MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 34, Nomor 2, Mei 2019 p 165 - 171 P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407

Lambang Dewate Nawasange Sebagai Wujud Pengaruh Peradaban Di Bali

I Nyoman Lodra

Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, FBS, Pascasarjana S.2 Pendidikan Seni Budaya Univrsitas Negeri Surabaya. Kode Pos 60213.Indonesia

[email protected]

Lambang “Dewate Nawesange” sebagai gambaran visual 9 dewa manifestasi Ide Sang Hyang Widhi yang mengusai sembilan penjuru mataangin merupakan bagian dari nilai ajaran Agama Hindu. Oleh umat Hindu di Bali lambang tersebut termasuk di sakralkan dan digunakan sebagai sarana/prasarana upacara serta wujudnya dibuat dalam bentuk relief, gambar (kober, umbul-umbul), “sate gelar sange”. Kajian visual lambang Dewate Nawesange tersebut ada kesamaan serta kuat dugaan telah terjadi akulturasi dengan lambang Majap- ahit Trowulan Jawa Timur. Para ahli menyebut gambar lambang Surya Majapahit yang tersimpan di Musi- um Trowulan tersebut sebagai lambang dari kerajaan Majapahit. Fokus pembahasan: bagaimana bisa terjadi kemiripan atau kesamaan bentuk visual antara lambang Surya Majapahit dengan lambang “Dewate Nawe- sange”?. Tujuan: mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi kemiripan atau kesamaan bentuk visual antara lambang Surya Majapahit dengan lambang Dewate Nawesange. Metode penelitian: deskriptif kualitatif menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadi kesamaan dari dua lambang tersebut, dengan kajian teori semiotik, teori etnografi, ikonografi, dan teori pertukaran sosial. Sumber data: dokumen lambang Surya Majapahit yang ada di Musium Trowulan dan lambang “dewate nawesange” yang berkembang di Bali. Hasil kajian dan analisis lambang Surya Majapahit dan lambang Dewate Nawesange ditemukan telah terjadi akulturasi ajaran “sekte-sekte” di Bali dengan lambang Surya Majapahit. Temuan: lambang ”dewate nawe- sange” sebagai bentuk akulturasi dari nilai ajaran “sekte-sekte” di Bali terjadi pada saat kekuasaan kerajaan Majapahit.

Kata kunci: akulturasi, lambang, dewate nawesange, sekte, surya majapahit

The Symbol Of Dewate Nawasange As A Manifestation Of The Influence Of Majapahit Civilization In Bali

The symbol of Dewate Nawesange, a visual manifestation of Sang Hyang Widhi in the form of 9 gods that control the nine directions of the wind, represents a value from Hindu teachings. To Balinese , this sacred symbol is used as a ceremonial medium in the form of a relief, picture (flag or banner), sate“ gelar sange”. A visual study of the Dewate Nawesange symbol shows similarities and probable acculturation with the symbol of Surya Majapahit in Trowulan, East Java. Experts say the image of Surya Majapahit in Trowulan Museum symbolizes the Majapahit Kingdom. The focus of this study is to discover how there could be simi- larities in the visual forms of the symbols of Surya Majapahit and Dewate Nawesange. The goal is to describe the factors that influenced the similarities in the visual form of these two symbols. The qualitative descriptive research method analyzes the factors that caused the similarities between these two symbols, through a study of semiotic theory, ethnographic theory, iconography, and social exchange theory. The data source is docu- ments of the Surya Majapahit symbol in Trowulan Museum and the Dewate Nawesange symbol in Bali. The results of the study and analysis of the Surya Majapahit and Dewate Nawesange symbols shows evidence of acculturation of the teachings of Balinese “sects” with the Surya Majapahit symbol. The findings of the study show that the Dewate Nawesange symbol, a form of acculturation of the moral values of certain “sects” in Bali, occurred during the Majapahit era.

