Konsep Revolusi menurut Imam Khomeini

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

SITI KOMARIAH

NIM : 109045200005

PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1438H

ABSTRAK

SITI KOMARIAH NIM 109045200005. KONSEP REVOLUSI ISLAM IRAN MENURUT IMAM KHOMEINI. Program studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 1438 H/2016 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan, dan menganalisis tentang konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeini. Tema revolusi yang terlebih dahulu berkembang dalam dunia pemikiran Barat ternyata telah mempengaruhi pembahasan yang sama dalam pemikiran politik Islam. Revolusi yang merupakan fenomena gerakan sosial modern telah membangkitkan semangat dan pandangan-pandangan Islam terhadapnya pada masa kini. Kondisi sosial umat Islam pasca runtuhnya Dinasti Usmani boleh dikatakan mundur dibandingkan dengan peradaban Islam terdahulu. Imprealisme telah memisahkan wilayah-wilayah Islam yang dahulu bersatu di bawah satu naungan kekuatan politik Dinasti Usmaniyah. Di tengah kemundurannya hadirlah sosok Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai pencetus gerakan bangkitnya umat Islam di bawah kekuatan imprealisme. Gerakan yang mereka lakukan oleh banyak kalangan juga disebut sebagai awal revolusi Islam karena gerakan tersebut banyak menginspirasi kalangan intelektual dan ulama untuk merubah kondisi umat Islam dan melepaskannya dari cengkraman imprealisme modern.

Salah satu revolusi Islam yang paling spektakuler adalah revolusi Islam Iran tahun 1979 yang di pimpin oleh seorang ulama Iran yaitu Imam Khomeini. Revolusi ini berhasil menumbangkan Dinasti Pahlevi dan yang bersifat otokrasi dan merubah negara menjadi republik Islam. Revolusi yang bersifat memberbaiki kondisi sosial, politik, dan budaya kearah yang lebih baik ini sejalan dengan semangat Islam.

Skripsi ini ingin menguraikan dan menjelaskan bagaimana pandangan Imam Khomeni tentang revolusi Islam yang dipimpinnya tahun 1979. Revolusi yang bersifat menumbangkan kekuasaan lama dan mendirikan kekuasaan baru juga telah memberikan pertanyaan besar dalam khazanah keilmuan politik Islam tentang hukum menumbangkan kekuasaan terutama dalam literatur Syi’ah yang mana merupakan sekte yang dianut oleh Imam Khomeini dan sebagian besar masyarakat Iran.

Kata Kunci : Revolusi Islam, menumbangkan kekuasaan, kudeta, pemberontakan

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, MA

Daftar Pustaka : Tahun 1978 s.d. Tahun 2013

iv

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syukur Penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat dan kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi beban pikiran dan penghambat proses tetapi semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Sholawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada Nabi Muhammad Saw beserta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami, namun, berkat kerja keras, doa dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, atas izin Allah SWT Alhamdulillah dapat teratasi.

Skripsi/Tugas akhir ini berjudul : KONSEP REVOLUSI ISLAM IRAN

MENURUT IMAM KHOMEINI ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah Penulis menyelesaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bimbingan, saran petunjuk, dorongan dan bantuan kepada Penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

v

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA,

beserta para pembantu rektor.

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode

Tahun 2015 sampai periode tahun 2019.

3. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, MA selaku Dosen

Pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan

nasehat yang berguna bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-

baiknya.

4. Dra. Hj. Maskufa, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum Tata

Negara (Siyasah) yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan

nasehat yang berguna bagi penulis selama perkuliahan dalam semester

8 ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan

sebaik-baiknya.

5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Hukum Tata

Negara (Siyasah) yang telah banyak membantu penulis untuk

melengkapi berbagai macam keperluan berkas-berkas persyaratan

untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

6. Nur Habibi, S.H, M.H, selaku dosen Fakultas Syariah dan Hukum

yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang

berguna bagi penulis selam perkuliahan sehingga penulis dapat

penyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

vi

7. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum dengan ikhlas

menyalurkan ilmu dan pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar

yang penulis jalani.

8. Kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan

pengorbanan serta doa yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya

sehingga penulis dapat penyelesaikan studi strata 1 dengan penuh

semangat, ayahanda Saut Baekani dan ibunda Surnasih Saiman serta

kakak-kakak dan adik-adik tercinta yang telah banyak memberikan

dorongan.

9. Suami tercinta, Dede Abdul Halim yang selalu mendoakan dan

mendukung penuh dalam penyelesaian skripsi ini, you are my home

and I love you.

10. Teman-teman tulusku, Azizatul Iffah,S.Th.i Yayah Nihayah,S.Hum,

Ade Esa,S.Sy, Nashrotul Ummah,S.Hum, Sari Nihayatizzuhriyah,S.Si

dan Isna Ulya Azizah,S.Th.i serta temen-temen Darussunah

Internasional Institut For Hadist Sciences.

11. Teman-teman Ketatanegaraan Islam (SS) angkatan 2009 dan teman-

teman KKN Andalusia.

12. Para pustakawan Islamic Cultural Centre Warung Buncit dan Iranian

corner yang telah membantu penulis mencari sumber-sumber skripsi

yang berkaitan.

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan

Allah SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

vii pembaca pada umunya serta menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Akhirnya semoga setiap bantuan, doa dan moivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN…………………..………………………………...…...…….....i

LEMBAR PENGESAHAN……………...………………………………………..…………ii

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………...…..…..iii

ABSTRAK ……………………………………………………………………….....……….iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………………...…..………v

DAFTAR ISI …………………………………………………………..…………………….xi

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………...... 1

B. Perumusan Masalah ………………………...………………..…...9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………….…….……..……..10

D. Tinjauan Pustaka...... …………………….….……….….…... 10

E. Metode Penelitian...... ……………………….…..……….…...11

F. Pendekatan Penelitian………………………..……………..……12

G. Teknik Pengumpulan Data...... 12

H. Teknis Analisis Data...... 13

I. Sistematika Pembahasan ……………………………………..….14

BAB II BIOGRAFI IMAM KHOMEINI………………………………….15

A. Latar Belakang Keluarga dan Sosial Politik ………………...…..15

B. Karir dan Aktifitas Politik Imam Khomeini…………………..…22

xi

C. Posisi Agama dalam Negara ………………………………….....31

BAB III KONSEP REVOLUSI ISLAM KLASIK DAN MODERN…….36

A. Definisi Revolusi ………………………………………….……..36

B. Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern………………..……….40

C. Sejarah Revolusi Islam klasik dan Modern ……………..……….47

D. Revolusi Islam abad modern.……………………………….…..50

E. Pandangan revolusi dalam khazanah Syiah…………………..….53

BAB IV Konsep Revolusi Islam Menurut Imam Khomeini…….56

A. Revolusi Islam : Ulama sebagai Pemimpin Politik ……………..56

B. Revolusi Islam : Revolusi Melawan Kaum Penindas.. ………….62

C. Hukum Penggulingan Kekuasaan menurut Imam

Khomeini………………………………………………………….71

D. Iran Pasca Revolusi………………………………………………75

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………..79

A. Kesimpulan………………………………………………..……..79

B. Saran …………….………………………………………….…...81

DAFTAR PUSTAKA ………………………………..…………………………….82

xii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Revolusi Islam merupakan sebuah usaha untuk membangun sebuah kondisi masyarakat baik dalam konteks sosial ataupun politik yang lebih baik dan ideal yang hal tersebut adalah sejalan dengan ajaran dan misi Islam. Revolusi dalam Islam bermakna juga pembebasan, pembelaan dan pencerahan. Maka dalam perspektif ini visi revolusi adalah sejalan dengan visi Islam dan dengan sendirinya revolusi bukanlah sebuah gerakan yang kontra jihad.1

Tema revolusi Islam dalam pemikiran Islam klasik cukup sulit dilacak, hal ini sangat bisa dipahami apabila kita melihat bahwa salah satu dari sifat revolusi adalah perlawanan terhadap sebuah kemapanan yang dianggap salah, termasuk di dalamnya adalah kemapanan kekuasaan. sebagaimana diketahui bahwa pada masa tersebut Islam sedang ada dalam keadaan berkuasa, bahkan Islam mengalami masa-masa keemasan di beberapa periode seperti pada zaman dinasti Turki

Usmani. Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa tema revolusi bukanlah sebuah tema yang relevan untuk dibahas oleh para pemikir Islam pada waktu itu.

Runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani yang diakibatkan oleh kolonialisme Barat, telah ,mempengaruhi perkembangan pemikiran keislaman

1 Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, (Jakarta:Pilar Media, 2005), h. 30.

1 2

hingga tampil lebih variatif. kolonialisme telah cukup lama mengendalikan sendi kehidupan di Negara-negara Islam, termasuk denyut kehidupan politik.2

Banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam dan di bawah kendali kolonialisme Barat bangkit dalam membangun kembali tatanan masyarakat dan politik mereka dengan tuntunan Islam. Revolusi merupakan jalan yang mereka tempuh untuk membangun Negara Islam yang mereka kehendaki. Ide revolusi

Islam yang mereka gencarkan tidak terlepas dari para pemikir Islam modern di wilayahnya.

Salah satu peristiwa revolusi Islam terbesar abad modern adalah revolusi

Islam Iran tahun1979. Menurut Riza Sihbudi, revolusi Islam Iran menjadi sangat fenomenal karena melihat dampak pada dimensi internal revolusi tersebut berhasil menjungkir balikkan tatanan social, politik, ekonomi dan budaya modern yang dibangun Dinasti Pahlevi, sedangkan dampak pada dimensi eksternal revolusi tersebut mengakibatkan perubahan cukup drastis pada peta politik di kawasan timur tengah, khususnya kawasan teluk parsi, serta menimbulkan dampak cukup dahsyat terutama dari segi religio-politik di dunia Islam.3

Iran di bawah rezim Syah Mohammad Reza Pahlevi merupakan negara dengan sistem monarki absolut. Sebelumnya, Iran adalah negara dengan sistem

Monarki konstitusional dimana kekuasaan eksekutif dijabat oleh seorang perdana menteri. Setelah terjadi percobaan kudeta yang dipimpin oleh Mossadeq4 tahun

2 Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, (Jakarta:Pilar Media, 2005), h. 35. 3 Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.16 4 Dr. Mohammed Mossadeq adalah Perdana Menteri Iran pada 1951 hingga 1953. 3

tahun 1953 Syah Mohammad Reza Pahlevi mengganti sistem monarki Iran dan menjadikan perdana menteri tunduk sepenuhnya kepada kekuasaan raja (Syah).5

Menjelang revolusi Iran merupakan negara yang berekonomi kuat, tetapi pada kenyataannya 80% rakyatnya hidup pada tingkat kemiskinan yang menyedihkan. kekayaan negara hanya tertimbun di kalangan orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga raja atau orang-orang yang dapat memanfaatkan pejabat pemerintahan dan istana. Mayoritas rakyat Iran terutama yang tinggal di pedesaan dan kota kecil, hidup dalam keadaan menderita. Hal tersebut ditandai dengan 70% rakyat Iran masih buta aksara dikarenakan pendidikan yang tidak mencukupi, pelayanan kesehatan yang buruk serta meningkatnya jumlah pengangguran.6

Menjelang pecahnya Revolusi Islam di Iran, banyak kalangan masyarakat yang mengkritisi kepemimpinan Syah. Kudeta yang dilakukan Mosaddeq dengan nasionalisasi minyak telah mengakibatkan terjadinya perpecahan antara kelompok nasionalis yang mendukung Mosaddeq, dengan kelompok kerajaan dan militer yang kurang menyetujui nasionalisasi disebabkan adanya tekanan dari pemerintah

Inggris dan As.7

Ali Syariati8 yang merupakan seorang tokoh Iran juga menentang rezim

Syah. Syariati sangat mendukung kudeta yang dilakukan Mosaddeq dan

5 Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26 6 Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, (Jakarta: Percetakan Offset, 2000) h. 15. 7 M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran, (Jakarta:Pustaka Hidayah:, 1989), h. 21. 8 Ali Syari’ati merupakan seorang pemikir sosial terkemuka Iran abad ke-20, (http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/08/26/71936-ali-syariati- simbol-kaum-muda-iran-abad-20) 4

sangat terpengaruh oleh gerakan Mosaddeq. Antara 1962-1963, waktu Syari’ati tampaknya sepenuhnya tersita untuk aktivitas politik dan jurnalistiknya menentang rezim Iran. Syariati bahkan menghimbau agar dibentuknya kader khusus untuk menumbangkan rezim Syah melaui perjuangan bersenjata. Tugas meletakkan dasar-dasar revolusioner, dan mempersiapkan sarana intelektual diserahkan kepada kader khusus ini.9

Berdasarkan UUD 1906, kaum agama mempunyai posisi yang menentukan dalam kehidupan politik di Iran. Di mana suatu majelis yang terdiri dari beberapa pemimpin agama mempunyai hak untuk memeriksa dan membatalkan setiap UU yang dihasilkan oleh parlemen bila undang-undang tersebut dinilai bertentangan dengan ajaran agama Islam.10 Tetapi pada kenyataanya terkadang Syah Reza Pahlevi mengabaikan hak pemuka Islam untuk memveto rencana undang-undang yang menyimpang dari Islam.11

Sebelum Syah Reza Pahlevi menjadi raja di Iran pengaruh agama Islam di berbagai bidang sangat kuat. Namun di bawah kekuasaan Syah Reza Pahlevi

(1925-1941) pengaruh kebudayaan Barat mulai masuk ke Iran. Pengaruh tersebut bertambah besar ketika Mohammad Reza Pahlevi menggantikan ayahnya (1941-

1979). Syah Mohammad Reza Pahlevi selanjutnya disebut Syah berambisi menjadikan Iran sebagai negara industri terkemuka di dunia pada tahun 1990.

Usaha Syah didukung penuh oleh AS yang menjadikan semakin banyaknya warga

9 Ali Syari’ati, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Terjemahan Ms. Nasrullah dan Afif Muhammad, Cet. Ke-2, (Bandung, Mizan, 1995), h. 11. 10 Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26. 11 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik Reolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 450 5

AS yang masuk ke Iran. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab meluasnya pengaruh kebudayaan Barat dalam bentuk seperti pornografi, minuman keras, musik pop, film, dan tempat-tempat hiburan. Para ulama menganggap hal tersebut sebagai sebuah ancaman bagi nilai-nilai Islam di Iran.12

Kedekatan Syah dengan Barat banyak ditentang oleh kalangan ulama. Hal ini dikarenakan beberapa langkah Syah yang beretentangan dengan nilai-nilai

Islam. Syah mencoba untuk mengganti budaya Islam yang ada di Iran dengan budaya barat. Salah satu contohnya adalah para ulama sadar sejak zaman Syah

Reza Khan telah dilakukan usaha-usaha deislamisasi melalui pembaratan wanita.

Di zaman Reza khan para wanita dilarang berkerudung serta menyatakannya sebagai kriminal bahkan polisi menangkap dan merobek-robek kerudung di jalan dan mengganti kopiah dengan topi model Eropa.13 Syah yang ingin bersahabat akrab dengan dunia barat menjadi “westxocated” atau keracunan paham-paham

Barat yang memuja segala sesuatu yang berasal dari Barat.14

Peran ulama di kalangan masyarakat Iran sangat kuat dan rakyat mencintai bahkan lebih bersimpati kepada para ulama mereka. Hal tersebut disebabkan oleh penindasan yang dilakukan rezim Syah. kemurkaan ulama terhadap kebijakan rezim syah yang bertentangan dengan islam serta kemarahan rakyat terhadap rezim yang secara kejam menghukum para ulama yang menghalangi setiap

12 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26. 13 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik Reolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 505. 14 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik Reolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 505. 6

jalannya sedikit-demi sedikit telah membangkitkan amarah terhadap rezim15.

Salah satu penantang yang paling mengkritik rezim syah adalah Khomeini.

Ayatullah Khomeini tampil sebagai suara anti pemerintah diantara minoritas ulama vokal yang menganggap Islam dan Iran tengah terancam bahaya dan kekuasaan mereka. Program modernisasi Barat yang dijalankan Syah dan ikatan Iran dengan AS dianggap sebagai ancaman bagi Islam, kehidupan Muslim dan kemerdekaan nasional Iran.

Ayatullah Khomeini sangat aktif mengkritik kebijakan rezim Syah sehingga Syah menganggap Khomeini sebagai ancaman bagi kekuasaannya dimana Khomeini mempunyai banyak pendukung dan pendengar di Iran, bahkan

Khomeini sering dipenjara dan diasingkan dari Iran. Rakyat Iran yang muak dengan rezim Syah tidak gentar melakukan demonstrasi-demonstrasi sebagai aksi protes. Syah tidak segan-segan menggunakan tentaranya untuk menghalangi para demonstran bahkan melukai dan memejarakan sebagian dari mereka dan para ulama yang menjadi provokator.

Aksi demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan rakyat Iran berlanjut dengan pemogokan di berbagai sektor. Hal ini membuat Syah terjepit dalam mengambil keputusan-keputusan. Di tengah krisis politik yang melanda, Syah lalu meminta kepada Syahbur Bahtiar anggota Front Nasional supaya menyusun kabinet yang

15 Murthada Muthahhari, M. Hasyem (Penerjemah), Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta: PT. Beunebi Cipta, 1986), h. 99. 7

menggantikan kabiner Azhari yang telah mengundurkan diri di bawah tekanan luapan massa.16

Terbunuhnya putra Imam Khomeini yaitu Ayatullah Mustafa Khomeini, di tangan orang-orang Iran dan Irak, fitnahan di surat kabar terhadap Imam

Khomeini, pembunuhan murid-murid sekolah agama di Qum, kemudian di Tabris dan kota-kota lain dalam tahun 1978, serta pembantaian 8 september 1979, serta perluasan perjuangannya sehingga pada 11 Februari 1979 dengan korban cedera- cedera 60.000 orang dan mati syahid 100.000 orang. Revolusi besar Islam menghancurkan despot Syah di bawah pimpinan Imam Khomeini.17Revolusi tersebut merubah semua tatanan Iran di bawah Mohammad Reza Pahlevi.

