TAREKAT SYATHARIYAH DI PADANG PARIAMAN: Dinamika Peran Tuanku dengan Kaum Terhadap Keagamaan di Ulakan, Pariaman

DISERTASI

Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Pemikiran

Oleh RONI FASLAH NIM: 31161200000059

Dosen Promotor PROF. DR. , MA, CBE PROF. DR. ASEP USMAN ISMAIL, MA

PROGRAM DOKTOR STUDI ISLAM KONSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji beserta syukur hanya kepada Allah SWT terlebih dahulu penulis ucapkan atas limpahan nikmatnya, sehingga disertasi ini dapat terselesaikan. Semoga kebahagiaan dan keselamatan, senantiasa tercurahkan kepada Nabi SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikut ajarannya. Disertasi ini disusun sebagai tugas akhir sekaligus syarat meraih gelar Doctor dalam bidang pemikiran Islam (Dr) di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu sehingga tugas ini dapat terselesaikan, diantaranya: 1. Ucapan terima kasih untuk Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, selaku mantan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih kepada Rektor UIN Jakarta yang baru Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA dan Prof. Dr. Jamhari, MA selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang baru. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor. MA, Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Prof. Dr. Suwito, MA dan Prof. Dr. Didin Saepudin, MA yang mengingatkan dan memberikan sarannya dalam perbaikan serta memperkaya disertasi. 2. Ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE., dan Prof. Dr. Asep Usman Ismail, MA. selaku sebagai promotor yang tidak bosan- bosannya untuk bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing dan berdiskusi dengan penulis, kemudian selalu memberikan perhatian dan motivasinya demi kesempurnaan dan selesainya disertasi ini. Ucapan terimakasih kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan, juga kepada seluruh civitas akademik atau segenap anggota sekretariat Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan yang terbaik selama ini, serta memberikan iklim belajar yang kondusif. Semoga menjadi amal baik. 3. Kepada petugas perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah bersedia memberikan pelayanan terbaik terkait buku-buku dan berbagai sumber atau referensi yang penulis butuhkan. 4. Tak kalah pentingnya adalah kepada Kementerian Agama Republik atau kepada Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA dan Prof. Dr. M. Arskal Salim, GP. M.Ag, (selaku pengganti) sebagai Direktur Diktis, dalam Program Beasiswa 5000 Doktor, terimakasih atas beasiswa yang telah diberikan untuk menjalani proses pendidikan di SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Terimakasih kepada keluarga besar Kampus STIT SB Padang Pariaman atas rekomendasinya dan dukungannya secara moril.

ii

5. Kemudian, ucapan terimakasih kepada keluarga besar Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman dan tokoh adat serta masyarakat yang telah bersedia memberikan segenap kesempatannya, waktu dan tempatnya, dan memberikan segenap informasi serta segala sesuatu yang penulis butuhkan yang terkait dalam penelitian ini. 6. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen, senior dan para sahabat yang telah memberikan segenap dukungannya, Prof. Dr. Duski Samad, MA (Dosen UIN IB Padang/ ketua MUI Padang ), Efendi, MAg. Dr. Amril, Dr. Sepriyono, Dr. Andri Ashadi, Dr. Riki Saputra, MA., (Rektor UMSB Sumbar) Ridwan Arif, Ph.D, (Dosen Paramadina) Fuad Mahfud Siraj, Ph.D (Ketua Prodi Filsafat dan Agama di Universitas Paramadina Jakarta) dan terimakasih kepada Bang Edy Efendy arahan dan motivasinya. Ucapan terimakasih kepada teman-teman atau saudara seperjuangan, Dr. Moh. Nor. Ichwan, MA. Abdurrahman Hakim, Dr. Abdullah Khusairi, MA, Izzudin, Ahmad Khairul Fata, Syarifuddin, Rifki Abrar, Muhamamad Abrar, Abdul Mujib, Faizal Amin, Dr. Zakaria husin Lubis, MA. kemudian seluruh sahabat angkatan 2016 yang tidak tersebut namanya. 7. Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua, Ibu Sumarni dan Ayah Zaidir (Alm), kemudian kepada saudara kandung, Eva Marlina (kakak), Leni Marlina (adik) dan Mai Lastari (adik). Serta ucapan terima kasih juga pada istri tercinta Nurhidayatul Islami dan anak-anak yang kami sayangi, Abdurrahman Khalik Arrazi, Aimy Habibah. Karena berkat doa yang tulus dari mereka, motivasi dan semangat yang selalu mereka berikan, sehingga penulis sampai berada pada saat ini. Teman-teman, saudara-saudari dan semua pihak yang telah berkenan memberikan kebaikannya, namun tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu namanya disini, Semoga amal baiknya mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Ami>n ya> rabb al’a>lami>n. Akhirnya, penulis menyadari tidak ada gading yang tak retak, penulis mengatakan bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan untuk penyempurnaan.

Jakarta, September 2019 Penulis

Roni Faslah

iii

iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan di bawah ini Nama: Roni Faslah NIM: 311612000000059 No. Kontak: 085274115996

Menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Tarekat Syathariyah Di Padang Pariaman, Dinamika Peran Tuanku Dengan Kaum Adat Terhadap Keagamaan Di Ulakan, Pariaman, adalah hasil karya saya sendiri. Ide/gagasan orang lain yang ada dalam karya ini saya sebutkan sumber pengambilannya. Apabila di kemudian hari terdapat hasil plagiarisme maka saya bersedia menerima saksi yang ditetapkan dan sanggup mengembalikan gelar dan ijazah yang saya peroleh sebagaimana peraturan berlaku.

Jakarta, September 2019 Yang Menyatakan

Roni Faslah

v

vi

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi yang berjudul, Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman: Dinamika Peran Tuanku dengan Kaum Adat Terhadap Keagamaan di Ulakan, Pariaman. ditulis oleh Roni Faslah, NIM: 31161200000059 telah melalui bimbingan dan ujian pendahuluan sebagaimana ditetapkan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga layak diajukan untuk ujian promosi.

Jakarta, September 2019 Pembimbing I

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., CBE

vii

viii

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi yang berjudul, Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman: Dinamika Peran Tuanku dengan Kaum Adat Terhadap Keagamaan di Ulakan, Pariaman. ditulis oleh Roni Faslah, NIM: 31161200000059 telah melalui bimbingan dan ujian pedahuluan sebagaimana ditetapkan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga layak diajukan untuk ujian promosi. Jakarta, September 2019 Pembimbing II

Prof. Dr. Asep Usman Ismail, MA.

ix

x

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN

Disertasi yang berjudul: Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman: Dinamika Peran Tuanku dengan Kaum Adat Terhadap Keagamaan di Ulakan, Pariaman oleh Roni Faslah NIM 31161200000059 telah dinyatakan lulus ujian pendahuluan yang diselenggarakan pada Senin 15 Juli 2019. Disertasi ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke ujian promosi.

Jakarta, September 2019 Tim Penguji: No Nama Tanda Tangan Tanggal 1. Prof. Dr. Jamhari, MA

2. Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, MA

3. Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA

4. Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA

5. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA,

6. Prof Dr. Asep Usman Ismail, MA

xi

xii

Abstrak

RONI FASLAH Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman: Dinamika Peran Tuanku dengan Kaum Adat terhadap Keagamaan di Ulakan, Pariaman Disertasi ini mengkaji secara mendalam, perkembangan ajaran Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman pada saat ini, yang dipimpin oleh tuanku. Tuanku sebagai tarekat Syathariyah penerus khalifah dari ajaran Syekh Burhanuddin di Ulakan-Pariaman. Bagaimana dinamika peran tuanku dengan kaum adat terhadap pemahaman dan praktek keagamaan di Ulakan – Pariaman di masa kontemporer saat ini. Oleh karena itu, adakah potensi konflik antara tuanku dan kaum adat di Ulakan, Pariaman, bagaimana hubungan tuanku dan kaum adat dalam persoalan keagamaan kaum Tarekat Syathariyah. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dalam bentuk penelitian field research (lapangan) dan library research (perpustakaan), dalam pengambilan data lapangan peneliti menggunakan wawancara dan observasi lapangan, ditambah dengan data literature, buku-buku, artikel, jurnal, dokumen yang relevan dengan objek dan tema yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan dari keilmuan sosiologi, sejarah (historis), etnografi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosial Max Weber dan Foucault. Dalam melihat persoalan peran kepemimpinan dan dalam hubungan Tuanku dan kaum adat. Hasil penelitian ini menunjukan pertama bahwa ajaran dan praktek keagamaan yang dikembangkan oleh tuanku mengalami perubahan dan penambahan. Kedua, peran tuanku yang didukung adat menjadikan kekuatan tersendiri bagi eksistensi keagamaan Tarekat Syathariyah, dan juga dukungan dari organisasi sosial seperti, PERTI, PPTI, dan NU. Ketiga, dinamika hubungan tuanku dan kaum adat merupakan hubungan yang simbiosis - mutualism atau saling keterkaitan satu sama lain dalam kegiatan keagamaan, karena adanya gelar terkait adat bagi tokoh keagamaan seperti qadhi, khalifah, imam, khatib, labai. Dalam relasi-kuasanya, terlihat dominasi kaum adat terlihat lebih menonjol, karena di lapangan, kegiatan seremonial keagamaan tidak jalan kalau tidak ada dukungan dan legalitas dari kaum adat. Disertasi ini membantah bahwa tasawuf atau tarekat dapat menghambat kemajuan, dan tidak dinamis, penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Muhamad Abduh, , kaum tradisionalis yang cenderung fatalis dan tidak dinamis. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Neo-Sufisme Fazlur Rahman, dan Azyumardi Azra dalam jaringan ulama, bahwa justru para sufi, kaum tarekat menunjukan kedinamisan dan mampu bertahan dalam tuntutan zaman yang serba kompleks. Disamping itu penelitian ini membantah pendapat teori Schiereke, bahwa adanya ketidak harmonisan antara kalangan ulama dan kaum adat di Minangkabau. Namun, penelitian ini sejalan dengan Christine Dobbin, yang menyatakan pergolakan keagamaan di Minangkabau bukan dikarenakan pertentangan kalangan ulama dan kaum adat, tapi lebih kepada faktor ekonomi. Keywords: Tarekat Syathariyah, Tuanku, Kaum Adat, Keagamaan

xiii

xiv

Abstract Roni Faslah Syathariyah Order In Padang Pariaman: Dynamism of The Role Of Tuanku With Custom Leader On Religious Life In Ulakan Pariaman This dissertation studied the current development of Syathariyah order in Padang Pariaman which leaded by local ‘ulama which has the title of “tuanku”. As leader (mursyid) of Syathariyah order, tuanku are successors to Syaikh Burhanuddin, the first successor and mursyid of Syathariyah order in Minangkabau (West Sumatera). It also studied how dynamism the role of tuanku and custom leaders on understanding and practice of Islam in Ulakan, Pariaman in present age. Is there conflict between them, and relation between them on the context of religious life of followers of Syathariyah order. This is a qualitative study that employed combination method, namely library research and field research. In the case of field research, researcher employed the method of observation and interview. Meanwhile, library research means doing research on various books, journals, articles, and other sources related to the study. These data analyzed by employing sociology, history and ethnography approaches. In the case of sociology approach, the theories which employed are social theory of Max Weber and Michael Foucault on highlight the issue of the leading role and relation between tuanku and custom leaders. The result of the study showed First that the doctrine and practice of Islam spread by tuanku has change and has some additions. Second, The support of custom leaders was become the power to tuanku on performing their role, i.e. maintaining the tradition of Syathariyah order particularly in Ulakan, Pariaman. Also support from social organisations such as, PERTI, PPTI, and NU. Third, Dynamics the relation between tuanku and custom leaders is symbiosis mutualism relationship in religious, because of the title of Adat related to religious figures such as Qadhi, Caliph, Imam, Khatib, Labai. In its power relationship, it seems the custom leaders more dominate on the religious life in Ulakan. It can be seen on religious ceremonials, in which it can be organized without agreement from the latter. The result of this study denied thesis stated that leads to passive and static attitudes and, therefore, inhibiting progress. It is also denied the thesis of Muhammad Abduh and Harun Nasution stated that traditionalist Muslims inclines to be fatalists and statists. The result of this study support the thesis of neo-Sufism of Fazlur Rahman and Azyumardi Azra in his “Middle East Muslim Scholars Network and South-East Asian Archipelago” stated that Sufis shown their dynamism and had ability to face the challenges of their times. This study also denied the Schiereke’s thesis stated that there is inharmonic relationship between ‘ulama and custom leaders in Minangkabau. On contrary, the result of the study support the thesis of Christine Dobbin stated that religious agitation in Minangkabau did not caused by the disputation between the ‘ulama and custom leaders, but due to economy factor. Keywords: Syathariyah, Tuanku, custom leaders, Religious

xv

xvi

xvii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab-Latin digunakan dalam karya ilmiah ini merujuk pada modal berlaku pada Pedoman SPs UIN Syarif Hidayatullah. A. Konsonan q : ق Z : ز A : ا k : ك S : س B : ب l : ل Sh : ش T : ت m : م {s : ص Th : ث n : ن {d : ض J : ج h : ه {t : ط {h : ح w : و }z : ظ Kh : خ ’ : ء ‘ : ع D : د y : ي Gh : غ Dh : ذ F : ف R : ر

