PENGGUNAAN BUDAYA POPULER DALAM DIPLOMASI BUDAYA JEPANG MELALUI WORLD SUMMIT

I Made Wisnu Seputera Wardana, Idin Fasisaka, Putu Ratih Kumala Dewi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Email: [email protected], [email protected], [email protected].

ABSTRACT

Nowadays, every country in order to fulfill their national interest, they will not only focused on their military or economic power but also their cultural influence. The cultural aspect is viewed as one of power sources that have great influence. is one of the countries that regularly do cultural diplomacy. Japan believes that cultural approachment could build a good relations between Japanand other countries. Recently,Japan’s cultural diplomacy tend to use it’s pop-culture such as , , fashion, cosplay or Japan’s popular music. One of Japan’s cultural diplomacy activities that using Japan’s popular culture is World Cosplay Summit (WCS). This research aimed to described Japan’s cultural diplomacy activity that using Japan’s popular culture to strengthened Japan’s positive image through WCS event that held in in the year of 2003-2014 with refer to elements from soft power currencies concept.

Keywords : Cultural Diplomacy, Soft Power Currencies, WCS, Japan

1. PENDAHULUAN dalam Nakamura, 2013: 4). Hal ini sekaligus Dewasa ini, dalam usaha mengejar menjadi penanda arah baru kebijakan luar kepentingan nasionalnya, negara-negara tidak negeri Jepang dari yang semula memfokuskan hanya menekankan pada kekuatan militer atau pada budaya tradisionalnya (Nakamura, 2013: ekonomi melainkan juga budaya. Joseph, S. 4). Nye, Jr. (2004) menyatakan bahwa sumber Urgensi untuk menggunakan budaya kekuatan sebuah negara pasca Perang Dingin populer ini muncul setelah adanya tulisan dari tidak hanya bergantung pada kekuatan militer Douglas McGray pada tahun 2002 yang saja melainkan pada sumber lain seperti berjudul “Japan’s Gross National Cool” budaya dan kebiasaan yang disebut soft (Hayden, 2012: 78). Dalam tulisannya, power. Diplomasi dengan menggunakan Douglas McGray (2002) menyatakan bahwa media budaya kemudian dilakukan dengan secara perlahan pengaruh budaya Jepang berbagai cara seperti melalui pameran khususnya budaya populernya cukup budaya, pertukaran pelajar, penyebaran berkembang secara global mulai dari fashion, berbagai produk budaya suatu negara melalui film animasi, hingga musik populer. Salah satu beragam media seperti televisi maupun contohnya tampak dari jutaan remaja di Hong internet, dan lain-lain. Kong, , and ingin meniru gaya Jepang merupakan salah satu negara fashion yang terbaru di (McGray, 2002). yang gencar melakukan diplomasi budaya. Urgensi lain untuk menggunakan budaya Diplomasi budaya yang dilakukan oleh Jepang populer dalam diplomasi budaya Jepang pada era globalisasi ini cenderung muncul pada era globalisasi. Pada era menggunakan budaya populer (pop-culture). globalisasi, negara-negara khususnya di Berbagai produk budaya populer Jepang kawasan Asia dapat melakukan beragam seperti manga, anime, fashion maupun musik diplomasi budaya. Hal ini tidak dapat populer Jepang mulai menjadi perhatian dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi yang Ministry of Foreign Affairs Japan (Kementerian sangat pesat yang dialami oleh negara-negara Luar Negeri Jepang) sejak adanya perubahan di kawasan Asia (Ogura, 2009: 50). Salah satu struktur di dalam Kementerian Luar Negeri caranya adalah dengan menyebarkan Jepang. Perubahan struktur ini tampak dengan berbagai produk budaya seperti K-Pop (The didirikannya Public Diplomacy Department Korean Wave, 2011: 11 dalam Jang & Paik, (PDD) di dalam Sekretariat Kementerian Luar 2012: 196) dan Bollywood (Pillania, 2008: Negeri Jepang pada bulan Agustus tahun 116) ke berbagai negara. Adapun hal ini 2004. (Japan Diplomatic Bluebook, 2005:207 membuat citra Jepang sebagai negara satu- satunya yang ekonominya maju, demokratis Kementerian Luar Negeri Jepang. Hal ini dan menghargai tradisi leluhurnya menjadi tampak dari sponsorship yang diberikan oleh tidak jelas jika dibandingkan dengan negara- Kementerian Luar Negeri Jepang pada tahun negara lain di kawasan Asia (Ogura, 2009: 2006-2008 dan kemudian menjadi panitia 50). Sehingga, berbagai aspek ultra-modern eksekutif sejak tahun 2009. Selain itu, yang dimilikinya seperti anime, manga dan Kementerian Luar Negeri Jepang juga cosplay mulai menjadi fokus perhatian Jepang memberikan Foreign Minister’s Prize dalam (Ogura, 2008: 4). ajang ini sejak tahun 2007 (Ministry of Foreign Berbagai produk budaya populer Jepang Affairs Japan, 2013). seperti manga, anime, dan game sangat Menurut peneliti, WCS menjadi hal yang populer di seluruh dunia yang tersebar melalui menarik untuk diteliti guna mengetahui usaha beragam media seperti televisi, internet dan Pemerintah Jepang yang melakukan diplomasi lain-lain. Melalui berbagai produk budaya budaya melalui penggunaan budaya populer populernya, Jepang secara tidak langsung demi memperkuat citra positif Jepang. Hal ini memperkenalkan nilai-nilai serta budaya berimplikasi terhadap eksistensinya di dunia tradisional Jepang seperti penggunaan bahasa internasional dengan melibatkan para pemuda Jepang, penggunaan kimono, tarian bon odori, dari berbagai negara untuk mengasah semangat bushido, dan lain-lain. Hal ini kreativitas mereka dalam event WCS. mendapatkan respon yang baik yang ditandai dengan dibentuknya komunitas-komunitas 2. KAJIAN PUSTAKA pecinta budaya Jepang dan event-event yang menampilkan kebudayaan Jepang di berbagai 2.1 Tinjauan Pustaka negara khususnya budaya populer Jepang. Penelitian pertama yang akan Event-event tersebut sering menampilkan digunakan sebagai referensi adalah penelitian costume role-play atau lebih sering dikenal yang dilakukan oleh Stella Edwina Mangowal dengan cosplay. Cosplay merupakan pada tahun 2010 dengan judul “Soft Power semacam kegiatan para penggemar anime Jepang: Studi Kasus JENESYS (Japan-East dan atau manga yang dilakukan oleh individu Asia Network of Exchange for Students and atau kelompok dengan membuat dan Youths)”. Penelitian ini dijadikan salah satu mengenakan kostum dan berdandan meniru referensi karena memiliki kesamaan dalam hal karakter tertentu dari anime dan atau manga membahas diplomasi budaya yang dilakukan (atau game komputer, literatur, idol group , film oleh Jepang. Meskipun memiliki persamaan populer, atau ikon) dengan tujuan untuk dalam hal membahas diplomasi budaya yang menampilkannya di depan publik dan dilakukan oleh Jepang dan penggunaan melakukan pemotretan (Ahn, 2008: 55 dalam konsep soft power currencies, penelitian yang Aisyah, 2012: 10).. Istilah cosplay pertama kali dilakukan oleh peneliti memiliki perbedaan dari dimunculkan oleh Nobuyuki Takahashi, segi konteks. presiden dari Studio Hard pada tahun 1983 (J- Konteks yang dimaksud disini yaitu lebih POPCON, 2015). Kemunculan cosplay tak fokusnya peneliti pada event WCS sebagai dapat dilepaskan dari menyebarnya anime dan upaya diplomasi budaya Jepang pada level manga ke seluruh dunia karena banyak orang global demi memperkuat citra positif Jepang di yang merasa bahwa tidak cukup hanya dunia internasional. Adapun penelitian dari dengan “menonton anime” ataupun “membaca Stella Edwina Mangowal (2010) lebih manga” saja melainkan juga mencoba untuk memfokuskan pada dampak dari program bertindak seperti karakter yang disukainya JENESYS sebagai upaya Jepang membangun (World Cosplay Summit, 2014a). citra positif di dan mengkhususkan World Cosplay Summit (WCS) pada program tipe pertama. Program tipe merupakan salah satu event tersebut. WCS pertama pada JENESYS yaitu diundangnya pertama kali diselenggarakan pada tahun para pelajar dari negara-negara anggota East 2003 yang ditandai dengan diundangnya lima Asian Summit (Association of South East orang cosplayer dari tiga negara yaitu Jerman, Asian Nations (ASEAN), , Tiongkok, Italia dan Prancis ke sebuah program yang , Selandia Baru dan