Untitled#1 from the Series “Eight Men Lived in the Room” Hyewon Kwon 2010, 5:56

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Untitled#1 from the Series “Eight Men Lived in the Room” Hyewon Kwon 2010, 5:56 1 Silahkan bajak katalog ini! (copyleft) Forum Lenteng Jakarta, Indonesia Agustus 2013 Katalog Editor Otty Widasari & Tim Arkipel Penerjemah/Translator Yuki Aditya, Umi Lestari Penulis/Writer Yuki Aditya, Mahardika Yudha, Otty Widasari, Adrian Jonathan, Andrie Sasono, Afrian Purnama, Bunga Siagian, Makbul Mubarak, Akbar Yumni, Dag Yngvesson, Hafiz Perancang Grafis/Designer Graphic Andang Kelana Drawing Hafiz Arkipel Logotype Ugeng T. Moetidjo Diterbitkan oleh Forum Lenteng Jl. Raya Lenteng Agung No. 34 RT.007/RW.02 Lenteng Agung, Jakarta Selatan - 12610 Indonesia T/F. +6221 7884 0373 E. [email protected] // [email protected] W. forumlenteng.org // arkipel.org F. facebook.com/forumlenteng // facebook.com/arkipel.festival T. twitter.com/forumlenteng // twitter.com/arkipel Katalog: Arkipel International Documentary & Experimental Film festival 2013 Jakarta: Forum Lenteng 2 Katalog Versi Online 3 Daftar Isi Colophon 2 Daftar Isi 4 Biografi 8 Agenda 14 Arkipel dan Kehadiran Pertama / Arkipel: The First Edition 18 / 24 oleh: Hafiz Rancajale Program: Kompetisi International / International Competition 32 Program: Kuratorial / Curatorial “Kepengarangan” dalam Dokumenter / Authorship in Documentary Filemmaking 74 / 83 kurator: Akbar Yumni Pasca-komunis di Eropa Timur dan Kehidupan Kelas Pekerja / Post-Communism in Eastern Europe and the Life of Working Class 91 / 96 kurator: Afrian Purnama Apa Jang kau Tjari, Pak Misbach? / What Are You Looking For, Pak Misbach? 103 / 109 kurator: Dag Yngvesson Sinematik Representasi dalam Modernisasi Kota / Cinematic Representation of City’s Modernity 116 / 121 kurator: Bunga Siagian Menggugat Konstruksi Sejarah / Challenging The History Construction 129 / 135 kurator: Otty Widasari Jatuhnya Sebuah Rezim / The Fall of a Regime 143 / 148 kurator: Andrie Sasono Memakai Arsip, Mereka Ulang Sejarah / Found Footage Archive: Reconstruction of History 154 / 159 kurator: Yuki Aditya 4 Estetika Kenyataan, Realisme Publik? / Reality Aesthetics, Public Realism? 165 / 169 kurator: Mahardika Yudha Mobilitas Sosial untuk Pemula / Social Mobility for Beginners 174 / 179 kurator: Adrian Jonathan Pasaribu Dokumenter Kreatif dan Figurasi Ruang / Creative Documentary and Spatial Figuration 186 / 189 kurator: Makbul Mubarak Program: Penayangan Khusus / Special Screening Partes de una Familia / Parts of a Family (Diego Gutiérrez) 198 Forgotten Tenor: Ada Nostalgia dalam Setiap Jumpa. / Forgotten Tenor: Remembering is a game often enacted during encounters. 200 / 205 Program: Presentasi Khusus / Special Presentation Bangkok Experimental Film Festival 212 Images Festival Toronto, Canada 216 Gelora Indonesia: Filem Dokumenter dan Filem Sebagai Media Komunikasi 224 / 227 Gelora Indonesia: Documentary and Filem as Communication Media kurator: Mahardika Yudha Program: Diskusi Publik / Public Discussion Diskusi Publik: Sinema & Aktivisme / Public Discussion: Cinema & Activism 236 Diskusi Publik: Sinema, Sejarah & Arsip / Public Discussion: Cinema, History & Archive 238 Diskusi Publik: Kritik dalam Sinema / Public Discussion: Critics on Cinema 240 DocNet Southeast Asia 242 Indeks Filem / Film Index 244 Indeks Sutradara / Directors Index 246 5 Arkipel Kata ARKIPEL diambil dari kata archipelago yang merujuk pada istilah bahasa Indonesia, ‘nusantara’ yang muncul sejak awal abad ke-16. Nusantara yang merupakan gugusan ribuan pulau ini menyimpan sejarah panjang tentang globalisasi baik secara politik, budaya dan ekonomi. Lebih dari 500 tahun lalu, wilayah ini menjadi tujuan utama bagi para penjelajah Barat untuk menemukan wilayah-wilayah baru untuk dikuasai atau sebagai rekanan dunia dagang. Selain bangsa Eropa, bangsa Timur (Cina, Arab, dan India) telah menjadikan kawasan Nusantara ini sebagai tujuan penjelajahan dalam misi-misi dagang mereka seperti rempah-rempah dan sutra. ARKIPEL International Documentary and Experimental Film festival digagas oleh Forum Lenteng untuk membaca fenomena global dalam konteks sosial, politik, ekonomi dan budaya melalui sinema. Melalu media filem yang diharapkan dapat melihat, bagaimana sinema berperan dalam menangkap fenomena masyarakat global, baik dalam konteks estetika maupun konteks sosial-politiknya melalui bahasa dokumenter dan ekperimental. ARKIPEL diniatkan untuk dapat menghadirkan filem dokumenter berkualitas (bukan dokumenter televisi) dan capaian eksperimentasi dalam sinema kepada penonton Indonesia, Asia Tenggara dan Internasional. Selain itu, festival ini akan selalu melihat perkembangan bahasa sinema secara kritis, terlepas dari terminologi “sinema industri” atau “sinema independen”. Untuk itulah, ARKIPEL akan selalu menghadirkan wacana kritis dalam melihat perkembangan sinema melalui program kuratorial, simposium, dan kuliah umum untuk menambah wawasan tentang perkembangan estetika sinema mutakhir. 6 The word ARKIPEL was taken from ‘archipelago’ which refers to a term in Indonesian language ‘nusantara’. The word was known since the early 16th century. Nusantara is a group of thousand of islands keeping long globalization history of politics, cultural, and economics. More than 500 years ago, this region has become one of main destinations for Western explorer whom tried to find new areas to be colonized or as trading partner. Besides the European, there were also people came from the East (China, Arab, and India) which made this Nusantara region as an exploration destination in their trading missions of spices and silk. ARKIPEL International Documentary and Experimental Film festival was initiated by Forum Lenteng to read a global phenomenon in social, political, economic and culture contexts through cinema. Of cinema, it is expected to capture the global society phenomenon, both in terms of aesthetic and socio-political context through the language of documentary and experimental filmmaking. ARKIPEL is intended to be able to deliver quality documentary (not TV documentary) and achievement of experimentation in cinema to Indonesian, Southeast Asian, and International audiences. In addition, the festival will always see the development of the cinematic language with critical thinking, regardless of the terms ‘cinema industry’ or independent cinema. For this reason, ARKIPEL will always bring a critical discourse to observe it through curatorial programs, symposium, and public lecture to broaden the knowledge of the ever-changing cutting-edge cinema aesthetics. 7 Hafiz Rancajale Yuki Aditya Otty Widasari Lahir di Pekanbaru, 1971. Lahir di Jakarta, 1980. Lahir di Balikpapan 1973. Seniman, kurator, pendiri Penulis di majalah filem Seniman, penulis, sutradara Forum Lenteng dan Fovea, kurator filem di filem, pendiri Forum Raungrupa Jakarta, Chief Kineforum, Anggota Lenteng dan koordinator Editor www.jurnalfootage. Forum Lenteng, Ketua Pemberdayaan Media, net. Menempuh pendidikan Sahabat Sinematek. akumassa. Pernah kuliah seni murni di Institut Menempuh pendidikan Jurnalistik di Institut Ilmu Kesenian Jakarta. Direktur Administrasi Fiskal di Sosial dan Politik (IISIP) Artistik OK.Video Jakarta Universitas Indonesia. Jakarta dan lulus Seni International Video Festival Di ARKIPEL sebagai Murni di Institut Kesenian (2003-2011). Saat ini, Direktur Festival. Jakarta. Pimpinan Redaksi Hafiz menjabat sebagai www.akumassa.org (2008- Ketua Komite Seni Rupa Born in Jakarta in 1980. 