Kerajaan Islam Di Sumatera- Fergi

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kerajaan Islam Di Sumatera- Fergi Kerajaan Islam di Sumatera Kerajaan Islam di Sumatera- Kerajaan Islam di Sumatera meliputi kerajaan samudra pasai, kerajaan malaka dan kerajaan aceh. Berikut uraian kerajaan Islam yang ada di Sumatera. 1. Kerajaan Samudera Pasai Pedagang Persia, Gujarat, dan Arab pada awal abad ke-12 membawa ajaran Islam aliran Syiah ke pantai Timur Sumatera, terutama di negera Perlak dan Pasai. Saat itu aliran Syiah berkembang di Persia dan Hindustan apalagi Dinasti Fatimiah sebagai penganut Islam aliran Syiah sedang berkuasa di Mesir. Mereka berdagang dan menetap di muara Sungai Perlak dan muara Sungai Pasai mendirikan sebuah kesultanan. Dinasti Fatimiah runtuh tahun 1268 dan digantikan Dinasti Mamluk yang beraliran Syafi’i, mereka menumpas orang-orang Syiah di Mesir, begitu pula di pantai Timur Sumatera. Utusan Mamluk yang bernama Syekh Ismail mengangkat Marah Silu menjadi sultan di Pasai, dengan gelar Sultan Malikul Saleh. Marah Silu yang semula menganut aliran Syiah berubah menjadi aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah. Saat Majapahit melakukan perluasan imperium ke seluruh Nusantara, Pasai berada di bawah kekuasaan Majapahit. Berikut ini adalah urutan para raja yang memerintah di Samudera Pasai, yakni: (a) Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh). (b) Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326. (c) Sultan Muhammad, wafat tahun 1354. (d) Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun 1383. (e) Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405. (f) Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun 1428. Adanya Samudera Pasai ini diperkuat oleh catatan Ibnu Batutah, sejarawan dari Maroko. Kronik dari orang- orang Cina pun membuktikan hal ini. Menurut Ibnu Batutah, Samudera Pasai merupakan pusat studi Islam. Ia berkunjung ke kerajaan ini pada tahun 1345-1346. Ibnu Batutah menyebutnya sebagai “Sumutrah”, ejaannya untuk nama Samudera, yang kemudian menjadi Sumatera. Ketika singgah di pelabuhan Pasai, Batutah dijemput oleh laksamana muda dari Pasai bernama Bohruz. Lalu laksmana tersebut memberitakan kedatangan Batutah kepada Raja. Ia diundang ke Istana dan bertemu dengan Sultan Muhammad, cucu Malik as-Saleh. Batutah singgah sebentar di Samudera Pasai dari Delhi, India, untuk melanjutkan pelayarannya ke Cina. Sultan Pasai ini diberitakan melakukan hubungan dengan Sultan Mahmud di Delhi dan Kesultanan Usmani Ottoman. Diberitakan pula, bahwa terdapat pegawai yang berasal dari Isfahan (Kerajaan Safawi) yang mengabdi di istana Pasai. Oleh karena itu, karya sastra dari Persia begitu populer di Samudera Pasai ini. Untuk selanjutnya, bentuk sastra Persia ini berpengaruh terhadap bentuk kesusastraan Melayu kemudian hari. Berdasarkan catatan Batutah, Islam telah ada di Samudera Pasai sejak seabad yang lalu, jadi sekitar abad ke-12 M. Raja dan rakyat Samudera Pasai mengikuti Mazhab Syafei. Setelah setahun di Pasai, Batutah segera melanjutkan pelayarannya ke Cina, dan kembali ke Samudera Pasai lagi pada tahun 1347. Bukti lain dari keberadaan Pasai adalah ditemukannya mata uang dirham sebagai alat-tukar dagang. Pada mata uang ini tertulis nama para sultan yang memerintah Kerajaan. Nama-nama sultan (memerintah dari abad ke-14 hingga 15) yang tercetak pada mata uang tersebut di antaranya: Sultan Alauddin, Mansur Malik Zahir, Abu Zaid Malik Zahir, Muhammad Malik Zahir, Ahmad Malik Zahir, dan Abdullah Malik Zahir. Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya wilayah Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat. 2. Kerajaan Malaka Sesungguhnya, Kerajaan Malaka ini tidak termasuk wilayah Indonesia, melainkan Malaysia. Namun, karena kerajaaan ini memegang peranan penting dalam kehidupan politik dan kebudayaan Islam di sekitar perairan Nusantara, maka Kerajaan Malaka ini perlu dibahas dalam bab ini. Kerajaan Malaka (orang Malaysia menyebutnya Melaka) terletak di jalur pelayaran dan perdagangan antara Asia Barat dengan Asia Timur. Sebelum menjadi kerajaan yang merdeka, Malaka termasuk wilayah Majapahit. Pendiri Malaka adalah Pangeran Parameswara, berasal dari Sriwijaya (Palembang). Ketika di Sriwijaya terjadi perebutan kekuasaan pada abad ke-14 M, Parameswara melarikan diri ke Pulau Singapura. Dari Singapura, ia menyingkir lagi ke Malaka karena mendapat serangan dari Majapahit. Di Malaka ia membangun pemukiman baru yang dibantu oleh orang-orang Palembang. Bahkan Parameswara bekerja sama dengan kaum bajak laut (perompak). Ia memaksa kapal-kapal dagang yang melewati Selat Malaka untuk singgah di pelabuhan Malaka guna mendapatkan surat jalan. Untuk melindungi kekuasaannya dari raja-raja Siam di Thailand dan Majapahit dari Jawa, ia menjalin hubungan dengan Kaisar Ming dari Cina. Kaisar Ming inilah yang mengirimkan balatentara di bawah pimpinan Laksamana Cheng-Ho pada tahun 1409 dan 1414. Dengan demikian, Parameswara berhasil mengembangkan Malaka dengan cepat. Kemudian, Malaka pun mengambil alih peranan Sriwijaya dalam hal perdagangan di sekitar Selat Malaka. Selat Malaka pada waktu itu merupakan Jalur Sutera (Silk Road) perdagangan yang dilalui oleh para pedagang dari Arab, Persia, India, Cina, Filipina, dan Indonesia. Parameswara mulai resmi memerintah Malaka pada tahun 1400. Menurut catatan Tome Pires, Parameswara memeluk Islam setelah menikah denan puteri raja Samudera Pasai pada usia 72 tahun. Setelah itu, Parameswara bergelar Muhammad Iskandar Syah. Namun, menurut Sejarah Melayu, pengislaman Malaka berlangsung setelah Sri Maharaja, raja pengganti Parameswara, berkenalan dengan Sayid Abdul Aziz dari Jedah, Arab. Setelah masuk Islam, Sri Maharaja bergelar Sultan Muhammad Syah. Sebagian sejarawan bahkan beranggapan bahwa ia merupakan raja Malaka yang pertama muslim. Pendapat lain menyatakan, Malaka diislamkan oleh Samudera Pasai. Sri Maharaja memerintah dari tahun 1414 hingga 1444. Ia lalu digantikan oleh Sri Parameswara Dewa Syah, dikenal juga dengan nama Ibrahim Abu Said. Parameswara Dewa Syah hanya memerintah satu tahun, hingga 1445. Yang kemudian menjadi raja adalah Sultan Muzaffar Syah atau Kasim. Pada masanya Malaka mencapai masa keemasannya. Ketika itu, wilayah Malaka melingkupi Pahang, Trengganu, Pattani (sekarang termasuk wilayah Thailand), serta Kampar dan Indragiri di Sumatera. Sultan ini memerintah hingga tahun 1459. Ia digantikan oleh Sultan Mansur Syah, dikenal juga sebagai Abdullah. Mansur Syah memerintah Malaka sampai tahun 1477. Jabatan sultan diserahkan kepada Sultan Alauddin Riayat Syah yang memerintah hingga 1488. Masa kejayaan Malaka langsung sirna sejak pasukan Portugis menyerang Malaka pada tahun 1511. Portugis yang dipimpin langsung oleh Alfonso de Albuquerque, dengan mudah mengalahkan pertahanan Malaka. Portugis segera membangun benteng pertahanan. Salah satu benteng peninggalan Portugis yang masih tersisa hingga kini adalah Benteng Alfamosa. Gambar 4.5 Benteng Alfamosa, saksi sejarah bahwa Portugis pernah berkuasa atas Malaka Seabad kemudian, Portugis hengkang dari Malaka karena serangan pasukan VOC dari Belanda. Orang Belanda pun tak lama berkuasa atas Malaka karena kemudian Inggris mengambil alih kekuasaan atas Malaka. 