KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR

Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Utara Kota Tanjungbalai (Studi Kasus : Perumahan Namo Bintang)

TESIS

OLEH

MIRZAL 057020004/AR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

Universitas Sumatera Utara KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR

Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai (Studi Kasus : Perumahan Namo Bintang)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

MIRZAL 057020004/AR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR STUDI KASUS: KELURAHAN KUALA SILO BESTARI DAN KELURAHAN SEJAHTERA KECAMATAN TANJUNGBALAI UTARA KOTA TANJUNGBALAI Nama Mahasiwa : MIRZAL Nomor Pokok : 057020004 Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD) (Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

Tanggal Lulus: 09 Juni 2011

Universitas Sumatera Utara Telah diuji Pada Tanggal: 09 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof . Julaihi Wahid, B. Arch, M.Arch, PhD

Anggota : 1. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

2. Wahyuni Zahrah, ST, MS

3. Hajar Suwantoro, ST, MT

4. R. Lisa Suryani, ST, MT

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

KAJIAN MORFOLOGI PEMUKIMAN TEPI AIR

Studi Kasus: Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2011

Mirzal 057020004

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Kota Tanjungbalai memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. Kondisi pemukiman sangat memprihatinkan, dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat diatas air. Lokasi penelitian adalah sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik. Masing-masing pola ini akan dianalisa satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian Jenis data dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan mebggunakan metode observasi, kuisioner dan wawancara. Hasil penelitian didapat bahwa pola pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan sungai), rumah tunggal (di darat), rumah bertingkat (di darat) dan rumah panggung bertingkat (diatas badan sungai maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Kuala Silo Bestari proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dengan pola pemukimannya mengarah ketengah sungai berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera proses pertumbuh an pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai. Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan.

Kata kunci: Morfologi, Tepi air, Tepi Sungai

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

An area which is close to the river usuakky has special atraction to housing development, especially housing for fisherman; they need to be close to the river since they live on fishing. Tanjung Balai has two big rivers – The Asahan Rivers and the Silau Rivers which split the town. There are many settlements along the River banks of the . The aim of the reseach who the know the pattern of river bank settlements, the process of the settlement development, and the causing factors of the decelopment of the river-bank settlemnets. The conditions of the settlement is very alarming since the infrastructures are very limited and do not meet the standart. The housing density is high and the quality of the houses is bad. Some of the houses are even located on the river. The location of the research was aling the river banks of the Asahan River and the Silau River by dividing the target area into two groups: the pattern of linear or grid settlement and the cluster and irregular or organic pattern of the river settlement. Each pattern would be analyzed in its morphology, typology, condition/description of the target area, and condition of the infrastructures at the target area. The type of the data which were analyzed was the primary and secondary data. The technique of collecting the data was by using observation method, questionnaires, and interview. The result of the research showed that the pattern of the settlements comprised single houses built on stilts (on the rivers), single houses (on the land), story houses (on the land), and houses built on stilts (some part of them are on the river, and some others are on the land and on the river). In Kuala Silau Bestari village, the process of the settlement development followed the morphology toward the river with the settlement pattern toward the middle of the river in the farm of pyramid. In Sejahtera village, the process of the settlemet pattern followed the selari morphology where the settlement pattern was formed and developed through the topography og the river banks. Kuala Silo Bestari constitutes the intersection of two rivers (the Silo River and the Asahan River); this condition causes the river bed to become larger so that the settlement growth tends to be directed toward the river. Some factors which cause the people to build their houses on the river banks are as follows: the easiness to obtain land facility, light facility, piped water facility, close kinship among the people in one village, and work facility as fishermen.

Keyword: Morphology, River Banks

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

ﺑﺳﻡ ﻠﻟ ﺍﻟﺭﺣﻣﻥ ﺍﻟﺭ ﺣﻴﻢ ...

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan berkat-Nya yang penulis rasakan dalam mengikuti pendidikan Program Studi

Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota

Universitas Sumatera Utara, sehingga sampai penelitaian dan penulisan tesis ini dapat di selesaikan. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah PPs –

669 Tesis pada program studi.

Dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak

Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch., B. Arch., M. Arch., PhD, sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc., sebagai anggota komisi pembimbing dan sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Kota

Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan literatur serta dukungan moril yang sangat besar artinya bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM & H, MSc, Sp.A (K), sebagai rektor Universitas Sumatera Utara

Medan. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, sebagai Dekan Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. H. Sutrisno Hadi SpOG, sebagai Walikota

Tanjungbalai yang telah memberikan izin penulis untuk mengikuti pendidikan magister.

Universitas Sumatera Utara Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan antara lain Ibu Beny Octofryana Yousca Marpaung, ST.,

MT., PhD. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Bapak

Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI selaku koordinator Manajemen

Pembangunan Kota, Bapak/Ibu staf pengajar dan staf Administrasi pada Program

Studi Manajemen Pembangunan Kota Magister Teknik Arsitektur Universitas

Sumatera Utara.

Keluarga tercinta kedua orangtua (Alm. dan Almh.), istri saya Yusnita, anak-anak saya (Rahmi Eka Yani, Muhammad Alfharisi dan Abdul Hafiz) yang tak hentinya mendoakan dan mendorong untuk penyelesaian thesis ini

Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Teknik Arsitektur Bidang

Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota dan semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu tetapi telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas semua amal baik saudara.

Medan, Juli 2011

Penyusun

MIRZAL

Universitas Sumatera Utara DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI Nama : Mirzal Tempat/Tanggal Lahir : Maninjau/10 Desember 1958 Alamat : Jl. Mekar 1 No. 4 Perumnas Sijambi Tanjungbalai Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki

B. RIWAYAT PENDIDIKAN SD Negeri 8 Dumai (tamat tahun 1971) ST Negeri 1 Bukittinggi (tamat tahun 1974) STM Negeri Bukittinggi (tamat tahun 1977) D III Politeknik PU Universitas Diponegoro Semarang (tamat tahun 1984) Sarjan Teknik Sipil Universitas Amir Hamzah Medan (tamat tahun 1992)

C. RIWAYAT PEKERJAAN Pegawai Negeri Sipil

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

RIWAYAT HIDUP ...... v

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR GAMBAR ...... xi

DAFTAR TABEL ...... xiv

BAB I PENDAHULUAN...... 1

1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Identifikasi Penelitian ...... 5

1.3 Rumusan Penelitian ...... 5

1.4 Lingkup Penelitian ...... 6

1.5 Tujuan Penelitian ...... 6

1.6 Manfaat Penelitian ...... 6

1.7 Kerangka Pemikiran ...... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 8

2.1 Pemukiman Tepi Air ...... 8

2.2 Garis Sempadan Sungai ...... 12

2.3 Peranan Sungai Perkotaan ...... 14

2.4 Klassifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai ...... 16

2.5 Tipologi Bangunan ...... 17

Universitas Sumatera Utara 2.6 Morpologi Pemukiman Tepi Sungai ...... 21

BAB III METODE PENELITIAN...... 28

3.1 Lokasi Penelitian ...... 28

3.2 Populasi dan Sampel ...... 28

3.3 Jenis dan Sumber Data ...... 31

3.4 Metode Analisa Data ...... 33

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN...... 34

4.1 Gambaran Umum Kota Tanjungbalai ...... 34

4.2 Tinjauan Lokasi Penelitian ...... 36

4.3 Terbentuknya Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 38

4.3.1 Kondisi lokasi pemukiman ...... 42

4.3.2 Kondisi fisik bangunan ...... 44

4.3.3 Tipe rumah ...... 47

4.3.4 Sarana penghubung ...... 49

4.4 Terbentuknya Kelurahan Sejahtera ...... 51

4.4.1 Kondisi lokasi pemukiman ...... 52

4.4.2 Kondisi fisik bangunan ...... 54

4.4.3 Tipe rumah ...... 57

4.4.4 Sarana penghubung ...... 59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 61

5.1 Umum ...... 61

5.2 Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 61

5.2.1 Karakteristik responden ...... 61

Universitas Sumatera Utara 5.2.2 Tipologi pemukiman ...... 68

5.2.3 Tipologi rumah di dalam garis sempadan ...... 68

5.2.4 Tipologi rumah di area badan sungai ...... 73

5.2.5 Analisa tipologi pemukiman ...... 76

5.2.6 Morfologi pemukiman tepi sungai ...... 80

5.2.7 Morfologi pola linier ...... 83

5.2.8 Analisa morfologi pemukiman ...... 85

5.3 Kelurahan Sejahtera ...... 87

5.3.1 Karakteristik responden ...... 87

5.3.2 Tipologi pemukiman ...... 93

5.3.3 Analisa tipologi pemukiman ...... 97

BAB VI ANALISIS...... 100

6.1 Metode Analisis ...... 100

6.2 Karakteristik Responden ...... 100

6.3 Tipologi Pemukiman ...... 102

6.4 Morfologi Pemukiman ...... 111

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN...... 114

7.1 Kesimpulan ...... 114

7.2 Saran ...... 116

7.3 Rekomendasi ...... 116

DAFTAR PUSTAKA ...... 118

Universitas Sumatera Utara Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran ...... 7

2.1 Potongan Melintang Sungai ...... 13

2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air ...... 20

2.3 Morpologi ke Arah Daratan ...... 22

2.4 Morpologi ke Arah Air ...... 22

2.5 Morpologi ke Arah Selari ...... 25

2.6 Morpologi di Atas Air ...... 25

2.7 Morpologi Muka Muara ...... 27

4.1 Peta Sumatera Utara ...... 35

4.2 Peta Kota Tanjungbalai ...... 36

4.3 Peta Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 47

4.4 Foto Udara Kota Tanjungbalai, 1930 ...... 39

4.5 Pelabuhan Kota Tanjungbalai pada Masa Hindia Belanda ...... 39

4.6 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1958 ...... 41

4.7 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1966 ...... 41

4.8 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1980 ...... 41

4.9 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1990 ...... 42

Universitas Sumatera Utara 4.10 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 2000 ...... 42

4.11 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 2010 ...... 43

4.12 Bentuk Konstruksi Bangunan Rumah Tepi Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 46

4.13 Bentuk Ruang di Dalam Rumah Panggung Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 46

4.14 Tipe Rumah di Daratan Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 48

4.15 Tipe Rumah yang Berfungsi Sebagai Tempat Tinggal dan Usaha ...... 48

4.16 Tipe Rumah Berkelompok di Tepi Sungai Asahan...... 49

4.17 Sarana Jalan di Daratan di Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 50

4.18 Sarana Jalan di Atas Badan Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 50

4.19 Peta Kelurahan Sejahtera ...... 52

4.20 Rumah Panggung Akibat Penimbunan Kelurahan Sejahtera ...... 53

4.21 Bentuk Konstruksi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahterah 55

4.22 Bentuk Pondasi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ...... 56

4.23 Tanggul Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ...... 56

4.24 Kondisi Lingkungan Kelurahan Sejahtera ...... 57

4.25 Rumah Tipe Tunggal Di Darat Kelurahan Sejahtera ...... 58

4.26 Rumah Tipe Bertingkat Di Darat Kelurahan Sejahtera ...... 58

4.27 Tipe Rumah Tunggal Di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ...... 59

4.28 Tipe Rumah Bertingkat Di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ...... 59

4.29 Sarana Jalan di Daratan Kelurahan Sejahtera ...... 60

Universitas Sumatera Utara 4.30 Sarana Jalan Menuju Sungai Silau Kelurahan Sejahtera ...... 60

5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ...... 62

5.2 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur ...... 62

5.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan...... 62

5.4 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pengeluaran ...... 63

5.5 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah ...... 64

5.6 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Tinggi...... 64

5.7 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan ...... 65

5.8 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim ...... 66

5.9 Pekerjaan Responden Sebagai Nelayan ...... 67

5.10 Kegiatan Sosial Responden ...... 68

5.11 Peta Garis Sempadan Tepi Sungai Asahan ...... 70

5.12 Tipe Rumah Bertingkat di Dalam Garis Sempadan ...... 71

5.13 Tipe Rumah Deret di Dalam Garis Sempadan ...... 71

5.14 Karakteristik Responden Menurut Lamanya Bermukim ...... 72

5.15 Tipe Rumah Panggung di Atas Badan Sungai ...... 73

5.16 Tipe Rumah Panggung di Darat ...... 74

5.17 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan . 74

5.18 Rumah Panggung Kayu di Atas Air ...... 75

5.19 Rumah Permanen di Daratan ...... 75

5.20 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi ...... 76

5.21 Tipe Rumah Tunggal Dengan Batas Pagar ...... 77

5.22 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda ...... 77

Universitas Sumatera Utara

5.23 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi ...... 78

5.24 Dinding Rumah Berbatasan Langsung dengan Jalan ...... 78

5.25 Rumah Saling Berkelompok ...... 80

5.26 Batas Rumah Berupa Jalan Titian ...... 80

5.27 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Lahan ...... 82

5.28 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Bangunan ...... 82

5.29 Peran Sungai yang Multifungsi ...... 83

5.30 Morpologi Pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 84

5.31 Ruang Sosial ...... 85

5.32 Pola Linier Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 86

5.33 Pola Cluster Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 86

5.34 Pola Linier Membelakangi Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 86

5.35 Pola Cluster didalam Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 87

5.36 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ...... 88

5.37 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur ...... 88

5.38 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan ...... 89

5.39 Karakteristik Responden Menurut Pengeluaran ...... 89

5.40 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah ...... 90

5.41 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Tinggi ...... 90

5.42 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan ...... 91

5.43 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim ...... 91

5.44 Karakteristik Responden Menurut Kepemilikan Lahan ...... 92

Universitas Sumatera Utara 5.45 Kegiatan Sosial Responden ...... 93

5.46 SD Negeri Kelurahan Sejahtera ...... 94

5.47 MCK di Dalam Sungai Silau ...... 94

5.48 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan . 95

5.49 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi ...... 96

5.50 Rumah Panggung Kayu di Atas Air ...... 96

5.51 Rumah Permanen di Tepi Sungai Silau ...... 96

5.52 Tipe Rumah Tunggal dengan Batas Pagar ...... 98

5.53 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda (Tempat Usaha) ...... 98

5.54 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi ...... 98

6.1 Morfologi Pemukiman Arah Ke Air Kelurahan Kuala Silo Bestari ..... 112

6.2 Morfologi Pemukiman Pola Selari Kelurahan Sejahtera ...... 113

Universitas Sumatera Utara Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman

3.1 Data Jumlah Unit Rumah ...... 31

4.1 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai ...... 36

4.2 Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai ……...... 38

5.1 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Kelurahan Kuala Silo Bestari ...... 76

5.2 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya ...... 79

5.3 Analisa Morfologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Pola/Bentuknya … 85

5.4 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Kelurahan Sejahtera ...... 97

5.5 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya ...... 69

6.1 Analisa Perbandingan Karakteristik Responden ...... 99

6.2 Analisa Perbandingan Bentuk dan Lokasi Rumah ...... 101

6.3 Analisa Perbandingan Lokasi Penelitian ...... 104

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Kota Tanjungbalai memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. Kondisi pemukiman sangat memprihatinkan, dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat diatas air. Lokasi penelitian adalah sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik. Masing-masing pola ini akan dianalisa satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian Jenis data dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan mebggunakan metode observasi, kuisioner dan wawancara. Hasil penelitian didapat bahwa pola pemukiman meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan sungai), rumah tunggal (di darat), rumah bertingkat (di darat) dan rumah panggung bertingkat (diatas badan sungai maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai). Kelurahan Kuala Silo Bestari proses pertumbuhan pemukimannya mengikuti morfologi kearah air dengan pola pemukimannya mengarah ketengah sungai berbentuk piramid. Kelurahan Sejahtera proses pertumbuh an pemukimannya mengikuti morfologi selari dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai. Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan), hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai. Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana penerangan dan sarana air bersih, kekerabatan yang erat antara dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai nelayan.

Kata kunci: Morfologi, Tepi air, Tepi Sungai

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

An area which is close to the river usuakky has special atraction to housing development, especially housing for fisherman; they need to be close to the river since they live on fishing. Tanjung Balai has two big rivers – The Asahan Rivers and the Silau Rivers which split the town. There are many settlements along the River banks of the Asahan River. The aim of the reseach who the know the pattern of river bank settlements, the process of the settlement development, and the causing factors of the decelopment of the river-bank settlemnets. The conditions of the settlement is very alarming since the infrastructures are very limited and do not meet the standart. The housing density is high and the quality of the houses is bad. Some of the houses are even located on the river. The location of the research was aling the river banks of the Asahan River and the Silau River by dividing the target area into two groups: the pattern of linear or grid settlement and the cluster and irregular or organic pattern of the river settlement. Each pattern would be analyzed in its morphology, typology, condition/description of the target area, and condition of the infrastructures at the target area. The type of the data which were analyzed was the primary and secondary data. The technique of collecting the data was by using observation method, questionnaires, and interview. The result of the research showed that the pattern of the settlements comprised single houses built on stilts (on the rivers), single houses (on the land), story houses (on the land), and houses built on stilts (some part of them are on the river, and some others are on the land and on the river). In Kuala Silau Bestari village, the process of the settlement development followed the morphology toward the river with the settlement pattern toward the middle of the river in the farm of pyramid. In Sejahtera village, the process of the settlemet pattern followed the selari morphology where the settlement pattern was formed and developed through the topography og the river banks. Kuala Silo Bestari constitutes the intersection of two rivers (the Silo River and the Asahan River); this condition causes the river bed to become larger so that the settlement growth tends to be directed toward the river. Some factors which cause the people to build their houses on the river banks are as follows: the easiness to obtain land facility, light facility, piped water facility, close kinship among the people in one village, and work facility as fishermen.

Keyword: Morphology, River Banks

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi bagian dari jalur perdagangan internasional (Suprijanto 2003). Dari sisi geografis, banyak kota–kota di Indonesia berlokasi di daerah pantai, dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan), seperti Kota Palembang (Sumatera Selatan) terletak di tepi Sungai Musi, Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) terletak di tepi

Sungai Kuin dan Sungai Barito dan banyak lagi kota–kota yang lainnya. Dari itu duapertiga bagian wilayahnya adalah perairan, menjadikan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia, hal tersebut menjadikan pula beberapa bagian wilayah di

Indonesia merupakan kawasan pesisir atau tepi air.

Kawasan tepi pantai adalah termasuk kawasan tepi air, seperti halnya kawasan tepi sungai/laut dan kawasan tepi danau. Namun kawasan tepi sungai memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis. Apabila ditinjau dari sejarah kelautan, bangsa Indonesia sudah sejak berabad-abad yang lalu dikenal dengan kehidupan baharinya, dengan memfungsikan kota pantai menjadi pusat-pusat perdagangan melalui jalur transportasi laut.

Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai penangkap ikan di laut. Umumnya perumahan nelayan ini dibangun

Universitas Sumatera Utara seadanya, sehingga tumbuh usaha-usaha reklamasi pantai yang tidak terkendali, berebut dengan pihak swasta yang bermodal besar.

