Antara Daerah Dan Negara: Indonesia Tahun 1950-An
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
ANTARA DAERAH DAN NEGARA: INDONESIA TAHUN 1950-AN Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa ANTARA DAERAH DAN NEGARA: INDONESIA TAHUN 1950-AN Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa Penyunting: Sita van Bemmelen dan Remco Raben KITLV-Jakarta Jakarta, 2011 Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950‑an. Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa / penyunting: Sita van Bemmelen dan Remco Raben. – Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia; KITLV‑Jakarta, 2011. viii + 344 hlm.: 16 x 24 cm ISBN: 978‑979‑461‑772‑4 Hak cipta dilindungi undang‑undang All rights reserved Diterbitkan oleh KITLV‑Jakarta ‑ NIOD ‑ Yayasan Pustaka Obor Indonesia Edisi pertama: 2011 Y.O.I: 665.28.28.2010 Ilustrasi sampul: Rahmatika Alamat penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia KITLV‑Jakarta Jl. Plaju No. 10 Jl. Prapanca Raya 95 A Jakarta 10230 Jakarta 12150 Telepon: 021‑31926978, 3920114 Telepon: 021‑7399501 Faksimile: 021‑31924488 Faksimile: 021‑7399502 E‑mail: [email protected] E‑mail: [email protected] æm¬╈のの¹¹¹╆©Æ©°╆©°╆ıŁ æm¬╈のの¹¹¹╆øı²œµ╆-œ DAFTAR ISI Ucapan Terima Kasih vii Sita van Bemmelen dan Remco Raben Sejarah Daerah Tahun 1950-an dan Dekonstruksi Narasi Besar Integrasi Nasional 1 Ruth T. McVey Kasus Tenggelamnya Sebuah Dasawarsa 18 Howard Dick Ekonomi Indonesia pada Tahun 1950an: Kurs Beraneka, Jaringan Bisnis serta Hubungan Pusat-Daerah 37 Suprayitno Jalan Keluar yang Buntu: Federasi Sumatera sebagai Gagasan Kaum Terpojok 64 Gusti Asnan Regionalisme, Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera Barat Tahun 1950-an 106 Gusti Asnan Berpisah untuk Bersatu: Dinamika Pemekaran Wilayah di Sumatera Tengah tahun 1950-an 133 Gerry van Klinken Mengkolonisasi Borneo: Pembentukan Provinsi Dayak di Kalimantan 161 Esther Velthoen Memetakan Sulawesi Tahun 1950-an 196 Diks Pasande Politik Nasional dan Penguasa Lokal di Tana Toraja 217 Agustinus Supriyono Konflik Perburuhan Endemis di Pelabuhan Semarang pada Masa Revolusi dan Masa Republik 246 Mutiah Amini Komunis di Kota Santri: Politik Lokal Kotagede pada 1950- 1960-an 269 vi DAFTAR ISI Remco Raben Bangsa, Daerah, dan Ambiguitas Modernitas di Indonesia Tahun 1950-an 295 Taufik Abdullah Regionalisme dan Sentralisme 316 Indeks 335 Tentang Penulis 343 UCAPAN TERIMA KASIH uku ini merupakan salah satu hasil program penelitian Rethinking BRegionalism; Changing Horizons in Indonesia, 1950s/2000s, yang merupakan bagian dari proyek penelitian Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen (KNAW): Indonesia in Transition. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dan lembaga yang berikut. Beberapa artikel dalam kumpulan karangan ini telah disajikan pada lokakarya ‘Rethinking Regionalism’ yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2004 di Jakarta. Kepada seluruh peserta, kami mengucapkan banyak terima kasih atas pendapat dan komentarnya. Ucapan terima kasih terutama kami tujukan kepada Adrian Vickers, Bambang Purwanto, Burhan Magenda, David Henley, Elsbeth Locher-Scholten, Erwiza Erman, Gerry van Klinken, Greg Fealy, Henk Schulte Nordholt dan Howard Dick, yang pada lokakarya ini dan lokakarya lainnya telah menyumbangkan buah pikiran mereka bagi program penelitian ini. Juga banyak terima kasih kepada kedua peniliti pascadoktoral Esther Velthoen dan Gusti Asnan yang merupakan tulang punggung program penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen atas pembiayaan sebagian besar dari program penelitian ini dan kepada Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie atas dana tambahan yang diberikan. Kepada Taufik Abdullah dan Mukhlis Paeni yang merupakan mitra Indonesia program penelitian ini. Mereka selalu siap mendampingi kami dengan saran, bantuan, dan selalu menerima kami dengan tangan terbuka. Untuk pihak Belanda kepada Elsbeth Locher-Scholten, Heather Sutherland, dan Henk Schulte Nordholt yang telah membimbing program penelitian dan penyusunan kumpulan karangan ini dengan kritis dan cermat. Mereka juga sering kali memberikan masukan yang sangat berharga. Kumpulan karangan ini memiliki sejarah penerjemahan dan penyuntingan yang sangat intensif. Beribu terima kasih kepada para penerjemah yang menerjemahkan bagian-bagian yang berbahasa Inggris, Sherry Kasman Entus, dan Koesalah Soebagyo Toer, untuk pekerjaan mereka yang rumit dan viii UCAPAN TERIMA KASIH berjumlah banyak ini. Kami juga perlu mengucapkan terima kasih kepada Marina Krisnawati dari Yayasan Pustaka Obor Indonesia atas bantuannya pada tahap akhir penyelesaian naskah. Juga kepada Nurhayu Woro Santoso yang membantu menyelesaikan terjemahan tambahan. Kepada Roger Tol dari KITLV Jakarta dan pihak-pihak dari Yayasan Pustaka Obor Indonesia, untuk dukungan mereka dalam penerbitan kumpulan karangan ini. Program penelitian