KEPEMIMPINAN KARISMATIK: STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PDIP PARTAI DEMOKRASI PERJUANGAN

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh Hadi Mustafa NIM: 1060320 1174

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2011

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiblakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Juni 2011

Hadi Mustafa

KEPEMIMPINAN KARISMATIK: STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PDIP PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Hadi Mustafa NIM: 10603201174

Di bawah bimbingan

A. Bakir Ihsan, M.Si NIP: 19720412 200312 1 002

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2011

“Karma Nevad Ni Adikaraste Ma Phalesu Kada Canna,”

“Kerjakan kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitungkan akibatnya!”

(Presiden Soekarno) PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KEPEMIMPINAN KARISMATIK: STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DALAM PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Jakarta, 17 Juni 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Ali Munhanif, Ph.D M. Zaki Mubarak, M.Si NIP: 19651212 19903 1 004 NIP: 19730927 200501 1 008

Anggota, Penguji I Penguji II

Idris Thaha, M.Si M. Zaki Mubarak, M.Si NIP: 19660805 200112 1 001 NIP: 19730927 200501 1 008

Pembimbing,

A. Bakir Ihsan, M.Si NIP: 19720412 200312 1 002

ABSTRAK

Hadi Mustafa Kepemimpinan Karismatik: Studi Tentang Kepemimpinan Politik Megawati Soekarnoputri dalam PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)

Nama Megawati Soekarnoputri muncul sebagai calon Ketua Umum PDI (Partai Demokrasi Indonesia) terkuat pada Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, akibat dari kisruh kongres PDI IV di Medan yang berujung pada kegagalan. Pemerintah sudah tidak suka dengan gaya kepemimpinan Soerjadi yang terkesan sudah membandel dan tidak mau menuruti kemauan pemerintah. Kemunculan nama Megawati itu ternyata di luar skenario pemerintah Orde Baru. Mutlak kemenangan Megawati di KLB yang didukung oleh golongan bawah sebagai simbol perlawanan terhadap intervensi pemerintah di internal partai tersebut. Kemudian kemenangannya itu dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta. Hal ini Menunjukkan bahwa Megawati merupakan pemimpin karismatik yang berpengaruh dan bukan hanya sebagai ibu rumah tangga biasa. Megawati bisa menjadi vote getter karena nama besar ayahnya yaitu Soekarno (Presiden Pertama Indonesia) yang melekat pada dirinya. Ia merupakan pemimpin karismatik yang digandrungi oleh para kader dan simpatisannya. Resistensi sebagai ketua umum partai terhadap intervensi pemerintah, serta sikapnya yang berani beroposisi layak ia disandingkan dengan para tokoh nasional lainnya. Ia merupakan salah satu tokoh penggerak perubahan di penghujung pemerintahan despotis Orde Baru. Melalui penelitian ini penulis mencoba menjabarkan perihal bagaimana Megawati menjadi pemimpin yang karismatik selain karena faktor trah dari Soekarno. Kemudin penelitian ini juga menjawab bagaimana Megawati bisa mempertahan kepemimpinan karismatiknya tersebut selama beberapa kali memimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Megawati memiliki ciri-ciri sebagai pemimpin karismatik yaitu di antaranya sebagai pemimpin yang percaya diri, memiliki visi misi, dan pelopor perubahan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Megawati menjadi pemimpin yang karismatik di dalam PDIP di antaranya karena faktor trah Bung Karno, sistem kepartaian yang sangat sentralistik dan monoloyalitas kepada figur sentral Megawati.

Kata kunci: Megawati Soekarnoputri, oposisi, karismatik, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Ilahi Robbi, Tuhan yang Maha

Sempurna. Sumber ilmu dari segala ilmu. Raja dari segala raja. Maha Pencipta dari segala pencipta. Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Solawat serta salam penulis tidak lupa haturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad. Sebagai panutan abadi umat, pemimpin yang mampu menjadi tauladan bagi semua.

Penulis menyadari jika penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Ini merupakan salah satu capaian yang penulis hasilkan selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terima kasih penulis haturkan kepada segenap civitas akademika UIN Jakarta: kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN beserta staf dan jajarannya,

Ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) Prof. Dr. Bahtiar Effendy beserta staf dan jajarannya. Dan juga Ketua

Program Studi Ilmu Politik Ali Munhanif, Ph.D. beserta M. Zaki Mubarak, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik.

Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada A. Bakir Ihsan,

M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini. Kepada Idris

Thaha, M.Si yang memberikan banyak kritik, masukan, serta saran kepada penulis agar sabar dan teliti dalam menyusun karya ilmiyah. Ucapan terima kasih

ii kepada segenap dosen FISIP UIN Jakarta, yang tidak bisa disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada beliau semua.

Upacan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua: Bapak Kariadi dan Ibu Widjiati yang memberikan segalanya kepada penulis hingga sampai penulis tidak mampu membalas segala pengorbanannya. Untuk keluarga besar dan para saudara tercinta yang telah banyak memberikan doa kepada penulis: Ita Purwati, Syafa’atun, Robiatin,

Zaenab Hafidz, Cholidah, Iin Muthmainnah, Fathurahman, salam sayangku selalu.

Kepada segenap Pengurus DPP PDIP yang telah memberikan banyak data berupa informasi, sumber buku, dan wawancaranya sehingga penulis bisa lebih mudah mengerjakan skripsi ini dengan baik.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap rekan, sahabat dan juga teman: Kepada Anwar beserta segenap sahabat Pergerakan Mahasiswa

Islam Indonesia (PMII), Rosidi beserta kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional

(FMN), rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Islam, (HMI), Dino Munfaidzin beserta para punggawa Forum Kajian Ciputat School (CS), para aktivis Forum

Mahasiswa Politik Indonesia (Formapi), dan teman-teman di Vocational Training

Center (VTC) Pasar Rebo.

Kepada segenap teman seperjuangan; Dedi Candra, Prio Pamungkas,

Asharul Hakim, Altea Maria, Lukman Harfah, Santi vebriana, Afrina, Ahmad

Haris Hariri, Bara Ilyasa, Ahmad Riki, Yebi Ma’asan, Dede Sahruddin, Anwar

Saputra, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang

iii telah memberikan masukan, dialog, dan juga pengalamannya sehingga penulisan ini bisa terselesaikan.

Terakhir ucapan terima kasih kepada Listya Anggraeni beserta keluarga besarnya di , yang telah banyak memberi dukungan, inspirasi, dan juga semangat kepada penulis agar secepatnya menyelesaikan kuliah. Mereka merupakan keluarga kedua bagi penulis.

Semoga apa yang penulis susun dalam skripsi ini bisa bermanfaat untuk semua pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya. Saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan penulisan selanjutnya.

Jakarta, 10 Juni 2011

Penulis

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………...i

KATA PENGANTAR………………………………………………...…...…….ii

DAFTAR ISI………………………………………………………..………… ..v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah…………………………….……...……..1

B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………………..8

C. Tujuan Penelitian ……………………………………….………..9

D. Manfaat Penelitian……………………………….………...……..9

E. Metode Penelitian …………………….……………………...…..9

F. Sistematika Penulisan……………….………………..…………11

BAB II TEORI KEPEMIMPINAN DAN PEMIMPIN KARISMATIK

A. Teori Kepemimpinan…………………………………………….13

B. Teori Kepemimpinan Karismatik……………...……..….………17

BAB III BIOGRAFI POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

A. Biografi Megawati Soekarnoputri………….………………….…20

B. Pemikiran dan Perjalanan Politik……………….…………….….23

C. Kemenangan Megawati sebagai Ketua Umum dalam

Setiap Kongres PDIP…………………………. ……………...…37

1. Kongres PDIP Pertama…….…………...………..………….37

2. Kongres PDIP Kedua……………………..…...... …….……38

3. Kongres PDIP Ketiga ………………………...…..……..…..39

v

BAB IV KEPEMIMPINAN KARISMATIK;

POTRET KEPEMIMPINAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

SEBAGAI PEMIMPIN PDIP

A. Sosok Megawati dalam Sifat-sifat

Kepemimpinan Karismatik……...……………...……………….43

1. Memiliki Rasa Percaya Diri…………….………………..…..43

2. Memiliki Visi dan Misi……………………………...……….45

3. Menjadi Sosok yang Fenomenal……………..…..……….…48

4. Menjadi Pahlawan yang Membawa Perubahan….………..…50

5. Mampu Memanfaatkan Situasi………………………………51

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kepemimpinan

Karismatik Megawati Soekarnoputri dalam PDIP...... …..53

1. Megawati Memiliki Trah Bung Karno………...…………….53

2. Sistem Kekuasaan Partai…………….…………………….…55

3. Megawati Memposisikan Diri sebagai Tokoh

Oposisi Pemerintahan……………………...………………...58

4. Megawati Dijadikan sebagai Simbol Pemersatu Partai……..60

5. Megawati Mampu Menyelamatkan Ideologi Partai..…..……61

6. Loyalitas Kader kepada Figur Sentral…………....….....…....63

7. Megawati Memiliki Tim yang Mencitrakan Dirinya

sebagai Pemimpin Karismatik……………………….………63

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………..…………66

B. Saran-Saran……………..………………………...………………69

DAFTAR PUSTAKA……………..………………………...……….…………71

LAMPIRAN……………..………………………...……………………..…… 75

vii

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu pemimpin yang hadir dalam sejarah proses kepemimpinan di negeri ini. Ia adalah putri sulung dari Presiden

Indonesia yang pertama, Soekarno. Sama seperti ayahnya, ia dikenal masyarakat sebagai pemimpin karismatik. Ia dianggap sebagai salah satu tokoh perempuan bermental baja yang berani mendobrak kekuatan politik Orde Baru (Orba). Dengan tekat yang bulat, Megawati tampil berani menghadapi berbagai tantangan dan ujian.

Dia memasuki area kepemimpinan politik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Dengan keyakinan untuk menegakkan demokrasi dan reformasi di republik ini. Hanya sedikit tokoh yang berani bertindak kala itu. Barulah setelah

Megawati mengadakan perlawanan terbuka terhadap kekuasaan yang represif, keberanian tokoh-tokoh lainnya mulai ikut bangkit.1

Turunnya Megawati ke kancah politik dianggap sebagai mengingkari kesepakatan keluarga besar Bung Karno untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada 1987, Megawati mulai meniti karier politiknya sebagai Wakil Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Walau tergolong tidak banyak bicara, Megawati bisa menjadi vote getter karena nama besar Bung

Karno yang melekat pada dirinya. Nama Megawati dipasang sebagai calon daerah

1 “Megawati Soekarnoputri, “ dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, diakses tanggal 10 Januari 2011 dari http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/247-presiden- berkepribadian-kuat?start=1

1 2

pemilihan Jawa Tengah, yang merupakan basis PNI. Suara untuk PDI naik di daerah pemilihan itu. Dia pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR.2

Megawati mendeklarasikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 1998, Partai ini merupakan peralihan dan pemisahan dari Partai Demokrasi

Indonesia (PDI dideklarasikan 10 Januari 1973).3 Berdirinya PDIP merupakan buah dari perjuangan Megawati mempertahankan kepemimpinannya dan menghidari konflik dalam tubuh PDI.

Konflik itu terjadi ketika kongres PDI pada Juni 1996 di Medan, kepemimpinan Megawati digoyang oleh pemerintah Orde Baru. Bahkan beberapa tokoh dalam PDI yang disokong oleh pemerintah dengan terang-terangan menentang kepemimpinan Megawati. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam tubuh partai, sehingga ada dua kubu yaitu PDI pro-Mega dan PDI pro-Surjadi.

Para aktivis dari berbagai elemen yang mendukung pergerakan Megawati berkumpul dan berani berorasi secara bergantian untuk menumpahkan segala kemarahan terhadap penguasa represif di Kantor DPP PDI Jalan Diponegoro, Jakarta.

Mereka datang dari berbagai daerah berkumpul di kantor tersebut. Keberanian yang dibayar mahal, karena kantor itu kemudian diserang aparat keamanan dan orang- orang tertentu atas kehendak rezim Orba. Peristiwa 1996 itu, kemudian dikenal dengan sebutan Kudatuli (Kasus 27 Juli). Peristiwa tersebut menjadi inspirasi perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung otoriter ketika itu. Tercatat muncul

2 Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 12. 3Julia I Suryakusuma, dkk., Almanak Parpol Indonesia Pemilu 99’ (Bogor: SMK Grafika Mardi Yuana, 1999), h. 196. 3

aksi-aksi protes yang lebih banyak seperti di Bandung, Yogjakarta, dan Ujung

Pandang. Bukan hanya politisi yang mulai terinspirasi dan terpicu keberaniannya, tetapi juga para pengamat yang sebelumnya bungkam malah ikut memuja-muji, dan juga para mahasiswa yang turun bergerak bersama rakyat.4

Puncak dari sengketa di tubuh PDI adalah perebutan kantor DPP PDI pada 27

Juli 1996. Hasil konflik berdarah saat itu adalah meroketnya nama Megawati sebagai lambang perlawanan terhadap Orde Baru yang berujung pada gerakan rakyat (people power) 1998. Gerakan rakyat 1998 berujung pada pengunduran diri Presiden

Soeharto setelah 32 tahun berkuasa, sekaligus menjadi babak baru kehidupan demokrasi di Indonesia. Peristiwa di internal PDI dan Peristiwa 27 Juli membuat sosok Megawati kian berkibar sebagai pemimpin yang berkarisma dan berpengaruh.5

Trauma terhadap pemerintah yang sering melakukan campur tangan internal partai, memaksa PDI pro-Mega untuk segera menyelenggarakan kongres V di Bali, bulan Oktober 1998. Hasilnya Megawati terpilih kembali menjadi Ketua Umum secara aklamasi untuk periode 1998-2003. Hasil keputusan kongres yang tak kalah pentingnya yaitu mempertegas posisi partai, dengan artian sudah membedakan dan memisahkan diri dari PDI pro-Soerjadi. Sehingga berguna untuk membedakan dengan PDI Soerjadi, Megawati memutuskan untuk pengganti nama dengan menambahkan kata Perjuangan di belakang kata PDI dan juga merubah lambang partai menjadi banteng moncong putih. Hal ini dilakukan untuk syarat mengikuti

Pemilu 1999 dan mencalonkan Megawati sebagai Presiden.

4 Max Lane, Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto (Jakarta: Reform Institute, 2007), h. 169-170. 5 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 26. 4

Pengenai pemikiran Megawati, setidaknya ada dua publikasi tertulis yang menjelaskan pemikiranya tentang persoalan bangsa, yang pertama yang berjudul

Pokok-Pokok Pikiran Megawati, Bendera Sudah Saya Kibarkan buku ini diluncurkan Megawati menjelang kongres luar biasa PDI di Surabaya 1993, buku ini berisi tentang pemikirannya berkaitan dengan pembelaan terhadap nasib rakyat yang harus didahulukan, tentang konsep penegakkan demokrasi, persatuan dan kesatuan bangsa, hak asasi manusia, dwi fungsi ABRI, kesenjangan sosial dan pembangunan

Indonesia.

Sedangkan buku kedua adalah buku yang ditulis dalam bahasa Inggris:

Restoring Democrasi, Justice Andorder In Indonesia: An Agenda for Reform

(Menegakkan Demokrasi, Keadilan dan Ketertiban di Indonesia; Sebuah Agenda

Reformasi). Buku ini berisi tentnag manifesto setebal 20 halaman yang diluncurkan sekitar April 1997 menjelang Pemilu. Manifesto itu berisi empat agenda reformasi yaitu, reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi sosial dan tranformasi budaya, dan reformasi hukum.6

Perjalanan politik Megawati sampai pada puncak kekuasaan di negeri ini, yaitu terpilihnya ia sebagai Wakil Presiden Indonesia dan dua tahun selanjutnya ia terpilih menjadi presiden Indonesia menggantikan Abdurrahman Wahid yang menjabat presiden sebelumnya. Banyak para pengamat politik menyebutkan bahwa kesuksesan Megawati sampai pada puncak tertinggi pemegang kekuasaan di negeri ini karena ia merupakan pemimpin yang karismatik.

6 Ibid., h. 49. 5

Melalui penelitian yang disusun ini, penulis ingin menjawab pertanyaan mengapa kepemimpinan karismatik itu bisa muncul dalam kondisi tertentu. Benarkah sosok Megawati yang merupakan pemimpin karismatik yang muncul karena faktor dari keturunan biologis Bung Karno semata? Dan bagaimana kepemimpinan

Megawati ini dilihat melalui kacamata teori kepemimpinan karismatik?

Penulis mencoba menyusun skripsi ini menggunakan teori dari Max Weber tentang kepemimpinan karismatik. Weber mendefinisikan karisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.7 Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari Tuhan, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin karismatik.

PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) tidak bisa dipisahkan dari trah

Soekarno dan nama besar Megawati. Ini fakta yang mau tidak mau, suka atau tidak harus diterima. Kita bisa melihat drama soal pergantian pemimpin utama partai dari kongres ke kongres. Tidak ada yang berani menantang dengan mencalonkan diri menjadi ketua umum selama Megawati masih mau duduk di sana.8 Ketika Orde Baru,

Presiden Soeharto yang mencoba mengobok-obok PDI kepemimpinan Megawati tidak pernah benar-benar berhasil dan berbuah kegagalan. Bahkan sejarah mencatat,

7“Kepemimpinan,” dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 7 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan. 8Lukman Ali, “Bung Karno dan Megawati dalam Retorika,” dalam Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 149. 6

PDIP di bawah kepemimpinan Megawati yang merupakan kelanjutan PDI menjadi pemenang pada Pemilu 1999.

Pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), hampir tidak ada pemimpin partai yang berani terang-terangan menjadi partai oposisi yang mampu mengimbangi pemerintah SBY. Partai-partai besar yang diharapkan beroposisi tidak punya nyali berada di luar kekuasaan. Tinggallah partai PDIP, inilah kekuatan

Megawati saat ini yang masih tersisa, sebagai Ketua Umum PDIP ia memilih menjadi penggerak oposisi terhadap pemerintah.9

Megawati dari kongres ke kongres selalu tak tertandingi, mutlak suara kader mengiginkan ia terus menjadi ketua umum partai yang dideklarasikannya itu. Dari kongres PDIP I yang dilaksanakan di Semarang pada 2000, hingga Kongres PDIP III dilaksanakan pada 2010 di Pulau Dewata Bali, sudah bisa dipastikan sebelumnya bahwa Megawati terpilih kembali sebagai ketua umum partai berlambang banteng tersebut. Kenyataannya memang benar jika sang pendiri partai ini terpilih untuk yang ketiga kalinya menjadi ketua umum periode 2010-2015. Terpilihnya Megawati ini bagi banyak kalangan pengamat politik sebagai langkah mundur sebuah regenerasi partai.

Kiranya amat mengherankan ketika kekalahan PDIP pada Pemilu 2004 dan

2009 dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif, Kongres PDIP III justru membulatkan pilihannya kepada Megawati sebagai Ketua Umum PDIP lagi. Walau grafik popularitas partai cenderung menurun, tetap saja dari tingkat elit tokoh partai

9Daniel Ronda, “Dinasti ,” artikel diakses pada 8 Januari 2011 dari http://politik.kompasiana.com/2010/04/06/dinasti-sukarno-%E2%80%93-megawati- sukarnoputri/ 7

sampai tingkat pengurusan daerah percaya bahwa Megawati masih cukup mampu memegang kendali partai dan mampu menjadi magnet untuk menarik simpati rakyat

Indonesia pada Pemilu 2014 nanti.

