Komunikasi Militer Ii~ Mix Methodology Dalam Penelitian Komunikasi Mix Methodology Dalam Penelitian Komunikasi ~Iii~
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi ~i~ Komunikasi Militer ii~ Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi ~iii~ Komunikasi Militer Diterbitkan atas kerjasama: ASPIK M iv~ Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi KOMUNIKASI MILITER © Penulis Penulis: Tim Penulis Editor: Dr. Puji Lestari, M.Si., Agung Prabowo, M.Si., Aswad Ishak, M.Si., Fajar Junaedi, M. Si., Drs. Setio Budi HH, M. Si., Y. Widodo. M.A. Perancang sampul: Mapa Gambar Cover: Istimewa Penata Letak: Mapa Pertama kali diterbitkan oleh Bekerja sama dengan Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Cetakan Pertama, Juli 2012 xxviii+662 hlm.; 15.5x23.5cm ISBN: 978-602-7636-10-1 Dicetak Oleh: Mata Padi Pressindo 08179407446, 081227837806 [email protected], [email protected] KATA PENGANTAR KEMENTERIAN PERTAHANAN RI SEKRETARIAT JENDERAL Eris Herryanto, M.A. Marsekal Madya TNI Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di era globalisasi telah membawa implikasi munculnya tantangan baru dalam konteks ketahanan nasional. Dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, perang asimentris semakin mengemuka dalam percaturan global. Kita bisa melihat bagaimana, Amerika Serikat yang notabene merupakan satu-satunya negara adidaya, berhasil ditembus sistem pertahanannya oleh kelompok teroris Al Qaeda melalui aksi pembajakan pesawat yang diakhiri dengan menabrakan pesawat yang mereka bajak ke menara kembar gedung World Trade Center (WTC) pada tanggal 11 September 2001. Selain serangan pada tanggal 11 September ini, kelompok Al Qaeda juga melakukan serangkaian aksi terror yang mereka tujukan pada fasilitas yang berhubungan dengan kepentingan Amerika Serikat di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara. Kelompok teroris ini dalam aksi terror bersenjatanya memanfaatkan aplikasi internet, seperti google map dan google earth untuk menentukan sasaran yang hendak mereka serang. Sekitar satu dekade sebelumnya, justru Amerika Serikat bersama pasukan koalisi yang bergabung untuk mengusir Irak yang menginvasi Kuwait yang menggunakan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi untuk melumpuhkan kekuatan militer Irak, yang pada tahun awal dekade 1990-an menjadi salah satu kekuatan terbesar di Timur Komunikasi Militer ~ v Tengah. Pesawat-pesawat tempur Irak yang berjaya dalam Perang Irak – Iran menjadi lumpuh dalam Perang Teluk. Melalui Operasi Badai Gurun, militer Amerika Serikat berhasil melumpuhkan radar pasukan Irak dan sekaligus memutus akses informasi antar pasukan Irak yang menyebabkan konsolidasi kekuatan militer Irak menjadi kacau balau. Dalam perang yang bersifat simetris ini, pasukan Koalisi secara telak berhasil mengkonsolidasikan kekuatan militer yang berasal dari berbagai negara melalui sistem komunikasi yang terintegrasi dalam manajemen sistem informasi yang digarap dengan serius. Amerika Serikat bahkan tidak hanya berhenti dalam pengelolaan sistem komunikasi dan informasi di medan perang. Amerika Serikat membangun aktivitas public relations untuk membenarkan tindakan militer yang mereka lakukan di medan Perang Teluk. Melalui media televisi, Pentagon berkerja sama dengan industri penyiaran televisi menyiarkan supremasi militer Amerika Serikat dalam Perang Teluk. Berbagai stasiun televisi menyiarkan ulang, siaran yang dipancarluaskan oleh stasiun televisi Amerika Serikat terutama CNN (Cable News Network). Khalayak di seluruh dunia tiba-tiba mendapatkan suguhan menakjubkan pesawat-pesawat tempur pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat tatkala menggempur tentara Irak yang menduduki Kuwait. Pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat yang tinggal landas dari kapal induk maupun pangkalan-pangkalan pasukan Koalisi di Timur Tengah menjadi gambar yang menakjubkan penonton, sebagaimana yang disuguhkan dalam film Top Gun. Pesawat F-16, F-18 dan F-15 menjadi varian pesawat tempur yang sangat akrab dengan penonton televisi. Yang membedakan adalah jika film Top Gun, sebuah film aksi yang meroketkan nama Tom Cruise, dibuat berdasarkan skenario maka apa yang disajikan dalam pemberitaan tentang Perang Teluk yang berisi aksi spektakuler pesawat tempur Amerika Serikat adalah realitas yang dikemas oleh kamera televisi. Perang Teluk adalah sebuah contoh menarik dari keberhasilan pengelolan komunikasi dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi. Pentagon benar-benar menyadari pentingnya teori agenda setting dalam membangun opini publik untuk mendukung aksi militer yang dilancarkan pasukan Koalisi. Dalam teori agenda setting diyakini bahwa ageda media mampu membangun agenda publik dan vi ~ Komunikasi Militer selanjutnya adalah agenda politik. Perkembangan internet, terutama dengan berkembangannya platform web 2.0 yang memungkinkan khalayak tidak lagi menjadi konsumen media, namun juga sekaligus berperan sebagai produsen media – yang biasanya disebut sebagai prosumer – adalah fenomena aktual yang harus diantisipasi. Sebagaimana Amerika Serikat dan pasukan Koalisi berhasil mengintegrasikan sistem komunikasi dan informasi yang mereka jalankan dalam Perang Teluk, maka sudah selayaknya bagi bangsa Indonesia untuk semakin peduli dengan aspek komunikasi dalam sistem pertahanan dan ketahanan nasional kita. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang cepat mengharuskan kita untuk cepat tanggap pada tantangan terbaru. Perkembangan teknologi web 2.0 yang memungkinkan semua warga negara berperan menjadi produsen informasi yang melintasi batas negara-bangsa adalah salah satu tantangan yang harus dikelola dengan bijaksana. Beberapa negara bahkan telah mengintegrasikan para hacker yang digunakan untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara mereka melalui dunia maya, sebuah tindakan yang bisa dilekatkan dengan konsep pertahanan keamanan rakyat semesta (hankamrata). Buku ini adalah sebuah langkah maju dalam mengembangkan kajian komunikasi militer dengan melihat berbagai tantangan yang dihadapi bangsa ini. Peran serta para akademisi yang menyumbangkan pemikirannya dalam buku ini harus diapresiasi setinggi-tingginya. Tentu buku ini bukan langkah terakhir. Perlu sinergis yang kuat dari semua pihak dalam mengembangkan pemikiran komunikasi militer sebagai bagian dari hankamrata. Pasti dengan sinergis yang kuat, bangsa Indonesia akan mampu duduk sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang berhasil mengembangkan integrasi komunikasi dalam pertahanan nasional. Jakarta, Juni 2012 Sekretaris Jenderal, Eris Herryanto, M.A. Marsekal Madya TNI Komunikasi Militer ~ vii viii ~ Komunikasi Militer KATA PENGANTAR GUBERNUR AKADEMI ANGKATAN UDARA Bambang Samoedro, S.Sos. Marsekal Muda TNI Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa generasi emas bangsa ini telah menyadari betapa pentingnya ketahanan nasional sebagai paradigma untuk membangun kembali kedaulatan dan kepentingan nasional. Hal ini terungkap dalam buku Komunikasi Militer dan Ketahanan Nasional, dimana digambarkan betapa dahsyatnya peran komunikasi dalam sebuah peperangan yang dalam istilah sekarang adalah peperangan informasi (Information Warfare). Untuk merebut keunggulan information comunication technology strategyc dalam rangka memenangkan perang baik konvensional maupun inkonvensional, diperlukan konsep penggunaan kekuatan dan kemampuan peperangan informasi yang harus lebih tangguh dan dapat membuat musuh menyerah sebelum bertempur. Kalau kita mencermati sejarah perang kemerdekaan Indonesia, terbukti bahwa kemenangan peperangan didukung penuh oleh keunggulan informasi yang mampu menembus Dewan Keamanan PBB. Demikian halnya Indonesia dalam operasi Trikora dan Timor Timur, salah satu strategi yang dilaksanakan adalah tindakan operasi informasi yang meyakinkan dunia Barat tentang pengakuan terhadap kedua wilayah tersebut sebagai bagian dari NKRI. Sebaliknya kegagalan dalam mempertahankan Timor Timur adalah akibat serangan perang informasi yang dilakukan oleh para pemimpinnya, Komunikasi Militer ~ ix yang dapat meluluhlantakan perjuangan bersenjata dari TNI, demikian halnya dengan lepasnya Pulau Sipadan serta Ligitan adalah sebagai bukti kegagalan dalam melaksanakan perang informasi. Paradigma peperangan informasi sangat penting sehingga beberapa negara telah menyusun strategi untuk menghadapinya. Sebagian kalangan perwira muda TNI sudah mengangkat persoalan tersebut dalam seminar- seminar yang diselenggarakan baik Kemenhan maupun TNI, namun karena terbentur oleh mahalnya peralatan peperangan informasi, menyebabkan terhambatnya penyelenggaraan operasi informasi secara komprehensif. Strategi peperangan informasi yang disiapkan oleh negara dalam menghadapi perang informasi ini masih bersifat parsial dan belum terintegrasi dengan sistem pertahanan nirmiliter, yang notabene menjadi domain Kementerian dan Lembaga Pemerintah di luar bidang pertahanan. Operasi informasi memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang digunakan sebagai senjata Ofensif dan Defensif serta dapat digelar setiap saat, namun pemanfaatan iptek oleh bangsa ini belum optimal dihadapkan pada ancaman perang informasi yang didominasi oleh kekuatan Soft Power dan Smart Power. Kemajuan pesat perkembangan iptek yang khusus digunakan dalam konsep operasi informasi, menjadi landasan penting bagi pengembangan strategi peperangan informasi saat ini dan di masa mendatang. Perkembangan lingkungan strategis menunjukkan bahwa Iptek mempengaruhi perubahan strategi yang sangat signifikan dan bersifat multidimensi yang dikenal sebagai revolusi militer, lazimnya disebut Revolution in Military Affairs (RMA) yang