Adisthy Regina dan Suwirta KIPRAH DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988) KIPRAH SUDHARMONO DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988)

Oleh: Adisthy Regina dan Suwirta1

ABSTRACT The main problem discussed in this study, “how was the role of Sudharmono in leading the Golongan Karya (1983-1988)”. The research method used was the historical method including heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. Based on result’s study, Sudharmono was Soeharto’s right-hand man in ’s era. This proven with the candidacy of Sudharmono as Chairman from 1983-1988, that was directly elected by Soeharto. Sudharmono was a figure who contributed to Golkar’s progress in the New Order (1983-1988). Sudharmono was a Chairman from civilian, however, he could take Golkar to maximum advancement. These advancements were made because Sudharmono had taken formal and non-formal education with tremendously well. His great accomplishments made Sudharmono become a figure who could work more. Sudharmono has made Golkar better through his policy called Tri Sukses Golkar, such as Sukses Konsolidasi, Sukses Repelita IV and Sukses Pemilu 1987, as well as General Assembly of MPR 1988. The policy that made by Sudharmono have connectedness because if consolidation succeeded, it would affect success for other policy namely Repelita and the General Election of 1987. A great victory of Golkar in General Election of 1987, had succeeded made Sudharmono became the Vice President of the Republic of in 1988. This accomplishment became a threat to Soeharto because he could replace him from the presidency position. To prevent such action, Soeharto forbade Sudharmono to proposed back to became Golkar’s Chairman for 1988-1993 period.

Keywords: Golkar, Pemilu 1987, Sudharmono, Tri Sukses Golkar, Wakil Presiden RI

PENDAHULUAN Indonesia didominasi oleh kelompok Pada masa Orde Baru, pemerintahan militer karena Soeharto menerapkan dipimpin oleh Soeharto. Dimana dalam Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan masa kepemimpinannya Soeharto Indonesia. Hal ini dibuktikan dalam menerapkan Asas Tunggal yaitu hanya pencalonan Ketua Umum Golkar pada Ideologi saja yang boleh masa Orde Baru, dimana pemimpin Golkar berkembang. Selain itu, Soeharto merupakan orang-orang yang berasal membuat tiga kekuatan negara yaitu, dari kalangan militer. Namun tidak pada ABRI, Birokrasi dan Golongan Karya masa periode 1983-1988, pada periode ini (Golkar) (Rahmah, 2016, hlm. 1). Golkar dipimpin oleh Sudharmono yang

1Alin Novandini adalah mahasiswa pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Suwirta adalah dosen pembimbing I. Penulis dapat dihubungi di nomor 085720064055 / alamat email : [email protected]

133 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 berasal dari kalangan sipil. Meskipun dari Repelita IV, sehingga Golkar pada masa kalangan sipil, Sudharmono pernah masuk tersebut dapat ikut menyukseskan sebagai anggota militer dengan pangkat pembangunan. Dipilihnya tahun 1988 Letnan Jenderal. Sudharmono dipilih oleh sebagai batasan tahun karena pada tahun Soeharto karena merupakan orang terbaik inilah Sudharmono mengakhiri jabatannya keduanya serta mengetahui pemikiran dan beralih sebagai Wakil Presiden Presiden Soeharto (Suryadinata, 1992, mendampingi Soeharto yang menjabat hlm. 121). kembali menjadi Presiden. Sudharmono dipilih menjadi Ketua Dalam penelitian ini, penulis Umum Golkar pada Musyawarah Nasional menggunakan konsep kepemimpinan yang (Munas) III tahun 1983. Terpilihnya merupakan proses mempengaruhi dalam Sudharmono membuatnya mendapatkan menentukan tujuan organisasi, memotivasi dua jabatan, karena pada saat dipilih perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, menjadi Ketua Umum Golkar, ia mempengaruhi untuk memperbaiki sedang menjalankan tugasnya sebagai kelompok dan budayanya (Rivai & Menteri Sekretaris Negara. Sudharmono Mulyadi, 2011, hlm. 2). Kepemimpinan dikenal sebagai pribadi yang efisien dan memiliki tipe-tipe tersendiri, salah efektif dalam bekerja, serta tak pernah satunya Tipe Kepemimpinan Demokratik menonjolkan diri ke depan publik (Biro yang merupakan tipe Sudharmono sebagai Informasi & Data, 1984, hlm. 6). Sebagai pemimpin Golkar (1983-1988). Ketua Umum Golkar (1983-1988), Sudharmono membuat kebijakan yaitu METODE PENELITIAN Program Tri Sukses Golkar yaitu Sukses Dalam mengkaji permasalahan yang Konsolidasi, Sukses Repelita IV dan Sukses berkaitan dengan judul skripsi ini, penulis Pemilu 1987 serta Sidang Umum MPR 1988 menggunakan metode penelitian sejarah (Sudharmono, 1997, hlm. 321-322). Dari sebagai metode penelitiannya. Metode ketiga sukses tersebut, Sukses Konsolidasi sejarah merupakan proses menguji dan memiliki pengaruh besar terhadap sukses menganalisis secara kritis rekaman dan yang lainnya. Karena apabila konsolidasi peninggalan masa lampau (Gottschalk, sukses maka akan menyukseskan 1986, hlm. 36). Dalam penulisan ini, pembangunan serta Pemilihan Umum data-data digunakan berkaitan dengan 1987. Dengan kebijakan tersebut, Golkar peristiwa yang terjadi pada masa lampau. dapat meraih kemenangan pada Pemilihan Melalui metode sejarah, data-data Umum 1987 yang diselenggarakan pada menyangkut peristiwa masa lampau baik tanggal 23 April 1987 (Rohmawai, 2016, itu berupa rekaman maupun peninggalan hlm. 314). dapat dijadikan sebagai sumber sejarah Tahun 1983-1988 adalah jangka yang dapat berguna untuk mengumpulkan waktu yang dipilih. Pada tahun 1983 informasi tentang berbagai peristiwa yang Sudharmono dipilih menjadi Ketua Umum pernah terjadi (Ismaun, 2005, hlm. 35). Golkar dan Golkar pertama kali dipimpin Penulisan sejarah mengenai kiprah oleh seseorang dari kalangan sipil. Pada Sudharmono ini dilakukan dalam tahun tersebutlah dibuat Kebijakan berbagai langkah yang dikembangkan