Pada perkembangan selanjutnya kawasan tepi sungai menjadi tempat yang menarik untuk pemukiman, gejala tersebut dapat terjadi karena berbagai alasan, antara lain: merupakan kawasan alternatif pemukiman kota bagi kaum urbanis. Secara empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya laju pertumbuhan perkotaan, dimana kawasan tepi sungai cenderung tumbuh lebih cepat, baik secara demografis maupun ekonomi.

Besarnya daya tarik kota, dimana terbukanya lapangan untuk pekerjaan dengan tenaga tidak terampil (informal) merupakan satu diantara tingginya arus urbanisasi. Lahan untuk perumahan semakin sulit didapat dan semakin mahal di luar jangkauan sebahagian anggota masyarakat, karena pendapatan sebagian penduduk di negara-negara berkembang seperti Indonesia begitu rendah, sehingga setelah dipakai untuk membayang makan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh dibawah harga rumah yang termurah sekalipun (Panudju, B. 1999).

Fasilitas hunian merupakan kebutuhan yang sangat mendasar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi penduduk, sedangkan perumahan merupakan indikator dari kemampuan suatu pemerintah dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya (Budihardjo, E. dan Sudanti H, 1993). Akibat adanya bangunan pada bantaran-bantaran sungai ini, maka kegiatan aktifitas manusia penghuni

Universitas Sumatera Utara bangunan tersebut tidak terelakkan menjadi perusak tata guna lahan dan sungai, seperti semrawutnya tata letak perumahan,sampah-sampah yang dibuang ke badan sungai yang mengakibatkan kedalaman terganggu, terjadi pendangkalan sungai dan erosi, alur sungai menjadi berubah sehingga keruntuhan tebing terjadi dan manfaat sungai sebagai sumber air bersih dan sumber ikan bagi manusia menjadi hilang

(Firdaus, 2000).

Dilihat dari Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang terencana,dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan,serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumberdaya manusia yang ada dan tersedia, dengan selalu mendasarkan pada satu kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran.

Bantaran sungai sangat memungkinkan untuk dilakukan penataan ruang dan dengan memperhatikan fungsi sebagai penyangga ekologi, sosial dan ekonomi sebab perkembangan ekonomi dapat diasosiasikan dengan masalah lingkungan yang muncul pada bantaran sungai itu sendiri. Beberapa masalah tersebut berhubungan dengan urbanisasi, perubahan yang cepat dalam menggunakan lahan sehingga terjadi pengurangan ruang terbuka hijau, juga ketidak seimbangan suplai air, banjir, erosi tanah, sedimentasi sungai dan lain-lain (Al Mamun et al,1999).

Kesalahan yang selalu terjadi dan juga sering dijumpai dalam perencanaan tata ruang wilayah adalah penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan longsor dan banjir. Terlebih lagi perkembangan tata

Universitas Sumatera Utara wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan yang mengarah ke daerah banjir, bahkan konsep masterplan drainase yang sekarang dianut di seluruh Indonesia alah drainase yang dapat mendatangkan banjir yakni konsep drainase yang secepatnya mengalirkan kelebihan air ke sungai, sehingga sungai tidak mampu menampung air tersebut dan akibatnya akan meluap (Maryono, A. 2003).

Salah satu kota tepi air adalah kota Tanjungbalai, yang merupakan salah satu kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki sungai besar yaitu

Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Secara spesifik Sungai Asahan tersebut bermuara ke Selat Malaka, sebab Kota Tanjungbalai berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai

Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Bentuk dari pemukiman- pemukiman ini bermacam-macam, seperti halnya mengikuti tepian sungai dan ada juga membesar ke badan sungai. Pemukiman ini sudah ada sejak tahun 1950 sampai sekarang.

Di tepi kedua sungai ini, banyak terdapat pemukiman-pemukiman, diantaranya pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah sungai Asahan lapis demi lapis. Hampir setengah badan Sungai

Asahan ini ditumbuhi oleh rumah-rumah panggung dibuat dari kayu dengan konstruksi seadanya. Beberapa dari rumah–rumah ini bangunannya sudah mulai lapuk dan miring termasuk di Kelurahan Sejahtera. Inilah yang menjadi alasan dalam pemilihan lokasi penelitian. Semua permasalahan yang telah disebutkan terdapat dalam lokasi ini.

Universitas Sumatera Utara 1.2 Identifikasi Penelitian

Kawasan pemukiman tepi sungai, bentuk pemukimannya sangat dipengaruhi oleh air pasang surut permukaan sungai. Secara geografis Kota Tanjungbalai terletak pada ketinggian rata-rata 0 – 3 meter diatas permukaan laut. Kondisi ini merupakan daratan yang relatif datar, sehingga sebagian pemukiman yang berada ditepi sungai akan tergenang apabila terjadinya air pasang sungai. Adanya pengikisan tepi sungai

(abrasi) dan sedimentasi menyebabkan batas daratan dan garis pantai tidak dapat dibedakan lagi. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dan bentuk bangunan yang berada dalam kawasan tersebut.

Kondisi pemukiman tepi Sungai Asahan ini khususnya di Kelurahan Kuala

Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat di atas air.

1.3 Rumusan Penelitian

Berdasarkan hal diatas dapat dirinci permasalahan yang ada di lokasi penelitian yaitu bagaimana pola permukiman, proses pertumbuhan dan faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air di Sungai Asahan Tanjungbalai untuk kedua lokasi penelitian.

Universitas Sumatera Utara 1.4 Lingkup Penelitian

Dalam penulisan tesis ini kajian morfologi pemukiman tepi sungai hanya meneliti pada Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan

Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Kedua Lokasi ini tepat berada di bibir sungai dan pemukiman sudah melewati garis sempadan sungai menuju ke arah tengah sungai.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka tujuan Kajian Morfologi Pemukiman Tepi

Air sungai Asahan adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air, mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian mengenai kajian ini diharapkan akan bermanfaat baik untuk bidang akademis maupun untuk pemerintah terutama pemerintah Tanjungbalai.

Penelitian ini merupakan suatu bagian dari proses penataan ruang secara keseluruhan dan juga sebagai masukan bagi pengelola kota/pengambil keputusan untuk menentukan pola kebijakan pengadaan pemukiman. Sebagai manfaat akademis/ilmu pengetahuan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dan acuan mengenai morfologi pemukiman di tepi sungai.

Universitas Sumatera Utara 1.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang yaitu pesatnya pertumbuhan pemukiman, adanya pemanfaatan badan sungai sebagai lahan pemukiman dan permasalahan pemukiman yang tumbuh organik sepanjang pada lokasi penelitian, sehingga permasalahan yang ada menjadi begitu kompleks. Untuk memudahkan penuliasan penelitian ini dirancang suatu kerangka pemikiran seperti terlihat pada gambar 1.1.

LATAR BELAKANG 1. Pesatnya pertumbuhan pemukiman di tepi Sungai Asahan 2. Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah Sungai Asahan lapis demi lapis. 3. Badan Sungai Asahan ditumbuhi oleh rumah panggung 4. Pemukiman Kelurahan Sejahtera berada didalam garis sempadan Sungai Silau

PERMASALAHAN 1. Pemukiman yang tidak teratur dengan kepadatan bangunan yang tingi 2. Berkembangnya pemukiman disepanjang Sungai Silau dan Sungai Asahan 3. Mengapa terjadi pemukiman di tepi Sungai Silau dan Sungai Asahan?

TUJUAN 1. Untuk mengetahui pola pemukiman tepi air 2. Untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air 3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air

Tinjauan Umum Tinjauan Khusus

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI 1. Pemukiman tepi sungai 1. Kota Tanjungbalai 2. Garis Sempadan sungai 2. Kecamatan Tanjungbalai Utara 3. Tipologi pemukiman tepi sungai 3. Kelurahan Kuala Silo Bestari 4. Morfologi pemukiman tepi sungai 4. Kelurahan Sejahtera

Pengolahan Data

Kesimpulan

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemukiman Tepi Air

Pemukiman adalah produk budaya juga ruang tempat manusia berbudaya itu sendiri, yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya kebudayaan. Pemukiman akan dengan sendirinya berkembang secara berkelanjutan selama kehidupan manusia berkembang. Pemukiman tepi sungai adalah pemukiman organis/spontan meskipun pada akhirnya secara spasial pemukiman tersebut memunculkan pembentuk lingkungannya sendiri (Budiharjo E., 1993).

Pola penyediaan perumahan/pemukiman menurut Turner dalam Yunus

(1976) secara garis besar perumahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Housing for people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat

dilakukan oleh badan pemerintah atau lembaga yang ditunjuk dan

diawasi oleh pemerintah. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya

Indonesia pola penyediaan permukiman ini tidak pernah dilakukan.

b. Housing by people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat

dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun

kelompok. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola

penyediaan permukiman ini dilakukan bahkan tanpa pengawasan

pemerintah dan penentu kebijakan lainnya.

Menurut Suprijanto I (2003) secara garis besar karakteristik umum permukiman tepi sungai antara lain:

Universitas Sumatera Utara a. Karena belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, kawasan

permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh.

b. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional

konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana.

c. Karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan

pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan

sehat cenderung masih kurang.

d. Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai

kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti: sifat mengotori dan mencemari

sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air

permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui

pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan

masalah-masalah di atas seperti system pembuangan air limbah, sampah

pengelolaan air bersih .

Pembangunan perumahan/pemukiman yang sedemikian pesatnya menyebabkan banyak pertumbuhan pemukiman yang tidak teratur dan terencana dengan baik. Rumah berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Rumah menjadi tempat dimana nilai-nilai sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang dimana manusia mengekspresikan cara melakoni kehidupan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya. Rumah juga dijadikan alat untuk menampilkan citra dimana nilai norma dan tradisi lebih berpengaruh dalam citra, bentuk dan ruangnya (Rapoport, A. 1969).

Universitas Sumatera Utara Sinulingga B (1999), mengemukakan di dalam setiap rencana kota terlihat bahwa penggunaan lahan untuk pemukiman mengambil bagian yang paling besar untuk pemukiman. Untuk menjadikan pemukiman menjadi suatu kawasan yang utuh dibutuhkan beberapa komponen didalamnya seperti:

a. Adanya lahan atau tanah untuk peruntukannya dimana harga dari satuan

rumah sangat berpengaruh terhadap lokasi pemukiman itu sendiri.

b. Adanya sarana dan prasarana pemukiman seperti jalan lokal, saluran

drainase, saluran air kotor, saluran air bersih, jaringan listrik, jaringan

telepon. Sarana dan prasarana ini akan menunjang kualitas dari

pemukiman

c. Adanya perumahan (tempat tinggal yang dibangun) dalam kawasan

pemukiman

d. Adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial didalamnya seperti fasilitas

pendidikan, kesehatan, peribadatan, lapangan bermain dan lain-lain.

Pada umumnya masalah perumahan di kawasan perkotaan terjadi karena:

a. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi baik berasal dari pertumbuhan

alamiah maupun terjadi akibat arus urbanisasi.

b. Mahalnya pembangunan rumah di kota ditunjang dengan keterbatasan

lahan.

c. Rendahnya kemampuan penduduk untuk tinggal dikawasan pemukiman

layak huni karena keterbatasan kondisi ekonomi.

Universitas Sumatera Utara d. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup

masyarakat terutama masyarakat ekonomi bawah.

Dalam tulisan Rapoport, A. (1969) dinyatakan, dalam suatu pemukiman terjadi hubungan antar manusia dengan manusia, dengan alam, serta manusia dengan penciptanya. Perbedaan gaya hidup dan sistim nilai yang dianut suatau masyarakat, berpengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat itu membentuk lingkungannya.

Faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk dan pola suatu rumah meliputi faktor kultur, religi dan perilaku. Sedangkan rumah menunjukkan fungsi tertentu yaitu fungsi pertama rumah menunjukkan tempat tinggal, fungsi kedua rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia, fungsi ketiga, rumah merupakan arsenal, dimana manusia mendapat kekuatannya kembali.

Pemukiman memiliki banyak bentuk yang khas sesuai dengan kekuatan non fisik yang tumbuh dalam masyarakatnya, antara lain berupa sistim sosial budaya, pemerintahan, tingkat pendidikan serta teknologi yang akan memberi kontribusi fisik lingkungan, Koentjaraningrat (1977) dalam Yudohusodo. Juga menurut

Koentjaraningrat (1985) dalam Yudohusodo, perumahan dan pemukiman (rumah dan lingkungannya) sebagai ujud fisik kebudayaan (physical culture) merupakan hasil dari kompleks gagasan suatu sistim budaya yang tercermin pada pola aktifitas sosial masyarakat. Sejalan dengan pendapat Rapoport, A. (1969), bahwa arsitektur terbentuk dari tradisi masyarakat (fork traditional) merupakan bangunan yang mencerminkan secara langsung budaya masyarakat, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan-kebiasaan, serta keinginan-keinginan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara Adapun terbentuknya suatu pemukiman didasarkan pada beberapa faktor yang dianggap dominan dalam menentukan terciptanya suatu lingkungan pemukiman.

Pemukiman yang standar (layak huni) maupun tidak memenuhi standar muncul akibat adanya berbagai faktor yang timbul dari kemampuan masyarakat itu sendiri.

Mau tidak mau, masyarakat akan membentuk suatu komunitas dan tinggal di daerah– daerah jalur hijau dan bantaran sungai, rel kereta api dan juga lahan–lahan kosong yang tidak bertuan

Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi, menurut Tetuko (2001) dalam Dhenov mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu suatu kelompok yang memiliki ruang tertentu, suatu kelompok yang mempunyai sifat sama, suatu kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk dengan hubungan sosial yang sama.

2.2 Garis Sempadan Sungai

Garis sempadan sungai menurut peraturan mengenai sempadan sungai mengacu pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 Tahun 1997 yang menetapkan lebar sempadan pada sungai besar diluar permukiman minimal 100 meter dan pada anak sungai besar minimal 50 meter di kedua sisinya. Untuk daerah permukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi 10–15 meter.

PP. 47 Tahun 1997 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul diluar daerah permukiman adalah 5 meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan

Universitas Sumatera Utara sungai yang tidak bertanggul diluar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang (Departemen

Kimpraswil, 1995).

Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air kehilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam disepanjang sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan.

Disamping itu sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Seperti gambar 2.1 yang menunjukkan potongan melintang sungai.

Gambar 2.1 Potongan melintang sungai Sumber: BAPEDAL Jatim online, 2009

2.3 Peranan Sungai Perkotaan

Sungai menurut PP No. 35/1991 mempunyai pengertian sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai mata air sampai muara dengan

Universitas Sumatera Utara dibatasi kanan dan kirinya serta disepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

Menurut Indratmo dan Sewuko, sungai suatu alur yang panjang diatas permukaan buni yang merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan dan pada akhirnya melimpah ke danau atau laut.

Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal adanya suatu perkembangan, peradaban manusia pada lembah sungai yang melahirkan kota-kota penting di dunia (Mumporo, 1961 dalam Saptorini). Pada awal pertumbuhannya telah ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan kelompok pemukiman tertentu di lembah sungai yang subur.

Peranan sungai di dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya air, manusia memanfaatkan untuk minum, mandi mencuci. Dan kemudian peran sungai berkembang menjadi sarana transportasi, yang mendorong pertumbuhan permukiman seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan aktifitas social-ekonominya makin lama peranannya makin berkembang dan tidak terpisahkan lagi dari keseluruhan sisitim pelayanan kota.

Peranan Sungai dapat dibafi dalam 2 (dua) bagian yaitu berperan sebagai daerah belakang maupun sungai sebagai daerah muka. Sebagai badan akhir pembuangan limbah termasuk sampah penduduk (limbah padat), mandi, cuci. Hal ini menunjukkan sungai berperan sebagai daearah belakang. Sedangkan peranan sungai sebagai daerah muka dimana sungai merupakan elemen tata ruang baik estetika maupun fisik. Hal ini banyak ditemui di luar negeri seperti Venesia (Italia). Meskipun sungai berperan sebagai tempat pembuangan dalam kehidupan sehari-hari. Namun

Universitas Sumatera Utara dibantaran sungai banyak dimanfaatkan untuk pemukiman, berjualan, tarnsportasi sehingga mempunyai nilai yang lebih.

Peranan sungai sebagai daerah muka memberikan nilai tambah yang besar karena selain secara estetika sungai enak dlihat atau dipandang, juga mendorong masyarakat untuk tetap memperlakukan sungai sebagai tempat pembuangan melainkan sebagai sesuatu yang harus dijaga kebersihannya. Dengan memanfaatkan sungai manusia dapat berpindah-pindah, mendapatkan pemukiman baru mereka unuk selanjutnya menetap dan berkembang menjadi pemukiman yang lebih ramai, menjadi desa, lalu berkembang menjadi kota, bahkan terus berkembang menjadi kota cosmopolitan dan terkenal di dunia.

Keberadaan sungai dalam suatu kaasan dengan karakter fisik yang berbeda dari wilayah yang dilewatinya menjadikan sungai sebagai edges (batas/tepi) suatu kawasan (Lynch, 1971). Pemanfaatan badan sungai juga menghasilkan ruang aktifitas ditepinya. Pembentukan ruang terbuka sungai dan tepinya membentuk koridor, yang juga memiliki kontinuitas melewati banyak kawasan variasi fungsi yang di lalui sungai, pengaruh factor alan, sejarah dan budaya masyarakat setempat serta peraturan pemerintah menghasilkan koridor sungai dengan potensinya masing-masing (Rezeki,

1999 dalam Saptorini). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa secara umum sungai sangat berperan dalam membentuk pewajahan suatu wilayah, yaitu memberikan karakter khusus yang membedakannya dengan wilayah lain.

Universitas Sumatera Utara 2.4 Klasifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai

Kegiatan yang dikembangkan pada suatu kawasan sekitar aliran sungai sangat tergantung pada potensi yang ada pada kawasan atau area yang dikembangkan.

Berdasarkan aktifitas-aktifitas yang dikembangkan didalamnya, kawasan sekitar aliran sungai sapat dikategorikan sebagai serikut (Breen & Rigby, 1994 dalam

Saptorini):

a. Cultural, mewadahi aktifitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Aktifitas tersebut memanfaatkan sungai sebagai objek budaya atau ilmu

pengetahuan dengan mengorientasikan pengembangan kawasan pada

fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan budaya. Hal ini dapat dilhat dari

beberapa fasilitas yang ada pada kawasan Memorial Fountain (Detroit

Michigan), kawasan tepi sungai dengan program/event khusus (Ontario,

Kanada), Aquarium (Baltimore, Maryland dan Monterey California.

b. Enviromental, Pengembangan kawasan tepi sungai yang bertumpu pada

usaha peningkatan kualitas yang mengalami degradasi, mamanfaatkan

potensi dari keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami, seperti yang

dilakukan pada sungai-sungai di Portland, Oregon dan Maryland.