Iran setelah revolusi Islam tahun 1979 berganti dari negara berbentuk monarki menjadi negara republik sesuai dengan UUD Republik Islam Iran Bab 1 pasal 1 yang berbunyi:

Pemerintah Iran adalah Republik Islam, yang telah disepakati oleh rakyat Iran, berdasarkan keyakinannya yang abadi atas pemerintahan Al- Quran yang benar dan adil, menyusul Revolusi Islam yang jaya yang dipimpin oleh Ayatullah al-Uzma Imam Khomeini, yang dikukuhkan oleh Referendum Nasional yang dilakukan pada tanggal 10 dan 11 bulan Farvadin tahun 1356 Hijriyah Syamsiyah (29-30 Maret 1979) bertepatan dengan tanggal 1 dan 2 Jumadil Awal tahun 1399 Hijriyah Kamariah dengan mayoritas 98,2% dari jumlah suara orang-orang yang berhak memilih memberikan suara persetujuannya.18

Pada pasal 12 juga disebutkan bahwa agama negara Iran ialah Islam madzhab Ja’fari Dua belas Imam dan pasal tersebut tidak boleh diubah untuk

16 Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, Terjemahan H.A Syakur Yasin, (Jakarta: Percetakan Offset, 2000) h. 22. 17 Khomeini, Pesan Sang Imam, ( Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), h.272. 18 Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta, Undang-undang Dasar Republik Islam Iran, h. 15 8

selama-lamanya.19 Iran merupakan negara penganut mayoritas Syiah Dua Belas

Imam atau disebut juga Syi’ah Itsna ‘Asayariah atau Syi’ah Dua Belas

(selanjutnya akan disebut Syi’ah saja). Syi’ah percaya bahwa kepemimpinan

(Imamah) setelah Nabi Muhammad adalah Ali bin Abi Thalib dan dua belas keturunannya. Imam yang ke dua belas diyakini hilang dan akan datang pada akhir zaman. Kekosongan kepemimpinan tersebut akan diisi oleh tokoh yang dianggap menguasai bidang agama. Ketaatan kepada Imam merupakan hal yang wajib sama dengan ketaatan pada ulama yang menggantikan posisi Imam di masa keghaibannya.20

Revolusi Islam Iran mengacu pada perubahan secara fundamental sistem pemerintahan Iran dan penggulingan kekuasaan dinasti Syah. Hal ini menjadi menarik ketika disandarkan pada beberapa paham dalam khazanah keilmuan

Islam tentang hukum penggulingan kekuasaan. Sunni dan Syiah adalah dua contoh golongan dalam Islam yang mempunyai tindakan tersendiri dalam menghadapi penguasa yang zalim atau diktator.

Revolusi Islam mengandung makna dan pengaruh yang bersifat global.

Untuk pertama kalinya di era modern tokoh-tokoh agama (ulama) mampu dan berhasil melawan sebuah rezim modern dan mengambil alih kekuasaan Negara21.

Imam Khomeini sebagai seseorang dari kalangan ulama yang berhasil melawan

19 Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta, Undang-undang Dasar Republik Islam Iran, h. 22. 20 M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h.43. 21 Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000), h. 62. 9

sebuah rezim tersebut berhasil menggabungkan berbagai kalangan dalam menggerakkan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.22

Dari sini kemudian penulis berpandangan bahwa revolusi Islam di Iran yang dipimpin oleh Imam Khomeini sangat berdampak besar bagi kehidupan umat islam di Iran baik dari segi politik, sosial, ekonomi dan kehidupan beragama.

Revolusi yang identik dengan penggulingan kekuasaan memberikan sebuah pertanyaan besar juga bagaimana para pemikir Islam memandangnya termasuk

Imam Khomeini sebagai pelopor. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis sengaja mengambil judul : “ Konsep Revolusi Islam Iran menurut Imam

Khomeini”.

B. Perumusan Masalah

Menguraikan tentang pemikiran Imam Khomeini merupakan hal yang sangat luas sekali pembahasannya, karena beliau dengan segala fenomenanya telah banyak sekali kiprah dan sumbangsihnya dalam pembangunan suatu negara.

Dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis akan membatasi pembahasan pada permasalahan pada kiprah dan biografi Imam

Khomeini serta konsep-konsep revolusi Islam dan bagaimana beliau memandang revolusi Islam.

Berdasarkan pembahasan masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan yaitu:

1. Bagaimana konsep Revolusi dalam Islam?

2. Bagaimana konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeni?

22 Antony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Terjemahan Abdullah Ali dan Mariana Arietyawati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009) h. 590. 10

3. Apa hukum penggulingan kekuasaan menurut Imam Khomeini?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang paling utama dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui

sebenarnya:

1. Memperoleh konsep revolusi dari segi sejarah Islam

2. Mengetahui kerangka berfikir Imam Khomeini dalam memandang

revolusi Islam Iran.

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi:

1. Pengkaji Politik Islam untuk lebih mengenal fenomena gerakan

masyarakat Islam modern.

2. Aktivis dan ormas Islam dalam hal partisipasi politik.

3. Pemerintah dalam membimbing umat agar lebih terarah dalam masalah

sosial, budaya dan politik.

D. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang pemikiran Imam Khomeini khususnya pemikiran politik banyak diminati oleh banyak kalangan mahasiswa untuk dijadikan objek penelitian salah satunya tentang revolusi. Beberapa peneliti yang menulis tentang pemikiran Imam Khomeini bicara secara konseptual, sejarah maupun empiris dengan pendekatan sosiologis relative banyak. Dalam skripsi ini penulis ingin mengetahui konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomaeni. Dari hasil pengetahuan penulis ada beberapa tulisan yang terkait diantaranya karya Imam 11

Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih sebagai Epistomologi Pemerintahan Islam (2010).

Untuk menghindari duplikasi serta untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan penyusunan ini, beberapa tulisan yang terdapat di berbagai media cetak, buku dan lain-lain yang penyusun gunakan sebagai bahan rujukan sehingga dapat membantu dalan penyusunan yang mengkaji hal tersebut di atas ada beberapa tulisan skripsi yang berkaitan dengan pemikiran politik Imam Khomeini. Skripsi yang membahas pemikiran Imam Khomeini di antaranya adalah: Susilawati

Munawar, “Konsepsi Ayatullah Khomeini tentang Negara” yang membahas konsep Imam Khomeini tentang Negara23. Skripsi Muhamad Syaugi, “Ajaran- ajaran Tasawuf Imam Khomeini”, (2007) yang membahas tentang pokok tasawuf menurut Imam Khomeini, kemudian skripsi Al-Mukarramah, “Pemikiran Dakwah

Imam Khomeini”, (2008) yang membahas tentang metode-metode dakwah dari

Imam Khomeini. Skripsi Alan Pamungkas, Konsep Etika Politik Menurut Imam

Khomeini,24. Sedangkan tesis yang membahas pemikiran Imam Khomeini diantaranya Iiz Izmuddin “Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial”,

(2005) yang membahas bagaimana ijtihad Imam Khomeini dalam mengambil suatu hukum25. Tesis Andi Eka Putra, “Tasawuf dalam pandangan Imam

Khomeini”, (2005) yang membahas tentang corak tasawuf Imam Khomeini26.

Tesis Tasliah, “Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan

23Susilawati Munawwar, Konsep Ayatullah Khomeini tentang Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. 24 Alan Pamungkas, Konsep Etika Politik Menurut Imam Khomeini, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. 25 Iiz Izmuddin, Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. 26 Andi Eka Putra, Tasawuf dalam Pandangan Imam Khomeini, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. 12

kemungkinan penerapannya di Indonesia pada era reformasi”, (2000) yang membahas tentang konsep eksistensi sebuah negara serta wilayatul faqih menurut

Imam Khomeini dan kemungkinan penerapannya di Indonesia27. Sedangkan pada skripsi yang akan saya teliti lebih kepada konsep revolusi Islam di Iran dalam pemikiran Imam Khomeini yang beliau pimpin langsung serta pandangan beliau mengenai status hukum menggulingkan suatu kekuasaan yang sah menurut undang-undang negara.

E. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, maka penulis akan menjelaskan

metode penelitian sebagi berikut:

F. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini secara tipologis, jenis penulisan penelitian ini bersifat kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, diterapkan metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeini.

Dilihat dari sudut model penelitian politik Islam, penelitian ini merupakan studi politik Islam dengan pendekatan kombinasi yaitu teoritis dan doktriner.

Pendekatan teoritis diterapkan karena konsep revolusi Islam merupakan kajian politik Islam (Fiqh Siyasah). Pendekatan doktriner diterapkan karena objek masalah yang terkait langsung, yakni revolusi Islam merupakan salah satu aspek dari keseluruhan doktrin politik Islam.

G. Teknik Pengumpulan Data

Secara kategoris, teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu dengan memanfaatkan sumber

27 Tasliah, Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia Pada Era Reformasi, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2000. 13

informasi yang terdapat di perpustakaan seperti yang terdapat di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Iranian corner yang terletak di Fakultas Ushuludin, perpustakaan pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Islamic Culture

Center serta informasi tersedia, baik yang terdokumentasi dalam bentuk buku, majalah, jurnal, artikel ataupun data-data kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini. Selain itu sumber data dalam teknik penulisan skripsi ini dengan menggunakan sumber primer dan sekunder.

A. Data primer adalah objek kajian utama yang berupa karya asli (yang sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) Imam Khomeini seperti Pemikiran

Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih sebagai

Epistemologi Pemerintahan Islam, Pesan sang Imam, Insan Ilahiyah menjadi

manusia sempurna dengan sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyingkapan -

Hijab Duniawi.

B. Data sekunder merupakan tulisan-tulisan mendukung mengenai pembahasan

tentang revolusi Islam dan tulisan yang membahas tokoh Imam Khomeini dan

pemikirannya.

H. Teknis Analisis Data

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan teknik analisis data

(deskriptis analisis), yaitu data yang penulis dapatkan tentang konsep revolusi

Islam menurut Imam Khomeini akan diuraikan secara umum dengan cara menguraikan sesuai dengan data yang ada di lapangan. Jenis penelitian deskriptif analisis ini dimaksud untuk menggambarkan objek atau fakta sosial yang diamati dengan duduk permasalahan dan permasalahan sosial yang terdapat di dalamnya. 14

Teknik penulisan dalam pembuatan skripsi ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini akan dibangun secara sistematis, yang terdiri dari lima bab termasuk di dalamnya pendahuluan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, menjelaskan tentang biografi Imam Khomeini, mengenai pendidikan, latar belakang sosial, dan aktifitas politik

Bab ketiga, membahas tentang devinisi revolusi secara umum, devinisi revolusi Islam, peristiwa kudeta dan demonstrasi di masa sahabat Nabi

Muhammad, dan revolusi menurut litelatur Syiah.

Bab keempat, membahas konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini.

Bab kelima penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II

Biografi Imam Khomeini

Imam Khomeini sebagai tokoh sentral gerakan revolusi Islam Iran tahun

1979 merupakan sosok yang sangat tegas terhadap nilai-nilai Islam. Ketegasan tersebut terbentuk dari latar belakang keluarga, pendidikan dan perjuangan panjang menentang kekuasaan dinasti Qajar dan Pahlevi. Imam Khomeini juga merupakan sosok pemimpin kharismatis yang sangat berpengaruh bahkan setelah dinasti Pahlevi tumbang dan setelah revolusi.

A. Latar Belakang Keluarga dan Sosial Politik di Iran Abad 20

Imam Khomeini lahir dengan nama Ruhullah Musawi Khumaini pada 20

Jumadil Akhir 1320 H atau 24 September 1902 disebuah kota kecil bernama

Khumayn, sekitar 160 kilometer barat daya kota Qum.1 Khomeini dipercaya

ketururan langsung Rasulullah dari jalur Sayyidah Fatimah al-Zahra dan Imam

Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu beliau bergelar .2 Tanggal lahir

Khomeini bertepatan dengan ulang tahun kelahiran Sayyidah Fatimah al-Zahra.3

Silsilah Imam Khomeini bermuara pada garis keturunan Nabi Muhammad Saw

melalaui jalur Imam Syi‟ah ketujuh, Musa al-Kazim.4

Melihat leluhur Khomeini berasal dari keluarga yang sangat religius terlihat dari ayah-nya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini,

1 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.34. 2 Panitia Peringatan Haul Ke 11 Imam Khomeini, Imam Khomeini: Pandangan ,Hidup, dan Perjuangan, (T.tp: T.pn, t.t.), h. 4. 3 Ringkasan Biografi, Pidato-pidato dan Wasiat Imam Khomeini, h.1. 4 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung: Mizan, 1995), h. 69.

15 16

kakeknya, Sayyid , maupun kakek ayahnya, Sayyid Din Ali Syah, dikenal sebagai tokoh-tokoh agama yang disegani pada masanya. Begitu pula kakek dari ibunya (Hajar Agha Khanom), Ayatullah Aqa Mirza Ahmad

Khwansari. Sayyid Din Ali Syah adalah seorang cendekiawan muslim (religious scholar) dari atau Neyshabur (Iran timur laut) yang bermigrasi ke

Kashmir dimana kemudian ia menetap untuk selama-lamanya.

Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini adalah seorang tokoh ulama yang sangat berpengaruh sampai ke luar Khomein. Sebagai tradisi keluarganya, ia berusaha sebisa mungkin, seperti ayahnya, melindungi orang-orang tak berdaya dari kezaliman dan tekanan kaum feodal. Pada masa pemerintahan dinasti Qajar, kehormatan dan hak milik rakyat berada di bawah belas kasihan golongan yang berkuasa, Sayyid Mustafa dengan beraninya melawan para khan (penguasa) setempat yang buas dan para penjahat feodal yang memangsa rakyat tak berdaya dan lemah. Tiga tokoh terkemuka diantara para khan lokal, Behram Khan, Ridho

Quli Sulthan dan Ja‟far Quli Khan, menganggap Sayyid Mustafa sebagai penghalang bagi rencana-rencana mereka.5

Pada 1903 ayah Imam Khomeini meninggal dunia pada usia 42 tahun.6

Sang ayah Sayyid Mustafa terbunuh di tangan Wali kota Khomein ketika memprotes pemerasan dan pajak yang tidak adil, serta praktik-praktik penindasan yang dilakukan oleh aparat Dinasti Qajar di daerahnya itu7. Kabarnya, Sayyid

Mustafa dibunuh oleh dua orang bernama Ja‟far Quli Khan dan Ridha Quli

5 Sekilas Tentang Imam Khomeini, h. 44. 6 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 39. 7 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 110. 17

Sultan, agen-agen rezim Dinasti Qajar yang berkuasa. Jenazah Sayyid Mustafa segera dibawa ke . Para ulama di Teheran, Arak, Isfahan, Golpaygan, dan

Khumayn, mengadakan upacara untuk mengenang kematian (majlis-e tarhim)

Sayyid Mustafa.

Di bawah tekanan rakyat, rezim Syah Muzaffar al-Din (1896-1907) dari dinasti Qajar berjanji untuk menghukum para pembunuh Sayyid Mustafa. Tapi, salah seorang pembunuhnya, Ridha Quli Sultan, tewas sebelum dipenjarakan.

Sedangkan Ja‟far Quli Khan tidak lama berada di penjara, karena pada 1905 ia dieksekusi atas perintah putra mahkota Muhammad Ali Mirza ketika Syah sedang melewat ke Eropa. Pada umumnya suratkabar-surat kabar itu menuduh bahwa syah sebenarnya berada dibelakang pembunuhan Sayyid Mustafa.8

Ada pendapat yang mengatakan bahwa motif pembunuhan Sayyid Mustafa disamping karena membela para petani miskin, pembunuhan tersebut juga didasari oleh perselisihan memperebutkan hak irigasi, karena disamping menjalani tugas keagamaan, Sayyid Mustafa sendiri juga seorang petani yang lumayan makmur. Perselisihan irigasi tersebut merupakan hal yang kaprah diantara para petani pada waktu itu. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kapasitasnya sebagai hakim Syariat di Khumayn, Sayyid Mustafa menjatuhkan hukuman kepada sejumlah orang lantaran melanggar ketentuan publik pada bulan

8 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 38 . 18

suci Ramadhan, kemudian keluarga tersangka melancarkan pembalasan yang mematikan.9

Karena wafatnya sang ayah dalam usia muda, ia dibesarkan dalam asuhan ibu dan bibi nya, Sahiba. Baru limabelas tahun umurnya, ketika sang bibi pun meninggalkannya untuk menghadap Tuhan. Tak lama kemudian, menyusul pula ibunya wafat. Wafatnya orang-orang yang paling disayangi itu dalam usianya yang masih muda, tak urung memukulnya. Menurut riwayat, ia pun besar sebagai anak muda yang serius, banyak merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di dekat tempat kediamannya. Dengan demikian, giliran sang kakak, Pasandideh- kelak juga seorang Ayatullah- mengasuhnya, sekaligus menjadi guru pertamanya di bidang ilmu-ilmu keislaman, khususnya di bidang logika dan bahasa Arab.

Setelah kematian bibi dan ibunya, tanggung jawab keluarga jatuh ke tangan abang tertuanya, Sayyid Murtaza (belakangan dikenal dengan Ayatullah

Pasandida). Secara materi kakak-beradik ini hidup berkecukupan dengan mengandalkan tanah milik ayah mereka. Namun ketidakamanan dan situasi tak berhukum terus mengganggu kehidupan mereka. Betapa tidak, disamping kekisruhan yang kerapa terjadi antar- tuan tanah, Khumayn juga dikacaukan dengan pemberontakan yang berkali-kali dilancarkan suku Bakhtiari dan Lurr.

Begitu kepala suku Bakhtiyari, yakni Rajab Ali, mengumumkan perang, Imam

9 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.36. 19

Khomeini yang masih belia harus mengangkat senjata bersama-sama kakaknya, demi mempertahankan rumah keluarga.10

Semasa kecil, Imam Khomeini mulai belajar bahasa Arab, syair Persia, dan kaligrafi di sekolah negeri dan di maktab. Menjelang dewasa, beliau mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, Imam

Khomeini mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya,Murtadha, yang belajar bahasa Arab dan Teologi di Isfahan. Pada usia tujuh belas tahun, Imam

Khomeini pergi ke Arak, kota dekat Isfahan, untuk belajar dari Syekh „Abdul

Karim Ha‟eri Yazdi, seorang ulama yanag terkemuka11.

Setelah runtuhnya imperium Usmaniyah, Syekh Ha‟eri enggan tinggal di kota-kota yang berada dibawah mandat Inggris. Ia kemudian pindah ke Qum.

Lima bulan kemudian Imam Khomeini mengikuti jejak Syekh Ha‟eri pindah ke

Qum. Segera saja, Khomeini tampil sebagai salah seorang murid yang paling menonjol di hauze ‘ilmiye kota itu. Di bawah bimbingan Syekh Ha‟eri Khomeini belajar fikih dan ushul fiqh. Pada saat yang sama, ia juga mempelajari filsafat dan

„irfan–yakni Tasawuf- dibawah bimbingan seorang guru yang dipandang ahli di bidang itu, Mirza Muhammad „Ali Syahabadi. Sebelum kelak menjadi mujtahid

(marja’ taqlid), kemasyhuran Khomeini diperoleh dalam kedua bidang ini. ia bahkan telah menjadi guru filsafat dan „irfan sejak usia 27 tahun12.

10 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.37. 11Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, ( T.tp : Zahra, 2004). h. 1. 12Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam , (Bandung:Mizan, 2002), h. 111. 20

Mirza Muhammad „Ali Syahabadi merupakan guru yang memberikan pengaruh paling besar terhadap perkembangan spiritual Imam Khomeini.

