LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK KARO:

KAJIAN EKOLINGUISTIK

SKRIPSI

Martha Yunrisa Simorangkir

NIM: 150701053

PROGRAM STUDI SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skrispsi ini tidak terdaat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi.

Medan, Desember 2019

Martha Yunrisa Simorangkir

150701053

i

Universitas Sumatera Utara LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK KARO: KAJIAN EKOLINGUISTIK

ABSTRAK Penelitian ini mendeskripsikan jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Karo, serta tingkat pemahaman masyarakat terhadap kuliner masyarakat Batak Karo di Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis dengan pendekatan ekolinguistik. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Batak Karo terdiri atas 22 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon, yaitu (1) alat dan bahan serta (2) kegiatan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 380 leksikon alat dan bahan serta 175 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan adalah 555 leksikon. Hasil analisis menunjukkan terlihat penyusutan pengetahuan pada setiap generasi terhadap kuliner Masyarakat Batak Karo. Kelompok usia I (15-20 tahun) sebesar 83,45 %, kelompok usia II (21-45 tahun) sebesar 94,19 %, dan kelompok usia III (>46 tahun) sebesar 99,95 %.

Kata kunci: Leksikon, Kuliner Masyarakat Batak Karo, Ekolinguistik.

ii

Universitas Sumatera Utara PRAKATA

Segala puji serta syukur tak henti-hentinya penulis ucapkan kepada Tuhan

Yesus Kristus yang selalu mengalirkan semangat dan berkat kepada penulis dari mula hingga akhirnya penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas pendidikan

bagi penulis.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Ketua Program Studi Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

mengarahkan penulis pada masa perkuliahan dan membantu penulis dalam

hal administrasi.

3. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan informasi terkait perkuliahan kepada penulis.

4. Dr. Mulyadi, M.Hum., sebagai Dosen pembimbing yang telah

menyediakan banyak waktu dan tenaga untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dengan penuh tanggung jawab, membagikan ilmu

yang dimiliki serta memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.

Tanpa bantuan dari bapak, penulis pasti tidak akan mampu menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik.

5. Dr. Gustianingsih, M.Hum., dan Dr. Dwi Widayati, M.Hum., selaku dosen

penguji yang telah banyak memberikan kritikan, masukan, dan perbaikan

bagi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

iii

Universitas Sumatera Utara 6. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, Dr Namsyah Hot Hasibuan,

M.Ling, Dra. Sallyanti, M.Hum, Dr. Ida Basaria, M.Hum., Drs. Isma

Tantawi, M.A., Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., Drs. Parlaungan

Ritopnga, M.Hum., Dr. Dardanila, M.Hum., Drs. Hariadi Susilo, M.Si.,

Drs. Asrul Siregar, M.Hum., Drs. Pribadi Bangun, M.Hum, Dra. Rosliana

Lubis, M.Si., Emma Marsella, S.S., M.Si., dan Dra. Sugihana Sembiring,

M.Hum. selaku dosen di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak

pengajaran ilmu dan moral kepada penulis selama masa perkuliahan.

7. Bapak Joko yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

8. Bapak terkasih Paindo Simorangkir dan mamak terkasih Nurhajiah br

Sitio yang selalu penuh kasih untuk mendampingi penulis, memberikan

didikan dan motivasi kepada penulis, serta melantunkan doa yang tiada

hentinya bagi penulis sepanjang kehidupan penulis. Kalian berdua adalah

sumber semangat dan suka cita terbesar.

9. Abang Samuel V Simorangkir, S.E., kakak Novida H Simorangkir, S.Hut.,

adik Adriel T Simorangkir, edak Ruth Aritonang, S.E., dan Karaan

Sitanggang yang selalu memberikan kekuatan baru, dukungan, dan doa

bagi penulis.

10. Besar Munthe, Mawar Nahampun, Yuliantika Purba, Tennike Silalahi,

Anita Manik, serta alumni senior terkhusus bang Boby, bang Samuel, bang

Amris, dan kak Hertina yang selalu sabar memberi doa dan dukungan,

iv

Universitas Sumatera Utara memberi motivasi penyemangat kepada penulis. Terima kasih atas

solidaritas, kepedulian, kepekaan, dan kasih sayang kalian.

11. Desi Sidabutar, Titin Sidabutar, Sarma Bakkara, Berliani Manurung,

Vatika Sitinjak, Mashita Manurung, Astri Sihombing terima kasih atas doa

dan dukungan kalian, yang selalu ada dalam kegalauan saat penulisan

skripsi ini, kalian yang terbaik.

12. Sindy dan Rudang yang sudah membantu dalam proses penelitian yang

selalu mengajari dalam penyusunan skripsi, penulis mengucapkan

terimakasih atas semuanya dan akan selalu mengingatnya.

13. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia stambuk 2015 yang telah menjalin

kebersamaan yang sangat baik selama masa perkuliahan.

14. Kepala desa serta seluruh masyarakat Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe

yang menjadi informan dalam proses pencarian data pada skripsi ini.

Terima kasih karena telah memberi informasi, waktu serta nasihat yang

berharga kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga kiranya kasih setia-Nya selalu beserta kita sepanjang waktu. Amin.

Medan, Desember 2019

Penulis,

Martha Yunrisa Simorangkir

v

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...... i

ABSTRAK ...... ii

PRAKATA ...... iii

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR SINGKATAN ...... x

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 5

1.3 Tujuan Penelitian ...... 6

1.4 Manfaat Penelitian ...... 6

1.4.1 Manfaat Teoretis ...... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ...... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Konsep...... 7

2.1.1 Leksikon ...... 7

2.1.1.1 Nomina ...... 8

2.1.1.2 Verba ...... 8

2.1.2 Kuliner...... 9

2.1.3 Bahasa dan Lingkungan ...... 9

2.2 Landasan Teori ...... 10

vi

Universitas Sumatera Utara 2.2.1 Ekolinguistik ...... 10

2.3 Tinjauan Pustaka ...... 12

BAB III METODE PENELITIAN ...... 17

3.1 Lokasi ...... 17

3.2 Data dan Sumber Data ...... 18

3.3 Metode Penelitian...... 19

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...... 19

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ...... 24

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data...... 26

BAB IV LEKSIKON KULINER DAN TINGKAT PEMAHAMAN

MASYARAKAT BATAK KARO ...... 27

4.1 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo ...... 27

4.1.1 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Ayam ...... 28

4.1.1.1 Tasak Telu ...... 28

4.1.1.2 Manuk Sangkep ...... 29

4.1.1.3 Cipera ...... 30

4.1.1.4 Gule Kuta-Kuta ...... 31

4.1.1.5 Manuk Getah ...... 32

4.1.2 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Babi ...... 35

4.1.2.1 Karo ...... 35

4.1.2.2 Kidu-Kidu ...... 36

4.1.2.3 Lomok-Lomok ...... 37

4.1.3 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Ikan ...... 40

4.1.3.1 Arsik Nurung Mas ...... 40

vii

Universitas Sumatera Utara 3.1.3.2 Gule Nurung Kerah ...... 41

4.1.4 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Pisang ...... 43

4.1.4.1 Umbut ...... 43

4.1.4.2 Cincang Bohan ...... 43

4.1.5 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Beras ...... 45

4.1.5.1 Cimpa Onong-Onong ...... 45

4.1.5.2 Cimpa Matah ...... 46

4.1.5.3 Cimpa Tuang ...... 47

4.1.5.4 Cimpa Bohan ...... 48

4.1.5.5 Cimpa Jong Labar ...... 49

4.1.5.6 Cimpa Lepat ...... 50

4.1.5.7 Cimpa Jambe ...... 51

4.1.5.8 Rires ...... 52

4.1.6 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Ulat ...... 54

4.1.6.1 Kidu ...... 54

4.1.7 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Bahan Dasar Lembu ...... 55

4.1.7.1 Trites ...... 55

4.2 Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Leksikon Kuliner Masyarakat

Batak Karo ...... 58

4.2.1 Kelompok Usia 15-20 tahun ...... 59

4.2.2 Kelompok Usia 21-45 tahun ...... 63

4.2.3 Kelompok Usia >46 tahun ...... 67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...... 74

5.1 Simpulan ...... 74

viii

Universitas Sumatera Utara 5.2 Saran ...... 75

DAFTAR PUSTAKA ...... 76

LAMPIRAN 1 ...... 78

LAMPIRAN 2 ...... 83

LAMPIRAN 3 ...... 87

LAMPIRAN 4 ...... 88

ix

Universitas Sumatera Utara DAFTAR SINGKATAN

Dst : Dan seterusnya

JP : Jumlah Pemaham

Km : Kilometer

M : Meter

SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

x

Universitas Sumatera Utara BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kuliner adalah hasil olahan yang berupa masakan. Kuliner secara umum adalah kegiatan yang berhubungan dengan memasak atau aktivitas memasak.

Kuliner juga dapat dimaknai sebagai hasil olahan yang berupa masakan berupa lauk-pauk, panganan maupun minuman. Kuliner tidak terlepas dari kegiatan masak-memasak yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari.

Semua suku di Indonesia tentu memiliki beragam kuliner khas yang tidak dimiliki oleh suku lainnya. Berbeda suku, berbeda pula ciri dari kuliner yang dimilikinya.

Bangsa Indonesia memiliki aneka warna etnik atau suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Setiap suku bangsa memiliki budaya masing-masing sebagai ciri khas yang membedakan dari suku-suku bangsa lain salah satunya yaitu bahasa. Setiap daerah memiliki bahasa daerah masing masing.

Begitu juga dengan suku Karo yang memiliki bahasa daerah dan memiliki dialek bahasa Batak Karo.

Batak Karo adalah salah satu etnik suku Batak yang pada umumnya mendiami beberapa daerah asal yaitu Kabanjahe, Berastagi, Tiga Binaga, Juhar dan dua puluh daerah lainnya. Kemudian menyebar ke daerah-daerah di seluruh

Indonesia sebagai bahasa sehari-hari masyarakat Batak Karo baik di tempat asal maupun di perantauan selalu menggunakan Bahasa Indonesia tetapi masih kental dengan logat Karo. Masyarakat Batak Karo merupakan kelompok kesatuan sosial dari bagian subsuku masyarakat suku batak yang berada di daerah Sumatera

Utara, khususnya sebagai asal lahirnya yang kemudian menyebar ke bebagai

1

Universitas Sumatera Utara daerah. Begitu juga dengan masyarakat Batak Karo yang memiliki beragam jenis kuliner dengan rasanya yang khas dan diturunkan oleh leluhur atau nenek moyang masyarakat Batak Karo. Setiap kuliner masyarakat suku Batak Karo memiliki keunikan rasa tersendiri yang membuat kuliner-kuliner tersebut sangat populer di kalangan masyarakat suku Batak Karo. Kuliner-kuliner ini bukan hanya disajikan sebagai santapan di kala lapar saja, tetapi banyak kuliner dalam masyarakat ini yang digunakaan dalam proses berlangsungnya upacara adat masyarakat tersebut, misalnya upacara adat perkawinan atau kematian dan sudah menjadi kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Batak Karo.

Pada saat ini, banyak kuliner khas suatu suku yang tidak begitu dikenal lagi oleh generasi baru. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yang pertama yaitu, berkurangnya atau menghilangnya satu leksikon lingkungan alam dan budaya dalam suatu daerah masyarakat yang menyebabkan para generasi berikutnya mungkin tidak akan mengenal lagi leksikon tersebut. Faktor kedua yaitu, masuknya jenis kuliner baru dari luar negeri seperti, fried chicken, bakpao, ramen, dan lainnya yang menggantikan kuliner khas masyarakat itu sendiri.

Faktor berikutnya adalah kemajuan teknologi pada zaman sekarang ini. Banyak peralatan memasak tradisional digantikan oleh alat canggih terkini, misalnya gilingan yang diganti dengan blender. Hal-hal tersebut sangat memengaruhi kebertahanan suatu leksikon. Jika suatu lingkungan mengalami perubahan maka secara langsung bahasa dari suatu lingkungan pun akan mengalami perubahan.

Jika suatu lingkungan punah, maka penggunaan bahasa yang berhubungan dengan lingkungan tersebut akan turut punah. Permasalahan bahasa seperti ini harus diberi perhatian khusus, bahasa-bahasa lingkungan tetap bertahan dan lestari.

2

Universitas Sumatera Utara Dengan adanya persoalan bahasa seperti ini, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan ekolinguistik.

Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2009:1). Kajian ini tidak lepas dari kerangka teori interelasi antara dimensi-dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis yang sangat penting untuk menopang kajian ekolinguistik yang dikatakan oleh Bundsgaard dan

Steffensen (2000:11-14).

Sebagaimana layaknya sesuatu hidup di bumi ini, bahasa terbukti juga dapat berkembang, terus berubah, dan bergeser tanpa henti dari waktu ke waktu

(Rahardi, 2006:69). Bukti dari perubahan dan pergeseran bahasa yang paling gampang dilihat dan dicermati oleh siapa pun adalah pada aspek leksikon bahasa yang bersangkutan. Perubahan dan pergeseran di dalam jumlah leksikon sebuah bahasa dapat terjadi karena ada penambahan, pengurangan, atau mungkin adanya penghilangan. Dalam lingkup kajian ekolinguistik dinyatakan bahwa bahasa merekam kondisi lingkungan ragawi dan sosial; perangkat leksikon menunjukkan adanya hubungan simbolik kegiatan antara guyub tutur dengan lingkungannya, dengan flora dan fauna, termasuk anasir-anasir alamiah lainnya (Sapir dalam Fill dan Muhlhauster, 2001:14).

Salah satu kuliner masyarakat Batak Karo yang hampir tidak dikenal suku- suku lainnya yaitu trites atau pagit-pagit. Trites atau pagit-pagit adalah makanan khas Karo yang terbuat dari bahan pokok utama makanan lembu/kerbau yang masih ada di lambung (usus besar) yang sudah dihaluskan kembali oleh kerbau/lembu tetapi belum dihisap sarinya. Ketika lembu/kerbau dipotong, bahan dari dalam usus tersebut dipisahkan dulu dalam wadah yang lain. Makanan ini

3

Universitas Sumatera Utara sungguh lezat dan menurut tradisi karo makanan ini juga berkhasiat mengobati sakit perut.

Makanan khas masyarakat Karo ini terbilang yang paling unik, makanan ini terbuat dari berbagai jenis sayuran dan berisikan oleh jeroan atau bagian dalam sapi, kerbau, atau kambing. Bahan dasar dari makanan ini adalah rumput yang terdapat pada perut besar sapi, kerbau, atau kambing. Trites atau pagit-pagit ini merupakan makanan khas yang biasanya dibuat atau di sajikan pada saat pesta besar seperti Merdang Merdem (Pesta Panen Tahunan). Leksikon kuliner trites atau pagit-pagit diklasifikasikan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, (2) kegiatan. Pertama, leksikon alat dan bahan yaitu pisau, usus/cincang lembu, kelapa, daun jeruk purut, serai, cabe, bawang putih, bawang merah, kunyit, asam patikala, garam. Kedua, leksikon kegiatan yaitu, dicincang, dihaluskan, ditumbuk.

Contoh pengklasifikasian leksikon kuliner Trites.

Tabel 1. Leksikon Trites Leksikon Nama Kuliner Alat dan Bahan Kegiatan Trites Pisau (rawit) Dicincang (igatgat) Gilingan cabai (penggilingen) Dihaluskan (igiling) Usus/cincang lembu Kelapa (tuala) Ditumbuk (itutu) Daun jeruk purut (bulung rimo mukur) Serai (serei) Cabai (cina) Bawang putih (lasuna) Bawang merah (bawang megara) Kunyit (kuning gersing) Asam patikala (acem patikala) Garam (sira) Daun ubi (bulung gadong) Kecombrang (kencong)

4

Universitas Sumatera Utara Karakter biologis yang dihasilkan oleh trites melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa pedas dan sedikit rasa pahit karena berbahan dasar sayur “jeroan”yang dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Karo masih sangat erat. Kuliner trites sering ditemui pada waktu perayaan adat, seperti pesta panen, acara rumah baru dan lain sebagainya. Masyarakat Batak Karo mempercayai bahwa karakter sosiologis trites atau pagit-pagit membuktikan masyarakat suku

Batak Karo memiliki karakter yang memiliki rasa gotong royong yang erat sesama masyarakat serta selalu bersyukur atas apa yang telah dicapai dalam kehidupan mereka bisa menyajikan dan mengkonsumsi kuliner ini (dimensi ideologis).