Selatan) oleh ditayangkan di TV Aichi yang berjudul “Manga Pemerintah Jepang. Pada segi pembedahan is the Common Language of the World”. World konsep soft power currencies, peneliti juga Cosplay Championship atau kejuaraan dunia memiliki perbedaan dengan penelitian Stella cosplay yang diadakan sejak tahun 2005 pun Edwina Mangowal. Penelitian yang dilakukan kemudian menjadi bagian dari event WCS oleh Stella Edwina Mangowal lebih (Ministry of Foreign Affairs Japan, 2013). menitikberatkan pada pembangunan citra WCS juga merupakan bagian dari Pop- Jepang sebagai negara yang mencintai Culture Diplomacy yang dilakukan oleh lingkungan dan alamnya. Peneliti sendiri lebih menekankan pada penguatan citra positif budaya populer merupakan budaya yang Jepang sebagai negara yang menghargai dihasilkan untuk dikonsumsi secara massal. kebebasan berekspresi yang ditunjukkan oleh Konsep budaya populer memiliki cosplay. relevansi dengan penelitian ini karena cosplay Penelitian kedua atau terakhir yang akan merupakan salah satu praktek atau tindakan digunakan oleh peneliti sebagai referensi yang dapat digolongkan ke dalam budaya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yolana populer. Cosplay merupakan praktek dari Wulansuci pada tahun 2010 dengan judul budaya populer yang dinikmati dan disukai “Budaya Populer Manga dan Anime Sebagai oleh banyak orang. Hal ini dapat dilihat dari Soft Power Jepang”. Penelitian ini dijadikan banyaknya orang yang datang dan peneliti sebagai referensi karena memiliki berpartisipasi pada berbagai event-event kesamaan dalam hal membahas penggunaan kebudayaan Jepang khususnya budaya budaya populer (anime, manga dan game) populer Jepang yang menampilkan cosplay sebagai sumber soft power Jepang. seperti misalnya saja pada WCS yang jika Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dihitung jumlah penonton dan peserta pada memiliki perbedaan dengan penelitian yang setiap acara eliminasi, sudah mencapai angka dilakukan oleh Yolana Wulansuci (2010). Hal 170.000 orang (Indonesia Cosplay Grand Prix, ini terlihat dari peneliti yang memfokuskan 2014). pada event WCS sebagai alat untuk memperkuat citra positif Jepang di dunia 2. Diplomasi Budaya (Cultural DIplomacy) internasional. Adapun penelitian yang Diplomasi budaya memiliki definisi yang dilakukan oleh Yolana Wulansuci (2010) lebih beragam menurut para ahli, antara lain: memfokuskan pada anime dan manga a.) Milton Cummings (2003 dalam Kim, H. J., Doraemon dengan menjelaskan secara rinci 2011: 5) memaknai diplomasi budaya nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Jepang sebagai pertukaran ide, informasi, yang ingin disampaikan kepada bangsa lain kesenian dan berbagai aspek dari seperti kebebasan berekspresi, persahabatan kebudayaan antar negara dan rakyatnya dan mencintai lingkungan hidup. untuk menumbuhkan suatu kesepahaman bersama. Definisi ini memberikan suatu 2.2 Kerangka Konseptual pemahaman bahwa diplomasi budaya merupakan seperangkat aktivitas-aktivitas 1. Budaya Populer budaya yang dilakukan oleh setiap negara Storey (2009: 5-9) mengatakan bahwa dalam merepresentasikan budayanya budaya populer memiliki beberapa makna, untuk mempengaruhi atau menginspirasi antara lain: masyarakat internasional yang memiliki a. Budaya populer merupakan budaya yang keberagaman pandangan politik. disukai oleh banyak orang. Hal ini tampak dari b.) Myung-sub Kim (2003 dalam Kim, H. J., tingkat penjualan buku, CD, DVD, tingkat 2011: 5) mengatakan bahwa diplomasi kehadiran dalam konser-konser musik, dan budaya merupakan suatu strategi festival-festival. kepentingan nasional dalam kebijakan b. Budaya populer dapat dimaknai sebagai luar negeri yang dipilih berdasarkan pada budaya yang tersisa atau budaya yang inferior kepentingan budaya. Adapun ia setelah menentukan budaya yang termasuk menekankan bahwa karena berbagai dalam kategori high culture. Budaya populer aktor terlibat dalam diplomasi budaya dalam hal ini merupakan produk-produk seperti lembaga pemerintah, lembaga- seperti teks-teks, karya-karya atau tindakan- lembaga non-pemerintah, dan individu, tindakan yang tidak tergolong dalam high cakupan diplomasi budaya pun menjadi culture. Budaya yang tergolong dalam high sangat luas. culture memiliki sifat eksklusif dan hanya c.) Diplomasi budaya merupakan aktivitas dapat dipahami oleh orang-orang tertentu saja, diplomasi yang melibatkan agen-agen misalnya saja musik klasik. Sehingga, budaya budaya yang terpilih seperti kelompok- populer dapat dikatakan sebagai budaya yang kelompok yang bergerak dalam bidang inferior. seni dan budaya dan produk-produk c. Budaya populer sering diartikan sebagai nasional untuk menarik minat orang-orang ‘mass culture’ atau budaya massal. Definisi ini di negara lain demi mendukung kebijakan sendiri merujuk pada definisi sebelumnya luar negeri sebuah negara (Emilia, 2013: yakni budaya populer merupakan budaya yang 138). disukai oleh banyak orang. Budaya populer Berbagai kegiatan diplomasi budaya berdasarkan definisi ini menegaskan bahwa memang bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat, tetapi kegiatan-kegiatan tersebut lebih banyak ditujukan kepada kaum muda. dilakukan oleh suatu negara dengan cara Semakin meningkatnya interaksi budaya dari memiliki kepercayaan diri dan keteguhan yang suatu negara dengan kaum muda di negara kuat sehingga dapat memberikan inspirasi lain akan menimbulkan dampak positif pada kepada pihak lainnya. Jika aktor lainnya telah negara tersebut. Hal ini dikarenakan dengan menganggap bahwa negara tersebut interaksi budaya yang intensif maka kaum merupakan personifikasi yang tepat dari visi, muda di negara asing akan memiliki nilai, maksud atau ide yang dimilikinya maka pandangan yang positif mengenai negara negara-negara lain akan mengikutinya dan tersebut dan suatu saat jika salah satu dari kemudian rasa kekaguman akan muncul dan kaum muda tersebut menjadi pemimpin di menjadikan negara tersebut sebagai panutan. negaranya maka ia akan mendukung Hal ini akan menghasilkan kesepahaman dan kebijakan dari negara tersebut (Appel, Irony, kerjasama dalam mengatasi suatu Schmerz & Ziv, 2008: 11). Inilah yang benar- permasalahan atau memperjuangkan visi, benar dilakukan oleh Jepang, khususnya nilai, maksud atau ide yang sama. dalam event WCS dengan melibatkan kaum muda di berbagai negara untuk menunjukkan b. Benignity kreativitasnya dalam hal cosplay. Diharapkan Sikap yang baik dan ramah, memiliki sifat kepada para pemuda yang mengikuti kegiatan yang dermawan, memberikan perhatian ini dapat memahami Jepang lebih baik dan kepada pihak lain, tidak bersikap egois dan memiliki pandangan positif tentang Jepang. menghargai nilai dan hak yang dimiliki oleh Diplomasi budaya ini merupakan upaya pihak lain merupakan berbagai bentuk dari Jepang yang dilakukan sebagai jalan menuju benignity. Benignity mewakili beragam perilaku penguatan soft power (Hayden, 2012: 78). mulai dari tidak menyakiti pihak lain hingga Sehingga, konsep diplomasi budaya ini secara aktif mendukung pihak lain. Kebaikan memiliki relevansi dengan penelitian ini. merupakan inti dari elemen benignity karena orang baik tidak mungkin menyakiti pihak lain 3. Soft Power Currencies dan kemungkinan besar akan memperhatikan Konsep soft power currencies merupakan kepentingan dari pihak lain. suatu konsep yang digagas oleh Alexander Benignity menghasilkan soft power dalam Vuving di dalam tulisannya yang berjudul “How bentuk rasa terima kasih dan simpati. Soft Power Works” (2009) untuk Benignity menenangkan pihak-pihak lain menyempurnakan konsep soft power dari dengan menunjukkan maksud ingin membantu Joseph Nye. Hal ini disebabkan konsep soft atau tidak memiliki maksud yang bersifat power dari Joseph Nye hanya menyebutkan agresif. Hal ini akan mengarah pada sumber-sumber soft power tanpa kerjasama. Sifat paradoks merupakan inti dari menyebutkan cara agar soft power tersebut cara kerja penerjemahan elemen benignity sampai