TRANSFORMASI INDUSTRI 4.0 MANUFAKTUR PROSES TEKSTIL DAN APPAREL

PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN VOKASI INDUSTRI BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TRANSFORMASI INDUSTRI 4.0 MANUFAKTUR PROSES TEKSTIL DAN APPAREL

Cetakan I, 2021

Tim Penyusun: 1. Gunawan Politeknik STTT Bandung 2. Budy Handoko Politeknik STTT Bandung 3. Ida Nuramdhani Politeknik STTT Bandung 4. Totong Politeknik STTT Bandung 5. Ichsan Purnama Politeknik STTT Bandung 6. Achmad Ibrahim Makki Politeknik STTT Bandung 7. Maya Komalasari Politeknik STTT Bandung 8. Deni Sukendar Politeknik STTT Bandung

ISBN : 978-623-96413-2-0

Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian Republik Indonesia Jl. Widya Chandra VIII No. 34 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190

ii KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, saya menyambut gembira atas terbitnya buku “Transformasi Industri 4.0 - Manufaktur Proses Tekstil dan Apparel”, yang disusun oleh Tim Kementerian Perindustrian sebagai salah satu usaha untuk memberikan pondasi bagi seluruh Mahasiswa dalam memahami revolusi Industri 4.0. Kehadiran buku ini merupakan kelanjutan dari buku Dasar Industri 4.0 untuk menghasilkan mahasiswa yang mampu menjadi agen transformasi Industri 4.0 di masing-masing sektor Industrinya Atas dasar itulah, Kementerian Perindustrian mewajibkan seluruh unit pendidikan untuk menerapkan Kurikulum Industri 4.0 dengan materi Transformasi Industri 4.0 - Manufaktur Proses Tekstil dan Apparel yang diberikan kepada Mahasiswa Politeknik/ Akademi Komunitas termuat dalam buku ini. Materi pembelajaran yang termuat dalam buku ini, disusun secara sistematis dan mencakup pembelajaran serta pelatihan yang merupakan modal mahasiswa dalam memahami transformasi Industri 4.0, proses bisnis ndustri dan membuat strategi implementasi transformasi Industri 4.0 serta memperesentasikan solusi transformasi Industri 4.0. Menyimak kandungan dalam buku ini, harapan saya buku ini memberikan sentuhan komprehensif dalam mendorong Industri mengimplementasikan transformasi Industri 4.0 Mudah-mudahan buku ini dapat menginspirasi para peserta didik dan menjadi acuan masyarakat industri dalam menerapkan transformasi Industri 4.0. Buku ini juga dapat menjadi pelengkap bagi dunia pendidikan dalam menyiapkan peserta didik untuk menjadi agen transformasi Industri 4.0 Akhirnya saya mengucapkan selamat atas diterbitkannya Buku “Transformasi Industri 4.0 - Manufaktur Proses Tekstil dan Apparel” ini.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri

Arus Gunawan

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... iv DAFTAR GAMBAR ...... vi BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Reference Achitecture Model for Industry 4.0 (RAMI 4.0) ...... 2 1.3 Industrial Internet Reference Architecture (IIRA) ...... 6 BAB II SIKLUS MANUFAKTUR ...... 13 2.1 Konsumen ...... 13 2.2 Perancangan Produk ...... 15 2.3 Perancangan Proses...... 17 2.4 Perencanaan Produksi ...... 23 2.5 Proses Produksi ...... 29 2.6 Pengendalian Persediaan ...... 31 2.7 Pengendalian Kualitas ...... 32 2.8 Pengendalian Produksi ...... 35 2.9 Supplier ...... 37 BAB III BISNIS PROSES INDUSTRI TEKSTIL DAN GARMEN ...... 40 3.1 Bisnis Proses Tekstil dan Garmen ...... 40 3.2 Proses Bisnis Industri Serat ...... 42 3.3 Proses Bisnis Industri Pembuatan Benang...... 44 3.4 Proses Bisnis Industri Pembuatan Kain ...... 46 3.5 Proses Bisnis Industri Pencelupan, Pencapan dan Penyempurnaan Tekstil ...... 48 3.6 Proses Bisnis Industri Garmen/Fashion ...... 50 3.6.1 Production Planning ...... 51 3.6.2 Proses Produksi ...... 51 BAB IV TRANSFORMASI INDUSTRI 4.0 SEKTOR TEKSTIL DAN GARMEN ...... 55 4.1 Latar Belakang Transformasi Industri 4.0 ...... 55 4.2 Proses Bisnis Industri Tekstil dan Garmen/Fashion 4.0...... 58 4.3 Transformasi Industri Tekstil dan Apparel 4.0 ...... 68

iv 4.4 Teknologi Kunci Transformasi Industri 4.0 pada Industri Tekstil dan Garmen ...... 73 4.5 Analisis Data (Data Analytic) ...... 102 BAB V STRATEGI IMPLEMENTASI TRANSFORMASI INDUSTRI 4.0 SEKTOR TEKSTIL DAN GARMEN ...... 112 5.1. Best Practice Implementasi Transformasi Industri 4.0 Industri Tekstil dan Garmen ...... 112 5.2. Strategi Implementasi dengan Toolbox Industry 4.0 ...... 116 5.3. Gap Analisis Berbasis INDI 4.0 ...... 122 5.2.1 Lima Pilar INDI 4.0 ...... 125 5.2.2 17 Bidang INDI 4.0 ...... 127 5.3. Strategic Project Management (SPM) ...... 134 BAB VI PROYEK SOLUSI TRANFORMASI INDUSTRI 4.0 SEKTOR TEKSTIL DAN GARMEN...... 137 6.1 Instruksi Umum Projek ...... 137 6.2 Pengetahuan yang diperlukan ...... 137 6.3 Tahapan pekerjaan ...... 137 6.4 Penilaian ...... 139 DAFTAR PUSTAKA ...... 140

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Komponen Industri 4.0 (Roth) ...... 2 Gambar 1.2 Model Arsitektur Rujukan bagi Industry 4.0 ...... 3 Gambar 1.3 Dimensi Hirarki dari RAMI ...... 4 Gambar 1.4 Dimensi Daur Hidup dan Arus Nilai dari RAMI ...... 5 Gambar 1.5 Dimensi Layer dari RAMI ...... 6 Gambar 1.6 Industrial Internet Reference Architecture, IIRA ...... 7 Gambar 1.7 Pola Arsitektur Tiga Tier ...... 10 Gambar 1.8 Pola Arsitektur Gateway-Mediated-Edge Connectivity and Management ...... 11 Gambar 1.9 Arsitektur Layered Databus ...... 12

Gambar 2.1 Siklus Aktifitas Manufaktur (Grover) ...... 13 Gambar 2.2 Langkah-langkah dalam Perencanaan Produk sampai Proses Produksi ...... 15 Gambar 2.3 Pola Aliran Garis (Bunawan) ...... 20 Gambar 2.4 Pola Aliran Intermiten ...... 21 Gambar 2.5 Pola Aliran Proyek ...... 22

Gambar 3.1 Diagram Klaster Industri TPT (Kemenperin) ...... 40 Gambar 3.2 Ruang lingkup Teknologi dan Industri Tekstil (Euratex) ...... 41 Gambar 3.3 Proses Bisnis Industri Serat ...... 42 Gambar 3.4 Proses Bisnis Industri Benang Filament ...... 43 Gambar 3.5 Proses Bisnis Industri Benang Staple ...... 44 Gambar 3.6 Proses Bisnis Industri Pembuatan Kain ...... 47 Gambar 3.7 Proses Bisnis Industri Pencelupan-Penyempurnaan kain tenun ...... 48 Gambar 3.8 Proses Bisnis Industri Pencelupan-Penyempurnaan kain rajut ...... 49 Gambar 3.9 Proses Bisnis Industri Pencapan-Penyempurnaan ...... 50 Gambar 3.10 Proses Bisnis Industri Garmen ...... 50

Gambar 4.1 Perkembangan Revolusi Industri (DFKI) ...... 55 Gambar 4.2 Lima Sektor Utama Pengembangan Industri 4.0 (Kemenperin) ...... 57 vi Gambar 4.3 Strategi Pengembangan Industri Tektil dan Apparel 4.0 (Kemenperin) ...... 58 Gambar 4.4 Skema Transformasi Informasi Industri Tekstil 4.0 (Wischnowski) ...... 59 Gambar 4.5 Konsep Autowarp pada Mesin Institut fur Textiltechnik der RWTH Aachen (Gloy) ...... 60 Gambar 4.6 Flowchart Model Self Optimalization for Production process dan Weaving machine (GLoy) ...... 61 Gambar 4.7 Skema maintenance Mesin tekstil Smart Manufacturing (Chen) ...... 62 Gambar 4.8 Pengembangan Teknologi 4.0 Industri Composite (RWTH) ...... 62 Gambar 4.9 Penerapan RFID di industri Tekstil untuk melacak Produksi Secara Real Time (Faruk) ...... 63 Gambar 4.10 Integrasi pada Seluruh Value Chain dan IoT (Faruk) . 63 Gambar 4.11 Clothing and Apparel Production System (Gokalp) ... 64 Gambar 4.12 Apparel 4.0 (Gokalp) ...... 64 Gambar 4.13 INDI 4.0 – 5 Pilar dan 17 Bidang (Kemenperin) ...... 68 Gambar 4.14 Hasil Self Assessment Indi 4.0 per 10 April 2019 (kemenperin) ...... 69 Gambar 4.15 Industri 4.0 sebagai Integrasi antara Dunia Fisik dan Dunia Virtual (VDMA) ...... 69 Gambar 4.16 Readiness Model untuk Smart Factory (VDMA) ...... 70 Gambar 4.17 Readiness Model untuk Smart Product (VDMA) ...... 71 Gambar 4.18 Readiness Model untuk Data Driven Service (VDMA) ...... 72 Gambar 4.19 Readiness Model untuk Data Driven Service (VDMA) ...... 72 Gambar 4.20 Readiness Model untuk Data Strategy dan Organization; Imployees (VDMA) ...... 73 Gambar 4.21 Piramida Otomatisasi pada Vertical Integration di Industri 4.0 (Roth) ...... 74 Gambar 4.22 Skema sistem RFID dan peralatannya (Barbuski) ...... 76 Gambar 4.23 Penerapan RFID di industri tekstil (Barbuski) ...... 78 Gambar 4.24 Smart Bobbin - Konsep teknologi RFID pada gulungan Benang di Mesin Rajut Bundar (RWTH-Aachen) ...... 78 Gambar 4.25 Teknologi RFID pada Siklus Industri Laundry Tekstil (Textile ID Datamars) ...... 79 Gambar 4.26 Toolbox Sensor Type (VDMA) ...... 82

vii Gambar 4.27 Toolbox Mechanical Integration (VDMA) ...... 83 Gambar 4.28 Toolbox Data Processing (VDMA) ...... 84 Gambar 4.29 Toolbox Informnation Integration (VDMA) ...... 85 Gambar 4.30 Toolbox Communication Technology (VDMA) ...... 86 Gambar 4.31 Sensor Kecepatan pada Mesin Winding di Mesin Pemintalan (VDMA) ...... 87 Gambar 4.32 Sistem Sensor pada Mesin (kumar) ...... 88 Gambar 4.33 Flowchart Algoritma dan Mekanisme Kerja Mesin Stenter (Bharatia) ...... 89 Gambar 1.34 Front Level (Bharatia) ...... 90 Gambar 4.35 Back Panel (Bharatia) ...... 91 Gambar 4.36 Implementasi Algoritma (Bharatia) ...... 91 Gambar 4.37 Skema Mesin Sizing (chudasama) ...... 92 Gambar 4.38 Electrical Block Diagram dan Mekanisme Mesin Sizing (Chudasama) ...... 93 Gambar 4.39 Flowchart Mesin Sizing (chudasama) ...... 94 Gambar 4.40 Konsep MES industri Perajutan (KnitMaster) ...... 95 Gambar 4.41 Network Mesin dan Peralatan (KnitMaster) ...... 96 Gambar 4.47 Cloud computing (Roth) ...... 98 Gambar 4.48 Konektivitas Mesin Rajut Lusi Karl Mayer dengan Cloud computing (Adamos) dan Aplikasi di Smart Phones (Karl Mayer) .. 99 Gambar 4.49 K.ey Device dan Aplikasi KM.ON (Karl Mayer) ...... 100 Gambar 4.50 Big data (Roth) ...... 101 Gambar 4.51 Fashion Data (Jain,dkk) ...... 102 Gambar 4.52 Pengembangan sistem antara customer, recommendation dan big data fashion (Jain, dkk) ...... 103 Gambar 4.53 Metodologi sistem dan Data Analysis (Jain) ...... 103 Gambar 4.54 Diagram Data Analisis Laboratorium QC di Industri Tekstil (Tyagi) ...... 105 Gambar 4.55 Manusia sebagai Pengambil Keputusan (Roth) ...... 107 Gambar 4.56 Cyber Phsycal System (CPS) (Vogel) ...... 108 Gambar 4.57 Virtual Reality-Produksi pada Industri Perajutan (Stoll) ...... 109 Gambar 4.58 konfigurasi Augemented Reality berbasis Magic Mirror untuk Fashion (Kim) ...... 110 Gambar 4.59 Kontrol Mesin Weaving dengan Tablet (Yves) ...... 110 Gambar 4.60 Penggunaan Smart Glasses dan Smart Phones pada Mesin Weaving dan Knitting (Yves) ...... 111

viii Gambar 5.1 Elemen kunci Textile Learning Factory 4.0 dan End-to- end value chain pada Textile Learning Factory 4.0 (Kusters) ...... 112 Gambar 5.2 Tata Letak Mesin pada Textile Learning Factory 4.0 (Kusters, McKinsey) ...... 113 Gambar 5.3 Teknologi 4.0 yang Digunakan di Factory (McKinsey) ...... 114 Gambar 5.4 Stategi Implementasi Digitalisasi Industri (McKinsey) ...... 115 Gambar 5.5 Tahapan Penerapan Guideline Industri 4.0 (VDMA) . 117 Gambar 5.6 Analisis Kemampuan Produk (VDMA) ...... 118 Gambar 5.7 Model Kano dari Basic Need ke Delight Need (VDMA) ...... 118 Gambar 5.8 Model Bisnis St.Gallen untuk Produk dan Produksi (VDMA) ...... 119 Gambar 5.9 BCG Matrik (VDMA) ...... 119 Gambar 5.10 Toolbox Product (VDMA) ...... 120 Gambar 5.11 Toolbox Production (VDMA) ...... 121 Gambar 5.12 INDI 4.0 – 5 Pilar dan 17 Bidang ...... 123 Gambar 5.13 Struktur INDI 4.0 ...... 124 Gambar 5.14 Indeks Penilaian terhadap Keseluruhan Pilar INDI 4.0...... 132 Gambar 5.15 Penilaian Pilar Indi 4.0 ...... 133 Gambar 5.16 Proses Strategic Project Management ...... 135

ix

x BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komponen Industri 4.0 pada dasarnya terdiri dari 3 tingkatan (Stufe) [1] seperti terlihat pada gambar 1.1, yaitu: 1. Cyber-physical system (CPS), terdiri dari 3 pondasi (Baustein) yaitu; 1. Komputasi dimana-mana (Ubiquitous Computing) 1.1. Intelligent production devices (Intelligente Produktionsmittel) 1.2. Intelligent products (Intelligente Produkte) 1.3. Intelligent machines (Intelligente Maschinen) 2. Internet of Things (Internet der Dinge und Dienste) IoT 3. Cloud computing. 2. Cyber-physical production system (CPPS), terdiri dari 2 pondasi yaitu komunikasi mesin ke mesin (M2M) dan interaksi manusia ke mesin (MMI) 3. Industri 4.0, memerlukan visi perusahaan yang baru (neue Unternehmensvisionen), penyesuaian strategi (Strategieanpassungen) serta model dan proses perusahaan yang baru (Neue Geschftsmodelle und- prozesse)

1

Gambar 1.1 Komponen Industri 4.0 (Roth)

1.2 Reference Achitecture Model for Industry 4.0 (RAMI 4.0)

Industri 4.0 menuntut terjadinya pembangunan yang efisien sistem pengelolaan proses produksi secara mandiri. Untuk itu dibutuhkan open Software dan standar komunikasi yang memungkinkan sensor, pengatur (controller), orang, mesin, peralatan, sistem logistik dan produk dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan yang lainnya secara langsung. Sementara itu setiap produsen dari masing-masing entitas ini merancang sendiri bahasa komputernya. Dibutuhkan kesepakatan arsitektur sebagai rujukan bagi para praktisi agar dapat meramu sistem dari teknologi yang disediakan para vendor. Di Eropa, pemrakarsa Industri 4.0 mengorganisasikan Bitkom di bidang teknologi informasi (IT), VDMA di bidang mekanikal, dan ZVEI di bidang elektronika

2 dengan tugas mengumpulkan dan membangun standar bagi penerapan semua teknologi yang terkait dengan Industri 4.0. Hasilnya pada tahun 2015 diumumkan dan diberi nama Reference Achitecture Model for Industry 4.0, RAMI 4.01 seperti terlihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Model Arsitektur Rujukan Bagi Industry 4.0

RAMI 4.0 memiliki tiga dimensi, yaitu:  Dimensi pertama tentang tingkatan hirarki (hierarchy levels);  Dimensi kedua mencakup daur hidup dan arus nilai (life cycle and value stream);  Dimensi ketiga mencakup yang disebut dengan lapisan (layers) dari RAMI itu sendiri.

Dimensi Hirarki (Hierarchy Levels) memiliki 7 level agregasi, yaitu: (1) dunia yang terkoneksi; (2) enterprise; (3) work centers; (4) stasiun atau mesin; (5) perangkat pengatur (control devices); (6)

1https://www.plattform- i40.de/PI40/Redaktion/EN/Downloads/Publikation/rami40-an- introduction.html 3 perangkat lapangan (field devices) yaitu sensor dan aktuator; dan (7) produk. Dalam arsitektur pengaturan manufaktur, ketujuh tingkatan digambarkan dalam 5 level piramida dari pengaturan (tanpa nomor 1 dan 7), lihat Gambar 1.3.

Sumber: Zezulka et al (2016) Gambar 1.3 Dimensi Hirarki dari RAMI

Dimensi Lifecycle and Value Stream. Namanya menunjukkan bahwa dimensi ini mencakup berbagai pemetaan data di semua tahapan sepanjang daur hidup dan sepanjang rantai nilai dengan berbagai proses dan pemangku kepentingan. Digitalisasi data dengan lengkap dan seawal mungkin menjadi sumber arus nilai (value stream) bagi perusahaan. Dimensi ini ditujukkan dalam Gambar 1.4. Dimensi ini dibagi dalam dua bagian: type dan instance. Tipe tercipta dengan ide awal dengan perkataan lain saat produk lahir semasa tahap pengembangan. Tahap pengembangan ini dimulai dengan perintah untuk mendisain produk baru, mengembangkan dan menguji sampel dan uji coba produksi. Tipe produk, mesin, dan berbagai perangkat lainnya tercipta di tahap ini. Setelah melalui pengujian dan validasi, tipe akhirnya dilepas untuk diproduksi.

4

Sumber: diadopsi dari https://www.i- scoop.eu/industry-4-0/ Gambar 1.4 Dimensi Daur Hidup dan Arus Nilai dari RAMI

Produk dimanufaktur dalam skala industrial atas dasar tipe umum. Setiap produk yang dihasilkan mencerminkan sebuah instance dari tipe hasil di tahap pengembangan, sebagai contoh instance memiliki nomor seri yang unik. Instance dijual dan dikirim ke customer.

