Prof.Dr. H. Abd. Rahim Arsyad, M.A. EDISI REVISI

Dawal Femikin dan Ajaran -3 3 Anre Gurutta K.H.Abd RahmanyAmbo Dalle Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang: memindahkan Dilarang memperbanyak atau sebagian kedalam bentuk tertulis atau seluruh isi buku ini apapun tanpa ijin dari penerbit

All Rights Reserved

Dakwah, Pemikiran dan Ajaran Dalle Abd. Rahman Ambo Anre Gurutta K.H.

Penulis M.A Prof. Dr. H. Abd.Rahim Arsyad,

Editor Dr.H.Sudirman L, MH.I Rahinm, M.Th.I Muhammad Rafiiy

Letak: dan Tata Desain Cover M.M Akmal Ibrahim, S.Kom,

Revisi 2020. Edisi Pebruari Cetakan ke 2, Agustus 2017 Cetakan ke 1,

Percetakan: Bandung Pameun8peuk, Mujahid Press Kunci, Bojong No. 6, Tambakan Jln. Jawa Barat 40376

ISBN: 978-979-762-584-9

18 Penerbit: No. Buah Pena Publishing Blok B2 91132 Soreang Indalh Selatan. Pondok BTN ,

Soreang, Kec,

DAKWAH, PEMIKIRAN KEISLAMAN DAN AJARAN

ANRE GURUTTA H. ABD. RAHMAN AMBO DALLE

Prof. Dr. H. Abd. Rahim Arsyad, M.A

Editor

Dr. H. Sudirman L . M. H

Muhammad Rafi’iy Rahim,M. Th.I

KATA PENGANTAR

الحمد هلل كافى المهمات وكاشف المدلهمات ، والصالة والسالم على أشرف المخلوقات ، سيدنا محمد وعلى آله وصحبه والتابعين ، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين . Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Yang telah memberikan Inayah dan Taufiq kepada penulis sehingga buku tentang Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dapat diselesaikan. Buku ini ditulis atas dorong oleh teman-teman khususnya warga DDI. Dan dorongan/harapan ini semakin kuat setelah Muktamar DDI yang ke 24 dilaksanakan di Sudiang tahun 2014, agar Anre Gurutta Ambo Dalle dapat dikenang sepanjang masa baik mereka yang pernah bersama dan menyaksikan Anre Gurutta dari dekat maupun generasi yang tidak pernah bersama dengannya dan menyaksikan secara fisik, sehingga mereka dapat mengenal beliau melalui buku ini, untuk dijadikan sebagai panutan dan ibrah sehingga warisan yang di tinggalkan kepada kita yaitu “Darud Dakwah wal-Irsyad” (DDI) dapat dibina dan dikembangkan dengan baik sesuai dengan perkembangan zaman. Mungkin mereka beralasan bahwa penulis adalah salah seorang anak didiknya yang pernah mendampingi beliau selama 30 tahun (1966-1996) dan mengenal Anre Gurutta baik Kepribadiannya maupun Dakwah, Pemikiran dan Ajarannya. Oleh karena itu penulis memohon kepada Allah SWT. Agar dapat dimudahkan untuk mewujudkan harapan tadi dan al-hamdulillah Allah SWT mengabulkan doa penulis dan buku ini penulis memberi judul dengan “Dakwah, Pemikiran Keislaman dan Ajaran Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle” Penulis membagi buku ini kepada 4 bagian. Yaitu, Bagian pertama, Biografinya, kedua, Gerakan Dakwahnya, ketiga, Pemikiran ke-Islamannya dan ke empat Ajaran-ajarannya. Buku ini tentu masih jauh dari pada kesempurnaan, dan memerlukan tambahan disana sini dan perbaikan oleh karena itu penulis mengharapkan kepada teman-teman dan warga DDI agar dapat membantu untuk menyempurnakan buku ini, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga buku ini dapat selesai, semoga kontribusinya mendapat Amal Jariyah. Penulis mengharapkan kepada Allah SWT agar buku ini menjadi Pengabdian Ilmiah dan menambah khazanah keilmuan yang bermanfaat

2

وما توفيقى إال باهلل عليه توكلت وإليه أنيب

Penulis,

H. Abd. Rahim Arsyad

3

BAGIAN PERTAMA Biografi Anre Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle Sengkang Wajo. Desa UjungE merupakan kampung yang terletak di Kecamatan Tana Sitolo, tujuh kilometer sebelah utara Sengkang ibu Kota Kabupaten Wajo. Dipinggir danau tempe itu, sebuah rumah panggung terlihat dari jauh nampak begitu asri dengan sebutan “Saoraja Bakka’E“ (Kediaman keluarga bangsawan). Di saoraja inilah pada hari selasa sekitar tahun 1896 M. atau hari selasa tahun 1900 M. seorang anak bayi laki-laki lahir dari pasangan yang berdarah bangsawan bugis. Ayahnya bernama Andi Ngati Daeng Patobo (Puang Tobo) dan ibunya bernama Andi Cendara Dewi (Puang Cendaha). Saat mengandung konon Puang Cendaha bermimpi melihat cahaya keluar dari perutnya. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle, kalau ditanya tentang tahun kelahirannya, beliau tidak dapat pastikan, beliau hanya mengatakan saya lebih tua dari pada Soekarno (1901) M. saya jauh lebih tua dari pada Anre Guruta Puang Haji Sade (K.H.M. As’ad (1907) M. saya sudah besar dan mengingat apa yang terjadi ketika tentara Hindia Belanda menyerang Bone yang dimulai pada bulan juli 1905.M dan ditakklukkan pada tahun 1906 M. dan Raja Bone ditangkap dan diasingkan ke Bandung pada 14 Desember 1905. Peperangan ini merambat sampai kewilayah tetangganya wajo, saya bersama keluarga lari mengungsi ketempat yang aman. Selain itu terjadi peperangan sebelumnya antara Raja Bone (Arumpone) Lapawa woi Karaeng segeri melawan penjajah Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda berhasil menancapkan kekuasaannya pada tahun 1901 M. Kalau yang dimaksudkan AGH. Ambo Dalle perang antara belanda dengan bone pada tahun 1906 M. Maka tahun kelahiran AGH.Ambo Dalle dapat diduga pada tahun 1900. Tapi kalau yang dimaksud perang tahun 1901 M. maka dapat diduga kelahirannya adalah pada tahun 1896 M. atau umurnya mencapai persis 100 tahun beliau meninggal pada tahun 1996 M. karena beliau sudah mengingatnya dengan jelas, maka diperkirakan umurnya sudah lima tahun keatas karena umur tersebut anak-anak sudah mengingat dengan jelas Oleh Kedua orang tuanya bayi itu diberi nama Ambo Dalle. Ambo’ bahasa bugis yang berarti bapak sedang Dalle berarti rezeki. Jadi Ambo Dalle artinya bapak rezeki (Sumber rezeki).

4

Mungkin kedua orang tuanya memberi nama itu sebagai tafaul (Harapan) agar bayi itu putra semata wayangnya senantiasa mendapat rezeki yang lapang dan melimpah dan membawa perobahan nasib bukan hanya kepada keluarganya, melainkan juga kepada masyarakatnya. Puang Ngati Daeng Patobo memang seorang yang dituakan dikampung itu, ia menjadi tokoh dan pemimpin masyarakat. Kehormatan ini diberikan masyarakat bukan karena ia memang seorang keturunan bangsawan, tetapi lebih dari itu karena Puang Tobo sendiri adalah orang yang menaruh perhatian tinggi kepada masyarakatnya. Kepada beliaulah warga disekitar kerap mengadukan persoalan-persoalan yang tengah melilit hidupnya mulai dari mas’alah ekonomi hingga masa’alah yang menyangkut keharmonisan rumah tangga. Maka tak heran, apabila masyarakat menaruh harapan besar kepada sang bayi putra pasangan Puang Tobo dan Puang Cendaha, agar kelak dapat menjadi penerus kepemimpinan ayahandanya. Ketika Ambo Dalle dilahirkan, Wajo adalah salah satu kerajaan yang masih diakui belanda sebagai negeri yang berstatus contractueele bondgenooten, yakni negeri merdeka secara hukum setara dengan pemerintah Belanda, tetapi sudah terikat perjanjian dengan pemerintah penjajahan. Pada tahun 1905-1906. Pemerintah penjajahan Hindia Belanda melancarkan perang pasifikasi terhadap semua kerajaan merdeka di Sulawesi Selatan, yang berakhir dengan pemaksaan kepada raja dan pembesar kerajaan yang ditaklukkan untuk menandatangani perjanjian pendek yang disebut korteverklaring. Setelah berhasil menaklukkan semua kerajaan merdeka itu, pemerintah kolonial Belanda menyatukan seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan kedalam satu wilayah pemerintahan setingkat provinsi yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Dibawah gubernur ditempatkan seorang Residen yang bertugas memimpin sebuah Afdeeling. Dibawah Residen ditempatkan seorang Kontroleur (Petoro) yang bertugas memimpin sebuah Onder Afdeeling. Dibawah Kontroleur ditempatkan seorang Regent (Kepala Distrik) yang memimpin sebuah Distrik. Dibawah Kepala Distrik terdapat kepala-kepala desa atau kampung yang langsung berhubungan dengan rakyat. Kondisi Wajo ketika Ambo Dalle dilahirkan (masa kanak-anak) pada tahun 1900 M. (awal mula penobatan Ishak Manggabarani KaraEng MangEppE sebagai Arung Matowa Wajo) Tidak kondusif. Para pemimpinnya saling bertikai diantara mereka, maka rakyat Wajo pula yang menjadi korban. Situasi dan kondisi yang jelas berbeda dengan kerajaan-kerajaan yang lain

5 disekitarnya pada masa itu. Akhirnya dapatlah dimengerti bahwa tahun-tahun pertama kepemimpinannya di Tana Wajo, Sri Baginda Ishak Manggabarani KaraEng MangEppE Arung Matowa Wajo, lebih memperioritaskan konsulidasi dengan para pemimpin Wajo yaitu Petta EnnengngE (yang terdiri dari Ketiga Ranreng dan ketiga BatE Lompo di Wajo). Serta mengupayakan untuk memajukan sektor perkebunan dan pertanian. Hal ini dapat dilihat tindakan beliau dengan memerintahkan untuk mengambil bibit tumbuhan sawo di Gowa untuk ditanam di Palaguna yang tentunya bukanlah sekedar penyaluran hobby belaka. Jadi Ishak Manggabarani KaraEng MangEppE adalah tokoh kharismatik yang memenuhi tugas kesejarahannya. Beliau tidak secara berstrusterang mengangkat senjata untuk memerangi Pemerintah Hindia Belanda karena kondisi amanah yang diembannya lebih memperioritaskan kesejahteraan rakyatnya. Namun sejarah kemudian mencatat bahwa anak keturunan dan menantu-menantunya adalah tokoh utama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik . Sebagaimana yang disebut sebelumnya bahwa awal penobatannya sebagai Arung Matowa Wajo situasi dan kondisi sangatlah buruk, akibat pertikaian diantara mereka. Kegundahan Sang Arung Matowa ini sedemikian berlarut-larut hingga tak tertahankan lagi. Pada suatu hari Sri Baginda meninggalkan Tana Wajo, bertolak menuju Pare-pare dengan terlebih dahulu singgah di Sidenreng pada sepupu sekalinya. Ishak Manggabarani KaraEng MangEppE lebih memilih untuk tinggal di Parepare seraya tetap memikirkan kebaikan Tana Wajo. Ketiadaannya di Wajo justru kemudian menyadarkan pihak-pihak yang bertikai. Ketiga Ranreng dan ketiga BatE Lompo (Petta EnnengngE) diwajo menyatu kembali. Pada suatu hari bersepakat untuk memanggil kembali Petta Arung Matowa Ishak Manggabarani ke Wajo, namun berkali-kali diupayakan keputusan Arung Matowa ini tidaklah bergeming. Hingga kemudian, Lontara AttoriolongngE ri Wajo menuliskan: “ri 16 uleng dEsEmbErE ritaung 1916, namatE ri ParE pare ribolana ana’na riasengngE LaparEnrEngi KaraEng TinggimaE DatuE ri Suppa“. (Pada tanggal 16 Desember 1916 wafatlah beliau di Parepare dirumah putranya yang bernama LaparEnrEngi KaraEng TinggimaE Datu Suppa). Wafatnya seorang raja yang khrismatik, senantiasa sulit mendapatkan penggantinya. Sepeninggal Sri Baginda Ishak Mangga Barani KaraEng MangEppE Arung Matowa Wajo MatinroE ri Parepare yang telah

6 memangku jabatan Arung Matowa Wajo selama 16 tahun. Maka jabatan Arung Matowa Wajo lowong selama 10 tahun. Adapun halnya Wajo tanpa Arung Matowa, pemerintahan dikendalkan oleh La Gau’ Arung BEttEmpola, La Samalangi KaraEng Tompoballa Ranreng Talo TenrEng, TalEbbe’ Ali Arung Ujung Ranreng Tuwa serta ketiga PabbatE Lompo lainnya. Hingga pada tanggal 22 Desember 1926, dinobatkanlah La OddangpEro Arung PEnEki Datu Larompong Petta MatinroE ri Masigi’na Tempe menjadi Arung Matowa Wajo yang ke XLIV. Ditengah kehidupan budaya bugis seperti itulah Ambo Dalle beranjak dari bayi kemasa kanak-kanak lalu menjadi remaja. Berbahagialah sebab dalam suasana seperti itu, karena sebagai anak tunggal, kedua orang tua terutama ibunya sangat menyayangi namun tidak memanjakannya. Hal ini terlihat dari ketatnya mereka mengawasi pendidikan Ambo Dalle. Mula-mula dia belajar mengaji pada bibinya sendiri yang bernama IMidi. Tetapi hal itu hanya berlangsung selama 15 hari. Karena kuatir kalau-kalau buah hatinya itu terpengaruh pergaulan anak-anak sebayanya yang lebih banyak bermain ketimbang belajar, apalagi ketika itu Sang Bunda sudah melihat kalau putranya memiliki tanda-tanda dan kelainan dari anak sebayanya. Tidak lama kemudian ibunya sendiri memutuskan untuk mengajari langsung membaca al- Qur’an sampai tammat 30 juz menggantikan bibinya sebagai guru mengaji. Bagi keluarga muslim yang putranya bisa mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan kebahagiaan tersendiri begitu juga dengan ayah-bunda Ambo Dalle. Setelah menamatkan Al-Qur’an 30 Juz, agar bacaan Al-Qurannya lebih fasih, Ambo Dalle lalu belajar tajwid (Massara baca) pada pengajian yang diasuh oleh kakeknya sendiri Puang Caco. Ia seorang imam masjid yang fasih membaca Al-Qur’an didesa ujungngE. Selain belajar, ia juga ditugaskan oleh kakeknya untuk mengajar anak-anak yang lebih kecil yang sama-sama mengaji kepada Puang Caco. Kemudian Ambo Dalle melanjutkan pelajaran tajwidnya dengan belajar Qiraah Sab’ah (baca pituE), menghafal Al-Qur’an, serta belajar Qaedah bahasa Arab (nahwu da sharaf) pada Gurutta H. Muhammad Ishak ulama setempat yang dikenal ahli dalam bidang ilmu tersebut, selama tiga bulan. Usia tujuh tahun ia sudah mampu menghafal Al- Qur’an. Sejak itulah ia populer dikalangan masyarakat tancung dan sekitarnya (Wajo). Agaknya Ambo Dalle mendapat keistimewaan dari Allah SWT. ia terus belajar tanpa merasa bosan dan

7 capek. Akhirnya jadilah ia seorang anak muda yang alim dan banyaklah anak-anak yang lebih muda berdatangan untuk belajar mengaji dan bertauladan kepadanya. Karena selalu merasa haus akan ilmu, sementara dikampungnya belum ada pendidikan formal, ia berangkat ke Sengkang (Ibu Kota Wajo) yang berjarak 7 km. dari kampung kediamannya UjungngE. Di kota ini ia memasuki sekolah Volk School (Sekolah Rakyat) 3 tahun, dan kursus bahasa belanda di HIS (Holland Inland School). Sebuah sekolah berbahasa belanda yang dapat diterima disekolah tersebut adalah kaum bangsawan pribumi. Ambo Dalle muda nyaris tak punya waktu untuk bersantai, bahkan hampir seluruh waktunya digunakan untuk belajar. Kalaupun ada waktu luang yang tersisa, itu digunakan untuk berolahraga dan olah raga yang digemarinya adalah sepak bola. Ambo Dalle dikenal sebagai pemain andal oleh teman-temannya. Ia dijuluki “sirusa“ karena memiliki nafas kuat dan lari yang kencang dalam kesebelasan, ia bisa menempati posisi mana saja, baik posisi penyerang, gelandang maupun pertahanan belakang. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle bernostalagia ketika dipijat oleh penulis pada suatu saat dikamar istirahatnya, lalu kemudian ditanya kenapa Anre Gurutta Puang tidak melanjutkan olah raga sepak bola yang digemarinya menjadi pemain profesional, lanjut beliau mengatakan suatu saat saya diberitahu oleh Anre Gurutta As’ad bahwa “Tau kaminang bengngo’E iyanaritu Paggolo’E iya mato sempei iya mato lellungngi gangkanna napurusi alena“ (orang yang paling dungu adalah pemain bola dia sendiri yang sepak dia sendiri yang buru sampai kecape’an). Sejak itu saya berhenti main sepak bola, nostalagia ini menunjukkan bahwa Ambo Dalle masih gemar olah raga sepak bola disaat ia berguru dan mengaji pada Anre Gurutta Puang Aji Sade. (K.H.M.As’ad) Selain itu Ambo Dalle terus menambah ilmunya, terutama dalam ilmu agama, ya’ni dengan belajar kepada ulama-ulama asal Wajo yang alumni Mekkah seperti kepada H.Syamsuddin, H.Ambo’ Omme, sayyid Alwi Al-Ahdal dan Ulama-ulama lainnya. Keseluruhan pengajian itu, diikuti oleh Ambo Dalle dengan rasa cinta ilmu yang mendalam. Sementara itu, di negeri Wajo telah banyak ulama yang berasal dari Wajo dan belajar di Mekkah, kembali dari sana dan membuka pengajian di negerinya. Pelajaran yang diberikannya meliputi Tafsir, Hadits, Fiqhi Qaedah bahasa arab dan lain-lain. Pemerintah Kerajaan Wajo pun (Arung Matowa Wajo dan Petta EnnengngE sangat senang pada ulama. Karena itu Kerajaan sering kedatangan tamu

8 dari Tanah Hijazi (Saudi Arabiya) dan tinggal bersama selama beberapa waktu untuk memberikan pengajaran atau pengajian. Antara lain Syekh Mahmud Al-Jawwad, Sayed Hasan Al-Yamam, Sayed Abdullah Dahlan dan Lain-lain. Ambo Dalle Mendapat tambahan nama depan yakni Abd. Rahman yang diberikan oleh gurunya H. Muhammad Ishak. Sejak itu, nama putra pasangan Puang Tobo dan Puang Cendaha menjadi “Abd.Rahman Ambo Dalle“. Rupanya Abd. Rahman Ambo Dalle tidak merasa puas dengan mempelajari bidang agama saja, maka ia pun meninggalkan tanah Wajo menuju kota Makassar dan belajar pada sekolah guru yang dilaksanakan oleh Syarikat Islam (SI). Setelah tammat, ia kembali ke Sengkang Wajo untuk melanjutkan memperdalam ilmu agamanya. Pada tahun 1928, H. Muhammad As’ad bin Abd, Rasyid Al-Bugisiy, seorang ulama bugis yang berasal dari Wajo dan lahir di Mekkah pada hari senin 12 Rabi’ul Tsani 1326 H, atau pada tahun 1907 M. Pendidikan terakhir yang diikuti oleh beliau di Mekkah adalah di Madrasah Al- Falah. Dan Ibunya bernama Hajjah Shalehah binti Abdurrahman Al-Bugisy. Beliau Kembali ketanah leluhurnya (Wajo) dalam usia 21 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur’an pada usia 14 tahun. Ulama mudah ini tidak saja disambut oleh sanak familinya dengan gembira, tapi juga dari masyarakat yang haus akan ilmu agama. Maka ketika Ia membuka pengajian di kota Sengkang yang dilaksanakan di Mesjid dan dirumahnya sendiri, berdatanganlah orang-orang untuk mengaji, diantaranya adalah Abd. Rahman Ambo Dalle, seorang pemuda yang cerdas yang terkenal alim dalam ilmu agama. Kerendahan hati Abd. Rahman Ambo Dalle bisa dicermati disini, sebagai pemuda yang sudah banyak menelaah kitab-kitab agama ia tidak malu-malu belajar kepada seorang yang jauh lebih muda dari dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak muda Abd. Rahman Ambo Dalle telah dikurniai keikhlasan dan kerendahan hati oleh Allah SWT. Pada suatu hari Gurutta H. As’ad datang bersilaturrahmi kerumah Ambo Dalle. Disitu Gurutta Haji As’ad menyaksikan pendidikan agama yang telah lama dirintis oleh Abd.Rahman Ambo Dalle, yaitu pendidikan agama dengan metode sekolah. Pendidikan model itu didapatkan Abd. Rahman Ambo Dalle ketika menuntut ilmu di Sekolah Guru Syarikat Islam di Makassar. Gurutta Haji As’ad tertarik untuk mengembangkan pendidikan agama secara modern itu. Kemudian mengajak Ambo Dalle mendirikan pendidikan model sekolah itu. Ambo Dalle dengan

9 senang hati bersedia merintis pendirian madrasah itu disengkang dilembaga pendidikan Gurutta Haji As’ad. Persahabatan dan kerja sama dua orang hamba Allah ini sangat berguna. Ambo Dalle semakin luas ilmu pengetahuannya dan semakin dalam ilmunya. Gurutta Haji As’ad senang sekali mendapat santri yang cerdas. Suatu ketika diadakan ujian secara lisan dengan menanyakan berbagai pelajaran yang pernah dipelajari. Ternyata jawaban Ambo Dalle lah yang dinilai paling benar dan tepat, ia mampu menjawab seluruh pertanyaan dengan baik. Ia pun dipermaklumkan oleh Anre Gurutta As’ad sebagai asisten karena ilmunya dianggap setara dengan sang guru. Bersamaan dengan itu, Arung Matowa Wajo dan Arung Lili (Arung petta EnnengngE) menemui Anre Gurutta As’ad dan menyarankan agar pengajian dengan system halaqah (mengaji tudang) yang sudah berkembang ditingkatkan dengan membuka madrasah atau sekolah, disamping tetap mempertahankan sistem lama. Pemerintah kerajaan bersedia membantu menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan. Usul itu diterima baik oleh Anre Gurutta. Dan mulailah dirancang untuk bisa menjadi sekolah agama yang menyajikan pelajaran secara klasikal (modern). Maka atas bantuan dan dorongan Arung Matowa Wajo dan pemuka masyarakat, didirikanlah bagunan madrasah disebelah kanan, kiri dan depan masjid jami’ sengkang. Setelah segala sarana lengkap, dua tahun dari kedatangan Gurutta H. As’ad di Sengkang, tepatnya pada bulan mei 1930, dibukalah secara resmi pendidikan agama dalam bentuk klasikal dengan jenjang tingkat Awwaliyah, Ibtidaiyah, I’dadiyah dan Tsanawiyah dengan nama “Al-Madrasah Al-Arabiyah Al-Islamiyah” (disingkat MAI) Wajo . Madrasah ini diberi lambang yang diciptakan sendiri oleh Abd. Rahman Ambo Dalle atas persetujuan Anre Gurutta As’ad dan Ulama lainnya. Bukan hanya itu, ia pun ditunjuk sebagai manager perguruan yang baru didirikan itu. Sementara Anre Gurutta Haji As’ad tetap bertanggung jawab penuh dan pimpinan atas lembaga tersebut dan tetap mengajar sambil meneruskan pengajian halaqah (mengaji tudang) seperti semula. Anre Gurutta As’ad disamping menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, juga menggunakan bahasa bugis yang fasih, meskipun ia lahir dan dibesarkan di Mekkah. Hal itu karena bahasa bugis tetap dipelihara dan digunakan dalam lingkungan rumahnya. Madrasah ini memang tidak murni sebagai

10 madrasah. Tapi juga sekaligus menjadi pesantren, karena sebagian santri ada yang tidur dan menginap di pondok dan sebagian lagi ada yang tidur dirumah penduduk disekitar bangunan madrasah. Untuk tenaga pengajar di Madrasah ini, Anre Gurutta H. As’ad memilih santri- santrinya yang berprestasi dan punya bakat mendidik. antara lain adalah Abd.Rahman Ambo Dalle, yang selain pernah bersekolah Volks Skhool juga pernah mengecap pendidikan belajar disekolah Guru Syarikat Islam di Makassar. Selain itu, tampil pula mendampingi Anre Gurutta As’ad adalah Muhammad Daud Ismail, Yang kemudian menjadi Gurutta K. H.Daud Ismail, Muhammad Yunus Maratan yang kemudian menjadi Gurutta K.H. Muhammad Yunus Maratan, Muhammad Abduh Pabbajah kemudian menjadi Gurutta K.H.Muhammad Abduh Pabbajah dan lain-lain. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam kesibukannya mengurus dan mengajar pada lembaga pendidikan yang dididirikan oleh Anre Gurutta Haji As’ad yaitu, Al-Madrasah Al-Arabiyah Al- Islamiyah ( MAI ) Wajo. Pada tahun 1930 , Abd. Rahman Ambo Dalle memasuki babak baru dalam kehidupannya yaitu berumah tangga dengan mengawini/memperisterikan Andi Tenri salah satu putri keturunan bangsawan Wajo. Tahun 1935, Abd. Rahman Ambo Dalle menunaikan Ibadah haji. Ditanah suci ini ia menetap selama sembilan bulan untuk memperdalam ilmu agama yang pernah dipelajari sebelumnya di Wajo. Abd.Rahman Ambo Dalle selama di Mekkah berguru pada beberapa ulama, salah seorang ulama yang ditempati belajar adalah syekh Ahmad Sanusi, yang memberinya kitab Khazinatu Al-Asrari Al-Kubraa. Menurut penuturan gurunya, dalam kitab itu ia dapat memperoleh apa saja yang ingin diketahuinya termasuk hal-hal gaib. Dari kitab tersebut ia mengenal rahasia-rahasia Waliyullah dizaman dahulu, Beliau lalu mengamalkannya yang didapatkan dalam buku itu. Disaat ketika H.Abd.Rahman Ambo Dalle memperdalam ilmu agamanya yang baru berlangsung kurang lebih 9 bulan, lembaga pendidikan yang dipimpim Anregurutta Haji As’ad Al-Madrasah Al-Arabiyah Al-Islamiyah (MAI) Wajo semakin berkembang, dan Khawatir kalau- kalau lembaga ini tidak berjalan sesuai pengelolaan modern, maka Anre Gurutta Haji As’ad Memanggil H. Abd.Rahman Ambo Dalle segera pulang ke tanah air (Sengkang Wajo) untuk mendampinginya.

11

Karena ketaatan dan kepatuhan dan cintah kepada gurunya, maka H. Abd. Rahman Ambo Dalle kembali ke sengkang Wajo mendampingi Anre Gurutta H. As’ad sambil mengajar juga menjadi asisten utama Gurutta. dengan keyakinan bahwa ilmu itu tidak hanya dapat diperoleh belajar melalui guru akan tetapi dapat diperoleh langsung dari Allah SWT. melalui ilmu Ladunni (langsung) dan itulah yang terjadi pada diri H.Abd.Rahman Ambo Dalle. Dan Sejak itulah H. Abd. Rahman Ambo Dalle di juluki oleh para santrinya dan masyarakat sebagai Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle mengalami cobaan dalam kehidupan rumah tangganya dengan menceraikan isterinya Andi Tenri karena keinginan Anre Gurutta Haji As’ad yang menurutnya adalah masalah prinsip. Anre Gurutta H. As’ad mendengar kabar bahwa sejak H. Abd. Rahman Ambo Dalle memperdalam ilmunya di Mekah, isterinya (Andi Tenri) oleh keluarganya menjadikan sebagai mabbali bontting setiap ada pesta perkawinan keluarga kerajaan/bangsawan. Hal ini tidak direstui oleh Anre Gurutta As’ad, sebagai isteri seorang ulama. Kemudian Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle kawin dengan Puang Zohra Keluarga H. Taybe di parepare namun tidak lama akhirnya juga diceraikan juga dengan keinginan Anre Gurutta dengan sebab kekhawatiran padanya tidak focus dan konsentrasi mendampinginya. Apalagi Anre Gurutta H.As’ad mendengar bahwa isterinya tidak diperbolehkan keluarganya pindah ke Sengkang supaya Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle sering- sering kepare-pare. Lalu kemudian Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle kawin dengan Andi Selo dari Takkalasi Barru yang masih ada hubungan keluarga Anre Gurutta Haji As’ad. Sejak kepulangan Gurtta H. Abd.Rahman Ambo Dalle dari Mekkah, Al-Madrasah Al- Arabiyah Al-Islamiyah (MAI) Wajo, semakin diminati oleh para penuntut ilmu agama dari berbagai daerah diantaranya ada yang berasal dari wilayah Swapraja Soppeng Riaja yang ibu kotanya Mangkoso . Mangkoso Kabupaten Barru . Sebelum masuknya islam, di wilayah Soppeng Riaja berdiri beberapa kerajaan kecil, seperti Balusu, Ajakkang, Kiru-Kiru dan Siddo, yang kesemuanya bernaung dibawah kerajaan Ajattappareng dan diawasi oleh Kerajaan Lili Nepo.

12

Pada akhir abad ke XVI Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Ajattappareng (termasuk kerajaan-kerajaan kecil tersebut). Penyerangan ini dimaksudkan, disamping perluasan wilayah kekuasaan juga dalam rangka penyebaran islam. Sekitar pertengahan abad XVII, Ketika Raja Bone Arung Palakka berhasil mengalahkan Raja Gowa, kesempatan ini dimanfaatkan oleh Kerajaan Soppeng sekutu Kerajaan Bone untuk membebaskan Kerajaan-kerajaan Balusu, Ajakkang, Kiru-Kiru dan siddo dari kekuasaan Kerajaan Gowa dan memasukkannya ke wilayah Soppeng. Wilayah ini kemudian diberi nama Soppeng Riaja yang artinya Soppeng Bagian Barat. Pada tahun 1904 – 1906, Belanda menyerang Kerajaan diseluruh Sulawesi selatan, diantaranya Kerajaan Bone dan Kerajaan Soppeng termasuk Soppeng Riaja. Karena Raja-raja tersebut menolak keinginan Belanda yang ingin memperbaharui perjanjian Bongaya. Di Soppeng Riaja perlawanan menentang Belanda dipimpin oleh Muhammad Shaleh Baso Balusu Raja Kerajaan Lili Balusu. Setelah Soppeng ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1905, yang diangkat menjadi Arung Soppeng Riaja adalah Andi Tobo Petta Coa, dengan pangkat Kepala Zelfbertuur (Kepala Swapraja). Selanjutnya Petta Coa digantikan oleh Putranya, Andi Maddiawe Petta Lawallu, sebagai Raja Soppeng Riaja. Karena kondisi kesehatannya, tahun 1932 Petta Lawallu mengundurkan diri sebagai Arung Swapraja Soppeng Riaja dan digantikan oleh adiknya, H. Muhammad Yusuf Andi Dagong dengan gelar Petta Soppeng. Tiga tahun kemudian, Arung terakhir Kerajaan Swapraja Soppeng Riaja itu mendidirikan tiga buah masjid dalam wilayah kerajaannya. Salah satu dari ketiga masjid tersebut terletak di Mangkoso selaku Ibu Kota Kerajaan. Namun masjid tersebut lebih sering kosong melompong karena animo masyarakat untuk beribadah masih rendah. Hal itu karena kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka terhadap agama Islam. Untuk mencari solusi atas kondisi itu, diadakanlah pertemuan di Saoraja Mangkoso yang dihadiri oleh perangkat Kerajaan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. diantara yang hadir dalam pertemuan tersebut ialah Petta Coa, Petta Lawallu, Puang Mangun, Petta Sulewatan (Andi Sanang). Petta Pabbicara (Andi Renreng), Puang Husen, H.Kittab (Qadhi Soppeng Riaja), serta para kepala dan imam Kampung. Para

13 peserta pertemuan menyepakati untuk membuka lembaga pendidikan (angngajing/sikola agama) di Mangkoso. Seluruh fasilitas dan biaya pendidikan disiapkan oleh pihak kerajaan. Untuk memimpin dan membina lembaga tersebut diputuskan mengirim delegasi dipimpin oleh H.Kittab (Qadhi Soppaeng Riaja) untuk menemui Anre Gurutta H. As’ad di Sengkang dan meminta kepada beliau mengizinkan Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle ke Mangkoso. Diplihnya MAI Sengkang sebagai tumpuan harapan dengan pertimbangan bahwa sistem pendidikannya lebih maju dibandingkan dengan Salemo dan Campalagian ketika itu, selain MAI Sengkang, kedua tempat itu juga melahirkan ulama namun, sistem pendidikannya di Salemo dan Campalagian adalah sistem Salafiyah (mengaji tudang/non Maderasi), sementara MAI Sengkang memadukan antara sistem salafiyah (tradisional) dengan sistem Madrsi/klasikal (modern) Awalnya Anre Gurutta As’ad menolak permintaan itu. Selain karena tidak menginginkan ada cabang MAI Sengkang, beliau juga khawatir kepindahan Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle akan mempengaruhi perkembangan MAI. Namun setelah berulang kali utusan Arung Soppeng Riaja menemui Anre Gurutta dengan berprinsip pada falsafah bugis “Icau itu Gettengnge okko Kekke’E “ Anre Gurutta H. As’ad akhirnya dengan berat hati beliau menyerahkan kepada pembantu dekatnya dan murid seniornya itu (Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle). untuk mengambil keputusan. Penyerahan Anre Gurutta H. As’ad kepada Anre Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle untuk mengambil keputusan sendiri tentang diterima atau tidak permintaan Kerajaan Soppeng Riaja, tidak seratus persen murni. Karena beliau sudah luluh, maka diharapkan Guruttalah H. Abd. Rahman Ambo Dalle yang menyatakan tidak bersedia. namun justru Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle menyetujuinya dan siap hijrah. Ketidak murnian dalam hati Anre Gurutta H.As’ad melepaskan pindah Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle, beliau bersumpah bahwa ia tidak akan singgah atau mengunjungi Mangkoso. namun pada suatu saat Anre Gurutta H.As’ad pergi ke Makassar dan persis didepan rumahnya Petta Soppeng mobil yang ditumpanginya mengalami kerusakan, Akhirnya beliau singgah dirumahnya Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle, seraya mengatakan saya terpaksa berpuasa tiga hari sebagai kaffarah Sumpah saya. Bagi Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle permintaan Pemerintah Soppeng Riaja dan Masyarakat merupakan kesempatan untuk menyebarkan

14 pendidikan dan syi’ar agama islam. Dan beliaupun menyatakan siap memenuhi permintaan kerajaan dan masyarakat Soppeng riaja untuk Hijrah Ke mangkoso Soppeng Riaja membuka madrasah, dengan beberapa pertimbangan, antara lain: a. Tidak semua ummat Islam di Sulawesi Selatan dapat datang ke Sengkang untuk belajar di MAI Wajo . b. Untuk meneguhkan aqidah dan akhlaq masyarakat islam di Soppeng Riaja dan sekitarnya . c. Mendirikan perguruan islam di Soppeng Riaja bukanlah dimaksud sebagai upaya menyebarkan agama islam kepada penganut agama lain, karena sejak awal abad ke 17 masyarakat setempat telah memilih islam sebagai agama mereka dan d. Permohonan mendirikan Perguruan Islam di Soppeng Riaja datangnya dari pemerintah dan pemuka agama setempat (Abd.Muiz Kabry 2006 : 3) . Lembaga Pendidikan Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Wajo, Dibawah kepemimpinan Anre Gurutta Haji As’ad, beliau tidak membenarkan adanya pendirian cabang dan filial didaerah. Hal ini disebabkan oleh kekuatiran beliau akan sulitnya mengendalikan cabang- cabang , menjaga standar mutu pendidikan, yang akan nanti mempengaruhi citra MAI Wajo Sengkang secara umum. Pengaruh dari kebijakan ini adalah semua santri yang ingin belajar di MAI Wajo, harus datang ke sengkang dan mondok di Lembaga Pendidikan tersebut. Berkat pembinaan yang dilakukan oleh Anre Gurutta Haji As’ad, maka dari MAI Wajo Sengkang inilah Lahir Ulama-ulama sekaligus tokoh pendidik Islam Sulawesi Selatan yang terkemuka, Seperti Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle, Anre Agurutta H. Daud Ismail, Anre Gurutta H. Muhammad Yunus Maratan, Anre Gurutta H. Benawa. Anre Gurutta H. Muhammad Abduh Pabbajah, Anre Gurutta H.Junaid Sulaiman, Anre Gurutta H. Abd. Muin Yusuf. Anre Gurutta H.Muhammad Amin Nashir, Anre Gurutta H. Harunarrassyid, Anre Gurutta H.Marzuki Hasan, dan lain-lain kesemuanya ini adalah merupakan santri angkatan pertama dari Anre Gurutta Haji As’ad (Pu Aji Saade). Pembinaan langsung yang dilakukan oleh Anre Gurutta H. As’ad kepada Santri-santri MAI Wajo tidak begitu lama karena Tuhan telah memanggil beliau dalam usia relative muda, (45 tahun). Beliau meninggal pada hari senin, 12 Rabi’ul Akhir 1372 H. bertepatan dengan 29 Desember 1952 M. Dan di kebumikan di Pekuburan Labellang, jalan Pahlawan Kelurahan Pattiro

15

Sompe Kecamatan Tempe Sengkang Kabupaten Wajo. Sepeninggal Anre Gurutta H.As’ad Pucuk kepemimpinan dilanjutkan oleh Anre Gurutta H. Muhammad Daud Ismail dan Anre Gurutta H. Muhammad Yunus Maratan. Meskipun Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dan beberapa santri seniornya (Angkatan Pertama) hijrah ke Mangkoso Soppeng Riaja Kabupaten Barru, Madrasah Arabiyah Islamiyah terus berjalan dengan baik dan meningkat baik sebelum Anre Gurutta K.H. As’ad Wafat maupun setelah beliau wafat. Untuk mengenang jasa-jasa Anre Gurutta H. As’ad (Pung Aji Saade), tokoh Pendiri dan Pembina MAI Wajo yang memperaktekan pendidikan Pondok Pesantren dengan sitem Klasikal (modern). Maka pada tanggal 25 Sya’ban 1372H. yang bertepatan dengan tanggal 9 Mei 1953 M. Murid-muridnya bersepakat mengubah nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Wajo, menjadi Perguruan As’adiyah. Jadi setelah Anre Gurutta H. As’ad wafat dan perubahan nama telah dilakukan, barulah Pengurus Pusat Perguruan As’adiyah yang dipimpin oleh Anre Gurutta H. Muhammad Daud Ismail dan Anre Gurutta H. Muhammad Yunus Maratan mendirikan cabang –cabang didaerah-daerah. Pada hari rabu, 29 syawal 1357 H. bertepatan dengan 21 Desember 1938M. Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle bersama ayah, ibu, dan isterinya serta beberapa orang muridnya tiba di Mangkoso. Calon santri sudah lama menunggu kedatangan Anre Gurutta. Maka pada hari itu juga dimulai pengajian dengan sistem Halaqah (mengaji tudang) yang bertempat di Mesjid Mangkoso, Tanggal inilah dijadikan patokan tentang hari lahirnya Pondok Pesantren Mangkoso. Setelah pengajian pondokan berlangsung dua puluh hari, Gurutta merasa perlu mengklasifikasi santri kedalam beberapa tingkatan. Itu disebabkan tingkat pengetahuan dan pemahaman agama para santri tersebut sangat beragam. Maka pada hari rabu 20 Zulkaidah 1357 H. atau 11 Januari 1939 M. dibukalah Madrasah dengan tingkatan Tahdhiriyah (tiga tahun), Ibtidaiyah (tiga tahun), I’dadiyah (satu tahun), dan Tsanawiyah (tiga tahun), Berdasarkan hasil evaluasi terhadap santri yang saat itu jumlahnya sudah mencapai tiga ratusan orang. Madrasah itu diberi nama yang sama dengan madrasah Anre Gurutta Haji As’ad di Sengkang yaitu Al-Madrasah Al-Arabiyah Al-Islamiyah (MAI) Mangkoso, meskipun keduanya tidak ada hubungan organisasi karena Anre Gurutta Haji As’ad

16 tetap tidak mengingingkan ada cabang MAI Wajo. Lalu kemudian tanggal ini dijadikan sebagai patokan hari lahir Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso. Dalam mengelola Madrasah tersebut, Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle dibantu oleh dua belas orang santri seniornya, yaitu: Gurutta Muhammad Ambri Said, Gurutta Burhanuddin, Gurutta Muhammad Makki Barru, Gurutta Abd. Rasyid Lapasu, Gurutta Abd.Rasyid Ajakkang, Gurutta Muhammad Yattang Sengkang, Gurutta H.Hannan Mandalle, Gurutta Haji Haruna rasyid, sengkang Gurutta Muhammad Qasim Pancana, Gurutta Ismail Kutai, Gurutta Abd.Kadir Balusu dan Gurutta Muhammadiyah. Menyusul Gurutta Abd. Rahman Mattammeng dari Bone dan Gurutta Muhammad Amin Nashir dari Sengkang. Hingga pada suatu ketika, setelah melihat para santrinya melimpah ruah dan semua tammatan Tsanawiyah tidak tertampung kejenjang berikutnya karena memang tidak tersedia, maka ada tahun 1941 diputuskan untuk membuka jenjang berikutnya, yakni madrasah Aliyah Lil Banin MAI Mangkoso khusus untuk santri laki-laki. Madrasah ini pun dengan cepat diserbu para santri tammatan Tsanawiyah. Semua bangku terpenuhi semua lokal terisi. hingga menimbulkan kecemburuan bagi santri –santri wanita. Maka untuk menjaga agar santri-santri wanita bisa melanjutkan kejenjang selanjutnya, maka pada tahun 1944 dibukalah madrasah Aliyah Lil- Banat MAI , khusus santri wanita. Dalam pengembangannya, mulai berdatangan permintaan dari pemerintah dan masyarakat di berbagai daerah untuk mendirikan cabang MAI di tempatnya. Anre Gurutta Merespon permintaan tersebut. Dibukalah cabang MAI Mangkoso di Bonto-bonto Pangkep, Paria Wajo, Kulo Sidrap, Pattojo Soppeng dan Baruga Majenne. Menyusul kemudian Jagong Pangkep dan Pare-pare. Santri-Santri yang duduk ditingkatan atau kelas terakhir dikirim mengajar secara bergantian ke daerah-daerah tersebut. Untuk mengatur kelancaran pertukaran santri dan guru-guru yang bertugas diluar dengan guru-guru yang bertugas dilingkungan pusat perguruan MAI Mangkoso. Setiap akhir tahun ajaran (bulan sya’ban) MAI mengadakan pertemuan rutin dengan semua guru, berbarengan dengan acara penammatan santri dan penyerahan ijazah. (Ahamad Rasyid 2012:26). Selang beberapa lama tinggal di Mangkoso sebelum masuk jepang, Anre Gurutta lalu bercerai dengan isteri ketiganya Andi Selo yang diboyongnya dari Sengkang, karena keinginan orang tuanya.

17

Anre Gurutta bercerita kepada Penulis disaat memijat Gurutta bernostalagia mengenang isterinya yang ketiga tersebut. Pada suatu hari ba’da Dhuhur Gurutta Tinggal dimesjid I’tikaf sampai Ashar, sedang kedua orangtua beliau istirahat tidur siang dirumah, tiba-tiba Isteri Gurutta Andi Selo masuk rumah dengan hentakan kaki yang keras sehingga mengganggu istirahat orang tua Gurutta dan bangun memarahinya dan mengatakan jalanmu seperti kuda pattuddu dengan kata-kata itu, isteri Gurutta tersinggung lalu ia mengambil barang-barangnya dan pulang kekampungnya, Akhirnya Gurutta menceraikannya setelah isterinya tidak pulang- pulang ke Mangkoso. Lalu kemudian pada tahun 1942, Anre Gurutta kawin dengan Besse Sitti Marhawa (Puang Hawa) putri saudara sepupunya sendiri dari desa Lamata Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo. Dari isteri terakhirnya ini, beliau memperoleh empat anak satu putri dan tiga putra, namun yang sulung meninggal dunia saat masih bayi. yang kedua Muhammad Ali Rusydi, Abd. Halim Mubarak dan Muhammad Rasyid Ridha.

Musyawarah Alim Ulama Ahklussunnah Wal-Jama’ah. Bersamaan dengan Perkembangan MAI Mangkoso yang kian pesat dengan dibukanya Cabang MAI didaerah-daerah muncul gagasan dan inisiatif dan pemikiran dari beberapa Ulama tentang perlunya untuk melakukan suatu musyawarah untuk membicarakan strategi pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan islam di Sulawesi Selatan dan mengintensifkan gerakan dakwah Islamiyah diseluruh daerah. disamping itu muncul pula pemikiran perlunya suatu organisasi yang bisa mengikat, mengurus dan mengkordinasikan hubungan antara Cabang-cabang MAI diberbagai daerah dengan pusat Mangkoso. Atas prakarsa dan inisiatif AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle (MAI) Mangkoso dan AGH. Muhammad Daud Ismail (Qadhi Soppeng ) serta ulama lainnya, maka dibentuklah suatu kepanitiaan Peringatan Maulid Akbar Nabi Muhammad SAW. Sekaligus merangkap selaku panitia pelaksana Musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah wal-Jama’ah sesulawesi selatan . Acara berlangsung mulai hari Rabu 14 Rabi’ul Awal 1366 H. atau 5 Pebruari 1947 M. dan berakhir hari Jum’at 16 Rabi’ul Awal 1399 H. atau 7 Februari 1947 M. bertempat di Masjid

18

Jami’ Wattang Soppeng. Sumber lain menyebutkan bahwa Musyawarah Pendidikan yang dihadiri oleh Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah se Sulawesi Selatan yang diselenggarakan di Watang Soppeng itu, bertepatan dengan hari jum’at 16 Rabi’ul Awal 1366 H. atau 7 Februari 1947 M. Hadir dalam musyawarah tersebut antara lain adalah Syekh Abd.Rahman Firdaus (Parepare), AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle, (MAI Mangkoso) AGH. Muhammad Daud Ismail (Qadhi Soppeng), AGH. H. M. Thahir (Qadhi Balannipa Sinjai), AGH. M.Zainuddin (Qadhi Majenne), GH. M. Kittab (Qadhi Soppeng Riaja), GH. Jamaluddin (Qadhi Barru), GH. Ma’mun (Qadhi Tinambung), Ustaz HM.Thahir Usman (Madrasah Al-Hidayah Soppeng) AGH.Muhammad Abduh Pabbajah (Allakkuang Sidrap). AGH. Abd.Muin Yusuf (Qadhi Sidenreng). GH. Baharuddin Syatha (Qadhi Suppa). GH.Abd.Hafid (Qadhi Sawitto), dan beberapa ulama senior dan junior pada waktu itu. Salah satu keputusan penting dari musyawarah tersebut adalah perlunya didirikan suatu organisasi islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan usaha-usaha sosial, untuk membina pribadi-pribadi muslim yang kelak bertanggung jawab atas terselenggaranya ajaran islam secara murni dikalangan ummat islam, dan menjamin kelestarian jiwa patriotisme dikalangan rakyat sulawesi selatan yang pada waktu itu mempertaruhkan jiwa raganya dalam gedrang perang kemerdekaan melawan kaum penjajah. Dan menjadi Gerakan dakwah yang moderat yang dapat menengahi antara dua kubu Organisasi Islam yang reformis pembaharu (Muhammadiyah) dan kubu Organisasi Islam Konserfatif Tradisional (Nahdhatul Ulama NU) yang pada masa itu, perbedaan yang sering membawa perpecaha ummat sangat meruncing. Hal ini diperlukan gerakan dakwah yang moderat, sebagaimana yang dilakukan oleh Al- Washliyah di Sumatera menjadi Hamzat Washl antara dua kubu yang berseberangan.

Lahirnya Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) Sebagai realisasi dari keputusan musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah se- Sulawesi Selatan tentang perlunya dibentuk suatu organisasi guna lebih meningkatkan fungsi dan peranan MAI Mangkoso. Dan mewadahi kegiatan MAI yang kian majemuk dan berkembang. Untuk nama organisasi para Musyawirin menyepakati dengan bulat usul yang

19 dimajukan oleh Syekh Abd. Rahman Firdaus dari Parepare dengan nama “Darud Da’wah Wal- Irsyad“. Menurut Syekh Abd. Rahman Firdaus, pemberian nama demikian adalah merupakan tafaul (optimisme) dalam rangka menyebarluaskan dakwah dan pendidikan dengan pengertian, Darun = (Rumah,Wadah). Tempat atau sentrum penyiaran, Dakwah = (Panggilan,Ajakan,Seruan) untuk memasuki tempat tersebut. Al-Irsyad = (Petunjuk, Pendidikan) artinya petunjuk itu akan didapat melalui peroses berdakwah lebih dahulu disuatu daerah kemudian disusul pendirian pesantern/Madrasah. Jadi dapat disimpulkan bahwa Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI) pada hakekatnya adalah suatu organisasi yang mengambil peran dalam fungsi mengajak manusia kejalan yang benar dan membimbingnya untuk mengamalkan ajaran islam yang benar menuju kebaikan dan kebahagian didunia dan keselamatan di akhirat. Untuk terwujudnya organisasi ini dan agar dapat segera memulai kegiatannya, maka oleh peserta Musyawarah Alim Ulama mengamanatkan kepada AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle Selaku pimpinan MAI Mangkoso yang telah memiliki cabang dibeberapa daerah untuk mengambil prakarsa seperlunya. Menindak lanjuti amanah tersebut, maka AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle segera mengundang guru-guru MAI beserta utusan cabang-cabang MAI dari daerah-daerah agar segera datang ke Mangkoso untuk menghadiri musyawarah yang diadakan pada bulan sya’ban 1366 H. bertepatan dengan bulan juli 1947 M. Dalam pertemuan ini diadakan beberapa agenda antara lain, menyusun aktifitas program yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam musyawarah Alim Ulama di Watang Soppeng beberapa waktu sebelumnya. Juga dalam pertemuan tersebut memilih pengurus sebagai pengelolah dan penyelenggara organisasi dan juga dalam pertemuan tersebut disusun dan dirumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi DDI. Dalam musyawarah guru-guru dan pengurus MAI di Mangkoso, memutuskan pengintegrasian MAI Mangkoso dan seluruh cabang-cabangnya menjadi Madrsah Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI), Menggantikan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) dan sekaligus menggunakan nama organisasi yang mewadahinya dan tempat pusat organisasi berkedudukan di Mangkoso.Jadi mulai sejak itu, MAI berobah nama menjadi DDI setelah kurang lebih 10 tahun mengunakan sebelumnya. Adapun pertemuan-pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap tahun

20 oleh MAI, tetap berlanjut. Hanya setelah berintegrasi ke DDI pertemuan tahunan itu dinamai Muktamar. Dan muktamar (masa transisi MAI ke DDI) dilaksanakan di Mangkoso pada bulan sya’ban tahun 1948. oleh organisasi ditetapkan sebagai muktamar pertama DDI. Muktamar ini mengesahkan susunan pengurus DDI hasil pertemuan Watang Soppeng tahun 1947 M.

Hijrah Ke Parepare. Kota Parepare adalah salah satu kota yang ada di Sulawesi Selatan 155 kilometer sebelah utara Makassar ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. yang dikenal dengan kota kelahiran mantan Presiden Republik Indonesia yang ke tiga Prof. Dr.Eng Baharuddin Yusuf Habibi. Parepare terletak pada poros trans Sulawesi baik melalui Makassar-Palopo maupun melalui Makassar- Mamuju Sulawesi Barat. Kota Pare pare berbatasan dengan Kabupaten Pinrang sebelah utara, kabupaten Sidrap disebelah timur, Kabupaten Barru disebelah Selatan serta selat Makassar disebelah barat. dengan luas wilayah tecatat 99,33 km2 yang meliputi 4 kecamatan dan 22 Kelurahan. Pada zaman Hindia Belanda di Kota Parepare, berkedudukan seorang Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan Pemerintahan (Hindia Belanda) dengan status wilayah pemerintahan yang dinamakan “Afdeling Parepare“ yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling Enrekang, Onder Afdeling Pinrang dan Onder Afdeling Parepare. Pada setiap wilayah/Onder Afdeling berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat pemerintahan Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Belanda ini dibantu pula oleh aparat Pemerintahan Raja-raja Bugis, Yaitu Arung Barru di Barru, Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Arung Enrekang, di Enrekang, Addatuang Sawitto di Pinrang sedangkan di Parepare berkedudukan Arung Mallusetasi. Struktur Pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang dunia ke II yaitu pada saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942. Sejak pengintegrasian MAI ke DDI, mulailah ditata administrasi organisasi. Sebelumnya pada priode MAI hubungan antara pusat dan cabang-cabang lebih banyak bersifat personal dari pada bersifat admnistrasi. Penataan administrasi yang baik itu, membuat perkembangan DDI kian pesat. Permohonan untuk mendirikan cabang di berbagai daerah semakin banyak untuk

21 memenuhi permintaan tersebut, Pimpinan Pusat DDI mengambil kebijaksanaan, yaitu santri santri yang duduk dikelas tinggi ditugaskan mengajar pada madrasah-madrasah DDI. Yang tersebar di berbagai tempat. Mereka diwajibkan mengabdi selaku pendidik/guru dalam jangka waktu tertentu. Setelah selesai, barulah mereka dipanggil pulang untuk meneruskan pelajarannya. DDI yang berpusat di Mangkoso mengalami perkembangan yang pesat, tiba-tiba datang permintaan dari Petta Calo (Arung Mallusetasi), kepada Arung Soppeng Riaja (Petta Soppeng) untuk disetujui permintaannya. Yaitu Arung Mallusetasi menawarkan kepada AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle untuk menjadi Qadhi Mallusetasi di Parepare. Oleh Arung Soppeng Riaja. permintaan itu dikabulkan dengan pertimbangan demi pemerataan pendidikan dan syi’ar agama serta melihat kondisi perguruan di Mangkoso sudah berjalan dengan baik. Bagi AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle jabatannya sebagai Qadhi Mallusetsi di Parepare dapat menjadi jalan untuk lebih mengembangkan organisasi yang dipimpinnya sehingga beliaupun menyambut baik tawaran itu. Meski harus bolak balik setiap hari kamis dari Mangkoso ke Parepare dengan dibonceng sepeda. Sementara itu Anre Gurutta juga menjajaki kemungkinan dipindahkannya Pengurus Pusat DDI dari Mangkoso ke Parepare. Pemikiran untuk memindahkan Pengurus Pusat dilandasi dengan pertimbangan bahwa letak Parepare dinilai cukup strategis untuk menopang kemajuan organisasi yang diyakini bakal menjadi sebuah organisasi besar. Fasilitas penunjang dianggap mamadai. Karena saat diangkat sebagai Qadhi Mallusetsi, AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle diberikan tanah bekas lokasi olahraga pejabat pemerintahan belanda oleh Arung Mallusetasi untuk dimanfaatkan. Dan ketika Anre Gurutta H. Abd. Rahman Amb Dalle Pindah Ke Parepare, tanah dan gedung itu diberikan untuk dipakai tempat Ruangan belajar Madrasah DDI, sekaligus tempat pusat perkantoran organisasi. Maka pada tanggal 1 Muharram 1369 H (1949M) diadakan Muktamar Ke-2 DDI. di Parepare yang dirangkaikan dengan pembukaan/peresmian penggunaan Kantor Pusat DDI yang berlokasi di sebelah selatan Masjid Raya Parepare. Sekalipun Anre Gurutta masih menetap di Mangkoso. Pertengahan tahun 1950, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle secara resmi hijrah ke-Parepare dan menetap di Ujung Baru dirumah yang telah dibangunnya sendiri. Sementara untuk memimpin dan mengelola pesantren/Perguruan DDI di Mangkoso sejak tanggal 1 Oktober 1949 M. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle secara resmi menunjuk salah seorang pembantu dekatnya,

22

Gurutta Muhammad Ambri Said, untuk menggantikannya. Dibawah kepemimpinan beliau ini, perguruan DDI. yang berada di Mangkoso tetap melaju dan berkembang. Di Perguruan DDI yang baru dan tepat berada di jantung kota Parepare, AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle bersama dengan beberapa tenaga pembantunya terus saja meningkatkan kegiatan- kegiatan, baik yang bersifat kemasyarakatan maupun yang bercorak keagamaan, sehingga simpati masyarakat pun semakin cepat mengalir. Dengan cepat perguruan DDI ini menjadi akomodatif berkat sokongan dari pelbagai pihak, disamping juga produktif dalam menelurkan bibit muda yang potensial dalam mas’alah agama. Keberadaan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dan Gurutta H.Muhammad Abduh Pabbajah di kota tersebut, merupakan motor penggerak yang motivatoris. Dalam kesibukannya memimpin organisasi dan perguruan DDI itu, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle tidak melalaikan kewajibannya sebagai warga Negara yang taat dan ikut menjalankan program pemerintah. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle bersama K.H. Fakih Usman dari Departemen Agama pusat dipercayakan oleh pemerintah RI membenahi dan merealisasi pembentukan Departemen Agama propinsi Sulawesi Selatan tugas ini dapat dilaksanakan dengan baik berkat ketekunan dan kesabarannya. setelah terbentuknya Departemen Agama propinsi Sulawesi Selatan dan di Kabupaten-Kabupaten, maka diangkatlah K.H. Syukri Gazali sebagai kepala Departemen Agama Propinsi Sulawesi Selatan yang pertama sedangkan AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle diangkat sebagai kepala kantor Departemen Agama Kabupaten Parepare pada tahun 1954. menggantikan K.H. Zainuddin Daeng Mabbunga yang dialih tugaskan ke Makassar. Setelah kurang lebih lima tahun berada di Parepare, AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle berkiprah menyiarkan dan mengembangkan agama islam melaui Lembaga/Organisasi yang dipimpinnya yang berpusat di Parepare. Dimana organisasi ini semakin maju dan cerah, tiba- tiba Organisasi ini mengalami masa kelabu dan suram ketika AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle diculik oleh pasukan DI/TII masuk hutan. Keberadaan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam kekuasaan pasukan pemberontak DI/TII berdampak bagi sejumlah madrasah dan perguruaan DDI. Banyak madrasah yang jalannya tersendat. Namun secara organisasi DDI tetap berjalan normal. Hal itu terlihat dengan tampilnya Gurutta H. Muhammad Abduh Pabbaja sebagai Ketua

23

Umun PB. DDI Priode 1955-1957 menggantikan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle didampingi oleh H.Abd. Hakim Lukman sebagai sekretaris Umum yang terpilih dalam muktamar Ke-6, yang dilaksanakan di Parepare pada tahun 1955-1961. Kemudian dilanjutkan oleh Gurutta H.M.Ali Yafie pada tahun 1962-1965.

AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle di Hutan. Pada tanggal 18 Juli 1955, dalam suatu perjalanan dari Parepare ke Makassar untuk suatu organisasi dan untuk mengurus orang tuanya Gurutta H. Abd.Kadir Khalid, MA naik haji. sekitar pukul 09.00 mobil yang sedang ditumpangi Anre Gurutta tiba-tiba dihadang oleh sekolompok orang yang berpakaian seragam militer didaerah Belang-belang, enam kilometer dari Kota Maros. Saya kira itu pasukan tentara yang sedang latihan perang-perangan, kenang H. Abdullah Giling yang saat itu mengemudikan mobil. Selain Anre Gurutta dan Abdullah Giling, turut dalam mobil tersebut adalah H. Abd. Kadir, Muhammad, Alimuddin dan Massalissi. Saat pasukan itu mendekat dan membuka topi bajanya terurailah keluar rambut panjang menutupi punggung, ciri khas pasukan DI/TII. ternyata itulah satu kompi pasukan DI/TII dibawah pimpinan Hasyim Majid. Awalnya, pasukan itu tidak mengetahui kalau salah seorang dari yang mereka culik adalah Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Ulama besar yang sudah lama dincar oleh Pimpinan DI/TII Abdul Qahar Muzakkar. Sasaran penculikan mereka sebenarnya adalah seorang dokter berkebangsaan Belanda yang menurut informasi sedang dalam perjalanan dari Rantepao menuju Makassar dan mobil yang ditumpangi Anre Gurutta disangka mobil yang ditumpangi dokter tersebut. Maklum saat itu jarang mobil melintas dijalan raya apalagi mobil sedan, namun pasukan itu tidak kecewa bahkan sangat bergembira saat mengetahui bahwa mereka telah berhasil menculik Anre Gurutta, Gurutta pun segera dinaikkan keatas tandu dan diusung oleh pasukan itu. Mereka lalu membawa Anre Gurutta bersama anggota rombongan lainnya ke daerah pegunungan di Bonto Keppong, kemudian kedaerah Sungguminasa, pindah lagi ke daerah Burung-burung Patallassang sebelah timur Sungguminasa ibu kota Kabupaten Gowa, sekitar enam kilometer dari jalan raya jalur Makassar-Malino. Ditempat itu, Anre Gurutta dan

24 rombongan dipertemukan dengan Nurdin Pisof salah seorang komandan pasukan yang secara langsung membawahi kompi pasukan yang menculik Anre Gurutta. Kelak saat terbentuk Divisi TII. Nurdin Pisof diangkat menjadi Komandan Batalion I Divisi 40.000 .dengan pangkat Mayor TII. Dan berada dibawah garis Komando Letkol TII Bahar Mattaliu sebagai panglima Divisi 40.000, yang membawahi daerah Sulawesi Selatan. Saat bertemu dengan Nurdin Pisof, Anre Gurutta bertanya, Kamu berasal dari daerah mana dan siapa nama orang tuamu, Nurdin Pisof menjawab bahwa orang tuanya berasal dari Sengkang sambil menyebut nama ayahnya. Ternyata mereka masih terikat hubungan keluarga. Bahkan saat mengaji di Sengkang, Anre Gurutta tinggal dirumah kakek Nurdin Pisof yang masih keluarga dekat dengan Anre Gurutta. Orang tuaku pernah mengatakan bahwa saya dengan Anre Gurutta ada hubungan famili. Anre Gutta adalah paman saya, jadi tak usah was-was, kami ini keluarga Anre Gurutta, insya Allah aman dan jangan pikir ke kota, Kami akan menyediakan keperluan Anre Gurutta, cuma kalau Anre Gurutta mau ke kota mungkin kami tidak boleh melepaskan karena sudah dipesan pimpinan, jelas Nurdin Pisof kepada Anre Gurutta Ambo Dalle. Ditempat yang menjadi posko Nurdin Pisof ini terjadi pertempuran dengan pasukan TNI yang berhasil mencium jejak pasukan DI/TII tersebut. Pertempuran berlangsung seru dari pagi hingga pukul dua siang. Dalam peristiwa itu, enam anggota pasukan DI/TII luka parah terkena peluru pasukan TNI. Anggota DI/TII yang tertembak itu diobati oleh Gurutta dengan segelas air putih. Berkah pertolongan Allah Swt. luka pasukan tersebut berangsur-angsur sembuh. Mabbarakka tongen parellau dowanna Gurutta, (Sungguh berberkah doa Gurutta) ujar Nurdin Pisof pada waktu itu. Anre Gurutta tinggal diburung-burung selama seminggu. Selanjutnya Gurutta dibawa oleh Nurdin Pisof bersama sepasukan pengawal bersenjata berat menuju Masale Maros yang menjadi markas Batalion I. Dari sini perjalanan dilanjutkan menuju Camba. Di Camba Anre Gurutta disambut meriah oleh Santri-santrinya yang berasa dari daerah tersebut. Setelah beristirahat, perjalanan dilanjutkan ke Bone melalui Tompoladang dan Tanabatue tujuan ke Bone adalah untuk menghadiri Konferensi besar I organisasi Revolusi Sewilayah Republik Islam Indonesia Bagian Timur di Bulutana atau yang dikenal dengan

25

Konferensi Wanua Waru. Konferensi ini dihadiri oleh utusan DI/TII dari luar seperti aceh dan malaysia. Ketua Panitia Konferensi adalah Bahar Mattaliu Komandan Brigade III Lereng Cinta. Sepanjang perjalanan yang harus melintasi daerah pedalaman, pegunungan, bahkan hutan belantara, Gurutta dinaikkan keatas tandu dan diusung bergantian oleh pasukan yang mengawalnya. Jarak tempuh yang cukup jauh serta beratnya medan yang dilalui dengan gerak pasukan yang lambat karena harus menandu Gurutta membuat perjalanan memakan waktu yang cukup lama sekitar 20 hari atau hampir sebulan. Sebelum tiba di Bulutana Gurutta dan rombongan singgah dikediaman Gurutta H. Abd. Rahman Mattammeng di Assorajang daerah Lamuru untuk beristirahat. Sesampai di Bulutana, Nurdin Pisof langsung melaporkan keberadaan Anre Gurutta Abd. Rahman Ambo Dalle kepada Kahar Muzakkar, Pemimpin tertinggi DI/TII di Indonesia Bahagian Timur, Menerima laporan itu Abd. Qahar Muzakkar bergegas dan tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya saat berjumpa dengan Gurutta, “Al-hamdulillah Pak Kiyai sudah ditengah kita, Insya Allah dengan doa pak Kiyai perjuangan kita akan mencapai kemenangan“ ujar Qahar Muzakkar pada Gurutta. Konferensi Wanua Waru berhasil menyusun program islam revolusioner dan menekankan perlunya diadakan revolusi moral. Wujud dari program ini adalah didirikan Poliklinik-poliklinik, Sekolah-sekolah, Rumah-rumah sakit dan akademi ilmu sastra. Untuk keperluan itulah sehingga Qahar Muzakkar memerluka sejumlah tenaga dokter, paramedis, guru /ustaz dan ulama sehingga dengan kehadiran Gurutta ditengah-tengah mereka merupakan sesuatu yang sudah lama dinantikan. Itulah sebabnya, salah satu keputusan dalam pertemuan itu adalah mengangkat Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua Dewan Haq Revolusi dengan Sekjen Ustaz Amanta. Dewan Haq Revolusi ialah dewan yang mempunyai dua kewajiban khusus. Pertama melakukan penilaian, penyelidikan dan pengawasan atas segala perbuatan pejabat-pejabat revolusi tampa kecuali atas sesuatu tindak perbuatan yang bertentangan dengan ajaran islam (Al-Qur’an dan Hadits Shahih ), dan atau suatu tindak perbuatan yang bertendensi pengkhianatan terhadap revolusi islam, dan atau sesuatu tindak perbuatan yang menodai yang mungkin merugikan revolusi islam. Kedua, melakukan pembahasan kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Sahih secara populer dan revolusioner, yang langsung menjadi pedoman dan pegangan satu-satunya bagi Dewan Pimpinan Revolusi Dunia

26

Islam dalam melaksanakan amanah kedaulatan hukum Tuhan. Anggota-anggota Dewan Haq Revolusi terdiri dari pada ahli hukum dan ahli politik islam yang telah dinilai dari segala sudut perjuangan islam revolusioner. Saat itu, pimpinan Revolusi terbagi dalam tiga kelompok pimpinan, yaitu, Dewan Pimpinan Revolusi (eksekutif), Dewan Haq Revolusi (legislative) dan Dewan Pengawas Revolusi (Yudikatif). Seusai Konprensi Wanua Waru, sekitar bulan Agustus 1955, Gurutta dan Rombongan bersama Bahar Mattaliu menuju daerah Lapakka sebuah kawasan perbatasan Maros- Bone dan Barru yang menjadi markas pasukan Bahar Mattaliu dan letaknya tidak jauh dari Wanua Waru. Disini Anre Gurutta tinggal lebih sebulan dan sempat menyusun sebuah kitab, “Al-Qawlu al- Shadiq Fi Ma’rifati al -Khaliq“, yang materinya menjadi bahan pengajian Gurutta selama bulan Ramadhan. Selanjutnya Anre Gurutta bersama santri-santrinya dipindahkan ke Markas Besar DI/TII di daerah Palopo Selatan, namun Abdullah Giling ajudannya Anre Gurutta yang memandu mobil ketika terjadi penculikan, tetap diperintahkan tinggal di Lapakka, Markas Brigade Lereng Cinta. Wilayah operasi Brigade Lereng Cinta meliputi kota Makassar, Soppeng, Maros, Pangkajenne, Gowa, Jeneponto dan Bulukumba. Dari Lapakka, Gurutta bersama sepasukan pengawal dari pasukan Nurdin Pisof meneruskan perjalanan ke Keppe melalui Salomaling dan Larompong daerah Palopo Selatan. Ditempat ini Gurutta menghadiri pertemuan ulama dan umara DI/TII. Salah satu putusan pertemuan tersebut adalah membentuk Dewan Fatwa. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle lalu ditunjuk sebagai Ketua bersama Sekjen H. Abd. Kadir, sedangkan jabatannya sebagai ketua Dewan Haq digantikan oleh K.H. Junaid Sulaeman, sejak itu dikalangan DI/TII Gurutta populer dengan panggilan Mufti. Dari tempat ini Gurutta meneruskan perjalanan ke Rante Balla, sebuah kampung terpencil sebelah barat Bajo terletak dikaki gunung Latimojong tempat ini menjadi Markas Divisi Hasanuddin dimana Kahar Muzakkar sendiri sebagai panglima Divisi. Isteri Kahar Muzakkar Andi Haliya berinisiatif membuka lembaga pendidikan (kursus) untuk kaum wanita anggota gerakan wanita islam (Gerwais) anggota Gerwais adalah pasukan wanita DI/TII yang dipimpin Andi Haliya. ditempat ini Gurutta tetap mengajar dilingkungan santri-santerinya dibantu oleh Mustamin Ibrahim yang mengajarkan bahasa Indonesia dan M.Naim mengajarkan bahasa Arab .