kepada penerima (recipient) menjadi soft power karena jika suatu pihak (Mangowal, 2010: 16). Vuving (2009: 8-12) terlalu mengedepankan egonya maka pihak mengatakan bahwa terdapat tiga elemen soft tersebut akan dianggap sebagai pihak yang power currencies yang dapat memunculkan agresif dan mendapat penolakan dari pihak rasa ketertarikan yakni: lainnya. Hal yang sebaliknya terjadi jika suatu a. Beauty pihak tidak mengedepankan egonya dan Resonansi yang menarik aktor-aktor bersikap baik akan berdampak pada menjadi lebih dekat satu sama lain melalui munculnya persepsi positif dari pihak lain dan kesamaan dalam hal ide, nilai, maksud bersedia berteman dengan pihak tersebut. ataupun visi merupakan makna dari elemen c. Brilliance beauty dalam soft power currencies. Hal ini Kebudayaan yang kaya, masyarakat yang memberikan rasa keamanan dan tentram dan damai, dan perekonomian yang kenyamanan, identitas dan komunitas, dan makmur serta memiliki teknologi yang canggih ketiadaan rasa saling curiga serta respek merupakan beberapa wujud dari elemen kepada para aktor. Jadi, suatu aktor dianggap brilliance di hubungan internasional. Pada memiliki elemen beauty jika memiliki nilai atau intinya, elemen brilliance merupakan properti maksud yang sama dan hal ini kemudian akan dari negara yang sukses. Kesuksesan dapat mengarah kepada terbentuknya rasa menjadi daya tarik karena negara yang sukses kepercayaan, kerjasama dan persahabatan. mampu menyelesaikan permasalahan yang Terdapat suatu mekanisme untuk dihadapinya dengan sangat baik. Kapabilitas menerjemahkan elemen beauty menjadi soft yang lebih menjadi inti dari elemen brilliance. power. Tahap pertama yaitu dengan membuat Elemen brilliance menghasilkan rasa suatu negara menjadi personifikasi dari visi, kekaguman yang mengarah pada imitasi atau nilai, maksud atau ide yang dimilikinya. Hal ini peniruan dan rasa hormat. Elemen brilliance dapat diterjemahkan menjadi soft power dikarenakan para relawan ini dibentuk dengan dengan berbagai cara seperti membentuk tujuan untuk memberikan pelayanan dengan mitos tak terkalahkan dan imitasi atau ramah yang sesuai dengan filosofi peniruan keberhasilan dari suatu negara ‘omotenashi’ (World Cosplay Summit dalam hal nilai-nilai, visi, ataupun Omotenahi Student Committee, 2014). kebijakannya. Dalam konteks imitasi kesuksesan, semakin banyak negara yang meniru kesuksesan suatu negara maka 3. METODELOGI PENELITIAN negara tersebut akan semakin berpengaruh. Penelitian ini menggunakan jenis Konsep soft power currencies memiliki penelitian deskriptif kualitatif untuk relevansi dalam penelitian ini karena event menggambarkan mengenai penggunaan WCS merepresentasikan ketiga elemen dari budaya populer dalam diplomasi budaya soft power currencies khususnya elemen Jepang melalui event WCS untuk memperkuat brilliance sebab berbagai produk budaya citra positif Jepang di dunia internasional. populer Jepang (manga, anime dan game) Sumber data yang akan digunakan dalam mampu menarik perhatian dan rasa kagum penelitian ini adalah data sekunder yang anak-anak muda dari berbagai negara kepada diperoleh dari mengumpulkan data-data yang Jepang. Hal ini kemudian mengarah pada diperlukan dalam penelitian atau peniruan atau mengidentikkan diri dengan mengumpulkan referensi dan literatur terkait karakter dari manga, anime ataupun game dengan penelitian ini seperti laporan yang disukainya (cosplay). Elemen brilliance penelitian, tesis, skripsi dan jurnal serta buku inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh referensi dan data-data pendukung lainnya di Kementerian Luar Negeri Jepang, Ministry of berbagai website yang memiliki keterkaitan Economy, Trade and Industry Japan dengan penelitian ini. Unit analisis dalam (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan penelitian ini adalah negara yaitu kegiatan Industri Jepang) dan Ministry of Land, WCS yaitu event WCS yang diselenggarakan Infrastructure, Transport and Tourism Japan di Jepang. Teknik pengumpulan data yang (Kementerian Pertanahan, Infarstruktur, digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini Transportasi dan Pariwisata Jepang) untuk adalah telaah pustaka yaitu dengan cara mendukung event ini. pengumpulan data dengan menelaah Selain dari elemen brilliance, terdapat sejumlah literatur seperti laporan penelitian juga elemen beauty dalam event WCS ini. (tesis,skripsi dan jurnal), buku dan data-data Elemen beauty yang ingin ditunjukkan oleh pendukung lainnya di berbagai website yang Jepang dalam event ini adalah nilai-nilai berhubungan dengan penelitian ini.. kebebasan. Pengaplikasian dari nilai kebebasan ini tampak dari kebebasan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN berekspresi dalam cosplay. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh 4.1 Gambaran Umum Penelitian masyarakat internasional dalam hal menghargai kebebasan dari setiap individu. Jepang menganggap bahwa nilai-nilai dari 4.1.1 Perkembangan DIplomasi Budaya kebebasan berekspresi sangat penting bagi Jepang Pada Era Globalisasi setiap individu baik dalam tingkat nasional Pasca Perang Dunia II, Jepang berusaha maupun internasional dalam hal saling untuk membangun citra positifnya di mata berinteraksi dan juga Jepang menganggap dunia melalui diplomasi budaya (Ogura, 2009: bahwa dengan menghargai kebebasan 45). Diplomasi budaya pada tahap pertama berekspresi masing-masing individu, Jepang yang berlangsung pada 1950-an hingga awal dapat menjalin hubungan baik dengan negara 1960-an memiliki tujuan untuk mengubah citra lain. Jepang dari negara yang militeristik menjadi Berdasarkan pada elemen benignity, negara yang demokratis dan cinta damai WCS menimbulkan rasa simpati khususnya (Ogura, 2009: 46). Kemudian, citra Jepang WCS pada tahun 2011 para perwakilan dari sebagai negara yang maju dalam bidang beberapa negara peserta berkunjung ke ekonomi dan teknologi merupakan citra yang Wilayah Tohoku untuk memberikan dukungan ingin dibentuk pada akhir 1960-an hingga awal bagi warga setempat pasca bencana tsunami 1970-an sebagai tahap kedua dari diplomasi yang melanda pada tahun tersebut (Ministry of budaya Jepang (Semenenko, 2012). Pada Foreign Affairs Japan, 2011). Selain itu, akhir 1980-an hingga awal 1990-an, Jepang dibentuknya Omotenashi Student Committee berusaha untuk melakukan harmonisasi juga merupakan elemen benignity yang ingin dengan masyarakat internasional sebagai inti ditunjukkan Jepang dari event ini. Hal ini dari kegiatan diplomasi budaya Jepang tahap ketiga (Ogawa, 2009: 276). Pada masing- maju dan menjadi model bagi negara-negara masing tahapan ini, Jepang pun mengalami lainnya di Asia. Hal ini dikarenakan berbagai tantangan didalamnya (Semenenko, perkembangan ekonomi sangat cepat yang 2012). dialami oleh Tiongkok, Korea Selatan, India Ketika memasuki periode pertengahan dan beberapa negara di kawasan Asia 1990-an, diplomasi budaya Jepang memasuki Tenggara mengakibatkan banyak negara babak baru. Pada periode ini, Jepang dapat menjalankan kegiatan diplomasi menghadapi dua tantangan besar yaitu budayanya ke seluruh dunia (Ogura, 2008: 4). melemahnya ekonomi Jepang dan globalisasi. Penyebaran berbagai produk budaya seperti Kedua tantangan tersebut mengakibatkan K-Pop (The Korean Wave, 2011: 11 dalam Jepang harus melakukan adaptasi pada Jang dan Paik, 2012: 196) dan Bollywood diplomasi budayanya (Ogura, 2009: 49-50). (Pillania, 2008: 116) ke berbagai negara Dalam melakukan adaptasinya, terdapat dua merupakan salah satu kegiatan dari berbagai hal yang perlu diperhatikan yakni kondisi kegiatan diplomasi budaya yang dilakukan internal dan kondisi eksternal. oleh negara-negara tersebut. Ketidakjelasan Kondisi internal sendiri dipengaruhi oleh status Jepang sebagai satu-satunya negara di situasi perekonomian Jepang. Pada Asia yang ekonominya maju, demokratis dan pertengahan 1990-an, perekonomian Jepang menghargai tradisi leluhurnya menjadi tidak mengalami berbagai permasalahan