Bahasa Rupa Relief Candi Di Komplek Plaosan Lor

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bahasa Rupa Relief Candi Di Komplek Plaosan Lor Bahasa Rupa Relief Candi di Komplek Plaosan Lor Ika Ismurdahwati Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Jalan Ngagel Dadi III-B/37, Surabaya, 60245 ABSTRACT Plaosan Lor Temple, or Plaosan Complex, or Plaosan Temple is situated in Plaosan area, central Java, Indonesia. This beautiful Plaosan Temple is also known as Buddhist temple located in Bugisan village, Prambanansubdistrict, West Java privince, Indonesia. Plaosan complex temple is divided into two parts, Plaosan Lor and Plaosan Kidul. It comprisesthree main buildings surrounded by hundreds of shrines. This study chooses Plaosan Lor Temple as its object because the condition of the building is still relatively complete compared to Plaosan Kidul which is almost left in ruins. The method and approach of this study is Bahasa Rupa (Fine Arts Language) which is especially used to analyze the reliefs existing in one of the rooms in Plaosan Lor main building. The result of the analysid shows that, the temples and one of the rooms in it, based on either the interior or exterior in the main building, are fuctioned as a payer room and also as a room to welcome guest willing to pray. Keyword: Fine Art Language, Plaosan Lor Temple, relief, main building. Pendahuluan Candi Plaosan Lor memiliki tu, sebagai penanda budaya. Oleh karena karakteristik bangunan yang unik. itu, perlu dipelajari lebih lanjut tentang Eksterior bangunan utama dan dinding keberadaan candi tersebut dengan segala interior bergambarkan serangkaian fungsi dan manfaat dari bangunan dan ornamen yang menggambarkan suatu ruang-ruang yang ada di dalamnya. periode bangunan yang berasal dari Melalui analisis reliefnya, dengan cara cakrawala budaya satu kelompok atau yang sama dalam menganalisis relief candi etnis tertentu yang sama, atau berbeda atau Borobudur yang telah dilaksanakan bahkan lebih dari satu kelompok etnis. sebelumnya oleh Primadi Tabrani (1998), Melalui sudut pandang konseptual, yang kemudian dituliskan dalam buku komplek candi Plaosan Lor memiliki nilai yang berjudul Messages from Ancient yang besar sebagai warisan dari para Walls. Sekaligus sebagai upaya pendahulu yang memiliki konsep terten- pembuktian,bahwa bahasa 369 nilai dari cerita tersebut, perlu dicari dan rupa yang telah di pelajari tersebut, dapat diketahui, sekaligus dipelajari, karena pula digunakan untuk membaca gabar- berasal dari pengembangan konsep para gambar relief pada candi-candi yang lain, pendahulu yang tersimpan dalam benda- selain candi Borobudur, di Magelang, benda budaya, untuk kepentingan Jawa Tengah, yang berbeda konsep dan pengembangan konsep desain khas sejarah keberadaannya. Indonesia di masa depan. Bahasa Rupa Sebagai Alat Membaca Konsep bangunan utama Candi Gambar Komplek Plaosan Lor Sehubungan dengan itu, dari ratusan relief yang tersebar, terpilih dua Daerah Plaosan, Jawa Tengah, relief pada dinding partisi yang kemudian Indonesia, merupakan tempat dari sebuah dianalisis dengan menggunakan bangunan peninggalan luar biasa dari para pendekatan Bahasa Rupa. Pendekatan leluhur Candi Plaosan. Komplek Plaosan Bahasa Rupa menganggap gambar sebagai atau Candi Plaosan, merupakan sala satu gambar perwakilan yang sama dengan candi budha yang terletak di desa Bugisan, benda-benda asli, dari cara Kabupaten Prambanan, Provindi Jawa menceritakannya. Pada pemahaman Tengah, Indonesia. Candi Plaosan mudah tersebut, cara untuk menuliskan di akses dari Yogyakarta – Surakarta (menggambar) efek ‘gerakan’ pada relief dengan menggunakan jalan utama sekitar 1 dinding partisi interior utama yang km ke kuil ini, yang terletak di pusat desa. sebenarnya telah menyampaikan sebuah Meliputi area seluas 2000 hektar, dan cerita, tetapi belum diketahui cerita apa berada 148 di atas permukaan laut dan yang