Dimensi Layers memuat 6 komponen yaitu: bisnis, fungsional, informasi, komunikasi, integrasi, dan aset. Pada dasarnya dimensi ini menjelaskan: (1) enterprises dan proses bisnisnya; (2) fungsi dari aset; (3) data yang diperlukan; (4) komunikasi sebagai akses kepada informasi; (5) integrasi sebagai “transisi dari dunia nyata ke dunia digital”; dan (6) hal-hal fisik dalam dunia nyata, Gambar 1.5.

5

Sumber: Schweichhart (2016) Gambar 1.5 Dimensi Layer dari RAMI

1.3 Industrial Internet Reference Architecture (IIRA)

Di Amerika Serikat upaya yang sama juga dilakukan melalui organisasi Smart Manufacturing Leadership Coalition (SMLC) yang menyusun arsitektur rujukan bagi internet di industri (Industrial Internet Reference Architecture, IIRA)2 yang diumumkan tahun 2015, dan hingga tahun 2019 sudah mengalamai perbaikan dan versi terakhir adalah IIRA versi 9. IIRA terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) Functional Domain; (2) Crosscutting Functions; dan (3) System Characteristics. Hubungan dari ketiga komponen ini ditunjukkan dalam Gambar 2.10. Ketiga komponen ini berada dalam interaksi dengan sistem fisik melalu sensor dan aktuator.

2 https://www.iiconsortium.org 6

Sumber: https://www.iiconsortium.org/pdf/IIRA- v1.9.pdf Gambar 1.6 Industrial Internet Reference Architecture, IIRA

Functional Domains. Domain fungsional dalam arsitektur ini mencerminkan bagaimana fungsi-fungsi bisnis mendukung proses bisnis yang harus diintegrasikan oleh sistem IoT Industri (IIoT) agar mampu menjalan operasi end-to-end. Sebagai contoh dari fungsi bisnis ini mencakup Enterprise Resource Planning (ERP), Customer Relationship Management (CRM), Product Lifecycle Management (PLM), Manufacturing Execution System (MES), Human Resource Planning (HRM), manajemen aset, manajemen layanan daur hidup produk, sistem

7 penagihan dan pembayaran, serta perencanaan kerja dan penjadwalan. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar 1.9, domain fungsional terdiri dari: (1) domain pengaturan (control domain); (2) domain operasi (operations domain); (3) domain informasi (information domain); (4) domain aplikasi (application domain); dan (5) domain business (business domain). Aliran data dan aliran pengaturan terjadi antara domain-domain ini. Panah berwarna hijau menunjukkan aliran data, dan panah warna merah menunjukkan arah aliran pengaturan. Crosscutting Functions. Agar fungsi bisnis dapat berjalan dengan baik, perlu ada fungsi yang bersifat lintas organisasi (crosscutting functions). Agar dapat berfungsi, maka semua elemen dalam fungsi bisnis harus terkoneksi, inilah fungsi crosscutting yang pertama. Di samping koneksi, elemen berikutnya dalam penggunaan internet di industri adalah aplikasi untuk menganalisis data yang dikumpulkan dari aset-aset industri dan sistem pengaturan (control systems) untuk memperolah pemahaman mendalam (insight) dari setiap isu. Agar optimal, dibutuhkan upaya yang terkelola (concerted effort) dalam pengelolaan data. Dari perspektif ini, pengelolaan data (data management) menjadi fungsi crosscutting kedua. System Characteristics. Untuk menjamin keamanan sistem, setiap komponen sistem harus dilengkapi dengan fungsi keamanan seperti enkriptik (encryption) dan pengujian identitas (authentication). Keamanan seluruh sistem tergantung bagaimana komponen fungsi ini berinteraksi dan bekerja layaknya sebagai satu kesatuan secara menyeluruh (integrated). Hal yang sama juga dibutuhkan untuk karakteristik sistem lainnya seperti, keselamatan dan kapasitas melakukan pemulihan setelah gangguan (resilience). Sehingga secara keseluruhan, karakteristik sistem diukur dari “trust worthiness”.

8 Pandangan Implementasi Dari pandangan implementasi dibutuhkan kerangka bagaimana memanfaatkan semua kemampuan dan struktur sistem industrial internet of things (IIoT). Arsitektur IIoT dan pilihan teknologi yang digunakan diarahkan oleh pandangan bisnis seperti biaya, time-to- market, strategi bisnis dalam hal target pasar, regulasi- regulasi yang relevan, serta perkiraan evolusi teknologi. Dengan demikian pandangan implementasi menjelaskan hal-hal sebagai berikut:  Arsitektur umum dari sistem IIoT yang menyangkut struktur dan distribusi komponen, dan topologi yang mengatur bagaimana mereka diinterkoneksi.  Deskripsi teknis dari komponen, termasuk antar muka, protokol, perilaku dan sifat-sifat lainnya.  Peta implementasi dari aktivitas-aktivitas yang teridentifikasi dalam hal penggunaan komponen fungsional ke komponen implementasi.  Peta implementasi dalam hal karakteristik sistem kunci. Ada berbagai arsitektur implementasi tergantung penghasil teknologi, namun secara koheren semuanya mengikuti pola arsitektur:  Tiga tier;  Gateway-Mediated-Edge Connectivity and Management;  Layered Databus. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

Pola Arsitektur Tiga Tier Pola arsitektir Tiga Tier terdisi dari tier: edge, platform, dan enterprise. Ketiga tier ini berperan secara khusus dalam pengolahan aliran data dan aliran pengaturan, lihat Gambar 1.7.

9

Sumber: https://www.iiconsortium.org Gambar 1.7 Pola Arsitektur Tiga Tier

Edge Tier mengumpulkan data dari simpul-simpul edge (edge nodes) dengan menggunakan proximity network. Karakteristik arsitektural tier ini bervariasi tergantung penggunaannya yang meliputi lebarnya cakupan distribusi, lokasi, serta cakupan governance dan sifat alami dari proximity network. The platform tier menerima, mengolah dan meneruskan perintah dari enterprise tier ke edge tier. Tier ini mengkonsolidasi dan manganalisis aliran data dari edge tier dan tier lainnya. Tier ini juga menyediakan peralatan (device) dan aset bagi fungsi- fungsi manajemen. Tier ini menawarkan layanan spesifik domain dalam hal data query dan analisis data. The enterprise tier mengimplementasikan aplikasi spesifik domain, sistem pendukungan keputusan (decision support systems) serta menyediakan antarmuka kepada pengguna akhir (end users) termasuk para spesialis operasi. Tier ini menerima aliran data dari edge tier dan platform tier, dan juga menerbikan perintah pengaturan (control) ke platform tier dan edge tier. Pola Arsitektur Gateway-Mediated-Edge Connectivity and Management

10 Pola arsitektur ini terdiri dari solusi konektivitas antara edge dari sistem IIoT dengan gateway untuk menjembataninya dengan ke arah jaringan yang lebih luas, lihat Gambar 1.8.

Sumber: https://www.iiconsortium.org Gambar 1.8 Pola Arsitektur Gateway-Mediated-Edge Connectivity and Management

Pola Arsitektur Layered Databus. Pola arsitektur I sudah umum diterapkan dalam sistem- sistem IIoT di berbagai industri. Arsitektur ini menyediakan komunikasi data peer-to-peer dengan jeda-waktu yang rendah, dan aman di sepanjang logical layer dari sistem. Arsitektur ini sangat berguna bagi sistem yang harus mengelola interaksi langsung antara aplikasi di lapangan seperti pengaturan (control), pemantauan lokal, dan analisa edge. Arsitektur ini ditunjukkan dalam Gambar 1.9.

11

Sumber: https://www.iiconsortium.org Gambar 1.9 Arsitektur Layered Databus

12 BAB II SIKLUS MANUFAKTUR

Siklus manufaktur dapat digambarkan seperti terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Siklus Aktifitas Manufaktur (Grover)

2.1 Konsumen

Beberapa istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan pembeli, sebagai berikut: 1. Client Istilah client atau klien di kamus , mempunyai pengertian atau definisi sebagai ‘a person who uses the services of a professional person or organization, eg; a lawyer or a bank’, atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah seseorang yang menggunakan layanan dari seorang atau sebuah organisasi profesional seperti pengacara atau bank. Jika istilah costumer atau pelanggan lebih dekat kepada pembelian terhadap barang maka istilah client ini lebih terkait pada bisnis di bidang jasa layanan, seperti hukum dan perbankan.

13 2. Customer Definisi customer menurut kamus bahasa Inggris Oxford adalah a. A person or organization that buys something from a shop or business, seseorang atau sebuah organisasi yang membeli sesuatu dari sebuah toko atau bisnis. b. A person of the specified type, seseorang dengan tipe tertentu. Customer atau pelanggan ini biasanya membeli barang dari tempat bisnis kita bukan untuk dikonsumsi. Tapi seorang customer akan membeli barang untuk keperluan consumer atau konsumen sebagai pengguna akhir atau end user. Misalnya seorang ibu yang membelikan susu merek tertentu untuk anaknya secara teratur. Si ibu ini bisa dikategorikan sebagai costumer. Sedangnkan si anak yang mengkonsumsi susu tersebut di sebut sebagai konsumen atau consumer. 3. Consumer Dalam kamus besar bahasa indonesia, pengertian consumer atau konsumen adalah sebagai berikut. 1. Pemakai barang hasil produksi (bahan, pakaian, makanan, dan sebagainya). 2. Penerima pesan iklan. 3. Pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya). Dengan pengertian tersebut, kita mengetahui bahwa konsumen tidak hanya membeli sebuah barang tapi juga pengguna atau orang yang mengonsumsi barang tersebut. Jika seseorang hanya membeli tapi tidak menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri, maka ia hanya disebut sebagai costumer bukan consumer atau konsumen. Dari beberapa informasi di atas, tentunya sekarang Anda lebih mengetahui tentang apa perbedaan dari client, costumer, dan consumer. Dalam dunia pemasaran, jika ingin memiliki sebuah analisis penjualan yang tepat dan angka penjualan yang tinggi, Anda harus bisa menempatkan 3 hal tersebut secara benar.

14 Jika dilihat dari perilaku konsumen dalam mengonsumsi suatu barang dibedakan menjadi dua macam, yaitu perilaku konsumen rasional dan perilaku konsumen irasional.

2.2 Perancangan Produk

Kunci pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan adalah dengan mengembangkan produk dan perbaikan produk secara terus-menerus, jika tidak perusahaan berisiko kehilangan pasar. Gambar 2.2 adalah langkah-langkah dalam perancangan produk sampai proses produksi.

Gambar 2.2 Langkah-langkah dalam Perencanaan Produk sampai Proses Produksi 15 Pokok-pokok dalam proses perancangan produk, adalah sebagai berikut. 1. Rancangan pendahuluan yaitu proses pengembangan ide-ide, baik dari pasar maupun teknologi. 2. Mengidentifikasi mana ide yang terbaik. Untuk dapat mengembangkan sebuah ide menjadi sebuah produk baru, ide-ide tersebut harus memenuhi beberapa pengujian/analisis, seperti:  Potensi pasar,  Kelayakan dari segi keuangan,  Kesesuaian operasi, dan  Produk memungkinkan untuk diproduksi. Untuk spesifikasi desain yang satu ini, dibutuhkan informasi mengenai : - Teknologi - Data pengendalian kualitas - Tata cara pengujian penampilan produk - Dan sebagainya. 3. Merancang prototipe, yaitu bentuk tiruan yang menyerupai produk akhir. 4. Membuat sejumlah prototipe 5. Melakukan pengujian pasar terhadap prototipe, tujuannya untuk :  Mengumpulkan data kuantitatif tanggapan pelanggan mengenai produk tersebut.  Mengetahui penampilan teknis produk yang bersangkutan.  Melakukan perubahan-perubahan terhadap prototipe sesuai dengan hasil pengujian yang telah dilakukan. 6. Melakukan produksi awal , perancangan alat, dan penginstalan peralatan 7. Melakukan pengujian lebih lanjut untuk memastikan penampilan produk akhir. 8. Proses produksi

16 Dalam melakukan perancangan produk, terdapat kendala-kendala, antara lain: 1. Ide-ide yang muncul dalam perancangan produk baru sangat kurang 2. Persaingan pasar sangat ketat, sehingga perusahaan harus bisa menghasilkan produk yang berkualitas dan bernilai jual tinggi. 3. Harus memperhatikan keselamatan konsumen. Konsumen harus dilindungi dari keamanan pemakaian produk dan akibat dari proses produksi, misal pencemaran lingkungan. 4. Biaya dalam perancangan produk baru sangat besar. Produk baru merupakan hasil dari sejumlah penelitian, pengujian, dan pengembangan produk, sehingga akan membutuhkan dana yang besar.

2.3 Perancangan Proses

Perencanaan proses memerlukan pemahaman tentang operasi-operasi sebagai suatu sistem produktif (akan memproduksi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan). Di antara keputusan penting yang harus diambil oleh para manajer operasi adalah keputusan yang meliputi rancangan proses fisik untuk memproduksi barang dan jasa. Perencanaan proses memerlukan pemahaman tentang operasi-operasi sebagai suatu sistem produktif (akan memproduksi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan). Di antara keputusan penting yang harus diambil oleh para manajer operasi adalah keputusan yang meliputi rencana proses fisik untuk memproduksi barang dan jasa. Perancangan dan implementasi sistem kerja yang akan memproduksi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan. Perencanaan proses memerlukan pemahaman tentang operasi-operasi sebagai suatu sistem produktif. Langkah-langkah yang perlu diambil:

17 a. Memutuskan tujuan-tujuan perencanaan, yaitu untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, kapasitas atau semangat kerja karyawan. b. Memilih proses/sistem produktif yang relevan, yaitu operasi keseluruhan atau beberapa bagian operasi. c. Menggambarkan proses transformasi yang ada sekarang dengan bantuan bagan- bagan proses dan pengukuran efisiensi. d. Mengembangkan desain proses yang diperbaiki melalui perbaikan aliran-aliran proses dan atau masukan-masukan yang digunakan. e. Mendapatkan persetujuan manajemen untuk desain proses yang telah direvisi. f. Mengimplementasikan disain proses baru.

Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan seleksi proses, menentukan jenis proses produksi yang akan digunakan dan waktu yang tepat dari proses tersebut. Manajer operasi harus dapat memutuskan apakah memproduksi hanya untuk pesanan pelanggan atau persediaan. Manajer juga harus memutuskan: apakah mengatur aliran proses sebagai batch proses produksi high volume line flow atau low flow volume. Serta memutuskan apakah akan berintegrasi ke depan (ke arah pasar) atau ke belakang (ke arah pemasok). Semua keputusan di atas membantu menentukan jenis proses yang akan digunakan untuk membuat suatu produk. Jadi, seleksi produk merupakan serangkaian keputusan mengenai tipe atau jenis produksi dan peralatan yang digunakan. Proses produksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Klasifikasi proses produksi berdasarkan produk atau urutan operasi-operasi dibagi tiga, yaitu:

1. Aliran Garis (Flow Process) biasanya untuk proses membuat persediaan dan untuk proses membuat atas pesanan contoh: aliran garis perakitan mobil menempatkan bersama pilihan kombinasi khusus

18 yang diminta oleh pelanggan. Padahal produk tersebut adalah produk standar meskipun demikian dapat juga membuat atas pesanan. Sistem ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu : untuk mengkategorikan jenis masalah keputusan yang berbeda yang dihadapi.

Penggunaan dari klasifikasi matriks ini untuk pemilihan proses. Ciri-Cirinya: - Produk terstandarisasi dan mengalir dari satu operasi atau tempat kerja ke operasi berikutnya dengan urutan yang telah ditetapkan sebelumnya. - Pola aliran garis biasanya efisien tetapi juga tidak fleksibel. - Efisiensi aliran garis ini diakibatkan oleh substitusi proses operasi padat karya dengan proses padat modal dan standarisasi pengerjaan tugas-tugas rutin. - Tingkat efisiensi yang tinggi diperlukan untuk menutup biaya peralatan- peralatan khusus melalui produksi dalam volume yang relatif besar. Contoh: Produksi mie instant, surat kabar, dll. Tipe produksi Operasi-operasi aliran garis, yaitu: 1) Produksi Massa (mass production) Ciri-cirinya: - Memproduksi kumpulan-kumpulan produk dalam jumlah besar - Proses mengikuti serangkaian operasi yang sama dengan kumpulan produk sebelumnya, sehingga proses ini sering disebut sebagai repetitive process Contoh: Operasi lini perakitan 2) Produksi Terus-menerus (continuous production) Ciri-Ciri Produksi Terus-menerus yaitu Produksi yang ditandai dengan waktu produksi yang relatif lama untuk menghindari penyetelan-penyetelan, persiapan- persiapan lain dan kemacetan-kemacetan yang mahal. Pola aliran garis ini ditunjukkan pada gambar 2.3.

19

Gambar 2.3 Pola Aliran Garis (Bunawan)

2. Aliran Intermiten (Job Shop) Aliran intermiten (Job Shop) mempunyai ciri produksi dalam kumpulan-kumpulan atau kelompok-kelompok barang yang sejenis pada interval-interval waktu yang terputus-putus. Peralatan dan tenaga kerja diatur dalam pusat-pusat kerja menurut tipe-tipe keterampilan atau peralatan yan serupa. Suatu produk atau pekerjaan akan mengalir baku sampai dengan menjadi produk akhir tidak mempunyai pola yang pasti, seperti ditunjukkan dalam gambar 2.4. Pola aliran intermiten sangat fleksibel dalam perubahan volume atau produk, karena operasinya menggunakan peralatan serba guna dan tenaga kerja berketerampilan tinggi. Fleksibilitas ini menimbulkan berbagai masalah dalam pengendalian persediaan, skedul dan kualitas, di samping juga agak tidak efisien.

20

Gambar 2.4 Pola Aliran Intermiten

Pola ini dapat diterapkan dalam produksi barang- barang yang tidak distandarisasi atau volume produksinya rendah, karena pola ini adalah paling ekonomis dan melibatkan risiko paling kecil. Contoh: Produksi furnitur dan kerajinan lainnya.

3. Aliran proyek (project shop) Ciri aliran ini digunakan unuk memproduksi produk- produk khusus atau unik. Biasanya setiap unit produk dibuat sebagai suatu barang tunggal. Masalah signifikan dalam manajemen proyek adalah perencanaan, pengurutan, scheduling dan pengawasan kegiatan-kegiatan individual yang mengarahkan penyelesaiaan proyek secara keseluruhan. Bentuk operasi proyek digunakan bila ada kebutuhan akan kreativitas dan kekhususan dalam pembuatan suatu proses. Secara konseptual urutan kegiatan proyek ditunjukkan dalam gambar. Contoh dari aliran proyek ini antara lain adalah: Pesawat, kapal, kereta api, jembatan, gedung dll.

21

Gambar 2.5 Pola Aliran Proyek

22 Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Proses

2.4 Perencanaan Produksi

Menurut Agus Ahyari (2002;115): “Perencanaan Produksi adalah perencanaan tentang produk apa dan berapa jumlah masing-masing yang segera akan diproduksi pada periode yang akan datang.” Menurut Fogarty, Blackstone dan Hoffman, (1991, h.42) Perencanaan produksi merupakan suatu perencanaan menggunakan informasi dari produk dan perencanaan penjualan untuk merencanakan laju rencana produksi serta tingkatan persediaan selama periode waktu dari sekelompok produk.

