TARI PERSEMBAHAN PADA MASYARAKAT MELAYU DI KOTA MEDAN KAJIAN ETIKA DAN ESTETIKA

TESIS

Oleh

DEBY IRMADANI NIM. 127037005

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Judul Tesis : TARI PERSEMBAHAN MASYARAKAT MELAYU DI KOTA MEDAN KAJIAN ETIKA DAN ESTETIKA Nama : Deby Irmadani Nomor Pokok : 127037005 Program Studi : Magister

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.Si. Yusnizar Heniwaty, S.ST, M.Hum. NIP. 19620925 198903 1 017 NIP. 19651021 199203 2 003 ______Ketua Anggota

Program Studi Magister Fakultas Ilmu Budaya Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Dekan,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Budi Agustono, M.S. NIP. 19621122 199703 1 001 NIP. 19600805 198703 1 001

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tanggal lulus Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. ( )

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( )

Anggota I : Prof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.Si. ( )

Anggota II : Yusnizar Heniwaty, M.Hum.,Ph.D. ( )

Anggota III : Dr. Ridwan Hanafiah, S.H., M.A. ( )

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Tari Persembahan: Kajian Etika dan Estetika pada Masyarakat Melayu di Kota Medan. Latar belakang penelitian ini menjelaskan Tari Persembahan adalah tari yang dijadikan sebagai media penghormatan dalam upacara adat masyarakat Melayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis etika dan estetika dalam struktur tari Persembahan, dikaji dari elemen-elemen pendukung tari, bentuk penyajian, dan pesan yang disampaikan, serta relevansi nilai-nilai keagamaan dalam proses penciptaan Tari Persembahan (kearifan lokal yang memperlihatkan nilai-nilai etika dan estetika dari tradisi Melayu). Metode penelitian yang digunakan Metode penelitian kualitatif. Teknik penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitik. Hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan fokus utama pada bidang budaya dan sosialnya. Dalam penganalisissannya digunakan teori Etika, Estetika dan Bentuk sebagai pisau analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Tari Persembahan tercipta dari kebiasaan masyarakat Melayu menerima tamu dengan menyuguhkan Tepak Sirih yang berisi sirih dan kelengkapannya. Berawal dari kegiatan ini kemudian tercipta Tari Persembahan dengan menyusun pola –pola gerak tari Melayu , berpedoman pada norma, adat dan ajaran Islam. Nilai etika dapat dilihat dari tertib, sopan santun, dan estetika dari wujud, bobot, penampilan. Kesemua nilai etika dan estetika ini tampak jelas melalui irama, gerakan, syair, pola lantai, busana, tahap persembahan, tujuan persembahan. Masing-masing elemen ini saling berkaitan, dengan persembahannya dilakukan secara terstruktur. Ciri-ciri Persembahan ditarikan pada umumnya oleh wanita, dengan gerakan yang lemah gemulai, komposisi jumlah penari yang biasanya ganjil, property tepak sebagai simbol penghormatan/persaudaraan, diiringi dengan irama Melayu yang bertempo senandung. Ciri-ciri lain adalah syair pengiring tarian yang menyampaikan pesan, indahnya sebuah penerimaan melalui tarian dan tepak sirih. Tari Persembahan dalam pertunjukannya ditujukan sebagai wakil dari tuan rumah dalam menerima kunjungan tamu dengan berbagai tujuan.

Kata kunci: tari persembahan, etika, estetika.

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.A.W atas berkat dan kasih karunia Nya tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tari Persembahan pada Masyarakat Melayu di Kota Medan : Kajian Estetika dan Etika, Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang S-2 dan memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) pada Program Magister Penciptaan dan Pengkajian

Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, yaitu Alm. Burhanuddin dan Ibu

Hamidah, yang selalu mendukung, memberikan doa, dan nasehat untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Saya tidak mampu membalasnya dengan apapun.

Kepada H. Faridsyah selaku pendamping hidup yang telah memberi dukungan dan motivasi kepada saya dalam bentuk moril maupun materil sampai terselesaikannya tesis ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada

Sanggar Tari Sinar Budaya Group dan Sanggar Tari Sri Indra Ratu atas segala dukungan dan informasi dalam penyelesaian tesis ini.

Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. Runtung, S.H.,M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, dan Bapak

Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara ini dengan baik.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Program Studi

Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara, Drs, Irwansyah, M.A., dan Sekretaris, Bapak Drs. Torang

Naiborhu, M. Hum., atas bimbingan akademis dan arahan yang diberikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada Bapak

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nst, M.Hum. sebagai pembimbing I, dan Ibu Yusnizar

Heniwaty, M.Hum. Ph.D., sebagai pembimbing II atas semua tuntunan, nasehat serta bimbingannya dan memotivasi penulis supaya tetap semangat dan terus maju dan tidak menyerah. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen

Penguji Dr, Ridwan Hanafiah, SH, MH. yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan penulisan tesis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen Program Studi

Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai administrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk seluruh teman- teman di Prodis Magister atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terbangun selama ini. Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak, penulis sangat mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini.

Medan, Februari 2017 Penulis,

Deby Irmadani NIM. 127037005

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

1. Nama : Deby Irmadani 2. NIM : 127037005 3. Tempat/ Tgl. Lahir : Puji Mulio, 17 Agustus 1981 4. Jenis Kelamin : Perempuan 5. Agama : Islam 6. Kewarganegaraan : Indonesia 7. Nomor Handphone : 081376379555 8. Alamat : Komp Tasbih Blok FF No 33 RT/RW 001/023 Tanjung Rejo Medan

PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Swasta Al Washliyah Mulio Rejo, lulus tahun 1994 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sunggal, lulus tahun 1997 3. Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Binjai, lulus tahun 2000 4. Universitas Negeri Medan (UNIMED), lulus tahun 2007 5. Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik 2012/2017

PEKERJAAN

1. Guru Seni Budaya di SMA Negeri 2 Binjai 2. Guru Seni Budaya di SMA Negeri 7 Binjai

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan didalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2017

Penulis,

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i ABSTRACT ...... v ABSTRAK ...... vi PRAKATA ...... vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...... x HALAMAN PERNYATAAN ...... xi DAFTAR ISI ...... xii DAFTAR PHOTO ...... xv DAFTAR TABEL...... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Pokok Masalah ...... 10 1.3 Tujuan Penelitian ...... 11 1.4 Manfaat Penelitian ...... 11 1.5 Tinjauan Pustaka ...... 12 1.6 Konsep ...... 16 1.6.1 Tari persembahan ...... 16 1.6.2 Tari kreasi baru ...... 18 1.6.3 Masyarakat melayu ...... 19 1.6.4 Kota medan ...... 21 1.6.5. Etika ...... 22 1.6.6. Estetika ...... 24 1.7. Teori ...... 25 1.7.1. Teori etika ...... 25 1.7.2. Teori estetika ...... 28 1.7.3. Teori bentuk ...... 38 1.8. Metodologi Penelitian ...... 41 1.8.1. Lokasi penelitian ...... 44 1.8.2. Teknik pengumpulan data ...... 44 1.8.3. Observasi ...... 45 1.8.4. Wawancara ...... 46 1.8.5. Kerja laboratorium ...... 47 1.9. Sistematika Penulisan ...... 47

BAB II TINJAUAN UMUM MASAYARAKAT MELAYU DI KOTA MEDAN ...... 49 2.1 Melayu dan Kebudayaan ...... 49 2.1.1. Suku melayu ...... 51 2.2 Sejarah Kota Medan ...... 54 2.2.1. Geografik kota medan ...... 59

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.2. Masyarakat kota medan ...... 64 2.2.3. Perekonomian ...... 68 2.2.4. Agama ...... 70 2.2.5. Sosial budaya ...... 74 2.2.6. Sistem kekerabatan ...... xii 77 2.2.7. Upacara adat suku melayu ...... 80 2.2.8. Aktivitas berkesenian dalam budaya melayu ...... 84 2.3. Sekilas Tempat Penelitian ...... 91

BAB III TARI PERSEMBAHAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MELAYU ...... 96 3.1.Tari Melayu ...... 96 3.1.1. Jenis-jenis tari melayu ...... 100 3.2. Tari Persembahan ...... 104 3.2.1. Asal usul tari persembahan ...... 104 3.2.2. Pola pertunjukan ...... 111 3.3. Aspek Visual dalam Tari Persembahan ...... 117 3.3.1. Gerak ...... 117 3.3.2. Pola lantai ...... 119 3.3.3. Pelaku ...... 122 3.3.3.1 Pelaksana upacara ...... 122 3.3.3.2 Penari ...... 123 3.3.3.3 Penonton ...... 126 3.3.4. Tempat pertunjukan ...... 128 3.3.5. Tata busana dan tata rias ...... 129 3.3.5.1 Tata busana ...... 129 3.3.5.2 Tata busana ...... 132 3.3.6. Properti ...... 136 3.3.7. Ramuan dalam tepak sirih ...... 140 3.4. Aspek auditif dalam tari Persembahan ...... 142 3.4.1. Syair ...... 144 3.4.2. Hubungan musik dengan tari persembahan ...... 146

BAB IV ETIKA DAN ESTETIKA TARI PERSEMBAHAN ...... 149 4.1. Pandangan Masyarakat Melayu terhadap Tari Persembahan . 149 4.2. Latar Belakang Tari Persembahan ...... 151 4.3. Etika dalam Tari Persembahan ...... 153 4.3.1. Tertib dalam tari persembahan ...... 158 4.3.1.1. Gerak ...... 158 4.3.1.2. Musik ...... 162 4.3.1.3. Properti ...... 167 4.3.2. Sopan santun ...... 171 4.3.2.1. Gerak ...... 171 4.3.2.2. Busana ...... 172 4.3.3. Santun dalam tari persembahan ...... 175 4.3.3.1. Syair ...... 175

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.4. Estetika Pertunjukan Tari Persembahan ...... 179 4.4.1. Bentuk/wujud dan susunan dalam tari persembahan .... 181 4.4.1.1. Aspek bentuk ...... 183 4.4.1.1.1 Tahap Dalam Persembahan ...... 187 4.4.1.2. Unsur penunjang tari persembahan ...... 193 4.4.2. Bobot dan isi ...... 200 xiii 4.4.3. Penampilan ...... 203

BAB V PENUTUP ...... 208 5.1 Kesimpulan ...... 208 5.2. Saran ...... 213

DAFTAR PUSTAKA ...... 213

LAMPIRAN : DAFTAR INFORMAN ...... 216

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PHOTO

Photo 2.1. Gedung Balai Kota, terletak ditempat bertemunya sungai Deli dan Babura disebut juga dengan nol kilometer Kota Medan. Saat ini gedung ini menjadi bagian dari Grand Aston City Hall Hotel ...... 56 Photo 2.2. Kantor walikota sebagai pusat pemerintahan Kota Medan, berada di Jln Kapten Maulana Lubis no 2 Medan. Diapit enfan Hotel Paladium dan Hotel Grand Aston ...... 58 Photo 2.3. Pintu Gerbang Pelabuhan Belawan...... 70 Photo 2.4. Istana Maimun tampak dari depan, pusat pemerintahan kesultanan Deli yang terletak di jalan Brigjen Katamso ...... 77 Photo 3.1. Beberapa bentuk tepak sirih beserta isi terdiri dari, daun sirih, dan kelengkapannya yang diisi dalam cembul berupa kapur, pinang, gambir, tembakau ...... 105 Photo 3.2 Penari menarikan Tari Persembahan dengan memodifikasi busana serta asesori yang dipakai, namun masih tetap menunjukkan etikadalam pertunjukannya ...... 111 Photo 3.3 Tari Persembahan yang menyertakan penari laki-laki, berada di belakang penari wanita, sementara penari pengiring membawa bunga ...... 125 Photo 3.4. Mentri Kesehatan dan rombongan sebagai penonton Sekaligus sebagai tamu dan undangan kehormatan yang diberi keistimewaan mendapat sajian sirih, pada acara Anugrah

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Mentri Kesehatan ...... 127 Photo 3.5. Busana tari Melayu yang masih berpola dengan busana yang dipakai sehari-hari oleh suku Melayu. Namun biasanya warna kuning menjadi warna pilihan dalam pertunjukan ...... 131 Photo 3.6 Busana tari Persembahan yang sudah dimodifikasi dengan Mode yang mengikuti perkembangan zaman dan pemilihan warna yang lebih berani, namun tetap menunjukkan ciri Melayu ...... 132 Photo 3.7. Pemberian tepak dalam berbagai acara yang tetap memiliki arti sebagai ungkapan penghormatan dan persaudaraan ...... 136 Photo 3.8. Salah satu bentuk tepak sirih dengn kelengkapannya ...... 138 Photo 3.9. Isi tepak sirih yang kelengkapannya diganti dengan bunga Bunga saat ini tepak yang berisi campuran sirih dan bungalah yang menjadi isi tepak dalam tari Pesembahan ...... 138 Photo 3.10 Susunan dari tempat sebagai kelemgkapan tepak sirih ...... 139 Photo 3.11 Acordeon ...... 143 Photo 3.12 Biola ...... 143 Photo 3.13 Gendang ...... 144 Photo 4.1 Posisi badan dengan setengah menunduk dengan menekukkan kedua kaki dan bersilang kaki kanan di depan kaki kiri, kepala agak menunduk saat menyerahkan tepak pada tetamu, merupakan bentuk kepatuhan dalam keteraturan gerakan ...... 160 xv Photo 4.2 Beberapa poto dengan pola garapan yang berbeda tetapi tetap memposisikan penari utama berada di tengah, baik dalam kelompok penari perempuan keseluruhan maupun dalam komposisi penari campuran ...... 161 Photo 4.3 Beberapa poto yang meletakkan tangan di atas tepak menyentuh sirih sebagai simbol penerimaan dari tuan rumah

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kepada tetamu ...... 167 Photo 4.4 Pola sembah yang menyalahi etika tarian, dapat dilihat dari posisi duduk penari dengan duduk jongkok sebelah kaki dan tepak beradapada posisi kaki yang salah ...... 172 Photo 4.5 Busana yang dikenakan pada tari Persembahan dengan berbagai mode, namun tetap mengenakan baju kebaya panjang bagi wanita. Selain terlihat indah, busana tari Persembahan ini juga masih menjunjung etika dalam berbusana Melayu ...... 174 Photo 4.6 Pola gerak awal masuk ke tempat acara dengan posisi kedua tangan bertumpu di depan dada, mengepitkan ketiak,untuk menyembunyikan aurat ...... 187 Photo 4.7 Penghormatan yang diberikan sebelum memulai tarian, dengan . Posisi duduk maupun berdiri, dan pola lantai yang berbeda ...... 188 Photo 4.8 Posisi penari membuka tepak, meletakkan tutup tepak di bawah tepak, dan mengangkat tepak untuk diberikan pada penonton ...... 195 Photo 4.9 Beberapa bentuk penyerahan sirih pada berbagai acara, dari beberapa sanggar seperti sanggar Nusindo, sanggar SBG, sanggar LK USU ...... 196

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2009 – 2013.. 62 Tebel 2.2 : Luas Wilayah Kota Medan ...... 63 Tabel 2.3 : Persentase Etnis di Kota Medan ...... 65 Tabel 3.1 : Motif Dasar Tari Persembahan ...... 114 Tabel 3.2 : Tahapan Pertunjukan Tari Persembahan ...... 116 Tabel 3.3 : Busana, Rias, asesoris dalam Tari Persembahan ...... 134 Tabel 4.1 : Etika dalam Tari Persembahan ...... 168

xvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Melayu merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir Timur Sumatera, sekeliling pesisir

Kalimantan, Thailand Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang di sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, suku Melayu sebagian besar mendiami Propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera

Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.

Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat persebaran masyarakat Melayu, dengan segala kebudayaannya. Masyarakat Melayu dikenal dengan sifat dan perilaku yang lemah-lembut, ramah-tamah, mengutamakan sopan santun, serta menjunjung tinggi adat istiadat yang berlandaskan pada syariat

Islam, yang dikenal juga dengan falsafah Melayu “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabbullah”. Saat ini, aktivitas hidup masyarakat Melayu banyak mengalami perubahan yang disebabkan sosialisasi mereka dengan berbagai suku di sekitarnya. Meskipun demikian, tidak berarti mereka meninggalkan adat istiadat yang diwariskan dan dipelihara secara turun-temurun. Adat istiadat tersebut tetap dilangsungkan dalam berbagai bentuk kegiatan dengan menyertakan seni sebagai bagian dalam pelaksanannya.

Dalam keseharian seni seringkali ditafsirkan berbeda-beda, sehingga mempunyai berbagai pendapat dan pengertian yang beragam. Pengertian yang sering dipahami dan yang umum dipakai dalam mengartikan seni di antaranya

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2

ialah keindahan, ungkapan perasaan, imajinasi, estetis, dan lain sebagainya. Di samping perilaku yang indah, yaitu berarti elok, bagus, benar, dan mahal harganya, seni erat kaitannya dengan etika sebagai norma, hukum, aturan yang berlaku pada masyrakat. Namun pembatasan hal ini sangat sulit untuk dimasukkan ke dalam suatu batasan sebagaimana ilmu dan agama tidak mudah didefinisikan pada pengertian yang sederhana (Sudjoko dalam Rizaldi, 2012:2).

Dengan demikian berbicara tentang seni, maka yang harus dipikirkan, adalah bagaimana kaitan seni tersebut dengan tujuan dari pertunjukannya.

Seni sebagai salah satu unsur kebudayaan, terbagi menjadi beberapa bagian seperti seni tari, seni musik, seni rupa, seni drama, serta seni-seni lainnya.

Pada masyarakat Melayu kegiatan seni selalu dilakukan dalam segala aspek kehidupan, yang disesuaikan dengan tujuan dan fungsi dari kegiatan. Kegiatan- kegiatan tersebut berkaitan erat dengan siklus daur hidupnya dan kegiatan keseharian sejak masa kehamilan, melahirkan, penambalan nama, turun tanah, akil balikh, pernikahan, hingga kematian. Kemudian kegiatan lainnya yang berkaitan dengan mata pencaharian, mengobati penyakit, membayar nazar, dan lain sebagainya.

Kota Medan secara geografi budaya bersifat heterogen, memiliki keanekaragaman budaya, dan keseniannya dilatarbelakangi oleh berbagai bentuk pertunjukan (upacara, hiburan, dan pertunjukan). Medan juga tempat tumbuh dan berkembangnya kesenian yang tercipta dari tangan-tangan terampil para seniman dalam menghasilkan karya, tanpa meninggalkan kesenian tradisionalnya. Seni tradisional sendiri syarat akan nilai budi pekerti “lama” seperti sopan santun,

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3

norma susila, nilai pendidikan kedalaman/kejiwaan, yang harus dijaga. Adapun ciri-ciri khas kesenian tradisional yaitu: 1) jangkauannya terbatas, hanya pada lingkungan budaya yang menunjangnya, 2) cerminan dari satu budaya yang berkembang sangat perlahan-lahan, karena dinamika dari masyarakat yang menunjangnya memang relatif demikian, 3) merupakan bagian dari suatu kosmos kehidupan yang utuh yang tidak terbagi-bagi dalam spesialisasi profesi, 4) bukan merupakan hasil kreativitas individu, melainkan terciptanya secara anonim bersama sifat kolektifitas masyarakat yang menunjangnya dan secara bertahap.

Dengan demikian seni tradisional Indonesia pada umumnya tercipta secara anonim, menjangkau wilayah tertentu, tidak banyak mengalami perubahan dan merupakan refleksi dari satu keutuhan/kebulatan kehidupan masyarakat tani

(Koentjaraningrat, 1990: 55)

Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa, seni tradisi yang ada di kota

Medan menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan. Kesenian menjadi bagian penting dalam semua kegiatan dari suku-suku yang ada, termasuk suku Melayu. Pada hakikatnya, kesenian merupakan tindakan komunikasi yang disublimasikan sedemikian rupa sehingga tidak tampak vulgar. Berperan sebagai media komunikasi, suatu bentuk kesenian akan lahir, tumbuh dan berkembang berdasarkan situasi dan kondisi masyarakat tempat kesenian tersebut menunjukan eksistensinya serta mampu bertahan dalam perubahan zaman. Dengan demikian, bentuk-bentuk kesenian seperti tari, musik, syair, dan pantun menjadi alat penyampai pesan tentang kehidupan masyarakat Melayu.

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4

Tari adalah suatu pertunjukan, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya, dan merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari diadakan sesuai dengan kebudayaan setempat dengan cara dan dalam konteks yang berbeda-beda. Tari diadakan untuk upacara-upacara yang berkaitan dengan adat dan kepercayaan, namun ada juga yang pelaksanaannya sebagai hiburan atau rekreasi. Sistem sosial dan lingkungan alam juga mempengaruhi bentuk dan fungsi tari pada suatu komunitas suku dan budaya.

Tari dalam kehidupan masyarakat Melayu memiliki prinsif semangat kebersamaan, rasa persaudaraan, persahabatan, kerjasama untuk kepentingan bersama. Dalam kehidupan masyarakat Melayu, pelaksanaan tari berhubungan dengan upacara adat, upacara ritual, maupun untuk hiburan. Salah satu jenis tarian yang disertakan dalam kegiatan tersebut adalah tari persembahan. Sesuai dengan namanya, Persembahan adalah satu tarian yang digunakan untuk mempersembahkan satu penghormatan kepada tamu yang datang. Tarian ini identik dengan pengajuan tepak sirih kepada orang yang dihormati dan meminta untuk mencicipi sirih yang diberikan. Hal ini merupakan tradisi yang turun menurun pada masyarakat Melayu.

Tari Persembahan adalah salah satu tari kreasi tradisi etnis Melayu yang dipertunjukkan sebagai tari penyambutan atau tari pembuka pada berbagai acara atau kesempatan seperti seminar (lokal, regional dan nasional), resepsi pernikahan dan kegiatan pemerintahan di Kota Medan khususnya serta di kota lain di Provinsi

Sumatera Utara yang sebagian besar masyarakatnya etnis Melayu. Tari ini selalu menggunakan lagu Makan Sirih sebagai musik pengiring, sehingga acap kali

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5

disebut sebagai tari Makan Sirih. Husny (2001) menyatakan bahwa adanya tari penyambutan untuk tamu menunjukan bahwa orang Melayu sangat menghargai hubungan persahabatan dan kekerabatan.

Sebagai tari kreasi baru yang bersumber tari tradisi, tari Persembahan tetap berpijak pada kaidah rasa Melayu yang sangat kental. Penggunaannya dalam berbagai perhelatan besar formal sebagai bagian dari acara pembukaan, mendudukkan tari persembahan sebagai tari upacara, sekaligus menjadi sarana peningkatan apresiasi terhadap seni tari baik bagi penari maupun bagi penonton.

Koentjaraningrat (1984) menyampaikan bahwa peningkatan apresiasi terhadap kesenian (dalam hal ini seni tari) merupakan peningkatan pendidikan dan pengetahuan umum di Indonesia (khususnya Provinsi Sumatera Utara). Wujud gerak tari Persembahan yang muncul pada berbagai acara di Kota Medan tidak sama, tetapi sebagai tari yang mengungkapkan rasa hormat etnis Melayu terhadap para tamu dan penonton, tari ini menggunakan properti yang sama yaitu tepak1sebagai tempat sirih yang disajikan bagi tamu atau penonton.

Makan sirih bagi masyarakat Melayu adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dan menjadi suguhan ketika ada tamu yang berkunjung ke rumah. Makan sirih menjadi symbol rasa hormat etnis Melayu kepada tamu yang berkunjung, sekaligus menunjukkan bahwa tamu tersebut adalah bagian dari keluarga atau saudara yang tetap harus dihormati dan dijunjung tinggi keberadaaannya. Dengan demikian, tari Persembahan yang selalu muncul sebagai

1Tempat atau wadah berbentuk persegi panjang dan berkotak-kotak kecil di dalamnya, terbuat dari kayu yang diukir, digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sirih, pinang, kapur, dan gambir.

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6

tari pembuka dengan properti tepak berisi perlengkapan untuk makan sirih (seperti daun sirih, pinang, gambir, kapur sirih dan tembakau) adalah tari upacarayang berfungsi menunjukan rasa hormat tuan rumah kepada tamu yang berkunjung.

Tari persembahan menjadi tari pertunjukan tetapi disebut berfungsi sebagai tari upacara karena tari ini tetap menjadi tari pembuka (welcome dance) sebelum masuk ke dalam materi inti acara dan materi hiburan.

Tari persembahan tidak pernah menjadi bagian dari tari pertunjukan lainnya pada materi hiburan atau selingan. Properti tepak yang digunakan pada tari Persembahan menunjukan kualitas masyarakat Melayu yang menjunjung tinggi sikap santun yang menjadi ciri masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Nikolais (1956:74) yang menjelaskan “Jika masyarakat yang menghasilkan karya seni kokoh dan moralistik, maka keseniannya akan menggambarkan hal yang serupa”.

Tari Persembahan adalah tari kreasi baru yang mentradisi, disebut demikian karena tari ini diperkirakan muncul pada sekitar tahun 1960 an. Pada awalnya pemberian sirih kepada tamu merupakan kebiasaan masyarakat Melayu dalam menjamu tamu yang datang, tanpa diiringi dengan tarian. Akhirnya kebiasaan yang dianggap sangat baik ini dan dengan dasar pemikiran untuk mengungkapkan rasa suka cita dan hati yang tulus untuk menyambut tamu kehormatan yang datang berkunjung, maka sebuah tari dipersembahkan sebagai pengiring tepak sirih yang menjadi suguhan. Kemudian acara penyambutan dengan tarian ini diberi nama Tari Makan Sirih, yang kemudian dalam kurun beberapa waktu diganti dengan nama Tari Persembahan sampai dengan saat ini.

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7

Namun karena terus dipergunakan sebagai tari pembuka pada berbagai acara dan upacara, maka tari Persembahan sering disebut sebagai tari tradisi. Pemanfaatan tepak dengan kelengkapannya yang digunakan sebagai property sekaligus sajian yang akan diberikan pada tetamu, semakin menebalkan rasa tradisi pada tari ini.

Tari Persembahan etnis Melayu mencirikan tarian Indonesia pada umumnya, terlihat dari bentuk geraknya yang dekat dengan tanah, menggunakan ragam gerak duduk, berlutut, dan membungkuk, dengan gerakan jari yang lemah gemulai (lentik), serta menggunakan selendang mengelilingi pinggang yang disimpulkan, sebagai kelengkapan dalam busana tarian, menambah keindahan dari keseluruhan penampilan. Iringan musik yang mengiringi Tari Persembahan dengan menggunakan seperangkat alat musik Melayu yaitu: gendang, biola, accordion juga menjadi keutuhan dalam sebuah penampilan yang saling melengkapi. Lagu yang didendangkan biasanya lagu makan sirih bertempo lambat atau yang biasa disebut dengan tempo senandung, berisikan syair rasa hormat suku Melayu dalam menerima tamu. Saat ini, musik iringan tari persembahan kadangkala diiringi dengan alat musik keyboard dengan meniadakan biola dan accordion.

Tarian Persembahan ini biasa ditarikan dalam hitungan ganjil dengan jumlah penari antara 5 sampai 7 orang penari dan ditarikan oleh penari wanita berusia remaja. Pemilihan penari dengan jumlah ganjil, ini juga berkaitan dengan pemahaman dalam Islam, bahwa di dalam petunjuk Islam, Allah itu satu tidak bisa diduakan, begitu pula dengan perbuatan dan tingkah laku kita sehari-hari juga

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8

iringi dengan kebaikan. Sehingga masalah budaya juga akan berkaitan dengan kebaikan, dan apabila menggunakan jumlah ganjil, maka itu yang terbaik.

Tari Persembahan mencerminkan bagaimana masyarakat Melayu berusaha menghormati sekaligus menciptakan suasana kekeluargaan terhadap para tamu.

Kandungan danajaran budi pekerti Melayu ini, mengisyaratkan pentingnya melestarikan tarian dengan segala tatanannya, dan peran tepak sirih didalam Tari

Persembahan. Agar masyarakat Melayu tidak kehilangan jati dirinya sebagai etnis yang sangat memegang teguh adat istiadat serta budaya. Melalui gerak tari, perlengkapan tari, jumlah penari, tahapan persembahan, busana, akan terlihat budi pekerti masyarakat Melayu. Melalui tari terlihat gerak yang tertib dan lembut sebagai ungkapan kehikmatan mempersilakan tamu duduk, dan suguhan sirihadalah lambang persaudaran, sebagai mukaddimah dari setiap hajat dalam pergaulan hidup masyarakat.

Telah disebutkan di atas bahwa tari Persembahan adalah tari yang menggunakan properti tepak dan menjadi bagian dari upacara yang menjadi tari pertunjukan. Dengan melihat latar belakang di atas, maka dalam tesis ini penulis akan mengkaji. Penelitian ini akan membahas estetika dan etika tari Persembahan pada masyarakat Melayu di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Kedua tema kajian ini dibahas melalui ilmu-ilmu seni yaitu etnokoreologi. Disiplin ilmu ini, secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.

Yang dimaksud antropologi tari atau disebut juga etnologi tari dan etnokoreologi adalah sebagai berikut :

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

Ethnochoreology (also dance ethnology, dance anthropology) is the study of dance through the application of a number of disciplines such as anthropology, musicology (ethnomusicology), ethnography, etc. The word, itself, is relatively recent and means, literally, “the study of folk dance”, as opposed to, say, the formalized entertainment of classical ballet. Thus, ethnochoreology reflects the relatively recent attempt to apply academic thought to why people dance and what it means. It is not just the study or cataloging of the thousands of external forms of dances—the dance moves, music, costumes, etc.— in various parts of the world, but the attempt to come to grips with dance as existing within the social events of a given community as well as within the cultural history of a community. Dance is not just a static representation of history, not just a repository of meaning, but a producer of meaning each time it is produced—not just a living mirror of a culture, but a shaping part of culture, a power within the culture. The power of dance rests in acts of performance by dancers and spectators alike, in the process of making sense of dance… and in linking dance experience to other sets of ideas and social experiences. Ethnologic dance is native to a particular ethnic group. They are performed by dancers associated with national and cultural groups. Religious rituals (ethnic dances) are designed as hymns of praise to a god, or to bring in good fortune in peace or war (Blacking, 1984).

Penjelasan dari kutipan di atas, bisa diartikan bahwa yang dimaksud dengan etnokoreologi adalah studi tentang tari melalui penerapan sejumlah disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi (etnomusikologi), etnografi, dan lain-lain.

Peristilahan dari kata ini sebenarnya masih baru di gunakan, apabila dijelaskan secara harfiah berarti kajian/studi tentang tarian rakyat (sebagai lawan dari tari hiburan yang diformalkan dalam bentuk balet klasik). Dari hal yang demikian, etnokoreologi merupakan upaya yang relatif baru dalam dunia akademis untuk mengkaji mengapa orang menari dan apa artinya. Berdasarkan hal tersebut para ilmuwan etnokoreologi tidak hanya belajar ribuan tarian yang mencakup gerak, musik iringan, kostum, dan hal-hal sejenis di berbagai belahan dunia ini, tetapi juga mengamati dan meneliti tarian dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat,

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10

serta sejarah budaya tari dari suatu komunitas. Tari bukan hanya representasi statis sejarah, bukan hanya repositori makna namun menghasilkan makna setiap kali tari itu dihasilkan. Tari bukan hanya produk suatu budaya, tetapi merupakan bagian yang menjadikan budaya itu ada sebagai kekuatan dalam budaya.

Kekuatan tari terletak pada bagaimana pertunjukan itu dilakukan yang berkaitan pada penari, penonton, penyelenggara dalam proses pembentukan rasa dalam tari.

Kemudian pembentukan pengalaman ini dihubungkan dengan pengalaman ide/gagasan terwujudnya tari yang beserta hubungan sosialnya. Tari juga berkait dengan kelompok etnik tertentu. Tarian ini dilakukan oleh penari yang berhubungan dengan kelompok bangsa dan budayanya. Tarian etnik dirancang sebagai himne pujian untuk Tuhan, atau untuk membawa keberuntungan dalam damai atau perang.

1.2 Pokok permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ternyata banyak faktor yang dapat diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini. Oleh karena itu pokok permasalahan yang akan dibahas harus dibatasi, agar dalam proses penelitian dan penganalisisan data tidak meluas dan melebar. Selain itu peneliti juga harus memperkirakan waktu dalam penelitian. Berdasarkan hal tersebut peneliti menetapkan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

(1) Bagaimanakah bentuk pertunjukan tari Pesembahan yang dilakukan oleh

masyarakat Melayu ?

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11

(2) Bagaimanakah Nilai etika dan estetika dalam tari Persembahan yang

berkaitan dengan kehidupan masayarakat Melayu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menguraikan maksud dan tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai sesuai urutan pokok permasalahan. Hal ini merupakan tindak lanjut terhadap masalah yang telah dirumuskan. Manfaat penelitian dapat bersifat keilmuan dan kepraktisan, artinya hasil penelitian akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, manfaat penelitian meyakinkan akan keterpakaian hasil penelitian.

1. Mendeskripsikan bentuk pertunjukan tari persembahan Melayu

2. Menganalis etika dan estetika tari persembahan pada masyarakat Melayu

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi, sesuai dengan penjelasan diatas, penelitian ini dirangkumkan, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Praktis.

Hasil penelitianini diharapkan dapat menumbuhkan rasa bangga

kepada masyarakat Melayu, baik pemain maupun penikmat Tari

Persembahan.

2. Manfaat Teoritis.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan

bagi rekan-rekan mahasiswa yang mengadakan penelitian dan

dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

b. Sebagai motivasi bagi para pembaca khususnya yang

berkecimpung dalam bidang seni tari.

c. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini lembaga

formal dan masyarakat luas.

1.5 Tinjauan Pustaka

Kajian-kajian tentang Tari Melayu terutama Tari Persembahan sejauh ini yang penulis ketahui belum begitu banyak. Walaupun ada beberapa tulisan yang telah mengkajinya, terutama tulisan tentang tari secara umum sejak lama oleh para sarjana Barat, antropolog, maupun para sarjana Indonesia yang melihat keunikan dari kebudayaan yang dimiliki masyarakat Melayu melalui mereka, banyak penulis lainnya telah menjadikan kebudayaan Melayu dan kesenian sebagai objek dalam berbagai karya tulis mereka. Walaupun karya tulisan tentang tari tradisi tidak secara komprehensif, namun sumbangan yang telah diberikan dalam bentuk tulisan menjadikan kejelasan tentang keberadaan Tari Tradisi Melayu.

Ada beberapa Publikasi yang telah penulis dapatkan untuk melengkapi studi ini dalam memberikan informasi penting, pemahaman tentang Melayu, dan budaya.

Tesis Syainul Irwan, yang meneliti tentang tarian Melayu tahun 2008 dengan judul “Tari Melayu Sumatera Timur, Kajian Terhadap Perubahan dan

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13

Bentuk Pertunjukan”. Tesis ini ditulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan

Pasca Sarjana di bidang Antropologi Soasial di Universitas Negeri Medan. Tesis ini mengungkap tentang perubahan yang terjadi pada fungsi dan bentuk pertunjukan Tari Tradisional Melayu Sumatera Timur, yang dilihat dari konteks pertunjukan dan unsur-unsur pendukung tari (pola gerak, pola lantai, tata busana, tata rias, iringan seraya pementasan), dengan mengkaitkannya dari mata pencaharian masyarakat, agama, ekonomi, dan perkembangan zaman yang sangat berperan terhadap terjadinya perubahan pada tari Melayu. Tesis sarjana ini menjadi dasar keilmuan bagi penulis untuk mengkaji aspek perubahan yang terjadi pada Tarian Melayu.

Selanjutnya Muhammad Takari dan Fadlin, tahun 2014, menulis buku

dan Serampang Dua Belas dalam Kajian Ilmu-ilmu Seni”, terbitan

Universitas Sumatera Utara. Buku ini mengkaji dari aspek sejarah, struktural, dan fungsional pada dua genre seni Melayu Sumatera Utara yaitu Ronggeng

Melayudan Serampang Dua Belas. Tulisan ini mengkaji hubungan Ronggeng dan

Serampang Dua Belas dari sisi sejarah. Ronggeng merupakan tari hiburan sosial yang berasal dari branyo Portugis dan Serampang Dua Belas adalah ekspresi kebudayaan proses perkenalan antara lelaki dan wanita yang kemudian jatuh cinta dan membentuk rumah tangga. Buku ini memberikan wawasan kepada penulis tentang kedudukan genre seni (tari dan musik) dalam konteks kebudayaan.

Deby Irmadani, tahun 2007, menulis dalam bentuk skripsi dengan kajian

“Tari Persembahan dalam Upacara Adat pada Masyarakat Melayu Langkat” dalam skripsi ini dibahas bahwa Tari Persembahan adalah tari yang dipertunjukan

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14

dalam kegiatan adat seperti menghantar pengantin, menyambut tamu kebesaran, penganugerahan gelar, dan pengangkatan Duli. Dari tiga kegiatan ini,

Pengangkatan Duli sudah tidak dilakukan lagi, karena sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan sudah tidak ada lagi. Kajian tari persembahan dalam skripsi ini juga membahas tentang bentuk tarian, ciri-ciri tari persembahan, yang dilakukan oleh suku Melayu di Kab. Langkat. Skripsi ini merupakan kajian awal yang penulis kerjakan dalam memahami bentuk Tari Persembahan pada suku Melayu di

Kabupaten Langkat. Berdasarkan kajian yang sudah diteliti, kajian ini menjadi awal bagi penulis untuk melanjutkan dan menjadi referensi bagi tulisan yang peneliti analisis yaitu tentang pemaknaan dari tari Persembahan yang diamati dari sisi etika dan estetika. Hal ini dikarenakan, kurangnya pemahaman dalam melihat tari persembahan sebagai sebuah karya tari yang tidak hanya sebagai pelengkap dalam sebuah prosesi upacara, yang sekaligus juga menjadi hiburan dalam kegiatan. Pemahaman yang ada hanya baru sebatas melakukan tanpa dibarengi dengan pengetahuan dari aturan, norma dari adat yang menjadikan tari persembahan sebagai tari pembuka dalam acara-acara tertentu.

Dian Purnama, tahun 2003, dalam skripsi yang mengkaji “Tari Sekapur

Sirih sebagai Tari Penyambutan Tamu di Kota Jambi (Tinjauan Sosial Budaya), menjelaskan bahwa tari sekapur sirih ada digagas oleh unsur Birokrat, namun dalam penyajiannya dilakukan untuk kepentingan birokrat dan rakyat. Fungsi tari sekapur sirih berkaitan dengan kegiatan adat masyarakat Jambi. Pada perkembangannya tari ini mengalami perubahan dan perkembangan dari fungsi serta wujud bentuk tari dengan menampilkan tidak hanya sebagai penyambutan

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15

tamu, namun telah berubah menjadi kajian estetis yang tidak ditampilkan di lingkungan tertentu saja. Dari bentuk tari mengalami perkembangan dan penyempurnaan pada gerak, busana, serta musik pengiring tari. Berdasarkan kajian yang dianalisis Dian Purnama, menunjukkan bagaimana perubahan yang terjadi pada tari sekapur sirih, dari fungsi dan bentuk tari menjadikan perbedaan yang jauh dari tari persembahan Melayu Deli, namun kajian ini menjadi perbendaharaan bagi peneliti sebagai pengayaan sumber/data.

Suci Purwanti (2012), dalam skripsinya “Simbol dan Makna Tari

Persembahan di Provinsi Riau”. Skripsi ini berisi tentang Tari Persembahan Riau simbol dan makna yang tidak terlepas adat istiadat, kepercayaan serta kebiasaan- kebiasaan masyarakat Melayu Riau. Hal ini dapat terlihat dari pola penyajian, busana, properti yang digunakan. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya merealisasikan simbol dan makna Tari Persembahan dalam kehidupan masyarakat

Melayu Riau. Tulisan ini sangat membantu penulis dalam melihat berbagai bentuk pertunjukan Tari Persembahan yang ada di daerah lain sebagai pengayaan dari bentuk pertunjukan tari persembahan di masyarakat Melayu di Sumatera Utara.

Hermales Tuti Dewi (2014), dalam Skripsinya “Perkembangan Bentuk

Penyajian Tari Persembahan di Riau” mengkaji Perkembangan Bentuk Penyajian

Tari Persembahan yang meliputi: jumlah penari pada masa dahulu, penari yang terdiri dari penari laki-laki dan perempuan, kemudian dalam perkembanganya tidak dibolehkan menyertakan penari laki-lakidan jumlah penari menjadi 7 orang.

Dari sisi gerak terjadi penyempurnaan. Iringan Tari pada awalnya bertempo cepat sekarang diperlambat menyesuaikan dengan gerak lemah gemulai Tari. Tempat

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16

pertunjukan dilakukan didalam gedung atau balai-balai kehormatan. Properti yang digunakan adalah Tepak Sirih, terbuat dari kayu atau triplek

1.6 Konsep

Konsep menurut Singarimbun dan Sofian Effendi (1982:17), adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomenon sosial atau fenomenon alami. Konsep dapat mempunyai tingkat generalisasi yang berbeda. Semakin dekat suatu konsep kepada realita semakin mudah konsep tersebut diukur. Banyak konsep ilmu sosial sangat abstrak terutama yang merupakan unsur dari teori yang sangat umum (grand theory). Atas dasar pemahaman tersebut di atas, dan agar penelitian dapat lebih terarah, maka perlu disajikan konsep-konsep yang dipergunakan. Konsep yang akan dijelaskan berikut ini adalah pengertian- pengertian yang berhubungan dengan topik penelitian agar dapat digunakan sebagai pendukung dalam mendeskripsikan tujuan penelitian yang dimaksud.

Beberapa konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian ini meliputi : (1) Tari

Persembahan, (2) Tari Kreasi Baru, (3) Masyarakat Melayu, (4) Kota Medan, (5)

Etika, (6) Estetika.

1.6.1 Tari persembahan

Tari persembahan sering disebut sebagai tari Makan Sirih, dikarenakan tepak sebagai tempat meletakkan sirih dan kelengkapannya menjadi property yang harus ada, serta tujuan dari pemberian sirih pada tamu yang menjadikan nama dari

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17

tarian ini. Tari persembahan untuk menyambut tamu ini menunjukkan bagaimana masyarakat Melayu sangat menghargai hubungan persahabatan dan kekerabatan.

Mereka memberikan penghargaan berupa sirih sebagai sajian yang menjadi simbol penghomatan atas kedatangan tamu. Gerakan tari umumnya menggunakan gerak tari Lenggang Patah Sembilan, tetapi menggunakan tepak sebagai property dengan seperangkat sirih, yang nantinya akan diserahkan pada tetamu. Jumlah penari tidak tertentu yang bermaksud tarian boleh dilakukan dengan ganjil ataupun genap,yang terdiri dari penari utama membawa tepak dan penari pengiring. Selain tepak, adakalanya kelompok-kelompok tari menambahkan bunga dan manggar yang dibawa oleh penari pengiring untuk menambah kesemarakan acara. Tari persembahan pada umumnya ditarikan oleh penari perempuan, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengikut sertakan penari laki-laki dalam pementasan.