2013). Di ARKIPEL Dewan Kesenian Jakarta. Writer at Fovea filem sebagai Kurator Program Di ARKIPEL sebagai magazine, film programmer dan Juri. Direktur Artistik dan Juri. at Kineforum, Member of Forum Lenteng. Born in Balikpapan 1973. Born in Pekanbaru 1971. Chair Person of Sahabat Artist, writer, film director, Artist, curator, co-founder Sinematek. Studied co-founder of Forum of Forum Lenteng and Tax Administration in Lenteng and Coordinator of Ruangrupa Jakarta, Chief University of Indonesia. Media Literacy, akumassa. Editor of jurnalfootage. Festival Director of Studied Journalism at net. Studied fine arts at ARKIPEL. Institute of Social and Jakarta Institute of Arts. Political Science Jakarta Artistic Director OK.Video and Fine Arts graduated Jakarta International Video at Jakarta Institute of Arts Festival (2003-2011). (IKJ). Chief Editor www. Since 2013, Hafiz is The akumassa.org (2008-2013). Head Commisioner of Program Curator and Jury Visual Arts at Jakarta Arts of ARKIPEL. Council. Artistic Director and Jury of ARKIPEL. 8 Mahardika Yudha Bunga Siagian Akbar Yumni Lahir di Jakarta, 1981. Lahir di Jakarta, 1988. Lahir di Jakarta, Seniman, kurator, peneliti Praktisi Filem. Anggota 1975. Penulis, aktivis seni, sutradara, pendiri Forum Lenteng. Saat ini kebudayaan, periset, Forum Lenteng. Editor kuliah di Sekolah Tinggi pendiri www.jurnalfootage. www.jurnalfootage.net. Filsafat Driyarkara. Di net. Anggota Forum Koordinator Penelitian ARKIPEL sebagai Kurator Lenteng. Menempuh Ilmu dan Pengembangan Forum Program dan Koordinator Komunikasi di Universitas Lenteng. Menempuh Program Diskusi Publik. Muhamadyah Malang dan pendidikan jurnalistik di saat ini kuliah di Sekolah Institut Ilmu Sosial dan Born in Jakarta 1988. Tinggi Filsafat Driyarkara, Politik (IISIP) Jakarta. Film worker. Member of Jakarta. Bekerja sebagai Saat ini, bekerja sebagai Forum Lenteng. Now, periset lepas di Dewan Direktur Artistik OK.Video she study philoshophy Kesenian Jakarta. Di Jakarta International at Driyakarya Philosphy ARKIPEL sebagai Kurator Video Festival 2013. Di School Jakarta. Program Program. ARKIPEL sebagai Kurator Curator and Public Program dan Juri. Program of ARKIPEL. Born in Jakarta 1975. Writer, cultural activist, Born in Jakarta
Recommended publications
  • Identity, Minority, and the Idea of a Nation: a Closer Look at Frieda (1951) by Dr
    Vol. 1 Journal of Korean and Asian Arts SPRING 2020 Identity, Minority, and the Idea of a Nation: a Closer Look at Frieda (1951) by Dr. Huyung Umi Lestari / Universitas Multimedia Nusantara 【Abstract】 The discourse on film nasional (national film) in Indonesia always started by bringing up Darah dan Doa (1950, Blood and Prayer) as the foundation of the Indonesian film industry. The prominent film historian, Misbach Yusa Biran, stated that Darah dan Doa was produced with national consciousness value. The legacy of Darah dan Doa was not only neglecting the role of filmmakers from pre-Independence in Indonesia but also the role of other filmmakers during the 1950s, including Dr. Huyung. Previously, Dr. Huyung (Hinatsu Eitaro /Hŏ Yŏng) came from Korea and became a supporter of Imperial Japan during World War II. After Indonesia gained her independence, Huyung joined Berita Film Indonesia and became a film teacher at the Cine Drama Institute and Kino Drama Atelier. It was there that they then went on to make Frieda (1951), Bunga Rumah Makan (1951, The Flower of the Restaurant), Kenangan Masa (1951, Memories of the Past), and Gadis Olahraga (1951, the Sportswoman). This article discusses 'unity in diversity', a concept in filmmaking that was started by Huyung in 1949. When discussing Darah and Doa as the first film nasional, people forget that the film is driven from the military perspective. Meanwhile, Huyung tried to represent an ethnic minority in Frieda and showing that the ordinary people and the intellectuals also shaped the nation. Based on his experience in the Japanese army and Berita Film Indonesia, Huyung understood that film was very useful in achieving the goals of the state apparatus, due to the cinema's ability to spread nationalism.