Keywords: acculturation, symbol, dewate nawesange, sect, surya majapahit

Proses Review : 1 - 18 April 2019, Dinyatakan Lolos: 22 April 2019

165 I Nyoman Lodra (Lambang Dewate Nawasange...) Volume 34, Nomor 2, Mei 2019

PENDAHULUAN yarakat “Baliage” (bali mule). Kelompok yang menerima dan tunduk pada penguasa baru tinggal di daerah-daerah Latar belakang yang dekat dengan pemerintahan. Kelompok masyarakat Bekas kekuasaan kerajaan Majapahit di seluruh Nusantara yang dekat dengan penguasa dikenal dengan sebutan “Bali masih dapat ditemukan dalam bentuk nilai-nilai budaya Majapahit”. Kedua kelompok masyarakat tersebut mem- berupa adat-istiadat, keyakinan, kepercayaan, budaya, dan berikan warna yang berbeda dalam melaksanakan kegia- aterfak (relief, patung, pahatan, gambar) seperti halnya di tan agama Hindu di Bali. Dampak kedatangan tokoh-to- Bali. Nilai-nilai budaya yang masih lestari dan berkem- koh rohaniawan dari kerajaan Majapahit memberikan bang seperti peringatan hari “Sugihan Jawa”, hari Galun- suasana baru pada kehidupan “sekte-sekte”, dan keterti- gan, Kuningan, kegiatan ritual lainnya termasuk pengena- ban dalam beragama Hindu. Hal tersebut dikarenakan raja lan konsep lambang ”dewate nawesange”. Selain itu juga Majapahit pada waktu itu beragama Siwasiddhanta, dan ada dalam bentuk bangunan “Pure Kayangan Tiga”, sistem bergama Budha Mahayana diman kedua ajaran tersebut pengairan (subak), dan nama untuk para dewa-dewi. ada kemiripan dengan kepercayaan yang berkembang di Bekas kejayaan kerajaan Majapahit di Bali tersebut tidak Bali. Adanya kesamaan dan kemiripan dari ajaran-ajaran murni, namun bentukan dari hasil akulturasi antara budaya dengan aliran kepercayaan di Bali tentunya lebih mu- lokal (budaya Bali) dengan budaya pendatang (Majapa- dah terjadi akulturasi. (https://history1978.wordpress. hit). Muncul budaya yang mencerminkan nilai-nilai dari com/2010/04/07/agama-pada-masa-majapahit). kedua budaya tersebut sebagai dampak dari proses kris- tisasi terhadap budaya lokal. Peristiwa akuluturasi terse- Menurut Osrifoel tahun 1478 di masa pemerintahan Gir- but diperkuat oleh pemikiran Suyono (1995:2018) sebagai indrawardhana kerajaan Majapahit rutuh di akibat seran- pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur gan kerajaan Islam Demak. Namun menurut Djafar pada budaya yang saling berhubungan. Juga sejalan dengan pe- tahun 1519 saat kekuasaan Pati Unus, kerajaan majapa- mikiran Dwi Hayudiarto (2005:37) munculnya sekelom- hit sudah kehilangan kedaulatan (https://historia.id/kuno/ pok orang asing yang dihadapkan dengan budaya lokal articles/penyebab-lain-keruntuhan-majapahit-DEZ1x). lamakelamaan diterima tanpa menghilangkan kepribadian Runtuh kerajaan Majapahit menyebabkan terjadi eksodus budaya lokalnya. tokoh-tokoh rohaniawan Hindu, menuju ke arah Timur dengan tujuan Bali. Alasannya karena kehidupan mas- Berawal dari kekalahan kerajaan Bali oleh Ratu Tribua- yarakatnya