(STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU

KERBAU PADA ETNIS TOBA)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh:

ROLAN SUHERI PURBA

140905072

ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

DALI NI HORBO

(STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KEBAU

DARI ETNIS BATAK TOBA)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Januari 2017 Penulis,

Rolan Suheri Purba 140905072

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Rolan Suheri Purba 2017, judul skripsi: DALI NI HORBO (STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KEBAU DARI ETNIS BATAK TOBA). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 90 halaman, 25 daftar gambar, 1 tabel dan 2 lampiran.

Skripsi ini mendeskripsikan: “Pengolahan Dali ni Horbo yang berasal dari etnis Batak Toba sebagai Pengetahuan Tradisonal dalam mengolah susu kerbau yang ada di Tapanuli Utara”. Kajian ini menjelaskan tentang pengetahuan yang digunakan oleh pembuat Dali ni Horbo serta teknologi yang digunakan. Strategi dan cara yang digunakan untuk menjual dan mengembangkan Dali ni Horbo ini.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengetahuan dan pengalaman pembuat Dali ni Horbo. Selain itu, juga untuk mengetahui peran pemerintah dalam pengembangan kerbau sebagai penghasil susu yang akan menjadi bahan utama pembuatan Dali ni Horbo ini.

Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan pendekatan holistik dengan teknik wawancara mendalam serta observasi terhadap aktivitas-aktivitas peternak kerbau yang membuat Dali ni Horbo. Penelitian ini juga membuat dokumentasi gambar pendukung dari hasil penelitian serta perekaman saat wawancara. Usaha yang bisa bertahan hingga puluhan tahun tentu membutuhkan berbagai strategi dan rahasia dalam mempertahankan jumlah konsumen.

Oleh karena itu, pengetahuan tentang industri tradisional sangat penting bagi wirausahawan dalam memperoleh ide-ide untuk mengembangkan kreatifitasnya secara maksimal. Hasil yang ingin dicapai adalah pemahaman Pengetahuan Tradisional dalam mengolah susu kerbau dari etnis Batak Toba, tradisi dan peran pemerintah dalam pengembangan kerbau yangada di Tapanuli Utara.

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Dali ni Horbo (Studi Pengetahuan Tradisional Pengolahan Susu Kebau Dari Etnis Batak Toba)”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana bagi mahasiswa Departemen Antropologi Sosial. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam penulisan skripsi ini, tetapi dapat penulis atasi dan selesaikan dengan baik.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa

Medan, Mei 2018 Penulis,

Rolan Suheri Purba 140905072

Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat, kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan tulisan akibat terbatasnya kemampuan penulis, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur,” Filipi 4:6 menjadi firman yang selalu mengingatkan penulis untuk selalu percaya kepada Tuhan.

Selesainya tugas akhir ini adalah bantuan, bimbingan dan pengalaman serta dukungan dari semua pihak berupa material, spiritual maupun informasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih sebesar-besarnya kepada :

Terima kasih kepada orang tua penulis yaitu Dermawan Nainggolan yang telah menjadi bapak dan ibu bagi penulis, dengan penuh kesabaran, telah mengasuh dan mendidik penulis seorang diri, berkat doa, cinta kasih dan semangatnya yang selalu memenuhi segala kebutuhan penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini. Juga untuk saudara-saudari penulis yakni Raymon, Retno, Rido, dan Rojer yang dengan kalian penulis dapat menumbuhkan semangat serta semua keluarga besar yang sangat penulis kasihi.

Dengan kerendahan hati dan rasa terima kasih penulis kepada Bapak Drs.Agustrisno, M.SP, yang telah membimbing dan membantu penulis dan telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing, mengkritisi dan mengarahkan pembuatan penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara Terima kasih kepada Bapak Dr. Firkawin Zuska M. Ant selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial. Terima kasih kepada bapak Dra. Tjut Syahriani, M.Soc, Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang mengarahkan penulis dalam memilih dan mengerjakan tugas akhir kuliah. Terimakasih ke pada Dra. Rytha Tambunan. Msi yang juga memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini dan semua Dosen yang telah membimbing penulis dari semester I hingga saat ini dalam menyelesaikan Tugas Akhir kuliah.

Terima kasih kepada Bapak Parlin Purba beserta keluarga yang menjadi key informan, terima kasih telah sepenuh hati dan setulus hati membantu penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir di perkuliahan saya. Dan terima kasih kepada Opung Subur Suagian sebagai pembuat Dali ni Horbo di Kota yang meluangkan waktunya dalam membantu pemenuhan informasi penelitian penulis.

Terima kasih kepada teman-teman penulis di Departemen Antropologi Sosial Angkatan “2014”, terkhusus penulis sangat berterimakasih ke pada sahabat karib penulis yang dengan mereka hari-hari di perkuliahan terasa cerah. Terimakasih Lodewijk Pandapotan Girsang dan Christ Barasa sahabat berdebat dan membangun, juga kepada Ririn Purba dan Dita Maudy Harsa yang memberikan dukungan, dan juga teman-teman dalam Group “Ada Lawan” yaitu Andri, Herma, Lastio, Ira, dan Yuki yang selalu memberikan hiburan. Teman - teman yang senantiasa ceria dan tak henti menyemangati penulis dan teman-teman untuk selalu berbagi keluh kesah yakni Santi, Monika, dan Jesika. Juga ke pada teman-teman yang selalu membuat penulis merasakan kebahagiaan selama perkuliahan Efa Nurhaliza, Sartika, Gresniar, Angel, Sarah, Rovha, Rafita, Lamria, Bayu, Jeli, Amos, Glora, Adi, Reza Aulia, David Faith, Widi, Andrian Nugraha, Ratna, Tamara, Mira, Sinta dan masih banyak lagi yang tak dapat penulis sebut satu persatu. Terimakasih kepada sahabat saya sejak SMP Maria Leonora Tambun yang menjadi teman bercanda dan berantam saat bertemu.

Terima kasih kepada teman-teman yang terasa sudah seperti saudara-saudari penulis sendiri yang ada di Unit Pelayana PD/PA FILIPI terkhususnya kepada abang

Universitas Sumatera Utara dan kakak rohani bang Josua Napitupulu, Elfrida Sinambela dan Ernala Malau yang selalu membimbing penulis dalam pertumbuhan rohani, dan adik-adik rohani Ribka Ulina dan Irawanita yang selalu memberi semangat, nasihat dan doa yang sangat berarti bagi penulis.

Yang terakhir, terimakasih ke pada teman satu kost Herman Panggabean, Rido Purba dan Ucong Boston yang selalu menjadi saudara dan penyemangat pada saat penulisan skripsi ini.

Segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga skripsi ini selesai. Penulis berterima kasih karena telah menjadi bagian dan kenal dengan kalian semua, semoga jasa dan amal baik kalian mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juli 2018 Penulis,

Rolan Suheri Purba 140905072

Universitas Sumatera Utara Riwayat Singkat Penulis

Penulis bernama lengkap Rolan Suheri Purba, lahir tanggal 4 Juli 1996 di desa Batu 12 Km 10 kecamatanDolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Lahir dan dibesarkan oleh pasangan suami istri yakni Rayun Purba dan Dermawan Br. Nainggolan. Saat ini, penulis sebagai mahasiswa aktif Antropologi Sosial FISIP USU dan menetap sementara di Jl. Bunga Wijaya kusuma Gg. Wijaya XV no.9A, Padang Bulan, Medan.

Lahir di Dolok Masihul, penulis memiliki riwayat sebagai berikut:

1. Tahun 2002, masuk SD di SDN No. 106225 Sukarame, Dolok Masihul. 2. Tahun 2008, masuk SMP di SMPN 2 Dolok Masihul. 3. Tahun 2011, masuk SMA di Katolik Cinta Kasih, Tebing Tinggi. 4. Tahun 2014-sekarang, kuliah di USU dengan jurusan Antropologi-Sosial.

Sebagai mahasiswa aktif di Universitas Sumatera Utara jurusan Antropologi Sosial USU, penulis pernah mengikuti berbagai komunitas, diantaranya yang saat ini masih aktif yakni PD/PA FILIPI (Persekutuan Doa & Penelaahan Alkitab Filipi), dan pernah menjabat sebagai ketua di GGArt (Go Green and Art), serta group belajar “Ada Lawan”.

Universitas Sumatera Utara Penulis pernah mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat berupa KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desa Bale Fadoro Tuho Nias Utara pada tahun 2017 selama 1,5 bulan yakni dari Juli-Agustus. Sebagai mahasiswa yang mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, penulis mendapat banyak pengalaman untuk membuat beberapa program yang kemudian dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat.

Dalam kepanitiaan, penulis pernah menjadi salah satu bagian dari panitia dalam acara Dies Natalis Antropologi tahun 2015, panitia natal Antropologi tahun 2015, panitia inisiasi Antropologi 2016 dan panitia Warkop Antro 2016.

Penulis juga pernah menjadi bagian dari MRC (Media Research Center) di tahun 2016 untuk mensurvey preferensi politik masyarakat menjelang pilkada serentak 2017 di Nanggroe Aceh Darussalam sebanyak 2 kali, pernah mengikuti survey dari kementerian kemaritiman tentang GBBS (Gerakan Budaya Bersih Senyum di Samosir pada tahun 2017 dan menjadi surveyor dari lembaga CSIS (Central Strategic and International Study) di Pantai Cermin, Serdang Bedagai pada tahun 2018. Mengikuti seminar dan workshop yang diadakan GGArt (Go Green and Art) di FISIP USU pada tahun 2016.

Penulis juga telah mengikuti ToF (Training of Facilitator) di Medan pada tahun 2016 dan mengikuti Peace Camp di Medan pada tahun 2017. Peace Camp ini diadakan oleh YIPC (Young Interfaith Peace Community) selama 3 hari untuk menjaga perdamaian antar sesama.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI Pernyataan Originalitas Abstraksi Kata Pengantar Ucapan Terimakasih Riwayat Singkat Penulis Daftar Isi ...... i Daftar Gambar ...... iii Daftar Tabel ...... v Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Tinjauan Pustaka ...... 8 1.3 Rumusan Masalah ...... 17 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 18 1.5 Kerangka Penulisan ...... 18 1.6 Metode Penelitian ...... 20 1.7 Pengalaman Penelitian ...... 22 Bab II Lokasi Penelitian 2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...... 28 2.1.1 Secara Geografis ...... 30 2.1.2 Secara Sosial ...... 32 2.1.3 Secara Ekonomi ...... 36 2.1 Lokasi Penelitian ...... 39 Bab III Kerbau Tapanuli 3.1 Pengertian Kerbau ...... 42 3.2 Kerbau Tapanuli ...... 43

Universitas Sumatera Utara 3.2.1 Jenis Kerbau Tapanuli ...... 43 3.2.2 Manfaat Kerbau Bagi Masyarakat Tapanuli ...... 44 3.2.3 Pemeliharaan Kerbau ...... 47 3.3 Pasar Kerbau ...... 58 3.4 Peran Pemerintah Terhadap Pengembangan Kerbau ...... 60

Bab IV Dali ni Horbo 4.1 Sejarah Dali ni Horbo ...... 63 4.2 Pengetahuan Masyarakat Lokal Mengenai Susu...... 66 4.3 Pengolahan Dali ni Horbo ...... 67 4.4 Sistem Penjualan Dali ni Horbo ...... 74 4.5 Dali Sebagai hidangan ...... 76 4.6 Dali Sebagai Kebudayaan dan Aset Pengetahuan Tradisional ...... 77 4.7 Hal-hal Yang Dialami Pembuat Dali ...... 79 4.7.1 Pengalaman Menyenangkan Pembuat Dali ...... 79 4.7.2 Pengalaman Pahit Pembuat Dali ...... 81 4.8 Daerah Yang Masih Terdapat Dali ...... 83 4.9 Perbandingan Pembuat Dali Dengan Yang Ada di Kota ...... 84

Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ...... 89 5.2 Saran ...... 93

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA DALI NI HORBO (STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KEBAU DARI ETNIS BATAK TOBA) Daftar Informan Daftar Pustaka

Universitas Sumatera Utara Daftar Gambar

Gambar. 01. Peta Kecamatan Pagaran ...... 30

Gambar.02. Bagan Persentasi peternak kerbau dan pembuat Dali ...... 38 Gambar.03. Lingkungan Sitanduk ...... 41 Gambar.04. Kerbau Tapanuli ...... 43 Gambar.05.Pembagian Jambar Daging Kerbau ...... 46 Gambar.06. Kerbau milik Bapak Parlin Purba...... 48 Gambar. 07. Pembuatan cincin pada hidung kerbau ...... 49 Gambar.08. Jenis rumput yang biasa diberikan...... 50 Gambar.09. Bapak Parlin Purba sedang mengambil rumput ...... 51 Gambar. 10. Kubangan lumpur yang dibuat oleh bapak Parlin Purba ...... 54 Gambar. 11. Anak kerbau Bapak Parlin Purba yang menyusui ...... 56 Gambar.12. Bapak Parlin Purba dan isterinya sedang memerah susu ...... 57 Gambar.13. Kerbau yang dimasukkan kedalam kandang pemerahan ...... 58 Gambar.14. Pasar Kerbau di Siborong-borong ...... 59 Gambar.15. Kerabau yang diberi tanda pada telinganya bahwa kerbau tersebut dalam pengawasan ...... 61 Gambar. 16. Susu kerbau setelah diperah ...... 68 Gambar. 17. Susu kerbau yang sedang dimasak ...... 69 Gambar .18. Dali yang sudah siap dan sedang didinginkan dalam ember ...... 71 Gambar.19. Air Dali atau whey ...... 71 Gambar.20. Dali ...... 73 Gambar.21. Dali dengan Andaliman ...... 73 Gambar.22. Kerbau dan Peternakan milik bapak Poman ...... 85 Gambar.23. Perbandingan kerbau milik Bapak Poman dan kerbau miliki bapak Parlin Purba ...... 86

Universitas Sumatera Utara Gambar.24. Pakan yang diberikan bapak Poman...... 86 Gambar. 25. Pembuatan Dali oleh Opung Subur Siagian ...... 87 Gambar. 26. Opung Subur Siagian yang membuat Dali setelah susu kerbau datang dari peternak ...... 88

Universitas Sumatera Utara Daftar Tabel

Tabel 1. Tabel rumah ibadah di Kecamatan Pagaran ...... 33 Tabel.2. Komposisi Susu Sapi, Kambing dan Kerbau ...... 87

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini kita ketahui bahwa banyaknya jenis susu yang beredar dipasaran mulai dari susu berbentuk bubuk, cream, dan bahkan cair. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya manusia untuk selalu mengkonsumsi susu untuk memenuhi kebutuhan tubuh pertumbuhan tubuh bisa sempurna. Susu saat ini telah banyak diolah dan bahkan sudah adanya susu yang dibuat untuk satu tujuan khusus misalnya susu khusu bagi ibu hamil hingga susu untuk membentuk otot laki-laki agar terlihat bagus. Selain sebagai minuman, susu juga akan diolah menjadi bentuk makanan misalnya seperti mentega, cream, cokelat, dan keju.

Susu dan Keju biasanya dikonsumsi dalam bentuk cair atau pun diolah menjadi bahan olahan makanan lainnya. Saat ini kita telah mudah mendapatkan produk makanan dan minuman di pasaran yang dibuat dengan bahan dasar susu. Susu yang dipakai biasanya berasal dari sapi perah seperti sapi Sahiwal Cross, Friesian Holstein,

Jersey, Guernsey, Brown Swiss, Ayrshire, dan malking Shorton. Untuk produk makanan atau minuman yang dipasarkan dari hasil olahan susu adalah Keju, Yoghurt,

Mentega, Es krim, Permen, Cream, Susu bubuk, dan lain sebagainya.

Di terdapat beberapa makanan olahan susu yang bukan berasal dari sapi melainkan dari kerbau. Hal ini dikarenakan Indonesia dahulu lebih banyak terdapat kebau dibandingkan dengan sapi. Selain itu kerbau adalah salah satu ternak yang

Universitas Sumatera Utara sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena kerbau memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan sapi yaitu mampu hidup pada kawasan yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas rendah1. Kerbau juga memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang ekstrem.

Makanan tradisional susu kerbau olahan yang ada di Indonesia antara lain yaitu, Dadih

(Sumatera Barat), (Sulawesi Selatan), dan Dali (Sumatera Utara).

Sebagai ternak penghasil susu, kerbau di Sumatera Utara bukan hanya memberikan sumbangan dalam menambah pendapatan petani peternak tetapi dapat pula memperbaiki gizi keluarga. Kerbau yang biasanya dipakai untuk menghasilkan susu adalah jenis kerbau rawa.Penjualan susu yang biasanya dilakukan peternak kerbau ini biasanya dalam keadaan segar dan pembeli mengolah susu tersebut menjadi Dali ni

Horbo.

Orang yang belum familiar dengan panganan tersebut, sering menyebutnya sebagai keju, karena tekstur dan proses pembuatanya yang hampir sama. Terutama para pengunjung yang berasal dari luar Indonesia, mereka kadang bingung dengan panganan asal Tapanuli tersebut. Mereka sering menyamakannya dengan keju dari Belanda dengan menyebutnya si Keju Batak2.

Dali ni Horbo ini memang tergolong sebagai keju lokal. Keju yang biasanya berasal dari Eropa dengan pengolahan yang sudah sangat kompleks sehingga

1 Evy Damayanthi, dkk., “Karakteristik Susu Kerbau Sungai dan Rawa di Sumatera Utara”. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol.19. 2014, hlm 67. 2 Yulia Ylee, “ Uniknya Dali Ni Horbo Si Keju Asal Batak”, Citizen 6, Jakarta, 29 November 2014.

Universitas Sumatera Utara menghasilkan keju yang bertekstut padat. Terdapat beragam jenis keju di dunia, namun seluruhnya memiliki prinsip dasar yang sama dalam proses pembuatannya yaitu :

1. Pateurisasi susu yang dilakukan pada suhu 70 ºC untuk membunuh seluruh bakteri pathogen.

2. Pengasaman susu agar enzim rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon, asam tartrat, cuka, atau bakteri asam laktat.

Proses fermentasi oleh bakteri asam laktat akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet dapat bekerja secara optimal.

3. Penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat dan dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil perbandingan rennet dan susu adalah 1:5000.

Kurang lebih 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam maka terbentuklah curd (gumpalan susu). Bila temperatur sistem dipertahankan pada suhu 40

ºC akan terbentuk curd yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey

(kandungan air yang ada dalam susu).

4. Pematangan keju. 3

Untuk membuat Dali ni Horbo ini secara teknik hampir sama dengan membuat keju seperti diatas bedanya yaitu dalam pembuatan Dali ni Horbo sangat sederhana tanpa membutuhkan zat kimia sintetis tetapi menggunakan asam yang berasal dari nenas mentah, karena semua bahan yang dibutuhkan sangat sederhana dan cara

3 Debby Fadhilah. “Ilmu Veteriner “, http://ilmuveteriner.com/proses-pembuatan-keju/.

Universitas Sumatera Utara pembuatannya juga praktis sehingga bagi setiap orang yang baru pertama kali mencobanya tidak perlu khawatir. Untuk pembuatan dali dengan susu sebanyak 1 liter, tahap pertama adalah memasukkan susu kedalam panci yang steril dan kemudian keruk nenas sebesar seperempat bagian dan peras untuk mengambil air nenas saja dengan tujuan untuk membantu pengentalan susu4. Agar dali memiliki rasa maka kita dapat menambahkan garam secukupnya saja sesuai dengan selera kita aduk susu kerbau tersebut hingga semua campuran merata dan panaskan susu kerbau dengan api kecil guna menjaga bentuk dali saat menggumpal tidak pecah. Pada saat proses pemanasan, susu akan mulai menggumpal dan air yang terkandung dalam susu (whey) akan mulai muncul di permukaan dali yang sudah jadi. Untuk melihat dali yang berhasil dibuat dapat dilihat dari tekstur dali yang sama dengan tekstur hati hewan tetapi bisa juga dibuat lebih padat yaitu dengan menambahkan buah rimbang (terong pipit) saat memasaknya.