    [Show full text]
  • Feminisme Dalam Film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar (Analisis Semiotika Roland Barthes)
    FEMINISME DALAM FILM MERRY RIANA MIMPI SEJUTA DOLAR (ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES) SKRIPSI Oleh : Moch. Rijal Wahyu Tama NIM. 211016044 Pembimbing : IRMA RUMTIYANING. M.SI. NIP. 197402171999032001 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2020 ABSTRAK Tama, Moch. Wahyu Rijal. 2020. Feminisme Dalam Film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar (Analisis Semiotika Roland Barthes). Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Irma Rumtianing, M.SI. Kata Kunci. Film, Feminimisme, Semiotik. Film merupakan salah satu media komunikasi yang tak sekedar hiburan, di dalamnya terdapat signifikasi ideologi dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan dan kemampuan film yang dapat menjangkau segmen sosial, sehingga dapat mempengaruhi khalayak. Film selalu mempengaruhi masyarakat. Film dapat menjangkau banyak segmen sosial sehingga membuat film berpotensi dapat mempengaruhi khalayak. Hal ini dapat dijadikan sarana dalam memerangii ketidakadilan gender yang terjadi saat ini melalui adegan-adegan yang digambarkan dalam film. Peran film dalam mempelopori keadilan gender memang harus dilakukan. Hal ini mengingat bahwa peranan media massa adalah alat pembentukan opini yang sangat efektif. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk Mengetahui Tanda-tanda Feminisme dalam Film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar. Dan Untuk Mengetahui Makna Feminisme dalam Film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar. Dalam penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi dan studi pustaka. Untuk menganalisis data, penulis menggunakan analisis semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes yang membagi semiotika menjadi dua tahapan yakni denotasi dan konotasi. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan tentang feminimisme dalam film Merry Riana “Mimpi Sejuta Dollar”.
    [Show full text]
  • 'Merdeka': Images of Hostile Territory
    The Newsletter | No.53 | Spring 2010 10 The Study ‘Merdeka’: images of hostile territory It was extremely diffi cult for Dutch photographers and The autonomous press photo agency, Indonesian Press Photo Service journalists to gain access to the areas controlled by the Indonesians at that time. Reports from those areas (IPPHOS), established in 1946 by Frans and Alex Mendur and the brothers which occasionally appeared in weekly magazines or daily newspapers generally originated from foreign press bureaus. Umbas, was the fi rst and formerly the largest photo agency in Indonesia. Some exclusive picture stories from Yogyakarta, the capital of Sukarno’s Republic, did make it into the Dutch illustrated The IPPHOS images were mostly taken during Indonesia’s struggle for magazines, the Katholieke Illustratie and Panorama. According to the captions, the photographs came from an American independence in the period 1945-1949, and today are the only exisiting photo agency and both illustrated magazines had acquired the exclusive rights to these unique reports. However, agency images from this time. Collections of the state-owned ANTARA these photographs had in fact been taken by the Dutch war photographer Hugo Wilmar. Wilmar had managed to get photo agency and BERITA Film Indonesia were destroyed after the failed himself a presscard from an American press photo agency and presented himself as an American press photographer. communist coup of 1965. Art and photo-historian Louis Zweers gained He succeeded in getting himself on a fl ight from Batavia (Jakarta) to Yogyakarta with an international group appointed privileged access to this partly damaged collection which has survived by the UN Security Council, the Committee of Good Services.