134 Adisthy Regina dan Suwirta KIPRAH SUDHARMONO DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988) ke dalam tiga pembahasan, diantaranya fakta-fakta yang teruji kebenarannya yang yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan kemudian dirangkaikan dan dihubungkan penelitian, dan laporan penelitian. Dalam satu sama lain sehingga menjadi satu persiapan penelitian ini dibagi ke dalam kesatuan (Ismaun, 1992, hlm. 72). Tahap tiga pembahasan diantaranya adalah akhir yang dilakukan adalah historiografi, penentuan dan pengajuan topik penelitian, yaitu penggunaan pikiran-pikiran kritis penyusunan rancangan penelitian, dan analisis sehingga menghasilkan suatu dan proses bimbingan/konsultasi. sintesis dari seluruh hasil penelitian dan Setelah dilakukan persiapan penelitian, penemuan dalam suatu penelitian utuh dilakukanlah pelaksanaan penelitian. (Sjamsuddin, 2007, hlm. 156). Setelah Dalam tahapan ini, penulis melakukan dilakukan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah penelitian yang sesuai mulailah penulis membuat laporan dengan metode penelitian sejarah. penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Adapun metode penelitian HASIL PENELITIAN DAN sejarah yang digunakan penulis adalah PEMBAHASAN metode yang dikemukakan oleh Ismaun Sudharmono merupakan seorang yang (2005, hlm. 34) yang terdiri dari heuristik, mempunyai perawakan tinggi semampai, kritik, interpretasi, dan historiografi. rambutnya yang sudah dua warna disisir Dalam tahap heuristik, penulis lurus ke belakang, agak berombak. Jika mengumpulkan data yang mendukung berbicara, aksen Jawanya masih terdengar penulis dalam memecahkan pokok cukup nyata. Sudharmono merupakan permasalahan yang ada. Dalam tahap seorang yang serius disiplin, korek, ini, penulis melakukan pencarian sumber namun mudah tersenyum dan tertawa dari perpustakaan di Bandung dan (Biro Informasi & Data, 1984, hlm. 12). , serta mengunjungi website yang Sudharmono dilahirkan di kota kecil berhubungan dengan topik penulis. Tahap atau Desa Cerme, Ibu Kota Kecamatan selanjutnya adalah tahap kritik yang erat Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa timur kaitannya dengan mencari kebenaran pada tanggal 12 Maret 1927. Sudharmono (Sjamsuddin, 1996, hlm. 118). Tahap merupakan anak yatim piatu mulai dari kritik ini terbagi menjadi dua, yaitu kritik berusia 3 tahun, hal ini dikarenakan ibunya internal dan kritik eksternal. Tahap kritik wafat ketika sedang melahirkan adik ini dilakukan untuk megukur keontentikan Sudharmono. Sepeninggalan ibunya, ayah dan kelayakan sumber yang penulisan Sudharmono pun jatuh sakit. Meskipun gunakan dalam penelitian sejarah telah memperoleh perawatan di , ini. Tahap selanjutnya adalah tahap namun tidak dapat tertolong sehingga interpretasi sebagai tindak lanjut dari tahap wafat di tahun yang sama (Sudharmono, kritik. Dalam tahap ini penulis melakukan 1997, hlm. 59). analisis terhadap sumber-sumber yang Sejak kecil, Sudharmono dan kakanya telah dipilih dan diajukan sebagai sumber tinggal di Rembang bersama neneknya. penunjang dalam proses penelitian. Tahap Kota Rembang yang terletak di Pantai interpretasi ini dilakukan dengan cara Utara Laut Jawa, pernah menjadi ibu mengolah, menyusun dan menafsirkan