3. Kerajaan Aceh Kerajaan Aceh didirikan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530 setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin al-Kahar (1537-1568). Sultan Alaudin al-Kahar menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun kerajaan Johor tetap berdiri dan menentang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah datang pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman untuk meminta ijin berdagang di Aceh. Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda, ia berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh, tapi usaha ini tidak berhasil. Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607- 1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan (1614), Kampar, Pariaman, Minangkabau, Perak, Pahang dan Kedah (1615-1619). Gambar 4.6 Taman Ghairah dan bangunan Gunongan di Banda Aceh yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah tahun 1637-1642. Iskandar Sani adalah menantu Iskandar Muda. Tak seperti mertuanya, ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri daripada ekspansi luar negeri. Dalam masa pemerintahannnya yang singkat, empat tahun, Aceh berada dalam keadaan damai dan sejahtera, hukum syariat Islam ditegakkan, dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa tekanan politik ataupun militer. Pada masa Iskandar Sani ini, ilmu pengetahuan tentang Islam juga berkembang pesat. Kemajuan ini didukung oleh kehadiran Nuruddin ar-Raniri, seorang pemimpin tarekat dari Gujarat, India. Nuruddin menjalin hubungan yang erat dengan Sultan Iskandar Sani. Maka dari itu, ia kemudian diangkat menjadi mufti (penasehat) Sultan. Pada masa ini terjadi pertikaian antara golongan bangsawan (Teuku) dengan golongan agama (Teungku). Gambar 4.7 Arak-arakan perayaan Idul Adha pada
Recommended publications
  • Bustamin , Islam Di Jawa Hubungannya Dengan Dunia Melayu | 113
    Bustamin , Islam Di Jawa Hubungannya Dengan Dunia Melayu | 113 ISLAM DI JAWA Hubungannya Dengan Dunia Melayu Oleh: Bustamin [email protected] Abstrak : Islam di Asia Tenggara mempunyai daya tarik untuk diteliti, karena tidak hanya sekedar tempat bagi agama besar dunia –Islam, Budha, Kristen dan Hindu—tetapi juga penyebarannya sedemikian rupa sehingga ikatan-ikatan yang mempersatukan pengikutnya dapat mengaburkan dan sekaligus menegaskan batas-batas perbedaan politis dan teritorial. Dalam masalah ini kasus Islam adalah yang paling menarik, mengingat para pengikutnya terdapat di hampir semua negara Asia Tenggara dalam jumlah yang besar. Penelusuran kembali sumber-sumber lokal yang berhubungan dengan kesultanan di Jawa menjadi penting dilakukan. Dengan penelusuran ini diharapkan akan diperoleh data dan fakta mengenai sejarah awal dan perkembangan Islam di Jawa. Data dan fakta tersebut kemudian diidentifikasi, dideskripsikan, diverifikasi, dan dihadirkan sebagai bukti sejarah yang dapat dipercaya. Dalam rangka penelusuran data dan fakta tersebut, ISMA mengadakan seminar Islam di Asia Tenggara, salah satunya adalah Islam di Jawa, yaitu datang, masuk dan berkembangnya. Kata Kunci: Islam, Jawa, Melayu, Dunia, Sejarah A. Pendahuluan Sampai sekarang, sejarah masuknya dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara, masih menjadi perdebatan dan menjadi kajian yang menarik. Permasalahannya masih berkisar kapan masuknya Islam, siapa pembawanya, wilayah mana yang pertama kali didatangi, serta bagaimana proses pengislamannya. Terkait dengan perkembangan
    [Show full text]
  • Psychology Counseling of Sufistic Method for an EX-Hoodlum and Prostitute to Be Islamic Behaviour Shift (Quran Memorizers)