Tari Persembahan adalah tari kreasi baru yang mentradisi yang dihayati dengan baik oleh generasi muda. Sebagai tari kreasi, ragam gerak tari

Persembahan tidak selalu sama. Namun, variasi ragam gerak yang tidak mengikat pada tari Persembahan tetap menghadirkan tepak sebagai property pengikat nilai budaya, sehingga tari ini dapat disebut sebagai tari tradisi.Dalam proses pewarisannya, penata tari hendaknya memahami istilah-istilah yang ada pada tari

Melayu, seperti : igal (menekankan pada gerak badan dan tangan), liuk

(menekankan pada gerak menundukkan atau mengayunkan badan), lenggang

(gerak berjalan sambil menggerakkan tangan), titi batang (gerak berjalan dalam satu baris bagai meniti batang), gentam (menari sambil menghentakkan tumit

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18

kaki), cicing (menari sambil berlari kecil), legar (menari sambil berkeliling 180º), dan lainnya (sinar,ed.,2009). Dengan pemahaman pada gerak tari Melayu, yang menjadi dasar dalam proses pengkaryaan dari seniman, maka bentuk-bentuk tari

Persembahan dengan segala kreatifitas tidak akan menghilangkan konsep dari adat budaya dan ajaran Islam sebagai pedoman bagi suku Melayu.

Tari Persembahan adalah tari upacara, karena dipentaskan pada kegiatan- kegiatan yang bersifat formal atau khusus dan ditarikan pada awal acara sebelum acara dimulai. Walaupun kadangkala tidak semua acara harus menyertakan tari

Persembahan, sehingga keikutsertaannya menyesuaikan dengan kebutuhan dari penyelenggara. Secara konsep bagi suku Melayu, tari Persembahan adalah tari yang mencerminkan kehidupan suku Melayu dalam bersikap menghadapi situasi/keadaan yang memerlukan keberadaan tarian. Mereka menempatkan tari

Persembahan untuk menyampaikan hasrat/keinginan sebagai bentuk hubungan persaudaraan sesuai dengab ajaran/tataran dalam Islam.

1.6.2 Tari kreasi baru

Tari kreasi baru dapat dimaknai sebagai tari pembaharuan dari tari yang sudah ada seperti tari tradisi. Proses pembaharuan pada tari-tari tradisi tidak dapat dihindari karena setiap individu semakin berkembang dan komunikasi pengetahuan semakin terbuka. Proses pembaharuan atau perkembangan tersebut hendaknya memahami bahwa tari tradisi bukan hanya kekayaan masa lalu, tetapi tetap merupakan bagian dari masa kini. Tari kreasi merupakan hasil ungkapan dari proses kreatif seniman dalam menuangkan ide-ide cemerlangnya dalam sebuah

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19

karya, baik yang tercipta dari pengembangan tradisi maupun tercipta dari hasil imajinasi koreografer atas satu peristiwa. .

Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika, demikian juga yang tercermin dari tari kreasi baru. Tari jenis ini dapat dibagi berdasarkan sumber pijakan, seperti : 1) tari kreasi baru yang berpijak pada tari tradisional, dan 2) tari kreasi baru yang lepas dari unsur tradisi. Tari Persembahan dapat digolongkan ke dalam tari kreasi baru yang masih berpijak pada pola tari tradisi. Sehingga dalam perkembangannya tari persembahan sering disebut sebagai tari tradisi, meskipun sebenarnya tari ini adalah tari kreasi yang kemudian oleh masyarakatnya disepakati menjadi tari tradisi. Hal ini dikarenakan, tari Persembahan sebuah karya tari yang tidak baku, dalam arti masing-masing kelompok boleh menyusun dengan kreatifitas yang dimiliki, namun harus tetap mengikuti format yang sudah ada.

Tari Persembahan berkembang menyesuaikan zaman, memiliki pola/konsep yang meyatu dengan adat istiadat dan menjadi pembawa pesan dari penyelenggara.Tari Persembahan menjadi tari upacara, dikarenakan fungsi dan tujuan pertunjukannya yang membawa pesan dari penyelenggara untuk menerima kedatangan tamu.

1.6.3 Masyarakat Melayu

Masyarakat berasal dari kata Arab ”syaraka” (Koentjaraningrat,1996:119) yang berarti ikut serta atau berperan serta. Selanjutnya, Koentjaraningrat pada

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20

sumber yang sama menegaskan konsep masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Koentjaraningrat juga menulis tentang istilah-istilah khusus untuk menyebutkan kesatuan khusus dalam masyarakat, yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, kelompok, dan perkumpulan. Konsep masyarakat dan konsep komunitas saling tumpang tindih, keduanya mengedepankan masyarakat. Konsep masyarakat lebih umum bagi satu kesatuan hidup manusia yang bersifat mantap dan terikat oleh satuan adat-istiadat serta rasa identitas bersama, sedangkan konsep komunitas bersifat khusus, karena adanya ikatan lokasi dan kesadaran wilayah (Koentjaraningrat,1996:123). Dengan demikian konsep masyarakat dan komunitas dapat meliputi kesatuan hidup manusia di suatu negara, desa, atau kota yang oleh Soekanto (2004:149) disebut sebagai warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Barker (2005: 480) mengatakan bahwa, strategi multikulturalis juga menginginkan citra-citra positif, tetapi tidak mengusahakan terwujudnya asimilasi. Strategi ini menganggap semua kelompok etnis memiliki status yang setara, dengan hak untuk melestarikan warisan budayanya masing-masing.

Masyarakat Melayu adalah salah satu etnis asli yang berdiam di Provinsi

Sumatera Utara, selain etnis Batak Toba, etnis Batak Karo, etnis Batak

Simalungun, etnis Batak Mandailing, etnis Batak Angkola, etnis Batak Pakpak, etnis Nias, dan etnis Sibolga. Kroeber mengatakan sebetulnya ada dua jenis orang

Melayu yang datang ke Indonesia. Pertama, yaitu mereka yang datang lebih awal dan menetap di pedalaman. Kedua, yaitu mereka yang datang dan menetap di

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21

pesisir (Loeb, 1974). Selanjutnya, R. Heine-Geldern mengatakan bahwa orang

Melayu adalah orang Austronesia yang pada tahun 2000 SM datang ke Indonesia dari daratan Cina Selatan. Ini merupakan suatu pendapat yang sudah diterima dalam penelitian tentang latar belakang bahasa Indonesia.Kemudian Marsden dalam Sinar (1976)memperkuat pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa orang Melayu adalah penduduk pesisir yang beragama Islam yang dianggap seperti orang Moor di India.

1.6.4 Kota Medan

Pengertian kota dalam batasan sosiologi dijumpai dalam Ensiklopedi

Indonesia (Shadily,1992: 1878) seperti yang dikutip di bawah ini. “Daerah permukiman yang ditandai dengan kesatuan bangunan yang dihuni masyarakat penduduk non agraris. Sistem kesatuan bangunan dikelompokkan sekitar suatu wilayah kegiatan ekonomis, pemerintahan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan; demikian pula orientasi penduduknya”. Selanjutnya dalam sumber yang sama dijelaskan tentang sejarah perkotaan masa lalu di Indonesia menunjukkan bahwa kota diperintah oleh raja atau kaum . Dengan kata lain bahwa cikal bakal kota-kota di Indonesia terbentuk dari kota kerajaan. Contohnya antara lain

Kota Yogyakarta, Solo, dan Medan.

Kota Medan pada awalnya merupakan perkampungan yang didirikan oleh

Guru Patimpus dimana lokasinya dikenal dengan tanah Deli yang kemudian berkembang dan dikenal dengan “Medan Putri”. kota ini sangat berkembang karena letak posisinya yang strategis karena pertemuan sungai Deli dan sungai

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22

Babura, yang tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Pada masa lalu kedua aliran sungai ini merupakan pusat lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, yang akhirnya menjadi cikal bakal dari kota Medan.

Dalam perkembangannya sejak berdirinya kota Medan, masa penjajahan, hingga sekarang kota Medan menjadi pusat pemerintahan dari segala aktifitas dengan dibangunnya kantor-kantor perkebunan, hotel, dan lain sebagainya sebagai dampak dari lajunya perdagangan. Hingga akhirnya setelah merdeka, kota Medan menjadi ibukota dari Provinsi Sumatera Utara, dan memiliki sebuah kerajaan yang dikenal dengan Kesultanan Deli, dengan istananya yang terkenal hingga sekarang yaitu Istana Maimoon.

Secara historis perkembangan kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan sejak masa lalu, sedang dijadikannya medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikannya sebagai pusat pemerintahan. Sebagai kota yang menjadi pusat pemerintahan, tentunya Medan menjadi tempat bagi para pendatang dari berbagai etnis tempatan maupun pendatang. Mereka mencari kehidupan yang lebih baik dari tempatnya semula karena Medan sangat menjajikan dan semua fasilitas yang dibutuhkan ada.

1.6.5 Etika

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23

tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat- pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Berkaitan dengan etika dalam tari persembahan, konsep etika di atas menjadi rujukan untuk melihat aturan-aturan yang mengikat dalam sebuah persembahan dengan memasukkan seni tari sebagai kelengkapan. Etika menjadi keharusan dalam sebuah tontonan dalam suatu adat tradisi yang berlaku pada satu kelompok masyarakat, dengan memberikan berbagai aturan yang disepakati oelh masyarakatnya. Aturan-aturan yang ada menjadi norma yang tertuang secara terstruktur dari semua elemen yang mengikat keutuhan pertunjukan, sehingga pemaknaan dan pesan yang diinginkan dapat tersampaikan.

Etika dalam tari Persembahan bukan hanya pada gerak saja, namun semua kelengkapan dalam rangkaian pertunjukan tari juga menjadi aturan yang harus di persiapkan. Keseluruhan dari pertunjukan itu dipersiapkan sesuai dengan aturan

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24

dari adat yang berlaku dalam suku Melayu, sehingga terlihat perbedaan dari sebuah karya tari yang diciptakan berdasarkan kebutuhan dari satu suku untuk tujuan sesuai aktifitas yang mereka lakukan.

1.6.6 Estetika

Estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa.

Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Estetika berasal dari bahasa Yunani, aisthetike. Kali pertama digunakan oleh filsuf

Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan. Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan.

Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda.

Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25

dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.

Secara konsep keindahan, tari persembahan tidak hanya dilihat dari bentuk/susunan luarnya saja, namun keindahan yang dimaksud adalah keindahan yang berdasarkan pada masyarakat Melayu, yang menjunjung tinggi dengan adat dan agama. Sehingga estetika tidak bisa lepas dari etika persembahannya.

1.7 Teori

Teori digunakan untuk merealisasikan penelitian ini dalam bentuk tulisan.

Teori yang digunakan merupakan pendapat atau cara yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian. Landasan teori dipilih berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeliharan terhadap bentuk tari kreasi baru yang mentradisi lebih kepada jiwa dan nilai-nilainya.Teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori etika dan teori estetika.

1.7.1 Teori etika

Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti “adat istiadat” atau

“kebiasaan”. Mengkaji etika berarti membahas apa yang baik dan apa yang buruk, baik pada diri seseorang maupun pada suatu kelompok masyarakat berhubungan

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26

dengan hak dan kewajiban. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7

Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsapat praktis (practical philosopy).

Etika dimulai bila manusia mereflesikan unsur-unsur etis alam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.

Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.

Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.

Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai- nilai etika) .

Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan/norma hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dilakukan serta diwariskan kepada generasi berikutnya. Secara umum, norma-norma terbagi atas 3 bagian yaitu :

a. Norma Sopan Santun, yaitu norma yang mengatur pola perilaku dan

sikap lahiriah manusia, misalnya cara berpakaian atau duduk.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27

b. Norma Hukum, yaitu norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas

oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan

dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Norma Moral, yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia

sebagai manusia. Morma ini menyangkut aturan tentang baik

buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat

sebagai manusia.

Selanjutnya Sonny (2006) menjelaskan tentang teori etika deontologi, dimana penekanan teori ini terletak pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, dengan memenuhi tiga prinsip yaitu :

a. Supaya suatu tindakan punya nilai moral, tindakan itu harus dijalankan

berdasarkan kewajiban.

b. Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari

tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong

seseorang untuk melakukan tindakan itu-berarti kalaupun tujuannya tidak

tercapai, tindakan itu sudah di nilai baik.

c. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal yang

niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada

hukum moral universal.

Sejalan dengan teori di atas, dalam adat istiadat masyarakat Melayu etika menjadi sesuatu yang penting diperhatikan saat berkomunikasi secara verbal

(lisan) maupun non verbal (seperti melalui tari) karena menyangkut harga diri individu atau kelompok.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28

1.7.2 Teori estetika

Kata estetika berasal dari kata kerja Yunani yang berarti merasakan (to sense, or perceive). Jadi asal mula estetika adalah merasakan, atau bagaimana kita dapat merasakan sesuatu, yang pada akhirnya diartikan dengan bagaimana kita menilai sesuatu. Yang mana disini menilai keindahan sesuatu, seni. Tapi satu hal yang perlu kita ketahui, tidak semua benda yang kita lihat atau kita nilai atau yang diciptakan manusia adalah merupakan suatu seni.

Dalam kajian estetika ditemukan beberapa aliran seni sebagai wujud ekspresi terhadap keindahan:

1. Aliran Naturalis, yaitu bentuk seni yang menekankan pada ekspresi

alamiah. Contohnya, pemandangan, taman yang indah, pelangi dan lain-

lain.

2. Aliran Tradisional, yaitu ekspresi seni yang menekankan pada konservasi

budaya dan tradisi. Contohnya, keindahan Tari Melayu yang sangat khas

dan tidak semua orang dapat melakukannya kecuali melalui proses

pembelajaran.

3. Aliran Modern, yaitu ekspresi seni yang dalam banyak hal dipengaruhi

oleh budaya Barat, yang biasanya bercorak rasional-artifisial. Contohnya,

tato di badan, sebagian orang akan berpendapat bahwa tato di tangan,

punggung, dada bahkan wajah adalah suatu keindahan tersendiri. Dan

budaya semacamini berasal dari budaya Barat.

4. Aliran Religius, yaitu bentuk seni sebagai ekspresi keagamaan, baik yang

menekankan pada aspek spiritual-religiusitas maupun tradisional-

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29

salafiyah. Dalam pesantren tradisional atau biasa kita sebut salafiyah, ada

semacam tradisi yang kuno atau klasik sehingga dikategorikan sebagai

bentuk seni yang unik.

Dalam menilai, kita akan dapat membedakan mana lebih bagus mana yang ini atau yang itu. Kita akan meninggalkan sesuatu yang pertama yang dianggap tidak bernilai dan menerima yang kedua karena dianggap bernilai. Suatu nilai akan membawa kita kepada kehidupan yang praktis, riil, laku perbuatan yang jadi pakaian kita sehari-hari.

Estetis adalahmengenai keindahan, menyangkut apresiasi keindahan dan mempunyai penilaian terhadap keindahan. Estetis identik dengan estetika, dapat berarti cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya. Herbert Read merumuskan bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan indrawi manusia. Tari bukan sebuah konsep yang menjelaskan pikiran dengan kata-kata, tetapi persepsi yang ditangkap oleh mata melalui gerakan-gerakan tubuh secara keseluruhan. Gerakan dalam tari akan memberitahu pesan dan rasa yang ingin disampaikan, gambaran tentang sifat dan emosi yang dikandungnya.

Thomas Amuinos mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bila dilihat. Keindahan dalam seni harus berdasarkan kebenaran.

Kebenaran yang dimaksud adalah mengandung sifat baik dari pesan yang menjadi tujuan sifat baik tersebut, seperti pesan yang akan disampaikan melalui tari

Pesembahan pada masyarakat Melayu. Dengan demikian, keindahan dalam tari

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30

Persembahan adalah kebenaranyang mempunyai nilai sama yaitu keabadian yang akan selalu bertambah daya tariknya.

Selanjutnya menurut Soeryanto (1977:5-6), seluruh kehidupan manusia sesungguhnya terbagi dalam tiga tahap, yaitu :

(1) Tahap kehidupan estetis,

Dengan kehidupan estetisnya, manusia mampu memahami dunia

sekitarnya sebagai sebuah kenyataan yang mengagumkan yang kemudian

direpresentasikan dalam karya seninya yang indah seperti seni lukis, seni

musik, seni tari dan lainnya.

(2) Tahap kehidupan etis,

Dalam kehidupan etisnya, manusia senantiasa berupaya untuk

meningkatkan taraf kehidupan estetisnya menjadi suatu kenyataan yanng

lebih manusiawi, yang tercermin dalam bentuk pengambilan keputusan

yang bebas dan dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan tersebut antara

lain adalah ketentuan normatif yang mengatur aktivitas hidup

manusianya.

(3) Tahap kehidupan religius.

Pada kehidupan religiusnya, manusia berusaha menghayati pertemuan

yang sejati dengan Tuhannya. Dalam tahap ini, manusia merasa sekaligus

menyadari dirinya sebagai pribadi yang integral dengan seluruh

kosmosnya.

Selanjutnya Dalam Diskusi Tari Tradisi yang diselenggarakan oleh Dewan

Kesenian Jakarta pada Desember 1975, dalam diskusi tersebut para ahli tari

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31

merumuskan pengertian dasar unsur estetika tari yang meliputi medium (bahan baku), penggarapan, isi, dan penyajian (Dewan Kesenian Jakarta, 1976: 157).

Medium yang dimaksud dalam hal ini adalah gerak yang setiap hari kita lakukan.

Berdasarkan fungsinya, gerak dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu gerak bermain yang dilakukan untuk kesenangan pelakunya, gerak bekerja yang dilakukan untuk memperoleh hasil, dan gerak tari yang dilakukan untuk mengungkapkan pengalaman seseorang atau masyarakat agar dihayati secara estetika oleh penikmat atau penontonnya.

Sebuah gerakan dinilai baik jika tujuan gerak tersebut dapat dipenuhi dengan efisiensi maksimal dengan usaha yang sekecil-kecilnya, sehingga gerakan tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan terkendali tanpa gerak tambahan yang tidak perlu. Ellfeldt (1976: 136) menyebutkan bahwa yang melahirkan gerakan- gerakan yang gemulai, anggun, indah adalah pengendalian tenaga dalam melakukan gerak.

a. Medium atau Bahan Baku

Seperti yang dujelaskan di atas, bahan baku tari adalah gerak yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan-gerakan ini menjadi dasar yang kemudian diolah dengan pengungkapan dari para seniman/koreografer sebagai penuangan ekspresi untuk menyampaikan pesan dan dapat dinikmati dan dihayati secara estetika oleh penikmat atau penontonnya. Sebuah gerakan dinilai baik jika tujuan gerak tersebut dapat dipenuhi dengan efisiensi maksimal dengan usaha yang sekecil-kecilnya, sehingga gerakan tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan terkendali tanpa gerak tambahan yang tidak perlu. Ellfeldt (1976: 136)

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32

menyebutkan bahwa yang melahirkan gerakan-gerakan gemulai, anggun, indah adalah pengendalian tenaga dalam melakukan gerak.

Dalam melakukan gerakan untuk tarian tentunya berbeda dengan gerakan sehari-hari, untuk itu diperlukan ketrampilan penuh dalam melakukan/menarikan secara benar dan baik. Dalam hal ini diperlukan pemahaman/pengetahuan akan teknik gerak untuk dapat menterjemahkan keinginan dari pesan dalam tarian.

- Teknik Gerak

Salah satu hal yang membuat kita dapat merasakan keindahan sebuah gerak tari adalah ketika pelakunya mampu menarikan dengan kekuatan, kelenturan, dan koordinasi yang sempurna, sehingga rasa gerak yang dilakukan merambat dan dirasakan oleh penonton. Kalau penari menggambarkan gerakan terbang, maka penonton pun seakanakan ikut terbang bersama penari.

Faktor pertama yang mempengaruhi estetika gerak tari adalah keterampilan atau kemahiran melaksanakan gerak. Penari Jawa menyebutnya wiraga dan dalam literatur Barat disebut teknik gerak atau teknik tari. Berbeda dengan gerakan dalam olahraga, gerakan tari bukan saja harus dilakukan secara benar, tetapi

“bagaimana gerakan itu dilakukan” harus terpenuhi. Dengan kata lain, “kualitas” dan “gaya” dalam melakukan gerakan menjadi hal yang sangat penting.

Sebagaimana halnya tari tradisi lain, ada dua hal utama dalam membicarakan tari tradisi Melayu. Pertama, adanya pola-pola gerak yang menjadi dasar penyusunan tari. Kedua, adanya aturan dan konvensi yang menentukan pengaturan pola-pola yang membangun ragam-ragam gerak. Sebagai contoh, dalam tari dikenal ragam gerak alip, anak ayam patah, catuk, geliat, pecah

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33

lapan, pusing tengah, seribut, siku keluang, sut depan sut gantung, tahto, tongkah, dan lain-lain (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979: 239).

Teknik dalam tari tradisi dimaksudkan sebagai keterampilan mengkoordinasikan gerakan-gerakan tubuh untuk melakukan ragam gerak sesuai dengan aturan dan konvensi yang berlaku dalam tarian yang bersangkutan.

Sebagai contoh, keterampilan penari zaman dulu diukur dari kemampuannya melakukan ragam gerak catuk. Diduga gerak ini diilhami dari cara ayam mencatuk makanan. Penilaian tersebut dilakukan dengan menyuruh dua penari pria menari dengan sebatang rokok pada masing-masing mulutnya. Seorang penari dengan rokok yang sudah menyala, penari lain dengan rokok yang belum menyala. Pada waktu membawakan ragam tari, penari dengan rokok yang belum menyala harus menghidupkan rokoknya dengan jalan mencatukkan rokoknya ke rokok pasangannya. Mencatuk hanya boleh dilakukan sebanyak tiga kali dan apabila penari belum berhasil menghidupkan rokok di mulutnya, ia dianggap belum cukup terampil sebagai penari Zapin (Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1978/1979: 157).

Demikian pula dengan teknik dalam menari tari Persembahan, dimana ada pola-pola yang tersusun yang dilakukan sesuai aturan dan resam Melayu.

Kelembutan sebagai pola dasar dalam tari Melayu menjadi pola yang harus dikuasai oleh penari, agar pesan dapat tersampaikan.

- Pengaturan Irama

Medium tari adalah gerak, sedangkan alat yang digerakkan adalah tubuh.

Oleh karena itu, untuk dapat memahami tari, orang harus memahami bagaimana

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34

menggunakan “alat” tersebut. Esensi tari adalah integrasi tubuh dan jiwa, serta integrasi antara pengalaman batiniah dan pengalaman lahiriah secara konseptual dan estetika.

Proses sebuah tarian diawali dengan pengalaman jasmaniah yang secara naluriah mengatur dirinya secara ritmik. Dengan demikian pengaturan ritmik merupakan unsur pokok tari. Seorang penari harus mendengarkan bunyi gendang, dan bila benar-benar memperhatikan dan mendengarkan bunyi gendang, maka dalam dirinya akan hadir gema gendang dan baru dapat benar-benar menari

(Thompson, 1974: 262; Snyder, 1974: 9).

Dalam berkata-kata kita memerlukan jeda/perhentian, cepat lambat, dan intonasi suara agar dapat menghadirkan kalimat yang bermakna. Dalam tari pun demikian juga. Gerak sebagai penyusun ragam tari dapat dihasilkan karena pengaturan irama cepat lambat, jeda/perhentian, awal pengembangan, dan klimaks dari tiga unsur gerak (ruang, waktu, dan tenaga). Pengaturan irama semacam ini sangat membantu penari dalam mengingat dan menghafalkan rangkaian gerak, sehingga penari dapat melakukannya dengan penghayatan maksimal. Pengaturan semacam ini juga memudahkan penonton dalam mengikuti dan memahami ungkapan-ungkapan gerak yang dilakukan penari. Seorang penari Jawa, di samping terampil gerak atau wiraga, juga harus menguasai wirama yang terkandung dalam gerak tari maupun irama musik pengiringnya. b. Penghayatan dan Isi

Tarian seorang penari di atas panggung merupakan wujud atau citra yang dinamis. Segala hal yang dilakukan seorang penari menghasilkan sesuatu yang

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35

aktual dan dapat diamati oleh penonton yang mempunyai hubungan tempat, waktu, gaya berat, tenaga, tata rupa, pengendalian otot, pengaturan cahaya, dan sebagainya. Namun, sebuah tarian dikatakan berhasil sebagai karya seni bila wujud fisik dalam pentas seakan-akan tidak ada. Semakin sempurna sebuah tarian, semakin sedikit aktualitas yang dapat ditangkap (Langer, 1957: 5–6).

Seorang penari yang baik sering dikatakan dapat menghidupkan sebuah tarian. Hal ini dapat dimengerti, karena wujud luar tarian yang diamati pada hakekatnya adalah perwujudan dari isi atau makna tarian. Kesan hidup tersebut dapat hadir dalam tarian, jika tarian tersebut berhasil menemukan bentuk seninya, yaitu jika pengalaman batin pencipta atau penarinya berhasil menyatu dengan pengalaman lahirnya.

Dalam seni, bentuk memang tidak hadir untuk kepentingan bentuk itu sendiri. Bentuk mengikuti fungsi dan sebaliknya, fungsi terikat pada bentuk. Kita ambil contoh bentuk tarian yang paling sederhana, yaitu sebuah lingkaran. Bentuk lingkaran mensugesti dan menyimbolkan aspek sosialisasi tari. Lingkaran merupakan bentuk yang mengikat sekelompok orang dan meleburkan pribadi- pribadi menjadi kelompok yang satu. Jadi, gerakan lingkaran yang dilakukan akan sangat lemah sebagai bentuk ekspresi jika tanpa penghayatan solidaritas atau rasa kebersamaan antar penari.

Penari dikatakan berhasil menjiwai sebuah tarian jika mampu menghayati isi atau makna tarian yang dibawakan dan berhasil mengkomunikasikannya kepada penonton. Dalam tari Jawa, penghayatan ini disebut wirasa. Seorang penari tidak sama dengan seorang olahragawan yang hanya bergerak untuk

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36

kepentingan otot-otot atau untuk menang dalam sebuah permainan. Seorang penari harus mampu menghayati dan merasakan setiap gerak yang dilakukan.

Gerak tari Melayu yang ideal adalah sesuai dengan resam, artinya semua gerak tari harus dilakukan dengan perasaan tenang dan tenteram tanpa ketegangan. Seorang penari Melayu yang tidak sabar dan selalu tergesa-gesa, jelas tidak akan dapat mencerminkan ideal kehidupan suku Melayu. Oleh karena itu, tari Melayu juga dipakai sebagai sarana edukasi untuk mendidik generasi muda dalam hal sopan-santun dan tata-cara dalam hidup bermasyarakat.

Dalam mengamati tari Melayu yang bagus, penulis merasa terbawa oleh gerakan penari yang melayang ringan bagaikan berselancar meniti aliran air, meloncat ringan bagaikan riak gelombang yang pecah membentur karang-karang kecil. Komposisinya berkembang dari tempo yang perlahan, merambat lebih cepat, dan mencapai klimaks kecepatan di akhir bagian.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran estetis merupakan kesadaran yang pertama dirasakan sebelum dirinya menyadari tentang apa dan siapa yang menciptakannya serta tata aturan dunianya. Oleh karena itu, estetika bagi manusia adalah yang pertama dipahami sebagai suatu kenyataan yang perspektif dan bukan kenyataan yang konseptual. Kenyataan ini selanjutnya menghadirkan pertanyaan tentang konsep yang melandasi hadirnya nilai keindahan di dalam karya seni, sehingga perlu diuraikan bagaimana konsep estetis tersebut hadir sebagai tata nilai dalam karya seni, khususnya pada tari

Persembahan.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37

Dengan demikian, rasa sebagai pengalaman estetis tumbuh dan terjadi tidak secara sepihak, yaitu pada pihak pemain atau penonton saja, atau antara seniman atau pengamat saja, melainkan terjadi di dalam interaksi dan interelasi positif antara mereka melalui karya seni.

Selain itu Estetika menurut A.A.M. Jelatantik dan Humar Sahman menjelaskan, bahwa estetika dalam sebuah karya atayu peristiwa kesenian mengandung tiga aspek dasar yaitu, wujud atau rupa, bobot atau isi, dan penampilan atau penyajian. Pengertian wujud dalam sebuan penampilan adalah yang dapat dinikmati oleh penikmat dan mengandung dua unsur mendasar yaitu, bentuk dan struktur. Sementara yang dimaskud dengan bobot dari suatu karya adalah isi atau makna dari apa yang disajikan pada sang penikmat. Lebih jauh lagi bobot dalam kesenian dapat diamati dari tiga hal yaitu, suasana, gagasan atau ide, dan ibarat atau anjuran. Penampilan yang dimaksud adalah cara penyajian bagaimana kesenian itu disuguhkan kepada yang menyaksikan, penonotn, pengamat, pembaca, pendengar pada umumnya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan adalah bakat, ketrampilan, dan sarana atau media.

Selanjutnya Agustinus menyatakan sebagaimana yang dikutip opel Muji

Sutrisno dan Christ Verhaak dalam bikunya Estetika Filsapat Keindahan, yang menjelasakan pandangan-pandangan yang mengemuakakan keselarasan, keseimbangan, dan ketrampilan dan lain-lain sebagai ciri khas keindahan.

Kemudian Agustinus juga menyatakan bahwa apabila kita menilai suatu objek itu indak kita mengamatinya sebagai sesuatu yang sesuai dengan apa yang seharusnya ada didalamnya yakni keteraturannya. Berdasarkan dari semua

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38

penjelasan di atas, peneliti menggunakannya dalam menganalisis tari

Persembahan Melayu.

1.7.3 Teori bentuk

Konsep bentuk penyajian tari seperti yang dikatakan oleh Ben Soeharto

(1985, 2-3) mengatakan “ betuk merupakan seperangkat tata hubungan anta karakteristik gerak secara terperinci padasuatu tari”. Soedarsono (1997:34) mengemukakan “Tari atau bentuk koreografinya dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu, tari tunggal (solo), tari duet (berpasangan) an tari kelompok ( Group

Choreography). Selain kedua penjelasan di atas, konsep tentang bentuk merupakan suatu wujud yang nyata, bentuk merupakan totalitas dari karya seni, sehingga bentuk merupakan organisasi satu satu kesatuan atau komposisi dari unsure-unsur pendukung karya. Menurut Suzanne K. Langer (1996:20) mengatakan bahwa:

Sense of form has many meanings. Everything is fine, it depends in a variety of puposes. Form in the abstract sense of unty which is the structure of a comprehensive inter-relationship of purposes. Form in the abstract sense of unity which is the structure of a comprehensive inter-relationship of various factors relantionship or rather a way in which all aspects can be assembled.

Yang artinya adalah pengertian bentuk mempunyai banyak arti. semuanya sah saja, ini tergantung dalam berbagai maksud. Bentuk dalam pengertian abstrak adalah struktur hasil kesatuan yang menyeluruh dari suatu hubungan berbagai faktor yang saling berhubungan atau lebih tepatnya suatu cara dimana keseluruhan aspek terakit.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39

Selanjutnya menurut seorang antropolog William A. Havilliad

(1999:100), mengenai bentuk ini dijabarkannya sebagai berikut.

The form is a term that has some sense. in art and design, the term is often used to describe the form of the formal structure of a work that is the way in developing anda coordinating elemented either with structure and internal and external lines of the principle that gives unity as a whole.

Arti kutipan diatas adalah “bentuk merupakan sebuah istilah yang memiliki beberapa pengertian. Dalam seni dan perancangan, istilah bentuk seringkali dipergunakan untuk menggambarkan struktur formal sebuah pekerjaan yaitu cara dalam menyusun dan mengkoordinasi unsur-unsur dan bagian-bagian dari suatu komposisi untuk menghasilkan suatu gambaran nyata. Bentuk dapat dihubungkan baik dengan struktur internal maupun garis ekternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh”.

Dalam tari, bentuk berdasarkan susunan unsur-unsur tari yang ditentukan menurut bagian-bagian kalimatnya (Banoe, 2003:115). Dalam menyajikan sebuah tari, dikenal bermacam-macam bentuk penyajian. Sal Murgianto (1983: 35), menjelaskan:

“Ada dua macam bentuk penyajian yang dikenal dengan sebutan representatif dan manifestatif. Bentuk penyajian refresentatif lebih cendrung ke arah realisme, sedangkan manifestatif tidak mengungkapkan masalah secara langsung”.

Dari pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa bentuk penyajian tari dapat dibagi menjadi dua, yakni bentuk penyajian yang biasanya mengarah kepada kenyataan yang diungkapkan secara langsung. Sedangkan yang kedua yaitu bentuk penyajian yang mengungkapkan masalah secara langsung yang biasanya berhubungan dengan cara menyajikan, waktu menyajikan serta perlengkapan dan properti yang dibutuhkan.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40

Hermin (1980 :9) mengungkapkan bahwa :

“penyajian tari didukung oleh beberapa unsur, yaitu : gerak tari karena hakikat tari adalah gerak , pola lantai (garis di atas lantai yang dibentuk dan dilalui oleh penari, iringan tari ( musik yang menghidupkan suasana tari), tata rias dan busana (meliputi meliputi riasan wajah dan busana yang membantu menunjang karakter dari tari), properti (seluruh peralatan yang digunakan dalam penyajian tari, tempat pementasan”.

Berikut pendapat F.X. Widaryanto ( 2007:68 ), menyatakan bahwa:

Struktur memandang tari dari pendekatan bentuk. Kajian struktural tari biasanya berkenaan dengan sesuatu yang menghasilkan tata bahasa dari gaya-gaya tari tertentu. Struktur menunjukkan pada tata hubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan.

Pada dasarnya tari terdiri dari gerak, irama, harmoni horizontal maupun vertikal yang merupakan kesatuan membentuk komposisi tari. Semua unsur tari itu berkaitan erat dan sama-sama memiliki peranan penting dalam sebuah karya tari. Sebagaimana dalam karya sastra bahasa, musik juga memiliki frase , anak kalimat, dan sebagainya. Dalam ilmu bentuk musik, kode untuk menunjukkan sebuah kalimat umumnya memaakai huruf besar (A, B, C, dsb). Bila sebuah kalimat periode diulang dengan disertai perubahan, maka huruf besar disertai aksen („) seperti A B A‟.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan struktur sebuah karya tari adalah unsur-unsur tari yang disusun dengan pola tertentu, dengan pengaturan dan hubungan antara bagian-bagian tari sehingga menjadi karya tari.

Dalam tari, bentuk penyajian tari dapat dibedakan sebagai bentuk penyajian tari modern dan tari tradisional. Menurut Edi Sedyawati, tari modern diciptakan

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41

untuk melepaskan keterkaitan tradisi dan berfungsi sebagai hiburan, baik bersifat estetis maupun komersial. Di dalam hal ini, penari modern selalu mau mencari hal-hal baru, baik dalam tema maupun bentuk dan dasar teknik menarinya.

Sedangkan tari tradisional berfungsi untuk mempertunjukkan kaidah-kaidah keindahan tari sesuai dengan persyaratan teknik, bentuk, dan ritme tari sehingga lebih bersifat ritual pada upacara yang berhubungan dengan tingkatan-tingkatan hidup dan perputaran waktu (Sutrisno dan Verhaak, 1993:100).

Bentuk penyajian tari modern dan tari tradisional berkaitan erat dengan proses penyajian tari dan persiapan sebelum membawakan tari. Penyajian tari merupakan rentetan aplikasi dari cara menyajikan tari, tahapan penyajian dan waktu penyajian tari. Sedangkan persiapan merupakan seluruh perlengkapan yang diperlukan dalam menyajikan tari. cara, tahapan waktu, dan perlengkapan penyajian tari merupakan perwujudan estetika tari. Bentuk gerakan sebagai inti dari bentuk penyajian tari.

1.8 Metodologi Penelitian

Metode penelitian dilaksanakan dengan tahapan pengumpulan data yang dimulai dari studi pustaka, observasi dan wawancara, selanjutnya diinventarisasi, dan diidentifikasi kemudian mengolah dan menganalisisnya berdasarkan metode kualitatif guna menemukan jawaban permasalahan pada penelitian ini. Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42

QUALITATIVE [sic.] research has a long and distinguished history in human disciplines. In sociology the work of the “Chicago school” in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, … charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. … Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disciplines, fieldsm and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research.2

Sedangkan Nelson menyatakannya sebagai berikut.

Qualitative research is an interdisciplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions.3

Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupankelompok manusia. Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai jenis disiplin, baik itu dari ilmu humaniora, sosial, ataupun ilmu alam.

Para penelitinya mempercayakan kepada perspektif naturalistik, serta menginterpretasi untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan dibentuk oleh berbagai nilai etis posisi politik.

Pendekatan kualitatif sesuai dengan yang di katakan Arikunto, ( 2003:309-

310 ), yaitu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk

2 Norman K. Denzin dan Yvona S. Lincoln (eds.), Handbook of Qualitative Research, (Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications, 1994), p. 1. 3 Treichler Nelson P.A. dan L. Grossberg, Cultural Studies, (New York: Routledge, 1992), p. 4.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43

mengumpulkan informasi mengenai status, satu gejala yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian di lakukan. Adapun pengertian deskriptif menurut Sukardi ( 2003:15 ) adalah metode yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang di teliti sesuai dengan apa adanya. Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang di teliti secara tepat. Untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat dalam penelitian ini maka dilakukan penelitian lapangan (field research) yang ditempuh melalui wawancara terhadap nara sumber yang dapat memberikan keterangan. Selain itu dilakukan juga peneltian kepustakaan (library research) yang dilakukan melalui literatur-literatur yang ada kaitannya dengan masalah atau topik kajian pada tesis ini.

Metode deskriptif digunakan untuk melihat sifat data penelitian, yaitu aspek estetika, etika dan norma latar belakang penyusunan gerak tari

Persembahan, dasar dan tata aturan, bentuk, serta gaya dalam konsep estetis koreografi tari Persembahan yang berhubungan denganhidup masyarakat Melayu.

Sedangkan metode kualitatif adalah saatpengambilan dan pembahasan data yang ditekankan pada aspek kualitas data.

1.8.1 Lokasi penelitian

Melakukan kunjungan langsung ke sanggar-sanggar di Kotamadya Medan, seperti Sanggar Sri Indra Ratu (SIR), Sanggar Sinar Budaya Group (SBG), yang menjadikan Tari Melayu sebagai materi tari yang diajarkan dan dipertunjukkan, termasuk beberapa sanggar yang ada di taman Budaya Provinsi Sumatera Utara.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44

Pemilihan sanggar SIR dan SBG menjadi sampel dalam kajian dikarenakan, keberadaan kedua sanggar ini dalam mempertahankan kesenian tradisi Melayu sampai sekarang masih terjaga. Selain itu kuantitas pertunjukan baik dalam kegiatan formal yang diselnggarakan pemerintah dan bersifat khusus maupun bersifat hiburan masih banyak dilakukan. Selain itu pertunjukan yang menyertakan tari Persembahan dengan berbagai koreografi tetap dijalankan.

Selain ke dua sanggar di atas, sebagai pendukung dalam pengumpulan data, diambil beberapa sanggar yang ada di Taman Budaya Sumatera Utara dengan mengamati aktifitas yang dilakukan kelompok-kelompok tari dalam pertunjukannya, termasuk segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pengajaran sebagai pewarisan, dan pertunjukan. Dengan demikian diharapkan berdasarkan sampel dari kedua sanggar dan beberapa sanggar lainnya, maka kajian nilai etika dan estetika dalam tari Persembahan dapat terjawab.

1.8.2 Teknik pengumpulan data

Dalam proses mengumpulkan data, dilakukan penelitian lapangan.

Penelitian lapangan yang dimaksud di sini adalah kegiatan yang penulis lakukan yang berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan berbagai macam teknik sesuai dengan kebutuhan, namun tetap menggunakan prinsip cek dan recek, atau sering disebut dengan triangulasi baik sumber maupun metodenya (Moleong, 1993: 178). Triangulasi sumber berfungsi untuk membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, dan yang dikatakan di depan umum dengan yang dikemukakan secara pribadi. Sedangkan triangulasi

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45

metode digunakan untuk mengecek kembali tingkat kepercayaa/penemuan hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data dari beberapa subyek penelitian dengan metode yang sama. yang terdiri dari observasi, wawancara, dan perekaman.

1.8.3 Observasi

Observasi di gunakan untuk mengetahui secara langsung proses pertunjukan tari persembahan yang diawali dari perencanaan kegiatan, dengan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan tarian seperti pemilihan penari, musik iringan, busana, rias serta poperty tepak. Dalam observasi selain melihat perencanaan pertunjukan, observasi juga dilakukan dengan melihat langsung pertunjukan tari Persembahan dalam bebagai event. Observasi menjadi penting dilakukan, karena banyak hal yang dapat terlihat serta menjadi panduan ketika dalam proses wawancara. Observasi juga bertujuan memudahkan proses penganalisisan data, agar diperoleh penafsiran budaya sesuai ilmu yang dimiliki.

1.8.4 Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau memperoleh informasi secara langsung bertatap muka dengan informan, sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti S. Nasution membagi jenis wawancara sebagai berikut. Berdasarkan fungsinya: (a) diagnostic,

(b) terapeutik, (c) penelitian. Berdasarkan jumlah respondennya: (a) individual,

(b) kelompok. Berdasarkan lamanya wawancara: (a) singkat, (b) panjang.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46

Berdasarkan pewawancara dan responden: (a) terbuka, tak berstruktur, bebas, non direktif atau client centered; (b) tertutup, berstruktur.4

Dalam melakukan penelitian ini, berdasarkan fungsinya penulis memakai jenis wawancara penelitian. Berdasarkan jumlah responden adalah wawancara individual dan kelompok. Berdasarkan lamanya adalah wawancara panjang.

Berdasarkan peranan peneliti dan nara sumber adalah wawancara terbuka, tak berstruktur, bebas, dan nondirektif. Pada saat wawancara ini penulis melakukan catatan-catatan yang berkaitan dengan penjaringan data, serta merekamnya secara auditif dan audiovisual.

Wawancara dilakukan terhadap penari, pelatih, tokoh tari dan masyarakat sebagai penyelenggara kegiatan di Kotamadya Medan. Wawancara dilakukan sesuai format yang telah disiapkan penulis, dengan tujuan agar data-data yang di inginkan dapat dijelaskan dengan lengkap oleh narasumber sehingga mendukung hasil penelitian. Hal-hal yang akan di pertanyakan berhubungan dengan makna

Tari Persembahan, yang nantinya akan menjelaskan bagimana etika dan estetika di dalam tari persembahan. Pemaknaan yang didapat dengan menganalisispertunjukan yang dilihat dari makna, gerak, pola lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias di Kotamadya Medan.