saat taat dan tertib dalam pelaksanaan agama natunggadewi dari kerajaan Majapahit dengan Patih Ga- Hindu. jah Mada berdampak terjadi perubahan pada tatanan ke- hidupan masyarakat khususnya dalam berkeyakinan dan Kehadiran tokoh rohaniawan dari Majapahit pada gelom- beragama. Pascakekuasaan Majapahit pelaksanaan tugas bang ke dua lebih memantapkan aktivitas Agama Hindu dipercayakan pada Patih Gajah Mada dan kebijakannya di Bali. Di ketahui sebelum masuknya pengaruh budaya menunjukan orang-orang untuk untuk mengisi kekuasaan Majapahit pasca perang antara kerajaan Bali dengan ker- di Bali seperti: Arya Kutawaringi, Arya Kenceng, Arya ajaan Majapahit telah berkembang aliran atau sekte-sek- Belog, Arya Sentong, Arya Kenuruhan, dan Singa Sar- te seperti Siwaistis, Waisnawe, , Bairawa, dan ke- dula. Hegomoni kekuasaan dari penguasa baru tersebut percayaan. Salah satu jejak peninggalan dari kekuasaan terjadi perubahan dan kemajuan pada kehidupan sosial, Majapahit sampai sekarang masih dilaksanakan dan di- ekonomi, budaya, termasuk dalam kegiatan agama Hindu, sakralkan adanya lambang “dewate nawesange”. Pada dan kepercayaan di Bali. (https://historia.id/kuno/articles/ lambang tersebut tampak adanya pembenahan konsep majapahit-menaklukkan-bali-DbeEG). dalam bergama Hindu seperti halnya pengenalan fungsi, artibiut tentang dewa-dewa penguasa alam jagat raya yang Pada tahun 1350-1389 kerajaan Majapahit mencapai ke- dibuat dalam bentuk lambang Dewate Nawesange. Lam- jayaan dan kekuasaan dipegang oleh prabu Hayam Wuruk. bang ”dewate nawesange” atau 9 dewa sebagai manifes- Perhatian kerajaan pada kegiatan keagamaan sangat intens, tasi dari Ide Sang Hyang Widhi pada wujud visual dibuat para agamawan, para rsi mempunyai peranan penting. Ag- dalam bentuk melingkar terbagi 8 ruang ditambah 1 ruang ama Siwa dan Budha menjadi agama resmi kerajaan sam- ada ditengah dan masing-masing digambarkan wujud de- pai akhir tahun 1447, termasuk pembenahan kehidupan wa-dewa lengkap dengan artibiut senjata dipinggir ling- kepercayaan “sekte-sekte”di Bali. Para rohani, rsi dari karan ada goresan mengesankan sinar matahari. kerajaan Majapahit terus-menerus melakukan pemben- ahan seperti pembuatan irigasi, “pure” (tempat ibadah), Lambang “dewate nawesanga” sebagai bentuk reproduk- pengenalan konsep agama Hindu, dan termasuk konsep si budaya dengan kemunculan karakteristik budaya yang “Dewata Nawesange”. Dalam masyarakat kedatangan didatangi dan budaya pendatang. Reproduksi budaya mer- penguasa baru ini munculkan pro-kontra terbelah menjadi upakan proses presentasi budaya asal terhadap budaya dua kelompok. Kelompok masyarakat yang menolak dan yang didatangi atau lingkungan baru. Proses reproduksi tidak terima menyingkir masuk kedaerah-daerah pegunun- budaya adalah proses aktif yang melatarbelakangi seseo- gan yang kemudian mereka dikenal dengan sebutan mas- rang melakukan adaptasi terhadap budaya yang berbeda.