Kepadanyalah beliau persembahkan sejumlah karyanya, seperti Syaikhuna dan

‘Arif-I kamil. Dan hubungan belaiu dengan Syahabadi sama seperti seorang murid dengan mursyidnya. Ketika Syahabadi pertama datang ke Qum pada tahun 1928

M, Imam Khomeini yang masih muda mengajukan pertanyaan menyangkut karakter wahyu. Beliau terpesona dengan jawaban yang diberikan dan memohon agar Syahabadi bersedia menjadi guru. Secara sadar atau tidak, Imam Khomeini mewarisi campuran minat terhadap gnostic dan politik, setidaknya sebagian, dari

Syahabadi. Syahabadi juga merupakan segelintir ulama pada masa Reza Syah yang memberi khutbah terbuka yang menentang kebobrokan rezim itu.13

Di Qum Khomeini juga belajar retorika syair dan tata bahasa dari gurunya yang bernama Syekh Muhammad Reza Masjed Syahi. Selama belajar di

Qum, Khomeini juga menyelesaikan studi fikih dan ushul fikih di bawah bimbingan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darinya, yaitu

Ayatullah „Alio Yasrebi.14 Pada usia 27 tahun, selain sudah menjadi guru dalam bidang filsafat dan irfan, Khomeini juga menulis sejumlah buku-buku agama dan sebagian merupakan komentar (syarh) atas karya penulis klasik.

Kepribadian Imam Khomeini menunjukkam minatnya pada bidang irfan.

Muhammad Shadruddin al-Syirazi yang dikenal dengan Mulla Sadra mengatakan dalam dalam karya monumentalnya, al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Ashfar al-

13 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.42. 14Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, (Jakarta:Zahra Publishing House,2009), h. 1. 21

Arba’ah, mendiskripsikan bahwa perjalanan menuju Allah SWT terdiri dalam empat pos. Dalam kata pengantarnya beliau mengatakan, “ketahuilah, sesungguhnya para pesuluk dari kalangan ‘urfa dan „Auliya mempunyai empat pos; pertama, perjalanan dari makhluk menuju al-Haq. Kedua, perjalanan dengan al-Haq di dalam al-Haq. Ketiga, kebalikan dari pertama, perjalanan dari al-Haq menuju makhluk dengan al-Haq. keempat; kebalikan dari yang kedua, perjalanan dengan al-Haq di tengah makhluk.”

Menurut Ayatullah Jawadi Amuli, seperti yang dikutip oleh Sayid Kamal

Haydari, dalam kuliah filsafat dan kalam-nya di kota Qom tahun 1992, bahwa dalam perjalanan spiritualnya, Imam Khomeini telah melewati “pos ketiga.”15

Pada usia 30 tahun Khomeini menikah dengan putri seorang agamawan terkemuka dan memiliki dua orang putra dan tiga orang putri. Putranya, Musthafa

Khomeini yang merupakan seorang hujjatul Islam terkemuka sekaligus tangan kanan ayahnya wafat secara misterius dan diduga besar SAVAK (agen-agen dinas rahasia Iran pada masa Syah) adalah dalang dibalik pembunuhannya. Putra Imam

Khomeini yang kedua adalah yang juga merupakan seorang hujjatul Islam dan kemudian menjadi tokoh yang berpengaruh di Republik Islam

Iran (RII). Sedangkan putri-putrinya, Zahra Musthafawi adalah seorang doctor dan dosen filsafat di salah satu Universitas Iran.16

15 Muhammad Abdul Kadir Alcaff (penerjemah), Kedududkan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini judul asli Makanah al-mar’ah fi Fikr al-Imam al-Khomeini, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2004) h.17. 16 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 111. 22

Kecaman-kecaman Imam Khomeini terhadap rezim Pahlevi disebabkan kondisi sosial politik Iran yang hanya di dominasi oleh kalangan istana dan kaum borjuis industrialis.

B. Karir dan Aktifitas Politik Imam Khomeini

Sepanjang tahun1930-an, Imam Khomeini tidak terlibat dalam aktivitas

politik terbuka. Beliau selalu yakin bahwa kepemimpinan aktivitas politik

seharusnya berada di tangan cendekiawan agama yang paling mumpuni. Dan

karena itulah, beliau bertanggun jawab untuk menerima keputusan Ha‟iri untuk

tetap relative pasif terhadap tindakan Reza Syah. Sebagai sosok yang masih

yunior dalam institusi keagamaan di Qum, bukanlah posisi beliau untuk

memobilisasi opini masyarakat dalam skala nasional. Kendati demikian, beliau

menjalin kontak dengan segelintir ulama yang terang-terangan menentang Reza

Syah.17

Imam Khomeini memang sangat mendambakan para marja’ taqlid atau

pemimpin tertinggi ulama untuk memimpin Iran. Selain wakil sah Imam Mahdi

as, para marja’ taqlid adalah orang-orang yang telah mencapai kualitas keilmuan

dan ketaqwaan yang sangat tinggi. Karena itu, Imam Khomeini selalu

mendorong Ayatullah Burujurdi yang pada masa itu merupakan marja’taqlid

utama, agar bersedia mengamban amanah ini.18 Namun karena ada beberapa hal

Ayatullah Burujurdi tidak bisa mengembannya.

17 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.46. 18 Imam Khomeini, Pandangn, Hidup, dan Perjuangan, h. 9. 23

Sejak usia muda, Imam Khomeini memiliki keprihatian yang mendalam

terhadap kondisi negaranya terutama para penguasa. Ketika umur 39 tahun Imam

Khomeini yang pada waktu itu seorang hujjatul Islam, secara terbuka menuding

Reza Syah sebagai budak Inggris, zalim, koruptor dan penguasa anti Islam.19Pada

tahun 1943 Khomeini menerbitkan bukunya yang berjudul Kasyhf al-Asrar

(Menyingkap Rahasia), di mana ia mengecam pemerintahan Reza Syah, dengan

menegaskan bahwa sebuah monarki seharusnya dibatasi oleh aturan-aturan

dalam syariat sebagaimana ditafsirkan para mujtahid dan mengisyaratkan

keutamaan suatu pemerintahan oleh para mujtahid.20 Buku tersebut tergolong

sangat berani pada waktu itu karena merupakan kritikan terang-terangan kepada

Syah.

Tudingan Khomeini kepada Reza Syah didasarkan atas fakta bahwa Reza

Syah melakukan banyak perubahan di berbagai bidang. Di bidang hukum misalnya mulai diperlakukan sistem hukum ala Prancis, yang tentu saja mendapat tantangan keras dari para ulama Islam. Walaupun sebenarnya Reza Syah bermaksud menjadikan Iran sebagai Negara Republik tetapi ditentang oleh para

Ulama yang khawatir terhadap kemungkinan berkembangnya Iran menjadi

Negara sekuler seperti Turki.21

Bagi Imam Khomeini, Islam ada di atas segalanya. Sambil mengecam tata tertib yang berlaku menurut Baqir Moin, Imam Khomeini menyanjung kebaikan suatu pemerintahan Islam, tanpa merinci mekanisme untuk mewujudkannya.

19 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 112. 20 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, h. 111. 21 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h .7. 24

tetapi ia cukup berani untuk mendorong kaum muda untuk “membungkam mereka yang mengancam para ulama secara terbuka”. Walaupun demikian, pandangan- pandangan Imam Khomeini tidak diikuti oleh semua ulama. Serangan Imam

Ayatullah terhadap golongan kanan anti-ulama, terjadi pada waktu ancaman dari golongan kiri belum sepenuhnya dirasakan oleh Imam Khomeini.22

Awal 1960-an, Imam Khomeini melewatkan hidupnya di kota suci Qum.

Ia berkomitmen bahwa Islam memiliki komitmen terhadap kehidupan sosial dan politik. Iran, katanya, harus merdeka baik dari kolonialisme Barat Maupu Timur.

Selama periode kepemimpinan Ayatullah Husain Burujirdi, imam Khomeini secara langsung tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik, tetapi tahun-tahun ini khususnya pada tahun 1962-sejak meninggalnya Ayatullah Husain Burujirdi- melalui ceramah-ceramah yang diberikannya, Imam Khomeini secara terbuka mengkritik pemerintah. Pada 1961 PM Ali Amini mengumumkan program land reform-nya dan juga mengajukan sebuah RUU tentang pemilihan dewan lokal pada November 1962 disamping juga terdapat isu Referendum nasinional (1963).

Pada masa inilah untuk pertama kali Imam Khomeini tampil sebagai tokoh politik nasional terdepan yang menentang Syah. Slogan land reform di Iran adalah suatu penyamaran untuk penghancuran ekonomi agraris dalam satu cara yang direncanakan untuk menjamin keuntungan maksimum bagi keluarga raja dan memberikan keuntungan-keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang berpusat di Amerika Serikat, Eropa dan Israel.23

22 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 46. 23 Sekilas Tentang Imam Khomeini, (T.tp: T.pn, tt), h. 57. 25

Kecamannya terhadap Syah serta pemboikotan terhadap referendum nasinoal tersebut membuat Imam Khomeini-untuk pertama- kalinya ditahan tepatnya pada tanggal 25 Januari 1963. Ia memberikan kecamannya yang berbentuk khutbah di madrasah Faiziyeh (Qum) dan menganjurkan para ulama melakukan pemogokan dengan tidak pergi ke mesjid-mesjid. Madrasah Faiziyeh diserang oleh pasukan terjun tentara SAVAK, sejumlah tollab (santri/siswa teologi) banyak yang gugur. Ini semua merupakan tindakan keras yang dilakukan

Syah kepada pihak yang menentang referendum.

Tidak lama setelah di jebloskan ke penjara, Imam Khomeini kembali melancarkan kritikan tajam terhadap rezim dan kebijakan Syah. Imam Khomeini mengecam dominasi AS di Iran dan mengangap AS sebagai “musuh Islam” karena mendukung Israel. 24

Pada 3 Juni 1963 dalam sebuah khutbah yang bersejarah di Qom, Imam

Khomeini mendeklarasikan perang terhadap Syah. Keesokan harinya, 4 Juni 1963, sewaktu berlangsung peringatan berlangsung peringatan ulang tahun syahidnya

Imam Husain, rezim Syah menangkap Imam Khomeini untuk yang kedua kalinya.

Syah juga menangkap sejumlah ulama, diantaranya Ayatullah Fazlullah Mahallati di Shiraz, Ayatullah Hasan Tabataba‟I Qommi di Mashad, dan Muhammad Taqi

Falsafi di Teheran. Ketika berita ditangkapnya Imam Khomeini samapai ke

Teheran prosesi ulang tahun peringatan syahidnya Imam Husain berubah menjadi suatu demonstrasi besar-besaran. Besoknya, demonstrasi meluas ke kota-kota

Shiraz, Khasan, dan Mashad. Kendaki di bawah tekanan pihak militer,

24 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 46. 26

demonstrasi terus berlanjut hingga jumat, 7 Juni 1963 dimana ditemukan sebuah pamflet yang menyerukan perang jihad terhadap rezim Syah. Beberapa hari kemudian demonstrasi baru berhasil dipadamkan dengan jatuhnya ratusan korban jiwa.25

Imam khomaeni baru di bebaskan pada Agustus 1963. Oktober 19963 Iran mengadakan pemilu anggota parlemen. Karena menyeru kepada para pengikutnya untuk memboikot parlemen tersebut, Imam Khomeini untuk yang ketiga kalinya ditahan pada 5 November 1963. Sejumlah tokoh ulama seperti: Syariatmadari,

Najafi Mar‟ashi, dan Montazeri secara bersamaan melancarkan kampanye yang efektif bagi pemebebasaan Imam Khomeini. Enam minggu setelah dipenjara akhirnya Imam Khomeini dibebaskan, tapi tidak diperbolehkan kembali ke Qom, dan berada dalam status tahanan rumah di Teheran sampai bulan Mei 1964.

Setelah Imam Khomeini dibebaskan dari penjara, kaum ulama yang melancarkan protes kembali ke Qum.

Pemilu anggota parlemen tersebut tetap berjalan dan dimenangkan oleh kelompok “progresif tengah” yang dipimpin Hasan Ali Mansur. Mansur yang kemudian diangkat sebagai PM tidak mau meneruskan kebijakan pendahulunya

(PM Alam) yang berkonfrontasi dengan kaum ulama. Guna memperbaiki hubungannya dengan kaum ulama, Mansur mengizinkan Imam Khomeini untuk kembali ke Qum.

Pada bulan Januari 1964, Imam Khomeini kembali ke Qum dan muncul sebagai pemimpim agama yang paling popular di Iran serta disambut bak

25 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 47. 27

pahlawan oleh para muridnya. Tidak lama kemudian murid-muridnya mengajukan rencana 10 pasal kepada pemerintah, yang merupakan refleksi akurat dari aspirasi dan persuasi ideology pereka. Di antara rencana 10 pasal itu, terdapat tuntutan bagi diberlakukannya Konstitusi 1906, khususnya pasal 2 yang memberikan hak veto pada kaum ulama terhadap legislasi majlis.

Seperti telah disinggung bahwasanya Imam Khomeini merupakan sosok yang sangat keras dan paling terus terang menentang rezim Syah. Betapa bagaimanapun Syah telah berulangkali menahannya. Pada November 1964 untuk yang keempat dan terakhir kalinya, Imam Khomeini ditahan dan kemudian diasungkan ke Bursah, sebuah kota kecil di Turki. Ia diusir dengan paksa dari negaranya setelah dengan keras menentang rancangan undang-undang yang akan memberikan hak-hak istimewa bagi warga Amerika di Iran. Menurut Imam

Khomeini rezim Syah telah menempatkan bangsa Iran lebih rendah dari anjing

Amerika. Apabila ada seseorang memukul anjing Amerika, ia akan diusut, tetapi bila seorang koki Amerika memukul Syah Iran atau tokoh yang sangat penting disini, maka tidak ada orang yang berhak memprotes.26

Pada awalnya Imam Khomeini akan diungsikan ke Pakistan dan India, tapi kedua Negara ini menolak. Sesampainya di Bursah, Turki, Imam Khomeini merasa terisolir total. Sekularisme Turki dan kenyataan bahwa kaum Syiah merupakan minoritas disana membuatnya merasa bagaikan “ikan di luar air”

(ungkapan ini berasal dari Ahmad Khomeini). Di samping itu, hukum di Turki melarang dikenakannya pakaian keagamaan (seperti jubah atau sarung). Baik

Imam Khomeini maupun Mustafa Khomeini (putra sulung Imam Khomeini)

26 Imam Khomeini : Pandangan, Hidup dan Perjuangan, (T.tp: T.pn, t.t.), h. 14-15. 28

dianjurkan mengenakan pakaian Eropa atau tetap tinggal di rumah. Keadaan seperti itu membuat Imam Khomeini tidak betah tinggal di Turki.

Akhirnya pada Oktober 1965 dengan bantuan izin dari duta besar Irak di

Teheran Imam Khomeini pindah ke Najaf (Irak). Beliau menetap disana selama

13 tahun.27 Ketika sampai di Najaf rezim Baghdad berusaha membatasi aktivitas politik Imam Khomeini, tokoh ulama Syiah Irak Ayatullah Muhsin al-Hakim pun pada mulanya kurang menyukai aktivitas politik Imam Khomeini namun pada akhirnya al-Hakim mendukung sikap Imam Khomeini. Selama berada di Najaf,

Imam Khomeini selalu mengikuti laporan atau berita internasional dari radio

Baghdad dan BBC siaran bahasa Parsi, Imam Khomeini juga mempertahankan hubungan dengan negaranya dalam bentuk korespondensi secara regular dengan sejumlah mullah di dalam negeri Iran. Imam Khomeini juga tidak pernah berhenti melacarkan kritikan tajamnya terhadap gaya pemerintahan rezim Syah. Pada

1970, dalam kuliah-kuliahnya yang diberikan di Najaf, Imam Khomeini mengembangkan gagasannya tentang konsep wilayatul faqih.28

Awal tahun1970, ketika Saddam Hussein mengambil alih kekuasaan, hubungan Imam Khomeini dengan Baghdad sempat membaik. Rezim Irak memanfaatkan keberadaan Imam Khomeini untuk menekan Syah ketika hubungan

Baghdad-Teheran dalam suasana konflik. Namun hubungan tersebut membaik pada tahun 1975, dan sejak itu aktivitas politik Imam Khomeini dibatasi. Di sisi

27 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.58.

28 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.60.

29

lain, dibukanya kembali perbatasan Iran-Irak justru menguntungkan perjuangan

Imam Khomeini, karena pesan-pesan Imam baik dalam bentuk brosur maupun kaset rekaman lebih mudah sampai ke Iran.

Pada Juni 1970, sesudah wafatnya al-Hakim, di Qum terjadi demonstrasi besar-besaran yang menentang Syariatmadari, karena ia dituduh “terlalu emosional loyalistik” dan “menanggalkan permusuhan yang telah ditunjukannya kepda rezim Syahpada Juni 1963”. Di lain pihak para demonstran yang berkerumun di depan kediaman Syariatmadari itu menegaskan kembali kesetiannya pada Imam Khomeini sebagai marja’. Pada saat bersamaan, 45 ulama mengirimkan surat kepada Imam Khomeini yang menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya al-Hakim dan menjanjikan kesetiaan mereka yang abadi.

Rezim Syah menangkap sejumlah penandatangan surat tersebut dan beberapa dari mereka yang ikut berdemonstrasi melawan Syariatmadari.

Setelah peristiwa Juni 1970, timbul ketidak puasan dan perlawanan lain terhadap rezim Syah yang melengkapi bukti pengaruh Imam Khomeini yang lebih besar di Iran. Di Universitas Teheran muncul slogan-slogan yang menegaskan dukungan rakyat terhadap Imam Khomeini. 29

Syah memutuskan untuk mendeportasi Imam Khomeini dari Irak. Tentu saja dengan asumsi bahwa begitu dienyahkan dari lokasi bergengsi di Najaf dan kedekatannya dengan Iran, suara beliau pun tak akan didengar lagi. Kesepakatan pemerintah Irak tercapai pada sebuah pertemuan antara menteri luar negeri Irak dan Iran yang berlangsung di New York. Dan pada 24 September 1978, rumah

29 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 58. 30

Imam Khomeini di Najaf dikepung pasukan. Dikabarkan bahwa beliau boleh menempati rumah tersebut dengan syarat beliau menghentikan aktivitas politiknya. Setelah terusir dari Najaf, Imam Khomeini pergi ke Kuwait tetapi kedatangannya ditolak. Akhirnya, atas saran dari putra keduanya yaitu Haji

Sayyid Ahmad Khomeini, yang telah bergabung dengan beliau, Imam Khomeini berangkat ke Paris dan bermukim di Neauphle-le-Chateau.30 Radio-radio internasional dan Koran-koran besar memuat apa yang dikatakan Imam Khomeini berkaitan dengan sikapnya yang menentang Syah. Siaran BBC London berbahasa

Persia menyiarkan apa saja yang dikatakan Khomeini dan tuntutannya kepada

Syah.31

Pada 4 September 1978, 200 ribu sampai 500 ribu demonstran menuntut kembalinya Imam Khomeini ke Iran. Pemerintah melarang rapat-rapat umum yang diadakan pihak oposisi, namun pemogokan tetap berlanjut. Dan pada 7

September 1978, lebih dari 100 ribu demonstran berbaris sepanjang ibukota

Teheran. Besoknya, keadaan darurat perang diberlakukan selama 6 bulan di

Teheran dan 11 kota lainnya. Demosntrasi besar meletus, setelah terjadi insiden terburuk di Jaleh(timur Teheran) dimana tentara mengepung 5000 pemuda yang mengakibatkan tewasnya sedikitnya 97 orang , yang kemudian dikenal sebagai

30 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.69. 31 Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, penerjemah : H. A. Syakur Yasin, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1988), h. 36. 31

“jumat hitam”. Peristiwa ini menjadi salah satu pemicu berkobarnya revolusi

Islam 1979.32

Pada 1 februari 1979, Imam Khomeini kembali ke negaranya setelah sekitar 14 tahun (sejak November 1964) berada di pengasingan- untuk memimpin langsung jalannya revolusi Islam. Sekembalinya dari pengasingan, ia sempat tinggal sebentar di Qu m, dan kemudian pindah ke Jamaran Teheran hingga saat wafatnya pada 3 Juni 1989.33

C. Posisi Agama dalam Negara

Ketika membicarakan Iran maka tidak terlepas dari sekte Syiah.

