Jurnal Sastra 10(1) (2021) 1-8

Jurnal Sastra Indonesia https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi

Transformasi Kehebatan Tokoh Salya dalam Teks Cerita Pewayangan di Internet

Saroni*1 Teguh Supriyanto2, dan M. Doyin3 1,2,3 Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Kelud Utara III, Kota Semarang 50237, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Article History Tokoh Salya dalam wiracarita (MBh) merupakan salah seorang tokoh yang Disubmit 3 Maret 2020 mengalami transformasi di dalam teks cerita pewayangan. Salah satu aspek yang mengalami Diterima 20 Februari 2021 perubahan adalah kehebatannya di dalam peperangan. Penelitian ini mengungkap transfor- Diterbitkan 25 Maret 2021 masi kehebatan tokoh Salya ke dalam teks cerita pewayangan yang dipublikasikan di situs- situs internet. Hasil penelitian menunjukkan (1) gambaran kehebatan Salya dalam peper- angan dalam teks transformasi merupakan penerusan konvensi dari teks MBh, akan tetapi Kata Kunci detail dan motifnya merupakan penyimpangan; (2) senjata yang dikuasai Salya di dalam teks transformasi; salya; transformasi merupakan penyimpangan dari teks MBh, akan tetapi merupakan penerusan mahabharata; cerita pewayangan konvensi dari teks kakawin; dan (3) kehebatan Salya sebagai kusir kereta (sarathy) dalam teks tranformasi merupakan penerusan konvensi dari teks MBh, tetapi motif pemanfaatan kemampuannya merupakan penyimpangan.

Abstract One of Salya’s tranformation from (MBh) to the texts is his power. This research is held to reveal such transformations as published in the websites as wayang stories. The result show that (1) Salya’s power in the warfare described in the transformastion texts is a conventional continuation from the MBh text, but its detail and motif show some deviations; (2) weapons belongs to Salya in the transformation texts is a deviation from MBh text, but a continuation from kakawin text; and (3) Salya as powerful sarathy in the trans- formation texts is a conventional continuation from the MBh text, but the motif of its usage show a deviation.

© 2021 The Authors. Published by UNNES. This is an open access article under the CC BY license (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)

PENDAHULUAN Menurut Boonstra (2014:16) dari semua teks yang berasal dari , wiracarita Mahabharata dan menja- Teks cerita pewayangan di Indonesia secara umum di teks yang paling banyak ditransformasi pada sepanjang bersumber dari teks-teks yang ada di India. Hal itu tidak sejarahnya, bahkan hingga ke zaman milenial. Zoetmulder terlepas dari keikutsertaan kaum terpelajar, baik yang be- (1983:80) dengan tegas mengatakan bahwa pengaruh Sans- ragama Hindu maupun Buddha, dalam penjelajahan para kerta terhadap sejumlah karya sastra Jawa tidak diragukan pengelana dan pedagang dari India ke wilayah-wilayah di lagi, terutama sastra parwa yang berbentuk prosa. Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Orang-orang terpelajar Di Jawa, teks-teks cerita yang bersumber pada kedua itulah yang menjadi agen utama persemaian kebudayaan wiracarita selanjutnya dikenal sebagai cerita wayang ver- Sanskerta atau India sejak sekitar Abad ke-3 M. Bersama si Jawa. Poerbatjaraka (1964:ix-x) menyebutnya wayang mereka pula, teks-teks cerita dari dua epik atau wiracari- purwa yang menunjukkan berbagai perubahan dari teks ta legendaris, yaitu Mahabharata dan Ramayana, beserta sumbernya. Perubaan-perubahan tersebut memunculkan teks-teks Purana disebarkan (Soepomo dalam Bellwood beragam variasi teks. Bandyopadhyay (2007) mencatat va- et.al 2006:309-310). riasi-variasi Mahabharata di Indonesia tak hanya dalam hal Teks-teks dari India tersebut pada akhirnya menjadi nama-nama tokoh dan tempat tapi juga narasinya. Sebagai inspirasi bagi suatu tradisi yang selanjutnya dikenal sebagai contoh, dalam tradisi pewayangan Jawa tokoh Nakula dan tradisi pewayangan, khususnya pewayangan Jawa dan Bali. Sahadewa dikenal juga dengan nama kecil Pinten dan Tang- sen; kerajaan milik Salya yang bernama Madra lebih dike- * E-mail: [email protected] nal sebagai Mandaraka. Dari sisi narasi, ada penyimpangan Address: Gunungpati, Semarang, Indonesia, 50229 mengenai status Drupadi, yaitu dari istri lima Pandawa di DOI 10.15294/jsi.v10i1.45399 P ISSN : 2252-6315 E-ISSN : 2685-9599 2 Saroni, Teguh Supriyanto, & M. Doyin, Transformasi Kehebatan Tokoh Salya dalam Teks Cerita Pewayangan di Internet India menjadi istri satu orang, yaitu sulung Pandawa yang adalah menantu Salya karena menikahi kedua anak perem- bernama Yudistira. puannya, Surtikanthi dan Banowati. Salya merupakan salah tokoh Mahabharata (selan- Kehebatan tokoh Salya juga mengalami transforma- jutnya disebut MBh)yang mengalami perubahan. Gamba- si. Kehebatannya yang bersifat fisikal di dalam teksMBh ran tentang dirinya bersifat lebih dinamis di dalam teks bertransformasi menjadi sosok yang sangat sakti atau sosok transformasinya. Dia digambarkan sebagai seorang lelaki manusia super. Kesaktiannya karena memiliki ajian Can- romantis, bukan lelaki tegas dan cenderung kaku seperti drabirawa yang dikenal di dalam teks pewayangan tidak yang ada dalam teks MBh. Selain itu, hubungan kekeluar- dijumpai di dalam teks India. gaannya juga mengalami transformasi yang sangat besar. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap Teks MBh sama sekali tidak menyebut nama istri Salya, transformasi tokoh Salya yang merupakan salah seorang tetapi teks transformasinya menyebutkan nama Satyawati tokoh penting di dalam teks MBh, terutama karena keter- sebagai istrinya. Nama itu kali pertama muncul dalam teks libatannya di dalam perang besar antara Kurawa dan Pan- Kakawin Bharatayuddha karya Empu Sedah dan Empu Pa- dawa beserta sekutu mereka masing-masing. Akan tetapi, nuluh pada tahun 1157 yang berbahasa Jawa Kuno, yaitu aspek yang berkaitan dengan transformasi terhadap tokoh pada Pupuh XXXVIII.1 melalui ucapan Salya, seperti da- tersebut tidak akan diungkap semuanya. Penelitian hanya lam kutipan berikut ini. akan berfokus kepada transformasi mengenai kehebatan tokoh Salya di dalam peperangan. “Hebat” menurut KBBI ling dewi mayat angrêgêp curiga Çalya mam- versi aplikasi luring adalah “terlampau, amat sangat (dah- rih amékul./ddûh dyan Satyawatingku mâsku syat, ramai, kuat, seru, bagus, menakutkan, dsb). Dengan jiwitangku hinaris./hâh ndi n tuhwa wuwusk- demikian, yang dimaksud kehebatan Salya adalah kekuatan wi sang Nakula jâyaningwang asêgêh./kintwi- yang dimiliki dan dipergunakan olehnya dalam suatu kon- kin wênangângluddânga ri huripkwasambha- flik, pertarungan, adu fisik, atau peperangan; peperangan wa dahat. (Demikianlah kata sang permaisuri yang dimaksud adalah perang besar di antara orang-orang jang telah memegang keris jang telah diarah- satu keturunan, yaitu Kurawa dan Pandawa. Udyoga Par- kan (kedadanja), tetapi radja Çalya mentjoba wa, parwa kelima Mahabharata menyebutkan bahwa pada untuk memeluknja : “Aduhai, Satyawatiku, peperangan tersebut Salya berpihak ke kubu Kurawa akibat adinda ; kamu adalah djiwaku: tenanglah ! tipu daya Duryudana karena sebenarnya dia dan seluruh Ah, benarkah saja telah memberitahukan se- pasukannya akan berpihak ke kubu Pandawa. gaala rahasia kepada Nakula ? Itulah hanja Variasi teks cerita yang menjadi karakteristik trans- sekedar djamuan sadja. Begitu pula, bagai- formasi tidak dapat dikatakan sebagai perusakan terhadap manakah saja dapat mengachiri hidup saja ? teks sumber. Dalam teori kesusastraan, variasi atau perbe- Itulah tidak masuk akal sama sekali !)(Wir- daan-perbedaan antara teks lama dan teks baru tersebut josuparto, 1968:144). biasa terjadi yang dikenal dengan sebutan resepsi sastra. Pada hakikatnya, sebuah karya sastra selalu berubah ber- Transformasi mengenai tokoh Salya memang me- dasarkan kondisi waktu, tempat, masyarakat, atau bahkan narik bila dilihat pada adanya perubahan mengenai di- individu karena ia memang tidak lahir dari kekosongan bu- rinya yang berkelanjutan. Disebut berkelanjutkan karena daya. Riffaterre (dalam Nurgiyantoro, 2002:50) mengata- muncul lagi perubahan mengenai jumlah anak Salya dan kan bahwa setiap teks adalah mozaik kutipan;, sebuah teks hubungannya dengan tokoh-tokoh lain. MBh menyebut merupakan hasil penyerapan dan transformasi dari teks- Salya mempunyai dua anak lelaki, yaitu Rukmangada dan teks lain yang ada sebelumnya. Dengan demikian, variasi Rukmarata, sedangkan Kakawin Bharatayuddha hanya me- yang ada merupakan resepsi atas teks yang telah ada lebih nyebut nama Rukmarata yang tewas dalam pertempuran dahulu dan diwujudkan di dalam penciptaan teks baru. Re- melawan Çweta; di dalam MBh Rukmarata tewas oleh se- sepsi sastra adalah aliran yang meneliti teks sastra dengan pupunya sendiri, Sahadewa. bertitik tolak kepada pembaca yang menanggapi teks yang Perubahan berlanjut dalam teks-teks yang lahir se- telah ada. Dengan begitu, pembaca yang menjadi pembe- telah Kakawin Bharatayuddha, terutama yang diciptakan ri makna merupakan variabel menurut ruang, waktu, dan dengan bahasa Jawa Baru. Di dalam teks-teks yang lebih golongan sosial-budaya. Hal tersebut berarti bahwa seo- baru itu, pasangan Salya-Setyawati memiliki lima anak. rang pembaca karya sastra tidak memiliki kesamaan dalam Rukmarata, satu-satunya anak yang disebut dalam kakawin pembacaan, pemahaman, dan penilaian (Abdullah dalam merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Empat ka- Jabrohim, 2003: 108-109). kaknya adalah Erawati, Surtikanthi, Banowati, dan Burisra- Hans Robert Jauss yang diakui sebagai orang per- wa. Tidak hanya itu, dari kelima anak tersebut, dua di an- tama yang membuat sistematisasi terhadap teori resepsi taranya dalam MBh disebut sebagai anak-anak orang lain, sastra mengatakan bahwa dalam memberikan sambutan yaitu Banowati yang merupakan putri Raja Kalinga berna- terhadap sesuatu karya sastra, pembaca diarahkan oleh ma