166 Volume 34, Nomor 2, Mei 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Proses reproduksi budaya dapat terjadi melalui mobilitas index.php/reformasi/article/view/10) yang membahas sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok mas- masalah dampak dari akulturasi pada individu, kelompok yarakat. Mobilitas sosial tersebut terjadi perubahan dalam masyarakat suku Nurhatan. Begitu pula penelitian Dwi wilayah tempat tinggal, latar belakang budaya, yang akh- Woro.R, 2008, Wayang Cina di Jawa sebagai Wujud Akul- irnya menjadi warna bagi budaya, seperti halnya lambang turasi Budaya dan Perekat Negara Kesatuan Republik In- “dewate nawesange” adanya cerminan budaya lokal dan donesia, yang membahas Masyarakat cina berimigrasi ke budaya Majapahit. pulau Jawa dan telah melahirkan suatu tradisi dan budaya baru yaitu budaya Cina-Jawa sebagai bentuk perkawinan Mengkaji dan mengungkap lambang “dewate nawesange” dua budaya yaitu budaya Cina dan budaya Jawa, sebagai sebagai jejak peninggalan budaya Majapahit dengan meng- bentuk akulturasi. Suyono (1995:2018) dan Dwi Hayudi- gunakan beberapa teori seperti berikut. Teori ikonografi arto (2005:37) dalam pengambilan atau penerimaan satu (ilmu yang mempelajari tentang seni gambar) tampak ele- atau beberapa unsur budaya disebut sebagai akulturasi. Se- men-elemen estetik dari lambang ”dewe nawesange” ada cara habitus masyarakat menerima konsep lambang “de- elemen-elemen estetik surya majapahit. Pada konsep per- wate nawesange” merupakan bagian dari pengakulturasi wujudan lambang tersebut tampak nilai ajaran ”sekte-sek- lambang surya majapahit dengan nilai-nilai ajaran “sek- te” yang berkembang sebelum masuk pengaruh budaya te-sekte” sebelum masuk pengaruh hindu di Bali. (https:// Majapahit. Teori ikonografi dapat mengungkap konsep history1978.wordpress.com/2010/04/07/agama-pada-ma- lambang ”dewate nawesange” mulai dengan artibiut, figur, sa-majapahit/). ornamen yang mencerminkan konsep-konsep perpaduan dari ajaran “sekte-sekte” yang telah berkembang sebe- Tujuan Penelitian lum masuknya pengaruh Hindu di Bali dengan lambang Secara spesipik tujuan penelitian ini menambah peng- Surya Majapahit. Teori semiotik dapat mengungkap lam- etahuan tentang lambang “dewate nawesange” sebagai bang “dewate nawesange” sebagai simbol alam semesta sebuah produk hasil akulturasi antara ajaran “sekte-sekte (makrokosmos) dan masing-masing figur dewa-dewa di yang sebelumnya sudah berkembang di Bali dengan lam- tempat 9 penjuru mataangin berfungsi sebagai pengua- bang Surya Majapahit. Di samping itu pula penelitian ini sa, menjaga keamanan wilayah serta dimaknai keamanan bertujuan untuk menemukan makna dari akulturasi bu- akan tetap terjaga. Oleh Geertz (1973) etnografi sebagai daya Bali Kuno dengan budaya dari masa kejayaan ker- pendekatan emperis dan teoritis dengan tujuan untuk dapat ajaan Majapahit. Adapun hasil penelitian berkontribusi mendeskripsikan secara mendalam tentang budaya dilapa- atau memberi sumbangan keilmuan terkait dengan peng- ngan secra intesip mengenai kehidupan sosial masyarakat. etahuan telah terjadi akulturasi antara budaya lokal dalam Dalam hal ini teori etnografi bisa membuka kehidupan posisi terhegomoni dengan budaya penguasa dari kerajaan sosial masyarakat terhadap lambang “dewate nawesange” Majapahit. Di samping itu pula paling tidak lambang “de- oleh umat Hindu di Bali diyakini memiliki kekuatan magis wate nawesange” dapat dijadikan tonggak sejarah keman- bisa menjaga keseimbangan jagat alam semesta serta san- tapan dan intensipnya kehidupan Agama Hindu di Bali. gat di sakralkan. Selain itu pula lambang tersebut memili- Latarbelakang keberadaan lambang tersebut secara habi- ki makna spritual digunakan dalam upacara pancayadnya, tus diterima dan berkembang sebagai bentuk nilai ajaran difunsikan untuk “ider-ider”, kober, umbul-umbul, “sate Agama Hindu di Bali penting untuk dilakukan penelitian gelar sange” juga bernilai estetik dijadikan ekspresi da- mendalam dengan judul: Lambang ”Dewate Nawesange” lam berkesenian dalam seni lukis, patung, dan relief. Ka- sebagai wujud pengaruh peradaban Majapahit di Bali. jian semiotik (Roland Barthes:1915-1980), pada lambang Dewate Nawesange dan lambang Surya Majapahit yang a. Lambang Surya Majapahit memiliki beberapa kesamaan oleh Peirce disebut dengan Yang menarik diantara koleksi Musium Trowulan Mo- segitiga atau triangle meaning yakni tanda (simbol) yang jokerto Jawa Timur adalah pahatan Surya Majapahit yang berbentuk fisik karna adanya kesepakatan, objek, menga- ditempatkan ditengah-tengah pintu masuk gedung tempat cu pada kedua lambang dan interpretat konteks pada ke- koleksi peninggalan zaman kerajaan Majapahit. Dikatakan hidupan sosial masyarakat Bali. menarik karena lambang surya majapahit ada kemiripan dan kesamaan dengan lambang”dewate nawesangae” Hasil analisis dengan menggunakan teori-teori di atas yang berkembang di Bali. Pahatan berbentuk lingkaran lambang ”dewate nawesange” diketahui sebagai repro- sinar matahari di bagi 8 sekat dan bagian paling dalam ada duksi budaya melalui proses akulturasi dari ajaran”sek- ruang berbentuk lingkaran kecil. Oleh para ahli pahatan te-sekte” di Bali dengan lambang Surya Majapahit. San- surya majapahit tersebut disebut lambang dari kerajaan gat memungkinkan proses akulturasi tersebut terjadi pada Majapahit. Lambang tersebut kerapkali ditemukan pada saat kerajaan Bali dipimpin oleh Raja Sri Astasura Bumi langit-langit candi, belakang arca, batu nisan, dan hiasan Banten. Hal tersebut diperkuat penelitian Aulia Vera Ro- bangunan lainnya. Pada visualnya ditengah lingkaran yang zida, 2010, Pola Komunikasi Masyarakat Suku Nuha- dkelilingi oleh jurai-jurai sinar matahari yang terbagi 8 ru- tan sebagai Dampak Akulturasi Budaya, Fakultas Ilmu ang berisi gambar dewa-dewa Hindu berpusat pada ruang Budaya universitas Udayana (https://jurnal.unitri.ac.id/ lingkaran kecil berisi pahatan Dewa siwa.