27

Tidak berapa lama Gurutta dipindahkan lagi ke Salobulo daerah Sajoangin Wajo Utara. Salobulo adalah Markas pusat pemerintahan. Anre Gurutta menetap bersama Menteri-menteri dan Petinggi DI/TII lainnya. Ditempat ini Gurutta tetap melanjutkan aktivitasnya sebagai pendidik dengan membuka lembaga pendidikan yang dibantu oleh enam santri yang setia mengikutinya salah seorang adalah Mustamin Ibrahim yang bergabung dengan Anre Gurutta sejak dari Lapakka. Sedangkan Marzuki Hasan mendirikan Akademi Muballig dan Amin Larekeng membuka Pendidikan Jurnalistik .Santri dan siswanya adalah utusan dari setiap daerah DI/TII. Namun kehadiran Gurutta ditengah Ulama DI/TII mulai menimbulkan persoalan karena perbedan ideologi keagamaan dengan Marzuki Hasan dan kawan-kawan yang sehaluan dengan Qahar Muzakkar, Gerak Gurutta mulai dibatasi, ia tidak diizinkan menulis kitab-kitab fiqhi, hanya boleh menulis kitab akhlaq dan tauhid. Fiqhi yang boleh digunakan adalah kitab pedoman shalat yang ditulis Hasbi Assiddiqi’. Setelah tinggal di Salobulo sekitar enam bulan, Gurutta minta izin untuk menjemput isteri dan putranya di Akkotengen Totakki daerah wajo. Selain Puang Hawa dan M. Ali Rusydi ikut juga beberapa orang santri dari Parepare dengan membawa mesin stensil, mesin ketik dan alat-alat tulis yang dibutuhkan Gurutta dan santri- santrinya dalam proses belajar mengajar. Dari Totakki Gurutta tidak kembali ke Salobulo tapi langsung ke Ranteballa Markas Panglima Divisi Hasanuddin selain menjabat Panglima Kahar Muzakkar juga menjabat Kepala Perwakilan Kabinet (KPK Presiden ) bagian dari Negara Islam (NII) Pimpinan S. M. Kartosuwiryo, ia lalu mengangkat Gurutta sebagai Wakil KPK presiden dengan tugas dan kewenangan memimpin pemerintahan. Untuk tugas itu, Gurutta dibantu tiga Sekjen, Abd. Hakim Verstenden, Yusuf Palenna dan Ahmad Rahim. Sedangkan Kahar Muzakkar lebih Fokus sebagai Panglima memimpin pasukan tempur yang harus bergerak (mobil) dari satu tempat ketempat lainnya. Sebagai orang penting di Lingkungan DI/TII, Gurutta mendapat pengawalan satu Detasemen, disamping santri- santrinya yang dipersenjatai agar sewaktu-waktu bisa melindungi Gurutta bila ada serangan TNI. Tahun 1957 Gurutta bersama rombongan dipindahkan ke kampung soro dekat Maroangin daerah pesisir perbatasan Wajo-Bone yang menjadi Markas KPK Presiden, di Tempat ini Gurutta menetap agak lama dan sempat membuka pesantren jenjang pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan SMP. Rakyat setempat bergotong royong mendirikan tiga buah bangunan

28 untuk tempat belajar, Mustami Ibrahim lalu diangkat menjadi Direktur SMP merangkap sekretaris pribadi Gurutta dan Kepala Percetakan Negara. Karena daerah ini cukup aman Gurutta menetap selama dua tahun dan pesanternnya cukup ramai oleh santrei-santri baik berasal daerah sekitar maupun yang datang dari Mangkoso. Selain belajar agama dan bahasa arab para santri juga dilatih berpidato dan berdiskusi (berdebat). Dikampung ini isteri Gurutta melahirkan anak ketiganya Abdul Halim Mubarak. Untuk menjaga tempat ini, ditunjuk Letnan Satu TII Usman Commo sebagai Komandan Pengawal Markas KPK Presiden. Sebagai Wakil KPK Gurutta dilibatkan dalam perundingan dengan TNI (Kodam IV Hasanuddin) Seperti juga dalam pertemuan di Masjid Attapangnge Wajo 1958. dalam perundingan itu Gurutta didampingi oleh Abdullah Giling dan Kahar Muzakkar didampingi oleh Nurdin Pisof. Setelah itu, Gurutta bersama rombongannya kembali lagi ke daerah Luwu di kota kecamatan Bajo Palopo Selatan dan disana beliau membuka Perguruan Tinggi Al-Qasas. Didaerah itulah beliau bersama dengan Menteri Pendidikan DI/TII, B.S. Baranti, selalu mendapat serangan bom dari pesawat AURI disertai siraman Peluru 12,7 yang cukup menyeramkan dan mengerikan. Di Bajo inilah Panglima Besar Revolusi Islam DI/TII Abdul Qahar Muzakkar menyerahkan dua orang putranya (Hasan dan Guril) kepada Anre Gurutta untuk didik sebagai santri. Berhubung karena daerah Luwuk tidak aman dari serangan TNI, maka Gurutta dibawah ke daerah Sumpak Burungan (daerah Wajo atau di wilayah Kecamatan Pitumpanua) dan disanalah dibentuk suatu pendidikan yang disebut “Kader Forming“ dimana semua Perwira DI/TII mengikitinya termasuk Abdul Kahar Muzakkar. Dimedan inilah tercipta beberapa permufakatan tentang managemen dan strategi perjuangan serta hukum-hukum islam termasuk didalamnya bagaimana mengistinbat hukum dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah (hukum pidana dan hukum revolusi islam) yang kadang menghasilkan hukum mati, qishas, potong tangan dan sebagainya. Disini pulalah konflik internal diantara beberapa ulama dalam kesatuan DI/TII mulai terjadi setelah datang seorang ulama dari Solo bernama K.H. Maksum yang sengaja didatangkan oleh Kahar Muzakkar untuk melegalisasi beberapa kebikakannya yang kurang disetujui oleh ulama-ulama sunni Sulawesi Selatan. Salah satu Fatwa K. H. Maksum yang tidak

29 disetujui oleh ulama-ulama Sulawesi Selatan yang bergabung dalam DI/TII adalah fatwanya yang membolehkan seorang pria menikah Sembilan wanita, tanpa menceraikan lima diantaranya sebelumnya. fatwa ini ditolirer dan dipraktekkan oleh Kahar Muzakkar. Membolehkan menikahi sembilan wanita tanpa ada perceraian diantaranya sebagaimana difatwakan oleh K. H. Maksum ditentang oleh beberapa ulama-ulama sunni seperti Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle, Gurutta H. Abd. Rahman Mattammeng, Gurutta H. Junaid Sulaeman dan kawan-kawannya. dalam sebuah musyawarah yang dilaksanakan pada tahun 1957 di Lereng Gunung Latimojong, tidak jauh dari kera Wajo. Dalam musyawarah tersebut hadir pula Marzuki Usman Menteri Penerangan DI/TII, Mayor M.Tayyib dan Landong Ngalle serta Ajudan Anre Gurutta yaitu M. Shaleh Ahmad. Dalam musyawarah tersebut terjadi perdebatan sangat seru antara Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle dan Kawan-kawan dengan ulama lainnya seperti K.H. Maksum, K.H. Marzuki Hasan yang berpihak kepada pendapat Abd. Kahar Muzakkar dalam masalah Poligami. Dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kitab yang menjadi rujukan adalah Kitab Tafsir Fathu Al-Qadir Juz I halaman 420, karangan Muhammad bin Ali bin Muhammad Al- Syawkani, dengan membahas tafsiran surah Al-Nisa ayat 3. وإن خفتم أال تقسطوا فى اليتامى فانكحوا ماطاب لكم من النسآء مثنى وثالث ورباع ، فإن خفتم أال تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ، ذلك أدنى أال تعولوا . Artinya : Jika kamu khawatir, bahwa kamu tiada dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah perempuan lain yang kamu senangi, dua tiga, empat orang. Tapi jika kamu kuatir tiada dapat berlaku adil maka seorang saja. Atau kawinilah hamba perempuan yang kamu miliki. Dengan demikian kamu terjauh dari penyelewengan. Menurut AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dan Kawan-kawan yang sependapat dengannya, bahwa huruf wau yang terletak antara kalimat matsna (wa) tsulatsa (wa) ruba’a di dalam ayat diatas adalah wau ‘Athaf yang berarti atau, sehingga pengertian dalam ayat itu bahwa pologami dalam islam dibenarkan hanya sampai empat saja. Tetapi K.H. Maksum, Abdul Kahar Muzakkar dan kawan-kawannya yang sependapat dengannya mengatakan bahwa wau yang ada pada ayat tersebut adalah wau ziyadah yang berarti tambah, yakni, dua tambah tiga tambah empat

30 sama dengan Sembilan, kemudian didukung oleh Hadits Fi’liyah Rasulullah SAW, yang beristeri 9 orang . Karena Kahar Muzakkar memihak kepada fatwa ini, tidak lama setelah pertemuan itu selesai. AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle, Gurutta H.Abd.Rahman Mattammeng, Gurutta H. Ali Yusuf dan gurutta H. Husain serta kalangan militer yang dianggap berafiliasi dengan para ulama sunni, seperti Kapten Mensong (Komandan Batalion 6 DI/TII, Kapten Saleh (Saudara Kapten Mensong), dan Kapten Andi Batti (Wakil Komandan Batalion 6 DI/TII ditangkap, yang dikenal dengan istilah peristiwa penselonan (pembuangan tawanan dalam lingkungan DI/TII). Suatu hal yang menyedihkan sewaktu beliau diasingkan ke Sulawesi tenggara dibawah penjagaan ketat Panglima DI/TII Wilayah Sulawesi tenggara, H.M. Jufri Tambora (adik ipar dari Abdul Kahar Muzakkar) beliau bersama rombongan dijemput tengah malam dirumahnya oleh DI/TII dan dibawah kepinggir pantai Barammamase dan disana telah siap pasukan Jufri Tambora yang akan membawanya dengan menggunakan perahu lambo (finisi kecil) melintasi laut (teluk Bone) dengan pelayaran sehari semalam berangkat dari pinggir pantai Barammamase Kabupaten Wajo dan tiba di Lambai, Rante Angin pada esok harinya di kediaman Jufri Tambora. Mereka semua ditawan didesa Lambae, Kolaka Sulawesi Tenggara, dengan tuduhan akan masuk kota bergabung dengan TNI di Tanrutedong Sidrap. Tuduhan ini dibuat berdasarkan informasi dari Kapten Kahar Jumating (Komandan Batalion 8 DI/TII) yang bermarkas di Awu, Kera, daerah tempat pelaksanaan musyawarah. Setelah AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dan rombongan tiba di Lambai pada saat itu salah satu anak murid Gurutta (Yusrie Abady) yang ikut rombongan berjumlah 40 orang, bertanya kepada Gurutta dengan kalimat “Bagaimana pendapat Gurutta dengan masalah ini, kenapa kita diperlakukan sebagai tawanan perang”, beliau hanya menjawab, sabarlah anakku ini tentu ada hikmahnya dari Allah Yang Maha Berkehendak. Disaat itu belau hanya memerintahkan kepada para santri untuk membuka lahan pertanian agar dapat menanam jagung. Jadi para santri yang setia mengikuti beliau yang berjumlah 40 orang sambil bertani juga tetap belajar dibawah bimbingan langsung Anre Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle. Jadwal pelajarannya sesudah shalat subuh, pelajaran Tafsir Al-Qur’an, pukul 08.00 sampai 11.00, belajar Bahasa Arab, Hadits, Sejarah Perjuangan Rasulullah SAW, Tauhid dan Fiqhi/Ushul Fiqhi. Pada pukul 13.00 sampai

31

17.00 bertani, dan sesudah shalat Magrib pengajian halaqah dengan tema akhlak di masjid sampai pada waktu shalat isya. sesudah makan malam santri diarahkan untuk latihan diskusi diselingi dengan latihan pidato yang dibimbing langsung oleh Gurutta para santri dijadwalkan bergiliran bepidato dengan menggunakan bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Keadaan seperti ini berada di Lambai Kolaka berlangsung selama 2 tahun dalam pengasingan yakni berlangsung dari awal tahun 1959 sampai dengan akhir tahun 1960, dibawah pengawasan Letnan Kolonel Jufri Tambora (saudara kandung isteri Kahar Muzakkar yang bernama Siti Hamie) yang kebetulan bertindak sebagai Komandan Divisi DI/TII Daerah Sulawesi Tenggara. Setelah dua tahun barulah datang ajudan Kahar Muzakkar yang membawa perintah untuk mengajak AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle kembali ke Sulawesi Selatan, tapi utusan ini ditanggapi dingin oleh beliau. Tidak lama berselang datang lagi utusan, yakni Ibu Cory yang tidak lain adalah isteri Kahar Muzakkar, untuk menyampaikan atas nama pmpinan DI/TII agar AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle segera kembali ke Selatan guna membangun kekuatan potensi DI/TII dengan merangkul kembali ulama sunni karena gempuran terus menerus dari TNI yang mengakibatkan posisi DI/TII sangat sulit. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai ulama yang disepuhkan diantara ulama-ulama di Sulawesi Selatan bersama B.S. Baranti sebagai tokoh masyarakat yang dituakan oleh Kahar Muzakkar, sangat dibutuhkan kehadirannya di Sulawesi Selatan untuk bertindak sebagai saksi atau pendamping dalam pertemuan yang direncanakan antara DI/TII dibawah pimpinan Kahar Muzakkar dengan pihak TNI yang diwakili oleh Brigjen M. Yusuf selaku Pangdam XIV Hasanuddin untuk membicarakan kesepakatan damai yang dilaksanakan pada tahun 1962. di Bonepute dalam wilayah Distrik Larompong Luwu. Setelah perundingan antara Kodam XIV Hasanuddin dengan pihak DI/TII gagal, maka Abdul Kahar Muzakkar kembali memerintahkan seluruh pasukannya mengangkat senjata berperang melawan TNI, sedang AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle diperintahkan kembali ke hutan bersama dengan pasukan DI/TII dan melanjutkan pendidikan islam bersama dengan santrinya termasuk para pasukan DI/TII. Khususnya bagi pasukan PERMESTA sebanyak satu batalion dibawah pimpinan Letnan Kolonel Gerungan yang menggabungkan diri dengan DI/TII. Mulai saat itulah Letnan Kolonel Gerungan bergabung dengan AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle. Pada

32 saat itu, Letnan Kolonel Gerungan bersama dengan semua pasukannya ikhlas memeluk agama islam. Panglima Yusuf gagal untuk mengembalikan Abdul Kahar Muzakkar ke pangkuan Ibu Pertiwi, setelah itu beliau semakin meningkatkan operasi militernya dalam mengejar dan menggempur pasukan DI/TII. AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle Kembali Ke Parepare. Dalam situasi yang tidak menentu/pancaroba inilah, tepatnya pada tahun 1963, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle mencoba melakukan hubungan komunikasi dengan Mayor Andi Patonangi Kasdim Wajo, dan menginformasikan keinginannya kembali kekota dan sekaligus menginformasikan keberadaan beliau bersama dengan rombongannya yaitu didaerah siwa, lalu AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dijemput oleh pasukan TNI dibawah komando Mayor Andi Patonangi di daerah siwa, lalu kemudian beliau bersama rombongannya dibawa kembali ke Parepare setelah beliau bersama DI/TII dalam hutan selama 8 tahun. Kemudian setelah kembali kekota AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle diintegrasikan ke dalam TNI dan diposisikan sebagai salah seorang tim penasehat Oprasi Kilat yang ketika itu dibawah pimpinan Kasdam XIV Hasanuddin, Kolonel Sholihin GP dan pada saat itu juga tahun 1963, AGH. Rahman Ambo Dalle kembali memimpin dan membina DDI. Setelah 8 tahun organisasi DDI ditinggalkan oleh AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle, keadaan organisasi berjalan seperti biasa. Meskipun terasa ada beberapa kepincangan disana-sini seperti banyaknya madrasah DDI didaerah mengalami kevakuman apalagi banyaknya guru yang dikirim mengajar kedaerah menjadi korban entah diculik oleh pasukan DI/TII atau dibunuh oleh pasukan TNI karena dicurigai sebagai anggota DI/TII. Tapi berkat kesiagapan para ulama senior dan tampilnya Gurutta H. Muhammad Abduh Pabbajah memimpin Organisasi DDI selama tiga periode, yaitu mulai sejak Muktamar ke 6 yang dilaksanakan di Parepare tahun 1955, Muktamar ke 7 yang dilaksanakan di Pangkajenne tahun 1957, Muktamar ke 8 yang dilaksanakan di Sawitto Pinrang tahun 1959. Kemudian Muktamar ke 9 yang dilaksanakan di Parepare tahun 1962, terpilih Gurutta H. M. Ali Al-Yafie sebagai ketua Umum menggantikan Gurutta H. Muh. Abduh Pabbajah sebagai Ketua Umum PB.DDI periode 1962-1965.

33

Setelah AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle berhasil dibebaskan dari kekuasaan DI/TII oleh Satuan TNI dan diperkenankan kembali ke Parepare, mulailah membenahi kembali pembinaan DDI yang telah ditinggalkannya selama 8 tahun. beliau juga aktif berpartisipasi pada operasi kilat yang dilakukan oleh TNI terhadap kesatuan-kesatuan DI/TII guna menciptakan pengertian dikalangan pemerintah dan masyarakat pada umumnya bahwa DDI tidak pernah bergeser dari missinya, yaitu hanya mengurus mas’alah pendidikan, dakwah dan usaha-usaha sosial. Kemudian AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle segera melakukan konsolidasi internal DDI melalui musyawarah pendidikan oleh Pengurus Besar DDI di Mangkoso. Musyawarah ini dapat berlangsung dengan baik berkat jaminan keamanan yang diberikan oleh Letna Kolonel M. Arsyad B. yang ketika itu menjabat sebagai Danrem di Parepare. Musyawarah yang berlangsung pada tahun 1963 itu, membangkitkan kembali semangat pengabdian kepada masyarakat dikalangan warga DDI. Bahkan melalui musyawarah ini muncul gagasan untuk mendirikan Perguruan Tinggi DDI, dan perlunya membentuk suatu badan kerja sama (Haeat al-Takaful) dikalangan Alumni MAI Wajo Sengkang yang telah menyebar dibeberapa pondok Pesantren di Sulawesi Selatan utamanya di Pesantren DDI parepare, Pesantren As’adiyah di Sengkang, Pesantren Yatsrib di Soppeng dan Pesantren Modern (Al- Hadits) Bone. Tujuan utama mendirikan perguruan tinggi adalah sebagai perwujudan dari ikhtiar untuk mencatak ulama yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan bangsa dan agama. Gagasan mendirikan Perguruan Tinggi dalam musyawarah PB. DDI di Mangkoso itu akhirnya dapat diwujudkan dengan mendidirikan Perguruan Tinggi dengan nama “Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Dariyah” atau “Universitas Islam Darud Da’wah wal-Irsyad” (UI-DDI) yang didirikan pada tahun 1964. Dengan 5 Fakultas. Dengan Rektor AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle. Begitupulah terbentuknya Badan Kerjasama 4 Pondok Pesantren yang diberi nama “(Haeatu Al- Takaful li Jam’iyati al-Arba’)” yang akan dipimpin secara bergiliran oleh Pimpinan-pimpinan 4 Pondok Pesantren. Giliran pertama dimanahkan kepada AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle selaku Tuan rumah. lalu kemudian badan ini melahirkan lembaga Pendidikan Tinggi dengan nama “Ma’had Al-Dirasah Al-Islamiyah Al-Ulya”. yang didirikan pada tahun 1968, juga dipercayakan kepada AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle sebagai Syekhul Ma’had (Ketua Lembaga Tinggi) Lulusan

34 dari Lembaga Tinggi ini diberi titel Kiyai Muda (K.M) setaraf dengan BA. Kemudia jenjang selanjutnya yaitu Kiyai Penuh straf dengan Drs. setelah melakukan penelitian selama dua tahun. Pada tahun 1965 Muktamar DDI yang kesepuluh dilaksanakan di Makassar dimana ikut hadir juga AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle setelah keluar dari hutan. Ada dua suasana yang meliputi muktamar DDI ke 10 ini yaitu, pertama pada pembukaan muktamar DDI kesepuluh di Makassar itu, ketika AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle memasuki gedung pertemuan, saat itu puncak kebahagian bercampur keharuan terjadi. Banyak orang tidak kuasa membendung air matanya Anre Gurutta yang tercinta kini sudah berada ditengah kita untuk kembali mengayuh bahtera DDI sebagai wujud dari rasa syukur mereka, Anre Gurutta Ambo Dalle dipilih kembali sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Darud Da’wah wal-Irsyad (PB.DDI) periode 1965-1969. Kedua Muktamar DDI kesepuluh ini berlangsung sedikit tegang karena adanya tindakan sabotase dari oknum PKI yang melakukan pelemparan batu ke medan muktamar yang ketika itu diadakan disalah satu gedung didalam Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Situasi politik dan keamanan ketika itu memang kurang kondusif karena sementara muktamar berlangsung meletus peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Jakarta. Situasi yang seperti ini menumbuhkan keberanian para Muktamirin untuk menetapkan salah satu dictum dalam sikap politiknya bahwa DDI mendesak pemerintah untuk membubarkan PKI dan organisasi yang berafiliasi dengannya karena nyata telah terbukti melakukan tindakan pengkhianatan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada tahun 1967, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle memindahkan santri-santri putra dari Kampus DDI Ujung Baru ke Kampus DDI Ujung Lare dan menjadikannya Kampus Pondok Pesantren DDI Lil- Banin (Putra) dan Kampus DDI Ujung Baru dijadikan sebagai Kampus Santri- santri Lil- Banat (Putri). Kampus DDI Ujung Lare Pare-pare yang berjarak kurang lebih 3 kilometer dari Kampus Putri DDI Ujung Baru Pare-pare, dibangun pada tahun 1957 oleh Pengurus Besar DDI dibawah Pimpinan Gurutta H. Muh. Abduh Pabbajah, saat itu AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle dalam hutan. Dibangunlah Kampus baru Pondok Pesantren DDI di daerah Ujung Lare Parepare dengan luas tanah 3 ha lebih. Bangunan tersebut dilengkapi dengan bangunan perkantoran Pimpinan Pusat DDI di samping bangunan gedung dan lokal- lokal belajar para santri dan Auditorium. Pembelian tanah dan pembangunan gedung adalah

35 sumbangan Bapak Menteri Agama RI. K.H. M. Ilyas Sebanyak Rp.2.500.000. Lalu kemudian sejak AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle menjadikan Kampus Pondok Pesanteren DDI Ujung Lare Pare- pare tahun 1967, dilakukan pembangunan sarana dan prasaran Kampus seperti jalanan, Masjid, Perumahan Guru-guru dan asrama para santri dan lain-lain, dibantu oleh Pemerintah setempat dan swadaya masyarakat Parepare. Demikianlah kegiatan dan aktifitas Anre Gurutta dari tahun ketahun membina DDI dengan penuh semangat juang tampa pamrih, baik beliau sebagai Pimpinan Organisasi, Pimpinan Perguruan Tinggi, Pimpinan Pondok pesantren, sebagai guru, tetap memberikan pengajian dan pengajaran, maupun melayani masyarakat yang memerlukannya dari daerah dan diluar daerah bahkan diluar propinsi. Semuanya berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal yang telah diprogramkan sehingga nampak DDI berkembang pesat Khususnya Pondok Pesantren yang dibinanya baik di Kampus Pondok pesantern DDI Putra di Ujung Lare Parepare maupun Kampus Pondok Pesantern DDI Putri di Ujung Baru Parepare, dengan banyaknya santri yang datang dari luar daerah dan propinsi.

Hijrah Ke Kaballangan Pinrang. Dalam perkembangan DDI selanjutnya Khususnya perkembangan Pondok Pesantren dimasa yang akan datang dimana Anre Gurutta melihat bahwa Pondok Pesantern DDI Ujung Lare Pare-pare tidak lagi dapat menampung para peminat yang ingin belajar di pesantren karena lokasi tidak dapat dikembangkan , juga Anre Gurutta ingin agar supaya santeri yang belajar kepadanya memiliki ketulusan dan dapat mengikuti Anre Gurutta secara totalitas dan belajar bersungguh-sungguh tampa dipengaruhi oleh kepentingan politik peraktis. Dari dua sisi ini, membuat AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle berpikir pindah kedaerah lain yang memiliki potensi untuk berkembangnya DDI Khususnya Pondok Pesantren. Salah satu daerah yang dipikirkan yang memiliki potensi tersebut adalah Kalimantan Timur dimana Anre Gurutta telah menerima tawaran melalui Pengrus Wilayah DDI Kalimantan Timur H.Ahmad Bakhtar yang juga keluarga dekatnya. dengan lokasi yang cukup luas dan dana pembangunan. Tapi tiba-tiba Bupati Pinrang H.Andi Patonangi (Petta Tonang) dan H.Andi Ismail T.P. (Puang Milu) datang menawarkan sebidang tanah di Kaballangan Kabupaten Pinrang yang cukup luas

36 untuk lokasi sebuah pesantren (50 Ha). Kedua Tokoh ini sangat berjasah kepada Anre Gurutta. H.A.Ismail TP. (Puang Milu) Keluar masuk hutan membawakan Anre Gurutta Kebutuhan yang diperlukan Khususnya obat-obatan, sedangkan H.A.Patonangi (Petta Tonang) Yang menjemput dan meyelamatkan Anre Gurutta dari kekuasaan DII/TII. dan mengantarnya ketemu dengan Panglima Kodam XIV Hasanuddin Brigjen TNI M.Yusuf. dan kembali ke parepare di rumah kediamannya dengan selamat. Oleh karenanya Tawaran itu langsung disetujui oleh Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle. setelah melalui pertimbangan dan shalat istikharah. Maka dibangunlah Pondok Pesatren tersebut yang diletakkan batu pertamanya oleh Anre Gurutta pada tanggal 1 Nopember 1978. Setelah selama satu tahun dalam pesantren ini berhasil dibangun dua buah gedung yaitu satu buah perumahan yang ditempati sementara Pimpinan Pondok dan yang lainnya adalah Ruang belajar 4 lokal . Kemudian pesantren ini diresmikan oleh Menteri Agama RI. Jendral Purnawirawan TNI. Alamsyah Ratu Perwira Negara pada Tanggal 7 Nopember 1989. dengan nama Pondok Psantren Manahilil Ulum Addariyah DDI Kaballangan. Sejak Anre Gurutta pindah kekaballangan, maka dibangunlah diatas lokasi pesantern ini perumahan Pimpinan Pondok (Rumah Anre Gurutta Ambo Dalle), Perumahan guru-guru, Masjid, Aulah, Asrama santri, ruangan belajar yang memadai dan laboratorium dan sarana prasana serta pasilitas lainnya. Pondok Pesantren “Manahilil Ulum Addariyah DDI“ ini tepatnya berlokasi di RK Batri, Kampung Sokang Desa Kaballangan Kabupaten Pinrang. terletak pada jarak 7 kilometer dari ibukota Kabupaten Pinrang, 35 Km dari Parepare dan 200 kilometer dari Makassar Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Secara Geografis, Kabupaten Pinrang terletak disebelah utara kota Parepare. Sedangkan batas-batas daerahnya meliputi : sebelah utara berbatasaan dengan tiga Kabupaten, Yakni Polmas, Enrekang dan Tana Toraja. Disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidrap, sebelah selatan berbatasan dengan kota Parepare dan disebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar. Kabupaten Pinrang memiliki atau terbagi atas sebelas wilayah Kecamatan, yaitu kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiri sompe, Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatam Paleteang, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Batulappa, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Lembang.

37

Wilayah ini sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani baik sawah, tambak maupun perkebunan dimana ada tiga kecamatan memiliki daerah dataran tinggi dan pegunungan selebihnya sebagai nelayan ini sesuai dengan potensi alamnya. Dengan topograpi tanah yang subur dengan lahan persawahan dan perkebunan yang sebagian lainnya tidak jauh dari pantai, sehingga sangat potensial untuk tambak. Kabupaten Pinrang sangat menonjol dalam hal swasembada beras dan terkenal dengan lumbung padinya. Begitupula pada sektor pertanian tambak, daerah ini terkenal dengan swasembada ikan dan udang. Tapi memang ada juga penduduk Pinrang ini yang mata pencaharinnya disektor jasa, sebagai pedagang dan pegawai negeri. Dalam sejarahnya yang panjang, Pinrang merupakan awal munculnya Kerajaan Suppa di masa lampau yang dalam politik pertahanan keamanan pernah menggabungkan diri dalam pakta pertahanan “Ajattappareng“ bersama Bacukiki (Parepare) dan Kerajaan-kerajaan di sekitarnya atas nama Sawitto. Sedangkan secara etnografis, Kabupaten Pinrang ini salah satu daerah bugis. Masyarakat Pinrang ini biasanya disebut juga Bugis Pinrang seperti daerah lain yang didiami masyarakat bugis seperti Bugis Sidenreng, Bugis Soppeng, Bugis Wajo, Bugis Bone, Bugis Barru dan lain-lain. Penamaan Bugis Pinrang, mungkin disebabkan adanya tata nilai dan sistem budayanya sedikit berbeda seperti juga daerah-daerah bugis lainnya. Pinrang juga dijiluki dengan bumi Lasinrang, nama ini diambil dari salah seorang pejuang dan pendekar Sawitto yang memimpin pemberontakan rakyat pinrang melawan pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1904-1906 dan berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke jawa sampai tahun 1938. Pesantren yang dikelolah diasuh langsung oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle beserta beberapa tenaga pengajar Seperti, Dr. H. Abd. Rahim Arsyad, MA. H. Syamsul Bahri MA, H.Muhammad Yunus Shamad Lc.MM, Drs.H.Jamaluddin S, H. Lukmaul Hakim Lc dan sejumlah guru –guru santeri seniornya yang ikut bersama Anre Gurutta pindah Ke Kaballangan ditambah dengan guru-guru bantuan dari Pemerintah, baik melalui Departemen Agama maupun dari instansi lainnya. disamping itu terdapat dua tenaga pengajar atau dosen dari Al-Azhar Mesir yang ikut membantu kelangsungan dan pengembangan pesantren ini, disamping seorang Volunteer dari Australiah yang membantu mengajar bahasa inggeris kepada para santri. Dalam

38 waktu relatif singkat Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan dari tahun ketahun meningkat dan berkembang dengan pesat baik dari jumlah santri yang mencapai lebih dari 1500 orang pada tahun 1990, maupun sarana dan perasana dalam Kampus seperti dilengkapinya dengan beberapa Laboratorium seperti bahasa dan lain-lain. Dalam kegiatan belajar mengajar dipesantren ini, diterapkan kegiatan formal dengan sistim klasikal modern, kegiatan informal dengan sistem pengajian/pesantrenan yang diadakan diluar waktu kegiatan kelasikal dan kegiatan non formal ialah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk pembinaan keterampilan anak santri dan meyalurkan/mengembangkan bakat mereka seperti, seni olah raga dan lain-lain . Demikianlah pesantren ini menata dirinya sampai menjadi salah satu pesantren yang terkenal dengan dikunjunginya oleh sejumlah pejabat tinggi Negara baik di masa orde baru maupun diera reformasi bahkan dari luar negeri seperti Saudi Arabia dan Malaysia. Itulah AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle membina dan mengembangkan DDI melalui triloginya Dakwah, pendidikan dan usaha-usaha sosial. Sebagai pimpinan Organisasi (Ketua Umum PB.DDI) beliau Mondar-mandir dari pesantren Kaballangan ke Makassar (Kantor PB.DDI) mengadakan pertemuan dengan Sekjen dan pengurus PB. DDI lainnya untuk memikirkan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut DDI dimasa yanh akan datang. Dan beliau secara rutin mengunjungi Wilayah-wilayah, Daerah-daerah dan Cabang-cabang yang mengundangnya. sebagai Pimpinan Pondok Beliau dalam kesehariannya melakukan pembinaan langsung dan pengajaran kepada Para santrinya bersama dengan para pembantunya baik pendidikan formal, Informal dan non formal. AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle. Juga beliau menerima tamu dari berbagai unsur pemerintah baik tingkat Pusat, Peropinsi maupun dari Pemerintah Daerah, juga beliau menerima tamu dari lapisan masyarakat dan memenuhi harapannya apabila mereka memerlukan Anre Gurutta seperti menghadiri undangan mereka dalam acara-acara Hari-hari Besar Islam, acara-acara sosial kemasyarakatan, acara-acara resmi dari suatu instansi dan lain- lain. itulah acara keseharian Anre Gurutta yang dilaksanakan tampah lelah sekalipun beliau kadang-kadang sakit. Lima tahun sebelum meninggal tahun 1991, beliau banyak melakukan perjalan keluar negeri seperti ke Mekkah melaksanakan ibadah Haji dan juga mengambil ibadah

39

Umrah secara terpisah, begitupula berkunjung ke Malaysia Ke Serawak untuk beziarah dan bersilaturahmi kepada Menteri Besar Serawak di Kucing untuk memenuhi undangannya sebagai balas kunjungan yang pernah dilakukan Menteri Besar itu ke Kaballangan. Sekalipun beliau kondisi kesehatannya kurang fit masih menerima dan berbicara lama dengan penulis yang ditemani oleh Dr. Hasyim Kini dikamarnya. Pada hari Rabu tanggal 6 Nopember 1996, dua hari sebelum mengalami kondisi koma, penulis bersama isteri kembali menemui beliau dikamarnya dan Beliau lama bercerita tentang keadaan DDI secara umum dan secara khusus Pesantern Kaballangan bahkan secara khusus dirinya. Kamipun menangis karena beliau menangis sampai suara tangisnya didengar diluar rumah dan anak-anak santripun berdatangan ke kamarnya Anre Gurutta. Pada hari jumat pagi tgl 8 Nopember 1996, pagi-pagi beliau ke Parepare memenuhi undangan serah terima KAPOLWIL Parepare, selesai acara tersebut beliau kembali kekaballangan setelah beliau singgah dirumahnya di Pare-pare makan siang, setelah selesai shalat jum’at beliau istirahat dikamarnya dan tidur sampai waktu shalat ashar, namun ketika dikasih bangun beliau tidak sadar (koma) dan cepat dibawa ke RSU Tipe C Pare-pare untuk mendapatkan perawatan Namun RSU Pare-pare cepat merujuk ke Rumah Sakit Akademis Makassar untuk mendapatkan perawatan khusus dan langung dibwah ke Ruang Intensif Care Unit (ICU). Para Dokter Ahli yang memeriksa dan merawat beliau mengatakan bahwa Anre Gurutta baik-baik saja dan tidak mengidap penyakit serius kecuali penyakit ketuaan dan usianya telah uzur. Tuhan memberi keistimewaan untuk melalui masa akhir hayat dengan tenang dan penuh kedamaian. Rupanya sakit Anre Gurutta kali ini merupakan yang terakhir. Setelah beberapa hari menjalani perawatan, akhirnya Qadhaullah pun datang, pada hari jum’at tanggal 29 Nopember 1996, saat kaum muslimin sedang melaksanakan shalat jum’at tidak ada satu pun orang dalam ruang ICU tersebut kecuali menantunya (Besse Nuriyah Isteri Anaknya H. Abd. Halim Mubarak) yang tidur dibawah tempat tidur beliau Anre Gurutta Haji Abd.Rahman Ambo Dalle menghembuskan nafas terakhir, meninggalkan semua yang dicintai dan mencintainya menuju kepada Zat yang lebih mencintainya. AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle berangkat dengan hati yang tenang (Nafs al-Mutmainnah) karena perjuangan yang dirintisnya telah membuahkan hasil. Pada hari itu juga jenazah beliau dibawah ke Parepare di rumahnya sendiri di Ujung Baru

40

Pare-pare disemayamkan, untuk memberikan kesempatan kepada warga DDI dan masyarakat untuk melayatnya. Esoknya, hari sabtu tanggal 30 Nopember 1996. Anre Gurutta dibawah ke Mangkoso setelah dilakukan shalat jenazah oleh ribuan masyarakat yang datang memenuhi Masid Raya Parepare untuk dimakamkan di halaman depan Masjid Mangkoso, berdampingan dengan Gurutta H.M. Ambri Said dan H. Andi Muhammad Yusuf A.Dagong (Pettang Soppeng). Tumpah ruahnya ribuan orang pada proses pemakaman beliau menunjukkan betapa besarnya kecintaan ummat kepadanya. Kapuspen ABRI yang mewakili pemerintah Pusat, dan petinggi Sulawesi Selatan , mulai Gubernur Ketua DPR, Pangdam, Kapolda serta tercatat 11 Bupati dan sejumlah Pejabat yang mewakili Pemda disamping puluhan Tokoh Penting lainnya, turut mengantarkan beliau keperistirahatan terkahir . Dari Jakarta, Wakil Presiden, Pangab, Mendikbud, dan Kasad mengirimkan karangan bunga sebagai tanda duka cita. Kini Anre Gurutta Haji Abd. Rahman Ambo Dalle secara lahiriyah/pisik telah tiada namun Anre Gurutta secara hakikat tetap ada dan bersama dengan kita karena meninggalkan Karya yang paling besar dan monumental adalah Darud Dakwah Wal-Irsyad ( DDI ) yang diwariskan kepada kita semua. Gurutta selalu mengatakan DDI adalah Saya dan saya adalah DDI. Tugas melanjutkan pejuangan suci membebaskan ummat dari kebodohan dan keterbelakangan berada dipundak kita sebagai kader dan generasi penerus apapun posisi dan professi kita mari kita patrikan tekad, ikrarkan janji , padukan hati dan satukan langkah untuk mengantar DDI mencapai kejayaannya menerangi ummat manusia dibawah naungan Mardhatillah.

41

BAGIAN KEDUA Gerakan Dakwah AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Nabi Muhammad SAW sebagai Da’i pertama dalam agama islam, ketika mengawali dakwahnya Nabi berhadapan dengan masyarakat arab Jahiliyah. Peredikat Jahiliyah yang dikenakan pada masyarakat arab pada waktu itu tidaklah menunjukkan bahwa masyarakat arab pada waktu itu bodoh dan terkebelakang dan bukan pula sebagai priodisasi sejarah yang mengawali era islam. Karena itu Jahiliyah merujuk pada kenyataan bahwa dikala itu masyarakat menyembah berhala yang dalam literatur barat dikenal sebagai paganisme. Konotasi jahiliyah dapat dipahami sebagai karakter dan budaya masyarakat ketika Nabi Muhammad SAW mengawali dakwahnya. Keangkuhan, kesombongan dan keingkaran mereka tunjukkan untuk melawan islam yang mengajak manusia untuk membebaskan manusia dari pada penghambaan sesamanya dan tidak ada perhambaan kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Dengan kata lain bahwa jahiliyah adalah setiap konsep /ajaran / Kultur yang mengekang dan memperbudak sesama manusia mengikuti aturan, nilai dan budaya yang dibuat oleh manusia itu sendiri bertentangan dengan ajaran islam. Islam adalah satu-satunya ajaran kehidupan yang membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia karena aturan, nilai, hukum dan ajarannya bukan bersumber dari manusia itu sendiri melainkan bersumber dari Allah SWT. yang menciptakan manusia dan maha mengetahui kebutuhan makhluk-Nya QS. Al-Mulk, ayat : 14 أال يعلم من خلق وهو اللطيف الخبير. Artinya : Ingat dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui ciptaan-Nya dan Dia Maha halus lagi Maha Mengetahui. Apabila mereka tunduk dan taat maka ia hanya tunduk kepada penciptanya dan taat kepada aturan, hukum. Perintah dan syari’atnya melalui pesan-pesan kitab sucinya yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad SAW ialah kitab Al-Qur’an. Namun aturan dan nilai- nilai tersebut tidak mungkin dipahami dan diamalkan oleh manusia tanpa didakwakan dan disampaikan kepada mereka melalui media dan metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu Al-Qur’an sebagai kitab dakwah, adalah merupakan ruh, motivasi, ramuan, eksistensi, dustur dan konsepnya. Dengan

42 kata lain bahwa Al-Qur’an itu adalah sumber autentik dan referensi yang akurat harus menjadi rujukan oleh setiap Da’i baik Al-Qur’an sebagai media, metode, materi dakwah dan lain-lain dari pada unsur-unsur dakwah yang dikandungnya. Bagi setiap Da’i harus membawa kitab dakwah (Al-Qur’an) dan menyampaikan kepada masyarakat sesuai dengan petunjuk yang digariskan Allah dalam kitab-Nya itu agar dakwahnya dapat diterima oleh manusia sehingga dapat memahami dan mengamalkan dengan benar untuk mewujudkan kebahagiaan didunia dan akhirat sebagaimana tujuan diturunkannya agama kepada manusia. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dakwah semakin diperhadapkan kepada banyak tantangan dan problematika yang menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pemikir dan peraktisi dakwah untuk mendapatkan solusinya. Saat ini kita sedang berada dalam era globalisasi dan berhadapan dengan arus yang menyertainya. Perobahan berlangsung begitu cepat dan jawaban selalu jauh tertinggal dibelakang. Oleh karena itu, mau tidak mau peran keagamaan perlu ditinjau ulang dan direvitalisasi. sebab ditengah gempuran modernisasi dan globalisasi yang berlangsung sangat cepat dan sulit ditebak arahnya itu orang masih tetap percaya dan berharap pada agama dalam segala aspeknya untuk tampil menghadapi dan memecahkan masalah yang ditimbulkannya. kalau saja dipersonifikasikan sosok para penganjur agama itu diharapkan tampil bagaikan “Supermen“ yang mampu membuat keajaiban untuk mencari penyelesaian dan dapat membimbing manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama islam yang merupakan rahmatan lil-alamin. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle, oleh masyarakat menganggap sebagai salah seorang mempunyai kemampuan melalui gerakan dakwahnya, dapat membimbing manusia untuk mengamalkan ajaran agamanya dengan benar dan membebaskan manusia dari aturan dan budaya yang tidak islami. Namun sebelum diutarakan bagaimana gerakan dakwahnya penulis lebih dahulu mengutarakan pengertian dakwah, Dasar Hukum dan metode dakwah serta sifat- sifat yang perlu dimliki para peraktisi da’wah.

Pengertian Dakwah

43

( دعا - : Dakwah ditinjau dari segi etimologi, berasal dari bahasa arab dengan tashrifnya berarti : seruan, ajakan, doa atau panggilan. Kata dakwah merupakan isim يدعو - أدع- دعوة - ) da’a), ajakan Louis Ma’luf (1989: 216). Menurut Tim penulis IAIN Syarif) دعا ,mashdar dari kata Hidatatullah (1992:207), dakwah diartikan sebagai “ajakan kepada islam“. Kata Da’a dalam Al- Qur’an terulang sebanyak lima kali, sedangkan kata Yad’uw terulang sebanyak 8 kali, kata Da’wah terulang sebanyak 4 kali, sedangkan kata Ud’u (ajaklah) tanpa kata ganti terulang sebanyak 10 kali. Muhammad Fuad Abd.Baqi (1992:330). Dakwah dalam artian mengajak, ditemukan dalam Al-Qur’an sebanyak 46 kali. Setelah mendata seluruh kata dakwah, maka dapat didefinisikan secara terminologi bahwa dakwah Islam sebagai kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah, untuk mengikuti dan mengamalkan apa yang disampaikan kepadanya tentang ajaran agama islam sebagaimana firman Allah QS: Yusuf : 108 قل هذه سبيلى أدعوا إلى هللا على بصيرة ...... Kata bashirah menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik, karena dakwah bukan saja menciptakan keshalehan pribadi tetapi juga menciptakan keshalehan sosial, untuk mewujudkan masyarakat yang shaleh tidak mungkin dilakukan tampa bashirah, metode dan materi dakwah yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan serta permas’lahan yang dihadapi masyarakat. Dari sini dipahami bahwa dakwah adalah upaya membebaskan ummat manusia secara fundamental, yaitu aktualisasi teologis (iman yang dimanifestasikan dalam sistem kegiatan dalam bidang sosial kemasyarakatan) Kondisi ini dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir dan bertindak dalam dataran kenyataan individual dan sosial kultural dalam rangka mewujudkan ajaran islam pada semua aspek kehidupan dengan cara tertentu. (Ahmad, Amrullah 1983:2)

Dasar Hukum Dakwah Misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. dengan membawa ajaran Islam adalah Rahmatan Lil-‘Alamin QS, Al-Anbiya ayat : 107, وما أرسلناك إال رحمة للعالمين .

44

Artinya : Tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. sehingga ajaran Islam dapat tersebar secara merata dalam masyarakat yang dimulai pada masa Rasulullah SAW. Kemudian dilanjutkan oleh para Sahabat dan Tabi’in kemudian seterusnya dilanjutkan oleh generasi sampai sekarang ini. Islam tersebar ke berbagai wilayah dan diterima oleh manusia karena adanya aktifitas dakwah. Namun terkadang aktifitas dakwah itu tidak mendapat perhatian yang serius. Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa dakwah itu adalah hukumnya wajib, agar setiap muslim dapat menyadari tentang pentingnya dakwah itu, minimal ikut berpartisipasi dan memberi kontribusi terhadap aktifitas dakwah. Kewajiban melaksanakan dakwah atas perintah Allah yang ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadits Nabi antara lain : QS. An-Nahl (16 : 125, QS : Ali ‘Imran (3): 110, QS: Al-Taubah (9): 71, dan lain-lain. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, para ulama sepakat menetapkan bahwa dakwah hukumnya wajib. Penetapan hukum ini diambil dari kalimat “ Ud’u“ dalam surah al-Nahl ayat 125, أدع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى أحسن Artinya : Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang terbaik. dan kalimat “ wal-Takun “ dalam surah Ali ‘Imran ayat : 104, ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dariyang mungkar, merekalah orang- orang yang beruntung. yang berbentuk perintah (shigat amar), menunjukkan bahwa perintah berdakwah amar ma’ruf nahi mungkar dalam ayat tersebut adalah wajib (Fardu). Hal ini sesuai dengan kaidah ushulFiqhi, (Abd.Hamid Hakim, 1972 : 12) األصل فى األ مر للوجوب إال ما دل على الدليل على خالفه Imam Al-Gazali sebagaimana yang dikutip Jamaluddin Al-Qasimiy menyatakan bahwa dakwah merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh ditawar lagi, sebab dengan menunjuk ayat tersebut diatas kebahagiaan manusia terkait pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar. Jamaluddi

45

Al-Qasimi (1975: h.447). Hanya saja para ulama berselisih pendapat tetang apakah kewajiban itu dibebankan kepada setiap individu muslim (fardu ‘ain) atau kewajiban itu hanya dibebankan pada sekelompok orang saja dari ummat Islam secara keseluruhan (fardu kifayah). Perbedaan yang (أمة) dan (منكم ) “ pendapat tersebut lahir dari cara memaknai kalimat dan kata “minkum terdapat dalam redaksi ayat tersebut. Jalaluddin Al-Suyutiy, Al-Zamakhsyariy, Al-Qurtubiy, Al-Gazaliy berpendapat bahwa yang bermakna (للتبعيض) kalimat minkum dalam ayat tersebut menunjukkan ma’na li-al-Atab’idh yang berarti (طائفة) sebahagian, sedangkan kata ummatan mengandung makna Thaifah golongan. Dengan demikian makna ayat diatas seakan berbunyi, ولتكن منكم طائفة مميزة قامت بالدعوة واألمر بالمعروف والنهى عن المنكر Artinya : Jadilah kamu kelompok khusus yang melaksanakan dakwah dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang kepada yang mungkar). Pandangan mereka tersebut lahir dari argument bahwa yang wajib berdakwah itu hanyalah mereka yang memiliki keahlian dalam masalah agama dan menghayati serta mengamalkan apa yang didakwakan itu. karena tidak semua umat Islam memiliki keriteria tersebut. Dengan demikian yang wajib berdakwah itu hanyalah orang-orang tertentu saja yakni para ulama. Jika para ulama tersebut sudah melaksanakan dakwah maka gugurlah kewajiban yang lain untuk berdawah. Hal tersebut dapat dilihat dalam kitab Abi Abdillah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshariy al-Qurtubiy,(tth.: 1047), Al-Zamakhsyariy menambahkan (tth,: 425) selain ahli dibidang keagamaan, seorang Da’i harus pula memahami metode dan strategi dakwah. Sementara itu Ismail Haqqi (tth,: 74) mempersamakan dakwah dengan jihad, yang mana jenis hukumnya berjihad tersebut adalah fardu kifayah. Sementara itu, Muhammad Abduh dan Al-Razi, menurut Muhammad Rasyid Ridha (tth. : dalam QS: Ali ‘Imran (3) : 104, diatas (ولتكن) berpendapat bahwa kalimat waltakun (26 mengandung perintah wajib yang mutlak tampa syarat yang mengikat, dan kata min yang mendahului kata kum dalam ayat ini menunjukkan ma’na li- al-bayan (penjelasan), bukan berma’na li-al-Tab’idh sebagaimana yang dikatakan oleh kelompok pertama tadi. Dengan demikian, kata ummatan diartikan dengan al-jama’ah yang berma’na seluruhnya (manusia) sehingga ayat tersebut seakan berbunyi :

46

ولتكن منكم أمة (جماعة) يدعون إلى الخير...... Artinya : Jadilah kamu sekalian umat manusia mengajak kepada kebaikan ………. Muhammad Rasyid Ridha yang merupakan yang merupakan murid Muhammad Abduh ternyata juga berpandangan bahwa memang perlu adanya sekelompok profesional yang dapat menjalankan dakwah secara baik. Keriteria kelompok dakwah yang profesional dibidang dakwah tersebut antara lain memiliki ilmu yang sempurnah dibidang keagamaan dan dakwah, sejarah umum, ilmu jiwa, akhlak, sosial politik, perbandingan mazhab dan retorika. Rasyid Ridha (tth. : 26). membagi tugas dakwah kepada dua kategori, yaitu dakwah khusus dan dakwah umum. Dakwah khusus adalah ditujukan kepada masyarakat umum yang memenuhi keriteria Dakwah,hal ini menjadi tugas bagi juru dakwah profesional. Kategori ini menurut Rasyid Ridha sesuai dengan ayat QS, Al-Taubah (9) : 122. وماكان المؤمنون لينفروا كافة فلوال نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى الدين ولينذ روا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يخذرون. Terjemahanya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Adapun yang dimaksud dengan dakwah umum yaitu dakwah kepada pribadi, rumah tangga dan kelompok tertentu dalam masyarakat. Karenanya dalam melaksanakan dakwah secara umum ini tidak dituntut adanya keahlian khusus berdakwah. Dengan begitu, dakwah umum ini menunjukkan bahwa setiap individu muslim wajib mengambil peran sebagai Da’i.nRasid Ridha (tth. 28), maksudnya, setiap umat Islam berkewajiban untuk menyampaikan dakwah sesuai dengan kemampuan yang dimiliknya masing-masing. Dari paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dakwah adalah wajib ‘ain (individu). Namun kewajiban dakwah bagi setiap muslim tersebut hanyalah terbatas sesuai dengan kapasitas kemampuannya. Islam tidak menuntut manusia diluar dari kemampuannya. Sedangkan orang yang tidak mampu untuk berdakwah dengan berbagai sebab tidak terkena kewajiban ini sesuai dengan gugurnya kewajiban orang yang tidak mampu.

47

Metode Dakwah Dakwah Islam adalah dakwah yang benar dan harus melalui jalan dan metode yang benar. Jalan dan metode tersebut tidaklah mudah tanpa hambatan, tetapi menghadapi banyak tantangan bahkan kesulitan yang memerlukan segala pengorbanan, sehingga tidak semua orang mudah melewatinya kecuali orang-orang yang memiliki kesabaran. Dengan kata lain menapaki jalan dakwah membutuhkan kecerdasan dalam berbagai dimensinya. Olehnya itu pesan Allah SWT kepada nabi-Nya agar menjalankan dakwahnya dengan penuh kesabaran sebagaimana dalam QS, 46 : 35. فاصبر كما صبر أولوا العزم من الرسل وال تستعجل لهم Terjemahnya, Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Oleh karena itu, bagi Da’i khususnya para muballig hendaknya mengikuti konsep metode dakwah yang telah digariskan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur’an yang telah dijalankan oleh nabi-Nya Muhammad SAW. sebagai Awwalu Da’iyah fi al-Islam yang terbukti sukses, Ajaran/Manhaj tersebut tersimpul dalam perintah Tuhan kepada nabi-Nya sebagaimana dalam Al-Qur’an Surah Al-Nahl ayat 125, ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين. Terjemahanya, Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah gan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dalam ayat ini, Secara gamblang Allah menyebut tiga manhaj / metode Pokok / asas yaitu, Manhaj / metode al-Hikmah, Metode al-Maw’idhat al-Hasanah, dan Metode al- Mujadalah bi al-lati hiya Ahsan (berdebat dengan cara yang terbaik) . 1. Manhaj Al-Hikmah

48

Kata Hikmah ; mempunyai banyak dilalah, menurut Ibnu Manzhur (t.th : 140- 143), dalam bahasa arab lafaz tersebut mengandung banyak arti diantaranya : al-Adlu (keadilan), al- Ilmu, Pengetahuan, al-Hakam (kendali), al-Nubuah (kenabian), al-Qur’an, al-Injil, al-Sunnah, juga dinamakan al-‘Illat (sebab dan ‘illatnya), dikatakan Hikmat al-Tasyri’ atau (wa ma al-hikmatu fi zalika) Para ulama memberikan definisi yang berbeda-beda diantaranya, Raghib Al- Ashfahaniy (t.th : 127), menyatakan secara ringkas bahwa hikmah adalah sesuatu yang menemukan kebenaran berdasarkan ilmu dan akal. Sedangkan Thabathabaiy berpendapat bahwa hikmah adalah argument yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan dan tidak mengandung kelemahan dan kekaburan. Dalam kamus Al-Bahru al- Muhith li-Abi al-Hayyan (t.th : 419), mengatakan bahwa hikmah adalah meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya dan menemukan sesuatu dalam ucapan dan perbuatan. Ibnu Al-Katsir (t.th.: 148) menafsirkan al-Hakim yang bijak dalam ucapan dan perbuatan dan meletakkan sesuatu pada tempatnya. Juga hikmah berarti, yang paling utama dari segala sesuatu baik pengetahuan maupun perbuatan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bisa digunakan /diperhatikan akan mendatangkan kemashlahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar. Pakar Tafsir Al-Biqa’iy menurut Quraesy Syihab (2000 : 387), menggaris bawahi bahwa al-hakim yakni yang memiliki hikmah, harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya sehingga ia tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu,atau kira-kira dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba. Dari sejumlah pengertian dan definisi yang telah dikemukakan diatas memberi dilalah bahwa hikmah itu, mewujudkan sikap, ucapan dan perbuatan yang terbaik dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya agar mendatangkan mashlahat dan menghindari terjadinya madharrat. Namun apakah dilalah tersebut sudah itu yang dimaksud apabila kita melihat dari sudut pandang dakwah sebagaimana redaksi ayat. ادع إلى سبيل ربك بالحكمة Ayat ini turun di Mekah disaat itu kota Mekah dihuni oleh bangsa dan suku yang berbeda-beda latar belakang tabiat,budaya,pemikiran dan aqidah /aliran kepercayaan, ada kafir musyrik, munafik, penyembah berhala ada pula yang telah mempercayai ajaran

49

samawiyah (Ahlul Kitab) Yahudi dan Nashrani dan ada juga golongan hanif yang turun temurun mempercayai ajaran nabi Ibrahim. Ibnu Rusydi sebagaimana yang dikutip oleh Rajab Al-Syitewi (1989:189), berkata tabiat manusia itu berbeda-beda ada yang menerima dakwah dengan dalil dan alasan yang rasional, ada juga yang menerima dakwah dengan nasehat dan peringatan dan adapula yang menerima dengan melalui jadaliyah debat dan diskusi. Manusia pada umumnya menerima dakwah / ajaran agama melalui tiga hal tersebut. Oleh karena itu turunlah ayat memerintahkan untuk mengajak mereka kejalan Allah melalui metode, بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى أحسن maksudnya melaksanakan dakwah (بالحكمة) Jadi metode dakwah bil-hikmah menurut metode realitas, yaitu melakukan pengkajian dan analisa realitas terhadap masyarakat dengan mempelajari kondisi internal dan externalnya, tingkat intelektualitasnya, kondisi psykologinya latar belakang tabiat dan budayanya serta status ekonomi dan sosialnya. Kemudian membuat program yang tepat dan persiapan yang matang sebelum terjun memulai kegiatan dakwah kepada mereka, sehingga para Da’i baik individual maupun kelompok mampu memberikan diagnosa yang tepat kepada pasiennya dan meletakkan dakwahnya sesuai kebutuhan masyarakat dengan penyampaian yang Rasional, actual, faktual dan mengikuti retorika yang tepat. 2. Manhaj Al-Maw’idhah Al-Hasanah berasal dari ( الموعظة الحسنة ) Menurut Ibnu Manzdur (t.th. : 191) kata Maw’iidhat yang berarti, nasehat menasehati, ia adalah merupakan metode ( وعظ - يعظ - وعظة ) kata lain yang dipergunakan oleh Da’i untuk menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat yang memiliki hati yang lemah dan lunak. Oleh karena itu definisi maw’idhat, ialah kata atau ucapan yang benar yang dapat melunakkan hati yang keras dan berpengaruh pada jiwa, kata-kata yang dapat mengekang dan mengendalikan gejolak jiwa yang liar serta meningkatkan kehalusan jiwa yang kasar dengan iman dan hidayah, dengan kata lain, maw’izdat ialah nasehat dan peringatan dengan kebaikan dan kebenaran yang dapat melunakkan hati dan mendorong untuk beramal shaleh, Rajab Al-Syitewy (t.th.: 191),

50

Maw’izdah al-Hasanah adalah metode dalam menyampaikan dakwah yang menarik tidak meliarkan, mendekatkan tidak menjauhkan memudahkan dan tidakmenyulitkan karena ia masuk dalam hati dan menyentuh perasaan dengan kasih dan halus sehingga dapat memberi petunjuk kepada hati yang keras perasan yang liar, Firma Allah dalam QS, al-Isra’ ayat : 53, وقل لبعبادى يقولوا التى هى أحسن إن الشيطان ينزغ بينهم ، إن الشيطان كان لإلنسان عدوا مبينا Terjemahnya, dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar), sesungguhnya syetan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Begitupula dalam QS, al-Fushshilat ayat 33. ومن أحسن قوال ممن دعا إلى هللا وعمل صالحا وقال إننى من المسلمين . Terjemahannya, Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh, dan berkata sesungguhnya akau termasuk orang-orang yang menyerahkan diri. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa Maw’izdat al-Hasanah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Apabila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya, inilah yang bersifat hasanah kalau tidak adalah buruk yang harus dihindari. Metode maw’izdat al-hasanah mempunyai beberapa karakteristik antara lain : 1. Halus redaksi dan lafalnya, dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. 2. Beraneka macam bentuknya sehingga Da’i dapat memilih bentuk yang paling sesuai dengan kondisi dan situasinya. 3. Pengaruhnya besar pada jiwa pendengarnya, hal itu nampak adanya penerimaan nasehat dan cepat direspon, juga menanamkan kecintaan dan kasih sayang pada hati masyarakat, disamping dapat melokalisir kemungkaran dan menghentikan penyebarannya dimana orang dapat merasa malu apabila tidak menerima orang yang memberikan nasehat yang baik kepadanya sehingga minimal tidak menampakkan kemungkaran yang dilakukaknnya, dan lain-lain Al-Bayanuny (thn. 2001 : 261).

51

3. Manhaj Al-Mujadalah artinya perdebatan ( جادله - وجداال - ومجادلة ) Mujadalah berasal dari kata jadalah dan diskusi. Secarah istilah dapat ditemukan dalam berbagai pendapat ulama antara lain : a. Abul Fath Al-Bayanuny (2001:261), Diskusi/debat yang saling mengemukakan alasan untuk mengalahkan lawannya. b. Quresy Syihab, Upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa ada suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. Iskandar (2007:56) c. Sayyid Muhammad Thanthawy (2001:1), menyatakan bahwa al-Mujadalah adalah upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat dan meyakinkan. Jadi al-Mujadalah adalah metode dakwah dengan tukar menukar pendapat/pikiran atau diskusi. Pada metode ini obyek dakwah dapat menerima dakwah dengan perasaan mantap dan puas, karena melalui perdebatan (diskusi) yang memberikan kesempatan untuk bertanya jika ada hal-hal yang tidak dipahami atau kurang setuju dengan materi yang dikemukakan oleh Da’i. Disisi lain metode ini memberikan isyarat kepada Da’i untuk menambah wawasan dalam segala segi sehingga dapat memberikan jawaban /bantahan kepada objek dakwah secara baik dan benar yang disetai dengan argumentasi dan bukti yang kuat serta meyakinkan. Oleh karena itu para Da’i sangat memerlukan metode ini khusunya pada masa kini dimana fitnah-fitnah bermunculan dan kerusuhan meraja lela, khususnya munculnya berbagai macam aliran –aliran sesat dan teroris yang mengatasnamakan agama, sedangkan agama suci dan jauh dari padanya, yang sudah dinyatakan sesat dan menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dilarang oleh pemerintah, Disamping itu juga memang manusia tabiatnya suka berdebat/berdiskusi dan berbantah- bantahan dimana manusia biasanya memunculkan debat dan tanya jawab disekitar materi yang dikemukakan kepadanya sebagaimana firman Allah dalam QS, Al-Kahf, ayat 54,

52

ولقد صرفنا فى هذا القرءان للناس من كل مثل ، وكان اإلنسان أكثر شئ جدال. Terjemahnya, Dan sesungguhnya kami telah menjelsakan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan, Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. Oleh karena itu, Da’i harus menguasai ilmu debat. علم اداب البحث والمناظرة Dan kepada Da’i harus bersikap baik dan lapang dada terhadap lawan debatnya dengan sikap sebagai berikut : 1. Mendengarkan dengan baik pandangan lawannya. 2. Berusaha mengemukakan alasan/dalil yang mendukung pendapatnya tampa ingin mengalahkan dan memenangkan perdebatan dengan cara kasar dan lain-lain 3. Menyambut pendapat lawannya dengan akal sehat dan pikiran terbuka 4. Tawadu’ sekalipun lawan debatnya mudah dari padanya dan kurang ilmunya 5. Harus berpatokan kepada ilmu debat bila diperlukan. Abd,Rahim Arsyad (2006 : 74) Quraisy Syihab (2000 : 388), dalam tafsirnya mengatakan, penyebutan urutan ketiga macam metode itu sungguh serasi. Ia dimulai dengan hikmah yang dapat disampaikan tanpa syarat, disusul dengan mau’izdah dengan syarat hasanah, karena ia memang terdiri dari dua macam, dan yang ketiga adalah jidal yang dapat terdiri dari tiga macam, buruk baik dan terbaik, sedang yang dianjurkan adalah yang terbaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa Al-Qur’an, demikian juga cara berdakwah Nabi Muhammad SAW. mengandung ketiga metode diatas ia diterapkan kepada siapapun sesuai dengan kondisi masing-masing sasaran (Mad’uw) Telah dikemukakan bahwa sementara ulama membagi ketiga metode ini sesuai dengan tingkat kecerdasan sasaran dakwah yakni cendikiawan yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi diajak dengan hikmah. Adapun orang awam yang belum mencapai tingkat kesempurnaan akal, tidak juga terjerumus kedalam kebejatan moral, maka mereka disentuh dengan mau’izdah, sedang penganut agama lain atau aliran berbeda melalui jidal. Pendapat ini tidak disepakati oleh para ulama. Bisa saja ketiga cara ini dipakai dalan satu situasi/sasaran. disituasi lain dapat dipakai dua cara, atau satu masing-

53 masing sesuai sasaran yang dihadapi. Bisa saja cendikawan tesentuh oleh mau’izdah dan tidak mustahil pula orang awam memperoleh manfaat dari jidal dengan yang terbaik. Demikian Thabathabaiy, salah seorang ulama yang menolak penerapan metode dakwah itu terhadap tingkat kecerdasan sasaran. Thahir Ibnu Asyur yang berpendapat serupa dan menyatakan bahwa jidal adalah bagian dari hikmah dan mau’izdah. Hanya saja tulisnya karena tujuan jidal adalah meluruskan tingkah laku atau pendapat, sehingga sasaran yang dihadapi menerima kebenaran, maka kendati ia tidak terlepas dari hikmah atau mau’izdah ayat ini menyebutnya secara tersendiri berdampingan dengan keduanya guna mengingat tujuan dari jidal itu ialah mengajak mereka itu menerima kebenaran melalui kemampuan mendatangkan dalil yang dijelaskan dengan rasional dan ucapan dan kata-kata yang dapat melunakkan hatinya dan puas menerimanya. Anre Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle dalam penerapan dakwahnya sepakat apa yang telah dikemukakan oleh para ulama baik melalui tingkat kecerdasan sasaran (masyarakat mad’uw) maupun melalui ketiga cara tersebut dalam satu situasi. Hal ini sering terjadi disaat Anre Gurutta diundang menyampaikan dakwah disatu tempat, begitu selesai meyampaikan dakwahnya lalu kemudian dibuka Tanya jawab, bahkan sering Tanya jawab itu dilanjutkan dengan debat baik terbuka maupun tertutup. Disamping itu juga, Anre Gurutta punya pemahaman tersendiri mengenai bi-al-Hikmah yaitu, melalui pendidikan, sedangkan mau’izdat hasanah adalah menyampaikan melalui dakwah /tablig dimasyarakat, melalui pemahaman inilah Anre Gurutta menerapakan melalui pembentukan lembaga-lembaga pendidikan sepeti sekolah, madrasah, pesantren dan perguruan tinggi didaerah daerah. Kemudian keluaran/lulusan dari pendidikan (bi-al- Hikmah) ini akan menjadi Muballig-muballig yang telah dibekali dengan ilmu dakwah dan ilmu debat, dengan kata lain, bi-al-hikmah(Pendidikan), Mau’izdah hasanah (dakwah) dan jidal adalah tanya jawab, diskusi dan debat. Dari sinilah Anre Gurutta memulai gerakan dakwahnya melalui pembukaan lembaga pendidikan sebagai pusat dan tempat pendidikan dan pengkaderan Da’i (Madrasah Arabiyah islamiyah) baik beliau disengkang

54

wajo sebelum bergabung maupun disaat bersama dengan gurunya Puang H. Sade (K.H. M.As’ad) begitu pula ketika Anre Gurutta Hijrah ke Mangkoso.