Berdasarkan latar belakang di atas, terlihat permasalahan kebertahanan bahasa pada leksikon kuliner masyarakat Batak Karo. Bukan hanya leksikon kuliner trites atau pagit-pagit, masih banyak kuliner yang tidak pernah dirasakan bahkan sudah tidak dikenal oleh beberapa generasi muda masyarakat Batak Karo.

Penelitian ini harus dilakukan agar leksikon kuliner pada masyarakat Batak Karo tetap dikenal pada masa yang akan dating. Dengan demikian, bahasa dalam leksikon kuliner tersebut tetap terjaga dan lestari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah klasifikasi leksikon kuliner Batak Karo?

2. Bagaimanakah pemahaman masyarakat Batak Karo terhadap leksikon

kuliner masyarakat Batak Karo?

5

Universitas Sumatera Utara 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan jenis leksikon kuliner Batak Karo.

2. Mendeskripsikan pemahaman masyarakat Batak Karo terhadap

leksikon kuliner Batak Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian leksikon kuliner masyarakat Batak Karo ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoretis

Temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan informasi, sumber acuan, dan penelitian relevan dalam penelitian mengenai kajian ilmu linguistik, kajian ekolinguistik, dan kajian mengenai leksikon kuliner.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menambah pemahaman dan wawasan masyarakat terkait leksikon kuliner

masyarakat Batak Karo di Sumatera Utara.

2. Membuat atau menambah kamus kecil leksikon kuliner masyarakat Batak

Karo pada pustaka Batak Karo agar leksikon kuliner ini dikenal dan tetap

dilestarikan oleh masyarakat Batak Karo ketika suatu saat terdapat

leksikon kuliner yang bergeser atau bahkan punah.

3. Menjadi sumber informasi bagi para peneliti lain ataupun pengguna

bahasa Batak Karo khususnya tentang hubungan bahasa dengan ekologi.

6

Universitas Sumatera Utara BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal yang tidak penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:

2.1.1 Leksikon

Leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Leksikon juga diartikan kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis atau suatu bahasa; kosakata; perbendaharaan kata (Kridalaksana, 1982:98).

Leksikon berasal dari kata Yunani Kuno yang berarti kata, ucapan, atau cara berbicara. Kata “leksikon” sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul ketika mencari tentang kata-kataatau istilah Indonesia sebanyak-banyaknya atau lebih banyak lagi (Chaer, 2007:5). Selanjutnya,

Sibarani(1997:4) sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata, yaitu leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau suatu bahasa.

7

Universitas Sumatera Utara Pada tataran leksikal misalnya pasti ada perangkat leksikal, nomina, atau verba, dan adjektiva, yang aktif dan yang pasif. Leksikon yang aktif adalah leksikon yang hidup di otak dan di mulut atau di tangan jika kerap ditulis dan digunakan dalam konteks sintaksis dan wacana. Sebaliknya, leksikon yang pasif adalah leksikon-leksikon yang jarang atau tidak digunakan lagi dalam konteks kalimat dan wacana yang berarti tidak dipakai lagi dalam konteks sosial dalam wujud wacana. Persoalan yang menjadi fokus penelitian ini pada tataran nomina dikategorikan pada leksikon alat dan bahan dan tataran verba dikategorikan pada leksikon kegiatan.

2.1.1.1 Nomina

Nomina merupakan kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subyek atau obyek dari klausa; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal yang dibendakan dalam alam luar bahasa; kelas ini dalam bahasa

Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak; misalnya meja adalah nomina karea tidak meja adalah tidak mungkin (Kridalaksana,

2008:163). Leksikon alat dan bahan dikategorikan ke dalam kelas nomina.

2.1.1.2 Verba

Verba merupakan kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat.

Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, pesona atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantik perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam Bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dsb; misalnya datang, naik, bekerja, dsb

(Kridalaksana, 2008:254). Leksikon kegiatan dikategorikan ke dalam kelas verba.

8

Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Kuliner

Kata kuliner berasal dari bahasa Latin, yaitu culinarius-sesuatu yang berhubungan dengan masak-memasak serta culina atau dapur. Istilah kuliner menurut Maengkom (2015) tersebut berasal dari kata makanan dan berhubungan erat juga dengan kata masakan dan dapur. Oleh karena itu, pengertian kuliner tidak terlepas dari kegiatan memasak yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari. Jadi, defenisi kuliner adalah hasil olahan yang berupa masakan, seperti lauk-pauk, makanan (penganan) dan minuman (Maengkom,

2015).

2.1.3 Bahasa dan Lingkungan

Bahasa dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Muhlhausler (2001:3) dalam tulisannya Language, Ecology and

Enivorment menyebutkan, ada empat hal yang memungkinkan adanya hubungan antara bahasa dan lingkungan yakni : (1) bahasa berdiri dan terbentuk; (2) Bahasa dikonstruksi oleh alam; (3) alam dikonstruksi bahasa; dan (4) bahasa saling berhubungan dengan alam- keduanya saling mengontruksi, tetapi jarang yang berdiri sendiri (ekolinguistik). Sapir (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14) menyatakan lingkungan dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu :1. Lingkungan fisik yang mencakup karakter geografis, seperti topografi sebuah negara (baik pantai, lembah, dataran tinggi, maupun pegunungan, keadaan cuaca, dan, jumlah curah hujan). 2. Lingkungan ekonomis ‟kebutuhan dasar manusia„ yang terdiri atas flora dan fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut. 3.

Lingkungan sosial melingkupi berbagai kekuatan dalam masyarakat yang membentuk kehidupan dan pemikiran masyarakat satu sama lain. Namun yang

9

Universitas Sumatera Utara paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama, standar etika, bentuk organisasi politik, dan seni.

Menurut Haugen (dalam Fill and Muhlhausler, 2001:1), lingkungan bahasa atau ekologi bahasa adalah ruang hidup, tempat hidup bahasa-bahasa. Bahasa yang hidup ada pada guyub tutur dan secara nyata hadir dalam komunikasi dan interaksi verbal baik lisan maupun tulisan. Ekologi adalah ilmu tentang lingkungan hidup sedangkan linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Kerangka pandang ekologi, bandingkan misalnya ekolinguistik, menjadi parameter yang membedakannya dengan cabang makrolinguistik lainnya (seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, atau antropoliguistik) adalah (1) interelasi

(interrelationship), (2) lingkungan (environment), dan (3) keberagaman

(diversity). Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa bahasa dan lingkungan adalah dua hal yang berhubungan bahkan saling memengaruhi. Dalam suatu lingkungan, bahasa itu memang hidup dan bahasa-bahasa dalam lingkungan tersebut dapat dikaji, diselami, dan dimaknai secara khusus melalui pendekatan yang sesuai, yaitu ekolinguistik.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Ekolinguistik

Ekolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa. Menurut Mbete (2009:2), “dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya. Pada tahun 1972,

Einar Haugen untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah ecology of language. Haugen (dalam Fill dan Muhlhausler 2001:57) mengatakan “ecology of

10

Universitas Sumatera Utara language may be defind as the study of interactions between any given language and its environment”, artinya ekologi bahasa didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan timbal balik antara bahasa tertentu dan lingkungannya. Haugen menegaskan bahwa bahasa berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan antar penggunanya satu sama lain dan lingkungan (lingkungan sosial dan alam). Dalam kajian ekolinguistik hal yang paling terlihat adalah tautan ekosistem yang merupakan bagian dari sistem kehidupan manusia (ekologi) dengan bahasa yang dipakai manusia dalam berkomunikasi di lingkungannya. Lingkungan tersebut adalah lingkungan ragawi berbahasa yang menghadirkan berbagai hal dalam sebuah masyarakat. Sesuai dwimultibahasa inilah yang mendorong adanya interaksi bahasa. Lingkungan ragawi dengan berbagai kondisi sosial sangat memengaruhi penutur bahasa secara psikologis dalam penggunaan bahasanya (Usman, 2012:31).

Menurut pandangan ekolinguistik dialektikal atau linguistik dialektikal

(dialectical linguistics) Bang dan Door (dalam Steffensen, 2000), bahasa merupakan bagian yang membentuk dan sekaligus dibentuki oleh praksis sosial.

Bahasa merupakan produk sosial dari aktivitas manusia dan pada saat yang sama bahasa juga mengubah dan memengaruhi aktivitas manusia atau praksis sosial.

Dengan demikian, terdapat hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial.

Konsep praksis sosial dalam konteks ini mengacu pada semua tindakan, aktifitas dan perilaku masyarakat, baik terhadap sesama masyarakat maupun terhadap lingkungan alam di sekitarnya. Bang dan Door mengatakan bahwa dalam teori dialektikal, praksis sosial mencakup tiga dimensi praksis sosial, yakni:

11

Universitas Sumatera Utara 1. Dimensi ideologis merupakan sistem psikis, kognitif dan sistem mental

individu dan kolektif.

2. Dimensi sosiologis berkenaan dengan bagaimana kita mengatur hubungan

dengan sesama, misalnya dalam keluarga, antar teman, tetangga, atau

dalam lingkungan sosial yang lebih besar, seperti sistem politik dalam

sebuah negara.

3. Dimensi biologis berkaitan dengan keberadaan kita secara biologis

bersanding dengan spesies lain seperti tanaman, hewan, bumi, laut, dan

lain sebagainya.

Implikasi dari hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial adalah bahwa kajian terhadap bahasa berarti pula kajian terhadap praksis sosial, dan dengan demikian teori bahasa adalah juga teori praksis sosial. Untuk itu, kajian ekolinguistik dalam teori dialektikal adalah kajian tentang interelasi dimensi ideologis, dimensi sosiologis dan dimensi biologis dalam bahasa.

2.3 Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti.

Berikut beberapa penelitian tentang ekolinguistik yang menjadi sumber acuan di

dalam penelitian ini.

Sinar (2011) menemukan dan mendeskripsikan leksikon kuliner nomina bahasa Melayu Serdang, untuk diwariskan sebagai pengetahuan dan pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon kuliner nomina Kesultanan Serdang dan memberikan informasi yang merujuk kepada pentingnya keterpeliharaan lingkungan Kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini yang bermukim disekitarnya bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan. Penelitian ini

12

Universitas Sumatera Utara menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai tidak dikenal lagi seperti: anyang kepah, kampong, bubur lambuk, bubur sup, darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan daun buas-buas, gulai lambuk kemuna, gulai telur terubuk, kepah, pekasam maman, santan telur terubuk, padi, senat, lengkong, sambal , sambal terasi asam sundai, sambal belacanasam binjei, kueh danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surga, lempeng putih,kueh makmur, anyang pakis, kueh pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh cara, halwa renda, halwa cermai, halwa rukam.

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian yang akan dilakukan adalah memberikan kemudahan dalam hal informasi berbagai jenis leksikon dalam kuliner Melayu, karena setidaknya leksikon yang ada pada kuliner melayu hampir sama dengan leksikon pada kuliner masyarakat Batak Toba. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak melihat pergeseran pemahaman kuliner terhadap masyarakat, namun penelitian ini akan memaparkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba, mendeskripsikan pemahaman masyarakat berdasarkan dimensi dialektikal praksis sosial, dan mendeskripsikan jenis kearifan lokal yangterkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba.

Handayani (2015) mendeskripsikan khazanah jenis leksikon kuliner Melayu

Tanjungbalai, mendeskripsikan pengetahuan masyarakat Melayu Tanjungbalai mengenai leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, dan mendeskripskan nilai budaya yang terkandung pada kuliner Melayu Tanjungbalai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan data kuantitatif sebagai metode yang dipakai untuk data pendukung. Teori ekolinguistik yang digunakan

13

Universitas Sumatera Utara dalam penelitian ini yaitu teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideoligis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara, dan observasi. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai.

Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai terdiri atas 18 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada 2 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon alat dan bahan, (2) kegiatan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 153 leksikon alat dan bahan dan 51 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner Melayu Tanjungbalai di Tanjungbalai adalah 204 leksikon. Hasil analisis menunjukkan terlihat penyusutan pengetahuan pada setiap generasi terhadap leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai. Generasi usia ≥65 tahun

(95,75%), 45-64 tahun (94,81%), dan 25-44 tahun (78,15%). Leksikon kuliner

MTB mengandung nilai-nilai budaya kebiasaan (habit), kepercayaan (believe), dan nilai yang berhubungan dengan dan berorientasi dengan alam. Hal itu terlihat dari beberapa jenis kuliner MTB yaitu bubur podas, nasi lado, pongat, gule lomak, gule masam ikan, sombam ikan.

Penelitian tersebut juga memiliki kontribusi untuk penelitian ini, yakni membantu peneliti dalam metode dan teori yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif sebagai metode pendukung, teori yang digunakan adalah teori dialektikal praksis sosial dengan pendekatan ekolinguistik. Penelitian tersebut juga memuat permasalahan yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, mendeskripsikan jenis leksikon kuliner, mendeskripsikan tingkat pemahaman, dan mendeskripsikan nilai budaya dalam kuliner. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang peneliti

14

Universitas Sumatera Utara lakukan, perbedaannya hanyalah perbedaan bahasa dan daerah penelitian yang peneliti lakukan.

Batsu (2017) mendeskripsikan leksikon verba dan nomina kuliner masyarakat Simalungun dan tingkat pemahaman masyarakat, serta faktor-faktor apa yang menyebabkan keterancaman kuliner Simalungun khusunya di Desa

Dame Raya, Kecamatan Raya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdiri atas 13 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon yaitu (1) kegiatan dan (2) alat dan bahan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 59 leksikon kegiatan, dan 190 leksikon alat dan bahan, sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner masyarakat Simalungun adalah 249 leksikon. Hasil analisis menunjukkan keterancaman leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdapat pada generasi usia 15-20. Faktor-faktor yang menyebabkan keterancaman leksikon kuliner Simalungun adalah (1) IPTEK atau ilmu pengetahuan alam dan teknologi; (2) catering; (3) instan; (4) fast food; (5) rumah makan tradisional dan modern. Penelitian tersebut sangat memberikan kontribusi terhadap metode dan teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, karena penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori dialektikal praksis sosial. Melalui penelitian tersebut, peneliti lebih memahami langkah-langkah untuk menyelesaikan penelitian ini tetapi dengan bahasa dan daerah penelitian yang berbeda.

Selain perbedaan dalam bahasa dan daerah penelitian, penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal permasalahan. Dalam penelitian ini, peneliti bukan

15

Universitas Sumatera Utara hanya memaparkan pemahaman masyarakat mengenai leksikon kuliner, namun peneliti juga memaparkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon kuliner tersebut. Peneliti melihat, bahwa dalam kuliner masyarakat Batak Toba banyak memuat kearifan lokal masyarakat ini dan melalui pemaparan tersebut akan terlihat bagaimana kuliner berperan penting dalam kebudayaan masyarakat

Batak Toba di Desa Lumban Silintong.

Rajagukguk (2017) masuknya berbagai makanan modern yang menggantikan makanan tradisional pada masyarakat Batak Toba serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap kuliner mengakibatkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terancam punah. Penelitian ini mendeskripsikan jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba, pemahaman masyarakat, serta jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba di Desa

Lumban Silintong, Kecamatan Balige. Penelitian ini menggunkan metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis dengan pendekatan ekolinguistik. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba.

Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon, yaitu (1)alat dan bahan serta (2) kegiatan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 298 leksikon alat dan bahan serta 122 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan adalah 422 leksikon. Hasil analisis juga menunjukkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa kuliner masyarakat Batak

16

Universitas Sumatera Utara Toba yaitu kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.

17

Universitas Sumatera Utara BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe. Desa

Samura merupakan desa yang memiliki kemurnian adat istiadat dan kebudayaan, masyarakat masih memiliki kecintaan yang besar terhadap kebudayaan masyarakat Batak Karo, termasuk dalam bidang kuliner. Masyarakat di Desa

Samura memiliki beberapa kuliner khas dengan nama yang sama dengan daerah masyarakat Batak Karo lainnya tetapi, dengan pengolahan dan penyajian yang berbeda. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini karena pada wilayah tersebut mayoritas masyarakat penutur Bahasa Batak Karo serta masih mengenal serta melestarikan kuliner-kuliner khas masyarakat Batak Karo.

Kabupaten Karo adalah salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera Utara,

Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Secara astronomis letak

Kabupaten Karo berada diantara 2º50‟–3º19‟ Lintang Utara dan 97º55‟–98º38‟

Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.127,25 km2 dan

berpenduduk 350.960 jiwa. Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo yang

menjadi bagian dari area Bukit Barisan Sumatera Utara dan sebagian besar

wilayahnya merupakan dataran tinggi.

Kabanjahe adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera

Utara, Indonesia yang juga merupakan ibukota Kabupaten Karo. Secara geografis

kota ini berada di barat laut Provinsi Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar

44,65 km² dan berpenduduk sebanyak 72.246, letaknya lebih kurang 1200m

diatas permukaan laut, dengan temperatur 16⁰-27⁰.

18

Universitas Sumatera Utara Lokasi penelitian terlihat pada peta berikut:

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Karo

3.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari primer, yaitu data lisan yang diperoleh

dari informan dan data sekunder. Data primernya adalah leksikon alat dan bahan

(nomina) dan leksikon kegiatan (verba) kuliner yang didapat dari informan guyub

tutur bahasa Batak Karo di Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten

Karo. Informan adalah para masyarakat di lingkungan Desa Samura. Informan

merupakan sumber informasi penuh dalam penelitian ini, oleh karena itu seorang

informan harus memenuhi kriteria atau syarat agar penelitian ini menghasilkan

informasi yang akurat.

Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti kamus bahasa Batak Karo, internet, dan dokumen buku-buku yang berhubungan dengan kuliner masyarakat

Batak Karo. Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang mengatakan

19

Universitas Sumatera Utara bahwa dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah tertentu, melainkan tergantung pada taraf dirasakan telah memadai.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua metode penelitian yaitu, metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif adalah sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah (menurut Creswell dalam

Rizkyansyah: 2015). Dengan pengertian tersebut, metode kualitatif tepat digunakan untuk menemukan data, menganalisis data, serta melihat fenomena yang terjadi di Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Salah satu ciri utama penelitian kualitatif ialah peran manusia sebagai instrumen (Moleong,

1994:167 dalam Rizkyansyah, 2015).Selanjutnya, metode kuantitatif berguna untuk meneliti tingkat pemahaman masyarakat terhadap leksikon kuliner Batak

Karo di Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo.

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto, 2015:9).

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang secara langsung turun ke lapangan untuk memperoleh data yang akan digunakan dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, metode cakap, observasi, dan wawancara. Dalam Mahsun (2007: 92) metode simak digunakan untuk memeroleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan,

20

Universitas Sumatera Utara tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Data yang diharapkan dalam penelitian ini berupa data tulis dan data lisan dengan menggunakan teknik sadap. Selanjutnya dalam Mahsun

(2007: 93) teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap,catat, dan teknik rekam. Teknik simak libat cakap maksudnya peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya, peneliti tidak terlibat aktif dalam peristiwa pertuturan atau pembicaraan. Teknik catat dan rekam dimaksudkan untuk mencatat dan merekam pembicaraan dari informan.

Mahsun (2005:134-135) mengatakan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing, disebut juga sebagai informasi. Pemilihan seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu :

1. Berjenis kelamin pria atau wanita;

2. Berusia 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta

jarang atai tidak pernah meninggalkan desa;

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP);

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan

tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaan ibu rumah tangga, pedagang makanan khas masyarakat Batak

Karo dan juru masak tradisional;

7. Memiliki kebanggan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya;

21

Universitas Sumatera Utara 8. Dapat berbahasa Indonesia; dan

9. Sehat jasmani dan rohani

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan.

Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara terdiri atas :

1. Bagaimana proses pembuatan kuliner-kuliner tersebut?

2. Bagaimana peranan pengetahuan masyarakat dalam kuliner-kuliner

tersebut?

Dalam berinteraksi dengan informan, peneliti menggunakan bahasa

Indonesia. Peneliti juga melakukan penyebaran kuesioner yang berisi sejumlah leksikon kuliner yang diperoleh dari informan untuk ditanya kepada sejumlah responden. Peneliti bertanya untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo terhadap sejumlah leksikon permainan tradisional. Syarat-syarat responden adalah:

1. Responden dibagi atas tiga kelompok usia (Mubin dan Cahyadi, 2006:106-115 dalam Rizkyansyah, 2015), yaitu:

1) Kelompok usia remaja (15-20 tahun),

2) Kelompok usia dewasa, yaitu awal masa dewasa (21-45 tahun), dan

3) Kelompok pertengahan masa dewasa dan masa dewasa lanjut atau masa tua

(diatas 46 tahun).

4) Dalam penelitian ini dibutuhkan sampel dan populasi. Sampel adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugyono,

2011:81). Sedangkan populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang

terbentuk peristiwa, hal, atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang

menjadi pusat perhatian peneliti, karena dipandang sebagai semesta penelitian

22

Universitas Sumatera Utara (Ferdinand, 2006). Untuk menentukan jumlah populasi peneliti menggunakan

rumus Slovin karena dalam penarikan sampel, jumlahnya harus representative

agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan perhitungannya pun tidak

memerlukan tabel jumlah sampel. Namun, dapat dilakukan dengan jumlah

rumus perhitungan sederhana.

Rumus Slovin untuk menentukan sampel ialah sebagai berikut:

N 풏 = ퟏ + 퐍 (퐞)²

Keterangan n = Ukuran sampel/jumlah responden

N = Ukuran populasi e = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengeambilan sampel yang masih

bisa ditolerir;

Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:

Nilai e=0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

Nilai e=0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil

Jadi, rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Slovin adalah antara 10-20% dari populasi penelitian.

Jumlah populasi secara keseluruhan penduduk yang terdapat di Desa

Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo sebanyak 5.777 jiwa. Dalam proses pengumpulan data ataupun menghitung tingkat pemahaman peneliti mengelompokkan populasi menjadi tiga generasi dengan pengelompokan usia 15

20 tahun termasuk ke dalam generasi pertama, usia 21-45 tahun termasuk ke dalam generasi ke dua, dan usia >46 tahun termasuk kedalam generasi ke tiga.

23

Universitas Sumatera Utara Sesuai data yang di terima kelompok generasi pertama terhitung 1.715 jiwa, generasi kedua 1.950, dan generasi ketiga 1.292 jiwa sehingga terhitung jumlah responden keseluruhan sebanyak 4.957 dan usia 0-14 tahun tidak dimasukkan ke dalam jumlah populasi sebanyak 820 jiwa. Sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Untuk mengetahui sampel penelitian dapat dilihat dengan perhitungan di bawah ini:

Generasi I = 1.715 jiwa N 푛 = 1 + N (e)² 1.715 푛 = 1 + 1.715 (0,1)² 1.715 푛 = 1 + 1.715 (0,01)

1.715 푛 = 1 + 17

1.715 푛 = 18

푛 = 95, 27 disesuaikan oleh peneliti menjadi 95 responden.

Generasi II = 1.950 jiwa N 푛 = 1 + N (e)² 1.950 푛 = 1 + 1.950 (0,1)² 1.950 푛 = 1 + 1.950 (0,01)

24

Universitas Sumatera Utara 1.715 푛 = 1 + 19

1.950 푛 = 20

푛 = 97,5 disesuaikan oleh peneliti menjadi 98 responden.

Generasi III = 1.292 jiwa N 푛 = 1 + N (e)² 1.292 푛 = 1 + 1.292 (0,1)² 1.292 푛 = 1 + 1.292 (0,01)

1.292 푛 = 1 + 13 1.292 푛 = 14

푛 = 92, 28 disesuaikan oleh peneliti menjadi 92 responden.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan, yaitu metode analisis bahasa yang penentunya diluar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015:15). Metode padan yang digunakan pada tahapan pengkajian data adalah metode padan referensial. Teknik yang digunakan dalam metode padan ini adalah teknik pilah unsur penentu sebagai pembeda referen.Alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 2015:25).

25

Universitas Sumatera Utara Rumus yang digunakan untuk mendapat persentasi pemahaman kelompok usia responden adalah :

Rumus:

P = × 100%

Keterangan : P = Persentase F = Jumlah Temuan N = Total Responden

Sebelum dihitung dengan rumus tersebut, terlebih dahulu data diuji dengan menggunakan teknik berikut:

Generasi Milenial No. Leksikon 1 2 3 1. 2. Dst

Keterangan:

1. Mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah

menggunakan/memakan.

2. Tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak

pernah menggunakan/memakan.

3. Tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak

pernah menggunakan/memakan. (Sukhrani, 2010; Simanjuntak, 2014;

Kesuma, 2014 dalam Rizkyansyah, 2015). Dalam menganalisis data,

jawaban dari setiap responden disimbolkan dalam bentuk angka, kemudian

angka-angka tersebut dijumlahkan dan diubah ke dalam bentuk persen,

26

Universitas Sumatera Utara sehingga akan terlihat tingkat pemahaman masyarakat, di Desa Samura,

Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo tersebut.

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah metode formal dan metode informal.Metode formal digunakan untuk menyajikan hasil penelitian dengan simbol dan angka-angka terutama dalam meyajikan hasil analisis data pada pertanyaan kedua. Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata biasa

(Sudaryanto, 2015:241).

27

Universitas Sumatera Utara BAB IV

LEKSIKON KULINER DAN TINGKAT PEMAHAMAN

MASYARAKAT BATAK KARO

4.1 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, ditemukan 22 jenis kuliner masyarakat Batak Karo yang diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan. Alat dan bahan merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam proses pengolahan kuliner dan kegiatan merupakan proses pengolahan bahan-bahan untuk membuat kuliner. Berikut ini adalah 22 jenis kuliner masyarakat Batak Karo di Desa Samura.

Tabel 4.1 Leksikon Jenis Kuliner Masyarakat Batak Karo No Kuliner Masyarakat Batak Arti Karo 1. Tasak telu Ayam yang dimasak dan darahnya dijadikan sambal. 2. Manuk sangkep Ayam yang dimasak utuh. 3. Babi panggang karo Daging babi yang dipanggang. 4. Cipera Jagung tua 5. Gule kuta-kuta Gulai Ayam Kampung 6. Umbut Gulai batang pisang yang masih muda 7. Kidu-kidu Usus halus hewan yang direbus 8. Kidu Ulat enau yang digoreng dan dimasak dengan bumbu tradisional. 9. Cimpa onong-onong kukus yang didalamnya diisi gula merah dan kelapa yang sudah dimasak. 10. Cimpa matah Kue yang mentah 11. Cimpa tuang Kue yang dmasak berbentuk pipi. 12. Cimpa bohan Kue yang dimasak dalam bambu. 13. Cimpa jong labar Kue kukus yang berbahan jagung muda. 14. Cimpa lepat Kue kukus yang dibungkus menggunakan daun pisang dengan cara dilipat/ 15. Cimpa Jambe Kue kukus yang berbahan labu. 16. Rires .

28

Universitas Sumatera Utara 17. Cincang bohan Daun ubi yang dicincang dan kelapa dimasak dalam bambu. 18. Arsik nurung mas Ikan mas yang dimasak hingga mengering. 19. Manuk Getah Ayam yang dimasak dengan darahnya. 20. Lomok-lomok Daging babi yang dimask menggunakan bumbu tradisional. 21. Gule Nurung Kerah Gulai ikan lele yang sudah dibakar. 22. Trites Makanan yang terbuat dari kotoran yang ada dalam perut lembu.

Berikut akan diuraikan penjelasan mengenai jenis kuliner masyarakat

Batak Karo beserta jenis kuliner ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan.

4.1.1 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Ayam

4.1.1.1 Tasak Telu

Tasak telu merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang sangat digemari oleh masyarakat. Tasak telu merupakan masakah khas Karo yang berarti

“tiga masakan” yang terdiri dari ayam rebus yang dicampurkan dengan berbagai bumbu. Rebusan air tersebut disisihkan dan dijadikan sebagai sajian kuah atau sup. Ayam rebusnya yang termasuk bahan intinya dipotong-potong untuk disajikan. Jika suka dengan darah ayam, ayam rebus tersebut dapat dimasak lagi sebentar dan di campurkan darah ayam kedalamnya. Dalam bahasa karo, darah tersebut dikenal dengan istilah “getah”. Kuliner masyarakat Batak Karo ini berbahan utama daging ayam kampung yang dicampur dengan darah ayam, daun ubi, dan kelapa parut.

Karakter biologis yang dihasilkan oleh tasak telu melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa pedas pada lidah sebagai indra perasa. Rasa tersebut berasal dari campuran cabai rawit yang memang

29

Universitas Sumatera Utara disediakan dengan porsi yang banyak. Selain rasanya yang pedas, kuliner ini memiliki aroma wangi yang sangat khas yang berasal dari serai, lengkuas, dan ketumbar. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Karo pada zaman ini masih erat karena kuliner ini termasuk hidangan istimewa yang pasti disajikan dalam upacara adat seperti perayaan Merdang Merdem atau Kerja Tahun dan masyarakat masih sangat mengenal bahkan sering menyajikan ini di rumah masyarakat tersebut pada hari- hari besar sebagai ungkapan rasa suka cita dan syukur, seperti pada perayaan ulang tahun atau tahun baru. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak

Karo juga memiliki kepercayaan yang cukup unik pada kuliner ini, yaitu jika masakan tasak telu ini akan dihidangkan sebagai harapan dari pemberi dan dipercaya dapat mengabulkan keinginan atau harapan yang memakan.

Gambar 4.1 Tasak Telu (Sumber: https://images.app.goo.gl/AH7Erg7MWhwYGNUZA, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.1.2 Manuk Sangkep

Manuk sangkep merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak

Karo yang berbahan dasar ayam dan diproses secara utuh. Penamaan makanan ini didasarkan pada proses penyajian kuliner ini, yaitu manuk „ayam‟ dan sangkep

„utuh‟, maka dari itu manuk sangkep artinya ayam yang utuh.

30

Universitas Sumatera Utara Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner manuk sangkep melalui dimensi biologis adalah rasa pedas pada lidah sebagai indra perasa. Rasa tersebut berasal dari cabai yang memang disediakan dengan porsi yang banyak. Untuk dekorasi dalam penyajian, manuk sangkep yang telah matang di tata seperti ketika masih hidup yaitu kepala di utara, sayap dan paha di barat dan di timur, ekor

(buntut) di selatan, dan dada di tengah. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Karo pada zaman ini masih erat, masyarakat masih sangat mengenal bahkan sering menyajikan ini di rumah masyarakat tersebut pada hari-hari besar sebagai ungkapan rasa suka cita dan syukur, terutama pada perayaan pesta adat pernikahan. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Karo percaya bahwa jika kita menyajikan kuliner ini sebagai doa atau berkat agar tercapai segala keinginan yang tertunda, untuk tujuh bulanan, dan untuk orang yang baru menikah agar pernikahannya tetap utuh seperti manuk sangkep yang utuh.