Citranggada dan Burisrawa yang merupakan anak Raja “horizon harapan” (horizon of expectation) yang ada di da- Bahlika bernama Somadata. lam dirinya. “Horizon harapan” merupakan interaksi anta- Hubungannya dengan beberapa tokoh-tokoh lain ra karya sastra dan sistem interpretasi dalam masyarakat MBh juga menjadi poin tipikal transformasi mengenai Sa- pembacanya (1983:204). lya. Kakak lelaki Kresna yang bernama Balaram atau Bala- Konsep “horizon harapan” tersebut dipertegas Se- dewa adalah menantu Salya karena menikahi putri sulung- gers (1978:41) sebagai basis teori Jauss dengan tiga kriteria, nya, Erawati. Begitu juga dan Duryudana, keduanya yaitu (l) norma-norma umum yang dikenali dari teks-teks Jurnal Sastra Indonesia 10(3) (2021) 1-8 3 yang telah dibaca pembaca; (2) pengetahuan dan pengala- wujud resepsi sastra perlu dilakukan untuk membuktikan man pembaca atau semua teks yang telah dibaca sebelum- konsepsi yang menyebutkan bahwa suatu teks sastra tidak nya; dan (3) pertentangan antara fiksi dan kenyataan yang lahir dari kekosongan budaya dan memiliki keniscayaan berdasarkan kemampuan pembaca memahami teks baru, untuk selalu mengalami perubahan. Suatu teks sastra akan baik dalam horizon “sempit” dari harapan-harapan sastra memiliki makna dalam proses transformasi secara terus- maupun dalam horizon “luas” dari pengetahuan tentang menerus dari teks lama ke teks baru. kehidupan. Masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah Bila Jauss menekankan pada hasil pembacaan sua- bagaimana perubahan resepsi mengenai kehebatan tokoh tu teks, pencetus teori resepsi sastra lainnya, Wolfgang Salya di dalam teks cerita pewayangan yang ada di inter- Iser lebih menekankan pada proses pembacaan itu sendiri. net. Tujuannya untuk mendeskripsikan perubahan resepsi Menurut Iser (1980:ix) teks sastra hanya dapat menghasil- mengenai kehebatan tokoh Salya di dalam teks cerita pe- kan tanggapan pada saat dibaca. Dengan demikian, tidak wayangan yang ada di internet. Teks cerita pewayangan mungkin menggambarkan resepsi pembaca tanpa menga- di internet yang dipilih adalah yang berbahasa Indonesia. nalisis proses pembacaannya. Itu sebabnya teori Iser ber- Pemilihan tersebut dimaksudkan untuk membatasi ruang tumpu pada konsepsi wirkung (efek), yaitu cara sebuah teks lingkup penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa mengarahkan reaksi pembaca terhadapnya. teks mengenai tokoh Salya sangat banyak dan memiliki Bagi Iser, teks sastra merupakan suatu produk dari beragam representasi sejak muncul di dalam teks kakawin. tindakan yang benar-benar dikehendaki penulisnya, term- Selain itu, adanya teks cerita pewayangan di internet yang suk di dalamnya adalah keinginan mengontrol pembacanya menjadi penanda era digital akan memberikan gambaran yang dicirikan kesenjangan atau bagian-bagian yang tidak bahwa teks pewayangan masih hidup dan menjadi bagian ditentukan (indeterminate sections). Untuk memahami sua- dari kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, penelitian tu teks sastra, pembaca harus berpartisipasi secara aktif, ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dan berusaha mengisi kesenjangan-kesenjangan itu secara resepsi sastra, intertekstualitas, dan sastra bandingan. kreatif berdasarkan informasi yang telah dimiliki pembaca Penelitian mengenai transformasi teks MBh ke da- dari teks sebelumnya. Keseluruhan proses pembacaan itu lam cerita pewayangan telah dilakukan beberapa peneliti. perlahan-lahan menimbulkan efek bagi pembaca berupa Penelitian Chika, dkk (2016) yang berjudul “Transforma- proses antisipasi, frustrasi, restrospeksi, rekonstruksi, dan si Kakawin Bharatayudha (KBY) dalam Hikayat Pandawa kepuasan (Shi, 2013). Segers (1978:41) menegaskan bahwa Lima (HPL)” mengungkapkan cara penyadur HPL mere- kesenjangan-kesenjangan tersebut menjadi faktor penting sepsi KBY sebagai hipogram ke dalam bahasa Melayu dan dari efek yang hadir di dlam teks untuk diisi pembaca. perubahan-perubahan yang ada di dalam teks saduran. Adapun indeterminate sections dapat diistilahkan dengan Penelitian menunjukkan bahwa penyadur HPL mengadap- “tempat-tempat terbuka” (blank, openess). tasi KBY tanpa merusak keutuhan hipogram berupa nilai- Dengan demikian, pemahaman mengenai resepsi nilai luhur yang ada di dalam teks KBY. sastra bertumpu kepada dua konsep dasar teoretisnya, yaitu Penelitian Wahyudi (2013) berjudul “Transformasi “horizon harapan” dan “tempat terbuka”. Abdullah (dalam Yudhistira Mahabarata dalam Tradisi Pedalangan” men- Jabrohim, 2003:110) mengatakan bahwa kedua konsep ter- gungkapkan konsep Yudistira dalam tradisi wayang sebagai sebut pada tahap berikutnya muncul kembali ke dalam hu- kontinuitas Yudhistira dalam epos Mahabharata. Tranfor- bungan intertekstualitas. Pembacaan menurut Iser mempu- masinya diikuti oleh konsep berkelanjutan dengan konsep nyai kedekatan dengan tahap pembacaan secara retroaktif Jawa asma kinarya japa. Penelitian