<<

https://doi.org/10.22435/blb.v12i2.202

Distribusi Timori dan di Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur

Distribution Filariasis Brugia Timori and Wuchereria Bancrofti in Kahale Village, Kodi Balaghar Subdistrict, Southwest Sumba District, East Nusa Tenggara

Rais Yunarko*, Yona Patanduk Loka Litbang P2B2 Waikabubak, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Basuki Rahmat, Km 5, Waikabubak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia *E_mail: [email protected]

Received date: 02-03-2016, Revised date: 19-10-2016, Accepted date: 29-11-2016

ABSTRAK Filariasis masih menjadi masalah kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan daerah endemik filariasis. Dilaporkan di Kecamatan Kodi Balaghar ditemukan 35 kasus kronis. Meskipun pelaksanaan pengobatan massal pencegahan filariasis sudah berjalan pada tahun 2011, namun cakupannya masih rendah dan belum menjangkau kecamatan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur prevalensi dan distribusi, mengetahui kepadatan dan jenis parasit serta pemetaan kasus di Kecamatan Kodi Balaghar. Penelitian ini merupakan peneltian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, Penelitian dilakukan di Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar pada Tahun 2012. Jumlah penduduk yang diperiksa sebanyak 500. Hasil pemeriksaan ditemukan 21 kasus positif mikrofilaria, prevalensi Mf rate adalah 4,2%, dan ditemukan dua jenis mikrofilaria yaitu Wuchereria bancrofti dan Brugia timori. Distribusi kasus filariasis lebih banyak pada laki-laki dan pada usia produktif (15-45 tahun). Ada tiga jenis infeksi, yaitu infeksi B. timori, W. bancrofti, dan infeksi campuran kedua mikrofilaria tersebut. Kepadatan rata-rata mikrofilaria di daerah tersebut 190,86 mf/ml, kepadatan W. bancrofti 160,04 mf/ml, sedangkan B. timori 115,97 mf/ml. Persebaran kasus filariasis terdistribusi berdekatan dengan tempat potensial perkembangbiakkan nyamuk.

Kata Kunci: Microfilaremia rate, W. bancrofti, B. timori, Nusa Tenggara Timur

ABSTRACT is still a health problem in the East Nusa Tenggara province. Southwest Sumba District is filariasis endemic area. It is found 35 chronic cases in Kodi Balaghar subdistrict. Although implementation of mass drug adminsitration was held in 2011 but drug coverage had been poor and not reach Kodi Balaghar subdistrict. The purpose of this study were to measure the prevalence and distribution, determine the density and type of parasite and mapping cases in the Kodi Balaghar subdistrict. This research was a descriptive study with cross sectional approach which conducted in the Kahale Village, Kodi Balaghar Subdistrict in 2012. Five hundred people were checked. The results of the examination found that 21 positive microfilariae cases, Mf rate was 4.2%. Two species of microfilariae that found were Wuchereria bancrofti and Brugia timori. The distribution filariasis cases is higher in men and higher in reproductive age (15-45 years). There were three types of infection, an infection by B. timori, W. bancrofti, and mixed infections both the microfilariae. The density of microfilariae in the area was 190.86 mf/ml, the density W. bancrofti was 160.04 mf/ml, B. timori was 115.97 mf/ml. Filariasis cases distributed near to potential breeding places of .

