PERTANGGALAN RELATIF CANDI RONGGENG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Rusyanti1, Nanang Saptono1, dan Endang Widyastuti1 1Balai Arkeologi Jawa Barat. Jl. Raya Cinunuk KM.17 Cileunyi 40623 [email protected]

Abstract. The Relative Dating of Candi Ronggeng in Ciamis, West . Ronggeng temple is one of the Hindu temples in . The temple was first discovered in 1976 and was excavated again in 1984, 1985, and 2016. The aim of excavations was to follow up on local government requests for zoning as an effort to preserve the temple. The early publication in 1984 placed the temple from 8th -16th centuries whilst in the latest publication in 2011 placed the temple as a sacred ancient Sundanese buildings from 13 th-16 Th centuries. The purpose of this paper is to review the Ronggeng temple dating based on comparison with other temples in which the shapes and dates are known namely with Pananjung, Indihiang, and temples. By comparing the excavations data and reviewing the historical context, the relative chronology of the Ronggeng temple was analyzed again. The results shows that the Ronggeng temple is a built by a shallow foundation with tuff material. This temple is presumed to be originated from the 7 th-14th centuries according to the context of the time when influenced Ciamis as seen in Tarumanagara and Kawali inscriptions. The range of this period is included in pre-Sunda or the times before the name of Sunda was first mentioned in the Rakryan Juru Pangambat inscription in 932 CE to Sunda period. At this time, the Hindu influence had already reached the hinterland of Sunda before the Buddha’s. Keywords: Ronggeng Temple, Hindu temple, West Java.

Abstrak. Candi Ronggeng merupakan salah satu candi Hindu di Jawa Barat. Candi itu pertama ditemukan pada 1976 dan digali kembali pada 1984, 1985, dan 2016. Penggalian bertujuan untuk menindaklanjuti permintaan pemerintah daerah untuk dilakukan zonasi sebagai upaya awal pelestarian. Publikasi awal yang dilakukan pada tahun 1984 menempatkan kronologi candi dari abad ke-8—16, sedangkan publikasi terakhir pada tahun 2011 menempatkan Candi Ronggeng sebagai bangunan suci Sunda Kuno berkurun waktu abad ke-13--16. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji ulang pertanggalan Candi Ronggeng berdasarkan perbandingan dengan candi lain yang sudah diketahui bentuk dan kronologinya, yaitu dengan Candi Pananjung, Candi Indihiang, dan Candi Bojongmenje. Dengan melakukan perbandingan hasil ekskavasi dan tinjauan konteks kesejarahan, kronologi Candi Ronggeng dianalisis kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Candi Ronggeng adalah candi yang dibangun dengan konstruksi fondasi dangkal dengan material tufa. Candi itu diduga berasal dari kisaran masa abad ke-7--14 sesuai dengan konteks saat Ciamis mendapat pengaruh Hindu yang terlihat dari prasasti masa Tarumanagara dan Kawali. Kisaran masa ini termasuk ke dalam masa pra-Sunda atau masa sebelum nama Sunda disebut pertama kali dalam Prasasti Rakryan Juru Pangambat pada 932 hingga memasuki masa Sunda. Pada masa itu, pengaruh Hindu diduga sudah lebih dahulu memengaruhi wilayah pedalaman Sunda sebelum Buddha. Kata Kunci: Candi Ronggeng, candi Hindu, Jawa Barat.

1. Pendahuluan menjadi Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Candi Ronggeng merupakan satu- Kabupaten sehingga menjadi satunya candi yang berada di Kabupaten Ciamis aset yang sangat berharga bagi Kabupaten setelah kabupaten ini mengalami pemekaran Ciamis. Candi Ronggeng berada di sebelah

Naskah diterima tanggal 13 Mei 2019, diperiksa tanggal 26 Maret 2020, dan disetujui tanggal 19 Juni 2020.

145 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160 timur aliran Ci Seel. Penelitian di daerah aliran dari masa yang lebih panjang, yaitu dari abad ke- Ci Seel pernah dilakukan pada tahun 1976 8--16 (Ferdinandus 1984, 35). Dengan adanya setelah mendapat laporan temuan , , perbedaan pendapat mengenai kronologi Candi dan batu-batu candi. Penelitian selanjutnya Ronggeng, yang menjadi permasalahan adalah dilakukan pada tahun 1977, 1978, dan 1983 kapan sebenarnya Candi Ronggeng dibangun? oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Setelah 32 tahun terkubur, berita mengenai Penelitian tahun 1984 oleh Pusat Penelitian Candi Ronggeng muncul kembali pada laman Arkeologi Nasional membuka beberapa kotak internet tahun 2012 dan 2016 yang dianggap ekskavasi dan menemukan struktur batu terbuat temuan baru dan mendorong Dinas Pendidikan dari batu pasir (sandstone) rata-rata berada dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis mengajukan pada kedalaman 140 cm di bawah lapisan permohonan penggalian kembali untuk rencana tanah alluvial limpahan banjir Ci Seel. Temuan pemugaran. Pada Desember 2016 Balai struktur batu tersebut diduga merupakan Arkeologi Jawa Barat (Balar Jabar) melakukan bagian dari bangunan candi berukuran 8 x 8 penggalian dengan fokus untuk menghasilkan m (Ferdinandus 1984, 33). Penelitian Candi rekomendasi zonasi situs, terutama mengetahui Ronggeng yang telah dilakukan sejak tahun 1977 seberapa luas ukuran zona inti. Zona inti – 1984 belum banyak menghasilkan publikasi adalah area pelindungan untuk menjaga bagian terutama tentang aspek kesejarahannya. Hal ini terpenting Cagar Budaya (Undang-Undang Cagar karena bukti tertulis yang berkaitan langsung Budaya No.11 Tahun 2010, bagian Penjelasan dengan Candi Ronggeng belum ditemukan. halaman 17). Dalam rangka penentuan zonasi Penelitian yang belum tuntas menyebabkan dan analisis struktur batu yang tampak didapat data yang diolah masih berupa potongan- beberapa catatan dan diskusi berkaitan dengan potongan (fragmentaris). Penelitian tahun 1984 pertanggalan relatif situs Candi Ronggeng. merupakan penelitian terakhir dalam catatan Tulisan ini memaparkan perkembangan penggalian Candi Ronggeng. analisis kesejarahan Candi Ronggeng dengan Setelah seperempat abad tidak disinggung, membandingkan data hasil ekskavasi dan hasil gaya arsitektur Candi Ronggeng muncul lagi penelitian dari tiga candi lainnya, yaitu Candi sebagai unit analisis pada buku Bangunan Suci Bojongmenje (Kabupaten ), Candi Batu Sunda Kuno tahun 2011 dan menempatkannya Kalde/Pananjung (Pangandaran), dan Candi dalam kisaran pertanggalan yang lebih spesifik. Indihiang (Tasikmalaya) yang selesai diekskavasi Berdasarkan hasil kajian Soeroso, Agus Aris tahun 2017 untuk mengetahui kapan sebenarnya Munandar menyatakan bahwa bangunan Candi Candi Ronggeng dibangun. Ronggeng tersusun dari balok-balok batu berdenah segi empat berukuran 8 x 8 m, diperkirakan 2. Metode mempunyai arah hadap ke barat, dan merupakan Metode penelitian menggunakan bangunan sederhana berupa batur tunggal. Diduga perbandingan data ekskavasi yang telah bagian tubuh dan atapnya terbuat dari bahan dilakukan pada penelitian sebelumnya, terutama yang mudah rusak. Bentuk bangunan sederhana tentang pola konstruksi dan gaya arsitektur berupa batur tunggal dengan susunan batu yang Candi Ronggeng dengan candi lainnya yang ada di atasnya terdapat panteon dewa-dewinya di Jawa Barat. Anasir keagamaan yang tampak sehingga sangat mungkin termasuk pada kategori pada Candi Ronggeng menjadi penarik utama bangunan suci Sunda Kuno yang dibangun pada yang dikontekstualisasikan dengan sejarah Masa abad ke-13--16 (Soeroso 1995 dalam Munandar Klasik di Jawa Barat, khususnya Ciamis. Hasil 2011, 60--61). Peter Ferdinandus memperkirakan studi merupakan simpulan yang ditarik dari

