkan sumber daya lahan X : Kontribusi lahan pertanian dalam menghasilkan hijauan (Ha) Y : Kontribusi lahan dalam menghasilkan limbah berdasarkan luas panen (ton BK//Th) 3,75 : Produksi hijauan dalam 1 Ha luas lahan (ton BK/Th) 2,3 : Kebutuhan pakan untuk 1 ST (ton BK/Th)

2) KPPTR (SL) = PMSL – POPRIL

Keterangan : KPPTR : Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (ST) PMSL : Potensi maksimum (ST) sumberdaya lahan yang tersedia POPRIL : Populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu.

3.2.2. Tahap Dua; Analisis Usaha Ternak Sapi di Wilayah Sentra Penelitian bertujuan menganalisis usaha ternak sapi yang dilakukan peternak di wilayah sentra ternak sapi di Kecamatan Batang Toru. Berdasarkan hasil penelitian tahap satu ditetapkan lokasi sampel pengembangan ternak sapi

56

potong untuk digunakan pada penelitian tahap dua. Penetapan lokasi dilakukan secara purposive berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain : a. Hasil penelitian tahap satu, akan didapatkan wilayah sentra pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru. b. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). c. Kebijakan penyebaran/pengembangan ternak sapi yang dilakukan oleh Peme- rintah Daerah. Pengambilan data lapangan dilakukan selama lebih kurang (30) hari di wilayah sentra ternak sapi di Kecamatan Batang Toru. Metode yang digunakan adalah survei melalui wawancara dan observasi kelokasi penelitian. Wawancara dilakukan dengan responden dan observasi langsung ke lokasi pemeliharaan ternak sapi berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.2.2.1. Responden Penelitian Populasi dalam penelitian ini seluruh peternak yang memelihara ternak sapi di wilayah sentra (berdasarkan wilayah sentra pada penelitian tahap satu). Jumlah responden ditetapkan menggunakan rumus slovin dari jumlah populasi yang ada di wilayah sentra.

푁 푛 = 1 + 푁(푒)2 Dimana: N = Jumlah Peternak / Populasi n = Jumlah Sampel / jumlah responden e = Batas Error yang ditolerir (10%)

Dimana semakin kecil toleransi kesalahan maka semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Populasi yang menjadi sampel penelitian berasal dari peternak yang di ambil di Kecamatan Batang Toru. Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru adalah 58, sehingga diperoleh jumlah sampel 37 peternak melalui rumus slovin : 58 푛 = = 37 peternak (0,01%) 1+58(0,1)2

57

Berikut pada tabel 7 adalah jumlah peternak sapi potong dan jumlah sampel penelitian yang termasuk dalam desa lingkar tambang atau directly affected villages (DAVs) Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan: Tabel 7. Rincian Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru Rincian Jumlah No Desa/Kelurahan Amdal PTAR Jumlah % sampel Peternak 1 Batu Hula Lingkar Tambang 15 25,86 15 2 Sumuran Lingkar Tambang 6 10,34 6 3 Kelurahan Aek Pining Lingkar Tambang 9 15,51 9 4 Napa Lingkar Tambang 2 3,48 2 5 Telo Lingkar Tambang - - - 6 Kelurahan Wek I Lingkar Tambang - - - 7 Kelurahan Wek II Lingkar Tambang - - - 8 Wek III Lingkar Tambang - - - 9 Wek IV Lingkar Tambang - - - 10 Hapesong Baru Lingkar Tambang - - - 11 Sipenggeng Lingkar Tambang - - - 12 Kelurahan Lingkar Tambang 5 8,62 5 Perk.Batang Toru 13 Hapesong Lama Non Lingkar Tambang 2 3,44 - 14 Perk.Hapesong Non Lingkar Tambang - - - 15 Padang Lancat Non Lingkar Tambang - - - 16 Hutabaru Non Lingkar Tambang - - - 17 Sigala-gala Non Lingkar Tambang 19 32,75 - 18 Sianggunan Non Lingkar Tambang - - - 19 Huta Godang Non Lingkar Tambang - - - 20 Garoga Non Lingkar Tambang - - - 21 Batu Horing Non Lingkar Tambang - - - 22 Aek Ngadol Nauli Non Lingkar Tambang - - - 23 Sisipa Non Lingkar Tambang - - - Jumlah 58 100 37 Sumber: Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan diolah dari data primer 2020. Populasi penelitian ini adalah sejumlah peternak sapi potong yang ada di Kecamatan Batang Toru yang termasuk dalam desa/kelurahan lingkar tambang dengan jumlah 37 peternak. Kecamatan Batang Toru merupakan daerah basis peternakan sapi potong yang juga merupakan wilayah kerja perusahaan perkebunan PTPN III serta perusahaan tambang emas martabe PTAR.

3.2.2.2. Variabel Penelitian Variabel yang diamati meliputi : 1. Karakteristik peternak terdiri atas: umur, tingkat pendidikan, pekerjaan utama, jumlah anggota keluarga, jumlah ternak dipelihara, pengalaman beternak.

58

2. Motivasi dan Prilaku peternak. Motivasi terdiri dari tujuan dan alasan mela- kukan usaha ternak sapi potong, dan prilaku peternak berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan melaku-kan usaha ternak sapi potong. 3. Tenaga kerja yang tersedia ditingkat peternak. 4. Aspek teknis dan pemasaran usaha ternak sapi yang terdiri dari bibit yang dipelihara, pakan, tatalaksana pemeliharaan, pencegahan/pengobatan penyakit, dan pemasaran. 5. Produktivitas ternak sapi yang dipelihara (tingkat kelahiran dan kematian).

3.2.2.3. Analisis Data 1) Analisis Deskriptif Data karakteristik peternak, aspek teknis usaha ternak sapi, dan tenaga kerja yang tersedia dianalisis secara deskriptif. Ketersediaan tenaga kerja berdasarkan Rumah Tangga Peternak (RTP) usaha ternak sapi dan kemampuan untuk memelihara ternak sapi (TKSP/TH), satu Tenaga Kerja Setara Pria (TKSP) setara dengan satu orang pria dewasa yang bekerja selama 8 (delapan) jam per hari. Satu orang tenaga kerja wanita dewasa setara dengan 0,8 TKSP, dan satu orang tenaga kerja anak-anak setara dengan 0,5 TKSP 2) Uji Mann-Whitney dan Kruskal Wallis Untuk mengetahui gambaran tentang motivasi, dan prilaku peternak digunakan uji Mann-Whitney dan Kruskal Wallis (Siegel, 1997). Motivasi beternak beternak sapi dinilai berdasarkan skor dari jawaban responden terhadap 25 pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Kisaran total skor antara 25 sampai 50 (masing-masing jawaban mempunyai nilai 2 untuk jawaban ya, dan 1 untuk jawaban tidak). Total skor antara 41-50 menunjukkan motivasi yang kuat, 34-40 menunjukkan motivasi cukup, kurang atau sama dengan 33 menunjukkan motivasi kurang dalam pengembangan usaha ternak sapi. 3) Produktivitas ternak sapi potong Analisis terhadap produktivitas ternak sapi menggunakan analisis angka kelahiran dan angka kematian. Angka Kelahiran (%) = Jumlah ternak yang lahir x 100 Jumlah induk betina Angka Kematian (%) = Jumlah ternak yang mati x 100 Jumlah ternak yang ada

59

3.2.3. Tahap Tiga; Merumuskan Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Batang Toru Penelitian bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan ternak sapi dimasa datang. Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian tahap I dan II, dan pengumpulan data dilapangan berlangsung selama (30) hari. Penelitian menggunakan metode survey dan observasi menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.

3.2.3.1. Responden Penelitian Responden pada penelitian ini berupa pihak yang terkait dalam pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru. Ditetapkan responden sebanyak 5 responden yang terdiri dari: Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, dari Perguruan Tinggi (Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan) dan Kepala sub Bagian Umum Bappeda Kabupaten Tapanuli Selatan, Anggota kelompok tani; Kepala BPP. 3.2.3.2. Analisis Data Data dianalisis menggunakan analisis SWOT terhadap faktor internal dan eksternal yang dilanjutkan dengan analisis QSPM untuk menentukan strategi prioritas pengembangan ternak sapi. 1) Analisis Faktor Internal Analisis faktor internal dilakukan untuk mengidentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan yang ditemui dalam pengembangan ternak sapi potong. Faktor tersebut dievaluasi menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) menurut David (2002). a. Menentukan faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses). b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pem bobot adalah: 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal. c. Memberikan skala rating 1 sampai 4 pada setiap faktor, untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemah-

60

an kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4). Pemberian peringkat didasarkan atas kondisi atau keadaan pengembangan ternak sapi Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan. d. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang. e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjuk- kan bahwa kondisi internal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi internal yang sangat baik, rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil dari pada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi internal selama ini masih lemah, sedangkan nilai lebih besar dari 2,5 menunjukkan kondisi internal kuat.

2) Analisis Faktor Eksternal Analisis faktor eksternal (External Factor Evaluation) digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor sebagai berikut: (1) lingkungan makro yang terdiri dari kebijakan pemerintah, ekonomi sosial dan teknologi, (2) lingkungan mikro yang terdiri dari pesaing, kreditur, pelanggan, kondisi pasar, tenaga kerja, bahan baku produksi, serta (3) lingkungan usaha berupa hambatan usaha, kekuatan pembeli, dan adanya produk substitusi.

3) Analisis SWOT (SWOT analysis) Analisis SWOT menurut Bradfod et al. (2005) merupakan analisis yang digunakan untuk melakukan auditing agribisnis wilayah dengan menggunakan 2 buah faktor penilaian yakni internal dan external agribisnis. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan alternatif strategi pengembangan ternak sapi yang merupakan lanjutan dari analisis IFE dan EFE. Perumusan alternatif strategi dilakukan dengan menggabungkan antara dua faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman), sehingga dihasilkan ; (a) strategi S-O menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, (b) strategi W-O mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang, (c) strategi S-T menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman dan (d) strategi W-T mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman. Rangkuti, Freddy (2009) menyatakan SWOT merupakan singkatan dari: S adalah Strength (kekuatan), W adalah Weaknesses (kelemahan), O adalah Opportunities (peluang), dan T adalah Threats (hambatan).

61

1. Strenght/Kekuatan (S) Adalah suatu kondisi internal yang menjadi pendo- rong keberhasilan meraih posisi unggul dari suatu organisasi atau perusahaan dalam menghadapi persaingan. Yang harus di lakukan dalam analisis ini adalah setiap organisasi atau perusahaan harus bisa menilai kekuatan- kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para pesaingnya. 2. Weaknesses/Kelemahan (W) Adalah suatu kondisi internal yang mengham- bat keberhasilan dari suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuannya. Weaknesses merupakan sebuah cara untuk menganalisis kelemahan sebuah organisasi ataupun perusahaan yang menjadi kendala serius dalam kemajuan suatu organisasi atau perusahaan. Misalnya jika perusahaan tersebut terdapat kendala dalam pemasaran yang kurang baik, maka perusahaan harus meneliti kekurangan-kekurangan yang di miliki yang berhubungan dengan sektor pemasaran. 3. Opportunity/Peluang (O) Adalah suatu kondisi eksternal yang menjadi pendorong keberhasilan dari suatu organisasi atau perusahaan dan dapat memberikan peluang berkembangnya organisasi dimasa depan. Opportunity adalah sebuah alat analisa yang gunanya untuk mencari sebuah peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang. 4. Threats/Ancaman (T) Adalah suatu kondisi eksternal yang menghambat keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi atau perusahaan. Threat adalah sebuah alat analisa yang digunakan untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pada suatu perusahaan atau organisasi yang dapat menyebabkan kemunduran. Jika tidak segera di atasi, maka ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu usaha yang bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT seperti yang terlihat pada Gambar 5.

62

Faktor Internal Kekuatan ( Strengths) Kelemahan Tentukan 5-10 (Weaknesses) faktorfaktor kekuatan Tentukan 5-10 faktor- internal faktor kelemahan internal Faktor External

Peluang Strategi S-O: Strategi W-O: (Opportunities) Menggunakan kekuatan Menggunakan kelemahan Tentukan 5-10 internal perusahaan untuk internal perusahaan untuk faktorfaktor peluang meraih keuntungan dari meraih keuntungan dari eksternal peluang eksternal peluang eksternal Ancaman Strategi S-T: Strategi W-T: (Threats) Menggunakan kekuatan Menggunakan taktik Tentukan 5-10 internal perusahaan untuk bertahan untuk faktorfaktor ancaman menghindari / mengurangi kelemahan eksternal mengurangi pengaruh internal perusahaan dan dari ancaman eksternal menghindari ancaman lingkungan Gambar 5. Matrik SWOT (Rangkuty, Freddy 2009)

4) Analisis Quantitative Strategic Planning Matrik (QSPM) Untuk merumuskan strategi dari beberapa alternatif strategi pengem- bangan ternak sapi dimasa datang digunakan analisis QSPM. QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan strategi lainnya, QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik (David, 2002). Menurut David (2002) Adapun langkah-langkah pengembangan QSPM ialah sebagai berikut : a. Langkah 1 Membuat daftar peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan kelemahan internal kunci perusahaan pada kolom kiri dalam QSPM. Informasi ini harus diambil secara langsung dari Matriks EFE dan IFE. Minimum sepuluh faktor keberhasilan kunci eksternal dan sepuluh faktor keberhasilan kunci internal harus dimasukkan dalam QSPM. b. Langkah 2 Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal. Bobot ini identik dengan yang ada pada Matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam kolom persis di samping kanan faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal.

63

c. Langkah 3 Evaluasi matriks Tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-strategi ini pada baris atas dari QSPM. Kelompokkan strategi ke dalam set yang independen jika memungkinkan. d. Langkah 4 Tentukan nilai daya tarik AS (Attractiveness Scores) didefinisikan sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik AS ditentukan dengan mengevaluasi masingmasing faktor internal atau eksternal kunci, satu pada suatu saat tertentu, dan mengajukan pertanyaan. e. Langkah 5 Hitung total nilai daya tarik. Total nilai daya tarik (TAS) didefinisikan sebagai produk dari pengalian bobot (Langkah 2) dengan Nilai Daya Tarik (Langkah 4) dalam masing-masing baris. Total Nilai Daya Tarik mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi, dengan hanya memper-timbangkan pengaruh faktor keberhasilan kunci internal atau eksternal yang terdekat. f. Langkah 6 Hitung Penjumlahan total nilai daya tarik. Tambahkan total nilai daya tarik dalam masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (TAS) mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat memengaruhi keputusan strategis. Tingkat perbedaan antara penjumlahan total nilai daya tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaan relatif dari satu strategi di atas yang lainnya. Secara rinci tahapan penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 6.

64

Identifikasi dan Analisis Potensi Pengembangan Ternak Sapi

Analisis Usaha Ternak Sapi di Wilayah Sentra Analisis IFE-EFE

Analisis Matrik SWOT Alternatif Strategi Pengembangan Ternak Sapi

QSPM

Prioritas Strategi Pengembangan Ternak Sapi

Gambar 6. Tahapan Sistimatis Kegiatan Penelitian

65

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Wilayah Pengembangan Usaha Ternak Sapi di Kecamatan Batang Toru

4.1.1. Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Batang Toru berada di wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara, dengan Ibukota Kecamatan berkedudukan di Kelurahan Wek I Batang Toru, berada pada 0o 28’48’’ Lintang Utara dan 99o04’00’’ Bujur Timur. Luas wilayah administrasi 38.004,19 ha, Kecamatan Batang Toru terdiri dari 19 Desa dan 4 Kelurahan, 55 dusun dan 10 lingkungan (BPS, 2020)1. Secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara di sebelah Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah Barat, Kecamatan Angkola Sangkunur dan Kecamatan Muara Batang Toru di sebelah Selatan dan Kecamatan Angkola Timur di sebelah Timur (BPS, 2015). Letak Kecamatan Batang Toru berada di antara kota Sibolga (Ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah) dan Padangsidimpuan (Ibukota Padangsidimpun). Batang Toru merupakan salah satu kecamatan tertua di Kabupaten Tapanuli Selatan. Nama Batang Toru tertulis dalam catatan perjalanan seorang penulis buku asal Austria bernama Ida Laura Reyer Pfeiffer yang terbit di London pada tahun 1855 dan telah tayang di nationalgeographic.grid.id. Perjalanannya di Tapanuli dimulai tahun 1852, dalam tulisannya beliau menggambarkan “Batang Toro” atau Batang Toru pada saat itu merupakan daerah kaya dengan ubi dan kentang yang dibudidayakan serta ternak kerbau dan sapi dengan padang rumput yang berlimpah. Ternak sapi telah di kenal sejak lama dan pelihara masyarakat di Batang Toru juga tertulis dalam buku seorang peneliti varietas padi unggul yaitu Dr. Hadrian Siregar (Sumardi 1983). Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa angkola merupakan wilayah dengan tanahnya yang subur sangat baik untuk usaha persawahan dan perladangan sehingga mendukung ketersediaan pakan usaha peternakan sapi. Batang Toru masuk dalam wilayah angkola dengan unsur kebudayaan dan suku yang mendiami daerah ini sering disebut suku batak angkola. Wilayah angkola meliputi Sipirok, sebagian Sibolga dan Batang Toru

66

serta bagian utara Padang Lawas. Sapi dalam penyebutan bahasa batak angkola dikenal dengan penamaan “Lombu”, keberadaannya saat ini banyak dijumpai di pinggir jalan dan area perkebunan kelapa sawit rakyat maupun perkebunan milik PTPN III dari siang hingga sore hari pada proses penggembalaan untuk mencari makan. Dengan sudah dikenalnya ternak sapi sejak lama oleh masyarkat di Kecamatan Batang Toru, merupakan hal yang positif dalam upaya pengembangan usaha ternak sapi khususnya sapi potong untuk dijadikan komoditas unggulan kawasan/daerah berdasarkan karakteristik potensi yang dimilikinya. Topografi desa dan kelurahan di Kecamatan Batang Toru berada pada kondisi datar sampai hingga berbukit, dengan jarak dari desa/kelurahan ke Ibukota Kecamatan yang paling dekat adalah 0,1 dan paling jauh 9 Km. Kecamatan Batang Toru berpusat di Kelurahan Wek 1, Wek 2, Wek 3, Wek 4, yang lebih sering disebut masyarakat dengan Batang Toru. Hari pekan atau hari pasar di Kecamatan Batang Toru jatuh pada setiap hari Selasa dan Jumat, yang menjadi tempat warga Kecamatan Batang Toru berbelanja dan menjual hasil perkebunan dan hasil tangkapan dari sungai Batang Toru di Pasar Batang Toru. Di hari pekan Batang Toru, Selasa dan Jum’at akan ramai dikunjungi penjual dan pembeli dari banyak daerah bahkan dari luar Kecamatan Batang Toru. Mata pencaharian masyarakat Batang Toru umumnya adalah bertani, berkebun, kebun sawit, karet, dan salak. Sebagian masyarakat bekerja sebagai petani, pedagang, wirausaha dan wiraswasta, karyawan perkebunan, karyawan tambang martabe dan PNS. Untuk mencapai Kecamatan Batang Toru dapat ditempuh melalui jalur darat dan udara. Terdapat 7 bandara udara di sumatera utara dan yang terdekat dengan lokasi adalah bandara udara Dr. Ferdinand Lumbantobing di Kecamatan Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah dan bandara udara Aek Godang belokasi di Kabupaten Padang Lawas Utara. Kemudian dari bandara Pinangsori akan dilanjutkan perjalan darat sekitar 30 menit menuju lokasi penelitian (Batang Toru). Bandara terdekat kedua adalah Bandara Aek Godang, kemudian dari bandara Aek Godang ke lokasi penelitian (Batang Toru) akan ditempuh perjalanan darat sekitar 3 jam. Jika menggunakan transportasi darat darat dari Medan ke Batang Toru akan menghabiskan waktu 10-12 Jam. Dari kota Medan dengan

67

menggunakan kendaraan darat ada dua jalur yang bisa ditempuh menuju kecamatan Batang Toru, yaitu melalui Sipirok dan Sibolga. Kondisi daerah Kecamatan Batang Toru dengan letak geografis tersebut sangat potensial untuk dikembangkan usaha peternakan, sebagai daerah transit perdagangan karena berada pada jalur lintas Sumatera dari Medan menuju Sumatera Bagian Barat, Sumatera Bagian Selatan dan Jawa. Kondisi geografis diatas memberikan gambaran utuh tentang karakteristik wilayah dalam kaitannya dengan aspek daya saing daerah dan potensi pengembangan wilayah. Sesuai dengan arahan Rencana Strategis Pembangunan Peternakan Dan Kesehatan Hewan 2015-2019 bahwa untuk menentukan lokasi prioritas akan digunakan beberapa kriteria yang mencerminkan kedudukan basis atau potensi suatu lokasi yang dicirikan dari ketersediaan biomassa pakan, populasi, produksi, infrastruktur/ kelembagaan, rumah tangga peternak, status penyakit, ketersediaan masterplan dan rencana aksi. 4.1.2. Keadaan Alam Kontur wilayah desa atau kelurahan di Batang Toru di bedakan atas 2 jenis yaitu: datar dan berbukit. Desa Hapesong Lama berbukit, Perkebunan Hapesong datar, Desa Padang Lancat berbukit, Desa Sianggunan berbukit, Desa Hutabaru datar, Desa Sipenggeng berbukit, Desa Hapesong Baru datar, Desa Sigala-gala datar, Kelurahan Perkebunan Batang Toru datar, Desa Telo datar, Desa Wek III batang toru datar, Kelurahan Wek I datar, Kelurahan Wek II datar, Desa Wek IV Batang Toru datar, Desa Napa datar, Kelurahan Aek Pining datar, Desa Sumuran berbukit, Desa Batu Hula datar, Desa Huta Godang datar, Desa Garoga datar, Desa Batu Horing berbukit, Desa Aek Ngadol Sitinjak datar, Desa Sisipa berbukit. Jenis tanah di Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri atas 4 macam, yaitu: (regosol, litosol, organosol dan rezina) yang sangat peka terhadap erosi. Jenis tanah dengan nilai 5 dan kelas lereng lebih besar dari 15 %, memiliki curah hujan tinggi dan mampu meresapkan air ke dalam tanah, termasuk di dalamnya kawasan tanah gambut dengan ketebalan 3 m (RPIJM Cipta Karya2, 2014). Berdasarkan kemiringan lahan, Kabupaten Tapanuli Selatan secara umum dibagi dalam 4 (empat) kawasan yaitu: (1) Kawasan gunung dan perbukitan, sebagian besar adalah jalur pergunungan Bukit Barisan yang merupakan kawasan

68

hutan lindung (kemiringan diatas 40%) yang harus dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang melintas di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kawasan gunung dan perbukitan terdapat di sebagian besar Kecamatan Batang Angkola, Sipirok, Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah. (2). Kawasan bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15-40%) merupakan kawasan potensial untuk pertanian dan perkebunan rakyat meliputi Kecamatan Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Angkola Barat, Batang Toru. (3). Kawasan landai sampai bergelombang (kemiringan 2-15%) adalah kawasan pertanian dan perkebunan meliputi Kecamatan Saipar Dolok Hole dan Batang Toru. (4). Kawasan dataran (kemiringan 0-2%) sebagian besar merupakan lahan sawah, padang rumput yang potensial sebagai kawasan penggembalaan ternak yang meliputi Kecamatan Batang Angkola dan Muara Batang Toru yang sebagian wilayahnya merupakan kawasan pantai dengan garis pantai sepanjang ± 35 km yang terdapat di desa Muara Upu. Tabel 8. Luas Kecamatan Batang Toru berdasarkan Desa dan jumlah penduduk

Desa Luas Kepadatan No wilayah Penduduk (Jiwa/km2)

(km2) 1 Hapesong Lama 7,15 1.164 151,75 2 Pekebunan Hapesong 40,0 1.286 30,15 3 Padang Lancat 16,30 1.808 105,28 4 Sianggunan 6,10 1.044 157,38 5 Huta Baru 12,50 752 53,60 6 Sipenggeng 9,15 1.057 106,23 7 Hapesong Baru 10,15 2.959 280,20 8 Sigala-Gala 5,29 675 113,04 9 Kel. Perkebunan Batang Toru 44,51 1.348 28,49 10 Telo 5,35 704 112,90 11 Wek III Batang Toru 4,15 1.037 229,64 12 Kel. Wek II 3,50 1.653 446,29 13 Kel. Wek I 4,00 1.500 342,00 14 Wek IV Batang Toru 4,15 1.556 353,49 15 Napa 8,35 1.944 214,85 16 Kel. Aek Pining 9,10 3.124 315,82 17 Sumuran 10,15 1.661 149,75 18 Batu Hula 7,35 927 112,24 19 Huta Godang 10,10 2.184 198,71 20 Garoga 9,95 939 83,22 21 Batu Horing 26,59 2.239 78,22 22 Aek Ngadol Nauli 14,25 1.189 75,44 23 Sisipa 13,63 885 58,77 Jumlah 281.77 33,635 110,29 Sumber: Diolah dari Data BPS Kecamatan Batang Toru 2020.