Pengembangan kawasan diarahkan pada kegiatan preservasi dan

konservasi lingkungan alam, serta memanfaatkannya sebagai taman wisata

alam, rekreasi dan taman bermain.

c. Historical, Pada umumnya dikembangkan sebagai upaya konservasi dan

restorasi bangunan sejarah yang berada di tepi sungai. Konterks

kesejarahan yang data dikembangkan dapat berupa dermaga tua seperti di

Universitas Sumatera Utara Baltimore, Maryland dan Boston. Bendungan dan jembatan kuno seperti

di Pennsylvania, bangunan tua d new Orleans, jalur transportasi tua

sepanjang perairan Seattle dan Washington.

d. Mixed-Use, Penerapan konsep mixed-use merupakan salah satu upaya

untuk menyatukan berbagai kepentingan yang pada umumnya menjadi

dilemma dalam megembangkan kawasan tepi sungai perkotaan.

Pegambangan mixed-use diarahkan pada penggabungan fungsi

perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi wisata dan

olahraha

e. Recreational, pengembangan kawasan tepi sungai dengan fungsi aktifitas

rekreasi dapat didukung dengan berbagai fasilitas antara lain: taman

bermain, taman air, taman duduk, taman hiburan, area untuk memancing,

riverwalk, amphitheatre, dam, diving, pelabuhan sungai, gardu pandang,

fasilitas perkapalan, fasilitas olah raga, museum, hotel, restoran dan

aquarium.

2.5 Tipologi Bangunan

Purwito (2002) mengemukakan konstruksi bangunan rumah pemukiman tepi air umumnya menggunakan konstruksi kayu dengan tipe rumah panggung untuk rumah yang didirikan di darat maupun di tepi sungai. Rumah yang didirikan di tepian sungai bentuknya sangat sederhana (empat persegi panjang) dengan tipe atap pelana begitu pula tata ruang (denah) rumahnya. Dari segi kenyamanan sebetulnya cukup baik karena semua rumah dilengkapi dengan cukup bukaan (jendela/pintu) hanya

Universitas Sumatera Utara untuk kawasan pemukiman padat seperti yang terletak di muara Sungai Kuin dengan

Sungai Barito karena kerapatan bangunannya tinggi maka jendela rumah yang satu dengan yang lain kadang-kadang saling berhadapan dan cahaya matahari kurang.

Purwito, (2002) menjelaskan beberapa tipe rumah yang terdapat di lokasi adalah sebagai berikut:

a. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dan bertingkat kebanyakan didirikan

di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (pagar kayu).

Lahan biasanya berupa tanah asli dengan tanaman bunga atau keras seperti

kelapa, jambu dll. Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan umumnya

berfungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai tempat

usaha (warung, toko, bengkel dll).

b. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dengan lokasi bagian depan di tepi

jalan (daratan), sedangkan bagian belakang ditepian sungai. Batas antara

rumah/lahan dengan jalan jelas (pagar kayu). Umumnya bagian depan

yang menghadap jalan berfungsi sebagai rumah tinggal sedangkan yang

menghadap tepian sungai sebagai tempat usaha (toko, gudang dll).

c. Rumah di tepian sungai umumnya tidak bertingkat dan berkelompok serta

bergandengan. Kerapatan bangunan sangat tinggi sehingga batas rumah

kadang-kadang tidak jelas karena dinding rumah langsung berbatasan

dengan jalan (titian kayu). Dari sekian rumah yang dikunjungi hanya ada

satu rumah bertingkat ayang ditinggali oleh dua keluarga (orang tua dan

anak mereka yang sudah berkeluarga).

Universitas Sumatera Utara Bila dikaji lebih dalam lagi, tiap pemukiman tepi sungai mempunyai tingkat kompleksitas permasalahan yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh ragam komunitas yang menempati tiap pemukiman sehingga solusi untuk menangani tiap pemukiman akan berbeda pula. Di samping itu, kondisi sosial- budaya sekitar ikut mempengaruhi suatu pemukiman tersebut. Kawasan pemukiman tepian sungai memiliki tipologi fenomenal yang berbeda dengan pemukiman pada umumnya. Tipologi yang menggejala tersebut ditunjukkan melalui kondisi sosial yang terkait dengan aspek hubungan sosial, pendidikan dan mata pencaharian masyarakatnya.

Secara tipologi pemukiman menurut Departemen Kimpraswil, (1995), pemukiman tepi sungai terbagi dua:

1. Tipe pertama terletak di luar garis sempadan sungai baik yang

bertanggul maupun tidak, penyebabnya adalah terbatasnya prasarana

dan sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksploitasi

pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan

rendah, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah,

aksesbilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.

2. Tipe kedua, secara historis di area badan sungai bagian tepi sampai

dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana

transportasi vital. Tipe bangunan rakit panggung dan bidang lantai

langsung berhubungan dengan tanah penyebabnya adalah penyusutan

bangunan dan komponen lingkungan terbangun lainnya,

menurun/hilangnya vitalitas lingkungan oleh imbas hilangnya vitalitas

Universitas Sumatera Utara kota, ditinggalkan oleh penghuninya kemudian ditempati oleh

penyewa/penunggu.

Secara arsitektur, bangunan pemukiman tepi sungai dibedakan (Saptorini,

2004) menjadi bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan panggung di atas air, bangunan rakit di atas air (gambar 2.2).

Bangunan di daratan Bangunan diatas air

Gambar 2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air Sumber: Analisa, 2011

Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing.

a. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana,

tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh

angin.

b. Sering terjadi kebakaran karena kelalaian, penggunaan bahan/peralatan

berbahaya, mudah terbakar dan belum tersedianya sarana dan pedoman

Universitas Sumatera Utara penanggulangan kebakaran khususnya perumahan diatas air (Suprijanto,

2003).

2.6 Morfologi Pemukiman Tepi Sungai

Tinjauan terhadap morfologi kota (pemukiman) ditekankan pada bentuk fisik dari lingkungan kota/pemukiman. Secara fisik yang antara lain tercermin dari pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik didaerah hunian ataupun bukan perdagangan/industri dan juga bangunan-bangunan individual (Herbert, 1973 dalam

Saptorini).

Dari hasil teori-teori dan penelitian yang telah dibuat terdahulu, maka terdapat pola-pola atau bentuk dari pemukiman yang ada ditepi sungai disebabkan oleh perkembangan penduduk yang mendiaminya. Pola dan bentuk pemukiman tepi sungai ini juga dipengaruhi oleh bentuk geografi dan pola bentuknya dapat diklasifikasikan (Hassan, 2001) adalah:

a. Morfologi arah daratan, pemukiman ini menempati dan berkembang dari

tepi sungai ke arah daratan mengikuti garis topografi sungai, di mulai dari

rumah-rumah yang di bangun pada bantaran di sepanjang muara sungai,

rapat antara satu bangunan rumah dengan yang lainnya. Pola pemukiman

ini berbentuk pyramid terbalik seperti terihat pada gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Morfologi ke Arah Daratan Sumber: Hassan, 2001 b. Morfologi arah ke air, pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai

dan pemukiman ini didirikan diatas air sungai, berbentuk panggung.

Dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam dan tinggi bangunan rumah

umumnya antara 2,5-5 meter untuk menghindari air pasang surut. Pola

pemukiman ini berbentuk pyramid (gambar 2.4).

Gambar 2.4 Morfologi ke arah air Sumber: Hassan, 2001 c. Morfologi selari, pemukiman ini terbentuk dan berkembang melalui

topografi tepian sungai dan pada belakang rumah-rumah dibangun jalan

Universitas Sumatera Utara yang terbuat dari titian kayu sejajar dengan rumah lapisan pertama tadi.

Pola pemukiman ini berbentuk melengkung mengikuti topografi tepi

sungai. Terbentuknya ruang melalui proses alamiah dan organik. Tidak

ada pola khusus dalam penempatan ruang pola permukiman hanya

mengikuti pola aliran sungai (gambar 2.5).

Gambar 2.5 Morfologi ke arah selari Sumber: Hassan, 2001

d. Morfologi atas air, terbentuknya pemukiman ini diatas tanah di tepian

sungai yang selalu terjadi pasang surut sungai atau rawa-rawa di tepi

sungai, bentuk rumah panggung terbuat dari kayu dan tata letak

bangunannya tidak teratur (gambar 2.6).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Morfologi di atas Air Sumber: Hassan, 2001 e. Morfologi muka muara, perkembangan pemukiman ini disepanjang

muara sungai dan selat diatas sungai yang mempunyai bentang kecil. Di

kedua tepian sungai dihubungkan titian/jembatan kayu yang tidak

mengganggu lalu lintas perahu nelayan (gambar 2.7).

Gambar 2.7 Morfologi Muka Muara Sumber: Hassan, 2001 f. Morfologi gabungan, pemukiman ini terbentuk berdasarkan gabungan dua

atau lebih pola mofologi pemukiman yang diatas. Bentuk pemukiman ini

sangat kompleks dan kadang-kadang sulit untuk ditentukan berpola

pemukiman apa.

Universitas Sumatera Utara Bentuk atau pola perumahan itu sendiri terjadi atas perilaku sosial dan budaya dari masyarakat yang mendiaminya. Dari hasil Pusat Penelitian dan Pengembangan

Pemukiman di tepi air Indonesia terdapat teori-teori (Suprijanto, 2002) antara lain:

a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/pemukiman di kota tepi

sungai dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu:

1. Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis

tertentu di suatu lokasi di tepi sungai, yang kemudian menetap dan

berkembang secara turun temurun membentuk suatu komunitas serta

cenderung bersifat sangat hemogen, tertutup dan mengembangkan

tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter

dan ciri khas pemukiman tersebut.

2. Perkembangan sebagai daerah alternatif pemukiman, karena

peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan

kumuh perkotaan.

b. Tahapan perkembangan kawasan pemukiman kota tepi sungai adalah:

1. Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan

sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat kota masih

merupakan suatu kelompok pemukiman di tepi sungai dan di atas air.

2. Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya

(kepentingan perdagangan) maka kawasan perairan merupakan

prasarana transportasi dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang

cenderung memanjang di tepi sungai (linier).

Universitas Sumatera Utara 3. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya

kegiatan fungsional sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan

makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak

kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi

perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami

peningkatan (makin beragam). c. Kawasan pemukiman diatas air cenderung rapat (kepadatan bangunan

tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor,

dan lain-lain). Dominasi kawasan perumahan/pemukiman nelayan, yang

umumnya kumuh dan belum tertata. d. Pola pemukiman di pengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3

(tiga), yaitu daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah, daerah

relatif datar dan cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola grid

atau linear dengan tata letak banguan berada di kiri kanan jalan atau linier

sejajar dengan (mengikuti) garis tepi sungai, daerah atas air pada

umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan

organik. pada daerah-daerah yang telah ditata umumnya menggunakan

pola grid atau linier sejajar garis badan sungai. e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai dengan

orientasi kegiatan berbasiskan perairan. Perkembangan selanjutnya

orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan),

maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih

mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesblitas.

Universitas Sumatera Utara Disini dibedakan antara tipologi pemukiman nelayan dan pemukiman tepi sungai, antara lain:

a. Tipologi pemukiman nelayan, yaitu terletak di luar area antara garis

pasang tertinggi dan terendah, mata pencaharian masyarakat dan atau

yang terkait dengan nelayan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tertinggi

permukaan tanah dan air laut relatif sama sehingga banyak jaringan

sanitasi dan drainase yang tak berfungsi, air bersih sangat terbatas,

penyusutan dini komponen lingkungan terbangun oleh iklim, terbatasnya

lahan untuk prasarana dan sarana dasar, fungsi ruang tumpang tindih

karena aktifitas yang padat, tingkat pendapatan tidak menentu, kesadaran

masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah.

b. Tipologi pemukiman tepi sungai, yaitu terletak di luar garis sempadan

sungai baik yang bertanggul maupun tidak, mata pencaharian masyarakat

tidak hanya nelayan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan

sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksplotasi

pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan

rendah, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan rendah, aksesibilitas

terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.

Universitas Sumatera Utara BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian kajian morfologi rumah tepi sungai dilaksanakan di Kota

Tanjungbalai tepatnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera

Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai Asahan Propinsi Sumatera Utara.

Daerah ini merupakan daerah pemukiman yang sangat padat serta tepat berada di tepi

Sungai Asahan dan Sungai Silau. Selain itu pemukiman tersebut merupakan pemukiman paling lama diantara pemukiman-pemukiman yang ada di Kota

Tanjungbalai.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah semua nilai yang mungkin, serta merupakan hasil perhitungan/pengukuran kuantitatif dan kualitatif karakteristik tertentu dari sejumlah objek yang lengkap dan jelas. Dari hal tersebut maka populasi yang diambil adalah pemukiman yang terdapat di sepanjang Kelurahan Kuala Silo Bestari (Sungai

Asahan) dan Kelurahan Sejahtera (Sungai Silau) Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota

Tanjungbalai Asahan

Teknik sampling atau cara pengambilan variabel dari populasi yaitu dengan cluster sampling (sampel kelompok) yaitu pemilihan sampel dari kelompok- kelompok unit-unit yang kecil atau cluster (Nazir, M. 1999). Populasi dibagi terhadap kelompok berdasarkan area atau cluster. Anggota sub populasi tiap cluster tidak

Universitas Sumatera Utara harus homogen. Beberapa cluster akan dipilih terlebih dahulu sebagai sampel, kemudian dipilih lagi anggota unit dari sampel yang diatasnya. Pemilihan secara acak dalam penarikan sampel hanya dikala memilih cluster saja dan tidak pada saat memilih anggota unit elementer. Sampel yang diambil dengan metode ini dikelompokkan menurut lokasi-lokasi yang bersesuaian. Dalam hal ini diambil lokasi sepanjang Sungai Asahan dan Sungai Silau dengan mengelompokkan menjadi dua daerah penelitian yaitu untuk pola pemukiman linier atau grid dan pemukiman diatas air yang memiliki pola cluster dan tidak teratur dan organik.

Besarnya sampel tidak ada aturan yang tegas mengenai berapa banyak sampel yang disyaratkan dalam suatu penelitian. Demikian juga mengenai batasan bahwa sampel tersebut besar atau kecil. Yang jelas adalah apabila sampelnya besar maka biaya, tenaga dan waktu yang disediakan harus besar pula, demikian juga sebaliknya.

Suatu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan, melainkan oleh kuatnya dasar teori-teori yang mendukung teknik pengambilan sampel tersebut (Riduwan, 2008).

Arikunto (1996) dalam Riduwan (2008) mengemukakan bahwa untuk sekedar ancar-ancar apabila subjek kurang 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar, dapat diambil

10% – 15 % atau 20% - 25% atau lebih.

Memperhatikan pernyataan diatas menurut Surakhmad (1994) dalam Riduwan

(2008) menyarankan, apabila ukuran populasi sebanyak kurang atau sama dengan

100, pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan

Universitas Sumatera Utara sekurang-kurangnya 15 % dari ukuran populasi. Pada penelitian ini, untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus dari Taro Yamane yang dikutip oleh

Rakhmat (1998) dalam Riduwan (2008) sebagai berikut:

N n = ……………… .…………….(3.1) dN 2 +1)(

dimana: n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = derajat kebebasan

Untuk penelitian ini nilai derajat kecermatan diambil 5 % yang berarti bahwa derajat kecermatan yang diinginkan menunjukkan tingkat ketepatan dalam mencapai

95 % jaminan ketepatan.

Jumlah populasi wilayah penelitian berdasarkan banyaknya jumlah kk seperti disajikan pada Tabel 3.1 adalah Kelurahan Kuala Silo Bestari sebanyak 535 kk (BPS,

2010). Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel yang diteliti adalah:

535 n = = 229 unit kk ……………….….(3.2) ()2 +105.0535

Untuk Kelurahan Sejahtera jumlah populasi berdasarkan banyaknya kk adalah sebanyak 737 kk (BPS, 2010). Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel yang diteliti adalah:

737 n = = 259 unit kk ………….……….(3.3) ()2 +105.0737

Besarnya sampel yang diperoleh sebanyak 259 rumah, tetapi untuk

Universitas Sumatera Utara mempermudah pengambilan sampel maka jumlah sampel untuk Kelurahan Sejahtera dan Kelurahan Kuala Silo Bestari diambil dengan jumlah sampel 100 unit rumah saja dengan rincian masing-masing diwakili dengan 50 unit KK.

Tabel 3.1 Data Jumlah Unit Rumah Tahun/Unit No Kelurahan 1958 1966 2010 1940 1960 2010 1 Kuala Silo Bestari 55 130 543 - - - 2 Sejahtera - - - 35 125 748 Sumber: Wawancara penduduk, 2011

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil dalam analisis ini adalah data-data primer maupun data- data sekunder. Sedangkan sumber data dapat beraneka ragam, ada yang berupa hasil wawancara dengan penduduk setempat dan wawancara dengan pemerintah kota daerah penelitian. Adapun penjelasannya secara rinci sebagai berikut:

a. Data primer dimana data ini dikumpul/diperoleh langsung dari responden

dan pihak-pihak yang berkompeten terhadap permasalahan yang ada melalui

kuisioner dan wawancara. Wawancara menggunakan teknik struktural yang

artinya peneliti telah melengkapi dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan

pokok dan dapat dikembangkan pada saat wawancara secara mendalam.

Sumber data primer adalah banyaknya sampel yang diambil dari Kelurahan

Kuala Silo Bestari yaitu sebanyak 100 unit rumah dan Kelurahan Sejahtera

sebanyak 100 unit rumah juga.

b. Pengumpulan data sekunder diperoleh dan dihimpun dari berbagai

data/laporan instansi yang terkait serta studi-studi kepustakaan yang

Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan judul penelitian. Data sekunder yang dilakukan adalah

mengumpulkan data–data dari berbagai instansi yang berkaitan dengan

penelitian ini. Adapun data sekunder ini diperoleh dari Pemko Tanjungbalai

dan dari literatur-literatur yang berkaitan dengan pemukiman dan

perumahan tepi air.

Dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan akan dianalisa.

Sebelumnya teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Pengamatan atau observasi langsung kelokasi permukiman tepi sungai ini

dilakukan untuk melihat kondisi rumah-rumah dan kehidupan masyarakat

yang bertempat tinggal dipermukiman ini.

b. Angket (kuisioner)

Menurut Hadjar (1999) menyatakan bahwa angket merupakan suatu daftar

pertanyaan atau pertanyaan tentang topik tertentu yang diberikan kepada

subjek, baik secara individual atau secara kelompok untuk mendapatkan

informasi tertentu. Dalam pengadaan kuisioner ini yang menjadi responden

adalah warga yang bermukim pada tepi sungai. Penyebaran kuisioner

dilakukan secara acak yang diambil dari kedua lokasi penelitian.

c. Metode Wawancara

Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang responden secara

terpisah tapi masih pada lingkungan permukiman untuk mendapatkan

Universitas Sumatera Utara informasi yang relatif lebih bersifat objektif. Gunanya untuk mendapat

gambaran tentang permukiman pada masa lalu.