    Psychology Research, November 2018, Vol. 8, No. 11, 558-566 doi:10.17265/2159-5542/2018.11.003 D DAVID PUBLISHING Psychology Counseling of Sufistic Method for an EX-Hoodlum and Prostitute to Be Islamic Behaviour Shift (Quran Memorizers) Elfi Mu’awanah IAIN Tulungagung, East Java, Indonesia The researcher argues that KH Muhammad Ali Shodiqin or Gus Ali Gondrong, a chairperson of Roudotun Ni’mah Islamic boarding school in Semarang, can be used as an inspiration source to give counseling to Muslim clients with sholawat as sufistic counseling. His Islamic boarding school becomes famous not due to sholawat mafia, but because he is preaching in a way appropriate for youth. The figure of Gus Ali is loved by young people and most of them are street children, “naughty” children, and hoodlums. Gus Ali’s pupils or Santri is also not ordinary children born to ordinary families, but they are “extraordinary” kids, since they can get out of the dark society covering them. Most santris are hoodlums, thugs, ex-gambler, ex-drunkards, and even ex-prostitutes. Everyone receives guidance from Allah SWT so that they can be educated at Roudlotun Ni’mah Islamic boarding school. This may sound quite weird for common people, since the word “Mafia” stands for unifying mind and heart into Sholawat. It is expected that the followers will love to do sholawat, and do sholawat continuously and full of self-consciousness. Members of this community come from various life backgrounds; among them are the youth and ex-thugs. It is hoped that this youngster style sholawat group can attract many people, especially the youth.
    [Show full text]
  • Pengaruh Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Gusjigang Pada Tema Indahnya Kebersamaan Terhadap Penanaman Karakter Dan Hasil Belajar Siswa
    PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL GUSJIGANG PADA TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN TERHADAP PENANAMAN KARAKTER DAN HASIL BELAJAR SISWA TESIS diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Disusun oleh: Ema Rahma Febriani (0103516103) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR (PGSD) PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020 i ii Prof. Sudarmin,M.Si NIP. 196601231992031003 iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto: Hasil belajar dan karakter siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis kearifan lokal gusjigang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional Tesis ini kupersembahkan kepada: Almamaterku, Universitas Negeri Semarang iv ABSTRAK Febriani, Ema Rahma. 2019. ‖Efek Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal ‗Gusjigang‘ Terhadap Hasil Belajar dan Karakter Siswa di MI TBS Kudus‖. Tesis. Magister Pendidikan Dasar. Universitas Negeri Semarang. Prof. Sudarmin,M.SI. Dr. Siti Alimah, S.Pd.,M.Pd 405 halaman. Kata Kunci: Gusjigang; Hasil Belajar; Karakter Siswa; Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Temuan hasil studi awal lapangan menunjukkan adanya berbagai persepsi beragam tentang pembelajaran berbasis kearifan lokal gusjigang diantaranya; 1) pengembangan karakter dalam pembelajaran berbasis kearifan lokal gusjigang dilakukan melalui setiap mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Pengembangannya melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam standar isi; 2) pembelajaran berbasis kearifan lokal gusjigang bukan diajarkan secara tertulis tetapi dikembangkan kedalam perilaku atau karakter siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberikan perlakuan (kelas kontrol). Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV MI TBS Kudus yang berjumlah 23 anak sebagai kelas eksperimen dan 23 anak sebagai kelas kontrol. Data penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan pretest-posttest, serta dokumentasi.