Banyak pengamat politik yang memahami bahwa apa yang dilakukan partai ini adalah sebuah upaya untuk tidak memecah konflik dalam internal tubuh partai.

Megawati telah membangun PDIP menjadi sebuah organisasi politik yang solid sehingga terus bertahan hingga saat ini. Kondisi inilah yang tampaknya membuat sebagian besar kader partai masih menginginkan Megawati memimpin PDIP. Tanpa sang putri Bung Karno ini mungkin juga partai ini akan berantakan terpecah-belah seperti partai-partai yang lain. Di sisi lain mempertahankan terus Megawati sebagai ketua umum juga dilematis bagi partai, karena ketika pada saatnya Megawati tak dapat lagi memimpin partai, PDIP bisa terjun bebas tersungkur menjadi partai gurem.10

Kemunculan Guruh Soekarnoputra, Puan Maharani, Prananda Prabowo, dan beberapa kader lainnya tampaknya diharapkan sebagai tahap transisi regenerasi kepemimpinan utama partai. Pada kenyataanya aklamasi keputusan kongres lagi-lagi mementahkan itu semua. Padahal perkembangan politik masa kini juga meniscayakan hadirnya pemimpin parpol yang pintar mengelola isu-isu dalam partai sebagai aset dalam merebut dukungan dan simpati rakyat banyak. Para kader partai yang brilian semestinya diberi kesempatan untuk ini meski mereka tak memiliki garis darah

Soekarno.

10 Syamsuddin Haris, “Mega dan Masa Depan PDI-P” Kompas, 8 April 2010, h. 4. 8

Barangkali inilah tantangan terbesar bagi partai berlambang banteng moncong putih atas hasil keputusannya tersebut. Kemajuan demokrasi kita saat ini, hampir tidak mungkin PDIP bertahan hanya mengandalkan karisma Megawati ataupun trah

Bung Karno. Sudah saatnya partai ini berkaca pada kegagalan beruntun sejak 2004 dan 2009. Ketika para pemilih semakin rasional, maka yang dapat bertahan adalah parpol yang mampu mentransformasikan ide-ide perubahan menjadi program politik yang membumi bagi rakyat.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah proses dan hasil keputusan kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memilih

Megawati sebagai ketua umum partai berturut-turut sampai tiga kali periode. Dari periode awal deklarasi partai sampai Kongres yang ketiga. Selain itu juga melihat bagaimana gaya atau corak kepemimpinan karismatik Megawati yang bisa bertahan dalam partai dan ia bahkan merasa siap membawa partainya menyongsong Pemilu

2014 nanti. Melihat hal ini maka penulis mencoba merumuskan permasalahan melalui pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri dari

sejarah awal ia memasuki dunia politik melalui sebuah partai berlanjut

hingga ia mampu menjadi pemimpin utama pada partainya tersebut?

b. Apa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan

karismatik Megawati?

9

C. Tujuan Penelitian

Beranjak dari rumusan masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka penelitan ini bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan fenomena kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri di tubuh partai PDIP. Hal-hal apa saja yang menyebabkan para kader tetap memilih Megawati sebagai Ketua Umum partai selama tiga kali periode atau faktor-faktor penyebab munculnya kepemimpinan karismatik Megawati dalam PDIP.

D. Manfaat Penelitian

a. Memberikan gambaran tentang sejarah dan perjuangan Megawati

Soekarnoputri dalam pentas perpolitikan Indonesia.

b. Menambah pengetahuan tentang teori kepemimpinan karismatik dalam

tubuh partai (PDIP).

c. Memberikan sumbangan bagi keilmuan politik tentang perbendaharaan

dinamika kepemimpinan dan kepartaian di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, bersifat analisis deskriptif dengan cara menelaah beberapa pustaka (library research) secara historis, artinya melalui metode ini penulis mencoba untuk menguji dan menganalisis secara kritis mengenai kepemimpinan Megawati dan perjalanan Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan, dari beberapa sumber data itu bersifat primer yang telah diperoleh dan dikumpulkan. Data dan dokumen yang akan diteliti seperti berbagai tulisan ilmiah dari perpustakaan seperti yang telah ditulis oleh Sirojudin, berjudul Peran Oposisi 10

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Pemerintahan Susilo

Bambang Yudoyono- Yusuf Kalla. Buku ini berisi tentang oposisi yang dilakukan oleh PDIP dibawah pemimpin kharismatik Megawati. buku yang mengulas biografi

Megawati lengkap yang ditulis oleh Suwarno yang berjudul Megawati

Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara, atau buku biografi yang lain dipublikasikan oleh tim sukses Megawati yang berjudul Megawati The

President. Afdal Tanjung juga menulis tentang perjalanan kepemimpinan Megawati dalam PDIP dengan judul buku: Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Dan beberapa naskah pidato Megawati yang telah dipublikasikan oleh DPP PDIP sebagai acuan untuk melihat pemikiran dan visi-misi Megawati selama menjabat sebagai ketua umum partai.

Karena penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk mempelajari kepemimpinan karismatik Megawati dalam PDIP yang terkait juga kronologi kemenangannya dari kongres ke kongres, maka untuk kebutuhan ini penulis menggunakan surat kabar dan majalah yang terpercaya yaitu Kompas dan majalah mingguan Tempo, serta penulis juga memanfaatkan sumber internet sebagai fasilitas penunjang yang memudahkan search beberapa data yang dibutuhkan.

Selain itu, agar penelitian ini lebih obyektif dan sistematis, penulis juga melakukan riset lapangan sebagai data sekunder, dengan mewawancarai dua orang perwakilan pengurus atau kader partai yang ditunjuk langsung oleh DPP PDIP. Tentu saja seseorang yang direkomendasikan oleh DPP PDIP itu yang faham betul dengan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dalam dinamika kepartaian dan seseorang lagi merupakan sosok yang memiliki kedekatan secara personal dengan Megawati 11

Sedangkan dalam hal teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada sebuah buku yang biasa digunakan dalam penulisan karya ilmiah di UIN Jakarta.

Buku tersebut berjudul Pedoman Penulisan Karya Ilmia (Kripsi, Tesis, dan

Disertasi), yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasuhi, dkk.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Kelima bab yang akan dibahas sesuai dengan outline yang telah ada dan berguna memudahkan pembahasan.

Pada Bab yang pertama ini merupakan penjabaran awal, penulis mencoba menerangkan latar belakang permasalahan, mengapa penulisan skripsi ini disusun, batasan dan rumusan masalah. Selain itu, tujuan untuk menjawab permasalahan penelitian juga dipaparkan dalam bab ini, disertai dengan manfaat penelitian secara akademis, metode penelitian secara kualitatif, dan sistematika penulisan dijabarkan lengkap pada bab ini.

Bab II, Menerangkan tentang teori kepemimpinan dari beragam pakar yang mendefisinikannya, kemudian dalam bab ini juga penulis memfokuskan pada teori kepemimpinannya Max Weber yang membagi kepemimpinan itu berdasarkan kewenangannya menjadi tiga: tradisional, rasional dan karismatik. Kemudian dilanjutkan dengan penjabaran teori tersebut yang kemudian digunakan sebagai teori untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini.

Bab III, penulis memaparkan biografi tokoh politik Megawati Soekarnoputri, berupa biografi kehidupan, pemikiran dan perjalanan politiknya. Megawati 12

merupakan sosok yang mampu memanfaatkan nama besar Bung Karno yang tidak lain adalah ayahnya sendiri, sehingga ia mampu mendapatkan tempat pada pentas politik nasional. Selain itu, penulis mencoba memotret secara singkat kongres- kongres PDIP yang terus menempatkannya sebagai Ketua Umum PDIP selama tiga kali periode. Melalui penjabaran bab ini, terlihat jelas jika Megawati merupakan sosok yang mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi para pengikutnya.

Bab IV, Merupakan inti dari pembahasan penelitian ini. Penulis menyajikan temuan-temuan pokok studi ini, yakni menganalisa kepemimpinan Megawati sebagai pemimpin PDI-P yang berpengaruh bagi para kader dan simpatisannya. Pada bab ini juga mengeskplorasi sosok Megawati dalam sifat-sifat kepemimpinan karismatik.

Serta menjelaskan faktor-faktor apa saja yang membuat kepemimpinan karismatik

Megawati Soekarnoputri muncul dan bertahan dalam PDIP selain karena nama besar sang ayah,

Bab V Berupa penutup dan akhir dari pembahasan dalam penulisan skripsi, yang memuat kesimpulan dan saran-saran bagi penulis.

13

BAB II

TEORI KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN KARISMATIK

Di tengah berbagai permasalahan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita membutuhkan kehadiran para pemimpin sebagai solusi dari segala permasalahan tersebut,

Pemimpin merupakan pemandu dan panutan bagi pengikutnya. Tanpa sebuah kepemimpinan maka suatu kelompok (organisasi) bisa kacau. Namun masalah yang sangat mendasar dalam proses kepemimpinan adalah sulitnya mendapatkan pemimpin yang mumpuni dan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga Kehadiran pemimpin amat diperlukan, untuk mendapatkan jalan keluar dari berbagai persoalan.

Tema mengenai kepemimpinan selalu hangat dan selalu menarik untuk dibahas, karena hanya pemimpinlah yang mampu merubah sejarah peradaban manusia. Pemimpin mempunyai pengaruh yang mampu menggerakkan orang lain untuk ikut pada gerbong yang diinginkan oleh pemimpin tersebut. Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan tentang teori kepemimpinan dan pengaruhnya (wewenang).

Max Weber telah mengklasifikasikan kepemiminan dan wewenangnya menjadi tiga yaitu kepemimpinan rasional, tradisional dan karismatik. Tema besar dalam penyusunan skripsi ini ialah tentang kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri, sehingga bab ini sangat urgen untuk dibahas. Sesuai dengan tema besarnya maka pemaparan pada bab ini memfokuskan pada pengertian kempemimpinan karismatik.

A. Teori Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimmpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (orang yang dipimpin atau para pengukut),

13

14

sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.1 Menurut Akbar Tandjung, definisi pemimpin adalah sosok yang, dengan segenap potensi dan kewenangan yang ada, mampu mampu memotivasi, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain untuk secara sadar dan sukarela berpartisipasi di dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam memimpin organisasi. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang guna mempengaruhi, memotivasi, dan mengaktivasi aneka potensi dan sumber daya yang ada, sehingga organisasi yang dipimpinnya mampu berjalan secara efektif dalam rangka mengupayakan perwujudan tujuan-tujuannya.2

Menurut George Terry, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok. Menurut Cyriel

O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.3 Northouse merangkum dari 65 klasifikasi atas definisi kepemimpinan dari berbagai perspektif, ada empat unsur dalam memahami pengertian kepemimpinan, pertama adalah kepemimpinan itu proses, kedua setiap kepemimpinan adanya pengaruh, ketiga konteks kepemimpinan adanya kelompok dan unsur yang terakhir adalah pencapaian tujuan. Sehingga definisi kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang punya pengaruh dalam satu kelompok (organisasi) untuk menggerakkan individu lain meraih tujuan bersama.4

1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), h. 288. 2 Akbar Tandjung, “Kepemimpinan Politik yang Negarawa,” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=728&Itemid=135 3 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP–UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imperial Bakti Utama, 2007), h. 237.

4 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik , h. 65.

15

Sumber pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin bisa didapat secara formal dan informal. Sumber pengaruh formal didapat oleh seorang pemimpin apabila ia berada pada posisisi jabatan atau majerial tertentu dalam sebuah kelompok, memiliki dasar legalitas, diangkat secara resmi dan memiliki hak dan kewajiban yang tegas sesuai dengan jabatannya, seperti presiden disebuah negara, ketua umum partai dan direktur sebuah perusahaan.

Sedangkan sumber pengaruh seorang pemimpin informal atau tidak resmi didapat dari organisasi atau kelompok masyarakat yang tidak formal, dan tidak tergantung pada acuan formal dan legitimasi. Sumber kepemimpinan informal ini sangat tergantung pada pengakuan kelompok dan komunitasnya. Sehingga pemimpin harus memiliki kualitas yang benar-benar unggul. Contohnya seperti pemuka agama, tokoh masyarakat dan adat. 5

Konsep tentang kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan dan wewenang.

Kekuasaan (power) adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, sedangkan wewenang (autority) adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Penggunaan wewenang timbul tatkala masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan menentukan penggunaannya.6 Maka kekuasaan tanpa wewenang disebut sebagai kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat yang di sebut sebagai wewenang.

5 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 4. 6 Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 266.

16

Max Weber membagi kepemimpinan dan wewenangnya menjadi tiga: tradisional, rasional dan karismatik.7 Pengertian pertama, pemimpin tradisional mendapatkan wewenangnya di masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan di masyarakat secara tradisional. Biasanya berkaitan dengan hubungan kekeluargaan, atau didapat secara turun temurun berdasarkan tradisi yang diwarisi, seperti raja.

Kedua, pemimpin rasional adalah kepemimpinan yang wewenangnya didasarkan pada hukum dan kaidah-kaidah yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. Pada masyarakat yang menerapkan nilai-nilai demokratis, biasanya pemimpin yang mendapatkan kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Wewenang rasional biasa disebut sebagai wewenang absah atau legal atau bikorasi. Contohnya seperti presiden, perdana menteri, gubernur, bupati, dan camat.

Dan ketiga, pemimpin karismatik yaitu didasarkan pada seseorang yang mempunyai kemampuan khusus yang didapatkan karena anugrah. Wewenang ini tidak diatur oleh kaidah-kaidah tradisional dan rasional, bahkan sifatnya cenderung irasional.

Adakalanya wewenang karismatik bisa hilang dari seorang pemimpin manakala masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Dan karisma bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai dengan individu yang bersangkutan membuktikan manfaat bagi masyarakat dan pengikut-pengikutnya akan menikmatinya.

Sekarang ini istilah kepemimpinan karismatik digunakan semakin luas dan kurang saksama. Hampir semua pemimpin memiliki daya tarik dan popularitas sehingga semuanya dapat dikategorikan sebagai pemimpin karismatik. Sebut saja Megawati Soekarnoputri, M.

Amien Rais, Abdurrahman Wahid, Barack Obama, Lee Kuan Yew, Mahathir Muhamad,

7 Ibid., h. 280-285.

17

Benazir Butto, Ayatollah Khamaeni, Ahmadinejad, Fidel Casro, Hamid Karzai dan lain sebagainya. Oleh karena ini memunculkan perdebatan dalam bidang ilmu politik dan sosiologi mengenai apakah istilah ini sebaiknya ditiadakan saja atau tetap dipertahankan.

Kebanyakan ilmu secara akademik cenderung mempertahankan istilah karismatik ini dalam batas-batas tertentu.8

B. Teori Kepemimpinan Karismatik

Istilah karisma berasal dari kata yunani yang berarti karunia (gift), anugerah atau pemberian. Karis berarti menyukai, merujuk kepada kepribadian seseorang yang memiliki kepribadian menarik ataupun memiliki daya pikat mempunyai penampilan menarik atau mampu berkomunikasi. Sehingga banyak orang yang menyukainya.9 Artinya orang yang memiliki karisma berarti orang yang memiliki kelebihan, perbedaan dan keistimewaan dari pada yang lain.

Menurut Max Weber, karisma sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.10 Karisma merupakan kemampuan khusus (wahyu, pulung, nubuah, keramat) yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus ini melekat karena anugrah dari Tuhan. Orang-orang di sekitarnya mengakui kemampuan tersebut atas dasar kepercayaaan dan pemujaan, karena mereka menggangap bahwa sumber kemampuan tersebut berada di atas kemampuan dan kekuasaan manusia pada umumnya. Masyarakat akan masih mempercayai karismatik

8 Juliet Thornton, “Persepsi Masyarakat Indonesia Terhadap Kepemimpinan Barack Obama,” (Skripsi SI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang , 2009), h. 16. 9 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 140. 10“Kepemimpinan,” dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan.

18

seseorang selama hal tersebut terbukti keampuhan dan maanfaatnya bagi masyarakat.

Contohnya nabi, rasul, raja dan para pemimpin yang terkemuka sepanjang sejarah.11

Mengenai benar dan tidaknya Megawati disebut sebagai pemimpin karismatik, tentu bisa dijabarkan melalui pembahasan ini. Sehingga Megawati layak menyandang label pemimpin yang karismatik. Penjelasan mengenai pemimpin karismatik itu ada yang mengatakan bahwa hal itu merupakan bawaan sejak lahir dan melekat secara alamiah, tetapi adapula yang mengatakan karisma itu bisa dipelajari. Pendapat yang pertama memang dianggap paling kuat, namun jika kita merujuk kepada pendapat itu, bagaimana mungkin seseorang menjadi pemimpin karismatik bisa muncul di tengah-tengah masyarakat tanpa melalui seleksi sosial dan tanpa ujian kepemimpinan? Pasti ada faktor non-pembawaan yang sangat berpengaruh, yakni faktor lingkungan yang mempertegas kepemimpinan. Namun yang jelas karisma merupakan sifat yang melekat pada diri seseorang sehingga memiliki daya pikat yang kuat.

Setidaknya ada beberapa ciri yang menunjukkan karismatiknya kepemimpinan seseorang,12. Diantaranya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masalah artinya pemimpin tersebut faham dengan situasi, ia percaya diri sehingga mampu mempengaruhi orang lain secara luar biasa dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain.

Pemimpin yang berkarisma cenderung menciptakan efek mitologis, supranatural dan berbagai kejadian ajaib sehingga menarik orang awam untuk mengkultuskan dan bahkan sampai memujanya. Pemimpin yang karismatk bagi kebanyakan orang Indonesia seperti sang ratu adil yang ditunggu kedatanganya untuk memperbaiki keadaan, atau

11 Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 282. 12Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h.142.

19

menurut kepercayaan dari orang yahudi bagaikan Mesies, atau umat nasrani yang mempercayai hadirnya Yesus sang juru selamat yang muncul dari Nazaret.13

Menurut teori kepemimpinan karismatik, dalam masa krisis pengikut mencari penyelamat, satria piningit, atau ratu adil. 14 Batasan Karismatik bertumpu pada kesetiaan atau ketaatan kepada kesucian yang spesifik dan luar biasa, heroisme atau karakter teladan dari seorang individu, dan pola normatif atau perintah yang diwahyukan atau ditahbiskan oleh pemimpin tersebut (otoritas karismatik).15

Menurut Weber kepemimpian bisa muncul tatkala masyarakat sedang mengalami krisis dan ketidakpastian. seorang pemimpin karisma muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.16 Seperti yang pernah dialami oleh Indonesia ketika keruntuhan Orde Baru, rakyat Indonesia memimpikan adanya pemimpin yang mampu mengendalikan keadaan baik seperti semula. Salah satu nama yang muncul adalah Megawati Soekarnoputri, dengan meyandang nama besar ayahnya, dia diharapkan mampu mengulang kembali kejayaan

Soekarno untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Sehingga kemunculan Megawati bagaikan ratu adil yang dinantikan oleh rakyat Indonesia. Megawati memanfaatkan hal

13 Ibid., h. 145. 14 Thornton, “Persepsi Masyarakat Indonesia,” h.11 15 Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization. Ed. Parsons, Talcott (New York: OxfordUniversity Press, 1947), h. 328. 16 Hanif El Jazuly, “Kepemimpinan Karismatik” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.eljazuly.co.cc/2010/12/kepemimpinan-karismatik.html

20

tersebut sehingga ia mampu mendulang popularitas yang tinggi sebagai pemimpin yang berpengaruh pada awal masa reformasi.