B. Vokal 1. Vokal Tunggal Tanda Nama Huruf Latin

2. Vokal Rangkap Tanda Nama Gabungan Nama Huruf Fath}ah dan ya a dan i ai ى Fath}ah dan waw a dan w aw و

C. Maddah Tanda Nama Huruf Latin Nama Fath}ah dan alif a> a dan garis di تا atas Kasrah dan ya i> i dan garis di يى atas

xviii

D}amma dan waw u> u dan garis di و atas

D. Ta Marbut}ah Ta mabut}ah ditulis dengan huruf “h”, baik dirangkai dengan kata (مدرسة) atau madrasah (مرأة) sesudahnya, maupun tidak, seperti mar’ah Contoh: Madi>nah al-Munawwarah المدينة المنورة

E. Shaddah Shaddah / tashdi>d dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf sama dengan huruf ber-shaddah. Contoh: Nazzala نزل

F. Kata Sandang ,dilambangkan berdasarkan huruf mengikutinya ”ال“ Kata sandang jika huruf al-shamsiyah, maka ditulis sesuai haruf tersebut, sedangkan “al” jika diikuti huruf qamaiyah. Kemudian, “” ditulis lengkap. Contoh: al-Shams الشمس al-Qamar القمر

G. Pengecualian Penulisan transliterasi tidak digunakan pada kosa kata Arab telah menjadi baku dan masuk pada kamus bahasa Indonesia, seperti lafaz “Allah”, kecuali beraitan dengan konteks tertentu mengharuskan untuk menggunakan transliterasi pada isitilah tersebut.

xix

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………… iii Pernyataan Bebas Plagiarisme …………………………………………. v Lembaran Persetujuan Pembimbing …………………………………… vii Lembaran Persetujuan Hasil Pendahuluan……………………………... xi Abstrak ………………………………………………………………….. xiii Pedoman Transliterasi ………………………………………………….. xvii Daftar Isi ………………………………………………………………. xix Daftar Gambar dan Tabel …………………………………………...... xxi Daftar Istilah ………………………………………………………...... xxiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………. 1 B. Permasalahan ………………………………………...... 15 1. Identifikasi Masalah …………………………………… 15 2. Perumusan Masalah …………………………………… 16 3. Pembatasan Masalah …………………………………... 16 C. Tujuan Penelitian ………………………………………… 16 D. Signifikansi Penelitian …………………………………… 17 E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan……………………… 17 F. Metodologi Penelitian ……………………………………. 21 G. Sistematika Penulisan.……………………………………. 26

BAB II TASAWUF DAN TAREKAT DALAM ISLAM A. Tasawuf ………………………………………………….. 31 1. Diskursus Tasawuf …………………………………… 31 2. Macam-Macam Corak Tasawuf ………………..……. 37 B. Tarekat …………………………………………………… 42 1. Diskursus Tarekat ……………………………………. 42 2. Tarekat dalam Konteks Sejarah …………………….. 46 3. Ajaran tarekat; Mursyid, Murid, Wirid, Talkin, Baiat, Silsilah, Adab …………………………………. 49 C. Tarekat Syathariyah …………………………………….. 59 1. Asal-Usul Tarekat Syathariyah ……………………… 59 2. Tarekat Syathariyah di Nusantara …………………… 62

BAB III TAREKAT SYATHARIYAH DI MINANGKABAU A. Masuk dan Berkembangnya Tarekat Syathariyah Di Minangkabau ……………………………………...... 73 1. Masuknya Tarekat di Minangkabau…………………. 73 2. Berkembangnya Tarekat di Minangkabau…………… 76 3. Daerah sentral Tarekat Syathariyah di Minangkabau…………………………………..…… 81 B. Tarekat Syathariyah dan Corak Keagamaan

xx

di Minangkabau…………………………………………... 87 1. Corak Keagamaan di Minangkabau…………………... 87 2. Tarekat dan Tradisi Keagamaan di Minangkabau …..... 92 C. Tarekat Syathariyah dan Adat di Minangkabau …………. 95 1. Adat di Minangkabau …………………………………. 95 2. Tarekat dan adat di Minangkabau …………………….. 104 D. Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman ………………... 112 1. Tarekat dan Keagamaan Di Ulakan, Pariaman ………... 112 2. Tarekat dan Adat di Ulakan, Pariaman………………… 127

BAB IV TUANKU DAN KAUM ADAT DALAM DINAMIKA KEAGAMAAN DI PADANG PARIAMAN A. Tuanku …………………………………………………….. 135 1. Konsep Tuanku ………………………………………... 135 2. Pemikiran Tuanku dalam keagamaan …………………. 144 3. Kedudukan dan Peran Tuanku dalam Masyarakat ……. 166 B. Kaum adat ……………………………………………….... 173 1. Konsep Kaum Adat ……………………………………. 173 2. Peran Kaum Adat dalam Masyarakat …………………. 176 C. Dinamika Keagamaan Di Padang Pariaman ……………. 178

BAB V PERAN TUANKU DAN KAUM ADAT DALAM DINAMIKA KEAGAMAAN DI ULAKAN, PARIAMAN A. Integrasi Adat dan Keislaman Masyarakat ……….………. 185 B. Pengaruh Tarekat Syathariyah Bagi Keagamaan Ulakan –Pariaman …………………………………………. 195 C. Dinamika Tuanku dan Kaum Adat Dalam Menjaga Tradisi Keagamaan Di Ulakan, Pariaman …………………………. 213 D. Simbiosis Mutualisme; Hubungan Peran Tuanku Dan Kaum Adat Dalam Keagamaan di Ulakan, Pariaman …………………………………………………… 223 E. Relasi-kuasa dalam Kepemimpinan Tuanku Dan Kaum Adat Dalam Keagamaan Di Ulakan, Pariaman ………….. 231

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………… 237 B. Saran……………………………………………………….. 239

Daftar Pustaka……………………………………………………. 241 Indeks……………………………………………………………… 265 Biodata Penulis…………………………………………………… 271 Lampiran

xxi

Daftar Gambar dan Tabel

Daftar Gambar

Gambar 1 : pertama Syekh Burhanuddin ………………………… 74

Gambar 2 : Komplek Surau/ Syekh Burhanuddin ………….. 80

Gambar 3 : Peta Wilayah Sumatra Barat (Minangkabau) ……………. 97

Gambar 4 : Peta Wilayah Ulakan dan Padang Pariaman ……………… 113

Gambar 5 : Tuanku Ali Amran sebagai qhadi di Ulakan ……………… 136

Gambar 6 : Tempat Bangunan Makam Syekh Buhanuddin ………….. 216

Gambar 7 : Jamaah Tarekat Syathariyah Sedang bersafar ke Ulakan … 219

Gambar 8 : Imam dan khatib di Makam Syekh Burhanuddin di

Ulakan ……………………………………………………. 222

Dafatar Tabel

Tabel 1: Pendekatan Penelitian ………………………………………. 28

Tabel 2: Kereangka Penelitian ……………………………………….. 29

Tabel 3: Raja – Raja Yang Menguasai Wilayah Aulayat

Di Ulakan, Pariaman………………………………………………….... 175

xxii

xxiii

Daftar Istilah al-a’ya>n al-s\a>bitah Merupakan pola dasar, atau potensi dari semua alam raya yang bersal dari nur muhammad. Al- a’ya>n al- s\a>bitah, dalam pengajian tarekat disebut kajian tubuh, yakni mengki tubuh yang halus dari diri. al-a’ya>n al-kha>rijiayyah Merupakan pola dasar luar, yang sudah kongkrit. Namun dalam Syathariyah juga termasuk kajian tubuh yakni tubuh yang kasar dari diri. bai’at Berjanji kepada guru (mursyid), kepada Allah, sebagai pintu masuk dilakukan ketika akan masuk Tarekat Syathariyah. fana> Lenyap diri ketika berhadapan dengan Allah. Fana> merupakan penghancuran diri, hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar (jasmani) manusia, hanya ada wujud rohani yang menyatu dengan Tuhan. (Lihat Nasution) al-haqi>qat Yang bersifat esensi dari segala sesuatu yang berasal dari Allah. Orang yang sudah sampai memahami sesuatu secara mendalam, dan telah menyaksikan sifat-sifat Allah dan kebesaran-Nya. ija>zah Bukti, surat izin, untuk mengembangkan suatu dari ajaran tarekat. Izin yang diberikan seorang guru kepada murid, untuk meriwayatkan dan mengamalkan wirid dalam tarekat. ijma> Kesepakan para ulama dalam penetapan dalam persoalan keagamaan al-insan al-kamil Manusia sempurna. Kesempurnaan pencapai para salik dalam meraih al-ma’krifat dan ridhâ Tuhan. kasyf : Penyingkapan, penyaksian, orang yang sudah menerima cayaha Tuhan. Para ahli sufi bisa sampai kepada pemahamam tetang hakikat Tuhan.

Khalifah : Sebagai pengganti, pengganti atau menuruskan, dalam perwakilan untuk mengembangkan dari suatu ajaran tarekat

xxiv al- ma ’krifat Terbukanya hijab, mengenal dan mengetahui tentang Allah martabat tujuh Tingkatan, atau tahapan dalam asal muasal terjadi alam ini, yang berasal dari Nur Muhammad ciptaan Allah muri>d Orang yang sedang mendapat bimbingan dari guru tarekat al-mursyid Seorang guru pembimbing bagi muridnya dalam menuju Allah neo-sufisme Mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan ilmu hakikat dan syariat. Sufisme baru, yang menekankan pada moral, dan berpikir positif pada dunia. riyadhah Selalu melatih diri dengan ibadah kepada Allah sa>lik Orang yang Istiqamah dalam jalan Allah, sehingga tercapainya kasyf sulu>k Ibadah khusus bagi kaum tarekat, dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah syekh Seorang alim, seorang guru, seorang ulama, yang bisa membimbing ke jalan Allah, atau disebut juga dengan mursyid dalam tarekat silsilah Sebuah hubungan spritual atau ketersambungan dari seorang syekh sampai kepada sahabat Nabi dan Nabi SAW dari sebuah tarekat yang muqthabarah tauhid Mengesakan Allah, atau pangkal dari iman. wahdat al-wujud Mengakui hanya ada satu wujud, atau paham kesatuan, alam yang beragam ini hakikatnya itu satu, karena alam hanyalah cermin bagi Tuhan. z\auq Hati atau jiwa, sebuah pendekat bagi para sufi untuk sampai kepada Tuhannya. zikir Mengingat Allah dengan segenap akal, hati atau jiwa, mengingat sang pencipta yakni Allah dalam hati maupun perbuatan.

xxv zâhid Seorang yang berupaya untuk menghiasi diri dengan akhlak terpuji, menjaga kesucian diri disertai ibadah, dalam kehidupan secara pribadi maupun sosial

xxvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Tarekat1 merupakan jalan, yang berarti jalan beribadah menemui Tuhan.2 Jalan pertama sudah kita jalani yakni perjalanan dari Allah serta menuju ke dunia ini, jalan kedua yang sedang dan akan kita jalani, yakni perjalanan dari meninggalkan dunia menuju Allah, dengan maksud menuju kepada alam keabadian.3 Sebagai kebaikan sosial, yang berakar pada wahyu Tuhan, tasawuf telah memainkan peran integral dalam membentuk moral sosial-masyarakat muslim.4 Di samping Tarekat merupakan salah satu ajaran tasawuf atau kerohanian guna mendekatkan diri dengan Allah. Bagi orang yang menjalankan tasawuf untuk mencapai tujuan utamanya, yakni memperoleh al-ma’rifah (sampai pengetahuan seseorang pada pengetahuan tentang Tuhannya),5 namun tarekat yang lebih menekankan pada praktik amalan yang simtematis, karena itu tarekat juga disebut tasawuf amali.6 Tasawuf amali berdasarkan prinsip bahwa ilmu lahir dan ilmu batin, melalui empat proses pada aspek syariat, tarekat,

