Layout SD18.Indd
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
1 Daftar Isi Vol. 5, No. 3 ASADHA 2551BE/2007 30 SETETES KEBIJAKSANAAN Mati Satu Tumbuh Seribu 03 DUNIA BUDDHIS DHARMA TEACHING - From Germany with Love 06 - Dialog dengan Y.M. Man Ya: Satu - Mengenal Buddhisme di Israel 14 Saat - Satu Kehidupan 42 - Presiden Srilanka Menjamu - Sutra Seratus Perumpamaan 45 Delegasi Sangha Tiongkok 15 - Amitofo Care Center, Malawi, FIGUR BUDDHIS Afrika 16 Bodhisattva Ksitigarbha 48 - Bhiksu Kecil Itu Tamu Kehormatan Istana Kremlin 17 PERSPEKTIF - 108 Pendekar “Serbu” Shaolin 18 Terlahir Sebagai Manusia Itu Sulit 52 - Ya Kungfu, Ya Mandarin, Hanya di Shaolin 20 BERPIKIR CARA BUDDHIS - Debat Chan di Shaolin 21 Musuh Terbesar Umat Manusia 56 - Pagoda Vihara Chan Tianning Tertinggi di Dunia 22 BELAJAR PRAKTIK - From DDM For Peru 24 Ada Buddha Dharma Maka Ada Cara 60 DUNIA BUDDHIS - BENQ Menghayati Kebahagiaan From Germany With Love 6 Chan 25 JEJAK AGUNG Laporan dari Kongres Internasional Perempuan Buddhis - Rekonstruksi Vihara Dingshan 26 Master Yijing 62 Pertama, 18-20 Agustus, Hamburg, Jerman. - Penemuan Situs Buddhis Gua Bhuto 28 PROFIL - Manchester United di UK Petra? 66 SUDUT PERISTIWA SELEBRITIS BUDDHIS - Heartbeat 68 - Vannes Wu: Saya bukan Bintang Film, Saya Cuma Murid DHARMA KELANA GUA BUTHO Shaolin 30 Sinar Dharma Singgahi Bumi Setelah ratusan Blambangan Banyuwangi 69 tahun berlalu SUDUT PERISTIWA gua Butho tidak - Program Bhikkhu Sementara di PENGALAMAN DHARMA dikunjungi oleh Myanmar 32 Wutaishan Menanti Penggenapan Ikrar 76 bhikkhu, akhirnya KAMPUS LINGUAL 47 Y.A. Bhikkhu - Sejuta Pelita Sejuta Harapan 34 Dhammasubho - Healthy Life Style 36 LINTAS AGAMA menjejakkan kaki di - Seminar Original Live & - Bakar Tongkang: Tradisi Tua dari POTRET 59 gua yang merupakan Program Detox 38 Bagan Siapi-api 84 tempat meditasi - Retret Triyana Dharma Center - Dentang Genta Perdamaian INFO BUKU 74 bhikkhu-bhikkhu di 88 masa lalu. Surabaya: Ubah Buruk Jadi Baik 40 - Hak Daya Guna, Bukan Hak SUDUT PUBLIK 76 Milik 41 28 TUTUR MENULAR 83 4 5 DUNIA BUDDHIS Hari itu hari di bulan Agustus yang cerah di kota Hamburg, Jerman Utara. Musim telah berganti menjadi musim panas. Langit membiru seluas samudera, pemandangan yang biasa kita temukan di Indonesia kecuali udara yang masih cukup dingin. Bagi penduduk Jerman dan negara Eropa lainnya, musim From panas adalah musim yang paling dinantikan. Musim yang penuh dengan keceriaan, pesta-pesta kebun, berjalan-jalan dengan gaya backpackers keliling Eropa, melihat pemandangan kota dari puncak Menara Eiffel atau Gereja Notre Dame, berkeliling dengan kapal di Germany kanal pelabuhan dan aktivitas lainnya yang tidak bisa dilakukan di musim-musim yang lalu. Waktu setempat menunjukkan pukul 07.00. Waktu with Jerman lebih lambat 5 jam ketimbang Indonesia Barat. Seraya kami bersiap diri, aku sempat mencelingukkan LOVE wajah ke luar jendela apartemen kami. Sedikit mobil yang sedang mengantri dengan beberapa orang yang lalu lalang di trotoar. Rasa penasaran menyelimuti pikiranku karena hari itu adalah hari pertama Kongres Internasional Perempuan Buddhis Pertama dengan topik Peran Perempuan di dalam Sangha: Menghidupkan Kembali Ordonasi Bhiksuni. Kongres