20

BAB III

BIOGRAFI POLITIK MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa menjadi pemimpin yang karismatik bukan karena semata didapat dari faktor keturunan semata, tetapi juga memalui proses seleksi sosial sehingga pemimpin tersebut layak menyandang pemimpin yang berkarisma. Aspek penting pada pembahasan bab ini adalah penulis mencoba mendeskripsikan secara historis kehidupan dan aktivitas politik Megawati

Seokarnoputri sebagai pemimpin yang mempunyai karisma, dari pertama kalinya ia terjun ke dunia politik hingga akhirnya ia mampu menduduki singgasana Ketua

Umum PDIP.

Pada bab ini pula dipaparkan kronologi kemenangan Megawati dari kongres

PDIP pertama hingga kongres yang ketiga. Ini merupakan sebuah bukti jika sosok

Megawati merupakan pigur yang berpengaruh dalam internl partainya. Bertahannya sosok Megawati sebagai ketua umum selama berturut-turut merupakan simbol sisi karismatiknya masih melekat pada dirinya. Sehingga melalui pembahsan pada bab ini kita dapat melihat secara utuh figur Megawati sebagai pemimpin karismatik dari berbagai aspek kehidupan politik yang melingkupinya.

A. Biografi Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati

Soekarnoputri. Dia dilahirkan pada 23 Januari 1947 di Yogyakarta. Dia terlahir dari rahim Fatmawati, yaitu istri kedua Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia.1

1 Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 1-2.

20 21

Pendidikam Megawati Soekarnoputri dari Sekolah Dasar hingga SMA dilaluinya di

Sekolah Cikini Jakarta. Di sekolah inilah ia berkawan dengan Akbar Tandjung.

Setamat sekolah ia melanjutkan kuliah ke Fakultas Pertanian di Universitas Pajajaran

Bandung. Ia juga sempat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia

(GMNI) Cabang Bandung pada 1965. Kala itu GMNI adalah organisasi mahasiswa yang dekat dengan Partai Nasional Indoneia (PNI). GMNI juga dikenal sangat mendukung semua ajaran-ajaran Bung Karno.

Pada 1967 Megawati memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliahnya untuk mendampingi sang ayah, Soekarno ketika itu sedang menjalani masa karantina politik oleh rezim Orde Baru. Megawati merasakan betul goncangan jiwa yang dirasakan ayahnya akibat tekanan politik oleh rezim Soeharto. Barangkali Soekarno sangat sulit menerima kenyataan jika ia harus menjadi tahanan rumah di negeri yang ia perjuangkannya. Sang Proklamator itu kesehatannya semakin lama semakin memburuk. Kepedihan Megawati memuncak ketika Bung Karno wafat pada 21 Juni

1970.2

Megawati Soekarnoputri memang seorang tokoh yang lahir dan tumbuh besar tidak pernah mengenyam pendidikan politik secara formal. Ia hanya mengaku belajar politik dari sang ayah, “Ya walau bagaimanapun dalam kehidupna saya ini sudah terjadi asahan dari naluri politik yang sudah ada” tutur Megawati kepada wartawan majalah Tempo. Selama dalam istana memang Megawati menjalani sosialisasi politik yang intensif dari tokoh-tokoh politik yang menemui ayahnya. Dari sang ayah,

2 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 5. 22

Megawati mendapatkan komentar-komentar sang ayah mengenai peristiwa-peristiwa besar baik skala Nasional maupun di tingkat Internasional.

Sedangkan dari ibunya, ia banyak belajar dari bagaimana cara memelihara ketabahan dalam menghadapi penderitaan. Megawati paling banyak menikmati fasilitas Negara ketimbang saudara-saudara yang lainnya. Di kemudian hari, ia memilih meninggalkan istana bersama ibunya Fatmawati tatkala Soekarno menikah lagi dengan Hartini. Kemudian Megawati dan ibunya menetap di jalan Sriwijaya,

Jakarta.3 Dari sinilah Megawati mendapat banyak pelajaran mengenai ketabahan, yang pada saatnya kelak berguna pemimpin politik. Memang terjun ke arena politik banyak konsekuensi yang harus diterima, dunia politik memang sarat dengan konflik dan perebutan kekuasaan. Namun begitu, Megawati sudah mempersiapkan dirinya dengan pengalaman-pengalamannya bersama orang tuanya sewaktu kecil.

Presiden Soeharto amatlah khawatir terhadap kebangkitan keluarga Bung

Karno. sebagai pemimpin yang menggunakan filsafat Jawa. Tentu saja Soeharto yakin betul bahwa dalam raga Megawati terdapat bayang-bayang Soekarno.

Walaupun Megawati merupakan sosok ibu rumah tangga biasa, beliau adalah anak dari Bung Karno. Tentu saja karisma soekarno bisa saja sewaktu-waktu bangkit kembali oleh penerus-penerusnya. Tidak heran jika pihak keamanan rezim Soeharto terus mengawasi dan mengekangnya. Di masa Orde Baru memang Kehidupan keluarga besar Bung karno selalu mendapatkan kesulitan. Jika tidak ditekan tentu saja berpotensi merongrong kelangsungan pemerintahan.

3 Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 14. 23

Meski ia merupakan salah satu anak dari Bung Karno yang mulanya terkesaan menghindari arena politik, karena trauma yang mendalam akibat pengalamannya yang pernah dialaminya tatkala menyaksikan sendiri keruntuhan karier sang ayah, tapi sejarah justru memaksa Megawati harus tampil dan bahkan mengulang nama besar sang ayah yang dikenal sebagai Pemimpin yang karismatik dan mampu menjadi orang nomor satu di negeri ini.

B. Perjalanan Politik Megawati Soekarnoputri

Pada 1982 keluarga besar Bung Karno pernah membuat konsensus yang disepakati oleh semua putra-putri Bung Karno: Guntur, Megawati, Rachmawati,

Sukmawati, dan Guruh dari Fatmawati serta putra dari Hartini; Bayu dan Taufan.

Mereka bersepakat untuk menjauhi dunia politik. Latar belakang dari kesepakatan itu adalah karena adanya trauma atas kejatuhan ayahnya di dunia politik yang dialami pada akhir hanyat sang ayah. Dan mereka melihat sendiri bahwa kekuatan politik pada saat itu tidak ada yang mampu meneruskan semangat marhaenisme, yaitu salah satu dari ajaran Bung Karno.4

Pada 1987, kesepakatan itu mereka langgar sendiri. Yaitu ketika Soerjadi sebagai Ketua Umum DPP PDI memiliki strategi untuk mendokrak perolehan suara

PDI dengan memanfaatkan nama besar Bung Karno. Ia lalu menggaet anak sulung

Bung Karno yaitu Guntur untuk masuk dalam partai, karena Guntur adalah anak yang dirasa mirip dengan perawakan Bung Karno dan paling memiliki potensi atau bakat politik dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Namun karena sesuatu

4 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 11. 24

hal, akhirnya Soerjadi menggandeng anak Bung Karno yang lain yaitu Megawati dan

Guruh.

Perjalanan politik Megawati dimulai sebagai pengurus DPC PDI Jakarta

Pusat menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua, kemudian di 1987 nama muncul calon untuk darerah pemilihan Jawa Tengah yang dikenal sebagai basis PNI.

Megawati tampil sebagai juru kampanye yang mampu menambah stamina dan performa partai. Dan keberadaan Megawati mampu menggiring massa fanatik ke lapangan tempat kampanye partai berkepala banteng itu, isu kembalinya titisan Bung

Karno mampu mendongkrak perolehan suara PDI menjadi 40 kursi pada Pemilu

1987 dibandingkan pada Pemilu 1982 yang hanya mendapatkan 24 kursi dan mengantarkan Megawati Soekarnoputri duduk sebagai anggota DPR. 5

Namun kiprah Megawati sebagai politisi di Senayan terbilang amat biasa.

Sejak menjadi anggota DPR 1987, Megawati jarang ditampilkan sebagai juru bicara fraksi atau memberikan pernyataan kepada pers, kebetulan ia memang tak punya posisi apa-apa di DPP atau Fraksi PDI. Bahkan menurut Budi Hardjono yang menjadi pesaingnya, Megawati termasuk malas dan sering tak muncul di Senayan. Ia tidak kritis merespon kebijakan penguasa dan tampak kurang tangkas menangkis serangan pihak lain dengan pernyataan-pernyataan politik yang tajam. Ia juga tidak menonjol dalam memperjuangkan aspirasi kepentingan rakyat yang diwakilinya. Ia

5 Ibid., h. 12-13. 25

tetap seperti watak aslinya yaitu pendiam dan lemah lembut seperti layaknya ibu rumah tangga biasa. 6

Rupanya keunggulan Megawati bukanlah di dalam gedung MPR yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang hanya menjadi tim yes-nya Presiden

Soeharto, tetapi di tempat lain Megawati merupakan sosok yang bisa menjadi magnet penarik massa, masa berduyun-duyun datang memenuhi acara-acara yang diselenggarakan partai. Megawati selalu disanjung para simpatisan dan kader partai berlambang banteng tersebut karena menyandang nama besar Bung Karno.

Walau perannnya tidak kelihatan di gedung DPR, Megawati tetap dicalonkan pada Pemilu 1992, ia disebut-sebuat oleh banyak orang sebagai tokoh yang mampu mendokrak perolehan suara, bisa dilihat dari presentase suara PDI yang cenderung menaik; pada 1977 hanya 8%, 1982 yitu 6,7%, 1987 yaitu 10% dan 1992 sebesar

14% atau tepatnya menambah dari 40 kursi menjadi 56 kursi pada Pemilu 1992.7

Karier politik Megawati bertambah berkibar ketika diselenggarakannya

Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, 2-6 Desember 1993. KLB ini dilakukakn setelah kegagalan Kongres IV PDI di Medan pada 21-26 Juli 1993 yang memicu bentrok kubu Soerjadi dan kelompok 17 yang dipimmpin oleh

Marsoesi-Dudy Singadilanga. Walaupun pada kongres ini berhasil memilih kembali

Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI, tidak otomatis bisa memimpin partai berlambang kepala banteng ini. Kelomok DPP peralihan yang dipimpin oleh Ahmad Subagyo

6 Budiman S. Hartoyo, “Apa di Balik Mega,” Tempo Online, 11 Desember 1993, artikel diakses pada 13 April 2011 dari http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/1993/12/11/NAS/mbm.19931211.NAS6427.id.html 7 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 14. 26

menentang keras terpilihnya Soerjadi. Dengan didukung aparat keamanan, kelompok ini berhasil menduduki lokasi penyelenggaraan Kongres di Asrama Haji

Pangkalan Mansyur, Medan. Pangab Feisal Tanjung menyebut kemenangan Soerjadi saat itu sebagai cacat hukum akibat penculikan lawan politiknya.

Menurut pandangan pemerintah, kepemimpinan Soerjadi telah melakukan hal-hal yang dianggap mengancam pemerintahan Orde Baru, di antaranya adalah ketika PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi secara tajam mengkritik kebijakan dalam Pemilu 1992, ia juga dianggap sebagai ancaman potensial bagi dominasi

Golkar karena berhasil menaikkan suara pada Pemilu 1992 secara cukup signifikan.

Bahkan ia pernah mengancam tidak mau mendatangani hasil Pemilu 1992 karena terjadi kecurangan untuk memenangkan Golkar. Untuk itu kubu Soerjadi harus dilengserkan. Maka pemerintah menunjuk carataker yang dipimpin oleh Latief

Pudjosakti yang menjabat DPD PDI Jawa Timur dengan tugas utama mempersiapakan pengelenggaraan KLB di Surabaya.8

Namun di luar dugaan bahwa nama Megawati muncul sebagai calon ketua umum yang baru, ini di luar skenario pemerintah. Karena majunya Megawati pada bursa pencalonan Ketua Umum PDI didukung oleh lapisan bawah kader dan pengurus partai. Kejadian ini bermula pada 11 September 1993. Saat itu 100 fungsionaris dari 70 DPC PDI mendatangi kediaman Megawati di Kebagusan,

Jakarta Selatan. Intinya mereka menginginkan salah satu dari anak-anak Bung Karno tampil menjadi ketua umum sebagai pilihan alternatif dan untuk menandingi kubu

Budi Hardjono yang di sebut-sebut mendapat restu dari pemerintah Orde Baru.

8 Ibid., h. 15-16. 27

Pada mulanya Megawati masih ragu menerima pencalonan itu, tetapi setelah beberapa hari kemudian atas desakan para kader itulah Megawati akhirnya menyatakan diri siap untuk maju.

Di arena KLB, kubu Megawati sudah memastikan bahwa semuanya sudah dipersiapkan dengan seksama, namun bukan berarti langkahnya bisa mulus mendapatkan kursi nomor satu di partai tersebut. Pemerintah berusaha mengganjal obsesi anak Bung Karno itu dengan berbagai cara. Beberapa Ketua DPC Jawa Timur mengaku bahwa mereka diintimidasi oleh Kakansospol (Kepala Kantor Sosial

Politik) agar tidak mendukung Megawati. Bahkan Pangdam Diponegoro Mayjen

Suyono saat itu menyatakan, “Sebaiknya PDI tidak memilih pemimpin yang mendompleng nama besar orang tuanya atau nama besar orang lain, lebih baik

Megawati mengkonsentrasikan dirinya pada masalah kerumahtanggaan.”

Selain hambatan dari eksternal partai, Megawati juga mendapat hambatan dari lingkungan internal PDI, pada mulanya Megawati tidak mendapat mandat dari

DPC PDI Jakarta Selatan sebagai peserta KLB. Dengan alasan bahwa KTP

Megawati dikeluarkan di Jakarta Pusat, padahal ia sendiri berdomisili di Jakarta

Selatan. Karena tidak mendapat mandat, maka panitia cakateker KLB PDI menolak kehadiranya di Kongres. Namun akhirnya karena ada upaya dari dari para pendukung

Megawati, hal itu bisa di selesaikan dan Megawati bisa mengikuti kongres KLB tersebut.

Ketika KLB berlangsung Ketua Carateker DPP PDI Latief Pudjosakti yang juga merangkap sebagai ketua DPD PDI Jawa Timur memaksa peserta agar pemilihan dilakukan dengan sistem formatur. Langkah ini ditempuh agar Budi 28

Hardjono yang dijagokan pemerintah berhasil memenangkan posisisi ketua umum.

Namun upaya itu ditentang oleh mayoritas peserta kongres. Mekipun para delegasi diintai oleh setiap aparat Direktorat Sospol masing-masing yang ikut hadir dalam acara kongres. Dukungan kepada anak Bung Karno ini justru meningkat menjadi

84%. Itu artinya sekitar 256 Cabang mendukung Megawati Soekarnoputri dari 305

Cabang yang hadir. 9

Megawati tidak dapat dipilih secara formal karena semua panitia carateker menghindar dari Sidang Pleno Kongres. Namun sebelum sidang ditutup di depan para pererta kongres yang mendukungnya, Megawati mengumumkan dirinya menjadi Ketua Umum PDI periode 1993-1998. “Secara de facto saya sudah menjadi

Ketua Umum DPP PDI. Secara de jure memang belum. Karena itu saya minta kepada saudara-saudara tetap tenang dan berdiam di sini. Harapan saya kita bisa menegakkan konstitusi partai yang kita cintai ini, saya tidak ingin ada keributan yang dilakukan oleh sementra pihak yang tidak bertanggung jawab. Apakah saudara sanggup?“ Tegas Megawati yang disambut para pendukungnya secara gemuruh,

”Sanggup!”10 Setelah itu kongres diambil alih oleh aparat keamanan dan membubarkan seluruh peserta KLB. Seperti sudah diduga caratecer menyerahkan urusan KLB yang dianggap deadlock kepada pemerintah. Dan pemerintah pun menilai bahwa keputusan kongres tidak ada yang berarti bahwa terpilihnya

Megawati sebagai ketua umum tidak sah.

9 Ibid., h.17-19. 10 Imran Hasibuan, Megawati Soekarnoputri: Pantang Surut Langkah (Jakarta: ISAI, 1996) h. 12-13. 29

Pemerintah melalui Mendagri Yogie S. Memet memutuskan diselenggaranya

Musyawarah Nasioanal (Munas) untuk memilih kembali pimpinan PDI dan menyelesaikan kemelut partai. Sementara itu Megawati dan timnya mencoba melakukan manuver politik yang cerdik, mereka melakukan safari politik ke berbagai pejabat tinggi negara dan para petinggi ABRI, diantranya adalah Mendagri

Yoe S.M. Menko Polhukam Soesilo Soedirman, Kasospol ABRI Letjen Hariyoto PS,

Pangdam Jaya Mayjen Hendro Priono, dan Siti Hardianti Rukmana alias Mbak Tutut

(putri sulung Soeharto). Meskipun tidak ada pembicaraan khusus, langkah pendekatan persuasif itu dirasa lebih menguntungkan karier politik Megawati.11

Munas dilaksanakan pada 22 Desember 1993 di Hotel Garden, Kemang,

Jakarta. Munas seolah hanya menjadi pengukuhan kembali Megawati sebagai orang yang pantas menduduki kursi kepemimpinanan ketua umum. Tepat pukul 20.00 perwakilan 40 DPD dari 27 propinsi secara aklamasi menyerahkan kepercayaan kepada Megawati untuk memimpin PDI periode 1993-1998. Amien Rais menilai bahwa mulusnya Megawati menjadi orang nomor satu dalam partai itu dikarenakan

Megawati memiliki citra yang positif: sebagai putri Bung Karno, politikus muda yang keibuan dan merakyat. Fahri Ali juga menyebut bahwa bukan karena kapasitas

Megawati dalam berpolitik namun karena refleksi dari kalangan grasroot partai yang marah atas campur tangan pemerintah terhadap internal partai.12

Terpilihnya Megawati sebagai ketua umum bukan akhir dari cerita, namun ini adalah awal Ia memasuki konflik internal partai yang lebih dasyat dan juga tekanan

11 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 20. 12 Ibid., h. 20. 30

pihak pemerintah yang tidak merestui kebangkitan dinasti Bung Karno. Awalnya isu yang digulirkan adalah bahwa Megawati dan beberapa pengurus PDI terlibat kasus

G30 S PKI. Atas dasar itulah beberapa eskponen PDI membentuk DPP reshuffle di bawah kepemimpinan Yusuf Merukh sebagai tandingan terhadap kepemimpinan

Megawati, namun ujian seperti itu bisa diatasi. Kemudian upaya lain untuk menyingkirkan Megawati dari kepemimpinannya ialah ketika beberapa pengurus

PDI di bawah Fatimah Achmad menyelenggarakan kongres PDI di Medan pada 20-

23 Juni 1996. Kongres ini didukung oleh ABRI dan pemerintah Orde Baru. Kongres ini sudah disiapkan sebelumnya bahwa menjadikan kembali Soerjadi menjadi ketua umum dan Butu R. Hutapea sebagai sekjen. Pada kongres yang terakhir inilah yang dinyatakan oleh pemerintah sebagai kepemimpinan yang sah dan legal. 13

Walhasil, partai berlambang banteng ini terbelah menjadi kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Dengan begitu ada dualisme kepemimpinan terjadi di dalam partai ini. Bahkan eskalasi konfliknya pun makin lama makin memanas dan akhirnya konflik ini berubah menjadi konflik fisik. Kubu Megawati dengan massa dari bawah yang militant berhadapan dengan kubu Soerjadi dengan dukungan penuh dari pemerintah. Bentrok masa pun terjadi tatkala kelompok Megawati yang menguasai kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta dipaksa pergi oleh kelompok kubu Soerjadi dukungan pemerintah Orde Baru. Bentrok yang memakan korban massa pun terjadi pada hari Sabtu, ketika pagi-pagi buta, tepatnya pada 27 Juli 1996. Massa Soerjadi yang didukung aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Komando Daerah Militer

13 Ibid., h. 22. 31

Jaya menyerbu dan merebut dengan paksa kantor tersebut. Puluhan aktivtis pro-

Megawati kemudian ditangkap dan dihukum. 14

Setelah kejadian itu, Megawati memendekkan rambutnya hingga sekarang.