Penggunaan air perasan nenas dalam proses pembuatan dali ini bertujuan untuk membantu penggumpalan susu yang merupakan pengganti dari asam laktat dan enzim rennet yang dipakai pada keju dari eropa . nenas juga memiliki kandungan asam laktat yang tinggi sehingga membuat protein dalam susu (kasein) menggumpal.

Penggumpalan susu ini akan terjadi jika bakteri dalam susu berkurang. Pembuatan dali dengan dimasak menggunakan api akan membantu asam laktat dan enzim rennet yang berasal dari nenas tersebut dalam proses penggumpalan susu karena kandungan bakteri dalam susu akan berkurang dan suhu yang meningkat dapat mempercepat proses

4 Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba 13 Februari 2018.

Universitas Sumatera Utara penggumpalan susu. Pengetahuan yang dimiliki oleh orang eropa dalam membuat keju telah dimiliki juga oleh orang batak toba dan ini menjadi hal yang paling menarik sebagai suatu studi Pengetahuan Tradisional dari suku Batak Toba.

Dali ni horbo atau Bagot ni horbo ini sekilas memang mirip dengan tahu tetapi jika kita melihat teksturnya dan rasanya sangat berbeda. Dalam bahasa Batak sendiri,

“Dali” Atau “Bagot” berarti Susu, sementara “Horbo” berarti Kerbau, sehingga keduanya berarti Susu Kerbau. Makanan khas Batak ini, merupakan air susu kerbau yang diolah secara tradisional5. Dali ni horbo ini merupakan makanan yang mudah diolah serta memiliki rasa yang nikmat dan khas pada indra pengecap kita. Pengolahan susu kerbau dengan membuat dali ini menjadikan suatu gaya baru dalam mengkonsumsi susu bagi manusia. Selain itu juga, pemberian dali ini kepada anak-anak menjadi sumber asupan gizi tambahan yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan anak.

Pengolahan susu yang dilakukan seperti ini dapat membuat susu lebih awet dan memperpanjang usia penggunaan susu kerbau. Dali yang sudah jadi juga dapat dibuat lebih awet dengan meletakkan daun ubi mentah, di susun secara berlapis-lapis6.

Penggunaan daun ubi ini dapat membuat dali bertambah 3 hari lebih lama dari dali yang tidak menggunakan daun ubi.

Dahulu makanan khas Batak ini menjadi menu utama yang selalu ada disetiap rumah orang batak. Bukan hanya itu saja, dali atau Bagot ni horbo asli yang berada di

5 Ranty D Siahaan, “ Dali (Pengolahan Susu Kerbau Khas Btak Toba)”, http://www.tripelaketoba.com/kuliner-dali-ni-horbo/ hlm.2 6 Pengetahuan yang dimiliki masyarakat setempat di daerah dolok saribu yang secara spontan diungkapkan saat wawancara.

Universitas Sumatera Utara tanah Batak, biasanya dimakan tanpa nasi (dimakan langsung setelah proses pembuatan selesai), atau bisa juga dihidangkan sebagai arsik dali ni horbo, atau dihidangkan dengan makanan khas lainnya yang dapat membuat membuat dali ni Horbo lebih memiliki rasa yang variatif seperti adanya rasa asam, manis, pedas, dan asin.

Dali ni horbo ini tentu banyak tersedia dibeberapa kawasan pasar tradisional

Sumatera Utara, khususnya daerah yang berada disekitaran Danau Toba, mulai dari

Parapat, Tarutung, Siborong-borong, Tapanuli, hingga ke Pulau Samosir. Hampir semua rumah makan di daerah tersebut menyajikan makanan ini. Harganya juga bervariasi, mulai dari Rp.5.000 sampai Rp.20.000, tergantung dari tebal dan besar dalinya.

Secara umum, kandungan gizi yang terdapat pada Dali ni Horbo ini tidak jauh berbeda dengan kandungan gizi yang terdapat pada susu lainnya seperti, lemak, karbohidrat dan protein, perbedaannya hanya terletak pada proses pengolahannya saja7.

Jika diolah dengan menggunakan rempah-rempah tradisional orang Batak, seperti kunyit, jahe, andaliman, cabai, bawang merah, bawang putih, tentu dapat memberikan khasiat tambahan pada tubuh anda. Satu hal yang pasti, dali ini, diolah dengan sederhana menggunakan peralatan tradisional dan tidak menggunakan unsur kimia yang berbahaya sama sekali.

Desa Dolok saribu lingkungan Sitanduk Kecamatan Pagaran kabupaten

Tapanuli utara adalah salah satu wilayah di Sumatera utara yang masih menjaga dan

7 Ranty D Siahaan, “ Dali (Pengolahan Susu Kerbau Khas Btak Toba)”, http://www.tripelaketoba.com/kuliner-dali-ni-horbo/ hlm.3

Universitas Sumatera Utara melestarikan makanan tradisional ini. Proses pembuatan dali dilakukan dengan sangat tradisional dan masih menggunakan peralatan yang sederhana bahkan untuk proses pemanasan susu kerbau masih menggunakan kayu bakar. Penggunaan kayu bakar dapat memberikan aroma dan rasa dari dali ini semakin bertambah enak. Pembuatan dali di wilayah ini ditentukan oleh ketersediaan susu kerbau. Biasanya susu yang dihasilkan seekor kerbau bisa mencapai 2-3 liter susu dalam satu harinya. Sampai saat ini setiap harinya peternak kerbau masih membuatnya dan biasanya dali akan dijual di pasar tradisional hingga di kota Siborong-borong. Tidak semua pemilik kerbau membuat dali ini namun semua keluarga pembuat dali ini merupakan peternak kerbau sendiri dan kemampuan dalam membuat dali ini diwarisakan secara turun temurun. Saat ini juga sudah terdapat pengolahan dali dengan teknologi yang lebih maju dan menggunakan pengetahuan modern tetapi tidak mengubah rasa aslinya. Pengolahan Dali ini berada di lubuk pakam. Susu yang di gunakan di Lubuk Pakam juga menggunakan susu kerbau.

Pengolahan dali di lokasi ini mampu menyediakan makanan tradisional ini hingga sampai ke medan dan kota sekitarnya.

Pengetahuan dari pembuatan keju dari eropa rupanya telah dimiliki oleh orang

Tatak Toba dalam pebuatan Dali yang merupakan keju lokal dari sumatera utara dan ini menjadi salah satu kekayaan pengetahuan lokal yang dimiliki indonesia, oleh karena hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian terhadap pembuatan Dali ni horbo secara tradisional dan juga pengolahannya di era modern saat ini.

1.2 Tinjauan Pustaka

Universitas Sumatera Utara Pada era modernisasi, dimana kondisi pengetahuan dan teknologi yang sudah semakin maju yang bisa mempermudah segala urusan manusia dan bahkan bisa juga berdampak buruk terhadap manusia itu sendiri seperti penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan . Kehidupan manusia saat ini telah bergantung terhadap teknologi yang membuat segala pekerjaan semakin mudah dan bahkan tidak membutuhkan tenaga manusia lagi. Segala pengetahuan dan informasi telah dapat diperoleh dengan mudah.

Semakin majunya peradaban dunia maka dapat dipastikan bahwa pengetahuan manusia juga akan semakin berubah. Beberapa ahli Antropologi memastikan bahwa perubahan zaman akan mengikis hingga menghilangkan tradisi-tradisi lokal yang telah di turunkan secara turun-temurun. Setiap generasi yang mengalami pola hidup yang berbeda akan saling menyesuaikan dirinya terhadap perkembangan jaman. Tak dapat dihindari bahwa Pengetahuan Tradisional atau kearifan lokal atau kearifan tradisional juga akan semakin hilang.

Pengetahuan Tradisional sebagai suatu kajian ilmiah yang diartikan secara beragam baik oleh para sarjana maupun lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan berkompeten untuk mengaturnya sesuai dengan paradigmanya masing-masing.

Pengetahuan Tradisional berarti suatu ilmu yang dimiliki suatu masyarakat atau lembaga masyarakat atau suatu etnis tertentu yang digunakan untuk membantu pengelolahan sumberdaya agar lebih mempermudah kehidupan sehari-hari. Namun

Universitas Sumatera Utara tidak hanya sampai disitu saja8, Pengetahuan Tadisional masyarakat asli juga bermanfaat bagi negara dan masyarakat internasional baik untuk mempertahankan lingkungan hidup yang berkelanjutan, pengembangan sain dan teknologi maupun untuk memperoleh keuntungan ekonomis9.

Awal pembentukan Pengetahuan Tradisional dalam masyarakat umumnya tidak diketahui secara pasti kapan pengetahuan tradisional tersebut muncul. Pengetahuan tradisional merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan sebagai pegangan hidup. Walaupun sifatnya lokal namun nilai yang terkandung didalamnya sangat universal.

Sistem Pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami10:

1. Alam sekitar,

2. Alam flora di daerah tempat tinggal,

3. Alam fauna di daerah tempat tinggal

4. Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya,

5. Tubuh manusia,

6. Sifat dan tingkah laku sesama manusia,

7. Ruang dan waktu.

8 Paradigma yang dimaksud adalah kerangka berpikir yang dibangun oleh seseorang atau lembaga tentang sesuatu . 9 Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H, “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 11. 10 Dr. Elly M. Setiadi, M.Si, dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2009) hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara Pengetahuan Tradisional merupakan bagian dari kebudayaan tradisional dari suatu daerah atau suatu etnis tertentu yang dikembangkan dan wariskan secara turun- temurun. Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhaya, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Kebudayaan menurut Prof. Dr.

Koentjaraningrat adalah:

“keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadiakan milik diri manusia dengan belajar11.”

Hampir di setiap penjuru dunia, komunitas dan orang perorangan (individual) mempunyai pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi, dikembangkan dan dilestarikan dengan cara-cara tradisional (Traditional manner). Pengetahuan tersebut sering merupakan pengetahuan yang sangat dasar, berasal dari pengalaman kehidupan sehari-hari dan pada umumnya ditandai dengan suatu ciri yaitu “Tradisional” dengan menggunakan cara coba-coba (try and error), komunitas sosial tersebut memanfaatkan sumber daya biologis yang ada di sekitar mereka dan mengembangkan pengetahuannya untuk menunjang dan mempertahankan kelangsungan hidup mereka12. Pengetahuan

Tradisional dapat ditemukan dalam semua lapangan kehidupan yang relevan dengan masyarakat tradisional itu, terutama menyangkut dengan pemenuhan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup, seperti obat dan pengobatan, makanan dan pertanian.

Dalam kenyataan, cabang-cabang industri tertentu seperti industri yang bergerak dibidang makanan dan minuman, farmasi, pertanian, kosmetik dan

11 Prof. Dr. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka cipta, 2013), hlm. 144. 12 Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H., “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara kecantikan, telah memanfaatkan pengetahuan tradisional untuk tujuan komersial.

Misalnya orang-orang “San” dari gurun Kalahari di Afrika yang mengetahui bahwa memakan hoodia, sejenis kaktus, dapat menahan lapar dan haus untuk waktu yang cukup lama. Pengetahuan ini telah diamati para tentara-tentara afrika selatan. Mereka telah mengambil pengetahuan tersebut dan mempraktek kannya selam berperang melawan pemberontak. Akhirnya pengetahuan ini sampai kepada Dewan Riset

Pengetahuan dan industri Afrika Selatan dan melakukan penelitian dan menemukan senyawa tertentu yang mampu menahan lapar dan haus dan hasil penemuan ini di kembangkan secara komersil sebagai obat antiobesitas13.

Di Indonesia, sebagian masyarakat asli masih tergantung pada pengetahuan tradisional sebagai bagian integral dalam kehidupan mereka sehari hari. Mereka melestarikan pengetahuan dengan mengalihkannya dari generasi ke generasi. Mereka mengatur cara-cara pemilikan, penggunaan, dan pengalihan pengetahuan itu sesuai kaidah-kaidah adat yang mereka taati14.

Kasus diatas telah menunjukkan betapa Pengetahuan Tradisional mempunyai nilai dan manfaat yang tinggi, tidak hanya bagi masayarakat tradisional, tetapi juga untuk masyarakat modern. Konsep kepemilikan pengetahuan tradisional dapat dikembangkan tidak hanya dimiliki masyarakat baik kelompok maupun individual, tetapi juga dimiliki oleh negara menjadi Pengetahuan Tradisional Nasional yaitu

13 Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H., “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 3. 14 Ibid., hlm 172.

Universitas Sumatera Utara Pengatehuan Tradisional yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan dikuasai oleh negara15.

Konvensi tentang Keaneka Ragaman Hayati (the Convention on Biological

Diversity-CBD) adalah konvensi internasional yang pertama kali mengakui pengetahuan tradisional secara eksplisit16. Perlindungan Pengetahuan Tradisional telah mendapat perhatian masyarakat internasional yang semakin luas sejak diterimanya CBD pada tahun 199217. Dasar perlindungan Pengetahuan Tradisional tersebut diatur di dalam pasal 8 (j) CBD yang berisi mengatur kewajiban negara dalam kaitannya dengan Pengetahuan Tradisional dan keaneka ragaman hayati termasuk menentukan sifat dari kewajiban negara, yaitu :

1. Sekurang-kurangnya, ada 3 kewajiban negara yang menjadi peserta

(Contracting Party) dalam konvensi ini yaitu:

(a). Menghormati, melestarikan, dan mempertahankan Pengetahuan, Inovasi

dan Praktik-praktik masyarakat asli dan tradisional yang relevan untuk

konservasi dan penggunaan sumber daya hayati yang berkelanjutan.

(b). Memajukan penerapan yang lebih luas terhadap pengetahuan, inovasi dan

prakti-praktik masyarakat asli dengan persetujuan dan melibatkan pemiliknya.

(c). Mendorong bagi hasil yang adil yang timbul dari penggunaan

pengetahuan, inovasi dan prakti-praktik masyarakat asli.

15 Ibid., hlm 176. 16 Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H, “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 8 17 Ibid., hlm 90

Universitas Sumatera Utara 2. Kewajiban para peserta perjanjian (Contracting Party) tersebut bersifat

subjektif, tergantung pada keadaan dan kepatutan suatu negara yang

dinyatakan “as for as possible and as appropriate”, dan

3. Kewajiban dan segala sesuatu yang terkait tersebut harus diatur melalui

undang-undang nasional negara Peserta Perjanjian (subject to its national

legistation) 18

Dali ni Horbo adalah suatu bentuk pengolahan susu yang berasal dari etnik

Batak Toba. Dalam pengolahan dali ini dapat tergolong sebagai salah satu Pengetahuan

Tradisional yang berasal dari sumatera utara yang tergolong juga ke dalam etnofood

(makanan tradisional). Menurut pandangan antropologi bahwa makanan tidak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan manusia akan makan saja, namun makanan juga terkait erat dengan kebudayaan, termasuk teknologi, organisasi sosial, dan juga kepercayaan masyarakat. Makanan tidak akan memiliki makna apa-apa kecuali makanan itu dilihat dalam kebudayaannyaatau jaringan interaksi sosialnya19. Kajian mengenai makanan, kebiasaan makan dan gizi, terutama aspek sosial, budaya dan ekonomi makanan pada berbagai kelompok manusia bukanlah hal yang baru dalam sejarah antropologi.

Jika kita meninjau dari segi pengetahuan dalam pembuatan Dali ni Horbo ini, dengan memanfaatkan proses kimiawi dari buah dan bahan alami lainnya yang dicampurkan kedalam susu maka pengetahuan ini telah tergolong dalam pengetahuan

18 Ibid., hlm. 91 19 Yevita Nurti, “Kajian Makanan Dalam Perspektif Antropologi “, JURNAL ANTROPOLOGI: Isu- isu sosial budaya, Juni 2017. Vol. 19. hlm. 1

Universitas Sumatera Utara yang luar biasa yang berasal dari masyarakat tradisional. Proses pemanasan ketika membuat dali ini berguna untuk membunuh kuman dan bakteri dari susu. Selain itu pembuatan dali ini juga dapat memperpanjang masa penggunaan susu atau dengan kata lain yaitu mengawetkan susu dalam bentuk yang berbeda. Hal-hal ini dapat menjadi bukti bahwa masyarakat tradisional mampu belajar dan berinovasi dalam membuat sesuatu. Ketersediaan bahan utama akan menjadi salah satu faktor yang menunjang masyarakat tradisional untuk berinovasi. Susu kerbau seperti yang di jelaskan dalam latar belakang dengan banyaknya kerbau di asia terutama di sumatera utara sendiri menjadi alasan masyarakat tradisional untuk mengelolah susu kerbaunya agar lebih bermanfaat.

Di sumatera utara, jenis kerbau yang banyak terdapat adalah jenis kerbau rawa dan kerbau sungai. Untuk membedakan jenis kerbau ini dapat kita lihat dari segi fisiknya, kerbau rawa memiliki ciri-ciri warna kulit abu-abu kehitaman, tubuhnya pendek dan kekar, bentuk bulat, ukuran lingkar dada luas, kaki pendek dan lurus, serta tanduk yang lebar dan melengkung. Lain halnya dengan kerbau sungai yang memiliki ciri-ciri kulit yang berwarna hitam pekat, tubuhnya padat dan pendek, leher dan kepala yang relative kecil, punggungnya lebar, serta tanduk yang melingkar rapat seperti spiral. Jumlah produksi susu yang dihasilkan juga berbeda, kerbau rawa dapat menghasilkan susu sebanyak 1 - 1,5 L /hari sementara kerbau sungai dapat menghasilkan susu 6 - 8 L /hari20. Peternak kerbau yang ada di desa Dolok Saribu ini memelihara jenis kerbau rawa namun juga beberapa kerbau telah dikawin silangkan

20 Triyana S, “AGROBISNISINFO.COM – Jenis-jenis Kerbau “, http:/www.agrobisnisinfo.com/2015/03/jenis-jenis-kerbau.html?m=1.

Universitas Sumatera Utara dengan berbagai jenis kerbau tipe badan besar yang dibantu oleh dinas peternakan21.

Kedudukan kerbau bagi masyarakat Batak Toba sangat penting karena sangat dibutuhkan untuk keperluan acara adat kematian Saur Matua dimana posisi orang yang meninggal telah memiliki cicit atau anak dari cucunya.

Ilmu Antropologi sendiri memandang kebiasaan makan sebagai aktivitas kuliner dan keyakinan terhadap fungsi makan dan makanan yang kompleks, mencakup selera suka tidak suka, kearifan, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan anggapan-anggapan yang dihubungkan dengan pengadaan, pengolahan, pendistribusian, dan pengkonsumsian makanan22. Singkatnya makanan merupakan suatu unsur budaya pokok yang terkait dan melekat kepada berbagai unsur-unsur lain.

