<<

Ajeng Tias Endarti : Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten

Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten

Tuberculosis Situation in Four Districts in Sumatera Island and Banten

Ajeng Tias Endarti1,2*, Izza Suraya1,3, Muttaqien4, Adelia Ulya Rachman4, Rizki Tsalatshita Khair M4 1Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) 2Universitas MH Thamrin 3Universitas Prof. Dr. HAMKA Jakarta 4Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (Pusat KPMAK FK UGM) (*[email protected])

ABSTRAK Analisis situasi TB dan biaya program TB pada tingkat kabupaten/kota belum banyak dilakukan padahal hal ini sangat penting untuk perencanaan, penganggaran, pembiayaan dan evaluasi pelayanan TB. Studi dilaku- kan di Kabupaten , Kabupaten Tanggamus, Kota Metro dan Kota Dumai dengan pendekatan mixed method. Pengumpulan data kuantitatif menggunakan data sekunder untuk mengetahui situasi dan biaya program TB. Pengumpulan data primer dilakukan secara kualitatif dengan melakukan round table discussion dengan para stakeholder. Hasil studi menunjukkan insiden TB dan success rate tertinggi di Kabupaten Tanggamus. Kota Metro juga memiliki insiden TB tertinggi disertai dengan notifikasi kasus tertinggi. Kabupaten Tangerang memiliki cure rate tertinggi. Biaya program TB tertinggi di Kabupaten Tangerang, yaitu Rp. 6.737.303.630,-. Alokasi biaya program TB terbesar di semua wilayah digunakan untuk obat. Permasalahan yang terjadi dalam pengendalian TB di empat wilayah tersebut adalah tatalaksana kasus tidak standar, underestimated data, temuan kasus baru masih kurang, terbatasnya SDM program TB, kontribusi CSR sangat rendah, kurangnya upaya promotif dan preventif tentang TB, stigma buruk TB, kesulitan monitoring dan evaluasi kasus dan survei kontak, dan permasalahan pasien dari kelompok miskin dan kelompok pekerja. Pengendalian TB di semua wilayah belum optimal maka direkomen- dasikan untuk segera membuat payung hukum untuk memberikan kekuatan anggaran dan kerjasama lintas sektor dalam pengendalian TB. Kata kunci : Tuberkulosis, analisis situasi, beban TB, insiden TB

ABSTRACT Situational and costing analysis of TB burden in district level is rarely conducted eventhough its impor- tances in planning, budgeting, costing and evaluating TB care services. Study conducted in Tangerang District, Tanggamus District, Metro City and Dumai City with mixed method approach. Quantitative data collection used secondary data to current situation and cost of TB programme. Meanwhile qualitative data collection through round table discussion with stakeholders. TB incidence and success rate of medication were highest in Tanggamus District. Metro City had the highest incidence and cure rate. The highest TB costing were allocated in Tangerang District, Rp. 6.737.303.630,-. Within all regions, costing washighly allocated for drug. Problems in TB control were unstandardized TB care, underestimated data, lack of case finding, limited man power for TB programme, lack of CSR contribution, lack of promotive and preventive activity, bad stigma, difficulty in monitoring and eva- luation and cantack survey, and specific issues among low income and worker population. TB control among these four regions were not optimized, the we recommend to developing the policy in district level as an umbrella to strengthen the budget and cross-sectoralcollaboration. Keywords : Tuberculosis, situation analysis, TB burden, TB incidence

Copyright © 2018 Universitas Hasanuddin. This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/). DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v14i2.3780