seperti jelas jika dibandingkan dengan negara-negara melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang lain di Asia merupakan dampak dari hal dan meningkatnya defisit keuangan (Ogura, tersebut (Ogura, 2009: 50). Berdasarkan pada 2009: 49-50). Periode ini sering disebut situasi ini, Jepang pun berusaha untuk dengan ‘lost decade’ (McCurry, 2008). Namun, memunculkan aspek yang unik jika situasi ini kemudian memunculkan sesuatu dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang menarik. Kondisi perkonomian Jepang di kawasan Asia. Jepang pun mulai yang bermasalah justru mendorong terjadinya memfokuskan pada aspek ultra-modern dari creativity boom oleh para generasi muda masyarakat Jepang seperti anime, budaya Jepang. Hal ini terjadi karena para generasi ‘otaku’ dan cosplay dengan mengacu pada hal muda Jepang merasa mendapatkan tersebut (Ogura, 2008: 4). kebebasan untuk berekspresi setelah Diplomasi budaya Jepang pun memasuki menyadari mereka berada di tengah kondisi tahap selanjutnya pada abad ke-21, Melalui perekonomian yang kurang bagus. Salah satu periode ini, Jepang juga ingin menunjukkan contoh dari creativity boom ini tampak dari melalui upaya diplomasi budaya yang industri majalah di Jepang yang aktif merekrut dilakukannya pada era globalisasi ini bahwa orang-orang yang bertalenta dan kreatif. Jepang menganut nilai yang sama dengan Industri majalah ini juga mencapai puncak nilai yang dianut oleh masyarakat kesuksesan pada periode ini. Selain itu, internasional. Gagasan mengenai hal ini contoh lain dari creative boom ini juga tampak sebenarnya berasal dari Eropa. Jepang dari terjadinya boom dalam desain grafis, sesungguhnya sejak lama telah mempercayai manga, anime, musik, literatur, video game bahwa shared norms and values yang dianut dan seni kontemporer (Favell, 2011: 83). oleh negara-negara Eropa membantunya Creative boom ini memiliki keterkaitan mencapai kesatuan secara regional. Upaya dengan globalisasi yang menjadi kondisi integrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa eksternal yang mempengaruhi adaptasi menarik perhatian para politisi dan kaum diplomasi budaya Jepang dalam era akademisi Jepang. Hal ini menimbulkan globalisasi ini. Seiring globalisasi yang mulai apresiasi terhadap nilai-nilai yang dianut oleh melanda negara-negara pada periode ini, negara-negara Eropa (Fukushima, 2011: 84). Jepang pun harus mendefinisikan kembali Sebenarnya, para pemimpin Jepang identitasnya. Berdasarkan pada hal tersebut, sudah menyinggung mengenai hal ini. Adapun Jepang pun harus menujukkan citra sebagai pidato yang disampaikan oleh Taro Aso selaku negara yang mempelopori budaya Menteri Luar Negeri Jepang dalam seminar postmodern. Berbagai produk budaya populer the Japan Institute of International Affairs pada Jepang yang dihasilkan dari creative boom ini bulan November tahun 2006 yang bertemakan seperti anime, manga, fashion, kuliner maupun "Arc of Freedom and Prosperity: Japan's musik populer Jepang pun mulai berperan Expanding Diplomatic Horizons" menunjukkan dalam aktivitas budaya internasional Jepang secara eksplisit terkait hal ini (Aso, 2006 (Ogura, 2009: 50). dalam Fukushima, 2011: 85). Taro Aso dalam Globalisasi juga membuat Jepang mulai pidatonya menyatakan bahwa Jepang mempertimbangkan proyeksi citra sebagai berkeinginan untuk menambahkan dua pilar satu-satunya negara di Asia yang ekonominya baru ke dalam kebijakan luar negerinya. Kedua pilar tersebut adalah “value oriented Luar Negeri pada 28 April 2006 juga semakin diplomacy” dan “arc of freedom and prosperity” menguatkan hal ini dengan mendeklarasikan : (Aso, 2006). “that the diplomacy on the Pilar “value oriented diplomacy” national level strongly depended on menekankan usaha-usaha diplomasi yang the public opinion and "that is exactly dilakukan oleh Jepang khususnya diplomasi why we want pop-culture, which is so budaya akan memfokuskan pada “universal effective in penetrating throughout the values” atau nilai-nilai universal seperti general public, to be our ally in demokrasi, kebebasan, hak asasi manusia, diplomacy” (Aso, 2006 dalam penegakan hukum dan ekonomi pasar (Aso, Semenenko, 2012). 2006). Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh Jepang selama lebih dari 100 Pernyataan ini bermakna : tahun yang berasal dari tradisi demokrasi yang “diplomasi pada tingkat nasional telah ada sejak lama menjadi dasar bagi sangat bergantung pada kesiapan Jepang untuk menyebarkan nilai-nilai pendapat masyarakat atau ini. Fakta bahwa Jepang merupakan negara pendapat publik dan pertama di Asia yang melakukan modernisasi “berdasarkan hal inilah kami juga menjadi hal lain yang memperkuat menginginkan budaya populer kesiapan Jepang dalam hal tersebut. Taro Aso menjadi alat diplomasi karena pun percaya bahwa area yang stabil dan sangat efektif dalam makmur yang berbasiskan pada universal merangkul berbagai kalangan” values akan terbentuk pada busur luar dari Benua Eurasia melalui pendekatan ini. Situasi Pernyataan di atas memberikan suatu politik yang stabil dan kemakmuran ekonomi penegasan bahwa Jepang mulai serius untuk akan membentuk masyarakat sipil yang damai menggunakan budaya populer sebagai sarana dan membantu pemenuhan kebutuhan dari diplomasi Jepang pada level global. para anggota masyarakat (Aso, 2006 dalam Penggunaan budaya populer sebagai Fukushima, 2011: 85). sarana diplomasi Jepang diusulkan pada Pada periode inilah Jepang mulai secara November tahun 2006 oleh the Council on the resmi menggunakan budaya populer sebagai Movement of People across Borders sebagai sarana diplomasi budaya Jepang atau lebih dewan penasehat Menteri Luar Negeri Jepang dikenal dengan Pop-culture diplomacy. pada saat itu yakni Taro Aso. Hal ini Penggunaan budaya populer dalam diplomasi didasarkan pada popularitas yang sangat budaya Jepang tidak lepas dari popularitas tinggi dari manga dan anime di luar Jepang. anime dan manga yang mendunia yang Sehingga, Jepang pun harus memanfaatkan dipandang mampu merepresentasikan hal tersebut (Kyodo News, 2006 dalam Lam, keunikan Jepang dan memiliki daya tarik yang 2007: 351). Cho Fujio selaku chairman Toyota bersifat universal pada anak muda di seluruh Motor Corporation yang memimpin dewan dunia (Thorn, 2006 dalam Lam, 2007: 350). penasehat ini pun mengusulkan untuk Daya tarik yang bersifat universal ini tidak memberikan “Japan Manga Prize” dengan lepas dari nilai-nilai universal yang terdapat membidik foreign artists dan dengan menunjuk pada manga dan anime khususnya kebebasan duta anime untuk mempromosikan budaya berekspresi. Adapun tulisan dari Douglas populer Jepang ke luar negeri (Asahi McGray pada tahun 2002 yang berjudul Shimbun, 2007 dalam Lam, 2007: 351). “Japan’s Gross National Cool” (Hayden, 2012: Budaya populer secara resmi digunakan oleh 78) memunculkan urgensi untuk Kementerian Luar Negeri Jepang pada bulan memanfaatkan budaya populer dalam Januari tahun 2007 (Semenenko, 2012). Hal diplomasi budaya Jepang. Restrukturisasi ini didasarkan pada Japan Diplomatic yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Bluebook 2007 yang menyatakan bahwa : Jepang dengan mendirikan Public Diplomacy “Japan should take advantage of “the Department (PDD) di dalam Sekretariat usefulness of incorporating culture into Kementerian Luar Negeri Jepang pada bulan diplomacy, proposing the creation of an Agustus tahun 2004. (Japan Diplomatic award for up-and-coming non-Japanese Bluebook, 2005: 207 dalam Nakamura, 2013: manga artists, the introduction of 4) semakin menegaskan perhatian superior works of Japan’s anime abroad Kementerian Luar Negeri Jepang untuk as “Cultural Ambassadors” (Japan menggunakan berbagai produk budaya Dipomatic Bluebook, 2007: 25 dalam populer di dalam diplomasi budayanya. Pidato Semenenko: 2012). yang disampaikan Taro Aso selaku Menteri