terdapat di dalamnya. Dalam gambar wilayah yang tepat adalah bujur 7° 44’13 perwakilan bahasa rupa, gambar dari objek “Lintang Selatan dan 110° 330’ 11,07” yang sama yang berasal dari satu timur. Sekitar 200 m sebelah timur Candi kelompok etnis atau bangsa dapat diakui Plaosan terdapat aliran Sungai Dengok oleh yang lain. Aspek yang menarik dalam dari utara ke selatan. Candi Plaosan Bahasa Rupa, bukan gambar itu sendiri dikelilingi oleh persawahan, dan vegetasi yang bercerita, tetapi cara menggambarnya yang subur seperti pisan, jagung dan juga yang bercerita. Oleh karena relief dinding pemukiman manusia. Bangunan-bangunan candi Plaosan Lor memainkan bagian penting dalam upaya untuk menentukan nilai bangunan itu sendiri. Maka penentuan 370 utama Candi komplek Plaosan Lor berdiri keluarga kerajaan yang memiliki pada poros utara-selatan dan dikelilingi kemampuan untuk membangun kuil oleh tiga bangunan lebih kecil pada poros mewah (mirip dengan periode Mataram baris yang diatur dalam empat persegi Kuno). Sebagai konsekuensi dari panjang konsentris. Dua baris ini terdiri pernikahan, konsep Budha bercampur dari stupa, dan salah satu kuil kecil. dengan konsep Hindu, yang dapat dilihat Dua bangunan utama memiliki dalam gaya bangunan dari era ini. Dalam bentuk persegi panjang dan dua ruang, kasus candi Plaosan, bangunan utama yang masing-masing berisi tiga kamar dengan stupa di atas atap (konsep berderet dalam satu baris dan dihubungkan Buddhis) bersatu dengan konsep oleh pintu yang sempit . Sehubungan pemisahan bangunan yang memiliki ruang- dengan itu dari bukti terdapat, ruang kedua ruang pembagian perbedaan gender pada jaman lampau terdapat bekas lantai (konsep Hindu). kayu, dan tangga menuju ke ruang tersebut Dinasti Syailendra yang menganut juga terbuat dari kayu. agama Budha datang dari Kerajaan Dinding tubuh candi pada kedua Sriwijaya di Pulau Sumatera, Indonesia ke atas dari tingkat bawah telah dibagi tengah Pulau Jawa, Jawa Tengah. Konsep menjadi beberapa bagian, bagian tengah bangunan Sumatera diambil dalam rencana dari masing-masing jendela persegi lokasi Candi Plaosan, dengan pengaturan, panjang diapit oleh tokoh-tokoh dari bagian profan ditempatkan di sisi kanan makhluk surgawi, menciptakan kesan dan bagian sakral di tempatkan di sisi kiri. ketinggian bangunan. Bangunan-bangunan utama kembar memiliki atap meruncing Aspek Visual Relief di Gedung Utama memuncak dengan stupa, mencakup Bangunan utama dari Candi seluruh struktur. Semua ruang bawah tanah Plaosan tampaknya tidak di presentasikan candi kembar mengandung patung yang gaya arsitektur tertentu atau periode. indah, bertahta di ruang tersebut pada kursi Bentuk dan struktur dari bangunan utama teratai yang di tempatkan dekat dengan kembar terhubung dengan fungsi dinding partisi yang mengampit kursi keagamaan mereka. Menurut Soekmono teratai tersebut, termasuk dinding partisi (1990: 78) gaya dekorasi patung ini bagian belakang. menentukan fungsi candi. Membuat Candi Komplek Plaosan Lor mereka bagian dari monumen syailendra dibangun dan dikembangkan dengan baik dengan perbedaan minoritas yang selama 8 hingga 9 abad oleh monarki dihasilkan dari perbedaan dalam usia dan Mataram, dengan pengaruh budaya tradisi tradisi lokal. Tetapi pada penelitian ini, India. Candi Plaosan dibangun pada 825- relief dari bangunan utama candi komplek 850 Masehi oleh Sri Kahuluan atau Plaosan Lor dipelajari lebih lanjut untuk Pramodharwardhani Putri dari dinasti kepentingan melengkapi fungsi candi Syailendra keturunan Raja Samaratungga. Plaosan Lor, selain dari patung-patung Pramodhawardhani menikah dengan Rakai yang dibuat sebagai kelengkapan Pikatan, yang beragama Hindu. bangunan. Relief-relieh tersebut dibuat Buddhisme, Jainisme, dan Hindu (Brahma dengan menggunakan batuan atau relief dan Saiva/Siwa), berinteraksi secara dapat menggunakan media atau teknik sekaligus dalam patung yang menempel pada 371 