135 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018

Kota Keresidenan Jepara-Rembang. Pada pada tahun 1956, kemudian Perguruan saat Sudharmono datang ke Rembang Tinggi Hukum Militer dan berijazah pada tahun 1935, Ibu Kota Keresidenan SH pada tahun 1962. Setelah lulus dari sudah berada di Pati, dan Rembang hanya PTHM (Perguruan Tinggi Hukum Militer), merupakan Kota Kabupaten. Rembang Sudharmono melanjutkan perjalannya sendiri dapat disebut sebagai kota tua dan menjadi Jaksa Penuntut Umum dan tenang (Sudharmono, 1993, hlm. 52). Di Oditur Militer dari Koti (Kusumaatmadja, Rembang inilah Sudharmono memulai 1997, hlm. 476). kembali pendidikan hingga berhasil Awal kiprah Sudharmono dalam dunia menjadi seorang yang penting pada masa politik diawali pada pembentukan susunan Orde Baru. Sudharmono dan kakaknya Kabinet Pembangunan IV oleh Soeharto Siti tinggal bersama Mbah Putri, nenek pada 16 Maret 1983 yang bertempat di dari ibunya yang merupakan janda Asisten Istana Merdeka (Team Dokumentasi Wedana Balen di Rembang. Di kota inilah Presiden RI, 2003, hlm. 5). Awal kiprah Sudharmono mendapat pendidikan Sudharmono terjun ke dunia politik Sekolah Dasar Belanda, HIS dari kelas 1 adalah pada saat pengangkatan menjadi sampai kelas 7, sampai datangnya tentara Sekretaris Presidium Kabinet pada Jepang ke Indonesia dalam Perang Dunia tahun 1966. Setelah menjadi Sekretaris Kedua (Sudharmono, 1997, hlm. 59). Presidium Kabinet, Sudharmono Di sekolah HIS tersebut, ternyata guru diangkat menjadi Sekretaris Kabinet. kelasnya menilai Sudharmono terlalu Hal ini dikarenakan Soeharto diangkat pandai, sehingga kenaikan kelasnya tidak menjadi Pejabat Presiden serta menjabat ke kelas II, melainkan langsung ke kelas III. beberapa jabatan sekaligus, seperti SMP-SMA ditempuh di Semarang karena Pejabat Presiden, Ketua Umum Presidium mengikuti keluarga. Di Sekolah Menengah Kabinet, Menteri Utama Hankam, Pertama ini, Sudharmono mengambil Menteri Hankam, Pangkopkamtib, dan jurusan B (Ilmu Pasti). Sementara di pengemban . Banyaknya SMA-nya, Sudharmono tidak sempat jabatan yang Soeharto raih, membuat melanjutkan sekolahnya dikarenakan Soeharto mengeluarkan keputusan untuk pada saat itu Indonesia mengalami Perang mengubah dan menyesuaikan susunan Kemerdekaan. Maka dari itu, Sudharmono dalam Kabinet Ampera dengan cara mengikuti perang. Setelah perang, ia meniadakan beberapa jabatan seperti memutuskan tetap berkarier dalam bidang Presidium Kabinet, Menteri Utama, serta militer, dan tahun 1950 pun masuk Pusat Sekretaris Presidium Kabinet yang dilebur Pendidikan Perwira AD, tatkala usianya 23 dalam Sekretariat Kabinet sebagai bagian tahun. Di sana ia mulai ditempa sebagai dari Sekretaris Negara (Sudharmono, militer profesional sembari berusaha 1997, hlm. 178-195). Maka dari itu, merampungkan pendidikan umumnya di Sudharmono menjadi Sekretariat Negara SMA yang terputus (Biro Informasi & Data, yang memberikan perhatian kepada Biro 1984, hlm. 13). Setelah berhasil di SMA, Hukum dan Perundang-undangan. Sudharmono melanjutkan pendidikannya Keberhasilan Sudharmono ini dengan memasuki Akademi Hukum Militer membuat adanya peningkatan kedudukan,

136 Adisthy Regina dan Suwirta KIPRAH SUDHARMONO DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988) dari Sekretaris Negara menjadi Menteri selama dan setelah Munas. Bahwa seorang Negara/Menteri Sekretaris Republik dari kelas “super kakap” terjun langsung Indonesia. Melihat kemajuan Sudharmono memimpin organisasi, jelas menunjukkan dalam dunia perpolitikan, membuat akan berubahnya pola pengambilan Sudharmono dicalonkan sebagai Ketua keputusan dalam Golkar. Jika selama ini Umum Golkar (Kusumaatmadja, 1997, DPP Golkar lebih bersifat pelaksana dan hlm. 230). Soeharto memilih anggota keputusan lebih berat ke Dewan Pembina, berdasarkan kedekatannya, begitu pun keadaannya tentu akan berlainan. Dewan Sudharmono yang dikenal dekat dan Pembina memang masih akan menentukan dipercayai oleh Soeharto. Selain itu, hal-hal yang bersifat umum dan garis Soeharto pun ikut serta dalam pemilihan besar, namun keputusan operasional yang Ketua Umum Golkar. Sudharmono sendiri bersifat strategis jelas akan berpindah ke menjadi Ketua Umum Golkar dengan cara DPP, dengan duduknya orang sekaliber ditunjuk langsung oleh Soeharto dengan Sudharmono dalam kedudukan Ketua didukung oleh tokoh-tokoh lainnya. Umum (Biro Informasi dan Data, 1984, Pemilihan Ketua Umum Golkar ini pun hlm. 141). dilaksanakan pada Musyawarah Nasional Di balik banyak orang yang mendukung (Munas) Ke-3 bertempatan di Manggala Sudharmono untuk menjadi Ketua Umum Wanabhakti, Jakarta pada Oktober Golkar, namun ada pula yang kurang 1983 yang diadakan bertepatan dengan setuju atas dicalonkannya Sudharmono. ulang tahun Golkar yang ke-19 (Team Karena meskipun Sudharmono merupakan Dokumentasi Presiden RI, 2003, hlm. 68). seorang purnawirawan berpangkat Letjen, Munas III Golkar 1983 ini merupakan ia tidak pernah diterima kalangan militer obyek pengamatan yang menarik. Bukan sebagai anggota penuh. Latar belakangnya hanya karena jauh dari pola “tinggal ketuk sebagai alumnus Akademi Hukum Militer palu dan setuju” saja, melainkan juga dan bertindak sebagai jaksa militer yang karena diduga akan terjadi perubahan jadi alasannya. Tidak seperti sebagian mendasar dalam orientasi kehidupan besar pemimpin militer yang merupakan politik di Indonesia. jenderal lapangan, Sudharmono jenderal pasti harus meninggalkan posnya staf tanpa pengalaman tempur. Namun sebagai Ketua Umum. Sebagai ganti, dibandingkan dengan pihak tidak setuju muncul nama Sudharmono yang cukup ternyata lebih banyak pihak yang setuju mengejutkan, karena tentu ada apa- Sudharmono menjadi Ketua Umum apanya sampai harus diterjunkan tokoh Golkar sehingga Sudharmono dapat “super kakap” seperti Menteri Setneg. diangkat menjadi Ketua Umum Golkar Ditambah semakin kaburnya peranan pada Munas III 1983 (Kasenda, 2013, tokoh “super kakap” lain, Ali Murtopo, hlm. 164). Keberhasilan Sudharmono saat dalam kehidupan internal Golkar, setelah terpilih menjadi Ketua Umum Golkar ini lebih sepuluh tahun “menguasai kemudian menjalankan segala tugasnya. percaturan politiknya”, membuat tambah Sudharmono bertekad bahwa Golkar menarik pengamatan atas kemungkinan- akan memperjuangkan terwujudnya kemungkinan apa saja yang akan terjadi pemerintahan yang bersih dan beribawa.