1.8.5 Kerja laboratorium

Setelah pengumpulan data dilakukan, penulis kemudian menganalisis data- data yang diperoleh melalui kerja laboratotium dengan menggunakan pendekatan

4 Op.cit. p. 31.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47

kualitatif untuk mendeskripsikan makna, bentuk syair, busana, tata rias serta mentranskripsikan gerak dan pola lantai dalam tari persembahan. Kemudian analisis tentang elemen dari tari persembahan dikaitkan pada kajian estetika dan etika, sehingga akan diperoleh pemahaman penggunaan tari persembahan, sebuah tari yang diciptakan sebagai upaya untuk menafsirkan nilai-nilai penghormatan dan keikhlasan dalam wujud sebuah karya tari.

1.9 Sistematika penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan hasil penelitian ini berupa tesis diklasifikasikan ke dalam lima bab. Setiap bab berisikan materi yang memiliki tema utama yang sama. Kemudian setiap bab ini mendukung kajian terhadap dua pokok masalah yaitu etika dan estetika Tari Persembahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu Kota Medan Sumatera Utara. Isi kajian setiap bab adalah sebagai berikut:

Bab I, Bagian pertama dalam tulisan ini adalah pendahuluan yang di dalamnya berisikan latar belakang dan permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, konsep dan landasan teori serta sistematika penulisan.

Bab II, di dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang tinjauan umum masyarakat Kota Medan diantaranya adalah Geografi Suku Melayu ini akan menjelaskan letak wilayah kota Medan, selanjutnya Asal-usul masyarakat Suku

Melayu di dalamnya berisikan tentang sejarah suku Melayu dan mitologi suku

Melayu. Juga tercantum Etnografi Kota Medan, sistem kekerabatan masyarakat

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48

Melayu, mata pencaharian, kampung dan desa, agama dan kepercayaan , adat istiadat yang menempatkan Tari Peesembahan sebagai bagian dari materi kegiatan, dan juga tidak tertinggal adalah kesenian masyarakat suku Melayu.

Bab III, Bab Ketiga memaparkan tentang tari-tari yang ada pada suku

Melayu dijelaskan dari jenis-jeni tari, fungsi tari dan keberadaan tari. Selanjutnya dijelaskan tentang tari Persembahan, menjelaskan tentang asal usul terciptanya tari, pola pertunjukan, aspek visual dan aspek audio yang didalamnya tertuang tentang elemn-elemen tari yang saling berhubungan dan menjadi keutuhan dalam tari Persembahan.

Bab IV, Bab Keempat ini adalah mengkaji nilai etika dan estetika, didahului dengan penjelasan tentang pandangan masyarakat Melayu terhadap tari

Persembahan, latar belakang adanya tari Persembahan. Kajian etika kemudian menjadi penjelasan selanjutnya yang dilihat dari strutur pertunjukan dengan menguji berdasarkan nilai tertib, sopan, dan santun. Selanjutnya kajian tentang estetika dengan melihat dari bentuk, wujud, dan susunan berdasarkan aspek bentuk dan unsur penunjang dalam tari persembahan. Penjelasan di akhiri dengan melihat bobot/nilai dari tari Persembahan dan penampilan.

Bab V, Bab Kelima sebagai akhir dari penulisan ini, memuat kesimpulan mengenai keseluruhan dalam pembahasan yang diharapakan dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT MELAYU DI KOTA MEDAN

2.1 Melayu dan Kebudayaan

Suku Melayu merupakan salah satu suku yang ada di wilayahan Indonesia, seperti suku-suku lainnya, suku Melayu mempunyai kebudayaan sendiri, meskipun kalau diamati kebudayaan tersebut hampir sama dengan kebudayaan suku-suku Melayu lainnya yang ada di Sumatera Utara. Secara umum mereka mempunyai bahasa yang menjadi cikal bakal dari bahasa Indonesia, adat istiadat, norma aturan yang menjadi pedoman. Adat istiadat yang dimiliki merupakan kebijakan dari suku Melayu sendiri dengan kesepakatan yang mereka ambil.

Namun sejak Islam masuk dan menjadi agama yang diikuti oleh suku Melayu, kebudayaan secara umum lebih kelihatan sama, terutama dengan suku lain yang juga menganut agama Islam. Suku Melayu menjadikan agama Islam sebagai

“nafas” dalam menjalankan aturan-aturan dan norma adat istiadatnya.

Kebudayaan mereka cenderung mengarah kepada kebudayaan yang bernafaskan

Islam.

Suku Melayu dalam kesehariannya sangat dipengaruhi keadaan dimana mereka tinggal, terutama dalam soal bahasa dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan/kerjakan dalam keseharian. Pengaruh dalam bahasa, dikarenakan pengajaran, pengembangan, dan penyebaran dari ajaran Agama Islam, baik literatur berupa naskah-naskah buku, tulisan tangan, surat menyurat, semua pada umumnya dikomunikasikan baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50

Bahasa Arab-Melayu. Pengaruh ini menyebar kewilayah-wilayah yang didiami suku Melayu.

Keterikatan antara adat Melayu dengan Islam tercermin dalam ungkapan

“adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”. Dalam adat Melayu salah satu fungsi adat adalah untuk menjaga syariat Islam, yang berarti adatlah yang menjaga hukum (syariat). Adat Melayu yang sedemikian erat dengan Islam menjadi pedoman bagi masayarakat sampai saat ini yang tetap dipertahankan dan dijalankan dalam berbagai aktifitas dalam kehidupan.

Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara, sistem kekerabatan berdasarkan pada pihak bapak maupun ibu, dan masing-masing anak wanita atau pria mendapat hak hukum adat yang sama. Dengan demikian termasuk ke dalam sistem parental atau bilateral.

Pembahagian harta pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syarak), yang terlebih dahulu mengatur pembahagian yang adil terhadap hak syarikat, iaitu harta yang diperolehi bersama dalam sebuah pernikahan suami-isteri. Hak syarikat ini tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pasangan. Harta syarikat dilandaskan pada pengertian saham yang sama diberikan dalam usaha hidup, yang ertinya mencakupi: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) isteri berusaha mengurus rumah tangga, membela dan mendidik anak- anak. Hak masing-masing adalah 50 %, separuh daripada harta pencarian.

Hukum ini dalam budaya Melayu Sumatera Utara, pada awalnya ditetapkan oleh

Sultan Gocah Pahlawan, ketika menjadi Wakil Sultan Aceh, Iskandar Muda, di

Tanah Deli. Sehingga kini hukum ini tetap berlangsung (Fadlin: 2014).

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51

Dalam menjalankan kegiatan adat, suku Melayu tetap berlandaskan pada ajaran Islam, hal-hal yang mengenai peraturan adat disesuaikan dengan aturan- aturan dalam Islam. Selain itu, mereka juga taat dalam menjalankan kewajiban yang diajarkan dalam Islam.

2.1.1 Suku Melayu

Berdasarkan aspek kewilayahan, rasial, budaya, masyakarakat yang mendiami gugusan kepulauan di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia,

Singapura, Brunai Darussalam, Thailand, Filipina sampai Madagaskar, Suriname dan kepaulauan Ocienia. Selian aspek ras mereka juga mereka juga memiliki kesamaan dibidang bahasa dan kesenian, yang dikategorikan dalam rumpum

Melayu. Suku Melayu di Indonesia sendiri merupakan salah satu suku yang ada dengan mendefenisikan dirinya sebagai masyarakat yang berasal-usul secara turun temurun. Suku Melayu tersebar di Indonesia dari masyarakat yang mendiami wilayah bekas kerajaan-kerajaan Melayu seperti di wilayah Provinsi Riau,

Kepulauan Riau, Kalimantan Barat serta sebagian Sumatera Utara, Sumatera

Selatan, Jambi, serta daerah-daerah Melayu lainnya di Nusantara. Dikatakan sebagai suku bangsa Melayu karena mereka sehari-hari berkomunikasi dalam bahas Melayu, berbudaya dan beradat-istiadat Melayu serta beragama Islam

(Ahmad Dahlan, 2002:14, Lucman Sinar 1976)

Dalam memahami suku Melayu, selayaknya kita akan memulainya dari pengertian kata Melayu. Pengertian Melayu berkembang mengikuti perkembangan zaman dan dinamika sejarah sejak dahulu kala sampai sekarang, di antaranya dapat dijelaskan di bawah ini:

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52

1. Sebutan Melayu berasal dari: “himalaya” lalu kemudian disingkat menjadi

“malaya” . “Hima” berarti “salju” atau “sejuk” sedangkan “alaya”

bermakna “tempat”. Dengan demikian dapat disimpulkan “alaya”

bermakna “tempat” yang sejuk seperti puncak gunung yang tinggi.

2. Frasa Melayu dapat pula berasal dari perkataan “malaiyur-pura” yang

berarti “kota malaiyur” atau “kota gunung”.

3. Kata “Melayu” dapat pula berasal dari kata “mala” dan “yu”. “Mala”

artinya “mula” atau “permulaan” dan “yu” artinya “negeri”. Melayu

berarti “negeri mula” ; negeri asal mula atau negeri asal-usul.

4. Melayu adalah nama sebuah kerajaan tua yang pernah ada di muara sungai

Melayu (kini bernama Sungai Batang Hari, Jambi) dalam abad ke-7 M.

Penamaan sebuah kerajaan berdasarkan nama sungai hal yang biasa dalam

tradisi Melayu, karena bangsa Melayu zaman dulu selalu membangun

kerajaan di pinggir sungai. Sedangkan penaman sungai sebagai “melayu”

berasal dari sifat air sungai itu sendiri yang deras atau kencang atau melaju

seperti orang berlari.

5. Kata Melayu juga dipakai untuk menyebut bahasa, yaitu bahasa Melayu

yang berkembang di tengah masyarakat Melayu mulai dari zaman

Kerajaan Melayu Jambi Tua, Kemaharajaan Melayu Sriwijaya, dan lain

sebagainya.

6. Dalam konteks prilaku, frasa “melayu” diartikan pula “layu” yang

bermakna “rendah”; Melayu selalu “merendah”. Tapi bukan rendah diri.

(Abdul Rashid 2005: 9).

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53

Berdasarkan dari uraian di atas dapat dikatakan Melayu menjadi identitas kolektif yang diakui sebahagian masyarakat, karena kesamaan budaya yang dimiliki, sehingga akhirnya tanpa disadari menjadi milik bersama. Budaya

Melayu ini dijalani dan sedang berlaku di tengah masyarakat, seperti: orang-orang

Banjar yang sudah lama bermukim di Tembilahan, Riau yang mengidentikkan dirinya sebagai orang Melayu. Selanjutnya orang-orang china dan India di

Malaysia yang sudah memeluk agama Islam diakui dan digolongkan sebagai orang Melayu. Demikian juga dengan ragam suku bangsa lainnya yang dengan sukarela menyelenggarakan aktifitas kebudayaan Melayu dengan ikut serta dalam berbagai tradisi Melayu yang dilaksanakan.

Asal mula suku bangsa Melayu seperti yang dikemukakan Kroeber, ada dua kelompok suku Melayu yang datang ke Indonesia. Pertama, yaitu mereka yang datang lebih awal dan menetap di pedalaman. Kedua, yaitu mereka yang datang dan menetap di pesisir (Loeb, 1974). Untuk yang terakhir sering disebut juga sebagai de eigenlijke Meleiers (Sinar, 1976). Kemudian Marsden dalam The

History of Sumatera memperkuat pendapat itu dengan mengatakan bahwa orang

Melayu adalah penduduk pesisir yang beragama Islam yang dianggap seperti orang Moor di India. Dalam deskripsinya, Marsden membedakan orang Melayu dengan orang Minangkabau, orang Medan, orang Batak, orang Rejang, dan orang

Lampung. Dalam konteks kebudayaan Melayu, di Malaysia telah dibicarakan mengenai kebudayaan Melayu yang animistis, Hinduistis, Islam, dan seterusnya

(Ryan, 1971).

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54

Demikian juga dengan suku Melayu di Sumatera Utara, yang menyebar di wilayah pesisir pantai Timur, seperti Tanjung Balai, Asahan, Langkat, Serdang

Bedagai, Binjai dan Kota Medan. Bahwa mereka menjadi Melayu dikarenakan menjalankan budaya yang sama, adat yang sama dengan berpedoman pada Islam sebagai agama yang mayoritas dianut. Suku Melayu di Kota Medan mempunyai resam dan adat tradisi yang turun temurun dengan memiliki nilai-nilai agama

Islam. Nobeck dalam Kasmahadiyat (2010:7), menagatakan bahwa;

“Agama dapat dilihat sebagai human Creation dan human Made sebagai, 1) Ekspresi simbolis dari kehidupan manusia dengan manusia menafsirkan dirinya dan semesta di sekelilingnya: (2) yang memberikan motif bagi perbuatan manusia; dan (3) sekumpulan tindakan yang berhubungan satu sama lain yang memiliki nilai-nilai untuk keberlangsungan kehidupan manusia.

Suku Melayu merupakan masyarakat yang terbuka dengan pengaruh-pengaruh yang datang dikarenakan wilayahnya yang berada di daerah persimpangan antara

Timur dan Barat di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Hal inilah yang membuat suku Melayu menerima dan menghargai orang-orang yang datang, dan memasukkan unsur-unsur yang sesuai dengan kebiasaannya dan menjadikan budaya masyarakat Melayu.

2.2 Sejarah Kota Medan

Berdasarkan sejarah, pada awalnya Kota Medan dahulu dikenal dengan nama Tanah Deli dengan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000

Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat

Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai,

Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Dahulu orang

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55

menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai

Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut.

Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah guru Patimpus yang lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan-Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istlah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap hingga akhirnya kurang populer.

Kota Medan dahulunya merupakan hutan rimba, Menurut Volker pada tahun 1860 Medan dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung

Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.

Kota Medan pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal

Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56

Photo 2.1: Gedung Balai Kota yang terletak ditempat bertemunya sungai Deli dan Babura dan disebut juga dengan nol kilometer Kota Medan. Saat ini gedung ini menjadi bagian dari Grand Aston City Hall Hotel (dok Deby. 2014)

Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en

Beeld ditulis oleh N. ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari

Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah

Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.Menurut Tengku Lukman Sinar, SH dalam bukunya “Riwayat Hamparan

Perak” yang terbit tahun 1971, yang mendirikan kampung Medan adalah Raja

Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Kota) dan

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57

Datuk Sukapiring, yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli, termasuk gedung Balai Kota yang telah berdiri sejak tahun 1906. Gedung balai kota Medan memiliki keunikan tersendiri, yaitu terdapat sebuah jam dinding besar di puncak gedung, yang mati pada jam lima kurang seperempat. Jam dinding tersebut dibiarkan mati begitu saja sampai sekarang, tanpa ada yang tau apa penyebabnya.

Kemungkinan pada jam lima kurang seperempat itu ada sesuatu yang terjadi pada masa penjajahan Belanda dulu, agar masyarakat dapat mengenang peristiwa yang terjadi pada waktu itu (Medan dalam Angka, 2014)

Perkembangan Kampung "Medan Putri", tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, dan merupakan tembakau terbaik. Dengan adanya tembakau deli ini, kota Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat. Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang.

Pada tahun 1874 ada 22 perusahaan perkebunan yang menjadikan perdagangan tembakau semakain meningkat dan berkembang luas. Keadaan ini kemudian menyebabkan terjadinya perpindahan kantor perusahaan perkebunan berpindah dari Labuhan ke Kampung “Medan Putri”, yang dilakukan oleh Nienhuys Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58

Photo 2.2: Kantor Walikota sebagai tempat pusat pemerintahan kota Medan, berada di jalan Kapten Maulana Lubis No 2 Medan, diapit dengan Hotel Paladium, dan Hotel Grand Aston (dok. Deby. 2014)

Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Dengan dijadikannya

Medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikan Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah. Sampai saat ini di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59

2.2.1 Geografi Kota Medan Peta Pemerintah Kota Medan

Sumber: BPS Kota Medan, 2014

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°

30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut dengan batas-batassebagai berikut :

Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60

Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang

Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang

Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang

Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5

– 37,5 meter diatas permukaan laut.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut

Stasiun Polonia pada tahun 2010 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara

31,0ºC - 33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang,

Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,

Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun

Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC -

33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 -

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61

85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm.

Kota Medan juga merupakan jalur sungai. Paling tidak ada 7 (tujuh) sungai yangmelintasinya, yaitu :

1. Sungai Belawan

2. Sungai Badra

3. Sungai Sikambing

4. Sungai Putih

5. Sungai Babura

6. Sungai Deli

7. Sungai Sulang-Saling/Sei Kera

Ke tujuh sungai ini memiliki manfaat yang besar bagi kebersihan dari wilayah kota Medan. Di mana sungai-sungai ini menjadi sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan juga menjadi potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Walaupun saat ini keberadaan sungai-sungai tidak sebaik pada masa lalu, sehingga setiap kali hujan turun, maka beberapa wilayah Kecamatan mengalami kebanjiran. Hal ini dikarenakan masyarakat sendiri yang tidak peduli dengan keadaan dan lingkungan.

Letak Kota Medan sangat strategis dengan dilalui Sungai Deli dan Sungai

Babura. Keduanya merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai.

Keberadaan Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang cukup modern sebagai pintu gerbang atau pintu masuk wisatawan dan perdagangan barang dan jasa baik

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62

perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor), menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian Barat. Sehingga kota Medan juga menjadi tujuan bagi para pendatang untuk dari wilayah Sumatera Utara maupun dari wilayah di luar Sumatera Utara, dalam mencari kehidupan yang lebih baik dari tempat asalnya semula.

Sebagai sebuah kota dari pusat pemerintahan Sumatera Utara, penduduk kota Medan pada tahun 2014 berjumlah 2.135.516 juta orang, dengan demikian terjadi pertambahan penduduk sebesar 12.712 jiwa (0,6%) dari tahun sebelumnya.

Kota medan memiliki areal seluas 265.10 km² hektar dengan kepadatan penduduk mencapai 8.055 jiwa/Km².

TABEL 2.1. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2009-2013. No Kecamatan Luas Penduduk Kepadatan 1. Medan Tuntungan 20,68 82.534 3.991,01 2. Medan Selayang 12,81 126 667 8.687,72 3. Medan Johor 14,58 116 922 10.448,79 4. Medan Amplas 11,19 142 850 15.784,53 5. Medan Denai 9,05 97 254 17.618,48 6. Medan Tembung 7,99 73 122 13.875,14 7. Medan Kota 5,27 39 903 13.390,27 8 Medan Area 5,52 53 873 5.979,25 9. Medan Baru 5,84 39 817 6.817,98 10. Medan Polonia 9,01 101 057 7.888,91 11. Medan Malmun 2,98 113 644 7.360,36 12. Medan Sunggal 15,44 46 391 11.123,94 13. Medan Helvetia 13,16 62 227 9.124,19 14. Medan Barat 6,82 71 337 13.384,05 15. Medan Petisah 5,33 109 445 14.103,74 16. Medan Timur 7,76 94 088 23.004,40 17. Medan Perjuangan 4,09 134 643 16.851,44 18. Medan Deli 20,84 171 951 8.251,01 19. Medan Labuhan 36,67 113 314 3.090,10 20. Medan Marelan 23,82 148 197 6.221,54 21. Medan Belawan 26,25 96 280 3.667,81

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63

Total 265,1 100 Sumber: Medan Dalam Angka (Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2014)

Secara administratif Kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan seperti tertuang dalam tabel di bawah ini.

TABEL 2.2. LUAS WILAYAH KOTA MEDAN No Kecamatan Luas Presentase 1. Medan Tuntungan 20,68 7,80 2. Medan Selayang 12,81 4,83 3. Medan Johor 14,58 5,50 4. Medan Amplas 11,19 4,22 5. Medan Denai 9,05 3,41 6. Medan Tembung 7,99 3,01 7. Medan Kota 5,27 1,99 8 Medan Area 5,52 2,08 9. Medan Baru 5,84 2,20 10. Medan Polonia 9,01 340 11. Medan Malmun 2,98 1,13 12. Medan Sunggal 15,44 5,83 13. Medan Helvetia 13,16 4,97 14. Medan Barat 6,82 2,01 15. Medan Petisah 5,33 2,57 16. Medan Timur 7,76 2,93 17. Medan Perjuangan 4,09 1,54 18. Medan Deli 20,84 7,86 19. Medan Labuhan 36,67 13,83 20. Medan Marelan 23,82 8,99 21. Medan Belawan 26,25 9,90 Total 265,1 100 Sumber: Medan Dalam Angka (Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2014)

Ke 21 Kecamatan ini dihuni oleh berbagai suku pribumi maupun dari suku pendatang, yang sama-sama mencari kehidupan di kota metropolitan. Masing- masing suku ini saling berhubungan dengan tetap menjalankan kebiasaan yang dibawa dari daerah asal dan berbaur dengan suku setempat, tanpa mengganggu

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64

kebiasaan yang dimilikisuku-suku lainnya. Hal ini juga menjadikan Kota Medan memiliki beragam budaya dan dikenal dengan masyarakatnya yang heterogen.

Sebagai sebuah kota dan menjadi kota provinsi bagi Sumatera Utara, ia mewadahi berbagai fungsi, yaitu, sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi kepariwisataan, serta berbagai pusat perdagangan regional dan internasional.

2.2.2 Masyarakat Kota Medan

Berdasarkan sejarah kota medan, perkampungan yang didirikan oleh guru

Patimpus pada tanggal 1 Juli 1590, kemudian menjadi hari jadi Kota Medan dengan melalui berbagai pertimbangan. Pada awalnya perkampungan yang bernama Medan dipimpin Tuanku Pulau Berayan bermukim untuk memungut pajak dari sampan pengangkut lada. Kemudian pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota. Setahun berikutnya menjadi ibukota

Keresidenan Sumatera Timur yang sekaligus ibukota Kesultanan Deli.

Masyarakat yang mendiami kota Medan pada awalnya dihuni suku

Melayu, kemudian di-akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar dengan kedatngan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kongrak perkebunan. Kemudian pada tahun 1880 perkebuanan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena mereka lari dan membuat kerusuhan yang kemudian digantikan dengan mengambil orang Jawa sepenuhnya. Gelombang kedua beruikutnya kedatangan orang Minagkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang bukan sebagai buruh tetapi bekerja sebagai pedagang, guru dan ulama

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65

Dengan demikian dapat dilihat bahwa masyarakat kota Medan, sejak lama didiami penduduk yang terdiri dari berbagai kelompok etnik. Tabel 2.1

Tabel 2.3 Persentase Etnis di Kota Medan

No Etnik Jumlah Presentase

1 Jawa 36.775 30.98

2 Tionghoa 28.958 24.40

3 Batak 27.985 23.58

4 Minangkabau 10.677 8.99

5 Melayu 8.304 7.00

6 Lain-lain 5.991 5.05

Jumlah 118.690 100

Sumber BPPS Kota Medan

Dilihat dari tabel di atas, masyarakat Kota Medan terdiri dari beragam suku pribumi yang ada di Sumatera Utara, ditambah dengan suku pendatang, yang berbaur dengan suku setempat yang bersuku Melayu. Dominan suku yang paling banyak adalah dihuni oleh suku Jawa, kemudian suku China, Batak, suku

Minangkabau, suku Melayu. Di kota Medan selain suku Cina, keturunan India juga banyak berdiam di Medan, selain itu Medan merupakan salah satu kota di

Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.Namun kota

Medan dikenal dengan masyarakat suku Batak, walau sebenarnya mayoritas penduduk kota Medan adalah suku Jawa.

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66

Dalam kehidupan sehari-hari, penduduk menggunakan Bahasa Indonesia,

Bahasa Batak, dan Bahasa Mandailing. Suku Melayu sebagai suku asli kota

Medan banyak yang memilih tinggal di pinggiran kota, sementara suku

Minangkabau dan Tionghoa lebih dominan tinggal di tempat-tempat ramai karena banyak diantaranya yang menjadi pedagang. Lain lagi dengan suku Mandailing, mereka banyak diumpai tinggal di daerah pinggirang yang lenih nyaman dan tidak sepadat di kawasan perkotaan.

Kesemua suku-suku yang ada ini berinteraksi secara baik, dengan saling menghargai adat-istiadat yang dimiliki oleh masing-masing suku, dan menghormati perbedaan yang ada. Mereka hidup secara berdampingan, rukun, dan saling membantu diantara yang membutuhkan. Interaksi yang demikian ini bisa dilihat, setelah mereka berada bersama masyarakat setempat yang bersuku

Melayu, dimana perlahan-lahan banyak suku di luar Melayu yang mengikuti adat budaya Melayu, terutama bagi mereka yang memeluk agama Islam. Hal ini juga dimungkinkan karena suku Melayu bukan hanya berdasarkan keturunan, tetapi ada juga yang berdasarkan dengan keakuan dari masyarakat sendiri yang menginginkan menjadi Melayu dengan ciri-ciri, berbahasa Melayu, beragama

Islam dan mengikuti adat budaya Melayu.

Dalam menjalankan kehidupan, masyarakat pendatang juga mengikuti adat budaya Melayu dikarenakan begitu kuatnya adat dan resam Melayu dalam kehidupan masyarakat di kota Medan. Mereka dalam melaksanakan atau melakukan acara-acara adatnya, memasukkan unsur adat budaya Melayu dalam pelaksanaan kegiatan mereka. Penyertaan tepung tawar, balai, tepak sirih, dalam

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67

kebiasaan adat Melayu yang digunakan dalam acara pinang meminang, upacara perkawinan, penabalan anak (aqiqah), juga digunakan dalam acara adat suku lain, yang menunjukkan kebersamaan, dan keikutseretaan mereka sebagai suku pendatang, dengan menjadikannya sebagai adat mereka juga. Selain ketiga unsur

Melayu ini, dalam setiap acara adat, masyarakat menambahkannya dengan kesenian seperti penyertaan kesenian (tari, musik) yang digunakan sebagai hiburan, dengan kesenian Melayu sebagai materi utama dalam hal ini tari persembahan dengan musik makan siring sebagai pengiring tarian. Selain itu ada juga Qasidah, Bordah, Hadrah, yang sangat kental dengan unsur-unsur Islam.

Jumlah penduduk Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk

Medan berjumlah 2.109.339 jiwa, dan pada tahun 2013 berdasarkan pemuktahiran data dari Pemko Medan naik menjadi 2.983.868 jiwa. Sebagian besar penduduk

Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang

1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat pemukiman masyarakat yang mendiami satu wilayah tertentu engan domin asi dari satu etnik. Hal ini dapat dilihat seperti daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling,

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68

yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India, dan berdiri kuil sebagai tempat beribadah yang berdiri dengan sangat megahnya.

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa.

Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan

Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

2.2.3 Perekonomian

Sebagai sebuah kota provinsi, kota Medan tidak hanya menjadi pusat pemerintahan tetapi juga menjadi tempat para pendatang untuk mencari peruntungan. Para pendatang dari berbagai daerah di wilayah provinsi Sumatera

Utara dan di luar perovinsi Sumatera Utara, berusaha merubah nasib dengan bekerja di berbagai sektor perekonomian. Sektor perekonomian Kota Medan didominasi oleh 4 (empat) lapangan usaha utama yaitu Industri Pengolahan

(14,28%), Perdagangan, Hotel dan Restoran (28,10%), Pengangkutan dan

Telekomunikasi (19,38%), serta Keuangan, Persewaan dan Jasa (14,42%).

Keempat sektor ini memberikan kontribusi sekitar 76,18% terhadap perekonomian daerah.

Pendapatan per kapita sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat merupakan hasil pembagi antara PDRB dengan Jumlah

Penduduk. Pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 2000 mencapai Rp. 6.264.429,65 atau mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita pada tahun

1993 yang baru mencapai Rp. 2.402.155,05. Bila didasarkan harga konstan tahun

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69

1993, pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari

Rp. 2.402.155,05 pada tahun 1993 menjadi Rp. 2.775.285,56 pada tahun 2000.

Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat. Guna mendukung perkembangan perekonomian Kota Medan, pemerintah menyediakan kawasan- kawasan industri dengan manajemen terpadu (Medan dalam Angka 2015).

Salah satu kawasan industri yang menyiapkan fasilitas investasi yang relatif lengkap adalah Kawasan Industri Medan, yang terletak di Kelurahan

Mabar, Kecamatan Medan Deli. Kawasan Industri ini memiliki luas lebih kurang

514 Ha. Manajemen KIM menyediakan hampir seluruh fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung proses produksi dan distribusinya seperti jaringan jalan yang menghubungkannya dengan pelabuhan laut Belawan dan Bandara Kuala Namu, serta pusat-pusat perdagangan yang ada di Kota Medan, dan terminal antar propinsi. Juga tersedia kebutuhan tenaga listrik, air, telekomunikasi,

Oxygen/nitrogen, unit pengolahan limbah besar, termasuk jaminan keamanan berusaha. Manajemen KIM juga siap membantu mendapatkan izin berusaha yang ditentukan dengan biaya dan waktu yang telah distandarisasi, sederhana, murah, cepat dan pasti. Harga tanah lokasi pabrik dan untuk keperluan lainnya seperti perkantoran dipastikan lebih murah sehingga dapat menekan biaya investasi yang harus dikeluarkan. Sampai saat ini berbagai jenis perusahaan industri mengambil lokasi investasinya di kawasan ini baik yang berskala besar, sedang maupun kecil.

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 70

Poto 2.3. Pintu gerbang pelabuhan Belawan (dok. Deby 2015)

2.2.4 Agama

Sistem kemasyaratan merupakan sistem yang dipunyai setiap suku dan dilakukan dalam mengatr kehidupan masyarakatnya. Sistem masyarakat yang kuat nilai kekerabatannya, tentunya melahirkan sistem religi yang tinggi nilai keyakinannya. Pada awalnya banyak kepercayaan dan keyakinan masyarakat

Melayu yang mempengaruhi pandangan hidupnya. Suku Melayu yang berada di daerah pesisir pantau memiliki kebudayaan maritim, lingkungan laut disekeling mereka dipercayai memiliki kekuatan untuk dapat memberi berkah terhadap segala hasil tangkapan nelayan. Apabila pencaharian mereka semakin berkurang, itu bukan semata-mata karena potensi daerah itu semakin kecil, tetapi akibat dari kekuatan-kekuatan gaib yang datang dan sebagai isyarat dalam memberi tahu kedatangannya. Sejalan dengan kepercayaan itu, apabila laut seringkali memakan

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71

korban kaum nelayan, maka mereka juga percaya bahwa kekuatan itu datangnya dari apa yang eeka percayai dan datang kepada mereka.

Selain keprcayan di atas, ada lagi kepercayaan tentang mengusir kekuatan gaib dari dalam tubuh manusia. Apabila seorang anak terus sakit-sakitan atau menderita penyakit yang berkepanjangan, keadaan ini diakibatkan oleh campur tangan kekuatan itu terhadap kehidupan seseorang. Kondisi ini dipercaya harus dilakukan upah-upah, yaitu upacara memanggil semangat anak yang diserang penyakit tersebut dan menghilangkan segala kekuatan yang datang ke dalam tubuhnya. Ada lagi dengan cara memulangkan anak itu kepada orang lain, yaitu memberikan anak itu agar diasuh oleh orang lain selain orangtuannya.

Kepercayaan-kepercayaan itu begitu melekat dalam masyarakat. Kepercayaan- kepercayaan demikian berjalan berdampingan dengan kepercayaan terhadap agama yang mereka peluk yaitu agama Islam.

Adanya kepercayaan-kepercayaan itu pada masyarakat Melayu menggambarkan bahwa ada sistem religi yang diturunkan dari orang-orang tua ke generasi yang lebih muda. Cara pewarisannya terkadang melalui lembaga keluarga dengan membuat acara-acara ritual secara berkala. Upacara Jamu laut5 sebelumnya termasuk acara yang dilakukan secara berkala. Meski sekarang sudah mulai jarang dilakukan, tetapi kepercayaan itu masih ada dan menjadi bagian dari sistem religi yang dipegang kuat oleh masyarakat.

5 Sebuah upacara adat bagi suku Melayu di pesisir pantai untuk memberikan penghormatan pada penguasa laut, dengan membuat rangkaian kegiatan yang didalamnya menyertakan kesenian sebagai media dalam penyampaian tujuan.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 72

Dalam kehidupan masyarakat Medan, agama sangat penting artinya sebagai landasan dan sistem kontrol dalam kehidupannya, baik sebagai landasan berprilaku maupun mengerjakan suatu perbuatan. Setiap perbuatan pasti memiliki konsekuensi sesuai yang telah ditetapkan oleh agama yang dianut manusia tersebut.

Sebagaimana halnya kebanyakan wilayah di negeri ini, mayoritas penduduk Kota Medan memeluk agama lslam, diikuti oleh Kristen Katolik,

Prostestan, Hindu dan Budha. Persentase umat lslam sekitar 96,4 persen lebih.

Agama Islam banyak dianut oleh suku bangsa Melayu, Jawa, Mandailing,

Minangkabau, dan Aceh, dan beberapa penduduk suku bangsa Karo, juga suku

Pakpak. Sedangkan agama Kristen penganutnya adalah sebagaian besar orang- orang dari suku bangsa Batak Toba, Karo, Pakpak, Nias dan sebagainya.

Sementara agama Budha dan Khonghucu dominan dianut oleh orang-orang

Tionghoa. Serta agama Hindu adalah agama yang dianut kebanyakan orang-orang

Tamil. Uniknya di Medan, walaupun terdiri dari berbagai suku dan agama, namuan Medan sangat terkenal dengan kerukunan umat beragamanya. Hampir tidak ada pertikaian agama yang terjadi. Rasa saling menghormati dan menjaga ketika umat lain melaksanakan ibadah sangatlah tinggi, tak jarang ditemukan banyak rumah ibadah yang berdampingan. Toleransi yang tinggi dan rasa kebebasan untuk memeluk agama inilah yang membuat satu sama lain bida hidup rukun dan berdampingan.

Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73

baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi sesamanya sebagai anggota masyarakat muslim. Di dalam Islam, tidak ada perbedaan kaya atau miskin, rendah atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang lain, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan. Tidak ada istilah kasta dalam ajaran Islam, manusia dipandang sama di mata Tuhan.

Tata cara Islamisasi di Indonesia terjadi karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia.

Tata cara Islamisasi melalui media perdagangan dapat dilakukan secara lisan dengan jalan mengadakan kontak secara langsung dengan penerima, serta dapat pula terjadi dengan lambat melalui terbentuknya sebuah perkampungan masyarakat muslim terlebih dahulu. Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, berkumpul dan menetap, baik untuk sementara maupun untuk selama-lamanya, di suatu daerah, sehingga terbentuklah suatu perkampungan

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 74

pedagang muslim. Dalam hal ini orang yang bermaksud hendak belajar agama

Islam dapat datang atau memanggil mereka untuk mengajari penduduk pribumi.

Penyebaran Agama Islam tidak hanya melalui kontak langsung, penyebaran juga terjadi dengan cara perkawinan antara pedagang muslim dengan anak-anak dari orang-orang pribumi, terutama keturunan bangsawan. Perkawinan menjadi media yang besar dalam penyebaran Islam, yang kemudian membetuk ikatan kekerabatan dari keluarga non muslim dengan keluarga muslim.

Dalam perkembangannya, proses Islamisasi dilakukan dengan memanfaatkan seni sebagai media penyampaian. Media seni, baik seni bangunan, pahat, ukir, tari, sastra, maupun musik, serta media lainnya, dijadikan dalam memberikan pemahaman pada masyarakat tentang Islam. Berdasarkan berbagai peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada masa-masa penyeberan agama

Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan dengan cara damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan alat islamisasi yang sangat bijaksana dan dengan mudah menarik orang-orang nonmuslim untuk dengan lambat-laun memeluk

Islam sebagai pedoman hidupnya.

2.2.5 Sosial budaya

Kota Medan juga mempunyai potensi seni budaya yang banyak. Hal ini dikarenakan kota Medan merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatera Utara yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat berkembangnya budaya dari beragam suku yang ada. Secara kultur wilayah, Kota Medan merupakan bekas peninggalan kerajaan/kesultanan Deli, yang sampai saat ini kita dapat melihat sisa-sisa

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75

peninggalannya berupa Istana yang disebut dengan Istana Maimon, dan merupakan peninggalan kerajaan Melayu, yang sampai saat ini masih tegak berdiri, walaupun keberadaannya hanya sebagai “Museum bangunan” artinya dari peninggalan ini, masyarakat masih dapat belajar secara langsung tentang kejayaan suku Melayu.

Adanya kerajaan Melayu di Kota Medan tidak terlepas dari peran Gocah

Pahlawan sebagai panglima dari Aceh. Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Kesultanan

Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana

Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah

Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku

Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium

Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun,

Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan pada tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal bergelar

"Sri Indra Baiduzzaman Surbakti". Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di

Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76

pada tahun 1669, dengan ibukotanya berada di Kecamatan Labuhan sekarang, kira-kira 20 km dari Medan.

Berdasar dari hal ini tentunya sedikit banyak mempengaruh kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. Terlihat dengan adanya peninggalan- peninggalan baik berupa istana, meriam puntung yang menunjukkan kebesaran kerajaan Deli jaman dulu. Kota Medan juga dikenal sebagai daerah yang memiliki peninggalan dalam bentuk bangunan-bangunan tua, yang masih menyisakan arsitektur khas Belanda. Contohnya: Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan,

Menara Air (yang merupakan ikon kota Medan) berada di Jalan. SM Raja XII,

Titi Gantung- sebuah jembatan di atas rel kereta api, dan juga Gedung London

Sumatera di Jalan. Jend. Ahmad Yani. Selain itu, masih ada beberapa bangunan bersejarah, antara lain Istana Maimun di jl. Brigjen Katamso, Mesjid Raya

Medan, dan juga rumah Tjong A Fie di kawasan Jl. Jend. Ahmad Yani

(Kesawan).

Daerah Kesawan masih menyisakan bangunan-bangunan tua, seperti bangunan PT. London Sumatra, dan ruko-ruko tua seperti yang bisa ditemukan di

Penang, Malaysia dan Singapura. Ruko-ruko ini, kini telah disulap menjadi sebuah pusat jajanan makan yang ramai pada malam harinya. Saat ini Pemerintah

Kota merencanakan Medan sebagai Kota Pusat Perbelanjaan dan Makanan.

Diharapkan dengan adanya program ini menambah arus kunjungan dan lama tinggal wisatawan ke kota ini.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77

Photo 2.4: Istana Maimun tampak dari depan, sebagai pusat pemerintahan kesultanan Deli yang terletak di Jalan Brigjen Katamso (dok: Deby 2014).

2.2.6 Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Melayu Sumatera Timur, dapat kita lihat berdasarkan sistem adat. Dalam sistem adat Melayu, sistem kekerabatan tentang hal yang harus dimiliki oleh anggota keluarga adalah sama, baik dari pihak bapak maupun pihak ibu. Masing-masing mendapat perlakukan yang sama termasuk hak adat bagi anak perempuan dan anak laki-laki. Dengan demikian termasuk ke dalam sistem parental atau bilateral. Namun dalam pembagian harta pusaka, maka pembagiannya dilakukan berdasarkan pada hukum Islam (syarak), yang terlebih dahulu mengatur pembahagian yang adil terhadap hak syarikat, yaitu harta yang diperolehi bersama dalam sebuah pernikahan suami-isteri, Hak ini tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pasangan. Harta yang ada didasarkan pada pengertian pendapatan yang dicari bersama, yang artinya mencakupi: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) isteri

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78

berusaha mengurus rumah tangga, membela dan mendidik anak-anak. Hak masing-masing adalah 50 %, separuh dari harta pencarian, hingga kini hukum ini tetap dilakukan.

Dengan perlakuan di atas, terlihat bahwa, adat dan agama tidak bertentangan. Hukum-hukum yang dilakukan dalam masyarakat sesuai dengan ajaran Islam, sehingga filosopy Melayu yang menyatakan “adat bersendi Syarak, syarak bersendi pada kitab Alquran” adalah tepat. Adat dan Agama menjadi pegangan yang keduanya diperlukan dalam menjalani kehidupan dan menjadi pagar dalam semua permaslahatan.

Masyarakat Melayu juga mengenal sistem istem kekerabatan yang berdasarkan pada hirarki vertikal, dimulai dari sebutan yang tertua sampai yang muda yaitu: (1) nini, (2) datuk, (3) oyang (moyang), (4) atok (datuk), (5) ayah

(bapak, entu), (6) anak, (7) cucu, (8) cicit. Hirarki horizontal adalah: (1) saudara satu emak dan ayah, lelaki dan wanita; (2) saudara sekandung, iaitu saudara seibu, laki-laki atau wanita, lain ayah (ayah tiri); (3) saudara seayah, iaitu saudara laki-laki atau wanita daripada satu ayah lain ibu (emak tiri); (4) saudara sewali, iaitu ayahnya saling bersaudara; (5) saudara berimpal, yaitu anak daripada makcik, saudara perempuan ayah; (6) saudara dua kali wali, maksudnya atoknya saling bersaudara; (7) saudara dua kali impal, maksudnya atok lelaki dengan atok perempuan bersaudara, (8) saudara tiga kali wali, maksudnya moyang laki-lakinya bersaudara; (9) saudara tiga kali impal, maksudnya moyang laki-laki sama moyang perempuan bersaudara.

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79

Selain sistem kekerabatan ini, suku Melayu juga mengenal sistem dalam hal saling menyapa yang dipakai sebagai berikut: (1) ayah, (2) mak (emak, asal katanya mbai); (3) abang (abah); (5) akak (kakak); (6) uwak, daripada kata tua, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih tua umurnya; (7) uda, dari pada kata muda, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih muda umurnya; (8) uwak ulung, uwak sulung, saudara ayah atau mak yang pertama baik laki-laki atau perempuan; (9) uwak ngah, uwak tengah, saudara ayah atau emak yang kedua baik laki-laki atau perempuan; (10) uwak alang atau uwak galang

(benteng), saudara ayah atau mak yang ketiga baik laki-laki atau perempuan; (11) uwak utih, uwak putih, saudara ayah atau mak yang keempat baik laki-laki atau perempuan; (12) uwak andak, wak pandak, saudara ayah atau mak yang kelima baik laki-laki atau perempuan; (13) uwak uda, wak muda, saudara ayah atau mak yang keenam baik laki-laki atau perempuan; (14) uwak ucu, wak bungsu, saudara ayah atau mak yang ketujuh baik laki-laki atau perempuan; (15) wak ulung cik, saudara ayah atau mak yang kelapan baik laki-laki atau perempuan; dilanjutkan ke uwak ngah cik, uwak alang cik, dan seterusnya.