Gambar 4.2 Manuk Sangkep (Sumber: https://images.app.goo.gl/n2e11s2uoEMiuG4cA, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.1.3 Cipera

Cipera merupakan makanan tradisional masyarakat Batak Karo pendamping kuliner tasak telu, terbuat dari tepung berasal dari bulir jagung tua

31

Universitas Sumatera Utara ditumbuk yang dimasak seperti bubur. Cipera memiliki tekstur lebih kental dari bubur biasanya dan memiliki rasa gurih seperti kari. Ada juga olahan cipera yang diberi potongan ayam.

Ciri-ciri biologis yang dihasilkan dari kuliner cipera melalui dimensi biologis adalah yaitu rasa pedas pada lidah sebagai indra perasa. Rasa tersebut berasal dari campuran cabai yang memang disediakan dengan porsi yang banyak.

Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat

Batak Karo karena hingga saat ini masih sering disajikan pada pesta perayaan adat

Karo, kumpul keluarga, maupun di rumah makan masyarakat Batak Karo.

Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Karo berpendapat bahwa ayam dihidangkan utuh melambangkan makna keutuhan keluarga yang tidak bisa terpisahkan dan rasa bahagia. Sehingga, biasanya cipera ini disajikan pada upacara perkawinan masyarakat Karo. Kadang-kadang kuliner ini juga disajikan pada upacara erpangir atau upacara buang sial.

Gambar 4.3 Cipera (Sumber: https://images.app.goo.gl/H3j5npeev9YQFFpC6, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.1.4 Gule Kuta-Kuta

Gule kuta-kuta adalah masakan khas masyarakat Batak Karo yang berbahan dasar ayam kampung. Gule kuta-kuta adalah gulai ayam kampung yang

32

Universitas Sumatera Utara terdapat bumbu khas yang dimasukkan saat proses memasak yaitu asam patikala dan kecombrang.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner gule kuta-kuta melalui dimensi biologis adalah rasa pedas. Selain rasanya yang pedas, kuliner ini memiliki aroma wangi yang sangat khas yang berasal dari asam patikala dan kecombrang. Dilihat dari dimensi sosiologis, relasi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo karena hingga saat ini masih sering disajikan diupacara adat, di rumah maupun di rumah makan masyarak Batak Karo.

Gambar 4.4 Gule Kuta-Kuta (Sumber: https://images.app.goo.gl/iNzBzuQ8w7MFyeAQ8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.1.5 Manuk Getah

Manuk getah merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo. Manuk getah berarti ayam yang dimakask dengan campuran bumbu dan getah „darah ayam‟. Proses memasak manuk getah ini dengan cara dipanggang. Setelah ayam selesai dipanggang barulah ayam dilumuri dengan darah ayam yang sudah dipanaskan dan dicampur dengan bumbu-bumbu lainnya sehingga menghasilkan rasanya tersendiri.

33

Universitas Sumatera Utara Ciri-ciri biologis yang dihasilkan dari kuliner manuk getah melalui

dimensi biologis adalah rasa yang sangat pedas hingga membuat getiran di lidah

orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman

yang menjadi bahan penting untuk membuat saus dari kuliner ini yang dapat kita

rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner

ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo karena hingga saat ini

masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Karo.

Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Karo berpendapat fungsinya

karena darah dari hasil sembelihan ayam tersebut ikut menjadi bahan pada

masakan ini, masyarakat juga mempercayai darah sebagai sumber kesehatan dan

kekuatan baru bagi orang yang memakannya.

Gambar 4.5 Manuk Getah (Sumber: https://images.app.goo.gl/KfBn9kTVDEeG9Kbt6, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

Tabel 4.2 Leksikon Jenis Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Ayam Leksikon Kuliner Tasak Manuk Cipera Gule Manuk telu sangkep Kuta- Getah kuta Bahan Manuk kuta Ayam + + + + + Kampung Getah Darah Ayam + - - - + manuk

34

Universitas Sumatera Utara Leksikon Kuliner Tasak Manuk Cipera Gule Manuk telu sangkep Kuta- Getah kuta Lau Air + + + + + Sira Garam + + + + + Rimo bunga Jeruk nipis + - - - + Cina cur Cabai rawit + + - - + Cina gara Cabai merah - + + + + Lasuna Bawang putih + + + + + Bawang Bawang merah - + - + + merah Keciwer Kencur + - - - - Tualah Kelapa + - + + - Sere Serai - + + + - Cipera Jagung muda - - + - - Tomat Tomat - - + - - Acem Asam patikala - - + + - patikala Kuning Kunyit - - - + - gersing Kelawas Lengkuas - - - + + Kencong Kecombrang - - - + + Kembiri Kemiri - - - - + Alia Jahe - - - - + Tuba Andaliman - - - - + Bulung prei Daun prei - - + - - Bulung Daun ubi + - - - - gadong Bulung Daun kemangi - - - + - kemangi Alat Arang Arang - - - - + Kompor Kompor + + + + + Santik Mancis - - - - + Kirang- Panggangan - - - - + kirang Belanga Kuali + + + + + Sendok Sendok goreng + + + + + belanga Sekin Parang + - - + + Lagan Gilingan + + + + + Sambong Baskom + + + + + Kukuren Parutan kelapa + - - + - Saringen Saringan - - + + - Rawit Pisau + + + + + Sangkalan Talenan - + + + - Kegiatan Iburihi Dicuci + + - + +

35

Universitas Sumatera Utara Leksikon Kuliner Tasak Manuk Cipera Gule Manuk telu sangkep Kuta- Getah kuta Ibelgang Direbus + + + - - Ikeret Dipotong + + + + + Ipereh Diperas + + + + + Ipelumat Dihaluskan + + + + + Ipihpihken Dipipihkan - + + + - Ikukur Diparut + + + + - Ilasken Dipanaskan + - - - + Itaka Dibelah + - - - + Igawer Diaduk + - - + - Isok Disangrai + - + - - Iputikken Dipetik + - - + - Igatgat Dicincang + - - - - Itutu Ditumbuk - - + - - Isaring Disaring - - + - - Iires Diiris - - - + - Itutung Dipanggang - - - - +

4.1.2 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Babi

4.1.2.1 Babi Panggang Karo

Babi panggang karo merupakan makanan tradisional masyarakat Batak

Karo yang berbahan dasar babi dan diproses dengan cara dipanggang babi panggang karo merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang khusus dikonsumsi untuk masyarakat yang bukan muslim karena mengandung bahan yang dinilai tidak halal. Babi panggang karo adalah kuliner yang sangat digemari oleh masyarakat Batak Karo.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner babi panggang melalui dimensi biologis adalah rasa manis dan pedas hingga membuat getiran di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman yang menjadi bahan penting untuk membuat saus dari kuliner ini dan rasa tersebut dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi

36

Universitas Sumatera Utara sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Karo. Masyarakat biasanya menyajikan kuliner ini ketika ada acara kecil-kecilan dalam keluarga, misalnya jika ada yang berulang tahun, mendapatkan peringkat, atau keberuntungan lainnya. Makanan ini menjadi menu yang menggambarkan kesenangan dan ucapan terima kasih atas apa yang telah dicapai. Selain itu, masyarakat juga menyajikan babi panggang karo untuk menciptakan kebersamaan antar keluarga dan kerabat. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Karo percaya bahwa jika kita menyajikan kuliner ini untuk orang yang baru mencapai sesuatu yang baik maka orang tersebut akan sangat bahagia dan akan lebih bersemangat lagi untuk mencapai hal-hal yang lebih besar.

Gambar 4.6 Babi Panggang Karo (Sumber: https://images.app.goo.gl/zE3zU1mWC6Z5GthV8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

4.1.2.2 Kidu-kidu

Kidu-kidu merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang berbahan dasar daging babi dan daun ubi yang dicincang kemudian dimasukkan ke dalam usus halus babi. Biasanya kidu-kidu sebagai pendamping kuliner babi

37

Universitas Sumatera Utara panggang karo. Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner kidu-kidu melalui dimensi biologis adalah rasa sangat manis dan gurih hingga membuat orang yang menyantapnya puas. Dilihat dari dimensi sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Karo. Biasanya, kuliner kidu-kidu sebagai pendamping kuliner babi panggang karo.

Gambar 4.7 Kidu-kidu (Sumber: https://images.app.goo.gl/UR1rpu8EZMgZtvXk8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.2.3 Lomok-Lomok

Lomok-lomok merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang terbuat dari babi muda yang dicincang dengan potongan kecil dan dibumbui dengan rempah-rempah serta dicampur dengan darah hasil sembelihan hewan tersebut. Hampir seluruh masyarakat yang bersuku Batak Karo menggemari makanan ini, mereka mengatakan makanan ini sangat enak karena mengandung rempah-rempah yang sangat khas dan hanya terasa enak jika dibuat oleh masyarakat itu sendiri.Karakter biologis yang dihasilkan oleh lomok-lomok melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa sangat pedas yang dihasilkan dari lasiak sirambu „cabai rawit‟ dan andaliman.

38

Universitas Sumatera Utara Rasa tersebut dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah

sebagai indera perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara

kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Karo pada zaman ini masih erat, terlihat

dari ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Karo di berbagai

daerah masyarakat ini bermukim. Lomok-lomok biasanya dapat kita jumpai di

rumah makan khas batak. Selain itu, lomok-lomok juga menjadi makanan wajib

yang disediakan dalam upacara adat masyarakat Batak Karo, mulai dari upacara

kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Lomok-lomok menjadi makanan utama

untuk seluruh undangan yang menghadiri setiap acara tersebut. Berdasarkan

dimensi ideologis, masyarakat Batak Karo mempercayai apabila digunakan pada

kegiatan upacara adat, misalnya adat pernikahan, kematian, kelahiran dan upacara

lainnya maka hidangan lomok-lomok berfungsi sebagai pemberi kehidupan kepada

seluruh undangan atau kelompok yang memakannya.

Gambar 4.8 Lomok-Lomok

(Sumber: https://images.app.goo.gl/nMw1o2ffMEbg9v7q8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

Tabel 4.3 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Babi

Leksikon Kuliner Babi Kidu- Lomok- Panggang Kidu Lomok Karo Bahan Acem patikala Asam patikala + - + Bawang merah Bawang merah + - +

39

Universitas Sumatera Utara Leksikon Kuliner Babi Kidu- Lomok- Panggang Kidu Lomok Karo Bulung gadong Daun ubi - + - Bulung rimo mukur Daun jeruk nipis - - + Cina cur Cabe rawit + - + Cina gara Cabe merah + - + Getah babi Darah babi + - + Jukut babi Daging babi + + + Kecap manis Kecap manis + - - Keciwer Kencur + - - Lada Lada - + - Lasuna Bawang putih + + + Lau Air + + + Rimo bunga Jeruk nipis + - - Sere Serai + - + Sira Garam + + + Tualah Kelapa - - + Tuba Andaliman + - + Usus halus babi Usus halus babi - + - Alat Arang Arang + - - Belanga Kuali + + + Kompor Kompor + + + Kirang-kirang Panggangan + - - Lagan Gilingan - + + Rawit Pisau + - + Sambong Baskom + + + Sangkalen Talenan + + + Santik Mancis + - - Sekin Parang + + + Sendok belanga Sendok goreng + + + Kegiatan Iburihi Dicuci + + + Igatgat Dicincang + + + Igawer Diaduk + - + Ikeret Dipotong + - - Ikukur Diparut - - + Ilasken Dipanaskan + - - Ipelumat Dihaluskan + - - Ipereh Diperas + - - Ipihpihken Dipipihkan + - + Iputikken Dipetik + + + Isok Disangrai - - + Itaka Dibelah + - - Itumis Ditumis - - + Itutu Ditumbuk - - + Itutung Dipanggang + - -

40

Universitas Sumatera Utara 4.1.3 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Ikan

4.1.3.1 Arsik Nurung Mas

Arsik nurung mas merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo

Penamaan arsik nurung mas didasarkan pada proses kuliner ini dimasak. Arsik berarti di-marsik-kan atau dikeringkan. Dengan kata lain, arsik nurung mas adalah ikan yang dimasak dengan terus menerus sampai kuahnya kering dan seluruh bumbunya menyerap ke dalam ikan tersebut. Ikan yang digunakan pada makanan ini adalah ikan mas dan masakan ini dipenuhi dengan bumbu-bumbu masyarakat

Batak Karo sehingga menghasilkan rasa yang sangat menggetarkan lidah. Jika proses memasak benar, maka arsik dapat bertahan dua hari tanpa basi.

Karakter biologis yang dihasilkan oleh arsik nurung mas ini melalui dimensi biologis terlihat pada rasa kuliner ini yang memiliki rasa yang kuat, asin, asam, dan pedas yang dihasilkan dari campuran rempah-rempah masyarakat Batak

Karo yang dapat dirasakan melalui lidah sebagai alat indra pengecap manusia.

Warna yang dihasilkan dari campuran bahan-bahan pada kuliner ini yaitu warna kuning terang yang dihasilkan dari kuning gersing „kunyit‟. Kuliner arsik nurung mas memiliki relasi yang sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo.

Kedekatannya dilihat melalui dimensi sosiologis karena sampai saat ini, masyarakat Batak Karo masih mengenal kuliner ini. Selain menjadi sajian sehari- hari yang dapat ditemukan di rumah, restoran atau rumah makan.

41

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.9 Arsik Nurung Mas (Sumber: https://images.app.goo.gl/pmV3uTJdF8gi3bFG9, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.3.2 Gule Nurung Kerah

Gule nurung kerah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Karo yang terbuat dari ikan lele yang telah diasapis atau yang dikenal juga dengan istilah ikan sale. Ikan ini terlebih dahulu telah mengalami proses pengasapan/panggang sehingga menjadi kering.

Karakter biologis yang dihasilkan oleh gule nurung kerah melalui dimensi biologis adalah rasa pedas yang berasal dari cabai yang memiliki porsi yang banya, sehingga menggetarkan lidah. Berdasarkan dimensi sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo, karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah sebagai makanan utama dan di rumah makan khas Batak Karo.

Gambar 4.10 Gule Nurung Kerah (Sumber: https://images.app.goo.gl/jQc3v4Ckc1pzmt1N8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

42

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Ikan

Leksikon Kuliner Arsik Gule Nurung Nurung Mas Kerah Bahan Acem patikala Asam patikala + + Alia Jahe + - Bawang merah Bawang merah + + Cina cur Cabai rawit - + Cina gara Cabai merah + + Jambe Labu - + Kacang panjang Kacang panjang + - Kelawas Lengkuas + + Kembiri Kemiri + - Kencong Kencong + - Kuning gersing Kunyit + + Lada Lada - + Lasuna Bawang putih + + Lau Air + + Nurung lele Ikan lele - + Nurung mas Ikan mas + - Rimo bunga Jeruk nipis + - Sere Serai + + Sira Garam + + Tualah Kelapa - + Tuba Andaliman + - Tubis Rebung + - Alat Arang Arang - + Belanga Kuali + + Kompor Kompor + + Lagan Gilingan + + Rawit Pisau + + Sambong Baskom + + Santik Mancis - + Sendok belanga Sendok goring + + Kegiatan Ibalur Dibalur + - Iburihi Dicuci + + Igawer Diaduk - + Ikeret Dipotong - + Ikukur Diparut - + Ipelumat Dihaluskan + + Ipereh Diperas + + Ipihpihken Dipipihkan + - Iputikken Dipetik + - Irajang Dirajang + - Isisik Disisik + - Itaka Dibelah + -

43

Universitas Sumatera Utara Leksikon Kuliner Arsik Gule Nurung Nurung Mas Kerah Itumis Ditumis - + Itutu Ditumbuk - + Itutung Dipanggang - +

4.1.4 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Pisang

4.1.4.1 Umbut

Umbut adalah masakan khas karo yang berbahan dasar batang pisang yang masih muda di iris halus, di campur dengan kelapa parut. Lalu dicampurkan ayam kampung, biasanya potongan ayam ini kecil-kecil.