69

Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa Kelurahan Perkebunan Batang Toru memiliki luas areal terbesar (44,51 ha) dan Kelurahan Wek II memiliki luas areal terkecil (3,50 ha). Tabel 9. Sistem penggunan lahan di Kecamatan Batang Toru No Luas Persentase Jenis Penggunaan Lahan (ha) (%) 1 Lahan Sawah - Irigasi 304,09 0,80 - Rawa 173,01 0,46 Sub total 477,1 1,25 2 Lahan Kering - Pekarangan 104,19 0,28 - Tegalan/kebun 1.157,21 3,05 - Ladang/huma 4.273,56 11,24 - Pengembalaan/Padang Rumput 8.145,16 21,43 - Hutan Negara 21.939,39 57,73 - Perkebunan 1.909,70 5,02 Sub Total 37.529,21 98,75 Jumlah 38.006,31 100,00 Sumber: Diolah dari laporan penilaian kajian keanekaragaman hayati identifikasi nkt & NKT di lanskap Tapanuli Selatan, 2020. Kawasan Hutan Menurut SK. Menhut 44/Menhut-II/2005. Kecamatan Batang Toru sebagian besar penduduknya kurang lebih sekitar 60,45 % bergerak pada sektor pertanian. Lahan produktif masih tersedia luas di daerah ini dan belum dimanfaatkan secara optimal. Sistem penggunaan lahan (Tabel 9) menunjukkan areal sawah sebesar 477,1 ha (1,25%) dan lahan kering sebesar 37.529,21 ha (98,75%). Jumlah penduduk Kecamatan Batang Toru adalah sebesar 33,635 jiwa, sebarannya penduduk, rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tangga disajikan pada Tabel 10. Sebaran penduduk menurut desa atau kelurahan pada tahun 2020 mayoritas berada di Kelurahan Aek Pining dengan jumlah sebanyak 3.124 jiwa. Kepadatan penduduk Kecamatan Batang Toru tahun 2020 mencapai 89 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang. Dari jumlah penduduk yang ada, jumlah kepala keluarga sebagai angkatan kerja sebesar 7.594 orang (BPS Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020). Penduduk Kecamatan Batang Toru dengan lapangan usaha utama yang terbesarnya adalah

70

bidang pertanian dengan persentase (60,45%) dibandingkan dengan lapangan usaha yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kondisi daerah ini sangat mendukung untuk pengembangan ternak sapi potong dimasa mendatang di Kecamatan Batang Toru. Tabel 10. Jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tangga di Kecamatan Batang Toru tahun 2019. Jumlah Rumah Rata-Rata No Desa Penduduk Tangga /RT 1 Hapesong Lama 1.164 293 3,97 2 Pekebunan Hapesong 1.286 331 3,89 3 Padang Lancat 1.808 423 4,27 4 Sianggunan 1.044 232 4,50 5 Huta Baru 752 178 4,22 6 Sipenggeng 1.057 255 4,15 7 Hapesong Baru 2.959 697 4,25 8 Sigala-Gala 675 163 4,14 9 Perkebunan Batang Toru 1.348 355 3,80 10 Telo 704 152 4,63 11 Wek III Batang Toru 1.037 227 4,57 12 Kel. Wek II 1.653 385 4,29 13 Kel. Wek I 1.500 331 4,53 14 Wek IV Batang Toru 1.556 332 4,69 15 Napa 1.944 420 4,63 16 Kel. Aek Pining 3.124 720 4,34 17 Sumuran 1.661 388 4,28 18 Batu Hula 927 186 4,98 19 Huta Godang 2.184 464 4,71 20 Garoga 939 197 4,77 21 Batu Horing 2.239 401 5,58 22 Aek Ngadol Nauli 1.189 251 4,74 23 Sisipa 885 213 4,15 Jumlah 33,635 7.594 4,43 Sumber: Diolah dari Data BPS Kecamatan Batang Toru 2020.

Dengan modal potensi penduduk yang sebagian besar bergerak di sektor pertanian dan potensi lahan kering masih luas, perhatian pembangunan wilayah Kecamatan Batang Toru harus lebih banyak terfokus kepada bidang pertanian umumnya dan peternakan khususnya. Dalam hal ini bukan tetap harus mempertahankan keberadaan bidang peternakan dengan segala ciri tradisionalnya, namun harus lebih mengarah kepada transformasi modern atau industrialisasi pertanian yang mampu memberikan nilai tambah terhadap sektor pertanian. Kajian tentang pengembangan sapi, tidak hanya dilihat dari potensi sumber pakan tapi juga dilihat dari potensi populasi penduduk sebagai sumber tenaga kerja yang akan melakukan pengembangan ternak sapi itu sendiri. Dalam hal ini,

71

sumber daya manusia yang tersedia untuk pengembangan peternakan sapi dapat dilihat dari jumlah rumah tangga peternak. Beternak sapi potong sebagai lapangan pekerjaan baru bagi kepala keluarga merupakan faktor penting dalam rumah tangga karena lapangan pekerjaan ini akan menentukan pendapatan yang diperoleh peternak untuk kelangsungan hidup rumah tangganya.

4.1.2. Perkembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Pada Tabel 11 menampilkan data populasi ternak ruminansia besar dan kecil dalam satuan ternak (ST), sapi menempati urutan pertama populasi terbanyak disusul kambing, kerbau. Kecamatan Batang Toru memiliki populasi ternak sapi yaitu sebesar 322,7 (ST) dengan populasi riil total 430,92 (ST). Kehadiran perusahaan Perkebunan PTPN III Kebun Batang Toru di kecamatan ini yang memberikan ketersedian rumput lapangan diantara batang tanaman perkebunan. Sesuai dengan pendapat Umar (2009) yang menyatakan perkebunan merupakan salah satu zona agroekologi yang sangat cocok untuk pemeliharaan ternak sapi. Pada perkebunan kelapa sawit juga terdapat potensi vegetasi rumput-rumput liar dan tanaman penggangu yang bisa dimakan oleh hewan ternak, sehingga pengendalian tanaman penggangu dapat dilakukan dengan penggembalaan ternak sapi tersebut. Rerumputan atau gulma adalah tanaman pengganggu yang dominan tumbuh di areal perkebunan kelapa sawit seperti Axonopus compresus, Ottochloa nodosa dan Paspalum conyugatum. dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak, rumput basah lapangan mengandung 23,7% bahan kering (Reksohadiprodjo, 1988 dalam Umar 2009). Tabel 11. Sebaran populasi ternak ruminansia di kecamatan di Kecamatan Batang Toru. Populasi riil Sapi Domba Kerbau Kambing ternak ruminansia No Kecamatan Potong ST ST ST ST (*0,14) (ST) pada tahun (*0,7) (*0,14) (*0,7) tertentu (POPRIL) 1 Batang Toru 322,7 0 6,3 101,92 430,92 Jumlah 322,7 0 6,3 101,92 430,92 Sumber: Diolah dari Data BPS Kecamatan Batang Toru 2020.

Kecamatan Angkola Sangkunur telah dilengkapi infrasruktur berupa puskeswan yang merupakan satu-satunya di Kabupaten Tapanuli Selatan beralamat di Desa Bandar Tarutung. Puskeswan ini juga berfungsi sebagai POS

72

IB atau ULIB (unit layanan IB) yang terdiri dari 8 orang petugas paramedik veteriner dan 3 orang petugas medik veteriner. Kondisi Kecamatan Angkola Sangkunur yang berbatasan dengan Kecamatan Batang Toru dan masih dalam wilayah kabupaten yang sama, menunjukkan bahwa daerah Angkola Sangkunur berperan dalam memberikan layanan dari fasilitas Puskeswan, POS IB atau ULIB (unit layanan IB) terhadap kecamatan terdekat. Untuk mendukung program kinerja puskeswan Angkola Sangkunur, pemerintah pusat melalui Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan juga telah mengalokasikan bantuan pusat berupa sarana dan prasarana UPSUS Siwab tahun 2019 berupa semen beku, nitrogen cair, gloves, pelastik sheath ke pos IB dan Puskeswan Kabupaten Tapanuli Selatan (Dishanpangternak Prov. Sumut, 2021). Berikut adalah hasil perhitungan basis Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan: Tabel 12. Location Quation (LQ) Kecamatan Batang Toru

Populasi Jumlah No Kecamatan Sapi LQ Penduduk (ekor) 1 Batang Toru 33.635 461 1,1981 Sumber: Diolah dari data primer 2020.

Kecamatan Batang Toru merupakan salah satu wilayah basis peternakan sapi potong yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan. Selain perkebunan rakyat, Kecamatan Batang Toru juga merupakan wilayah kerja PT Perkebunan Nusantara III. Produk hijauan antar tanaman (HAT) adalah vegetasi yang tumbuh liar dilahan perkebunan kelapa sawit, baik yang tumbuh sebagai tanaman liar atau semak dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak sapi. Tetapi beberapa program PTPN III dapat mempengaruhi populasi ternak sapi seperti: tanam ulang (replanting), tanaman konversi dan tanaman baru yang berdampak pada ketersediaan padang rumput atau penggembalaan. Peternak akan menjual ternak sapinya jika lahan perkebunan sebagai penyedia padang rumput dan penggembalaan sedang dalam masa tanam ulang (replanting), tanaman konversi dan tanaman baru.

73

BPS Kecamatan Batang Toru dan (2020), dalam publikasinya melaporkan bahwa terjadi penurunnya populasi sapi tahun 2016 ke tahun 2017 sebanyak 291 ekor. Hasil wawancara dan penelusuran dilapangan dengan petugas teknis dan peternak, salah satu penyebabnya adalah program perusahaan perkebunan PTPN III yaitu: masa tanam ulang (replanting), tanaman konversi dan tanaman baru sehingga perlu mendapat perhatian dari semua pemangku kepentingan dan stake holder. Salah satu caranya melalui pengembangan peternakan sapi lahan revegetasi tambang martebe, percepatan pengembangan peternakan sapi di 12 Desa Lingkar Tambang serta pengembangan basis peternakan sapi di Kecamatan lain di Kabupaten Tapanuli Selatan. Dampak dari semakin banyaknya pelaku peternakan sapi di Kabupaten Tapanuli Selatan, diharapkan mampu menyerap atau menampung penjualan ternak sapi akibat dari program replanting sehingga pada akhirnya sapi-sapi tersebut tetap berada dikawasan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan demikian staus Kecamatan Batang Toru sebagai daerah basis peternakan sapi dapat dipertahankan dan populasi sapi di Kabupaten Tapanuli Selatan tetap stabil (tidak fluktuatif). Harahap, Senjawati, Siti Hamidah (2018) melaporkan bahwa Luas lahan tanaman karet di PTPN III setiap tahun nya mengalami penurunan. Penurunan ini diakibatkan karena adanya tanaman ulang, tanaman konversi dan tanaman baru sejak tahun 2012. Laju pertumbuhan tanaman ulang, konversi dan tanaman baru dari tahun 2013 sampai 2014 rata-rata sebesar 6,3 % tiap tahunnya. Dinamika bisnis perusahaan yang mengkonversi tanaman karet menjadi tanaman kelapa sawit dikarenakan adanya persaingan dan daya tarik tanaman itu tersebut. Hal ini berdampak kepada populasi ternak sapi karena lahan penggembalaan berkurang selama proses replanting dan selama tanaman berumur muda. Berdasarkan data pertumbuhan populasi penduduk dan populasi sapi di Kecamatan Batang Toru (Tabel 1), tampak kenaikan populasi rata-rata dalam kurun waktu 5 tahun adalah sebesar 1,18%. Persentasi kenaikan rata-rata tersebut tidak terlalu besar, karena jumlah populasi sapi di Kecamatan ini hanya 461 ekor. Dalam rangka meningkatkan kenaikan populasi sapi di Kecamatan Batang Toru, perlu dipertimbangkan untuk menambah dan pengoptimalan tenaga teknis pelaksana program Upsus Siwab/Sikomandan yang meliputi pelayanan:

74

inseminasi buatan (IB), pemeriksaan kebuntingan (PKB), Asuransi Ternak Sapi- Kerbau (AUTS/K) dan lain-lain. Sibagariang, Lubis, Hasnudi, (2013) mengemukakan bahwa teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya pemerintah daerah Sumatera Utara untuk meningkatkan populasi dan produktivitas serta mutu genetik ternak sapi. Lubis (2010) melaporkan, bahwa jumlah tenaga pelaksana inseminasi buatan di tingkat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008 hanya 2 orang dengan target dosis 300 straw. Gultom (2016) menambahkan bahwa Pos IB atau Unit Layan IB di Tapanuli Selatan berjumlah tiga Pos IB tetapi yang aktif hanya dua Pos IB, yaitu Pos IB Angkola Timur dan Pos IB Angkola Sangkunur. Saat penelitian ini dilaksanakan (2021) jumlah Pos IB yang Aktif masih sama dengan tahun 2016, yaitu tiga Pos IB tetapi yang aktif hanya dua Pos IB, yaitu Pos IB Angkola Timur dan Pos IB Angkola Sangkunur.

4.1.3. Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong Laporan Ditjen Peternakan (1985) menjelaskan bahwa, dayadukung suatu wilayah yang diperuntukkan bagi pengembangan ternak adalah kemampuan wilayah untuk menampung sejumlah populasi ternak secara optimal. Dayadukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan lahan. Pemanfaatan lahan didasarkan pada: 1) lahan sebagai sumber pakan ternak, 2) pemanfaatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan dengan sistem pertanian, 3) hubungan antara lahan dan ternak bersifat dinamis, dan 3) semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan. Soemarwoto (1991) berpendapat bahwa dayadukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Tatakelola hewan ternak dan satwa liar merupakan asal dari konsep daya dukung lingkungan. Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) wilayah Kecamatan Batang Toru untuk mendukung pengembangan peternakan khususnya sapi adalah sebesar 45.485,71 ST. Hal ini menggambarkan bahwa Kecamatan Batang Toru memiliki potensi untuk menampung tambahan populasi ternak ruminansia karena peluang penambahan populasi ternak sapi, berdasarkan ketersediaan sumberdaya pakan yang dimiliki. Ketersediaan

75

sumberdaya pakan berasal dari kontribusi padang pengembalaan/kebun rumput, lahan marginal, lahan pertanian dan dari limbah pertanian tanaman. 4.1.4. Peternakan Sapi dan Perkebunan Kecamatan Batang Toru Pemeliharaan ternak sapi diwilayah penelitian yang juga merupakan wilayah kerja perusahaan perkebunan PTPN III yakni Kecamatan Batang Toru dan Angkola Sangkunur umumnya masih menggunakan sistem pemeliharaan semi intensif. Ternak di gembalakan secara terbatas di areal perkebunan yaitu dari siang hari hingga sore hari. Kegiatan penggembalaan berlangsung dengan memperhatikan program kerja dari perusahaan perkebunan seperti tanam baru, replanting. Wilayah tanaman muda tidak diizinkan untuk penggembalaan begitu juga wilayah yang di semprot herbisida yang membahayakan ternak sapi. Keberadaan perkebunan kelapa sawit sebagai tempat penggembalaan dan sumber pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. potensi lahan perkebunan belum dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber pakan dan tempat penggembalaan bagi ternak sapi. Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak dapat dipenuhi dengan memanfaatkan vegetasi dan hasil samping industri perkebunan kelapa sawit. Potensi pengembangan sapi di ini masih dapat ditingkatkan melalui inovasi teknologi dan implementasi integrasi tanaman dan ternak (croop livestock system), yakni melalui optimalisasi peman-faatan limbah usahatani tanaman untuk pakan dan pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk tanaman. Sistim pemeliharaan intensif hanya dilakukan oleh beberapa orang peternak dan pelaku bisnis atau toke untuk tujuan penggemukan. Tabel 13. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kecamatan Batang Toru 2020. Kapasitas Potensi Populasi riil ternak Peningkatan

Maksimum ruminansia (ST) Populasi Ternak No Kecamatan Tingkat Sumberdaya pada tahun tertentu Ruminansia

Lahan (PMSL) (POPRIL) KPPTR (ST) 1 Batang Toru 4.682,02 430,92 4.251,10 Tinggi Sumber: Diolah dari data primer 2020.

Kecamatan Batang Toru memiliki nilai kemampuan KPPTR yang cukup besar di Kabupaten Tapanuli Selatan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal, baik sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Daya tampung lahan saat

76

ini sebesar 4.682,02 ST dengan populasi ternak ruminansia riil 430,92 ST, masih tersisa dayadukung lahan sebesar 4.251,10 ST. Kedepan diharapkan dapat dikelola secara baik sehingga dapat memperlihatkan kontribusi yang signifikan baik dalam hubungan antar SDA dan SDM dalam pengembangan usaha ternak sapi. Pengembangan dan pengelolaan usaha ternak sapi dengan memperhatikan: 1) pengelolaan ternak dengan tenaga SDM terlatih yang dapat meningkatkan hasil ternak, 2) mempehatikan pemanfaatan ternak lokal sebagai salah satu sumber ternak yang dipelihara termasuk sistem pemeliharaan yang baik untuk mendapatkan produksi ternak dan mutu ternak yang baik. 3). pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan yang memerlukan pembinaan dan pelatihan SDM untuk mendapatkan sumber pakan baru disamping rumput untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dengan pakan yang tersedia dan memenuhi kebutuhan gizi dapat meningkatkan daya hidup ternak, Nilai KPPTR tinggi diatas memiliki keterpaduan strategi pengembangan kawasan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kawasan pengembangan jenis ternak besar (sapi dan kerbau) menurut dokumen perencanaan RPI2JM Kabupaten Tapanuli Selatan 2013-2018 adalah: Kecamatan Batang Toru, Muara Batang Toru, Angkola Sangkunur, Angkola Selatan, Angkola Timur, Aek Bilah, Saipar Dolok Hole, Sipirok, Arse dan Marancar. Kawasan pengembangan jenis ternak kecil (kambing dan domba) tersebar di Kecamatan Tano Tombangan Angkola, Sayurmatinggi, Batang Angkola, Angkola Timur, Angkola Selatan, Angkola Barat, Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Aek Bilah, Marancar dan Batang Toru. Sementara pengembangan kawasan ternak unggas meliputi Kecamatan Sayurmatinggi, Batang Angkola, Angkola Timur, Sipirok, Arse Angkola Barat dan Batang Toru (RPIJM2, 2014).

4.1.5. Peternakan Sapi dilahan Bekas Tambang PT Agincourt Resources Tolak ukur keberhasilan penanganan lahan pascatambang emas martabe di Kabupaten Tapanuli Tengah, Utara dan Mandailing Natal akan tercermin dari keberhasilan penanganan lahan pascatambang Kecamatan Batang Toru sebagai lokasi perdana atau lokasi awal dimulainya kegiatan penambangan. Sehingga keberhasilan program integrasi ini sangat di harapkan agar bisa dijadikan percontohan agar dapat diterapkan ke lokasi tambang selanjutnya.