dinding dan sangat cocok untuk adegan serangkaian relief dinding. Untuk dengan banyak ornamen dan elemen membuktikan bahwa Relief merupakan lainnya seperti lanskap atau arsitektur. Linguistic Visuality, maka relief tersebut Banyak sarjana percaya bahwa dianalisis dengan menggunakan konfigurasi komplek Plaosan Lor, dari pendekatan bahasa visual (bahasa rupa), yang telah dibangun di sekitar kuil utama mirip dengan penelitian Khusus Primadi Tabrani (1998) tentang cerita relief Lalitavistara Candi Borobudur. Masalah bahasa visual terus- menerus berhubungan dengan ‘cara membaca’ gambar sebagai visual. Relief dipandang sebagai modus utama komunikasi, relatif babas dari bahasa, dan harus diperlakukan sebagai visual dilayar, mirip dengan pengetahuan dan praktek yang sudah dirumuskan dari ‘tempat lain’ yang kemudian diproyeksikan. Masalah-masalah yang terdapat pada cara membaca representasi visual adalah, pertama, manusia modern terbiasa di tengah, mencerminkan sebuah dunia untuk ‘melihat’ gambar-gambarnya. Kami pemikiran yang didasarkan pada sistem hanya mengamati objek yang dijelaskan pemerintahan terpusat seperti yang kita dalam gambar dan melupakan bahwa bisa banyangkan pada dinasti Syailendra. sebuah gambar dapat berisi bahasa visual. Misalnya, eksterior bangunan utama dan Ketika gambar modern perlu mengatakan interior dinding bertuliskan serangkaian sesuatu, artis biasanya menambahkan relief adalah aspek konsepsi dan beberapa teks di sebelah gambar (seperti kosmologis sebuah bangunan candi. Tetapi dapat dilihat dalam kasus komik relief sebenarnya merupakan bagian strip).Karena tidak ada teks yang terpenting untuk menentukan nilai dan ditemukan pada reliefcerita, biasanya kita fungsi bangunan. Makalah ini membahas hanya mampu menggambarkan gambar pada serangkaian panel sebagai dua dengan mengilustrasikan, tapi cerita dan dimensi representasi visual yang sangat pesan dii balik itu sangat sulit untuk mirip dengan gambar seni
Recommended publications
  • Semester Khusus 2014/2015 Sma Negeri 2
    LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) SEMESTER KHUSUS 2014/2015 SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN Glondong, Wirokerten, Banguntapan, bantul DISUSUN OLEH : PRAMESWARI 12406241024 PRODI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur Penelis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia–Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Program Pengalaman Lapangan (PPL) Semester Khusus Universitas Negeri Yogyakarta di SMA Negeri 2 Banguntapan dengan tepat waktu. Laporan PPL ini disusun sebagai pertanggungjawaban tertulis dari pelaksanaan PPL, yang terhitung mulai tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan 12 September 2015. Telaksananya program kerja KKN ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, maka Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ngadiya, selaku Kepala Sekolah di SMA Negeri 2 Banguntapan yang telah memberikan kami ijin untuk melaksanakan praktek mengajar di sekolah yang beliau pimpin. 2. Ibu Sri Tukiyantini, selaku Guru Pamong yang telah membimbing kami di sekolah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. 3. Bapak Sabar Nurohman, M.Pd. Si, selaku koordinator LPPMP yang telah membimbing kami dalam pelaksanaan PPL. 4. Bapak Sudrajat, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Lapangan yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada kami dalam menjalankan kegiatan PPL . 5. Teman-teman satu kelompok yang telah bersedia berbagi pengetahuan dan saling membantu dalam terselesesaikannya kegiatan PPL dan penyususnan Laporan PPL. 6. Seluruh siswa SMA Negeri 2 Banguntapan yang telah menerima pembelajaran dari kami dan memberikan respon dan sambutan yang positif terhadap rangkaian kegiatan pembelajaran selama terlaksananya program PPL. Penulis menyadari bahwa penulisan laporang ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya.