menyimpulkan bahwa menurut Riffaterre. Tahap pembacaan retroaktif ditujukan Yufhistira mengalami tarnsformasi berdasarkan mitologi untuk membongkar kode (decoding) di dalam teks sehingga ritual yang menegaskan bahwa meskipun teks Mahabhara- ditemukan hipogramnya yang akan membulatkan makna ta berasal dari India namun transformasinya dalam wayang karya tersebut. Hipogram adalah teks lain yang menjadi purwa menggambarkan pola pikir asli Jawa. landasan penciptaan suatu karya, baik dalam kesejajaran Penelitian tentang Salya antara lain dilakukan Puspa- maupun dalam pertentangannya (Riffaterre, 1979:94). wati, dkk. (2017) dalam arttikel jurnal yang berjudul “Pro- Teeuw (1983: 65) mengungkapkan bahwa karya ses Pembalian Bismaparwa serta Kakawin Bharatayuda ke sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang ke- Dalam Geguritan Salya”. Penelitian dilakukan terhadap Ge- mudian disebut sebagai hipogram. Teks transformasinya guritan Salya yang berbahasa Bali dan merupakan transfor- berwujud (1) penerusan konvensi, (2) penyimpangan dan masi dari teks Bharatayuda, Udyogaparwa, dan Salyaparwa. pemberontakan konvensi, dan (3) pemutarbalikan esensi Penelitian itu menyimpulkan bahwa proses transformasi ke dan amanat teks sebelumnya. bentuk geguritan Bali dapat dijelaskan dari tiga aspek, yaitu Transformasi yang terjadi pada tokoh Salya secara dari prosa Jawa Kuno menjadi geguritan, dan dari bahasa teoretis dapat dilihat dengan konsepsi Iser mengenai pro- Jawa Kuno menjadi bahasa Bali dengan fungsi estetika. ses pembacaan seorang pembaca (dalam hal ini penulis atau Dari beberapa penelitian tersebut disimpulkan bah- pengarang) yang melakukan tanggapan dengan mengisi ke- wa penelitian yang mengangkat transformasi mengenai ke- senjangan atau bagian yang tidak ditentukan atau “tempat hebatan Salya belum dilakukan para peneliti. terbuka”. Teks transformasi yang dihasilkan dapat berupa penerusan konvensi, penyimpangan dan pemberontakan METODE konvensi, atau pemutarbalikan esensi, dan amanat teks se- Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif. belumnya. Baik data maupun hasil yang diperoleh merupakan data Penelitian mengenai transformasi suatu teks sebagai 4 Saroni, Teguh Supriyanto, & M. Doyin, Transformasi Kehebatan Tokoh Salya dalam Teks Cerita Pewayangan di Internet verbal yang berupa deskripsi tentang transformasi keheba- oleh para raja di wilayah Bharatavarsha, yaitu wilayah Bha- tan tokoh Salya dalam teks cerita pewayangan di internet. rata yang menjadi setting utama wiracarita MBh. Pada be- Pengumpulan data dilakukan dengan teknik analisis waca- berapa peristiwa yang dihadiri raja-raja di wilayah tersebut, na terhadap teks yang menjadi sumber data dan teks MBh Salya selalu mendapat sambutan meriah. sebagai hipogram, yaitu karya sastra yang dijadikan dasar Dalam pertarungan, Salya diakui hebat dalam bero- penulisan bagi karya yang kemudian. Teks Mahabharata lah senjata. Selain panah, dia terkenal sebagai ahli tombak yang dipilih adalah The Complete Mahabharata (Omnibus) dan gada. Kehebatannya tersebut dibuktikan pada pertem- Vol I-XII yang merupakan versi bahasa Inggris yang diedi- puran hari pertama ketika dia menewaskan Uttara, putra tori oleh Ramesh Menon dan diterbitkan oleh Rupa Publi- raja Virata (Wirata) (Bhisma Parva XLVII.35). Selain itu, cation India, New Delhi pada tahun 2009. ketika Salya menjadi panglima perang di pihak Astina, Penelitian berupa perbandingan antara kedua teks pasukan Pandawa sempat mengalami kehancuran sebe- tersebut. Sumber data penelitian ini adalah teks cerita pe- lumYudhistira berhasil membunuhnya pada suatu perang wayangan yang dipublikasikan di internet. Pengambilan tanding dengan tombak. sumber data dilakukan secara purposif, dan berjumlah dua Selain kehebatan yang telah diuraikan, keunggulan (2) teks cerita pewayangan, yaitu (1) Baratayuda dalam blog Salya yang dianggap tidak banyak orang yang mampu me- maspatikrajadewaku.wordpress.com yng dipublikasi dari nandinginya adalah status dirinya sebagai atiratha. Di da- 24 Juni 2010 hingga 12 Maret 2017 yang berisi 32 bagian lam teks-teks India, atiratha adalah seseorang yang memi- (selanjutnya disebut MPRD), dan (2) Bharatayudha dalam liki kemampuan tidak tertandingi dalam berperang di atas blog perangbaratayuda.blogspot.com yangdipublikasi 24 kendaraan atau kereta perang. Teks MBh hanya menyebut Agustus 2012 yang berisi 8 bagian (selanjutnya disebut PB). beberapa atiratha, termasuk Salya. Pengakuan Salya sebagai Pengumpulan data dilakukan dengan teknik analisis salah seorang atiratha bahkan diucapkan oleh Bhisma, to- wacana.Peranti analisis wacana yang banyak dipergunakan koh utama di pihak Astina pada saat raja Astina, Duryuda- adalah pengetahuan tentang dunia, referensi, dan perban- na, menanyakan kekuatan pasukannya. dingan. Analisis data dilakukan dengan teknik komparatif- The lord of the Madras, the mighty Salya, is an induktif, kategorisasi, dan inferensi. Atiratha. He considers himself equal to Krish- na in every battle he fights. He has deserted his HASIL DAN PEMBAHASAN sister’s sons to take your side. In this war he will Tokoh Salya decimate the Maharathas of the army Salya adalah raja Kerajaan Madra dalam wiracarita with tidal waves of arrows. (Raja orang Mad- MBh. Dia dikenal sebagai ahli memainkan senjata tombak, ra, Salya yang agung, adalah seorang Atiratha. gada, dan panahDia adalah kakak , istri , ayah Dia yakin dirinya setara dengan Krishna pada Nakula dan Sahadewa dari keluarga para Pandawa. Da- setiap peperangan yang dia lakukan. Dia telah lam peperangan yang melibatkan dua pihak, Kurawa dan meninggalkan anak-anak dari saudara pe- Pandawa, Salya yang hendak berpihak ke Pandawa terpak- rempuannya untuk berkubu di pihakmu. Pada sa berpihak ke Kurawa karena tipu daya yang dilakukan peperangan ini dia ingin menghancurkan pa- Duryudana. Dia menjadi panglima terakhir Kurawa dan sukan Maharatha (kesatria unggulan) Panda- gugur oleh Yudistira. wa dengan lesatan panah yang bergelombak- Teks MBh menyebutkan bahwa Salya memiliki dua gelombang.(MBh, Udyoga Parva-Rathatiratha anak lelaki, yaitu Rukmarata dan Rukmanggada. Namun Sankhyana Parva Canto 166) siapa nama istrinya atau ibu dari kedua anak tersebut tidak Seorang atiratha berdasarkan bagian lain dalam teks diketahui dengan jelas. Namaistri Salya yang bernama Sa- MBh yang menyebut seorang diri dapat menjadi tyawati muncul dalam Kakawin Bharatayudha karya Empu seorang atiratha adalah seorang ksatria di kereta perang Sedah dan Empu Panuluh pada tahun 1157 M. Dalam teks yang mampu menghadapi kekuatan 60 ribu musuh (MBh, pewayangan Jawa, Salya sering disebut dengan nama Prabu Adi Parva-Sambhava Parva Canto 134). Salyapati yang bertakhta di Kerajaan Mandaraka. Dia me- Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di da- miliki lima orang anak, yaitu Erawati yang menjadi istri Ba- lam teks MBh, Salya diakui hebat sebagai bangsawan dan ladewa, Surtikanti yang menjadi istri Karna, Banowati yang kesatria-petarung yang piawai memainkan senjata panah, menjadi istri Duryudana, Burisrawa, dan Rukmarata. tombak, dan gada. Kekuatan dirinya di dalam pertempuran Di dalam teks pewayangan, tokoh Salya digambar- diakui memiliki kualitas seorang atiratha yang seorang diri kan memiliki karakter yang serbabimbang dan tak berpen- mampu menghadapi musuh sebanyak 60 ribu orang. dirian tetap (Hardjowirogo, 1968:179). Hal tersebut terlihat dalam peperangan. Secara fisik Salya berperang di pihak Transformasi Kehebatan Salya Kurawa, tetapi secara psikologis dia membela Pandawa. Kematian Uttara Kehebatan Salya dalam Mahabharata Transformasi mengenai kehebatan Salya terdapat Di dalam teks MBh, Salya merupakan tokoh yang dalam bagian teks MBh yang menceritakan kematian salah dianggap unggul baik dalam status kebangsawanan mau- seorang pangeran dari Virata, yaitu Uttara oleh Salya. Se- pun dalam kekuatan fisik dan olah senjata. Sebelum perang lain perubahan ejaan Uttara dan Virata menjadi Utara dan besar di (Kurusetra), kehebatannya diakui Wirata, kematian pangeran tersebut berubah dalam urutan Jurnal Sastra Indonesia 10(3) (2021) 1-8 5 peristiwa dan motif Salya. “Berikan lawanmu Kartamarma, Durjaya! Teks MBh menyebutkan bahwa dalam pertempu- Orang ini pantas menjadi korbanku hari ini!!!” ran melawan Salya, Uttara menewaskan empat kuda yang Teriak Salya. menghela kereta Salya. Salya membalasnya dengan melun- curkan sebuah tombak yang menembus baju zirah dada Kembali pertempuran yang terputus berlang- Uttara yang dilapisi baju zirah hingga jatuh dari gajah dan sung lagi. Kemarahannya memaksa mengelu- mati. Setelah itu, Salya menebas kepala gajah dengan pe- arkan raksasa bajang dari dalam tubuhnya. dang. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut. Tertebas gada sang Utara, raksasa bajang bu- Salya remains in that chariot, and hurls an iron kannya mati, malah membelah diri menjadi spear like a venomous snake at Uttara. The lan- dua. Dua-dua tertebas, raksasa bajang ber- ce pierces Uttara’s coat of mail and he falls dead tambah banyak dengan jumlah ganda. Itulah from his elephant’s neck, with the hook and the ajian Candhabirawa. Aji pemberian mertu- lance loosened from his grasp. And Salya takes anya, Resi Bagaspati. up his sword and, leaping down from his cha- riot, severs the enormous trunk of that mighty Maka jadilah, Utara kerepotan sendiri me- elephant. (Slaya tetap berada di dalam kereta layani lawan yang semakin banyak. Hingga perangnya, dan meluncurkan sebuah tombak suatu saat, terlena sang Utara. Panah Prabu yang mirip ular berbisa kepada Uttara. Tom- Salya, Kyai Candrapati yang dari tadi tertu- bak itu menghancurkan baju zirah Uttara dan ju kepadanya segera dilepaskan, mengena tu- dia terjengkang dari leher gajahnya, tombak buh Utara. Gugur pula Utara sebagai kusuma dan perisainya lepas dari genggamannya, dan bangsa dalam peperangan pada ujung hari. mati. Dan Salya segeramengambil pedang, tu- run dari kereta, dan menebas leher gajah yang Dari kutipan di atas, teks MPRD menyebutkan bah- kuat itu.