77

Dalam rangka memperbaiki lahan tambang yang rusak dan menyuburkan kembali lahan tambang serta mendukung program SIKOMANDAN untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional, maka integrasi usaha ternak sapi pada lahan tambang merupakan suatu pilihan dan alternatif solusi yang layak di jalankan. Dengan dukungan berbagai faktor yang ada di Kecamatan Batang Toru khususnya dan Kabupaten Tapanuli Selatan umumnya sangat perlu diberdayakan sesuai dengan keilmuannya, agar kegiatan dan program ini dapat berjalan dengan baik dan tercapai target populasi sapi potong. Dukungan-dukungan tersebut, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, peternak, penyuluh, serta peneliti dan perguruan tinggi dapat diberdayakan (Hasan dan Baba 2014). Pada saat ini lahan yang telah tersedia seluas 23,8 ha adalah lahan revegetasi yang berasal dari beberapa lahan timbunan tanah dan lahan terganggu yang sudah tidak di perlukan lagi untuk proses penambangan sehingga dapat di reklamasi progresif melalui penanaman ulang atau revegetasi. Lahan revegetasi ini berasal dari tanah timbunan top soil yang di sebar ulang dan tanah sub soil. Berdasarkan penanganan limbah dan tatakelola sistem air tambang dan hasil penelitian tentang cemaran logam berat pada air yang di hasilkan dari proses penambangan dengan hasil masih dibawah standar yang ditetepakan, maka sejatinya lahan revegetasi saat ini aman dari paparan bahan pencemar terutama logam berat. Sedangkan untuk lahan TSF dan lahan pit (lokasi tambang) saat ini masih dipergunakan untuk kegiatan tambang sehing belum dapat di reklamasi/- revegetasi dan masih memerlukan kajian lebih lanjut terhadap terpapar atau tidaknya dari bahan pencemar terutama air asam tambang (AAT) dan logam berat. Hal ini penting mengingat proses ekstraksi emas dan perak dari bijih di Tambang Emas Martabe menghasilkan aliran limbah yang disebut tailings, yang sebagian besar terdiri dari batuan, air, kapur dan residu sianida. Sehingga TSF jika direklamasi untuk tujuan penanaman rumput hijauan makanan ternak (HMT), lahan penggembalaan atau untuk keperluan terkait peternakan sapi perlu dikaji lebih lanjut.

4.1.5.1. Lokasi Penutupan Pit Untuk Dijadikam Lahan Kebun HMT Kebutuhan pakan ternak sapi di area tambang dapat dipenuhi dengan menanam hijauan pakan ternak diantara pohon revegetasi yang ditanam tanpa

78

mengganggu tanaman pokok. Pemeliharaan ternak sapi potong di lahan revegetasi/pasca tambang emas, dalam hal penyediaan pakan hijauan, dapat dilakukan dengan cara dipotong dan dibawa ke kandang (cut and carry system) mengingat hamparan area revegetasi yang menyebar di area tambang. Kebutuhan pakan juga berasal dari rumput sela tanaman revegetasi atau hijauan antar tanaman/HAT revegetasi yang tersebar di kawasan pertambangan martabe. Saat ini total luas lahan revegetasi pada lahan tambang emas martabe PTAR yang telah ditanam dan diperbaiki adalah 23,84 hektar. Dengan adanya rencana penutupan tambang, maka selain lahan revegetasi existing 23,84 ha yang tersedia saat ini akan ada penambahan luasan lahan dari pit yang ditutup. Kemungkinan pit yang akan ditutp adalah pit purnama dan pit barani. Pada tabel 14, perhitungan luas pit purnama dan pit barani berdasarkan atas 2 simulasi perhitungan peta manual dan menggunakan aplikasi pemetaan Arcgis 2020, dengan perhitungan sebagai berikut: 1. Perhitungan manual berdasarkan peta tahun 2018. -Pit Purnama berpotensi menyumbang ketersediaan lahan seluas 4,8 ha (jika lubang tambang di jadikan danau, diperkirakan hanya dapat ditanami rumput sekitar 20% yaitu di pinggiran danau) dan 20,04 ha (jika lubang tambang di timbun kembali). - Pit Barani berpotensi menyumbang ketersediaan lahan seluas 1,64 ha (jika lubang tambang di jadikan danau, diperkirakan hanya dapat ditanami rumput sekitar 20% yaitu di pinggiran danau) dan 8,2 ha (jika lubang tambang di timbun). 2. Perhitungan menggunakan aplikasi pemetaan Arcgis 2020. -Pit Purnama berpotensi menyumbang ketersediaan lahan seluas 8,2 ha (jika lubang tambang di jadikan danau, diperkirakan hanya dapat ditanami rumput sekitar 20% yaitu di pinggiran danau) dan 41,0 ha (jika lubang tambang di timbun kembali). - Pit Barani berpotensi menyumbang ketersediaan lahan seluas 13,58 ha (jika lubang tambang di jadikan danau, diperkirakan hanya dapat ditanami rumput sekitar 20% yaitu di pinggiran danau) dan 26,90 ha (jika lubang tambang di timbun kembali).

79

Tabel 14. Daftar simulasi perhitungn luasan pit purnama dan pit barani jika rencana penutupan terealisasi. Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan Peta 2018 jika Arcgis 2020 jika No PIT Peta 2018 Aplikasi Arcgis jadi danau 20% jadi danau 20% (ha) 2020 (ha) (ha) (ha) 1 Purnama 20,04 4,80 41,0 8,2 2 Barani 8,2 1,64 26,90 13,58 Jumlah 28,24 6,44 67,9 21,78 Sumber: Diolah dari data primer.

Potensi pit purnama: Potensi pit purnama untuk menyumbangkan lahan kebun rumput HMT dengan luasan adalah sekitar 4,80 ha hingga 24,04 ha.

Gambar 7. Peta Pit Purnama tahun 2018 dengan luas 20,04 ha, koreksi tahun 2020 luas menjadi 41 ha. Peta sumber: PT. Agincourt Resources dalam Pratama (2018).

80

Adapun estimasi rincian perhitungan kasarnya berdasarkan peta situasi tahun 2018 adalah: 1. Jika jika ditimbun kembali: 107x107=11.449 x 12=240.429/10.000 = 24,04 ha. 2. Jika pit purnama dibiarkan jadi danau, estimasi 20%: 24,04:20% = 4,80 ha.

Potensi pit barani: Potensi pit barani untuk menyumbangkan lahan kebun rumput HMT dengan luasan adalah sekitar 1,64 ha hingga 8,2 ha.

Gambar 8. Peta Pit Barani tahun 2018 dengan luas 8,2 ha, koreksi tahun 2020 luas menjadi 26,90 ha. Peta sumber: PT. Agincourt Resources dalam Pratama (2018).

Adapun estimasi rincian perhitungan kasarnya berdasarkan peta situasi tahun 2018 adalah:

81

1. Jika di timbun kembali, luas: 83x83 = 6.889 x 12 = 82.668/10.000 = 8,2 ha. 2. Jika pit barani dibiarkan jadi danau, estimasi 20%: 8,2:20% = 1,64ha.

Dengan adanya rencana penutupan tambang dan diselesaikannya administrasi dan pembayaran jaminan biaya reklamasi penutupan tambang pada tahun 2014, maka rencana penutupan sudah semakin pasti. Berdasarkan peta PTAR dalam (Pratama 2018) dapat dihitung estimasi total luas pit yang kan menyumbang lahan kebun rumput hijauan makanan ternak adalah 28, 24%.

4.1.5.2. Sumber Air Dilahan Tambang PTAR Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat- sifat fisik, kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang pengelompokan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukanya. Kebutuhan air untuk peternakan sapi potong dapat menggunakan sumber air yang ada di fasilitas penunjang PTAR. Sumber air yang di gunakan pada fasilitas penunjang seperti kantor, camp adalah air tanah.

Gambar 9. Kiri peta kawasan tambang martabe PT. Agincourt Resources, sumber: Henim dan Pearce (2019). Foto lokasi bendungan tailing (TSF) dan bendungan sedimen 1-2, sumber: Henim dan Pearce (2019). Air tanah sendiri merupakan: air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah atau air yang belum muncul ke permukaan tanah. Penggunaan air untuk fasilitas penunjang di kantor PTAR mencapai

82

125.073 m3. Sedangkan penggunaan air untuk operasional pabrik yang diperoleh dari mata air mencapai 906.144 m3.

4.1.5.3. Kondisi dan Kesiapan Lahan Bekas Tambang Di kawasan pertambangan di temukan beberapa macam bentuk lahan yang yang dihasilkan dari proses penambangan, seperti: 1) lahan Timbunan. Lahan ini merupakan timbunan tanah penutup (top soil dan sub soil) atau waste dump. Tanah timbun akan diambil kembali untuk di sebar pada lahan terganggu subsoil atau lahan terganggu lainnya untuk keperluan revegetasi. 2) lahan terganggu atau yang terdampak pengupasan tanah penutup (top soil dan sub soil). 3) Lahan tailing TSF (Tailing Storage Facility). 4) lahan pit atau lokasi tambang yang membentuk lubang berukuran besar akibat dari pengerukan tanah permukaan untuk mencapai bahan galian dilapisan yang lebih dalam. Lahan pit ini sesuai dengan tujuan reklamasi harus dikembalikan seperti semula atau dilakukan pengisian kembali lubang bekas tambang (back filling). Lahan yang tersedia saat ini untuk revegetasi seluas 23,8 ha berasal dari lahan nomor 1 dan 2. Mekanismenya yaitu lahan yang sudah tidak diperlukan lagi untuk proses penambangan akan direvegetasi dengan cara mengambil tanah timbun topsoil dan subsoil (lahan 1) diambil dan menyebarkannya ke lahan terganggu (lahan 2) atau yang terdampak pengupasan tanah penutup (top soil dan sub soil). Kedua bentuk lahan ini mulai jika ditinjau dari dari proses awal terbentuknya lahan penambangan oleh PTAR merupakan lahan yang bebas dari bahan pencemar sehingga dapat dilakukan revegetasi dan dari segi keamnan dapat digunakan untuk keperluan peternakan sapi potong. Berbeda dengan bentuk lahan 3 yang berasal dari lahan tailing TSF (Tailing Storage Facility) dan bentuk lahan 4 berasal lahan pit atau lokasi tambang berupa lubang besar akibat dari pengerukan tanah. Sehingga lahan ini pada tahap awal yang perlu dilakukan analisa tanah dari kemungkinan tercemar logam berat atau air asam tambang atau bahan pencemar lainnya. Selanjutnya sebarkan tanah penutup (top soil dan sub soil) serta pemberian pupuk organik (pupuk kandang, biosolid, pupuk hijau) untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan untuk kesuburan tanah serta meningkatkan aktivitas mikroba (Purwantari 2007).

83

Sesuai dengan pendapat Licina, Aksic, Tomic, Trajkovic (2016) mengatakan lahan bekas tambang batubara dapat dimanfaatkan untuk pertanian termasuk peternakan, serta pariwisata. Lahan harus direklamasi sebelum dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pakan maupun pangan. Logam berat yang terdeteksi pada lahan bekas tambang (LBT) batubara antara lain Cr (VI), Cu, Zn, Ni, Hg, Pb (Harmini, 2019). Pada lahan pasca tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Bangka Belitung juga dilaporkan terdapat kandungan logam berat sesuai dengan penelitian Asmarhansyah (2015) melaporkan bahwa tailing bekas tambang timah di Pulau Bangka mengandung logam berat Pb dan Hg berkisar dari 1,8-9,1 ppm dan untuk Hg berkisar dari 0,002-0,135 ppm. Selanjutnya Asmarhansyah dan Subardja (2012) menyatakan bahwa kandungan logam berat (Mn, Cu, Zn, Sn dan Pb) dalam gabah padi yang ditanam dilahan bekas tambang timah di Bangka Tengah berada di bawah batas konsentrasi maksimum yang diperbolehkan untuk beras, sehingga beras masih aman untuk dikonsumsi.

4.1.5.4. Keamanan Lokasi Dari Ancaman Bahan Pencemar - Air: Air diproses dalam water polishing plant (WPP) sebelum dilepaskan untuk menghilangkan potensi kontaminan zat pencemar dalam air. Tehnik yang digunakan PTAR adalah penggunaan besi sulfat untuk menghilangkan logam, peroksida digunakan untuk menghancurkan sianida dan flokulan digunakan digunakan untuk mengendapkan padatan halus, yang kemudian dipompa kembali ke bendungan tailing (TSF). - Air Limpasan: sistem pengelolaan air tambang emas martabe yang digunakan PTAR dapat mengontrol air limpasan dari area yang terkena dampak operasional penambangan. Struktur pengalihan air berfungsi untuk mengalihkan limpasan air sehingga air limpasan tidak dapat secara langsung meninggalkan site melainkan mengalir terlebih dahulu ke TSF atau ke kolam-kolam besar pengelolaan air. Sedangkan kelebihan air sebelum dibuang dari site, terlebih dahulu dialirkan ke instalasi pengolahan air WPP untuk menghilangkan kontaminan. Pipa air bersih CWP mengalirkan air olahan yang bersih dari WPP ke sungai Batang Toru. - Tailing: PTAR memproses ekstraksi emas dari bentuk bijih (ore) menjadi lumpur halus dengan cara dihancurkan dan menggiling batu dengan

84

menambahkan air. Kemudian sianida ditambahkan untuk memisahkan bahan logam dengan partikel batu halus. Setelah emas perak didapatkan, lumpur tadi tidak memiliki nilai ekonomis dan disebut tailing. Meminimalkan potensi bahaya sianida dilakukan dengan cara detoksifikasi sebelum dilepas dari pabrik pemrosesan untuk mengurangi kandungan sianida sampai pada kadar yang aman. Sianida cepat terurai di udara terbuka yang terjadi alamiah di bendungan tailing. Semua tailing di Tambang Emas Martabe dibuang secara permanen di fasilitas penampungan tailing (TSF). - Batuan Sisa: batuan sisa yang dihasilkan di Tambang Emas Martabe berpotensi menghasilkan asam ketika terganggu oleh proses penambangan. Proses ini dikenal sebagai air asam tambang (AAT) yang muncul karena oksidasi mineral sulfida yang terkandung dalam batu dan dapat dianggap sebagai percepatan proses yang seharusnya terjadi secara alami. Hal ini dapat dikelola dengan menempatkan batuan sisa dalam struktur konstruksi tanggul TSF. Tanggul TSF merupakan struktur yang direkayasa untuk memenuhi persyaratan untuk pembuangan maupun batuan sisa. - Limbah B3. PTAR telah memiliki izin untuk fasilitas penyimpanan sementara limbah B3 sebelum di kirim ke pengolah limbah komersial berizin di luar lokasi tambang dan ke Pulau Jawa. Tahun 2018 telah di bangun gudang tambahan untuk penyimpanan sementara limbah B3 untuk mempermudah penanganan dan pengelolaan.

4.1.5.5. Keamanan Lokasi Dari Ancaman Bahaya Banjir dan Tanggul Roboh Mencegah bendungan over kapasitas, bendungan tailing dibuat memiliki kapasitas cadangan untuk mengantisipasi kemungkinan badai selama 72 jam atau terpaan hujan sebesar 468 mm. Konstruksi tanggul bendungan tailing juga di desain tahan gempa. Bendungan tailing PTAR telah di pasang peralatan elektronik untuk mendeteksi kondisi tanggul. Peralatan tersebut terdiri dari perangkat lunak yang canggih untuk memastikan bahwa desain tanggul TSF tetap aman walaupun terjadi gempa bumi yang luar biasa terjadi di lokasi.

85

4.1.5.6. Rencana Lokasi Peternakan Lokasi sangat memegang peranan penting dalam percepatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, demikian juga dengan lokasi peternakan sapi potong sebagai pusat pelatihan dan sumber penghasilan bagi masyarakat. Dasar teori pembangunan peternakan diwilayah tambang emas martabe dan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berbasis wilayah berdasarkan pada pendekatan teori lokasi. Prinsip teori ini adalah menata lokasi seluruh kegiatan ekonomi dalam suatu ruang agar seluruh ruang dapat dimanfaatkan secara optimal. Sesuai dengan pendapat Setyanto dan Bambang (2015) bahwa teori lokasi merupakan salah satu teori yang melandasi perlunya pembangunan berbasis wilayah. Landasan yang digunakan dalam teori lokasi adalah mengoptimalkan pemanfaatan ruang. Ahli ekonomi Jerman (Alfred Weber), pada tahun 1909 melakukan analisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimalisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum (Setiyanto dan Bambang, 2015).

Gambar 10. Kiri peta kawasan tambang martabe PT. Agincourt Resources Sumber: G-Resources (2010). Kanan gambar situasi dataran rendah (lowland infrastructure) dengan lingkaran kuning lokasi rencana perkandangan, sumber: Sumber: Agincourt Resources (2018).

86

Penetapan lokasi peternakan dan lokasi kandang merupakan bentuk dukungan pada pembangunan berbasis wilayah atau regional development.. Pembangunan berbasis wilayah adalah pembangunan yang bertujuan untuk mengembangkan wilayah. Pengembangan wilayah sendiri bertujuan untuk kemakmuran wilayah dengan memberdayakan seluruh potensi yang ada secara optimal dengan mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. Pembangunan wilayah Kecamatan Batang Toru sudah mendapat dukungan dari perencanaan daerah dan aspek hukum melalui RTRW Kabupaten Tapanuli Selatan. Dalam RPJMD Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tapanuli Selatan tahun 2020, Kecamatan Batang Toru di tetapkan sebagai kawasan sentra peternakan ternak besar. Pembangunan wilayah Batang Toru juga untuk mengurangi tekanan terhadap perluasan Kecamatan Sipirok sebagai Ibu Kota Kabupaten Tapanuli Selatan. Rencana pembangunan usaha peternakan sapi potong diharapkan dapat segera di laksanakan karena lahan sumber pakan yang berasal dari lahan reklamasi yang udah di tanam kembali atau revegetasi. Pendirian lokasi perkandangan disarankan berada di sekitar area pelangi camp, permata camp (area dataran rendah) dengan gambaran lokasi seperti yang terlihat pada Gambar 5. Pemilihan lokasi peternakan di sekitar camp ini bertujuan agar setiap orang yang berkunjung ke tambang martabe dapat melihat program tambang terpadu dan berkelanjutan yaitu “martabe gold mining goes green” melalui introduksi ternak sapi potong karena berada pada pintu masuk dan untuk dan memudahkan petugas melaksanakan tatalaksana peternakan. Pendirian kandang dengan memperhatikan jarak dari terdekat yang di izinkan ke pemukiman (pelangi camp, permata camp) dan perkantoran. Selain itu, pemilihan lokasi ini mempertimbangkan faktor keamanan seperti: 1) potensi kehilangan / kecurian. 2) bahaya banjir jika terjadi hal terburuk seperti banjir karena tanggul bendungan tailing roboh dengan sendirinya atau karena bencana alam (gempa). 3) menjauhkan kandang dari potensi cemaran logam berat dan resapan air asam tailing ke sumber air baku kandang atau

87

peternakan. Jarak kandang ke Pit Purnama/Barani sekitar 3 km jika di ukur melalui rute jalan angkut (haul road) menggunakan aplikasi pemetaan Arcgis 2020. 4) menjauhkan peternakan dari ganguan kebisingan akibat aktifitas tambang dan proses peledakan batuan. 5) menjauhkan peternakan dari potensi cemaran udara dari debu proses peledakan batuan. Dengan model pembangunan usaha peternakan yang terpadu dengan tambang apat dipastian akan memiliki daya tarik tersendiri, menjadi ciri khas dan ke unggulan tersendiri bahkan berpeluang menjadi percontohan kawasan tambang dengan konsep ramah lingkungan yang berkelanjutan.

4.1.5.7. Lokasi Kandang Rencana pendirian kadang berada pada legenda warna hijau, pemilihan lokasi bertujuan: 1. Untuk memudahkan petugas teknis peternakan menjangkau lokasi kandang. 2. Memudahkan dalam menjalankan tatakelola kandang. 3. Lokasi ini berjarak antara lokasi kandang ke pit purnama atau pit barani 3 km, jarak ini di ukur melalaui rute jalan angkut (haul road) dengan aplikasi Arcgis 2020. Diperkirakan sudah cukup untuk menghindari debu peledakan dan gangguan kebisingan akibat suara ledakan. 4. Lokasi ini berada dekat dengan pusat administrasi PTAR, dapat berfungsi sebagai ‘mini zoo’. 5. Menumbuhkan minat setiap tamu yang datang berkunjung karena melihat introduksi sapi di kawasan tambang. Lokasi pendirian kandang seperti terlihat pada Gambar 11 dibawah ini.

88

Gambar 11. Peta kawasan tambang martabe PT. Agincourt Resources Sumber: Aplikasi Pemetaan Arcgis 2020 (2021).

4.1.5.8. Introduksi Ternak Sapi, Pengadaan Ternak Sapi Berdasarkan hal diatas, salah satu potensi lahan yang berada Kabupaten Tapanuli Selatan untuk pengembangan peternakan saat ini adalah lahan reklamasi yang sudah di revegetasi di kawasan tambang emas martabe PT. Agincourt Resources. Sedangkan lahan reklamasi pasca tambang emas pada lokasi penelitian diperkirakan tersedia dalam 5 tahun kedepan. Lahan reklamasi yang sudah direvegetasi adalah 23,8 ha dari total 479 ha tapak aktif kegiatan pertambangan ditambah lagi potensi ketersedian lahan dari rencana penutupan pit purnama/barani. Kegiatan pengadaan bibit sapi, dapat dipertimbangkan pengadaan yang berasal dari UPT Pemerintah. Bibit yang dihasilkan dan diedarkan berasal dari bibit unggul yang telah tersertifikasi dan kesehatannya terjaga selama proses pembesaran. UPT Pemerintah yang terdekat dari Batang Toru dan menyediakan bibit sapi jenis simmental, limousin adalah: BPTU HPT Padang Mengatas, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Balai Pembibitan Ternak Unggul- Hijauan Pakan Ternak (BPTU HPT) Sembawa, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan menyediakan sapi jenis PO dan Brahman. BPTU Siborong-Borong Sumatera Utara fokus pengembangan kerbau dan babi.

89

Tabel 15. Daftar anggaran biaya pengadaan bibit ternak sapi unggul melalui UPT Pemerintah. Jantan/ Umur Harga No Jenis Satuan Betina (Bulan) (Rp) 1 Sapi Bali Jantan 18-24 9.000.000; Per ekor Betina 18-24 6.000.000; Per ekor 2 Sapi Simental Murni Jantan 12-18 18.000.000; Per ekor Betina 12-18 17.000.000; Per ekor 3 Sapi Limousin Murni Jantan 12-18 18.000.000; Per ekor Betina 12-18 17.000.000; Per ekor 4 Sapi Pernakan Ongole Jantan 12-18 16.000.000 Per ekor Betina 12-18 15.000.000 Per ekor 5 Sapi Brahman Jantan 12-18 16.000.000 Per ekor Betina 12-18 15.000.000 Per ekor Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2016

Sumber daya peternakan, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi. Ternak sapi yang umum dibudidayakan di Indonesia terdiri dari bangsa sapi lokal tropis, bangsa sapi sub tropis dan bangsa sapi hasil persilangan subtropis dengan sapi lokal. Contoh sapi tropis lokal adalah seperti sapi Bali, sapi Aceh, sapi Madura, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Sumba Ongole (SO), sedangkan sapi subtropis seperti bangsa sapi Brahman, Limosin, Simental, Angus, dan Brangus (Umar, 2009). Begitu pula di daerah penelitian, sapi sudah dikenal luas oleh masyarkat dan telah banyak dipelihara peternak. Sapi PO dan sapi simmental merupakan jenis sapi yang umum dijumpai di daerah penelitian, sedangkan sapi bali dan jenis lainnya masih jarang di jumpai.