146 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti

Gambar 1. Peta Lokasi situs Candi Ronggeng Gambar 2. Lahan situs Candi Ronggeng sebelum digali (Sumber: Saptono dkk. 2016, 17) (Sumber: Dokumentasi Balai Arkeologi Jawa Barat, 2016) kesesuaian antara pola konstruksi dan konteks situs dengan pola aliran meander dengan anak- sejarah yang melingkupinya dan merupakan anak sungai, berkelok-kelok dari arah barat ke pandangan yang bersifat etik atau diambil dari timur (Gambar 1). sudut pandang peneliti. Lahan situs Candi Ronggeng merupakan tanah milik perseorangan. Lahan ini sering 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan tergenang banjir sehingga terjadi sedimentasi 3.1 Hasil Penelitian yang sangat tinggi. Objek berupa batu candi yang Penelitian untuk mencari pertanggalan relatif semula masih terlihat, sekarang terkubur endapan biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik tanah (Gambar 2). Tata guna lahan di sekitar situs perbandingan data yang sudah ada sebelumnya Candi Ronggeng pada umumnya digunakan untuk untuk memperoleh suatu pola, baik kesamaan usaha pertanian. Dataran lembah sekitar sungai maupun ketidaksamaan. Catatan mengenai dimanfaatkan untuk lahan pesawahan, sedangkan kesamaan dan ketidaksamaan tersebut dianalisis daerah yang agak tinggi dimanfaatkan untuk kebun dengan menggunakan data bandingan lainnya palawija dan kebun tanaman keras (kebun atau hingga mengerucut pada simpulan akhir. Berikut talun). Permukiman sporadis berada di antara diuraikan deskripsi dari Candi Ronggeng yang lahan perkebunan dan pesawahan. Di sebelah disandingkan dengan data bandingan lainnya dan tenggara situs berjarak sekitar 500 m terdapat bukit konteks sejarah yang melingkupinya. yang disebut pangangonan atau tempat untuk mengembala ternak (Saptono et al. 2017, 17). 3.1.1 Candi Ronggeng Penggalian di situs Candi Ronggeng tahun Situs Candi Ronggeng terletak di Desa 2016 membuka lima kotak, yaitu kotak U6B1, Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten U2B1, U5T5, U9T2, dan S3T5 dengan fokus Ciamis. Lokasi situs berada di sebelah barat utama melacak sisi terluar konstruksi candi untuk daya kota Banjar berjarak sekitar 10 km atau 5,5 zonasi dan mengamati konstruksi susunan batu km di sebelah barat laut Pamarican. Situs Candi yang tersingkap. Pada tiga kotak, U6B1, U2B1, Ronggeng berada pada koordinat 7°25’46.92” dan U5T5, ditemukan singkapan batu-batu candi LS dan 108°29’37.17”BT. Morfologi situs berbahan tufa berbentuk balok dan sisa penutup berupa pedataran bergelombang di lembah Ci struktur batu dari ekskavasi tahun 1984. Seel, anak sungai Ci Tanduy, yang berhulu di Keberadaan struktur batu pada penggalian Gunung Cakrabuana di Kabupaten Tasikmalaya, 2016 berada pada kedalaman 175-238 cm, dan bermuara di Segara Anakan di Provinsi sedangkan pada 1984 kedalaman temuan Jawa Tengah. Ci Seel mengalir di sebelah utara batu pada 140 cm sehingga diketahui terjadi

147 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160

Gambar 3. Singkapan batuan tufa hasil ekskavasi kotak U5T5 dan stratigrafinya (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Jawa Barat, 2016)

Gambar 4. Singkapan batas terluar struktur batu pada kotak U2B1 dan stratigrafinya (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Jawa Barat, 2016) penambahan ketebalan sedimentasi banjir dalam tidak berlanjut ke bawah. Penggalian struktur kurun waktu 32 tahun terakhir adalah 35--98 cm. batu yang baru muncul pada kedalaman 170-- Ketebalan sedimen memakan waktu cukup lama 180 cm terkendala waktu dan resapan air yang untuk mencapai konstruksi batu candi. menggenangi kotak gali sehingga data yang Seperti telah dikemukakan, hasil masih fragmentaris ini dilengkapi dengan penggalian di kotak U6B1, U2B1, dan U5T5 data pada tahun-tahun sebelumnya dengan diketahui adanya singkapan batu berbentuk dokumentasi yang sangat terbatas. balok. Ukuran balok batu itu bervariasi dan Penelitian tahun 1984 dilakukan dalam posisi yang melesak. Pada kotak U5T5 dengan membuka tujuh kotak galian bertujuan tersingkap susunan batu yang tidak rapi diduga mengetahui kelanjutan struktur batu yang merupakan bagian dari struktur batu candi tersingkap pada tahun 1983, mengecek ada yang runtuh. Lapisan tanah di kotak ini berupa tidaknya dinding candi, mencari sudut bangunan lempung berpasir (Gambar 3). di bagian timur, dan mengetahui kedudukan Ekskavasi pada kotak U6B1 dan U2B1 arca Nandi terhadap bangunan. Foto tahun (Gambar 4) singkapan batu hanya sedikit saja 1984 memperlihatkan tatanan balok batu yang tampak. Dengan melakukan pengecekan berpelipit yang mengelilingi arca Nandi. Posisi kedalaman konstruksi struktur batu, singkapan Nandi menghadap ke arah timur. Berdasarkan batu yang terlihat di ketiga kotak tersebut laporan terdapat ukuran batu yang bervariasi, di