Wajahnya pun terpampang dalam berbagia media dan elektrotik sebagai tokoh oposisi terhadap pemerintah, meskipun ia merupakan tokoh yang sangat pelit berbicara pada wartawan, ia tetap dimanjakan diberbagai media massa. Justru bungkamnya sosok yang satu ini menambahkan kesan sebagai tokoh fenomenal yang dilingkupi misteri. Kegigihannya untuk menuntut hak-hak yang direnggut penguasa inilah yang menjadikannya sebagai orang yang tidak bisa disepelekan oleh rezim penguasa. Inilah yang membesarkan namanya selain faktor trah Bung Karno.

Semakin lama Megawati dianiaya oleh sang penguasa yang coba menyingkirkannya, maka semakin kuatlah dirinya. Selain itu Megawati merupakan orang yang berhasil membangun image dirinya sebagai ratu adil di tengah congkaknya kekuasaan yang selalu menindas rakyat. Ia bersama partainya memposisikan dirinya sebagi partainya wong cilik, partainya tukang becak, partainya sandal jepit yang terinjak–terinjak oleh rezim otoriter. Citra inilah yang melahirkan simpatisan yang fanatik dan emosianal. Bahkan sampai ada semboyan, “Mati urip melu Mbak Mega atau pejah gesang nderek Mbak Mega”.15

Pada Pemilu 1997, muncul kembali persoalan siapakah yang sebenarnya berhak mengikuti pemilu, apakah kubu Megawati atau kubu Soejadi. Keduanya pun sama-sama mengajukan daftar calon legislatif yang akan dipilih melalui pemilu

14 “Beban Berat Seorang Putri,” Tempo, 30 Juni 2004 , h. 45. 15 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 24- 28. 32

tersebut. Namun dipastikan bahwa kubu Soerjadi yang diperbolehkan pegikuti

Pemilu 1997. karena kubu Megawati tidak diakui legalitasnya.

Hal ini membuat massa dari kubu Megawati naik pitam dan menolak untuk bergabung ke PDI kubu Soerjadi. Para simpatisan meminta arahan dari Megawati tentang nasibnya ini. Mereka pun menunggu dan akhirnya Megawati menyatakan dengan tegas kalau dirinya golput (golongan putih) dan tidak memihak kepada siapapun. Ia membacakan pesan dihadapan ribuan massanya di kediamannya pada kamis 22 Mei 1997. Dengan tenang dan jelas, sambil sesekali membersihkan air mata yang bergelayut di matanya, Megawati membacakan pidato keprihatinan atas jalannya kampanye pemilihan umum. Ia memutuskan untuk tidak menggunakan hak politik untuk memilih dalam pemungutan suara pada 29 Mei 1997.16

Dengan adanya kejadian yang seperti ini maka terjadi penggembosan massa yang luar biasa yang dialami PDI Soerjadi pada perhitungan hasil suara pemilu. Hasil perolehan suaranya turun drastis menjadi 3.05% atau cuma 11 kursi. Pada pemilu sebelumnya berhasil mencapai angka 14,89%, para pendukung Megawati tidak mungkin mengalihkan suaranya ke Golkar, sebagai partainya pemerintah. Bisa dipastikan suara Megawati beralih ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).17 Bahkan kampanye terbentuklah aliansi Mega-Bintang, karena pendukung Megawati mengalihkan suaranya ke partai yang berlambang bintang. Sehingga PPP mendapat suara sampai dengan 22,6%.

16 “Megawati Golput, Dia Tidak Sendiri,” Edisi 12/02 – 24 Mei 1997, artikel ini diakses pada 28 April 2011 dari http://www.tempo.co.id/ang/min/02/12/nas2.htm 17 “Mega-Bintang Menerobos Kampanye yang Membosankan,” Edisi 10/02-10 Mei 1997, artikel ini diakses pada 28 April 2011 dari http://www.tempo.co.id/ang/min/02/10/utama.htm 33

Ketika Presiden B J Habibie membuka kran selebar–lebarnya kepada masyarakat untuk kebebasan mendirikan partai, momentum ini pun tidak disia- siakan oleh Megawati. Ia bersama basis massa yang riil menyelenggarakan Kongres

PDI di Bali 8-10 Oktober 1998. Pulau Dewata memerah oleh para kader yang berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Salah satu keputusan terpenting kongres tersebut adalah ditetapkannnya Megawati sebagai calon Presiden RI yang arus diperjuangkan pada Pemilu 1999 dan SU MPR 1999. Sejak saat itulah partai ini dimasuki oleh beberapa pengusaha ternama seperti Arifin Panigoro, Eilono

Suwondo, dari barisan tentara seperti Theo Sjafei, dan RK Sembiring Meliala, dari politisi eks-Golkar seperti Jacob Tobing dan Frans Seda.18

Karena desakan para kader, untuk membedakan partai mereka dan PDI Budi

Hardjono, maka pada 14 Februari 1999 di Stadion Senayan Jakarta, Megawati memproklamirkan berdirinya PDI Perjuangan. PDIP ini berlambang banteng yang lebih gemuk, bermoncong putih di dalam suatu lingkaran. Sehingga hal ini bisa mengakhiri konflik itu. Selanjutnya para simpatisan dan kader secara mandiri mendirikan posko-posko yang mereka sebut sebagai posko perjuangan secara sukarela. Posko ini digunakan untuk konsolidasi secara informal dan juga beberapa kegiatan lainnnya. Posko-posko ini tersebar sampai ke pelosok desa-desa dan mudah ditemui karena warnanya yang merah dan kombinasi hitam yang mencolok pandangan mata.

Kebesaran Megawati tampak pada Pemilu 1999, ia bukan dianggap sebagai ketua partai saja, bahkan ia seolah-olah sudah menjadi presiden di negeri ini. Di mata

18Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 32. 34

para pendukung fanatiknya, Megawati tidak punya celah buruk sedikit pun mengenai kejujuran, integritas dan moralitasnya. Partai ini pun melaju menjadi pemenang dan mengalahkan 47 partai lainnya. PDIP mampu meraup suara hingga 33,76% atau mendapatkan 153 kursi, meskipun tidak menang secara mayoritas mutlak (single mayority) akan tetapi mayoritas sederhana (simple mayority). Hal ini yang membuat optimisme para pengurus partai bahwa MPR tinggal mengetuk palunya untuk mengesahkan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke-4 masa bakti 1999-

2004.19

J.B Kristiadi dari Centre For Strategic And International Studies (CSIS) pernah mengomentari tentang keberhasilan Megawati bahwa secara pandangan Jawa,

Megawati seperti ratu adil. Sebagai ratu adil masyarakat sangat mengharapkan kepemimpinannya bisa memperbaiki kondisi bangsa yang telah rusak. Megawati merupakan sosok yang pernah hidup dalam lingkungan istana dan mendapatkan pelajaran langsung dari sang ayah. Kini dia harus tampil sebagai ratunya gerakan reformasi. Semula ia memang banyak terlihat sebagai sosok yang pendiam dalam menyikapi berbagai perkembangan reformasi. Sehingga banyak yang berpendapat bahwa ia kekurangan dan ketinggalan ide. Namun setelah ia mampu membawa partainya memenangi Pemilu pertama dalam era reformasi barulah banyak orang yang percaya kepada kematangan dan ketahanannya dalam perpolitik. 20

Namun rupanya nasib belum seratus persen berpihak pada Megawati, meski pemenang pemilu bukan berarti otomatis dinobatkan menjadi presiden. Karena

19 Ibid., h. 33-34. 20 Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 9. 35

munculnya kekuatan poros tengah dari PAN, PKB, PK dan PPP yang berhasil mendukung pencalonan Abdurahman Wahid. Pada sidang paripurna ke-13 MPR RI, melalui voting Gus Dur (panggilan akrab Abdurahman Wahid) memperoleh 373 suara, sedang Megawati mendapatkan 313. Sehingga Gus Dur yang menjadi presiden.21

Hanya berselang dua tahun, kepemimpinan Presiden Gus Dur goyah, Gus

Dur yang diharapkan dapat mengeluarkan negeri ini dari krisis yang berkepanjangan dianggap tak mampu menjalankan harapan reformasi. Banyak kebijakan kontroversial yang tak mampu difahami banyak pihak. Sehingga konflik dengan parlemen terus terjadi selama pemerintahannya. Pada 23 Juli 2001, MPR mengadakan sidang istimewa yang dipercepat sebagai perlawanan atas Dekrit Presiden Gus Dur yang nekad membubarkan DPR/MPR, kemudian berujung pada jatuhnya Presiden Gus

Dur. Melalui SI-MPR itu pula Megawati secara aklamasi dinobatkan menjabat

Presiden RI ke-5 periode 2001-2004 menggantikan Presiden Gus Dur.22

Selama negeri dipimpin oleh Presiden Megawati banyak capaian yang didapat diantaranya pemerintah berhasil menekan jumlah penduduk miskin selama tiga tahun terakhir, yaitu dari 18% pada 2002 menjadi 17% pada 2003. Keberhasilan mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke sasaran yang benar, yaitu masyarakat miskin dan petani kecil. Keberhasilan ini juga mendapatkan pujian dari

21 “Abdurrahman Wahid,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada 23 April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid 22Budi, dkk, Megawati The President, (Mega Team For The President), h. 89 36

World Bank.23 Keberhasilan lain dalam bidang ekonomi diantaranya tingkat inflasi rendah, nilai tukar rupiah stabil, cadangan devisa stabil, dan turunnya suku bunga bank, sedang dalam bidang politik pemerintahan Megawati telah meletakkan fondasi yang bagus untuk proses demokratisasi ketatanegaraan di Indonesia. Pada masa pemerintahannya telah diselesaikannya amandemen UUD 1945 dengan lancar.

Pemerintah juga berhasil melakukan check and balance atau menyeimbangkan kedudukan dan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kebebasan pers juga berlangsung seperti harapan banyak pihak.24

Namun keberhasilan itu juga masih ada catatan kurang memuaskan dintaranya dalam bidang Hukum. Meskipun menindak tegas para pengedar narkoba, Tetapi pada masa pemerintahannya belum mampu menyeret para petinggi Orde Baru yang terindikasi korupsi ke meja pengadilan. Semboyan yang paling sering dilontarkan

Megawati bahwa ia membela wong cilik, tetapi pada saat Megawati sendiri memerintah negeri ini tetap saja ada banyak kasus penggusuran terhadap pemukiman penduduk dan para pedagang kecil seperti yang terjadi di DKI Jakarta. Megawati belum mampu menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh

Rezim Orde Baru. Selain itu maraknya teror dan ledakan bom yang terjadi di sejumlah daerah membuat pemerintahan Megawati tersudut karena tidak mampu memberikan rasa aman kepada rakyatnya. 25

23 Sita Planasari A, “Presiden Sampaikan Keberhasilan Pemerintahannya,” artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923- 09,id.html 24 Sunariah, “Pemerintahan Megawati Dinilai Berhasil,” diakses pada 23 April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923-54,id.html 25 Sirojudin, “Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” h. 41-42. 37

Pada pemilu selanjutnya, Megawati diajukan kembali oleh pendukungnya maju dalam bursa pencalonan presiden yakni Pemilu 2004, ia berpasangan dengan

Hasim Muzadi yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Tanfiziah PBNU

(Penggurus Besar Nahdlatul Ulama). Namun pada pemilu ini dimenangkan oleh mantan mentrinya sendiri yaitu (SBY) yang berpasangan dengan Yusuf Kalla (JK). Kemudian pada Pemilu 2009, Megawati yang berpasangan dengan pun kalah untuk kedua kalinya dalam pemilihan presiden melawan pasangan duet SBY-Boediono.

Meski gagal kembali menjabat sebagai presiden kembali karena kurangnya dukungan masyarakat kepadanya, hingga saat ini Megawati masih dipercaya oleh para kader dan simpatisannya untuk memimpin partai yang didirikannya itu. Megwati mampu bertahan sampai kongres yang ke III, berarti ia masih menjabat sebagai ketua umum sampai dengan periode 2010-1015.

Tidak mudah membaca pemikran Megawati karena ia sedikit sekali berbicara dan menggoreskan kata-katanya selayaknya Bung Karno yang karya dan gagasan orisinilnya masih bisa kita nikmati hingga sekarang. Berbeda dengan Megawati yang lebih banyak berbicara soal kepartaiam di lingkungan internalnya dan kalaupun berpidato sewaktu menjadi presiden selalu menggunakan naskah tertulis yang telah di siapkan oleh para penasehatnya. Nama besar Bung Karno memang menitis pada sosok Megawati, tetapi intelektualitas Soekarno tidak tampak. Menurut Rahmawati,

Megawati memang anak biologis Bung Karno, tetapi bukan anak ideologisnya.26

26 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 43. 38

Bisa dilihat dari prestasi ketika Megawati menjadi presiden dibandingkan dengan sang ayah ketika menghadapi pihak asing. Soekarno memliki rasa percaya diri yang luar biasa ketika mengadapi kekuatan asing, bahkan siap berkonfrontasi jika martabat bangsanya diremehkan, secara terang-terangan pernah dengan garang berkata: “ Amerika kita setrika, Inggris kita linggis, go hell with your aids!” Berbeda dengan Megawati yang sangat soft menghadapi pihak asing, salah satu contohnya ketika pernyataan dari PM Singapura Lee Kuan Yew yang memojokkan Indonesia sebagai sarang terorisme, namun Megawati tidak mengeluarkan pernyataan sikap untuk membela bangsanya atas tuduhan itu. Atau sikap lunaknya Megawati ketika berhadapan dengan arogansi IMF yang mendikte ekonomi Indonesia.

C. Proses Terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP

1. Kongres PDIP Pertama

Kongres PDIP pertama kali diselenggarakan pada 27 Maret - 1 April 2000 di

Hotel Patra Jasa, Semarang, JawaTengah. Ini kongres yang pertama dilakasanakan setelah dideklarasikannya PDIP (yang sebelumnya hanya bernama PDI tanpa kata perjuangan) serta bersamaan terpilihnya Megawati menjadi Wakil Presiden RI.

Dilaksanakannya kongres ini dengan alasan untuk memantapkan konsolidasi para kader di internal partai.

Seperti biasanya salah satu agenda penting di selenggarakannya kongres adalah memilih ketua umum partai yang nantinya betindak untuk menahkodai PDIP sampai lima tahun kedepan. Nama-nama yang muncul dalam pandangan umum dari 39

243 DPC, antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua

DPP PDI Perjuangan, lalu muncul nama Eros Jarot yang sempat menggalang DPC-

DPC untuk mendukungnya. Dan yang terakhir tentu saja Megawati Soekarnoputri yang menjabat ketua umum sebelumnya.

Hasil akhir Kongres I PDI Perjuangan menetapkan secara aklamasi Megawati

Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 tanpa pemilihan. Sebab, sebanyak 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai

Ketua Umum.27 jika mayoritas suara sudah mutlak memilih Megawati maka mekanisme pemilihan secara voting ditiadakan. Pada kongres pertama ini, terlihatlah nama besar Megawati sebagai pemimpin karismatik mampu mengalahkan calon- calon ketua umum lainnya dengan mudah.

2. Kongres PDIP Kedua

Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada 28 - 31 Maret 2005 di Hotel

Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat Kongres V PDI diselenggarakan pada 1998.

Kongres ini selesai dua hari lebih cepat dari yang dijadwalkan seharusnya yaitu 28

Maret sampai dengan 2 April 2005. Suasana panas terasa menjelang Kongres II PDI

Perjuangan diselenggarakan, beberapa kader menggalang kekuatan untuk melakukan pembaharuan partai dan ada pula yang mengusung pemurnian partai dengan melakukan pembenahan internal, sebagai refleksi kegagalan partai pada Pemilu 2009.

28

Gerakan pembaharuan partai berisi sejumlah tokoh PDIP seperti Sukowaluyo

Mintorahardjo, Sophan Sophiaan, Arifin Panigoro, Roy B.B. Janis, Laksamana

27 Budi Hartono, “Pelembagan Politik PDIP Jateng,” (Desertasi S2 Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2009), h. 72. 28 Ibid., h 73. 40

Sukardi serta Didi Supriyanto. Tujuannya jelas, ingin memotong sentralisme kepemimpinan Megawati, mereka juga mengusulkan kepemimpinan PDIP berbentuk presidium dan memintanya agar Megawati tidak mencalonkan diri lagi sebagai Ketua

Umum PDIP. Sebab kekalahan pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004 sudah menjadi bukti kegagalannya dalam memimpin, mengelola dan menjaga citra

PDIP. Gerakan ini kemudian bersama Imam Mundjiat (Ketua DPD PDI Perjuangan

Kalimantan Timur) mencalonkan Guruh Soekarnoputra maju sebagai ketua umum partai.

Selain itu ada pula gerakan yang mengusung pemurnian partai dengan melakukan pembenahan internal yang digawangi oleh Kwik Kian Gie dan Amien

Arjoso. Kelompok ini tujuan utama ialah menyingkirkan the gang of three yang terdiri dari tiga punggawa Megawati, yakni Sutjipto, Pramono Anung, dan Gunawan

Wirosarojo. Kelompok lain yang dimotori Roch Basuki Mangoenpradja tetap menyatakan bahwa Megawati masih tetap dibutuhkan, kelompok ini mengusung pesan bahwa Megawati masih tetap dibutuhkan di PDIP dan merombak orang-orang sekitarnya. Sementara dari para tokoh sesepuh PDIP Abdul Madjid, Soetardjo

Soerjogoeritno dan Roeslan Abdulgani mendorong terjadinya rehabilitasi, rekonsiliasi partai dengan menarik kader-kader yang kecewa untuk membenahi partai. 29

Walaupun terjadi banyak manuver kader yang bermain saat kongres yang kedua ini, posisi Megawati masih sangat kuat. Pada sidang paripurna pertama, sidang sempat ricuh saat pembahasan tata tertib kongres yang diikuti beberapa peserta walk

29 Ibid., h.13-14 . 41

out dari arena sidang. Namun sidang terus dilanjutkan, dan dari 432 utusan DPC,

420 pandangan umum DPC menyatakan dukungan ke Megawati menjadi Ketua

Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Sidang paripurna ditutup Sidang

Paripunan IV dilanjutkan untuk memberikan kesempatan ketua umum terpilih untuk menyusun susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat. 30

3. Kongres PDIP Ketiga

Kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dilaksanakan pada 6-

9 April 2010 di Sanur, Bali. Pada kongres ini tidak ada tensi yang memanas seperti kongres PDIP sebelumnya, dikarenakan tidak ada calon ketua umum yang muncul kecuali Megawati sebagai calon tunggal. Sebenarnya ada beberapa nama yang sempat muncul seperti Prananda Prabowo dan Puan Maharani sebagai kandidat posisi mengantikan ibundanya, Guruh soekarnoputra juga sempat menjadi sorotan media, namun sosok Megawati yang karismatik itu masih didukung penuh oleh peserta kongres.