4.1.5.9. Tanaman Pakan Ternak Sapi Potong Budidaya sapi pada hakekatnya dapat dilakukan pada semua lahan yang termasuk dalam zona agroekologi. Lahan rehabilitasi yang dikerjakan oleh PTAR merupakan salah satu zona agroekologi. Diharapkan dengan keberadaan ternak ruminansia khususnya sapi sangat strategis sebagai komponen dalam pengembangan kawasan karena ternak sapi selain berfungsi sebagai ternak pedaging dan susu juga dapat dimanfaatkan tenaganya, disamping sebagai sumber pupuk organik. Pemeliharaan ternak sapi sangat mudah karena hampir 100% sumber pakannya bersumber dari rerumputan. Hijauan merupakan sumber pakan

90

utama bagi ternak ruminansia, baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksinya. Hijauan memiliki peranan yang sangat penting, karena mengan-dung za-zat yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. menyatakan bahwa hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang mengandung nutrien seperti protein, lemak, serat, vitamin dan mineral. Tanaman pakan ternak yang banyak digunakan adalah rumput dan leguminosa. Beberapa tanaman pakan ternak yang dapat digunakan untuk reklamasi tailing (TSF) antara lain tanaman leguminosa pohon seperti Turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium), rumput Bahia (Paspalum spp), rumput vetiver (Vetiveria zizonoides), rumput bermuda (Cynodon dactylon). Rumput- rumput tersebut mempunyai sifat fitoekstraksi atau fitostabilisasi terhadap logam berat yang ada di tanah (tailing).

4.1.6. Sistem Kelembagaan, Sarana dan Prasarana Dalam Pengembangan Ternak Sapi di Kecamatan Batang Toru Kelembagaan sangat penting dalam kegiatan usahatani termasuk sektor peternakan, karena kelembagaan dapat mendorong berjalannya usaha peternakan sapi potong. Lembaga pendukung usaha-tani ternak yang berkembang di kabupaten Tapanuli Selatan adalah disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Kelembagaan, sarana dan prasarana dalam pengembangan ternak sapi potong di 12 desa lingkar tambang directly affected villages (DAVs).

Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total -Pos IB - - - - 1 - - 1 ------Puskeswan ------1 ------Petugas IB - - - 1 ------BPP - - - 1 ------1 -Pasar Ternak ------Kelompok Tani 5 9 2 3 3 1 1 1 4 7 4 - 40 -Lembaga - - - - - 4 ------4 Keuangan -Program 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Pemerintah Sumber: Data iSIKHNAS, Simluhtan 2021, BPS Kecamatan Batang Toru 2017 dan diolah dari data primer 2021.

Keterangan: 1. Batuhula 5. Telo 9. Kel. Wek IV 2. Sumuran 6. Kel. Wek I 10.Hapesong Baru 3. Kel. Aek Pining 7. Kel. Wek II Program pemerintah 1*Upsus 4. Napa 8. Kel. We III Siwab

91

Usaha peternakan tidak mungkin berjalan sendiri tanpa dukungan instansi pelaku atau pendukung perbibitan. Secara kelembagaan, dampak dari pelaksanaan program kawin suntik (IB) dan program UPSUS SIWAB atau SIKOMANDAN saat ini di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan adalah adanya bantuan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan peternakan sapi. Hal ini menjadi tantangan untuk di benahi pada masa yang akan datang melalui sosialisasi dan pengenalan program oleh petugas teknis yang handal.

4.1.7. Kelompok Tani Membangun pertanian pada dasarnya sama halnya ketika kita membangun sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan pertanian khususnya peternakan sangat ditentukan oleh kemampuan atau kapasitas sumber daya manusia yaitu peternak sebagai pelaku pembangunan. Sebagai salah satu pelaku dalam pembangunan, petani diharapkan memiliki keterampilan yang lebih dalam mengelola usaha pertaniannya. Kelompok tani merupakan salah satu bentuk organisasi yang dapat dijadikan tempat berkembangnya para petani. pengembangan Kelompok Tani diarahkan pada peningkatan kemampuan setiap Kelompok Tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan Kelompok Tani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Masa depan bangsa sangat dipengaruhi oleh tingkat kualitas sumberdaya manusia yang ditentukan dalam berbagai konsumsi pangan yang tidak lain adalah hasil dari pertanian. Selama ini mereka didekati melalui pendekatan kelompok untuk diberdayakan (Syamsu, 2011). Sehingga pertanian menjadi sebuah jalan untuk yang memiliki peran dan penentu yang sangat besar dalam menentukankeadaan bangsa. Peran Kelompok Tani (Poktan) sangat strategis sebagai wadah petani untuk melakukan hubungan atau kerjasama dengan menjalin kemitraan usaha dengan lembaga-lembaga terkait dan sebagai media dalam proses transfer teknologi dan informasi. Dilain pihak, secara internal kelompok tani sebagai wadah antar petani ataupun antar kelompok tani dalam mengembangkan usaha tani-nya (Syamsu, 2011).

92

Tabel 17. Rekap kelompok tani berdasarkan jumlah anggota kelompok Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Jumlah Jumlah No Kelompok Desa/Kelurahan Amdal PTAR Anggota Tani 1 Batu Hula Lingkar Tambang 6 228 2 Sumuran Lingkar Tambang 9 208 3 Kelurahan Aek Pining Lingkar Tambang 3 54 4 Napa Lingkar Tambang 3 91 5 Telo Lingkar Tambang 3 89 6 Kelurahan Wek I Lingkar Tambang 1 39 7 Kelurahan Wek II Lingkar Tambang 1 30 8 Wek III Lingkar Tambang 1 23 9 Wek IV Lingkar Tambang 4 126 10 Hapesong Baru Lingkar Tambang 7 217 11 Sipenggeng Lingkar Tambang 5 151 12 Kelurahan Perk.Batang Toru Lingkar Tambang 0 0 13 Hapesong Lama Non Lingkar Tambang 5 111 14 Perk.Hapesong Non Lingkar Tambang 0 0 15 Padang Lancat Non Lingkar Tambang 8 135 16 Hutabaru Non Lingkar Tambang 4 106 17 Sigala-gala Non Lingkar Tambang 0 0 18 Sianggunan Non Lingkar Tambang 2 69 19 Huta Godang Non Lingkar Tambang 9 249 20 Garoga Non Lingkar Tambang 2 65 21 Batu Horing Non Lingkar Tambang 2 50 22 Aek Ngadol Nauli Non Lingkar Tambang 5 160 23 Sisipa Non Lingkar Tambang 4 97 Jumlah 84 2298 Sumber: Website Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan) per 21- 05-2021 dan diolah dari data primer 2021. Penyempurnaan dalam pembinaan Kelompok Tani terus diupayakan hingga terbentuk suatu model pembinaan yang tepat berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor. 33/Permentan/SM.230/7/2016 Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya. Lembaga pendukung usaha-tani ternak yang berkembang di Kecamatan Batang Toru adalah :

1. Kelompok Tani Ternak. Jumlah kelompok tani di Kecamatan Batang Toru pada tahun 2021 adalah 84 kelompok. Sedangkan jumlah kelompok tani pada 12 desa lingkar tambang adalah 40 kelompok. Sebanyak 20% dari responden sudah tergabung dalam kelompok tani ternak di Kecamatan Batang Toru, sedangkan sisanya adalah peternak mandiri.

93

2. Pos Inseminasi Buatan (IB). Pos IB yang berfungsi memberikan pelayanan IB berada di desa Bandar Tarutung Kecamatan Angkola Sangkunur dengan jangkauan pelayanan hingga ke Kecamatan Batang Toru. 3. Pos Kesehatan Hewan. Pos kesehatan hewan yang memberikan pelayanan dibidang kesehatan hewan, terdapat 1 unit Desa Bandar Tarutung Kecamatan Angkola Sangkunur dimana layanannya juga menjangkau ke Kecamatan Batang Toru. 4. Balai Penyuluh Pertanian (BPP). BPP sebagai pos simpul koordinasi pelak- sanaan kegiatan pembangunan pertanian di wilayah kecamatan. Terdiri dari 1 Unit BPP yang berada di Desa Napa. Peran BPP sangat diperlukan memberikaan petunjuk arahan kepada petani baik melalui penyuluhan maupun pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani adalah bentuk memberdayakan petani untuk menjadi petani yang kuat, mandiri dansejahtera. 5. Petugas IB. Petugas pelayanan IB di kabupaten Tapanuli Selatan tersedia sebanyak 5 orang. Masing masing dibagi atas 3-4 kecamatan per orang. 6. Lembaga Keuangan Pemerintah. Lembaga keuangan pemerintah seperti Bank Sumut, BRI, BNI, BTN, Mandiri tersedia di kecamatan, sehingga peternak yang akan mengurus administarsi pinjaman usaha (KUR) harus kekantor cabang atau kantor pembantu di kecamatan terdekat. Lembaga keuangan selalu menyediakan pinjaman modal untuk usaha, dan menyalurkan dana (KUR) untuk usaha ternak. 7. Pasar Ternak. Pasar ternak milik dinas ketahanan pangan dan peternakan Provinsi Sumatera Utara sebelum Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan dahulunya tersedia, tetapi pasca pemekaran hingga saat ini belum ada pengganti. Peternak dalam memasarkan ternak umumnya memanfaatkan media sosial, melalui pedagang pengumpul (toke) serta sebagai pilihan dapat membawa ke pasar ternak di Aek Godang Kabupaten Padang Lawas Utara.

4.1.8. Infrastruktur Pembangunan infrastruktur berupa jalan penghubung sebagai akses untuk kegiatan ekonomi dan penunjang kegiatan sehari-hari masyarakat umumnya dan peternak khususnya di Kecamatan Batang Toru saat ini semakin baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang

94

dilakukan terhadap program UPSUS-SIWAB / SIKOMANDAN juga berdampak terhadap kelancaran distribusi logistik yang semakin baik. Penanggung jawab kegiatan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan kegiatan setiap tahun di evaluasi dan diperbaharui melalui surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Seperti tahun 2018, penanggung jawab kegiatan Upsus Siwab untuk Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kepala Seksi Pelayanan Teknis Balai Veteriner Medan yang ditunjuk melalui surat keputusan Ditjen PKH No: 4290/Kpts/OT.050/F/05/2018. Tersedianya Balai Inseminasi Buatan Daerah Sumatera Utara yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) mempunyai peranannya sangat diharapkan dalam mendukung program swasembada daging sapi di Sumatera Utara terutama dalam hal penyediaan dan pendistribusian semen beku sampai ke petugas inseminator secara tepat, cepat dan berkualitas. Bebarapa keuntungan dari kehadiran UPT Balai Inseminasi bagi daerah adalah: daya jangkau petugas teknis untuk mendapatkan straw bibit berkualitas semakin mudah. Jarak yang semakin dekat menyederhanakan rantai pasok pengadaan dan distribusi straw. Menjadikan fungsi kerjasama dan koordinasi dengan semua pihak terkait dalam pelaksanaan program Upsus Siwab/Sikomandan didaerah lebih praktis. Penghematan dana untuk pembelian semen beku, sebab akan lebih dekat dengan lokasi kebutuhan (transport).

4.2. Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K) Tingkat risiko usaha ternak sapi potong yang tinggi dapat menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat menjalankan usaha peternakan sapi potong. Apabila minat menjalankan usaha peternakan sapi potong rendah, maka tingkat perkembangan usaha khususnya dan populasi sapi umumnya di wilayah tertentu sulit untuk ditingkatkan. Alternatif solusi untuk menjamin rasa aman dalam beternak sapi potong adalah asuransi. Faktor yang mempengaruhi keputusan peternak sapi serta dalam program Asuransi Usaha Ternak Sapi-Kerbau adalah: 1) manfaat asuransi itu sendiri, dengan asuransi resiko kerugian dapat teralihkan dari potensi resiko yang bisa datang kapan saja. 2) biaya premi yang terjangkau, peternak tidak terlalu terbebani dengan tarif biaya premi yang harus dibayarkan. 3) mudah dan tidak ribet karena

95

proses pendaftaran dan proses klaim jika terjadi hal yang tidak di inginkan semua dikerjakan petugas. Tabel 18. Daftar kelompok tani yang terdaftar dalam program AUTSK PT. Jasindo tahun 2020. Jumlah Populasi Persen yang No Kecamatan Nama Kelompok Sapi didaftar tase

(ekor) (ekor) (%) 1 Aek Bilah - - - - 2 Angkola Barat - - - - 3 Angkola Muara Tais - - 45 - 4 Angkola Sangkunur - - 1.367 - 5 Angkola Selatan - - 309 - 6 Angkola Timur Amanah Mandiri 8 458 1,74 7 Arse - - - - 8 Batang Angkola Dame Ro, 4 98 4,08 Bobaran I 9 Batang Toru - - 461 - 10 Marancar - - 13 - 11 Muara Batang Toru - - 221 - 12 Saipar Dolok Hole - - 39 - 13 Sayur Matinggi - - 85 - 14 Sipirok Sidayang, 16 77 0,77 Marsada 15 Tano Tombangan - - 52 - Angkola Jumlah 28 3.225 0,8 Sumber: Transaksi AUTSK tahun 2020 PT. Jasindo.

Berdasarkan Tabel 17 diatas yang diambil dari portal/website PT. Jasindo tampak bahwa partisipasi peternak Kecamatan Batang Toru dalam program Asuransi tahun 2020 adalah 0%. Sedangkan untuk tingkat Kabupaten Tapanuli Selatan sangat rendah, persentasinya 0,8% dari dari jumlah sapi saat ini sapi yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah: 3.225 ekor. Masa berlaku sertifikat polis adalah 1 tahun, sedangkan semua kelompok diatas terdaftar sejak bulan Januari hingga Mei tahun 2020. Secara administrasi semua kelompok diatas saat ini sudah tidak terlindungi manfaat perlindungan asuransi karena masa berlaku sertifikat polis sudah berakhir pada Mei 2021. Update terakhir melalui website PT. Jasindo hingga saat ini belum dilakukan perpanjangan pada kelima poktan diatas dan tidak ditemukan poktan peserta asuransi dari Kecamatan Batang Toru

96

maupun Kecamatan lain dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan untuk tahun 2021. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya realisasi dan penyerapan program asuransi ini di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah: 1) rata-rata peternak tidak mengetahui program Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau di Kecamatan Batang Toru yang disebabkan kurangnya sosialisasi, promosi, informasi dan publikasi kegiatan baik melalui: media sosial (medsos), brosur, leaflet, spanduk maupun media promosi lainnya. 2) tidak tersedianya petugas (sumberdaya manusia) yang profesional khusus yang dapat melayani kebutuhan peternak terkait informasi dan layanan asuransi sehingga timbul kesan peraturan yang berubah- ubah. 3). keterbatasan peralatan (aplikator) untuk memasang eartag. 4) biaya pertanggungan/klaim terlalu kecil Rp 10.000.000,. Biaya pertanggungan hanya cukup untuk membeli sapi dara bahkan sapi lepas sapih, sehingga peternak masih menunggu beberapa bulan agar sapi siap untuk dikawinkan. Kondisi ini perlu menjadi perhatian agar pihak terkait sehingga program ini dapat membantu dan memberikan rasa aman pada peternak. Dibeberapa daerah di Indonesia, tingkat partisipasi peternak dalam program AUTS/K cukup tinggi. Hal ini terjadi berkat upaya promosi petugas teknis maupun instansi terkait melalui berbagai cara dan media seperti: 1) rapat koordinasi atau pertemuan rutin tahunan atau bulanan sesama petugas teknis (PT. Jasindo, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah) baik secara langsung maupun daring. 2) rapat koordinasi atau pertemuan rutin tahunan atau bulanan petugas teknis (PT. Jasindo, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah) dengan kelompok tani secara langsung maupun daring. 3). sosialisasi petugas teknis dengan Balai Penyuluh Pertanian atau petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL). 4) sosialisasi kegiatan melalui radio (RRI), spanduk, brosur atau media sosial. Sosialisasi melalui telepon cerdas (smart phone) untuk mengakses media sosial mampu menembus masyarakat bebagai kalangan termasuk peternak hingga ke pelosok desa. Sehingga saat ini sosialisasi melalui media sosial merupakan salah satu cara efektif menyampaikan pesan dan kegiatan tentang peternakan. Rendahnya partisipasi peternak dalam program AUTS/K karena presepsi tentang peraturan setiap tahun berubah-ubah terletak pada pertanggungan asuransi

97

atau resiko yang di jamin. Tabel 16 memperlihatkan pertanggungan atau resiko yang dijamin asuransi juknis tahun 2016 sampai 2019 adalah sama, selanjutnya tahun 2020 pertanggungan atau resiko yang dijamin asuransi lebih dipertegas dan diperjelas jenis-jenis penyakit apa saja yang masuk dalam pertanggungan. Juknis asuransi tahun 2016-2019 adalah masa-masa awal diluncurkannya program AUTS/K yang memberikan perlindungan yang lebih luas. Dalam pandangan peternak, semua program asuransi adalah sama dan pengurusannya sangat sulit terutama dalam penyelesaian klaim, sehingga pada awal-awal diluncurkannya program AUTS/K diberikan perlindungan yang luas yang bertujuannya untuk menarik minat peternak. Tabel 19. Perubahan butir-butir pertanggungan atau resiko yang dijamin asuransi.

Petunjuk Teknis Tahun Pertanggungan Asuransi/Resiko yang dijamin

- KEPMENTAN RI 2016 mati karena penyakit; mati karena kecelakaan; sapi NOMOR: mati karena beranak; sapi hilang karena kecurian. 56/Kpts/SR.230/B/06/2016 - KEPMENTAN RI 2017 mati karena penyakit; mati karena kecelakaan; sapi NOMOR: mati karena beranak; sapi hilang karena kecurian. 02/Kpts/SR.220/B/01/2017 - KEPMENTAN RI 2018 mati karena penyakit; mati karena kecelakaan; sapi NOMOR: mati karena beranak; sapi hilang karena kecurian. 18/Kpts/PK.240/B/12/2017 - KEPMENTAN RI 2019 mati karena penyakit; mati karena kecelakaan; sapi NOMOR: mati karena beranak; sapi hilang karena kecurian. 31/Kpts/SR.210/B/12/2018 - KEPMENTAN RI Sapi/kerbau mati karena beranak; Sapi/kerbau mati NOMOR: karena penyakit: anthrax, brucellosis (brucella 01/Kpts/SR.230/B/01/2020 2020 abortus), hemorrhagic septicaemia, bovine

tuberculosis, paratuberculosis, campylobacteriosis,

brucellosis (brucella suis), jembrana, surra, cysticercosis, PMK, Q Fever, bovine ephemeral fever dan bovine viral diarhea, sapi/kerbau mati karena kecelakaan; sapi/kerbau hilang karena kecurian.

- KEPMENTAN RI 2021 Sapi/kerbau mati karena beranak; Sapi/kerbau mati NOMOR : karena penyakit : Anthrax, Brucellosis, hemorrhagic 02/Kpts/SR.230/B/01/2021 Septicaemia /Septicaemia Epizootica, Infectious Bovine Rhinotracheitis, Bovine tuberculosis, Paratuberculosis, Campylobacteriosis, Penyakit Jembrana, Surra, Cysticercosis, PMK dan Q Fever, Bovine Ephemeral Fever dan Bovine Viral Diarhea, Timpani / Bloat, Distochia; Sapi/kerbau mati karena kecelakaan; Sapi/kerbau hilang karena kecurian. Sumber: Diolah dari Data Primer Juknis AUTS/K 2016-2021.

98

Masa-masa awal diluncurkannya program Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau ini merupakan tahap sosialisasi untuk menarik minat dan partisipasi peternak dalam mengikuti program ini. Pada tahap awal ini sosialisasi program ini peternak masih dapat mengajukan klaim kematian ternak karena malnutrisi, padahal malnutrisi dapat disebabkan oleh buruknya manajemen kandang dari segi kualitas dan kuantitas pakan yang tidak memadai sehingga digolongkan pada kategori kelalaian. Sehingga pada tahun 2020 berdasarkan petunjuk teknis Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau, jenis resiko yang dijamin pihak asuransi dirinci dengan lebih jelas. Faktor kelalaian tidak termasuk dalam pertanggungan atau resiko yang dijamin oleh asuransi AUTS/K.

Mengembalikan kepercayaan peternak membutuhkan sumberdaya manusia yang profesional yang memiliki mencurahan waktu banyak untuk sosialisasi AUTS/K. Saat ini program AUTS/K dijalankan oleh petugas dari Dinas Pertanian Daerah Tapanuli Selatan disamping tugas pokoknya sebagai petugas teknis. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab hingga bulan Juni 2021 belum ada peternak yang terdaftar dalam program AUTS/K dan polis tahun lalu masa berlakunya telah berakhir.

4.3. Manajemen Ternak Sapi Usaha ternak sapi yang dipelihara oleh peternak responden dilakukan secara semi intensif, rataan kepemilikan ternak 2,43 ekor/peternak. Curahan waktu kerja yang di gunakan untuk ternak adalah 3,0 jam/hr, umumnya ternak dipelihara oleh peternak sendiri. Curahan waktu ini relatif rendah, mengindikasikan belum optimal-nya pemanfaatan sumberdaya keluarga untuk usaha ternak. Sistem Reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bibit yang dipelihara terdiri dari sapi PO (89,7%), Simental (10,3). Responden memilih sapi PO dengan alasan antara lain mampu beradaptasi dengan kondisi pakan murni rumput lapangan. Sebanyak 57% responden mengawinkan ternaknya melalui kawin suntik (IB), permasalahan yang ditemui kurangnya petugas IB sehingga IB terlambat.