Sungguhpun sudah menyadari makanan sangat esensial bagi hidup, karena merupakan suatu fenomena fisiologis, akan tetapi selama ini ahli-ahli antropologi budaya lebih tertarik kepada peranan makanan dalam budaya sebagai suatu aktivitas menonjol yang menentukan interaksi sosial, berkaitan dengan kepercayaan dan agama, menentukan bentuk atau pola ekonomi, dan mengarahkan sebagian besar aktivitas kehidupan sehari-hari manusia.

Sejak tiga dekade yang lalu sudah disadari bahwa sumbangan antropologi sebagai bidang ilmu yang memberikan perhatian besar terhadap kekhasan dan keaneka ragaman perilaku dan cara berpikir (budaya) dapat membantu pemahaman ahli-ahli

21 Hasil observasi dan mencocokkan dengan ciri-ciri kerbau yang dapat dijumpai sebab masyarakat setempat hanya mengatakan kerbau tersebut adalah kerbau lumpur. 22 Dr. Zulyani Hidayah, “Rasa dan Keaneka Ragaman Cita Rasa Nusantara”, Dalam hasil Seminar Antropologi Terapan- Sarasehan Nasional Antropologi 2010, Cisarua Bogor 2010. Hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara bidang ilmu lain tentang perlunya strategi-strategi penerapan program gizi, kesehatan dan keseimbangan lingkungan yang berbasis pada perilaku dan kebudayaan komunitas.

Masyarakat pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai tradisi dan budaya yang turun dari generasi satu ke generasi sterusnya. Menurut Geertz (dalam

Ernawi, 2010) dikatakan bahwa:

“Pengetahuan Tradisional merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Oleh karena itu mana kala nilai-nilai tradisi yang ada pada masyarakat terserabut dari akar budaya tradisional, maka masyarakat tersebut akan kehilangan identitas dan jati dirinya, sekaligus kehilangan pula rasa bangganya dan rasa memilikinya”.

Spencer dalam teori evolusi kebudayaan yang diutarakannya mengatakan bahwa seluruh alam itu, baik yang berwujud nonorganic, organis, maupun superorganis, berevolusi kerena didorong oleh kekuasaan mutlak yang disebut evolusi universal. Spencer melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa di dunia itu telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama. Dalam hal ini membuktikan apa yang terjadi dengan kearifan tradisionall etnofood yang akan dikaji mengalami perubahan berdasarkan keadaan teknologi saat ini dimana pengolahan dali yang berada di kota akan mengalami perubahan namun tidak meninggalkan ciri khas dari dali tersebut. Dalam kajian ini juga akan melihat bagaimana dali sebagai studi

Pengetahuan Tradisional etnis Batak Toba akan mengalami perubahan dari segi fungsi sebagai makanan.

Universitas Sumatera Utara 1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah, timbul dua hal yang menjadi acuan penulis untuk

melakukan penelitian yakni : (1) informasi yang didapat kurang lengkap atau kurang

jelas mengingat bahwa penulis lebih banyak melakukan pengamatan dan wawancara

kepada satu keluarga saja. (2) Terdapatnya pengolahan dali ini di kota yang sudah

menggunakan peralatan yang lebih modern.

Sehubungan dengan hal itu, maka muncullah pertanyan-pertanyaan yang

disebut sebagai masalah, menilik dari proses pembuatan dali tersebut, pertanyaan

rincinya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pembuatan (secara tradisional) Dali ni Horbo mulai dari pemerahan

susu kerbau hingga dali terbentuk?

2. Bagaimana perawatan terhadap kerbau agar dapat menghasilkan susu yang yang lebih

banyak dan berkualitas?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan dali

ni Horbo ini secara tradisional mulai dari perawatan kerbaunya hingga pemasaran dali

yang sudah jadi sebagai Pengetahuan Tradisional. Selain itu juga penelitian ini akan

melihat eksistensi dari Dali ni Horbo ini pada masa sekarang dan pengolahannya di

Universitas Sumatera Utara daerah perkotaan sebagai wujud mempertahankan kebudayaan dan pengetahuan ini.

Pengetahuan dalam pengolahan susu ini dapat menjadi kekayaan budaya yang ada di

Indonesia sehingga setiap orang yang masih baru memakan dali ini mengetahui bahwa

Pengetahuan ini milik etnis Batak Toba. Penelitian ini dititik beratkan pada proses yang dijalani baik dahulu hingga sekarang yang mungkin akan berkelanjutan hingga masa yang akan datang pada etnis Batak Toba.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan peneliti dalam menyusun karya ilmiah dan penelitian ini adalah untuk dapat menambah kepustakaan tentang studi Pengetahuan Tradisional dan Etnofood terkhususnya dalam pembuatan Dali ni Horbo secara tradisional. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai catatan kekayaan Pengetahuan Tradisional yang ada di

Indonesia.

1.5 Kerangka Penulisan

Skripsi ini berisi tentang analisis dan hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan pembuat dali yang berasal dari desa Dolok Saribu kecamatan

Pagaran kabupaten Tapanuli Utara sebagai referensi pembuat dali secara Tradisional dan juga pembuat dali dari desa Kelapa Tinggi kecamatan Lubuk Pakam kabupaten

Deli serdang yang sudah mampu membuat dali ini dalam porsi besar dan dipasarkan ke banyak wilayang yang cukup jauh.

Berikut diuraikan apa saja yang dibahas dalam skripsi ini, yakni:

Universitas Sumatera Utara Bab I Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang, tinjauan pustaka, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka penulisan, metode dan pengalaman penelitian.

Bab II Tentang Lokasi Penelitian yaitu gambaran umum desa Dolok Saribu, baik secara geografis, demografis, ekonomi dan sosial. Serta hubungan antara data geografis, demografis, dan ekonomi masyarakat desa Dolok Saribu dengan status kepemilikan kerbau, dampak lingkungan terhadap kerbau, dan tingkat ekonomi pemilik kerbau serta alasan melakukan penelitian di dua lokasi yang berbeda.

Bab III Kerbau Tapanuli, yang berisi mengenai jenis kerbau yang ada di

Tapanuli Utara, fungsi kerbau bagi etnis Batak Toba dari segi sosial budaya dan ekonomi, serta peran pemerintah dalam upaya peningkatan ternak kerbau di desa

Dolok Saribu.

Bab IV Dali Ni Horbo, yang berisi tentang sejarah Dali ni Horbo, pembuatan Dali Ni Horbo mulai dari pemerahan susu kerbau hingga pembuatan Dali ni Horbo selesai, Fungsi Dali ni horbo ditinjau dari segi ekonomi dan sosial, sebagai asset kekayaan Pengetahuan Tradisional yang ada di Indonesia, pengalaman para pembuat Dali ni Horbo dan perbandingan pembuatan dali dengan yang ada di kota.

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan juga saran yang ditujukan kepada para pembuat

Dali baik di desa dan di kota, pihak pemerintah serta masyarakat.

1.6 Metode Penelitian

Universitas Sumatera Utara Pendekatan atau desain penelitian ini adalah kualitatif, sehingga tidaklah bersifat tetap (fixed) melainkan dinamis (Creswell 2002). Ciri „dinamis‟ini sangat diperlukan untuk membuka peluang yang seluas-luasnya bagi „kenyataan di lapangan‟ untuk “bicara”. Dan ini hanya dapat dilakukan karena „instrument penelitian„ yang paling utama dalam pendekatan kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri (Spreadley 1979).

Metode Pengumpulan data dilakukan setelah mengumpulkan data-data (jika ada) sebelumnya, sumber data ini bisa berupa sumber data sekunder dan sumber data primer. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang berupa berkas-berkas dan literatur yang ada kaitannya dengan masalah penelitian. Kemudian, sumber data primer yakni tokoh-tokoh masyarakat, instansi terkait yang memberi informasi tentang masalah terkait. Dengan hal itu makan akan dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan cara pengamatan (observasi) dan dokumentasi serta wawancara, yakni:

1. Mendatangi lokasi yang menjadi tempat pembuatan Dali Ni Horbo secara

tradisional di desa, hal ini sudah meliputi pengamatan terhadap: fisik, lingkungan

atau suasana, serta tindakan atau perilaku sang aktor. Objek amatan sangat

penting dalam penelitian kualitatif karena dibalik objek terdapat ide, cerita, yang

menunjukkan informasi yang sebenarnya. Pengamatan akan dibantu dengan

pengabadian setiap momen yang terjadi pada saat pemerahan susu kerbau di

mulai hingga pembuatan dali selesai, baik berupa gambar dan video.

Universitas Sumatera Utara 2. Selain metode pengamatan, data-data kajian ini juga peneliti kumpulkan melalui

metode wawancara yaitu wawancara mendalam. Wawancara mendalam

dilakukan bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dengan cara

bertatap muka atau berkomunikasi langsung dengan informan. Teknik

wawancara digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan yang lebih

mendalam secara lisan dari informan. Wawancara dilakukan pada saat

pembuatan dali di lakuakn dan bahkan saat mencari pakan kerbau oleh peternak,

dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara agar lebih fokus dan topik

pembicaraan lebih terarah sesuai dengan kajian penelitian. Selain pada pembuat

dali, wawancara juga dilakukan pada masyarakat biasa agar lebih mendapatkan

informasi yang mendalam dan bahkan dari berbagai kalangan usia. Hasil

wawancara umumnya akan langsung ditulis di tempat atau terlebih dahulu

direkam.

3. Pengembangan hubungan antar peneliti dan informan sangat diperhatikan. Dalam

melakukan observasi maupun wawancara sangat diperlukan adanya rapport

(hubungan baik) dengan para informan. Peneliti berusaha menyesuaikan diri

dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat penelitian dan

bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian. Hubungan

baik ini juga terjadi dengan baik karena adanya dukungan persaudaraan dari

marga (family name) dengan para narasumber sehingga sangat memudahkan

dalam melakukan pendekatan terhadap narasumber, dan narasumber jadi lebih

terbuka.

Universitas Sumatera Utara 4. Dalam melakukan penelitian, peneliti juga hendak melakukan catatan-catatan

(field note) yang berisikan tentang kondisi dan situasi yang dialami dan

diketemukan saat hendak melakukan penelitian. Selain itu juga catatan ini berisi

tentang aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan studi yang diangkat oleh

peneliti.

1.7 Pengalaman Penelitian

Penulis melakukan penelitian tentang Dali Ni Horbo ini awalnya karna melihat sebuah acara TV Nasional yang menayangkan tentang kebudayaan Batak dan alam Danau Toba. Melihat acara TV tersebut, penulis teringat saat kecil yang selalu memakan makanan yang satu ini karena dahulunya setiap sore penjual dali ini berjalan berkeliling di sekitar desa penulis. Awalnya terasa kurang menarik untuk mengkaji ini, tetapi setelah membuka Dali Ni Horbo di internet dan melihat proses pembuatannya maka terlihatlah bahwa Dali Ni Horbo ini tergolong ke dalam salah satu Pengetahuan Tradisional.

Penulis awalnya ingin mengangkat tentang Pengaruh Perilaku Masyarakat

Terhadap Daya Tarik Objek Wisata Danau Toba dalam bidang kebersihan dan lingkungan. Namun judul ini setelah dipikirkan sangatlah luas cakupannya dan bahkan biya penelitiannya juga cukup besar. Setelah judul berikut penulis juga sempat berfikir untuk mencari Kearifan Tradisional Batak Toba Dalam Menjaga

Lingkungan namun beberapa hasil penelitian yang dibaca mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara hasilnya hampir tidak ada dan juga telah banyak yang mencoba melakukan penelitian tersebut maka pada tahap berikutnya penulis menyimpulkan untuk mengangkat Dali

Ni Horbo ini setelah melihat di TV.

Pada tahap pengajuan judul kepada Dosen Pembimbing Akademik yaitu Ibu

Dra. Tjut Syahriani. Msoc. Sc. Penulis mengajukan 2 judul yaitu Dali Ni Horbo dan

Hilangnya Alat Musik Tulila Pada Masyarakat Batak Toba Samosir Akibat

Modernisasi, namun penulis lebih mengutamakan judul yang pertama yaitu Dali Ni

Horbo sebagai Studi Pengetahuan Tradisional Etnis Batak Toba.

Beranjak dari pengetahuan yang masih sangat minim mengenai tema tersebut peneliti mencoba mencarai beberapa refensi dan informasi-informasi mengenai makanan yang satu ini ditambah lagi Dali Ni Horbo ini tidak banyak dikenal oleh orang-orang muda tetapi orang-orang yang sudah tua yang sangat familiar dengan makanan ini. Selain itu, belum adanya tulisan-tulisan yang cukup mengenai makanan ini sebagai Pengetahuan Tradisional yang bisa menjadi informasi dasar penulis sehingga membuat penulis semakin \merasa tepat dalam mengangkat tema ini.

Setelah mengajukan judul ke dosen Ketua Jurusan yakni Bapak Dr. Fikarwin

Zuska, judul yang di acc adalah “Dali Ni Horbo (Studi Pengetahuan Tradisional

Pengolahan Susu Kerbau Bagi Etnis Batak Toba” dengan Dosen Pembimbing yakni

Bapak Drs. Agustrisno, Msp . Peneliti mulai mencari referensi lebih banyak tentang penulisan Etnografi, Pengetahuan Tradisional, Etnofood juga buku-buku yang berhubungan dengan judul penelitian untuk membuat proposal penelitian skripsi.

Universitas Sumatera Utara Setelah proposal skripsi diterima oleh Bapak Drs. Agustrisno, Msp peneliti langsung mengurus surat lapangan agar mempermudah dalam mencari informasi.

Saat itu adalah awal libur semester pada bulan februari minggu kedua dan peneliti langsung berangkat menuju lokasi penelitian di daerah Tapanuli Utara tepatnya di Desa Dolok Saribu Kecamatan Pagaran. Lokasi ini juga merupakan wilayah adat milik marga Simamora dan yang sama dengan itu seperti marga Purba, dan Manalu dalam marga Batak Toba sehingga wilayah ini juga sering dikenal oleh orang lokal dengan nama Simamora Nabolak yang artinya Simamora yang luas.

Karena wilayah ini didominasi oleh marga yang sama atau masih tergolong saudara, rasa kebersamaan dan tingkat keperdulian antar sesame di wilayah ini masih sangat terjaga dan bahkan sistem kekerabatan yang dimiliki masih sangat dijaga.

Penulis berangkat dari Dolok masihul yang merupakan desa tempat tinggal dan menempuh lama perjalanan sekitar 6 jam hingga ke Siborong-borong. Penulis berhenti di Siborong-borong dan singgah di rumah saudara untuk meminta tolong agar dibantu mengantar ke lokasi tempat penelitian dan menunjukkan tempat untuk dapat menginap dan tinggal sementara di rumah yang juga masih saudara penulis.

Dari Siborong-borong ke lokasi penelitian masih membutuhkan waktu sekitar setengah jam menggunakan sepeda motor.

Sesampainya dilokasi, penulis langsung diajak berjalan-jalan oleh saudara yang bernama Ardi Purba untuk melihat-lihat kondisi desa da memperkenalkan dengan pemuda yang ada di lokasi penelitian tersebut. Masyarakat disana terutapa

Universitas Sumatera Utara para pemudanya masih sangat ramah. Yang paling uniknya sistem kekerabatan disana masih melihat dari Partuturan (Keturunan) agar satu sama lain dapat menemukan sebutan panggilan yang tepat antar sesama mereka. Ketika mereka melakukan partuturan dengan saya maka sebagian orang memanggil saya sebagai adik tetapi ada juga yang memanggil saya sebagai abang walau secara usia saya jauh lebih muda darinya dan ada juga yang memanggil saya Pak tua yang setara dengan orangtua nya dan bahkan ada yang memanggil saya sebagai Opung yang dianggap pantas untuk dituakan karena secara keturunan saya berada setara dengan kakek mereka. Jika dijelaskan secara terperinci akan sangat rumit dan panjang tetapi itu dapat bermula bahwa dahulunya ompung ( kakek ) terdahulu ada yang menikah dan memiliki anak dalam usia muda tetapi ada juga yang memiliki keturunan pada usia yang sudah cukup tua sehingga mengakibatkan ketidak seimbangan keturunan.

Selama melakukan penelitian, penulis selalu melakukan wawancara ringan terhadap setiap orang yang mengajak ngobrol untuk mendapatkan informasi dasar dan juga informasi mengenai popularitas atau eksistensi dari Dali Ni Horbo ini.

Setelah 2 hari berada di lokasi penelitian dan informasi dasar telah dirasa cukup, maka penulis langsung menemui para pembuat Dali Ni Horbo ini. Secara spontan, setiap orang yang ditanya tempat pembuatan Dali ini semua menunjukkan lokasi yang sama yaitu wilayah Sitanduk.

Setelah mendatangi salah satu warga yang membuat dali ini yaitu keluarga bapak Parlin Purba yang juga merupakan keluarga penulis sendiri. Selain bapak

Parlin Purba ini ada juga keluarga Opung Lastio Simamora, Opung Lastiar

Universitas Sumatera Utara Simamora, Bapak Putra Simamora, Ama Lastiar Simamora yang merupakan anak dari Opung Lastiar yang tetap membuat dali walau sudah pisah rumah dari orang tuanya dan Terakhir bapak Parlin Purba. Penulis juga melakukan survei pada setiap keluarga pembuat Dali ini tetapi penulis mengambil bapak Parlin Purba sebagai narasumber Utama karena bapak ini telah lama membuat dali dan orang tua bapak ini juga dulunya membuat dali jadi telah diwariskan secara turun-temurun. Selain itu bapak Parlin Purba ini juga merupakan ketua Serikat Tani dan Ternak di desa Dolok

Saribu.

Hal yang paling menyenangkan dalam penelitian ini yaitu pada saat memerah susu kerbau untuk yang pertama kalinya dan rasanya sangat lucu dan menggelikkan.

Selain itu selama melakukan penelitian penulis setiap paginya mengkonsumsi susu kerbau asli yang baru di perah, terkadang di campur dengan kopi atau teh dan gula kemudian dipanaskan. Selain itu, penulis juga memiliki pengalaman ketika diajak mencari rumput ke dalam hutan yang masih jarang dijamah oleh manusia.

Banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang didapat selama melakukan penelitian membuat penulis semangat mengumpulkan data ditambah lagi masyarakat yang masih menjaga budaya sopansantun dan keramah tamahan membuat merasa betah untuk tinggal lama di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu secasra penuh di Desa Dolok Saribu. Dalam setiap momen dan kegiatan yang di ikuti selalu disertai dengan dokumentasi foto dan video. Selain melakukan penelitian di Kecamatan Pagaran, Peneliti juga melakukan penelitian di Kecamatan

Lubuk Pakam Desa Pagar Jati Kabupaten Deli serdang untuk melakukan Survei dan

Universitas Sumatera Utara wawancara dengan Opung Subur yang menjadi satu-satunya produsen Dali dalam porsi besar di Lubuk Pakam sehingga mampu mendirtribusikan Dali ini hingga

Siantar dan Kaban Jahe.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan penelitian yakni observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Penulis juga menggunakan teknik emic view, yaitu melihat dan memahami kejadian yang terjadi di lapangan dari sudut pandang informan itu sendiri. Di sini informan adalah sebagai guru yang memberikan informasi, pemahaman, dan pembelajaran bagi penulis dan penulis sendiri memposisikan dirinya sebagai orang yang datang untuk belajar dan mencari ilmu pengetahuan dan pemahan dari informan.