Keywords: Microfilaremia rate, W. bancrofti, B. timori, East Nusa Tenggara

89 BALABA Vol. 12 No.2, Desember 2016 : 89-98

PENDAHULUAN Indonesia telah terinfeksi dengan kisaran mikrofilaremia rate (Mf-rate) antara 0,5- Filariasis limfatik atau filariasis atau 17,9%.5 Hingga tahun 2009 di Indonesia penyakit kaki gajah merupakan penyakit dilaporkan telah terjadi kasus kronis filariasis menular menahun yang disebabkan oleh cacing sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 filaria yang menyerang saluran dan kelenjar kabupaten/kota, terdapat 337 kabupaten/kota getah bening (sistem limfatik). Penyakit ini endemik dan 135 kabupaten/kota non endemik. dapat menyebabkan gejala klinis akut dan Diestimasikan 125 juta penduduk berisiko kronis.1 Filariasis merupakan salah satu terkena limfatik filariasis, dengan prevalensi penyakit tertua dan paling melemahkan, terbesar berada di Indonesia bagian timur.2,10 dilaporkan pertama kali di Indonesia oleh Tujuan khusus dari program eliminasi Haga dan Van Eecke pada tahun 1889.2,3 filariasis di Indonesia adalah dengan Filariasis limfatik tergolong Neglected menurunkan angka mikrofilaria kurang dari , penyakit tropis yang 1% di setiap kabupaten/kota dan mencegah terabaikan dan tidak dianggap penting, karena serta membatasi kecacatan karena filariasis. efeknya tidak langsung menyebabkan Unit pelakasana untuk penentuan endemisitas kematian. Meskipun filariasis bukan dan pelaksanaan Pemberian Obat Massal merupakan penyakit yang mematikan namun Pencegahan (POMP) filariasis berbasis kecacatan yang ditimbulkan memberikan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya POMP kerugian bagi penderita dan membebani belum dapat menjangkau seluruh penduduk di keluarganya. Penderitaan karena kasus kronis wilayah kabupaten/kota, sehingga masih filariasis cukup lama dan diidentifikasi sebagai terdapat risiko penularan karena belum seluruh penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia penduduk terlindungi.2 setelah kecacatan mental. Kecacatan yang Pada tahun 2011 Kabupaten Sumba ditimbulkannya akan mengurangi Barat Daya melaksanakan POMP filariasis, produktifitas, selain itu juga berdampak pada namun cakupannya hanya mampu menjangkau kondisi psikologis penderita dengan gejala 49% penduduk kabupaten. Menurut WHO kronis karena diasingkan oleh keluarga dan (2010), pengobatan massal filariasis masyarakat, kesulitan mendapat suami atau direkomendasikan mampu menjangkau paling istri, dan menghambat mendapat keturunan.4,5,6 sedikit 65% seluruh populasi di satu kabupaten Ada tiga jenis cacing filariasis di sebagai Implementation Unit (IU). Indonesia yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan malayi, dan B. timori. Penyebaran W. bancrofti Kabupaten Sumba Barat Daya, ditemukan 35 dan B. malayi paling luas di Indonesia, kasus filariasis kronis di Kecamatan Kodi sedangkan untuk B. timori terbatas di beberapa Balaghar, namun sejauh ini belum pernah pulau di Nusa Tenggara Timur. Dalam dilakukan pengobatan massal filariasis karena perkembangannya terdapat lima genus nyamuk belum terdapat data prevalensi Mf rate di sebagai vektor filariasis yaitu: Mansonia, kecamatan tersebut.11,12,13 Data prevalensi Mf Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres.2,7 rate penting sebagai data dasar untuk Filariasis limfatik sudah endemik di penguatan dan evaluasi program pengobatan banyak negara, diestimasikan lebih dari 1,3 massal sehingga realisasi eliminasi filariasis miliar orang berisiko terinfeksi.8 Pada tahun dapat dicapai pada tahun 2020.4 2004, filariasis telah menginfeksi 120 juta Berdasarkan laporan ditemukan kasus penduduk di 83 negara, terutama negara di kronis filariasis yang cukup banyak di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis.9 Kecamatan Kodi Balaghar, maka diadakan Kasus filariasis kronis tersebar di 231 survei darah jari (SDJ) di wilayah tersebut. kabupaten, 674 wilayah puskesmas dan 1.553 Tujuan dari survei darah jari ini adalah desa/kelurahan. Diperkirakan 3,1 % penduduk mengukur prevalensi, distribusi kasus,