Keterkaitan tersebut berdasarkan daftar panjang dinasti-dinasti yang pernah berjaya di Iran dan mempunyai hubungan naik turun dengan para mullah di zamannya. Sementar itu, di kalangan komunitas Syiah hampir tidak dikenal istilah pemisahan agama dan politik. Setiap bentuk ritual keagamaan selalu dikaitkan dengan “ritual politik”.

Para sejarawan umumnya sepakat bahwa yang pertama kali menjadikan

Syiah Imamiyah sebagai agama resmi adalah Syah Ismail dari dinasti Safawi.

Imperium Safawi bermula sebagai sebuah Negara missioner, yang dibentuk untuk melawan kekuatan Sunni Ustmani di barat dan Uzbek di timur. Syah Ismail

(1487-1524) raja pada dinasti Safawi mengeluarkan dekrit revolusioner agar semua umat Islam menerima satu sekte Islam yang hingga kini diingat terutama

32 Muhammad Hasyim Asssagaf, Lintasan Sejarah Iran Dari Dinasti Achaemenia Ke Republik Revolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republik of Iran, 2009), h. 561. 33 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 60. 32

karena kepasifan politiknya di bawah ancaman kekuatan. Dia “menegaskan kesamaan antara iman kepada agama yang benar dan loyalitas kepada negara”.

Syiah Kedua Belas dipaksakan sebagai agama resmi yang harus diakui oleh seluruh rakyat.

Ideology awal kerajaan Safawi memadukan ide tasawuf, Syiah, dan patrimonial. Syah adalah guru spiritual yang sempurna (mursyid-i kamil), yang memiliki kharisma (barakat), dan mendapatkan wewenang Tuhan. Para penganut

Syiah pada waktu itu percaya bahwa Syah adalah wakil Imam Kedua Belas yang akan datang dan guru tarekat sufi Safawi memberinya otoritas mutlak dalam urusan spiritual dan duniawi. 34

Bagaimanapun suatu dinasti yang berkuasa selalu menghadapi kesulitan.

Dinasti semacam Safawi, terlalu banyak tergantung pada kualitas individu sang pemimpin. Abbas I yang merupakan salah satu Syah Safawi sedemikian takut akan pemberontakan, sehingga ia membunuh salah seorang putranya dan membutakan dua lainnya; karenanya, dinasti ini tidak memiliki pewaris yang cakap. Para Syah Safawi yang terakhir membolehkan pemusatan kekuasaan oleh kalangan agamawan, mungkin karena kesalehan mereka dan karena percaya bahwa dengan mendapatkan dukungan aktif dari fukaha, ia bisa mendapatkan kembali dukungan rakyat sehingga otoritas dinasti akan terangkat. 35

Kekuasaan oleh kalangan agamawan tersebut meningkat seiring dengan pejalanan waktu. Peningkatan tersebut tidak mampu menyelematkan Dinasti

34 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006),h.404. 35, Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h. 427. 33

Safawi, bahkan sebaliknya, mempercepat kematiannya. Perilaku serta tindakan mungkar dan amoral yang dipraktekan oleh keluarga istana mempercepat runtuhnya otoritas dan efektivitas politik dinasti itu dan (pada gilirannya)

Negara.36 Namun, pada pertengahan pertama abad ke-18, di bawah kekuasaan orang-orang sunni Afgan (1722-1730) yang menyerbu Isfahan-ibukota Persia sejak 1597-dan kemudian Nader Syah, menurut Esposito, posisi madzhab Syiah sempat “diturunkan” ke peringkat kelima di bawah empat madzhab Sunni (kendati sinyalemen Esposito ini juga dipertanyakan oleh sebagian warga Iran sendiri).

Banyak orang Syiah yang disiksa, dan sejumlah ulama mereka melarikan diri ke

Najaf, , dan tempat-tempat suci lainnya di Irak. 37

Peranan dan posisi kaum ulama Syiah menguat kembali pada masa dinasti

Qajar. Mereka memainkan peranan politik yang lebih kritis terhadap Negara. Pada dinasti Qajar ulama merupakan satu-satunya oposisi yang efektif para pemimpin dinasti Qajar. Mereka merupakan satu-satunya kelompok yang dapat bertindak sebagai kendali atas pemerintah, dan yang dapat mengajukan kritik secara terbuka kepada Syah dan para penasehatnya tentang dampak negatif dari beberapa kebijaksanaan mereka. Mereka mendorong “aksi komunal melalui mobilisasi massa”. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menuntut pembubaran kaum sufi, kaum Baha‟i dan kalangan non muslim pada umumnya. Ini mengindikasikan

36 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006),,h.431. 37 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, , (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996),h.30. 34

pandangan mereka tentang Negara Syiah-Iran; mereka sama sekali tidak mempunyai “konsepsi tentang masyarakat sekuler”. 38

Kaum Mullah atau kaum ulama Syiah memiliki sumber-sumber ekonomi, prestise sosial, status keagamaan dan kesinambungan, serta perspektif ideology yang berdaya guna. Mereka mengelola sebagian besar sekolah dan rumah sakit.

Mereka memusatkan persosalan, menengahi perselisihan, termasuk sebagiannya antara pemrintah dan rakyat; mereka adalah para pembela kepentingan Negara dan masyarakat, pejuang bagi orang-orang yang merasa didzalimi oleh para pejabat Negara. Seperti di kebanyakan rezim Islam, “pelaksanaan keadilan dipilah antara pengadilan syariat, yang dijalankan oleh ulama, dan pengadilan hukum adat yang dipimpin oleh Syah serta para pejabatnya”.39

Sesudah Perang Dunia I, kaum ulama Syiah terus memainkan peranan penting dalam politik, disamping meningkatnya peranan kaum politisi nasionalis.

Pada masa dinasti Pahlevi(1925-1979), misalnya, kaum ulama sangat berperan dalam mempertahankan identitas nasional dan reformasi politik, seperti yang terlihat dalam pemberontakan Juni (1963) dan pergolakan panjang akhir 1970-an yang berujung pada keberhasilan revolusi Islam 1979. Setelah revolusi Islam tahun 1979, Iran yang pada awalnya berbentuk monarki konstitusional berubah menjadi Republik Islam secara resmi berdasarkan persetujuan mayoritas (98,2%) rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 1 April 1979, sedangkan

Undang-undang DasarRepublik Islam Iran disetujui mayorita (99,5%) rakyat Iran

38 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006)h.517. 39 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h.513. 35

melalui referendum yang diadakan pada 3 Desember 197940. Hal ini, sekali lagi, membuktikan bahwa Islam (Syiah) memainkan peranan penting dalam pembentukan dan pengembangan nasionalisme Iran.41

Dari uraian diatas diketahui bahwa pengaruh Islam pada diri Imam

Khomeini didapatkan dari sejarah panjang leluhurnya yang memang merupakan para ulama berpengaruh di masanya. Sejarah ulama Syi‟ah di Iran mempunyai pengaruh kuat di masyarakat sehingga banyak mempengaruhi kebijakan-kebikan penguasa mulai dari dinasti Safawi, Qajar hingga tumbangnya dinasti Pahlevi.

Setelah mengetahui sepak terjang Imam Khomeini di kancah politik Iran sebelum revolusi Islam Iran, selanjutnya di bab tiga akan memaparkan revolusi sebagai sebuah fenomena gerakan social modern dan revolusi dalam sejarah hingga teori dalam Islam.

40 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, , (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996),h.80. 41 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, h 35. BAB III

Konsep Revolusi Islam klasik dan modern

A. Definisi Revolusi

Piotr Sztompka mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi

Perubahan Sosial” bahwasanya revolusi merupakan wujud perubahan sosial paling spektakuler sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis; pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan ulang manusia.

Revolusi tak menyisakan apapun seperti keadaannya sebelumnya. Revolusi menutup etos lama dan membuka etos baru.1 Setelah mengemukakan pendapatnya tentang konsep revolusi modern yang berasal dari dua tradisi intelektual yaitu filsafat sejarah dan sosiologi serta mengemukakan berbagai definisi revolusi dari berbagai pakar, Piotr meringkas komponen utama revolusi yaitu:

1. Revolusi mengacu pada perubahan fundamental, menyeluruh

dan multidimensional, menyentuh inti tatanan sosial.

2. Revolusi melibatkan massa rakyat yang besar jumlahnya yang

dimobilisasi dan bertindak dalam satu gerakan revolusioner.

3. Kebanyakan pakar yakin bahwa revolusi memerlukan

keterlibatan kekerasan dan penggunaan kekerasan.2

Musa Asy‟ari memberikan definisi revolusi, secara umum, mempunyai pengertian perubahan rezim dalam suatu negara yang diikuti oleh rekonstruksi

1 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2008), h. 357. 2 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, h. 360-362.

36 37

besar di bidang politik, sosial, dan tatanan budaya. Dari perspektif sosiologi, revolusi adalah suatu kejadian yang mengubah sama sekali susunan masyarakat dari suatu zaman, umpamanya dari masyarakat feodal menjadi masyarakat demokrasi. Kemudian dari sudut kenegaraan, revolusi adalah perubahan yang mendadak dari undang-undang dasar suatu Negara, bertentangan dengan perubahan lambat yang dikehendaki oleh kaum reformis, yang mendasarkan alirannya pada jalan atau cara yang diperbolehkan oleh undang-undang.3

Proses revolusi dipahami sebagai proses yang amat luar biasa, sangat kasar, dan merupakan suatu gerakan yang paling terpadu dari seluruh gerakan- gerakan social apapun. Revolusi dipahami sebagai ungkapan atau pernyataan akhir dari suatu keinginan otonom dan emosi-emosi yang mendalam serta mencangkup segenap kapasitas keorganisasian maupun ideologi protes sosial yang dikerjakan secara seksama. Khususnya citra utopis atau pembebasan yang tertumpu pada simbol-simbol persamaan, kemajuan, kemerdekaan dengan asumsi sentral: bahwa revolusi akan menciptakan suatu tatanan sosial baru yang lebih baik.4

Revolusi terjadi karena berbagai pergeseran sosial atau ketimpangan yang sangat fundamental terutama perjuangan antar elit; perpaduan pergolakan tersebut dengan kekuatan sosial, maupun konflik golongan yang lebih dalam dan menyebar luas seperti konflik kelas; dan dislokasi serta mobilisasi sosial juga organisasi-organisasi politik dari berbagai kelompok sosial yang lebih besar.

3 Musa Asy‟arie, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. (Yogyakarta: LESFI, 2002).h.18. 4 S.N Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi Masyarakat, (Jakarta: CV Rajawali, 1978) h. 3. 38

Revolusi juga timbul karena kesengsaraan hidup dari suatu bangsa.

Penindasan ekonomi atas bangsa tersebut membuat bangsa itu lemah dan tak berdaya, jiwanya tertekan oleh beban yang sangat berat, sehingga massa tidak sanggup merasakan dan menyambut cita-cita bangsa. Revolusi terjadi juga disebabkan belum adanya keselarasan antara rakyat dan pemerintah.5

Ada beberapa akibat atau pengaruh dari revolusi. Pertama, perubahan secara kekerasan terhadap rezim politik yang ada, yang didasari oleh legitimasi maupun simbol-simbolnya sendiri. Kedua, penggantian elit politik atau kelas yang sedang berkuasa dengan lainnya. Ketiga, perubahan secara mendasar seluruh bidang kelembagaan utama terutama dalam hubungan kelas dan sistem ekonomi yang menyebabkan modernisasi disegenap aspek kehidupan social, pembaharuan ekonomi dan industrialisasi, serta menumbuhkan sentralisasi dan partisipasi dalam dunia politik. Keempat, pemutusan secara radikal dengan segala hal yang telah lampau. Kelima, memberikan kekuatan ideologis dan orientasi kebangkitan mengenai gambaran revolusioner.6

Untuk melengkapi bahasan revolusi dikemukakan beberapa konsep lain yang digunakan untuk penunjukkan tindakan kolektif yang berbeda dari revolusi.

Tindakan-tindakan tersebut antara lain:

1. Coup d”etat atau revolusi istana adalah penggantian secara tak sah

penguasa, pemerintahan atau personil institusi politik tanpa modifikasi

rezim politik, organisasi ekonomi atau sistem kultural.

5 Musa Asy‟ari, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), h. 19. 6 S.N Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi Masyarakat, (Jakarta: CV Rajawali, 1978) h. 3. 39

2. Pemberontakan adalah peristiwa tindakan kekerasan besar yang

bertujuan menentang penguasa dalam negeri atau penakluk dari luar

yang menghasilkan konsesi atau perubahan kecil ketimbang

transformasi revolusioner.

3. Pembangkangan adalah penolakan untuk patuh yang dilakukan

kelompok bawahan tertapi tak disertai pandangan positif mengenai

perubahan yang diperlukan.

4. Putsch adalah pengambilalihan pemerintahan dengan paksa oleh

militer atau segmen militer atau oleh kelompok pejabat yang

mendapat dukungan militer.

5. Perang Sipil adalah konflik bersenjata antara segmen masyarakat

yang sama, yang sering dimotifasi oleh permusuhan agama atau etnis

dan bertujuan untuk melenyapkan atau menindas pihak yang

dimusuhi.

6. Perang Kemerdekaan adalah perjuangan masyarakat yang dijajah

atau ditaklukan terhadap kekuatan asing.

7. Kerusuhan adalah pengungkapan ketidakpuasan, keluhan dan

kekecewaan yang tersebar secara spontan, terbatas pada sasaran

tertentu dan tak mencita-citakan perubahan tertentu.

Dalam konsep di atas terlihat berbagai bentuk perilaku kolektif dan tindakan kolektif, tetapi revolusi jelas tak termasuk di dalamnya. Semua 40

fenomena seperti itu mungkin menyertai revolusi, mendahului atu mengikutinya, tetapi tak dapat disamakan dengan revolusi.7

Revolusi juga bisa terjadi dalam fikiran, tanggapan, atau pemandangan pada segolongan manusia misalnya dari orang yang berorientasi agama menjadi berorientasi pada ilmu pengetahuan, atau dari berorientasi adat berubah ke agama, atau juga dari berpandangan feodalisme berubah ke demokrasi. Konsep revolusi ini disebut revolusi fikiran atau disebut revolusi Geiger. Dari sinilah maka akan timbul revolusi.8

Dengan demikian revolusi merupakan gerakan sosial modern yang merubah sistem lama dengan sistem yang baru dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya serta biasanya berhubungan dengan penggulingan kekuasaan dan menggunakan kekerasan karena makna dari revolusi sendiri yang berarti mencabut sampai akar atau dasar.

B. Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern

Abul a‟la al-Maududi (1903-1979) memberikan pengertian terhadap revolusi dalam Islam berarti perubahan menuju arah yang lebih baik dan ideal yang berdasarkan tatanan Ketuhanan (Tauhid). Ia menyatakan bahwa perubahan dalam masyarakat Islam harus dilakukan menuju sebuah tatanan masyarakat

7 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2008), h. 362-363. 8 Musa Asy‟ari, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. (Yogyakarta: LESFI, 2002), h. 18. 41

politik Islam yang ideal yang disebutnya dengan theo democration (kekhalifahan demokratis).9

Beliau juga berpendapat bahwa revolusi Islam merupakan jalan menuju

Negara Islam. Revolusi tersebut dimulai dengan gerakan berdasarkan atas teori- teori dan pikiran Islam dan para pemegangnya adalah orang-orang yang sepenuh jiwa membentuk dirinya dengan Islam dan menyebarluaskan pemikiran Islam dan berjuang dalam menyebarkannnya ditengah-tengah masyarakat. Maka dari sini akan terlahir manusia-manusia yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat dan Negara. Manusia yang siap menyusun konsep teori untuk kehidupan praktis berdasarkan atas prinsip dan kaidah-kaidah Islam. Manusia yang siap melalui berbagai penderitaan dalam memberantas kebathilan.10

Secara teori Islam klasik, revolusi Islam yang merubah semua tatanan sistem politik, ekonomi dan budaya pada masa klasik sangat sulit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh kejayaan Islam sendiri dalam bidang politik, ekonomi, social dan budaya. Tetapi beberapa elemen revolusi seperti pergantian kekuasaan dan sistem pemerintahan akan banyak kita temukan.

Dalam pemikiran Islam klasik istilah revolusi dimaknai dengan beberapa istilah yang memiliki pengertian yang kontra-produktif, seperti Fitnah (godaan, hasutan, perselisihan menentang Allah), ma’syiah (ketidak patuhan, pembangkangan atau pemberontakan), riddah (berpaling atau memunggungi),

9 Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antar Modernisme dan Posmodernisme; Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, (Yogyakarta: LKIS, 2003), h. 56. 10 Abul A‟la Al Maududi, Metode Revolusi Islam, (Yogyakarta: Ar-Risalah, 1983), h. 34-35. 42

bahkan berarti kharij atau khawarij yang berarti keluar yang dinisbatkan kepada peristiwa perpecahan di tubuh pengikut Ali bin Abi Thalib.11

Abdur Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami membahas tentang al-bagyu yang berarti pemberontakan dan mengutip beberapa hadis Rasulullah Saw yang beberapa kali menyinggung tentang ketidaktaatan seseorang kepada pemimpinnya atau para ulama menyebutnya dengan al-bagyu.

Al-Quran juga menginggung tentang pemberontakan dalam QS. Al-Hujurat ayat

9. Salah satu hadis yang menyinggung pemberontak adalah sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436).

Abdul Qadir Audah memberikan beberapa devinisi al-bagyu dari beberapa madzhab diantaranya madzhab Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, Syi‟ah

Zaidiyah. Dari beberapa devinisi yang dikutip, beliau menyimpulkan bahwa ada

3 unsur yang harus ada pada pengertian Bughat yaitu:

1). Pembangkangan terhadap kepala Negara (imam).

2). Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan.

3). Adanya niat yang melawan hukum (Al-Qasd Al-Jinaiy)12

Pemberontakan atau keluar dari ketataatan kepada seorang Imam merupakan suatu tindakan pidana dalam khazanah Islam klasik. Hal tersebut ditandai dengan bertebarannya hadis-hadis yang menyinggung tentang pemberontakan.