MAI Mangkoso – Madrasah Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI). Ada dua sisi dalam diri AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle yang membentuk kepribadiaannya. Disatu sisi Anre Gurutta dalam dirinya begejolak dinamika pembaharuan yang ingin merobah situasi lingkungannya kepada yang lebih baik sebagaimana yang diharapkan oleh orang tua dan masyarakatnya yang telah menaruh harapan kepadanya. Hal ini nampak dari dalam dirinya sejak beliau masih kanak-kanak dimana jenjang pendidikan Al-Qur’an dilewati, mulai dari belajar mengaji, massara’baca (tajwid), baca tujuh (Qira’ah sab’at) sampai menghapal Al-Qur’an. Belajar agama, bahasa arab dan belanda dan belajar pendidikan guru bukan saja didaerahnya bahkan diluar daerah seperti di Makassar sampai beliau berangkat ke Tanah Suci Mekkah untuk memperdalam ilmunya. Dalam dirinya beliau tertanam keyakinan bahwa hanya melalui yang demikian dapat memenuhi harapannya dan harapan masyarakatnya. Namun disisi lain pesan budaya dan agama terpatri dalam dirinya kepatuhan dan ketundukan pada Gurunya yag telah menjadikannya seorang Tokoh Ulama yang dihormati dia adalah Anre Gurtta Puang Aji Sade (K.H.Muhammad As’ad). Gejolak yang ingin berkembang dalam dirinya sering dihentikan dengan keinginan Sang Gurunya apalagi kalau hal-hal yang dihadapinya tidak ada pilihan atau diberi pilihan antara keinginannya dan kenginan Gurunya, AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle selalu mendahulukan keinginan Gurunya baik mas’alah pribadinya maupun mas’alah yang berkaitan dengan pendidikan yang dikelolah oleh Gurunya sendiri (K.H. Muhammad As’ad). Itulah wujud kepribadian AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle. Namun ketika beliau diberi kesempatan kepadanya untuk memutuskan sesuatu maka beliau putuskam apa yang bergejolak dari dalam dirinya tanpa menyinggung perasan Gurunya dan mengorbangkan kepatuhan terhadap Gurunya. Ini dibuktikan dengan banyaknya kebijakan yang dibuat dalam mendampingi Gurunya mengelolah Lembaga yang dipimpinnya MAI Wajo. Lebih dari itu ketika AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle diberi kesempatan untuk memutuskan menerima atau tidak permintaan Pemerintah Soppeng Riaja bersama masyarakatnya pindah ke Mangkoso. Dihati kecil Anre

55

Gurutta Puang Aji Sade tidak rela melepaskan Gurutta Ambo Dalle dan juga tidak mau kalau Gurutta H. Sade dianggap beliaulah yang tidak mau. Makanya hal itu diserahkan kepada sang murid yang patuh ini memutuskan sendiri dengan harapan bahwa nanti muridnya yang menolaknya. Namun apa yang terjadi diluar dugaan Sang Guru, sang murid menerima tawaran tersebut. Bagi Anre Gurutta Ambo Dalle permintaan masyarakat dan pemerintah Soppeng Riaja merupakan kesempatan untuk lebih berkiprah memenuhi hasrat dirinya yang selalu bergejolak dan impiannya menjadi kenyataan dalam menyebarluaskan dakwah dan pendidikan didaerah- daerah. Hasrat dan impian AGH.Abd.Rahman Ambodalle ini, betul menjadi kenyataan ketika beliau menginjakkan kakinya di Mangkoso pada Hari Rabu 29 syawal 1357 H. bertepatan dengan 21 Desember 1938 M. langsung pada hari itu juga, AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle memulai pengajian dengan sistem Halaqah (mengaji tudang) yang bertempat di Masjid Jami’ Mangkoso karena calon santri sudah lama menunggu kedatangannya. Setelah pengajian pondokan sistem Halaqi (mengaji tudang) berlangsung 20 hari, Anre Gurutta melakukan klassifikasi santri kepada beberapa tingkatan, disebabkan tingkat pengetahuan dan pemahaman agama para santri tersebut sangat beragam.

MAI – Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) Maka pada Hari Rabu 20 ZulQaidah 1357 H. atau 11 Januari 1939 M. dinyatakan resmi dibuka maderasah dengan tiga tingkatan (Jenjang Pendidikan) yaitu, Tingkatan Tahdiriyah (tiga tahun), Tingkatan Ibtidaiyah (tiga tahun), I’dadiyah (satu tahun) dan Tsanawiyah (tiga tahun). Hal tersebut berdasarkan hasil evaluasi terhadap santri yang saat itu jumlahnya mencapai tiga ratusan orang. Madrasah itu diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah Mangkoso (MAI mangkoso) dan tidak ada hunbungannya dengan MAI Wajo di Sengkang. Jadi Pembukaan Pengajian Pondok Sistem Halaqi (mengaji tudang) mulai dibuka pada 29 Syawal 1357 H. atau 21 Desember 1938. Yang merupakan patokan mulai hari lahir pesantren Mangkoso tampa nama yang diberikan. Sedangkan pembukan madrasah sistem Klassikal dan berjenjang dinyatakan dibuka setelah dilakukan klassifikasi para santri kepada beberapa jenjang pendidikan dan sekaligus pemberian nama resmi lembaga ini dengan nama “Madrasah Arabiyah Islamiyah

56

Mangkoso (MAI Mangkoso)” Oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Pada 20 Zulqaidah 1357 H. atau 11 januari 1939 M. sebagai patokan hari lahir Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso. Lalu Kemudian Pada tahun 1941 dibuka jenjang berikutnya yaitu Madrasah Aliyah Lil-Banin MAI, khusus untuk santri laki-laki dan pada tahun 1944, dibukalah Madrasah Aliyah Lil-Banat khusus untuk santri wanita. Setelah waktu tiga tahun itu untuk mempelajari kelayakannya. Madrasah Aliyah Lil-Banat ini diserbu oleh santri-santri wanita sebagaimana Madrasah Aliyah Lil-Banin diserbu oleh santri laki-laki. Disamping itu, pembinaan Jam’iyatul Huffadz yang ditangani oleh tenaga-tenaga khusus, yaitu Gurutta H.M. Aqib Siangka, Gurutta H. Harun Al-Rasyid dan Gurutta H. Zaenuddin. Untuk efektifnya bidang ini setiap santri diharuskan menghafal satu juz Al-Qur’an setiap tahunnya. Jam’iyatul Huffadz ini berhasil mencetak para penghapal Al-Qur’an 30 Juz ditambah dengan pemahaman akan arti dan penafsirannya. H. Zainuddin Haer Pangkep, Ahmad jagong Pangkep H.M. Asaf Bone, Abdul Rauf Bonto-Bonto, M. Haedar Pangkep Abdul Majid, Lambu keduanya dari camba dan lain-lain, merupakan sederet nama para penghafal AlQur’an yang dihasilkan pesantren Mangkoso dalam rentang waktudua tahun itu. Sejumlah prestasi yang layak dicatat, ialah mereka-mereka yang cukup cerdas dan dapat menyelesaikan hapalan Al-Qur’an dalam waktu yang sangat singkat seperti misalnya S. Abdullah Al-Ahdaly yang hanya dalam masa 30 hari mampu menghapal Al-Qur’an sebanyak 30 juz. Atau H.Baharuddin, yang menyelesaikan hafalannya hanya dalam rentang waktu 40 hari. Semua fenomena ini adalah kegigihan para santri itu sendiri dalam melakukan terobosan sesuai dengan potensi dan talenta yang dimilikinya, tentu ini juga adalah tidak terlepas dari kegigihan dan pengaruh kepemimpinan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle yang secara langsung membimbing para santri menghafal Al-Qur’an dan beberapa orang pembantunya. MAI Sebagai lembaga pendidikan agama, yang mengawali gerakan dakwah Anre Gurutta Ambo Dalle, harus bisa mencarikan jalan keluar bagi ummat yang masih bodoh dan tertinggal dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle harus bekerja keras untuk memenuhi hasrat ummat. Tuntutan yang mendesak pada saat itu, ialah permintaan daerah-daerah untuk membuka cabang-cabang MAI baru. Untuk mengantisipasi hal ini dan memenuhi permintaan daerah, maka Anre Gurutta mengadakan pembinaan tenaga pengajar

57 yang akan dikirim ke daerah-daerah yang membuka cabang-cabang baru. Tenaga pengajar yang dikirim, disamping harus menguasai berbagai disiplin ilmu agama, mereka juga dibekali metode dakwah yang efektif. Tentu semuanya itu merupakan refleksi keberhasilan Anre Gurutta Ambo Dalle sendiri dalam berdakwah. Ilmu retorika yang disinergikan dengan ilmu-ilmu agama yang mamadai hingga mewujudkan suatu pidato yang berbobot yang dapat disambut dan diterima oleh masyarakat, sehingga ummat mendapat panduan kejalan yang benar dengan mengamalkan ajaran agamanya dengan benar. Jadi untuk menghasilkan tenaga yang kualifaif dan kredibel dapat mengajar dengan baik di dalam kelas, juga dapat menjadi praktisi dakwah dilapangan (didepan masyarakat) maka diadakanlah pembinaan muballig dengan latihan bertablig yang dilaksanakan setiap hari kamis, dan pembinaan khusus kader-kader tenaga pengajar. Jadi jelaslah MAI sebagai lembaga dalam konteks ini membawa perkembangan dan kemajuan islam di nusantara khususnya di propinsi Sulawesi Selatan. Titik tolak dari perkembangan MAI mangkoso ialah peningkatan kualitas ummat, perbaikan lingkungan, dan perbaikan pola fikir masyarakat. Dan yang terpenting lagi ialah menggerakkan peroses sosial didalam dinamika kehidupan. Oleh karena itu peluang demi peluang yang didapatnya, maka Anre Gurutta Ambo Dalle demi mempertimbangkan kemajuan lembaga pendidikan yang dikelolanya dan setelah pengkaderan tenaga pengajar sekaligus tenaga Da’i yang akan dikirim mengajar sekaligus berdakwah sudah siap diterjunkan kedaerah-daerah yang membutuhkannya, ia pun mengambil kebijaksanaan untuk mendidirikan cabang-cabang baru bagi MAI Mangkoso ini dengan beberapa pensyaratan yang ditetapkan sendiri oleh Anre Gurutta, yang antara lain menyangkut tiga komponen pokok. Ketiga komponen pokok yang harus dipenuhi ialah, kesediaan syara’, permohonan masyarakat serta keterlibatan unsur pemerintah. Setelah disetujui ketiga pihak tersebut, wajib pula menyiapkan tiga hal lainnya yaitu, murid yang hendak diberi pengajaran, rumah sekolah tempat mengajar dengan segala alat-alat keperluannya seperti bangku-bangku (tempat duduk), meja tulis dan lain-lain keperluan-keperluannya, dan Nafkah (ongkos) guru yang mengajar serta ongkos-ongkos pergi pulang dari kantor pusat.

58

Sesudah syarat-syarat pokok dan komponen penunjang disiapkan dan dipenuhi pengurus pembentukan MAI /DDI harus memasukkan surat permohonan atas nama dari ketiga pihak tersebut yaitu, unsur syara, unsur masyarakat dan unsur pemerintah, kepada ketua MAI/ DDI Mangkoso untuk mendirikan cabang madrasah didaerahnya.

Pendirian Cabang Madrasah-Madrasah DDI di Daerah. Gerakan Dakwah AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle mulai berkembang disaat MAI Mangkoso mulai kiprahnya dalam pendidikan yang dikelolah langsung oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Gerakan dakwah ini semakin meningkat ketika MAI Mangkoso diintegrasikan dan berubah nama menjadi Madrasah Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) dan diwadahi oleh DDI sebagai suatu Organisasi Sosial Keagamaan yang berpusat di Mangkoso. Atas hasil musyawarah Ulama-Ulama Ahlusunnah Wal-Jama’ah Se Sulawesi Selatan pada tahun 1947. dan MAI Mangkoso dan seluruh cabang-cabangnya didaerah resmi berobah nama menjadi DDI pada tahun 1948, setelah sepuluh tahun memakai nama Madrasah Arabiyah Islamiyah Mangkoso. Sejak itu mulai ditata administrasi organisasi. Sebelumnya pada priode MAI hubungan antara pusat dan cabang lebih banyak bersifat personal dari pada bersifat administrasi. Penataan itu misalnya dengan membuat mekanisme dan pensyaratan untuk membuka cabang MAI/DDI sebagaimana yang telah disebut diatas, dengan diharuskan memasukkan surat permohonan atas nama dari ketiga pihak tersebut diatas kepada ketua Darud Dakwah Wal- Irsyad / MAI Mangkoso. Adapun contoh surat permohonan itu adalah sebagai berikut ;

………………………Tgl……………………..1947/1948

Kepada Tuan-tuan Pengurus DDI / MAI Di Mangkoso / Pare-Pare.

59

Assalamu Alaikum War Wab.

Dengan hormat, kami atas nama dari rakyat ………………………… telah mengadakan permusyawaratan tentang pembukaan MAI /DDI cabang dari Mangkoso / Pare-pare pada tanggal …………..1947/1948 yang dihadiri oleh Tuan–tuan Pegawai Syara’……………………..yaitu Tuan, …………………….(Kadhi)………………..(Imam), Tuan ………………….(Khatib) dan Tuan Pemerintah Negeri yaitu Tuan, ………………. (P.t. Aroe) dan Tuan, …………… (…………………)………(…………………..). Permusyawaratan mana berakhir mendapat keputusan dengan suara bulat serta disetujui oleh sekalian para hadirin untuk memasukkan surat permohonan ini kepada Tuan Ketua DDI/ MAI Pare-pare / Mangkoso agar supaya dengan ikhlas serta sudi menolong kepada kami untuk mengirimkan guru ke negeri kami di …………………….. menjadi pendidik (pengajar) di Madrasah Islam yang kami bentuk di ……………………… tersebut, dan kami sekalian minta supaya Madrasah ini Tuan Ketua DDI / MAI akan sudi pula mendaftarkannya sebagai satu cabang MAI/DDI Mangkoso / Pare-pare. Demikian pengharapan kami, mudah-mudahan Tuhan Allah SWT. akan memberi taufiq kepada sekalian Tuan-tuan pengurus DDI supaya permohonan kami dikabulkan. Atas pertolongan Tuan-tuan yang akan datang lebih dahulu kami mengucapkan banyak terima kasih.

Wassalam dari kami atas nama dari rakyat …………………………………………….. Penulis, Ketua,

…………………………….. ……………………………..

Disetujui oleh kami Penghulu Syara’ ………………………………….. Het Zelfbestuur van …………………………….

Demikian contoh surat permohonan menjadi cabang DDI/MAI Pare-pare/Mangkoso yang merupakan ketentuan dalam usaha membuka cabang MAI/DDI disuatu daerah. Pemakaian nama MAI dan DDI sekaligus merupakan usaha dalam proses sosialisasi peralihan dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) menjadi Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI). Penataan administrasi itu membuat perkembangan DDI kian pesat. Permohonan untuk mendirikan cabang-cabang di berbagai daerah semakin banyak untuk memenuhi permintaan tersebut pimpinan pusat DDI mengambil kebijaksanaan. Santri-santri kelas tertinggi ditugaskan mengajar pada madrasah – madrasah DDI yang tersebar di berbagai tempat mereka diwajibkan

60 mengabdi selaku pendidik sekaligus praktisi dakwah ditengah masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Setelah selesai barulah mereka dipanggil untuk meneruskan pelajarannya, kemudian diganti oleh para santri berikutnya (dibawahnya) yang sudah melalui pembinaan sebagai guru dan pengkaderan Da’i dipusat lembaga. Sekolah dan madrasah yang dimiliki DDI terus saja beranak pianak dari tingkatan Taman Kanak-kanak sampai tingkatan sekolah Menengah Atas (baik SMA, SMK, maupun Aliyah yang berjumlah 1.225 buah. Sekolah dan Mdrasah tersebut tersebar di 17 Propinsi di Indonesia. Dari sekian sekolah dan madrasah yang dimiliki oleh organisasi DDI itu, telah menunjuk 4 Pengurus Wilayah (PW DDI) 24 Pengurus Daerah DDI (PD DDI) 158 Pengurus Cabang DDI (PC DDI) dan 178 Pengurus Ranting (PR DDI) dari seluruh kegiatan organisasi DDI berada dan berpusat di Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi selatan, begitu juga kedudukan Pengurus Besar dan Majlis A’la DDI. Disamping itu, Organisasi DDI membina pesantren sebanyak 25 buah diantara ada yang besar sedang dan kecil. Begitu pula DDI membina perguruan Tinggi sebanyak 13 buah, terdiri dari Universitas 1 buah, Institut 1 buah dan sekolah tinggi sebanyak 11 buah. Data ini berdasarkan laporan Pengurus Besar DDI priode 2009-2014 pada Muktamar DDI ke 21 di Asrama Haji sudiang Makassar pada tahun 2014.

DDI Sebagai Organisasi Sosial dan Keagamaan Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) adalah organisasi sosial keagamaan yang bergerak dibidang pendidikan, dakwah dan usaha-usaha sosial untuk membina pribadi-pribadi muslim yang kelak bertanggung jawab atas terselenggaranya ajaran islam secara murni dikalangan ummat islam. Pada awal berdirinya DDI, pusat organisasi ini berkedudukan di Mangkoso yang didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain guna mempermudah diterapkannya penggunaan nama DDI dalam mengganti nama MAI baik dipusat maupun dieselon bawah di daerah-daerah, yang sebelumnya sudah didirikan MAI ditempat itu. Demikian pula karena tempat kedudukannya AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai pimpinan organisasi berada di Mangkoso.

61

Sebagai suatu organisasi yang baru berdiri, maka salah satu yang paling mendesak untuk dibenahi adalah merampunkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang didalamnya akan tergambarkan intensitas check and balances yang merupakan gambaran berlangsungnya demokratisasi dalam tubuh organisasi. Untuk merampungkan penyusunan AD/ART ini ditangani oleh K.H. Muh. Abduh Pabbajah selaku sebagai penulis satu (sekertaris). Semula AD/ART ini ditulis dalam bahasa arab kemudian diindonesiakan oleh K.H. M. Ali al-Yafie bersama K.H. M. Amin Nashir guna memudahkan bagi warga Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) untuk memahaminya, Maka sejak itulah singkatan Darud Dakwah wal-Irsyad yait (DDI) mulai dipakai. Dalam musyawarah guru-guru dan pengurus MAI di Mangkoso pada bulan sya’ban 1366 H. (Juli 1947) bertempat Saoraja Mangkoso, disepakati untuk menyetujui pengintegrasian MAI Mangkoso dengan seluruh cabangnya menjadi Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI), dengan tempat pusat organisasi berkedudukan di Mangkoso Soppeng Riaja, dan mengokohkan susunan pengurus yang disusun berdasarkan rekomendasi dari hasil musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Watang Soppeng sebagai berikut : Ketua : K.H.Abd. Rahman Ambo Dalle Ketua Muda : K.H.M.Daud Ismail (Qadhi Soppeng) Penulis Satu : K.H.Muh.Abduh Pabbajah Penulis Dua : K.H.M. Ali Al-Yafie Bendahara : H.M. Madani Pembantu-pembantu : K.H. Abd,Muin Yusuf (Qadhi Sidenreng) : K.H. M.Yunus Maratan K.H. Abd.Kadir (Qadhi Maros) K.H.M.Tahir (Qadhi Balannipa Sinjai) S.Ali Mathar K.H. Abd.Hafid (Qadhi Sawitto) K.H. Baharuddin Syata (Qadhi Suppa) K.H. Kittab (Qadhi Soppeng Riaja) H. Muchadi Pangkajenne

62

T.N.B. Parepare Pensehat : Syekh K.H.M. As’ad ( Sengkang ) : Syekh Haji Amoudi Syekh H. Abd. Rahman Firdaus H. Zainuddin (Jaksa di Parepare) M. Aqib Macasai Dengan susunan Pengurus diatas terwujudlah secara utuh hasil musyawarah Alim Ulama Se-Sulawesi Selatan tentang pembentukan organisasi islam yang secara konkritnya ditempuh dengan jalan mengintegrasikan MAI Mangkoso menjadi DDI. Adapun pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap tahun oleh MAI, tetap berlanjut. Hanya setelah berintegrasi ke DDI pertemuan tahunan itu dinamai Muktamar. Muktamar pertama (masa transisi MAI ke DDI) dilaksanakan di pasar Mangkoso pada tahun 1948.

Pusat Organisasi DDI Pindah Ke Pare-Pare Dalam usaha lebih meningkatkan kordinasi dengan cabang-cabang DDI yang sudah ada maupun untuk pengembangannya kedaerah-daerah yang belum ada berdiri DDI, maka pimpinan pusat DDI yang sejak tahun 1947 beekedudukan di Mangkoso menetapkan suatu pilihan untuk memindahkan tempat kedudukan pimpinan pusat DDI ke Parepare pada tahun 1950. Alasan dipindahkannya kedudukan kepengurusan pusat DDI dari Mangkoso ke kota Parepare karena kota ini cukup strategis, berada pada posisi tengah, untuk jalur transportasi darat antara daerah di Sulawesi selatan dan barat. Bahkan untuk perhubungan laut, tidak sedikit peran pelabuhan Parepare sebagai pelabuhan nasional yang dapat menghubungkan secara langsung antara kota ini dengan beberapa kota pelabuhan di kalimantan dan Sulawesi tengah. Faktor lain yang menunjang perpindahan itu adalah adanya beberapa dermawan / Pembina DDI setempat yang bersedia dalam penyediaan fasilitas akomodasi dan logistik organisasi. Selain itu, secara pribadi AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai pimpinan organisasi ketika itu diposisikan sebagai Qadhi Swapraja Mallusetasi yang berkedudukan di Parepare.

63

Perlu dicatat, bahwa ketika AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle menerima tawaran dari Petta Calo (Arung Mallusettasi) menjadi Qadhi di Swapraja Mallesettasi yang berkedudukan di Parepare, sebagai konpensasi dari itu, Arung Mallusettasi memberikan kepada AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle lokasi tanah bekas tempat olah raga para pejabat belanda yang terletak disebelah selatan Masjid Raya Parepare. Kemudian lokasi tersebut oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle memberikan kepada DDI sebagai hak pakai, artinya kalau tidak lagi dipakai oleh DDI maka lokasi tersebut akan kembali dikuasai dan dimiliki oleh Anre Gurutta secara peribadi dan dapat diwarisi oleh ahli warisnya dibelakang, demikian pernyataan Anre Gurutta mengenai tanah/lokasi tersebut yang dipersaksikan kepada PB.DDI periode 1993-1998. dan sebelum meninggal Anre Gurutta mengurus dan menyelesaikan sertifikat tanah tersebut untuk kemudia dipegang oleh ahli warisnya. Dalam usaha persiapan pemindahan itu (kedudukan Pengurus Pusat DDI), maka dibangunlah diatas lokasi tanah tersebut Madrasah DDI Pusat Pare-pare dan Kantor Pengurus Pusat DDI. Setelah gedung tersebut selesai, maka pada tanggal 1 Muharram 1369 H/ 1947 M. diadakanlah Muktamar ke 2 DDI di Parepare yang dirangkaikan dengan pembukaan/peresmian penggunaan Kantor Pusat DDI yang berlokasi disebelah selatan masjid raya parepare, namun pada waktu itu AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle masih menetap di Mangkoso dan mondar mandir Mangkoso-Parepare dengan dibonceng sepeda. Nanti pada pertengahan tahun 1950 AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle pindah ke parepare setelah rumah yang dibangunnya sendiri yang berlokasi di Ujung baru sudah selesai. Seiring dengan perkembangan organisasi DDI semakin meningkat dan jumlah santri / siswa semakin banyak dan melimpah berdatangan dari cabang-cabang DDI, dan dukungan pemerintah semakin meningkat pula, sehingga pada tahun 1957 pimpinan pusat DDI membangun kampus baru Pondok Pesantren DDI yang terletak di Ujung Lare Pare-pare dengan luas sekitar 3.5 ha. Dilengkapi dengan perkantoran Pengurus Besar DDI yang persis berdampingan dengan bangunan tempat belajar para santri. Pembangunan Gedung ini beserta pembelian atas tanahnya merupakan pendayagunaan sumbangan dari Menteri Agama RI. K.H. M. Ilyas yang besarnya sebanyak Rp. 2.500.000, (dua juta limaratus ribu rupiah). Pada tahun 1967, Madrasah DDI pusat Pare-pare yang sebelumnya bermarkas di sebelah selatan masjid raya Parepare dipindahkan kepada dua tempat, yaitu

64 untuk santri putri ditempatkan di Pondok pesantren DDI putri Ujung Baru Parepare sedangkan Santri putra dipindahkan di Pondok pesantren DDI Ujung Lare. dan sekaligaus menjadi tempat perkantoran Pengurus besar DDI Pusat Parepare. Pada tahun 1993 diadakan Muktamar DDI ke 17 di Sudiang Makassar dan salah satu keputusannya adalah memindahkan tempat kedudukan Pengurus Besar DDI dari Parepare ke Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan.

DDI dari Muktamar ke Muktamar. Muktamar DDI yang pertama diadakan di Mangkosopada tahun 1948. Muktamar ini mengesahkan susunan pengurus DDI hasil pertemuan Watang soppeng tahun 1947 dan menyusun/merampungkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga DDI (AD/ART). Kemudian pada tahun 1949, Muktamar ke 2 diadaka di Parepare disamping peresmian penggunaan kantor Pengurus Pusat DDI Pare-pare. Kemudian pada tahun 1950 diadakan Muktamar DDI ke 3 di Makassar dan memilih kembali AGH. Abd,Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua Umum didampingi oleh H.M. Ali Al-Yafie sebagai sekertaris Umum. Kemudian Muktamar DDI ke 4 diselenggarakan di Parepare pada tahun 1952 dengan Ketua Umum dan Sekretasis Umum terpilih sama dengan Muktamar sebelumnya. Selain itu juga ditetapkan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua Umum seumur hidup. Muktamar DDI yang ke 5 diadakan di Parepare tahun 1953 dan menghasilkan pengurus Besar PB.DDI periode 1953- 1955. dengan Ketua Umum dan Sekretaris Umum sama dengan Muktamar sebelumnya.

Beberapa bulan sebelum pelaksanaan Muktamar ke 6 terjadi peristiwa yang menimpa AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle yaitu dalam perjalanannya dari Parepare ke Makassar tanggal 18 Juli 1955, saat tiba di Belang-belang (delapan km dari Maros) mobil yang dikendarai Anre Gurutta dihadang oleh pasukan DI/TII yang kemudian menculiknya dan berada dipangkuan DDI/TII selama 8 tahun. Ketika Muktamar ke 6 berlangsung tanpa di hadiri AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle akibat penculikan tersebut maka para muktamirin memilih K.H. Muh. Abduh Pabbajah sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PB.DDI periode 1955-1957 menggantikan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle didampingi H. Abd. Hakim Lukman Sebagai Sekeretaris Umum yang terpilih dalam Muktamar ke 6 yang dilaksanakan di Parepare pada tahun 1955.

65

Muktamar ke 7 diselenggarakan di Pangkajenne Sidrap tahun 1957 yang menghasilkan susunan Pengurus Besar PB DDI Periode 1957 – 1959 dengan Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih sama dengan Muktamar sebelumnya. Muktamar ke 8 diadakan di SAWitto Pinrang pada tahun 1959, memilih kembali K.H. Muh. Abduh Pabbajah sebagai Ketua Umum dan sekretaris Umum Muhammad Nur Hayyong untuk memimpin PB DDI periode 1959-1961. Muktamar ke 9 di Parepare tahun 1962 menghasilkan Pengurus Besar DDI (PB.DDI) periode 1962- 1965 dengan Ketua Umum K.H. M. Ali Al-Yafie dan Sekretaris Umum Tanetting Syamsuddin. Tahun 1963 AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle keluar dari hutan dan kembali ketangan warga DDI setelah kurang lebih 8 tahun berada dalam kekuasaan DI/TII. Anre Gurutta segera mengadakan konsolidasi organisasi dengan mengadakan musyawarah pendidikan di Mangkoso dan merintis berdirinya Perguruan Tinggi DDI. Selanjutnya dalam Muktamar yang ke 10 di Ujung Pandang tahun 1965, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dipilih kembali sebagai Ketua Umum PB. DDI dan Tanetting Syamsuddin sebagai Sekretaris Umum periode 1965-1968. Muktamar ke 11 di Watang Soppeng tahun 1969 AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle tetap terpilih sebagai Ketua Umum Periode 1969- 1971 didampingi oleh Drs. H.M. Busaeri Juddah sebagai sekretaris Jenderal. Pada tahun 1971 dilaksanakan Muktamar DDI ke 12 di Parepare dan menghasilkan susunan PB.DDI periode 1971–1975 dengan Ketua Umum AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dan Abd. Rasyid Rauf,BA. Sebagai Sekretaris jenderal. Muktamar ke 13 tahun 1975 di Parepare memilih kembali AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua Umum PB. DDI Priode 1975-1979 didampingi oleh Drs. Abd. Muiz Kabry sebagai Sekretaris Jendral. Muktamar ke 14 tahun 1979 yang dilaksanakan di Parepare, Selain menghasilkan susunan Pengurus Besar (PB DDI) Priode 1979 – 1983 dengan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal terpilih sama dengan Muktamar sebelumnya, juga menegaskan kembali sikap independensi DDI dalam menyikapi percaturan politik praktis (Kembali ke Mabda’ DDI). Pada tahun 1984 diadakan Muktamar ke 15 di Pondok Psantren Manahilul Ulum DDI Kaballangan Pinrang. Didalam Muktamar diputuskan penambahan lembaga dalam

66 kepengurusan PB.DDI tingkat pusat dengan nama Majlis A’la sebagai lembaga tertinggi dalam struktur kepengurusan PB. DDI dan AGH. Ambo Dalle terpilih sebagai Rais Majlis A’la PB.DDI, sedangkan Ketua Umum PB.DDI terpilih adalah Drs. H. Abd. Muiz Kabry dan H.M. Yunus Shamad L.c. sebagai Sekretaris Umum. Muktamar juga menghasilkan deklarasi kebulatan tekad yang menerima Pancasila sebagai asas tunggal organisasi DDI serta mengangkat “Kembali ke Mabda” sebagai tema Muktamar. Muktamar ke 16 tahun 1989 dilaksanakan kembali di Pondok Psantren Manahilul Ulum DDI Kaballangan pinrang. Dalam Muktamar yang berlangsung dikaballangan pinrang itu, AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle menyatakan tidak bersedia lagi menjadi Rais Majlis A’la, Beliaupun kembali dipilih sebagai Ketua Umum PB. DDI Priode 1989 – 1993. Untuk mendampinginya sebagai Sekretaris Jenderal dipilih H.M.Yunus Shamad LC. Dan lembaga Majlis A’la dalam Struktur Kepengurusan PB DDI di tiadakan. Muktamar DDI ke 17 yang dibuka oleh Wakil Presiden RI. H.Try Sutrisno di Ujung Pandang tahun 1993 memilih AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle sebagai Ketua Umum PB.DDI priode 1993- 1998 dan didampingi oleh Dr. Ir. H.M. Saleh S.Ali, M.Sc. sebagai Sekretaris Jenderal. Namun tahun 1996 AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle selaku Keua Umum PB.DDI wafat sebelum sampai priodenya. Untuk melanjutkan kepengurusan PB.DDI, AG.Prof. K.H.Ali Yafie sebagai Ketua Majelis Pembina tampil sebagai Pejabat Ketua Umum PB.DDI sesuai dengan AD/ART. Selanjutnya, dalam Muktamar ke 18 tahun 1998 di Ujung Pandang menghasilkan susunan PB.DDI Priode 1998 – 2003 yang dipimpin oleh Prof.Dr. Abd.Muiz Kabry sebagai Ketua Umum terpilih dan didampingi oleh Drs.H.Abd.Rahman Idrus M.Pd. sebagai sekretris Jenderal. Muktamar ini adalah merupakan Muktamar pertama diadakan pasca wafatnya Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle. Kemudian pada tanggal 26 September 2003 Muktamar DDI yang ke 19 dibuka oleh Wakil Presiden RI. H.Hamzah Haz di Lapangan Karebosi Makasar dan acara-acara Muktamar dilanjutkan di Asrama Haji Sudiang Makasar. Dalam Muktamar kembali terpilih Prof.Dr.H.Abd.Muiz Kabry sebagai Ketua Umum priode 2003 – 2008 dan didampingi oleh Drs. H.M. Alwi Nawawi M.Pd. sebagai Sekertaris Jenderal.

67

Pada tahun 2008 Muktamar DDI ke 20 diadakan di Asrama Haji Sudiang Makasar. Dalam Muktamar terpilih sebagai Ketua Umum H.M. Yunus Shamad Lc.MM. Priode 2008 – 2014. Didampingi oleh H. Azhar Arsyad SH. Sebagai Sekretaris Jenderal. dan dalam Muktamar ini Lembaga Majlis A’la dalam struktur Kepengurusan PB.DDI sebagai lembaga tertinggi dalam organisasi DDI kembali diteguhkan lagi dan Prof. Dr. H. Abd.Muiz Kabry sebagai Rais Am Majlis A’la PB.DDI didampingi oleh Drs. H. Mukminin Gaffar MM. sebagai Katib Aam. Namun Prof. Dr. H. Abd.Muiz Kabry meninggal dunia sebelum selesai priodenya, untuk menempati posisi tersebut, adalah Rais 1 Majlis A’la, yang pada waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. H. Abd. Rahim Arsyad, MA. Kemudian pada tahun 2014 Muktamar DDI ke 21 kembali diadakan di Asrama Haji Sudiang Makasar. Dalam Muktamar terpilih secara aklamasi Dr. H. M. Ali Rusydi Ambo Dalle sebagai Ketua Umum dan Prof. Dr. H.Abd.Rahim Arsyad, MA. sebagai Rais Am Majlis A’la PB.DDI Periode 2014 – 2018. didampingi oleh Dr. H. Kaswad Sartono MA. Sebagai sekretaris Jenderal PB.DDI dan Dr. H.M. Yunus Shamad Lc.MM. sebagai Katib Am. Majlis A’la PB.DDI. Pada tahun 2015 dilaksanakan Silaturrahmi Nasional dan rapat kerja nasional di Asrama Haji Sudiang Makassar menghasilkan keputusan perobahan Struktur Organisasi tingkat PB. Yaitu diwujudkannya Struktur Majelis Syuyukh PB.DDI sebagai lembaga tertinggi yang diketuai oleh Anre Gurutta Prof. K.H. Ali Yafie dan Majlis Istisyari PB.DDI. yang diketuai oleh Prof. Dr. H.Abd.Rahim Arsyad, MA. Dan terpilih kembali Dr. H. M. Aly Rusydi Ambo Dalle sebagai Ketua Umum PB.DDI didampingi oleh H.M.Helmi Ali Yafie sebagai Sekertaris Jenderal. dan juga dalam Silaturrahmi/Rapat Kerja Nasional disepakati pemindahan Pusat Organisasi DDI ke Jakarta sebagai Ibu Kota negara RI. Pemindahan tersebut, disamping untuk memudahkan pengurusan dan kordinasi organisasi yang sudah berkembang di 17 Propinsi, juga agar nampak bahwa organisasi DDI ini berstatus dan bertaraf nasional yang harus berpusat dan berkantor di Jakarta sebagai Ibu kota negara RI. Namun beberapa hari setelah Silaturrahni /Rakernas DDI dilangsungkan (4 hari) DDI dikejutkan dengan musibah yaitu, Ketua umum terpilih priode 2015-2020 Dr.H.M.Aly Rusydi Ambo Dalle meninggal dunia sehingga jabatan Ketua Umum PB.DDI kosong. untuk mengisi kekosongan tersebut, Majlis Syuyukh PB.DDI sesuai AD/ART mengangkat Prof.Dr.H.Syamsul

68

Bahri A.Galigo MA. Sebagai pengganti Ketua Umum PB.DDI periode 2015-2020, yang sebelumnya memang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PB.DDI dan didampingi oleh H.M.Helmi Ali Yafie sebagai Sekretaris Jenderal.

Azas Organisasi DDI. Sebagaimana yang diatur dalam Anggaran Dasar DDI yang tercantum dalam pasal 2 bahwa organisasi persatuan ini berazaskan Syari’ah Islam menurut pengertian dan pemahaman Alussunnah Wal Jama’ah Azas ini dipakai sejak berdirinya DDI sampai pada Muktamar DDI ke 14 di Parepare. Sesuai perkembangan dan tingkatan perjuangan organisasi, maka dalam Muktamar ke 15 di Kaballangan Pinrang, dilakukan amandemen terhadap pasal 2 Anggaran Dasar DDI, sehingga bunyi lengkap pasal ini adalah sebagai berikut : (1) Persatuan ini beraqidah Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah. (2) Persatuan ini berazaskan Pancasila. Pancasila sebagai Falsafah Negara yang menjadi azas organisasi, mengandung pengertian bahwa pandangan hidup untuk bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat bagi warga Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) adalah Pancasila. Dalam masa kepemimpinan PB. DDI Periode 1979-1984 Azas Pancasila selalu menjadi perdebatan dalam kaitannya dengan azas organisasi DDI. Dalam periode kepengurusan inilah rezim yang berkuasa, , melalui pemilu 1977 mendapat legitimasi dari rakyat lebih dari pada yang dibutuhkan dalam sebuah demokrasi senantiasa tampil sebagai calon tunggal untuk menduduki jabatan presiden. Setelah Suharto kembali menjadi presiden, Suharto mendesakkan kepada semua organisasi, baik organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi professi, organisasi kepemudaan maupun organisasi keagamaan untuk mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya Azas yang berlaku dalam organisasi mereka. Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) sebagai bagian dari potensi bangsa dan bagian integral dari bangsa Indonesia perlu memiliki kepekaan terhadap perkembangan situasi dan arah yang diinginkan dalam scenario politik rezim yang berkuasa. Sehingga DDI senantiasa matang dalam

69 menetapkan suatu sikap dan kebijakan yang visioner agar organisasi dapat berkembang terus dalam mengembang missi dan amanah Ummat. Desakan pemerintah terhadap pemberlakuan azas tunggal Pancasila bagi setiap organisasi terjadi beberapa tahun sebelum kepengurusan DDI priode 1979- 1984 berakhir. Karena itu, Pengurus Besar DDI pada priode ini dengan pertimbangan yang matang, lebih melihat pentingnya pembinaan persatuan bangsa sebagai modal utama dalam mensukseskan pembangunan yang sementara digalakkan oleh bangsa Indonesia. Pertimbangan ini juga yang mendasari sehingga Pengurus Besar DDI pada waktu itu mengambil kebijakan untuk menerima Pancasila sebagai asas organisasi. Kebijakan PB.DDI tentang asas Pancasila rupanya banyak diilhami oleh hasil keputusan Muktamar DDI ke 14. Muktamar ini telah menetapkan AD/ART dengan mencantunkan dalam mukaddimahnya bahwa Pancasila sebagai salah satu sumber inspiratif dalam kehidupan organisasi DDI. Deklarasi Ujung Lare menegaskan bahwa “DDI tetap konsisten dengan Pancasila“. Setelah melalui perdebatan yang alot, kebijakan PB DDI yang telah dirumuskan oleh tim dalam suatu rapat yang dilaksanakan di Mangkoso pada tanggal 9 – 12 Pebruari 1984. sebagai rancangan ketetapan Muktamar DDI ke 15 secara mufakat menjadi keputusan Muktamar. Untuk menguatkan keputusan tersebut dikeluarkanlah deklarasi kebulatan tekad, Sebagai berikut :

DEKLARASI KEBULATAN TEKAD ______Bismillahir Rahmanir Rahim

Atas rahmat dan inayah Allah SWT, Muktamar Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) ke 15 telah berlangsung dengan selamat dari tanggal 15 s/d 18 Maret 1984 di Kaballangan Pinrang.

70

Dengan menyadari akan pentingnya peningkatan kesatuan bangsa dan pemantapan Idiologi Negara agar dapat terwujud masyarakat yang diridhahi Allah SWT. maka warga Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) yang merupakan bahagian tak terpisahkan dari rakyat Indonesia, melalui forum Muktamar ke 15 menyatakan berlakunya asas tunggal Pancasila dalam organisasi persatuan Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI). Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan inayah kepada kita semua, Amin Kaballangan, 18 Maret 1984. Medan Muktamar ke 15 Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI). Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sikap dan pendirian DDI memandang pancasila satu-satunya falsafah Negara yang dapat diterima oleh seluruh komponen bangsa dan menjamin keberagaman masing-masing kelompok ummat beragama. Karena itu, DDI menyadari bahwa untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka pancasila sudah final sebagai dasar dan falsafah Negara RI. Dalam bidang aqidah sistem nilai yang dianut oleh Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) adalah Ahlussunnah wal-Jama’ah. Bagi warga DDI Istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah lebih didekatkan pada nuansa idiologi yang meringkas gambaran menyeluruh tentang way of life – nya, bukan sekedar istilah yang digunakan dalam Ilmu Kalam atau Theologi, tapi menyangkut seluruh aspek kehidupannya. Dalam bidang Theologi sistem nilai yang dianut dan dikembangkan adalah mengikut paham Asy’ariyah dan Al-Maturidiyyah. Dalam bidang Fiqhi sumber pengambilan hukum adalah Al-Qur’an, Al-Hadits, Al-Ijma’ (Konsensus para Ulama) dan Qiyas (analogi). Karena itu Mazhab Empat (Maliki, hanafi, Hambali dan Syafii’y) diakaui keberadaannya, sekalipun dalam pengamalan syari’ahnya (Fiqhinya), cenderung faham syafi’iyah lebih berpengaruh dan dominan. Adapun dibidang Tashawwuf/Akhlaq warga Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) cenderung mengikuti ajaran-ajaran Hujjatul Islam Imam Al-Gazali.

Tujuan Organisasi DDI. Setiap organisasi mempunyai missi tersendiri yang dapat dilihat pada tujuan berdirinya organisasi itu. Demikian pula halnya DDI berdiri dengan tujuan tertentu yang terjabarkan pada pasal 4 Anggaran Dasar Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) yang berbunyi :

71

1. Memajukan kecerdasan umum dan peradaban kemanusiaan. 2. Menyampaikan ajaran-ajaran Islam dan menyadarkan ummat hidup bertakwa. 3. Menuntun ummat kearah pelaksanaan ajaran-ajaran Islam guna terwujudnya individu- individu yang berakhlakul karimah. 4. Memelihara persatuan dalam kaum muslimin dan perdamaian dalam masyarakat. Dalam usaha merealisasi dan mencapai tujuan ini, Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) tidak dapat lepas dari sistem nilai yang dianutnya. Bahkan sistem nilai itu senantiasa mengayomi dan menerangi setiap usaha dalam rangka mencapai tujuan, bahkan kalau diperhatikan kaitan antara sistem nilai dan tujuan itulah yang pada dasarnya memberikan peran-peran tertentu bagi Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) untuk bergumul dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan lain perkataan factor inilah yang memungkinkan individu-individu melibatkan diri dalam kegiatan yang dilaksanakan DDI Adapun Peran-peran itu adalah :

1. Sebagai pemurnian dalam bidang keagamaan. Peran ini terarah pada usaha membersihkan pengaruh kebiasaan masyarakat setempat yang masih bercorak animisme atau pengaruh lain yang berasal dari luar Islam terhadap pelaksanaan ajaran Islam agar kemurnian dan ketaqwaan dikalangan penganutnya dapat diwujudkan 2. Sebagai media perantara dalam perubahan sosial. Sebagai suatu institusi yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. DDI tentu akan berusaha menggairahkan masyarakat ke jalan yang lebih baik dari situasi yang dihadapinya dalam kondisi tertentu. 3. Sebagai kekuatan sosial masyarakat. DDI hidup dan berkembang dalam masyarakat sehingga dapat dipandang sebagai suatu kekuatan sosial yang turut mewarnai dan memberi corak terhadap masyarakat sekitar. Ikhtiar dan usaha secara berencana dalam pencapaian tujuan tadi, ditempuh bentuk- bentuk kegiatan sebagai berikut :

72 a. Mengadakan Pesantren, Madrasah, Sekolah, Kursus-kursus, Perguruan Tinggi dan lain-lain, serta mengatur kesempurnaan proses pendidikan dan pengajaran pada umumnya. b. Menyiarkan dakwah Islamiyah dengan jalan Tablig, Penerbitan Buku, Majalah dan Media Dakwah lainnya. c. Mengamalkan Ta’awun (gotong royong) secara luas dalam lapangan kerja dan usaha sosial. d. Mengadakan kerjasama dengan semua golongan yang menyetujui asas/tujuan dan mengadakan hubungan secara baik dengan golongan-golongan yang tidak menentang asas, akidah dan tujuan tersebut.

Kelembagaan Organisasi DDI. Struktur Organisasi DDI dalam sejarahnya pada mulanya banyak bersifat informal karena mereka yang mengajar di DDI beberapa daerah adalah santri – santri yang berasal dari MAI Mangkoso yang ditugaskan secara bergiliran/priodik sehingga relasi komunikasi yang lebih menonjol adalah relasi antara guru dengan muridnya. Keadaan ini berlangsung sejak MAI dialihkan menjadi organissi persatuan Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI). Adapun struktur organisasi DDI sebagaimana yang telah disahkan oleh pemerintah berdasarkan SK Menteri Kehakiman tanggal 15 Mei 1956, No. : j.A.5 /33/11 yang tercantum dalam Anggaran Dasar DDI. Struktur ini selalu disempurnakan untuk menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan organisasi. Misalnya dalam hal penasehat terdapat diawal berdirinya DDI sampai pada Muktamar yang ke 5 di Parepare kemudian diubah menjadi Pembina DDI, dan terakhir menjadi Majlis Pembina DDI sampai Muktamar ke 18 . Pada Muktamar ke 19 diubah lagi menjadi Majlis kehormatan dan pada Muktamar ke 21 berobah menjadi Majlis Syuyukh dan Majlis Istisyari. Istilah sekretaris Umum, Komisaris, dan bahagian-bahagian dalam Pengurus Besar DDI Pada Muktamar ke 11 di Watang Soppeng telah diubah menjadi sekretaris Jendral (Sek-Jen), Kordinator Daerah (Kor-da), dan Lembaga. Perubahan ini dilakukan dalam usaha memfungsikan secara efektif Pengurus organisasi sesuai dengan perkembangan situasi. Bahkan perobahan lebih jauh adalah menyangkut nama kelembagaan itu sendiri, misalnya bahagian pendidikan

73 diubah menjadi Lembaga Tarbiyah dan Lembaga Jami’ah, Bahagian Ulama DDI diubah menjadi Majlis Ifta’. Adapun jenjang struktur kelembagaan organisasi DDI berdasarkan rumusan tim perumus yang dibentuk oleh Muktamar DDI ke 21, tahun 2014 yang dilaksanakan di Asrama Haji Sudiang Makasar dan telah disahkan melalui mukernas DDI yang diadakan di Makassar pada tanggal 19 Januari 2016, adalah sebagai berikut: a. Majlis Kehormatan b. Dewan Pakar c. Majlis Suyukh d. Dewan Pembina (Majlis Istisyari ) e. Dewan (Majlis) Pengurus f. Pengurus Wilayah (PW) g. Pengurus Daerah(PD ) h. Pengurus cabang (PC ) i. Pengurus Ranting (PR) j. Badan-badan Otonom

Lambang Organisasi DDI. Dalam sejarah perjalanan dan perkembangan organisasi DDI, lambang yang menjadi simbol identitas dan perjuangan Organisasi DDI sudah mengalami empat kali perubahan sejak didirikannya MAI Mangkoso dan peralihan nama MAI Mangkoso kepada Darud Da’wah Wal- Irsyad (DDI) sampai Muktamar ke 21 di Makassar tahun 2014. Kemudian Mukernas DDI yang diadakan di Makassar pada tanggal 9 Nopember 2015. Menetapkan untuk kembali kepada lambang yang dibuat oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Adapun lambang yang diciptakan oleh AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle ketika masih bernama MAI sekaligus penjelasannya adalah : 1. Matahari Terbit. Menggunakan matahari terbit, artinya matahari itu adalah sumber cahaya. Pengertian cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilmu dari Allah SWT.

74

diturunkan kepada hambanya dengan perantaraan Rasul-Nya. Dalam kaitannya dengan MAI, dengan lahirnya MAI diharapkan akan memjembatani turunnya ilham dari Allah SWT.dan mulai munculnya kelahiran ilmu pengetahuan. 2. Bulan Sabit. Pemakaian bulan sabit dalam lambang ini berarti dengan adanya MAI, maka mulailah datang dunia yang terang dan membawa kebenaran sehingga akan lenyaplah masa kegelapan. Hal ini akan terjadi secara tertib sebagaimana peralihan dari cahaya matahari disiang hari kepada cahaya bulan dimalam hari. له د عـــــوة الحق “ Kalimat “ Lahu Dakwatul Haq .3 Kalimat ini mengandung pengertian yang mendalam sebab dengan kalimat ini meletakkan fungsi hakekat kelahiran MAI ditengah masyarakat. Kemudian terjadi perobahan lambang MAI menjadi Lambang DDI setelah MAI Berubah nama menjadi DDI. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle membuat lambang baru untuk organisasi DDI dengan menambah beberapa unsur pada lambang yang sebelumnya dipakai MAI yaitu : 1. Matahari Terbit. 2. Bulan Sabit pada cahaya matahari terbit " ال إ له إال هللا محمد رسول هللا “Tertulis kalimat .3 pada matahari terbit dan dibawah matahari terbit tertulis " له دعوة الحق “Tertulis kalimat .4 dan dibawahnya tertulis DDI. dan pada bulan sabit tertulis دار الدعوة واإلرشاد" “ kalimat Darud Dakwah Wal-Irsyad 5. Dasar hijau Lambang DDI yang dibuat oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle yang telah diuraikan diatas menjadi lambang organisasi DDI sejak dibuatnya tahun 1947 setelah peralihan nama MAI menjadi DDI. Digunakan dilingkungan DDI sampai Muktamar DDI ke 11 di Watang Soppeng pada tahun 1968. Kemudian pada Muktamar Watang Soppeng lambang yang dibuat oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle yang digunakan oleh organisasi DDI sebelumnya mengalami perubahan sebagai berikut : A. Pola Dasar / Unsur Lambang 1. Matahari terbit

75

2. Bulan Sabit 3. Bintang 4. Mihrab 5. Dasar hijau bulat 6. Tali melingkar dengan simpul erat. Pada Muktamar DDI ke 15 di Kaballangan Pinrang diputuskan untuk kembali menggunakan lambang yang diciptakan oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Sesuai dengan amanah Muktamar DDI ke 15 dan ditegaskan dalam ART pasal 18, dimana masalah lambang diatur dengan surat keputusan PB-DDI. Maka pada tanggal 5 April 1984 PB-DDI mengeluarkan SK bernomor PB/B-II/18/IV/1984. Dalam SK ini PB-DDI menetapkan komponen lambang beserta pengertian yang menyertainya sebagai berikut :

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS BESAR DDI Nomor : PB/B-II/18/IV/1984 Tentang PENGERTIAN DAN TAFSIRAN POLA DASAR DAN KOMPONEN LAMBANG DDI

Memperhatikan : Hasil-hasil keputusan Muktamar ke 15 Darud Dakwah Wal- Irsyad (DDI) yang berlangsung tanggal 12 sampai dengan 15 Jumadil Akhir 1404 H. 15 sampai 18 Maret 1984 M. di Kaballangan Pinrang. Menimbang : Bahwa untuk menciptakan pengertian dan pemahaman yang baik tentang arti lambang DDI, maka perlu ditetapkan pengertian dan tafsiran pola dasar dan komponen lambang DDI Mengingat : 1. Undang-undang Dasar 1945 2. Anggaran Dasar DDI 3. Anggaran Rumah Tangga DDI Memutuskan : Menetapkan : PENGERTIAN DAN TAFSIRAN POLA DASAR DAN KOMPONEN

76

LAMBANG DDI SEBAGAI BERIKUT : A. POLA DASAR LAMBANG Pola Dasar Lambang adalah, hijau tua. B. UNSUR KOMPONEN LAMBANG الإله إال هللا محمد رسول هللا ,Matahari terbit dengan kalimat .1 2. Bulan Sabit dalam huruf latin, “ DARUD DAKWAH WAL-IRSYAD “ له دعوة الحق : Kalimat .3 دار الدعوة واإلرشاد : Kalimat Singkatan DDI .4 5. Lima bintang. C. PENGERTIAN DAN TAFSIRAN POLA DASAR DAN KOMPONEN LAMBANG . 1. Pola dasar hijau, adalah menunjukkan bahwa ajaran Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menjadi panutan warga DDI, adalah suatu pedoman yang mencakup akidah dan syari’ah dalam mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan akhirat serta telah mendapatkan mardhatillah. Tuhan berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96. ولوأن أهل القرى آمنوا والتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء واألرض Artinya, Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. 2. Matahari terbit. Menggunakan matahari terbit warna emas dengan sinar sejumlah 25 berkas bersama lintasan pelangi diatas garis الإله إال هللا محمد رسول هللا “ kalimat tauhid lintang bulatan hijau memberikan arti bahwa

77

matahari sebagai sumber cahaya yakni dalam arti cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham hanya dari Allah SWT. yang diturunkan kepada hambanya dengan perantaraan Rasul-Nya dalam pembentukan jiwa tauhid. Dalam kaitan dengan lahirnya DDI diharapkan agar menjembatani turunnya ilham dari Allah SWT. dan munculnya kelahiran ilmu pengetahuan. Firman Allah dalam Surah Yunus ayat: 5, هو الذى جعل الشمس ضياء Artinya, Dialah yang menjadikan matahari bersinar .. 3. Bulan Sabit. Bulan Sabit dalam bentuk tulisan huruf latin “DARUD DAKWAH WAL-IRSYAD “Warna putih bersih menengadah keatas melihat garis tengah bulatan hijau. Ini berarti bahwa DDI ini senantiasa berjalan diatas penggarisan dan ketentuan wahyu Allah SWT, baik dalam kerangka peningkatan mutu dan kualitas pengetahuan maupun pengabdian kepada Allah SWT. Adapun bulan sabit yang dikaitkan dengan lahirnya DDI maka dengan kelahiran itu mulailah datang dunia yang terang dan pembawa kebenaran sehingga akan lenyaplah masa kegelapan yang akan terjadi secara tertib sebagaimana peralihan dari cahaya matahari disiang hari kepada sinarnya bulan dimalam hari, suatu estapet hidup dan kehidupan dunia menuju mardhatillah. Firman Allah dalam surah Yunus ayat 5, والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب......

78

Artinya , Dan Dia pulalah yang menjadikan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu) له دعوة الحق : Kalimat .4 Kalimat ini meletakkan fungsi dan hakekat kehadiran DDI ditengah masyarakat. DDI berusaha mendalami ajaran-ajaran agama dan sekalian pengetahuan agama Islam dan segala ilmu lainnya yang bersifat umum dengan untuk menyebarluaskan ajaran agama melalui usaha mengajak manusia kejalan yang diridhahi Allah SWT. agar supaya manusia dapat berbahagia didunia dan mendapatkan keselamatan di akhirat kelak, tentunya dengan berdasarkan ketaqwaan yang dimilikinya. Firman Tuhan dalam Surah Ali Imran ayat 104, ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون. Artinya , Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung. دار الدعوة واإلرشاد : Kalimat .5 dalam Bahasa Arab adalah دار الدعوة واإلرشاد: Kalimat salah satu symbol pandangan DDI bahwa untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam mutlak adanya pengetahuan terhadap Bahasa Arab dan alat-

79

alatnya. Firman Allah SWT. dalam surah Al-Syu’araa ayat 193-195, نزل به الروح األمين. على قلبك لتكون من المنذرين بلسان عربي مبين Artinya, Al-Qur’an itu dibawa turun oleh Al-Ruhul Amin (Jibril) kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas. 6. Kalimat dalam singkatan DDI. Kalimat dalam Bahasa Indonesia dengan singkatan DDI adalah merupakan identitas bahwa DDI sebagai organisasi Islam yang merupakan bahagian dari rakyat dan bangsa Indonesia. Organisasi ini bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan dan usaha-usaha sosial, serta turut mempunyai peran tanggung jawab dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Firman Allah SWT. dalam surah Ali Imran ayar : 103. واعتصموا بحبل هللا جميعا وال تفرقوا..... Artinya, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. 7. Lima Bintang. Bintang warna kuning cemerlang sebanyak lima buah diufuq sinar cahaya matahari memberi arti bahwa DDI senantiasa melaksanakan kewajiban Islam yang lima dan rukun iman serta hukum Islam yang lima. Demikian pula falsafah Negara Panca Sila sebagai warga Negara Republik Indonesia

80

وعالمات وبالنجم هم يهتدون" Artinya, dan Dia menciptakan tanda-tanda (Petunjuk- jalan ) dan dengan bintang itulah mereka mendapat petunjuk. D. Bila terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, maka akan diperbaiki seperlunya. Minallahil Musta’an Wa’Alaihit Tiklan. Parepare 11 Rajab 1404 H. / 5 April 1984 M PENGURUS BESAR DARUD DAKWAH WAL-IRSYAD (PB – DDI) RAIS MAJLIS A’LA TTD (K.H. ABD. RAHMAN AMBO DALLE) KETUA UMUM SEKRETARIS JENDERAL TTD TTD (DRS. H. ABD. MUIZ KABRY) ( H.M.YUNUS SHAMAD LC )

Tipe Kepemimpinan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Kepemimpinan dan Managemen dua kata yang tidak dapat dibedakan namun dapat dipisahkan antara keduanya. Sering dikatakan bahwa Leadership (Kepemimpinan) itu adalah managemen begitu pulah sebaliknya. Dibidang Fungsi dan oprasional memang keduanya sama- sama yaitu seorang individu yang memimpin kegiatan-kegiatan suatu kelompok dan mempengaruhinya kepada suatu tujuan yang ingin dicapai bersama. Namun dari segi sebagai individu dapat dipisahkan, seorang pemimpin kadang tidak memahami kemanagerialan sehingga memerlukan pendamping yang ahli dalam managemen begitupula sebaliknya kadang seorang menager tidak memiliki sifat-sifat yang diperlukan seorang pemimpin, namun ia bisa melakukan aktivitas-aktivitas untuk kerja sama dengan kelompok bawahannya untuk mencapai sasaran yang dikehendaki bersama. Itulah sebabnya sering kepemimpinan (Leadership) dianggap sebagai inti dari managemen. Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga baik

81

Lembaga pemerintah maupun Lembaga Swasta pada dasarnya kembali kepada pemimpinnya (Leader atau manager) didalam memimpin. Kepemimipinan terkait dengan penggunaan wewenang dan pembuatan keputusan. Oleh karena itu pemimpin sebagai individu dalam kelompok yang diberi tugas untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas kelompok yang terkait dengan tugas. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi antara pemimpin dan pengikut atau bawahan yang menginginkan adanya perubahan nyata dan mencerminkan adanya capaian tujuan bersama. (M.Sultan Masyhudi, 2009 : 23-24) Betapa pentingnya seorang pemimpin dalam mengelola suatu lembaga, Fungsi utamanya adalah memiliki orientasi yang jelas dalam mengembangkan kelompok atau individu dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi atau tanggung jawab pada bidang masing-masing. Oleh sebab itu, secara konseptual pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu mengendalikan managemen kelembagaan secara baik dan terarah. Sebelum menjelaskan tipe/gaya kepemimpina AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam gerakan dakwahnya baik sebagai pemimpin lembaga pendidikan Pondok Pesantren maupun sebagai pemimpin Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) sebagai organisasi Sosial Keagamaan dan Kemasyarakatan yang bergerak dibidang Pendidikan, Dakwah dan Usaha-usaha Sosial, sebaiknya dikemukakan dahulu faktor-faktor internal yang mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang pemimpin, kemudian tipe/gaya kepemimpinan menurut para pakar leadership dan managemen. lalu Kemudian menganalisa tipe/gaya kepemimpinan AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang pemimpin adalah : 1. Sistem Nilai (Value System) Sistem nilai seseorang pemimpin, berisi jawaban terhadap persoalan seberapa kuat keyakinan pemimpin, bahwa orang yang dipimpinnya itu harus mengambil bahagian didalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka atau seberapa besar keyakinan pemimpin, bahwa dia merasa sebagai orang yang dibayar atau dipilih untuk

82

memikul beban pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka atau sebeapa besar keyakinan pemimpin, bahwa dia meresa sebagai orang yang dibayar atau dipilih untuk memikul beban pengambilan keputusan secara pribadi. Kekuatan keyakinan pemimpin atas persoalan-persoalan seperti itu, akan cenderung mempengaruhi gaya kepemimpinannya, terutama dalam hubungan dengan kadar arahan atau dukungan yang akan diberikan pimpinan kepada pengikutnya (Salehuddin Yasin, 2011 : 132). 2. Rasa Yakin (Confidence) Rasa yakin terhadap pengikut /anggota-anggota kelompok yang dipimpinnya ini seringkali dipengaruhi oleh asumsi Teori X dan Teori Y dari Mc Gregor. Dengan kata lain, kadar kontrol atau kebebasan yang diberikan pemimpin kepada anggotanya, akan tergantung kepada apakah pemimpin itu percaya bahwa “orang-orang pada dasarnya malas, tidak dapat dipercaya atau tidak bertanggung jawab“ (X) atau mereka percaya bahwa “orang- orang dapat kereatif dan memotivasi dirinya sendiri dalam suatu lingkungan, apabila dimotivasi dengan tepat“ (Y). Disamping itu, rasa yakin pemimpin terhadap pengikut, juga tergantung kepada perasaan /anggapan tentang pengetahuan dan kompetensi anggotanya dalam suatu bidang tanggung jawab tertentu. 3. Rasa Senang dan Wajar (Comfortably and Naturally) Ada pemimpin yang kelihatannya dapat berfungsi dengan lebih senang dan wajar (comfortably and naturally), apabila dia sendiri dapat mengambil keputusan dan memberikan perintah. Menyelesaikan persoalan-persoalan dan memberikan perintah- perintah, kelihatannya dapat dengan mudah dilakukannya. Dilain pihak dapat pula pemimpin yang secara kontinyu lebih senang bertindak bersama-sama dengan para anggota kelompoknya dalam menjalankan berbagai fungsinya. 4. Perasaan Aman (Safety) Hal ini memiliki dampak yang pasti terhadap kemauan pemimpin untuk melaksanakan kontrol pengambilan, kepada orang lain dalam lingkungan yang tidak menentu. Hal yang mungkin diperlukan disini, adalah toleransi pemimpin terhadap ketidak jelasan berbagai masalah yang dihadapi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi, adalah posisi hidup

83

pemimpin dalam hubungannya dengan perasaan kepercayaannya terhadap diri sendiri, serta terhadap orang lain dalam lingkungan tersebut. Menurut sebuah analisis sederhana memperkuat bahwa ada beberapa ciri/kualitas pribadi seorang pemimpin yang dapat memperkuat dan mendukung pelaksanaan aktivitas kepemimpinan, antara lain : 1. Intelligence (inteligensi / cerdas) 2. Sosial Maturity and and Breath (Kematangan/ Kedewasaan Sosial) 3. Inner Motivation and achievement Drives (Motivasi diri dan kemampuan dorongan pencapaian prestasi) 4. Human Relation Attitudes (sikap dalam hubungan antar manusia) 5. Creadibility / kredibilitas (Jujur, mampu/kompeten, penuh inspirasi / dorongan untuk menimbulkan inspirasi bagi orang lain). 6. Berwawasan / berpandangan luas. 7. Dan lain-lain, seperti Adil, Terus terang, Dapat diandalkan, Imajinatif, Pendukung, Berani mengambil resiko. (Ibid : 2011 : 133) Ada beberapa macam Type/Gaya kepemimpinan seorang pemimpin menurut para pakar Leadership dan Managemen sebagai berikut : 1. Kepemimpinan Kharismatik. Konsep kharismatik menurut Max Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistik. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya seseorang yang memiliki bakat yang luar biasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan supernatural, serta adanya bukti yang berulang-ulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan. (Max Weber Terjemahan Abd.Kadir Shaleh, 2012 : 143)

Kharisma akan lebih dihubungkan dengan pemimpin yang lebih menyarankan sebuah visi yang amat tidak sesuai dengan status quo, tetapi masih dalam ruang gerak

84 penerimaan oleh para pengikut. Yaitu, para pengikut tidak akan menerima visi demikian sebagai kompeten atau gila. Para pemimpin yang tidak kharismatik biasanya mendukung status quo atau hanya sedikit atau tambahan perubahan. Seorang pemimpin kharismatik mempunya dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut, mereka merasakan bahwa keyakinan-keyakinan pemimpin tersebut adalah benar. Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakan lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, mereka merasa senang terhadap pemimpin tersebut,mereka sayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi tersebut,mereka percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan tersebut, dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi. (YW Sunindhia dan Ninik Widiyanti, 2003 : 37) Beberapa teori membahas mengenai bagaimana kharisma seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya dan mengapa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh kharisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Hal-hal yang mempengaruhi proses pengaruh kharismatik seorang pemimpin adalah : a. Identifikasi Pribadi (Personal identification) Identifikasi pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini akan paling banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang berkuasa. Shamir dan kawan- kawan mengakui bahwa identifikasi pribadi dapat terjadi pada beberapa orang pengikut dari pada pemimpin kharismatik namun mereka kurang menekankan pada penjelasan tersebut karena masih ada proses-proses lainnya. (Muhammad Al-Gazali, http: II Lebak Kauman BlogSpot,Com 14 Juni 2013). b. Identifikasi sosial (Sosial Identification) Identifikasi sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi mengenai diri sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektifitas. Para pemimpin kharismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta identitas–identitas kelompok.