137 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018

Untuk itu Sudharmono mengharapkan konsolidasi gagal dilakukan maka Repelita agar pimpinan dan kader-kader Golkar IV dan Pemilu akan gagal dilakukan. di tingkat pusat maupun daerah yang Dalam merealisasikan kebijakannya ada melaksanakan tekad dan kemauan beberapa langkah yang dilakukan. Dalam bersama dengan semangat yang tinggi. sukses konsolidasi, Golkar mempunyai Maka dari itu, Sudharmono melakukan peranan strategis maupun taktis bagi serangkaian program diantaranya Tri pelaksanaan program umum Kaderisasi Sukses Golkar (Sukses Konsolidasi, Golkar. Golkar perlu meningkatkan Sukses Repelita IV, Sukses Pemilu pengkaderan, lebih mengharmoniskan 1987 dan Sidang Umum MPR 1988). hubungan kerja antara Golkar dan Ketiga sukses tersebut saling berkaitan organisasi-organisasi pendukungnya. karena sukses yang satu mendukung Dalam hal ini, Golkar mempunyai rasa sukses yang lain (Kusumaatmadja, pengabdian dan tanggung jawab yang 1997, hlm. 101). Sebagai Ketua Umum sebesar-besarnya kepada rakyat, tanggap Golkar, Sudharmono merupakan sosok terhadap aspirasi masyarakat, mempunyai pemimpim yang termasuk ke dalam tipe kepemimpinan yang baik dan mempunyai kepemimpinan demokratik, karena ia kemampuan berdiri sendiri (Noerijathi, merupakan sosok pemimpin yang selalu 1988, hlm. 172). memperhatikan kebutuhan kelompoknya Yang harus disiapkan sebagai bahan dan mempertimbangkan kesanggupan untuk kaderisasi, yaitu harus disiapkan kelompok dalam mengerjakan tugas tenaga-tenaga untuk penataran/ serta menerima masukan dan saran dari pendidikan kader, dan seterusnya. bawahannya. Hal ini dibuktikan pada saat Setelah diadakan pembahasan beberapa pengesahan kebijakan Sudharmono saat kali di dalam rapat-rapat DPP dan mejadi Ketua Umum Golkar. Sudharmono dikonsultasikan dengan Ketua Dewan selalu menerima saran dalam bekerja, Pembina, diputuskan untuk menyiapkan selain itu merupakan sosok yang ramah dua jenis kader. Pertama, kader penggerak kepada sesama rekannya sehingga tidak teritorial pedesaan (karakterdes). seperti majikan dengan bawahannya. Kedua, kader penggerak fungsional, Selain Program Tri Sukses, seperti pemuda, wanita, guru, ulama, Sudharmono berusaha memasyarakatkan tenaga kerja, yang disingkat karaknal. sikap dan identitas Golkar melalui Pelaksanaannya akan didahulukan dengan Ikrar Golkar Pancabhakti yang sudah pendidikan karakterdes di seluruh desa- dimiliki Golkar sejak semula disamping desa di Indonesia. Ditentukan sebagai doktrin karya dan kekaryaan. Dari ketiga sasaran jumlah karakterdes sebanyak Program Tri Sukses Golkar, yang paling 10% dari jumlah pemilih dari setiap desa. mempengaruhi adalah sukses Konsolidasi, Setelah itu, segeralah disiapkan petunjuk- di mana apabila konsolidasi sukses petunjuk pelaksaaannya. Hal penting yang dilakukan maka akan menyukseskan pula menjamin suksesnya program ini adalah kedua sukses yang lainnya, yaitu sukses adanya bahan pendidikan/penataran Repelita IV dan Pemilu 1987 serta Sidang kader. Sejak semula sudah diterima Umum MPR 1988. Sebaliknya, apabila prinsip, kader yang akan dibentuk ialah