148 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti

Gambar 5. Arca Nandi (Sumber: Utomo 2004, 72) dan Runtuhan struktur batu fondasi dangkal (Sumber: Ferdinandus, 1984: Lampiran 5) antaranya 68 x 23 x 31cm, 30 x 31 x16 cm, dan terkumpul pada tahun 1984 dan 2016 dapat 20 x 30 x 21 cm. Tampak susunan batu tersebut dibandingkan dengan bentuk dan struktur dari berupa pondasi dangkal dengan kondisi tatanan situs lain yang memiliki kesamaan. Perbandingan batu yang melesak (Gambar 5). tersebut difokuskan pada pola konstruksi susunan Ada dua arca Nandi yang dikenal sebagai batunya. Selama ini baru terdapat tiga candi yang awatara Dewa Siwa, yaitu arca Nandi yang bisa dirujuk sebagai data pembanding karena berukuran besar dengan panjang 120 cm, lebar 25 data candi yang sudah diekskavasi masih sangat cm, dan tinggi 30 pada saat itu disimpan di Kantor terbatas. Ketiga candi tersebut, Candi Pananjung, Kandepdikbud Kecamatan Pamarican sebelum Candi Indihiang, dan Candi Bojongmenje, secara akhirnya disimpan di Museum Karangkamulyan lokasional dan historis berada dalam satu ruang sedangkan arca Nandi berukuran kecil dengan lingkup dan kultur yang sama, yaitu di wilayah panjang 89 cm, lebar 39 cm, dan tinggi 74 cm Tatar Sunda di Jawa Barat. dibuat dari batu pasir ditemukan di antara struktur batu-batu candi dan ditimbun kembali. 3.1.2 Candi Pananjung Ferdinandus menyatakan bahwa masa Di Jawa Barat tinggalan arkeologis berupa keberadaan candi diduga pada kisaran pertanggalan bangunan suci masih sedikit dibandingkan yang panjang, yaitu abad ke-8--16. Asumsi tersebut dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di dikaitkan dengan tinggalan arkeologi di wilayah Jawa Barat terdapat sembilan bangunan suci Ciamis lainnya pada masa Galuh--Sunda, yaitu Hindu-Buddha, yaitu situs Cibuaya (masa Prasasti Canggal tahun 732 (abad ke-8), Prasasti Tarumanagara), Kompleks , yang berada Mandiwuṅa di Cisaga (abad ke-10), dan Prasasti di dataran fluvial dengan sumber air tanah yang Kawali (abad ke-14) yang ditulis oleh Wastu baik (Soeroso 1995, 165; Indradjaja dan Hardiati Kancana yang memerintah tahun 1357--1371 juga 2014, 23--27), dan tujuh situs lainnya adalah dengan teks-teks kuno yang menceritakan tentang Candi , Candi Rajegwesi, Candi Kerajaan Sunda (Ferdinandus 1984, 19--35). Bojongmenje, Candi Batu Kalde/Pananjung, Setelah penggalian tahun 1984, Candi Ronggeng Candi Bojongemas, Candi Indihiang, dan Candi ditutup kembali. Lahan batas candi ditandai Ronggeng (Utomo 2004; Munandar 2011). dengan pagar keliling yang terbuat dari bambu. Tiga di antara sembilan situs candi Penggalian tahun 2016 menghasilkan data yang pernah diekskavasi secara total adalah yang masih fragmentaris. Meskipun demikian, Candi Batu Kalde/Pananjung tahun 1990 di data mengenai bentuk dan struktur batu yang Pangandaran dan Candi Bojongmenje tahun

149 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160

Pananjung terletak di Desa Pananjung pada koordinat 7°42’21.5” LS dan 108°39’27.1” BT dan berdekatan dengan laut. Temuan di wilayah Pangandaran sebelumnya pernah ditemukan sebagaimana disebut dalam catatan N.J Krom, Rapporten van den oudheidkundigen dienst in Nederlandsch-Indie 1915 (ROD), nomor inventaris 244, tahun 1915 bahwa temuan di Semenanjung berupa sebuah arca Nandi, yoni, Gambar 6. Peta Lokasi Candi Bojongmenje, Indihiang, silinder yang ceper, tiga buah lingga, dan lingga Candi Ronggeng dan Candi Pananjung di Pananjung (Krom 1967, 46). (Sumber: Google earth dengan penyesuaian) Hasil ekskavasi Pusat Penelitian 2003 di Rancaekek, Bandung (Widyastuti Arkeologi Nasional pada penelitian tahun 2017, 25--26). Satu candi lagi telah diekskavasi 1984 memperlihatkan dua struktur bangunan hingga 80% pada tahun 2017, yaitu Candi timur-barat yang terdiri atas satu sampai tiga Indihiang di Tasikmalaya (Gambar 6). Secara lapis batu dan di bawah batu tersebut terdapat geografis lokasi Candi Ronggeng, Candi batu karang yang dipadatkan sebagai fondasi. Bojongmenje, dan Candi Indihiang berdekatan Bangunan di sebelah barat berdenah bujur dengan aliran sungai. Kedekatan dengan sungai sangkar berukuran 12 x 12 meter, sedangkan merupakan salah satu indikasi umum pemilihan bangunan sisi timur belum diketahui ukuran lokasi situs, baik situs masa prasejarah (Arief et denahnya. Di dalam denah bangunan tersebut al. 2015, 72--75; Laili 2015, 104; Prijono 2015, terdapat empat batu bulat menyerupai umpak 114) maupun situs masa klasik (Arief 2019, 46). dan yoni (Gambar 7). Penelitian menyimpulkan Tipologi Candi Batu Kalde dan Candi Candi Pananjung berupa bangunan batur Indihiang mempunyai persamaaan, yaitu tunggal dengan atap yang mudah rusak berupa batur tunggal dengan satu hingga tiga (Ferdinandus 1990, 285--301; 1987). lapis batu atau termasuk sebagai pondasi dangkal Candi Bojongmenje berdasarkan 3.1.3 Candi Indihiang indikasi temuan berupa kemuncak dan antefiks Candi Indihiang terletak di Kampung diduga merupakan bangunan yang memiliki Nangkerok, Kalurahan Sukamaju Kidul, susunan bagian kaki, tubuh, dan atap. Candi Kecamatan Indihiang, Tasikmalaya, berada pada

Gambar 7. Singkapan struktur batu Candi Pananjung dan temuan yoni (Sumber: Ferdinandus, 1984: Lampiran 6)