167 I Nyoman Lodra (Lambang Dewate Nawasange...) Volume 34, Nomor 2, Mei 2019

Penggunaan surya majapahit sebagai lambang kerajaan b. Dewa Brama, ada di selatan, berfungsi pencipta, war- Majapahit ada 4 (empat) jenis, diantaranya: 1 jenis yang na merah bermakna sumber dari segala sumber, bera- dipakai pada saat ibu kota dipindahkan ke Dahanapura, ni, cinta, api, darah, dan benih kehidupan. lambang dipakai saat pengungsian setelah diserang kera- c. Dewa Iswara, ada di Timur, dengan warna putih di- jaan demak, satu dipakai pada saat pelarian ke Barat, dan maknai matahari, pelebur, dan sumber kebangkitan. 1 (satu) dipaki pelarian ke arah Timu. Lambang Surya d. Dewa Maha Dewa,ada di Barat, dengan warna kun- yang dipakai pelarian ke arah Timur termasuk Bali yang ing, dimaknai kemuliaan, keagungan fungsinya se- berakulturasi menjadi “lambang gambar “Dewate Nawe- bagai penjaga keseimbangan. sange”. Surya Majapahit sebagai lambang kerajaan Ma- e. Dewa Sengkara,ada di Barat laut warna Hijau dima- japahit diperkirakan dibawa dan berakulturasi dengan aja- nai tumbuhan, kehidupan, kesuburan berfungsi se- ran “sekte” di Bali dengan ciri-ciri sebagai berikut. bagai penyatuan. a. Diluar lingkaran ada motif dengan jurai-jurai yang f. Dewe Sambu, ada Timur Laut, warna Biru dimkanai dikelompokan menjadi 8 sebagai pemeliharaan, pemusnahan, kebebasan yang b. Dalam lingkaran di bagi 8 ruang tampak masing-mas- dimaknai hujan, banjir, dan kesedihan. ing ruang ada figur dewa dan 1 ruang berpusat satu g. Dewa Mahesora, ada di Tenggara, warna Dadu fung- figur ditengah-tengah dalam bentuk bentuk perwuju- sinya penjagaa keamanan di Tenggara, maknanya ke- dan dewa. sadaran, kebangkitan, dan kedamaian. c. Warna: abu-abu natural. h. Dewe , ada di Barat daya, warna jingga fungsin- Pahatan Surya Majapahit tersebut di atas ditemukan pada ya menjaga pembasmi kemurkaan, maknanya pengor- langit-langit Grabhagriha (ruang suci), hiasan candi, pada banan, penyerahan diri, bahaya dan kehidupan. belakang kepala arca, dan juga pada batu nisan di masa i. Dewe Siwa, ada di Tengah, warna campuran putih, Majapahit. (ttps://wilwatiktamuseum.wordpress.com/ merah, kuning, hitam, fungsi pelebur, pemusnah, tanda-kebesaran-wilwatikta/lambang-kerajaan-wilwatik- maknanya kesucian. ta-majapahit) d. Lambang “Dewate Nawesange” Sebagai Reproduksi b. Lambang “Dewata Nawesange” Budaya Lambang “dewata nawesange” sebagai manifestasi Ide Reproduksi budaya dimaksudkan sebagai proses presenta- Sang Hyang Widhi dengan berbagai bentuk, fungsi, mak- si budaya baru yang masih munculkan budaya lokal yang na, warna, tempat oleh umat Hindu. “Dewate Nawesange” didatangi oleh budaya luar.Proses reproduksi budaya terja- adalah 9 (sembilan) dewa sebagi perlambangan kekuasaan di dampak dari adanya mobilisasi sosial bisa dilakukan se- dari sembilan penjuru mata angin seperti Dewa , cara perorangan atau kelompok sehingga terjadi perubah- Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Rudra, Mahadewa, an yang mewarnai produk budaya baru. Lambang “dewate Sangkara, dan Siwa. (https://www.google.com/search?cli- nawesange” sebagai reproduksi budaya yang merupakan ent=firefox-b-ab&q=DEWE+NAWESANGE). Umat Hin- adanya presentasi budaya lokal dengan budaya luar. Hal du di Bali bentuk perwujudan “dewate nawesange” dibuat tersebut merujuk pada sejarah sekte-sekte di Bali yang di sangat kreatif ada dengan pahatan, lukisan, dan sate yang tulis Goris (1974). Goris (1974:10-12) menyebut di abad disebut dengan “sate gelar sange”, dengan bahan daging ke IX telah berkembang dengan baik sekte-sekte di Bali babi namun tetap memiliki arti yang sama. Bentuk dan seperti Siwa, Brahmna, Resi, Sora, Pasupata, Ganapatya, perwujudannya hampir sama dengan Surya Majapahit. Ci- Bhairawa, Waisnawa, dan Sogatha. Diantara sekte-sek- ri-ciri gambar perlambangan “dewate nawesange” sebagai te tersebut yang paling berpengaruh adalah sekte Siwa berikut. Sidhanta. Kedatangan dan menetapnya tokoh-tokoh yang a. Berbentuk lingkaran dan yang dibagi 8 ruang dan 1 ahli pertanian, persenjataan, politik, ketata pemerintahan, ruang berpusat ditengah-tengah. ahli agama pasca kekuasaan kerajaan Majapahit memper- b. Pembagian 8 penjuru mata angin dan digambarkan cepat terjadinya perubahan pada tatanan kehidupan mas- figur 8 dewa serta 1 dewa ada ditengah. yarakat di Bali. Secara dratis penguasa dari tanah Jawa c. Figur para dewa dibuat sesuai dengan filosofi warna, melakukan banyak perubahan dengan cara menempatkan fungsi, tugas, dan tempat masing-masing. penguasa baru di daerah perkotaan termasuk mendatang- kan para rsi. Kedatangan para rsi dengan tujuan untuk c. Fungsi dan Makna Lambang “Dewate Nawesange” melakukan pembenahan pada kehidupan sekte-sekte dan Lambang “dewate nawesange” tidak hanya sekedar keyakinan di Bali. memiliki nilai estetik tetapi umat Hindu di Bali memili- ki keyakinan pada masing-masing figur dewa ada pada Sedikit bukti yang bisa dirujuk untuk membuktikan lam- 9 penjuru mata angin masing-masing mempunyai filosofi bang “dewate nawesange” merupakan produksi budaya warna, tugas, fungsi dan makna seperti berikut. sebagai dampak dari adanya perpaduan sekte-sekte di Bali a. Dewa Wisnu, ada di utara, berfungsi sebagai pemeli- dengan konsep lambang Surya Majapahit yang kemungk- hara, dengan warna hitam yang dimaknai ketakutan, inan besar di bawa oleh para rsi. Artefak berupa pahatan, ketakutan, kesucian, kesederhanaan, dan sebagainya. gambar dari dua lambang tersebut sedikit bukti dengan