90 Distribusi Filariasis Brugia Timori……..(Yunarko, dkk)

mengetahui kepadatan dan jenis parasit di Mikroskop Nikon Eclipse LV100ND (Nikon Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, Corporation, Japan) dengan pembesaran 10x Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa dan untuk identifikasi menggunakan Tenggara Timur. Diharapkan dari hasil ini pembesaran 40x dan 60x. Mf rate dihitung dapat memeberikan masukan dan penguatan dengan cara membagi jumlah sediaan darah cakupan pelaksanaan POMP filariasis di positif mikrofilaria dengan jumlah sediaan Kabupaten Sumba Barat Daya. darah yang diperiksa dikali seratus persen. Kepadatan rata-rata mikrofilaria adalah angka METODE rata-rata mikrofilaria per mililiter darah yang dihitung dengan menjumlahkan semua Survei ini merupakan penelitian mikrofilaria yang ditemukan pada semua deskriptif dengan desain cross sectional. sediaan dibagi dengan jumlah sediaan yang Lokasi penelitian adalah Kecamatan Kodi positif, kemudian dikalikan faktor pengali Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, (16,7).1,14 Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada bulan Berdasarkan hasil pemeriksaan April sampai Agustus 2012. Desa yang terpilih dilakukan penelusuran dan pengambilan titik adalah Desa Kahale, pemilihan berdasarkan koordinat dengan menggunakan GPS (Global data kasus kronis terbanyak di kecamatan Positioning System) merek Garmin 76Csx tersebut. Data yang dikumpulkan adalah Mf (Garmin Ltd., USA) terhadap rumah kasus rate, jenis mikrofilaria, kepadatan mikrofilaria, positif serta mengidentifikasi tempat potensial dan titik koordinat rumah penderita positif perkembangbiakkan nyamuk di sekitar rumah mikrofilaria dan tempat potensial kasus. Kriteria tempat potensial perkembangbiakkan nyamuk di sekitar rumah perkembangkbiakkan nyamuk merupakan kasus. tempat genangan air yang pada saat penentuan Kegiatan SDJ dilakukan pada malam titik terdapat jentik nyamuk. Zona penyangga hari pada pukul 20.00 terhadap 500 sampel titik koordinat rumah dan tempat potensial terpilih. Pengambilan sampel darah dilakukan perkembangbiakkan nyamuk berdasarkan rata- terhadap penduduk berumur dua tahun keatas rata jarak terbang beberapa nyamuk sebagai yang sudah diberi penjelasan dan bersedia vektor filariasis yang diasumsikan berjarak berpartisipasi. Kaca benda yang sudah bersih kurang lebih 900 meter15. Untuk mengetahui diberi nomor urut responden. Ujung jari hubungan kasus positif mikrofilaria dengan dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, umur dan jenis kelamin dilakukan kemudian ditusuk dengan lanset. Tetesan darah menggunakan uji hubungan untuk jenis data pertama yang keluar dihapus dengan tisue kategori (pearson chi-square dan fisher exact). kering. Darah tepi diambil dengan Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan menggunakan pipet kapiler non heparin etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan kemudian diteteskan pada kaca benda Badan Penelitian dan Pengembangan sebanyak tiga tetes, diperkirakan satu tetes Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. adalah 20µL, sehingga total darah tepi yang diambil sebanyak 60µL. Kemudian dibuat sediaan darah tebal berbentuk oval berdiameter HASIL lebih kurang 2 cm. Darah disimpan dalam Jumlah sampel SDJ selama penelitian kotak penyimpanan pada suhu kamar selama di Desa Kahale diperoleh 500 sampel. Hasil 24 jam, kemudian dilakukan pewarnaan pemeriksaan didapatkan 21 sampel yang menggunakan larutan giemza 1:20 selama 30 darahnya positif mikrofilaria dengan Mf rate menit.8 4,2% (21/500). Karakteristik sampel yang Setelah pewarnaan kering, sediaan didapatkan berdasarkan jenis adalah laki-laki diperiksa dengan diamati langsung di bawah sebanyak 245 orang dengan 7,3% positif

91 BALABA Vol. 12 No.2, Desember 2016 : 89-98

mikrofilaria dan perempuan sebanyak 255 Prevalensi mikrofilaremia paling banyak orang dengan 1,2% positif mikrofilaria. Uji dijumpai pada umur 15 tahun ke atas. statistik menunjukkan ada hubungan yang Prevalensi pada kelompok umur 30-45 tahun bermakna antara kasus positif mikrofilaria sebanyak 10,7% dan pada umur 15-30 tahun dengan umur dan jenis kelamin (p<0,05). sebanyak 9,3% (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Sampel Dan Sampel Positif Mikrofilaria Di Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2012. Pemeriksaan Mikrofilaria Total Negatif Positif P

n % N % n

Umur 0,0001

< 15 288 99,7 1 0,3 289 15-30 98 90,7 10 9,3 108 30-45 67 89,3 8 10,7 75 > 45 26 92,9 2 7,1 28 Jenis Kelamin 0,001