Pernyataan ini bermakna : penyelenggaraan WCS. WCS kali ini Jepang seharusnya mampu mengambil diselenggarakan di Osu Shopping District. keuntungan dari “manfaat memasukkan Selain Jerman, Prancis, Italia dan Jepang budaya ke dalam yang telah berpartisipasi pada WCS edisi diplomasi,menciptakan penghargaan sebelumnya, Amerika Serikat juga ikut bagi para pengarang manga yang berpartisipasi dalam WCS tahun tersebut, berasal dari negara lain, sehingga WCS 2004 diikuti oleh lima negara memperkenalkan karya-karya anime (World Cosplay Summit Official Photo Gallery, unggulan Jepang sebagai “duta 2004). Delapan orang cosplayer dari Jerman, budaya”. Prancis, Amerika Serikat dan Italia diundang Salah satu bukti dari arah baru untuk berpartisipasi di WCS kali ini. Para kebijakan luar negeri Jepang yang cosplayer yang diundang dari Jerman, memfokuskan pada budaya populer sebagai Prancis, Amerika Serikat dan Italia bersama- sumber soft power terlihat dari dukungan sama dengan 100 orang cosplayer Jepang Kementerian Luar Negeri Jepang terhadap berpartisipasi dalam Osu Cosplay Parade. event WCS. Dukungan ini diberikan karena Osu Cosplay Parade pertama kali cosplay memperoleh popularitas yang cukup diselenggarakan pada WCS tahun 2004 tinggi di dunia internasional (Ministry of (World Cosplay Summit, 2014b: 6). Foreign Affairs Japan, 2014). Popularitas Pada tahun 2005, World Cosplay cosplay yang cukup tinggi ini tentunya tidak Championship pertama kali diselenggarakan dapat dilepaskan dari popularitas anime dan sebagai bagian dari kegiatan WCS. Pada manga yang menjadi basis dari cosplay di tahun ini juga terjadi perubahan dari segi berbagai negara. Tujuan dari pemberian pemilihan partisipan yang semula invitational- dukungan ini adalah demi memperkuat citra based (mengundang peserta) menjadi sistem positif Jepang dan juga untuk menegaskan preliminaries yang memilih peserta melalui usaha Jepang dalam menunjukkan citra preliminaries events yang digelar di berbagai sebagai pelopor budaya postmodern. Hal ini negara (World Cosplay Summit , disebabkan adanya urgensi untuk 2014). Osu Cosplay Parade yang memunculkan hal yang unik dari Jepang diselenggarakan pada tanggal 31 Juli 2005 dalam budaya populer khususnya postmodern dan World Cosplay Championship yang karena adanya kompetitor dari negara-negara diselenggarakan pada 7 Agustus 2005 Asia lainnya. merupakan dua kegiatan utama dalam WCS pada tahun 2005 (World Cosplay Summit 4.1.2 Sekilas World Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2005). WCS pertama kali diselenggarakan World Cosplay Championship tahun pada 12 Oktober 2003 di Hotel Rose Court 2005 diikuti oleh 40 orang dari tujuh negara Hotel, Nagoya (World Cosplay Summit United yakni Italia, Jerman, Prancis, Jepang, Spanyol, States, 2014). Dipilihnya Nagoya sebagai Amerika Serikat dan Tiongkok berpartisipasi di lokasi perhelatan event WCS ini tak lepas dari dalamnya. Para partisipan ini terbagi dalam inisiator WCS yakni TV Aichi yang berlokasi di dua kelompok yaitu personal class dan group Nagoya sebagai ibu kota dari Prefektur Aichi class. Personal class dimenangkan oleh (Dodd & Richmond, 2011: 506). Lima orang Giorgia Vecchini dari Italia dan Prancis cosplayer yang berasal dari Jerman, Prancis, memenangkan group class. Italia menjadi dan Italia diundang ke program TV Aichi yang juara umum (Grand Champion) di World berjudul “Manga is the Common Language of Cosplay Championship pada saat itu (World the World” (Ministry of Foreign Affairs Japan, Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2014). 2013). Ketiga negara ini bersama-sama World Cosplay Championship sendiri dengan Jepang selaku tuan rumah disaksikan oleh 3000 orang secara langsung berpartisipasi pada WCS edisi pertama. Sesi (World Cosplay Summit, 2014b: 6). pemotretan dan pesta perkenalan merupakan 22 cosplayer dari sembilan negara yaitu beberapa kegiatan dalam WCS pada edisi ini Italia, Jerman, Prancis, Spanyol, Tiongkok, (World Cosplay Summit Official Photo Gallery, Brasil, , Singapura, dan Jepang ikut 2003). Selain kedua kegiatan tersebut, para berpartisipasi dalam WCS pada tahun 2006 cosplayer juga melakukan diskusi dan saling (World Cosplay Summit Official Photo Gallery, bertukar informasi mengenai manga dan 2014). Pada tahun ini, WCS memperoleh anime (TV Aichi, 2009 dalam World Cosplay dukungan dari Kementerian Luar Negeri Summit, 2009). Jepang dan Kementerian Pertanahan, 1 Agustus menjadi tanggal Infarstruktur, Transportasi dan Pariwisata penyelenggaran WCS pada tahun 2004. Hal Jepang (World Cosplay Summit, 2014b: 6). ini sekaligus menandakan tahun kedua Dukungan Kementerian Luar Negeri Jepang pada event WCS ini tak lepas dari arah yang mengikuti WCS pada tahun 2009 kebijakan luar negeri Jepang yang mulai menjadi 15 negara (World Cosplay Summit menggunakan budaya populer sebagai sarana Official Photo Gallery, 2014). Sebanyak 500 diplomasi dan dukungan dari Taro Aso selaku cosplayer yang mengikuti Osu Cosplay Parade Menteri Luar Negeri Jepang pada saat itu. pada tahun 2009 (World Cosplay Summit, World Cosplay Championship diselenggarakan 2014b: 7). Nishiki Boulevard Red Carpet di Oasis 21, Sakae, Nagoya dengan dihadiri March pertama kali dilaksanakan sebagai oleh lebih dari 5.000 orang. meraih juara rangkaian dari WCS dengan memperkenalkan umum dalam World Cosplay Championship para perwakilan dari masing-masing negara pada saat itu (World Cosplay Summit United peserta (World Cosplay Summit Official Photo States, 2014) Gallery, 2009). World Cosplay Championship Pada tahun 2007, jumlah negara yang melibatkan 30 peserta dari 15 negara dengan berpartisipasi dalam WCS bertambah menjadi disaksikan oleh 12.000 pengunjung (World 12 negara seiring dengan bergabungnya Cosplay Summit United States, 2014). Jepang Meksiko, Korea Selatan dan . menjadi pemenang dari World Cosplay Sebanyak 28 cosplayer dari 12 negara Championship yang diselenggarakan pada berpartisipasi dalam WCS pada tahun 2007 saat itu (World Cosplay Summit Official Photo (World Cosplay Summit Official Photo Gallery, Gallery, 2014). 2014). World Cosplay Championship WCS pada tahun 2010 diikuti oleh 15 diselenggarakan di Oasis 21 di Higashi-ku, negara yakni Australia, Brasil, Tiongkok, Nagoya dan disaksikan oleh 10.000 orang Jerman, Denmark, Spanyol, Finlandia, (World Cosplay Summit United States, 2014). Prancis, Italia, Jepang, Korea Selatan, Prancis menjadi juara umum dalam World Meksiko, Singapura, Thailand, dan Amerika Cosplay Championship pada tahun 2007. Serikat. Italia meraih juara umum pada World Selain itu, WCS pada tahun 2007 juga menjadi Cosplay Championship tahun 2010. Hal ini bagian dari kampanye ‘Visit Japan’ oleh juga menandai kemenangan kedua Italia di Kementerian Pertanahan, Infarstruktur, World Cosplay Championship setelah meraih Transportasi dan Pariwisata Jepang (World juara umum pada tahun 2005 (World Cosplay Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2014). Summit Official Photo Gallery, 2014). World Pada tahun 2008, Kementerian Cosplay Championship tahun 2010 disaksikan Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang oleh 15.000 orang (World Cosplay Summit, juga ikut mendukung WCS bersama-sama 2014b: 7). dengan Kementerian Luar Negeri Jepang dan Pada tahun 2011, jumlah negara yang Kementerian Pertanahan, Infarstruktur, berpartisipasi dalam WCS bertambah menjadi Transportasi dan Pariwisata Jepang. Potensi 17 negara. Hal ini disebabkan ikut manfaat ekonomi secara global dari budaya berpartisipasinya Belanda dan dalam otaku menjadi pendorong adanya dukungan WCS (World Cosplay Summit United States, tersebut (World Cosplay Summit United 2014). World Cosplay Championship pada States, 2014). WCS pada tahun 2008 diikuti tahun 2011 digelar di Oasis 21, Nagoya (World oleh 14 tim dari 13 negara seperti Tiongkok, Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2014). Korea Selatan, Denmark, Italia, Jerman, Brazil meraih juara umum pada World Cosplay Meksiko, Singapura, Spanyol, Prancis, Brazil, Championship dan sekaligus menjadi gelar Amerika