Lambang Dewate Nawasange Sebagai Wujud Pengaruh Peradaban Majapahit Di Bali
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 34, Nomor 2, Mei 2019 p 165 - 171 P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407 Lambang Dewate Nawasange Sebagai Wujud Pengaruh Peradaban Majapahit Di Bali I Nyoman Lodra Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, FBS, Pascasarjana S.2 Pendidikan Seni Budaya Univrsitas Negeri Surabaya. Kode Pos 60213.Indonesia [email protected] Lambang “Dewate Nawesange” sebagai gambaran visual 9 dewa manifestasi Ide Sang Hyang Widhi yang mengusai sembilan penjuru mataangin merupakan bagian dari nilai ajaran Agama Hindu. Oleh umat Hindu di Bali lambang tersebut termasuk di sakralkan dan digunakan sebagai sarana/prasarana upacara serta wujudnya dibuat dalam bentuk relief, gambar (kober, umbul-umbul), “sate gelar sange”. Kajian visual lambang Dewate Nawesange tersebut ada kesamaan serta kuat dugaan telah terjadi akulturasi dengan lambang Surya Majap- ahit Trowulan Jawa Timur. Para ahli menyebut gambar lambang Surya Majapahit yang tersimpan di Musi- um Trowulan tersebut sebagai lambang dari kerajaan Majapahit. Fokus pembahasan: bagaimana bisa terjadi kemiripan atau kesamaan bentuk visual antara lambang Surya Majapahit dengan lambang “Dewate Nawe- sange”?. Tujuan: mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi kemiripan atau kesamaan bentuk visual antara lambang Surya Majapahit dengan lambang Dewate Nawesange. Metode penelitian: deskriptif kualitatif menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadi kesamaan dari dua lambang tersebut, dengan kajian teori semiotik, teori etnografi, ikonografi, dan teori pertukaran sosial. Sumber data: dokumen lambang Surya Majapahit yang ada di Musium Trowulan dan lambang “dewate nawesange” yang berkembang di Bali. Hasil kajian dan analisis lambang Surya Majapahit dan lambang Dewate Nawesange ditemukan telah terjadi akulturasi ajaran “sekte-sekte” di Bali dengan lambang Surya Majapahit. Temuan: lambang ”dewate nawe- sange” sebagai bentuk akulturasi dari nilai ajaran “sekte-sekte” di Bali terjadi pada saat kekuasaan kerajaan Majapahit. Kata kunci: akulturasi, lambang, dewate nawesange, sekte, surya majapahit The Symbol Of Dewate Nawasange As A Manifestation Of The Influence Of Majapahit Civilization In Bali The symbol of Dewate Nawesange, a visual manifestation of Sang Hyang Widhi in the form of 9 gods that control the nine directions of the wind, represents a value from Hindu teachings. To Balinese Hindus, this sacred symbol is used as a ceremonial medium in the form of a relief, picture (flag or banner), “sate gelar sange”. A visual study of the Dewate Nawesange symbol shows similarities and probable acculturation with the symbol of Surya Majapahit in Trowulan, East Java. Experts say the image of Surya Majapahit in Trowulan Museum symbolizes the Majapahit Kingdom. The focus of this study is to discover how there could be simi- larities in the visual forms of the symbols of Surya Majapahit and Dewate Nawesange. The goal is to describe the factors that influenced the similarities in the visual form of these two symbols. The qualitative descriptive research method analyzes the factors that caused the similarities between these two symbols, through a study of semiotic theory, ethnographic theory, iconography, and social exchange theory. The data source is docu- ments of the Surya Majapahit symbol in Trowulan Museum and the Dewate Nawesange symbol in Bali. The results of the study and analysis of the Surya Majapahit and Dewate Nawesange symbols shows evidence of acculturation of the teachings of Balinese “sects” with the Surya Majapahit symbol. The findings of the study show that the Dewate Nawesange symbol, a form of acculturation of the moral values of certain “sects” in Bali, occurred during the Majapahit era. Keywords: acculturation, symbol, dewate nawesange, sect, surya majapahit Proses Review : 1 - 18 April 2019, Dinyatakan Lolos: 22 April 2019 165 I Nyoman Lodra (Lambang Dewate Nawasange...) Volume 34, Nomor 2, Mei 2019 PENDAHULUAN yarakat “Baliage” (bali mule). Kelompok yang menerima dan tunduk pada penguasa baru tinggal di daerah-daerah Latar belakang yang dekat dengan pemerintahan. Kelompok masyarakat Bekas kekuasaan kerajaan Majapahit di seluruh Nusantara yang dekat dengan penguasa dikenal dengan sebutan “Bali masih dapat ditemukan dalam bentuk nilai-nilai budaya Majapahit”. Kedua kelompok masyarakat tersebut mem- berupa adat-istiadat, keyakinan, kepercayaan, budaya, dan berikan warna yang berbeda dalam melaksanakan kegia- aterfak (relief, patung, pahatan, gambar) seperti halnya di tan agama Hindu di Bali. Dampak kedatangan tokoh-to- Bali. Nilai-nilai budaya yang masih lestari dan berkem- koh rohaniawan dari kerajaan Majapahit memberikan bang seperti peringatan hari “Sugihan Jawa”, hari