11 Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, t.t, h. 23. 12 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinai Al-Islami, (Libanon: Dar Al-Kutub Al- Ilmiyah, 2005), h. 553. 43

Ada juga beberapa kalangan yang menyebutkan revolusi dengan

“menghunuskan pedang” atau dengan “keluar dari kepemimpinan yang ada”.

Berikut beberapa pendapat dari kelompok-kelompok Islam klasik.

Menurut Muktazilah, Khawarij, dan Zaidiyah serta mayoritas Murjiah tindakan kekerasan diwajibkan jika kita mampu menghilangkan kezaliman dan kesewenang-wenangan untuk mendirikan kebenaran. Diantara pendapat yang diriwayatkan Muktazilah adalah, “jika kita telah menyusun suatu kekuatan, dan kemenangan telah terjamin bagi kelompok kita, maka kita segera menyerang kelompok yang berbeda dengan kita. selanjutnya kita mengangkat imam kita dan menghancurkan kekuasaan sulthan yang ada serta membunuhnya. Kemudian kita mendorong rakyat untuk mendorong seruan kita.

Khawarij berpendapat, “jika seorang imam tidak berjalan pada hukum yang ada dan berlaku zalim, maka dia harus diberhentikan atau dibunuh.

Sementara Zaidiyah berpendapat, “untuk menghadapi Imam (penguasa) yang berlaku zalim, atau untuk menghilangkan kezaliman dan meneggakkan kebenaran, kita harus menggunakan kekerasan. Imam yang menyeru kepada Al-

Quran dan as-Sunnah serta menentang kezaliman harus dibela dengan pedang.

Ibnu Hazm mengatakan bahwa begitu pula pendapat kalangan Ahlus

Sunah yaitu keharusan menggunakan pedang (kekerasan) untuk menghilangkan kemungkaran yang ada. Beliau mengutip beberapa hadist. Diantaranya, sabda

Rasulullah Saw,

“Tidaklah seorang laki-laki berada pada sebuah kaum yang di dalamnya dilakukan suatu kemaksiatan, mereka mampu mengubah kemaksiatan tersebut lalu tidak melakukannya, maka Allah akan menimpakan siksa 44

kepada mereka sebelum mereka meninggal.” (HR. Abu Dawud dari Jarir, hadits no. 3776).

Juga sabda Rasulullah Saw:

Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya maka ia syahid, dan barangsiapa terbunuh karena membela dirinya maka ia syahid, dan barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan agamanya maka ia syahid, dan barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka ia syahid. (HR Abu Daud dan al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih)

Sedangkan madzhab yang memilih sikap bersabar (dalam menghadapi kemungkaran), kebanyakan dianut oleh kalangan ahli hadis dan sebagian dari kalangan ulama sunnah terutama kelompok mutaakhirin dari mereka. Mereka berpendapat bahwa sikap ini merupakan sikap sahabat yang menahan diri mereka untuk turut terlibat pada peperangan pada saat terjadi fitnah antara Ali dan

Muawiyah.13

Situasi Politik, ekonomi, budaya dan masyarakat Islam selama dua sampai tiga ratus terakhir telah lemah. Ini merupakan kemunduran dalam sejarah.

Pasca runtuhnya dinasti Ustmaniyah di Turki yang mana boleh dikatakan sebagai pertanda kekalahan politik Islam, mayarakat Islam yang bersatu dan dipimpin oleh seorang khalifah terpecah belah dan dibatasi oleh territorial. Mereka dikuasai oleh kolonialisme dan imprealisme Barat. Kekalahan politik dan kuatnya cengkraman imprealisme telah semakin melemahkan kekuatan Islam jika dibandingkan dengan peradaban Islam klasik. Ditengah-tengah cengkraman kolonialisme ada beberapa tokoh-tokoh Islam yang melakukan pembaharuan- pembaharuan terhadap kondisi social masyarakat Islam, yang mana pembaharuan tersebut boleh dikatakan merupakan suatu gerakan menuju revolusi Islam.

13 M. Dhiaudin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta :Gema Insani Press, 2001), h. 290. 45

Setelah Islam memasuki abad modern dan beberapa peristiwa di negara

Islam melakukan suatu gerakan menuju revolusi Islam, Banyak pemikir mendefisinikan revolusi Islam. Diantara mereka adalah Kalim Siddiqui yang mengatakan bahwa revolusi Islam adalah keadaan suatu masyarakat dimana: satu, seluruh umat Islam di suatu daerah menjadi termobilisasi sampai pada tingkat dimana kehendak dan usaha kolektif mereka menjadi tak tertahankan dan tak terkalahkan; dua, masyarakat Islam memerlukan suatu kepemimpinan yang benar-benar terikat kepada tujuan-tujuan peradaban Islam dan yang tidak mempunyai kelas ataupun kepentingan-kepentingan lainnya sendiri; tiga, kekuatan-kekuatan yang disumbangkan mampu, secara internal, menata kembali masyarakat pada segala tingkatan; dan empat, tatanan sosial tersebut memerlukan kepercayaan dan kemampuan untuk berhubungan dengan dunia luar menurut cara-caranya sendiri.14

Tufail Ahmad Quresyi juga memberikan konsep Islam tentang revolusi yaitu lebih banyak mencangkup aspek eksploitasi dan adanya gangguan di masyarakat. Konsepsi-konsepsi dasarnya adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat harus berupaya memajukan diri lewat proses

evolusioner , demi menuju sasaran yang telah ditetapkan. Dalam

proses yang berlangsung lamban tersebut, maka menjadi tugas

para pemikir, pendidik, dan pemimpin untuk selalu mewaspadai

elemen-elemen anti kemajuan, anti evolusi, atau yang cenderung

mengeksploitasi.

14 Kalim Siddiqui, dkk, Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, (Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1984), h. 21. 46

2. Bahwa perjuangan kearah kemajuan dan mencapai sasaran

hendaknya dijadikan sebagai bagian kehidupan, sehingga setiap

orang hendaknya revolusioner dalam kesabaran dan berencana.

3. Apabila suatu masyarakat mencapai tahapan, yang mana kekuatan

agama, politik atau ekonomi menjadi amat dominan, atau adanya

kelompok, kelas sosial yang sedemikian membahayakan bagi

kemajuan masyarakat, maka upaya peniadaan elemen-elemen

tersebut menjadi amat vital, bahkan kalau perlu harus ditempuh

metodologi revolusioner atau juga lewat peperangan.

4. Jika individu-individu dalam masyarakat tidak mampu

meniadakan eksploitasi, mencegah ketidakadilan dan

menghentikan kemerosotan, secara alami masyarakat tersebut

akan sampai pada titik kematian.15

Secara tidak langsung Islam yang merupakan bagian dari masyarakat modern bersentuhan dengan konsep revolusi yang lahir pada abad modern. Para pemikir Islam modern menyumbangkan pemikirannya yang dilatarbelakngi oleh kondisi umat Islam sendiri pasca runtuhnya kekuatan politik Islam dinasti

Usmani yang di berbagai daerah mengalami keprihatinan secara politik, ekonomi dan budaya. Selanjutnya penulis akan memaparkan sejarah gerakan-gerakan social masyarakat Islam.

15 A. Nasir Budiman (penerjemah), Perspektif Muslim tentang Perubahan Sosial, (Bandung: Pustaka, 1988), h.68-69. 47

C. Sejarah Revolusi Islam klasik dan Modern

1. Nabi Sebagai seorang Revolusioner

Dalam Al-Quran, banyak sekali ilustrasi tentang visi revolusioner para rasul yang mendobrak kedzaliman dan melakukan perubahan dalam lingkungan masyarakatnya. Selain Nabi Musa yang melawan kedzaliman Fir‟aun, Nabi

Muhammad merupakan contoh nyata bagaimana visi revolusioner Islam diwujudkan dalam konteks transformasi sosial.16

Nabi Muhammad sukses mengubah wajah bangsa Arab dari masyarakat biadab menjadi masyarakat beradab. Revolusi Nabi Muhammad membongkar seluruh sistem nilai dan struktur sosial politik. Revolusi tersebut bukan saja menggusur suprastruktur (basis atas) masyarakat, tetapi juga infrastruktur (basis bawah) masyarakat.17

Upaya perubahan sosial yang dilakukan Nabi Muhammad dapat dikategorikan kedalam lima tipologi. Pertama, perubahan pada sisi teologis dari polities yang percaya pada banyak Tuhan kepada monoteis atau percaya hanya pada satu Tuhan. Kedua, menyangkut sistem kekeluargaan dari patriarkhal yang mengutamakan laki-laki kepada bilateral atau parental yang memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal.

Ketiga, Nabi Muhammad mengubah sistem yang hirarkis menjadi sistem yang menekankan egalitarianism. Nabi Muhammad membebaskan Bilal bin Rabah pada saat sistem yang hirarkis dan tradisi kelas begitu mengakar di masyarakat

16 Yusran Razak (Editor), Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Jakarta :Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 199. 17 Husein Heriyanto & Aan Rukmana, Hikmah Abadi Revolusi Imam Hussein, (Jakarta:Sadra Press, 2013), h. 274. 48

Arab. Keempat, Nabi Muhammad mengubah sistem ekonomi dari borjuis- kapitalis yang menekankan keuntungan sebanyak-banyaknya kepada sistem ekonomi berkeadilan. Beliau melarang praktik riba yang marak di kalangan masyarakat Arab.18

Perubahan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw selama hidupnya merupakan sejarah pertama revolusi Islam karena merubah secara total nilai- nilai yang ada pada masyarakat Arab pada waktu itu yang jauh dari prinsip keadilan dan persamaan dengan nilai-nilai Islam yang berkemanusiaan dan berketuhanan.

1. Aktivitas Politik Para Sahabat

Seperti yang penulis kemukakan di pendahuluan bahwa revolusi dalam sejarah Islam di masa klasik cenderung tidak ditemukan karena pengaruh kemapanan kekuasaan imperium kekhalifahan, tetapi beberapa tindakan-tidakan penggulingan kekuasaan, demonstrasi dan kudeta akan kita temukan di sepanjang sejarah Islam.

Pada zaman para shahabat setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan, terjadi pergolakan politik diantara para shahabat. Perang Jamal antara Ali dan

Aisyah-Talhah-Zubair terjadi akibat ketidakpuasan dikalangan sahabat terhadap

Ali yang menunda pengusutan terhadap pembunuhan Ustman. Dengan terpilihnya Ali mereka berharap masalah tersebut dapat ditangani secara tuntas.

Namun, Ali ingin menyelesaikannya setelah keadaan menjadi tenang. Pada saat demikian, menurutnya penyelidikan akan dapat dilakukan dengan seksama.

Prinsip ini ternyata tidak dapat diterima oleh mereka yang menginginkan

18 Yusran Razak (Editor), Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (akarta: Laboratorium Sosiologi AgamaJ, 2008), h. 199-202. 49

pengusutan dilakukan sesegera mungkin. Dalam perang ini, pasukan Aisyah yang kurang terlatih dapat dipukul mundul dan hancur. Adapun Talhah dan Zubeir terbunuh, sementara Aisyah sendiri selamat dan diputuskan dikembalikan ke

Madinah.

Selanjutnya masih di zaman Ali, ada pemberontakan yang dilakukan

Muawiyah yang dinamakan dengan perang Shiffin. Pada saat perang berkecamuk dan pasukan Ali hampir menang, Muawiyah melancarkan siasatnya

(atas saran Amr bin „Ash) agar pasukannya tidak kalah yaitu dengan melancarkan usaha damai dengan mengangkat Al-Quran tinggi-tinggi sebagai tanda perdamaian. Naluri Ali mencium bahwa hal ini hanya merupakan manuver musuh. Namun, atas saran sebagian tentaranya, Ali menerima gencetan senjata yang ditawarkan musuh. Kelicikan pasukan Muawiyah yang dipimpin Amr bin

„Ash pada saat terjadi perundingan dengan pasukan Ali yang dipimpin Abu Musa

Al-Asy‟ari telah mengantarkan Muawiyah sebagai Khalifah baru dan menurunkan Ali.19

Selanjutnya masih di masa Ali bin Abi Thalib, terdapat pembangkangan kelompok Khawarij yang berpusat di Hutara. Sebagian mereka bisa disadarkan oleh Abdullah bin Abbas yang diutus Ali untuk melakukan pendekatan. Namun, tidak sedikit diantaranya yang makin membangkang. Mereka melakukan tindakan makar di Naharwan, dan membunuh Abdullah bin Khohab Al-Arof. Ali

19 Didin Saefudi Buchori, Sejarah Politik Islam, (Jakarta Pustaka Intermasas, 2009), h. 44-46. 50

berusaha melakukan perlawanan sehingga Naharwan berubah menjadi medan pertempuran.20

Selanjutnya Muawiyah menjadi khalifah dan mengubah sistem pemerintahan Khulafaurrasyidin menjadi sistem Monarki atau turun menurun di kalangan keluarganya. Dapat diduga, perubahan corak pemerintahan seperti ini ditunjukkan untuk membuat kekuasaannya bertahan lama seperti yang terjadi pada kekuasaan kekaisaran Persia dan kekuasaan Romawi Timur di Byzantium.21

Pemberontakan-pemberontakan tersebut terjadi karena adanya fitnah yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkan umat Islam pasca Nabi Muhammad wafat. Beberapa gerakan tersebut terbilang revolusi walaupun tidak merubah semua nilai-nilai Islam.

2. Revolusi Islam abad modern

Seperti yang penulis uraikan pada pendahuluan bahwasanya pada abad modern mulai muncul berbagai gerakan, pemikiran dan pembaharuan yang ditujukan untuk merevolusi keadaan umat Islam pada waktu itu. Gerakan ini muncul disebabkan kolonialisme dan cengkraman pihak asing diberbagai wilayah-wilayah Islam yang mengancam kemajuan umat Islam. Revolusi Islam abad modern bisa dikatakan berawal dari revolusi pemikiran untuk memajukan umat Islam yang boleh dikatakan mundur secara politik, ekonomi dan budaya.

20 Jabir Qomaihah, Beroposisi Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 106. 21 Didin Saefudi Buchori, Sejarah Politik Islam, (Jakarta :Pustaka Intermasa, 2009), h. 52.

51

Menjelang abad ke-19 Masehi, muncul suatu gerakan reformasi di dunia

Islam, yang meliputi Iran, Mesir, Syria, Libanon, Afrika Utara, Turki,

Afghanistan dan Indonesia. Orang-orang yang mengaku sebagai reformator dan yang mengemukakan ide dan teori reformasi, muncul di gelanggang pada abad ini. Gerakan ini timbul setelah masa stagnasi yang panjang yang meliputi beberapa abad. Hingga ukuran tertentu gerakan-gerakan ini merefleksikan reaksi terhadap penjajahan politik, ekonomi dan kultural Barat, dan dalam suatu cara dikenal sebagai suatu kebangkitan atau kelahiran kembali dalam dunia Islam.22

Murthada muthahhari menyebut Sayyid Jamaluddin Al-Afghani sebagai pelopor rangkaian gerakan-gerakan reformasi sepanjang seratus tahun terakhir.

Dialah yang membangunkan negara Islam tentang perlunya reformasi, dia membuat suatu penilaian yang obyektif tentang penyakit-penyakit sosial kaum

Muslimin dan menunjukkan kepada mereka jalan perbaikan serta obat bagi penyakit-penyakit itu.23

Ciri khas yang dibawa Sayyid Jamaluddin Al-Afghani ialah bahwa sekalipun ia merupakan seorang reformator yang mendorong kaum muslimin untuk mempelajari sains mutakhir serta teknologi modern dari peradaban Barat, untuk berjuang melawan buta huruf, kebodohan, dan mengatasi kekurangan- kekurangan mereka dalam bidang teknologi dan industri, namun ia sepenuhnya menyadari akan bahaya-bahaya ektrimisme dalam modernisasi. Dengan kata-kata lain ia tidak menghendaki kaum muslim terbawa oleh arus kecermerlangan Barat dan memulai memandang dunia luar bukan dari segi pandangan Islam tetapi dari

22 Murthada Muthahhari, M. Hasyem (Penerjemah) Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta: Beunebi Cipta, 1986), h. 37. 23 Murthada Muthahhari, Gerakan Islam Abad XX, h. 39. 52

sudut pandangan Barat. Sayyid Jamaluddin bukan saja memerangi kolonialisme politik Barat, tetapi juga melawan kolonialisme kultural.24Selain Sayyid

Jamaluddin al-Afghani, terkenal juga murid beliau yaitu Muhammad Abduh sebagai seorang reformator dan pembaharu Islam.

Pada dewasa ini di Libanon, Libya, Syiria, dan Yaman selatan tetap menggunakan ideologi keagamaan sebagai elemen-elemen politik dalam berjuang melawan kelas-kelas imperialisme dan feudal kapitalisme. Mereka meyakini bahwa sejak awal permulaannya, Islam merupakan gerakan revolusioner. Islam membebaskan rakyat lemah pada masa lalu.25

Gerakan revolusi Islam paling spektakuler adalah revolusi Islam Iran.

Revolusi ini merupakan langkah pertama Islam dalam peranannya sebagai suatu peradaban besar dan terakhir di dunia. Islam telah mengambil langkah ini, yang merupakan langkah pertama dalam perjalanannya yang panjang menuju panggung sejarah.26

Kalim Siddiqui mengatakan bahwa Revolusi Islam di Iran merupakan revolusi yang dilatarbelakangi iklim dunia yang ditentukan oleh sistem imperialis yang universal dan global. Sistem imperialis tersebut merupakan sistem yang padu. Sistem ini adalah sistem kapitalis, sistem eksploitatif, dan sistem yang mempunyai kesatuan global. Dengan kata lain, semua rezim lain di dunia dewasa ini berhubungan erat dengan kekuatan-kekuatan imperialis internasional. Yang

24 Murthada Muthahhari, M. Hasyem (Penerjemah) Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta: Beunebi Cipta, 1986), h. 45. 25 Zialul Haque, Revolusi Islam di Bawah Bendera Laailahaillah, (Jakarta :Darul Falah, 2000), h. 199. 26 Kalim Siddiqui , dkk, Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, (Yogyakarta Shalahudin Press:, 1984), h. 13.

53

mendukung mereka adalah golongan kaya di negara-negara kaya yang bersekutu dengan golongan kaya di negara-negara miskin. Hal ni merupakan persekutuan dari sistem impreialis di dunia.27

Gerakan dan pemikiran diatas menjadi awal gerakan kebangkitan Islam yang membawa misi menghidupkan kembali nilai-nilai Islam. Dalam Islam ada dua golongan Sunni dan Syi‟ah. Penjelasan diatas termasuk golongan Sunni yang merupakan revolusi pemikiran semata, sementara Syi‟ah yang mempunyai sejarah panjang keterkaitan agama dan politik mempunyai latarbelakang sendiri dalam menghidupkan nilai-nilai Islam dengan jalan revolusi.