85

Seorang pemimpin kharismatik dapat meningkatkan identifikasi sosial dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang lainnya. (Ibid : 14 Juni 2013) c. Internalisasi (Internalization) Para pemimpin Kharismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkaul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin kharismatik untuk meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkan dengan sasaran –saran tugas. Para pemimpin kharismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresip pekerjaan itu, yaitu yang membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroic, dan secara moral benar. Para pemimpin kharismatik juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsikdalam rangka mendorong para pengikut untuk mempokuskan diri kepada imbalan-imbalan intrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada sasaran- sasaran objektif. (Ibid : 14 Juni 2013) d. Kemampuan diri sendiri (Self-efficacy). Efikasi diri individu merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok bahwa jika mereka bersama-sama, mereka dapat menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin kharismatik meningkatkan harapan dari para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif, akan berhasil. (Ibid : 14 Juni 2013). Pola kepemimpinan kharismatik merupakan pola kepemimpinan yang mengacu kepada satu pigur sentral yang dianggap oleh komunitas pendukungnya memiliki kekuatan supranatural dari Allah SWT.Kelebihan dalam berbagai bidang keilmuan. Partisipasi komunitas dalam mekanisme kepemimpinan kecil, dan mekanisme kepemimpinan tidak diatur secara birokratik. 2. Kepemimpian Transformatif. Hasil studi Burns tentang kepemimpinan dari waktu kewaktu menunjukkan bahwa pemimpin paling sukses untuk melakukan perubahan adalah mereka yang telah berusaha menerapkan kepemimpinan transformatif. Mereka selalu sukses dalam meningkatkan

86

komitmen pengikutnya untuk melaksanakan tugas kelembagaan sehingga mereka benar- benar dapat merasa memiliki kewajiban moral, oleh karena itu, kapasitas-kapasitas kepemimpinan ini patut dikembangkan didunia pondok pesantren tempat para ulama melakukan pembinaan dan pengasuhan, Khususnya dalam rangka transisi menuju kepada sistem pembinaan umat yang efektif. (M.Sultan Masyhudi : 2009 : 41). Diantara karakteristik pemimpin transformatif adalah sebagai berikut : a. Memiliki kapasitas bekerjasama dengan orang lain untuk merumuskan visi lembaga. b. Memiliki jati diri (Personal platform) yang mewarnai tindakan dan prilakunya. c. Mampu mengkomunikasikan dengan cara-cara yang dapat menumbuhkan komitmen dalam komunitas yang dipimpinnya. d. Menampilkan banyak corak peran kepemimpinan secara teknis, humanistic, edukatif, simbolik dan kultural. e. Mengikuti dan merespon trend dan isu, ancaman dan peluang dalam lingkungannya secara luas, baik secara lokal, nasional, maupun internasional dan mampu mengantisipasi dampaknya. (Ismail SM, 2002 : 58) Kepemimpinan transformasinal lebih menekankan pada aspek visi kedepan yang dipandang sebagai sasaran untuk dicapai melalui perubaha-perubahan yang cukup berarti dimasa kini. Semangat untuk berubah selalu dikumandangkan untuk memberikan kekuatan dan spirit sebagai tenaga penggerak dinamika kerja. 3. Kepemimpinan Responsif. Kepemimpinan responsif merupakan salah satu bagian dari kepemimpinan transformative yang tanggap terhadap kebutuhan santri, komunitas pesantren dan masyarakat luas. Jenis kepemimpinan ini penting, mengingat kebutuhan masyarakat terhadap eksistensi ulama. Tipe kepemimpinan tersebut cukup baik untuk diterapkan dalam rangka membangun komunitas pesantern masyarakat. Hal ini disebabkan karena kepemimpina responsif adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas segala hal yang terkait dengan pesantren dan masyarakat itu sendiri. Hal tersebut ia lakukan karena menyadari bahwa pesantren, santri dan masyarakat adalah amanah yang mesti dipertanggung jawabkan. Apabila tipe kepemimpinan tersebut ditransfer pada pola

87

pembinaan santri dan masyarakat, ia mampu memberikan ruang diskusi dengan para santri dan masyarakatnya untuk dapat mendiskusikan segala permasalahan. Pola-pola kepemimpinan tersebut masih memiliki pendukung setiap polanya, masing-masing menganggap bahwa pola mereka anut jauh lebih baik. (Sultan Masyhudi dan Kusnardilo, 2009:43) 4. Kepemimpinan Demokrasi Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dari perilaku yang cendrung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok. Disamping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif). Dengan didomonasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat /perhatian kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalui dihargai dan disalurkan secara wajar. Berdasarkan prinsip tesebut diatas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok / organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/ jabatan masing-masing, disamping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota kelompok / orgaisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang sama atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan dilingkungan unit masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam

88

satu maupun dalam unit berbeda.Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi kesemptan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkingkan setiap orang siap untuk dipromosikan menduduiki posisi/ jabatan pemimpin seorang berjenjang, bilamana terjadi kekosongan, karena pindah, pensiun, meninggal dunia atau sebab-sebab lain (Salehuddin Yasin, 2011 : 44). Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan didalam unit masing- masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagaI kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok / organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama. Aktifitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok / organisasi secarah keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu harus dihormati oleh orang- orang yang dipimpinnya dan disegani secara wajar. 5. Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter merupakan kepemimpinanyang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa

89 merupkan sebagai penentu nasib bawahannya.Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk dan patuh dibawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pemimpin digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sangsi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku.(Ibid : 2011 : 46) Dismping itu, masih ada pandangan lain tentang gaya kepemimpinan seperti tipe otokratik, tipe militeristik, tipe paternalistik, gaya kepemimpinan bebas, gaya kepemimpinan pelengkap, gaya kepemimpinan Simbol, gaya kepemimpinan Agitaor dan lain-Lain. Setelah disinggung sebagaimana terdahulu mengenai tipe/gaya kepemimpinan khususnya dalam dunia organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah dan factor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Maka dapat dianalisis kepemimpinan Anre Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle dari berbagai aspeknya. Gaya yang sangat menonjol dalam kepemimpinan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle adalah gaya kepemimpinan Kharismatik, disamping gaya-gaya yang lain seperti demokratis dan transpormatif juga nampak pada kepemimpinan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle khususnya dalam memimpin organisasi Darud Dakwah Wa-Irsyad dimana Anre Gurutta selalu mengembalikkan kepada keputusan Muktamar yang demokratis dan selalu mengadakan musyawarah dalam mengambil suatu keputusan, dan tidak pernah melakukan interpensi, Kepemimpinan Anre Gurutta Ambo Dalle dalam mengendalikan perguruan yang jumlahnya begitu banyak dan menempati wilayah yang demikian luas dia memberikan semacam rambu-rambu dan arahan yang penting diperhatikan antara lain ada berbagai komponen yang harus diperhatikan dalam mengembang sebuah DDI yakni adanya inisiatif dan support dari tokoh masyarakat, adanya keinginan dan persetujuan dari tokoh- tokoh agama disebuah daerah dan adanya dukungan dari pemerintah setempat (daerah) yang menghendaki perguruan tersebut di bentuk menjadi aksis. Bila dilihat dari arahan dan aturan itu maka dapat dikatakan pada hakekatnya Anre Gurutta Ambo Dalle sangat demokratis dan mempunyai perinsip yang bersifat “ bottom up “ kecuali yang menyangkut persoalan pribadinya itu dilakukan dengan meminta petunjuk dari Allah SWT. melalui Shalat Istikharah dan pengamalan-pengamalan ibadah lainnya.

90

Gaya kepemimpinan kharismatik ini, sangat ditentukan dari kekuatan yang dimiliki oleh pemimpin yang bersangkutan, baik kemampuan ilmu maupun kemampuan kepribadian lainnya, baik lahiriyah maupn bathiniyah yang menopang tetap adanya kharisma yang diakui oleh orang-orang yang dipimpin atau pengikitnya. Teori kharismatik, yang mengatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar Kharisma itu diperoleh dari kekuatan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini ada suatu kepercayaan bahwa orang itu adalah pancaran Zat Tunggal, sehingga dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supranatural power). Pemimpin yang bertipe kharismatik biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Salehuddin Yasin, (2011 : 134) Sejalan dari pada teori kharismatik tersebut, ada sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Huraerah Rasulullah SAW.bersabda, " إن هللا تعالى قال من عادلى وليا فقد آذنته بالحرب ، وماتقرب إلي عبدى بشيء أحب إلي مماافترضت عليه ، وما يزال عبدى يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه ، فإذا أحببته كنت سمعه الذى يسمع به وبصره الذى يبصر به ويده الذى يبطش بها ورجله الذى يمشى بها وإن سألنى أعطيته ولئن استعاذنى ال أعيذه " رواه البخارى عن أبى هريرة . Artinya : Sesungguhnya Allah SWT. berfirman, Barang siapa yang memusuhi Waliku maka sungguh Aku menyatakan perang dengannya. Dan tiada hambaku mendekatkan diri kepada saya dengan sesuatu aku lebih menyukainya dari pada apa yang aku wajubkan kepadanya. Dan hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaku dengan sunnah-sunnah sampai aku mencintainya. Dan apabila aku mencintainya maka pendengarankulah yang dipakai mendengar, penglihatankulah yang dipakai melihat, tangankulah yang dipakai bekerja dan kakikulah yang dipakai berjalan. Dan apbila hambaku itu meminta sesuatu kepadaku pasti aku akan berikan (kabulkan) dan apa bila hambaku itu meminta perlindungan dariku maka aku memberi perlindungan kepadanya. (Taqiyuddi Abd.Malik, 1954 : 43). Dalam konteks ini dapat dijelaskan bahwa kekuatan yang bersumber dari Allah SWT. yang dimaksud salah satunya adalah berupa anugerah ilmu dan pancaran ‘inayah Allah, yakni Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle memiliki kekuatan ilmu agama yang sangat tinggi, ia seorang ulama yang mumpuni. Terbukti antara lain tulisan-tulisan atau karya ilmiyah yang dilahirkannya dalam berbagai disiplin ilmu. Dia menulis buku dalam bidang

91

Teologi, Aqidah, Akhlaq, TaSAWwuf, Fiqhi, ilmu bahasa Ilmu Mantiq, Ushul Fiqhi,dan berbagai ilmu lainnya. Dengan ketinggian ilmu dan kedalaman penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran islam itulah kemudian membuahkan sebuah kepribadian yang tetap konsisten memelihara harga diri dan martabatnya sebagai tauladan yang diikuti. Kehadirannya selalu didambakan, petuahnya selalu diikuti, nasehat yang selalu menyentuh hati, membuahkan kharisma dia semakin nyata dan efektif bagi para pengikutnya. Begitupula Anre Gurutta Ambo Dalle dalam menampilkan kepemimpinannya, dipengaruhi oleh ketujuh faktor yang dimilikinya sebagaimana yang telah disebut, baik internal dikalangan komunitas DDI maupun secara eksternal ketika berinteraksi dengan kelompok masyarakat tertentu dalam lapangan pendidikan, demikan juga lapangan kehidupan sosial lainnya. Dia memiliki kematangan pribadi, wawasan luas dan menjangkau yang jauh kedepan (visoner), dan sebagai leader yang kharismatik Anre Gurutta Ambo Dalle menghasilkan sebuah kenyataan bahwa semua rencana yang digagas benar-benar dapat terwujud berkat bantuan berbagai pihak yang karena khrismanya sebagai pangkal keberhasilan tersebut. Setelah menganalisa gaya kepemimpinan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo dalle dalam memimipin Organisasi DDI dan pendidikan yang dinaunginya maka dapat dikatakan bahwa Gaya Kepemimpinan Anre Gurutta Ambo Dalle adalah Gaya Kepemimpinan Kharismatik, begitupula gaya kepemimpinan demokratis nampak dalam kepemimpinannya. Atau dengan kata lain, gabungan antara gaya kharismatik dan demokratis Atau dalam istilah penulis adalah Gaya Rabbaniyah (Kharismatik) dan Gaya Insaniyah (Demokratis ).

Potret Managemen Dakwah Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle. Ajaran Islam yang sempurnah dan universal dan konferhensip meliputi segala aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang berdimensi ilahiyah yang bersifat transenden begitupula berdimensi insaniyah yang merupakan fenomena peradaban, kultural, dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu ajaran ini harus disosialisasikam melalui aktifitas keagamaan yang langsung

92 dapat bersentuhan dengan umat manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya, yaitu aktivitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan baik melalui lisan (dakwah bi al-lisan), tulisan (bi- al-qalam) maupu perbuatan nyata (bi al-hal ). Sasaran /tujuan dakwah islam adalah untuk mempengaruhi dan mentransformasikan sikap kejiwaan dan tingkah laku manusia menuju suatu tatanan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Pesan-pesan keagamaan dan sosial yang dilakukan oleh dakwah merupakan seruan kepada kesadaran untuk senantiasa memiliki komitmen untuk berbuat/beramal sesuai aturan/ajaran agama dan senantiasa dijalan yang benar. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk membebaskan individu dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaithaniyah dan kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu dakwah juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai aspek ajarannya agar diaktualisasikan dalam bersikap, berpikir dan bertindak (Suyuti Pulungan 2002 : 66). Dalam konteks inilah relevansi dakwah hadir sebagai solusi bagi persoalan-persoalan yang dihadapai masyarakat karena dakwah mengandung nasehat-nasehat dan pesan-pesan keagamaan. Relevansi ini semakin signifikan apabila dakwah dilakukan secara professional. Keprofesionalan dalam melakukan dakwah semakin dituntut karena persoalan dan problematika masyarakat semakin kompleks dan masyarakat semakin kritis dalam merespon segala sesuatu. Dengan demikian, dakwah berfungsi sebagai sarana pemecahan permasalahan umat manusia, karena dakwah merupakan sarana penyampaian informasi ajaran islam baik sebagai edukasi, kritik maupun control sosial. Untuk mencapai tujuan ini secara maksimal, maka disinilah manajemen dakwah sangat dibutuhkan untuk mengurus /mengelolah kegiatan dakwah agar tecapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Jika aktifitas dakwah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen, maka “citra professional“ dalam dakwah akan terwujud pada kehidupan masyarakat. Dengan demikian, dakwah tidak dipandang dalam objek ubudiyah saja, akan tetapi diinterpretasikan dalam berbagai profesi. Inilah yang dijadikan inti dari pengaturan secara manajerial organisasi dakwah. Sedangkan efektivitasnya dan efisiensi dalam penyelenggaraan dakwah adalah merupakan suatu hal yang harus mendapatkan prioritas. Aktivitas dakwah dikatakan berjalan

93 secara efektif jika apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai, dan dalam pencapaiannya dikeluarkan pengorbanan-pengorbanan yang wajar. Atau tepatnya, jika kegiatan lembaga dakwah yang dilaksanakan menurut prinsip-prinsip manajemen akan menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang bersangkutan dan akan menumbuhkan sebuah citra (image) profesionalisme dikalangan masyarakat, khususnya dari pengguna jasa dari Profesi Da’i (Zaini Muhtaram 1996 : 37). Pengertian manajemen dakwah menurut A. Rosyad Shaleh adalah sebagai proses perencanaan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakkan kearah pencapaian tujuan dakwah (A.Rasyad Shaleh 1993 : 23). Inilah yang merupakan inti dari manajemen dakwah yaitu sebuah pengaturan secara sistimatis dan kordinatif dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dengan dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah, atau dengan kata lain mengelolah dakwah dengan unsur-unsur manajerial ‘amaliyah al-idariyah yang utuh yang terdiri dari ; Takhthith (perencanaan strategis), Tanzhim (pengorganisasian), Tawjih (penggerakan), Riqabah (pengawasan atau Evaluasi) (Muhammad Munir : 2009 : xiii). Secara sederhana, manajemen adalah upaya mengatur dan mengarahkan berbagai sumber daya, mencakup manusia (man), uang (money), barang (material), mesin (machine), metode (method), dan pasar (market) (Zaini Muhtaram 1996 : viii). Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) merupakan organisasi sosial keagamaan yang berkiprah dibidang pendidikan, dakwah, dan usaha-usaha sosial sejak didirikannya di Watang Soppeng pada tahun 1947 sampai sekarang masih tetap eksis dan semakin berkembang dan cabang- cabangnya telah tersebar di 17 propinsi. Hal ini menunjukkan bahwa para pengelolanya yang dinakhodai oleh AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle sangat menyadari bahwa menerapkan sistem manajemen dalam organisasi dalam proses pencapaian tujuan diperlukan sebuah manajemen yang baik untuk dapat menjadi dinamisator dari keseluruhan kegiatan yang dinamis dan terarah, karena hampir dalam setiap sendi kehidupan peranan manajemen sangat vital, dan demikian juga yang terjadi pada Organisasi DDI yang berkiprah dibidang pendidikan, dakwah

94 dan usaha-usaha sosial. Lalu kemudian bagaimanakah potret manajemen dakwah AGH. Ambo Dalle dalam mengelolah Organisasi Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI). AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya adalah merupakan sosok pribadi yang sangat cerdas yang tumbuh dan berkembang menurut setting dilingkungan budaya kerajaan yang sangat kental dan pengetahuan agama yang sangat mendalam dan mewarisi kehidupan orang tuanya yang serba disiplin dan teratur, ditambah dengan keinginan yang tinggi menuntut ilmu pengetahun, menjadikan Ambo Dalle sebagai sosok pribadi yang mempunyai kemampuan luar biasa dalam memimpin suatu lembaga dengan sistem manajerial yang baik terbukti dipilihnya menjadi asisten Anre Gurutta Puang Haji Sade (K.H. M. As’ad) sekaligus dipercayakan memimpin lembaga yang dikelolanya secara klasikal (moderen). AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle semakin memperlihatkan kemampuannya dalam memimpin dengan manajemen yang baik ketika Anre Gurutta Hijrah Ke Mangkoso dan memimpin Pesantern MAI Mangkoso sejak 1938, kemudian Anre Gurutta memipin Organisasi Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) sejak didirikannya pada tahun 1947 di Watang Soppeng. dan menjadikan Mangkoso sebagai pusat organisasi sampai Anre Gurutta Pindah ke Pare-pare sekaligus memindahkan pusat organisasi ke Pare-pare pada tahun 1950. Dakwah professional adalah yang dikelola selalu dengan managemen yang baik yang selalu terkait dengan cost atau budget. Dalam perencanaan dakwah menjadi penting dilakukan budget yang disiapkan atau dikeluarkan dalam rangka kegiatan dakwah. Demikian juga terhadap pengorganisasian perlu diadakan dalam menetapkan pelaksanaan rencana dakwah demikan juga terhadap aspek penggerakan (aksen) dan lain-lain dalam prinsip-prinsip managemen. Ketika cost atau budget ini dapat dikelola dengan baik dalam organisasi dakwah, maka pelaku dakwah tidak akan merasa dirugikan karena telah diatur dalam organisasi secara professional. Karena cost dan budget ini terkait dengan rewad yang akan diterima oleh pelaku dakwah. Dengan adanya cost dalam managemen dakwah maka persoalan rewad menjadi sangat fenomenal dan sensitif tidak akan menjadi persoalan baik bagi pelaku dakwah maupun terhadap mad’u yang bertanggung jawab terhadap reward para pelaku dakwah. Dalam

95 kaitannya dengan hal diatas, Yunan Yusuf menyebutkan bahwa suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional, maka pekerjaan itu terlaksana secara optimal dan maksimal dan dibayar dengan layak, Sebaliknya bila pekerjaan itu dilakukan seadanya dan dibayar alakadarnya, bahkan bisa jadi tidak mendapatkan bayaran sama sekali, itu berarti pekerjaan tersebut bukan profesional tetapi disebut amatiran (Muhammad Munir, Wahyu Ilahi 2009:xi). Dengan demikian apabila dakwah itu dilakukan secara profesional dia akan mendapat reward yang layak. untuk itu dirasakan perlu untuk mengadakan managemen dakwah dalam mengatur cost atau budget dalam kegiatan dakwah. Upaya pemberian cost dan budget dalam kegiatan dakwah dapat dilakukan oleh institusi dakwah. Lembaga dakwah yang selama ini kadang kurang memperhatikan persoalan cost atau budget, sehingga mengakibatkan kegiatan dakwah terkesan tidak profesional, karena dilakukan tanpa managemen yang baik. Dalam mengelolah DDI sebagai organisasi sosial keagamaan yang bergerak dibidang pendidikan, dakwah dan usaha-usaha sosial, AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle menerapkan cost dan budget. Karena Anre Gurutta tahu benar bahwa suatu kegiatan apapun pasti memerlukan biaya, apalagi kalau kegiatan itu menyangkut masaalah pendidikan dan dakwah. Ketika Anregurutta di MAI Wajo Sengkang, MAI Wajo mendapat bantuan dari kerajaan Wajo (Petta Ennengnge). Begitupula ketika Anre Gurutta hijrah ke Mangkoso dan membuka MAI/DDI Mangkoso biaya /cost ditanggung oleh Pemerintah Kerajaan Soppeng riaja. Namun ketika mengelolah DDI sebagai organisasi yang berkiprah dalam pendidikan dan dakwah, Anre Gurutta menerapkan cost dan budget melalui aturan yang ditetapkan oleh organisasi misalnya dalam pengiriman tenaga kependidikan (guru) dan Muballig kepada cabang-cabang yang ada didaerah diatur oleh organisasi, bahwa setiap cabang yang memerlukan guru/muballig akan ditanggung oleh Pengurus/pengguna jasa guru/Muballig, mulai penjemputan dari tempatnya dipusat dan juga disaat kembalinya kepusat setelah melaksanakan tugasnya. Disamping itu, pengurus/pengguna jasa juga harus menanggung akomodasi, komsumsi dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan tugasnya baik sebagai guru maupun sebagai muballig selama bertugas di daerah tempat tugasnya. Mengenai jumlah cost/gaji yang harus ditanggung oleh pengurus /pengguna jasah tenaga Guru tercantum pada Surat Keputusan

96

(SK) yang dikeluarkan oleh organisasi. sedangkan pengiriman tenaga dakwah (Muballig) kedaerah-daerah yang membutuhkannya costnya sama dengan guru-guru yaitu ditanggung semuanya namun jumlah rewad /jasa yang diberikan kepadanya diserahkan kepada masyarakat pengguna jasa tenaga dakwah dan tidak ditentukan oleh organisasi sebagaimana Tenaga kependidikan. Jadi penerapan cost dan biaya ditanggung oleh cabang dan ranting sebagai pengguna jasa pendidikan dan dakwah. Inilah yang disebut manajemen Pohon Kayu yang selalu disebut- sebut oleh Anre Gurutta Ambo Dalle bahwa pohon kayu itu tidak berbuah dipohonnya, tapi yang berbuah adalah cabang dan rantingnya. Dalam menjalankan kegiatan dakwah islamiyah rewad dan cost tidak menjadi masalah dan tidak mengurangi nilai keikhlasan dalam menjalankan tugas agama ini, yang penting tetap didasari dengan keikhlasan dan tidak mengharapkan sesuatu imbalan apapun dari masyarakat pengguna jasa dan selalu mencontoh kepada para Da’i pendahulunya dengan berdasarkan firman Allah SWT. QS, Al-Syu’ara’, ayat : 109, وما أسألكم عليه من أجر إن أجرى أال على رب العالمين Artinya : dan aku tidak meminta kepada kamu sekalian dari suatu gaji (balasan) tidak ada yang aku harapkan balasan kecuali dari Tuhan Semesta Alam. Begitupula dalam QS, Hud, ayat 29. ويا قوم ال أسالكم عليه ماال إن أجرى إال على هللا. Artinya : dan hai Kaumku aku tidak meminta kepada kamu sekalian suatu imbalan harta (materi) tiada yang aku harapkan hanyalah balasan dari Allah. Itulah perinsip AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle namun beliau menambahkan bahwa apabila kamu diberi maka ambil pemberian itu dan jangan ditolak karena pemberian itu pada hakekatnya adalah pemberian Allah melalui masyarakat. Ada dua yang mendasari sehingga Anre Gurutta Ambo Dalle menerapkan cost dan budget dalam kegiatan dakwah islamiyah. Pertama dalil naqli berdasarkan hadits Rasulullah SAW. إن خير من استأجرت أى إتخذت عليه أجرا هو القرآن الكريم. Artinya : Sesungguhnya yang paling patut diberi balas jasa adalah mengajarkan Al-Qur’an .

97

Menurut Anre Gurutta bahwa berdakwah itu sebenarnya adalah mengajarkan kepada masyarakat tentang isi Al-Qur’an anatara lain amar ma’ruf dan nahi mungkar dan ajaran-ajaran agama yang yang bersumber dari Al-Qur’an. Bagitupula Hadits Rasulullah SAW. من أصدأ / أسند إليكم معروفا فكافئوه فإن لم تجدوا ما تكافئوه فا دعوا له Artinya : Barangsiapa yang memberikan kepada kamu suatu kebajikan maka balaslah kebajikan itu dan apabila kamu tidak mampu membalasnya maka doakanlah Menurut Anre Gurutta bahwa kedua hadits tersebut diatas sudah cukup menjadi dalil bahwa sebenarnya reward, balas jasa (amplop) adalah kewajiban dan tanggung jawab masyarakat pengguna jasa dakwah dan masyarakat harus mengetahui dan menyadari keharusan tersebut kalau ia menginginkan dakwah islamiyah dilaksanakan secara profesional dan dapat memuaskan masyarakat itu sendiri. Dipahami juga bahwa menerapkan reward dan cost (pemberian amplop) dapat dibenarkan yang penting jangan itu menjadi dasar tujuan. sedangkan yang kedua adalah dalil aqli yaitu bahwa setiap kegiatan apaun dilakukan pasti ia membutuhkan biaya apalagi kalau kegiatan itu dilakukan secara profesional seperti dakwah islamiyah. Anre Gurutta Muh. Abduh Pabbajah mengatakan, apabila diundang oleh masyarakat memberi dakwah disuatu daerah, maka ia mengatakan kepada pengundang apakah saya dijemput dan diantar kembali, atau saya datang sendiri ketempat anda. Kalau jawabnya yang pertama tidak ada masalah. Tapi kalau jawabannya yang kedua maka harus diperhitungkan biaya yang diperlukan dalam kegiatan dakwah tersebut oleh pengundang. Adapun masalah amplopnya setelah menyampaikan dakwahnya itu terserah kepada masyarakat ada atau tidak ada sama saja. Sedangkan Anre Gurutta Ambo Dalle kalau diundang secara pribadi tidak mempermasalahkan hal-hal yang demikian itu. Menurut Anre Gurutta Yang dilarang agama itu adalah menjadikan dakwah sebagai alat untuk mengumpulkan uang dan memperkaya diri melalui penetapan tarif dan lain-lain sebagainya seperti yang dilakukan oleh para penyanyi dengan konsernya sekali naik panggung. Dalam masailul fiqhiyah, pemberian imbalan jasa (amplop) untuk Da’i ini dimasukkan dalam pembahasan al-Ujrah ‘ala al-Tha’ah yang berarti mengambil upah atau imbalan jasa

98 karena melakukan kewajiban agama, yang tidak terbatas pada kegiatan dakwah dalam berbagai media seperti ceramah, tetapi termasuk bentuk kewajiban agama seperti mengajarkan al-Qur’an, menjadi khatib, iman shalat taraweh dan lain. Tradisi rewad atau pemberian imbalan jasa dalam berdakwah yang distilahkan dengan amplop untuk Da’i telah berlangsung sejak lama dan terus sampai sekarang ini. Tradisi ini bagi masyarakat yang mengetahui dan menyadari keharusan pemberian tersebut tidak ada mas’alah bahkan itu adalah kewajiban masyarakat itu sendiri, bahkan mereka menganggapnya sebagai hak Da’i yang telah menghabiskan waktu, pikiran dan tenaga, karena itu harus diberikan. Sekalipun ada cara pandang terbentuk bahwa dakwah merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan bagi para peraktisi dakwah. Kewajiban dalam menjalankan perintah Agama selalu terkait dengan kerangka dasar dalam beribadah yaitu keikhlasan. beramal dengan ikhlas tidak mengharapkan reward berupa material dari pekerjaan tersebut kecuali pahala dari Allah SWT. atas ibadah yang telah dilakukannya. Memang itu benar tapi masyarakat juga harus merasa berkewajiban untuk mensukseskan dakwah melalaui kontribusi pemberian dana kepada kegiatan dakwah itu. Menurut penulis bahwa memang disatu sisi seharusnya para pelaku dakwah mendasari kegiatan dakwahnya dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan kecuali hanya dari Allah. Namun disisi lain masyarakat harus juga mengetahui dan menyadari bahwa dakwah itu adalah suatu pemberian kebajikan dari Da’i kepada masyarakat yang tidak dapat dinilai, oleh karena itu masyarakat harus memberikan imbalan jasa kepada mereka sebagaimana dalam kedua hadits tesebut diatas, artinya, kedua duanya baik Da’i sipemberi jasa maupun masyarakat sipengguna jasa saling memahami masing masing kewajibannya Da’i harus ikhlas, sedangkan masyarakat harus melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan imbalan jasa kepadanya juga dengan ikhlas. Makanya Anre Gurutta Ambo Dalle mengatakan setiap pengiriman tenaga Dakwah ke daerah-daerah yang membutuhkan jasa dakwah selalu berpesan dasarilah dengan keikhlasan dan jangan menjadikan tujuan diberi imbalan tapi kalau kamu diberikan terimalah pemberian itu dan jangan menolak karena itu pada hakekatnya pemberian Allah melalui masyarakat disebabkan karena keikhlasanmu.

99

Media Dakwah AGH.Abd.Rahman Ambo Dalle Melalui aktivitas dakwah agama islam berkembang dan menyebar ke berbagai belah dunia. Namun kegiatan dakwah ini, baik dilakukan oleh individual maupun kelompok/kollektif tidak akan efektif dan mencapai sasaran yang diinginkan tampa melalui media. Karena media inilah yang merupakan alat untuk mencapai sasaran dakwah. Oleh karena itu penggunaan media menjadi keharusan khususnya diera gelobalisasi ini dimana penggunaan media teknologi informasi dan komunikasi menjadi suatu kebutuhan dalam menyampaikan dakwah. Adapun yang dimaksud dengan media dakwah, adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Media dakwah dizaman Rasulullah dan para sahabat dan begitu pula pada awal masuknya islam di Nusantara masih sangat terbatas kepada penggunaan media tradisional. Namun di era globalisasi ini dimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat dan sangat canggih ini mengharuskan para Da’i mengunakan dan memanfaatkan media-media komunikasi modern demi kepentingan menyampaikan dakwah islam. Seorang Da’i harus mengorganisir komponen-komponen dakwah secara baik dan tepat agar dapat mencapai sasaran yang efektif dan efisien. Salah satu unsur-unsur dakwah adalah media dakwah. Media dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Non media massa yang terdiri dari : a. Manusia : Utusan, Perwakilan. Kurir, Politikus, Pejabat Struktural, Pimpinan Non Struktural (Publik Figur), Ceramah dan lain-lain. b. Benda : Telepon, surat, dan lain-lain. 2. Media Massa. a. Media massa manusia : Pertemuan, Rapat Umum, Seminar, Halaqah, Sekolah dan Lain-lain b. Media massa benda : Spanduk, Buku, Selebaran, Poster, Folder dan Lain-lain. c. Media Massa Periodik - Cetak dan Elektronik : Visual-Audio, Audio-Visual dan Lain- lain (Amin, Suamsul Munir 2009 : 114).

100

Dengan banyaknya media yang ada, maka Da’i harus dapat memilih media yang paling efektif dan tepat untuk mencapai tujuan dakwah. Strategi Anre Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle dalam gerakan dakwahnya menggunakan /memanfaatkan berbagai bentuk media massa yang tersedia seperti media khitabah / mimbar, cetak, budaya, seni dan politik dan lain-lain.

Media Mimbar/Khitabah Salah satu media massa yang digunakan secara maraton sampai akhir hayatnya adalah dengan memanfaatkan hari-hari besar islam yang diadakan oleh masyarakat baik atas nama pribadi maupun sebagai pimpinan organisasi pada acara-acara keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Tahun baru Islam (Hijriyah), Khutbah ‘Idil Fitri dan ‘Idil Adhha, Halal bi halal, Khutbah Jum’at, ceramah pada malam bulan Ramadhan, memberikan pengajian didepan santrinya dan pengajian dimesjid-mesjid yang dikelolah oleh masyarakat, juga Anre Gurutta memanfaatkan acara-acara kemasyarakatan seperti acara khatam al-Qur’am, sunnatan, ‘Aqiqah, Ta’ziyah, pada acara syukuran naik rumah baru selesai panen raya yang diadakan oleh masyarakat dengan budaya Tudang Sipulung , bahkan sering diundang untuk memberikan tausiayah keagamaan pada acara lepas sambut pejabat pemerintahan. Tidak ada waktu tanpa dakwah demikian sering dikatakan Anre Gurutta.

Media Audio dan Cetak. Media Audio dalam berdakwah adalah alat-alat yang dapat dioperasikan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah yang ditangkap melalui indra pendengaran. Media Audio ini cukup tinggi evektifitasnya dalam penyebaran informasi. Anre Gurutta Ambo Dalle dalam menyebarkan dakwah islam memanfaatkan media Audio sebagai alat media yang dapat menyampaikan dakwahnya kepada publik melalui Radio FM Mesra yang langsung dipancarkan dari Masjid Raya Pare-pare. Begitupula Radio Amatir (Radam) yang dipancarkan dari pondok pesanteren DDI Ujung Lare Pare-pare dengan nama “Radio suara Addariyah“ yang langsung dibina sendiri oleh Anre Gurutta Ambo Dalle. Melalui kedua Radio ini Anre Gurutta

101 menyampaikan dakwahnya baik melalui pengajian-pengajian maupun ceramah-ceramah agama. Media cetak (printed publications) adalah media untuk menyampaikan informasi melalui tulisan yang tercetak. Media cetak merupakan media yang sudah lama dikenal dan muda dijumpai di mana-mana. Adapun termasuk dalam media cetak antara lain buku, majallah, surat kabar, bulletin, brosur dan lain-lain media cetak menggunakan bahan yang dicetak dikertas. Anre Gurutta H. Abd.Rahman Ambo Dalle dalam gerakan dakwahnya menggunakan /memanfaatkan media cetak sebagai alat untuk menyampaikan dakwahnya,diantara media cetak yang digunakan adalah Buku, Majallah, Bulletin. Buku. Buku merupakan kumpulan tulisan seseorang yang telah disusun sehingga seseorang dapat membacanya secara sistimatis apa yang diungkapkan oleh penulisnya. Keberadaan buku ditengah masyarakat sangat besar peranannya. Dengan membaca buku seseorang dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan tetntang sesuatu dan dengan membaca buku seseorang dapat belajar secara autodidak. Buku merupakan jendela ilmu. Melalui buku ini informasi-informasi atau pesan-pesan dakwah dapat disebarluaskan secara mudah kepada sasaran dakwah. Dalam hal ini buku dan penerbitan buku cukup efektif sebagai media dakwah kepada khalayak atau sasaran dakwah. Amin, Syamsul Munir (2009 : 123) Anre Gurutta Ambo Dalle menyadari bahwa penyampaian dakwah melalui Media mimbar/Khitabah terbatas waktunya dan ruangnya pun tertentu tidak seperti media cetak dengan menulis dan menerbitkan buku-buku tidak dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga dapat dibaca oleh sasaran dakwah dari generasi kegenerasi selanjutnya sepanjang zaman. Menurut orang dekatnya yang juga sebagai penulis bukunya bahwa Anre Gurutta Ambo Dalle telah menulis lebih 40 buah buku, namun yang berhasil ditemukan sebanyak 30 buah yang telah dicetak dan dipublikasikan dalam berbagai disiplin ilmu sebahagian berbahasa arab dan lainnya berbahasa bugis dan ada yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Buku- buku (karya-karya) ilmiyah Anre Gurutta Ambo Dalle akan dikemukakan pada bagian terakhir. Media Kultural dan Seni.

102

Dakwah kultural, adalah dakwah yang dilakukan dengan cara mengikuti budaya-budaya masyarakat setempat dengan tujuan agar dakwahnya dapat diterima dilingkungan masyarakat setempat. Dakwah kultural juga bisa berarti, kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka menghasilkan kultur baru yang bernuangsa islami atau kegiatan dakwah dengan memanfaatkan adat,tradisi, seni dan budaya lokal dalam proses menuju kehidupan islami. Masyarakat bugis sebelum memeluk agama Islam telah diwarnai oleh kepercayan – kepercayaan yang sudah menjadi budaya masyarakat yang sulit dirobah dan menjadi turun temurun dilaksanakan itu seperti kepaercayaan tentang “Kissah Taggilinna Sinapatie” (Terbaliknya Dunia) yang sampai sekarang dipercayai oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan sebagai suatu kebenaran historis. Kissah ini memperjelas bagaimana cara pendakwah dulu memperkenalkan islam pada masyarakat Sulawesi Selatan lewat jendela kebudayaan Bugis. Disini yang paling penting bukan subtabsi ceritanya, tapi bagaimana alur berpikir orang- orang dulu dalam menyampaikan paradigma baru tanpa menimbulkan gejolak pada masyarakat. Islam diterima dan berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan (Tanah Bugis). Ketika Islam datang pada abad awal ke 17, Sulawesi Selatan bukanlah sebuah oase yang kosong tanpa budaya. Di sana telah ada tatanan nilai dan tradisi yang telah terbangun dan mengalami suatu perjalanan panjang dan pengasahan waktu yang telah teruji oleh zaman. Kedatangan Islam bukanlah menggantikan sistem nilai dan tatanan yang telah ada tapi mengakomodasi semua tatanan dan nilai itu kedalam Islam. Hal itu disebabkan banyaknya ajaran Bugis yang sejalan dengan Islam, yang fitrah dan universal. Berbagai ajaran Islam dan Bugis yang mengandung spirit dan unsur-unsur yang sama diadaptasikan dan dialogikan, yang selanjutnya memunculkan warna warni kebudayaan Islam dengan pakaian budaya bugis atau budaya bugis muncul dengan pakaian Islam. Jauh sebelum Islam datang di Sulawesi Selatan, orang Bugis telah menganut sebuah ajaran agama tradisional, yang sisanya masih dapat ditemukan dalam beberapa komunitas suku di Sulawesi Selatan sekarang ini. Bahkan sebagian orang Bugis yang telah menganut agama Islam pun sekarang ini masih banyak memelihara tradisi-tradisi lama itu. Dalam Bugis Religion

103 yang terdapat dalam buku The Encyclopdia of Religion, Mircea Eliade antara lain berkata bahwa meskipun orang-orang Bugis telah menjadi Islam dan beriman tapi sebagian diantara mereka masih memelihara sejumlah tradisi yang bersumber dari elemen-elemen pra Islam seperti Bissu dan kitab suci La Galigo. Dalam kepercayaan agama tersebut orang Bugis mempercayai tentang adanya Dewa tertinggi yang bersemayam di Boting langit (Istana Langit) yang disebutnya “Patotoq” (Sang Penentu Nasib). Dibawah laut, di Istana Buriq liu (istana bawah laut) juga terdapat saudara perempuan Patotoq, yaitu Sinauq Tojang yang juga merupakan Dewi yang harus disembah. Perkawinan antara putra Patotoq La Toge Langiq - setelah di Bumi berubah nama menjadi Batara Guru dengan We Nyili Timoq melahirkan Batara Lattuq, ayah Sawerigading, Tokoh utama dalam epik kuno La Galigo. Kemudian SAWerigading kawin dengan We I Cudai, dari kedua pasangan ini lahirlah La Galigo. La Galigo adalah sebuah karya sastra yang maha panjang didunia sekarang ini, dengan jumlah baitnya yang spektakuler, 360. 000. Dengan kegigihan para pelaku dakwah baik diawal masuknnya islam ditanah bugis maupun perkembangan dakwah sampai sekarang ini, mereka berhasil mengarahkan budaya /kepercayaan –kepercayaan masyarakat yang penuh dengan khurafat, bid’ah dan perbuatan – perbuatan kemusyrikan menjadi budaya islami, bahkan menjadikan islam sebagai bagian kelima dari Sistem Pangngadareng yang merupakan falsafah hidup dan kitab undang- undang dasar tertinggi orang Bugis. Dimana jauh sebelum Islam datang, Sistim Pangngadareng hanya terdiri dari 4 bagian dan menjadi lima setelah resminya Islam diterima sebagai agama kerajaan. Ini puncak pencapaian prestasi tertinggi yang dicapai oleh para pendakwah dahulu kala setelah dikukukhkannya Islam dalam sistem Pangngadareng di Sulawsesi Selatan. Ada 5 unsur yang saling mengukuhkan dalam konsep pangngadareng ini, yaitu, 1 Wariq (Sitim pertokoler kerajaan), 2 Adeq (adat istiadat), 3 Bicara (Sistem hukum), 4 Rapang (pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan), dan 5 Saraq,(Syare’at Islam), Empat dari yang pertama dipegang oleh pampawa adeq (pelaksana adat), sedangkan yang terakhir dipegang oleh parewa saraq (perangkat syari’at.) Salah satu contoh kultur yang menjadi budaya/tradisi orang bugis yang berhasil diislamisasi antara lain berkaitan dengan tata cara sesembahan. Ketika Orang Bugis memeluk

104 agama Islam dengan keimanan kepada Allah yang maha Esa (Dewata SeuwaE), maka para pendakwah kita dahulu berusaha semua tatacara sesembahan diarahkan menjadi islami dan sekaligus menghentikan pengamalan-pengamalan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tampa menimbulkan gejolak dari masyarakat seperti mengalihkan sesembahan berupa makanan /kenduri yang beaneka warna yang dibawa ke tempat tertentu seperti dilaut disungai dan tempat lainnya yang dipercayai memiliki kemampuan dan dianggap dapat ber pengaruh terhadap kehidupannya. Para pendakwah mengarahkan mereka untuk tidak membawa ketempat-tempat tersebut karena mubazir tapi diarahkan untuk dibawa ke masjid-masjid untuk di doakan agar mendapat berkah dari Allah SWT. pada waktu-waktu tertentu seperti malam 16 ramadhan dan malam pertengahan bulan sya’ban malam-malam jum’at dan lain-lain. Begitu pula pada acara-acara sosial kemasyarakatan dimana sebelum islam datang budaya orang Bugis melakukan dalam acara tersebut pesta kesyukuran seperti acara kelahiran, khitanan, perkawinan, naik rumah baru acara pesta setelah panen dan lain-lain dimana dalam acara tersebut disiapkan jamuan makan, sebelum jamuan makan dimulai ada beberapa tradisi yang harus dilakukan antara lain membacakan surat suci yang diambil dari kitab suci La Galigo (Sure Nennung) (sirah La Galigo) yang dibacakan oleh orang khusus(Bissu). Kemudian para pendakwah kita merobahnya dengan mengganti surat nennung tersebut dengan Sirah Nabawiyah karya sastra arab yang ditulis oleh Sayed Ja’far dari barazanji terdiri dari Puisi dan prosa yang selanjutnya dinamakan mabbaca barazanji yang dilagukan dengan suara yang indah dan Zikir Maulid membaca barazanji dan zikir maulid ini lalu kemudian menjadi budaya islami yang dibaca setiap ada acara sosial kemasyarakatan sampai sekarang, menggantikan sure nennung sirah La Galigo yang penuh dengan khurafat, bid’ah dan kemusyrikan. Anre Gurutta Ambo Dalle memanfaatkan budaya dan tradisi masyarakat baik yang belum sepenuhnya islami maupun yang sudah islami ini, sebagai media dakwahnya setiap ada acara-acara kemasyarakatan Anre Gurutta menggunakan media-media ini dengan memberikan dakwah dan taushiyah keagamaan. Bahkan Sirah al-Nabawiyah yang ditulis oleh Sayed Ja’far al-Barazanji tersebut (kitab Barazanji) dietrjemahkan kedalam bahasa bugis yang sangat fasih oleh Anre Gurutta H. Abd.Rahman Mattammeng dari Bone, begitupulah Anre Gurutta H.Harun Al-Rasyid dari Wajo juga menerjemahkan kedalam bahasa bugis yang sangat

105 fasih kedua Anre Gurutta itu adalah anak-anak muridnya Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle dan pendamping utamanya dalam mengelolah Organisasi Darud dakwah wal-Irsyad (DDI) yang sampai sekarang kedua terjemahan tersebut tetap dibaca dan menjadi rujukan para pendakwah khususnya pada acara-acara Maulid yang dilakukan oleh masyarakat. Jadi Anre Gurutta Ambo Dalle dalam gerakan dakwahnya memanfaatkan budaya dan tradisi masyarakat dan berusaha menjernihkan budaya/tradisi tersebut dari perbuatan bid’ah khurafat dan kemusyrikan dan menggantikan dengan ajaran islam yang benar, baik aspek aqidah, syari’ah, maupun aspek akhlaq. Media Seni Apabila kita menengok sejarah awal proses Islamisasi di Nusantara baik di tanah jawa maupun ditanah bugis (Sulawesi Selatan) dan ditempat lain para penyebar agama Islam menggunakan seni dalam berbagai bentuknya sebagai media untuk mengembangkan dakwah Islamiyah yang ternyata mendapat sambutan hangat dan mengagumkan dari masyarakat (Mad’u). Seperti yang dilakukan oleh Walisongo ditanah jawah dan dan para peyebar Islam di Tanah Bugis Pendakwah dari Minang Kabau setelah memperdalam ilmu pengetahuan islam di Aceh mereka merupakan utusan Sri Ratu Aceh setelah datang permohonan dari penduduk Sulawesi selatan yang dipelopori oleh Tiga Datok (Datu’ TelluE) yaitu, Abdul Kadir Khatib Tunggal Datuk Ri Bandang, Sulung Sulaeman Datuk Patimang, dan Khatib Bungsu Datuk Ri Tiro. Mereka bertiga dapat diterimah dakwahnya dengan cepat melalui pengislaman kepada para Raja dan Penguasa dengan menyesuaikan budaya, tradisi, dan seni setiap kawasan yang dimasukinya. Sehingga dalam proses Islamisasi tidak terdapat gejolak dari penguasa dan masyarakatnya. Penggunaan seni seperti seni suara, nyanyian sinom, nyanyian dolanan, music seperti gemelang, Sinrilik, kecapi, kentrung, rebana, seni ukir, kaligrafi, seni pentas, dekorasi dan lain-lain. Penggunaan media ini sangat erat hubungannya dengan dakwah islam yang dilakukan para penyebar dan pendakwah islam. Kemudian dilanjutkan oleh para pendakwah dibelakangnya dan ternyata, dakwah melalui media seni ini mempunyai nilai manfaat yang lebih tepat guna bagi pengembangan dakwah islam. Seni dan Dakwah lebih menempatkan entitas seni dengan dakwah islamiyah sebagai dua hal yang tak terpisahkan, hadir secara utuh, bahkan salah satu menjembatani yang lainnya.

106

Adapun dalam dakwah Islamiyah memalui senilebih bersifat sebagai media alat perantara untuk mencapai tujuan dakwah, Seni menjembatani proses dakwah Islamiyah. Berbagai kesenian, sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan-pesan dakwah Islam. Musik Kasidah, Musik dangdut, kecapi, sinrilik, tari-tarian, Sandiwara, wayan kulit, teater, sastra melalui puisi, novel, bahkan film, sinetron (keagamaan) adalah seni yag bisa digunakan sebagai media dakwah. Seni ini lebih bersifat populer, merakyat, dan kondisional. Apa yang ada dimasyarakat pada waktu itu dapat diangkat kepermukaan bersama pesan Dakwah Islamiyah. Memang seni tidak bisah dipisahkan dari kehidupan manusia. Kesenian seperti yang tersebut merupakan manifestasi dari pikir, rasa, karsa dan karya yang bersifat estetik merupakan bagian dari kehidupan manusia, atau fitrah manusia, Ia hidup dan berkembang. Islam pada dasarnya membenarkan adanya seni dengan berbagai cabangnya, sepanjang tidak melalaikan perintah Allah dan tidak menimbulkan kemungkaran. Sebagai media atau metode, seni budaya mempunyai proyeksi yang mengarah pada pencapaian kesadaran kualitas keberagamaan Islam yang pada gilirannya mampu membentuk sikap dan prilaku Islami yang tidak menimbulkan gejolak sosial, Sedangkan sebagai sasaran, dakwah Islamiyah diarahkan pada pengisian makna dan nilai-nilai Islami yang integrative kesegala jenis seni dan budaya yang akan dikembangkan. Selain karya-karya ilmiyah berupah puluhan kitab, Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle adalah seorang seniman yang memiliki kemampuan untuk menciptakan berbagai macam karya seni, seperti seni melukis diatas kanvas ada beberapa hasil karya yang dilukis diatas kanvas menjadi hiasan dinding dirumahnya, Begitu pula seni pentas, yang sering menjadi sutradara/pengarah disaat santrinya mempertunjukan seni pentas. Begitu pulah Anre Gurutta diwaktu masih di sengkang sering dipanggil untuk membuat dekorasi pada acara-acara resmi kerajaan dan pesta seperti mendekor ruangan upacara dan tempat bersandingnya penganting. Bahkan Anre Gurutta sering terlibat dalam mendekorasi ruangan acara ke DDI-an seperti Ruangan Muktamar dan memberikan petunjuk tentang pengaturan tempat duduk dan sebagainya. Begitu pula Anre Gurutta mampu mendesain pakaian adat penganting sebagaimana yang dilakukan kepada dirinya (membuat sendiri pakaian adat pengantin) yang sangat mengagumkan para keluarga kerajaan, Juga Anre Gurutta dengan kepiawaan tangan

107 kirinya melukis kaligrafi Arab yang dijadikan sebagai hiasan dinding. Lebih dari itu, Anre Gurutta menciptakan berpuluh-puluh lagu. Syair-syair lagu tersebut disusun dalam bahasa Arab, Bugis, Indonesia, dan Arab-Bugis. bahkan ada iramanya mirip lagu jepang tapi berbahasa Bugis lagu tersebut diciptakannya pada zaman jepang sebagai strategi dakwah untuk menyiasati penjajah tirai bambu itu (jepang). Semua nyanyian yang diciptakannya itu, dia sendiri juga yang mulahhinnya (mengubahnya) membuat lagunya. Lagu-lagu tersebut sebahagian masih tetap dinyanyikan oleh para sanrti-santri DDI apabila ada acara-acara ke DDI- an. baik di pusat DDI maupun di cabang-cabang yang ada didaerah untuk mengenang jasa Anre Gurutta. Disamping itu. Dijadikan sebagai media dakwah yang penuh dengan pesan-pesan ajaran agama Islam. Bagi mereka yang mendengarkan lagu-lagu ciptaan Anre Gurutta tidak dapat menahan air matanya keluar disamping mengingat Anre Gurutta juga lagu-lagu tersebut padat dengan nuansa dakwah Islamiyah. Media Politik dan Ekonomi Dakwah struktural adalah gerakan dakwah yang berada dalam kekuasaan. Aktivis dakwah struktural yang bergerak mendakwahkan Ajaran Islam dengan memanfaatkan struktur sosial, politik maupun ekonomi yang ada guna menjadikan Islam menjadi idiologi Negara, nilai- nilai Islam mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara dipandang sebagai alat dakwah yang paling strategis. Dakwah struktural memegang tesis bahwa dakwah yang sesungguhnya adalah aktivisme Islam yang berusaha mewujudkan negara bangsa yang berdasarkan Islam. Para pelaku politik menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dalam prilaku politik mereka serta penegakan ajaran Islam menjadi tanggung jawab Negara dan kekuasaan. Dalam perspektif dakwah struktural, Negara adalah instrument penting dalam kegiatan dakwah (Amin Syamsul Munir 2009 : 163) Anre Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle menyadari bahwa dalam gerakan dakwah untuk menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat agar berjalan mulus dan efektif harus memanfaatkan struktural / politik sebagai media dalam menunjang dan mendukung jalannya dakawah Islam. Media dakwah Politik / struktural dapat melalui partai-partai politik, begitu juga melalui structural / birokrat para pejabat tingkat pusat, wilayah, daerah, mulai jabatan tertinggi sampai kepada jabatan terendah dalam birokrat pemerintahan. Anre Gurutta Ambo Dalle

108 menganggap media ini sangat penting karena ditangan merekalah dapat membuat kebijakan – kebijakan yang dapat meningkatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk aspek pengamalan ajaran agama baik melalui undang-undang maupun melalui peraturan daerah dan lain-lain. Anre Gurutta Ambo Dalle menyikapi hal ini, pada pertamanya masuk Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan menyalurkan aspirasinya melalui partai tersebut, Kemudian ketika pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Jenderal Suharto membuat kebijakan penyederhanaan partai-partai politik dari sepuluh partai menjadi 3 partai yaitu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Gabungan dari partai-partai yang berhaluan Islam. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Gabungan dari partai-partai Nasional dan Partai Non Islam. Golongan karya (Golkar) sebagai partai penguasa. Anre Gurutta Ambo Dalle Jauh sebelum penyederhanaan partai-partai polotik dizaman Orde Baru Anre gurutta telah menjalin hubungan baik dengan pemerintah dan pengusaha sejak masih berada diwajo begitupula disaat Anre Gurutta hijrah ke Mangkoso, demikian juga ketika pindah di pare-pare. Anre Gurutta melihat bahwa kedua unsur ini, Pemerintah dan pengusaha harus menjadi patner dan dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Sehingga Anre Gurutta selalu mengatakan bahwa Ia selalu mendoakan pemerintah dan pengusaha. Hubungan dengan pemerintah sangat baik dan harmonis sehingga bila beliau datang kepada pemerintah baik ditingkat pusat, wilayah maupun daerah dimana perguruan DDI ada apakah itu madrasah atau pondok pesantren atau perguruan tinggi direncanakan akan didirikan maka beliau disambut baik oleh pemerintah setempat bahkan tidak jarang pemerintah sendiri yang menawarkan untuk membangun madrasah atau pesantren didaerahnya atau sekurang-kurangnya pemerintah menyediakan lahan untuk tempat pembangunan pesantren. Demikian pula halnya bagi para pengusaha bila didatangi oleh Anre Gurutta Abd. Rahman Ambo Dalle dalam rangka pembangunan madrasah atau pondok pesantern didaerahnya maka mereka secara ikhlas menyediakan dana untuk pembangunan sarana dan perasana pendidikan seperti gedung belajar, masjid dan sekaligus bertindak sebagai penyandang dana atas pemeliharaan dan pembinaan pesantern termasuk biaya hidup bagi guru-guru yang akan didatangkan dari pusat DDI Pare-pare. Dari sinilah keberhasilan Anre

109

Gurutta melakukan personal aproach atau pendekatan pribadi kepada siapa saja yang akan memberikan sumbangan untuk pembangunan pondok pesantren sehingga tidak ada jalan buntu bagi beliau khususnya dalam bidang pendidikan dan dakwah. Inilah merupakan pengalaman panjang Anre Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle selama mengelolah pesantren DDI bahwa beliau harus kerja sama yang baik dan harmonis dengan pemerintah dan para pengusaha sehingga pada masa orde baru tepatnta pada tahun 1977, beliau ditawari formulir keanggotaan oleh Golkar suatu golongan pada waktu itu menjadi wadah aspirasi pemerintah dan para pengusaha di Indonesia. Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle setelah melakukan shalat Istikharah beliau menetapkan pendiriannya dalam mengikuti arus perpolitikan di Indonesia menjadi anggota Golkar. Jadi peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal hijrahnya Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle ke Kaballangan Kabupaten Pinrang dengan berjarak 35 km dari kota pare-pare. disanalah beliau membangun kampus baru untuk Lil-Banin (putra) dengan nama Pondok Psantren DDI Manahilil ‘Ulum DDI Kaballangan Pinrang yang dibantu oleh pemerintah dan para pengusaha Golkar sehingga pembangunan itu berlangsung hanya satu tahun dan kemudian diresmikan oleh Menteri Agama RI. Alamsyah Ratu Perwira Negara. Para santri dan guru-guru yang tadinya lari dari pangkuan Anre Gurutta Abd. Rahman Ambo Dalle, kembali rujuk dan memohon maaf kepada beliau atas kesalah pahaman terhadap sikap Anre Gurutta dalam menentukan aspirasi politiknya dan mereka mengatakan korban dari provokator yang ingin mengambil keuntungan. Bahkan mereka yang pernah lari dari Anre Gurutta akhirnya mereka berduyung duyung masuk Golkar dan tidak sedikit dari pada mereka mengambil keuntungan dengan mendapatkan posisi penting dibidang pemerintahan dan masuk anggota DPR, dan mereka menyadari bahwa kebijakan yang diambil Anre Gurutta adalah betul- betul petunjuk Allah SWT. Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle juga membina hubungan baik dan harmonis dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) / TNI dan POLRI mulai tingkat pusat sampai kedaerah-daerah. Dengan melalui hubungan baik dan harmonis dengan TNI dan POLRI, Anre Gurutta dapat memperoleh beberapa hal yang menguntungkan gerakan dakwahnya antara lain :

110

1. Mendapatkan jaminan keamanan dan pengakuan dari pemerintah bagi Madrasah- madrasah DDI yang ada di daerah-daerah yang sudah tersebar diberbagai propinsi. Perlu disebut bahwa DDI sebelumnya apa lagi ketika Anre Gurutta di hutan dibawah kekuasan DI/TII Kahar MuzakkarBanyak yang menganggap bahwa DDI dalah afiltrasi dari DI/TII, menyebabkan banyak warga DDI menjadi korban. 2. Anre Gurutta tidak mendaptkan hambatan-hambatan dan kecurigaan. Bahkan beliau disambut dengan hangat dari pemerintah dan masyarakat dimana beliau berkunjung. 3. Mendaptkan bantuan baik moril maupun matriel (dana) sebagaimana yang dilakukan para petinggi TNI dan POLRI setiap berkunjung ke pesantren yang dibina langsung oleh Anre Gurutta. seperti sumbangan yang diberikan oleh Panglima Kodam Wilayah VIII Wirabuana Mayor Jenderal TNI Sulatin dengan membangun 4 buah perumahan Guru Tipe 45 di Pondok psantren Manahilil ‘Ulum DDI Kaballangan Pinrang. Disamping bantuan-bantuan lainnya yang diberikan oleh para Petinggi TNI dan POLRI. Jadi Media Politik dan ekonomi merupakan media yang sangat efektif yang dimanfaatkan oleh Anre Gurutta dalam gerakan dakwahnya baik melalui bil-Hikmah (pendidikan) maupun melalui bil-Mau’dhat al-Hasabah (dakwah/tablig) Dengan melalui hubungan baik dan harmonis dengan pemerintah dan pengusaha begitu pulah melalui hubungan baik dan harmonis dengan TNI dan POLRI maka dakwah yang dilakukan dapat berhasil mencapai sasaran. Penulis menyarankan kepada Warga DDI pelanjut dari pada Anre Gurutta Agar melanjutkan pemanfaatan media yang digunakan oleh Anre Gurutta terutama memelihara hubungan baik dan harmoni dengan pemerintah dan pengusaha serta TNI dan POLRI. Begitu pula pemanfaatan media-media yang berkembang khusunya di era globalisasi dengan kemajuan dan kecanggihan Teknologi Informasi dan Comumikasi (ICT).

111

BAGIAN KETIGA

Pemikiran Ke Islaman AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle

1. Pemikiran Ke Islaman. Kata pemikiran diambil dari akar kata yaitu “ pikir “ dengan awalan – pe – dan akhiran - an - artinya, akal budi, ingatan, angan-angan, kata didalam hati, pendapat, pertimbagan, kira sangka. Pemikiran berarti proses, cara, yaitu perbuatan berpikir atau memikir. (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia 1988:683-684) atau Al-Fikru (العقل) Dalam bahasa Arab, kata pemikiran dikenal dengan kata Al-‘Aqlu yaitu suatu potensi yang dimiliki oleh setiap manusia dalam menggunakan akalnya ,(الفكـر) untuk memikirkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan seluruh makhluk di alam kenyataan dan di alam gaib atau demi kesejahteraan dan kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Didalam Al-Qur’an ditemukan ayat-ayat secara gamblang berbicara tentang penggunaan akal untuk memikirkan apa yang disaksikan mereka dari dalil-dalil materi yang kongkrit yang menjadi bukti dan saksi atas keberadaan tuhan (Allah SWT) dan ke Esaa-Nya. berulang 22 kali dalam 22 ,(يعقلون) “Misalnya dalam Al-Qur’an disebut kalimat “ya’qilun berulang 24 kali, ada 13 ayat dari ,تعقلون)) ayat/tempat dalam Al-Qur’an sedangkan kalimat yang berarti apakah kamu sekalian tidak “ أفال تعقلون“ semua itu ditutup dengan kalimat yang “لعلكم تعقلون“ menggunakan akalmu untuk berpikir. Adapun redaksi ayat dengan kalimat berarti semoga kamu sekalian memikirkan/memahami, berulang disebut dalam delapan ayat dari 7 surah dalam Al-Qur’an. ,yang berulang 22 kali sebagaimana telah disebutkan يعقلون)) Kalimat ya’qilun kebanyakan kalimat ini datang setelah disebut dalil-dalil dan bukti-bukti atas keberadaan Allah SWT. Dan pembuktian tentang kekuasaan-Nya terhadap langit dan bumi. Semua ini akan mendorong bagi yang membaca ayat- ayat ini untuk menganalisa terhadap ayat-ayat yang jelas dan pasti ini yang menunjukkan kemampuan tuhan Allah SWT dimana banyak manusia mengingkarinya. Makanya itu ditemukan banyak ayat-ayat Al-Qur’an mengajak

112 manusia untuk memikirkan dalil-dalil dan bukti-bukti yang ada dihadapannya, yang diberi -seperti firman Allah SWT dalam QS. al-Nahl ayat : 67, al ( آيات ) konotasi dengan nama, ayat Rum ayat 20-25, al-Baqarah 242 dan lain-lain. " إن فى ذلك آليات لقوم يعقلون " كذلك نفصل اآليات لقوم يعقلون " كذلك يبين هللا لكم آياته لعلكم تعقلون disebut didalam Al-Qur’an ,(يتفكرون) dan (تتفكرون) “Adapun kata “Tatafakkarun berulang sebanyak 18 kali dan kebanyakan kalimat tersebut menjadi penutup ayat yang mengandung bukti-bukti dan dalil-dalil nyata atas keberadaan Tuhan (Allah SWT.) dan ke Esaan-Nya. Dari 11 ayat, ada 6 ayat disebut didalamnya kalimat “yatafakkarun“ diikuti dengan mengajak manusia memandang dan berpikir terhadap apa yang disaksikan dari dalil-dalil dan bukti. Dan terhadap nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya. Begitupula Allah SWT menundukkan bukti-bukti kongkrit itu untuk mereka agar dimanfaatkan ayat-ayat ini semuanya ditutup dengan firman Allah SWT dengan redaksi, إن فى ذلك آليات لقوم يتفكرون ، كذلك يبين لكم اآليات لقوم يتفكرون ، نضربها للناس لعلهم يتفكرون. Dari sekian ayat yang disebut Allah di dalam Al-Qur’an tentang konsep pemikiran. Tuhan mengajak manusia agar mereka mau menggunakan akal pikirannya untuk merenungkan sesuatu supaya mereka dapat memahaminya sehingga menemukan suatu konsep perbuatan yang mengarah kepada kemashlahatan hidupnya di dunia dan kebahagian di akhirat kelak. Ibnu Khaldun mengajukan teorinya tentang pemikiran sebagai berikut, “manusia memahami keadaan diluar dirinya dengan kekuatan pemahaman melalui perantaraan akalnya yang ada dibalik pancaindra. Pikiran bekerja dengan kekuatan yang ada ditengah- tengah otak yang memberi kesanggupan menangkap bayangan berbagai benda yang bisa diterima oleh pancaindra dan kemudian mengembalikan bayangan benda-benda itu kedalam ingatannya sambil membayangkannya lagi dengan bayangan-bayangan lain dari bayangan-bayangan benda itu” (Yusri Abady 2012 : 23). Berpikir ialah penjamahan bayangan-bayangan ini dibalik perasaan dan aplikasi akal didalamnya untuk membuat analisis dan sintesis. Inilah yang disebut oleh Al-Qur’an dengan al-Fuadah atau al-Afidah. Kesanggupan berpikir ada beberapa tingkatan: Pertama, ialah pemahaman intelektual manusia terhadap sesuatu yang ada diluar alam semesta dalam

113

tatanan alam atau tata yang berubah-ubah dengan maksud supaya dia dapat mengadakan seleksi dengan kemampuan sendiri. Bentuk pemikiran semacam ini kebanyakan berupa persepsi –persepsi dan inilah yang disebut dengan akal pembeda (al-‘Aqlu al-Tamyiz) yang membantu manusia untuk memperoleh segala sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, memperoleh penghidupannya dan menolak yang sia-sia bagi dirinya. Kedua, ialah pemikiran yang melengkapi manusia dengan ide-ide dan prilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang-orang bawahannya dan mengatur mereka. Pemikiran semacam ini kebanyakan berupa appersepsi-appersepsi (tashdiqaat) yang dicapai satu demi satu melalui pengalaman, hingga benar benar dirasakan manfaatnya. Inilah yang disebut dengan akal eksprimental (al-‘Aqlu al-tajribi). Ketiga, ialah pikiran yang memperlengkapi manusia dengan pengetahuan (ilmu) atau pengetahuan hipotetis (dhann) mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi indra tanpa tindakan praktis yang menyertainya. Inilah akal spekulatif (al-‘aqlu al-nadzari) ia merupakan persepsi dan appersepsi (al-tashawwur wa al- Tashdiqaat) yang tersusun dalam tatanan khusus sesuai dengan kondisi-kondisi khusus sehingga membentuk pengetahuan lain dari jenisnya yang sama, baik perseptif atau apperseptif. Kemudian semua itu bergabung dengan hal-hal yang lain lagi. Akhir dari pada proses ini ialah supaya persepsi dilengkapi dengan wujud sebagaimana adanya, dengan berbagai genera, diferensia, sebab akibatnya. Dengan memikirkan hal-hal ini manusia mencapai kesempurnaan dalam realitasnya dan menjadi intelek murni dan memiliki jiwa perseptif dan inilah makna realitas manusia (al-haqiqah al-insaniyah) (Ibid 2012:24). Islam yang berarti Penyerahan, keselamatan, kedamaian. Para pakar Islam memberi difinisi bahwa Islam adalah “Aturan-aturan KeTuhanan yang memandu bagi yang mempunyai akal sehat untuk mendapatkan kedamaian didunia dan kebahagiaan diakhirat. Atau dengan kata lain, aturan KeTuhanan memberi petunjuk kepada kebenaran pada Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq. Jadi Pemikiran Islam adalah berpikir dan berenung tentang ajaran-ajaran islam yang meliputi Akidah (kepercayaan) Syariah (hukum) Akhlak dan lain- lain, agar dapat mewujudkan kesejahteraan hidup yang penuh dengan kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak. (Muhammad Abdullah Darraz 1970:33). 2. Sumber-sumber Pemikiran Keislaman/Keagamaan

114

1. Al-Qur’an dan Sunnah, Ummat Islam sepakat bahwa Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber pokok dan utama dalam persepsi keislaman disemua aspek kehidupan. Al- Qur’an dan Sunnah mengandung hukum-hukum yang bertalian dengan aqidah, seperti iman kepada Allah, Rasul-Nya dan hari akhirat selanjutnya disebut hukum I’tiqadiyah. Yang bertalian dengan pensucian/pencerahan jiwa dan penjelasan mengenai akhlak baik yang wajib dilakukan dan akhlak buruk yang wajib dijauhi, hukum-hukum ini selanjutnya disebut akhlaqiyah. Hukum-hukum yang bertalian dengan ucapan dan perbuatan manusia selain dari pada dua yang telah disebutkan masuk dalam hukum-hukum amaliyah yang dibahas dalam masalah fiqhi baik ibadah maupun mu’amalah dan meliputi semua masalah hukum/undang-undang umum dan khusus. Jadi Al-Qur’an dan sunnah adalah merupakan sumber utama dari pemikiran keislaman dan dari keduanya terpencar setiap pengarahan, dan persepsi dari segala bidang kehidupan manusia, mencakup bidang Aqidah (Teologi), bidang Syari’ah (Fiqhi) dan bidang Akhlak (Tasawuf) dan hal-hal yang penting lainnya. 2. Akal, Adalah sumber kedua yang mendampingi Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pemikiran keislaman. Akal menempati peranan penting didalamnya. Akal sebagai penghubung antara alam gaib dan alam nyata dan melalaui akal ajaran ke Tuhanan dapat teraplikasi pada kehidupan manusia. Diantara tugas akal adalah memahami dan merenung pada gilirannya manusia mengenal penciptanya mengenal nasibnya serta mengenal tujuan hidupnya. Tanpa akal manusia tidak dapat mewujudkan eksistensinya dan tidak dapat menerima risalah wahyu sebagai sumber ilmu dan pengetahuan dan tidak dapat bertanggung jawab atas ke khalifaan yang diembannya dan tanpa adanya akal dan perannya pembangunan dunia demi kesejahteraan manusia tidak akan terwujud. Oleh karena itu Allah SWT dalam Al-Qur’an memberikan perhatian penuh terhadap pendidikan/pembinaan akal dan memberikan sangsi berat terhadap bagi yang menyianyiakan akalnya, dan tidak memanfaatkannya untuk berpikir dan bertadabbur. Al-Syathibi menjadikan akal sebagai salah satu maqashidu al-Syari’ah yang harus dipelihara.