138 Adisthy Regina dan Suwirta KIPRAH SUDHARMONO DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988) kader yang berwawasan luas. Ia bukan perorangan dengan stelsel aktif, semata- hanya kader organisasi Golkar, melainkan mata untuk menegaskan bahwa tidak juga harus jadi kader bangsa, kader ada paksaan untuk menjadi anggota Pancasila dan dengan sendirinya juga Golkar. Latar belakang penempatan kader Pembangunan (Sudharmono, 1997, kata “sukarela” dalam keorganisasian hlm. 337). Golongan Karya yaitu dengan perspektif Berbagai upaya untuk membuat Golkar terhadap seseorang yang memilih menjadi lebih independen dengan menjaga jarak anggota suatu organisasi yang tentu saja terhadap unsur militer telah dirintis sejak sudah mempunyai motivasi untuk menjadi kepemimpinan Sudharmono yang ingin seorang yang masuk ke dalam suatu menjadikan Golkar sebagai organisasi organisasi (Biro Informasi & Data, 1984, kader yang berakar dan teradministrasi hlm. 8). dengan baik (Kholil, 2009, hlm. 155). Selain Dalam pelaksanaan sukses Repelita melakukan konsolidasi kepada wilayah- IV, Golkar akan berusaha mendorong wilayah, konsolidasi pun dilakukan dalam usaha pembangunan Repelita IV dunia pendidikan. PGRI sebagai wadah untuk menciptakan kerangka landasan profesional guru/pendidik yang perlu terus tinggal landas menuju masyarakat adil menerus mengadakan konsolidasi yang makmur dengan memberikan dukungan terarah. Konsolidasi pun dilakukan dalam kreatif melalui kegiatan masyarakat bidang keagamaan. Melalui kaderisasi, yang berswadaya dan berswakarsa. peranan pemuka agama ditingkatkan Pembangunan Nasional harus dilaksanakan dari sekedar mengajarkan dan mendidik dengan wawasan “pembangunan manusia masalah-masalah keagamaan, menjadi seutuhnya” serta secara merata, mencakup pencetak manusia Indonesia yang seluruh lapisan masyarakat (Biro Pancasilais, pemersatu serta berjiwa Informasi & Data, 1984, hlm. 4). Untuk pembangunan (Bhayhansyor, 1989, hlm. mewujudkan pembangunan tersebut, 63). Selain keagamaan, dalam rangka selain melakukan kaderisasi generasi menyukseskan konsolidasi yaitu melalui muda khususnya bagi AMPI (Angkatan kader-kader wanita. Himpunan Wanita Muda Pembaharuan Indonesia), Golkar Karya merupakan organisasi wanita pun merumuskan peranan generasi muda Indonesia yang beraspirasi kepada dalam keikutsertaannya menyukseskan Golongan Karya. Peranan wanita dalam pembangunan nasional pada umumnya menyukseskan Tri Sukses itu sangatlah dan Pelita VI pada khususnya. Selain penting karena banyak bidang kegiatan itu, dalam melaksanakan program- kemasyarakatan dan pembangunan yang programnya, Golkar menaruh perhatian lebih cocok dan lebih efektif apabila besar pada masalah pendidikan dan ditangani oleh kaum wanita (Noerijathi, ketenagakerjaan, karena keduanya bersifat 1988, hlm. 77). strategis untuk menunjang kerangka Dalam mendapatkan kader-kader landasan dalam Pelita IV. atau anggota baru Golkar, Sudharmono Masalah pendidikan mendapat menempatkan kata “sukarela” dalam perhatian sungguh-sungguh karena Golkar rumusan Golongan Karya yang bersifat ingin melaksanakan amanat yang tertuang

139 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 dalam Pembukaan UUD 1945, yakni rangka meningkatkan partisipasi Golkar mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dalam menyukseskan pembangunan, dari itu, Golkar menegaskan bahwa melalui khususnya dalam bidang hukum untuk bidang pendidikan harus dikembangkan Repelita IV ini. sumber daya manusia secara utuh yang Setelah sukses konsolidasi dan sukses berorientasi pada pembangunan serta Repelita IV dilakukan, maka dilakukan secara adil dan merata mencakup segenap pula Sukses Pemilu 1987 dan Sidang lapisan masyarakat. Selain pendidikan, Umum MPR 1988. Dalam menyukseskan Sudharmono menegaskan bahwa masalah program tersebut, Golkar perlu belajar ketenagakerjaan perlu ditangani dengan dari pengalaman-pengalaman Pemilu sungguh-sungguh sejalan dengan usaha sebelumnya untuk melakukan persiapan memecahkan masalah penciptaan sedini mungkin. Khusus bagi Daerah lapangan kerja yang dikaitkan dengan Jakarta Raya persiapan-persiapan itu masalah kependudukan. Apabila masalah sangat perlu dilakukan sedini mungkin, ketenagakerjaan dapat dipecahkan agar prestasi Golkar DKI (Ibu Kota Negara tentunya merupakan sumbangan dalam RI) yang dapat dicapai dalam Pemilu rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat terakhir ini tetap dapat dipertahankan yang juga menjadi cita-cita perjuangan dan bahkan ditingkatkan (Noerijathi, Golkar (Biro Informasi & Data, 1984, hlm. 1988, hlm. 62). Dalam mempersiapkan 30). pemilihan umum 1987, Golkar telah Selain itu, Sudharmono meresmikan melakukan berbagai macam usaha sejak penggunaan kantor dan studio Radio dilantiknya Sudharmono menjadi Ketua Ramako FM 106.15 Stereo di Kebayoran Umum Golkar. Meskipun masih terlalu dini Baru, Jakarta. Menurut Sudharmono, radio mengatakan bahwa Golkar berkembang siaran swasta niaga harus ditingkatkan menjadi partai kader yang sebenarnya. peranannya, salah satunya adalah Tetapi Golkar berhasil merekrut sebagian membangkitkan semangat masyarakat besar tokoh masyarakat Indonesia sejak dalam pembangunan. Radio siaran swasta 1984 (Kasenda, 2013, hlm. 157). sebagai media massa ini memiliki 5 tugas Dalam menyiapkan kemenangan utama dimana didalamnya terdapat Golkar dalam pemilu 1987, Sudharmono media siaran elektronika. 5 tugas tersebut merancang strategi, yaitu melakukan diantaranya, menggelorakan semangat penyusunan daftar calon untuk pemilu pengabdian dan perjuangan bangsa; 1987. Penyusunan ini mendapatkan memperkokoh persatuan dan kesatuan perhatian khusus agar hasilnya dapat nasional; mempertebal rasa tanggungjawab diterima dengan baik oleh seluruh lapisan dan disiplin nasional; memasyarakatkan jajaran keluarga besar Golkar dan tidak budaya dan kepribadian Indonesia; dan meninggalkan gejolak internal. Pada menggairahkan partisipasi masyarakat di prinsipnya, daftar calon untuk DPR dalam pembangunan (Bhayhansyor, 1989, itu harus disusun dan ditetapkan oleh hlm. 52). Dalam menyukseskan Repelita DPP. Daftar calon untuk DPRD tingkat IV, Sudharmono merumuskan Temu Karya I oleh DPD tingkat I dan daftar calon Nasional Bidang Hukum. Temu Karya ini DPRD tingkat II oleh DPD tingkat II diselenggarakan oleh DPP Golkar dalam (Sudharmono, 1997, hlm. 362-263).