108 JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 2, Juni 2018

PENDAHULUAN paten Garut sebesar Rp. 2,5 miliar sedangkan bia- Laporan Tuberkulosis Global tahun 20171 ya program di Kota , hanya sebesar Rp. melaporkan bahwa pada tahun 2016 tuberkulosis 1,5 miliar.4 (TB) berada pada urutan kesembilan untuk penye- Besarnya anggaran pengendalian tersebut bab kematian terbanyak di dunia, yaitu sekitar 2 membuat Indonesia memerlukan bantuan (hibah) juta kematian. Sebanyak 10,4 juta orang (90% dari pihak lain. Sejalan dengan program AIDS, TB dewasa, 65% laki-laki dan 10% penderita HIV) dan Malaria (ATM), program TB memiliki keter- menderita TB pada tahun yang sama. Distribusi gantungan terhadap donor dari Global Fund. Oleh kasus TB ini paling banyak terjadi di Asia Tengga- karena itu, kedepannya pendanaan dan anggaran ra (45%) dan Indonesia menempati urutan kedua lokal bagi program kesehatan akan semakin be- kasus TB terbanyak setelah India. sar. Pada tahun 2016 anggaran pemerintah untuk Walaupun permasalahan TB di Indone- ATM ditargetkan mencapai 80% dan 20% sisa- sia masih cukup tinggi, tetapi tren prevalensi nya bersumber dari dana Corporate Social Res- TB dalam 23 tahun terakhir telah menunjukkan ponsibility (CSR) dan jaminan kesehatan melalui penurunan sekitar 50%. Pada tahun 1990 preva- Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai lensi TB sebesar 443 kasus per 100.000 penduduk. sumber pendanaan lain yang dianggap lebih me- Angka ini turun menjadi 257 kasus per 100.000 madai.5 penduduk pada tahun 2013.2 Temuan kasus TB Untuk mencapai target program Penanggu- yang diukur dengan Case Notification Rate (CNR) langan TB nasional, Pemerintah Daerah provinsi sejak tahun 2005 hingga 2015 cukup fluktuatif dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus me- dan pada tahun 2015 mencapai 125 kasus TB per netapkan target penanggulangan TB tingkat dae- 100.000 penduduk. Angka tersebut menunjukkan rah berdasarkan target nasional dan memperha- bahwa belum semua kasus TB di populasi dapat tikan strategi nasional.6 Sesuai dengan Peraturan ditemukan untuk mendapatkan pengobatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 World Health Organization1 melaporkan Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulo- bahwa insiden TB di Indonesia pada tahun 2016 sis, strategi pengendalian TB di Indonesia adalah sebanyak 1.020.000 kasus (660.000-1.460.000) 1) penguatan kepemimpinan program TB, 2) pe- dengan angka kematian mencapai 110.000 jiwa ningkatan akses layanan TB yang bermutu, 3) pe- (75.000-152.000) yang menyebabkan kerugian ngendalian faktor risiko TB, 4) peningkatan kemit- ekonomi akibat TB cukup besar. Berdasarkan pe- raan TB, 5) peningkatan kemandirian masyarakat nelitian yang dilakukan oleh Collins, et al.,3 pe- dalam penanggulangan TB, dan 6) penguatan ma- ningkatan jumlah kasus yang diobati berdampak najemen program TB. besar pada beban ekonomi di suatu daerah. Pada Kebijakan yang telah ditetapkan tetap mem- penelitian tersebut dicontohkan satu kasus pada butuhkan dukungan fasilitas kesehatan yang leng- tahun 2011 angka TB yang diobati sebesar 72,7% kap, meliputi ketersediaan puskesmas, klinik, dan apabila angka tersebut meningkat menjadi 92,7% rumah sakit, alat-alat medis, dan bahan baku me- maka beban ekonomi akan berkurang dari 2 miliar dis. Selain fasilitas kesehatan, tenaga kerja yang USD menjadi 1,3 miliar USD. profesional dan memadai akan mendukung keber- Selain dampak ekonomi tersebut, upaya langsungan pelayanan kesehatan bagi penduduk pengendalian TB juga memerlukan biaya yang yang bersangkutan. Dukungan yang telah dipa- cukup besar. Hasil modeling proyeksi biaya na- parkan tersebut merupakan dukungan fisik yang sional untuk memberikan layanan pengendalian juga membutuhkan dukungan materi berupa keter- TB pada 2013 adalah sebesar 57 juta USD ($0,24 sediaan dana untuk anggaran rumah sakit, klinik, sen per kapita per tahun) dengan biaya satuan ka- puskesmas, serta tenaga kerja kesehatan. sus TB adalah 158 USD, sedangkan TB resisten Penelitian bertujuan mengetahui situasi TB obat mencapai 5.437 USD. Beban biaya tersebut di empat kabupaten/kota di Pulau Sumatera dan tentunya akan berbeda untuk setiap daerah. Stu- Banten. Situasi TB yang diamati terdiri dari ang- di yang dilakukan oleh Setiawan pada tahun 2016 ka temuan kasus, success rate, cure rate, biaya menunjukkan bahwa biaya program TB di Kabu- program TB dan alokasinya, serta permasalahan

109 Ajeng Tias Endarti : Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten yang dihadapi dalam pengendalian TB di wilayah dilakukan secara bersama-sama oleh peneliti dan pengamatan. Terkait dengan biaya program TB, wasor/petugas TB di daerah pada suatu kegiatan berdasarkan hasil telaah literatur, studi terkait de- workshopbersama selama dua hari. Tools peng- ngan hal tersebut pada tingkat kabupaten/kota sa- hitungan biaya dan beban ekonomi TB dikem- ngat jarang dilakukan. Hingga saat ini baru ditemu- bangkan oleh Pusat KPMAK FK UGM. Data kan satu studi tentang pembiayaan program TB di primer dikumpulan melalui studi kualitatif dengan Kabupaten Garut dan Kota Cirebon.4 Oleh karena melakukan Round Table Discussion (RTD) dengan itu, studi ini penting dilakukan untuk mengesti- stakeholder terkait pengendalian TB yaitu Bidang masi biaya pengendalian TB di masing-masing P2M Dinas Kesehatan. Bapeda, BPJS, DPKAD, wilayah studi yang sangat diperlukan untuk peren- Dinas Tanaga Kerja, Penanggung Jawab Program canaan, penganggaran, pembiayaan dan evaluasi TB di Puskesmas, DPM dan LSM TB Aisyiah. pelayanan TB.7 Analisis data sekunder dilakukan secara deskrip- tif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. BAHAN DAN METODE Penghitungan pembiayaan dan beban ekonomi Penelitian dilakukan dengan pendekatan TB menggunakan software Ms. Excel yang telah campuran (mixed method) dengan model sequen- dikembangkan oleh Pusat KP-MAK Fakultas Ke- cial explanatory. Dengan pendekatan ini maka dokteran UGM. Analisis data primer dilakukan prosedur pengumpulan data pertama kali dilaku- bersifat induktif atau kualitatif berdasarkan fak- kan secara kuantitatif untuk mengeksplorasi pe- ta-fakta yang ditemukan di lapangan. nyakit dan program TB, kemudian temuan ini digali lebih dalam dengan menggunakan studi HASIL kualitatif. Penelitian dilakukan di empat kabu- Studi dilakukan pada empat kabupaten dan paten/kota, yaitu Kabupaten Tangerang Provinsi kota yang memiliki karakteristik yang bervariasi. Banten, Kabupaten Tanggamus dan Kota Met- Dua lokasi studi adalah kabupaten yang terdiri dari ro Provinsi Lampung dan Kota Dumai Provinsi lebih dari 20 kecamatan, sedangkan dua wilayah pada bulan Agustus-September 2017. Alasan lainnya adalah kota dengan sekitar 5-9 kecamatan. pemilihan keempat lokasi ini adalah adanya prog- Diantara wilayah tersebut, Kabupaten Tangerang ram TB-HIV pada komunitas yang dijalankan oleh adalah wilayah yang paling besar dengan 29 keca- Aisyiah. Selain itu, keempat wilayah ini juga me- matan dan wilayah yang paling kecil adalah Kota rupakan bagian dari 82 kabupaten/kota lainnya di Metro (5 kecamatan). Dengan semakin, besar seluruh Indonesia yang masuk ke dalam projek wilayah kabupaten/kota, jumlah penduduk yang analisis situasi TB di Indonesia tahun 2017 yang berada di dalamnya pun akan semakin banyak, dibiayai oleh Global Fund. seperti di Kabupaten Tangerang yang memiliki Pengumpulan data sekunder dilakukan de- penduduk sebanyak 3.370.594 orang dengan rasio ngan menggunakan data profil kesehatan, Sistem jumlah laki-laki dengan perempuan 1,05, dan Kota Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT) TB dan Metro memiliki penduduk 158.415 jiwa (rasio laporan rutin Dinas Kesehatan. Data tersebut 1,00). Gambaran wilayah kabupaten/kota dalam kemudian digunakan untuk menghitung beban bia- penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. ya TB dan beban ekonomi TB. Pengisian tools Insiden TB di dua kabupaten/kota di Provin-