    [Show full text]
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • Identity Representation on Personal Travel Blog
    Identity Representation on Personal Travel Blog THESIS by: Ahmad Zakki Maulana NIM 14320079 ENGLISH LETTERS DEPARTMENT FACULTY OF HUMANITIES UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2018 i Identity Representation on Personal Travel Blog THESIS Presented to Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Sarjana Sastra composed by: Ahmad Zakki Maulana NIM 14320079 supervisor: Masrokhin, M. A NIDT 19780410201608011035 ENGLISH LETTERS DEPARTMENT FACULTY OF HUMANITIES UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2018 APPROVAL SHEET ii LEGITIMATION SHEET iii STATEMENT OF AUHENTICITY iv MOTTO Learn from past, live for present, hope for future. v DEDICATION I proudly dedicate this thesis to my lovely family, including my father H. M. Muzayyin, my mother Hj. Umi Faizah, my sister and her husband Tutun Atufah and Nur Salim, my nephew and niece, as well as the other members of my family who have stayed next to me in every single step of mine. I do thank for your love, support, guidance given to me till I can finish my study. vi ACKNOWLEDGEMENT All praise to Allah S.W.T. who has given His guidance and blessing for all creatures in the universe, including me, so I can finish this thesis entitled “Identity Representation on Personal Travel Blog”. Shalawat and Salam are always praised to our beloved Prophet Rasulullah Muhammad p.b.u.h, the messenger as well as the one who brings good news to human life. I am able to accomplish this thesis successfully due to some talented as well as inspired people who always give me advice, guidance, and critique in order to improve this thesis.
    [Show full text]
  • Challenges in Conserving Bahal Temples of Sri-Wijaya Kingdom, In
    International Journal of Engineering and Advanced Technology (IJEAT) ISSN: 2249 – 8958, Volume-9, Issue-1, October 2019 Challenges in Conserving Bahal Temples of Sriwijaya Kingdom, in North Sumatra Ari Siswanto, Farida, Ardiansyah, Kristantina Indriastuti Although it has been restored, not all of the temples re- Abstract: The archaeological sites of the Sriwijaya temple in turned to a complete building form because when temples Sumatra is an important part of a long histories of Indonesian were found many were in a state of severe damage. civilization.This article examines the conservation of the Bahal The three brick temple complexes have been enjoyed by temples as cultural heritage buildings that still maintains the authenticity of the form as a sacred building and can be used as a tourists who visit and even tourists can reach the room in the tourism object. The temples are made of bricks which are very body of the temple. The condition of brick temples that are vulnerable to the weather, open environment and visitors so that open in nature raises a number of problems including bricks they can be a threat to the architecture and structure of the tem- becoming worn out quickly, damaged and overgrown with ples. Intervention is still possible if it is related to the structure mold (A. Siswanto, Farida, Ardiansyah, 2017; Mulyati, and material conditions of the temples which have been alarming 2012). The construction of the temple's head or roof appears and predicted to cause damage and durability of the temple. This study used a case study method covering Bahal I, II and III tem- to have cracked the structure because the brick structure ples, all of which are located in North Padang Lawas Regency, does not function as a supporting structure as much as pos- North Sumatra Province through observation, measurement, sible.