    [Show full text]
  • Urgensi Nasab Dalam Islam Dan Silsilah Nasab Habaib Di Indonesia
    Asy-Syari`ah: Jurnal Hukum Islam Vol. 7, No. 2, 2021, Hal.131-151 , ISSN (Print): 2460-3856 ISSN (Online): 2548-5903 DOI: https://doi.org/10.36835/assyariah.v7i2.592 Urgensi Nasab dalam Islam dan Silsilah Nasab Habaib di Indonesia Abu Yazid Adnan Quthny Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo [email protected] Ahmad Muzakki Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo [email protected] Abstract Among the wisdoms of implementing marriage is to determine the status of offspring. According to Islam, a child born through a legal marriage has a clear lineage status. In this paper the author describes the existence of the habaib in Indonesia, the position of the lineage in Islam, the determination of the lineage at the time of the Prophet and modern times as well as the Arab views of the lineage. After going through the discussion, it can be concluded that the Arabs are a nation that pays great attention to and maintains their lineage and kinship, because they do not forget their ancestors. Meanwhile, in Islamic law, the lineage has a very important role. With the clarity of one's lineage status, the laws related to this will also be clear. For example, about marriage, inheritance and mahram relationships. Keywords: Nasab, Habaib, Islam Abstrak Diantara hikmah disyariatkannya pernikahan adalah untuk menentukan status keturunan. Menurut Islam anak yang lahir dengan jalan pernikahan yang sah memiliki status nasab yang jelas. Dalam tulisan ini penulis memaparkan tentang keberadaan habaib di Indonesia, kedudukan nasab dalam Islam, penentuan nasab pada zaman Nabi dan zaman modern serta pandangan orang arab terhadap nasab.
    [Show full text]
  • Günümüz Endonezya'sinda Yaġayan Dġnler Ve Ġnançlar
    T.C NECMETTĠN ERBAKAN ÜNĠVERSĠTESĠ SOSYAL BĠLĠMLER ENSTĠTÜSÜ FELSEFE VE DĠN BĠLĠMLERĠ ANA BĠLĠM DALI DĠNLER TARĠHĠ BĠLĠM DALI GÜNÜMÜZ ENDONEZYA’SINDA YAġAYAN DĠNLER VE ĠNANÇLAR NANĠK YULĠYANTĠ YÜKSEK LĠSANS TEZĠ DANIġMAN: DOÇ. DR. NERMĠN ÖZTÜRK KONYA – 2018 iv ÖZET Adı Soyadı Nanik Yuliyanti Numarası 148102011072 Ana Bilim / Bilim Felsefe ve Din Bilimleri / Dinler Tarihi Dalı Tezli Yüksek Lisans √ Programı Doktora Öğrencinin Tez Danışmanı Doç. Dr. Nermin Öztürk Tezin Adı Günümüz Endonezya’sında Yaşayan Dinler ve İnançlar v ABSTRACT Name and Surname Nanik Yuliyanti Student Number 148102011072 Philosophy and Religious Sciences / History of Department Religions Master’s Degree (M.A.) √ Study Programme Author’s Doctoral Degree (Ph.D.) Supervisor Doç. Dr. Nermin Öztürk Title of the Thesis Religions and Beliefs in Present-Day Indonesia vi ĠÇĠNDEKĠLER İç Kapak .......................................................................................................................... i Tez Kabul Formu ............................................................................................................ ii Bilimsel Etik Sayfası ...................................................................................................... iii Özet ................................................................................................................................. iv Abstract ........................................................................................................................... v İçindekiler ......................................................................................................................
    [Show full text]
  • Strengthening of Indonesian Islamic Character Though Islamic Education Management Based of Soft Skills
    ADDIN, Volume 11, Number 1, February 2017 STRENGTHENING OF INDONESIAN ISLAMIC CHARACTER THOUGH ISLAMIC EDUCATION MANAGEMENT BASED OF SOFT SKILLS Sri Utaminingsih University of Muria Kudus, Central Java, Indonesia [email protected] Slamet Utomo University of Muria Kudus, Central Java, Indonesia [email protected] Edris Zamroni University of Muria Kudus, Central Java, Indonesia [email protected] Abstract Symptoms of intolerance that was done by most of the ummah of Islam in Indonesia lately, shows that globalization has brought the ideology of the new that actually erode the identity of Islam Indonesia were very accommodating and tolerant of the wealth of local culture, upholding the values of diversity and emancipatory on the role of women in everyday life. Islamic educational institutions should play a role in the reconstruction of intolerance symptoms that Appeared lately. Through management soft skills-based Islamic education is expected to restore Islam Indonesia on Islam very famous identity steeped in local culture and uphold the values of diversity. This article reviews how the 215 Sri Utaminingsih, Slamet Utomo dan Edris Zamroni management arrangement soft skills-based Islamic education is Able to restore Islam Indonesia returned to his identity. Keyword: Islamic Education Management, Soft Skills, Islamic Character of Indonesia. Abstrak Gejala intoleran yang dilakuan oleh sebagian umat Islam di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa arus globalisasi telah membawa paham-paham baru yang justru mengikis jati diri Islam Indonesia yang sangat akomodatif dan toleran terhadap kekayaan budaya setempat, menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan, serta emansipatif pada peran serta wanita dalam kehidupan sehari-hari.