99

Gambar 12. Sapi PO hasil breeding peternak (kawin alam)

Rerata lama calving interval relatif panjang yaitu 16 bulan, lebih tinggi dari Toelihere (1993) yang menyatakan interval yang baik adalah sekitar 12 bulan. Penyebabnya antara lain: 1) kelompok tani pemula pada saat awal pemeliharaan sapi, masih kesulitan mendeteksi sapi birahi. 2) beternak sapi sebagai usaha sampingan sehingga curahan waktu peternak relatif singkat untuk memperhatikan waktu birahi sapinya. Sistim pemeliharaan yang masih semi intensif, siang sampai sore sapi di gembalakan sehingga pemantauan birahi kurang maksimal. 3) Jumlah petugas yang masih kurang sehingga pelayanan IB menjadi terbatas dan berdampak pada waktu IB terlambat dan melewati masa terbaik untuk di IB. 4) demikian pula dengan masa menyusui yang relatif panjang karena anak dipelihara bersama/bercampur dengan induk. Keragaan reproduksi usaha sapi potong program pengembangan disajikan pada Tabel 19 berikut. Tabel 20. Karakteristik reproduksi usaha sapi potong program pengembangan No Komponen Keterangan 1 Calving Interval 16 bulan 2 Service per Conception (S/C) 1,8 3 Masa Kosong 5 bulan 4 Angka Kematian 0 Sumber : Data laporan iSIKHNAS dan hasil pengolahan data primer (2020)

Angka kematian ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru berdasarkan data pelaporan secara on-line di portal iSIKHNAS tahun 2020

100

adalah: 0%. Sistem pelaporan kematian ternak sapi potong secara on-line pada portal aplikasi iSIKHNAS belum sempurna. Peternak di Kecamatan Batang Toru belum terbiasa dalam melaporkan kejadian kematian ternak kepada petugas, sehingga petugas tidak memiliki data kematian untuk di input pada portal iSIKHNAS yang telah tersedia. Untuk melengkapi data kematian ternak sapi potong dilakukan observasi melalui wawancara. Angka kematian ternak sapi potong dari hasil wawancara adalah: 0%. Angka kematian ternak sapi potong 0% di Kecamatan Batang Toru terjadi karena serangan penyakit atau angka kesakitan masih dapat ditangani melalui pelayanan kesehatan hewan yang mudah dijangkau, tersedianya petugas teknis yang siap membantu dan bersifat siap dipanggil atau standby. Apabila ternak sapi mengalami sakit dan tidak kunjung sembuh, peternak biasanya akan menjual ternak sapinya untuk menghindari kerugian sehingga berpengaruh pada angka kematian.

Jenis dan Sistem Pemberian Pakan. Peternak di Kecamatan Batang Toru memberikan pakan ternak sapi yang terdiri dari hijauan. Pakan penguat dari limbah pabrik tahu berupa ampas tahu dan dedak jagung diberikan pada pelaku usaha penggemukan. Hijauan yang diberikan berupa hijauan rumput lapangan atau hijauan antar tanaman (HAT) yakni rumput yang tumbuh di sela tanaman perkebunan rakyat / PTPN III. Pemberian rumput unggul masih jarang ditemui, karena peternak masih jarang menanam rumput unggul. Beberapa peternak yang berorientasi bisnis atau penggemukan sapi potong memberikan pakan dari sisa pabrik tahu berupa ampas tahu, ampas jagung, sisa pertanian yaitu tongkol jagung kulit pembungkus tongkol jagung. Secara umum pakan yang diberikan rata-rata adalah rumput lapangan. Lokasi peternakan yang berada dilingkungan perkebunan tersedia hijauan antar tanaman dan berfungsi sebagai padang penggembalaan sapi dari siang hingga sore hari.

101

Gambar 13. Sumber pakan di sela pohon sawit atau hijauan antar tanaman (HAT)

. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak. Ternak sapi dipelihara dengan cara dikandangkan dari sore sampai siang, dari siang hingga sore sapi digembalakan. Sehingga peternak tidak harus menyediakan waktu untuk mengarit rumput. Sebagian besar bangunan kandang terbuat dari kayu, atap seng, lantai kandang dari semen, dinding dari kayu dan bambu, ukuran kandang 2 x 1,5 m2 per ekor (Gambar 14). Kandang umumnya dibersihkan setiap hari, dan peralatan kandang terdiri dari tempat pakan, minum dan penampung kotoran.

Gambar 14. Sapi PO sebelum digembalakan

Kotoran ternak sapi yang dihasilkan dikumpulkan setiap hari dan disimpan dibagian belakang atau disamping kandang tanpa upaya pengolahan untuk mendapatkan pupuk kompos. Hanya 5 responden dari 2 kelompok yang

102

melakukan pengolahan kompos dan telah tersedia mesin cacah dan gudang kompos. Sebanyak 3 responden melakukan pengolahan secara sederhana sebelum dimanfaatkan untuk kegiatan usahatani. Pupuk kandang digunakan sendiri untuk memupuk lahan pertanian.

Gambar 15. Peternakan Sapi PO dilahan sawit, air minum tersedia adlibitum

Pencegahan dan pengobatan penyakit. Pencegahan terhadap penyakit dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kandang dan lingkungan (87,35 %), melakukan pemberian obat cacing serta vitamin (1,2%). Penyakit yang pernah menyerang ternak sapi terdiri dari kembung, scabies, cacing, diare dan ditemukan sapi betina induk maupun sapi dara yang dikawinkan berkali-kali (20%) sehingga akan berakibat selang waktu beranak semakin panjang dan tidak efisien.

Pemasaran Hasil Ternak. Produk yang dipasarkan berupa sapi bibit, sapi bakalan, dan ternak sapi yang siap potong. Pada umumnya peternak menjual sapinya pada umur ≤ 2 tahun, dengan pertimbangan harga jual yang lebih tinggi agar memberikan pendapatan yang lebih besar. Selain itu, peternak juga melakukan penjualan jika ternak sapinya sakit dan dinilai tidak tertolong melalui pengobatan. Kondisi ini berpengaruh terhadap tidak ada catatan dan laporan kematian ternak sapi. Fenomena di Kecamatan Batang Toru saat ini adalah sekitar 22% responden bergerak di penggemukan dan menjual sapinya untuk di belikan lagi dengan sapi bakalan jantan. Bibit sapi atau sapi bakalan ini umumnya di datangkan dari Kabupaten tetangga. Setelah di pelihara kurang lebih 1 tahun, lalu di jual dan di belikan lagi bakalan sapi jantan. Sebanyak 6,75% peternak yang

103

mampu menambah populasinya hingga ≤ 30 ekor, karena kendala faktor lahan, ketersedian padang penggembalaan dan tenaga kerja. Hal-hal tersebut diatas perlu mendapat perhatian karena posisi basis saat ini bisa berubah menjadi non basis jika sektor budidaya dan pembibitan di Kecamatan Batang Toru tidak di benahi.

Gambar 16. Peternak yang hanya memelihara sapi jantan untuk penggemukan Dari sisi lain manfaat IB yang sebenarnya diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah asset dengan kualitas yang lebih baik menjadi tidak terwujud, justru yang banyak menikmati nilai tambah hasil IB adalah pedagang atau peternak penggemukkan yang membesarkannya menjadi induk atau menjualnya sebagai ternak potong. Pemasaran biasanya dilakukan melalui: 1) pedagang pengumpul (70%), dan 2) media sosial 15% 3) melalui kelompok 10% 4) bantuan petugas teknis IB (5%). Penjualan ternak yang selama ini terjadi sudah antar wilayah atau antar Kabupaten sehingga berpengaruh terhadap kestabilan data populasi ternak sapi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

4.3.1. Karakteristik Petani – Ternak Sebagian besar tingkat pendidikan responden penelitian adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) disamping beberapa telah berpendidikan sarjana baik responden mandiri maupun kelompok. Pekerjaan utama penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan petani. Sebagian besar responden berusia produktif (20-50 tahun). Umur yang produktif dan tingkat pendidikan formal turut mempengaruhi petani ternak dalam mengelola usahanya. Semakin tinggi tingkat

104

pendidikan maka akan semakin tinggi wawasannya, dengan demikian akan semakin mudah menerima inovasi teknologi. Peternak sapi potong di lingkungan perusahaan perkebunan PTPN III dan juga bekerja sebagai karyawan PTPN III umumnya berpendidikan sarjana. Tetapi memiliki waktu yang sangat terbatas untuk mengelola sapinya, jam kerja habis digunakan di perusahaan sehingga ternak sapi kelola oleh istri atau anak sepulang sekolah. Kondisi ini menyebabkan pemantauan birahi oleh peternak untuk tujuan Inseminasi Buatan (IB) jarang dilakukan, yang berakibat pada adopsi teknologi IB belum terealisasi dengan baik. Berdasarkan pelaporan IB pada portal iSIKHNAS tahun 2020 di Kecamatan Batang diketahui bahwa tingkat partisipasi peternak adalah 0%. Peternak masih mengandalkan perkawinan alam untuk proses reproduksi dan produksi sapinya. Karakteristik peternak yang terlibat dalam kegiatan pengembangan sapi baik kelompok tani maupun peternak mandiri disajikan pada Tabel 20. Tabel 21. Karakteristik responden penelitian Uraian Batang Toru Umur Peternak: • 20-50 35 • ≥ 50 2 Tingkat Pendidikan: • Tidak Sekolah - • SD - • SLTP 9 • SLTA 21 • SARJANA 7 Mata Pencaharian: • Petani 11 Pengalaman Beternak: • 1-10 30 • 11-20 5 • ≥ 20 2 Sumber: Diolah dari Data Primer 2020.

Responden penelitian umumnya memilih bertani sebagai usaha pokok, dan beternak sebagai usaha sampingan. Peternak telah memiliki pengalaman memelihara sapi sampai 10 tahun, hal ini menggambarkan bahwa peternak sudah terbiasa memelihara sapi potong dan merupakan kekuatan yang sangat menunjang pengembangan sapi potong dimasa yang akan datang. Pengalaman peternak sapi

105

yang tinggi ini dikarenakan peternak sudah mengenal dan memulai usaha beternak sapi potong sejak masih kecil yaitu sejak lulus SD dan lebih cenderung bekerja sebagai petani-peternak serta sebagian besar usaha pemeliharaan sapi merupakan usaha turun-temurun.

4.3.2. Motivasi dan Perilaku Peternak Hasil penelitian menunjukan bahwa peternak memiliki motivasi yang tinggi untuk mengembangkan ternak sapi potong. Jenis pekerjaan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab seorang kepala keluarga mengindikasikan besarnya minat, banyaknya sapi yang dipelihara dan pengalaman memelihara sapi hingga ≤10 tahun bahkan lebih karena dilakukan turun temurun serta curahan waktu yang bisa dialokasikan untuk usaha peternakan sapi potong. Beban yang dipikul oleh kepala keluarga seringkali dicerminkan oleh banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Sebagian besar responden termasuk kategori keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga 1-4 orang, hal ini menunjukkan peternakan sapi potong menjadi salah satu usaha pilihan peternak di Kecamatan Batang Toru dalam menopang perekonomian keluarganya. Motivasi dan prilaku peternak sapi dinyatakan dalam skor seperti terlihat pada Tabel 21. Tabel 22. Motivasi dan prilaku peternak

Uraian Batang Toru

Motivasi 38 Perilaku: - Pengetahuan 11 - Sikap 23 - Keterampilan 11 Total 83 Sumber: Diolah dari Data Primer 2020.

Dikecamatan Batang Toru hampir 50% responden adalah karyawan perkebunan PTPN III. Beternak sapi merupakan usaha sampingan dan bekerja di perusahaan sebagai usaha pokok. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi belum mampu menghidupi peternak sehingga masih dianggap sebagai usaha sambilan. Rata-rata peternak telah memiliki pengalaman memelihara sapi lebih

106

dari ≤10 tahun, pengalaman ini sudah menjadi budaya dan kekuatan yang sangat menunjang pengembangan usaha ternak sapi.

Berdasarkan hal diatas, perlu diperhatikan pembinaan dan pelatihan SDM tersebut untuk dapat menguasai hal-hal yang baru untuk perbaikan dalam usaha pengembangan ternak sapi potong dikemudian hari dan dapat dimulai sejak masalah tersebut teridentifikasi. Karena, bila tidak segera dilakukan perbaikan dari segi SDM, hal ini akan mempengaruhi keterampilan dan penerapan teknologi dalam usaha pengembangan ternak sapi potong.

4.2.7. Produktivitas Ternak Sapi Potong Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan bahwa struktur populasi ternak sapi terlihat bahwa sapi pejantan menempati urutan pertama sebesar 187 ekor (35,34%). Urutan kedua terbesar adalah sapi induk sebesar 150 ekor (28,35%). Semakin banyak persentase jumlah induk dan dara dalam suatu populasi maka jumlah anak yang dilahirkan setiap tahunnya akan bertambah. Struktur populasi ternak sapi di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 22. Tinginya persentase populasi sapi jantan ini diakibatkan kecenderungan peternak terhadap ternaknya sebagai bibit dan sebagai tabungan. Pejantan dijadikan tabungan disebabkan oleh harga jual tinggi dibandingkan dengan induk betina yang rendah. Hafez (1993), yang menyatakan bahwa dimana perbandingan jantan dan betina antara 30-60 telah dipraktekkan secara luas dan nisbah yang lebih kecil yaitu 1: 25. Perbandingan jumlah pedet yang ada sangat sedikit dibanding jumlah induk.

Tabel 23. Struktur populasi ternak sapi potong di daerah penelitian

Batang Angkola Angkola Uraian Jumlah Toru Sangkunur Timur Pejantan 136 34 17 187 Induk 45 70 35 150 Dara Jantan 13 14 0 27 Dara Betina 13 24 31 68 Anak Jantan 13 20 10 43 Anak Betina 14 26 14 54 Total 234 188 107 529 Sumber: Diolah dari Data Primer 2020.

107

4.4. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi di Kecamatan Batang Toru Berdasarkan hasil penelitian tahap satu, dua, wawancara dengan responden penelitian tahap tiga, diperoleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan ternak sapi potong. Faktor-faktor tersebut terdiri dari : (1) faktor internal yang meliputi Strengths (kekuatan), dan Weakness (kelemahan), (2) faktor eksternal yang meliputi treaths (Peluang), dan opportunities (ancaman).

4.4.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Ternak Sapi Berdasarkan hasil penelitian tahap satu, dua, wawancara dengan responden penelitian tahap tiga, diperoleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru. Faktor-faktor tersebut terdiri dari: (1) faktor internal yang meliputi Strengths (kekuatan), dan Weakness (kelemahan), (2) faktor eksternal yang meliputi Treaths (Peluang), dan Opportunities (ancaman).

4.4.1.1. Faktor Internal Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness). Faktor kekuatan meliputi: (1) Letak geografis, (2) Lapangan kerja dibidang pertanian (60,45%), (3) Wilayah sentra ternak sapi Batang Toru, (4) Daya dukung lahan (18.017,71 ST), (5) Motivasi yang tinggi. Faktor kelemahan meliputi: (1) Tingkat pendidikan rendah, (2) Beternak sebagai usaha sambilan, (3) Pakan yang diberikan kwalitas rendah, (4) Sistem pemeliharaan semi intensif, (5) Bergaining position rendah.

4.4.1.2. Faktor Eksternal Beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru terdiri dari peluang (threats) dan ancaman (opportunities). Faktor peluang meliputi: (1) permintaan pasar, (2) otonomi daerah, (3) perkembangan iptek, (4) berfungsinya pos IB, dukungan pemerintah, dan (5) harga produk yang relatif stabil. Faktor ancaman terdiri dari : (1) impor daging, (2) alih fungsi lahan, (3) persaingan antar daerah dalam menghasilkan ternak sapi, (4) gangguan reproduksi dan kesehatan ternak, (5) tingginya pemotongan betina produktif.

108

4.4.1.3. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Berdasarkan Tabel 23 menunjukkan bahwa dari analisis faktor eksternal pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Batang Toru memiliki angka positif, yaitu peluang ancaman lebih besar daripada ancaman yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terbesar diperoleh dari dukungan pemerintah dan permintaan pasar, Perkembangan iptek, berfungsinya pos IB, harga yang stabil. Serta peluang adalah berfungsinya Pos IB dan Puskeswan. Evaluasi faktor external pengembangan ternak sapi potong di wilayah di Kecamatan Batang Toru dapat dipaparkan pada Tabel 23. Tabel 24. Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Pengembangan Ternak Sapi

Faktor External Bobot Ranking Skor Peluang Permintaan pasar 0,070 4 0,279 Otonomi Daerah 0,086 2 0,173 Perkembangan IPTEK 0,077 3 0,232 Berfungsinya Pos IB 0,102 3 0,305 Harga yang stabil 0,050 3 0,150 Dukungan pemerintah 0,135 4 0,539

Sub total 1,677

Ancaman Produk luar impor 0,021 3 0,064 Alih fungsi lahan 0,085 3 0,255 Persaingan antar daerah 0,027 2 0,055 Gangguan reproduksi 0,124 3 0,373 Stabilitas penyediaan bibit 0,108 3 0,323 Tingginya pemotongan betina 0,115 3 0,345 produktif Sub total 1,414 Total 1,00 3,091 Sumber: Diolah dari Data Primer 2020.

Evaluasi faktor internal pengembangan ternak sapi di wilayah sentra di Kecamatan Batang Toru dapat dipaparkan pada Tabel 24.

109

Tabel 25. Matrik Evaluasi Faktor Internal Pengembangan Ternak Sapi

Faktor Internal Bobot Ranking Skor

Kekuatan Daya dukung lahan 0,109 3 0,327 Letak geografis 0,086 2 0,136 Adanya wilayah basis ternak sapi 0,077 2 0,176 Ternak sapi dipelihara bersama 0,102 2 0,145 usahatani lainnya (IFS) Tingginya motivasi peternak 0,050 3 0,386 memelihara ternak sapi Adanya kelompok tani-ternak sapi 0,135 2 0,139 pembibitan

Sub total 1,311

Kelemahan Keterbatasan modal usaha 0,102 3 0,305 Beternak sebagai usaha sambilan 0,042 3 0,127 Rendahnya pengetahuan dan 0,129 3 0,386 keterampilan peternak Penggunaan faktor produksi belum 0,073 2 0,145 optimal Adopsi teknologi rendah 0,067 3 0,200 Sistem pemasaran belum memadai 0,052 3 0,155 Sub total 1,318 Total 1,000 2,629

4.4.2 Alternatif Strategi Pengembangan Ternak Sapi di Batang Toru Untuk menentukan alternatif strategi pengembangan ternak sapi dilakukan analisis dengan analisis SWOT yang merupakan lanjutan dari analisis IFE dan EFE. Perumusan alternatif strategi dengan analisis SWOT dilakukan dengan penggabungan antara kedua faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Berdasarkan hasil penelitian dapat disusun komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh usaha pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru, maka faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut dapat disusun seperti pada diagram matrik SWOT seperti dibawah ini. Secara lebih jelas hasil analisis matrik SWOT dalam perumusan strategi alternatif dapat dilihat pada Gambar 18.

110

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Faktor Internal S1 = Daya dukung lahan W1=Keterbatasan modal usaha S2 = Letak geografis W2 = Beternak sbg usaha sam- S3 = Adanya wilayah basis bilan sapi potong W3 = Rendahnya pengetahuan S4 =Ternak sapi dipelihara dan keterampilan peter- bersama usahatani nak lainnya W4 = Penggunaan faktor pro- S5 = Motivasi peternak dalam duksi belum optimal memelihara sapi potong W5 = Adopsi teknologi rendah Faktor Eksternal S6 = Adanya lembaga kelom- W6 = Sistem pemasaran be- pok tani-ternak lum memadai Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O

O1 = Permintaan pasar 1. Membuat kawasan sentra 1. Investasi modal usaha (W1, O2 = Otonomi daerah pembibitan sapi potong W2, O1, O2) O3 = Perkembangan IPTEK (S1, S2, S3, O1, O2) 2. Meningkatkan pengetahu- O4 = Berfungsinya POS IB / 2. Penelitian dan pengkajian an dan keterampilan petani- Unit Layanan IB serta optimasi usaha peter- ternak (W3, W4, W5, O3, (ULIB) Kabupaten nakan dalam sistem usaha- O4, O5) Tapanuli Selatan tani (S4, O3) 3. Memperbaiki sistem pema- O5 = Harga produk yang rela- 3. Mengoptimalkan fungsi ke- saran (S6, O6) tif stabil lompok (S5, S6, O5, O6) O6 = Dukungan pemerin tah Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T

T1 = Produk luar/Impor 1. Perlindungan pasar domes- 1. Menumbuh kembangkan T2 = Alih fungsi lahan perta- tik (S1, S2, S3, T1, T2) lembaga keuangan di nian 2. Mengatasi gangguan repro- pedesaan (W1, W2, T1, T2, T3 = Persaingan antar daerah duksi dan kesehatan ternak T3) dalam menghasilkan (S1, S2, S3, S4, T1, T2, 2. Meningkatkan efisiensi sapi potong T3) usa-ha (W2, W4, T1, T2, T4 = Gangguan reproduksi 3. Memperketat pengawasan T3) dan kesehatan ternak dan memberi sangsi terha- 3. Sosialisasi dan aplikasi tek- T5 = Stabilitas penyediaan bi- dap pemotongan betina nologi tepat guna (W5, T3, bit/layanan IB pro-duktif (S5, S6, T6) T4). T6 = Tingginya pemotongan ternak betina produktif Gambar 17: Analisis matrik SWOT dalam perumusan strategi alternatif

4.4.3. Prioritas Strategi Pengembangan Ternak Sapi Untuk merumuskan strategi pengembangan ternak sapi Kecamatan Batang Toru digunakan Analisis Quantitative Strategic Planning Matrik (QSPM) diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner pada 5 ekspert yang berkualifikasi sebagai pengambil kebijakan dijajaran pemerintah Tapanuli Selatan yang disajikan dalam Tabel 25.