140 Adisthy Regina dan Suwirta KIPRAH SUDHARMONO DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988)

Strategi utama Golkar dalam pemilu- baiknya, agar hasilnya (susunan daftar pemilu Orde Baru ialah memobilisasi calon) dapat diterima dengan baik oleh pejabat-pejabat pemerintah, yang pada seluruh lapisan jajaran keluarga besar gilirannya digunakan untuk memobilisasi Golkar sehingga tidak menimbulkan para pendukung. Pejabat-pejabat gejolak internal (Sudharmono, 1997, hlm. daerah tingkat propinsi, kotamadya, dan 362-363). Di dalam strateginya yang baru, kecamatan menerapkan tekanan kepada Golkar memberikan peluang kepada bagi kepala-kepala desa untuk mengumpulkan kaum wanita dan calon-calon di bawah usia suara untuk Golkar, hal ini dilakukan 40 tahun. Meningkatkan jumlah wanita sebagai upaya kemenangan Golkar dalam dan calon-calon berusia muda dalam daftar setiap pemilu (Liddle, 1992, hlm. 91). Selain caleg Golkar, dimaksudkan untuk menarik itu, dalam usaha mencapai kemenangan dukungan dari pemilih wanita dan kaum dalam pemilu 1987, maka Golkar berusaha muda yang merupakan 20% dari jumlah menarik simpati rakyat pemilih agar populasi pemilih. Dalam pemilu 1987 ini, mereka menusuk tanda gambar Golkar Golkar harus dipastikan menang dalam dalam pemilu 1987, maka salah satu pemilu. Sebagai partai pemerintah, Golkar kegiatan yang harus dilaksanakan adalah dapat dikatakan sangat beruntung karena melaksanakan kampanye pemilu sesuai memilih saluran-saluran dan fasilitas- dengan peraturan perundang-undangan fasilitas resmi (Kholil, 2009, hlm. 132). yang berlaku. Kampanye ini dilakukan Dalam strategi Golkar dalam Pemilu dikarenakan kondisi sosial dimana dapat 1987 terdapat sasaran tambahan yang diduga bahwa kebanyakan masyarakat ingin dicapai oleh Golkar, khususnya agar yang padat dan bersifat urban ini lebih peka daerah-daerah yang belum mencapai terhadap isu yang diangkat oleh para juru mayoritas tunggal, yaitu Jakarta Raya kampanye. Selain itu kondisi kehidupan dan Daerah Istimewa dapat yang keras, masyarakat perkotaan lebih mencapai mayoritas tunggal (di atas menyadari lingkungan sosial dan politik 50% suara). Maka dengan semangat mereka juga lebih merasakan berbagai dan jiwa proklamasi 1945, Golkar dapat bentuk kesenjangan sosial-ekonomi- memenangkan pemilu secara seksama dan politik yang berlangsung. Masyarakat dalam tempo yang sesingkat-singkatnya lebih mudah hanyut dalam kampanye dan (8 bulan) dengan memperoleh suara mudah terangsang untuk melampiaskan sebanyak 52% (Kusumaatmadja, 1997, kekecewaan karena jurang yang semakin hlm. 105). melebar antara aspirasi yang meningkat Selain itu, menjelang pemilu 1987, dengan pemenuhan kebutuhan yang pemerintah memperoleh beberapa semakin sukar diupayakan (Sanit, 2011, keberhasilan yang cukup menonjol hlm. 90). misalnya mampu mencukupi kebutuhan Selain melakukan kampanye, beras sendiri, sehingga di mata rakyat Sudharmono dalam memimpin Golkar ada kesan bahwa pemerintah benar-benar adalah menyusun daftar calon untuk menyejahterakan rakyat. Hal inilah yang Pemilu 1987. Semula Sudharmono akan semakin menyokong kemenangan memberikan perhatian khusus agar tugas Golkar (Wiharyanto, 2011, hlm. 187). ini dapat diselesaikan dengan sebaik- Dalam melakukan upaya tersebut,