    [Show full text]
  • Batu Tabung Berprasasti Di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) Dan Nama Mata Angin Dalam Bahasa Jawa Kuno Baskoro Daru Tjahjono, Arlo Griffiths, Véronique Degroot
    Batu tabung berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan nama mata angin dalam bahasa Jawa Kuno Baskoro Daru Tjahjono, Arlo Griffiths, Véronique Degroot To cite this version: Baskoro Daru Tjahjono, Arlo Griffiths, Véronique Degroot. Batu tabung berprasasti di Candi Gunung Sari (Jawa Tengah) dan nama mata angin dalam bahasa Jawa Kuno. Berkala Arkeologi (Yogyakarta), Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta, 2014, 34 (2), pp.161-182. 10.30883/jba.v34i2.23. halshs-01908636 HAL Id: halshs-01908636 https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-01908636 Submitted on 30 Oct 2018 HAL is a multi-disciplinary open access L’archive ouverte pluridisciplinaire HAL, est archive for the deposit and dissemination of sci- destinée au dépôt et à la diffusion de documents entific research documents, whether they are pub- scientifiques de niveau recherche, publiés ou non, lished or not. The documents may come from émanant des établissements d’enseignement et de teaching and research institutions in France or recherche français ou étrangers, des laboratoires abroad, or from public or private research centers. publics ou privés. BATU TABUNG BERPRASASTI DI CANDI GUNUNG SARI (JAWA TENGAH) DAN NAMA MATA ANGIN DALAM BAHASA JAWA KUNO1 THE INSCRIBED STONE CYLINDERS AT CANDI GUNUNG SARI (CENTRAL JAVA) AND THE NAMES OF THE DIRECTIONS OF SPACE IN OLD JAVANESE Baskoro Daru Tjahjono1, Arlo Griffths2 dan Veronique Degroot2 1Balai Arkeologi Medan 2Ecole française d'Extrême-Orient, Jakarta [email protected] [email protected] [email protected] ABSTRACT This article presents an architectural and epigraphical study of several objects recovered from the Central Javanese temple site of Gunung Sari.
    [Show full text]
  • In D O N E S Ia N
    Marijke Klokke AN INDONESIAN SCULPTURE IN THE KRÖLLER-MÜLLER MUSEUM1 Introduction SCULPTURE In 1919 Helene Kröller-Müller acquired an Indonesian sculpture from Frederik Muller & Cie, a well-known auction house in Amsterdam at the time (PI. 1). The inventory of the auction - which took place on 25-28 November 1919 - listed the sculpture under lot numbers 1548-1567, together with 19 other sculptures from the Netherlands Indies: ‘Collection de vingt sculptures en gres, d’idoles, etc. des Indes néerlandaises. (Boroboudour, Java?). - Par pièce’.2 Helene Kröller-Müller was born in Essen in Germany in 1869. In 1888 she married Anton Kröller, a promising employee at the Rotterdam branch of her father’s firm Wm H. Müller & Co. A year later he was to become the director of this firm and one of the richest business men in the Netherlands. In 1907 INDONESIAN Helene began to collect art, mainly the contemporary art of which Van Gogh was her favourite, but also non-western art.3 When she bought the Indo­ nesian sculpture in 1919 she was making plans to build a museum for her AN growing art collection. Because of long discussions with architects and financial problems of the Müller firm in the 1930s it was not until 1938 that her dream came true and the Kröller-Müller Museum came into existence thanks to an initiative of the Dutch state.4 Helene Kröller-Müller was to be the first director, but not for long as she died in 1939. The sculpture she acquired in 1919 is the only Indonesian piece in the Kröller-Müller Museum collection.5 It is registered as KM 113.611 but the inventory file gives little Information about the identification of the depicted figure (‘Hindu-Buddhist dwarf figure’), the origin of the relief (‘Indonesia’), or its date (‘unknown’).