ini berlangsung dari tanggal 18-20 Agustus 2007. Menurut beberapa orang, topik yang dibahas terkesan begitu rumit dan membutuhkan pemikiran yang tinggi, apalagi pembahasannya dilakukan dengan bahasa asing (bahasa Jerman, Inggris, Korea, Tibet). Namun terlepas dari semua kerumitan itu, aku dapat melihat bahwa di balik itu semua, terdapat esensi perjuangan manusia yang sangat sederhana, perjuangan untuk menjadi seorang yang tercerahkan, Buddha. Bertempat di salah satu hall besar Universitas Hamburg, berkumpullah lebih dari 300 peserta kongres yang datang dari 19 negara. Dari Indonesia, hadir 6 anggota sangha yang terdiri dari Bhiksuni Sila dan Bhiksuni Santini, 2 anggota Sangha Mahayana, Bhiksuni Bhadra Pranidhana dan Bhiksu Nirmana Sasana dan 1 anggota Sangha Agung Indonesia (Sagin), Bhiksu Gedung Konferensi Bhadra Ruci (Lobsang Oser). Terakhir, saya sendiri sebagai umat awam biasa. Di sana, kami bertemu dengan salah satu anggota Sagin kelahiran Jerman “Kami sangat berterima kasih kepada anggota kongres yang telah yaitu Bhiksu Lhodro Sangpo atau yang biasa kita kenal dengan sebutan “Bhante Ingo”. memerhatikan kami (Tibetan nun) tetapi bagi kami, perjuangan Kongres ini berhasil mengumpulkan 65 para ahli mendapatkan penahbisan bukan berdasarkan isu kesetaraan dan praktisi vinaya yang datang dari seluruh penjuru perempuan dan laki-laki tetapi yang paling penting bagi kami dunia. Mereka berkumpul guna mencurahkan hasil penelitian, pemikiran, dan pandangan yang telah adalah bagaimana kami dapat melestarikan dan mempertahankan dipersiapkan selama lebih dari 1 tahun atau bahkan Buddhadharma dan menolong sesama.” ada yang bertahun-tahun. Di antaranya adalah para bhiksu dan bhiksuni senior seperti Bhiksu Bodhi Kelompok Tibetan Nun di depan Kongres Internasional Perempuan Buddhis Pertama, (Theravada), Acarya Ge she Tashi Tsering (Tibet), 18-20 Agustus 2007, Hamburg, Jerman. Bhiksuni Dr. Myonsong Sunim dari Korea dan Bhiksuni Huimin Shih dari Taiwan (Mahayana), Bhiksuni Tenzin Palmo dan Bhiksuni Prof. Dr. Karma Lekshe Tsomo dari 6 Photo: Lenny H. 7 melihat perbedaan suku, budaya Perkumpulan Nasional Bhiksuni adalah selaras dengan semangat literatur yang berkembang pesat, dan bangsa dengan menyatukan Korea Tradisi Jogye dan Dekan mempertahankan Buddhadharma. terutama di Eropa, adalah literatur ajarannya ke dalam budaya lokal Sekolah Sangha Un Munm, Bhiksuni Sesuai dengan tradisi yang terus tradisi Tibet. yang terus berkembang. Dr. Myonsong Sunim dan terakhir dilestarikan oleh HH. Dalai Lama Satu-satunya tradisi yang Bepergian dengan para Presiden Asosiasi Perempuan XIV bahwa komunitas Buddhis yang masih mengakui dan melestarikan anggota Sangha juga merupakan Buddhis Sakyadhita Internasional, ideal adalah komunitas yang terdiri penahbisan bhiksuni adalah pengalaman dan kehormatan Prof. Dr. Karma Lekshe Tsomo. dari 4 unsur yaitu Bhiksu, Bhiksuni, Dharmagupta. Informasi ini tersendiri yang mungkin tidak Panel dimoderatori oleh Dr. Thea Upasaka dan Upasika. Ke empat membantuku memahami mengapa bisa saya lupakan. Menjalani 15 Mohr, koordinator panitia kongres. pilar ini diibaratkan kaki meja yang jika ada perempuan dari belahan hari bersama memberikan sebuah Selain memberikan kata