Ciri-ciri biologis yang dihasilkan dari kuliner umbut melalui dimensi biologis adalah yaitu rasa pedas pada lidah sebagai indra perasa. Rasa tersebut berasal dari campuran cabai yang memang disediakan dengan porsi yang banyak.

Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat

Batak Karo karena hingga saat ini masih sering disajikan masyarakat Batak Karo di rumah maupun di rumah makanan Batak Karo.

Gambar 4.6 Umbut (Sumber: https://images.app.goo.gl/1f4aMFr64j4CtHxL8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.17 Cincang Bohan

Cincang bohan merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo.

Penamaan kuliner ini didasarkan pada proses pembuatan kuliner. Dimana semua bahan makanan dicincang kemuadian dimasukkan ke dalam bambu.

44

Universitas Sumatera Utara Karakter biologis yang dihasilkan oleh cincang bohan melalui dimensi

biologis adalah rasa . Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cincang

bohan ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Karo.

Cincang bohan ini biasanya disajikan waktu pesta panen, pesta adat perkawinan

atau saat memasuki rumah.

Gambar 4.17 Cincang Bohan (Sumber: https://images.app.goo.gl/gXkKdNJdeEwtwDS97, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

Tabel 4.5 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Pisang Leksikon Kuliner Umbut Cincang bohan Bahan Acem patikala Asam patikala + + Bawang merah Bawang merah + - Bohan Bambu - + Bulung gadong Daun ubi - + Bulung galuh Daun pisang - + Bulung pere Daun prei - + Bulung sop Daun sop - + Cina gara Cabai merah + + Kudung-kudung Jantung pisang - + Kuning gersing Kunyit + - Lasuna Bawang putih + + Lau Air + + Manuk kuta Ayam kampung + - Mentega Mentega - + Sere Serai + + Sira Garam + + Tomat Tomat - + Tualah Kelapa + +

45

Universitas Sumatera Utara Leksikon Kuliner Umbut Cincang bohan Umbut Batang pisang muda + - Alat Belanga Kuali + - Kompor Kompor + - Kukuren Parutan + + Lagan Gilingan + + Ranting Kayu bakar - + Rawit Pisau + + Sambong Baskom + - Sangkalan Talenan + + Santik Mancis - + Sendok belanga Sendok goreng + - Kegiatan Iburihi Dicuci + - Idampol Dioles - + Igatgat Dicincang + + Igawer Diaduk - + Iires Diiris - + Ikukur Diparut + + Ipelumat Dihaluskan + + Ipereh Diperas + + Ipihpihken Dipipihkan + - Iputikken Dipetik - + Itutung Dipanggang - +

4.1.5 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Beras

4.1.5.1 Cimpa Onong-Onong

Cimpa onong-onong merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo

yang berupa kue kukus. Cimpa onong-onong memiliki kemiripan dengan kue

kukus khas Batak Karo lainnya seperti, cimpa lepat, cimpa jong labar, cimpa

bugis dan lainnya, perbedaannya hanyalah pada bentuk dan cara memasaknya.

Cimpa onong-onong dibungkus dengan daun singkut dan kemudian adonan diisi

campuran kelapa dan gula merah pada bagian tengah adonan.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner cimpa onong-onong melalui

dimensi biologis yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung,

gula merah, dan kelapa. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cimpa

46

Universitas Sumatera Utara onong-onong ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Karo.

Cimpa onong-onong merupakan makanan yang wajib disajikan ketika pesta tahunan, merdang-merdem (makan-tidur) atau pesta panen. Kuliner ini disajikan sebagai rasa ucapan syukur atas keberhasilan dari hasil panen. Dilihat melalui dimensi ideologis, hingga saat ini masyarakat Batak Karo percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut maka hama-hama tidak menggangu tanaman mereka, sehat dan rezeki pun akan selalu bertambah.

Gambar 4.9 Cimpa Onong-Onong (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 4.1.5.2 Cimpa Matah

Cimpa matah merupakan makanan tradisional masyarakat Batak Karo yang berbentuk kue yang berbahan beras ketan, kelapa, gula merah ditumbuk jadi satu. Proses pembuatan cimpa matah diproses denga cara tidak dikukus atau dimasak, artinya disajikan mentah.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner cimpa matah melalui dimensi biologis yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cimpa matah ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Karo. Cimpa matah merupakan makanan yang wajib disajikan ketika memasuki rumah baru.

47

Universitas Sumatera Utara Dilihat melalui dimensi ideologis, hingga saat ini masyarakat Batak Karo percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut agar semua keluarga harus tetap seperasaan, sepenanggungan, dan saling menopang antara satu dengan lainnya dalam menjalani kehidupan., semua pihak yang berkeluarga, seperti cimpa matah yang bersatu.

Gambar 4.10 Cimpa Matah (Sumber: https://images.app.goo.gl/VAA9AbxQ2PHLALq77, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.5.3 Cimpa Tuang

Cimpa tuang merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang disebut sebagai pancake karo, karena cara memasaknya sama. Cimpa tuang memiliki rasa yang manis dan gurih. Cara memasak cimpa tuang dengan cara adonan yang dituang sedikit ke kuali yang sudah dipanaskan.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner cimpa tuang melalui dimensi biologis yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa dan gurih. Berdasarkan dimensi sosiologis, cimpa tuang kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Karo pada saat ini sudah tidak erat lagi, karena berjalannya waktu sudah tidak ada yang membuat cimpa ini karena proses memasak butuh waktu yang lama. Cimpa tuang merupakan makanan yang biasanya ada pada acara pesta Karo.

48

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.11 Cimpa Tuang (Sumber: https://images.app.goo.gl/w3TAJHxqroFqZpWG7, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

4.1.5.4 Cimpa Bohan

Cimpa bohan merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo. Cimpa bohan yang artinya kue yang dimasak dalam bambu dengan cara dipanggang.

Karakter biologis dari cimpa bohan melalui dimensi biologis terlihat pada rasa kuliner ini yang memiliki rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa. Kue ini bukanlah kue yang disajikan melalui proses pengukusan, melainkan dipanggang. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cimpa bohan ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Karo. Cimpa bohan merupakan salah satu makanan yang disajikan ketika pesta tahunan, merdang-merdem atau pesta panen. Kuliner ini disajikan sebagai rasa ucapan syukur atas keberhasilan dari hasil panen. Dilihat melalui dimensi ideologis, hingga saat ini masyarakat Batak Karo percaya bahwa cimpa bisa mempererat tali persaudaraan serta rejeki lancar seperti cimpa lembut dan manis.

49

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.12 Cimpa Bohan (Sumber: https://images.app.goo.gl/ekGQ8SqxsEnNmXfKA, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019) 4.1.5.5 Cimpa Jong Labar

Cinnpa jong labar merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo berupa kue kukus yang berbahan dasar dari jagung muda yang ditumbuk halus kemudian dibalut dengan daun pisang.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner cimpa jong labar melalui dimensi biologis yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa serta ras khas dari jagung mudanya. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cimpa jong labar ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Karo. Dilihat dari dimensi ideologis, masyarakat Batak

Karo mempercayai „mangkok lawes mangkok reh‟ yang bermakna bahwa siapa yang memberi akan menerima balasannya. Maka, tradisi Karo adalah menyediakan cimpa jong labar sebagai sajian manis yang dibuat dengan curahan kesungguhan agar kelak menerima balasan yang manis (baik) pula dari orang lain.

50

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.13 Cimpa Jong Labar (Sumber: https://images.app.goo.gl/FjNM44LBaDWBvqfG7, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

4.1.5.6 Cimpa Lepat

Cimpa lepat merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang berupa kue kukus. Cimpa lepat memiliki kemiripan dengan kue kukus khas Batak

Karo lainnya seperti, cimpa onong-onong dan cimpa bulung nangka, perbedaannya hanyalah pada bentuk serta cimpa onong-onong menggunakan daun singkut, cimpa bulung nangka menggunakan daun nangka, sedangkan cimpa lepat menggunakan daun pisang sebagai pembungkus.

Karakter biologis yang dihasilkan oleh cimpa lepat melalui dimensi biologis yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa serta ras khas dari jagung mudanya. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cimpa lepat ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Karo. Cimpa lepat merupakan salah satu makanan yang disajikan ketika pesta tahunan, merdang-merdem atau pesta panen. Dilihat dari dimensi ideologis masyarakat Batak Karo memercayai jika menyajikan hidangan manis merupakan itikad baik untuk menjalin hubungan yang erat dan saling berbagi kebaikan.

51

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.14 Cimpa Lepat (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.1.5.7 Cimpa Jambe

Cimpa jambe merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang berupa kue kukus yang berbahan dasar labu.

Berdasarkan karakter biologis, cimpa jambe melalui dimensi biologis yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa serta ras khas dari jagung mudanya. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini cimpa jong labar ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak

Karo.

Gambar 4.15 Cimpa Jambe (Sumber: https://images.app.goo.gl/CzhQqdnkkhCx3qaD8, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

52

Universitas Sumatera Utara 4.1.5.8 Rires

Rires adalah kuliner Batak Karo yang berbahan dasar beras pulut ketan.

Kuliner ini di sebut lemang Karo, namun rires berbeda dengan lemang biasa.

Rires ini seperti yang dipanggan dalam bambu.

Karakter biologis yang dihasilkan oleh rires melalui dimensi biologis

terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa gurih yang dihasilkan oleh

santan dari kelapa. Rasa tersebut dapat dirasakan melalui alat indera manusia,

yaitu melalui lidah sebagai indera perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis,

kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Karo pada

zaman ini masih erat, terlihat dari ditemukan kuliner ini pada kalangan

masyarakat Batak Karo di berbagai daerah masyarakat ini bermukim. Kuliner ini

biasanya ada pada saat pesta tahunan.

Gambar 4.16 Rires (Sumber: https://images.app.goo.gl/sjR2xv8kVFRqQBbaA, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

Tabel 4.6 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Beras Kuliner Leksikon Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Rires Onong matah tuang bohan jong lepat jambe -onong labar Bahan Beras Beras - + + - + + - - Beras pulut Beras ketan + - + + + + + + Bohan Bambu - - - + - - - + Jambe Labu ------+ -

53

Universitas Sumatera Utara Kuliner Leksikon Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Rires Onong matah tuang bohan jong lepat jambe -onong labar Bulung Daun - - - - + + + + galuh pisang Bulung Daun ------+ - pandan pandan Bulung Daun + ------singkut singkut Gula putih Gula putih ------+ - Gula merah Gula merah + + + + + + - - Jong nguda Jagung - - - - + - - - muda Kuning Kunyit ------+ gersing Kuning Kuning - - + - - - - - telur manuk telur ayam kuta kampung Lada Lada + + - + + + - + Lau Air + + + + + + + - Minak Minyak ------+ - Sabut Sabuk ------+ tualah kelapa Sira Garam + + + + + + + + Tabeh- Lemak - - + - - - - - tabeh lembu Tualah Kelapa + + + + + + + + Alat Belanga Kuali - - + - - - - - Dandang Dandang + - - + + + + - Gunting Gunting - - - - + + + - Kompor Kompor + - + - + + + - Kukuren Parutan + + + + - - + + Lagan Gilingan ------+ Lesung Lesung + + + + + + + - Ranting Kayu bakar - - - + - - - + Rawit Pisau ------Sambong Baskom + + + + + + + + Sangkalan Talenan + + + + + + + - Santik Mancis - - - + - - - + Sekin Parang ------+ - Sendok Sendok + + + + + + - - Kegiatan Iburihi Dicuci ------+ - Ibungkus Dibungkus + - - - + + + - Idampol Dioles - - + - - - - + Igawer Diaduk + + + + + + + + Igunting Digunting - - - - + + + - Iires Diiris + + + + + + - - Ikerahken Dikeringkan + + + + + + + -

54

Universitas Sumatera Utara Kuliner Leksikon Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Cimpa Rires Onong matah tuang bohan jong lepat jambe -onong labar Ikeret Dipotong ------+ - Ikukur Diparut + + + + + + + + Ikukus Dikukus + - - - + + + - Ipelumat Dihaluskan ------+ Ipereh Diperas - - + - - + - + Ipenggeli Dipenggal ------+ - Irendam Direndam + + + + + + + + Itaka Dibelah - - - - - + + - Itutu Ditumbuk + + + + + + + - Itutung Dipanggang - - - + - - - +

4.1.6 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Ulat

4.1.6.1 Kidu

Kidu merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang berbahan dasar ulat enau. Berbeda dengan kidu-kidu, kidu merupakan makanan masyarakat

Batak Karo yang tebuat dari ulat enau yang dibersikan lalu digoreng agar renyah.

Kemudian kidu ini dimasak dalam kuah arsik.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner kidu melalui dimensi biologis adalah rasa sangat pedas hingga membuat getiran di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman yang dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak

Karo. Berdasarkan dimensi ideologis, Ulat enau dipercaya dapat menambah stamina. Karena ulat sagu mengandung asam amino dan kandungan karbohidrat yang tinggi.

55

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.8 Kidu (Sumber: https://images.app.goo.gl/UvnCNC4fBjeXignY9, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

Tabel 4.7 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Ulat Leksikon Kuliner Kidu Bahan Bawang merah Bawang merah + Cina gara Cabai merah + Kembiri Kemiri + Kencong Kecombrang + Kidu Ulat enau + Kuning gersing Kunyit + Lasuna Bawang putih + Lau Air + Sira Garam + Tuba Andaliman + Alat Belanga Kuali + Kompor Kompor + Lagan Gilingan + Rawit Pisau + Sambong Baskom + Sendok belanga Sendok goreng + Kegiatan Iburihi Dicuci + Igoreng Digoreng + Ipelumat Dihaluskan + Iputikken Dipetik +

4.1.7 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Lembu

4.1.7.1 Trites

Trites merupakan makanan khas masyarakat Batak Karo yang paling unik.

Trites atau sering disebut pagit-pagit terbuat dari bahan dasar makanan lembu/

56

Universitas Sumatera Utara kerbau yang masih ada di lambung (usus besar) yang sudah dihaluskan kembali oleh lembu/ kerbau tetapi belum dihisap sarinya.

Karakter biologis yang dihasilkan oleh trites melalui dimensi biologis adalah rasa pahit yang berasal dari air perahan rumput yang ada pada lambung sapi tersebut. Berdasarkan dimensi sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Karo, karena hingga saat ini masih sering disajikan dalam acara syukuran panen raya masyarakat Karo atau sering disebut dengan pesta kerja tahun atau Merdang Merdem. Pesta kerja tahun ini biasanya dilakukan sekali setahun, setelah masyarakat Karo selesai memanen padi. Pada acara Natal dan Tahun Baru, menu ini juga biasa dihidangkan di rumah sebagai makanan utama. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Karo percaya bahwa kuliner ini berkhasiat mengobati penyakit maag dan melancarkan pencernaan serta menambah nafsu makan.

Gambar 4.22 Trites (Sumber: https://images.app.goo.gl/csMKGXfR5vuKMNab9, diakses pada tanggal 16 Oktober 2019)

Tabel 4.8 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo Berbahan Dasar Lembu

Leksikon Kuliner Trites Bahan Acem patikala Asam patikaka + Bawang merah Bawang merah + Bulung gadung Daun ubi +

57

Universitas Sumatera Utara Leksikon Kuliner Trites Bulung rimo Daun jeruk + mukur Cina gara Cabai merah + Kencong Kecombrang + Kuning gersing Kunyit + Lasuna Bawang putih + Lau Air + Sere Serai + Sira Garam + Tualah Kelapa + Usus lembu Usus lembu + Alat Belanga Kuali + Kompor Kompor + Lagan Gilingan + Rawit Pisau + Sambong Baskom + Sendok belanga Sendok goreng + Kegiatan Iburihi Dicuci + Ikeret Dipotong + Ikukur Diparut + Ilasken Dipanaskan + Ipelumat Dihaluskan + Ipereh Diperas + Iputikken Dipetik + Itutu Ditumbuk +

58

Universitas Sumatera Utara 4.2 Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Leksikon Kuliner

Masyarakat Batak Karo

Setelah peneliti mandapat jumlah leksikon kuliner masyarakat Batak Karo di

Desa Samura, peneliti mengukur tingkat pemahaman masyarakat di Desa Samura,

Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo tersebut, untuk itu peneliti menyebar kuesioner berupa seluruh leksikon kuliner yang terdapat di Samura dengan memberikan tiga pilihan jawaban, yaitu:

(I) mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah

menggunakan/memakan.