Para pengurus daerah sebenarnya tidak secara tiba-tiba menyatakan dukungan terhadap Megawati. Jauh sebelum diadakannya kongres PDIP, para pengurus partai di daerah sudah menggodok nama-nama calon ketua umum yang akan diajukan pada saat kongres. Dari hasil keputusan Konfercab (Konferensi Cabang) dan Konferda

(Konferensi Daerah) yang dilaksanakan oleh pengurus partai di tingkatanya masing-

30 Rilla Nugra Heni, “Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP 2005-2010,” artikel diakses pada 25 April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/03/31/brk,20050331-18,id.html 42

masing, nama Megawati tetap menjadi nama yang terkuat mengisi kepemimpinan utama partai.31

Seperti kongres sebelumnya, Dalam hal metode pengambilan keputusan kongres, musyawarah mufakat adalah metode pokok dalam setiap pengambilan keputusan, hal ini karena demi kepentingan koleklif dan juga sesuai dengan falsafah bangsa yaitu dan UUD 1945, sedangkan voting menurut Megawati merupakan metode pemaksaan kehendak sendiri, yang sering menggunakan intimidasi dan kekerasan dalam memutuskannya. 32 Sehingga hasil kongres secara aklamasi memilih Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP masa jabatan

2010-2015.

Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa Kongres PDIP Ketiga ini hanya menjadi seremonial menguatkan posisi Megawati sebagai pemimpin utama partai. Apalagi dalam kongres ini Ketua Umum menjadi formatur tunggal penyusun kepengurusan. Dengan terpilihnya Megawati menduduki jabatan sebagai ketua umum untuk kongres III ini menandakan adanya kegagalan regenerasi kader partai.

Megawati mengatakan menjadi ketua umum partai kembali bukanlah keinginannya. "Ketua umum bukan saya yang mau," kata Megawati dalam disalah satu jumpa pers di arena Kongres III PDIP, Grand Inna Bali Beach Hotel, Sanur,

Bali.33 Pada kongres yang ketiga ini Megawati memang tidak ngotot

31 Wawancara pribadi dengan Agung Setiadi, Jakarta, 24 Mei 2011. 32 Megawati, “Pidato Ketua Umum PDIP, Rapat Koordinasi Nasional Tiga Pilar,” (T.tp.: DPP PDIP, 2010)

33 “TK: Bahaya, Jika Salah Susun Pengurus PDIP,” Jakarta pres.com, 06 April 2010, artikel ini diakses pada 24 april 2011 dari http://jakpress.com/www.php/news/id/12666/TK-Bahaya-Jika-Salah-Susun-Pengurus-PDIP.jp 43

mempertahankan singgasananya. Bahkan ia terlihat hanya diam saat kongres berlangsung. Ia tidak mau mencampuri kongres dan menyerahkan sepenuhnya mekasnisme kepada peserta kongres. Namun di sini terlihat seakan Megawati masih kurang percaya kepada kepemimpinan orang muda. Seharusnya biarkan orang muda diberikan kesempatan memimpin.

42

BAB IV KEPEMIMPINAN KARISMATIK; POTRET KEPEMIMPINAN MEGAWATI SEBAGAI PEMIMPIN KARISMATIK DI PDIP

Pada bab II telah dibahas bahwa pengertian ada batasan yang jelas tentang teori pemimpin karismatik, seperti apa yang telah dikemukakan Max Weber dalam bukunya yang berjudul The Theory of Social and Economic Organization. Batasan

Karismatik bertumpu pada kesetiaan atau ketaatan kepada kesucian yang spesifik dan luar biasa, heroisme atau karakter teladan dari seorang individu, dan pola normatif atau perintah yang diwahyukan atau ditasbihkan oleh pemimpin tersebut. Batasan- batasan inilah yang dijadikan kacamata oleh penulis untuk melihat kepemimpinan karismatik Megawati Seokarnoputri.

Resistensi kepemimpinan karismatik Megawati pada masa Orde Baru yang telah dipaparkan pada bab III, kemudian dari pemparan itu dilanjutkan dengan sejarah kemenangan Megawati dari kongres ke kongres menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang luar biasa. Bagi para pendukungnya, Megawati telah menjadi pemimpin PDIP yang tak tergantikan sehingga kepemimpinannnya terus bertahan.

Pada bab IV , merupakan temuan inti dari pembahasan pada penelitian ini.

Penulis mencoba menjawab apa yang dipermasalahkan pada bab I seputar pertanyaan mengapa kepemimpinan karismatik itu bisa muncul dalam kondisi tertentu, apa saja faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan karismatik pada sosok

Megawati dalam PDIP. Sehingga penulisan bab IV ini sangatlah penting

Pembahasan pada bab IV diawali dengan kriteria yang menunjang kepemimpinan Megawati sebagai pemimpin yang karismatik. Tentu saja sebagai

42 43

pemipim utama pada sebuah partai, Megawati harus memiliki rasa percaya diri yang kuat, melalui visi-misnya yang jelas dia harus mampu membawa partainya pada jalur yang benar. Bagaiman Megawati mampu memanfaatkan situasi sehingga ia menjadi sosok yang fenomenal dan menjadi pahlawan yang membawa perubahan, akan dipaparkan pada bab ini .

A. Sosok Megawati Soekarnoputri dalam Sifat-Sifat Kepemimpinan

Karismatik

1. Memiliki Rasa Percaya Diri

Megawati Soekarnoputri merupakan sosok yang sangat percaya diri. Ketika represif rezim Orde Baru yang memberangus segala hal yang berbau Soekarno, seperti keluarga, ajaran ,dan para pendukungnya, Megawati tambil percaya diri di setiap kampanye PDI pada 1987. Dia bahkan melanggar konsensusnya sendiri yang dibuatnya bersama saudara-saudaranya untuk tidak berpolitik. Seolah ia melupakan trauma politik yang pernah menghinggapinya.

Meski banyak yang menyoroti keputusannya untuk terjun ke dunia politik hanyalah kesia-siaan belaka, namun langkahnya ini membuahkan hasil. Siapa yang menyangka seorang ibu rumah tangga mampu menduduki orang nomor satu di negeri ini. Bermula ia masuk sebagai kader di sebuah partai gurem, berkat percayadirinya itulah ia mampu membangkitkan kembali nama besar Bung Karno, sehingga partainya itu mampu mendongkrak perolehan suara dari pemilu ke pemilu.

Megawati mengawali dirinya menjabat Wakil Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, dia lalu tampil memberanikan dirinya menjadi salah satu kandidat pada bursa pencalonan KLB PDI di Surabaya. Awalnya pada 11 September 1993, memang ia 44

masih ragu menjawab tuntutan para kader dari 70 DPC PDI yang mencalonkan dirinya menjadi Ketua Umum PDI, seminggu kemudian, dia percaya diri menyatakan kesiapanya maju dengan serius, salah satu bentuk keseriusannya adalah membentuk tim sukses guna melicinkan jalannya di arena KLB tersebut.

Berbagai rintangan dalam KLB tidak menyurutkan langkahnya menuju ke kursi nomor satu di partai berlambang banteng tersebut. Sepanjang penyelenggaraan kongres memang diwarnai dengan kericuhan para peserta dan pengawasan yang ketat dari pemerintah yang memiliki skenario tersendiri. Sampai di penghujung kongres pada 6 Desember 1993, keadaaan sudah tidak menentu, sampai tengah malam

Carateker tidak melaksanakan sidang paripurna. Bahkan mereka kabur meninggalkan kongres karena melihat besarnya dukungan kepada Megawati. Melihat kondisi seperti itu, secara tidak diduga Megawati maju ke podium dan secara tegas mengatakan dengan lantang di depan para peserta bahwa ia adalah Ketua Umum PDI secara de facto, sedang secara de jure belum. Hal itu disambut meriah oleh seluruh hadirin. Megawati meminta agar seluruh peserta kongres untuk tetap tenang dan pulang ke daerahnya masing-masing.1

Sikap percaya diri Megawati tampak pula pada saat terjadinya kasus 27 Juli yang memakan banyak korban dari kubunya. Megawati justru melawan rezim

Soeharto melalui jalur hukum, ia dan pendukungnya mengajukan sebanyak 230 gugatan di berbagai pengadilan di tanah air. Banyak orang yang menganggapnya sia-

1Arif Zulkifli, PDI Di Mata Golongan Menengah, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996), h. 98 45

sia karena peradilan sudah menjadi alat penguasa dan hasilnya tidak ada yang sesuai prinsip keadilan namun dari situlah ia memenangkan hati rakyat. Dari sinilah

Megawati berhasil meraih simpati rakyat. Siapapun tidak ada yang mampu membendung laju para pendukungnnya untuk memenuhi ruang sidang pengadilan.

“Andaikata kalah sebenarnya sayalah yang menang,” kata Megawati. Benar saja, ia menjadi sorotan banyak media. Masyarat pun meganggapnya sebagai simbol perlawanan. 2

Kepribadiannya yang penuh percaya diri itu didapatnya melalui pengalamannya bersama ayah sekaligus guru besarnya. Soekarno sering menyadarkan

Megwati bahwa kaum perempuan merupakan roda perjuangan, perjuangan tanpa wanita bagaikan sayap garuda yang terpaku di bumi. Dengan menyitir pendapatnya

Mahatma Gandhi, Soekarno berkata,”Banyak sekali pergerakan kita kandas di tenggah jalan, karena keadaan kaum wanita kita. Wanita itu sendiri harus bertindak, wanita sendiri harus berjuang, wanita harus menjadi roda yang hebat di dalam revolusi kita ini, harus bersatu aksi dengan wanita pula.”3 Megawati memang tokoh yang menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia dan terdaftar sebagai satu- satunya kandidat dari perempuan pada pemilihan calon presiden pada Pemilu 1999,

2004, dan 2009.

2. Memiliki Visi dan Misi

Tentu saja sebagai pemimpin yang karismatik, Megawati memiliki visi dan misi sebagai arah perjuanganya. Seperti dalam Buku berjudul Bendera Sudah Saya

2 Afdal Tanjung, Maju Tak Gentar PDIP Berkibar (Jakarta: YPTN, 2000), h. 12. 3 Budi, dkk, Megawati The President, (Mega Team For The President), h. 23. 46

Kibarkan, yang diluncurkan Megawati Soekarnoputri menjelang Kongres Luar Biasa

PDI di Surabaya 1993, ia menegaskan bahwa kepentingan rakyat banyak harus diutamanakan dari pada kepentingan segelintir elit yang memiliki kekuasaan. Ia lalu mencontohkan keadaan para petani yang tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga hasil pertaniannya dan mereka pun sering mendapatkan penggusuran dan perampasan tanah pertaniannnya.

Mengenai demokrasi, menurutnya demokrasi yang tepat diterapkan di

Indonesia adalah Demokrasi Pancasila dengan penjabaran langsung dari sila-sila

Pancasila. Menurut Megawati adalah berjiwa besar menerima perbedaan pendapat dan kritik. Kesepakatan maupun keputusan harus diambil melalui kesepakatan dan musyawarah mufakat sesuai dengan hakekat Pancasila. Menurut Megawati mengenai kesatuan dan persatuan adalah landasan pokok berdirinya Indonesia, dan persatuan dan kesatuan itu tidak bisa berdiri secara otomatis, melaikan butuh pengorbanan. Jika tidak ada persatuan dan kesatuan maka bersiaplah menuju kehancuran.

Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan harkat martabat manusia.

HAM adalah hak yang dimiliki oleh setiap warganegara tanpa pengecualian apapun.

Sangat naïf jika mempertentangkan kepentingan rakyat dengan kepentingan pemerintah dengan dalih HAM. Pertentangan itu sendiri terjadi kalau HAM telah terinjak- injak.

Megawati tidak mempersoalkan tentang dwi fungsi ABRI, sebagaimana yang dituntut oleh para mahasiswa yang menginginkan dihapusnnya dwi fungsi ABRI.

Namun menurut Megawati dengan syarat bahwa ABRI harus mengabdiakan diri pada rakyat. Karena ABRI sejatinya adalah anak kandung rakyat. Megawati 47

mengibaratkan bahwa ibarat air adalah rakyat dan ABRI adalah ikannya. Maka dari itu ABRI jangan sekali-sekali melukai hati rakyat. Intinya ABRI harus manunggal dengan rakyat.

Mengenai kesenjangan sosial, ini merupakan masalah serius yang harus segera diselesaikan dan dicari jalan keluarnya. Ia menyayangkan di tengah rakyat banyak yang tidak mendapatkan pekerjaaan namun ada sebagian masyarakat lain yang mempertahankan harta kekayaannya. Dan ini memicu konflik sosial, padahal berdasarkan pancasila rakyat Indonesia harus digiring menuju masyarat yang adil dan makmur.

Mengenai pembangunan, dalam hal ini seharusnya ada keseimbangan antara pembangungan fisik dan pembangunan mental spiritual, dan juga pembangungan ekonomi harus berbarengan dengan pembangunan politik. Rakyat harus dijadikan subjek dan objek dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan itu harus demi kesejahteraan rakyat.4

Sementara visi Megawati Soekarnoputri yang lain dijabarkan dalam buku

Restoring Democrasi, Justice Andorder In Indonesia: An Agenda For Reform, ada empat agenda yang dibahas antara lain: Pertama, reformasi politik, seharusnya organisasi politik haruslah memiliki kebebasan untuk memilih pengurus pada setiap jenjang. Calon legislatif haruslah mewakili para konstituennya, dan tidak harus minta restu aparat setempat. Hal ini juga diperlukan kebebasan kapada pers, radio dan televisi dalam hal pemberitaan.

4 Sumarno, Megawati Soekarnoputri, h. 49-51. 48

Refomasi ekonomi, dalam hal ini pula Megawati menyatakan bahwa sistem yang terbaik adalah sistem kapitalisme yang didasarkan pada pasar. Ia menolak kapitalisme yang bertentanagan dengan semangat Pancasila. Ia lalu memberi gambaran bahwa perekonmian terganggu oleh praktek monopoli yang diberikan kepada kalangan tertentu yang dekat dengan birokrasi.

Mengenai masalah kebudayaan, adanya harmoni dan perdamaian tidak akan tercipta jika kebijakan hanya berpihak pada kelompok tertentu. Hal itulah yang membuat pertikayan dan kerusuhan kelompok-kelompok di tanah air. Reformasi hukum yang diiginkannya adalah pemerintah yang tidak ragu-ragu dalam menegakkan keadilan dan kewibawaaan hukum, penyelesaian semua kasus harus berdasarkan atas nilai-nilai HAM. Siapapun yang melanggar harus diseret ke meja hijau tanpa pandang bulu.5

Jika dikonklusikan apa yang Megawati perjuangkan dalam visi dan misi nya ialah Megawati hingga saat ini tetap konsisten memperjuangkan dan mempertahankan 4 pilar berbangsa dan bernegara yaitu, setia pada Pancasila 1 Juni

1945, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan tetap menjaga keutuhan NKRI (Negara

Kesatuan Republik Indonesia). Serta tiga pilar Trisakti yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya.6

3. Menjadi Sosok yang Fenomenal

Megawati Soekarnoputri asalnya hanya menjadi ibu rumah tangga biasa, ia bukanlah profesor politik seperti halnya Amien Rais yang sejak muda aktif

5 Ibid.,h. 52-54. 6 Megawati Soekarnoputri, “Pidato Ketua Umum PDIP, Pembukaan Kongres III PDIP” (T.tp.: DPP PDIP, 2010) 49

berorganisasi dan pernah memimpin sebuah organisasi sebesar Muhammadiyah dan menguasai ide-ide tentang kenegaraan. Megawati juga bukan orang yang menguasai seluk-beluk ketatanegaraan secara detail seperti Yusril Ihzra Mahendra. Megawati bukanlah Gus Dur yang menguasai khazanah keilmuan timur dan barat serta kaya manuver dan strategi dalam berpolitik. Megawati bukan pula seorang teknokrat super cerdas yang mempunyai reputasi dan prestasi Internasional seperti B J. Habibie, namun sosok Megawati mampu menyaingi semuanya dalam hal popularitasnya di level masyarakat bawah sehingga pernah mengantarkannya menjadi Presiden

Indonesia.7

Pengalaman yang minim dalam ilmu politiknya tidaklah penting, menurut

Ketua DPD PDI Jakarta, Alex Asmasoebrata, “Lama-lama Megawati akan bisa pintar sendiri, anggap saja jadi ketua itu sebagai masuk sekolah politik, karena macan, selalu melahirkan anak macan bukan anak kambing.” Data perolehan suara

PDI megalami kenaikkan secara signifikan ketika adanya nama besar Bung Karno yang disimbolkan oleh sosok Megawati. Pada 1982 memperoleh 24 kursi, ketika

Megawati terjun ke bursa pencalonan pada 1987 naik menjadi 40 kursi. Kemudian naik lagi 56 kursi menjadi pada 1992. 8 Dan melorot tajam ketika Megawati dilengserkan oleh kubu Soerjadi. Pada Pemilu 1996 PDI hanya mendapatkan 11 kursi, bahkan Ketua Umum PDI-nya sendiri yaitu Soerjadi tak terpilih menjadi anggota legislatif pada Pemilu 1996 ini.

7 Sumarno, Megawati Soekarnoputridari, h. 35. 8 Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, dkk., “Peta Konflik Partai Kecil,” artikel diakses pada 23 Maret 2011 dari http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1993/12/25/NAS/mbm.19931225.NAS6598.id.html 50

Kehidupan Megawati yang terus diterjang badai kehidupan politik melahirkan banyak simpati dan empat dari masyarakat. Bahkan banyak rakyat kecil hingga pembesar serta para selebritis yang rela memberikan sebuah pengorbanan terbesar dari diri mereka untuk menunjukkan sikap keberpihakan kepada Megawati.

Sifatnya teguh dalam berpendirian dan tidak plin-plan membuat para kader dan simpatisan gandrung dan selalu setia berada di belakang kepemimpinan karismatiknya.

Kecintaan para pendukung yang menganggap dia sebagai pemimpin yang dijadikan sebagai simbol perlawanan, banyak kader maupun simpatisan yang mau menyerahkan sejengkal tanahnya untuk dipakai menjadi Posko PDI Perjuangan.

Posko-posko berwarna merah menyala yang biasa ditemui di setiap sudut desa itu, dibangun atas inisiatif warga sendiri tanpa adanya paksaan. Bahkan, banyak pula orang-orang yang menyedekahkan sedikit uang untuk mencetak kaos, bendera, selebaran berlogo Megawati berikut banteng gemuk bermulut putih dalam lingkaran.

Banyak prakarsa, swadaya, dan sikap gotong royong yang terlihat diantara mereka untuk mendukung Megawati sebagai sosok berkarisma yang luar biasa. 9

4. Menjadi Pahlwan yang Membawa Perubahan

Hegemoni rezim Orde Baru telah membuat rakyat tidak mampu menegakkan kepala untuk melihat demokrasi dalam berpolitik. Pemilu hanya dijadikan syarat pelengkap dari sebuah negara demokrasi, sedangkan subtansinya tidak ada yang

9 “Megawati Sukarnoputeri, Sudah Terbukti dan Teruji,” dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, artikel diakses pada 4 April 2011dari Http://Www.Tokoh-Indonesia.Com/Ensiklopedi/M/Megawati/Mega-Hasyim.Shtml

51

didapatkan. Pemilu hanya menjadi alat pemerintah Soeharto untuk melanjutkan kekuasaannya, karena Kecurangan terus terjadi dari pemilu ke pemilu. Sebenarnya rakyat sudah gerah dengan apa yang dilakukan rezim Orde Baru, namun letupan pergerakan rakyat mampu diredam penguasa. Rakyat belum menemukan simbol pemersatu yang mampu menjadi leader pergerakan mereka melawan rezim yang diktator.