111

Tabel 26. Tabel Total Alternative Skor

TAS TAS TAS TAS TAS TAS TAS TAS TAS TAS TAS TAS

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Responden 1 0,14 0,09 0,10 0,07 0,10 0,07 0,06 0,08 0,11 0,05 0,03 0,04 Responden 2 0,12 0,05 0,09 0,07 0,15 0,03 0,09 0,00 0,13 0,09 0,10 0,03 Responden 3 0,09 0,06 0,09 0,08 0,12 0,09 0,07 0,06 0,13 0,06 0,03 0,04 Responden 4 0,12 0,07 0,09 0,03 0,10 0,07 0,11 0,02 0,12 0,06 0,07 0,07 Responden 5 0,04 0,05 0,04 0,09 0,15 0,06 0,15 0,03 0,12 0,09 0,07 0,05 Rataan 0,34 0,38 0,49 0,46 0,47 0,49 0,34 0,34 0,37 0,42 0,37 0,47 1 3 2

Keterangan TAS : Total Alternative Skor Responden 1 : Ir. Bismark Muaratua. Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Responden 2 : H. Syahdan Syahputra, SE. Ka.subbag Umum BAPPEDA Kabupaten Tapanuli Selatan Responden 3 : Muharram Fajrin Harahap, S.Pi, M.Si. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Responden 4 : Lenny Marlina Nasution, SP. Kepala BPP Kecamatan Batang Toru Responden 5 : Sugiman, Peternak sapi potong Desa Sumuran, Kec. Batang Totu, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

Hasil dari matrik QSP pengembangan ternak sapi di Kecamatan Batang Toru yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan program dukungan pemerintah melaui kegiatan pelatihan / bimbingan teknis perbibitan, pakan dan kesehatan kepada peternak, program pengadaan bantuan ternak sapi setiap tahun dan pengadaan obat-obatan melalui anggaran APBD, meningkatkan serapan program asuransi usaha ternak sapi-kerbau (AUTSK) skor 0,135. 2. Menambah atau mendirikan POS IB di setiap kecamatan dan melengkapi sarana prasarana POS IB existing skor 0,102. 3. Meningkatkan pelayanan gangguan reproduksi dan kesehatan ternak skor 0,124. 4. Meningkatkan jumlah layanan IB melalui penambahan petugas IB disetiap kecamatan dan stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB, skor 0,108. 5. Meningkatkan pengawasan dan penyuluhan tentang larangan pemotongan ternak betina produktif, skor 0,115. Hal ini menunjukkan bahwa peran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan sangat diharapkan oleh peternak dalam melakukan usaha ternak sapi sehingga usaha pengembangan ternak sapi di Kabupaten Tapanuli Selatan akan

112

lebih baik dimasa yang akan datang. Serta menunjukkan bahwa fungsi kawasan sentra pengembangan ternak sapi belum optimal hal ini dilihat dari jenis kegiatan yang belum banyak dilaksanakan di pusat sentra pengembangan ternak sapi berupa kegiatan yang mendukung pengembangan usaha ternak sapi ditingkat Kecamatan terutama pada wilayah sentra. Permasalahan pemasaran menjadi kendala dalam pengembangan usaha ternak karena masih memakai sistem pendugaan atau perkiraan dimana harga ditentukan oleh toke. Peternak tidak bisa mengetahui berapa harga sesuai dengan berat hidup ternak, sehingga keuntungan di tingkat peternak masih rendah, sulitnya mendapatkan bibit, dan tingginya harga beli bibit, artinya ternak yang dipelihara perlu ditingkatkan lagi kualitas ataupun mutu ternaknya sehingga mencapai standarisasi ternak yang dijual, sehingga pemesan atau pembeli lebih percaya pada kualitas ternak sapi potong yang ada di Kecamatan Batang Toru. Perlindungan ternak sapi potong yang menjadi sumber ketersediaan stok ternak di Kecamatan Batang Toru sangat perlu, baik dari segi kesehatan, dan penguatan kebijakan dengan ketentuan hukum peternakan di Kecamatan Batang Toru.

4.4. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Kecamatan Batang Toru Strategi Pemerintah Pusat dan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam meningkatkan populasi ternak sapi dan meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri yang dilaksanakan melalui program pusat yaitu Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) atau Sikomandan. Program ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.- 210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Program UPSUS SIWAB merupakan kegiatan yang terintegrasi melalui sistem manajemen reproduksi yang terdiri dari atas unsur: 1) pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi; 2) pelayanan inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA); 3) pemenuhan semen beku dan nitrogen cair; 4) pengendalian pemotongan sapi/kerbau betina produktif; dan 5) pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat. Dengan terpilihnya H. Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, S.Pt, MM sebagai kepala daerah (Bupati) Kabupaten Tapanuli Selatan saat ini dengan latar belakang pendidikan sarjana peternakan, akan membuka peta jalan baru

113

pengembangan usaha ternak sapi yang terintegrasi dengan tambang emas martabe PTAR. Dalam perumusan isu strategis Kabupaten Tapanuli Selatan dalam teknokratik perencanaan pembangunan daerah periode pembangunan 2022-2026 yang dapat di selaraskan dengan arah kebijakan tahap IV RPJP Kabupaten Tapanuli Selatan. Salah satu pokok permasalahan yang berhubungan dengan sub sektor peternakan adalah belum optimalnya pembangunan perekonomian daerah. Hal ini dikeranakan permasalahan belum optimalnya peningkatan aktifitas ekonomi kerakyatan (Bappeda, 2020). Sektor pertanian termasuk didalamnya sub sektor peternakan adalah sektor unggulan di Kecamatan Batang Toru. Pertanian menjadi sektor unggulan dikarenakan memiliki domonasi yang tinggi dalam struktur perkonomian daerah Kecamatan Batang Toru. Hal ini perlu ditingkatkan produktifitasnya agar mampu menjadi penyeimbang dalam perkembangan perkonomian daerah khususnya selama pandemi Covid-19. Sinergitas ditingkat regional (Provinsi Sumatera Utara), masih kurang karena Kabupaten Tapanuli Selatan dianggap masih belum potensial sebagai wilayah pengembangan peternakan sapi. Hal ini didasarkan pada dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020 (RKPD Provsu) Berdasarkan data hasil analisis di semua kabupaten/kota di Sumatera Utara yang termasuk dalam wilayah potensial pengembangan usaha peternakan sapi (sapi potong) di Sumatera Utara adalah di Kab. Langkat, Kab. Labuhan Batu Utara, Kab. Asahan, dan Kab. Simalungun, Kab. Batu Bara, Kab. Deli Serdang dan Kab. Serdang Bedagai.

114

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 1. Kawasan atau lahan revegetasi tambang emas martabe Kecamatan Batang Toru memiliki potensi berupa dukungan lingkungan sekitar untuk pengembangan usaha ternak sapi potong dimasa datang meliputi: Kekuatan yang terdiri dari: a) Daya dukung lahan, b) Letak geografis, dan c) Batang Toru saat ini sebagai wilayah basis sapi potong. d) Tingginya motivasi peternak memelihara ternak sapi potong. Peluang berupa: a) permintaan pasar akan kebutuhan daging sapi, b) berfungsinya POS IB dan Puskeswan dan c) dukungan pemerintah, d) perkembangan IPTEK. Faktor Kelemahan yang dihadapi terdiri dari: a) keterbatasan modal, b) Adopsi teknologi rendah, dan c) beternak sebagai usaha sambilan. Ancaman yang perlu diwaspadai berupa: a) gangguan reproduksi dan kesehatan ternak, b) Stabilitas penyediaan bibit/layanan IB, c) Tingginya pemotongan ternak betina produktif, dan d) Alih fungsi lahan. 2. Strategi dan kebijakan yang dapat digunakan untuk pengembangan ternak sapi potong Kecamatan Batang Toru dimasa datang adalah: Mengoptimalkan fungsi kelembagaan dan fasilitas pendukung, Meningkatkan daya saing melalui pemanfaatan sumberdaya lokal, Pengembangan kawasan sentra perbibitan ternak sapi, dan Investasi modal usaha.

5.2. Saran Untuk mempercepat pengembangan usaha ternak sapi berkelanjutan disarankan beberapa hal berikut : 1. Peternakan sapi potong harus menjadi bidang strategis tempat petani peternak, pelaku usaha mandiri, swasta maupun pemerintah daerah mengalokasikan investasinya demi kemajuan daerah, bangsa dan negara. 2. Meningkatkan, mengoptimalkan fungsi lembaga dan fasilitas pendukung yang ada di Kecamatan Batang Toru. 3. Pengembangan kawasan sentra pembibitan ternak sapi melalui investasi modal usaha peternak sapi potong, seperti alokasi anggaran CSR PTAR sebagai salah satu sumberdaya yang dan keunggulan dimiliki oleh Kecamatan Batang Toru.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M.H. 2011. Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prospek dan Kendala Pengembangan Sapi dan Unggas. Andalas University Press. Padang. Agustin, 2016. Studi Evaluasi Corporate Social Responsibilty (CSR) PT Agincourt Resources Dalam Mendukung Millenium Development Goals (MDG) (Studi Kasus Program Revitalisasi Posyandu). [Skripsi]. Tangerang. Fakultas Ilmu Komunikasi. Universitas Multimedia Nusantara. 109 hal. Akbar, I. 2013. Kebijakan Reklamasi Areal Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan. Prosiding. Seminar Hasil-Hasil Penelitian “Reklamasi Lahan Pasca Tambang: Aspek Kebijakan, Konservasi dan Teknologi. 27 November 2013. Balikpapan. Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. hal 92. Arfa`i, I. Iskandar, dan YS. Nur. 2018. Strategi Dan Kebijakan Pengembangan sapi Lokal Pesisir Di Kabupaten Pesisir Selatan,Sumatera Barat. ISBN 978-602-0752-26-6. In: Seminar Nasional Persepsi III: Strategi Dan Kebijakan Pengembangan Bisnis Peternakan Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional, 6-7 September 2018, Graha Gubernuran Bumber Manado. Ariansyah, J. 2016. Potensi pengembangan usaha peternakan terpadu di atas lahan bekas tambang pada PT KPC Kutai Timur. Ziraa’ah, Volume 41 Nomor 2, Juni 2016. ISSN Elektronik 2355-3545. Halaman 195-204. Arifin, A., Mega, F.R., Euis, T.Y., Boy,Y., 2019. Geologi Dan Karakteristik Bijih Pit Ramba Joring Deposit Martabe, Sumatera Utara. Buletin Sumber Daya Geologi Volume 14 Nomor 2 – 2019. Asmarhansyah. 2017. Inovasi Teknologi untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Bekas Tambang Timah. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 11 No. 2, Desember 2017: 91-106. ISSN 1907-0799. Hal. 91-106. Asmarantaka, R.W, A.S. Jamil., R.P. Destiarni (2018). Analisis Permintaan Impor Daging di Indonesia: Pendekatan Error Correction Almost Ideal Demand System. Jurnal Pangan, Vol. 27 No. 1 April 2018. Aprisal. 2019. Manajemen Lahan Berbasiskan Daerah Aliran Sungai. Perspektif Pertanian Tropika Basah. Potensi Dan Tantangannya Dalam Rangka Pertanian Berkelanjutan. Dalam Habazar T., B. Rusman., Yonariza., A. Anwar., Editor: Pokok-Pokok Pikiran Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas.Padang. CV. Rumahkayu Pustaka Utama. hal. 78- 99. Badaruddin,2008, Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Masyarakat Melalui Pemanfaatan Potensi Modal Sosial: Alternatif Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indoneia, USU,Medan

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020. Teknokratik RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Periode 2021-2026. Basyar, B., 2014. Urgensi Kebutuhan Kebijakan Penyuluhan Pertanian Subsektor Peternakan Dalam Pencapain Swasembada Daging Sapi Yang Berkelanjutan Di Sumatera Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Agribisnis Peternakan Untuk Akselerasi Pemenuhan Pangan Hewani (Seri II). Diterbitkan oleh: Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Dicetak oleh UNSOED PRESS Purwokerto. Bradfod, Robert, W., Duncan, Peter, J,. Tarcy, Brian (2005), Simplified Strategic Planning. Internet Center for Management and Busines Administration, Inc. BPS] Badan Pusat Statistik (2015). Statistik Daerah Kecamatan Batang 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Padangsidimpuan. [BPS] Badan Pusat Statistik (2020)3. Kecamatan Batang Toru Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Padangsidimpuan. CV. Rilis Grafika. [BPS] Badan Pusat Statistik (2020)2. Kecamatan Pinangsori Dalam Angka. https://sumut.bps.go.id/statictable/2021/04/19/2069/rata-rata- kelembaban-udara-curah-hujan-penyinaran-matahari-kecepatan-angin- dan-penguapan-menurut-stasiun-2020.html [diakses 15 Juni 2020] [BPS] Badan Pusat Statistik, 2020. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka. Diterbitkan Oleh © BPS Kabupaten Tapanuli Selatan. Dicetak Oleh CV Rilis Grafika. ISSN: 0215-3548. No. Publikasi: 12030.1901 Katalog: 1102001.1203 [BPS] Badan Pusat Statistik, 2019. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka. Diterbitkan Oleh © BPS Kabupaten Tapanuli Selatan. Dicetak Oleh CV Rilis Grafika. ISSN: 0215-3548. No. Publikasi: 12030.1901 Katalog: 1102001.1203 [BPS] Badan Pusat Statistik, 2018. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka. Diterbitkan Oleh © BPS Kabupaten Tapanuli Selatan. Dicetak Oleh CV Rilis Grafika. ISSN: 0215-3548. No. Publikasi: 12030.1803. Katalog: 1102001.1203 [BPS] Badan Pusat Statistik, 2017. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka. Diterbitkan Oleh © BPS Kabupaten Tapanuli Selatan. Dicetak Oleh CV Rilis Grafika. ISSN: 0215-3548. No. Publikasi: 12030. Katalog: 1102001.1203 [BPS] Badan Pusat Statistik, 2016. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka. Diterbitkan Oleh © BPS Kabupaten Tapanuli Selatan. Dicetak Oleh -. ISSN: 0215-3548. No. Publikasi: 12030.16.03 Katalog: 1102001.1203

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2015. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka. Diterbitkan Oleh: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. No. ISSN: 12030.13.02. Katalog BPS: 1102001.1203 David F., R. 2002. Manajemen Strategis Konsep. Edisi ke tujuh. Pearson Education Asia Pte. Ltd. Dan PT Prenhallindo, . Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.GramediaPustaka Utama, 2008), h. 1096. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Timur, 2014. Narasi Bimtek Isikhnas untuk Petugas Dinas Kab/Kota Di Paser dan PPU Tahun 2014. https://peternakan.kaltimprov.go.id/artikel/narasi-bimtek-isikhnas-untuk- petugas-dinas-kabkota-di-paser-dan-ppu-tahun-2014 [diakses 24 Mei 2021]. [Dishanpangternak Sumut] Dinas Ketahanan Pangan Dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2021. Informasi Publik. Data stake holder peternakan. Puskeswan.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:mk MkyDHOFysJ:dishanpangternak.sumutprov.go.id/wp- content/uploads/2019/09/Puskeswan.xlsx+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id &client=firefox-b-d [diakses 18 Februari 2021]. [Disnakkeswan] Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan, 2018. Lombok Timur Daerah Percontohan Pelaporan Elektronik iSIKHNAS Peternakan dan Kesehatan Hewan. https://nakeswan.lomboktimurkab.go.id/baca-berita- 156-lombok-timur-daerah-percontohan-pelaporan-elektronik-isikhnas- peternakan-dan-kesehatan-hewan-nasiona.html [diakses 18 Februari 2021]. [Dispetriken Kabmagelang] Dispeternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang, 2020. Apa Sikomandan? https://dispeterikan.magelangkab.go.id/home/detail/apa-sikomandan---- /127. [diakses 24 Mei 2021] [Distan] Dinas Pertanian, 2021. Halaman Profil OPD. Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan. http://pertanian.tapselkab.go.id/hal-profil-opd.html [diakses 6 Februari 2021] [Ditjen Cipta Karya] Direktorat Jenderal Cipta Karya1 (2021). Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah. Kabupaten Tapanuli Selatan Periode 2014 – 2018. e-Planning. BAB 4. Final Refort. http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/D OCRPIJM_1491495493bab_4.pdf [diakses 20 Januari 2021]. [Ditjen Cipta Karya] Direktorat Jenderal Cipta Karya2 (2021). Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah. Kabupaten Tapanuli Selatan Periode 2014 – 2018. BAB 5. Final Refort. http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/D OCRPIJM_1491495516bab_5.pdf [diakses 20 Januari 2021].

[Ditjen Pet] Direktorat Jenderal, Peternakan. 2010. Peta Wilayah Sumber Bibit Sapi Potong Lokal di Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian. [Ditjen Pet] Direktorat Jenderal, Peternakan. 1985. Peta potensi wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan ruminansia sapi dan kerbau potong. Bogor; Kerjasama antara Dirjen Peternakan dan Fakultas Peternakan IPB. [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2021. Kementan: Stok Daging Sapi Dan Kerbau Masih Aman. https://ditjenpkh.pertanian.go.id/kementan-stok-daging-sapi-dan-kerbau- masih-aman [diakses 06 Februari 2021]. [Ditjen PKH3] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2020. Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan). http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/91059/SAPI-KERBAU- KOMODITAS-ANDALAN-NEGERI-SIKOMANDAN/ [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2020. Surat Edaran Nomor: 31005/RC.120/F/01/2020. Tentang Pelakasanaan Kegiatan dan Anggaran Tahun 2020. [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2019. Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi Dan Kerbau Bunting. Tahun Anggaran 2019. [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2018. Bahan Ajar Bimtek Pemeriksaan Kebuntingan. Monev Dan Pelaporan Upsus Siwab Melalui iSIKHNAS. Tahun Anggaran 2018. [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab. Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting. Revisi 1. Tahun 2017. [Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016. Rencana Strategis Pembangunan Peternakan Dan Kesehatan Hewan 2015-2019 (Revisi II-Review). [Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2021. Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi Dan Kerbau (Autsk) Tahun Anggaran 2021. [Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2021. Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi / Kerbau Direktorat Pembiayaan Pertanian. Tahun 2020. [Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2020. Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau Direktorat Pembiayaan Pertanian Tahun 2020. [Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2017. Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi Tahun Anggaran 2017.

[Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2016. Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi 2016. Diwyanto, K., Rasali, Matondang dan E. Handiwirawan. 2013. Perkembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi Di Beberapa Lokasi Mendukung Program Swasembada Daging Sapi. Dalam Tiesnamurti, B., M.H. Sawit., D.S. Damardjati., R. Thahir. Model Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman-Sapi Berbasis Inovasi. Jakarta: IAARD Press. ISBN 978-602- 1520-72-7. Hal. 13-55. Diwyanto K, Priyanti A. 2006. Kondisi, potensi dan permasalahan agribisnis peternakan ruminansia dalam mendukung ketahanan pangan. Di dalam ; Prosiding Seminar Nasional Nasional Pemberdayaan Masyarakat Peternakan Dibidang Agribisnis Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Semarang, 3 Agustus 2006. Hlm 1-11. Erningsih, T. 2009. Model Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Timah Hitam.[Tesis]. Ilmu Lingkungan. Universitas Padjajaran. Bandung. Fajrina, N. 2020. Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Pada Produk Makanan Ringan(Studi Komparatif Pada Masyarakat Kecamatan Kuta Alam Dan Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh). [Skripsi]. Aceh. Universitas Islam Negeri Ar-Ranirybanda. 131 hal. Fardiaz, S. 2005. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius. [FoKSBI Tapsel], Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Tapanuli Selatan. 2020. Laporan Penilaian Kajian Keanekaragaman Hayati Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT) Terintegrasi di Lanskap Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Sipirok. [Bahan Presentasi]. 140 hal. Gultom, S.R. 2016. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapi Bali Dan PO Di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013-2014. [Skripsi]. Padang. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. 47 hal. G-Resources, 2010. G-Resources Group Limited. Incorporated in Bermuda with limited liability. Announcement. G-Resources Reports On Updated Mineral Resource From The Ramba Joring Deposit, Martabe Project. Hong Kong, 28 October, 2010. https://www1.hkexnews.hk/listedco/listconews/sehk/2010/1028/ltn20101 028600.pdf [diakses 26 Mei 2021]. Hafez E.S.E. 1993. Anatomy of male reproduction.In. E.S.E Hafez (Ed). Reproduction in Farm Ani-mals. Sixth Edition, Lea and Febiger, Philadelphia. Harahap, R.S.R., P, Danoedoro. 2017. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Zonasi Potensi Keberadaan Emas Epitermal Menggunakan Metode Fuzzy Logic Di Sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017.Jurnal Bumi Indonesia. http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/search/results [diakses 10 November 2020].

Harahap, S. 2020. Tapanuli Selatan Bumi Dalihan Natolu, Catatan kritis tentang komunitas agama dan budaya. Cetakan Pertama Maret 2020. Penerbit CV. Manhaji Medan. Harahap, S., N.D. Senjawati., S. Hamidah. 2018. Analisis Daya Saing Dan Daya Tarik Konversi Tanaman Karet Menjadi Kelapa Sawit Di Kebun Batang Toru PT Perkebunan Nusantara III. Seminar Nasional ISSN: 2656-6796. Inovasi Pangan Lokal Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. 28 April 2018. Universitas Mercu Buana. Yogyakarta. Hal 198-203. Harmini, 2019. Pengembangan Tanaman Pakan Ternak di Lahan Bekas Tambang Batubara dalam Mendukung Usaha Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Wartazoa Vol. 29 No. 3 Th. 2019. Harmaini dan Rahayu (2019), Dinamika Upsus Siwab Terhadap Peningkatan Populasi Sapi Di Sumatera Barat, Prosiding Temu Teknis Jabatan Fungsional Non Peneliti, Malang, 17-19 Juli 2019. hal:691-701. Hartawan, D.H.W., A.T. Mulyono., I. W. M. Tenaya., A.S. Utomo (2018). Efektifitas Penggunaan Sistem Informasi Isikhnas Dalam Program Upsus Siwab Di Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2017. Prosiding. Penyidikan Penyakit Hewan Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah (RATEKPIL) dan Surveilans Kesehatan Hewan Tahun 2018. Haryadi, D. 2018. Pengantar Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara. Kampus Terpadu Universitas Bangka Belitung. UBB Press. 79 hal. Henim, L., Steven, P., 2019. Sistem Pengolahan Air Asam Tambang Dari Material Waste Dan Aplikasi Model Enkapsulasi Pada Bendungan Tsf Di Tambang Emas Martabe. Prosiding TPT XXVIII Perhapi 2019. Hermanto, F. Ilmu Usaha Tani. Jakarta : Penebar swadaya, 1993. Hermawan B. 2011. Peningkatan Kualitas Lahan Bekas Tambang melalui Revegetasi dan Kesesuaiannya sebagai Lahan Pertanian Tanaman Pangan. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Bengkulu, 7 Juli 2011. Bengkulu (Indonesia): Universitas Bengkulu. hlm. 60-70. Hidayah, R.A,. Heru D.S., Nurul D., Yoga A.S., (2020). Pengolahan Air Asam Tambang di Penambangan Mineral Logam Kabupaten Pacitan Provinsi Jatim dengan Metoda Elektrokoagulasi. Newton-Maxwell Journal (Desember, 2020) Vol. 1 No. 1. Hutasuhut (2018). Analisis Kontribusi Keberadaan PT. Tambang Emas Martabe Batangtoru terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. [Skripsi]. Medan. Fakultas ekonomi dan bisnis. Universitas Sumatera Utara. 56 hal. Ife, Jim & Tegoriero, Frank, 2008, Community Development; Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Fachroerrozi Hoesni, Firmansyah (2019), Keberhasilan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) Berdasarkan Pemeriksaan Status Dan Gangguan Reproduksi Serta Pengendalian Pemotongan Sapi Betina Produktif Di Kabupaten Tebo. Prossiding Seminar Nasional Membangun Peternakan Berkelanjutan Menuju Era Industri 4.0 (2019). Jambi, 2 - 3 Oktober 2019. ISBN : 976-602-50946-2-0. Hal: 136-149 Jarmani. S.N, 2014. Keuntungan Ekonomi Pemeliharaan Sapi Secara Intensif Di Pedesaan Dengan Pakan Konsentrat: Suatu Studi Kasus. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan untuk Akselerasi Pemenuhan Pangan Hewani (Seri II). Dicetak oleh UNSOED PRESS. ISBN: 978-979-9204-98-1 Jumin, H.B. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. [Kemenpan RB] Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, 2021. Dampak Pengalihan Jabatan Administrasi Ke Jabatan Fungsional Dalam Kaitan Penyusunan Perjanjian Kinerja SKP. Bogor 01 Februari 2021. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2018. Pedoman Koordinasi Dan Pembinaan Asuransi Usaha Ternak Sapi Kerbau Tahun 2018. Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2021. Kostratani- Laporan Utama Kementerian Pertanian. http://laporanutama.pertanian.go.id/kostratani/user_list [diakses 16 Januari 2021] Erningsih, T. 2009. Model Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Timah Hitam.[Tesis]. Ilmu Lingkungan. Universitas Padjajaran. Bandung. Learned, E., Christensen, C.R., Andrews, K., and Guth, W. 1965. Business Policy Text& Cases. Irwin, Homewood, IL, USA. Licina V, Aksic MF, Tomic Z, Trajkovic I. 2016. Bioassessment of heavy metals in the surface soil layer of an opencast mine aimed for its rehabilitation. J Environ Manage. 186:240-252. Machmur, M. Yulianto., Gesha Yuliani., 2021. Kostratani. Gerakan Partisipasi Masyarakat dan Mobilisasi Penyuluh Pertanian. Jakarta. PT. Duta Karya Swasta (Penerbit Tabloid Sinar Tani). 100 hal. Madarisa, F., A, Anas., M, Reza., S, Anwar. 2018. Pengantar ilmu penyuluh pertanian. Padang. Andalas University press. Cetakan Pertama. Juli 2018. 320 hal. Majdi, Udo Yamin Efendi. 2007. Quranic Quotient. Jakarta: Qul-tum Media. Maramis, R.A, 2013. Tanggung Jawab Pemulihan Lingkungan Dalam Kegiatan Investasi Pertambangan. [Disertasi]. Makssar. Prgram Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 221 hal.