berfungsi menopang ajaran. dunia mana pun yang menginginkan pemahaman mendalam akan sambutan, mereka juga memberikan Dua hari dilalui dengan atau yang sudah siap menerima budaya dan tradisi antar aliran. pandangan sekaligus dukungan presentasi dari 25 pembicara penahbisan bhiksuni, maka Dengan pengalaman ini, saya penuh terhadap niat HH. Dalai utama dan 40 pembicara diksusi mereka harus terbang ke negara- semakin mengerti dan memahami Lama XIV yang telah memulai usaha paralel yang terbagi dalam tiga negara yang menganut tradisi bahwa perbedaan itu hanya penelitian sejak 30 tahun yang lalu sesi: pagi, siang, sore hari dan Dharmagupta seperti Taiwan atau sebatas perbedaan sudut pandang dan cara. Adanya perbedaan ini karena kapasitas manusia berbeda- Dari kiri-kanan: penulis, Bhiksuni Bhadra Pranidhana, Photo: Lenny H. beda sehingga Buddha memberikan Bhikhhuni Sila, Bhiksuni Santini, Bhiksu Nirmana Sasana Dharma sesuai dengan kapasitas dan Bhiksu Bhadra Ruci dan arah minat kita. Inggris (Tradisi Tibet); para penulis melihat begitu banyak rupa jubah Hiruk pikuk para peserta buku-buku Buddhis yang sudah yang tidak pernah kita lihat di di meja registrasi menyaingi terkenal di seluruh dunia yakni Indonesia. Para bhiksuni Korea padatnya acara di hari kongres Prof. Dr. Lambert Schmithausen dengan jubah besar berpita di pertama yang diselenggarakan atas dan Vicki Mackenzie, serta para tengah, sepatu putih dan topi khas kerja sama Foundation of Buddhist tokoh, aktivitis, simpatisan, Korea, para bhiksuni Tibet yang Studies dengan Institut Asia- dan umat Buddha dari berbagai berasal dari Eropa menggunakan Afrika Universitas Hamburg ini. negara. Juga tidak lupa, meskipun jubah merah kuning, para bhiksuni Kata sambutan diwakili oleh para di dalam aliran Theravada tidak Taiwan, Thailand, Vietnam, dan petinggi universitas dan Buddhis mengakui keberadaan bhiksuni, sebagainya. Pemandangan ini termasuk di dalamnya Presiden namun saya secara pribadi benar-benar membuka pikiran Universitas Hamburg, Prof. Dr-Ing. menghormati kehadiran Bhiksu kita yang mungkin selama ini di Habil. Monika Auwere-Kurtz; Dekan Mettanando, Bhiksu Sujato dan Indonesia hanya terpaku pada Fakultas Studi Asia-Afrika, Prof. Photo: Lenny H. Bhiksuni Dhammananda yang telah jubah coklat dan kuning. Dr. Ludwig Paul; Mantan Menteri guna melihat kemungkinan untuk diakhiri dengan sesi tanya jawab. Korea. Itu karena mereka harus berkiprah untuk menyuarakan Padahal di luar sana, kita Pendidikan Pemerintahan Tibet di menghidupkan kembali silsilah Titik berat dua hari kongres ini mencari Sangha yang mengakui perlunya komunitas bhiksuni bisa melihat jubah merah, abu- pengasingan dan Direktur Program penahbisan bhiksuni dari silsilah adalah presentasi dari para ahli akan keberadaan silsilah bhiksuni. guna mempertahankan dan abu, coklat tua dengan gayanya Bhiksuni Tibet, Rinchen Khando Mulasarvastivada (silsilah yang dan peneliti vinaya tentang sejarah Karena itulah para ahli vinaya di mengembangkan Buddhadharma di yang berbeda-beda. Hal ini Chogyal; Kalon Tripa Pemerintahan berkembang di Tibet) yang telah bhiksuni di berbagai belahan dunia dalam kongres ini atas permintaan Thailand. membuktikan betapa Buddha Tibet dalam pengasingan,