Laki-Laki 227 92.7 18 7.3 245

Perempuan 252 98.8 3 1.2 255

Jumlah 479 95.8 21 4.2 500

Tabel. 2. Karakteristik Jenis Infeksi Mikrofilaria Dan Kepadatan Mikrofilaria Penderita Kasus Positif Mikrofilaria. Kepdatan Kepadatan Kepadatan W. No Jenis Umur Jenis Infeksi Mikrofilaria B. Timori Bancrofti Sampel Kelamin (Tahun) (mf/ml) (mf/ml) (mf/ml) 11 L 41 B. timori 33,4 33,4 - 23 L 43 W. bancrofti 33,4 - 33,4 24 L 28 B. timori 417,5 417,5 - 34 L 10 B. timori 100,2 100.2 - 41 L 37 Bt+Wb 100,2 50,1 50,1 58 P 30 B. timori 66,8 66,8 - 72 L 24 B. timori 66,8 66,8 - 83 L 42 Bt+Wb 183,7 33,4 150,3 94 P 26 Bt+Wb 300,6 183,7 116,9 113 L 38 Bt+Wb 183,7 33,4 150,3 225 L 36 W. bancrofti 66,8 - 66,8 387 L 25 B. timori 367,4 367,4 - 411 L 25 Bt+Wb 551,1 133,6 417,5 421 L 20 Bt+Wb 183,7 133,6 50,1 422 L 24 Bt+Wb 668 33,4 634,6 464 L 38 Bt+Wb 150,3 16,7 133,6 467 L 48 B. timori 267,2 267,2 - 469 L 48 W. bancrofti 16,7 - 16,7 476 L 24 Bt+Wb 150,3 50,1 100,2 498 P 40 B. timori 66,8 66,8 - 500 L 22 B. timori 33,4 33,4 - Kepadatan Rata-rata 190,86 115,97 160,04 Ket: L=Laki-laki, P=Perempuan, Bt+Wb=B. timori dan W. bancrofti.

92 Distribusi Filariasis Brugia Timori……..(Yunarko, dkk)

Mikrofilaria yang diidentifikasi Kepadatan mikrofilaria untuk W. bancrofti dari menginfeksi ke 21 sampel adalah B. timori dan 12 kasus sebanyak 160,04 mf/ml, sedangakan W. bancrofti, dan tiga jenis infeksi berdasarkan untuk B. timori dari 18 kasus sebanyak 115,97 mikrofilaria yang ditemukan dalam sediaan mf/ml. Kepadatan mikrofilaria pada individu darah tepi yaitu infeksi tunggal B. timori terbanyak adalah 668 mf/ml pada seorang laki- sebanyak sembilan orang, infeksi tunggal W. laki umur 24 tahun dengan kasus infeksi bancrofti sebanyak tiga orang, dan infeksi campuran, dimana mikrofilaria W. bancrofti campuran kedua jenis mikrofilaria tersebut (634,6 mf/ml) lebih banyak dibanding sebanyak sembilan orang. Kepadatan rata-rata mikrofilaria B. timori (33,4 mf/ml) (Tabel 2). seluruh mikrofilaria adalah 190,86 mf/ml.

Gambar 1. Hubungan antara jarak rumah kasus dengan tempat potensial perkembangbiakkan nyamuk di Desa Kahale.