Universitas Sumatera Utara BAB II

LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian Pengetahuan Tradisional Dali ni Horbo ini dilakukan di desa Dolok

Saribu yang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagaran kabupaten

Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Lokasi penelitian ini berada di rumah Keluarga bapak Parlin Purba tepatnya di Dusun I desa Dolok Saribu. Di desa ini juga cukup unik dalam penamaan sebuah lokasi. Walaupun secara administrasi pemerintahan telah dibagi wilayah dalam setiap dusunnya, namun nama-nama wilayah di desa ini juga telah ada sejak dahulu dengan nama yang sesuai dengan kriteria lingkungan sekitarnya. Misalnya pada dusun I ini terdiri atas beberapa lingkungan yaitu, Pea

Linta, Huta Godang, Simardimpulan, Huta Pancur, dan Sitanduk. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah sitanduk. Nama Sitanduk diberikan karena kodisi tanah sekitar sangatlah keras dan meruncing-runcing sama seperti tanduk. Lingkungan sitanduk ini sangat luas namun jumlah penduduknya yang sedikit.

Untuk keseluruhan Kecamatan Pagaran dan Sekitarnya bahkan hingga ke

Siborong-borong dan sebagian besar Kabupaten Tapanuli Utara yang membuat Dali ni Horbo hanyalah di lingkungan Sitanduk ini. Saat datang ke Kecamatan Pagaran maka ketika mencari Dali ni Horbo masyarakat akan langsung mengarahkan ke lingkungan ini.

Universitas Sumatera Utara Desa Dolok Saribu ini masih termasuk ke dalam wilayah tanah adat milik

Marga Toga Simamora (keturunan dari Raja Simamora) karena dipercaya bahwa nenek moyang Marga Toga Simamora bertempat tinggal di Kecamatan Pagaran ini sehingga kita akan menemukan marga-marga yang homogen dalam jumlah yang banyak seperti marga Simamora, Purba, Debata raja, Manalu, dan Manorsa. Di desa ini terdapat Sebuah Tugu kebesaran Marga Purba yaitu Tugu Tungkot Marpaung.

Tanah adat ini sering dikenal orang dengan sebutan Simamora na Bolak yang artinya

Simamora yang luas.

Lokasi pembuat Dali ni Horbo ini berada dalam 1 tempat saja. Ada terdapat 5 keluarga yang masih tetap membuat Dali ni Horbo yaitu, keluarga Opung Lastio

Simamora, Opung Lastiar Simamora, Bapak Putra Simamora, Ama Lastiar

Simamora, dan yang terakhir Bapak Parlin Purba yang merupakan key informan dari penelitian ini. kelima keluarga pembuat dali ini merupakan tetangga satu sama lain yang terletak agak masuk ke dalam lewat sebuah gang kecil sebelum lingkungan

Pealinta. Rumah bapak Parlin Purba berada padaposisi yang paling ujung. Lokasi ini sangat strategis karena berada di tengah-tengah antara onan (Pasar) Sipultak, onan

Rura Julu, dan onan Siborong-borong.

Universitas Sumatera Utara 2.1.1 Secara Geografis

Gambar. 01. Peta Kecamatan Pagaran

Desa Dolok Saribu merupakan salah satu dari 14 Desa yang ada di Kecamatan

Pagaran. Letak Desa ini sendiri berada 1.275m di atas permukaan laut dengan luas wilayah 19,00 km2 dengan kepadatan penduduk 137 jiwa/Km². Desa Dolok Saribu ini meruakan desa terluas yang ada di kecamatan Pagaran. letak geografis desa ini yang

Universitas Sumatera Utara cukup tinggi sehingga memposisikannya pada iklim dingin dengan suhu antara 17-22

ºC . Curah hujan di desa Dolok Saribu mencapai 1190 mm/tahunnya23.

Dengan letak geografis yang berada pada posisi iklim dingin, hal ini sangat mendukung dan baik bagi kesehatan kerbau lokal milik masyarakat desa Dolok

Saribu ini. Daya tahan panas kerbau lebih rendah daripada sapi24. Desa Dolok saribu merupakan desa yang juga masih sangat asri alamnya sehingga mampu menyediakan pakan alami bagi kerbau-kerbau yang dipelihara. Banyaknya hutan dan lahan kosong yang ditumbuhi rumput membuat para peternak kerbau tidak terlalu sulit dalam mencari makanan bagi kerbaunya. Selain itu kualitas rumput di wilayah ini juga dianggap warga sangat memiliki kandungan gizi yang banyak sehingga kerbau milik warga tidak akan mengalami kekurangan gizi dan pastinya akan gemuk25.

Dengan suhu yang mendukung kesehatan kerbau dan alamnya yang masih banyak menyediakan makanan bagi kerbau sangat menguntungkan bagi para peternak kerbau dan hal ini juga dapat dipastikan kerbau akan mampu menghasilkan susu dengan kualitas yang baik. Jika susu kerbau yang dihasilkan dengankualitas yang baik, maka Dali ni Horbo yang akan dibuat juga akan memiliki kandungan gizi yang banyak dan juga baik bagi tubuh manusia26.

Desa Dolok Saribu merupakan desa yang memiliki jarak yang cukup luas antara satu rumah dengan rumah yang lain. Wilayah pekarangan yang dimiliki oleh

23 Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017. 24 Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 69 25 Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba 26 Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba

Universitas Sumatera Utara setiap keluarga cukup luas. Luas pekarangan ini sangat mendukung bagi para peternak kerbau untuk memelihara kerbaunya dengan baik. Pekarangan rumah akan dimanfaatkan oleh peternak kerbau untuk tempat penambatan kerbau atau bahkan juga menjadi tempat kerbau untuk makan.

Beberapa warga yang tidak memiliki luas lahan pekarangan rumah tetapi memiliki peliharaan kerbau, maka mereka akan menambatkan kerbau milik mereka di ladang atau sawah milik mereka sejak pagi dan saat sore hari kerbau milik mereka akan dibawa kembali ke kandang yang berada di belakang rumah milik mereka.

2.1.2 Secara Sosial

Berhubungan dengan multikultural, desa Dolok Saribu masih didominasi dengan suku Batak Toba dan agama Kristen dan sebagian kecil suku dan agama lainnya. Masyarakat di desa Dolok Saribu masih sangat menjaga kebudayaan dan melestarikan adat istiadat serta sopan santun antar sesama. Masyarakat desa Dolok saribu masih tergolong homogen karena seluruh warga merupakan etnis Batak Toba yang beragama Nasrani. Jumlah penduduk desa Dolok Saribu ini sebanyak 2.605 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 790 KK yang terdiri atas 5 dusun27.

Tabel.128

27 Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017. 28 Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017.

Universitas Sumatera Utara

Tabel rumah ibadah di Kecamatan Pagaran

Di desa ini masih menjaga adat istiadat dan kepercayaan terhadap leluhur walaupun telah menganut agama nasrani. Banyaknya terdapat tugu-tugu dan bangunan kuburan yang dibuat besar dipercaya bahwa itu merupakan cara yang dapat membahagiakan arwah orangtua mereka yang sudah meninggal. Selain itu kita juga masih dapat menemukan adanya kuburan yang diatasnya terdapat tumbuh pohon besar yang sengaja ditanam dengan tujuan agar mampu memeberikan kesuburan dan semua keturunannya menyebar luas dan semakin tinggi kedudukannya sama seperti pohon tersebut. Setiap tahun kita data menemukan adanya beberapa keluarga besar yang yang meruakan Pomparan (semua keturunan hinggu ke cucunya) dari satu

Universitas Sumatera Utara opung tertentu akan mengadakan pesta tugu atau Partangiangan (mendoakan leluhur) dan meminta berkat dan perlindungan dari arwah opung tersebut.

Kebudayaan yang masih sangat dijaga membuat keramahtamahan dan ketertiban di desa ini ikut terjaga juga. Dalam setiap permasalahan yang ada akan di selesaikan dengan cara musyawarah dan akan mengumpulkan para tetuah-tetuah untuk meminta nasihat dan persetujuan. Fungsi kepala desa hanya mengurus masalah kebutuhan dan administrasi sedangkan untuk ketertiban dan solidaritas akan diserahkan kepada tetuah adat yang terdekat. Masyarakat di desa ini sangat menghargaidan menghormati satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena masyarakat desa masih menghormati Dalihan na Tolu yang merupakan wawasan sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan semua budaya Batak Toba. Dalihan na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang memepertalikan satu kelompok.

Hal lain yang sangat sering dijumpai dari masyarakat desa Dolok Saribu ini adalah kebiasaan saat menyambut tamu. Setiap tamu yang datang kerumah akan wajib disuguhi kopi sebagai bentuk penghormatan dan penyambutan walau tamu tersebut hanya sebentar saja berkunjung. Tamu yang disuguhi kopi tidak pernah melihat orang itu dari mana dan siapa walaupun yang datang merupakan tetangganya.

Tamu yang datang akan ditanya terlebih dahulu minum apa dan kemudian ditanya tujuannya. Dahulunya tamu disambut bukan dengan kopi melainkan dengan Dali ni

Horbo tetapi sekarang kebiasaan itu telah tiada mengingat bahwa tidak semua orang dapat menyediakannya.

Universitas Sumatera Utara Aktivitas lainnya yang dilakukan oleh warga adalah kegiatan gotong royong.

Kegiatan gotong royong ini bukan gotong royong dalam rangka bersih-bersih tetapi bersama-sama membantu setiap warga yang sedang melakukan adat atau hal lainnya yang membutuhkan bantuan orang banyak. Biasanya dalam kegiatan gotong royong ini akan diberikan dali kepada setiap orang dengan tujuan untuk menambah tenaga bagi yang bergotong royong.

Desa Dolok Saribu merupakan desa dengan penduduk yang masih banyak memiliki hubungan keluarga baik keluarga kandung maupun keluarga dari leluhur.

Dari segi sosial juga biasanya akan mempengaruhi konsumen untuk membeli dali dari produsen yang mana. Biasanya konsumen akan mengutamakan membeli dali dari pembuat dali yang masih memiliki hubungan keluarga yang lebih dekat dengan konsumen tersebut.

Untuk sarana pendidikan yang ada di desa Dolok Saribu ini cukup lengkap.

Fasilitas sekolah yang ada mulai dari sekolah dasar (SD) ada 3 sekolah yaitu SDN

173388, SDN 173389, dan SDN 176347. Untuk sekolah menengah pertama (SMP) terdapat 1 SMP yaitu SMP Negeri 1 Pealinta. Untuk sekolah mengengah atas (SMA) terdapat 2 sekolah yaitu SMU Negeri Pagaran dan SMK Negeri Pagaran Pealinta.

Semua sekolah ini berada di pusat desa yaitu dusun I wilayah Pealinta.

2.1.3. Secara Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Masyarakat desa Dolok Saribu mayoritas berprofesi sebagai petani, hal ini didukung oleh lahan pertanian yang lebih luas dibanding dengan luas pemukiman warga. Komoditi tanaman yang di tanam oleh petani ini sangat beragam yaitu, tanaman kopi yang paling banyak di tanam di kecamatan ini, kemudian tanaman tembakau yang juga cukup banyak ditanam oleh petani, juga sayuran seperti tomat, wortel, kol, sawi, cabai, bawang, tanaman padi dan bahkan palawija seperti ubi kayu, ubu jalar, jagung, kacang, kentang,. Kopi adalah penghasilan terbanyak dari sektor pertanian karena masyarakat mengaku untuk biaya perawatan tanaman ini lebih sedikit dan tidak terlalu rumit sehingga tumbuhan ini lebih banyak ditanam oleh masyarakat. Untuk tembakau juga jenis tanaman yang sangat mudah dirawat bahkan lebih mudah dibandingkan kopi, harga tembakau dari petani kepada pengepul juga cukup mahal tetapi proses pembuatan tembakau dari daun hingga siap pakai cukup merepotkan ditambah lagi berat tembakau yang ringan membuat harga yang mahal tidak terlalu dapat dirasakan oleh petani sehingga beberapa petani enggan untuk menanam tembakau.

Berternak juga menjadi pilihan masyarakat untuk menjadi pekerjaan sampingan. Jenis hewan ternak yang biasanya dipelihara seperti ayam, babi, kerbau.

Hapir setiap keluarga memiliki ayam dan babi untuk diternakkan namun untuk yang memelihara kerbau tidak sebanyak yang memelihara ayam dan babi dikarenakan sempat adanya pemikiran masayarakat menjual kerbaunya untuk membeli lahan pertanian karena beranggapan bahwa dengan bertani akan lebih mudah. Peternak kerbau yang ada di desa ini hanya sekitar 30% dari jumlah kepala keluarga. Kerbau

Universitas Sumatera Utara juga sering dimanfaatkan pemiliknya untuk mendapatkan tambahan pendapatan setiap harinya dari hasil susu kerbau tersebut dan hal ini juga akan menjadi pembahasan Dali yang berfungsi dalam sektor perekonomian. Selain dari susu kerbau juga sangat berpotensi menghasilkan pendapatan karena posisi kerbau dalam adat

Batak Toba akan membuat harga kerbau cukup tinggi. Kerbau juga masih digunakan untuk membantu dalam membajak sawah dan mengangkat kayu dari hutan yang akan dipakai untuk bahan bakar di rumah.

Dari 30% masyarakat yang memelihara kerbau, hanya ada 5 keluarga yang membuat Dali ni Horbo yaitu, keluarga Opung Lastio Simamora, Opung Lastiar

Simamora, Bapak Putra Simamora, Ama Lastiar Simamora, dan yang terakhir bapak

Parlin Purba yang merupakan informan kunci dari penelitian ini29. Dari semua pemilik kerbau yang ada di desa ini, Opung Lastio Simamora adalah pemilik kerbau terbanyak di desa ini hingga mencapai 28 ekor kerbau.

Persentasi peternak kerbau dan pembuat Dali

Yang memelihara 30% kerbau 0% yang membuat dali 70%

yang tidak memelihara kerbau

29 “Opung” merupakan sebutan etnis Batyak Toba untuk orang yang telah memiliki cucu dan “Ama” sebutan bagi seorang ayah yang memiliki anak dan nama anak atau cucunya yang paling besar yang menjadi Panggoaran atau nama panggilan buat orang tersebut.

Universitas Sumatera Utara Gambar.02. Bagan Persentasi peternak kerbau dan pembuat Dali

Awalnya bapak Parlin Purba melihat suatu cara ini dari daerah Tarutung yang sangat menguntungkan menurutnya untuk diterapkan di lokasinya yaitu dimulai dengan membeli induk kerbau betina yang sudah beranak beserta anak kerbaunya.

Kemudian kerbau yang dibeli ini akan diperah selama satu tahun untuk membuat dali.

Selama satu tahun itu dali yang dibuat akan dijual dan uangnya akan dipakai dalam kebutuhan sehari-hari. Setelah satu tahun, anak kerbau tersebut telah bertambah besar dan pastinya harga jualnya akan semakin banyak. Kerbau dan anaknya selanjutnya akan dijual dengan harga yang sudah berbeda saat membelinya dan kemudian bapak

Parlin Purba akan mencari kerbau yang beranak kembali dari mandor dan kemudian memerah susu kerbau itu lagi dan begitulah seterusnya.

Tidak semua warga yang memiliki kerbau membuat Dali karena sebagian peternak hanya memelihara kerbau jantan saja karena harga jantan lebih mahal disbanding betina. Selain itu peternak kerbau yang memiliki kerbau betina yang beranak akan memerah susu kerbau dan membuat Dali tetapi bukan untuk dijual .

Terkadang susu yang diperah juga hanya dijadikan minuman yang dicampur dengan gula dan dipanaskan atau dicampur dengan kopi. Pekerjaan lain yang dimiliki para peternak kerbau adalah bertani. Disisa waktu memeperhatikan para kerbaunya, maka mereka akan menyempatkan waktunya untuk merawat dan memanen tanaman yang ditanam di sawah atau kebun milik mereka.

Universitas Sumatera Utara Selain profesi bertani dan berternak, juga ada yang membuka usaha seperti berjualan mulai dari jual makanan , warung kopi, lapo tuak (warung tuak), warung sembako, bahkan panglong. Selain usaha jualan ada juga terdapat sebuah usaha pabrik penggiling kopi dan kopi dari hasil penggilingannya ini akan dikemas dalam karung dan dikirim ke berbagai tempat termasuk kopi sidikalang yang terkenal juga berasal dari desa ini.

Beberapa orang juga memiliki jabatan kepegawaian negara (PNS) seperti guru, dan juga kedinasan seperti dinas pertanian dan peternakan, dan pemerintahan setempat. Selain pegawai negeri ada juga yang berprofesi sebagai pegawai swasta dan buruh.

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di rumah Keluarga bapak Parlin Purba tepatnya di

Dusun I desa Dolok Saribu. Di desa ini juga cukup unik dalam penamaan sebuah lokasi. Walaupun secara administrasi resmi telah dibagi wilayah dalam setiap dusunnya, namun nama-nama wilayah di desa ini juga telah ada sejak dahulu dengan nama yang sesuai dengan kriteria lingkungan sekitarnya. Misalnya pada dusun I ini terdiri atas beberapa lingkungan yaitu, Pea Linta, Huta Godang, Simardimpulan, Huta

Pancur, dan Sitanduk. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah sitanduk. Nama

Sitanduk diberikan karena kodisi tanah sekitar sangatlah keras dan meruncing- runcing sama seperti tanduk. Lingkungan sitanduk ini sangat luas namun jumlah

Universitas Sumatera Utara penduduknya yang sedikit. Lokasi spesifik dari penelitian ini berada sekitar 200 meter dari pealinta yan merupakan pusat dari desa ini. Lokasi ini berada di balik pepohonan dan sedikit masuk kedalam dari pinggir jalan utama desa ini. Lokasi ini memang sedikit tersembunyi tetapi semua warga yang ada disana mengetahui lokasi ini.

Rumah bapak Parlin Purba berada di again paling ujung dari lokasi ini namun untuk di lokasi ini tidaklah terlalu luas dan jarak dari antar rumah juga tidak terlalu jauh. Semua masyarakat Desa Dolok Saribu mengenal bapak Parlin Purba karena peranannya yang sangat penting dalam adat yaitu sebagai Parhata atau juru bicara saat adat dilakukan. Selain itu bapak ini juga merupakan aktivis dibidang pertanian dan pemimpn kelompok tani dan peternakan untuk wilayah dusun I. ini lah yang membuat saya menjadikan bapak ini sebagai informan kunci untuk diwawancarai.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 03. Lingkungan Sitanduk

Untuk keseluruhan Kecamatan Pagaran dan Sekitarnya bahkan hingga ke

Siborong-borong dan sebagian besar Kabupaten Tapanuli Utara yang membuat dali hanyalah di lingkungan Sitanduk ini. Saat datang ke Kecamatan Pagaran maka ketika mencari dali masayarakat akan langsung mengarahkan ke lingkungan ini. Lingkungan sitanduk ini hanya terdiri atas 5 kepala keluarga dan semuanya merupakan pembuat dali.