3. Pandangan revolusi dalam khazanah Syiah

Imam Khomeini adalah seorang ulama yang berasa dari Iran. Kurang lebih 98% adalah orang Islam, dan mayoritas mereka adalah kaum syiah

Itsna’asyari. Ketika membicarakan konsep revolusi Islam Imam Khomeini maka

Syi‟ah otomatis menjadi bagiannya.

Revolusi Islam Iran telah membuktikan keseriusan dan kekhawatiran pengaruh politik, ekonomi serta budaya Islam khususnya di Iran. Revolusi ini juga telah menempatkan madzhab Syiah sebagai salah satu faktor yang dominan.

Pertama, karena penggerak utama revolusi Iran adalah para tokoh agama (kaum mullah); dan kedua, karena mayoritas penduduk Iran menganut madzhab ini28.

Syiah yang merupakan idiologi mayoritas penduduk Iran secara langsung telah memunculkan pertanyaan bagaimana Syiah memandang revolusi.

27 Kalim Siddiqui DKK, Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, (Yogyakarta :Shalahudin Press, 1984), h. 9. 28 M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran dari Jatuhnya Syah hingga Wafatnya Ayatullah Khomeini, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h. 41. 54

Murthada Mutahhari secara hati-hati mencoba menganalisa mengapa pemimpin keagamaan dari kalangan Sunni tidak mampu melaksanakan suatu gerakan revolusi Islam melawan kolonialisme dan ekploitasi Barat terhadap umat

Islam. Beliau menganggap bahwa sistem keagamaan dalam Sunni mempunyai suatu metode yang menjadi sandiwara di tangan-tangan para pemerintahannya yang diperkenalkannya sebagai pemegang utama kekuasaan. Secara tidak langsung Muthada Muthahhari menilai bahwa kaum agama dari kalangan Sunni tidak independen dari pemegang kekuasaan. Tetapi tata keagamaan di kalangan

Syiah merupakan suatu lembaga yang independen, yang mengambil kekuatan- dari sudut pandangan kerohanian-hanya dari Allah saja dan- dari segi pandangan sosial – dari kekuatan massa rakyat. Kalangan madzhab Syiah telah menjadi independen dari lembaga-lembaga para penguasa (selain kalangan ulama Syiah) diktator.29

Syiah mempunyai akar yang dalam dan luas dalam gerakan melawan absolutisme dan kolonialisme. Dalam kasus Iran contohnya para ulama Syiah melakukan gerakan anti tembakau yang membebaskan Iran dari belenggu penjajahan Inggris. Kaum agamawan Syiah juga berhasil membatasi kekuasaan raja pada dinasti Qajar dengan melakukan gerakan konstitusionalisme yang pada akhirnya membatasi kekuasaan otokrasi di Iran.30

Dalam Syiah, sejarah penindasan sangat kental. mereka selalu mengaitkan kedzaliman penguasa dengan penindasan. Ali Syariati dalam bukunya

“Pemimpin Mustadh‟afin” mengungkapkan bahwa Muhammad Saw mengaitkan

29 Murthada Muthahhari, M. Hasyem (Penerjemah) Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta: Beunebi Cipta, 1986), h. 91-93. 30 Murthada Muthahhari, Gerakan Islam Abad XX, h. 90. 55

gerakan Islami dengan gerakan-gerakan lain yang, sepanjang sejarah, berjuang membebaskan rakyat. mereka bangkit menentang si kuat, si kaya dan pengecoh.31

Bahkan Imam Khomeini mengatakan bahwa revolusi Islam Iran merupakan revolusi kaum mustadh’afin.32

Kalim Siddiqui mengatakan bahwa pembentuk internal pergerakan atau revolusi di Iran adalah berakar dalam tradisi Islam Syiah. Tradisi ini menganggap segala kekuasaan politik sebagai tidak sah, terutama kekuasaan monarki dan bangsawan. Menurut kepercayaan khusus mereka, selama ghaibnya Imam, dengan sendirinya segala kekuasaan adalah tidak sah. Dan hal ini menyebabkan para ulama Syiah menuntut perubahan-perubahan konstitusional yang dikenal dengan sebutan Revolusi Konstitusional pada tahun 1906-1911 di Iran. Usaha tersebut bukan untuk mensahkan system tersebut tetapi untuk meminimkan derajat ketidakabsahan sistem politik tersebut.33

Penuntutan pemerintahan Imam Husein terhadap Yazid Bin Muawiyah yang membawa kepada peristiwa karbala merupakan wujud dari pembangkangan terhadap penguasa karena Yazid bin Muawiyah dianggap lalim, tiran dan penindas. Pembangkangan tersebut juga oleh beberapa kalangan Syi‟ah modern seperti Dr. Ali Syariati sebagi tindakan yang revolusioner.

31 Ali Syari‟ati, Para Pemimpin Mustadh’afin, (Bandung: Muthahhari Paperbacks, 2001), h.19. 32 Panitia Peringatan Haul ke 11 Imam Khomeini, Imam Khomeini; Pandangan, Hidup dan Perjuangan. h.26. 33 Kalim Siddiqui, dkk, Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, (Yogyakarta :Shalahudin Press, 1984), h. 16.

BAB IV

Konsep Revolusi Islam Menurut Imam Khomeini

A. Revolusi Islam : Ulama sebagai Pemimpin Politik

Pada revolusi Islam Iran, Imam Khomeini mengubah sistem monarki Iran ke republik dan menyatakan bahwa disamping sebagai pemimpin agama ulama juga sebagai pemimpin politik. Hal tersebut beliau paparkan secara jelas dalam bukunya yang yang berjudul Al-Hukumat Al-Islamiyah. Untuk memahami kerangka pemikiran politik Imam Khomeini, ada baiknya penulis memaparkan latar belakang madzhab Syiah yang merupakan mayoritas yang dianut oleh rakyat

Iran termasuk Imam Khomeini.

Berbeda dengan Sunni, Madzhab Syi‟ah memandang bahwa agama dan politik merupakan satu kesatuan. Di kalangan komunitas Syiah hampir tidak dikenal istilah pemisahan agama dan politik. Baik dalam tatanan konseptual, maupun praktek politik. Riza Sihbudi dalam bukunya Biografi politik Imam

Khomeini mengutip tulisan S. Husain M. Jafri bahwa pada dasarnya Islam bersifat religious karena status yang diperoleh Muhammad sebagai Rasul Allah yang ditunjuk dan dikirim oleh Dia untuk menyampaikan risalah Nya kepada manusia, dan bersifat politis karena lingkungan dan keadaan tempat ia timbul dan tumbuh.

Sebaliknya madzhab Syi‟ah, dalam watak yang dibawanya, selalu bersifat religius dan politis, dan aspek-aspek ini ditemukan berdampingan sepanjang sejarahnya.1

1 M. Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 18.

56

57

Imam Khomeini mengatakan bahwa propoganda yang mengatakan bahwa

Islam adalah agama spiritual semata yang lepas dari nilai-nilai sosial dan politik, atau bahwa ajaran hanya untuk abad-abad pertama Islam, bukan untuk masa kini adalah propaganda yang sesat.2

Imam Khomeini sangat mengecam pemerintahan monarki yang dibentuk oleh Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah . Pemerintahan tersebut juga dibangun oleh Raja Iran, para kaisar Roma dan para fir‟aun Mesir. Beliau mengatakan bahwasanya bentuk pemerintahan tersebut bersifat non-Islami. Bani Umayyah dan

Bani Abbasiyah telah mengubah seluruh asas pemerintahan dan metode pemerintahan mereka telah sangat merusak metode Islam. Menurut Imam

Khomeini hal ini dikarenakan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah telah menolak kepemimpinan Ali bin Abi Thalib yang diridhai Allah SWT dan Rasulullah Saw.

Menurut beliau keberadaan tatanan politik yang tidak Islami mengakibatkan tidak terlaksananya tatanan politik Islam karenanya sistem pemerintahan non-Islami adalah system kufr. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pemimpin pemerintahannya adalah thagut.3 Imam Khomeini menyatakan bahwa lingkungan sosial yang rusak pada waktu itu disebabkan oleh sistem pemerintahan yang kufr.

Secara tidak langsung dengan pernyataan tersebut Imam Khomeini menganggap bahwa pemerintahan dinasti Syah merupakan pemerintahan yang kufr.

Imam Khomeini mengatakan bahwa sebab-sebab kemerosotan kedaulatan

Islam pada masyarakat, perpecahan umat Islam tertundanya penerapan hukum-

2 Panitia Peringatan Haul Ke 11 Imam Khomeini, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 35. 3 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, (Jakarta: Shadra Press, 2010), h. 50-51. 58

hukum Islam, menyebarnya budaya dan hukum-hukum asing adalah pemerintahan dinasti Syah yang zalim, rusak dan sangat tidak cakap.4

Bentuk pemerintahan yang sah menurut Imam Khomeini adalah bentuk pemerintahan Islam yaitu pemerintahan yang tidak bersifat tirani dan juga tidak absolut kekuasaannya, melainkan bersifat konstitusional yaitu berdasarkan persetujuan yang disahkan oleh hukum dengan berdasarkan suara mayoritas.

Pengertian konstitusional yang sesungguhnya adalah bahwa pemimpin adalah suatu subjek dari kondisi-kondisi tertentu yang berlaku di dalam kegiatan memerintah dan mengatur negara yang dijalankan oleh pemimpin tersebut, yaitu kondisi-kondisi yang telah dinyatakan oleh Al-Quran dan as-Sunah. Kondisi- kondisi tersebut merupakan hukum dan aturan Islam yang juga terdiri dari kondisi yang harus diperhatikan dan dipraktekan. Pemerintahan Islam karenanya dapat didefinisikan sebagai pemerintahan yang berdasarkan hukum-hukum Ilahi atas manusia.5

Prinsip yang ditegakkan adalah bahwa fuqaha atau para fakih memiliki kewenangan yang lebih atas penyelenggara pemerintahan. Jika seorang penyelenggara pemerintahan taat kepada ajaran Islam, maka ia wajib kepada fuqaha dan seharusnya bertanya kepada mereka tentang hukum-hukum dan aturan-aturan Islam yang akan dilaksanakan. Sehingga dalam hal ini, penyelenggara pemerintahan yang sesunggunhya adalah fuqaha itu sendiri dan kepemimpinan secara resmi seharusnya menjadi milik mereka, bukan milik

4 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, (Jakarta: Shadra Press, 2010), h. 65. 5 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, h. 68. 59

mereka yang diwajibkan untuk mengikuti petunjuk fuqaha dikarenakan ketidaktahuan mereka akan hukum Islam.6

Dalam memberikan argument bahwa ulama sebagai pemimpin politik,

Imam Khomeini mengambil perkataan Ali bin Abi Thalib bahwa “.. kaum mukmin yang (tergolong sebagai) fuqaha adalah benteng Islam..”. Beliau lanjut menjelaskan sebenarnya tugas yang harus dijalankan oleh fuqaha adalah sebagai para penjaga akidah, hukum-hukum, dan tatanan Islam. Jika seorang fakih hanya duduk disudut rumahnya dan tidak mau turut campur dalam permasalahan masyarakat, tidak menjaga ajaran-ajaran Islam dan tidak menyebarkan hukum- hukumnya serta tidak berpartisipasi dengan cara apa pun (yang ia mampu) dalam permasalahan masyarakat muslim atau tidak peduli maka apakah mereka disebut

“benteng Islam” seperti yang dikatakan Ali bin Abi Thalib.7

Imam Khomeini juga memakai hadis (yang beliau kutip dari kitab Ushul

Kafi jilid 1) yang diriwayatkan oleh Ali, dari ayahnya, dari An-Naufali, dari As-

Sukuni, dari Abi Abdillah as. bahwa Nabi bersabda:

. “ Fuqaha adalah pemegang amanat Rosul, selama mereka tidak masuk ke dunia.” seseorang bertanya, “ya Rasulullah, apa maksud dari mereka masuk ke dunia?” lalu Rasul menjawab, “mengikuti penguasa, jika mereka melakukannya, maka khawatirkanlah (keselamatan) agama kalian dan menjauhlah kalian dari mereka.”

Dari hadis tersebut, Imam Khomeini menitikberatkan ungkapan Rasul bahwa “fuqaha adalah pemegang amanat Rosul.” Beliau mengatakan bahwa

6 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, (Jakarta : Shadra Press, 2010), h. 80. 7 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, h. 112.

60

ungkapan tersebut adalah bahwa seluruh tugas-tugas yang diamanatkan kepada para Nabi as. harus juga dipenuhi oleh fuqaha yang adil. Sedangkan tugas para

Nabi adalah menegakkan tatanan masyarakat yang adil melalui pelaksanaan aturan-aturan dan hukum-hukum yang lazimnya disertai dengan menyebarkan pengajaran dan akidah Ilahiyah. Tugas para Nabi as. juga memungut pajak, seperti khums8, zakat dan kharaj serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan kamu muslim, menegakkan keadilan diantara manusia dan masyarakat, melaksanakan hukum-hukum dan melindungi perbatasan dan kemerdekaan negara dan mencegah orang lain menyelewengkan keuangan negara Islam. Untuk itu, hadis diatas menjabarkan bahwa tugas Nabi as juga merupakan tugas fuqaha karena fuqaha adalah pemegang amanat Rasul.

Karena pemerintahan Islam adalah pemerintahan hukum, mereka yang mengetahui hukum, atau lebih tepatnya mengetahui agama yaitu fuqaha, harus melaksanakan fungsinya (tanggung jawabnya). Merekalah yang mengawasi permasalahan eksekutif dan administrativ negara, berikut semua perencanaannya.

Fuqaha adalah pemegang amanat, yang melaksanakan hukum-hukum Ilahi dalam memungut pajak, menjaga perbatasan , dan melaksanakan hudud. Mereka tidak boleh membiarkan hukum-hukum Islam diabaikan (tidak ditaati), atau dalam pelaksanaannya mengalami pengurangan atau penambahan.9

8 secara harfiah Khumss berarti seperlima, sedangkan secara istilah khums berarti mengeluarkan seperlima dari harta benda oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan. (syarifaadawi.blogspot.co.id), kaidah yang digalakkan tradisi Syi‟ah, Khums melibatkan sedekah tahunan yang diambil dari seperlima harta, (https://id.m.wikipedia.org) 9 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, (Jakarta: Shadra Press, 2010), h. 112-125.

61

Legitimasi ulama sebagai penguasa juga berasal dari konsep Imamah

(kepemimpinan). Ali adalah pemimpin atau Imam pertama, dan keturunannya, yakni anak-anak Fatimah, anak perempuan Nabi Saw dan istri Ali, adalah para pemimpin atau para Imam yang sah menurut ajaran Syi‟ah. Seluruhnya berjumlah dua belas imam maksum termasuk Ali: namun yang terakhir dari mereka mengalami keghaiban. Kekhawatiran akan tindakan kejam para musuh, seperti yang dialami para pendahulunya, menjadi alasan utama, diantaranya banyak alasan lainnya, bagi sang Imam terakhir ini untuk melakukan keghaiban itu.

Selama periode sebelas imam, para penganut Syi‟ah yang beriman dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan agama mereka. Keadaan ini berubah setelah ghaibnya imam ke-12, tetapi pengangkatan empat wakil khusus (na’ib al-khash) adalah penolong yang diresmikan untuk mempertahankan hubungan dengan sang imam itu sendiri. Sebelum wafatnya, wakil yang terakhir telah mengumumkan bahwa setelahnya, tanggung jawab penfsiran syariat akan berpindah kepada para pemelihara, yakni ulama, yang berfungsi sebagai na’ib al-amm (wakil umum ) imam. Untuk menafsirkan hukum dengan benar dari syariat, ide ijtihad merupakan solusi bagi ulama yang telah mencapai derajat Mujtahid dan Marja

Taqlid.10

Kuatnya pengaruh doktrin kepemimpinan ulama dalam politik terhadap

Imam Khomeini terbukti dengan reaksi keras dan cerdas terhadap Perdana

Menteri pemerintahan sementara Bazargan (dari kalangan liberal Iran) menyatakan satu minggu setelah pengangkatannya bahwa:

10 Roger Garaudy, dkk Demi Kaum Tertindas: Akar Revolusi Islam di Iran, (T.tp:Penerbit Citra, t.t), h. 16-17. 62

“Kini revolusi telah meraih tujuannya dan rezim Syah telah dijatuhkan. Sebuah sistem baru akan dibentuk. Saya menyarankan agar rakyat kembali ke rumah-rumah mereka dan melakukan urusan-urusan mereka sendiri. Ulama harus kembali ke mesjid dan sekolah-sekolah agama untuk berdiskusi dan mengajar. Tinggalkanlah urursan orang-orang pemerintahan dan para birokrat agar merek bisa menanganinya dan membentuk sebuah sistem baru.”

Sebagai reaksi keras, Imam Khomeini menyatakan bahwa rakyat harus tetap dilibatkan dan ulama tetap melanjutkan kehadiran mereka dalam arena politik.11 Keteguhan Imam Khomeini pada pentingnya peran ulama dalam pemerintahan tidak bisa dihindarkan karena disamping Imam Khomeini sebagai pemimpin tertinggi revolusi Islam Iran yang berkharisma sehingga dicintai sebagian besar rakyat Iran juga konsep diatas yang beliau sampaikan dalam ceramah-ceramahnya kepada murid-murudnya di Qum walaupun dalam bentuk intisari dan terealisasikan setelah revolusi.

B. Revolusi Islam : Revolusi Melawan Kaum Penindas/ Mustakbirin

Dikotomi mustadh’afin-mustakbirin atau penindas-tertindas muncul pasca konflik perpindahan kekuasaan di masa Muawiyah. Tokoh-tokoh seperti

Mu‟awiyah dan Yazid, dalam pandangan sementara kalangan Syi‟ah dimasukkan dalam kubu mustakbirin atau kamu penindas. Yazid adalah khalifah kedua dinasti

Muawiyah yang bertanggung jawab atas pembantaian terhadap Imam Husain dan para kerabatnya, oleh Jafri digambarkan sebagai tokoh yang: “Tak punya wibawa dalam umat. Perangai anti-Islamnya dan praktek-praktek irreliginya yang terang- terangan sangat dikenal luas di dunia Muslim. Yazid adalah orang pertama diantara khalifah yang minum arak di depan umum, dan bahwa ia mencari teman

11 Roger Garaudy, dkk Demi Kaum Tertindas: Akar Revolusi Islam di Iran, (T.t.p: Penerbit Citra, t.t), h. 226-227 .

63

yang paling buruk, menghabiskan sebagian besar waktunya dalam kesenangan terhadap music dan nyanyian dan bersenda gurau dengan kera dan anjing berburu.

Sementara Hasan dan Husain masuk dalam golongan mustadh’afin (kaum tertindas).12

Imam Khomeini sangat membela kaum mustadh’afin, orang-orang kecil atau orang-orang tertindas dan berjuang untuk mereka. Bahkan revolusi Islam Iran ia namakan sebagai revolusi kaum mustadhafin. Dan ini tidak hanya sekedar slogan atau move politik sebagaimana banyak ditunjukkan oleh pelaku politik dunia yang menjual rakyat kecil sebagai komoditas politik mereka,sementara mereka sendiri hidup bergelimangan dengan kemewahan dan diatas penderitaan rakyat kecil.