Gambar 2. Hubungan antara jarak rumah kasus limfatik filariasis

93 BALABA Vol. 12 No.2, Desember 2016 : 89-98

Dari 21 penderita berhasil diambil 20 Distribusi kasus positif berdasarkan titik koordinat rumah karena dalam satu rumah jenis kelamin lebih banyak dijumpai pada laki- ada dua penderita dan mereka merupakan laki dibandingkan dengan perempuan. Ada pasangan suami istri dengan nomor sampel 94 hubungan yang bermakna antara jenis dan 72 dimana suaminya terinfeksi B. timori kelamian dengan kasus positif mikrofilaria. dan istrinya terinfeksi campuran B. timori dan Penelitian di Kabupaten Muaro Jambi W. bancrofti. Penduduk yang memiliki kasus menunjukkan bahwa jenis kelamin positif filariasis merupakan penduduk asli desa berhubungan dengan kejadian filariasis dimana dan sudah beberapa tahun menetap di rumah laki-laki berisiko 6,179 kali terkena filariasis yang diambil titik koordinat. Lokasi semua dibandingkan dengan perempuan.17 rumah penderita filariasis berada pada Golongan umur yang paling banyak ketinggian kurang dari 200 meter diatas ditemukan mikrofilaria dalam darahnya adalah permukaan laut. Pada Gambar 1 terlihat kelompok usia produktif umur 15-45 tahun. beberapa rumah kasus mikrofilaremia berada Secara statsisik menunjukkan adanya pada zona penyangga jarak terbang nyamuk hubungan yang bermakna antara umur dengan dari tempat potensial perkembangbiakkan dan kasus positif mikrofilaria. Penelitian di ada dua rumah yang berada diluar zona Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan ada tersebut. Sedangkan pada Gambar 2, jarak hubungan yang bermakna antara variabel umur zona penyangga rumah kasus infeksi campuran dengan kejadian filariasis, dimana kelompok terhubung dengan semua rumah kasus umur lebih atau sama dengan 25 tahun filariasis. memiliki risiko 3,7 kali dibandingkan dengan umur kurang dari 25 tahun.17 Terjadinya infeksi filariasis tergantung dari tingkat PEMBAHASAN endemisitas pada suatu daerah dan Hasil SDJ menunjukkan bahwa Desa membutuhkan waktu yang cukup lama. Kahale, Kecamatan Kodi Balagahar Seseorang terinfeksi filariasis apabila digigit merupakan daerah endemik filariasis dengan nyamuk vektor yang mengandung mikrofilaria angka mikrofilaremia (Mf rate) sebesar 4,2%. selama ribuan kali.18 Jika dibandingkan dengan Mf rate dua Responden paling muda yang kecamatan lain di Kabupaten Sumba Barat teridentifikasi mikrofilaria adalah anak laki- Daya yang pada tahun 2009 melakukan survei laki berumur 10 tahun, hal ini menunjukkan darah jari yaitu di Desa Mata Kapore, kemungkinan masih adanya penularan di Kecamatan Kodi Bangedo (1,04%) dan Desa wilayah tersebut. Umur mempengaruhi risiko Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa Selatan filariasis berkaitan dengan tingkat penularan (1,32%), maka Mf rate Kecamatan Kodi yang relatif rendah dan tidak mudah di deteksi. Balaghar adalah yang paling tinggi. Suatu Penderita biasanya baru mengetahui daerah dikatakan endemis filariasis jika mf rate penyakitnya setelah muncul gejala kronis ≥ 1%.2 Dari 21 kasus yang dalam darahnya berupa pembengkakan kaki maupun tangan.17 mengandung mikrofilaria, tidak terlihat adanya Brugia timori dan W. bancrofti pembengkakan kaki atau lengan. Hal ini merupakan dua jenis mikrofilaria yang disebabkan tidak semuanya orang yang positif teridentifikasi sebagai penyebab filariasis di mikrofilaria menunjukkan gejala klinis. Pada Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar. daerah endemik filariasis munculnya gejala Dalam penelitian ini juga ditemukan sembilan klinis yang sudah kronis bervariasi, bahkan kasus infeksi campuran, yaitu pada satu sebagian besar penderita walaupun telah individu ditemukan dua jenis mikrofilaria terinfeksi filaria tidak menunujukkan gejala dalam darahnya. Mikrofilaria W. bancrofti dan klinis sama sekali.16 B. timori juga pernah ditemukan dalam satu lokasi survei di Pulau Alor yang masih