Universitas Sumatera Utara BAB III

KERBAU TAPANULI

3.1 Pengertian Kerbau

Kerbau adalah binatang memamah biak (mamalia) yang bisa diternakkan untuk diambil dagingnya atau susu atau untuk dipekerjakan (membajak, menarik pedati), rupanya seperti lembu dan agak besar, tanduknya panjang, suka berkubang, umumnya berbulu kelabu kehitam-hitaman30. Ternak kerbau sangat menyukai air.

Sisa-sisa fosil kerbau yang sekarangmasih tersimpan di India (lembah Hindus) menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lokal di Asia dikenal dengan beberapa istilah sesuai dengan daerahnya, antara lain Bhanis di India,

Aljamos di negara-negara Arab, Karbu di Malaysia, Kerbau di Indonesia31.

Kerbau Asia memiliki banyak jenis dan diantaranya ada Bubalus arnee yang merupakan kerbau liar india, Kerbau Tamarao merupakan salah satu kerbau liar di

Asia dan ditemukan di Mindanao Filipina, Anoa Depressicornis merupakan hewan terkecil dari kelompok kerbau, Kerbau Murrah adalah salah satu bangsa kerbau perah yang banyak diternakkan di Indonesia dan jenis kerbau yang sama dengan Murrah ini adalah kerbau Nili , Ravi, dan Kundi32. Dari beberapa jenis kerbau yang ada, kerbau pada umumnya akan dibagi atas 2 jenis yaitu, Kerbau lumpur dan Kerbau Sungai.

Pembagian ini didasarkan pada daerah yang disukai oleh kerbau. Adanya kerbau yang

30 Kbbi.web.id/kerbau 31 Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 19 32 Ibid., hlm.29

Universitas Sumatera Utara suka berkubang di Lumpur tetapi ada juga yang lebih suka berendam langsung di sungai atau rawa.

3.2. Kerbau Tapanuli

3.2.1. Jenis Kerbau Tapanuli

Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat lokal di Tapanuli memiliki ciri-ciri kaki pendek, badan besar bulat, lingkar dada besar, tanduk semi melingkar

(menyabit) agak mendatar, terdapat warna putih pada beberapa bagian tubuh seperti kaki dan ujung ekor, warna tubuh abu-abu gelap hingga ke hitam. Masyarakat setempat menyebut jenis kerbau tersebut adalah Kerbau Lumpur.

Gambar.04. Kerbau Tapanuli

Universitas Sumatera Utara Kerbau jenis ini memang tergolong keadalam jenis kerbau lumpur Asia tenggara. Kerbau ini banyak ditemui di Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Kerbau ini disebut kerbau lumpur untuk membedakan dengan kerbau bangsa Murrah dan Surati yang disebut kerbau sungai33. Kerbau ini tidak hanya di

Tapanuli saja tetapi seluruh wilayah Tanah Batak Toba seperti Porsea, Balige,

Samosir, dan di beberapa wilayah sekitarnya juga memelihara jenis kerbau ini.

Kerbau ini mampu menghasilkan susu sebanyak 2-3 liter dalam sehari tergantung pada makanan dan porsi minum dari kerbau tersebut. Kerbau ini sebenarnya bukanlah jenis kerbau perah namun peternak kerbau tetap memerah kerbau milik mereka untuk membuat Dali ni Horbo. Para peternak juga mengetahui bahwa jika kerbau tidak di perah maka anak kerbau akan meminum susu dari induknya dalam jumlah yang banyak sehingga anak kerbau akan mengalami mencret.

3.2.2. Manfaat Kerbau Bagi Masyarakat Tapanuli

Kerbau adalah hewan peliharaan yang sudah sangat familiar bagi masyarakat

Tapanuli terkhususnya bagi etnis Batak Toba. Kerbau memiliki peran yang sangat besar dalam etnis Batak Toba diantaranya sebagai hewan kurban yang akan dimakan, sebagai pembantu dalam pengolahan lahan sawah, dan juga untuk diambil susunya.

Sosok kerbau dalam pemahaman budaya masyarakat Batak Toba memiliki sejumlah symbol antara lain kejayaan, kekuatan, kebenaran, kesabaran, dan penangkal roh jahat. Tidak heran bila symbol-simbol kerbau ada dalam seni ukir dan arsitektur

33 Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm.24

Universitas Sumatera Utara Batak Toba, dimana pada ujung puncak atap rumah dihiasi dengan motif Ulu Paung

(Kepala Raksasa) yang menggunakan tanduk kerbau. Jika kita lihat ada tanduk kerbau di satu rumah orang Batak Toba, itu menunjukkan bahwa mereka pernah melakukan kegiatan adat adalah skala besar34.

Peran kerbau sebagai hewan kurban yang dimakan biasanya akan digunakan dalam pesta adat dan upacara kematian. Selain hewan Babi, kerbau juga memiliki nilai lain saat digunakan dalam upacara kematian. Penggunaan kerbau dalam upacara kematian memberikan kesan dan makna yang khusus bahwasanya orang yang meninggal tersebut telah pada posisi Saurmatua (seseorang meninggal setelah memiliki cucu hingga cicit). Pesta Saurmatua idealnya yang dipotong adalah kerbau namun sekarang tergantung pada kondisi ekonomi pihak yang menyelenggarakan.

Kerbau yang diotong akan dibagi atas beberapa bagian dan ini biasanya disebut dengan Jambar yang artinya Hak/Bagian. Jambar ini akan dibagi kepada pihak- pihak yang dianggap berhak untuk mendapatkannya.

34 Penjelasan oleh Robinson Simanjuntak yang merupakan praktisi adat Batak Toba di Naga Hall, Medan, Sabtu (17/2/2018) dikutip dari medanbisnis.com

Universitas Sumatera Utara

Gambar.05. Pembagian Jambar Daging Kerbau

Kerbau sebagai pembantu dalam kegiatan pertanian berfungsi sebagai penarik pembajak sawah. Bukan hanya bagi etnis Batak Toba atau di Tapanuli, di wilayah lain dan etnis lain juga sudah menggunakan kerbau sebagai pembajak sawah. Kerbau juga akan digunakan untuk mengangkat hasil panen daeri sawah ke rumah dengan menggunakan gerobak yang ditari oleh kerbau. Selain hasil panen dan membajak sawah, kerbau juga akan dipakai untuk mengangkat kayu bakar yang diambil dari hutan karena dahulunya alat untuk memasak yang digunakan adalah kayu bakar.

Selain sebagai pedaging dan juga sebagai pembantu kegiatan pertanian bagi etnis Batak Toba, kerbau juga memiliki fungsi dari susu kerbau tersebut. Susu itu akan diperah dan kemudian diolah menjadi makanan olahan Dali ni Horbo. Dali ini banya diminati oleh kalangan siapa saja yang telah mengenal dan memakannya.

Universitas Sumatera Utara Kerbau yang menjadi penghasil susu sebagai bahan dasar pembuatan dali ini sangat dibutuhkan baik para peternak dan juga para konsumen35.

Bagi sebagian masyarakat di Tapanuli utara masih tergantung pada pemanfaatan kerbau ini baik dari segi tenaga yang dibutuhkan maupun juga dagingnya karena memiliki keuntungan secara ekonomis bagi para peternaknya. Pada zaman dahulu kerbau ini dapat menjadi status sosial. Apabila sebuah keluarga memiliki kerbau beberapa ekor untuk diternakkan maka keluarga tersebut dapat diposisikan sebagai keluarga yang sejahtera dan memiliki kedudukan yang cukup tinggi.

3.2.3. Pemeliharaan Kerbau

Kerbau adalah salah satu jenis hewan yang sangat bermanfaat bagi Etnis

Batak Toba karena adat istiadat Batak Toba yang menggunakan kerbau dalam upacara adat kematian Saurmatua (yang meninggal sudah punya cucu bahkan cicit) sebagai makanan wajib dalam upacara adat ini. Sejak dahulu kerbau dengan etnis

Batak sudah tidak dapat dipisah lagi. Selai digunakan untuk adat kerbau juga dipakai untuk membajak sawah dan menarik kreta untuk mengangkat hasil panen dari sawah dan kayu dari hutan36.

Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat lokal memiliki ciri-ciri kaki pendek, badan besar bulat, lingkar dada besar, tanduk semi melingkar (menyabit) agak mendatar, terdapat warna putih pada beberapa bagian tubuh seperti kaki dan ujung

35 Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba 36 Pemaparan Oleh Bapak Parlin Purba.

Universitas Sumatera Utara ekor, warna tubuh abu-abu gelap hingga ke hitam. Masyarakat setempat menyebut jenis kerbau tersebut adalah Kerbau Lumpur.

Gambar.06. Kerbau milik Bapak Parlin Purba.

Kerbau jenis ini memang tergolong keadalam jenis kerbau lumpur Asia tenggara. Kerbau jenis ini banyak ditemui di Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand,

Malaysia, dan Indonesia. Kerbau ini disebut kerbau lumpur untuk membedakan dengan kerbau bangsa Murrah dan Surati yang disebut kerbau sungai37. Dalam perawatan kerbau ini, bapak Parlin Purba tidak terlalu kesulitan dan begitu juga dengan para peternak yang lain.

a. Pemberian Cincin Hidung

Kerbau milik Bapak Parlin Purba ini tidak pernah di kandangkan kecuali saat kerbaunya baru beranak. Kerbau akan dibuat cincin pada hidungnya dari sebatang besi bulat dan kemudian cincin ini akan diikatkan tali, ujung talinya yang satu akan di ikatkan pada sebuah pohon atau ditancapkan dengan besi.

37 Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 07. Pembuatan cincin pada hidung kerbau

Pembuatan cincin pada kerbau ini bertujuan agar kerbau dapat patuh pada pemiliknya dan kerbau tidak memiliki sifat liar lagi (Jinak). Pemberian cincin ini dilakukan kepada kerbau yang telah berusia minimal 1 Tahun. Pembuatan cincin ini dilakukan oleh orang yang sudah paham dan berpengalaman karena jika dilakukan dengan kesalahan sedikit saja maka hidung kerbau akan terluka parah bahkan hingga terkoyak dan akhirnya infeksi. Saat membuat cincin ini, kerbau akan diberikan menjilat tangan yang dilumuri garam dengan tujuan agar saat ditusuk kerbau tidak akan berontak. Setelah cincin dipasan maka kerbau tidak akan langsung diikat tetapi dibiarkan mengikuti induknyan minimal 3 hari atau paling tidak hingga hidungnya sembuh dan setelah itu kerbau akan dipisah dengan indukan dan akan ditambatkan.

Universitas Sumatera Utara b. Pemberian Pakan dan minum Kerbau

Pakan kerbau di desa Dolok Saribu ini masih sangat tersedia karena lokasi yang masih alami dan lahan kosong yang masih belum diolah oleh manusia menyediakan jenis rumput yang disukai oleh kerbau ini. Untuk jenis rumput yang biasanya diberikan para peternak adalah Humbil (sebutan lokal) atau rumput Bede, rumput ilalang, Odot, dan rumput gajah.

Gambar.08. Jenis rumput yang biasa diberikan.

Bapak Parlin Purba biasanya mencari rumput setiap hari dan memberikan rumput ini kepada kerbaunya dengan perbandingan 5 % dari berat badan kerbaunya untuk satu harinya. Kerbau akan memakan rumput kecil yang ada di lapangan tempat kerbau diikat sebagai makanan tambahannya. Peternak kerbau di desa Dolok saribu ini juga sengaja membuat sebidang lahan yang mereka miliki untuk ditanami rumput sebagai pakan cadangan kepada kerbaunya disaat musim kemarau tiba.

Universitas Sumatera Utara

Gambar.09. Bapak Parlin Purba sedang mengambil rumput

Peternak kerbau di desa ini tidak pernah memberikan pakan buatan atau pellet kepada kerbaunya “Pakan tersebut tidak berguna dan makanan kerbau di desa ini juga sangat berlimpah dan alami jadi tidak perlu memberikan pakan buatan selain itu juga akan lebih sehat bagi orang yang memakan dagingnya maupun susu kerbau itu” kata

Opung Lastio Simamora.

Pakan tambahan juga akan diberikan pada masa kerbau hamil dan selama menyusui. Pakan tambahan ini diberikan dua kali dalam seminggu berupa dedak padi dan juga ubi kayu. Namun ubu kayu yang diberikan harus benar-benar bersih dari kulit ubi tersebut karena bisa membuat kerbau sakit bahkan mati. Bapak Parlin Purba mengatakan bahwa perut kerbau tidak dapat mencernah kulit Ubi tersebut.

Pengalaman peternak kerbau di desa ini bahwa pernah seekor kerbau mati mendadak, melihat hal itu mereka membelah perut kerbau dan melihat bahwa terdapat kulit ubi kayu yang masih utuh. Selain itu peternak juga sering melihat kotoran kerbau yang

Universitas Sumatera Utara tidak sengaja memakan ubi kayu terdapat kulit ubi yang masih utuh dan kerbau tersebut mengalami seleramakan yang kurang dan sakit. Pemberian pakan tambahan ini secara lokal disebut dengan “Marbosur” yang artinya memberi makan lebih.

Tujuan lain dari pemberian makanan tambahan ini adalah untuk menghasilkan susu agar lebih banyak dan mencukupi untuk diperah. Selain dedak dan ubi kayu, peternak juga akan memberikan jagung muda jika tersedia dan jerami padi pada saat musim panen padi tiba. Pada sore hari kerbau akan diberikan makan sedikit lebih banyak agar saat pagi harinya kerbau dapat menghasilkan susu yang banyak.

Untuk pemberian minum kerbau, peternak akan menyediakan air dalam ember yang telah dicampur dengan garam. Pemberian garam pada minum kerbau tidak bisa terlalu banyak hanya secukupnya saja. Bapak Parlin Purba mengaku bahwa kerbau tidak baik jika kehausan, kerbau lebih baik kurang makan dibanding kurang minum.

Pemberian minum pada kerbau sebanyak 3 kali yaitu saat pagi hari sebelum pemerahan dilakukan, siang hari sekitar pukul 10 atau sebelum kerbau berkubang ke lumpur, dan malam hari saat sore hari saat kerbau ditambat kembali stelah berkubang.

Dalam minum kerbau ini terkadang akan dicampurkan larutan obat herbal jika kerbau dalam kondisi sakit. Obat herbalnya juga dibuat sendiri oleh para peternak seperti perasan daun untuk sakit kerbau sakit perut yang ditandai tidak selera makan dan kotorannya cair, rebusan daun tomat untuk kerbau cacingan yang ditandai kurangnya selera makan dan lemas, dan masih banyak lagi obat herbal yang dibuat sendiri.

Universitas Sumatera Utara c. Kubangan Kerbau

Kerbau adalah hewan yang sangat menyukai air, oleh sebab itu habitat kerbau pada dasarnya berada di wilayah yang ada sumber mata airnya. Diperoleh kenyataan bahwa Suhu udara berkolerasi nyata dengan percepatan pernafasan, kehilangan kelembapan, kecepatan berkeringat. Pada kenaikan suhu udara lingkungan tersebut, jumlah sel darah kerbau turun dari 4 juta/mm3 menjadi 3 juta/mm3. Nilai Haematokrit relative stabil 25%, haemoglobin turun dari 11 g/dl menjadi 8 g/dl, pH darah naik dari

38 7,4 menjadi 7,48 dan tekanan CO2 turun dari sekitar 39 mmHg menjadi 29 mmHg .

1 Selain itu kelenjar keringat pada kulit kerbau diperkirakan hanya /6 dari jumlah kelenjar keringat pada sapi. Kepadatan kelenjar yang mengantarkan panas dari dalam tubuh kerbau ke udara luar yang sedikit itu membuat kerbau memerlukan pengeluaran panas melalui cara berkonduksi hal ini membuat kerbau akan selalu mendinginkan badannya dengan cara berkubang atau berendam di air atau di lumpur39. Peternak kerbau di desa ini juga menyediakan lokasi khusus untuk tempat kerbau dibawa berkubang. Mereka mengetahui bahwa kerbau merupakan hewan yang tidak tahan dengan panas.

38 Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 38-39. 39 Ibid., hlm 67.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 10. Kubangan lumpur yang dibuat oleh bapak Parlin Purba

Kualitas susu dan kesehatan kerbau juga dipengaruhi oleh kerbau yang berkubang atau tidak. Hal ini dibenarkan oleh beberapa peternak kerbau di desa ini.

Berdasarkan pengalama dari peternak kerbau di desa ini bahwa kerbau yang terlalu sering berkubang juga tidak baik bagi kerbau itu sendiri bahkan dapat membuat kerbau diserang oleh penyakit. Untuk menangani permasalahan dari suhu tubuh kerbau, maka peternak akan membawa kerbaunya ketempat kubangan lumpur yang telah dibuat pada saat suhu udara mulai panas dan kerbau itu akan ditambatkan di kubangan tersebut. Setelah kerbau merasa cukup untuk mendinginkan badannya

(biasanya sore hari), kerbau akan keluar dari lumpur dan saat itu juga peternak akan membawa kerbau ke lokasi tempat kerbau tidur.

Setiap peternak wajib memiliki kubangan lumpur untuk kerbaunya. Kubangan lumpur akan disesuaikan dengan jumlah kerbau yang dimilikinya. Semakin banyak kerbau milikinya maka akan semakin besar kubangan yang akan dibuat. Tetapi jika

Universitas Sumatera Utara lokasi dari pemiliki kerbau dekat dengan sungai atau sumber air lainnya maka para peternak tidak akan membuat kubangan melainkan membawa kerbau milik mereka ke sungai tersebut dan akan menambatkan kerbaunya di pinggiran sungai dengan tali yang cukup panjang sehingga kerbau dapat keluar masuk dari sungai tersebut.

d. Pemberian susu kepada anak kerbau.

Anak kerbau akan menyusui selama 1 Tahun, namun anak kerbau sudah bisa memakan rumput setelah berusia 3 bulan. Walaupun telah dapat memakan rumput, anak kerbau akan tetap menyusu dalam 1 tahun itu tetapi dengan porsi konsumsi susu yang lebih sedikit. Bapak Parlin purba membenarkan bahwa jika anak kerbau mengkonsumsi susu terlalu banyak setelah usia 3 bulan, anak kerbau tersebut akan mencret. Walaupun demikian, induk kerbau akan tetap memproduksi susu dalam jumlah yang banyak atau tidak mengalami perubahan dalam porsi produksi susu. Hal ini yang membuat peternak memerah susu kerbaunya untuk dijadikan dali. Anak kerbau setelah usia 3 bulan hanya diberikan minum susu 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan siang setelah itu induk kerbau akan dipisahkan dari anaknya agar ketersediaan susu untuk membuat dali mencukupi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 11. Anak kerbau Bapak Parlin Purba yang menyusui

e. Pemerahan Susu

Anak kerbau yang telah berusia 3 bulan akan dibatasi dalam mengkonsumsi susu dan kemudian susu dari induknya akan diperah untuk diambil sebagai makanan atau minuman. Di desa Dolok Saribu ini telah lama menganal sistem pemerahan susu namun tidak banyak yang mengetahui tentang usia anak kerbau yang membutuhkan susu lebih banyak. Hal ini dibuktikan bahwa beberapa peternak seperti Opung Lastiar dan Ama Lastiar Simamora telah memerah susu kerbaunya semenjak bulan pertama kerbau melahirkan. Menurut sebagian peternak, kebiasaan ini berdampak kepada anak kerbau yang terlihat kurang sehat dengan badan anaknya yang kurus tetapi karena belum adanya kasus anak kerbau yang mati karena hal ini maka keluarga ini tetap melakukan pemerahan pada usia bulan pertama.

Universitas Sumatera Utara

Gambar.12. Bapak Parlin Purba dan isterinya sedang memerah susu

Berbeda dengan bapak Parlin Purba, bapak ini akan membiarkan anak kerbau miliknya meminum susu induknya dengan penuh selama 3 bulan tanpa memerah susu kerbau miliknya dan kemudian akan dikurangi setelah itu. Pemerahan susu dari induknya juga hanya dilakukan sekali dalam sehari yaitu pada pagi hari sekitar pukul

05.00 WIB. Susu induknya tidak akan diambil seluruhnya, susu akan disisakan kepada anaknya sekitar ¼ dari ketersediaan susu induknya. Ini dapat dilihat dengan cara meraba susu kerbau. Sebelum melakukan pemerahan, kerbau akan dimasukkan dalam sebuah kandang khusus memerah dengan bentuk kandang seperti segitiga yang ujungnya meruncing.

Universitas Sumatera Utara

Gambar.13. Kerbau yang dimasukkan kedalam kandang pemerahan

Selama proses pemerahan dilakukan, biasanya isteri bapak Parlin Purba ini akan membatu menggaruk perut kerbau dengan tujuan agar kerbau dapat tenang dan tidak merasa terganggu saat diperah selain itu juga kerbau tidak akan menendang orang yang memerahnya. Selama menggaruk perut kerbau, kerbau akan merasa nyaman dan jinak terhadap pemiliknya sehingga saat diperah kerbau tidak akan berontak ujar bapak Parlin Purba.

3.3. Pasar Kerbau

Untuk wilayah kabupaten Tapanuli Utara ada yang dikenal dengan istilah pasar kerbau. Seperti namanya, pasar ini memang tempat untuk melakukan jual beli kerbau dari beberapa desa yang ada di kabupaten Tapanuli Utara ini. Pasar ini dilakukan dua kali dalam sebualan. Pasar ini cukup unik karena selain dari terjadinya proses jual beli kerbau, di pasar ini juga akan terjadi tukar pikiran atau saling berbagi tentang teknik dan cara memelihara kerbau yang baik agar dapat menghasilkan

Universitas Sumatera Utara kerbau yang sehat dan besar. Para pengunjung di pasar ini memang kebanyakan adalah para peternak kerbau tetapi sebagian lagi merupakan agen kerbau yang mencari kerbau murah dengan kualitas tinggi yang kemudian akan dijualnya kembali kepada orang lain untuk keperluan adat. Pasar ini berada di Siborong-borong di sebuah lapangan sepak bola.

Gambar.14. Pasar Kerbau di Siborong-borong

Bapak Parlin Purba sangat senang dan selalu hadir di pasar kerbau ini karena bapak ini sangat senang jika dapat berbagi pengetahuan dari orang lain dalam memelihara kerbau. Walaupun bapak ini tidak pernah memebeli kerbau di pasar ini namun ia mengaku sangat senang ketika datang ke pasar ini. Dari pasar ini juga setiap pengunjung akan mengetahui perkembangan harga dari kerbau agar mengetahui jika harga kerbau naik maka beberapa peternak akan menjual kerbau milik mereka di pasar ini namun tidak semua peternak yang membawa kerbaunya akan terjual dan kerbau yang tidak lau akan dibawa kembali oleh pemilikinya. Secara tidak langsung,

Universitas Sumatera Utara pasar ini cukup berperan dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitar terutama bagi penghobi kerbau.

3.4. Peran Pemerintah Terhadap Pengembangan Kerbau

Pemerintah yang memiliki tanggung jawab bagi kesejahteraan masyarakatnya wajib memberikan bantuan ataupun hal-hal yang dapat mendukung dan menunjang kesejahteraan masyarakatnya. Dalam hal ini, pemerintah juga mengambil bagian dalam pengenmbangan kerbau lokal di Tapanuli Utara terkhususnya di Kecamatan

Pagaran ini. Bantuan yang diberikan pemerintah adalah berupa bibit sel sperma kerbau jenis berbadan besar. Namun program ini masih baru beberapa bulan terakhir ini dilaukan sehingga belum adanya hasil nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Melalui Dinas Peternakan kabupaten Tapanuli Utara pemerintah juga menurunkan beberapa orang yang dapat memantau dan mengkontrol bibit yang disuntiikkan kepada kerbau. Disamping itu para petugas dari dinas peternakan ini juga akan memantau kesehatan dari ternak kerbau milik warga. Selain dalam pemeliharaan kerbau, mereka juga kerap melakukan penyuluhan kepada para peternak kerbau untuk memberikan pengetahuan dalam merawat kerbau yang baik.

Tetapi dalam hal ini dirasa kurang efektif karena dalam penyuluhan tersebut kerbau akan dirawat menggunakan makanan buatan dan pemberian obat vitamin tambahan yang membuat pengeluaran peternak akan semakin banyak. Jika dibandingkan

Universitas Sumatera Utara kembali melalui pengalaman masyarakat dalam memelihara kerbau, pengetahuan masyarakat tidaklah buruk karena telah terbukti bahwa selama ini angka kematian ternak kerbau dari para peternak sangat sedikit.

Gambar.15 . Kerabau yang diberi tanda pada telinganya bahwa kerbau tersebut dalam pengawasan

Kerbau yang dalam pengawasan dan pemeliharaan dari dinas Peternakan akan diberikan tanda di telinganya dengan memberikan nomor sebagai kode dan nama terhadap kerbau tersebut. Setiap sekali dalam seminggu kerbau akan dicek kesehatan dan perkembangan yang terjadi kepada kerbau yang disuntik sperma tersebut. Dalam hal ini pemerintah berharap bahwa para peternak kerbau mampu menghasilkan kerbau dengan jenis yang baru dengan badan yang lebih besar sehingga pendapatan masyrakat khususnya dibidang peternakan kerbau akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara Tujuan utama pemerintah adalah untuk meningkatkan produktivitas daging yang dihasilkan kerbau tetapi tidak melihat apakah jenis kerbau yang baru tersebut mampu meningkatkan produktivitas susu yang dihasilkan kerbau itu juga padahal selain dari daging, kerbau juga dimanfaatkan oleh warga sebagai penghasil susu40.

40 Pendapat dari bapak Parlin Purba

Universitas Sumatera Utara BAB IV

DALI NI HORBO

4.1. Sejarah Dali ni Horbo

Pengolahan susu menjadi bentuk padat memang banyak terdapat di berbagai belahan dunia. Bentuk wujud olahan susu padat pada dasarnya terjadi tanpa disengaja oleh pedagang Arab. Pedagang Arab tersebut menuangkan cairan susu ke kantung yang terbuat dari perut domba dan ia kemudian berkelanan melewati gurun pasir.

Pada malam hari saat pedagang tersebut memeriksa keadaan susunya, ia menemukan susu tersebut tidak lagi sama. Wujud susu tersebut telah berubah menjadi padat dan terpisah dari cairan yang disebabkan oleh rennit, enzim yang ditemukan di perut hewan mamalia. Pembuatan keju ini terjadi karena suhu panas di siang hari41. Dan akhirnya pembuatan keju ini menyebar luas sampai ke Eropa oleh kerajaan Romawi.

Di Zaman abad pertengahan, biarawan mulai bereksperimen membuat jenis-jenis keju olahan yang berbeda. Dan hingga saat ini diketahui bahwa masyarakat benua Eropa adalah konsumen keju terbanyak di dunia. Berbagai eksperimen dilakukan hingga menghasilkan varian keju yang sangat banyak.

Di Indonesia panganan olahan susu ini yang dibuat menjadi padat juga sudah lama di kenal.olahan susu yang ada di Indonesia ada di berbagai provinsi seperti di

Sumatera Utara yaitu Dali Ni Horbo. Sumatera Barat yang diolah menjadi Dadih. Di

41 Dikutip dari internet yaitu KOMPAS.COM yang disampaikan lewat siaran pers yang Kompas Travel terima dari Centre National Interprofessionnel de IÉconomie Laitiere (CNIEL) dan Eropean Unio dalam acara Promosi Open Your Taste With European Cheese.

Universitas Sumatera Utara Sumatera Selatan susu diolah menjadi Gula puan, Tape Susu, Sagon Puan, Minyak

Samin yang telah di ekspor ke luar negeri seperti Brunei dan Malaysia. Di kawan timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) membuat makanan tradisional hasil olahan susu yang dikenal sebagai Cologanti yaitu susu yang di padatkan dengan menggunakan getah Rembega. Di Sulawesi Selatan juga terdapat panganan olahan susu yang biasa disebut dengan Dangke yang dibuat dengan memanaskan susu kerbau sampai mendidih dan ditambahkan bahan penggumpal berupa perasan daun papaya atau getah dari pepaya muda42.

Dali Ni Horbo makanan Tradisional olahan susu yang berasal dari Sumatera

Utara ini Tepatnya dari Samosir hingga Tapanuli yang dimiliki oleh Etnis Batak

Toba. Masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa Dali Ni Horbo Ini telah ada sejak

400 Tahun lalu. Dahulu salah satu Raja batak yaitu Ompu Gottam Saribu memiliki ribuan kerbau dan tanah yang dimilikinya juga sangat luas. Kerbau yang dimiliki

Ompung Gottam Saribu berkisar ribuan ekor43. Awalnya semua Pinompar

(Keturunan) Ompu Gottam ini memerah susu kerbau hanya untuk diminum langsung saja dan dicampur dengan air nira sebagai bahan pemanis namun karena kebiasaan etnis Batak Toba yang tidak terlalu suka dengan meminum susu dan hasil susu yang sangat banyak maka susu itu dolah sedemikian rupa sehingga tercipta dali dan diwariskan hingga sekarang.

42 Bamualim Wirdahayati R, “Strategi Pelestarian Produksi Susu Kerbau Lokal (Swam Buffalo) Bagi Peningkatan Gizi Masyarakat”, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. 43 Hasil wawancara dengan Bapak Parlin Purba.

Universitas Sumatera Utara Mengenai asal usul dali ini juga banyak orang yang tidak mengetahuinya bahkan ada juga yang mengatakan bahwa dali ini ada karena sejak penjajahan

Belanda yang datang ke Indonesia dan kemudian membawakan pengetahuan pembuatan keju. Tetapi banyak juga yang mengatakan bahwa dali ini sudah ada sebelum penjajahan terjadi di Indonesia. Beberapa narasumber mengatakan bahwa justru Dali ini dimakan oleh para pejuang Indonesia di tanah Batak untuk menambah tenaga dan menjaga kesehatannya44.

Makanan khas asal Tapanuli ini menjadi menu utama yang selalu ada disetiap rumah orang Batak. Bukan hanya itu saja, biasanya dali ini dimakan tanpa menggunakan nasi atau langsung dimakan, atau juga dihidangkan sebagai arsik dali

Ni Horbo dan di hidangkan dengan makanan khas lainnya. Pada jaman dahulu jika dalam sebuah keluarga selalu tersedia dali, maka keluarga tersebut tergolong dengan kalangan mengah keatas sebab hanya pemiliki kerbau lah yang selalu mempunyai dali ini di rumah. Namun saat ini dali sudah dapat dirasakan oleh kalangan apapun dan dimanapun setelah peredarannya yang bahkan telah sampai ke kota Medan.

4.2.Pengetahuan Masyarakat Lokal Mengenai Susu

Susu memang sudah sangat familiar dalam setiap kehidupan manusia.

Mengkonsumsi susu sangatlah membantu pertubuhan setiap anak. Masyarakat etnis

44 Hasil wawancara dengan Opung Aldi Hutabalian yang juga merupakan Opung kandung penulis. Almarhum menceritakan bahwa dahulu opung ini juga ikut berjuang dan orangtua opung ini juga pembuat Dali di Samosir.

Universitas Sumatera Utara Batak Toba memahami bahwa susu sangat penting dan memiliki peranan penting bagi tubuh. Pada dasarnya dalam kebudayaan batak toba memang mengkonsumsi susu telah ada sejak mulai beternak kerbau. Susu yang dikonsumsi adalah susu kerbau bukanlah susu sapi perah modern saat ini. Susu kerbau diberikan kepada bayi yang sudah berusia 1 tahun lebih setelah si anak sudah mulai tidak mengkonsumsi

ASI (Air Susu Ibu) lagi. Susu kerbau yang sudah diperah akan dipanaskan untuk membunuh bakteri atau kuman dari dalam susu setelah itu susu kerbau tersebut akan diberikan kepada bayi. Pemberian susu kerbau ini memang tidaklah sebanyak saat memberikan ASI kepada anaknya. Pemberian susu kerbau ini hanya sebagai selingan saja agar anaknya sehat dan memeiliki bobot tubuh yang besar dan sehat. Terkadang pemberian susu kerbau ini tidak selalu dalam wujud cair tetapi juga mencampurkan susu yang sudah menjadi dali kedalam bubur bayi.

Pengetahuan masyarakat lokal bahwa susu kerbau ini pastinya memiliki kandungan yang hampir sama dengan ASI sehingga dapat diberikan kepada anak sebagai asupan gizi tambahan yang baik bagi anak. Sejak dahulu etnis Batak Toba sudah memanfaatkan susu kerbau ini menjadi makanan dan minuman karena mereka tahu susu itu penting bagi perkembangan pertumbuhan manusia secara keseluruhan baik mulai dari bayi hingga tua.

Universitas Sumatera Utara Tabel.2. Komposisi Susu Sapi, Kambing dan Kerbau (Williamson dan Payne, 1993)

Spesies Air Lemak Protein Laktosa Abu Sapi 86,10 3,40 3,20 4,60 0,74 Kambing 88,20 4,00 3,40 3,60 0,78 Kerbau 83,10 7,40 3,80 4,90 0,78

Pemberian susu kerbau kepada anak kecil ini hanya dilakukan oleh orang- orang yang memiliki kerbau saja. Dan bagi orng-orang yang tidak memiliki kerbau, anak mereka akan diberikan Purik indahan yaitu air saat menanak nasi. Saat nasi sudah mulai mendidih dan airnya masih cukup banyak, maka airnya itu yang diberikan kepada anaknya. Kebiasaan memberikan Purik indahan sampai sekarang masih ada yang melakuknnya. Pemberian Purik indahan ini diyakini masyarakat lokal memiliki peran yang sama dengan susu kerbau karena dapat membuat bobot bayi bertambah serta menjadi aktiv dan sehat.

Selain kepada bayi, susu kerbau juga akan diolah menjadi dali dan menjadi konsumsi massal bagi semua usia. Dali ini dahulunya sangat digemari dan menjadi panganan yang ditunggu-tunggu bagi setiap anggota keluarga.

4.3. Pengolahan Dali ni Horbo

a. Pembuatan Dali Secara Tradisional.

Dalam pembuatan dali ni Horbo ini, tidaklah membutuhkan peralatan atau bahan yang terlalu rumit. Sangat sederhana dan bahkan bisa dibuat oleh siapa pun.

Universitas Sumatera Utara Yang pertama yang harus disediakan pastinya susu kerbau sebagai bahan dasarnya.

Jelas harus menggunakan susu kerbau karena menurut Opung Subur Siagian

(pembuat dali di Lubuk Pakam) dia sudah pernah mencoba membuat dali dengan menggunakan susu sapi dan susu kambing namun susu memang tetap membeku tetapi teksturnya sangat berbeda dengan dali dari susu kerbau dimana dali dengan susu sapi akan lebih mudah hancur atau lebih mirip dengan agar-agar.

Gambar. 16. Susu kerbau setelah diperah

Setelah kita sudah menyediakan susu kerbaunya, kita juga harus menyediakan air perasan nenas mentah. Nenas mentah ini juga mempengaruhi hasil jadi dali nantinya. Nenas tidassk boleh yang terlalu muda tetapi juga tidak boleh yang sudah matang. Untuk susu kerbau sebanyak 1 liter, kita membutuhkan 2,5 sendok makan air perasan nenas. Jadi air perasan nenas ini hanya dibutuhkan sedikit saja dan jika terlalu banyak hasilnya akan sama seperti tahu. Kebanyakan dalam pembuatan dali ini hanya menggunakan air perasan nenas mentah saja, namun kita juga bisa

Universitas Sumatera Utara menambahkan air perasan daun papaya sebagai bahan penghilang bau amis dari dali hanya saja rasanya akan sedikit lebih pahit.

Setelah air perasan nenas dimasukkan kedalam susu, kita dapat menambahkan garam secukupnya atau sesuai dengan selera. Pada saat semua bahan telah dicampur dan diaduk hingga rata, maka dali dapat kita masak. Dahulunya susu kerbau yang sudah dicampur dengan semua bahan akan dituangkan kedalam mangkok yang terbuat dari tanah liat namun saat ini para pembuat dali sudah menggunakan mangkok yang terbuat dari Stailess Steel. Untuk memasak dali ini, kita tidak dapat menaruh dali yang sudah dituang kedalam mangkok Stailess Steel langsung menyentuh api, tetapi kita terlebih dahulu harus meletakkan selembar seng atau besi datar sebagai perantara api dengan susu dalam mangkok. Bapak Parlin Purba memasak dali masih menggunakan kayu bakar, bapak ini beranggapan bahwa penggunaan kayu bakar dalam memasak dali akan memberikan cita rasa yang lebih sedap dengan aroma kayu bakar yang tercampur dengan dali.

Gambar. 17. Susu kerbau yang sedang dimasak

Universitas Sumatera Utara Dalam proses memasak ini, kita harus menunggu sekitar 10 hingga 15 menit atau sampai susu menggumpal. Setelah kita melihat dali sudah dirasa cukup matang, maka amgkat dali secara perlahan kemudian dinginkan dan dali sudah siap untuk disajikan. Untuk memastikan bahwa dali yang dibuat berhasil atau tidak, lihat tekstur dali tersebut bahwa tekstur dali yang berhasil harus sama dengan tekstur hati hewan tidak keras dan tidak terlalu lunak bahkan tidak mudah hacur. Namun ada juga beberapa orang yang suka dengan tekstur dali yang sedikit lebih padat. Misalnya, seperti Opung Aldi Hutabalian. Opung ini lebih suka memakan dali dengan tekstur yang lebih padat dan untuk membuat dali lebih padat, Opung ini biasanya akan mencampurkan Rimbang pada saat memasak dali.

Setelah dali sudah diangkat dan didinginkan, biasanya selain dari dali akan ada cairan berwarna agak kekuningan dan kita perlu mengingatnya bahwa air itu tidak untuk dibuang. Air tersebut dalam ilmiahnya disebut Whey yang merupakan cairan protein susu yang cukup baik untuk tubuh dan otak anak-anak45. Cairan ini biasanya akan diminum langsung oleh para konsumen karena rasanya juga sedikit mirip dengan sop kerbau hanya saja agak terasa manis.