Muhsanati, 2019. Karakteristik Agroekosistem Tropika, Permasalahan serta Penanggulangannya. Dalam Habazar, T., B, Rusman., Yonariza., A, Anwar., editor. Perspektif Pertanian Tropika Basah Potensi Dan Tantangan Dalam Rangka Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Erka CV. Rumahkayu Pustaka Utama. Cetakan Pertama, 2019. ISBN : 978-602- 0738-22-2. Nell, A.J dan D.H.I. Rollinson. 1974. The Requirements and Availability of Livestock Feed in Indonesia, UNDP Project INS/72/009. Jakarta. Nugraha. M. P, 2020. Lep Webinar #4. Cattle Development. Cattle Development In Post Mining Area. Pengembangan Sapi Di Lahan Pasca Tambang. Streaming: bit.ly/lepwebinar4streaming [webinar]. 05 Agustus 2020. Nurmi, A. 2015. Profil Peserta Kurban Di Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Selatan. Jurnal Ilmiah Kultura. Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah. Medan. ISSN: 1411–0229. VOL.16 NO.1. September 2015: 5228-5238. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Perbatakusuma, EA, Siregar, RS, Siringo Ringo, J.B, Panjaitan, L, Wurjanto, D, Adhikerana, A dan Sitaparasti, Dhani (Eds). 2007. Membangun Kolaborasi Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatera di Ekosistem Batang Toru. Laporan Lokakarya Para Pihak. Conservation International – Departemen Kehutanan. Sibolga. Pratama, A.D., L.R, Kartikasari., B.S. Hertanto., A.M.P. Nuhriawangsa., M. Cahyadi. 2015. Duplex-PCR Marker Genetik Cytochrome b untuk Deteksi Cemaran Daging Babi pada Daging Kambing Segar. Di dalam Pengembangan Sumber Daya Lokal Dalam Agribisnis Peternakan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan . Jatinangor, 11 November 2015, Fakultas Peternakan Universitas Padjadajran.. Indonesia. Hal 1-5. Pratama, B.S, 2018. Analisis pengukuran gas beracun hasil peledakan di pit purnama dan berani PT. Angin court Resources Martabe Sumatera Utara. [Skripsi]. Jakarta. Universitas Trisakti. 83 hal. PT. Agincourt Resources, 20171. Laporan Keberlanjutan. Mewujudkan Pertumbuhan. PT. Agincourt Resources, 2020. Annual Report 2020. Laporan Tahunan. Agility And Adaptability. PT. Agincourt Resources (2019)1. Laporan Keberlanjutan. Bersama dalam keberagaman. PT. Agincourt Resources, 2019. Annual Report 2019 Laporan Tahunan. Building Together To Empower Performance - Membangun Bersama untuk Memperkokoh Kinerja.

PT. Agincourt Resources, 2018. Laporan Keberlanjutan 2017. Mewujudkan pertumbuhan. https://www.agincourtresources.com/wp- content/uploads/2019/10/Laporan-Keberlanjutan-2017_compressed.pdf [diakses 16 April 2021] PT. Agincourt Resources, 2017. Annual Report 2016 Laporan Tahunan. Delivering For All Stakeholders. Memberikan Nilai Bagi Semua Pemangku Kepentingan. PT. Agincourt Resources, 2016. Annual Report 2016 Laporan Tahunan. Delivering For All Stakeholders. Memberikan Nilai Bagi Semua Pemangku Kepentingan. [Pemprovsu] Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2020. RKPD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2019. [PTPN III] PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), 2014. Annual Report. Memperkuat Transformasi Bisnis Mereposisi Masa Depan. [PTPN III] PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), 2016. Annual Report. Jejak Langkah Transformasi Untuk Mencapai Tujuan. [PTPN III] PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), 2019. Annual Report. Strengthening Synergizing Sustaining. [PTPN III] PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), 2021. Bisnis Kami. Kelapa Sawit. http://www.ptpn3.co.id/biskaprod.php?h=bisnis-kami [diakses 16 Januari 2021] Purnomo DW, Fijridiyanto IA, Witono JR. 2018. Penilaian variable vegetasi pada lahan reklamasi bekas tambang emas di Ratatotok, Minahasa Tenggara. JPK Wallacea. 7:93-108 Purwantari, N.D, 2007. Reklamasi Area Tailing Di Pertambangan Dengan Tanaman Pakan Ternak; Mungkinkah?. Wartazoa Vol.17 No3: 101-108 [RPJMN], Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. [RKPD], Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2019. Rangkuti, Freddy. 2009. Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication. Jakarta : PT. GramediaPustakaUtama Rangkuti, Freddy, 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rusman, B. 2019. Konservasi Tanah dan Air untuk Keberlanjutan Pertanian Tropika Basah di Indonesia. Dalam Habazar, T., B, Rusman., Yonariza., A, Anwar., editor. Perspektif Pertanian Tropika Basah Potensi Dan Tantangan Dalam Rangka Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Erka CV. Rumahkayu Pustaka Utama. Cetakan Pertama, 2019. ISBN : 978-602- 0738-22-2.

[RPIJM], Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Bidang Cipta Karya, 2014. Bab 1. Kabupaten Tapanuli Selatan Periode 2014-2018. Laporan Akhir Sipirok. https://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/D OCRPIJM_1491495416bab_1.pdf [diakses 18 Februari 2021]. [RPIJM], Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Bidang Cipta Karya. 2014. Bab 5. Kabupaten Tapanuli Selatan Periode 2014-2018. Laporan Akhir Sipirok. https://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/D OCRPIJM_1491495516bab_5.pdf [diakses 18 Februari 2021]. Saleh, Arifin dan Lutfi Basit, 2016, Pengembangan Model Corporate Social Responsibility (CSR) Agincourt Resources Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, Prosiding: SNHP3M Untar. Jakarta. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2016 dengan P-ISSN:2356-3176. Salim. 2012. Hukum Pertambangan Mineral & Batu Bara. Jakarta: Sinar Grafika. 326 hal. Sakti, A.D.B (2017), Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong Hasil Inseminasi Buatan Di Kabupaten Tapanuli Selatan. [Tesis]. Medan. Program Pascasarjana Universitas Medan Area. 103 hal. Sania, P.R., Aldy, M., Abel, D., Nathanael, Della., Iqbal, A., Benhur, S., Adnan, P., Risa, A., Wahyu, A., Avellyn, S.S, (2020). Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang PT. Semen Indonesia Sebagai Destinasi Wisata Taman Reklamasi “Bukit Daun” Kab. Tuban, Prov. Jawa Timur”. Prosiding Seminar Teknologi Kebumian dan Kelautan (SEMITAN II). Institut Teknologi Adhitama Surabaya (ITATS). 12 Juli 2020 Indonesia. Hal 277-282. Setiawan, 2018. Begini Cara Kementan Deteksi Dan Kendalikan Wabah Penyakit Hewan. DetikFinance. Berita Ekonomi Bisnis. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4219136/begini-cara- kementan-deteksi-dan-kendalikan-wabah-penyakit-hewan [diakses 18 Februari 2021]. Setiadi, B,. Diwyanto, K,. Mahendri, I,. (2011). Model Pembibitan Sapi Potong Berdayasaing Dalam Suatu Sistem Integrasi Sawit-Sapi. Integrasi Tanaman-Ternak 2011. https://repository.unja.ac.id/168/1/isi_bunga_rampai.pdf [diakses 18 Februari 2021]. Setyanto, A. dan Bambang, I. (2015). Pembangunan Berbasis Wilayah : Dasar Teori, Konsep Operasional Dan Implementasinya Di Sektor Pertanian. Dalam Pasandaran, E., Dedi, N., Kedi, S,. Sudi M., Haryono., Penyunting. Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion. Jakarta. IAARD PRESS.

Sibagariang, Lubis, Hasnudi, 2013. Analisis Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapi Dan Strategi Pengembangannya Di Provinsi Sumatera Utara. Agrica (Jurnal Aribisnis Sumatera Utara). ISSN No:1979-8164. Vol. 1 No.1/ Juli 2013 Soedewo, E. 2004. Tinggalan Arkeologis di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Dalam Koestoro, L.P., N. Susilowati., S. Purba., K. Wiradnyana., D. Sutrisna., E. Soedewo. Redaksi. Berkala Arkeologi “Sangkhakala”. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Balai Arkeologi Medan. 91 hal. Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan HidupDan Pembangunan. Jakarta. Djambatan. Suharto, Edi. 2010, CSR & Comdev, Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi. Alfabeta. Bandung. Sulaiman, A,A., I. Inounu., S. Torang., Maidaswar. 2017. SIWAB Solusi Cerdas Swasembada Daging Sapi dan Kerbau. Diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI. Cetakan Pertama : Oktober 2017. ISBN : 978 602 5540 03 5. Sumardi, S,. 1983. Dr. Hadrian Siregar Hasil Karya dan Pengabdiannya, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional 1983. Sumarsono, S., D. W. Anwar., dan S. Budiyanto. 2009. Penerapan Pupuk Organik untuk Perbaikan Penampilan dan Produksi Hijaun Rumput Gajah pada Tanah Masam. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan-Semarang, Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro, Semarang. Sutawi, 2020. Food Estate: Mewujudkan Ketahanan Pangan Masa Pandemi dan Pasca Pandemi Covid-19. Dalam New Normal Kajian Multi Disiplin. Akhsanul In’am & Latipun. Malang: Psychology Forum, 2020 ISBN: 978-623-94285-2-5. Hal 365-380. Syamsu, Jasmal. 2011. Reposisi Paradigma Pengembangan Peternakan : Pemikiran, Gagasan, dan Pencerahan Publik. Penerbit Absolute Media, Yogyakarta. Sulistyawan, I.H,. dan B.H, Harahap (2013). Magmatisme, Sumberdaya Mineral Dan Energi Di Tapanuli Selatansumatera Utara. JSD.Geol. Pusat Survei Geologi Jl. 57 Bandung. Vol. 23 No. 3 Agustus 2013 Taher. A, 2019. Perspektif Pertanian Tropika Basah Potensi Dan Tantangan Dalam Rangka Pertanian Berkelanjutan. Dalam Testimoni Alumni. Penerbit Erka CV. Rumahkayu Pustaka Utama. Cetakan Pertama, 2019. ISBN : 978-602-0738-22-2. Tambunan, L., J. Husain dan M.J. Supit. 2018. Infiltrasi Dan Permeabilitas Pada Tanah Reklamasi Tambang Emas. Manado. Eugenia Volume 24 No. 1 Pebruari 2018.

Tanjung, Y.M. 2017. Kajian Biaya Pengendalian Gulma Pada Tanaman Belum Menghasilkan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Unit Usaha Kebun Batang Toru PTPN III. [Skripsi]. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan. Medan. 42 hal. Taty Hernaningsih (2020), Analisis Kualitas Air Di Ruas Sungai Batang Toru Dengan Metode Storet Dan Indeks Pencemaran. JRL Vol: 13, No: 2, Hal: 138-151. Tiesnamurti, B., M.H. Sawit. D.S. Damardjati., R. Thahir. 2013. Model Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman-Sapi Berbasis Inovasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. IAARD Press, 2013. ISBN 978-602-1520-72-7 Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung. Troboslivestock, 2015. Pelsa Pemantauan Kesehatan Hewan. http://troboslivestock.com/detail-berita/2015/06/01/9/6072/pelsa- pemantau-kesehatan-hewan [diakses 18 Februari 2021]. United Tractor, 2020. Bisnis. Pertambangan Emas. ©2020 United Tractors all right reserved. https://www.unitedtractors.com/business/pertambangan- emas/ [diakses 24 Mei 2021]. Umar, S. 2009. Potensi perkebunan kelapa sawit sebagai pusat pengembangan sapipotong dalam merevitalisasi dan mengakselerasi pembangunan peternakanberkelanjutan. Universitas Sumatera Utara.21 hlm. Wilson, Y. 2011. Analisis Produktivitas Tanaman Kelapa Saw It (Elaeis Guineensis Jacq) Di Kebun Hapesong PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Thesis. Universitas Medan Area. Program Pascasarjana Magister Manajemen Agribisnis Medan 2011.42 hal. Yayasan Ekosistem Lestari dan walhi, 2013. Usulan Perubahan Fungsi menjadi Hutan Lindung DAS Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Jakarta. [Bahan Presentasi]. 21 hal. Zuhannisa, S., B.E, Cahyono., E.C., N, Priyantari. (2019), Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Pemetaan Potensi Mineralisasi Emas Di Kabupaten tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Indonesian Journal of Applied Physics (2019) Vol.9 No.1 halaman 1 April 2019.ISSN:2089–0133. https://jurnal.uns.ac.id/ijap/article/view/25478/20448 [diakses 10 November 2020].

Peraturan Perundang Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 16 Tahun 2006, Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang No.16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang pengelompokan kualitas air. Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Nomor: 315/Kpts/PK.210/F/01/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi Dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2018. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 56/Kpts/SR.230.B/06/2016 tentang pedoman bantuan premi AUTS. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 48/Permentan/PK. 210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 67/Permentan/- SM.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/OT.140/8/2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Dan Gabungan Kelompok Tani. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 64/Permentan/OT.-140/9/2007 Tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 48/Permentan/PK. 210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 5 tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2017 - 2037. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. SK. Mentan No. 146/Kpts/HK.050/2/93 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Pemerintah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Pertanian Perda Kabupaten Tapanuli Selatan No: 1 Tahun 2016 perubahan atas peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

LAMPIRAN

115

Lampiran 1.

Gambar 18. Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan (Wilayah penelitian), Sumber: BAPPEDA Kabupaten Tapanuli Selatan 2018.

116

Lampiran 2.

Gambar 19. Peta pit purnama dengan skala untuk pengukuran luas, sumber: (PTAR dalam Pratama 2018).

117

Lampiran 3.

Gambar 20. Peta pit barani dengan skala untuk pengukuran luas, sumber: (PTAR dalam Pratama 2018).

118

Lampiran 4.

Gambar 21. Gambar sistim pengelolaan air tambang, air limpasan dari area yang terkena dampak operasional penambangan tidak dapat langsung meninggalkan lokasi tambang melainkan mengalir ke TSF atau kekolam-kolam besar pengelolaan air. Sumber: Diolah dari data sekunder.

119

Lampiran 5. Populasi riil Potensi ternak Maksimum ruminansia (ST) Tingkat No Kecamatan Sumberdaya KPPTR pada tahun Pengembangan Lahan (ST) tertentu (PMSL) (POPRIL) 1 Batang Toru 4.682,02 430,92 4.251,10 Tinggi Jumlah 4.682,02 430,92 4.251,10 Tabel 27: Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi (KPPTR) Kecamatan Batang Toru.

120

Lampiran 6. LP Padi LP Kacang LP Jagung LP Kedelai LP Ubi Kayu Sawah+Ladang Tanah Jumlah Y No Kecamatan (Ton Luas Luas Luas Luas Luas 0,23 10,9 10,07 1,44 5,05 BK/Tahun) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 Batang Toru 2.705,70 622,31 407,00 4.436,3 194 1.953,58 - - - - 7.012,19 Total 2.705,70 622,31 407,00 4.436,3 194 1.953,58 - - - - 7.012,19 Tabel 27: Produksi Pakan Hijauan, Limbah Pertanian Berdasarkan Luas Panen Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan 2020. Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2020 dengan standar Nell dan Rollinson (1974).

Lampiran 7. Padang Sawah Perkebunan Hutan Negara Tegalan Rumput Jumlah X No Kecamatan Luas Konv Luas Konv Luas Konv Luas Konv (Ha) Luas (Ha) Konv 5% (Ha) 2% (Ha) 100% (Ha) 5% (Ha) 1% 1 Batang Toru 1.020 20,4 109 109 211 10,55 17.069,19 853,45 831 8,31 1.001,72 Total 1.020 20,4 109 109 211 10,55 17.069,19 853,45 831 8,31 1.001,72 Tabel 28: Kontribusi Lahan Garapan Terhadap Produksi Hijauan Makanan Ternak di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan 2020, Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2016 dengan standar Nell dan Rollinson (1974).

Lampiran 8. X(3,75)+ 푌 X Konversi X 3,75 Y No Kecamatan X (3,75)+ Y 2,3 (Ton BK/Tahun) (Ha) (Ton BK/Tahun) (ST) 1 Batang Toru 1.001,72 3.756,45 7.012,19 4.682,02 4.682,02 Total 1.001,72 3.756,45 7.012,19 4.682,02 4.682,02 Tabel 29: Total Produksi Hijauan Makanan Ternak Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2016

121

Lampiran 9.

Potensi Maksimum Populasi riil ternak Tingkat No Kecamatan Sumberdaya Lahan ruminansia (ST) pada KPPTR (ST) Pengembangan (PMSL) tahun tertentu (POPRIL) 1 Batang Toru 4.682,02 430,92 4.251,10 Tinggi Jumlah 4.682,02 430,92 4.251,10 Tabel 30: Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi (KPPTR) Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Sumber: Diolah dari data sekunder penelitian.

Lampiran 10. Ruminansia Populasi riil ternak ruminansia (ST) No Kecamatan Sapi ST ST ST ST Domba Kerbau Kambing pada tahun Potong (*0,7) (*0,14) (*0,7) (*0,14) tertentu (POPRIL) 1 Batang Toru 461 322,7 0 0 9 6,3 728 101,92 430,92

Jumlah 461 322,7 0 0 9 6,3 728 101,92 430,92 Tabel 31: Jumlah populasi ternak Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2020.

122

Lampiran 11. Jenis Lahan Kontribusi lahan (Ha) Padang rumput 100 % dari luas lahan Sawah 2 % dari luas lahan Galengan sawah 2,5 % dari luas lahan Perkebunan 5 % dari luas lahan Hutan sejenis 5 % dari luas lahan Huan sekunder 3 % dari luas lahan Tepian jalan 0,5 Ha dari panjang jalan Tegalan 1 % dari luas lahan Tabel 32: Kemampuan Lahan dalam Menghasilkan Rumput berdasarkan metoda Nell dan Rollinson, Sumber : Nell dan Rollinson (1974)

Hasil Limbah Produksi jerami Jerami padi 0,23 ton BK/Ha/tahun Jerami jagung 10,9 ton BK/Ha/tahun Jerami ubikayu 5,05 ton BK/Ha/tahun Jerami ubi jalar 1,2 ton BK/Ha/tahun Jerami kedelai 1,07 ton BK/Ha/tahun Jerami kacang tanah 1,44 ton BK/Ha/tahun Tabel 33: Produksi Hijauan Makanan Ternak yang dapat dihasilkan dari Luas Panen Sumber : Nell dan Rollinson (1974)

123

Lampiran 12.

Gambar 22. Peta analisis sebaran mineral emas dalam bentang Pengunungan Bukit Barisan di Tapanuli Selatan. Sumber: PT. Agincourt Resources, 2019.

Gambar 23. Pemandangan Tambang Emas Martabe (Pit Purnama di latar depan, serta pabrik pengolahan, Tailing Storage Facility, Pengunungan Bukit Barisan di latar belakang. Sumber: PT. Agincourt Resources, 2015.

124

Lampiran 13.

Gambar 25. Upaya revegetasi lahan yang dilakukan seiring dengan beroperasinya tambang.Sumber: PT. Agincourt Resources, 2019.

Gambar 26. Persiapan penanaman pohon dalam upaya revegetasi lahan Sumber: PT. Agincourt Resources, 2019.

125

Lampiran 14.

Gambar 27. Survey awal kelokasi penelitian. Sumber: Data primer penelitian 2021.

Gambar 33. Model peternakan sapi mandiri di Kecamtan Batang Toru. Sumber: Data primer penelitian 2021.

126

Lampiran 15.

Gambar 34. Model pemeliharaan sapi peternak mandiri, Batang Toru, Sumber: Data primer penelitian 2021.

Gambar 35. Puskeswan dan Pos IB (ULIB) Kecamatan Angkola Sangkunur, Sumber: Data primer penelitian 2021.

127

Lampiran 16.