23 Menurut Nasution (1999), perencanaan produksi adalah suatu perencanaan taktis yang bertujuan untuk memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi permintaan produk yang akan dihasilkan. Sementara menurut Ginting (2007), perencanaan produksi merupakan pernyataan rencana produksi ke dalam bentuk agregat yang biasanya dijadikan sebagai pegangan untuk merancang jadwal induk produksi. Menurut (Buffa & Sarin, 1996). Perencanaan produksi juga dapat didefinisikan sebagai proses untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu sesuai dengan yang diramalkan atau dijadwalkan melalui pengorganisasian sumber daya seperti tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan lainnya. Perencanaan produksi menuntut penaksir atas permintaan produk atau jasa yang diharapkan akan disediakan perusahaan di masa yang akan datang. Dengan demikian, peramalan merupakan bagian integral dari perencanaan produksi. Menurut (Biegel, et al., 2009). Perencanaan produksi merupakan pengorganisasian kebutuhan tenaga kerja, bahan-bahan baku, mesin dan peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memperoduksi sejumlah barang pada suatu periode tertentu di masa depan sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang dikehendaki dengan keuntungan maksimum Menurut Sukaria Simulingga (2013) perencanaan produksi meliputi: 1. Mempersiapkan rencana produksi mulai dari tingkat agregat untuk seluruh pabrik yang meliputi perkiraan permintaan pasar dan proyeksi penjualan. 2. Membuat jadwal penyelesaian setiap produkyang diproduksi. 3. Merencanakan produksi dan pengadaan komponen yang dibutuhkan dari luar (bought-out items) dan bahan baku.

24 4. Menjadwalkan proses operasi setiap order pada stasiun kerja terkait. Menyampaikan jadwal penyelesaian setiap order kepada para pemesan.

Fungsi Perencanaan Produksi : 1. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadapa rencana strategis perusahaan. 2. Sebagai alat ukur performansi proses perencanaan produksi. 3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi. 4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian 5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai targetproduksi dan rencana startegis. 6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.

Tujuan dari perencanaan produksi : 1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu. 2. Menetapkan jumlah saat pemesanan bahan baku serta komponen secara ekonomis dan terpadu. 3. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat. 4. Membandingkannya dengan rencana persediaan dan melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan. 5. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan pada suatu periode. 6. Perencanaan produksi merupakan salah satu hal yang penting dalam manajemen perusahaan.

Dengan melakukan perencanaan yang tepat pada proses produksi maka dapat menimbulkan efisiensi

25 yang tinggi dan mampu meningkatkan pendapatan perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan kurang mampu melakukan perencanaan produksi dengan baik maka akan menimbulkan suatu keterlambatan supply dan biaya yang harus dikeluarkan menjadi tinggi. Perencanaan produksi pada dasarnya berkaitan dengan kapasitas produksi, sumber daya yang tersedia mulai dari hal material, peralatan pendukung, dan lain sebagainya. Perencanaan produksi sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil analisa dari permintaan konsumen terhadap produk yang dipasarkan. Hal itu menghindari terjadinya kesenjangan antara produk yang diminta di pasar dengan produk yang diproduksi oleh perusahaan. Sehingga perlu melakukan tindakan untuk menyinkronisasi antara perencanaan produksi dengan rencana penjualan yang berdasarkan marketing forecast. Dari marketing forecast tersebut maka dapat dilakukan proses perhitungan kebutuhan bahan, kapasitas produksi yang dibutuhkan, dan hal pendukung lainnya yang diperlukan dalam perencanaan produksi agar kualitasnya terjamin dan tepat.

Perencanaan produksi yang tepat dilakukan sebagai berikut: 1. Melakukan Routing Dalam perencanaan produksi, hal yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan routing. Routing sendiri merupakan proses penentuan jalur atau rute pekerjaan dan urutan operasi. Di dalam proses routing terdapat beberapa hal yang diperhatikan seperti kuantitas, kualitas produk, sumber daya manusia, mesin, bahan, jenis, jumlah dan urutan operasi manufaktur, tempat produksi, dan lain sebagainya. Dimana dapat dikatakan pada proses routing ini adalah proses untuk menentukan apa, berapa banyak, bagaimana, dan dimana untuk menghasilkan suatu produk. Proses routing dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia yang ada dalam suatu bisnis untuk

26 mengenali kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen. Selain itu dengan melakukan routing dapat memberikan metode yang sangat sistematis untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi. Hal ini dapat membuat proses perencanaan produksi menjadi tepat dan efisien karena sumber daya yang ada dapat digunakan secara optimal. 2. Melakukan Penjadwalan Melakukan penjadwalan adalah langkah kedua dalam perencanaan produksi. Penjadwalan ini berkaitan dengan berbagai hal seperti memperbaiki jumlah pekerjaan yang harus dilakukan, mengatur operasi manufaktur yang berbeda dalam urutan prioritas, memperbaiki memulai dan menyelesaikan, tanggal dan waktu, untuk setiap operasi. Sehingga dengan melakukan penjadwalan dapat membantu untuk memanfaatkan secara optimal waktu dalam menjalankan bisnis yang akan membuat perencanaan produksi lebih terkontrol. 3. Melakukan Dispatching Dispatching adalah langkah ketiga dalam perencanaan produksi yang merupakan suatu tindakan, melakukan atau tahap implementasi. Proses dispatching ini meliputi berbagai hal seperti bahan, alat, perlengkapan, dan hal lain yang diperlukan untuk produksi. Selain itu ada perintah, instruksi, gambar, dan lainnya untuk memulai pekerjaan. Melakukan proses sesuai dengan catatan atau aturan yang ada dan menyelesaikan setiap pekerjaan tepat waktu. Kemudian mengontrol proses perencanaan produk apakah sudah sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan sebelumnya.

Dari beberapa cara dalam melakukan proses perencanaan produksi di atas sebenarnya dapat dilakukan dengan tepat dan berhasil karena beberapa faktor yang mendukung. Faktor tersebut seperti fasilitas dan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan

27 tersebut apakah memadai apa tidak untuk melakukan proses produksi sesuai dengan yang direncanaakan. Selanjutnya terkait ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam jumlah dan waktu yang tepat dalam proses produksi. Selain itu sumber daya manusia yang ada apakah memiliki kinerja yang berkualitas apa tidak. Proses dan sistem produksi apakah sudah terbukti valid atau belum dan apakah sudah sesuai dengan aturan atau belum. Kemudian apakah sudah memiliki sistem manajemen produksi yang baik apa belum dan berkaitan dengan forecast acuracy serta sistem maintenance perusahaan apakah sudah dilakukan dengan baik atau belum. Kemudian dari cara dan faktor yang mempengaruhi perencanaan produksi yang tepat di atas dapat dikatakan bahwa dalam menjalankan bisnis penting untuk memiliki sebuah strategi bisnis. Hal itu untuk menghindari terjadinya kerugian akibat produk yang diproduksi tidak dapat terjual dengan baik dan terjadi penumpukan stok produk dalam perusahaan. Tentunya hal itu tidak diinginkan oleh pelaku bisnis yang menginginkan kesuksesan dalam berbisnis sehingga anda harus tetap berhati-hati dan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang.

28 2.5 Proses Produksi

Pengertian proses produksi adalah suatu kegiatan yang menggabungkan berbagai faktor produksi yang ada dalam upaya menciptakan suatu produk, baik itu barang atau jasa yang memiliki manfaat bagi konsumen. Proses produksi disebut juga sebagai kegiatan mengolah bahan baku dan bahan pembantu dengan memanfaatkan peralatan sehingga menghasilkan suatu produk yang lebih bernilai dari bahan awalnya. Hasil dari kegiatan produksi adalah barang dan jasa. Barang merupakan sesuatu yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia, serta mempunyai masa waktu. Sedangkan jasa merupakan sesuatu yang tidak memiliki sifat-sifat fisik dan kimia, serta tidak mempunyai jangka waktu antara produksi dengan konsumsi. Adapun beberapa tujuan proses produksi adalah sebagai berikut:  Untuk menghasilkan suatu produk (barang/ jasa).  Untuk menjaga keberlangsungan hidup suatu perusahaan.  Untuk memberikan nilai tambah/ value terhadap suatu produk.  Untuk mendapatkan keuntungan sehingga tercapai tingkat kemakmuran yang diinginkan.  Untuk mengganti produk yang rusak, kadaluarsa, atau telah habis.  Untuk memenuhi permintaan pasar, baik pasar domestik maupun internasional.

Karakteristik Proses Produksi Dalam proses mengelola kegiatan produksi terdapat ciri-ciri tertentu. Berikut ini adalah beberapa karakteristiknya berdasarkan proses, sifat, dan jangka waktunya: 1. Berdasarkan Proses

29  Produksi langsung, kegiatan ini mencakup produksi primer dan produksi sekunder. Produksi primer, yaitu kegiatan produksi yang diambil dari alam secara langsung. Misalnya, pertanian, pertambangan, perikanan, dan lain-lain. Produksi sekunder, yaitu proses produksi dengan menambahkan nilai lebih pada suatu barang yang ada. Misalnya kayu untuk membuat rumah, baja untuk membuat jembatan, dan lain-lain.  Produksi tidak langsung, yaitu kegiatan produksi dengan memberikan hasil dari keahlian atau jasa. Misalnya, jasa montir, jasa kesehatan, jasa konsultasi, dan lain-lain. 2. Berdasarkan Sifat Proses Produksi  Proses ekstraktif, yaitu kegiatan produksi dengan mengambil produk secara langsung dari alam.  Proses analitik, yaitu kegiatan produksi yang melakukan pemisahan suatu produk menjadi lebih banyak dengan bentuk yang mirip seperti aslinya.  Proses fabrikasi, yaitu kegiatan mengubah suatu bahan baku menjadi suatu produk yang baru.  Proses sintetik, yaitu kegiatan menggabungkan beberapa bahan menjadi suatu bentuk produk. Proses ini disebut juga dengan perakitan. 3. Berdasarkan Jangka Waktu Produksi  Produksi terus menerus, yaitu produksi yang memakai berbagai fasilitas untuk menciptakan produk secara terus menerus. Proses ini umumnya dalam skala besar dan tidak terpengaruh waktu dan musim.  Produksi terputus-putus, yaitu produksi yang kegiatannya berjalan dilakukan tidak setiap saat, tergantung musim, pesanan, dan faktor lainnya.

30 2.6 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan (stock control) adalah usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam penyediaan barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi agar terpenuhi secara optimal sehingga proses produksi berjalan dengan lancar dan mengurangi adanya resiko yang akan terjadi seperti kekurangan barang serta perusahaan dapat memperoleh biaya persediaan sekecil-kecilnya yang akan menguntungkan perusahaan. Pengendalian persediaan harus dilakukan dengan seimbang. Jika persediaan terlalu besar (over stock) maka beban-beban biaya untuk menyimpan dan menjaga persediaan di dalam gudang akan tinggi sehingga hal ini akan menyebabkan pemborosan. Sebaliknya, jika persediaan terlalu kecil atau dapat dikatakan kurangnya persediaan (out of stock) maka waktu pengiriman barang yang telah disepakati bersama antara perusahaan dengan konsumen akan menjadi terhambat. Keterlambatan waktu pengiriman akan membuat konsumen beralih ke perusahaan lain dalam melakukan pembelian barang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengendalian persediaan dalam perusahaan manufaktur adalah kapan pemesanan barang harus kembali dilakukan, berapa banyak barang yang harus dipesan, dan berapa rata-rata nilai persediaan yang harus dijaga atau disimpan dalam gudang. Penerapan pengendalian persediaan dalam suatu perusahaan dilakukan agar diperoleh jumlah yang tepat dan kualitas yang baik dari barang-barang yang tersedia dalam gudang pada waktu yang dibutuhkan yaitu saat barang akan dikeluarkan dari dalam gudang dengan biaya yang dikeluarkan minimum sehingga perusahaan memperoleh untung.

Pada perusahaan manufaktur pengendalian persediaan (stock control) memiliki beberapa fungsi guna untuk

31 memenuhi kebutuhan suatu perusahaan yaitu sebagai berikut: 1. Mengantisipasi adanya keterlambatan dalam pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan oleh perusahaan 2. Mengantisipasi jika adanya pesanan barang yang salah sehingga barang tersebut harus diretur kembali 3. Mengantisipasi terjadinya inflasi atau kenaikan harga barang secara tiba-tiba 4. Memperoleh untung dari pembelian yang dilakukan berdasarkan quantity discount atau potongan kuantitas 5. Sebagai penyimpanan bahan baku atau barang yang dihasilkan secara musiman. Hal ini memberi kemudahan bagi perusahaan jika bahan baku atau barang sedang tidak tersedia di pasaran dikarenakan kehabisan persediaan. 6. Memberikan pelayanan terhadap konsumen dengan adanya ketersediaan barang yang dibutuhkan oleh konsumen

2.7 Pengendalian Kualitas

Definisi kualitas sebagaimana yang diambil oleh American Society for Quality adalah keseluruhan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar. Definisi kualitas terbagi atas beberapa kategori yaitu, definisi yang berbasis pengguna dengan arti kualitas bergantung pada pemirsa. Definisi yang berbasis manufaktur yaitu kualitas yang lebih tinggi dengan arti kinerja yang lebih baik, fitur yang lebih baik dan perbaikan lainya yang terkadang memakan biaya (Heizer, 2006). Pengendalian kualitas merupakan teknik yang sangat bermanfaat agar suatu perusahaan dapat mengetahui kualitas produknya sebelum dipasarkan kepada konsumen. Teknik pengendalian kualitas dapat

32 membantu perusahaan dalam mengetahui kelayakan kualitas produk berdasarkan batas-batas kontrol yang telah ditentukan. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut tentang pengendalian kualitas. Kualitas adalah faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing. Kualitas suatu produk diartikan sebagai derajat atau tingkatan di mana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (fitness for use). Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen untuk mendapatkan suatu produk, karena konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk dari perusahaan tertentu yang lebih berkualitas daripada saingan-sainganya. Alasan- alasan mendasar pentingnya kualitas sebagai strategi bisnis adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004): 1. Meningkatkan kesadaran konsumen akan kualitas dan orientasi konsumen yang kuat akan penampilan kualitas. 2. Kemampuan produk. 3. Peningktan tekanan biaya pada tenaga kerja,energi dan bahan baku. 4. Persaingan yang semakin intensif. 5. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui program keteknikkan kualitas yang efektif. Pengertian pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkan dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar. Tujuan dari pengendalian kualitas adalah untuk mengendalikan kualitas produk atau jasa yang dapat memuaskan konsumen. Pengendalian kualitas statistik merupakan suatu alat tangguh yang dapat digunakan untuk mengurangi biaya, menurunkan cacat dan meningkatkan kualitas pada proses manufaktur. Pengendalian kualitas memerlukan pengertian dan perlu dilaksanakan oleh perancang, bagian inspeksi,

33 bagian produksi sampai pendistribusian produk ke konsumen. Aktifitas pengendalian kualitas pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan berikut (Purnomo, 2004): 1. Pengamatan terhadap performa produk atau proses. 2. Membandingkan performa yang ditampilkan dengan standar yang berlaku. 3. Mengambil tindakan-tindakan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan, dan jika perlu perlu dibuat tindakan- tindakan untuk mengoreksinya.

Kualitas adalah elemen penting dalam operasi, selain itu kualitas juga memiliki beberapa pengaruh lain. Beberapa alasan yang membuat kualitas menjadi penting, yaitu sebagai berikut (Heizer, 2006): 1. Reputasi perusahaan. 2. Keandalan produk atau jasa. 3. Penurunan biaya. 4. Pertanggung jawaban produk atau jasa. 5. Peningkatan pangsa pasar. 6. Keterlibatan global 7. Penampilan produk atau jasa.

Kualitas memiliki dimensi yang banyak, sehingga sulit mendefinisikannya. David Gorvin menyarankan delapan dimensi kualitas, yaitu sebagai berikut (Nasrullah, 1997): 1. Performa atau prestasi dari fungsi yang diperlihatkan oleh produk. 2. Sifat-sifat khusus dan menarik minat (feature), yang menjadikan suatu produk unik dibandingkan dengan produk sejenis dari produsen lain. 3. Keandalan, kemampuan produk untuk tidak mogok dalam masa kerjanya. 4. Kecocokan dengan standar industri. 5. Kemudahan diperbaiki jika terjadi kerusakan. 6. Daya tahan produk terhadap waktu. 7. Keindahan penampilan.

34 8. Persepsi konsumen.

2.8 Pengendalian Produksi

Pengendalian produksi adalah rangkaian prosedur yang diarahkan pada semua elemen dalam proses produksi, antara lain pengendalian bahan, harga beli bahan baku, proses produksi, standar kualitas produksi, tenaga kerja dan sebagainya sehingga memberikan hasil dengan ongkos terendah dalam waktu tercepat. Pengendalian produksi yang dilakukan oleh perusahaan satu dengan yang lain tidaklah sama tergantung dari sistem kebijakan perusahaan yang digunakan. Pengendalian produksi bisa dilakukan melalui:  Order Control yaitu perusahaan yang beroperasi berdasarkan pesanan dari konsumen sehingga kegiatan operasionalnya tergantung dari pesanan tersebut.  Follow Control yaitu perusahaan yang beropeerasi untuk menghasilkan sebuah produk standar sehingga sebagian produk merupakan produk yang dijadikan sebagai persediaan dalam jumlah yang besar. Tujuan kedua pengendalaian tersebut adalah sama, bagaimana jangka waktu arus material apakah sudah sesuai dengan apa yang direncanakan, demikian pula dengan bagaimana transportasi dari pabrik proses produksi ke gudang dan dari gudang ke tempat penyimpanan.

Fungsi pengendalian produksi pada sebuah perusahaan adalah sebagai berikut ini:  Perencanaan produksi.  Penentuan urutan kerja.  Penentuan waktu kerja.  Pemberian perintah kerja.  Tindak lanjut dalam pelaksanaan proses produksi.

35 Tahap dalam pengendalian produksi (fungsinya) 1. Production forecasting Production forecasting adalah peramalan produksi untuk mengetahui jumlah dan manfaat produksi yang akan dibuat di masa yang akan datang,sehingga kalau terjadi penyimpangan akan cepat diadakan penyesuaian produksi di masa yang akan datang. Dengan melaksanakan peramalan produksi, perusahaan dapat menyusun anggaran operasionalnya untuk pedoman kerja, penggunaan kapasitas produksi seoptimal mungkin, menstabilkan kesempatan kerja karena terdapatnya kestabilan dan kepastian jumlah produksi dimasa yang akan datang. 2. Routing Routing adalah kegiatan untuk menetukan urutan- urutan proses dan penggunaan alat produksinya dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir, sehingga sebelum produksi dimulai maslah sudah tercantum pada rout sheet. 3. Schedulling. Schedulling adalah kegiatan untuk membuat jadwal proses produksi sebagai satu kesatuan dari awal proses sampai selesai proses produksi . Scehedulling ini dilaksanakan untuk mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan setiap tahap pemrosesan sesuai dengan urutan - urutan routenya. Oleh karena itu untuk membantu keberhasilan tahap ini lebih baik melakukan “time and mention study” sehingga dapat ditentukan standar hasil kerjanya. 4. Dipatching Dipatching adalah suatu proses untuk pemberian perintah untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan routing dan schedulling yang dibuat.

36 5. Follow up Follow up adalah kegiatan untuk menghilangkan terjadinya penundaan/keterlambatan kerja dan mendorong terkoordinasinya pelaksanaan kerja.