45 Debby Fadhilah. “Ilmu Veteriner “, http://ilmuveteriner.com/proses-pembuatan-keju/.

Universitas Sumatera Utara

Gambar .18. Dali yang sudah siap dan sedang didinginkan dalam ember

Gambar.19. Air Dali atau whey

Dali dengan keju pada umumnya memang masih memiliki perbedaan yang mencolok. Jika dilihat dari tekstur keju yang padat dan bahkan tidak mudah hancur dan memiliki daya tahan yang cukup lama, sementara dali ini memiliki tekstur yang lebih lunak dari keju dengan permukaan yang sangat halus dan daya tahan dali ini juga hanya bisa bertahan 3 hari tanpa pembekuan. Perbedan lain dari keju dengan dali ini adalah ketika keduanya dipanaskan. Keju jika dipanaskan maka akan meleleh

Universitas Sumatera Utara seperti mentega tetapi dali ini justru akan semakin mengeras jika dipanaskan karena kandungan air pada dali akan semakin berkurang.

b. Ragam Pengolahan Dali

Dali ni Horbo ini selain dapat dikonsumsi langsung setelah pembuatan selesai dapat juga dimasak kembali dalam bentuk masakan lainnya. Pada umumnya dali ini akan dimasak dengan cara diarsik. Arsik merupakan salah satu masakan terdisional dari etnis Batak Toba yang biasanya menggunakan ikan mas dengan menggunakan bahan-bahan rempah-rempah yang cukup banyak dan diantaranya seperti kunyit, cabai, bawang putih, bawang merah, bawang batak, andaliman, serai, asam potong, jeruk nipis, jahe, dan rias. Semua rempah-rempah ini digiling dan direbus langsung pada dali tanpa ada digoreng terlebih dahulu hingga air perebusan habis. Makanan ini tergolong sehat karena tanpa menggunakan minyak makan sehingga cocok bagi orang mengidap penyakit obesitas dan kolesterol. Rasa dari dali arsik ini tidak jauh berbeda dengan arsik ikan yaitu rasa asam, asin, pedas, dan beberapa aroma dari rempah- rempah tersebut tetapi dali arsik ini agak sedikit manis dan berbau susu yang berasal dari dali tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar.20. Dali Arsik

Gambar.21. Dali Gulai dengan Andaliman

Dali ini juga dapat dimasak kembali dengan cara di tumis biasa sama seperti masakan tumis sayur pada umumnya. dali yang di tumis akan memiliki rasa yang lebih enak disbanding dengan memakan dali langsung. Biasanya dali yang ditumis

Universitas Sumatera Utara akan dicampur dengan sayuran lain seperti wortel, kol, bahkan daun ubi sehingga dapat digunakan sebagai lauk dan sekaligus sayur untuk dihidangkan sebagai menu makanan keluarga. Banyak jenis masakan yang dapat dipadukan dengan dali ini.

Selain diarsik dan ditumis, dali juga dapat dicampur dengan olahan makanan lain.

4.4. Sistem Penjualan Dali Ni Horbo

Dali ini sangat berperan penting bagi pendapatan para pembuatnya. Bapa parlin purba mengaku bahwa setiap harinya dali ini dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dali yang sudah jadi dapat dijual kepada masyarakat yang sudah biasa memesan. Bapak Parlin Purba mengaku bahwa stiap harinya para pembuat dali tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Namun agar dali dapat terbagi rata dan setiap konsumen bisa mendapatkan dali, maka bapak Parlin Purba mengurangi jumlah dali dari setiap pemesan dan akan dibagi rata berdasarkan jumlah dali yang tersedia dengan jumlah konsumennya. Biasanya setiap pembuat dali sudah memiliki konsumen tersendiri. Bapak Parlin Purba ini memiliki 12 orang konsumen tetapi ke-

12 orang ini tidak setiap harinya memesan dali sehingga Bapak Parlin Purba dapat memenuhi semua konsumennya.

Berbeda dengan Opung Latio Simamora, Opung ini telah memiliki langganan khusus yang setiap harinya menjemput dali. Langganannya ini adalah seorang pedagang di pasar Sipultak yang setiap harinya menjual dali di pasar tersebut. Opung ini dapat menghasilkan dali hingga lebih dari 30 mangkuk karena kerbau miliknya

Universitas Sumatera Utara cukup banyak. Selain kepada pedagang yang ada di pasar tersebut, Opung Lastio ini juga terkadang akan menjual dali milikinya kepada masyarakat sekitar jika dipesan langsung kepada opung ini maka opung ini akan menyisihkan sebagian dali miliknya.

Pembuat dali yang lainnya seperti Opung Lastiar Simamora, Ama Lastiar

Simamora, dan Bapak Putra Simamora sistem penjualannya tidak jauh berbeda dengan Bapak Parlin Purba. Masing-masing pembuat dali telah memiliki langganan sendiri yang akan setiapharinya secara bergantian akan diantar kerumahnya. Tetapi apabila pada saat hari besar atau hari libur dan para perantau akan pulang kampung, maka permintaan dali ini akan semakin meningkat. Biasanya dalam kondisi seperti ini para pembuat dali tidak akan dapat memenuhi permintaan para pembeli. Selama ini hal tersebut selalu terjadi dan dalam pemecahan masalahnya belum ada yang dapat dilakukan oleh para pembuat dali dan mereka hanya akan memberikan apa yang dapat disediakan saja walau dali yang dapat disediakan hanya sekitar 50% dari permintaan konsumen. Dali ini akan dibawa oleh para perantau ke tempat perantauannya sebagai oleh-oleh yang khas dari Tapanuli.

Harga dari semangkuk dali ini memang tergolong cukup mahal. Dali dalam satu cetakan mangkuk saja dapat berkisar Rp.15.000 – Rp. 20.000. hal ini berdampak kepada masyarakat yang kurang mampu sehingga mereka harus berfikir untuk membeli dali tersebut.

Universitas Sumatera Utara 4.5. Dali Sebagai Hidangan

Selain sebagai makanan, Dali ini juga memiliki makna lain bagi kehidupan sosial masyarakat Batak Toba. Dahulunya dali ini adalah makanan para raja-raja dan petinggi-petinggi adat dan juga hanya bisa dimakan oleh orang-orang tertentu saja.

Para raja-raja batak sangat suka dengan makanan satu ini sehingga dalam setiap upacara kebesaran dali ini selalu ada untuk raja. dali ini juga biasanya akan dipakai untuk menyambut tamu dan setiap tamu yang diberikan dali akan merasa sangat di hargai. Selain sebagai makanan raja dan tamu, dahulunya dali ini juga berfungsi untuk menunjukkan status kekayaan keluarga yang memilikinya di rumah sendiri karena hanya para pemilik kerbau yang membuat dali ini dan setiap pemilik kerbau telah dianggap sebagai orang yang sangat kaya.

Saat ini fungsi dali yang dijelaskan diatas telah hilang dan dali saat ini telah dapat dimakan oleh siapa saja karena telah diperjualkan. dali sebagai penyambut tamu tetap dipergunakan tetapi tidak semua rumah lagi yang memberikan dali kepada tamunya dan biasanya dalam desa Dolok Saribu ini jika kedatangan pejabat tinggi seperti Bupati, Gubernur, akan disuguhkan dali. Dali ini juga berfungsi sebagai oleh- oleh dari Tapanuli Utara yang akan dibawa para perantau yang datang. Dalam acara adat Batak Toba, dali ini juga terkadang disajikan bagi para tamu namun ada juga yang tidak menyajikannya bahkan sekarang ini mungkin tidak ada lagi yang menyediakan dali pada adat Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara 4.6. Dali Sebagai Kebudayaan dan Aset Pengetahuan Tradisional

Bagi seorang Antropolog istilah “Kebudayaan” umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu. Sehubungan dengan itu maka kebudayan terdiri dari hal-hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan, larangan-larangan dan sebagainya46.

Dalam hal ini, dali akan masuh kedalam kebudayaan sebagai Pengetahuan

Tradisional dan kegemaran makanan tertentu (etnofood). Kebudayaan masyarakat etnis Batak Toba yang sudah mengenal dali menjadikannya sebgai makanan

Tradisional bagi mereka. Mengkonsumsi dali sejak ada dari zaman raja-raja Batak dahulu.

Suatu Pengetahuan Tradisional merupakan warisan budaya yang sangat berharga dan sangat bermanfaat dalam kehidupan pemilik pengetahuan tersebut bahkan dapat digunakan oleh siapa saja. Menurut bapak Parlin Purba bahwa dali ini adalah harta kekayaan Pengetahuan Tradisional yang diwariskan dari para leluhur orang Batak Toba yang harus dilestarikan karena dali ini sangat bermanfaat bagi semua orang oleh sebeb itu setiap pemuda harus dapat melestarikannya sehingga para generasi kedepannya dapat merasakan dali ini.

Pengetahuan Tradisional ini juga merupakan kekayaan kebudayaan sebagai wujud multi etnis dan keberagaman pengetahuan masyarakatnya yang dapat digunakan sebagai aset negara. Dali ini merupakan Pengetahuan Tradisional dalam

46 T.O. Ihroni, “Pokok-pokok Antropologi Budaya” (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006) hlm. 7

Universitas Sumatera Utara wujud Makanan Tradisional sehingga makanan ini dapat dimanfaatkan negara sebagai daya tarik wisata Danau Toba dalam hal wisata kuliner sehingga memperbanyak hal-hal yang menarik saat melakukan wisata di atanah Batak.

Makanan tradisional ini juga dapat dimanfaatkan sebagai suatu media dalam mempertahankan ketahanan pangan negara dan sebagai sumber pemenuhan gizi masyarakatanya.

Menurut Coombe (2001) tujuan akhir yang ingin dicapai dalam perlindungan

Pengetahuan Tradisional adalah penciptaan kesejahteraan manusia itu sendiri yaitu masyarakat asli melalui perlindungan kebutuhan yang paling dasar47. Selanjutnya ada beberapa alasan yang dikemukakan para sarjana untuk melindungi Pengetahuan

Tradisional, yaitu :

1. Alasan kepatutan

Masyarakat asli yang telah memberikan daya dan upaya dalam

pengembangan Pengetahuan Tradisional yang dimilikinya adalah patut,

wajib, mendapatkan pengakuan.

2. Menghindari “Bio-piracy”

Bio-piracy adalah tindakan eksploitasi terhadap Pengetahuan Tradisional

atau sumber daya genetik.

3. Melindungi dan Meningkatkan Sumber Pendapatan Komunitas

4. Keuntungan bagi Ekonomi Nasional

47 Ibid., hlm 97-101

Universitas Sumatera Utara Sebagai sebuah Pengetahuan Tradisional dali ini telah memberikan sumbangan kekayaan terhadap kebudayaan Indonesia. Maka perlu diketahui bahwa setiap negara dan warga negaranya memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikannya agar tetap menjadi inventaris dan juga berguna bagi semua masyarakat.

4.7. Hal-Hal yang Dialami Pembuat Dali

4.7.1. Pengalaman menyenangkan Pembuat Dali

Dalam setiap pembuat dali pasti memiliki pengalaman yang menyenangkan bagi mereka. Bapak Parlin Purba mengaku bahwa dia telah mengenal dali ini sejak kecil dikarenakan orang tua bapak ini dahulunya merupakan pembuat dali dan kemudian pengetahuannya diwarisi oleh bapak ini dan bapak ini kembali menjadi pembuat dali sejak usia 25 tahun dan saat ini bapak Parlin Purba Telah berusia 67 tahun. Pengalaman yang sangat menyenangkan bagi Bapak ini adalah ketika dali tersebut dapat menjadi penghasilan yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga mereka.

Melalui Dali ini, bapak Parlin Purba dapat menyekolahkan 2 orang anaknya hingga ke perguruan tinggi. Bapak Parlin Purba juga mengaku bahwa memang tidaklah secara langsung dali ini dapat menjadi sumber penghasilan untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi. Tetapi selama membuat dali, kebutuhan keluarga dan makan keluarga serta kebutuhan lainnya dapat dipenuhi melalui

Universitas Sumatera Utara penjualan dali. Karena kebutuahn keluarga telah dipenuhi dengan menjual dali sehingga hasil panen kebun dan juga uang dalam menjual kerbau mereka dapat dipakai sepenuhnya untuk keperluan pendidikan atau memenuhi kebutuhan lainnya.

Selain dapat menyekolahkan anaknya bapak Parlin Purba juga bisa menambah jumlah kerbaunya dan memperluas lahan sawah dan kebun kopi milik mereka secara perlahan. Dan sebagai pemimpin serikat tani dan peternak di desa Dolok Saribu, bapak Parlin Purba juga sering melakukan diskusi dan menjelaskan bagaimana memanfaatkan dali sebagai sumber pendapatan yang dapat mendukung pendapatan lainnya kepada para pembuat dali lainnya.

Selain Bapak Parlin Purba ini pembuat dali yang lainnya juga telah merasakan dampak secara ekonomis dari dali tersebut. Namun walau demikian hanya bapak

Parlin Purba yang menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi negeri. Hal ini tidak dikarenakan oleh masalah perekonomian namun memang adanya beberapa keluarga di desa ini yang masih belum menganggap bahwa perguruan tinggi itu tidak penting. Selain secara ekonomis hal yang paling dapat menyenangkan semua pembuat dali adalah ketika mereka masih dapat melestarikan kebudayaan milik Batak

Toba sehingga mereka juga berharap bahwa Pengetahuan ini dapat selalu diwariskan dan dilestarikan.

Suka yang lainnya yang didapat pembuat dali ini adalah ketika adanya beberapa perantau yang sudah berniat mengenalkan dali ini ke tanah perantauan

Universitas Sumatera Utara mereka sehingga makanan tradisional Batak ini dapat dikenal dan diketahui oleh orang lain.

4.7.2. Pengalaman Pahit Pembuat Dali

Dalam segala kegiatan yang dilakukan pastinya ada juga hal-hal yang tidak menyenangkan yang didapat setiap orang. Begitu juga dengan pembuat dali bapak

Parlin Purba mengaku bahwa ada beberapa hal yang tidak menyenangkan yang didapatnya selama membuat dali.

Kondisi dali yang saat ini sebenarnya telah menurun peminatnya dan bahkan para pembuat dali juga sudah mulai berkurang. Hal ini dikarenakan bahwa adanya pengaruh susu modern yang lebih mudah dan juga lebih enak rasanya untuk di konsumsi. Hal ini membuat konsumsi dali sebagai makanan susu yang mendukung pertumbuhan manusia telah digantikan oleh produk-produk susu modern. Menurut bapak Parlin Purba bahwa dali ini dahulunya memiliki fungsi sebagai asupan susu tambahan bagi anak-anak bahkan ke segala usia sama halnya juga dengan susu saat ini yang dalam bentuk bubuk maupun kental manis.

Saat ini juga telah banyaknya terdapat anak-anak yang tidak terlalu menyukai

Dali ni Horbo ini karena beralasan rasa dali yang tidak cukup manis dan tidak disukai oleh kalangan anak-anak. Selain dari rasa, dali ini juga memiliki bau yang sedikit amis seperti bau kerbau sehingga kalangan anak-anak lebih sering menolaknya hingga memuntahkannya. Misalnya pengakuan dari seorang anak yang bernama Roni

Sihombing yang saat ini sedang bersekolah di tingkat SD kelas 5 mengatakan secara

Universitas Sumatera Utara spontan bahwa dali ini tidak ada rasanya seperti susu tapi tidak dibuat gula jadi tidak enak. Perbandingan anak yang menyukai dali ini yaitu dari 10 orang anak ada 6 orang anak mengatakan mereka tidak menyukainya dan 4 orang anak lainnya mengatakan suka walapun dimakan langsung tanpa dimasak menjadi masakan baru. Tetapi biasanya kalangan orangtua dapat mengakali dali ini dengan memasak dali dalam bentuk arsik dan masakan lainnya seperti yang sudah dijelaskan di pengolahan dali agar anak-anak mereka yang tidak suka mau memakannya dan hasilnya memang dali akan dimakan anak tersebut karena sudah memiliki rasa dan bau amis kerbau dari dali sudah berkurang.

Selain dari rasa dan bau Dali, kurangnya peminat dali ini dikarenakan bahwa adanya orang yang beranggapan bahwa dalam pembuatan dali ini masih kurang mengutamakan sterilisasi. Menurut bapak Parlin Purba pada saat susu kerbau telah dipanaskan berarti bakteri dan kuman yang ada dalam susu telah mati dan ditambah lagi air perasan nenas yang mengandung asam tersebut sudah membunuh kuman dari dalam susu dan sama halnya juga dengan masakan Naniura yaitu masakan orang

Batak Toba yang hanya menggunakan asam sebagai pemasak dan pembunuh kuman dan bahteri dari ikan. Walau begitu dijelaskan oleh bapak Parlin Purba namun tetap ada juga yang melihat pembuatan dali ini masih tidak cukup steril.

Beberapa persoalan diatas yang menjadi duka yang dirasakan oleh pembuat dali yang dilihat dari sisi keberadaan dali tersebut. Namun ada juga Duka lainnya yang sempat dirasakan oleh pembuat dali yaitu sejak 5 tahun yang lalu ketika sebagian masyarakat memilih tidak memelihara kerbau lagi dikarenakan sempat

Universitas Sumatera Utara adanya anggapan masyarakat bahwa bertani akan lebih menjanjikan. Anggapan ini membuat para peternak menjual kerbau-kerbau milik mereka untuk membeli lahan pertanian. Hal ini juga sempat dilakukan oleh bapak Parlin Purba sehingga bapak ini juga pernah menjual kerbau miliknya untuk membeli lahan pertanian. Tidak seperti yang di pikirkan oleh banyak orang, justru hal yang dirasakan oleh bapak ini malah semakin mrosot. Hasil pertanian dan perkebunan tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka. Terkadang para petani juga sering merasakan kerugian karena gagal panen yang diakibatkan oleh hama dan cuacah yang membuat tanaman busuk dan mati.

Dengan kejadian ini beberapa peternak sempat menyesali tindakan mereka tetapi bapak Parlin Purba ini menjual kembali tanahnya dan memebeli kerbau lagi untuk membuat dali. Peristiwa penjualan kerbau ini membuat para pembuat dali menjadi berkurang dan penyediaan dali bagi para konsumen menjadi sering tidak tercapai sehingga adanya beberapa konsumen yang merasa kecewa dan sangat disayangkan ketika masih adanya beberapa orang yang masih menyukai dali ini tetapi keinginan mereka tidak tercapai.

4.8. Daerah Yang Masih Terdapat Dali

Saat ini kondisi dali yang telah semakin sedikit untuk wilayah produksinya membuat keadaan dali hanya dapat ditemui di beberapa wilayah tertentu saja.

Dahulunya banyak tempat yang masih mengolah dali ini karena kebudayaan dalam mengolah dali yang sudah mulai memudar. Untuk saat ini dali dapat ditemui untuk

Universitas Sumatera Utara wilayah Medan, Siantar, Porsea, Balige, Samosir, Siborong-borong, Pagaran, Samosir untuk wilayah sipira dan Onan runggu, kemudian di Dolok Sanggul.

Dahulunya Dali ini terdapat hampir di semua wilayah tersebut seperti keseluruhan Samosir, Keseluruhan Tapanuli Utara, bahkan hingga ke daerah Dairi.

Hal ini terjadi karena telah berkurangnya minap masyarakat untuk mengkonsumsi dali. Beberapa wilayah seperti Tarutung, dan Sidikalang telah sulit menemukan dali ini terkecuali di pasar Tradisional yang diadakan sekali dalam seminggu saja. Selain itu keberadaan dali ini juga telah banyak dilupakan oleh orang dan banyak anak muda yang bahkan belum pernah melihat dali ini.

4.9. Perbandingan Pembuat Dali Dengan Yang Ada di Kota

Perbedan pembuatan dali dengan yang ada di kota sebenanrnya tidaklah jauh berbeda. Pada konsepnya pembuatan dali yang ada di Desa dengan yang ada di kota adalah sama. Kenyataannya banyak komsumen mengatakan bahwa dali yang ada di kota telah dicampur oleh tepung. Pernyataan inilah yang membuat penulis melakukan penelitian pembanding dengan yang ada di kota. Untuk wilayah yang menjadi pembandingnya ada di kecamatan Lubuk Pakam Desa Pagar Jati Kabupaten Deli

Serdang.