3.4 Metode Analisa Data

Dalam menganalisa data primer dan data skunder yang didapat dari lapangan akan diolah dengan metode analisa perbandingan. Ada dua pola pengelompokkan daerah penelitian yaitu membandingkan kedua kelurahan daerah penelitian. Karena dengan pengamatan sementara kedua kelurahan tersebut sangat berbeda pola pemukimannya walaupun sama-sama berada di tepi Sungai Asahan. Masing-masing pola ini akan dibandingkan satu dan lainnya terhadap kondisi morfologi, tipologi, kondisi/gambaran di lapangan dan kondisi prasarana di lokasi penelitian.

Universitas Sumatera Utara BAB IV

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Tanjungbalai

Tanjungbalai adalah sebuah kota kecil di Propinsi Sumatera Utara dengan jarak tempuh kira-kira 3 - 4 jam dari Kota Medan. Kota ini dikenal sebagai "Kota Kerang”, karena hasil lautnya. Tanjungbalai berjarak sekitar 186 km dari kota dan Medan berkisar 26 km dari Ibu Kota Kabupaten (Kisaran). Untuk menuju kota ini dapat ditempuh dengan jalan darat dan jalur kereta api sebagai moda transportasi. Secara geografis Kota Tanjungbalai terletak pada posisi 020 58’ Lintang Utara (LU) dan 990

48’ Bujur Timur (BT) dan ketinggian dari atas permukaan laut berkisar 0 - 3 meter

(lihat gambar 4.1). Luas wilayah administrasi Kota Tanjungbalai adalah 6.052 ha, yang terdiri dari 5 (lima) Kecamatan. Kota Tanjungbalai juga terdiri dari 11 (sebelas)

Kelurahan dan 19 (sembilan belas) desa (lihat gambar 4.2). Secara Administrasi batas wilayah Kota Tanjungbalai adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten

Asahan.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten

Asahan.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Asahan.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Asahan

Universitas Sumatera Utara Secara fisik Kota Tanjungbalai berada dipinggir Sungai Asahan dan Sungai

Silau dan sungai kecil lainnya yang semuanya bermuara ke Sungai Asahan dan

Sungai Silau. Sungai ini dimanfaatkan sebagai saluran akhir drainase juga dimanfaatkan untuk sarana penghubung dan transportasi.

Lokasi Penelitian

Gambar 4.1 Peta Sumatera Utara Sumber: World Atlas, 2010

Awal pertumbuhan Kota Tanjungbalai sangat kecil hanya memiliki luas 199 ha

(tahun 1956) yang kemudian diperluas menjadi 6.052 ha (gambar 4.2). Pada awalnya kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk kurang lebih 40.000 dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa/km2

(Sumber: Kompas, 1995). Menurut hasil statistik tahun 2009 jumlah penduduk

163.679 jiwa, untuk mengetahui jumlah penduduk di setiap kecamatan dan luas wilayah dapat dilihat pada tabel 4.1.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Peta Kota Tanjungbalai Sumber: BAPPEDA Kota Tanjungbalai, 2010

Tabel 4.1 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungbalai Banyaknya Kepadatan No Kecamatan Luas Area Penduduk Penduduk 2 (km2) (jiwa) (jiwa/km ) 1 Datuk Bandar 22,49 33.125 1.473 2 Datuk Bandar 14,57 26.354 1.809 3 Tanjungbalai Selatan 1,98 22.696 11.463 4 Tanjungbalai Utara 0,83 17,461 21.037 5 Tualang Raso 8,10 23,855 2,945 6 Teluk Nibung 12,55 37,838 3.015 J u m l a h 60,52 163,679 2.704 Sumber: BPS, 2010

4.2 Tinjauan Lokasi Penelitian

Di tengah kota ini mengalir dua sungai yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau dan daerah studi ini terletak dihadapan pertemuan kedua sungai. Pemukiman ini termasuk dalam Kecamatan Tanjungbalai Utara yaitu Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera. Lebar Sungai Asahan lebih kurang 200 meter, di tepian sungai ini terdapat pemukiman penduduk, pergudangan, pelabuhan kecil, pabrik dan

Universitas Sumatera Utara lain-lain. Mengacu pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 tahun 1997 yang menetapkan lebar sempadan pada sungai besar di luar pemukiman minimal 100 meter dan pada anak sungai minimal 50 meter di kedua sisinya. Untuk daerah pemukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi 10 – 15 meter.

PP No.47 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul diluar daerah pemukiman adalah lebih dari 5 meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul diluar pemukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul didaerah pemukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial oleh pejabat berwenang.

Kecamatan Tanjungbalai Utara ini terletak antara 020 58’ Lintang Utara (LU) dan 990 48’ Bujur Timur (BT), dengan letaknya dari permukaan laut antara 0 - 1 meter serta luas wilayah 0,48 km2 hampir semua kecamatan ini di kelilingi oleh

Sungai Silau dan Sungai Asahan (gambar 4.3).

7 3 5 2 DOK KAPAL

KEC. TANJUNG BALAI UTARA

KEL. KERAMAT KUBAH

7

S. K a p i a s 3

3 2 5

S D JL. BETING SEROJA 2 3 5 MADRASAH GG. NANGKA PABRIK ES PT. AGIS

JL. SEKOLAH MINGGU JL. PEMUDA JL. AMIR HAMZAH L

JL. MESJID JL. PEMUDA JL. NELAYAN

JL. SUBUR S D JL. SEKATA S D JL. PENDIDIKAN JL. BANTUAN SD

JL. HR SHIHAP JL. DAKWAH JL. MUSYAWARAH JL. PELITA

JL. BUDIMAN JL. AMIR HAMZAH JL. SETIA

JL. UTAMA S D

JL. KHAIRIL ANWAR

JL. PUTRI BUNGSU LAP. VOLLY L

PASAR

PAGI 2 3

S. Matahalasan

5

JL. KHAIRIL ANWAR

JL. MATAHALASAN JL. S D SEJAHTERA

KEL. TANJUNG BALAI KOTA IV

JL. LET. JEND SUPRAPTO KEC. TANJUNG BALAI SELATAN GUDANG AIRUD POLISI LAUT VI JL. J T. PANJAITAN PASAR

JL. VETERAN S. S I L AKANTOR U DINAS VI JL. D. I PANJAITAN PASAR JL. TANG

Gambar 4.3 Peta Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Bapeda Tanjungbalai, 2010

Universitas Sumatera Utara Distribusi dan kepadatan penduduk terhadap lahan Kota Tanjungbalai cukup padat (Tabel 4.2). Data statistik tahun 2009, kepadatan penduduk paling tinggi pada

Kecamatan Tanjungbalai Utara jumlah kepadatan 21.037 jiwa/km2.

Tabel 4.2 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2010

Jumlah Kepadatan Luas Jumlah No Kelurahan Penduduk Penduduk (km2) KK (jiwa) (jiwa/km2)

1 Tanjungbalai Kota III 0.173 4.529 906 26.641

2 Mata Halasan 0.161 2.600 520 16.250

3 Kuala Silo Bestari 0.171 2.714 543 24.673

4 Tanjungbalai IV 0.183 4.060 812 22.555

5 Sejahtera 0.152 3.738 748 24.920

J u m l a h 0.840 17.641 3.528 21.254

Sumber: BPS, 2010

4.3 Terbentuknya Kelurahan Kuala Silo Bestari

Wawancara dengan penduduk setempat Bapak Taufik Siregar serta warga yang sudah lama menetap tinggal pada lokasi penelitian (± 50 tahunan) mengatakan bahwa sebagian lahan Kelurahan Kuala Silo Bestari masih termasuk badan Sungai Asahan yang direklamasi. Sejarah awalnya pada tahun 1958 Pemerintah Daerah Kabupaten

Asahan (dahulu Kota Tanjungbalai termasuk dalam Kabupaten Asahan), mendatangkan kapal pengeruk pasir bernama Bengawan Solo karena pada saat itu

Sungai Asahan dan Sungai Silau mengalami pendangkalan. Kapal pengeruk

Universitas Sumatera Utara melakukan pengerukan dan hasil dari pengerukannya dibuang ke Kelurahan Kuala

Silo Bestari. Pemukiman yang ada pada saat itu merupakan pemukiman yang diteliti saat ini. Dari hasil pengerukan pasir ini terjadilah reklamasi. Akibat reklamasi terjadilah perluasan daratan dan menyebabkan penyempitan badan sungai. Gambar

4.4 dan 4.5. menunjukkan Kota Tanjungbalai diawal pembentukannnya

Gambar 4. 4 Foto Udara Kota Tanjungbalai Tahun 1930 Sumber: Wikipedia, 2011

Gambar 4.5 Pelabuhan Kota Tanjungbalai pada masa Hindia Belanda Sumber: Wikipedia, 2011

Pada tahun 1966 datang kembali kapal pengeruk pasir bernama kapal Sotong dan kapal Lintang yang bekerja untuk mendalamkan badan Sungai Asahan dan

Universitas Sumatera Utara Sungai Silau. Dari hasil pengerukan ini dibuang juga ke Kelurahan Kuala Silo

Bestari. Jadi lahan dari kelurahan ini menjadi tereklamasi dikarenakan penimbunan dari hasil pengerukan pasir dari kedua sungai. Sebelumnya pada lahan tersebut sudah terdapat rumah-rumah panggung pada badan sungai.

Tahun 1980 kembali lagi diadakan pengerukan pada Sungai Silau dan Sungai

Asahan akibat terjadinya kembali pendangkalan kedua sungai tersebut. Pasir yang menjadi tanah timbul atau daratan (beting) dan mengganggu alur pelayaran

Pelabuhan Teluk Nibung sebenarnya bukan pasir laut. Sedimentasi Sungai Asahan dan Sungai Silau membuat pendangkalan alur pelayaran semakin parah setiap tahunnya. Saat air pasang, tanah timbul dan daratan yang terbentuk dari pasir hasil sedimentasi dua sungai itu juga membuat adanya kesempatan warga untuk membangun pemukiman menuju kearah tengah badan sungai. Hal ini terus menerus berlangsung sepanjang tahun. Sedimentasi pasir yang cukup tinggi akibat pertemuan dua arus sungai membuat adanya pendangkalan terutama di sepanjang tepi sungai.

Morfologi pemukiman di kelurahan Kuala Silau Bestari yang dianalisa setiap sepuluh tahun (berdasarkan wawancara terhadap masyarakat dan pemerintah Kota

Tanjungbalai) dimulai dari pembentukan kota tahun 1958 (gambar 4.6), pengerukan sungai pertama tahun 1966 (gambar 4.7), pengerukan kedua tahun 1980 (gambar 4.8), tahun 1990 (gambar 4.9), tahun 2000 (gambar 4.10) dan tahun 2010 (gambar 4.11).

Pertumbuhan paling pesat terjadi pada awal tahun 1980.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.6 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1958 Sumber: Analisa 2010

Gambar 4.7 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1966 Sumber: Analisa 2010

Gambar 4.8 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1980 Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.9 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 1990 Sumber: Analisis, 2010

Gambar 4.10 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Tahun 2000 Sumber: Analisis, 2010

4.3.1 Kondisi lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di tepi Sungai Asahan, Kelurahan Kuala Silo

Bestari dengan kepadatan penduduk 24.673 jiwa/km2 dan luas wilayah 0,17 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Matahalasan dan

Kecamatan Tanjungbalai Utara.

Universitas Sumatera Utara b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Keramat Kubah dan

Kecamatan Sei Tualang Raso.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Silau dan Kabupaten Asahan.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjungbalai Kota IV dan

Kecamatan Tanjungbalai Utara.

Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan salah satu kelurahan yang tepat berada di pinggiran Sungai Asahan. Secara ruang pemukiman dibatasi oleh jalan beraspal dan muara Sungai Asahan dan Sungai Silau. Jumlah penduduk 2.676 jiwa dan jumlah unit rumah sebanyak 535 unit. Sebagaimana umumnya Kota Tanjungbalai khususnya Kelurahan Silo Bestari, topografi atau relief permukaan tanah di kawasan ini relatif datar. Permukaan tanah yang relatif lebih tinggi hanya dijumpai pada permukaan badan jalan dengan perbedaan tinggi 1 meter sampai 2 meter dari tanah lumpur yang ada pada badan sungai tersebut.

Gambar 4.11 Pertumbuhan Pemukiman Tepi Air Sungai Asahan Kota Tanjungbalai 2010 Sumber: Data Lapangan, 2010

Universitas Sumatera Utara Perkembangan kawasan yang cukup pesat menyebabkan juga penurunan kwalitas lingkungan karena bermunculannya kawasan pemukiman kumuh terutama di tepi sungai dengan konsentrasi penduduk yang tinggi. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang yang tinggal persis di tepi sungai ini, mereka sudah mendiami pemukiman ini rata-rata diatas tiga puluhan tahunan dan berderet sampai memakan badan sungai. Masyarakat yang mendiami badan sungai mendirikan bangunan rumahnya tanpa sepengetahuan dari pemerintah setempat dan terdapat peralihan fungsi kawasan sepanjang tepi sungai menjadi tempat bermukim penduduk dengan berbagai kegiatannya.

Pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai dan beberapa pemukiman ini didirikan diatas air sungai dengan bentuk rumah panggung. Dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam dan tinggi bangunan rumah-rumah umumnya antara 2,5 m sampai dengan 5 meter untuk menghindari air pasang. Pola pemukiman ini berbentuk piramid.

4.3.2 Kondisi fisik bangunan

Kondisi fisik bangunan pemukiman yang dimaksud dalam hal ini mencakup bentuk dan konstruksi pemukiman daerah penelitian. Bentuk rumah di Kelurahan

Kuala Silo Bestari merupakan salah satu hasil dari proses perkembangan budaya dari

Sungai Asahan. Hal ini mungkin berawal dari konsentrasi pemukiman masyarakat di sekitar tepi-tepi atau muara sungai. Rumah-rumah di sepanjang Sungai Asahan memegang peranan yang sangat penting pada zaman dulu, karena lalu lintas komunikasi, ekonomi dan sosial melewati sungai dengan menggunakan perahu/kapal

Universitas Sumatera Utara sebagai alat transportasinya. Pada awalnya rumah yang berada di tepi Sungai Asahan digunakan sebagai tempat pemukiman karena pekerjaan penduduk ditempat tersebut adalah nelayan. Perkembangan selanjutnya rumah juga digunakan sebagai tempat berusaha atau berdagang untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Konstruksi bangunan rumah tepi Sungai Asahan dari dulu sampai sekarang tidak banyak mengalami perubahan (gambar 4.12 dan 4.13) seperti:

a. Bangunannya berbentuk persegi panjang dengan konstruksi bubungan

berbentuk atap pelana

b. Sebagai tiang digunakan dua atau tiga batang kayu besar. Di atas kayu

tersebut disusun susuk dan gelagar ulin serta lantai papan untuk bangunan

rumahnya

c. Dinding dari papan kayu dengan dua pintu masing-masing menghadap ke

daratan dan ke sungai. Juga terdapat dua jendela kecil yang bersebelahan

d. Ruangan yang ada hanya dua, yaitu ruang keluarga yang berfungsi juga

sebagai ruang tamu dan kamar tidur

e. Di bagian belakang terdapat dapur gantung untuk memasak

f. Di depan pintu terdapat titian yang menghubungkan rumah dengan

daratan.

Seperti dikatakan tadi rumah panggung tepi Sungai Asahan selain digunakan sebagai tempat tinggal juga digunakan sebagai tempat berusaha seperti rumah makan, tempat penjualan bahan bakar minyak, toko dan lain-lain. Beragam alasan yang terucap dari penduduk yang menghuni rumah tepi sungai yaitu dari alasan

Universitas Sumatera Utara kenyamanan, alasan kepraktisannya serta alasan ekonomi dan keuntungan. Memang dari letaknya, rumah tepi sungai dapat memberikan keuntungan apalagi untuk daerah yang notabene jalur transportasi utama hanya melalui sungai.

Atap pelana

Diniding papan

Tiang kayu

Gambar 4.12 Bentuk Konstruksi Bangunan Rumah Tepi Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Data Lapangan, 2010

Dapur

Kamar tidur

Gambar 4.13 Bentuk Ruang Didalam Rumah Panggung Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Data Lapangan, 2010

Universitas Sumatera Utara Selain itu rumah tepi sungai juga mempunyai manfaat lain, yaitu bisa sedikit berperan menahan erosi pantai sungai karena dapat mengantisipasi gelombang.

Rumah panggung tepi sungai adalah salah satu dari hasil masyarakat yang berbudaya sungai. Keberadaannya ikut mewarnai keanekaragaman hasil budaya yang ada.

4.3.3 Tipe rumah

Tipe rumah yang didirikan di tepian Sungai Asahan umumnya berbentuk sangat sederhana (empat persegi panjang) dengan tipe atap pelana begitu pula tata ruang (denah) rumahnya. Dari segi kenyamanan sebetulnya cukup baik karena semua rumah dilengkapi dengan cukup bukaan (jendela/pintu) hanya untuk kawasan pemukiman padat seperti di lingkungan V Kelurahan Kuala Silo Bestari yang umumnya berkelompok (cluster) sehingga kerapatan bangunannya tinggi. Jendela rumah yang satu dengan yang lain kadang-kadang saling berhadapan dan cahaya matahari kurang. Beberapa tipe rumah yang terdapat di lokasi adalah sebagai berikut:

a. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dan bertingkat kebanyakan didirikan

di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (pagar kayu).

Lahan biasanya berupa tanah asli dengan tanaman bunga.Untuk rumah

yang letaknya di pinggir jalan umumnya berfungsi ganda, yaitu sebagai

rumah tinggal dan juga sebagai tempat usaha (warung, toko, bengkel dll)

seperti terlihat pada gambar 4.14.

b. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dengan lokasi bagian depan di tepi

jalan (daratan), sedangkan bagian belakang ditepian Sungai Asahan.

Batas antara rumah/lahan dengan jalan jelas (pagar kayu). Umumnya

Universitas Sumatera Utara bagian depan yang menghadap jalan berfungsi sebagai rumah tinggal

sedangkan yang menghadap tepian Sungai Asahan sebagai tempat usaha

(gambar 4.15).

Rumah tipe tunggal bertingkat Rumah tunggal Tidak bertingkat

Gambar 4.14 Tipe Rumah di Daratan Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Data Lapangan, 2010

Gambar 4.15 Tipe Rumah yang Berfungsi Sebagai Tempat Tinggal dan Usaha Sumber: Data Lapangan, 2010

c. Rumah di tepian Sungai Asahan umumnya tidak bertingkat dan

berkelompok serta bergandengan (gambar 4.16). Kerapatan bangunan

sangat tinggi sehingga batas rumah kadang-kadang tidak jelas karena

dinding rumah langsung berbatasan dengan jalan (titian kayu). Dari

Universitas Sumatera Utara sekian rumah yang dikunjungi hanya satu rumah bertingkat dihuni dua

keluarga (orangtua dan anaknya yang sudah berkeluarga).