(II) tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan/memakan.

(III) tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidah pernah mendengar, dan tidak

pernah menggunakan/memakan.

Dalam penyebaran kuesioner peneliti membagi atas tiga kelompok usia, yakni kelompok usia I (15-20 tahun), yang terdiri dari 95 responden, kelompok usia II

(21-45 tahun) yang terdiri dari 98 responden, kelompok usia III (>46 tahun) yang terdiri dari 92 responden. Tingkat pemahaman ini berguna untuk mengetahui apakah disetiap kelompok usia memiliki satu pemahaman, ataukah berbeda pemahaman, serta menjelaskan kenapa hal tersebut terjadi. Berikut persentase tingkat pemahaman masyarakat Desa Samura terhadap leksikon kuliner masyarakat Batak Karo yang tertera pada tabel di bawah ini.

59

Universitas Sumatera Utara 4.2.1 Kelompok Usia I (15-20 tahun)

No Leksikon Kategori I II III JP % JP % JP % Nama-nama kuliner 1. Tasak telu 95 100 0 0 0 0 2. Manuk sangkep 26 27 69 73 0 0 3. Babi panggang 74 78 21 22 0 0 karo 4. Cipera 95 100 0 0 0 0 5. Gule kuta-kuta 95 100 0 0 0 0 6. Umbut 21 22 38 40 36 38 7. Kidu-kidu 74 78 21 22 0 0 8. Kidu 10 11 47 49 38 40 9. Cimpa onong- 95 100 0 0 0 0 onong 10. Cimpa matah 30 30 31 30 31 35 11. Cimpa tuang 37 39 39 41 19 20 12. Cimpa bohan 95 100 0 0 0 0 13. Cimpa jong labar 70 73 25 27 0 0 14. Cimpa lepat 33 34 50 51 12 15 15. Cimpa jambe 95 100 0 0 0 0 16. Rires 95 100 0 0 0 0 17. Cincang bohan 95 100 0 0 0 0 18. Arsik nurung mas 95 100 0 0 0 0 19. Manuk getah 95 100 0 0 0 0 20. Lomok-lomok 74 78 21 22 0 0 21. Gule nurung kerah 54 57 22 23 19 20 22. Trites 62 65 33 35 0 0 Bahan yang digunakan 1. Acem patikala Etlingera elatior 75 78 20 22 0 0 2. Alia Zingiber offcinale 32 33 42 43 21 24 3. Bawang merah Allium cepa var. 95 100 0 0 0 0 Aggregatum 4. Beras 95 100 0 0 0 0 5. Beras pulut 95 100 0 0 0 0 6. Bohan Bambusa vulgaris 28 29 67 71 0 0 7. Bulung gadong Manihot utilissima 95 100 0 0 0 0 8. Bulung galuh 95 100 0 0 0 0 9. Bulung kemangi Ocimum sanctum 34 36 61 64 0 0 10. Bulung pandan Pandanus 95 100 0 0 0 0 amaryllifolitus 11. Bulung prei Allium 95 100 0 0 0 0 ampeloprasum 12. Bulung rimo 95 100 0 0 0 0

60

Universitas Sumatera Utara mukur 13. Bulung singkut 95 100 0 0 0 0 14. Bulung sop Apium graveolens 95 100 0 0 0 0 15. Cina cur Capsicum annuum’ 95 100 0 0 0 0 bird’s eye 16. Cina gara Capsicum annuum 95 100 0 0 0 0 L 17. Cipera Zea mays 95 100 0 0 0 0 18. Getah babi 74 78 21 22 0 0 19. Getah manuk 95 100 0 0 0 0 20. Gula merah 95 100 0 0 0 0 21. Gula putih 95 100 0 0 0 0 22. Jambe Cucurbita 95 100 0 0 0 0 23. Jong nguda Zea mays 95 100 0 0 0 0 24. Jukut babi 74 78 21 22 0 0 25. Kacang panjang Vigna unguiculata 95 100 0 0 0 0 ssp. Sesquipedalis 26. Kecap manis 95 100 0 0 0 0 27. Keciwer Kaempferia 27 29 38 40 30 31 galanga 28. Kelawas Alpinia galanga 46 49 30 31 19 20 29. Kembiri Aleurites 95 100 0 0 0 0 moluccana 30. Kencong Etlingera elatior 70 74 25 26 0 0 31. Kudung-kudung 10 7 5 5 80 88 32. Kuning gersing Curcuma longa 95 100 0 0 0 0 33. Kuning telur 95 100 0 0 0 0 manuk kuta 34. Lada Piper nigrum 95 100 0 0 0 0 35. Lasuna Allium sativum 27 28 12 13 56 59 36. Lau Aqua 95 100 0 0 0 0 37. Manuk kuta Gallus gallus 95 100 0 0 0 0 domesticus 38. Mentega 95 100 0 0 0 0 39. Minak 95 100 0 0 0 0 40. Nurung lele Clarias 95 100 0 0 0 0 41. Nurung mas Cyprinus carpio 95 100 0 0 0 0 42. Rimo bunga Citrus aurantiifolia 63 65 13 14 19 21 43. Sabut tualah 95 100 0 0 0 0 44. Sere 95 100 0 0 0 0 citratus 45. Sira Natrium klorida 95 100 0 0 0 0 46. Tabeh-tabeh 95 100 0 0 0 0 47. Tepung beras 95 100 0 0 0 0 48. Tepung pulut 95 100 0 0 0 0 49. Tualah Cocos nucifera 95 100 0 0 0 0 50. Tuba Zanthoxylum 95 100 0 0 0 0

61

Universitas Sumatera Utara acanthopodium 51. Tubis 33 34 42 45 20 21 52. Tomat 95 100 0 0 0 0 53. Ulat enau Rhynchophorus 13 11 47 51 35 38 ferruginesus 54. Umbut 20 22 31 34 44 44 56. Usus halus babi 74 78 21 22 0 0 57. Usus lembu 35 38 60 62 0 0 Alat yang digunakan 1. Arang 95 100 0 0 0 0 2. Belanga 95 100 0 0 0 0 3. Dandang 95 100 0 0 0 0 4. Gunting 95 100 0 0 0 0 5. Kirang-kirang 95 100 0 0 0 0 6. Kompor 95 100 0 0 0 0 7. Kukuren 17 18 70 71 8 11 8. Lagan 23 24 20 21 52 55 9. Lumpang 33 34 20 21 42 45 10. Ranting 11 12 84 88 0 0 11. Rawit 95 100 0 0 0 0 12. Sangkalan 95 100 0 0 0 0 13. Santik 95 100 0 0 0 0 14. Saringen 95 100 0 0 0 0 15. Sekin 95 100 0 0 0 0 16. Sambong 95 100 0 0 0 0 17. Sendok 95 100 0 0 0 0 18. Sendok belanga 95 100 0 0 0 0 Kegiatan yang digunakan 1. Ibalur 57 62 38 38 0 0 2. Ibelgang 69 72 26 28 0 0 3. Ibungkus 95 100 0 0 0 0 4. Iburihi 95 100 0 0 0 0 5. Idampol 69 72 23 24 3 3 6. Igatgat 95 100 0 0 0 0 7. Igawer 89 94 6 6 0 0 8. Igoreng 95 100 0 0 0 0 9. Igunting 95 100 0 0 0 0 10. Iires 95 100 0 0 0 0 11. Ikerahken 95 100 0 0 0 0 12. Ikeret 95 100 0 0 0 0 13. Ikukur 95 100 0 0 0 0 14. Ilasken 95 100 0 0 0 0 15. Ikukus 95 100 0 0 0 0 16. Ipelumat 95 100 0 0 0 0 17. Ipenggeli 95 100 0 0 0 0 18. Ipereh 95 100 0 0 0 0

62

Universitas Sumatera Utara 19. Ipihpihken 95 100 0 0 0 0 20. Iputikken 95 100 0 0 0 0 21. Irajang 95 100 0 0 0 0 22. Irendam 95 100 0 0 0 0 23. Isaring 95 100 0 0 0 0 24. Isisik 95 100 0 0 0 0 25. Isok 95 100 0 0 0 0 26. Itaka 95 100 0 0 0 0 27. Itumis 95 100 0 0 0 0 28. Itutu 95 100 0 0 0 0 29. Itutung 95 100 0 0 0 0 Total 9.910 1.303 662 Rata-rata 83,45 10,97 5,57 Tabel 4.9 Persentase Tingkat Pemahaman Kelompok Usia I (15-20 tahun)

Cara mendapatan rata-rata persentasenya menggunakan rumus :

total JP Rata-rata JP1 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

9.910 x 100 % 11.875

= 83,45 % total JP Rata-rata JP2 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

1.303 = x 100 % 11.875

= 10,97 % total JP Rata-rata JP3 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

662 = x 100 % 11.875

= 5,57 %

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat pemahaman

generasi Desa Samura terhadap leksikon kuliner pada kategori I (mengenal,

63

Universitas Sumatera Utara pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan/memakan)

sebanyak 9.910 persentasenya mencapai 83,45 %. Kategori II (tidak mengenal,

tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan/memakan) sebanyak 1.303 persentasenya mencapai 10,97% . Pada

kategori III (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan

tidak pernah menggunakan/memakan) diperoleh hasil sejumlah 662 dengan

persentase 5,57 %. Persentase di atas menunjukkan bahwa leksikon kuliner

masyarakat Batak Karo masih diwariskan dengan baik.

Hasil analisis data ini menunjukkan tingkat pemahaman generasi I Desa

Samura terhadap leksikon kuliner sangat paham dan tergolong masih diketahui

oleh masyarakat Desa Samura.

4.2.2 Kelompok Usia II (21-45tahun)

No Leksikon Kategori I II III JP % JP % JP % Nama-nama kuliner 1. Tasak telu 98 100 0 0 0 0 2. Manuk sangkep 98 100 0 0 0 0 3. Babi panggang karo 82 84 16 16 0 0 4. Cipera 98 100 0 0 0 0 5. Gule kuta-kuta 98 100 0 0 0 0 6. Umbut 43 44 36 37 19 17 7. Kidu-kidu 82 84 16 16 0 0 8. Kidu 72 73 26 27 0 0 9. Cimpa onong-onong 98 100 0 0 0 0 10. Cimpa matah 74 76 24 24 0 0 11. Cimpa tuang 77 79 21 21 0 0 12. Cimpa bohan 98 100 0 0 0 0 13. Cimpa jong labar 78 80 20 20 0 0 14. Cimpa lepat 98 100 0 0 0 0 15. Cimpa Jambe 98 100 0 0 0 0 16. Rires 98 100 0 0 0 0 17. Cincang bohan 98 100 0 0 0 0 18. Arsik nurung mas 98 100 0 0 0 0 19. Manuk getah 98 100 0 0 0 0

64

Universitas Sumatera Utara 20. Lomok-lomok 82 84 16 16 0 0 21. Gule nurung kerah 68 69 30 0 0 0 22. Trites 98 100 0 0 0 0 Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan 1. Acem patikala Etlingera elatior 98 100 0 0 0 0 2. Alia Zingiber offcinale 72 73 26 27 0 0 3. Bawang merah Allium cepa var. 98 100 0 0 0 0 Aggregatum 4. Beras 98 100 0 0 0 0 5. Beras pulut 98 100 0 0 0 0 6. Bohan Bambusa vulgaris 73 74 25 26 0 0 7. Bulung gadong Manihot utilissima 98 100 0 0 0 0 8. Bulung galuh 98 100 0 0 0 0 9. Bulung kemangi Ocimum sanctum 98 100 0 0 0 0 10. Bulung pandan Pandanus 98 100 0 0 0 0 amaryllifolitus 11. Bulung prei Allium 98 100 0 0 0 0 ampeloprasum 12. Bulung rimo mukur 98 100 0 0 0 0 13. Bulung singkut 98 100 0 0 0 0 14. Bulung sop Apium graveolens 98 100 0 0 0 0 15. Cina cur Capsicum annuum’ 98 100 0 0 0 0 bird’s eye 16. Cina gara Capsicum annuum 98 100 0 0 0 0 L 17. Cipera Zea mays 98 100 0 0 0 0 18. Getah babi 82 83 16 17 0 0 19. Getah manuk 98 100 0 0 0 0 20. Gula merah 98 100 0 0 0 0 21. Gula putih 98 100 0 0 0 0 22. Jambe Cucurbita 98 100 0 0 0 0 23. Jong nguda Zea mays 98 100 0 0 0 0 24. Jukut babi 82 83 16 17 0 0 25. Kacang panjang Vigna unguiculata 98 100 0 0 0 0 ssp. Sesquipedalis 26. Kecap manis 98 100 0 0 0 0 27. Keciwer Kaempferia 98 100 0 0 0 0 galanga 28. Kelawas Alpinia galanga 73 74 20 20 5 6 29. Kembiri Aleurites 98 100 0 0 0 0 moluccana 30. Kencong Etlingera elatior 98 100 0 0 0 0 31. Kudung-kudung 34 35 21 21 43 44 32. Kuning gersing Curcuma longa 98 100 0 0 0 0 33. Kuning telur manuk 98 100 0 0 0 0 kuta 34. Lada Piper nigrum 98 100 0 0 0 0

65

Universitas Sumatera Utara 35. Lasuna Allium sativum 54 55 44 45 0 0 36. Lau Aqua 98 100 0 0 0 0 37. Manuk kuta Gallus gallus 98 100 0 0 0 0 domesticus 38. Mentega 98 100 0 0 0 0 39. Minak 98 100 0 0 0 0 40. Nurung lele Clarias 98 100 0 0 0 0 41. Nurung mas Cyprinus carpio 98 100 0 0 0 0 42. Rimo bunga Citrus aurantiifolia 98 100 0 0 0 0 43. Sabut tualah 98 100 0 0 0 0 44. Sere Cymbopogon 98 100 0 0 0 0 citratus 45. Sira Natrium klorida 98 100 0 0 0 0 46. Tabeh-tabeh 67 68 31 32 0 0 47. Tepung beras 98 100 0 0 0 0 48. Tepung pulut 98 100 0 0 0 0 49. Tualah Cocos nucifera 98 100 0 0 0 0 50. Tuba Zanthoxylum 98 100 0 0 0 0 acanthopodium 51. Tubis 98 100 0 0 0 0 52. Tomat 98 100 0 0 0 0 53. Ulat enau Rhynchophorus 45 46 53 54 0 0 ferruginesus 54. Umbut 40 41 34 35 24 24 56. Usus halus babi 72 73 26 27 0 0 57. Usus lembu 68 69 30 31 0 0 Alat yang digunakan Alat yang digunakan 1. Arang 98 100 0 0 0 0 2. Belanga 98 100 0 0 0 0 3. Dandang 98 100 0 0 0 0 4. Gunting 98 100 0 0 0 0 5. Kirang-kirang 98 100 0 0 0 0 6. Kompor 98 100 0 0 0 0 7. Kukuren 98 100 0 0 0 0 8. Lagan 98 100 0 0 0 0 9. Lumpang 76 78 22 22 0 0 10. Ranting 47 48 51 52 0 0 11. Rawit 98 100 0 0 0 0 12. Sangkalan 98 100 0 0 0 0 13. Santik 98 100 0 0 0 0 14. Saringen 98 100 0 0 0 0 15. Sekin 98 100 0 0 0 0 16. Sambong 98 100 0 0 0 0 17. Sendok 98 100 0 0 0 0 18. Sendok belanga 98 100 0 0 0 0 Kegiatan yang digunakan 1. Ibalur 98 100 0 0 0 0