1Tarekat secara etimologis berarti cara, jalan, metode, mazhab, dan aliran. Menurut istilah, tarekat berarti perjalanan seorang shalik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri, atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Lihat Louis Ma’luf, Al-Munjid fî>>>>>> Al-Lughah wa Al-A’la>m, (Beirut: Dâr AlMashriq, 1992), h. 565. Lihat Depag RI, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1994), h. 66. 2Boestami, Dkk. Aspek Arkeologi Islam Tentang Makam Syeikh , (Padang : Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatra Barat 1981), h. 23 3Jalaluddin Rahmat, Tahap-Tahap Perjalanan Rohani Menuju Tuhan, The Road To Allah, (Bandung : Mizan, 2008), h. 99. 4Paul L. Heck, “Mysticism as Morality: The Case of Sufism” The Journal of Religious Ethics, Vol. 34, No. 2 (Jun., 2006), pp. 253-286 diakses http://www.jstor.org/stable/40022682 (Accessed: September, 27-2017) 5Oman Fathurahman, Tanbih Al-Masyi Menyoal, Wahdatul Wujud, Kasus Al- Sinkili> Di Abad 17, (Bandung : Mizan, 1999), h. 67. 6Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana jalan mendekati diri kepada Allah. Tasawuf amali berkonotasi tarekat, dalam ber-tasawuf ada yang punya kemampuan mendekatkan diri kepada Allah, namun ada orang yang butuh bantuan atau bimbingan orang lain yang memiliki otoritas tertentu. Maka dari situlah muncul istilah murid, mursyd, wali serta lainnya. Namun, tarekat memiliki aturan, prinsi- prinsip dan sistem khusus, dalam kegiatan tasawuf dan membentuk menjadi sebuah organisasi sufi. Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf, Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Press, 2016), h. 99 1

hakikat makrifat.7 Praktik tarekat tersebut, bertujuan untuk menumbuh - kembangkan pengalaman manusia menuju kepada kebenaran yang hakikat.8 Di samping itu, tasawuf bersifat humanis, karena Islam adalah agama kemanusiaan, kaum sufi juga merupakan salah satu komunitas muslim yang amat mencintai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan, tanpa padang suku, golongan, ras dan agama. Dengan demikian bukti kasih sayang pada manusia, merupakan bukti cintanya juga kepada sang kekasih yakni Tuhan.9 Kemudian perkembangan tasawuf atau tarekat menjadi perdebatan sampai sekarang. Memang, Abu Nashr Al-Sarajj Al-Thusy (w. 378/988), telah menjelaskan bahwa ada pendapat yang ekstrim dalam menjelaskan keutamaan tasawuf, bahkan ada yang mengatakan tasawuf melebihi semestinya. Ada pula yang berpendapat bahwa tasawuf itu sebagian dari permainan dan ilmu orang bodoh.10 Elizabeth Sirriyeh, bagi kelompok yang anti tasawuf, seperti salafi- wahabi dan kaum modernis.11 Namun kaum salafi radikal menolak pemikiran modernis, dalam tingkat penolakan yang berbeda-beda.12 Al-Afghânî (w. 1897) dan Muhammad Abduh (w. 1905) adalah tokoh yang mewakili kaum modernis berpendapat bahwa tasawuf sebagai sebab kemunduruan umat Islam, sedangkan Muh}ammad ‘Abd Al-Wahhâb (w.1792), menilai tasawuf sebagai sumber munculnya kesesatan, bidah dan ke-syirikan. Dalam sejarah tarekat di daerah Republik Turki dan Arab Saudi pernah terjadi pelarangan tarekat, karena dianggap sebagai penghambat kemajuan. Terkait dengan realitas tarekat tersebut, ada juga pendapat yang lebih ekstrem yang berpendapat bahwa komunitas tarekat itu membuat banyak umat Islam tersesat, di karenakan oleh cara berpikir yang irrasional yang tidak berdasar.13 Namun dipihak kaum muslim yang lain, ada yang mengatakan bahwa sebenarnya tasawuf merupakan ilmu yang berhubungan dengan taqwa, menjaga diri dari kesalahan, dan berupaya hidup sederhana (zuhud). Maka sikap yang bertolak belakang pada pendapat tokoh di atas, seperti Azra menilai lebih optismis terhadap tarekat, dengan mengatakan bahwa dikarenakan kekurangan dan keterbatasan pengetahuan sebagian kelompok tentang kenyataan aktual historis

7H. A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) 8Said Aqil Siradj, Pendidikan Sufistik Sebuah Urgensi, sebuah pengantar dalam buku, Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf , (Jakarta: Amzah, 2015), h. xii 9 Media Zainul Bahri, Tasawuf Mendamaikan Dunia, (Jakarta: Erlangga, 2010), 5 10Abu Nasr Al-Sarraj, Al-Luma’, (Kairo: Da>r Al-Kutub Al-Haditsah, 1960), h. 378. 11Elizabeth Sirriyeh, Sufi and Anti-Sufi: The Defence: Rethinking and Rejection of Sufism in the Modern World, (London: Routledge Curzon, 2003), ix 12Jamhari, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. ix 13Nur Kholik Ridwan, Agama Borjuis: Kritik Atas Nalar Islam Murni (Yogyakarta: Al-Ruzz, 2004), h. 136. 2

tarekat, sering terjadi, anggapan bahwa tasawuf atau tarekat bersumber dari bias dan tidak sesuai dengan realitas aktual.14 Kemudian Fazlur Rahman meyakini perkembangan tarekat dengan ia istilahkan dengan “Neo-Sufism”,15 adanya pembaruan tarekat menjadi motor penggerak sosial, serta terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat seperti ada gerakan tarekat yang menentang kolonial Barat. Kemudian purifikasi tasawuf yang dilakukan dengan mendasarkan pada perilaku Nabi. Karena masih ada tasawuf tarekat atau ajarannya dianggap negatif dan adanya perbedaan pandangan tentang tasawuf di sebagian Ulama.16 Oleh karena itu, di kalangan ilmuwan kajian tasawuf masih menjadi persoalan yang menarik. Fenomena tasawuf atau tarekat terus berkembang, seperti adanya World Sufi Forum yang diketua Habib Luthfi, ini menunjuk peran tarekat untuk lebih memperkuat keberadaannya, Habib Luthfi memberikan kata sambutan dalam acara pembukaan multaqo sufi internasional di Pendopo Kabupaten Pekalongan, ia menekankan penting peran tarekat dunia sekarang untuk perkuat keberadaannya, salah satunya dengan jalan membuka diri dalam berhubungan dengan para pemimpin dan aparatnya untuk bersama-sama memberikan yang terbaik bagi masing-masing bangsanya. Dari realitas tersebut menunjukan keberadaan peran tarekat dalam kehidupan sosial sangat lah penting. Kemudian ia melanjutkan penejalasannya, bahwa peran tarekat di masa sekarang sesungguhnya memberikan keamanan dunia, terjadinya pertikaian atas anak bangsa di karena ketidaktahuan atas hak asasi manusia, oleh sebab itu perlu peran tasawuf dalam mensucikan hati, nafsu dan pikiran dari hal yang mengotorinya. Peran besar dari tasawuf itu sebagai perekat antar bangsa dan umat di dunia, khususnya kaum tarekat17 Dalam sebuah sejarah, menurut Nasution tarekat mulai bermunculan pada abad keduabelas.18 Berkembangnya tarekat kesufian, merupakan wujud dari suatu bentuk keagamaan yang menonjol di tanah air. Sebuah fakta sejarah masuk

14Azyumardi Azra, Menuju Masyarkat Madani, (Bandung: PT Remaja Rosada, 2000), h. 37. 15Fazlur Rahman, Islam (Chicago: The University of Chicago Press, 1979), 208 16Tasawuf disebut juga pengetahuan tetang diri, Nabi Muhammad SAW, sebagai dasarnya untuk pedoman sebagai pemilik kareakter mulia budi pekertinya dan bersih dan suci hatinya, sebagai contoh adab yang baik. Maka Tasawuf sebagai pengetahuan seseorang yang sudah menempuh mendaki pengetahuan tanpa akhir tentang Allah SWT. Lebih lanjut Seseorang yang tergerak untuk mencapai pengetahuannya tentang Allah atau disebut mutashawwif. Maka Seseorang yang ahli dan mengamalkannya disebut sufi. Lihat, Amatullah Armstrong, Khazanah Istilah Sufi Kunci Memasuki Dunia Tasawuf (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), h. 289. 17Habib Luthfi dalam Acara Pembukaan Multakoh Sufi Internasional Di Pendopo Kab Pekalongan, www. youtube.com (dipublikasikan 8 April 2019) 18Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI-Press, 1985), Jilid II, h. 87. 3

dan kembangnya Islam dalam corak kesufian yang kuat, yakni tasawuf yang telah melembaga.19 Awal, perkembangan tarekat yang dibawa oleh kaum sufi, dengan mengadakan perjalanan, dengan melakukan ikatan guru dan murid di suatu tempat, sehingga membentuk jaringan ulama di Nusantara.20 Dalam perkembangannya selanjutnya berbagai tarekat itu banyak melahirkan syekh- syekh baru lalu membentuk sebuah organisasi kesufian sesuai dengan nama mereka.21 Awalnya berkembang Tarekat Syathariyah di tanah suci (Mekah dan Madinah) dibawah oleh para khalifah Syathariyah yang menjadi ulama di “ Haramain”,22 di antaranya Syekh Al-Qusyasyi (w. 1661/1101) dan Syekh ‘Abd Al-Rauf Al-Sinkili> melanjutkan ke-Nusantara.23 Al-Sinkili> salah seorang yang membawa Tarekat Syathariyah di Indonesia dan Tanah Melayu. Bahwa Al- Sinkili> (1680 M) seorang tokoh Tarekat Syathariyah di Aceh, yang termasuk berhasil mengembangkannya Tarekat Syathariyah, kemudian Tarekat Syathariyah berkembang ke berbagai pelosok di Nusantara.24 Al-Sinkili> sudah termasyhur ke berbagai pelosok sebagai pengembang tarekat dan ulama yang sangat mapan dalam keilmunya. Salah satu muridnya yang termasyhur di Minangkabau adalah Burhanuddin (w. 1691 M). Perkembangan ajaran Tarekat Syathariyah selanjutnya dibawa oleh Syekh Burhanuddin, atau dikenal dengan Tuanku Ulakan.25 Sebelumnya, Syekh

19Nurcholish Madjid, Islam, Agama Peradaban, Membangun Makna Dan Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2008), h. 91. 20Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abd XVII Dan XVIII, ( Bandung : Mizan ), h. 33. 21B. Pasilov & A. Ashirov, “Revival Of Sufi Tradisions In Central Asia: “Jahri Zikr” And Its Ethnological Features,” Journal Of Oriente Modern Vol 87, No. 1 (2007), 164, Diaskses dari http: //www.jstor.org/stable/25818119(Akses Desember 3, 2014). 22Haramain adalah sebutan dua kota Makkah dan Madinah, kedudukannya sangat istimewa dalam Islam dan kehidupan kaum muslim. Yang menjadi pusat intelektual dunia Muslim, dimana ulama, sufi, filosof, penyair, pengusaha dan sejarawan muslim bertemu dan saling menukar informasi adalah Haramayn. Inilah yang menyebabkan ulama dan penuntut ilmu baik itu yang mengajar maupun belajar disana pada umumnya mempunyai pandangan keagamaan lebih luas dibandingkan mereka yang berada di kota- kota Muslim lain. 23Duski Samad, Tradisionalissme Islam Di Tengah Modernisme : Kajian Tetang Kontinuitas Perubahan dan Dinamika Tarekat di Minangkabau (Disertasi, UIN, Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 119. 24Damanhuri, ‘Umdah Al-Muhtājăn: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara (Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ulumuna Jurnal Studi KeIslaman, Volume 17 Nomor 2 (Desember) 2013. 25Syekh Burhanuddin seorang murid terkenal di wilayah Sumatra, dengan sebutan Tuanku Ulakan, Ulakan sebuah desa di pantai Sumatra Barat. Tuanku Ulakan ini nantikan yang mengembangkan dan penguat Islamisasi di Minangkabau. Setelah dia belajar kepada Al-Sinkili> beberapa tahun, baru dia kembali ke kampung halamannya di 4

Burhanuddin berguru kepada Syekh Abdullah Arif26 di Ulakan, yang dikenal dengan Syekh Madinah di Tapakis Pariaman. Lalu beliau belajar juga dengan Al- Sinkili> di Aceh, Sejak Syekh Burhanuddin menamatkan pelajar agama Islam di Aceh, lalu Syekh Burhanuddin pergi ke Ulakan, Pariaman dibawah pengawalan pasukan kerajaan Aceh, ia juga membawa surat tugas dari Syekh ‘Abd al-Rauf Al-Sinkili> ketika itu menjadi Kerajaan Aceh. Dalam cerita rakyat disebutkan bahwa surat tugas Syekh Burhanuddin dicap dengan stempel kepala sembilan, di samping beberapa tanda mata berupa pakaian, al-Qur’an dan kitab- kitab . Sejak Abad ke-17 M Islam mulai meluas di Pariaman atas usaha Syekh Burhanuddin.27 Islam yang dikembangkan Syekh Burhanuddin adalah dalam bentuk Tarekat Syathariyah. Tidak hanya Syathariyah, yang berkembang di Minangkabau seperti Naqsyabandiyah dan Samanniyah.28 Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah yang dibawa oleh Ismail Simabur dari Mekah namun, tidak berkembang pesat dibandingkan dengan Tarekat Syathariyah.29 Di Minangkabau Tarekat Syathariyah berkembang secara sistematis melalui lembaga pendidikan tradisional yang disebut surau.30 Sampai sekarang, surau berperan penting dalam

Sumatra Barat. Syekh mendirikan surau Tarekat Syatariah, Surau Ulakan, sebuah tempat pendidikan yang sejenis ribat bertempat di Tanjung Medan, Ulakan. Sehingga surau itu menjadi termasyhur di tanah Minang sebagai tempat satunya pusat kajian keilmuan Islam di Minangkabau. Maka murid berdatangan lah dari berbagai diwilayah Minangkabau, dengan tujuan menuntut ilmu ke Islaman. Pada gilirannya mereka yang sudah menamati studi, mereka pulang, dengan mendirikan surau-surau di tempat tinggalnya masing- masing. Maka, ada beberapa murid termuka Syekh Burhanuddin yang menjadi pelancar pembaharu sampai puncaknya abad ke- 19. Lihat, Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad Xvii & Abad Xviii, h. 257. 26Abdullah Arif, seorang ulama dari tanah Madinatul Munawarah, murid dari Syekh Qusyasyi. Beliau disuruh oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasyi pergi mengembangkan agama Islam kenegeri mana yang disukainya yang diberi syarat oleh Syekh Qusyasyi dengan dua buah botol yang satu kosong dan yang satu lagi berisi air, dimana sama beratnya tanah atau pasir dengan air yang dibawanya itu maka disitulah tempat diizinkan tinggal mengajar, rupanya di pantai Tapakislah bertemu amanat gurunya itu. Lihat, Zaini Rosman, Riwayat Tuan Syekh Burhanuddin ,: Stensilan Berhuruf Latin, Ulakan, 1982, h.1. 27Bustaman, “Syekh Burhanuddin ”, dalam Yulizal, dkk. Dalam Riwayat Hidup Ulama Sumatera Barat dan Perjuangannya, (Padang: Islmasic Centre Sumatra Barat, 2001), h. 25. 28Yerris S. Putra, Minangkabau Di Persimpangan Generasi, (Padang: Fakultas Sastra, Universitas Andalas, 2007), h. 22. 29Nazar Bakry, Tarekat Syathariyah Di Padang Pariaman, Tinjauan Dari Segi Dakwah, (Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002), h. 8 30Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 22. 5

membentuk budaya keagamaan masyarakat Minangkabau.31 Peran surau dalam gelombang pembaharuan yang memberikan penekanan pada syariat, terlihat pada kitab Tanbih Al-Masyi.32 Islam di Ulakan, Pariaman bagian dari wilayah Minangkabau, memiliki warna tersendiri dalam tata upacara atau ritual keagamaan yang unik. Selanjutnya, Tarekat Syathariyah tidak hanya berkembang di Ulakan akan tetapi menyebar di wilayah Minangkabau lain, seperti Peninjauan, Mansiangan atau Pamansiangan, Kotolawas Padang Panjang, sampai Koto Tuo, Agam.33 Sehingga munculnya berbagai bentuk ekspresi ritual tarekat di kalangan penganut Syathariyah yang bernuansa lokal dan mencerminkan sebuah kekhasan tersendiri, sehingga menarik untuk dicermati. Maka dengan itu, bagaimana Islamisasi di Minangkabau, sehingga sampai antara Islam dan adat berakulturasi dalam masyarakat Minangkabau 34 yang semula bersemboyan: adat basandi alua jo patuik (adat berdasarkan jalur yang benar dan pantas) kemudian berobah menjadi : adat basandi syarak, syarak