Penyapaan di atas, juga digunakan dalam peristilahan kekerabatan lainnya yaitu: (1) mertua, kedua orang tua isteri; (2) besan sebutan antara orang tua isteri terhadap orang tua sendiri atau sebaliknya; (3) menantu, panggilan kepada suami atau isterinya anak; (4) ipar, suami saudara perempuan atau isteri saudara laki-laki, demikian juga panggilan pada saudara-saudara mereka; (5) bundai, yaitu panggilan untuk ibu yang bukan orang bangsawan; (9) bapak, kata asalnya pak, yang berarti ayah atau entu (artinya suci), dapat juga dipanggil

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80

abah; (10) emak, berasal daripada kata mak, yang berarti ibu atau bunda, yang melahirkan kita (embai); (11) abang, yang berasal daripada kata bak atau bah yang artinya saudara tua laki-laki; (12) kakak, berasal daripada kata kak, yang berarsaudara tua perempuan; (13) adik, yang berasal daripada kata dik, artinya saudara lelaki atau perempuan yang lebih muda.

Peristilahan ini merupakan sistem adat yang dipegang teguh suku Melayu dalam bertutur yang menunjukkan sopan santun dalam berkomunikasi dengan sesama baik dari anak-anak hingga orang tua. Saat ini istilah-istilah ini sudah jarang terdengar, dan sudah tergantikan dengan istilah baru, dikarenakan adanya perkembangan dari perkawinan antar suku yang memunculkan istilah baru.

2.2.7 Upacara Adat Suku Melayu

Setiap suku memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapan keinginan mereka. Sesungguhnya cara-cara yang berbeda tersebut masing-masing memiliki aturan yang terikat dalam suatu adat istiadat yang mengandung nilai-nilai peraturan (norma) yang mempunyai makna, yang menjadi kebudayaannya.

Secara singkat etika dan norma merupakan titik utama yang menentukan suatu sistem budaya dan sistem sosial masyarakat. Dalam sistem sosial masyarakat

Melayu, norma dan etika sudah mendarah daging sejak zaman dahulu. Dapat dilihat dari adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat Melayu dalam sebuah upacara adat. Masyarakat melayu sendiri adalah masyarakat yang dinamis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, kebenaran, keadilan, dan menghormati perbedaan. Dengan menggunakan konsep adat yang terdiri dari 1) adat yang

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81

sebenar adat, 2) adat yang teradat, 3) adat yang diadatkan, dan 4) adat istiadat.

Masing-masing konsep adat ini diuraikan dalam adat pertama adalah hukum alam merupakan kewajaran yang ditakdirkan oleh Allah SWT, adat yang ke-dua merupakan sistem kepemimpinan, adat yang ke-tiga berkaitan dengan kebiaaan- kebiasaan yang kemudian menjadi bagian dari adat, dan ke-empat berkaitan dengan aktifitas-aktifitas upacara. Kesemua konsep adat ini berdasarkan pada ajaran Islam, termasuk penerapannya dalam seni pertunjukan, dalam hal ini Tari persembahan yang diklasifikasikan sebagai tari Upacara.

Upacara adat menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan suku Melayu. Upacara adat yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Melayu selalu berkaitan dengan mata pencaharian hidup masayarakatnya, adat istiadat dan agama/kepercayaan suku Melayu. Dalam bidang perikanan, upacara biasanya dilakukan selalu berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan tertentu. Ketika hendak kelaut, diadakan kenduri untuk mendapatkan hasil yang banyak dan tidak mendapat gangguan oleh mahluk gaib.

Dalam hal pertanian, dilakukan juga kegiatan untuk mengucapkan rasa syukur, yang dilakukan setelah panen padi. Pada saat ini biasanya terdapat hiburan tari ahoi yang dilakukan dilakukan di tengah-tengah masyarakat sebagai biburan rakyat. Acara tersebut dimaksudkan untuk menyatakan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia yang telah diberikan Allah kepada masyarakat suku Melayu. Tari “ahoi” sendiri menceritakan tentang gotong royong yang dilakukan mereka pada saat panen padi untuk memisahkan bulir padi dari tangkainya. Kata “ahoi” bermakna panggilan kepada orang lain

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82

untuk membantu warga yang akan melaksakan panen. Dengan teriakan ooiii....oiiii....ahoi... menandakan ada warga yang hendak meminta bantuan untuk bergotong royong.

Dalam bidang kepercayaan masyarakat suku Melayu juga mempercayai adanya kekuatan gaib dan kekuatan sakti. Mengenai wujud dari kekuatan- kekuatan gaib tersebut dapat dilihat dalam bentuk kegiatan pengobatan dalam upacara siar mambang pada masyarakat Melayu Tanjung Balai Asahan. Dimana keluarga yang sakit bersama dengan masyarakat saling membantu untuk meyelanggarakan upacara siar mambang. Dalam pelaksanaan upacara ini, diperlukan perlengkapan sesaji termasuk kesenian musik gubang, sebagai media yang mempercepat datangnya mahluk gaib. Mahluk gaib ini dipercayai dapat membantu jalannya pengobatan dan dapat membantu menyembuhkan penyakit.

Upacara ini dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap angker atau keramat, misalnya dibawah pohon besar atau ditepi danau laut tawar. Upacara ini dilakukan dengan cara menyediakan sesaji berupa makanan dan dilaksanakan di rumah keluarga yang sakit.

Selain upacara pengobatan, upacara perkawinan juga menjadi peristiwa yang dilakukan dengan berbagai proses dari meminag hingga perkawinan dilangsungkan. Perkawinan merupakan salah satu kewajiban yang dilakukan oleh umat muslim, setiap orang yang sudah aqil balikh serta cukup umur sesuai dengan hukum dalam pemerintahan yang sudah membolehkan melaksanakan pernikahan. Proses pernikahan dalam konsep budaya tradisional Melayu biasanya dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan, yaitu: (a) merisik kecil melalui

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83

seorang telangkai (perantara); (b) merisik rasmi dan meminang; (c) menyorong tanda sebagai pengabsahan pertunangan; (d) ikat janji; (e) jamu sukut, iaitu kenduri untuk memberitahukan kepada keluarga masing-masing pihak; (f) akad nikah; (g) berinai; (h) mengantar pengantin; dan (i) "meminjam" pengantin.

Pada menghantar pengantin inilah biasanya tari Persembahan disertakan, sebagai proses penyerahan dan pelepasan pengantin. Namun pada acara akad nikah, pemberian sirih sudah dilakukan di rumah pengantin perempuan dengan tanpa menyertakan tarian. Dimana pihak pengantin laki-laki datang dengan membawa uang mahar yang sudah dijanjikan oleh kedua pengantin. Uang mahar itu dibungkus dalam kain tiga lapis yang berlainan warna, kadang-kadang ada yang membuat sampai sembilan lapis, dengan ditambahi bertih (beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak), beras kuning (beras yang direndam pada air kunyit), dan bunga rampai (beraneka ragam bunga-bungaan), dibungkus dan diikatkan dengan benang panca warna yang diikat dengan simpul hidup.

Kemudian uang mahar tersebut dibawa ke rumah pihak perempuan. Peralatan- peralatan yang turut dibawa yakni: pahar (tempat yang terbuat dari kuningan berbentuk bulat), yang berisi pulut kuning, ayam panggang, dan sebuah tepak nikah, di dalamnya dimasukkan sebagian biaya nikah untuk tuan kadi/Penghulu nikah. Biasanya biaya nikah dibayar oleh kedua belah pihak masing-masing seorang sebahagian.

Di rumah pihak perempuan telah disiapkan sebuah tepak sirih dan sebuah pahar pulut kuning. Pahar ini nantinya akan dipertukarkan. Acara pernikahan ini ditempatkan di ruangan bagian dalam. Apabila rombongan pihak laki-laki telah

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84

sampai di rumah perempuan, kaum laki-laki dipersilahkan duduk di ruang

muka, dan kaum ibu di ruang dalam. Tepak sirih nikah, pulut kuning, dan bungkusan uang mahar yang dibawa tersebut diletakkan di ruang muka, di tengah-tengah hadapan majelis dan hadirin yang ada. Setelah itu pelaksanaan pernikahan pun dilaksanakan.

Upacara keagamaan pada hari-hari besar Islam juga dirayakan, seperti upacara Maulid nabi sebagai upacara bersejarah bagi umat muslim yang dilakukan pada setiap tahunnya pada bulan Rabiul Awal. Dahulu setiap mesjid melakukan upacara ini dengan mengundang tamu-tamu dari mesjid lain. Bagi mereka yang cukup mampu selalu membawa hidangan makanan untuk dimakan pada acara tersebut, dan bagi mereka yang kurang mampu akan melakukan kerjasama dengan rumah-rumah lain untuk sama-sama membuat sebuah hidangan untuk disajikan pada saat acara itu juga.

Pelaksanaan upacara selalu dipimpin oleh ketua adat masing-masing.

Setelah upacara selesai maka akan disertai dengan zikir sampai selesai, dan pada akhir acara tersebut, tibalah saatnya untuk makan bersama-sama. Sekarang proses upacara yang besar seperti ini sudah jarang sekali dilakukan, mereka hanya melakukan upacara maulid nabi SAW dengan secara sederhana tanpa ada acara hiburan rakyat, bagi mereka memperingati acara tersebut dengan sangat sederhana. Begitu juga dengan upacara-upacara lainnya (Rusdi dkk, 1998:91-92).

2.2.8 Aktivitas berkesenian dalam budaya Melayu

Dalam budaya Melayu, bentuk-bentuk kesenian dipengaruhi dengan budaya luar dikarenakan pusat-pusat pemerintahan atau Kerajaan-kerajaan

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 85

Melayu hampir seluruhnya terletak di tepi sungai atau di tepi pantai, selain itu sejak dulu orang Melayu ahli berdagang. Kedua hal ini menyebabkan kebudayaan

Melayu terbuka terhadap pengaruh luar. Salah satu pengaruh besar yang kemudian meresap dalam bidang kesenian berdasarkan pada konsep religi adalah pengaruh Arab-Islam. Konsep religi dalam kesenian menjadi salah satu unsur dalam perkembangan kesenian Melayu. Pengaruh ini sepertinya menghapus budaya Hindu dan Budha yang sudah ada sebelumnya, yang akhirnya budaya

Hindu-Budha hanya sebagai penghias dalam kebudayaan Melayu. Kesenian Zapin

(musik, tari), Kasidah, (Barodah), dan Zikir Barat adalah pengaruh dari kebudayaan Islam tersebut (Sinar, 1982: 3).

Bentuk-kesenian tersebut dilakukan dalam berbagai kegiatan dalam kehidupan suku Melayu. Tidak hanya bentuk kesenian tradisi Melayu, namun bentuk kesenian yang merupakan hasil kreatifitas suku Melayu juga menjadikan kebudayaan Islam sebagai dasar dalam pengembangannya. Bentuk-bentuk kesenian yang ada merupakan pernyataan estetis dalam kebudayaan Melayu yang terungkap melalui berbagai cabang kesenian, baik yang hanya sebagai hiburan maupun yang bermakna ritual. Kesemua bentuk kesenian yang ada saling menunjang satu dan lainnya. Bentuk-kesenian tersebut seperti seni musik, seni sastra, seni rupa, seni tari, yang kesemuanya saling melengkapi, seperti dalam seni tari, gerak merupakan unsur utama, sementara seni suara, baik suara manusia maupun suara alat musik, menjadi unsur penunjang. Kadang-kadang bentuk tersebut sebagai bagian dari lakon , teater, komedi, wayang, dan

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 86

sebagainya. Bentuk tersebut juga memiliki unsur gerak yang kuat dan berdiri sendiri, sedangkan unsur lain sebagai penunjang.

Dalam seni teater, muncul berbagai bentuk teater yang menjadi milik suku Melayu dan mengandung unsur ke Melayuan yang jelas terlihat pada unsur cerita, musik pengiring, dan elemen gerak. Bentuk-bentuk yang berkembang melalui teater dan sejenisnya mempunyai makna ekspresi yang berbeda dibanding tari pergaulan. Penelitian teater Melayu sebetulnya mempunyai ruang lingkup yang luas, karena tidak terbatas pada satu etnik saja dengan munculnya teater

Bangsawan atau disebut juga Stamboel dalam mengisi selera dan rasa kemelayuan

Teater ini disebut Bangsawan, karena digemari bangsawan Melayu dan keturunannya yang meliputi daerah Semenanjung Sumatera, Pesisir Kalimantan,

Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok, dan sekitarnya, sedangkan nama Stamboel berasal dari Istamboel, negeri asal seorang keturunan Turki bernama Jaffar yang mengembangkan jenis teater ini (Bujang, 1975).

Teater Bangsawan adalah teater Melayu yang mengadopsi unsur-unsur teater tradisi dan modern. Tetaer ini berakar dari wayang Parsi yang dibawa pada akhir abad ke 19 ke pulau Piang oleh para pedagang dari India terutama merka yang beragama Islam dari Gujarat. Mereka membawa berbagai cerita dari Timur

Tengah dan meyajikannya dalam bahasa Hindustani. Tokoh utama yang menyebarkan dan mengembangkan tetaer bangsawan adalah Mamak Manshor dan Mamak Pushi. Kumpulan bangsawan mereka ini menyebarkan tetaer

Bangsawan hingga ke Asia Tenggara termasuk Indonesia (Takari 2005:149-203).

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 87

Perkembangan teater Bangsawan oleh beberapa kalangan dianggap sebagai peralihan dari teater tradisional ke teater modern di Melayu (Bujang,

1975). Di lain pihak ada faktor penting yang tidak bisa diabaikan yakni bahwa teater Bangsawan menggunakan bahasa Melayu, yang pada awal pertumbuhannya memberi sumbangan pada pertumbuhan franca kita.

Selain Teater Bangsawan, teater Makyong adalah teater yang dimiliki masyarakat Melayu. teater Makyong muncul di kawasan Kelantan, Trengganu,

Kedah, Riau, dan Patani. Di Sumatera Utara terdapat di Kesultanan Serdang.

Teater Makyong terdiri dari tari, musik dan cerita, yang digunakan untuk menghibur para bangsawan dan adakalanya digunakan untuk menghibur rakyat awam. Teater ini biasanya dilaksanakan untuk merayakan panen padi, menyambut ulang tahun raja, pesta perkawinan, dan lain-lain. Peran dalam

Makyong terdiri dari peran antagonis dan protogonis dengan diiringi musik pengiring terdiri dari rebab Melayu bersenar tiga dengan laras kuint, dua buah gendang panjang, sepasang tetawak (gong), dan canang dua buah. Para pemain pada umumnya adalah wanita, apabila yang berperan adalah laki-laki, maka harus mengenakan topeng

Dalam dunia tari, Tari Zapin merupakan kesenian Melayu yang kental warna dan napas lslamnya. Tari ini tersebar ke mana-mana, dengan penjelasan bahwa negeri Arab merupakan asal mula dari keberadaan kesenian zapin. Menurut cerita, di Siak ada seorang Sultan keturunan Arab yang sangat gemar dengan tari ini dan mengembangkannya sehingga tari ini memiliki status kebangsawanan

(Festival Kesenian Rakyat, 1979). Seorang pemuda yang pandai menari Zapin

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 88

akan bertambah martabatnya dalam mencari jodoh. Hal ini menguntungkan bagi perkembangan tari Zapin di daerah tersebut (Kadir, t.t.). Sehingga Kepulauan

Riau menjadi daerah yang memiliki bentuk-bentuk zapin dengan segala pola garapan. Sat ini kesenian Zapin menjadi salah satu tari yang saat ini paling banyak dijadikan dasar bagi para koreografer untuk menciptakan tari-tari baru Melayu. dikarenakan tari zapin memiliki keunikan walau pola gerak kaki yang lebih dominan dalam tarian. Keadaan ini dikarenakan banyaknya permintaan untuk menyertakan tari Melayu sebagai materi acara dalam berbagai kegiatan, yang merangsang seniman untuk menuangkan kreaifitasnya.

Di samping itu terdapat sejenis tari yang cukup jelas ciri kemelayuannya dan sudah ada sejak awal abad ke-20, yaitu tari Sambrah. Dahulu tari ini hanya dilakukan oleh kaum pria diiringi orkes harmonium yang memainkan lagu-lagu

Melayu. Penari-penarinya sering disebut sebagai ronggeng laki-laki dan sering dikaitkan dengan hiburan orkes Gambus. Bedanya, Sambrah memakai harmonium dan memainkan lagu-lagu Melayu, sedangkan orkes Gambus tanpa harmonium dan lagunya berirama gurun pasir. Kalau dilihat, tariannya menyerupai rentak

Senandung dan rentak , serta dalam penyajiannya mempergunakan selendang sebagai bahagian dari busana maupun property tari.

Seni sastra yang ada pada suku Melayu yang sangat terkenal adalah

“Pantun”. Pantun adalah salah satu karya sastra tradisional Melayu, di dalam pantun, terkandung nilai-nilai dan filsafat hidup orang Melayu. Pantun adalah salah satu genre sastra yang sangat terkenal dan paling dominan kedudukannya di dalam kebudayaan Melayu. Melalui pantun semua pesan komunikasi

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 89

tersampaikan dengan sangat menjunjung etika, dan tentunya memiliki estetika yang berbudaya. Dalam syair-syair pantun banyak memberikan pedoman bagi masyarakat Melayu dalam menjalani kehidupan, dari syair yang tertuang tersimpan pesan-pesan untuk melakukan perbuatan yang baik dan tidak menyalahi ketentuan atau aturan-aturan yang berlaku pada masyarakat.

Seni berpantun digunakan dalam berbagai aktifitas masyarakat seperti: menyambut tamu, acara berbalas pantun di televisi dan radio, acara persembahan budaya, dan upacara dalam adat istiadat perkawinan masyarakat Melayu. Pantun memiliki fungsi pendidikan, hiburan, yang dapat mengungkapkan komunikasi yang estetis.

Seni musik, menjadi salah satu seni yang juga ada pada suku Melayu.

Musik adalah salah satu media ungkap dalam kesenian. Kesenian adalah salah satu unsur dari kebudayaan universal. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai-nilai dan norma- norma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya baik dalam bentuk formal maunpun informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktural maupun genrenya dalam kebudayaan. Demikian juga yang terjadi pada musik dalam kebudayaan masyarakat Melayu.

Dalam musik Melayu secara umum terbagi dua bagian yaitu musik tradisional dan musik moderen. Musik tradisional mengikuti aturan-aturan tardisonal. Dalam pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasaan alam, mantera (jampi), sesaji, yang bertujuan untuk menjauhkan bencana, mengusir mahluk gaib, dan hal-hal lain yang dipercayai.

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 90

Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi, berdasarkan transmisi tradisi oral. Setiap musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik mempunyai legenda asal usulnya. Pertunjukan musik mengikuti aturan dan menjaga etika permainan. Berdasarkan penggunaan, musik terbagi dalam musik vokal dan musik instrumenal. Musik instrumental dan musik vokal. Dalam musik vokal tradisional pembagian ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari isi syairnya, yang berisi permohonan, doa, ungkapan harapan yang tertuang dalam kata-kata dan nada-nada yang sesuai.

Musik Vokal menjadi kekuatan bagi suku Melayu untuk menyertakannya sebagai musik yang mengiringi acara-acara adat, keagamaan, maupun untuk mengiringi tarian. Musik vokal ini selalu ada dan menjadi awal pengantar dalam setiap penyajiannya, sehingga menjadi penting untuk menyertakannya dalam berbagai kegiatan. Musik vokal ini seperti nyanyian Senandung, Didong, yang juga menjadi lagu dalam mengiringi tari Persembahan. Lagu-lagu Melayu juga menjadi lagu yang memiliki cengkok berbeda dengan lagu dari daerah lain dan menjadi ciri khas musik suku Melayu.

Musik instrument yang ada, antara lain Accordion, gendang, rebab, suling, gong, nafiri, serunai, bansi. Sampai saat ini alat-alat instrument ini masih dipergunakan sesuai dengan jenis acara yang dilaksanakan, seperti penobatan raja

Melayu yang menggunakan alat musik nobat yang terdiri dari gendang, nafiri, dan gong. Alat musik nobat ini dipercayai memiliki kekuatan magis, sehingga tidak semua orang dapat menyentuhnya. Kesemua ini merupakan hasil akulturasi dengan kebudayaan luar, yang mempengaruhi perkembangan musik Melayu baik

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 91

alat musik maupun nyanyiannya. Pengaruh ini didapat dari china, India, Timur

Tengah, dan Barat, termasuk juga unsur dalam musik Tradisional Indonesia.

Berbagai jenis seni ini, digunakan oleh masyarakat Melayu dalam berbagai aktifitas yang mereka lakukan, apakah dalam kegiatan upacara, hiburan maupun pertunjukan. Namun penggunaannya disesuaikan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakatnya, sehingga tidak akan menyalahi pada norma agama Islam yang menjadi panduan, pedoman bagi suku Melayu.

2.3. Sekilas Tempat Penelitian a. Sanggar Sinar Budaya Group (SBG)

Sanggar Sinar Budaya Group (SBG) sebagai lokasi tempat penelitian menjadi sumber pertama yang dijadikan sebagai fokus dalam kajian keberadaan tari Persembahan dari sudut etika dan estetika. Penetapan sanggar ini dikarenakan, pertama ketertarikan peneliti terhadap tema obyek kajian (Tari Persembahan yang mengkhususkan pada tari Melayu), kedua, jangkauan teoritik yang mampu dibangun, ketiga, kedekatan lokasi dan hubungan yang harmonis dari informan dengan peneliti dan keempat kecukupan waktu dan dana6.

Sanggar SBG sudah berdiri sejak tahun 2003, yang bermula dari sanggar dalam binaan MABMI (Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia), yang dipimpin oleh Tuanku Luckman Sinar Basarsyah II. Sanggar ini didirikan bersama dengan para seniman dari kalangan akademik maupun seniman alam.

6 Peneliti menjadi salah satu penari di sanggar SBG sejak tahun 2004 hingga sekarang, walaupun intensitas keikutsertaan saat ini tidak lagi menjadi hal yang utama.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 92

Tuanku Luckman Sinar melalui sanggar SBG, memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan tari tradisi dan kreasi Melayu. Walaupun sanggar ini tidak hanya didominasi tari-tarian dan Musik Melayu. Sanggar SBG juga mempelajari kesenian dari Etnik lain di Sumatera Utara, bahkan dari daerah

Sumatra Barat, Jawa, Bali dan lain sebagainya, sesuai dengan perminttan dari penyelenggara. Beliau sebagai seorang budayawan Melayu sangat intens dalam mempertahankan, melestarikan budaya Melayu. Di bawah kepemimpinanya, kesenian Melayu dan seni tradisi suku lain yang ada di Sumatera Utara banyak di promosikan ke dunia melalui diplomasi budaya keberbagai negara seperti

Venezuela, Qatar, Yaman Dubai, Malaysia, Singapura, Portugal, dan lain-lain, termasuk juga dengan wilayah Indonesia dalam acara Festival Kraton di

Yogyakarta, festival kesenian di Padang, Bukit Tinggi, Pertunjukan di TMII

Jakarta. Kesenian yang dipertunjukan merupakan kemasan dari kesenian tradisi dan kreasi baik musik maupun tari, termasuk dengan mengemas tari Persembahan yang selalu ada pada setiap pertunjukan.

Sanggar SBG dalam setiap pertunjukannya dilakukan secara lengkap yaitu ada tari dengan diiringi musik dan vokal secara Live, sehingga membedakan dengan sanggar-sanggar lainnya yang ada di kota Medan, dan tentunya pertunjukan menjadi semakin meriah dan menarik. Sanggar SBG juga sudah banyak menciptakan karya-karya tari baru yang mengembangkan dari tari-tari tradisi yang ada dengan tetap mempertahankan ciri kedaerahan. Selain dalam promosi budaya, sanggar SBG dengan Tuanku Lukman Sinar sebagai pemimpin yang juga aktif dalam melakukan pengembangan budaya dengan mengikuti

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 93

seminar dan acara budaya yang sifatnya pelestarian, pewarisan dari budaya

Melayu sesuai dengan kualifikasi Tuanku Lukman Sinar yang dinobatkan sebagai sejarawan.

Dalam mengembangkan tari-tari kreasi daerah, mereka juga mengembangkan tari persembahan dengan berbagai format seperti tari

Persembahan yang ditarikan oleh penari perempuan dan hanya 1 orang yang membawa tepak sirih, tari Persembahan yang ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan dengan pembawa tepak berjumlah 2 orang dan pengiring tepak 2 orang, penari membawa bunga 4 orang, ditambah penari laki-laki 4 orang. Serta berbagai format lainnya dengan menambah jumlah penari, menambah property tari, menambah pecahan dalam tari (setelah tari persembahan dilanjutkan dengan tari lainnya yang berirama cepat atau mak inang), sementara penari utama menyerahkan tepak dan penari pengiring melanjutkan tarian di atas pentas atau mendahulukan silat yang dilanjutkan dengan tari Persembahan.

Hingga sekarang, sanggar SBG masih aktif, walau quantitas pementasan tidak sebanyak sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak bermunculan sanggar- sanggar baru yang juga memberikan pementasan dalam format yang sama, penari yang berganti serta kualitas penari yang masih belum menguasai materi secara baik, membuat persoalan sendiri yang dihadapai oleh sanggar SBG.

Kemunculan sanggar baru di kota Medan membuat persaingan menjadi lebih menarik, karena akan banyak kreatifitas yang menghasilkan karya-karya tari baru dalam menunjang permintaan untuk mengisi acara dalam berbagai kegiatan.

Sehingga dibutuhkan ide-ide kreatif dari masing-masing sanggar untuk menjawab

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 94

permintaan, namun jangan sampai permintaan menjadi merosotnya nilai dalam sebuah karya tari.

b. Sanggar Sri Indra Ratu (SIR)

Sanggar SIR merupakan salah satu sanggar yang cukup lama ada di Kota

Medan, sanggar ini berada di Istana Maimon yang merupakan peninggalan dari kesultanan Deli. Sanggar SIR didirikan oleh Almarhum Tengku Sitta Syaritsyah dan merupakan putri dari kesultanan Deli dan sampai saat ini sudah berdiri selama hampir 40 tahunan lebih. Saat ini sanggar SIR dipimpin oleh Tengku Lisa yang juga merupakan putri dari Tengku Sita. Pada awalnya konsentrasi pada pengembangan tari-tari Melayu. Dalam perjalanannya sanggar ini sudah memasukkan materi tari dari etnik tempatan yang ada di Sumatera Utara, dikarenakan sebagai wadah untuk memajukan kesenian yang tidak hanya pada seni Melayu saja.

Dalam kebijakan yang diambil oleh sanggar SIR untuk pengembangan materi tari Melayu, mereka memiliki ciri khas dalam bentuk-bentuk tari yang dihasilkan termasuk pada pengembangan tari. Hal ini bisa dilihat dalam bentuk gerak melenggang yang menggunakan satu tangan, sementara tangan kiri menjepit kain (menyinsing). Melakukan gerak tangan yang tidak menggunakan ruang besar dalam arti gerakan tangan tidak dibentangkan dengan lebar, banyak menggunakan goyangan bahu kekiri dan kanan dengan volume kecil, langkah kaki yang kecil tidak membuka lebar. Busana yang dikenakan terdiri dari satu set (baju dan rok memakai bahan dan motif yang sama), dengan pola tangan seperti payung

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 95

(melebar dari lengan ke bawah), memakai selendang yang diletakkan di atas kepala dan memakai mahkota. Bentuk-bentuk ini yang menjadi ciri dan membedakannya dengan sanggar-sanggar lain yang ada di kota Medan.

Sanggar SIR memberikan materi tari Melayu dan tari-tari etnik sumatera utara dalam pengajarannya yang diberikan secara bertahap. Untuk materi dasar adalah tari melayu, setelah siswa mampu untuk menarikannya, dilanjutkan dengan materi tari lainnya. Dalam pertunjukan, sanggar SIR menarikan diiringi dengan musik secara live, sama seperti yang ditampilkan oleh sanggar SBG.

Sesungguhnya kedua sanggar ini memiliki hubungan kekeluargaan, namun dalam pengelolaan sanggar, keduanya memiliki cara yang berbeda.

Sanggar SIR sudah melakukan pementasan keberbagai tempat dan dalam acara yang beragam, selain mengisi acara di Istana Maimon sendiri untuk kebutuhan wisatawan. Materi tari Persembahan merupakan tarian yang selalu ada di setiap pementasan. Sanggar SIR juga mengembangkan tari Persembahan sesuai dengan kebutuhan dengan gaya dan ciri yang mereka miliki.

Berdasarkan dari kedua sanggar ini, peneliti melakukan dan menetapkan kedua sanggar Sinar Budaya Group dan Sri Indra Ratu sebagai tempat untuk menganalisis tari Persembahan.

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 96

BAB III TARI PERSEMBAHAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MELAYU

3.1 Tari Melayu

Secara umum Seni pertunjukan memiliki berbagai sistem nilai dan sekaligus juga berperan dalam mengomunikasikan kesenian kepada penikmat. Begitu juga dengan seni pertunjukan dalam dunia Melayu yang mengomunikasikan kebudayaan Melayu secara umum termasuk seni pertunjukan. Seni pertunjukan ini mengalami proses kesejarahan yang panjang, sekaligus memperkuat jati diri masyarakat Melayu. Seni pertunjukan dunia Melayu, memperlihatkan proses kreatif masyarakat Melayu dalam menempatkan budayanya dalam konteks global.

Berdasarkan kesejarahan, seni pertunjukan Melayu dimulai dari masa

Animisme, Hindu – Budha, Islam, dan pengaruh budaya Barat. Dalam proses perkembangannya, pengaruh Islam mendominasi budaya Melayu sejak abad 14, sehingga agama Islam menjadi dasar dari semua aktifitas budaya. Masyarakat

Melayu menjadikan seni pertunjukan berhubungan antara satu daerah dengan daerah lain yang berbudaya Melayu, seperti bentuk-bentuk seni musik dan seni tari. Bentuk-bentuk seni yang ada seperti, kesenian zapin, penggunaan rentak dalam klasifikasi seni musik yaitu, senandung, , mak inang, lagu dua, zapin, dan lain sebagainya. Seni pertunjukan ini mewarnai budaya Melayu hingga sekarang dan patut untuk diselidiki.

Penjelasan tentang keberadaan suku Melayu sudah banyak ditulis oleh para sejarawan, namun tulisan tentang tari-tari Melayu secara spesifik masih belum

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 97

bagitu banyak didapatkan, walaupun sudah ada tulisan tentang tari Melayu dari beberapa tulisan berupa skripsi. Berbicara mengenai tari Melayu, maka tidak terlepas dari pembicaraan dan bahasan tentang orang Melayu, sejarah, dan perkembangannya, sehingga dengan demikian dapat diketahui kejelasan dari tari- tarian Melayu. T. Luckman Sinar (1976) dalam tulisannya telah menjelaskan latar belakang tari Melayu, sejak adanya kerajaan-kerajaan di sebelah Timur Sumatera.

Tari- tari tradisi Melayu sama dengan tari tradisi lainnya di Indonesia memiliki ciri-ciri sesuai dengan daerahnya dan akhirnya yang membedakan dengan tari-tari tradisi lainnya. Menurut Soedarsono (1976:15) tari merupakan

“ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerakan yang ritmis dan indah”. Ungkapan dari jiwa manusia ini tertuang dalam bentuk-bentuk tari yang memiliki tujuan sesuai fungsi dan penciptaannya. Adapaun jenis-jnis tari berdasarkan fungsinya menurut Soemardjo (2001: 70) yaitu:

Tarian sakral yang hanya dilakukan atas perintah kepala suku atau pawang yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah demi kepentingan seluruh penduduk. Tari adat yang dilangsungkan pada acara keluarga dan tari profan yang bersifat pesta gembira bersama setelah berhasil menyelesaikan suatu masalah demi kepentingan penduduk.

Fungsi tari di atas, juga dikemukakan oleh Soedarsono (1976:9), dengan membagi tari berdasarkan fungsi menjadi tari yang berfungsi frimer dan tari yang berfungsi skunder. Sedangkan berdasarkan pola garapannya, tari dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu tari tradisional dan tari kreasi baru.

Tari bagi masyarakat Melayu memiliki posisi seperti yang dikemukakan para pakar di atas. Dimana fungsi skunder dan fungsi primer dilakukan dalam

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 98

aktifitas keseharian diberbagai kegiatan dan tujuan yang diinginkan, dengan pola penggarapan yang diciptakan berdasarkan keiginan masyarakatnya.

Masyarakat Melayu pada awalnya tidak mengenal istilah tari, selama ini yang mereka kenal adalah “tandak” untuk menyebutkan tentang tari. Dalam berbagai kegiatan keseharian, suku Melayu selalu menyertakan kesenian dalam hal ini adalah tari untuk memeriahkan suasana perayaan yang biasa mereka adakan. Dalam perayaan ini, mereka biasanya akan “bertandak”, atau menari yang dilakukan secara berpasangan, bergantian dengan tetap menjaga norma- norma adat sesuai kebiasaan yang berlaku. Lama kelamaan istilah “tandak” tidak disebutkan lagi yang kemudian perlahan menghilang dan diganti dengan istilah

“tari”.

Tari bagi masyarakat Melayu menjadi sebuah kegiatan untuk mengungkapkan keinginan dan ekspresi mereka, dalam berbagai acara yang bertujuan menyampaikan kehendak sesuai keinginan dan harapan. Bentuk-bentuk tari yang dipertunjukkan disesuaikan dengan kegiatan yang mereka lakukan.

Beragam jenis tari dengan berbagai pola penggarapan, mereka pertunjukan yang masing-masing memunculkan ciri khas dari keMelayuan. Ciri-ciri dalam karya tari tersebut adalah tetap mempertahankan norma-norma adat dalam penciptaannya, dengan Islam sebagai panduan bagi mereka. Dengan kata lain

Islam sebagai agama yang dianut dan norma adat Melayu menjadi dasar dalam tari-tari Melayu, baik dalam tari tradisi maupun tari-tari kreasi. Hal ini dikarenakan pada masa lalu pusat-pusat pemerintahan atau Kerajaan-kerajaan

Melayu, hampir seluruhnya terletak di tepi sungai atau di tepi pantai, yang

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 99

menyebabkan terpengaruhnya kesenian yang mereka miliki dengan masyarakatnya para pendatang yang juga membawa kebudayaannya. Selain itu suku Melayu juga dulunya ahli berdagang, yang juga memberikan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar. Salah satu pengaruh besar yang kemudian meresap dalam bidang religi adalah pengaruh Arab-Islam. Disini kita bisa melihatnya pada bentuk-bentuk kesenian seperti Kesenian Zapin (Gambus),

Kasidah, Rodat (Barodah), dan Zikir Barat adalah pengaruh dari kebudayaan

Islam tersebut (Sinar, 1982: 3).

Selain pembagian bentuk-bentuk kesenian seperti di atas, masyarakat

Melayu baik di Sumatera, Kalimantan maupun semenanjung, mengenal istilah

“rentak” yang terdiri atas:

- Rentak Zapin

- Rentak Senandung

- Rentak mak inang

- Rentak dua/joged

- Rentak Pulau Sari

- Rentak Cik Minah Sayang

- Rentak Pulau Sari

Penamaan rentak dalam pembagian jenis-jenis tari ini, berdasarkan penjenisan irama. Hal ini juga dilakukan dalam penamaan tari atau bagian tarian yang disebut sebagai rentak Senandung, rentak Mak Inang, rentak Lagu Dua, dan rentak Pulau

Sari yang dibedakan atas penjenisan iramanya. Selain itu tari Melayu ditemukan juga sebagai bagian dari bentuk teater Bangsawan. Makyong, Mendi, dan

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 100

sebagainya dengan memberikan bobot gerak yang tidak sama, namun sejenis.

Tari-tari yang dimsukkan dalam teater-teater tersebut disesuaikan dengan cerita/lakon yang dipertunjukkan.

3.1.1 Jenis-Jenis Tari Melayu

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, masyarakat Melayu mengenal istilah tandak yang berarti tari, yang menekankan pada langkah-langkah kaki; igal, yang menekankan pada gerakan-gerakan tubuh; liuk, yang menekankan pada gerakan merendahkan tubuh dan mengayunkan badan dan tangan seperti menggelai dan melayah; dan tari, yang ditandai dengan gerakan lengan, tangan, dan jari-jari yang lemah gemulai. Istilah tari juga digunakan untuk menyebut tari Melayu pada umumnya (Sheppard, 1972: 82).

Istilah-istilah tari menurut Mubin Sheppard ini dikenal oleh suku Melayu, pengistilahan yang dilakukan Shepard berdasarkan penelitian pada tari-tari tradisi

Malaysia, yang digunakan oleh masyarakatnya secara turun temurun. Namun istilah-istilah tari ini tidak umum dipahami masyarakat Melayu di Pesisir

Sumatera Timur, sehingga pewarisan tari-tari tradisi tidak mengikut sertakan istilah tari dalam pengajarannya. Pada umumnya, para penggiat tari Melayu dalam pewarisannya lebih menekankan pada pengajaran bentuk gerak, ragam tari, tanpa mengakrabkan istilah tari tersebut dalam pengajarannya. Sehingga banyak seniman tari pada umumnya tidak mengetahui secara pasti dari istilah-istilah tari

Melayu. Hal ini yang menyebabkan pemakaian istilah dalam gerak-gerak tari tidak dikenal lagi.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 101

Selanjutnya T. Luckman Sinar (1982: 5–12) membagi tari-tarian Melayu dalam empat kelompok. Pertama, kelompok tari yang masih bersifat magis- religius. Tari dipimpin oleh pawang yang mengucapkan mantra-mantra tertentu, seperti yang dilakukan dalam upacara mengambil madu lebah, jamu laut, jamu bendang atau dalam tarian keliling sambil menginjak-injak padi (Ahot-ahot) atau biasa disebut juga dengan “tari ahoi”. Dalam pertunjukan Makyong, pawang mendapat bagian pada baga menghadap rebab di awal pertunjukan. Kedua, kelompok tari perang. Tari yang termasuk jenis ini adalah tari silat dan tari pedang yang ditarikan oleh laki-laki dengan memakai senjata (pisau, keris, atau pedang).

Tarian ini dilakukan untuk menyambut tamu penting atau untuk mengarak pengantin. Tari Gobuk, yang ditarikan dengan membawa “mayang” dari pohon kelapa, dengan gerak buai (mengayunkan mayang seperti menidurkan anak), kemudian penari berjalan di atas gobuk (kendi) berjumlah 7 atau 9 buah. Tari Inai dengan gerakan silat sambil memegang lilin yang ditarikan di depan pelaminan dalam “Malam Berinai Besar” termasuk dalam kelompok ini. Ketiga, tari pertunjukan. Tari ini dibedakan menjadi tari yang bersifat semireligius dan tari yang semata-mata bersifat hiburan. Barodah dan Zikir Barat yang menyanyikan syair pemujaan kepada Allah dan Rasullulah dalam bahasa Arab dan bersumber dari kitab Barzanzi masuk dalam tari semireligius. Adapun tari yang 7bersifat hiburan semata-mata yaitu Zapin. Keempat, kelompok tari-tari Ronggeng untuk menandak, antara lain tari Lagu Senandung, tari Lagu Dua, tari Lenggang Mak

7 Buah kelapa yang masih dibungkus pelepah daun, berwarna kuning muda berbentuk kecil-kecil.

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 102

Inang/Cik Minah Sayang, tari Pulau Sari, tari Patam-patam, dan Tari

Persembahan. Tari Lagu Senandung, tari Lagu Dua, tari Lenggang Mak Inang/Cik

Minah Sayang, dan tari Pulau Sari ini sering dilakukan dalam satu rangkaian dan disebut sebagai tari Melayu “empat serangkai”.

Keempat jenis kelompok tari di atas, merupakan tari yang hidup pada masyaraka Melayu, dan dipertunjukkan dalam berbagai acara. Selanjutnya

Narawati dan Soedarsono ( 2005: 15-16) membedakan tujuan dari pertunjukan tari menjadi dua kelompok, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian.

Berkaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Narawati dan Soedarsono, tari Persembahan sebagai topik dalam kajian tesis ini, merupakan tari yang masuk dalam 2 kelompok tari di atas. Sebagai tari yang dipertunjukan pada setiap awal acara dan menjadi tari utama maka fungsinya menjadi tari yang bersifat primer.

Namun tari Persembahan akan menjadi tari yang bersifat komersil, apabila pertunjukannya diposisikan sebagai bisnis, walau fungsinya masuk dalam kategori upacara, namun setiap upacara boleh meniadakan tari Persembahan dalam materi acara, sehingga tari ini menjadi pemeriah dari acara yang diselenggarakan.

Menurut Goldsworthy, tari-tarian Melayu disasarkan pada adat istiadat, dan dibatasi oleh pantangan adat. Para penari wanita disarankan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya. Mereka tidak diperkenankan mengangkat tangan

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 103

melebihi bahunya, dan tidak diperkenankan menampakkan giginya pada saat menari. Mereka tidak boleh menggoyang-goyangkan pinggulnya, kecuali dalam pertunjukan joget. Para penari wanita sebagian besar mengutamakan sopan santun, tidak menantang pandangan penari pasangannya (pria). Penari wanita melakukan gerakan-gerakannya menghindari penari pria (1979:343). Dalam arti, penari wanita melakukan gerakan dengan batas-batas kesopanan sesuai dengan adat dan agama. Penjelasan dari Goldsworthy apabila dikaitkan dengan tari tradisi

Melayu yang ada di Sumatera Utara, memiliki kesamaan. Tari tradisi Melayu sampai saat ini masih memegang norma adat seperti yang dikemukakanya.

Walaupun sudah banyak diciptakan tari-tari kreasi yang sangat beragam, namun penciptaannya masih berpedoman pada tari tradisi. Tidak dipungkiri dar penciptaan karya tari baru, ada beberapa tari yang sudah mulai kehilangan jati diri dari nilai-nilai norma yang ada pada masyarakat Melayu. Hal ini apabila diamati, dapat dipastikan perkembangan penciptaan tari kreasi ini, terpengaruh dari pertunjukan ronggeng yang membolehkan liukan tubuh penari dan bertatapan penari wanita dengan pasangannya, dimungkinkan penciptaan tari kreasi Melayu berdasar pada tari hiburan dalam bentuk joget/ronggeng. Selain itu majunya informasi yang didapat dari berbagai media dengan kemudahan yang sangat besar juga menjadi penyebab berubahnya nilai-nilai dalam penciptaan tari kreasi

Melayu.