2.9 Supplier

Supplier adalah pihak (perorangan/ perusahaan) yang menjual atau memasok sumber daya dalam bentuk bahan mentah kepada pihak lain (perorangan/ perusahaan) untuk diolah menjadi barang atau jasa tertentu. Pendapat lain mengatakan pengertian supplier adalah individu atau perusahaan yang menjual bahan baku yang dibutuhkan perusahaan lain untuk diolah menjadi produk siap jual. Misalnya supplier kelapa sawit yang memasok sawit dalam jumlah besar kepada perusahaan tertentu untuk diolah menjadi minyak goreng. Banyak orang yang keliru menyamakan supplier dengan distributor, padahal keduanya berbeda. Distributor hanya menjual atau menyalurkan produk jadi kepada pengecer untuk dijual kembali ke konsumen akhir, sedangkan supplier menjual bahan mentah kepada perusahaan lain atau pabrik yang membutuhkan bahan baku untuk memproduksi barang jadi. Adapun ciri-ciri supplier adalah sebagai berikut:  Berfungsi sebagai pemasok bahan baku atau barang mentah kepada perusahaan lain.  Produk yang dijual masih berbentuk mentah (sayur, buah, tanah, emas, logam, dan lain-lain) maupun barang setengah jadi (kertas, plastik, dan lain-lain).

Supplier memiliki fungsi dan tugas yang sangat penting di dalam rantai suplai produk kepada konsumen, baik itu barang maupun jasa. Adapun beberapa fungsi dan tugas supplier adalah sebagai berikut:

37 1. Sebagai pihak yang memastikan tersedianya bahan baku atau bahan mentah bagi pihak (individu atau perusahaan) yang membutuhkannya. 2. Memastikan bahan baku yang dipasok masih dalam keadaan baik saat diterima oleh pihak pembeli. 3. Mengatur proses penyimpanan bahan baku sebelum dikirim ke perusahaan yang membutuhkannya. 4. Mengatur pengiriman bahan baku dengan tepat waktu kepada pihak yang membutuhkannya.

Secara umum, supplier dapat dibedakan berdasarkan produk yang akan dihasilkan, yaitu barang dan jasa. Mengacu pada arti supplier, adapun penjelasan ringkas mengenai jenis-jenis supplier adalah sebagai berikut: 1. Supplier Produk Barang Ini adalah jenis supplier yang memasok bahan mentah untuk membuat produk berbentuk barang. Dalam hal ini, supplier hanya memasok bahan baku untuk diolah oleh pihak lain menjadi suatu barang jadi. Sebagai contoh; misalnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan buku tulis. Maka perusahaan ini membutuhkan bahan baku kertas, plastik, dan bahan-bahan lainnya agar dapat memproduksi buku tulis. Perusahaan tersebut kemudian bekerja sama dengan supplier yang dapat memasok bahan baku yang dibutuhkan (kertas, plastik, dan bahan lainnya). Kerjasama dapat dilakukan dengan beberapa pihak yang menyediakan bahan baku yang berbeda. 2. Supplier Produk Jasa Ini adalah jenis supplier yang memasok bahan baku untuk menghasilkan produk berbentuk jasa. Dalam hal ini supplier hanya memasok bahan baku yang kemudian diolah oleh pihak lain menjadi produk jasa yang dapat dijual ke konsumen. Sebagai contoh; sebuah perusahaan jasa keuangan membutuhkan Software atau aplikasi khusus untuk membantu klien mereka memonitor dan mengelola keuangan perusahaannya. Supplier produk jasa

38 kemudian menyediakan Software atau aplikasi tersebut dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan jasa keuangan tersebut.

Di jaman digital seperti sekarang ini, ada beragam cara yang dilakukan oleh supplier dalam kegiatan operasionalnya. Namun secara singkat ada beberapa hal yang dikerjakan oleh pihak supplier dalam menjalankan bisnisnya, yaitu: 1. Pengadaan bahan baku, dalam proses pengadaan bahan mentah dapat dilakukan sendiri oleh supplier atau bekerja sama dengan pihak lain. 2. Membuat informasi bahan baku, sebelum dijual ke pihak lain maka supplier harus menyiapkan informasi mengenai bahan baku yang dijual. 3. Melakukan pemasaran, proses pemasaran bisa melalui offline maupun online. Secara online misalnya dengan membuat website dan iklan untuk menjual bahan baku tertentu. 4. Bekerja sama dengan pebisnis, pada tahap ini supplier harus berkomitmen untuk dapat memasok bahan baku berkualitas kepada pebisnis secara rutin. 5. Menjaga kualitas, dalam hal ini kualitas layanan dan kualitas bahan baku sangat mempengaruhi keberhasilan supplier dalam menjalankan usahanya.

39 BAB III BISNIS PROSES INDUSTRI TEKSTIL DAN GARMEN

3.1 Bisnis Proses Tekstil dan Garmen

Pemerintah Indonesia mengelompokan industri tekstil dan produk tekstil. Klaster industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) seperti terlihat pada gambar 3.1 [2]. Berdasarkan kedua diagram alir tersebut, terlihat bahwa posisi industri tekstil ada di sektor hulu dan antara sedangkan industri fashion atau pakaian jadi (apparel industry/garment) ada di posisi hilir.

Gambar 3.1 Diagram Klaster Industri TPT (Kemenperin)

Euratex telah merilis model pengelompokan Teknologi Tekstil dalam kaitannya dengan industri tekstil dalam suatu European technology Platform for the future of and clothing berikut ini (European technology Platform for the future of textiles and clothing – a Vision for 2020, Euratex, 2007).

40

Gambar 3.2 Ruang Lingkup Teknologi dan Industri Tekstil (Euratex) Berdasarkan pada diagram ini terlihat bahwa ranah pengembangan teknologi tekstil tidak bertumpu hanya pada pakaian jadi dan tekstil rumah tangga tetapi dikembangkan pada wilayah proses non konvesional tekstil lainnya, yaitu aplikasi tekstil untuk kesehatan, kontruksi (civil engineering), industri, hotel, transportasi, kontruksi, furnitur, pertanian, dsb. Bidang aplikasi baru ini merupakan bidang tekstil non sandang yang disebut juga sebagai tekstil teknik (technical textiles). Technical textile atau tekstil teknik adalah tekstil berperforma tinggi yang dibuat dengan fungsi khusus. Penerapan tekstil teknik misalnya untuk keperluan medis (medical textile & health care), pertanian (geo tech), pakaian keselamatan (protective clothing), tekstil “cerdas”(smart textile), tekstil komposit (composite), geotekstil (geo-textile), pertanian, bahan tekstil untuk teknik sipil, tekstil untuk transportasi & aerospace, tekstil untuk filtrasi dan sebagainya.

41 3.2 Proses Bisnis Industri Serat

Jenis serat di industri tekstil pada dasarnya terdiri dari tiga klasifikasi besar. Klasifikasi pertama adalah serat alam, serat buatan dari polimer alam dan serat buatan dari polimer buatan. Serat kapas (), wol, sutera merupakan contoh serat alam. Sedangkan serat rayon (cellulosic) misalnya tergolong dalam serat buatan berbahan baku alam. Sementara serat poliester (polyester), nilon (nylon), akrilik (acrylic) merupakan jenis serat buatan dari polimer buatan.

Serat alam Perencanaan Penanaman Pemetikan selulosa

Pemisahan serat/ pembersihan/ Pemintalan pelunakan

Proses Serat Alam Pengembang- Pencukuran/ Serat alam protein Perencanaan biakan pengambilan serat

Pemisahan/ Pemintalan pembersihan

Serat alam Perencanaan Penggalian Penggilingan mineral

Penyaringan Pemintalan Pengepakan

Gambar 3.3 Proses Bisnis Industri Serat

Pada dasarnya seluruh proses bisnis industri pembuatan serat dimulai dari perencanaan. Untuk serat alam perencanaan meliputi perhitungan kapasitas produksi, penjadwalan, perencaan kebutuhan alat, serta perencaan kebutuhan sumber daya manusia. Perencanaan dalam industri serat alam sangat tergantung dengan kondisi alam seperti waktu tanam, waktu panen, makanan ternak, cuaca serta hal lainnya. Sumber serat alam yang berasal dari tanaman, hewan dan sumber alam lainnya menghasilkan serta yang tercampur dengan kotoran sehingga diperlukan proses pembersihan. Sifat fisik serat yang bervariasi seperti panjang serat walaupun diambil dari tanaman atau

42 hewan yang sama mengharuskan adanya penyortiran. Hasil pengolahan industri serat alam selanjutnya menjadi bahan baku untuk industri pembuatan benang.

Pembuatan Penyemprotan melalui spineret Pemintalan basah Perencanaan larutan Polimer didalam bak koagulasi

Pembuatan Penarikan/drafting Penggulungan benang/ kain

Proses Serat Pembuatan Penyemprotan melalui spineret Pemintalan kering Perencanaan Sintetis larutan Polimer didalam udara hangat koagulasi

Pembuatan Penarikan/drafting Penggulungan benang/ kain

Pelelehan chip Penyemprotan melalui spineret Perencanaan Pemintalan leleh Polimer didalam udara dingin koagulasi

Pembuatan Penarikan/drafting Penggulungan benang/ kain

Gambar 3.4 Proses Bisnis Industri Benang Filament

Perencanaan pada industri serat sintetis tidak hanya meliputi perencaan kebutuhan bahan baku, penjadwalan, kebutuhan mesin, serta kebutuhan sumber daya, tetapi juga meliputi perencaan kondisi saat proses produksi terjadi seperti suhu, kondisi larutan, nomor serat yang akan dihasilkan serta hal lainnya. Tahapan proses yang penting dalam proses pemintalan serat buatan yaitu tahapan penarikan yang berfungsi untuk mengatur diameter filamen dan menaikan derajat orientasi molekul-molekul polimer dan kristalitas serat.

43 3.3 Proses Bisnis Industri Pembuatan Benang

Proses bisnis pembuatan benang dibedakan berdasarkan bahan baku serat yang digunakan, yaitu proses pembuatan benang sistem staple atau sistem serat pendek dan sistem pembuatan benang sistem filamen atau serat panjang.

Sistem pemintalan stapel

Perencaan Blowing Carding

Lap former Combing

Drawing Roving Ring spinning Winding

Open end

Gambar 3.5 Proses Bisnis Industri Benang Staple

Pada pembuatan benang sistem staple, perencaan meliputi perhitungan bahan baku, penjadwalan, kebutuhan mesin, kebutuhan sumber daya, dan kapasitas produksi. Serat pendek atau serat filament yang dipotong-potong menjadi serat stapel pertama-tama akan diurai dan dibersihkan pada proses blowing. Selanjutnya serat yang terurai akan diberihkan lebih lanjut, dipisahkan antara serta pendek dan serat panjang dan disejajarkan pada proses carding. Serat-serat yang mulai sejajar akan diberikan tarikan untuk meluruskan arah serat pada saat proses drawing. Untuk peruntukan benang carded, sliver hasil proses mesin drawing akan langsung dilewatkan ke mesin roving yang befungsi membuat sliver dengan diameter yang lebih kecil dan diberi antihan. Selanjutnya sliver roving akan diberikan antihan lebih tinggi lagi pada proses ring spinning. Gulungan benang dalam bentuk bobbin akan digulung dan diperbaiki kualitasnya pada

44 proses winding. Pada proses ini kualitas benang yang tidak rata akan diperbaiki dengan cara diputus yang kemudian disambung kembali.

Untuk peruntukan benang combing, sebelum masuk ke mesin roving, sliver drawing akan diproses dengan cara disisir untuk memisahkan lebih lanjut serat pendek dan serat panjang serta menyejajarkan serat lebih lanjut. Hasil proses combing ini akan mengahsilkan benang yang lebih rata dan baik kualitasnya dibandingkan benang carded. Pemberian antihan pun dapat dilakukan dengan sistem pemintalan open end. Pada pemintalan ini akan terjadi pemutusan kontinuitas antara bahan baku dengan bahan yang dihasilkan. Penyuapan sistem ini dilakukan dalam bentuk serat-serat individu yang terbuka. Serat- serat yang disuapkan tersebut akan disusun kembali pada alur pengumpulan yang dilakukan dengan aliran udara. Semua benang filamen kecuali sutera, dihasilkan dengan cara pemintalan kimiawi (chemical spinning). Pemintalan kimiawi meliputi proses mulai dari penyemprotan serat dari lubang-lubang spinneret sampai pada penggulungan benang dalam bentuk cone atau cheese. Dari penggulungan ini dapat digunakan dalam proses selanjutnya, seperti pertenunan atau perajutan. Benang filamen ada yang diberi antihan dan ada yang tidak. Untuk dapat lebih menyempurnakan sifat- sifatnya, (sesuai dengan kegunaannya) dilakukan suatu proses sehingga letak setiap individu filamen tidak lagi dalam keadaan teratur, melainkan tidak beraturan dan hasilnya disebut texturized filament . Texturized yarns dikenal dua macam : • Benang ruwah/bulk. Untuk mendapatkan benang dengan pegangan yang empuk (soft), maka dibuat benang yang tidak padat, yang disebut benang bulk. Benang bulk ini dapat dihasilkan dengan memberikan sedikit atau tanpa antihan sama sekali terhadap benang

45 filamen. Agar kelihatan sifat-sifat ruwahnya, maka serat filamen tersebut dibuat keriting atau berbentuk seperti per dengan proses termoplastis. Hasilnya, adalah benang yang mengembang dan tidak padat, karena masing-masing serat menempati volume yang besar. Benang ruwah ini sangat cocok untuk kain rajut, seperti jumper, kain Hi-Sofi dan sebagainya. • Benang stretch (stretch ). Pembuatan benang stretch ini pada hakekatnya sama saja prinsipnya dengan benang ruwah. Hanya saja struktur masing - masing filamen dibuat sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi seperti per, misalnya dengan dibuat keriting atau dibentuk seperti helix. Dengan demikian, apabila ditarik akan mudah mulur dan apabila tarikan dilepaskan akan kembali ke panjang semula. Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk pembuatan benang stretch. Salah satu diantaranya dengan twist untwist methode, yaitu dengan menggunakan mesin false-twister. Prinsip cara ini ialah benang filamen diberi antihan yang tinggi, kemudian dimantapkan antihannya dengan pemanasan. Karena sifat termoplastis dari serat sintetis, maka setelah pemanasan masing-masing serat akan tetap mempunyai struktur seperti helix, meskipun antihannya telah dibuka. Akibatnya benang akan mengembang dan mempunyai kemampuan mulur yang besar. Benang strecth ini lazim digunakan untuk kaos kaki atau kain-kain rajut lain yang kemampuan mulur adalah yang diutamakan. Biasanya dipakai serat nylon poliakrilat dan sebagainya.

3.4 Proses Bisnis Industri Pembuatan Kain

Proses pembuatan kain dapat dilakukan dengan cara menyilangkan benang kearah vertikal dan horizontal (pertenunan/weaving), membuat jeratan antar benang (Knitting) atau membuat kain langsung dari serat yaitu non-woven.

46

Gambar 3.6 Proses Bisnis Industri Pembuatan Kain

Pada pembuatan kain dengan cara ditenun, benang kearah vertikal (benang lusi) disilangkan dengan benang kearah horizontal (pakan). Untuk dapat memproses ini diperlukan persiapan yang terdiri dari penyusunan benang lusi dalam bentuk beam lusi (warping) serta proses sizing. Pengelompokan mesin tenun dapat dikelompokan berdasarkan alat pengangkat mulut lusi dan media peluncuran pakan. Pembuatan kain dengan cara jeratan dibagi menjadi dua berdasarkan arah jeratannya, yaitu mesin rajut lusi dan mesin rajut pakan. Mesin rajut pakan dibagi menjadi mesin rajut datar dan mesin rajut bundar. Proses pembentukan kain nonwoven terdiri dari dua proses, yaitu pembentukan web dan penguatan (bonding) serat dalam bentuk web. Ada tiga cara pembentukan web, yaitu: 1. Drylaid system 2. Wetlaid system 3. Polymer based system, termasuk didalamnya spunbonded, meltblown, dst. Penguatan serat-serat dalam bentuk web dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 1. Chemical bonding 2. Mechanical 3. Heating

47 3.5 Proses Bisnis Industri Pencelupan, Pencapan dan Penyempurnaan Tekstil

Industri proses kimia tekstil terbagi menjadi industri pencelupan, pengecapan, dan penyempurnaan tekstil. Industri jenis ini mengolah kain greige atau kain mentah menjadi kain siap pakai melaui rangkaian proses kimia dan atau fisika. Proses Bisnis Industri Pencelupan-Penyempurnaan Proses bisnis di industri pencelupan-penyempurnaan (biasanya di sebut industri pencelupan) terdiri dari perencanan sampai dengan pengemasan. Gambar 3.7 menunjukkan proses bisnis di industri pencelupan.

SINGEING

PERSIAPAN KAIN RELAXING DESIZING SCOURING BLEACHING HEAT SETTING

DESIZING/SCOURING/ PERENCANAAN BLEACHING SIMULTAN

FINISHING FINISHING PACKING DYEING FISIKA KIMIA

Gambar 3.7 Proses Bisnis Industri Pencelupan- Penyempurnaan Kain Tenun

Proses bisnis dimulai dengan proses perencanaan yang meliputi seluruh kegiatan perhitungan bahan baku, bahan pembantu, pembuatan resep, penetapan alur proses produksi, jenis dan jumlah mesin serta pengaturan tenaga kerja. Beberapa indutri tekstil melakukan proses perencanaan produksi pada bagian Electronic Data Processing (EDP) dan pengendaliannya ada di bagian Production Control (PC), namun ada pula yang seluruhnya dikerjakan oleh bagian Planning and Production Control (PPC).

48 Apabila dilihat gambar 3.8, maka alur proses diatur sedemikian rupa berdasarkan jenis serat atau tujuan akhir produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, setiap produk belum tentu melewati proses produksi yang sama, misalnya serat sintetik akan melewati proses heat set sebelum di proses dyeing, sedangkan serat kapas tidak. Mungkin saja serat kapas untuk produk A melewati proses finishing kimia lalu fisika namun untuk produk B tidak melewati proses finishing kimia namun langsung ke proses finishing fisika. Selain itu, untuk jenis kain rajut maka proses bisnisnya agak sedikit berbeda yaitu tidak melewati proses singeing dan desizing. Proses bisnis industri pencelupan pada kain rajut dapat dilihat di bawah ini.

FINISHING FISIKA

PERENCANAAN PACKING

FINISHING PERSIAPAN KAIN SCOURING BLEACHING DYEING KIMIA

SCOURING/BLEACHING SIMULTAN Gambar 3.8 Proses Bisnis Industri Pencelupan- Penyempurnaan Kain Rajut

Proses Bisnis Industri Pencapan - Penyempurnaan Proses bisnis industri pencapan-penyempurnaan (biasanya disebut industi pencapan) dimulai dari perencanaan sampai dengan packing. Pada industri ini tidak dibagi kain tenun dan dan kain rajut karena pada umumnya relatif sama.

49 SINGEING

PERSIAPAN KAIN RELAXING DESIZING SCOURING BLEACHING HEAT SETTING

DESIZING/SCOURING/ PERENCANAAN BLEACHING SIMULTAN

PACKING PENYEMPURNAAN PENCAPAN DYEING

Gambar 3.9 Proses Bisnis Industri Pencapan – Penyempurnaan

Pada Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa perbedaan dengan proses bisnis pencelupan adalah adanya penambahan proses pencapan sebelum proses penyempurnaan. Proses pencapan meliputi proses pembuatan screen, pembuatan pasta cap dan proses pengecapan itu sendiri.

3.6 Proses Bisnis Industri Garmen/Fashion

Gambar 3.10 Proses Bisnis Industri Garmen

50 3.6.1 Production Planning

Perencanaan produksi adalah suatu proses yang kompleks yang merupakan inti dari kegiatan manufaktur. Perencanaan terdiri dari 3 sub bagian yang saling berhubungan: Perencanaan program kerja dengan merencanakan dari pengelolaan bahan baku sampai menjadi produk jadi. Pemesanan dengan merencanakan pemesanan pembelian bahan baku dan bahan pembantunya dari supplier setelah mendapat perhitungan kebutuhan dari bagian produksi. Pengiriman dengan merencanakan penentuan jumlah mesin dan operator yang mengerjakan, sehingga produk dapat dikirimkan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan dengan pembeli

3.6.2 Proses produksi

1. Desain Pakaian Desain pakaian bisa berasal dari pemesan atau pabrik sendiri.

2. Pattern Making (Pembuatan Pola) Bagian pola dan sampel membuat pola sesuai desain yang dipesan. Pola yang sudah dibuat diperiksa sesuai spesifikasi. Setelah itu sample pakaian dibuat berdasarkan pola yang sudah jadi.