Galun- suasana baru pada kehidupan “sekte-sekte”, dan keterti- gan, Kuningan, kegiatan ritual lainnya termasuk pengena- ban dalam beragama Hindu. Hal tersebut dikarenakan raja lan konsep lambang ”dewate nawesange”. Selain itu juga Majapahit pada waktu itu beragama Siwasiddhanta, dan ada dalam bentuk bangunan “Pure Kayangan Tiga”, sistem bergama Budha Mahayana diman kedua ajaran tersebut pengairan (subak), dan nama untuk para dewa-dewi. ada kemiripan dengan kepercayaan yang berkembang di Bekas kejayaan kerajaan Majapahit di Bali tersebut tidak Bali. Adanya kesamaan dan kemiripan dari ajaran-ajaran murni, namun bentukan dari hasil akulturasi antara budaya dengan aliran kepercayaan di Bali tentunya lebih mu- lokal (budaya Bali) dengan budaya pendatang (Majapa- dah terjadi akulturasi. (https://history1978.wordpress. hit). Muncul budaya yang mencerminkan nilai-nilai dari com/2010/04/07/agama-pada-masa-majapahit). kedua budaya tersebut sebagai dampak dari proses kris- tisasi terhadap budaya lokal. Peristiwa akuluturasi terse- Menurut Osrifoel tahun 1478 di masa pemerintahan Gir- but diperkuat oleh pemikiran Suyono (1995:2018) sebagai indrawardhana kerajaan Majapahit rutuh di akibat seran- pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur gan kerajaan Islam Demak. Namun menurut Djafar pada budaya yang saling berhubungan. Juga sejalan dengan pe- tahun 1519 saat kekuasaan Pati Unus, kerajaan majapa- mikiran Dwi Hayudiarto (2005:37) munculnya sekelom- hit sudah kehilangan kedaulatan (https://historia.id/kuno/ pok orang asing yang dihadapkan dengan budaya lokal articles/penyebab-lain-keruntuhan-majapahit-DEZ1x). lamakelamaan diterima tanpa menghilangkan kepribadian Runtuh kerajaan Majapahit menyebabkan terjadi eksodus budaya lokalnya. tokoh-tokoh rohaniawan Hindu, menuju ke arah Timur dengan tujuan Bali. Alasannya karena kehidupan mas- Berawal dari kekalahan kerajaan Bali oleh Ratu Tribua- yarakatnya saat taat dan tertib dalam pelaksanaan agama natunggadewi dari kerajaan Majapahit dengan Patih Ga- Hindu. jah Mada berdampak terjadi perubahan pada tatanan ke- hidupan masyarakat khususnya dalam berkeyakinan dan Kehadiran tokoh rohaniawan dari Majapahit pada gelom- beragama. Pascakekuasaan Majapahit pelaksanaan tugas bang ke dua lebih memantapkan aktivitas Agama Hindu dipercayakan pada Patih Gajah Mada dan kebijakannya di Bali. Di ketahui sebelum masuknya pengaruh budaya menunjukan orang-orang untuk untuk mengisi kekuasaan Majapahit pasca perang antara kerajaan Bali dengan ker- di Bali seperti: Arya Kutawaringi, Arya Kenceng, Arya ajaan Majapahit telah berkembang aliran atau sekte-sek- Belog, Arya Sentong, Arya Kenuruhan, dan Singa Sar- te seperti Siwaistis, Waisnawe, Indra, Bairawa, dan ke- dula. Hegomoni kekuasaan dari penguasa baru tersebut percayaan. Salah satu jejak peninggalan dari kekuasaan terjadi perubahan dan kemajuan pada kehidupan sosial, Majapahit sampai sekarang masih dilaksanakan dan di- ekonomi, budaya, termasuk dalam kegiatan agama Hindu, sakralkan adanya lambang “dewate nawesange”. Pada dan kepercayaan di Bali. (https://historia.id/kuno/articles/ lambang tersebut tampak adanya pembenahan konsep majapahit-menaklukkan-bali-DbeEG). dalam bergama Hindu seperti halnya pengenalan fungsi, artibiut tentang dewa-dewa penguasa alam jagat raya yang Pada tahun 1350-1389 kerajaan Majapahit mencapai ke- dibuat dalam bentuk lambang Dewate Nawesange. Lam- jayaan dan kekuasaan dipegang oleh prabu Hayam Wuruk. bang ”dewate nawesange” atau 9 dewa sebagai manifes- Perhatian kerajaan pada kegiatan keagamaan sangat intens, tasi dari Ide Sang Hyang Widhi pada wujud visual dibuat para agamawan, para rsi mempunyai peranan penting. Ag- dalam bentuk melingkar terbagi 8 ruang ditambah 1 ruang ama Siwa dan Budha menjadi agama resmi kerajaan sam- ada ditengah dan masing-masing digambarkan wujud de- pai akhir tahun 1447, termasuk pembenahan kehidupan wa-dewa lengkap dengan artibiut senjata dipinggir ling- kepercayaan “sekte-sekte”di Bali. Para rohani, rsi dari karan ada goresan mengesankan sinar matahari. kerajaan Majapahit terus-menerus melakukan pemben- ahan seperti pembuatan irigasi, “pure” (tempat ibadah), Lambang “dewate nawesanga” sebagai bentuk reproduk- pengenalan konsep agama Hindu, dan termasuk konsep si budaya dengan kemunculan karakteristik budaya yang “Dewata Nawesange”. Dalam masyarakat kedatangan didatangi dan budaya pendatang. Reproduksi budaya mer- penguasa baru ini munculkan pro-kontra terbelah menjadi upakan proses presentasi budaya asal terhadap budaya dua kelompok. Kelompok masyarakat yang menolak dan yang didatangi atau lingkungan baru. Proses reproduksi tidak terima menyingkir masuk kedaerah-daerah pegunun- budaya adalah proses aktif yang melatarbelakangi seseo- gan yang kemudian mereka dikenal dengan sebutan mas- rang melakukan adaptasi terhadap budaya yang berbeda. 166 Volume 34, Nomor