Kemunculan Megawati dalam pentas politik memang membawa perubahan bukan hanya pada internal PDI, namun juga eskalasi politik nasional. Pada awal

Januari 1997, saat pidato HUT PDI Megawati mengintruksikan kepada seluruh kadernya untuk menyimpan kartu kuning sebagai calon pemilih terdaftar. sehingga massa fanatik pendukung Megawati bersiap jadi golongan putih (golput). Tentu saja munculnya gerakan golput pada saat pemilu merupakan gerakan yang menginginkan adanya perubahan dalam sistem pemilu yang tidak jurdil.

Massa pendukung Megawati juga melakukan aksi protes di berbagai daerah seperti di Surabaya, Jawa Tengah, Irian Jaya, Ujung Pandang, dan Bali. Mereka memprotes kebijakan pemerintah yang hanya mengakui kepemimpinan PDI versi

Soerjadi sehingga ratusan nama calon yang disusun oleh kubu Megawati digugurkan.

Karena merasa tidak dinggap, para pendukung Megawati bergabung dengan massa

PPP pada Pemilu 1997. Fenomena ini memunculkan istilah Mega-Bintang. Saat kampanye PPP di berbagai kota selalu dihadiri oleh para pendukung Megawati.

Warna hijau bercampur dengan merah. 10

10 Budi, dkk., Mega The President, h. 50 52

PDI versi Soerjadi menjadi sepi pendukung. Golkar pun merasa gerah karena gerakan Mega-Bintang mampu membangkitkan keberanian rakyat secara terang- terangan menentag hegemoni pemerintah. Jumlah mereka yang mendukung

Megawati membengkak tak kurang dari 20 juta. Pada 15 April 1997 kelompok pro-

Mega menunjukkan taringnya kepada penguasa, sekitar tujuh ribu orang tumpah di

Jalan Gatot Subroto tepat di depan gedung DPR/MPR untuk melakuan demonstrasi besar-besaran mendesak MPR untuk mengingatkan pemerintah agar menghormati kedaulatan rakyat dan bertindak sesuai dengan negara hukum dan demokrasi.11

Percikan-percikan bara yang dihempaskan oleh Megawati dan pendukungnya inilah yang nantinya berakumulasi dengan kekuataan-kekuatan lain sehingga setahun kemudian menghasilkan api reformasi yang mampu merubah di negeri ini menuju ke arah demokratisasi di berbagai lini.

5. Mampu Memanfaatkan Situasi

Megawati namanya mulai sangat popular di masarakat Indonesia tatkala terjadi konflik di tubuh PDI. Pada 1993 Megawati terplih menjadi Ketua Umum partai melalui KLB di Surabaya. Kemenangan ini didukung oleh arus bawah dan disahkan lewat Musyawarah Nasional di Kemang, Jakarta. Namun atas rekayasa pemerintah, kemenangan itu dianggap tidak sah. Tiga tahun kemudian dibuatlah

Konges PDI di Medan menjadikan Soerjadi kembali memimpinPDI.

Puncaknya terjadilah peristiwa pada Sabtu 27 Juli 1996. ketika itu kantor

DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta yang sebelumnya ditempati oleh kubu kepemimpinan Megawati diserbu oleh ratusan orang yang mendukung kepemimpinan

11 Ibid., h. 52. 53

hasil kongres di Medan. Atas kejadian itu Megawati tersungkur dari kepemimpinannya. Namun membuat ia mendapat simpati publik yang luar biasa.

Bukan hanya terbatas pada masa militan pendukungnya tapi solidaritas ini datang dari masyarakat yang luas. Ia bahkan menjadi simbol perlawanan politik terhadap peenguasa Orde Baru. Kerusuran yang terjadi pada 27 Juli merupakan hadiah buat popularitas Megawati yang meranjak naik, membesarkan namanya dalam pergerakan politik Indonesia.

Kemudian lengsernya kekuasaan Orde Baru oleh gerakan reformasi merupakan perubahan yang tidak datang secara tiba-tiba. Munculnya gerakan reformasi itu disebabkan adanya akumulasi berbagai kekuatan yang muncul akibat kediktatoran rezim Orde Baru itu sendiri. Lengseran Soeharto membuat sosok

Megawati merasa harus tampil di depan memperjuangkan nasib rakyat bawah, atau yang biasa di sebut sebagai wong cilik, rakyat yang selalu terpinggirkan merasa bahwa Megawati adalah sosok ratu adil yang datang dan mampu memperbaki kondisinya. 12 Sehingga momentum inilah yang dimanfaatkannya untuk membesarkan partainya itu selain memang Megawati juga sadar akan nama besar sang ayah yang menunjang karier politiknya. Walhasil partai yang didirikannya tampil sebagai pemenang dalam pesta demokrasi pasca reformasi untuk yang pertama kali.

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Kepemimpinan Karismatik

Megawati Soekarnoputri

12Max Lane, Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto, (Jakarta: Reform Institute, 2007), h. 171. 54

Sejarah mencatat bahwa antara sosok Megawati dan PDIP bagaikan dua keping mata uang yang tak bisa terpisahkan. Seakan Megawati didaulat menjadi pemimpin abadi partai tersebut. Karena kepemimpinan karismatiknya, Megawati menjadi kandidat calon ketua umum partai yang dari kongres ke kongres tak mampu tertandingi, Kongres I, II, dan III secara bulat suara peserta kongres memilihnya.

Mereka masih menaruh harapan besar pada diri Megawati sebagai pemimpin yang karismatik itu untuk memimpin partai. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan

Megawati menjadi pemimpin yang sangat karismatik sehingga ia menjadi Ketua

Umum PDIP sampai tiga periode berturut-turut:

1. Megawati Memiliki Trah Bung Karno

Sulit dibayangkan kalau Megawati muncul dalam dunia politik tanpa nama besar dari Bung Karno. Faktor inilah yang dalam sejarah awal kemunculan dirinya yang dilirik oleh Soerjadi untuk masuk dalam PDI. Megawati memiliki nilai jual yang tinggi dikalangan basis massa nasionalis. Megawati Soekarnoputri menjadi magnet penarik massa yang gandrung terhadap kejayaan Soekarno. Para pendukung

Megawati percaya bahwa karisma Bung Karno menitis pada dirinya. Terpampang di semua posko perjuangan kalau foto Megawati selalu disandingkan dengan foto ayahnya. Karisma Bung Karno yang sempat jaya pada masanya kini bangkit kembali ketika munculnya Megawati.

Ketokohan Bung Karno yang dipuja-puja pada zamannya itu tentu sangat mudah muncul kembali ketika sang putri tampil di kancah politik. Kongres PDI di

Bali yang dilaksanakan 8-10 Oktober 1998 merupakan buktinya, Pulau Dewata memerah mendukung orang yang dianggap titisan Bung Karno tersebut. Terlebih 55

karena sebagian rakyat Hindu Bali percaya bahwa sosok Bung Karno adalah jelmaan Dewa Wisnu yang turun di Indonesia. Dulu, pernah dalam suatu ketika

Soekarno datang ke Bali yang pada saat itu dilanda kekeringan, namun ketika ia sampai di sana tiba-tiba langit tercurah, 13 dan Bung Karno memiliki darah keturunan

Bali yaitu ia dilahirkan Oleh pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo seorang bangsawan Jawa dengan putri Singaparna Bali yang bernama Ida Ayu Nyomn Rai.14

Sebenarnya selain Megawati dengan partai PDIP-nya setidaknya ada delapan partai lain yang mengusung nama besar Bung Karno yaitu: PDI ( Budi Hardjono),

PNI Massa Marhaen (Bachtiar Oscha Chalik), PNI Front Massa Marhaenis

(Probosoetedjo), PNI Soepeni, Sukmawati Soekarno Putri), PNI Marhaenisme

(Helfiadi), Partai Rakyat Marhaen (Sunardi), Partai Nasionalis Bung Karno (Eros

Djarot), dan Partai Pelopor (Rachmawati Soekarno Putri). 15 Namun seleksi alam politiklah yang menjawab bahwa Megawati merupakan sosok yang didaulat mayoritas masyakat sebagai penerus nama besar sang proklamator tersebut.

Walaupun disalah satu kesempatan Megawati menyatakan bahwa partianya bulkanlah mesin politik yang digunakan sebagai alat untuk ambisi seseorang, Ia sering menyakinkan bahwa partainya itu didirikan bukan lah partai tunggangan pribadi ataupun keluarganya.16 Namun Sulit kiranya memisahkan PDIP dengan kepemimpinan keluarga besar Bung Karno. Di internal partai PDIP, dari nama-nama kandidat calon terkuat menduduki kursi ketua umum partai, sampai kongres yang

13 Sumarno, Megawati Soekarnoputri h 37-39. 14 “Soekarno,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada 25 April 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno 15 Sumarno, Megawati Soekarno, h. 40-42. 16 Redi Panuju, Oposisisi Politik, Oposisi dan Demokrasi (Yogyakarta: Interprebook, 2011), h. 120. 56

ketiga masih terkait dengan nama besar Bung Karno, baik dari kedekatan secara biologis maupun ideologis. Perihal ini yang selalu menguntungkan sosok Mengawati untuk terus melanjutkan kepemimpinan partai.

2. Megawati Selalu Memposisikan Diri Sebagai Tokoh Oposisi

Pemerintahan

Megawati sepertinya ditakdirkan lahir ke dunia politik sebagai orang yang terdepan mengomandoi oposisi. Bukan hanya terhadap pemerintah SBY (Soesilo

Bambang Yodoyono) sekarang ini, jauh sebelum reformasi tatkala rezim Orde Baru masih berkuasa, ia sudah menunjukkan pendiriannya menentang hegemoni rezim yang otoriter tersebut. Keteguhan hatinya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah Soeharto menjadikan dirinya sebagai simbol pergerakan oposisi kala itu.

Nama besar Megawati pertama kalinya dibesarkan oleh PDI yang dipimpin oleh Soerjadi, keputusan Megawati masuk ke partai ini sangatlah tepat memingat

PDI merupakan gabungan dari partai berbasiskan massa yang gandrung kepada kepemimpinan sang ayah yaitu Bung Karno. Masuknya Megawati ke partai tersebut telah mengobati kerinduan massa akan heroisme tokoh proklamator bangsa tersebut.

Maka tak heran jika pada awalnya kekuatan Megawati tidak diperhitungkan tetapi pada tahap selanjutnya menjadi ancamana yang serius terhadap jalannya roda pemerintahan rezim Soeharto.

Meskipun partai yang dimasuki Megawati adalah partai kecil dengan basis massa minoritas, partainya itu tetap menjalankan fungsinya melakukan pengawasan dan perlawanan terhadap pemerintah yang despotis, misalkan pada 1992 PDI pernah menolak hasil Pemilu dan menggangapnya tidak sah karena berbagai kecurangan, 57

seperti banyak pelajar yang diteror, saksi PDI dihalang-halangi dalam mengawasi pemilu dan ada banyak orang yang mencoblos berkali-kali,17 PDI juga pernah melakukan intrupsi untuk menggugat TAP MPR No. 3/1988 tentang Pemilu.18 Selain itu PDI juga sempat melontarkan isu sensitif tentang masa pencalonan presiden yang seharusnya di batasi 2 kali periode, isu ini di lontarkan tatkala pemilu 1992.19

Ketika Megawati menjadi ketua umum PDI, oposisi yang diancarkan oleh partai tersebut kepada penguasa intensitasnya justru bertambah. Sehingga berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk mengoyang posisinya sebagai Ketua Umum

PDIP. Terjadilah dualisme kepemimpinan PDI antra kubu Soerjadi yang disokong oleh pemerintah dan PDI kubu Megawati yang didukung arus bawah. Pasca meletusnya tragedi 27 Juli, Megawati menjadi salah satu tokoh pemimpin sentral gerakan anti Seoharto. Pada 1997 Megawati memberikan pernyataan tegas kepada seluruh kadernya bahwa ia tidak akan menggunakan hak politiknya, ini merupakan langkah dirinya melakuakan oposisi terhadap pemerintah kala itu.

Wacana dan polemik tetang partai oposisi kembali menghangat ketika secara tegas mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga menjabat sebagai Ketua

Umum PDIP menyatakan memilih posisi sebagai partai oposisi. Keputusannya itu didukung penuh oleh kader dan simpatian partainya melalui keputusan kongres PDIP

II 2005 yang diselenggarakan sebagai refleksi terhadap kekalahnya pada Pemilu

2004. Pada Pemilu 1999, PDIP mendapat 33,7 suara, partainya peringkat pertama mendapatkan 153 kadernya di parlemen. Sedangkan Pemilu 2004 suara PDIP

17 “Sepakat Belum Bulat,” Tempo, 27 Juni 1992, h. 22. 18 “Intrupsi…intrupsi…,”Tempo, 13 Maret 1993, h 27. 19 “Pasang Surut Anak Wayang,” Tempo, 24 Juli 1993, h. 27. 58

menurun menjadi 18,5 persen dari suara. Pemilihan Presiden (Pilpes) pada tahun itu juga dilaksanakan dengan cara pemilihan langsung untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia. Calon yang diusung PDIP yakni Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi kalah dari pasangan Soesilo Bambang Yodoyono (SBY) dan

Yusuf Kalla (YK). Karena kekalahan dari mantan mentrinya itu, Megawati dan partai yang dipimpinnya merasa perlu menjaga jarak dengan kepala pemerintah yang terpilih.

Megawati sebagai pemimpin utama PDIP, menyerukan kepada segenap kader partai untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Bahkan beberapa kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah yang berdampak pada rakyat miskin disikapinya dengan penolakan. Kebijakan yang ditolaknya adalah: Kenaikan

BBM (Bahan Bakar Minyak) sebesar 20% pada 1 Maret 2005 dan kenaikan pada 1

Oktober 2005, kebijakan impor beras pada November 2005 dan 2006, serta kebijakan-kebijakan lainya.20

Selanjutnya Pemilu 2009, PDIP harus menelan pil pahit kekalahannya kembali dari pasangan SBY dan Boediyono. Sehingga pada kongres PDIP III pada

2010 memutuskan tetap memposisikan sebagai partai oposisi terhadap pemerintahan

Presiden SBY jilid II itu. Memposisikan diri sebagai gerbong oposisi tentu merupakan sebuah pilihan politik yang mahal, mengingat kapitalisme demokrasi menuntut cost yang besar dalam berpolitik. Kue-kue kekuasaan yang ditawarkan oleh pemerintah SBY ditolak oleh Megawati dan partainya. Landasan ideologi untuk

20 Sirojudin, “ Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono- Yusuf Kala” (Skripsi SI Fakultas Usuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), h. 56. 59

membela wong cilik membuat ia dan partainya merasa perlu berada pada wilayah oposisi terhadap jalannya pemerintahan.

Apa yang Megawati dan partainya lakukan bukan bermaksud menggangu jalannya pemerintahan. Oposisi yang dilakunnya terhadap pemerintahan SBY tidak bersifat oposisi apriori, dalam artian asal keritik saja, asal berbeda dan asal menyalahkan, oposisi yang dilakukan adalah oposisi loyal terhdap pemerintah.

Tjahyo Kumolo Salah satu fungsionaris PDIP menyatakan bahwa oposisi yang diimplentasikan PDIP adalah oposisi yang efektif, mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat banyak.21

Megawati sebagai Ketua Umum PDIP yang memegang peran oposisi, ia sering melontarkan kata-kata pedas terhadap kinerja pemerintah. Beberapa kasus besar diawal kepemimpinan duet SBY-Boediono ini, telah dijadikan sorotan oleh

Megawati pada saat ia berpidato di berbagai kesempatan, sebut saja kasus carut- marutnya Pemilu 2009, kasus Bank Century, persoalan tabung gas yang terus merenggut banyak korban, kenaikkan harga pangan, meningkatnya anggka kemiskinan, maraknya kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak Gayus

Tambunan, kasus-kasus korupsi.

3. Sistem Kekuasaan Partai

PDIP memang tidak bisa dipisahkan dari Megawati, selain sebagai tokoh sentral yang paling karismatik, Ia merupakan penentu semua keputusan dan kebijakan partai. Para kader harus melaksanakan segala apa yang diinginkan oleh sang ketua umum. Posisi ketua umum sendiri berada di atas posisi Dewan Pimpinan

21 Panuju, Oposisisi Politik, h. 121. 60

Pusat. Bahkan disetiap kongres, Ketua Umum diberikan wewenang menjadi formatur tunggal dalam penyusunan pengurus DPP dan menurut AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) Ketua Umum mempunyai wewenanang untuk mengganti personalia DPP partai sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Ini artinya

Megawati memang mempunyai hak prerogatif yang tidak bisa ditentang oleh siapapun, semua pengurus dan kader partai harus taat padanya.

Desentaralisasi kekuasaan yang didapat pengurus daerah juga terbilang kurang. Kuatnya posisi Megawati dan DPP bisa kita lihat dari beberapa kali diadakannya Pemilukada, penentuan calon kepala daerah harus melewati persetujuan

Megawati, bukan hanya itu penetuan daftar urut nomor para calon legislatif juga di tentukan oleh Megawati dan DPP, sehingga dalam hal ini kewenangan pengurus daerah dalam hal ini DPD hanya mendapat 40%.22

Menurut Agung Setiadi, Kepala Sekertariat DPP PDIP, sentralistik kekuasaan di internal partai, bukan dikarenakan adanya intervensi semata, melainkan sebagai upaya kontrol dari pimpinan pusat ke pimpinan daerah. Sangat riskan ketika kepempinan daerah dilepas begitu saja dengan kewenangan yang besar. Apalagi kondisi politik seperti saat ini, banyak sekali kepentingan-kepentingan dari pihak eksternal partai yang justru akan merusak internal partai. Sehingga sinkronisasi dan harmonisasi harus selalu dibangun dari tingkat pusat ke daerah. 23

Tentu saja tidak ada masalah ketika sebuah partai memilih sentralistik dalam mengelola kekuasaannya di internal partai. Semua pengurus partai dari pusat ke

22 Budi Hartono, “Pelembagan Politik PDIP Jateng,” (Desertasi S2 Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2009), h. 11. 23 Wawancara pribadi dengan Agung Setiadi, Jakarta, 24 Mei 2011. 61

daerah pun bersepakat mengenai hal ini. Namun kemudian menjadi masalah ketika pemusatan kekuasaan justru mengabaikan aspirasi pengurusnya di tingkat bawah.

Pengurus daerah tidak berani melakukan kritik yang tajam atau berselisih pandangan dengan kekuasaan pusat. Sanksi tegas berupa pembekuan pengurus daerah bisa saja terjadi jika pengurus daerah tidak menjalankan kebijakan dari pengurus pusat. Pola kekuasaan yang seperti ini yang bisa mengkerdilkan keinginan pengurus daerah berbeda pandangan dengan apa yang dikehendaki pimpinan pusat dalam berbagai bidang, termasuk dalam hal pemilihan ketua Umum partai.

4. Megawati Dijadikan sebagai Simbol Pemersatu Partai

Kader partai tentu saja banyak belajar dari pengalaman PDI yang mengalami konflik abadi di Internal partainya. Mulai dari pertama pendirian partai pada 1973,

PDI merupakan fusi beberapa partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berideologikan nasionalis, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) berbasiskan agama,

Partai Katolik yang didirikan oleh umat katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI) yang didirikan oleh para tentara, dan yang terakhir Partai Murba.

Latar belakang dan ideologi partai-partai yang bergabung dalam PDI sangatlah berbeda sehingga mereka sulit mengidentifikasi partai mereka sendiri.