3. Grading (Pembuatan Grading Pola) Apabila pola setelah dicek tidak ada masalah, maka dilakukan proses grading, yaitu proses memperbesar dan memperkecil ukuran pola tanpa merubah style/model. Untuk mempermudah dan mempercepat grading, proses grading dapat menggunakan Software CAD.

4. Laying (Penyusunan Letak Pola) 51 Pola-pola disusun sedemikian rupa untuk mendapatkan marker yang efisien.

5. Marking (Pembuatan Marker) Marker adalah kumpulan gambar pola yang disusun di atas kertas atau kain dengan panjang tertentu sehingga memiliki efisiensi penggunaan kain yang optimal. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi proses pembuatan marker dapat menggunakan sistem Computer Aided Design (CAD). Marker yang dibuat dengan sistem CAD akan lebih cepat, efisiensi penggunaan kain dapat langsung diketahui dan data marker yang dibuat berupa file, sehingga dapat disimpan pada komputer, jika sewaktu- waktu dibutuhkan marker tersebut dapat digunakan kembali.

6. Spreading (Gelar-Susun) Spreading adalah proses menggelar dan menyusun kain di atas meja potong dengan panjang sesuai marker yang sudah disiapkan. Tujuan proses spreading adalah untuk mendapatkan tumpukan kain yang siap untuk dipotong sesuai dengan rencana pemotongan. Proses spreading di industri garmen dilakukan secara manual atau otomatis dengan menggunakan mesin spreader.

7. Cutting (Pemotongan) Cutting adalah proses pemotongan kain sesuai pola marker yang ada dan sudah dicek oleh bagian marker dan Quality Control (QC) cutting.

52 8. Sewing (Penjahitan) Penjahitan merupakan proses utama di pabrik garmen. Tujuan penjahitan adalah untuk membentuk sambungan jahitan (seam) dengan mengkombinasikan antara penampilan yang memenuhi standar dan proses produksi yang ekonomis.

9. Fusing Fusing adalah proses memasang atau menempelkan kain keras (interlining) ke bahan. Proses pemasangan interlining, terutama bagian permukaan yang luas, dibutuhkan keterampilan yang tinggi agar permukaan tersebut tidak berkerut. Fusible interlining atau biasa disebut dengan interlining terdiri dari bahan dasar yang mempunyai resin thermoplastik pada bagian permukaannya yang dapat menempel ke bahan lainnya dengan jalan diberi pemanasan dan tekanan tertentu selama waktu tertentu.

10 Finishing (Penyempurnaan) Proses ini memastikan bahwa produk yang akan dikirim dalam keadaan baik dan sempurna dari segi mutu, penampilan dan kesesuaian dengan spesifikasi pengepakkan yang telah ditentukan. Penyempurnaan produksi meliputi sebagai berikut: 1. Proses trimming (buang benang) Tujuan buang benang adalah untuk membuang benang sisa proses penjahitan agar terlihat rapi. 2. Pengecekan ukuran, kualitas jahitan, penampilan dan kelengkapan asesoris. Pengecekan ukuran berpedoman pada standar yang dibuat, mengukur setiap bagian pada pakaian jadi serta disesuaikan dengan standar size specification. Pengecekan kualitas jahitan harus baik, sehingga jahitan harus terhindar dari cacat jahitan seperti, jahitan loncat, jahitan putus, jahitan mengambang dan sebagainya. Pengecekan penampilan penampakan pakaian jadi harus sesuai dengan bentuk yang diinginkan pembeli, serta pakaian jadi

53 harus bersih dan terhindar dari penodaan kain yang disebabkan oleh oli, debu atau minyak. Untuk kelengkapan dan letak penempatan aksesoris harus sesuai dengan standar desainer atau pembeli. 3. Penyetrikaan dan pelipatan (ironing and folding) Tujuan penyetrikaan dan pelipatan adalah untuk menghilangkan/menghaluskan bekas-bekas lipatan yang tidak diinginkan dan merapihkan pakaian sehingga memberikan pengaruh besar pada kenampakan pakaian.

11 Packaging (Pengemasan) Sebelum dilakukan pengiriman hasil produk ke konsumen, dilakukan proses pengemasan. Tujuan proses pengemasan adalah untuk melindungi produk dari kerusakan pada saat pengiriman dari pabrik ke pembeli

12 Shipping (Pengiriman) Akhir dari rangkaian produksi pakaian jadi adalah pengiriman barang kepada pemesan. Dalam hal ini pemesan menginginkan barang pesanannya diterima dengan baik, yang meliputi: 1. Tepat waktu 2. Dikemas dengan baik 3. Isi di dalamnya tidak menjadi rusak saat dibuka. 4. Jumlahnya sesuai pesanan

54 BAB IV TRANSFORMASI INDUSTRI 4.0 SEKTOR TEKSTIL DAN GARMEN

4.1 Latar Belakang Transformasi Industri 4.0

Perkembangan revolusi industri seperti terlihat pada gambar 4.1 dibagi dalam 4 era [3], yaitu: 1. Revolusi industri pertama, mekanisasi proses produksi di industri dijalankan secara mekanik menggunakan tenaga air dan uap. 2. Revolusi industri kedua, industri dilakukan dengan menggunakan energi listrik sehingga menghasilkan produksi masal. 3. Revolusi industri ketiga, industri menggunakan elektronik dan teknologi informasi sehingga tercipta otomasi produksi 4. Revolusi industri keempat, industri yang menggunakan cyber-physical system berbasis Internet of Things (IoT).

Gambar 4.1 Perkembangan Revolusi Industri (DFKI)

55 Perkembangan industri kini telah memasuki era revolusi industri generasi keempat yang dikenal dengan industri 4.0. Pada industri 4.0 konektivitas, interaksi dan konvergensi berbagai sumber daya terhubung dengan teknologi informasi dan internet. Teknologi informasi dan komunikasi yang berubah pada industri 4.0. Perbedaan yang terjadi terkait teknologi informasi dan komunikasi antara industri saat ini dengan industri 4.0, yaitu sbb:

Tabel 4.1 Industri 3.0 dan 4.0 No Perbedaan Industri Industri 4.0 3.0 1 Pengendalian Terpusat Terbagi (CPS, produksi cloud) 2 Teknologi kontrol monolit Standar terbuka dijaringan (cloud) 3 Pemerosesan dan Delay Real time penyediaan data 4 Hak pakai Lisensi Pay per use (Software) 5 Pengelolaan Rangkaian Cloud-Apps Software Software (SaaS)

Perkembangan industri 4.0 memberikan peluang untuk merevitalisasi sektor manufaktur Indonesia. Kementerian Perindustrian telah menyusun “Making Indonesia 4.0” sebagai strategi dan peta jalan untuk mengembangkan ke industri 4.0 di Indonesia [4].

Indonesia akan berfokus pada lima sektor utama untuk pengembangan industri 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia dan elektronik. Setidaknya ada empat tujuan pengembangan industri 4.0, yaitu: 1. Menjadi 10 besar kekuatan ekonomi dunia berdasarkan PDB

56 2. Menggandakan rasio produktivitas terhadap biaya 3. Mendorong ekspor netto menjadi 10 persen dari PDB 4. Menganggarkan 2 persen dari PDB untuk penelitian dan pengembangan

Gambar 4.2 Lima Sektor Utama Pengembangan Industri 4.0 (Kemenperin)

Pada industri tekstil dan pakaian, adopsi industri 4.0 diharapkan mampu mempertahankan dan meningkatkan daya saing di pasar global. Strategi tekstil dan apparel termasuk : 1. Meningkatkan kemampuan di sektor hulu, fokus pada produksi serat kimiawi dan bahan pakaian dengan biaya yang lebih rendah dan berkualitas tinggi untuk meningkatkan daya saing di pasar global. 2. Meningkatkan produktivitas manufaktur dan buruh melalui penerapan teknologi, optimalisasi lokasi pabrik serta peningkatan ketrampilan. Lebih lanjut,

57 seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian dasar (basic clothing) menjadi pakaian fungsional, seperti baju olahraga. 3. Membangun kemampuan produksi functional clothing 4. Meningkatkan skala ekonomi untuk memenuhi permintaan functional clothing yang terus berkembang, baik di pasar domestik maupun ekspor.

Gambar 4.3 Strategi Pengembangan Industri Tektil dan Apparel 4.0 (Kemenperin)

4.2 Proses Bisnis Industri Tekstil dan Garmen/Fashion 4.0

Berbagai negara secara serius mengembangkan proses bisnis industri tekstil dan fashion/garmen menuju industri 4.0. Uni Eropa melalui European Technology Platform (ETP) Fibres Textiles Clothing membuat suatu pengembangan menuju revolusi industri tekstil dan fashion yang memuat strategi inovasi dan agenda research untuk industri tekstil dan garmen/fashion

58 Eropa [5]. Ada 4 strategi untuk tema pengembangan, yaitu: 1. Smart, high performance materials 2. Advanced digitized manufacturing, value chains and business models 3. Circular economy and resources efficiency 4. High-value added solutions for attractive growth markets

Pada proses bisnis di industri tekstil dan garmen/fashion 4.0, teknologi kunci berupa otomatisasi merupakan hal pokok yang harus mulai dilakukan. Bisnis Tekstil dan garmen/fashion 4.0 merupakan rantai proses yang perlu diintegrasikan secara vertikal dan horizontal [6, 7].

Gambar 4.4 Skema Transformasi Informasi Industri Tekstil 4.0 (Wischnowski)

Radio Frequency Identification Technology (RFID) dan berbagai sensor merupakan dasar untuk mengumpulkan dan menyimpan informasi. RFID dapat menjadi sumber informasi dan data pada material tekstil mulai dari bobbin benang, beam lusi, kain, pakaian, dsb. Industri tekstil dan garmen/fashion akan melakukan self-configure and self-optimize yang dengan cepat dan fleksibel memenuhi permintaan

59 konsumen. Data yang di kumpulkan menjadi sumber data bagi MES dan ERP [8].

Gambar 4.5 Konsep Autowarp pada Mesin Weaving Institut fur Textiltechnik der RWTH Aachen (Gloy)

60

Gambar 4.6 Flowchart Model Self Optimalization for Production Process dan Weaving Machine (GLoy)

Maintenance mesin dirancang terjadwal dan efisien. MES menyimpan data dan memperlihatkan informasi proses, kerusakan peralatan, jadwal maintenance dan sistem monitoring diberikan pada pembuat mesin dan

61 mendapatkan model 3D dan petunjuk perbaikan atau mendapatkan masukan dari pembuat mesin.

Gambar 4.7 Skema Maintenance Mesin Tekstil Smart Manufacturing (Chen)

Pada konsep pengembangan industri textile composite 4.0 integrasi dilakukan dengan melibatkan komponen teknologi 4.0. RFID dan Sensor yang terhubung dengan PLC, IoT, Cloud dan mobile HMI memonitor secara real time [9].

Gambar 4.8 Pengembangan Teknologi 4.0 Industri Textile Composite (RWTH)

Pengembangan e-production dan interaksi antara smart sytem untuk mengoptimalkan proses produksi perlu dilakukan mulai dari pemesanan sampai 62 pengiriman di industri tekstil [10]. Penggunaan RFID untuk melihat memonitor secara real time produksi di industri tekstil dan garmen/fashion.

Gambar 4.9 Penerapan RFID di Industri Tekstil untuk Melacak Produksi secara Real Time (Faruk)

Gambar 4.10 Integrasi pada Seluruh Value Chain dan IoT (Faruk)

63 Sementara itu konsep pengembangan untuk industri clothing dan apparel 4.0 dapat dilihat dari perspektif managemen information system dibawah ini [11].

Gambar 4.11 Clothing and Apparel Production System (Gokalp)

Gambar 4.12 Apparel 4.0 (Gokalp)

64 Secara garis pendekatan inovasi yang dapat digunakan pada masing-masing tahapan untuk mengembangkan apparel 4.0, yaitu sebagai berikut [11]:

65

66

67 4.3 Transformasi Industri Tekstil dan Apparel 4.0

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia telah menyusun sebuah indeks yang diberi nama Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau yang disingkat dengan INDI 4.0 [12]. Pada dasarnya INDI menilai kesiapan dari 5 pilar, yaitu: teknologi, operasi pabrik, manajemen dan organisasi, orang dan budaya, serta produk dan layanan.

Gambar 4.13 INDI 4.0 – 5 Pilar dan 17 Bidang (Kemenperin)

Berdasarkan asesmen yang dilakukan per 10 April 2019 terhadap sampel di 10 industri tekstil diketahui hasil total asesmen memiliki nilai 2.51. Asesmen pada aspek manajemen dan organisasi 2.70, orang dan budaya 2.50, produk dan layanan 2.77, teknologi 2.20 dan operasi pabrik 2.30. 68

Gambar 4.14 Hasil Self Assessment Indi 4.0 per 10 April 2019 (kemenperin)

Berbagai negara telah merumuskan strategi untuk mengimplementasikan industri 4.0. Asosiasi Pembuat Mesin German atau Verband Deutscher Maschinen- und Anlagenbau e. V. (VDMA) membuat apa yang disebut Industrie 4.0 Readiness [13]. VDMA menilai digitalisasi Industri 4.0 memiliki 4 dimensi, yaitu; smart factory, smart products, smart operations dan data-driven services sebagai penggabungan antara dunia fisik dan dunia virtual seperti terlihat pada gambar 4.15.

Gambar 4.15 Industri 4.0 sebagai Integrasi antara Dunia Fisik dan Dunia Virtual (VDMA)

69 Smart factory yaitu lingkungan produksi yang memungkinkan sistem produksi dan logistik mengorganisasikan dirinya sendiri tanpa ada intervensi dari manusia. Smart factory bertumpu pada Cyber- Physical System (CPS) yang menghubungkan antara dunia fisik dan virtual yang berkomunikasi melalui infrastruktur IT atau Internet of Things (IoT). Data pada smart factory dikumpulkan, disimpan, diproses, dianalisa dan diintegrasikan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan di perusahaan. Kesiapan industri pada dimensi smart factory dibagi menjadi lima level yang terdiri dari berbagai dimensi seperti terlihat pada gambar 4.16.

Gambar 4.16 Readiness Model untuk Smart Factory (VDMA)

Smart products merupakan komponen penting yang menyatukan smart factory sehingga produksi dalam suatu industri menjadi otomatis, fleksibel dan efisien. Produk dilengkapi dengan komponen yang mengandung konten ICT (Information and Communication Tecnologies) seperti sensor, RFID, communication interface, dsb yang diperlukan untuk mengumpulkan data.

70 Ketika data terkumpul, maka maka dapat diketahui produksi yang terjadi, dapat berkomunikasi sehingga produksi dapat ditingkatkan dan diarahkan secara otonom dan real time. Monitoring dan optimasisasi status masing-masing produk di industri dapat dilakukan. Komunikasi antar industri dan konsumen mengenai produk yang diproses dapat dilihat dan dikomunikasi secara real time. Kesiapan industri pada dimensi smart products dibagi menjadi lima level yang terdiri dari berbagai dimensi seperti terlihat pada gambar 4.17.

Gambar 4.17 Readiness Model untuk Smart Product (VDMA)

Data-driven Servicer atau Layanan berbasis data dilakukan dengan tujuan untuk menyelaraskan model bisnis di masa depan dan meningkatkan kemanfaatan bagi konsumen. Pelayanan dan purna jual (after sales services) dilakukan berdasarkan evaluasi dan analisis atas data yang dikumpulkan dan terintegrasi dengan perusahaan. Produk dilengkapi dengan IT (Information Technology) sehingga dapat mengirim, menerima dan memproses informasi yang dibutuhkan pada produk tersebut. Produk akan memiliki aspek fisik dan digital yang merupakan dasar untuk pelayanan secara digital. Kesiapan industri pada dimensi Data-driven Servicer dibagi menjadi lima level yang terdiri dari berbagai dimensi seperti terlihat pada gambar 4.18.

71 Gambar 4.18 Readiness Model untuk Data Driven Service (VDMA)

Smart operation atau Operasi Cerdas merupakan ciri khas industri 4.0 yang mengintegrasikan antara dunia fisik dan dunia virtual. Digitalisasi dan limpahan data memungkinkan mengembangakan pendekatan dan fleksibilitas dalam Production Planning Systems (PPS) dan Supply Chain Management (SCM). Kesiapan industri pada dimensi Smart operation dibagi menjadi lima level yang terdiri dari berbagai dimensi seperti terlihat pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 Readiness Model untuk Data Driven Service (VDMA)

72 Selain itu kesiapan dari sisi strategi dan organisasi serta pekerja juga menjadi tolak ukur kesiapan industri 4.0 seperti pada gambar 4.20.

Gambar 4.20 Readiness Model untuk Data Strategy dan Organization; Imployees (VDMA)

4.4 Teknologi Kunci Transformasi Industri 4.0 pada Industri Tekstil dan Garmen

Ada berbagai teknologi kunci yang penting untuk transformasi menuju industri 4.0 [1] seperti terlihat pada gambar 4.21, yaitu sebagai berikut: 1. Pengumpulan dan Pemrosesan Data 1.1. Piramida otomatisasi pada produksi Piramida otomatisasi menggambarkan integrasi vertikal (vertical integration) suatu industri. Pengumpulan dan perencanaan data terhubung secara vertikal dalam suatu industri.

73 Gambar 4.21 Piramida Otomatisasi pada Vertical Integration di Industri 4.0 (Roth)

Piramida otomatisasi terdiri dari 5 tingkatan. Dari level bawah ke level tertinggi merupakan proses pengumpulan data (datenerfassung/data mining) sedangkan dari level atas ke bawah adalah perencanaan (planung/planning). Level 0 sampai level 3 merupakan pengembangan dari teknologi otomatisasi/automation technology (OT). Level 4 dan level 5 merupakan pengembangan dari teknologi informasi/information technology (IT). Ada 5 tingkatan otomatisasi pada proses produksi yang terdiri dari:

1. Level 0, level proses merupakan level paling dasar produk pintar dan RFID-Chips memberikan informasi produk dan proses produksi yang terjadi. RFID-Chip (Radio Frequency Identification) merupakan salah satu elemen penting yang berfungsi untuk mengumpulkan dan memproses data. RFID merupakan sistem identifikasi berbasis wireless. RFID yang dipasang pada suatu objek dapat mengidentifikasi data objek tersebut dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Label

74 RFID berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca. Teknologi RFID dapat diterapkan dengan baik pada industri tekstil. Selain RFID sebetulnya dapat juga digunakan bar codes, akan tetapi teknologi RFID lebih memiliki beberapa keunggulan. Perbedaan antara teknologi bar codes dengan RFID seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Perbandingan Bar Codes dan RFID (Barbuski)

Supaya teknologi RFID bekerja, maka paling tidak diperlukan dua buah perangkat supaya RFID berfungsi yaitu Tag/transponder dan Reader/interrogator. Tag berisi microchip yang ditanamkan di dalamnya berisi kode produk yang spesifik. Setidaknya ada 4 jenis RFID Tags, yaitu label, plastic card, glass capsule dan counter. Interrogator atau reader merupakan alat pembaca RFID Tag. Skema sistem RFID dan peralatan yang bekerja dapat dilihat pada gambar berikut.