150 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti

Gambar 8. Hasil ekskavasi Candi Indihiang, Kota Tasikmalaya (Sumber: Dokumentasi Balai Arkeologi Jawa Barat, 2017) koordinat 07°17’47, 96” LS dan 108°11’23,65” susun batu dengan lapisan terbawah menonjol ke BT. Situs berada pada bukit memanjang arah luar, dan terdapat tatanan batu di sisi barat diduga tenggara–barat laut yang terdiri atas dua . sebagai tangga (Gambar 8). Adanya batu bulat di Puncak di sebelah tenggara disebut Pasir (Bukit) sekitar lingga yoni mengindikasikan bangunan Cikabuyutan dan yang di sebelah barat laut menggunakan atap yang mudah rusak (Widyastuti disebut Pasir Gadung. Di sebelah barat daya situs 2017, 16--37). terdapat aliran Ci Loseh yang merupakan anak Ci Ekskavasi kembali dilanjutkan pada tahun Tanduy. Tinggalan arkeologis di situs ini berupa 2017 dengan fokus menelusuri struktur batu di lingga dan yoni yang merupakan ciri agama Hindu sisi utara, timur, dan selatan. Hasil penelitian (Widyastuti 2017, 22). Selain Candi Indihiang, menampakkan struktur yang sama dengan ditemukan pula prasasti yang berlatar agama penelitian sebelumnya, yaitu struktur batu yang Hindu di Tasikmalaya, yaitu Prasasti Rumatak/ terlihat merupakan fondasi bangunan berupa satu, Gegerhanjuang. Prasasti Rumatak menyebutkan dua, hingga tiga susun batu. Di sisi selatan susunan daerah Rumatak di-susuk oleh Batari Hyang. batu hanya satu (Gambar 9) dan selanjutnya Prasasti Rumatak berangka tahun 1333 Śaka lapisan kerakal, sedangkan di sisi utara susunan (1411 M) (Nastiti dan Djafar 2016, 104). Setelah batu terdapat tiga lapis. Batu paling atas tersusun tahun 1995, penelitian dilanjutkan kembali dengan vertikal (tegak), sedangkan batu paling dasar ekskavasi tahun 2012 dan 2013 untuk mengetahui horizontal (mendatar) (Gambar 10). Perbedaan struktur candi di sisi barat. Hasil ekskavasi dua susunan konstruksi tersebut tampaknya berkaitan tahun tersebut mengidentifikasi ukuran candi dengan kontur lahan di sebelah utara yang lebih 7 x 7,30 m, struktur batu tufa yang terlihat terjal dibandingkan dengan kontur lahan di sisi merupakan fondasi bangunan terdiri atas tiga selatan yang cenderung lebih landai.

151 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160

Gambar 9. Struktur fondasi 1 lapis batu di Candi Indihiang, Kota Tasikmalaya (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Jawa Barat, 2017)

Gambar 10. Struktur fondasi 3 lapis batu di Candi Indihiang, Kota Tasikmalaya (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Jawa Barat, 2017)

Penggalian tahun 2017 berhasil selalu ditemukan di tengah (Santiko 1996, 136- memperlihatkan sebagian besar struktur candi -158) atau merupakan sisa aktivitas ritual. Jenis sehingga didapat bentuk rekonstruksi utuhnya, ritual apa yang dimaksud masih belum diketahui. yaitu berupa candi dengan pondasi dangkal dengan bagian lantai utama berupa tatanan batu. 3.1.4 Candi Bojongmenje Empat singkapan batuan bulat berukuran besar Candi Bojongmenje terletak di Kampung merupakan umpak untuk menopang tiang kayu Bojongmenje, Desa Cangkuang, Kecamatan penyangga atap yang mudah rusak (Gambar 11) Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Rusyanti et al., 2017). Tanah hasil ekskavasi Koordinat situs berada pada 06057’57, 96” tahun 2013 digunakan untuk uji karbon dengan LS dan 107048’06, 53” BT (Gambar 12). metode Radiocarbon Dating (C14) di Pusat Ekskavasi menunjukkan bagian bangunan yang Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga tersisa, yaitu struktur bagian kaki. Struktur kaki Nuklir Nasional tahun 2014 diperoleh hasil candi sisi barat tersisa lima hingga tujuh lapis Calendric Age cal AD: 666 ± 8 (abad ke-7) batu. Bagian sudut barat daya dalam kondisi (Widyastuti 2017, 16--31). melesak. Struktur sisi utara belum tampak Selain ditemukan struktur konstruksi karena berada di bawah pondasi pagar pabrik. dangkal, pada candi ini juga ditemukan dua periuk Struktur sisi timur ditemukan dalam keadaan di sudut tenggara pada kedalaman 120 cm dan tidak lengkap. Beberapa batu dalam keadaan fragmen tembikar di area tengah. Ada dua asumsi terpotong akibat aktivitas penduduk membuat mengenai fungsi periuk, kemungkinan sebagai lubang galian kuburan. Keadaan struktur sisi peripih yang pada beberapa kasus memang tidak selatan relatif utuh.

152 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti

Berdasarkan bagian kaki, dapat diketahui bahwa bangunan candi berdenah segi empat berukuran 6 x 6 m. Profil kaki candi terdiri atas pelipit, sisi genta (ojief atau padma), dan bingkai rata (patta). Profil seperti ini merupakan gaya bangunan candi Jawa Tengah abad ke-7 atau ke-8 sehingga Candi Bojongmenje diperkirakan dibangun pada abad ke-7 atau ke-8 (Gambar 13). Pada kaki candi sisi timur ditemukan batu bagian ojief yang menyudut. Batu tersebut merupakan indikator bagian tangga/pintu. Berdasarkan temuan ini, dapat dipastikan bahwa arah hadap candi adalah ke timur. Selain struktur bagian kaki, juga ditemukan beberapa komponen batu candi bagian tubuh dan atap. Komponen bagian atap yang masih tersisa berupa kemuncak dan antefiks (Gambar 14). Berdasarkan komponen tersebut, dapat dipastikan bahwa Candi Bojongmenje merupakan bangunan lengkap yang terdiri Gambar 11. Rekonstruksi bentuk Candi Indihiang atas kaki, tubuh, dan atap. Unsur kelengkapan (tampak atas) (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Jawa Barat 2017) bangunan candi juga ditemukan, yaitu berupa

Gambar 12. Lokasi Candi Bojongmenje (Sumber: Saptono 2012, 89)

1 Berdasarkan pengamatan dan perbandingan, temuan yoni ini adalah umpak. Hal ini didasarkan pada lubang persegi di bagian tengah terlalu lebar sehingga menyisakan bagian tepian yang tipis.