    [Show full text]
  • Bundling As Strategy of Tourist Attraction Based on Natural And
    Journal of Sustainable Tourism and Entrepreneurship (JoSTE) ISSN: 2714-6480, Vol 1, No 1, 2019, 1-12 https://doi.org/10.35912/joste.v1i1.84 Bundling as strategy of tourist attraction based on natural and cultural tourism in the ex- Surakarta residency Giyah Yuliari1*, Bambang Riyadi2 FEB UNTAG, Semarang 50233, Indonesia1*,2 [email protected]*, [email protected] Abstract Purpose: Indonesia has many tourist attractions, but not all places are well known, which makes them have no visitors. The objectives of this study are to find out how the condition of attractions in each district/ city in the Surakarta Residency and how to increase tourist visits to tourist attractions. Research methodology: The research design is qualitative research. Data are presented in descriptive form, with in-depth and flexible analysis. Sampling by purposeful sampling, the sample chosen depends on the research objectives without regard to the ability of the generalist. The method used is implementing a bundling marketing strategy, which issues product bundling and price bundling in the form of several travel packages. Results: There are two tourist attractions that are already Article History developing and which are still in the form of potential. Travel Received on 28 October 2019 agents can offer tourist attractions that have developed to tourists 1st Revision on 28 November 2019 by bundling through tour packages. Tourist attractions that are still 2nd Revision on 8 December 2019 potential but attractive can be offered as well. So that all tourist 3rd Revision on 12 December 2019 attractions will get tourist visits. Accepted on 15 December 2019 Limitation: This research was conducted at the Ex-Residency of Surakarta, in Central Java, Indonesia.
    [Show full text]
  • Aspek-Aspek Arkeologi Indonesia
    Aspek-aspek Arkeologi Indonesia 19SO A FEW OBSERVATIONS ON THE USE OF CERAMICS IN INDONESIA Satyawati Suleiman BEBERAPA CATATAN TENTANG PEMAKAIAN BENDA-BENDA KERAMIK DI INDONESIA A FEW OBSERVATIONS ON THE USE OF CERAMICS IN INDONESIA BEBERAPA CATATAN TENTANG PEMAKAIAN BENDA-BENDA KERAMIK DI INDONESIA A FEW OBSERVATIONS ON THE USE OF CERAMICS IN INDONESIA SATYAWATI SULEIMAN PUSAT PENELITIAN ARKEOLOGI NASIONAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Copyright PUSAT PENELITIAN ARKEOLOGI NASIONAL ISSN 0126 - 4141 Cetakan pertama, 1980 Cetakan kedua, 1984 First edition, 1980 Second revised, 1 984 Printed by : PT. Guruh Kemarau Sakti - Jakarta Not For Sale BEBERAPA CATATAN TENTANG PEMAKAIAN BENDA-BENDA KERAMIK DI INDONESIA* Penelitian keramik Indonesia masih ada pada tingkat permulaannya. Tuan Orsoy de Flines1^ yang telah membuat sebuah kumpulan keramik asing sebelum Perang Dunia II. membuat beberapa laporan dan sebuah daftar. Saudara Abu Ridlio2' yang telah mengikuti jejaknya sebagai kurator kum• pulan keramik di Museum Pusat Jakarta telah menulis beberapa karangan juga dan baru-baru ini ditulisnya naskah untuk sebuah art album tentang koleksi ini. Keramik lokal sudah pernah disebutkan dan dibuat deskripsinya oleh beberapa akhli prasejarah, yang telah melakukan survai-survai dan berbagai eksvakasi secara sistematis. Dr. H.R. van Heekeren3' alm. adalah seorang di- antara mereka itu. Para arkeolog Indonesia telah merasa beruntung bahwa mereka dapat bekerja sama dengannya sambil belajar daripadanya setiap kali ia datang di Indonesia. Dr. R.P. Soejono4', sekarang Kepala Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, bertahun-tahun dibimbing olehnya da• lam penelitiannya, ketika ia mempersiapkan sebuah disertasi tentang cara-cara penguburan di Bali-kuno, berdasarkan data data yang telah dikumpulkannya.