75 RFID Tags Stationary and portable Interrogrator

Gambar 4.22 Skema Sistem RFID dan Peralatannya (Barbuski)

Transmisi gelombang radio RFID antara RFID tag dan interrogator hampir sama dengan komunikasi dan broadcasting/siaran radio. Penggunaan dan klasifikasi rentang frekuensi dibagi menjadi 4 yaitu : 1. LF (Low Frequency), rentang 125-134 KHz dan tidak digunakan pada siaran radio 2. HF (High Frequency), rentang 13.56 MHz pada stasiun radio 3. UHF (Ultra High Frequency), rentang 860-960 MHz digunakan pada industri mobile technology 4. Microwaves, rentang 2.5 Ghz dan diatasnya, digunakan untuk oven microwave

Integrator dilengkapi dengan antena penerima yang berkomunikasi dengan RFID Tag. Antenna mengirim dan menerima radiasi elektromagnetik dengan frekuensi yang sesuai. Integrator RFID mampu mengirimkan data antara RFID Tags dan sistem IT. Ada tiga Fase yang terjadi yaitu:

76 1. Fase 1, integrator mengirimkan gelombang radio yang menyebabkan arus induksi pada Tag yang kemudian terhubung pada sistem elektronik di Tag. 2. Fase 2, Tag mengirimkan kembali kode unik yang dibuat perusahaan atau data sebelumnya yang digunakan oleh pengguna 3. Fase 3, dengan WORM dan R/W Tag, data ditulis melalui gelombang radio dengan modul yang sesuai. Mekanisme transmisi data cukup rumit, penulisan dan pembacaan data diverifikasi secara terbalik dengan menggunakan algoritma untuk proses dan penulisan data. Penerapan RFID pada industri tekstil sangat diperlukan untuk mendapatkan data produk dan proses yang berlangsung. Contoh penerapan RFID pada industri tekstil seperti terlihat pada gambar berikut dilakukan pada berbagai tahapan [14] yaitu: 1. Produksi, kain sudah mulai diberi label RFID 2. Quality control, kain yang sudah siap untuk dikirimkan 3. Data stok kain di gudang 4. RFID memonitor kain yang keluar dari pabrik 5. Pengiriman kain dari pabrik 6. Pengiriman kain dari pabrik ke wholesaler 7. Penerimaan kain di wholesaler 8. Memonitor gudang kain di wholesaler 9. RFID memonitor kain yang keluar dari wholesaler 10. Pengiriman dari wholesaler ke konsumen

77

Gambar 4.23 Penerapan RFID di Industri Tekstil (Barbuski)

Peneliti pada RWTH Aachen telah mengembangkan Aplikasi RFID pada gulungan benang yang disebut smart bobbin [15]. Smart bobbin ini menjadi penting sebagai cara untuk mengenali karakteristik masing- masing gulungan benang yang dipasang pada creel mesin rajut bundar menyangkut jenis benang, kehalusan, warna, panjang dan tegangan benang.

Gambar 4.24 Smart Bobbin - Konsep Teknologi RFID pada Gulungan Benang di Mesin Rajut Bundar (RWTH-Aachen)

Contoh lain penerapan teknologi RFID pada industri tekstil yaitu pada industri laundry atau pencucian. Pada

78 skema dapat dilihat bagaimana proses dari customer (pelanggan) ke industri laundry tekstil bekerja dengan kemampuan mengidentifikasi dan menelusuri data secara otomatis menggunakan teknologi RFID [16].Aplikasi teknologi RFID untuk supply chain tekstil dan fashion secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut [17]:

Gambar 4.25 Teknologi RFID pada Siklus Industri Laundry Tekstil (Textile ID Datamars)

79

Tabel 4.2 Aplikasi Teknologi RFID untuk Supply Chain Tekstil dan Fashion (wong) 80 2. Level 1, level shoopfloor menggambarkan area produksi. Pada level ini sensor dan actuator memberikan informasi berupa sinyal mengenai input dan output produk serta proses yang terjadi. Sensor memainkan peranan penting dalam implementasi industri 4.0 sebagai sumber data yang menghubungkan antara dunia nyata dengan dunia digital. Asosiasi Pembuat Mesin German atau Verband Deutscher Maschinen- und Anlagenbau e. V. (VDMA) membuat suatu petunjuk pemilihan sensor untuk industri 4.0 [18]. VDMA membuat berbagai tool box dalam pemilihan sensor yang terdiri dari:

1. Sensor type, ditujukan untuk membantu proses complex decision making untuk memilih jenis sensor atau prinsip pengukuran yang sesuai dengan penggunaan.

81

Gambar 4.26 Toolbox Sensor Type (VDMA)

2. Mechanical Integration, ditujukan untuk menguji aspek posisi sensor juga integrasi komponen sensor dalam suatu housing.

82

Gambar 4.27 Toolbox Mechanical Integration (VDMA)

3. Data Processing, untuk membantu desain, proses dan alokasi data sensor pada empat elemen.

83 Gambar 4.28 Toolbox Data Processing (VDMA)

84 4. Information Generation, menstrukturkan berbagai topik tentang cara mendapatkan informasi dari data sensor.

Gambar 4.29 Toolbox Information Integration (VDMA)

5. Communication Technolgy, Dialog antara pengguna dan produsen sensor harus didukung dengan tool box yang menerangkan aspek secara teknologi, ekonomi dan organisasi. Untuk memastikan kompabilitas teknologi, protokol komunikasi yang dapat digunakan dengan berbagai teknologi komunikasi tidak diidentifikasi secara terpisah seperti halnya OPC UA dalam konteks industri 4.0

85

Gambar 4.30 Toolbox Communication Technology (VDMA)

Sebagai contoh pada industri tekstil misalnya aplikasi sensor pada elemen godets di mesin pemintalan. Sensor yang dipasang dapat mengukur kecepatan. Input kecepatan kemudian menjadi sumber data menyangkut produksi.

86 Gambar 4.31 Sensor Kecepatan pada Mesin Winding di Mesin Pemintalan (VDMA)

Contoh lainnya adalah mesin sizing dari Suker–Muller, Benniger, Zell, dan Toyota yang memiliki sistem kontrol sensor yang dapat memonitor proses dan kondisi pengoperasian sehingga mesin dapat terus bekerja tanpa perlu diberhentikan. Proses yang dapat dikontrol seperti terlihat pada gambar berikut adalah kecepatan, tegangan penggulungan pada daerah creel beam lusi, peregangan pada zona basah, zona kering dan zona penggulungan, temperatur larutan sizing dan pengeringan silinder, tekanan pemerasan dan moisture content [19].

87

Gambar 4.32 Sistem Sensor pada Mesin Sizing (kumar)

6. Level 2, level pengontrolan yang mengevaluasi input sinyal melalui Programmable Logic Controller (PLC) berupa data dari sensor dan mengirimkan data hasil yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Penggunaan PLC untuk pengumpulan data pada dasarnya dilakukan secara bersamaan penggunaanya dengan HMI dan atau SCADA.

7. Level 3, level kontrol yang berfungsi untuk memvisualisasikan proses yang relevan di produksi. Sistem HMI dan SCADA dipergunakan pada level ini. HMI singkatan dari Human-Machine Interface yang merupakan suatu dasbord atau interface yang menghubungkan antara manusia dengan mesin, sistem atau peralatan. HMI digunakan dalam proses produksi sehingga manusia bisa berinteraksi dengan mesin. SCADA singkatan dari Supervisory Control And Data Acquisition merupakan suatu sistem kendali industri yang berbasis komputer yang digunakan untuk mengontrol proses dalam industri.

88 Aplikasi yang menghubungkan antara penggunaan PLC, scada dan HMI dapat dilihat misalnya pada desain di mesin stenter untuk industri kecil dan menengah tekstil [20]. LabView berdasarkan Scada memiliki HMI diujungnya. PLC dan labView berdasarkan Scada berkomunikasi melalui RS-232 link. Flowchart algoritma mesin stenter dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.33 Flowchart Algoritma dan Mekanisme Kerja Mesin Stenter (Bharatia) 89 Tahapan yang dilakukan pada mesin stenter yang menghubungkan PLC dengan HMI dan SCADA terdiri dari: 1. Pembuatan front panel pada LabVIEW dengan sistem kontrol dan indikator yang merupakan hubungan interaktif antara terminal input dan output.

Gambar 1.34 Front Level (Bharatia)

2. Pembuatan back panel pada LabView dengan penambahan kode menggunakan grafik yang merepresentasikan berbagai fungsi untuk mengontrol objek pada front panel.

90

Gambar 4.35 Back Panel (Bharatia)

3. Mendesain Graphical User Interface (GUI) pada LabView. 4. Mengimplementasikan algoritma untuk operasi mesin secara otomatis pada sistem SCADA di LabView. Data proses diprogram supaya tersimpan dalam file excel yang kemudian di-extract dalam bentuk grafik.

Gambar 4.36 Implementasi Algoritma (Bharatia)

Mesin sizing yang digunakan untuk memproses berbagai benang yang berbeda memerlukan control temperature, larutan kimia, kecepatan motor,

91 tegangan penggulungan bobbin, dan sinkronisasis antar motor memerlukan sistem yang dapat mengatur semuanya. PLC, VFD (Variable Frequency Drive) dan HMI dapat digunakan untuk mengontrol parameter di mesin sizing secara otomatis [21].

Gambar 4.37 Skema Mesin Sizing (Chudasama)

Blok Diagram elektrik mesin sizing dibagi menjadi 5 bagian. Zona pertama adalah motor take up, zona kedua dengan 2 motor untuk chemical pump dan mizing motor, zona ketiga untuk proses pemanasan, zona keempat oiler motor dan zona kelima adalah winder

92

Gambar 4.38 Electrical Block Diagram dan Mekanisme Mesin Sizing (Chudasama)

PLC dan HMI terhubung untuk saling berkomunikasi. PLC menerima output controller yang memberikan nilai temperatur chamber. Apabila PLC mendeteksi error antara temperatur aktual dan temperatur standar, maka signal error akan dikirimkan pada winder drive. HMI digunakan sebagai display temperatur aktual pada combution chamber dan temperatur standar.

93

Gambar 4.39 Flowchart Mesin Sizing (Chudasama)

94

8. Level 4, pada level ini digunakan MES. MES singkatan dari Manufacturing Execution Systems yang merupakan suatu sistem terkomputerisasi yang digunakan industri untuk melacak dan mendokumentasikan proses mulai dari bahan baku sampai produk jadi. MES sangat penting dalam pengambilan keputusan karena keadaan terkini di perusahaan bisa diketahui untuk dapat dilakukan optimatisasi. MES bekerja secara real time untuk mengontrol berbagai faktor dalam proses produksi seperti manusia, mesin, bahan baku, dsb. Salah satu contoh penerapan MES dapat dilihat pada industri perajutan/knitting yaitu konsep KnitMaster [22]. MES pada industri perajutan mengelola berbagai proses industri dan struktur pada mesin seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4.40 Konsep MES Industri Perajutan (KnitMaster)

95

Gambar 4.41 Network Mesin dan Peralatan (Knitmaster)

9. Level 5, level teratas dengan penggunaan sistem ERP. ERP singkatan dari Enterprise Resources Planning yang merupakan manajemen terintegrasi pada proses bisnis yang bekerja secara real time menggunakan Software dengan teknologinya. Software ERP dapat mengumpulkan, menyimpan, mengatur dan menginterpretasikan data dari aktivitas proses atau bisnis. ERP dapat melacak mulai dari bahan baku, produksi, order, procurement, distribusi, SDM, customer service, accounting, dsb. Smart factory pada Industri 4.0 bertumpu pada Cyber- Physical System (CPS) dan Internet of Things (IoT). CPS memonitor proses secara fisik yang menciptakan ruang virtual dari physical world (dunia fisik) dan membuat keputusan secara terdesentralisasi. Melalui IoT, sistem CPS berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dan juga dengan manusia secara real time. Semua proses ini pada akhirnya akan menjadikan ERP di industri 4.0 menjadi sangat penting untuk terkoneksi dengan teknologi 4.0 tersebut [23].

96 Beberapa pengembang ERP telah mengembangkan sistemnya yang terintegrasi dengan cloud. SAP misalnya dengan intelligent cloud ERP [24], Oracle menggunakan Oracle Software as a Service (SaaS) pada Oracle ERP Cloud [25, 26, 27]. Untuk industri menengah ERP Microsoft dynamic 365 business central yang juga sudah terhubung dengan cloud [28]. Tantangan berkaitan antara bagaimana ERP bekerja dan dapat diimplementasikan dengan baik pada industri 4.0 dengan smart factory memerlukan kesiapan dan sekaligus tantangan dari berbagai faktor [15]. Beberapa diantara tantangan tersebut misalnya: 1. Kesiapan secara teknik dan operasioanal 2. Komunikasi mesin ke mesin serta komunikasi dan integrasi mesin ke ERP 3. Perubahan manajemen (change management) 4. Kelayakan secara ekonomi 5. Ketergantungan yang tinggi pada sumber daya manusia pada mata rantai dan siklus manufaktur 6. Perubahan dari industri tradisional ke industri 4.0 7. Kesiapan otomatisasi secara penuh di insutri 8. Pengurangan atau peralihan (shifting) sumber daya menusia

1.2. Cloud computing Cloud computing merupakan teknologi gabungan antara teknologi komputer dan internet. Cloud computing adalah sistem dimana informasi disimpan secara permanen pada server internet dan pengguna dapat mengakses data melalui internet. Berdasarkan service-nya, Cloud computing terdiri dari: 1. IaaS (Infrastructure-as-a-Service), merupakan pelayanan berupa penyimpanan data dan infrastruktur berupa server. 2. PaaS (Platform-as-a-Service), merupakan pelayanan berupa pengembangan platform termasuk di dalamnya operating system, database,

97 bahasa pemograman dan web server. Operating system dapat di upgrade secara berkala. 3. SaaS (Software-as-a-Service), merupakan pelayanan di mana pengguna dapat mengakses berbagai Software aplikasi. Contoh SaaS seperti Gmail, Google Docs, Oracle, dsb.

Pada suatu industri, cloud dapat mengganti koneksi broadband dan Wide Area Network (WAN) yang mampu menghubungkan antara sensor, CPU, operating system, jaringan IT/IP, layanan IT, aplikasi dan bisnis proses. Cloud computing dalam hal ini menjadi dasar pengolahan informasi dan data pada suatu industri. Pada suatu industri 4.0, Cloud computing dapat berupa cloud hibrid yang merupakan gabungan antara cloud publik dan privat.

Gambar 4.47 Cloud Computing (Roth)

Keterangan : Kunde = customer; unternehmen = perusahaan; anwender = pengguna; kommunikationsmittel = peralatan komunikasi; datenspeicher = penyimpanan data; netzwerk = network; cloudbieter = penyedia cloud; dienstleiter = penyedia layanan.

98 Saat ini beberapa pembuatan mesin tekstil sudah mulai menerapkan data dari mesin yang terhubung dengan Cloud computing. Karl mayer mengembangkan digitalisasi yang bernama KM.ON pada mesin rajut lusi yang terhubung dengan Cloud computing [29].

Gambar 4.48 Konektivitas Mesin Rajut Lusi Karl Mayer dengan Cloud computing (Adamos) dan Aplikasi di Smart Phones (Karl Mayer)

Pada mesin dipasang k.ey device yang menghubungkan antara mesin perajutan ke dunia digital pada aplikasi KM.ON. Aplikasi KM.ON dapat berisi data real time sehubungan dengan kecepatan, produktivitas, maintenance, dsb. Cloud computing mengggunakan provider Adamos yang memberikan tingkat pengamanan dalam hal aktivitas, data, Software dan online accounts [30].

99

Gambar 4.49 k.ey Device dan Aplikasi KM.ON (Karl Mayer)

1.3. Big data Bagian terpenting dari pemrosesan data yang dikumpulkan di industri berbasis Cloud computing adalah big data dan analis data. Tiga karakteristik big data, yaitu: Jumlah yang sangat besar, kecepatan yang tinggi dan real time, serta variasi yang beragam baik dari segi format, struktur dan sumbernya. Gambar berikut menunjukan big data yang dapat berasal dari berbagai sumber seperti smart factory (intelligente fabrik), mobile device (mobile endgerate), smart device (smarte gegenstande), web dan media sosial.

100

Gambar 4.50 Big Data (Roth)

Pada industri fashion telah coba dikaji jenis informasi big data yang relevan [31]. Secara garis besar klasifikasi fashion data terdiri dari material, fashion design, body data, color dan technical atau product design.

101 Gambar 4.51 Fashion Data (Jain,dkk)

4.5 Analisis Data (Data Analytic)

Data yang sudah dikumpulkan dan dipadatkan melalui big data di analisis sebagai bahan evaluasi. Data analytic mengolah data yang kemudian hasilnya dapat dikirimkan kembali pada industri melalui cloud untuk perbaikan produk, optimatisasi proses, efisiensi, pengukuran kepuasan pelanggan, inovasi produk, dsb. Data analytic digunakan untuk menganalisis dan mengelola big data. Pada contoh big data fashion yang sudah dikumpulkan, lalu kombinasi antara pengetahuan yang berdasarkan recommender system dan search engine dilakukan. Pada akhirnya customer dengan menggunakan search enginer akan memiliki berbagai pilihan untuk memilih keinginannya dengan menggunakan recommender system yang menawarkan produk pada customer.

102 Gambar 4.52 Pengembangan Sistem antara Customer, Recommendation dan Big Data Fashion (Jain, dkk)

Apabila customer menyukai rekomendasi maka customer dapat memilih untuk memesan pakaian atau dimungkinkan sistem dapat menyarankan opsi lainnya. Metodologi yang dilakukan termasuk data analysis dapat dilihat pada skema berikut.

Gambar 4.53 Metodologi Sistem dan Data Analysis (Jain)

Proses bagaimana pengumpulan data (data mining) yang kemudian dilakukan proses analisis data (data analysis) dapat dilakukan di industri tekstil misalnya

103 pada bagian Quality Control (QC) yang berguna untuk strategi pengambilan keputusan [32]. Data mining terdiri dari lima elemen penting, yaitu: 1. Extract, transform, dan load transaction data pada data warehouse system 2. Penyimpanan dan pengelolaan data pada multidimensional database system 3. Penyediaan akses data pada bagian business analysts dan IT. 4. Analisis data menggunakan Software aplikasi 5. Penyediaan data dalam format yang sesuai seperti grafik atau tabel. Berbagai metode untuk analisis data yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Artificial neural network, merupakan non-linear predictive models yang dapat belajar melalui latihan dan menyerupai struktur jaringan saraf (neural network). 2. Genetic algorithms, merupakan teknik optimasi yang menggunakan proses seperti kombinasi genetic, mutasi dan pemilihan dalam suatu desain yang berdasarkan konsep seleksi alam 3. Decesion trees, struktur berbentuk pohon yang mewakili keputusan. Keputusan dihasilkan dengan mengklasifikasi sekumpulan data seperti Classification and regression trees (CART) dan chi Square Automatic interaction Detection (CHAID). 4. Nearest neighbor method, suatu teknik yang mengklasifikasikan masing-masing record di dataset berdasarkan kombinasi kelas k catatan yang paling mirip dengan historis dataset 5. Rule indusction, merupakan penurunan dari penggunaan if-then dari database berdasarkan signifikasi statistic. 6. Data visualization, interpretasi visual hubungan yang komplek pada data multdimensi. Grafik digunakan untuk menggambarkan hubungan antar data.