    [Show full text]
  • Kata Pengantar
    KATA PENGANTAR Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengamanatkan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk melaksanakan pengelolaan arsip statis berskala nasional yang diterima dari lembaga negara, perusahaan, organisasi politik, kemasyarakatan dan perseorangan. Pengelolaan arsip statis bertujuan menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Arsip statis yang dikelola oleh ANRI merupakan memori kolektif, identitas bangsa, bahan pengembangan ilmu pengetahuan, dan sumber informasi publik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pengolahan arsip statis, maka khazanah arsip statis yang tersimpan di ANRI harus diolah dengan benar berdasarkan kaidah-kaidah kearsipan sehingga arsip statis dapat ditemukan dengan cepat, tepat dan lengkap. Pada tahun anggaran 2016 ini, salah satu program kerja Sub Bidang Pengolahan Arsip Pengolahan I yang berada di bawah Direktorat Pengolahan adalah menyusun Guide Arsip Presiden RI: Sukarno 1945-1967. Guide arsip ini merupakan sarana bantu penemuan kembali arsip statis bertema Sukarno sebagai Presiden dengan kurun waktu 1945-1967 yang arsipnya tersimpan dan dapat diakses di ANRI. Seperti kata pepatah, “tiada gading yang tak retak”, maka guide arsip ini tentunya belum sempurna dan masih ada kekurangan. Namun demikian guide arsip ini sudah dapat digunakan sebagai finding aid untuk mengakses dan menemukan arsip statis mengenai Presiden Sukarno yang tersimpan di ANRI dalam rangka pelayanan arsip statis kepada pengguna arsip (user). Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pimpinan ANRI, anggota tim, Museum Kepresidenan, Yayasan Bung Karno dan semua pihak yang telah membantu penyusunan guide arsip ini hingga selesai. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan.
    [Show full text]
  • The Intersectionality of Arts and Film in Perfini Films and Resobowo's
    Basuki Resobowo as a Jack of All Trades: The Intersectionality of Arts and Film in Perfini Films and Resobowo’s Legacy in Indonesian Cinema Umi Lestari Southeast of Now: Directions in Contemporary and Modern Art in Asia, Volume 4, Number 2, October 2020, pp. 313-345 (Article) Published by NUS Press Pte Ltd DOI: https://doi.org/10.1353/sen.2020.0014 For additional information about this article https://muse.jhu.edu/article/770704 [ Access provided at 25 Sep 2021 00:27 GMT with no institutional affiliation ] This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. Basuki Resobowo as a Jack of All Trades: The Intersectionality of Arts and Film in Perfini Films and Resobowo’s Legacy in Indonesian Cinema UMI LESTARI Abstract Basuki Resobowo (1916–99) is known primarily as a painter, activist and head of Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra, Institute for People’s Culture). He was affil- iated with left-wing politics during Sukarno’s Old Order (1945–65) and first entered the film industry in the 1940s when he played the role of Basuki in Jo An Djan’s film Kedok Ketawa (1940). During the Japanese Occupation (1942–45), Resobowo was part of Keimin Bunka Shidoso (Culture Centre). Literature on Resobowo’s artistic practice has mostly referred to his background in painting. However, in the 1950s, he joined Perusahaan Film Negara Indonesia (Perfini) as an art director and scriptwriter, making seven films, includingDarah dan Doa (Blood and Prayer) in 1950, which is regarded as the firstfilm nasional (national film). This article, while devoting some space to Resobowo’s overall career, chiefly endeavours to revisit the early Perfini films and examine the influence of Reso- bowo’s ideas about art and theatre on cinematographic mise-en-scene.
    [Show full text]
  • Een Voorbeeldige Kolonie: Nederlands-Indië in 50 Jaar Overheidsfilms, 1912- 1962
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Een voorbeeldige kolonie: Nederlands-Indië in 50 jaar overheidsfilms, 1912- 1962 Jansen Hendriks, G.A. Publication date 2014 Document Version Final published version Link to publication Citation for published version (APA): Jansen Hendriks, G. A. (2014). Een voorbeeldige kolonie: Nederlands-Indië in 50 jaar overheidsfilms, 1912-1962. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:07 Oct 2021 Een voorbeeldige kolonie Gerda Jansen Hendriks Gerda Jansen Hendriks Een voorbeeldige kolonie nederlands-indië in 50 jaar overheidsfilms Een voorbeeldige kolonie 1912-1962 Gerda Jansen Hendriks Honderden programma’s zijn er op de Nederlandse televisie te zien geweest over onze laatste eigen oorlog: die tegen Indonesië in de jaren 1946-1949. Dat verhaal staat nummer twee bij de historische onderwerpen, alleen over de Tweede Wereldoorlog zijn meer uitzendingen gemaakt.