ini dikoordinasi Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie di Amsterdam, yang mendukung program ini dalam berbagai cara dan yang memungkinkan diterbitkannya kumpulan karangan ini. Sita van Bemmelen dan Remco Raben Aceh Medan MALAYA SUMATRA UTARA Singapura SULAWESI UTARA KALIMANTAN Manado TIMUR Pekanbaru RIAU KALIMANTAN Pontianak Samarinda BARAT SUMATRA KALIMANTAN TENGAH Padang Jambi SELATAN Palangkaraya Palembang Banjarmasin SUMATRA AMBON SELATAN Makassar Jakarta MALUKU Semarang Surabaya SULAWESI SELATAN DJAWA BALI LOMBOK BARAT Yokjakarta DJAWA DJAWA TIMUR TENGAH Denpasar NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR SITA VAN BEMMELEN DAN REMCO RABEN SEJARAH DAERAH TAHUN 1950-AN DAN DEKONSTRUKSI NARASI BESAR INTEGRASI NASIONAL alam historiografi Indonesia, untuk masa yang cukup lama, tahun 1950- Dan dianggap sebagai terra incognita, dan hanya sebagian kecil daerah di Nusantara waktu itu yang pernah diteliti para ilmuwan. Kenyataan ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mengherankan, sebab tahun 1950-an merupakan dekade pertama diakuinya Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat. Karena itu, tentu sangat diharapkan adanya informasi yang cukup komprehensif mengenai apa-apa saja yang dihadapi bangsa dan negara pada periode tersebut. Memang, berbagai perkembangan yang terjadi di Indonesia telah menjadi topik dari beberapa buah kajian yang fundamental pada dasawarsa 1950-an dan 1960- an. Tetapi setelahnya, hampir tidak ada lagi penelitian yang dilakukan mengenai kurun waktu tersebut, terabaikannya pengungkapan itu tetap berlanjut hingga jatuhnya Presiden Suharto dan Orde Barunya. Terjadinya Reformasi telah mengubah jalannya sejarah dan membuka kesempatan untuk kembali memerhatikan dasawarsa 1950-an. Dengan berlakunya tatanan politik yang baru di Indonesia sejak 1998—berlakunya kembali demokrasi parlementer dan adanya tuntutan otonomi daerah—kita terdorong untuk merenungkan kembali kurun waktu 1950-an, karena apa yang dikemukakan waktu itu hampir sama dengan isu-isu yang mendominasi agenda politik dewasa ini. Dua belas artikel dalam buku ini mencoba mengeksplorasi cara-cara baru dalam memandang ’daerah’ pada tahun 1950-an, suatu periode yang banyak dihujat dan ditelantarkan selama ini. Reformasi dan Bangkitnya Minat pada Sejarah Daerah Tidak disangsikan bahwa Reformasi telah memberikan dorongan besar bagi meningkatnya perhatian terhadap ’daerah’. Satu aspek penting Reformasi 2 SITA VAN BEMMELEN DAN REMCO RABEN ialah tuntutan otonomi daerah yang lebih luas, yang sering disertai mobilisasi dan munculnya kembali sentimen etnis. Keluarnya Undang-undang tentang Otonomi Daerah tahun 1999 dan 2002 telah memicu proses ’pemekaran’, pembentukan sejumlah besar provinsi dan kabupaten baru. Fenomena inilah yang mendorong munculnya kembali minat terhadap tahun 1950-an, sebuah dekade yang dinamis dan bergolak, sebuah kurun waktu yang memiliki kesamaan dengan era pasca-Orde Baru. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika enam dari sepuluh artikel dalam buku ini membahas proses pendefinisian kembali ’daerah’, khususnya terjadinya pemekaran dalam konsep kekinian Indonesia. Artikel Suprayitno mengenai Federasi Sumatera berangkat dari akhir masa revolusi, ketika Belanda membentuk sistem federal di daerah-daerah yang telah didudukinya kembali. Menjelang penyerahan kedaulatan, Tengku Mansoer, wali negara Sumatera Timur, mencoba mencari dukungan bagi gagasannya membentuk Federasi Sumatera di kalangan elite dari semua daerah di pulau tersebut. Upaya ini menunjukkan, betapa masih terbukanya pilihan untuk pembangunan negara (state-building) di Indonesia waktu itu.1 Namun gagasan untuk membentuk identitas politik regional yang baru tersebut tidak menggugah elite berpengaruh lainnya di Sumatera, dan juga tidak mendapat restu dari pemerintah Republik. Dalam artikelnya mengenai ’pemetaan wilayah’, Gusti Asnan menyajikan contoh lain tentang usaha pembentukan identitas. Ia melukiskan upaya kaum elite Sumatera Barat untuk menyusun gagasannya mengenai ’Minangkabau Raya’ yang juga mencakup wilayah Riau dan Jambi, dan menyebarkan ide tersebut lewat buku sekolah tentang sejarah lokal. Riau dan Jambi telah disatukan dengan Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau sejak 1948. Ketidakpuasan kaum elite Jambi dan Riau terhadap situasi ini dianalisis dalam artikel kedua Gusti Asnan mengenai ’pemekaran wilayah’. Tidak senang dengan gagasan yang dipaksakan mengenai Minangkabau Raya dan tidak suka dengan dominasi elite Minangkabau yang berlebihan di provinsi Sumatera Tengah, mereka melancarkan gerakan (dan berhasil) untuk memisahkan diri dari Minangkabau, serta membentuk provinsi-provinsi tersendiri. Permintaan mereka diluluskan oleh pemerintah pusat tahun 1957. 1 Terbentuknya Indonesia dapat dibedakan ke dalam dua proses, yaitu ‘pembangunan bangsa’ (nation- building) dan ‘pembangunan negara’