Serikat, Thailand dan Jepang (Tokyo ketiga bagi Brazil dalam ajang ini (World and entries) (World Cosplay Summit Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2011). Official Photo Gallery, 2014). Pada tahun World Cosplay Championship pada tahun 2008, 300 cosplayer mengikuti Osu Cosplay 2011 dihadiri oleh 17.000 orang. Adapun 500 Parade. Para peserta WCS tampil dalam orang cosplayer ikut berpartisipasi dalam Osu World Cosplay Championship dengan Cosplay Parade pada tahun 2011. (Att.Japan, disaksikan oleh 12.000 orang (World Cosplay 2011). Summit United States, 2014). Pemenang dari Pada WCS tahun 2011, para peserta World Cosplay Championship adalah Brazil WCS dari Spanyol, Italia dan Denmark (World Cosplay Summit Official Photo Gallery, mengunjungi Wilayah Tohoku untuk 2014). memberikan dukungan pasca bencana Pada April 2009, WCS Executive tsunami yang terjadi di sana. Hal ini bertujuan Committee (Panitia Eksekutif WCS) dibentuk untuk memulihkan citra Jepang pada dengan tujuan untuk mendukung umumnya dan khususnya Wilayah Tohoku pengembangan dan ekspansi WCS (World sebagai tempat yang aman untuk dikunjungi Cosplay Summit United States, 2014). pasca bencana tsunami. Ketika mengunjungi Bergabungnya Finlandia dan Australia pada , mereka mengunjungi Sendai City Hall WCS tahun 2009 menambah jumlah negara dan disambut oleh kelompok sengoku busho dan berinteraksi dengan para cosplayer lokal. kali sebagai relawan dalam event WCS Kemudian, mereka juga mengunjungi Kota setelah sebelumnya para relawan dalam event Aizuwakamatsu. Mereka melakukan berbagai WCS berasal dari relawan lokal dan kegiatan di kota ini seperti mengunjungi kantor internasional (World Cosplay Summit United walikota setempat, mengunjungi berbagai States, 2014). Kelompok relawan ini dibentuk tempat dengan dipandu oleh Samurai City agar para peserta mendapatkan pengalaman Aizu-tai, berinteraksi dengan para cosplayer yang menyenangkan selama berada di Jepang lokal dan menikmati kuliner lokal serta dan memberikan kesempatan untuk membuat kerajinan tradisional (Ministry of mempelajari kebudayaan Jepang secara Foreign Affairs Japan, 2011). interaktif (World Cosplay Summit, 2014b: 7). Pada tahun 2012, event WCS Setelah bertahun-tahun diorganisir diselenggarakan selama 12 hari untuk departemen event di TV Aichi, pertama kalinya merayakan event WCS yang telah juga WCS dilaksanakan di bawah independent berlangsung selama 10 tahun (World Cosplay company pada tahun ini (World Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2014). Status Summit United States, 2014). observer pun diperkenalkan dalam event WCS WCS pada tahun 2014 mengalami tahun 2012 (, 2014). Jumlah negara peningkatan jumlah negara dan regions seiring dan regions yang berpartisipasi pada WCS dengan bergabungnya dan tahun 2012 adalah 22 negara dan regions menjadi observer. Hal ini membuat jumlah dengan berpartisipasinya Rusia, Indonesia negara dan regions yang berpartisipasi dalam dan The sebagai full WCS pada tahun 2014 bertambah menjadi 26 participant serta Hongkong dan negara dan regions. Kuwait dan Portugal akan sebagai observer (World Cosplay Summit menjadi full participant pada WCS tahun 2015. United States, 2014). Negara atau regions Adapun 22 negara dan regions mengikuti yang berpartisipasi dengan status observer World Cosplay Championship karena Hong tidak dapat mengikuti World Cosplay Kong dan Taiwan telah menjadi full participant Championship (Otakuthon, 2014). Jepang (Mazariegos, 2014). World Cosplay memenangkan World Cosplay Championship Championship pada tahun 2014 dimenangkan pada tahun 2012 dan sekaligus menjadi gelar oleh Rusia (Sato, 2014). kedua Jepang dalam ajang ini (World Cosplay Berdasarkan pada uraian singkat Summit Official Photo Gallery, 2012). Event mengenai sejarah dari event WCS, budaya WCS pada tahun 2012 memiliki beberapa populer Jepang khususnya cosplay dapat kegiatan seperti kunjungan ke Gifu, Mie, menjadi sarana diplomasi yang efektif. Tottori dan kantor-kantor pemerintahan Cenderung meningkatnya jumlah negara yang Prefektur Aichi, parade tahunan yang berpartisipasi dalam event ini menjadi bukti diadakan di Osu Shopping Districts dan di efektivitas dari hal tersebut. Hal ini Ichinomiya yang bersamaan dengan perayaan dikarenakan budaya populer dapat Tanabata (World Cosplay Summit United menjangkau para generasi muda dari berbagai States, 2014). WCS pada tahun 2012 negara. Hal ini juga sekaligus menjadi simbol dikunjungi oleh 18.000 orang (Chunichi bahwa nilai kebebasan khususnya kebebasan Shimbun, 2013 dalam ‘Cosplay’ Summit’s berekspresi yang terdapat dalam cosplay Characters Given Life, 2013). dapat diterima oleh para generasi muda di WCS pada tahun 2013 mengalami berbagai negara khususnya negara-negara peningkatan jumlah peserta dari 22 menjadi 24 peserta event WCS. negara dan regions seiring dengan partisipasi dan Filipina sebagai observer pada 4.2 Analisa World Cosplay Summit WCS tahun 2013 (World Cosplay Summit Sebagai Upaya Diplomasi Budaya United States, 2014). Jumlah negara dan Jepang regions yang berkompetisi dalam World Upaya diplomasi budaya Jepang Cosplay Championship pada edisi ini melalui event WCS yang bertujuan untuk sebanyak 20 negara dan regions. Italia pun memperkuat citra positif Jepang di dunia menjadi pemenang dari World Cosplay internasional, tidak dapat dilepaskan dari Championship pada tahun 2013 (Mantan Web, konsep soft power currencies oleh Alexander 2013 dalam Lamb 2013). Kegiatan World Vuving (2009).. Konsep ini memiliki tiga Karaoke Grandprix Cosplay pertama kali elemen didalamnya yakni beauty, benignity diselenggarakan pada tahun 2013 (World dan brilliance. Elemen beauty merupakan Cosplay Summit Official Photo Gallery, 2013). elemen pertama dari soft power currencies Kelompok relawan yang terdiri dari para yang digunakan untuk menganalisa event pelajar (student volunteer group) dengan WCS sebagai salah satu upaya diplomasi nama ‘omotenashi’ memulai tugasnya pertama budaya Jepang. Elemen ini menekankan pada kesamaan nilai, ide, maksud ataupun visi yang menirukan atau bertindak seperti tokoh yang kemudian menjadi faktor penarik antar negara disukainya. untuk menjadi lebih dekat satu sama lain. Selain itu, mereka pun juga mulai Kedekatan antara negara ini kemudian akan tertarik dengan soundtrack atau lagu-lagu dari mengarah pada rasa percaya dan anime, vocaloid ataupun game. Ketertarikan persahabatan. Hal ini terlihat dari shared value ini juga membuat mereka mulai yang ingin direpresentasikannya melalui menyanyikannya dan tertarik untuk kegiatan ini. Konteks dari shared value ini mempelajari bahasa Jepang dan aspek-aspek berupa nilai-nilai yang bersifat universal atau lainnya dari kebudayaan Jepang. Hal ini “universal values”. Adapun yang menjadi fokus kemudian membuat mereka tertarik untuk utama di sini adalah aspek kebebasan mengikuti event-event yang menampilkan khususnya kebebasan berekspresi. Cosplay budaya populer Jepang khususnya WCS. pun menjadi representasi dari hal tersebut. Elemen ini tampak dari event WCS yang Berdasarkan hal ini, Jepang pun berusaha bukan hanya menampilkan para cosplayer menunjukkan citra sebagai menjadi agen dari melainkan juga peserta lomba karaoke yang nilai tersebut melalui WCS. Hal ini dikarenakan menyanyikan lagu-lagu soundtrack anime dan dengan menjadi agen dari nilai tersebut dapat game maupun lagu-lagu vocaloid yang berasal meningkatkan citra Jepang di dunia dari berbagai negara. Internasional. Cenderung meningkatnya jumlah Elemen benignity merupakan elemen negara dan regions yang mengikuti event kedua dari soft power currencies yang WCS juga merupakan hal lain yang tampak menekankan pada sikap yang baik dan ramah. dari aspek brilliance dari WCS. Sebab, Hal ini akan mengarah pada rasa terima kasih semakin banyak negara yang meniru ataupun dan simpati. Elemen benignity dari event WCS melakukan cosplay dan menyukai budaya tampak dari kunjungan yang dilakukan oleh populer