Tabel 1. Karakteristik Wilayah Penelitian Kabupaten Tangerang Kabupaten Tanggamus Kota Metro Kota Dumai Jenis Kelamin Laki-laki 1,724,915 299,214 79,191 146,792 Perempuan 1,645,679 274,690 79,224 139,175 Rasio 1,05 1,09 1,00 1,05 Total 3,370,594 573,904 158,415 285,967 Jumlah Kecamatan 29 20 5 7 Sumber : Data Sekuner, 2016

110 JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 2, Juni 2018

Gambar 1. Gambaran Situasi TB di 4 Kabupaten Kota di Sumatera dan Banten Tahun 2016

Gambar 2. Alokasi Pembiayaan Program TB di 4 Kabupaten Kota di Sumatera dan Banten Tahun 2016 si Lampung (Kabupaten Tanggamus dan Kota Du- penduduk, Case Notification Rate (CNR) yang mai) adalah yang tertinggi diantara insiden TB di berhasil dicapai sebesar 126 per 100.000 pen- kota lainnya, yaitu masing-masing 383 kasus per duduk. Terkait dengan success rate dan cure rate, 100.000 populasi. Namun, angka notifikasi kasus Kota Metro memiliki success rate tertinggi, yaitu di kedua wilayah tersebut masih cukup rendah, 89%, sedangkan Kabupaten Tangerang memiliki yaitu hanya 100,45 dan 142,48 per 100.000 pen- cure rate 90%, tertinggi diantara kabupaten/kota duduk. Hal yang berbeda dapat dilihat di Kota lainnya (Gambar 1). Metro, dengan insiden sebesar 160 per 100.000 Hasil studi menunjukkan bahwa biaya prog-

111 Ajeng Tias Endarti : Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten

Tabel 2. Biaya Program TB jadi di Kabupaten Tanggamus, ada kasus TB pada Biaya Program TB anak yang belum mendapatkan obat karena stok Kabupaten/Kota (Rp) obat telah habis. Saat studi ini dilakukan upaya Kabupaten Tangerang Rp. 6.737.303.630 permintaan obat telah dilakukan dan obat telah Kabupaten Tanggamus Rp. 590.926.528 tersedia. Untuk menghindari terjadinya perma- Kota Metro Rp. 369.747.926 salahan ini kembali, Dinas Kesehatan diharapkan Kota Dumai Rp. 1.222.681.237 menyediakan buffer stock obat, atau melakukan “peminjaman” obat antar kabupaten. ram TB di Kabupaten Tangerang adalah yang ter- Permasalahan kedua adalah terkait dengan besar diantara empat kabupaten/kota lainnya, yaitu data yang kurang menggambarkan kondisi yang sekitar Rp. 6,7 M atau 5 kali lebih besar dari Kota sebenarnya, seperti yang terjadi di Kabupaten Dumai, 11 kali lebih besar dari Kabupaten Tang- Tangerang. Data jumlah kasus TB yang diterima gamus dan 18 kali lebih besar dari Kota Metro oleh Wasor di Kabupaten Tangerang masih terba- (Tabel 2). Biaya ini digunakan untuk kegiatan pre- tas pada kasus TB yang berasal dari RSUD Ka- vensi dan promosi, deteksi kasus, diagnosis, obat, bupaten Tangerang dan 44 puskesmas. Padahal pengobatan, dan program TB lainnya. Diantara selain itu, masih ada sekitar 338 klinik swasta dan kegiatan tersebut, alokasi untuk obat adalah yang 12 Rumah Bersalin (RB) yang belum didata terkait paling besar di Kabupaten Tangerang, Tanggamus dengan kasus TB yang ditangani sehingga besar dan Kota Metro, yaitu sebesar 51%, 45% dan 38%. kemungkinan banyak pasien TB yang berobat di Biaya obat ini meliputi biaya paket obat TB untuk klinik swasta tersebut. kategori I Kombinasi Dosis Tetap (KDT), kategori Permasalahan ketiga adalah upaya pene- II KDT, kategori anak dan obat untuk TB resisten muan kasus baru masih dianggap belum optimal. obat. Sementara itu, di Kota Dumai alokasi biaya Dari target nasional 70% penemuan kasus, Kabu- tertinggi digunakan untuk biaya diagnosis, sebe- paten Tangerang baru mampu menemukan kasus sar 60%. Biaya diagnosis terdiri dari biaya untuk sebanyak 50%. Salah satu hambatan dalam pene- konsultasi awal, biaya apusan untuk pemeriksaan muan kasus adalah terbatasnya SDM/kader untuk awal, dan biaya untuk pemeriksaan X-ray. Alokasi menemukan kasus baru. Saat ini, Dinas Kesehatan paling besar untuk kegiatan prevensi dan promo- Kabupaten Tangerang telah memiliki 65 posyandu si hanya sebesar 19% yang dilakukan oleh Kota dan 650 kader, tetapi belum semua kader tersebut Metro. Bahkan di Kabupaten Tanggamus hanya bergerak aktif mencari kasus. Beberapa puskes- sebesar 3% (Gambar 2). mas mengerahkan kadernya untuk mencari kasus Berdasarkan hasil RTD dapat diketahui be- dengan memberikan insentif pencarian kasus yang berapa permasalahan dan tantangan TB. Perma- berasal dari dari BOK. Penggunaan dana BOK salahan pertama adalah tatalaksana pengobatan untuk pencarian kasus ini merupakan kebijakan TB yang tidak standar di pelayanan kesehatan non internal puskesmas dan belum semua puskesmas puskesmas. Pada pasien TB anak yang berobat di di Kabupaten Tangerang memiliki kebijakan seru- klinik dokter spesialis anak, saat melakukan rujuk pa. Penyebab lainnya adalah penemuan kasus ha- balik ke puskesmas, obat yang diperoleh dari dok- nya berdasarkan pada active case finding di ma- ter spesialis anak berbeda dengan obat yang diper- syarakat. Namun, upaya ini di Kota Metro agak oleh dari puskesmas. Kondisi tersebut ditemui di terhambat oleh rendahnya intensif yang diterima Kabupaten Tangerang, Kota Dumai dan Kota Met- oleh kader pencari kasus. Bahkan di suatu wilayah ro. Untuk meminimalisir hal itu, dinas kesehatan diketahui ada satu kasus BTA+ tetapi belum dan puskemas menjalin kerjasama dengan dokter mendapatkan respon dari kader karena kader tidak spesialis agar menyerahkan upaya pengobatan di memiliki kendaraan untuk menjangkau lokasi ka- puskesmas. Artinya pasien hanya mendapatkan sus. penegakkan diagnosis di klinik, dan pengambilan Permasalahan keempat adalah rendahnya obat dapat dilakukan di puskesmas. Permasalahan penemuan kasus pada populasi rentan. Kelom- lain yang ditemukan pada kasus TB anak adalah pok populasi rentan yang menjadi pembahasan ketersediaan obat TB untuk anak, seperti yang ter- pada saat RTD adalah populasi yang berada di