    [Show full text]
  • Indonesia 12
    ©Lonely Planet Publications Pty Ltd Indonesia Sumatra Kalimantan p509 p606 Sulawesi Maluku p659 p420 Papua p464 Java p58 Nusa Tenggara p320 Bali p212 David Eimer, Paul Harding, Ashley Harrell, Trent Holden, Mark Johanson, MaSovaida Morgan, Jenny Walker, Ray Bartlett, Loren Bell, Jade Bremner, Stuart Butler, Sofia Levin, Virginia Maxwell PLAN YOUR TRIP ON THE ROAD Welcome to Indonesia . 6 JAVA . 58 Malang . 184 Indonesia Map . 8 Jakarta . 62 Around Malang . 189 Purwodadi . 190 Indonesia’s Top 20 . 10 Thousand Islands . 85 West Java . 86 Gunung Arjuna-Lalijiwo Need to Know . 20 Reserve . 190 Banten . 86 Gunung Penanggungan . 191 First Time Indonesia . 22 Merak . 88 Batu . 191 What’s New . 24 Carita . 88 South-Coast Beaches . 192 Labuan . 89 If You Like . 25 Blitar . 193 Ujung Kulon Month by Month . 27 National Park . 89 Panataran . 193 Pacitan . 194 Itineraries . 30 Bogor . 91 Around Bogor . 95 Watu Karang . 195 Outdoor Adventures . 36 Cimaja . 96 Probolinggo . 195 Travel with Children . 52 Cibodas . 97 Gunung Bromo & Bromo-Tengger-Semeru Regions at a Glance . 55 Gede Pangrango National Park . 197 National Park . 97 Bondowoso . 201 Cianjur . 98 Ijen Plateau . 201 Bandung . 99 VANY BRANDS/SHUTTERSTOCK © BRANDS/SHUTTERSTOCK VANY Kalibaru . 204 North of Bandung . 105 Jember . 205 Ciwidey & Around . 105 Meru Betiri Bandung to National Park . 205 Pangandaran . 107 Alas Purwo Pangandaran . 108 National Park . 206 Around Pangandaran . 113 Banyuwangi . 209 Central Java . 115 Baluran National Park . 210 Wonosobo . 117 Dieng Plateau . 118 BALI . 212 Borobudur . 120 BARONG DANCE (P275), Kuta & Southwest BALI Yogyakarta . 124 Beaches . 222 South Coast . 142 Kuta & Legian . 222 Kaliurang & Kaliadem . 144 Seminyak .
    [Show full text]
  • UNESCO World Heritage Site Yogyakarta 57454 Indonesia
    Candi Perwara, Bokoharjo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa UNESCO World Heritage Site Yogyakarta 57454 Indonesia unesco | 1 PRAMBANAN THE LEGEND The astonishing temples of Prambanan, believed to be the proof of love from Bandung Bondowoso to Princess Loro Jonggrang, are the best remaining examples of Java’s extended period of Hindu culture. Located 17 kilometers northeast of Yogyakarta, the temples boast of a wealth of sculptural detail and are considered to be one of Indonesia’s most phenomenal examples of Hindu art. Legend says that there were once a thousand temples standing in the area, but due to a great earthquake in the 16th century, accelerated by the treasure hunters and locals searching for building material, many of the temples are gone now. Initiatives to restore the temples have been conducted to some extent, though many stand in ruin today. The UNESCO World Heritage Site of the Prambanan Temple Compounds. PHOTO BY MICHAEL TURTLE prambanan | 2 prambanan | 3 CONSTRUCTION The Prambanan temple is the largest Hindu temple of ancient Java, and the first building was completed in the mid-9th century. It was likely started by Rakai Pikatan as the Hindu Sanjaya Dynasty’s answer to the Buddhist Sailendra Dynasty’s Borobudur and Sewu temples nearby. Historians suggest that the construction of Prambanan probably was meant to mark the return of the Hindu Sanjaya Dynasty to power in Central Java after almost a century of Buddhist Sailendra Dynasty domination. The construction of this massive Hindu temple signifies that the Medang court had shifted its patronage from Mahayana Buddhism to Shaivite Hinduism.