    [Show full text]
  • Pendidikan Dayah Dan Perkembangannya Di Aceh
    PENDIDIKAN DAYAH DAN PERKEMBANGANNYA DI ACEH Marhamah Program Doktor, Pascasarjana Universitas Sultan Zainal Abidin (Unisza) Email: [email protected] Abstrak Keberadaan dayah sebagai lembaga pendidikan, baik yang masih menganut sistem pendidikan tradisional maupun yang modern, memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Aceh dan Indonesia. Dari waktu ke waktu dayah semakin tumbuh dan berkembang baik kualiti maupun kuantitinya. Tidak sedikit dari masyarakat yang masih menaruh perhatian besar terhadap dayah sebagai pendidikan alternatif. Pendidikan dayah terus mengalami perkembangan, sebab modelnya senantiasa selaras dengan jiwa, semangat, dan kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. secara umum, pendidikan dayah bertujuan membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan menanamkan rasa keagamaan pada semua segi kehidupan serta mampu menjadikan diri sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara, juga dapat mengabdikan diri dihadapan Allah sehingga tetap relevan dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri. Pendidikan dayah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan lain pada umumnya. Demikian juga halnya dengan kurikulum, ia memiliki kurikulum tersendiri dengan model pembelajarannya dalam bentuk talaqqi dan bersanad. Pendidikan dayah saat ini telah memiliki perubahan yang jauh berbanding dengan masa sebelumnya, diantaranya mulai menerapkan perpaduan pendidikan tradisional dengan madrasah baik pada tingkat menengah maupun Aliyah bahkan telah membuka perguruan tinggi Islam. Kata Kunci: Pendidikan Dayah, Perkembangan, Aceh Abstract The existence of dayah as an educational institution, which still adopt traditional and modern education system, has a great influence in the life of Acehnese and Indonesian. From time to time, dayah has developed well both quality and quantity. Many people pay great attention to dayah as an alternative education.
    [Show full text]
  • Cultural Preaching on Modern Society: a Phenomenological Study of an Islamic Foundation in Kudus
    LENTERA: JURNAL ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI Vol. VRavida, No. Chauria1, Juni 20Shavir21 Cultural Preaching on Modern… doi: https://doi.org/10.21093/lentera https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/lentera/index P-ISSN: 2549-7391, E-ISSN: 2549-578X Received: 12-03-2021 Accepted: 23-06-2021 Published: 24-06-2021 Cultural Preaching on Modern Society: A Phenomenological Study of an Islamic Foundation in Kudus Ravida Chauria Shavir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta [email protected] Abstrak Perkembangan dan perubahan zaman yang pesat menuntut dakwah Islam untuk terus dibenahi, baik di pedesaan dan lebih khusus di perkotaan dengan karakter masyarakat yang lebih kompleks. Penelitian ini mengkaji perkembangan budaya dakwah pada masyarakat modern dengan pendekatan sosio kultural dalam menyampaikan pesan Islam dari seorang muslim. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi kualitatif dan mengambil kasus di Desa Sunggingan, Kudus yang memiliki sebuah lembaga pendidikan dan dakwah yang bernama Yayasan Pendidikan Islam Kyai Telingsing (YPIKT), terungkap bahwa pendekatan budaya dakwah kepada masyarakat perkotaan terwujud dalam bentuk tiga cara: pendidikan, warisan budaya (ziarah kubur), dan pengajian. Pada aspek pendidikan yayasan ini memiliki empat level tingkat pendidikan, sementara pada kegiatan warisan budaya terwujud pada kegiatan haul Kyai Thelingsing setiap bulan Muharram yang dihadiri tidak hanya masyarakat muslim, tetapi juga non muslim (warga keturunan China). Aspek kegiatan pengajian merupakan aspek menonjol karena dilaksanan setiap hari setelah selesai shalat Maghrib atau pada malam Jum’at dalam bentuk kegiatan tahlilan. Kata Kunci: Dakwah, Budaya, Komunitas, Modern, Pendidikan Abstract Rapid changes in both rural and urban societies require da’wa to be delivered more creatively. This paper aims at investigating the development of cultural da’wa by analyzing the dynamics of socio-cultural life in an Islamic da’wa institution named Yayasan Pendidikan Islam Kyai Thelingsing (YPIKT).