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 104

3.2 Tari Persembahan

3.2.1 Asal usul tari persembahan

Dalam bab sebelumnya sudah dijelaskan tentang bentuk-bentuk kesenian yang ada pada suku Melayu salah satunya adalah tari Persembahan. Tari

Persembahan adalah tari penyambutan yang masih dilakukan dan berkembang pada saat ini di Kota Medan, bahkan saat ini sudah ada kecenderungan menyertakan tari persembahan pada setiap acara pesta perkawinan, apakah yang dilakukan di dalam gedung ataupun di rumah pengantin perempuan. Tari

Persembahan disertakan untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan terhadap penomena sosial yang berhubungan dengan “rasa dan periksa”, dalam menghormati tamu yang datang. Disamping itu untuk mengungkapkan keramah- tamahan mereka dalam menyambut tamu. Apabila tamu yang datang telah disuguhi dengan tari Persembahan, maka masyarakat telah mengharagai tetamu tersebut atau dengan kata lain ditampilkannya tari Persembahan sebagai tari penyambutan, maka akan dapat menimbulkan kepuasan dalam diri masyarakat dalam hal ini penerima/penyelenggara atau tuan rumah, karena mereka dapat menunjukkan keikhlasan, keterbukaan dan ketulusan hati.

Seperti pada umumnya wilayah yang ada di indonesia masing-masing mempunyai sejarah yang menjadi identitas sebuah kebudayaan yang ada. Begitu pula halnya dengan Kota Medan dimana terletak kesultanan Deli yang merupakan sebuah kerajaan dari suku Melayu. Dimana masyarakatnya memiliki kebiasaan menyambut tamu atau handaitaulan dengan menyuguhkan makanan sebagai

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 105

ungkapan rasa penghormatan, dan simbol ucapan terimakasih telah datang untuk berkunjung.

Poto 3.1: Beberapa bentuk tepak sirih beserta isi terdiri dari, daun sirih, dan kelengkapannya yang diisi dalam cembul berupa kapur, pinang, gambir, tembakau. (dok Deby 2013)

Menu atau makanan yang disuguhkan bukanlah makanan pokok seperti nasi, akan tetapi seperti masyarakat lainnya makanan ringan ataupun menu spesial disaat bersantailah yang diberikan “sirih dan perangkatnya” merupakan makanan yang paling spesial dalam masyarakat Melayu. Dikatakan spesial karena sirih dan perangkatnya merupakan makanan yang memiliki banyak unsur keseharian dan pengobatan. Bermula dari penyuguhan makanan dan diiringi dengan beberapa kata pengantar, maka kegiatan persembahan dengan tujuan penghormatan kepada seseorang telah dilakukan. Kegiatan ini berlaku dikalangan masyarakat maupun kerajaan. Seiring berjalannya waktu, maka kegiatan persembahan inipun berkembang, kata pengantar bertambah menggunakan pantun, syair dan lagu

Melayu sebagai pelengkap. Kemudian untuk memperindah jamuan, maka dibuatlah gerakan-gerakan indah yang mengandung makna sebagai pengiring mengantar tepak kepada seeorang yang dituju. Oleh masyarakat Melayu

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 106

kesemua ini digabung menjadi satu dengan menggunakan musik, sebagai pengiring tari, yang akhirnya terciptalah sebuah tari Persembahan Melayu.

Tari Persembahan pada masyarakat Melayu sudah ada sejak lama, yang diwariskan secara turun temurun, dari generasi kegenerasi dan dinyatakan sebagai milik masyarakatnya dan menjadi tradisi mereka. Berbicara mengenai asal tari

Persembahan, keberadaan awal penciptaannya sulit dilacak, namun diperkirakan tari ini sudah cukup lama. Hal ini didasarkan pada pendapat Mahyudin Al Mudra yang menjelaskan bahwa, dalam teks-teks Melayu lama dikisahkan pasukan kaveleri ketika hendak berperang menggunakan diplomasi makan sirih terlebih dahulu, dibandingkan dengan kekuatan senjata. Mereka akan membawa tepak sirih dan kelengkapannya. Anggota pasukannya akan turun dari kapal dan membawa tepak sirih ke pihak yang ditaklukan. Sementara panglima perang hanya menunggu di kapal. Dalam hal ini tepak sirih sebagai simbol persahabatan.

Apabila tepak sirih diterima, berarti mereka menerima tawaran persahabatan, bukan perang. Kalau tepak sirih tidak diterima, berarti mereka menolak persahabatan, dan terjadilah perang.

Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa tradisi penyambutan dengan makan sirih sudah terjadi sangat lama, dari kebiasaan ini, kemudian tercipta tari

Persembahan. Tari Persembahan merupakan tari kreasi rakyat yang kemudian diadopsi kesultanan dengan tujuan memperindah tradisi makan sirih saat menerima tamu, pernikahan, khitan, meminang pengantin, dan lain-lain. Sesuai dengan penjelasan ini, ada beberapa pendapat kemunculan tari Persembahan pada masyarakat Melayu dalam hal ini kota Medan. Pertama banyak yang mengatakan

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 107

bahwa tari persembahan sudah ada sejak masa kesultanan. Hal ini ditandai dengan adanya bentuk-bentuk penghormatan berupa pemberian sirih di dalam tepak yang diberikan pada saat ada kunjungan tamu kehormatan, yang kemudian disertakannya tarian sebagai penambah keharmonisan ungkapan suka cita.

Biasanya kegiatan ini dilakukan paa masyarakat golongan bangsawan, yang tentunya memberikan penghormatan sebagai bentuk tata krama dalam berkunjung. Karena tarian ini ditarikan dikalangan Istana, maka masyarakatpun akan ikut memelihara kesenian ini dikalangan rakyat, maka dari istana kesenian ini tumbuh dimasyarakat yang sudah barang tentu berbeda dengan Istana, karena di dalam Istana sudah tentu diatur dari segi adat, estetika, etika dan simbol serta kesatuan dari tarian tersebut secara utuh disesuaikan dengan tatacara atau adat dalam Istana.

Dengan demikian tari Persembahan adalah tari yang ditujukan untuk penghormatan kepada tamu, berasal dari sebuah kegiatan yang menjadi kebiasaan masyarakat Melayu yaitu menjamu tamu dengan menyerahkan tepak yang berisi seperangkat sirih. Masyarakat Indonesia pada umumnya disetiap daerah mengenal sirih sebagai sajian sehari-hari maupun sebagai sajian yang selalu menyertai dalam berbagai kegiatan. Tradisi makan sirih ini merupakan warisan budaya yang telah turun temurun dari masa silam hingga saat ini. Budaya makan sirih ini hidup di wilayah Asia Tenggara, dan terutama di Indonesia termasuk pada suku Melayu.

Pendukung budaya ini terdiri dari berbagai golongan, meliputi masyarakat bawah, pembesar negara, serta kalangan istana. Tradisi makan sirih tidak diketahui secara pasti dari mana berasal. Dari cerita-cerita sastra, dikatakan tradisi ini berasal dari

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 108

India. Tetapi jika ditelusuri berdasarkan bukti linguistik, kemungkinan besar tradisi makan sirih berasal dari Indonesia. Pelaut terkenal Marco Polo menulis dalam catatannya di abad ke-13, bahwa orang India suka mengunyah segumpal tembakau. Sementara itu penjelajah terdahulu seperti Ibnu Batutah dan Vasco de

Gama menyatakan bahwa masyarakat Timur memiliki kebiasaan memakan sirih.

Tari Persembahan sarat dengan nuansa Islam dalam penyajiannya, yang juga tertuang dalam aspek-aspek dalam tari. Kesemua aspek ini memunculkan ajaran yang memberikan pelajaran tentang kehidupan diantara masyarakat, yang saling menghormati, menghargai dan bagaimana cara berteman. Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa tari Persembahan merupakan kesenian tradisi yang berawal dari tata cara dalam bertamu yang memberikan sajian sirih dan kelengkapannya kepada tamu. Seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Pemberian sajian sirih sebagai penghormatan adalah menjadi kebiasaaan pada masyarakat melayu sejak lama yang sudah dilakukan secara turun temurun.

Ditambahkannya tarian dalam mengiringi sajian merupakan kreatfiitas seniman yang menginginkan adanya keharmonisan dalam sebuah tata cara menerima tamu. Dengan proses demikian maka Tari Persembahan dikaitkan dalam objek estetika seni dilihat dari sumber inspirasinya: estetika lokal yaitu dari Adat barsandi syarak. (Ediwar, 2012: 4). Dikategorikan bahwa tari Persembahan termasuk dalam tarian tradisional Melayu. Terutama di Kota Medan ataupun masyarakat Melayu di daerah lain Sumatera Utara,Seperti yang diungkapkan dalam oleh Umar Kayam bahwa:

“ Apa yang disebut sebagai kreatifitas masyarakat berasal dari manusia-manusia pendukungnya. Apa yang disebut deni rakyat, lagu

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 109

rakyat atau tarian rakyat yang tidak pernah dikenal lagi penciptanya, pada mulanya dimulai dari seorang pencipta anggota masyarakat. Begitu musik atau tarian itu diciptakan, masyarakat akan meng- claimnya itu sebagai miliknya”

Dengan demikian masyarakat bertanggungjawab untuk tetap melestarikan dan mengambangkan keberadaan tari Persembahan di dalam kehidupan masyarakatnya, sesuai dengan adat yang berlaku dalam masyarakatnya dan disepakatinya menjadi tari Persembahan. Oleh karena itu, mereka bertanggungjawab untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikannya. Dengan demikian tari Persembahan adalah tari yang dimiliki oleh suku Melayu secara bersama, dan pelestariannya didukung oleh masyarakatnya. Pelestarian telah pun dilakukan oleh berbagai sanggar yang ada di Kota Medan, dan menjadikannya sebagai materi dasar dalam tari-tarian Melayu.

Tari Persembahan telah mendapat penyempurnaan dan pensakralan penuh untuk dilakukan diperkirakan pada tahun 1920-an, walau tidak diketahui secara pasti siapa pencetusnya. Tari Persembahan sudah ada pada masa adanya kerajaan- kerajaan yang dipertunjukkan untuk menyambut tetamu raja. Pada masa itu kerajaan sering menerima tetamu dari luar, yang kemudian diterima dengan menyuguhkan tepak sirih dengan kelengkapannya (wawancara dengan T. Lisa

2014). Penjelasan ini juga dapat diketahui dari beberapa tulisan tentang tari

Melayu seperti dalam tulisan dari beberapa penulis yang menjelaskan tentang Tari

Persembahan pada masyarakat Melayu di Tanjung Balai. Diketahui, bahwa tari

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 110

Tari Persembahan juga digunakan menjadi tari Persembahan8 yang dimanfaatkan oleh istana untuk menyambut tamu-tamu kerajaan. Demikian juga pihak Istana

Maimun dari kesultanan Deli yang sudah menyertakan tari Persembahan pada acara-acara kerajaan.

Tari Persembahan merupakan tarian adat yang khusus ditarikan pada acara penyambutan tamu yang dihormati atau diagungkan dengan mempersembahkan

Tepak Sirih yang berisi sirih pinang dan kelengkapannya. Tarian ini menjadi media dalam mengomunikasikan ungkapan tuan rumah pada tetamu yang datang.

Dengan menyertakan tarian persembahan, maka tersampaikan apa yang dimaksud, dan diterimanya ungkapan/keinginan tuan rumah. Sehingga secara perlahan, tari

Persembahan menjadi materi dalam berbagai kegiatan.

Tarian ini dari masa ke masa terus mengalami berbagai perkembangan dan penyesuaian baik dari kostum, rias, bahkan koreografinya. Dalam perkembangan zaman dengan perjalanan waktu yang dimiliki, tari Persembahan Melayu Deli ini bersifat statis dan juga dinamis, seiring mengikuti perjalanan waktu banyak kegiatan-kegiatan di masa lalu yang masih dilakukan oleh masyarakat Melayu, salah satunya tari Persembahan. Pada masa kerajaan Deli, ada beberapa kegiatan yang menyertakan tari Persembahan sebagai materi acara dan dilakukan di awal acara sebelum keacara berikutnya. Adapun kegiatan itu antara lain pada upacara adat menghantar pengantin, upacara menyambut tamu kebesaran, upacara penganugrahan gelar dan upacara pengangkatan Duli.

8Lebih jelas lihat dalam tesis Tomy Mipika Barus yang mengkaji tentang Struktur dan Fungsi Seni Tari Persembahan dalam Kebudayaan Masyarakat Melayu Tanjungbalai (2015) menjelaskan Tari Persembahan yang digunakan dalam menyambut tamu.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 111

Upacara pengangkatan Duli dengan menyertakan tari Persembahan pernah dilakukan oleh Kesultanan Serdang pada tahun2007 ketika mengangkat Tengku

Lukcman Sinar sebagai Raja Kesultanan Serdang dengan gelar Sultan Basarsyah ke II, (wawancara T. Mira Sinar). Pada upacara pengangkatan Raja ini, yang dipersembahkan adalah “Tari Menjunjung Duli” yang di tata ulang berdasarkan penjelasan dari Tuanku Luckman Sinar, dari apa yang diketahuinya ketika pengangkatan Raja dilakukan.

Photo 3.2: Penari menarikan Tari Persembahan dengan memodifikasi busana serta asesori yang dipakai, namun masih tetap menunjukkan etika dalam pertunjukannya, (dok, Deby 2013)

3.2.2 Pola pertunjukan

Sebagai tarian yang dipentaskan untuk persembahan dan digunakan atau ditampilkan pada saat menyambut tamu, maka penampilan tarian ini dilakukan pada saat pertama kali tamu kehormatan tersebut datang atau sebelum rangkaian acara dimulai. Pada saat tarian tersebut dilakukan, kemudian diakhiri dengan

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 112

penari menyuguhkan tepak sirih untuk dicicipi oleh sang tamu sebagai penghormatan. Dalam perkembangannya saat ini, tari dibagi menjadi dua jenis yaitu tari tradisional dan tari kreasi. Dimana tari tersebut memiliki banyak perbedaan, tari tradisional yang disajikan dengan gerakan Melayu lemah lembut dan gemulai sedangkan tari kreasi dengan gerakan yang keras, kaku dan memiliki ciri khas tersendiri. Dengan dasar pemikiran untuk mengungkapkan rasa suka cita dan hati yang tulus untuk menyambut tamu kehormatan datang berkunjung, maka sebuah tari dipersembahkan pada penyambutan ini yang kemudian diberi nama

Tari Makan Sirih. Dalamkurun waktu beberapa tahun, istilah “tari makan sirih” diganti dengan nama Tari Persembahan sampai dengan saat ini.

Tari Persembahan memiliki banyak perbedaan di setiap daerah, mulai dari ragam gerak, properti, busana, jumlah penari, serta cara penyuguhan tepak sirih yang disesuaikan dengan aturan yang diciptakan oleh sang penata tari, juga disesuaikan dengan latar belakang budaya dan adat istiadatnya. Adanya perbedaan dalam pola garapan tidak menjadikan berubahnya fungsi dalam tujuan persembahan. Dengan beragamnya karya tari Persembahan yang ada, maka perbendaharaan tari Melayu bertambah banyak. Selain itu berubahnya format tari persembahan tidak menjadikan tari ini berubah fungsi, masyarakat tetap mengatakannya dengan tari persembahan, apabila tarian mengikuti aturan, struktur dan konsep tarian.

Pertunjukan tari Persembahan di bagi dalam 3 tahapan yaitu 1) awal, 2) isi, dan 3) penutup. Dalam penyajiannya ke 3 tahapan ini bisa dilakukan secara berbeda oleh masing-masing kelompok, namun tetap mengikuti kebiasaan yang

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 113

sudah dilakukan sejak awal tari ini diciptakan. Masing-masing tahapan memiliki aturan dalam penyajiannya yang disesuaikan dengan tujuan dalam pertunjukan.

Awal penyajian, isi, dan penutup merupakan rangkaian yang harus ada dalamtari

Persembahan. Tahapan pertunjukan Tari Persembahan ditarikan di hadapan tamu yang dihormati atau diagungkan dan dilakukan di dalam gedung, di istana atau balai-balai pertemuan.

Tahapan awal berupa sembah kepada tamu menjadi format yang harus ada dalam tari Persembahan, sembah dengan melakukan gerak menangkupkan kedua tangan di depan wajah dengan ibu jari mendekat ke hidung berjarak setengah jari, kepala ditundukkan hingga hitungan empat ketuk. Pada hitungan ke 5 kedua tangan membuka dengan telapak tangan kedepan dan perlahan turun kebawah, yang kemudian dilanjutkan dengan gerak berikutnya. Pola gerak sembah ini menjadi pola yang sangat umum dilakukan oleh setiap kelompok/group dalam pertunjukan. Gerak sembah biasa dilakukan dalam keadaan duduk dengan tepak sirih diletakkan didepan penari utama, dengan keadaan tertutup.

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 114

Tabel 3.1 Motif dasar dalam tari Persembahan No Nama Keterangan Gambar Gerak 1. Lenggang Gerak lenggang menjadi gerak yang dominan dalam tari Persembahan yang dilakukan dengan lenggang lemah gemulai, kanan dan kiri, baik yang dilakukan dengan cara berdiri, berjalan, maupun dalam posisi duduk

2. Sembah Kedua tangan ditangkupkan di depan dada, kepala menunduk, badan ditegakkan dalam posisi duduk bersimpuh. Tepak sirih diletakkan didepan penari utama dalam keadaan tertutup.

Sembah dilakukan pada awal tarian dan sesudah tarian. 3. Lari injit Berlari kecil dengan

kecil-kecil menginjitkan kedua kaki yang biasanya dilakukan pada awal ketika memasuki ruang acara. Gerakan berlari diikuti dengan gerak tangan menjepit kain di paha atau kedua tangan mengambil posisi kedua tangan di sebalah kanan atau kiri bawah. Sejajar pinggang. 4. Sauk Posisi badan yang didorong kebelakang atau kesamping kanan

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 115

maupun kiri pada hitunga satu, dengan satu tangan menjepit paha dan telapak tangan yang lain membuat lingkaran ke dalam, kemudian hit ke-2 telapak tangan diputar kembali kearah luar. Dilakukan secara bergantian. Pola gerak sauk dapat dilakukan denagan posisi duduk bersimpuh ataupun dalam posisi berdiri.

5. Lentik jari Gerak ini dimuali dengan tangan kiri menjepit kain di paha, tangan kanan menyauk dari samping badan ke depan dan memutarnya dengan telapak tangan menghadap depan, kemudian hit-3 tangan kiri menyauk kedepan,

tangan kanan ditarik kebawah. Hitungan hop tangan kiri ditarik kebawah kembali menjepit kain dan tangan kanan ditarik keatas hit-4 melakukan gerak seperti di awal.

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 116

Tabel 3.2 Tahapan pertunjukan tari Persembahan No Tahapan Ragam/Nama gerak Keterangan 1. Awal Ragam 1/Sembah Sembah kepada tamu menjadi Gerak lenggang patah tahapan awal yang harus ada, sembilan menjadi gerak yang dengan iringan lagu senandung utama dalam tari sebagai ungkapan Persembahan sesuai dengan penghormatan. irama senandung yang digunakan Lenggang duduk: Dalam sebuah penghormatan Gerak ini dilakukan oleh biasa dilakukan dengan duduk semua penari. Dalam bersimpuh pertanda kreatifitas baru ada penari permohonan bahwa tuan rumah yang bergerak melenggang menerima kedatangan dengan dengan berdiri atau dengan suka cita gerak lain

Petik bunga Pola gerak ini bermakna Masih dilakukan dalam pola kelembutan dan kekhlasan hati duduk bersimpuh dengan arah masyarakat dalam menerima gerakan ke kanan dan kiri tamu. Putaran tangan seolah- ataupun kedepan. olah memetik bunga menunjukkan penerimaan secara keseluruhan yang nantinya menjadi keluarga . 2. Isi Sauk: Gerakan ini merupakan gerak Gerak sauk menjadi satu ciri pengembangan dari pola gerak dalam gerak persembahan lenggang yang memberi arti yang dilakukan ke arah kiri, adanya menerima tetamu kanan dan ke depan. sebagai keluarga Petik bunga: Melakukan gerak memetik bunga kedepan yang bermakna menyiapkan sirih untuk dapat disantap. Mengantar tepak: Penari utama keluar dari posisi penari menuju tamu untuk memberikan tepak 3. Penutup Sembah penutup: Semua kegiatan setelah dibuka Penari menyelesaikan maka harus ditutup. Hal ini tugasnya dengan memberikan merupakan falsapah suku

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 106 117

sembah kepada semua tamu Melayu dalam kehidupan, dan kembali ke tempat. bahwa ada keseimbangan. Biasanya penari utama terlebih dahulu kembali ke dalam pentas yang diikuti penari lainnya.

Catatan: Pada bagian isi, pola gerak menyesuaikan dengan kreatifitas para koregrafer, sehingga pada setiap kelompok akan terlihat perbedaan- perbedaan yang justru memperkaya dari perbendaharaan tari-tari Melayu.

3.3 Aspek Visual dalam Tari Persembahan 3.3.1 Gerak “Tari adalah gerak”, defenisi ini merupakan pernyataan yang disampaikan oleh Corry Hartong, seorang pakar tari dari Amerika. Defenisi ini mengungkapkan bahwa gerak menjadi unsur utama dalam sebuah karya tari.

Demikian juga dengan tari Persembahan yang menjadikan gerak sebagai unsur utama, selain unsur pendukung lainnya. Gerak dalam tari Persembahan mengambil repertoar gerak tradisi Melayu, seperti gerak melenggang yang selalu ada dalam setiap tari Melayu dan menjadi gerak dasar tari Melayu, gerak petik bunga, gerak melayah, gerak serisik9, gerak duduk, dan lain sebagainya. Gerak- gerak ini dilakukan secara berulang-ulang. Geraknya masih bersifat sederhana.

Untuk gerakan tangan dan kaki dilakukan berubah-ubah tidak terpaku pada satu pola gerakan. Adapun gerak tangan menyesuaikan dengan aturan dari Tari

Persembahan, dengan tidak boleh mengangkat tangan dan kaki terlalu tinggi, dengan gerakan harus melenggang lemah gemulai. Hal ini dikarenakan Tari

9Istilah serisik diambil dari istilah gerak tari Jawa yang berarti lari-lari kecil dengan menginjitkan kaki. Tidak diketahui secara pasti kapan istilah ini muncul, hanya saja pemakaian istilah ini sudah ada sejak tahun 70-an. Gerak Serisik kemudian menjadi salah satu istilah gerak dalam tari Melayu.

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 118

Persembahan diciptakan untuk menyambut tamu, maka harus dibuat sesuai norma-norma adat. Tidak dibolehkan mengangkat tangan terlampau tinggi sehingga menampakkan ketiak. Gerakan kaki juga tidak terlalu tinggi untuk menjaga kesopanan dalam menyambut tamu yang dihormati.

Gerak-gerak yang diciptakan berasal dari gerakan Tari Persembahan umumnya yang menggunakan gerakan Tari Lenggang Patah Sembilan. Meskipun demikian, terdapat perbedaan nama gerakannya dimana untuk Tari Persembahan hanya terdapat dua gerakan saja, yaitu gerakan Lenggang Patah Sembilan tunggal dan ganda. Sedangkan pada Tari Lenggang Patah Sembilan terdapat tiga bagian gerakan, yaitu lenggang di tempat, lenggang memutar satu lingkaran, dan lenggang maju atau berubah arah. Kemudian dirangkai dengan gerak lenggang patah sembilan10 dan menggunakan rentak Senandung dengan lagu “Makan

Sirih”. Tarian ini dipersembahkan untuk tamu yang dihormati dengan maksud untuk menyampaikan ucapan terima kasih serta memberikan kehormatan dengan ikhlas sambil membawa tepak sirih, lengkap dengan sirih adatnya yang merupakan keterbukaan masyarakat Melayu kepada tamu yang datang.Pada perkembangannya, gerakan lenggang ini kemudian dikembangkan dengan memberi variasi, sebagai menambah keindahan dari tarian.

Sebaiknya para penari yang menarikan tari Melayu, khususnya Tari

Persembahan, harus menguasai teknik, aturan dalam setiap gerakan, etika dalam menari, dan juga harus memahami istilah-istilah khusus dalam tarian Melayu, seperti igal (menekankan pada gerakan tangan dan badan), liuk (gerakan

10“Lenggang patah sembilan” adalah nama sebuah tarian yang berirama lambat. Tarian ini merupakan tari yang ada dalam 9 wajib tari Melayu karya Sauti dan menjadi tari yang wajib dilakukan pada setiap lomba Tari Serampang Dua Belas, serta menjadi tari pertama yang ditarikan.

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 119

menundukkan atau mengayunkan badan), lenggang (berjalan sambil menggerakkan tangan), titi batang (berjalan dalam satu garis bagai meniti diatas batang), gentam (menari sambil menghentakkan tumit kaki), cicing (menari sambil berlari kecil), legar (menari sambil berkeliling 180 derajat), dan lain- lainnya. Dengan memahami teknik tari Melayu, penari dapat mengungkapkan kehendak dari tari Persembahan ini.

3.3.2 Pola lantai

Seperti pada umumnya pola-pola dalam tari tradisi, pola lantai yang ada dalam tari Persembahan biasanya menggunakan pola melingkar, pola sebaris, pola berbanjar, serta pola membentuk huruf V. Pola-pola ini merupakan pola lantai yang umumnya terdapat pada tari-tari tradisi, dengan masing-masing pola memiliki makna berdasarkan tujuan dari pertunjukkan tarian. Pola-pola yang ada pada tari Persembahan juga memberi makna selain untuk memperindah tarian, dengan tetap penonjolan pada penari utama yang membawa tepak sirih sebagai property yang menjadi ciri dan keharusan dalam tari Persembahan. Selain itu penari utama harus berada di tengah, yang menunjukkan bahwa melalui tepak yang dibawa dan posisi penari akan terjadi proses komunikasi antara tuan rumah dan tamu. Komunikasi itu sendiri terdiri dari beberapa unsur yaitu:1) sumber

(komunikator), 2) pesan (message), saluran (chanel), 4), penerima (komunikan), serta 5) akibat yang ditumbulkannya (Kinchaid 1983:99). Dari apa yang dikemukakan Kinchaid, terlihat jelas komunikasi yang disampaikan dalam tari

Persembahan, penari sebagai pembawa pesan, tarian sebagai komnikan, tamu

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 120

sebagai penerima, yang akhirnya menjadikan tujuan dari persembahan dapat dilakukan.

Dalam tari Persembahan, tidak ada pola lantai tertentu atau khusus yang diharuskan dalam penggarapannya. Masing-masing kelompok/group bebas untuk menyusun pola lantai berdasarkan kreatifitas koreografernya. Mereka biasanya membuat dengan memanfaatkan jumlah penari yang disertakan dan juga berdasarkan penari perempuan dan laki-laki, menyesuaikan dengan acara yang dilaksanakan, pemakain busana, serta tempat pertunjukan.

Adanya kreatifitas yang dimiliki dari masing-masing group, membuat bentuk-bentuk tari Persembahan berbeda setiap kelompok, akhirnya tanpa disadari menambah dokumentasi tarian yang beragam dari tari tradisi yang dimiliki suku

Melayu. Berikut adalah contoh dari beberapa pola lantai dengan peran dari para penari:

Ọ Ọ

Ọ Ọ © Ọ Ọ Ọ Ọ ©

Gambar 3.1 posisi penari membentuk Gambar 3.2 pembawa tepak berada garis lurus, pembawa tepak berada di tengah

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 121

Ọ Ọ

Ọ Ọ Ọ Ọ

© Ọ Ọ

Gambar 3.3 pembawa tepak tetap Gambar 3.4 Pembawa tepak turun dari berada di depan pentas menjemput tamu untuk disuguhi sirih. Empat penari tetap di pentas

Catatan” © = penari dengan membawa tepak sirih Ọ = penari

Penggunaan pola-pola lantai seperti di atas, bermaksud memberi penegasan dari isi tarian, selain sebagai memperkuat bentuk pertunjukan. Untuk itu, masing-masing group dapat membuat dan megembangkan pola-pola yang sudah dibuat pada awalnya, hal ini juga yang memperkaya dari tari Persembahan yang suda ada. Hal ini juga yang menjadikan beragamnya bentuk tari

Persembahan dengan ciri masing-masing kelompok. Kesamaan dari tari

Persembahan dari semua kelompok adalah property tepak dan lagu makan sirih sebagai iringan tari, sehingga tepak menjadi unsur utama dalam tari. Lagu makan sirih yang dipakai sebagai iringan tari juga menjadi lagu yang dipilih dan sampai sekarang masih tetap menjadi iringan dari tari Persembahan.

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 122

3.3.3 Pelaku

Dalam pertunjukan tari Persembahan diperlukan sejumlah pelaku yang mendukung terlaksananya pertunjukan. Pelaku yang berperan dalam acara yang menyertakan tari Persembahan meliputi (1) Pelaksana acara; (2) penari dan (3) penonton (tamu yang diundang). Berikut penjelasan ketiga pelaku yang berperan dalam setiap acara penyambutan.

3.3.3.1 Pelaksana upacara

Dalam setiap acara, pelaksana atau tuan rumah menjadi satu unsur yang harus ada, karena acara tidak bisa terlaksana apabila pelaksana/tuan rumah tidak ada.

Tuan rumah dalam pelaksanaan penyambutan disesuaikan dengan acara penyambutan yang diadakan. Apabila acara yang dilakukan acara perkawinan, maka yang menjadi tuan rumah adalah orang tua dari pengantin yang menyelenggarakan pesta. Begitu pula apabila acara untuk menyambut tamu penting, maka tuan rumah adalah pejabat (kepala daerah) yang mengundang dengan perangkatnya.

Pelaksana upacara/tuan rumah menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan dalam acara penyambutan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga akhir dari acara. Pada hal perencanaan, tuan rumah menyiapkan persiapan acara seperti, tempat acara, materi acara, transportasi dan akomodasi, siapa yang diundang, siapa yang akan disambut dan diberi sirih sebagai pemngormatan, pembawa acara, dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam acara. Persiapan sebelum acara sangat

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 123

penting dilakukan sebagai upaya acara dapat terlaksana dengan baik dan tujuan dari acara dapat tercapai.

Pada tahap pelaksanaan, semua yang terlibat dalam acara harus sudah bersiap ditempat masing-masing dengan tugas dan tanggungjawab yang sudah diberikan.

Pada tahapan ini, peran penari dan pengiring musik sebagai awal acara menjadi penting. Penari dan pemusik harus saling bekerjasama agar pertunjukan dapat dilakukan dengan baik, tidak boleh ada yang mendahului dari aturan yang sudah ditetapkan dari masing-masing peran. Penari memulai tarian dengan mendengar alunan nyanyian berupa senandung dari penyanyi sebagai pembuka tarian.

Senandung yang dinyanyikan menjadi tanda bagi penari dengan berlari kecil memasuki arena acara untuk memulai tugasnya, dan melanjutkan hingga selesai tarian. Pada tahapan pelaksanaan ini, semua pihak harus berkordinasi dengan baik untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin dapat terjadi.

Tahapan akhir berupa penyerahan sirih kepada tamu, penyerahan sirih diterima dengan mengambil sirih dari teapk atau cukup dengan menyentuh sirih sebagai penanda bahwa tamu diterima dan dipersilahkan masuk, yang sekaligus mengantarkan tamu hingga ketempat duduknya sesuai tempat yang sudah dipersiapkan dengan kedudukannya. Tahapan penyambutan ini merupakan tahapan akhir acara penyambutan, yang dilanjutkan dengan rangkaian acara selanjutnya dari tujuan pelaksanaan kegiatan.

3.3.3.2 Penari

Pihak lain yang berperan penting dalam acara penyambutan, tentunya adalah para penari. Tari Persembahan biasanya ditarikan oleh penari perempuan dari

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 124

anak-anak, remaja hingga dewasa. Namun saat ini dengan munculnya kreatifitas dari para seniman, tari Persembahan juga menyertakan penari laki-laki dengan berbagai pola garapan, penggunaan property yang beragam, serta pola lantai yang membedakan tari Persembahan seperti biasa ditarikan. Para penari harus dapat membawakan tarian dengan baik, agar tujuan dari persembahan sebagai kehomatan dapat tersampaikan.

Dalam penggunaan gerak pada penari laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan, namun masih menggunakan gerak-gerak sederhana dari gerak dasar dalam tari Melayu. Tari Persembahan memiliki beberapa macam ragam gerak yang biasa dilakukan dalam penyajiannya. Penari tari Persembahan dahulunya dilakukan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan, sehingga dibuatlah pola gerak berpasangan. Gerak Lenggang Patah Sembilan adalah gerakan dasar yang menjadi salah satu ciri tari Persembahan, baik yang dilakukan oleh penari laki-laki maupun penari perempuan, hanya berbeda dalam pembawaan.Saat ini penari laki-laki ditempatkan sebagai pengiring untuk melengkapi pertunjukan

Dalam tari Persembahan, penari laki-laki tidak menjadi penari utama, mereka hanya menjadi pelengkap dari sebuah pertunjukan, hal ini biasanya ditata apabila even yang membutuhkan adanya perubahan dalam konsep tari

Persembahan formal. Pada garapan seperti ini, biasanya penari laki-laki bersilat, kemudian dilanjutkan dengan tari Persembahan, dan penari laki-laki mengambil tempat di sisi kanan dan kiri untuk memberi ruang bagi penari persembahan.

Namun ada juga yang menata dengan mengambil posisi penari laki-laki berada di belakang penari persembahan, melakukan gerak lenggang, petik bunga, silat, dengan berbagai variasi. Selain itu ada juga yang menjadikan penari laki-laki

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 125

berada di posisi belakang penari wanita dengan membawa manggar11, untuk mempermegah dari bentuk pertunjukan. Perubahan dalam berbagai format pertunjukan tidak merubah esensi persembahan, perubahan format ini menambah variasi dan pendokumentasian dari tari Persembahan.

Photo 3.3 Tari Persembahan yang menyertakan penari laki-laki, berada di belakang penari wanita, sementara penari pengiring membawa bunga. (dok: Sinar Budaya Group, 2010 )

Peran penari dalam tari Persembahan dibagi menjadi 3 peran. 1) penari yang berperan sebagai putri atau penari utama dengan membawa tepak sirih, 2) penari yang menjadi dayang-dayang putri, yang nantinya menemani putri untuk menyerahkan tepak sirih kepada tamu, 3) penari yang berperan sebagai penari sesungguhnya.

Pemilihan dari masing-masing peran ini disesuaikan dengan kemampuan masing-masing penari. Dari ketiga peran ini yang paling sulit adalah peran penari

11Hiasan yang terbuat dari lidi dengan dibalut kertas warna warni dan dicucukkan ke streofom yang diikat ke sebatang kayu, membentuk lingkaran.

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 126

pegiring. Hal ini dikarenakan, mereka dari awal hingga akhir berada di pentas dan harus dapat menarikan dengan baik rangkaian gerakan sesuai dengan koreografi tarinya. Mereka harus mampu menarikan secara kelompok, sehingga tidak ada penonjolan dari masing-masing penari. Hal ini berbeda dengan peran penari pertama dan kedua.

Dalam beberapa koreografi, peran penari kedua tidak disertakan, penggarapan hanya pada penari pertama dan ketiga, hal ini tentunya disesuaikan dengan konteks pertunjukan dan koreografi dari pencipta. Biasanya penari tari

Persembahan berjumlah ganjil, dengan jumlah minimal 5 orang, 1 orang membawa tepak disebut penari utama, 4 orang sebagai penari pengiring. Namun jumlah ini bisa bertambah sesuai dengan kebutuhan menyesuaikan dengan acara, panggung, karena dengan jumlah yang banyak akan mambuat tarian lebih menarik dan semarak. Bertambahnya jumlah penari, maka akan bertambah pula penari yang membawa tepak, apabila penari ada 7 atau 9 orang, maka tepak yang dibawa ada 2 atau 3 tepak. Namun jumlah ini bisa dikurangi menjadi 3 orang, tetapi jumlah ini sangat jarang dilakukan.

3.3.3.3 Penonton (tamu)

Unsur pelaku yang tidak kalah penting adalah “penonton”. Penonton pertunjukan yang menyertakan Tari Persembahan dibagi 2: 1) penonton sebagai undangan umum yang terlibat dalam kegiatan, 2) penonton yang mendapat suguhan tepak sirih yang disampaikan penari utama tari Persembahan. Pada kateogori pertama, penonton merupakan peserta/undangan yang terlibat dari awal hingga akhir kegiatan. Sementara kategori kedua, penonton khusus yang

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 127

mendapat jamuan sebagai tanda penghormatan tamu khusus di sini, merupakan tamu yang menjadi unsur utama yang datang beserta rombongan dan nantinya disambut dengan tari Persembahan. Namun tidak semua tamu dan rombongan ini yang mendapat jamuan sirih, hanya beberapa orang dari rombongan yang mendapat jamuan sirih dan merupakan pimpinan dari rombongan. Setelah acara pembukaan selesai, biasanya tamu khusus akan kembali

Apabila dalam acara perkawinan, maka yang dijamu dengan tepak sirih adalah kedua pengantin didepan pelaminan, maupun pengantin yang akan masuk ke dalam rumah. Dalam acara menyambut tamu kehormatan, maka yang dijamu adalah tamu kehormatan yang menjadi tamu khusus dalam acara.

Photo 3.4 : Mentri Kesehatan dan rombongan sebagai penonton sekaligus sebagai tamu dan undangan kehormatan yang diberikeistimewaan mendapat sajian sirih, pada acara Anugrah Mentri Kesehatan. (Dok; Sinar Budaya Group)

Pemilihan tamu-tamu yang mendapat kehormatan sebelumnya sudah disepakati oleh pihak penyelenggara berdasarkan kedudukan dari tamu yang diundang dan posisi dalam acara. Sementara itu tamu lain yang ikut bersama rombongan tidak diberi jamuan sirih karena sudah terwakilkan oleh tamu kehormatan. Dengan diberinya jamuan sirih dan diterimanya sirih, kemudian para

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 128

rombongan diantar ke tempat duduk didampingi oleh tuan rumah, maka pelaksanaan prosesi awal acara sudah terlaksana dengan baik dan terhormat.

Dengan demikian tugas para penari Persembahanpun selesai, kemudian mereka kembali ke tempat posisi semula.

3.3.4 Tempat pertunjukan

Menurut tata cara Tari Persembahan ini ditarikan di hadapan tamu yang dihormati atau diagungkan dan dilakukan di dalam gedung, di istana atau balai- balai pertemuan. Tamu yang dihormati dipersilahkan duduk di tempat duduk yang telah di sediakan, maka Tari Persembahan ditampilkan di hadapan tamu yang dihormati. Dalam tata cara Tari Persembahan ini tidak boleh ditampilkan di sembarangan tempat karena tarian ini bersifat formal, tarian ini harus ditempat- tempat yang sudah ditentukan. Boleh ditampilkan di luar gedung dalam upacara besar seperti peresmian yang khas dalam suatu upacara.

Ada beberapa cara dalam pemberian jamuan sekapur sirih yang tergantung dengan tempat dan acara. Pergelaran Tari Persembahan yang dilaksanakan di lapangan upacara, maka harus dibuat tenda kehormatan (balai-balai) dan para penari akan menari di atas bentangan permadani yang tersedia berukuran sepantasnya. Sedangkan tamu dihormati sudah duduk di kursi kehormatan untuk menerima suguhan sekapur sirih dari penari persembahan dengan membawa tepak sirih perlambang ketulusan hati menerima tamu yang dihormati. Namun ada juga penyambutan yang dilakukan dengan para tamu berada di pintu gerbang tempat pelaksanaan kegiatan.

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 129

Begitu pula tata acara penyambutan yang dilaksanakan dalam acara perkawinan. Dimana penyambutan dan pemberian sirih dilakukan di pintu masuk bagi para tamu, dan ada juga yang dilakukan di depan tempat duduk pengantin.

Namun pada umumnya pemberian tepak sirih dilakukan setelah pengantin duduk bersanding di pelaminan.

3.3.5. Tata Busana dan Tata Rias

3.3.5.1 Tata Busana

Busana merupakan bagian yang paling penting dari sebuah tarian. Busana pada tari Persembahan merupakan unsur penting dalam menyiapkan kelengkapan sebuah tarian. Busana yang dipakai para penari pada tari Persembahan ini adalah busana yang sering dipakai oleh wanita Melayu dalam kehidupan sehari-hari seperti:

- Kain sarung/songket: Kain sarung/songket dikenakan dengan posisi kepala

kain berada di depan. Biasanya dipakai kain sarung pelekat atau songket

Batubara, dengan warna merah, hijau dan kuning yang lebih dominan.

Penggunaan ketiga warna ini merupakan warna khas suku Melayu,

dengan warna merah berarti berani sepeti kesatria yang bertanggungjawab

dalam menjaga dan membela keluarga, adat, negara, dan agama. warna

kuning berarti megah, bangsawan yang berderajat tinggi, dan warna hijau

adalah warna dari komunitas muslim sesuai dengan gama yang dianut oleh

suku Melayu. Selain itu pemakaian kain sarung dan songket juga memiliki

makna tersendiri bagi suku Melayu. Saat ini untuk pemakaian kain sudah

dimodifikasi dengan menjadikannya dalam bentuk rok, sehingga

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 130

memudahkan penari dalam mengenakannya. Hal ini juga dikarenakan,

dalam satu pementasan dengan durasi 2 jam pertunjukan tentunya

memerlukan materi yang banyak, sehingga untuk memudahkan penari

berganti pakaian, maka dibuatlah kain sarung/songket diganti dengan rok

yang berbagai modifikasi.

- Baju kebaya panjang/baju kurung: Baju kurung/kebaya dibuat dalam pola

longgar dengan jahitan pada ketiak dibuat dalam pola jahitan 3 bidang

yang biasa disebut dengan kekek, sehingga bentuk baju ini menjadi

longgar dan tidak membentuk badan, dengan demikian kesopanan dalam

berpakaian tetap terjaga. Baju kurung/kebaya dibuat panjang, sampai betis

dengan bahan dibuat dari kain lembut dan jatuh di badan, biasa bermotif

bunga. Dalam penggunaan warna baju, biasanya menyelaraskan dengan

warna kain yang dipakai. Pemakaian baju tari Melayu, saat ini sudah

semakin berkembang dengan berbagai pola, mode dan bahan yang

beragam, mengikuti trend yang berkembang, menyesuaikan dengan

kemegahan yang dinginkan dari tujuan perhelatan.

- Selendang yang dikenakan di pinggang menutupi baju bagian

bawah/pinggul atau dipakai sebagai penutup kepala yang dibentuk

memperindah busana. Biasanya pemakaian selendang diikat atau dijepit

peniti, boleh disebelah kiri ataupun kanan, menyesuaikan dengan

pasangan.