115

Ibnu Al-Qayyim al-Jauziah menyebutkan bahwa Ilmu itu ada tiga macam, yaitu Ilmu al-Wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah) yang kedua Ilmu al-Waqi’ (Alam semesta) dan yang ketiga Ilmu yang menerapkan Ilmu Wahyu kepada Ilmu Waqi’. Inilah tugas akal untuk berpikir dan merenung agar ilmu wahyu tadi ini dapat diterapkan teraplikasi kepada alam kenyataan demi kesejahteraan dan kebahagian ummat manusia. 3. Persepsi Pokok Pemikiran Islam Persepi pokok (asasi) dalam pemikiran Islam adalah : 1. Bidang Aqidah, yang mencakup keimanan dengan ucapan (Iqrar) dengan lidah membenarkan dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. mencakup Ketauhidan, Tauhid adalah ajaran pokok iman dalam aqidah Islam yaitu kedua kalimat Syahadat. Pengaruh pengamalan tauhid dalam kehidupan seorang muslim terfokus pada hal-hal berikut ini ; 2. pembebasan manusia dari -setiap perhambaan kecuali kepada Tuhan yang menciptakanya, kebebasan dari wahm-wahm, khurafat-khurafat dan kebebasan dhamirnya (hati nuraninya)dari kepatuhan, ketundukan, kehinaan dan peyerahan diri selain kepada Tuhan-Nya dan kebebasan hidupnya dari segala kekuasaan Thagut dan hidup matinya hanya kepada Allah. 3. Pembentukan kepribadian yang seimbang, sebagai sumber bagi keamanan, kedamaian dan kekuatan jiwa. Begitupulah mencakup bekerja berdasarkan iman adalah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Yang kedua dibidang ‘Ibadah, yang ketiga dibidang akhlaq, dan yang keempat dibidang Hukum-hukum dan Mu’amalat dan lain-lain. Karakteristik Pemikiran Islam Adapun karaktristik pemikiran Islam adalah ; 1. Ke Tuhanan. Yang berarti, bahwa ajarannya adalah bersumber dari Tuhan Allah SWT. begitu pula sasaran dan tujuannya 2. Kebebasan. Yang berarti, bertitik tolak kepada pemikiran dan pekerjaan sebatas kemampuan manusia yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan dan hukum-hukum alam yang berlaku.

116

3. Moderat. Yang berarti bahwa ajarannya menolak belok belokan dan pemihakan kepada aliran ekstirimisme dan radikalisme begitu pulah kepada ajaran aliran yang menganut kebebasan yang tidak berdasarkan kepada prinsip-prinsip keagamaan yang diajarkan oleh agama. Fenomena kemoderatan Islam adalah terciptanya keseimbangan dalam pandangan manusia sehingga tidak mengedepankan aspek rohani dari aspek jasmani (spiritual dari material) atau dalam kata lain ajaran Islam menuntut untuk kepentingan dunia dan akhirat. Jadi dengan melalui pendalaman Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan sumber utama Pemikiran Islam, serta penggunaan akal sebagai sumber kedua yang mendampingi Al-Qur’an dan Sunnah untuk berpikir dan merenung maka timbullah pemikiran keislaman (keagamaan) dari para ulama baik dibidang Aqidah (Theologi), bidang Syari’ah (Fiqhi) maupun dibidang Akhlak (Tasawwuf) dan dibidang-bidang lainnya. Kemudian pemikiran-pemikiran itu diwujudkan dalam bentuk taman-taman Pendidikan atau lembaga-lembaga pendidikan keislaman/keagamaan. Di Indonesia pendidikan islam mulai bangkit setelah pemerintah kolonial belanda melakukan diskriminasi pendidikan terhadap rakyat indonesia yakni pendidikan hanya dapat diikuti oleh kaum elit atau kaum bangsawan yang ikut dalam pemerintahan belanda sedangkan rakyat biasa tidak dapat mengikuti pendidikan yang lebih baik, terutama pendidikan lanjutan setelah sekolah rakyat. Dari situasi inilah yang membangkitkan semangat ingin maju oleh bangsa indonesia sehingga terbentuklah Syarikat Dagang Indonesia, lalu kemudian menjadi organisasi Serikat Islam Indonesia yang dipelopori oleh H. Oemar Said (HOS) Cokroaminoto, Nahdhatul Ulama dipelopori oleh K.H. Hasyim Asy’ari, Muhammadiyah dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan, , Persatuan Islam dipelopori oleh Hasan Bandung dan Muhammad Natsir dan para ulama lainnya yang tersebar diseluruh Indonesia membuka pondok pesantren di Pulau Jawa, Surau di Sumatera dan Madrasah Arabiyah Islamiyah di Sulawesi dan diberbagai tempat di Nusantara dengan nama yang berbeda-beda, dengan perinsip membangun pendidikan islam dan non coopration dengan pemerintah Kolonial Belanda. Jadi Pemerintah membangun kaum priyai dan para ulama membangun kaum santri sebagai output dari masing-masing pendidikan tersebut dan sejak itulah pendidikan di Indonesia menjadi dualisme Yaitu Pendidikan Umum yang

117 dikelolah oleh Pemerintah baik diwaktu penjajahan maupun setelah merdeka sedangkan sekolah agama dikelolah oleh Swasta (Masyarakat). Pendidikan Islam pada awalnya diarahkan pada pembentukan pribadi anak didik untuk menjadi khalifah yang memiliki fitrah dan roh disamping jasmani, kemauan yang bebas dan akal yang sehat agar mereka dapat membangun potensi yang dimilikinya menjadi seorang muslim sejati (Hasan Langgulung 1955 : 60-67). Jadi tujuan pendidikan Islam ada tiga: Pertama, Tujuan Khusus, (objektives) yaitu untuk menjadi khalifah di bumi, dan kedua, Tujuan Umum (goals) yaitu untuk mengabdi kepada Allah, dan ketiga, Tujuan akhir (aims), yaitu untuk menjadi muslim sejati (Ibid, 1995 : 102). Pendidikan Islam mengarahkan kaum muslimin untuk menguasai ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu karena mereka harus menjadi khalifah di bumi dan disinilah manusia dapat mengembangkan potensinya (kognitif, afektif dan psikomotorik). Selanjutnya kaum muslimin diarahkan untuk memantapkan pengabdiannya kepada Allah melalui pendidikan agama dan pada akhirnya menjadi manusia muslim sejati yaitu mencapai derajat takwa karena hanya dengan takwa itulah manusia mendapat kemuliaan disisi Allah. Jadi pendidikan Islam akan membangun manusia yang selamat dan sejahtera di bumi serta bahagia di akhirat kelak (Yusrie Abadi 2012 : 27). Pada era Al-Gazali dikenal sebagai masa kelahiran berbagai doktrin keagamaan dan kecenderungan-kecenderungan pemikiran yang saling bertentangan. Pada masa itu sudah ada orang yang ahli dalam Ilmu Kalam, ahli Tasawwuf, ada pula kelompok Filosof sehingga Al-Gazali berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan bukan diatas satu agama saja atau suatu doktrin tertentu, akan tetapi manusia dilahirkan berbagai agama dan doktrin tertentu. Kedua orang tuanyalah yang akan membentuk dia menjadi orang yahudi, nasrani dan majusi, artinya seorang anak akan memanfaatkan doktrin yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abi Huraerah, عن أبي هريرة رضي هللا عنه ، قال قال النبي صلى هللا عليه وسلم ، كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه ، كمثل البهيمة تنتج البهيمة هل ترى فيها جدعاء. رواه البخارى. Artinya, Dari Abi Huraerah radiallahu ‘anhu berkata, Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang akan

118 menjadikan Yahudi, Nashrani, atau Majusi, seperti binatang ternak melahirkan binatang ternak, apakah kamu melihat ia dapat melahirkan unta“. Hadis tersebut merupakan sebuah penegasan bahwa setiap manusia diwarnai oleh lingkungannya. Ketika seorang bayi manusia lahir, dia tidak memiliki pengetahuan apapun, melalui interaksinya dengan ibu, bapak dan keluarganya ia pun memperoleh pengetahuan. Pada fase-fase pertumbuhan selanjutnya ia banyak tergantung dari apa yang didengar dan dilihatnya, yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi kepribadiannya. Jadi manusia dalam kehidupannya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, khususnya lingkungan keluarga. Jika orang tua mengajarkan dan mencontohkan nilai-nilai kebaikan, maka akan sangat mempengaruhi prilaku seorang anak. Al-Gazali dalam bukunya Al-Munkizd min al-Dhalal mengatakan “Aku menceburkan diri kedalam lubuk samudra luas ini, masuk dan menyelami keganasannya dengan berani, bukannya menyelam seperti pengecut dan ketakutan. Aku memasuki jauh kedalam setiap tempat yang gelap, menerobos setiap permasalahan dan kesulitan. Aku memeriksa akidah setiap kelompok dan menyingkap rahasia-rahasia aliran setiap golongan, untuk membedakan diantara yang berbuat benar dan yang berbuat batil, diantara yang berpegang kepada Ahlus Sunnah dan yang Bid’ah. Aku tidak meninggalkan begitu saja seorang yang berpaham spiritualisme, melainkan aku ingin juga mengetahui spiritualismenya itu. Tidak pula meninggalkan seorang yang berpaham fenomenisme, melainkan akupun ingin mengetahui apa yang dihasilkan oleh fenomenismenya itu. Tehadap Filosof akupun ingin mengetahui hakekat filsafatnya. Terhadap Sufi akupun ingin mengetahui tentang hakekat dan rahasia Taswwufnya. Terhadap ahli Ilmu Kalam aku ingin mengetahui ujung pembicaraan dan perdebatannya. Terhadap ahli Ibadah akupun mengintip apa manfaat yang dihasilkan ibadahnya (Ibid : 2012 : 29) Al-Gazali telah mengangkat kedudukan guru dan meletakkan kepercayaannya mengenai guru yang shaleh yang dipandangnya sebagai sebaik-baik petunjuk atau jalan ialah jalannya seorang pendidik. Guru bekerja menyempurnakan hati, membesarkan, membersihkan dan menggiringnya dekat kepada Allah. Maka disatu pihak mengajarkan ilmu itu adalah ibadah kepada Allah, dan dipihak lain adalah jabatan khalifah dan inilah yang merupakan sebesar- besarnya jabatan sebagai khalifah Allah. Ilmu adalah merupakan wasilah untuk mendekatkan

119 diri kepada Allah, dan manusia itu tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan Ilmu. Maka tujuan pendidikan Al-Gazali adalah kesempurnaan manusia didunia dan di akhirat (Ibid 2012 : 29) Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam mengelola Dakwah dan Pendidikan di Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) khususnya pengelolaan pendidikan di pesantren mengikuti pedoman pengelolaan pesantren dari Kementerian Agama dengan prinsip “pendidikan berbasis masyarakat” baik dilihat dari segi pendanaan maupun dari segi kurikulum, karena outputnya sangat diharapkan untuk kembali mengabdi kepada masyarakat, sehingga kurikulumnya betul- betul merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Begitupula dalam mengembangkan dan melestarikan pemikiran keagamaan dalam mengelola pendidikan di DDI, Anre Gurutta Selalu menyebut tiga tokoh Islam yang paling berpengaruh di dunia Islam yaitu, Al-Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, dari bidang Theologi, Al-Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’iy dibidang Fiqhi dan Ushul Fiqhi, dan Hujjatul Islam Al-Imam Abu Hamid Al-Gazali dibidang Akhlak dan Tasawwuf. Ketiga Tokoh inilah yang mewarnai corak pemikiran ke Islaman/agamaan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Seperti dibidang Teologi Anre Gurutta mengikuti pemikiran/paham yang dikembangkan Abu Hasan Al-Asy’ari (aliran Asy’ariyah). sedangkan dibidang fikhi dan ushul fikhi Anre Gurutta mengikuti pemikiran/paham yang dikembangkan oleh Imam Syafi’iy (mazhab Syafi’yah) dan dibidang syari’ah mengikuti pemikiran/paham yang dikembangkan oleh Imam Mazahab yang empat, dan dibidang pendidikan, Akhlak dan Tasawwuf mengikuti pemikiran yang dikembangkan oleh Imam Al-Gazali. Anre Gurutta menganggap bahwa para Tokoh/Imam tersebut adalah merupakan pembela dan penerus ajaran Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah.

1. Pemikiran dibidang Aqidah/Theologi Sebagaimana disebutkan diatas bahwa Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam paham Aqidah, teologi mengikut pemikiran/paham yang dikembangkan oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dengan Mazhab Asy’ariyah. Sebagai mazhab/aliran yang dijuluki sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dibidang Aqidah, Teologi. Golongan Ahlus Sunnah wal-

120

Jama’ah dijuluki sebagai golongan mayoritas dari kalangan ummat Islam yang tetap istiqamah dalam menjalankan ajaran/sunnah Rasulullah SAW, dan ajaran/sunnah para Khalifahnya dan para Sahabat-sahabatnya serta Tabi’in dan Imam-Iman Mujtahid, berdasarkan pesan Rasulullah SAW. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab al-Sunan, hadits ke 3991) قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ، فإنه من يعيش منكم بعدي فسيرى إختالفا كثيرا ، فعليكم بسنتى وسنة الخلفاء المهديين الراشدين ، تمسكوا بها وعضوا عليها با النواجذ. رواه أبو داود فى كتاب السنن : 3991) Artinya, Sabda Raulullah SAW. Sesungguhnya siapa diantaramu yang hidup sesudahku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak dan dalam situasi demikian pegang tegulah sunnahku dan sunnah para khulafa al-Rasyidin yang diberi hidayah dan berpegang tegulah dengan itu sekuat-kuatnya. Aliran Asy’ariyah adalah suatu aliran yang mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan tektualis atau sinkretis antara dua kubu yaitu akliah yang diwakili oleh golongan Mu’tazilah, dan nakliah diwakili oleh golongan Salafiyah yang istiqamah menjalankan ajaran sunnah nabi dan para sahabat sahabatnya sebagaimana tersebut diatas. Aliran ini mendasari pandangannya pada al-Qur’an dan Sunnah Rasululullah SAW. Serta riwayat Sahabat dan Tabi’in, Fatwa Ulama terkemuka seperti Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Imam Syafi’iy. Pada akhir abad ke 3 H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu Hasan Al- Asy’ari di Bashrah dan Abu Manshur al-Maturidi di Samarkand. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu’tazilah meskipun sedikit banyak mereka mempunyai perbedaan. Nama Asy’ariyah diambil dari nama pendirinya yaitu Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari keturunan dari Abu Musa Al-Asy’ari yaitu salah seorang sahabat Nabi Muhammad Rasulullah SAW. yang terkemuka dan pernah diangkat oleh Khalifah Ali Bin Abi Talib menjadi juru bicara dalam perundingan dengan Mu’awiyah. Abu Hasan bin Ismail al-Asy’ari dilahirkan dibashrah pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M. Ia mempelajari teologi dari seorang Tokoh Mu’tazilah Abu Ali al-Jubba’I. Karena kemahirannya, ia selalu mewakili gurunya dalam berdiskusi. Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri dari pemikiran

121

Mu’tazilah dan meninggalkan ajaran gurunya dan majelisnya, dan mendirikan majelis ilmiyah yang dipimpinnya sendiri. Selanjutnya ia condong kepada pemikiran dan pemahaman para Fuqaha dan Ahli Hadits, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak pernah mempelajari aqidah/teologi berdasarkan metode mereka. Ada dua penyebab sehingga Al-Asy’ari meninggalkan gurunya dan ajaran mu’tazilah yang ditekuninya selama puluhan tahun, pertama sebagaimana yang disebut Al-Subki dan Ibnu Asakir bahwa pada suatu malam al-Asy’ari bermimpi, dalam mimpi itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Haditslah yang benar dan mazhab Mu’tazilah salah. Kedua ialah kisah perdebatan antara Al-Asy’ari dengan gurunya Al-Jubba’I tentang tempat untuk anak kecil di akhirat. Menurut suatu riwayat ketika mencapai umur 40 tahun ia mengasingkan diri dari orang banyak dan tinggal dirumahnya selama 15 hari, dimana ia kemudian pergi ke mesjid besar bashrah untuk menyatakan didepan orang banyak, bahwa ia mula-mula memeluk paham aliran Mu’tazila antara lain Al-Qur’an itu Makhluk, Tuhan tdak dapat dilihat dengan mata kepala, manusia sendiri yang menciptakan pekerjaan-pekerjaan dan keburukan. Kemudian ia mengatakan, Saya tidak lagi mengikuti paham-paham tersebut dan saya harus menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahannya (Ahmad Hanafi 1974 : 59) Ada pemikiran yang melatarbelakangi timbulnya aliran Al-Asy’ariyah dipengaruhi beberapa faktor antara lain yang paling krusial adanya kekhawatiran Abu Hasan al-Asy’ari bahwa Al-Qur’an dan Hadits Nabi akan diabaikan oleh umat Islam. Kemudian dalam pengembaraan dan pengalaman spiritualnya tidak menutup kemungkinan telah menemukan kebenaran yang hakiki yang terpancar dari dalam hatinya, ketika hal itu telah ditemukan yang menurut dia itulah suatu kebenaran yang harus dimunculkan kepada umat Islam kala itu. Sebelum penulis mengemukakan corak pemikran keislaman/keagamaan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dibidang Aqidah/Teologi, Syariah (Fikhi), dan Tasawwuf sebaiknya dikemukakan dahulu Pokok-pokok Ajaran Al-Asy’ariyah, yang menjadi panutan dan pegangan Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah dibidang Teologi, dan pokok-pokok

122 ajaran fikhi Al-Asy’ariyah dan Ajaran-ajaran Gazalitentang Akhlak Tasawwuf yang juga paham yang dikembangkan oleh Anre Gurutta dalam mengelolah pendidikan di DDI.

Pokok-pokok Ajaran Al-Asy’ariyah. Formulasi pemikiran al-Asy’ariyah, secara essensial menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi orthodox ekstrim disatu sisi dan Mu’tazilah disisi lain. Dari segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks. Aktualisasi formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap Mu’tazilah, sebuah reaksi yang tidak dapat dihindari. 1. Zat dan sifat Tuhan. Menurut al-Asy’riyah, Zat Tuhan tidak bisa disamakan dengan Zat (esesnsi) makhluk. Maka apabila dalam al-Qur’an disebutkan kata-kata wajah (muka), yad (tangan) dan ‘ain (mata) yang dinisbatkan kepada Tuhan, seperti yang tersebut dalam ayat-ayat yang berbunyi : - QS. Al-Rahman Ayat : 27, ويبقى وجه ربك ذوا الجالل واألكرام Artinya, “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” - QS. Al-Fath Ayat : 10, إن الذين يبايعونك إنما يبايعون هللا يد هللا فوق أيديهم Artinya, “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu, Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah Tangan (kekuasaan) Allah diatas Tangan (kekuasaan) mereka.” - QS. Al-Thuur Ayat : 48, واصبر لحكم ربك فإنك بأعيننا ، وسبح بحمد ربك حين تقوم Artinya, “ Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami, dan bertasbilah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.”

123

Tidak bisa disamakan dengan wajah, tangan dan penglihatan manusia atau dengan apa yang ada pada makhluknya. Hal itu “bilaa kaifa” (tidak bisa ditanyakan bagaimana). Imam Malik berkata, اإلستواء على الكرسي معلوم ، والكيف مجهول ، والسؤال عنها بدعة Istiwa’ atas kursi-Nya, Ma’lum, sedangkan Kaifa (bagaimana) majhul, dan bertanya tentang itu adalah bid’ah. Namun menurutnya seorang muslim wajib mengimani bahwa Allah memiliki tangan, wajah dan mata dan singgasana yang tidak sama dengan makhluknya, tampa usaha bertanya-tanya bagaimana adanya sifat-sifat ini bagi Allah. Begitupulah Al-Asy’ari menetapkan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat yang pada garis besarnya dapat digolongkan kepada tiga, yaitu Sifat Jamal (keindahan), Sifat Jalal (kebesaran),dan Sifat Kamal (kesempurnaan). Namun demikian bagi setiap muslim yang baligh dan berakal sehat, wajib mengetahui secara terperinci mengenai Sifat Wajib, Sifat Mustahil dan Sifat Jaiz bagi Allah SWT. yang terkenal dengan sifat 20 nya Tuhan. Yaitu Sifat Wajib bagi Allah ada 20, dan sifat Mustahil Bagi Allah juga ada 20, sedangkan sifat Jaiz bagi Allah ada 1 (satu). Yaitu Allah bebas berbuat, artinya perbuatan Allah SWT. terhadap makhluk-nya itu boleh diperbuatnya dan boleh pula tidak diperbuatnya sebagaimana dalam QS, Al-Qashash : 68. وربك يخلق ما يشآء ويختار وما كان لهم الخيرة سبحان هللا وتعالى عما يشركون " 2. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia Menurut al-Asy’ari, Kekuasaan Tuhan (predestination) adalah mutlak. Dia mutlak berkehendak dan berbuat. Maka tidak ada sesuatu pun yang terjadi pada manusia dengan kekuatannya sendiri, melainkan dengan kehendak-Nya dan kekuasaan mutlak- Nya. Dengan demikian maka perbuatan manusia tidaklah diciptakan oleh manusia itu sendiri malainkan diciptakan oleh Tuhan. Sedangkan bersamaan dengan wujud perbuatan itu manusia memiliki andil yang disebut Kasb (usaha). Tampaknya al-Asy’ari ingin menengahi antara paham Qadiriyah dan Jabariyah tentang perbuatan manusia dengan mengajukan konsep yang dikenal dengan konsep “al-Kasb“. Dengan pengertian bahwa yang mewujudkan perbuatan manusia adalah Allah, namum manusia diberi daya dan pilihan untuk berbuat atas kehendak Allah.

124

Manusia dalam perbuatannya banyak bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Allah. Oleh karena itu manusia dalam pandangan Al-Asy’ari bukan pail tetap kasib berdasarkan itulah muncul teori Al-Kasb. Al-Syahrustani memperjelas pengertian al-kasb dengan menyatakan bahwa lahirnya perbuatan manusia adalah dengan jalan Allah memperlakukan sunnah-Nya melalui daya yang baru diciptakan bersama-sama dengan terjadinya perbuatan. Berkaitan dengan itu, lahirlah kosep Al-Iktisab 3) 3. Kalam Tuhan. Pemikiran Theology al-Asy’ari tentang Kalam Tuhan ini, dibedakan menjadi dua, yakni adanya Kalam Nafsi dan Kalam Lafdzi. Kalam Nafsi adalah Kalam dalam artian absrtrak ada pada Zat (Diri) Tuhan Ia bersifat Qadim dan Azali serta tidak berubah oleh adanya perubahan ruang, waktu, dan tempat, maka Al-Qur’an sebagai Kalam Tuhan dalam artian ini bukanlah makhluk. Sedangkan Kalam Lafdzi adalam Kalam dalam artian sebenarnya (hakiki) ia dapat ditulis, dibaca, dan disuarakan oleh makhluk-Nya, yakni berupa Al-Qur’an yang dibaca se-hari-hari. Maka kalam dalam artian ini bersifat hadts (baru) dan termasuk makhluk karena diciptakan oleh Allah SWT. 4. Ru’yah kepada Tuhan Pemikiran Teologi Al-Asy’ari tentang ru’yah kepada Tuhan (melihat Tuhan diakhirat adalah hal yang mungkin terjadi karena Tuhan berfirman dalam QS. Al- Qiyamah Ayat : 22-23 : وجوه يومئذ ناضرة ، إلى ربها ناظرة Artinya, Wajah-wajah (orang-orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhan- Nyalah mereka melihat. Argumen logika yang dikemukakakn ialah bahwa Tuhan itu ada, maka melihat- Nya pada hari kiamat dengan mata kepala adalah hal yang mungkin karena yang sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala, itu tidak bisa diakui adanya, sama seperti sesuatu yang tidak ada padahal Tuhan pasti ada.

125

5. Pelaku Dosa Besar Pemikiran al-Asy’ariyah tentang pelaku dosa besar terlihat jelas penolakannya terhadap pemikiran kalam Mu’tazilah yang menyatakan bahwa seorang mukmin yang berdosa besar dan mati sebelum bertobat nashuha ia kekal di neraka. Menurut al- Asy’ari pendapat mu’tazilah yang demikian itu jelas-jelas bertentangan dengan al- Sunnah serta hak pengampunan Tuhan. Dalam keterangan beberapa al-Sunnah, dinyatakan bahwa kalaupun berdosa besar, selama hatinya masih ada iman seseorang tidak kekal di neraka. Dan dalam keterangan beberapa Ayat Al-Qur’an, ditegaskan bahwa hanya orang-orang yang musyrik dan kafirlah kekal di neraka. Imam Asy’ari tidak pernah mengkafirkan seorang muslim atau dosa yang telah diperbuatnya, seperti zina, mencuri, minum khamr, karena orang yang melakukan dosa besar tersebut pasti meyakini dan percaya bahwa sebenarnya perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan haram. 6. Siksaan dalam Kubur, Masalah Gaib, dan Syafa’at Nabi. Paham al-Asyariyah meyakini adanya 2 malaikat yaitu Munkar dan Nakir yang bertugas untuk menanyakan orang-orang mati dalam kuburnya dan meyakini adanya siksaan dan balasan baik bagi orang-orang mati dalam kubur sebagaimana yang disebutkan dalam QS, al-Mukminun : 46, dan QS, Ali ‘Imran : 169-170. Begitupula percaya adanya telaga kautsar sebagaimana yang disebut dalam adits. Al-Asy’ariyah juga percaya adanya syafa’at Nabi Muhammad SAW, begitupula hari kebangkitan, al-Mizan, akhirat itu benar dan lain-lain. Apa yang telah diuraikan dari pada pokok-pokok paham dan ajaran Al-Asy’ari yang menjadi pegangan mazhab Asy’riyah dan sekaligus merupakan paham dan ajaran Ahlus sunnah wal-Jama’ah dibidang aqidah/teologi, hal-hal tersebut,terdapat dalam keempat kitab karangannya yaitu, Kitab Maqalaat Islamiyyin wa Ikhtilaful al-Mushallin, Kitab al-Luma’ fi al-Raddi ‘Ala Ahli al-Zhaygi wa al-Bida’, Kitab Al-Ibanah ‘An Ushul al- Diyanah dan Risalah Ihtihsan al-Khaudhi Fi ‘Ilmi al-Kalam. Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle dalam bidang Aqidah/Teologi mengikuti paham dan ajaran Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah sesuai corak pemikiran Abu

126

Hasan Al-Asy’ari (al-Asy’ariyah). Dalam 4 (empat) buah tulisannya tentang Aqidah/Teologi. Yaitu : 1. Al-Risalah al-Bahiyyah al-‘aqaid al-Islamiyyah, 3 jilid dalam bahasa Arab berisi tentang pelajaran dasar tauhid, sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah begitu pula berisi tentang hari akhirat dan pembalasan surga dan neraka. Dalam buku ini, beliau mengemukakan bahwa tauhid merupakan prinsip yang dapat menjalin hubungan keharmonisan antara Hamba dengan Tuhannya yang terwujud dalam Rahmat-Nya baik didunia maupun di Akhirat. Usaha memperkokoh tauhid dan kepercayaan terhadap Allah SWT dengan keyakinan yang teguh dan I’tiqad yang kuat, disertai dengan pendirian yang kokoh, kuat dan mendasar sehingga tidak mudah diombang-ambing oleh gelombang arus moralitas barat yang senantiasa menggoda, dan derasnya pengaruh kehidupan dunia yang negatif bagaikan topan yang selalu menimpa kehidupan manusia. Dengan tauhid yang seperti itu akan menimbulkan dorongan untuk mendapatkan kenikmatan dan keselamatan serta kebahagiaan yang hanya ada pada sisi Allah SWT. Syarat dan sempurnanya tauhid seseorang ialah suci dari segala perbuatan syirik baik lahir maupun batin seperti dalam firman Allah QS. Al-Kahfi 18 : 110. فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عمال صالحا وال يشرك بعبادة ربه أحدا. Artinya : Barangsiapa mengharap perjumpaan (rahmat) tuhan-Nya maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan seseorangpun dalam beribadah kepadanya. Begitu juga Allah berfirman dalam QS. Al-Zumar, 39 : 65. ولقد أوحي إليك وإلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك ولتكونن من الخاسرين. Artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelum kamu, jika kamu mempersekutukan Tuhan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu masuk orang-orang yang merugi. Dalam buku ini Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle membagi syirik kepada 3 bagian :

127

1. Syirik Akbar, yaitu perbuatan yang menyangkut penyembahan berhala atau mempersekutukan Allah dengan sesuatu. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT. dalam QS, al-A’raf 7 : 194-195. إن الذين تدعون من دون هللا عباد أمثالكم فادعوهم فليستجيبوا لكم إن كنتم صادقين. ألهم أرجل يمشون بها أم لهم أيد يبطشون بها أم لهم أعين يبصرون بها أم لهم آذان يسمعون بها قل ادعوا شركاءكم ثم كيدوننى فال تنظرون. Artinya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu, Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenalkan permintaanmu jika kamu memang orang-orang yang benar. Apakah berhala-berhala itu mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegamg dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar. Katakanlah “Panggillah berhala berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah kemudian lakukanlah tipu daya untuk mencelakan-Ku tampa memberi tangguh (kepada-Ku)” Juga Firman Allah SWT. dalam QS, Al-Anbiya’ 21 : 98-99. إنكم وما تعبدون من دون هللا حصب جهنم أنتم لها واردون. لوكان هؤالء آلهة مآ وردوها وكل فيها خالدون. Artinya : Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan jahannam, kamu pasti masuk kedalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka, Dan semuanya akan kekal didalamnya. 2. Syirik pertengahan, yaitu hal-hal yang menyangkut kepercayaan kepada pantangan- pantangan yang tidak rasional seperti, tidak boleh nikah pada hari-hari atau bulan yang diapit dengan dua khutbah yaitu khutbah idulfitri dan khutbah idul adha perinsipnya tidak boleh kawin pada bulan zulkaidah, begitupulah tidak boleh melakukakn kegiatan- kegiatan pada hari jatuhnya satu Muharram. Begitupula tidak boleh melakukan sesuatu yang monumental seperti membeli mobil, rumah, menanam padi pada hari bertepatan dengan jatuhnya pusar, tidak boleh bepergian jauh karena hari tersebut dianggap hari celaka dan lain-lain. Hal tersebut dianggap oleh beliau bahwa keyakinan seperti tiu merusak tauhid dan haram dilakukan oleh seorang yang beriman.

128

3. Syirik kecil, yaitu mengerjakan sesuatu dengan harapan agar ia mendapat pujian dari orang lain (riya) pada hal yang berhak mendapat pujian hanya Allah SWT. Hal ini didasarkan pada Sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi إنا أخوف ما أخاف على أمتى الشرك األ صغر ، قيل ما هو الشرك األ صغر قال : الرياء Artinya : Sesungguhnya yang aku khawatirkan atas umatku adalah syirik kescil apa itu syirik kecil ? Rasulullah menjawab, ialah mau mendapatkan pujian dari orang lain (riya) Selanjutnya beliau menjelaskan tentang ke Esaan Tuhan pada Zat-Nya yaitu satu tidak terbagi dan tunggal tidak terpecah, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Ikhlas ayat 1-4. Demikian pula Tuhan mempunyai sifat dan af’al- Nya seperti Tuhan memiliki sifat wajib dan sifat mustahil yang dikenal dengan sifat 20- Nya Tuhan. Dan Sifat Jaiz (Mungkin) bagi Allah yaitu, 1. Sifat-sifat Wajib bagi Allah ialah : 1. Al-Wujudu, artinya Allah itu ada. dan adanya Allah itu bukan karena ada yang mengadakan, tetapi adanya itu adalah sebab Dzat-Nya sendiri, serta wujud-Nya itu wajib. 2. Al-Qidam, artinya Allah itu sudah sedia ada dari masa yang tidak didahului oleh sesuatu, karena yang qadim itu Dzat-Nya. 3. Al-Baqa, artinya Allah itu kekal dan ada selama-lamanya, tanpa berkesudahan. 4. Al-Mukhalafatu lil Hawaditsi, artinya Allah itu berbeda dengan segala apa yang baru, yang baru ialah alam (alam sama dengan apa saja selain Allah). 5. Al-Qiyamu bi Nafsihi, artinya Allah itu berdiri dengan sendirinya dan berdirinya itu tidak berkehendak atau memerlukan kepada apa dan siapapun didalam urusan yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya. 6. Al-Wahdaniyah, artinya Allah itu Esa, tidak lebih, baik sifat-sifat-Nya, Dzat-Nya atau Af’al-Nya (perbuatan-Nya). 7. Al-Qudrah, artinya Allah itu mempunyai kekuasaan atau kekuatan yang sempurnah dalam mengadakan atau meniadakan atau membinasakan apa saja yang dikehendaki-Nya atau kehendak-Nya.

129

8. Al-Iradah, artinya Allah itu berkehendak. Bahwa segala sesuatu yang Allah perbuat adalah dengan kehendaknya sendiri, bukan dengan dipaksa dan bukan dengan tidak sengaja dan tidak ada apa dan siapa yang bisa jadi kalau bukan yang dikehendaki oleh-Nya. 9. Al-‘Ilmu, artinya Allah itu mengetahui bahwa tiap-tiap sesuatu yang sudah jadi dan yang belum jadi yang telah ada dan yang akan ada dimana saja semuanya diketahui oleh Allah SWT. Dari yang sebesar-besarnya sampai yang sekecil- kecilnya. Tidak ada apapun yang tidak diketahui Allah SWT. 10. Al-Hayat, artinya Allah itu hidup, bahwa Allah itu sedia hidup sebagaimana ia sedia ada dari asal yang tidak ada permulaan, dan Allah akan hidup selama- lamanya tampa kesudahan. 11. Al-Sam’u, artinya Allah itu mendengar, bahwa tiap suara yang dibunyikan oleh makhluk dimana dan apapun dengan nyaring atau rahasia sekalipun, sampai gerak-gerik hati dan angan-angan manusia pun semua Allah mendengarnya. 12. Al-Basharu, artinya Allah melihat, bahwa Allah itu mengetahui dan melihat segala gerak-gerik dan tingkah laku makhluk-Nya dimana dan saat apapun. 13. Al-Kalamu, artinya Allah itu berbicara, bahwa Allah Ta’ala itu memerintah dan senantiasa memerintah Malaikat-malaikat-Nya dan lain-lain makhlukNya supaya berbuat itu dan ini, atau melarang mereka dari berbuat sesuatu, baik dengan cara yang bisa didengar atau yang tidak bisa didengar. Perintah- perintah dan larangan-larangan Allah dinamakan perkataan Allah dan dengan itu dikatakan Allah berbicara (berkata-kata). Demikianlah sifat-sifat Allah yang lazim disepakati oleh segenap ahli Tauhid dan Ilmu Kalam. Adapun sifat-sifat yang lain adalah keadaan (Kaunuhu) Allah Ta’ala : 1. Qadiran, artinya Allah yang Maha Kuasa. 2. Muridan, artinya Allah Yang Berkehendak/Menentukan. 3. ‘Aliman, artinya Allah Yang Maha mengetahui. 4. Hayyan, artinya Allah Yang Maha Hidup.

130

5. Sami’an, artinya Allah Yang Maha Mendengar. 6. Bashiran, Allah Yang Maha Melihat. 7. Mutakalliman, artinya Allah Yang Maha Berbicara (Berfirman). Semua yang terakhir ini ialah merupakan kelaziman dari sifat-sifat terdahulu, misalnya Qadiran adalah sifat yang lazim, artinya mesti bagi Allah itu bersifat Qudrat (kemanpuan/kekuasaan) dan demikian seterusnya. Jadi jumlah sifat-sifat Allah sebagaimana tersebut diatas adalah sebanyak 20 sifat. Lihat juga (Abd.Aziz 1990:29) 2. Sifat-sifat Mustahil bagi Allah SWT. Semua kebalikan dari sifat-sifat yang wajib itu, ialah sifat Mustahil namanya. Adapun Sifat-sifat Mustahil bagi Allah ialah : 1. Al-‘Admu, artinya tidak ada, jadi Mustahil bila Allah tidak ada. 2. Al-Hudutsu, artinya baru (jadi ada permulaannya) jadi Mustahil Allah itu bersifat huduts. 3. Al-Fana’, artinya lenyap, Jadi Mustahil kalau Allah bersifat lenyap (tidak kekal). 4. Mumatsalatu lil=Hawaditsi, artinya Menyerupai Sesuatu. jadi Mustahil kalau Allah itu menerupai sesuatu. 5. Al-Ihtiyaju ligaerihi. artinya Tidak Berdiri Sendiri, Jadi Mustahil kalau Allah itu berhajat kepada yang lain. 6. Al-Ta’addudu, artinya Berbilang (lebih dari satu) jadi Mustahil kalau Allah itu berbilang atau dari dari oknum-oknum. 7. Al-Ajzu, artinya Lemah Jadi Mustahil kalau Allah lemah tidak berkemampuan/berkuasa. 8. Al-Karahiyah, artinya Terpaksa (tidak berkemauan) jadi Mustahil kalau Allah itu bersifat terpaksa. 9. Al-Jahlu, artinya Bodoh Jadi Mustahil kalau Allah bersifat bodoh. 10. Al-Mautu, artinya Mati jadi Mutahil kalau Allah itu bersifat mati. 11. Al-Shammu, artinya Tuli jadi Mustahil kalau Allah bersifat Tuli. 12. Al-‘Amyu, artinya Buta jadi Mustahil kalau Allah itu buta.

131

13. Al-Bukmu, artinya Bisu jadi Mustahil kalau Allah itu bisu. Kemudian sifat-sifat selebihnya sebanyak tujuh sifat, lawan-lawannya ada tujuh sifat pula, yaitu keadaannya (kaunuhu) sebagai berikut: 1. ‘Ajizan, artinya lemah yang tidak berkuasa jadi Mustahil kalau Allah itu keadaa-Nya lemah (tidak berkuasa). 2. Mukrahan, artinya yang terpaksa. 3. Jahilan artinya yang bodoh. 4. Maytan, artinya yang mati. 5. Shumma, artinya yang tuli. 6. Umyan, artinya yang buta. 7. Bukman, artinya yang bisu. Itulah dua puluh sifat yang Mustahil bagi Allah artinya sifat-sifat tidak bisa diterima oleh akal adanya bagi Allah SWT. (Ibid,1990:30) 3. Sifat Jaiz (Mungkin) bagi Allah Sifat Jais bagi Allah artinya, ialah Tidak Mesti dan Tidak Mustahil. Maksudnya tidak wajib Allah membuat makhluk dan tidak mustahil, yakni kalau ia suka berbuat dan kalau tidak suka ia tidak berbuat. Kalau Ia tidak berbuat, tidak siapa pun yang bisa memaksa. dan kalau ia berbuat tidak ada siapa saja yang dapat menghalang- halanginya. Sifat membuat alam ini atau tidak membuatnya, adalah sifat jaiz bagi Allah SWT. Artinya boleh jadi dikehendaki dan boleh jadi tidak. Apabila dikehendaki diadakanlah dan terjadi, dan apabila tidak dikehendaki tidak diadakan dan tidak terjadi. (Ibid, 1990:31) Demikianlah sifat-sifat wajib, mustahil dan sifat jaiz bagi Allah dan menjadi suatu keyakinan yang utuh bagi sseorang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. 2. Kitab Al-Hidayah al-Jaliyyah ila Ma’rifat al-Aqaid al-Islamiyah dalam bahasa bugis dengan tebal 44 halaman. Kitab ini membahas dasar-dasar aqidah Islam seperti prinsip keesaan Allah, begitupulah membahas penyimpangan dari tauhid dan perbuatan-perbuatan syirik.

132

3. Kitab Syifau al-Af’ idah mina al-Tasyaum wa al-Thiyarah. Ia ditulis dalam bahasa bugis dan bahasa Indonesia dengan tebal 22 halaman. Kitab ini membahas masalah-masalah pengertian, asal usul dan hukum pemali, bahaya dan kerusakannya yang dapat menjelaskan dan meruntuhkan akidah Islam seperti amalam-amalan tenung nasib, pengamalan pemali-pemali dan lain-lain sebagainya. Begitupulah kitab ini membahas pengertian tentang al-Tafaul (sempana-sempana/optimisme-optimisme) yang baik, hukum sempana/optimisme yang baik dan pengamalan Rasulullah SAW tentang al- Tafaul (al-Fa’lu). 4. Kitab Maziyyah Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah dengan tebal 47 halaman menguraikan tentang teologi ahlus sunnah wa al-Jama’ah dan golongan/firqah-firqah dalam islam, dan menjelaskan bahwa paham/ajaran Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah adalah golongan yang selamat dan paling benar. Sebagaimana dalam hadits diriwatkan oleh Thabrani, Rasulullah SAW bersabda : والذى نفس محمد بيده لتفترق أمتى على ثالث وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار. قيل : من هو يارسول هللا ؟ قال : أهل السنة والجماعة. (رواه الطبرانى) Artinya : Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditangan-Nya, akan berfirqah ummatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk syurga dan yang 72 masuk neraka. Bertanya para Shahabat, siapakah firqah yang masuk syurga itu, Ya Rasulallah ? Nabi SAW. menjawab : Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah (H.R. Thabrani). Juga Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidziy, Rasulullah SAW bersabda: إن بنى إسرائل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة. وتفترق أمتى على ثالث وسبعين ملة كلهم فى النار إال ملة واحدة. قالوا : ومن هى يا رسول هللا ؟ قال : ما أنا عليه وأصحابى. (رواه الترمذى) Artinya, Sungguh Bani Israil telah berfiqah -firqah sebanyak 72 aliran, dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 aliran, semuanya masuk neraka kecuali satu. Para shahabat yang mendengar ucapan ini bertanya : Siapakah yang satu itu ya Rasulallah ? Nabi Menjawab : ialah orang yang berpegang pada Sunnahku dan Sunnah para Shahabatku. (H.R. Tirmidziy) 2. Pemikiran dibidang Syariah (Fiqhi)

133

Pemikiran dibidang syar’ah (fiqhi) Anre Gurutta Abd. Rahman Ambo Dalle menganut dan mengembangkan faham/aliran fiqhi syafi’iyah atau yang dikenal dengan Mazhab Syafi’i. Imam Syafi’i, dilahirkan di sebuah kampung diwilayah Asqalan sektor Gazza Palestina pada tahun 150 H. bertepatan dengan meninggalnya Imam Abu Hanifah di Baghdad pada tahun 150 H dan meninggal pada tahun 204 H. Nama lengkapnya ialah, Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib bin Abi Yazid bin Hasyim bin Abd. Muthhalib bin Abd. Manaf. Dia adalah keturunan Qurasy Hasyimi yang bertemu dengan Rasulullah Muhammad SAW. Pada neneknya yaitu Abd. Manaf beliau dianggap sebagai keluarga dekat Rasulullah SAW. Dia tinggal bersama keluarganya di perkampungan Yamani di Gazza Palestina. Ayahnya meninggal dunia sedang dia masih kecil. Setelah berusia 2 tahun beliau dibawa ke mekkah oleh Ibunya dan tinggal dikediaman ayahnya di Mekkah. Syafi’i sudah menghapal Al-Qur’an pada usia 9 tahun sudah menghafal al-Qur’an 30 Juz dengan lancar dan fasih. Kemudian beliau menghafal Hadits. Beliau sangat perhatian memperdalam bahasa arab sehingga pergi kekampung Qabilah Huzail yang terkenal paling fasih bahasa arabnya, selama kurang lebih 10 tahun menyebabkan beliau menjadi sastrawan dan uslub bahasa arabnya sangat mendalam (Faruq Abu Zaid, 1978:47- 48.) Kemudian beliau belajar Ilmu Fiqhi kepada Imam Muslim bin Khalid Az-Zanny (seorang Guru Besar dan Mufti di Mekkah) ketika itu. Beliau belajar Fiqhi sampai mendapatkan Ijazah boleh mengajarkan fiqhi dan berfatwa tentang Hukum-hukum Islam. Mengenai Ilmu Hadits beliau belajar pada Imam Sufyan bin ‘Uyainah seorang ahli Hadits di Mekkah. Tentang Ilmu al-Qur’an beliau belajar pada Imam Ismail bin Qasthanthin seorang alim besar ulama al-Qur’an di Mekkah ketika itu. Kemudian belajar di Masjidil Haram kepada beberapa Ulama dan beliau menduduki kursi Mufti Besar di Mekkah pada Usia 15 tahun. Sebelum itu beliau sudah menghafal dan menguasai sepenuhnya kitab al-Muwaththa’ karangan Imam Malik. (K.H. Munawar Khalil : 149-154). Kemudian beliau pergi berguru pada Imam Malik di Madinah setelah menguasai dan menghafal kitab al-Muththa’ karangan gurunya sendiri.

134

Imam Syafi’y, digelar sebagai Ahul wasath/Al-I’tidal (pendiri Mazhab Moderat) dalam bidang Fiqhi dan Ushul Fiqhi, menengahi dua golongan antara mazhab Ahlul Hadits yang dipelopori oleh Imam Malik di Madinah Hijazi dan mazhab Ahlul Ijtihad wa al-Ra’yi (penggunaan Ijtihad dan Akal) yang dipelopori oleh Imam Abu Hanifah di Bagdad Iraq. Imam Syafi’i mengambil jalan tengah dengan mengambil fiqhi Ahlu Ijtihad wa al-Ra’yi dan fiqhi Ahlul Hadits. Jadi aliran Mazhab Syafi’yah adalah Sinkretis antara dua kutub yaitu golongan tektualis naqli (al-Qur’an dan Hadits) dan golongan Ijtihad (al-‘Aqli). Fiqhi Syafi’y sepakat dengan Fiqhi Malikiyah dalam berpatokan kepada pertama, Al- Qur’an sebagai sumber penetapan hukum dan tasyri’, kemudian menjadikan Hadits (Sunnah Rasulullah SAW.) sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an yang sama dengan Al- Qur’an karena Sunnah/hadits adalah sebagai penjelas dan penafsir al-Qur’an Iman Sayfi’i berkata “Apabila hadits itu shahih maka itu adalah mazhabku”. Begitupula Syafi’i sepakat dengan Malikiyah mengambil Ijma’ dan menganggapnya sebagai dalil/hujjah setelah Al- Qur’an dan Hadits. Akan tetapi Syafi’i dalam penggunaan Ijma, memberikan persyaratan dan ikatan agar tidak bergeser/berobah menjadi Ijtihad tanpa syarat yang mengikatnya. Disisi lain, Syafi’i sepakat dengan Mazhab Hanafiyah (Mazhab Ahlu Ra’yi wa-Al- Ijtihad) dalam kecenderungannya berijtihad. Akan tetapi Syafi’i mensyaratkan adanya pengunaan akal dan ijtihad itu berdasar pada Al-Qiyas. Yaitu menetapkan hukum sesuatu hal yang tidak ada nasnya kepada hukum sesuatu hal yang ada nasnya karena keduanya berkonsi pada ‘Illat hukumnya. Namun Syafi’i memberikan syarat yang mengikat bagi qiyas agar tidak keluar dari aturan qiyas itu sendiri. Dari Sisi Politik Syafi’iy lebih cenderung kepada Malikiyah, dimana beliau melihat bahwa Imamah/Khilafah itu mesti ditegakkan dan harus dari golongan Qurqisy dalam kitabnya Al-Um Syafi’iy banyak meriwayatkan hadits-hadits tentang kelebihan suku Quraisy dari suku lainnya Syafi’y melihat bahwa khilafah itu dengan bai’at kecuali dalam keadaan darurat dapat dilakukan tanpa bai’at, namun kalau terdapat seseorang disepakati rakyat banyak menjadi Imam maka shah ke Imamannya. Ini berbeda dengan pendapat mazhab Hanafi dimana mazhab ini cenderung kepada Syura’ dan melihat bahwa khilafah itu adalah

135 hak umat Islam secara umum kalau ada bagi mereka memenuhi ijma’ dari umat Islam atau dari Ahlul Halli wa-al-Aqdi, dapat dipilih menjadi Imam/Khalifah. Bagi peneliti yang teliti akan menemukan bahwa Imam Syafi’y menggabungkan dalam bentuk seimbang antara fiqhi Ahlu Sunnah dan hadits dan fiqhi Ahlu al-Ijtihad wa al- Ra’yi. Dan mendatangkan mazhab baru bukan mazhab ahlu Ra’yi dan bukan pula mazhab Ahlul Hadits akan tetapi menggabungkan keduanya. Dengan menggunakan Al-Qur’an, Sunnah dan Hadits, Ijtihad, Qiyas dan Aqal. Maka Imam Syafi’y berhak digelar sebagai pembaharu yang kedua dalam Islam setelah Khalifah Umar bin Abd. Aziz. (Faruq Abu Zaid 1978 : 56-57). Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle mengikuti faham dan aliran Syafi’iyah dalam bidang Fiqhi dan Ushulul Fiqhi sebagaimana telah diuraikan diatas. Beliau mengajarkan faham ini melalui kitab-kitab yang ditulisnya sendiri, yaitu ada 7 buah kitab, 1 (Satu) Kitab berisi kaedah-kaedah Ushulu Fiqhi yang diberi judul “ Mursyidu al-Thullab“ 39 halaman ditulis dalam bahasa arab dalam bentuk syair (bait) sebanyak 500 bait. Dan 6 (Enam) lainnya berkaitan dengan hukum-hukum Fiqhi (Ahkamu al-Fiqhiyah) tata cara pengamalan Syari’ah seperti Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Mu’amalah dan Af’alu al-Mukallafin lainnya. Yaitu, kitab-kitab 1. Al-Durus al-Fiqhiyah li Talamizi al-Tsanawiyah 2. Bugyat al- Muhtaj 3. Al-Shalah ‘Imad al-Din 4. Mukhtashar al-Durus al-Fiqhiyah 5. Rabbi Ij’alni muqima al-Shalat Risalah fie bayani al-ahkami wa hikami al-shalat 6. al-Fiqhu al-Islami. Dalam kitab-Al-Durus al-Fiqhiyah li talamizi al-Tsanawiyah beliau mengemukakan/menjelaskan pola pemikirannya dalam bidang syari’ah seperti berikut ini : 1. Pembagian Hukum Syari’ah kepada 7 bagian yaitu : a. Hukum Fardu atau Wajib, seperti Shalat 5 waktu, Puasa Zakat dan Haji. b. Hukum Nadb atau Sunnah, seperti mandi sebelum shalat jum’at, Shalat ‘Idul Fitri dan Shalat ‘Idul Adha dan lain lain dari pada sunnah. c. Hukum Haram, seperti makan daging babi, minum khamr dan lain-lain d. Hukum Makruh, seperti berkumur-kumur pada siang hari berpuasa dan makanan- makanan yang makruh. e. Hukum Mubah, halal, seperti makan makan yang baik baik.

136

f. Hukum Shahih, seperti ibadah yang sempurna syarat dan rukunnya g. Hukum Fasid, seperti ibadah yang tidak sempurna syarat dan rukunnya. (Abd. Rahman Ambo Dalle, 1986:2) 2. Pembagian najis kepada 3 bagian dan cara mensucikannya yaitu : a. Najis Mugallazhah (tebal) seperti najis babi dan anjing. b. Najis Muthawassithah (sedang) seperti najis kotoran manusia. c. Najis Mukhaffafah (ringan) seperti kencingnya bayi perempuan. 3. Pembersihan najis ada 4 bahan yang dapat digunakan yaitu : a. Air bersih dan dapat membersihkan, dapat dipakai mencuci najis, mandi dan berwudhu’. b. Debu dan tanah dapat dipakai bertayammum dan menghilangkan najis Mugalladh dengan satu kali tanah dan 6 kali air. c. Batu, daun dan kertas khusus dapat dipakai istinja’ (membersihkan kotoran dari dubur). d. Sama’ (Samir) dapat digunakan mensucikan kulit bangkai kecuali kulit daging dan anjing. (Ibid, 1986 : 3-4) Selanjutnya beliau menjelaskan dalam kitab-kitab fiqhinya yang lain, mengenai pembagian air kepada 3 bagian yaitu, air bersih membersihkan, air bersih tidak membersihkan, air musta’malah (sudah dipakai) dan air kotor (tidak bersih dan tidak membersihkan) kemudian dijelaskan mengenai Fardu Wudhu’, Sunnah Wudhu,’ Makruh Wudhu’. Disusul dengan Mandi Wajib, Mandi Sunnah, Tayammum dan sebab-sebabnya. Syarat Tayammum, batalnya Tayammum, Haidh, Nifas, Shalat, Syarat Shahnya Shalat, Rukun Shalat yang membatalkan shalat, Shalat Jama’ah. Shalat Jum’at, Shalat Musafir, Shalat ‘idaeni, Shalat Jenazah, Masalah Zakat, Puasa, Puasa Sunnah, Haji dan Umrah. Dalam bukunya yang berjudul “Rabbi Ij’alni Muqima al-Shalat fie bayani ahkami wa hikami shalat“, beliau secara khusus menjelaskan tentang shalat, mulai dari pengertian shalat, kewajiban melaksakan shalat, cara pelaksanaanya, hukumnya, pahalanya, syarat shahnya, batalnya shalat, shalat wajib, shalat sunnah, fadhilahnya. Begitupula beliau dalam buku tersebut menjelaskan sebab-sebab rakaat shalat wajib itu bermacam-macam, seperti

137 shalat subuh 2 rakat, shalat dhuhur 4 rakaat, shalat ashar 4 rakaat, shalat magrib 3 rakaat dan shalat isya’ 4 rakaat, sebagai berikut : 1. Salat shubuh dua rakaat karena pada waktu Nabi Adam As, melakukan suatu kesalahan, yaitu melanggar larangan Allah SWT. Memakan buah khuldi didalam syurga, lalu kemudian bertobat kepada Allah maka tobatnya diterima Allah pada waktu terbitnya fajar (subuh) maka seketika itu Nabi Adam As bersyukur dan langsung mengerjakan shalat 2 rakaat. Maka dengan sebab itulah subuh itu menjadi dua rakaat. 2. Shalat dhuhur menjadi empat rakaat karena ketika Nabi Ibrahim As. Diperintahkan untuk mengorbankan anaknya yaitu Ismail dan setelah Ismail siap untuk disembelih maka tiba-tiba datang malaikat Jibril membawa seekor kibasy sebagai pengganti Ismail yang peristiwa itu terjadi pada waktu tergelincirnya matahari, maka Nabi Ibrahim As. Langsung melaksanakan shalat 4 rakaat sebagai rasa syukur kepada Allah, sehingga shalat dhuhur itu menjadi 4 rakaat. 3. Shalat Ashar menjadi empat rakaat karena Nabi Yunus ketika ditelan ikan kemudian pada waktu sebelum matahari terbenam Nabi Yunus diberi petunjuk oleh Allah untuk membaca Tasbih/Do’a “Lailaha Illa anta Subehanaka inni kuntu mina al-dhalimin “. Maka ikan tersebut langsung memuntahkan Nabi Yunus dan seketika itu Nabi Yunus langsung melaksanakan shalat 4 rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. 4. Shalat magrib tiga rakaat karena ketika Maryam akan melahirkan Nabi Isa namun sebagian orang menuduh Maryam melakukan zina, tapi setelah Nabi Isa langsung mengatakan bahwa dia bukan anak zina maka Maryam sebagai ibunya sangat gembira dan lansung melaksanakan shalat 3 rakaat sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT. Dua rakaat sebagai tanda kebenaran yang dibawa oleh Nabi Isa dan satu rakaat sebagai tanda kesucian Maryam, maka Nabi Muhammad SAW memformoliring shalat Magrib 3 rakaat. 5. Shalat Isya’ empat rakaat karena Nabi Muhaamad SAW. Diperintahkan melaksanakan shalat Isya’ 4 rakaat, berhubung belum ada seorang Nabipun yang diwajibkan melaksanakan Shalat Isya (shalat malam) empat rakaat. (Ibid : 79)

138

Dalam bukunya yang berjudul “Mursyidu al-Thullab“ yang ditulis dalam bahasa arab dalam bentuk syair/bait sebanyak 500 bait menguraikan tentang : 1. Pengertian Ushulul Fiqhi, Objek dan Tujuannya. 2. Qaidah yang berhubungan dengan ilmu. 3. Hukum dan pembahagiannya. 4. Hukum Taklifi. 5. Pembagian Hukum Wad’i. 6. Mahkum Bihi dan Mahkum ‘Alaihi. 7. Pengertian Amar dan Dilalanya. 8. Kaedah-kaedah Ushul. 9. Pengertian Amr dan Kaedahnya. 10. Takhshis dan Pembahagiannya. 11. Al-Muthlaq dan al-Mujmal. 12. Al-Manthuq dan al-Mafhum. 13. Al-Mafhum Muwafaqah dan al-Mafhum Mukhalafah. 14. Nasikh dan Mansukh. 15. Mas’alah Ijma’ dan Qiyas dan seterusnya. (Abd. Rahman Ambo Dalle 1362:2-39) Buku ini ditulis dan dikembangkan dari kaedah-kaedah ushul yang telah dirintis oleh Imam Syafi’i, yang dikenal dengan Bapak Ushul Fiqhi yang mula-mula menyusun kitab Ushulul Fiqhi dengan judul “Al-Risalahtu fie Ushuli al-Fiqhi“ Jadi Fiqhi dan Ushul Fiqhi yang dikembangkan oleh Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle adalah Fiqhi dan Ushul Fiqhi aliran Syafi’iyah yang dikenal dengan Mazhab Syafi’i. 3. Pemikiran Dibidang Tashawwuf. Fenomena-fenomena umum masyarakat dewasa ini khususunya dalam kaitannya beragama adalah banyaknya ilmuan yang berdomisili dikota-kota besar atau dikompleks perusahaan yang terpisah dengan masyarakat umum, yang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu menyelesaikan segala problema kehidupan manusia khusunya memberikan ketenangan bathin kepada mereka, terasa ada sesuatu yang kurang pas atau hilang dari diri mereka, merekapun berusaha menemukan yang

139 hilang itu melalui beberapa cara, antara lain dengan mencarinya pada ajaran spiritual keagamaan melalui metode-metode yang diajarkan oleh aliran-aliran kebatinan/kepercayaan yang bermunculan untuk melakukan pengaruh dan menarik sebanyak mungkin pengikut dengan berbagai metode seraya mengatakan bahwa metodenyalah yang terbaik uantuk memberikan solusi terhadap kebutuhan jiwa dan ketenangan batin. Namun apa yang disodorkan mereka itu belum tentu sesuai dengan ajaran Islam yang murni. Oleh karena itu, penulis mengemukakan lebih dahulu pandangan AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle tentang ajaran Tashawwuf dalam Islam dan sikapnya terhadap ajaran- ajaran sufisme yang berkembang dewasa ini kemudian penulis akan mengemukakan ajaran Tashawwuf yang dikembangkan oleh Anre Gurutta pada tempatnya nanti. Pandangan Anre Gurutta terhadap Tashawwuf sebagaimana juga faham Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah dibidang ini, membagi Tashawuf kepada dua bagian: Pertama, Tashawwuf تصوف أخالقى dan yang kedua, Tashawuf Akhlak (تصوف فلسفى) yang cenderung kepada filsafat ( ) ialah Tashawwuf yang banyak mempersoalkan pengsucian jiwa dan hati, pengamalan akhlak yang mulia serta pendekatan diri kepada Allah SWT. Tashawwuf menurut Anre Gurutta bukanlah merupakan prinsip ajaran islam, tetapi hanya merupakan sistim pelaksanaan Syari’at Islam agar seorang hamba mampu meresapi ubudiyahnya kepada pencipta-Nya Allah SWT. Sehingga tercermin tingkah lakunya yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam bukunya yang berjudul “Al-Qawl al-Shadiq fie Ma’rifat al-Khaliq“ Beliau mengemukakan bahwa subtansi kehidupan manusia di alam syahadah ini adalah pengabdian kepada Allah SWT yang dimanifestasikan kepada kepatuhan seorang hamba dalam mengikuti dan melaksanakan seluruh perintah Allah serta menjauhi segala larangan- Nya manusia harus memposisikan dirinya senagai makhluk dan Allah sebagai Khalik yang memiliki kekuasaan tak terbatas terhadap makhluk-Nya. Menurutnya bahwa Tashawuf adalah pengamalan akhlakul karimah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan pendekatan diri kepada Allah SWT melalui pensucian jiwa dan ta’abbudiah serta ingatan kepada-Nya.

140

Orang yang telah menemukan hakekat ta’abbud kepada Allah SWT. Berarti ia telah menemukan jati dirinya atau hakekat keberadaannya dan apabila seorang hamba telah mengetahui tentang dirinya baik lahir maupun bathin, maka berarti ia telah mengetahui akan Tuhannya. Inilah arah pengertian kata shufi "من عرف نفسه فقد عرف ربه " Artinya : Barang siapa yang mengetahui tentang dirinya sungguh ia telah mengetahui pula akan Tuhan-Nya. (AR.Ambo Dalle) 1975 : 5. Berikut ini penulis mengemukakan pandangan Ulama-ulama Shufi terhadap Tashawwuf : Menurut Abd. Latif al-‘Abdu Tashawwuf merupakan buah atau hasil penerapan hamba akan ajaran Islam, justru itu ajaran tashawuf yang bertentangan dengan Syari’at Islam tidak bisa diterima (Al-‘Abdu : 136). Tashawwuf adalah istilah baru dalam Islam yang tidak pernah ditemukan dizaman Nabi dan para sahabatnya dan baru istilah ini populer pada akhir abad ke II H. Dan tidak bisa disangkal bahwa orang-orang yang bergerak dibidang Tasawwuf pada waktu itu semata-mata bertujuan mengembalikkan citra umat islam agar tetap berpegang teguh kepada ajaran agamanya dan tidak muda terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran materialis yang berkembang pesat pada waktu itu. Jadi dengan munculnya ajaran Tasawwuf yang pelaksanaanya dititik beratkan pada kesucian jiwa dan hati serta membina diri beribadah kepada Allah dan berakhlakul Karimah, akhirnya umat Islam bisa kembali menetralisir kehidupan mereka antara duniawi dan ukhrawi antara material dan spiritual sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Olehnya itu para ahli Shufi memberikan definisi Tasawwuf dengan berbeda-beda namun penekanannya semata-mata untuk mengingatkan umat islam agar kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya dan berakhlakul karimah sebagaimana fondasi Islam. Misalnya Al-Qashshab memberikan definisi bahwa : “التصوف أخالق كريمة ظهرت فى زمن كريم من رجل كريم مع قوم كرام " Artinya : Tashawwuf adalah akhlak yang mulia yang berkembang dizaman yang mulia bersama dengan orang-orang yang mulia. Abu Muhammad al-Jariri berkata :

141

“ التصوف الدخول فى كل خلق سني والخروج من كل خلق دنئ " Artinya : Tashawwuf ialah masuk kedalam budi pekerti menurut yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dan keluar menjauhi dari semua budi pekerti yang rendah. Orang-orang shufi itu adalah " الصوفى من صفى قلبه " : Al-Gazali : Basyir al-Harits berkata orang-orang yang bersih hatinya semata-mata karena Allah. Tokoh Shufi Dewasa ini Syekh Abd. Halim Mahmud mantan syekhul Azhar berkata : التصوف جهاد ومجاهدة علم وعمل شريعة وحقيقة روحانية وصفاء كشف وإشراق ثم فى النهاىة إنقياد للحق وسلوك حق على طريق هللا حق. Artinya : Tashawwuf itu adalah Jihad dan perjuangan besar, Ilmu dan Amal, Syari’at dan Hakikat, Rohaniyah dan Kebersihan, Singkapan dan Cahaya, kemudian kepatuhan kepada yang benar dan berdasarkan jalan (tharekat) yang benar sampai kepada Allah Yang Maha Benar. Begitupula Syekh Abd. Halim Mahmud berkata bahwa Tashawwuf itu adalah " الصوفية المبرأة من كل دخيل المنزهة عن كل الشوائب “ Artinya : Ajaran Tashawwuf ialah ajaran yang suci dari pengaruh luar dan bersih dari segala noda yang dapat mengotorinya. (Abd.Halim Mahmud) : Apabila kita melihat definisi-definisi yang diberikan oleh para Tokoh Shufi yang berhaluan Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah dapat dipahami bahwa tashawwuf itu esensinya adalah kebersihan lahir batin dan pengamalan akhlakul karimah serta melaksanakan Syari’at Islam sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Adapun keganjilan-keganjilan dan peyelewengan-penyelewengan yang terjadi dan muncul yang dilakukan oleh aliran-aliran sufi didalam perkembangan Tashawwuf adalah merupakan akibat pengaruh luar yang mempengaruhi ide tashawwuf dan pengamalannya. Oleh karena itu AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle menentang ajaran yang dikembangkan oleh Al-Hallaj dan Syekh Siti Jenar tentang Teori Hululnya. Demikian juga teori Wihdatul Wujud dan Teori Al-Ittihad yang diajarkan oleh Yazid al-Bustani dan Muhammad ibnu al-‘Orabi dan lain-lain yang tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Karena menurutnya teori-teori tersebut adalah akibat pengaruh teolog nasrani dan pengaruh gynostik yang masuk kedalam pemikiran tashawwuf.