112 JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 2, Juni 2018 pesantren dan kelompok berisiko tinggi HIV. memiliki banyak perusahaan dengan potensi CSR Jangkauan pencarian kasus oleh puskesmas pada yang cukup tinggi. Pemanfaatan dana CSR terse- populasi rentan di Kabupaten Tangerang masih but belum menyentuh program kesehatan. Semua terbatas pada populasi di pesantren, melalui Unit dana CSR digunakan untuk program yang memi- Kesehatan Pesantren (UKP). Namun, saat ka- liki dampak langsung, seperti memberian modal sus ditemukan di kelompok tersebut, tindak lan- usaha, pembangunan “fisik”. Untuk bisa menjem- jut pengobatan dan lainnya sulit untuk dilakukan batani dinas kesehatan dengan CSR perusahaan karena santri yang terkena biasanya akan pulang harus melalui dinas sosial. Di Kota Metro, upaya ke tempat tinggal asalnya. Kondisi ini dipersulit pendekatan dengan CSR telah dilakukan oleh So- oleh banyaknya pesantren yang ada di Kabupat- sial Budaya (Sosbud) Bapeda Kota Metro melalui en Tangerang yang mencapai sekitar 632 pesant- pertemuan rutin bulanan dengan CSR industri/pe- ren. Pada dasarnya ada dua jenis pesantren, yaitu rusahaan. pesantren salafiah, yang merupakan pesantren -tr Sejalan dengan hasil perhitungan beban adisional dan tidak memiliki unit kesehatan, dan biaya TB, keempat kabupaten/kota menghadapi pesantren modern, yang memiliki unit kesehatan. permasalahan yang sama, yaitu kurangnya upaya Sehingga untuk pencarian kasus pada populasi se- promotif dan preventif, yang merupakan perma- banyak itu perlu melibatkan LSM. Sementara itu salahan nomor tujuh. Hal ini disebabkan oleh tren di Kota Dumai upaya pencarian kasus TB pada penurunan anggaran TB yang dialokasikan dari populasi berisiko tinggi seperti populasi penderi- APBD. Sebagai contoh di Dinas Kesehatan Kabu- ta HIV dan populasi risiko tinggi HIV, selama ini paten Tanggamus pada tahun 2016 telah menga- masih terbatas pada pemeriksaan BTA pada kasus jukan anggaran program TB sebesar Rp. 150 juta, HIV. Dinas kesehatan belum melakukan pemerik- tetapihanya 20% dari dana tersebut yang disetujui saan TB pada kelompok risiko tinggi HIV seperti (Rp. 30 juta). Kekurangan dana program tersebut kelompok waria, kelompok Lelaki Suka Lelaki kemudian dicover oleh dana BOK. Pemanfaatan (LSL), kelompok penasun dan kelompok Wani- dana BOK untuk program TB juga dilakukan di ta Pekerja Seks (WPS). Selama ini yang banyak Kota Metro. Keterbatasan anggaran menyebabkan bergerak pada kelompok tersebut adalah LSM. tidak adanya kegiatan pelacakan kasus di Kota Du- Namun, kerjasama dengan kelompok masyarakat mai. Dampak selanjutnya adalah pengobatan TB ti- dan LSM masih sangat terbatas. Hingga saat ini dak sepenuhnya gratis. Pasien masih harus menge- Dinas Kesehatan Kota Dumai baru melakukan luarkan biaya untuk pemeriksaan rontgen. Biaya kerjasama dengan Aisyiah dan LSM HIV. rontgen ini dirasa masih cukup tinggi terlebih bagi Permasalahan kelima adalah keterbatasan pasien yang berasal dari sosial ekonomi rendah. SDM program TB. Untuk itu, perlu dilakukan ker- Perlu adanya kerjasama lintas sektor (dengan di- jasama dengan LSM dan Organisasi Profesi untuk nas sosial) untuk dapat memenuhi anggaran terse- promosi dan pencarian kasus TB. Hingga saat ini but dengan memanfaatkan dana sosial dan kerjasa- unsur masyarakat yang aktif dalam pencarian ka- ma dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa sus TB di keempat kabupaten/kota adalah Aisyiah, untuk memanfaatkan Dana Desa. Keterbatasan sedangkan peran serta kader kesehatan baru seba- dana di Kabupaten Tanggamus menyebabkan ope- tas pada upaya promosi TB. Sementara itu orga- rasionalisasi alat Tes Cepat Molekuler (TCM) nisasi profesi masih melakukan promosi TB secara terhambat karena terkendala dengan kesiapan ru- terpisah dan belum terintegrasi dengan organisasi angan. Untuk dapat mengoperasionalisasikan alat profesi lainnya ataupun dengan instansi terkait. tersebut, RSUD perlu melakukan renovasi rua- Oleh karena itu, Dinas Kesehatan berencana akan ngan agar sesuai dengan kelayakan ruangan untuk mengkoordinir Organisasi Profesi, seperti IBI, alat TCM. Ke depannya bersamaan dengan ada- PPNI, IDI dan IAKMI, untuk secara aktif terlibat nya bantuan alat TCM perlu dipertimbangkan juga dalam promosi TB. untuk meminta komitmen dari provinsi agar dapat Permasalahan keenam adalah kontribu- membantu penyiapan ruangan. si Corporate Social Responsibility (CSR) masih Permasalahan kedelapan adalah adanya dirasa sangat rendah. Keempat kabupaten/kota stigma masyarakat tentang TB. Masalah ini dira-