104 Di bawah ini adalah contoh diagram bagaimana analis data yang dilakukan pada laboratorium QC di industri tekstil.

Gambar 4.54 Diagram Data Analisis Laboratorium QC di Industri Tekstil (Tyagi)

1. Komunikasi Mesin ke Mesin atau Machine-to- Machine (M2M) Mengacu pada teknologi yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antar mesin yang berbeda. Dalam pendekatan industri 4.0 pertukaran informasi antar mesin pada akhirnya akan terhubung dengan Cloud computing serta layanan big data dan data analitik. Sistem dan struktur komunikasi M2M pada perusahaan memiliki kompleksitas yang tinggi. Penggunaan

105 berbagai macam teknik dan protokol transmisi seperti; Wireless Local Area Network (WLAN), Global Systems for Mobile Communications (GSM), wires, General Packet Radio Services (GPRS), Transmission Control Protocol (TCP), dan Hypertext Transfer Protocol (HTTP) seringkali tidak dapat saling berkomunikasi. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka penggunaan standar OPC UA bisa menjadi jalan terjadinya komunikasi berbagai aplikasi dan sistem. Standar OPC UA sangat penting dalam pertukaran data baik untuk integrasi vertikal dan horizontal.

2. Interaksi Manusia-Mesin (Man-Machine Interaction /MMI)

2.1 Interaksi manusia-mesin di industri 4.0 Pada industri 4.0 kontrol industri menjadi semakin komplek. Komunikasi antar mesin dengan mesin pada akhirnya dikontrol oleh manusia. Pada smart factory sistem pengaturan mesin bekerja secara mandiri. Pada industri 4.0 data selama proses dikumpulkan secara otomatis dari sensor, actuator dan peralatan produksi. Data diproses dengan menggunakan big data dan data dianalisis pada cloud. Supaya produksi bisa di kontrol dengan optimal dan tanpa masalah, maka data dan informasi harus dapat dianalisa dan diinterpretasikan/ditafsirkan. Manusia pada industri 4.0 pada akhirnya tetap penting sebagai pengendali dan pengambil keputusan dalam semua interaksi yang terjadi yang dapat mengintervensi atau mengadaptasi.

106 Gambar 4.55 Manusia Sebagai Pengambil Keputusan (Roth)

Keterangan/alih bahasa pada gambar :  Angepasste Produktionssteuerung = Penyesuaian atas kontrol produksi  Erhebung von Informationen und Daten = Pengumpulan informasi dan data  Aufbereitung und aggregation der information und daten = Persiapan dan pengumpulan informasi dan data  Ergänzende Interpretation der Informationen und Daten (Erkenntnisgewinn) = Interpretasi/Penafsiran yang menyeluruh pada informasi dan data (atas pengetahuan yang diperoleh)  Intervention/Adaption = Intervensi / adaptasi

2.2 Virtual Reality (VR) Hubungan antara manusia dan Cyber Phsycal System (CPS) terdiri dari komponen fisik dan virtual. Interaksi manusia dengan CPS terjadi secara lansung tanpa perantara (komponen fisik, manusia-fisik) atau dengan perantara melalui user interface (komponen digital, manusia-virtual) seperti terlihat pada gambar berikut [33].

107

Gambar 4.56 Cyber Phsycal System (CPS) (Vogel)

Keterangan/alih bahasa pada gambar :  Mensch = manusia  Physische Komponente = komponen fisik  Virtuelle, digitale Komponente = Virtual, komponen digital  Vermittler = penghubung  Unmittelbare = tanpa penghubung/langsung  Sensorik, Aktorik = sensor, actuator  Benutzungsschnittstelle = user interface Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) adalah media atau perantara yang menghubungkan antara manusia dan Cyber Phsycal System (CPS). Virtual Reality memungkinkan orang untuk memproduksi gambar yang realistis dari suatu proses produksi, mensimulasikan dan mengeksplorasi secara interaktif Cyber-Physical Production System (CPPS). Virtual Reality sudah digunakan pada industri tekstil dan fashion. Stoll misalnya mengembangkan Virtual reality yang terhubung dari awal sampai akhir produk yang dibuat [34].

108 Gambar 4.57 Virtual Reality-Produksi pada Industri Perajutan (Stoll)

3.1 Augmented Reality (AR) Augmented Reality merupakan pengembangan persepsi manusia dengan bantuan komputer melalui objek virtual. Informasi dapat ditampilkan secara langsung di tempat kerja. Penggunaan platform berbasis seluler seperti smart phones, tablet dan smart glass merupakan peralatan yang penting sebagai Augmented Reality yang menangani CPS. Pada industri tekstil dan fashion, Augmented Reality sudah banyak digunakan. Salah satu Augmented Reality misalnya dengan menggunakan konsep magic mirror [35]. Pada Augemented Reality berbasis Magic Mirror konsumen dapat berkaca pada suatu kaca lalu objek konsumen tersebut akan tampil pada kaca, lalu dia dapat memilih berbagai jenis pakaian yang suda tersedia di sistem. Pakaian yang dipilih oleh konsumen akan tergabung secara langsung dengan image dirinya secara nyata.

109 Gambar 4.58 Konfigurasi Augmented Reality berbasis Magic Mirror untuk Fashion (Kim)

Institut für Textiltechnik of RWTH Aachen University mengembangkan konsep future of yang disebut ManuTex 4.0. Salah satu pengembangan adalah Augmented Reality berupa tablet dan smart glass pada mesin pertenunan dan perajutan [36].

Gambar 4.59 Kontrol Mesin Weaving dengan Tablet (Yves)

110 Gambar 4.60 Penggunaan Smart Glasses dan Smart Phones pada Mesin Weaving dan Knitting (Yves)

111 BAB V STRATEGI IMPLEMENTASI TRANSFORMASI INDUSTRI 4.0 SEKTOR TEKSTIL DAN GARMEN

5.1. Best Practice Implementasi Transformasi Industri 4.0 Industri Tekstil dan Garmen

Untuk mempersiapkan industri tekstil dan apparel 4.0, german telah mendirikan Textile Learning Factory 4.0 [37]. Elemen kunci pada Textile Learning Factory 4.0 dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.1 Elemen Kunci Textile Learning Factory 4.0 dan End-to-end Value Chain pada Textile Learning Factory 4.0 (Kusters)

112 Proses tekstil pada textile learning factory 4.0 mengikuti kondisi di industri yang terdiri dari:

1. Creel dan mesin Warping 2. Mesin Weaving 3. Meja pemeriksaan 4. Mesin Coating dan thermosetting 5. Inkjet printer 6. Mesin cutting 7. Mesin jahit 8. Pengujian

Gambar 5.2 Tata Letak Mesin pada Textile Learning Factory 4.0 (Kusters, McKinsey)

113 Teknologi 4.0 yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.3 Teknologi 4.0 yang Digunakan Di Factory (McKinsey)

Pendekatan strategi untuk transformasi digital industri dengan memadukan antara teknologi, orang dan manajemen. Tahapan dalam transformasi industri dapat dilakukan misalnya dengan mengikuti tahapan sbb: 1. Identifikasi kesempatan digitalisasi 2. Mengkalkulasi kasus bisnis 3. Prioritas tahapan untuk pengembangan road map 4. Mendesain solusi 5. Mengembangkan solusi mulai dari sensor sampai aplikasi 6. Implementasi 7. Mendesain strategi digitalisasi 8. Perencanaan transformasi

114

Gambar 5.4 Stategi Implementasi Digitalisasi Industri (McKinsey)

115 5.2 Strategi Implementasi dengan Toolbox Industry 4.0

Asosiasi Pembuat Mesin German atau Verband Deutscher Maschinen- und Anlagenbau e. V. (VDMA) membuat suatu guideline untuk strategi implementasi industri 4.0 [38]. Guideline yang dibuat ini pada dasarnya digunakan untuk membantu industri kecil dan menengah Jerman. Guideline digunakan untuk mengidentifikasi potensi produk dan produksi dengan proses yang sistematis menuju industri 4.0 dan masing-masing industri dapat mengembangkan ide spesifik sesuai bidang industrinya.

Tahapan dalam menerapkan guideline ini, yaitu sbb:

1. Komitmen top management, komitmen implementasi industri 4.0 dari top management sangat penting karena pendekatan dengan industri 4.0 akan mengubah secara mendasar produksi atau pengembangan model bisnis. 2. Pembentukan project team, tim proyek yang interdisiplin terdiri dari pegawai dari bagian produksi dan teknologi informasi juga bagian pengembangan. Hal ini penting ketika akan menerapkan ide di industri 4.0 memerlukan kerjasama dan jaringan yang kuat antara teknologi informasi dan engineer. 3. Penggunaan toolbox industrie 4.0, guideline toolbox industrie 4.0 merupakan gabungan berbagai level penerapan inovasi produk dan produksi yang berhubungan dengan aspek teknik. Ada lima eknologi dan tahapan pengembangan. Toolbox industrie 4.0 dapat menjadi starting point untuk mengklasifikasi keahlian suatu industri dan sebagai basis untuk mengembangan berbagai ide baru dalam proses implementasi industri 4.0.

116 Secara garis besar tahapan selanjutnya dalam penerapan guideline dapat dilihat pada skema berikut.

Gambar 5.5 Tahapan Penerapan Guideline Industry 4.0 (VDMA)

1. Fase persiapan (Preparation Phase), mengetahui secara mendalam market yang sesuai atau salah satu produksi perusahaan sebagai salah satu starting point untuk mengekplorasi lebih jauh berbagai ide produk dan peningkatan produksi. Pemahaman yang utuh dan benar mengenai industri 4.0 dari semua anggota team menjadi sangat penting.

2. Fase analisis (Analysis phase), mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki perusahaan terkait dengan teknologi industri 4.0. Pada fase ini posisi market dan kemampuan perusahaan terkait industri 4.0 di-ranking. Ranking ini lalu dikonfrontir dengan pandangan dari luar perusahaan.

Analisis kompetensi keahlian produk dan produksi perusahaan diidentifikasi. Toolbox dapat digunakan untuk keperluan ini. Hasil analisis ini menjadi awal starting point sebagai dasar pengembangan ide. Hasil analisis dapat dituangkan dalam suatu diagram seperti terlihat pada gambar berikut.

117

Gambar 5.6 Analisis Kemampuan Produk (VDMA)

3. Fase kreativitas (Creativity phase), fase ini bertujuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan mengelaborasi berbagai konsep untuk berbagai model bisnis. Ada dua tahap yang dilakukan pada fase ini, yaitu team mengidentifikasi dan dan mengumpukan ide-ide awal model kano dapat digunakan untuk keperluan tersebut.

Gambar 5.7 Model Kano dari Basic Need ke Delight Need (VDMA)

Ide-ide tersebut lalu didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut pada tahap kedua. Pada akhir fase, 118 berbagai model bisnis yang berhubungan dengan industri 4.0 dikembangkan menjadi konsep. Ide dengan prioritas tertinggi dapat dianalisa dengan menggunakan model bisnis St. Gallen.

Gambar 5.8 Model bisnis St.Gallen untuk produk dan produksi (VDMA)

4. Fase evaluasi (Evaluation phase), fase ini bertujuan untuk menilai berbagai konsep yang telah di elaborasi sebelumnya. Team diminta untuk mengklasifikasikan konsep berbagai model bisnis dihubungkan dengan potensi market or potensi produksi sesuai dengan sumber daya yang dibutuhkan saat implementasi. BCG matrix dapat digunakan untuk mengevaluasi.

Gambar 5.9 BCG Matrik (VDMA)

119 5. Fase implementasi (Implementation phase), team project mengembangakan berbagai pengajuan dan mempersiapkan untuk penilaian lebih lanjut atau untuk dipresentasikan pada manajemen pabrik.

Gambar 5.10 Toolbox Product (VDMA) 120

Gambar 5.11 Toolbox Production (VDMA)

121 5.3. Gap Analisis Berbasis INDI 4.0

Industri 4.0 yang merupakan transformasi lanjutan dari tahap industri sebelumnya yang menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi internet membutuhkan persiapan-persiapan komprehensif dalam berbagai aspek untuk mencapainya. Persiapan- persiapan yang dimaksud, bahkan dimulai dari penyiapan visi perusahaan sampai dengan pelayanan kepada pembeli (end user) dari produk yang dihasilkan oleh industri yang bersangkutan.

Untuk mengetahui dan mengukur kesiapan industri di Indonesia terhadap perubahan menuju industri 4.0, Kementerian Perindustrian RI menyusun sebuah indeks yang diberi nama Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau yang disingkat dengan INDI 4.0. Hasil dari pengukuran dengan indeks ini kemudian dijadikan acuan dalam mengidentifikasi tantangan, menentukan strategi dan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pemerintah untuk mendorong industri bertransformasi menuju Industri 4.0.

Dalam INDI 4.0 (Gambar 5.12) tersusun atas lima pilar yang diukur, yaitu: manajemen dan organisasi (management and organization), orang dan budaya (people and culture), produk dan layanan (product and services), teknologi (technology), dan operasi pabrik (factory operation). Kelima pilar tersebut dibagi lagi menjadi 17 bidang, yang kemudian dijadikan acuan untuk mengukur kesiapan industri di Indonesia untuk bertransformasi menuju Industri 4.0.

122

Gambar 5.12 INDI 4.0 – 5 Pilar dan 17 Bidang

Indeks tersebut memiliki manfaat untuk pihak industri, antara lain: 1) sebagai acuan untuk menentukan posisi perusahaan, dalam kaitannya dengan Industri 4.0 dan menentukan strategi perusahaan ke depan; 2) untuk mengetahui tantangan- tantangan yang akan dihadapi terkait transformasi menuju Industri 4.0; 3) untuk membantu manajemen perusahaan mengevaluasi efektifitas operasional perusahaan; 4) untuk benchmarking posisi perusahaan dengan perusahaan sejenis. Selain itu, indeks tersebut juga dapat memberi manfaat bagi pemerintah, diantaranya: 1) untuk mengetahui komitmen dan kemampuan perusahaan dalam mengimplementasikan Industri 4.0; 2) sebagai dasar bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan yang tepat sasaran terkait 123 Industri 4.0; dan 3) sebagai dasar penentuan insentif untuk industri.

INDI 4.0 merupakan sebuah indeks yang dirancang khusus sesuai dengan kondisi industri di Indonesia. Oleh sebab itu, INDI 4.0 memiliki kekhususan sendiri, termasuk diantaranya melalui aspek penilaian untuk orang dan budaya, yang memasukkan unsur kekhasan orang dan budaya lokal dan Indonesia di dalamnya. Struktur INDI 4.0 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2 memiliki lima pilar utama sebagai ukurun utama untuk menilai kesiapan sebuah industri. Kemudian dari lima pilar tersebut diperinci menjadi 17 bidang.

Gambar 5.13 Struktur INDI 4.0

124 5.2.1 Lima Pilar INDI 4.0

1. Manajemen dan organisasi: Pada pilar ini diukur kebijakan dari pimpinan perusahaan untuk mentransformasikan pabriknya menuju ke Industri 4.0. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dukungan dari pihak manajemen dalam membuat sistem produksinya menjadi lebih efisien dengan Industri 4.0. Dalam hal ini, strategi perusahaan, investasi perusahaan dan dukungan dari manajemen menjadi sangat penting dalam kesuksesan transformasi ke Industri 4.0. Selain itu struktur organisasi juga menjadi aspek penilaian, misalnya tentang kesediaan departemen/tim khusus untuk mentransformasikan perusahaan ke Industri 4.0.

2. Orang dan budaya: Orang merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transformasi perusahaan ke Industri 4.0. Termasuk di dalamnya adalah budaya bekerja karyawan perusahaan, seperti: kedisiplinan, kemauan untuk terus belajar dan kearifan lokal. Secara prinsip, karyawan yang cenderung terbuka dengan perubahan akan lebih siap untuk bertransformasi ke Industri 4.0. Sebaliknya, jika karyawan bersikap antipati terhadap adanya perubahan, maka perusahaan akan lebih sulit untuk menerapkan Industri 4.0.

3. Produk dan layanan: Produk yang sudah terintegrasi dengan Industri 4.0 adalah produk yang memiliki fitur teknologi di dalamnya, seperti sudah memiliki interface yang bisa dihubungkan dengan internet, memiliki fitur penyimpanan data (RFID, barcode, dll) dan produk yang sudah cutomized sesuai dengan keinginan pemakai. Layanan pintar yang berbasis data menunjukkan bahwa sebuah perusahaan sudah

125 mulai menggunakan teknologi yang berbasis Industri 4.0. Penggunaan data dari pelanggan untuk pengembangan sistem pelayanan dan produk juga merupakan elemen yang diukur untuk mengetahui kesiapan perusahaan memasuki era Industri 4.0.

4. Teknologi: Teknologi dalam Industri 4.0 sangatlah beragam, mulai dari kecerdasan buatan, printer 3D, augmented reality, kolaborasi robot, dan lain-lain. Dalam Industri 4.0, diantara kriteria yang harus dipenuhi adalah adanya konektivitas antar mesin maupun antar sistem (vertical and horizontal integration). Dalam pilar ini, sejauh mana penggunaan teknologi yang menunjang Industri 4.0 akan dievaluasi dalam rangka mengukur kesiapan perusahaan bertransformasi ke Industri 4.0. Hal lain yang penting dalam pilar ini adalah adanya digitalisasi dalam seluruh sistem produksi dan keamanan cyber perusahaan.

5. Operasi pabrik: Pilar ini juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan teknologi di dalam sebuah operasi pabrik. Hal ini meliputi: sistem rantai pasok dan logistik perusahaan, aplikasi sistem perawatan mesin/sistem yang cerdas, proses produksi yang sudah otonom/otomatis dan adanya sistem penyimpanan dan pengendalian data yang sudah terpusat.

126 5.2.2 17 Bidang INDI 4.0

1. Strategi dan kepemimpinan Adanya dukungan dari pimpinan untuk mentransformasikan perusahaan ke arah Industri 4.0 merupakan faktor penentu yang penting. Dengan demikian, pimpinan mengetahui secara baik tentang keuntungan dan langkah-langkah strategis untuk implementasi Industri 4.0, sehingga dapat memberikan arahan dan pengorganisasian yang membuat implementasi Industri 4.0 di perusahaan menjadi mudah dipahami dan dijalankan oleh seluruh karyawan.

2. Investasi menuju Industri 4.0 Pihak manajemen mempunyai investasi untuk pengembangan perusahaan menuju Industri 4.0. Besarnya investasi harus cukup untuk bisa mentransformasikan perusahaan ke arah Industri 4.0. Investasi tersebut tidak hanya untuk jangka pendek, namun juga diperlukan adanya perencanaan investasi jangka panjang yang terorganisir dan termonitor.

3. Kebijakan inovasi Bidang ini mencakup adanya dukungan dari pihak manajemen perusahaan untuk mengembangakna berbagai inovasi. Dibutuhkan lingkungan di perusahaan yang ramah dan welcome terhadap inovasi baru dari seluruh karyawan, serta adanya sistem penghargaan untuk inovasi yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan.

4. Pengembangan kompetensi Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya kebijakan dan pelaksanaan pengembangan kompetensi untuk seluruh karyawan. Kompetensi yang dimksud dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan keterampilan yang diperlukan dalam mendorong perusahaan

127 untuk bertransformasi ke Industri 4.0, seperti: training, sertifikasi, studi lanjut, workshop, lokakarya, dan lain-lain.

5. Budaya Budaya dan nilai dari para karyawan perusahaan seperti: budaya tepat waktu, budaya konsistensi terhadap rencana yang telah disepakati, budaya untuk mau terus belajar, budaya berbicara terus terang, dan lain-lain adalah aspek penting lainnya. Hal ini perlu diukur karena secara tidak langsung akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan untuk bisa bertransformasi menuju Industri 4.0.

6. Keterbukaan terhadap perubahan Pemikiran setiap karyawan dan manajemen yang selalu terbuka dengan adanya perubahan yang baru akan membawa dampak yang baik dalam proses transformasi suatu perusahaan. Hal ini juga termasuk keterbukaan terhadap teknologi dari luar yang diperlukan untuk membuat perusahaan menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan keterbukaan pikiran, diharapkan proses transformsi dapat diterima oleh semua karyawan.