142

Makanya dalam rangka memurnikan ajaran tashawwuf dan mengembalikan keneraca Islam para ulama Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah dari dulu sampai sekarang bermunculan membela Tasawwuf murni dan mengadakan analisa kritis terhadap ajaran- ajaran Tasawwuf yang berkembang dan mengadakan perang terhadap praktek-praktek yang menyimpang dari pada ajaran agama yang murni baik melalui lisan maupun melalui فاذكــرونى tulisan sebagaimana yang ditulis oleh Syekh Abd. Halim Mahmud dalam bukunya " القول الصادق فى معرفة الخالق " ,dan AGH. Abd.Rahman Ambo Dalle dalam Bukunya " أذكركم " Pedoman yang benar dalam mengenal Allah. AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle mengakui adanya Tarekat yang berarti kelompok orang-orang yang menjalankan ibadah dan zikir dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi bukan kelompok yang memisahkan diri dari umat islam lainnya. Oleh karena itu para sufi dalam mengamalkan ajaran Tasawwuf mengamalkan dengan sungguh- sungguh yang diawali dengan pembersihan diri dari sifat-sifat yang tercelah (Mazmumah) kemudian mengisinya/menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji (Mahmudah) kemudian melakukan muraqabah kepada Allah SWT untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Hal itu dimaksudkan sebagai suatu upaya dalam mencapai tingkat kesufian yang paling tinggi ialah Ma’rifah dan Mahabbah. Dari sekian banyak peroses dan tahapan yang dilalui para salikin dalam pengamalan ajaran tashawuf untuk mencapai puncak kesufian yang tertinggi dapat disimpulkan dalam tiga kategori atau tahapan sebagai berikut : bentuk pengamalan ini, orientasinya adalah membersihkan ( التخـــــــلى) Al-Takhalliy .1 dan mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercelah dan kemaksiatan lahir bathin. yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat yang terpuji yaitu ( التحـــــــــــلى) Al-Tahalliy .2 ketaatan dan kesucian lahir bathin dari sifat-sifat tercelah. adalah bertujuan untuk memperoleh kenyataan Tuhan dan ( التجلــــــــــى) Al-Tajalliy .3 mencapai kedekatan dan kebersamaan dengan Tuhan dengan tujuan untuk mendapatkan hidayah dan kecintaan Allah SWT. Dengan demikian, faham para sufi tentang ajaran tashawuf bahwa bagi seseorang hamba yang menjalankan ibadah-ibadah lahiriyah maupun bathiniyah dibutuhkan lebih

143

awal suatu bentuk kesadaran diri terhadap siapa yang disembahnya, karena refleksi kesadaran itulah merupakan hakikat dari ma’rifat. Kesadaran diri seorang hamba kepada Sang penciptanya dalam bentuk pengabdian lahir bathin secara ikhlas, maka seorang hamba telah menemukan hakikat dirinya sendiri sekaligus telah mengenal tuhannya sebagaimana yang telah diuraikan. Oleh karena itu para sufi dalam menghadapi dengan jalan ( تزكية النفس) kehidupan dunia tetap berusaha melakukan pensucian jiwa senantiasa bertaubat/istigfar dan berzikir demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. karena dengan jalan itulah mereka dapat mencapai tingkat penyucian diri yang sebenarnya. Aplikasi Pemikiran Anre Gurutta dalam membangun DDI. Dalam menelusuri pemikiran AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam melaksanakan pendidikan, Anre Gurutta sangat besar perhatiannya terhadap Ilmu-ilmu Agama Islam dan berusaha mengaplikasikan ilmu-ilmu keislaman itu kepada generasi kegenerasi melalui pendidikan dan pengajaran yang teorganisir dengan cara penjenjangan mulai tingkat dasar sampai kepada tingkat tinggi. Anre Gurutta berpandangan bahwa belajar mengajar adalah satu pekerjaan yang sangat mulia di sisi Allah SWT. Dan juga sangat mulia dalam perspektif manusia yang hidup didunia ini, bahkan dapat dikatakan bahwa semua anggota masyarakat selalu mengharapkan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta masa depan anaknya sangat tergantung pada adanya guru dan pendidik yang dibekali dengan ilmu pengetahuan keislaman mengajar di sekolah mulai taman kanak-kanak sampai ke perguruan tinggi. Pendekatan kepada Allah secara sempurna, khusyu’ dan pendekatan kepada manusia secara harmonis dan berkualitas hanya dapat dikembangkan dengan ilmu pengetahuan, disamping itu bahwa mengajarkan ilmu pengetahuan adalah berfungsi ibadah dan salah satu pengabdian kepada Allah SWT. Menurut Anre Gurutta, Tujuan pendidikan itu adalah kesempurnaan manusia di dunia dan di akhirat, dimana kebahagiaan untuk keduanya hanya dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan ini didukung oleh beberapa hadits, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari sahabat, Rasulullah SAW bersabda : من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد األخرة فعليه بالعلم ومن اراد هما فعليه بالعلـــم, رواه مسلم

144

Terjemahnya, Barang siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah ia berilmu dan barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia berilmu dan barangsiapa yang menginginkan keduanya hendaklah ia berilmu. Jadi untuk mendapatkan kelezatan yang menyenangkan di dunia dan kebahagiaab di akhirat ialah dengan memiliki ilmu pengetahuan. Ia merupakan suatu jalan yang dapat membawa manusia mencapai cita-citanya dan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan manusia tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Manusia tidak mungkin dekat kepada Allah kalau tidak mengenal Allah dalam wujud-Nya, sifat-sifat-Nya yang serba Maha, khususnya dalam kasih sayang-Nya yang akan terjalin bagi orang yang mendekati- Nya cinta tidak akan terjalin tanpa kedekatan, baik dalam penglihatan maupun dalam ucapan, perbuatan pikiran dan ingatan. Posisi ini tidak akan mudah didapat kecuali dengan ilmu yang khusus untuk itu. Demikian yang sering diucapkan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle ketika menguraikan tentang Aqidah dan Akhlaq. Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle membagi ilmu itu kepada tiga bagian yaitu : - Pertama : Ilmu terpuji yang oleh beliau dibagi dua yaitu : Ilmu-ilmu syari’ah (agama) untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang obyeknya adalah memperbaiki hubungan antara hamba dengan Tuhannya dan memperbaiki hubungan antar manusia dengan sesamanya. Ilmu seperti ini wajib ‘ain dipelajari oleh semua orang. Ilmu non syari’ah (non agama) seperti ilmu Ekonomi, Teknik kedokteran, kelautan, pertanian dan sebagainya. Yang menjadi tujuan perantara yaitu untuk mendapatkan kesejahteraan di dunia. Ilmu-ilmu seperti ini wajib kifayah dipelajari oleh orang. - Kedua : Ilmu yang tercelah seperti ilmu sihir, ilmu tenun meramal dengan melihat bintang yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain karena disamping membuat dirinya menjadi orang murtad, juga akan sampai kepada membuat orang lain musyrik karena membentuk keyakinan dan kepercayaan selain kepada Allah. Ilmu-ilmu seperti ini hukumnya haram dipelajari. - Ketiga : Ilmu yang meragukan dan ada kemungkinan orang bisa menjadi bimbang seperti ilmu filsafat dan cabang-cabangnya dan sebagian ilmu kealaman yang kadang membuat hitungan ramalan berdasarkan petunjuk bintang-bintang Ilmu seperti ini dapat dipelajari

145 dengan ketentuan bahwa Aqidah dan Syari’atnya sudah mantap bagaikan mercusuar ditengah lautan, tidak goyah karena ombak dan tidak runtuh karena angin topan. Jadi ilmu seperti ini dapat dipelajari sepanjang ilmu tersebut menunjang terlaksananya kesejahteraan ummat dan dijamin tidak merusak tauhid, keyakinan dan kepercayaannya dan Syari’at Agamanya. Kecenderungan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam mengaplikasikan ilmunya melalui pendidikan adalah mengutamakan Akidah, Akhlak, dan Syari’ah dan sekaligus pengamalannya serta kesempurnaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan bekal ilmu pengetahuan syari’ah (agama) dan non syari’ah (non agama). Oleh karena itu beliau mengerahkan seluruh kehidupannya pada pengabdian kepada Allah dan mengajar sepanjang masa. Disamping pekerjaan mengajar juga menekuni menulis buku-buku agama yang berupa pelajaran disekolah mulai tingkat diniyah sampai ketingkat perguruan tinggi dan buku-buku agama yang berupa bacaan umum bagi masyarakat. Corak pemikiran Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dibidang pendidikan dapat disistimatisasikan sebagai berikut : 1. Dibidang pendidikan tauhid dan ilmu kalam beliau mengikuti aliran pemikiran yang dianut oleh Abu Hasan Al-Asy’ari (Mazhab Asy’ariyah) yang oleh beliau disebut penerapan faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah, untuk meletakkan dasar ketuhanan bagi santri agar mereka dan masyarakat tidak bingung mengikuti berbagai macam aliran yang menyebar dikalangan umat Islam yang populer dikenal dengan Tharikat. 2. Dibidang pendidikan akhlak dan tashawuf beliau mengikuti pemikiran Al-Gazali, seorang ulama yang sangat dikaguminya dan konsisten dengan pendidikan pembersihan jiwa yang oleh beliau disebut dengan peningkatan mutu dan kualitas hablumminallah dan hablumminannas, pendidikan ini bertujuan agar santri dapat memiliki dasar pemikiran yang benar yakni tidak mempertuhankan akalnya. 3. Dibidang pendidikan Fikhi dan Ushul Fikhi beliau mengikuti pemikiran Imam Syafi’i yang dianggap sebagai ulama wara’dan sangat teliti dalam menetapkan hukum atau ijtihadnya oleh beliau disebut dengan Mazhab Syafi’i namun tidak meninggalkan tiga mazhab lainnya, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki dan Mazhab Hambali. Anre

146

Gurutta menganggap bahwa keempat mazhab ini adalah penerapan faham ahlus Sunnah wal jama’ah dalam fikhi dan ushul fikhi. 4. Dibidang sistem pendidikan dan metode belajar mengajar mengikuti sistem pendidikan dan metode yang dirintis oleh Al-Gazali pada Madrasah Nidhamiyah al-Muluk di Baghdad pada sekitar abad ke 5 H. Kemudian dikombinasikan dengan sistem pendidikan modern yaitu perpaduan antara sistem tradisional (Sistem Halaqah) dengan Sistem Klassikal. Bagi pengajaran di sekolah dan madrasah beliau menggunakan sistem klassikal dan bagi pesantren mulai tingkatan Tsanawiyah sampai tingkat Perguruan Tinggi. Para santri disamping mengikuti sistem klassikal juga mengikuti sistem halaqah sebagai pemantapan pengetahuan mereka secara umum. 5. Dibidang pengajaran dan pengaturan kurikulum dapat dibagi menjadi tiga yaitu : Pertama, mata pelajaran wajib seperti Ilmu-ilmu Agama yang meliputi Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Tauhid, Fikhi/Ushul Fikhi Siratu al-Nabawiyah serta bahasa Arab, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kedua : mata pelajaran pilihan seperti ilmu-ilmu non agama dan ilmu keterampilan yang meliputi IPA, Matematika, Biologi, Kimia, Farmasi kedokteran, sejarah, politik, antropologi, sosiologi, kesenian / nasyid / kaligrafi. Ketiga : mata pelajaran yang diutamakan, seperti Ilmu Guru atau Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang meliputi ilmu pendidikan, Ilmu Jiwa, Metode/Teori belajar dan mengajar serta Ilmu Dakwah dan Retorika. Perlu disebut bahwa Anre Gurutta juga dalam mengelolah sekolah, madrasah dan pesantren memakai Kurikulum Pendidikan Nasional bagi yang berbentuk sekolah dan Kurikulum Kementerian Agama bagi yang berbentuk madrasah dan bagi pesantren memakai Kurikulum Kementerian Agama ditambah dengan mata pelajaran yang datur oleh pesantren pada sistem klassikalnya sedangkan diluar klassikal yaitu kepesantrenan kurikulumnya diatur sepenuhnya oleh Pesantren. Dalam mengaplikasikan pemikiran Anre Gurutta dalam membangun generasi kegenerasi melalui organisasi DDI dengan sistem dan metode diatas dalam pertumbuhan dan perkembangannya dapat dibagi kepada beberapa periode/tahapan sebagai berikut :

147

Periode pertama, Ialah priode awal atau Tahap Pembentukan (1938-1950 M). Pembukaan pondok pesantren dan pembangunan kampus di Mangkoso Soppeng Riaja dan sekaligus penggantian nama MAI Mangkoso menjadi DDI. Pada waktu itu hanya mengutamakan pendidikan agama dengan pelajaran ilmu-ilmu keagamaan seperti Ilmu- ilmu Al-Qur’an dan Tafsirnya, Ilmu-ilmu Hadits, Fiqhi dan Ilmu Ushul Fiqhi, Ilmu Tauhid Akhlaq, Sirat al-Nabawiyah, Bahasa Arab dan lain-lain daripada ilmu keagamaan. Lembaga ini diasuh dan dibina langsung oleh Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dan dibantu oleh sejumlah Ulama dan Asatiz – Asatizah yang ada dilingkungan DDI ya’ni pada umumnya alumni dari MAI Wajo yang mengikuti Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle pindah kemangkoso yang juga mereka adalah murid-muridnya Anre Gurutta Ambo Dalle ketika di MAI Wajo dan ditambah dengan Guru-guru tammatan MAI Mangkoso. Periode Kedua, Ialah Tahap Pengembangan (1950 – 1978 M). Tahap pengembangan perguruan dan pesantren DDI ditandai oleh kepindahan Anre Gurutta Ambo Dalle dari Mangkoso ke Kota Pare-pare pada tahun 1950. Pada saat itu Anre Gurutta Ambo Dalle sedang mendapat amanah juga sebagai Qadhi Mallusetasi Parepare dan sekitarnya. Dalam usaha lebih meningkatkan koordinasi dengan cabang-cabang DDI yang sudah ada maupun untuk pengembangannya ke daerah-daerah yang belum ada berdiri DDI, maka pimpinan pusat DDI sekitar tahun 1947 M yang berkedudukan di Mangkoso menetapkan sebuah pilihan untuk memindahkan tempat kedudukan pimpinan pusat DDI ke Parepare pada tahun 1950 M. Pada periode ini tepatnya pada tahun 1955, terjadi masa suramnya DDI karena pada waktu itu Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai ketua umum PB.DDI Pusat Parepare diculik oleh DI/TII dan selama 8 tahun beliau hidup dibawah kekuasaan DI/TII Pimpinan Kahar Muzakkar. Namun DDI tetap berjalan dan berkembang dengan tampilnya Gurutta K.H. Muh. Abduh Pabbajah menjadi Ketua Umum PB.DDI Pusat Parepare tahun 1955-1961 M. Dan Gurutta K.H. Ali Al Yafie tahun 1962-1965 sebagai Ketua Umum PB.DDI Pusat Parepare tahun 1962-1965 M selama Anre Gurutta berada di hutan 8 tahun.

148

Pada tahun 1964-1976 M. Pengembangan dan pembangunan DDI terus dipacu ya’ni dimulai pembangunan Pondok Pesanteren DDI Lil Banin (Putra) di Ujung Lare Parepare, yang dipimpin langsung oleh Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dan Pondok Pesanteren DDI Lil-Banat Putri di Ujung Baru Parepare. Dipimpin oleh Gurutta K.H. M. Yusuf Hamzah, K.H. Abu Bakar Zainal dan Ustaz Mahbub. Pada periode ini pulalah didirikan perguruan tinggi yang diberi nama Universitas Islam Darud Da’wah wal-Irsyad (UI-DDI) Parepare dengan sejumlah fakultas dan sekolah tinggi sebagai berikut : 1. Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Tarbiyah di Pare-pare 2. Fakultas Syari’ah di Mangkoso 3. Fakultas Tarbiyah di Pinrang 4. Fakultas Tarbiyah di Pangkajene Sidrap 5. Fakultas Tarbiyah di Polmas 6. Fakultas Tarbiyah di Pangkep 7. Fakulta Tarbiyah di Majene 8. Fakultas Tarbiyah di Maros 9. Fakultas Syari’ah di Pattojo 10. STKIP DDI Polmas, STKIP DDI Majene dan STKIP DDI Pinrang Pada periode ini pulalah terbentuk suatu Badan Koordinasi dilingkungan Alumni MAI Wajo yang sudah mendirikan perguruan tersendiri Seperti Perguruan As’adiyah yang berpusat di Sengkang Wajo, dipimpin oleh Anre Gurutta H.M. Yunus Maratan, Pondok Pesantren Al-Hadits yang berpusat di Watampone dipimpin oleh Anre Gurutta H.M. Junaid Sulaeman, Pondok Pesanteren Yatsrib yang berpusat di Watang Soppeng dipimpin oleh Anre Gurutta H. Daud Ismail dan Pondok Pesanteren DDI yang berpusat di Parepare yang dipimpin oleh Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Mereka sepakat membentuk badan bernama Badan Kerja Sama antara 4 Perguruan / Pondok Pesantren -pada tahun 1982 M, Pondok Pesantren Al (هيئة التكافل ألربعة جمعيات األسالمية) ‘Urwatul Wutsqa yang dipimpin oleh Anre Gurutta H. Abd. Muin Yusuf beliau adalah alumni MAI Wajo bergabung ke dalam badan ini sehingga menjadi 5 Perguruan / Pondok

149

Pesantren bergabung dalam badan tersebut. Badan Kerja sama inilah yang melahirkan setaraf dengan (معهد الدراسة اإلسالمية العليا) Ma’had al-Dirasah al-Islamiyah al-‘Ulya perguruan tinggi yang langsung bertanggung jawab dalam pengelolaan pembinaan Ulama. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil tempat pelaksanaan proses belajar mengajar di pondok Pesantren DDI pusat Parepare yang ketika itu masing- masing utusan dibiayai oleh pemerintah daerahnya masing-masing. Ditetapkan menjadi Pimpinan Ma’had al-Dirasah al-Islamiyah al-‘Ulya (MDIU) adalah Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dengan sebutan Syekhul Ma’had dan Gurutta K.H. Muh. Abduh Pabbajah ditetapkan sebagai sekertaris Ma’had dengan sebutan Aminul Ma’had. Sejak berdirinya pada tahun 1967 Ma’had Dirasah Islamiyah Ulya (MDIU) hanya dua kali mengadakan Penammatan/Wisuda dengan dua angkatan. Hal ini disebabkan terutama oleh kurang lancarnya pembiayaan dari pemerintah daerah pengutus peserta Lulusan dari perguruan tinggi ini (Ma’had Dirasah Islamiyah ‘Ulya) diberi titel/gelar akademik didepan nama para Alumni ialah Kiyai Muda (KM) setaraf dengan BA atau sarjana Muda, dan harus ditambah lagi penelitian selama 2 tahun untuk gelar Kiyai Penuh setaraf dengan Sarjana Lengkap Drs. Dan bahasa pengantar dalam Ma’had ini adalah Bahasa Arab. Ma’had ini memakai 3 dosen terbang dari jawa yaitu, Prof.Tk. Ismail Ya’qub SH.MA, Prof. K.H. Anwar Musaddat dan Prof. K.H. Abd. Kahar Muzakkir. Pada awal 1983 diusahakan untuk membangkitkannya kembali. Usaha ini dinyatakan dengan menyerahkan pengelolaannya ke pada pesantren Yatsrib (Soppeng) sebagai pelaksana, sehingga ditetapkanlah Anre Gurutta H. Daud Ismail sebagai syekhul Ma’had dan Gurutta H.M. Basri Daud sebagai sekretaris Ma’had. Ini dilakukan berdasarkan konstitusi Hayatu al-Takaful yang menyatakan bahwa kegiatan Ma’had Dirasah Islamiyah Ulya itu dilaksanakan secara bergilir diantara perguruan/pondok Pesantren yang tergabung didalamnya. Selain pembentukan Ma’had Dirasah Islamiyah Ulya, Badan Kerja sama ini juga melakukan kegiatan Hari-hari besar Islam seperti Maulid Akbar dan Isra’ Mi’raj yang dipusatkan secara bergiliran diantara pesantren yang bergabung didalamnya. Kegiatan

150 ini terhenti menjelang pemilu 1977 M berbarengan dengan munculnya kesan bahwa ada kekuatan politik praktis tertentu yang mencoba memanfaatkan momen peringatan Hari-hari Besar Islam yang dilakukan oleh pondok pesantren untuk kepentingan politik. Periode Pemantapan, Periode ini diawali dengan pembangunan kampus II di Kaballangan Kab. Pinrang yang dipimpin langsung oleh Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dan pemindahan kampus Lil-Banin ke Kaballangan kemudian Kampus Lil- Banat dipindahkan ke Ujung Lare Pare-pare. Kepindahan Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle Ke Kaballangan Kabupaten Pinrang ditahun 1977, dan setelah beberapa bangunan berhasil didirikan di pesantren itu. Kemudian Anre Gurutta sendiri memberikan nama dengan Pondok Pesantren “Manahilil Ulum Ad-Dariyah DDI“. Lalu kemudian diresmikan penggunaannya oleh Menteri Agama H. Alamsyah Ratu Perwira Negara pada tanggal 17 November 1978. peresmian itu menandai tahapan kepemimpinannya sebagai pemantapan dalam berbagai pengertian, baik pemantapan eksistensi DDI maupun dalam artian pemantapan pilihan-pilhan politiknya. Tahap pemantapan ini tidak hanya dapat diartikan sebagai fase pemantapan lembaga-lembaga pendidikan serta perguruan yang ada dibawah binaan DDI yang telah tersebar di beberapa propinsi di indonesia, melainkan juga merupakan fase penting dalam mempertegas eksistensi DDI di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan dinamika dalam berbagai aspek kehidupannya, baik sosial politik maupun ekonominya. Peran kepemimpinan Anre Gurutta Ambo Dalle sangat menentukan guna mendapatkan pengakuan dari seluruh komponen masyarakat, baik internal maupun eksternal. Pesantren DDI Kaballangan adalah sebuah lembaga yang secara ideal menjadi tempat Anregurutta Ambo Dalle yang secara fisik bertempat tinggal di pesantren tersebut. Pada periode ini mempertegas sebuah misi yang sejak awal diemban oleh perguruan DDI yakni terus memelihara citra perguruan ini yang berlandaskan kepada pembinaan masyarakat Islam yang dalam istilah resmi organisasi ini sebagai Trilogi DDI: yakni Pendidikan, Dakwah dan Usaha-usaha sosial. Dari sisi lain dalam periode ini, dilakukan peningkatan mutu dan kualitas pendidikan dengan melaksanakan penataran guru-guru dalam berbagai tingkatan mulai

151 dari guru Taman Kanak-kanak sampai pada tingkatanPerguruan Tinggi dengan melibatkan para ahli dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu agama, maupun ilmu- ilmu pengetahuan non agama. Khusus dipesantren, Anregurutta Ambo Dalle memberikan perhatian khusus tentang perlunya bahasa Arab dikuasai oleh para santri terutama tingkat Aliyah dan Perguruan Tinggi sehingga beliau mewajibkan seluruh santri untuk menguasai Bahasa Arab. Hal ini dibuktikan dengan intensifnya pelajaran bahasa arab diluar kelas, baik diwaktu sore, sesudah shalat isya’ setelah pengajian rutin pesantren antara magrib dan isya’, begitupula diwaktu pagi setelah pengajian rutin setelah shalat subuh dan sebelum santri kesekolah dikelas. Dalam mengajarkan bahasa arab beliau menggunakan pengantar bahasa arab untuk tingkatan Aliyah ke atas. Bagi tingkatan Tsanawiyah ke bawah beliau menggunakan pengantar Bahasa Indonesia dan Bugis. Metode yang dipergunakan dalam mengajarkan bahasa arab adalah memperbanyak menghapal mufradat atau perbendaharaan kata-kata bahasa arab dengan mengutamakan seluruh apa yang dilihat sehari-hari seperti alat-alat pelajaran yang ada disekolah apa yang selalu dilihat dirumah dan apa yang dilihat perjalanan, organ atau anggota tubuh dan apa yang biasa dimakan dan diminum dan apa yang dilakukan sehari-hari, kemudian diangkat menjadi muhadatasah atau dipercakapkan oleh para santri dengan menggunakan bahasa arab. Setelah banyak perbendaharaan kata yang dihapal oleh para santri lalu kemudian diajarkan ilmu sharf dan nahwu atau yang disebut dengan Qawaid atau Tata Bahasa (gramatikanya) Untuk tingkatan Ibtidaiyah dan Tsanawiyah diajarkan Kitab Jurumiyah dan Kitab-kitab bahasa arab karangan beliu seperti Kitab Tamrinu Tullab dan Qawaid al-lugah al-Arabiyah, Jami’ al-Durus al-Arabiyah sedangkan santri tingkat Aliyah diajarkan Afiyah ibnu malik dan disuruh hafal baitnya ditambah dengan karangan beliau sendiri. Begitupulah pelajaran-pelajaran lainnya semuanya diintensifkan agar para santri apabila ia tammat dipesantren dapat memiliki ilmu yang memadai dan menjadi modal

152

untuk dipakai mengajar ketika dikirim mengajar dicabang-cabang DDI yang ada didaerah daerah. Periode ini dianggap sebagai periode kemasan perguruan DDI ditandai semakin meningkatnya jumlah santri Pesantern Kaballangan yang mencapai lebih dari 1500 santri yang tidak pernah tercapai sebelumnya, begitupula semakin harmonisnya hubungan pemerintah dengan perguruan DDI khususnya pondok pesantren DDI Kaballangan dimana Anregurutta Ambo Dalle bertempat tinggal dengan silih bergantinya kunjungan Pejabat Negara ke Pondok pesantren DDI Kaballangan maupun Pejabat-pejabat Propinsi dan Daerah dan yang lebih menambah keharmonisan seperti menyatunya pemerintah daerah Kabupaten Pinrang mulai Bupatinya sampai kepada Camat-camat dan Lurah-lurahnya dan seluruh masyarakatnya. Hal tersebut itu terjadi apabila ada acara-acara yang dilaksanakan di pesantren semua turun tangan membantu, baik acara-acara ke DDI-an seperti muktamar dan lain- lain, maupun acara-acara keagamaan seperti acara peringatan hari-hari besar Islam dan acara-acara kemasyarakatan lainnya, nampak menyatu dimana pemerintah dan masyarakat merasakan manfaat kehadiran/keberadaan Pesantren begitupula pesantren merasakan kebersamaan pemerintah dan masyarakatnya. Keadaan ini berlangsung sampai Anregurutta dipanggil keharibaan Allah pada hari jum’at tanggal 29 November 1976. Anre Gurutta meninggal setelah memantapkan Organisasi DDI dari segala lini dan beliau meninggalkan kita warisan yang monumental untuk dilanjutkan. Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle Sebagai Pembela dan Penerus Ajaran Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah. Apa bila kita melihat fakta sejarah tentang dinamika perjalanan dakwah islam maka ditemukan bahwa tidaklah semulus dan seharmonis apa yang diharapkan, namun terjadi perpecahan-perpecahan dikalangan umat Islam tidak jarang terjadi seorang atau sekelompok muslim meneteskan darah saudaranya sendiri akibat dari pertikaian, perpecahan dan perbedaan aliran yang mereka pegangi dan membawa mereka kepada fanatisme yang menganggap yang bukan sealiran salah dan perlu diluruskan dengan berbagai cara kekerasan yang tidak jarang menimbulkan pertumpahan darah antara umat Islam yang bukan sealiran dengannya. Padahal salah satu perinsip ajaran Islam yang harus dipegang oleh umat Islam

153 adalah persatuan, dengan perpecahan inilah yang merupakan salah satu sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam. (Faried Wadjedy, dalam Ahmad Rasyid, 2009 : 149) Akibat dari pada perpecahan dan perbedaan inilah menimbulkan kebingunan masyarakat islam sendiri lalu kemudian menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, siapakah sebenarnya yang patut diikuti. Masyarakat sering mendengar suatu masalah lalu kemudiaan dijawab ini menurut pendapat Ahlus Sunnah wal-Jama’ah atau dengan kata lain mereka itu bukan golongan kita (Ahlus Sunnah wal-Jama’ah). Nah kalau demikian maka sipakah sebenarnya termasuk pengikut Ahlus Sunnah wal-Jama’ah dan siapa yang bukan pengikut Ahlus Sunnah wal-Jamaah. (Ibid, 2009 : 149) Sebelum dijelaskan tentang Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai penerus dan pembela Ahalus Sunnah wal-Jama’ah penulis lebih dahulu ingin menjelaskan tentang paham Ahlus Sunnah wal-Jama’ah kemudian menjelaskan bagaimana Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai penerus dan pembela paham Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Persatuan dan kesatuan merupakan perinsip dasar ajaran Islam sebagaimana dalam QS. Ali ‘Imran ayat : 103. Hal ini telah diamalkan oleh kaum muslimin dizaman Rasulullah SAW masih hidup dalam segala bidang baik bidang politik, sosial, ekonomi, hukum dan budaya maupun bidang agama khususnya masalah pemikiran Aqidah dan Fikhi. Hal ini disebabkan karena para sahabat mengamalkan apa yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi-Nya tanpa banyak bertanya, QS. Al-Ma’idah ayat : 101 يآ أيها الذين آمنوا ال تسألوا عن أشيآء إن تبدلكم تسؤكم ، وإن تسألوا عنها حين ينزل القرءان تبد لكم ، عفا هللا عنها ، وهللا غفور حليم. Terjemahannya ; Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menanyakan (kepada nabimu) hal –hal jika diterangkan kepadamu niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan diwaktu Al-Qur’an itu sedang diturunkan,niscaya diterankan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu, Allah Maha Pengampung lagi Maha Penyantun. Begitupulah QS. al-Nisa’ ayat : 59. يآأيها الذين آمنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولى األمر منكم ، فإن تنازعتم فى شيئ فردوه إلى هللا والرسول إن كنتم تؤمنون باهلل واليوم اآلخر ، ذالك خير وأحسن تأويال.

154

Terjemahannya ; Hai orang-orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Umat Islam dizaman Rasulullah SAW betul-betul berpegang kepada kedua ayat ini dan pengarahan Rasulullah SAW, sehingga mereka hidup dalam persatuan dan kesatuan dalam segala bidang dan memelihara persatuan tersebut. Namun semasa hidup Rasulullah SAW beliau telah mensinyalir akan terjadi perpecahan diantara kaum muslmin sebagaimana dalam haditsnya antara lain : 1- عن عوف بن مالك قال : قال رسول هللا صل هللا عليه وسلم إفترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة وسبعون فى النار ، وافترقت النصارى على ثنتين وسبعين فرقة فإحدى وسبعون فى النار وواحدة فى الجنة ، والذى نفس محمد بيده لتفترقن أمتى على ثالث وسبعين فرقة واحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار ، قيل يارسول هللا من هم ؟ قال الجماعة. Terjemahannya : Dari Auf bin Malik berkata, Rasulullah SAW. telah bersabda : Yahudi telah terpecah atas tujuh puluh satu golongan, satu dalam surga dan tujuh puluh dalam neraka. Umat Nasrani telah terpecah atas tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu dalam neraka dan satu dalam surga. Demi yang menggengam jiwa Muhammad, Umatku pasti akan terpecah atas tujuh puluh tiga golongan, satu dalam syurga dan tujuh puluh dua dalam neraka, dikatakan, Ya Rasulullah, siapakah mereka golonga yang satu itu? beliau menjawab “ Jama’ah “

2 -...... وإن بنى اسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة ، وتفترق أمتى على ثالث وسبعين ملة كلهم فى النار اال ملة واحدة ، فقالوا : ومن هى يارسول هللا ؟ قال : ما أنا عليه وأصحابى. قال أبو عيس (الترمذى) هذا الحديث مفسر غريب النعرفه مثل هذا اال من هذا الوجه. رواه الترمذى Terjemahannya. …… Dan dari Bani Israil terpecah atas tujuh pulu dua sekte, dan umatku terpecah atas tujuh puluh tiga sekte, semuanya dalam neraka kecuali satu sekte. mereka para sahabat bertanya : Siapakah itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, yang berpegang pada pegangan saya dan sahabat-sahabat saya. Abu ‘Isa (al-Tarmizi) berkata : Hadits ini adalah mufassar dan garib, kami tidak mengetahui hadits seperti ini kecuali dari jalur ini.

155

3 - ستفترق أمتى على ثالث وسبعين فرقة ، الناجية منها واحدة ، والباقون هلكى ، قيل ، ومن الناجية ؟ قال : أهل السنة والجماعة ، قيل ومن أهل السنة والجماعة قال : ما أنا عليه اليوم وأصحابى Terjemahannya, Umatku terpecah atas tujuh puluh tiga golongan dan yang selamat dari padanya adalah satu, sedang yang lainnya adalah binasa. Dikatakan Siapakah yang selamat itu ? Nabi berkata : Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, dikatakan, siapakah Ahlus Sunnah wal-Jama’ah itu ? Beliau berkata : yang berpegang pada pegangan saya sekarang dan sahabat-sahabat saya. Berdasarkan hadits-hadits yang telah dikemukakan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa umat Islam akan terpecah atas tujuh puluh tiga golongan, ketujuh puluh tiga golongan itu, menurut M. Fu’ad Abd. Baqi’ perpecahan itu dibidang Aqidah (Ushul) dan bukan dibidang Fiqhi (Furu’). Dari ketujuh puluh tiga golongan itu, hanya satu yang selamat, sedangkan yang lainnya celaka dan masuk neraka. Golongan yang selamat itu ialah Jama’ah (Ahlus Sunnah wal- Jama’ah). Lalu kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah mengenal Ahlus Sunnah Wal- Jama’ah itu? dan siapa siapakah pengikut dan pembela Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Dalam bahasan ini penulis ingin mengemukakan bagaimana pengenalan terhadap Ahlus Sunnah wal-Jama’ah melelui metode analisis atas dasar refrensi-refrensi Islam, baik klasik maupun kontemprorer.

Pokok-pokok Pikiran. 1. Menurut ulama (Teolog Islam) Ahlus Sunnah wal-Jama’ah adalah suatu aliran atau madrasah dalam Islam yang memiliki sistem tersendiri dalam memahami nilai-nilai Aqidah Islam. 2. Sejarah Islam menilai bahwa istilah “Ahlus Sunnah wal-Jama’ah adalah jempolan terhadap jama’ah mayoritas Islam yang tidak pernah meleset dari garis tengah ajaran tengah yang dituntut oleh pembawa wahyu. 3. Fuqaha (Ahli Hukum Islam) dan Muhadditsin (Ulama Hadits) memproklamirkan bahwa Ahlus Sunnah wal-Jama’ah diartikan sebagai : “Pengikut sunnah dan jama’ah mayoritas Islam, golongan yang selamat, memelihara kemurnian Islam, baik aqidah maupun fikhinya, tidak pernah meleset dari rel ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW”.

156

4. Mayoritas Islam kontemporer menganggap bahwa Ahlus Sunnah wal-Jama’ah adalah simbol sebuah metode memahami ajaran islam dari rujukan aslinya yang bertujuan menciptakan suatu sistem nilai yang bisa dijadikan anutan dalam mengembang tugas- tugas keislaman. 5. Kebanyakan orientalis mengira bahwa Ahlus Sunnah wal-Jama’ah (Sunities) adalah aliran ortodoks Islam yang bersifat konservatif, menjunjung tinggi nenek moyang yang sulit menerima modernisasi. (Syamsul Bahri, dalam Ahmad Rasyid, 2009 : 169) Apabila dianalisa tentang Ahlus Sunnah wal-Jama’ah maka Fakta sejarah mengatakan bahwa istilah Ahlus Sunnah wal-Jama’ah bukanlah suatu konsensus para anggotanya melalui muktamar atau seminar ataupun pertemuan dan sebagainya. Tetapi analisis sepakat bahwa istilah ini muncul dan populer dikalangan umat Islam setelah berakhirnya masa Khalifah Ali Karramallahu Wajehahu (Khalifah ke IV). Tragedi yang terjadi pada waktu itu cukup merata dikenal oleh ummat Islam melahirkan dua kelompok besar, yaitu kelompok yang menamakan diri Khawarij yang mengambil syi’ar Kelompok ini pada mulanya bertendensi politik setelah “ الحكم اال للــــــــــــه “ : dengan tema terjadinya perang Shippin antara pasukan Ali (Khalifah ke empat) dan pasukan Mu’awiyah yang diakhiri dengan keputusan Arbitrasi melalui delegasi kedua belah pihak yang akhirnya dimenangkan oleh delegasi Mu’awiyah dengan penuh siasat dan tipu muslihat dan mengangkat Muawiyah sebagai pemimpin dan menjatuhkan Ali yang mengakibatkan penolakan dan tidak diinginkan oleh pihak Ali. Akibat penolakan ini, dari pihak Ali terbagi kepada dua kelompok, lalu kemudian kelompok pertama dari pihak Ali yang tidak menyetujui keputusan Arbitrasi tersebut dan menganggap kedua belah pihak meleset dari hukum Allah dan kelompok ini menuntut/menginginkan pergantian kepemimpinan islam secara mendadak melalui suara terbanyak. Sedang kelompok kedua adalah mayoritas umat Islam yang masih berusaha menyelesaikan pertikaian dari dalam dan dari luar demi memelihara kesatuan umat Islam. Mereka mengaharapkan kesepakatan bersama untuk menyelesaikan masalah politik, termasuk masalah pemerintahan (Kekhalifaan) kelompok mayoritas islam ini secara maksimal mengusahakan terwujudnya kesatuan umat.

157

Menurut mereka terjadinya tragedi ini bermula dari pembunuhan Khalifah III (Utsman bin ‘Affan) adalah sebab ekstern (dari pihak ketiga) yang sengaja meronrong kesatuan umat. Namun dalam perkembangannya, dalam kelompok kedua ini, muncul pula orang-orang yang mengedepankan perasaan ‘ashabiyah yang didukung oleh rasa dan kasih sayang terhadap Khalifah Ali Karramallahu Wajhahu. Akhirnya membentuk suatu grup pendukung Ali, (Syi’atu Ali) dari grup inilah cikal bakal berkembangnya golongan Syi’ah yang dikenal sampai sekarang. Namun usaha pemersatu umat Islam dari selain dua kelompok yang telah terbentuk (Khawarij dan Syia’atu Ali) masih sebagai mayoritas dan tetap berusaha dan berjalan lancar malah mewarnai masyarakat islam pada waktu itu sehingga dikenal dengan Ahlul Jama’ah, pendukung persatuan jama’ah kaum muslim. Menurut Abu Ja’far Al-Thahawi (321 H) dari kelompok inilah yang berkembang akhirnya dijuluki sebagai Ahulus Sunnah wal-Jama’ah. Penambahan kata “Sunnah“ baru populer setelah terjadi mihnah Kubra yang berkaitan dengan akidah yang terjadi pada waktu berjayanya golongan Mu’tazilah, ingin memasukkan ide tertentu secara indoktrinisasi termasuk masalah yang tersohor yaitu, kemakhlukan kalam Ilahi (Al-Qur’an) sehingga Ahmad Ibnu Hambal (241 H) pada waktu digelar sebagai imam atau pemimpin Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, dengan buah karangannya yang dikenal “ Aqidah Ahlus Sunnah wal-Jama’ah “ dan Abu Hasan Asy’ary (330 H) sendiri mengangkat Ahmad Ibnu Hambal sebagai panutan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah sebagaimana yang tercantum dalam kitabnya “Al-Ibanah Fi Ushuli Diyanah “, Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa Ahlus Sunnah wal-Jama’ah adalah bermula dari Imam Ahmad Ibnu Hambal, karena ulama sebelumnya seperti Hasan Al-Bashri (110 H), Abu Hanifah (150 H), sudah dijuluki sebagai Imam Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Al-Hasan al-Basri dikenal sebagai Imam Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah setelah terjadinya I’tizal (pemisahan diri) Kedua muridnya Washil dan ‘Amar, yang akhirnya keduanya membentuk suatu aliran baru yang dikenal sebagai aliran Mu’tazila. Abu Hanifah juga dikenal sebagai Imam Ahlus Sunnah wal-Jama’ah pada zamannya dengan munculnya buku beliau yang terkenal “ Al-Fiqhul Al-Akbar “. Dan justru beliau dikenal sebagai pencetus ilmu Fikhi dikalangan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah Sebagaimana Muhammad bin Idris Al-Syafi’iy (204 H) dikenal sebagai penemu ilmu Ushulul Fiqhi di dunia Islam melalui

158 buah tangannya “ Al-Risalah “ Imam Malik bin Anas (179 H) pernah ditanya tentang definisi Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, beliau menjawab mereka adalah kelompok/jama’ah kaum muslimin yang tidak mempunyai laqab (pengenal) kecuali Islam, bukan golongan jahamiyah, bukan pula golongan rafidhah (dari Golongan syi’ah) dan bukan pula golongan Qadariyah (dari golongan mu’tazilah). Metode memahami akidah islam menurut konsep Ahlus Sunnah wal-Jama’ah telah diteliti oleh Abul Qasim Al-Lakay (408 H) dalam kitabnya Ushulul I’tiqad Ahlus Sunnah wal- Jama’ah yang disimpulkan sebagai berikut : Pertama : Mengikuti nash Al-Qur’an dan Hadits shahih dalam setiap permasalahan aqidah, tidak menolak sedikitpun ajaran yang terkandung didalamnya atau tidak mentakwilkan maknanya kepada pengertian yang disesuaikan dengan keinginan tertentu. Kedua : Konsisten dalam menelusuri dan mengamalkan kesepakatan (Ijma’) para sahabat (Salafus Shalih) tanpa mengecilkan atau menodai nama baik mereka. Ketiga : tidak sembarangan berdialoh, berdiskusi dengan orang-orang sesat (Ahli bid’ah) menyadari mujadalah bil lati hiya ahsan dan kritikan obyektif. Keempat : Menyadari keterbatasan jangkauan akal dalam peroblematika aqidah sehingga mas’alah yang sulit dijangkau oleh akal, seperti mas’alah gaib (sam’iyat) analisis semata tidak terlalu diandalkan. Kelima : berusaha keras memelihara kesatuan jama’ah muslimin dan mengemukakan persoalan akidah secara utuh, sederhana (mudah dipahami) dan meyakinkan. (Ibid, 2009 : 172) Setelah mengemukakan Pokok-pokok Pikiran Ahlus sunnah wal-Jama’ah dan pengenalan mengenai siapa kelompok Ahlus Sunnah wal-Jama’ah dan para pembela dan penerusnya, begitupula konsep Ahlus Sunnah wal-Jama’ah dalam metode memahami ajaran Islam Khususnya bidang Aqidah dan Fiqhi, maka dapatlah penulis meyakini bahwa Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle adalah termasuk pembela dan penerus paham/aliran Ahlus Sunnah wal-Jama’ah di abad ini. Karena beliau telah mengamalkan pikiran/ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari segala segi pandangan keislaman baik dibidang Aqidah, Fikhi maupun dibidang Akhlak dan Tasawwuf. Begitupula pula Anre Gurutta Ambo Dalle Dalam memahami Ajaran Islam mengamalkan metode yang disepakati oleh para ulama Ahlus Sunnah wal-jama’ah

159 sebagaimana dalam kitabnya Mursyidu al-Tullab ditulis dalam bentuk bait dengan 500 bait yang mengandung tentang dasar-dasar Ilmu Ushul fiqhi, begitu pulah kitabnya Maziyatu Ahlus Sunnah wal-Jama’ah yang berisi tentang penjelasan dan pengenalan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah dan kitabnya Al-Qaulus Shadiq fi Ma’rifat al-Khaliq yang isinya tentang Tasawuf dan Akhlak menurut faham Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Disamping itu, beliau pernah berceritra tentang mimipi yang pernah terjadi pada dirinya ketika masih bersama dengan Anre Gurutta H.M. As’ad di Sengkang, Anre Gurutta menuturkan bahwa saya melihat diriku berjalan bersama-sama dengan teman-teman saya (banyak orang) menujuh kesebuah bukit. Sesampainya dibukit tersebut, lalu saya terus mendaki kepuncak bukit itu, teman-teman saya yang lain tidak ada yang mampu mengikuti saya dan mereka tertinggal dibawah. Dipuncak bukit itu ada dipasang tenda besar laksana mau diadakan upacara besar-besaran. Disalah satu bagian tenda itu saya melihat beberapa wajan diatas tungku yang masih menyala. Anre Gurutta bertanya kepada tukang masaknya apa itu yang dimasak dalam wajan itu, tukang masak menjawab itu adalah berisi bubur yang terbuat dari ramuan kitab-kitab Ahlus Sunnah wal-jama’ah yang disiapkan untuk para tamu Ulama Ahlus sunnah wal-Jama’ah yang datang nanti mengisi tenda ini. Setiap wajan memiliki nama kitab dari cabang Ilmu tertentu. Lalu kemudian saya minta izin untuk mencicipinya. Ketika saya mencicipinya salah satu isi wajan tersebut/memakannya serentak isi wajan yang lain ikut termakan oleh saya dan habis ludes semua isinya. saat terbangun semua isi kitab-kitab tersebut saya hapal dan memahaminya dengan baik. Kemudian mimpi tersebut saya sampaikan kepada Anregurutta Puaji Sade (K.H. M. As’ad) Anre Gurutta Puaji Sade mengatakan kamulah Ambo Dalle yang ke IV yang memiliki ilmu yang berberkah meneruskan dan membela ajaran Ahlus Sunnah wal- Jama’ah yang dibawakan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya. Penulis waktu itu bertanya kepada Anre Gurutta apa maksud kata-kata Anre Gurutta Puaji Sade kamulah Ambo Dalle yang ke IV. Kemudian Anre Gurutta Ambo Dalle melanjutkan ceritanya bahwa “Kakeknya Gurutta As’ad adalah salah seorang ulama berdiam di Mekkah, suatu saat dibulan Ramadhan diturungi Lailatul Qadri yaitu melihat cahaya dari langit turun tembus kehatinya neneknya Gurutta Puaji Sade berdoa kepada Allah agar diberikan Ilmu yang berberkah tujuh keturunan. Jadi yang pertama mendapatkan itu adalah neneknya sendiri,

160 kemudian yang ke II adalah bapaknya gurutta Puaji Sade kemudian yang ketiga adalah Gurutta Puag Aji Sade sendiri dan ke empat adalah Anre Gurutta Ambo Dalle. Penulis mengatakan jadi masih ada tiga lagi dibelakangnya Anre Gurutta beliu mengatakan ia masih ada tiga lagi, namun sampai Anre Gurutta Ambo Dalle meninggal tidak pernah ditentukan siapa berikutnya yang menjadi kelima, keenam dan ketujuh menurut hemat penulis pelanjut itu (yang ke V, VI, dan ke VII akan muncul sendiri. Namun anre Gurutta sering mengatakan akan ada sebelum saya meninggal sebagai penerus yang memiliki ilmu pengetahun yang berberkah. Jadi penulis semakin yakin bahwa Anre Gurutta Adalah penerus dan pembela Ahlus Sunnah wal-jama’ah dan itu dapat dilihat bagaimana Anre Gurutta gigih mengaplikasikan Ajaran Ahlus Sunnah wal-Jama’ah baik melalui organisasi DDI yang memang dibentuk oleh Ulama- ulama Ahlus Sunnah wal-Jama’ah dan dapat dikatakan bahwa organisasi DDI adalah institusi Ahlus Sunnah wal-Jama’ah yang didalam Anggaran dasarnya pada bab I pasal 2 menyatakan bahwa organisasi ini beraqidakan Islam, berhaluan ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Begitupulah gigih mengajarkan ajaran Ahlus Sunnah wal-Jama’ah baik dipesantren-pesantren madrasah- madrasah, sekolah-sekolah diperguruan tinggi dibawah naungan DDI maupun dalam menyiarkan dakwahnya ditengah-tengah masyarakat.

161

BAGIAN KEEMPAT.

Nilai dan Ajaran Hidup Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle.

Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle sebagai Hakekat Ke-DDI-an DDI adalah saya dan saya adalah DDI. Milikku adalah milik DDI dan milik DDI bukan milikku. Demikian pernyataan Anre Gurutta sering diungkapkan dalam pertemuan-pertemuan ke DDI-an baik pertemuan tingkat muktamar maupun musyawarah-musyawarah tingkat wilayah, daerah dan cabang, bahkan terkadang dipengajian pesantren sehingga tidak ada seorang dari warga DDI tidak mengetahui pernyataan Anre Gurutta ini. Pernyataan ini menimbulkan pemahaman dan interpretasi berbeda-beda dari kalangan warga DDI. Namun demikian penulis yang pernah mendampingi Anre Gurutta selama 30 tahun 1966- 1996 M selama mendampingi beliau penulis banyak mendengar penjelasan dari beliau sendiri tentang kedua hal tersebut, begitu pula penulis menyaksikan kehidupan beliau sendiri selama memimpin DDI, pernyataan Anre Gurutta itu adalah merupakan “Dua Temmalaisenna enrengnge tellu temmassaranna Anre Gurutta” Artinya, Dua unsur tidak dapat dibedakan, dan tiga unsur tidak dapat dipisahkan, itulah sebenarnya diri pribadi Anre Gurutta Ambo Dalle dalam mengelolah DDI. Apabila kita melihat kehidupan Anre Gurutta dalam mengelola DDI maka dapat dikatakan bahwa Anre Gurutta sebenarnya adalah penjelmaan dan karakter DDI secara keseluruhan atau dengan kata lain Anre Gurutta adalah DDI yang berjalan-jalan sehingga sulit dibedakan antara Anre Gurutta dengan DDI atau DDI dengan Anre Gurutta. Bahkan muncul ungkapan dikalangan masyarakat yaitu, ”Barakka’na Gurutta atau Baraka’na DDI” Sehingga ketika Anre Gurutta meninggal, penulis selalu ungkapkan bahwa Anre Gurutta sebenarnya tidak meninggalkan kita akan tetapi yang meninggal adalah H. Abd. Rahman Ambo Dalle secara fisik dipanggil menghadap keharibaan Allah Yang Maha Rahman dan meninggalkan kepada kita DDI sebagai warisan monumental yang tetap menyatu dengan Anre Gurutta. Oleh karena itu mendukung DDI adalah mendukung Anre Gurutta Dan mendukung Anre Gurutta adalah mendukung DDI. Dan kepada warga DDI dan masyarakat pada umumnya jangan

162 kendor mendukung DDI dengan meninggalnya Anre Gurutta Ambo Dalle, karena DDI adalah Anre Gurutta dan Anre Gurutta adalah DDI. Itulah pemahaman dan interpretasi penulis terhadap pernyataan Anre Gurutta “DDI adalah saya dan saya adalah DDI”. Itulah yang dimaksud penulis “Dua Temmalaisenna” (dua unsur tidak dapat dibedakan) karena menyatu dalam oknum. Fakta lain yang menguatkan pemahaman dan interpretasi penulis diatas adalah “Tellu Temmassaranna Anregurutta” (tiga unsur tidak dapat dipisahkan). Agar ungkapan ini lebih mudah dipahami, penulis lebih dahulu mengemukakan wasiat Rasulullah SAW. Yang diwasiatkan kepada umatnya yang diberi nama dengan “Tsulatsiat al-Muqaddasah” (Tri suci dalam hidup) melalui para sahabatnya. Sebuah hadits yang diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW disuatu hari duduk bersama dengan keeempat shahabatnya yaitu, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Rasulullah SAW ingin memberikan pelajaran yang bermanfaat untuk dijadikan cahaya yang menerangi jalannya agar mereka sampai kepada Tuhan-Nya Dengan cara mendidik, Rasulullah SAW memandang sahabatnya Abu Bakar Ashshiddiq R.A. lalu baginda Nabi bertanya kepadanya, Hai Abu Bakar apakah kamu masih mencintai dunia? Abu Bakar menjawab: Ya, aku mencintai dunia karenamu ya RasulAllah dalam tiga hal yaitu, ingin selalu memandangmu, duduk bersama dengan kamu dan menafkahkan hartaku kepadamu. Kemudian Rasulullah SAW memandang kepada Umar R.A. dan mengatakan kepadanya, engkau ya Umar apakah kamu mencintai dunia? Umar menjawab : Ya, aku mencintai dunia karenamu dalam tiga hal, yaitu, memerintahkan kebaikan sekalipun secara rahasia, mencegah kemungkaran sekalipun secara terang-terangan dan mengatakan yang benar sekalipun pahit. Kemudian Rasulullah SAW memandang kepada Utsman R.A. Hai Utsman apakah kamu masih mencintai dunia? Utsman menjawab: Ya, aku mencintai dunia karenamu dalam tiga hal, yaitu, memberi makan, menyebar luaskan perdamaian dan shalat malam beberapa rakaat disaat manusia dilalap ketiduran. Kemudian Rasulullah SAW memandang kepada Ali KarramAllahu Wajhahu (KW) seraya berkata kamu Ali, apakah kamu masih mencintai dunia? Ali menjawab: Ya, aku mencintai dunia

163 karenamu ya Rasulullah dalam tiga hal juga yaitu, menghormati tamu, berpuasa dimusim panas dan dan menebas leher orang-orang musyrik dengan pedang. Kemudian setelah itu, Rasulullah SAW mengatakan kepada mereka bahwa saya juga mencintai duniamu tiga hal yaitu, memakai parfum (wangi-wangian), menghormati wanita dan kebahagiaanku dalam shalat. Diriwayatkan pula, bahwa setelah itu, malaikat Jibril diperintahkan oleh Tuhan turun kepada Majlis Rasulullah SAW dan menyampaikan salam Tuhan-nya dan mengatakan kepadanya bahwa Tuhanmu juga mencintai tiga hal yaitu, Lidah yang senantiasa berzikir, Hati yang selalu bersyukur dan Jasad yang sabar terhadap bala’ (cobaan). Lalu kemudian malaikat Jibril juga tidk ketinggalan menyatakan, saya juga mencintai tiga hal yaitu, menyampaikan risalah menunaikan amanah dan mencintai orang miskin. Ketika para Imam Mazhab mengetahui tiga suci kehidupan ini, maka Imam Abu Hanafi bin Tsabit Al-Nu’man (Imam Hanafi) mengatakan aku mencintai dunia dalam tiga hal yaitu, memperoleh ilmu sepanjang malam, menghindari keangkuhan dan egoisme dan hati yang tidak terpengaruh kepada dunia. Kemudian Malik bin Anas (Imam Malik) berkata, saya mencintai dunia dalam tiga hal yaitu, berdampingan dengan raudhah Rasulullah SAW tetap pada bumi dan Sahabat-sahabat Rasulullah SAW, dan menghormati keluarganya. Kemudian Ahmad ibnu Hambal (Imam Hanbali) berkata aku mencintai dunia dalam tiga hal pula yaitu, berpegang kepada Hadits –hadits Rasulullah SAW, mengambil berkah dengan cahayanya dan bertingkah laku sesuai sunnahnya. Kemudian Muhammad bin Idris Al-Syafi’iy (Imam Syafi’i) mengatakan aku juga mencintai dunia dalam tiga hal pula yaitu, bergaul dengan halus dan lemah lembut, meninggalkan hal-hal yang membawa beban dan memberatkan dan bertingkah laku sesuai Akhaq Tashawwuf. Ketiga suci kehidupan yang mubarak ini memberikan pelajaran kepada kita untuk bagaimana cara menyikapi dunia dan segala pengaruhnya dan kita juga dapat mencontoh kepada mereka dengan bertanya kepada diri kita sendiri seolah-olah pertanyaan itu dari Rasulullah SAW. Bahwa apakah kita mencintai dunia atau bagaimana menyikapi dunia ini agar kita selamat dari kehidupan dunia yang penuh tipu daya dan rekayasa, sebagaimana dalam QS.Lukaman ayat:33 dan QS. al-Hadid ayat:20, dan lain-lain.

164

Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dalam kehidupannya, menurut penulis yang telah mendampingi 30 tahun bahwa beliau dalam hidupnya ada beberapa hal yang menjadi prioritas yang menjadi dunianya. Penulis melihat ada tiga hal yang paling menonjol dalam keduniaannya yang kalau bukan lagi ketiga hal itu, niscaya dunia ini baginya tidak ada nilainya lagi. Yang pertama adalah : Mengajar tanpa diikat oleh waktu dan ruang / kapan dan dimana saja (Pendidikan), yang kedua : Berdakwah tanpat diikat oleh tempat dan sasaran dan yang ketiga adalah : Usaha-Usaha sosial tanpa diikat oleh orang-orang tertentu. Ketiga inilah yang merupakan dunianya Anre Gurutta Ambo Dalle. Beliau pernah berceritra bahwa dirinya ketika di Mangkoso pernah didatangi sejumlah Wali Allah mengajak Anre Gurutta untuk bergabung menjadi Wali-wali Allah yang tersembunyi dan tidak nampak (tidak lagi bersama dengan anak santri dan masyarakatnya), beliau menyatakan tidak bersedia dengan alasan bahwa kalau saya menjadi begitu maka saya tidak lagi mengajar (kegiatan pendidikan), berdakwah dan membantu orang-orang melalui usaha-usaha sosial. Lalu kemudian tiga suci yang paling menonjol dalam hidupnya dan merupakan dunianya Anre Gurutta sebagaimana tersebut, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, yaitu ”Tellu Temmassarangna Anre Gurutta” dan ini dijadikan sebagai trilogi DDI dalam berkiprah untuk mencapai tujuan DDI dan menjadi kepribadian dan karakter DDI. Adapun pernyataan Anre Gurutta “Milikku adalah miliknya DDI dan milik DDI bukan milikku” pernyataan ini menunjukkan bahwa Anre Gurutta bukan saja seluruh hidupnya dihibahkan kepada DDI. Bahkan harta miliknya pun menjadi milik DDI. Artinya harta benda yang menjadi hak milik Anre Gurutta dapat dipakai untuk kepentingan DDI. Tapi kalau DDI sudah tidak memakainya lagi, maka itu kembali kepada pemiliknya Yaitu Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle dan setelah meninggal, harta tersebut menjadi hak penuh ahli warisnya. Makanya itu Anre Gurutta sebelum meninggal telah memisahkan yang mana milik pribadinya yang akan menjadi warisan bagi ahli warisnya dibelakang (anak-anaknya) dan yang mana milik DDI. Jadi milikku adalah milik DDI maksudnya miliknya Anre Gurutta dapat dipakai oleh kepentingan DDI demikian gurutta memberi penjelasan tentang hal tersebut. Jadi dengan penjelasan yang telah diungkapkan oleh penulis, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya Anre Gurutta Ambo Dalle adalah sebagai hakekat ke DDI-an yang tidak

165 dapat dibedakan dan dipisahkan. Karakter Anre Gurutta ini perlu menjadi panutan bagi warga DDI dan semua masyarakat yang simpati kepada DDI, karena hanya yang demikian DDI dapat eksis dan melaksanakan perannya.

Ajaran Tasawwuf dan Thareqat AGH. Abd. Rahman Ambo Dalle. Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian ketiga tentang pemikiran Anre Gurutta tentang Tasawwuf bahwa Tasawwuf itu terbagi kepada dua bagian yaitu Tasawwuf Falsafi Nazari dan Tasawwuf Akhlaki Amali. Ajaran Tassawwuf Anre Gurutta cenderung kepada Tasawwuf Akhlaki Amali yang orientasinya banyak mempersoalkan pensucian jiwa dan hati, pengamalan akhlak mulia serta pendekatan diri kepada Allah SWT. Tasawwuf menurut Anre Gurutta Ambo Dalle bukanlah merupakan prinsip ajaran Islam tetapi hanya merupakan sistim pelaksanaan syari’at Islam agar seorang hamba mampu meresapi ‘ubudiyahnya kepada pencipta-Nya sehingga tercermin tingkah lakunya yang sesuai dengan ajaran Islam, menurutnya bahwa Tasawwuf itu adalah pengamalan akhlakul karimah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Melalui pensucian jiwa dan ta’abbudiyah serta ingatan kepadanya dan bukan ajaran Tasawwuf yang orientasinya menuju kepada Aliran radikalisme dan liberalisme Tasawwuf yang pernah dikembangkan oleh Abu Yazid al-Bustani dengan teori Ittihadnya, Husain ibnu Manshur al-Hallaj dengan teori Hululnya dan Muhyiddin ibnu Arabi dengan teori Wihdat al-Wujudnya. Ketiga teori tersebut telihat pada ajarannya yang berujung pada penafikan realitas konkrit manusia seperti terlihat pada konsep maqamatnya yang tidak ada lagi wujud kecuali wujud Tuhan atau dengan kata lain bersatunya wujud manusia (hamba) dengan wujud Tuhan atau kondisi tidak ada lagi jarak antara hamba dan Tuhan dan bisa bersatu dengan anggapan bahwa unsur yang ada dalam diri manusia yaitu Lahut (unsur ketuhanan) dan ruh adalah min amri rabbi (Al-‘Abid wal-Ma’budu wahid) yang menyembah dan yang disembah menjadi satu. Anre Gurutta mengoreksi ajaran ini dengan mengatakan bahwa yang benar adalah (Al-‘Abid wahid wal-Ma’budu wahid) yang menyembah satu unsur dan yang disembah satu unsur. Jadi hamba dan Khalik tidak mungkin bersatu namun bisa bersama.

166

Apabila kita ingin menelaah ajaran Tasawwuf Anre Gurutta Ambo Dalle, maka dapat kita menelusuri kitab Al-Qaulu al-Shadiq fi Ma’rifati al-Khaliq yang ditulisnya sendiri sebagai pengamalan Tasawwufnya. Dalam kitab tersebut Anre Gurutta mengemukakan beberapa Konsep/Ajaran seperti Konsep Hamba dan Ta’abbudiyah, Konsep tentang Zikir (ingatan), Konsep tentang Hakikat dan Ma’rifat, Konsep tentang Mahabbat, Konsep tentang Kehidupan, Konsep tentang pengendalian Hawa Nafsu, dan Konsep tentang menghadapi Kematian. Konsep- konsep tersebut penulis kemukakan sebagai berikut :

A. Konsep Hamba dan Ta’abbudiyah Dalam mengawali konsepnya tentang Hamba dan Ta’abbidiyah Anre Gurutta Ambo Dalle mengawali dengan mengutip firman Allah dalam QS. Al-Zariyat ayat 56 وما خلقت الجن واإلنس إال ليعبدون Terjemahannya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku. Jadi setiap manusia yang tidak melakukan penyembahan kepada Tuhannya, ia termasuk golongan manusia-manusia yang menyia-nyiakan keberadaan dan kesempatan hidupnya dan mengingkari ni’mat-ni’mat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Jadi beribadah kepada Tuhan adalah tujuan hidup manusia dan wajib bagi manusia untuk mewujudkannya sebagaimana Firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 21 : يآ أيها الناس اعبدوا ربكم الذى خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون Terjemahnya : Wahai sekalian manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan manusia-manusia sebelum kamu semoga kamu bertaqwa. Jadi sudah menjadi kewajiban bagi setiap manusia menyembah Tuhannya dengan taat dan patuh kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar dia menjadi manusia yang bertaqwa. dan sesungguhnya orang yang bertaqwa senantiasa mendapat petunjuk dan bimbingan dari pada-Nya. Firman Tuhan QS. al-Anfal ayat 29 يآ أيها الذين آمنوا إن تتقوا هللا يجعلكم فرقانا ويكفرعنكم سيئآ تكم ويغفرلكم وهللا ذوا لفضل العظيم

167

Terjemahannya, Wahi orang-orang yang beriman jika kamu bertaqwa Niscaya Dia (Tuhan) akan memberikan kamu petunjuk yang dapat membedakan antara yang hak dan bathil dan menghapuskan dosa-dosamu dan mengampunimu dan Dia (Allah) yang memiliki kemuliaan yang besar. Orang yang telah memiliki taqwa yang mendalam maka segala bentuk pengabdiannya/penyembahannya baik dalam bentuk zhahir maupun dalam bentuk bathin semuanya dengan mudah dapat dilaksanakan. Melaksanakan ibadah zhahiriyah begitupula ibadah bathiniyah itulah merupakan penemuan hakekat penyembahan (ta’abbud) terhadap Allah SWT. Dan orang –orang yang telah menemukan hakekat ta’abbidiyah terhadap Allah SWT adalah orang yang telah menemukan hakikat dirinya dan selanjutnya ia akan mengenal Tuhannya. Sebagaimana arah pengertian yang diisyaratkan ungkapan para ahli Tasawwuf “من عرف نفسه فقد عرف ربه”. Terjemahannya, Barangsiapa yang mengenal dirinya maka sungguh ia mengenal Tuhannya. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle adapun yang dimaksud dengan ”mengenal dirinya” adalah dipahaminya bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT. Dengan manifestasi dalam bentuk dilaksanakannya perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya. Jadi bukan yang dimaksud mengenal dirinya dengan mengetahui sumber awal kejadian manusia unsurnya terdiri dari sarinya : Tanah, Api, Air dan Angin atau semisalnya yaitu dari: Waddi, Mazzi, Mani dan Manika. Begitupula kepercayaan yang dikaitkan dengan tubuh kasarnya Adam atau tubuh halusnya Muhammad nyawanya Nurung, Nurung berasal dari Allah SWT. Atau ia bertubuh Muhammad dan masih banyak (محمد) .dengan kepalanya Mim dadanya ha’ pusatnya mim dan kakinya dal lagi keyakinan dan kepercayaan yang salah yang sama sekali tidak bersumber dari ajaran Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep Anre Gurutta tentang hamba, dimana seorang hamba berkewajiban menyembah kepada Tuhannya dan mewujudkan dalam hidupnya yaitu Ta’abbud dan patuh tehadap perintah Tuhannya dan menghindari segala larangannya. Penghambaan dan kepatuhan hamba terhadap Tuhannya adalah suatu kewajiban mutlak yang tidak dapat ditawar dan sudah menjadi fitrah manusia. Sedangkan pengingkaran

168

Ta’abbud dan kepatuhan terhadap Tuhannya berarti ia mengingkari dirinya sebagai ciptaan dan meleset dari pada tujuan diciptakannya. Anre Gurutta Ambo Dalle membagi ibadah atau pengabdian itu kepada dua bagian sebagai berikut : 1. Pengabdian Zhahir (jasmani) yaitu, Ibadah jasmani seperti misalnya pelaksanaan ibadah shalat, puasa, haji dan lain-lain. 2. Pengabdian Bathin (rohani) yaitu ibadah hati seperti misalnya Ingatan kepada Allah, Tawakkal, Kesabaran, Kesyukuran dan lain-lain sebagainya. Dua bentuk pengabdian ini dalam realisasinya tidak dapat dipisahkan. Tidak ada suatu pengabdian zhahiriyah dalam realisasinya tanpa berbarengan dengan pengabdian bathin seperti shalat yang termasuk jenis ibadah zhahir, akan tetapi tidak mampu melaksanakannya tanpa disertai dengan ingatan dan apabila ingatan itu tidak ada maka orang pun terlupa akan gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan dalam shalat. Jadi bentuk pengabdian itu tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Menurutnya bahwa daya ingatan itulah faktor inti dalam perwujudan pengabdian dan itulah sebabnya ingatan itu adalah inti pengabdian dan tiap-tiap pengabdian yang tidak disertai dengan daya ingatan dapat dipandang sebagai pengabdian kosong yang tidak mempunyai isi. Sebab itulah Allah SWT selalu menekankan perlunya manusia mengingat selalu kepadanya. Berdasarkan firman Tuhan QS. Thaha ayat 13, QS. al-Ankabut ayat 45, QS. al-Ahzab ayat 41 dan banyak lagi ayat lain yang menekankan perlunya manusia selalu mendekatkan diri kepada-Nya melalui Zikir. Dalam konsep pengabdian lahir, Anre Gurutta Ambo Dalle membagi kepada dua bagian adalah sebagai berikut : 1. Pengabdian Lahir yang langsung kepada Tuhan. Yaitu pengabdian yang diselenggarakan sebagai kewajiban individual terhadap Tuhan atau yang disebut dengan “Ibadah” seperti Shalat, Puasa dan Lain-lain 2. Pengabdian Lahir yang ada kaitannya dengan Allah SWT diantarai oleh sesuatu unsur yang disebut “Mu’amalah” Misalnya, menciptakan rasa solidaritas dan setia kawanan sosial dalam kehidupan manusia melalui Zakat, Infaq, Shadaqah dan Amal-amal kebajikan lainnya dalam bentuk tolong menolong, bimbingan, transaksi jual beli dan lain-lain yang

169

penting perbuatan-perbuatan itu semuanya ditujukan kepada Allah dan diridhahinya (‘alal birri wa al-Taqwa) dan bukan ditujukan kepada perbuatan yang menimbulkan dosa dan yang dilarang sebagaimana Firman Tuhan QS. al-Maidah ayat : 2. Jadi sikap dan perbuatan ini merupakan bukti dan bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan Anre Gurutta memasukkan hal ini dalam kitabnya “Hilyat al-Syabab fi al-‘Ilmi al-Akhlak wa al-Adab” dengan istilah Adab Al-Din. Pada hakekatnya islam mengajarkan kepada manusia bahwa ibadah-ibadah langsung seperti shalat puasa haji dan lain-lain dalam rangka Hablun minAllah harus merefleksikan ibadah-ibadah tidak langsung seperti ibadah sosial dalam rangka hablun minan nas sebagaimana firman Allah QS. Ali ‘Imran ayat: 112. Kemudian Anre Gurutta Ambo Dalle membagi pengabdian bathin kedalam dua bagian adalah sebagai berikut : 1. Pengabdian bathiniyah yang langsung kepada Tuhan yang tidak berkaitan dengan manusia antara lain seperti ketaqwaan, keyakinan, daya ingatan/zikir dan tawakkal kepada Allah SWT. Seperti firman Tuhan dalam Hadits Qudsi, "انا معك حيث ما ذكرتنى" Terjemahannya, Aku bersama denganmu pada saat engkau mengingatku. 2. Pengabdian bathin kepada Tuhan yang diantarai/dimediasi oleh sesuatu unsur. Bentuk pengabdian ini adalah suatu bentuk pengabdian hati yang berkaitan dengan makhluk-Nya, seperti mengingat dan memahami Tuhan melalui segala ciptaan-Nya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir tentang ayat-ayat Allah agar manusia dapat memahami dan meyakini tentang kebenarannya seperti firman Allah QS. Fishshilat, ayat : 53, Meskipun dalam bentuk ini terdapat keterbatasan akan kemampuan akal manusia untuk sampai kepada Hakikat/Zat Tuhan. Namun paling tidak, memikirkan segala ciptaan-Nya dapat dijadikan sebagai washilah dan mengantarkan kepada pengetahuan serta meyakini tentang Kekuasaan-Nya, Keesaan-Nya, IlmuNya, dan Tidak Keterbatasan Kemampuan-Nya, sehinga semakin bertambah keyakinan dan keimanan terhadap Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda : “تفكروا فى الخلق وال تتفكروا فى الخالق فإنه التحيط به الفكرة “

170

Terjemahannya, Berfikirlah kamu sekalian tentang makhluk Tuhan dan jangan berfikir tentang khalikmu karena sesungguhnya daya kemampuan fikir tidak sanggup menembus Zat Tuhan dan memecahkannya. Begitupula Allah memerintahkan manusia agar dapat menggunakan akalnya untuk memikirkan ayat-ayat Allah karena hanya yang berakal dapat mengambil pelajaran. QS. Al- Ra’d, ayat : 19. Demikianlah konsep Anre Gurutta tentang hamba dan ta’abbud yang menyeimbangkan antara penyembahan Rohaniyah dan Jasmaniyah begitupulah keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungannya dengan sesama manusia yang sesuai dengan tuntunan dan pedoman yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW melalui Al-Qur’an dan Sunnahnya. Dan itulah sebenarnya ajaran agama islam dalam masalah ibadah kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang mendatangkan ajaran agama Islam yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya haruslah ditolak sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ” Terjemahannya, Barang siapa yang mendatangkan sesuatu dalam agama yang tidak ada dalam ajaran Islam maka harus ditolak. H. Abd. Rahman Ambo Dalle 1390:7,

B. Konsep Zikir / Ingatan kepada Allah. Dalam konsep zikir (Ingatatan kepada Allah) Anre Gurutta Ambo Dalle dalam kitabnya ”al-Qaulu al-shadiq fi ma’rifati al-khaliq”, mengemukakan beberapa faktor yang menunjang kesempurnaan zikir (ingatan) yang dianggap sebagai prinsip-prinsip mutlak yang harus dipahami dan diyakini sebelum melakukan zikir kepada Allah SWT sebagai berikut : 1. Pengertian Zikir/Ingatan, ialah ketetapan dan terkonsentrasinya hati mengingat menghadap/berada disisi Tuhan. Baik ingatan kepada Zat Ke-Esaan-Nya, kepada sifat Kesempurnaa-Nya maupun kepada Keindahan-Nya dan Nama-nama Keagungan-Nya. Dengan terwujudnya ketetapan jiwa ini, tetaplah kesenangan itu terjalin dalam hati dan disinilah letaknya sehingga disebut ”Ingatan” Sebagaimana Firman Allah QS. al-Ra’du ayat : 28 ألذين آمنوا وتطمئن قلوبهم بذكر هللا اال بذكر هللا تطمئن القلوب .