153 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160 fragmen yoni, nandi, dan wadah berbentuk kotak. tulisan ini, merupakan upaya yang dilakukan Fragmen yoni berbentuk kotak pada bagian dalam menyambung serpihan data yang atas pecah sehingga bagian cerat tidak tersisa1. perkembangannya sangat lambat. Penelusuran Fragmen nandi merupakan bagian kepala sisi kesejarahan Candi Ronggeng setidaknya akan kanan memperlihatkan daun telinga pendek mengaitkan sumber sebelumnya yang bermuara (kecil), tanduk hanya berupa tonjolan kecil, dan pada sejarah Kerajaan Tarumanagara, Galuh, pada leher terdapat untaian kalung manik-manik. dan Sunda. Tinggalan arkeologis Kerajaan Wadah berbentuk kotak terbuat dari bahan batuan Tarumanagara dominan ditemukan di wilayah tufa. Wadah berukuran 12 X 11 cm dengan Bogor dan Karawang, sedangkan tinggalan ketebalan 5,5 cm. Pada bagian penampang datar arkeologis Kerajaan Sunda banyak ditemukan terdapat lubang berbentuk segi empat berukuran di Tasikmalaya dan Ciamis bersumber dari 8 X 8,5 cm. Benda ini ditemukan di sisi timur di parasasti dari kurun waktu pasca-Tarumanagara bawah tangga (Saptono 2005, 26--30). atau setidaknya pada abad ke-10--16 dan banyak Selain batu komponen bangunan, juga situs lainnya di wilayah Jawa Barat yang belum ditemukan benda artefaktual berupa fragmen dilakukan pertanggalannya. Berikut diuraikan tembikar dan alat serpih obsidian yang belum kaitan Candi Ronggeng dengan konteks dianalisis. Selain antefiks, hal menarik lain adalah sejarahnya sebagai bingkai yang kemudian akan ditemukannya jejak kaki anjing pada salah satu dikaitkan dengan perbandingan struktur candi ini permukaan bata di struktur hamparan lantai di lahan dengan ketiga candi lainnya. sebelah timur Candi Bojongmenje (Saptono 2012b, 93--112). Analisis C14 terhadap materi tanah yang 3.2.1 Candi Ronggeng dan Konteks Sejarahnya mengandung karbon menunjukkan pertanggalan Data mengenai cikal-bakal kerajaan masa Candi Bojongmenje pada 1300 BP atau sekitar klasik (Hindu-Buddha) di Ciamis masih sangat tahun 650 (abad ke-7) (Saptono 2012a, 30--38). terbatas, baik dari prasasti maupun naskah kuno yang relevan untuk diacu. “Carita Parahyangan” 3.2 Pembahasan yang ditulis pada abad ke-16 memberi Hingga saat ini belum ada tulisan yang keterangan tentang silsilah awal raja-raja Galuh, langsung mengacu pada kesejarahan Candi yaitu dari perkawinan Mandiminyak dengan Ronggeng. Tulisan yang ada selama ini, termasuk Rababu yang melahirkan Sena dan perkawinan

Gambar 13. Candi Bojongmenje Gambar 14. Antefiks Candi Bojongmenje (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bandung, 2002; (Sumber: Dokumen Nanang Saptono 2003; Widyastuti 2017, 27) Widyastuti 2017, 27)

154 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti

Mandiminyak dengan Dewi Parwati (putri berasal dari abad yang jauh berbeda. Prasasti Kalingga) yang melahirkan Sanaha. Sanaha Mandiwuna berdasarkan paleografi diduga kemudian dinikahkan dengan Sena. Perkawinan berasal dari abad ke-9--10 yang menyebut Sanaha dengan Sena menurunkan Sanjaya yang sima di Mandiwuṅa (Nastiti dan Djafar 2016, lahir pada tahun 683. Nama Sanjaya selanjutnya 113). Prasasti Kawali, meskipun semuanya ditemukan pada Prasasti Canggal yang tidak mencantumkan angka tahun, berdasarkan berangka tahun 732 di lereng , paleografi dan bahasanya diperkirakan berasal Magelang, Jawa Tengah. Prasasti Canggal dari abad ke-14 (Nastiti 1996, 19--37). Nama berisi tentang peresmian pendirian lingga di raja yang dalam Prasasti Raja Wastu, menurut puncak Bukit Sthirangga oleh Raja Sanjaya “Carita Parahyangan” adalah Rahyang Niskala untuk keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya Wastu Kancana dan Rahyang Dewa Niskala (Poesponegoro dan Notosusanto 1993, 357). Jika (Poesponegoro dan Notosusanto, 1993, 368; Sanjaya dapat diterima sebagai penguasa yang Djubiantono dan Bintarti 1986, 17--18; pernah menduduki wilayah Jawa bagian barat Ayatrohaédi 1986, 25). Selain dalam “Carita berdasarkan silsilah genealogis dalam Carita Parahyangan”, tokoh ini juga disebut dalam Parahyangan, Galuh yang berlokasi di wilayah Prasasti Batutulis dan Kebantenan (Ayatrohaédi Ciamis secara geografis termasuk wilayah 1986, 23--36; Djafar 2011, 5). kekuasaan Sanjaya di Jawa Barat sebelum pindah Berdasarkan ketiga pertanggalan data ke Jawa bagian tengah (Prasasti Canggal). Jika tersebut di atas, yaitu abad ke-8, ke-10, dan ke-14, angka tahun kelahiran Sanjaya pada tahun 683 tidak satu pun yang berkorelasi langsung dengan dapat diterima dan disandingkan dengan angka permasalahan, baik mengenai pertanggalan tahun Prasasti Canggal pada 732, usia Sanjaya maupun sejarah Candi Ronggeng. Meskipun 49 tahun ketika berkuasa di Jawa Tengah. Lingga demikian, variasi abad tersebut merupakan data yang disebut pada Prasasti Canggal menandakan penting yang dapat digunakan untuk memberi bahwa Sanjaya beragama Hindu. konteks waktu ketika wilayah Ciamis telah Di wilayah Ciamis tinggalan arkeologis mendapat pengaruh Hindu, setidaknya mulai masa Hindu-Buddha tidak banyak, dua di dari kelahiran Sanjaya tahun 683 (abad ke-7) antaranya Prasasti Mandiwuṅa dan Prasasti menurut “Carita Parahyangan” dan abad ke-8-- Kawali (Kawali I – Kawali VI). Prasasti tersebut 14 berdasarkan data dari prasasti.