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 131

Photo 3.5: Busana tari Melayu yang masih berpola dengan busana yang dipakai sehari-hari oleh suku Melayu. Namun biasanya warna kuning menjadi warna pilihan dalam pertunjukan. (Dok. Deby 2016)

Pemilihan busana dalam tari Persembahan dilihat dari pola, mode, warna, motif-motif yang ada pada busana. Pemilihan ini juga disesuaikan dengan pakaian/busana Melayu. Bagi penari perempuan, warna yang dipakai biasanya warna kuning, merah, hijau. Warna-warna ini merupakan warna yang dominan ada pada pakaian melayu. untuk pakaian laki-laki tinggal menyesuaikan dengan warna yang dipakai penari perempuan.

Karena perkembangan zaman desain dan warna pakaian tari Persembahan termodifikasi sesuai kebutuhan dengan berbagai modifikasi, akan tetapi tidak terlepas dari nilai asli, norma adat istiadat kesopanan tradisi busana Melayu.

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 132

Photo 3.6: Busana tari Persembahan yang sudah dimodifikasi dengan mode yang mengikuti perkembangan zaman dan pemilihan warna yang lebih berani, namun tetap menunjukkan ciri Melayu. (Dok. Sanggar SIR dan Sanggar SBG)

3.3.5.2 Tata Rias

Untuk memberi kesan terbaik kepada seorang adalam sebuah tari

Persembahan tidak hanya gerak tarinya yang serentak, kostum yang seragam akan tetapi wajah juga menjadi faktor pendukung. Untuk itu diperlukan rias wajah

(make up), rias wajah yang digunakan pada tari Persembahan ini adalah jenis rias wajah cantik, dengan merubah dirinya berbeda dari biasanya. Tidak ada make up khusus atau make up karakter, antara penari utama dan penari pengiring tidak

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 133

memiliki perbedaan. Dengan penggunaan alat-alat rias yang sesuai, maka penataan dari kelengkapan persembahan menjadi sempurna.

Rias wajah menjadikan seseorang menjadi berbeda dan menarik, dalam tari Persembahan rias wajah ditambah dengan rias rambut, sehingga akan menjadi rangkaian yang seiring sejalan. Pada zaman dahulu para penari diwajibkan mempunyai rambut panjang agar dapat disanggul langsung terbuat dari rambut sendiri. Dengan perubahan zaman, sanggul sudah siap saji, terpisah dan dapat dibongkar pasang praktis, bentuk-bentuk sanggul yang ada terdiri dari berbagai bentuk dan dipakai sesuai dengan keinginan dari kelompok menyesuaikan dengan even. Kadangkala ada satu kelompok yang menarikan tari Persembahan dalam berbagai even mengenakan sanggul yang berbeda. Tata rias wajah dan rambut cantik adalah cerminan dari wanita Melayu dalam menari.

133

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 134

Tabel 3.3. Busana, Rias dan Asesoris dalam beberapa Tari Persembahan

No Busana Tata Rias Asesoris Keterangan

1 - Mengenakan rias cantik, - mengenakan sunting dan busana masih karena dalam tari bunga mengenakan busana Persembahan tidak ada - pemakain sanggul yang adat Melayu dengan penokohan/karakter. Sehingga sudah dimodifikasi penambahan selendang rias yang digunakan akan yang diikat di pinggang membuat penari berbeda dengan biasanya.

134

134

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 135

2 - Sama dengan rias di atas, - Mengenakan mahkota Pertunjukan yang menggun akan make up untuk - Mengenakan sanggul yang dilakukan dari sanggar menambah kecantikan sebagai kecil biasa disebut dengan Sinar Budaya Group keindahan sebuah pertunjukan “cepol”. - Mengenakan anting/kerabu - Mengenakan sepatu tinggi

-busana sudah banyak dimodifikasi dengan mengenakan baju kebaya moderen, memakai ikat pinggang pengganti selendang - Penggunaan tata rias mengacu - Memakai sanggul kecil busana sudah pada tata rias cantik ditutupi selendang dan dimodifikasi dengan - Tata rias cantik yang biasa diberi sunting di atas meggunakan kain yang dikenakan pada pertunjukan kepala, dan diselipi dijadikan rok untuk tari Persembahan dengan bunga yang memudahkan penari diletakkan sebelah kiri apabila materi tari penari banyak ditarikan - Memakai kalung moderen - Memakai kerabu/anting - Memakai ikat pinggang/pending

135

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 136

135

136

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 137

3.3.6 Properti

Properti tepak dengan segala kelengkapannya menjadi hal yang harus disertakan. Tepak sirih menjadi unsur penting, dikarenakan ungkapan kerendahan hati dari orang-orang yang menerima tamu dengan memberikan sirih merupakan wujud kesungguhan sebagai penghormatan yang membawa kebaikan untuk semua yang hadir. Kebaikan pemberian ini tidak dianggap sebagai perbuatan merendahkan derajat, namun pemberian sirih memiliki arti perdamaian dan persahabatan.

137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 138

Poto 3.7: Pemberian tepak dalam berbagai acara yang tetap memiliki arti sebagai ungkapan penghormatan dan persaudaraan (dok. Deby.) Dalam kegiatan adat, tepak sirih digunakan sebagai barang perhiasan dan dalam upacara-upacara resmi. Oleh karena tepak sirih penting dalam adat istiadat, ia tidak layak digunakan sembarangan, tambahan pula harganya mahal dan susah untuk dijaga dan dibersihkan. Semasa kerajaan melayu Melaka dipertengahan abad ke-15, diceritakan bahwa pahlawan legenda hang tuah telah memberikan kepada hang jebat sepiak sirih di alam tepak sirih kepunyaan Sultan Mahmud semasa berhenti rehat dalm pertarungan, sebelum merampas keris sakti bernama

Tamiang ari dari tangan Hang jebat sebelum dapat membunuhnya di atas pendurhakaan terhadap Sultan Melaka.

Di zaman awal kesultanan Melayu Perak, terdapat dua buah tepak sirih yang diperbuat dari emas bernama Puan Bujur dan Puan Naga Taru telah dijadikan sebagai alat kebesaran diraja atau regalia ketika itu. Sampai sekarang masih tersimpan sebagai khazanah berharga istana Sultan perak. Di dalam tepak sirih terdapat komponen yang melengkapi tepak sirih terdiri atas combol, bekas sirih, kacip, gobek, celepa, ketur, dan bujam epok. Tetapi pada saat ini bujam epok sudah jarang dipakai sebagai peralatan pelengkap tepak sirih. Sedangkan combol diisi dengan pinang, gambir, tembakau, cengkeh dan kapur, yang penyusunannya mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh orang-orang dahulu.

138

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 139

Poto 3.8: Salah satu bentuk tepak berisi sirih dan kelengkapannya

Poto 3.9: Isi tepak sirih yang kelengkapannya diganti dengan bunga-bunga , saat ini tepak yang berisi campuran sirih dan bungalah yang menjadi isi tepak dalam tari Pesembahan. (dok. Deby 2008)

139

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 140

Poto 3.10: Susunan dari tempatbahan-bahan sebagai kelengkapan tepak sirih (dok Jordnes.com)

- Combol, adalah wadah/tempat yang berbentuk bulat dan tertutup, pada

bagian bawah berbentuk datar agar tidak bergoyang ketika diletakkan.

Combol merupakan komponen tepak sirih yang berjumlah empat atau

lima buah, untuk menyimpan tembakau, kapur, gambir, pinang, yang

disusun di depan dalam tepak. Sementara combol yang berisi cengkeh

diletakkan di belakang berdampingan dengan daun sirih.

- Biasanya combol untuk kapur berbentuk silinder yang terbuat dari

bahan logam seperti bunga petola, sirih emas, daun candik kacang,

tampuk manggis, bunga melur, dan diberi motif-motif lain sesuai

dengan kreasi dan kemampuan tukang ukir.

- Bekas sirih, biasanya terbuat dari logam atau perak, walaupun ada

yang terbuat dari gading gajah. Agar bekas sirih tampak cantik,

adakalanya dibalutkan emas dan diukir dengan berbagai motif ukiran

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 141

Melayu. Untuk menambah keindahan, pada bagian mulutnya dibuat

berlekuk-lekuk. Bekas sirih berbentuk pipih, dengan bagian mulut

(atas) agak lebar dan sedikit menguncup dibagian bawah dengan tinggi

10 cm.

- Kacip, berupa alat yang berfungsi seperti pisau pemotong terdiri atas

bilah tajam yang dapat bergerak dibagian atas dan bagian tumpul yang

kokoh pada bagian bawah. Kacip biasa digunakan untuk memotong

buah pinang. Kacip terbuat dari logam seperti tembaga dan perak,

sehingga tidak hanya berfungsi sebagai pemotong melainkan sebagai

hiasan yang indah. Pada umumnya kacip dibuat dalam ukuran antara

10-22 cm, walaupun ada juga yang berukuran lebih besar. Ragam hias

pada bagian hulu dan badan kacip sangat unik, seperti menyerupai

kepala binatang. Terdapat juga kacip yang diukir dengan motif flora

pada tangkai dan badannya disalut dengan menggunakan perak atau

emas.

3.3.7 Ramuan dalam tepak sirih

Sirih adalah tanaman yang tumbuh dikawasan tropika Asia, Madagaskar,

Timur Tengah, dan Hindia Barat. Sirih tumbuh menjalar dan memanjat pada batang pohon atau para-para. Bentuk daunnya bulat lonjong dengan ujung agak lancip, dan berwarna hijau. Daun sirih yang subur memiliki ukuran lebar 8-12 cm dan panjang 10-15 cm.Ada banyak jenis dari daun sirih, dan kesemuanya bisa dipakai dalam pelengkap tari Persembahan.

141

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 142

Pinang adalah tumbuhan tropis yang ditanam karena keindahannya serta untuk mendapatkan buahnya. Tinggi pohonnya bisa mencapai 10 meter, garis tengah batangnya bisa mencapai 15-20 cm. Buah pinang berwarna hijau pada waktu masih muda, apabila sudah matang akan berubah menjadi kuning serta merah. Buah pinang juga bisa dipakai sebagai obat seperti untuk mengobati luka dan untuk menghilangkan jamur. Bahkan jus pinang muda dapat digunakan untuk mengobati rabun.

Gambir adalah tumbuhan yang terdapat di wilayah Asia Tenggara, termasuk ke dalam golongan Rubiaceae. Daunnya berbentuk bujur telur atau lonjong dan permukaannya licin. Bunga gambir berwarna kelabu. Gambir juga dapat dimanfaatkan sebagai obat, antara lain untuk mencuci luka bakar dan kudis, mencegah penyakit diare dan disentri, serta sebagai pelembab dan menyembuhkan luka dikerongkongan.

Tembakau adalah tumbuhan herbal semusim yang ditanam untuk diambil daunnya, digunakan untuk membuat rokok dan cerutu. Pada tanah yang berpori serta berhumus akan menghasilkan daun tembakau yang kecil serta lembut, yang cocok untuk tembakau rokok. Pohon tembakau yang subur bisa mencapai ketinggian 2 meter, dengan lebar daun 30-40 cm serta panjang 40-50 cm. Daun tembakau yang baik untuk rokok adalah yang berwarna kuning muda, sedangkan yang baik untuk cerutu adalah yang berwarna kuning tua.

Cengkih adalah sejenis rempah yang berasal dari Maluku, Indonesia.

Pohon cengkih dapat tumbuh setinggi 8-12 meter. Daunnya runcing dan bergagang pendek. Bunga cengkih muncul pada setiap ujung ranting. Kuncup

142

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 143

bunga cengkih dipetik sebelum sempat mengembang. Pohon cengkih akan terus berbunga hingga umur 60 tahun, adakalanya bahkan sampai berumur 130 tahun.

Bunga mengeluarkan aroma khas, biasa digunakan sebagai rempah dalam beberapa masakan, juga dimakan bersama daun sirih untuk menambah rasa manis dan enak.

Kapur adalah bahan berwarna putih, liat seperti krim yang dihasilkan cangkang siput laut yang telah di bakar. Serbuk cangkang tersebut dicampur dengan air agar mudah dioleskan diatas daun sirih.

Kesemua ramuan di atas dimasukkan ke dalam wadah/cembul dalam tepak dan disusun dengan sedemikian rupa, menjadi kelengkapan yang harus ada dalam tepak sirih.

3.4 Aspek auditif dalam tari persembahan

Pertunjukan tari Persembahan menggunakan seperangkat musik tradisi

Melayu yang terdiri dari: Biola, gendang dua buah, acaordion12, dan vokal yang didendangkan oleh seorang penyanyi laki-laki atau perempuan. Irama yang dibawakan dalam mengiringi tari Persembahan berirama lambat dengan tempo

4/4, dan di dalam istilah musik Melayu biasa disebut dengan rentak/tempo senandung, dengan judul lagu “makan sirih”. Pemilihan lagu “makan sirih” menyesuaikan dengan karya tari yang diciptakan, dan tidak diketahui siapa pengusulnya selaras dengan tidak diketahuinya pencipta dari tari Persembahan.

12Alat musik biola dan accordion sebenarnya merupakan alat musik yang berasal dari Eropah, dan kemudian digunakan dalam melengkapi musik tradisi Melayu, yang pada akhirnya disepakati menjadi musik tradisi Melayu.

143

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 144

Hal ini dikarenakan tari ini merupakan tari rakyat yang diciptakan secara bersama dan seperti tari-tari rakyat lainnya, untuk menghindari terjadinya pengkultusan pada seseorang, maka biasanya pencipta dikaburkan. Hal ini juga yang menjadik bentuk-bentuk tari yang sudah ada sejak lama tidak diketahui siapa penciptanya.

Menurut Tengku Lukman Sinar, Musik adalah ekspresi kultural yang bersifat universal seperti halnya bahasa dan humor. Satu-satunya ikatan antara musik dan kehidupan adalah emosi, musik tidak terpakai jika tidak ada emosi.

Rhythm dari musik bisa menjelaskan setiap emosi. (Sinar, 1990:1)

Penggunaan alat-alat musik tersebut di atas, sejak penciptaannya hingga sekarang tidak berubah. Alat-alat musik tersebutlah yang masih digunakan dalam mengiringi Tari Persembahan, dengan ditambah alat musik keyboard yang menjadi megahnya keseluruhan dari pertunjukan tari Persembahan. Berikut alat musik Tari Persembahan:

1) Accordion

Photo 3.11: Accordion (dok Deby 2013)

2) Biola

144

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 145

Photo 3.12: Biola (Dok: Deby 2013)

3) Gendang

Photo 3.13: Gendang (Dok: Deby 2013)

3.4.1 Syair

Musik menjadi penguat/pengiring dalam tari Persembahan, dengan penambahan syair menjadikan pesan dari tarian tersampaikan. Syair menjadi unsur penguat dan penentu bagi penari dalam melakukan tahapan tarian. Dalam mengiringi Tari Persembahan, syair memiliki makna secara eksplisit dan implisit.

Dengan penafsiran yang mudah dipahami dan penafsiran yang sengaja dibuat sebagai sampiran untuk memperindah gaya bahasa, sehingga syair memiliki kekuatan dalam sebuah pertunjukan.

145

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 146

Syair berasal dari bahasa Arab yang berarti puisi atau karangan indah berangkap. Syair melayu yang asli mengandung empat baris serangkap sengan sajak atai irama a-a-a-a. (Harus mat Piah( 1989:242) berpendapat bahwa isi dan tema syair Melay terdiri dari syair berupa cerita-cerita romantis, cerita sejarah, keagamaan, dan kiasan. Terdapat juga syair yang ukan cerita tetapi nasihat, umpamanya nasihat agama. Setiap baris syair membawa maksud atau mempunyai pesan dan biasanya disampaikan secara lisan dengan gerak anggota badan dan mimik muka. Ini merupakan komunikasi tanpa lisan yang sangat mempengaruhi penghayatan syair yang didendangkan.

Syair Tari Persembahan tidak memiliki ketetapan, artinya penyanyi bebas untuk membuat syair-syair sesuai dengan even dari pertunjukan, namun esensi dari sebuah penghormatan tetap tampak dari syair yang dilantunkan. Berdasarkan pemahaman dan kebiasaan yang sudah dilakukan, syair yang biasa dinyanyikan di awali dari senandung tanpa iringan musik berisi:

Makan sirih berpinang tidak

Lambanglah adat pusaka melayu

Syair awal ini menjadi penanda penari memasuki pentas/arena pertunjukan yang di bawakan dengan cara bersenandung, yang dilanjutkan dengan alunan suara biola atau suara acordeon dan pada hitungan keempat masuk suara ketukan gendang, diikuti nyanyian senandung sebagai penanda gerak awal dimulai.

Struktur/format ini sudah tertata sejak awal, hingga sekarang setiap kelompok tetap mengikuti format ini. Nyanyian “makan sirih” menjadi nyanyian pengiring dalam tari Persembahan. Sampai saat ini ada dua aransemen lagu makan sirih

146

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 147

yang dipakai oleh para seniman/koreografer, dengan isi syair yang tidak jauh berbeda. Biasanya syair yang diciptakan berupa pesan nasehat, dan penyanyi boleh mengimprovisasikan kemampuannya dalam bersyair, tanpa menghilangkan maksud dari pertunjukan.

Biasanya Lagu Makan Sirih dinyanyikan oleh seorang perempuan, karena lagu Makan Sirih tersebut menggandung makna dari gerak lemah gemulai pada

Tari Persembahan, namun saat ini lagu makan sirih sering dinyanyikan oleh laki- laki. Apalagi dengan keluarnya aransemen baru yang dinyanyikan oleh

Dharmansyah (seorang penyanyi Melayu). Sehingga masyarakat saat ini mengenal lagu makan sirih dengan menyatakan lagu makan sirih Dharmansyah.

Seiring perkembangan lagu Makan Sirih juga mengalami perkembangan dari bait lagu yang berbunyi sebagai berikut”

Makan sirih kami dendangkan Nyanyian anak putra Melayu Tari Persembahan kami sajikan Adat negeri menyambut tamu Lenggok gemulai anak dara berjalan Menyambut pangeran nan dinanti Salam penyambutan kami sampaikan Tanda gembira sianak negeri Bukan kapak sembarang kapak Kapak berdarah jangan disimpan Bukan tepak sembarang tepak Tepak adat menyambut tuan Pulau putri kami nyanyikan Ditarikan oleh dara jelita Tari Persembahan kami sajikan

147

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 148

Pertanda kita semua bersaudara Makan sirih buatan anak Dimakan anak putra mahkota Makan sirih mengenyang tidak Untuk melestarikan pusaka lama

3.4.2 Hubungan musik dengan tari persembahan

Tari Persembahan tanpa adanya musik, tidak akan menjadi sebuah pertunjukan. Persembahan dengan menyertakan susunan gerak yang dirangkai dengan elemen penunjang dan musik sebagai iringan, menjadi satu rangkaian yang lengkap untuk memberikan penyambutan yang diberikan penghormatan.

Dengan demikian tari dan musik saling berhubungan, menyatukan dan tak terpisahkan, namun demikian, musik iringan tanpa tari dapat dimainkan, tetapi tari tanpa musik tidak bisa dipertunjukan. Hal ini juga berlaku pada penyajian kesenian tari Persembahan, musik tari Persembahan dapat dimainkan tanpa ada tarian, musik disertakan sebagai kelengkapan dalam upacara adat masyarakat

Melayu.

Dalam tari Persembahan, hubungan antara musik dan tari dapat dijelaskan bahwa:

- Musik sebagai penentu,

Dalam hal ini musik menjadi tempo bagi penari untuk melakukan tarian dan menjadi patokan bagi penari. Mulai dari awal tarian, isi arian, hingga akhir dari tarian. Perubahan-perubahan yang ada dalam tempo musik akan membuat terjadinya dinamik dalam tarian dan menambah keindahan serta ekspresifnya

148

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 149

acara persembahan. Sehingga aturan-aturan dalam tempo musik harus dipatuhi penari, dalam menjawab keutuhan tarian. Dalam tari Persembahan, dari mengikuti tempo musik dan menjadikannya patokan dalam pengaturan gerak satu ke gerak berikutnya.

- Musik memberi irama (membantu mengatur waktu),

Sesuai dalam tari yang mengenal bahwa tari terdiri dari gerak-gerak yang

berirama, mengatur atau menentukan irama, sehingga sangat sulit menari tanpa ada musik. Hubungan musik dengan tari dalam hal mini adalah sebagai pengatur waktu (tempo), cepat dan lambatnya dari suatu rangkaian gerak, dan perlu saling mengisi dan saling mengiringi, dan menjadi penentu bagi keutuhan dan keselarasan tarian, serta menjadi pedoman dalam pergantian dari satu ragam ke ragam berikutnya.

- Memberi ilustrasi atau gambaran suasana.

Dalam tari, suasana atau ilustrasi sangat erat hubungannya dengan watak penari, terutama pada tari tradisional yang sangat memerlukan berbagai suasana.

Adapun watak dalam suasana tari antara lain watak luguh/ halus, watak lenyap/ ganjen, dan gagah. Dalam kesenian tari Persembahan, suasana yang dimaksud adalah penggambaran dari keadaan terciptanya seni Tari Persembahan yang berisi ungkapan kebahagiaan, keikhlasan, serta kepasrahan. Sehingga tidak ada penggambaran karakter dari penari. Penari seluruhnya mengungkapkan gambaran suasana yang sama, yaitu suasana gembira dan bahagia.

- Membantu mempertegas ekspresi gerak.

149

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 150

Dalam tarian sudah barang tentu mempunyai tekanan-tekanan gerak yang diatur oleh tenaga. Mempertegas ekspresi gerak akan lebih sempurna di iringi atau di pertegas oleh hentakan instrumen musik sebagai pengiring tari. Musik dalam hal ini menjadi upaya dalam membantu penari untuk lebih dapat menekspresikan gerak, dengan hentakan tempo yang cepat, sehingga memberi semangat kepada penari.

- Rangsangan bagi penari.

Musik tanpa tari bisa dimainkan, namun tari tanpa adanya iringan musik

tidak akan bisa disajikan, hal ini yang membuat bahwa musik menjadi

rangsangan bagi penari dalam mengekspresikan dari ragam satu keragam

berikutnya, sehingga rangkaian tarian menjadi harmonis.

107

150

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 149

BAB IV ETIKA DAN ESTETIKA TARI PERSEMBAHAN

4.1 Pandangan Masyarakat Melayu Terhadap Tari Persembahan

Persembahan merupakan ungkapan penghormatan kepada orang-orang yang dianggap terhormat dengan memberikan sesuatu yang dapat dihidangkan atau dipertunjukkan, yang menjadi ungkapan simbol dan bermakna bagi pemberi dan penerima. Persembahan pada awalnya dilakukan dalam berbagai kegiatan terutama pada upacara adat, maupun keagamaan. Dalam kaitannya dengan tari,

Persembahan menjadi satu ungkapan yang dilakukan khusus pada upacara- upacara adat, dengan menyajikan tarian sebagai bentuk penghormatan, dan ditempatkan pada awal acara.

Aktivitas menari bagi suku Melayu, pada awalnya hanya dilakukan sebagai hiburan setelah penat bekerja. Mereka menari dengan melakukan gerakan- gerakan yang tidak beraturan dan hanya ungkapan perasaan kegembiraan. Tidak adanya tarian yang digunakan sebagai upacara, menimbulkan inspirasi bagi seniman untuk menciptakan tari Persembahan, yang berlatar belakang kebiasaan dalam menerima tamu dengan memberikan jamuan berupa seperangkat sirih sebagai penghormatan. Dari latar belakang ini, kemudian mereka menyusun gerakan-gerakan lemah gemulai menjadi sebuah tarian, berdasarkan kejelian dari para seniman, sehingga terciptalah tari Persembahan seperti yang kita lihat hingga saat ini.

Tari Persembahan diciptakan sebagai tari yang dipertunjukkan pada upacara adat suku Melayu, sehingga bentuk-bentuk gerak dan elemen pendukung

149

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 150

dalam tari memiliki nilai-nilai norma, agama dan adat. Ada keunikan dalam tari ini karena tari Persembahan tidak dapat ditarikan di tengah ataupun diakhir acara, dan sebagai hiburan, walaupun tanpa adanya Persembahan dalam bentuk tarian, pelaksanaan kegiatan tetap dapat dilakukan. Menurut masyarakat Melayu kota

Medan tari Persembahan dapat menjadi sarana interaksi hubungan antara sesama manusia, karena mereka merasakan di dalam tarian ini terdapat identitas etnis, nilai-nilai budaya, lingkungan alam dan sosial yang mereka ikuti selama ini. Sifat- sifat yang ada dalam budaya Melayu nampak begitu jelas dalam penyajiannya, kesopanan, menghargai, penghormatan menjadi dasar utama, dan menjadi kekuatan bagi mereka. Tari Persembahan juga dapat menjadi sarana bagi suku

Melayu dalam memperkenalkan diri dalam balutan budaya Islam. melalui gerak, syair, musik. busana, yang tertuang menjadi dasar dalam tari-tari Melayu.

Kebahagiaan, kemuliaan yang menjadi dasar dalam penciptaan tari

Persembahan, menjadikan tari ini penting disertakan dalam berbagai kegiatan.Tari

Persembahan menjadi media bagi masyarakat untuk menunjukkan ekspresi masyarakatnya, bahwa tarian ini merupakan wujud ungkapan masyarakat dalam menerima tamu yang datang. Dengan sukacita mereka menerima kehadiran tamu dan menjamu dengan seperangkat sirih yang disusun dalam sebuah tepak.

Rasa sukacita ini juga menjadi dasar bagi para seniman dalam hal ini para koreografer untuk menciptakan garapan baru dengan berbagai ide, tanpa menghilangkan konsep Persembahan. Sehingga banyak tari Persembahanyang berkembang dengan berbagai pola dan bentuk garapan, serta menambah ciri keMelayuan dari perbendaharaan tari-tari Melayu. Dengan demikian aktifitas adat

150

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 151

yang menjadi bagian dalam kehidupan suku Melayu, dengan menempatkan berbagai kesenian sebagai materi/sajian baik utama maupun hiburan, menjadikan tari Persembahan sebagai wujud pola persaudaraan seperti yang dianjurkan dalam

Isalam untuk menjalin persaudaraan. Hal ini dapat diamati dari keseluruhan proses pertunjukannya, dari awal penciptaan hingga terselesainya pelaksanaan kegiatan.

4.2 Latar Belakang Persembahan Tari

Tari Persembahan dilakukan bila ada kegiatan-kegiatan adat suku Melayu, maupun kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahanan/instansi atau lembaga. Tari

Persembahan menjadi salah satu materi yang turut dipersiapkan sebagai simbol penghormatan/persaudaraandan menjelaskan bahwa kegiatan bisa dilakukan setelah prosesi penyambutan siap dilakukan. Dengan demikian tari Persembahan menjadi penting dan biasanya selalu ada. Di dalam kegiatan adat, tari

Persembahan dilakukan untuk menyampaikan ucapan selamat pada tamu yang memberikan pesan peghormatan dari tuan rumah.

Setiap kelompok masyarakat memiliki adat budaya yang menjadi panutan dalam bersikap maupun tingkah laku yang dijalankan dalam segala aktifitas.

Masyarakat Melayu terkenal dengan sifat sopan santun, berbudi bahasa serta penuh dengan adat budaya dalam menjalani kehidupan keseharian, seperti dalam pepatah, “tak Melayu hilang di bumi”. pepatah ini menjelaskan bagaimana suku

Melayu dalam mempertahankan adat budayanya dengan mewariskan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun, sehingga sampai kapanpun Melayu tidak

151

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 152

akan pernah hilang. Hal ini menandakan bahwa adat kebiasaan diutamakan dalam setiap kegiatan yang menyangkut ketradisian, seperti ketika mengadakan acara pernikahan, sunnah rasul, menabalkan anak, pengangkatan gelar, dan lain sebagainya. Untuk memulai acara, biasanya masyarakat Melayu menggunakan tepak sirih sebagai pembuka kata. Tepak sirih adalah seperangkat wadah berbentuk cembul untuk menyimpan racikan sirih dan merupakan salah satu syarat untuk di bawa pada saat upacara adat di beberapa daerah. Dalam adat bersirih, setiap bahan yang terkandung mempunyai pengertian dan membawakan maksud tertentu, termasuk tata cara penyusunan racikan sirih, sehingga nantinya memudahkan bagi tamu untuk memakannya.

Keberadaan tepak sirih dalam berbagai kegiatan, menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh suku Melayu dalam setiap perhelatan. Dalam perkembangannya, tepak sirih yang hanya disajikan tanpa ada tari, kemudian diperindah dengan menyertakan sebuah tarian dalam Perwujudannya. Aktivitas menari bagi suku Melayu, pada awalnya hanya dilakukan sebagai hiburan setelah penat bekerja, ataupun dalam kegiatan adat. Dalam kegiatan hiburan, mereka menari dengan melakukan gerakan-gerakan yang tidak beraturan dan hanya sebagai ungkapan perasaan kegembiraan. Berawal dari berbagai kegiatan dan kebiasaan masyarakat dalam menjamu tamu, membuat seniman tergerak untuk menciptakan sebuah tarian yang dapat menjelaskan keinginan dari tuan rumah untuk menerima tamu yang datang sebagai penghormatan. Para seniman Melayu mengkomposisikan tepak sirih dengan membuat gerakan-gerakan yang indah, lemah gemulai, menyesuaikan dengan maksud dari perhelatan. Akhirnya

152

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 153

komposisi antara gerakan dengan tepak sirih yang menjadi property dan menjadi simbol dalam penyajiannya kemudian menjadi sebuah tarian dan dinamakan dengan tari Persembahan.

Komposisi yang menarik, penuh adat istiadat menjadi hal yang patut untuk disajikan, dipertahankan, dan dikembangkan. Tari Persembahan mencerminkan bagaimana masyarakat Melayu berusaha menghormati sekaligus menciptakan suasana kekeluargaan terhadap para tamu. Ajaran budi pekerti Melayu yang tertanam dalam tari Persembahan, mengisyaratkan pentingnya melestarikan dua bentuk seni didalam Tari Persembahan, agar masyarakat Melayu tidak kehilangan jati dirinya, sebagai etnis yang sangat memegang teguh adat istiadat serta budaya, yang berdasarkan pada ajaran Islam sebagai pedoman dalam kehidupan.

4.3 Etika Dalam Tari Persembahan

Nilai merupakan idealisasi keinginan baik yang selalu dicita-citakan oleh manusia untuk mendapatkan derajat keluhuran. Nilai etis bersangkutan dengan tingkah laku perbuatan yang baik, susila yang menyangkut seluruh kepribadian.

Nilai etis bagi masyarakat Melayu tercermin dalam sikap dan kepribadian dalam bermasyarakat. Nilai etis merupakan ukuran dalam tingkah laku perbuatan manusia. Menurut Magnis Suseno terdapat dua kaidah yang paling menentukan dalam pola pergaulan masyarakat Melayu. Pertama rukun dan kedua hormat.

Rukun berati berada dalam keadaan selaras, tenang dan tenteram, tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu untuk saling membantu(1996: 39). Hormat bahwa setiap orang harus dapat membawakan dirinya sesuai dengan derajatnya,

153

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 154

dalam pengertian masyarakat teratur secara hirarki dan setiap orang wajib untuk mempertahankannya. Bagi yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat

(1996: 60).

Dalam hidup bersama antara manusia sebagai individu dengan masyarakat sering terjadi perbedaan norma sosial yang dianut, perbedaan sikap, perbedaan pandangan. Perbedaan norma yang terjadi sering dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan saling menghormati, memahami perbedaan norma yang ada. Setiap anggota masyarakat disamping mempunyai tanggung jawab umum juga memiliki tanggung jawab pribadi.

Norma-norma hidup yang berlaku diatur bersama agar tidak terjadi benturan kepentingan. Jika seseorang berbuat salah maka orang lain dapat memutuskan salah dan yang bersalah memperoleh sangsi. Orang yang salah dapat meminta maaf dan memperbaiki perbuatannya untuk tidak mengulanginya. Disini terjadi saling mematuhi dengan aturan yang ada. Aturan-aturan ini yang menjadikan kehidupan itu indah, karena terjagalah keseimbangan dalam semua aspek kehidupan.

Lain halnya jika perbuatan salah menyangkut nilai moral etik/ kode etik maka orang yang berbuat akan diputuskan menjadi orang yang tidak baik. Putusan tidak baik sama dengan tidak susila. Sangsinya berupa sangsi moral, misalnya kemudian orang dikucilkan dari masyarakatnya. Hukuman yang diterima ternyata lebih berat oleh karena menyangkut seluruh kepribadiannya. Dalam melaksanakan etika selalu terkait dua hal yang saling melengkapi yaitu hak dan kewajiban.

154

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 155

Setiap individu mempunyai hak dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat, namun demikian individu terikat kewajiban yang harus dilakukan.

Hak adalah menjadi tuntutan atau milik dari setiap manusia yang perlu diperjuangkan. Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan dengan a. benar, b. milik, c. kewenangan, d. menuntut, e. derajat, f. kekuasaan untuk berbuat sesuatu oleh karena ditentukan oleh undang- undang, dan g. wewenang untuk menuntut menurut hukum ( 2001: 382). Hak merupakan sesuatu yang diperoleh manusia setelah menjalankan kewajibannya. Jika seseorang tidak menjalankan kewajiban, maka tuntutan hak sulit untuk dapat terpenuhi. Hak asasi adalah hak yang mutlak harus diterima oleh anggota warga negara oleh karena bawaan dari kodratnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan. Hak asasi tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh negara. Hak itu misalnya hak untuk hidup. Wajib adalah pertama sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh tidak, kedua berarti sudah semestinya, harus. Adapun kewajiban berarti sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan (KBBI 2001:1266).

Dalam masyarakat yang lebih besar seperti negara kewajiban warga negara untuk berbuat menjadi mutlak harus dilakukan. Dalam hubungannya dengan kehidupan bersama masyarakat, jika hak dan wajib telah dijalankan maka akan tercipta suatu keharmonisan, keselarasan dan keadilan. Keadilan dari unsur kata adil. Moral adil dapat berarti seimbang, tidak berat sebelah, selaras, serasi.

Berbuat adil berarti melakukan perbuatan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Manifestasi keadilan dalam hidup bermasyarakat adalah keadilan

155

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 156

sosial. Tercapainya keseimbangan, keselarasan, keharmonisan dan keserasian antara pelaksana kewajiban dengan terpenuhinya hak. Keadilan dapat terjadi pada individu dalam memanfaatkan kemampuan fisik dengan psikis, antara jasmani dan rohani, antara pribadi yang otonom dengan makhluk Tuhan yang sempurna.

Secara singkat kata etika dapat kita artikan sebagai moral, kesopanan, atau tata krama. Dalam dunia seni tari, nilai etika beragam artinya sesuai dengan suku, agama, dan budaya yang dianut masyarakatnya. Nilai-nilai etika dalam tari menjadi keseimbangan dalam memahami alasan kenapa tari itu ada dan untuk apa.

Sehingga tari sebagai produk masyarakat, berlandaskan pada nilai-nilai yang dianut masyarakat penganut budayanya. Nilai etika dapat dilihat dan digali melalui filosofi dalam tari dari yang dapat dilihat dari struktur luar, sementara nilai estetika dapat diamati dari gerakan dan unsur pendukung, serta penampilannya yang disebut juga dengan struktur dalam.

Sebagai sebuah pertunjukan, Tari Persembahan mengandung nilai etis yaitu menimbulkan rasa nikmat bagi penonton serta menghibur. Tari Persembahan mengandung nilai, tontonan, tuntunan dan tatanan (Solichin 2007:75-82). Sebagai tontonan merupakan hiburan bagi masyarakat, sebagai tuntunan memberikan ajaran berupa nilai etis, tatakrama dalam adab menerima orang lain yang datang dalam kehidupan masyarakat Melayu, sedang tatanan merupakan anjuran berupa norma-norma atau aturan yang sebaiknya dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian etika menjadi aturan awal dalam setiap karya yang dihasilkan, agar alur dalam pertunjukan sesuai dengan format yang dipersiapkan.

156

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 157

Tari Persembahan, sebagai tari yang menjunjung tinggi adat dalam menerima tamu, memiliki filosofi tersendiri, selaras dengan konsep budaya

Melayu yang terekam dalam Folklore Melayu “alam terkembang menjadi guru, adat bersendi syarak,”syarak bersendikitabullah” artinya alam yang berkembang menjadi guru, adat bersendi pada hukum, hukum yang bersendi pada kitab Allah.

Tidak mengherankan, apabila budaya Melayu itu identik dengan Islami, yang tampak pada seluruh rangkaian pertunjukan tari Persembahan, mulai dari awal hingga air pertunjukan. Filosofy adat tidak hanya di buat saja, namun filosofi itu menunjukkan bagaimana, adat dan agama menjadi panduan bagi masyarakat dalam menjalankan segala aspek dalam kehidupan. Hal ini nampak jelas dalam pertunjukan tari Persembahan, antara adat dan agama tertuang dalam seluruh rangkaian tarian, baik dari sisi gerak sebagai untur utama, maupun unsur pendukung yang menjdi keutuhan tari.

Dalam berbagai kegiatan budaya, tari Persembahan diekspresikan melalui penghayatan estetika. Penghayatan etstetik ini tentunya berkaitan dengan etika yang ada pada tari Persembahan. Penghayatan ini dilakukan untuk tujuan yang diharapkan bahawa segala sesuatu yang diinginkan, dapat mengabulkan segala keinginan. Berkaitan dengan penjelasan di atas, nilai etika tari Persembahan dilihat dari keseluruhan pertunjukan yang harus dilakukan dengan tertib, sopan, dan santun.

157

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 158

4.3.1 Tertib dalam Tari Persembahan

Tertib menjadi kunci dalam setiap pertunjukan, apapun itu bentuk pertunjukannya. Tertib dilakukan dengan cara mematuhi struktur/tahapan/langkah dalam penyajiannya, dilakukan dengan perencanaan yang sudah dipersiapkan secara matang berdasarkan kesepakatan, baik dari pihak penyelenggara maupun orang-orang yang terlibat dalam kegiatan. Selan itu tertib juga dilakukan pada pelaksanaan proses pembelajarannya maupun pada saat pertunjukannya.

Tahapan pembelajaran tari Persembahan dengan mengawali pengenalan pada nilai-nilai filosofi dari sebuah karya tari tradisi menjadi unsur utama. Hal ini dimaksudkan, agar penari dapat memberikan rasa/resam ketika membawakan tarian. Selain itu pemahaman pada filosopi berkaitan dengan etika dalam melakukan tarian, yang terdapat pada unsur-unsur tari sebagai pendalaman menyampaikan pesan tarian.

4.3.1.1 Gerak

Gerak menjadi unsur utama dalam sebuah tarian, sehingga penataan dalam rangkaian gerakan menjadi penting. Rangkaian gerakan yang terpilih menjadi awal dalam penyusunan tarian. Dalam sebuah karya tari, susunan tarian mengikuti keinginan dari koreografer, baik dalam bentuk tari tradisi ataupun dalam karya tari kreasi. Tari Persembahan sebagai sebuah tari yang menjadi milik suku Melayu dan tari yang menyampaikan pesan penting dalam pertunjukannya, memiliki aturan-aturan yang mengikuti adat kebiasaan dan norma, berlandaskan pada adat Melayu dan ajaran dalam Islam. Susunan tari Persembahan tersebut

158

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 159

berisi tahapan-tahapan dalam pertunjukan yang terdiri dari awal, isi, dan penutup.

Tahapan ini menjadi keharusan agar tarian menjadi lebih tertata dan jelas pemaknaannya.

Gerak sembah dengan menangkupkan kedua tangan di depan dada, kepala menunduk, badan sedikit dibungkukkan, menjadi gerak awal sebagai bentuk penghormatan, dan menjadi susunan pertama dalam tarian. Aturan ini merupakan bagian awal dalam tahapan tari Persembahan, yang meletakkan gerak sembah sebagai posisi penting. Gerak sembah, bermakna melakukan sesuatu haruslah dimulai dengan berserah diri, memohon agar perkerjaan yang dilakukan tidak menjadi sia-sia. Sembah diberikan tidak hanya pada tamu maupun penonton, tetapi sembah pertama kali ditujukan pada yang menciptakan, yang memberi hidup, sehingga sembah menjadi aturan awal dalam memulai tarian.

Gerak sembah tidak hanya ada pada awal tari, tetapi sembah juga dilakukan ketika sirih diberikan, mempersilahkan tamu masuk, dan penari kembali ke ruang semula yang menandakan tarian telah selesai. Gerakan sembah tidak hanya gerak dengan bentuk menangkupkan dua tangan didepan dada, namun makna dibalik gerakan tersebut yang memberikan ciri khas dari keMelayuan.

Seluruh penari melakukan hal yang sama ketika sembah dilakukan, dengan rangkaian gerakan, kedua tangan bergerak perlahan dari bawah kedepan dada dan ditangkupkan. Posisi badan dibungkukkan, kaki kanan menyilang, kepala agak menunduk. Gerakan ini dilakukan tidak hanya pada saat memperi penghormatan, namun dilakukan juga pada saat pemberian tepak sirih kepada tetamu yang dibawa penari utama. Hal ini dikarenakan, posisi gerak sembah ini juga

159

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 160

merupakan etika dalam memberikan sesuatu kepada orang lain dalam bentuk penghormatan. Sembah menjadi simbol bagi Keihklasan dari tuan rumah/penyelenggara yang memberikan ruang bagi tamu dan penyelenggara untuk menyatukan maksud/kehendak dan tujuan dari kesepakatan dalam pelaksanannya.

Poto 4.1: Posisi badan dengan setengah menunduk dengan menekukkan kedua kaki dan bersilang kaki kanan di depan kaki kiri, kepala agak menunduk saat menyerahkan tepak pada tetamu, merupakan bentuk kepatuhan dalam keteraturan gerakan (dok, Deby 2016)

Tertib tidak hanya pada gerakan, posisi penari dalam tarian juga menjadi hal penting untuk dipahami. Posisi penari utama harus berada di tengah sejak awal taraian hingga selesai, namun ada juga yang melakukan posisi penari utama tidak beserta penari pengiring. Penari utama akan masuk setelah pergantian musik dari tempo senandung ke tempo gazal atau dari tempo lambat ke tempo sedang, dengan sebelumnya menunggu pergantian tempo untuk memberikan tepak sirih.

Dalam hal pemberian tepak Persembahan, penari utama boleh melakukan sendiri, dan boleh juga diiringi dengan dua orang penari pengiring. Perbedaan dalam

160

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 161

format ini bukan sebuah kesalahan ataupun karya tari yang berbeda, tetapi pengembangan dari format penciptaan awal, merupakan bentuk mengharagai dari adanya perbedaaan sesuai dengan norma yang disebutkan di atas. Perbedaan juga menjadikan kekayaan dalam perbendaharaan karya-karya tari yang dimiliki suku

Melayu.