(MBh, Parva-Bhishma Vad- wa Salya langsung mengeluarkan ajian andalan –sebuah ha Parva Canto 147) ajian yang meneguhkan kesaktian Salya dalam tradisi pe- wayangan- yaitu Ajian Candhabirawa (kadangkala disebut Teks MPRD menyebutkan bahwa bukan kuda-kuda Candrabirawa). Nama ajian Candhabirawa dan panah Kyai kereta yang terbunuh oleh Utara melainkan kehancuran ke- Candrapati yang menewaskan Utara menunjukkan bahwa reta Salya oleh pukulan gada Utara. Selain itu, Salya selamat perubahan di dalam teks MPRD merupakan penyimpan- atas serangan tersebut tetapi menewaskan Patih Mandaraka gan dari teks MBh. Mengenai ajian Candhabirawa yang Tuhayata yang berada satu kereta. Adanya patih tersebut di dimiliki Salya akan diuraikan tersendiri karena ajian ini dalam kereta Salya menunjukkan bahwa teks MPRD mela- menjadi poin penentu mengenai kehebatan Salya dalam kukan perubahan yang menyimpang tetapi mengukuhkan teks-teks pewayangan yang merupakan bentuk transforma- kehebatan Salya karena dirinya selamat. si yang menyimpang dari teks MBh. Perubahan lainnya dalam teks adalah urutan peristi- Adapun teks PB menyebutkan bahwa kehebatan Sa- wa dan motif pembalasan Salya yang akhirnya menewaskan lya dan Utara seimbang. Keberhasilan Salya menewaskan Utara. Teks MBh menyebutkan bahwa Salya segera memba- Utara juga tidak terlalu menunjukkan bahwa Salya lebih las serangan setelah kematian empat kuda keretanya oleh unggul. Utara terkena senjata Salya karena lengah keti- Uttara dan berhasil menewaskan pangeran Virata tersebut. ka mendengar rumor tentang kematian Seta, saudaranya. Teks MPRD menyebutkan urutan peristiwa yang berbe- Selain itu, senjata yang dipakai salya juga tidak dijelaskan da. Ketika kereta Salya hancur, putra Salya yang bernama lebih spesifik. Rukmarata berusaha melindungi ayahnya dan tewas oleh serangan panah Resi Seta. Mengenai kematian Rukmara- Sementara perang semakin sengit, kini Prabu ta ini, teks MPRD meneruskan konvensi dari teks Kakawin Salya telah dapat lawan yang seimbang, Prabu Bharatayudha dan teks pewayangan yang ada dalam lakon- Salya bertemu dengaan putera Wirata, Utara. lakon wayang purwa atau wayang kulit mengenai kematian Keduanya sama-sama gesit dalam memain- Rukmarata oleh Çweta atau Resi Seta. kan segala senjata, dari panah, pedang dan Kematian Rukmarata itu pula yang menjadi motif adu kesaktian. Namun ketika terdengar sorak serangan Salya kepada Utara. Setelah sesaat meratapi jasad sorai Seta Gugur, Utara terlena, terperanjat, anaknya, Salya segera bangkit dan mencari-cari Utara. Ku- dan Utara tidak teringat lagi kalau masih di tipan berikut menjelaskan hal tersebut. medan perang. Kesempatan baik itu tidak disia siakan oleh Prabu Salya, sehingga den- Tiba tiba Prabu Salya berdiri. Disapunya pan- gan mudah membidikkan senjatanya kepada dangan dengan nanar, mencari di mana Utara Raden Utara. Senjata Prabu Salya mengenai berada. Kemarahannya menggelegak dengan dada Utara, maka gugurlah Raden Utara di- hebatnya. Sementara Utara yang sedang ganti tangan Prabu Salya. berhadapan dengan Kartamarma dan Durja- ya segera diterjang. Dengan demikian, transformasi yang ada dalam teks PB mengenai kematian Utara lebih merupakan penerusan konvensi dari teks MBh. 6 Saroni, Teguh Supriyanto, & M. Doyin, Transformasi Kehebatan Tokoh Salya dalam Teks Cerita Pewayangan di Internet Ajian Candhabirawa gikuti atau meneruskan konvensi teks pewayangan Jawa dengan memberi tambahan mengenai Panah Candrapati. Di dalam teks MBh tidak dijumpai deskripsi men- Hal itu akan lebih dipertegas dalam hal frekuensi penggu- genai Salya yang memiliki astra seperti yang dimiliki be- naan ajian Candhabirawa oleh Salya. Bila dalam teks kaka- berapa tokoh lain seperti Arjuna yang memiliki Bhrah- win senjata tersebut hanya digunakan satu kali, yaitu saat mashirsa Astra atau Karna yang mempunyai Anjalika menghadapi Yudhistra pada hari-hari terakhir peperangan, Astra. Astra adalah senjata supernatural (supernatural wea- di dalam teks pewayangan ajian Candhabirawa beberapa pon) atau senjata dari dewa-dewa (celestial weapon). Aji- kali digunakan Salya misalnya saat bertarung melawan an Candhabirawa yang dimiliki Salya adalah sebuah astra. Pandu. Teks pewayangan menggambarkan ajian tersebut memiliki Dari uraian di atas, di dalam teks transformasi Salya perwujudan berupa raksasa bajang (raksasa bertubuh ke- digambarkan sebagai tokoh yang tidak hanya hebat seca- cil) yang ketika disakiti, dari tetesan darahnya akan lahir ra fisik tetapi juga seorang yang sangat sakti dengan ajian raksasa bajang baru. Candhabirawa yang dimilikinya. Dengan demikian, ajian Candhabirawa yang digu- nakan Salya untuk menyerang Utara dalam teks MPRD me- Salya sebagai Atiratha rupakan perubahan yang menyimpang dari teks MBh, akan tetapi merupakan penerusan