Pembuatan dali yang ada di Lubuk Pakam ini pada kenyataannya tidak ada mencampur bahan apapun dalam dali yang mereka buat. Opung Subur Siagian mengatakan bahwa mendengar omongan konsumen tersebut dia pernah membuat dali

Universitas Sumatera Utara dengan dicampukan tepung dan hasilnya dali tidak dapat menggumpal dengan sempurna dan bahkan dali tersebut hancur terpecah-pecah. Namun apa yang menjadi penyebab perbedaan ini?

1. Susu kerbau yang digunakan

Susu kerbau yang dipakai oleh Opung Subur bukanlah susu kerbau miliknya.

Para peternak kerbau yang berasal dari desa Tanjung Beringin sekitar Bandara

Kualanamu memasok susu kerbau miliknya kepada Opung Subur Siagian ini. Salah satu peternak kerbau yang biasa memasok susu kepada Opung Subur Siagian adalah bernama Bapak Poman. Kerbau milik bapak Poman ini adalah jenis Kerbau Sapi

(sebutan para peternak). Dalam pemeliharaan kerbau oleh Bapak Poman dengan pemeberian pakan Pellet dan hanya sedikit pakan hijauan diyakini para peternak menjadikan kualitas susu antara yang di Tapanuli dengan yang di Lubuk Pakam ditambah lagi jenis kerbau yang sudah merupakan hasil persilangan genetik menghasilkan susu yang berbeda dari segi kualitas dan juga segi jumlah.

Gambar.22. Kerbau dan Peternakan milik bapak Poman.

Universitas Sumatera Utara

Gambar.23. Perbandingan kerbau milik Bapak Poman (Kiri) dan kerbau miliki bapak Parlin Purba

(kanan)

Selain jenis kerbau yang berbeda, pemberian pakan kerbau juga diakui oleh peternak menjadi penyebab perbedaan kualitas hasil susu.

Gambar.24. Pakan yang diberikan bapak Poman.

Gambar diatas merupakan pakan yang biasanya diberikan oleh bapak Poman kepada kerbaunya yang terdiri atas Ampas ubi kayu, Pelet, dan yang ada dalam

Universitas Sumatera Utara pelastik putih kecil adalah Vitamin kerbau untuk meningkatkan produktivitas susu.

Namun memang selain pemberian pakan tersebut bapak Poman juga memberikan pakan hijauan seperti rumput untuk sekali dalam 1 hari.

2. Peralatan yang digunakan

Jika kita telah melihat bagaimana bapak Parlin Purba membuat dali menggunakan kayu bakar, namun pada Opung Subur Siagian ini sedikit berbeda.

Opung ini tidak lagi menggunakan kayu bakar tetapi telah menggunakan kompur gas yang besar dan lapisan seng yang menjadi perantara api dengan dali telah dibuat sedemikian rupa agar lebih efisien. Selain itu cetakan yang digunakan oleh Opung

Subur Siagian ini menggunakan kaleng bekas susu kental manis.

Gambar. 25. Pembuatan Dali oleh Opung Subur Siagian

Dari gambar diatas dapat kita lihat peralatan yang digunakan oleh Opung

Subur Siagian. Dibawah terdapat kompor gas besar yang biasa digunakan memasak di rumah makan. Dan diatasnya dibuat dudukan sebagai wadah meletakkan kaleng- kaleng tempat susu kerbau.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 26. Opung Subur Siagian yang membuat Dali setelah susu kerbau datang dari peternak

3. Pemasaran Dali ni Horbo

Produsen Dali yang ada di Lubuk Pakam mampu memproduksi Dali dalam satu harinya sebanyak 1000-2000 keping Dali (1 keping sebesar bulatan kaleng susu dengan ketebalan 2 Cm). Dali ini akan dijual ke banyak wilayah seperti, Kota medan,

Lubuk Pakam, Serdang Bedagai, hingga paling jauh sampai ke Karo. Dali yang dibuat Opung Subur Siagian ini setiap harinya akan diambil oleh ibu-ibu dengan membeli Rp. 2.000,-/1 keping dari Opung Subur Siagian dan biasanya ibu-ibu ini membawa hingga 200 keping untuk mereka jual kembali ke wilayahnya masing- masing. Selain Opung Subur Siagian yang mendapatkan penghasilan, dali ini juga memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi ibu-ibu penjualnya.

Selain melalui ibu-ibu yang biasa datang mengambil dali, Opung Subur

Siagian ini juga akan memasok Dalinya ke rumah makan khas Batak yang ada di medan dan juga ke pesta adat yang memesannya langsung kepada Opung Subur ini.

Universitas Sumatera Utara BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kebiasaan dalam mengkonsumsi susu bagi manusia sudah tidak asing lagi.

Banyaknya produk olahan susu yang sekarang ini sangat beragam dan berbeda fungsi maupun cara mengkonsumsinya. Susu memang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia karena kaya akan protein, mineral, kalsium, dan lemak hewani yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi gizi dalam kehidupan serai-hari. Di Indonesia terdapat beberapa etnis yang sudah mengelolah susu menjadi bahan makanan Tradisional dan dapat bermanfaat bagi etnis tersebut juga setiap orang. Makanan tradisional susu olahan yang ada di Indonesia antara lain yaitu, Dadih (Sumatera Barat), Dangke

(Sulawesi Selatan), dan Dali (Sumatera Utara) dan semua itu terbuat dari susu kerbau.

Dali ni Horbo adalah makanan olahan dari susu kerbau yang berasal dari

Sumatera Utara oleh suku Batak Toba. Dali ni horbo ini telah ada sejak dahulu kala dan sudah menjadi salah satu makanan khas dari Tapanuli. Pengolahan susu menjadi dali ini tergolong dalam Pengetahuan Tradisional. Pembuatan dali ini pada konsepnya sama dengan pembuatan keju pada umumnya hanya saja hanya lebih sederhana dan bersifat Tradisional. Dalam pembuatan dali ini tidaklah rumit sehingga semua orang dapat membuatnya sendiri.

Berdasarkan hasil penyusunan skripsi ini dari mulai bab pendahuluan sampai dengan pembahasan serta penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan melakukan

Universitas Sumatera Utara studi Pengetahuan Tradisional yang dilandasi oleh teori-teori, metode dan alat-alat yang digunakan berkaitan dengan penelitian maka dapat disimpulkan dari rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang bagaimana cara pembuatan Dali ni Horbo mulai dari pemeliharaan kerbau, membuat dali, serta manfaatnya dan perbedaan pembuat dali di desa dan kota. Juga untuk memahami bahwa dali ini tergolong dalam

Pengetahuan Tradisional yang memiliki banyak manfaat bagi manusia. Maka berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dari hasil penulisan dari bab 1 sampai dengan bab 4 terkait rumusan masalah dan tujuan penelitian yaitu:

a. Pembuatan dali yang ada di desa Dolok Saribu Kecamatan Pagaran,

Kabupaten Tapanuli Utara ini masih sangat sederhana dan keasliannya sangat

terjamin karena masih menggunakan metode dan peralatan Tradisional.

Pembuat dali di desa ini tepatnya berada di lokasi Sitanduk terdiri atas 5

kepala keluarga dan berada dalam 1 lokasi saja. Pembuatan dali di desa Dolok

Saribu ini masih bertahan karena para pembuatnya yang tetap mengutamakan

kualitas dali agar konsumen tidak pernah merasa dirugikan. Pembuatan dali

dengan memakai kayu bakar diyakini menambah aroma dan rasa Dali lebih

menarik serta susu yang digunakan merupakan susu jenis kerbau lumpur asli

tanpa adanya perkawinan silang atau mutasi genetik membuat dali ini terasa

lebih asli.

b. Kerbau adalah hewang yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Tradisional

di Tapanuli Utara. Kerbau berfungsi sebagai symbol yang melambangkan

Universitas Sumatera Utara bahwa ketika diatas bagian depan rumah keluarga tersebut terdapat tanduk

kerbau maka keluarga itu telah melakukan adat yang besar dan jumlah tanduk

kerbau menunjukkan berapakalinya keluarga tersebut telah melakukan adat.

Kerbau juga berfungsi sebagai hewan sembelih yang sangat berarti dalam

upacara adat kematian. Pada dasarnya ketika seseorang yang meninggal telah

memiliki cucu atau cicit atau sebutan lokal bagi orang tersebut adalah

Saurmatua, hewan yang wajib untuk dipotong adalah kerbau. Namun saat ini

semua telah dikondisikan sesuai dengan kemampuan ekonomis keluarga yang

meninggal dan menggantikannya dengan hewan Babi. Bagi etnis Batak Toba

kerbau juga memiliki arti sebagai pelindung yang melindungi dari segala

penyakit dan roh jahat terhadap keluarga. Ini ditunjukkan melalui ukiran

patung monster bertanduk kerbau yang ada di sisi kiri dan kanan rumah adat

Batak Toba. Makna lainnya dari kerbau dahulunya adalah bahwa kerbau ini

dapat menjadi penunjuk status sosial, dikatakan bahwa jika dalam keluarga

telah memiliki ternak kerbau maka keluarga tersebut adalah keluarga yang

kaya dan makmur hidupnya. Selain sebagai simbol dan fungsi adat kerbau

juga digunakan untuk keperluan pertanian seperti membajak sawah dan

mengangkat hasil panen maupun mengangkat kayu yang diambil dari hutan. c. Pembuatan Dali yang berada Di desa Dolok Saribu ini masih menggunakan

metode Pengetahuan Tradisional mulai dari merawat kerbau hingga

pembuatan dali. Dalam memasak dali, kayu bakar menjadi pilihan utama

sebagai bahan bakar karena diyakini dapat memberikan rasa dan aroma yang

lebih sedap. Konsep dalam pembuatan dali ini hampir sama dengan

Universitas Sumatera Utara pembuatan keju yaitu memanfaatkan asam sebagai bahan pembeku susu dan memanaskan susu dengan suhu yang tidak terlalu panas. Proses ini sering disebut Renneting . Sumber asam yang digunakan yaitu nenas mentah yang tidak terlalu muda namun juga belum matang. Kualitas nenas juga menentukan kualitas jadinya dali. Dalam kesehariannya pembuat dali mengalami permasalahan dan juga hal-hal yang menyenangkan. Permasalahan yang dialami yaitu, kurangnya ketersediaan susu sebagai bahan baku sehingga para pembuat dali tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, kemudian anak-anak yang saat ini tidak terlalu suka dengan dali ini karena rasanya yang kurang manis dan sedikit rasa asin dan asam dan bau amis kerbau. Kehadiran susu kemasan instan yang saat ini juga secara perlahan telah menyingkirkan posisi dali sebagai makanan tambahan sumber gizi. Dan permasalahan lainnya adalah bahwa adanya anggapan konsumen yang mengatakan kurang sterilnya pembuatan dali ini sehingga tidak menunjukkan minat untuk mengkonsumsinya. Namun dibalik itu ada juga terdapat hal-hal yang menyenangkan para pembuat dali yaitu bertambahnya pendapatan keluarga, adanya anak-anak perantau yang sudah mengenalkan dali ini ke tanah perantauannya sebagai oleh-oleh khas Tapanuli. Perbedaan antara pembuatan dali yang ada di Kota dengan yang ada di desa memang tidak terlalu jauh dan masih menggunakan konsep yang sama. Hal yang membedakan adalah peralatan yang digunakan seperti kompor gas sebagai ganti kayu bakar dan susu yang digunakan dengan mengumpulkan susu dari beberapa peternak.

Universitas Sumatera Utara Selain itu sistem penjualan sudah menggunakan agen yang datang menjemput

dali setiap Harinya.

5.2. Saran

Adapun saran-saran yang disampaikan berdasarkan hasil pengamatan dan analisa selama melakukan penelitian terhadap dali ni Horbo ini adalah sebagai berikut: a. Bagi pembuat Dali ni Horbo

Melihat bahwa dali ini adalah suatu kekayaan Pengetahuan Tradisional etnis

Batak Toba dan juga sangat bermanfaat baik dari segi kesehatan maupun

ekonomi, maka harapannya agar pengetahuan ini tetap diwariskan dan tetap

dijaga. Selain sebagai sumber pendapatan, hal ini juga nantinya pasti akan

menambah daya tarik terhadap wisata kuliner Indonesia bagi wisatawan yang

berkunjung ke tanah Batak. b. Bagi Pemerintah

Saran bagi pemerintah yang diwakili oleh pemerintah daerah, agar

memperhatikan dan mengikutsertakan dali ini dalam berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan kuliner dan pariwisata. Juga, melihat bahwa dali ini

sudah ada sejak dahulu dan menjadi salah satu ikon Tapanuli Utara, baiknya

perhatian ini juga dengan cara membantu pemasaran lebih luas lagi sehingga

ini bisa lebih berkembang dan menjadi salah satu alasan wisatawan

Universitas Sumatera Utara berkunjung ke Tapanuli Utara. Selain itu agar memberikan pelatihan terhadap

pembuat dali untuk meningkatkan produksi susu kerbau. Program pemerintah

yang sudah memberikan bibit sperma kerbau kepada masyarakat harusnya

lebih dipertimbangkan lagi. Apakah jenis kerbau yang ditanamkan akan

menghasilkan susu lebih banyak atau hanya sekedar menambah besar kerbau

saja. Kemudian dalam pemantauan kerbau tersebut haruslah menggunakan

tenaga SDM yang lebih hebat dibidang hewan agar hasil yang didapat

memuaskan masyarakat. c. Bagi Masyarakat

Dali ni Horbo adalah salah satu makanan khas dari Tapanuli yang memiliki

banyak fungsi bagi tubuh manusia dari segala usia, diharapkan tetap

mengkonsumsi dan menjaga agar dali dapat dilestarikan dan diwariskan dari

generasi ke generasi yang selanjutnya. Masyarakat juga harusnya lebih

mengenalakan kembali kepada generasi penerus agar menjaga dan

melestarikan atau mengembangkan dali ini dengan segala kreativitas yang

ada.

Universitas Sumatera Utara PEDOMAN PENGUMPULAN DATA

DALI NI HORBO

(STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KERBAU

DARI ETNIS BATAK TOBA)

Sumber No. Isu Utama Variabel Aspek Metode Data/informan Parameter Masyarakat 1 Gambaran Sejarah dan Sejarah Dali Wawancara sekitar di desa umum dan Dolok Saribu Objek Keberadaan Dali Melihat observasi Penelitian ni Horbo saat ini seberapa terbukanya masyarakat tentang Dali ni Horbo

Para Pembuat 2 Proses Tahapan Apa saja alat Wawancara Dali Pembuatan pembuatan dan bahan yang dan Dali ni digunakan observasi, Horbo dokumentasi Bagaimana tahapan pembuatan

Bagaimana hasil Dali yang telah jadi Pemilik usaha 3 Strategi Strategi dan misi Bagaimana Wawancara pembuat Dali ekonomi yang dibawa strategi dan ni Horbo dan dan dalam ekonomi dalam observasi Instansi Pemasaran mempertahankan yang Pemerintahan perekonomian menguntungkan yang terkait serta cara dan bermanfaat pemasaran Dali bagi pembuat ni Horbo ini Dali

Universitas Sumatera Utara Apa misi yang dibawa

Seperti apa strategi pelayanan terhadap pelanggan

Peran Pemerintah yang telah dirasakan oleh pembuat D

Universitas Sumatera Utara DAFTAR INFORMAN

1) Nama : Parlin Purba (key informan) Umur : 67 Tahun Pekerjaan : Petani dan Peternak Alamat : Dusun I desa Dolok Saribu Kec. Pagaran Kabupaten TAPUT

2) Nama : Opung Lastio Simamora Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani dan Peternak Alamat : Dusun I desa Dolok Saribu Kec. Pagaran Kabupaten TAPUT

3) Nama : Opung Lastiar Simamora Umur : 86 Tahun Pekerjaan : Petani dan Peternak Alamat : Dusun I desa Dolok Saribu Kec. Pagaran Kabupaten TAPUT

4) Nama : Opung Aldi Hutabalian Umur : 86 Tahun Pekerjaan : Petani Alamat : Jl.Pasar Melintang Kp. Gultom Kec. Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

5) Nama : Opung Subur Siagian Umur : 57 Tahun Pekerjaan : Pengusaha Dali di Lubuk Pakam Alamat : Jl. Lintas Medan Tebing-tinggi kp.Pagar Jati kec. Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

6) Nama : Poman Umur : 56 Tahun Pekerjaan : Peternak Alamat : desa Tanjung Beringin Kec. Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Evi Damayanthi, Karakteristik Susu Kerbau Sungai Dan Rawa di Sumatera Utara. JIPI Vol.19, 2014.

Elly M. Setiadi, M.Si, dkk2009., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ,Jakarta: Kencana.

Koentjaraningrat, 2013, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.

Koentjaraningrat, 1998, Sejarah Teori Aantropologi I, Jakarta: UI-Press.

Lim Sanny, Analisis Pengolahan Susu di Indonesia, Binus Bisnis Review Vol. 2, 2011.

Marwanti, 2000, Pengatahuan Masakan Indonesia, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Nurhayati, Perubahan Kandungan Protein dan Serat Kasar Kulit Nenas Yang Difermentasi Dengan Plaint Yoghurt, Ilmu Peternakan Vol. 17, 2014.

Rihastuti, 2015, Kntrol Kualitas Pangan Hasil Ternak, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Saifuddin, Achmad Feddiyanti, 2011, Antropologi Sosisl Budaya, Jakarta: Institut Antropologi Indonesia.

Spreadley. James P, 2006, Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana.

T.O. Ihroni, 2006 “Pokok-pokok Antropologi Budaya”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tridjoko Wisnu Murti, DEA, 2002, “ Ilmu Ternak Kerbau”, Yogyakarta: Kanisius.

Yevita Nurti, Kajian Makanan Dalam Perspektif Antropologi. Isu-isu Sosial Budaya Vol. 19, 2017

Universitas Sumatera Utara Zainul Daulay, S.H., M.H, 2011 “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan Praktiknya, Jakarta: Rajawali pers.

Zulyani Hidayah, “Rasa dan Keaneka Ragaman Cita Rasa Nusantara”, Dalam hasil Seminar Antropologi Terapan- Sarasehan Nasional Antropologi 2010, Cisarua Bogor 2010.

Sumber Lain

Debby Fadhilah. “Ilmu Veteriner “, http://ilmuveteriner.com/proses-pembuatan-keju/.

Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017.

KOMPAS.COM/ Centre-National-Interprofessionnel-de-IÉconomie-Laitiere- (CNIEL)-dan-Eropean-Unio-dalam-acara-Promosi-Open-Your-Taste-With- European-Cheese/.

Medanbisnis.com/Jambar-dalam-adat-batak-toba/

Ranty D Siahaan, “ Dali (Pengolahan Susu Kerbau Khas Btak Toba)”, http://www.tripelaketoba.com/kuliner-dali-ni-horbo/ hlm.3

Triyana S, “AGROBISNISINFO.COM – Jenis-jenis Kerbau “, http:/www.agrobisnisinfo.com/2015/03/jenis-jenis-kerbau.html?m=1.

Universitas Sumatera Utara