168 Volume 34, Nomor 2, Mei 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Gambar lambang Surya Majapahit dan Gambar lambang “Dewate Nawesange” (Sumber: Internet, 2019)

Gambar lambang Surya Identivikasi visual Gambar lambang “Dewate Identivikasi visual Majapahit Nawesange”

*dipahat di atas batu cadas *bisa dilukis, dipahat di atas *ditengah dengan lingkaran kayu, batu cadas kecil dengan gambar figur *lingkaran kecil ditengah-tenga dewa ada dewa siwa *lingkaran lebih besar dibagi *lingkaran lebih besar dibuat 8 ruang masing-masing ada bentuk kreatif ada 8 figur dewa pahata figur dewa dengan identitas masing-masing *8 bentuk jurai perlamban- *jurai garis lambang sinar gan sinar matahari matahari *ditempatkan dilangit-langit *ditempatkan di prabe “pure” candi, dibelakang kepala ,kober arca *bersifat spritual, estetik cara melakukan kajian dan analisi dengan teori semiotik koh rohani Hindu, Rsi dari Majapahit.Hal tersebut sejalan dan intografi. Kajian artefak dua lambang tersebut dengan dengan pemikiran Edward Burnet Tylor (1832-1917) dan pendekatan ikonografi pahatan, gambar 9 figur dewa, -bi Lewis Henry Morgan ( 1818-1889) dalam teori evolusi de- natang sebagai kendaraanya, dan jenis senjatanya menun- terministik semua pengendalian kebudayaan oleh manu- jukan ada sebuah akulturasi atau perpaduan dari ajaran sia. Kedatangan orang-orang Majapahit pada saat ekspansi sekte yang sebelumnya telah berkembang di Bali dengan yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada dan menempatkan ajaran Agama Hindu yang dibawa oleh Rsi dari Majap- tokoh-tokohnya untuk mengawasi kegiatan penduduk lo- ahit. Pada posisi ditengah sebagai figur dikenal Siwa kal pada saat itu sudah terjadi pertukaran sosial. Kemudian Sidhanta yang memiliki pengaruh besar yang pemujaan kedatangan pada gelombang kedua pada saat kerajaan Ma- pada Tri Purusha (paraaa siwa, sada siwa, siwa) makanya japahit jatuh dan masuknya paham lain, para rohani Hin- ditempatkan ditengah-tengah. Dengan demikian konsep du, Rsi ada yang memilih pergi ke arah timur menuju Bali, dewe nawesange merupakan produk budaya muncul karna pada saat terjadi proses pertukaran sosial dengan pengeta- adanya akulturasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama huan orang-orang lokal dan aktivitas Agama Hindu lebih dari kerajaan Majapahit. Lambang dewe nawesange yang intensip. Diyakini pada proses tersebut terjadi pengorba- di sakralkan oleh umat Hindu di Bali sebagai produk bu- nan, keuntungan yang saling mempengaruhi. daya dengan tujuan pembenahan pada tatanan kehidupan sekte dan keyakinan di Bali. Secara etnografi, salahsatu Membaca uraian visual gambar kedua lambang tersebut di nilai ajaran sekte waisnawe masih tercermin dalam ke- atas peneliti berasumsi bahwa gambar lambang “dewate giatan-kegiatan ritual masyarakat di Bali, seperti adanya nawesange” yang berkembang di Bali merupakan sebuah pemujaan Dewi Sri sehabis panen padi dipandang sebagai perwujudan dari bentuk akulturasi kosep “sekte-sekte”- dewi pemberi rejeki dan kemakmuran. di Bali berkembang sebelum masuk pengaruh Majapa- hit dengan lambang surya majapahit. Proses akulturasi e. Kajian Ikonografi Lambang Surya Majapahit dan diperkirakan terjadi pada masa kejayaan Majapahit, lebih Lambang “Dewate Nawesange” sempurna ketika kerajaan Majapahit jatuh dan diketahui Kajian Ikonografi pada lambang “dewate nawesange” tokoh-tokoh rohani