Tabel 1. Perbandingan Atribut Candi Pananjung, Bojongmenje, Indihiang, dan Candi Ronggeng Atribut Pananjung Bojongmenje Indihiang Ronggeng Pertanggalan ? 650/abad 7/8 AD: 666 ± 8/abad 7 ? Konstruksi Batur tunggal, Bangunan lengkap Batur tunggal, Batur tunggal, fondasi dangkal dengan kaki, tubuh, konstruksi fondasi fondasi dangkal dan atap. Struktur kaki dangkal candi sisi barat tersisa lima hingga tujuh lapis batu Materal/Bahan Breksi tufa, Batuan beku Tufa Tufa dan sedimen vulkanik, breksi tufa pasiran Area Yoni, Nandi Nandi Lingga-Yoni Lingga, Yoni, Nandi Religi Hindu Hindu Hindu Hindu

155 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160

3.2.2 Perbandingan Struktur Candi Ronggeng kesamaan struktur dengan Candi Ronggeng, dan Kronologi Relatifnya yaitu berupa pondasi dangkal dengan satu Sebagaimana dikemukakan, tulisan ini sampai tiga lapis batu di bawah batu tersebut akan merekonstruksi kesejarahan Candi Ronggeng terdapat batu-batuan lagi yang dipadatkan dengan membandingkan konteks waktu sejarah sebagai fondasi. Di Pananjung batuan tersebut tersebut dengan pola atau model konstruksi berupa batu karang, sedangkan di Indihiang bangunan candi lainnya di Jawa Barat yang telah berupa batu kerakal berbagai ukuran. diekskavasi. Sesuai dengan uraian mengenai Bangunan Candi Pananjung dan Candi arsitektur candi yang didapatkan melalui data Ronggeng terbuat dari bahan tufa yang lebih yang fragmentaris, rangkuman atribut yang kuat dari bata, bentuk candinya sederhana muncul adalah sebagai berikut (Tabel 1). seperti mandapa atau altar pemujaan. Bangunan Berdasarkan klasifikasi unit analisis, seperti ini tidak membutuhkan fondasi yang terdapat kesamaan atribut pada aspek religi, kukuh. Batu-batu yang membentuk bagian kaki yaitu Hindu, ditunjukkan dengan artefak Lingga, bangunan disusun di permukaan tanah atau Yoni, dan Nandi pada keempat candi, sedangkan dibuat fondasi yang tidak terlalu dalam (sekitar atribut konstruksi memperlihatkan perbedaan 20 cm dari permukaan tanah) (Utomo, 2004) pada Candi Bojongmenje. Meskipun sama-sama sama halnya dengan batu di Candi Indihiang ditemukan dalam kondisi runtuhan seperti halnya yang juga terbuat dari bahan tufa dengan fondasi dengan ketiga candi lainnya, komponen bagian dangkal 20-40 cm. atap yang masih tersisa berupa kemuncak dan Candi Indihiang dibuat dengan konstruksi antefiks menguatkan bentuk Candi Bojongmenje, pondasi dangkal satu sampai tiga lapis batu dan bukan model candi seperti batur tunggal. hasil uji karbon berasal dari kira-kira abad ke- Lebih eksplisit lagi, jika batur tunggal 7. Hal itu dapat diajukan sebagai pertimbangan merupakan bentuk bangunan yang muncul baru bahwa kemungkinan pertanggalan relatif pada rentang abad ke-13--16, bentuk Candi dari Candi Ronggeng ditetapkan berdasarkan Bojongmenje yang bertarikh abad ke-7 atau ke-8 pola konstruksi, lebih mendekati pertanggalan tidak termasuk dalam kelompok tren candi batur konstruksi pondasi sejenis yang ada di Candi tunggal Sunda Kuno abad ke-13--16 meskipun Indihiang. Dengan kata lain, pertanggalan lokasinya termasuk wilayah budaya Tatar itu berada pada konteks waktu ketika Ciamis Sunda. Perbandingan yang lebih sulit lagi untuk mendapat pengaruh Hindu, yaitu sekitar abad Candi Ronggeng dan Pananjung adalah bahwa ke- 7—14, dengan catatan bahwa pada sekitar ada aspek atribut pertanggalan. Selain data yang abad ke-7 tersebut terdapat pula model bentuk ada saat ini masih merupakan fragmentaris, candi lainnya yang berbeda, memiliki bagian kedua candi tersebut juga belum dilakukan kaki, tubuh, dan atap, yaitu Candi Bojongmenje. absolut dating. Dari keempat candi didapat dua Pertanggalan abad ke-7--14 dalam bandingan angka tahun, yaitu dua candi telah tulisan ini mengacu pada masa pra-Sunda diketahui absolut dating-nya, sedangkan dua hingga memasuki masa Sunda. Masa pra-Sunda candi lainnya belum diketahui. Perbandingan adalah masa sebelum Prasasti Rakryan Juru pola konstruksi akan sangat membantu untuk Pangambat menyebut nama Sunda pada tahun mengungkap keterkaitan dua candi yang belum 923 (Poesponegoro dan Notosusanto 1993, diketahui waktu pertanggalannya. 357), sedangkan batas Sunda mengacu pada Jika dilihat dari bentuk dan konstruksi Prasasti Kawali. Pada masa pra-Sunda bukti- batu yang tersingkap pada Candi Pananjung bukti tertua pengaruh Hindu masih berada dan Candi Indihiang, kedua candi memiliki di Ciamis atau di wilayah Jawa Barat bagian

156 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti timur sebelum di Pakuan Bogor (wilayah Jawa yang masih kuat seperti halnya juga Kawali yang Barat bagian barat), lebih tua dari rentang jelas menyebut lingga pada batu tegak “sang tren bangunan suci Sunda Kuno abad ke-13- hyang lingga hyang” dan “sang hyang lingga -16. Raja yang berkuasa pada rentang abad bingba” sebagai esensi dan identitas unsur tersebut setidaknya ada tiga nama penting, kehinduan yang disebut secara eksplisit sebelum yaitu Sena yang kekuasaannya berakhir pada unsur lain yang muncul sesudahnya. Eksplisitas tahun 716 sebagaimana disebut dalam ”Carita lingga juga disebut dalam Prasasti Canggal Parahyangan”. Sanjaya ditahbiskan sebagai Gunung Wukir. Sanjaya sebagai tokoh yang raja pada tahun 732 dan Prabu Raja Wastu juga disebut, baik pada Carita Parahiyangan maupun disebut dalam Prasasti Kawali, Batutulis, dan Canggal, merupakan tokoh penghubung yang Kebantenan dari abad ke-14. hadir pada abad ke-7 di Jawa Barat dan abad Berdasarkan konteks pertanggalan ke-8 di Jawa Tengah (732). Pada kisaran masa itu sejarah, model konstruksi Candi Indihiang, pengaruh Hindu, selain di Ciamis, juga terlihat Candi Pananjung, dan Candi Ronggeng diduga di Tasikmalaya, yaitu di Candi Indihiang dan di merupakan embrio dari model atau jenis Bandung Timur, yaitu Candi Bojongmenje. bangunan batur tunggal lainnya. Hal yang sama Berdasarkan bukti arkeologis dan banyak dijumpai pada masa setelahnya atau pada kontesktualisasinya dengan data sejarah, masa periode Sunda2, terutama bangunan candi terutama dalam prasasti pada masa yang terbuat dari batur tunggal atau undakan Tarumanagara awal di wilayah Bogor dan balay yang sebarannya meliputi wilayah Bogor, temuan arca Wisnu di Cibuaya dari abad ke- Cianjur, Kuningan, Ciamis, dan . Deskripsi 8--9 (Poesponegoro dan Notosusanto 1993, tentang undakan balay tersebut dapat ditemukan 39), unsur Hindu merupakan pengaruh yang dalam tulisan Munandar (2011) yang bertajuk pertama kali terlihat di Jawa bagian barat Bangunan Suci Sunda Kuno. pada abad ke-5—7. Unsur Hindu tampak pula Studi perbandingan ini memperlihatkan pada Prasasti Sanghyang Tapak (1030) yang adanya perbedaan kronologi relatif dengan dikeluarkan oleh Raja Maharaja Sri Jayabhupati asumsi yang diutarakan oleh Ferdinandus Jayamanahen Wisnumurtti Samarawijaya dan Munandar. Ferdinandus pada tahun 1984 Sakalabhuwanamandaleswaranindita Haro menempatkan pertanggalan relatif Candi Gowardhana Wikramottunggadewa. Nama Ronggeng pada kurun abad ke-8--16, sedangkan yang mengandung unsur Wisnumurtti ini Munandar menempatkannya pada abad ke-13- mengacu pada Dewa Wisnu sebagai Dewa -16. Berbeda dengan asumsi Ferdinandus dan Hindu (Saptono 1994, 71). Munandar, hasil atau temuan penelitian ini adalah Menurut Munandar, karena konteks bahwa Candi Ronggeng berasal dari abad ke- 7-- kehinduannya yang masih kuat itulah, 14. Batas akhir dipilih pada abad ke-14 mengacu kurun pertanggalan relatif Candi Ronggeng pada Prasasti Kawali yang secara lokasional dan ditempatkan lebih awal (abad ke-7--14) kultur budaya masih sama. Selain itu, Candi daripada konteks masa tren bangunan suci Ronggeng adalah candi dengan ciri kehinduan Sunda Kuno pada abad ke-13—16. Agama