    [Show full text]
  • Architectural Composition in Java from the Eighth to Fourteenth Centuries
    ARCHITECTURAL COMPOSITION IN JAVA FROM THE EIGHTH TO FOURTEENTH CENTURIES JACQUES DUMARC::AY ECOLE FRAN<;AISE D'EXTREME ORIENT PARIS translated by MICHAEL SMITHIES cjo UN-ESCAP The definitions of architecture are legion, and are often Of all the constraints which the construction of a build­ verbalized by art connoisseurs. One of the baldest, by the clas­ ing is subject to, the most obvious its financing, though it is sical theorist Blondel, is "Architecture is the art of building well." possible that sometimes the faithful compensated for a lack of Nearer to our times, Le Corbusier stated "Architecture is an means. This was the case, for example, with the Buddhists in intelligent, judicious and magnificent play of volumes beneath central java at the beginning of the 9th century, at the time of light." But above all, as the late Leroi-Gourhan, an anthropolo­ the maximum extension of the Buddhist Sailendra. Politics gist, noted, "Architecture is the putting in order of the universe played a role by imposing corvees, avoiding an impossible from a particular viewpoint"; in other words, it is a· way of financial burden. So the vast undertakings beginning around expressing our desires. 835 and finishing about 860 presupposed considerable human The remains of Javanese architecture from the 8th to the resources, and most probably could not have been finished 14th centuries are essentially of religious origin, either Buddhist without innumerable corvees. This must have been a means of or Hindu. Because of this, a study of architectural compostion reasserting Hindu Sanjaya influence, imposing the renewal of of this period takes on a limited aspect which can certainly not Hinduism on the Buddhist milieu and blocking the expansion be used to cover all the buildings which have disappeared.
    [Show full text]
  • Morphological Typology and Origins of the Hindu-Buddhist Candis Which Were Built from 8Th to 17Th Centuries in the Island of Bali
    計画系 642 号 【カテゴリーⅠ】 日本建築学会計画系論文集 第74巻 第642号,1857-1866,2009年 8 月 J. Archit. Plann., AIJ, Vol. 74 No. 642, 1857-1866, Aug., 2009 MORPHOLOGICAL TYPOLOGY AND ORIGINS OF THE MORPHOLOGICALHINDU-BUDDHIST TYPOLOGY CANDI ANDARCHITECTURE ORIGINS OF THE HINDU-BUDDHIST CANDI ARCHITECTURE IN BALI ISLAND IN BALI ISLAND バリ島におけるヒンドゥー・仏教チャンディ建築の起源と類型に関する形態学的研究 �������������������������������������� *1 *2 *3 I WayanI Wayan KASTAWAN KASTAWAN * ,¹, Yasuyuki Yasuyuki NAGAFUCHINAGAFUCHI * ² and and Kazuyoshi Kazuyoshi FUMOTO FUMOTO * ³ イ �ワヤン ��� カスタワン ��������,永 渕 康���� 之,麓 �� 和 善 This paper attempts to investigate and analyze the morphological typology and origins of the Hindu-Buddhist candis which were built from 8th to 17th centuries in the island of Bali. Mainly, the discussion will be focused on its characteristics analysis and morphology in order to determine the candi typology in its successive historical period, and the origin will be decided by tracing and comparative study to the other candis that are located across over the island and country as well. As a result, 2 groups which consist of 6 types of `Classical Period` and 1 type as a transition type to `Later Balinese Period`. Then, the Balinese candis can also be categorized into the `Main Type Group` which consists of 3 types, such as Stupa, Prasada, Meru and the `Complementary Type Group` can be divided into 4 types, like Petirthan, Gua, ������ and Gapura. Each type might be divided into 1, 2 or 3 sub-types within its architectural variations. Finally, it is not only the similarities of their candi characteristics and typology can be found but also there were some influences on the development of candis in the Bali Island that originally came from Central and East Java.
    [Show full text]