Jepang, hal ini akan meningkatkan para perwakilan peserta WCS ke Wilayah pengaruh Jepang dalam budaya populer. Oleh Tohoku untuk memberikan dukungan pasca karena itu, berbagai kegiatan diplomasi bencana tsunami yang terjadi pada tahun budaya dan WCS salah satunya merupakan 2011 dan mereka mendapatkan sambutan langkah awal untuk menerjemahkan ketiga yang positif dari penduduk setempat. Hal ini elemen dari soft power currencies menuju soft menimbulkan rasa simpati bagi para power dengan menanamkan citra positif dari perwakilan peserta yang berpartisipasi dalam negara penyelenggara kegiatan diplomasi kegiatan tersebut. Dibentuknya Omotenashi budaya kepada para peserta (Vuving, 2009: Student Committee juga merupakan upaya 13). Jepang untuk menunjukkan elemen benignity Seiring dengan menguatnya citra positif dari kegiatan WCS karena Omotenashi Jepang, tentunya akan memudahkan Jepang Student Committee berusaha untuk untuk berinteraksi melakukan kerja sama memberikan pelayanan yang terbaik bagi para dengan negara lain. Salah satu contohnya peserta WCS sesuai dengan filosofi adalah pembentukan Japan Creative Centre omotenashi. (JCC) di Singapura sebagai hasil dari Elemen ketiga dari soft power pertemuan antara Jepang dan Singapura pada currencies adalah elemen brilliance. bulan Maret dan November 2007. JCC Penekanan pada elemen ini diberikan pada berfungsi sebagai basis penyebaran informasi kepemilikan dari suatu negara yang dianggap mengenai kebudayaan dan teknologi Jepang sukses. Elemen brilliance menghasilkan soft (Japan Creative Centre, 2013). power dalam bentuk kekaguman yang Selain untuk memudahkan Jepang mengarah pada peniruan atau imitasi. Elemen berinteraksi melakukan kerja sama dengan brilliance merupakan elemen yang paling negara lain, menguatnya citra positif Jepang dominan dalam event WCS. Hal ini yang muncul dari event WCS juga disebabkan elemen brilliance dari Jepang memberikan beberapa manfaat lainnya. Salah dalam konteks event WCS tidak dapat satu manfaatnya adalah meningkatnya jumlah dilepaskan dari berbagai produk budaya orang yang mempelajari bahasa Jepang di populernya seperti manga, anime, game seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan dalam tabel maupun yang telah tersebar ke 1: seluruh dunia. Berbagai produk ini kemudian Tabel 1. Jumlah orang yang mempelajari berhasil menarik perhatian banyak anak muda Bahasa Jepang di seluruh dunia tahun di berbagai negara. Berdasarkan hal ini, para 2003-2012 generasi muda tersebut kemudian merasakan Tahun Jumlah Orang bahwa mereka ingin mencoba untuk 2003 2.365.745 2006 2.979.820 2009 3.651.232 Selain memberikan manfaat dalam hal 2012 3.986.669 meluasnya penggunaan Bahasa Jepang, WCS Sumber: Japan Foundation, 2013 juga memberikan kontribusi bagi Pada tabel 1 menunjukkan bahwa perekonomian Jepang. Hal ini tampak dari terdapat peningkatan yang signifikan dalam berkembangnya industri kostum di Jepang jumlah orang yang mempelajari Bahasa yang berkembang 5% pada tahun 2009 Jepang di seluruh dunia yang terjadi dari tahun dengan nilai US$ 500 juta (The Economist, 2003 sebanyak 2.365.745 orang menjadi 2011 dalam Tse, Esposito & Soufani, 2013). 3.986.669 orang pada tahun 2012. Adapun di Sektor pariwisata di Jepang juga mendapatkan balik jumlah pembelajar Bahasa Jepang yang dampak positif dari event WCS. Hal ini hampir mencapai empat juta orang di seluruh ditunjukkan dalam tabel 3: dunia, terdapat sepuluh besar negara dan Tabel 3. Tingkat Kunjungan Event WCS regions yang memiliki pembelajar Bahasa 2005-2012 Jepang terbanyak. Sebagian besar Tahun Jumlah Orang diantaranya adalah negara dan regions yang 2005 3.000 mengikuti event WCS yang akan ditampilkan 2006 5.000 dalam tabel 2: 2007 10.000 2008 12.000 Tabel 2. Daftar sepuluh besar negara 2009 12.000 pembelajar Bahasa Jepang terbanyak pada 2010 15.000 2009-2012 2011 17.000 Negara Jumlah Orang 2012 18.000 2009 2012 Sumber: Att.Japan, 2011; Cosplay’ Summit’s Tiongkok 827,171 1,046,490 Characters Given Life, 2013; World Cosplay Summit United States, 2014 dan‘World Indonesia 716.353 872.411 Cosplay Summit, 2014b: 6-7 Pada tabel 3 menunjukkan bahwa event WCS memberikan efek positif bagi pariwisata Korea 964.014 840.187 Jepang. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah Selatan kunjungan yang cenderung meningkat dari Australia 275.710 296.672 3.000 orang pada tahun 2005 menjadi 18.000 orang pada tahun 2012. Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa event WCS Taiwan 247.641 233.417 memberikan efek positif bagi pariwisata Jepang. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kunjungan yang cenderung meningkat dari Amerika 141.244 155.939 3.000 orang pada tahun 2005 menjadi 18.000 Serikat orang pada tahun 2012. Berdasarkan pada uraian di atas, bahwa diplomasi budaya Thailand 78.802 129.616 Jepang melalui event WCS berhasil menarik minat para generasi muda dari berbagai Vietnam 44.272 46.672 negara untuk mengenal Jepang lebih dalam. Hal tersebut kemdian membantu meningkatkan citra posirif Jepang dan Malaysia 22.856 33.077 membawa bebragai manfaat dalam sektor ekonomi, pariwisata dan pendidikan bahasa. Dengan kata lain, event WCS merupakan Filipina 22.362 32.418 salah satu upaya diplomasi budaya Jepang yang berhasil untuk meningkatkan soft power Jepang di tingkat global. Sumber: Japan Foundation, 2013 Tabel 2 menunjukkan cenderung 5. KESIMPULAN terdapat peningkatan jumlah orang yang mempelajari Bahasa Jepang di antara negara- Event WCS merupakan salah satu negara dan regions yang mengikuti WCS. kegiatan diplomasi budaya Jepang yang Jumlah pembelajar bahasa Jepang terbanyak menggunakan budaya populer untuk terdapat di Tiongkok yakni dari 827.171 pada memperkuat citra positif Jepang pada tingkat tahun 2009, menjadi 1.046.490 orang pada global. Event ini sendiri memiliki hubungan tahun 2012. erat dengan konsep soft power currencies. Berdasarkan pada hal tersebut, citra positif Jepang yang muncul dari event WCS adalah national/cosplay-summits- characters- sebagai negara yang ramah terhadap orang- given-life/ orang dari berbagai negara yang merupakan easttimor/003/newsletter/pdf/newsletter01_en. pencerminan dari elemen benignity. Citra pdf, positif Jepang yang menunjukkan elemen brilliance tampak dari berbagai produk budaya Dodd, J. & Richmond, S. (2011) The Rough populernya yang disukai oleh generasi muda Guide to Japan. : Rough Guides dari berbagai negara sekaligus menjadi Emilia,R. (2013) Praktek Diplomasi. : magnet bagi para pemuda untuk mengikuti Baduose Media event WCS. Dari segi elemen beauty, Jepang memiliki citra positif sebagai negara yang Favell, A. (2011) Before and After Superflat: A menganut nilai-nilai yang sama dengan Short History of Japanese Contemporary Art masyarakat internasional khususnya 1990-2011. : Blue Kingfisher kebebasan berekspresi yang tercermin dari Limited. Diakses 28 Mei 2015 dari cosplay. Seiring dengan menguatnya citra http://www.adrianfavell.com/BASF%20MS.pdf positif Jepang yang muncul dari event WCS, hal ini dapat memberikan beberapa manfaat Fukushima, A. (2011) Modern Japan and the bagi Jepang dalam hal memudahkan Jepang Quest for Atractive Power. Dalam Melissen, J. untuk bekerja sama dengan negara lain, & Lee, S.J. Public Diplomacy and Soft Power meningkatnya penggunaan Bahasa Jepang in East Asia (h. 65-88). New York : Palgrave dan berkembangnya industri kostum di Macmillan Jepang. Selain ketiga manfaat yang telah disebutkan, sektor pariwisata Jepang juga Hayden, C. (2012) The Rhetoric of Soft Power mendapatkan manfaat yang tamnpak dari :Public Diplomacy in Global Context. Plymouth cenderung meningkatnya kunjungan ke event : Lexington Books WCS. Indonesia Cosplay Grand Prix (2014) What is 6. DAFTAR PUSTAKA ICGP & WCS. Diakses 24 Juni 2014 dari http://www.icgp.net/#!whatis/c2wu Aisyah, K. (2012) Rasa Memiliki Dalam Komunitas Cosplay (Skripsi, Universitas J-POPCON (2015) World Cosplay Summit. Indonesia, 2012). Diakses 24 