2 Nama Sunda pertama kali muncul pada abad ke-10 dalam Buddha pada sekitar abad ke-7--8 terlihat prasasti Kebon Kopi II atau Rakryan Juru Pangambat (932) masih menguat di wilayah pesisir Karawang yang ditemukan di Bogor. Prasasti Kebon Kopi II menyebut “ba (r) pulihkan haji sunda” atau pemulihan kembali raja atau di sekitar Batujaya, bukan di wilayah sunda yang dapat diartikan bahwa Kerajaan Sunda sudah ada sebelum prasasti itu ada (abad ke-10) meskipun kapan tepatnya pedalaman Jawa Barat, seperti Ciamis dan belum diketahui karena belum ditemukan data lain yang lebih sekitarnya. Artinya, anasir Hindu diduga tua. Kerajaan Sunda berakhir sekitar 1579 (abad ke-16) setelah mendapat serangan dari Banten (Ayatrohaédi 1986, 25--36). lebih dahulu menyusup hingga ke wilayah

157 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160 pedalaman dibandingkan dengan Buddha. b. Model Bangunan Candi Susun Tiga Dalam perjalanan waktu agama Buddha Model bangunan ini bersusun tiga juga ikut berkembang dan akhirnya saling (kaki, tubuh, dan atap), seperti Candi beriringan dan menghasilkan aliran lainnya, Bojongmenje, dan model batur tunggal yaitu Siwa-Buddha dan Sunda Buhun. dan undakan balay yang embrionya sudah Kehadiran Siwa-Buddha di pedalaman ada sejak masa pra-Sunda yang mengacu Sunda, menurut Friederich, mulai tampak pada model bentuk Candi Indihiang, setelah abad ke-7 melalui pengamatannya Pananjung, dan Candi Ronggeng yang pada Prasasti Kawali I akan adanya atribut diduga dibangun pada kurun waktu abad menyerupai cakra dan trisula. Selanjutnya, ke-7--14 dan masih kuat anasir Hinduisme. cakra diasumsikan sebagai roda cakra atribut c. Model Bangunan Suci Sunda Kuno Buddha dan trisula sebagai atribut Hindu, yang Model bangunan ini merupakan penegasan kemungkinan agama Siwa-Buddha di Kawali dari prototype atau embrio undakan balay (Friederich dalam Saptono 1994, 71) telah yang sudah ada sebelumnya, tetapi dalam berkembang. Pada akhirnya pada abad-abad konteks pemujaan terhadap agama Sunda sesudahnya, abad ke-13--16, ada temuan data Buhun yang berkembang pada abad ke- baru bahwa masyarakat Sunda Kuno diduga 13--16. tidak lagi menganut Hindu, Buddha, atau Siwa- Hasil kronologi relatif Candi Ronggeng, Buddha, tetapi kepercayaan Sunda Buhun yang sebagaimana dikemukakan di atas, yakni dari abad memuja adikodrati tertinggi, bukan dewa Hindu ke-7--14. Meskipun demikian, analisis mengenai atau Buddha (Munandar 2011, 137). seluk-beluk Candi Ronggeng masih menyisakan Selain data tersebut di atas, perlu pula banyak permasalahan. Hasil pertanggalan relatif ini dikaji mengenai fenomena keagamaan lain yang masih terbuka untuk dianalisis lebih lanjut dengan muncul pada akhir Masa Klasik yang meliputi menggunakan berbagai pendekatan dan metode wilayah Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, lainnya yang lebih relevan. Dikatakan demikian dan Jawa Timur. Pada masa itu ada tren tentang karena permasalahan yang berkaitan dengan munculnya kembali kepercayaan asli masyarakat pengelompokan pertanggalan relatif ini terbentur yang dicirikan dengan punden berundak yang pada kekosongan data arkeologis di Jawa Barat. bercampur dengan kepercayaan Hindu-Buddha (Widyastuti 2014, 79). Dalam konteks Sunda 4. Penutup anasir tersebut juga ditemukan di situs Kawali Candi Ronggeng adalah salah satu (Saptono 1994, 71). Dari uraian tersebut terlihat candi Hindu yang terdapat di Ciamis, Jawa sejak abad ke-7 hingga akhir Masa Klasik (abad Barat, yang ditemukan pada tahun 1976 dan ke-16) wilayah Sunda mengalami berbagai selanjutnya dilakukan serangkaian penelitian interpretasi fenomena keagamaan yang beraneka pada tahun 1976, 1984, dan 2016. Hingga saat rupa, yakni Hindu (Galuh Ciamis), Buddha ini candi tersebut belum sepenuhnya tergali dan (Pesisir), Saiwa-Buddha (Kawali), dan Sunda pertanggalan absolut belum diperoleh Berbeda Buhun (Tatar Sunda). dengan pendapat Ferdinandus (1984) yang Pembicaraan mengenai bangunan suci di menyatakan bahwa Candi Ronggeng berasal Jawa Barat dapat dikatakan setidaknya ada tiga dari abad ke-8--16 dan menurut Munandar model atau bentuk bangunan suci sebagai berikut. (2011) berasal dari abad ke-13—16. a. Model Kelompok Candi Batujaya Hasil analisis dalam tulisan ini kemungkinan Model bangnan ini bermaterial batu-bata besar bahwa Candi Ronggeng dibangun pada (abad ke-5--7) hingga abad sesudahnya. sekitar abad ke-7—14 atas pertimbangan adanya