Gambar 4.16 Tipe Rumah Berkelompok di Tepi Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Data Lapangan, 2010

4.3.4 Sarana penghubung

Selain sarana penghubung fungsi sungai juga sebagai penunjang kegiatan ekonomi, tempat bersosialisasi penduduk di pemukiman setempat. Jalan utama yang menghubungkan pemukiman ini dengan pemukiman yang ada di daratan adalah jalan lokal dengan kondisi jalan cukup baik, beraspal dengan pekerasan. Sedangkan lebar badan jalan lebih kurang 4 meter dan terdapat jalan setapak terbuat dari beton cor.

Di lokasi pemukiman yang berada pada badan sungai terdapat jalan penghubung berupa jalan titian kayu yang berfungsi sebagai koridor penghubung jalan utama dengan tepian sungai, dengan panjang dari jalan bervariasi sekitar 25 meter sampai 100 meter. Juga berfungsi sebagai jalan akses bagi rumah penduduk yang terdapat di sepanjang tepian sungai. Lebar jalan titian (terbuat dari kayu)

Universitas Sumatera Utara bervariasi antara 1 meter sampai 2 meter dan jarak titian tidak seragam (gambar 4.17 dan 4.18).

Gambar 4.17 Sarana jalan di Daratan Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Data Penelitian, 2010

Gambar 4.18 Sarana Jalan di Atas Badan Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Data Penelitian, 2010

Universitas Sumatera Utara 4.4 Terbentuknya Kelurahan Sejahtera

Kelurahan Sejahtera merupakan bagian dari Kecamatan Tanjungbalai Utara.

Kelurahan Sejahtera terbentuk secara organik dan tepat berada dibibir Sungai Silau.

Kelurahan ini berjarak kurang lebih 1 – 2 km dari Kelurahan Kuala Silo Bestari.

Ditempat ini tidak mengalami reklamasi seperti Kelurahan Silo Bestari tetapi bibir

Sungai Silau sudah mengalami penanggulan. Tanggul ini terbuat dari susunan batu kali sepanjang Sungai Silau dan juga sebagai batas kelurahan.

Sejarah awal Kelurahan Sejahtera di awali pada tahun 1940 –an (hasil wawancara dengan orangtua yang lama bermukim disana). Awal mulanya lokasi tersebut merupakan rawa-rawa sebagai sempadan Sungai Silau. Dan hanya beberapa rumah/penduduk yang bermukim didaerah tersebut. Tahun 1950 –an lokasi tersebut ditimbun dengan limbah kulit kerang (karena kerang merupakan hasil komoditas penduduk setempat). Kemudian tahun 1960–an lokasi tersebut ditimbum kembali dengan limbah serbuk kayu yang berasal dari kilang papan di pinggiran Sungai Silau.

Karena adanya penimbunan tersebut memicu penduduk untuk bermukim dan membangun di Kelurahan Sejahtera.

Status kepemilikan lahan dari awal terbentuknya pemukiman merupakan milik Sultan Asahan yang berkuasa sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda.

Sultan memberikan wewenang kepada penduduk setempat untuk menggunakan lahan tersebut dengan cara dihibahkan, disewa atau membeli dengan cara cicilan. Ini terjadi diawal tahun 1930-an. Kemudian tahun 1960-an oleh pemerintah Republik Indonesia lahan tersebut disertifikasi dan dilegalitaskan untuk menjadi hak milik penduduk

Universitas Sumatera Utara setempat. Sejak itulah kepemilikan tanah di lokasi Kelurahan Sejahtera lebih jelas kepemilikannya dan diakui secara legal oleh pemerintah (gambar 4.19).

Kelurahan Kuala Silo Bestari

Kelurahan Sejahtera

Gambar 4.19 Peta Kelurahan Sejahtera Sumber: BAPPEDA Kota Tanjungbalai, 2010

4.4.1 Kondisi lokasi penelitian

Lokasi penelitian kedua yang dilakukan di tepi Sungai Silau adalah Kelurahan

Sejahtera dengan kepadatan penduduk 23,776 jiwa/km2 serta luas wilayah 0,152 km2

Kelurahan Sejahtera merupakan salah satu kelurahan yang tepat berada di pinggiran

Sungai Silau. Secara ruang kawasan pemukiman ini dibatasi oleh jalan beraspal dan muara Sungai Asahan dan Sungai Silau. Jumlah penduduk 3.684 jiwa dan jumlah unit rumah sebanyak 737 unit. Topografi atau relief permukaan tanah di kawasan di

Kelurahan Sejahtera ini relatif datar akibat penimbunan (gambar 4.20). Permukaan tanah yang relatif lebih tinggi hanya dijumpai pada permukaan badan jalan dengan

Universitas Sumatera Utara perbedaan tinggi 1 meter sampai 2 meter dari tanah lumpur yang ada pada badan sungai tersebut.

Gambar 4.20 Rumah Panggung Akibat Penimbunan Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

Perkembangan kawasan yang cukup pesat menyebabkan juga penurunan kualitas lingkungan karena bermunculannya kawasan pemukiman kumuh terutama di tepi sungai dengan konsentrasi penduduk yang tinggi. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang yang tinggal persis di tepi sungai ini, mereka sudah mendiami pemukiman ini rata-rata diatas tiga puluhan tahunan. Pada waktu terbentuknya, pemukiman yang ada masih jarang. Tetapi karena jumlah penduduk bertambah sementara lahan tetap maka lahan yang ada mulai diisi dengan penduduk. Dan lambat laun sampai sekarang pemukiman tersebut sangat padat. Umumnya lahan di

Kelurahan Sejahtera ini merupakan lahan yang turun temurun (warisan). Sehingga terdapat kekerabatan yang sangat erat terhadap sesama pemukim

Pola pemukiman ini mengarah ke tepi sungai umumnya bentuk rumah panggung. Rumah panggung ini dibuat untuk mengantisipasi apabila terjadi banjir akibat air pasang Sungai Silau datang. Ketinggian rumah panggung juga tidak terlalu

Universitas Sumatera Utara tinggi berkisar 1- 3 meter (diatas Sungai Silau). Hal ini dikarenakan sempadan sungai sudah mengalami penanggulan, sehingga air pasang yang masuk hanya sedikit. Pola pemukiman ini adalah linier sepanjang tepi Sungai Silau. Menurut Departemen

Kimpraswil (2003) lebar sempadan sungai bertanggul diluar daerah permukiman adalah 5 meter sepanjang kaki tanggul. Dalam lokasi penelitian Kelurahan Sejahtera hal ini tidk berlaku lagi karena tanggul yang ada sebagai batas sempadan juga digunakan sebagai lokasi bermukim dan prasarana jalan juga tersedia (dari beton cor) sampai batas tanggul.

4.4.2 Kondisi fisik bangunan

Kondisi fisik bangunan pemukiman yang dimaksud dalam hal ini mencakup bentuk dan konstruksi pemukiman daerah penelitian. Bentuk rumah di Kelurahan

Sejahtera sangat berbeda dengan Kelurahan Kuala Silo Bestari. Karena kecenderungan rumah tepi air tidak lagi mendominasi wilayah ini.

Rumah-rumah di sepanjang Sungai Asahan khususnya kelurahan penelitian memegang peranan yang sangat penting sebagai lalu lintas komunikasi, ekonomi dan sosial serta sebagai alat transportasinya apabila menggunakan perahu/kapal. Pada awalnya rumah yang berada di tepi Sungai Silau digunakan sebagai tempat pemukiman karena pekerjaan penduduk ditempat tersebut adalah nelayan.

Perkembangan selanjutnya rumah juga digunakan sebagai tempat berusaha atau berdagang untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari serta mata pencahariannyapun tidak lagi didominasi sebagai nelayan.

Universitas Sumatera Utara Konstruksi bangunan rumah tepi Sungai Silau khususnya Kelurahan Sejahtera adalah sebagai berikut (gambar 4.21 dan 4.22) sesuai dengan teori Purwito, (2002):

1. Sebagian bangunannya berbentuk persegi panjang dengan konstruksi

bubungan berbentuk atap pelana.

2. Dinding dari papan kayu maupun dari batu (permanen) dengan dua pintu

masing-masing menghadap ke daratan dan ke sungai. Juga terdapat dua

jendela kecil yang bersebelahan.

3. Ruangan yang ada hanya dua, yaitu ruang keluarga yang berfungsi juga

sebagai ruang tamu dan kamar tidur khususnya untuk rumah yang tepat

berada di pinggir sungai. Untuk rumah yang berada didarat maupun

sebagian didarat dan di atas sungai sudah terpisah beberapa fungsi

ruangannya.

Atap pelana Dinding batu

Dinding papan

Gambar 4.21 Bentuk Konstruksi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

Universitas Sumatera Utara Dinding kayu MCK

Pondasi umpak Gambar 4.22 Bentuk Pondasi Bangunan Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

Di Kelurahan Sejahtera ini kondisi pemukiman lebih teratur. Ini dilihat dari kondisi pemukimannya yang tidak memakan badan sungai sebagai tempat bermukim

(gambar 4.23). Hal ini mungkin karena adanya tanggul yang sepanjang Sungai Silau

(gambar 4.24).

Gambar 4.23 Kondisi Lingkungan Kelurahan Sejahtera Sumber: Data lapangan, 2010

Universitas Sumatera Utara Tanggul Sungai

Gambar 4.24 Tanggul Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera Sumber: Data lapangan, 2010

4.4.3 Tipe rumah

Tipe rumah yang didirikan di tepian Sungai Silau khususnya Kelurahan

Sejahtera bentuknya lebih variatif. Rumah panggung hanya berada pada bagian yang bertemu langsung dengan tepi sungai. Sedangkan rumah di daratan sudah tidak berupa rumah panggung lagi. Konstruksinya juga sudah didominasi dengan rumah permanen (batu). Beberapa tipe rumah yang terdapat di lokasi adalah sebagai berikut:

1. Tipe rumah tunggal tidak bertingkat dan bertingkat (gambar 4.25 dan

4.26) kebanyakan didirikan di daratan dengan batas rumah/lahan dan

jalan cukup jelas (pagar kayu). Lahan biasanya berupa tanah asli dengan

kondisi yang lebih terawat. Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan

umumnya berfungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai

tempat usaha (warung, toko, dll)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.25 Rumah Tipe Tunggal di Darat Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

Gambar 4.26 Rumah Tipe Bertingkat didarat Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

2. Rumah tipe tunggal maupun bertingkat ditepi Sungai Silau (gambar 4.27

dan 4.28) berupa rumah-rumah panggung. Kondisi rumah sangat

memprihatinkan, karena ada yang sudah tidak layak huni. Batas antara

rumah ada yang jelas dan ada yang tidak jelas akibat berdempet satu dan

lainnya. Rumah panggung umumnya membelakangi sungai dan sungai

dipakai sebagai sarana MCK.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.27 Tipe Rumah Tunggal di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

Gambar 4.28 Tipe Rumah Bertingkat di Tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Lapangan, 2010

4.4.4 Sarana penghubung

Sungai digunakan sebagai alat transportasi maupun sebagi tempat mencari nafkah kepala keluarga. Selain sarana penghubung fungsi sungai juga sebagai penunjang kegiatan ekonomi, tempat bersosialisasi penduduk di pemukiman setempat. Jalan utama yang menghubungkan pemukiman ini dengan pemukiman yang ada di daratan adalah jalan lokal dengan kondisi jalan cukup baik, beraspal

Universitas Sumatera Utara dengan perkerasan. Sedangkan lebar badan jalan lebih kurang 4 meter juga terdapat jalan setapak yang terbuat dari beton cor (gambar 4.29 dan 4.30).

Gambar 4.29 Sarana Jalan di Daratan Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Penelitian, 2010

Gambar 4.30 Sarana Jalan Menuju Sungai Silau Kelurahan Sejahtera Sumber: Data Penelitian, 2010

Universitas Sumatera Utara BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Umum

Untuk memudahkan penjelasan hasil analisa ini, maka untuk analisisnya dibahas terhadap masing-masing lokasi penelitian. Demikian juga untuk analisa pembahasan, dilakukan masing-masing terhadap lokasinya.

5.2 Kelurahan Kuala Silo Bestari

Seperti telah dijelaskan semula bahwa lokasi penelitian terbagi atas dua kelurahan yaitu Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera yang berada dalam satu kecamatan yang sama. Kelurahan Kuala Silo Bestari pemukiman penduduknya sudah melewati sempadan Sungai Asahan, sedangkan Kelurahan

Sejahtera bagian sungainya sudah ditanggul.

5.2.1 Karakteristik Responden

Informasi mengenai responden yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup kajian mengenai beberapa aspek. Seperti jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran dan lain-lain. Karekteristik responden ini diambil guna mendukung analisa yang akan dibahas selanjutnya. Diharapkan hasil analisa ini dapat mewakili kondisi pada lokasi penelitian.

Dari 100 quisioner yang disebarkan di lokasi penelitian terdapat 89 % adalah laki-laki dan 11 % wanita dengan kelompok umur yang bervariatif (gambar 5.1).

Universitas Sumatera Utara Kelompok umur < 30 tahun sebanyak 5%, 30 – 40 tahun sebanyak 26%, 40 – 50 tahun sebanyak 47 % dan > 50 tahun sebanyak 22 % (gambar 5.2). Diharapkan dengan kelompok umur yang variatif ini dapat mewakili hasil kajian yang diteliti.

11%

89%

Pria Wanita

Gambar 5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Sumber: Analisis, 2010

5% 22% 26%

47%

< 30 tahun 30 - 40 tahun 40 - 50 > 50 tahun

Gambar 5.2 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur Sumber: Analisis, 2010

4% 2% 17% 77%

Sampai SD Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Akademi/PT

Gambar 5.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara Demikian juga dengan tingkat pendidikan responden yaitu didapat bahwa pendidikan responden sangat minim dengan jumlah 77% responden hanya berpendidikan sampai tingkat SD (gambar 5.3). Responden yang sarjana terdapat 2% yaitu responden yang berada pada daratan di pinggir Sungai Asahan. Suprijanto

(1995) mengemukakan karakteristik permukiman tepi sungai bahwa penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.

Secara empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Umumnya tingkat pendapatan sangat rendah atau dengan kata lain cenderung miskin. Data ini didukung dengan tingkat pengeluaran yang sangat rendah. Hasil penelitian data responden menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran sebesar Rp. 300.000 – Rp. 500.000,- per bulannya sangat mendominasi yaitu sebesar 73 % dari jumlah responden dan hanya

2% responden yang mempunyai pengeluaran > Rp. 1 juta (gambar 5.4 dan 5.5).

15% 2% 10%

73% < 300.000 300.000 - 500.000 500.000 - 1.000.000 > 1.000.000,-

Gambar 5.4 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pengeluaran Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.5 Responden dengan Pengeluaran Rendah Sumber: Analisis, 2010

Komunitas masyarakat miskin yang kebanyakan tinggal di bantaran sungai adalah seperti nelayan dan buruh yang menghuni kampung-kampung di pinggiran

Sungai Asahan. Hasil data penelitian menunjukkan bahwa 91 % pekerjaan penduduk yang tinggal di pemukiman tepi Sungai Asahan adalah nelayan (gambar 5.6 dan 5.7).

Gambar 5.6 Responden dengan tingkat pengeluaran tinggi Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara 4% 1% 4% 0% 91%

Buruh Nelayan Petani Pedagang lain-lain

Gambar 5.7 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Sumber: Analisis, 2010

Faktor yang menjadi alasan keberadaan pemukiman tepi sungai adalah faktor harga tanah yang cukup murah, selain saat itu lahan untuk pemukiman sebelumnya ramai diperjualbelikan untuk kepentingan pemukiman yang bersifat lebih permanen.

Pemukiman tepi Sungai Asahan mulai padat semenjak tahun 1958 dan berkembang pesat sampai sekarang tahun 2010. Walaupun status kepemilikan lahan tidak jelas dan sangat berbahaya bagi penduduk yang tinggal di lokasi tersebut.

Dikaitkan antara pekerjaan dengan lokasi tempat bermukim merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Dilihat dari hasil penelitian data lapangan bahwa faktor dominan yang menjadi alasan untuk tetap bermukim di lokasi tersebut adalah karena harga lokasi tersebut murah dibanding dengan di tempat lain. Faktor lain yang dominan adalah bahwa lokasi tepi Sungai Asahan sangat dekat dengan pekerjaan pemukim yaitu sebagai nelayan (gambar 5.8).

Universitas Sumatera Utara 94% 90% 97% 84%

15%

Dekat dengan lokasi Dekat dengan Harga murah Mudah Tidak punya pilihan pekerjaan keluarga kepemilikannya

Gambar 5.8 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim Sumber: Analisis, 2010

Bila dikaji lebih dalam lagi, tiap pemukiman tepi sungai mempunyai tingkat kompleksitas permasalahan yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh ragam komunitas yang menempati tiap pemukiman sehingga solusi untuk menangani tiap pemukiman akan berbeda pula. Di samping itu, kondisi sosial-budaya sekitar ikut mempengaruhi suatu pemukiman tersebut. Kondisi sosial budaya yang menjadi bagian kehidupan dari komunitas tersebut memiliki hubungan timbal balik antara satu sama lain dalam membentuk perilaku lingkungan masyarakat di dalamnya.

Masalah perumahan/pemukiman seringkali diteropong secara sempit sebagai masalah pengadaan rumah dalam bentuk fisik semata yang memang mudah ditemu kenali dan dikuantifikasikan. Sisi mata uang yang lain yang tidak teraga, menyangkut aspek paguyuban, kekentalan komunitas, persepsi, aspirasi dan harapan penghuninya sedikit banyak lepas dari pengamatan. Inilah bentuk perilaku lingkungan dari masyarakat yang tinggal di sepanjang tepi sungai, lazimnya yang terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah pekerjaan sebagai nelayan (gambar 5.9). Hasil penelitian

Universitas Sumatera Utara terhadap responden cenderung memilih tinggal pada lokasi tersebut karena dekat dengan keluarga yaitu sebesar 90 %.

Gambar 5.9 Pekerjaan Responden Sebagai Nelayan Sumber: Analisis, 2010

Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi. Tetuko, 2001 dalam

Saptorini, mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu kelompok yang memiliki ruang tertentu, kelompok yang mempunyai sifat sama dan kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk dengan hubungan sosial yang sama. Hasil quisioner yang disebarkan bahwa seluruh responden (100%) selalu rutin mengikuti kegiatan soisal yaitu pengajian/wirit untuk yang muslim dan kegiatan keagamaan bagi non muslim (gambar 5.10). Sementara itu karena kekerabatan sangat erat (dekat dengan keluarga) kegiatan gotong royong rutin dilaksanakan (95%).

Universitas Sumatera Utara 100% 95%

2% 3% 1%

Pengajian/wirit Gotong royong Olahraga Arisan lain- lain

Gambar 5.10 Kegiatan Sosial Responden Sumber: Analisis, 2010

5.2.2 Tipologi pemukiman

Cikal bakal pemukiman tepian Sungai Asahan adalah pemukiman sebelumnya yang berlokasi kurang lebih 10 meter dari pemukiman tepi sungai (masih dalam batas garis sempadan). Pemukiman tersebut mulai tumbuh di tahun 1950-an dan hanya dihuni oleh segelintir orang yang mayoritas perantau dari daerah di Tanjungbalai dan

Asahan. Dengan keterbatasan keterampilan dan pendidikan, mereka mulai menempati wilayah sekitar sungai (tidak tepat di tepi sungai) dengan cara menyewa maupun menempati sebagai milik pribadi. Kondisi lahan saat itu masih cukup luas dan statusnya masih bersifat independen.

Saat itu, lebar Sungai Asahan kurang lebih 200 meter dan memiliki kedalaman sungai yang cukup dalam karena dapat dilewati kapal-kapal besar. Dengan bantaran sungai yang saat itu juga cukup lebar, para pemukim melihat potensi lahan kosong tersebut yang bisa dimanfaatkan untuk area tempat tinggal mereka juga.

Akhirnya mereka memilih untuk mengeruk tanah di tepi Sungai Asahan agar bisa dijadikan lahan pemukiman. Dengan fasum dan fasos yang didirikan secara swadaya

Universitas Sumatera Utara murni dari warganya, pemukiman tepi sungai tersebut memiliki keseragaman strata sosial dan pekerjaan para warganya yang sebagian besar buruh serabutan.

Pengalaman pemukiman tepi Sungai Asahan menunjukkan bahwa disebabkan oleh kesesakan ruang personal akibat keterbatasan ruang dalam mereka telah menimbulkan tingkah laku sosial yang bersifat agresif, sehingga penghuni cenderung mengembangkan preferensi perilaku dan mengembangkan rancangan arsitektural.

Dipicu pula oleh status lahan yang independen dan letak lahan yang berada sekitar pemukiman yang mengundang untuk diolah, penghuni mempresentasikannya sebagi ruang yang bisa difungsikan.

Fenomena serupa yang terjadi di kawasan pemukiman tepian Sungai Asahan telah dijabarkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara psikologis, setiap orang yang memiliki keterbatasan diri untuk mendapatkan yang diinginkan, secara spontan akan mengekspansi area yang dianggap bebas. Sehingga tidaklah heran, hampir sebagian besar pemukiman tepi sungai memiliki kesamaan komunitas, problematika, perekonomian hingga sosial budaya.

Dari gambar 5.11 terlihat bahwa pemukiman yang ada di lokasi penelitian sudah melewati garis sempadan sungai Asahan. Pemukiman yang ada pada tahun

2010 sudah melewati batas garis sempadan. Dengan kata lain sudah masuk dalam badan Sungai Asahan.

Universitas Sumatera Utara K AL

KEC. TANJUNG BALAI UTARA KEL. KERAMAT KUBAH

S D

JL. BETING SEROJA

MADRASAH GG. NANGKA

JL. SEKOLAH MINGGU

JL. NELAYAN JL. MESJID

N

JL. HR SHIHAP

S D

LAP. VOLLY 2 3

Garis sempadan sungai KEL. TANJUNG BALAI KOTA IV

KEC. TANJUNG BALAI SELATAN AIRUD POLISI LAUT VI

JL. VETERAN KANTOR DINAS S. S I L A U VI PASAR G Gambar 5.11 Peta Garis Sempadan Tepi Sungai Asahan Sumber: BAPPEDA Kota Tanjungbalai, 2010

5.2.3 Tipologi rumah di dalam garis sempadan

Secara tipologi pemukiman menurut Departemen Kimpraswil, 2002, pemukiman tepi sungai ada dua. Tipe pertama terletak di dalam garis sempadan sungai baik yang bertanggul maupun tidak hal ini disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan sarana dasar, eksploitasi pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan rendah, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah, aksesibilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.

Tipe rumah yang terletak di dalam garis sempadan sungai banyak terdapat pada lokasi penelitian. Garis sempadan Sungai Asahan Kelurahan Kuala Silo Bestari hampir tidak nampak karena padatnya rumah penduduk. Tipe rumah umumnya permanen/batu, semi permanen/setengah batu dan kayu (gambar 5.12 dan 5.13).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.12 Tipe Rumah Bertingkat di Dalam Garis Sempadan Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.13 Tipe Rumah Deret di Dalam Garis Sempadan Sumber: Analisis, 2010

Sejarah pertumbuhan pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari dimulai pada

Tahun 1958. Akibat adanya abrasi Sungai Asahan menyebabkan badan sungai menjadi lebar. Untuk itu pemerintah pada waktu itu mengadakan pengerukan dan mereklamasi pantai. Akibatnya tumbuh pemukiman di sepanjang pantai yang direklamasi. Mahalnya harga lahan di pusat kota dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat menyebabkan pemukiman tepi Sungai Asahan tumbuh dengan pesat.

Universitas Sumatera Utara Apalagi hal ini ditunjang dengan kemudahan kepemilikan lahan serta sungai merupakan lokasi tempat mata pencaharian penduduk setempat.

Dari hasil kuisioner yang disebarkan bahwa 78% masyarakat sudah berdiam lebih dari 10 tahun di lokasi (gambar 5.14). Untuk responden yang mendiami lebih kecil dari 5 tahun merupakan keluarga baru yang membangun rumah diatas badan

Sungai Asahan (yang paling luar dari garis sempadan). Sebagian besar penghuni mempunyai ikatan keluarga dalam lokasi tersebut. Lokasi penelitian walaupun merupakan lahan illegal tidak menjadi halangan dalam membangun lokasi membangun pemukiman di tepi sungai. Kemudahan dalam pengadaan sarana umum seperti listrik dan air sudah ada dan di suplai dari pemerintah setempat. Prasarana ini terbatas hanya pada lokasi yang berbatasan langsung dengan sungai (sempadan sungai) khususnya air bersih. Untuk sarana penerangan disuplai oleh PLN setempat.

Seluruh pemukiman di Kelurahan Silo Bestari mendapat penerangan yang difasilitasi oleh PLN setempat.

11% 11%

51%

27%

< 5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 20 tahun > 20 tahun

Gambar 5.14 Karakteristik Responden Menurut Lamanya Bermukim Sumber: Analisis, 2010

Sarana tempat pambuangan sampah hampir tidak ada. Ini ditandai dengan tidak adanya pengumpulan sampah khususnya bagi penduduk yang di dalam area

Universitas Sumatera Utara badan sungai Asahan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan sangat rendah. Hal ini ditandai dengan badan sungai Asahan digunakan sebagai fasilitas MCK dan juga tempat pembuangan sampah.

5.2.4 Tipologi rumah di area badan sungai

Tipe rumah di area badan sungai dari bagian tepi sampai dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana transportasi vital. Tipe bangunan umumnya rumah panggung dan bidang lantai langsung berhubungan dengan tanah maupun sungai. Rumah panggung terdapat mulai dari garis sempadan sampai ada yang mencapai 50 meter ke arah badan Sungai Asahan.

Sungai Asahan masih digunakan sebagai sarana transportasi antar pulau di

Kota Tanjungbalai, juga dimanfaatkan sebagai tempat mencari nafkah (nelayan).

Secara arsitektur, bangunan pada pemukiman di tepi sungai dibedakan atas bangunan di atas tanah, bangunan panggung di atas air (gambar 5.15), bangunan panggung di darat (gambar 5.16), bangunan rakit di atas air.

Gambar 5.15 Tipe Rumah Panggung Diatas Sungai Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.16 Tipe Rumah Panggung di Darat Sumber: Analisis, 2010

Rumah panggung kayu merupakan dominasi secara arsitektur bangunan tepi sungai khususnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari. Ini dapat dilihat dari hasil analisa lapangan yaitu 85 % merupakan rumah panggung kayu (gambar 5.17). Rumah panggung kayu umumnya terdapat pada badan sungai Asahan. Untuk permanen (2%) dan rumah semi permanen (6%) umumnya terdapat pada lokasi di dalam garis sempadan Sungai Asahan (di tanah).

2% 5% 6% 2%

85%

Rumah kayu Semi permanen/setengah batu Permanen/batu Rumah panggung kayu lain-lain

Gambar 5.17 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara Kondisi rumah tepi sungai yang ada di dalam garis sempadan biasanya terdapat didarat atau sebagian di darat (8 %) dan sebagian di atas air (5%) (gambar

5.18 dan 5.19) dan ada rumah panggung yang terdapat didarat. Dari hasil wawancara bahwa apabila terjadi air pasang sungai muka air akan bias memasuki rumah.

Sehingga untuk menghindari genangan dibuatlah rumah panggung. Sedangkan di area badan sungai umumnya terdapat diatas air. Dari hasil kuisioner (gambar 5.20) terdapat 85 % responden mempunyai rumah diatas air (rumah panggung).

Gambar: 5.18 Rumah Panggung Kayu diatas Air Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.19 Rumah Permanen di Darat Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara 5% 2% 8%

t

85% Di darat Diatas air Sebagian di darat/di air lain-lain

Gambar 5.20 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi Sumber: Analisis, 2010

5.2.5 Analisa tipologi pemukiman

Secara spesifik tipologi pemukiman tepi air dapat dibedakan menurut letak lokasinya. Letak lokasi tersebut adalah dalam garis sempadan sungai dan di area badan sungai (di luar garis sempadan). Untuk itu analisanya adalah membandingkan kondisi pemukiman pada kedua daerah tersebut. Selanjutnya dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Di Kelurahan Kuala Silo Bestari Lokasi No Tipe rumah Di dalam garis Di area badan sempadan Sungai sungai 1 Rumah tunggal 32 0 2 Rumah bertingkat 27 0 3 Rumah panggung tunggal 37 426 4 Rumah panggung bertingkat 16 5 Jumlah 112 431 Sumber: Analisis, 2010

Dari tabel 5.1 diatas nampak bahwa tipe rumah yang terdapat diatas air yang mendominasi tipe rumah ini. Menurut Suprijanto (2003) bahwa tipologi bangunan pemukiman tepi sungai selalu menggunakan konstruksi sederhana seperti rumah-

Universitas Sumatera Utara rumah kayu dengan struktur sederhana. Secara rinci juga diklassifikasi tipe rumah yang terdapat di lokasi seperti rumah tunggal tidak bertingkat (32 unit) dan rumah bertingkat (27 unit) yang berada dalam garis sempadan sungai. Rumah tunggal ini terdapat dalam batas garis sempadan sungai. Sesuai dengan teori yang ada dalam Bab

II bahwa umumnya tipe bangunan ini didirikan di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (gambar 5.21). Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan umumnya berfungsi ganda yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai tempat usaha

(gambar 5.22).

Gambar 5.21 Tipe Rumah Tunggal dengan Batas Pagar Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.22 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara Rumah tepi sungai baik yang di dalam badan sungai umumnya merupakan rumah panggung tunggal (417 unit). Umumnya rumah ini tidak bertingkat dan berkelompok serta bergandengan. Kerapatan bangunan sangat tinggi sehingga batas rumah tidak jelas (gambar 5.23). Dinding rumah langsung berbatasan dengan jalan

(titian kayu) (gambar 5.24). Secara rinci tipe-tipe rumah diatas diklasifikasikan menurut bentuk rumahnya. Terlihat pada tabel 5.2 bahwa rumah panggung kayu tunggal (tidak bertingkat) pada batas garis sempadan sungai mendominasi bentuk rumah ini (41 unit). Rumah ini berbentuk panggung kayu karena tempatnya berada didaratan. Rumah-rumah ini dibuat panggung untuk menghindari air pasang sungai.

Gambar 5.23 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.24 Dinding Rumah Berbatasan Langsung Jalan Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya Lokasi No Tipe rumah Di dalam garis Di area badan sempadan Sungai sungai 1 Rumah kayu tunggal 23 0 2 Rumah tunggal semi 2 0 permanen/setengah batu 3 Rumah tunggal permanen/ batu 2 0 4 Rumah panggung kayu tunggal 41 426 5 Rumah panggung semi 5 1 permanen/setengah batu 6 Rumah panggung permanen/batu 2 0 7 Rumah panggung kayu 24 5 bertingkat 8 Rumah panggung bertingkat 8 0 semi permanen/setengah batu 9 Rumah panggung bertingkat 5 0 permanen/batu Jumlah 112 431 Sumber: Analisis, 2010

Rumah panggung kayu tunggal banyak terdapat pada area badan sungai.

Bentuknya sangat sederhana, serta pembagian ruang yang seadanya. Rumah ini umumnya hanya terdiri dari satu kamar tidur (untuk kepala keluarga) dan ruang yang tanpa sekat serta multifungsi sebagai ruamg tamu, ruang tv dan dapur. Rumah-rumah ini berbentuk tunggal karena satu dinding dengan dinding yang lain tidak bertemu hanya terpisah ± 30 – 50 cm saja (gambar 5.25 dan 5.26). Konstruksi dan pondasi rumah sangat sederhana. Pondasi hanya berupa kayu-kayu khususnya yang diatas badan sungai. Untuk daratan ada yang sudah memakai pondasi umpak dan ada yang dimodifikasi dengan pondasi kayu.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.25 Rumah Saling Berkelompok Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.26 Batas Rumah Berupa Jalan Titian Sumber: Analisis, 2010

5.2.6 Morfologi pemukiman tepi sungai

Pada dasarnya kelahiran suatu kota melalui proses sejarah yang panjang dengan memperlihatkan perkembangan dan perubahan baik pada kondisi fisik maupun nonfisik. Perubahan fisik kota dapat dilihat pada bangunan dan perkampungan lama masyarakat, sementara perubahan nonfisik kota dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara pada perkembangan ekonomi dan politik masyarakat kota. Aktivitas ekonomi, budaya, politik, dan sosial pada masa lalu banyak dilakukan melalui laut sehingga menyebabkan kota berkembang di wilayah pantai dan pinggir sungai. Sejarah membuktikan bahwa perdagangan paling ramai dan mudah dilakukan adalah melalui sungai dan laut. Akibatnya muncul pemukiman-pemukiman di sekitar sungai dan pantai. Pemukiman itu pada perkembangannya berubah menjadi kota seiring dengan adanya interaksi antara penduduk asli dengan pendatang setelah melalui proses yang panjang.

Morfologi pemukiman berkaitan dengan susunan, bentuk, atau persebaran fenomena dalam ruang muka bumi, baik fenomena yang bersifat alami (aliran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah dan curah hujan) maupun fenomena sosial budaya

(pemukiman, persebaran penduduk, mata pencaharian, dan jenis rumah tinggal). Pola pemukiman terkait dengan sungai, jalan, bentuk lahan, dan sebagainya. Contohnya pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari umumnya mengikuti tepi aliran sungai.

Pada umumnya morfologi pemukiman nelayan sepanjang Sungai Asahan memanjang mengikuti alur sungai di mana mereka berada. Rumah yang dibangun selalu menghadap ke sungai karena sungai telah menjadi sistem sosial-budaya dan ekonomi. Sungai memberikan multifungsi bagi mereka, yaitu sebagai sarana transportasi dan komunikasi, sumber mata pencaharian, dan tempat mandi, mencuci, dan kakus (MCK). Rumah adalah rumah panggung yang tingginya berkisar antara 1 -

10 m dari permukaan tanah sebagai upaya untuk mengantisipasi banjir dan air pasang sungai. Dalam satu rumah panggung yang luasnya berkisar antara 4 m x 9 m (< 50 m2) dihuni oleh satu keluarga atau lebih yang terdiri dari orang tua, anak-anak yang

Universitas Sumatera Utara belum menikah. Luas lahan (86%) hampir sama dengan luas bangunan (87%) khususnya yang berada dalam badan sungai. Secara rinci dapat dilihat pada gambar

5.27 dan 5.28.

8% 3% 3%

86% < 50 m2 50 - 100 m2 100 - 200 m2 > 200 m2

Gambar 5.27 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Lahan Sumber: Analisis, 2010

3% 2% 8%

87%

< 50 m2 50 - 100 m2 100 - 200 m2 > 200 m2

Gambar 5.28 Karakteristik Rumah Responden Menurut Luas Bangunan Sumber: Analisis, 2010

Nilai sosial yang bisa diambil dari fungsi sungai sebagai MCK adalah masalah praktis, misalnya pada saat seorang ibu turun ke sungai untuk mencuci pakaian, ia sekaligus bisa langsung membuang air besar, mandi, dan mengambil air untuk keperluan rumah tangga (gambar 5.29). Beberapa orang yang sedang mandi

Universitas Sumatera Utara bersamaan pada satu jamban pada sore hari, misalnya, bisa melakukan komunikasi tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan mereka sehari-hari.

Gambar 5.29 Peran Sungai yang Multifungsi Sumber: Analisis, 2010

Morfologi pemukiman tepi air Sungai Asahan dibedakan antara model pemukiman pola cluster (berkelompok) dan pola linier.

5.2.7 Morfologi pola linier

Morfologi suatu pemukiman ditekankan pada bentuk fisik dari lingkungan kota/pemukiman. Secara spesifik untuk pemukiman tepi air diklassifikasikan terhadap bentuk/pola linier dan pola berkelompok. Pola linier yang dimaksud adalah pola-pola yang mengikuti alur sungai. Umumnya rumah-rumah yang ada hanya terdiri satu lapis sepanjang sungai. Pintu rumah umumnya menghadap jalan serta fungsi sungai sebagai MCK. Pola ini terdapat pada pemukiman tepi sungai Asahan di Kelurahan

Kuala Silo Bestari.

Pola pemukiman model linier berkembang tepat dibibir Sungai Asahan.

Pemukiman yang ada sebenarnya tidak dalam batas garis sempadan lagi. Pemukiman

Universitas Sumatera Utara yang tumbuh hanya satu lapis mengikuti tofografi sungai. Rumah-rumah dibangun dengan jarak yang jelas satu dan lainnya. Dari teori yang dikemukakan Hassan,

(2001), tidak ada satupun yang mendekati pola linier ini

Pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai dimana bangunan pemukiman didirikan diatas air sungai dengan bentuk panggung. Pola jalan penghubung sejajar dengan alur rumah-rumah. Menurut teori dari Hassan (2001), morfologi ini cenderung merupakan morfologi arah ke air seperti terlihat pada gambar 5.30 dan 5.31.

K AL

KEC. TANJUNG BALAI UTARA KEL. KERAMAT KUBAH

S D

JL. BETING SEROJA

MADRASAH GG. NANGKA

JL. SEKOLAH MINGGU

JL. NELAYAN JL. MESJID

N

JL. HR SHIHAP

S D LAP. VOLLY 2 3

KEL. TANJUNG BALAI KOTA IV

KEC. TANJUNG BALAI SELATAN AIRUD POLISI LAUT VI

JL. VETERAN KANTOR DINAS S. S I L A U VI PASAR G Keterangan: Morfologi pemukiman pola linier Morfologi pemukiman pola cluster (berkelompok)

Gambar 5.30 Morfologi Pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bertari Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.31 Ruang Sosial Sumber: Analisis, 2010

5.2.8 Analisa morfologi pemukiman

Hassan (2001), pola dan bentuk pemukiman tepi sungai dipengaruhi oleh bentuk geografi dari sungai tersebut. Beberapa morfologi yang diungkapnya akan dianalisa terhadap morfologi pemukiman Kelurahan Kuala Silo Bestari Kota

Tanjungbalai. Pola pemukiman di lokasi ini terdiri dari dua pola yaitu pola linier

(gambar 5.32 dan 5.33) dan pola cluster (gambar 5.34 dan 5.35). Untuk membedakannya dapat dilihat dalam tabel 5.3.

Tabel 5.3 Analisa Morfologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Pola/Bentuknya Pola/bentuk No Morfologi rumah Linier Cluster 1 Tipe rumah Tunggal Tunggal 2 Bentuk rumah Tunggal Deret, kopel 3 Lokasi Di daratan Di atas air 4 Batas rumah Jelas Tidak jelas 5 Jumlah rumah Sedikit banyak 6 Pintu rumah Menghadap jalan Tidak tentu 7 MCK Di belakang rumah Tidak tentu 8 Fungsi rumah Multi fungsi Sebagai hunian Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.32 Pola linier Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.33 Pola cluster Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.34 Pola linier membelakangi Sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.35 Pola cluster didalam sungai Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Analisis, 2010

5.3 Kelurahan Sejahtera

Kelurahan Sejahtera secara jelas sangat berbeda pola pemukimannya dengan

Kelurahan Kuala Silo Bestari. Kelurahan Kuala Silo Bestari pola pemukimannya cenderung mengarah ke badan Sungai Asahan sedangkan Kelurahan Sejahtera polanya linier sepanjang Sungai Silau.

5.3.1 Karakteristik responden

Seperti Kelurahan Kuala Silo Bestari informasi mengenai responden yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup kajian mengenai beberapa aspek. Yaitu jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran dan lain-lain.

Karekteristik responden ini diambil guna mendukung analisa yang akan dibahas selanjutnya.

Kuisioner yang disebarkan di lokasi penelitian sebanyak 100 responden. Dari data terdapat 91 % adalah laki-laki dan 9 % wanita dengan kelompok umur yang bervariatif (gambar 5.36). Kelompok umur yaitu, lebih kecil dari 30 tahun sebanyak

4%, 30 – 40 tahun sebanyak 15%, 40 – 50 tahun sebanyak 55 tahun dan lebih besar

Universitas Sumatera Utara dari 50 tahun sebanyak 26 % (gambar 5.37). Diharapkan dengan kelompok umur yang variatif ini dapat mewakili hasil kajian yang diteliti.

Gambar 5.36 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.37 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur Sumber: Analisis, 2010

Tingkat pendidikan responden di kelurahan ini sudah lebih baik dibandingkan dengan Kelurahan Kuala Silo Bestari. Hal ini ditandai dengan jumlah sebanyak 46% responden berpendidikan sampai tingkat SMP. Responden yang sarjana terdapat 5% dan tamat SLTA sebanyak 19 % (gambar 5.38). Pendidikan yang lebih baik ini diiringi oleh tingkat pendapatan yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.38 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Sumber: Analisis, 2010

Secara empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Umumnya tingkat pendapatan sangat rendah atau dengan kata lain cenderung miskin. Tetapi dari hasil penyebaran quisioner ternyata pengeluaran yang ada didominasi dengan tingkat pengeluaran Rp.

500.000 – Rp. 1.000.000,- per bulannya (tingkat pengeluaran sedang) yaitu sebesar

61 % dari jumlah responden. Hasil quisioner juga menunjukkan bahwa hanya 4 % penduduk yang tingkat pengeluarannya rendah (< Rp. 300.000,-), seperti disajikan pada gambar 5.39, 5.40 dan 5.41 menunjukkan rumah responden sesuai dengan pengeluarannya.

Gambar 5.39 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pengeluaran Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.40 Responden dengan Tingkat Pengeluaran Rendah Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.41 Responden dengan tingkat pengeluaran tinggi Sumber: Analisis, 2010

Walaupun Kelurahan Sejahtera tepat berada di tepi Sungai Silau, tetapi pekerjaan penghuninya tidak didominasi sebagai nelayan. Hasil quisioner menunjukkan bahwa hanya 20 % responden yang bekerja sebagai nelayan. Pekerjaan yang paling banyak adalah sebagai pedagang sebanyak 52% dan juga sebagai pegawai (pegawai swasta maupun Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 21%.

Salah satu yang menjadi alasan keberadaan pemukiman tepi sungai adalah faktor harga tanah yang cukup murah, selain saat itu lahan untuk pemukiman sebelumnya ramai diperjual belikan untuk kepentingan pemukiman yang bersifat lebih permanen. Pemukiman tepi Sungai Silau Kelurahan Sejahtera mulai padat

Universitas Sumatera Utara semenjak tahun 1950-an dan berkembang pesat sampai tahun 2010. Di Kelurahan

Sejahtera ini status kepemilikan tanah sangat jelas. Hampir semua responden mempunyai surat kepemilikan tanahnya.

Dikaitkan antara pekerjaan dengan lokasi tempat bermukim merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Hasil quisioner (gambar 5.42) yang menunjukkan pekerjaan responden sebagai nelayan hanya 20 %, sehingga hal ini bukan menjadi alasan utama untuk bermukim dilokasi tersebut (47 %). Sedangkan yang menjadi alasan tetap bermukim di lokasi tersebut (gambar 5.43) adalah karena kedekatan dengan keluarga (95 %) dan kemudahan kepemilikannya (91%).

Gambar 5.42 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.43 Karakteristik Responden Menurut Alasan Bermukim Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara Kedekatan dengan keluarga yang menjadi faktor dominan bermukim di

Kelurahan Sejahtera. Karena lokasi tersebut merupakan tanah yang kepemilikan tanahnya berasal dari warisan maupun turun temurun (88%) seperti pada gambar

5.44. Kondisi sosial budaya yang menjadi bagian kehidupan dari komunitas yang homogen memiliki hubungan timbal balik antara satu sama lain dalam membentuk perilaku lingkungan (environment behaviour) masyarakat yang ada di dalamnya.

Gambar 5.44 Karakteristik Responden Menurut Kepemilikan Lahan Sumber: Analisis, 2010

Kekentalan dan kekerabatan komunitas, persepsi, aspirasi dan harapan penghuni merupakan bentuk konsekuensi lain dari keterbatasan mereka sebagai masyarakat kelas bawah yang menempati pemukiman spontanitas. Seluruh responden yang diteliti adalah muslim, oleh sebab itu hasil quisioner (gambar 5.45) yang disebarkan bahwa seluruh responden (100%) selalu rutin mengikuti kegiatan kampung yaitu pengajian/wirit untuk yang muslim. Sementara itu karena kekerabatan sangat erat (dekat dengan keluarga) kegiatan gotong royong rutin dilaksanakan

(75%).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.45 Kegiatan sosial responden Sumber: Analisis, 2010

5.3.2 Tipologi pemukiman

Pemukiman tepi Sungai Silau masih berada dalam satu kecamatan dengan

Kelurahan Kuala Silo Bestari yaitu Kecamatan Tanjungbalai. Pemukiman ini mulai tumbuh di tahun 1950-an dan hanya dihuni oleh segelintir orang yang mayoritas perantau dari daerah di Tanjungbalai dan Asahan. Dengan adanya hibah, sewa maupun pembelian melalui cicilan dari Sultan Asahan menyebabkan penduduk mempunyai kepemilikan tanah yang jelas (legal). Apalagi sejak tahun 1960-an pemerintah sudah mengeluarkan surat keterangan kepemilikan lahan. Akibat hal tersebut membuat penduduk cenderung lebih baik konstruksi bangunan juga fasilitas sarana dan prasarananya.

Kelurahan Sejahtera tepat berada dibibir Sungai Silau, yang dibatasi oleh tanggul sepanjang pemukimannya. Garis sempadan pada Sungai Silau di kelurahan ini merupakan tanggul. Tipe rumah di dalam garis sempadan umumnya sudah permanen (batu) maupun semi permanen (setengah batu). Tipe rumah berasal dari kayu umumnya menempati lokasi yang tepat dibibir tanggul maupun diatas tanggul.

Universitas Sumatera Utara Fasilitas umum yang di lokasi penelitian ini sudah cukup baik. Seperti adanya sarana air bersih dari PDAM setempat, adanya sarana penerangan dari PLN, adanya sarana telepon dari Telkom. Fasilitas sosial sudah tersedia juga seperti adanya sekolah SD Negeri seperti gambar 5.46, adanya Puskesmas dan adanya sarana peribadatan (mesjid). Sumber air bersih yang berasal dari PDAM hanya digunakan untuk memasak dan air minum. Sedangkan untuk MCK (mandi cuci kakus) masih menggunakan Sungai Silau seperti pada gambar 5.47.

Gambar 5.46 SD Negeri Kelurahan Sejahtera Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.47 MCK di dalam Sungai Silau Sumber: Analisis, 2010

Sarana tempat pembuangan sampah sudah ada, walaupun sebagian masyarakat masih membuang sampah ke dalam badan sungai. Adanya pengambilan

Universitas Sumatera Utara sampah secara berkala ke lokasi pemukiamn membuat lokasi pemukimannya bersih dan nyaman.

Rumah permanen merupakan hasil penelitian yang mendominasi secara arsitektur bangunan tepi sungai di Kelurahan Sejahtera. Ini dapat dilihat dari hasil analisa lapangan yaitu 40 % merupakan merupakan rumah yang permanen (batu).

Rumah panggung kayu (27%) umumnya terdapat dibadan sungai Silau (gambar

5.48).

Gambar 5.48 Karakteristik Bangunan Rumah Responden Menurut Jenis Bangunan Sumber: Analisis, 2010

Kondisi rumah tepi sungai (gambar 5.49) yang ada di dalam garis sempadan biasanya terdapat didarat (67%), sebagian di darat/sebagian di atas air (23%) dan diatas air (10%), tetapi ada juga rumah panggung yang terdapat didarat. Dari hasil wawancara bahwa apabila terjadi air pasang sungai muka air akan biasa memasuki rumah. Sehingga untuk menghindari genangan dibuatlah rumah panggung. Bentuk rumahnya dapat dilihat pada gambar 5.50 dan 5.51

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.49 Karakteristik Rumah Responden Menurut Lokasi Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.50 Rumah Panggung Kayu Diatas Air Sungai Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.51 Rumah Permanen Di Tepi Sungai Silau Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara 5.3.3 Analisa tipologi pemukiman

Secara spesifik tipologi pemukiman tepi air dapat dibedakan menurut letak lokasinya. Letak lokasi tersebut adalah dalam garis sempadan sungai dan di area badan sungai (diluar garis sempadan). Tetapi kerena Kelurahan Sejahtera sudah mengalami penanggulan sehingga lokasi pemukiman hanya berada didalam garis sempadan Sungai Silau. Untuk di area badan sungai hanya sedikit saja terdapat rumah

(tabel 5.4).

Tabel 5.4 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Lokasinya Di Kelurahan Sejahtera Lokasi No Tipe rumah Di dalam garis Di area badan sempadan sungai sungai 1 Rumah tunggal 346 52 2 Rumah bertingkat 30 0 3 Rumah panggung tunggal 243 33 4 Rumah panggung bertingkat 37 7 Jumlah 656 92 Sumber: Analisis, 2010

Dari tabel diatas nampak bahwa tipe rumah yang terdapat di dalam garis sempadan sungai yang mendominasi tipe rumah ini (656 unit rumah). Secara rinci juga diklasifikasi tipe rumah yang terdapat di lokasi seperti rumah tunggal tidak bertingkat (346 unit) dan rumah panggung tunggal (243 unit) yang berada dalam garis sempadan sungai. Sesuai dengan teori yang ada dalam Bab II bahwa umumnya tipe bangunan ini didirikan di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas. Sedangkan beberapa rumah dijadikan tempat lahan usaha seperti

Universitas Sumatera Utara pengupasan/pengeringan buah pinang. Tipe rumah, tingkat kerapatan dan rumah sebagai usaha dapat dilhat pada gambar 5.52, 5.53, dan 5.54.

Gambar 5.52 Tipe Rumah Tunggal dengan Batas Pagar Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.53 Tipe Rumah Tunggal Berfungsi Ganda Sumber: Analisis, 2010

Gambar 5.54 Kerapatan Bangunan Cukup Tinggi Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara Secara rinci tipe-tipe rumah diatas diklasifikasikan menurut bentuk rumahnya. Terlihat pada tabel 5.5 bahwa rumah panggung kayu tunggal (tidak bertingkat) pada batas garis sempadan sungai mendominasi bentuk rumah ini sebanyak 162 unit. Rumah ini berbentuk panggung kayu karena tempatnya berada didaratan. Rumah-rumah ini dibuat panggung untuk menghindari air pasang sungai.

Tabel 5.5 Analisa Tipologi Pemukiman Tepi Sungai Menurut Bentuknya

Lokasi Di dalam garis Di area No Tipe rumah sempadan badan Sungai sungai 1 Rumah kayu tunggal 37 31 2 Rumah tunggal semi permanen 184 6 3 Rumah tunggal permanen/ batu 125 0 4 Rumah panggung kayu tunggal 162 39 5 Rumah panggung semi permanen 74 9 6 Rumah panggung permanen/batu 7 0 7 Rumah panggung kayu bertingkat 22 6 8 Rumah panggung bertingkat semi permanen 15 1 9 Rumah panggung bertingkat permanen 30 0 Jumlah 656 92 Sumber: Analisis, 2010

Rumah tunggal semi permanen/batu banyak terdapat pada area dalam garis sempadan sungai. Bentuknya sangat sederhana, yaitu hanya 1 meter yang berupa batu serta pembagian ruang sudah terpisah. Rumah-rumah yang berada di dalam garis sempadan sungai kelurahan ini pembagian ruangnya sudah cukup baik yaitu adanya 2 atau lebih kamar tidur, adanya ruang tamu dan adanya dapur. Pondasinya sudah berupa pondasi setempat khususnya yang di daratan.

Universitas Sumatera Utara BAB VI

A N A L I S I S

6.1 Metode Analisis

Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan

Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Dari data-data lapangan yang diambil baik dengan kuisioner maupun dengan wawancara dapat diambil beberapa kriteria untuk dijadikan perbandingan antara kedua lokasi. Perbandingan itu meliputi karakteristik responden, morfologi pemukiman.

6.2 Karakteristik Responden

Kuisioner yang disebar pada lokasi penelitian masing-masing sebanyak 100 responden. Yaitu 50 kuisioner untuk Kelurahan Kuala Silo Bestari dan 50 kuisioner untuk Kelurahan Sejahtera. Kuisioner ini disebar untuk mendapatkan data primer guna mendukung tujuan dari penelitian ini.

Karakteristik responden yang dimaksud adalah seperti tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran dan pekerjaan responden. Kedua lokasi dibandingkan dan dianalisa untuk mendapatkan hasil yang dapat dijadikan kesimpulan (tabel 6.1).

Walaupun kedua lokasi ini berada dalam satu wilayah yang sama yaitu sama-sama di lokasi tepi air, tetapi akan nampak jelas perbedaannya jika dikaji lebih mendalam.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.1 Analisa perbandingan karakteristik responden

Kelurahan Kelurahan No Karakteristik Responden Kuala Silo Sejahtera Analisis Bestari (%) (%) 1 Tingkat pendidikan a. Sampai SD 77 19 Tingkat pendidikan b. Tamat SMP 17 46 rendah di Kelurahan c. Tamat SMA 4 30 Kuala Silo Bestari d. Akademi/S1 2 5 2 Tingkat Pengeluaran (Rp) Tingkat penghasilan a. < 300.000 10 4 relatif lebih baik b. 300.000 - 500.000 73 73 pada Kelurahan c. 500.000 - 1.000.000 15 15 Sejahtera d. > 1.000.000,- 2 9 3 Pekerjaan Pekerjaan sebagai a. Buruh 4 2 nelayan b. Nelayan 91 20 mendominasi c. Petani 0 5 Kelurahan Kuala d. Pedagang 4 52 Silo Bestari e. Pegawai 1 21 Sumber: Data lapangan, 2010

Tingkat pendidikan yang rendah (hanya sampai SD) mendominasi Kelurahan

Kuala Silo Bestari, sedangkan responden dari Kelurahan Sejahtera sudah lebih meningkat yaitu tamat SMP yang paling banyak. Ini menandakan bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Sejahtera lebih baik dibandingkan dengan responden di

Kelurahan Kuala Silo Bestari. Menurut Suprijanto, (2003) karakteristik permukiman tepi sungai, penduduk nya tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang. Ini jelas terlihat pada kedua lokasi daerah penelitian, dengan pendidikan yang rendah dan ekonomi lemah terbelakang membuat pemukimannya cenderung kumuh.

Universitas Sumatera Utara Walaupun Kelurahan Sejahtera tepat berada di pinggir Sungai Silau, tetapi mata pencaharian penduduknya bukanlah didominasi oleh nelayan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Sejahtera yaitu pedagang buah pinang, sawit, ikan, pakaian bekas dan lain-lain. Mata pencaharian nelayan dilakukan apabila hanya dalam waktu- waktu tertentu, misalnya apabila tidak lagi musim buah/benda yang akan dijual barulah mereka ke laut. Sebagian lagi merupakan tekong (toke) dari pada beberapa nelayan. Tekong ini menyediakan kapal-kapal sewa yang digunakan untuk menangkap ikan. Ikan ini akan dijual kepada tekong pemilik kapal.

6.3 Tipologi Pemukiman

Menurut Suprijanto,(2003) secara garis besar karakteristik umum permukiman tepi sungai yaitu tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana. Purwito (2002) mengemukakan konstruksi bangunan rumah pemukiman tepi air umumnya menggunakan konstruksi kayu dengan tipe rumah panggung untuk rumah di darat maupun tepi sungai. Rumah yang didirikan di tepian sungai bentuknya sangat sederhana (empat persegi panjang) dengan tipe atap pelana

Dari tabel 6.2 dan 6.3 analisa perbandingan tipologi terlihat bahwa rumah panggung kayu merupakan rumah yang paling banyak terdapat di Kelurahan Kuala

Silo Bestari. Rumah permanen/batu adalah rumah yang terdapat di Kelurahan

Sejahtera. Dikaitkan dengan pekerjaan dan juga pendapatan yang rendah terlihat bahwa Kelurahan Kuala Silo Bestari merupakan bagian dari teori Supriyanto, (2003).

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.2 Analisa Perbandingan Bentuk dan Lokasi Rumah

Kelurahan Kelurahan No Tipologi Kuala Silo Sejahtera Analisis Bestari (%) (%) 1 Bentuk Rumah a. Rumah kayu 5 11 Bentuk rumah b. Semi permanen/setengah 6 27 panggung kayu batu mendominasi di c. Permanen/batu 2 40 Kelurahan Kuala d. Rumah panggung kayu 85 17 Silo Bestari e. lain-lain 2 5 2 Lokasi rumah Lokasi rumah a. Di darat 8 67 diatas air b. Diatas air 85 10 mendominasi di c. Sebagian di darat/di air 5 23 Kelurahan Kuala d. lain-lain 2 0 Silo Bestari Sumber: Data lapangan, 2010

Pemukiman di Kelurahan Sejahtera tidak lagi didominasi oleh rumah panggung walaupun pemukimannya tepat berada di pinggir sungai, karena pinggir sungai sudah ditanggul sehingga pemukiman tidak berada diatas air melainkan di darat. Adanya kesamaan seperti MCK masih menggunakan sungai, sehingga dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan tidak sadar lingkungan seperti: sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 Analisa Perbandingan Lokasi Penelitian

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 1 Bentuk Rumah Bentuk Rumah • Rumah panggung kayu • Rumah panggung kayu Bentuk rumah panggung kayu mendominasi pada Kelurahan Kuala Silo Bestari. Hal ini dipicu oleh rendahnya pendidikan, minimnya penghasilan serta pekerjaan yang umumnya merupakan nelayan.

Rumah panggung kayu hanya terdapat disepanjang tanggul pada Kelurahan Sejahtera. o Pondasi tiang kayu dengan ketinggian ± 5 meter dari o Pondasi tiang umpak dengan permukaan air. Lokasi di atas air ketinggian ± 0, 5 meter dari (badan sungai) permukaan tanah. Lokasi di atas air (badan sungai) atau diatas tanggul atau o MCK di dalam badan sungai di darat o Terdapat satu ruang tidur dan 1 ruang gabungan (dapur, ruang o MCK di dalam badan sungai makan dan lain-lain) Rumah o Terdapat 2 atau lebih ruang tidur, berkelompok sehingga batas ruang tamu, dapur dll rumah tidak jelas o Batas rumah jelas • Analisis: permukiman cenderung • Analisis: permukiman tumbuh mengikuti tumbuh secara organik. Kondisi pola jalan. Kondisi permukiman lebih permukiman kumuh dan tdk teratur teratur

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 (Lanjutan)

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 2 • Rumah semipermanen • Rumah semipermanen Hanya beberapa rumah semi permanen yang berada di kedua Kelurahan. Faktornya adalah karena penghasilan, tingkat pendidikan yang lebih baik dan pekerjaan yang lebih variasi (bukan hanya sebagai nelayan)

Lokasi di darat o Lokasi di darat o Pintu rumah menghadap jalan o Pintu rumah menghadap jalan o Pintu belakang menghadap sungai o Pintu belakang menghadap sungai o Terdapat 2 atau lebih ruang tidur, o Terdapat 2 atau lebih ruang tidur, o ruang tamu, dapur dll ruang tamu, dapur dll Kondisi ini tepat membelakangi o Kondisi ini tepat di bibir sungai dan o terdapat rumah-rumah panggung sungai lainnya di belakang rumah. o MCK di dalam sungai

o MCK di dalam sungai Analisis: Pola permukiman sudah Analisis: Pola permukiman sudah mengikuti mengikuti pola jalan dan lebih teratur. pola jalan dan lebih teratur

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 (Lanjutan)

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 3 • Rumah permanen • Rumah permanen Hanya beberapa rumah semi permanen yang berada di kedua Kelurahan. Faktornya adalah karena penghasilan, tingkat pendidikan yang lebih baik dan pekerjaan yang lebih variasi (bukan hanya sebagai nelayan)

o Lokasi didarat dan batas rumah jelas Lokasi didarat dan batas rumah o o Pintu rumah depan menghadap jalan jelas o Pintu belakang menghadap sungai Pintu rumah depan menghadap o o Kondisi ini tepat membelakangi jalan sungai Pintu belakang menghadap sungai o o MCK di dalam sungai o Kondisi ini tepat dibibir sungai Analisis: Pola pemukiman teratur mengikuti dan terdapat rumah-rumah jalan panggung lainnya di belakang rumah ini. o MCK di dalam sungai Analisis: Pola permukiman teratur mengikuti jalan

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 (Lanjutan)

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 4 • Rumah panggung kayu diatas air • Rumah panggung kayu diatas air Faktor penyebab tumbuh kembangnya rumah panggung kayu diatas air • Pendidikan rendah • Penghasilan rendah • Kemudahan lahan • Kedekatan dengan kerabat atau saudara • Pekerjaan sebagai nelayan.

Pondasi dari tiang-tiang kayu. Akibat faktor diatas, o Pondasi dari tiang-tiang kayu. Ketinggian tiang kayu ± 5 meter o pemukiman tumbuh tidak o Ketinggian tiang kayu 1 - 2 meter tergantung terhadap lokasinya o terkendali dan hanya karena sudah ada penanggulan sungai Jalan penghubung dari papan titian. mengikuti keinginan pemilik o Jalan penghubung dari aspal atau beton Dinding rumah berhubungan o rumah baik dari bentuk, pola o cor. langsung dengan jalan. dan struktur bangunan Dinding rumah berhubungan langsung Pintu rumah tidak beraturan. o o dengan jalan. Jarak antar rumah tidak jelas o Pintu rumah beraturan. Rumah berkelompok o o Jarak antar rumah jelas Analisis: Pemanfaatan ruang (badan sungai) o Rumah berkelompok yang berlebihan, tanpa mengindahkan asfek o Analisis: Penanggulan sungai membuat estetika dan lingkungan keterbatasan ruang pemukiman

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 (Lanjutan)

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 5 • Rumah di daratan • Rumah di daratan Faktor penyebab tumbuh kembangnya diatas air • Pendidikan lebih baik • Penghasilan lebih baik • Kedekatan dengan kerabat atau saudara • Pekerjaan sebagai toke nelayan atau selain nelayan. Kehidupan yang lebih mapan

dan pendidikan yang lebih Terdiri dari rumah panggung dan o Terdiri dari rumah panggung dan o rumah tidak panggung tinggi menyebabkan pola, rumah tidak panggung struktur bangunan lebih baik Konstruksi kayu, semi permanen o Konstruksi kayu, semi permanen dan o permanen dan terkendali. Walaupun dan permanen sarana penunjang pemukiman Pintu rumah tidak jelas o Pintu rumah menghadap jalan o Jalan penghubung dari aspal dan belum terencana dengan baik. o Jalan penghubung beton cor atau o titian kayu beton cor Kondisi lingkungan kurang bersih o Kondisi lingkungan bersih o MCK di dalam sungai o MCK di dalam sungai o Analisis: Kondisi rumah cenderung kumuh Analisis: Kondisi rumah lebih teratur dan tidak teratur

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 (Lanjutan)

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 6 • Fungsi Sungai • Fungsi sungai Faktor penyebab • Pendidikan rendah • Tak tersedianya lahan ruang sosialisasi • Terbatasanya lahan rumah sehingga untuk MCk langsung menggunakan sungai Ruang sosial yang terbentuk terkondisi dengan alami. Sosialisasi antar warga terbatas Sebagai MCK Sebagai MCK o o pada saat kegiatan Ruang sosial Ruang sosial o o kerumahtanggan berlangsung. Analisis: Ruang kosong yang ada hanya Analisis: Keterbatasan sarana dan prasarana berupa jalan akses keluar masuk pemukiman. menyebabkan sungai menjadi multifungsi. Keterbatasan sarana dan prasarana Selain itu faktor budaya juga merupakan menyebabkan sungai menjadi multifungsi faktor dominan terjadinya interaksi sosial.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 (Lanjutan)

No. Kelurahan Kuala Silo Bestari Kelurahan Sejahtera Analisis 7 • Mata pencaharian • Mata pencaharian Di Kelurahan Kuala Silo Bestari umumnya mata pencaharian adalah sebagai nelayan, karena tidak adanya skill lain selain nelayan. Pekerjaan ini merupakan mata pencaharian turun temurun.

Kedekatan dengan lokasi

pekerjaan menyebabkan Sebagai nelayan o sebagian warga tetap Analisis: Adanya kemudahan akses, Sebagai pedagang, wiraswasta, home o bertahan pada lokasi ini ketersediaan lahan mata pencaharian serta industri

mudahnya memarkirkan sampan Analisis: Pendidikan dan perekonomian yang menyebabkan pesatnya tumbuh kembang lebih baik menyebabkan beralihnya mata permukiman. Hal ini ditunjang dengan latar pencaharian. belakang pendidikan yang rendah.

Sumber: Analisis, 2010

Universitas Sumatera Utara 6.4 Morfologi Pemukiman

Tinjauan terhadap morfologi kota (pemukiman) ditekankan pada bentuk fisik dari lingkungan kota/pemukiman. Secara fisik yang antara lain tercermin dari pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik didaerah hunian ataupun bukan perdagangan/industri dan juga bangunan-bangunan individual (Herbert, 1973).

Dari hasil teori-teori dan penelitian terdapat pola-pola atau bentuk dari pemukiman yang ada ditepi sungai disebabkan oleh perkembangan penduduk yang mendiaminya. Pola dan bentuk pemukiman tepi sungai ini juga dipengaruhi oleh bentuk geografi dan pola bentuknya (Hassan, 2001). Pola pemukiman Kelurahan

Kuala Silo Bestari cenderung mempunyai pola morfologi arah ke air yaitu pola pemukimannya mengarah ke tengah sungai dan pemukiman ini didirikan diatas air sungai, berbentuk panggung. Kelurahan Kuala Silo Bestari berada tepat dipertemuan dua buah sngai sehingga menyebabkan luasnya daerah aliran sungai. Selain itu adanya beting (daratan yang ada ketika air surut) menyebabkan masyarakat berani membangun kearah dalam sungai (gambar 6.1).

Pola pemukiman Kelurahan Sejahtera cenderung mempunyai pola morfologi selari yaitu pola pemukiman ini terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai dan pada belakang rumah-rumah dibangun jalan yang terbuat dari titian kayu sejajar dengan rumah lapisan pertama (gambar 6.2). Pola pemukiman ini berbentuk melengkung mengikuti topografi tepi sungai. Pola pemukiman ini cenderung organik mengikuti daratan aliran sungai. Sungai pada kelurahan ini sudah mengalami penangggulan sehingga menyebabkan terbatasnya lahan pemukiman. Selain itu daerah sungai tidak seluas daerah sungai kawasan kelurahan Kuala Silo Bestari.

Universitas Sumatera Utara

Lokasi

Kelurahan Kuala Silo Bestari

Gambar 6.1 Morfologi Pemukiman Arah Ke Air Kelurahan Kuala Silo Bestari Sumber: Bapeda Kota Tanjungbalai, 2010

Universitas Sumatera Utara

Lokasi Penelitian

Kelurahan Sejahtera

Gambar 6.2 Morfologi Pemukiman Pola Selari Kelurahan Sejahtera Sumber: Bapeda Kota Tanjungbalai, 2011

Universitas Sumatera Utara BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Hasil quisioner dan data lapangan di dapat kesimpulan kajian morfologi pemukiman serta hasil analisa yaitu sebagai berikut: a. Pola pertumbuhan, kelurahan Kuala Silo Bestari pola pemukimannya

mengikuti morfologi kearah air dimana pola pemukimannya mengarah ke

tengah sungai, pemukiman didirikan diatas air sungai, rumah berbentuk

panggung, dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam, tinggi bangunan

rumah-rumah umumnya antara 2,5 m sampai dengan 5 meter untuk

menghindari air pasang surut, pola pemukiman ini berbentuk piramid.

Kelurahan Sejahtera pola pemukimannya mengikuti morfologi selari

dimana pola pemukiman terbentuk dan berkembang melalui topografi

tepian sungai, belakang rumah dibangun jalan yang terbuat dari titian kayu

sejajar dengan rumah lapisan pertama, pola pemukiman terbentuk secara

organik dan melengkung mengikuti topografi tepi sungai, dan tanggul

sempadan sungai terbuat dari beronjong batu cadas.

b. Proses pertumbuhan, kelurahan Kuala Silo Bestari bahwa proses

pertumbuhan pemukimannya berawal dari tepi sungai kemudian

berkembang mengarah ketengah sungai dengan tipologi pemukiman

meliputi: rumah panggung tunggal (diatas badan Sungai Asahan), rumah

tunggal (di darat), rmah bertingkat (di darat) dan ruah panggung bertingkat

Universitas Sumatera Utara (diatas badan sungai Asahan maupun sebagian di darat dan diatas badan

sungai). Kelurahan Sejahtera proses pertumbuhan pemukimannya

mengikuti tofografi tepi sungai dengan tipologi pemukiman meliputi rumah

tunggal (di darat), rumah panggung tunggal (diatas badan Sungai Silau

maupun sebagian di darat dan diatas badan sungai), rumah panggung

bertingkat (diatas badan Sungai Silau maupun sebagian di darat dan diatas

badan sungai) dan rumah bertingkat (di darat).

c. Penyebab pertumbuhan pemukiman, kelurahan Kuala Silo Bestari

merupakan daerah pertemuan dua sungai (Sungai Silo dan Sungai Asahan),

hal ini menyebabkan badan sungai lebih luas dan tingkat sedimentasi yang

tinggi, mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, sehingga

mengakibatkan pertumbuhan pemukiman cenderung menuju badan sungai.

Faktor lain adalah adanya kemudahan kepemilikan lahan, sarana

penerangan dan sarana air bersih, Adanya kekerabatan yang erat antara

dalam satu kelurahan serta kedekatan dengan pekerjaan warga sebagai

nelayan. Kelurahan Sejahtera mempunyai lokasi pemukiman sepanjang

garis sempadan sungai. Pertumbuhan pemukiman terjadi secara organik

dan lebih tertata. Faktor penyebab utama adalah tingkat pendidikan, tingkat

penghasilan yang relatif lebih baik serta lebih bervariasinya pekerjaan di

lokasi ini.

Secara umum faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan pemukiman tepi air/sungai adalah karena sulit dan mahalnya harga lahan di daerah pusat kota.

Universitas Sumatera Utara Kawasan penelitian menjadi tempat kawasan alternatif pemukiman kota bagi kaum urbanis.

7.2 Saran

Tumbuh kembangnya sarana pemukiman di tepi sungai yang sangat pesat dipengaruhi kemudahan kepemilikan serta pengaruh dari mahalnya harga lahan di pusat kota. Adanya campur tangan pemerintah kota terkait sangat diharapkan dalam hal ini. Agar pemukiman yang ada di tepi sungai tidak menjadi pemukiman yang kumuh. Untuk lebih menjadikannya nyaman dan menarik perlu adanya perencanaan yang baik seperti pola pemukiman dengan model waterfront city. Sehingga diharapkan pembuangan limbah rumah tangga tidak langsung ke dalam badan sungai.

7.3 Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan bagi perencana dan pemerintah kota adalah dengan merencanakan ruang kota yang lebih layak dan dapat mengakomodasi keinginan dari pemilik pemukiman. Misalnya dengan membangun suatu pemukiman yang layak huni dan tertata mengikuti standarisasi pemukiman serta dekat dengan lokasi pekerjaan pemukim.

Lahan yang ilegal seharusnya telah teridentifikasi dengan baikoleh pemerintah kota. Hasil identifikasi lahan tersebut merupakan acuan bagi penyedia layanan umum dalam memberikan layanan kepada pemukim. Sebaiknya jika kepemilikan lahan yang ilegal tidak difasilitasi dengan sarana/fasilitas umum yang legal (listrik dan air).

Dengan demikian diharapkan pertumbuhan pemukiman yang menuju badan sungai dapat dihambat.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Al Mamun, A; Amir Hashim, M.K. Paudyal.G.N (1999), A Modelling Study for the Sustainable Management of the Langat River. In: Rivers, Towards Sustainable Development. Proceeding Of the National Conference on Rivers.14-17 October 1999.Penang Malaysia.

Budihardjo, E dan Sudanti H (1993), Kota Bewawasan Lingkungan, Penerbit Alumni, Bandung

Badan Pusat Statistik (2008), Kota Tanjungbalai Dalam Angka.

Departemen Kimpraswil Peraturan Daerah Propinsi Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1995 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai

Dhenov, (2008), Pemukiman Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di Indonesia, http://dhenov.blogspot.com, download 16 Januari, 2008

Firdaus, A. (2000), Revetments.Dalam: Laporan Mengenai Pengendalian Sungai. Proceeding Seminar Pengembangan Sumberdaya Air., Bandung

Hassan, S., A., H., K., K., A (2001), Corak Perumahan Tradisional Berkepadatan Tinggi, Perkampungan di Sepanjang Pantai Barat Semenanjung Malaysia,Universitas Sains Malaysia.

Keppres Nomor 32 tahun 1990, Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Kompas, 1995, Asal Muasal Nama Kota Tanjung Balai, Gramedia,

Lynch K., dan Carr S (1971), Open Space: Freedom and Control, The Smithsonian Institution, London.

Maryono, A (2003), Penanggulangan Banjir Dengan Konsep Eko-Hydraulik, disampaikan Pada Lokakarya Dan Penyebaran Informasi Kegiatan RLPS di Tingkat Propinsi oleh BP DAS Wampu Sei Ular Dan Fakultas Pertanian USU. 23 Desember 2003, Medan.

Nazir Mohammad (1996), Metode Penelitian.,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Panudju, B (1999). Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Penerbit Alumni.Bandung.

Universitas Sumatera Utara Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai

Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional

Purwito (2002), Perumahan Pinggir Sungai di Banjarmasin Akibat Perilaku Pasang Surut Sungai Barito, download www.google.com, 13 Desember 2007

Rapoport, A (1969), House Form And Cultural Prentice Hall, Eaglewood Cliffs, New York

Riduwan (2008), Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta Bandung.

Saptorini H (2004), Studi Tipologi dan Morfologi Karakter Permukiman Tepian Sungai, Jurnal Teknisi Vol. 34 No. 1 April 2004, hal 32 - 39 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-Universitas Kristen Petra

Sinulingga B (1999), Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal, Pustaka Sinar Harapan Jakarta

Supriyanto, I (2003), Kerentanan Kawasan Tepi Air Terhadap Kenaikan Permukaan laut, Kasus Tepi Air Kota Surabaya, Jurnal Dimensi Arsitektur Juli 2003 Vol 31/ No 1 Hal 35 – 42. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-Universitas Kristen Petra

Supriyanto, I (2003), Karakteristik Spesifik, Permasalahan dan Potensi Pengembangan Kawasan Kota Tepi Air/Pantai (Coastal City) Di Indonesia, Proceeding Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota Dan Perumahan Di Indonesia Dan Lingkungan Global

Undang-undang No 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang

Untermann R, Small R (1986), Perencanaan Tapak untuk Perumahan, Penerbit Intermatra, Bandung www.wikipedia.com (2011) Foto Udara kota Tanjungbalai Tahun 1930, download 15 Mei 2011 www.worldatlas.com, (2010) Peta Sumatera Utara, download 30 Januari 2010

Yunus, H. S (2000)., Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar, Jakarta

Yudohusodo S dkk (1991), Rumah untuk Seluruh Rakyat, Unit Percetakan Bharakerta, Jakarta

Universitas Sumatera Utara