Inilah yang menyebabkan konflik abadi dalam tubuh partai. Selain itu sumber konflik timbul dari persaingan unsur-unsur yang ada didalamnya, dan yang paling mencolok adalah kepentingan individu-individu.24 Setiap kongres PDI selalu diwarnai dengan friksi kelompok-kempok sangat tajam dan sulit diselesaikan. Adanya intervensi pemerintah juga menjadi penyebab sulit bersatunya pengurus internal partai PDI.

24 Sirojudin, “ Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” h. 25. 62

Pemerintah Orde Baru juga sangat diuntungkan dengan adanya konflik di tubuh partai PDI sehingga Pemilu selalu dimenangkan oleh Partai Golkar.

Setelah ricuh kongres PDI IV pada 1993 di Medan yang kemudian dilanjutkan KLB di Surabaya, sejumlah kalangan menganggap perlunya muncul pemimpin alternatif. Kehadiran Megawati ditengah kebosanan para kader terhadap konflik yang melanda di tubuh partai, tentu saja membawa angin segar. Arus bawah kader partai mendukung penuh pencalonan Megawati sebagai ketua umum partai.

Selain mempunyai integritas, Megawati juga dikenal sebagai sosok yang bersih dari kepentingan-kepentingan kelompok yang selama ini berkonflik di tubuh PDI.

Sampai pada kongres PDIP III kembali menempatkan Megawati sebagai calon yang terkuat karena di bawah tangan kepemimpinannya yang karismatik, kondisi partai masih terbilang solid. meskipun pada kongres II PDIP mengalami perpecahan, namun tidak seperti partai yang lain mengalami beragam masalah dan konfliknya belum selesai sampai saat ini. Di bawah kendali Megawati perpecahan dan konflik tetap tidak bisa dihindarkan tetapi itu bisa diredam olehnya. Stabilnya kondisi partai ini yang menyebabkan kader masih enggan menggeser Megawati dari kursi ketua Umum. Meski Megawati sendiri telah memimpin PDIP selama dua kali periode yaitu 2000-2005 dan 2005-2010. Adanya sosok Megawati memang dirasa menjaga solidartitas kepartainnya menjadi kuat.

5. Megawati Mampu Menyelamatkan Ideologi Partai

Terpilihnya Megawati untuk memimpin PDIP pada Kongres III, memang sudah bisa diprediksi oleh banyak kalangan, karena mayoritas pengurus daerah masih menginginkan Megawati tetap di posisi sebagai Ketua Umum PDIP. sehingga arena 63

kongres bagaikan acara seremonial belaka untuk mengukuhkan kembali posisinya.

Justru yang menarik bagi para jurnalis di berbagai media massa adalah mengenai pembahasan akan dibawa ke mana PDIP apakah memilih ke jalan oposisi atau koalisi terhadap pemerintah.

Kemantapan Megawati dalam tiap kali pidato politiknya untuk mempertahankan ideologinya, membius para pengurus dan kader PDIP tetap loyal kepadanya. Misalnya dengan penuh semangat Megawati menyampaikan pidatonya pada pembukaan Kongres III, ia mengatakan:

Kita disodorkan pada suatu pilihan pragmatis antara koalisi atau oposisi. Saya sangat berduka karena politik telah direduksi tidak lebih dari sekedar urusan perebutan dan pembagian kekuasaan antar kekuatan politik, antara elit politik. Saya berduka karena pemahaman diatas meninggalkan inti etis dan ideologis dari politik sebagai suatu seni dan sarana kebudayaan rakyat untuk mewujudkan suatu kedaulatan politik, “… kita harus berbangga bukan ketika bersekutu dengan kekuasaan tetapi ketika kita bersama-sama menangis dan tertawa dengan rakyat. saudara-saudara. “…Sebagai partai ideologis posisi kita sangat jelas: kita tidak akan pernah menjadi bagian dari kekuasaan yang tidak berpihak pada wong cilik.25

Tak ada yang meragukan oposisi yang dilakukan oleh Megawati, ia dikenal oleh kadernya sebagai orang yang pendiam namun teguh dalam berpendirian. Ketika ia sendiri memutuskan berada pada wilayah oposisi maka itu seudah berarti merupakan kebijakan partai. Ia berani menjadi simbol pergerakan oposisi terhdap pengusa rezim Orde Baru, secara historis prestasi seperti ini yang tidak tidak dimiliki oleh kader partai lainnya dalam internal PDIP.

Selama Megawati memimpin partai memang sering lamban dalam mengambil keputusannya. Namun karena sikap Megawati yang tidak pernah basa-basi, bicara

25 Megawati, “Pidato Ketua Umum PDIP, Pembukaan Kongres III PDIP,” h.5-6. 64

apa adanya. Posisi sebagai ketua umum PDIP adalah posisi yang sangat penting karena menyangkut eksitensi partai. Anggaran Dasar PDIP pasal 24 ayat 2 menyebutkan bahwa posisi sebagai ketua umum itu mempunyai Hak Prerogatif untuk mempertahankan Pancasila, UUD, NKRI dan tentu saja eksistensi partai sendiri. Sehingga kader internal partai merasa nyaman ketika Megawati bertahan sebagai posisi ketua umum. terlebih, visi-misinya Megawati hingga saat ini adalah tetap konsisten dalam memperjuangkan dan mempertahankan 4 pilar berbangsa dan bernegara serta tiga pilar trisakti yaitu, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secarabudaya.

6. Loyalitas Kader kepada Figur Sentral

Figur sentral Megawati semakin identik dengan PDIP. PDIP dan Megawati bagaikan PDIP belum mampu melepaskan ketokohan Megawati. Ia seakan menjadi patron tunggal dalam tubuh partainya. Bagi para kadernya sosok Megawati memiliki karisma yang belum bisa tergantikan oleh yang lainnya di internal partai. Hampir kader partai merasa tenang dan nyaman atas aura ke-ibu-an yang dimiliki Megawati.

Fenomena politik yang terjadi dalam tubuh PDIP menandakan bahwa tumbuhnya partai tergantung sosok Megawati. Meminjam istilah pengamat politik

Gun Gun Heryanto, PDIP masih terjangkit gejala groupthink dimana digambarkan sebagai kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas tinggi dan seringkali gagal mengembangkan alternatif-alternatif tindakan yang mereka ambil. 26 Artinya tidak ada tidak ada ide dan alternatif baru yang dikembangkan oleh kader. Lebih baik bagi

26 Gun Gun Heryanto, “Transisi Kepemimpinan PDIP,” artikel diakses pada 2 Mei 2011 dari http://republika.co.id:8080/koran/0/107773/Transisi_Kepemimpinan_PDIP 65

para kader berdiam diri dari pada mengambil resiko ditolak seperti yang terjadi pada kongres PDIP II, sejumlah kader partai yang mencoba menggalang gerakan pembaharuan justru mereka harus hengkang dari partai.

7. Megawati Memiliki Tim yang Mencitrakan Dirinya sebagai

Pemimpin Karismatik

Megawati menyadari dirinya bukanlah orang yang mendapatkan ilmu tentang kepemimpinan dan perpolitikan secara formal. Ayahnya pun walau sebagai pemimpin yang besar dan berkarisma tidak pernah mengajari dan menyiapkan dirinya menjadi pemimpin. Tentu saja modal sebagai orang yang menyandang nama besar Bung karno tidak cukup membuatnya menjadi tokoh yang memiliki karisma dan berpengaruh. Maka ia harus memiliki tim yang khusus bertugas mencitrakan dirinya sebagai tokoh karismatik.

Seperti pada saat ia muncul pertama kali sebagai kandidat ketua umum pada

KLB di Surabaya. Guna melicinkan jalannya KLB di bentuklah tim sukses Megawati, diantara aggota tim sukses yang tercatat adalah Taufik Kiemas, Aberson Marle

Sihaloho, Panda Nabababan, Mangara Siahaan, Suparlan dan Sophan Sophian. Tim sukses Megawati inilah yang berperan penting untuk menjadikan Megawati sebagai public figure, mereka menyadari bahwa Megawati bukanlah sososk public opinion maker atau news maker, ia hanya seorang ibu rumah tangga yang kebetulan memiliki nama besar Bung Karno dibelakangnya. Oleh karena itu tim sukses ini merancang strategi agar namanya diperhitungkan kawan ataupun lawan. Maka seminggu sebelum KLB Surabaya, Megawati meluncurkan sebuah buku yang berjudul Pokok-

Pokok Pikiran Megawati, Bendera Sudah Saya Kibarkan yang diluncurkan di Hotel 66

Indonesia. Buku tipis ini menguraikan pandangan Megawati tentang berbagai persoalan. Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan 1993. 27

Selain itu, orang-orang yang dekat dengan Kepemimpinan Megawati, sering memoles dirinya dengan hal-hal mistik sepeti isu yang beredar bahwa ia sering melakukan komunikasi dengan ayahnya untuk meminta petunjuk lewat mimpi dan meditasi. Sehingga bagi para sesepuh kader yang mempunyai memiliki jiwa marhaenisme dan nasionalisme menganggap bahwa menghormati Megawati sama halnya menghormati Bung karno, begitupun sebaliknya mereka takut kualat jika tidak menghormati Megawati. Mayoritas kader dan simpatisan PDIP sangat mengidolakan tokoh Bung Karno. 28

Megawati bukanlah singa podium seperti ayahnya yang lincah menggunakan retorika bahasa. Sehingga ia juga memiliki tim yang bertugas menyiapkan pidatonya.

Terlihat dalam setiap pidatonya, Megawati selalu membaca lembaran-lembaran kertas yang sudah disiapkan sebelumnya. Pada saat pidato memperingati hari ulang tahun PDI Perjuangan ke-38, Megawati memberikan sepetik pidato politik yang rupanya sangat memukau para pendukungnya yang disiarkan langsung oleh Metro Tv dan Tv One. Sebuah telepromter pun dipersiapkan agar Megawati dapat berpidato secara baik dan berwibawa. Alat ini berbentuk tongkat setinggi kurang lebih 1,5 meter. Terdapat, kaca tipis tempus pandang di bagian atasnya yang biasanya berdiri di samping kiri dan kanan mimbar. Dari kaca tipis ini, muncul teks pidato sebagai

27 Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h.17. 28 Sumarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 40. 67

pantulan dari monitor yang ada di bagian bawah. Pembaca pidato, layaknya akan seperti pembaca berita di televisi sehingga tak perlu lagi memegang naskah pidato.

Sehingga dengan begitu sosok Megawati tetap memukau dan berkarisma dimata para pendukungnya. 29

29 “Dibalik Pidato Megawati yang Memukau,” artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.i- berita.com/hot/dibalik-pidato-megawati-yang -memukau.html

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Megawati Soekarnoputri merupakan pemimpin yang karismatik, bukan hanya karena faktor keturunan semata tetapi juga karena kepribadiannya yang teguh dalam berprinsip. Hal ini bisa dilihat dari sejak muda, suatu ketika ia pernah menolak lamaran seseorang taruna akademi angkatan laut karena berbeda keyakinan dengannya. Hingga ia berada pada posisi puncak kekusaan yang menahkodai sebuah partai, ia tetap mempunyai karakter yang teguh berpendirian. Hal ini dibuktikan ketika Megawati memproklamirkan partainya memilih jalan sebagai oposisi terhadap pemerintah.

Gerakan oposisi yang Megawati lakukan adalah oposisi loyal, loyal terhadap negara dan loyal terhadap pemerintahannya. Ketika Orde Baru, Ia sudah melakukan gerakan oposisi secara formal melalui partai yang dipimpinnya itu. Oposisi yang ia lakukan adalah guna mengadvokasi dirinya dan juga rakyat Indonesia yang hak- haknya dirampas oleh rezim. Ia yakin kalau jalan yang ditempuhnya itu merupakan jalan mempertahankan ideologinya dan membela kalangan wong cilik.

Meskipun Megawati tidak pernah belajar ilmu politik dan ilmu kepemimpinan secara formal tetapi ia banyak belajar dari lingkungan yang membesarkannya. Ketika kecil Ia diasuh oleh guru yang bernama Ibu Tuti yang sering mengajarakannya cinta pada sesama tanpa pandang bulu. Selain itu kontribusi besar yang membuatnya memahami dunia politik ialah dari ayahnya sendiri, Soekarno. Fatmawati sebagai ibu

66 67

kandungnya juga telah membentuk karakter Megawati tumbuh sebagai orang yang tegar dan tabah dalam menghadapi segala cobaan dan ujian dalam hidup.

Megawati juga memiliki percaya diri yang tinggi. keluarga besar Bung yaitu anak-anaknya telah bersepakat untuk tidak berpolitik, karena mereka menggangap bahwa hegemoni Orde Baru sangat kuat sehingga perubahan tidak akan terjadi, namun beberapa tahun setelah konsesus itu dibuat, Megawati melanggarnya dan karena sifat percaya diri itu ia memberanikan diri masuk kedunia politik. Pertama kalinya ia menjabat sebagai wakil ketua DPC pengurus DPC PDI Jakarta pusat.

Berkat kepercayaan dirinya itu yang membawa ia dikemuadian hari menjadi Ketua

Umum PDI dan bahkan mengantarkan ia menjadi presiden perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.

Meski pendiam dan sangat pelit mengeluarkan komentar dan pandangannya kepada wartawan, Megawati selalu menjadi topik pembicaraan dan sumber berita.

Sikap diamnya itu membuat lawan-lawan politiknya sulit menerka-nerka manuver apa yang akan dibuat oleh Megawati. Di masa Orde Baru, diamnya Megawati ternyata menjadi senjata ampuh untuk menghindari gesekan dan konflik yang lebih besar dengan sang penguasa pada waktu itu.

Megawati merupakan orang yang cerdas dalam memanfaatkan nama besar ayahnya. Dari sinilah ia memulai meniti karier politik. Banyak orang yang menggandrunginya karena ia dianggap sebagai titisan dari Bung Karno.

Kehadirannya dalam pentas politik bagaikan sang ratu adil yang datang di tengah musibah badai politik Orde Baru. kehidupan Megawati sendiri bagaikan karang yang tegar menerpa ombak. Kehidupan yang payah yang dialaminya justru mendapat 68

simpati dan empati dari masyarakat luas. Ia seakan menjadi tokoh protagonis untuk melawan kekejaman dari kekusaan. Pada masa krisis itulah sosoknya menjadi simbol dari gerakan oposisi terhdap jalannya pemerintahan yang otoriter.

Sebagai pemimpin, Megawati memiliki visi dan misi, Jika dikonklusikan apa yang Megawati perjuangkannya hingga saat ini ialah, ia tetap konsisten dalam memperjuangkan dan mempertahankan 4 pilar berbangsa dan bernegara yaitu, setia pada Pancasila 1 Juni 1945, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan tetap menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) . Serta tiga pilar Trisakti yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya. Dari visi misinya itu, Megawati sering menyatakan bahwa ia hanya bertugas menyambung lidah sang proklamator untuk mencintai bangsanya sendiri.

Para kader dan simpatisan sangat nyaman dibawah kepemimpinan karismatiknya, dengan sikap keibuanya, Megawati yang selalu berusaha mengayomi bawahannya. Ia selalu berusaha menjaga kekompakan dalam partai dan terbukti hingga kongres ketika ini PDIP menjadi partai yang cukup solid. Karena itu dari kongres ke kongres, posisi Megawati sebagai ketua umum tak tergoyahkan dan selalu menjadi yang terkuat. Bahkan adanya kongres partai hanya menjadi semacam seremonial pengukuhan kembali posisinya itu. Figur Megawati masih belum tergantikan dalam partai, karena menurut penuturan beberapa pengurus partai sosoknya masih menjadi magnet penarik massa.

Penulis melihat jalannya kehidupan demokrasi di internal PDIP itu seperti demokrasi terpimpin yang pernah diterapkan oleh Soekarno. Megawati memang sangat mengedepankan persatuan di atas segalanya. Pengambilan keputusan dalam 69

internal PDIP memang selalu mengedepankan sistem musyawarah untuk mufakat dan sejauh mungkin menghindari voting yang bebuntut kepada perpecahan. Sistem kekuasaan sentralistik juga diterapkan dalam internal partai guna mengkontrol kepemimpinan partai di daerah. Selain itu Megawati sebagai ketua umum memiliki hak prerogatif yang besar. Hak tersebut diatas kewenangan DPP partai, sehingga membuat dirinya leluasa dan berhak menentukan sesuatu keputusan partai secara mutlak.

B. Saran-Saran

Kepemimpinan karismatik yang diandalkan Megawati mungkin bisa diterima oleh kader dan simpatisan di internal partainya, tetapi belum tentu diterima masyarakat Indonesia saat ini. Hal tersebut bisa dibuktikan dari merosotnya perolehan suara PDIP dari pemilu 1999, 2004 dan 2009. Seharusnya hal ini disadari oleh pengurus partai kalau karisma Megawati menurun. Kian hari sistem perpolitikan memang dituntut mengarah kepada sistem kepartain yang lebih modern. tentu saja ini tantangan berat bagi partai yang terbiasa dengan cara-cara tradisional yang biasa diterapkan di internal partai.

Rakyat saat ini tidak melulu ingin melihat karisma seorang Megawati ataupun kembali masa lalu dengan mengkampanyekan foto-foto dari orang yang sudah meninggal. Biarkanlah Bung Karno dan nama besarnya bersemayam tenang di dalam kubur sana. Dan kita sebagai penerus bangsa seharusnya menatap kedepan karena roda kehidupan berbangsa dan bernegara ini selalu berjalan ke depan. Karena dalam teorinya wewenang karismatik bisa hilang dari seorang pemimpin manakala masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham yang berbeda. Dan 70

karisma bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai dengan individu yang bersangkutan membuktikan manfaat bagi masyarakat dan pengikut-pengikutnya akan menikmatinya.

Megawati merupakan sosok yang berhasil membawa partainya ke jalur ideologis meskipun konsekuensi yang harus diambil adalah berada pada posisi oposisi. Oposisi memang diperlukan sebagai penyeimbang pemerintahan. Namun sistem pemerintahan presidensial di Indonesia tidak dirancang menyediakan ruang bagi partai oposisi. dan Kultur politik kita yang menjujung adat ketimuran belum terbiasa terhadap sistem oposisi dan koalisi pemerintahan yang saling mengkritik dan saling berdebat berhadap-hadapan langsung. Diperparah dengan persepsi sebagian masyarakat yang menganggap bahwa pihak yang beroposisi adalah barisan sakit hati yang kerjanya hanya mengkritik dan menghalangi jalannya pemerintahan. Sehingga tugas berat yang dipikul oleh Megawati dan partainya sebagai pelopor gerakan oposisi, selain tetap mengkontrol jalannya pemerintahan, mereka juga harus mampu membangun komunikasi dan edukasi yang benar terhadap masyarakat agar tidak salah kaprah memahami partai oposisi.

Megawati dan PDIP juga harus berkerja keras mengatasi masalah regenerasi kepemimpinan partai. Sebenarnya kongres partai merupakan ajang yang tepat memperbaharui kinerja partai, dengan mempercayakan generasi muda untuk duduk di pos-pos yang strategis. Kegagalan regenerasi dikarenakan PDIP hingga saat ini belum mampu melepas bayang-banyang Bung Karno dan melepaskan Megawati dari kursi kekuasaan ketua umum partai. Sehingga keberadaan partai yang didirikan oleh kepemimpinan karismatik Megawati ini harus mampu menjawab tantangan zaman. 71

Dengan harapan bahwa keberadaan partai politik di Indonesia lebih baik tidak terjebak pada garis dinasti maupun oligarki elit partai.

71

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Ali, Lukman, “Bung Karno dan Megawati dalam Retorika.” Dalam Afdal Tanjung. Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Jakarta: YPTN, 2000.