171

Terjemahnya, Orang-orang beriman dan hati mereka tenang dengan berzikir kepada Allah, ingatlah bahwa hanyalah zikir/ mengingat kepada Allah hati menjadi tenteram. Jadi ingatan ini tidaklah dapat disamakan dengan angan-angan, karena angan-angan itu adalah gerak-gerik hati untuk menemukan sesuatu yang wujudnya belum tentu. Begitupulah tidak dapat disamakan dengan anggapan, karena anggapan itu adalah gerak- gerik hati untuk menemukan sesuatu yang dikehendaki sesudah dipikirkan kemungkinannya. Begitupulah tidak boleh disamakan dengan fikiran karena fikiran itu adalah terarahnya hati dalam mengusahakan sesuatu yang sudah diperkirakan setelah dipercayai kemungkinan keberadaannya selain Allah SWT. Maka dari sinilah dapat kita mengambil kesimpulan bahwa apa yang telah disebut tadi secara fundmentil adanya perbedaan antara ingatan dan fikiran demikianpula halnya terhadap pemahaman- pemahaman, ide (gagasan) dan yang lain-lain yang muncul dari hati. Ini sangat perlu dipahami oleh manusia, karena kadangkala terjadi dalam kehidupan kita, seseorang itu hanya berpikir lalu dikira dirinya mengingat Tuhan sehingga berpendirian bahwa dirinya telah berada disisi Tuhan-Nya, padahal sebenarnya tidaklah demikian karena dirinya dalam keadaan berfikir bukan mengingat. Firman Tuhan QS.al-Zumar ayat : 67. ”وما قدروا هللا حق قدره” Terjemahanya, mereka tidak akan mampu mengagung-agungkan Allah dengan pengaguman yang semestinya.( Ibid : 13 ) 2. Sumber daya Zikir /Ingatan. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle sumber ingatan itu adalah dari Zat Yang Maha Agung Allah SWT. Jadi pada dasarnya Zikir/Ingatan itu merupakan anugerah Allah yang sangat besar diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Sekiranya ingatan bersumber dari pada manusia tentu tidak akan lagi terlupa, namun kenyataannya manusia itu terlupa kepada Tuhan kadangkala nanti diingatkan baru teringat. Jadi ingatan itu milik Allah SWT sebagaimana QS. al-Muddatstsir ayat : 56 وما يذكرون إال أن يشاء هللا هو أهل التقوى وأهل المغفرة. Terjemahnya, dan mereka (manusia) tidak akan mengingat kecuali Allah menghendakinya.

172

Kondisi yang demikian inilah Rasulullah SAW. Selalu memanjatkan doa kepada Allah supaya diteguhkan ingatannya ialah doa yang dirawikan oleh al-Nasa’I dari Mu’az bin jabal : اللهم أعنى على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك ، Terjemahnya, Ya Tuhan Tolonglah aku untuk selalu mengingatmu, bersyukur kepadamu dan kebaikan/keikhlasan atas ibadahku. Jadi jelaslah bahwa ingatan itu bersumber dari Allah SWT. Hal ini terbukti bahwa Rasulullah SAW sendiri senantiasa memanjatkan doa agar tetap diberi ingatan (Ibid:20), 3. Kedudukan Zikir/Ingatan disisi Allah SWT. 4. Kedudukan Zikir/Ingatan pada manusia. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle bahwa ingatan itu adalah merupakan ni’mat Allah SWT yang paling besar yang dianugerahkan kepada hamba-Nya sebagaimana firman Tuhan QS. al-Ankabut ayat : 45 ولذكر هللا أكبر وهللا يعلم ما تصنعون Terjemahnya, dan Zikir/ingat kepada Allah adalah ni’mat yang paling besar, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu sekalian perbuat. Kenikmatan dan kebahagian itu hanya dapat dirasakan kelezatannya sejauh ada ingatan bahkan menyangkut masalah duniawinya pun manusia tak akan mampu melaksanakannya tanpa ingatan. Oleh karena itu Alah SWT memerintahkan kepada hamba- Nya senantiasa mengingat kepada-Nya dan selalu mensyukuri nikmat-Nya QS.al-Baqarah ayat : 152, فاذكرونى أذكركم واشكرولى وال تكفرون Terjemahnya, Karena itu ingatlah kepadaku niscaya aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepadaku dan janganlah mengingkari nikmatku. Menurut Anre Gurutta, bahwa zikir itu adalah nikmat Allah maka seorang hamba yang dianugerahi ingatan ia harus mensyukurinya sebagaimana sabda Rasulullah dalam haditsnya: ” الذكر نعمة من هللا فأدوا شكرها “

173

Terjemahannya, Ingatan itu adalah ni’mat dari Allah SWT. Justru itulah kamu bekewajiban melaksanakan dan mensyukurinya. Jadi kedudukan ingatan sihamba terhadap Tuhan-Nya berbeda dengan kedudukan ingatan Tuhan kepada hambanya. Ingatan Tuhan kepada hambanya adalah Rahmat, nikmat dan anugerah Tuhan kepada hambanya, sedangkan ingatan hamba kepada Tuhan-Nya adalah merupakan pengabdian terhadap Tuhan. Disinilah letaknya sehingga sihamba berkewajiban mensyukuri nikmat TuhanNya. Olehnya itu apabila ingatan itu sudah dimiliki oleh sihamba, maka diapun telah memiliki hakikatnya sebagai hamba. Manusia yang tidak ingat kepada Allah SWT dipandang sebagai orang yang terlupa dan orang yang terlupa tak sanggup menyembah kepada Allah SWT. sedangkan tanda sebagai hamba Allah SWT itu adalah dilakukannya dan diwujudkannya pengabdian. (Ibid : 24 :) 5. Ingatan/Zikir hamba terhadap Tuhan-Nya. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle, bahwa ingatan/zikir itu adalah merupakan wujud penyembahan yang sebenar-benarnya atau dengan kata lain adalah hakikat ibadah kepada Tuhan. Jadi kalau ingatan itu tidak dimiliki oleh seorang hamba maka ia menjadi hamba yang lupa dan ia tidak mungkin melakukan suatu pengabdian, baik pengabdian lahir maupun pengabdian batin dalam keadaan lupa. Justru karena itulah Allah SWT berpesan kepada hambanya agar senantiasa memperbanyak dan tetap beribadah (mengingat/berzikir) kepada-Nya dan jangan terlupa serta menjauhi dari Tuhannya sebagaimana Firman Allah QS. al-Hijr ayat : 99, " واعبد ربك حتى يأتيك اليقين " Terjemahnya, Sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang yaqin (kematian) Begitupula dalam QS. Hud, ayat : 112, “فاستقم كما أمرت ومن تاب معك وال تطغوا إنه بما تعملون بصير” Terjemahnya, Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang-orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Demikian pula dalam QS. al-A’raf, ayat : 205, واذكرربك فى نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهرمن القول بالغدو واآلصال والتكن من الغافلين

174

Terjemahnya, Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara diwaktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai/lupa. Jadi cukuplah jelas apa yang telah dikemukakan diatas bahwa dapat dijadikan sebagai keyakinan adanya ingatan hamba itu terhadap Tuhannya sebenarnya adalah hakikat ibadah. ( Ibid : 23 ) 6. Posisi/Waktu yang ditempati mengingat. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle, bahwa mengingat Tuhan itu adalah hakikat dari pada ibadah, maka tidak ada posisi dan waktu tertentu untuk mengingat apabila hamba ingin menjamin kelangsungan ingatannya terhadap Allah SWT. Artinya dimana saja dan kapan saja hamba mengingat Tuhan itulah yang dimaksud dengan ibadah tanpa ruang dan waktu sebagaimana firman Allah QS. al-Nisa’ ayat : 103, “ فاذكروا هللا قياما وقعودا وعلى جنوبكم” Terjemahnya, Ingatlah kalian kepada Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring, Ayat ini menjelaskan bahwa manusia selama hidupnya tidak ada terlepas dari ketiga keadaan/posisi ini. Begitupula ayat ini menafikan adanya tempat dan waktu selain waktu yang disebut Allah SWT. Menurut Anre Gurutta barang siapa yang mengi’kadkan ada tempat dan waktu tertentu selain yang ditentukan Allah SWT sesungguhnya mereka itu memakai keyakinan yang salah seperti diyakinkannya bahwa kelangsungan ingatan itu hanya dapat terjadi apabila sudah melihat dirinya berada di Arasy atau pada saat ia pingsang atau melihat warna-warna tertentu disaat dipejamkan matanya atau disaat berhubungan sex dengan isterinya, atau saat-saat yang lain menurut beberapa kepercayaan salah dan sesat bertentangan dengan kebenaran yang datang dari Allah SWT. ( Ibid : 25 ), Jadi menurut Anre Gurutta mengingat Allah SWT kapan dan diamana saja dan apabila ada tempat tertentu atau keadaan tertentu baru mengingat itu salah dan tidak seperti yang dituntunkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. 7. Jalur yang ditempuh dalam mengingat.

175

Proses dalam mengingat Allah SWT mempunyai jalur tertentu yang harus dilalui. Menurut Anre Gurutta yang dimaksud jalur tesebut adalah ucapan-ucapan pengabdian yang dilakukan oleh sihamba terhadap Allah SWT. Pada saat ia mengingat sama saja adanya zikir itu diucapkan dengan lidah atau di ikrarkan dalam hati yang terdiri dari pada segala bacaan-bacaan yang menunjukkan kearah nama ke Esaan dan sifat-fat kesempurnaan Allah ,begitupula Tasbih, Tahmid آل إله إال هللا SWT. Seperti bacaan zikir kalimat Tauhid/Nafi itsbat Takbir, danTahlil sebagaimana lafadhnya : سبحان هللا ، الحمد هلل ، هللا أكبر ، ال حول وال قوة إال با هلل العلي العظيم Dan nama-nama Agung Allah SWT (Asma-ul Husna) sebagaimana firman Tuhan QS.al-A’raf ayat : 180, “وهلل األسمآء الحسنى فادعوه بها” Terjemahnya, Hanya Allah memiliki Asma-ul husna, bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya Yang Agung itu. Jadi barang siapa yang beri’tiqad pada jalur yang dapat dilewati untuk mengingat Allah SWT selain jalur menunjukkan ke Agungan-Nya dan sifat-sifat Kesempurnaa-Nya serta ke Esaan Allah SWT adalah merupakan jalan yang sesat dan menyesatkan. Seperti orang mengingat melalui jalur suara anak yang masih dalam kandungan ibunya atau melalui kata yang pertama diucapkan oleh anak yang baru lahir atau suara yang tidak melalui getaran dan selain dari pada itu yang diajarkan oleh ( أ ، إ ، أ ) ,lidah yaitu baris yang tiga A, I, U yang menganggap dirinya ahli thareqat/kebatinan. ( Ibid : 27 ) 8. Tata Cara Pelaksanaan Zikir/Ingatan kepada Allah. Adapun cara pelaksanaan zikir/mengingat Allah SWT menurut Anre Gurutta Ambo Dalle haruslah sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi kita Muhamad SAW tentang cara-cara berzikir. Sebagaimana Firman Allah QS.al-Ahzab ayat : 21

لقد كان لكم فى رسول هللا أسوة حسنة ، لمن كان يرجوا هللا واليوم اآلخرة وذ كرهللا كثيرا Terjemahnya, Sesungguhnya telah ada pada (diri ) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( yaitu ) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan ) hari kiamat dan dia banyak berzikir kepada Allah.

176

Menurut Anre Gurutta bahwa siapa yang tidak mengikuti Rasulullah SAW maka sungguh dia termasuk orang-orang yang dipencilkan dari Rahmat Allah SWT. Dan akan mengalami kesesatan yang hebat. Beliau mengutip sebuah hadits Rasululullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah, yang berbunyi : لوتركتم سنة نبيكم لضللتم Terjemahnya, sekiranya kamu sekalian tinggalkan sunnah nabimu niscaya kamu sekalian akan sesat. Adapun Cara Rasulullah SAW berzikir/mengingat kepada Tuhan-nya didasarkan atas petunjuk Tuhan itu sendiri sebagaimana firman-Nya dalam QS.al-A’raf ayat : 205, واذكر ربك فى نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو واآلصال وال تكن من الغافلين Terjemahnya, dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Dari ayat ini dapat dipahami cara-cara Rasulullah SAW. dalam mengingat/berzikir yaitu. 1. Ketetapan hati mengingat Allah SWT tidak sama sekali goyah dan melempeng seperti diarahkannya hati kearah nur yang dibuat-buat ataupun semacamnya. 2. Merendahkan diri semaksimal mungkin dan sekali-kali tidak boleh salah tingkah seperti menghentak-hentakkan kepala dan badan serta memukulnya dan hal-hal yang membawa salah kaprah. 3. Dikokohkannya ketaqwaan kepada Allah SWT dan sekali-kali tidak bersikap takabbur dan melewati batas seperti memandang dirinya sendiri sebagai Tuhan disaat ingatannya telah sampai kemudian melenyapkan dirinya pada cahaya yang dibuatnya sendiri dan lain-lain 4. Dikecilkannya suara pada saat berzikir baik diwaktu siang hari maupun diwaktu malam hari. Bukan dibesarkan apalagi memakai pengeras suara. 5. Ketetapan ingatan, tidak boleh sama sekali terlupa mengingat Tuhan ( Ibid : 30 ) 9. Objek Zikir / Distinasi terkonsentrasinya ingatan.

177

Adapun objek/distinasi terkonsentrasinya ingatan menurut Anre Gurutta Ambo Dalle adalah sebagai berikut : 1. Zat KeEsaan Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ayat : 152, “فاذكرونى أذكركم واشكروا لى وال تكفرون” Terjemahnya, Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari ni’matku kepadamu. ingatlah kepada-Ku adalah menunjuk ( فاذكرونى ) Menurut beliau bahwa kalimat kepada Zat Allah SWT. 2. Sifat-kamil-Nya Allah SWT sebagaimana firman-Nya QS. al-A’raf ayat:205, ”واذكر ربك فى نفسك” Terjemahnya, dan sebutlah/ingatlah Tuhanmu dalam hatimu. Menurut Anre Gurutta bahwa semua sifat-sifat Kamil-Nya/kesempurnaan Allah SWT dapat menjadi objek / distinasi ingatan sebagaimana bolehnya sifat keTuhan-Nya Allah menjadi objek/distinasi ingatan. 3. Nama Ke-Agungan Tuhan. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. al-Anfal ayat:45, “واذكروا هللا كثيرا لعلكم تفلحون” Terjemahnya, dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya semoga kamu beruntung. -adalah nama Zat Tuhan, jadi semua nama ke ( هللا ) Sesungguhnya lafaz Jalalah Agungan Tuhan dapat menjadi objek/distinasi terfokusnya ingatan sebagaimana Ada sebahagian ulama Ushul menjadikan .(هللا) bolehnya nama Zat Allah SWT Yaitu objek terpusatnya ingatan itu kepada sesuatu ciptaan/ayat-ayat Allah SWT dengan melalui pemecahan pemikiran terhadap sesuatu itu, yang pada akhirnya juga terpusat kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam QS.Al-Rum ayat:20-25. (Ibid:32) Sedangkan Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan doa halaman 20-39, menyebutkan bahwa objek zikir menurut al-Qur’an ada lima objek yaitu, 1. Allah sifat-sifat-Nya, Perbuatannya dan kebesaran-Nya. 2. Hari-hari Allah. 3. Ayat-yat Allah. 4. Tokoh-Tokoh yang baik dan yang buruk, 5. Diri manusia. 10. Penentuan sikap/keyakinan disaat mengingat.

178

Anre Gurutta mengungkapkan bahwa anggapan yang teguh dan prinsip yang kokoh disaat hamba sampai ingatannya kepada Allah adalah sangat penting karena sedikit saja terpeleset sangkaannya dan melempeng prinsipnya niscaya I’tiqadnya akan rusak. Seperti seorang hamba menyangka dirinya bersatu dengan Tuhannya disaat ingatannya sampai kepada Tuhannya. Sehingga ia mengira tidak ada lagi hamba yang ada hanyalah Tuhan semata, sehingga menjadikan dirinya sebagai Tuhan. Hal ini adalah mustahil hamba menjadi Tuhan, sekalipun ingatan hamba sampai kepada Tuhan namun hamba tetap hamba dan Tuhan tetap Tuhan. Menurut Anre Gurutta bahwa barangsiapa yang meyakini tidak ada lagi hamba karena sudah menyatu dengan Tuhan maka ia adalah kafir. Oleh karena itu, Tuhan menekankan perlunya baik sangka terhadap Allah SWT. Sebagaimana Allah berfirman dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abillah, أنا عند ظن عبدى بى فليظن بي خيرا ، رواه أحمد عن عبد هللا Terjemahnya, Sesungguhnya Aku ini berada dalam sangkaan hambaku, maka hendaklah hambaku berbaik sangka terhadap diri-Ku. Juga dalam hadits Qudsi yang lain yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abi Huraerah Allah berfirman, أنا عند ظن عبدى بى حيث يذكرنى ، إن ظن خيرا فله وإن ظن شرا فله. رواه أحمدعن أبى هريرة Terjemahnya, Sesungguhnya Aku ini berada dalam sangkaan hamba-Ku jika sangkaan itu baik maka baiklah dia dan sekiranya sangkannya itu buruk /tidak baik maka buruklah dia. Dari hadits qudsi tersebut, maka menjadi keharusan bagi kita untuk memperbaiki sangkaan kita kepada Allah SWT. Dan sekali-kali tidak berburuk sangka kepada-Nya. Begitupula memperbaiki keyakinan disaat mengingat kepada Allah SWT. ( Ibid : 34 ) 11. Keyakinan kokoh disaat sampainya ingatan. Sesungguhnya yang harus menjadi keyakinan yang kokoh disaat sampainya ingatan kepada Allah SWT adalah sebagai berikut ; 1. Bersemedinya hamba pada Tuhannya (bersama disisi-Nya). Apabila ingatan hamba itu sudah terpusat kepada Tuhannya maka saat itulah harus diyakini bahwa ia telah bersama dengan Tuhannya tanpa perantaran dan tidak ada lagi pemisah. Inilah yang dimaksud oleh para ahli tashawwuf dengan istilah ”Sibawani

179

temmassarang Atae Napuanna” (Telah bersama tanpa tabir/perantara sihamba dengan Tuhan-Nya). Hal ini disandarkan pada Firman Allah SWT. QS. al-Hadid ayat : 4. ”وهو معكم أين ماكنتم وهللا بماتعملون بصير" Terjemahnya, Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle, bahwa jika hamba bersemedi dengan Tuhannya, artinya tidak ada lagi perpisahan baik diwaktu hidupnya maupun setelah ia meninggal. 2. Meng-Esahkan Tuhan. Seorang hamba apabila ingatannya telah bersemedi/sampai kepada Tuhannya ketika ia ”هللا” atau “الاله إال هللا" berzikir/mengingat baik dengan lidahnya maupun hatinya dengan maka wajib baginya mentauhidkan/meng-Esakan Tuhannya (Ada Tuhan Yang Maha itu adalah merupakan nama Tuhan yang agung yang ” هللا" Esa) Karena lafad jalalah menunjukkan adanya Zat ke-Esaan-Nya. Artinya sifat dirinya Tuhan tidak berpisah dengan zat ke-Esaan Tuhan sebagaimana juga sifat ke-Tuhanan-Nya.

3. Kedudukan hamba disaat bersemedi pada Tuhannya. Apabila seorang hamba telah bersemedi pada Tuhannya maka wajiblah baginya meng- I’tiqadkan dan meyakini dengan teguh bahwa si hamba adalah tetap hamba dan Tuhan adalah tetap Tuhan. Karena adanya rahmat/ingatan dan ada juga yang diberi rahmat. Yang diberi Rahmat yaitu ingatan yang dikaruniakan Allah SWT pada hambanya atau Syurga kelak pada hari kemudian. Jadi jelaslah bahwa hamba disaat bersemedi pada Tuhannya mustahil bersatu menjadi Tuhan karena adanya Rahmat (ingatan) dan yang diberi rahmat/ingatan adalah hamba dan yang memberi ingatan adalah Allah SWT. Jadi ingatan adalah besumber dari Allah SWT lalu kemudian dikaruniakan kepada hambanya sebagai rahmat kemudian hamba mempersembahkan ingatan kembali kepada Allah. Inilah yang dimaksud para ahli Tasawwuf hamba bersatu dengan Tuhan yang menyembah satu dan “العابد واحد والمعبود واحد” .tanpa terjadi penjelmaan artinya

180

yang disembah adalah satu. Mustahil menjelma menjadi satu yaitu hamba medi Tuhan. (Ibid : 37)

C. Konsep Mahabbah. Al-Mahabbah (Cinta dan Kasih kepada Allah) adalah Gerakan hati seorang hamba yang diliputi oleh rasa kerinduan dan kesenangan untuk bertemu dengan sang kekasih yang dicintainya yaitu Allah SWT. Melalui berbagai macam pengorbanan baik lahir maupun batin agar supaya ia bisa mendapatkan kecintaan Allah SWT sebagaimana Firman Allah SWT QS. al-Maidah ayat : 54, يآ أيها الذين آمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتى هللا بقوم يحبهم ويحبونه . Terjemahnya, Hai orang-orang yang beriman barang saiapa dari pada kamu murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan /menggantikan dengan kaum yang mereka dicintai oleh Allah dan merekapun mencintai Allah. Dalam ayat ini ada dua cinta yaitu cinta Allah kepada Hamba-Nya dan cintanya hamba kepada Tuhannya. ”Cinta hamba kepada Tuhannya adalah ketergantungan hatinya dengan zikir/ingatan kepada-Nya dan ketetapan kerinduan dan kesenangan dengan bermunajah kepadanya serta merasakan kelezatan dengan berkhidmat kepada-Nya dan hanya kepada Allahlah dirujukan cintanya saja. Sedangkan cinta Allah SWT kepada hambanya adalah Keinginan Tuhan untuk mendekatkan hamba kepada-Nya dan memberikan penghargaan dan kemuliaan dan membimbing hambanya dengan ”inayah- Nya dalam segala kehidupannya.” ( Syekh ‘Ubaid al-Dhariri : 271). Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle, bahwa mendapatkan cinta Allah SWT. haruslah sesuai dengan petunjuk Allah SWT itu sendiri yaitu mengikuti petunjuk Nabi-Nya Rasulullah SAW. Sebagaimana dalam Firman-Nya QS. Ali ‘Imran ayat: 31, قل إن كنتم تحبون هللا فا تبعونى يحببكم هللا ويغفرلكم ذنوبكم وهللا غفو Terjemahanya, Katakanlah hai Muhammad sekiranya kamu ingin mencintai Allah maka ikutilah bimbingan dan ajaranku niscaya Allah pun mencintaimu, dan mengampuni dosa- dosamu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih.

181

Adapun tata cara mencintai Allah menurut Anre Gurutta, adalah melalui tiga pengamalan : Pertama yaitu memperbanyak ‘ibadah dan zikir/ketetapan ingatan kepada- Nya baik melalui hati maupun dengan lisan. Berdasarkan sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “ من أحب على شيئ أكثر ذكره” Terjemahanya : Barang siapa yang mencintai sesuatu pasti ia banyak mengingatnya. Jadi ingatan yang banyak dan tetap kepada Allah SWT merupakan indikator cintanya kepada Tuhannya. Kedua, menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah) dalam segala kehidupannya baik Aqidah, Syari’ah maupun Akhlaq (tingkah laku). Dan menjadikan cintanya kepada Allah dan Rasulnya melebihi kecintaannya dari pada kecintaan selain Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah QS, al-Taubah, ayat : 24, قل إن كان ءابآؤكم وأبنآؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونهآ أحب إليكم من هللا ورسوله وجهاد فى سبيله ، فتربصوا حتى يأتى هللا بأمره. Terjemahnya, Katakanlah hai Muhammad sekiranya orang tuamu, anak-anakmu, saudara- saudaramu, isteri-isterimu/suami-suamimu, kerabat dekatmu, harta yang kamu peroleh, bisnis yang kamu takutkan ruginya, dan rumah/tempat kediaman yang kamu senangi, kamu lebih mencintainya dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad pada jalan-Nya, maka menungguhlah kamu sampai Allah mendatangkan Azabnya. Menurut Anre Gurutta bahwa kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya bukanlah seperti kecintaan biologis seperti kecintaan kepada seorang orang tua kepada anak- anaknya begitu pula terhadap kecintaan suami kepada istri akan tetap kecintaan Kepada Allah dan Rasul-Nya adalah tergantung kepada ajaran-Nya. Sejauh mana kecintaan kita kepada ajaran yang dibawanya dan kecintaan kepada Allah harus melebihi dan mendahulukan kepentingan Agama dari pada selainnya. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah bersabda “ اليؤمن أحدكم حتى يكون هللا ورسوله أحب إليه مما سواهما “ Terjemahnya, Tidaklah beriman (cinta) salah seorang kamu sekalian sampai ada cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya dari pada selain keduanya.

182

Maksudnya adalah pengamalan kepada Ajaran Allah dan rasul-Nya harus didahulukan dari pada selainnya. Pengamalan ketiga, ialah memperbanyak amalan-amalan sunnah, seperti puasa sunnah dan shalat-shalat sunnah dan lain-lain. Sebagaimana dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abi Huraerah, Rasulullah SAW bersabda : إن هللا تعالى قال : من عادى لى وليا فقد آذنته بالحرب ، وما تقرب إلي عبدى بشئ أحب إلي مما افترضت عليه، وما يزال عبدى يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذى يسمع به ، وبصره الذى يبصر به، ويده الذى يبطش بها Terjemahnya, Sesungguhnya Allah SWT berfirman، وإن سألنى أعطيته ولئن استعاذانى ألعيذنه Barangsiapa yang memusuhi wali- sungguh Aku menyatakan perang padanya, dan hamba- Ku tidak melakukan taqarrub kepada Aku dengan Sesuatu yang lebih Aku suka dari pada apa yang saya wajibkan atasnya, dan Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya, Apa bila Aku mencintainya maka pendengaran-Ku-lah yang dipakai mendengar, penglihatan-Ku-lah yang dipakai melihat, tangan-Ku-lah yang dipakai bekerja, apa bila hamba-Ku meminta kepada-Ku sesuatu pasti Aku berikan, dan apabila hamba-Ku meminta. Dari hadits Qudsi tersebut dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan cinta Allah SWT, adalah melalui perantaraan ‘ibadah-ibadah wajib dan memperbanyak ibadah-ibadah sunnat (Nawafil) dan kalau Allah sudah mencintai hambanya maka Allah akan memberikan bimbingan dalam hidupnya dan tidak sama sekali membiarkan hawa nafsunya mempengaruhinya dan diberikan kekeramatan dan penghargaan sesuai dengan tingkat ketaqwaannya. Itulah sebabnya Rasulullah SAW mengajarkan doa kepada kita yaitu, "يآ هللا برحمتك أستغيث وال تكلنى إلى نفسى طرفة عين” Terjemahnya, Ya Allah aku minta pertolongan dengan rahmat-Mu dan janganlah serahkan diriku kepada hawa nafsuku (membiarkan nafsuku menguasai diriku) sekalipun sekejap mata. Jadi Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle bahwa mengamalkan dengan dengan ikhlas dan Istiqamah tiga hal tersebut diatas adalah merupakan tanda kecinta seorang kepada Tuhannya, maka Allah juga akan mencintainya dan kalau Allah sudah mencintai hambanya niscaya Allah memberikan kepadanya penghargaan/kekeramatan (hal-hal yang luar biasa) yang tidak akan diberikan kepada orang-orang biasa.

183

D. Konsep Ma’rifat. Dalam Alqur’an Allah SWT menyatakan bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Ku QS. al-Zariyaat, ayat : 56, “ وما خلقت الجن واإلنس اال ليعبدون” Terjemahnya, Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Lalu kemudian pernyataan ini diikuti dengan perintah kepada manusia untuk menyembah Tuhan-Nya Firman Allah QS.al-Baqarah ayat : 21, “يآ أيها الناس اعبدوا ربكم الذى خلقكم والذين من قبل لكم لعلكم تتقون” Terjemahnya, Wahai sekalian manusia sembahlah Tuhan-Mu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa. Setelah ayat kewajiban menyembah turun lalu kemudian diikuti jenis-jenis penyembahan dan tata cara masing-masing jenis penyembahan sepeti Shalat, Puasa, Zakat, Haji dan Lain-lain kemudian Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk memberikan contoh pengamalan dan tata cara melaksanakan ibadah-ibadah tersebut. Kemudian Allah SWT mengutus Malaikat Jibril datang kepada manusia untuk mengajarkan ajaran-ajaran pokok agama islam sebagaimana dalam hadits yang diriwayakan oleh Muslim dari Umar ibnu al-Khattab. R.A. وأخرج مسلم عن عمر ابن الخطاب رضى هللا عنه ، قال : بينما نحن جلوس عند رسول هللا صل هللا عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر اليرى عليه أثر السفر وال يعرف منا أحد حتى جلس إلى النبى صل هللا عليه وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه ووضع كفيه على فخذيه وقال : يامحمد أخبرنى عن اإلسالم فقال رسول هللا سل هللا عليه وسلم ، اإلسالم أن تشهد أن الاله إال هللا وأن محمدا رسول هللا ، وتقيم الصالة ، وتؤتى الزكاة ، وتصوم رمضان ، وتحج اليت ان استطعت إليه سبيال قال : صدقت ، قال فعجبنا له يسأل ويصدقه ، قال فأخبرنى عن ا إليمان قال أن تؤمن باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم اآلخر وتؤمن بالقدر خيره وشره قال : صدقت ، قال فأخبرنى عن اإلحسان ، قال أن تعبد هللا كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ، قال : فأخبرنى عن الساعة قال ماالمسئول عنها بأعلم من السائل ، قال : فأخبرنى عن إماراتها ، قال أن تلد األمة ربتها ، وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون

184

فى البنيان ، ثم انطلق ، فلبثت مليا ، ثم قال : ياعمر أتدرى من السائل ، قلت هللا ورسوله أعلم ، قال : فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم. Terjemahnya : Diriwayatkan oleh Muslim dari Umar Ibnu al-Kahttab R.A. Umar Ibnu al- Khattab berkata : Pada suatu hari kami duduk bersama Rasulullah SAW tiba-tiba muncul ditengah kami seorang sangat putih pakaiannya sangat hitam rambutnya tidak nampak atasnya bekas perjalanan dan tiada seorangpun dari kami yang mengenalnya, sampai duduk didepan Rasulullah SAW dan menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Rasulullah SAW dan meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha Rasulullah SAW dan orang itu berkata : Hai Muhammad beritahukanlah saya tentang Islam, Kemudian Rasulullah menjawab : Islam itu ialah mengucapkan kedua kalimat syahadat yaitu, Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad aalah Rasul Allah, mendirikan shalat, berpuasa dibulan ramadhan, mengeluarkan zakat dan naik haji bila mampu. Orang itu berkata : jawaban kamu benar, maka kami semakin takjub dan penasaran karena dia bertanya dia juga yang membenarkan, kemudian dia bertanya beritahukanlah saya tentang Iman, Nabi menjawab, yaitu kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul- rasul-Nya, Hari Kemudian dan beriman kepada Takdir (dari Allah ) baik dan Takdir buruk. Kemudian berkata beritahukan saya tentang Ihsan maka nabi menjawab, bahwa kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat- Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu. Kemudian dia berkata, beritahukanlah saya tentang hari kiamat, Nabi menjawab tiadalah orang yang ditanya lebih mengetahui dari pada orang yang bertanya, kemudian orang itu berkata lagi beritahukanlah saya tentang tanda-tanda hari kiamat. Nabi menjawab, apabila seorang hamba perempuan melahirkan Tuannya, apabila kamu melihat orang-orang yang tidak pakai sandal, tidak pakaian, fakir miskin penggembala kambing bersaing mendirikan bangunan yang tinggi. Kemudian kata Umar orang itu pergi, dan saya mengharapkan dia tinggal lama-lama, Kemudian Rasulullah mengatakan Hai Umar apakah kamu mengetahui siapa orang yang bertanya tadi? Umar berkata. Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih mengetahuinya. Nabi berkata, bahwa yang datang bertanya tadi adalah Malaikat Jibril A.S. dia datang untuk mengajarkan kamu Agamamu. (Zaenuddin Al-Malebari : Tth : 2-3 )

185

Dari hadits tersebut, dapat dipahami bahwa ada empat tuntunan dasar yang wajib diketahui sekaligus dihayati dan diamalkan oleh manusia sebagai hamba Allah yaitu : Pertama, masalah Iman (Aqidah), Kedua, masalah Islam (Syari’ah), Ketiga, masalah Ihsan (Akhlaq) dan keempat, Masalah Fenomena-fenomena Alam baik menyangkut masalah Kauniyah (Alam jagat raya) maupun masalah Insaniyah (Manusia). Hadits ini merupakan pembelajaran langsung dari Nabi SAW kepada sahabat-sahabatnya melalui pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh Malaikat Jibril “Ia datang untuk mengajarkan kamu agamamu” demikian sabda Rasulullah SAW mengakhiri pertemuan itu. Dari keempat pembelajaran tersebut, Iman (Akidah), Islam (Syari’ah), Ihsan (Akhlak) dan Feomena- fenomena Alam (Ilmu pengetahuan). Orang-orang sufi menjadikan Ihsan (Akhlak) sebagai pemicu munculnya kajian mereka tentang Ilmu Tasawwuf dan pengamalannya, setelah kedua sebelumnya menjadikan sebagai pondasi islam yang mutlak diamalkan. Sedangkan Ilmuan Islam mendasari kajianya pada yang keempat yaitu fenomena alam untuk membangun alam ini dan mengambil manfaat daripadanya demi kesejahteraan manusia, namun Aqidah dan Syari’ah merupakan pondasi dasar yang wajib diamalkan. Berdasarkan uraian diatas tentang kewajiban manusia beribadah kepada Tuhan-Nya sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada penciptanya Allah SWT. Agar hamba itu dapat mengenal Tuhan-Nya sebagai tahap untuk mencintai-Nya. Sayidina Husain berkata : من عرف ربه فق د أحبه ، ومن عرف الدنيا زهد فيها. Terjemahnya : Barang siapa mengenal Tuhan-Nya niscaya ia mencintai-Nya dan barang siapa mengenal dunia nisca dia zuhud dari padanya. Dalam menuju sampai kepada maqam Ma’rifatullah (Mengenal Allah) menurut Anre Guruta Ambo Dalle, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pengenalan diri sebagai hamba. Pengenalan diri menurut Anre Gurutta bukanlah seperti pengenalan tentang asal usul kejadian manusia, yang terdiri dari empat unsur yaitu, tanah, api, air dan angin atau dari unsur waddi,mazzi, mani dan manika atau I’tiqad yang dikaitkan dengan tubuh kasarnya Adam, tubuh halusnya Muhammad, nyawanya Nurung-Nurung berasal dari Allah SWT. Atau dibentuk-bentuk dirinya menjadi Muhammad seperti kepalanya Mim, bahunya ha, pusarnya mim dan kakinya

186

dal dan lain-lain, Namun menurut beliau pengenalan diri itu ialah seseorang harus menunjukkan dirinya sebagai hamba Allah SWT dengan manifestasi dalam bentuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi laranga-Nya. Inilah yang dimaksud dalam Barang siapa yang mengenal dirinya maka ia akan “من عرف نفسه فقد عرف ربه” ,Tasawwuf mengenal Tuhan-Nya. Jadi pengenalan diri adalah merupakan tahapan awal untuk pengenalan Tuhan (Ma’rifatullah) 2. Penyembahan (ta’abbudiyah), Anre Gurutta Ambo Dalle menyatakan bahwa ta’abbud (penyembahan kepada Allah) sebagai pencipta adalah menjadi kewajiban hamba. Sikap ta’abbud tersebut merupakan cerminan menuju kepada ma’rifat Allah SWT. 3. Mendapat Hakikat penyembahan, untuk mendapatkan hakikat dari pada ta’abbud (Penyembahan) harus hamba lebih dahulu memantapkan Akidah dan Syari’atnya, atau dengan kata lain memantapkan ibadah zhahiriyah (Jasmani) dan ibadah batiniyah (Hati/Rohani) kerena ta’abbud/penyembahan kepada Allah SWT. Kedua bentuk ibadah ini harus menyatu dalam beribadah dan sama sekali tidak boleh berpisah seperti, Ibadah Shalat. Menurut beliau barang siapa beribadah kepada Allah akidah dan syariatnya (zahir dan batinnya) menyatu, maka ia menemukan hakikat penyembahannya. Dan ini pulalah yang dimaksud ucapan Imam Malik Rahimahullah, (Ahamad bin Muhammad bin ‘Ajibah Al-Husainiy ) Tth:5 "من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ، ومن جمع بينهما فقد تحقق” Terjemahnya, Barang siapa yang berTasawwuf dan tidak bersyari’ah maka ia akan menjadi Zindiq, dan barangsiapa yang bersyari’ah dan tidak berTasawwuf maka ia akan menjadi fasiq, dan barang siapa mengamalkan keduanya maka ia menemukan hakikat, Jadi untuk menemukan hakikat seorang hamba harus menyatu ibadah zahir dan batinnya dalam penyenbahan /Ta’abbud kepada Allah dan apaila telah ditemukan hakikat maka akan mencapai ma’rifat. 4. Mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam konsep Tasawwuf Sunni akhlaki amali bahwa ma’rifat adalah merupakan puncak perjalanan ketaswufan dan merupakan maqam yang tertinggi yang dapat

187

dicapai oleh manusia dimana manusia dapat mengenal Allah sehingga ia mencintai- Nya sebagaimana yang telah dikatakan oleh Sayidina Husain. Berbeda dengan Tasawwuf falsafi nazhari bahwa menjadi puncak perjalannya adalah persatuan dengan Tuhan, yang dikenal dengan Ittihad, Hulul, Wahdaul Wujud dan Isyraq. Melalui maqam Fana. Fanaul Fana’ dan baqa’. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai pengamal Tasawwuf Sunni Akhalqi amali bahwa puncak perjalanan Tasawwuf adalah Maqam Ma’rifat dan hamba yang sampai kemaqam puncak ini dinamakan”Al-‘Arifu billah” Hamba yang mengenal Tuhan-Nya. Menurut beliau untuk mencapai maqam ini, haruslah hamba menemukan hakikat terlebih dahulu, setelah itu hamba harus melakukan pendekatan diri kepada Allah SWT melalui Istiqamah mengingat / Zikir kepada Allah dengan cara khusus. (Thariqat)

Thareqat Anre Gurutta Ambo Dalle. Tharekat adalah metode (cara) yang dilakukan para santri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya melalui Zikir dan Wirid. Adapun Zikir-zikir/Wirid-wirid yang diamalkan oleh Anre Gurutta sebagai amalan harian yang disampaikan langsung kepada penulis adalah sebagai berikut: 1. Istigfar kepada Allah SWT minimal 100 kali. Hal ini dilakukan berdasarkan Hadits Rasulullah SAW. استغفروا ربكم ، فإنى أستغفر لربى سبعين أو مائة مرة فى كل يوم وليلة Terjemahnya, Istigfarlah (minta ampunlah) kepada Tuhanmu tujuhpuluh atau seratus kali setiap hari dan malam. Begitupula hadits Rasulllah SAW, من لزم اإلستغفار جعل هللا له من كل هم فرجا ، ومن كل ضيق مخرجا ، ورزقه من حيث ال يحتسب Terjemahnya, Barang siapa selalu istigfar, Allah menjadikan baginya melepaskan segala kesusahannya, memberikan jalan keluar dari segala problemanya dan rizkinya datang dari sisi dia tidak tahu. Adapun lafaz Istigfar antara lain, " أستغفرهللا العظيم الذى الإله اال هو الحي القيوم وأتوب إليه”

188

Terjemahnya, Aku Istigfar (minta ampun) kepada Allah yang Maha Agung Yang tidak ada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup lagi Perkasa dan aku bertobat kepadanya. Begitupula lafaz رب إنى ظلمت نفسى وإن لم تغفرلى وترحمنى ألكونن من الخاسرين Sedangkan Sayyidul Istigfar (Penghulunya Istigfar) sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “اللهم أنت ربى ، الإله إال أنت ، خلقتنى ، وأنا عبدك ، وأنا على عهدك ووعدك مااستطعت،أعوذ بك من شر ما صنعت ، أبوء لك بنعمتك علي ، وأبوء بذنبى ، فاغفرلى ، فإنه اليغفر الذنوب إال أنت." Terjemahnya, Ya Allah Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain engkau, Engkaulah yang mencipatakan aku, dan akulah hambamu, dan aku berpegang kepada janjimu sesuai dengan kemampuanku, aku berlindung kepadamu dari kejahatan yang aku telah perbuat, dan aku mengaku kepadamu ni’mat yang kamu telah berikan kepada aku, dan aku mengakui dosa yang aku telah lakukan, makanya itu ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau. 2. Shalawat kepada Nabi. Memperbanyak membaca shalawat kepada Rasulullah SAW sebagaimana perintah Allah dalam QS. al-Ahzab ayat : 56, إن هللا ومالئكته يصلون على النبى ، يآ أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما Artinya : Sesungguhnya Allah dan Malaikatnya bershalwat kepada Nabi-Nya, Hai Orang- orang yang beriman bershalawat dan bertaslimlah kepadanya. Begitupulah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin ‘Ash Rasulullah SAW. bersabda, من صل علي صالة ، صل هللا عليه بها عشرا Terjemahnya, Barang siapa yang bershalawat kepada saya satu kali niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali. Begitupulah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah bersabda, “ أولى الناس بى يوم القيامة ، أكثرهم علي صالة.” Terjemahnya, Manusia yang paling dekat dengan saya adalah yang paling banyak shalawatnya kepada saya. Lafadznya :

189

" اللهم صل على سيدنا محمد عبدك ورسولك النبي األمي وعلى آله وصحبه وسلم.” adalah kalimat Tauhid, Kalimat ini juga dinamakan “ال إله إال هللا” ,Membaca Tahlil. Yaitu .3 Kalimat Nafi-Itsbat, Kalimat al-Ikhlash, Kalimat Taqwa, Kalimat Tayyibah. Kalimat Tauhid ini apabila diucapkan oleh lidah yang muncul dari keteguhan hati, maka ia merupakan Peng- Esahan Tuhan yang ikhlash dan merupakan pernyataan yang benar dari surah Al-Ikhlas dan pernyataan dari ayat ke lima surah al-Fatihah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Nasai dari Jabir Rasulullah SAW. bersabda, أفضل الذكر : الإله إال هللا ، وأفضل الدعاء : الحمد هلل . Terjemahannya : Zikir yang paling afdhal adalah Laa Ilaaha IllAllah, dan do’a yang paling afdhal adalah Al-Hamdu lillah Hadits lain Diriwayatkan oleh Nasai dari Abi Sa’id al-Khudri, Nabi Muhammad SAW bersabda : قال موسى عليه السالم : يا رب علمنى شيئا أذكرك به ، فقال قل الإله إال هللا ، فقال يارب كل عبادك يقول هذا إنما أريد شيئا تخصنى به ، فقال ياموسى لوأن السماوات السبع وعامرهن غيرى واألرضين السبع جعلت فى كفة والإله إالهللا فى كفة لمالت بهن الإله إالهللا. Terjemahnya, Musa A.S. berkata, Ya Tuhanku ajarkanlah saya sesuatu bacaan untuk mengingatmu, maka Allah SWT berkata : Bacalah LAILAHA LLALLAH, Musa berkata, Ya Tuhanku semua hambamu membacanya, saya mau suatu bacaan khusus untukku saja, Tuhan berkata, sekiranya tujuh susun langit dan dengan segala isinya dan tujuh lapis tanah ditimbang maka pasti kalimat LAILAHA LILLAH lebih berat. Anre Gurutta Ambo Dalle menambah bacaan Tahlil ( Kalimat Tauhid ) ini dengan membaca " الإله إال هللا فى كل لمحة ونفس عدد ما وسعه علم هللا " sebanyak 300 kali. Disamping memperbanyak membaca Tasbih Tahmid Takbir dan Hawqala (Laa Hawla walaa Quwata Illa Billah). 4. Memperbanyak membaca Asmaul Husna (Nama-nama Tuhan Yang Maha Agung) seperti : يا حي يا قيوم ، يا لطيف ، يا رزاق ، يا وهاب ، يا رحمن يا رحيم , Dan lain-lain, sebagaimana firman Tuhan dalam QS. al-A’raf, ayat : 180 وهلل األسمآء الحسنى فادعوه بها ، وذروا الذين يلحدون فى أسمآئه سيجزون ما كانوا يعملون Terjemahnya, Dan hanya Allah memiliki nama-nama Agung, maka ber mohonlah kepada- Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang

190 dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Begitupulah dalam QS.al-Isra’ ayat : 110, قل ادعوا هللا أو ادعوا الرحمن ، أيا ما تدعوا فله األسمآء الحسنى. Terjemahnya, Katakanlah, serulah Allah atau serulah Al-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Asmaul Husna ( nama-nama yang terbaik ). Begitu pula Anre Gurutta mengamalkan Hizb/Wirid ”Al-Lathifiyah” yang dibaca oleh Tarekat al-Syaaziliyah yang dinisbahkan kepada Al-Imam Abi Hasan Al-Syaazilily. Wirid ini dibaca setelah dibaca wirid umum atau zikir harian yang telah disebut diatas adalah sebagai berikut : .“أعوذ باهلل السميع العليم من الشيطان الرجيم” : Ta’awuz 3 kali, yaitu .1 2. Membaca Surah al-Hasyr, Ayat:21-24 (sampai akhir surah) 1 kali dan surah al-Syuraa, Ayat:19, 1 kali. (يآ لطيف) ” Membaca nama Tuhan 129 kali atau 1000 kali : ” Yaa Latief .3 4. Membaca 3 kali : يآ لطيفا بخلقه ، يآعليما بخلقه ، يآخبيرا بخلقه ، الطف بنا يآلطيف ياخبير يآعليم 5. Membaca 1 kali : اللهم يا من لطفت فى خلق السموات واألرض ولطفت باألجنة فى بطون أمهاتها الطف بنا لطفا يق بكرمك ورحمتك يآ أرحم الراحمين . يآ هللا اللهم يآ من جعلت الصالة على النبي من القربات نتقرب إليك بكل صالة صليت عليه من أول النشأة إلى نهاية من الكماالت . 6. Membaca 3 kali : بسم هللا ما شآء هللا ال يسوق الخير إال هللا ، بسم هللا ماشاء هللا اليصرف السوء إال هللا ، بسم هللا ماشاء هللا ومابكم من نعمة فمن هللا ، بسم هللا ماشاء هللا الحول والقوة إال باهلل. 7. Kemudian membaca shalawat, “وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم” (Abu Hasan al-Syaziliy, Tth:83) Juga kadang Anre Gurutta dalam keadaan tertentu mengamalkan zikir/wirid yang dilakukan oleh Jama’ah Tharekat Khalwatiyah yang dipelopori oleh Syekh Muhammat Al-

191

Khalwaty dari Turki dengan nama Khatmul Khawjah (Khawajikan) Mattemmul Khojaa (bahasa bugis) bentuk zikirnya, Lihat Kitab Tanwirul Qulub.

Ajaran Anre Gurutta Ambo Dalle Tentang Kehidupan. Dalam agama Islam melalui sumber autentiknya Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW menegaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mengabdi kepada Sang Penciptanya Allah SWT. QS. al-Zariyat : 56, وما خلقت الجن واإل نس إال ليعبدون. Artinya : Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembahku. Begitupula Allah SWT menciptakan manusia sebagai Khalifah dibumi QS.al-Baqarah : 30, وإذ قال ربك للمالئكة إنى جاعل فى األرض خليفة. Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah dimuka bumi. Begitupula QS. al-An’am ayat : 165, وهو الذى جعلكم خالئف فى األرض ورفع بعضكم فوق بعض درجات ليبلوكم فيما آتاكم...... Artinya : Dan Dialah yan menjadkan kamu penguasa-penguasa di bumi Dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan–Nya kepadamu. dan sekaligus diperintahkan untuk membangun bumi ini demi untuk kemashlahatan manusia itu sendiri baik didunia maupun di akhirat kelak.QS. Hud ayat : 61, هو أنشأكم منها واستعمركم فيها ، Artinya : Dialah telah menciptakan kamu dari bumi ( tanah ) dan menjadikan kamu pemakmurnya. ( memerintah kamu membangunnya ) Anre Gurutta Ambo Dalle memahami dan mengamalkan ayat-ayat ini bahwa setiap manusia dituntut untuk menghadapi kehidupan dunia ini dengan penuh semangat dan kerja keras untuk mewujudkan hasanah (kebaikan) kehidupan didunia melalui ikhtiar/usaha dan doa. Artinya, dalam hidupnya harus selalu melibatkan unsur ke-Tuhanan dan unsur ke- Manusian. Menurut beliau usaha tanpa doa sering membuahkan kekecewaan, sedangkan doa

192 tanpa usaha melahirkan kehampaan dan keputusasaan. Dalam berusaha harus dalam bingkai amal shaleh (perbuatan yang baik dan sesuai) dengan aturan-aturan yang berlaku baik aturan agama, aturan pemerintah maupun aturan hukum alam yang berlaku. Kalau dilihat cara hidup Anre Gurutta, disatu sisi beliau larut dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Baik itu ibadah perimer (Mahdhah) maupun ibadah sekunder (Gaeru Mahdhah) ibadah-ibadah sosial sehingga Anre Gurutta memiliki keshalehan pribadi dan keshalehan sosial. Disisi lain Anre Gurutta sangat memahami tentang hukum kausalitas (sebab dan akibat) sehingga ia selalu mengatakan bahwa kalau mau mendapatkan akibat yang baik maka lakukanlah sebabnya yang baik pula. Menurut beliau rejeki itu ada dua macam : Ada rejeki (Dalle) bahasa bugis, ada juga rejeki tambahan (Pappedalle) bahasa bugis, nah untuk menemukan kedua rejeki tersebut harus melalu ikhtiar dan usaha dan tidak salah memahami takdir dengan mengatakan sekalipun saya tidak berusaha kalau itu memang rizkiku pasti datang sendiri. Memang Tuhan telah menetapkan rejeki seseorang, akan tetapi Tuhan menyuruh manusia untuk mencari dan mengambilnya. Makanya dalam kehidupan Anre Gurutta disamping berdoa kepada Allah SWT beliau tetap bekerja keras dalam mendapatkan rejeki (dalle) maupun rejeki tambahan (Pappedalle) sehingga beliau nampak dalam kesehariannya sebagai pebisnis/pengusaha pekerja keras dengan membuat lapangan kerja, seperti membuka Toko Buku/Maktabah yang diberi nama Maktabah al-Khaeriyah, mendirikan percetakan dengan nama Percetakan al-Khaeriyah, mendirikan Rumah Sakit Bersalin dan Toko Obat/Apotik dengan nama Addariyyah. Bahkan beliau pernah berternak Ayam dan Hewan seperti Biri-biri yang diawasi sendiri dalam Pesantren baik di Ujung Lare Pare-pare maupun setelah beliau pindah ke Kaballangan Pinrang. Beliau juga pernah diberi kekuasaan untuk menggarap beberapa lahan pertanian/perkebunan yang diberikan kepadanya dan beliau menunjuk orang untuk mengarapnya. Disamping itu juga beliau tidak pernah meninggalkan kegiatan organisasi yang berkiprah dalam Pendidikan, Dakwah dan Usaha-usaha Sosial dan mengurus pesantren yang dibinanya. Apa yang dilakukan oleh Anre Gurutta ini, dapat menjadi contoh dalam menghadapi kehidupan. Beliau tidak mengorbankan dunianya karena akhiratnya begitupula sebaliknya inilah yang dimaksud Anre Gurutta tentang keseimbangan.

193

Dalam menghadapi kehidupan Anre Gurutta mencontohkan hal-hal yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Kerja keras yang didasari dengan keikhlasan, Amal perbuatan yang didasari dengan keikhlasan akan mendapatkan nilai tambah nilai material keduniaan dan nilai ibadah keakhiratan dan Allah akan memudahkan segala kesulitan yang dihadapinya, diberikan jalan keluar dari persoalan yang meliputinya dan diberikan rejeki yang tak terduga sebagaimana firman Allah QS. al-Thalaq : 2-3. ومن يتق هللا يجعل له مخرجا ، ويرزقه من حيث اليحتسب. ومن يتوكل على هللا فهو حسبه. Artinya : Barang siapa yang bertaqwa (Ikhlash) kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Anre Gurutta Ambo Dalle dalam kamarnya menulis ayat ini dengan kaligrafi yang indah. 2. Bekerja sesuai dengan keahlian, menurut beliau pekerjaan yang tidak disertai pengetahuan dan keterampilan akan menjadikan pekerjaan itu kerdil dan tidak bisa berkembang. 3. Tekun dan disiplin dalam bekerja. 4. Kesinambungan bekerja sekalipun pekerjaan itu hasilnya sederhana. 5. Hasil dari pekerjaan itu diniatkan sebahagian untuk kepentingan sosial. 6. Lapang dada dan penuh kesabaran. 7. Berani dan penuh perhitungan. 8. Dikerjakan sendiri dan jangan banyak menyerahkan dan mempercayakan sepenuhnya kepada orang lain, menurut beliau pekerjaan yang diserahkan kepada saudara sendiri adalah buta sebelah mata dan apabila diserahkan kepada orang lain adalah buta mata kedua-duanya. Itulah sebabnya dalam melakukan pekerjaannya Anre Gurutta sendiri yang langsung melakukannya dan jarang meyerahkan pekerjaan itu kepada orang lain. Kalau dikatakan kepadanya kenapa tidak diberikan/dipercayakan itu kepada yang lain mengurusnya beliau menjawab ”Iperennuangngi silessurengnge buta siwaliwi iparenuangngi tolaingnge buta rapei”.

194

9. Jangan menganggap enteng pekerjaan kecil, banyak pekerjaan kecil menghasilkan yang besar dan jangan mengagumkan pekerjaan yang besar karena banyak pekerjaan yang besar menimbulkan kerugian yang tidak kecil. 10. Pada dasarnya semua orang itu baik, maka hendaklah husnu dzanni terhadapnya dan bergaul/hadapi dengan baik. 11. Bantulah orang mengurus kesulitannya. 12. Jangan menolak harapan baik orang. 13. Mengharapkan bimbingan Tuhan dan tidak dikendalikan oleh hawa nafsu dan beliau selalu menganjurkan membaca doa ini. يا هللا برحمتك أستغيث ، وال تكلنى إلى نفسى طرفة عين ، وأصلح لى شأنى كلها. Artinya : Yaa Allah dengan Rahmat-Mu aku minta tolong, dan jangan sekali-kali Engkau serahkan nafsuku mengendalikan diriku dan perbaikilah segala keadanku.

Ajaran Anre Gurutta Ambo Dalle Tentang Pengendalian Nafsu. Pengabdian batiniyah pelaksanaannya dilakukan oleh hati sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Oleh karena itu, Anre Gurutta Ambo Dalle mengatakan bahwa setiap orang harus berusaha membersihkan dan menjernihkan hatinya dan menjauhkannya dari segala yang dapat mengotorinya, seperti pengaruh yang ditimbulkan oleh hawa nafsu dimana nafsu pada dasarnya selalu mendorong kepada kejahatan sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Yusuf ayat:53 “إن النفس ألمارة بالسوء” Artinya, sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada kejahatan. Oleh karena itu seorang hamba harus berjuang /berjihad melawan hawa nafsunya dan mengendalikannya agar ia tidak terperosok kepada berbagai macam kejahatan, baik kekafiran, kefasikan ataupun kemunafikan. Hal ini Rasulullah SAW, mewasiatkan ummatnya agar menekan dan melawan keinginan nafsunya, dalam sebuah haditsnya yang berbunyi : "أفضل الجهاد أن يجاهد الرجل نفسه وهواه” Artinya, Jihad yang paling mulia adalah jihad manusia terhadap nafsunya.

195

Bahkan Tuhan menjanjikan Syurga bagi mereka yang dapat menundukkan hawa nafsunya sebagaimana firman Tuhan QS.al-Nazi’aat ayat : 40 وأمامن خاف مقام ربه ونهى النفس عن الهوى فإن الجنة هى المأوى. Artinya, dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nasunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya. Dari ayat dan hadits diatas dapatlah dipahami bahwa betapa mulianya orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga ia dengan mudah menghindari berbagai macam kejahatan dan mudah mewujudkan kebaikan karena hatinya tetap dijaga kebersihan dan kemurniannya dari pada segala yang dapat mengotorinya dari perbuatan-perbuatan kejahatan akibat pengaruh hawa nafsu. Rasulullah SAW berpesan pentingnya hati itu dibersihkan agar menimbulkan tingkah laku yang baik, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Nu’man bin Basyir. Nabi Bersabda : “أال وإن فى الجسد مضغة ، إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، أال وهى القلب. Artinya, Ketahuilah sesungguhnya dalam tubuh itu terdapat segumpal daging, jika daging itu baik maka baik pulalah tubuh itu keseluruhannya, dan jika rusak maka rusak pula tubuh itu keseluruhannya, ketehuilah sesungguhnya itulah hati. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Syams (تزكية النفس Cara membersihkan hati (Tazkiyatu al-Nafs ayat : 7 – 10, ونفس وما سواها ، فألهمها فجورها وتقواها ، قد أفلح من زكاها ، وقد خاب من دساها. Artinya, Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kepasikan dan ketakqaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Mensucikan hati itu Menurut Al-Imam Abd. Halim Mahmud 1985 : 88 adalah merupakan kehendak agama untuk dicapai dalam alam ini, agama menghendaki tercapainya itu karena beberapa tujuan antara lain : 1. Pencucian jiwa itu adalah kesempurnaan manusia,keagungan rohani, bagi perorangan, dan kesempurnaan itu tidak datang kecuali apabila manusia mengambil jalan yang benar.

196

2. Apabila pencucian jiwa itu merupakan kesempurnaan manusia bagi perorangan, maka hal terebut merupakan factor-faktor yang esensi dalam ketenangan masyarakat, dan keamanan bangsa dan tanah air. 3. Keselamatan dan kebahagiaan di akhirat. sebagaimana firman Tuhan QS. Thaha, ayat : 76, جنات عدن تجرى من تحتها األنهار خالدين فيها وذلك جزاء من تزكى Adapun langkah dalam melakukan pencucian jiwa adalah dimulai dengan menghadap kepada Allah SWT. Dengan senantiasa melakukan taubat nasuhah yaitu taubat yang memisahkan antara dua masa, masa ketika ia berada pada perbuatan yang salah dan masa ia menjadi orang yang sudah dalam bimbingan Tuhan. Jadi Istigfar dan taubat nasuhah adalah media pencucian jiwa yang sangat efektif untuk mendapatkan cinta dan magfirah dari Allah SWT. Sebagaimana Firman-Nya QS. al-Baqarah ayat : 222. ” إن هللا يحب التوابين ويحب المتطهرين” Begitupulah dalam hadits Rasulullah bersabda : “يآ أيها الناس توبوا إلى هللا واستغفروه ، فإنى أتوب إليه وأستغفره فى اليوم مائة مرة”. Artinya, Hai sekalian manusia taubatlah kalian kepada Allah dan istigfarlah karena sesungguhnya aku taubat dan istigfar kepada Tuhanku 100 kali dalam sehari semalam. Berdasarkan hadits ini, maka Anre Gurutta Ambo Dalle memulai zikir hariannya dengan membaca istigfar dan tobat 100 kali sehari semalam ini gunanya menurut beliau adalah untuk membersihkan jiwa dari pada segala yang mengotorinya, baik dari pada perbuatan yang salah maupun dari segala penyakit hati seperti Irihati , Dengki, ‘Ujub, Riya’, Takabbur dan lain-lain. Kemudian Langkah selanjutnya dalam pencucian jiwa, beliau mengatakan kita harus memperbanyak membaca Al-Qur’an, karena hati itu berkarat akibat dosa sebagaimana berkaratnya besi untuk membersihkan karatan itu hanyalah melalui membaca Al-Qur’an. Kamudian seorang hamba senantiasa merasa fakir dan menaruh kebutuhan dan harapan kepada Allah baik itu kebutuhan material keduniaan maupun kebutuhan spiritual keagamaan dan keakhiratan. sebagaimana firman-Nya dalam QS. Fathir ayat : 15, "يآ أيها الناس أنتم الفقراء إلى هللا ، وهللا هو الغني الحميد” Artinya, Hai sekalian manusia kamu sekalian fakir/butuh kepada Allah. Dan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Pencinta.