141 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 menteri-menteri berkampanye untuk sebagai satu-satunya azas bagi semua Golkar jauh sebelum masa kampanye organisasi massa telah menciptakan kesan dimulai. Mereka menggunakan jabatan- bahwa Golkar menjadi sebuah partai jabatan resmi mereka untuk memasang negara dan bahwa Indonesia sedang listrik dan air minum ke desa-desa, bergeser ke arah sistem partai tunggal meresmikan masjid-masjid baru dan (Kholil, 2009, hlm. 133-134). memberikan sumbangan ke pasantren- Tabel 1.c1 pasantren untuk mengesankan penduduk pedesaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur Hasil Pemilihan Umum Orde Baru bahwa hanya pemerintah Golkar yang Pemilihan Orde Baru mampu memajukan pembangunan desa Hasil 1971 1977 1982 1987 dan memberi mereka keuntungan (Kholil, Golkar 62,8% 62,1% 64,3% 73,2% 2009, hlm. 133). Golkar pun melakukan PPP 27,1 29,3 27.2 16,0 kampanye di berbagai daerah, yaitu ke PDI 10,1 8,6 7,9 10,0 Sumatera Utara, Aceh, Jawa Timur, Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,1 Sulawesi Utara, Jakarta, dan Jawa Tengah. (Sumber: Liddle, 1992, hlm. 92) Pada pelaksanaan pemilu 1987, Setahun setelah dilakukan pemilu 1987, peranan tentara tidak mencolok selama diadakan pula Sidang Umum MPR pada berlangsungnya pemilu 1987. Beberapa tahun 1988. Sidang Umum MPR 1988 ini pengamat pun mengatakan bahwa pada dilakukan untuk memilih Wakil Presiden. pemilu 1987 ini tentara mencoba berdiri Maka dari itu, dalam Sidang Umum MPR di atas semua pihak sehingga dapat 1988, penentuan calon wakil presiden dikatakan sebagai pemilu paling netral. itu sangatlah penting dikarenakan wakil Absennya tentara selama masa pemilu presiden inilah yang akan menentukan 1987 sangat kentara di Jakarta (Kasenda, posisi kuatnya Soeharto. Dengan kata 2013, hlm. 159). Golkar memenangkan lain, wakil presidenlah yang akan menjadi suara mayoritas seperti yang diharapkan. rekan kerja Presiden Soeharto namun tidak Ia meraih suara 73,16% dari jumlah mempengaruhi kekuasaannya sebagai keseluruhan, 9% lebih tinggi dibanding pemimpin Indonesia (Kasenda, 2013, hlm. pemilu 1982, atau 3% lebih tinggi dari 163). target semula. Bahkan di wilayahnya yang terkuat, Aceh meraih keberhasilan Pengaruh Ketua Umum Golkar dengan memperoleh suara 51,5%. Ada Sudharmono menguat ke permukaan beberapa alasan yang mencolok bagi dengan kemenangan Golkar yang luar keberhasilan Golkar dalam pemilu 1987, biasa pada pemilu 1987 dan dinominasikan tetapi alasan yang terpenting, meskipun sebagai calon wakil presiden pada mirip dengan yang terjadi dalam pemilu 1988 meskipun pencalonannya tidak sebelumnya, adalah peranan pemerintah mulus. Sudharmono merupakan calon dan ABRI. Dalam pemilu 1987, peranan wakil presiden yang memenuhi syarat yang dimainkan oleh ABRI dan yang diajukan oleh Presiden Soeharto. pemerintah sangat instrumental. Selain Terpilihnya Sudharmono menjadi wakil itu, kemenangan Golkar dalam empat presiden menimbulkan masalah apakah kali pemilu dan diterapkannya Pancasila pada saat bersamaan, Sudharmono boleh