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 313 International Conference on Rural Studies in Asia (ICoRSIA 2018) The Role of Local Political Leadership: Village Harmonization in Diversity Based on Pancasila Suprayogi1, Erisandi Arditama1, Eta Yuni Lestari1 1Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia Corresponding email: [email protected] Abstract—The regional government has an important duty always pays attention to the interests and aspirations that because it will determine the sustainability of the area. The grow in the community to accelerate development and problems can disrupt the stability of the region, such as prosperity. The purpose of regional autonomy can be natural disasters, poverty, social conflict, environmental achieved if the components of the autonomous region can damage, reduced value of local wisdom, intolerance, work well in accordance with the mandate of the 1945 conflicts between tribes and religions, weakening of social roles, and other social problems. The purpose of this study Constitution and also the Law. One of the important is to determine the role of local political leadership in components in realizing the objectives of regional managing diversity based on Pancasila in Kudus Regency, autonomy is the role of the leader [2]. In order to realize especially in Colo Village and Karangrowo Village. This the idea of a welfare state, the responsible leadership is study also aims to find out the dynamics of local politics in required. The exemplary center of this leadership nature managing diversity in Kudus Regency. The method of this is the spirit of state administrators. study is a qualitative research method.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rabithah
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rabithah Alawiyah adalah sebuah organisasi yang mengelola nasab dari keturunan Rasulullah SAW yang dikenal sebagai Habib . Disitulah muncul kegelisahan mengenai pemahaman keliru yang berakibat salah memahami dan yang timbul justru perselisihan di antara sesama umat. Maka dalam hal ini Rabithah Alawiyah sebagai organisasi yang menjadi pusat data dan statistik yang erat kaitannya dengan nasab Rasulullah SAW yang ada di Indonesia bahkan dunia yang memberikan pemahaman yang konprehensif akan terjaganya nasab keturunan Nabi Muhammad yang dikenal dengan Habib .1 Kehadiran para Habaib (jamak dari keturunan Rasulullah Shallallhu ‘alaihi Wassallam) bukan hal baru bagi umat Islam di Indonesia. Hal itu terbukti dengan keberadaan makam orang-orang yang dipanggil Habib diberbagai daerah, hamper di seluruh penjuru Indonesia seperti Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Sumatra, Madura, Bali bahkan di negeri Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan lain-lain. Sampai saat ini, kegiatan pemuka agama 1 Dalam perkembangannya Rabithah Alawiyah telah melewati beberapa ujian diantaranya adanya beberapa elemen dan tokoh-tokoh dunia seperti Perdana Menteri Brunei Darussalam konon telah meminta nasabnya di Rabithah Alawiyah, konon kabarnya ia pun salah satu keturunan Azhamat Khan yang dimana masih ada keterikatan nasab kepada Sayid Ahmad bin Isa Al-Muhajir. 2 yang dipanggil Habib tersebut, banyak bertebaran di kota-kota besar. 2 Namun, bagaimana mungkin pohon keturunan teridentifikasi dalam rentang waktu 15 abad ? Bukti apa yang bisa menunjukkan keabsahannya? Apakah benar keluarga Nabi Muhammad masih ada? Serentetan pertanyaan tersebut banyak terlontar ditengah masyarakat. Ada sangsi mengenai pelabelan “ Habib ”, terutama yang membedakan kualitas pribadinya dengan umat yang bukan berdarah Alawiyyin (sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi Wassallam).