113 Ajeng Tias Endarti : Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten sa cukup unik karena dari empat kabupaten/kota ing banyak digunakan untuk pemberian obat, se- yang diamati hanya terjadi di Kota Metro. Hal ini dangkan pada wilayah yang telah mencapai target menjadi isu di Puskesmas Girimulyo, Kota Metro. CNR, alokasi terbesar digunakan untuk diagnosis. Penyakit TB merupakan penyakit terbanyak ketiga Permasahan terkait dengan kepatuhan terhadap di puskesmas tersebut. Walaupun kasus TB sudah prosedur tatalaksana kasus, kekurangan SDM, be- cukup banyak, tetapi masih ada stigma di ma- lum adanya kerjasama lintas sektor, keterbatasan syarakat bahwa penyakit TB adalah penyakit yang anggaran, dan stigma negatif tentang TB merupa- memalukan sehingga banyak dari penderita TB kan hal yang menjadi kendala dalam pengendalian yang dikucilkan. Hal ini menyebabkan rendahnya TB di empat wilayah ini. pencarian pengobatan oleh masyarakat yang me- Studi ini menggunakan instrumen TB cost- ngalami gejala-gejala TB. ing tools untuk melakukan analisis biaya program. Permasalahan kesembilan adalah kesulitan Sayangnya saat pengisian TB costing tools ada dalam monitoring kasus dan survei kontak, seperti beberapa asumsi yang tidak diperoleh dari ruju- yang dialami oleh Kota Metro. Kota Metro me- kan yang akurat, seperti informasi mengenai biaya rupakan wilayah urban yang di dalamnya banyak persentase promosi untuk kegiatan TB hanya di- sekali masyarakat pendatang dari wilayah sekitar, dasarkan pada perkiraan karena pada kenyataan- seperti dari Kabupaten Lampung Timur dan Lam- nya kegiatan promosi TB dilakukan secara terin- pung Tengah. Kasus TB yang diderita oleh para tegrasi dengan promosi kesehatan lainnya. Asumsi pendatang biasanya terdiagnosis di Kota Metro, lainnya yang kurang lengkap adalah terkait dengan tetapi saat proses pengobatan pasien tersebut bia- asumsi pada pasien yang tidak mendapat pengo- sanya kembali ke daerah asal sehingga tidak dapat batan karena kami tidak dapat menggali informasi diketahui status pasien TB tersebut, seperti yang dari pasien yang tidak berobat. Semua pasien yang terjadi pada satu orang kasus TB-MDR, setelah diwawancara adalah pasien yang berobat. pasien tersebut didiagnosis TB-MDR, pengobatan Angka penemuan kasus TB di Kota Metro, dilakukan di luar Kota Metro. Selain itu, hal ini Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Tanggamus juga menyebabkan petugas kesulitan melakukan pada tahun 2016 masih cukup rendah bila diban- survei kontak. dingkan dengan target penemuan kasus pada Masalah kesepuluh adalah banyaknya pa- masing-masing wilayah tahun 2017. Rendahnya sien TB yang berasal dari kelompok ekonomi temuan kasus menunjukkan bahwa kinerja prog- rendah dan kelompok pekerja. Untuk penanganan ram masih perlu ditingkatkan. Shargie, Morkve pasien TB pada kelompok ekonomi rendah, peng- dan Lindtjorn8 menyebutkan bahwa keberhasilan gunaan dana bantuan sosial untuk mendukung program TB ditunjukkan dengan banyaknya kasus penanganan TB pada pasien kurang mampu (mi- yang terdeteksi, kecepatan kasus tersebut teriden- salnya memberikan makanan tambahan) dapat di- tifikasi dan berapa banyak pasien yang mendapat- arahkan pada pemanfaatan dana desa oleh Pekon kan pengobatan lengkap. (ketua kampung) dari alokasi sekitar 30% untuk Kondisi ini berbanding terbalik dengan pemberdayaan masyarakat. Dana ini juga dapat di- situasi TB di Kota Dumai yang berhasil menca- manfaatkan untuk transportasi pasien saat memer- pai CNR sebesar 126 kasus per 100.000 penduduk lukan ambulans menuju ke pelayanan kesehatan. pada tahun 2016, dan angka ini melebihi target performance CNR Provinsi Riau 123 kasus per PEMBAHASAN 100.000 penduduk. Tingginya angka temuan ka- Dari empat wilayah studi, program pengen- sus ini merupakan suatu hal yang patut diapresiasi. dalian TB di tiga wilayah masih belum optimal. Ditengah keterbatasan anggaran untuk program Hal ini ditunjukkan dengan tidak tercapainya tar- TB, temuan kasus TB di Kota Dumai tetap dapat get CNR. Biaya program yang diperlukan untuk memenuhi target provinsi. Tingginya temuan ka- pengendalian TB di setiap wilayah sangat variatif, sus dan CNR di Kota Dumai salah satunya dise- yaitu sekitar Rp. 369 juta hingga Rp. 6,7 miliar. babkan juga karena Kota Dumai merupakan Alokasi penggunaan dana pengendalian TB di tiga wilayah urban. Kondisi wilayah urban ini akan ter- wilayah yang belum mencapai target CNR, pal- kait dengan kondisi sosial ekonomi rendah,9,10 ke-