142 Adisthy Regina dan Suwirta KIPRAH SUDHARMONO DALAM SEJARAH GOLONGAN KARYA (1983-1988) menjabat sebagai Ketua Umum Golkar. sebagai Ketua Umum Golongan Karya Karena jika ia menjadi Ketua Umum (1983-1988). Golkar, maka ia akan memiliki kekuasaan yang besar dan memprihatinkan kalangan SIMPULAN oposisinya. Namun karena tidak ada Pada masa Orde Baru, Soeharto ketentuan yang mengatur, secara teori merupakan penguasa di dalam Sudharmono tetap akan menjabat sebagai pemerintahan Indonesia. Pada masa Ketua Umum Golongan Karya sampai pemerintahannya, sejumlah orang-orang Munas IV Golkar pada 20 Oktober 1988 kepercayaannya menduduki kursi-kursi (Suryadinata, 1992, hlm. 129-130). pemerintahan, dan satu diantaranya Pada 10 Maret pukul 10.00, Sidang adalah Sudharmono. Bukti Sudharmono Umum MPR mengadakan pemilihan sebagai orang kepercayaan Soeharto presiden. Setelah Ketua MPR mengetukkan adalah dengan beberapa jabatan yang palu presiden tahun 1988-1993, Ketua akan diembannya, salah satunya sebagai Ketua menskors sidang untuk dilanjutkan pada Umum Golongan Karya (periode 1983- siang harinya dengan acara pengumuman 1988). Dalam pencalonan Ketua Umum calon wakil presiden. Maka pada sidang Golkar 1983-1988, Sudharmono ditunjuk siang itu melalui ketukan palu Ketua MPR, secara langsung oleh Soeharto. Pada saat MPR mengesahkan Sudharmono sebagai menjabat sebagai Ketua Umum Golkar, Wakil Presiden (Sudharmono, 1997, hlm. Sudharmono pun tengah menjabat sebagai 407-408). Meskipun Sudharmono dapat Menteri Sekretaris Negara. Sebagai seorang dikatakan sebagai seorang politik yang pemimpin, Sudharmono tergolong dalam pandai dalam membuat strategi, namun tipe kepemimpinan demokratik. Hal ini Sudharmono memiliki kelemahan pada dapat dilihat dari cara bekerja dan sifatnya saat menjabat sebagai Ketua Umum saat menjabat sebagai seorang pemimpin. Golongan Karya (1983-1988). Mengingat Ketika menjadi Ketua Umum Golkar, Sudharmono adalah seorang kepercayaan Sudharmono merancang kebijakan yang Soeharto dan terpilihnya sebagai Ketua dinamakan Tri Sukses Golkar yakni terdiri Umum dikarenakan kekuasaan Soeharto, dari Sukses Konsolidasi, Sukses Repelita hal ini mengakibatkan Sudharmono IV, dan Suskes Pemilu 1987 serta Sidang merupakan seorang Ketua Umum Umum MPR 1988. yang tidak dapat lepas dari Soeharto. Berbeda dengan pemimpin Terpilihnya Sudharmono membuat sebelumnya, Sudharmono membuat militer kecewa, pasalnya terpilihnya kebijakan baru yaitu Program Karakterdes Sudharmono ini dapat menyingkirkan (Kader Penggerak Teritorial Desa) dan kekuatan militer di dalam tubuh Golkar. Karaknal (Kader Penggerak Fungsional). Terbukti pada saat Sudharmono menjabat, Kebijakan tersebut yang membuat Golkar kekuatan sipil pun mulai tumbuh di berkembang semakin maju. Kebijakan dalam tubuh Golkar. Meskipun demikian, Sudharmono ini membuat Golkar namun atas kerja kerasnya Sudharmono memenangkan pemilihan umum 1987 dapat membuktikan bahwa ia mampu dengan suara tertinggi. Keberhasilan mengemban tugas dengan baik pada masa inilah yang membuat Sudharmono dapat Orde Baru khususnya pada saat menjabat terus maju hingga menjadi Wakil Presiden

143 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 mendampingi Soeharto. Namun meskipun Noerijathi, D.V. (1988). Himpunan Pidato Sudharmono menjadi seorang kepercayaan Ketua Umum DPP Golkar 1983-1988. Soeharto, ia sekaligus adalah ancaman Jakarta: P.T. Taman Harapan Indah. bagi Soeharto. Hal ini dikarenakan kinerja Rahmah, G. S. (2016). “Kiprah politik Sudharmono dengan segala prestasi Harmoko pada masa Orde Baru dan pencapaian besarnya yang terus melalui Analisis biografi (1983-1999)”. meningkat sehingga memperoleh banyak Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. dukungan serta dinilai dapat menggeser Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah posisi Soeharto sebagai Presiden Republik FPIPS UPI Bandung. Indonesia. Rivai & Mulyadi. (2011). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. DAFTAR PUSTAKA Rajagrafindo Persada. Bhayhansyor, S. (1989). Sudharmono SH: Rohmawai, Y. (2016). “Perubahan Lima Tahun Kerja Keras. Jakarta: DPP elektabilitas partai peserta pemilu Golkar. di tahun 1971-1999”. Biro Informasi & Data. (1984). Munas III AVATARA: e-Journal Pendidikan Golkar 1983 (Bagian I). Jakarta: CSIS. Sejarah, 4(2): 312-319. Diakses di Biro Informasi & Data. (1984). Munas III Bandung, 9 Desember 2017 pada jam Golkar 1983 (bagian II). Jakarta: CSIS. 20.45. Gottschalk, L. (2008). Mengerti Sejarah Sanit, A. (2011). Sistem Politik Indonesia: (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, Jakarta: Universitas Indonesia Press. dan Pembangunan. Jakarta: Grafindo Ismaun. (1992). Pengantar Ilmu Sejarah. Persada. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah Sjamsuddin, H. (1996). Metodologi FPIPS IKIP Bandung. Sejarah. Jakarta: Depdikbud Proyek Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Pendidikan Tenaga Akademik. Sejarah sebagai Ilmu dan Wahana Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Pendidikan. Bandung: Historia Utama Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Pers. Sudharmono. (1993). Masa Kecilku. Kasenda, P. (2013). Soeharto: Bagaimana Jakarta: Yayasan Karsa Luhur Sejati. Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Sudharmono. (1997). Sudharmono, S,H. Selama 32 Tahun?. Jakarta: PT. Pengalaman dalam Masa Pengabdian: Kompas Media Nusantara. Sebuah Otobiografi. Jakarta: PT. Kholil, M. (2009). Politik Islam Golkar Gramedia Widiasarana Indonesia. di Era Orde Baru. Tanggerang: Gaya Suryadinata, L. (1992). Golkar dan Militer: Media Pratama. Studi Tentang Budaya Politik. LP3ES. Kusumaatmadja, S. dkk. (1997). Kesan Team Dokumentasi Presiden RI. (2003). dan Kenangan dari Teman 70 Tahun Jejak langkah Pak Harto: 16 Maret H. Sudharmono, S.H. Jakarta: PT. 1983- 11 Maret 1988. Jakarta: Citra Gramedia Widiasarana Indonesia. Kharisma Bunda. Liddle, R. W. (1992). Pemilu-Pemilu Wiharyanto, A. K. (2011). Sejarah Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Indonesia: Dari Proklamasi sampai Politik. Jakarta: LP3ES. Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

144