Hindu, para Rsi menyingkir dan men- dengan maksud untuk membuktikan adanya akulturasi etap Bali. atau pengaruh dari lambang surya majapahit. Ikonografi dimaksudkan sebagai pengetahuan secara khusus mem- f. Akulturasi Sebagai Agen Perubahan pelajari tentang intreprestasi isi gambar atau lambang. Fenomena akan terjadi perubahan ketika kelompok-kelom- Penggunaan teori ini untuk menguraikan, mengidentifi- pok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat da- kasi, menggolongkan, menjelaskan objek perlambangan lam kontak langsung yang serasi dengan pola budaya asal surya majapahit dan lambang “dewate nawesange” den- dipastikan akan terjadi akulturasi (Herkovitz:1939). Akul- gan tujuan untuk membuktikan telah terjadi akulturasi dari turasi yang identik dengan agen perubahan dipahami se- kedua lambang tersebut. bagai perpaduan budaya yang menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan masing-masing identitas asli dari Melihat bentuk lambang surya majapahit kemudian di- budaya tersebut. Lambang “dewate nawesange” sebagai komperkan dengan lambang “dewate nawesange” telah reproduksi dari sekte-sete di Bali dengan lambang Surya mengalami evolusi melalui kekuasaan, fase-fase yang Majapahit. Pada budaya baru sebagai bentuk reproduksi sangat pasti dengan hegomoni yang dilakukan oleh to- budaya seperti lambang “dewate nawesange” proses akul-

169 I Nyoman Lodra (Lambang Dewate Nawasange...) Volume 34, Nomor 2, Mei 2019

turasi cukup panjang dan saling mempengaruhi namun un- DAFTAR RUJUKAN sur-unsur kedua budaya masih tercermin. Ardana, I Gusti, 2007, Pemberdyaan Kearipan Lokal Mas- METODE PENELITIAN yarakat Bali Dalam Menghadapai Budaya Global, Pusta- ka Tarukan Agung, Denpasar. Dantes, (2012: 50) menjelaskan penelitian deskriptif suatu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu fenom- Ardika, Wayan. Pelestarian dan Pemanfaatan Tinggalan ena/peristiwa secara sistematis sesuai keadaan saat ini. Arkeologi dalam mengembangkan pariwisata Budaya Untuk mendapatkan data-data yang mendalam dilaku- Bali. Denpasar: Program Studi Pariwisata Unud. kan penelitian historis, menggali fakta-fakta agar dapat susun suatu kumpulan mengenai peristiwa di masa lampau Ardika, Wayan dan Sutaba, Made. 1989. Dinamisme Ke- (2012: 50). Di samping itu juga menggunakan metode budayaan Bali. Denpasar: PT Upada Sastra.. etnogafi untuk mengetahui pandangan dan pendapat masyarakat hindu di Bali tentang lambang”Dewa Nawe- Beilharz, Peter. 2005. Teori-teori Sosial. Yogyakarta: Pus- sangae”. Penelitian ini mengunanakan metode deskriptif taka Pelajar. analitik yaitu menguraikan makna-makna lambang Surya Majapahit, sekte-sekte, dan ”Dewa Nawesange dengan Benedict, Ruth. 1966. Pola-pola Kebudayaan. Jakarta: cara mendeskripsikan melalui pengumpulan, penyusunan, Dian rakyat. dan penggalian data kemudian uraikan atau dijelaskan. Data diproleh langsung dari artefak, wawancara bersum- Dantes, Nyoman 2012, Metode Penelitian, Andi Yogykar- ber dari tokoh masyarakat yang mengetahui persoalan ta. lambang”Dewa Nawesangae”. Pengumpulan data dilaku- kan dengan teknik kombinasi (obsevasi, wawancara, kaji- Dharsono, 2007, Estetika. Rekayasa Sains, Bandung. an dokumen), dan pengolahan serta analisis data dimulai dari awal pengumpulan data, penyusunan proposal, dis- Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan, Refleksi -Bu play data, sampai pelaporan. daya. Yogyakarta: Kanisius.