    [Show full text]
  • The Preservation of Various Joko Tingkir Stories As the Strategy of Developing Folklore-Based Tourism
    THE PRESERVATION OF VARIOUS JOKO TINGKIR STORIES AS THE STRATEGY OF DEVELOPING FOLKLORE-BASED TOURISM Elen Inderasari IAIN Surakarta E-mail: [email protected] Dwi Kurniasih Universitas Sebelas Maret E-mail: [email protected] ABSTRACT Tourism recently becomes a priority in which the Indonesian government has strived to develop to increase domestic income. One of the interesting types of tourism is cultural tourism which has developed widely in the form of literary tourism. This paper aims to discuss how the preservation of the variation of Jaka Tingkir’s story can be a strategy in developing folklore- based literary tourism. In the practical effect, this paper tries to contribute ideas to the local government especially in Surakarta to find a proper strategy in developing a folklore-based as well as historical-based tourism. The results of the research show that in the preservation of folklore in a society, it is necessary to tell folklore with various emphasis contained in the story. This paper finds that Jaka Tingkir folklore needs to be preserved by maintaining its various versions of the story, such as the story of Jaka Tingkir and the crocodile, Jaka Tingkir and Kebondanu, the story of Jaka Tingkir and the heirloom of Kiai Bajugiling, Jaka Tingkir and Javanese philosophy, and the tomb of Jaka Tingkir as an imprint of the king of Pajang. These various stories about Jaka Tingkir contain some religious, historical, moral, heroic, faith, and worship values which are very important to comprehend in the society living with the story. The strategies used in developing literary tourism in Bengawan Solo which bases on Jaka Tingkir folklore include the tradition of larung gethek of Jaka Tingkir, Jaka Tingkir haul at his tomb in Pajang, Surakarta, and religious and literary tourism.
    [Show full text]
  • Strategi Budaya Melayu Dalam Pemecahan Konflik Masyarakat Melayu Palembang Dalam Menghadapi Tantangan Global
    STRATEGI BUDAYA MELAYU DALAM PEMECAHAN KONFLIK MASYARAKAT MELAYU PALEMBANG DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL DISERTASI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Doktor Dalam Ilmu Peradaban Islam Oleh: ANDI CANDRA JAYA NIM. 1591001 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG 2019 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Melayu merupakan suatu kebudayaan besar yang pernah berjaya di Nusantara. Jauh sebelum kehadiran kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa di Nusantara, kebudayaan Melayu telah ada dan hidup di daerah-daerah pesisir (perairan) yang juga merupakan jalur strategis transportasi dan jalur perniagaan internasional yang penting pada masanya.1 Sehingga hal ini memberi dampak masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang terbuka baik secara fisik maupun secara kultural. Lokasi pemukiman masyarakat Melayu yang tidak terisolir tersebut memungkinkan masyarakat Melayu terbiasa berhubungan dengan dunia luar, dengan demikian, sudah sejak dahulu masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang senantiasa berhubungan dengan orang asing2. Posisi masyarakat Melayu tersebut yang berada pada jalur-jalur perdagangan memberi dua dampak besar dalam kehidupan Melayu. Pertama masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang egaliter. Kedua masyarakat Melayu sangat dekat dengan dunia Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Timur Tengah yang datang ke Nusantara sebagai pedagang yang mengemban misi dakwah. Sementara itu pada masa kolonial, penyebutan Melayu sendiri mengidentikkan penyebutan secara umum pada masyarakat pribumi.3 Salah satu ciri dari egaliternya masyarakat Melayu tercermin dari bahasa yang ditampilkan, bahasa Melayu sendiri tidak mengenal istilah tingkatan-tingkatan seperti yang terdapat pada bahasa-bahasa etnik lain di Nusantara seperti pada bahasa Jawa dan Sunda. Bahasa Melayu kemudian menjadi bahasa yang mudah diterima oleh berbagai suku bangsa di Nusantara dan berfungsi sebagai bahasa perantara dalam hubungan antar suku bangsa di Nusantara.
    [Show full text]