94 Distribusi Filariasis Brugia Timori……..(Yunarko, dkk)

termasuk dalam Provinsi Nusa Tenggara pengawasan dalam pemberian obat massal Timur, namun tidak ditemukan kasus filariasis selama lima tahun.21 campuran. Meskipun ada dua jenis cacing Transmisi penularan filariasis tidak filaria dalam satu daerah endemis, namun hanya dipengaruhi oleh kepadatan mikrofilaria penularnya oleh spesies vektor yang berbeda. saja, banyak faktor yang berperan dalam Vektor W. bancrofti di daerah pantai adalah proses ini. Transmisi penularan filariasis oleh An. subpictus, sedangkan B. timori di daerah vektor tidak seefisien jika dibandingkan persawahan adalah An. barbirostris. Dalam dengan transmisi penularan malaria dan suatu daerah endemis spesies Brugia spp demam berdarah dengue. Mikrofilaria tidak mungkin saja juga merupakan daerah endemis berkembang biak dan memperbanyak diri di W. bancrofti. Manusia sebagai hospes sangat dalam tubuh nyamuk, sehingga jumlah larva dimungkinkan untuk terjadi infeksi campuran. stadium III (L3) yang infektif terbatas pada Selama ini belum pernah dilaporkan kasus jumlah mikrofilaria yang masuk ke dalam infeksi B. timori dan B. malayi dalam satu tubuh nyamuk. Nyamuk vektor juga harus lokasi yang sama.19,20 Namun hasil mampu bertahan hidup lebih dari 10 hari, pemeriksaan dengan metode PCR dan nyamuk yang mati sebelum L3 berkembang sekuensing DNA mikrofilaria di Kabupaten tidak dapat berperan sebagai vektor filariasis. Tanjung Jabung Timur pada tahun 2015 yang Tidak seperti malaria atau virus dengue, L3 selama ini diketahuai sebagai daerah endemis tidak langsung masuk kedalam tubuh hospes, B. malayi ditemukan adanya dua penderita B. namun L3 diletakkan di kulit dan harus timori.21 berusaha sendiri untuk masuk ke tubuh hospes Kepadatan keseluruhan mikrofilaria melalui bekas gigitan nyamuk.22 Peluang pada penelitian ini adalah 190,86 mikrofilaria nyamuk mampu menjadi vektor filariasis juga di dalam 1 ml darah. Sedangkan untuk tergantung kepada spesies mikrofilaria dan kepadatan mikrofilaria W. bancrofti (160,04 spesies nyamuk.23 mf/ml) lebih banyak dibandingkan B. timori Penyebaran filariasis di Desa Kahale (115,97 mf/ml). Meskipun kasus infeksi B. berada pada zona penyangga tempat potensial timori lebih banyak, namun kepadatannya perkembangbiakan nyamuk. Selain itu, seluruh lebih rendah dibanding kepadatan W. rumah kasus filariasis berada pada dengan bancrofti. Kepadatan mikrofilaria merupakan zona penyangga rumah yang memiliki kasus data indikator awal dan akhir dalam infeksi campuran. Penelitian yang dilakukan melakukan pengobatan massal filariasis. oleh Supali T, et al. (2002), di Pulau Alor Kepadatan mikrofilaria di peredarah darah tepi menunjukkan karakteristik dimana W. terkait dengan siklus hidup cacing filaria untuk bancrofti endemik di daerah sekitar pantai dan melanjutkan siklus hidup. Dalam hubungannya persawahan, sementara B. timori ditemukan dengan nyamuk sebagai vektor filariasis, pada area dengan sawah yang ditanami padi.19 semakin tinggi kepadatan mikrofilaria maka Keadaan ekologi suatu daerah sangat penting semakin tinggi juga peluangnya untuk terhisap untuk memprediksi filariasis apa yang oleh nyamuk yang akan berpengaruh pada mungkin endemik di lokasi tersebut.24 transmisi penularan filariasis. Kepadatan Penularan filariasis dapat terjadi pada Mikrofilaria juga mempengaruhi efek samping malam hari melalui perantara nyamuk, hal ini pengobatan, semakin besar kepadatannya maka berkaitan dengan periodisitas mikrofilaria W. semakin besar efek samping yang ditimbulkan. bancrofti tipe pedesaan dan B. timori yang Adanya efek samping dari pemberian obat puncak kepadatannya pada peredaran darah massal dapat mengakibatkan rendahnya tepi lebih banyak ditemukan pada malam kepatuhan penderita untuk meminum obat, hari.7,19 Perlu adanya tindakan untuk mencegah sehingga perlu adanya pendampingan dan masyarakat kontak dengan nyamuk pada malam hari. Perilaku penggunaan kelambu