Mei 2015 Diakses 3 Januari 2015 dari http://www.j- dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308104- popcon.dk/en/pages/94-world-cosplay-summit S42607-Rasa%20memiliki.pdf Jang, G. & Paik, W.K. (2012) Korean Wave as Appel, R., Irony, A., Schmerz, S., & Ziv, A. Tool for Korea’s New Cultural Diplomacy. (2008) Cultural Diplomacy: An Important but Advances in Applied Sociology, 2(3), 196-202. Neglected Tool in Promoting ’s Public Diakses 13 Mei 2015 dari Image. Diakses 20 Januari 2013 dari http://dx.doi.org/10.4236/aasoci.2012.23026 http://portal.idc.ac.il/sitecollectiondocuments/c ultural_diplomacy.pdf Japan Creative Centre (2013) About Japan Creative Centre. Diakses 20 Februari 2015 Aso, T. (2006) Speech by Mr. Taro Aso, dari Minister for Foreign Affairs on the Occasion of http://www.sg.embjapan.go.jp/JCC/about_jcc.h the Japan Institute of International Affairs tm Seminar “Arc of Freedom and Prosperity: Japan’s Expanding Diplomatic Japan Foundation (2013) Approaching a Total Horizons”.Diakses 24 Juni 2014 dari of Four Million People―Who Learns Japanese http://www.mofa.go.jp/announce/fm/aso/speec Language in the World? Diakses 30 April dari h0611.html http://www.wochikochi.jp/english/topstory/2013 /12/approaching-a-total-of-four- million- Att.Japan (2011) Festival for Cosplayers! peoplewho-learns-japanese-language-in-the- World Cosplay Summit 2011. Diakses 6 Mei world.php 2015 dari http://www.att- japan.net/en/culture/guide/EC000060 Kim, H.J. (2011) Cultural Diplomacy as the Means of Soft Power in an Information Age. ‘Cosplay’ Summit’s Characters Given Life. Diakses 18 Juni 2014 dari (2013, 1 Juni) The Japan Times. Diakses 4 http://www.culturaldiplomacy.org/pdf/case- Mei 2015 dari studies/Hwajung_Kim_Cultural_Diplomacy_as http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/ _the_Means_of_Soft_Power_in_the_Informati Nakamura, T. (2013) Japan's New Public on_Age.pdf Diplomacy : Coolness in Foreign Policy Objectives. Studies in Media and Society, Lam, P.E. (2007) Japan’s Quest for ”Soft 5, 1-23. Diakses 17 Januari dari Power”: Attraction and Limitation. East Asia, http://hdl.handle.net/2237/17875 24, 349-363 Diakses 9 September 2014 darihttp://download.springer.com/static/pdf/787 Nye, J.S. Jr. (2004, 1 Mei) The Decline of /art%253A10.1007%252Fs12140-007-9028- America’s Soft Power. Foreign Affairs. Diakses 6.pdf?auth66=1410430562_89c9cb17c98f8baf 17 Januari 2015 dari 5445a3defb67979c&ext=.pdf http://www.foreignaffairs.com/articles/59888/jo seph-s-nye-jr/the-decline-of-americas-soft- Lamb, L. (2013) Team Wins World power Cosplay Summit 2013. Diakses 20 Mei 2015 dari Ogawa, T. (2009) Origin and Development of http://www.animenewsnetwork.com/interest/20 Japan’s Public Diplomacy. Dalam Snow, N. & 13-08-04/team-italy-wins-cosplay- world- Taylor, P.M. (ed.) Routledge Handbook of summit-2013 Public Diplomacy. (h. 270-281) New York: Routledge Mangowal, S.E. (2010) Soft Power Jepang: Studi Kasus JENESYS (Japan-East Asia Ogura, K. (2008) Japan’s Postwar Cultural Network of Exchange for Students and Diplomacy. Centre for Area Study Working Diakses 5 April 2014 dari Paper 1/2008. Diakses 30 April 2015 dari http://lontar.ui.ac.id/opac/ui/detail.jsp?id=1357 http://www.fuberlin.de/sites/cas/forschung/publ 61&lokasi=lokal ikationen/working-papers/cas- wp_no_108.pdf?1307217500 Mazariegos, E.S.P. (2014) World Cosplay Summit 2014. Diakses 11 Desember 2014 dari Ogura, K. (2009) Japan’s Cultural Diplomacy, http://japantravel-bmj.com/world-cosplay- Past and Present. Diakses 27 Juni 2014 dari summit-2014/ http://www.jripec.aoyama.ac.jp/english/publicat ion/pdf/japans_cultural_diplomacy.pdf McGray, D. (2002, 1 Mei) Japan's Gross National Cool. Foreign Policy. Diakses 31 Otakuthon (2014) World Cosplay Summit. Oktober 2014 dari Diakses 24 Januari 2015 dari http://www.foreignpolicy.com/articles/2002/05/ http://www.otakuthon.com/2014/events/world_ 01/japans_gross_national_cool cosplay_summit/

McCurry, J. (2008, 30 September) Japan's lost Pillania, R.K. (2008) The Globalization of decade. The Guardian. Diakses 22 Mei 2015 Indian Hindi Movie Industry. Management, dari 3(2), 115-123. Diakses 13 Mei 2015 dari http://www.theguardian.com/business/2008/se http://www.fm-kp.si/zalozba/ISSN/1854- p/30/japan.japan 4231/3_115-123.pdf

Ministry of Foreign Affairs Japan (2011) World Sato, Y. (2014, 14 Oktober) Cosplayers from Cosplay Summit 2011: Conferment of Foreign Around The World to Appear in Tokyo Film Minister's Prize and Cosplayers' Visit to Festival. The Asahi Shimbun. Diakses 4 Mei Tohoku. Diakses pada 1 Desember 2014 dari 2015 dari http://www.mofa.go.jp/policy/culture/exchange/ http://ajw.asahi.com/article/behind_news/social pop/wcs2011.html _affairs/AJ201410140006

Ministry of Foreign Affairs Japan (2013) World Semenenko, E. (2012) Japan's cultural Cosplay Summit: Foreign Minister’s Prize. diplomacy: How to conquer the world through Diakses 24 Juni 2014 dari pop- culture?. Diakses 4 November 2014 http://www.mofa.go.jp/policy/culture/page5e_0 dari 00020.html http://japanstudies.ru/index.php?option=com_c ontent&task=view&id=183&Itemid=63 Ministry of Foreign Affairs Japan (2014) Pop- Culture Diplomacy. Diakses 23 Mei 2015 dari Storey, J. (2009) Cultural Theory and Popular http://www.mofa.go.jp/policy/culture/exchange/ Culture : An Introduction. London : Pearson pop/index.html Longman

Tse, T., Esposito, M., & Soufani, K. (2013, 10 World Cosplay Summit Official Photo Gallery Maret) Fast-Expanding Markets: Where New (2009) WORLD COSPLAY SUMMIT 2009 Growth Can Be Found!. The European Photo Gallery. Diakses 20 Mei 2015 dari http://wcs.libura.com/lang_en/2009/ Business Review. Diakses 6 Mei 2015 dari http://www.europeanbusinessreview.com/?p=1 World Cosplay Summit Official Photo Gallery 936 (2011) WORLD COSPLAY SUMMIT 2011 Photo Gallery. Diakses 20 Mei 2015 dari Vuving, A. (2009) How Soft Power Works. http://wcs.libura.com/lang_en/2011/ Diakses 5 November 2014 dari http://www.apcss.org/Publications/Vuving%20 World Cosplay Summit Official Photo Gallery How%20soft%20power%20works%20APSA% (2012) WORLD COSPLAY SUMMIT 2012 202009.pdf Photo Gallery. Diakses 20 Mei 2015 dari http://wcs.libura.com/lang_en/2012/ World Cosplay Summit (2009, Oktober) Otaku World Cosplay Summit Official Photo Gallery Magazine, 6. Diakses 20 Mei 2015 dari (2013) WORLD COSPLAY SUMMIT 2013 http://issuu.com/otakumag/docs/otkmag06sml Photo Gallery. Diakses 20 Mei 2015 dari http://wcs.libura.com/lang_en/2013/ World Cosplay Summit (2014a) About WCS. Diakses 25 Juni 2014 dari World Cosplay Summit Official Photo Gallery http://www.worldcosplaysummit.jp/en/about/ (2014) WCS Photo. Diakses 5 November 2014 dari http://wcs.libura.com/lang_en/ World Cosplay Summit (2014b) World Cosplay Summit 2014 Brochure. Diakses 26 Oktober World Cosplay Summit Omotenashi Student 2014 dari Committee (2014) World Cosplay Summit http://www.worldcosplaysummit.jp/files/15MB_ Omotenashi Student Committee: About Us. WCS2014_0724.compressed.pdf Diakses 24 Januari 2015 dari http://wcsstudentcorp.wix.com/wcsomotenashi World Cosplay Summit Official Photo Gallery student#!about-us/cjg9 (2003) WCS 2003 Costume play exchange association. Diakses 20 Mei 2015 dari World Cosplay Summit United States (2014) http://wcs.libura.com/lang_en/2003/final/oct/ History of WCS. Diakses 13 Oktober 2014 dari http://wcsus.com/frontend/about/history-of- World Cosplay Summit Official Photo Gallery wcs/ (2004) WORLD COSPLAY SUMMIT 2004 Photo Gallery. Diakses 20 Mei 2015 dari Wulansuci, Y. (2010) Budaya Populer Manga http://wcs.libura.com/lang_en/2004/ dan Anime Sebagai Soft Power Jepang. (Skripsi, Universitas Indonesia, 2010) World Cosplay Summit Official Photo Gallery Diakses 04 September 2014 dari (2005) WORLD COSPLAY SUMMIT 2005 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20160972- Photo Gallery. Diakses 20 Mei 2015 dari RB08Y312b-Budaya%20populer.pdf http://wcs.libura.com/lang_en/2005/