114 JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 2, Juni 2018 padatan penduduk yang tinggi11 dan tingginya ang- maan dengan karakteristik pasien, karakteristik ka prevalensi HIV-AIDS.12 Studi yang dilakukan pelayanan kesehatan, faktor sosial dan demografi, di Ethiopia Selatan dilaporkan tingginya kejadian biaya, jaringan sosial memengaruhi perilaku pen- TB dengan koinfeksi HIV (25–30%) pada wilayah carian pengobatan. urban.13 Kota Dumai adalah kota jasa dan industri Upaya peningkatan penemuan kasus di dan hal ini memicu peningkatan prevalensi HIV. daerah juga sedikit terhambat dengan kurangnya Berdasarkan profil kesehatan Kota Dumai tahun SDM untuk penemuan kasus. Oleh karena itu, 2015 diketahui bahwa setiap tahun kasus HIV dan perlu melibatkan masyarakat (kader) untuk secara AIDS dilaporkan terjadi di Kota Dumai. Secara aktif melakukan pencarian kasus, salah satunya kumulatif kasus HIV terdapat sebanyak 305 kasus dengan melibatkan LSM Aisyiah dalam menemu- dan 186 kasus AIDS. kan kasus. Pelibatan masyarakat dalam pencarian Untuk dapat meningkatkan temuan kasus, kasus berdasarkan studi yang dilakukan di Kam- salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah boja terbukti efektif untuk meningkatkan temuan dengan public-private mixed. Systematic review kasus, dan dari aspek biaya juga cukup cost effec- yang dilakukan pada 41 program pengendalian TB tive.17 Temuan ini juga didukung oleh hasil studi dengan public-private mixed menunjukkan terjadi Syafar18 di Kota bahwa keterlibatan SSR peningkatan temuan kasus yang cukup besar, yaitu Muslimat NU selain mampu meningkatkan pe- sekitar 8%-11% di Bangladesh dan Kerala, India, nemuan kasus, tetapi juga peningkatan kesembu- hingga bahkan mencapai lebih dari 70% seperti han pasien TB. LSM menjadi mitra pembentukan yang terjadi di Hyderabad, India dan , kelompok masyarakat peduli TB dan pemerintah Indonesia.14 mendaklanjuti temuan kasus dengan penatalak- Upaya penemuan kasus TB dipengaruhi saan pengobatan TB. oleh beberapa faktor, yaitu faktor perilaku indi- Salah satu penyebab rendahnya temuan vidu dalam mencari pengobatan, akses terhadap kasus di kabupaten/kota yang diamati adalah ke- pelayanan kesehatan, dan kapasitas pemeriksaan terbatasan anggaran. Peningkatan anggaran untuk laboratorium.8 Terkait dengan akses layanan ke- program TB sekarang ini mengalami sedikit ham- sehatan dan kapasitas laboratorium, hasil round batan karena di keempat wilayah tersebut belum table discussion di Kota Metro menunjukkan ada payung hukum. Padahal jika merujuk pada bahwa tidak ada permasalahan akses pelayanan Peraturan Menteri Kesehatan No 67 Tahun 2016 kesehatan di Kota Metro. Begitu juga dengan tentang Penanggulangan Tuberkulosis di pasal 20 kapasitas pemeriksaan laboratorium fasilitas dan disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerin- SDM sudah tersedia dengan baik. Yang menjadi tah Daerah wajib menjamin ketersediaan anggaran permasalahan di Kota Metro adalah adanya stigma Penanggulangan TB. Kesadaran terhadap penting- negatif tentang penyakit TB yang menyebabkan nya kebijakan program TB di semua wilayah su- penderita merasa malu dan enggan untuk melaku- dah mulai muncul. Dengan jumlah kasus TB yang kan pemeriksaan dan pengobatan ke fasilitas kese- terus meningkat, tentu saja keberadaan payung hu- hatan. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan kum program TB menjadi sangat penting. Sebagai di India bahwa sebanyak 60% pasien menyembu- langkah awal, payung hukum yang akan dibuat nyikan penyakitnya karena stigma negatif ini, dan adalah Peraturan Bupati. Hal ini dinilai cukup te- kondisi ini lebih banyak ditemui pada kelompok pat untuk membuat payung hukum dalam kurun masyarakat ekonomi rendah dibandingkan pada waktu yang relatif singkat. Hal ini sudah dilakukan kelompok ekonomi menengah dan tinggi.15 Se- oleh Kabupaten Siak. Kabupaten Siak telah memi- mentara itu, di Kabupaten Tanggamus dipengaruhi liki Peraturan Bupati No 46 Tahun 2016 tentang oleh health seeking behavior masyarakat dalam Pemberantasan dan Eliminasi Penyakit Tuberku- pengobatan TB masih cukup rendah. Masyarakat losis. Dengan adanya Peraturan Bupati ini, maka masih meremehkan gejala batuk walaupun sudah pemerintah daerah wajib menganggarkan biaya berlangsung selama lebih dari dua minggu. Hal ini pemberantasan dan eliminasi TB ke dalam APBD. sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Oberoi16 Selain itu, kerjasama lintas sektor pun dapat lebih bahwa tanda dan gejala penyakit secara bersa- mudah dilakukan jika suatu program sudah berlan-