Gambar 37. Perkebunan karet PTPN III Kebun Batang Toru. Sumber: Data primer penelitian 2021.

Gambar 38.Tanaman sela berupa rumput di perkebunan PTPN III kebun Batang Toru. Sumber: Data primer penelitian 2021.

128

Lampiran 17.

Gambar 40. Rekap kelompok tani Kecamatan Batang Toru. Sumber: Simluhtan 2021.

129

Lampiran 18a. Analisis SWOT Pengembangan usaha ternak sapi Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

A. Perhitungan Pembobotan Faktor Internal

Responden Faktor Internal

1. Ir. Bismark Muaratua. Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

2. H. Syahdan Syahputra, SE. Ka.subbag Umum BAPPEDA Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

3. Muharram Fajrin Harahap, S.Pi, M.Si. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

4. Lenny Marlina Nasution, SP. Kepala BPP Kecamatan Batang Toru.

5. Sugiman, Peternak sapi potong Desa Sumuran, Kec. Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

Keterangan :

A. Daya dukung lahan B. Letak geografis C. Adanya wilayah basis sapi potong D. Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS) E. Tingginya motivasi peternak memelihara sapi potong F. Adanya kelompok tani-ternak sapi pembibitan G. Keterbatasan modal usaha H. Beternak sebagai usaha sambilan I. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak J. Penggunaan faktor produksi belum optimal K. Adopsi teknologi rendah L. Sistem pemasaran belum memadai Batasan angka penilaian

0 = Kurang penting

1 = Sama penting

2 = Lebih penting

130

Lampiran 18b.

Responden 1

Jum Faktor Internal A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Daya dukung lahan (A) -- 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 19 0,144

Letak geografis (B) 1 -- 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 0,091

Adanya wilayah basis sapi potong (C) 1 0 -- 2 2 1 1 1 1 2 2 1 14 0,106

Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS)(D) 1 1 0 -- 1 0 0 2 0 1 2 2 10 0,076

Tingginya motivasi peternak memelihara sapi potong (E) 0 1 0 1 -- 2 2 2 0 2 2 2 14 0,106

Adanya kelompok tani ternak sapi pembibitan (F) 0 1 1 2 0 -- 1 0 0 1 2 2 10 0,076

Keterbatasan modal usaha (G) 0 1 1 2 0 1 -- 1 0 1 1 1 9 0,068

Beternak sebagai usaha sambilan (H) 0 1 1 0 0 2 1 -- 0 2 2 2 11 0,083

Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak (I) 0 1 1 2 2 2 2 2 -- 1 1 1 15 0,114

Penggunaan faktor produksi belum optimal (J) 0 1 0 1 0 1 1 0 1 -- 1 1 7 0,053

Adopsi teknologi rendah (K) 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 -- 1 5 0,038

Sistim pemasaran belum memadai (L) 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 -- 6 0,045

3 10 8 12 8 12 13 11 7 15 17 16 132 1,000

131

Lampiran 18c.

Responden 2

Jum Faktor Internal A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Daya dukung lahan (A) -- 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2 17 0,129

Letak geografis (B) 0 -- 1 0 0 2 0 2 0 0 1 1 7 0,053

Adanya wilayah basis sapi potong (C) 0 1 -- 1 1 2 2 2 0 2 1 0 12 0,091

Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS)(D) 1 2 1 -- 0 2 0 2 0 0 0 2 10 0,076

Tingginya motivasi peternak memelihara sapi potong (E) 1 2 1 2 -- 2 2 2 2 2 2 2 20 0,152

Adanya kelompok tani ternak sapi pembibitan (F) 1 0 0 0 0 -- 0 2 0 0 0 2 5 0,038

Keterbatasan modal usaha (G) 1 2 0 2 0 2 -- 2 1 0 0 2 12 0,091

Beternak sebagai usaha sambilan (H) 0 0 0 0 0 0 0 -- 0 0 0 0 0 0,000

Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak (I) 1 2 2 2 0 2 1 2 -- 2 2 2 18 0,136

Penggunaan faktor produksi belum optimal (J) 0 2 0 2 0 2 2 2 0 -- 0 2 12 0,091

Adopsi teknologi rendah (K) 0 1 1 2 0 2 2 2 0 2 -- 2 14 0,106

Sistim pemasaran belum memadai (L) 0 1 2 0 0 0 0 2 0 0 0 -- 5 0,038

5 15 10 12 2 17 10 22 4 10 8 17 132 1,000

132

Lampiran 18d.

Responden 3

Jum Faktor Internal A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Daya dukung lahan (A) -- 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 13 0,098

Letak geografis (B) 1 -- 2 1 0 0 0 2 0 0 2 1 9 0,068

Adanya wilayah basis sapi potong (C) 0 0 -- 1 1 1 2 2 0 2 2 2 13 0,098

Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS)(D) 1 1 1 -- 1 0 0 2 0 1 2 2 11 0,083

Tingginya motivasi peternak memelihara sapi potong (E) 1 2 1 1 -- 2 2 2 0 2 2 2 17 0,129

Adanya kelompok tani ternak sapi pembibitan (F) 1 2 1 2 0 -- 1 0 0 1 2 2 12 0,091

Keterbatasan modal usaha (G) 1 2 0 2 0 1 -- 1 0 1 1 1 10 0,076

Beternak sebagai usaha sambilan (H) 0 0 0 0 0 2 1 -- 0 2 2 2 9 0,068

Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak (I) 1 2 2 2 2 2 2 2 -- 1 1 1 18 0,136

Penggunaan faktor produksi belum optimal (J) 1 2 0 1 0 1 1 0 1 -- 1 1 9 0,068

Adopsi teknologi rendah (K) 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 -- 1 5 0,038

Sistim pemasaran belum memadai (L) 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 -- 6 0,045

9 13 9 11 5 10 12 13 4 13 17 16 132 1,000

133

Lampiran 18e.

Responden 4

Jum Faktor Internal A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Daya dukung lahan (A) -- 1 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1 17 0,129

Letak geografis (B) 1 -- 2 2 1 0 0 0 0 1 2 1 10 0,076

Adanya wilayah basis sapi potong (C) 0 0 -- 2 1 2 2 2 0 1 2 1 13 0,098

Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS)(D) 0 0 0 -- 0 1 0 2 0 2 0 0 5 0,038

Tingginya motivasi peternak memelihara sapi potong (E) 0 1 1 2 -- 2 1 2 1 2 1 1 14 0,106

Adanya kelompok tani ternak sapi pembibitan (F) 0 2 0 1 0 -- 1 2 0 1 1 2 10 0,076

Keterbatasan modal usaha (G) 1 2 0 2 1 1 -- 2 0 2 2 2 15 0,114

Beternak sebagai usaha sambilan (H) 0 2 0 0 0 0 0 -- 0 0 1 0 3 0,023

Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak (I) 0 2 2 2 1 2 2 2 -- 2 1 1 17 0,129

Penggunaan faktor produksi belum optimal (J) 1 1 1 0 0 1 0 2 0 -- 1 1 8 0,061

Adopsi teknologi rendah (K) 1 0 0 2 1 1 0 1 1 1 -- 2 10 0,076

Sistim pemasaran belum memadai (L) 1 1 1 2 1 0 0 2 1 1 0 -- 10 0,076

5 12 9 17 8 12 7 19 5 14 12 12 132 1,000

134

Lampiran 18f.

Responden 5

Jum Faktor Internal A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Daya dukung lahan (A) -- 2 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 6 0,045

Letak geografis (B) 0 -- 2 0 0 0 0 2 0 2 0 1 7 0,053

Adanya wilayah basis sapi potong (C) 1 0 -- 0 0 0 0 1 1 0 2 1 6 0,045

Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS)(D) 2 2 2 -- 0 0 0 2 1 1 1 1 12 0,091

Tingginya motivasi peternak memelihara sapi potong (E) 2 2 2 2 -- 2 1 2 1 2 2 2 20 0,152

Adanya kelompok tani ternak sapi pembibitan (F) 2 2 2 2 0 -- 0 1 0 0 0 0 9 0,068

Keterbatasan modal usaha (G) 2 2 2 2 1 2 -- 2 2 2 2 2 21 0,159

Beternak sebagai usaha sambilan (H) 2 0 1 0 0 1 0 -- 0 0 0 1 5 0,038

Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak (I) 2 2 1 1 1 2 0 2 -- 2 2 2 17 0,129

Penggunaan faktor produksi belum optimal (J) 1 0 2 1 0 2 0 2 0 -- 2 2 12 0,091

Adopsi teknologi rendah (K) 1 2 0 1 0 2 0 2 0 0 -- 2 10 0,076

Sistim pemasaran belum memadai (L) 1 1 1 1 0 2 0 1 0 0 0 -- 7 0,053

16 15 16 10 2 13 1 17 5 10 12 15 132 1,000

135

Lampiran 18g.

Bobot Faktor Internal Responden ∑ A B C D E F G H I J K L

1 0,144 0,091 0,106 0,076 0,106 0,076 0,068 0,083 0,114 0,053 0,038 0,045 1,000

2 0,129 0,053 0,091 0,076 0,152 0,038 0,091 0,000 0,136 0,091 0,106 0,038 1,000

3 0,098 0,068 0,098 0,083 0,129 0,091 0,076 0,068 0,136 0,068 0,038 0,045 1,000

4 0,129 0,076 0,098 0,038 0,106 0,076 0,114 0,023 0,129 0,061 0,076 0,076 1,000

5 0,045 0,053 0,045 0,091 0,152 0,068 0,159 0,038 0,129 0,091 0,076 0,053 1,000

∑ 0,348 0,387 0,492 0,469 0,47 0,499 0,341 0,349 0,371 0,425 0,372 0,477 5,000

µ 0,109 0,068 0,088 0,073 0,129 0,070 0,102 0,042 0,129 0,073 0,067 0,052 1,000

136

Lampiran 19a.

B. Perhitungan Pembobotan Faktor Eksternal

Responden Faktor Eksternal

1. Ir. Bismark Muaratua. Kepala Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

2. H. Syahdan Syahputra, SE. Ka.subbag Umum BAPPEDA Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

3. Muharram Fajrin Harahap, S.Pi, M.Si. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

4. Lenny Marlina Nasution, SP. Kepala BPP Kecamatan Batang Toru.

5. Sugiman, Peternak sapi potong Desa Sumuran, Kec. Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

Keterangan :

A. Permintaan pasar B. Otonomi daerah C. Perkembangan IPTEK D. Berfungsinya BIB-Daerah E. Harga produk yang relatif stabil F. Dukungan pemerintah G. Produk luar/impor H. Alih fungsi lahan pertanian I. Persaingan antar daerah dalam menghasilkan J. Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak K. Stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB L. Tingginya pemotongan ternak betina produktif Batasan angka penilaian

0 = Kurang penting

1 = Sama penting

2 = Lebih penting

137

Lampiran 19b.

Responden 1

Jum Faktor External A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Permintaan pasar (A) -- 1 1 1 2 0 2 1 1 1 1 0 11 0,083

Otonomi daerah (B) 1 -- 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 12 0,091

Perkembangan IPTEK (C) 1 1 -- 1 1 1 2 1 2 1 0 0 11 0,083

Berfungsinya POS IB (D) 1 0 1 -- 1 1 1 1 2 1 1 0 10 0,076

Harga produk yang relatif stabil (E) 0 1 1 1 -- 1 1 0 1 0 0 0 6 0,045

Dukungan pemerintah (F) 2 1 1 1 1 -- 2 2 2 2 2 2 18 0,136

Produk luar/impor (G) 0 1 0 1 1 0 -- 0 1 0 0 0 4 0,030

Alih fungsi lahan (H) 1 1 1 1 2 0 2 -- 2 1 1 0 12 0,091

Persaingan antar daerah dalam menghasilkan sapi (I) 1 1 0 0 1 0 1 0 -- 0 0 0 4 0,030

Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak (J) 1 1 1 1 2 0 2 1 2 -- 2 2 15 0,114

Stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB (K) 1 1 2 1 2 0 2 1 2 0 -- 1 13 0,098

Tingginya pemotongan ternak betina produktif (L) 2 1 2 2 2 0 2 2 2 0 1 -- 16 0,121

11 10 11 12 16 4 18 10 18 7 9 6 132 1,000

138

Lampiran 19c.

Responden 2

Jum Faktor External A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Permintaan pasar (A) -- 1 1 0 1 0 1 0 2 0 0 0 6 0,045

Otonomi daerah (B) 1 -- 0 0 2 0 2 0 2 0 0 0 7 0,053

Perkembangan IPTEK (C) 1 2 -- 0 1 0 2 0 2 0 0 0 8 0,061

Berfungsinya POS IB (D) 2 2 2 -- 2 1 2 1 2 1 1 1 17 0,129

Harga produk yang relatif stabil (E) 1 0 1 0 -- 0 2 2 2 1 1 0 10 0,076

Dukungan pemerintah (F) 2 2 2 1 2 -- 2 2 2 1 2 2 20 0,152

Produk luar/impor (G) 1 0 0 0 0 0 -- 0 0 0 0 0 1 0,008

Alih fungsi lahan (H) 2 2 2 1 0 0 2 -- 2 0 0 0 11 0,083

Persaingan antar daerah dalam menghasilkan sapi (I) 0 0 0 0 0 0 2 0 -- 0 0 0 2 0,015

Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak (J) 2 2 2 1 1 1 2 2 2 -- 2 2 19 0,144

Stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB (K) 2 2 2 1 1 0 2 2 2 0 -- 1 15 0,114

Tingginya pemotongan ternak betina produktif (L) 2 2 2 1 2 0 2 2 2 0 1 -- 16 0,121

139

16 15 14 5 12 2 21 11 20 3 7 6 132 1,000

Lampiran 19d.

Responden 3

Jum Faktor External A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Permintaan pasar (A) -- 1 1 1 1 1 0 0 2 0 1 2 10 0,076

Otonomi daerah (B) 1 -- 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 15 0,114

Perkembangan IPTEK (C) 1 1 -- 1 1 1 2 1 1 1 1 1 12 0,091

Berfungsinya POS IB (D) 1 0 1 -- 1 1 2 0 1 1 1 0 9 0,068

Harga produk yang relatif stabil (E) 1 1 1 1 -- 1 0 1 1 0 1 0 8 0,061

Dukungan pemerintah (F) 1 1 1 1 1 -- 2 0 2 1 1 0 11 0,083

Produk luar/impor (G) 2 0 0 0 2 0 -- 0 1 0 0 0 5 0,038

Alih fungsi lahan (H) 2 0 1 2 1 2 2 -- 2 1 1 1 15 0,114

Persaingan antar daerah dalam menghasilkan sapi (I) 0 0 1 1 1 0 1 0 -- 0 0 0 4 0,030

Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak (J) 2 1 1 1 2 1 2 1 2 -- 1 1 15 0,114

Stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB (K) 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 -- 2 14 0,106

140

Tingginya pemotongan ternak betina produktif (L) 0 1 1 2 2 2 2 1 2 1 0 -- 14 0,106

12 7 10 13 14 11 17 7 18 7 8 8 132 1,000

Lampiran 19e.

Responden 4

Jum Faktor External A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Permintaan pasar (A) -- 2 2 1 1 0 2 2 2 0 0 0 12 0,091

Otonomi daerah (B) 0 -- 0 0 2 1 2 2 1 1 1 2 12 0,091

Perkembangan IPTEK (C) 0 2 -- 1 1 1 2 0 1 1 1 0 10 0,076

Berfungsinya POS IB (D) 1 2 1 -- 2 0 2 1 2 1 1 1 14 0,106

Harga produk yang relatif stabil (E) 1 0 1 0 -- 0 0 0 2 0 0 0 4 0,030

Dukungan pemerintah (F) 2 1 1 2 2 -- 2 2 2 2 2 2 20 0,152

Produk luar/impor (G) 0 0 0 0 2 0 -- 0 0 0 0 0 2 0,015

Alih fungsi lahan (H) 0 0 2 1 2 0 2 -- 2 1 1 1 12 0,091

Persaingan antar daerah dalam menghasilkan sapi (I) 0 1 1 0 0 0 2 0 -- 0 0 0 4 0,030

Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak (J) 2 1 1 1 2 0 2 1 2 -- 2 1 15 0,114

Stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB (K) 2 1 1 1 2 0 2 1 2 0 -- 1 13 0,098

Tingginya pemotongan ternak betina produktif (L) 2 0 2 1 2 0 2 1 2 1 1 -- 14 0,106

141

10 10 12 8 18 2 20 10 18 7 9 8 132 1,000

Lampiran 19f.

Responden 5

Jum Faktor External A B C D E F G H I J K L Bobot lah

Permintaan pasar (A) -- 1 1 0 1 0 2 1 1 0 0 0 7 0,053

Otonomi daerah (B) 1 -- 1 0 2 1 2 2 2 0 0 0 11 0,083

Perkembangan IPTEK (C) 1 1 -- 1 2 0 2 1 2 0 0 0 10 0,076

Berfungsinya POS IB (D) 2 2 1 -- 2 1 2 2 2 1 1 1 17 0,129

Harga produk yang relatif stabil (E) 1 0 0 0 -- 0 2 1 1 0 0 0 5 0,038

Dukungan pemerintah (F) 2 1 2 1 2 -- 2 2 2 2 2 2 20 0,152

Produk luar/impor (G) 0 0 0 0 0 0 -- 1 1 0 0 0 2 0,015

Alih fungsi lahan (H) 1 0 1 0 1 0 1 -- 1 0 0 1 6 0,045

Persaingan antar daerah dalam menghasilkan sapi (I) 1 0 0 0 1 0 1 1 -- 0 0 0 4 0,030

Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak (J) 2 2 2 1 2 0 2 2 2 -- 2 1 18 0,136

Stabilitas penyediaan bibit dan layanan IB (K) 2 2 2 1 2 0 2 2 2 0 -- 1 16 0,121

Tingginya pemotongan ternak betina produktif (L) 2 2 2 1 2 0 2 1 2 1 1 -- 16 0,121

142

15 11 12 5 17 2 20 16 18 4 6 6 132 1,000

Lampiran 19g.

Bobot Faktor External Responden ∑ A B C D E F G H I J K L

1 0,083 0,091 0,083 0,076 0,045 0,136 0,030 0,091 0,030 0,114 0,098 0,121 1,000

2 0,045 0,053 0,061 0,129 0,076 0,152 0,008 0,083 0,015 0,144 0,114 0,121 1,000

3 0,076 0,114 0,091 0,068 0,061 0,083 0,038 0,114 0,030 0,114 0,106 0,106 1,000

4 0,091 0,091 0,076 0,106 0,030 0,152 0,015 0,091 0,030 0,114 0,098 0,106 1,000

5 0,053 0,083 0,076 0,129 0,038 0,152 0,015 0,045 0,030 0,136 0,121 0,121 1,000

∑ 0,348 0,432 0,386 0,508 0,250 0,674 0,106 0,424 0,136 0,621 0,538 0,576 5,000

µ 0,070 0,086 0,077 0,102 0,050 0,135 0,021 0,085 0,027 0,124 0,108 0,115 1,000

143

143

Lampiran 19h.

C. Perhitungan Rating/Peringkat Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman 1. Perhitungan Rating Kekuatan Nilai Kekuatan 4 3 2 1 ∑ µ Akhir

A 3 1 1 -- 17 3,4 3

B -- 3 1 1 12 2,4 2

C -- 1 3 1 10 2 2

D -- 3 1 1 12 2,4 2

E 2 3 -- -- 17 3,4 3

F -- 2 3 -- 12 2,4 2

2. Perhitungan Rating Kelemahan Nilai Kelemahan 4 3 2 1 ∑ µ Akhir

G 2 2 1 -- 16 3,2 3

H -- 3 2 -- 13 2,6 3

I -- 4 1 -- 14 2,8 3

J -- 2 3 -- 12 2,4 2

K -- 4 1 -- 14 2,8 3

L 1 2 2 -- 14 2,8 3

3. Perhitungan Rating Peluang Nilai Peluang 4 3 2 1 ∑ µ Akhir

A 4 -- 1 -- 18 3,6 4

B -- 3 1 1 12 2,4 2

C 1 2 2 -- 14 2,8 3

D 2 3 -- -- 17 3,4 3

E 2 3 -- -- 17 3,4 3

F 3 2 -- -- 18 3,6 4

144

Lampiran 19i.

4. Perhitungan Rating Ancaman Nilai Ancaman 4 3 2 1 ∑ µ Akhir

G 1 2 2 -- 14 2,8 3

H -- 3 2 -- 13 2,6 3

I -- 1 4 -- 11 2,2 2

J -- 4 1 -- 14 2,8 3

K -- 4 1 -- 14 2,8 3

L -- 3 2 -- 13 2,6 3

D. Perhitungan Matrik Evaluasi Faktor Internal Strategis Faktor Internal Bobot Ranking Skor

Daya dukung lahan 0,109 3 0,327

Letak geografis 0,068 2 0,136

Adanya wilayah basis sapi potong 0,088 2 0,176

Kekuatan Ternak sapi dipelihara bersama usahatani lainnya (IFS) 0,073 2 0,145

Tingginya motivasi peternak memelihara ternak sapi 0,129 3 0,386

Adanya kelompok tani-ternak sapi pembibitan 0,070 2 0,139

Sub Total 1,311

Keterbatasan modal usaha 0,102 3 0,305

Beternak sebagai usaha sambilan 0,042 3 0,127

Rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak 0,129 3 0,386

Penggunaan faktor produksi belum optimal 0,073 2 0,145 Kelemahan Adopsi teknologi rendah 0,067 3 0,200

Sistem pemasaran belum memadai 0,052 3 0,155

Sub Total 1,318

Total 1,000 2,629

145

Lampiran 19j.

E. Perhitungan Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Strategi Faktor Eksternal Bobot Ranking Skor

Permintaan pasar 0,070 4 0,279

Otonomi daerah 0,086 2 0,173

Perkembangan IPTEK 0,077 3 0,232

Peluang Berfungsinya POS IB dan Puskeswan di 2 kecamatan. 0,102 3 0,305

Harga produk yang relatif stabil 0,050 3 0,150

Dukungan pemerintah 0,135 4 0,539

Sub Total 1,677

Produk luar/impor 0,021 3 0,064

Alih fungsi lahan 0,085 3 0,255

Persaingan antar daerah dalam menghasilkan sapi 0,027 2 0,055

Gangguan reproduksi dan kesehatan ternak 0,124 3 0,373 Ancaman Stabilitas penyediaan bibit/layanan IB 0,108 3 0,323

Tingginya pemotongan ternak betina produktif 0,115 3 0,345

Sub Total 1,414

Total 1,000 3,091