Segera setelah revolusi Islam Iran menang, Imam Khomeini menggalang upaya perbaikan nasib kaum mustadafin melalui program yang diberi nama jihad

Sazandigi atau jihad pembangunan, terutama bagi mereka yang hidup di pelosok pedesaan yang tidak tersentak oleh kemajuan teknologi. Program ini telah berhasil mengangkat hidup dan kesejahteraan rakyat kecil di seluruh negeri Iran. Bahkan

Imam Khomeini memerintahkan semua harta peninggalan Syah, baik yang berupa benda atau aset-aset ekonomi, masuk dalam hak dan milik yayasan yang khusus dibentuk untuk kesejahteraan kaum mustadhafin, yakni yayasan Mustadafin.

Dewasa ini, Yayasan Mustadhafin merupakan salah satu grup usaha terkemuka di

Iran.13

12 M. Riza Sihbudi, Bioghrafi Politik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 22-23. 13 Panitia Peringatan Haul Ke 11 Imam Khomeini, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 26-27. 64

Dalam hubungannya dengan Iran pada waktu itu, konsep mustakbirin dan mustadh’afin diaktualisasikan oleh Imam Khomeini ke dalam fakta-fakat kondisi

Iran pada era Syah Muhammad Reza Pahlevi yaitu imprealisme, Deislamisasi, dan tindakan tiran Syah oleh polisi rahasia Syah. Pemebelaan Imam Khomeini terhadap kaum lemah atau rakyat kecil juga merupakan suatu kekuatan yang menggerakkan revolusi. Ulama Syi‟ah di Iran mempunyai sejarah panjang sebagai pelindung rakyat. Keterpihakan Imam Khomeini kepada kaum mustadh’ifin telah mengalahkan beberapa elit politik yang berlindung di bawah naungan negara adikuasa Amerika Serikat.

1. Imprealisme

Disamping menganggap pemerintahan Syah merupakan pemerintahan yang tidak sah, Imam Khomeini juga menganggap bahwa Syah Iran dan antek-antek nya khususnya Amerika termasuk golongan mustakbirin atau golongan penindas.

Dalam pidatonya beliau berkata :

”Allah mengharamkan hari dimana kita melalaikan kewajiban untuk membela mereka yang tertindas dan berpaling pada kapitalisme.14

Hubungan Iran dan Amerika memang sangat erat. Hal tersebut berkaitan dengan bantuan Amerika yang berhasil mengembalikan singgasana Muhammad

Reza Pahlevi setelah percobaan kudeta yang dilakukan oleh Perdana Menteri

Mosaddeq yang menginginkan nasionalisasi minyak Iran.15 Kemesraan tersebut dibuktikan dengan disahkannya rancangan undang-undang yang memberikan hak kekebalan hukum dan hak-hak istimewa kepada personil Amerika Serikat di

14 Ringkasa Biografi, Pidato-pidato dan wasiat Imam Khomeini, h. 17. 15 Henri G. Gromwell, Iran Dulu dan Sekarang, (T.t.p: Sumber Abadi, t.t), h. 89. 65

Iran.16 Bahkan Syah memerintahakan untuk tidak menyinggung Israel. Hak istimewa yang diberikan kepada Israel sma dengan kedudukan Syah, sehingga para ulama melihat bahwa Syah dan Israel serta Amerika serikat tidak terpisahkan. Di dalam negeri mereka sendiri, rakyat merasa telah berada di bawah jajahan Amerika dan Israel.17

Imam Khomeini menyeru kepada para ulama untuk berjuang melawan semua usaha para penindas dalam meneggakkan monopoli atas sumber-sumber kekayaan. Beliau menyeru umat Islam tidak boleh membiarkan masyarakatnya tetap dalam kelaparan dan kehilangan, sementara para penindas merampas sumber-sumber kekayaan dan hidup dalam kemewahan.18

Bentuk penindasan tersebut beliau rincikan dengan bukti bahwa perekonomian

Iran dikuasai Amerika dan Israel, pasar Iran telah diambil oleh bangsa asing,

Inggris yang merampoki sumber-sumber bumi Iran yang kaya dengan cara mengambil emas hitam Iran selama bertahun-tahun, orang asing yang membujuk para penguasa iran untuk menyerang rakyatnya sendiri, Amerika yang memberikan tekanan pada pemerintah Iran dan majlis untuk menyetujui Undang- undang kekebalan hukum warga Amerika di Iran, dan Amerika juga juga yang menganggap ulama sebagai duri dalam daging penjajahan mereka dan merasa perlu untuk memenjarakan dan menyiksa mereka.19 Imam Khomeini juga mengangap bahwa campur tangan Amerika dan Inggris terhadap kebijakan

16 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, (Jakarta: Fauzi Mandiri Printing, 2009), h. 507. 17 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, (Jakarta: Fauzi Mandiri Printing, 2009), h. 512. 18 Imam Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, (Jakarta: Shadra Press, 2010), h. 56. 19 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, (Jakarta : Fauzi Mandiri Printing, 2009), h. 508-509. 66

ekonomi dan politik Syah adalah bentuk kolonialisme modern terhadap Islam dan

Iran.

Setelah runtuhnya kekuasaan Syah yang artinya juga matinya kekuasaan

Amerika di Iran, Imam Khomeini mengatakan betapa Amerika dibuat malu oleh

Revolusi Islam Iran karena Amerika tidak tahu kepada siapa Amerika menjual senjatanya. Berikut kutipan pidato beliau:

“Apakah yang lebih dapat dibanggakan daripada fakta bahwa Amerika dengan segudang persenjataan militernya dan serangkaian regim-regim bonekanya dan dengan media masa internasional yang selalu melayaninya telah dibuat malu dan menjadi hina karena Iran, hingga Amerika tidak tahu kepada siapa perlengkapan itu harus digunakan.”20

Kebenciannya terhadap “Negara-negara adikuasa yang menindas” atau

Amerika dan antek-anteknya, sampai pada tahap keengganan bekerjasama dalam hal memajukan industri dan teknologi Iran. Beliau sadar bahwasanya teknologi canggih adalah suatu kebutuhan penting negara, yang mana biasanya diambil dari negara adikuasa tersebut. Tetapi Imam Khomeini lebih memilih negara-negara yang memiliki industri maju dan bukan kolonialis atau pemeras. Dalam pidatonya beliau mengatakan:

“Perlu aku tambahkan disini bahwa setelah keterbelakangn semu kita, kebutuhan akan kebanyakn industri negara-negara asing adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, tetapi hal ini tidak berarti behwa kita harus menjadi bergantung kepada negara-negara adidaya yang mana pun juga. Sebaiknya pemerintah dan angkatan bersenjata mengirim para pelajar yang bertanggung jawab ke negara-negara yang memiliki industri maju yang bukan kolonialis ataupun yang pemeras dan jangan sampai mengirim mereka ke Amerika atau Soviet atau pun ke negara-negara yang bergantung kepada mereka.”21

20 Ringkasa Biografi, Pidato-pidato dan wasiat Imam Khomeini, ((T.tp: T.pn, tt), h. 21. 21 Ringkasa Biografi, Pidato-pidato dan wasiat Imam Khomeini, h. 23. 67

Pasca revolusi, Imam Khomeini merubah kebijakan-kebijakan ekonomi Syah yang banyak dipengaruhi oleh kekuatan asing yang hanya mementingkan keuntungan mereka dan mengabaikan kepentingan rakyat Iran.

Di bidang pertanian, kebijaksanaan yang dijalankan pemerintah Khomeini diantaranya meliputi: peningkatan harga pembelian beras dan gandum dari para petani, mencabut izin bagi para nelayan asing untuk membangun industri perikanan nasional, memberikan tunjangan bagi setiap petani yang telah berusia

60 tahun keatas, mengalihkan pemilikan tanah dari para tuan tanah kepada para petani miskin, dan berusaha meningkatkan produksi gandum, diantaranya dengan memperluas areal penanaman gandum.Di bidang kesejahteraan rakyat (khusunya rakyat pedesaan) pemerintah Khomeini meliputi memberantas buta huruf, membangun sekolah di desa-desa, memberikan tunjangan bagi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan pelayan kesehatan.22

Ketidakpedulian Syah terhadap kondisi perekonomian rakyat Iran serta pengaruh Asing juga ditandai dengan salah satu peristiwa yang menimbulkan reaksi keras dari Imam Khomeini yaitu ketika Syah merayakan peringatan ulang tahun ke-2.500 kerajaan. Beliau menentang pengeluaran uang secara mubadzir serta kegila-gilaan ditengah kondisi masyarakat dan ekonomi yang sulit. Pesta perayaan tersebut direncanakan oleh orang-orang Israel tertentu yang menjadi penasehat rezim Syah. Imam Khomeini yang ketika itu sedang dalam pengasingan di Najf bereaksi dengan mengatakan:

22 M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran dari Jatuhnya Syah Hingga Wafat Ayatullah Khomeini, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h. 70. 68

“rakyat jelata yang kehilangan hak-hak nya, kelaparan, sementara mereka menghambur-hamburkan delapan ratus juta rial untuk Teheran hanya untuk pesta-pesta kerajaan. Anda memperingati orang mati tetapi mengabaikan orang hidup. Rezim itu menjarahi harta rakyat dan memberikan hak kepada orang-orang asing untuk memanfaatkan sepenuhnya sumber-sumber kekayaan nasional kita.”23

Pada akhirnya, Imam Khomeini selalu menghimbau negara Islam yang lain untuk membuang ketergantungan mereka terhadap para penguasa negara-negara besar dan menanamkan sifat saling pengertian antara pemerintah dengan rakyatnya. Dengan ini beliau mengecam pemerintah yang berpihak pada kekuatan asing dan tidak melindungi rakyatnya.24 Imam Khomeini bahkan mengatakan

“tidak Timur tidak Barat tetapi Islam”. Setelah revolusi beliau memutus hubungan

Iran denga Amerika Serikat dan menjalin hubungan dengan negara lain untuk memperbaiki kondisi Iran dan menjadikan Iran menjadi lebih mandiri tanpa dominasi asing yang menjajah ekonomi dan budaya Iran.

2. Tindakan SAVAK

Syah selalu menggunakan kekerasan terhadap para Ulama dan rakyat dalam membungkam kritikan mereka soal kebijakan-kebijakan Syah yang hanya menguntungkan segelintir orang yang mendukungnya. Syah mendirikan polisi rahasia yang diberi nama SAVAK (Sazmani Amniyyat va Ettila‟ati Kisywar) pada tahun 1957.Tugas utama SAVAK adalah mengidentifikasi dan melenyapkan orang-orang yang menentang regim diktator Syah. Mereka juga meneror rakyat, menciptakan suasana saling curiga sehingga setiap suara mungkin dianggap suara

SAVAK. Banyak lawan politik termasuk ulama yang dipenjara tanpa pengadilan

23 Sandy Alison (Penyusun), Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), h. 270. 24 Ringkasa Biografi, Pidato-pidato dan wasiat Imam Khomeini, h. 20. 69

atau ditemukan dengan keadaan sudah tidak bernyawa dan SAVAK diduga sebagai actor peristiwa tersebut.

Tahun 1975 Amnesty Internasional melaporkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Iran tidak ada duanya. Para pakar badan itu menulis selain menggantungkan benda berat pada kemaluan, bahkan juga penganiayaan psikologis, termasuk “menyerang secara seksual istri anak perempuan tahana dihadapan para tahanan”.25

Kekerasan yang dilakukan Syah dalam menghentikan demonstrasi- demonstrasi dan memenjarakan sebagian ulama pra revolusi merupakan suatu kezaliman menurut Imam Khomeini. Salah satu kesalahan Syah adalah menganggap bahwa dengan kekerasan mampu menghentikan demonstrasi- demonstrasi yang menginginkannya turun tahta.

3. Menghilangkan Nilai-nilai Islam di Iran

Mohammad Reza Pahlevi berusaha menghilangkan budaya Islam di Iran.

Pelan tapi pasti Syah selalu menggunakan kekuasaannya untuk menjadikan Iran yang – menurutnya- lebih modern dengan berbagai cara termasuk jalur perundang-undangan. Salah satu rancangan undang-undang yang boleh dikatakan anti anti Islamnya adalah apara anggota dewan tidak mesti disumpah dengan Al-

Quran; boleh juga dengan kitab suci apapun yang dikehendaki anggota yang bersangkutan. Ini bertentangan dengan konstitusi. Para ulama di Qum memprotes keras. Imam Khomeini mengirim telegram kepada Perdana Meneteri yang pada waktu itu dijabat oleh Asadollah Alam yang isinya menentang rencana undang-

25 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, (Jakarta : Fauzi Mandiri Printing, 2009), h. 513. 70

undang tersebut dan hal-hal lain tentang kedzaliman Syah. Dengan aksi protes rakyat dan anjuran ulama untuk mengadakan pemogokan akhirnya undang- undang tersebut dibatalkan.26 Para ulama yang sepenuhnya sadar bahwa zaman

Syah Reza Khan telah dilakukan usaha-usaha deislamisasi melalui pembaratan wanita, menentang sekeras-kerasnya. Di zaman Reza Khan wanita dilarang berkerudung, bahkan polisi menangkap dan merobek-robek kerudung di jalan.

Tindakan ini tentu sangat menentang Islam.27

Syah bahkan mengatakan bahwa kaum ulama adalah golongan picik reaksioner hitam dan penghalang kemajuan Negara.Imam Khomein mengatakan bahwa pemerintahan Syah adalah pemerintahan anti Islam dalam salah satu amanatnya dari Najf dalam menanggapi warga Tabriz yang melakukan pemogokan dan dihadang oleh tentara Syah sehingga banyak korban berjatuhan.

Beliau berkata:

“wahai, kaum muslim, dalam kedudukan atau busana apa saja, Islam kita tercinta sekarang menyeru kepada anda dan mengatakan bahwa adalah kewajiban anda untuk dating menolongnya dan berusaha melawan pukulan-pukulan yang telah diterimanya dari para penguasa lalim, terutama selama lima puluh tahun terakhir pemerintahan dinasti Pahlawi yang anti-Islam dan anti-nasional. Anda semua bertugas dan anda semua bertanggung jawab. Pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang memiliki kecendrungan kepada paham-paham selain Islam dank arena watak oportunisnya yang hendak mengengeksploitasi kesempatan dan memasuki barisan anda dan menusuk punggung anda apabila dating kesempatan, hendaklah dijauhkan dan jangan diizinkan ikut serta. Negara ini tak dapat disingkirkan dari bahaya tanpa nilai-nilai Islam. Gerakan di Tabriz adalah seperti gerakan lain di seluruh Iran. Gerakan itu dimaksudkan untuk membela hak-hak dan melindungi hukum Islam.

26 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, (Jakarta: Fauzi Mandiri Printing, 2009), h. 491. 27 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, h. 505. 71

Islam sebagai Ideologi merupakan harga mati bagi Imam Khomeini. Hal tersebut tercermin dalam pidato dalam membangkitkan semangat rakyat. Nilai- nilai Islam harus diterapkan di Iran demi menjaga keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Kebijakan Syah yang akan mensekulerkan Iran juga merupakan faktor semangat kaum ulama untuk menurunkan tahtanya.

C. Hukum Penggulingan Kekuasaan menurut Imam Khomeini

Fenomena revolusi yang mengganti semua sistem masyarakat seperti politik, sosial, ekonomi dan budaya serta bersifat mengganti etos lama dengan yang baru yang secara langsung juga menuntut penggulingan kekuasaan lama telah memunculkan satu pertanyaan bagaimana hukum Islam memandang penggulingan kekuasaan. Imam Khomeini sebagai pemimpin revolusi Islam Iran memberikan beberapa argumentasi terkait hal diatas.

Dalam ajaran Syi‟ah masalah menentang suatu otoritas yang dianggap tidak adil, dan masalah kesediaan berkorban demi agama (syahid) merupakan faktor yang sangat penting. Menentang suatu pemerintah yang dianggap korup, penindas dan zalim merupakan kewajiban semua penganut Islam. Perlawanan harus dilakukan bila kesempatan dan kekuatan sudah cukup memadai. Dalam ajaran Syi‟ah dikenal suatu ajaran yang disebut taqiyyah, yaitu suatu taktik untuk sementara waktu tunduk pada pemerintah yang dianggap tidak adil, kemudian menghancurkannya bila ada kesempatan.28

Dalam kasus Iran sebelum revolusi Islam pecah, Imam Khomeini awalnya hanya sebagai pemberi peringatan dan kritikan terhadap kebijakan-kebijakan Syah

28 M. Reza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran dari Jatuhnya Syah Hingga Wafat Ayatullah Khomeini, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h. 44. 72

yang dianggapnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami, merugikan banyak rakyat

Iran, dan hanya mementingkan golongan tertentu. Imam Khomeini pada awalnya hanya memberi saran. Saran-saran tersebut tidak digubris oleh Syah bahkan ketika rakyat dan ulama melakukan demonstrasi-demonstrasi, Syah melakukan pemberantasan yang boleh dibilang keji dengan menembaki para demonstran oleh tentara-tentaranya. Melihat itu semua, Imam Khomeini mengancam Syah atas tindakannya dengan mengatakan bahwa rakyat akan terus bangkit melawannya sekuat apapun Syah memberantas. Dengan melihat bahwa Syah semakin jauh dengan rakyatnya, Imam Khomeini telah sampai pada tahap meminta Syah turun tahta dan menyerahkan kekuasaannya kepada rakyat.

Pada tahap ini, Imam Khomeini menganggap bahwa pemerintahan Syah adalah pemerintahan yang diktator, tiran, penindas dan jauh dari nilai-nilai

Islami, yang mana Imam Khomeini merasa perlu menumbangkan kekuasaan

Syah.

Konsep diatas berkaitan dengan kejadian dimana Sayyidina Husain (salah satu cucu Nabi Muhammad sekaligus Imam Syi‟ah) menentang kekhalifahan

Yazid bin Muawiyah yang dianggap penindas dan tiran karena merebut kepemimpinan dari ahlul bait dan merubah system pemerintahan menjadi dinasti.

Imam Khomeini selalu menyamakan rezim Syah dengan rezim Muawiyah pada zaman Ali bin Thalib. Beliau juga selalu memberikan semangat kepada para korban kekejaman Syah atas demonstrasi dengan menyamakan rakyat Iran yang menderita dengan perjuangan Imam Husain. Dalam salah satu pidatonya pasca serangan di Fauziyeh oleh tentara Syah yang menimbulkan banyak korban, beliau 73

mengatakan untuk selalu berteguh hati dengan pembalasan-pembalasan Syah terhadap rakyat.

Salah satu serangan yang dilancarkan Syah adalah serangan ke sekolah di

Qum yang mengakibatkan matinya sejumlah rakyat. Setelah mendengar kabar tentang pembantaian tersebut oleh Syah, Imam Khomeini berkata pada masa:

“Tenanglah. Anda adalah pengikut para Imam yang menderita kedzaliman yang besar. kesewenang-wenangan semacam itu telah menjadi boomerang. Sangat banyak tokoh besar agama yang shahid untuk menegakkan Islam dan mengamanatkannya kepada anda. Maka terserah kepada anda untuk memelihara warisan suci ini.”