konvensi dari teks-teks pewa- Kehebatan Salya sebagai atiratha atau orang yang yangan yang berkembang di Jawa. Bila ditelusuri, teks-teks sangat piawai berperang dari atas kendaraan berupa kereta pewayangan yang berkembang di Jawa setelah kemunculan perang digambarkan dalam beberapa bagian di dalam teks teks kakawin pada masa Jawa Kuno, ajian Candhabirawa MBh. Salah satu kehebatan seorang atiratha adalah kemam- dapat dikatakan sebagai penerusan konvensi dengan peru- puannya sebagai sarathy, yaitu kusir yang sangat piawai bahan nama dan wujud ajiannya. Hal tersebut dapat dili- mengendalikan kereta perang. Selain Bhisma yang memuji hat dalam teks Kakawin Bharatayuddha karya Empu Sedah Salya sebagai atiratha, tokoh Karna pun mengatakan hal dan Empu Panuluh pada tahun 1157 M yang menyebutkan serupa. Dia bahkan meminta Salya sebagai kusir keretanya kehebatan Salya dalam peperangan adalah senjata superna- pada saat dirinya diangkat sebagai panglima perang Astina. tural bernama Rudraroshastra. Kutipan berikut memperje- las hal tersebut. This Salya, the ornament of royal courts, is Krishna’s equal as a sarathy. If he becomes Ndan lwir sor çakti Çalyâlulunan akêtêran my charioteer, victory will certainly be yours. têmpuhing hrû silih tûb./hetunya n Rudra- Let the invincible Salya be my sarathy. (Salya roshâstra rinêgêpira rêp siddhi sâmpun mi- ini, perhiasan istana-istana kerajaan, setara nantran./bhûta mwan daitya yakshâsura mijil dengan Krishna sebagai kusir kereta. Jika dia asusun sök-sök ring rannângga./prâptânann- menjadi kusir kereta saya, kemenangan akan dak musuh mangrimah amêluk amor anglé- menjadi milik Baginda. Jadikanlah Salya lö çatru sanggha. (Pupuh XL.8 Wirjosuparto yangtak tertandingi itu sebagai kusir kereta 1968:153) saya. (MBh, Karna Parva Canto 31) Salya yang pada awalnya menolak akhirnya meneri- Kelihatannja seolah-olah kesaktian radja Ça- ma menjadi kusir kereta Karna setelah Duryudana memin- lya mengalami kekalahan ; panah-panah jang tanya dengan memuji-muji kehebatannya sebagai sarathy saling serang menjerang itu saling berhantam- yang sepadan dengan Dewa yang menjadi kusir hantaman, sehingga terpental keatas dan kereta Maheswara dan Kresna yang menjadi kusir kereta menggetarkan (angkasa). Maka dari sebab itu Arjuna. Dalam Karna Parva Canto 32 Duruyudana menga- radja Çalya memegang panah rudra-rosa jang takan, “You are Krishna’s equal and there is no one else who dalam sekedjap mata telah siap, karena mente- can take the reins of Karna’s horses. Protect Karna then in all ra-menteranja telah dibatja. Denawa, raksasa, ways like Brahma does Maheswara and Krishna does Arju- yakhsa dan asura keluar dalam djumlah jang na.” (Anda setara dengan Krishna dan tak ada orang lain banjak dan memenuhi medan pertempuran, yang mampu mengendalikan kekang kuda kereta Karna. sehingga sesak.Mereka mendekati dan me- Lindungi Karna seperti halnya Brahma melakukan untuk nangkapi musuh-musuhnja jang berkelom- Maheswara, dan Krishna melakukannya untuk Arjuna.” pok-kelompok itu untuk kemudian diganjang Transformasinya di dalam teks MPRD memiliki dan diringkus setelah mereka itu dapat men- gambaran yang sama mengenai kehebatan Salya sebagai jusup dalam barisan mereka, sehingga mereka kusir kereta (sarathy) yang sepadan dengan kemampuan itu dapat ditelan. (Pupuh XL.8 Wirjosuparto Kresna. Akan tetapi, pemilihan Salya sebagai kusir oleh 1968:321) Karna memiliki motif tertentu, yaitu motif untuk meren- dahkan Salya yang selama ini selalu cekcok dengan dirinya. Dalam teks terjemahan di atas, Wirjosuparto men- Berikut kutipan dari teks MPRD. gartikan astra sebagai panah sehingga rudraroshastra dise- but dengan panah rurda-rosa. Teks pewayangan yang lahir Jeda kesunyian itu kemudian diseling dengan lebih kemudian tidak menyebutkan senjata berupa panah, pertanyaan Duryudana. “Kakang Adipati. tetapi sama dalam menggambarkan raksasa yang berlipat- Apakah Kakang hendak dikusiri oleh Karta- lipat jumlahnya. Dengan demikian teks MPRD lebih men- marma, ataukah oleh paman Harya Sangku- Jurnal Sastra Indonesia 10(3) (2021) 1-8 7 ni? Akan kami perintahkan kapanpun, pasti tifnya bersifat personal, yaitu dendam pribadi Karna kepa- keduanya dengan senang hati akan memenuhi da Salya. kehendak Kakang Adipati”. SIMPULAN Adipati Karna tersenyum hambar. Perasaan Dari uraian pada bagian sebelumnya, dapat disim- sungkan yang ia pendam sedari tadi telah ia pulkan bahwa transformasi mengenai kehebatan tokoh keluarkan dan ia buang sedikit demi sedikit. Salya, sebagai berikut. (1) gambaran kehebatan Salya da- Keinginan membalas perlakuan mertuanya lam peperangan dalam teks transformasi merupakan pene- yang selalu tidak cocok dihatinya, dalam pe- rusan konvensi dari teks MBh, tetapi detail dan motifnya ristiwa ini, bagaikan suatu sarana untuk merupakan penyimpangan seperti digambarkan dalam melawan balik sikap mertuanya itu. Bagai- peristiwa kematian Utara oleh Salya; (2) senjata yang