Poto 4.2: Beberapa poto dengan pola garapan yang berbeda tetapi tetap memposisikan penari utama berada di tengah, baik dalam kelompok penari perempuan keseluruhan maupun dalam komposisi penari campuran. (dok Deby 2015)

Tidak ada pengkhususan pada saat pemberian tepak (penari utama boleh didampingi ataupun dilakukan sendiri) bermakna bahwa aturan-aturan dalam satu peristiwa disesuaikan dengan adat dalam suku Melayu. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa dalam budaya Melayu yang sesuai dengan ajaran Islam,

161

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 162

tidak memberikan pengkultusan pada seseorang, yang patut disembah hanyalah

Allah SAW. Semua manusia memiliki hak yang sama, memiliki kewajiban yang sama. Sehingga posisi penari utama bisa dilakukan oleh setiap penari, dengan menguasai aturan-aturan dalam tari Persembahan.

4.3.1.2 Musik

Tertib juga terdapat pada musik iringan, dimulai dari pantun yang disampaikan oleh pembawa acara (MC) yang berisi sebagai pembuka kata dalam acara, dibawah ini contoh pantun yang disampaikan dalam acara Konsolidasi dan

Kaderisasi dalam rangka Rapat Kerja Dewan Pimpinan Pusat Laskar Pelangi

Hang Tuah di Kota Medan:

Di awal kata Medan bermula pada Deli Warga hidup jiran berjiran Ijinkan kata diberi arti Selamat datang kami haturkan

Sebagai ucapan selamat datang dari kami

Tiada lebih kami menyambut Hanya dentuman irama gendang Semoga ibu bapa dapat terpaut Dengan tarian selamat datang

Kemudian musik pengiring memulai tugasnya dengan senandung yang dilantunkan oleh penyanyi menandakan mulainya tarian persembahan.

Pembawa acara sebagai penyampai maksud dalam acara, merupakan salah satu etika dalam sebuah acara, dan dari susunan acara yang disampaikan oleh pembawa acara untuk menjaga ketertiban dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam hal ini, budaya Melayu terbiasa mengawali pesan dengan menyampaikan pantun

162

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 163

berisi maksud dari apa yang akan dilakukan. Pantun menjadi ciri khas dalam adat

Melayu, setiap acara dalam adat Melayu, pantun menjadi ungkapan yang selalu ada sebagai penunjuk jati diri suku Melayu.

Musik pengiring dengan syair yang menyesuaikan digunakan sebagai tanda maupun patokan bagi penari. Musik tidak hanya memperindah ataupun tanda dalam mengatur tempo, tetapi musik menjadi “nafas” bagi penari. Berawal dari senandung yang dibawakan penyanyi, diikuti masuknya penari ke tengah ruang acara, penari akan lebih dapat menguasai rasa dari pesan yang dibawakan.

Musik dengan syair yang disenandungkan menjadi format yang selalu dijadikan sebagai awal dalam pertunjukan tari Persembahan. Permainan musik oleh permainan acordeon atau biola yang diikuti pukulan gendang menjadi tahapan berikutnya dari struktur pertujukan. Pada bagian ini melodi awal terdiri dari 4 ketuk yang dilakukan dari permainan acordeon menjadi awal dari hitungan gerakan tarian, dilakukan dengan gerakan gemulai untuk melakukan gerak sembah pembuka.

Musik dimainkan dengan khidmat dan penuh rasa, nyanyian senandung yang berisi pesan dengan gerakan mengikuti tempo musik, menjadi bagian ke dua dalam tarian. Pada bagian ini permainan musik masih dalam tempo senandung, mengiringi gerak dengan variasi beragam, memberikan isi keindahan, suka cita, kebahagiaan dalam sebuah pertunjukan. Gerakan-gerakan dilakukan merupakan isi cerita tentang keikhlasan melalui gerak gemulai tangan kekiri dan kanan, gerakan kepala mengikuti kemana arah tangan, yang dilakukan dengan penuh keindahan. Bagian terakhir yang menjadi inti dari pertunjukan ditandai dengan

163

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 164

sembah akhir dan penari utama bergerak memberikan tepak pada tamu, sementara musik berubah dari tempo senandung ke tempo gazal. Perubahan tempo ini tidak semua ada pada kelompok/sanggar dalam tari Persembahan. Pada beberapa kelompok masih tetap dalam tempo senandung dari awal hingga akhir tarian, dan di lanjutkan dengan “pecahan” musik yang bertempo mak inang. Sementara kelompok/sanggar yang lain menggunakan tempo gazal.

Perubahan-perubahan pada masing-masing format ini justru memberikan warna pada tari-tari tradisi Melayu, dan menambah perbendaharaan tari Melayu dengan berbagai variasi/bentuk. Perubahan menguatkan dari kepemilikan karya- karya tari yang dihasilkan, dan memberi ruang kebebasan ekspresi, namun tetap berpegang/berpedoman dengan aturan adat suku Melayu. Para pelaku (pemusik maupun penari) harus menyadari, kedisiplinan dalam menyajikan kesenian, agar penampilan dapat dilakukan dengan maksimal. Hal ini juga sesuai dengan dasar falsapah suku Melayu bahwa “ Melayu itu terurai, yang tersusun dalam masyarakat yang rukun dan tertib mengutamakan ketenteraman dan kerukunan, hidup berdampingan dengan harga menghargai secara timbal balik, bebas tapi terikat dalam bermasyarakat”. Sehingga tertib menjadi kunci utama bagai setiap pelaku (penari, pemusik, penyelenggara) untuk sama-sama bertanggung jawab dengan aturan dalam pertunjukannya.Seperti dalam pepatah Melayu:

“Menanam kelapa di pulau bukum, tinggi sedepa sudah berbuah, adat bermula dengan hukum, hukum bersandar di kitabullah”

Pepatah ini memberikan pemaknaan bahwa semua pekerjaan memiliki aturan dan norma yang dipegang teguh, sesuai dengan adat dan agama yang

164

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 165

memberikan pemahaman bahwa adat merupakan awal dari hukum dan hukum berpedoman pada kitab (Al‟quran). Demikian juga dengan pertunjukan tari

Persembahan sebagai sebuah karya tari yang didalamnya berisi pesan tentang kehidupan suku Melayu yang penuh dengan adat budaya yang berpedoman pada

Allah pencipta alam.

4.3.1.3 Properti

Tepak sirih merupakan properti yang digunakan pada tari

Persembahan, yang sekaligus menjadi ciri tari Persembahan, walaupun variasi gerak, busana, musik yang berbeda, namun tepak sirih menjadi keharusan yang ada pada tari Persembahan. Tepak sirih menjadi kelengkapan, namun apabila tepak tidak dipakai maka tarian bukanlah tari Persembahan. Dalam tepak sirih disiapkan kelengkapan yang berisi sirih, gambir, kapur, pinang, cengkeh, dan tembakau. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab III, berawal dari kebiasaan makan sirih dan pemberian sirih pada acara-acara adat Melayu, maka tari

Persembahan ada.

Properti tepak menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan susunan kelengkapan sirih di dalam tepak yang memiliki aturan dan makna dalam pengemasannya. Dalam pertunjukan tari Persembahan, isi tepak sirih tidak lagi ditempatkan dalam cembul, tetapi disusun dengan susunan daun sirih sebagai alas dari kelengkapan ramuan yang disusun melingkar menutupi tepak. Kemudian diatas sirih disusun gambir, cengkeh, kapur, tembakau, dengan penambahan bunga yang memiliki aroma harum, seperti bunga mawar, bunga kenanga, bunga

165

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 166

cempaka. Perubahan dalam susunan ini tidak merubah nilai dari tujuan persembahan, bahkan saat ini isi dari tepak ada kalanya disusun bombon/permen.

Hal ini dikarenakan, pertunjukan tari Persembahan tidak lagi menjadi keharusan dalam setiap acara, sehingga penambahan permen dianggap keterbukaan suku

Melayu dalam menerima tamu dan menghargai tamu yang bukan dari suku

Melayu. Selain itu, tamu tidak merasa asing dengan permen dan memakannya dari rasa sirih yang tentunya terasa aneh apabila tidak biasa memakannya. Rasa permen yang manis diartikan sebagai manisnya hubungan yang akan terjalin dengan diterimanya tepak sebagai simbol pesan persaudaraan. Walaupun sebetulnya bentuk penghormatan bukanlah keharusan dalam mengambil sirih dan kemudian memakannya, tetapi dengan memegang sirih dengan meletakkan kedua tangan di tepak sudah cukup sebagai simbol penerimaan dari tamu.

166

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 167

Poto 4.3 : Beberapa poto yang meletakkan tangan di atas tepak menyentuh sirih sebagai simbol penerimaan dari tuan rumah kepada tetamu. (dok Deby 2015)

167

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 168

Tabel 4.1 Etika dalam Tari Persembahan No Elemen Tertib Sopan Santun Tari 1 Gerak Susunan tarian 1. Dalam tari harus mengikuti Persembahan aturan yang berisi tidak boleh tahapan pertunjukan menari dengan dari awal, isi, dan mengangkat penutup. tangan tinggi- 1. Sembah menjadi tinggi. gerak awal sebagai 2. Meletakkan bentuk tepak dengan penghormatan tidak melebihi 2. Penari utama kaki apabila berada di posisi dalam posisi Bukan lebah tengah, apabila duduk sembarang lebah, ikut dalam 3. Posisi duduk lebah bersarang rangkaian tari dari dilakukan dibuku buluh, awal hingga akhir dengan bukan sembah 3. Penari utama boleh bersimpuh sembarang smbah, masuk setelah 4. Melakukan sembah bersarang tarian selesai gerak lemah jari sepuluh 4. Penari pengiring gemulai tidak semua ikut (bertempo dalam pemberian senandung tepak. Hanya 2 dengan gerak orang Penari yang lenggang, sauk, menjadi pengiring legar, melayah apabila diperlukan sesuai dengan koreografi

2 Musik Penari harus mengikuti tempo musik dalam memulai gerak pertama setelah berada di pentas.

Pemberian tepak dilakukan pada saat musik pengiring masuk pada pantun ke tiga

168

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 169

Syair Lantunan syair Syair berisi menjadi petanda untaian kata-kata awal penari masuk yang menyejukkan dalam arena/pentas sebagai ungkapan kegembiraan dalam menerima tamu 3 Property Dalam pemberian Tepak berisi sirih Para tamu (pejabat tepak harus dimulai dan khusus, pengantin) dengan tamu kelengkapannya menerima sirih undangan khusus (gambir, kapur, dengan mengambil 1. Perkawinan pinang, tembakau). sirih atau (diberikan pada meletakkan kedua kedua pengantin) Saat ini isi dari tangan di atas 2. Upacara adat (di tepak ditambahkan tepak berikan pada dengan permen dan tamu yang bunga yang paling biasanya memiliki dihormati) aroma (bunga 3. Pemerintahan mawar, kenanga, (diberikan pada melati, kemuning) pejabat khusus) Tempat Pertujukan tari Persembahan boleh dilakukan di halaman, dalam gedung, ataupun didepan pengantin. Pola lantai Di atas pentas: Posisi penari berada di atas pentas, sementara posisi tamu sudah duduk

Di halaman: Posisi penari di depan tempat kegiatan menghadap tamu. Posisi tamu berdiri menunggu hingga tarian selesai dan dijamu sirih serta dipersilahkan masuk

169

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 170

Di depan pengantin: Pengantin akan Posisi penari di berdiri ketika depan pengantin disuguhi sirih dan pengantin dalam posisi duduk Busana Memakai busana Penari Wanita: Melayu dengan memakai baju warna yang cerah, kebaya panjang, menonjolkan memakai kain kemegahan. (harus tetap menjaga Penari perempuan kesopanan) harus memakai kain tidak boleh diganti Penari laki-laki: dengan celana Memakai baju seperti pakaian laki- teluk belanga, kain laki, sebagai wujud sarung, celana kesopanan longgar, peci/ikat kepala

170

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 171

4.3.2 Sopan Santun

4.3.2.1 Gerak

Pemaknaan sopan santun bermakna semua tingkah laku yang ada, berlandaskan pada norma yang berlaku dikehidupan mereka, kesemuanya terkandung dalam tari Persembahan. Gerak yang tidak menyalahi peraturan dan norma adat, dengan tidak membuat pola-pola gerak dengan ruang lebar seperti: mengangkat tangan tinggi-tinggi melewati kepala, membuka kedua tangan kesamping, gerakkan kaki yang tidak diangkat tinggi untuk menutupi betis, melakukan gerakan dengan ruang kecil dan sedang. Pada saat meletakkan dan mengangkat tepak, juga harus dilakukan dalam posisi duduk bersimpuh. Posisi ini harus dijaga sebagai bentuk kesopanan dalam menghargai penghormatan karena di dalam tepak tersedia “sajian” yang akan diberikan.Walau pada kenyataannya masih banyak kelompok-kelompok yang melakukan pertunjukan tari

Persembahan dengan etika yang tidak sesuai, seperti melatakkan tepak dengan posisi badan duduk jongkok dalam memulai tarian. Tentunya hal ini terlihat

:sumbang”. Tepak bukanlah sekedar tempat meletakkan barang-barang, tetapi tepak memiliki makna yang tinggi dalam rangkaian persembahan. Dengan demikian patutlah setiap seniman/koreografer untuk memahami arti dari seluruh rangkaian, agar dalam penataan gerak harus memikirkan keseluruhan norma dalam tari.

171

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 172

Foto 4.4 : Pola sembah yang menyalahi etika tarian, dapat dilihat dari posisi duduk penari dengan duduk jongkok sebelah kaki dan tepak berada pada posisi kaki yang salah, (Dok. Deby. 2016)

4.3.2.2 Busana

Selain pada pola gerak, busana juga menjadi hal yang harus dijaga kesopanannya, dengan tidak menonjolkan bentuk tubuh dan juga memudahkan dalam bergerak, dan tidak mengenakan celana sebagai pengganti kain. Walupun saat ini sudah banyak yang memodifikasi bentuk busana, namun perubahannya masih tetap dengan menjaga norma-norma adat Melayu. Tidak dipungkiri, bahwa saat ini ada beberapa kelompok yang memodifikasi busana tari dengan menggunakan bahan yang memperlihatkan bagian dalam, dan menempatkan pakaian dalam (kemben) untuk dikenakan di luar. Dari sisi keindahan, busana dengan modifikasi baru ini terlihat indah dan menarik, namun dari sisi etika

Melayu, tentunya busana ini tidak layak untuk digunakan. Hal ini tentunya yang harus dipahami oleh para koreografer ketika dalam menentukan busana yang akan dipakai pada tari Persembahan.

172

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 173

Tidak adanya pengkhususan dalam busana tari Persembahan, bukan berarti untuk bebas mengembangkan busana tarian. Ada aturan-aturan yang mengikat yang menjadi panduan bagi para seniman, maupun kelompok-kelompok tari, dengan melihat kembali adat dan norma agama yang berlaku pada mayarakat

Melayu. Apabila setiap koreografer, ataupun kelompok memahami falsapah dan konsep dalam budaya Melayu, tentunya kesalahan terutama dalam etikan menari tidak akan dilakukan. Bukan hanya keindahan yang diperlihatkan dan ditonjolkan, namun etika dalam sebuah pertunjukan juga harus diperhatikan.

Nilai etika, selaras dengan kosep budaya Melayu yang terekam dalam folklore Melayu “alam terkembang jadi guru, adat bersendi sara, sara bersendi kitabullah/alquran” artinya alam yang berkembang menjadi guru, Adat yang bersendi pada kitab allah. Tidak mengherankan apabila budaya Melayu itu identik dengan Islam, yang tampak pada busana para penari yang selalu menutup tubuh baik busana pada penari laki-laki mapun busana pada penari perempuan.

Pemakaian baju kebaya panjang hingga betis, tentunya bukanlah sekedar pola busana, namun penggunaan ini merupakan bentuk kesopanan untuk menutupi tubuh dan tidak menonjolkan/memperlihatkan bentuk badan secara jelas.

Penggunan selendang selain sebagai pemanis dari kelengkapan busana, ditambah pemakaian kain juga sebagai etika menutupi tubuh. Apabila diperhatikan bahwa etika dalam berbusana ini menjadi keindahan dalam penampilannya.

173

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 174

Photo 4.5 : Busana yang dikenakan pada tari Persembahan dengan berbagai mode, namun tetap mengenakan baju kebaya panjang bagi wanita. Selain terlihat indah, busana tari Persembahan ini juga masih menjunjung etika dalam berbusana Melayu. (dok. Deby 2016)

Pemakaian busana tari Persembahan diutamakan kesopanan dan tetap tidak melanggar pada ajaran Islam yang mengharuskan bagi wanita untuk menutup aurat. Di mana pemakaian kain harus menutupi kaki hingga mata kaki, lengan baju yang menutupi tangan hingga pergelangan, serta pola baju yang tidak menonjolkan bentuk tubuh. Kesopanan ini dalam berbusana sangatlah penting, selain busana untuk menutupi tubuh, melalui busana juga dapat dilihat adat budaya suku Melayu.

174

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 175

4.3.3 Santun dalam tari Persembahan

4.3.3.1 Syair

Santun bermakna, segala ucapan yang terkandung dalam syair diucapkan dengan kata-kata yang tidak menyakitkan atau menghina orang lain. Ungkapan perasaan yang muncul adalah kegembiraan yang mempunyai kesantunan melalui pernyataan-pernyataan yang menghargai, permohonan, yang menunjukkan keikhlasan dari masyarakat terhadap tamu maupun para penonton. Santun juga dilakukan dalam bersikap ketika para penari memulai tarian dengan memberi penghormatan kepada tetamu, sebelum memulakan Persembahan dengan melantunkan syair yang berisi kata-kata menjunjung tinggi adat budaya dengan sirih sebagai simbol mendekatkan kita pada orang lain. Seperti dalam Hadis:

“sesungguhnya, setiap perkara itu tergantung pada niatnya, dan sesuangguhnya tiap perkara seseorang itu dihitung dalam niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menjelaskan tentang hubungan dalam bermasyarakat, dimana sebagai manusia patut untuk menyambung tali silaturahim yang merupakan perilaku yang sangat mulia dan bijaksana. Silaturahim berhubungan dengan ibadah sosial yang bersumber pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.

Seseorang yang bersilaturahim melimpahkan kasih sayangnya kepada orang- orang didekatnya. Untuk itulah, Allah swt telah menjadikan silaturahim sebagai sebuah amal saleh yang penuh berkah.

Syair yang dibawakan penyanyi menjadi titik awal untuk penari dalam menarikan tari Persembahan. Syair menjadi penentu, begitu terdengar lantunan syair, maka itu menjadi pertanda bagi penari memasuki ruang acara. Syair juga

175

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 176

menjadi pesan dalam tari Persembahan, kata-kata yang menjadi syair tari

Persembahan memiliki arti yang dalam bagi penyelenggara maupun tamu seperti:

Makan sirih berpinang tidak Lambanglah adat pusaka Melayu

Makanlah sirih berpinanglah tidak, berpinang lah tidak Pemerah bibir zaman dahulu Sirih dimakan mengenyanglah tidak, hai mngenyang lah tidak Adatlah resam puak Melayu

Sirih disusun didalamlah tepak, didalamlah tepak Bungalah mawar tuan jadi hiasan Walupun sirih tuan mengenyang tidak, hai mengenyang lah tidak Jadi penawar sepanjang zaman

Makan sirih mengenyang tidak tuan Lambanglah adat pusaka Melayu

Dari isi syair di atas, dapat dijelaskan, bahwa budaya Melayu dalam menghormati tamu, wajib untuk dilakukan, walaupun yang diberikan hanyalah sirih dan kelengkapannya yang tidak memberikan rasa kenyang. Makan sirih menjadi simbol bagi suku Melayu dalam keseharian, terutama dalam menghormati, sebagai bentuk keikhlasan, penerimaan, persaudaraan, persahabatan, yang biasanya diberikan pada jamuan pernikahan, kedatangan tamu agung, dan lain sebagainya. Selanjutnya pesan yang terkandung dalam unsur pendukung tari Persembahan adalah sederhana, jujur, bijaksana, berpegang teguh pada adat dan agama serta terbuka dan demokratis. Pesan dari syair di atas juga menunjukkan betapa tingginya adat Melayu dalam menerima tamu, penuh keihlasan, suka cita dengan datangnya tamu yang menambah persaudaraan dan menjaga tali silaturahim.

176

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 177

Syair pada bait bertama merupakan awal masuk penari ke dalam arena, untuk memulainya Persembahan, yang dilanjutkan dengan bunyi acordeon 4 hitungan dan dilanjutkan dengan pukulan tung pada gendang, yang menandakan hitungan 1 pada tari untuk mengambil gerak sembah. Pada syair ke dua, merupakan isi dari tari dengan memberikan pola-pola gerak bervariasi yang memberikan pesan kemuliaan tamu dan keikhlasan tuan rumah. Pesan dari syair ini, juga mencerminkan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial, yang menjadi kewajiban juga menjadi kebutuhan hidup yang tidak dapat ditinggalkan.

Syair ketiga menjadi petanda bagi penari utama membuka tepak atau mengambil tepak yang semula diletakkan, dengan tutup tepak berada di bawah.

Biasanya terjadi perubahan irama musik dari tempo senandung menjadi tempo gazal, namun tidak semua kelompok melakukan hal yang sama. Kemudian penari utama berdiri untuk kemudian melanjutkan tugasnya dengan memberikan sajian sirih dalam tepak pada tamu yang dihormati.

Syair dalam tarian menjadi patokan dalam menari, kemudian dilanjutkan dengan syair yang disampaikan oleh pembawa acara dengan ucapan salam :

Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat datang kami ucapkan mohon serta keberkahan dan kemampuan kehadirat Allah kitatujukan. Semoga pertemuan mendapat kesyukuran menurut adat resam Melayu apabila kita kedatangan tamu, tepak sirih disorong, selalu begitu adat sejak dahulu, kapur dan gambir tembakau di dalam pinang menghadap sirih menyembah, Tertegun rasa hati di dalam Semoga tamu yang datang membawa tuah,

Sambil penari memegang tepak sirih untuk dihadapkan kepada tamu, kemudian pembawa acara melanjutkan perkataannya.

177

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 178

Tepak sirih kami persembahkan Sila nikmati dimakan Ujud beriring serta kiasan Setepak sirih sejuta pesan

Setapak sirih penuh berisi Jika sudah tuan hamba rasai Seandai pahit usah dikeji Seumpama manis usah dipuji

Seperti kata sebuah pantun :

Ikan bilis ikan tenggiri Dimakan nenek puan dari malaka Silahkan makan sirih kami Sebagai obat pelepas dahaga

Makna yang terdapat di dalam pantun pembuka kata tersebut adalah ucapan selamat datang dari tuan rumah kepada tamu yang telah sampai dengan selamat, tidak lupa mengucapkan puji syukur kehadirat Allah swt serta memanjatkan doa agar pertemuan yang dilaksanakan diberkati-Nya. Menurut adat istiadat masyarakat Melayu Deli tepak sirih diberikan sebagai tanda tuan rumah merasa bahagia dan berharap tamu yang datang membawa kabar baik, serta penari mempersilahkan tamu untuk mengambil sirih atau hanya meletakkan tangan di atas tepak menyentuh pinggir tepak. Setelah sirih diterima, menandakan prosesi acara penyambutan selesai dan para penari dipersilahkan kembali ke tempat semula.

Melihat prosesi kegiatan penyambutan tamu, menunjukkan kebahagiaan yang dari tuan rumah dengan kehadiran tamu dalam mengikuti acara seperti dalam pantun Melayu:

Bagaimana hati kita tak merasa bahagia Yang dinanti telah tiba Bukan main rasanya bahagia

178

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 179

Wajib disambut dengan adat lemabaga

Cempedak jambu tanaman kami Sungguh sarat dahan berubah Takkan Melayu hilang di bumi Demikian sumpah Hang Tuah

Lubuk Pakam si rantau panjang Rantau panjang kampung nelayan Hidup berpaham puak Melayu Ajaran agama jadi amalan

Dari tari Persembahan, kita boleh belajar adat, norma, sopan santun dan memahami bagaimana kehidupan masyarakat Melayu. Akhirnya bila segala aktivitas pertunjukan ini dilakukan dengan penghayatan estetik dan etis yang baik, maka segala keinginan yang diharapkan tentunya dapat dikabulkan dan

Persembahan boleh dilakukan dengan maksimal.

4.4 Estetika Pertunjukan Tari Pesembahan

Penilaian estetika seseorang dipengaruhi oleh ketajaman penghayatan, suasana emosional, kebebasan, selera, pengalaman, keleluasan apresiasi, ide keindahan, kebenaran, kenikmatan, realitas, sistem nilai, dan rasa aman, karena nilai- nilai tradisi yang telah mapan dalam moral, agama, prinsip, politik, sosial, dan elemen-elemen magis mungkin tidak disadari adanya. Menurut Ellfeldt (1976:

136), estetika membahas tentang teori filosofis tanpa memberi rumus objektif atau bukti-bukti, yang sasarannya untuk membahas aspek-aspek nilai dari sebuah penghayatan. Pembahasan yang menitikberatkan pada kajian etika dan estetika tari Persembahan Melayu, bukan berarti melupakan kaitan nilai-nilai keindahan tari dengan nilai-nilai budaya Melayu yang lain, karena pertama, sebuah karya

179

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 180

seni tidak bertanggung jawab atas kualitas dan penerimaannya oleh penonton.

Tanggung jawab ini dipikul oleh keadaan budaya asal karya tersebut. Karya seni bukan sebuah benda yang ditempelkan begitu saja kepada sekelompok masyarakat. Kedua, karya seni timbul dari kualitas yang menjadi ciri-ciri pokok dari masyarakat induknya. Jika masyarakat yang menghasilkan berantakan, maka karya seni yang dihasilkan akan mencerminkan gambaran di atas. Jika masyarakat yang menghasilkannya kokoh dan moralistik, maka keseniannya pun akan menggambarkan hal yang serupa (Nikolais, 1956: 74).

Hal ini menyebabkan Chairul Harun menyarankan untuk mengamati karya- karya tari Indonesia secara artistik antropologis. Saran tersebut didukung oleh pengamat tari lain. Pendekatan semacam ini memang tengah ramai dibicarakan, terutama di kalangan para ahli antropologi tari, seperti pernyataan berikut: Tari adalah salah satu ekspresi budaya yang sangat kaya, tetapi paling sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Mengamati gerak laku sangat mudah, tetapi tidak mengetahui maknanya. Tari dapat diinterpretasikan dalam berbagai tingkat persepsi. Untuk memahami maksud yang hendak dikomunikasikan dari sebuah tarian, orang perlu tahu tentang kapan, kenapa, dan oleh siapa tari dilakukan.

Dalam mengukur kedalaman sebuah tarian atau menjelaskan sebuah pertunjukan dari kebudayaan lain dituntut pemahaman cara dan pandangan hidup masyarakat yang menciptakan dan menerima tarian tersebut (Kuper via Snyder, 1984: 5).

Tari Persembahan adalah seni tari yang dipadu dengan seni musik, yang menyatu dalam satu rangkaian, memiliki pesan dari property tepak sebagai simbol penghormatan. Kesenian ini sudah hidup cukup lama tanpa diketahui siapa

180

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 181

penciptanya, dan berkembang hingga sekarang. Dalam tari Persembahan tidak hanya simbol penghormatan yang dimunculkan, namun sebagai sebuah tarian, keindahan dalam penyajian juga menjadi satu susunan tanpa meninggalkan etika dari konsep Persembahannya.

Estetika menurut A.A.M, Djelantik adalah suatu ilmu yang mepelajari segala suatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari segala aspek dari apa yang kita sebut keindahan. Indah dalam kategori ini berhubungan dengan apa yang kita sebut baik atau tidak baik dalam sebuah pertunjukan tari. Keindahan tari akan dapat dilihat melalui pertunjukannya sebagaimana yang diungkapkan oleh

Djelantik, bahwa untuk menetapkan estetika semua benda atau peristiwa kesenian adalah mengandung tiga aspek dasar yaitu, wujud atau rupa, bobot atau isi, dan penampilan atau penyajian. Ketiga aspek itu akan dirujuk untuk membahas tari

Persembahan.

4.4.1 Bentuk/Wujud dan susunan dalam Tari Persembahan.

Sesuai dengan pendapat Gie bahwa keindahan dalam seni mempunyai hubungan yang erat dengan kemampuan manusia menilai karya seni tersebut.

Kemampuan ini dikenal dengan istilah ”citarasa”. Nilai estetika yang dijelaskan pada penelitian ini dapat saja berbeda dengan penilaian, pandangan peneliti dengan pihak lain. Kemudian berdasarkan Djelantik bahwa aspek estetika adalah wujud dan bobot. Wujud terdiri dari bentuk dan susunan, sedangkan bobot terdiri dari suasana, ide/gagasan serta pesan. Demikian juga dalam Humar

Sahman, bahwa estetika dapat dikaji dari wujud, bobot, dan penampilan.

181

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 182

Selanjutnya Djelantik menyatakan bahwa kajian estetika dapat dilakukan dengan cara obyektif dan sabyektif.

Kajian obyektif adalah kajian yang berdasarkan atas apa yang dilihat dan didengar. Sedangkan kajian sabyektif adalah setelah melalui kajian obyektif, dari itu muncul penghayatan dan pemahaman. Kajian obyektif dalam penelitian ini berkaitan dengan wujud, dan kajian sabyektif dikaitkan dengan bobot.

Purwatiningsih (1998: 50) menyatakan bahwa unsur tari terdiri dari unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama adalah gerak yang menjadi media dalam penyampaian pesan, dan unsur penunjang adalah pola lantai, penari, musik, busana dan tata rias, properti dan tempat pertunjukan. Jadi penelitian ini mengkaji estetika yang dianalisis dari wujud dengan aspek bentuk dan susunan unsur utama serta unsur penunjang tari. Sedangkan bobot dikaitkan dengan suasana, ide/gagasan dan pesan yang terkandung dalam unsur utama dan unsur penunjang gerak, sehingga keutuhan tari tampak jelas tertuang dalam tari Persembahan.

Pengertian wujud menurut Djelantik, mengacu pada kenyataan yang nampak secara konkrit maupun kenyataan yang tidak tampak secara konkrit, yang abstrak hanya bisa dibayangkan, seperti sesuatau yang diceritakan atau yang dibaca dalam buku. Berkaitan dengan itu, tari Persembahan adalah sesuatu yang tampak secara konkrit sedangkan hal yang tidak tampak terlihat unsur elemen dalam tari yang memiliki arti, yang menjadi inti/isi dalam tujuan pertunjukan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa semua jenis kesenian baik yang konkrit maupun yang abstrak, wujud yang ditampilkan dan dapat dinikmati mengandung dua aspek yaitu aspek bentuk dan aspek isi.

182

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 183

4.4.1.1 Aspek bentuk

Aspek bentuk dalam tari Persembahan sudah diuraikan pada bab sebelumnya (Bab III), yang menjelaskan dari sisi aspek visual dan aspek audio.

Kedua aspek ini menyatu dalam susunan tari dan terhubung antara satu dengan yang lainnya. Tari Persembahan seperti pada umumnya tari-tarian tradisi lain dalam tahap Persembahannya tidak jauh berbeda. Di mana bentuk

Persembahannya dibagi dalam beberapa tahapan yaitu: tahapan awal, tahapan isi dan tahapan penutup. Ketiga tahapan ini tertuang dalam aspek bentuk visual dan aspek audio. Diawali dengan syair “makan sirih berpinang tidak, lambanglah adat budaya Melayu” yang dilantunkan oleh penyanyi untuk mengiringi penari

Persembahan memasuki arena pertunjukan, memberikan tanda bermulanya tari

Persembahan. Awal tarian memberikan ungkapan bentuk rasa syukur, suka cita dengan hadirnya tamu yang diharapkan. Melalui pola-pola gerak dasar Melayu yang disusun menjadi satu rangkaian tari menunjukkan keindahan hati masyarakat

Melayu.

Salah satu hal yang membuat kita dapat merasakan keindahan sebuah gerak tari adalah ketika pelakunya mampu menarikan dengan kekuatan, kelenturan, keseimbangan dan koordinasi yang sempurna, sehingga rasa gerak yang dilakukan merambat dan dirasakan oleh penonton. Faktor pertama yang mempengaruhi estetika gerak tari adalah keterampilan atau kemahiran melaksanakan gerak, dengan baik sesuai dengan tata aturan dari masyarakatnya. Hal ini berkaitan dengan teknik penari dalam membawakan tarian yang memiliki tujuan

Persembahannya.

183

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 184

Sebagaimana halnya tari tradisi, ada dua hal utama dalam membicarakan tari tradisi Melayu. Pertama, adanya pola-pola gerak yang menjadi dasar penyusunan tari. Kedua, adanya aturan dan konvensi yang menentukan pengaturan pola-pola yang membangun ragam-ragam gerak. Teknik dalam tari tradisi dimaksudkan sebagai keterampilan mengkoordinasikan gerakan-gerakan tubuh untuk melakukan ragam gerak sesuai dengan aturan dan konvensi yang berlaku dalam tarian yang bersangkutan.

Penilaian keindahan gerak tari tradisi sering dipengaruhi oleh faktor sosial, kesukuan, emosional, agama, dan kepercayaan setempat. Dalam menarikan tari

Melayu misalnya, pasangan penari pria dan wanita bergerak berdekatan, tetapi tidak boleh saling bersentuhan, juga dibedakan gerak tari ideal pria dan tari wanita. Mansur (t.t.) berpendapat, penari wanita sebaiknya menonjolkan sikap badan yang tertutup dan cenderung membungkukkan badan 15 cm, dan gerakan yang lemah lembut, sedangkan penari pria dengan sikap badan dan gerakan yang gagah. Demikian halnya juga dalam tari Persembahan, yang secara bentuk visual, terlihat keindahan dari pola-pola gerak yang dilakukan dengan kelembutan yang mengalun tidak terputus, seperti air mengalir dari hulu menuju hilir dengan mengalir yang sesekali menampakkan riak-riak kecil. Semua ini tampak jelas pada pola-pola gerak yang tersusun.

184

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 185

4.4.1.1.1 Tahapan Dalam Persembahan

a. Tahapan Awal

Pola gerak melenggang yang menjadi gerak dominan menjadi tahapan awal dalam sajian tari Persembahan. Pola gerak ini menjadi pola gerak utama yang dilakukan pada awal tarian, kemudian menjadi transisi dari gerak satu ke gerak berikutnya yang dilakukan dengan berjalan ataupun dengan berlari kecil. Apabila diperhatikan, sekilas pola gerak melenggang terlihat tidak menarik dan mudah dilakukan, namun sebaliknya dengan gerak yang sederhana seperti gerak berjalan, hal ini menjadi sulit. Dikarenakan, dalam menarikannya, penari harus memberikan rasa pada dirinya untuk dapat melakukan gerakan tersebut. Secara teknik, pola gerak ini dapat dipelajari dengan cepat, tetapi tidak dengan rasa yang dalam bahasa Melayu disebut juga dengan resam, diperlukan ketajaman dari penari untuk dapat menghayatinya sehingga akan terlihat jelas pada pernyajiannya. Dengan demikian keindahan bukan terlihat pada bentuk geraknya, melainkan rasa yang menjadi pembawan dari pesan dalam tari Persembahan yang menjadi inti utama. Gerak melenggang merupakan gerak yang menunjukkan sifat perempuan suku Melayu, seperti dalam pepatah “semut diinjak tidak mati, antan dipukul patah tiga”. Pepatah ini jelas menyatakan bagaimana perempuan suku

Melayu dalam menjalani kehidupan, dibalik kelembutan sebagai wanita, tertanam ketegasan dalam menyelesaikan persoalan, termasuk dalam kegiatan penghormatan pada tamu. Sehingga pada umumnya yang menarikan tari

Persembahan biasanya ditarikan oleh perempuan, dengan memberikan pola-pola gerak lembut, lemah, yang menonjolkan keindahan sebagai simbol penghormatan.

185

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 186

Penonjolan dari simbol ini bukanlah melihat kecantikan, kemolekan seorang wanita, tetapi kelembutan yang halus, melalui gerak, pola dan rangkaian keseluruhan tari menjadi keindahan yang nyata dalam sebuah Persembahan.

Pola gerak melenggang juga menjadi pola dasar yang memiliki arti awal dari sebuah kegiatan dan awal dari seseorang melakukan sesuatu kehendak.

Prinsip jalan melenggang yang lembut dan mengalun bukanlah sebuah kelambatan dalam melakukan suatu pekerjaan, tetapi lembut dan mengalun adalah, memikirkan dengan hati-hati sebelum bertindak. Dalam kehidupan penuh dengan cobaan, sehingga dalam perjalanannya harus pandai-pandai untuk menghindarinya agar tidak mencelakai. Pola ini nampak pada gerak berlari-lari kecil dengan kehati-hatian untuk menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh dan kembali mengingat diri. Dengan demikian proses perjalanannya ini akan menghasilkan keinginan yang sesuai dengan harapan dan keinginan. Sesuai dengan keinginan pelaksanan dalam sebuah acara dalam menyambut tamu, dimana melalui langkah-langkah penari, akan tersampaikan isi pesan tentang kehidupan yang harus dijalani yang perlu keikshlasan untuk siap menghadapai.

Keikhlasan tergambar dalam gerak-gerak tari Persembahan, dengan gerak berlari kecil,kedua tangan dikembangkan di bawah ataupun menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada, dilakukan semua penari dengan penuh kehati- hatian, tetapi penuh keindahan, seperti yang terlihat pada poto di bawah (poto

4.1). Dilanjutkan dengan gerak menyembah, merupakan penghormatan dalam posisi duduk maupun berdiri dalam pola lantai sesuai kreatifitas seniman. Pola ini menjadi pola awal, walaupun tidak semua kelompok melakukan pola gerak yang

186

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 187

sama. Menjadi penanda dalam keikhlasan adalah jalan awal memasuki arena pentas, yang memberikan tanda bahwa, hidup harus dimulai dari awal dan ada akhir,

Photo 4.6: Pola gerak awal masuk ke tempat acara dengan posisi kedua tangan bertumpu di depan dada, mengepitkan ketiak, untuk menyembunyikan aurat. (dok: Deby 2014).

Pola gerak duduk bersimpuh dan memberi hormat memiliki arti yang sangat dalam, mengisyaratkan manusia lebih mengenal pada sang pencipta, untuk lebih mendekatkan diri, bersyukur, ikhlas dan mawas diri. Dengan menyerahkan diri sepenuhnya pada sang pencipta, kerelaan dalam menerima tamu tersampaikan. Pemaknaan demikian, dapat mengingatkan pada penari untuk tidak menjadi takabur, sombong, menonjolkan kemampuannya lebih baik daripada penari yang lain, yang tentunya akan mengganggu jalannya pertunjukan. Masing- masing peran dalam tari Persembahan saling menguatkan untuk kesatuan yang akhirnya, menunjukkan keindahan sebuah penghormatan. Untuk itu mereka perlu mengingat dan memaknai arti dari makna gerak tersebut, sehingga pertunjuan boleh dilakukan dengan sebaik-baiknya.

187

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 188

Photo 4.7: Penghormatan yang diberikan sebelum memulai tarian, dengan posisi duduk maupun berdiri, dan pola lantai yang berbeda (dok. Deby, 2013).

Kebersihan hati dalam menerima tamu juga tertuang pada ragam gerak berikutnya, dimana setelah tepak diletakkan dan memberi penghormatan, yang kemudian dilanjutkan gerak “memetik bunga”, yang bermakna memulai sebuah kegiatan, sebaiknya bertawakal, menyerahkan diri pada yang kuasa, agar pelaksanaan kegiatan di berkahi dan tidak mendapat kendala. Dengan bentuk gerak memutar yang ditumpukkan pada pergelangan tangan, dilakukan penuh kelembutan, namun diberi ketegasan/aksen pada sendi tangan. Sehingga penyerahan diri dengan hati yang bersih, akan memberikan hasil yang diharapkan. Di sini, peran penari harus dapat mengekspresikan pesan dari tujuan diberikannya tepak, sebagai wujud dari persaudaraan yang akan dilakukan. Hal itu tertuang dari keikhlasan hati yang tercermin dari keseluruhan elemen tari yang sedang dipertunjukkan.

Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia wajib menjaga kesucian hatinya, agar penyakit hati di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, tamak, rakus, pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria,

188

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 189

ujub, takabbur, tidak menghinggapi. Dengan demikian Persembahan akan membawa arti dan menjadi penyambung pesan dari penyelenggara kegiatan/tuan rumah pada tamu yang datang. Hal ini juga menjadi ajaran dalam adat istiadat yang dianut masyarakat Melayu yang sudah menjadi kebiasaan secara turun temurun dan tertuang dalam berbagai kegiatan upacara adat mereka.

b. Tahapan Isi

Tahapan isi dalam tari Persembahan merupakan isi dari tarian yang mengandung pesan dari dipertunjukkannya tari Persembahan. Pada tahapan ini ada beberapa motif bentuk gerak yang menjadi motif gerak utama yaitu: memetik bunga, sauk, melambai, dan membuka tepak, dan gerak transisi seperti legar (lari kecil berkeliling) maupun lari ditempat. Motif-motif gerak ini merupakan rangkaian dari berbagai variasi gerak, baik yang menjadi gerak utama maupun gerak yang mendukung, dengan lebih menonjolkan sisi estetik. Artinya dari setiap motif gerak utama, kemudian dirangkai dengan gerak Melayu lainnya, sehingga membentuk satu motif gerak baru. Kesemua gerak ini menjadi gerak keindahan dalam rangkaian ragam-ragam gerak tari Persembahan.

Tahapan isi memberikan pemaknaan dalam menerima tamu, melalui pola- pola gerak utama dan transisi, terungkap pesan dalam penghormatan. Secara garis besar pertukaran ragam-ragam gerak tari dalam tahapan ini menyesuaikan dengan isi cerita yang tidak terlepas dari irama lagu, dengan kata lain terjalin persenyawaan yang kuat antara irama lagu dan gerak tari, didukung dengan isi syair yang tampak jelas pemaknaannya. Pola gerak memetik bunga, tidak hanya

189

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 190

memancarkan keindahan gerak pada ayunan tangan yang lembut kesamping maupun ke depan, namun lebih dalam dari itu, pemaknaannya lebih diutamakan pada kesopanan perempuan Melayu yang menjunjung tinggi adat dan agama.

Pola gerak sauk, memberikan pemaknaan untuk mengajak dan membawa tamu ke tempat/rumah untuk masuk kedalam. Pola ini dilakukan dalam posisi duduk maupun berdiri dengan menarik badan kebelakang dan tangan yang seolah- olah mengambil sesutau. Pola gerak sauk tidak hanya pola yang memberikan keindahan saja, namun pola gerak ini memberikan kedamaian pada pendatang yang diterima dengan “tangan terbuka”. Begitu pula pada gerak legar, melambai, tidak hanya membentuk pola keindahan saja, masyarakat Melayu telah memberikan arti yang menyesuaikan dengan tariannya. Walupun pada tahapan ini, ada bentuk-bentuk gerak yang tidak memiliki pesan, yang diutamakan adalah keindahan dalam penyatuan ragam-ragam gerak, sehingga menarik untuk dinikmati.