31Azyumardi Azra, Surau: Pendidikan Islam Tradisional Dalam Transisi Dan Modernisasi, (Jakarta: Logoswacana Ilmu 2003), h. 28. 32Tanbih Al-Masyi, naskah ini berisi tentang sikap Al-Sinkili> dalam menanggapi kontroversi doktrin wujudiah, antara Ar-Raniri dan di Aceh pada abad 17. Naskah ini tersebut berjudul Tanbih Al-Masyi Al-Mansub Ila Tarq Al-Qusyasyiy ( petunjuk bagi orang yang menempuh Tarekat al-Qusyasyi). Tanbih al-Masyi, memberikan penekanan pada syari’at perti membaca salawat kepada Nabi SAW, ajaran tentang moral akhlak atau etika, yang dalam pelaksanaannya harus secara utuh meneladani Nabi SAW. Aspek syari’at yang lain dikemukakan oleh Al-Sinkili> adalah pembacaan serangkai wirid, ayat, salawat dan do’a serta amalan shalat sunat yang dilaksanakan dalam jumlah tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Usaha-usaha itu diwujudkan dengan menekankan pentingnya pelajaran fiqh, al-Quran dan hadits dalam pendidikan surau. Syekh Burhanuddin menjadikan surau sebagai wadah atau tempat pendidikan Islam. Lihat Fathurahman, Tanbih Al-Masyi Menyoal, Wahdatul Wujud, Kasus Al-Sinkili Di Aceh Abad 17, h. 22. 33Gebril D, “Sebarkan Tarekatt Lewat Empat Sahabat”, Padang Ekspres (Padang) Februari 2010, h. 7. 34Minangkabau terdiri darek (darat) dan pasisie (pesisir). Sekarang orang bilang itu adalah daerah Sumatra Barat. Namun orang Minang itu juga menyebar berbagai tempat lain, seperti di Aceh Barat, (Meulaboh) dan Negri Sembilan, Malaya. Menyebarnya orang Minangbau di berbagai daerah dikarenakan ada dorongan pada diri mereka untuk merantau, di samping keinginan untuk merubah nasib. Inilah kebiasaan orang Minang sampai sekarang. Orang Minang Memiliki bahasa yang sama yaitu bahasa Minangkabau dan juga agak mirip dengan bahasa Melayu, walaupun ada dialek diantara daerah yang satu dengan lain berbeda, dan ada beberapa yang berbeda tapi tidak banyak. Dan orang Minagkabau memiliki sistem kekeluargaan matrilineal, hal itu membuat kebudayaan orang Minang berbeda dan menarik dari kebudayaan di Indonesia lainnya. Lihat, Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1979), h. 241. 6

basandi kitabullah, yang semulanya adat berpedoman kepada alur dengan patut, tetapi sekarang ia berlandaskan kepada agama Islam. Dengan demikian terjadilah perpaduan adat dan Islam dalam satu ikatan dan perpaduan yang harmonis, keduanya saling melengkapi.35 Taufik Abdullah, dalam analisisnya terhadap integrasi sosial, menolak adanya benturan adat vis - a - vis Islam.36 Maka, peran agama sangat penting bagi kehidupan masyarakat Minang,37 di samping adat, sehingga hukum Islam menjadi menarik bagi orang Minang yang memiliki garis keturunan matrilineal.38 Terjadinya akulturasi agama dan adat atau budaya Minangkabau, yang memiliki keunikan tersendiri. Adat adalah aturan hidup bermasyarakat di Minangkabau yang diciptakan oleh leluhurnya, yakni Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Katumanggungan. Aturan yang itu merupakan tata kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam setiap perbuatan berdasarkan budi yang baik dalam pergaulan, maka pentingnya “raso pareso” atau turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.39 Adat yang dianut oleh masyarakat di Minangkabau, merupakan adat yang dipusakai dari ninik-moyang yakni Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, telah menyusun dan mengatur masyarakat di Minangkabau semenjak beberapa abad yang lalu, kaum adat pun tidak ketinggalan memberikan sumbangsihnya baik moril maupun materiil di negeri ini sampai sekarang.40 Penghulu (kepala kaum)41 dan Bunda Kandung42, memberikan peran dan pengaruhnya dalam sebuah nagari Minangkabau.43

35Adrianus Khatib, Kaum Padri Dan Pemikiran Keagamaan Di Minangkabau, (Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991), h. 5. 36Taufik Abdullah, “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau”, Indonesia, No. 2 (Oct., 1966),1-24, Diaskes dari http://www.jstor.org/stable/3350753, (Akses : 26-04-2018). 37Gregory M. Simon, “The Soul Freed of Cares? Islamic Prayer, Subjectivity, and the Contradictions of Moral Selfhood in Minangkabau, Indonesia”, American Ethnologist, Vol. 36, No. 2 (May, 2009), pp. 258-275 Diaskses dari http://www.jstor.org/stable/27667561 (Accessed: 17-05-2018) 38Franz von Benda-Beckmann and Keebet von Benda-Beckmann, Islamic Law in a Plural Context: The Struggle over Inheritance Law in Colonial ”, Journal of the Economic and Social History of the Orient, Vol. 55, No. 4/5 (2012), pp. 771-793. Diakses http://www.jstor.org/stable/41725640 (Accessed: 17-05-2018) 39Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau, (Bandung: PT Rosdakarya, 2004), h. 1. 40Hakimy. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau …, h. 1. 41Penghulu di Minangkabau adalah pimpinan atau kepala suku, yang mengayomi, melindungi dan membimbing kemenakannya atau anggota kaumnya. Begitu juga kemanakannya juga bersikap baik terhadap mamak sebagai penghulum sehingga terjalin hubungan yang erat. 7

Dari pertemuan antara agama dengan budaya lokal, melahirkan bentuk keagamaan lokal yang bercorak Islam yang menekankan spiritual di samping kebudayaan yang beragam. Di Indonesia, Islam sebagai tradisi besar mengalami proses transformasi intelektual Islam terhadap suatu kebudayaan dan struktur kemasyarakatan yang telah terpola sebelumnya. 44 Suatu bangsa yang telah mencapai rasa kesadaran diri di bidang budaya dan sejarah pasti akan mampu mengubah keadaannya yang dekadensi mental dan spiritualnya, menjadi keadaan yang penuh kreatifitas moral, spiritual, dan sosial.45 Menurut adalah “bahwa agama bernilai mutlak, tidak berubah menurut perubahan waktu dan tempat, tetapi budaya sekalipun yang berdasarkanan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sementara kebanyakan budaya berdasarkan agama, namun tidak pernah terjadi sebaliknya, yaitu agama berdasarkan budaya”.46 Apa yang dikatakan. Majid sesuai dengan tradisi keberagamaan masyarakat Minang yang berdasarkan “adat basandi sara, sara basyandi kitabullah”. Pertemuan agama dan budaya memberikan warna baru bagi Islam di Indonesia. Begitu juga Azra menyebutkan, bahwa kekhasan corak, budaya, dan ekspresi Islam, seperti terlihat di Minangkabau, inilah yang pada gilirannya membentuk apa yang disebut Islam lokal, ketika sudah kuat ditandai dengan ketaan kepada Allah SWT, maka akan tersingkir dengan sendirinya hal- hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, serta muncul beragam bentuk warna Islam lokal di Nusantara, namun berbeda kalau dibandingkan dengan corak dan ekspresi Islam yang berkembang diwilayah asalnya di Tanah Arab atau Timur

42Bundo kanduang dalam kultur Minangkabau hanya memiliki kekuasaan kedalam, yang istilah dengan ”bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang”, kekuasaan mereka hanya sebatas rumah gadang. Bundo kanduang di Minangkabau pemelihara dan pemegang harta kekayaan kaumnya, namun perempuan lebih di nilai sebagai lambang atau simbol pengayoman. Meskipun bundo kanduang dalam masyarakat Minangkabau pemegang hak atas harta kekayaan namun mereka tidak memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan. Hak dalam pemeliharaan, pengembangan dan pengelolaan harta pusaka di serahkan kepada laki-laki atau mamak, maka dalam kulur Minang perempuan tidak memiliki kekuasaan, dalam sistem matrilineal ini hanya menunjukkan bagi penentuan garis keturunan. Tsuyoshi Kato, Social Change in A Centrifugal Society: Minangkabau of West Sumatera, Thesis, Cornel University, 1977 43Evelyn Blackwood “Representing Women: The Politics of Minangkabau Adat Writings”, The Journal of Asian Studies, Vol. 60, No. 1 (Feb., 2001), pp. 125-149. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/2659507 (Accessed: 17-05-2018) 44Syamsul Arifin dkk., Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan, (Yogyakarta: SIPRESS, 1996), h. 50-1. 45Ali Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, (Jakarta, CV Rajawali,1984), h. 146. 46Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi Dan Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta; Dian Rakyat, 2010). Cet.IV. h. 37. 8

Tengah.47 Maka sikap kaum sufi Nusantara yang toleran ini memberikan keberhasilan penyebaran Islam di Nusantara. Namun di Minangkabau pernah terjadi pergolakan keagamaan, yang ditandai adanya gerakan Padri. Kemudian terjadinya Perang Padri (1821-1838) itu merupakan suatu bentuk perlawanan orang Minang dengan bangsa Belanda.48 Dan juga salah satu toko pemimpinnya adalah Tuanku Imam Bonjol49 seorang "pahlawan nasional" resmi dari awal abad ke-19, di samping itu, sejarah jihad melawan maksiat, bid’ah, khurafat, takhayul. Dobbin, menyimpulkan pergolakan itu bukan karena faktor konflik antara pemuka agama dan kaum adat (penghulu / kepala adat),50 tetapi itu berdasarkan faktor ekonomi, namun berbeda dengan kesimpulan dari Schrieke, peneliti Belanda, yang mengatakan bahwa pergolakan keagamaan di Minangkabau dilatarbelakangi atas kondisi sosial masyarakat yang disebabkan konflik adat dan agama (ulama). Memang daerah perdalam Minangkabau terjadi pergolakan antara pemuka agama dan pemangku adat, karena lemahnya kekuasaan raja di Pagaruyung Batusangkar saat itu, meskipun pemangku adat sudah beragama Islam, tetapi kebiasaan buruk nenek moyangnya belum juga ditinggalkan sepenuhnya. Berbeda dengan di Pagaruyung, di Ulakan tetap teguh untuk mempertahankan keagamaannya. Ketika kondisi pasca perang Padri di Ulakan, Pariaman, menurut Suryadi, di tahun 1920-an gerakan Padri masuk ke wilayah pantai Barat Sumatera, adanya Syekh Daud Sunur, yang salah seorang pembawa ide gerakan Padri di daerah pesisir pantai Pariaman, terlihat pada dua karya syair nya yaitu syair rukun haji dan syair sunur. Sampai berakhirnya perang Padri yang berorientasi pada pembaharu itu namun kondisi masyarakat Ulakan masih cukup teguh untuk mengamalkan keagamaan di Ulakan yang berpaham Tarekat Syathariyah. Dan walaupun sudah ada ulama rantau atau Pariaman yang belajar

47Fachri Syamsuddin, Pembaharuan Islam di Minangkabau Awal Abad XX, Pemikiran Syekh , Syekh , dan Syekh (Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2006), 5. ; Lihat juga Azyumardi Azra, Jaringan Ulama…, h. xix. 48Christine Dobbin, “Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of the Nineteenth Century”, Modern Asian Studies, Vol. 8, No. 3 (1974), pp. 319 diakses dari http://www.jstor.org/stable/311737 (Accessed: 17-05-2018) 49Jeffrey Hadler, “ A Historiography of Violence and the Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and the Uses of History”, The Journal of Asian Studies, Vol. 67, No. 3 (Augustus., 2008), 971, Diakses dari http://www.jstor.org/stable/20203431, (Akses: 26-04-2018). 50Jeanne Cuisinier, “La guerre des Padri (1803-1838-1845)”, Archives de sociologie des religions, 4e Année, No. 7 (Jan. - Jun., 1959), pp. 70-88. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/30120040 (Accessed: 17-05-2018) 9

kepada kaum muda di darek51, sehingga menunjukan kekritisannya, namun tidak mampu meruntuhkan otoritas pusat Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman. Oleh karena itu, ide pemurnian agama yang dilakukan kaum Padri mengalami kesulitan.52 Sekarang pun sulit masuknya paham-paham dari luar, sehingga masih dominasi keagamaan masyarakat di Ulakan, Pariaman. Sekarang keagamaan di Ulakan, Pariaman, tidak terlepas juga dari pengaruh ajaran Burhanuddin yang dikembangkan dan dijaga oleh tuanku-tuanku di Ulakan, Pariaman. Syekh Burhanuddin di Ulakan mengembangkan ajaran keTuhanan yang berasal dari gurunya Al-Sinkili> yang tertuang dalam kitab Tahqiq itu mengenai keTuhanan yang berkaitan mengenai iman dan tauhid. Iman merupakan hal utama mesti dipelajari dan merupakan kajian setiap pemula yang akan memasuki pengajian tarekat. Sedang tauhid adalah pangkal dari iman. Dalam kajian Syathariyah, tauhid diuraikan dalam bentuk kajian sifat dua puluh dan paham al-insan al-kamil (manusia sempurna),53 yang terdapat di dalamnya membahas masalah hati, kejadian manusia, akhlak maupun ritual zikir54. Pemikiran dan ajaran seperti itulah yang masih diajarkan oleh guru ke murid yang mengaji di surau-surau atau pesantren di Ulakan, Pariaman, hal ini dibenarkan oleh Tuanku Garegeh di Ulakan, yang mengatakan “ bahwa dulu kami mempelajari dan mengkajinya kitab Tahqiq,55 yang di dalam kitab itu terdapat ajaran tasawuf, yang berupa pandangan mengenai Tuhan, alam dan manusia.56 Jadi, di Ulakan, Pariaman sekarang, yang menjadi penerus ajaran Tarekat Syathariyah adalah tuanku-tuanku.57 dalam bukunya Ayahku juga menjelaskan“ yang memimpin gerakan tasawuf di Ulakan ialah murid-murid Syekh Burhanuddin, atau yang menerima khalifah dari padanya.58 Tuanku di

51Darek adalah daerah dataran tinggi di Minangkabau, dulu termasuk sebagai pusat pemerintahan kerajaan Pagaruyung, di antaranya Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, Luhak Limo Puluh Kota. 52Suryadi, Syair Sunur, Teks Dan Konteks ‘ Otobiografi’ Seorang Ulama Minangkabau Abad Ke-19, (Padang: YDIK & Citra Budaya, 2004), h. 104. 53Al-ji>li>, al-Insa>n al-Ka>mil fi Ma’rifah ‘al-Aw>akhir wa al-Awa>’il (Ba>irut: Dar Al-Fikr, 1975) Jilid II, 74. 54Lihat, Duski Samad, Tradisionalissme Islam Ditengah Modernisme…, h. 151 55Tahqiq, merupakan kitab tasawuf yang ditulis tangan oleh Syekh Burhanuddin Ulakan, yang berupa ringkasan dari kitab-kitab taswuf di abad pertehan seperti al- Ghazali, al-Qusyairi, Ibn ‘Arrabi, Ibnu Atha’ Illah dll. Sekarang kitab Tahqiq ini, terletak di surau Gadang Tanjung Medan, yang dijaga oleh Khalifah Tuanku Kuning. Kitab ini hanya bisa dilihat namun tidak bisa dibawa atau dipinjam. 56Tuanku Garegeh, Seorang tokoh agama yang juga pernah mengaji di surau Syekh Burhanuddin Tanjung Medan. Wawancara Lansung, 11 Februari 2019. 57Wawancara Pribadi dengan Tuanku Aminuddin di Ulakan, pada Tanggal 5 Februari 2019. 58Hamka, Ayahku, (Jakarta : Pernebit Umuminda, 1967). 10

Ulakan, Pariaman, sangat dihormati masyarakat. Masyarakat memandang tuanku adalah orang yang alim (orang yang memiliki ilmu atau orang yang mengetahui seluk beluk agama). Jadi Tuanku tempat bertanya bagi masyarakat kalau ada persoalan dalam hidup mereka. Dengan itulah masyarakat mendapat solusi yang akan nantinya bisa juga pengobat hati yang tengah gundah. Dengan itu Tuanku merupakan seorang yang disegani dan dihormati di wilayah Ulakan, Pariaman. Ulakan salah satu daerah bagian pesisir yang ada di Sumatera Barat.59 Sistem pemerintahan nagari pasca Otonomi Daerah menjadi struktur pemerintah terendah setingkat desa pada provinsi lain. Jadi di Ulakan dikepalai oleh seorang Wali Nagari. Setingkat dengan Wali Nagari, ada Kerapatan Adat Nagari (KAN). Lembaga ini diisi oleh para penghulu atau kaum adat, perwakilan dari kaum- kaum yang ada di Ulakan, Pariaman. Adat istiadat setempat merupakan bagian yang dibicarakan di kantor KAN. Ulakan suatu daerah yang terdapat di Kecamatan Ulakan Tapakis, yang merupakan tempat tokoh ulama besar Minangkabau yakni Syekh Burhanuddin dimakamkan, serta menjadi pusat bermulanya Tarekat Syathariyah dikembangkan. Sekarang di pemakaman Syeikh Burhanuddin telah menjadi sebuah ritual keagamaan yang sangat menarik bagi wisata religius setiap tahunnya seperti pergi ber-Safar ke Ulakan. Sedangkan bagi penganut Tarekat Syathariyah, ritual-ritual tersebut merupakan sesuatu yang sakral. Pratek keagamaan kaum Tarekat Syathariyah sudah mengalami perkembangan, karena ditandai dengan adanya apratek keagamaan baru setelah syekh Burhanuddin wafat. Maka, munculah dinamika praktek keagamaan dari Tarekat Syathariyah yang berkembang sekarang. Awalnya, ada 20 macam pratek keagamaan yang berkembang di kalangan Tarekat Syathariyah, sesuai apa yang ditulis Tuanku Amir matan Qadhi di Ulakan, ada 20 keagamaan oleh Syekh Burhanuddin. Keagamaan ini bersumber dari kitab Ta>J al-URu>s tidak mengenal siapa pengarangnya. Kitab yang hanya ditulis dengan tulisan tangan. keagamaan Syekh Burhanuddin tersebut seperti, beribadah atau beramal dengan menggunakan mazhab Imam Syafi’i, Berpuasa dengan rukyah hilâl (melihat anak bulan), khotbah Jum’at dan dua hari raya dengan menggunakan berbahasa Arab.60 Keagamaan sebagaimana disebut di atas hampir diketahui dan dikembangkan oleh tuanku dan murid-muridnya yang punya hubungan dengan di Ulakan atau menganut Tarekat Syathariyah. Akan tetapi, sampai sekarang praktek-praktek keagamaan yang mengalami penambahan dan dihubungkan atau disandarkan dengan atas nama Syekh Burhanuddin, pada hal itu tidak, praktek keagamaan itu adalah shalat sunat buraha, memperingati hari kematian dengan mengadakan pengajian, doa,

59https://www.PadangPariamankab.go.id/index.php/component/search/?searchwor d=Ulakan&searchphrase=all&Itemid= 102 (Akses 30 April 2018). 60Lihat, Duski Samad, “Syekh Burhanuddin , Ulakan (1646 – 1704), Tarekat, Kultus dan Tuanku”, Surat kabar Metropos Pos Padang (Padang), Februari 2010, h. 10. 11

dan zikir di rumah kematian dengan mulai, hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-40, hari ke-100. Kemudian shalat qadha, maulid Nabi Muhammad SAW dengan berzdikir sehari semalam,61 menghadiahkan pahala tahlîl pada orang tua dan guru, ber-Safar pada hari rabu setelah tanggal 10 Safar setiap bulan” Safar.62 Di samping adanya perubahan dan penambahan dari ajaran tarekat Syathairyah itu, ada komunitas lain berpendapat pratek-pratek keagamaan tarekat tersebut merupakan pratek keberagamaan kompromistik, dan tidak jarang diklaim sebagai perbuatan bid’ah, karena tidak ada landasan yang jelas dari perilaku spritual keagamaannya. Maka dari itu komunitas ini cenderung untuk membrantas pratek keagamaan mistis yang seperti itu. Kelompok tersebut disebut kelompok muslim puritanis,63 namun dari sisi lain, ada yang berpendapat bahwa pratik seperti itu dianggap sah-sah saja dalam keagamaan. Maka seperti perihal “shalat sunnah burha” tadi bukanlah “sesat” (heterodox) melainkan tidak lumrah dilakukan (unorthodox).64 Tidak dipungkiri hingga saat ini masih banyaknya masyarakat Ulakan, Pariaman melakukan ritual ibadah keagamaan tarekat tersebut. Memang, tujuan doa dalam tarekat bukan hal yang baru praktek keagamaan dengan menggunakan amal-amalan tertentu dalam tarekat, di luar tarekat Syathariyah kerap juga kita jumpai, di mana bacaan do’a, zikir, dan ratib tertentu bila diamalkan diyakini akan memiliki khasiat-khasiat magis (kekebalan dan kesaktian), dan tidak jarang juga bagi syekh-syekh tarekat menggunakannya dalam melawan kekuasaan penjajahan Belanda.65 seperti di tarekat Naqsabandiyah di Sulawesi dan Lombok yang khasiatnya berfungsi untuk

61Salah satu hal yang menarik adalah tentang tradisi Maulid Nabi Saw. yang berlangsung setiap tahun. Tradisi keagamaan itu dilakukan di Ulakan selama 3 bulan dan masing masing Jorong bergiliran untuk melakukan serimonial Maulid Nabi Saw, itu diadakan disurau surau yang ada di masing-masing Jorong. Ada pun dari kegiatan itu masyarakat bersama-sama membuat lemang (banbu yang berisi nasi ketan dicampur santan), membuat nasi dan lauk, dan kue kue yang semua itu diantarkan ke surau. Dengan semaraknya masyarkat Ulakan berbondong bodong menuju surau. Maka dari kegiatan tradisi keagamaan terebut terlihatlah nilai kebersamaannya dan silaturahimi dalam sosial kemasyarkatan itu terbentuk. 62Duski Samad, “Syekh Burhanuddin , Ulakan ( 1646 – 1704 Tarekat, Kultus dan Tuanku”, Surat kabar Metropos Pos Padang (Padang), Februari 2010,10. 63Maftuh Ebigebriel dan Ibida Syitaba, “Fundamentalisme Islam: Akar Teologis Dan Politis”, Dalam Negara Tuhan:The Thematic Encyclopaedia (Yogyakarta: Sr-Ins Publising, 2004), 555. 64Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan NusantaraAbab XVII-XVIII, (Jakarta : Kencana, 2005), h. 337 65Muhamad Shoheh, “Al-Jawa>hir, Al-Khamsah: Suntingan Teks Dan Terjemahan Disertai Tinjauan Konteks Atas Sejarah Dan Tatacara Ibadah Dalam Terekat Shattariyah Di Banten Abad XVIII”, (Disertasi Universitas Indonesia Jakarta 2015), h. 396-397 12

menangkal rasa sakit, kebal terhadap senjata tajam dan anti peluru. Namun dampak magis dari amalan tarekat bukan merupakan tujuan utama dari suatu tarekat. Menurut Frazer, tidaklah manusia sebagai representasi pembawa misi agama memisahkan dirinya dengan ajaran-ajaran kebudyaan lokal yang bernuansa mistis. Agama adalah sistem kepercayaan, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi manusia.66 Kemudian, keagamaan Tarekat Syathariyah ini menjadi persoalan dalam hubungan tuanku dan kaum adat di Ulakan, Pariaman. Secara sosiologis, tuanku dan kaum adat memiliki perannya masing – masing. Ninik mamak atau penghulu di tengah kaumnya, memegang peran penting bagi anak kemanakannya dan adat istiadat setempat.67 Namun secara realitasnya peran kaum adat lebih terlihat mendominasi penguasaan keagamaan tarekat, ditimbang tuanku sebagai ulama. Bahwa peran kaum adat yang mendominasi terhadap keagamaan itu bisa terlihat pada acara keagamaan seperti ber-Safar dan melihat bulan, karena setiap kegiatan keagamaan yang dilakukan kalangan alim ulama yang perlu dapat dukungan dan legalitas dari ninik mamak atau kaum adat. Maka tidak akan jalan kegiatan keagamaan kalau tidak ada legalitas dari Kaum Adat, sehingga menjadi penentu dalam ritual keagamaan Tarekat Syathariyah. Begitulah realitas yang terlihat di lapangan, perkembangan keagamaan Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman sekarang. Dominasi kaum adat lebih terlihat menonjol, apakah faktor yang menyebabkan persoalan tersebut?. Memang adanya hubungan atau kaitan yang erat antara tuanku, penghulu, cadiak pandai, dalam kehidupan keagamaan masyarakat - Pariaman. Dengan istilah “tigo tali sapili”, atau “tigo tungku sajarangan”, yakni ulama (tuanku atau tokoh agama), ninik mamak (penghulu atau tokoh adat), cadiak pandai (pemerintah), dalam masyarakat tokoh-tokoh tersebut memiliki perannya masing – masing di Minangkabau. Memang, keterkaitan Islam dengan budaya lokal tidak bisa dihindarkan. Maka dengan itu, patut didalami lebih lanjut, persoalan-persoalan adat dan agama di tengah masyarakat Ulakan dalam konteks kekinian. Dinamika masyarakat Ulakan, Pariaman terus berkembang, sementara dunia tarekat pun juga berkembang, di pusat pengembangan Syekh Burhanuddin. Abdullah68, mengatakan bahwa, pusat agama pertama yang dikenal secara historis adalah Ulakan, Syekh Burhanuddin, dianggap sebagai ulama pertama yang menyebarkan Islam di Minangkabau.

66Frazer, JG, The Bough, (New York: Macmillan, 19911), h. 429. 67Wawancara Pribadi Dengan Penghulu Nakodo Sati di Ulakan, Pada Tanggal 5 Februari 2019 68Taufik Abdullah, “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau”, Indonesia, No. 2 (Oct., 1966),1-24, http://www.jstor.org/stable/3350753 (Akses : 26-04-2018) 13

Hal yang berbeda dengan potret kehidupan hari ini. Dalam dunia modern sekarang ini, dimana teknologi informasi dan transportasi sehingga jarak dan waktu tidak lagi menjadi terhambat lagi antara satu tempat dengan tempat yang lain, karena itu, telah mengubah wajah daerah dan wacana berkembang di daerah tersebut. Hal ini tentu saja berbeda dengan wilayah Ulakan pada dekade sebelumnya. Bagi pengikut Tarekat Syathariyah, yang jauh dari pusat pemakaman Syeikh Burhanuddin, datang ke tempat ini sebanyak tujuh kali sama halnya “pergi ke Mekkah”. Pendapat serupa ini berkembang di kalangan pengikut ajaran Tarekat Syathariyah. Karena itu, Nagari Ulakan itu unik dengan keberadaan pusat pengembangan Tarekat Syathariyah. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang keagamaan Tarekat Syathariyah, dalam dinamika peran dan hubungan tuanku dan kaum adat, karena kedua elemen tersebut sangat menentukan perkembangan keagamaan dan adat masyarakat di Ulakan, Pariaman. Sejak zaman Burhanuddin, kuatnya dukungan dan hubungan ulama dan kaum adat serta pemuka masyarakat terhadap misi keIslaman yang dikembangkan di Ulakan.69 Bisa dilihat dari diawali mendirikan mesjid di kampung Koto, sebagai tempat Jum’at dan tempat urusan keagamaan. Dengan menobatkan imam, khatib, labay,70 sebagai persyaratan berdirinya sidang Jum’at, namun pendirian sidang Jum’at ini pun tidak lepas dengan kesepakatan atau dukungan kalangan adat. Dan di samping itu ikut sertanya kaum adat dalam sidang di mesjid dalam menentukan bulan (puasa dan ). Pentingnya peran kaum adat terhadap keagamaan di Ulakan, Pariaman sampai sekarang. Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti mencoba mengkajinya secara mendalam, bagaimana perkembangan ajaran keagamaan Tarekat Syathariyah yang diperankan oleh tuanku sekarang, sebagai kalifah atau penerus dari ajaran Syekh Burhanuddin. Bagaimana hubungan tuanku dan kaum adat, terkait peran

69Kuatnya dukungan kaum adat dan pemuka masyarakat terhadap missi ke- Islaman yang ditebarkan Syekh Burhanuddin ditunjukan oleh kesediaan mereka memberikan lahannya untuk membangun surau dan sekaligus bergotong royong mendirikan surau-surau itu. Atas sponsor dari Idris Khatib Majolelo berdirilah surau pertama yang berfungsi sebagai penyiaran agama, belajar kitab dan juga pengajian anak- anak Tanjung Medan Ulakan dan kemudian disetap jarang berdiri surau-surrau sebagai tempat pengajian orang desawa, tempat ibadah dan pengajian anak-anak. Di samping itu mendirikan mesjid di Kampung Koto, sebagai tempat jum’at dan tampat urusan keagamaan. Dengan menobatkan imam, khatib, labay, sebagai persyaratan berdirinya sidang juma’at, namun pendirian sidang juma’at ini pun tidak lepas dengan kesepakatan atau dukungan kalangan adat. Ini mengindikasikan bahwa hubungan adat dan agama secara harmonis itu bermula di daerah rantau yakni Ulakan. Lihat, Duski Samad, Syekh Burhanuddin Dan Islamisasi Minangkabau, (Jakarta: The Minangkabau Fundation), h.” 69-91. 70Imam, katib, labai, merupakan perpanjang tangan (membantu) Tuanku dalam urusan agama dan adat dalam nagari. Posisi Imam dan Khatib dalam mengurus persoalan di mesjid sedangkan, labai dalam urusan surau atau mushala. 14

tuanku yang didukung adat menjadikan eksistensi Tarekat Syathariyah tetap mapan di Ulakan, Pariaman, sesuai dengan apa yang diyakini dan dipegang selama ini “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Dengan itu bagaimanakah peran tuanku dan kaum adat apakah saling berebut peran antara tuanku dan kaum adat dalam bentuk relasi-kuasa. Oleh karena itu adakah potensi konflik antara Tuanku dan kaum adat di Ulakan, Pariaman? Dengan dasar itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi, bagaimana hubungan peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman.

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan realitas-realitas yang terdapat dalam latar belakang masalah di atas, maka bagaimana kajiaan, mengenai peran Tuanku sebagai ulama tarekat dan kaum adat dalam Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman, dengan itu yang dapat di identifikasi masalah adalah: a. Islamisasi yang dilakukan Syekh Burhanuddin, belum sepenuh dijalankan oleh masyarakat di Ulakan, Pariaman. b. Tuanku sebagai ulama pengembang dan penerus ajaran Tarekat Syathariyah, namun dominasi kaum adat (penghulu suku) lebih menonjol terhadap keagamaan Ulakan di Padang Pariaman. c. Tradisi keagamaan yang dilakukan masyarakat di Ulakan masih menonjolkan acara seremonialnya dari pada aspek keagamaanya kaum Tarekat Syathariyah. d. Kuatnya hubungan peran Tuanku dan kaum adat mejadi sebuah kekuatan terhadap keagamaan jamaah Tarekat Syatariyah Padang Pariaman, namun disisilain paham tradisionalnya sulit untuk menerima pembaharuan dari luar paham mereka.

2. Rumusan Masalah Berdasarkan identifiksi masalah tersebut di atas, maka akan dirumuskan lah masalah ini, rumusan masalah penelitian adalah bagaimana Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman, khususnya dinamika peran tuanku dengan kaum adat terhadap keagamaan di Ulakan, Pariaman ?. Agar terlihat lebih jelas cangkupan apa yang akan menjadi kajian penelitian ini. Maka ada beberapa poin pertanyaan: 1. Bagaimana perkembangan ajaran dan praktek keagamaan kaum Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman 2. Bagaimana pola dan karakter relasi-kuasa tuanku dan kaum adat terhadap keagamaan di Ulakan, Pariaman 3. Bagaimaman simbiosis mutualisme dan dinamika peran tuanku dengan kaum adat dalam kehidupan keagamaan Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman.

3. Batasan Masalah

15

Dalam permasalahan ini, penelitian akan dibatasi, karena mengingat begitu luasnya daerah Padang Pariaman, maka peneliti membatasi waktu dan tempatnya dengan mengambil daerah-daerah yang sentral dan juga memadai untuk mewakilinya. Daerah Ulakan Tapakis; Tanjung Medan dan Kabun Tapakis, di luar Ulakan; Pakandangan, Lubuk Puar, Sungai Sarik, itu merupakan daerah-daerah sebagai tempat berkembangnya keagamaan Tarekat Syathariyah. Sedangkan Ulakan Tapakis sebagai tempat melihat berlangsungnya hubungan tuanku dan kaum adat yang mejadi fokus penelitian ini. Maka yang menjadi pokok masalah penelitian ini adalah kajian Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman yang terkait dinamika hubungan dan peran tuanku dengan kaum adat dalam keagamaan di Ulakan, Pariaman.

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan di Ulakan, Pariaman, dengan tujuan penelitian sebagai berikut: a. Menggali perkembangan ajaran dan praktek keagamaan kaum Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman b. Menganalisis pola dan karakter relasi - kuasa tuanku dan kaum adat di Ulakan, Pariaman c. Menganalisis simbiosis mutualisme dan faktor terjadinya dinamika peran tuanku dengan kaum adat dalam keagamaan Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman

D. Signifikansi Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat sebagai berikut: a. Manfaat Toritis Melalui penelitian ini diharapkan terungkap berbagai masalah yang berkaitan dengan Tarekat Syathariyah, bagaimana hubungan peran tuanku sebagai ulama tarekat dan kaum adat dalam menjaga keagamaan. Ulakan, Pariaman pada akhirnya akan memberikan pencerahan bagi perkembangan keagamaan atau kebudayaan di masyarakat Ulakan, Sumatra Barat di masa akan datang. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan teoritik dalam mengembangkanTarekat Syathariyah dan kaitannya dengan budaya lokal . b. Manfaat Praktis Temuan penelitian ini diharapkan berguna bagi tokoh agama, pemuka adat, tokoh masyarakat, kalangan akademik dan semua pemerhati sosial keagamaan di Ulakan, Pariaman, Sumatra Barat. Yang lebih penting lagi adalah kalangan tuanku sebagai ulama Tarekat Syathariyah, dan kalangan pemimpin adat, agar hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan program masing-masing. 16

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Beberapa penelitian atau kajian yang terdahulu yang masih relevan dan dapat mendukung tulisan ini. Perkembangan pemikiran Islam di Nusantara lebih khusus di Ulakan, Pariaman menemukan momentum nya dengan munculnya polarisasi corak pemikiran keagamaan yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan Minangkabau. Fokus kajian corak mistisime (sufisme) ajaran Tarekat dan tradisi keagamaannya diantaranya; 1. Tayar Yusuf, “Kehidupan Tarekat di Sumatera Barat, Studi Kasus Tentang Basapa di Ulakan”, Disertasi pada Pascasarjana IAIN Jakarta. 1998.71 Penelitian ini menyorot fenomena Tarekat dalam bentuk kegiatan ber-Safar di Ulakan, Pariaman. Terjadinya perkembangan tarekat yang pesat, sehingga kaum tarekat yang ber-Safar semakin ramai. Kemudian dalam ajaran Syathariyah yang menghormati guru menjadi upaya untuk mendapatkan safaat bagi sang murid. Tayar Yusuf, tentang Basapa di Ulakan – Pariaman, dan walaupun keagamaan ber-Safar menjadi bagian dari membahasan dalam disertasi ini tentunya belum bisa dijadikan ukuran tentang kajian Tarekat Syathariyah, yang kaitannya berhubungan antara tuanku dan kaum adat Ulakan Sumatra Barat. 2. Duski Samad, dalam penelitiannya72 “Tradisionalisme Islam Di Tengah Modernisme : Kajian Tentang Kontinuitas Perubahan dan Dinamika Tarekat di Minangkabau”, membahas juga dengan tantang Tarekat Syathariyah sebagai kaum tradisionalisme yang mengalami dinamika perkembangan dan perubahannya. Dan masih eksisnya tarekat bisa dilihat dari banyaknya kaum tarekat datang ber-Safar ke Ulakan. Penelitiannya lebih fokus pada pembahasan dua tarekat yang memiliki pengikut yang banyak di Minangkabau yakni Syathariyah dan Naqshabandiyah. Kemudian penelitian Duski Samad, belum berbicara banyak tentang keagamaan Tarekat Syathariyah. Sedangkan, disertasi ini lebih memilih kajian khusu tarekat Syathariyah, sehingga dalam penelitian ini kajian Tarekat Syathariyah dibahas secara komprehensif. 3. Oman Fathurahman,73”Tarekat Syattariyyah, Di Dunia Melayu-Indonesia; Kajian Atas Dinamika Dan Perkembangannya Melalui Naskah-Naskah Di Sumatra Barat”, Disertasi Universitas Indonesia Jakarta, 2003, yang fokus pada kajian Tarekat Syathariyah pada naskah-naskah atau kajian filologi

71Tayar Yusuf, Kehidupan Tarekat di Sumatera Barat, Studi Kasus Tentang Basapa di Ulakan (Disertasi pada Pascasarjana IAIN Jakarta. 1998). 72Duski Samad, “Tradisionalissme Islam Di Tengah Modernisme : Kajian Tetang Kontinuitas Perubahan dan Dinamika Tarekat di Minangkabau”, (Disertasi, UIN, Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003). 73Oman Fathurahman, “Tarekat Syattariiyyah, Di Dunia Melayu-Indonesia; Kajian Atas Dinamika Dan Perkembanganya Melalui Naskah-Naskah Di Sumatra Barat”, (Disertasi Universitas Indonesia Jakarta, 2003). 17

yang menyorot dinamika ajaran dan sejarah perkembangan Tarekat Syathariyah, Sumatra Barat, Fathurahman hanya mengungkap bahwa ajaran Tarekat Syathariyah di Sumatra Barat sudah terpengaruh budaya lokal, seperti keagamaan Safar, ajaran tarekat dalam seni “salawat dulang” serta Tarekat Syathariyah sudah tidak mengajarkan “wahdatul wujud”. Penelitian tersebut, belum menyentuh persoalan realitas-realitas (empiris) kontemporer yang perkembangan ajaran dan keagamaan Tarekat Syathariyah saat ini. Tentunya sangat berbeda, karena penelitian oman Fathurahman lebih berdasarkan kajian teks manuskrip Syathariyah dengan pendekatan filologi. 4. Nazar Bakry,74 “Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman, Tinjauan Dari Segi Dakwah”, Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002, penelitian ini terkait bagaimana melihat realitas perkembangan Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman dari segi dakwahnya, dan focus pada materi dan metode dakwahnya. Walaupun secara wilayah di Kabupaten yang sama, namun penelitian ini berbeda dalam aspek yang kajiannya, yaitu menitik beratkan kepada perkembangan ajaran pemahaman dan praktek keagamaan kaum Tarekat. 5. Muhamad Shoheh,75 “Al-Jawa>hir, Al-Khamsah: Suntingan Teks Dan Terjemahan Disertai Tinjauan Konteks Atas Sejarah dan Tatacara Ibadah dalam Tarekat Shattariyah di Banten Abad XVIII”, Disertasi Universitas Indonesia Jakarta 2015. Penelitian ini lebih kepada kajian dari kitab Tarekat Syathariyah yang menjadi pegangan dan amalan untuk mejalankan tasawuf. Al-Jawa>hir, Al-Khamsah nama teksnya, yang berasal dari naskah yang disalin oleh ‘Abd Allah Bin ‘Abd Al-Qahha>r Al-Banta>ni>, pernah bermukim di Mekah dan Madinah selama 3 tahun. hasil dari penelitian ini menunjukkan tiga poin, yaitu, tatacara beribadah, tatacara berzuhud dan tatacara berdo’a. Praktek keagamaan di Banten, yang pastinya ada perbedaan dan kesamaan dengan keagamaan tarekat Syathariyah di daerah lain, yang lebih dipengaruh oleh sosial –intelektual dan budaya lokalnya. Namun dalam penelitian ini memiliki pendekatan yang berbeda yakni pendekatan filologi, kodikologi dan analisa tema, sedangkan dalam disertasi ini, lebih kajian empiris (lapangan), serta daerah yang berbeda dengan di Banten, dibantu dengan data dan sumber teks yang terkait. 6. Firdaus dkk: Sentra-Sentra Tarekat di Minangkabau. Penelitian kelompok pada IAIN Imam Bonjol Padang. 1999/2000.76 Penelitiannya merekam secara

74Nazar Bakry, “Tarekat Syathariyah Di Padang Pariaman, Tinjauan Dari Segi Dakwah”, (Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002). 75Muhamad Shoheh, “Al-Jawa>hir, Al-Khamsah: Suntingan Teks Dan Terjemahan Disertai Tinjauan Konteks Atas Sejarah dan Tatacara Ibadah dalam Tarekat Shattariyah di Banten Abad XVIII”, Disertasi Universitas Indonesia Jakarta 2015. 76Firdaus dkk: “Sentra-Sentra Tarekat di Minangkabau”, (Penelitian kelompok pada IAIN Imam Bonjol Padang. 1999/2000). 18

global pusat-pusat Tarekat di Padang, Painan, Pariaman, dan Batusangkar, berdasarkan kondisi sekarang dengan mengamati fenomena yang nampak di permukaan. Kajian ini masih sangat umum dan belum mendalam, karena mengkaji terhadap wilayah yang luas di tempat-tempat berkembangnya Tarekat. 7. Suryadi, Dalam hasil penelitiannya berjudul “Shaikh Daud of Sunur: Conflict between Reformists and the Shat}t}a>riyyah Su>fi> Order in Rantau Pariaman in the First Half of the Nineteenth Century”,77 ia berpendapat bahwa kuatnya paham Tarekat Syathariyah, sehingga gerakan Padri diparut pertama abad ke-19 sulit untuk di runtuhkan sebagai pusat otoritas keagamaan Ulakan. Namun kajian ini belum menujukan bagaimana kuatnya dukungan kaum adat bagi keberadaan Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman. Lebih lanjut kajian keagamaan dan adat kebudayaan diantara lain: 8. Schrieke, dalam kajiannya terhadap pergolakan keagamaan Islam di Minangkabau, ia menggambarkan pergolakan yang terjadi di Sumatra Barat, dampak dari berbeda cara pandang kaum tua dan kaum muda. Akibat dari “penghakiman” kaum muda terhadap tradisi dan cara pandang kaum tua yang terlarang menurut agama, serta ketinggalan zaman. Schreke juga mengemukakan telaah terhadap fenomena gerakan Padri, dilihat sebagai suatu pergolakan sosial dan intelektual.78 Menurut Taufik Abdullah, dalam kajian “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau”, bahwa, di Minangkabau agama terikatan kuat dengan yang adat istiadat setempat, di samping itu diasumsikan bertentangan dengan hukum Islam. Saya ingin mempertimbangkan di sini sejauh mana konflik "abadi" antara adat dan Islam. Namun, melibatkan seluruh masalah posisi dan fungsi konflik dalam masyarakat Minangkabau.79 9. Adrianus Khatib,80 “Kaum Padri dan Pemikiran Keagamaan di Minangkabau”, Disertasi pada Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1991. Penelitian ini membahas sejarah pertumbuhan, perjuangan dan pergolakan keagamaan di Sumatera Barat dengan titik tekan pada kaum Padri.

77Suryadi, “Shaikh Daud of Sunur: Conflict between Reformists and the Shat}t}a>riyyah Su>fi> Order in Rantau Pariaman in the First Half of the Nineteenth Century”, Journal Studia Islamika, Vol. 8 no. 3, 2001. (Akses 6 November, 2018) 78B.J.O. Schrieke, Pergolakan Agama Di Sumatra Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi , diterjemahkan Soegarda Poerbakawatja (Jakarta: Bhratara, 1973), 8. 79Taufik Abdullah, “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau”, Indonesia, No. 2 (Oct., 1966),1-24, Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3350753, (Akses : 26-04-2018). 80Adrianus Khatib, “Kaum Padri dan Pemikiran Keagamaan di Minangkabau”, (Disertasi pada pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1991). 19

10. Amir Syarifuddin,81 “Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau”, Disertasi pada Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1982. Pembahasan disertasi menyinggung tentang perkembangan pemikiran keagamaan di Minangkabau dengan fokus pada hukum kewarisan Islam dalam hubungan dengan hukum adat Minangkabau. Maka, dari persoalan atau masalah di atas, dapat dijelaskan bahwa, penelitian tersebut di atas pada umumnya masih dalam bentuk studi tentang fenomena perang Padri, pergolakan kaum tua dan kaum muda, yang terkait dengan tradisi adat, kaitan hukum Islam dan adat di Minangkabau. Selanjutnya, masih bersifat umum penelitian tentang Tarekat yang masih eksis dalam masyarakat Sumatra Barat tersebut. Hanya saja, penelitian di atas belum ada membahas tentang Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman terkait dinamika peran tuanku dengan kaum adat terhadap keagamaan di Ulakan, Pariaman, jadi itu lah yang menjadi aspek pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini.

F. Metodologi Penelitian Konsentrasi penelitian ini adalah bagaimana dinamika Tarekat Syathariyah, yang melihat dari segi peran tuanku dan kaum adat di Ulakan, Pariaman, Sumatra Barat dalam upaya untuk menjaga dan penyelarasan agama dan adat. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif82 dengan studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library Search ). Mustika Zed bependapat, walaupun melakukan penelitian lapangan tetap memerlukan penelurusan kepustakaan.83 Menurut Wallen dan Fraenkel, 84 kualitatif sebagai metode yang mengkaji dan menguji bagaimana kualitas hubungan, kegiatan dan situasi terhadap bahan atau objek penelitian tertentu, maka dalam metode kualitatif ini, mengupayakan untuk menggambarkan secara menyeluruh dan terperinci terhadap setiap kejadian atau kegiatan tertentu. Dalam disertasi ini, metode kualitatif digunakan untuk memperoleh pemahaman yang mendalalam terhadap indikator dari beberapa jawaban, yang berkaitan dengan Tarekat Syathariyah dan kaitan dengan kaum adat di Ulakan, Pariaman. Di samping itu, studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengoleksi dan meganalisa data dari sumber-sumber data primer dan sekunder.

81Amir Syarifuddin, “Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau”, (Disertasi pada Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1982). 82Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R &D, (Bandung : Alfabeta, 2011), h. 205. 83 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008) 84Norman E. Wallen, Jack R. Fraenkel, Educational Research: A Guide To The Process, (London: Lawrence Erlbaum Associates, 2001), h. 432. 20

1. Sumber Data Obyek penelitian ini yakni Tarekat Syathariyah dan adat di Ulakan, Pariaman Sumatra Barat, khususnya peran tuanku dan kaum adat dalam praktek keagamaan dalam Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman. Kajian penelitian sejauh mana peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan kaum Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman, maka yang menjadikan sumber data informasi yang bersifat literature atau kepustakaan, observasi dan wawancara. Karena itu, data ada dua macam, yang pertama data primer, yaitu sumber-sumber utama dalam penelitian ini berupa wawancara dan observasi. Wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan yang telah ditentukan yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori wawancara menggunakan sistem snow ball yaitu mencari informasi kunci, kemudian dilanjutkan kepada informan-informan lainya sampai kepada tingkat kejenuhan.85 Informasi di dapatkan dari informan, dari kaum tarekat Syathariyah, tokoh agama, kaum adat, pemerintah serta masyarakat setempat. Kedua data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan yang relevan dengan tema penelitian yang akan dibahas, di banyak literatur, buku yang berkaitan dengan pembahasan, artikel - artikel autoritatif yang ditulis oleh ahlinya, untuk memperkuat analisis empiris dalam menjawab permasalahan penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian ilmiah dibutuhkan data untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Data yang diperoleh harus dari data yang akurat.86 Dengan demikian metode pengumpulan data ini dibagi dua. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literature (book survey), observasi, wawancara. Studi literatur yakni mengumpulkan berbagai bahan dalam bentuk tulisan, buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, tesis, disertasi, manuskrip, majalah, dan literature lainnya. Peneliti melakukan pengamatan terhadap dinamika peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan Jamaah Tarekat Syathariyah. Langkah-langkah yang ditempuh dalam observasi ini adalah: Melakukan observasi umum guna mendapatkan deskripsi umum tentang situasi sosial keagamaan, khususnya kegiatan jamaah Tarekat Syathariyah terhadap praktek keagamaan Sebagai objek penelitian. Melakukan observasi terfokus untuk memperoleh diskripsi yang lebih rinci tentang berbagai komponen atau elemen yang sebelumnya ditemukan dalam observasi umum. Melakukan observasi terseleksi yaitu memilih secara lebih tegas tentang aspek mana yang paling pokok yang akan menjadi perhatian utama peneliti. Setelah itu diputuskan maka peneliti akan melanjutkan dengan pencarian

85H. M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori Dan Praktek, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), h. 130. 86Nawawi et al, Instrument Penelitian Bidang Sosial, (Jokyakarta: Gadjah Mada Press, 2002), h. 42. 21

data lebih lengkap dan mendalam. Di itu samping, peneliti pernah terlibat langsung dalam kegiatan Tarekat seperti ber-Safar, pengajiannya, ziarah. Wawancara mendalam indepth interview guna menghimpun berbagai data secara berkomunikasi langsung. Di samping itu peneliti menggunakan alat recorder sejenis alat perekam, dan alat tulis, serta kamera untuk dokumentasi, sehingga terhimpun data mengenai hubungan dan dinamika peran tuanku dengan kaum adat dalam keagamaan Tarekat Syathariyah. Beberapa tokoh yang diwawancarai seperti Tuanku, kaum adat (tokoh adat), tokoh masyarakat, pemerintah setempat dan masyarakat setempat. Wawancara terbuka atau tidak terstruktur, menurut Moleong87 bahwa peneliti diberi kebebasan untuk berbicara secara luas dan dalam. Adanya pertanyaan luaran dan pertanyaan pendalaman yakni dalam bentuk dua jenis pertanyaan. Maka pertanyaan luaran adalah pertanyaan yang bersifat umum dan tidak menggali informasi secara mendalam, sedangkan pertanyaan pendalaman digunakan untuk menggali informasi yang mendalam sampai ke makna dan arti yang terkandung dalam terkait masalah yang diteliti. Sehingga penelitian kualitatif ini untuk mendapatkan data yang penuh makna, tentu sebaiknya digunakan wawancara terbuka atau wawancara tak terstruktur yang dapat secara leluasa menggali data yang komprehensif dan sedalam mungkin, sehingga pemahaman yang didapatkan oleh peneliti terhadap fenomena yang ada sesuai dengan pemahaman para pelaku itu sendiri. Namun peran peneliti sebagai instrumen utama yang tidak selalu terfokus pada panduan wawancara semata.

3. Teknik Analisis Data Sesuai sifat penelitian kualitatif yang berusaha melakukan pengkajian dari sumber data (informan) maka analisis data penelitian digunakan dalam dinamika peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman, yaitu pengolahan data dengan tidak memakai angka dan prosentase. Setelah data yang diperlukan terkumpul, berdasarkan atau sesuai dengan teknik pengumpulan data, maka kemudian penulis menganalisisnya dengan cara mengelompokkan data-data (klasifikasi) berdasarkan jenisnya, menghubungkan data yang satu dengan data yang lain, dan menginterpretasikan data-data itu tetunnya tidak mengabaikan kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian kualitatif. Selain itu, peneliti dalam menganalisis data menggunakan penelitian kuantitatif yang mengutamakan pengumpulan data untuk membuktikan dan mendukung suatu teori yang telah dibangun terlebih dahulu. Dengan kata lain penelitian kualitatif membangun teori atau abstraksi dari bahwa ke atas, dari data

87Moleong, L. Y, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) 22

yang semua berserakan dimana-mana yang saling berhubungan88 Terkait penelitian ini peneliti menggunakan teori sosiologi Max Weber, sebagai alat untuk menganalisa objek dalam penelitian ini.89 Dalam peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan Tarekat Syathariyah. Maka apakah tuanku dan tokoh adat merupakan legitimasi ketokohannya berasal dari otoritas tradisionalkah atau otoritas karismatik. Kalau status yang disepakati berdasarkan hukum adat berarti tradisional. Namun kalau Karismatik indikasinya disegani, kesalehan individunya atau kuat pengaruhannya ditengah masyarakat. Tipe ideal tindakan sosial ada empat,90 tindakan rasional organisatoris (instrumental), tindakan rasional religius (nilai), tindakan emosional dan tindakan tradisional, namun dalam penelitian ini peneliti mengambil tiga tipe saja, ini untuk melihat gerakan Tarekat Syathariyah di Sumatra Barat, apakah tergolong tindakan rasional, emosional atau tradisional. Dan penelitian ini menggunakan teori Foucault,91 dalam hal menganalisis persoalan hubungan relasi-kuasa antara tuanku dan kaum adat di Ulakan,

88Pembahasan lebih luas tentang metode induktif dan deduktif dapat dibaca Dagobert D. Runes, Dictionary Of Philosophy, (Newyersey: Littlefieed, Adam & Co, 1975), h. 146. 89Max Weber, The Theory Of Social And Economic Organization-Translated by a. M. Henderson and Talcott Parsons Edited With An Introduction By Talcott Parsons, (New York, The Free Press, 1947), h. 115, 328. 90Max Weber sebagai pakar sosiologi menjelaskan bahwa suatu tindakan individu yang memiliki makna yang bersifat subjektif untuk dirinya dan diperuntukan kepada tindakan individu yang lainnya. Walaupun tindakan sosial bisa berupa tindakan yang bersifat subjektif namun, bisa juga terjadi disebabkan oleh pengaruh positif yang berasal dari situasi tertentu. Akan tetapi, tindakan dapat terulang kembali secara sengaja sebagai bentuk akibat dari suatu pengaruh keadaan yang sama berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu. Weber membagi tindakan sosial manusia ke dalam 4 tipe, yang pertama, tindakan rasionalitas organisation, suatu tindakan sosial yang tindakanya dilakukan berdasarkan atas pertimbangan dan juga pilihan secara sadar atas dasar tujuan tindakan dan ketersediaan suatu alat yang digunakan serta pertimbangan yang matang untuk dapat memperoleh tujuan tersebut. Kedua tindakan rasional religion, sebagai tindakan rasional nilai mempunyai sifat bahwa alat yang ada hanya merupakan suatu pertimbangan dan juga perhitungan secara sadar, dan sementara untuk tujuannya telah ada di dalam suatu hubungan dengan suatu nilai individu yang bersifat absolut. Ketiga , tindakan emosional, tipe tindakan ini lebih membawa perasaan atau emosi tanpa perencanaan yang sadar. bahwa tindakan ini bersifat spontan, tidak rasioanal, dan juga merupakan suatu ekspresi emosional atau individu. Tindakan ini umumnya terjadi atas rangsangan dari luar yang sifatnya otomatis. Keempat, tindakan tradisional, dalam tindakan ini, seseorang memperlihatkan suatu perilaku tertentu yang disebabkan karena kebiasaan yang dimiliki dari nenek moyang, tanpa perencanaan. Lihat, Max Weber: The Theory Of Social And Economic Organization…, h. 1947, 115. 91Michael Foucault, Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings. trans C. Gordon et.al., (New York: Pantheon Random House, 1980), h. 156, lihat juga, 23

Pariaman. Sebuah konsepsi tradisional seperti halnya yang dijelaskan teori-teori Marxis, bahwa kuasa sebagai sesuatu yang secara fundamental terkait dengan negara kemudian hanya dimiliki oleh sekelompok kecil orang. Paham monolitik atas kuasa ini dikritik Foucault, sebab menurut Foucoult hal tersebut membuat menutup mata terhadap praktik kuasa yang dilakukan oleh beraneka ragam aktor dan kekuatan sosial. Kemudian melupakan usaha untuk menganalisa strategi- strategi resistensi terhadap kuasa. Jadi Foucault memiliki pemahaman kuasa (power) yang berbeda, bahwa dengan tidak menempatkan kuasa tidak sebuah negara saja atau sebagai suatu pemilikan di tangan Negara secara monolitik. Foucault berpendapat, bahwa “saya tidak bermaksud mengatakan bahwa Negara itu tidak penting; namun saya hanya hendak mengatakan bahwa relasi-relasi kuasa - melampaui batas-batas kekuasaan negara”. Maka kuasa secara lebih luas di seluruh masyarakat ketimbang yang kita sadari, tegas Foucoult. Dalam interaksi sosial, kuasa dianggap sebagai sebuah sosok yang selalu ada. sehingga kuasa ada di mana-mana dan siapapun bisa menjalankannya, begitulah teori relasi kuasa yang dibangun oleh Foucault.

4. Pendekatan yang Digunakan Penelitian kualitatif merupakan metode pemahaman dan penghayatan yang mendalam terhadap sesuatu gejala sosial, kultural dan psikologis.92 Di samping itu, penelitian Tarekat Syathariyah ini, merupakan kajian tasawuf, tentunya untuk melihat bagaimana ajaran dan paham keagamaannya yang berkembang sekarang. Kemudian, hubungan peran tuanku sebagai ulama Tarekat Syathariyah dan kaum adat dalam keagamaan di Ulakan, Pariaman. Maka dalam disertasi ini, Adapun pendekatan sosial-historis merupakan pendekatan yang setiap produk pemikiran pada prinsipnya terjadi atas hasil interaksi pemikiran dengan lingkungan sosial, budaya dan politik yang mengitarinya.93 Dalam pendekatan historis itu merupakan kajian yang menginterpretasikan terhadap rekam jejak dari aktivitas kehidupan manusia dan masyarakat pada masa lampau yang bertujuan untuk mengembangkan

Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke 20, (Yogyakarta: Mizan, 2005), h. 40 92Vredenbregt, J., Metode dan Tekhnik Penenlitian Masyarakat, (Jakarta, Gramedia, 1984 ), h. 17. Dalam sebuah penelitian kualitatif sebagai bentuk perangkat interpretative terhadap fenomena sosial. Kemudian penelitian kualitatif banyak menggunakan disiplin secara terpisah, maka dalam penelitian kualitatif menggukan semiotic, narasi, isi, diskursus, arsil, analisis fenotik bahkan menggunakan statistic. , teori dan paradigma penelitian sosial: Dari Denzin Guba Dan Penerapannya, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogyakarata, 2001), 8. 93Kamaruzzaman, Relasi Islam Dan Negara, Perspektif Modernis Dan Fundamentalis, (Magelang: Indonesia Tera, 2001), h. 10 24

pemahaman, tidak hanya masa lalu tetapi juga masa sekarang.94 Jadi pendekatan tersebut, melihat masalah perkembangan ajaran dan paham keagamaan Tarekat Syathariyah tentunya, Dan kemudian pendekatan sosial, dalam hal ini teori sosial Max Weber dan Foucault, untuk melihat Bagaimana hubungan dan peran tuanku dan kaum adat, antara “apa yang diyakini sebagai kebenaran” “dengan apa yang mengitari diri” tentu dinamika sosial memberikan bentuk dan iramanya tersendiri, serta sebaliknya seberapa jauhkah dinamika hubungan kedua hal itu.95 Kajian ini, mempergunakan pendekatan etnografi, yaitu serangkaian prosedur penelitian yang bertujuan mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan pola perilaku, keyakinan, dan bahasa suatu kelompok budaya tertentu. Beberapa pakar memperluas setting penelitian etnografi yang tidak hanya terfokus pada sekelompok masyarakat tetapi dapat juga dilakukan pada organisasi dan bahkan tim dalam kelompok.96 Melalui pendekatan etnografi akan dibahas terkait cara berpikir orang Minang karena Ulakan, Pariaman termasuk wilayah Minangkabau, hidup dan perilakunya, serta bagaimana mereka memandang kehidupan keagamaannya. Untuk lebih memperdalam pembahasan terkait hubungan antara agama dan adat Minang.

G. Sistematika Penulisan Guna mendapatkan gambaran global tentang isi dari buku ini, maka saya mebaginya menjadi enam bab, disertasi ini disusun dengan sistematika antara lain: Bab pertama, pendahuluan. Berisikan latar belakang masalah, permasalahan; identifikasi masalah, perumusan dan perbatasan masalah. Kemudian tujuan penelitian, manfaat penelitia, penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitia, sistematika penulisan. Bab kedua, menjelaskan tasawuf dan tarekat dalam Islam, membahas tasawuf yang terkait diskursus tasawuf, macam-macam corak tasawuf. Sedangkan tarekat mengkaji dikursus tarekat, tarekat dalam konteks sejarah dan ajaran tarekat (mursyid, murid, wirid, talkin, baiat, sisilah, adab). Kemudian, Tarekat Syathariyah; asal-usul Tarekat Syathariyah, Tarekat Syathariyah di Nusantara. Bab ketiga, membahas tentang Tarekat Syathariyah di Minangkabau. Baik mengenai masuk dan berkembangnya Tarekat Syathariyah di Minangkabau lanjut masuknya tarekat di Minangkabau; berkembangnya tarekat di

94Donald V. Gawronski, History: Meaning and Method (Illinois: Scott, Foresman, and Company, 1969), 3. lihat Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta, Ghalia Indoinesia, Cet, III, 1988), h. 55. 95Taufik Abdullah, (ed), Agama Dan Perubahan Sosial, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1996 ), h. v-vi. 96Agusti Nusbandur, Penelitian Kualitatif-Metodologi, Desain, Dan Teknik Analisis Data Dengan Nvivo 11 Plus, ( Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016). 25

Minangkabau dan daerah sentral Tarekat Syathariyah di Minangkabau. Tarekat Syathariyah dan keagamaan di Minangkabau yang mengulas corak keagamaan di Minangkabau, tarekat dan tradisi keagamaan di Minangkabau. Tarekat Syathariyah dan adat di Minangkabau terkait adat di Minangkabau serta mengenai tarekat dan adat di Minangkabau. Kemudian, disinggung juga Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman, lebih khusus tarekat dan keagamaan di Ulakan, Pariaman, tarekat dan adat di Ulakan, Pariaman. Bab keempat, dalam bab ini akan di gali juga hakikat tuanku dan kaum adat dalam keagamaan di Padang Pariaman. Diawali dengan pembahasan Tuanku, termasuk pengertian tuanku, pemikiran tuanku, peran tuanku. Sedangkan terkait kaum adat akan di singgung juga pengertian kaum adat, peran kaum adat. Yang terakhir mengenai Keagamaan di Padang Pariaman. Bab kelima adalah yang terakhir yang akan menjelaskan mengenai pokok pembahasan mengenai hubungan peran tuanku dan kaum adat dalam dinamika keagamaan di Ulakan, Pariaman. Dimulai dengan menjelaskan integrasi adat dan keIslaman masyarakat. Di gambarkan juga pengaruh Tarekat Syathariyah bagi keagamaan Ulakan, Pariaman. Tuanku dan kaum adat dalam menjaga tradisi keagamaan di Ulakan, Pariaman. Kemudian pembahasan simbiosis mutualisme dalam hubungan peran tuanku dan kaum adat dalam keagamaan di Ulakan, Pariaman. Diakhiri pembahasan tentang relasi-kuasa dalam kepemimpinan tuanku dan kaum adat dalam keagamaan di Ulakan, Pariaman Bab keenam, penutup. Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran, yang berisikan hasil dari penelitian terhadap persoalan yang diteliti, sedangkan saran berisikan tentang masukan terhadap instansi yang terkait, maupun tawaran pada konsep perkembangan keilmuan tasawuf dan tarekat.

26

Tabel 1 Pendekatan Penelitian

Vredenbregt, J.- Historis Perkembangan Pemhaman Sosial Masa Lalu Dengan Sekarang Max Weber-Peran Sosial (Tindakan Sosial) 1. Tindakan rasionalitas organisasi 2. Tindakan rasional religion 3. Tindakan emosional 4. Tindakan tradisional Foucault - Sosial Politik (Relasi –Kuasa) Interaksi Sosial Kepemimpinan

Etnografi – Kebudayaan (Cara Pandang Masyarakat)

teori penelitian 1. Perkembangan Pemahaman 2. Tindakan Sosial (Rasional Religion, Emosional, Tradisional) 3. Interaksi Sosial Kepemimpinan27 4. Kebudayaan/cara pandang masyarakat

Tabel 2 Kerangka Penelitian

Latarbelakang Masalah 1. Tasawuf dan Tarekat 2. Syathariyah Nusantara 3. Syathariyah di Padang Pariaman 4. Agama dan Adat Minangkabau 5. Dinamika Keagamaan Syathariyah di Ulakan, Paraman 6. Dinamika hubungan Tuanku dan Kaum Adat Di Ulakan, Paraman

Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana Tarekat Syathariyah di Padang Pariaman, khususnya dinamika peran tuanku dengan kaum adat terhadap keagamaan di Ulakan, Pariaman ?. Maka secara spesifik ada beberapa poin pertanyaan: 1. Bagaimana perkembangan ajaran dan praktek keagamaan kaum Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman 2. Bagaimana pola dan karakter relasi-kuasa tuanku dan kaum adat terhadap keagamaan di Ulakan, Pariaman 3. Apakah faktor pendukung dinamika peran tuanku dengan kaum adat dalam kehidupan ajaran keagamaan Tarekat Syathariyah di Ulakan, Pariaman.

Metode Penelitian

Subjek penelitian

Kerangka Teori Pendekatan 1. Perkembangan Pemahaman Sosial, historis, dan ednografi 2. Tindakan Sosial (Rasional Religion, Emosional, 28 Tradisional) 3. Interaksi Sosial Kepemimpinan 4. Kebudayaan/cara pandang masyarakat

Objek Penelitian

Tuanku dan kaum adat terhadap keagamaan Syathariyah di ulakan, pariaman

29