ANALISIS DAN INTERPRESTASI DATA Gede Jaman, 1999, Rerajahan dalam Kehidupan, Pramita Surabaya. Analisis data mulai dari data pengumpulan, data reduksi, data display, data verification dan disimpulkan. Untuk leb- Koentjaraningrat. 1997. Manusia dan Kebudayaan Indo- ih validnya data juga digunakan analisis triangulasi data, nesia. Jakarta: Djambatan Jakarta. mengkomperkan lambang Surya Majapahit, ajaran “sek- te-sekte”, dan lambang “Dewa Nawesanga” dan trianggu- Krisna Bayu Aji,2016, Di Balik Pesona dan sisi Kelam lasi sumber dengan teliti data yang diproleh dikroscekkan Majapahit, Araska Publisher Yogyakarta. lagi ke sumber yang berkompoten. Hasil penelitian disa- jikan data masing-masing dengan cara dikelompokan se- Lash, Scott, 2004, Sosiologi Post Modernisme, Kanisius, suai karakteristik data, dimulai dari pendahuluan, analisis Yogyakarta. data, pemaparan hasil penelitian, kesimpulan dan laporan hasil temuan penelitian. Sastrodiwiryo, Soegianto, 2010, Perjalanan Danghyang Niratha, cetakan ke-5, BP, Denpasar. SIMPULAN Sartono, Kartodirdjo,dkk, 700 tahun Majapahit (1293- Pada saat serangan kerajaan Majapahit ke Bali sebelum- 1993), Suatu Bunga Rampai, Edisi Keempat. nya di masayarakat telah berkembang beberapa aliran ke- percayaan seperti “sekte-sekte” yang kemudian diketahui Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kombinasi, Alfabeta, menjadi landasan perkembangan Agama Hindu. Jatuhn- Bandung ya kerajaan Majapahit akibat perebutan kekuasaan dan berkembang agama lain, tokoh rohani Hindu, Rsi merasa Ritzer, George, 2007, Teori Sosiologi Modern, Prenada tidak nyaman tinggal di daerah kerajaan Majapahit dan Media Group. memilih pergi menuju ke Bali, mereka ketahui Agama Hindu berkembang dengan baik. Kedatangan para rohani Triguna Yudha I.B.G, 2003, Estetika Hindu dan Pemban- Hindu, Rsi dari Majapahit berdampak pada pembenah- gunan Bali, Program Magister UNHI Denpasar. an sarana prasarana untuk mendukung aktivitas Agama Hindu di Bali, seperti bangunan “pure”, konsep, filosofi, makna lambang “dewate nawesange” yang berefek pada akulturasi dari lambang surya majapahit.

170 Volume 34, Nomor 2, Mei 2019 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Sumber Internet https://www.google.com/search?q=GAMBAR+- SURYA+MAJAPAHIT&safe=strict&client=fire- fox-b-ab&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=Hp1rhdM17 ttps://wilwatiktamuseum.wordpress.com/tanda-kebesa- ran-wilwatikta/lambang-kerajaan-wilwatikta-majapahit/ https://historia.id/kuno/articles/majapahit-menakluk- kan-bali-DbeEG.

(https://historia.id/kuno/articles/penyebab-lain-keruntu- han-majapahit-DEZ1x).

(https://www.google.com/search?client=fire- fox-b-ab&q=DEWE+NAWESANGE).

(https://history1978.wordpress.com/2010/04/07/ag- ama-pada-masa-majapahit/

171