    [Show full text]
  • Penal Colony” / “Penal Colony” Cover Image & Typography Abi Rama ARKIPEL Tree of Knowledge Drawing Hafiz Rancajale ARKIPEL Logotype Drawing Ugeng T
    Colophon Editor / Editor Manshur Zikri Penulis / Writers Afrian Purnama, Akbar Yumni, Andrés Denegri, Gelar Agryano Soemantri, George Clark, Hafiz Rancajale, Jihyeon Song, Mahardika Yudha, Manshur Zikri, Nguyen Trinh Thi, Otty Widasari, Riar Rizaldi, Syaiful Anwar, Ugeng T. Moetidjo, & Zbyněk Baladrán. Penerjemah / Translator Ninus D. Andarnuswari, Fiky Daulay, Fitri R. Irmalasari, Anggraeni Widhiasih, Yuki Aditya, & Manshur Zikri Perancang Grafis / Graphic Designers Andang Kelana & Zulfikar Arief Gambar Sampul & Tipografi “Penal Colony” / “Penal Colony” Cover Image & Typography Abi Rama ARKIPEL Tree of Knowledge Drawing Hafiz Rancajale ARKIPEL Logotype Drawing Ugeng T. Moetidjo Percetakan / Printing Gajah Hidup Diterbitkan oleh / Published by Forum Lenteng Cetakan Pertama, Jakarta, Agustus 2017 1000 eksemplar Forum Lenteng Jl. H. Saidi No. 69 RT.007/RW.05, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta. 12530 www.forumlenteng.org | [email protected] | @forumlenteng ARKIPEL – Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival www.arkipel.org | [email protected] | @arkipel Zikri, Manshur (ed.) (2017). ARKIPEL Penal Colony – 5th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. (1st ed. Jakarta: Forum Lenteng 2017) xx + 286 halaman isi, 17,6 x 25 cm ISBN 978-602-71309-5-1 ii | ARKIPEL: PENAL COLONY Daftar Isi / Contents Kolofon / Colophon ii Komite ARKIPEL / ARKIPEL Committee vi Biografi Komite Eksekutif / Executive Committee Biography viii Biografi Juri / Juror Biographies xi Biografi Kurator / Curators Biographies ix
    [Show full text]
  • 1. Katalog “Ziarah”
    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta Pameran Karya Koleksi Galeri Nasional Indonesia 9-17 November 2015 1 Galeri R.J. Katamsi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Jl. Parangtritis Km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta Pameran Karya Koleksi Galeri Nasional Indonesia Menampilkan 40 Karya Maestro Seni Rupa Indonesia dan Mancanegara Pameran Karya Pengarah: Koleksi Galeri Nasional Tim Preparator: Indonesia Tubagus ‘Andre’ Sukmana Ketua Pelaksana: Heru Setiawan Dadang Ruslan Ependi Zamrud Setya Negara Abdurahman Koordinator Pameran dan 9 - 17 November 2015 Adi Sarwono display : Galeri R.J. Katamsi Perlengkapan: Institut Seni Indonesia Yogyakarta Teguh Margono Firdaus Jalan Parangtritis Bayu Genia K. Trisno Wilopo Sudono Kurator: Desain dan Tata Letak: Km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta Suwarno Wisetrotomo M. Faizal Rochman Asisten Kurator: Ilustrasi Sampul Depan: , I Gede Arya Sucitra S. Sudjojono Pantai Bali, 1974 Publikasi dan Dokumentasi: Ilustrasi Sampul Isi : Farida B. Sirait Kartono Yudhokusumo, Afrina Rosmani Anggrek, 1956 Yuswan Galeri Nasional Indonesia Yakoub Zulisih Maryani Jl. Medan Merdeka Timur No. 14, Penyedia Materi: Jakarta Pusat 10110 Telp.: (021) 34833954 - 34833955 9-17 November 2015 Sumarmin Fax : (021) 3813021 Iwa Akhmad Surnawi Email: Galeri R.J. Katamsi, Tunggul Setiawan [email protected] Institut Seni Indonesia Yogyakarta Website : Jl. Parangtritis Km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta www.galeri-nasional.co.id 3 Daftar ISI Pengantar Kepala Galeri Nasional Indonesia Halaman Tubagus
    [Show full text]
  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Komunikasi Massa