66

Universitas Sumatera Utara 2. Ibelgang 98 100 0 0 0 0 3. Ibungkus 98 100 0 0 0 0 4. Iburihi 98 100 0 0 0 0 5. Idampol 98 100 0 0 0 0 6. Igatgat 98 100 0 0 0 0 7. Igawer 98 100 0 0 0 0 8. Igoreng 98 100 0 0 0 0 9. Igunting 98 100 0 0 0 0 10. Iires 98 100 0 0 0 0 11. Ikerahken 98 100 0 0 0 0 12. Ikeret 98 100 0 0 0 0 13. Ikukur 98 100 0 0 0 0 14. Ilasken 98 100 0 0 0 0 15. Ikukus 98 100 0 0 0 0 16. Ipelumat 98 100 0 0 0 0 17. Ipenggeli 98 100 0 0 0 0 18. Ipereh 98 100 0 0 0 0 19. Ipihpihken 98 100 0 0 0 0 20. Iputikken 98 100 0 0 0 0 21. Irajang 98 100 0 0 0 0 22. Irendam 98 100 0 0 0 0 23. Isaring 98 100 0 0 0 0 24. Isisik 98 100 0 0 0 0 25. Isok 98 100 0 0 0 0 26. Itaka 98 100 0 0 0 0 27. Itumis 98 100 0 0 0 0 28. Itutu 98 100 0 0 0 0 29. Itutung 98 100 0 0 0 0 Total 11.539 620 91 Rata-rata 94,19 5,06 0,74 Tabel 4.10 Persentase Tingkat Pemahaman Kelompok Usia II (20-45 tahun)

Cara mendapatan rata-rata persentasenya menggunakan rumus : total JP Rata-rata JP1 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

11.539 = x 100 % 12.250

= 94, 19 %

total JP Rata-rata JP2 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

67

Universitas Sumatera Utara 620 = x 100 % 12.250

= 5,06 % total JP Rata-rata JP3 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

91 = x 100 % 12.250

= 0,74 %

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat pemahaman

generasi Desa Samura terhadap leksikon kuliner pada kategori I (mengenal,

pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan/memakan)

sebanyak 11.539 persentasenya mencapai 94,19 %. Kategori II (tidak mengenal,

tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan/memakan) sebanyak 620 persentasenya mencapai 5,06 % . Pada

kategori III (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan

tidak pernah menggunakan/memakan) diperoleh hasil sejumlah 91 dengan

persentase 0,74 %. Persentase di atas menunjukkan bahwa leksikon kuliner

masyarakat Batak Karo masih diwariskan dengan baik.

Hasil analisis data ini menunjukkan tingkat pemahaman generasi II Desa

Samura terhadap leksikon kuliner sangat paham dan tergolong masih diketahui

oleh masyarakat Desa Samura.

4.2.3 Kelompok Usia III (>46 tahun)

No Leksikon Kategori I II III JP % JP % JP % Nama-nama kuliner 1. Tasak telu 92 100 0 0 0 0

68

Universitas Sumatera Utara 2. Manuk sangkep 92 100 0 0 0 0 3. Babi panggang karo 92 100 0 0 0 0 4. Cipera 92 100 0 0 0 0 5. Gule kuta-kuta 92 100 0 0 0 0 6. Umbut 92 100 0 0 0 0 7. Kidu-kidu 92 100 0 0 0 0 8. Kidu 92 100 0 0 0 0 9. Cimpa onong-onong 92 100 0 0 0 0 10. Cimpa matah 92 100 0 0 0 0 11. Cimpa tuang 92 100 0 0 0 0 12. Cimpa bohan 92 100 0 0 0 0 13. Cimpa jong labar 92 100 0 0 0 0 14. Cimpa lepat 92 100 0 0 0 0 15. Cimpa Jambe 92 100 0 0 0 0 16. Rires 92 100 0 0 0 0 17. Cincang bohan 92 100 0 0 0 0 18. Arsik nurung mas 92 100 0 0 0 0 19. Manuk getah 92 100 0 0 0 0 20. Lomok-lomok 92 100 0 0 0 0 21. Gule nurung kerah 92 100 0 0 0 0 22. Trites 92 100 0 0 0 0 Bahan yang digunakan 1. Acem patikala Etlingera elatior 92 100 0 0 0 0 2. Alia Zingiber 92 100 0 0 0 0 offcinale 3. Bawang merah Allium cepa 92 100 0 0 0 0 var. Aggregatum 4. Beras 92 100 0 0 0 0 5. Beras pulut 92 100 0 0 0 0 6. Bohan Bambusa 92 100 0 0 0 0 vulgaris 7. Bulung gadong Manihot 92 100 0 0 0 0 utilissima 8. Bulung galuh 92 100 0 0 0 0 9. Bulung kemangi Ocimum 92 100 0 0 0 0 sanctum 10. Bulung pandan Pandanus 92 100 0 0 0 0 amaryllifolitus 11. Bulung prei Allium 92 100 0 0 0 0 ampeloprasum 12. Bulung rimo mukur 92 100 0 0 0 0 13. Bulung singkut 92 100 0 0 0 0 14. Bulung sop Apium 92 100 0 0 0 0 graveolens 15. Cina cur Capsicum 92 100 0 0 0 0 annuum’ bird’s eye

69

Universitas Sumatera Utara 16. Cina gara Capsicum 92 100 0 0 0 0 annuum L 17. Cipera Zea mays 92 100 0 0 0 0 18. Getah babi 92 100 0 0 0 0 19. Getah manuk 92 100 0 0 0 0 20. Gula merah 92 100 0 0 0 0 21. Gula putih 92 100 0 0 0 0 22. Jambe Cucurbita 92 100 0 0 0 0 23. Jong nguda Zea mays 92 100 0 0 0 0 24. Jukut babi 92 100 0 0 0 0 25. Kacang panjang Vigna 92 100 0 0 0 0 unguiculata ssp. Sesquipedalis 26. Kecap manis 92 100 0 0 0 0 27. Keciwer Kaempferia 92 100 0 0 0 0 galanga 28. Kelawas Alpinia galanga 92 100 0 0 0 0 29. Kembiri Aleurites 92 100 0 0 0 0 moluccana 30. Kencong Etlingera elatior 92 100 0 0 0 0 31. Kudung-kudung 87 95 5 5 0 0 32. Kuning gersing Curcuma longa 92 100 0 0 0 0 33. Kuning telur manuk kuta 92 100 0 0 0 0 34. Lada Piper nigrum 92 100 0 0 0 0 35. Lasuna Allium sativum 92 100 0 0 0 0 36. Lau Aqua 92 100 0 0 0 0 37. Manuk kuta Gallus gallus 92 100 0 0 0 0 domesticus 38. Mentega 92 100 0 0 0 0 39. Minak 92 100 0 0 0 0 40. Nurung lele Clarias 92 100 0 0 0 0 41. Nurung mas Cyprinus carpio 92 100 0 0 0 0 42. Rimo bunga Citrus 92 100 0 0 0 0 aurantiifolia 43. Sabut tualah 92 100 0 0 0 0 44. Sere Cymbopogon 92 100 0 0 0 0 citratus 45. Sira Natrium klorida 92 100 0 0 0 0 46. Tabeh-tabeh 92 100 0 0 0 0 47. Tepung beras 92 100 0 0 0 0 48. Tepung pulut 92 100 0 0 0 0 49. Tualah Cocos nucifera 92 100 0 0 0 0 50. Tuba Zanthoxylum 92 100 0 0 0 0 acanthopodium 51. Tubis 92 100 0 0 0 0 52. Tomat 92 100 0 0 0 0 53. Ulat enau Rhynchophorus 92 100 0 0 0 0

70

Universitas Sumatera Utara ferruginesus 54. Umbut 92 100 0 0 0 0 56. Usus halus babi 92 100 0 0 0 0 57. Usus lembu 92 100 0 0 0 0 Alat yang digunakan 1. Arang 92 100 0 0 0 0 2. Belanga 92 100 0 0 0 0 3. Dandang 92 100 0 0 0 0 4. Gunting 92 100 0 0 0 0 5. Kirang-kirang 92 100 0 0 0 0 6. Kompor 92 100 0 0 0 0 7. Kukuren 92 100 0 0 0 0 8. Lagan 92 100 0 0 0 0 9. Lumpang 92 100 0 0 0 0 10. Ranting 92 100 0 0 0 0 11. Rawit 92 100 0 0 0 0 12. Sangkalan 92 100 0 0 0 0 13. Santik 92 100 0 0 0 0 14. Saringen 92 100 0 0 0 0 15. Sekin 92 100 0 0 0 0 16. Sambong 92 100 0 0 0 0 17. Sendok 92 100 0 0 0 0 18. Sendok belanga 92 100 0 0 0 0 Kegiatan yang digunakan 1. Ibalur 92 100 0 0 0 0 2. Ibelgang 92 100 0 0 0 0 3. Ibungkus 92 100 0 0 0 0 4. Iburihi 92 100 0 0 0 0 5. Idampol 92 100 0 0 0 0 6. Igatgat 92 100 0 0 0 0 7. Igawer 92 100 0 0 0 0 8. Igoreng 92 100 0 0 0 0 9. Igunting 92 100 0 0 0 0 10. Iires 92 100 0 0 0 0 11. Ikerahken 92 100 0 0 0 0 12. Ikeret 92 100 0 0 0 0 13. Ikukur 92 100 0 0 0 0 14. Ilasken 92 100 0 0 0 0 15. Ikukus 92 100 0 0 0 0 16. Ipelumat 92 100 0 0 0 0 17. Ipenggeli 92 100 0 0 0 0 18. Ipereh 92 100 0 0 0 0 19. Ipihpihken 92 100 0 0 0 0 20. Iputikken 92 100 0 0 0 0 21. Irajang 92 100 0 0 0 0 22. Irendam 92 100 0 0 0 0

71

Universitas Sumatera Utara 23. Isaring 92 100 0 0 0 0 24. Isisik 92 100 0 0 0 0 25. Isok 92 100 0 0 0 0 26. Itaka 92 100 0 0 0 0 27. Itumis 92 100 0 0 0 0 28. Itutu 92 100 0 0 0 0 29. Itutung 92 100 0 0 0 0 Total 11.495 5 0 Rata-rata 99,95 0,05 0 Tabel 4.11 Persentase Tingkat Pemahaman Kelompok Usia III (>46 tahun)

Cara mendapatan rata-rata persentasenya menggunakan rumus : total JP Rata-rata JP1 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

11.495 = x 100 % 11.500

= 99,95 % total JP Rata-rata JP2 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

5 = x 100 % 11.500

= 0,05 % total JP Rata-rata JP3 = x 100 % Total JP 1 + Total JP 2 + Total JP 3

0 = x 100 % 11.224

= 0 %

Berdasarkan tabel 4.11 di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat pemahaman

generasi III Desa Samura terhadap leksikon kuliner pada kategori I (mengenal,

pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan/memakan)

sebanyak 11.495 persentasenya mencapai 99,95 %. Kategori II (tidak mengenal,

72

Universitas Sumatera Utara tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan/memakan) sebanyak 5 persentasenya mencapai 0,05% . Pada kategori III (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan/memakan) diperoleh hasil sejumlah 0 dengan persentase 0 %. Persentase di atas menunjukkan bahwa leksikon kuliner masyarakat Batak Karo masih diwariskan dengan baik.

Hasil analisis data ini menunjukkan tingkat pemahaman generasi III Desa

Samura terhadap leksikon kuliner sangat paham dan tergolong masih diketahui oleh masyarakat Desa Samura.

Tingkat Pemahaman Kuliner Masyarakat Batak Karo 120

100 99.95 80 94.19 83.45 60

40

20 10.97 5.57 5.06 0.74 0.05 0 0 Kelompok Usia I (15-20 tahun) Kelompok Usia II (21-45 tahun) Kelompok Usia III (> 46 tahun)

Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3

73

Universitas Sumatera Utara BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, diperoleh simpulan penelitian sebagai berikut:

1. Leksikon jenis kuliner masyarakat Batak Karo terdiri atas 22 jenis, yaitu (1)

tasak telu, (2) manuk sangkep, (3) babi panggang karo, (4) cipera, (5) gule

kuta-kuta, (6) umbut, (7) kidu-kidu, (8) kidu, (9) cimpa onong-onong, (10)

cimpa matah, (11) cimpa tuang, (12) cimpa bohan, (13) cimpa jong labar,

(14) cimpa lepat, (15) ) cimpa jambe, (16 rires, (17) cincang bohan, (18)

arsik nurung mas, (19) manuk getah, (20) lomok-lomok, (21) gule nurung

kerah, dan (22) trites, dari 22 leksikon tersebut terdapat dua khazanah

leksikon kuliner di Desa Samura, yaitu khazanah leksikon alat dan bahan

yang digunakan dan khazanah leksikon kegiatan. Dari dua khazanah leksikon

tersebut diperoleh sebanyak 555 leksikon. Khazanah leksikon alat dan bahan

terdiri dari 380 leksikon dan khazanah leksikon kegiatan terdiri dari 175

leksikon. Leksikon-leksikon tersebut diujikan pada tiga kelompok usia,

yaitukelompok usia I (15-20 tahun), kelompok usia II (21 45 tahun), dan

kelompok usia III (lebih dari 46 tahun).

2. Tingkat pemahaman masyarakat Batak Karo membuktikan bahwa

masyarakat Batak Karo mengenal 22 jenis leksikon kuliner. Hasil penelitian

membuktikan banyak kuliner yang masih memiliki relasi yang erat dengan

masyarakat Batak Karo, namun ada juga kuliner yang memiliki relasi yang

tidak erat lagi dengan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena masyarakat

74

Universitas Sumatera Utara sudah tidak membuat kuliner tersebut pada masa sekarang. Pada masyarakat

Batak Karo, kuliner disajikan bukan hanya sebagai makanan untuk santapan

biasa, namun banyak kuliner yang disajikan untuk berbagai kebutuhan

upacara adat masyarakat Batak Karo.

5.2 Saran

Penelitian ekolinguistik yang peneliti kerjakan di Desa Samura,

Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo ini mencakup bidang leksikon kuliner masyarakat Batak Karo. Beberapa leksikon sudah mengalami pergeseran bahkan terancam punah. Untuk mencegah hal tersebut peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan yang berkenaan dengan penelitian ini. Peneliti juga berharap seluruh masyarakat Batak Karo dapat mempertahankan kuliner masyarakat Batak

Karo agar tetap bertahan dan tidak kehilangan peranan dan nilainya di kalangan masyarakat Batak Karo.

75

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Batsu, Siti Chairina. 2017. “Keterancaman Leksikon Kuliner Masyarakat

Simalungun: Kajian Ekolinguistik”. (skripsi). Medan: Universitas Sumatera

Utara.

Bundsgaard, Jeppe dan Sune Steffensen. (2000). “The Dialectics of Ecological

Morphology-or the Morphology og Dialectics”. Dalam Anna Vibeka Lindo

dan Jeppe Bundsgaard (Eds.) Dialectical Ecolinguistics: Three Essays

forthe Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz,

December2000, University of Odense.

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: pendekatan proses. Jakarta:

Rineka Cipta.

Fill, Alwin dan Peter Muhlhausler (Eds.). 2001. The Ecolinguistics

Reader.Language, Ecology and Environment. London and New York:

Continuum.

Handayani, Dila. 2015. “Leksikon Kuliner Melayu Tanjungbalai: Kajian

Ekolinguistik”. (tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik : Gramedia Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Mbete, Aron Meko. 2009. “Problematika Keetnikan dan Kebahasaan

dalamPerspektif Ekolinguistik.” Disampaikan dalam Seminar Nasional

BudayaEtnik III, diselenggarakan oleh USU. Medan 25 April 2009.

76

Universitas Sumatera Utara Mbete, Aron Meko. 2009. “Selayang Pandang Tentang Ekolinguistik:

PerspektifKelinguistikan Yang Prospektif”. (Bahan Untuk Berbagi

PengalamanKelinguistikan Dalam Matrukulasi Program Magister Linguistik

ProgramPascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009). Bali:

Udayana.