158 Pertanggalan Relatif Candi Ronggeng di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Rusyanti, Nanang Saptono, dan Endang Widyastuti kesamaan pola konstruksi candi dan konteks Tasikmalaya". Purbawidya, Jurnal kesejarahan yang meliputi Candi Indihiang, Candi Penelitian dan Pengembangan Arkeologi, 4 (2): 97--108. Pananjung, dan Candi Bojongmenje. Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Daftar Pustaka II. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi Arief, Johan; Harry Nugroho; dan Sigit Ke-4. Budiagung. 2015. “Geoarkeologi Prijono, Sudarti. 2015. "Aspek Adaptasi dan Teras Purba Bengawan Solo di Sekitar Akulturasi Budaya di Situs Bumi Rongsok, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur”. Tasikmalaya". Purbawidya, Jurnal Purbawidya: Jurnal Penelitian dan Penelitian dan Pengembangan Arkeologi, Pengembangan Arkeologi 4 (2): 71--82. 4 (2): 109--123. Arief, Johan. 2019. “Geomorphological Munandar, Agus Aris. 2011. Bangunan Suci Identification at Padang Candi Site Sunda Kuna. Jakarta: Wedatama Widya Kuantan Singingi Regency Riau Province”. Sastra. Purbawidya: Jurnal Penelitian dan Nastiti, Titi Surti. 1996. Prasasti Kawali, Jurnal Pengembangan Arkeologi 8 (1): 43--54. Penelitian Balai Arkeologi Bandung, 4 Ayatrohaedi. 1986. "Niskalawastukancana (November): 19--37. (1348--1475): Raja Sunda Terbesar?" In Nastiti, Titi Surti dan Hasan Djafar. 2016. Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV. 25--36. "Prasasti-Prasasti dari Masa Hindu- Djafar, Hasan. 2011. "Prasasti Batutulis Bogor". -Buddha (Abad ke-12--16 Masehi) Amerta Penelitian dan Pengembangan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Arkeologi 29 (1): 1--13. Purbawidya, Jurnal Penelitian dan Djubiantono, Tony & D.D. Bintarti. 1986. Pengembangan Arkeologi 5 (2):101--116. "Laporan Penelitian Arkeologi dan Rusyanti, Nurul Laili., Endang Widyastuti., Geologi di Jawa Barat". Berita Penelitian Desril Riva Shanti., dan Effie Latifundia. Arkeologi. Jakarta. Proyek Penelitian 2017. "Rekonstruksi Bentuk Candi Purbakala Departemen Pendidikan dan Indihiang Kota Tasikmalaya Jawa Barat". Kebudayaan. Laporan Penelitian Arkeologi. Bandung: Ferdinandus, Peter. 1984. "Penelitian Arkeologi Balai Arkeologi Jawa Barat. di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat tanggal 1 Santiko, Hariani. 1996. "Seni Bangunan Sakral s/d 15 Agustus 1984". Laporan Penelitian Masa Hindu-Buddha di Indonesia (Abad Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian VIII--XV Masehi): Analisis Arsitektur Arkeologi Nasional, Departemen dan Makna Simbolik". Jurnal Arkeologi Pendidikan dan Kebudayaan. Indonesia, No.2 (Maret): 136--158. Ferdinandus, Peter. 1990. "Situs Batu Kalde di Saptono, Nanang. 1994. “Religi pada Masa Pangandaran Jawa Barat". Monumen, Kerajaan Sunda Kawali (Telaah atas Karya Persembahan Untuk Prof. Dr. Prasasti Pendek di Situs Astana Gede Soekmono, Seri Penerbitan Ilmiah No.11 Kawali)”. Berkala Arkeologi Tahun Edisi Khusus, edited by Supratikno XIV Edisi Khusus Evaluasi Data dan Rahardjo, Edi Sedyawati, dan Ingrid H.E Interpretasi Baru Sejarah Indonesia Kuna Pojoh: 285--301. Depok: Universitas (dalam rangka purnabakti Drs. M.M. Indonesia. Soekarto Karto Atmodjo): 68--72. Indradjaja, Agustijanto dan Endang Sri Hardiati. Saptono, Nanang., Endang Widyastuti., dan 2014. "Awal Pengaruh Hindu Buddha di Rusyanti. 2017. "Laporan Penelitian ". Kalpataru 23 (1): 17--33. Ekskavasi di Situs Candi Ronggeng Krom, N. J. 1967. Laporan Kepurbakalaan Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Djawa Barat Tahun 1914. Terjemahan. Kabupaten Ciamis, Jawa Barat". Berita Batavia: Projek Penundjang Kesenian Penelitian Arkeologi. Bandung: Balai Sekolah Dasar Propinsi Djawa Barat, Arkeologi Jawa Barat. 1970--1971. Saptono, Nanang. 2012a. "Penelitian Puncak- Laili, Nurul. 2015. "Pola Keletakan Situs- puncak Peradaban di Pantai Utara Jawa Situs Neolitik di Kawasan Cineam, Barat dan Proses Perjalanan Masyarakat

159 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 38 No. 2, Desember 2020 : 145-160

Hindu". Kalpataru Majalah Arkeologi Kebudayaan dan Pariwisata Proyek 21(1): 30--38. Penelitian dan Pengembangan Arkeologi: Saptono, Nanang. 2012b. "Peranan Anjing pada Asisten Deputi Urusan Arkeologi Nasional Masyarakat yang Bermukim di sekitar (2004--2005). Candi Bojongmenje Rancaekek, Bandung Undang-Undang Republik Indonesia tentang Abad VIII--1X". Arkeologi Ruang: Lintas Cagar Budaya. No. 11 tahun 2010. Waktu sejak Prasejarah hingga Kolonial Widyastuti, Endang. 2017. "Arsitektur Bangunan di Situs-situs Jawa Barat dan Lampung, Suci di Situs Indihiang Kota Tasikmalaya". edited by Heriyanti Ongkodharma Untoro: Purbawidya: Jurnal Penelitian dan 93--112. Bandung: Alqa Print Jatinangor. Pengembangan Arkeologi 6 (1):19--31. Soeroso. 1995. Pola Persebaran Situs Bangunan Widyastuti, Endang. 2014. “Bentuk Bangunan Masa Hindu-Buddha di Pesisir Utara Suci pada Akhir Masa Klasik”. In Wilayah Batujaya dan Cibuaya Jawa Prosiding Seminar Nasional Arkeologi Barat: Tinjauan Ekologis. Tesis. Depok: Kesatuan dalam Keberagaman. 79--87. Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Utomo, Bambang Boedi. 2004. Arsitektur Bangunan Suci Masa Hindu-Buddha di Jawa Barat. Jakarta: Kementerian

160