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Komunikasi Massa Komunikasi Massa berasal dari pengembangan kata Media of Mass Communication (media komunikasi massa). Media Massa yang dimaksud adalah media yang merupakan pengembangan dari teknologi modern. Menurut Nurudin (2007:4) menyebutkan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Dalam hal ini terdapat dua pengertian dalam memahami kata “Massa” yaitu dalam pengertian umum dan dalam pengertian Komunikasi. Menurut Nurudin, arti kata Massa dalam artian umum memiliki arti sebagai sebuah individu yang berkumpul disuatu tempat untuk melakukan sesuatu hal. Pengertian ini dinilai mendakati arti secara sosiologis. Sedangkan pengertian Massa dalam ranah Komunikasi adalah menunjuk pada penerimaan pesan yang berkaitan dengan media massa. Media Massa dalam Komunikasi Massa meliputi media elektronik (radio, televisi), media cetak (koran, surat kabar, majalah, tabloid), buku dan film. Menurut Stanley J. Baran komunikasi massa adalah sebuah proses dalam menciptakan kesamaan antara media massa dengan khalayak mereka (2011:7). Sedangkan menurut Vivian menyebutkan bahwa komunikasi massa adalah proses penggunaan sebuah meium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi yang menghibur atau membujuk. Menurutnya, Komunikasi Massa juga 9 memiliki ciri dari komunikasi massa yaitu sebuah pesan dapat diterima atau dijangkau oleh ribuan atau bahkan jutaan orang secara serentak (2008 :450). Dalam mempelajari Ilmu Komunikasi, dikenal memiliki beberapa Model-model proses Komunikasi sebagai usaha untuk memahami bagaimana proses Komunikasi tersebut bekerja. Salah satu model yang cukup sering digunakan adalah model milik Harold Lasswell yang merupakan seorang ahli Komunikasi digenerasi awal. Model milik Lasswell tersebut hanya berupa kata-kata tanpa diagram, yaitu : Siapa mengatakan apa? Lewat saluran mana? Kepada siapa? Apa efeknya?.
    [Show full text]
  • Perfilman Indonesia Di Masa Pendudukan Jepang Dan Revolusi
    Perfilman Indonesia di Masa Pendudukan Jepang dan Revolusi ERA 1942 - 1967 Pada masa ini gerakan politik nasionalisme perfilman mulai sarat dengan nuansa politik. Pers dan kalangan terpelajar menuntut film berkualitas untuk perjuangan. Para seniman atau artis dituntut punya tanggungjawab melalui karyanya kepada rakyat. Para wartawan dan sineaspun mulai menggagas, perlunya organisasi dengan anggota Wartawan Indonesia, Tionghoa dan Belanda. Kalangan film menanggapi respon politik tersebut dengan melahirkan organisasi bernama SARI (Sjarikat Artist Indonesia) pada 28 Juli 1940 di Prinsen Park (Lokasari Jakarta, di masa kini) yang dihadiri 58 aktivis film. Pencetusnya adalah Saerun dan Moehammad Sin, wartawan pengasuh ruang film Majalah Pembangoenan. Ketika Belanda menyerah pada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, politik perfilman Indonesia mengalami perubahan besar-besaran. Pemerintahan Militer Jepang menjadikan film sebagai media propaganda politik Asia Timur Raya. Hal pertama yang dilakukan mereka adalah menutup semua perusahaan film yang ada, termasuk JIF milik Te Teng Chun serta Tan’s Film milik Wong Bersaudara. Wong Bersaudara pun beralih profesi menjadi penjual kecap dan limun. Sementara Te Teng Chun memimpin sandiwara Djantoeng Hati. Sementara para artisnya kembali ke media tonil atau sandiwara. Naskah dan tampilan harus disensor oleh Sindenbu atau Badan Propaganda. Badan ini juga membentuk organisasi pengedar film bernama Eiga Haikyusha, organisasi sandiwara bernama Jawa Engeki Kyokai dan Pusat Kebudayaan bernama Keimin Bunka Shidoso.