95 BALABA Vol. 12 No.2, Desember 2016 : 89-98

ketika tidur dan pemakian repellent pada meningkatkan cakupan POMP filariasis dan malam hari diharapkan mampu melindungi dilakukan secara seluruh dan serentak di masyarakat dari proses transmisi penularan semua wilayah kabupaten. Pelaksanaan POMP filariasis dan malaria. filariasis juga perlu memprioritaskan lokasi Penelitian di Banyuasin, Sumatera dengan kasus kronis dan kasus positif Selatan menunjukkan bahwa keberadaan mikrofilaria terbanyak di wilayah kabupaten. genangan air di sekitar rumah berhubungan Perlunya penyuluhan kepada masyarakat untuk dengan kejadian filariasis.25 Penelitian di menjaga kebersihan lingkungan dan Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan bahwa menghindari gigitan nyamuk dengan orang yang di sekitar rumahnya terdapat menggunakan kelambu. genangan air memiliki risiko 1,9 kali untuk terkena filariasis dibandingkan dengan UCAPAN TERIMA KASIH responden yang tidak terdapat genang air di Penulis mengucapkan terimakasih kepada sekitar rumahnya.17 Genangan air terbuka Kepala Badan Litbangkes yang telah terutama yang tidak terawat dan terdapat memberikan kesempatan terlaksananya tumbuhan air akan menjadi tempat potensial penelitian. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten perindukan nyamuk. Risiko penularan filariasis Sumba Barat Daya, Kepala Puskesmas dapat ditekan dengan mengendalikan populasi Panenggo Ede, Fajar Sakti P, S.Si dan nyamuk vektor. Kegiatan membersihkan Yustinus Desato Amd.Kep yang telah genangan air di sekitar rumah, mengalirkan air berpartisipasi aktif dalam penelitian ini. pada persawahan dan menaburkan ikan Kepada Dra. Blondine Ch. MP., M.Kes pemakan jentik merupakan upaya untuk sebagai pembimbing penelitian. mengurangi risiko penularan filariasis. DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN Kasus filariasis di Desa Kahale, 1. Departemen Kesehatan Republik Kecamatan Kodi Balaghar tergolong tinggi Indonesia. Pedoman penentuan dan evaluasi daerah endemis filariasis. dengan Mf rate 4,2%. Distribusi kasus Jakarta:Dirjen PP & PL; 2005. filariasis lebih banyak ditemui pada laki-laki 2. Kementerian Kesehatan Republik dan usia produktif. Filariasis di Kecamatan Indonesia. Rencana nasional program Kodi Balghar disebabkan oleh W. bancrofti akselerasi eliminasi filariasis di Indonesia. dan B. timori. Terdapat tiga jenis infeksi yaitu: Jakarta: Subdit filariasis & schistomiasis, infeksi W. bancrofti, infeksi B. timori, dan Direktorat P2B2, Ditjen PP & PL; 2010. 3. Indriyati L, Waris L, Rahman A, infeksi campuran antara W. bancrofti dan B. Juhairiyah. Epidemiology Filariasis di timori. Kepadatan rata-rata seluruh Kabupaten Nunukan. J Buski. 2013; 4(4): mikrofilaria 190,86 mf/ml darah. Kepadatan 155-61. masing-masing mikrofilaria W. bancrofti 4. Tuti S, Hasugian AR, Ekowatiningsih R. sebanyak 160,04 mf/ml dan B. timori sebanyak Masalah filariasis di Kabupaten Sikka, 115,97 mf/ml. Dengan besarnya Mf rate dan Provinsi NTT. Bull Penelit Kesehat. 2009; ditemukannya kasus infeksi campuran 37 (4): 169-79. 5. World Health Organization. Research menunjukkan tingginya penularan filaraisis. Priorities for Helminth Infections: Persebaran filariasis terdistribusi berdekatan technical report of the TDR disease dengan tempat potensial perkembangbiakkan reference group on helminth infections. nyamuk. 2012. Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/7 SARAN 5922/1/WHO_TRS_972_eng.pdf?ua=1.