“Berteguh hatilah melawan tindakan tak sah dari rezim itu. Sekalipun pemerintah menempuh jalan kekerasan, jangan menyerah kepadanya. Biarlah menjadi pelajaran bagi mereka semua. Pemerintah lebih baik meninjau kembali kebijakannya dan menyerah kepada kehendak rakyat. Kami dalam jubbah ulama, sedang berjuang untuk Islam. Tiada kekerasan, betapa besarnya, dapat membungkam kami.”29

„Allamah Muhamaad Tabatabai juga merupakan salah satu ulama yang berpendapat bahwa satu-satunya jalan untuk menghapus kekuasaan tiran adalah dengan mendirikan Negara Islam. Di sisi lain, ghaibnya imam tidak berarti bahwa wilayah tak dapat dilaksanakan. Sesungguhnya malah suatu aspek besar Syi‟isme adalah pengurusan masyarakat oleh suatu badan umum di masa ghaibnya Imam.

Ulama besar itu menegaskan penolakannya terhadap gagasan pemisahan lembaga keagamaan dan pemerintahan.

Ayatullah Bahesti maju lebih jauh dengan mengatakan bahwa apabila pemerintah menyeleweng dari hukum agama maka wajib bagi kaum mukmin untuk memaksa penguasa melaksanakan syariah, atau menggulingkan

29 Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini, Pesan Sang Imam, (Bandung : Al-Jawad Publisher, 2000), h. 268. 74

pemerintahan itu dan mendirikan negara berdasar syariah. Jadi, selama ghaibnya

Imam semua mukmin bekewajiban membantu melaksanakan tatanan yang adil berdasarkan Syariah.

Tradisi ulama, khususnya Iran, yang menjadi perlindungan rakyat di masa- masa sulit, kedudukannya sebagai “ahli waris Nabi” tidak memungkinkannya berpangku tangan di hadapan semua ini. Maka muncullah teori dini Syi‟ah tentang politik Syi‟ah bahwa hanya Imam yang berhak memerintah. Dan kekuasaan Imam itu sekarang dapat dipegang sementara oleh Marja‟ yang mewakili Imam sementara menunggu kedatangan Imam Mahdi. Ini berarti bangkitnya suatu teori revolusioner yang menghapus setiap legitimasi atas kekuasaan dunia, dan tak ada kesimpulan lain kecuali bahwa kekuasaan yang ada harus dijungkirkan dan digantikan oleh “wakil Imam”.30

Berdasarkan pemaparan diatas penulis meyimpulkan bahwa teori dan latar belakang pemimpin negara diatas maka legitimasi menggulingkan kekuasaan menjadi sah menurut Imam Khomeini. Negara seharusnya tidak dipimpin oleh sekelompok orang yang tidak mempedulikan nilai-nilai Islam. Masyarakat Islam harus melingkupi keadaan sosial, ekonomi dan budaya bahkan politik dengan nilai-nilai Islam.

30 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Rebublik Revolusi Islam, (Jakarta : Fauzi Mandiri Printing, 2009), h. 538.

75

D. Iran Pasca Revolusi

1. Peran Ulama

Revolusi Islam Iran dibawah kepemimpinan Imam Khomeini telah merubah sistem pemerintahan Iran dari kerajaan menjadi Republik Islam Iran dengan konsep Wilayatul Faqih dimana para ulama /faqih harus memegang kekuasaan, menggantikan peran penguasa yang digagas oleh Imam Khomeini. Konsep tersebut secara tidak langsung merubah juga peran para ulama di Iran.

Dalam konsep pemerintahan Islam Imam Khomeini, kaum ulama menduduki baik sebagai pengawal (Guardian/ Vali), penafsir (Interpreters), maupun pelaksana (Executors) hukum-hukum Tuhan. Oleh sebab itu, pemerintahan yang demikian merupakan pemerintahan Islam yang sebenarnya dan adil.31

Konsep Wilayatul Faqih dicantumkan dalam Konstitusi Republik Islam Iran

(RII) 1979 dan ditulis ; “Rencana pemerintahan Islam yang berdasarkan Wilayatul

Faqih yang diwakili oleh Imam Khomeini..”, juga disebutkan bahwa,

“…berdasarkan prinsip-prinsip wilayatul amr, dan kepemimpinan yang terus menerus (Imamah), maka konstitusi mempersiapkan lahan bagi terwujudnya kepemimpinan oleh faqih…”.32

Konsep Wilayatul Faqih tidak terlepas dari kecaman golongan-golongan minoritas di Iran dengan berbaragam alasan33, tetapi bagaimanapun Wilayatul

31 Izzatun Ni‟mah, Tokoh Agama (Syiah) Dalam Perkembangan Politik Iran Masa dan Pasca Revolusi (TH 1978-1989), (Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002), h. 58. 32 Undang-undang Dasar RII, Humas Kedutaan Besar Iran, 1985. 33 Izzatun Ni‟mah, Tokoh Agama (Syiah) Dalam Perkembangan Politik Iran Masa dan Pasca Revolusi (TH 1978-1989), (Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002), h. 66-70.

76

Faqih tetap berjalan sampai saat ini. Menurut Ayatullah Ni‟matullah Shalihi-

Najafabadi, dalam karyanya yang diberi judul Wilayat I Faqih : Hukumat

Shalihan (Perwakilan Faqih : Pemerintahan Orang-orang sholeh), yang diterbitkan di Teheran pada tahun 1984 menyatakan bahwa sifat yuridis Wilayat merupakan

“kontrak sosial” antara rakyat dan faqih yang dipercaya. Dalam rangka mendekatkan kepentingan dan peranan rakyat dengan lembaga pemegang kekuasaan hukum, ia mencoba memadukan konsep modern seperti pemerintahan mayoritas, kontrak sosial dan perwakilan (representation), dengan prinsip-prinsip pemerintahan Islam. Salah satu perwujudan dari kontrak sosial tersebut adalah melalui baiat antara rakyat dengan pemimpin (faqih). Akan tetapi, Shalihi menafsirkan baiat secara dua arah : bukan hanya rakyat yang wajib menaati pemimpin, tapi juga sebaliknya. Baiat semacam ini mengakibatkan kewajiban yang sama, baik bagi rakyat maupun pemimpin.34

Wilayatul Faqih, menurut pasal 110 konstitusi diberi tugas dan kekuasaan untuk menunjuk fuqaha pada dewan perwalian (Shuraye-Nigahban), wewenang pengadilan tertinggi, angkatan bersenjata, dan panglima tertinggi pasukan pengawal revolusi Islam, untuk menyatakan keadaan perang dan damai, untuk menyetujui kelayakan calon-calon presiden dan untuk memberhentikan presiden

Republik berdasarkan rasa hormat terhadap kepentingan negara. Oleh karena itu konstitusi 1979 memberikan wewenang negara yang tertinggi dan terakhir kepada

Wilayatul Faqih (atau Dewan fuqaha bila tidak ada Wilayatul Faqih).35

34 Izzatun Ni‟mah, Tokoh Agama (Syiah) Dalam Perkembangan Politik Iran Masa dan Pasca Revolusi (TH 1978-1989), (Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002), h. 71. 35 Undang-undang Dasar RII, Humas Kedutaan Besar Iran, 1985. 77

Dalam hal ini, peran ulama pasca revolusi sangat urgen dalam segi keagamaan, perpolitikan dan kenegaraan Iran apalagi ketika memasuki fase ujicoba penerapan konsep Wilayatul Faqih tahun 1979-1989.36

1. Kelembagaan Negara

Keberagaman peta pemikiran politik Iran banyak bermunculan pasca revolusi.

Secara umum, terdapat tiga pandangan terkemuka. pertama, pandangan yang mendukung diberlakukannya pemerintahan demokrasi terkendali yang sesuai dengan ideology Islam revolusioner, sebagaimana yang dikemukakan Ali Syariati.

Kedua, pandangan yang mendukung demokrasi konstitusional yang pernah dianut pasca revolusi Konstitusi 1906, dimana ulama hanya berfungsi sebagai pengawas legislasi, seperti yang diajukan oleh Mahmud Taliqani dan Mahdi Bazargan.

Ketiga, pandangan yang mengusung demokrasi agama dalam bentuk Wilayatul faqih, yang digagas oleh Khomeini. Namun demikian, Khomeini tidak memaksakan pandangannya sendiri, meskipun dengan posisinya sebagai pemimpin besar revolusi Islam. Hal tersebut dibuktikan dengan pengadaan referendum pada 29-10 Maret 1979 tentang bentuk negara Iran yang hasilnya 98% rakyat Iran menyetujui Iran sebagai negara republik Islam.37

Adapun sistem kelembagaan Iran menganut asas Trias Politika. Lembaga eksekutif terdiri dari presiden, menteri dan pasdaran (korps garda revolusi). Tugas pasdaran adalah mempersatukan kelompok-kelompok bersenjata yang

36 Izzatun Ni‟mah, Tokoh Agama (Syiah) Dalam Perkembangan Politik Iran Masa dan Pasca Revolusi (TH 1978-1989), (Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002), h. 75. 37 Muhammad Anis, Politik Syiah dan Demokrasi Pengalaman Iran Pasca Revolusi Islam 1979, (Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 150-151. 78

bermunculan pada akhir kekuatan Syah, membantu angkatan bersenjata Iran dalam memelihara perdamaian negara, kemerdekaan negara, dan melawan musuh- musuh dari luar, serta menumpas gerakan kontrarevolusi seperti kelompok

Mujahidin Khalq dan Fedayen Khalq yang beraliran marxis-leninis. Presiden dipilih melalui pemilu langsung, sedangkan para menteri dipilih oleh presiden dengan persetujuan Dewan Syura.

Lembaga Legislatif terdiri dari dua dewan. Pertama, Dewan Syura yang berfungsi sebagai parlemen. Kedua, Dewab Garda, yang terdiri dari enam fuqaha adil yang mengenal kebutuhan zamannya dan enam pakar hukum umum. Dewan ini bertugas untuk memastikan bahwa undang-undang yang dibuat oleh Dewan

Syura tidak keluar dari koridor Syariat Islam dan konstitusi, menyeleksi kandidat presiden dan anggota Dewan Syura, serta mengawasi pemilu dan referendum.

Enam fuqaha adil ditunjuk langsung oleh wali al-faqih, sedangkan enam pakar hukum umum disahkan oleh Dewan Syura melalui usulan Dewan Pengadilan

Tinggi.

Lembaga Yudikatif merupakan lembaga kehakiman yang independen, melindungi hak individu dan masyarakat, serta bertanggung jawab terhadap penegakan keadilan. Lembaga ini diketuai oleh seorang mujtahid adil yang benar- benar mengerti urusan hukum, bijaksana dan memiliki kemampuan administrative, yang ditunjuk oleh wali al-faqih untuk jangka waktu lima tahun.38

38 Muhammad Anis, Politik Syiah dan Demokrasi Pengalaman Iran Pasca Revolusi Islam 1979, (Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 154-156.

BAN V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat didimpulkan beberapa catatan penting menyangkup konsep revolusi Islam menurut Imam

Khomeini yaitu:

1. Ulama sebagai pemimpin politik

Pada revolusi Islam Iran, Imam Khomeini mengubah system monarki Iran ke republic dan menyatakan bahwa disamping sebagai pemimpin agama, ulama juga sebagai pemimpin politik .Imam Khomeini juga memakai hadis yang telah diriwayatkan oleh Ali, dari ayahnya, dari An-Nufaili, dari As-Sukuni, dari Abi

Abdillah as. bahwa Nabi Saw. bersabda, “ Fuqaha adalah pemegang amanat

Rosul, selama mereka tidak masuk ke dunia.” seseorang bertanya, “ya Rasulullah, apa maksud dari mereka masuk ke dunia?” lalu Rasul menjawab, “mengikuti penguasa, jika mereka melakukannya, maka khawatirkanlah (keselamatan) agama kalian dan menjauhlah kalian dari mereka.” Dari hadis tersebut, Imam Khomeini menitikberatkan ungkapan Rasul bahwa “fuqaha adalah pemegang amanat

Rosul.” Beliau mengatakan bahwa ungkapan tersebut adalah bahwa seluruh tugas- tugas yang diamanatkan kepada para Nabi as. harus juga dipenuhi oleh fuqaha yang adil. Sedangkan tugas para Nabi adalah menegakkan tatanan masyarakat yang adil melalui pelaksanaan aturan-aturan dan hukum-hukum yang lazimnya disertai dengan menyebarkan pengajaran dan akidah Ilahiyah. Tugas para Nabi as. juga memungut pajak, seperti khums, zakat dan kharaj serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan kamu muslim, menegakkan keadilan diantara manusia dan

79

80

masyarakat, melaksanakan hukum-hukum dan melindungi perbatasan dan kemerdekaan negara dan mencegah orang lain menyelewengkan keuangan negara

Islam.

2. Revolusi melawan kaum penindas. Diantara bentuk penindasannya adalah: a. Imprealisme

Khomeini menganggap bahwa keterlibatan kekuatan asing terutama

Amerika terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat Syah merupakan suatu penjajahan karena hanya menguntungkan pihak-pihak asing dan bersifat eksploitasi. b. Kedzaliman Syah Iran dengan menggunakan polisi rahasia nya untuk

membungkam kritikan-kritikan kepada Syah. Syah membentuk polisi rahasi

yang diberi nama SAVAK yang bertugas untuk membungkam lawan-lawan

politiknya atau menutup semua kritikan terhadap pemerintah. SAVAK

terkadang dengan mudah memenjarakan, menghukum dan menghilangkan

nyawa lawan politik Syah tanpa melalui proses pengadilan.

c. Deislamisasi yang dilakukan Syah Iran.

Kedekatan Syah dengan Amerika diduga berdampak pada penghapusan nilai- nilai Islam yang sudah tertanam lama di bangsa Iran. Salah satunya adalah pelarangan pemakain jilbab kepada wanita-wanita Iran. Hal ini termasuk penindasan kepada nilai-nilai Islam dan kaum muslim Iran.

3. Menurut Imam Khomeini pemerintah yang diktator dan penindas harus

ditumbangkan demi tercapainya kekuatan Islam. Imam Khomeini 81

menganggap bahwa pemerintahan Syah adalah pemerintahan yang

dictator, tiran, penindas dan jauh dari nilai-nilai Islami, yang mana Imam

Khomeini merasa perlu menumbangkan kekuasaan Syah.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis jelaskan pada skripsi ini tentang

Konsep Revolusi Islam menurut Imam Khomeini, masih banyak kekurangan, tetapi penulis ingin mencoba memberikan saran-saran yait penelitian dan kajian seputar revolusi

Islam masih jarang ditemukan dalam lingkup akademik di Indonesia, khususnya dalam bentuk skripsi, tesis, maupun disertasi. Mengingat nilai pentingnya, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai revolusi Islam.

Ditengah problem politik saat ini, penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi para pemimpin negara agar tidak melakukan sebab-sebab pecahnya revolusi yang penulis paparkan. Tidak lupa skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi khazanah dan praktek perpolitikan kaum muda Islam di Indonesia. Daftar Pustaka

Al-Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri’ Al-Jinai Al-Islami, Libanon: Darul Kutub Al- Ilmiyah, 2005.

Alcaff ,Muhammad Abdul Kadir (penerjemah). Kedududkan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini judul asli Makanah al-mar’ah fi Fikr al-Imam al-Khomeini, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2004.

Alison , Sandy (Penyusun), Pesan Sang Imam, Bandung :Al-Jawad Publisher, 2000. Anis, Muhammad. Politik Syiah dan Demokrasi Pengalaman Iran Pasca Revolusi Islam 1979, Jakarta: Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah , 2013. Asy’arie, Musa. Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: LESFI, 2002.

Black ,Antony. Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009.

Budiman , A Nasir (penerjemah). Perspektif Muslim tentang Perubahan Sosial, Bandung: Pustaka, 1988.

Buchori,Didin Saefudi. Sejarah Politik Islam, Jakarta :Pustaka Intermasas, 2009.

Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini, Pesan Sang Imam, Bandung :Al-Jawad Publisher, 2000.

Assagaf, Muhammad Hasyim. Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik Reolusi Islam, Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009.

Garaudy,Roger dkk. Demi Kaum Tertindas: Akar Revolusi Islam di Iran, t.t: Penerbit Citra, t.th.

82

83

Gromwell, Henri G. Iran Dulu dan Sekarang, t.t: Sumber Abadi, t.th. Haque, Zialul. Revolusi Islam di Bawah Bendera Laailahaillah, Jakarta:Darul Falah, 2000. Heriyanto,Husein & Aan Rukmana. Hikmah Abadi Revolusi Imam Hussein, Jakarta: Sadra Press, 2013.

Izmuddin,Iiz. Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, Jakarta: Shadra Press, 2010.

Koya, Abdar Rahman, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (: Pustaka IIMaN, 2009.

Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000. Al Maududi, Abul A’la . Mohammad Thalab (Penerjemah), Metode Revolusi Islam, Yogyakarta: Ar-Risalah, 1983. Al-Musawi ,Musa. Tragedi Revolusi Iran,Jakarta: Percetakan Offset, 2000. Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, Zahra, 2004. Munawwar,Susilawati . Konsep Ayatullah Khomeini tentang Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Muthahhari, Murthada. M. Hasyem (Penerjemah) Gerakan Islam Abad XX, Jakarta: PT. Beunebi Cipta, 1986. Ni’mah,Izzatun Tokoh Agama (Syiah) Dalam Perkembangan Politik Iran Masa dan Pasca Revolusi (TH 1978-1989), Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002. Pamungkas, Alan Konsep. Etika Politik Menurut Imam Khomeini, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. 84

Putra, Andi Eka. Tasawuf dalam Pandangan Imam Khomeini, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Qomaihah,Jabir. Beroposisi Menurut Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Rais, M. Dhiaudin. Teori Politik Islam, Jakarta :Gema Insani Press, 2001. Rahmena,Ali.Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung: Mizan, 1995. Razak ,Yusran (Editor). Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, Jakarta :Laboratorium Sosiologi Agama, 2008.

Ringkasan Biografi, Pidato-pidato dan Wasiat Imam Khomeini. Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, Jakarta:Pilar Media, 2005. Siddiqui, Kalim dkk. Tim Naskah Shalahudin Press (Penerjemah), Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, Yogyakarta :Shalahuddin Press, 1984.

Shimogaki, Kazuo. Kiri Islam Antar Modernisme dan Posmodernisme; Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, Yogyakarta: LKIS, 2003.

Sihbudi,Riza. Biografi Poltik Imam Khomeini, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996. S.N Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi Masyarakat, Jakarta :CV Rajawali, 1978. Syari’ati, Ali. Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Bandung: Mizan, 1995. Syari’ati,Ali. Para Pemimpin Mustadh’afin, Bandung: Muthahhari Paperbacks, 2001. Sztompka,Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2008. Tasliah, Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia Pada Era Reformasi, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2000. Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, Bandung: Mizan, 2002.

85