7. Layanan berbasis data Layanan dan model bisnis perusahaan dikembangkan berdasarkan data-data yang telah diperoleh, baik dari data perusahaan sendiri, perusahaan sejenis maupun data dari konsumen.

8. Produk cerdas Yang dimaksud produk cerdas dalam hal ini adalah produk-produk yang sudah ada fitur teknologi di dalamnya, seperti sudah memiliki interface yang bisa dihubungkan dengan internet maupun memiliki fitur penyimpanan data (RFID, barcode, dan lain- lain). Produk cerdas juga berarti produk yang sudah terintegrasi dengan sensor dan program yang dapat

128 mempermudah dalam menggunakan produk tersebut.

9. Kustomisasi produk Adanya produk yang kustom sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen dapat memberi kelebihan tersendiri, yaitu produk yang ditawarkan tidak hanya sejenis tetapi memiliki opsi yang kustom sesuai dengan permintaan. Tingkat customization juga menunjukkan tingkat kesiapan perusahaan untuk bertransformasi ke Industri 4.0.

10. Konektivitas Adanya konektivitas antar mesin atau sistem dalam sebuah pabrik atau antar pabrik dapat berupa adanya interkoneksi yang real-time dengan vendor atau dengan pabrik yang menjadi mitra perusahaan.

11. Keamanan cyber Karena dalam Smart factory sebagian besar operasi saling terhubung antara satu dengan yang lain, maka keamanan dalam konektivitasnya menjadi sangat penting. Kemanan dalam menyimpan, mentransfer dan mengolah data juga menjadi penting sehingga industri yang menerapkan Industri 4.0 harus memiliki sistem dan metode yang menjamin bahwa konektivitas berbasis data tersebut aman.

12. Mesin/sistem cerdas Adanya mesin atau sistem pintar yang sudah dilengkapi dengan kecerdasan buatan dan interface koneksi dengan internet atau intranet menyebabkan mesin atau sistem bisa mengoptimalkan parameter maupun urutan operasi secara mandiri. Mesin pintar juga bisa mengakomodir adanya kolaborasi baik antara

129 manusia dan mesin, atau kolaborasi antar mesin/sistem.

13. Digitalisasi Implementasi teknologi digital dalam perusahaan. Baik dalam proses, produk maupun proses pengambilan keputusan. Adanya implementasi digital twin, digital factory, digital produk merupakan salah satu contoh implementasi dari digitalisasi perusahaan.

14. Penyimpanan dan sharing data Data perusahaan baik untuk optimasi proses maupun layanan berbasis data sudah dikelola dengan baik. Selain itu proses penyimpanan data, transfer data dan penggunaan data sudah memiliki standar proses yang baku. Adanya peyimpanan data di cloud atau di internal server salah satu yang diukur dalam bidang penyimpanan dan sharing data.

15. Rantai pasok dan logistik cerdas Dalam Industri 4.0, adanya rantai pasok dan sistem logistik yang sudah terintegrasi dengan proses produksi menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi perusahaan. Aplikasi teknologi condition monitoring dan lokasi barang yang masuk dan keluar adalah contoh dari penerapan rantai pasok dan logistik cerdas.

16. Proses yang otonom Operasi pabrik yang sudah otonom baik dalam proses produksi maupun dalam proses pengambilan keputusannya. Sebagai contoh adanya pengontrolan proses secara otomatis dan adanya operasi mesin yang sudah otomatis berbasis analisis big data.

130 17. Sistem perawatan cerdas Sebagai contoh adalah adanya proses pengoperasian mesin dan perawatan mesin yang sudah berbasis internet. Adanya sistem monitoring performansi mesin (OEE) secara terpusat via internet, adanya diagnosis dan prognosis kondisi mesin sehingga dapat menentukan jadwal perbaikan atau pengantian yang lebih tepat adalah contoh penerapan sistem perawatan cerdas. Selain itu penggunaan augmanted reality dalam proses perawatan/perbaikan suatu mesin adalah hal bisa dilakukan untuk membuat proses perawatan menjadi lebih efisien.

Asesmen INDI 4.0 dikerjakan melalui 2 tahap mekanisme yaitu pengisian kuisioner/ survey yang diisi oleh pihak industri dan kunjungan langsung oleh pihak- pihak ahli ke industri untuk memvalidasi dan mengecek kesesuaian isian survey dengan kondisi lapangan. Pertanyaan-pertanyaan dalam survey mencakup 5 pilar INDI 4.0 dan indeks ini memberikan penilaian terhadap masing-masing pilar dengan indeks penilaian 1 sampai dengan 4. Untuk INDI 4.0 setiap pilar diberi pembobotan: 1. Manajemen dan organisasi : 17,5% 2. Orang dan budaya : 30,0% 3. Produk dan layanan pintar : 17,5% 4. Penggunaan teknologi pintar : 17,5% 5. Operasi pabrik : 17,5% Nilai setiap pilar merupakan gabungan dari nilai- nilai dari setiap bidang yang ada pada pilar tersebut. Pembobotan pada orang dan budaya diberi nilai yang lebih besar dari pilar yang lain karena di Indonesia, sukses dan tidaknya transformasi perusahaan menuju Indusri 4.0 sangat tergantung dari budaya dan kesiapan dari orang yang nanti akan menjalankan transformasi tersebut.

131

Gambar 5.14 Indeks Penilaian terhadap Keseluruhan Pilar INDI 4.0

Penilaian masing-masing pilar INDI 4.0

Manajemen dan Orang dan budaya organisasi

Gambar a. Penilaian pilar Gambar b. Penilian pilar “manajemen dan “orang dan budaya” organisasi”

132 Produk dan layanan Teknologi

Gambar c. Penilaian pilar Gambar d. Penilaian pilar “produk dan layanan” “teknologi”

Operasi pabrik

Gambar e. Penilian pilar “orang dan budaya”

Gambar 5.15 Penilaian Pilar Indi 4.0

Perlu ditekankan bahwa INDI 4.0 merupakan alat untuk mengukur kesiapan industri untuk bertransformasi, dan bukan merupakan sebuah indeks untuk mengukur tingkat kematangan penerapan Industri 4.0 di industri. Sehingga hasil pengukuran

133 dengan INDI 4.0 sangat tergantung dari kesiapan perusahaan untuk bertransformasi menuju Industri 4.0.

5.3 Strategic Project Management (SPM)

Strategi adalah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan yang biasanya bersifat jangka panjang supaya suatu organisasi dapat selalu mampu berkompetisi. Ada perbedaan antara strategi dengan operational effectiveness (1). Operational effectivenss berarti melakukan suatu aktivitas dengan lebih baik, bisa semakin cepat atau semakin sedikit input dan cacat produk dibanding kompetitornya. Strategi lebih jauh dari itu yaitu membuat posisi yang bernilai dan unik untuk melakukan aktivitas untuk meningkatkan keunggulan dibanding kompetitornya. Usaha untuk melakukan transformasi menuju industri 4.0 memerlukan strategi dalam pengimplementasiannya. Transformasi itu menjadi suatu proyek yang harus dikelola dengan melakukan Strategic Project Management (SPM). SPM didefinisikan sebagai proses mengelola proyek yang komplek dengan menggabungkan analisis bisnis dan teknik manajemen proyek untuk diimpelmentasikan menjadi strategi bisnis dan diturunkan pada organisasi (2). Proses SPM paling tidak memiliki lima tahapan kunci, yaitu: 1. Pendefinisian proyek (defining the project) 2. Pembuatan strategi proyek (Creating the project strategy) 3. Perincian perancanaan proyek (Detailed project planning) 4. Implementasi dan control (Implementation and control) 5. Pemeriksaan dan pembelajaran (Review and learning) Kelima proses itu dapat dijelaskan seperti terlihat pada gambar 5.16.

134

Gambar 5.16 Proses Strategic Project Management

Pendefinisian proyek (defining the project) dilakukan dengan mendefiniskan hal-hal sebagai berikut : 1. Diagnosa inti masalah yang membuat harus dilakukannya proyek tsb 2. Mendefinisikan ruang lingkup proyek dan fokus utama 3. Memperjelas unsur-unsur penting yang saling berhubungan 4. Membuat visi secara menyeluruh proyek dan tujuan utamanya 5. Memikirkan siapa yang akan menjadi pelaku (stakeholder) proyek tsb Pembuatan strategi proyek (Creating the project strategy) dilakukan dengan mendefiniskan hal-hal sebagai berikut : 1. Ekplorasi lingkungan internal dan eksternal yang terlibat pada proyek 2. Definiskan lebih spesifik tujuan strategi kunci proyek 3. Pengujian berbagai pilihan startegi seperti : apa dan bagaimana proyek dilakukan (what and how to do) 4. Melakukan penilaian pendahuluan secara keseluruhan yang menarik pada proyek tersebut dan kesulitan dalam impelementasinya 135 5. Pemikiran lebih lanjut mengenai posisi pelaku kunci dan bagaimana mereka bisa memberikan pengaruh pada proyek tersebut Secara rinci perencanaan proyek membutuhkan hal-hal sebagai berikut : 1. Analisis rinci aktifitas kunci dan atau sub proyek yang dibutuhkan 2. Analisis bagaimana aktifitas tersebut terkoneksi secara berurutan, berikan hubungan dan analisis faktor kritis pada tahapan tersebut 3. Penilaian faktor ketidakpastian lalu disiapkan rencana darurat (contingency plans) dan analisis dampaknya 4. Penilaian pembiayaan proyek Sementara itu implementasi dan kontrol mengharuskan hal-hal sebagai berikut : 1. Pendefinisian loncatan proyek (project milestones) dan tanggung jawab 2. Memperhatikan kesulitan dalam implementasi dan melakukan perbaikan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki serta merencanakan aksi (action plans) 3. Melakukan pratinjau (preview) terhadap kemungkinan dinamika proyek

Langkah terakhir adalah melakukan Pemeriksaan dan pembelajaran (Review and learning) yang terdiri dengan melihat kembali proyek untuk mengukur target yang telah dicapai, apakah proses implementasi berjalan lancar atau tidak, bagaimana efektifitas proyek dan berbagai perilaku lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran.

136 BAB VI PROYEK SOLUSI TRANFORMASI INDUSTRI 4.0 SEKTOR TEKSTIL DAN GARMEN

6.1 Instruksi Umum Projek

Industri yang menjadi objek kajian dapat berupa industri Kecil, Menengah atau Besar serta workshop terintegrasi, dan showcast industri tekstil dan garmen. Projek ini dikerjakan secara mandiri dan berkelompok oleh mahasiswa. Selama projek berlangsung staf pengajar membimbing setiap tahapan pekerjaan. Pada akhir projek setiap kelompok membuat laporan dan mempresentasikan hasilnya.

6.2 Pengetahuan yang diperlukan

a. Dasar-dasar industri 4.0 b. Manajemen industri c. Manufaktur Tekstil dan Produk Tekstil

6.3 Tahapan pekerjaan

a. Pemetaan industri, Tahapan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data terkait dengan kondisi industri yang sekarang sedang berlangsung. Metode yang digunakan bisa dengan berbagai cara baik berupa observasi, wawancara, studi literatur, dsb. b. Perbandingan dengan industri 4.0, Data hasil pemetaan industri saat ini lalu dibandingkan dengan kondisi ideal industri 4.0. Penggunaan matrik berupa tabel sangat membantu untuk melihat kesenjangan yang terjadi.

137 c. Pemilihan fokus transformasi Setelah diketahui kesenjangan yang terjadi, lalu masing-masing kelompok memilih fokus pada salah satu proses tekstil dan garmen yang menjadi kesenjangan. Kesenjangan tersebut lalu dikerjakan untuk dapat dilakukan proses transformasi menuju industri 4.0. d. Pembuatan alternative solusi transformasi industri 4.0 Terhadap bidang yang akan menjadi fokus transformasi, maka setiap kelompok membuat berbagai alternative solusi. Berbagai metode dapat dilakukan untuk menghimpun berbagai ide dari setiap individu dalam kelompok seperti metode brainstorming atau curah pendapat. e. Pemilihan solusi terbaik Semua alternative solusi yang ditawarkan setiap individu lalu dianalisa untuk mencari yang terbaik dan feasible. Pertimbangan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, seperti kondisi perusahaan, kesiapan SDM, sarana prasarana, biaya yang diperlukan, waktu pengerjaan, dsb. f. Penyusunan rencana implementasi, Terhadap solusi akhir yang ditawarakan harus disertai dengan rencana implementasi yang lebih rinci. Detail rincian menyangkut berbagai hal seperti: 1. Aktifitas kunci dan rinciannya 2. Konektifitas aktifitas yang dibuat secara berurutan, berikan hubungan dan analisis faktor kritis pada tahapan tersebut 3. Penilaian faktor ketidakpastian, rencana darurat (contingency plans) dan analisis dampaknya 4. Waktu pengerjaan projek 5. Penanggung jawab pada masing-masing tahapan 6. Pembiayaan proyek

138 7. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan 8. Pendefinisian loncatan proyek (project milestones) dan tanggung jawab 9. Memperhatikan kesulitan dalam implementasi dan melakukan perbaikan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki serta merencanakan aksi (action plans) 10. Melakukan pratinjau (preview) terhadap kemungkinan dinamika proyek

g. Pembuatan project solusi transformasi industri 4.0, Kesemua tahapan tersebut lalu dihimpun dalam suatu laporan project solusi transformasi industri 4.0 yang menjadi satu kesatuan utuh. Dokumen Proyek solusi transformasi industri 4.0 lalu dipresentasikan di depan staf pengajar dan kelompok lainnya.

6.4 Penilaian

Komponen penilaian yaitu UTS, tugas dan UAS. Ujian akhir semester dilakukan dalam bentuk penilaian hasil pengerjaan projek yang terdiri atas: a. Laporan projek solusi transformasi industri 4.0 b. Presentasi c. Aktivitas kelompok

139 Daftar Pustaka

[1] A. Roth, Einfuhrung und Umsetzung von Industrie 4.0; Grundlagen, Vorgehensmodell and use cases aus der praxis, Springer, 2016. [2] K. Perindustrian, "Peta panduan pengembangan industri prioritas basis industri manufaktur," Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2009. [3] Prof. Henning Kagerman, Prof.Wolfgang Wahlster and Dr.Johannes Heilbig, "Recommendations for implementing the strategic initiative INDUSTRIE 4.0," Industry-Science Research Alliance, Frankfurt/Main, 2013. [4] Kementerian Perindustrian, "Making Indonesia 4.0," Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta. [5] ETP, "Towards a 4th Industrial Revolution of Textile and Clothing," ETP Fibres Textiles Clothing European Technology Platform, October 2016. [6] W. M. M Saggiomo, "Industry 4.0 in the field of textile machinery-first steps of implementation," Melliand International, 2015. [7] Z. chen, "Upgrading of textile manufacturing based on Industry 4.0," in 5th International Conference on Advanced Design and Manufacturing Engineering, 2015. [8] Y.S.Gloy, "Model based self-optimization of the weaving process," CIRP Journal of Manufacturing Science and Technology, 2015. [9] Y.-S. Gloy, "Industry 4.0 –the future of textile manufacturing," RWTH Aachen University. [10] Ö. F. Görçün, "The Rise of Smart Factories in the Fourth Industrial Revolution and Its Impacts on the Textile Industry," Revolution and Its Impacts on the Textile Industry, vol. 6, 2018.

140 [11] M. O. G. Ebru Gökalp, "INDUSTRY 4.0 REVOLUTION IN CLOTHING AND APPAREL FACTORIES: APPAREL 4.0," in Industry 4.0 From the Management Information Systems Perspectives, Peterlang, 2018. [12] N. T. Antara, "INDONESIA INDUSTRY 4.0 READINESS INDEX (INDI 4.0)," in Indonesia Industrial Summit, Tanggerang selatan, 2019. [13] K. Lichtblau, V. Stitch and dkk, "INDUSTRIE 4.0 READINESS," VDMA, Aachen, 2015. [14] M. Barburski, B. Czekalski and M. Snycerski, "RFID TECHNOLOGY IN THETEXTILE INDUSTRY," AUTEX Research Journal, Vols. Vol. 8, No3, 2008. [15] K Simonis, Y.S Gloy and T Gries, "INDUSTRIE 4.0 – Automation in weft knitting technology," in 48th Conference of the International Federation of Knitting Technologists (IFKT), 2014. [16] Datamars, "Identificy to exceed; bring competitiveness textile business," Textile ID Datamars. [17] G. Wong, Fashion supply chain management using radio frequency identifi cation (RFID) technologies, Woodhead, 2014. [18] P. -I. Fleischer, "Guideline sensors for industrie 4.0," Verband Deutscher Maschinen- und Anlagenbau e. V. (VDMA). [19] M. L. Ashok kumar, Automation in textile machinery, Instrumentation and control system design princeples, CRC Press, 2018. [20] T. Bharatia, "Desugn and Implementation of labview based scada for textiles mils," International Journal of research in engineering and technology, vol. 3, 2014. [21] Chudasama, "Automatic textile sizing machine using PLC, VFD, HMI," International Journal of

141 Engineering and Advanced Research Technology, vol. 4, 2018. [22] BMSVision, "KnitMaster Manufacturing Execution System," BMSVision. [23] M. haddara, "The Readiness of ERP systems for the factory of the future," Procedia Computer Science, vol. 64, pp. 721-728, 2015. [24] SAP, "The Definitive Guide to Value Creation with Intelligent Cloud ERP," SAP, 2018. [25] Oracle, Your Complete Guide to modern ERP, Oracle, Volume 1 edition 2. [26] Oracle, Oracle cloud, Getting started with oracle cloud, Oracle, 2019. [27] Oracle, Oracle Adaptive Intelligent Apps for ERP Getting started with Adaptive Intelligent Financials, Oracle, 2019. [28] Microsoft, Microsoft dynamics 365 business central, Microsoft, october 2019. [29] K. Mayer, "KM.ON digital driven innovation," Karl Mayer. [30] Adamos, "Adamos Digital Transformation Service," https://www.adamos.com diunduh tanggal 31 oktober 2019. [31] D . S. Jain, "Big data in Fashion Industry," in 17th World Textile Conference AUTEX 2017-Textiles- Shaping the future, 2017. [32] S. Tyagi and B. Sharma, "Data Mining Tools and Techniques to Manage the Textile Quality Control Data for Strategic Decision Making," International Journal of Computer Applications (, vol. 13 No. 4, 2011. [33] B. Vogel-Heuser, Handbuch Industrie 4.0 Bd.4 Allgemeine Grundlagen 2.Auflage, Springer Vieweg, 2016. [34] Stoll, "Collaboration DITF-Stoll," Stoll.

142 [35] M. Kim, "Augmented Reality Fashion Apparel Simulation using a Magic Mirror," International Journal of Smart Home, pp. 169-178, 2015. [36] Pro.Dr._Ing.Yves, "ManuTex 4.0-The Future of Textile Manufacturing," RWTH Aachen University, 2015. [37] D. Kuster, "Textile Learning Factory 4.0 – Preparing Germany’s Textile Industry for the Digital Future," Procedia Manufacturing , 2017. [38] P. -I. J. F. Prof.Dr.-Ing. Reiner Anderl, "Guideline Industrie 4.0; Guiding principles for the implementation of Industrie 4.0 in small and medium sized businesses," VDMA. [39] K. Prindustrian, "Kebijakan implementasi industri 4.0 di lingkungan kementerian perindustrian," Kementerian Prindustrian Republik Indonesia. [40] A. Roth, Einfuhrung und Umsetzung von Industrie 4.0, Springer Gabler, 2016.

143

144