197

Kemudian Anre Gurutta mengatakan bahwa sumber kekuatan hawa nafsu berasal dari perut ( jasmani ) yang dipenuhi dengan berbagai macam keinginannya sehingga kekuatan jasmani mengalahkan kekuatan rohaniyah. Oleh karena itu seorang berusaha menekan kebutuhan perutnya dan memenuhi kebutuhan rohaniyahnya dengan memperbanyak melakukan shalat dan puasa dan amal-amal kebaikan lainnya seperti mengisi jiwa dengan santapan-santapan rohaniyah. Dengan semuanya itu hawa nafsu dapat ditekan dan dikendalikan. Kemudian Anre Gurutta berpesan agar seorang hamba sentiasa bermunajah kepada Allah berdoa meminta diberikan Rahmat, Hidayah/Petunjuk, dan meminta agar jangan membiarkan nafsunya menguasainya. sebagaimana doa dalam QS. al-Kahfi, ayat : 10, ربنا آتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من أمرنا رشدا. Artinya, Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). Begitu pula Rasulullah SAW mengajarkan kita doa agar Allah tidak membiarkan nafsu mempengaruhi kita, dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Bakr, Nabi bersabda : اللهم رحمتك أرجوا ، فال تكلنى إلى نفسى طرفة عين ، وأصلح لى شأنى كله ، الإله إال نت. Artinya, Yaa Allah, aku mengharapkan rahmat-Mu, maka janganlah menyerahkan diriku kepada nafsuku sekejap mata, dan perbaikilah urusanku semuanya, tiada Tuhan kecuali Engkau. Jadi apa yang telah diuraikan diatas menurut Anregurutta adalah cara untuk membersihkan jiwa (Tazkiyatu al-Nafs) dan cara melakukan pengendalian nafsu. Karena dengan kebersihan jiwa maka mudalah untuk melakukan kebaikan dan menjauhi segala sifat-sifat yang tercelah akibat dari pada pengaruh hawa nafsu. Betul sekali firman Tuhan QS. al-Syams ayat 9- 10 yang telah disebut diatas. Ajaran Anre Gurutta Ambo Dalle Menghadapi Kematian. Sebagaimana yang beritakan Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam Haditsnya, bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT dibatasi dengan waktu, dimana setiap manusia telah ditentukan ajalnya. QS. Ali ‘Imran ayat : 145,

198

وماكان لنفس أن تموت إال بإذن هللا كتابا مؤجال . Artinya : Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Dan QS. Al-Munafiqun ayat 11, dan banyak lagi ayat. Begitu pula dalam hadits menyebutkan bahwa batas atau umur manusia telah ditentukan sejak setelah malaikat meniupkan ruh didalam kandungan. Oleh karena itu kematian pasti datang cepat atau lambat pendek atau panjang. Semua orang diakhir hayatnya mendambakan untuk mendapatkan husnul khatimah bahkan Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita doa agar mendapatkan keadaan tersebut. Namun tidak semua manusia dapat mewujudkan husnul Khatimah karena itu tergantung kepada amal perbuatannya ketika ia masih hidup didunia. Sebahagian manusia melupakan akan datangnya kematian, sehingga hidupnya dihabiskan dengan tidak mengikuti ajaran agama Tuhan sedangkan apa yang telah diperbuatnya semasa hidupnya akan dipertanggung jawabkan nanti dihari kemudian, sedangkan baik dan buruknya perbuatan -perbuatan manusia selama hidupnya sangat berpengaruh disaat ia menghadapi kematian (Sakratul Maut) apakah ia merasakan nyaman dan lezatnya atau merasakan perih dan sakitnya kematian itu. Firman Allah dalam QS. al-Ankabut ayat : 57, “كل نفس ذآئقة الموت ، ثم إلينا ترجعون” Artinya : Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. kemudian kepada kamilah mereka kembali. Dapat dipahami dari ayat ini bahwa setiap orang melewati dan merasakan kematian itu, jadi menurut Anre Gurutta bahwa barangsiapa yang merasakan nyaman dan lezatnya kematian maka sesungguhnya ia akan selamat dan mujur sampai hari kemudian, dan barang siapa yang merasakan pahit dan sakitnya kematian maka sesungguhnya kematiannya buruk dan ia termasuk golongan yang celaka sampai hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. mengajarkan kepada umatnya doa agar diberi husnul khatimah dan dimudahkan ketika ia dalam peroses kematian (keadaan sakrtul maut). اللهم ارزقنا حسن الخاتمة ، اللهم هون علينا فى سكرات الموت ، والنجاة من النار، والعفو عند الحساب

199

Artinya : Yaa Allah Tuhan Kami Rizkikanlah kepada kami husnal khatimah, Yaa Allah mudahkanlah kami dalam sakratul maut, dan lepaskan /bebaskan dari api neraka, dan maafkanlah kami disaat perhitungan. Allah SWT menyebutkan peroses untuk mendapatkan Husnul Khatimah sebagaimana dalam Al-Qur’an QS. Fushshilat ayat : 30, " إن الذين قالوا ربنا هللا ثم استقاموا ، تتنزل عليهم المالئكة أال تخافوا وال تخزنوا وأبشروا بالجنة التى كنتم توعدون” Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka istiqamah melaksanakan ajaran agama, maka para malaikat turun mendatangi mereka (disaat Sakratul maut) mereka menyampaikan kepada orang yang mau mati janganlah kalian takut dan jangan pula kalian sengsara dan bergembiralah kalian dengan syurga yang telah dijanjikan kepada kalian. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa tanda-tanda orang yang mendapatkan husnul khatimah (akhir yang baik) ialah turunnya para malaikat memberi berita gembira tentang syurga dan mengatakan kepada orang yang mau mati, janganlah kalian takut dan sengsara. Anre Gurutta Ambo Dalle mengatakan bahwa, banyak orang yang salah memahami ayat ini mereka mengira bahwa kondisi husnul khatimah itu mudah diperoleh sehingga banyak orang mencari kesana sini tentang tanda-tanda kematian sehingga nanti mereka mau berbuat baik sebagai husnul khatimah kalau tanda-tanda itu sudah ada pada dirinya. Padahal dipahami dalam ayat tersebut bahwa akhir yang baik tidak mungkin datang sendirinya tanpa dengan awal yang baik, dan tidak mungkin awal yang baik bertemu dengan akhir yang baik tanpa ada peroses yaitu istiqamah dalam menjalankan agama sampai akhir hayat . Oleh karena itu, Anre Gurutta menambahkan bahwa sepantasnyalah kita menempuh tatacara dan tingkah laku yang dapat mengantar kita kearah keselamatan dalam kematian (husnul khatimah) Adapun tatacara dan jalan yang dimaksud menurut Anre Gurutta ialah : 1. Keimanan yang kokoh dan teguh kepada Allah SWT. dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. 2. Istiqamah dalam mengerjakan ajaran-ajaran agama dan amalan-amalan yang baik serta pengabdian kepada Allah SWT. Selama hidup dikandung badan sebagaimana firman Tuhan QS. al-Hijr ayat : 99,

200

واعبد ربك حتى يأ تيك اليقين. Artinya : Sembahlah Tuhanmu sampai kamu didatangi masa keyakinan (kematian) Allah mengatakan keyakinan karena kematian itu pasti dan yakin tentang kedatangannya pada setiap manusia. Begitupulah QS. Hud ayat : 112, فاستقم كما أمرت ومن تاب معك وال تطغوا إنه بما تعملون بصير. Artinya : maka tetaplah kamu (istiqamah) pada jalan Allah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 3. Berbaik Sangka (Husnu dzan ) kepada Allah SWT. Sesungguhnya amalan dan perbuatan yang baik serta pengabdian kepada Allah SWT termasuk salah satu jalan yang dapat menyelamatkan dalam kematiaan, akan tetapi yang paling singkat dan mudah yaitu, Berbaik Sangka (husnu dzan) kepada Allah SWT disertai keyakinan teguh pada saat menghadapi kematian (sakratul maut). Rasulullah SAW selalu menekankan perlunya berbaik sangka terhadap Allah, sebagaimana dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abi Sufyan dari Jabir, اليموتن أحدكم إال وهو يحسن الظن باهلل . Artinya : Sedapat mungkin janganlah meninggal dunia ( mati ) salah seorang diantara kamu kecuali dia dalam suasana baik sangka terhadap Allah SWT. 4. Menghayati kematian sebelum mati yang sebenarnya. Menurut Anre Gurutta, seseorang harus selalu mengingat kematian dan mengadakan pembiayasaan untuk mati sebagaimana Rasulullah SAW. Menganjurkan dalam haditsnya, أكثروا من ذكر هاذم اللذات. Artinya : Perbanyaklah/selalulah mengingat Hazim al-Lazzat (kematian). Begitu pulah hadits Rasulullah SAW. موتوا قبل أن تموتوا Artinya : Hendaklah kamu menghayati arti kematian itu sebelum kamu mati. Begitupulah membiasakan mati disaat mau tidur karena sebenarnya tidur itu adalah saudara (gambaran) kematian. sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

201

النوم أخو الموت . Artinya : Tidur itu adalah saudara ( gambaran ) kematiaan. Menurut Anre Gurutta, seseorang dapat melakukan simulasi kematian disaat mau tidur yaitu tetap berzikir kepada Allah dan bersikap baik sangka kepada –Nya sampai tidur betul. Hal ini akan datang disaat seseorang menghadapi kematian yang sebenarnya. 5. Membiasakan melakukan tingkah laku yang baik dimasa hidupnya. Menurut Anre Gurutta ini banyak kejadian pada orang yang mau mati seperti ada orang yang menghitung-hitung disaat sakratul maut karena ia telah terbiasa dalam hidupnya hanya menghitung-hitung uangnya saja, ada juga orang kata Gurutta disaat sakratul maut menunjuk-nunjuk keatas karena diwaktu hidupnya selalu menunjuk buah kelapanya. Nah kebiasaan inilah yang dibawa mati sebagaimana sabda Rasulullah SAW. dalam haditsnya, “يموت المرء على ما يعيش عليه” Artinya : manusia itu akan menjalani kematian menurut keadaan yang terbiyasa bagi dirinya pada saat ia masih hidup. Demikianlah tatacara/jalan-jalan yang harus ditempuh dalam menghadapi kematian agar kematian itu baik dan selamat (husnul Khatimah) dan merasakan ketenangan dan mendapat panggilan dari Allah SWT. Disaat dicabut nyawanya oleh Malakul Maut (Malaikat ‘Izrail) sebagaimana firman Tuhan QS. Al-Fajr ayat : 27-30, يآ أيتها النفس المطمئنة ، إرجعى إلى ربك راضية مرضية ، فادخلى فى عبادى ، وادخلى جنتى . Artinya : Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dan lagi diridhahin-Nya, maka masuklah kedalam golongan hamba-Ku dan masuklah kedalam syurga- Ku. Ajaran menghadapi kematian ini menurut Anre Gurutta Ambo Dalle adalah sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW. Maka barang siapa yang membuat tata cara atau jalan yang ditempuh dalam kematian selain yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW, maka itu adalah tata cara yang menyimpang dari pada kebenaran dan akan menyesatkan bagi orang-orang yang mengikutinya seperti antara lain, disaat menjelang ajalnya tiba ia menunggu suatu tanda-tanda tertentu atau sesuatu yang keluar pada dirinya dan itulah tempat berketetapan hatinya hingga ruhnya keluar dari tubuhnya. Dan banyak lagi jalan-jalan

202 kematian yang telah difahami dikalangan orang-orang yang bergerak dibidang tarekat-tarekat yang salah yang tidak sesuai dengan petunjuk/ajaran Nabi adalah kesesatan yang nyata. Sedangkan petunjuk Rasulullah SAW adalah berdasarkan Al-Qur’an . Firman Tuhan dalam QS. Al-Baqarah ayat : 147, “الحق من ربك فال تكونن من الممترين” Artinya : Kebenaran itu adalah bersumber dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang –orang yang ragu. Begitu pula dalam QS. Yunus ayat : 32. “فذالكم هللا ربكم الحق ، فماذا بعد الحق إال الضالل فأنا تصرفون . Artinya : Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang benar; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan maka bagaimana kamu dipalingkan (dari kebenaran) Dan akhirnya penulis memanjatkan doa kehadrat Allah SWT. Mudah-mudah kita terpelihara dari pada perbuatan–perbuatan yang membawa kepada kesesatan dalam kehidupan duniawi dan selamat mendapatkan husnul khatimah disaat kematian dan bahagia dalam kehidupan diakhirat kelak, Amin.

Perspektif Anre Gurutta Ambo Dalle Tentang Karamah / Ma’unah Dan Peristiwa-Peristiwa Irrasional Yang Terjadi Pada dirinya. Menurut Anre Gurutta Ambo Dalle Ada empat hal yang luar biasa (khariqul ‘adah) / peristiwa irrasinal yang biasa terjadi pada diri manusia yaitu, Mu’jizat, Karamah, Ma’unah/Magutsah dan Sihir. 1. Mu’jizat, adalah Sesuatu hal yang luar biasa (khariqul ‘adah) yang tidak tunduk terhadap hukum alam yang sedang berlaku yang hanya terjadi pada diri manusia yang mengaku bahwa dia adalah Nabi dan Rasul Tuhan kepada manusia dengan bertujuan untuk sebagai pembuktian atas pengakuannya sebagai Nabi dan Rasul Tuhan, untuk memantapkan iman terhadap orang yang sudah beriman, untuk membungkam orang kafir dan orang-orang yang tidak mau percaya kepadanya, dan untuk mendukung kebenaran Dakwah Islamiyah yang dijalankannya.

203

2. Karamah, adalah sesuatu hal yang luar biasa (khariqul ‘adah) yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba pilihan (Wali-wali-Nya) sebagai suatu tingkat keistimewaan bagi mereka. Para Wali Allah SWT yang telah mujahadah, bersunguh-bersungguh dan terus menerus mendekatkan diri dan meningkatkan ketakwaannya kepada Allah SWT guna mendapatkan ridhah dan mahabba-Nya, melaksanakan ibadah dengan seimbang antara syari’at dan hakikat antara syari’at lahir yang disertai dengan keikhlasan batin lillahi ta’ala. 3. Ma’unah/magutsah adalah, Sesuatu hal yang luar biasa yang terjadi pada hamba-hamba Allah yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Orang-orang yang shaleh yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan ajaran agama serta terus menerus mendekatkan diri kepada-Nya melalui zikir dan amal-amal baik lainnya. 4. Sihir, adalah hal yang luar biasa yang terjadi pada diri kalangan orang-orang jahat, fasik, zindik dan orang-orang kafir yang tidak percaya kepada Allah dan memperalat jin dan syetan dalam melaksanakan kegiatannya. sebagai mana firman Allah dalam QS. al-Syu’ara’ : 222. هل أنبئكم على من تنزل الشياطين ، تنزل كل أفاك أثيم ، يلقون السمع وأكثرهم كاذبون Artinya : Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syetan-syetan itu turun?, mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. Mereka menghadapkan pendengaran (kepada syetan) itu, dan kebanyakan mereka itu adalah orang-orang pendusta. Sebagaiman yang disebut diatas bahwa karamat itu terjadi pada diri hamba-hamba pilihan Allah SWT (Wali-wali-Nya) adalah orang-orang shaleh yang telah dekat kepada Allah yang disebut dengan ”Al-‘Arifu billah” sesuai dengan ketaatan dan ketakwaannya yang terus menerus mendekatkan diri kepada Tuhannya dan dengan konsekuen meninggalkan segala bentuk maksiat yang bergelimang dengan hawa nafsu, Rasulullah ditanya siapakah Wali-wali Allah itu jawab Rasulullah ”Mereka adalah orang-orang yang selalu menyibukkan diri dengan zikrullah”. Begitupulah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Nasai dan Ibnu Hibban Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya ada segolongan hamba Allah SWT dimana para Nabi dan syuhada jatuh cinta dan ingin seperti mereka para sahabat bertanya, siapakah mereka itu ya Rasulullah mudah-mudahan kami ingin juga seperti mereka, jawab Rasulullah

204 mereka itu kaum yang berkasih-kasihan tanpa ada hubungan kekerabatan dan begitupulah bukan karena harta benda melainkan atas dasar karena Allah mereka bercahaya mukanya dan berada pada mahligai cahaya mereka tidak takut pada waktu manusia yang lain takut dan mereka tidak bersedih hati pada waktu manusia yang lain bersedih hati. Kemudian Rasulullah SAW membaca QS.Yunus ayat : 62-63. اآل إن أولياء هللا الخوف عليهم وال هم يخزنون. الذين آمنوا وكانو يتقون. لهم البشرى فى الحياة الدنيا وفى اآلخرة التبديل لكلمات هللا ، ذلك هو الفوز العظيم. (Taqiyuddin Abd. Malik 1954:43) Juga Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abi Huraerah, Rasulullah Bersabda : Sesungguhnya Allah berfirman ”Barang siapa yang memusuhi Wali-Ku maka aku menyatakan perang kepadanya, dan apabila hamba-hamba- Ku menghampirkan diri kepada-Ku dengan sesuatu amalan tanda lebih kasih ia pada-Ku dari pada hanya sekedar mengamalkan apa-apa yang telah Kuwajibkan atasnya, kemudian ia terus menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan Nawafil ( sunnah-sunnah ) hingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, adalah Aku pendengarannya bila ia mendengar dan Akulah penglihatannya bila ia melihat dan Akulah tangannya bila ia berpegang /bekerja dan Akulah kakinya bila ia berjalan, jika ia memohon niscaya Aku perkenangkan permohonannya dan jika ia minta perlindungan pasti Aku melindungi dia. ( Ibid, 1954 : 43). Al-Harraz berkata: Jika Allah berkehendak mengangkat salah seorang hambanya menjadi wali maka dia akan membukakan baginya pintu gerbang zikir kepada-Nya, jika dia telah merasakan manisnya zikir, maka dia akan membukakan baginya pintu kedekatan kemudian diangkatnya dia kekelompok yang akrab dengan-Nya kemudian ditempatkan di diatas tahta taubat, kemudian diangkatnya tabir yang menghalanginya dan dibimbing dia kerumah kesatuan dan menyingkapkan baginya kecemerlangan dan keagungan Ilahi, manakalah mata memandang kecemerlangan dan keagungan Ilahi maka tak ada satupun dari dirinya yang tertinggal. Pada saat itulah sihamba untuk sesaat sama sekali lenyap setelah itu dia akan berada diperlindungan Allah SWT bebas dari peretensi apapun mengenai dirinya sendiri. (Al-Qusyaeri 1944 : 270).

205

Juga Al-Qusyaeri dalam Risalah sufinya mengatakan, bahwa kata wali (Orang Suci) mempunyai dua arti, yang pertama : berasal dari pada pa’il (pelaku) dalam artian passif. Artinya Allah SWT mengambil alih urusan orang-orang shaleh (Wali-wali Allah) ”Yatawalla”sebagaimana firman Allah dalam QS. al-A’raf : 196, إن وليى هللا الذي نزل الكتاب ، وهو يتولى الصالحين . Artinya : sesungguhnya Pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab/Al-Qur’an dan Dia melindungi/mengambil alih urusan orang-orang yang shaleh. Jadi dia yang mengambil alih urusan orang-orang shaleh ini berlaku pada orang-orang yang secara aktif melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan mematuhi-Nya sedemikian rupa hingga amal ibadahnya terus menerus bersusulan tanpa diselingi kemaksiatan. Yang kedua, mesti ada pada seorang wali untuk bisa dianggap sebagai Wali sejati ( Ibid, 1944 : 265-266,) Namun demikian, seorang wali bukanlah seorang ma’shum sebagaimana halnya Nabi dan Rasul Allah. Ma’shum artinya terpelihara dari berbuat dosa besar maupun kecil selamanya. Sedangkan seorang wali Mahfuz, artinya terpelihara dari berbuat dosa besar tapi tidak terpelihara dari dosa kecil kalaupun wali berbuat dosa kecil maka segera ia menyesal dan taubat nashuhah dan sadar dia akan kelemahan dirinya. Adapun Karamat yang terjadi pada diri para Wali Allah menurut Anre Gurutta sebagaimana juga pendapat Jumhur Ulama dan Ahlussunnah wal-Jama’ah boleh saja terjadi berdasarkan dalil naqli dan dalil aqli. Adapun dalil naqlinya telah disebut diatas baik dari ayat al-Qur’an maupun dari Hadits Qudsi dan Nabawi. Begitupulah Allah mengabadikan banyak kisah yang luar biasa yang terjadi pada hamba-hamba pilihan-Nya seperti kisah Maryam QS. Maryam ayat : 19-22, Ali Imran, ayat : 37, begitupulah kisah Ashabul Kahfi QS. al-Kahfi, ayat : 25, kisah Asap dengan mendatangkan singgasana Ratu Bulqis didepan Nabi Suleman QS. al-Naml ayat : 30- 40, Kisah Balya bin Malkan yang masyhur dengan nama Khaidir bersama dengan Nabi Musa QS. al-Kahfi ayat : 65 dan seterusnya. Dan lain-lain kisah hamba pilihan Allah yang diberikan anugerah keistimewaan (kekeramatan). Sedangkan dalil aklinya, bahwa kalau jaiz (boleh) apabila Allah SWT dapat memberikan kepada para Nabi dan Rasul-Nya mu’jizat untuk pembuktian kebenaran

206 mereka sebagai Nabi dan Rasul, maka dapat pulalah bagi Allah memberikan keramat kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh yang berkualitas sebagai wali-wali Allah. Kekeramatan itu terlihat dan muncul pada masa hidup mereka dan berkelanjutan sampai dengan mereka telah meninggal. Begitulah pendapat para jumhurul Ulama dan Ahlussunnah wal-Jama’ah dan tidak ada satu mazhabpun yang mengatakan bahwa tidak ada lagi kekeramatan para wali itu setelah meninggal, bahkan mereka mengatakan kekeramatan para wali setelah meninggal lebih utama dari kekeramatan pada waktu mereka masih hidup mareka suci dari kotoran dan pengaruh dunia. Sebagian wali sufi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT mewakilkan beberapa malaikat dimakam para wali untuk memenuhi hajat orang yang memintanya, kadang kadang wali itu sendiri muncul memenuhi hajat orang yang berkehendak itu. (Amin al-Kurdi 1994 : 367). Dikalangan para syekh sufi terdapat dua pendapat dalam masalah ini : Pendapat pertama, mengatakan sebaiknya para wali menyembunyikan kekeramatannya, sebab tidak ada kebutuhan dakwah untuk menampakkannya dan bisa juga menimbulkan fitnah dan ria yang bisa merusak kesucian rohani si Wali itu sendiri. Pendapat yang kedua, boleh saja seorang wali itu menzahirkan kekeramatannya apabila kalau dirasa hal itu perlu untuk kepentingan dakwah dan tentunya wali tersebut tidak menimbulkan takabbur atau ria dengan menzahirkan kekeramatan itu. Abu Usman mengatakan bahwa seorang wali mungkin termasyhur kemana-mana namun tidak akan terjadi dengan kemasyhurannya. Prof Dr. Haziri Yahya mengatakan bahwa pada zaman sekarang ini dirasakan perlu pada suatu saat menampakkan kekeramatan dalam rangka menangkis tuduhan atau pendapat yang mengatakan bahwa agama itu adalah hayalan belaka tidak dapat dibuktikan seperti menangkis pendapat Salman Rusydi dengan ayat-ayat setannya (The Satanic Versusnya) Sedangkan menurut Anre Gurutta Ambo Dalle bahwa menzahirkan kekeramatan para wali boleh saja apalagi pada saat sekarang ini dimana orang silau dengan kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi dan nanti ia mau percaya kalau dibuktikan dengan ilmu empiris. Maka dengan menampakkan kekeramatan itu dapat menjadi bahan dakwah sehingga orang-orang dapat sadar bahwa ilmu pengetahuan yang sedikit itu yang Allah

207

berikan kepada manusia tidak ada artinya bila dibanding dengan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya dengan menyaksikan hal-hal yang luar biasa ini mereka dapat sadar tetang ke Maha Kuasaan Allah. Dan menurut Anre Gurutta bahwa kekeramatan itu biasanya terjadi dan muncul sendirinya pada saat dibutuhkan dan disaksikan oleh masyarakat banyak tanpa wali itu sengaja menampakkannya.

Peristiwa-Peristiwa Irrasional yang Terjadi Pada Diri Anre Gurutta Ambo Dalle. Dalam hal mengemukakan hal-hal yang irrasional yang biasa terjadi pada diri Anre Gurutta Ambo Dalle, penulis tidak bermaksud untuk mengkultuskan atau memperomosikan atau meningkatkan statusnya sebagai wali Allah, yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh beliau sendiri. Apabila dilihat dari keriteria Wali Allah yang disebut dalam Al-Qur’an dan hadits begitu pula pandangan para Ulama tentang Wali Allah, maka Anregurutta Ambo Dalle dapat disejajarkan dengan deretan wali-wali Allah namun Anre Gurutta tidak pernah menyatakan dirinnya sebagai wali sekali pun terjadi pada dirinya banyak hal yang luar biasa (peristiwa- peristiwa irrasional). Apa yang terjadi pada dirinya tidak pernah mengatakan itu adalah kekeramatan. Beliau dengan penuh tawadu’ mengatakan saya hanya seorang hamba Allah yang istiqamah melaksanakan ajaran agama dan senantiasa melaksakan pendekatan diri dan meningkatkan ketakwaan kepada-Nya dan menyebut apa yang terjadi pada dirinya sebagai hal yang luar biasa adalah Ma’unah/Magutsaah (Bantuan Tuhan) kepadanya demi untuk mengurus kepentingan umat. Gurutta H. Abd.Muin Yusuf seorang Ulama besar dan Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan pada masanya dan Gurutta H. Muh.Amin Nashir Kepala Lektur Keagamaan Departemen Agama pada masanya keduanya beliau adalah muridnya Anre Gurutta Ambo Dalle di MAI Sengkang dan keduanya tinggal bersama dirumah yang ditempati Anre Gurutta. Keduanya menyatakan bahwa Anre Gurutta Abo Dalle sejak di MAI Wajo Sengkang sudah nampak hal-hal yang luar biasa pada dirinya khususnya kedalam ilmu pengetahuannya yang diperoleh melalui ilmu ladunni dan semakin nampak setelah beliau kembali dari Mekkah. Dimana Gurunya yaitu, Anre Gurutta Puang Aji Sade (K.H. M.As’ad) menganggap Anre Gurutta

208

Ambo Dalle setara dengan ilmunya sehingga dipercayakan menjadi asistennya sekaligus membina MAI Wajo Sengkang yang dipimpin langsung oleh Anre Gurutta Puang Aji Sade. Ketika Anre Gurutta Hijrah ke Mangkoso Soppeng Riaja, perkara-perkara ganjil terjadi pada dirinya yang diawali dengan turunnya Laelatul Qadri pada malam ke 27 ramadhan 1939, sekitar pukul 02.00 menjelang dini hari dimana Anre Gurutta melakukan I’tikaf dimesjid Mangkoso dengan melakukan shalat dan zikir sementara beliau beribadah dalam masjid tiba- tiba seluruh sudut masjid Mangkoso dipenuhi oleh cahaya benderang yang entah datangnya dari mana, pada awalnya masyarakat menduga terjadi kebakaran sehingga masyarakat pada turun menyaksikan peristiwa tersebut, cahaya itu lalu kemudian membugkus tubuh Anre Gurutta dan Anre Gurutta merasa kedinginan sehingga tubuhnya menggigil, lalu kemudian terdengar suara yang menyapanya, ”Aku diutus oleh Allah SWT untuk menemuimu, engkau boleh meminta salah satu dari tiga hal dan Allah akan mengabulkannya, kalau engkau menginginkan harta engkau akan memperoleh harta yang melimpah ruah, kalau engkau inginkan pangkat engkau akan memperoleh pangkat yang sangat tinggi, dan sekiranya engkau menginginkan ilmu engkau akan memiliki ilmu yang sangat tinggi dan berberkah”. Mendengar suara itu, sepontan Anre Gurutta menjawab ”Berikan aku ilmu, jadikan ilmuku berberkah dan siapapun yang menuntut ilmu disini dengan hati yang ikhlas akan mendapatkan keberkahan ilmunya, kemudian Anre Gurutta mengajak semua masyarakat masuk masjid mengambil berkah dan beribadah serta berzikir kepada Allah SWT. sambil menunggu shalat shubuh (Ahmad Rasyid A. Said 2009 : 25) Menurut keterangan AGH. Burhanuddin, peristiwa tersebut disaksikan oleh banyak orang diantaranya H. Andi Abd. Kadir Karaeng Lembang Parang Suami H. Andi Empong dan H.Sofyan, Qadhi Kiri-Kiru (Ibid :26) Anre Gurutta pernah bercerita pada penulis bahwa pada suatu ketika di Mangkoso pernah didatangi sejumlah wali Allah mengajak Anre Gurutta untuk menjadi wali yang tidak nampak, namun kata baliau saya tolak karena amanah untuk mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan dan dakwah harus diutamakan dan tidak boleh ditinggalkan amanah ini. Selanjutnya peristiwa yang luar biasa yang terjadi pada dirinya adalah ketika Anre Gurutta Ambo Dalle berkehendak membeli mobil untuk dipakai mengurus organisasi DDI dan melaksanakan amanah yang diberikan oleh Petta Arung Mallusetasi sebagai Qadhi Mallusetasi

209 di Pare-pare. Dimana beliau mondar mandir dari Mangkoso ke Pare-pare dengan dibonceng memakai sepeda. H. Abd. Ganing salah seorang yang banyak membantu Anre Gurutta dalam pembangunan di Pare-pare berinisiatif mengambil uang di Bank Hong Liong Pare-pare dengan jaminannya sendiri lalu kemudian memberikan kepada Anre Gurutta Uang pembeli mobil tersebut, namun H. Abd. Ganing terkejut ketika sampai di Mangkoso untuk menyerahkan uang tersebut, tiba-tiba Anre Gurutta mengatakan kembalikkan saja itu uang, karena tadi malam saya dijanji akan diberi uang pembeli mobil, lalu kemudian Anre Gurutta mengatakan coba cari uang itu didalam lemari kitab, maka disitulah terjadi hal yang luar biasa yaitu uang keluar dari selah-selah kitab-kitab tersebut sampai cukup harga mobil. Setelah itu Anre Gurutta dan H. Abd.Ganing ke Makassar membeli mobil baru merek Chevrolet tipe sedan tahun 1948 dengan DD 1238. Begitupula terjadi perkara ganjil yang lain yaitu Anre Gurutta mendapat Dana dari Petta Soppeng Riaja untuk setiap bulan. Secara matemateka (perhitungan) Jaminan berupa padi dan lain-lain yang diberikan oleh Petta soppeng hanya dapat sampai pertengahan bulan karena begitu banyak santrinya Anre Gurutta makan bersama dirumahnya. Namun yang terjadi jaminan itu selalu berlebihan setiap bulan. Ketika Anre Gurutta Hijrah ke Pare-pare terjadi banyak perkara-perkara ganjil (luar biasa) pada dirinya yang disaksikan langsung oleh penulis dimana penulis mulai mendampingi beliau pada tahun 1966. Dan tinggal bersama dirumahnya Anre Gurutta. Antara lain peristiwa itu adalah Anre Gurutta mendapat bantuan/ma’unah langsung dari Allah SWT berupa uang kertas yang selalu datang setiap Anre gurutta memerlukan. Perlu dijelaskan bahwa Anre Gurutta didalam rumahnya itu mempunyai tiga tempat tidur (kamar) satu kamar bersama isterinya, satu kamar khusus untuk beliau saja dan satu kamar istirahat dipakai untuk menerima tamu-tamu dekatnya kebetulan penulis disuruh tinggal dikamar itu untuk merawatnya. Suatu saat setelah shalat subuh Anre Gurutta berkata, Rahim tadi malam saya ada uang datang coba cari dalam kamarmu, penulis lalu mencari dimanakah gerangan uang itu berada, penulis melihat kebantal yang dipakai penulis tidur lalu diangkat bantal itu dan uang ada dibawah bantal itu. Jadi setiap ada keperluan selalu ada uang datang kadang dibawah kasur, bantal, dilaci dan di kantongnya sendiri Anre Gurutta. Begitupula ketika Anre Gurutta Pindah ke Pondok Pesantren DDI Ujung lare yang dibina sendiri, banyak kejadian-kejadian yang luar biasa

210 seperti kedatangan uang, melakukan pengobatan kepada orang-orang sakit dan dapat sembuh total sekalipun menurut perkiraan medis tidak bisa disembuhkan Anre Gurutta hanya mendoakan kepada Allah SWT agar mereka sembuh melaui terapi air yang sudah dijampi (didoakan) baik penyakit medis maupun non medis seperi sihir, dan penyakit-penyakit jin lainnya. Peristiwa-peristiwa yang luar berlanjut ketika Anre gurutta Ambo Dalle pindah Membina Pondok Pesantren DDI di kaballangan Pinrang. Dimana berbagai macam perkara-perkara ganjil terjadi dan disaksikan oleh santri dan masyarakat, antara lain : Pengobatan dan disembuhkan berbagai macam penyakit baik medis maupun non medis melalui air yang telah didoakan dimana secara medis telah dinyatakan tidak dapat disembuhkan. Peristiwa-peristiwa yang paling menonjol adalah, Ketika Anre Gurutta Ambo Dalle mau membangun Masjid di pesantren DDI Kaballangan, beliau dijanji oleh Gubernur H. Andi Oddang Rp. 30 juta rupiah untuk diberikan dana pembangunan Masjid. Dengan janji itu, Anre Gurutta menghubungi seseorang pemborong untuk segera membangun masjid dan ditalangi dulu dananya, namu ketika masjid dibangun dan sudah menelan ongkos lebih dari yang dijanjikan oleh Pak Gubernur namun bantuan dana itu tidak ada, dan disaat itulah terjadi keanehan dimana Anre Gurutta kedatangan uang yang dibawah oleh salah seorang (Wali Allah) temannya, sesuai dengan yang diperlukan masjid untuk membayar semua utang masjid, dan masjid terus dibangun sampai selesai melalui bantuan dana langsung dari Allah SWT. Sebagaimana yang diceritakan oleh Abd. Rahman bahwa Anre Gurutta Juga pernah diberikan seperti itu sebanyak Rp 40 juta rupiah untuk kelangsungan pembagunan masjid penulis pada waktu itu sedang berada di Mesir bersama keluargan untuk menyelesaikan ke Jenjang Strata Tiga (S3)-Nya di Universitas Al-Azhar Kairo. Disaat ketika datang uang banyak itu Anre Gurutta mengatakan bahwa peruntukannya ini menurut temannya itu, juga diberikan kepada penulis sebanyak Rp. 1 Juta, yang sedang menyelesaikan Strata Tiga (S3)-Nya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, karena katanya ia itu sangat membutuhkannya, maka uang itu dikirim melalui Jemaah Haji keluarga penulis sendiri dari Pekkabata. Dan uang kiriman Anre Gurutta tersebut penulis terima di Mekkah Saudi Arabiyah yang kebetulan Penulis sekeluaga naik haji pada tahun 1976.

211

Banyak lagi hal-hal yang luar biasa yang terjadi pada diri beliau sebagai Anugerah /Ma’unah dari Allah SWT. Penulis dapat simpulkan bahwa sekian banyak hal-hal yang luar biasa yang terjadi pada diri beliau tersimpul dalam beberapa hal yaitu, Beliau menerima Ilmu Ladunni, Mendapatkan uang sesuai dengan kebutuhan, Dapat mengobati orang sakit dan sembuh dengan izin Allah, Dan yang paling terkenal disamping semuanya, itu adalah Doanya yang sangat Mujarrab dan Maqbul. Dan memang dalam hadits Qudsi Allah SWT menyatakan kepada hambanya yang telah dicintainya ”Apa bila hamba-Ku minta pertolongan niscaya Aku memberikan pertolongan kepadanya dan apabila hamba-Ku meminta perlindungan niscaya Aku berikan perlindungan”.

Karya-karya Ilmiyah dan Seni Anre Gurutta Ambo Dalle dan Penghargaan-pengahargaan yang diberikan kepadanya. Kemapuan seorang Ulama menghasilkan karya-karya ilmiah yang bermutu memainkan peranan yang sangat penting dalam ketokohannya. Semakin bermutu karya-karya yang dihasilkan semakin mahshur ketokohannya. Dengan karya-karya yang bermutu juga seorang ulama akan dikenang sepanjang zaman karena karya-karya tersebut akan menjadi saksi untuk selama-lamanya. Anre Gurutta Ambo Dalle dalam hal ini menyadari bahwa penyampaian dakwah melalui media mimbar (Khitabah) terbatas waktunya dan ruangnya pun tertentu tidak seperti media cetak dengan menulis dan menerbitkan buku-buku tidak dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga dapat dibaca oleh masyarakat sasaran dakwah dari generasi ke generasi selanjutnya sepanjang zaman. Menurut orang dekatnya Anre Gurutta Ambo dalle yang juga sebagai juru tulis buku- buku tersebut mengatakan bahwa Anre Gurutta Ambo Dalle telah menulis buku lebih dari 40 buah buku, namun yang berhasil ditemukan sebanyak 30 buah buku dalam berbagai disiplin ilmu yang telah dicetak dan dipublikasikan. Sebahagian berbahasa Arab dan lainnya berbahasa bugis dan bahasa Indonesia, ada juga dua bahasa yaitu bugis dan Indonesia, ada yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

212

Ke tiga puluh (30) buah buku tersebut dapat dibagi dalam enam disiplin Ilmu sebagai berikut : a. Bidang Aqidah. 1. Al-Risalah al-Bahiyyah fi al-‘Aqaid al-Islamiyah, terdiri tiga jilid dengan tebal 16 halaman setiap jilid, ditulis dalam bahasa Arab dan berbicara tentang sifat-sifat wajib, mustahil, jaiz bagi Allah SWT. Juga berbicara masalah surga dan neraka dan lain-lain. 2. Al-Hidayah al-Jaliyah, buku ini tebalnya 44 halaman ditulis dalam bahasa bugis yang membicarakan tentang asas-asas aqidah Islam seperti perinsip-perinsip mengesakan Tuhan, penyelewengan dalam tauhid dan lain-lain. 3. Maziyyah Ahlis Sunnah wal-Jama’ah, buku ini tebalnya 47 halaman, ditulis dalam bahasa bugis menguraikan tentang Aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah dan 73 aliran-aliran lainnya dan menjelaskan bahwa hanya golongan Ahlussunnah wal-jama’ah adalah satu- satunya aliran yang benar sedangkan aliran-aliran lainnya adalah sesat. 4. Syifa al-Af’idah min al-Tasyaum wa al-Tiyarah, buku ini ditulis dalam bahasa bugis dan Indonesia, tebalnya 20 halaman, membicarakan masalah yang dapat merusak akidah islam seperti amalan Tukang tenung, peramal nasib kepercayaan terhadap pemali- pemali dan lain-lain. b. Bidang Syari’ah 1. Mursyid al-Thullab, buku ini ditulis dalam bentuk syair bahasa arab sebanyak 500 Bait, tebal 39 halaman, menguraikan tentang Kaidah-kaidah Fiqhi dan Ushul Fiqhi. 2. Al-Durus al-Fikhiyyah, buku ini ditulis dalam bahasa arab, tebal 36 halaman, menguraikan tentang cara bersuci, Shalat Fardhu, Sholat Sunnah, Puasa, Zakat dan Haji. 3. Bugyatul Muhtaj, buku ini ditulis dalam bahasa bugis, tebal 18 halaman menguraikan tentang tata cara menunaikan ibadah haji, syarat-syarat, rukun-rukun, wajib haji dan bacaan-bacaannya. 4. Al-Shalatu ‘Imad al-din, buku ini ditulis dalam bahasa arab dan diterjemahkan kedalam bahasa bugis, tebal 27 halaman membicarakan tentang tata cara shalat dan bacaan- bacaannya.

213

5. Mukhtashar al-Durus al-Fikhiyah, buku ini ditulis dalam bahasa arab tebal 20 halaman, berbentuk tanya jawab tentang shalat dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti Wudhu, Zikir dan Doa yang dibaca setelah shalat. 6. Rabbi Ij’alni Muqima al-Shalah, Risalah fi Bayani Ahkami wa Hikam al-Shalat, buku ini ditulis dalam bahasa Bugis, tebal 110 halaman berbicara tentang pengertian Shalat, Kedudukannya, dan cara pelaksanaannya disertai dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits. 7. Al-Fikhu al-Islami, ditulis dalam bahasa Arab dan diterjemahkan kedalam bahasa bugis, tebal 48 halaman, berbicara masalah shalat fardu dan shalat-shalat sunnah. c. Bidang Akhlaq 1. Hilyat al-Syabab, buku ini ditulis dalam bahasa Arab terdiri dari 3 jilid, dan tebal 36 halaman berbicara tentang akhlak terhadap Allah SWT, Akhlak sesama manusia begitupula dibicarakan perlunya menjaga dan merawat kesehatan lahir dan bathin. 2. Al-Qaulu al-Shadiq fi Ma’rifat al-Khaliq, buku ini ditulis dalam bahasa Bugis, tebal 44 halaman, berbicara tentang Tasawwuf, Ibadah, Zikir dan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta menghadapi kematian. 3. Al-Nukhbah al-Mardiyyah, buku ini ditulis dalam bahasa Arab, tebal 38 halaman, berbicara tentang Etika seperti Akhlak, Ikhlas, Riya, begitupula berbicara tentang menuntut ilmu dan mengajarkannya disertai dengan dalil-dalil Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits. d. Bidang Bahasa Arab. 1. Mufradat al-Arabiyah, buku ini membahas tentang kalimat-kalimat bahasa Arab dan sinonimnya dan contoh-contoh membuat susunan kalimat bahasa Arab. 2. Irsyad al-Salik, buku ini ditulis dalam bahasa Arab memuat beberapa bait Al-Fiyah mengenai kaidah Nahwu. 3. Tanwir al-Thalib, buku ini ditulis dalam bahasa Arab, dan berbicara tentang ilmu Sharaf. 4. Tanwir al-Thullab, buku ini terdiri dari 2 jilid, jilid pertama berbicara tentang Ilmu Nahwi dan jilid kedua berbicara tentang Ilmu Sharaf, ditulis dalam bahasa Arab.

214

5. Irsyad al-Thullab, buku ini dirulis dalam bahasa Arab, dan berbicara tentang Ilmu Nahwi dan Ilmu Sharaf. 6. Ahsan al- Uslub wa al-Shiyagah, buku ini rediri dari 2 jilid. ditulis dalam bahasa Arab, berbicara tentang Ilmu Balagah. 7. Namuzaj al-Insya’ buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan berbicara tentang cara menyusun kalimat bahasa Arab dan contoh-contohnya. 8. Sullam al-Lugah buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan membahas tentang kaidah dalam mempelajari bahasa Arab. e. Bidang Sejarah 1. Al-Sirah al-Nabawiyah, buku ini terdiri dari 3 jilid, ditulis dalam bahasa Arab, berbicara tentang sejarah hidup Nabi Muhammad SAW. 2. Al-Dabit al-Jaliyah, buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan membahas tentang tarikh Hijrah. f. Bidang lainnya. 1. Miftah al-Muzakarah, buku ini terdiri dari 3 jilid, ditulis dalam Bahasa Arab, berbicara tentang panduan tatacara berdiskusi. 2. Miftahu al-Fuhum fi Mi’yari al-Ulum, buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan mengandung Asas-asas Ilmu Mantiq. 3. Hazihi Ad’iyah Mabrurah, buku ini berisi tentang himpunan doa-doa dalam Bahasa Arab bersama dengan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Bugis. 4. Ilmu Tajwid, buku ini ditulis dalam Bahasa Arab. 5. Kumpulan serial Khutbah Jum’at, ditulis dalam bahasa Bugis 6. Sulo Mattappa, (lampu yang bersinar) buku ini ditulis dalam bahasa Bugis, menguraikan tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj beserta Hikmahnya. Perlu disebut, bahwa sebahagian buku-buku karangan Anre Gurutta Ambo Dalle diperuntukkan untuk kegunaan pada murid-murid dijenjang pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah, dan menjadi buku wajib bagi seluruh madrasah yang dibina oleh Organisasi DDI. Begitupula sebahagian lainnya diperuntukkan kepada masyarakat.

215

Disamping Karya-karya Ilmiyah yang berbentuk buku Anre Gurutta Ambo Dalle juga menerbitkan Majalah-majalah melalui organisasi Darud Dakwah al-Irsyad (DDI) yang dipimpinnya dan diberi nama Risalah al-Dariyah kemudian berubah nama menjadi ”Suara DDI”. Majalah tersebut memuat artikel-artikel tentang ilmu pengetahuan keagamaan yang ditulis secara berkala (bersambung), yang memuat perkembangan organisasi, Tafsir, Fikhi, Khutbah Jum’at dan lain-lain.

Karya-Karya Seni Anre Gurutta Ambo Dalle. Anre Gurutta Ambo dalle memiliki macam-macam karya seni diantaranya Seni Kaligrafi Arab, Seni Melukis, Dekorasi, Disainer Pakaian Pengantin, Menulis Naskah Nyanyian baik Berbahasa Arab, Indonesia dan Bugis sekaligus beliau yang membuat (mengubah) lagunya. Adapun Karya-karya seni dalam bentuk seni suara (nyanyian) yang dapat ditemukan oleh penulis adalah judulnya sebagai berikut : 1. Ambo Aja Tamangingngi Pattuntukka ridecengnge. Bahasa Bugis 2. Aja Lalo Tallupaiwi Pappedecenna Gurutta. Bahasa Bugis 3. Marhaban Ahlan wa Sahlan. Bahasa Arab 4. Qad IkhtarAllahu llana dina huwal Islam. Bahasa Arab 5. DDI Sekolah Kita. Bahasa Indonesia 6. Sempajangnge. Bahasa Bugis 7. Allahu Jalla Sya’nuhu. Bahasa Arab. 8. Nasaba Asenna Puangnge. Bahasa Bugis. Pada masa akhir hidupnya Anre Gurutta banyak menerima penghargaan dari negara/pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan diantaranya : 1. Tanda kehormatan Bintang MAHA PUTRA NARARYA dari Presiden RI. BJ. Habibie tahun 1999. 2. Penghargaan dari Pemerintah Daerah Tk II Wajo sebagai PUTRA DAERAH BERPRESTASI (Bupati Wajo dan DPRD) tahun 1998. 3. Penghargaan dari Pemda Sulawesi Selatan sebagai TOKOH DA’I SULAWESI SELATAN (Gubernur Sulawesi Selatan )

216

4. Penghargaan dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) sebagai TOKOH PENDIDIK BIDANG AGAMA SE-INDONESIA TIMUR ( Rektor UMI) tahun 1986. 5. Penghargaan dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Sulawesi Selatan Sebagai TOKOH MASYARAKAT ISLAM Sulawesi Selatan. 6. Dan lain-lain dari pada penghargaan yang diberikan kepadanya baik melalui organisasi politik maupun dari LSM dan lain-lain.

217

PENUTUP

Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle sebagai panutan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan oleh penulis mengenai Anre Gurutta Ambo Dalle dari bagian-bagian, maka penulis dapat bekesimpulan bahwa Anre Gurutta Ambo Dalle adalah sosok peribadi yang berilian dan seorang Tokoh Ulama Lokal yang berkapasitas Nasional bahkan Internasional. Yang mampu melakukan perubahan dan pencerdasan anak bangsa dengan gerakan dakwah, pendidikan dan usaha-usaha sosialnya yang dimulai melalui Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso 1938, dan dilanjutkan dengan organisasi Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) 1948. Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai publik figur yang cemerlang, semakin digali rekam jejaknya semakin ditemukan banyak hal yang mengharumkan namanya dan semakin kita terpesona tentang pribadinya, tidak dengan seperti publik figur lain semakin ditelusuri rekam sejarahnya semakin muncul dan ditemukan hal-hal yang membusukkan dirinya yang menjadikan orang enggan untuk mengungkit dan mengingatnya. Al-Magfurulah Anre Gurutta Ambo Dalle meninggal dunia dan secara fisik tidak lagi bersama dengan kita, semua kader dan warga DDI bersatu berkomitmen untuk melanjutkan warisan yang ditinggalkannya yaitu DDI terlepas dari apa tujuan mereka, namun penulis husnu dzan bahwa komitmen itu adalah sangat baik dan perlu disambut dengan penghargaan yang setinggi-tingginya. Namun yang menjadi pertanyaan apa yang harus kita lakukan sebagai kader dan warga DDI dan dimasa yang akan datang agar DDI tetap eksis dalam menjalankan triloginya, yaitu Dakwah, Pendidikan dan Usaha-usaha sosial. Jawabannya adalah kader dan warga DDI harus bersatu padu mengembang misi yang telah dicanangkan oleh Pendiri Utamanya Al- Magfurulah Anre Gurutta Ambo Dalle. Dan kembali menjadikan Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai panutan dan contoh dalam membangun dan mengembangkan DDI. Kita harus kembali kepada akhlaq Anre Gurutta Ambo Dalle dan menjadikan ke-DDI-an sebagai karakter yang harus diamalkan oleh setiap kader dan warga DDI. Banyak tokoh yang telah ikut meletakkan pondasi DDI dan ikut hadir berperan dan menentukan arah perjalanan DDI. Namun tetap saja Sosok Al-Magfurulah Anre Gurutta Ambo

218

Dalle yang menjadi tokoh sentral dan top figur yang paling bersinar. Kita bisa berbeda dalam memandang dan menafsirkan peran para tokoh lainnya, tetapi tidak dengan sosok beliau. Bisa dikatakan bahwa DDI adalah Gurutta Abd. Rahman Ambo Dalle dan Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle adalah DDI. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai DDI mengacu kepada Akhlaq dan perilaku beliau. Salah satu hal yang perlu diingat terus oleh kader dan warga DDI adalah kata-kata beliau “Agagakku agagannato DDI, agaganna DDI taniya agagakku“, dan itu tidak hanya diucapkan tetapi diwujudkan dalam prilaku sehari-hari secara konsisten sepanjang hidupnya. Gurutta bukan hanya berbicara tetapi juga memberi contoh, tidak hanya berbicara dengan berkata-kata tetapi juga dengan prilaku. (Ali Yafie, dalam Ahmad Rasyid A,Said 2009 : IX) Gurutta mengajarkan memberikan contoh dalam perilaku sehari-hari tentang keseriusan, fokus dan keteguhan kepada cita-cita, keikhlasan dan ketulusan dalam pengabdian kepada cita-cita itu, keikhlasan dan ketulusan pengabdian dan khidmat kepada kemashlahatan umat. Gurutta memberi contoh dalam hal apa yang disebut totalitas (syumuliyah) perinsip- perinsip dan nilai-nilai itu yang seharusnya menjadi landasan atau prinsip-prinsip DDI, kader dan warga DDI dalam kiprahnya ditengah masyarakat. (ibid : 2009 : XI) Masyarakat semakin hari semakin rindu mendambakan Sosok seperti Anre Gurutta Ambo Dalle tampil pada saat ini untuk membimbing masyarakat dan mencerdaskan anak bangsa. Apa yang didambakan masyarakat itu, penulis sangat optimis melihat adanya gejala- gejala yang tumbuh ditubuh DDI semakin menggembirakan dengan munculnya figur-figur prrofesional yang berusaha mengembalikan DDI kepada Mabda’ sebagaimana pada awal-awal berdirinya DDI yang dipimpin langsung oleh Al-Magfurulah Anre Gurutta Ambo Dalle, begitupula semangat alumni yang berasal dari sekolah dan pesantren DDI yang tersebar di berbagai daerah. Mereka telah menunjukkan kemauan dan tekad bekerja dengan semangat kebersamaan kemandirian dan keikhlasan karena cinta kepada DDI. untuk satu tujuan yang mulia membangun DDI dan melanjutkan amanah dan warisan Al-Magfurulah Anre Gurutta Ambo Dalle, yang diawali dengan era pembentukan dan pembangunan di Mangkoso, kemudian era pengembangan di Pare-pare dan selanjutnya era pemantapan di kaballangan dan selanjutnya era pelestarian.

219

Di era ketiadaan Anre Gurutta secara fisik harus menjadi kelaziman bagi semua kader dan warga DDI kembali kepada spirit dan semangat yang dicontohkan oleh Anre Gurutta semasa hidupnya ialah kerja keras (jihad) dan niat yang ikhlas, pengabdian, pengorbanan, perencanaan yang matang serta persatuan, hanya dengan modal ini DDI dapat dikembangkan dan eksis dimasa yang akan datang. Dengan kata lain oraganisasi ini dapat maju apa bila para pelanjutnya berpatokan kepada apa yang telah dilakukan oleh pendiri utamanya, yaitu Al- Magfurulah Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai salah satu tokoh/ulama yang gigih mengajarkan, mengembangkan dan membela ajaran Ahlusunnah Wal-Jama’ah sudah memikirkan bahwa pusat-pusat pendidikan dan pendalaman ilmu-ilmu agama tidak cukup hanya berada ditempat- tempat tertentu, tetapi perlu menyebar keberbagai tempat dan mendirikan pusat-pusat pendidikan seperti pondok pesantren mendidik dan mencetak kader, ulama, guru, da’i, dan pejuang yang berilmu dan berkarakter yang bersumber dari ajaran dan nilai-nilai Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dengan kondisi yang lebih rumit sekarang ini dimana kita berada dalam suatu masyarakat yang majemuk dan dinamis dalam kemoderenan. Keadaan berkembang dan berubah dengan sangat cepat yang cenderung tidak stabil. Sekolah-sekolah yang dikelola masyarakat seperti kehabisan energi tidak berkembang dan karena keterbatasan dana dan sumber daya, lebih banyak kemudian bergantung pada bantuan pemerintah atau menjadi sekolah negeri. Sementara itu, berkembangnya sekolah-sekolah yang dikelolah oleh swasta yang lebih megah, karena dukungan sumber daya dan dana besar. Bahkan ada yang mendapatkan dukungan dari luar negeri, tampak lebih diminati masyarakat terutama kelas menengah keatas. Dalam situasi seperti itu, muncul pertanyaan, adalah bagaimana dengan sekolah- sekolah DDI, dan dimana menempatkan diri, apakah dengan berada di tempat itu sekolah sekolah-sekolah itu masih bisa mempertahankan karakter ke-DDI-annya, apakah masih berjalan dengan kurikulum DDI. Akan tetapi apa pun pilihannya dimana pun tempatnya, menurut saya mempertahankan karakter itu penting. Sebab tanpa karakter kita tidak lebih dari tubuh tanpa roh, tanpa kebanggaan. Bisa berubah bentuk boleh dengan alasan tuntunan zaman, tetapi

220 dengan meninggalkan karakter berarti kita tampil dengan wujud baru yang baru sama sekali yang tidak memiliki ikatan sejarah dengan masa lalu. (Ali Yafie, Taushiyah Tudang Sipulung Nasional Ulama DDI 2014 : 4-5) Anre Gurutta Prof. H. Ali Yafie, mengatakan saya percaya dengan karakter ke-DDI-an kemandirian, kerendahan hati, kelapangan dada keilhlasan dan pengabdian untuk kemashlahatan umat yang diwariskan Al-Magfurulah Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle sesulit apa pun keadaan kita, kita bukanlah tubuh yang lemah dan terbaring lunglai yang hanya menunggu pertolongan dari pihak lain. Anre Guruta Prof. H. Ali Yafie mengatakan bahwa masa kami generasi pertama telah berlalu sekarang adalah masa anda. Kami adalah sejarah dan anda semua adalah para pelaku masa kini yang sedang menulis kelanjutan sejarah itu. Apakah DDI hanya akan menjadi catatan sejarah masa lalu, atau tetap ada dan membuat sejarah itu bergantung pada anda semua. Masa depan DDI ada ditangan anda semua. (Ali Yafie Ibid, 2014 : 8) mengakhiri penutup ini penulis mengajak kader dan warga DDI dimanapun berada agar kembali mengamalkan akhlaq Anre Gurutta Ambo Dalle dan berkarakter ke-DDI-an. Karena hanya dengan demikian kita dapat melanjutkan dan melestarikan DDI Sebagai wadah yang membumikan nilai dan ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebagaimana yang telah dirintis dan diamalkan Al-Magfurulah Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle.

221

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim Ambo Dalle, Abd.Rahman, AGH. Al-Qaul al-Shadiq fi Ma’rifat al-Khaliq, Pare-pare, Al- Khaeriyyah, 1390 H. Maziyat Ahli Sunnah Wal-Jama’ah,Pare-pare, Al-Khaeriyyah 1971 Rabbi Ij’alni Muqima al-Shalat, Pare-pare, Al-Khaeriyyah, 1982. Al-Raisalah al-Bahiyyah fi al-‘Aqaid al-Islamiyah, Salim Said bin Nabhan wa Akhihi Ahmad, , Cet, ke IV, t. 1368. Hilyatu al-Syabab fi Ilmi al-Akhlaq wa-al-Adab. Khaeriyyah,Pare-pare, Cet. II, t. 1989, Abd.Halim Mahmud, Al-Imam,Syekh, Fazkuruniy Azkurukum, Darul Ma’arif, Cet II, Cairo,Mesir.t. 1985. Al-Tashawuf fi al-Islam, diterjemahkan oleh Abdullah Zaky Al-Kaaf, - Tashawuf didunia Islam, Pustaka Setia, Bandung, t.2002. Abd. Rahman Badawiy, Dr, Mazahaibu al-Islamiyyin, Dar al-Ilmi lil-Malayin, Baerut, Cet. I, 1971. Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibnu Muslim, Shahih Muslim, Dar al-Fikr, Bairut 1972. Al-Bukhari , Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, Shahih Al-Bukhari,Dar Ihya al--Kutub Cairo, t.th. Al-Gazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya ‘Ulum al-din, Dar Ihya-al-Kutub al- Arabiyah, Kairo. t.th. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( AD/ART ) Daru al-Dakwah wa al-Irsyad ( DDI ) 1947 dan 2016. Al-Bone, Abd.Aziz, Transformasi Keleturan Pesantren di Sulawesi selatan, Balai LPenelitian Lektur Keagamaan, Ujung Pandang . Abd. Muiz Kabri. Sejarah Kebangkitan dan Perkembangan Darud Dakwah wal-Irsyad ( DDI ), Pesantren DDI Ujung Lare, Pare-pare. I.H.Qureshi, The Political Rol of Ulama in Muslim Societi, dalam Abu Bakar Bagader ( ed ), The Ulama in the Modern National State ( Kuala- Lumpur ), Muslim Youth Movement of Malaya, 1983.

222

Al-Bagdadi, Abd.Qahir bin Thahir bin Muhammad, Al-Farqu baina al-Firaq, Al-Madani, Cairo. Al-Qusyaeriyah, Abu Al-Qasim Abd.Karim, Al-Risalah al-Qusyaeriyah, Hassan,-Cairo, t.th, Arsyad, Abd.Rahim, Dr.MA. H., Al-Islam wa Al-Tabsyir fi Indonesia, Perct.Nadhi - Edar SDN BHD. di terbitkan oleh Universiti Sains Islam Malaysia, Bandar Naru Nilai, Negeri Sembilan, Cet. I. t. 2007. Anshoriy, Nasruddin,H.M.Ch, Anre Gurutta Ambo Dalle,Maha Guru dari Bumi-Bugis. Tiara Wacana,Cet I, Yogjakarta, T 2009. Ahmad Rasyid A.Said, Darud Dakwah wal-Irsyad Abd.Rahman Ambo dalle, Dalam Prespektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai,PP DDI Ambo Dalle, Mangkoso.t. 2009. Miqdad Yaa Lajin, Taqdim Dr.Abd.Halim Mahmud, Minhaju al-Dakwah Ila al-Islam fi ashri al- Hadits, Al-Misriyah, Cet. I, Cairo, t. 1969. Yusrie Abady, H.M.Prof. Dr.MA.APU, Corak Pemikiran Pendidikan Keagamaan-K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle. Rabbani Press,Cet II, Jakarta Selatan, t. 2012. Azhar Arsyad dan Tim Perumus, Ke-DDI-an Sejarah dan Pandangan atas Isi-Isu- Konremporer, LKPMP-PB.DDI, LKiS Yokjakarta, cet. I, 2003. Shalehuddin Yasin, Kepemimpinan Kharismatik Anre Gurutta Ambo Dalle, Alauddin University Press, Makassar,Cet.I, t.2011. Ibnu ‘AJibah, AL-‘Arif billah Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajibah al-Husainiy, Iqadzu al-Himam fi Syarhi al-Hikam, Darul Ma’arif,Cairo, t.1985. Hamka,Prof.Dr.H,Tashawuf dan Pemurniannya, PT. Pustaka, Jakarta, t. 1986. Al-Nabhaniy, Syekh Yusuf bin Ismail al-Nabhaniy, Jami’u Karamati al-Auliya’, -Tahqiq wa Muraja’ah, Syekh Ibrahim ‘Athauhu ‘Iwad, Maktabah - al-Tsaqafah, Beirut, t.1991. Al-Kalabaziy, Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq al-Kalabaziy, Al-Ta’arruf - li-Mazhab Ahli Tashawuf, Tahqiq, Mahmud Amin al-Nawawi, Al - Azhariyah,Cet. II, t. 1980.. Nurlailah Abbas, Dr, MA. Gerkan Paham Ahli Sunnah Wal-Jama’ah di Sulawesi - Selatan,Studi tentang Peranan Sosial Keagamaan Darud Dakwah - Wal-Irsyad (DDI)Pustaka Mapan, Jakarta Selatan t. 2006.

223

Muhammad Yusuf Khalid, Dr. MA. Biografi Kiyai H. Abd. Rahman Ambo Dalle dan Sumbangannya dalam Dakwah di Sulawesi Selatan Indonesia, Gempita Maju SDN BHD. Diterbitkan oleh KUIM Kuala Lumpur,- Cet. I. t. 2005. Ibnu Taimiyah, Ahamad Taqiyuddin Abu Al-Abbas, Al-Qa’idat al-Jaliyah Fi al - Tawassuli wa Al- Wasilah, Dar al-Kutub, Beirut, t. 1970. Syamsuddin,T. Biografi Ulama K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle.Ujung Pandang,t.pt. - t.1986. Nabila Lubis, Prof Dr. Syekh Yusuf Al-Taj Al-Makassari, Menyingkap Intisari -Segala Rahasia, Mizan, Bandung,t.1996. Al-Lalkai, Abu Qasim Hibatullah Bin Hasan al-Tabari, Karamah Auliya Allah, -Raiyadh, Daru al- Tayyibah, 1992. Abu Hamid, Syekh Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang, Jakarta, yayasan - Obor, 1994. Al-Syaziliy, Abi Hasan, Al-Imam, Auradal-Thariqah al-Syaziliyyah. Maktab Al -Zahran, Cairo t.th. Al-Syahristani, Abu Al-Fath muhammad Abd.Karim bin Abi Bakar Ahmad, Al-Milal - wa Al-Nihal, Cairo.Muassasah Al-Halbiywa Syarikahu li Al - Nasyr.Cairo,T.th. Thaha Abdullah Al-‘Afifiy, Min Washaaya al-Rasul, Dar al-Tirats al-‘Arabiy, Cairo Mesir, 1981 Ahmad bnu Hambal, Masnad Ibnu Hambal, Mauqi’ Wizarat al-Awqaf al-Misriyah, - Cairo Mesir, 1420 H. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga DDI. 1948-2016. Umar Hasyim, Mencari Ulama Pewaris Nabi,Bina Ilmu,Surabaya, Cet. II,1983. Haramain, Muhammad, Pemikiran dan Gerakan Dakwah Tuan Guru M. Zainuddin Abd. Majid Di Lombok NTB. Tesis Magister, PPs UIN Alauddin Makassar.2012, Promotor Prof, Dr. H. Ahmad M. Sewang MA. Dan Prof. Dr. H. Abd.Rahim Arsyad, MA. Abd.Rauf Syalabiy, Prof.Dr, Syekhu al-Islam Abd.Halim Mahmud, Dar Al-Qalam,Kuwait, Cet. I, 1982. Abd. Rahim Arsyad, Prof, Dr, Khitabah ( Publik Speaking ), Bua Pena Publishing Pare-Pare, Cet. I, 2014. Hassan Abdullah Hassan, Al-Fikru al-Islamiy wa al-Nidhamu al-Alam al-jadid, - Daru - al-wafa ‘, Manshurah Mesir, Cet. I, 2002.

224

Zainuddin Al-Malebary, Irsyadul ‘Ibad, Maktabah Mahkota, Surabaya, Tth. Faruq Abu Zaid, Al-Syari’ah Al-Islamiyah baina al-Muhafidzin wa al-Mujaddidin Cet.Dar al- Ma’mun, Kairo, 1978 Muhammad Fu’ad Abd.Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadi al-Qur’an al-Karim, daru al-Hadits Kairo, th. 2001 M.Sultan Masyhudi dan Moh.Kusnardilo, Menejemen Pondok Pesantren, Jakarta,Cet. IV Diva Pustaka,Th. 2009 Muhammad Al-Gazali, Teori Kepemimpinan Kharismatik, http//Lebah Kauman blogspot.com 14 Januari 2013. Ismail S.M.. Pengembangan Pesatren Tradisional, Yogyakarta.Pustaka Pelajar, Th. 2002. Suyuti Pulungan, Univesalisme Islam, Jakarta : MSA, Th.2002 Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Menejemen Dakwah, Yogjakarta, PT. Al-Amin Press, Th. 1996. A.Rasyad Shaleh, Menejemen Dakwah Islam, Jakarta, Bulan bintang, Th. 1993

225

Biodata Penulis.

Abd. Rahim Arsyad, dilahirkan didesa Wette’E Kecamatan Panca Lautang Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) pada tanggal 17 Juli 1950, dari kedua orang tua Muh. Arsyad Lasong (ayah) dan Imedde (Ibu). Jenjang pendidikan diawali disekolah Dasar (SD) No.1 Sidomulyo Pekkabata dipagi hari dan dilanjutkan setelah dhuhur hingga malam hari belajar di Madrasah Ibtidaiyah Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) Lampa Pekkabata. Setelah tamat, melanjutkan pada Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah pada pondok Pesantren Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) Pare-pare dibawah asuhan dan binaan Al-Magfurulahu Anre Gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai Pimpinan Pondok pesantren. Setelah tamat di Madrasah Aliyah, ia melanjutkan kejenjang Sarjana Muda (BA) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Darud Dakwah Wal-Irsyad (UI-DDI) Pare-pare dan selesai pada tahun 1972. Pada tahun 1974, Penulis melanjutkan studi diluar negeri pada Jurusan Dakwah dan Kebudayaan Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, dan berhasil menyelesaikan Lisance (LC) pada tahun 1976, Kemudian penulis melanjutkan ke Program Pasca Sarjana dan berhasil menyelesaikan Master of Art (MA) pada tahun 1980, pada Jurusan, Fakultas dan Universitas yang sama. Kemudian penulis kembali ke tanah air di pare- pare untuk mendampingi Anre gurutta Ambo Dalle membina Pondok Pesantren Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) Kaballangan Pinrang yang dipimpinnya, dan penulis diangkat oleh PB. DDI menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin UI-DDI Pare-pare pada tahun 1980-1984. Kemudian penulis kembali melanjutkan studinya diluar negeri dijenjang lebih tinggi (S3) yaitu pada Universitas Al-Azhar Kairo Mesir dan selesai setelah mempertahankan disertasinya dengan peredikat Summa Cum Laude (Mumtaz bi Syaraf Ula) dengan penghargaan tingkat utama pada tanggal 6 Desember 1986. pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah dan Kebudayaan Universitas Al-Azhar Al-Syarif Kairo Mesir. dan setelah itu, penulis kembali ke tanah air untuk mendampingi kembali Anre gurutta H. Abd. Rahman Ambo Dalle, dalam membina dan mengembangkan pendidikan dan dakwah, khususnya yang dibina oleh Organisasi Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI).

226

Pada tahun 1980-1984, penulis diangkat menjadi Dekan fakultas Ushuluddin UI-DDI di Pare-pare, dan pada tahun 1990 penulis diangkat sebagai PNS dan ditempatkan di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAN PK) di Makassar, kemudian mutasi ke Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Pare-pare pada tahun 1995 sebagai Dosen. Pada tahun 1997- 2001 penulis diangkat menjadi Ketua Jurusan Syari’ah. dalam waktu yang sama penulis diangkat oleh PB.DDI sebagai Ketua Sekolah Tinggi agama Islam DDI (STAI DDI) di Pinrang 1995-2002. Kemudian Penulis diberi jabatan Tambahan diangkat menjadi Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pare-pare (STAIN) dua periode 2006-2010 dan 2010-2014. Penulis memperoleh Guru Besar (Professor dalam bidang Dakwah dan Tafsir) pada tahun 2011. Dalam organisasi penulis aktif di Organisasi Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) baik sebelum keluar negeri maupun setelah kembali ke tanah air sampai sekarang. Penulis juga aktif mengikuti seminar, konfrensi baik Internasional maupun tingkat Nasional dan penulis aktif sebagai praktisi dakwah dilapangan. Pada tahun 2002-2004 penulis menjadi dosen terbang pada Fakulti Leadership and Management di Koleg University Ilam Malaysia (KUIM) di Kuala Lumpur dan namanya sekarang adalah Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) yang terletak di Bandar Nilai Negeri Sembilan. Pada tahun 2007 penulis mengikuti Workshop Leadership and Management in Higher Education di Malbourne University Australia. Dan pada tahun 2010 penulis kembali mengikuti Workshop Leadership and Managemet in Higher Education di Curtin University Pert Western Australia. Dan pada tahun 2014 penulis diberi jabatan tambahan diangkat menjadi Direktur Pasca sarjana STAIN Pare-pare sampai sekarang. dan juga PB.DDI mempercayakan penulis sebagai Pimpinan Pondok Pesantren DDI Ujung Lare Pare-pare.

227