Pada tahapan isi, Masyarakat Melayu dalam menuangkan keinginan dan pengalaman dari masyarakatnya. Dengan adanya keinginan dari masyarakat

Melayu untuk menghormati dan mengharagai tamu yang datang, maka mereka menciptakan gerak-gerak penyambutan yang ditata, serta memiliki keindahan yang dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Dalam pertunjukannya, gerak-gerak tari Persembahan mengalami perubahan baik dari bentuk gerak, maupun elemen pendukung dalam tari. Perubahan ini disesuaikan dengan konsep pencipta berdasarkan acara yang diselenggarakan, namun perubahan dilakukan tetap dalam koridor resam Melayu yang berdasarkan pada adat dan agama Islam. Sehingga

190

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 191

apabila diperhatikan, setiap kelompok/group berbeda, dan masing-masing membuat ciri kelompoknya yang akhirnya membedakan dengan kelompok/group lain. Kesemua pola gerak memberikan keindahan dari wujud maupun isi tarian.

Melalui gerakan yang disusun dengan dinamik yang tertata sesuai garapan dan konsep Persembahan, didukung dengan pemberian tepak sebagai simbol persahabatan/persaudaraan, tampak jelas pesan yang mau disampaikan.

c. Tahapan akhir

Tahapan akhir dari tari Persembahan ditandai dengan majunya penari yang membawa tepak sebelum berakhirnya tarian. Tepak yang dijadikan sebagai wadah/tempat seperangkat sirih telah dibuka tutupnya, ketika pola gerakan masih dalam posisi duduk dan melakukan sembah terakhir. Namun kadang kala tutup tepak ada yang dibuka ketika penyuguhan tepak pada tamu, ataupun dibuka sejak awal tarian.

Pertunjukan tari Persembahan menunjukkan adanya keseimbangan hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan penciptanya (Tuhan). Dalam tataran ini manusia tidak boleh sesuka hati dirinya melawan alam, Tuhan, dan manusia lain. Dalam hidup, apabila keseimbangan ini terjaga, maka akan tercapai keharmonian. Dengan demikian bahwa suku Melayu adalah masyarakat yang menyukai hubungan sosial yang harmoni. Melalui tarian, keseimbangan yang dimaksud terwujudkan, dimana keseluruhan unsur dalam tari memaknakan hubungan persaudaraan dengan memberikan penghormatan melalui sajian tepak yang diiringi dengan tarian.

191

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 192

Sedangkan hubungan dengan tuhan, terlihat dalam pepatah “adat bersendi syarak, syarak bersendi alkitab/kitabullah”. Hal ini menyatakan bahwa suku Melayu dalam melakukan segala aktivitas tetap berpedoman pada adat dan agama yaitu

Islam.

Pemaparan di atas menggambarkan bahawa hubungan sosial masyarakat

Melayu tercermin pada pertunjukan Tari Persembahan yang diwakili oleh pelaksana kegiatan dengan masing-masing sistem berperanan sesuai dengan fungsinya. Pada tataran penari, maka penari utama yang membawa tepak, akan melakukan peran sebagai pembawa pesan melalui tepak dan isinya. Dengan kehati-hatian dalam melakukan gerakan karena membawa sesuatu yang nantinya diberikan. Demikian juga dengan peran penari lainnya, yang memberikan dukungan dengan tetap menjaga pola pada penari utama untuk tetap berada pada posisi tengah, baik dari awal tarian hingga selesainya pertunjukan tarian ini.

Hal ini merupakan konsep dalam menjalin hubungan silaturahim antara manusia yang mendahulukan kebersamaan hidup. Konsep silaturahim merupakan kondisi berbuat baik kepada kerabat untuk menyambung hubungan sosial dalam berkehidupan. Silaturahim sendiri dapat dilakukan dengan harta, benda, pelayanan, kunjungan, salam, dan lain sebagainya. Poin menyambung atau menghubungkan menunjukkan ada sebuah proses aktif dari sesuatu yang pada mulanya tidak ada ikatan menjadi terikat atau dari sesuatu yang tidak tertata menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Sehingga konsep silaturahim ini akan membuat terjalinnya hubungan kekerabatan, perkawinan, dan lain sebagainya.

192

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 193

4.4.1.2 Unsur penunjang tari persembahan

Keindahan dalam aspek visual tidak hanya terlihat pada pola gerak, yang ditata para koreografer sesuai konsep dari Persembahan yang diinginkan, namun keindahan juga tertuang dalam unsur penujang dalam tari yang menajdi satu kesatuan dalam melengkapi Persembahan sebagai penghormatan kepada tetamu.

Unsur penunjang tari secara umum terdiri dari: musik, pola lantai, penari, tata rias, busana, properti dan tempat pertunjukan. Medium tari adalah gerak, sedangkan alat yang digerakkan adalah tubuh. Oleh karena itu, untuk dapat memahami tari, orang harus memahami bagaimana menggunakan “alat” tersebut.

Esensi tari adalah integrasi tubuh dan jiwa, serta integrasi antara pengalaman batiniah dan pengalaman lahiriah secara konseptual dan estetika.

Proses sebuah tarian diawali dengan pengalaman jasmaniah yang secara naluriah mengatur dirinya secara ritmik. Dengan demikian pengaturan ritmik merupakan unsur pokok tari. Seorang penari harus mendengarkan bunyi ketukan gendang, dan bila benar-benar memperhatikan dan mendengarkan bunyi gendang, maka dalam dirinya akan hadir gema gendang dan baru dapat benar-benar menari

(Thompson, 1974: 262; Snyder, 1974: 9). Pada tari Persembahan, kepekaan penari terhadap musik sangat mempengaruhi estetika tarian tersebut, karna bunyi tung, tak, yang jatuh pada hitungan 1. Selain itu istilah Tak dan tung yang bermakna tepi dan tengah, maka makna tak dan tung juga berarti tinggi dan rendah. Istilah

Tak dan tung merupakan ciri khas dari keberadaan gendang yang merupakan salah satu alat musik pokok pengiring tari Persembahan. Bunyi tak juga menjadi

193

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 194

ketukan pertama yang dijadikan pedoman, dalam memulai hitungan tarian, dan gendang juga menjadi patokan bagi penari.

Dalam berkata-kata kita memerlukan jeda/perhentian, cepat lambat, dan intonasi suara agar dapat menghadirkan kalimat yang bermakna. Dalam tari pun demikian juga. Gerak sebagai penyusun ragam tari dapat dihasilkan karena pengaturan irama cepat lambat, jeda/perhentian, awal pengembangan, dan klimaks dari tiga unsur gerak (ruang, waktu, dan tenaga). Pengaturan irama semacam ini sangat membantu penari dalam mengingat dan menghafalkan rangkaian gerak, sehingga penari dapat melakukannya dengan penghayatan maksimal. Pengaturan semacam ini juga memudahkan penonton dalam mengikuti dan memahami ungkapan-ungkapan gerak yang dilakukan penari.

Seorang penari Persembahan, di samping terampil gerak, juga harus menguasai irama dalam gerak tari maupun irama musik pengiringnya. Musik dan syair sebagai pengiring dalam tari Persembahan, juga memberikan kekuatan dalam penyajiannya. Alunan lagu senandung yang dibarengi dengan syair lagu dalam tari Persembahanmenjadi penyemangat, memfokuskan penari, mengatur pergantian ragam-ragam gerak. Dengan demikian dalam menarikan tari

Persembahan, penari akan mengikuti iringan yang dimainkan.

194

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 195

Photo 4.8 : Posisi penari membuka tepak, meletakkan tutup tepak di bawah tepak, dan mengangkat tepak untuk diberikan pada penonton (dok. Group SBG, 2007)

Kemudian penari utama bergerak menuju tamu yang mendapat sajian sirih, sementara penari lainnya biasanya berada di pentas/panggung dengan tetap menari dengan melakukan gerakan yang bervariasi dan menonjolan keindahan. Pada beberapa kelompok, penari utama didampingi dua orang penari pengiring yang berada disisi kiri dan sisi kanan, dengan tugas penari pengiring sebelah kiri membuka tutup tepak dan penari sebelah kanan mempersilahkan pada tamu untuk

195

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 196

mengambil sirih. Sementara penari utama menekukkan kedua kaki dengan tetap membawa tepak, sebagai tanda diterimanya tamu untuk datang berkunjung.

Photo 4.9: Beberapa bentuk penyerahan sirih pada berbagai acara, dari beberapa sanggar seperti sanggar Nusindo, sanggar SBG, sanggar LK USU (dok. Deby 2014)

Syair ke empat adalah syair penutup yang menjelaskan bahwa budaya

Melayu menjunjung tinggi adat istiadat masyarakatnya yang penuh dengan keindahan, baik dari bentuk maupun sikap masyarakatnya.

Tari Persembahan Melayu, dimainkan dalam bentuk kelompok, walupun ada penari yang berperan sebagai penari utama. Namun keseluruhan Persembahan harus melibatkan seluruh peran, baik penari, pemusik, perlengkapan, maupun penyelenggara. Sehingga terlihat kebersamaan dengan saling menyokong dalam

196

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 197

satu destinasi. Prinsip sosial kemasyarakatan ini, dicurahkan oleh pakar adat ke dalam bentuk pepatah yang berbunyi: " sejajar seperti berus, bersusun bagai daun sirih, pergi satu arah haluan, tinggal satu kumpulan”.

Untuk membina kebersamaan dalam kehidupan masyarakat, maka ikatan kebersamaan tadi akan semakin kukuh, sekiranya individu-individu menghormati etika, peruntukan undang-undang dan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat

Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an: "Dan janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu tidak berlaku adil. berlaku adillah, kerana adil itu lebih dekat kepada taqwa "(Surah Al-Maidah, ayat

8). Dengan prinsip keadilan ini, maka masing-masing peran dalam tari

Persembahan, boleh dilakukan bergantian.

Pertunjukan tari Persembahan dapat dilakukan di halaman terbuka ataupun di dalam ruangan/gedung. Bentuk tempat pertunjukan, penggunaan lapangan terbuka sebagai tempat penampilan tari Persembahan, memberikan interaksi yang kuat antara tamu dan tuan rumah, dikarenakan jarak antara penari dengan penonton tidak berjauhan, bahkan adakalanya dibuat dengan posisi yang tidak saling berjauhan. Hal ini dikarenakan, posisi yang berdekatan akan memudahkan penari utama dalam memberikan jamuan sirih sebagai penghormatan yang menjadi pembawa pesan diterimanya tamu. Selain itu terbukanya tuan rumah dalam menrima tamu. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Adi Rozal (1995: 32), yang menjelaskan bahwa jarak pentas dengan penonton memberi kesan psikologis tersendiri dengan penonton.

197

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 198

Sebagai salah satu tradisi yang difungsikan untuk penyambutan tamu, sampai sekarang masih tetap ditampilkan dalam berbagai tempat, dengan waktu pertunjukan boleh dilakukan pada pagi hari, atau jamnya disepakati kepada tamu sampai tempat diadakannya acara tersebut, antara penyelenggra dengantamu yang datang. Rasa yang timbul dengan jarak penari dengan penonton serta tamu yang diundang, merupakan kepuasan atau keindahan bagi masyarakat setempat.

Dalam penyusunan pola lantai, pada umumnya para koreografer tetap menempatkan posisi penari utama dengan membawa tepak untuk tetap berada di tengah. Tidak ada pola lantai khusus, semua bentuk pola lantai dapat digunakan,

Namun pada umumnya pola lantai pada tari-tari tradisi seperti garis lurus, lingkaran, menjadi pola lantai yang selalu ada pada tari Persembahan, ditambah dengan pola lantai baru lainnya (lihat pada bab III). Bentuk-bentuk pola lantai ini disusun dengan konsep koreografi, tentang unsur-unsur dalam mengkomposisikan tarian. Namun posisi penari utama tetap berada di tengah. Hal ini menunjukkan peran tepak sebagai simbol penghormatan menjadi unsur utama yang dipentingkan, dengan menonjolkan posisi penari utama. dimana-unsur-unsur dalam mengkomposisikan sebuah tarian, akan menjadi lebih menonjolkan sisi keindahannya.

Dari sisi busana, tari Persembahan tidak menutup dengan adanya perubahan (lihat pada bab III). Pada awalnya pakaian yang dikenakan adalah pakaian adat Melayu yang terdiri dari baju kebaya atau baju kurung yang menutupi badan hingga betis, boleh bercorak dan satu stel (baju dan kain memakai bahan corak yang sama) atau memakai kain sarung atau songket,

198

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 199

selendang, dan memakai sanggul dengan asesoris (bunga sanggul, sunting, kalung, anting) yang disesuaikan. Tidak ada patokan khusus dalam pemakaian busana, sehingga saat ini pakaian tari Persembahan sudah banyak dimodifikasi dari model, bahan, warna, pola, dan dapat dipakai untuk tari kreasi Melayu lainnya.

Keseimbangan antara gerak dengan unsur pendukung tari yang menjadi satu rangkaian utuh dan saling berhubungan, merupakan suatu keindahan, hal ini sesuai dengan pendadapat Agustinus yang mengatakan sebagaimana dikutip FX.

Muji Sutrisno dan Christ Verhaak dalam buknya, Estetika Filsapat Keindahan bahwa, pandangan-pandangan yang mengemukakan keselarasan, keseimbangan, kerampilan, dan lain-lain sebagai ciri khas keindahan13, sehingga keindahan terdapat pada struktur tarian yang sudah disusun sesuai adat dan norma yang berlaku pada suku Melayu.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa suasana yang tergambar dalam tari

Persembahan iniyang dominan adalah suasana tenang dan damai. Astuti (2004:

27) menjelaskan bahwa ciri-ciri yang melekat pada perempuan dan laki-laki tidak dapat dipertukarkan. Disisi lain konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada perempuan dan laki-laki kemudian dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya sifat perempuan antara lain cenderung bersifat lemah lembut, tidak agresif atau tenang, dan penyayang. Adalah perempuan yang berprilaku tidak sopan, maka sifatnya cenderung kasar, sangat agresif, tidak tenang atau kebalikan dari yang di atas. Perbuatatan baik ini dilakukan sehari-hari baik dalam

13Muji Sutrisno dan Christ Verhaak, Estetikan Filsapat Keindahan, Yogyakarta, Kanisius, 1993, p. 32

199

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 200

perkataan, pergaulan maupun peradapannya terhadap orang yang lebih tua dari dirinya.

4.4.2 Bobot atau Isi

Jelantik (1993) berpendapat bahwa bobot/isi dari suatu kaya seni adalah isi atau makna dari apa yang disajikan kepada pengamat yang dapat ditangkap oleh panca indra. Selanjutnya ia mengatakan bobot alam kesenian dapat diamati dari tiga hal, yaitu suasana, gagasan atu ide, dan ibarat atau anjuran. Adapu tiga bobot dalam tari Persembahan dapat dijelaskan di bawah ini:

1. Suasana

Suasana adalah keadaan yang tercipta melibatkan waktu, tempat, kegiatan. pada tari Persembahan dimaksud sejalan dengan pengertian dan tujuan tari

Persembahan itu sebagai simbol persahabatan antara pihak tamu dengan tamu yang datang. Dalam hubungan ini pembawa tepak merupakan unsur penyambung dalam tari ini sebagai yang ditonjolkan, sehingga terlihat kesan keramah tamahan pada saat pertunjukan berlangsung. Pertunjukan tari Persembahan sebagai penghormatan diadakan di ruang terbuka ataupun di tuang tertutup yang berjarak dekat dengan tamu. Penyambutan ini biasanya dilaksanakan atas kesesuaian dengan penyelenggara, boleh dilakukan pagi siang ataupun malam. Dengan demikian tari Persembahan dapat menimbulkan suasaan keakraban, karena dapat dipertunjukan secara langsungpada tamu.

Suasana yang dimaksud dalam tari Persembahan, juga menyangkut pada kegiatan yang dilaksanakan, sehingga estetika akan terwujud dengan penempatan

200

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 201

kesiapan dari penari, pemusik, penyelenggara dan tamu yang kesemuanya bekerja sama. Dengan bersatunya semua elemen pendukung kegiatan, maka terlihat keharmonisan wujud dari tari Persembahan.

2. Gagasan/ide

Gagasan atau ide merupakan hasil pemikiran atau konsep, pikiran dalam pandangan mengenai sesuatu. Gagasan yang telah dipikirkan dapat disampaikan pada khalayak ramai dengan berbagai cara, seperti ceramah, pidato, kesenian dan sebagainya. Dalam hal ini kesenian mempunyai kelebihan, karena lewat seni, ide atau gagasan dapat diterima oleh penonton. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jelantik yang mengatakan kesenian mempunyai kelebihan karena mampu menggugat manusia secara langsung.

Tari Persembahan, merupakan tari penyambutan untuk tamu, ide gagasannya tercipta dengan adanya rasa untuk menghormati tamu yang datang ke tempat mereka. Kebiasaan dalam menyambut tamu dengan suguhan sirih yang ada dalam tepak, memberikan isnfirasi pada seniman untuk mengubahnya. Selain itu tepak sirih menurut adat istiadat masyarakat Melayu Deli, selain berfungsi sebagai segel untuk mengesahkan suatu perjanjian, tepak sirih juga berfungsi sebagai alat komunikasi baik dalam kata maupun perbuatan dan tepak sirih disorongkan pada tamu sebagai tanda untuk menyampaikan maksud dan tujuan tertentu. Adanya ide yang berbeda dalam konsep garapan, namun tetap mempertahankan aturan dalam pertunjukannya, menjadikan keberagaman bentuk tari Persembahan yang memberikan kebersatuan masyarakat Melayu pada adat

201

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 202

budaya yang mereka miliki, dan menambah dokumentasi perbendaharaan tarian

Melayu.

3. Ibarat atau Anjuran

Ibarat mengungkapkan pesan atau anjuran yang dapat ditangkap oleh pengamat setelah menyaksikan sebuah karya seni. Melalui ibarat atau anjuran ini, para pengamat dapat mengamati pesan yang ingin disampaikan oleh seniman melalui karyanya. Maka dengan penampilan karya tari, seorang seniman akan mengunakan ide dan gagasannya untuk menyampaikan pesan kepada penonton, khususnya pengamat seni.

Di dalam penampilan tari Persembahan, semestinya mempunyai makna yang dapat memberikan pesan yang positif bagi pengamat seni dan masyarakat

Melayu. dikarenakan dalam pertunjukan tari Persembahan disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Khususnya masyarakat

Melayu. dengan adanya anjuran tersebut, maka timbullah kesadaran bagi masyarakat untuk saling harga mengharagi dan hormat menghormati antar sesama manusia yang disampaikan dalam tari Persembahan tersebut.

Dengan demikian pesan yang ditangkap lewat pertunjukan tari Persembahan sesua diengan norma-norma yang berlaku Melayu, sehingga menimulkan pesan hormat menghormati dan haga menghargai antar sesama manusia. Di dalam acara penyambutan tamu ini terwujudlah rasa saling keterkaitan antara tamu yang datang dengan masyarakat setempat (penerima tamu/penyelenggara). Hal ini

202

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 203

memberikan pesan yang indah bagi penonton khususnya Melayu yang sesuai dengan anjuran dengan norma-norma yang telah ditetapkan.

4.4.3. Penampilan

Penampilan menjadi satu hal penting dan mendasar sekaligus merupakan akhir dari proses berkesenian. Menurut A.A.M Jelantik yang dimaksud penampilanadalah bagaimana cara kesenian itu ditampilkan kepada yang menyaksikannya, penonton, para pengamat, pendengar, khalayak ramai pada umumnya. Sehingga melalui penampilan pesan dari karya tari berdasarkan ungkapan pencipta dapat tersampaikan. Begitu juga dengan Tari Persembahan yang merupakan tari penyambutan tamu bagi masyarakat Melayu.

Saat ini pertunjukan tari Persembahan semakin sering ditampilkan dengan begitu banyaknya acara/kegiatan yang turut mengedepankan/mempromosikan tari

Persembahan dalam bagian materi acara. Mereka memasukkan tari

Persembahan untuk menambah formalnya acara, sekaligus membuat acara semakin megah dan meriah. Selain itu sebagai masyarakat yang berbudaya patutlah untuk menjaga kelanggengan budayanya dengan memasukkan unsur kesenian dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai media pewarisan budaya yang melestarikan kesenian tradisi. Tari Persembahan sebagai awal acara tidaklah dapat dinikmati apabila dalam penampilannya tidak dilakukan dengan baik, menurut Jelantik ada tiga unsur yang berperan dalam penampilan yaitu, bakat, keterampilan. sarana atau media.

203

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 204

a. Bakat

Bakat atau disebut dengan talenta adalah potensi kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Pengertian bakat menurut Djelantik adalah potensi kemampuan khas yang dimiliki oleh seorang didapatkan berkat keturunan. Orang yang berbakat dalam seni tingkat keterampilannya akan lebih tinggi dari pada orang yang tidak berbakat atau sedikit memiliki bakat. Dalam hal ini bagi yang berbakat akan mudah menerima pengajaran sebagai pewarisan dalam tari

Persembahan dengan baik. Para penari Persembahan ini adalah masyarakat yang berbakat, dan mempunyai kesadaran untuk melestarikan kesenian khususnya kesenian yang ada di daerah mereka, selain mereka mendapatkan imbalan dari pekerjaannya sebagai penari. Bagi yang berbakat akan ikut dalam kelompok- kelompok atau sanggar-sanggar yang ada didaerah mereka dan bersamasama melestarikan tari Persembahan. Namun yang tidak berbakat bisa mendapatkan dengan belajar lebih keras, yang nantinya akan bisa menyamai yang berbakat.

Mengamati pertunjukan tari Persembahan di sanggar (sanggar SBG) memiliki gerakan yang sederhana, namun penuh alunan kelembutan dari gerakan yang mengalir mengikuti irama lagu, yang kadangkala sulit untuk dilakukan apabila tidak memiliki bakat dan menguasai resam dari Melayu. Namun bagi para penari yang memiliki bakat, mereka dapat melakukannya dengan sangat baik sesuai bakat yang dimiiki secara turun temurun. Beruntung bagi penari yang memiliki bakat, sehingga tidak mendapat kesulitan dalam mempelajari dan menampilkan tari persembahan dengan baik. Hal ini juga dikarenakan adanya teknik dan aturan dalam menarikan tari Melayu.

204

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 205

b. Keterampilan :

Keterampilan adalah hasil kemampuan/kepandaian yang dicapai dengan melakukan latihan yang rutin dan lama. Untuk meningkatkan keterampilan tidak hanya sekedar latihan, namun diperlukan kiat-kiat tertentu dalam proses latihan.

Cara melatih yang dimaksud juga dengan kiat-kiat dalam latihan. Untuk mencapai hasil yang diinginkan sanggar SBG melakukan latihan dengan penjadwalan dalam latihan yang tersusun, menyesuaikan dengan materi latihan dan etnik tarian, sehingga kemampuan dari para penari akan menjadi baik. Penjadwalan dengan struktur latihan yang terencana akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Resam sebagai dasar dalam penguasaan tari Melayu menjadi materi awal agar pemahaman dalam etika dan estetika Melayu dapat diwujudkan dalam keseluruh elemen dalam tari. Resam dapat dirasakan apabila penari mampu membawakan tarian dengan keterampilan yang matang. Keterampilan dalam menari juga didapat dari proses bukan hanya belajar, tetapi penampilan yang dilakukan juga menjadi sebuah proses pematangan dalam keterampilan yang dimiliki. Keterampilan menjadi pembeda bagi penari-penari yang memiliki bakat dan memahami aturan-aturan dalam sebuah karya tari, sehingga sangatlah diperlukan mengasah keterampilan dengan berbagai cara melalui proses yang panjang.

c. Sarana/media

Sarana atau media merupakan faktor penting dalam proses menemukan kesamaan pemahaman dalam berkesenian. Sarana/media akan turut berpengaruh

205

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 206

dengan pertunjukan yang akan dilakukan, karena ia dapat menunjang dari keseluruhan pertunjukan. Pertunjukan yang baik biasanya dilengkapi dengan sarana sesuai kebutuhan dari materi pertunjukan. Begitu juga pada tari

Persembahan, sebagai tarian adat, yang terlihat dari kematangan. Kematangan akan terlihat baik dari sisi penari dalam menuangkan ide karya dari koreografer dan seluruh konsep pertunjukan yang kesemuanya saling melengkapi.

Kematangan ini dikemas karena mereka menginginkan perhatian yang serius, untuk dapat diterima secara ikhlas, maka pesan dan tujuan yang ingin disampikan dapat terwujud. Dengan demikian sarana/media dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dari pertunjukan.

Dalam tari Persembahan, sarana yang dibutuhkan menyesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan, dalam komposisi gerakan, masih tetap dalam komposisi kesederhanaan( dalam pengolahan gerak) dan aturan dalam format Melayu, namun dalam penggarapan tari sudah banyak kreatifitas yang dimunculkan dengan menyusun bentuk-bentuk pola baru yang memasukkan unsur kekinian, terutama dalam hal busana yang sudah memodifikasi dengan penggunaan bahan- bahan yang transfaran, sehingga ada kalanya modifikasi yang baru justru merusak dari nilai etika yang ada.Selain itu pemanfaatan ruang sebagai tempat pertunjukan juga menjadi sarana yang penting untuk dipersiapkan. Hal ini nantinya akan berkaitan dengan penyusunan pola lantai dalam tari Persembahan. Pemanfaatan ilmu komposisi untuk penataan pola-pola gerak dengan pengolahan ruang, waktu, tenaga sebagai unsur dalam gerak, menjadi hal yang diperhitungkan dengan menyesuaikan adat tradisi yang sudah berlaku pada suku Melayu. Dengan

206

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 207

tersusunnya rangkaian tarian yang telah dipola, maka akhirnya memunculkan bentuk dan pola yang berbeda pada setiap kelompok/sanggar, namun tetap membawa nama tari Persembahan.

Ketiga unsur dalam estetika ini, memberikan ruang bagi para seniman dalam memperjelas karya yang mereka ciptakan, hal ini juga berlaku pada tari

Persembahan. Tari Persembahan merupakan tari yang dipertunjukkan dalam kegiatan formal dan ditempatkan pada awal acara, namun dalam hasil karyanya diperbolehkan untuk mengembangkan sesuai dengan imajinasi seniman. Namun pengembangannya harus mengikuti format/pakem yang berlaku pada Suku melayu, yang menjadikan adat dan norma agama sebagai panduan dalam penciptaannya.

207

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 208

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah penulis mendeskripsikan secara rinci dari bab I sampai bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: seperti yang dikemukakan dalam pokok permasalahan bahwa penelitian menganalisis estetika dan etika dalam tari

Persembahan pada masyarakat Melayu. Penganalisisan ini melihat bagaimana sebuah karya seni yang diciptakan dengan aturan-aturan yang menjadi dasar bagi suku Melayu dalam menjankan kehidupan selalu berpegang pada agama. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa:

Kajian etika dan Estetika tari Persembahan tidak dapat dipisahkan, keduanya saling melengkapi, untuk menyampaikan pesan dari penciptaan.

Penciptaan tari Persembahan didasari dari adanya adanya aturan, norma dalam satu kelompok masyarakat yang kemudian disusun, dipola dengan cara dan garapan yang berbeda, menjadi satu kesatuan dalam rangkaian tari Persembahan.

Terpolanya tari Persembahan yang memperlihatkan sisi aturan yang mengikat dalam adat kebiasaan suku Melayu, kemudian dituangkan dalam seluruh elemen tari, dan memunculkan karya tari yang indah. Karya tari Persembahan menyiratkan maksud-maksud yang memberi pemaknaan keikhlasan, kesederhanaan, sebagai wujud isi hati tuan rumah/penyelenggara dengan terlaksananya kegiatan.

Etika dan Estetika dalam tari Persembahan terdiri dari unsur utama dan unsur pendukung dalam tari, dikaji dalam aspek visual dan aspek audio adalah bahagian

208

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 209

dari kesenian tradisi Melayu. Kesenian ini menjadi seni budaya daerah yang berbentuk tradisi, mengakar dan menjadi pola hidup di masyarakat Melayu yang dilakukan secara turun temurun. Etika dan estetika tari Persembahan merupakan aktualisai dari norma-norma/aturan yang berlaku dalam suku Melayu yang kesemuanya tertuang dalam pertunjukannya.

Koreografi tari Persembahan bukanlah karya tari biasa, tetapi tari

Persembahan adalah tarian yang mengandung nilai-nilai adat dan etika dengan diciptakan penuh keindahan. Nilai-nilai etika dan estetika tersebut tampak jelas melalui irama, gerakan, syair, pola lantai, busana, tahapan persembahan, dan tujuan persembahan. Masing-masing elemen ini saling berkaitan/berhubungan secara terstrukyur dan dipahami serta dipedomani dalam setiap pengembangan.

Adanya peraturan-peraturan dalam pelaksanaan persembahan menyebabkan tari

Persembahan berbeda dengan tari tradisi Melayu lainnya. Ciri-ciri Persembahan yang ditarikan pada umumnya oleh wanita, gerakan yang lemah gemulai, komposisi jumlah penari yang biasanya ganjil, memakai property tepak sebagai simbol penghormatan/persaudaraan, diiringi dengan irama Melayu yang bertempo senandung, dan syair sebagai penyampai pesan, membuat tari Persembahan tepat ditampilkan pada awal sebelum acara dimulai, sebagai penghormatan untuk terlaksananya kegiatan.

Tari Persembahan tidak hanya dipersembahkan oleh penari wanita, namun adakalanya ditarikan dengan penari wanita dan laki-laki, bahkan ada juga yang menyatukannya dengan silat. Tari Persembahan dalam pertunjukannya ditujukan sebagai wakil dari tuan rumah dalam menerima kunjungan tamu dengan berbagai

209

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 210

tujuan. Tari ini tercipta dari kebiasaan masyarakat Melayu pada masa lalu yang menerima tamu dengan menyuguhkan panganan berupa sirih sebagai penghormatan. Berawal dari kegiatan ini kemudian diciptakan tari Persembahan dengan menyusun pola-pola gerak tari Melayu yang tidak hanya menonjolkan keindahannya saja, namun telah disusun dengan berpedoman pada norma-norma adat dan agama masyarakat Melayu.

Indahnya sebuah penerimaan melalui tarian dan tepak sirih, menjadi kunci utama dalam sebuah perhelatan. Adanya bentuk gerak berupa (lenggang patah sembilan, legar, petik bunga, sembah, sauk dan lain sebagainya), merupakan isi dari pesan dalam tarian, memperlihatkan sisi norma/aturan yang menjadi sesuatu keindahan karena dilakukan dengan tertib, sopan, dan santun.

Dengan demikian, keberadaan tari Persembahan bagi suku Melayu akan memberikan pelajaran tentang bagaimana bersikap dalam hidup yang seharusnya.

Sehingga mereka mampu untuk menselaraskan antara kebenaran/etika dan keindahan sesuai dengan tempat dan waktu yang ada. Melalui karya tari

Persembahan, kita akan menjadi manusia yang mampu untuk bertindak dan bersikap sesuai aturan. Hadirmya penari yang dapat menghidupkan tari

Persembahan pada hakekatnya adalah perwujudan dari isi atau makna tarian.

Kesan hidup tersebut dapat hadir dalam tarian, jika tarian tersebut berhasil menemukan bentuk seninya, sehingga bentuk/wujud dari tari Persembahan sesungguhnya menjelaskan dari isi tari persembahan itu sendiri yang sekaligus sebagai sarana edukasi untuk mendidik generasi Melayu dalam hal sopan-santun dan tata-cara sesuai dengan ajaran agama Islam.

210

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 211

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari kesimpulan yang sudah dinyatakan di atas, ada beberapa input dan saran yang boleh dipertimbangkan dalam menjaga budaya tradisi yang sudah dimiliki dengan melakukan pengajaran, penyelenggaraan, dan pengembangannya. Dalam pengembangan tari Persembahan, masih banyak yang didapati tari Persembahan dengan ciptaan yang melupakan kaedah-kaedah yang sesuai dengan norma etika Melayu, sehingga koreografi menjadi menyimpang dari konsep penciptaan. untuk itu peneliti, berharap pada seniman, masyarakat, agar dalam pewarisan, pengembanga tari Persembahan jangan hanya mempertimbangkan sisi keindahannya saja, namun tetap mempertahankan pola- pola yang sudah menjadi dasar Melayu dengan berpedoman pada etika dan adat budaya Melayu.

Kepada pemerintah Kota Medan, khususnya pada masyarakat Melayu sebagai pemiliki dari tari ini, untuk bersama-sama dengan masyarakat menjaga tari Persembahan dengan tetap membudayakan tarian ini. Kepada kalangan ahli akademik beserta kalangan ilmiah lain untuk mengembangkan penelitan ragam budaya bangsa. Dengan penemuan nilai-nilai yang terkandung dalam benda- benda kesenian daerah, maka dapat disusun filsapat bangsa indonesia yang berakar dari budayanya sendiri. Kepada lembaga penelitian, para pakar budaya, intelektual, seniman, tokoh budaya, dan tokoh pendidik yang mempunyai kesedaran cinta budaya daerah untuk dijadikan penapis kemasukan budaya asing, agar budaya daerah tetap wujud bermaruah kemanusiaan, serta menggali dan

211

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 212

mencari konsep-konsep baru dalam proses pembangunan yang menjadi dasar dari identiti satu budaya masyarakat yang berpuncak dari kesenian daerah.

212

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 213

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta. Gramedia Pustaka Umum

Dewan Kesenian Jakarta. 1978. “Rumusan Lokakarya Tari Melayu” dalam

Effendy, Tenas, 2000. Pemimpin dalam Ungkapan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Effendi, Tenas. 2004. Tunjuk Ajar Melayu: Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Penerbit Aditia.

Ellfeldt, L. 1976. Dance: From Magic to Art. Dubuque, Iowa: W.C. Brown.

Firdaus, J. R. 1985. “Penata Tari Muda 1984” dalam Simpai Geni. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Goldsworthy, David.J. 1979. Melayu Musik of Nort Sumatera: Continuitas and Change, Sydney: Disertasi Doktoral Monash University

Hadi, Sumandiyo. 2011. Koreografi, Bentuk, Isi. Yogyakarta. Cipta Media

Horton, P. dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi, alih bahasa Syamsudin Ram Jakarta: Erlangga

Husni, Tengku Muhammad Lah, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Depdikbud.

Jelantik. A.A.M, 2001. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia bekerjasama dengan Kubuku.

Kincaid, D. Lawrence, dan Wilbur Schramm. Asas-asas Komunikasi Antar Manusia, Jakarta: LP3ES.

Langer, S. K. 1957. Problems of Art. New York: Charles Scribner`s Sons.

Mahmud Asy-Syafrowi, Wahid Najmudin. 2002. Mana ada Orang yang Miskin Karena Sedekah dan Silaturahim. Mutiara Media. Yogyakarta.

Mansur, T. N. A. t.t. Meninjau Beberapa Jenis Tari Melayu.Naskah lepas.

213

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 214

Murgiyanto, S. 1977. “Cara Menilai Seorang Penari “.Kompas 19 Juli 1977, Jakarta. Murgiyanti, Sal. 1983. Hasil Diskusi Penata Tari Muda. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Nikolais, A. 1956. “No Man From Mars” dalam The ModernDance: Seven Statements of Belief. Connecticut: We Leyan Press.

Pigeaud. 1950. “The Romance of Amir Hamza in Java”, dalam Bingkisan Budi. Himpunan karangan persembahan kepada Dr. Philippus Samuel van Ronkel oleh para kawan dan murid 21 Volume 11 No. 1 Juli 2013

Poespowardjoyo, Soerjanto, 1998. Sekitar Manusia, Jakarta: Gramedia.

Ridwan. T. Amin. 2005. Budaya Melayu Menghadapi Globalisasi. Medan: USU Press.

Rozal Adi, 1995. Pengantar Teknik Pentas, ASKI Padang Panjang.

Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta. Sinar Harapan

Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxpord University Press.

Sinar, Tengku Luckman. 1971. Seri Sejarah Serdang. Medan. Tt

Sinar, T. Luckman. 1982. Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Seni Tari Melayu di Sumatera Timur. Makalah Pekan Penata Tari dan Komponis Muda Dewan Kesenian Jakarta.

Sinar, Tengku Luckman. 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira

Sinar, Tengku Luckman. 1994. Jatidiri Melayu. Medan: Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia.

Syaritsa, T. S. 1982. “Putri Bungsu: Sebuah Tari Melayu Kreasi Baru” dalam Penata Tari Muda 1982. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Sutrisno, Mudji, Christ Verhaak. 1993. Estetika Filsafat Keindahan, yogyakarta. Kanisius

Subandi. 2011. Filsafat Ilmu. Surakarta: ISI. Buku Ajar.

214

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 215

Suseno, F. Magnis. 1996. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suharto, Ben. 1984. Metode Pencatatan Tari Tradisi. Yogyakarta. ASTI

Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta. Sebelas Maret Universty

Takari, Muhammad. 20... Komunikasi dalam Seni Pertunjukan. Jurnal Etnomusikologi, Vol. 1 No. 2, September 2005

Tuti, Hermales Dewi. 2014. “ Perkembangan Bentuk Penyajoian Tari Persembahan di Provonsi Riau” Skripsi S-1 Prog Studi Pendidikan Seni Tari, Universitas Negeri Yogyakarta.

215

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 216

DAFTAR INFORMAN

Informan Utama

Nama : Dra. T. Lisa Nelita

Pekerjaan : Pegawai pengelola budaya Istana

Alamat : Jl. Brigjen Katamso, (Istana Maimon)

Umur : 55 Tahun

Pengalaman Berkesenian : Sudah aktif menari sejak kecil dan belajar langsung dengan sang ibu, saat ini menjadi pemimpin sanggar sebagai pengganti ibunya. untuk melatih dan mengorganisasi kelompoknya untuk mengadakan pertunjukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Terlibat dalam berbagai pertunjukan baik dalam negeri maupun di luar negeri

Nama : Dra. Dilinar Adlin. M.Pd.

Pekerjaan : Dosen Sendratasik FBS Unimed Medan

Alamat : Komplek Medan Permai

Umur : 53 tahun

Pengalaman berkesenian : Sejak kecil beliau sudah mengenal tari dan belajar di group Sri Indra Ratu (SIR) yang bertempat di Istana Maimon. Selain aktif sebagai pengajar, beliau juga aktif sebagai seniman dan membina anak-anak muda yang ingin mendalami dunia tari dengan mendirikan sanggar Semenda yang berlatih di Taman Budaya Medan. Beliau juga sering dijadikan

216

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 217

informan bagi pelajar-pelajar yang ingin mengkaji tentang kesenian Sumatera Utara.

Nama : Syainul Irwan SH. M.Si.

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Imam Bonjol, gg Tualang No 41 Binjai

Umur : 56 Tahun

Pengalaman berkesenian : Pelaku seni yang berkecimpung di dunia tari dan musik dari etnik Sumatera Utara, dan salah satunya kesenian tradisi Melayu. sejak kecil aktif menari dan menjadi pelatih, pencipta tari kreasi Melayu, juga mendirikan sanggar Ghandur Puti sebagai tempat untuk berkteatifitas. Beliau juga telah banyak melakukan kunjungan kesenian di berbagai daerah dan negara baik sebagai penari maupun pemusik, seperti Malaysia, Malaka, Singapura, Qatar, Yaman, Dubai, New Zeland. Belanda, Jerman, Australia, Paris, Venezuela

Nama : T. Mira Sinar

Pekerjaan :

Alamat : Jln. Abdullah Lubis

Umur : 49 Tahun

Pengalaman berkesenian : Putri dari almarhum Tuanku Luckman Sinar Basyarsah II yang sekaligus pemilik sanggar Sinar Budaya Group (SBG) dan sekaligus menjadi sampel penelitian ini. T. Mira banyak memberikan masukan yang diketahuinya,

217

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 218

berdasarkan keikutsertaannya sebagai penari dan juga turut mempromosikan budaya Sumatera Utara ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Qatar, Yaman, Dubai, Inggris, India, Portugal.

Informan Pendukung

Nama : Dewi Marlina Maru S.Pd.

Pekerjaan : Guru SMK II Medan

Alamat :

Umur :

Pengalaman berkesenian : seniman dan pemilik sanggar NIE (Nusa Indah Entertaiment).Beliau aktif menari sejak kecil dan merupakan anggota sanggar Patria, serta pernah di sanggar SBG, yang kemudian juga membuka sanggar. Ibu Dewi selaku Pelaku seni. Juga turut dalam membawakan kesenian Sumatera Utara baik sebagai pelatih maupun penari ke berbagai negara, seperti India, Sinagapura, Malaysia, Qatar

Nama : Nursyam (Manchu)

Pekerjaan : Seniman, EO

Alamat :

Umur : 48 Tahun

218

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 219

Pengalaman berkesenian : Beliau adalah suku Aceh yang menyenangi dunia tari dan banyak belajar dari beberapa sanggar yang ada di kota Medan. Selain sebagai penari beliau juga banyak menciptakan tarian kreasi daerah Sumatera Utara, termasuk mengkreasikan tari persembahan dengan berbagai garapan. Membuka sanggar MCDC, Beliau lahir di Aceh dan dibesarkan di kota Medan. Sudah melakukan kunjungan kesenian baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Nama : Irfansah

Pekerjaan : Seniman, Perias

Alamat :

Umur : 45

Pengalaman berkesenian : Memiliki sanggar Nusindo yang melakukan aktifitasnya di Taman Budaya Medan. Beliau sudah menyenangi tari sejak lama dan tari Melayu merupakan tari pertama yang dipelajarinya. Beliau juga banyak belajar tari etnik lain dan membuat tari kreasi daerah. Selain itu, beliau juga banyak mendesain busana tari yang masih memegang konsep Islam dalam pengembangan baju tari kreasi Melayu.

Nama : Susi Fitriani Rangkuti S.Pd.

Pekerjaan : Kepala sekolah SD Ar-Rahman

219

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 220

Alamat :

Umur :

Pengalaman berkesenian : Alumni dari Jur. Sendratasik di Unimed Prog. Pend. Tari. Ibu Susi merupakan penari yang tidak hanya menarikan tari Melayu, tetapi juga dikenal sebagai penari yang piawai menarikan tortor Saoan. Sebagai seorang penari, beliau memberikan sumbangan pada perkembangan tari di kota Medan dengan mengembangkan bentuk tarian baru, terutama pada bentuk-bentuk tari bagi siswa.

220

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA