Identifikasi Elemen Arsitektur Khas C.P. Wolff Schoemaker Dalam Arsitektur Masjid Raya Cipaganti
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, A 145-52 https://doi.org/10.32315/sem.1.a145 Identifikasi Elemen Arsitektur Khas C.P. Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Masjid Raya Cipaganti Raudina Rachmi1, Bambang Setia Budi2 1 Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. 2 Asisten Profesor, Kelompok Keahlian Sejarah Teori dan kritik Arsitektur, Program Studi Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Bandung. Korespondensi : [email protected] Abstrak Prof. Charles Prosper Schoemaker merupakan seorang arsitek berdarah Belanda yang banyak menorehkan karya di Indonesia khususnya Bandung selama masa kolonial. Banyak sekali bangunan- bangunan penting di Bandung yang merupakan hasil karya tangan dingin beliau. Salah satu yang masih kokoh berdiri dan juga dikonservasi yaitu Masjid Raya Cipaganti. Tempat ibadah dengan nuansa masjid Jawa kuno ini merupakan hasil dari akulturasi bentuk arsitektur lokal dan barat. Dengan tetap membubuhkan elemen-elemen arsitektur khas beliau, Schoemaker berhasil membuat sebuah masjid bernilai arsitektur Islam sekaligus berkearifan lokal. Beberapa elemen-elemen arsitektur tersebut juga ditemukan pada karya-karya Schoemaker lainnya seperti Grand Hotel Preanger, Gereja Bethel, dll. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi elemen arsitektur apa saja yang dibubuhkan oleh Schoemaker pada Masjid Raya Cipaganti, yang juga memiliki kemiripan dengan elemen-elemen arsitektur pada karyanya yang lain. Kata-kunci : arsitektur, bangunan, bersejarah, C.P. Wolff Schoemaker, Masjid Raya Cipaganti Pendahuluan Kurang lebih 3,5 abad lamanya Pemerintah Belanda menduduki Indonesia. Tentu saja 3,5 abad merupakan waktu yang sangat cukup bagi Belanda dalam menanamkan pengaruh-pengaruhnya. Bukan hanya pengaruh politik, sosial, ekonomi, namun juga budaya — termasuk arsitektur. Tidak sedikit bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang hingga saat ini masih berdiri kokoh di beberapa kota di Indonesia, Bandung salah satunya. Kokoh berdirinya bangunan-bangunan bersejarah di Kota Bandung juga turut mengangkat nama besar arsitek yang ada dibaliknya. Salah satunya yaitu Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker, atau yang lebih sering disebut dengan C.P. Wolff Schoemaker. Karya-karya Schoemaker merupakan sedikit dari sekian banyak peninggalan kolonial Belanda yang hingga saat ini masih dipelihara dan dikonservasi dengan baik. Sebut saja Villa Isola (Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Gedung Merdeka, Majestic, Hotel Grand Preanger, Gereja Bethel Bandung, dan Masjid Raya Cipaganti. Salah satu karya Schoemaker yang menarik untuk dilihat adalah Masjid Raya Cipaganti. Artefak bangunan Masjid Raya Cipaganti ini masih bisa dilihat dan dikunjungi di Jalan Cipaganti no.85 Kota Bandung. Desainnya sangat merespon konteks Bandung sebagai kota yang beriklim tropis dengan menggunakan atap piramida bertumpuk khas masjid Jawa yang dipadukan arsutektur Eropa melalui penggunaan struktur kuda-kuda dan juga detail-detail ornamen khas Schoemaker. Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon, Universitas Indraprasta, Universitas Trisakti Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 145 ISBN 978-602-17090-5-4 E-ISBN 978-602-17090-4-7 Menelusuri Jejak C.P. Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Masjid Cipaganti Gambar 1 Kondisi Masjid Cipaganti saat ini. Sumber: Dokumentasi pribadi Makalah ini membahas tentang kekhasan elemen arsitektur C.P. Wolff Schoemaker yang terdapat pada Masjid Raya Cipaganti dengan cara mencari kesamaan yang ada pada karya-karyanya yang lain seperti Villa Isola (Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Gedung Merdeka, Bioskop Majestic, Hotel Grand Preanger, dan Gereja Bethel Bandung. Tujuannya untuk mengidentifikasi elemen arsitektur pada Masjid Raya Cipaganti yang juga terdapat pada karya C.P. Wolff Schoemaker lainnya. Objek dan Persoalan Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker merupakan salah seorang arsitek penting berdarah Belanda yang berkontribusi banyak dalam pembangunan Indonesia pada masa kolonial. Beliau memulai karir justru di dunia militer. Hingga kemudian beliau mendirikan sebuah biro arsitek bersama adik kandungnya Richard Leonard Arnold Schoemaker. Namun biro ini harus tutup saat C.P. Wolff Schoemaker resmi diangkat menjadi Profesor di Technische Hoogeschool Bandoeng atau yang lebih sekarang dikenal dengan ITB. Seorang art-historian Belanda bernama C.J. van Dullemen dalam bukunya berjudul Tropical Modernity: Life and Work of C.P. Wolff Schoemaker mengelompokkan karya-karya Schoemaker dalam tiga periodisasi waktu seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Periodisasi karya C.P. Wolff Shoemaker Periodisasi Karakteristik Contoh Bangunan Tahun 1918-1920 Menggunakan material beton yang sangat fungsional dan modern serta kental dengan gaya Eropa. Gambar 2 Kodam III Siliwangi (1918). Sumber: kebudayaan.kemendikbud.go.id A 146 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Raudina Rachmi Periodisasi Karakteristik Contoh Bangunan Tahun 1921-1924 Penambahan ornamen lokal. Schoemaker berfikir bahwa konstruksi gaya barat harus dilestarikan, sementara kearifan lokal hanya dijadikan dekorasi saja. Gambar 3 Gedung New Majestic (1924). Sumber: Dokumen pribadi 1925-1940 Dekorasi lokal hilang dan bentuk bangunannya didominasi elemen horizontal dan vertikal danlayered dome yang dipinjam dari stupa-stupa India Gambar 4 Villa Isola (1933). Sumber: hotel-r.net Gambar 5 Plakat pembangunan Masjid Raya Cipaganti. Sumber: Dokumentasi pribadi Gambar 6 Struktur atap Masjid Raya Cipaganti. Sumber: Dokumentasi pribadi Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 147 Menelusuri Jejak C.P. Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Masjid Cipaganti Salah satu masterpiece C.P. Wolff Schoemaker yaitu Masjid Raya Cipaganti — merupakan sebuah masjid yang dibangunnya pada tahun 1933. Masjid ini terletak di daerah Cipaganti tepatnya Jalan Cipaganti no.85 Kota Bandung — sebuah daerah permukiman elit Belanda yang dulu dikenal dengan nama Nijlandweg. Schoemaker memadukan kearifan lokal arsitektur masjid Jawa dengan sentuhan- sentuhan gaya arsitektur Eropa. Namun berbeda dengan karya-karya Schoemaker lainnya yang berskala lebih monumental dan kental dengan gaya Eropa, Masjid Raya Cipaganti ini skalanya lebih kecil. Selain itu masjid ini mengadopsi tipologi masjid Jawa pada umumnya yang khas dengan atap tumpuk dan empat kolom utama. Namun tetap, strukturnya menggunakan teknologi Eropa yaitu kuda-kuda kayu segitiga. Tidak ketinggalan, ornamen-ornamen khas Schoemaker juga dibubuhkan dalam desain masjidnya ini. Pembahasan C.P. Wolff Schoemaker memiliki beberapa ciri yang khas yang terdapat pada bangunan-bangunan yang didesainnya. Walaupun Masjid Raya Cipaganti ini lebih kental dengan nuansa kejawen khas masjid Jawa pada umumnya, namun Schoemaker masih meninggalkan jejak-jejak berupa elemen- elemen arsitektur khas dirinya pada bangunan peribadatan ini. Salah satu kekhasan bentuk plafon overhang atau teritisan di bagian serambi samping masjid yang dibentuk oleh elemen-elemen garis. Plafon overhang ini terbilang unik karena justru memiliki kemiringan yang yang berlawanan dengan kemiringan atap. Elemen garis pada overhang ini miring ke dalam bangunan, sedangkan overhang pada umumnya miring ke arah luar bangunan karena fungsinya memang untuk menghalau air hujan masuk ke dalam bangunan. Elemen garis pada overhang ini juga terdapat pada karya Schoemaker lainnya yaitu Menara Gereje Bethel Bandung. Gambar 7 Elemen garis pada overhang serambi. Gambar 8 Elemen garis pada overhang menara Sumber: masjid-photograph.blogspot.co.id (disunting) Gereja Bethel Bandung. Sumber: scontent.cdninstagram.com (disunting) Bentuk atap pada Masjid Raya Cipaganti juga memiliki kemiripan dengan Gereja Bethel, yaitu bentuk pyramidal stacked roof atau yang biasa disebut dengan atap tumpuk. Atap tumpuk ini juga merupakan ciri khas dari masjid-masjid tradisional di Jawa. Dalam keyakinan Jawa jumlah tumpukan atap haruslah ganjil. Hal ini terlihat pada bentuk atap Masjid Raya Cipaganti yang bertumpuk tiga. Tumpukan paling atas merupakan sebuah ruang yang hingga saat ini dapat diakses menggunakan tangga. Schoemaker mendesain ruangan ini untuk pengeras suara. Karena itulah suara adzan dari masjid ini bisa terdengar hingga Cihampelas. A 148 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Raudina Rachmi Gambar 9 Atap Masjid Raja Cipaganti. Sumber: Dokumentasi pribadi Detail arsitektur lain yang kembali diulang oleh Schoemaker yaitu bentur arc sebagai entrance bangunan. Arc atau arkus juga digunakannya pada beberapa bangunan seperti Gereja Bethel dan Gedung Biofarma yang terletak di Pasteur. Bidang arkus pada Gedung Biofarma Pasteur dihiasi dengan ornamen dekoratif khas arsitektur Art Deco yang kebarat-baratan, namun pada Masjid Raya Cipaganti bidang arkusnya dihiasi oleh kaligrafi Arab bertuliskan La ghaliba ilallah yang berarti ‘Hanya Allah satu-satunya penakluk’. Gambar 3 Entrance Masjid Raya Cipaganti. Gambar 11 Entrance pada Gedung Biofarma Pasteur. Sumber: Dokumentasi pribadi Sumber: republika.co.id Desain Masjid Raya Cipaganti juga cenderung ornamental sangat khas Schoemaker dalam rentang Gambar 4 Kaligrafi La ghaliba ilallah pada entrance Masjid Raya Cipaganti. Sumber: Dokumentasi pribadi periodisasi karyanya pada tahun 1921-1924 — walaupun masjid ini dibangun pada tahun 1933. Menurut Schoemaker, unsur vernakular pada bangunan cukup diimplementasikan dalam wujud ornamen saja. Struktur dan konstruksi seharusnya menggunakan gaya Barat yang pada saat itu lebih maju. Hal ini berlawanan dengan beberapa arsitek besar lainnya yang justru mengembangkan arsitektur