Untuk mencegah penularan filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya perlu

96 Distribusi Filariasis Brugia Timori……..(Yunarko, dkk)

6. Nana-djeunga HC, Tchatchueng-mbougua 15. Heriyanto B, Boewono DT, Widiarti, JB, Bopda J. Mapping of Bancroftian Boesri H, Widyastuti M, Blondine C, et Filariasis in Cameroon : Prospects for al. Atlas Vektor Penyakit di Indonesia. Elimination. PLoS Negl Trop Dis Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011. [Internet]. 2015;1–19. Available from: 16. Soeyoko. Penyakit kaki gajah (filariasis http://dx.doi.org/10.1371/journal.pntd.000 limfatik): permasalahan dan alternatif 4001. penanggulangannya. Pidato pengukuhan 7. Sudomo M. Lymphatic filariasis in jabatan guru besar FK UGM. Yogyakarta. Indonesia. In: Kimura E, Rim HJ, Dejian 2005. S, Weerasooriya MV, editors. Asian 17. Santoso, Sitorus H, Oktarina R. Faktor Parasitology: Filariasis in Asia and Risiko Filariasis di Kabupaten Muaro Western Pacific Islands. Jepang. The Jambi. Bull Penelit Kesehat. 2013; 41(3): Federation of Asian Parasitologists. 2005; 152-62. (3), p. 69-76. 18. Departemen Kesehatan Republik 8. World Health Organization. Monitoring Indonesia. Pedoman penatalaksanaan and epidemiological assessment of the kasus klinis filariasis. Jakarta: Dirjen programme to eliminate lymphatic P2M&PL. Departemen Kesehatan filariasis at implementation unit level. Republik Indonesia; 2006. 2005. Cited available afrom: 19. Supali T, Wibowo H, Ruckert P, Fischer http://www.searo.who.int/LinkFiles/New K, Ismid IS, Purnomo, et al. High Lymphatic Filariasis OMS LF ME prevalence of Brugia timori infection in Assessment.pdf. the high of Alor Island, Indonesia. Am. J. 9. Departemen Kesehatan Republik Trop. Med. Hyg. 2002; 66 (5): 560-5. Indonesia. Pedoman program eliminasi 20. McNulty SN, Mitreva M, Weil GJ, filariasis di Indonesia. Jakarta: Dirjen PP Fischer PU. Inter and intra-specific & PL; 2005. diversity of parasites that cause lymphatic 10. Tan M, Kusriastuti R, Sovioli L, Hotez filariasis. Infection, Genetics and PJ. Indonesia: An Emerging Market Evolution. 2013; 14: 137-46. Economy Beset by Neglected Tropical 21. Santoso, Suryaningtyas NH. Spesies Diseases (NTDs). PLoS Negl Trop Dis. mikrofilaria pada penderita kronis 2014; Februari 8 (2):1-5. filariasis secara mikroskopis dan 11. Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat polymerase chain reaction (PCR) di Daya. Data kasus filaria tahun 2011 dan Kabuapaten Tanjung Jabung Timur. laporan sementara pengobatan massal Media Litbang Kesehat. 2015; 25(4): 249- filariasis Kabupeten Sumba Barat Daya. 56. Tambolaka: 2011. 22. World Health Organization. Lymphatic 12. Sopi IIPB, Adnyana NWD. Cakupan Filariasis: A Handbook of Practical Pengobatan Massal Fillariasis di Entomology for National Lymphatic Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun Filariasis Elimination Programmes. 2011. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2013; 12 Switzerland: WHO Press; 2013. (1): 19-24. 23. Erickson SM, Thomsen EK, Keven JB, 13. Hooper PJ, Chu BK, Mikhailov A, Vincent N, Koimbu G, Siba PM, et al. Ottesen EA, Bradley M. Assessing Mosquito-parasite interactions can shape Progress in Reducing the At-Risk filariasis transmission dynamics and Population after 13 Years of the Global impact elimination programs. PLoS Negl Programme to Eliminate Lymphatic Trop Dis. 2013 Jan;7(9):e2433. Filariasis. PLoS Negl Trop Dis. 24. Pahlepi RI, Santoso, Putra DE. Survei 2014;8(11):1–7. darah jari filariasis di Desa Batumarta X 14. Kementerian Kesehatan Republik Kec. Madang Suku III Kabupaten Ogan Indonesia. Pedoman Penentuan dan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Evaluasi Daerah Endemis FIlariasis. Selatan tahun 2012. Media Litbang Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: 2012. Kesehat. 2014; Sep 24 (3): 117-122.

97

BALABA Vol. 12 No.2, Desember 2016 : 89-98

25. Sapada IE, Anwar C, Salni, Priadi DP. Environmental and Socioeconomic Factors Associated with Cases of Clinical filariasis in Banyuasin District of South Sumatera, Indonesia. Int J Collab Res Intern Med Public Heal. 2015; 7(6): 132- 40.

98