Moleong, Lexy J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).

Bandung:Rosdakarya.

Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode,

dantekniknya. Ed. Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Raja Gukguk, Siska Devi, 2017. “Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba:

Kajian Ekolinguistik”. (skripsi). Medan: Unversitas Sumatera Utara.

Rizkyansyah, M Rozy. 2015. “Leksikon Nomina dan Verba Bahasa Jawa dalam

Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa : Kajian Ekolinguistik”

(Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press.

Sinar, Tengku Silvana. 2011. “Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang

Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai”. Medan:

Universitas Sumatera Utara

Sudaryanto. 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:

SanataDharma University Press.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

77

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1

No Kuliner Masyarakat Batak Glos Karo 1. Tasak telu Ayam yang dimasak dan darahnya dijadikan sambal. 2. Manuk sangkep Ayam yang dimasak utuh. 3. Babi panggang karo Daging babi yang dipanggang. 4. Cipera Jagung tua 5. Gule kuta-kuta Gulai Ayam Kampung 6. Umbut Gulai batang pisang yang masih muda 7. Kidu-kidu Usus halus hewan yang direbus 8. Kidu Ulat enau yang digoreng dan dimasak dengan bumbu tradisional. 9. Cimpa onong-onong Kue kukus yang didalamnya diisi gula merah dan kelapa yang sudah dimasak. 10. Cimpa matah Kue yang mentah 11. Cimpa tuang Kue yang dmasak berbentuk pipi. 12. Cimpa bohan Kue yang dimasak dalam bambu. 13. Cimpa jong labar Kue kukus yang berbahan jagung muda. 14. Cimpa lepat Kue kukus yang dibungkus menggunakan daun pisang dengan cara dilipat/ 15. Cimpa jambe Kue kukus yang berbahan labu. 16. Rires Lemang. 17. Cincang bohan Daun ubi yang dicincang dan kelapa dimasak dalam bambu. 18. Arsik nurung mas Ikan mas yang dimasak hingga mengering. 19. Manuk getah Ayam yang dimasak dengan darahnya. 20. Lomok-lomok Daging babi yang dimask menggunakan bumbu tradisional. 21. Gule nurung kerah Gulai ikan lele yang sudah dibakar. 22. Trites Makanan yang terbuat dari kotoran yang ada dalam perut lembu.

78

Universitas Sumatera Utara Daftar Pengelompokan Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo

No Kuliner Masyarakat Leksikon Total Batak Karo Alat dan Bahan Kegiatan 1. Tasak telu 17 12 29 2. Manuk sangkep 16 7 23 3. Babi panggang karo 20 9 29 4. Cipera 17 10 27 5. Gule kuta-kuta 20 9 29 6. Umbut 18 6 24 7. Kidu-kidu 14 4 18 8. Kidu 14 4 18 9. Cimpa onong-onong- 15 8 23 10. Cimpa matah 11 6 17 11. Cimpa tuang 15 5 20 12. Cimpa bohan 16 7 23 13. Cimpa jong labar 17 8 25 14. Cimpa lepat 16 10 26 15. Cimpa jambe 16 11 27 16. Rires 13 7 20 17. Cincang bohan 20 9 29 18. Arsik nurung mas 22 9 31 19. Manuk getah 21 8 29 20. Lomok-lomok 21 9 30 21. Gule nurung kerah 22 9 31 22. Trites 19 8 27 Total 380 175 555

79

Universitas Sumatera Utara Daftar Leksikon Alat dan Bahan Kuliner Masyarakat Batak Karo

No. Alat dan Bahan (nomina) Glos Bahasa Latin Bahasa Batak Karo I. Alat 1. Arang Arang 2. Belanga Kuali 3. Dandang Dandang 4. Gunting Gunting 5. Kirang-kirang Panggangan 6. Kompor Kompor 7. Kukuren Parutan kelapa 8. Lagan Gilingan 9. Lumpang Lesung 10. Ranting Kayu bakar 11. Rawit Pisau 12. Sembong Baskom 13. Sangkalan Talenan 14. Santik Mancis 15. Saringen Saringan 16. Sekin Parang 17. Sendok Sendok 18. Sendok belanga Sendok goreng II. Bahan 19. Alia Jahe Zingiber officinale 20. Bawang merah Bawang merah Allium cepa var. Aggregatum 21. Beras Beras 22. Beras ketan Beras ketan 23. Bohan Bambu Bambusa vulgaris 24. Bulung gadong Daun ubi Manihot utilissima 25. Bulung galuh Daun pisang 26. Bulung kemangi Daun kemangi Ocimum sanctum 27. Bulung pandan Daun pandan 28. Bulung prei Daun prei Allium ampeloprasum 29. Bulung rimo mukur Daun jeruk nipis 30. Bulung singkut Daun singkut 31. Bulung sop Daun sop Apium graveolens 32. Cina cur Cabai rawit Capsicum annuum’ bird’s eye’ 33. Cina gara Cabai merah Capsicum annuum L 34. Cipera Jagung muda Zea mays 35. Getah babi Darah babi

80

Universitas Sumatera Utara 36. Getah manuk Darah ayam 37. Gula merah Gula merah 38. Gula putih Gula putih 39. Jambe Labu Cucurbita 40. Jong nguda Jagung tua Zea mays 41. Jukut babi Daging babi 42. Kacang panjang Kacang Vigna unguiculata panjang ssp. Sesquipedalis 43. Kecap manis Kecap manis 44. Keciwer Kencur 45. Kelawas Lengkuas Alpinia galanga 46. Kembiri Kemiri Aleurites moluccana 47. Kencong Kecombrang Etlingera elatior 48. Kidung-kidung Jantung pisang 49. Kuning gersing Kunyit Curcuma longa 50. Kuning telur manuk kuta Kuning telur ayam kampung 51. Lada Lada Piper nigrum 52. Lasuna Bawang putih Allium sativum 53. Lau Air Aqua 54. Manuk kuta Ayam kampung Gallus gallus domesticus 55. Mentega Mentega 56. Minak Minyak 57. Nurung lele Ikan lele Clarias 58. Nurung mas Ikan mas Cyprinus carpio 59. Patikala Asam patikala Etlingera elatior 60. Rimo bunga Jeruk nipis Citrus aurantiifolia 61. Sabut tualah Sabuk kelapa 62. Sere Serai Cymbopogon citratus 63. Sira Garam Natrium klorida 64. Tabeh-tabeh Lemak lembu 65. Tepung beras Tepung beras 66. Tepung pulut Tepung ketan 67. Tualah Kelapa Cocos nucifera 68. Tuba Andaliman Zanthoxylum acanthopodium 69. Tubis Rebung 70. Tomat Tomat 71. Ulat enau Ulat enau Rhynchophorus ferruginesus 72. Umbut Batang pisang muda 73. Usus halus babi Usus halus babi

81

Universitas Sumatera Utara 74. Usus lembu Usus lembu

Daftar Leksikon Kegiatan Kuliner Masyarakat Batak Karo

No. Kegiatan (verba) Bahasa Batak Karo Glos 1. Ibalur Dibalur 2. Ibelgang Direbus 3. Ibungkus Dibungkus 4. Iburihi Dicuci 5. Idampol Dioles 6. Igatgat Dicincang 7. Igawer Diaduk 8. Igoreng Digoreng 9. Igunting Digunting 10. Iires Diiris 11. Ikerahken Dikeringkan 12. Ikeret Dipotong 13. Ikukur Diparut 14. Ilasken Dipanaskan 15. Ikukus Dikukus 16. Ipelumat Dihaluskan 17. Ipenggeli Dipenggal 18. Ipereh Diperas 19. Ipihpihken Dipipihkan 20. Iputikken Dipetik 21. Irajang Dirajang 22. Irendam Direndam 23. Isaring Disaring 24 Isisik Disisik 25. Isok Disangrai 26. Itaka Dibelah 27. Itumis Ditumis 28. Itutu Ditumbuk 29. Itutung Dipanggang (dibakar)

82

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 2

Tabel Persentase Tingkat Pemahaman Masyarakat Desa Samura terhadap

Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Karo (Gabungan Tiga Kelompok Usia

15-20, Usia 21-45, Usia >46)

No Leksikon Kategori I II III JP % JP % JP % Nama-nama kuliner 1. Tasak telu 285 100 0 0 0 0 2. Manuk sangkep 216 76 69 24 0 0 3. Babi panggang karo 248 87 37 13 0 0 4. Cipera 285 100 0 0 0 0 5. Gule kuta-kuta 285 100 0 0 0 0 6. Umbut 156 55 74 26 55 19 7. Kidu-kidu 248 87 37 13 0 0 8. Kidu 174 61 73 26 38 13 9. Cimpa onong-onong 285 100 0 0 0 0 10. Cimpa matah 196 69 54 19 35 12 11. Cimpa tuang 206 72 60 21 19 7 12. Cimpa bohan 285 100 0 0 0 0 13. Cimpa jong labar 240 84 45 16 0 0 14. Cimpa lepat 223 78 50 18 12 4 15. Cimpa Jambe 285 100 0 0 0 0 16. Rires 285 100 0 0 0 0 17. Cincang bohan 285 100 0 0 0 0 18. Arsik nurung mas 285 100 0 0 0 0 19. Manuk getah 285 100 0 0 0 0 20. Lomok-lomok 248 87 37 13 0 0 21. Gule nurung kerah 214 75 50 18 19 7 22. Trites 252 88 33 12 0 0 Alat yang digunakan 18. Arang 285 100 0 0 0 0 19. Belanga 285 100 0 0 0 0 20. Dandang 285 100 0 0 0 0 21. Gunting 285 100 0 0 0 0 22. Kirang-kirang 285 100 0 0 0 0 23. Kompor 285 100 0 0 0 0 24. Kukuren 207 73 70 25 8 3 25. Lagan 213 75 20 7 52 18 26. Lesung 201 71 42 15 42 15 27. Ranting 150 53 135 47 0 0 28. Rawit 285 100 0 0 0 0 29. Sangkalan 285 100 0 0 0 0

83

Universitas Sumatera Utara 30. Santik 285 100 0 0 0 0 31. Saringen 285 100 0 0 0 0 32. Sekin 285 100 0 0 0 0 33. Sambong 285 100 0 0 0 0 34. Sendok 285 100 0 0 0 0 35. Sendok belanga 285 100 0 0 0 0 Bahan yang digunakan 36. Acem patikala 265 93 20 7 0 0 37. Alia 196 69 68 24 21 7 38. Bawang merah 285 100 0 0 0 0 39. Beras 285 100 0 0 0 0 40. Beras pulut 285 100 0 0 0 0 41. Bohan 193 68 92 32 0 0 42. Bulung gadong 285 100 0 0 0 0 43. Bulung galuh 285 100 0 0 0 0 44. Bulung kemangi 224 79 61 21 0 0 45. Bulung pandan 285 100 0 0 0 0 46. Bulung prei 285 100 0 0 0 0 47. Bulung rimo mukur 285 100 0 0 0 0 48. Bulung singkut 285 100 0 0 0 0 49. Bulung sop 285 100 0 0 0 0 50. Cina cur 285 100 0 0 0 0 51. Cina gara 285 100 0 0 0 0 52. Cipera 285 100 0 0 0 0 53. Getah babi 248 87 37 13 0 0 54. Getah manuk 285 100 0 0 0 0 55. Gula merah 285 100 0 0 0 0 56. Gula putih 285 100 0 0 0 0 57. Jambe 285 100 0 0 0 0 58. Jong nguda 285 100 0 0 0 0 59. Jukut babi 248 87 37 13 0 0 60. Kacang panjang 285 100 0 0 0 0 61. Kecap manis 285 100 0 0 0 0 62. Keciwer 217 76 38 13 30 11 63. Kelawas 211 74 51 19 19 7 64. Kembiri 285 100 0 0 0 0 65. Kencong 260 91 25 9 0 0 66. Kudung-kudung 131 46 31 11 123 43 67. Kuning gersing 285 100 0 0 0 0 68. Kuning telur manuk kuta 285 100 0 0 0 0 69. Lada 285 100 0 0 0 0 70. Lasuna 173 60 56 20 56 20 71. Lau 285 100 0 0 0 0 72. Manuk kuta 285 100 0 0 0 0 73. Mentega 285 100 0 0 0 0 74. Minak 285 100 0 0 0 0

84

Universitas Sumatera Utara 75. Nurung lele 285 100 0 0 0 0 76. Nurung mas 285 100 0 0 0 0 77. Rimo bunga 253 89 13 5 19 6 78. Sabut tualah 285 100 0 0 0 0 79. Sere 285 100 0 0 0 0 80. Sira 285 100 0 0 0 0 81. Tabeh-tabeh 205 72 20 7 60 21 82. Tepung beras 285 100 0 0 0 0 83. Tepung pulut 285 100 0 0 0 0 84. Tualah 285 100 0 0 0 0 85. Tuba 247 87 24 8 14 5 86. Tubis 223 78 42 15 20 7 87. Tomat 285 100 0 0 0 0 88. Ulat enau 150 53 100 35 35 12 89. Umbut 152 53 65 23 68 24 90. Usus halus babi 238 84 47 16 0 0 91. Usus lembu 195 68 90 32 0 0 Kegiatan yang digunakan 92. Ibalur 247 87 38 13 0 0 93. Ibelgang 259 91 26 9 0 0 94. Ibungkus 285 0 0 0 0 0 95. Iburihi 285 0 0 0 0 0 96. Idampol 259 91 23 8 3 1 97. Igatgat 285 0 0 0 0 0 98. Igawer 279 98 6 2 0 0 99. Igoreng 285 0 0 0 0 0 100. Igunting 285 0 0 0 0 0 101. Iires 285 0 0 0 0 0 102. Ikerahken 285 0 0 0 0 0 103. Ikeret 285 0 0 0 0 0 104. Ikukur 285 0 0 0 0 0 105. Ilasken 285 0 0 0 0 0 106. Ikukus 285 0 0 0 0 0 107. Ipelumat 285 0 0 0 0 0 108. Ipenggeli 285 0 0 0 0 0 109. Ipereh 285 0 0 0 0 0 110. Ipihpihken 285 0 0 0 0 0 111. Iputikken 285 0 0 0 0 0 112. Irajang 285 0 0 0 0 0 113. Irendam 285 0 0 0 0 0 114. Isaring 285 0 0 0 0 0 115. Isisik 285 0 0 0 0 0 116. Isok 285 0 0 0 0 0 117. Itaka 285 0 0 0 0 0 118. Itumis 285 0 0 0 0 0 119. Itutu 285 0 0 0 0 0

85

Universitas Sumatera Utara 120. Itutung 285 0 0 0 0 0 Total 32.944 1.928 753 Rata-rata 94,13 5,51 2,15

Tingkat Pemahaman Kuliner Masyarakat Batak Karo 120

100 99.95 80 94.19 83.45 60

40

20 10.97 5.57 5.06 0.74 0.05 0 0 Kelompok Usia I (15-20 tahun) Kelompok Usia II (21-45 tahun) Kelompok Usia III (> 46 tahun)

Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3

86

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 3

Data Informan

1. Nama : Asnih br Sembiring

Tempat lahir : Kabanjahe

Umur : 61 Tahun

Alamat : Desa Samura

Pekerjaan : Usaha ketring makanan khas Karo

2. Nama : P. Tarigan

Tempat lahir : Kabanjahe

Umur : 70 Tahun

Alamat : Desa Samura

Pekerjaan : Petani

3. Nama : Rusni br Sembiring

Tempat lahir : Kabanjahe

Umur : 43 Tahun

Alamat : Desa Samura

Pekerjaan : Wiraswasta

87

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 4 Dokumentasi

88

Universitas Sumatera Utara

Foto dengan Sekretaris Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten

Karo

89

Universitas Sumatera Utara

90

Universitas Sumatera Utara