115 Ajeng Tias Endarti : Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten daskan pada payung hukum yang jelas. dimiliki tersebut. Tentunya seiring dengan upaya penyusunan Variabel terakhir adalah kondisi lingkungan payung hukum (perda) TB ini, perlu juga diiringi sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini menca- dengan aktivitas lainnya agar saatnya nanti Per- kup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat da TB ini dapat terimplementasikan dengan baik. mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, Merujuk pada teori Donald S. Van Meter dan Carl sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan E. Van Horn,19 bahwa implementasi kebijakan memberikan dukungan bagi implementasi kebi- dipengaruhi oleh enam variabel, yaitu (1) standar jakan; karakteristik para partisipan, yakni men- dan sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komu- dukung atau menolak; tentang sifat opini publik nikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; (4) yang ada di lingkungan dan apakah elite politik karakteristik agen pelaksana; (5) disposisi imple- mendukung implementasi kebijakan. mentor; (6) kondisi sosial, ekonomi dan politik. Terkait dengan pembiayaan program, se- Menilik pada variabel tentang standar dan cara umum diketahui bahwa alokasi program sasaran kebijakan, untuk pengendalian TB sasaran pengendalian TB paling banyak digunakan untuk kebijakan telah jelas ditetapkan untuk tingkat pu- biaya obat (38%-51%). Hasil ini selaras dengan sat, provinsi dan kabupaten. Sehingga Dinas Kese- studi yang dilakukan di DKI Jakarta bahwa alo- hatan kabupaten/kota tinggal mengikuti. Terkait kasi biaya terbesar untuk setiap pasien TB adalah dengan variabel sumber daya, hasil studi menun- untuk biaya obat (55%).20 Walaupun demikian, jukkan bahwa sumber daya yang paling diperlu- kebijakan nasional pemerintah Indonesia adalah kan dalam pengendalian TB adalah SDM untuk bahwa setiap obat untuk kasus TB disiapkan oleh pencarian kasus. Para kader perlu mendapatkan pemerintah pusat melalui APBN, sehingga alokasi insentif untuk lebih aktif mencari kasus. Variabel dana obat ini pada faktanya tidak membebani pe- ketiga adalah komunikasi organisasi dan pengua- merintah daerah.4 Di Kota Dumai alokasi anggaran tan aktivitas. Hal ini dapat terealisasikan dengan tertinggi adalah untuk diagnosis, yang mencapai melakukan kerjasama lintas sektor. Sebagai con- 61%, sedangkan untuk obat hanya sebesar 19%. toh Dinas Kesehatan perlu melakukan kerjasama Data tersebut mengindikasikan banyaknya suspek dengan Dinas Tenaga Kerja untuk penguatan Unit TB yang diperiksa (3.686 suspek), tetapi hanya Kesehatan Kerja (UKK) di perusahaan. Kerjasa- sekitar 8% yang perlu diobati (BTA positif) pada ma dengan Dinas Sosial pun perlu dilakukan untuk tahun 2016. Kondisi ini berbeda dengan kondisi menjembatani Dinas Kesehatan dengan CSR peru- di Kabupaten Tangerang yang mana ada sebanyak sahaan agar dapat mendukung program TB yang 12,76% suspek yang terkonfirmasi BTA positif dilakukan oleh Dinas Kesehatan. dan Kabupaten Tanggamus sebanyak 20,94%. Terkait dengan variabel karakteristik agen Keterbatasan dalam penulisan analisis situa- pelaksana, dalam suatu implementasi kebijakan si berasal dari ketidaklengkapan data sekunder, agar mencapai keberhasilan maksimal harus di- penggunaan asumsi dan proses round table discus- identifikasikan dan diketahui karakteristik sionagen . Komponen penggunaan data sekunder dalam pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, analisis situasi ini sangatlah besar, yaitu berasal norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terja- dari data Kabupaten Dalam Angka, Profil -Kese di dalam birokrasi, semua itu akan mempengaruhi hatan dan Data SITT. Dari ketiga sumber tersebut implementasi suatu program kebijakan yang telah peneliti memiliki keterbatasan untuk mendapatkan ditentukan. Variabel selanjutnya adalah disposi- data Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang ta - si implementor. Dalam implementasi kebijakan hun 2014 dan tahun 2016. Profil Kesehatan pada sikap atau disposisi implementor ini dibedakan tahun tersebut tidak tersedia sehingga peneliti ha- menjadi tiga hal, yaitu; (a) respons implementor nya menggunakan sumber data dari Profil Kese- terhadap kebijakan, yang terkait dengan kemau- hatan tahun 2015 saja. Tentunya dengan kondisi an implementor untuk melaksanakan kebijakan ini maka gambaran situasi kesehatan tidak dapat publik; (b) kondisi, yakni pemahaman terhadap secara komprehensif menggambarkan kondisi 3 kebijakan yang telah ditetapkan; dan (c) intens tahun terakhir (2014-2016). disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang

116 JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 2, Juni 2018

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Dari hasil studi dapat disimpulkan bah- 1. WHO. Global Tuberculosis Report 2017. Je- wa penemuan kasus TB di tiga kabupaten/kota newa: WHO; 2017. belum dilakukan secara optimal, hal ini terlihat 2. Pusdatin. Tuberkulosis: Temukan Obati Sam- dari rendahnya capaian CNR (100,00-142,48 pai Sembuh. Jakarta: 2016. per 100.000 penduduk). Kota Dumai merupakan 3. Collins D, Hafidz F, Mustikawati D. The Eco- satu-satunya daerah dengan CNR yang melebih nomic Burden of Tuberculosis in Indonesia. target (126 per 100.000 penduduk). Success rate The International Journal of Tuberculosis and TB berkisar antara 52%-90%, sedangkan cure rate Lung Disease. 2017;21(9):1041-8. berkisar antara 52%-88%. Sementara itu biaya 4. Setiawan E, Sucahya PK, Thabrany H, Kom- program TB berkisar antara Rp. 369.747.926,- aryani K. A Comparative Budget Require- sampai Rp. 6.737.303.630,-. Pelaksanaan program ments for TB Program Based on Minimum TB di setiap wilayah terkendala oleh beberapa fak- Standard of Services (SPM) and Budget Re- tor, yaitu tatalaksana kasus tidak standar, under- alization: an Exit Strategy Before Termination estimated data, temuan kasus baru masih kurang, of GF ATM. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indo- terbatasnya SDM program TB, kontribusi CSR nesia. 2016;1(1). sangat rendah, kurangnya upaya promotif dan 5. Subdit TB. Pembiayaan AIDS, TB dan Ma- preventif tentang TB, stigma buruk TB, kesulitan laria (ATM) Menyongsong BPJS 2014. Warta monitoring dan evaluasi kasus serta survei kontak, Tuberkulosis Indonesia. 2013;23(April):1. dan permasalahan pasien dari kelompok miskin 6. Kementerian Kesehatan RI. Buku Rencana dan kelompok pekerja. Kompleksitas permasala- Aksi Nasional Kolaborasi TBHIV 2015-2019. han pengendalian TB memerlukan penyelesaian Jakarta: Kementerian Kesehatan 2015. yang komprehensif, dan studi ini merekomen- 7. USAID. TB Care I Costing Tools. 2018 [cit- dasikan kepada para pimpinan daerah untuk mem- ed 2018]. Available from: https://www.chal- buat suatu kebijakan tingkat kabupaten/kota (Pera- lengetb.org/publications/tools/costing/TB_ turan Daerah atau Peraturan Bupati/Walikota). CARE_I_Costing_Tools.pdf. Kebijakan ini mampu memberikan kepastian ang- 8. Shargie EB, Mørkve O, Lindtjørn B. Tuber- garan pengendalian TB dengan mengalokasikan culosis Case-Finding through a Village Out- APBD untuk program TB. Dengan adanya kebija- reach Programme in a Rural Setting in South- kan ini kerjasama lintas sektor pun dapat lebih mu- ern Ethiopia: Community Randomized Trial. dah dilakukan. Rekomendasi lainnya adalah dinas Bulletin of the World Health Organization. kesehatan diharapkan mampu menjaga konsisten- 2006;84:112-9. si pengisian data SITT dan profil kesehatan me- 9. Mason PH, Degeling C, Denholm J. So- ngingat kedua data ini menjadi rujukan utama un- ciocultural Dimensions of Tuberculosis: an tuk mengetahui gambaran kesehatan, khususnya Overview of Key Concepts. The Internation- penyakit TB, di masing-masing wilayah. al Journal of Tuberculosis and Lung Disease. 2015;19(10):1135-43. UCAPAN TERIMA KASIH 10. Andrews JR, Basu S, Dowdy DW, Murray Penelitian didanai oleh The Global Fund MB. The Epidemiological Advantage of Pref- melalui PR Aisyiah. Peneliti mengucapkan terima erential Targeting of Tuberculosis Control at kasih yang sebesar-besarnya kepada SR Provinsi the Poor. The International Journal of Tuber- dan SSR kabupaten/kota atas pendampingan sela- culosis and Lung Disease. 2015;19(4):375-80. ma pengumpulan data. Rasa terima kasih yang tak 11. Boccia D, Hargreaves J, De Stavola BL, Field- terhingga kami ucapkan juga kepada Dinas Kese- ing K, Schaap A, Godfrey-Faussett P, et al. hatan Kabupaten Tangerang, Dinas Kesehatan Ka- The Association Between Household Socio- bupaten Tanggamus, Dinas Kesehatan Kota Met- economic Position and Prevalent Tuberculosis ro dan Dinas Kesehatan Kota Dumai, serta para in Zambia: a Case-Control Study. PloS one. wasor atas kerjasama selama pengumpulan data. 2011;6(6):e20824. 12. Abebe Y, Schaap A, Mamo G, Negussie A,

117 Ajeng Tias Endarti : Situasi Tuberkulosis di Empat Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera dan Banten

Darimo B, Wolday D. HIV Prevalence in 72 Journal of Family Medicine and Primary Care. 000 Urban and Rural Male Army Recruits, 2016;5(2):463. Ethiopia. Aids. 2003;17(12):1835-40. 17. Eang MT, Satha P, Yadav RP, Morishita F, 13. Ahmed Yassin M, Takele L, Gebresenbet S, Nishikiori N, van-Maaren P, et al. Early De- Girma E, Lera M, Lendebo E, et al. HIV and tection of Tuberculosis through Communi- Tuberculosis Coinfection in the Southern Re- ty-Based Active Case Finding in Cambodia. gion of Ethiopia: a Prospective Epidemiolog- BMC Public Health. 2012;12(1):469. ical study. Scandinavian Journal of Infectious 18. Syafar M, Abna NJ. Kemitraan Pemerintah diseases. 2004;36(9):670-3. dengan Muslimat NU (NGO) dalam Pengen- 14. Lei X, Liu Q, Escobar E, Philogene J, Zhu H, dalian Tuberkulosis Paru. Media Kesehatan Wang Y, et al. Public 2013; Private Mix for Masyarakat Indonesia. 2017;13(3):281-8. Tuberculosis Care and Control: a Systematic 19. Van Meter DS, Van Horn CE. The Policy Imple- Review. International Journal of Infectious mentation Process: A Conceptual Framework. Diseases. 2015;34:20-32. Administration & Society. 1975;6(4):445-88. 15. Dhingra V, Khan S. A Sociological Study on 20. Sari ID, Herman MJ, Susyanty AL, Su’udi Stigma among TB Patients in Delhi. Indian A. Analisis Biaya Tuberkulosis Paru Kate- Journal of Tuberculosis. 2010;57(1). gori Satu Pasien Dewasa di Rumah Sakit di 16. Oberoi S, Chaudhary N, Patnaik S, Singh DKI Jakarta. Jurnal Kefarmasian Indonesia. A. Understanding Health Seeking Behavior. 2018;8(1):44-54.

118