Budi, dkk, Megawati The President. T.tp.: Mega Team For The President. t.t.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Fatah, Eep Saefullah. Membangun Oposisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Gaffar, Affan. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Hasibuan, Imran. Megawati Soekarnoputri: Pantang Surut Langkah . Jakarta: ISAI, 1996.

Hasrullah. Megawati dalam Tangkapan Pers, Yogjakarta: LKIS, 2005.

Hartono, Budi. “Pelembagan Politik PDIP Jateng,” Desertasi S2 Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2009.

Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1967.

Lane, Max. Bangsa Yang Belum Selesai, Indonesia Sebelum dan Sesudah Soeharto. Jakarta: Reform Institute, 2007.

Panuju, Redi. Oposisisi Politik, Oposisi dan Demokrasi. Yogyakarta: Interprebook, 2011.

Riwayadi, Susilo dan Anisyah, Suci Nur. Kamus Populer Ilmiah Lengkap. Surabaya: Sinar Terang, t.t.

Rivai, Veithzal dan Mulyadi, Deddy. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

71 72

Sirojudin, “ Peran Oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Terhadap Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono- Yusuf Kalla.” Skripsi SI Fakultas Usuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006.

Suwarno. Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara. Depok: PT Rumpun Dian Nugraha, 2002.

Suryakusuma, Julia I dkk. Almanak Parpol Indonesia Pemilu 99’. Bogor: SMK Grafika Mardi Yuana, 1999.

Tanjung, Afdal. Maju Tak Gentar PDIP Berkibar. Jakarta: YPTN, 2000.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP–UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bakti Utama, 2007.

Thornton, Juliet. “Persepsi Masyarakat Indonesia Terhadap Kepemimpinan Barack Obama.” Skripsi SI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang , 2009.

Uhlin, Andreas. Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan, 1999.

Urbaningrum, Anas. Islam-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta: Penerbit Rebublika, 2004.

Weber, Max. The Theory of Social and Economic Organization. Ed. Parsons, Talcott. New York: Oxford University Press, 1947.

Zulkifli, Arif. PDI di Mata Golongan Menengah. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996.

Wawancara pribadi dengan Agung Setiadi, Jakarta, 24 Mei 2011.

Wawancara pribadi dengan Srimastuti, Jakarta, 24 Mei 2011.

Sumber Media Massa

Syamsuddin Haris, “Mega dan Masa Depan PDI-P” Kompas, 8 April 2010.

“Beban Berat Seorang Putri,” Tempo, 30 Juni 2004.

“Sepakat Belum Bulat,” Tempo, 27 Juni 1992. 73

“Intrupsi…Intrupsi…,”Tempo, 13 Maret 1993.

“Pasang Surut Anak Wayang,” Tempo, 24 Juli 1993.

Sumber Internet

Heni, Rilla Nugra. “Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP 2005-2010.” artikel diakses pada 25 April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/03/31/brk,20050331- 18,id.html

Hartoyo, Budiman S. “Apa di balik Mega.” Tempo Online, 11 Desember 1993, artikel diakses pada tanggal 13 April 2011 dari http://ip52- 214.cbn.net.id/id/arsip/1993/12/11/NAS/mbm.19931211.NAS6427.id.html

Heryanto, Gun Gun. “Transisi Kepemimpinan PDIP.” artikel diakses pada tanggal 2 Mei 2011 dari http://republika.co.id:8080/koran/0/107773/Transisi_Kepemimpinan_PDIP

Ichwanuddin, Wawan. “Mimpi PDIP Kembali ke Jalan Ideologis.” artikel diakses pada tanggal 2 Mei 2011 dari http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-nasional/255-mimpi- pdip-kembali-ke-jalan-ideologis

Kleden, Ignas. “Oposisi dalam Politik Indonesia.” artikel dikses pada 1 Maret 2011 dari http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Reformasi/Kompas_perbandingan/opo s4.htm

Marijan, Kacung. “Pelembagaan Oposisi.” artikel diakses pada tanggal 28 februari 2011 dari http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6189&coid=3&caid=3&gid =2.

Planasari, Sita A. “Presiden Sampaikan Keberhasilan Pemerintahannya.” artikel diakses pada tanggal 23 April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923- 09,id.html

Ronda, Daniel. “Dinasti Sukarno–Megawati Sukarnoputri.” artikel diakses pada 8 Januari 2011 dari http://politik.kompasiana.com/2010/04/06/dinasti-sukarno- %E2%80%93-megawati-sukarnoputri/

Soekarnoputri, Megawati. “Pidato Pembukaan Kongres III PDI Perjuangan.” artikel diakses pada tanggal 28 April 2011 dari 74

http://www.pdiperjuangan.or.id/index.php?option=com_content&view=article &id=272&Itemid=85

Subairi. “Politik Oposisi di Indonesia: Sebuah Tinjauan Historis.” Artikel Dikses Pada 2 Maret 2011 dari Http://Rontalsuber.Wordpress.Com/2008/02/10/Politik-Oposisi-Di-Indonesia- Sebuah-Tinjauan-Historis/

Sunariah. “Pemerintahan Megawati Dinilai Berhasil.” diakses pada tanggal 23April 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/23/brk,20040923- 54,id.html

Tandjung, Akbar. “Kepemimpinan Politik yang Negarawa,” diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=72 8&Itemid=135

Ensiklopedia

“Abdurrahman Wahid,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada 23 April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid

“Kepemimpinan,” dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 7 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan.

“Megawati Soekarnoputri, “ dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, diakses tanggal 10 Januari 2011 dari http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285- ensiklopedi/247-presiden-berkepribadian-kuat?start=1

Megawati Sukarnoputeri, Sudah Terbukti dan Teruji,” dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, artikel diakses pada tanggal 4 April 2011dari Http://Www.Tokoh- Indonesia.Com/Ensiklopedi/M/Megawati/Mega-Hasyim.Shtml

“Soekarno,” dalam Ensiklopedia Wikipedia, artikel ini diakses pada tanggal 25 April 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno

Berita

“Dibalik Pidato Megawati Yang Memukau,” artikel diakses pada 17 Juni 20011 dari http://www.i-berita.com/hot/dibalik-pidato-megawati-yang- memukau.html

“TK: Bahaya, Jika Salah Susun Pengurus PDIP.” Jakarta pres.com, 06 April 2010, artikel ini diakses pada 24 april 2011 dari http://jakpress.com/www.php/news/id/12666/TK-Bahaya-Jika-Salah-Susun- Pengurus-PDIP.jp 75

LAMPIRAN I

Wawancara, 24 Mei 2011

Narasumber : Agung Setiadi (Kepala Sekertariat DPP PDIP)

A : Apa sebenarnya yang menyebabkan Megawati dan PDIP memilih tetap berada pada posisi oposisi terhadap pemerintahan SBY?

B: Sebenarnya kami hanya ingin tetap pada koridor menjaga idealisme partai untuk membangun bangsa yang lebih baik, kami tidak ingin larut terhadap dinamika perpolitikan Indonesia yang mana banyak partai–partai sekarang ini terjebak pada politik transaksional dan meninggalkan ideologinya. PDIP tak mau bermain di wilayah Abu-abu. Bagaimana pemerintahan ini berjalan dengan baik kalau tidak ada partai yang sanggup mengontrol kekuasaan itu.

A : Lalu bukankah garis oposisi yang dilakukan oleh Megawati dan partainya justru menggangu jalannya pemerintahan?

B : Oh tidak, oposisi yang PDIP lakukan ialah oposisi loyal, dan PDIP tidak menginginkan adanya kebijakan pemerintah tanpa pengawasan, pengawasan harus ada, oposisi sebenarnya sebagai penyeimbang dan bukan penghambat kinerja pemerintahan itu sendiri, toh jika pemerintahan itu berjalan dengan mengedepankan asas keadilan dan pembelaan dengan rakyat ya kami dukung

A : Saya melihat banyak sekali eksekutif di daerah maksud saya, kepala daerah yang terpilh dari kader PDIP. Lalu bagaimana dengan oposisi, bukankah nantinya menjadi rancu?

B : Bagi partai, keputusan kongres adalah hirarki tertinggi yang harus ditaati oleh seluruh pengurus dan kader partai, ketika PDIP memilih opsi sebagai penjaga gawang oposisi, maka ya pilihan itu yang harus diambil baik kes emua jajalan kader partai, bukan hanya DPP saja, kader di bawahnya pun harus mengikuti apa yang sudah digariskan. ditingkat tingkat nasional oposisi dijalankan oleh DPP Parai, ditingakat propinsi dijalankan oleh DPD begitupun seterusnya,

A : Maksud saja, bagaimana dengan kader partai yang terpilih sebagai gubernur maupun bupati?

B : Tetap, mereka menjalankan oposisi, oposisi mereka bukan oposisi terhadap kekuasaannya didaerahnya masing-masing, lah wong mereka memegang 76

kekuasaanya, masa oposisi terhadap pemerintahannya sendiri. Oposisi mereka (Gubernur dan Bupati) itu ditujukan terhadap pemerintah pusat, jadi pemerintahna daerah juga harus mengkontol kebijakan pemerintahan pusat. Jangan sampai kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh daerah.

A : Saya mendengar jika kekuasaan DPP PDIP masih sangat sentralistik, seperti misalnya pemilihan kepala daerah (Pemilukada) itu semua calonnya harus mendapatkan restu dari Megawati dan DPP partai,?

B : DPP sebenarnya memberikan ruang yang besar terhadap pengurus daerah, namun tetap semua itu harus ada koordinasi dengan Dewan Pimpinan Pusat, sekarang memang zamannya otonomi, namun seperti bisa kita lihat sekarang ini, demokrasi kita sedang sakit, otonomi justru menjadikan kekuasaan daerah bejalan sendiri, sendiri, kan tidak benar itu! Belum lagi bicara tentang kepentingan, banyak pihak- pihak yang punya kepentingan, bukan hanya di internal partai, eksternal juga banyak kepentingan dengan partai. Dan harus digarisbahwahi bahwa Pimpinan Pusat dalam hal ini tidak… tidak melakuakn intervensi terhadap daerah, organaisaisi pada dasarnya harus berjalan dengan fungsi-fungsi yang sudah diatur sebagai kewenngannya, jika banyak perbedaaan antara yang diatas dan yang dibawah, bisa bubar organsisi, kan tidak ada kecocokan.

A : Begitu juga dalam penyusunan nomor urut calon legislatif?

B: Pemilihan Legistatif memang ditetapkan oleh perngurers daerah masing-masing dengan catatan tetap berkoordinasi dengan pimpinan pusat yang nantinya juga akan bermuara pada hal yang sama, apa jadinya jika kader partai yang terpilih dan menduduki kursi di senayan tapi yang terpilih semuanya tidak ada yang berkualitas.

A : Mengenai kepemimpinan Megawati nih Pak, menurut bapak, kenapa beliau terpilih kembali, bukankah grafik perolehan suara terus menurun?

B : Posisi Ibu sekarang ini kan masih mendukuki jabatan sebagai Ketua Umum, dan ketua umum itu dipilih memaluai kongres, dan jika para kader memilih dan masih mempercayakannya ya posisi ibu masih tetap sebagai ketua umum, apa boleh buat. Ibu sendri orang yang menjunjung tinggi demokrasi, jika para kader menguraikan pandangannya dan menginginkan masih berada diposisi ketua umum, mungkin saja keberhasilan Ibu adalah ia memiliki sifat yang mampu mengayomi sehingga rasa nyaman yang dirasakan oleh kader 77

A : Mengenai kepemimpinan ketua umum partai, mungkinkah itu diisi oleh orang-orang selain keturuanan biologis Bung karno?

B : Ya sangat mungkin mas, karena tidak ada ketentuan partai yang membatasi bahwa kepemimpina partai harus melalui keturunan Bung Karno, siapapun asal dia punya kualitas dan memperoleh dukungan dari forum kongres ya bisa terpilih,

A : Benarkah jika selama ini kongres PDIP yang berujung pada aklamasi karena ada intruksi khusus dari pimpinan pusat, sehingga dari kongres ke kongres Megawati tak tertandingi?

B : Para Pengurus Daerah sebenarnya tidak secara tiba-tiba menyatakan dukungan terhadap Megawati. Jauh sebelum diadakannya kongres PDIP, para pengurus partai di daerah sudah menggodok nama-nama calon ketua umum yang akan diajukan pada saat kongres. Dari hasil keputusan Konfercab (Konferensi Cabang) dan Konferda (konferensi daerah) yang dilaksanakan oleh pengurus partai ditingkatanya masing- masing, nama Megawati tetap menjadi nama yang terkuat mengisi kepemimpinan utama partai. Dan dalam PDIP sangat menjunjung sistem musyawarah mufakat, ketika semua pandangan pengurus daerah menyatakan Megawati masih layak memimpin partai, maka tidak perlu ada voting.

A : Apa visi misi yang sering ibu utarakan kemasyarakat?

B : Secara garis besar Ibu masih konsisten mempertahankan dan memperjuangkan 4 pilar kebangsaaan yaitu, NKRI, Pancasila, Bineka Tunggal Ika dan UUD 45 dan itu di ejawantahkan melalui program-program partai.

A : Mengenai kongres ketiga ini, kalau tidak salah tertutup ya, Pak? Bisa saya meminta data-data dan kronologi kongresnya, Pak?

B : Ya tentu semua kongres yang PDIP lakukan sifatnya tertutup, mengenai data-data kami tidak bisa memberikannya Mas, kecuali yang memang sudah dijadikan sebagai konsumsi publik seperti hasil AD/ART partai dan bebrapa naskah pidato–pidato beliau. Nanti saya kena sanksi jika salah membuka-buka file ke mas..

A: Apakah kader-kader yang menjadi peserta kongres masih percaya kalau Ibu Mega memilik karisma yang bisa menjadi magnet penarik suara massa?

B : Ia tentu, buktinya ketika kongres, mayoritas kader memilinya. Ibu memang memliki aura tersendiri, dalam politk ada istilah teori kepemimpinan, ada pemimpin yang bersifat legalitas dan ada yang disebut pemimpin legitimasi, jika pemimpin legalitas itu sifatnya formal prosedural sesuai dengan hirairki jabatannya, sedangkan 78

pemimpin yang legitimasi merupaka pemimpin yang diakui oleh rakyat. Dihormati oleh rakyat. Saya misalkan ketika ikut rombongan Ibu Mega keluar, berkunjung ke daerah-daerah misalnya, itu luar biasa mas, anemo masyarakat sangat tinggi terlihat dari sambutan mereka terhadap Ibu Mega, saya kira masih…

LAMPIRAN II

Wawancara, 24 Mei 2011

Narasumber : Srimastuti (Sekertaris Ketua Umum)

A: sebelumnya mohon maaf Ibu, boleh saya mengetahui siapa ibu dan seberapa dekat ibu dengan megawati?

B: Nama Saya Srimastuti, orang-orang disini (DPP PDIP) biasa memanggil saya Ibu Sri, jika ditanya seberapa dekat saya dengan Ibu Mega, tentu saya tidak bisa menjawab, takut terjebak pada klaim, Cuma ibu Mega yang mungkin bisa menjawab hal itu, namun saya pastikan saya pernah bersama ibu menemani hari-harinya sejak dulu, tepatnya mulai kongres PDI di Medan dan kemudian saya mengikuti beliau pada KLB Surabaya, dan disana saya dipercayakan menjadi asisten pribadinya Ibu kala itu. Keseharian saya selalu dekat dengan ibu. Dan hingga sekarang saya masih dipercayakan sebagai Sekertaris Ketua Umum PDIP

A: Menurut pandangan ibu, bagaimana sosok Megawati ketika memimpin partai?

B: Saya melihat sejauh yang saya tahu, ibu Mega itu orangnya sangat keras kalau sudah mengeluarkan keputusan. Maksudnya jika ibu sudah mengintruksikan sesuatu maka harus dilaksanakan, walau dia agak keras namun iya juga memiliki sifat mengayomi bawahan, artinya secara naluriah ia merupakan seorang wanita yang memiliki sifat-sifat keibuan sama seperti yang lainnya. para kader dan simpatisan dianggap layaknya anak-anak angkatnya saja.

A:Trus apa yang membedakan ia berbeda di banding dengan saudaranya yang lain, seperti Sukmawati, Rahmawati ataupun Guruh menurut padangan ibu?

B: Ya menurut saya ib itu orangnya sangat tegas sehingga itulah yang membuatnya ia karismatik di banding dengan saurada-saudra yaag lain. Karena ucapannya mudah 79

diikuti kader-kader dan ia tidak plin-plan meskipun ia sendiri sering dianggap lamat dalam memutuskan sesuatu.

A : Saya membaca biografi Ibu Megawati, ia dilahirkan tahun 1947, jika sekarang tentu usia beliau lebih dari 60 tahun, kenapa ia tidak menyiapkan atau mempersiaahkan yang mda-muda yang memimpin? Misalnya anak-anaknya beliau sendiri?

B : Ibu itu orang yang demoktasis, dia orang yang pendiam, namun diamnya tentu saja berfikir. Namun banyak yang mengira keputusan Megawati selalu lambat, tapi saya lihat keputusannya selalu tepat. Usia beliau jika sekarang ini 64 tahun, seberanya cocok seusia segitu untuk istirahat dan menikmati hidup bermain-main dengan cucunya, tapi kan dia juga harus menghargai keinginan kader untuk tetap menjadi ketua partai,

A:Apakah megawati memiliki karisma bagi para pendukungnya hingga saat ini?

B: Ibu mega memang sampai saat ini masih memeliki karisma, ia memeiliki aura tersendiri ya semacam pepatah mengatakan anak macan ya melahirkan anak macan bukan anak kucing kan?!

A: Menurut ibu, karismatik yang dimiliki oleh Megawati itu memang berasal dari dalam dirinya atau memang dibuat-buat oleh orang yang disekelilingnya?

B: Mau tak mau kita juga harus mengakui bahawa di belakang nama Megawati ada kata Soekarno, kata ini menunukkan bahwa ia merupakan anak dari Bung Karno, dan kita tau sendiri sampai sekarang Bung Karno masih banyak memiliki pengikut. Tentu faktor inilah yang membuat Megawati menjadi orang yang dipadang sebagai titisan Bung Karno. Namun tidak hanya sebata itu mas, ibu mega mempertahankan nama besarnya tidaklah mudah, saya merasakan betul bagaimana genting dan mencekamnya saat terjadi penyerangan kantor DPP PDI tahun 1996.

A: Mengenai pidato beliau apakah itu dari pemikiran beliau atau memang teks yang sudah disiapkan sebelumnya?

B: DPP punya tim yang menyiapkan pidato ibu, ya semacam protokoler lah, namun tetap mereka yang susun dan pemikirannya murni dari ibu sendiri. Dan tika ada kata- kata atau kaliamat yang tidak pas dia langsung minta di edit kembali. Nanti saya kasih buku-buku kumpulan pidato ibu. 80

A : Benarkah jika sekarang ini Ibu Mega sedang menyiapkan anak-naknya sebagai pemimpin kelak?

B : Sepertinya tidak, karena Ibu Mega sendiri membiarkan anak-anaknya untuk memilih hidupnya sendiri, tidak ada kata menyiapkan, sama halnya ketika Ibu pernah bercerita bahwa ia sendiri dididik oleh Bung Karno. Bung Karno tidak pernah menyuruh anak-anaknya menjadi apa dan harus menjadi apa. Demokratis lah. ibu Mega sendiri pernah berkata kalu ia tidak menyangka kalau ia harus terjun dalam dunia politik.

A: Penanya

B: Narasumber