    [Show full text]
  • 1966 4.1. Lahirnya Lekra DN Aidit, MS Ashar, AS Dharta, Dan Njoto
    22 BAB 4 LEKRA DALAM POLITIK INDONESIA 1950 - 1966 4.1. Lahirnya Lekra D.N. Aidit, M.S. Ashar, A.S. Dharta, dan Njoto membentuk Lekra pada 17 Agustus 1950, tepat lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia atau yang biasa mereka sebut revolusi Agustus 1945. Empat orang pendiri Lekra ini memperbolehkan semua seniman, sastrawan dan pekerja-pekerja kebudayaan, seperti buruh dan tani yang biasa melakukan kegiatan kebudayaan, untuk bergabung dengan lembaga ini. Pemikiran dasar Lekra adalah memerdekakan rakyat, artinya, seluruh rakyat haruslah terpenuhi seluruh haknya, seperti hak atas pendidikan, kebebasan berekpresi, dan hak atas kehidupan yang layak. Lekra memiliki kekhawatiran tentang merosotnya garis revolusi. Menurut Lekra, revolusi haruslah memperjuangkan kemerdekaan rakyat. Jika garis revolusi melenceng, tentulah rakyat akan menderita. Untuk menjaga garis revolusi berjalan di jalur yang benar, pekerja-pekerja kebudayaan, bersama dengan para politisi, harus memikul tanggung jawab ini bersama. Lekra lahir di masa seni hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Para pendiri Lekra mencoba mendobrak hegemoni ini. Mereka ingin rakyat biasa juga bisa mengerti dan menikmati seni. Karena itulah, di masa awal pembentukannya, Lekra membuat karya seni, semisal puisi dan lukisan yang berhubungan langsung dan dimengerti oleh rakyat. Mukadimah dan Peraturan Dasar I yang disahkan pada tahun 1950 menyebutkan: “Tugas daripada Rakjat Indonesia untuk membuka segala kemungkinan supaja bisa mengetjap kesenian, ilmu dan industri tidak dimonopoli oleh segolongan ketjil lapisan atas dan dipergunakan untuk kepentingan dan kenikmatan golongan ketjil itu. Rakjat Indonesia harus berdjuang untuk menguasai dan memiliki kesenian, ilmu dan industri.” Sikap ini kemudian dipertegas lagi pada revisi Mukadimah pada tahun 1959 mengenai tugas dan kedudukan rakyat.
    [Show full text]
  • Sultan Agung”
    ANALISIS NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN ISLAM DALAM FILM “SULTAN AGUNG” SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memeroleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Konsentrasi Penyiaran Televisi Dakwah Oleh: Agus Hasanuddin 1501026142 FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2020 NOTA PEMBIMBING Lamp. : 5 (lima) eksemplar Hal : Persetujuan Naskah Skripsi KepadaYth. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Di Semarang Assalamu’alaikumWr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan melakukan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara : Nama : Agus Hasanuddin NIM : 1501026142 Fakultas : Dakwah dan Komunikasi Jurusan/ Konsentrasi : KPI/ Televisi Dakwah Judul : ANALISIS NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN ISLAM DALAM FILM “SULTAN AGUNG” Dengan ini kami setujui, dan mohon agar segera diujikan. Demikian, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikumWr. Wb. Semarang, 02 Juni 2020 Pembimbing, Bidang Substansi Materi, Bidang Mitodologi, dan tataTulis. Nilnan Ni’mah, S.Sos.I., M.S.I NIP. 198002022009012003 ii iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karja saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka. Semarang, 26 Juni 2020 Agus Hasanuddin 1501026142 iv KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim. Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayahnya yang diberikan kepada setiap mahluk-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, inspirator umat yang tidak pernah kering untuk digali ilmunya. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Nilai-nilai kepemimpinan Islam dalam film Sultan Agung” tidak terlepas dari bantuan, semangat dan dorongan baik material maupun spiritual dari berbagai pihak.
    [Show full text]