di- manapun permintaan seorang senapati akan miliki dan dikuasai Salya di dalam teks transformasi me- dipenuhi tanpa harus tercampuri oleh urusan rupakan penyimpangan dari teks MBh, tetapi merupakan pribadi. Dan urusan negara ini akan dijadi- penerusan konvensi dari teks kakawin; dan (3) kehebatan kan dalih dalam melawan sikap mertuanya Salya sebagai kusir kereta (sarathy) dalam teks tranformasi itu. Inilah saatnya, pikir Karna. merupakan penerusankonvensi dari teks MBh, tetapi motif pemanfaatan kemampuannya merupakan penyimpangan. “Yayi Prabu, bukan seorang Kartamarma atau Paman Sengkuni yang aku kehendaki. Kedu- DAFTAR PUSTAKA anya belum setimbang dengan derajat yang Bharatayudha. blog perangbaratayuda.blogspot.com yang dipub- disandang oleh Prabu Kresna. Satu satunya likasikan 24 Agustus 2012. orang yang dapat menyamai derajatnya, ada- Bandyopadhyay, Indrajit (2007). “Variation in Indonesian Mahab- lah . . . Rama Prabu Salya”. harata. https: //www.boloji.com/articles/1751/variations- in-indonesian-mahabharata, retreived 20 Februari 2021. Bellwood et.al (2006). The Austronesians: Historical and Compara- tive Perspectives. Canberra: ANU E Press. Boonstra, Sadiah Nynke. (2014). Changing Wayang Scenes: Heri- Dari kutipan di atas, meskipun Karna mengakui tage Formation and Wayang Performance Practice in Colo- kehebatan Salya sebagai kusir kereta yang sepadan dengan nial and Postcolonial Indonesia. Amsterdam: Vrij Univer- Kresna, tetapi motif balas dendam itu tergambar dalam siteit. kalimat “Keinginan membalas perlakuan mertuanya yang Chika, I Wayang, dkk (2016) “Transformasi Kakawin - selalu tidak cocok dihatinya, dalam peristiwa ini, bagaikan yudha dalam Hikayat Pandawa Lima”. Makalah Seminar suatu sarana untuk melawan balik sikap mertuanya itu.” Nasional Sains dan Teknologi III 15-16 Desember 2016, Adapun teks PB tidak menggambarkan motif balas Universitas Udayana, Bali. Hardjowirogo. (1968). Sedjarah Wajang Purwa. Jakarta P.N. Balai dendam pribadi Karna kepada Salya. Karna bahkan telah Pustaka. benar-benar menyadari bahwa Salya tidak sepenuh hati Iser, Wolfgang. (1980). The Act of Reading: A Theory of Aesthetic berperang di pihak Kurawa. Response. Fourt Printing. Baltimore: The John Hopkins University Press. Kedua senopati perang telah bersiap di kereta Jabrohim (ed). (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: perang masing – masing. Basukarno dikusiri Haninditas Graha Widya. oleh mertuanya Prabu Salya. Basukarno tahu Jauss, Hans Robert. (1983). Toward an Aesthetic of Reception, bahwa Prabu Salya tidak dengan sepenuh ha- translated from German by Timothy Bahti. Introduction tinya dalam mengendalikan kereta perangnya. by Paul de Man. Second printing. Mennapolis: University Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya da- of Minnesota. lam mendukung Kurawa dalam perang ini. Menon, Ramesh. (2009). The Complete Mahabharata (Omnibus) Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa Vol I-XII. New Delhi: Rupa Publication India. Nurgiyantoro, Burhan. (2002). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: meskipun jasadnya di pihak Kurawa. Karena Gadjah Mada University Press. putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, Poerbatjaraka. R.M.Ng. (1964). Kapustakan Djawi. Jakarta: Pener- maka dengan keterpaksaan yang dipaksakan bit Djambatan. Prabu Salya memihak Kurawa pada perang Puspawati, Luh Putu, dkk. (2017). “Proses Pembalian Bismaparwa besar ini. serta Kakawin Bharatayuda ke Dalam Geguritan Salya”. Jurna Jnana Budaya Vol. 22 No.1, Februari 2017: 73-84 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa transfor- Riffaterre, Michael. (1979).La Production du Texte. Paris: Seuil. masi mengenai kehebatan Salya sebagai saraty merupakan Segers, Rien T. (1978). The Evaluation of Literary Texts. Lisse: The penerusan konvensi dari teks MBh tetapi motif pemanfaa- Peter de Ridder Press. tan kemampuan Salya sebagai sarathy merupakan penyim- Shi, Yangling. (2013). “Review of Wolfgang Iser and His Recep- pangan dari teks MBh. Pemilihan Salya sebagai sarathy tion Theory.” Theory and Practice in Language Studies, Karna dalam teks MBh berdasarkan perhitungan strategis Vol. 3, No. 6, pp. 982-986, June 2013. Finland: Academy Publisher. karena Arjuna yang akan jadi lawan tanding Karna dikusiri Teeuw, A. (1983). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Kresna dan yang setara dengan kusir Arjuna adalah Salya. Jakarta: Pustaka Jaya. Di dalamm teks transformasi, khususnya teks MPRD, mo- Wahyudi, Aris (2013) “Transformasi Yudhistira Mahabarata 8 Saroni, Teguh Supriyanto, & M. Doyin, Transformasi Kehebatan Tokoh Salya dalam Teks Cerita Pewayangan di Internet dalam Tradisi Pedalangan”. Jurnal Resital Vol.14No.1, Juni 2013:71-80. Wirjosuparto, RM Sutjipto. (1968). Kakawin Bharata-Yuddha. Ja- karta: Bhratara. Zoetmulder, P.J. (1983) Kalangwan: Sastra Jawa Kuno, Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.